Anda di halaman 1dari 101

PELATIHAN E-LEARNING

PENATAUSAHAAN
BARANG MILIK NEGARA

MODUL
PENATAUSAHAAN
BARANG MILIK NEGARA

Oleh:

Widyaiswara Pusdiklat Kekayaan Negara dan


Perimbangan Keuangan
TAHUN 2020

DAFTAR ISI

PENGERTIAN PENATAUSAHAAN DAN STRUKTUR ORGANISASI


PENATAUSAHAAN 4
1.1. PENGERTIAN PENATAUSAHAAN BMN 4
1.2. STRUKTUR ORGANISASI PENATAUSAHAAN BMN 5
RUANG LINGKUP PENATAUSAHAAN BMN 9
2.1. PEMBUKUAN BARANG MILIK NEGARA 9
2.2. INVENTARISASI BMN 30
2.3. PELAPORAN BMN 39
PENGGOLONGAN DAN KODEFIKASI BMN 53
3.1. PENGERTIAN PENGGOLONGAN DAN KODEFIKASI 53
3.2. TUJUAN DAN SASARAN PENGGOLONGAN DAN KODEFIKASI BMN 53
3.3. TATACARA PENGGOLONGAN DAN KODEFIKASI BMN 54
KEBIJAKAN AKUNTANSI BMN 62
4.1. PENDAHULUAN 62
4.2. KLASIFIKASI BMN MENURUT SAP 63
4.3. AKUNTANSI PERSEDIAAN 63
4.4. AKUNTANSI ASET TETAP 69
4.5. AKUNTANSI ASET LAINNYA 86
4.7. PENENTUAN KONDISI BARANG MILIK NEGARA 95
KEBIJAKAN KAPITALISASI BMN 97
5.1. TUJUAN KEBIJAKAN KAPITALISASI 97
5.2. PENGELUARAN YANG DIKAPITALISASI. 97
5.3. NILAI SATUAN MINIMUM KAPITALISASI ASET TETAP 100

2
3
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Penatausahaan dan Struktur Organisasi Penatausahaan

1.1. Pengertian penatausahaan BMN


Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016
tentang Penatausahaan BMN, penatausahaan BMN adalah rangkaian
kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN
sesuai ketentuan Peraturan Perundanga-undangan. Adapun pengertian
dari masing-masing kegiatan penatausahaan BMN diuraikan sebagai
berikut.
➢ Pembukuan BMN adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN
ke dalam Daftar Barang yang ada pada Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang dan Pengelola Barang menurut penggolongan dan
kodefikasi.
➢ Inventarisasi BMN adalah kegiatan untuk melakukan pendataan,
pencatatan dan pelaporan hasil pendataan BMN.
➢ Pelaporan BMN adalah serangkaian kegiatan penyusunan dan
penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh unit akuntansi
yang melakukan penatausahaan BMN pada Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang dan Pengelola Barang.

Objek penatausahaan adalah terhadap seluruh Barang Milik Negara


yang meliputi:
a. semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara APBN);
b. semua barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi:
1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenisnya;
2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/ kontrak;
3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan perundang-
undangan; atau

4
4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.

BMN diklasifikasikan menjadi:


a. aset lancar berupa barang persediaan;
b. aset tetap, meliputi:
1. tanah;
2. peralatan dan mesin;
3. gedung dan bangunan;
4. jalan, irigasi, dan jaringan;
5. aset tetap lainnya; dan
6. konstruksi dalam pengerjaan; dan
c. aset lainnya, meliputi:
1. aset kemitraan dengan pihak ketiga; yaitu aset yang digunakan pada
pemanfaatan BMN dan/atau dihasilkan dari perjanjian pemanfaatan
BMN dalam bentuk Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna
Serah (BGS), Bangun Serah Guna (BSG) atau bentuk yang serupa,
antara Pengguna Barang atau Pengelola Barang dengan pihak lain
yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang
dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak
usaha.
2. aset tak berwujud; dan
3. aset tetap yang dihentikan dari penggunaan, baik yang masih
memiliki manfaat ekonomi atau tidak lagi memiliki manfaat ekonomi
masa depan.

1.2. Struktur Organisasi Penatausahaan BMN


Struktur organisasi ini ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 181/PMK.06/2016 bahwa penatausahaan BMN meliputi
penatausahaan pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan
Pengelola Barang.

5
1.2.1. Struktur Organisasi Tingkat Pengguna Barang
Struktur organisasi penatausahaan BMN pada Pengguna Barang
adalah sebagai berikut:
1. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);
UAPB adalah unit akuntansi yang melakukan penatausahaan BMN
pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (pengguna barang), yang
secara fungsional dilakukan oleh unit eselon I yang membidangi
kesekretariatan, unit eselon II, unit eselon III dan unit eselon IV yang
membidangi BMN. Penanggung jawab UAPB adalah Menteri/Pimpinan
Lembaga. UAPB ini membawahi UAPPB-E1, UAPPB-W dan/atau UAKPB.
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon 1;
UAPPB-E1 adalah unit unit akuntansi yang melakukan
penatausahaan BMN pada tingkat eselon I, yang secara fungsional
dilakukan oleh unit eselon II yang membidangi kesekretariatan, unit eselon
III dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UAPPB-
E1 adalah pejabat eselon I. UAPPB-E1 ini membawahi UAPPB-W dan/atau
UAKPB.
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Wilayah (UAPPB-W);
UAPPB-W adalah unit unit akuntansi yang melakukan penatausahaan
BMN pada tingkat kantor wilayah atau unit kerja lain di wilayah yang
ditetapkan sebagai UAPPB-W, yang secara fungsional dilakukan oleh unit
eselon III yang membidangi kesekretariatan dan unit eselon IV yang
membidangi BMN. Penanggung jawab UAPPB-W adalah Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai UAPPB-W.
UAPPB-W ini membawahi UAKPB. Untuk unit penatausahaan BMN Dana
Dekonsentrasi, penanggung jawab UAPPB-W adalah Gubernur,
sedangkan untuk penatausahaan BMN Dana Tugas Pembantuan,
penanggung jawab UAPPB-W adalah Kepala Daerah sesuai dengan
penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian
Negara/Lembaga.

6
4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).
UAKPB adalah unit unit akuntansi yang melakukan penatausahaan
BMN pada tingkat satuan kerja (Kuasa Pengguna Barang), yang secara
fungsional dilakukan oleh: a) unit eselon II sebagai satuan kerja, b) unit
eselon III sebagai satuan kerja, c) eselon IV sebagai satuan kerja.
Penanggung jawab UAKPB adalah Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja.
Untuk unit penatausahaan BMN dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas
Pembantuan, penanggung jawab UAKPB adalah Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Untuk unit penatausahaan BMN pada BLU,
penanggung jawab UAKPB adalah Pimpinan BLU atau Pimpinan Satuan
Kerja pada BLU. UAKPB dapat membentuk Unit Akuntansi Pembantu
Kuasa Pengguna Barang (UAPKPB), dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pembentukan dan penutupan/pengakhiran UAPKPB ditetapkan
berdasarkan keputusan penanggung jawab UAKPB.
2. Pembentukan UAPKPB dilakukan dengan pertimbangan antara lain:
a) menyesuaikan struktur organisasi pada satuan kerja;
b) membagi beban kerja Pelaksana Penatausahaan tingkat
UAKPB; dan
c) memudahkan pelaksanaan Penatausahaan dan pengamanan
aset.
3. Penutupan/pengakhiran UAPKPB dilakukan dalam hal keberadaan
UAPKPB tersebut sudah tidak dibutuhkan.

1.2.2. Struktur Organisasi Penatausahaan BMN pada Pengelola


Barang
Struktur organisasi penatausahaan BMN pada Pengelola Barang
adalah sebagai berikut:
1. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
DJKN adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Pengelola
Barang, yang dilakukan oleh unit eselon II, unit eselon III dan unit eselon IV
yang membidangi BMN pada Direktorat BMN I dan Direktorat BMN II.

7
Penanggung jawabnya adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara. DJKN
membawahi Kanwil DJKN dan KPKNL.
2. Kantor Wilayah-Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil
DJKN)
Kanwil DJKN adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Kantor
Wilayah, yang dilakukan oleh unit eselon III dan unit eselon IV yang
membidangi BMN. Penanggung jawabnya adalah Kepala Kanwil DJKN.
Kanwil DJKN membawahi KPKNL.
3. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
KPKNL adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor daerah,
yang dilakukan oleh unit eselon IV yang membidangi BMN.
Penanggungjawabnya adalah Kepala KPKNL.

8
Kegiatan Belajar 2
Ruang Lingkup Penatausahaan BMN

2.1. Pembukuan Barang Milik Negara


Pembukuan BMN adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN
ke dalam Daftar Barang yang ada pada Pengguna Barang dan Pengelola
Barang. Tujuan pembukuan BMN adalah tersedianya data BMN yang baik
dan terwujudnya tertib administrasi BMN yang efektif, efisien, optimal, dan
akuntabel. Seluruh BMN merupakan sasaran pembukuan yaitu semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah yang
berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang
dan yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang.

2.1.1. Prosedur Pembukuan di Tingkat UAKPB


UAKPB melaksanakan pembukuan dengan mekanisme sebagai
berikut:
a. Melaksanakan proses Pembukuan atas dokumen sumber dalam
rangka menghasilkan data transaksi BMN, Laporan BMN, dan laporan
manajerial lainnya, termasuk yang pendanaannya bersumber dari
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
b. Melakukan rekonsiliasi secara periodik bersama Unit Akuntansi Kuasa
Pengguna Anggaran (UAKPA) guna meningkatkan keakuratan dan
akuntabilitas data transaksi BMN.
c. UAKPB Dekonsentrasi/UAKPB Tugas Pembantuan harus
melaksanakan proses Pembukuan atas dokumen sumber dalam
rangka menghasilkan data transaksi BMN, Laporan BMN, dan laporan
manajerial lainnya atas perolehan BMN yang dananya bersumber dari
Dana Dekonsentrasi/Dana Tugas Pembantuan.
d. Prosedur Pembukuan
1) Proses pertama kali

9
a) Membukukan dan mencatat semua BMN ke dalam Buku
Barang dan/atau KIB.
b) Menyusun dan mendaftarkan semua BMN ke dalam DBKP.
c) Meminta pengesahan DBKP kepada penanggung jawab
UAKPB.
2) Proses rutin
a) Melaksanakan proses Pembukuan atas dokumen sumber pada
setiap transaksi dalam rangka menghasilkan data transaksi
BMN, Laporan BMN, dan laporan manajerial lainnya, termasuk
yang pendanaannya bersumber dari Anggaran Pembiayaan
dan Perhitungan.
b) Membukukan dan mencatat data transaksi BMN ke dalam Buku
Barang Kuasa Pengguna-Intrakomptabel, Buku Barang Kuasa
Pengguna-Ekstrakomptabel, Buku Barang Kuasa Pengguna-
Barang Bersejarah, Buku Barang Kuasa Pengguna-Konstruksi
Dalam Pengerjaan (KDP) atau Buku Barang Kuasa Pengguna-
Barang Persediaan berdasarkan dokumen sumber.
c) Membuat dan/ atau memutakhirkan KIB, DBR dan DBL.
d) Membukukan dan mencatat perubahan kondisi barang ke
dalam Buku Barang Kuasa Pengguna-lntrakomptabel, Buku
Barang Kuasa Pengguna-Ekstrakomptabel, atau Buku Barang
Kuasa Pengguna-Barang Bersejarah berdasarkan dokumen
sumber.
e) Membukukan dan mencatat PNBP yang bersumber dari
pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya ke
dalam Buku PNBP.
f) Mengarsipkan/menyimpan asli, duplikat dan/atau fotokopi
dokumen kepemilikan BMN selain tanah dan/atau bangunan,
dokumen Penatausahaan BMN, dan dokumen pengelolaan
BMN secara tertib.
3) Proses Bulanan

10
a) Melakukan rekonsiliasi bersama UAKPA dalam rangka
keakuratan dan akuntabilitas data transaksi BMN.
b) Meminta dokumen pengadaan termasuk fotokopi Surat
Perintah Membayar (SPM), Surat Perintah Pencairan Dana
(SP2D), Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan
Belanja/Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja
(SP3B/SP2B) kepada UAKPA.
4) Proses Semesteran
a) Mencatat setiap perubahan data BMN ke dalam DBKP
berdasarkan data dari Buku Barang dan KIB.
b) Meminta pengesahan DBKP kepada penanggung jawab
UAKPB.
c) Melakukan rekonsiliasi atas DBKP dengan DBMN-KD per
Kementerian/Lembaga pada KPKNL, jika diperlukan.
5) Proses Akhir Periode Pembukuan
a) Menginstruksikan kepada setiap Penanggungjawab Ruangan
untuk melakukan pengecekan ulang kondisi B M N yang berada
di ruangan masing-masing.
b) Mencatat perubahan kondisi BMN yang telah disahkan oleh
Penanggungjawab Ruangan ke dalam DBKP serta Buku
Barang dan KIB.
c) Melakukan proses pencadangan (back up) data dan tutup
tahun.
6) Proses Lainnya
a) Membukukan dan mencatat hasil Inventarisasi ke dalam Buku
Barang, Daftar Barang, dan/atau KIB.
b) Melakukan reklasifikasi ke dalam DBKP-Barang Rusak
Berat/Barang Hilang terhadap BMN dalam kondisi rusak
berat/hilang dan telah dimohonkan pemindahtanganan,
pemusnahan, atau penghapusannya kepada Pengelola
Barang.

11
c) Melakukan reklasifikasi ke dalam DBKP-Barang BPYBDS,
terhadap Barang BPYBDS.
d) Menghapus BMN dari DBKP-Barang Barang Rusak
Berat/Barang Hilang, dalam hal Keputusan Penghapusan
mengenai BMN yang rusak berat atau hilang telah diterbitkan
oleh Pengguna Barang.
e) Mencatat kembali ke dalam akun Aset Tetap atau melakukan
reklasifikasi dari DBKP-Barang Hilang ke akun Aset Tetap,
dalam hal aset tetap yang dinyatakan hilang di kemudian hari
ditemukan kembali sebelum terbitnya Keputusan Penghapusan
BMN. Melaporkan:
(1) DBKP-Barang Rusak Berat/ Barang Hilang terhadap BMN
dalam kondisi rusak berat/hilang dan telah dimohonkan
pemindahtanganan, pemusnahan, atau penghapusannya
kepada Pengelola Barang; dan
(2) DBKP-Barang BPYBDS terhadap Barang BPYBDS, jika
ada, kepada UAPPB-W atau UAPPB-E l.
e. Dokumen sumber yang digunakan
UAKPB termasuk UAKPB Dekonsentrasi/ Tugas Pembantuan
melakukan proses Pembukuan dokumen sumber dan verifikasi BMN.
Dokumen sumber dalam Pembukuan BMN termasuk yang berasal dari
transaksi BMN yang sumber pendanaannya berasal dari Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan. Dokumen sumber yang digunakan
dalam proses Pembukuan BMN pada tingkat UAKPB sebagai berikut:
1) Dokumen sumber Saldo Awal, meliputi:
a) Buku Barang;
b) DBKP; dan
c) LBKP,
periode sebelumnya.
Dalam hal dokumen pada huruf a) sampai dengan huruf c) belum
mencukupi, dapat ditambahkan Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)

12
BMN.
2) Dokumen sumber Mutasi (perolehan, perubahan, dan penghapusan
dari catatan) terdiri atas:
a) Berita Acara Serah Terima BMN;
b) dokumen kepemilikan BMN;
c) dokumen pengadaan dan/atau pemeliharaan BMN:
i. Untuk yang melalui pembelian langsung:
i) SPM/SP2D/SP3B/SP2B;
ii) Faktur pembelian; dan/atau
iii) Kuitansi;
ii. Untuk yang melalui kontrak:
i) SPM/SP2D/SP3B/SP2B;
ii) Surat Perintah Kerja (SPK);
iii) Perjanjian/Kontrak;
iv) Surat Keterangan Penyelesaian Pembangunan/ Hasil
Pekerjaan; dan/atau
v) Berita Acara Serah Terima Barang/ Hasil Pekerjaan;
d) dokumen pengelolaan BMN; dan/ atau
e) dokumen lainnya yang sah.
f. Jenis Transaksi Pembukuan BMN
Transaksi yang dicatat dalam Pembukuan BMN meliputi 6 (enam) jenis,
yaitu:
1) Saldo awal, merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN
sampai dengan akhir periode sebelumnya.
2) Penambahan saldo awal, merupakan transaksi yang digunakan
untuk membukukan BMN yang diperoleh sebelum tahun anggaran
berjalan namun belum dicatat dan didaftarkan dalam buku/ daftar
BMN periode sebelumnya.
3) Perolehan, merupakan transaksi yang digunakan untuk
membukukan penambahan aset secara kuantitas, baik berupa
barang baru maupun barang bekas. Yang termasuk ke dalam

13
perolehan yaitu:
a) Transaksi Pembelian, merupakan transaksi perolehan BMN
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN pada periode
berjalan;
b) Transaksi Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi
untuk membukukan perolehan BMN yang berasal dari hasil
penyelesaian pembangunan berupa bangunan/ gedung dan
BMN lainnya yang telah diserahterimakan dengan Berita
Acara Serah Terima; Transaksi Pembatalan Penghapusan,
merupakan transaksi yang digunakan untuk membukukan
BMN dari hasil pembatalan penghapusan yang sebelumnya
telah dihapuskan/dikeluarkan dari Pembukuan berdasarkan
Keputusan Penghapusan;
c) Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi pencatatan BMN
yang sebelumnya dicatat dengan klasifikasi BMN yang lain;
d) Transaksi Bangun Guna Serah (BGS), merupakan transaksi
untuk membukukan penerimaan pemerintah yang berasal dari
pelaksanaan BGS berupa bangunan beserta prasarana dan
sarana yang digunakan langsung untuk tugas pokok dan
fungsi (setelah selesainya pembangunan oleh mitra BGS),
serta bangunan beserta prasarana dan sarana hasil
pelaksanaan BGS sesuai perjanjian (setelah berakhirnya
perjanjian BGS);
e) Transaksi Bangun Serah Guna (BSG), merupakan transaksi
untuk membukukan penerimaan pemerintah yang berasal dari
pelaksanaan BSG berupa bangunan beserta prasarana dan
sarana hasil pelaksanaan BSG sesuai perjanjian (setelah
selesainya pembangunan oleh mitra BSG);
f) Transaksi Transfer Masuk, merupakan transaksi perolehan
BMN dari Kuasa Pengguna Barang lain dalam lingkungan
Pemerintah Pusat;

