Anda di halaman 1dari 183

TREASURY KNOWLEDGE

digest

All behind the strategic policies

DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN


KEMENTERIAN KEUANGAN

1
Pembina
Direktur Jenderal Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono

Penanggung Jawab
Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan Haryana

Ketua
Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Teguh Dwi Nugroho

Sekretaris
Kepala Subbagian Pengembangan Kompetensi dan Budaya Organisasi Azizatul Munawaroh

Tim Administrasi
Sakop, R. Dwi Koerniadi Widodo, Dirga Mahardika, Eko Dwiyanto, Febrian Bagus Setiawan

Tim Pengembangan Konten Knowledge


A.A. Gunawan, Arief Rahman Hakim, Fauzi Syafriel, Arif Kurniadi, Edi Santoso, Deni Haryono,
Aziz Muthohar, Ade Bebi Irama, Arief Priyantoro, Taufik, Akhmad Budhisusetyo, Bayu Setiawan Yuniarto,
Sulistiyono, Yogi Dwiyantoro, Anandita Ramdhani Widigdya

Tim Analis dan Quality Control Konten Knowledge


Para Direktur lingkup Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan, Syafriadi, Tunas Agung Jiwa Brata,
Moch. Chomnur S., M. Syaibani, Noor Faisal Ahmad, Mei Ling,
Eko Sulistijo, Nurmalindah, Sigid Mulyadi

Tim Penyusunan Knowledge Repository


Arif Wibawa, Teddy Imam Saputro, Noor Afies Prasetyo, Muhammad Reza Alfarisi, Pringadi Abdi Surya

Tim Layout dan Illustrator


Muhammad Taufiqur Rahman, Muhammad Iqbal Arabi, Dedi Supriadi, Reno Samudra,
Tri Satria Adiguna

Narasumber
Siswo Sujanto, Didyk Choiroel, Yuniar Yanuar Rasyid, Junaedi, Edward U.P. Nainggolan,
Wibawa P. Sihombing, Noor Faisal Ahmad, Adnan Agung Nugraha.

2
Daftar Isi
PRAKATA DIRJEN PERBENDAHARAAN
RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai Tonggak Sejarah


Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 19
B. DASAR HUKUM 20
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 22
B. UPAYA-UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 23
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 26

BAB II KPPN Percontohan


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 31
B. DASAR HUKUM 34
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 36
B. UPAYA – UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 37

BAB III Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 51
B. DASAR HUKUM 57
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 57
B. UPAYA – UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 60
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 65

BAB IV Treasury Single Account (TSA)


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 71
B. DASAR HUKUM 72

3
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 74
B. UPAYA -UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 77
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 82

BAB V Treasury Dealing Room (TDR)


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 87
B. DASAR HUKUM 88
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 90
B. UPAYA-UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 92
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 95

BAB VI Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 99
B. DASAR HUKUM 101
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 101
B. UPAYA- UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 106
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 118

BAB VII Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan Keuangan Pemerintah
Konsolidasian
LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 127
B. DASAR HUKUM 131
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 132
B. UPAYA- UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 133
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 139

BAB VIII Bantuan Sosial


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 143
B. DASAR HUKUM 144

4
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 148
B. UPAYA-UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 149
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 151

BAB IX Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik Negara sebagai
Special Mission Vehicle
LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 155
B. DASAR HUKUM 157
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 158
B. UPAYA – UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 162

BAB X Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum


LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM
A. LATAR BELAKANG 171
B. DASAR HUKUM 173
LEARNING POINT
A. ALTERNATIF-ALTERNATIF DAN ALASAN PEMILIHAN ALTERNATIF 173
B. UPAYA – UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 176
C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 179

5
Halaman ini sengaja dikosongkan

6
A ssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh

Sebagai organisasi yang mempunyai visi menjadi pe-


ngelola perbendaharaan yang unggul di tingkat dunia, peran
Direktorat Jenderal Perbendaharaan menjadi semakin krusial dan
lebih menantang. Krusial, karena setiap kebijakan yang diambil
akan menentukan bagaimana APBN akan dikelola, tidak hanya
secara efisien dan efektif, namun juga modern. Menantang, kare-
na kebijakan dalam pengelolaan perbendaharaan dituntut untuk
senantiasa mampu beradaptasi dan dapat diimplementasikan
sesuai dinamika perekonomian global maupun domestik, khusus-
nya yang terkait dengan fungsi-fungsi treasury.

Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang dirumuskan den-


gan penggabungan antara pendekatan riset dan keilmuan, best
practise, serta pengalaman dimasa lalu dan intuisi sesuai dengan
kerangka pikir pengambil kebijakan.

Pendokumentasian dan penataan dengan baik terhadap “behind


the scene” dari proses pengambilan kebijakan strategis dimasa
lalu, untuk kemudian mempelajarinya, merupakan langkah strat-
egis dan penting bagi kebutuhan dinamika dan perkembangan
organisasi ke arah yang lebih baik.

Sebagai penutup, saya ucapkan Selamat atas tersusunnya Treasury


Knowledge Digest. Saya berharap dengan diinisiasinya Treasury
Knowledge digest ini, insan perbendaharaan mampu meman-
faatkan dengan baik dan bijak agar kita mampu merumuskan
kebijakan maupun regulasi di bidang perbendaharaan dengan
lebih baik lagi, dimasa yang akan datang.

Marwanto Harjowiryono
Direktur Jenderal Perbendaharaan

7
Halaman ini sengaja dikosongkan

8
Ringkasan Eksekutif
Sejak berdirinya pada lebih dari satu dekade yang lalu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah memberikan
kontribusi luar biasa dalam perannya sebagai pengelola APBN. Peran tersebut dijalankan dengan sangat baik,
oleh seluruh unit Direktorat Jenderal Perbendaharaan, baik pada tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah mau-
pun Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di seluruh Indonesia sehingga program-program pemerintah
berjalan sebagaimana mestinya. Peran tersebut mampu dilaksanakan secara optimal, karena adanya kesinam-
bungan antara kebijakan dan operasionalisasinya.

Kontribusi luar biasa tersebut disumbangkan salah satunya melalui kebijakan-kebijakan strategis dibidang
pengelolaan perbendaharaan negara. Kebijakan-kebijakan strategis tersebut, lahir sebagai buah pikir, cipta,
rasa dan karsa para insan perbendaharaan yang memiliki kompetensi yang mumpuni, kreatifitas, jiwa inovatif
dan berkomitmen penuh untuk mewujudkan visi misi organisasi dengan berbagai terobosan pemikiran.
Pemikiran-pemikiran yang kemudian dituangkan menjadi berbagai kebijakan strategis tersebut merupakan
aset (intangible aset) yang sangat berharga bagi sebuah organisasi. Aset ini tentu akan menjadi sia-sia apabila
hilang begitu saja, seiring dengan keluarnya insan perbendaharaan tersebut dari Direktorat Jenderal Perbenda-
haraan. Pemikiran-pemikiran berharga ini tidak dapat dipelajari oleh generasi di masa depan dan digunakan
untuk memunculkan kebijakan-kebijakan yang lebih baik di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pada
akhir tahun 2016 Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki inisiatif untuk memulai melaksanakan
langkah-langkah strategis guna menangkap (capturing), mengorganisasikan dan menyimpan dengan baik,
pemikiran atau pengetahuan tersebut ke dalam sebuah corporate memory yang berbentuk buku dengan judul
“Treasury Knowledge Digest”. Ketiga proses ini merupakan bagian dari sebuah disiplin ilmu yang disebut
Knowledge Management.

Alur Pikir Treasury Knowledge Digest


Sebagai langkah awal dirumuskan alur pikir yang mendasari pembuatan buku. Penentuan alur pikir terkait
konten pengetahuan yang akan digali untuk kemudian dituangkan dalam buku, termasuk bagaimana konten
pengetahuan tersebut akan diproses.

Sebagaimana arahan dari Menteri Keuangan, bahwa konten dari pengelolaan pengetahuan adalah pengeta-
huan para pengambil kebijakan atas kebijakan-kebijakan strategis yang pernah diambil dan dituangkan dalam
berbagai bentuk peraturan bahkan perundangan, maka konten utama dari buku ini adalah tacit knowledge
dari para pejabat yang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan pada hakikatnya adalah suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif

9
yang membawa pemilihan suatu tindakan diantara beberapa alternatif yang tersedia untuk kemudian meng-
hasilkan suatu keputusan final. Oleh karena itu, buku ini disusun dengan perspektif pengetahuan para pe-
ngambil kebijakan, yaitu:

1. “What” yang akan menguraikan tentang apa kebijakan tersebut.


2. “Why” yang akan menguraikan latar belakang pengambilan keputusan dan alasan pemilihan alter-
natif.
3. “When” yang akan mengungkapkan kapan kebijakan diambil sehingga memberi gambaran kepada
pembaca kondisi yang terjadi saat itu.
4. “Who” mengungkapkan siapa saja yang terlibat dan pihak-pihak yang terdampak dari kebijakan.
5. “How” yang mengungkapkan bagaimana kebijakan tersebut diterapkan, bagaimana menjaga kebi-
jakan agar tetap berjalan di masa yang akan datang, dan bagaimana dinamika atau pro-kontra yang
terjadi selama pengambilan keputusan.

Dengan perspektif tersebut di atas, diharapkan insan perbendaharaan mendapatkan pemahaman yang kom-
prehensif tentang suatu kebijakan atau keputusan, yaitu latar belakang pengambilan keputusan, alternatif-al-
ternatif yang muncul, waktu dan kondisi yang terjadi pada saat pengambilan keputusan, bagaimana keputu-
san dilaksanakan, termasuk dinamika yang mewarnai proses pengambilan keputusan.

Proses Penyusunan
Setelah dilaksanakannya perumusan alur pikir, berikutnya ditentukan langkah-langkah strategis penyusunan
buku sebagai berikut:

1. Pembentukan Tim Perumusan Inisiatif Knowledge Management Direktorat Jenderal Perbenda-


haraan.
Tim terdiri dari para pejabat eselon III dan eselon IV pada setiap direktorat dan bagian lingkup
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tim bertindak sebagai koordinator untuk setiap
aktivitas inisiatif knowledge management, termasuk pengumpulan dan reviu bahan.

2. Identifikasi kebijakan strategis masing-masing direktorat.


Buku yang disusun, sebagai sebuah knowledge repository Direktorat Jenderal Perbendaharaan berisi
kebijakan-kebijakan strategis dan segala hal materiil dibalik pengambilan keputusannya. Kedua hal
ini merupakan learning point utama dalam buku yang disusun. Tim perumus inisiatif KM Direk-
torat Jenderal Perbendaharaan merumuskan kriteria dalam identifikasi kebijakan strategi, yaitu:

a. Kebijakan diputuskan oleh pejabat yang menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon II, yang
ditetapkan pada periode 2004 s.d. 2016;

10
b. Kebijakan diterapkan atau berlaku secara nasional;
c. Kebijakan tersebut merupakan terobosan besar dan/atau memberikan perubahan besar ke arah
yang lebih baik bagi pengelolaan keuangan negara, sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.

3. Pembuatan kertas kerja knowledge capturing.


Agar kebijakan-kebijakan strategis dapat dikonversi menjadi sebuah lesson learned, diperlukan
sebuah tools untuk membimbing tim dalam mengubah data kebijakan strategis ke dalam perspektif
pengetahuan “what”, “why”, “who”, “when”, dan “how”. Oleh karena itu, disusunlah kertas kerja
knowledge capturing tools.

4. Pemilihan kebijakan strategis yang akan dimuat di buku dan alasan pemilihannya.
Dari proses identifikasi, Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan memperoleh 74 kebijakan
strategis. Besar keinginan kami untuk dapat menggali lebih dalam seluruh kebijakan dan menuang-
kannya dalam buku. Namun demikian, pertimbangan efisiensi dan keterbatasan waktu penyusu-
nan, dipilihlah beberapa kebijakan-kebijakan yang menonjol dan mewakili pelaksanaan tugas dan
fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kebijakan yang dipilih untuk diangkat dalam buku
berikut learning point yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang Keuangan Negara dan Undang-undang Perbendaharaan Negara


Kedua undang-undang ini, bersama dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, merupakan paket undang-un-
dang yang menjadi tonggak reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Kedua un-
dang-undang tersebut menjadi dasar utama pengambilan kebijakan-kebijakan strategis lainnya,
khususnya yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Setiap
insan perbendaharaan perlu mengetahui behind the scene dari kedua undang-undang tersebut
agar mengetahui dasar dan filosofi dari setiap kebijakan yang diambil di Direktorat Jenderal Per-
bendaharaan.

b. KPPN Percontohan
Keputusan untuk membangun KPPN Percontohan merupakan sebuah terobosan besar untuk
mengejawantahkan pilar-pilar reformasi birokrasi Kementerian Keuangan yang meliputi Penata-
an Organisasi, Penyempurnaan Proses Bisnis, dan Peningkatan Disiplin dan Manajemen Sumber
Daya Manusia. Membentuk KPPN Percontohan tidak dalam waktu sekejap. Perlu waktu lebih
dari 5 (lima) tahun untuk menjadikan seluruh KPPN melaksanakan SOP KPPN Percontohan.
Buku ini ingin menyampaikan asal muasal dan juga upaya-upaya yang dilakukan untuk mene-
rapkan kebijakan KPPN Percontohan di seluruh Indonesia.

11
c. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN)
Bersama dengan KPPN Percontohan, pembangunan aplikasi SPAN juga termasuk bentuk
pengejawantahan tiga pilar reformasi birokrasi dan modernisasi pengelolaan keuangan negara.
Perubahan yang signifikan, terutama dari aspek proses bisnis dan teknologi informasi, menuntut
organisasi untuk melupakan upaya yang luar biasa. Kebijakan-kebijakan strategis terkait upaya
implementasi SPAN terlalu besar untuk tidak ditangkap dan dituangkan dalam buku.

d. Treasury Single Account (TSA)


Kebijakan TSA merupakan sebuah titik awal yang sangat penting bagi pelaksanaan manajemen
kas yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk merealisasikan konsep zero balance dan simplifikasi
rekening negara sehingga mudah dikelola, sangat luar biasa. Posisi TSA sebagai sebuah titik awal
manajemen kas negara modern yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, kemu-
dian menjadi pertimbangan TSA menjadi konten dalam buku.

e. Treasury Dealing Room (TDR)


Salah satu langkah lanjutan dari penerapan TSA adalah bagaimana uang negara yang telah di-
himpun dalam sebuah rekening tunggal, kemudian ditempatkan agar tidak menjadi idle cash dan
membawa manfaat lebih bagi keuangan negara. Treasury Dealing Room adalah sebuah konsep
luar biasa mengenai upaya penempatan uang negara tersebut, yang perlu dipelajari oleh setiap
insan perbendaharaan. Melalui artikel TDR dan TSA, insan perbendaharaan juga akan belajar
mengenai pihak-pihak yang terkait dengan pengelaan kas yang dilakukan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dan bagaimana upaya-upaya koordinasi dan komunikasi efektif itu dibangun.

f. Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual


Upaya untuk mempertanggungjawabkan setiap pengeluaran negara yang dibayar melalui APBN
memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari hanya berupa pencatatan secara single entry hingga
sekarang pembukuan dengan sistem double entry, yaitu akuntansi berbasis akrual. Penerapan
akuntansi berbasis akrual sendiri adalah sesuatu yang insightful, mulai dari penentuan basis
akuntansi yang akan digunakan oleh pemerintah, implementasi cash toward accrual accounting
sampai dengan implementasi penuh, yang tergambar dalam setiap upaya perumusan dan pene-
rapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun
2010. Keseluruhan sejarah, upaya pemilihan alternatif dan upaya implementasi, telah di-capture
dan dituangkan dalam buku ini.

Dalam bab Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual, akan sedikit diuraikan men-

12
genai prestasi pemerintah yaitu perolehan opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap
LKPP 2016, dimana Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki andil yang sangat besar dalam
setiap upaya penyusunannya. Insan perbendaharaan diharapkan dapat memetik pelajaran ber-
harga dari setiap upaya yang dilakukan.

g. Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian/


Government Finance Statistics
Bab Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan Keuangan Pemerintah Konsoli-
dasian menguraikan upaya-upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan
untuk memenuhi amanah Undang-undang baik Undang-undang Keuangan Negara maupun
Undang-undang Perbendaharaan Negara bahwa Laporan Keuangan Pemerintah dapat meng-
hasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada Manual Statistik Keuangan Pemerintah
(Government Finance Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan
dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antarnegara (cross country studies),
kegiatan pemerintahan, dan penyajian statistik keuangan pemerintah.

h. Bantuan Sosial
Bantuan sosial merupakan program kerja pemerintah yang langsung bersentuhan dengan ma-
syarakat kecil. Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki peran yang sangat penting teruta-
ma dalam perumusan kebijakan penyaluran. Perubahan terakhir aturan mengenai penyaluran
bantuan sosial menunjukkan bagaimana Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat secara cepat
merespon arahan Presiden Joko Widodo pada triwulan pertama tahun 2016, agar penyaluran
bantuan sosial dapat dilakukan secara non tunai melalui sistem perbankan, termasuk juga men-
jalankan arahan mengenai simplifikasi pertanggungjawaban dengan tetap memperhatikan prin-
sip-prinsip tata kelola keuangan negara. Dalam buku ini diungkapkan upaya-upaya perumusan
dan pelaksanaan kebijakan pe- nyaluran bantuan sosial sesuai dengan arahan presiden tersebut.

i. Implementasi Penerusan Pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara sebagai Special Mission
Vehicle
Terobosan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam menginisasi pene-
rusan pinjaman kepada BUMN melalui mekanisme sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.05/2016 tentang Penerusan Pinjaman Dalam Negeri dan
Penerusan Luar Negeri untuk BUMN dan Pemda, menunjukkan komitmen Direktorat Jenderal
Perbendaharaan untuk melakukan tata kelola keuangan negara sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku dalam hal pembiayaan kepada BUMN/Pemda. Komitmen itu ditunjukkan dari
upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk menginisiasi perubahan me-
kanisme pembiayaan dari sebelumnya menggunakan Rekening Dana Investasi (RDI) yang ber-

13
sifat off-budget menjadi mekanisme penerusan pinjaman yang bersifat on-budget sehingga lebih
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

j. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum


Pemerintah selalu berupaya untuk memberikan layanan kepada masyarakat yang berkualitas de-
ngan biaya yang rendah. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, diperlukan pola khusus yang
dapat diterapkan di lembaga-lembaga yang langsung memberikan layanan pokok kepada ma-
syarakat, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan. Pola yang berorientasi pada output
layanan yang maksimal dan tidak terlalu terjebak dalam birokrasi, namun tetap dapat dipertang-
gungjawabkan. Konsep Badan Layanan Umum dan pola keuangannya, kemudian menjadi ide
yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk mewujudkan cita-cita peme-
rintah. Dalam buku ini akan diungkapkan banyak hal mengenai sejarah, pemilihan alternatif
dan upaya-upaya untuk menerapkan konsep pengelolan keuangan Badan Layanan Umum di
tanah air.

