Pengambilan Keputusan
Nenny Ika Putri Simarmata, Iskandar Kato, Bonaraja Purba
Sukarman Purba, Marto Silalahi, Muhammad Yusril Raynonto
Andriasan Sudarso, Unang Toto Handiman
A. Nururrochman Hidayatulloh, Karwanto, Khairunnisa samosir
Dini Mustika Buana Putri, Yuswardi, Ilham Djufri
Penulis:
Nenny Ika Putri Simarmata, Iskandar Kato, Bonaraja Purba
Sukarman Purba, Marto Silalahi, Muhammad Yusril Raynonto
Andriasan Sudarso, Unang Toto Handiman
A. Nururrochman Hidayatulloh, Karwanto, Khairunnisa samosir
Dini Mustika Buana Putri, Yuswardi, Ilham Djufri
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021
Nenny Ika Putri Simarmata., dkk.
Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Yayasan Kita Menulis, 2021
xiv; 222 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-342-242-0
Cetakan 1, September 2021
I. Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
II. Yayasan Kita Menulis
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya
sehingga kami penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan judul
Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan buku ini dan juga kepada Penerbit
Kita Menulis yang berkenan menerbitkan buku ini. Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa senantiasa memberkati setiap usaha kita.
Penulis
Daftar Isi
1.1 Pendahuluan
Kepemimpinan merupakan suatu istilah yang sangat familiar dan sering kita
dengar dalam kehidupan sehari-hari. Riset terkait kepemimpinan banyak kita
temukan di jurnal-jurnal terkait di berbagai negara. Awalnya, studi mengenai
kepemimpinan terkait erat dengan perkembangan ilmu perilaku organisasi di
Amerika Serikat pada pertengahan abad ke dua puluh. Sebagai suatu disiplin
ilmu, ilmu perilaku organisasi berupaya keras untuk memberikan jawaban atas
pertanyaan mengenai metode terbaik untuk memimpin pada suatu institusi dan
organisasi bisnis di Amerika pada saat itu.
Studi awal menunjukkan perhatian pada eksplorasi yang memberikan
penekanan pada ontologi individual di mana tipe kepribadian dan karakteristik
individu menjadi faktor pendukung utama yang ditemukan di dalam diri seorang
pemimpin yang baik (Stogdill, 1974). Teori Trait selama ini banyak digunakan
dalam penelitian untuk mencari tahu tentang korelasi antara atribut pemimpin
yang terdiri dari kualitas kepemimpinan, gaya kepemimpinan dan keterampilan
dengan atribut sosial atau konteks organisasi (Harsey dan Blanchard, 1988). Di
sisi lain, epistemologi yang dominan dari disiplin ilmu ini adalah positivisme
2 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
dan masih dipegang teguh hingga saat ini. Filosofi dari kepemimpinan berusaha
untuk mencari tahu aspek epistemologi, ontologi, metodologi dan asumsi etik.
Era ini fokus pada pemimpin sebagai sosok individu yang memiliki latar
belakang pengalaman yang baik dan trait individu. Era ini memiliki dua teori
besar yaitu Great Man Theory dan Trait Theory. Great Man Theory dikenal
dengan istilah ”Great leader are born, not made”. Teori ini menggambarkan
pemimpin yang hebat dengan kesan heroik, penuh mitos dan ditakdirkan untuk
naik menjadi pemimpin pada saat dibutuhkan. Great Man Theory menyatakan
bahwa individu yang memiliki kepribadian excellent akan menjadi pemimpin
yang excellent pula. Great Man Theory memberi jalan munculnya Trait Theory.
Sepanjang awal tahun 1990an, penelitian mengenai kepemimpinan difokuskan
pada trait. Sejalan dengan Great Man Theory, Trait Theory menyatakan bahwa
individu dengan kualitas dan trait tertentu akan menjadikan mereka layak
menjadi seorang pemimpin. Teori ini menyebutkan bahwa ada atribut-atribut
tertentu yang apabila ada pada diri seorang pemimpin, maka diprediksi ia akan
menjadi pemimpin yang baik dan produktif. Kritik terhadap teori ini adalah
bagaimana dengan begitu banyak individu yang memiliki kriteria atau kualitas
yang baik tetapi mereka tidak menjadi pemimpin di tempatnya? Pertanyaan ini
belum memperoleh jawaban
2. Influence Era
Pada era ini kepemimpinan dimaknai sebagai hubungan antara individu dengan
individu lainnya. Era ini membuka jalan bagi era perilaku di mana
kepemimpinan dianggap sebagai bagian dari perilaku manusia. Pada era ini,
theory X dan Y dan Managerial Grid Model menerima perhatian yang
signifikan
3. Situational Era
Pada era ini ada pengakuan bahwa ada aspek lain yang memengaruhi hubungan
atasan – bawahan. Aspek situasional ini memberikan kontribusi mengenai jenis
atribut pemimpin, keahlian pemimpin, dan pengaruh dari seorang pemimpin
yang mengarahkan seorang pemimpin meraih keberhasilan. Situational Theory
Bab 1 Filosofi dan Konsep Dasar Kepemimpinan 7
Pada era ini ada upaya untuk memilih variabel moderator situasional yang
paling baik menggambarkan gaya kepemimpinan terbaik. Pada era ini, teori
yang dianggap penting adalah The Contingency Theory, The Path-Goal Theory
dan The Normative Theory
5. Transactional Era
Pada era ini muncul keyakinan bahwa seorang pemimpin yang berhasil
membangun budaya yang kuat, maka para karyawan akan mengikuti budaya
tersebut.
8 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
8. Transformational Era
Pada era ini diyakini bahwa setiap pemimpin harus proaktif, radikal dan inovatif.
Seorang pemimpin harus memiliki beberapa kriteria untuk menunjukkan
kualitasnya agar berhasil memimpin tim nya. Seorang pemimpin harus
memikirkan strategi dan melaksanakan strategi tersebut, harus visioner, kreatif
dan di saat yang sama juga bersedia mengambil resiko, mampu beradaptasi pada
perubahan dan mampu mendelegasikan tugas. Pada teori transformasional,
pemimpin menginspirasi tim dengan cara membantu tim memahami fungsi dan
manfaat dari apa yang mereka kerjakan. Pemimpin transformasional fokus pada
kinerja anggota tim tetapi tetap mendukung anggota tim dalam meraih
aktualisasi diri.
9. Integrative Era
King (1990) menjelaskan bahwa seorang pemimpin yang berhasil tidak akan
berhasil jika hanya menggunakan satu pendekatan saja namun harus
menggunakan berbagai jenis pendekatan.
Setiap era kepemimpinan ini dengan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.1.
2.1 Pendahuluan
Pemimpin adalah unsur penting dalam sebuah organisasi atau perkumpulan
karena posisinya sebagai pengendali perjalanan organisasi itu. Pemimpinlah
yang terdepan dalam menjalankan kepemimpinan dalam mencapai vsisi misi
serta tujuan organisasi itu dibentuk. Menurut Setyaki and Farqan (2021)
pemimpin yang berada di depan dalam teori kepemimpinan yang
dikembangkan Ki Hajar Dewantara disebut Ing ngarso sung tulodo, artinya, di
depan menjadi teladan. Sebagai teladan, setiap pemimpin harus mempunyai
kepemimpinan yang berkarakter.
Peran kepemimpinan dalam masyarakat sangat penting dalam menentukan arah
manajemen terhadap pencapaian suatu komunitas/organisasi untuk mencapai
visi tersebut. Pemimpin organisasi/komunitas dengan berbagai tantangan dalam
menjalankan fungsinya, harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan dan
memberdayakan untuk mengetahui dan memahami bagaimana sumber daya
yang ada, terutama sumber daya manusia. Gaya lead (gaya kepemimpinan)
salah satu keterampilan yang dapat menentukan ritme dan arah kemajuan yang
ingin dicapai, misalnya pola perilaku yang disukai oleh pemimpin dalam
mengarahkan dan memengaruhi para pekerja. Pemimpin sejati adalah orang
yang memiliki kekhususan yang berbeda dengan orang biasa yang dapat melihat
12 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
lebih jauh, lebih dalam, dan lebih luas. Berbagai jenis gaya kepemimpinan harus
menjadi referensi bagi siapa saja yang berperan dalam memimpin
organisasi/komunitas atau bahkan sumur non-komersial pada tingkat komersial.
Pada prinsipnya, sebuah organisasi/komunitas melihat perlunya pemimpin
dengan alasan mendasar adalah kekuatan/kekuatan dalam mendorong
organisasi/komunitas yang terdiri dari orang-orang yang bekerja, umumnya
sebagai orang biasa, penganut kehidupan rutin, minimalis, dan bergairah sesuai
dengan kehidupan sklus. Banyak faktor penentu keberhasilan dalam mencapai
tujuan organisasi/komunitas baik internal maupun eksternal, namun sebagai
pemimpin sejati dengan pemahaman tentu saja konsep dan keterampilan untuk
memimpin kemudian membukanya sebagai masalah penghambat pencapaian
namun dengan munculnya isu terbuka untuk mencapai tujuan
organisasi/komunitas dengan merumuskan permasalahan yang timbul dari
selesainya tahap demi langkah dalam proses operasional. Jadi dalam
kepemimpinan organisasi/komunitas, seorang pemimpin harus memiliki
pemahaman tentang kepemimpinan, teknik/gaya, peran dan fungsi, serta
mengetahui karakter dan perilaku anggota pasukan untuk bergerak dalam ritme
untuk mencapai tujuan operasional. Dengan demikian pemimpin akan
mendapatkan kepercayaan, untuk menginspirasi, untuk membawa dampak
nyata dari transformasi positif mencapai visi dan misi organisasi/masyarakat
(Jatmiko, 2014).
Organisasi harus mempunyai seorang pemimpin untuk membantu mereka
menjalankan semua komponen dalam organisasi tersebut. Meskipun demikian,
seorang pimpinan tidak semata-mata dipilih dan ditentukan. Terdapat
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, serta kemampuan berpikir dan
bertindak yang tentu harus dipertimbangkan. Menurut Syamsu Q. Badu and
Djafri (2017) setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda
antara satu dan lainnya. Cara pandang mengenai isu-isu tertentu menjadi
kapasitas kepemimpinan individu. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi
seorang pemimpin harus bertanggung jawab dan memiliki peran yang berat dan
berpengaruh. Akan tetapi, setiap hal dapat diatasi jika ia menggunakan taktik
dan strategi yang sesuai dengan keadaannya.
Bab 2 Pemimpin dan Kepemimpinan 13
seorang pemimpin organisasi yang berorientasi profit tetapi juga berlaku bagi
semua tipe kepemimpinan organisasi non profit atau publik. Menurut
Makhfudz (2011), bahwa seseorang yang memiliki visi jauh kedepan tidak akan
dapat menjadi pemimpin yang berhasil bila ia tidak dapat meyakinkan para
pengikutnya untuk mau berubah menuju kearah yang dicita-citakannya.Seorang
yang memiliki visi,memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan visinya,
memberi motivasi kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk mau bersama-
sama berjuang menuju kondisi yang dicita- citakannya dengan antara lain
dengan memberikan perhatian,mau mendengarkan serta memberikan
kepercayaan dan kesempatan kepada orang-orang yang bekerja bersamanya.
kemampuan, proses, tindakan atau fungsi yang pada umumnya digunakan untuk
memengaruhi orang-orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai
tujuan ter- tentu. Hal ini dapat juga merupakan aplikasi kekuasaan yang
dipraktikkan sehingga mengikat orang lain berdasar kemampuannya untuk
membujuk, menjelaskan, dan menyimpulkan sesuatu yang harus dilakukan
(Ardiansyah, 2015).
Menurut Widarto (2013) bahwa konsepsi baru tentang kepemimpinan
membawa konsekwensi baru yang harus diperankan oleh seorang pemimpin.
Semula pemimpin adalah orang yang membuat rencana, berfikir dan
mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada
orang-orang lain. Sekarang, selain tugas yang telah disebutkan di atas, seorang
pemimpin itu sekaligus sebagai pelatih dan koordinator bagi kelompoknya.
Fungsi utama pemimpin adalah membantu kelompok yang dipimpin untuk
bersedia belajar memutuskan dan bekerja sama secara lebih efektif dan efisien.
Oleh karena itu, peran seorang pemimpin termasuk menjadi pelatih yang dapat
memberikan bantuan kepada kelompoknya.