14
g) Transaksi Hibah Masuk, merupakan transaksi untuk
membukukan perolehan BMN yang berasal dari
hibah/sumbangan atau yang sejenis dari luar Pemerintah
Pusat dan dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan;
Transaksi Rampasan, merupakan transaksi untuk
membukukan perolehan BMN yang berasal dari hasil sitaan
pemerintah yang sudah ditetapkan penggunaannya pada
satuan kerja instansi tertentu;
h) Transaksi Kerjasama Pemanfaatan (KSP), merupakan
transaksi untuk membukukan penerimaan pemerintah yang
berasal dari pelaksanaan KSP berupa bangunan beserta
prasarana dan sarana hasil pelaksanaan KSP sesuai
perjanjian;
i) Transaksi Pertukaran atau tukar-menukar, merupakan
transaksi untuk membukukan aset yang diterima dari
pelaksanaan tukar-menukar antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat dengan
pihak lain;
j) Transaksi Perolehan Lainnya, merupakan transaksi
perolehan yang tidak termasuk pada transaksi-transaksi
perolehan di atas.
4) Perubahan/Koreksi
a) Pengurangan Kuantitas Aset
Pengurangan Kuantitas Aset, merupakan transaksi
pengurangan kuantitas BMN yang menggunakan satuan luas
atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan
keseluruhan BMN hilang. Pengurangan kuantitas hanya dapat
dilakukan untuk barang berupa tanah, jalan, dan jembatan;
b) Pengembangan Nilai Aset
Pengembangan Nilai Aset (pengembangan) merupakan
transaksi yang digunakan untuk membukukan penambahan

15
nilai BMN sebagai akibat pelaksanaan renovasi atau restorasi
yang memenuhi kapitalisasi aset yang dananya berasal dari
APBN tahun berjalan. Pelaksanaan pengembangan nilai
dapat pula berpengaruh terhadap penambahan kuantitas
BMN yang bersangkutan atas BMN berupa tanah, jalan, dan
jembatan;
c) Koreksi Perubahan Kondisi
Koreksi Perubahan Kondisi merupakan transaksi yang
digunakan untuk membukukan transaksi perubahan kondisi
barang yang dikarenakan adanya perubahan keadaan/kondisi
barang tersebut. Perubahan kondisi tidak mengubah nilai
dan/atau kuantitas barang;
d) Koreksi Perubahan Nilai/ Kuantitas Koreksi Perubahan Nilai/
Kuantitas merupakan transaksi yang digunakan untuk
membukukan transaksi perubahan nilai dan/atau kuantitas
barang dikarenakan adanya kesalahan pembukuan pada
nilai/kuantitas;
e) Koreksi Nilai Tim Penertiban Aset/Revaluasi Koreksi Nilai Tim
Penertiban Aset/ Revaluasi merupakan transaksi yang
digunakan untuk membukukan transaksi perubahan nilai/
kuantitas barang dikarenakan adanya perubahan
nilai/kuantitas akibat pelaksanaan penilaian oleh Tim
Penertiban BMN;
f) Koreksi Penyusutan BMN berupa aset tetap Koreksi
Penyusutan BMN berupa aset tetap, merupakan transaksi
yang digunakan untuk membukukan transaksi koreksi atas
nilai Penyusutan BMN berupa aset tetap dikarenakan adanya
kesalahan nilai Penyusutan BMN;
5) Penghapusan
Yang termasuk ke dalam transaksi Penghapusan yaitu:
a) Penghapusan, merupakan transaksi yang digunakan untuk

16
menghapus BMN sebagai akibat dari:
i) putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap clan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;
ii) ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

iii) sebab-sebab lain, seperti: susut, menguap, mencair,
kadaluarsa, mati/ cacat berat/ tidak produktif untuk
tanaman/hewan, clan sebagai akibat dari keadaan kahar
(force majeure);

b) Pemusnahan, merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapus BMN sebagai akibat dari pelaksanaan
pemusnahan fisik dan/atau kegunaan;
c) Penjualan, merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapus BMN sebagai akibat dari pengalihan BMN kepada
pihak lain, dengan memperoleh penggantian dalam bentuk
uang;
d) Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, merupakan transaksi
yang digunakan untuk menghapus BMN sebagai akibat dari
pengalihan BMN kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau badan hukum
lainnya untuk diperhitungkan sebagai modal/saham Negara;
e) Tukar menukar, merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapus BMN sebagai akibat dari pengalihan kepemilikan
BMN yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat dengan
pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk
barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang;
f) Hibah Keluar, merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapus BMN sebagai akibat dari penyerahan BMN yang
disebabkan barang telah diserahkan kepada instansi
Pemerintah Daerah, lembaga sosial, lembaga keagamaan
dan/atau lembaga lainnya yang dapat menerima hibah dari

17
Pemerintah Pusat;
g) Transfer Keluar, merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapus BMN sebagai akibat dari penyerahan BMN ke
Kuasa Pengguna Barang lain dalam lingkungan satu
Pengguna Barang atau diluar Pengguna Barang yang sama;
h) Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi yang digunakan
untuk menghapus BMN untuk dicatat kembali ke dalam
klasifikasi BMN yang baru;
i) Koreksi Pencatatan, merupakan transaksi yang digunakan
untuk menghapus BMN sebagai akibat dari perbaikan atas
kesalahan Pembukuan berupa kelebihan kuantitas barang
dan/atau kesalahan pencatatan;
j) Penyerahan Aset kepada Pengelola, merupakan transaksi
yang digunakan untuk menghapus BMN sebagai akibat dari
penyerahan BMN dari Pengguna Barang kepada Pengelola
Barang.
6) Penyusutan BMN berupa aset tetap
Penyusutan BMN berupa
aset tetap, merupakan transaksi penyesuaian atas nilai BMN
sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu
aset.
Penyesuaian nilai BMN tersebut dititikberatkan sebagai upaya
untuk menunjukkan pengurangan nilai BMN karena penggunaan
potensi manfaat aset yang disebabkan pemakaian dan/atau
pengurangan nilai BMN karena keusangan dan lain-lain.
7) Penghentian penggunaan dan penggunaan kembali BMN
a) Penghentian penggunaan BMN
Penghentian penggunaan BMN, merupakan transaksi untuk
mereklasifikasi aset tetap yang tidak digunakan untuk
keperluan operasional pemerintah dari akun Aset Tetap ke
dalam akun Aset Lainnya sebagai aset lain-lain.
b) Penggunaan kembali BMN, merupakan transaksi untuk

18
melakukan reklasifikasi BMN yang sebelumnya disajikan
dalam akun Aset Lainnya sebagai aset lain-lain ke dalam akun
Aset Tetap.
8) Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP). Transaksi untuk
membukukan aset yang proses pembangunannya membutuhkan
lebih dari 1 (satu) periode pelaporan.
a) Penambahan Saldo Awal KDP, merupakan transaksi untuk
melakukan Pembukuan KDP yang diperoleh pada periode
sebelumnya;
b) Perolehan KDP, merupakan transaksi untuk melakukan
Pembukuan pertama kali KDP;
c) Transfer Masuk KDP, merupakan transaksi untuk melakukan
Pembukuan KDP yang diperoleh dari satuan kerja lain di
tahun anggaran berjalan dalam lingkup Pemerintah Pusat;
d) Hibah Masuk KDP, merupakan transaksi perolehan BMN hasil
penerimaan KDP dari pihak ketiga di luar Pemerintah Pusat;
e) Pengembangan KDP, merupakan transaksi untuk melakukan
Pembukuan SPM/SP2D kedua, ketiga, atau selanjutnya untuk
1 (satu) KDP yang sudah pernah dibukukan pada pencatatan
awal KDP;
f) Koreksi Perubahan Nilai KDP, merupakan koreksi pencatatan
atas nilai KDP yang telah dicatat sebelumnya;
g) Transfer Keluar KDP, merupakan transaksi penyerahan KDP
ke satuan kerja lain dalam lingkup Pemerintah Pusat.
h) Hibah Keluar KDP, merupakan transaksi penyerahan KDP ke
satuan kerja lain dalam lingkup Pemerintah Pusat.
i) Penghapusan/Penghentian KDP, merupakan transaksi yang
digunakan untuk menghapuskan dari Pembukuan yang ada
dikarenakan adanya kebijakan penghentian atas KDP secara
permanen karena sebab tertentu atau adanya kesalahan
Pembukuan berupa kelebihan kuantitas dan/atau kesalahan

19
pencatatan.
9) Barang Rusak Berat/Barang Hilang
a) Transaksi Barang Rusak Berat
i. Transaksi Daftar Barang Rusak Berat, merupakan
transaksi untuk mengeluarkan BMN dalam kondisi rusak
berat atau usang yang telah dimohonkan
pemindahtanganan, pemusnahan, atau penghapusannya
kepada Pengelola Barang dari neraca dan melakukan
reklasifikasi ke dalam Daftar Barang Rusak Berat.
ii. Transaksi penghapusan BMN dari Daftar Barang Rusak
Berat, merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapuskan BMN kondisi rusak berat atau usang dari
Daftar Barang Rusak Berat.
b) Transaksi Barang Hilang
I. Transaksi Daftar Barang Hilang, merupakan transaksi
untuk mengeluarkan BMN yang dinyatakan hilang
berdasarkan dokumen sumber yang sah dan telah
dimohonkan penghapusannya kepada Pengelola Barang
dari neraca dan melakukan reklasifikasi ke dalam Daftar
Barang Hilang.
II. Transaksi penghapusan BMN dari Daftar Barang Hilang,
merupakan transaksi yang digunakan untuk
menghapuskan BMN yang dinyatakan hilang dari Daftar
Barang Hilang
g. Keluaran dari proses Pembukuan tingkat UAKPB
Dokumen yang dihasilkan dari proses Pembukuan BMN tingkat
UAKPB, meliputi:
1) Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP):
a) DBKP-Persediaan;
b) DBKP-Tanah;
c) DBKP-Gedung dan Bangunan;

20
d) DBKP-Alat Angkutan Bermotor;
e) DBKP-Alat Besar dan Persenjataan;
f) DBKP-Peralatan dan Mesin Selain Alat Angkutan Bermotor,
g) Alat Besar dan Persenjataan;
h) DBKP-Jalan, Irigasi, dan Jaringan selain Bangunan Air;
i) DBKP-Bangunan Air;
j) DBKP-Aset Tetap lainnya;
k) DBKP-Konstruksi Dalam Pengerjaan;
l) DBKP Aset Lainnya Berupa Aset Tak Berwujud;
m) DBKP-Barang Bersejarah;
n) DBKP-Barang Rusak Berat;
o) DBKP-Barang Hilang;
p) DBKP-Barang BPYBDS;
2) Buku Barang dan Kartu Identitas Barang, meliputi:
a) Buku Barang Kuasa Pengguna-lntrakomptabel;
b) Buku Barang Kuasa Pengguna-Ekstrakomptabel;
c) Buku Barang Kuasa Pengguna-Barang Bersejarah;
d) Buku Barang Kuasa Pengguna-Barang Persediaan;
e) Buku Barang-Konstruksi Dalam Pengerjaan;
f) Kartu Identitas Barang (KIB), terdiri atas:
i. KIB-Tanah;
ii. KIB-Gedung dan Bangunan;
iii. KIB-Bangunan Air;
iv. KIB-Alat Angkutan Bermotor;
v. KIB-Alat Besar;
vi. KIB-Senjata Api;
g) Daftar Barang Ruangan;
h) Daftar Barang Lainnya;
i) Buku Kuasa Pengguna Barang-Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP).
Dalam membukukan dan mencatat BMN ke dalam Buku Barang, Daftar

21
Barang, KIB, Daftar Barang Ruangan dan Daftar Barang Lainnya dapat
menggunakan sistem aplikasi yang sudah ada.

2.1.2. Tatacara Pembukuan di Tingkat Kantor Pelayanan Kekayaan


Negara dan Lelang (KPKNL)
KPKNL melaksanakan proses Pembukuan atas dokumen sumber
dalam rangka menghasilkan data transaksi BMN, Laporan BMN dan
laporan manajerial lainnya termasuk yang dananya bersumber dari
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Proses Pembukuan antara lain
Pembukuan untuk BMN berupa Tanah dan/atau Bangunan eks BMN idle
dan Pembukuan untuk BMN per Kementerian/ Lembaga.
a. Dokumen Sumber
KPKNL melakukan proses Pembukuan dokumen sumber dan
verifikasi BMN.
1) Pembukuan BMN berupa Tanah dan/atau Bangunan eks BMN idle
Dokumen sumber yang digunakan dalam proses Pembukuan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle adalah sebagai
berikut:

a) Saldo Awal
Buku Tanah Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle), Buku
Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle},
DBKP, LBKP, DBPL-KD, dan LBPL-KD periode sebelumnya, atau
LHI BMN.
b) Mutasi, meliputi perolehan, perubahan, dan penghapusan:
i. Berita Acara Serah Terima BMN berupa tanah dan/atau
bangunan eks BMN idle;
ii. Dokumen Kepemilikan tanah dan/atau bangunan eks BMN idle;
iii. Dokumen Pengadaan dan/ atau pemeliharaan tanah dan/atau
bangunan eks BMN idle;
iv. Dokumen pengelolaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan
eks BMN idle;

22
v. Dokumen lainnya yang sah.
2) Pembukuan BMN per Kementerian/ Lembaga
Dokumen sumber yang digunakan dalam proses Pembukuan BMN per-
Kementerian/Lembaga pada tingkat KPKNL adalah sebagai berikut:
a) Saldo Awal
i. DBMN-KD per Kementerian/ Lembaga dan LBMN-KD per-
Kementerian/ Lembaga periode sebelumnya.
ii. DBKP, LBKP, LKB, dan LHI BMN dari UAKPB.
b) Mutasi, meliputi perolehan, perubahan dan penghapusan yang
dilaporkan oleh UAKPB, meliputi DBKP, LBKP, LKB dan Laporan
Inventarisasi BMN dari UAKPB.
b. Jenis Transaksi Pembukuan BMN
Transaksi yang dicatat dalam Pembukuan BMN oleh KPKNL antara lain
untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle, meliputi
saldo awal, perolehan, perubahan, dan penghapusan.
1) Saldo Awal
a) Saldo Akhir Periode Sebelumnya, merupakan akumulasi dari
seluruh transaksi BMN berupa tanah dan/atau bangunan eks
BMN idle periode sebelumnya.
b) Koreksi Saldo, merupakan
koreksi perubahan atas saldo akhir BMN berupa tanah
dan/atau bangunan eks BMN idle pada periode sebelumnya
yang dikarenakan:
i. adanya koreksi pencatatan atas nilai/kuantitas BMN berupa
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle yang telah dicatat
dan telah dilaporkan dalam periode sebelumnya; dan
ii. penambahan/pengurangan sebagai akibat dari pelaksanaan
Inventarisasi.
2) Perolehan
a) Hibah Masuk, merupakan transaksi perolehan BMN berupa
tanah dan/ atau bangunan eks BMN idle yang diperoleh dari
hibah/sumbangan atau yang sejenis dari luar Pemerintah

23
Pusat;
b) Pelimpahan Masuk, merupakan transaksi perolehan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dari KPKNL
dalam lingkup Kanwil DJKN yang sama atau dari KPKNL dalam
lingkup Kanwil DJKN yang lain;
c) Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan
BMN berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dari hasil
penyelesaian pembangunan berupa bangunan/gedung dan
BMN lainnya yang telah diserahterimakan dengan Berita Acara
Serah Terima;
d) Pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, merupakan BMN berupa
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle yang diperoleh dari
pelaksanaan kerjasama pemanfaatan, bangun guna
serah/bangun serah guna, tukar menukar, dan
perjanjian/kontrak lainnya;
e) Pembatalan Penghapusan, merupakan pencatatan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dari hasil
pembatalan Penghapusan yang sebelumnya telah
dihapuskan/dikeluarkan dari Pembukuan berdasarkan
Keputusan Penghapusan;
f) Rampasan, merupakan transaksi perolehan BMN berupa tanah
dan/atau bangunan eks BMN idle dari hasil rampasan
berdasarkan pelaksanaan ketentuan undang-undang atau
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
g) Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi BMN berupa tanah
dan/atau bangunan eks BMN idle yang sebelumnya telah
dicatat dengan penggolongan dan kodefikasi BMN berupa
tanah dan/ atau bangunan eks BMN idle yang lain;
h) Transfer Masuk, merupakan transaksi penyerahan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dari KPB

24
kepada KPKNL.
3) Perubahan BMN
a) Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan
kuantitas/nilai BMN berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN
idle yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang
pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang;
b) Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle yang
dikapitalisasi yang mengakibatkan perubahan nilai/ satuan
BMN berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dalam
buku tanah eks BMN idle dan/atau buku gedung dan bangunan
eks BMN idle;
c) Perubahan kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle;
d) Revaluasi, merupakan transaksi perubahan nilai BMN berupa
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle yang dikarenakan
adanya nilai baru dari BMN berupa tanah dan/atau bangunan
eks BMN idle.
4) Penghapusan BMN
a) Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dari
Pembukuan berdasarkan suatu Keputusan Penghapusan;
b) Transfer Keluar, merupakan transaksi penyerahan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dari KPKNL
kepada KPB;

c) Hibah Keluar, merupakan transaksi penyerahan BMN berupa
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle yang disebabkan oleh
pelaksanaan hibah atau yang sejenis dari luar pemerintah
pusat;
d) Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN berupa tanah
dan/atau bangunan eks BMN idle ke dalam dengan transaksi

25
reklasifikasi masuk;
e) Pelimpahan Keluar, merupakan transaksi penyerahan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan eks BMN idle kepada KPKNL
dalam lingkup Kanwil DJKN yang sama atau kepada KPKNL
dalam lingkup Kanwil DJKN yang lain;
f) Pertukaran, merupakan transaksi pengalihan BMN berupa
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle dengan menerima
penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya
dengan nilai seimbang.
c. Prosedur Pembukuan
1) Proses pertama kali
a) Pembukuan BMN berupa Tanah dan/atau Bangunan Eks BMN
idle

i. Membukukan dan mencatat semua BMN berupa tanah
dan/atau bangunan eks BMN idle ke dalam Buku Tanah
Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle) dan Buku Gedung
dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle).
ii. Menyusun dan mendaftarkan semua BMN berupa tanah
dan/atau bangunan eks BMN idle ke dalam DBPL-KD.
iii. Meminta pengesahan DBPL-KD kepada penanggung jawab
KPKNL (Kepala Kantor).
b) Pembukuan BMN per Kementerian/ Lembaga
i. Mendaftarkan semua BMN ke dalam DBMN-KD per
Kementerian/Lembaga, yang datanya berasal dari DBKP di
wilayah kerjanya.
ii. Meminta pengesahan DBMN-KD per Kementerian/Lembaga
kepada penanggung jawab KPKNL (Kepala Kantor).
2) Proses rutin
a) Pembukuan BMN berupa Tanah dan/atau Bangunan Eks BMN
idle
i. Membukukan dan mencatat data transaksi BMN berupa