5. Penggalian Tacit Knowledge dengan metode in-depth interview ke para pelaku sejarah pengambil
keputusan
Penggalian tacit knowledge merupakan aspek utama dari penyusunan buku ini. In-depth interview
dilakukan terhadap para pejabat, baik yang masih aktif, seperti Direktur Pelaksanaan Anggaran dan
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, maupun yang sudah purna
tugas seperti Bapak Siswo Sujanto (Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan periode 2004 s.d
2008 sekaligus anggota Tim Komite Penyempurnaan Manajemen Keuangan).

6. Penggalian data dari masing-masing direktorat dengan alat bantu kertas kerja knowledge capturing
dan mini research.
Untuk memperkaya konten buku, dituangkan juga explicit knowledge yang diambil dari berbagai
literatur termasuk peraturan itu sendiri. Penggalian explicit knowledge dilakukan melalui permin-
taan data ke masing-masing direktorat dan penelitian terhadap sumber-sumber pengetahuan seperti
buku, literatur daring, termasuk peraturan-peraturan itu sendiri.

7. Kompilasi, review, editing dan penyampaian draft buku.


Review dilakukan dengan melibatkan PIC masing-masing direktorat.

Dari tema-tema yang disajikan, kita dapat menarik benang merah bahwa dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam mengelola keuangan negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan selalu berusaha mengede-
pankan prinsip-prinsip good governance, modernisasi pelayanan dan menggunakan standar-standar interna-
sional. Hal ini sesuai visi Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk menjadi pengelola perbendaharaan yang

14
unggul di tingkat dunia.

Banyak prestasi yang telah kita raih dalam kita berupaya untuk melaksanakan tugas dan fungsi dengan
mengedepankan prinsip-prinsip tersebut. Keberhasilan paling mutakhir adalah ketika Laporan Keuangan Pe-
merintah Pusat Tahun 2016 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan, Marwanto Harjowiryono, bahwa opini
WTP terhadap LKPP 2016 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prestasi bahwa kita mengelola
sudah sesuai dengan standar internasional.

Buku Treasury Knowledge Digest sebagai Salah Satu Sumber Literatur Insan Perbendaharaan
Buku ini melengkapi upaya Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memberikan sumber literatur bagi
seluruh insan perbendaharaan yang dilakukan sebelumnya, seperti e-learning dan Museum Perbendaharaan.
Adapun peran buku Treasury Knowledge Digest adalah:

1. Sebagai media transfer knowledge, terutama tacit knowledge, untuk kebijakan-kebijakan strategis
organisasi dari knowledge source (para pejabat pelaku sejarah) kepada knowledge user (para pejabat/
pegawai saat ini dan yang akan datang) melalui siklus Knowledge Management.
2. Sebagai salah satu bahan acuan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang serupa di masa datang.
3. Treasury Knowledge Management melengkapi sisi historis Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
dituangkan dalam museum perbendaharaan yang diresmikan pada 21 Maret 2016, dengan sisi tacit
knowledge. Hal ini membuat Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki sumber literatur yang
komprehensif karena memiliki aspek historis dan aspek tacit knowledge.

Bagaimanapun, knowledge management adalah sebuah never ending process. Ikujiro Nonaka (1990), pakar
kenamaan pada bidang Knowledge Management, dalam bukunya yang berjudul “Management of Knowledge
Creation” menggambarkannya sebagai sebuah spiral dalam model knowledge management, yang kemudian
dikenal dengan model SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization). Perlambangan
ini menandakan bahwa proses di dalam knowledge management tidak akan pernah berhenti, bahkan semakin
lama knowledge repository akan semakin membesar seiring dengan semakin berkembangnya pengetahuan di
sebuah organisasi. Hal itu juga yang akan terjadi di Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Buku Treasury Knowledge Digest merupakan inisiasi dari sebuah Knowledge Management di Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, yang mencoba menangkap 10 (sepuluh) kebijakan strategis yang digali dari tacit
knowledge para pelaku sejarah dan menuangkannya dalam buku sehingga menjadi sebuah explicit knowledge.
Banyak kebijakan-kebijakan strategis yang belum terekam seperti Modul Penerimaan Negara, Kredit Program,
Simplifikasi Pertangungjawaban Pemerintah, dan kebijakan strategis lainnya. Kebijakan-kebijakan ini perlu
diproses dengan siklus knowledge capturing-organizing-storing dikemudian hari.

15
UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
1 Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara

Halaman ini sengaja dikosongkan

16
BAB I

“UU Keuangan Negara dan UU Perbenda-


haraan Negara bersama dengan UU Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keua-
ngan Negara, merupakan paket undang-un-
dang yang menjadi tonggak reformasi
pengelolaan keuangan negara di Indonesia.
Kedua undang-undang tersebut menjadi
dasar utama pengambilan kebijakan-ke-
bijakan strategis lainnya, khususnya yang
terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.”

UU Keuangan Negara
dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan
Keuangan Negara
www.djpbn.kemenkeu.go.id

17
llustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
1 Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara

Halaman ini sengaja dikosongkan

18
Bab I
UU Keuangan Negara dan
UU Perbendaharaan Negara sebagai
Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan
Keuangan Negara

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang masa sebelum era reformasi adalah dengan membe-
rikan kewenangan yang sangat besar kepada Menteri
Pada usia Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Keuangan yaitu kewenangan untuk menguji tagihan
sudah melebihi setengah abad pada tahun 2004, dan kewenangan sebagai Bendahara Umum Negara
hampir seluruh sendi-sendi kehidupan ekonomi (BUN). Kewenangan yang sangat besar berpotensi
masyarakat telah dijalankan secara mandiri dan memunculkan penyimpangan atau penyalahgunaan
berdaulat, seperti memiliki mata uang sendiri yaitu wewenang dalam pengelolaan keuangan negara. Hal
rupiah. Selama hampir 60 tahun itu pula pemerintah ini akan menyebabkan kontribusi APBN dalam ak-
memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomi- tivitas perekonomian nasional menjadi tidak berkua-
an dengan instrumen APBN yang mencapai kisaran litas. Peran APBN hanya tampak signifikan dalam
9-11% dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia, persentase (output), namun kecil dalam dampak
dan selama itu pula pengelolaan APBN dilaksanakan (outcome) yang diberikan.
oleh Kementerian Keuangan dengan berlandaskan
pada peraturan perundang-undangan pengelolaan Zaman semakin maju dan isu-isu perekonomian
keuangan negara yang disusun oleh Pemerintah dunia serta nasional berkembang ke arah munculnya
Hindia Belanda yaitu Indische Comptabiliteit Wet desakan agar pemerintah menerapkan good gover-
(ICW) dan Reglement Voorhet Aministratief (RAB) nance pada semua aspek pemerintahan termasuk juga
Staatsblad 1933 Nomor 381 yang berlaku sejak pada aspek pengelolaan keuangan negara. Pada aspek
tanggal 1 Januari 1967. Hal ini dikarenakan belum tersebut, Kementerian Keuangan dituntut untuk
tersusunnya peraturan perundang-undangan yang mewujudkan good governance dalam pengelolaan
mengatur mengenai pengelolaan keuangan negara keuangan anggaran berbasis kinerja sehingga selain
yang komprehensif serta modern. untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan
negara, hal tersebut juga penting dilakukan untuk
Pengelolaan keuangan negara yang dilakukan pada meraih kembali kepercayaan masyarakat internasional

19
UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
1 Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
agar mau berinvestasi di Indonesia. Nomor 9 Tahun 1968, yang kemudian diubah kem-
bali menjadi 1 Januari sampai dengan 31 Desember
Tuntutan good governance dalam pengelolaan keua- pada awal-awal orde reformasi.
ngan negara hanya dapat terwujud jika mekanisme
check and balance diterapkan melalui pemisahan Disamping melakukan perubahan ICW, pemerin-
kewenangan pengujian tagihan (ordonansering) dan tah juga berinisiatif untuk merumuskan peraturan
kewenangan sebagai BUN. Kewenangan ordonanser- perundang-undangan yang sesuai dengan manaje-
ing ini kemudian diberikan kepada kementerian/lem- men pengelolaan keuangan negara sebagai pengganti
baga dengan filosofi “Let’s The Managers Manage” ICW, tercatat sejak awal kemerdekaan sampai dengan
dan memunculkan wacana pengelolaan anggaran awal-awal reformasi pemerintah telah membentuk
berbasis kinerja dengan menekankan adanya target 14 (empat belas) tim yang bertugas untuk menyusun
output yang harus dicapai dari setiap rupiah APBN Rancangan Undang-Undang Keuangan Negara atau
yang dikeluarkan. Rancangan Undang-Undang Perbendaharaan Negara.
Mulai dari pembentukan Panitia Achmad Natanegara
Konsekuensi dari tuntutan menciptakan good gover- yang menghasilkan konsep RUU Keuangan Republik
nance dalam pengelolaan keuangan negara membuat Indonesia “UKRI” tahun 1945-1947 sampai pada
ICW yang selama ini menjadi dasar pengelolaan pembentukan Komite Penyempurnaan Manajemen
keuangan negara menjadi tidak lagi relevan sehingga Keuangan tahun 2001-2004 yang bertugas melanjut-
diperlukan suatu landasan baru dalam pengelolaan kan tim penyusunan RUU Ketentuan Pokok Keuan-
keuangan negara. Penyusunan landasan baru penge- gan Negara.
lolaan keuangan negara bagi Republik Indonesia ti-
dak semata-mata dilakukan karena tuntutan mencip- Semangat mewujudkan tata kelola pemerintahan
takan good governance tetapi juga demi tujuan yang yang baik ini tidak hanya bergaung pada sisi legal
lebih besar, yakni kedaulatan pengelolaan APBN. formal pengelolaan keuangan negara namun juga
pada sisi organisasi. Sebagai bagian dari amanat
Berangkat dari fakta bahwa ICW sudah tidak lagi reformasi manajemen keuangan negara, pemerintah
relevan dengan perkembangan pengelolaan keuangan berinisiatif untuk melakukan perombakan institusi
negara modern. Pemerintah Indonesia telah bebe- dalam Kementerian Keuangan yang diawali dengan
rapa kali mencoba melakukan perubahan pada ICW pembentukan 3 (tiga) unit eselon I baru yaitu Direk-
agar pengelolaan keuangan negara dapat dilaksanakan torat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal
dengan lebih baik. Perubahan ini dimulai dari peng- Anggaran dan Perimbangan Keuangan, serta Badan
gantian sistem Stelsel Hal (Virement Stelsel) menjadi Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama
Stelsel Kas yang ditetapkan melalui Undang-Undang Internasional.
Nomor 12 Tahun 1954. Tahun anggaran yang semula
dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember B. DASAR HUKUM
juga mengalami perubahan menjadi 1 April sampai
dengan 31 Maret dengan penetapan Undang-undang Konstitusi menyebutkan bahwa APBN sebagai wujud

20
21
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
1 Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
dari pengelolaan keuangan negara harus dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebe- learning point
sar-besarnya kemakmuran rakyat yang dibiayai dari
pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa. A. ALTERNATIF-ALTERNATIF dan ALASAN PEMILI-
Dari pernyataan tersebut dapat ditafsirkan bahwa HAN ALTERNATIF
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar
keuangan negara harus dikelola dengan menggu- Untuk melaksanakan amanat konstitusi dan amanat
nakan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas reformasi dalam pengelolaan keuangan negara, Pe-
dimana prinsip-prinsip tersebut bersesuaian dengan merintah memiliki dua alternatif sebagai dasar dalam
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. penyusunan peraturan perundang-undangan menge-
Tuntutan perumusan peraturan perundang-undangan nai pengelolaan keuangan negara, alternatif tersebut
yang mengatur pengelolaan keuangan negara juga antara lain:
merupakan amanat reformasi yang menginginkan
adanya perbaikan manajemen keuangan negara. 1. Tetap pada peraturan pengelolaan keua-
Hal ini diharapkan dapat meminimalisir kebocoran ngan negara yang sudah ada yaitu ICW
anggaran negara sebagai akibat dari banyaknya peny- yang sudah beberapa kali mengalami
impangan dalam pengelolaan anggaran negara. Pada perubahan dimana aspek-aspek pengelolaan
masa sebelum era reformasi, peraturan mengenai pen- keuangan negara yang diatur adalah sebagai
gelolan keuangan negara dianggap belum memadai berikut:
dalam menangani berbagai macam kebocoran angga-
ran pada kementerian/lembaga. a. Penetapan anggaran rutin dan angga-
ran pembangunan dilakukan setahun
Selain peraturan pengelolaan keuangan negara yang sekali;
kurang memadai, penyimpangan anggaran juga b. Kewenangan pengujian tagihan dan
disebabkan oleh belum dipisahkannya kewenangan bendahara umum negara masih bera-
pengujian tagihan dan kewenangan bendahara umum da di bawah Kementerian Keuangan;
negara dari Kementerian Keuangan. Hal ini berakibat c. Sisa anggaran yang masih ada sesu-
pada hilangnya mekanisme check and balance antara dah tahun anggaran berakhir harus
kementerian/lembaga dengan Kementerian Keuan- ditetapkan dengan undang-undang.
gan.
2. Melakukan perubahan pengelolaan
keuangan secara komprehensif dan fun-
damental dengan menyusun peraturan
perundang-undangan tentang pengelolaan
keuangan negara yang bertujuan untuk
mewujudkan tata kelola keuangan negara
yang baik dengan mengatur hal-hal sebagai

22
berikut: lolaan keuangan negara secara terbuka dan akuntabel
dalam kerangka tata kelola keuangan baru yang lebih
a. Ruang lingkup keuangan negara; baik. Alternatif kedua tersebut segera ditindaklan-
b. Asas-asas umum pengelolaan keuan- juti dengan membentuk Komite Penyempurnaan
gan negara; Manajemen Keuangan yang akan melanjutkan tugas
c. Kekuasaan atas pengelolaan keua- merumuskan peraturan perundang-undangan da-
ngan negara termasuk pemisahan lam bidang keuangan negara dan pada tahun 2003
kewenangan pengujian tagihan dan komite tersebut berhasil menelurkan Undang-Un-
kewenangan bendahara umum ne- dang no. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Neg-
gara dimana kewenangan pengujian ara yang disahkan oleh DPR pada tanggal 6 Maret
tagihan dilimpahkan kepada kemen- 2003, kemudian pada tahun 2004, komite tersebut
terian/lembaga; juga mampu menghasilkan Undang-Undang No. 1
d. Penyusunan dan penetapan APB- Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan
N/D; Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemer-
e. Melakukan simplifikasi pengelolaan iksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
keuangan negara; Negara.
f. Hubungan keuangan antara pe-
merintah pusat dan bank sentral, B. UPAYA-UPAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
pemerintah daerah, pemerintah/lem-
baga asing, perusahaan negara, dan Sebagai produk hukum yang menjadi pedoman
perusahaan daerah, serta perusahaan dalam pengelolaan keuangan negara dan berkedudu-
swasta dan badan pengelola dana kan setingkat dibawah Undang-Undang Dasar 1945,
masyarakat; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Un-
g. Anatomi dokumen anggaran yang dang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 perlu segera
akan digunakan sebagai otorisa- disosialisasikan ke semua pihak-pihak yang memiliki
si pembayaran belanja atas beban kepentingan dengan implementasi peraturan perun-
APBN; dang-undangan tersebut.
h. Pelaksanaan APBN/D;
i. Perpajakan atas belanja negara/daer- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Un-
ah; dang-Undang nomor 1 Tahun 2004 merupakan wa-
j. Mekanisme pelaporan pelaksanaan dah dari berbagai pemikiran yang berkembang dalam
anggaran. penerapan konsep-konsep keuangan negara secara
baik ke dalam sistem pemerintahan baik pusat mau-
Dari kedua alternatif tersebut, Kementerian Keua- pun daerah termasuk dalam hal ini adalah pengatur-
ngan melihat bahwa alternatif kedua merupakan an tentang bagaimana hubungan antara pemerintah
satu-satunya alternatif yang feasible dan memenuhi pusat dan daerah yang kemudian diimplementasikan
amanat konstitusi untuk melaksanakan sistem penge- dalam kebijakan desentralisasi pengelolaan keuangan

23
UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
1 Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
dan pemberian dana-dana perimbangan. pengaturan kelembagaan yang telah ditetapkan dalam
kedua undang-undang tersebut, salah satunya adalah
Secara umum hampir semua produk undang-undang lahirnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan
hanya mengatur hal-hal yang bersifat prinsipil dan tugas dan fungsi sebagai pengelola APBN yang akan
harus diterjemahkan ke dalam berbagai produk bersinergi bersama unit eselon I lainnya dalam me-
hukum turunan agar kebijakan pengelolaan keuan- ngelola penerimaan dan pengeluaran APBN.
gan negara yang telah ditetapkan tersebut mampu
diterapkan pada tataran teknis. Seperti pengaturan Pada lingkup yang lebih kecil lagi, Direktorat Jender-
lebih rinci mengenai kewenangan pengujian tagihan al Perbendaharaan mengimplementasikan kebijakan
yang telah dilimpahkan kepada kementerian/lembaga pengelolaan keuangan negara dengan membentuk
sebagai Chief Operation Officer (COO) dan seper- kantor-kantor pelayanan percontohan yang ber-
ti apa kewenangan bendahara umum negara yang komitmen memberikan pelayanan dalam rangka
dimiliki oleh Kementerian Keuangan selaku Chief pembiayaan atas beban APBN secara cepat, akurat,
Financial Officer (CFO) sehingga tercipta mekanisme transparan, dan akuntabel dan menyusun Standard
check and balance yang seimbang dan mampu meng- Operation Procedure (SOP) pelayanan yang sesuai
hasilkan output yang mencerminkan pengelolaan dengan kebijakan pengelolaan keuangan negara yang
keuangan negara yang transparan dan akuntabel. baru.