Memimpin merupakan salah satu dari empat fungsi manajemen. Teori sifat
berusaha menentukan daftar ciri-ciri yang berbeda untuk menentukan efektivitas
kepemimpinan. Sehingga teori kepemimpinan sifat, dan identifikasi enam sifat
kepemimpinan singnifikan Ghiselli. Teori kepemimpinan sifat mengasumsikan
bahwa ciri-ciri yang berbeda menentukan efektivitas kepemimpinan. Ciri
kepemimpinan efektif adalah kemampuan pengawasan, kebutuhan pencapaian
pekerjaan, inteli- gensi, ketegasan, jaminan diri dan inisiatif (Hamid, 2010).
Kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut leadership. Secara morfologi,
leadership berasal dari kata kerja (verb) to lead yang artinya: memimpin,
menggiring, atau mengarahkan. Guru manajemen modern Peter Drucker
menyebutkan betapa pentingnya peranan kepemimpinan para manajer dalam
sebuah organisasi, karena seorang pemimpin mampu merubah keadaan dan
membuat segala impian dan cita-cita organisasi dapat terwujud sesuai dengan
harapan (makes thing happen) (Haryono, 2015). Sementara itu berbagai ahli
mendefinisikan tentang kepemimpinan yang berbeda-beda. Namun sebagian
besar menyatakan bahwa kepemimpinan berkaitan dengan perilaku pemimpin
dalam memengaruhi anggota organisasinya guna mencapai tujuan organisasi
(Purnomo and Saragih, 2016).
Hasil penelitian Solikin, Faturachman and Supardi (2017), menegaskan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang memengaruhi dan memotivasi
Bab 2 Pemimpin dan Kepemimpinan 19
• Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada
satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti
aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader is made and not born”
(pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini
merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini
mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa
menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
• Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya
mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori
tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis
ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi
pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan.
Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang
teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan
lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori
terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling
mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih
mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa
saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.
• Teori Trait : Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara
yang bervariasi karena mereka memiliki karakteristik atau disposisi
yang sudah melekat dalam dirinya. Ada 5 karakteristik yang utama
menurut teori ini : yaitu 1) percaya diri, 2) empati, 3) ambisi, 4) kontrol
diri 5) rasa ingin tahu. Teori ini mengatakan bahwa anda dilahirkan
sebagai pemimpin dan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari.
• Teori Situational : Teori ini menekankan bahwa pemimpin muncul
dalam situasi yang berbeda untuk menyesuaikan perbedaan kebutuhan
dan lingkungan. Teori ini dikembangkan lebih dulu oleh Blanchard &
Hersey (1976), yang mengatakan bahwa pemimpin perlu memiliki
perbedaan untuk menyesuaikan kebutuhan dan maturitas pengikut.
Pemimpin perlu mengembangkan gaya kepemimpinan dan dapat
Bab 2 Pemimpin dan Kepemimpinan 21
Peran pemimpin sangatlah penting bagi anggota atau instansi yang dipimpinnya,
karena pemimpin yang baik akan mampu membawa perubahan positif terhadap
apa yang dipimpinnya, dan sebaliknya juga bisa membawa perubahan yang
negative (Olifiansyah et al., 2020). Pemimpin dalam sebuah organisasi memiliki
peranan penting dalam mengarahkan dan memengaruhi para bawahannya.
Tanpa adanya orang yang mengatur dan mengarahkan suatu organisasi niscaya
organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya sesuai dengan visi dan misinya.
Oleh sebab itu, diperlukan figur seorang pemimpin untuk dapat mengelola dan
mengatur organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya (Latifah, 2021).
Pemimpin merupakan seorang yang positif dan penuh percaya diri yang
memiliki visi, misi dan nilai etika yang tinggi, dengan kemampuan
menyampaikan gagasan dan mampu dalam rangka mendorong dan
berhubungan baik dengan orang lain.
Dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pemimpin, maka seorang
pemimpin biasanya menerapkan gaya atau pendekatan dalam menjalankan
organisasi yang dipimpinnya. Seorang pemimpin dapat menerapkan pendekatan
atau gaya apapun yang menjadi ciri khas dari pemimpin tersebut. Seorang
pemimpin yang efektif memengaruhi pengikut dalam rangka memperoleh
tujuan yang diharapkan. Tipe kepemimpinan yang mempunyai perbedaan dapat
berpengaruh terhadap efektivitas atau kinerja organisasi (Nanjun
deswaraswamy dalam Latifah, 2021).
Hal ini sebagaimana yang dikatalan oleh Kompri dalam Olifiansyah et al.,
(2020) bahwa seorang pemimpin yang menginginkan keberhasilan dalam
22 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
merupakan bagian dari sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (S. A.
Chaniago, 2017).
Seorang pemimpin harus bisa menciptakan suatu proses dan sistem yang
kondusif untuk mengarahkan setiap anggota organisasi agar bisa menjalani
tugas atau kehidupannya sesuai dengan aturan yang berlaku termasuk aturan
dari pemimpinnya itu sendiri. Pengarahan ini harus sama dan sejalan dengan
tugas dari anggota organisasi yang saling berinteraksi satu sama lain dalam
menjalankan tugas atau kehidupannya sehari-hari. Pemimpin harus mampu
membuat orang dalam menjalankan tugas yang saling berhubungan berinteraksi
dengan harmonis. Bahkan seorang pemimpin harus mempunyai pengaruh
dalam organisasi. Setiap perintahnya akan berdampak pada perilaku dari
anggota organisasi dan menimbulkan motivasi, sehingga anggota organisasi
tersebut akan menjalankan tugas dan kehidupan dengan penuh semangat dan
antusias. Pemimpin yang tidak ada pengaruhnya dalam organisasi ibarat partikel
atom yang beredar tidak teratur dan semaunya sendiri sehingga kurang atau
tidak mempunyai power untuk untuk mencapai kesuksesan.
3.1 Pendahuluan
Seirama dengan kemajuan peradaban manusia, kepemimpinan secara ilmiah
mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang
lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya
literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang
atau perspektifnya. Kepemimpinan dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara
berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin. Orang yang ditunjuk
sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat
dan pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama
misalnya seorang pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat,
berani, ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai
sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan,
karena pemimpin sebagai ujung tombak kelompok (Miftah, 2010; S. Purba et
al., 2020; Mahyuddin et al., 2021; Tanjung et al., 2021).
Jika ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan
dalam suatu kelompok organisasi jika terjadi suatu konflik atau perselisihan
antara orang-orang dalam kelompok tersebut, maka organisasi mencari
30 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
memiliki aura yang membedakan mereka dari orang lain (Wijaya, Purnomolastu
and Tjahjoanggoro, 2015).
Jika dihubungkan dengan komentar sejarawan Thomas Carlyle yang
mengatakan bahwa “Sejarah dunia adalah biografi dari orang-orang besar” atau
“The history of the world is but the biography of great men“. Herbert Spencer
juga berpengaruh terhadap teori dengan mengatakan bahwa sebuah kondisi
sosial tak munkin tercipta tanpa kehadiran orang besar…”Before he can remake
his society, his society must make him”. Menurut mereka, pemimpin adalah
sebuah bakat dengan kualitas unik yang mampu menangkap imajinasi
sekelompok masyarakat (Zaccaro, Kemp and Bader, 2004; Susanto, 2019;
Usman, 2019).
Terdapat pandangan senada juga bisa dirujuk pada penelitian Arnold Toynbee
terhadap lahirnya peradaban besar di dunia. Menurut Toynbee kemunculan
peradaban-peradaban besar tersebut sangat dipengaruhi oleh sebuah faktor yang
diistilahkannya sebagai creative minority. Dimana creative minority adalah
sekelompok masyarakat dengan superioritas jiwa dan roh dan ketepatan
gagasannya mampu menggerakkan pengikutnya dari keadaan pasif menjadi
aktif dan kemudian menghasilkan sebuah peradaban besar (Marion and Uhl-
Bien, 2001).
Teori pendekatan sifat menyatakan bahwa beberapa orang dilahirkan dengan
atribut yang diperlukan yang membedakan mereka dari orang lain dan memiliki
sifat- sifat bertanggung jawab atas posisi mereka dengan asumsi kekuasaan dan
otoritas. Dengan kata lain atribut-atribut yang ada dalam seorang pemimpin
berbeda dangan seorang pengikut. Seorang pemimpin adalah seorang pahlawan
yang mengarahkan tujuan melewati rintangan bagi para pengikutnya (Stoner,
1978).
Teori ini menunjukkan bahwa mereka yang berkuasa layak berada di sana
karena anugerah khusus mereka. Selanjutnya, teori ini menyatakan bahwa sifat-
sifat tersebut tetap stabil sepanjang waktu di seluruh kelompok yang berbeda.
Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa semua pemimpin besar
menunjukkan karakteristik tersebut terlepas dari kapan dan di mana mereka
tinggal atau peran yang tepat dalam sejarah mereka (Alfian, 2013).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pera peneliti dapat disimpulkan bahwa
di antara sifat-sifat yang cenderung memengaruhi timbulnya kepemimpinan
antara lain adalah kecerdasan, inisiatif, keterbukaan, antusiasme, kejujuran,
simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri. Namun tidak semua sifat-sifat
32 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
tersebut bisa diterapkan pada semua bidang, terutama pada organisasi, dikatakan
bahwa keberhasilan seorang manajer tidak semata-mata dipengaruhi oleh sifat-
sifat tadi, artinya tidak ada hubungan sebab akibat dari sifat yang diteliti diatas
dengan keberhasilan seorang manajer (Damanik et al., 2021).
Akhirnya kesimpulan dari teori sifat ini diketahui bahwa tidak ada korelasi
sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, sehingga mendorong Keith
Davis (Thoha, 2004) untuk merumuskan empat sifat umum yang memengaruhi
terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu:
a) Kecerdasan, Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa
pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat
menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui
terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
b) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung
menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
perhatian yang luas terhadap akitivitas-aktivitas sosial. Dia
mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
c) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin seara realatif
mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka
bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik
dibandingkan dari yang ekstrinsik.
d) Sikap sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang
berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan pengikutnya dan
mampu berpihak kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio
pemimpin itu mempunyai perhatian dan kalau mengikuti istilah
penemuan michigan pemimpin itu berorientasi pada karyawan
bukanya beorientasi pada produksi.
laku pelaku lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi
sesuai dengan keinginan pelaku yang mempunyai kekuasaan.
Selanjutnya Westwood (2002) membagi kekuasaan dalam:
a. Kekuasaan Rasialis (Kekuasaan yang mengunggulkan ras-ras tertentu)
b. Kekuasaan Kelas (Kekuasaan terjadi berdasarkan derajat sosial orang)
c. Kekuasaan Gender (Kekuasaan yang di dominasi oleh kaum lelaki)
d. Kekuasaan Spasial (Kekuasaan yang mencakup daerah-daerah
tertentu)
e. Kekuasaan Visual (Kekuasaan dunia pencitraan dimana televisual
power menjadi sangat penting karena kekuasaan visual dapat
mengalahkan kekuasaan spasial, hal ini disebabkan karena televisual
power tak mengenal batas wilayah sejak ditemukannya internet).
dukungan dan kepatuhan. Makin tinggi trust, makin tinggi derajat pengaruh
sang pemimpin. Demikian pula sebaliknya (Thoha, 2004).
Sejarah perebutan kekuasaan akrab diwarnai oleh praktik kudeta (coup d’etat)
dengan segala variannya. Ada kudeta berdarah dan ada kudeta damai. Namun,
kudeta selalu mengandung konsekuensi. Yang menjadi soal biasanya adlaah
pasca-kudeta di mana pemerintahan yang baru dihadapkan pada persoalan yang
tidak mudah. Ada yang berhasil menstabilkan dinamika politik namun banyak
juga yang gagal dan terjebak dalam lingkaran kudeta. Kata kudeta berasal dari
bahasa Perancis coup d’etat, yang berarti serangan atau pukulan pada negara.
Kudeta terjadi apabila ada sekelomppok kecil tentara yang kritis, menyusup,
mengambil alih, dan mengontrol pemerintahan. Kudeta merupakan tindakan
ilegal (Syarifudin, 2004).
Menurut Wirawan dari para ahli, sumber kekuasaan berupa:
a) Posisi
b) Sifat Personal
c) Keahlian
d) Peluang untuk mengontrol informasi
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat
diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap
bawahan/hubungan kerja.
a) Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat
dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan.
b) Tingkah Laku pemimpin lebih terkait dengan proses kepemimpinan
(Stoner, 1978).