26
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle ke dalam Buku
Tanah Pengelola Kantor Daerah (Eks BMN idle) dan Buku
Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah (Eks BMN
idle) berdasarkan dokumen sumber.
ii. Membukukan dan mencatat perubahan kondisi BMN berupa
tanah dan/atau bangunan eks BMN idle ke dalam Buku
Tanah Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle) dan Buku
Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah (eks BMN
idle) berdasarkan dokumen sumber.
iii. Membukukan dan mencatat PNBP yang bersumber dari
pengelolaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan eks
BMN idle yang berada dalam penguasaannya.
iv. Mengarsipkan/menyimpan asli, duplikat, dan/atau fotokopi
dokumen kepemilikan BMN berupa tanah dan/ atau
bangunan, dokumen Penatausahaan BMN, dan dokumen
pengelolaan BMN secara tertib
b) Pembukuan BMN per Kementerian/ Lembaga
i. Mendaftarkan data mutasi BMN ke dalam DBMN-KD per
Kementerian/Lembaga berdasarkan dokumen sumber.
ii. Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam DBMN-KD per
Kementerian/Lembaga berdasarkan dokumen sumber.
iii. Menghimpun data PNBP yang bersumber dari pengelolaan
BMN yang berasal dari Laporan PNBP UAKPB di wilayah
kerjanya.
iv. Mengarsipkan/menyimpan asli dan/atau fotokopi/salinan
dokumen kepemilikan BMN berupa tanah clan/atau
bangunan, dokumen Penatausahaan BMN, clan dokumen
pengelolaan BMN secara tertib.
3) Proses Semesteran
a) Pembukuan BMN berupa Tanah clan/atau Bangunan Eks BMN
idle

27
i. Mencatat setiap perubahan DBPL-KD berdasarkan data dari
Buku Tanah clan Buku Gedung clan Bangunan.
ii. Meminta pengesahan DBPL-KD kepada penanggung jawab
KPKNL.
b) Pembukuan BMN per Kementerian/Lembaga
i. Mencatat setiap perubahan DBMN-KD per Kementerian
/Lembaga berdasarkan data dari DBKP di wilayah kerjanya.
ii. Meminta pengesahan DBMN-KD per Kementerian/Lembaga
kepada penanggung jawab KPKNL.
iii. Melakukan rekonsiliasi atas DBMN-KD per Kementerian
/Lembaga dengan DBKP pada UAKPB, jika diperlukan.
4) Proses Akhir Periode Pembukuan
a) Pembukuan BMN berupa Tanah dan/atau Bangunan Eks BMN
idle
i. Mencatat perubahan kondisi BMN berupa tanah clan/atau
bangunan eks BMN idle yang telah disahkan oleh
penanggungjawab KPKNL ke dalam DBPL-KD, Buku
Tanah Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle) dan Buku
Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah (eks
BMN idle).
ii. Melakukan proses pencadangan (back up) data dan tutup
tahun.
b) Pembukuan BMN per-Kementerian/ Lembaga
Melakukan proses pencadangan (back up) data dan tutup
tahun.
5) Proses Lainnya
a) Membukukan dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku
Tanah Pengelola Kantor Daerah (eks BMN idle) dan Buku
Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah (eks BMN
idle).
c) Mendaftarkan BMN Rusak Berat/Hilang ke dalam DBMN-KD

28
Barang Rusak Berat/Barang Hilang, yang datanya berasal dari
DBKP-Barang Rusak Berat/Barang Hilang di wilayah kerjanya.
d) Mendaftarkan Barang BPYBDS ke dalam DBMN-KD Barang
BPYBDS, yang datanya berasal dari DBKP-Barang BPYBDS di
wilayah kerjanya.
d. Penggolongan dan Kodefikasi, Nomor Urut Pendaftaran (NUP), Satuan
Barang, Kapitalisasi Barang, Penentuan Kondisi, Kode Lokasi, Kode
Barang, dan Kode Registrasi untuk BMN berupa tanah dan/atau
bangunan Eks BMN idle mengacu pada Peraturan Menteri tersendiri.
e. Keluaran dari proses Pembukuan tingkat KPKNL
Dokumen yang dihasilkan dari proses Pembukuan BMN di KPKNL
antara lain meliputi:
1) Daftar Barang Pengelola Kantor Daerah (DBPL-KD), antara lain
DBPL-KD berupa Tanah dan/atau Bangunan eks BMN Idle,
meliputi:
a) DBPL-KD Tanah eks BMN Idle.
b) DBPL-KD Gedung dan Bangunan eks BMN Idle.
2) Buku dan Kartu Identitas Tanah dan/atau Bangunan Pengelola (eks
BMN Idle), meliputi:
a) Buku Tanah Pengelola Kantor Daerah;
b) Buku Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor Daerah;
c) Kartu Identitas Tanah Pengelola Kantor Daerah;
d) Kartu Identitas Gedung dan Bangunan Pengelola Kantor
Daerah;
e) Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pengelola
Kantor Daerah.
3) Daftar Barang Milik Negara Kantor Daerah (DBMN-KD) per
Kementerian/Lembaga berupa himpunan DBKP di wilayah
kerjanya, yang berisi:
a) DBMN-KD Persediaan per Kementerian/Lembaga;
b) DBMN-KD Tanah per Kementerian/Lembaga;

29
c) DBMN-KD Gedung dan Bangunan per Kementerian/Lembaga;
d) DBMN-KD Alat Angkutan Bermotor per Kementerian/Lembaga;
e) DBMN-KD Alat Besar dan Persenjataan per
Kementerian/Lembaga;
f) DBMN-KD Peralatan dan Mesin Selain Alat Angkutan
Bermotor, Alat Besar dan Persenjataan per Kementerian/
Lembaga;
g) DBMN-KD Jalan, Irigasi, Jaringan selain Bangunan Air per
Kernenterian/Lembaga;
h) DBMN-KD Bangunan Air per Kementerian/Lembaga;
i) DBMN-KD Aset Tetap Lainnya per Kementerian/Lembaga;
j) DBMN-KD Konstruksi Dalam Pengerjaan per
Kementerian/Lembaga;
k) DBMN-KD Barang Bersejarah per Kementerian/Lembaga;
l) DBMN-KD Aset Lainnya Berupa Aset Tak Berwujud per
Kementerian/Lembaga;
m) DBMN-KD Barang Hilang/Barang Rusak Berat yang telah
diusulkan penghapusannya kepada Pengelola Barang/
Barang BPYBDS per Kementerian/ Lembaga.

2.2. Inventarisasi BMN


Menurut PMK Nomor 181/PMK.06/2016, inventarisasi adalah kegiatan
untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan
BMN. Maksud inventarisasi adalah untuk mengetahui jumlah dan nilai serta
kondisi BMN yang sebenarnya. Tujuannya adalah agar semua BMN terdata
dengan baik dalam upaya mewujudkan tertib administrasi dan
memudahkan pelaksanaan pengelolaan BMN. Inventarisasi ini
dilaksanakan oleh Pengguna Barang sekurang-kurangnya satu tahun
sekali untuk Barang Persediaan dan Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)
sedangkan untuk BMN selain Barang Persediaan dan KDP dilaksanakan
sekurang-kurangnya tiap lima tahunan.

30
Dalam pelaksanaan inventarisasi BMN lima tahunan, Pengguna
Barang dapat membentuk Tim Inventarisasi yang terdiri dari anggota dari
Pengguna Barang dan dibantu dengan anggota dari Pengelola Barang.
Untuk Tanah, gedung dan Bangunan yang idle, pelaksanaan
inventaisasinya dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah sebelumnya
dilakukan penyerahan oleh Pengguna Barang atas Tanah, Gedung dan
Bangunan yang idle tersebut. Hasil kerja Tim Inventarisasi akan dituangkan
dalam Berita Acara Inventarisasi. Untuk inventarisasi BMN yang tidak
dikuasai oleh unit penatausahaan (baik Pengguna Barang maupun
Pengelola Barang) harus dibuat Berita Acara Inventarisasi yang
ditandatangani oleh Unit Penatausahaan dan Unit yang menguasai BMN.
Penanggungjawab pelaksanaan inventarisasi pada Pengguna Barang
adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang dikuasakan,
sedangkan untuk Pengelola Barang adalah Direktur Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) atau pejabat yang dikuasakan. Berikut ini diuraikan
inventarisasi BMN lima tahunan yang dilaksanakan oleh UAKPB, UAPPB-
W, UAPPB-E1 dan UAPB.

2.2.1. Inventarisasi BMN pada UAKPB

2.2.1.1. Tahap Persiapan


Persiapan yang dilakukan untuk kegiatan inventarisasi BMN tingkat
UAKPB adalah sebagai berikut:
a. Membentuk tim inventarisasi di bawah koordinasi UAPPB-W, UAPPB-
E1 atau UAPB, dan dapat dibantu oleh unit kerja lain pada Pengguna
Barang dan Pengelola Barang.
b. Menyusun rencana kerja pelaksanaan inventarisasi.
c. Mengumpulkan dokumen sumber, antara lain:
1). Daftar Barang Kuasa Penggguna
2). Buku Barang
3). Kartu Identitas Barang
4). Daftar Barang Ruangan

31
5). Daftar Barang Lainnya
6). Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan
7). Dokumen kepemilikan BMN
8). Dokumen pengelolaan dan penatausahaan
9). Dokumen lainnya yang dianggap perlu
d. Melakukan pemetaan pelaksanaan inventarisasi, antara lain :
1) Menyiapkan denah lokasi.
2) Memberi nomor/nama ruangan dan penanggungjawab ruangan pada
denah lokasi.
e. Menyiapkan blanko label sementara (dari kertas) yang akan ditempelkan
pada BMN yang bersangkutan.
f. Menyiapkan data awal.
g. Menyiapkan Kertas Kerja Inventarisasi beserta tata cara pengisiannya.

2.2.1.2. Tahap pelaksanaan


Pelaksanaan inventarisasi BMN dilakukan dalam dua tahap yaitu
tahap pendataan dan tahap identifikasi yang akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Tahap pendataan
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pendataan meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
a) Menghitung jumlah barang.
b) Meneliti kondisi barang (baik, rusak ringan atau rusak berat).
c) Menempelkan label registrasi sementara pada BMN yang telah dihitung.
d) Mencatat hasil inventarisasi tersebut pada Kertas Kerja Inventarisasi.

2. Tahap identifikasi
Setelah pendataan, selanjutnya akan dilakukan identifikasi dengan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Pemberian nilai BMN sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.

32
b) Mengelompokkan barang dan memberikan kode barang sesuai
penggolongan dan kodefikasi barang.
c) Pemisahan barang-barang berdasarkan kategori kondisi :
1). Barang Baik dan Rusak Ringan
2). Barang Rusak Berat /tidak dapat dipakai lagi
d) Meneliti kelengkapan/eksistensi barang dengan membandingkan data
hasil inventarisasi dan data awal/dokumen sumber:
1) Barang yang tidak diketemukan/hilang
2) Barang yang berlebih.

2.2.1.3. Tahap pelaporan


Setelah melakukan pendataan dan identifikasi langkah selanjutnya
dari inventarisasi BMN adalah melaporkan hasil inventarisasi dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Menyusun Daftar Barang Hasil Inventarisasi (DBHI) yang telah
diinventarisasi berdasarkan data kertas kerja dan hasil identifikasi,
dengan kriteria :
a) Barang Baik dan Rusak Ringan
b) Barang Rusak Berat/tidak dapat dipakai lagi
c) Barang yang tidak diketemukan/hilang
d) Barang yang berlebih.
2. Membuat surat pernyataan kebenaran hasil pelaksanaan inventarisasi.
3. Menyusun laporan hasil inventarisasi BMN.
4. Meminta pengesahan atas laporan hasil inventarisasi BMN beserta
DBHI dan surat pernyataan kepada penanggung jawab UAKPB.
5. Menyampaikan laporan hasil inventarisasi beserta kelengkapannya
kepada UAPPB-W, UAPPB-E1, atau UAPB dengan tembusan kepada
KPKNL.

33
2.2.1.4. Tahap tindak lanjut
Langkah terakhir dari inventarisasi BMN adalah melakukan tindak
lanjut yaitu antara lain dengan tindak lanjut pembukuan, tindak lanjut
penghapusan atau tindak lanjut lainnya sesuai dengan hasil inventarisasi
yang dilakukan, yang diuraikan sebagai berikut:
1. Membukukan dan mendaftarkan data hasil inventarisasi pada Buku
Barang, Kartu Identitas Barang (KIB) dan Daftar Barang Kuasa
Pengguna.
2. Memperbaharui DBR dan DBL sesuai dengan hasil inventarisasi yang
telah ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang
dikuasakan.
3. Menempelkan blanko label permanen pada masing-masing barang yang
diinventarisasi sesuai hasil inventarisasi.
4. Jika diperlukan, UAKPB dapat melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran
data hasil inventarisasi dengan UAPPB-W, UAPPB-E1 atau UAPB dan
KPKNL.
5. Untuk barang yang hilang/tidak diketemukan agar ditindaklanjuti sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

2.2.2. Inventarisasi BMN pada UAPPB-W

Prosedur pelaksanaan Inventarisasi BMN pada tingkat UAPPB-W


terdiri dari
4 (empat) tahap, yaitu tahap persiapan, tahap identifikasi, tahap pelaporan
dan tahap tindak lanjut.

2.2.2.1. Tahap persiapan


Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh UAPPB-W pada tahap
persiapan ini adalah:
1. Mengkoordinasikan rencana pelaksanaan inventarisasi BMN dengan
UAKPB di wilayah kerjanya.
2. Mengumpulkan dokumen sumber, terdiri dari:

34
a. Laporan hasil inventarisasi dari UAKPB
b. Daftar Barang Hasil Inventarisasi (DBHI) dari UAKPB
c. Surat pernyataan kebenaran hasil pelaksanaan inventarisasi

2.2.2.2 Tahap pelaksanaan


Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh UAPPB-W adalah
melakukan bimbingan dan memberikan arahan kepada UAKPB di wilayah
kerjanya dalam melakukan inventarisasi BMN.

2.2.2.3. Tahap pelaporan


Kegiatan-kegiatan pada tahap pelaporan hasil inventarisasi yang
dilakukan UAPPB-W adalah:
1. Menyusun laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN
yang datanya berasal dari himpunan laporan hasil inventarisasi BMN
dari UAKPB di wilayah kerjanya.
2. Meminta pengesahan atas laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan
inventarisasi BMN kepada pejabat penanggung jawab UAPPB-W.
3. Menyampaikan laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi
BMN beserta kelengkapannya kepada UAPPB-E1 atau UAPB.

2.2.2.4. Tahap tindak lanjut


Adapun tindak lanjut dari hasil inventarisasi BMN, UAPPB-W akan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mencatat dan mendaftarkan hasil pelaksanaan inventarisasi yang telah
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang
dikuasakan pada DBP-W.
2. Jika diperlukan, UAPPB-W dapat melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran
data hasil inventarisasi dengan UAKPB.

35
2.2.3. Inventarisasi BMN pada UAPPB-E1

Inventarisasi BMN pada UAPPB-E1 juga dilaksanakan dalam empat


tahap, sebagai berikut:

2.2.3.1. Tahap persiapan


Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Mengkoordinasikan rencana pelaksanaan inventarisasi BMN dengan
UAPPB-W atau UAKPB di wilayah kerjanya.
2. Membentuk tim inventarisasi yang dikoordinir oleh UAPB dan dapat
dibantu oleh unit kerja lain pada lingkup Eselon 1 yang bersangkutan
pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang.
3. Mengumpulkan dokumen sumber, yaitu:
a. Laporan hasil inventarisasi BMN dari UAKPB dan/atau
b. Laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN dari
UAPB-W.

2.2.3.2. Tahap pelaksanaan


Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh UAPPB-E1 pada tahap ini
adalah:
1. Melakukan bimbingan dan memberikan arahan kepada UAKPB atau
UAPPB-W di wilayah kerjanya dalam melakukan inventarisasi BMN.
2. Jika diperlukan, UAPPB-E1 dapat melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran
data hasil inventarisasi dengan UAPPB-W atau UAKPB.

2.2.3.3. Tahap pelaporan


Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh UAPPB-E1
adalah sebagai berikut:
1. Menyusun laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN
yang datanya berasal dari himpunan hasil inventarisasi dari UAKPB atau
laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN.

36
2. Meminta pengesahan atas laporan rekaputilasi hasil pelaksanaan
inventarisasi BMN kepada penanggung jawab UAPPB-E1.
3. Menyampaikan laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi
kepada UAPB.

2.2.3.4. Tahap evaluasi/tindak lanjut


Tindak lanjut dari inventarisasi BMN pada UAPPB-E1 adalah
mencatat dan mendaftarkan hasil pelaksanaan inventarisasi yang telah
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang dikuasakan,
pada DBP-E1.

2.2.4. Inventarisasi BMN pada UAPB

Inventarisasi BMN yang dilaksanakan oleh kementerian


negara/lembaga sebagai UAPB dilaksanakan dalam tahap-tahap sebagai
berikut:

2.2.4.1. Tahap persiapan


Persiapan inventarisasi BMN yang dilakukan oleh UAPB adalah
sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan rencana pelaksanaan inventarisasi BMN dengan
UAKPB, UAPPB-W dan/atau UAPPB-E1.
2. Dalam pelaksanaan inventarisasi, dapat dibentuk tim inventarisasi dan
dapat dibantu oleh unit kerja lain pada Pengguna Barang dan Pengelola
Barang.
3. Mengumpulkan dokumen sumber, terdiri dari:
a. Laporan hasil inventarisasi BMN dari UAKPB dan/atau
b. Laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN dari
UAPPB-W, dan/atau
c. Laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN dari
UAPPB-E1.

37
2.2.4.2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, UAPB melakukan kegiatan menghimpun
hasil pelaksanaan inventarisasi dari UAKPB, UAPPB-W atau UAPPB-E1 ke
dalam Daftar Barang Inventarisasi.

2.2.4.3. Tahap pelaporan


Setelah pelaksanaan inventarisasi BMN, UAPB melakukan pelaporan
hasil inventarisasi, sebagai berikut:
1. Menyusun laporan hasil inventarisasi berdasarkan himpunan hasil
inventarisasi dari UAKPB, UAPPB-W atau UAPPB-E1.
2. Menyusun konsep surat pernyataan kebenaran pelaksanaan
inventarisasi dari Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang
dikuasakan.
3. Meminta pengesahan atas laporan hasil inventarisasi beserta daftar
barang inventarisasi dan surat pernyataan kepada penanggung jawab
UAPB.
4. Meminta pengesahan atas konsep surat pernyataan kebenaran
pelaksanaan inventarisasi dari Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat
yang dikuasakan.
5. Menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada DJKN.