Tidak hanya pengaturan teknis mengenai pembagian Pada aspek sumber daya manusia, upaya implementa-
kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara, si kebijakan dilakukan dengan meningkatkan kom-
pengaturan mengenai mekanisme teknis pelaksanaan petensi aparatur sipil negara yang menjadi pejabat
anggaran juga perlu disusun sebagai sarana imple- perbendaharfaan seperti Kuasa Pengguna Anggaran,
mentasi dari kebijakan pengelolaan keuangan negara Pejabat Pembuat Komitmen, dan Bendahara Penge-
yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut luaran agar mampu mengelola keuangan negara pada
dengan tujuan untuk melakukan simplifikasi pelaksa- masing-masing kementerian/lembaga sesuai dengan
naan anggaran yang dapat memitigasi risiko penyim- standar pengelolaan yang diinginkan dari adanya
pangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dalam kebijakan tersebut.
pelaksanaan anggaran dengan harapan APBN sebagai
instrumen kebijakan fiskal pemerintah dapat mem- Dalam tataran mekanisme pertanggungjawaban
berikan daya lebih optimal dalam memacu perekono- pelaksanaan anggaran, implementasi kebijakan
mian nasional. dilakukan dengan membentuk Komite Standar
Akuntansi Pemerintah (KSAP) yang bertugas mem-
Dari sisi kelembagaan, penetapan kebijakan penge- buat standar akuntansi pemerintah yang berlaku baik
lolaan keuangan negara yang baru direspon oleh untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
Kementerian Keuangan dengan membentuk unit sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku
eselon I baru di lingkungan Kementerian Keuangan. umum. Dengan adanya standar akuntansi pemerin-
Pembentukan tersebut dilakukan guna menyesuaikan tah, diharapkan terjadi keseragaman standar akun-

24
Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

tansi yang digunakan dalam penyusunan pelaporan lainnya yang berkepentingan dalam keuangan negara
pertanggungjawaban keuangan negara. baik dari sisi pemerintah itu sendiri maupun pihak
eksternal seperti pemerintah asing, swasta, dan badan
Pihak Terdampak Dan Jenis Dampak Yang Muncul pengelola dana masyarakat.
Ditetapkannya paket undang-undang mengenai
keuangan negara merupakan tonggak bersejarah dari Dampak paling signifikan dari pemisahan kekua-
reformasi pengelolaan keuangan negara yang men- saan pengelolaan keuangan negara adalah perubahan
syaratkan adanya pengelolaan keuangan negara yang kelembagaan secara menyeluruh bagi kementerian/
lebih baik, transparan dan akuntabel serta berbasis ki- lembaga dan tentunya Kementerian Keuangan
nerja yang kemudian memberikan dampak perubah- sebagai pemilik wewenang bendahara umum negara.
an sistem pengelolaan keuangan negara secara funda- Seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan ru-
mental dan menyeluruh dari hulu ke hilir dan dapat ang lingkup pengelolaan keuangan negara, pihak-pi-
dikatakan memiliki dampak yang menyeluruh terha- hak
dap hubungan pemerintah pusat dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan pemerintah dalam

25
UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara sebagai
1 Tonggak Sejarah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
hal pengelolaan keuangan negara juga terkena Perbaikan-perbaikan pengelolaan APBN kemudian
dampak dari implementasi kebijakan sistem keua- dilembagakan dalam berbagai peraturan yang men-
ngan negara yang baru. Dampak ini terjadi pada jadi turunan dari peraturan perundang-undangan
hubungan keuangan antara pemerintah dengan bank tentang pengelolaan keuangan negara. Tidak hanya
sentral yang menegaskan bahwa penetapan kebijakan dari segi proses bisnis pengelolaan keuangan negara,
fiskal dan moneter harus dikoordinasikan antara bank upaya untuk menjaga keberlangsungan kebijakan
sentral dan pemerintah pusat. pengelolaan keuangan negara juga dilakukan dengan
menciptakan KPPN Percontohan untuk memberikan
Sejalan dengan semangat desentralisasi fiskal, kebi- pelayanan prima kepada kementerian/lembaga yang
jakan baru tersebut juga memberikan ruang yang menjamin proses pencairan anggaran selama satu jam
lebih luas bagi pemerintah daerah untuk melakukan tanpa dipungut biaya.
pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan
sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Upaya selanjutnya adalah dengan memberikan edu-
anggaran dengan tetap berkoordinasi dengan peme- kasi kepada kementerian/lembaga agar memahami
rintah pusat. Selanjutnya, pemerintah pusat memi- perannya sebagai COO secara komprehensif dengan
liki kewajiban untuk mengalokasikan dana perimba- cara melaksanakan pelatihan-pelatihan peningkatan
ngan kepada pemerintah daerah sebagai komponen kompetensi bagi para pejabat perbendaharaan yang
penerimaan dalam APBD. berada di kementerian/lembaga yang diharapkan
dalam jangka panjang kementerian/lembaga dapat
Keberlangsungan Kebijakan melaksanakan pengelolaan anggaran secara mandiri
Untuk terus menjaga sistem pengelolaan keuangan yang secara tidak langsung akan mendukung me-
negara yang berlandaskan pada transparansi dan kanisme check and balance secara konsisten.
akuntabilitas, Direktorat Jenderal Perbendaharaan
secara terus menerus melakukan perbaikan pengelo- C. DINAMIKA DIBALIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN
laan APBN terutama pada tahap pelaksanaan angga-
ran. Perbaikan-perbaikan pengelolaan APBN perlu Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki seja-
dilakukan agar kebijakan pengelolaan keuangan nega- rah yang panjang dalam melaksanakan pengelolaan
ra tetap berpegang pada asas-asas umum pengelolaan keuangan negara dari Zaman kemerdekaan sampai
keuangan negara seperti: dengan saat ini meskipun beberapa kali berganti
nama organisasi. Panjangnya pengalaman Direktorat
1. Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil; Jenderal Perbendaharaan dalam mengelola keuangan
2. Asas profesionalitas; negara telah membentuk budaya pengelolaan keuan-
3. Asas proporsionalitas; gan negara sesuai dengan sistem yang berlaku. Pada
4. Asas keterbukaan dalam pengelolaan sistem pengelolaan keua-ngan negara yang berlandas-
keuangan negara; kan pada ICW, Direktorat Jenderal Perbendaharaan
5. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan yang pada saat itu bernama Ditjen Anggaran memi-
pemeriksa yang bebas dan mandiri. liki kewenangan yang sangat kuat dalam pengelolaan

26
anggaran. negara.
Kuatnya wewenang yang dimiliki oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan menghadirkan budaya-bu- Semua pihak yang berkecimpung dalam perumusan
daya inefisiensi anggaran yang berakar kuat dan be- kebijakan pengelolaan keuangan negara juga turut
gitu banyak penyalahgunaan wewenang pengelolaan membahas tentang apa saja yang akan menjadi objek
anggaran yang kemudian menjadi salah satu ham- dan ruang lingkup keuangan negara dan bagaimana
batan serius dalam merumuskan kebijakan pengelo- batasan-batasan yang dapat diberikan agar kewena-
laan keuangan negara yang baru. Para pegawai saat ngan pengelolaan keuangan negara dapat dipisahkan
itu sudah nyaman dengan kondisi dan budaya-bu- sepenuhnya. Perubahan proses bisnis pelaksanaan
daya inefisiensi anggaran. anggaran juga mengalami dinamika yang cukup
hangat dalam perumusan kebijakan tersebut seperti
Rasa nyaman yang dirasakan oleh para pegawai dokumen anggaran apa saja yang dibutuhkan sebagai
pada sistem pengelolaan keuangan negara yang lama otorisator pelaksanaan anggaran.
pada gilirannya menghadirkan resistensi pada saat
Direktorat Jenderal Perbendaharaan merumuskan Perubahan fundamental pada sistem pengelolaan
pembagian wewenang yang selama ini hanya dimiliki keuangan negara menuju sistem yang lebih efisien,
oleh Kementerian Keuangan. Terdapat ego sektoral efektif, transparan dan akuntabel memunculkan
yang menghinggapi semua lini organisasi dan me- tantangan untuk segera melakukan peningkatan
munculkan kesimpulan bahwa Direktorat Jenderal kapasitas para pengelola keuangan negara baik dari
Perbendaharaan sedang dipangkas kewenangannya lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan maupun
dalam pengelolaan keuangan negara, Direktorat Jen- dari kementerian/lembaga yang mencakup kapasitas
deral Perbendaharaan dianggap tidak lagi memiliki teknis pengelolaan keuangan negara dan soft compe-
cengkeraman yang kuat dalam mengelola keuangan tency para pengelola tersebut.

27
2 KPPN Percontohan

Halaman ini sengaja dikosongkan

28
BAB II
Organisasi dan
Sumber Daya Manusia

“Keputusan untuk membangun KPPN Percon-


tohan merupakan sebuah terobosan besar
untuk mengejawantahkan pilar-pilar reformasi
birokrasi Kementerian Keuangan yang meliputi
Penataan Organisasi, Penyempurnaan Proses
Bisnis, dan Peningkatan Disiplin dan Manaje-
men Sumber Daya Manusia. Membentuk KPPN
Percontohan tidak dalam waktu sekejap. Perlu
waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk menjad-
ikan seluruh KPPN melaksanakan SOP KPPN
Percontohan.”

www.djpbn.kemenkeu.go.id

29
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
2 KPPN Percontohan

Halaman ini sengaja dikosongkan

30
Bab II
KPPN Percontohan

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang unit tersebut adalah sebagai berikut:

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1. Kantor Pusat Perbendaharaan Negara
262/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata (C.K.C)
Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbenda- Central Kantoor Voor de Comptabilite-
haraan, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara it (C.K.C) menjalankan wewenang or-
(KPPN) merupakan unit vertikal Direktorat Jenderal donansering dan bertugas menerbitkan
Perbendaharaan yang memiliki tugas untuk melak- surat perintah bayar (Surat Perintah Mem-
sanakan kewenangan perbendaharaan dan Bendahara bayar Uang/SPMU). Dalam perkemban-
Umum Negara (BUN), penyaluran pembiayaan atas gan, C.K.C berubah menjadi Kantor Pusat
beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan Perbendaharaan Negara sesuai Keputusan
pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara Menteri Keuangan No. 214988/PKN
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Saat tanggal 17 Oktober 1950. Sampai dengan
ini KPPN dibagi menjadi dua, yaitu KPPN Tipe A-1 awal tahun 1960-an, terdapat 15 KPPN di
dan KPPN Tipe A-2. seluruh Indonesia.

KPPN telah melewati perjalanan sejarah yang sa- 2. Kantor Kas Negara (KKN)
ngat panjang untuk sampai pada bentuknya yang S’Land dalam Bahasa Indonesia disebut
sekarang. Sebelum era kemerdekaan, urusan per- Kantor Kas Negara (KKN) menjalankan
bendaharaan dilaksanakan oleh Landschapskassen wewenang comptabel (fungsi bendahara
(Kantor Perbendaharaan Negeri). Setelah Indonesia umum) yang melaksanakan pembayaran
memproklamasikan diri, terjadi perubahan dalam tunai belanja pemerintah.
pengelolaan keuangan negara. Pada tahun 1950-an,
terjadi penggabungan jawatan perbendaharaan de- 3. Kantor Pengawas dan Tata Usaha Kas Neg-
ngan beberapa unit lain sehingga terbentuk beberapa ara (KPTUKN)
kantor yang menangani belanja pemerintah. Unit- Administratie Kantoor Voor de Landkassen

31
2 KPPN Percontohan
dalam Bahasa Indonesia disebut Kantor lanja pemerintah. Sebagai instansi vertikal Direktorat
Pengawas dan Tata Usaha Kas Negara (KP- Jenderal Perbendaharaan, KPKN selanjutnya berubah
TUKN) menjalankan fungsi verifikasi dan menjadi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
penatausahaan pengeluaran negara. (KPPN) pada tahun 2005.

Pada tahun 1964, sesuai Surat Menteri Urusan Pem- Sejak berjalannya reformasi birokrasi di Kementeri-
biayaan (Menteri Keuangan) No. PKN/I/64 tanggal an Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan
22 Desember 1964 ditetapkan bahwa terhitung memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan
mulai tanggal 1 Januari 1965, ketiga kantor di atas reformasi birokrasi tersebut. Reformasi birokrasi
(KPN, KKN, KPTUKN) diintegrasikan menjadi dalam rentang waktu tahun 2007-2009 dilaksanakan
Kantor Bendahara Negara (KBN). KBN umumnya secara masif dengan tiga pilarnya yaitu: Pilar Organi-
terdapat di ibu kota provinsi, sedangkan diluar ibu sasi, Pilar Proses Bisnis, dan Pilar SDM.
kota provinsi dibentuk Kantor Pembantu Bendahara
Negara (KPBN). Pada tahun 1975, Kantor Benda- 1. Pilar Organisasi, antara lain melalui pena-
hara Negara (KBN) dipecah menjadi Kantor Per- jaman tugas dan fungsi, pengelompokan
bendaharaan Negara (KPN) dan Kantor Kas Negara tugas-tugas yang koheren, eliminasi tu-
(KKN) sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan gas yang tumpang tindih, dan moderni-
No. KEP-405/MK/6/4/75 tentang Susunan Or- sasi kantor baik di bidang perpajakan,
ganisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan pada kepabeanan dan cukai, perbendaharaan,
tahun 1975. Pada periode yang sama, dibentuk pula kekayaan negara, dan fungsi-fungsi keuan-
sebelas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Ang- gan negara lainnya.
garan. KPN memiliki kewenangan ordonansering, 2. Pilar Proses bisnis, antara lain melalui pene-
sedangkan KKN memiliki kewenangan comptabel. tapan dan penyempurnaan Standar Operasi
Sejak tanggal 1 April 1990 KPN dan KKN dilebur Prosedur yang memberikan kejelasan dan
menjadi Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara memuat janji layanan, dilakukannya analisa
(KPKN). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dan evaluasi jabatan, penerapan sistem
fungsi ordonansering dan comptabel digabungkan peringkat jabatan, dan pengelolaan kinerja
dalam unit yang sama. berbasis balance scorecard serta pembangu-
nan berbagai sistem aplikasi e-goverment.
Paket undang-undang reformasi pengelolaan keua- 3. Pilar SDM, antara lain melalui pening-
ngan negara, yang terdiri dari Undang Undang katan disiplin, pembangunan assessment
Keuangan Negara yaitu UU No.17 Tahun 2003 center, Diklat berbasis Kompetensi, pelak-
tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 sanaan merit system, penataan sumber daya
tentang Perbendaharaan, dan UU No.15 Tahun 2004 manusia, pembangunan SIMPEG, dan
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung penerapan reward and punishment secara
Jawab Keuangan Negara kemudian membawa peru- konsisten.
bahan yang sangat signifikan dalam pengelolaan be-

32
33
Illustrator: Dedi Supriadi
2 KPPN Percontohan
Salah satu bentuk komitmen Direktorat Jenderal balance), dilakukan pemisahan secara tegas, sehingga
Perbendaharaan terhadap program reformasi bi- untuk kewenangan administratif (ordonansering)
rokrasi adalah membentuk suatu kantor pelayanan di diserahkan kepada kementerian negara/lembaga dan
lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang pemegang kewenangan kebendaharaan (comptabel)
dapat memberikan layanan yang memenuhi kriteria yang diserahkan kepada kementerian keuangan.
zero defect, yaitu layanan cepat, tepat, dan akurat;
tanpa biaya dan proses penyelesaian pekerjaan dilaku- Selanjutnya, kewenangan administratif (ordonnateur)
kan secara transparan. Kriteria pelayanan tersebut diserahkan kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Peng-
dicapai melalui upaya perbaikan baik dari aspek guna Anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga/
sumber daya manusia, penyusunan/penyempurnaan Satuan Kerja, sedangkan pemegang kewenangan
proses bisnis, optimalisasi pemanfaatan teknologi kebendaharaan/pembayaran (comptabel) dilakukan
informasi serta perbaikan struktur remunerasi. Kan- oleh BUN/Kuasa BUN pada Kementerian Keuangan
tor pelayanan ini kemudian disebut dengan KPPN yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbenda-
Percontohan. haraan.

B. Dasar Hukum Kewenangan perbendaharaan/pembayaran (compta-


bel) kemudian ditugaskan kepada KPPN sesuai Pera-
Pembentukan KPPN Percontohan pada tahun 2007 turan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.01/2006
tidak terlepas dari ditetapkannya Undang-undang tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Direktorat Jenderal Perbendaharaan, sebagaimana
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Perbendaharaan Negara. Hal yang sangat mendasar Nomor 262/PMK.01/2016.
adalah adanya pelimpahan wewenang ordonansering
kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna angga- Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang
ran, dalam hal ini adalah pimpinan satuan kerja/in- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
stansi, sehingga KPKN tidak lagi melakukan pengu- Tahun 2004-2009 yang menyebutkan bahwa refor-
jian atas permintaan pembayaran oleh instansi/satuan masi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan
kerja atau pihak-pihak yang memiliki hak tagihan masyarakat, juga menjadi dasar pertimbangan bagi
pada Negara. Kementerian Keuangan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik. Kementerian Keuangan, termasuk
Menteri Keuangan, dalam konteks pengelolaan didalamnya adalah Direktorat Jenderal Perbenda-
keuangan negara, sesuai dengan UU Nomor 17 haraan, dalam hal ini telah melaksanakan Reformasi
tahun 2003 adalah Chief Financial Officer (CFO), Birokrasi melalui 3 (tiga) langkah penting yaitu
sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Chief Penataan Kelembagaan, Penataan Bisnis Proses, dan
Operational Officer (COO) untuk bidang tugas Peningkatan kualitas SDM sesuai dengan Keputusan
pemerintahan. Untuk meningkatkan akuntabilitas Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 ten-
dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and tang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan.