Tingkah laku pemimpin lebih terkait dengan proses kepemimpinan. Karena itu,
ada dua dimensi utama kepemimpinan yang dikenal dengan nama konsiderasi
dan struktur inisiasi. Dua macam kecenderungan perilaku kepemimpinan
tersebut pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya
kepemimpinan.
36 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Faktor Leader (pemimpin), terjadi karena bukan perkara Siapa dan Apa yang
Anda ketahui serta yang dapat Anda kerjakan, melainkan bagaimana Anda
membuat mereka dapat mengikuti dengan keyakinan dan rasa percaya. Anda
tidak perlu meyakinkan Atasan atau orang lain kalau Anda layak diikuti.
Menjadi Pemimpin berarti Anda akan diikuti karena Cara Pandang, Perilaku,
Tindakan serta Sifat-sifat Anda, bukan karena Perintah dan Instruksi serta Kata-
kata Anda.
2. Followers (Pengikut)
3. Organisasi
4.1 Pendahuluan
Kepemimpinan (leadership) merupakan kemampuan seseorang dalam
memimpin. Keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan organisasi sebagian
besar ditentukan oleh kepemimpinan, karena peran pemimpin dalam organisasi
dapat memengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan bawahannya untuk
terlibat secara aktif dan mendukung agar organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi sesuai dengan yang diharapkan. Artinya, dalam kehidupan organisasi
bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat
dikatakan amat menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam pencapaian
tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Dalam menerapkan kepemimpinannya dalam organisasi, seorang pemimpin
memiliki cara, seni dan strategi dalam memimpin untuk mencapai tujuan yang
disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan perilaku,
seni dan strategi seorang pemimpin yang ditunjukkan dalam melalui
keterampilan, sifat, dan sikap dalam memengaruhi bawahannya atau
anggotanya untuk bekerja, melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan organisasi
sehingga dapat memengaruhi kinerja bawahannya.
Dalam menerapkan gaya kepemimpinannya dalam suatu organisasi seorang
pemimpin harus dapat menggunakan kombinasi dari berbagai gaya
42 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Sedangkan menurut Arep dan Tanjung (2003) ada 4 (empat) macam gaya
kepemimpinan yang lazim digunakan, yaitu:
1. Kepemimpinan demokrasi, adalah suatu gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan kepada kemampuan untuk menciptakan kepercayaan;
2. Kepemimpinan diktator atau otokrasi, adalah suatu gaya
kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk
memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut-
pengikutnya untuk mengumpulkan kepentingan pribadinya dan atau
golongannya dengan kesediaan untuk menerima segala risiko apapun;
3. Kepemimpinan paternalistik, adalah bentuk antara gaya demokrasi dan
diktator. Yang pada dasarnya kehendak pemimpin yang harus berlaku.
Namun dengan jalan atau melalui unsur-unsur demokrasi;
4. Kepemimpinan free rein atau Laissez Faire, yaitu gaya kepemimpinan
yang menyerahkan sepenuhnya seluruh kebijaksanaan pengoperasian
manajemen sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya
berpegang kepada ketentuan pokok yang ditetapkan oleh atasannya.
Sutrisno (2003) menyampaikan pernyataan Fieder (1990) bahwa ada tiga sifat
situasi yang dapat memengaruhi efektivitas kepemimpinan, yaitu:
1. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan;
2. Derajat susunan tugas;
3. Kedudukan kekuasaan seorang pemimpin.
5.1 Pendahuluan
Dalam setiap organisasi dikenal adanya pemimpin organisasi. Kehadiran
pemimpinan organisasi memberikan energi besar dalam pencapaian tujuan
organisasi dengan maksimal. Kepemimpinan dalam organisasi ditampilkan
adanya seorang pemimpinan yang dapat mengepali atau memimpin organisasi
untuk mencapai tujuan dengan menggunaakan sumber daya organisasi dengan
efektif dan efesien. Kemampuan pemimpin menjadi jalan pendekat
mempermudah dan memperlancar kegiatan organisasi baik kegiatan
merencanakan, melaksanakan dan mengawasi program dan rencana kerja
organisasi. Kemampuan pemimpin dapat dilihat dari tercapainya tujuan
organisasi dan perkembangan dan dinamika organisasi yang sinergis dan
harmonis. Kemampuan menyesuaikan kemampuan bawahan dengan tugas dan
pekerjaan menjadi dinamika organisasi yang umum ditemui dalam praktek
lapangan. Mengedukasi dan mendidik serta membimbing bawahan menjadi
bagian penting dalam kemampuan dan seni memimpin dari seorang pemimpin
organisasi.
Salah satu tugas pemimpinan adalah memotivasi dan mengambil keputusan
dalam organisasi. Berkaitan dengan pemimpin, Cafezio dan Morehouse (1998)
mengatakan bahwa “Ada lima bangunan dasar yang membuat pimpinan bekerja
dengan efektif, yaitu (1) Comunnication, (2) Developing Follower, (3) Focus on
58 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
key Issues. (4) Link wtiht others ; and (5) Persoal and Profesional Balancers.”
Memberikan motivasi atau memberikan dorongan bekerja keras harus
memperhatikan sumber daya organisasi baik sumber daya manusia, sumber
dana, sarana dan prasarana organisasi lainnya. Seni memimpin dan kemampuan
memimpin menjadi dua energi besar yang harus dimiliki pemimpin organisasi.
Tidak bisa hanya kemampuan memimpin semata karena bawahan atau staf
organisasi memiliki rasa, karsa dan karya. Kemampuan mengelola rasa, karsa
dan karya bawahan atau staf organisasi harus dibarengi dengan seni memimpin.
Kemampuan dan seni memimpin organisasi menjadi kata kunci dalam
mempermudah dan memperlancar kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan program dan rencana kerja organisasi. Kemampuan dan seni
memimpin organisasi memberikan gambaran totalitas kepemimpinan seorang
pemimpin organisasi. Tercapai tujuan maksimal organisasi menjadi hilir dari
semua kegiatan organisasi. Partisipasi maksimal semua pemangku kepentingan
organisasi menjadi jembatan dari kemampuan dan seni memimpin dengan
tujuan maksimal organisasi. Mengelola kemampuan dan kemauan sumber daya
manusia (pimpinan dan bawahan/staf organisasi) membutuhkan berbagai
dukungan material atau inmaterial. Hak dan kewajiban pimpinan dan
staf/bawahan merupakan konsekuensi keberadaan individu kerja dalam suatu
organisasi. Pelaksanaan kewajiban dan penerimaan hak sesuai dengan norma
peraturan organisasi menjadi suatu norma yang berlaku dalam setiap organisasi.
partisipasi kerja semua anggota unit kerja tertentu akan menghasilkan ekosistem
kerja organisasi secara komprehensif. Peranan dan kedudukan pemimpin unit
kerja tertentu sangat dibutuhkan sehingga pencapaian maksimal tujuan
organisasi mencapai hilir dari semua pekerjaan yang dilakukan. Membuktikan
kepercayaan yang diberikan menjadi suatu tugas dan tanggung jawab yang berat
dan harus terus menerus diperjuangkan sebagaimana diharapkan pemberi
kepercayaan. Pembuktian kepercayaan itu dapat dilihat atau diukur dari
keberhasilan pencapaian tujuan maksimal dengan mempedomani manajemen
pengelolaan organisasi yang baik (seperti Good Corporate Governance dalam
organisasi publik).
Kehadiran dan peranan pemimpinan organisasi (atau unit kerjanya) bukan
simbol kepala semata yang hanya menduduki piramida tertinggi dalam struktur
organisasi. Struktur organisasi merupakan suatu sistem komprehensif dalam
organisasi yang terdiri dari sub sistem yang saling membutuhkan dan saling
menguatkan serta tidak bisa berdiri sendiri. Menduduki struktur organisasi baik
pada unit kerja terkecil (misalnya staf pengamanan) maupun unit terbesar
(misalnya direktur utama) merupakan satu kesatuan yang saling memperkuat
dan saling melengkapi serta yang saling mendukung untuk keberhasilan
pengembangan dan dinamika organisasi. Keberadaan pimpinan teknis unit
kerja sampai dengan pimpinan puncak organisasi merupakan bagian
menyeluruh dan komprehensif yang berperanan dalam pencapaian tujuan
maksimal organisasi. Peranan dan kedudukan pegawai yang bekerja atau
menempat jabatan tertentu memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab
untuk mempercepat dan mempermudah pencapaian program dan rencana
kegiatan organisasi. Kedudukan dan peranan dalam jabatan tertentu (pimpinan
tertentu) adalah bagian tidak terpisahkan dari keberadaan tugas, kewenangan
dan tanggung jawab yang diberikan organisasi.
Keberadaan lingkungan internal organisasi memberikan energi penggerak
semua sumber daya organisasi sehingga pencapaian program dan rencana kerja
tercapai dengan maksimal. Keberhasilan tujuan organisasi juga membutuhkan
dukungan sumber daya lingkungan eksternal sehingga kemudahan dan
kelancaran rencana kerja sesuai dengan kebutuhan organisasi. Berkaitan dengan
keberadaa sumber daya lingkungan, Marto Silalahi, dkk (2020) mengatakan
bahwa “Dinamika organisasi, perubahan lingkungan, perkembangan kebutuhan
adalah contoh perubahan yang harus diperhatikan pengambil keputusan dalam
organisasi. Mencermati berbagai perubahan dan dinamika tersebut, maka
pimpinan organisasi harus mengambil keputusan organisasional secara
Bab 5 Peranan Kepemimpinan 65
6.1 Pendahuluan
Organisasi memiliki beberapa prinsip pokok dalam menjalankan kegiatannya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, salah satunya ialah delegasi
kekuasaan atau disebut juga dengan pelimpahan wewenang. Kekuasaan atau
wewenang didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh seorang individu untuk
mengambil tindakan yang diperlukan guna memenuhi fungsi dan tugas sesuai
peran atau jabatan yang dimilikinya. Kekuasaan atau wewenang mencakup
beberapa aspek, yaitu kekuasaan memanfaatkan sumber daya, kekuasaan dalam
menggunakan waktu dengan rentang tertentu, kekuasaan pemerintah, dan
kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Delegasi merupakan pemberian
tugas dan tanggung jawab kepada suatu kelompok atau orang lain. Delegasi juga
dapat merujuk pada orang atau kelompok yang memperoleh limpahan tugas dan
tanggung jawab. Berdasarkan definisi tersebut, maka delegasi wewenang ialah
pelimpahan tugas kepada seseorang disertai dengan unsur akuntabilitas dan
kehadiran. Delegasi harus dilakukan oleh otoritas berwenang kepada pihak yang
tepat, baik dari aspek kualifikasi fisik maupun kompetensi.
Delegasi dapat berjalan dengan baik apabila dilengkapi dengan pembangunan
motivasi kerja. Otoritas pemberi wewenang diharuskan untuk memberikan
bimbingan dan pengawasan terhadap orang yang dilimpahkan wewenang agar
tugas dan tanggung jawab dapat berjalan dengan baik. Salah satu contoh kasus
70 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
jawab pada pihak lain yang dipilih. Beberapa ahli lainnya mendefinisikan
delegasi sebagai tindakan dalam memberikan sebagian tanggung jawab dan
wewenang kepada pihak lain di mana pihak tersebut harus mampu menjalankan
tugas dan mempertanggungjawabkan kepada pihak pelimpah wewenang.
Berdasaran beberapa definisi tersebut, maka arti umum dari delegasi ialah
seorang individu yang memperoleh kepercayaan untuk menjadi perwakilan
suatu lembaga atau kelompok dalam menjalankan suatu tugas dan tanggung
jawab. Pemberian tanggung jawab dan kewenangan ini merupakan salah satu
aktivitas dasar di dalam suatu perusahaan. Delegasi bertujuan untuk menjamin
proses operasional dan pengambilan kebijakan dapat berjalan dengan baik,
efisien, dan cepat. Delegasi dilakukan dari pihak yang memiliki jabatan atau
tingkatan lebih tinggi kepada pihak dengan jabatan atau tingkatan lebih rendah.