2.2.4.4. Tahap tindak lanjut


Tindak lanjut dari hasil inventarisasi BMN yang dilakukan oleh UAPB
adalah:
1. Mencatat dan mendaftarkan hasil inventarisasi yang telah ditetapkan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga pada DBP.
2. Jika diperlukan, UAPB dapat melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran data
hasil inventarisasi dengan UAKPB, UAPPB-W atau UAPPB-E1.

38
2.3. Pelaporan BMN
Menurut PMK Nomor 181/PMK.06/2016, Pelaporan BMN adalah
kegiatan penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh unit
penatausahaan BMN pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang.
Semua data dan informasi mengenai BMN disajikan dan disampaikan
kepada pihak yang berkepentingan dengan akurat guna mendukung
pelaksanaan pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan BMN dan
sebagai bahan penyusunan Neraca Pemerintah Pusat.
Pelaporan BMN sangat dibutuhkan dalam pengelolaan BMN karena
dalam beberapa kegiatan pengelolaan BMN akan dilakukan pengambilan
keputusan, seperti perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, penghapusan dan
pemindahtangan. Pada saat menyusun Daftar Kebutuhan Barang Milik
Negara dalam rangka pelaksanaan program kementerian negara/lembaga
dibutuhkan data ketersediaan BMN. BMN yang tersedia dapat diketahui
jenis, jumlah dan nilainya dari Laporan BMN yang disusun oleh Pengguna
Barang dan Pengelola Barang. Kemudian untuk kepentingan dalam
penganggaran belanja pemeliharaan dalam Daftar Kebutuhan
Pemeliharaan BMN juga dilihat dari Laporan BMN.
Untuk pengambilan keputusan terkait dengan penetapan status
penggunaan, laporan BMN juga diperlukan untuk pertimbangan atas
penetapan status penggunaan atau alih status penggunaan. Demikian juga
dengan keputusan terkait dengan pemanfaatan, penghapusan dan
pemindahtangan juga didasarkan pada data dan informasi yang disajikan
dalam laporan BMN, apakah usul pemanfaatan, penghapusan dan
pemindahtangan dapat disetujui atau tidak dengan melihat ketersediaan
BMN yang dapat memenuhi kebutuhan untuk pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi kementerian negaran/lembaga.
Untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat, laporan BMN
sangat dibutuhkan untuk penyusunan neraca pemerintah karena sebagian
data untuk menyusun neraca diperoleh dari laporan BMN. Data BMN untuk

39
penyusunan neraca, antara lain Aset Lancar berupa persediaan, seluruh
Aset Tetap dan sebagian Aset Lainnya seperti Aset Tak Berwujud dan Aset
Tetap yang tidak digunakan dalam operasi pemerintah. Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat berupa neraca yang disusun oleh Unit Akuntansi
Keuangan hanya bisa dilakukan apabila telah mendapat data dari hasil
penatausahaan BMN berupa Laporan BMN. Unit Akuntansi Keuangan dan
Unit Akuntansi Barang merupakan unit yang berada dalam Sistem
Akuntansi Instansi (SAI). SAI merupakan bagian dari Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP), yang terbagi dalam dua subsistem yaitu Sistem
Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI).

2.3.1. Pelaporan BMN Tingkat UAKPB


2.3.1.1. Dokumen Sumber untuk Penyusunan Laporan BMN Tingkat
UAKPB
Laporan BMN disusun berdasarkan data-data yang berasal dari
kegiatan pembukuan BMN. Data-data hasil pembukuan inilah yang disebut
sebagai dokumen sumber pelaporan. Dokumen sumber pelaporan tingkat
UAKPB terdiri dari:
1) Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)
2) Buku Barang
3) Kartu Identitas Barang (KIB)
4) Dokumen inventarisasi BMN
5) Dokumen pembukuan lainnya

2.3.1.2. Jenis-jenis Laporan BMN Tingkat UAKPB


Laporan BMN terdiri dari Daftar Barang Kuasa Pengguna, Laporan
BMN Semesteran dan Laporan BMN Akhir Tahun. Masing-masing laporan
akan diuraikan berikut ini sesuai dengan unit penatausahaannya.

40
1. Daftar Barang Kuasa Pengguna
Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data BMN
yang disusun oleh masing-masing UAKPB pada Kuasa Pengguna Barang
yang terdiri dari BMN yang telah ada sebelum diberlakukannya PMK Nomor
181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan BMN. Daftar ini dibuat untuk
pertama kali oleh Kuasa Pengguna Barang dalam pelaksanaan
penatausahaan terhadap BMN. Daftar Barang Kuasa Pengguna inilah yang
digunakan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagai laporan BMN untuk
pertama kalinya. Daftar Barang Kuasa Pengguna ini sangat dibutuhkan
terkait dengan penyusunan neraca awal.
Adapun batasan penyajian untuk penyampaian Daftar Barang Kuasa
Pengguna (DBKP) untuk pertamakali, dan batasan penyajian untuk
penyampaian mutasi BMN oleh unit penatausahaan Kuasa Pengguna
Barang adalah sebagai berikut :
1. DBKP berupa persediaan, sampai dengan sub-sub kelompok barang.
2. DBKP berupa Aset Tetap
a. Tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan bermotor, disajikan
oleh dengan sub-sub kelompok barang.
b. Aset tetap selain tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan
bermotor, disajikan sampai dengan sub-sub kelompok barang.
3. DBKP berupa Aset Lainnya
a. Tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkut bermotor, disajikan
sampai dengan sub-sub kelompok barang.
b. Aset lainnya selain tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkut
bermotor, disajikan sampai dengan sub-sub kelompok barang.

2. Laporan BMN Semesteran


Pelaporan BMN selanjutnya setelah diberlakukannya PMK Nomor
181/PMK.06/2016 adalah menggunakan Laporan Barang Kuasa Pengguna
yaitu laporan yang disusun oleh Kuasa Pengguna Barang yang menyajikan
posisi BMN pada awal dan akhir periode tertentu secara semesteran dan

41
tahunan serta mutasi yang terjadi selama periode tersebut. Untuk UAKPB,
laporan BMN yang disajikan tiap semester yaitu Semester I dan Semester
II disebut dengan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS).
LBKPS terdiri dari:
a. Laporan Persediaan Semester I dan Semester II
Berisi nilai persediaan dalam kondisi baik sampai dengan sub kelompok
barang akhir semester.
b Laporan Aset Tetap Semester I dan Semester II, selain Konstruksi
Dalam Pengerjaan (KDP), yang terdiri dari:
1) Laporan intrakomptabel
Berisi saldo awal semester Aset Tetap selain KDP, mutasi (tambah,
kurang) dan saldo akhir semester Aset Tetap selain KDP dalam
kuantitas dan nilai, yang memenuhi nilai minimum kapitalisasi,
dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan
sub-sub kelompok barang.
2) Laporan ekstrakomptabel,
Berisi saldo awal semester Aset Tetap selain KDP, mutasi (tambah,
kurang) dan saldo akhir semester Aset Tetap selain KDP dalam
kuantitas dan nilai, yang tidak memenuhi nilai minimum kapitalisasi,
dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan
sub-sub kelompok barang.
3) Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
Berisi saldo awal semester Aset Tetap selain KDP, mutasi (tambah,
kurang) dan saldo akhir semester Aset Tetap selain KDP seluruhnya
dalam kuantitas dan nilai, dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak
berat, sampai dengan sub-sub kelompok barang.
c. Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan Semester I dan Semester II
Berisi saldo awal semester KDP, penambahan, KDP yang menjadi aset
definitif dalam nilai, dan saldo akhir semester KDP sampai dengan sub-
sub kelompok barang.
d. Laporan Aset Lainnya Semester I dan Semester II

42
Berisi saldo awal semester Aset Lainnya, mutasi (tambah, kurang) dan
saldo akhir semester Aset Lainnya dalam kuantitas dan nilai, dalam
kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan sub-sub
kelompok barang
e. Laporan Barang Bersejarah Semester I dan Semester II,
Berisi saldo awal semester Barang bersejarah, mutasi (tambah,kurang)
dan saldo akhir semester Barang Bersejarah dalam kuantitas (tanpa
nilai), sampai dengan sub-sub kelompok barang.
f. Catatan Ringkas Barang Semester I dan Semester II.
Berisi jenis transaksi BMN pada masing-masing sub-sub kelompok
barang baik intrakomptabel, ekstrakomptabel maupun gabungan dalam
kuantitas dan nilai. Catatan ringkas ini merupakan data untuk
penyusunan laporan keuangan berupa Catatan Atas Laporan Keuangan
(CALK).

3. Laporan BMN Akhir Tahun


Untuk UAKPB, laporan BMN yang disajikan tiap akhir tahun disebut
dengan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT). LBKPT terdiri
dari:
a. Laporan Persediaan Tahunan
Berisi nilai persediaan dalam kondisi baik sampai dengan sub kelompok
barang pada akhir tahun.
b Laporan Aset Tetap Tahunan, selain Konstruksi Dalam Pengerjaan
(KDP), yang terdiri dari:
1) Laporan intrakomptabel Tahunan
Berisi saldo awal tahun Aset Tetap selain KDP, mutasi (tambah,
kurang) dan saldo akhir tahun Aset Tetap selain KDP dalam
kuantitas dan nilai, yang memenuhi nilai minimum kapitalisasi,
dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan
sub-sub kelompok barang pada akhir tahun.
2) Laporan ekstrakomptabel Tahunan,

43
Berisi saldo awal tahun Aset Tetap selain KDP, mutasi (tambah,
kurang) dan saldo akhir tahun Aset Tetap selain KDP dalam
kuantitas dan nilai, yang tidak memenuhi nilai minimum kapitalisasi,
dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan
sub-sub kelompok barang pada akhir tahun.
3) Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel Tahunan
Berisi saldo awal tahun Aset Tetap selain KDP, mutasi (tambah,
kurang) dan saldo akhir tahun Aset Tetap selain KDP seluruhnya
dalam kuantitas dan nilai, dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak
berat, sampai dengan sub-sub kelompok barang.
c. Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan Tahunan
Berisi saldo awal tahun KDP, penambahan dan KDP yang menjadi aset
definitif dalam nilai, sampai dengan sub-sub kelompok barang pada
akhir tahun.
d. Laporan Aset Lainnya Tahunan
Berisi saldo awal tahun Aset Lainnya, mutasi (tambah, kurang) dan saldo
akhir tahun Aset Lainnya dalam kuantitas dan nilai, dalam kondisi baik,
rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan sub-sub kelompok barang
e. Laporan Barang Bersejarah Tahunan
Berisi saldo awal tahun Barang bersejarah, mutasi (tambah,kurang) dan
saldo akhir tahun Barang Bersejarah dalam kuantitas (tanpa nilai),
sampai dengan sub-sub kelompok barang.
f. Catatan Ringkas Barang Tahunan
Berisi jenis transaksi BMN pada masing-masing sub-sub kelompok
barang baik intrakomptabel, ekstrakomptabel maupun gabungan dalam
kuantitas dan nilai. Catatan ringkas ini merupakan data untuk
penyusunan laporan keuangan berupa Catatan Atas Laporan Keuangan
(CALK).
g. Laporan mutasi BMN
Berisi mutasi BMN (tambah, kurang) per sub-sub kelompok barang
selama satu tahun.

44
h. Laporan Kondisi Barang (LKB)
Melaporkan kondisi barang dalam semua kondisi (baik, rusak ringan,
rusak berat) atau per masing-masing kondisi sampai dengan sub-sub
kelompok barang.
i. Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)
Berisi data-data BMN hasil inventarisasi per sub-sub kelompok barang
untuk BMN selain persediaan.
j. Laporan PNBP (yang bersumber dari pengelolaan BMN)
Merupakan laporan pendapatan negara bukan pajak yang diperoleh dari
pemanfaatan dan pemindahtangan BMN.
k. Arsip Data Komputer (ADK)
Merupakan data-data elektronik hasil input berdasarkan dokumen
sumber transaksi BMN.

2.3.1.3. Prosedur Pelaporan UAKPB


1. Proses pertama kali
Proses pertama kali, UAKPB menyampaikan DBKP yang telah
disahkan oleh penanggung jawab UAKPB yang berisi semua BMN
yang telah ada sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 120/PKM.06/2007 beserta ADK-nya untuk pertama kali kepada
UAPPB-W, UAPPB-E1, atau UAPB dan KPKNL.
2. Proses semesteran
Tiap semester, UAKPB melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Menyusun laporan mutasi BMN pada DBKP berdasarkan data
transaksi BMN.
b) Meminta pengesahan laporan mutasi BMN kepada pejabat
penanggung jawab UAKPB
c) Menyampaikan laporan mutasi BMN pada DBKP yang telah
disahkan oleh penanggung jawab UAKPB beserta ADK-nya
kepada UAPPB-W, UAPPB-E1, atau UAPB dan KPKNL.

45
d) Menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran
(LBKPS) yang datanya berasal dari Buku Barang, KIB, dan DBKP.
e) Meminta pengesahan LBKPS kepada pejabat penanggung jawab
UAKPB.
f) Menyampaikan LBKPS yang telah disahkan oleh penanggung
jawab UAKPB beserta ADK-nya secara periodik kepada UAPPB-
W, UAPPB-E1, atau UAPB dan KPKNL
g) Menyusun Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN
h) Meminta pengesahan Laporan PNBP yang bersumber dari
pengelolaan BMN kepada pejabat penanggung jawab UAKPB
i) Menyampaikan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan
BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UAKPB secara
semesteran kepada UAPPB-W, UAPPB-E1, atau UAPB.
3. Proses akhir periode pembukuan (akhir tahun)
Pada akhit tahun anggaran, yang merupakan akhir periode pembukuan
UAKPB melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT)
yang datanya berasal dari Buku Barang, KIB, dan Daftar Barang.
b) Meminta pengesahan LBKPT kepada pejabat penanggung jawab
UAKPB.
c) Menyampaikan LBKPT yang telah disahkan oleh penanggung
jawab UAKPB beserta ADK-nya secara periodik kepada UAPPB-
W, UAPPB-E1, atau UAPB dan KPKNL.
d) Menyusun Laporan Kondisi Barang (LKB).
e) Meminta pengesahan LKB kepada pejabat penanggung jawab
UAKPB.
f) Menyampaikan LKB yang telah disahkan oleh penanggung jawab
UAKPB secara tahunan kepada UAPPB-W, UAPPB-E1, atau
UAPB dengan tembusan kepada KPKNL.

46
4. Proses lainnya
Pada periode dimana dilaksanakan inventarisasi terhadap BMN (lima
tahunan), maka UAKPB harus:
a) Menyusun Laporan Hasil Inventarisasi (LHI) BMN
b) Meminta pengesahan LHI BMN kepada pejabat penanggung jawab
UAKPB
c) Menyampaikan LHI BMN yang telah disahkan oleh penanggung
jawab UAKPB kepada UAPPB-W, UAPPB-E1, atau UAPB dan
KPKNL.

Untuk UAKPB Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan selain mengirimkan


Laporan kepada UAPPB-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan juga
mengirimkan Laporan kepada UAPPB-E1 pada Kementerian
Negara/Lembaga yang mengalokasikan dana dekonsentrasi/tugas
pembantuan.

2.3.2. Pelaporan BMN Tingkat UAPPB-W


2.3.2.1. Dokumen sumber untuk penyusunan Laporan BMN UAPPB-W
Dokumen sumber yang diperlukan dalam penyusunan laporan BMN
tingkat UAPPB-W adalah sebagai berikut:
1) Daftar Barang Pengguna – Wilayah (DBP-W)
2) Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) Semesteran dan Tahunan
dari UAKPB di wilayah kerjanya
3) Laporan kondisi barang (LKB) dari UAKPB di wilayah kerjanya
4) Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN dari UAKPB di
wilayah kerjanya
5) Dokumen inventarisasi BMN
6) Dokumen pembukuan lainnya

2.3.2.2. Jenis-jenis Laporan BMN Tingkat UAPPB-W


Laporan BMN yang dihasilkan oleh UAPPB-W adalah sebagai berikut:

47
1) Daftar Barang Pengguna – Wilayah (untuk pertama kali)
Batasan penyajian untuk penyampaian Daftar Barang Pengguna
Wilayah (DBP-W) untuk pertamakali, dan batasan penyajian untuk
penyampaian mutasi BMN oleh unit penatausahaan Pengguna Barang
Wilayah adalah sebagai berikut :
1. DBP-W berupa persediaan, sampai dengan sub kelompok barang.
2. DBP-W berupa Aset Tetap
a. Tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan bermotor,
disajikan oleh dengan sub-sub kelompok barang.
b. Aset tetap selain tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan
bermotor, disajikan sampai dengan sub kelompok barang.
3. DBP-W berupa Aset Lainnya
a. Tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkut bermotor, disajikan
sampai dengan sub-sub kelompok barang.
b. Aset lainnya selain tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkut
bermotor, disajikan sampai dengan sub kelompok barang.
2) Laporan Barang Pengguna – Wilayah Semesteran (LBPWS)
a) Laporan Persediaan, berisi nilai persediaan dalam kondisi baik
sampai dengan kelompok barang akhir semester.
b) Laporan Aset Tetap (Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan
Mesin, dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
(1) Laporan intrakomptabel
Berisi saldo awal semester Aset Tetap selain KDP, mutasi
(tambah, kurang) dan saldo akhir semester Aset Tetap selain
KDP dalam kuantitas dan nilai, yang memenuhi nilai minimum
kapitalisasi, dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat,
sampai dengan sub kelompok barang.
(2) Laporan ekstrakomptabel
Berisi saldo awal semester Aset Tetap selain KDP, mutasi
(tambah, kurang) dan saldo akhir semester Aset Tetap selain
KDP dalam kuantitas dan nilai, yang tidak memenuhi nilai

48
minimum kapitalisasi, dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak
berat, sampai dengan sub kelompok barang.
(3) Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
c) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
Berisi saldo awal semester KDP, penambahan, KDP yang menjadi
aset definitif dalam nilai, dan saldo akhir semester KDP sampai
dengan sub kelompok barang.
d) Laporan Aset Lainnya
Berisi saldo awal semester Aset Lainnya, mutasi (tambah, kurang)
dan saldo akhir semester Aset Lainnya dalam kuantitas dan nilai,
dalam kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat, sampai dengan sub
kelompok barang.
e) Laporan Barang Bersejarah
Berisi saldo awal semester Barang bersejarah, mutasi
(tambah,kurang) dan saldo akhir semester Barang Bersejarah dalam
kuantitas (tanpa nilai), sampai dengan sub kelompok barang.
f) Catatan Ringkas Barang (CRB)
Berisi jenis transaksi BMN pada masing-masing sub kelompok
barang baik intrakomptabel, ekstrakomptabel maupun gabungan
dalam kuantitas dan nilai. Catatan ringkas ini merupakan data untuk
penyusunan laporan keuangan berupa Catatan Atas Laporan
Keuangan (CALK).
3) Laporan Barang Pengguna – Wilayah Tahunan (LBPWT)
a) Laporan Persediaan
b) Laporan Aset Tetap (Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan
Mesin, dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
(1) Laporan intrakomptabel
(2) Laporan ekstrakomptabel
(3) Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
c) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
d) Laporan Aset Lainnya

49
e) Laporan Barang Bersejarah
f) Catatan Ringkas Barang (CRB)
4) Laporan mutasi barang
5) Laporan Kondisi Barang (LKB)
6) Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)
7) Laporan PNBP (yang bersumber dari pengelolaan BMN)
8) Arsip Data Komputer (ADK)

2.3.2.3. Prosedur pelaporan BMN Tingkat UAPPB-W


1. Proses pertama kali
Pertama kali, UAPPB-W menyampaikan DBP-W yang telah disahkan
oleh penanggung jawab UAPPB-W yang berisi semua BMN yang telah
ada sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.06/2007 beserta ADK-nya kepada UAPPB-E1 atau UAPB
dan Kanwil DJKN.