34
35
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
2 KPPN Percontohan
Peraturan – peraturan tersebut diatas menjadi dasar gunaan komputer, dumb terminal dan konektivitas
hukum bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap komputer sehingga terintegrasi. Penggunaan
untuk memberikan pelayanan lebih baik kepada para komputer tetap tidak meninggalkan konsep dan pro-
pemangku kepentingan melalui pembentukan KPPN ses pembayaran tagihan melalui APBN. Pemeriksaan
Percontohan. Gelombang pertama penetapan KPPN dokumen pencairan dana dilakukan dengan konsep
menjadi KPPN percontohan dilakukan melalui crossed by IT, tanpa meninggalkan faktor manusia di
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan titik-titik tertentu. Namun demikian, penggunaan
Nomor KEP-172/PB/2007 tanggal 26 Juli 2007. dumb terminal memiliki kelemahan dari sisi daya
Dalam surat keputusan tersebut ditetapkan 18 KPPN tahan. Dumb terminal dikenal mudah panas. Oleh
percontohan, yang meliputi Medan, Palembang, karena itu, di KPPN Makassar dilakukan shifting
Jakarta 1, Jakarta 2, Bandung 2, Semarang 2, Yogya- (dua kali sehari) untuk menjaga agar dumb terminal
karta, Surabaya 2, Pontianak, Banjarmasin, Denpasar, tetap dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Mataram, Kupang, Makassar 2, Gorontalo, Manado,
Ambon, dan Jayapura. Pada tahun 2004, untuk membantu proses pemu-
lihan Propinsi Aceh yang sebagian besar lumpuh
karena bencana tsunami dibentuk KPPN Khusus
learning point Banda Aceh. Kebutuhan adanya KPPN Khusus
Banda Aceh tersebut didorong banyaknya bantuan
A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili- luar negeri yang perlu segera dicairkan dalam rangka
han Alternatif mempercepat pembangunan di Aceh. Pada saat itu,
bantuan yang disalurkan untuk Bencana Tsunami di
Pembentukan KPPN Percontohan merupakan suatu Aceh, banyak tertumpuk di Bandara karena tidak ada
terobosan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal yang menyalurkan. Selain berbentuk barang, bantu-
Perbendaharaan dalam meningkatkan pelayanannya an juga berupa uang. Lembaga - lembaga pemberi
dalam bidang perbendaharaan negara. Rancangan bantuan membuat trust fund untuk mengkoordi-
KPPN Percontohan dapat dikatakan mengadopsi nasikan bantuan yang berhubungan dengan pemerin-
proses yang dilakukan di KPPN Makassar II dan tah Indonesia. Pemerintah Indonesia diminta untuk
KPPN Khusus Banda Aceh. membuat lembaga agar bantuan dapat disalurkan
dalam bentuk pembangunan di Aceh. Oleh karena
Pada sekitar tahun 1999, KPPN Makassar II melaku- itu, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Re-
kan inovasi dalam cara bekerja dan melayani satuan habilitasi dan Rekonstruksi dengan Ketua Kuntoro
kerja. Ide dari inovasi tersebut sangat sederhana, Mangkusubroto. Pada saat itu pula, lembaga inter-
yaitu bagaimana melakukan pelayanan dengan lebih nasional meminta agar bantuan yang diberikan harus
efisien yang diindikasikan salah satunya dengan masuk dalam sistem penatausahaan anggaran yang
berkurangnya waktu penyelesaian SPM dari 8 jam ada di Indonesia, namun penyalurannya tidak meng-
menjadi hanya 45 menit. Sebagai enabler dari inova- gunakan mekanisme APBN, yaitu melalui Kemente-
si tersebut adalah teknologi informasi melalui peng- rian/Lembaga. Konsep ini kemudian dikenal sebagai

36
“off budget on treasury” yang berarti tidak dimasuk- tersebut merupakan hal baru dibanding praktik SOP
kan dalam APBN namun tercatat dan ditatausahakan di KPPN Konvensional. Ditambah transparansi
dalam arus kas pemerintah karena sifat dari bantuan informasi program dan penggunaan dana bantuan
tersebut adalah Government to Government. Do- bagi masyarakat umum maupun stakeholder melalui
nor menginginkan agar bantuan langsung masuk website www.danarapbn.com. Selain itu dibukanya
ke kas negara dan langsung disalurkan. Akhirnya kantor filial untuk membantu pelaksanaan penyalu-
dibuatlah skema KPPN Khusus Banda Aceh, de- ran dana ke daerah remote yang pelaksanaanya tidak
ngan Kepala KPPN adalah Tyas Miyanto. Penetapan jauh berbeda dengan kantor-kantor filial yang ada
KPPN Khusus Banda Aceh dilakukan dengan pe- saat ini.
netapan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 214/
KMK.01/2005. KPPN Khusus Banda Aceh dengan inovasi pe-
layanannya yang mengedepankan prinsip “One Stop
Dari sisi SDM, KPPN tersebut harus diisi oleh One Service” serta transparansi berhasil meraih Piala
pegawai dengan tingkat integritas tinggi yang diper- Citra Pelayanan Prima dari Presiden RI pada tahun
oleh melalui seleksi. Di KPPN tersebut, SDM dibagi 2006 serta penghargaan Dedication to achieve high
menjadi petugas pencairan dana, settlement dan level governance in term of transparency and service
administrasi atau pelaporan keuangan. Dana yang delivery standards dari Asian Development Bank
dikelola oleh KPPN Khusus Banda Aceh, disalurkan (ADB).
ke BRR sebagai satu-satunya satuan kerja penyalur
bantuan. Gambaran tata kelola pada waktu ada- Kapabilitas untuk memberikan layanan yang efisien
lah BRR sebagai Chief Operation Officer (COO), dan modern membawa Direktorat Jenderal Perbenda-
sedangkan KPPN Kahusus Banda Aceh sebagai Chief haraan untuk membentuk KPPN Percontohan de-
Financial Officer (CFO). ngan mengambil konsep kedua KPPN tersebut ketika
Menteri Keuangan meminta agar masing-masing unit
Pada saat itu, terlihat adanya perbedaaan antara eselon 1 menetapkan quick win. Direktorat Jenderal
KPPN Khusus Banda Aceh dengan KPPN lain. Perbendaharaan mengusulkan konsep KPPN Percon-
Perbedaan utama adalah pada inovasi pelayanan tohan.
yang dilakukan. Perdirjen Perbendaharaan nomor
PER-66/PB/2005 mensyaratkan SP2D LS selesai B. Upaya – upaya implementasi Kebijakan
dalam satu hari. KPPN Khusus Banda Aceh mampu
melakukan efisiensi dari sisi norma waktu penyele- Proses pembentukan KPPN dari semula konvensional
saian SP2D menjadi 1 jam saja serta kemudian hanya menjadi sepenuhnya berbentuk Percontohan bukan
45 menit penyelesaian per SP2D. Inovasi lainnya merupakan pekerjaan mudah. Dengan ditetapkan-
adalah sistem One Stop Service, 4 tahapan yang nya Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan
hanya dikerjakan oleh 1 orang mulai dari pemer- Nomor KEP-163/PB/2012 tanggal 16 Juli 2012
iksaan berkas, unggah ADK, cek pagu dana serta tentang Penetapan KPPN di Ligkungan Direktur
transfer ke aplikasi SP2D dari aplikasi SPM. Proses Jenderal Perbendaharaan Tahap VI, maka pada tahun

37
2 KPPN Percontohan
tersebut, seluruh KPPN di Indonesia harus men- Perbendaharaan Tahap VI
jalankan SOP Percontohan.
Pada awalnya, implementasi tahap 6 hanya akan
Perubahan status seluruh KPPN menjadi KPPN dilakukan pada 41 KPPN. Akan tetapi, atas duku-
Percontohan, membutuhkan waktu 5 tahun. Proses ngan pimpinan Kementerian Keuangan akhirnya
pembentukan dilakukan dalam 6 tahap, yaitu: Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan
implementasi pada 134 unit KPPN.
• Tahap 1 pada tahun 2007, sebanyak 18 unit
KPPN, dilakukan melalui penetapan Surat Penetapan seluruh KPPN menjadi KPPN Perconto-
Keputusan Direktur Jenderal Perbenda- han dilakukan dengan mempertimbangkan, setidak-
haraan Nomor KEP-172/PB/2007 tanggal nya 4 aspek utama. Dari aspek SDM, pembentukan
26 Juli 2007. KPPN Percontohan membutuhkan jumlah SDM
• Tahap 2 pada tahun 2008, sebanyak 9 unit yang mencukupi dan berkualitas, namun tidak semua
KPPN, dilakukan melalui penetapan Surat SDM siap dan terpilih sebagai pegawai KPPN Per-
Keputusan Direktur Jenderal Perbenda- contohan. Kedua dari aspek Penataan Organisasi dan
haraan Nomor KEP-18/PB/2008 tanggal 25 Proses bisnis, termasuk penataan lay out kantor yang
Januari 2008. memakan waktu dan biaya. Ketiga, pemanfaatan
• Tahap 3 pada tahun 2008 sebanyak 5 unit Teknologi Informasi termasuk jaringan internal
KPPN, dilakukan melalui penetapan Surat KPPN dan aspek Perbaikan Remunerasi. Penjelasan
Keputusan Direktur Jenderal Perbenda- lebih rinci mengenai empat aspek utama yang dilaku-
haraan Nomor KEP-93/PB/2008 tanggal 28 kan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam
April 2008. mewujudkan komitmennya membentuk KPPN
• Tahap 4 pada tahun 2009 sebanyak 5 unit Percontohan adalah sebagai berikut:
KPPN, dilakukan melalui penetapan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Perbenda- 1. Aspek Sumber Daya Manusia
haraan Nomor KEP-02/PB/2009 tanggal 6 Sebuah sistem yang bagus tidak dapat ber-
Januari 2009. jalan efektif, apabila tidak didukung oleh
• Tahap 5 pada tahun 2011 sebanyak 5 unit sumber daya yang berkualitas, baik dari sisi
KPPN, dilakukan melalui penetapan Surat soft competency maupun hard competen-
Keputusan Direktur Jenderal Perbenda- cy. Upaya yang dilakukan oleh Direktorat
haraan Nomor KEP-91/PB/2011 tanggal 6 Jenderal Perbendaharaan dalam imple-
Juni 2011. mentasi kebijakan operasionalisasi KPPN
• Tahap 6 pada tahun 2012 sebanyak 134 Percontohan dalam aspek SDM adalah
KPPN melalui penetapan Keputusan Dirjen bagaimana menyediakan SDM dengan
Perbendaharaan Nomor KEP-163/PB/2012, jumlah dan kualitas yang memadai.
tanggal 16 Juli 2012 tentang Penetapan
KPPN di Lingkungan Direktorat Jenderal a. Penyediaan SDM dalam jumlah

38
memadai b. Penyediaan SDM berkualitas
Jumlah pegawai di KPPN dihitung Upaya kedua adalah menyediakan
dengan mempertimbangkan beban SDM dengan suatu standar kompe-
kerja KPPN tersebut. Sebelumnya, tensi yang diukur dengan metode ter-
rekrutmen dilakukan berdasarkan tentu. Suatu pengukuran kompetensi
asumsi pimpinan, bukan berdasarkan yang digunakan merupakan sistem
pada kinerja yang akan dicapai, yang yang adil, objektif dan diterima oleh
dituangkan dalam bentuk indikator organisasi baik pada level pimpinan
kinerja utama. Kinerja itu sendiri maupun pegawai. Pada tahun 2007,
didasarkan pada beban kerja. jumlah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
pegawai yang tersedia harus pro- menerapkan proses assesment untuk
porsional berbanding lurus dengan keperluan rekrutmen pegawai KPPN
intensitas atau frekuensi pekerjaan. Percontohan.
Pola rekrutmen lama didasarkan pada
tipe kantor. Bahkan, beban kerja Assesment Center adalah suatu proses
juga dilihat dari variabel-variabel sistematik untuk menilai kompetensi
yang kurang tepat, seperti jumlah perilaku individu yang dipersyarat-
pegawai yang menangani pekerjaan kan bagi keberhasilan dalam peker-
dan jumlah surat masuk. jaan, dengan menggunakan beragam
metode dan teknik evaluasi, serta
Pada penghitungan jumlah SDM dilaksanakan oleh beberapa assesor,
yang dibutuhkan pada KPPN Per- serta diterapkan kepada lebih dari
contohan, beban kerja ditinjau dari 1 (satu) orang assessee. Assesment
output yang dihasilkan. Jika sebuah Center dinilai sebagai suatu sistem
KPPN melayani 300 satuan kerja yang memiliki akurasi cukup tinggi
maka akan dicek jumlah SPM yang dalam menilai kompetensi pegawai.
masuk. Atas dasar itu, dilakukan per-
hitungan rasio. Perhitungan beban Proses assesment yang dilaksanakan
kerja akan mengalami perubahan dalam rangka rekrutmen pegawai
seiring penggunaan soft copy dalam KPPN Percontohan meliputi dua
transaksi di KPPN. Dengan adanya unsur, yaitu:
perghitungan beban kerja yang tepat,
pegawai akan dapat diberdayakan se- • Can-do factor, yang merupakan
cara maksimal dan tidak ada pegawai unsur – unsur bahwa seseorang itu
yang tidak memiliki pekerjaan. mampu untuk melakukan sesuatu
(technical/hard competency),
terdiri dari pengetahuan (knowl-

39
2 KPPN Percontohan
edge), ketrampilan (skill), dan c. Peningkatan Kualitas SDM
kemampuan untuk menerima atau Penyediaan SDM yang kompeten
mendapatkan pengetahuan/keter- didukung dan dilanjutkan de-
ampilan (aptitude). ngan upaya-upaya untuk menjaga
• Will-do factor, merupakan unsur– dan meningkatkan kualitas SDM.
unsur yang mendorong seseorang Pembentukan KPPN Percontohan
untuk melakukan sesuatu dengan Tahap VI, dimana seluruh KPPN
lebih baik (soft competency), ter- konvensional ditetapkan sebagai
diri dari motivasi, keinginan, dan KPPN Percontohan, memadukan
karakteristik kepribadian. pendekatan peningkatan kompetensi
dan assesment dalam penyediaan
Untuk menjadi pegawai KPPN Per- SDM untuk mengisi posisi di KPPN
contohan dilakukan seleksi pegawai Percontohan. Persiapan dari aspek
dari aspek administratif, yang me- SDM dilaksanakan melalui pem-
liputi setidaknya umur dan jenjang bekalan hard competency maupun
kepangkatan dan kompetensi yang soft competency serta proses assess-
dilakukan melalui tes Psikotes dan ment terhadap ± 4000 orang pegawai
TPA. Dari sekian ribu pegawai yang pada 134 unit KPPN dan 30 Kantor
memenuhi syarat umur dan kepang- Wilayah Direktorat Jenderal Per-
katan, pada dua tes pertama terseleksi bendaharaan.
750 orang pegawai. Jumlah tersebut
ternyata hanya cukup untuk mem- Setelah mendapatkan SDM yang
buka 18 KPPN percontohan (semula unggul untuk mengisi KPPN Percon-
direncanakan 30 KPPN, satu di seti- tohan, Direktorat Jenderal Perbenda-
ap ibukota propinsi yang mempunyai haraan melakukan upaya-upaya
Kanwil Perbendaharaan). Rata-rata untuk menjaga kualitas SDM dengan
1 KPPN mendapat alokasi 29 s.d kegiatan-kegiatan pelatihan yang
36 orang pegawai (termasuk 1 orang dimulai sejak tahun 2011. Untuk
kepala kantor dan 4 orang kepala menjaga semangat dan membangkit-
seksi). Pada periode awal rekrutmen kan kembali motivasi para pegawai,
pegawai KPPN Percontohan, tingkat Direktorat Jenderal Perbendaharaan
kelulusan assesment berada pada ang- melaksanakan kegiatan Motivation-
ka dibawah 30%. Hal ini menggam- al Achievement KPPN Perconto-
barkan bahwa tidak semua pegawai, han Tahap 1. Dalam kegiatan ini,
pada saat itu, yang memiliki kapasitas para pegawai KPPN Percontohan
memadai. mendapatkan pembekalan pening-
katan kompetensi terutama dari sisi

40
soft skill dengan metode experiental ganisasi yang ada.
learning yang difasilitasi langsung
oleh para fasilitator internal Di- Salah satu komitmen yang dijanjikan oleh
rektorat Jenderal Perbendaharaan. KPPN Percontohan adalah pelayanan
Selain itu, dalam kegiatan tersebut SP2D Non Belanja Pegawai dalam waktu
disampaikan juga motivasi yang satu jam terhitung mulai diterimanya SPM
langsung disampaikan oleh pimpinan lengkap dan memenuhi syarat sampai de-
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ngan SP2D siap untuk diserahkan kepada
dan motivator profesional. satuan kerja atau dikirim ke Bank Opera-
sional. Untuk mewujudkan hal ini, dilaku-
Program Motivational Achievement kan pembagian kerja sesuai fungsi yaitu
terus dilaksanakan dan dikembang- front office, middle office, dan back office.
kan agar senantiasa sesuai dengan
kebutuhan organisasi terutama dalam Pembagian kerja sesuai fungsi ini merupa-
konteks menjaga asa dan semangat kan salah satu inovasi utama dari proses
serta kebersamaan para pegawai bisnis model KPPN Percontohan dengan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. penyederhanaan prosedur kerja sebagai
Kegiatan Motivational Achievement upaya memperpendek jalur birokrasi serta
KPPN Percontohan dapat disebut se- memutus peluang-peluang terjadinya mafia
bagai cikal bakal kegiatan outbound birokrasi dan korupsi. Perubahan layout
training Direktorat Jenderal Per- dan didukung infrastruktur teknologi
bendaharaan atau yang sering disebut informasi yang terbukti cukup efektif dan
sebagai Capacity Building yang saat efisien dalam peningkatan kualitas layanan
ini masih terus berjalan. KPPN, mempermudah penerapan konsep
“one stop one service”. Kedua hal ini,
2. Aspek Penataan Organisasi/Proses Bisnis ditambah keberhasilan reformasi birokrasi
Penataan Organisasi/Proses Bisnis dilaku- pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan
kan melalui penerapan standard operating membuat KPPN berulangkali mendapat
procedures, standar pelayanan publik, penghargaan terutama dalam hal pe-
implementasi manajemen kinerja dan layanan. Hal ini didukung hasil survey
sistem pengendalian internal. Penerapan kepuasan pelanggan dengan tingkat kepua-
prosedur kerja yang sederhana menjadi inti saan yang tinggi dari berbagai lembaga
dari operasionalisasi KPPN Percontohan. survey.
Melalui penyederhanaan prosedur kerja
dan pemanfaatan teknologi informasi yang Front office merupakan fungsi yang dilak-
ada, diharapkan akan mampu menciptakan sanakan oleh pegawai yang secara langsung
efisiensi dan efektivitas pada struktur or- berhubungan dengan para pengguna