Di dalam ruang lingkup pemerintahan maupun perusahaan, delegasi merupakan
salah satu kegiatan penting. Hal ini disebabkan karena delegasi mencakup
kegiatan pelatihan yang dijalani oleh bawahan sebagai wakil dari suatu institusi
atau lembaga. Selain itu, delegasi juga merupakan salah satu bentuk mendasar
dari kerja sama antara pemimpin dan anggota sehingga tercipta sinergisme
dalam menjalankan peran di pemerintahan maupun perusahaan. Hal ini
terwujud dari aktivitas pemimpin dalam menentukan kewajiban, hak, tanggung
jawab, wewenang, dan tugas kepada anggota di tingkat bawahnya sehingga
seluruh fungsi organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan
demikian, bawahan akan dapat menjalankan program kerja dengan baik dan
benar. Delegasi juga bertujuan untuk memastikan fungsi organisasi dapat
berjalan baik meskipun pemimpin atau atasan sedang tidak dapat hadir secara
langsung. Delegasi juga memperlukan adanya karya definitif dari bawahan.
menjadi salah satu sarana bagi bawahan atau delegate untuk dapat belajar dari
kesalahan (Sahadi, Taufiq and Wardani, 2020).
sehingga dapat memberikan kepercayaan dan tugas secara penuh. Hal ini
bertujuan untuk memungkinkan terjadinya kemajuan di berbagai departemen
dalam perusahaan. Dengan adanya pemberian kepercayaan secara penuh, maka
karyawan akan memperoleh lebih banyak kesempatan untuk berpikir kritis,
inovatif, dan kreatif. Memilih orang yang tepat. Sebelum memberikan delegasi,
sebaiknya atasan mengenali kompetensi yang dimiliki oleh karyawan sehingga
dapat memilih orang yang tepat untuk menerima delegasi. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi risiko kegagalan. Menyesuaikan delegasi dengan bakat dan
minat. Hal ini juga cukup penting untuk dapat memberikan motivasi agar
karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Selain itu, karyawan
dapat mencurahkan minatnya dan mengembangkan ide yang lebih inovatif
untuk perusahaan. Memberikan instruksi yang jelas, meliputi tujuan delegasi,
metode, tenggat waktu, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
delegasi. Oleh karena itu delegator harus menyampaikan secara jelas mengenai
wewenang yang diberikan kepada delegate. Menetapkan rentang waktu
pengerjaan dan evaluasi. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan batas waktu
pengerjaan tugas oleh delegate. Batas waktu pengerjaan harus diterapkan secara
realistis sehingga tidak membebani delegate dan juga tidak memengaruhi
kinerja organisasi. Evaluasi dilakukan untuk mengidentifikasi kesalahan dan
memperbaikinya.
Delegasi kekuasaan juga memuat beberapa unsur. Alokasi tugas, yaitu delegator
memberikan berbagai tugas dan tanggung jawab kepada delegate sesuai dengan
apa yang dikehendaki delegator. Delegator harus mengalokasikan pekerjaan
sebelum melimpahkannya. Pelimpahan wewenang, yaitu memberikan
wewenang kepada delegate untuk menyelesaikan tugas sehingga timbul
kewajiban bagi delegate. Penugasan tanggung jawab, yaitu memberikan
pekerjaan dan tugas dalam jangka waktu yang ditetapkan atau hanya meminta
bantuan untuk sementara. Penciptaan akuntabilitas supaya delegasi dapat
terlaksana dengan baik (Walujan and Tumbuan, 2016).
Delegasi adalah kegiatan untuk memberikan wewenang, tugas, dan tanggung
jawab kepada pihak dengan jabatan di bawahnya. Delegasi termasuk sebagai
salah satu alat dalam kepemimpinan yang memerlukan kecakapan dan
kepercayaan kepada delegate yang dipercayainya. Delegasi memungkinkan
bawahan untuk dapat berkembang dan berprestasi. Delegasi dapat dilaksanakan
melalui beberapa tahapan, yaitu mengidentifikasi situasi dan tujuan,
memberikan tugas pada orang terpilih, pengawasan, evaluasi, dan memberikan
respon positif atau apresiasi apabila tugas terselesaikan dengan baik.
78 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Bab 7
Kepemimpinan dan Konflik
7.1 Pendahuluan
Pendekatan konservatif terhadap konflik mengikuti keyakinan bahwa semua
konflik adalah negatif dan destruktif, dan karenanya harus dihindari.
Penghindaran konflik dengan demikian menggeser fokus dari mengelolanya
menjadi mencoba mencegahnya terjadi. Ketika subjek terus berkembang,
pendekatan baru terhadap konflik berkembang, misalnya, pendekatan hubungan
manusia yang berasal dari studi Elton Mayo selama tahun 1920-an yang
menganggap konflik sebagai fenomena alam.
Secara singkat, konflik melibatkan situasi di mana kekhawatiran orang-orang
tampaknya tidak sesuai. Dalam situasi itu, niat dapat dijelaskan dalam dua
dimensi independen - kooperatif (berusaha untuk memuaskan perhatian orang
lain) dan ketegasan (berusaha untuk memuaskan perhatian sendiri). Lima gaya
konflik didefinisikan dalam kaitannya dengan dimensi-dimensi tersebut.
Bersaing (kooperatif rendah, ketegasan tinggi) adalah upaya untuk memuaskan
perhatiannya sendiri dengan mengorbankan orang lain. Kebalikannya adalah
akomodatif (kooperatif tinggi, ketegasan rendah), yang mengorbankan
kepentingan sendiri demi kepentingan orang lain. Menghindari (kooperatif
rendah, ketegasan rendah) mengabaikan kekhawatiran kedua orang dengan
menghindari atau menunda masalah konflik. Kolaborasi (kooperatif tinggi,
ketegasan tinggi) adalah upaya untuk menemukan solusi integratif atau win/win
80 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
tinggi dengan lebih sedikit pekerja yang terwujud (Brown and May, 2012;Cole,
Bedeian and Bruch, 2011;Dunn, 2012). Penyelesaian perselisihan non-serikat
tidak didefinisikan dengan baik; selain itu, tidak ada angka yang dapat
diandalkan mengenai berapa banyak sistem yang ada (Hodson, 2008). Yang
pasti, para peserta mendiskusikan resolusi konflik dalam beberapa cara.
Pada pergantian abad ke-21, penyelesaian perselisihan non-serikat pekerja di
Amerika Serikat ditangani oleh entitas pemerintah yang berfokus pada
penanganan pelanggaran hak-hak sipil karyawan, sedangkan pengusaha prihatin
dengan efek di tempat kerja seperti hilangnya produktivitas, sabotase, dan
pencurian (Hodson, 2008;Rowe, 1997). Untuk organisasi, ini mungkin
termasuk penurunan kinerja karyawan, kekerasan di tempat kerja, peningkatan
ketidakhadiran, pergantian pekerjaan, kelelahan karir, dan ketidakpuasan kerja
(Harrell, 2011) akibat permusuhan, sabotase, agresi interpersonal, pencurian,
penghindaran kerja, dan ancaman (Bannon, Ford and Meltzer, 2010).
Penurunan toko serikat pekerja dan prosedur pengaduan formal mereka
meninggalkan kekosongan dalam prosedur resolusi konflik yang efektif
(Hodson, 2008;Rowe, 1997).
Karyawan tidak dapat secara efektif melakukan pekerjaan mereka jika mereka
tidak bahagia atau stres karena konflik di lini produksi dan, oleh karena itu,
kepuasan kerja berhubungan langsung dengan pencapaian tujuan organisasi dan
efektivitas organisasi. Kepemimpinan yang efektif penting di lini produksi
untuk menyelesaikan konflik yang dapat berdampak pada produktivitas,
terutama di toko non-serikat pekerja tanpa prosedur pengaduan formal. Para
pemimpin yang paling efektif memahami bahwa resolusi konflik dimulai
dengan mengetahui apa itu konflik, bagaimana mengelolanya, dan kapan
melakukannya (Voegtlin, Patzer and Scherer, 2012;Yuan, 2010). Pemimpin
sebagai mediator memiliki dampak yang signifikan terhadap respon terhadap
perubahan dalam organisasi mereka melalui komunikasi dan gaya konflik
mereka (Klein et al., 2011). Yang pasti, para pemimpin memberi contoh bagi
orang lain ketika menyelesaikan konflik di tempat kerja (Streb and Gellert,
2011;Voegtlin, Patzer and Scherer, 2012;Yuan, 2010; Fusch and Fusch, 2015).
Bab 7 Kepemimpinan dan Konflik 83
Masalah dengan posisi adalah bahwa mereka hampir selalu menciptakan oposisi
otomatis; untuk setiap posisi ada yang berlawanan. Konflik hidup pada tingkat
posisi dan jarang diselesaikan di sana. Pada tingkat ini, satu bagian atau yang
lain perlu melepaskan posisinya sendiri sepenuhnya, atau keduanya perlu
bertemu di suatu tempat di antara keduanya, yang akan menghasilkan setiap
perasaan yang telah mereka kompromikan.
b. Assumptions
Posisi orang sering diberi makan oleh asumsi yang mendasarinya. Ini sering
mencakup banyak asumsi tentang niat pihak lain. Periksa asumsi Anda. Jika
Anda mulai memeriksa asumsi Anda, Anda mungkin menemukan bahwa
semuanya salah. Sulit untuk menebak dengan benar kebutuhan dan niat orang
lain. Sangat penting untuk memeriksa dengan mereka, daripada berasumsi.
86 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
c. Aspirations
Aspirasi yang mendasari posisi kita memegang kunci untuk memanen karunia
konflik. Sementara itu adalah respons manusia otomatis terhadap posisi kaku
orang lain, kita bereaksi sangat berbeda terhadap aspirasi, yang sangat sulit
untuk diperdebatkan. Masing-masing dari kita terhubung untuk
memperjuangkan aspirasi yang sangat dirasakan orang lain. Pertimbangkan,
misalnya, seberapa sering kita secara otomatis mencari orang asing yang pernah
kita baca atau tonton dalam film yang mengejar cita-cita dengan penuh
semangat. Ada banyak kesamaan antara manusia di tingkat aspirasi.”(Kovač,
Širol and Šumanjski, 2017)
akan berkonflik dengan kelompok kerja atau dengan seluruh organisasi. Konflik
satu pihak juga dapat muncul ketika ada dua metode untuk mencapai tujuan
organisasi atau dua pilihan tindakan, keduanya sama-sama buruk.
Di antara penyebab konflik yang paling mendasar adalah sumber daya yang
langka, kesulitan, komunikasi yang salah, perbedaan persepsi, biologi,
lingkungan dan kesehatan(Eunson, 2007). Sumber konflik sebagai perbedaan
tujuan, persaingan sumber daya, kegagalan komunikasi dan salah tafsir
informasi, ketidaksepakatan atas standar kinerja dan ketidaksesuaian struktur
organisasi(Montana and Charnov, 2000). Sumber konflik adalah: 1) Konflik
afektif: tentang perasaan dan emosi yang tidak sesuai 2) Konflik substantif:
tentang ketidaksepakatan tentang tugas atau masalah konten. 3) Konflik
kepentingan: ini tentang inkonsistensi dalam alokasi sumber daya yang langka.
4) Konflik nilai: tentang ketidaksepakatan nilai-nilai atau ideologi pada isu-isu
tertentu. 5) Konflik tujuan: ini tentang hasil yang tidak konsisten. 6) Konflik
realistis versus non-realistis: konflik tentang ketidaksesuaian dalam tugas,
tujuan, nilai, sarana, tujuan, dan kebutuhan untuk melepaskan ketegangan dan
mengekspresikan permusuhan, ketidaktahuan, atau kesalahan. 7) Konflik yang
dilembagakan versus tidak dilembagakan: ini tentang ada dan tidak adanya
mengikuti aturan eksplisit, menampilkan perilaku yang dapat diprediksi, dan
memberikan kesinambungan dalam hubungan. 8) Konflik retributif: ini tentang
keinginan untuk menghukum lawan. 9) Konflik misattributed: ini tentang
penetapan penyebab yang salah. 10) Konflik pengungsi: ini tentang
mengarahkan frustrasi atau permusuhan kepada entitas sosial yang tidak terlibat
dalam konflik(Rahim, 2001). Konflik dapat muncul karena adanya benturan
nilai, perbedaan prioritas, sengketa kebebasan versus kendali (Armstrong, M.,
2006; Sabanci, Sahin and Ozdemir, 2016).
mencapai tujuan mereka, dan kami tidak secara tegas mengejar tujuan kami
sendiri. Ini berfungsi ketika masalahnya sepele atau ketika kita tidak memiliki
peluang untuk menang. Ini juga bisa efektif ketika masalahnya akan sangat
mahal. Ini juga sangat efektif ketika suasana terisi secara emosional dan perlu
menciptakan ruang. Terkadang masalah akan terselesaikan dengan sendirinya,
tetapi secara umum, menghindari bukanlah strategi jangka panjang yang baik.
d. Collaborating
Strategi kompromi biasanya meminta kedua belah pihak yang berkonflik untuk
melepaskan unsur-unsur posisi mereka untuk membangun solusi yang dapat
diterima, jika tidak dapat disetujui. Berkompromi adalah solusi 'terbaik kedua'
di mana semua pihak mendapatkan setidaknya sebagian dari kebutuhan mereka
terpenuhi (Kovač, Širol and Šumanjski, 2017).