2. Proses semesteran
Selanjutnya, tiap semester UAPPB-W:
a) Menyusun laporan mutasi BMN pada DBP-W yang datanya
berasal dari himpunan laporan mutasi BMN dari UAKPB
b) Meminta pengesahan laporan mutasi BMN pada DBP-W kepada
pejabat penanggung jawab UAPPB-W
c) Menyampaikan laporan mutasi BMN pada DBP-W yang telah
disahkan oleh penanggung jawab UAPPB-W beserta ADK-nya
kepada UAPPB-E1 atau UAPB dengan tembusan kepada Kanwil
DJKN.
d) Menyusun Laporan Barang Pengguna Wilayah Semesteran
(LBPWS) yang datanya berasal dari himpunan LBKPS dari
UAKPB
e) Meminta pengesahan LBPWS kepada pejabat penanggung jawab
UAPPB-W

50
f) Menyampaikan LBPWS yang telah disahkan oleh penanggung
jawab UAPPB-W beserta ADK-nya secara periodik yang datanya
berasal dari UAKPB, dan menyampaikannya kepada UAPPB-E1
atau UAPB dengan tembusan kepada Kanwil DJKN.
g) Menyusun Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan
BMN, yang datanya berasal dari himpunan Laporan PNBP dari
UAKPB.
h) Meminta pengesahan Laporan PNBP yang bersumber dari
pengelolaan BMN kepada pejabat penanggung jawab UAPPB-W.
i) Menyampaikan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan
BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UAPPB-W
yang datanya berasal dari UAKPB secara semesteran kepada
UAPPB-E1 atau UAPB.

3. Proses akhir periode pembukuan (akhir tahun)


Pada akhir tahun anggaran yang merupakan akhit periode pembukuan
UAPPB-W:
a) Menyusun Laporan Barang Pengguna Wilayah Tahunan (LBPWT)
yang datanya berasal dari himpunan LBKPT dari UAKPB
b) Meminta pengesahan LBPWT kepada pejabat penanggung jawab
UAPPB-W
c) Menyampaikan LBPWT yang telah disahkan oleh penanggung
jawab UAPPB-W beserta ADK-nya secara periodik kepada
UAPPB-E1 atau UAPB dengan tembusan kepada Kanwil DJKN.
d) Menyusun Laporan Kondisi Barang (LKB) yang datanya berasal
dari himpunan LKB dari UAKPB
e) Meminta pengesahan LKB kepada pejabat penanggung jawab
UAPPB-W
f) Menyampaikan LKB yang telah disahkan oleh penanggung jawab
UAPPB-W yang datanya berasal dari UAKPB secara tahunan

51
kepada UAPPB-E1 atau UAPB dengan tembusan kepada Kanwil
DJKN.

52
Kegiatan Belajar 3

PENGGOLONGAN DAN KODEFIKASI BMN

3.1. Pengertian Penggolongan dan Kodefikasi


Dalam rangka pelaksanaan pembukuan BMN, diperlukan
pemahaman mengenai penggolongan dan kodefikasi BMN karena
membukukan BMN itu memberi nama BMN berdasarkan ketentuan
penggolongan dan kodefikasi. Penggolongan adalah kegiatan untuk
menetapkan secara sistematik mengenai BMN ke dalam golongan, bidang,
kelompok, subkelompok dan sub-subkelompok. Kodefikasi adalah
pemberian kode BMN sesuai dengan penggolongan masing-masing BMN.
Penggolongan istilah lainnya adalah klasifikasi. Istilah ini menunjuk kepada
sebuah metode untuk menyusun data secara sistematis atau menurut
beberapa aturan atau kaidah yang telah ditetapkan. Secara harfiah bisa
juga dikatakan bahwa klasifikasi adalah pembagian sesuatu menurut kelas-
kelas. Penggolongan Barang Milik Negara merupakan pembagian atau
pengelompokan Barang Milik Negara menurut kelas/kelompok sesuai
dengan kebijakan yang telah digunakan untuk tujuan penatausahaan
Barang Milik Negara.
Barang Milik Negara dikelas-kelaskan dalam bentuk yang paling besar
adalah ‘golongan’. Kemudian golongan dirinci lagi dalam ‘bidang’. Bidang
dirinci lebih detil ke dalam ‘kelompok’. Kelompok memiliki beberapa kelas
yg disebut ‘subkelompok’. Selanjutnya subkelompok terinci lagi dalam
rincian yang paling kecil yaitu ‘sub-subkelompok’. Kemudian dibuat kode-
kode secara sistematik dalam bentuk angka untuk golongan, bidang,
kelompok, subkelompok dan sub-subkelompok. Inilah yang dinamakan
kodefikasi.

3.2. Tujuan dan Sasaran Penggolongan dan Kodefikasi BMN


Penggolongan dan kodefikasi BMN bertujuan untuk mempermudah
pelaksanaan pengelolaan termasuk penatausahaan BMN. Dalam

53
pembukuan, BMN dicatat sesuai dengan penggolongannya. BMN
diidentifikasi terlebih dahulu dan dikategorikan sesuai dengan
penggolongannya. Dengan demikian, BMN tercatat secara sistematis dan
konsisten. Dengan catatan yang sistematis dan konsisten tersebut akan
mempermudah penyusunan laporan Barang Milik Negara. Selain itu,
dengan pemberian kodefikasi, pengendalian fisik barang ataupun saat
dilakukan inventarisasi akan lebih mudah diidentifikasi.
Seluruh BMN merupakan sasaran penggolongan dan kodefikasi yaitu
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah
yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna
Barang dan yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang. Bahkan
barang yang berada pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang
yang bukan miliknya juga ditatausahakan dengan melakukan
penggolongan dan kodefikasi terhadap barang tersebut.

3.3. Tatacara Penggolongan dan Kodefikasi BMN


Tatacara penggolongan dan kodefikasi BMN diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010, meliputi pemberian kode
barang, kode lokasi, kode registrasi dan simbol/logo barang.
a. Kode Barang
Kode barang terdiri 10 (sepuluh) angka/digit yang terbagi dalam lima
kelompok kode dengan susunan sebagai berikut :

X.XX.XX.XX.XXX

Satu angka/digit pertama : menunjukkan kode Golongan Barang


Dua angka/digit kedua : menunjukkan kode Bidang Barang
Dua angka/digit ketiga : menunjukkan kode Kelompok Barang
Dua angka/digit keempat : menunjukkan kode Sub Kelompok Barang
Tiga angka/digit kelima : menunjukkan kode Sub-Sub Kelompok Barang

54
Penulisan Kode Barang menurut PMK Nomor 29/PMK.06/2010 adalah
sebagai berikut :
a. Barang Milik Negara dibagi menjadi beberapa Golongan Barang, yaitu :
1) Kode 1 untuk golongan Persediaan
2) Kode 2 untuk golongan Tanah
3) Kode 3 untuk golongan Peralatan dan Mesin
4) Kode 4 untuk golongan Bangunan dan Gedung
5) Kode 5 untuk golongan Jalan, Jaringan dan Irigasi
6) Kode 6 untuk golongan Aset Tetap Lainnya
7) Kode 7 untuk golongan Konstruksi Dalam Pengerjaan
8) Kode 8 untuk golongan Aset Tak Berwujud

b. Golongan Barang dibagi menjadi beberapa Bidang Barang, yaitu:


1) Golongan Persediaan dirinci ke dalam Bidang Barang sebagai berikut:
a. Kode 01 untuk bidang Bahan
b. Kode 02 untuk bidang Barang Tak Habis Pakai
c. Kode 03 untuk bidang barang Bekas Pakai
2) Golongan Tanah hanya terdiri dari satu bidang yaitu bidang Tanah
3) Golongan Peralatan dan Mesin dirinci ke dalam Bidang Barang sebagai
berikut:
a. Kode 01 untuk bidang Alat Besar
b. Kode 02 untuk bidang Alat Angkutan
c. Kode 03 untuk bidang Alat Bengkel dan Alat Ukur
d. Kode 04 untuk bidang Alat Pertanian
e. Kode 05 untuk bidang Alat Kantor dan Rumah Tangga
f. Kode 06 untuk bidang Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar
g. Kode 07 untuk bidang Alat Kedokteran dan Kesehatan
h. Kode 08 untuk bidang Alat Laboratorium
i. Kode 09 untuk bidang Alat Persenjataan
j. Kode 10 untuk bidang Komputer

55
k. Kode 11 untuk bidang Alat Eksplorasi
l. Kode 12 untuk bidang Alat Pengeboran
m. Kode 13 untuk bidang Alat Produksi, Pengolahan dan Pemurnian
n. Kode 14 untuk bidang Alat Bantu Eksplorasi
o. Kode 15 untuk bidang Alat Keselamatan Kerja
p. Kode 16 untuk bidang Alat Peraga
q. Kode 17 untuk bidang Peralatan Proses/Produksi
r. Kode 18 untuk bidang Rambu-Rambu
s. Kode 19 untuk bidang Peralatan Olah Raga
4) Golongan Gedung dan Bangunan dirinci ke dalam Bidang Barang
sebagai berikut:
a. Kode 01 untuk bidang Bangunan Gedung
b. Kode 02 untuk bidang Monumen
c. Kode 03 untuk bidang Bangunan Menara
d. Kode 04 untuk bidang Tugu Titik Kontrol/Pasti
5) Golongan Jalan, Jaringan dan Irigasi dirinci ke dalam Bidang Barang
sebagai berikut:
a. Kode 01 untuk bidang Jalan dan Jembatan
b. Kode 02 untuk bidang Bangunan Air
c. Kode 03 untuk bidang Instalasi
d. Kode 04 untuk bidang Jaringan
6) Golongan Aset Tetap Lainnya dirinci ke dalam Bidang Barang sebagai
berikut:
a. Kode 01 untuk bidang Bahan Perpustakaan
b. Kode 02 untuk bidang Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan/Olah
Raga
c. Kode 03 untuk bidang Hewan
d. Kode 04 untuk bidang Ikan
e. Kode 05 untuk bidang Tanaman
f. Kode 06 untuk bidang Aset Tetap Dalam Renovasi

56
7) Golongan Konstruksi Dalam Pengerjaan hanya terdiri dari satu bidang
yaitu Konstruksi Dalam Pengerjaan
8) Golongan Aset Tak Berwujud dirinci ke dalam Bidang Barang sebagai
berikut:
a. Kode 01 untuk bidang Aset Tak Berwujud
b. Kode 02 untuk bidang Aset Tak Berwujud Dalam Pengerjaan
c. Bidang Barang dibagi menjadi beberapa Kelompok Barang, yaitu:
Contoh : Bidang Tanah 2.01 dirinci menjadi beberapa kelompok yaitu :
1) Kode 01 untuk Kelompok Tanah Persil
2) Kode 02 untuk Kelompok Tanah Non Persil
3) Kode 03 untuk Kelompok Lapangan

Contoh : Bidang Bangunan Gedung 4.01 dirinci menjadi beberapa


kelompok yaitu :
1) Kode 01 untuk Kelompok Bangunan Gedung Tempat Kerja
2) Kode 02 untuk Kelompok Bangunan Gudang Tempat Tinggal

Perincian Bidang Barang lainnya ke dalam Kelompok Barang dapat dilihat


pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggolongan dan Kodefikasi
Barang Milik Negara yaitu PMK nomor 29/PMK.06/2010.

d. Kelompok Barang dirinci ke dalam Subkelompok Barang.


Contoh : Kelompok Barang Tanah Persil 2.01.01 dirinci ke dalam
Subkelompok Barang sebagai berikut :
1) Kode 01 untuk Subkelompok Tanah Bangunan Perumahan/Gedung
Tempat Tinggal
2) Kode 02 untuk Subkelompok Tanah untuk Bangunan Gedung
Perdagangan/Perusahaan
3) Kode 03 untuk Subkelompok Tanah untuk Bangunan Industri
4) Kode 04 untuk Subkelompok Tanah untuk Bangunan Tempat Kerja

57
5) Kode 05 untuk Subkelompok Tanah untuk Bangunan Gedung Sarana
Olah Raga
6) Kode 06 untuk Subkelompok Tanah untuk Bangunan Tempat Ibadah
7) Kode 99 untuk Subkelompok Tanah Persil Lainnya

Contoh: Kelompok Bangunan Gedung Tempat Tinggal 4.01.02 dirinci ke


dalam Subkelompok Barang sebagai berikut:
1) Kode 01 untuk Subkelompok Rumah Negara Golongan I
2) Kode 02 untuk Subkelompok Rumah Negara Golongan II
3) Kode 03 untuk Subkelompok Rumah Negara Golongan III
4) Kode 04 untuk Subkelompok Mess/Wisma/Bungalow/Tempat
Peristirahatan
5) Kode 05 untuk Subkelompok Asrama
6) Kode 06 untuk Subkelompok Hotel
7) Kode 07 untuk Subkelompok Motel
8) Kode 08 untuk Subkelompok Flat/Rumah Susun
9) Kode 09 untuk Subkelompok Rumah Negara dalam Proses
Penggolongan
10) Kode 10 untuk Subkelompok Panti Asuhan
11) Kode 11 untuk Subkelompok Apartemen
12) Kode 12 untuk Subkelompok Rumah Tidak Bersusun
13) Kode 99 untuk Subkelompok Bangunan Tempat Tinggal Lainnya

Perincian Kelompok Barang lainnya ke dalam Subkelompok Barang dapat


dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang
Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.

e. Subkelompok Barang dirinci ke dalam Sub-Subkelompok Barang.


Contoh: Subkelompok Barang Tanah Bangunan Perumahan/Gedung
Tempat Tinggal 2.01.01.01 dirinci ke dalam Sub-Subkelompok Barang
yaitu:

58
1) Kode 001 Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan I
2) Kode 002 Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan II
3) Kode 003 Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan III
4) Kode 004 Tanah Bangunan Rumah Negara Tanpa Golongan
5) Kode 005 Tanah Bangunan Mess/Wisma/Asrama
6) Kode 006 Tanah Bangunan Peristirahatan/Bungalow/Cottage
7) Kode 007 Tanah Bangunan Rumah Penjaga
8) Kode 008 Tanah Bangunan Rumah LP
9) Kode 009 Tanah Bangunan Rumah Tahanan/Rutan
10) Kode 010 Tanah Bangunan Flat/Rumah Susun
11) Kode 011 Tanah Kaveling Tanah Matang
12) Kode 999 Tanah Bangunan Fasilitas Tempat Tinggal Lainnya

Contoh: Subkelompok Asrama 4.01.02.05 dirinci ke dalam Sub-


Subkelompok Barang, yaitu:
1) Kode 001 Asrama Permanen
2) Kode 002 Asrama Semi Permanen
3) Kode 003 Asrama Darurat
4) Kode 004 Bangunan Ramah Bencana
5) Kode 999 Asrama Lainnya
Perincian Subkelompok Barang lainnya ke dalam Sub-Subkelompok
Barang dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik
Negara.

b. Kode Lokasi
Kode Lokasi terdiri 18 (delapan belas) angka/digit dengan susunan
sebagai berikut:

XXX.XX.XXXX.XXXXXX.XXX

59
Tiga angka/digit pertama: menunjukkan kode Pengguna Barang
Dua angka/digit kedua: menunjukkan kode Eselon I
Empat angka/digit ketiga: menunjukkan kode Wilayah
Enam angka/digit keempat: menunjukkan kode Kuasa Pengguna Barang
Tiga angka/digit kelima: menunjukkan kode Pembantu Kuasa Pengguna
Barang
Penjelasan:
1) Kode Pengguna Barang, mengacu kepada kode Bagian Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
2) Kode Eselon I, mengacu kepada Kode Unit Eselon I Bagian Anggaran
pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
3) Kode Wilayah, mengacu kepada Kode Propinsi/Kabupaten/Kota atau
Kode Kantor Wilayah untuk instansi yang memiliki kantor wilayah. Unit
kerja pada kantor pusat kementerian negara/lembaga dan unit eselon-
1, kode wilayah diisi dengan 0000.
4) Kode Kuasa Pengguna Barang, mengacu kepada Kode Satuan Kerja
pada Kode Bagian Anggaran.

Contoh:
Satuan Kerja pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara,
Departemen Keuangan Republik Indonesia menggunakan kode lokasi
sebagai berikut:
Unit Kerja Kode Lokasi
Departemen Keuangan RI 015.00.0000.000000.000
Ditjen Kekayaan Negara 015.10.0000.000000.000
Sekditjen Kekayaan Negara 015.10.0000.000000.000
Bagian Umum 015.10.0000. 411792.000 (sesuai DIPA)

c. Kode Registrasi
Kode Registrasi merupakan identitas barang yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal yang dilekatkan pada barang yang bersangkutan.