41
2 KPPN Percontohan
layanan KPPN. Khusus dalam proses melalui layar komputer ketersediaan pagu,
pencairan dana, petugas front office akan dan kelengkapan dokumen pendukung.
memberikan kepastian mengenai dapat Petugas itulah yang akan menentukan apa-
tidaknya tagihan dibayar oleh kas nega- kah SPM tersebut layak diproses atau tidak
ra. Middle office merupakan fungsi yang Standar Operating Procedures KPPN
melaksanakan proses lebih lanjut dari Percontohan kemudian ditetapkan dengan
pekerjaan di front office. Sedangkan back Surat Edaran Direktur Jenderal Perbenda-
office adalah fungsi yang melaksanakan tu- haraan Nomor SE-31/PB/2009 tanggal 7
gas – tugas yang berkaitan dengan pelaksa- September 2009 tentang Penerapan Stan-
naan pelaporan dari tugas-tugas KPPN. dard Operating Procedure (SOP) KPPN
Percontohan pada KPPN Non-Perconto-
SOP KPPN Percontohan membagi peker- han. Aturan terkini mengenai SOP KPPN
jaan sesuai dengan ketiga fungsi tersebut. adalah Keputusan Direktur Jenderal Per-
Efektifitas pembagian fungsi tersebut bendaharaan Nomor KEP-287/PB/2015
ditunjang dengan beberapa upaya seperti tentang Standar Operating Procedures pada
penyesuaian layout kantor, pengkartuan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
satuan kerja secara elektronis, non-depar-
temental job dan tersedianya customer Layout dengan konsep FO-MO-BO, me-
service yang akan melayani satuan kerja ngubah layanan dengan bentuk loket yang
jika ada permasalahan. Pemisahan fungsi selama ini dilaksnakan. Penggunaan loket
ini ditujukan untuk memperpendek jalur memiliki kelemahan dari sisi unsur bi-
birokrasi serta memutus peluang-peluang rokrasi yang sangat tinggi, karena penerima
terjadinya mafia birokrasi dan korupsi. dokumen bukan orang yang menyelesaikan
Ide dari perubahan layout, menjadi front proses pekerjaan. Kelemahan kedua adalah
office, middle office dan back office, ada- pihak yang menyerahkan tidak memili-
lah bagaimana menerapkan konsep one ki kepastian kapan, berapa lama layanan
stop service di KPPN dimana salah satu diberikan dan apakah ada masalah atau
keuntungannya adalah pengurangan atau tidak. Karena yang menerima adalah loket
pemotongan jalur dokumen. Seksi Umum dari bagian umum. Hal ini cenderung ber-
yang semula berada di depan sebagai loket tentangan dengan konsep good governance
penerimaan surat masuk, telah digantikan meliputi transparansi, akuntabilitas, kepas-
oleh seksi perbendaharaan di Front Office. tian layanan, kepastian biaya, dan asas re-
SPM yang sebelumnya disamakan seperti siprokal yaitu apabila kita tidak memenuhi
surat masuk dan di terima oleh Bagian janji layanan maka akan ada konsekuensi
Umum, kini langsung di terima oleh seksi yang harus ditanggung, atau kompensasi
Perbendaharaan. Petugas Seksi Perbenda- yang harus diberikan. Untuk model loket
haraan di loket depan, akan memeriksa tidak dapat berlaku seperti itu, karena yang

42
menangani adalah bagian umum sedang office dapat menangani sembarang
yang menyelesaikan dokumen adalah pihak dokumen. Dengan demikian petu-
pencairan dana. gas yang senggang, langsung akan
Alur seperti ini membawa dampak, setelah menangani proses pemutakhiran
berkas di serahkan di loket, satker mene- data pada kartu pengawasan kredit
mui pihak yang akan proses menyelesaikan atas SPM tersebut. Dokumen SPM
dokumen. yang dinyatakan layak proses oleh
Front Office dapat langsung di proses
3. Aspek Pemanfaatan Teknologi Informasi di Middle Office yaitu mengurangi
Teknologi informasi menjadi salah satu pagu masing-masing mata anggaran
elemen penting dalam implementasi akibat adanya SPM tersebut.
KPPN percontohan. Direktorat Jenderal c. Aplikasi pada KPPN Percontohan
Perbendaharaan melakukan modernisasi mengeliminasi penggunaan karwas
aplikasi-aplikasi untuk memudahkan pelak- manual. Sebelumnya, proses pener-
sanaan tugas di KPPN. Pada masa awal bitan SP2D mewajibkan pemakaian
KPPN Percontohan, terdapat beberapa karwas manual.
perubahan dalam pengembangan teknologi d. Aplikasi dirancang sedemikian rupa
informasi yang mengemuka yaitu: sehingga tidak memungkinkan bagi
KPPN Percontohan untuk melaku-
a. Aplikasi KPPN Percontohan diran- kan input SPM satuan kerja. Semua
cang menyesuaikan pembagian proses penerbitan SP2D harus
fungsi pada KPPN, yaitu front office, melalui mekanisme penyerahan ADK
middle office dan back office. Hak SPM Satker ke KPPN. Hal ini san-
akses dan kewenangan dalam aplikasi gat mendukung fungsi-fungsi dalam
dibagi berdasarkan fungsi tersebut, pengelolaan keuangan negara dimana
selain pembagian menurut unit ese- Kementerian/Lembaga menerbitkan
lon IV di KPPN. surat perintah membayar kepada Ke-
b. Pemasangan jaringan internal di menterian Keuangan yang kemudian
KPPN. Dengan adanya jaringan menerbitkan surat perintah pencairan
tersebut, maka seluruh komputer di dana kepada bank untuk membayar
KPPN terhubung dengan database tagihan yang dibebankan ke APBN.
server yang ada di ruang khusus
KPPN, sehingga apa yang di lihat 4. Aspek Perbaikan Remunerasi
oleh petugas di Front Office dapat Perbaikan sistem remunerasi adalah per-
juga di lihat oleh seluruh komputer baikan terhadap penghasilan pegawai
yang ada di Middle Office, maupun Kementerian Keuangan berdasarkan
di Back Office. Petugas di middle Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/

43
2 KPPN Percontohan
KMK.01/2007 yang menetapkan besaran Untuk mendapatkan kecukupan dari aspek-aspek
tunjangan khusus pembinaan keuangan tersebut, setidaknya aspek Organisasi, IT dan SDM,
negara dengan sistem peringkat. Per- memerlukan waktu dalam persiapan, penerapan dan
baikan penghasilan ini dimaksudkan untuk penggunaanya. Hal ini membuat implementasi SOP
menambah motivasi pegawai dalam bekerja KPPN Percontohan tidak bisa dilakukan secara se-
sebagai konsekuensi penerapan reformasi rentak pada awal-awal pembentukannya. Selain itu,
birokrasi Kementerian Keuangan. adanya standar yang diperketat untuk menerapkan
kantor layanan percontohan.
Khusus untuk pegawai KPPN Perconto-
han, diberikan tunjangan tambahan unsur Beberapa hal mendorong perlunya penerapan SOP
TKPKN berdasarkan Keputusan Menteri KPPN Percontohan ke semua KPPN. Salah satu-
Keuangan Nomor 480/KMK.01/2007 nya adalah munculnya keluhan mengenai hambatan
tanggal 4 Desember 2007 tentang Peneta- penyerapan anggaran yang diindikasikan disebabkan
pan Besaran Tunjangan Tambahan Unsur karena adanya perbedaan layanan di KPPN. KPPN
TKPKN bagi Pegawai KPPN Percontohan yang belum melaksanakan SOP Percontohan tidak
pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan memberikan kualitas layanan layaknya KPPN Per-
Departemen Keuangan. contohan. Menindaklanjuti hal tersebut, Sekretaris
Direktorat Jenderal Perbendaharaan pada waktu itu,
Pemberian Tunjangan Kinerja Tambahan K.A. Badaruddin, memberikan instruksi agar disusun
dilakukan berdasarkan produk dan se- roadmap pengembangan KPPN Percontohan beri-
berapa besar upaya pegawai Kementerian kutnya.
Keuangan menghasillan keluaran yang
diharapkan melalui prosedur yang telah Terdapat perbedaan dalam hal penyediaan SDM,
ditentukan. Pada Direktorat Jenderal antara pembentukan KPPN sebelum 2011 dan
Pajak, pemberian TKT didasarkan pada setelah 2011. Pada tahap penetapan KPPN Percon-
target capaian pajak. Pada Direktorat Jen- tohan yang terakhir dilakukan pendekatan melalui
deral Perbendaharaan, formula yang dapat pembekalan pegawai agar siap menjadi profiling
digunakan dalam penentuan TKT adalah KPPN Percontohan. Salah satu pertimbangan adalah
eksekusi terhadap SPM secara cepat, sesuai pegawai telah lebih siap dari sisi integritas karena se-
dengan peraturan perundangan berlaku lama periode 2007 s.d 2011 telah menjalankan SOP
dan mendorong penerima menggunakan Percontohan dan zero tolerance terhadap gratifikasi.
APBN sesuai tujuan. Hal ini yang kemudi-
an menjadi perbedaan antara Ditjen Pajak Dengan dukungan pimpinan, implementasi KPPN
dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Percontohan dapat diterapkan di 134 unit KPPN
Akhirnya digunakan baseline pencairan yang belum melaksanakan SOP KPPN Perconto-
SPM menjadi SP2D dalam waktu yang han pada tahun 2012. Waktu tersebut tepat karena
cepat sesuai dengan janji layanan unggulan. terkait dengan momentum untuk segera melakukan

44
piloting SPAN yang ditargetkan piloting dan roll out f. Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal.
pada tahun 2013. Sistem Perbendaharaan dan Ang- g. Pelaksanaan Manajemen Kinerja.
garan Negara dirancang dengan pola pada KPPN Per-
contohan. Tanpa adanya KPPN Percontohan sebagai Adapun mengenai standarisasi yang baru dilakukan
wadah, SPAN tidak dapat dipraktikkan di KPPN. pada tahun 2012, hal ini dipengaruhi oleh beberapa
Pada tahap selanjutnya adalah penetapan standari- hal, antara lain:
sasi KPPN Percontohan melalui melalui Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/ 1. Selama periode 2007 s.d 2011, setiap
PB/2012 tanggal 28 September 2012 mengenai Tata KPPN melakukan inovasi dan improvisa-
Kelola KPPN Percontohan di Lingkungan Direk- si untuk menata layout kantor. Namun,
torat Jenderal Perbendaharaan. Standarisasi tersebut tidak semua KPPN menata layout dengan
terkait dengan: konsep F.O., M.O., dan B.O., secara harfi-
ah. Dengan kata lain, hanya menekankan
a. Struktur, tugas dan fungsi. pada fungsi semata.
b. Proses bisnis. 2. Sebelum 2012, Direktorat Jenderal Per-
c. Sumber Daya Manusia. bendaharaan sedang mencari bentuk yang
d. Tunjangan Tambahan. sesuai untuk KPPN Percontohan. Setelah
e. Sarana Prasarana. bentuk yang ditampilkan oleh KPPN

Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

45
2 KPPN Percontohan
Semarang II mendapatkan apresiasi secara pai dengan 50%. Hal ini tentu saja
nasional pada tahun 2011, maka ben- meningkatkan beban kerja tiap orang
tuk tersebut kemudian dipertimbangkan di KPPN Percontohan.
sebagai bentuk standar dari KPPN Percon- c. Alur kerja menganut prinsip do-
tohan. kumen berjalan. Salah satu yang
mencerminkannya penataan layout
Pihak Terdampak dan Jenis Dampak yang Muncul dan fungsi di KPPN menjadi front
Penerapan kebijakan KPPN Percontohan membawa office, middle office, dan back
dampak bagi beberapa pihak baik di kalangan inter- office. Perubahan layout dan fungsi
nal KPPN maupun kalangan eksternal KPPN. Pihak ini membuat para pegawai KPPN
terdampak berikut dampaknya dapat diuraikan secara Percontohan harus beradaptasi
singkat sebagai berikut: dengan pola baru. Hal ini membuat
pekerjaan di KPPN Percontohan
1. KPPN Percontohan berjalan lebih efisien dan efektif baik
Bagi SDM Direktorat Jenderal Perbenda- bagi KPPN maupun satuan kerja
haraan yang telah mengikuti dan di- mitra KPPN Percontohan.
nyatakan lolos seleksi, bekerja di KPPN
Percontohan berbeda dengan KPPN 2. Satuan Kerja Kementerian/Lembaga
konvensional. Beberapa dampak yang Implementasi KPPN Percontohan diikuti
dirasakan oleh SDM di KPPN Percontohan dengan semakin ketatnya peraturan men-
sebagai berikut: genai pencairan dana APBN. Pada masa
awal implementasi KPPN Percontohan,
a. Dengan adanya SOP baru KPPN satuan kerja belum mengetahui dan memi-
Percontohan dan dukungan teknolo- liki pemahaman yang baik terhadap proses
gi informasi, para pegawai dituntut bisnis yang baru. Hal ini membuat satuan
untuk bekerja lebih cepat. Perubah- kerja harus beradaptasi, seperti satuan kerja
an norma waktu penyelesaian SP2D tidak dapat lagi melakukan perbaikan SPM
non-belanja pegawai dari sehari men- di KPPN.
jadi satu jam menuntut para pegawai
bekerja lebih efisien. 3. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbenda-
b. Dengan adanya penghitungan haraan
jumlah pegawai sesuai dengan beban Sebagaimana telah diungkapkan sebel-
kerja KPPN, mengurangi jumlah umnya, dalam menerapkan kebijakan
pegawai di tiap KPPN Percontohan KPPN Percontohan, Direktorat Jenderal
menjadi sekitar 29 s.d 36 orang Perbendaharaan setidaknya melakukan
pegawai. Terdapat KPPN yang harus upaya – upaya dari sisi tatanan organisasi
berubah jumlah pegawainya sam- dan proses bisnis, SDM, Teknologi Infor-

46
masi dan perbaikan remunerasi. Pada awal adalah penempatan pegawai di Kantor
implementasi KPPN Percontohan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbenda-
Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan haraan. Untuk menumbuhkan kembali
harus melakukan persiapan yang matang motivasi sekaligus meningkatkan kom-
dalam waktu yang cukup panjang baik dari petensi para pegawai tersebut, Direktorat
sisi kebijakan maupun kesiapan opera- Jenderal Perbendaharaan melaksanakan
sional, misalnya dalam penyusunan SOP, berbagai macam pelatihan dan kegiatan-ke-
penyiapan SDM, penyiapan dasar hukum giatan motivasional.
dan standarisasi.
Selain dari sisi organisasi dan SDM, Kantor
Khusus bidang SDM, Direktorat Jenderal Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Perbendaharaan tidak hanya memper- terutama pada unit pengembang sistem
siapkan SDM yang akan menjadi pegawai informasi KPPN, harus selalu memuta-
KPPN Percontohan, namun juga harus khirkan aplikasi sesuai dengan kebutuhan
mempersiapkan kebijakan bagi SDM yang pelaksanaan tugas di KPPN Percontohan.
tidak lolos seleksi KPPN Percontohan, ter- Beberapa pemutakhiran yang dilakukan
utama di unit KPPN dan Kantor Wilayah adalah pembagian hak akses mengikuti
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dua pembagian fungsi front office, middle office
hal yang menjadi fokus adalah penempatan dan back office, pengembang aplikasi mem-
pegawai dan menumbuhkan kembali moti- buat aplikasi SP2D yang mampu di-
vasi para pegawai. Kebijakan penempatan gunakan untuk digitalisasi kontrak pe-
pegawai tidak lulus seleksi KPPN Percon- ngawasan baik pagu, UP/TUP maupun
tohan pada masa awal KPPN Percontohan kontrak

47
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Halaman ini sengaja dikosongkan

48
BAB III

Bersama dengan KPPN Percontohan, pembangunan


aplikasi SPAN juga termasuk bentuk pengejawantahan
tiga pilar reformasi birokrasi dan modernisasi penge-
lolaan keuangan negara. Perubahan yang signifikan,
terutama dari aspek proses bisnis dan teknologi infor-
masi, menuntut organisasi untuk melupakan upaya
yang luar biasa. Kebijakan-kebijakan strategis terkait
upaya implementasi SPAN terlalu besar untuk tidak
ditangkap dan dituangkan dalam buku

www.djpbn.kemenkeu.go.id

www.djpbn.kemenkeu.go.id

49
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Halaman ini sengaja dikosongkan

50
Bab III
Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang dan tata laksana. Keseluruhan rangkaian wujud
reformasi tersebut, didukung dengan pemanfaatan
Pendahuluan perkembangan dan inovasi teknologi, memungkin-
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kan penyelenggaraan pelayanan publik di bidang
(TIK) pada dunia global menuntut inovasi otoma- keuangan negara berjalan secara transparan, efisien,
si pekerjaan pada seluruh sektor pelayanan publik, efektif, dan akuntabel.
termasuk pada bidang keuangan negara. Sebagai
komponen dari keuangan negara, Anggaran Pene- Artikel ini akan membahas mengenai latar belakang
rimaan dan Belanja Negara (APBN) memerlukan perkembangan Financial Management Information
pengelolaan yang efektif, efisien, dan akuntabel de- System (FMIS) di Indonesia, dasar hukumnya, al-
ngan memanfaatkan teknologi guna terciptanya good ternatif dan alasan pemilihan keputusan yang diam-
and clean governance. Pengelolaan dana APBN yang bil. Lebih lanjut, dibahas juga upaya-upaya untuk
mayoritas bersumber dari pajak, merupakan salah mengimplementasikan kebijakan FMIS, pihak yang
satu penunjang kesuksesan pemerintah untuk menca- terdampak dan jenis dampak yang muncul, lang-
pai tujuan bangsa yang tercantum dalam Pembukaan kah-langkah agar tetap berkesinambungan, dinami-
Undang-Undang Dasar 1945. ka dibalik pengambilan keputusan, serta informasi
pendukung dan evaluasi kebijakan tersebut.
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan
negara untuk terciptanya good and clean gover- Reformasi Peraturan Perundang-Undangan
nance, Kementerian Keuangan memegang peranan Kementerian Keuangan mengambil bagian dalam
penting dan menjadi pioneer dalam proses reformasi momentum reformasi dengan turut mereformasi
pada sektor pemerintahan di Indonesia. Wujud dari peraturan perundang-undangan dan proses bisnis
peranan tersebut ialah reformasi dalam seluruh aspek dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
birokrasi, mulai dari reformasi peraturan perun- Sebagai bagian dari reformasi Indonesia, Pemerin-
dang-undangan, proses bisnis, TIK dan sistem infor- tah merancang undang-undang di bidang keuangan
masi, sumber daya manusia, serta reformasi organisasi negara untuk menggantikan undang-undang warisan