Sebelum pemecahan masalah apa pun dapat terjadi, emosi ini harus
diungkapkan dan diakui, bahkan ketika tampaknya tidak masuk akal. Akui
90 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
emosi kita, dan cobalah untuk memahami sumbernya. Jangan menyalahkan dan
menuduh orang lain atas perasaan mereka. Gerakan simbolis seperti permintaan
maaf atau ekspresi simpati dapat membantu meredakan emosi yang kuat.
a. Definisikan Masalahnya
Pastikan untuk mendefinisikan tindakan dengan jelas, dan pastikan untuk tetap
pada akhir tawar-menawar kita.(Kovač, Širol and Šumanjski, 2017)
Sebagai seorang pemimpin, kita bertanggung jawab atas visi dan misi kelompok
kita, untuk menegakkan standar, sering kali menjadi wakil dan pelindung
kelompok, untuk memotivasi mereka, dan diri sendiri, tidak hanya untuk
terlihat, tetapi sebenarnya, antusias dengan apa yang mereka lakukan. kembali
melakukan. Ini sendiri membawa serangkaian tantangan. Beberapa masalah
yang harus diatasi oleh para pemimpin secara khusus karena mereka adalah
pemimpin adalah: mengawasi dan mengomunikasikan visi, menjaga agar
kegiatan sehari-hari tetap terkendali sambil terus mengejar visi, memberi
contoh, mempertahankan efektivitas dari waktu ke waktu, menghindari
kelelahan, mencari dukungan.
a. Buat mekanisme untuk meninjau kembali visi kita
Mengadakan pertemuan setidaknya setiap tahun untuk membahas visi
dan memperbaharui komitmen. Tim kita akan membantu
mengingatkan mengapa kita melakukan ini sejak awal, memberi kita
kesempatan untuk bekerja dalam solidaritas kelompok, dan – idealnya
– membuat kita merasa segar dan siap untuk melanjutkan.
b. Berbagi beban
Kelilingi diri dengan orang-orang baik yang memiliki visi yang sama
dengan kita. Jika kita dapat menemukan orang lain yang kompeten dan
berkomitmen kepada siapa kita dapat mendelegasikan beberapa tugas
kepemimpinan, itu akan menghilangkan tekanan dari kita, dan
membuat kelompok kita lebih kuat. Salah satu kesalahan terbesar yang
bisa dilakukan seorang pemimpin adalah terancam oleh kemampuan
orang lain. Faktanya, berbagi tanggung jawab dengan orang-orang
yang cakap membuat kita semua lebih efektif, dan memperkuat
kepemimpinan kita.
c. Pastikan untuk memiliki waktu pribadi
Untuk mempertahankan perspektif dan menjaga diri kita tetap segar,
kita perlu mengambil waktu dari menjadi pemimpin, dan jauh dari
organisasi atau inisiatif kita. Alih-alih mengurangi efektivitas kita,
waktu istirahat kita akan meningkatkannya.
3. Tantangan Eksternal
Cobalah untuk berpikir di luar kotak. Bagaimana kita bisa mengubah situasi
yang tidak menyenangkan menjadi situasi yang positif? Paling sering, di mana
satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Jelajahi semua kemungkinan!
c. Hadapi konflik
Pengetahuan tentang strategi resolusi konflik adalah alat yang bagus untuk
dimiliki di saku belakang kita untuk ditarik jika terjadi konflik dan situasi yang
menantang. Teruslah membaca, kita akan menemukan informasi dan tips
berharga.(Kovač, Širol and Šumanjski, 2017)
c. Kepercayaan
Pemimpin harus bisa mendapatkan kepercayaan dan keyakinan
pengikutnya.
d. Penyelesaian masalah
Pemimpin situasional harus mampu memecahkan masalah, seperti
bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan menggunakan gaya
kepemimpinan terbaik yang ada.
e. Pelatih
Pemimpin situasional harus mampu mengevaluasi kedewasaan dan
kompetensi para pengikut dan kemudian menerapkan strategi yang
tepat untuk meningkatkan pengikut dan karakter pribadi mereka.
hasil bawahan yang positif, termasuk kepatuhan perilaku, dan sikap kerja yang
positif. Studi ini juga menunjukkan posisi mediasi kepercayaan dalam hubungan
antara gaya manajemen konflik dan hasil sikap positif karyawan, seperti
kepuasan kerja; kepercayaan adalah ukuran signifikan dari berbagai bentuk
kepemimpinan, termasuk kepemimpinan transformasional (Chan, Huang and
Ng, 2008);(Samanta and Lamprakis, 2018).
Studi di atas meneliti gaya manajemen konflik dan kepemimpinan dalam
budaya Tionghoa. Pemimpin dalam budaya ini memiliki asosiasi yang kuat
dengan kekuasaan dan mengesahkan otoritas atasan atas bawahan; mereka
mempertahankan otoritas mutlak atas bawahan (Chan, Huang and Ng, 2008).
Demikian pula penegakan hukum memiliki pendekatan komando dan kontrol,
dengan budaya kepatuhan yang kuat terhadap peringkat dan pengambilan
keputusan yang terpusat (Davis and Bailey, 2018); (Shane, 2010). Pada saat
yang sama, perbedaan budaya yang pasti ada antara AS dan negara-negara
seperti Cina dan Korea. Komitmen organisasi polisi Korea, perbedaan budaya
dapat menjelaskan berbagai persepsi tentang komitmen dan kepemimpinan di
antara polisi Korea dan polisi AS (Baek, Byers and Vito, 2018)(Baek et al.,
2018).
Untuk penelitian ini, konflik mengacu pada ketidaksepakatan atau perbedaan
pendapat antara dua pihak atau lebih yang memengaruhi tugas sehari-hari dan
organisasi (Ronquillo, Ellis and Toney-Butler, 2019);(Kassim et al., 2018).
Gaya manajemen konflik adalah bagaimana konflik diselesaikan; tujuan gaya
manajemen konflik adalah untuk hasil yang positif, yang memuaskan semua
pihak yang terlibat (Ronquillo, Ellis and Toney-Butler, 2019).
Terkait langsung dengan penelitian ini, diteliti dampak kepemimpinan
transformasional terhadap gaya integratif gaya manajemen konflik(Hunitie,
2016). Populasi penelitian adalah 75 manajer garis depan dari 15 kementerian
publik Yordania. Dua jenis konflik disebutkan: (1) konflik tugas --
ketidaksepakatan tentang tugas pekerjaan; dan (2) konflik interpersonal --
ketidaksepakatan tentang hubungan. Mereka menemukan bahwa konflik tugas
dapat dianggap sebagai kondisi kesehatan di mana anggota tim secara kolektif
dapat memutuskan hasil positif untuk memajukan tugas organisasi. Hal ini tidak
jauh berbeda dengan posisi sentral kepemimpinan transformasional, lebih
khusus stimulasi intelektual, di mana tujuannya adalah untuk mengembangkan
peluang dan menciptakan cara baru untuk mengatasi masalah bersama (Samanta
and Lamprakis, 2018).
Bab 7 Kepemimpinan dan Konflik 99
(Ronquillo, Ellis and Toney-Butler, 2019);(Kassim et al., 2018). Selain itu, gaya
manajemen konflik pemimpin secara langsung berhubungan dengan tingkat
kepuasan kerja bawahan (Ronquillo, Ellis and Toney-Butler, 2019); (Kassim et
al., 2018).(Alise, 2021)
104 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Bab 8
Kepemimpinan Situasional
8.1 Pendahuluan
Pertanyaan tentang apakah pemimpin dilahirkan atau dibuat telah menjadi awal
studi topik penelitian tentang kepemimpinan. Penulis telah berusaha
menentukan apakah atribut pribadi tertentu seperti kecerdasan, kejujuran,
kepercayaan diri, penampilan, atau energi lebih sering melekat pada seorang
pemimpin atau satu peran kepemimpinan (Daft, 2014). Banyak penelitian
menghasilkan beberapa pendekatan dan teori kepemimpinan untuk memasuk-
kan Teori Perilaku Kepemimpinan yang mencoba untuk menentukan apakah
ada seperangkat karakteristik yang universal dari efektivitas kepemimpinan
seperti antara lain ukuran fisik, kekayaan, usia, kecerdasan dan pendidikan
(Lussier, R. & Achua, 2016). Namun, Teori Perilaku Kepemimpinan gagal
menghasilkan daftar definitif ciri-ciri kepemimpinan utama atau satu jenis gaya
kepemimpinan untuk digunakan dalam semua situasi yang diperlukan untuk
keberhasilan organisasi (Yukl, 2011; Daft, 2014; Lussier, R. & Achua, 2016).
Setelah pendekatan perilaku kepemimpinan tidak menghasilkan satu set atribut
kepemimpinan terbaik, kemudian mencari gaya kepemimpinan sebagai
hubungan antara perilaku pemimpin dan kepuasan dan kinerja bawahan. Studi
Kepemimpinan Universitas Negeri Ohio yang didasarkan pada bagaimana
pemimpin berperilaku ketika dia bertanggung jawab atas karyawan tim atau
organisasi (Stogdill and Coons, 1957). Studi ini, menghasilkan dua klasifikasi
106 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
satu kontinum, bergerak dari perilaku pemimpin sangat otoriter (tugas) di satu
ujung untuk sangat partisipatif perilaku pemimpin (hubungan) di ujung yang
lain.
Dalam beberapa tahun terakhir, gagasan bahwa perilaku tugas dan hubungan
adalah salah satu / atau gaya kepemimpinan telah dihilangkan. Secara khusus,
studi kepemimpinan ekstensif di Ohio State University mempertanyakan asumsi
ini dan menunjukkan bahwa asumsi lain lebih masuk akal dan akan mengarah
pada teori yang lebih berguna dalam kepemimpinan.
Dengan menghabiskan waktu untuk benar-benar mengamati perilaku para
pemimpin dalam berbagai situasi, staf Ohio State menemukan bahwa mereka
akan mengklasifikasikan sebagian besar aktivitas para pemimpin ke dalam dua
kategori atau dimensi perilaku yang berbeda-beda. Mereka menamakan dua
dimensi ini "Struktur Inisiasi" (perilaku tugas) dan "Pertimbangan" (perilaku
hubungan). Kedua dimensi ini dapat didefinisikan dengan cara berikut:
Perilaku tugas adalah sejauh mana seorang pemimpin terlibat dalam komunikasi
satu arah dengan menjelaskan apa yang harus dilakukan setiap pengikut serta
kapan, di mana, dan bagaimana tugas harus diselesaikan. Perilaku hubungan
adalah sejauh mana seorang pemimpin terlibat dalam komunikasi dua arah
dengan memberikan dukungan sosioemosional, dan memfasilitasi perilaku.
Dalam studi kepemimpinan yang disebutkan, staf Ohio State menemukan
bahwa gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi. Perilaku beberapa
pemimpin dicirikan terutama oleh aktivitas penataan untuk pengikut mereka
dalam hal penyelesaian tugas, sementara pemimpin lain berkonsentrasi pada
memberikan dukungan sosioemosional dalam hal hubungan pribadi antara
mereka dan pengikut mereka. Masih ada pemimpin lain yang memiliki gaya
yang dicirikan oleh perilaku tugas tinggi dan hubungan tinggi. Bahkan ada
beberapa pemimpin yang perilakunya cenderung memberikan sedikit tugas atau
hubungan bagi pengikutnya. Tidak ada gaya kepemimpinan yang dominan
muncul di berbagai pemimpin yang bekerja di banyak pengaturan kerja yang
berbeda. Sebaliknya, berbagai kombinasi terlihat jelas.
Karena penelitian dalam beberapa dekade terakhir telah dengan jelas
mendukung anggapan bahwa tidak ada "gaya kepemimpinan terbaik", salah satu
dari empat gaya dasar yang ditunjukkan pada Gambar 8.1 mungkin efektif atau
tidak efektif tergantung pada situasi di mana ia diterapkan.