60
Kode Registrasi terdiri dari 18 (enam belas) angka/digit Kode Lokasi
ditambah 4 (empat) angka/digit tahun perolehan dan 10 (sepuluh)
angka/digit Kode barang ditambah 6 (enam) angka/digit nomor urut
pendaftaran barang, dengan susunan sebagai berikut:

Kode Lokasi (18 digit) Tahun perolehan


X X X . X X . X X X X . X X X X X X . X X X .X X X X
Logo
X . X X . X X . X X . X X X. X X X X X X
Kode Barang (10 digit) Nomor Urut Pendaftaran

Contoh Penulisan Nomor Kode Registrasi:


Pada Tahun 2007 Departemen Keuangan RI, Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, Setditjen Kekayaan Negara melakukan pembelian sebuah
Komputer Note Book. Pada saat perolehan barang tersebut nomor
pencatatan terakhir untuk Notebook yang dikuasai oleh unit kerja tersebut
adalah 000040. Selanjutnya, KPB dapat memberikan label pada Notebook
tersebut sebagai nampak pada Gambar 1.
015.10.0000.411792.000.2007
3.10.01.02.003.000041

Gambar 1
Label Register Barang

61
Kegiatan Belajar Keempat

KEBIJAKAN AKUNTANSI BMN

4.1. Pendahuluan
Sesuai UU nomor 1 tahun 2004 pasal 51 ayat 2,
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah
selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas
transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi
pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya.
Akuntansi sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk menyusun
laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan.
Standar akuntansi pemerintahan, yang selanjutnya disingkat
SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun
dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP ini antara lain
mengatur mengenai definisi, pengakuan, pengukuran serta
pengungkapan dari unsur unsur laporan keuangan (aset, utang, dan
ekuitas dana, pendapatan (LRA), Pendapatan (LO) dan belanja, beban
serta pembiayaan).
Disamping SAP terdapat Interpretasi Standar Akuntansi
Pemerintahan (ISAP) yang merupakan penjelasan, klarifikasi, dan
uraian lebih lanjut atas PSAP. Untuk penerapannya, SAP dilengkapi
dengan Buletin Teknis (bultek). Bultek adalah informasi yang berisi
penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna.
Barang Milik Negara yang merupakan sasaran penatausahaan
BMN merupakan bagian dari asset yang dilaporkan dalam laporan
keuangan pemerintah pusat. Pada kegiatan belajar ini akan dibahas
sebagian prinsip akuntansi pemerintahan terutama yang terkait dengan
Barang milik Negara. Pembahasan akan meliputi (1) Prinsip Akuntansi

62
Persediaan; (2) Prinsip Akuntansi Aset Tetap; (3) Prinsip akuntansi aset
tak berwujud

4.2. Klasifikasi BMN menurut SAP


Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan Barang Milik Negara
dilaporkan sebagai Aset Lancar, Aset tetap serta aset lainnya. BMN
berupa persediaan dilaporkan sebagai bagian dari aset lancar. Aset
tetap dilaporkan sebagai tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, Jalan Irigasi dan Jaringan, Aset Tetap lainnya serta
Konstruksi Dalam Pengerjaan. Disamping itu, BMN juga dilaporkan
sebagai bagian dari Aset Lainnya. Yang dimasukkan sebagai aset
lainnya adalah kemitraan dengan fihak ketiga, aset tak berwujud serta
aset tetap yang tidak dioperasionalkan.

4.3. Akuntansi Persediaan


SAP mengatur definisi, pengakuan, pengukuran serta
pengungkapan persediaan.
a. Pengertian Persediaan
Pengertian persediaan yang dijelaskan pada PSAP 05 berbasis
akrual dan PSAP 05 berbasis Kas Menuju Akrual adalah sama.
Persediaan merupakan aset yang berupa: (1). Barang atau
perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional pemerintah; (2) Bahan atau perlengkapan (supplies) yang
akan digunakan dalam proses produksi; (3) Barang dalam proses
produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat; (4) Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis
kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa,
dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.

63
Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga
meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan
baku pembuatan alat-alat pertanian. Barang hasil proses produksi yang
belum selesai dicatat sebagai persediaan, contohnya alat-alat pertanian
setengah jadi.
Pengadaan tanah pemerintah yang sejak semula dimaksudkan
untuk diserahkan kepada pihak lain tidak disajikan sebagai aset tetap
tanah, melainkan disajikan sebagai persediaan. Misalnya, apabila
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengadakan
tanah yang di atasnya akan dibangun rumah untuk rakyat miskin, pada
Neraca Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tanah
tersebut tidak disajikan sebagai aset tetap tanah, namun disajikan
sebagai persediaan.
Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan
berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang
dimaksud diakui sebagai persediaan.
Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat misalnya sapi, kuda, ikan, benih padi dan bibit
tanaman dilaporkan sebagai persediaan.
Dari penjelasan di atas dimasukkannya suatu item sebagai
persediaan ditentukan oleh maksud diperolehnya item-item di atas.
Dengan demikian jika unit pemerintah memperoleh barang-barang
sebagaimana dimaksud di atas yang akan digunakan, dijual atau
diserahkan kepada masyarakat maka barang-barang tersebut akan
dicatat sebagai persediaan.
b. Pengakuan dan Pengukuran Persediaan
Pengakuan persediaan terkait kapan persediaan dicatat dan
kemudian dilaporkan dalam laporan keuangan. Pengakuan persediaan
menurut PSAP berbasis akrual dan SAP berbasis Kas Menuju Akrual
adalah sama yaitu (a) pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan

64
diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal, (b) pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau
kepenguasaannya berpindah.
Pengukuran persediaan adalah proses memberi atribut nilai pada
persediaan. Persediaan disajikan sebesar harga perolehan, harga
pokok produk atau nilai wajar sebagaimana diikhtisarkan dalam tabel
berikut ini:

No Cara perolehan Nilai yang dicatat


1 Pembelian Harga Perolehan
2 Diproduksi sendiri Harga pokok produksi
3 Cara lainnya (donasi, Nilai wajar
rampasan)

Cakupan biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian,


biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara
langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan
harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan.
Jika dalam tahun anggaran terjadi beberapa harga perolehan,
maka nilai persediaan dapat ditentukan dengan metode yang sistematis
yaitu metode FIFO atau menggunakan harga pembelian terakhir. Sesuai
dengan PMK 181/PMK.06/2016, Persediaan dapat dinilai dengan
menggunakan 2 (dua) metode yaitu metode Fifo dan metode harga
perolehan terakhir.

a. Metode First In First Out (FIFO)


Dengan metode ini, barang yang masuk terlebih dahulu dianggap
yang pertama kali keluar dengan demikian saldo persediaan dihitung
berdasarkan harga perolehan persediaan terakhir. Klasifikasi
persediaan yang menggunakan metode ini adalah:
1) tanah / bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat/
Pemerintah Daerah;

65
2) peralatan dan mesin, untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat/ Pemerintah Daerah;
3) Jalan, Irigasi, dan Jaringan, untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat/ Pemerintah Daerah;
4) hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat/ Pemerintah Daerah;

b. Metode harga perolehan terakhir


Untuk unit persediaan yang nilainya tidak material dan jenisnya
bermacam-macam, maka saldo persediaan dihitung berdasarkan harga
perolehan terakhir. Klasifikasi yang menggunakan metode ini adalah:
1) Barang konsumsi;
2) Amunisi;
3) Bahan untuk pemeliharaan;
4) Suku cadang;
5) Persediaan untuk tujuan strategis / berjaga-jaga;
6) Pita cukai dan leges;
7) Bahan baku;
8) Barang dalam proses /setengah jadi.
Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang
terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung
yang dialokasikan secara sistematis.
Berikut ini diilustrasikan perhitungan nilai persediaan akhir dengan
metode FIFO dan harga beli terakhir. Untuk ilustrasi misalkan selama
tahun 2016 suatu Satuan Kerja telah membeli dan menggunakan satu
jenis persediaan bahan habis pakai sebagaimana diasjikan di tabel
berikut:

66
Harga Per unit Jumlah
Tanggal Keterangan Kuantitas
(Rp) Harga (Rp)
Jan-01 Persediaan 200 100.000 20.000.000
Mei-12 Pembelian 400 120.000 48.000.000
Mei-17 Penggunaan 200
Sept-26 Pembelian 300 110.000 33.000.000
Okt-27 Pembelian 200 105.000 21.000.000
Des-14 Penggunaan 300
Des-15 Pembelian 100 125.000 12.500.000

Dari data di atas dapat diketahui bahwa barang yang tersedia


untuk digunakan selama tahun 2012 adalah sebanyak 1.200 unit (200 +
400 + 300 + 200 + 100) dengan total harga Rp134.500.000,00
(20.000.000 + 48.000.000 + 33.000.000 +21.000.000 + 12.500.000).
Misalkan persedian akhir berdasarkan inventarisasi fisik pada akhir
tahun persediaan yang ada sebanyak 700 unit.

Jika persediaan akhir tahun dinilai dengan harga beli terakhir,


maka persediaan 700 unit akan dinilai sebesar Rp125.000,00 per unit,
sehingga nilai persediaan akhir adalah Rp87.500.000,00 (700 x
Rp125.000.000,00). Harga pembelian terakhir per unit Rp125.000,00
digunakan untuk memberi nilai seluruh persediaan yang ada walaupun
harga Rp125.000,00 adalah harga beli untuk pembelian 15 Desember
2016 sebanyak 100 unit saja.
FiFO merupakan kependekan dari First In First Out. Jika
digunakan metode ini persediaan yang telah digunakan akan dibebani
dengan harga pembelian awal sehingga persediaan akhir akan dibebani
dengan biaya/harga beli terakhir. Akuntansi persediaan mengenal dua
sistem yaitu sistem periodik dan sistem perpetual. Dalam sistem periodik,
penentuan harga beli persediaan yang telah digunakan dan yang masih
ada pada akhir tahun dilakukan pada akhir periode, sementara itu

67
dengan sistem perpetual penentuan persediaan yang telah digunakan
dan persediaan yang ada dilakukan setiap ada mutasi atau penggunaan
persediaan.
Jika Pemerintah menggunakan sistem periodik, maka persediaan
akhir tahun sebanyak 700 unit (hasil inventarisasi) akan dibebani dengan
harga yang mulai dari pembelian terakhir dan sebelumnya. Persediaan
700 unit tersebut akan dibebani harga beli sebesar Rp78.500.000,00
dengan rincian sebagai berikut:
Harga per unit Jumlah Harga
Kuantitas
(Rp) (Rp)
100 125.000 12.500.000
200 105.000 21.000.000
300 110.000 33.000.000
100 120.000 12.000.000
Persediaan Akhir
700 78.500.000

Dari 700 unit persediaan akhir, sebanyak 100 unit akan dibebani
dengan harga pembelian terakhir. Sebanyak 200 unit akan dibebani
dengan harga beli sebelumnya yaitu pembelian tanggal 27 Oktober
2016, 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 26 September
yang harga per unitnya Rp110.000,00. Sementara itu yang 100 unit
dianggap berasal dari pembelian 12 Mei 2016 dengan harga perolehan
Rp120.000,00 per unit.
Menurut PP 71 tahun 2010, Persediaan hewan dan tanaman
yang dikembangbiakkan dinilai dengan menggunakan nilai wajar.
c. Pengungkapan Persediaan dalam laporan keuangan
Laporan keuangan mengungkapkan: (1) Kebijakan akuntansi
yang digunakan dalam pengukuran persediaan; (2) Penjelasan lebih
lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan

68
dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang
digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual
atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam
proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat; dan (3) Jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam
kondisi rusak atau usang

4.4. Akuntansi Aset Tetap


a. Tanah
Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur definisi, pengakuan
dan pengukuran serta pengungkapan tanah.
1). Pengertian Tanah
Tanah yang termasuk dalam aset tetap sesuai dengan PSAP 07
Paragraf 07 adalah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai
dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
Termasuk dalam klasifikasi tanah ini adalah tanah yang digunakan untuk
gedung, bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan.
2). Pengakuan dan Pengukuran Tanah

Mengakui berarti mencatat dan melaporkan pada laporan yang


sesuai. Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 15, tanah dapat diakui sebagai
aset tetap apabila memenuhi 4 (empat) kriteria berikut: (1) mempunyai
masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, (2) biaya perolehan aset
dapat diukur secara andal, (3) tidak dimaksudkan untuk dijual, dan (4)
diperoleh dengan maksud untuk digunakan. Berdasarkan hal tersebut,
apabila salah satu kriteria tidak terpenuhi maka tanah tersebut tidak
dapat diakui sebagai aset tetap milik pemerintah. Sebagai contoh
pembelian tanah sebagaimana dijelaskan di bagian persediaan di atas
yang akan didirikan rumah yang akan diserahkan kepada rakyat maka
tidak dapat dicatat sebagai asset tetap.
Buletin Teknis nomor 9 dan no 15 menjelaskan bahwa pada

69
praktiknya, masih banyak tanah-tanah pemerintah yang dikuasai atau
digunakan oleh kantor-kantor pemerintah, namun belum disertifikatkan
atas nama pemerintah. Atau pada kasus lain, terdapat tanah milik
pemerintah yang dikuasai atau digunakan oleh pihak lain karena tidak
terdapat bukti kepemilikan yang sah atas tanah tersebut. Terkait dengan
kasus-kasus kepemilikan tanah dan penyajiannya dalam laporan
keuangan, Buletin Teknis no 09 dan 15 memberikan pedoman sebagai
berikut:
(1) Dalam hal tanah belum ada bukti kepemilikan yang sah, namun
dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut
tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada
neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.
(2) Dalam hal tanah dimiliki oleh pemerintah, namun dikuasai dan/atau
digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat
dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah,
serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan
Keuangan, bahwa tanah tersebut dikuasai atau digunakan oleh
pihak lain.
(3) Dalam hal tanah dimiliki oleh suatu entitas pemerintah, namun
dikuasai dan/atau digunakan oleh entitas pemerintah yang lain,
maka tanah tersebut dicatat dan disajikan pada neraca entitas
pemerintah yang mempunyai bukti kepemilikan, serta diungkapkan
secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Entitas
pemerintah yang menguasai dan/atau menggunakan tanah cukup
mengungkapkan tanah tersebut secara memadai dalam Catatan
atas Laporan Keuangan.
Sementara itu untuk tanah yang dalam sengketa Buletin Teknis
nomor 09 dan 15 tentang akuntansi asset tetap memberi pedoman
sebagai berikut:

70
(1) Dalam hal belum ada bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah
tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah
tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah
pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.
(2) Dalam hal pemerintah belum mempunyai bukti kepemilikan tanah
yang sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak
lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan sebagai aset tetap
tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
(3) Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut
dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut
tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada
neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.
(4) Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut
dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut
tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada
neraca pemerintah, namun adanya sertifikat ganda harus
diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
Tanah dapat diperoleh melalui pembelian, pertukaran aset,
hibah/donasi, dan lainnya. Tanah yang diperoleh melalui pembelian
dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan (belanja), sehingga nilai
perolehan tanah diakui berdasarkan nilai belanja yang telah dikeluarkan.
Pada umumnya, pembelian tanah dianggarkan dalam belanja modal,
oleh karena itu Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran melakukan
pencatatan realisasi belanja, kemudian diikuti dengan pencatatan asset
tetap tanah. Sementara itu Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang
akan mencatat perolehan tanah di Buku Intrakomptabel.

71
Pengukuran tanah adalah proses menentukan nilai uang atas
tanah yang akan dicatat dan dilaporkan dalam laporan keuangan. PSAP
no 7 Paragraf 20 mengatakan bahwa Aset tetap dinilai dengan biaya
perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya
perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada
nilai wajar pada saat perolehan. Pada paragraph 30 dikatakan bahwa
Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan
mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan,
pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun
yang masih harus dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai
tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang
dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk
dimusnahkan.
Selanjutnya Buletin Teknis 15 tentang Akuntansi Aset Tetap
Berbasis Akrual menyatakan bahwa apabila perolehan tanah
pemerintah dilakukan oleh panitia pengadaan, maka termasuk dalam
harga perolehan tanah adalah honor panitia pengadaan/pembebasan
tanah dan belanja perjalanan dinas dalam rangka perolehan tanah
tersebut.
Sesuai dengan Buletin Teknis nomor nomor 9 dan 15, biaya yang
terkait dengan peningkatan bukti kepemilikan tanah misalnya dari status
tanah girik menjadi Sertifikat Hak Pengelolaan, dikapitalisasi sebagai
biaya perolehan tanah. Sementara itu Biaya yang timbul atas
penyelesaian sengketa tanah seperti biaya pengadilan dan pengacara
tidak dikapitalisasi sebagai biaya perolehan tanah.

3). Pengungkapan Tanah


Tanah disajikan di neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar
biaya perolehan atau nilai wajar pada saat aset Tanah diperoleh. Selain
itu, dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula:

72
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk nilai tercatat (carrying
amount) Tanah
b. Kebijakan akuntansi sebagai dasar kapitalisasi tanah, yang dalam
hal tanah tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi tanah;
c. Rekonsiliasi nilai tercatat Tanah pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
• Penambahan (pembelian, hibah/donasi, pertukaran aset,
reklasifikasi, dan lainnya);

• Perolehan yang berasal dari pembelian direkonsiliasi dengan


total belanja modal untuk tanah;
• Pengurangan (penjualan, penghapusan, reklasifikasi).

b. Peralatan dan Mesin


Akuntansi atas Peralatan dan mesin terkait dengan Pengertian,
Pengakuan dan pengungkapan serta pengungkapan Peralatan dan
mesin.
1). Pengertian Peralatan dan mesin
Peralatan dan mesin berdasarkan PSAP berbasis akrual nomor 07
Paragraf 12 mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat
elektronik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang
nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan
dan dalam kondisi siap pakai. Selanjutnya PMK 181/PMK.06/2016
mengatakan bahwa Peralatan dan mesin mencakup Peralatan clan
mesin dapat berupa alat berat, alat kantor, alat angkutan, alat
kedokteran, alat komunikasi, clan lain sebagainya. Wujud fisik peralatan
dan mesin dapat meliputi Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Bengkel dan
Alat Ukur, Alat Pertanian, Alat Kantor clan Rumah Tangga, Alat Studio,
Komunikasi clan Pemancar, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat
Laboratorium, Alat Persenjataan , Komputer, Alat Eksplorasi, Alat
Pemboran , Alat Produksi , Pengolahan dan Pemurnian , Alat Bantu

73
Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, dan Unit
Proses/Produksi.
Suatu barang berwujud dapat diakui sebagai asset tetap apabila
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya
perolehan aset dapat diukur secara andal, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam operasi normal entitas, dan diperoleh atau dibangun
dengan maksud untuk digunakan.
Peralatan dan mesin yang diperoleh dan yang dimaksudkan akan
diserahkan kepada pihak lain, tidak dapat dikelompokkan dalam aset
tetap Peralatan dan Mesin karena tidak memenuhi definisi di atas, tapi
dikelompokkan sebagai aset persediaan.

2). Pengakuan Peralatan dan Mesin


Sesuai dengan PSAP 07 Paragraf 15 Aset tetap diakui pada saat
manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur
dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi
kriteria sebagai berikut: (a) Berwujud; (b) Mempunyai masa manfaat
lebih dari 12 (dua belas) bulan; (c) Biaya perolehan aset dapat diukur
secara andal; (d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal
entitas; dan (e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk
digunakan. Untuk itu, suatu aset diakui sebagai Peralatan dan Mesin
jika memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada PSAP 07 Paragraf
15.
Pengakuan peralatan dan mesin dapat dilakukan apabila
terdapat bukti bahwa hak/kepemilikan telah berpindah, dalam hal ini
misalnya ditandai dengan berita acara serah terima pekerjaan, dan
untuk kendaraan bermotor dilengkapi dengan bukti kepemilikan
kendaraan (Bultek 15). Selanjutnya PMK 181/PMK.06/2016
mengatakan bahwa Peralatan dan Mesin yang diperoleh bukan dari
donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap
digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset

74
tersebut. Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada
saat Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya
berpindah.
Perolehan peralatan dan mesin dapat melalui pembelian,
pembangunan, tukar menukar, hibah/donasi, dan lainnya. Perolehan
melalui pembelian dapat dilakukan dengan pembelian tunai, kredit, atau
angsuran. Perolehan melalui pembangunan dapat dilakukan dengan
membangun sendiri (swakelola) dan melalui kontrak konstruksi (Bultek
15).
Perolehan peralatan dan mesin melalui pembelian tunai diakui
sebagai penambah nilai peralatan dan mesin, dan mengurangi Kas
Umum Negara/Daerah pada neraca. Dalam rangka penyajian dalam
Laporan Realisasi Anggaran, perolehan peralatan dan mesin melalui
pembelian dan pembangunan diakui sebagai belanja modal (Bultek 15).