51
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
Belanda, yaitu lndische Comptabiliteitswet (ICW) ta- (KPPN) dan 33 Kantor Wilayah, dengan melibatkan
hun 1925. Sejak reformasi 1998, Menteri Keuangan para stakeholders, berupa sekitar 24.000 satuan kerja
membentuk tim perumus yang ditugaskan membuat dan perbankan serta pos dalam melaksanakan tran-
rancangan undang-undang perencanaan anggaran, saksi penerimaan dan belanja negara.
pengelolaan perbendaharaan, dan audit. Setelah
melalui pembahasan dengan Dewan Perwakilan Government Financial Management and Revenue
Rakyat, akhirnya Republik Indonesia memiliki paket Administration Program
Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu: Dalam mengemban amanah reformasi dalam pe-
ngelolaan APBN, Kementerian Keuangan dengan
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 ten- dukungan Bank Dunia membentuk Government
tang Keuangan Negara; Financial Management and Revenue Administration
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 ten- Program (GFMRAP) sebagai langkah modernisasi
tang Perbendaharaan Negara, dan; manajemen keuangan publik di Indonesia. Duku-
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 ten- ngan Bank Dunia tersebut diwujudkan dengan
tang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tang- Perjanjian Pinjaman No. LN-4762-IND tanggal 22
gung Jawab Keuangan Negara. Desember 2004 yang merealisasikan pembentukan
GFMRAP. Dana yang disediakan untuk mewujud-
Setelah berhasil memiliki dasar hukum keuangan kan GFMRAP tersebut disajikan dalam Gambar I.
negara, tahap reformasi selanjutnya fokus kepada area Tujuan pembentukan GFMRAP adalah untuk men-
terkait penyederhanaan proses bisnis, modernisasi gatasi tantangan pemerintah berupa permasalahan
sarana dan prasarana TIK, termasuk sistem aplikasi- dalam pengelolaan keuangan negara dan sistem akun-
nya, serta pengembangan kompetensi pada Sumber tansi pemerintah. Tantangan tersebut dapat disele-
Daya Manusia (SDM) untuk mengoperasikan sistem saikan dengan penyempurnaan kontrol fiskal dan
pengelolaan keuangan negara yang modern. Dengan perbaikan manajemen kas pemerintah. Pada aspek
kata lain, Kementerian Keuangan secara kompre- kontrokl fiskal, pemerintah harus memastikan bahwa
hensif berupaya untuk melakukan perbaikan yang pengeluaran negara sesuai dengan anggaran yang
menyeluruh dalam menjawab tantangan pengelolaan telah dialokasikan. Hal ini berupa pencatatan komit-
keuangan negara, khususnya dalam hal efisiensi dan men pelaksanaan anggaran, pengawasan melekat
efektifitas pada belanja pemerintah. terhadap tagihan yang belum dan harus dibayar dan
pengelolaan defisit fiskal. Guna perbaikan dalam
Reformasi birokrasi dalam tubuh Kementerian manajemen kas pemerintah, ribuan akun rekening
Keuangan merupakan wujud nyata dari implementasi pemerintah pada bank-bank harus disatukan dalam
Paket Undang-Undang Keuangan Negara. Di mana satu rekening bendahara umum negara (treasury
Kementerian Keuangan, melalui Direktorat Jenderal single account) dan mewujudkan keseimbangan kas
Perbendaharaan, bertanggungjawab terhadap trili- negara dengan perencanaan kas yang akurat.
unan rupiah APBN. Tugas tersebut diemban oleh
183 Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara Keseluruhan pendanaan pada GFMRAP tersebut

52
Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi
sumber: Public Expenditure Management Network in Asia, Treasury Community of Practice. FMIS
Study of selected PEMNA members: Lessons for other countries p.; World Bank, 2006 p.35

digunakan untuk mewujudkan reformasi pengelo- secara resmi diluncurkan oleh Presiden Joko Wido-
laan keuangan negara dalam hal penguatan efisiensi, do di Istana Negara pada tanggal 29 April 2015.
tata kelola pemerintahan, dan akuntabilitas melalui Presiden Republik Indonesia mengingatkan bahwa
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara implementasi SPAN akan memudahkan pengguna
(SPAN) sebagai Integrated Financial Management anggaran, khususnya Menteri dan Kepala Lembaga
Information System (IFMIS). Selain itu, GFMRAP dalam memonitor pergerakan anggaran dan ruang
juga menyediakan asistensi dalam perencanaan dan pada Kementerian/Lembaga agar jangan satu rupiah
implementasi reformasi manajemen keuangan negara pun lolos.
berbasis teknologi informasi, serta sebagai koordina-
tor bagi lembaga donor dalam pengembangan IFMIS SPAN didesain untuk mewujudkan transparansi,
di Indonesia. efesiensi, dan akuntabilitas dari transaksi keuangan
negara melalui pengembangan proses bisnis dan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara penggunaan teknologi informasi yang terintegra-
(SPAN) si sesuai dengan harapan dari Presiden terhadap
SPAN merupakan inti dari program reformasi keua- pengimplementasian cash management system yang
ngan publik Pemerintah Indonesia. Sistem tersebut modern. SPAN merupakan sebuah sistem perenca-

53
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
naan dan pengelolaan anggaran yang lengkap dan • Mendukung implementasi sistem akuntansi
konsisten. Hal ini dikarenakan dengan hanya cukup berbasis akrual.
satu kali entry data. SPAN dapat diakses oleh 187 • Mengembangkan perencanaan kas dengan
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), sistem manajemen kas yang dapat diandal-
33 Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor Pusat kan.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, serta digunakan • Menambah fungsi audit melalui kemam-
untuk melayani sekitar 24.000 satuan kerja (satker). puan untuk melakukan jejak audit (audit
Program tersebut mendukung misi-misi dari penge- trail).
lolaan keuangan negara di Kementerian Keuangan, • Melaksanakan kepatuhan dan kemudahan
khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan. akses terhadap informasi keuangan publik.
SPAN mengakomodir pengimplementasian akun-
tansi berbasis akrual dan dapat memfasilitasi laporan SPAN memiliki lima komponen pendukung dalam
keuangan secara tepat waktu. Sistem dimaksud juga sistem implementasinya, yaitu:
mengintegrasikan proses bisnis terkait pengelolaan
anggaran, yang meliputi penyusunan anggaran, ma- 1. COTS (Commercial-Off-The-Shelf),
najemen dokumen anggaran, manajemen komitmen perangkat keras dan lunak sistem utama
pengadaan barang dan jasa, manajemen pembayaran, yang menyediakan fasilitas perencanaan
manajemen penerimaan negara, manajemen kas dan dan pelaksanaan anggaran.
pelaporan diintegrasikan ke dalam SPAN. 2. Collaboration Environment, perangkat
keras dan lunak yang diperlukan untuk
Berikut ini beberapa keunggulan penggunaan SPAN pengguna menggunakan SPAN secara
dalam pengelolaan keuangan negara: efektif.
3. Wide Area Network (WAN), jaringan ko-
• Mengembangkan proses bisnis dengan munikasi eksternal yang menghubungkan
penerapan sistem operasi otomasi untuk ke COTS.
mengontrol alokasi anggaran, komitmen 4. Cabling, koneksi fisik di dalam setiap
belanja, dan batas pengeluaran anggaran lokasi.
secara efektif. 5. Data Center dan Disaster Recovery Center,
• Penerapan masukan data tunggal dan basis dimana Data Center adalah bangunan fisik
data yang terintegrasi. tempat COTS, sedangkan Disaster Recov-
• Pengurangan kesalahan manusia dan poten- ery Center adalah tempat sistem backup
si penggelapan melalui pengambilan data COTS.
langsung dari basis data.
• Menyediakan laporan akuntansi transaksi Komponen dalam SPAN tersebut mendukung sistem
keuangan pemerintah yang komprehen- perbendaharaan yang tersentralisasi. Hal ini dikare-
sif melalui sistem yang online dan tepat nakan, satuan kerja wajib mengirim Surat Perintah
waktu. Membayar (SPM) untuk mencairkan anggaran ke-

54
pada KPPN. SPM dari satker tersebut diproses pada (SAKTI) dan konsultan pengembangan
aplikasi SPAN di KPPN agar pelaksanaan anggaran Service Desk SPAN.
dan pagu dalam Dokumen Isian Pelaksanaan Ang-
garan (DIPA) terekam dalam sistem aplikasi yang
memiliki basis data terpusat. Dikarenakan jumlah Proses Bisnis dan Ruang Lingkup SPAN
satuan kerja yang sangat besar, sekitar 24 ribu satker, Sistem Pebendaharaan dan Anggaran Negara mengin-
maka Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi tegrasikan tiga proses utama di Kementerian Keua-
(SAKTI) digunakan oleh satuan kerja sebagai feeder ngan, yaitu Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Ang-
aplikasi SPAN. Aplikasi tersebut akan mendukung garan, serta Akuntansi dan Pelaporan. Ketiga proses
integrasi data, mengurangi waktu untuk konversi tersebut melibatkan tiga unit eselon I di Kementerian
data satker dalam perencanaan anggaran dan per- Keuangan seperti Direktorat Jenderal Anggaran ter-
mintaan membayar sebelum diunggah pada aplikasi kait dengan porses Perencanaan Anggaran, Direktorat
SPAN. Jenderal Perbendaharaan terkait dengan Pelaksanaan
Anggaran, dan Sekretariat Jenderal melalui Pusat
Pengembangan SPAN Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek)
Pengembangan SPAN dilakukan secara langsung terkait dengan infrastruktur Teknologi Informasi.
oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Keputu- Dalam menjalankan tiga proses utama tersebut,
san Menteri Keuangan Nomor 114/KMK.01/2010 pengembangan SPAN terdiri dari modul-modul yang
tentang Program Reformasi Penganggaran Dan Per- dikelompokan dalam tiga proses, antara lain:
bendaharaan Negara (RPPN) dan Keputusan Men-
teri Keuangan Nomor 203/KMK.01/2010 tentang 1. Perencanaan Anggaran, yang terdiri atas
Tim RPPN. Kemudian, dibentuk Tim Koordinasi Modul Penyusunan Anggaran (Budget
Teknis RPPN yang terdiri dari Direktorat Jenderal Preparation).
Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Modul ini merupakan bagian dari SPAN
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan (Pu- yang melaksanakan fungsi-fungsi pengang-
sintek) untuk melaksanakan pengembangan SPAN. garan yang meliputi perencanaan anggaran,
Proses pengembangan SPAN didukung oleh beberapa penyusunan anggaran, pembahasan ang-
konsultan berdasarkan hasil lelang, yaitu: garan dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, penetapan alokasi an-
1. Ecorys sebagai konsultan Business Process ggaran, penyusunan Rancangan APBN-Pe-
Improvement (BPI). rubahan, revisi anggaran, dan monitoring
2. LG CNS sebagai konsultan pengembang dan evaluasi kinerja anggaran.
TI SPAN.
3. PWC sebagai konsultasn Change Manage- 2. Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri atas:
ment and Communication (CMC). a. Modul Manajemen DIPA (Manage-
4. Quadra sebagai konsultan pengembang ment of Spending Authority)
Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi Modul Manajemen DIPA merupa-

55
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
kan kajian terhadap pelaksanaan ma- receipt). Modul ini juga merupakan
najemen DIPA di Direktorat Jenderal salah satu kajian yang membahas
Perbendaharaan. Dalam modul, penyempurnaan Modul Penerimaan
diuraikan mekanisme manajemen Negara (MPN) menjadi MPN G2.
DIPA, menganalisis dari sisi pelaksa- e. Modul Manajemen Kas (Cash Man-
naannya, serta memberikan masukan agement)
tentang manajemen DIPA di masa Kajian yang disusun dalam modul
yang akan datang. ini, membahas mengenai desain
b. Modul Manajemen Komitmen proses bisnis dengan tujuan sebagai
(Commitment Management) masukan bagi pengembangan SPAN.
Modul Manajemen Komitmen mer- Modul tersebut menjabarkan men-
upakan kajian atas tanggung jawab genai best practice manajemen kas
pemilik/pengguna pagu anggaran di negara Australia dan Perancis
untuk memastikan adanya sistem yang diharapkan bisa menjadi bahan
manajemen yang efektif, efisien, dan pembelajaran untuk diterapkan di
transparan untuk menjamin bahwa Indonesia.
dana anggaran digunakan sesuai
dengan tujuan yang disetujui oleh 3. Akuntansi dan Pelaporan, yang terdiri atas:
parlemen. a. Modul Buku Besar dan Bagan Akun
c. Modul Manajemen Pembayaran Standar (General Ledger and Chart
(Paymant Management) of Accounts)
Modul ini berisi kajian mengenai Modul ini fokus pada perubahan
proses bisnis mendatang yang dihara- sistem akuntansi, restrukturisasi
pkan dapat menjadi masukan bagi Bagan Akun Standar (BAS), jurnal
pengembangan SPAN. Rekomendasi akuntansi berbasis akrual, dan proses
untuk penyempurnaan proses bisnis bisnis akuntansi yang menggunakan
pada saat ini juga memperhatikan modul General Ledger (GL) di
cetak biru rencana pengembangan KPPN, Kanwil, dan Kantor Pusat
SPAN terutama terkait dengan mo- Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
dernisasi sistem informasi dan TI. Pembahasan dalam modul ini juga
d. Modul Penerimaan Negara (Govern- hanya terbatas pada lingkup penge-
ment Receipt) lolaan keuangan negara oleh Menteri
Modul Penerimaan Negara merupa- Keuangan selaku BUN yang dilak-
kan kajian akademik yang bertujuan sanakan oleh Direktorat Jenderal
untuk menciptakan sistem baku Perbendaharaan sehingga tidak men-
yang terintegrasi dalam pengelolaan cakup perubahan pada Kementerian/
atas penerimaan negara (government Lembaga.

56
b. Modul Pelaporan (Reporting) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Modul ini merupakan kajian yang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Ta-
bertujuan untuk mewujudkan penya- hun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri
jian informasi dan akuntansi keua- Keuangan pada tanggal 29 September 2008 mene-
ngan negara dalam rangka meng- tapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276/
hasilkan pertanggungjawaban APBN KMK.05/2008 tentang Program Reformasi Sistem
yang akuntabel, transparan, tepat Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Se-
waktu dan akurat. suai dengan KMK mengenai program reformasi
sistem perbendaharaan dan anggaran negara tersebut,
Keseluruhan modul tersebut merupakan kajian terha- perbaikan manajemen keuangan pemerintah dilaku-
dap setiap langkah dan aspek yang disusun pada tiap kan melalui penyempurnaan proses penganggaran,
modul untuk pengembangan proses bisnis SPAN. sistem pembayaran, optimalisasi pengelolaan kas,
Kajian yang disusun memuat berbagai rekomendasi, peningkatan akuntabilitas penggunaan anggaran dan
desain pengembangan manajemen proses bisnis guna kekayaan negara. Perbaikan dalam meningkatan
mewujudkan suatu sistem pengelolaan keuangan layanan publik di Kementerian Keuangan dimak-
negara yang komprehensif dan modern. Kemudi- sud dilaksanakan secara menyeluruh melalui suatu
an, modul ini menjadi bagian dari proses bisnis dan program yang dinamakan program reformasi sistem
ruang lingkup SPAN yang ditetapkan dengan Pera- perbendaharaan dan anggaran negara.
turan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014
tentang Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan SPAN dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri
Anggaran Negara. Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelak-
sanaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
B. Dasar Hukum Peraturan tersebut disusun dalam rangka mewujud-
kan proses penganggaran dan pelaksanaan anggaran
Reformasi birokrasi dalam tubuh Kementerian yang tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
Keuangan tidak lepas dari kewajiban untuk mengim- dan bertanggung jawab. Pada PMK ini, dijelaskan
plementasikan Paket Undang-Undang Keuangan mengenai mekanisme pelaksanaan SPAN yang me-
Negara. Selain dari kebutuhan internal pemerintah liputi seluruh modul, antara lain Modul Pengangga-
tersebut, tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan ran, Modul Komitmen, Modul Pembayaran, Modul
perbendaharaan dan anggaran negara yang trans- Kas, Modul Penerimaan, dan Modul Akuntansi dan
paran, efektif, akuntabel, terintegrasi, dan berbasis Pelaporan. Selanjutnya, PMK tersebut menjelaskan
kinerja merupakan salah satu faktor utama dalam prinsip dasar, tata cara pelaksanaan SPAN, hingga
melaksanakan reformasi di Kementerian Keuangan. keadaan kahar (force majeure).