Kepemimpinan Situasional didasarkan pada interaksi antara (1) jumlah arahan
(perilaku tugas) yang diberikan oleh seorang pemimpin, (2) jumlah dukungan
Bab 8 Kepemimpinan Situasional 111
Gambar 8.1: Empat gaya dasar perilaku pemimpin (Paul Hersey and Kenneth
H. Blanchard, 1988)
Hersey dan Blanchard lebih lanjut menggambarkan dan menyajikan empat
'gaya dasar perilaku pemimpin' sebagai penekanan perilaku yang relatif tinggi
atau rendah pada Tugas dan Hubungan. Misalnya, penekanan tugas yang tinggi
sama dengan memberikan panduan yang sangat jelas kepada pengikut mengenai
tujuan dan metode. Penekanan tugas yang rendah sama dengan memberikan
kebebasan kepada pengikut dalam memutuskan metode dan bahkan mungkin
tujuan. Penekanan Hubungan yang tinggi sama dengan memberikan dukungan
yang tinggi dengan bekerja erat dan sensitif dengan pengikut. Penekanan
Hubungan yang rendah sama dengan memberikan dukungan yang rendah, dan
kepercayaan pada ketahanan emosional orang, atau pengabaian terhadap reaksi
emosional. Aspek 'hubungan rendah' ini juga disebut 'terpisah'.
112 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Gambar 8.3: Menentukan gaya kepemimpinan yang tepat (Paul Hersey and
Kenneth H. Blanchard, 1988
Setelah manajer memutuskan untuk memengaruhi perilaku pengikut di area ini,
manajer dapat menentukan jenis awal yang tepat untuk digunakan dengan
membangun sudut siku-siku dari X yang digambar pada kontinum kesiapan ke
titik di mana ia memotong kurva berbentuk lonceng (ditunjuk pada Gambar 8.3
oleh O). Karena persimpangan terjadi di kuadran S1, disarankan bahwa ketika
bekerja dengan pengikut ini yang menunjukkan kesiapan R1 pada tugas khusus
ini, manajer harus menggunakan gaya S1 (perilaku tugas tinggi/hubungan
rendah). Jika seseorang mengikuti teknik ini untuk menentukan gaya
kepemimpinan yang sesuai untuk keempat tingkat kesiapan, akan menjadi jelas
116 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
bahwa empat penunjukan kesiapan (R1, R2, R3, R4) sesuai dengan empat
penunjukan perilaku pemimpin (S1, S2, S3, S4) yaitu, kesiapan R1
membutuhkan gaya S1, kesiapan R2 membutuhkan gaya S2, dst.
Dalam contoh ini, ketika kami mengatakan "perilaku hubungan rendah", kami
tidak bermaksud bahwa manajer tidak ramah atau ramah kepada pengikut. Kami
hanya menyarankan bahwa manajer, dalam mengawasi penanganan bawahan
atas dokumen administratif, harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk
mengarahkan orang tersebut tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana,
kapan, dan di mana melakukannya, daripada memberikan dukungan dan
penguatan sosioemosional. Peningkatan perilaku hubungan harus terjadi ketika
pengikut mulai menunjukkan kemampuan untuk menangani dokumen
administrasi yang diperlukan. Pada intinya, perpindahan dari S1 ke S2 akan
sesuai.
Dengan demikian, Kepemimpinan Situasional berpendapat bahwa dalam
bekerja dengan orang-orang yang memiliki kesiapan rendah (R1) dalam hal
menyelesaikan tugas tertentu, gaya tugas tinggi/hubungan rendah (S1) memiliki
probabilitas keberhasilan tertinggi; dalam menghadapi orang-orang yang
memiliki kesiapan rendah sampai sedang (R2), struktur dan gaya
sosioemosional (S2) tampaknya paling tepat. Dalam bekerja dengan orang-
orang yang memiliki kesiapan sedang hingga tinggi (R3), gaya hubungan
tinggi/tugas derek (S3) memiliki probabilitas keberhasilan tertinggi; dan
terakhir, gaya hubungan-rendah/tugas-rendah (S4) memiliki probabilitas
keberhasilan tertinggi dalam bekerja dengan orang-orang dengan kesiapan
relevan-tugas tinggi (R4).
Meskipun penting untuk mengingat definisi perilaku tugas dan perilaku
hubungan yang diberikan sebelumnya, pelabelan empat gaya Kepemimpinan
Situasional yang ditunjukkan pada Gambar 8.4 terkadang berguna untuk
penilaian diagnostik cepat.
Perilaku pemimpin tugas tinggi/hubungan rendah (S1) disebut sebagai
“menceritakan” karena gaya ini dicirikan oleh komunikasi satu arah di mana
pemimpin mendefinisikan peran pengikut dan memberi tahu mereka apa,
bagaimana, kapan, dan di mana melakukan berbagai tugas. Pemimpin yang
memberi tahu akan memberikan panduan langsung dan spesifik dan harapkan
itu diikuti.
Perilaku tugas tinggi/hubungan tinggi (S2) disebut sebagai “menjual” karena
dengan gaya ini sebagian besar pengarahan masih diberikan oleh pemimpin.
Bab 8 Kepemimpinan Situasional 117
9.1 Pendahuluan
Pemimpin adalah pilar utama dalam membangun tatanan dan pengarah sebagai
permufakatan di dalam pengambilan keputusan. Keputusan adalah hasil sintesis
dari proses musyawarah dalam penentuan sebuah kegiatan.Hasil keputusan
merupakan buah dari ketegasan dan kebijakan yang diambil melalui sebuah
forum bersama yang di pimpin oleh seorang pemimpin. Menurut sutarto,
kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan
memengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sepereti halnya dalam
proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya kepemimpinan mengandung
kesamaan pemahaman bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
dalam memengaruhi orang lain untuk mencapau tujuan bersama yang positif,
juga adanya unsur-unsur orang yang memimpin, yang dipimpin, adanya
organisasi dan adanya tujuan yang ingin dicapai bersama. Arti pemimpin adalah
seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu memengaruhi orang-
orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
pencapaian satu atau beberapa tujuan. (Kartono, 1994).
Pemimpin adalah sosok yang paling bertanggung jawab untuk mengantarkan
sebuah organisasi mencapai visi dan misinya melalui sistem atau cara kerja yang
122 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
mendestruksi persatuan bangsa kita. Hilangnya akal sehat dan nurani bangsa
dalam penyelenggaraan pemerintahan pun tak lepas dari proses dan lemahnya
pembangunan kepemimpinan bangsa kedepan. Para tokoh bangsa setidaknya
perlu kembali mengingat jati diri dan karakter akan cinta tanah air dan bangsa,
membangun solidaritas sosial dan keramahan akan jatidiri bangsa yang
sesungguhnya mencerminkan identitas adat ketimuran. Peran kepemimpinan
pada hakikatnya adalah mengembalikan citra diri bangsa dan momentum untuk
mengembalikan etika moral para penyelenggara negara. Proses industrialisasi
kepemimpinan saat ini perlu di reformulasi kembali menghadapi tantangan pada
era digital. Butuh pemimpinan di era digital dalam membangun tatanan
kehidupan baru bagi bangsa Indonesia yang lebih bermartabat dengan keluhuran
budi bangsa yang di bangun melalui pemimpin di era digital saat ini.
kaku, formal, normatif, dan artifisial. Jokowi tampil sebagai presiden yang apa
adanya, luwes, merakyat, tidak dibuat-buat, dan tidak ada jarak dengan rakyat,
dengan konsep “blusukan” (Subagyo, 2019).
Pemimpin Jawa juga berwatak Hyang Baruna (samudera) yang bersifat luas,
mampu menampung segala jenis isi. Maknanya, seorang pemimpin harus
memiliki wawasan yang luas bagaikan samudera tanpa batas, sanggup
menerima segala macam persoalan, mau menerima saran, kritik, dan kecaman.
Selanjutnya pemimpin harus punya watak Hyang Pratala (bumi) yang bersifat
suci, sentosa dan menjadi pijakan hidup manusia. Meskipun bumi terus digali
dan dikuras isinya, namun bumi senantiasa rela dan tidak pernah meminta
balasan, tetap mengabdi kepada seluruh umat manusia. Artinya, seorang
pemimpin harus mempunyai sifat jujur, berbudi luhur serta mau memberi
anugerah kepada siapa saja yang telah berjasa kepada negara (Gayatri, 2002).
Dalam budaya Jawa kuno, seseorang dapat menjadi pemimpin bila dia
memperoleh wahyu dari ilahi yang memberi dia kekuasaan. Untuk
mendapatkan wahyu itu, sejumlah laku (kegiatan) harus ditempuh—sampai
sekarang masih sering dilakukan masyarakat Jawa dan dikenal sebagai Agami
Jawi (Kejawen)—seperti bersemedi (tapa), tirakat, lelana brata, pasa
(berpantang tertentu) yang seluruhnya bersifat magis. Oleh karena wahyu hanya
“jatuh” pada orang yang terpilih, maka hanya orang itu yang bisa menjadi
pemimpin, sedangkan yang tidak punya wahyu tidak mungkin jadi pemimpin.
Diyakini, orang yang mendapat wahyu, mukanya akan bersinar atau memiliki
teja. Namun, kekuasaan itu akan hilang bila dia memiliki pamrih, mulai
menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki. Selain Wahyu ada Ndaru, dan
Pulung yang bentuknya berupa cahaya terang. Wahyu, berbentuk sinar sebesar
buah kelapa berwarna hijau berkilauan menimbulkan kesejukan. Orang yang
mendapat wahyu dipercaya akan mendapat kedudukan sangat tinggi, seperti raja
atau kepala negara. Ndaru, adalah cahaya sebesar buah kelapa gading, dan
mereka yang mendapatkannya akan menjadi gubernur atau bupati, sedangkan
Pulung berbentuk cahaya sebesar bakal buah kepala (bluluk). Penerima sinar ini
diyakini akan menjadi pemimpin di tingkat kelurahan atau desa.
Kepemimpinan Jawa di masa pertengahan (abad ke- 14 sampai 16 hingga) atau
pada masa kerajaan Mataram, ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam
menguasai dan memengaruhi orang lain. Konsep kepemimpinan Jawa di era ini
sudah dipengaruhi nilai-nilai agama Islam yang mulai masuk ke Pulau Jawa.
Gayatri (2002) mengutip Pakubuwono IV dalam Serat Wulangreh menyatakan,
pemimpin adalah seseorang yang mampu memangku dan memuat siapa saja,
lapang hati seperti laut yang luas. Tugas utama seorang pemimpin tidak lagi
melindungi seluruh jagad raya sebagaimana pada masa kerajaan Jawa-Hindu,
130 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
wola wali (apa yang diajarkan pandhita/pemimpin spritual dan telah diucapkan
raja tidak boleh diubah, antara kata-kata dan perbuatan harus sama). Secara
substansi, apa yang telah disampaikan panditha adalah sesuatu yang baik,
sehingga tidak boleh diubah-ubah. Bila panditha itu disampaikan oleh raja,
maka apa yang disampaikannya juga sudah betul dan diperoleh dari berbagai
pertimbangan yang matang serta bisa dipertanggungjawabkan. Sabda itu tidak
lagi bisa ditarik, dan harus dilaksanakan tanpa ragu-ragu.Pemimpin dalam
ajaran sabda panditha ratu harus memiliki budi bawalaksana, yaitu harus
menepati janji atau sumpahnya dan secara konsisten harus menjalankan sumpah
atau janjinya tersebut. Bawalaksana juga bermakna pemimpin harus
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kebenaran dan kejujuran.
Sementara itu sikap perilaku pemimpin dalam budaya Jawa dalam menjalankan
tugas dan fungsinya disebut sebagai Tri Dharma, atau tiga suri tauladan: (1)
Rumangga melu handarbeni; (2) Wajib melu hanggondeli/hangrungkebi; (3)
Mulat sarira hangrasa wani. Pengertian Rumangga melu handarbeni adalah
“milik praja adalah juga milikmu, negara ini adalah negaramu bukan hanya
negara rajamu”. Wajib melu hanggondeli/hangrungkebi, maknanya wajib ikut
membela kepentingan praja, ikut membela negara, sedangkan Mulat sarira
hangrasa wani berarti kenalilah diri sendiri serta jadilah kuat dan pandai. Ketiga
dharma itu wajib dilaksanakan oleh semua warga praja atau warga negara
(Gayatri, 2002).