3). Pengukuran Peralatan dan Mesin


Berdasarkan PSAP 07, peralatan dan mesin dinilai dengan biaya
perolehan atau nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. Biaya
perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran
yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh
peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain
meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta
biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai
peralatan dan mesin tersebut siap digunakan (paragraph 31 PP 71
tahun 2010).
Pembuatan peralatan, mesin, dan bangunan meliputi:
a) Pembuatan peralatan dan mesin dan bangunannya yang
dilaksanakan melalui kontrak berupa pengeluaran sebesar nilai
kontrak ditambah biaya perencanaan dan pengawasan, biaya
perizinan, dan jasa konsultan.

75
b) Pembuatan peralatan dan mesin dan bangunannya yang
dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak
langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga
kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, dan
biaya perizinan.

C. Gedung dan Bangunan


Berikut ini dibahas pengertian gedung dan bangunan, pengakuan
gedung dan bangunan, pengukuran serta pengungkapan gedung dan
bangunan dalam laporan keuangan pemerintah.
1) Pengertian Gedung dan Bangunan
PSAP 07 Paragraf 9 menyatakan bahwa “Gedung dan
bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang
diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.” Termasuk
dalam kelompok Gedung dan Bangunan adalah gedung perkantoran,
rumah dinas, bangunan tempat ibadah, bangunan menara,
monumen/bangunan bersejarah, gudang, dan gedung museum.
2) Pengakuan Gedung dan Bangunan
Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat
diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui
sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut:
(a) Berwujud;
(b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
(c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
(d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Dengan demikian, untuk dapat diakui sebagai Gedung dan
Bangunan, maka gedung dan bangunan harus berwujud dan
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya
perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk

76
dijual dalam kondisi normal entitas dan diperoleh atau dibangun dengan
maksud untuk digunakan.
Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui
pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan
berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari donasi diakui pada
saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak kepemilikannya
berpindah. Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan jenis
transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan.
3) Pengukuran Gedung dan Bangunan
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset
tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka
nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Biaya perolehan gedung dan bangunan meliputi seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap
pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya
konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Apabila
penilaian Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya
perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada
nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Biaya perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan
cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku,
dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan
pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua
biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap
tersebut. Jika Gedung dan Bangunan diperoleh melalui kontrak, biaya
perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan,
biaya perijinan, serta jasa konsultan.
4) Pengungkapan Gedung dan Bangunan
Gedung dan Bangunan disajikan sebesar nilai moneternya.
Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:

77
(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai. (b)
Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan - Penambahan; - Pengembangan; dan -
Penghapusan;
(c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan
Gedung dan Bangunan.

d. Jalan, Irigasi dan Jaringan


Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan
dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini
adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan
1) Pengakuan Jalan, Irigasi dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.” Jalan, irigasi, dan jaringan
tersebut selain digunakan dalam kegiatan pemerintah juga
dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Termasuk dalam klasifikasi jalan,
irigasi, dan jaringan adalah jalan raya, jembatan, bangunan air, instalasi
air bersih, instalasi pembangkit listrik, jaringan air minum, jaringan listrik,
dan jaringan telepon.
Jalan, irigasi, dan jaringan ini tidak mencakup tanah yang
diperoleh untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan. Tanah yang
diperoleh untuk keperluan dimaksud dimasukkan dalam kelompok
Tanah.
Untuk dapat diakui sebagai Jalan, Irigasi, dan Jaringan, maka --
dengan mengacu pada PSAP 07 paragraf 11 -- Jalan, Irigasi, dan
Jaringan harus berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan, biaya perolehannya dapat diukur secara handal, tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam kondisi normal entitas dan diperoleh
dengan maksud untuk digunakan.

78
Jalan, irigasi, dan jaringan diakui pada saat jalan, irigasi, dan
jaringan telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau
pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai.
Pengakuan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan ditentukan jenis
transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan.
Penambahan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan yang
disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya
penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan
Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut. Pengembangan adalah
peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan karena peningkatan
manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan
efisiensiensi, dan penurunan biaya pengoperasian. Pengurangan
adalah penurunan nilai Jalan, Irigasi, dan Jaringan dikarenakan
berkurangnya kuantitas asset tersebut.
2) Pengukuran Jalan, Irigasi dan Jaringan
Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan
jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya
konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi
dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh
melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya
perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan, dan pembongkaran
bangunan lama.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun
secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang
terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan,
biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya
pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
3) Pengungkapan Jalan, Irigasi dan Jaringan

79
Jalan, Irigasi dan Jaringan disajikan sebesar nilai moneternya.
Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
- Penambahan;
- Pengembangan; dan
- Penghapusan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan
Jalan, Irigasi dan Jaringan.

e. Akuntansi Aset Tetap Lainnya


Aset Tetap Lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok Aset Tetap Tanah, Aset Tetap
Peralatan dan Mesin, Aset Tetap Gedung dan Bangunan, Aset Tetap
Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk
kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi
Perpustakaan/Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan/Olah
Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman. Selanjutnya Bultek no 9 mengenai
akuntansi asset tetap menjelaskan bahwa Aset yang termasuk dalam
kategori Aset Tetap Lainnya adalah koleksi perpustakaan/buku dan non
buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olah raga, hewan, ikan,
dan tanaman. Disamping itu yang termasuk dalam kategori Aset Tetap
Lainnya adalah Aset Tetap-Renovasi, yaitu biaya renovasi atas aset
tetap yang bukan miliknya, dan biaya partisi suatu ruangan kantor yang
bukan miliknya.
1) Pengakuan
Aset Tetap Lainnya diakui pada saat Aset Tetap Lainnya telah
diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat
penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai oleh entitas.

80
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh dari donasi diakui pada saat
Aset Tetap Lainnya tersebut diterima dan hak kepemilikannya
berpindah. Pengakuan atas Aset Tetap Lainnya ditentukan jenis
transaksinya meliputi: penambahan dan pengurangan. Penambahan
adalah peningkatan nilai Aset Tetap Lainnya yang disebabkan
pengadaan baru. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan
pada harga perolehan Aset Tetap Lainnya tersebut. Pengurangan
adalah penurunan nilai Aset Tetap Lainnya dikarenakan berkurangnya
kuantitas asset tersebut.
Khusus untuk hewan, ikan dan tanaman, sesuai dengan
kebijakan kapitalisasi aset tetap, disajikan secara ekstrakomptabel dan
tidak disajikan di neraca.
2) Pengukuran
Pengukuran berhubungan dengan penentuan nilai yang
dibebankan pada asset tetap lainnya. Bultek no 15 menjelaskan bahwa
biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya
perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi
pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, serta
biaya perizinan. Biaya perolehan asset tetap lainnya yang diadakan
melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang
terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya
perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
Sehubungan dengan pengukuran asset tetap lainya, Bultek 15
menyatakan bahwa Pengukuran Aset Tetap Lainnya harus
memperhatikan kebijakan pemerintah tentang ketentuan nilai satuan
minimum kapitalisasi aset tetap. Sebagai contoh, pada pemerintah
Pusat kebijakan nilai satuan minimum kapitalisasi adalah Aset Tetap
Lainnya berupa koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak
kesenian/kebudayaan tidak ada nilai satuan minimum sehingga berapa
pun nilai perolehannya dikapitalisasi

81
Sesuai dengan PSAP 07 Paragraf 53, aset tetap disajikan
berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi
penyusutan. Metode penyusutan atas Aset Tetap Lainnya diatur dalam
Buletin Teknis Nomor 05 tentang Akuntansi Penyusutan. Aset Tetap
Lainnya berupa hewan, tanaman, buku perpustakaan tidak dilakukan
penyusutan secara periodik, melainkan diterapkan penghapusan pada
saat aset tetap lainnya tersebut sudah tidak dapat digunakan atau mati.
Untuk penyusutan atas Aset Tetap-Renovasi dilakukan sesuai dengan
umur ekonomik mana yang lebih pendek (which ever is shorter) antara
masa manfaat aset dengan masa pinjaman/sewa.
3) Pengungkapan
Aset Tetap Lainnya disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu
di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:

a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.


b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan Penambahan dan Penghapusan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset
Tetap Lainnya.

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan


Sesuai dengan PSAP 08 Paragraf 6, Konstruksi Dalam
Pengerjaan (KDP) adalah aset-aset yang sedang dalam proses
pembangunan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya, yang proses perolehannya dan/atau
pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan
belum selesai.
Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam operasional pemerintah atau
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh

82
karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap. Suatu aset berwujud harus
diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika besar kemungkinan
bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset
tersebut akan diperoleh, biaya perolehan tersebut dapat diukur secara
andal dan masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang
bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai
dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. Secara tegas
PSAP no 8 paragraf 16 menyatakan bahwa Konstruksi Dalam
Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika
kriteria berikut ini terpenuhi:(a) Konstruksi secara substansi telah selesai
dikerjakan; dan (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan
tujuan perolehan.
Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap
yang bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan;
jalan, irigasi, dan jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan
konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai
dengan tujuan perolehannya.
Dokumen sumber untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP
adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Dengan
demikian, apabila atas suatu KDP telah diterbitkan BAPP, berarti
pembangunan tersebut telah selesai. Selanjutnya, aset tetap definitif
sudah dapat diakui dengan cara memindahkan KDP tersebut ke akun
aset tetap yang bersangkutan.
Sehubungan pencatatan KDP Buletin Teknis no 15 memberi
pedoman sebagai berikut:
(1) Apabila aset telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan sudah diperoleh, dan aset tetap tersebut sudah
dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai
Aset Tetap Definitifnya.

83
(2) Apabila aset tetap telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan sudah diperoleh, namun aset tetap tersebut belum
dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai
Aset Tetap definitifnya.
(3) Apabila aset telah selesai dibangun, namun Berita Acara
Penyelesaian Pekerjaan belum ada, walaupun aset tetap tersebut
sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut masih
dicatat sebagai KDP dan diungkapkan di dalam CaLK.
(4) Apabila sebagian dari aset tetap yang dibangun telah selesai, dan
telah digunakan/dimanfaatkan, maka bagian yang
digunakan/dimanfaatkan masih diakui sebagai KDP.
(5) Apabila suatu aset tetap telah selesai dibangun sebagian (konstruksi
dalam pengerjaan), karena sebab tertentu (misalnya terkena
bencana alam/force majeur) aset tersebut hilang, maka penanggung
jawab aset tersebut membuat pernyataan hilang karena bencana
alam/force majeur dan atas dasar pernyataan tersebut Konstruksi
Dalam Pengerjaan dapat dihapusbukukan.

(6) Apabila BAST sudah ada, namun fisik pekerjaan belum selesai, akan
diakui sebagai KDP.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dapat diperoleh dengan swakelola
atau dengan kontrak konstruksi. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat
sebesar biaya perolehan.

Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola


menurut Bultek 15 PMK 181/PMK.06/2016 meliputi:
(a) Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang
mencakup biaya pekerjaan lapangan termasuk penyelia; biaya
bahan; pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke
lokasi konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya
rancangan dan bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan

84
kegiatan konstruksi. Bultek 09 memberi contoh biaya asuransinya
adalah asuransi kebakaran
(b) Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan
dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi;
Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung
berhubungan dengan konstruksi tertentu; dan biaya biaya lain yang
dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan
seperti biaya inspeksi.
Sehubungan nilai perolehan KDP yang dikerjakan oleh
Kontraktor Bultek no 15 yang mengutip PSAP 08 paragraf 22 PSAP no
08 berbasis akural (Lampiran I.09 ) menyatakan bahwa Nilai konstruksi
yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi: (a)
Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
tingkat penyelesaian pekerjaan; (b) Kewajiban yang masih harus
dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah
diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan; (c) Pembayaran
klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan
pelaksanaan kontrak konstruksi.
Dilihat dari cakupan pekerjaan yang dalam kontrak, Kontrak
konstruksi dapat meliputi: (a) kontrak untuk perolehan jasa yang
berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti
jasa arsitektur; (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; (c)
kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan
value engineering; (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset
dan restorasi lingkungan( PSAP no 8 paragran 10-PP 71 tahun 2010).
Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang
disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau
rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.
Klaim tersebut tentu akan mempengaruhi nilai yang akan diakui sebagai
KDP.

85
Menurut Paragraf 26 PSAP no 8 yang termasuk dalam Lampiran
I PP 71 tahun 2010, jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya
pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan
menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat
diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal.
Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang
timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai
konstruksi. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh
melebihi jumlah biaya bunga yang dibayar dan yang masih harus
dibayar pada periode yang bersangkutan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan disajikan sebesar nilai
moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB)
diungkapkan pula:
(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
(b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
(c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
(d) Uang muka kerja yang diberikan;
(e) Retensi.

4.5. Akuntansi Aset Lainnya


Sesuai dengan Penyataan Standar Akuntansi Pemerintahan no
1 PP 71 tahun 2010 lampiran I paragraph 66, Aset nonlancar lainnya
diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya
adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo
lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan fihak ketiga
(kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya. Sementara itu
dalam ilustrasi format neraca pemerintah pusat, dalam aset lainnya juga
termasuk aset lain-lain dengan demikian antara lain meliputi (1) Aset
tidak berwujud, (2) Kemitraan dengan pihak ketiga; (3) Kas yang dibatasi

86
penggunaannya, (4) Aset Lain-Lain. Pada kesempatan ini Kas yang
dibatasi penggunaannya tidak dibahas.
Aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan
angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi dan kemitraan
dengan pihak ketiga. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan
ke pos aset lain-lain.
a. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat
diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk
tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Aset tak berwujud meliputi software komputer, lisensi dan
franchise, hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya, dan hasil
kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.

1). Pengakuan Aset Tak Berwujud


Pengakuan berkaitan dengan kapan asset tak berwujud dicatat.
Pengakuan atas Aset Tak Berwujud ditentukan jenis transaksinya yang
meliputi penambahan, pengembangan dan pengurangan. Penambahan
adalah peningkatan nilai Aset Tak Berwujud yang disebabkan
pengadaan baru. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan
pada harga perolehan Aset Tak berwujud tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Aset Tak Berwujud
karena peningkatan manfaat ekonomis dan/atau sosial. Pengurangan
adalah penurunan nilai Aset Tak Berwujud dikarenakan berkurangnya
kuantitas aset tersebut.
Untuk hasil kajian yang tidak dapat diidentifikasi dan tidak
memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat
dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud.

87
2). Pengukuran Aset Tak Berwujud
Menurut PMK 181/PMK.06/2016 Aset tak berwujud dinilai
sebesar pengeluaran yang terjadi yang melekat pada aset tersebut
setelah dikurangi clengan biaya-biaya lain yang tidak dapat dikapitalisir
3). Pengungkapan Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu


di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai;
(b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan Penambahan, Pengembangan dan Pengurangan;
(c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset
Tak berwujud
4). Amortisasi Aset Tak Berwujud
Amortisasi Aset Tak berwujud diatur dalam PMK
251/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Amortisasi Barang Milik Negara
Berupa Aset Tak Berwujud Pada Entitas Pemerintah Pusat dan
Keputusan Menteri Keuangan nomor 620/KM.06/2015 tentang Masa
Manfaat Dalam Rangka Amortisasi Barang Milik Negara Berupa Aset
Tak Berwujud Pada Entitas Pemerintah Pusat.

b. Aset Kemitraan dengan fihak Ketiga


2). Pengertian
Aset kemitraan dengan pihak ketiga merupakan aset yang
digunakan pada pemanfaatan BMN dan/atau dihasilkan dari perjanjian
pemanfaatan BMN dalam bentuk Kerja Sama Pemanfaatan (KSP),
Bangun Guna Serah (BGS) , Bangun Serah Guna (BSG) atau bentuk
pemanfaatan yang serupa, antara Pengguna Barang atau Pengelola
Barang dengan pihak lain yang mempunyai komitmen untuk
melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan

88
menggunakan aset dan/atau hak usaha (PMK 181/PMK.06/2016 pasal
4 ayat 3).
Jenis aset kemitraan dengan fihak ketiga dapat berupa: (1)
Tanah; (2) Gedung dan Bangunan dan/atau Sarana beserta seluruh
fasilitasnya yang dibangun untuk pelaksanaan perjanjian
kerjasama/kemitraan; (3) BMN selain Tanah dan Bangunan.
2). Pengakuan
Aset Kerjasama/Kemitraan diakui pada saat terjadi perjanjian
kerjasama/kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset
tetap menjadi aset kerjasama/kemitraan.
Setelah masa perjanjian kerjasama berakhir, aset
kerjasama/kemitraan harus diaudit oleh aparat pengawas fungsional
sebelum diserahkan kepada Pengelola Barang dan/atau Pengguna
Barang. Penyerahan kembali objek kerjasama beserta fasilitasnya
kepada Pengelola Barang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian
dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Setelah masa
pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan fasilitas hasil
kerjasama/ kemitraan ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola
Barang. Klasifikasi aset hasil kerjasama/kemitraan berubah dari “Aset
Lainnya” menjadi “Aset Tetap” sesuai jenisnya setelah berakhirnya
perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola
Barang.
3). Pengukuran
Aset yang diserahkan oleh Pemerintah untuk diusahakan dalam
perjanjian kerjasama/kemitraan harus dicatat sebagai aset
kerjasama/kemitraan sebesar nilai bersih yang tercatat pada saat
perjanjian atau nilai wajar pada saat perjanjian, dipilih yang paling
objektif atau paling berdaya uji.
Dana yang ditanamkan Pemerintah dalam Kerjasama/Kemitraan
dicatat sebagai penyertaan Kerjasama/Kemitraan. Di sisi lain, investor
mencatat dana yang diterima ini sebagai kewajiban. Aset hasil

89
kerjasama yang telah diserahkan kepada pemerintah setelah
berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya,
dicatat sebesar nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada
saat aset tersebut diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling
berdaya uji.
4). Pengungkapan
Terkait dengan Perjanjian Kerjasama/Kemitraan, pengungkapan
berikut harus dibuat:
a) Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian;
b) Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian;
c) Ketentuan tentang perubahan perjanjian apabila ada;
d) Kententuan mengenai penyerahan aset kerjasama/kemitraan kepada
pemerintah pada saat berakhirnya masa kerjasama;
e) Ketentuan tentang kontribusi tetap yang harus dibayar/disetor mitra
kerjasama ke Rekening Kas Negara; dan
f) Penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil kerjasama.
g) Klasifikasi aset yang membentuk aset kerjasama;
h) Penentuan biaya perolehan aset kerjasama/kemitraan; dan
i) Penentuan depresiasi/penyusutan aset kerjasama/kemitraan.

c. Aset Lain-lain
1). Pengertian
Aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan
angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi dan kemitraan
dengan pihak ketiga. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan
ke pos aset lain-lain. Pembahasan berikut ini dibatasi pada asset tetap
yang dihentikan dari penggunaan aktif.