Dalam rangka mewujudkan ekspektasi masyarakat


akan pengelolaan keuangan negara yang profesional,
terbuka, dan bertanggung jawab sesuai amanah pada

57
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

58
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
bangan aplikasi yang telah tersedia dngan
learning point kostumisasi sesuai dengan peraturan perun-
dang-undangan keuangan negara di Indo-
A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili- nesia. Selain dari pada itu, berdasarkan ka-
han Alternatif jian dari Public Expenditure Management
Network in Asia (PEMNA), waktu yang
Dalam proses pengembangan IFMIS, terdapat dua dibutuhkan untuk menyelesaikan Financial
alternatif metode pengembangan sebagai pertimba- Management Information System (FMIS)
ngan pada awal pembuatan SPAN, yaitu memban- membutuhkan 6-7 tahun dengan penggu-
gun aplikasi sendiri (In House Development) dan naan COTS yang dikostumisasi. Waktu
menggunakan sistem aplikasi yang sudah tersedia tersebut dibutuhkan untuk penyelesaian
oleh vendor atau yang dikenal dengan nama Com- sistem aplikasi mulai dari sistem desain,
mercial Off-The-Shelf (COTS). Kedua alternatif proses pengadaan, pengembangan sistem
tersebut memiliki beberapa keunggulan dan juga informasi, dan pengembangan kompetensi
kelemahan yang telah dipertimbangkan oleh segenap SDM.
pengambil kebijakan di Kementerian Keuangan.
2. Commercial Off-The-Shelf (COTS)
1. In House Development Pada alternatif kedua, pengembangan
Pada alternatif pertama, yaitu in house de- SPAN dengan menggunakan COTS
velopment memiliki beberapa keunggulan, diklaim memiliki kelebihan dibanding in
yaitu sistem aplikasi dapat dibangun sesuai house development. Hal ini dikarenakan
dengan keinginan dan desain dari para COTS merupakan software dengan spesi-
pengguna (user) aplikasi. Selain itu, mem- alisasi IFMIS yang menyediakan aplikasi
bangun aplikasi secara mandiri dari dasar perangkat lunak meliputi fungsi-fungsi
dapat mengembangkan kompetensi pega- yang dibutuhkan pada IFMIS, antara lain:
wai Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dalam mendesain aplikasi sesuai perkem- a. (Oracle) Hyperion Planning dalam
bangan teknologi terkini dan sebagai sarana proses penyusunan anggaran yang
transfer knowledge dari konsultan atau dilakukan oleh Direktorat Jenderal
tenaga ahli TIK dari pihak eksternal. Anggaran. Sistem ini terdiri dari
modul persiapan penyusunan ang-
Disamping beberapa keunggulan tersebut, garan (APBN), Pendapatan Negara
in house development berdampak terhadap Bukan Pajak (PNBP), siklus angga-
biaya yang lebih besar dan waktu penyele- ran, serta monitoring dan evaluasi
saian pekerjaan lebih lama. Dukungan (Monev).
yang diperoleh dari Bank Dunia sebagai b. Oracle E-business Suite (EBS) untuk
lender, diperhitungkan untuk pengem- pelaksanaan anggaran yang dilakukan

59
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
oleh Direktorat Jenderal Perbenda- haraan yang dipilih berdasarkan beban
haraan yang meliputi modul manaje- kerjanya.
men DIPA, manajemen komitmen,
manajemen pembayaran, manajemen Tahap Piloting tersebut hanya membu-
penerimaan negara, manajemen kas, tuhkan waktu sekitar dua bulan hingga
buku besar dan bagan akun standar. Februari 2014 untuk dapat menyelesaikan
seluruh rangkaian uji coba. Idealnya,
Hyperion Planning dan Oracle EBS me- setelah tahap Piloting, langsung dilanjut-
rupakan sistem pada IFMIS yang telah ber- kan ke tahap berikutnya berupa peluncu-
laku di dunia internasional tetapi dibutuh- ran (Rollout) SPAN. Namun demikian,
kan perubahan kostumisasi pada bebera- terdapat penundaan pelaksanaan Rollout
pa proses bisnis yang tidak tersedia pada dikarenakan kendala kapasitas server yang
sistem tersebut. Tentunya, hal ini membu- pada awalnya ditujukan hanya untuk
tuhkan waktu dan proses yang lebih lama tahapan Piloting. Dibutuhkan waktu
untuk menyempurnakan COTS sesuai de- untuk melakukan proses pengadaan server,
ngan proses bisnis pada Keuangan Negara instalasi sarana dan prasarana, dan melaku-
Indonesia. kan penyesuaian server tambahan hingga
akhirnya siap dilaksanakan Rollout pada
Dengan demikian, berdasarkan pertim- akhir November 2014.
bangan biaya dan waktu yang dibutuhkan
seperti yang telah diuraikan pada pembaha- Setelah mempertimbangkan beban kerja
san di atas, Kementerian Keuangan memu- pada akhir tahun anggaran yang meningkat
tuskan untuk menggunakan COTS dalam hingga 3-4 kali lipat dibandingkan dengan
pengembangan IFMIS di Indonesia. waktu normal, Kementerian Keuangan
memutuskan untuk menunda proses pelun-
B. Upaya – Upaya Implementasi Kebijakan curan SPAN pada Januari 2015. Alasan
lain dari penundaan tersebut ialah SPAN
1. Implementasi SPAN membutuhkan tahap finalisasi pengujian
SPAN berhasil diimplementasikan setelah untuk memastikan bahwa sistem tersebut
melalui lima tahapan, yaitu Pilot 1, Pilot dapat menghasilkan data yang akurat dan
2A, Pilot 2B, Rollout 1 dan Rollout 2. dapat dipertanggungjawabkan.
Tahap piloting SPAN dilaksanakan pada
Januari 2014, dimana Pilot tahap 1 telah Kementerian Keuangan akhirnya melaku-
dilaksanakan untuk user SPAN di Kantor kan tahap Rollout atau peluncuran SPAN
Pusat Kementerian Keuangan. Sedangkan, pada tanggal 2 Januari 2015 dan meluncur-
Pilot tahap 2 dilakukan di tujuh Kantor kan SPAN diseluruh lokasi (Go Live) dua
Wilayah Direktorat Jenderal Perbenda- bulan kemudian, pada tanggal 28 Februari

60
2015. (Change Management and Communi-
cation - CMC) hadir sebagai salah satu
2. Change Management and Communication komponen SPAN, di samping proses bisnis
Dalam mendukung implementasi SPAN, dan teknologi informasi. Sebagai salah satu
tentunya membutuhkan keterbukaan akan kunci suksesnya SPAN, CMC memberi-
perubahan oleh pegawai Kementerian kan pemahaman, pandangan positif akan
Keuangan akan otomasi pekerjaan, serta implementasi SPAN, serta meningkatkan
SDM yang kompeten dalam mengope- kemampuan calon pengguna maupun
rasikan SPAN. Peran ini berhasil dikerja- pihak-pihak yang berkepentingan melalui
kan oleh Change Management and Com- berbagai macam training/pelatihan.
munication (CMC) SPAN kepada seluruh
insan Perbendaharaan. Secara fungsional, CMC terdiri atas
tim CMC dibantu oleh staf yang juga
Manajemen Perubahan dan Komunikasi berkedudukan sebagai Duta SPAN Koor-

Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

61
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
dinator di unit kerja Direktorat Jenderal di sebagai dampak implementasi SPAN.
Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Ang- Selanjutnya, CMC telah membantu men-
garan, dan Pusintek. Dalam melaksanakan ciptakan lingkungan operasional yang
tugasnya, Duta SPAN Koordinator dibantu kondusif untuk implementasi SPAN di
oleh Duta SPAN Unit perwakilan dari seti- lingkungan Direktorat Jenderal Perbenda-
ap bidang di Direktorat Jenderal Anggaran haraan, Direktorat Jenderal Anggaran, dan
dan Pusintek, serta perwakilan dari seluruh Pusintek.
unit kerja vertikal Direktorat Jenderal Per- Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul
bendaharaan. Reformasi pengelolaan keuangan negara menyebab-
Dalam menjalankan tugasnya, CMC SPAN kan dampak pada internal Kementerian Keuangan,
meliputi beberapa area, antara lain: seperti Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jen-
deral Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal, maupun
• Manajemen Perubahan, dengan mende- pihak luar seperti satuan kerja, bank dan pos, serta
sain strategi dan rencana dalam member- masyarakat. Perbaikan proses bisnis yang lebih efisien
ikan pemahaman atas perubahan yang pada SPAN dan penggunaan teknologi serta basis
terjadi sebagai dampak implementasi data yang terpusat, menyebabkan perubahan-peru-
SPAN bahan pada koridor hukum, tata kelola organisasi,
• Komunikasi, sebagai sarana untuk sistem aplikasi, dan SDM.
menjalin komunikasi dua arah, me-
nyampaikan informasi dan menjaring Pada proses pengganggaran, aplikasi SPAN digu-
aspirasi dari para pegawai Kementerian nakan untuk menghasilkan RKA-K/L DIPA, serta
Keuangan yang terdampak dari peruba- Revisi DIPA. Sistem ini menyebabkan perencanaan
han proses bisnis, sistem dan struktur anggaraan dari satuan kerja, Direktorat Jenderal
organisasi. Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
• Desain Organisasi, menawarkan pili- terkoneksi dengan aplikasi yang terintegrasi. Begitu
han-pilihan strategi dalam mengembang- pula dengan proses Revisi DIPA satuan kerja yang
kan pemberdayaan SDM yang efektif diajukan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
dan efisien setelah implementasi SPAN. Perbendaharaan. Keseluruhan proses tersebut meng-
• Pelatihan, membantu dalam pengemba- gunakan proses bisnis SPAN dan dilakukan validasi
ngan kompetensi SDM dalam pengo- elektronik secara sistem. Hal ini tentunya berdampak
perasian SPAN kepada para stakeholders, pada tata kelola organisasi dimana pada tiap level ja-
termasuk kebutuhan spesifikasi keahlian batan memiliki otoritas untuk memvalidasi keseluru-
di tiap bagian pada SPAN. han proses penganggaran melalui SPAN.

CMC SPAN telah berhasil menjalankan Tahap selanjutnya, yaitu pembuatan komitmen
tugasnya dalam membantu memberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan pengguanaan
pemahaman atas perubahan yang terja- anggaran pada DIPA oleh satker yang mengakibatkan

62
pengeluaran negara. Dalam melaksanakan tahapan tersambung dengan Kantor Pusat bank tersebut.
tersebut, satker melakukan pembuatan komitmen da-
lam pengadaan barang/jasa dan/atau penetapan kepu- Pada sisi penerimaan negara, Aplikasi SPAN berfung-
tusan. Berdasarkan pembuatan komitmen dimaksud, si untuk menatausahakan seluruh jenis penerimaan
satker harus menyampaikan Data Supplier dan Data negara, antara lain:
Kontrak ke KPPN. Hal ini tentunya berdampak
kepada satker dan KPPN, dimana diwajibkan 1. penerimaan perpajakan;
melakukan pencatatan atau penambahan data pada 2. penerimaan negara bukan pajak;
SPAN. Tahapan ini tentuya membutuhkan waktu 3. penerimaan hibah;
dikarenakan sebagai data awal pada database SPAN. 4. penerimaan pengembalian belanja;
Selanjutnya, data tersebut tidak perlu dilakukan pen- 5. penerimaan pembiayaan; dan
catatan ulang karena SPAN hanya perlu melakukan 6. penerimaan non anggaran/transitoris.
satu kali entry data. Pencatatan Data Supplier dan
Data Kontrak berdampak pada terdokumentasinya Dampaknya, aplikasi SPAN secara otomatis dapat
pihak-pihak yang melakukan perikatan dengan satker menghasilkan laporan manajerial penerimaan negara
tersajinya informasi komitmen pembayaran yang sesuai kebutuhan, yang paling sedikit meliputi lapo-
akan dilakukan dalam pelaksanaan anggaran. ran penerimaan:

Pada tahapan pembayaran berdasarkan Surat Pe- 1. per tanggal tertentu;


rintah Membayar yang diajukan satker, penggunaan 2. per kurun waktu tertentu;
aplikasi SPAN menyebabkan perubahan pada proses 3. per Satker;
bisnis dan sistem aplikasi yang digunakan oleh kantor 4. per akun atau kelompok akun penerimaan;
vertikal dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Per- dan
bendaharaan. KPPN tidak lagi menggunakan apli- 5. per detail atau rekapitulasi.
kasi yang selama ini digunakan dalam pelaksanaan
anggaran, seperti Aplikasi Surat Perintah Pencairan SPAN juga memberikan dampak pada penyempur-
Dana (SP2D) yang tidak terintegrasi dalam satu basis naan perencanaan kas. Secara umum, perencanaan
data dan berbasis pada komputer desktop. Selain itu, kas meliputi aktivitas pengolahan data perkiraan
terbatasnya jumlah lisensi user menyebabkan opera- penerimaan dan pengeluaran kas yang bersumber dari
tor yang dapat mengoperasikan SPAN hanya memi- internal dan eksternal SPAN. Data yang berasal dari
liki personil yang terbatas. Proses bisnis berbasis TI sumber internal SPAN berupa data rencana penari-
pada SPAN menyebabkan penyelesaian pekerjaan kan dana dan rencana penerimaan dana pada Modul
pencairan dana pada KPPN menjadi lebih cepat kare- Penganggaran, rencana pembayaran pada Modul
na simplifikasi proses bisnis, perekaman data hanya Komitmen, dan jatuh tempo tagihan pada Modul
satu kali, dan efisiensi penggunaan kertas. Kemudi- Pembayaran. Sedangkan, sumber data eksternal
an, bagi bank operasional yang sudah terkoneksi de- SPAN berasal dari sistem Cash Planning Information
ngan SPAN, informasi tagihan pada SP2D langsung Network (CPIN) yang beranggotakan unit eselon I

63
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
lingkup Kementerian Keuangan. Dalam pelaksanaan upaya sosialisasi SPAN dengan pembentukan Duta
perencanaan kas, CPIN tersebut kemudian diunggah SPAN, saluran komunikasi HAI Direktorat Jenderal
ke dalam aplikasi SPAN, sehingga secara otomatis Perbendaharaan, dan perbaikan aplikasi dan proses
SPAN akan menghasilkan laporan perencanaan kas bisnis.
dan laporan kebutuhan dana yang bersumber dari
data internal SPAN. Dengan implementasi SPAN, 1. Duta SPAN
dapat memudahkan dalam pengolahan data dalam Sebagai langkah suksesi dalam perubahan
manajemen kas pemerintah yang optimal. terhadap penggunaan teknologi informasi,
Tim CMC SPAN membuat suatu program
Bagian terakhir berupa tahapan akuntansi dan yang dinamakan Duta SPAN. Program
pelaporan, implementasi SPAN memberi dampak Duta SPAN merupakan salah satu program
pada laporan keuangan yang lebih akuntabel, tepat komunikasi yang bertujuan untuk mening-
waktu dan transparan. Hal ini disebabkan telah katkan pemahaman tentang urgensi SPAN
adanya sistem basis data terpusat dan diperoleh secara kepada para pegawai. Selanjutnya, pro-
online. Sehingga seluruh laporan yang dibutuhkan gram ini bertujuan untuk meningkatkan
dapat terpantau secara real time, sama seperti sistem partisipasi dan keterlibatan seluruh insan
perbankan pada saat ini. Selanjutnya, SPAN dapat Perbendaharaan dalam mendukung imple-
mewujudkan sistem akuntansi berbasis akrual yang mentasi SPAN. Dengan jumlah pegawai
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 mencapai sekitar 8000 orang dan tersebar
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Salah di seluruh wilayah Indonesia, tentunya
satu dampak penting dalam implementasi SPAN menjadi tantangan bagi organisasi dalam
ialah sistem aplikasi tersebut merupakan bagian dari mensukseskan implementasi SPAN. Oleh
terwujudnya sejarah prestasi dalam Laporan Keua- karena itu, Duta SPAN diharapkan men-
ngan Pemerintah Pusat (LKPP) yang mendapatkan jadi salah satu saluran komunikasi yang
opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPP tahun efektif dalam tahapan implementasi SPAN.
2016
2. HAI DJPBN
Keberlangsungan Kebijakan Inovasi lain yang dikembangkan oleh
Langkah selanjutnya berupa mengimplementa- Direktorat Jenderal Perbendaharaan da-
sikan SPAN secara berkesinambungan dengan terus lam suksesi implementasi SPAN ialah
melakukan evaluasi dan inovasi dalam pelaksanaan- HAI DJPBN yang merupakan akronim
nya. Sebagai suatu sistem dan perubahan baru pada dari Help, Answer, Improve. HAI DJPBN
pengelolaan keuangan negara, Direktorat Jenderal menyapa para stakeholders dan masyarakat
Perbendaharaan selalu menjaring umpan balik dalam dengan berfungsi sebagai saluran komuni-
penyempurnaan dan juga menyediakan saluran-salu- kasi dua arah. HAI DJPBN melayani mas-
ran komunikasi atas pelaksanaan SPAN oleh seluruh yarakat dan satker dengan berbagai jenis
stakeholders. Oleh sebab itu, dibentuklah berbagai saluran komunikasi, seperti webchat, surat

64
elektronik dan call center. Komunikasi tingkat satker.
yang terjalin diharapkan dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan baik yang terkait C. Dinamika dibalik pengambilan keputusan
SPAN, maupun pertanyaan lain tentang
keuangan negara. Dalam sebuah proses reformasi dalam bidang penge-
lolaan keuangan negara dengan standar level global,
3. Penyempurnaan Sistem Aplikasi tentunya dijumpai dinamika-dinamika dalam proses
Langkah selanjutnya dalam mengimple- perubahan tersebut. Kejadian-kejadian dalam proses
mentasikan SPAN secara berkesinambu- reformasi merupakan sebuah kisah pembelajaran dan
ngan ialah dengan terus menerus memper- dapat dijadikan benchmarking dalam penyempur-
baiki fitur dan aplikasi pendukung SPAN. naan dan pengembangan reformasi dan transformasi
Sebagai contoh, Direktorat Jenderal Per- pada masa yang akan datang. Berikut disajikan beber-
bendaharaan mengambil data historis dari apa dinamika yang menarik dalam proses pengambi-
SPAN dengan sebuah sistem yang dina- lan keputusan pada SPAN.
makan Online Monitoring SPAN (OM
SPAN). Sistem tersebut memanfaatkan 1. Isu Penundaan Pengadaan Barang/Jasa
basis data historis dari SPAN untuk menye- (Procurement Delay)
diakan berbagai jenis laporan pada saat itu Proses pengembangan SPAN yang dimulai
juga (real time) dengan cepat dan akurat. sejak tahun 2009 setelah mengalami beber-
Laporan tersebut digunakan oleh pimpinan apa keterlambatan dalam hal pengadaan
tertinggi di Kementerian Keuangan dalam dan proses seleksi peserta pengadaan. Ke-
mengambil kebijakan-kebijakan strategis terlambatan tersebut muncul pada saat fi-
pemerintah untuk peningkatan kekuatan nalisasi pada proses evaluasi bertingkat dari
ekonomi bangsa. tahun 2005 sampai dengan perterngahan
2009. Hal ini disebabkan oleh kompleksi-
Inovasi lain dalam penyempurnaan sistem tas dokumen lelang dengan 434 persyaratan
aplikasi berupa pengembangan Sistem teknis dan kurangnya pengalaman dari
Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi pejabat pada Kementerian Keuangan dalam
(SAKTI) yang merupakan feeder dari proses pengadaan sistem teknologi informa-
SPAN. Sistem tersebut nantinya akan di- si skala besar dengan menggunakan proses
gunakan oleh 24.000 satker dalam mengo- International Competitive Bidding (ICB).
lah data yang terintegrasi dan mempercepat Penyebab lainnya berupa ketidakpahaman
proses konversi data untuk diunggah di para peserta lelang dalam memenuhi syarat
aplikasi SPAN. SAKTI didesain untuk se- administratif yang sesuai dengan petunjuk
bagai sebuah simplifikasi oleh suatu sistem pengadaan pada Bank Dunia.
dalam proses perencanaan dan pelaksanaan
anggaran dengan hanya satu aplikasi di Selanjutnya, kendala penundaan proses