Berbagai nilai-nilai kepemimpinan dalam budaya Jawa sebagaimana diuraikan
di atas itulah yang mewarnai dunia kepemimpinan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari dulu hingga sekarang, tentu saja ditambah dengan falsafah
kepemimpinan daerah lain, termasuk juga kearifan lokal dari berbagai tempat.
pemimpin. Kasus yang sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia. Para
koruptor menggerogoti keuangan negara. Rakyat ditekan untuk membayar ini
itu, ekonomi digoncang ganjingkan dengan kenaikan disemua sektor (kenaikan
BBM, pajak dll). (Maryani, 2013) Belum lagi dimasa pandemi ini banyak yang
telah memanfaatkan dan tega untuk melakukan korupsi terhadap bantuan sosial
kepada warga yang membutuhkan. Namun ironisnya pada akhirnya uang
tersebut masuk ke saku para pemimpin negara ini. Uang yang seharusnya
digunakan untuk membangun infrastruktur umum, tapi malah dibagi rata para
pemimpin negera untuk berlibur ke luar negeri, untuk beli rumah, mobil mewah.
Dalam pandangan penulis bahwa pemimpin dari hasil kontestasi telah
melahirkan bentuk tipe kepemimpinan yaitu transaksional dan transformatif
(Utami, 2014).
Meskipun idealnya seorang pemimpin hendaknya berprilaku adil, bijaksana,
bermoral dan sudah seharusnya memberikan contoh yang baik untuk
masyarakatnya. Jika seorang pemimpin memberi contoh buruk misalnya
korupsi, maka rakyatnyapun juga akan ikut-ikutan. Akan jadi apa negara ini, bila
pemimpin dan rakyatnya tidak dalam satu jalan. Rakyat yang mengharapkan
kesejahteraan tetepi pemimpin negera sibuk memperkaya dirinya. Bisa dibilang
aji mumpung, mumpung jadi pemimpin dia mengeruk keuangan negara
sebanyak-banyaknya kemudian diinvestasikan ke negara lain.
Fenomena yang ada, para pemimpin nasional mulai kehilangan imajinasinya
seperti bagaimana mengatasi atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang terus berkembang dan bagaimana mempertemukan serta mempersatukan
kebijakan politik, di samping menjauhkan arah-arah kebijakan penanganan
krisis yang realistis, penentuan skala prioritas, keberanian mengambil keputusan
strategis yang tepat dan bagaimana menggalang dukungan rakyat yang riil (tidak
semu), sehingga dibutuhkan kepemimpinan nasional atau kepemimpinan masa
depan di era yang penuh transparansi dan menuntut adanya sistem yang
menuntut terselenggaranya keadilan serta kepemimpinan yang mempunyai
wawasan strategis dalam menghadapi krisis multi dimensi atau tantangan
perkembangan strategis khususnya yang bersifat nasional dengan mengajak
pihak- pihak terkait dan memberdayakan elemen-elemen kekuatan (Wahyudi,
2018).
Bab 9 Kepemimpinan di Indonesia 135
mereka harus bertindak dengan tegas. Ketegasan yang terlihat tidak hanya akan
membangun kepercayaan organisasi pada pemimpin, namun hal ini juga akan
memotivasi jaringan satuan tugas untuk terus mencari solusi atas tantangan yang
dihadapi terutama di masa pandemi (Solahudin et al., 2020).
Dalam konteks kemanusiaan maka kiranya dalam jiwa seorang pemimpin
memiliki rasa empati yang tinggi. Melalui rasa empati yang begitu dalam maka
seorang pemimpin akan dinilai akan sikap dan solidaritas sosialnya sebagai
seorang pemimpin. Satu hal lainnya adalah bagi seorang pemimpin adalah
bagaimana dia mampu menggunakan melalui bentuk komunikasi yang efektif
dan sederhana sehingga mampu diterima oleh seluruh warganya. Apa yang
disampaikan betul-betul transparan dan secara berkala memberikan up dating
data berkenaan dengan pandemi tersebut. bijak dan rutin menunjukkan bahwa
pemimpin memahami situasi dan menyesuaikan respon seiring dengan
bertambahnya informasi yang dipelajari. Hal ini membantu pemimpin
meyakinkan para pemangku kepentingan bahwa mereka sedang melakukan
upaya untuk menghadapi krisis. Pemimpin harus memberikan perhatian khusus
dalam menjawab segala kekhawatiran, pertanyaan, dan keingintahuan.
Memberikan kesempatan kepada anggota tim penanggulangan krisis untuk
secara langsung menyampaikan apa yang mereka lakukan dapat menjadi cara
yang sangat efektif.
Bab 10
Pengertian dan Hakikat
Pengambilan Keputusan
10.1 Pendahuluan
Pengambilan keputusan erat kaitannya dengan pemimpin dan atau manajer.
Salah satu fungsi pemimpin adalah pengambilan keputusan. Organisasi banyak
tergantung dari bagaimana kualitas pengambilan keputusan pimpinannya, yang
sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal organisasinya (Djohan, 2016).
Kehidupan sehari-hari seorang eksekutif, manajer, kepala, ketua, direktur,
rektor, bupati, gubernur, menteri, panglima, presiden atau pejabat apa-pun,
sesungguhnya adalah kehidupan yang selalu bergumul dengan keputusan.
Sebagian besar dari waktunya harus dicurahkan pada penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan. Sering kali ia merasa hampa apabila dalam satu hari
tidak mengambil satu keputusan (Salusu, 1996).
Pengambilan keputusan adalah keterampilan yang menarik dan penting bagi
seorang pemimpin, karena pengambilan keputusan menentukan masa depan
seorang individu. Untuk alasan ini, dalam membuat keputusan harus sangat
berhati-hati dengan keputusan yang dibuat. Tentu saja, semua menyesali pilihan
penting pada tahap tertentu dalam hidup. Dalam kasus kepala
sekolah/pemimpin lembaga pendidikan yang berurusan dengan masalah
140 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
alternatif perilaku dari dua atau lebih alternatif yang ada. Kelima, pengambilan
keputusan dalam pandangan Stoner (Djohan, 2016), adalah proses yang
digunakan untuk memilih suatu Tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
Keenam, pengambilan keputusan terjadi di semua bidang dan tingkat kegiatan
serta pemikiran manusia. Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi
maju mundurnya suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi
banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan sekarang (Salusu, 1996).
Ketujuh, pengambilan keputusan yaitu proses memilih suatu alternatif cara
bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Proses itu untuk
menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi (Salusu, 1996). Kedelapan,
pengambilan keputusan (decision making) adalah suatu tindakan satu alternatif
dari serangkaian alternatif (Wibowo, 2019).
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa. Pertama, pengambilan
keputusan merupakan kegiatan mendasar yang secara signifikan memengaruhi
efisiensi suatu organisasi Kedua, keputusan pribadi dan kelompok memiliki
kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu, tidak ada strategi pengambilan
keputusan satu ukuran untuk semua, yang dapat diterapkan pada semua tindakan
manajerial suatu organisasi. Sesungguhnya setiap keputusan yang diberikan
dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah tingkat ketidakpastian
dalam situasi yang diberikan. Ketiga, metode pengambilan keputusan yang
benar adalah salah satu yang mengarah ke solusi/alternatif penyelesaian, orang-
orang akan berkomitmen untuk menerapkan pada tingkat yang paling besar.
Keempat, tidaklah cukup bagi keputusan untuk bersikap rasional dan
menunjukkan cara terbaik untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan. Lebih
banyak faktor yang perlu dipertimbangkan seperti lingkungan sekolah, yang
dapat memengaruhi atau bahkan mencegah yang diinginkan hasil dari yang
dicapai. Kelima, solusi yang efektif untuk suatu masalah tergantung pada
ketersediaan informasi di mana keputusan ditetapkan. Lebih khusus lagi, hal ini
tergantung pada solusi yang dipilih dari salah satu alternatif. Selain itu, kita tidak
dapat menemukan solusi yang efektif jika kita tidak tahu akar masalahnya, kita
juga tidak dapat menilai solusi jika kita tidak tahu keterbatasan atau tujuannya
144 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
lupakan adalah keputusan. Manajer membuat lusinan keputusan rutin ini setiap
hari; misalnya, karyawan mana yang akan bekerja shift apa minggu depan,
informasi apa yang harus dimasukkan dalam laporan, atau bagaimana
menyelesaikan keluhan pelanggan. Perlu diingat bahwa meskipun keputusan
tampaknya mudah atau telah dihadapi oleh seorang manajer beberapa kali
sebelumnya, itu masih merupakan keputusan (Robbins & Coulter, 2018).
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa sebelum seseorang
mengambil suatu keputusan, perlu memahami dan mengetahui apa fungsi,
tujuan serta dasar dari keputusan yang akan diambil.
Ketiga, mengetahui kapan saatnya untuk berhenti. Ketika jelas bahwa keputusan
tidak berhasil, jangan takut dan jangan khawatir. Misalnya, hanya beberapa
bulan setelah seseorang penguasaha diangkat menjadi seorang manajer, ia
memutuskan untuk menutup puluhan toko. Di dalam negeri dan luar negeri
dalam langkah besar untuk meningkatkan profitabilitas pengecer. Meskipun
CEO sebelumnya telah membangun kembali toko-toko besar di dalam dan
sekitar daerah tersebut. Setelah satu dekade tidak beroperasi, seorang pengusaha
tersebut membalikkan keputusan itu sebagai cara untuk secara signifikan
mengurangi biaya. Namun, seperti yang dijelaskan sebelumnya, banyak
pengambil keputusan memblokir atau mendistorsi informasi negatif karena
mereka tidak ingin mempercayai keputusan itu buruk. Mereka menjadi begitu
terikat pada keputusan sehingga mereka menolak untuk kenali kapan waktunya
untuk melanjutkan. Dalam lingkungan yang dinamis saat ini, jenis berpikir tidak
akan berhasil.
Keempat, menggunakan proses pengambilan keputusan yang efektif. Para ahli
mengatakan proses pengambilan keputusan yang efektif memiliki enam
karakteristik ini: (1) berfokus pada apa yang penting; (2) logis dan konsisten; (3)
mengakui subjektif dan objektif berpikir dan memadukan analitis dengan
pemikiran intuitif; (4) hanya membutuhkan sebagai banyak informasi dan
analisis yang diperlukan untuk menyelesaikan dilema tertentu; (5) mendorong
dan memandu pengumpulan informasi yang relevan dan informasi opini; dan
(6) itu mudah, dapat diandalkan, mudah digunakan, dan fleksibel.
Kelima, kembangkan kemampuan Anda untuk berpikir jernih sehingga Anda
dapat membuat pilihan yang lebih baik di tempat kerja dan dapat membuat
keputusan yang baik tidak datang secara alami. Anda harus bekerja, baca dan
pelajari tentang pengambilan keputusan. Buatlah jurnal keputusan di mana
Anda Mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan pengambilan keputusan Anda
dengan melihat proses yang Anda digunakan dan hasil yang Anda dapatkan
(Robbins & Coulter, 2018). Hal senada, terkait langkah pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan rasional. Ada 10 (sepuluh) langkah yang perlu
dilakukan untuk pemecahan masalah yaitu: (a) tentukan masalahnya; (b)
lakukan analisis sebab akibat; (c) tentukan sasaran; (d) pikirkan alternatif solusi;
(e.) lakukan analisis konsekuensi; (f) tentukan alternatif solusi yang paling
sesuai dengan tujuan; (g) rencanakan tindakannya; (h) laksanakan; (i) lakukan
evaluasi; (j) teruskan dengan tindak lanjut (Djohan, 2016).
Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan dan ini semua
berintikan pada hubungan kemanusiaan. Untuk suksesnya pengambilan
Bab 10 Pengertian dan Hakikat Pengambilan Keputusan 151
2. Pendapat Ahli
Seorang anggota organisasi oleh anggota lainnya diberi predikat sebagai ahli
(Expert) sehingga memungkinkannya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk
membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan dan kekuasaan untuk
membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan dan kekuasaan untuk
membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan
baik, apabila seorang anggota organisasi yang dianggap ahli tersebut memang
benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh
anggota lainnya.
Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah
masalah yang sederhana, karena sangat sulit menentukan indikator yang dapat
mengukur orang yang dianggap ahli (Superior). Ada yang berpendapat bahwa
orang yang ahli adala orang yang memiliki kualitas terbaik untuk membuat
keputusan. Namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dnegan
ukuran tersebut. Karenanya menentukan apakah seseorang dalam kelompok
benar-benar ahli adaalah persoalan yang rumit.
3. Wewenang setelah diskusi
4. Kesepakatan
Kesepakatan atau konsensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu
organisasi mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan
keputusan ini memiliki keuntungan, yakni partisipasi penuh dari seluruh
anggota organisasi akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil,
sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam mendukung keputusan
tersebut.
Selain itu metode konsensus sangat penting khususnya yang berhubungan
dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks. Namun demikian,
metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui kesepakatn ini, tidak
lepas juga dari kekurangan-kekurangan. Yang paling menonjol adalah
dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama, sehingga metode
ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan mendesak atau darurat.