90
2). Pengakuan

Aset tetap diakui sebagai aset lain-lain pada saat dinilai kondisi
asset tetap tersebut adalah rusak berat, tetapi belum ada Surat
Keputusan Penghapusan. Pengakuan atas Aset Lain-lain ditentukan
jenis transaksinya meliputi penambahan dan pengurangan.
Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Lain-lain yang disebabkan
perpindahan dari pos aset tetap. Pengurangan adalah penurunan nilai
Aset Lain-lain dikarenakan telah dikeluarkannya Surat Keputusan
Penghapusan dan harus dieliminasi dari Neraca.
3). Pengukuran

Aset lain-lain dinilai sebesar biaya perolehannya atau nilai yang


tercatat sebelumnya pada pos aset tetap.
4). Pengungkapan

Aset lain-lain disajikan Neraca sebesar nilai moneternya. Selain


itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai;
(b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan Penambahan dan Pengurangan;
(c) Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan Aset Lain-lain.

4.6. Akuntansi Penyusutan Aset Tetap


Sesuai dengan PMK no 1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan
Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat
sebagaimana telah diubah dengan PMK no 90/PMK.06/2014 dikatakan
bahwa penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan
penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset.
Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa jenis aset
tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang
terbatas. Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu

91
aset dilakukan penyesuaian nilai. Penyusutan ini diberlakukan baik
barang yang berada dalam penguasaan pengguna barang, barang yang
berada dalam pengelolaan pengelola barang serta barang yang
dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan BMN.
Penyusutan/Depresiasi Aset Tetap ini memiliki tujuan antara lain:
a. menyajikan nilai aset tetap secara wajar sesuai dengan manfaat
ekonomi aset dalam laporan keuangan pemerintah pusat;
b. mengetahui potensi BMN dengan memperkirakan sisa masa manfaat
suatu BMN yang masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam
beberapa tahun kedepan;
c. memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis
dalam menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal
untuk mengganti atau menambah aset tetap yang sudah dimiliki
Beberapa hal penting terkait dengan penyusutan sesuai dengan
PMK no 1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan BMN berupa aset tetap
pada entitas Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan PMK
90/PMK.06/2014 tentang Perubahan PMK no 1/PMK.06/2013 yang
selanjutnya diubah dengan PMK 247/PMK.06/2014 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.06/2013
tentang Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada
Entitas Pemerintah Pusat dan KMK 94/KM.06/2013 tentang Modul
Penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap pada Entitas
Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan
KMK.145/KM.06/2014 dan adalah sebagai berikut:
1) Perhitungan dan penyusutan Aset Tetap dilakukan setiap akhir
semester tanpa memperhitungkan adanya nilai residu.
2) Perhitungan dan penyusutan Aset Tetap dalam satuan mata uang
rupiah dengan pembulatan hingga satuan rupiah terkecil
(Penerapannya lihat KMK 145/KM.06.2014).

92
3) Perhitungan dan penyusutan Aset Tetap dilakukan sejak
diperolehnya aset tetap sampai dengan berakhirnya Masa Manfaat
Aset Tetap.
4) Pencatatan Penyusutan aset tetap dalam neraca dilakukan sejak
diperolehnya aset tetap sampai dengan aset tetap tersebut
dihapuskan.
5) Dikecualikan dari Ketentuan sebagaimana dimaksud dengan ayat 3
dan ayat 4, sepanjang aset tetap diperoleh sebelum tahun 2005,
maka sebagai tindak lanjut dari hasil inventarisasi dan penilaian:
a. penghitungan penyusutan dilakukan sejak semester II tahun 2010
sampai dengan berakhirnya masa manfaat aset tetap.
b. Pencatatan penyusutan dalam neraca dilakukan sejak
penghitungan penyusutan sebagaimana dimaksud pada huruf a di
atas sampai dengan penyusutan tersebut dihapuskan.

Sebagai tindak lanjut dari ketentuan di atas, maka dilakukan


perubahan atas modul penyusutan yang tertuang dalam KMK
94/PMK.06/2013 dengan KMK 145/KM.06/2014.
Menurut KMK 145/KM.06/2014 untuk aset tetap yang dibeli tahun
2005 akan disusutkan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Penyusutan yang dihitung terdiri dari penyusutan sebelum tahun 2013
dan penyusutan tahun 2013 dan seterusnya.
b. Penyusutan untuk sebelum tahun 2013 (mulai perolehan aset tetap
sampai dengan satu semester sebelum diberlakukannya penyusutan)
akan diperlakukan sebagai penambah akumulasi penyusutan dan
pengurang ekuitas.
Contoh 1
Suatu aset diperoleh pada semester I tahun 1980 dengan nilai
perolehan Rp6.000.000.000,00. Gedung tersebut telah dilakukan IP
pada tahun 2007 dengan nilai IP sebesar Rp3.900.000.000,00. Menurut

93
KMK tabel manfaat, gedung ini memiliki masa manfaat 50 tahun atau
100 semester.
Perhitungan penyusutan:
Sesuai tabel manfaat berarti gedung ini akan dapat digunakan
selama 50 tahun sejak semester 1 tahun 1980 berarti semester kedua
tahun 2029. Namun karena sudah dilakukan IP maka ada 2 kententuan
yang harus dipatuhi yaitu: (1) Nilai yang disusutkan adalah nilai IP yaitu
Rp3.900.000.000,00 dan (2) penyusutan dimulai pada semester II tahun
2010. Dengan demikian masa manfaat yang digunakan untuk
menghitung penyusutan tahunannya adalah 39 semester (semester II
tahun 2010 sd. Semester kedua tahun 2029). Sehingga penyusutan satu
semester = Rp3.900.000.000,00/39 = Rp100.000.000,00.
Penyusutan dari semester II tahun 2010 s.d. semester II tahun
2012 = 5 xRp100.000.000,00= Rp500.000.000,00. Jumlah ini akan
menambah akumulasi penyusutaan dan mengurangi Ekuitas.

Contoh 2
Suatu aset diperoleh pada semester II tahun 1980 dengan nilai
perolehan Rp7.000.000.000,00. Gedung tersebut telah dilakukan IP
pada tahun 2007 dengan nilai IP sebesar Rp4.500.000.000,00. Menurut
KMK tabel manfaat, gedung ini memiliki masa manfaat 50 tahun atau
100 semester. Setelah dilakukan IP, aset tersebut direnovasi dengan
biaya Rp500.000.000,00
Perhitungan penyusutan
Sesuai tabel manfaat berarti gedung ini akan dapat digunakan
selama 50 tahun sejak semester 2 tahun 1980 berarti semester pertama
tahun 2030. Namun karena sudah dilakukan IP maka ada 2 kententuan
yang harus dipatuhi yaitu: (1) Nilai yang disusutkan adalah nilai IP yaitu
Rp4.500.000.000,00 ditambah nilai renovasi Rp500.000.000,00 dan (2)
penyusutan dimulai pada semester II tahun 2010. Dengan demikian
masa manfaat yang digunakan untuk menghitung penyusutan

94
tahunannya adalah 39 semester (semester II tahun 2010 sd. Semester
kesatu tahun 2030). Sehingga penyusutan satu semester =
Rp5.000.000.000,00/40 = Rp125.000.000,00. Penyusutan dari
semester II tahun 2010 s.d. semester II tahun 2012 = 5
xRp125.000.000,00= Rp625.000.000,00. Jumlah ini akan menambah
akumulasi penyusutaan dan mengurangi Ekuitas.

4.7. Penentuan Kondisi Barang Milik Negara


Setiap akhir Periode Akuntansi Satuan kerja harus menyusun
Laporan Kondisi Barang berdasarkan hasil pengecekan ulang. Teknis
pelaksanaan pengecekan diserahkan kepada Penanggungjawab UPKPB.
Laporan Kondisi Barang menggambarkan kondisi BMN pada saat tertentu
yang meliputi Baik (B), Rusak Ringan (RR), dan Rusak Berat (RB).
Kriteria kondisi baik, rusak ringan dan rusak berat dapat dilihat pada
lampiran VI PMK 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan BMN yang
diikhtisarkan sebagai berikut:
Kriteria kondisi aset tetap yang dimaksud pada butir b dilakukan
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
No Jenis BMN Kondisi Kriteria
1 Barang Baik (B) Apabila kondisi barang tersebut masih
Bergerak dalam keadaan utuh dan berfungsi
dengan baik.
Rusak Apabila barang tersebut masih dalam
Ringan keadaan utuh tetapi kurang berfungsi
(RR) dengan baik. Untuk berfungsi dengan
baik memerlukan perbaikan ringan dan
tidak memerlukan penggantian bagian
utama/ komponen pokok.
Rusak Apabila kondisi barang tersebut tidak
Berat utuh dan tidak berfungsi lagi atau
(RB) memerlukan perbaikan besar/
penggantian bagian utama/komponen
pokok, sehingga tidak ekonomis lagi
untuk diadakan perbaikan/rehabilitasi.
2 Barang Tidak
Bergerak

95
Tanah Baik (B) Apabila kondisi tanah tersebut siap
dipergunakan dan/atau dimanfaatkan
sesuai dengan peruntukannya.
Rusak Apabila kondisi tanah tersebut karena
Ringan sesuatu sebab tidak dapat
(RR) dipergunakan dan/atau dimanfaatkan
dan masih memerlukan
pengolahan/perlakuan (misalnya
pengeringan, pengurugan, perataan,
dan pemadatan) untuk dapat
dipergunakan sesuai dengan
peruntukannya.
Rusak Apabila kondisi tanah tersebut tidak
Berat dapat lagi dipergunakan dan/atau
(RB) dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya karena adanya bencana
alam, erosi dan sebagainya.
Jalan dan Baik (B) Apabila kondisi fisik barang tersebut
Jembatan dalam keadaan utuh dan berfungsi
dengan baik.

Rusak Apabila kondisi fisik barang tersebut


Ringan dalam keadaan utuh namun memelukan
(RR) perbaikan ringan untuk dapat
dipergunakan sesuai dengan fungsinya.
Rusak Apabila kondisi fisik barang tersebut
Berat dalam keadaan tidak utuh/tidak
(RB) berfungsi dengan baik dan memerlukan
perbaikan dengan biaya besar.
Bangunan Baik (B) Apabila bangunan tersebut utuh dan
tidak memerlukan perbaikan yang
berarti kecuali pemeliharaan rutin.
Rusak Apabila bangunan tersebut masih utuh,
Ringan memerlukan pemeliharaan rutin dan
(RR) perbaikan ringan pada komponen
komponen bukan konstruksi utama.
Rusak Apabila bangunan tersebut tidak utuh
Berat dan tidak dapat dipergunakan lagi
(RB)

96
Kegiatan Belajar Kelima
KEBIJAKAN KAPITALISASI BMN

5.1. Tujuan Kebijakan Kapitalisasi


Jika suatu entitas memiliki aset misalnya aset tetap biasanya entitas
tersebut akan mengalami pengeluaran uang untuk aset tersebut. Suatu
pengeluaran untuk aset tetap mungkin hanya memberikan manfaat
ekonomi pada tahun pengeluaran seperti biaya pemeliharaan biasa.
Namun juga terdapat pengeluaran untuk aset tetap yang memberikan
manfaat ekonomi lebih dari satu tahun. Dalam praktik mungkin akan
mengalami kesulitan untuk menentukan apakah suatu pengeluaran akan
memberi manfaat dalam tahun berjalan saja atau untuk beberapa tahun ke
depan. Pengeluaran yang akan memberi manfaat tahun berjalan saja akan
dianggap sebagai beban dan dilaporkan dalam Laporan Operasional,
sementara itu pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari 12 bulan akan
dikapitalisir yang dicatat menambah nilai dari aset yang bersangkutan.
Entitas harus membuat kebijakan terkait kapitalisasi pengeluaran tersebut.
Sesuai dengan PMK 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan BMN pasal
40 ayat 1, kapitalisasi BMN merupakan batasan nilai minimum per satuan
BMN untuk dapat disajikan sebagai aset tetap pada neraca. Untuk dapat
dilaporkan di neraca, pengeluaran tersebut pertama kali dicatat sebagai
aset dan selanjutnya aset tersebut dilaporkan di neraca.
Kebijakan kapitalisasi pengeluaran untuk BMN ditujukan untuk
landasan hukum dalam pengelolaan dan penatausahaan BMN. Di samping
itu kebijakan ini juga ditujukan untuk terwujudnya keseragaman dalam
menentukan nilai BMN yang dikapitalisir. Kebijakan ini juga berguna untuk
mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam pencatatan nilai BMN.

5.2. Pengeluaran yang dikapitalisasi.


Kapitalisasi yang merupakan pencatatan sebagai aset dilakukan
terhadap pengadaan tanah, pembelian peralatan dan mesin sampai siap

97
pakai, pembuatan peralatan, mesin dan bangunan, pembangunan gedung
dan bangunan, pembangunan jalan/irigasi/jaringan, pembelian Aset Tetap
lainnya sampai siap pakai, dan pembangunan/pembuatan Aset Tetap
lainnya. Ada pengecualian dari aset yang disebutkan di atas yaitu
pengeluaran untuk BMN aset tetap lainnya berupa hewan, ikan, dan
tanaman yang digunakan dalam rangka tugas dan fungsi, tidak dilakukan
kapitalisasi.
Pengeluaran yang dikapitalisasi sebagaimana di atas dirinci lebih
lanjut sebagai berikut:
1) Pengadaan tanah meliputi biaya pembebasan, pembayaran honor tim,
biaya pembuatan sertifikat, biaya pematangan, pengukuran, dan
pengurugan.
2) Pembelian peralatan dan mesin sampai siap pakai meliputi harga barang,
ongkos angkut, biaya asuransi, biaya pemasangan, dan biaya selama
masa uji coba.
3) Pembuatan peralatan, mesin, dan bangunan meliputi:
a) Pembuatan peralatan dan mesin dan bangunannya yang
dilaksanakan melalui kontrak berupa pengeluaran sebesar nilai
kontrak ditambah biaya perencanaan dan pengawasan, biaya
perizinan, dan jasa konsultan.
b) Pembuatan peralatan dan mesin dan bangunannya yang
dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak
langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tanaga
kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, dan
biaya perizinan.
4) Pembangunan gedung dan bangunan meliputi:
a) Pembangunan gedung dan bangunan yang dilaksanakan melalui
kontrak berupa pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan
pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan dan
pembongkaran bangunan lama.

98
b) Pembangunan yang dilaksanakan secara swakelola berupa biaya
langsung dan tidak langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan
baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan
pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan bongkar
bangunan lama.
5) Pembangunan jalan/irigasi/jaringan meliputi:
a) Pembangunan jalan/irigasi/jaringan yang dilaksanakan melalui
kontrak berupa nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan,
biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan dan
pembongkaran bangunan yang ada diatas tanah yang diperuntukkan
untuk keperluan pembangunan.
b) Pembangunan jalan/irigasi/jaringan yang dilaksanakan secara
swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai siap
pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan,
biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya
pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ada diatas tanah
yang diperuntukkan untuk keperluan pembangunan.
6) Pembelian Aset Tetap Lainnya sampai siap pakai meliputi harga
kontrak/beli, ongkos angkut, dan biaya asuransi.
7) Pembangunan/pembuatan Aset Tetap Lainnya:
a) Pembangunan/pembuatan Aset Tetap Lainnya yang dilaksanakan
melalui kontrak berupa nilai kontrak, biaya perencanaan dan
pengawasan, dan biaya perizinan.
b) Pembangunan/pembuatan Aset Tetap Lainnya yang dilaksanakan
secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai
siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa
peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan
jasa konsultan.
Pencatatan atas suatu aset tidak hanya berasal dari pembelian
atau pembangunan aset yang bersangkutan. Pencatatan bertambahnya
aset juga disebabkan adanya penerimaan hibah dan adanya barang

99
rampasan. Di samping itu juga dapat terjadi penambahan nilai aset
karena pengembangan, reklasifikasi, renovasi, dan restorasi aset.
Nilai penerimaan hibah dari pihak ketiga meliputi nilai yang
dinyatakan oleh pemberi hadiah atau nilai taksir, ditambah dengan biaya
pengurusan. Nilai penerimaan Aset Tetap dari rampasan meliputi nilai
yang dicantumkan dalam keputusan pengadilan atau nilai taksiran harga
pasar pada saat aset diperoleh ditambah dengan biaya pengurusan
kecuali untuk Tanah, Gedung dan Bangunan meliputi nilai taksiran atau
harga pasar yang berlaku. Nilai reklasifikasi masuk meliputi nilai
perolehan aset yang direklasifikasi ditambah biaya merubah apabila
menambah umur, kapasitas dan manfaat. Nilai pengembangan tanah
meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pengurugan dan pematangan.
Nilai renovasi dan restorasi meliputi biaya yang dikeluarkan untuk
mengingkatkan kualitas dan/atau kapasitas.

5.3. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap


Sesuai dengan PMK 181/PMK.06/2016, Nilai Satuan Minimum
Kapitalisasi Aset Tetap adalah pengeluaran pengadaan baru dan
penambahan nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi,
renovasi, dan restorasi. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap
adalah:
a. sama dengan atau lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), untuk:
1). peralatan dan mesin; atau
2). aset tetap renovasi peralatan dan mesin; dan
b. sama dengan atau lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah), untuk:
1). gedung dan bangunan; atau
2). aset tetap renovasi gedung dan bangunan.
Nilai kapitalisasi minimum tersebut di atas tidak berlaku untuk BMN
berupa tanah, Jalan Irigasi dan Jaringan, KDP atau koleksi perpustakaan

100
dan barang bercorak kesenian, sehingga berapapun nilai perolehannya
dikapitalisasi.
Dengan diundangkannya PMK 181/PMK.06/2016, ketentuan Nilai
Satuan Minimum Kapitalisasi sesuai PMK 120/PMK.06/2007 masih dapat
digunakan sampai dengan 2 (dua) tahun terhitung sejak diundangkannya
PMK 181/PMK.06/2016.

101

Anda mungkin juga menyukai