4. Indecisiveness “Keraguan”
Gaya pengambilan keputusan ini lebih mengarah kepada menghindari
situasi pengambilan keputusan atau tanggung jawab terhadap orang
lain.
dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang
sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul.
Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat
bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk
memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah
penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.
Fakta
Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh
sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan
istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara
sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari
data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang
kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu
memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan
informasi yang cukup itu sangat sulit.
Wewenang
Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang
dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan
wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan
demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien
Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh
bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang
yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya.
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan
sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan
berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati
permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang
jelas.
Rasional
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah-masalah
yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional.
Bab 1 Konsep Dasar Belajar 161
setiap akhir tahun, memberikan pembinaan staf yang ada dalam bidang
tugasnya, mengajukan anggaran yang diperlukan melalui wakil ketua II
Universitas, membuat laporan pelaksanaan kegiatan dalam bidang tugasnya
secara berkala dan tahunan.
Contoh 3:
Seorang Sekretaris Program Studi dari Universitas Pertiwi selalu melakukan
kegiatan rutin di antaranya mengkoordinasikan kegiatan operasional program
studi meliputi kegiatan administrasi, sarana dan prasarana, keuangan dan
kemahasiswaan, menyiapkan panduan praktek mahasiswa, menyiapkan jadwal
dan rotasi praktek mahasiswa, melakukan koordinasi dengan unit-unit lain di
dalam dan luar Universitas, membantu ketua program studi membuat laporan
pelaksanaan kegiatan program studi dalam bidang tugasnya secara berkala dan
tahunan.
Contoh 1:
Miranty adalah seorang CEO dari produk kecantikan. Ia ingin mengembangkan
bisnisnya dengan membuka pabrik baru di luar negeri. Ia ingin proses
pembangunan pabriknya cepat terselesaikan, mengingat banjirnya permintaan
produknya di luar negeri. Pengambilan Keputusan yang Ia ambil berdasarkan
informasi lingkungan ekesternal yang harus selalu dia ketahui, seperti keadaan
ekonomi, sosial, politik keadaan setempat agar bisnisnya selalu aman dan
berjalan dengan lancar.
Contoh 2:
Pak Yoga adalah seorang Presiden Direktur PT. Dinilicious. Ia harus selalu bisa
mengambil keputusan dengan cepat demi kelangsungan perusahaannya.
Pengambilan keputusan yang dia ambil berdasarkan informasi pasar yang harus
selalu Ia ketahui. Contohnya adalah harga saham yang selalu berubah. Ia harus
bisa menyesuaikan keuangan perusahaan agar harga saham perusahaan pada
bursa efek bisa selalu stabil.
Contoh 3:
Ibu Ayu adalah seorang Manajer Restoran Jepang. Sudah 6 bulan terakhir
pelanggan yang datang ke restoran turun 40%. Ia harus selalu bisa mengambil
keputusan dengan cepat demi kelangsungan perusahaannya. Pengambilan
keputusan yang Ia ambil berdasarkan informasi pasar yang harus selalu Ia
ketahui. Contohnya adalah menu makanan yang digemari masyarakat selalu
berubah. Ia harus bisa menyesuaikan menu restoran dengan makanan yang
sedang viral dikalangan masyarakat agar bisnis restorannya kembali diminati.
13.1 Pendahuluan
Pengambilan keputusan merupakan berdasarkan keterampilan penting untuk
setiap profesional. Selama karir bisnis kita, Kamu perlu membuat pilihan yang
dapat memiliki banyak hasil. Pohon Keputusan atau pohon keputusan dapat
memandu Kamu ke jawaban logis untuk pertanyaan kecil dan besar dengan
menetapkan kemungkinan kesimpulan dari beberapa pilihan (Lipursari, A.
2013).
Pohon keputusan bekerja paling baik ketika Kamu mengikuti aturan diagram
alur dasar:
1. Persegi panjang atau bujur sangkar: Tunjukkan awal pohon tempat
Kamu menulis pertanyaan.
2. Garis: Mewakili cabang-cabang pohon. Ini semua adalah
kemungkinan tindakan.
3. Lingkaran: Menandakan hasil yang tidak pasti bahwa Kamu akan
membutuhkan cabang tambahan bagi diklarifikasi.
4. Segitiga: Berikan jawaban yang jelas dan final. Mereka juga disebut
“daun.”
Gambarlah persegi panjang, dan tulis pertanyaan atau ide Kamu di dalamnya.
Jika Kamu ingin membuat pohon horizontal, gambar persegi panjang Kamu di
sisi kiri halaman sehingga Kamu memiliki ruang untuk menggambar garis.
Untuk pohon vertikal, gambar kotak di bagian atas halaman dan turunkan.
Misalnya, jika Kamu ingin menentukan apakah Kamu harus meminta kenaikan
gaji, Kamu bisa menggambar persegi panjang di bagian atas halaman dan
menulis, “Meminta kenaikan gaji?” di dalamnya.
2. Tambahkan cabang
Gambarlah garis sebanyak yang Kamu butuhkan dari kotak untuk menentukan
tindakan. Untuk melanjutkan contoh, Kamu bisa menggambar dua cabang di
bawah persegi panjang Kamu dan memberi label “Ya” dan “Tidak.” Ini
menandakan bahwa Kamu meminta atau tidak meminta kenaikan gaji.
176 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Lingkaran menunjukkan bahwa hasil dari cabang belum jelas dan Kamu perlu
mengajukan lebih banyak pertanyaan. Segitiga menunjukkan bahwa hasilnya
hampir pasti. Contohnya, Kamu bisa menambahkan lingkaran di akhir cabang
“Ya” dan “Tidak”. Di lingkaran “Ya”, Kamu bisa menulis “Dapatkan kenaikan
gaji?” untuk menentukan apakah manajer Kamu akan memberi Kamu kenaikan
gaji dan di lingkaran “Tidak”, Kamu bisa menulis, “Dapatkan kenaikan gaji di
masa mendatang?” untuk menentukan apakah Kamu yakin akan mendapatkan
kenaikan gaji tanpa meminta di masa mendatang.
4. Lanjutkan seperlunya
14.1 Pendahuluan
Sistem pendukung keputusan (SPK) ditemui dalam literatur pada tahun 1970-
an. Awalnya SPK dikembangkan untuk manajer eksekutuf menggunakan
Personal Computer (PC) individu yang disebut dengan sistem data eksekutif.
Semenjak periode ini, SPK tumbuh dalam sebagian arah. Arsitektur awal yang
diusulkan dari sistem ini disusun oleh Sistem manajemen basis informasi,
manajemen basis model sistem, serta materi interaksi manusia dan mesin
(Papathanasiou, Ploskas and Linden, 2016). Langkah awal dalam evolusi SPK
didasarkan pada pengenalan pengetahuan dalam arsitektur, selanjutnya
ditambahkan materi yang disebut dengan sistem manajemen berbasis
pengetahuan dan suatu mesin inferensi.
Konsep pendukung keputusan ditandai dengan sistem interaktif berbasis
komputer yang mendukung pengambil keputusan memanfaatkan informasi
serta metode untuk menuntaskan permasalahan yang tidak terstruktur (Prayetno
et al., 2018). Pengambilan keputusan menggambarkan proses pemilihan
alternatif guna meraih tujuan atas sasaran tertentu. Pengambilan keputusan pula
180 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Intellig
ence
Design
Choice
Pada langkah ini, pengambil keputusan membingkai pilihan tertentu yang akan
dibuat. Menetapkan tujuan khusus untuk dipertimbangkan dalam konteks
pilihan tertentu dan mengidentifikasi alternatif yang sesuai. Langkah ini
umumnya mencakup pembingkaian alternatif, pengumpulan data, pemodelan,
dan pemeriksaan faktor-faktor yang mungkin tidak sesuai dengan model.
3. Pengambil keputusan mempertimbangkan informasi, membandingkan
alternatif, memilih alternatif terbaik, dan mengevaluasi pilihan itu
untuk kepekaannya terhadap asumsi. Tujuannya adalah untuk
menyatukan intelijen bisnis dan model yang tepat untuk membantu
Bab 14 Implementasi Sistem Pengambilan Keputusan 183
Dari tujuh alasan yang dikutip di atas untuk tidak menggunakan SPK adalah
alasan dan rasionalisasi daripada keberatan yang berarti. Untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif, juara proyek dan pengembang SPK perlu mengatasi
188 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
14.7.2 Kekurangan
Meski dirancang dengan sangat cermat serta memperhitungkan segala aspek
yang terdapat, SPK memiliki kelemahan ataupun keterbatasan antara lain ialah:
Bab 14 Implementasi Sistem Pengambilan Keputusan 189
Kriteria dan bobot preferensi yang digunakan untuk menganalisis adalah pada
table 1 berikut ini:
Tabel 14.1: Kriretia dan Bobot
No Kriteria Bobot (Wj )
1 RAM 0.30
2 Processor 0.25
3 RUM 0.20
4 Harga 0.15
5 Model 0.10
åW = 1
Bobot nilai setiap alternative seperti pada table 2 berikut ini;
Tabel 14.2: Bobot nilai Alternatif
No Alternatif Kriteria
K1 K2 K3 K4 K5
1 PC1 90 80 70 80 70
2 PC2 70 90 80 70 80
3 PC3 80 80 70 90 70
Penyelesaian
Bobot preferensi kriteria W = (5,4,3,2,1)
73.59
V1 = = 0.340
73.59 + 71.06 + 71.88
- Nilai preferensi PC2
71.06
V2 = = 0.328
73.59 + 71.06 + 71.88
- Nilai preferensi PC3
71.88
V3 = = 0.332
73.59 + 71.06 + 71.88
Nilai preferensi Vi : V 1 = 0.340;V 2 = 0.328;V 3 = 0.332
d. Melakukan perankingan
Berikut ini adalah hasil perankingan berdasarkan nilai preferensi
Vi : V 1 = 0.340;V 2 = 0.328;V 3 = 0.332 pada tabel 14.3.
Tabel 14.3: Hasil Perankingan
Ranking Alternatif Nilai Vi
1 PC1 0.340
2 PC3 0.332
3 PC2 0.328
192 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
1 2 3
Hersey, P. and Blanchard, K. (1996) ‘Great ideas revisited: Revisiting the life-
cycle theory of leadership’, Training & Development Journal, 50(1), p. 42.
Hersey, P. and Blanchard, K. H. (1969). ‘Management of organizational
behavior: Utilizing human resources’. Academy of Management Briarcliff
Manor, NY 10510.
Hersey, P. and Blanchard, K. H. (1977). ‘Management of organizational
behavior'. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Hersey, P., Blanchard, K., & Johnson, D. (2013). Management of organizational
behavior – Leading human resources. Upper Saddle River, NJ: New
Jersey: Pearson Prentice Hal.
Hodson, R. (2008) ‘The ethnographic contribution to understanding co-worker
relations’, British Journal of Industrial Relations, 46, pp. 169–192. doi:
10.1111/j.1467-8543.2007.00670.x.
Horner, M. (1997). Leadership Theory: Past, Present and Future. Team
Performance Management. Vol 3. No.4. pp 270 - 287
Hoyt, Crystal. (2008). Leadership at the Crossroads: Volume 1, Leadership and
Psychology. Praeger
Humborstad, S. I. W., Nerstad, C. G. L. and Dysvik, A. (2014) ‘Empowering
leadership, employee goal orientations and work performance: A
competing hypothesis approach’, Personnel Review, 43, pp. 246–271. doi:
10.1108/PR-01-2012-0008.
Hunitie, M. (2016) ‘A cross-sectional study of the impact of transformational
leadership on integrative conflict management’, Asian Social Science,
12(5), pp. 47–53.
Husaini, Y. (2020). Pemanfaatan Metode Analytical Hirarchy Hirarchy Prosess
(Ahp) Untuk Penentuan Penerima Bantuan Program Keluarga Harapan
Bagi Rumah Tangga Miskin Di Kabupaten Pidie. Jurnal Real Riset, 2(2).
Imam (2013) Pengantar DSS & Management Support System Sistem
Pendukung Keputusan / Decision Support System.
Indonesia, K. K. dan P. R. (2013) Materi Pengantar Soal Teori Kepemimpinan.
Jakarta.
Ionescu, G. G. and Negruoa, A. L. (2007). ‘Leadership, Motivation and
Excellence’, Theoretical and Applied Economics, 2(507), pp. 33–40.
Daftar Pustaka 201