65
3 Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
pengadaan dikarenakan kurangnya dukun-
gan dari para users yang akan mengoper- Pengembangan dan implementasi perang-
asikan SPAN. Mereka telah terbiasa dengan kat lunak FMIS menjadi tertunda karena
menggunakan sistem aplikasi saat itu yang beberapa alasan, dan yang paling signifikan
dibangun sendiri dari dasar (in house ialah tantangan yang dihadapi oleh Kemen-
development) dan meragukan keunggulan terian Keuangan dan rekanan pengembang
COTS dibandingkan dengan sistem yang SPAN dalam menjawab isu keunikan dari
sedang digunakan. sebuah proyek TI yang besar dan rumit.
Hal ini termasuk kekurangan tenaga ahli
Solusi yang diambil berupa melakukan dalam periode awal pengembangan oleh
review secara internal oleh pimpinan di suplier; tingginya biaya konsultan dan
Kementerian Keuangan pada pertengahan tantangan dalam mencari konsultan den-
2008 mengenai dilanjutkan atau tidaknya gan keahlian teknik dan bahasa yang baik;
SPAN dengan mempertimbangkan segala pesyaratan tambahan yang diajukan oleh
aspek yang berkaitan dengan reformasi pen- Kementerian Keuangan disebabkan oleh
gelolaan keuangan negara. Dengan komit- perubahan pada regulasi dan bisnis proses;
men jangka panjang antara para pimpinan dan terakhir merupakan kendala dalam
dan staf, maka diputuskan untuk melanjut- kekurangan kapasitas server yang menye-
kan SPAN sebagai FMIS di Indonesia. babkan kinerja sistem yang lambat.
2. Isu Jadwal Penyelesaian Sistem dan Perang-
kat Keras Kendala ini dapat diatasi jika kontraktor
Berdasarkan rencana awal, proses penger- COTS diberikan kontrak perangkat keras.
jaan aplikasi SPAN dimulai pada tahun Sehingga, dapat terjadi keselarasan antara
2009 dan dikerjakan selama 39 bulan hing- teknologi perangkat lunak yang dikem-
ga target penyelesaian pekerjaan pada tahun bangkan dengan sarana prasarana TI.
2013. Akan tetapi, hingga akhir tahun 3. Isu Penentuan Baselines dan Persyaratan
2013, hanya proses User Accpetance Test Teknis
(UAT) yang baru dapat diselesaikan pada Pengembangan sebuah sistem informasi
tahap pengembangan aplikasi tersebut. Seh- menyaratkan kesepakatan dalam penentuan
ingga, dibutuhkan tambahan waktu untuk baselines dan persyaratan teknis antara user
melakukan proses piloting dan rolling out dan pihak rekanan pengembang aplikasi.
sistem di seluruh Indonesia. Pada akhirnya, Baselines merupakan informasi dasar yang
seluruh rangkaian proses pembuatan SPAN dihimpun sebelum suatu program dimulai.
diselesaikan pada tanggal 30 Juni 2015 Kesepakatan dalam penentuan baselines
dengan total pekerjaan selama 69 bulan wajib dilakukan sehingga akan terhindar
sejak tanggal efektif pelaksanaan pekerjaan dari waktu dan tenaga yang terbuang dalam
pada September 2009. mengembangkan sebuah sistem. Setelah

66
kesepakatan ditemui, pihak pengembang COTS ini berupa meningkatnya biaya dan
aplikasi akan mempresentasikan Con- waktu yang dibutuhkan untuk penyempur-
ference Room Pilot (CRP) sebagai suatu naannya. Namun, kostumisasi ini memi-
sistem uji coba aplikasi dimana pihak user liki keunggulan berupa kesesuaian antara
(Kementerian Keuangan) akan mencoba program aplikasi yang diharapkan dengan
aplikasi tersebut apakah sudah sesuai den- sistem yang akan dikembangkan. Kostu-
gan harapan yang diinginkan. misasi merupakan hal yang tidak terelakan
4. Isu Kostumisasi COTS karena ketidakcocokan baik antara fitur
COTS merupakan sebuah sistem yang yang dikembangkan oleh developer aplikasi
telah menyediakan fitur-fitur dalam dengan proses bisnis yang ada, maupun
pengembangan FMIS yang terstandarisasi ketidakcocokkan antara fitur yang dikem-
dengan tujuan untuk menghemat biaya, bangkan dengan keinginan dari business
lebih efisien dan produktif. Jika fitur terse- owner. Sehingga, perlu dilakukan kostu-
but belum sesuai dengan kebutuhan user, misasi COTS dan penyesuaian proses bisnis
maka akan dilakukan kostumisasi COTS agar kostumisasi COTS dilakukan dengan
dimaksud. Konsekuensi dari kostumisasi efektif dan seminimal mungkin.

67
4 Treasury Single Account (TSA)

Halaman ini sengaja dikosongkan

68
BAB IV

Kebijakan TSA merupakan sebuah titik awal yang


sangat penting bagi pelaksanaan manajemen kas
yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbenda-
haraan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh DJPb
untuk merealisasikan konsep zero balance dan sim-
plifikasi rekening negara sehingga mudah dikelola,
sangat luar biasa.

www.djpbn.kemenkeu.go.id

69
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
4 Treasury Single Account (TSA)

Halaman ini sengaja dikosongkan

70
Bab IV
Treasury Single Account
(TSA)

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang dan KPPN serta ber-bagai kementerian/lembaga di
seluruh Indonesia. Semua rekening tersebut meny-
Salah satu komponen awal dan terpenting dalam impan saldo dalam jumlah yang signifikan tanpa
pengelolaan kas adalah Rekening Tunggal Perbenda- diberikan remunerasi. Setiap KPPN memiliki saldo
haraan (Treasury Single Account, TSA). Selama rekening di Bank Operasional. Jumlah- nya pun ber-
tahun 1980-an sejumlah negara berkembang tidak banding lurus dengan volume kerja KPPN. Prosedur
menganggap penting nilai komponen waktu dalam pencatatan penerimaan dan penarikan dana yang
ranah keuangan. Alokasi anggaran tahunan yang dilakukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan pada
disetujui dicairkan ke rekening-rekening bank peng- saat itu juga mengakibatkan adanya dana mengang-
guna anggaran, sementara saldo kas terkait dengan gur (floats), karena dimungkinkannya bank-bank
alokasi anggaran disimpan dalam rekening-rekening pemungut memin-
tersebut untuk dicairkan selama tahun anggaran dahbukukan hasil pungutan penerimaan ke rekening
berjalan. Seiring meningkatnya tuntutan akan akun- TSA dua atau tiga kali seminggu. Namun demikian
tabilitas dan transparansi dalam pengelolaan sumber pemerintah tidak mendapatkan bunga selama uang
daya kas yang dipegang pemerintah, serta evolusi tersebut masih tersebar di Bank Persepsi dan belum
sistem TI untuk IFMIS dan perbankan elektronik, dilimpahkan.
penerapan Treasury Single Account (TSA) untuk
mengkonsolidasikan berbagai sumber daya kas Satu hal yang menjadi ironi adalah bahwa kita memi-
pemerintah dan mengelola pengeluaran pemerintah liki uang dimana-mana, tetapi masih disibukkan
menjadi penting dan mungkin untuk dilakukan. dengan
upaya mencari pembiayaan/utang tanpa mengeta-
Di Indonesia, sebelum dimulainya penerapan TSA hui berapa jumlah kas yang sebenarnya tersedia. Ini
secara penuh pada tahun 2009, pengaturan rek- menunjukkan ada kelemahan dalam pengelolaan kas
ening pemerintah meliputi puluhan ribu rekening yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Pada
bank peme- rintah yang dioperasikan oleh Kantor waktu itu dirasakan perlu ada perbaikan terhadap
Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kanwil, uang-uang yang berada di bank-bank ini. Pengelo-

71
4 Treasury Single Account (TSA)
laan kas yang kurang baik ini juga menjadi perhatian dan lembaga-lembaga keuangan untuk melaksanakan
dari pihak Bank Dunia dan IMF. Menteri Keuangan, kegiatan pemerintah, menyimpan uang negara, dan
Sri Mulyani, waktu itu mengatakan bahwa bagaimaa mengelola investasi.
mungkin treasury tidak dapat mengetahui jumlah Kemudian dibuat dasar hukum turunan yang
dana yang dikelola secara cepat yang disebabkan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39
karena tersebarnya uang. Baik secara sistem maupun Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kas Negara/Dareah.
pengendalian perlu dilakukan perbaikan. Hal ini Dalam pasal 14 ayat 2 disebutkan bahwa semua
kemudian membawa Direktorat Jenderal Perbenda- penerimaan dan pengeluaran negara harus masuk dan
haraan untuk merancang konsep TSA. keluar melalui Rekening Kas Umum Negara. Sehing-
ga pemerintah harus menertibkan rekening-reke-
Berdasarkan pasal 7 Undang – undang Perbenda- ning yang sudah dibuka oleh Kementerian/Lembaga
haraan Negara Nomor 1 tahun 2004, Menteri sebelumnya. Menteri Keuangan kemudian mener-
Keuangan memiliki keweangan untuk mengelola bitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/
dan mengoperasikan suatu rekening tunggal (Re- PMK.05/2007 tentang Penertiban Rekening Peme-
kening Kas Umum Negara, RKUN) di bank sentral. rintah pada Kementerian Negara/Lembaga.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran negara wajib
menggunakan RKUN. Dalam undang-undang Rekening yang telah dibuka tersebut akan diper-
tersebut juga diberikan kewenangan kepada Menteri tahankan, dihapus, atau dialihkan ke rekening yang
Keuangan untuk menunjuk bank-bank dan lemba- dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
ga-lembaga keuangan untuk melaksanakan kegiatan Guna melancarkan pelaksanaan penertiban rekening
pemerintah, menyimpan uang negara, dan mengelola pemerintah maka Direktorat Jenderal Perbenda-
investasi. Hal tersebut menjadi landasan utama bagi haraan mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan
pemerintah untuk melaksanakan TSA dengan tujuan penertiban rekening pemerintah yang dituangkan
pengendalian saldo kas dan arus kas yang mewajibkan dalam Perdirjen Nomor 35/PB/2009 tentang Koor-
seluruh penerimaan dan pengeluaran, mengkonsoli- dinasi Pengelolaan Kas Negara. Kemudian Menteri
dasikan saldo – saldo kas pemerintah dalam TSA seti- Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keu-
ap hari, meminimalkan saldo kas mengambang untuk angan Nomor 98/PMK.05/2007 tentang Pelaksanaan
mengurangi resiko dan mengoptimalkan imbalan atas Rekening Pengeluaran Bersaldo Nihil pada Rekanan
sumber daya kas pemerintah. Bank Umum dalam Rangka Penerapan TSA.

B. Dasar Hukum Dalam peraturan ini disebutkan bahwa Direktorat


Jenderal Perbendaharaan membuka rekening penge-
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang luaran (RPK-BUN-P) pada Bank Operasional Pusat
Perbendaharaan Negara merupakan landasan hukum dan rekening Bank Operasional (BO) pada bank
utama penerapan TSA di Indonesia. Dalam pasal 7 umum guna membantu penyaluran dana APBN
Undang-Undang tersebut memberikan wewenang ke- baik gaji maupun non gaji. Serta membuka Bank
pada Menteri Keuangan untuk menunjuk bank-bank Persepsi guna membantu penerimaan negara. Saldo

72
73
Illustrator: Muhammad Iqbal Arabi
4 Treasury Single Account (TSA)
RPK-BUN-P dan BO non gaji harus nihil pada akhir Dit. PKN untuk masuk sistem TNP. Saldo-saldo
hari kerja, sedangkan BO gaji harus nihil setelah dari re- kening TNP dikonsolidasikan setiap akhir
pembayaran gaji bulanan. Setelah pelaksanaan pene- hari kerja ke rekening pengeluaran pada kantor pusat
rapan saldo nihil pada rekening pengeluaran, Menteri bank pelaksana TNP, dan kemudian diberikan remunerasi
Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keu- terhadap saldo konsolidasian tersebut.
angan Nomor 116/PMK.05/2009 tentang Pelaksanaa
Uji Coba Rekening Penerimaan KPPN Bersaldo
Nihil dalam Rangka Penerapan TSA. learning point

Dalam peraturan ini yang dikecualikan dari uji coba A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-
adalah rekening persepsi untuk menampung Pajak han Alternatif
Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Rekening Pelaksanaan TSA didasari Undang-undang Perbenda-
persepsi harus menerima setoran setiap hari berapa haraan Negara, sebagai landasan hukum utama, yang
pun nilainya dan dilimpahkan pada sub-RKUN pada memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan
akhir kerja. Sebelumnya Menteri Keuangan dan untuk menunjuk bank- bank dan lembaga-lembaga
Gubernur BI melakukan perjanjian bersama yang keuangan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah,
tertuang pada Keputusan Bersama antara Menteri menyimpan uang negara dan mengelola investasi.
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Nomor
No.956/KMK.05/2016 dan Nomor 18/18/NK/ Selain itu, Menteri Keuangan juga mempunyai
GBI/2016 tentang Koordinasi Pengelolaan Uang kewenangan untuk mengelola dan mengoperasikan
Negara, di mana dibahas mengenai penerapan tingkat suatu rekening tunggal (Rekening Kas Umum Nega-
bunga yang harus dibayar BI untuk setiap uang ra/RKUN) di bank sentral. Seluruh penerimaan dan
negara yang ditempatkan pada rekening penempatan pengeluaran negara wajib menggunakan RKUN.
karena pelaksanaan TSA.
TSA memiliki prinsip dasar Zero Balance dan Simpli-
Dalam rangka pelaksanaan TSA untuk uang yang ada fikasi Rekening, baik rekening penerimaan maupun
pada rekening Bendahara Pengeluaran dan Bendahara pengeluaran. Prinsip pertama, Zero Balance, bukan
Penerimaan, Menteri Keuangan menetapkan pelak- berarti harus kosong setiap waktu, melainkan reke-
sanaan Treasury Notional Pooling (TNP). Peraturan ning kosong di akhir hari. Secara sederhana dapat
Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.09/2009 tentang dikatakan bahwa apabila kita beroperasi pada pagi
Penerapan TNP pada Rekening Bendahara Penge- sampai dengan sore, maka pada sore hari, reken-
luaran dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ing harus kosong karena dibalikkan lagi ke RKUN
126/PMK.05/2009 tentang Penerapan TNP pada (dinihilkan). Prinsip kedua, simplifikasi rekening,
Rekening Bendahara Penerimaan. Kedua peraturan yang berarti tidak boleh ada banyak rekening. Penye-
tersebut mengatur agar rekening-rekening Bendahara derhanaan dilakukan dengan konsep satu KPPN satu
Pengeluaran dan Penerimaan satker didaftarkan oleh Bank Operasional.

74
Salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan bangan efektiftas pelaksanaan belanja yang dilakukan
dalam pelaksanaan TSA adalah struktur TSA. Secara Bendahara Pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut,
konsep , system TSA terdiri atas 2 (dua) model utama BUN pada saat ini lebih condong menerapkan sistem
mengikuti karakter proses transfer dana (Pattanayak TSA Hybrid dengan alasan :
and Fainboim, 2010) yaitu;
• Bendahara Umum Negara (BUN) dapat
1. Sistem TSA secara terpusat; yaitu seluruh mengelola penerimaan dan penge-
otorisasi pemindahbukuan dana (transfer) luaran negara dengan lebih baik dan
dan operasional Rekening Kas Umum Ne- efisien karena seluruh aliran uang Negara
gara berada di Bendahara Umum Negara. bersumber dari Rekening Kas Umum
2. Sistem TSA terdesentralisasi; dalam kasus Negara di Bank Sentral.
ini, Kementerian/Lembaga selaku Penggu- • BUN dapat meminimalkan cash float
na Anggaran memproses sendiri setiap tran- karena penerapan sistem rekening bersal-
saksi dalam rangka pelaksanaan anggaran do nihil di Bank Operasional dan Bank
dan mengoperasikan rekening pengeluaran Persepsi.
di bank operasional masing-masing Ke- • BUN dapat meminimalkan kelebihan kas
menterian/Lembaga namun tetap dibawah (idle cash) dan melakukan penempatan
koordinasi system TSA. kelebihan kas untuk optimalisasi kas
• Rekening Bendahara Pemerintah akan
Dalam praktik, struktur TSA biasanya merupakan mendapatkan remunerasi atas saldo pada
kombinasi (hybrid) dari kedua jenis TSA diatas. Ne- Rekening Bendahara Pengeluaran melalui
gara – negara seperti Australia, India, dan Republik mekanisme TNP.
Kyrgyz termasuk negara – negara yang menerapkan
arsitektur TSA Hybrid. Di negara – negara besar Rekening “tertinggi” TSA dibuka di Bank Indone-
dengan pemerintahan federal desentralisasi, seperti sia. Kondisi sebaran geografis Indonesia dan jumlah
India dan Australia, setiap pemerintah federal me- kantor cabang BI yang terbatas mengharuskan ada-
ngelola TSA nya masing-masing. TSA federal dapat nya pengalihan rekening, yang sebelumnya dikelola
dikelola di cabang-cabang bank sentral sebagaimana oleh KPPN di daerah, ke rekening bersaldo nihil di
di India, atau di bank-bank komersial sebagaimana cabang bank – bank komersial, agar bisa melakukan
di Australia. Berdasarkan teori dan praktik diatas, pembayaran di seluruh penjuru Indonesia. Lebih
pemerintah c.q. Kementerian Keuangan tidak murni dari 2.500 rekening bersaldo nihil juga telah dibuka
menerapkan salah satu sistem TSA di atas. Hal ini di bank komersial untuk memfasilitasi penyetoran
didasarkan pada fakta bahwa walaupun saat ini semua penerimaan dan untuk menerapkan penyetoran
transaksi penerimaan dan pengeluaran pemerintah penerimaan secara elektronik ke TSA.
telah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara
di Bank Sentral, BUN masih mengijinkan saldo pada Struktur dasar rekening pemerintah Indonesia adalah
Rekening Bendahara Pengeluaran dengan pertim- sebagai berikut:

75
4 Treasury Single Account (TSA)
KUN di Bank Sentral untuk memperlancar
1. Rekening yang dimiliki/dikuasai Bendahara pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
Umum Negara (BUN). Negara. BUN dapat juga membuka dan
a. Rekening Kas Umum Negara menetapkan rekening penempatan di Bank
(RKUN) Sentral untuk menempatkan dana kas men-
b. Sub Rekening Kas Umum Negara ganggur (idle cash) dalam upaya optimal-
(SubRKUN) yang merupakan bagian isasi pengelolaan kas Negara.
dari RKUN
c. Rekening Penerimaan BUN dapat membuka dan menetapkan re-
d. Rekening Pengeluaran kening penerimaan di bank umum/ badan
e. Rekening Lainnya/Saldo Anggaran lainnya yang ditunjuk sebagai mitra Kuasa
Lebih (SAL). BUN Pusat untuk menampung setoran
penerimaan Negara. Saat ini, Kuasa BUN
BUN membuka dan menetapkan Re- hanya membuka Rekening Penerimaan
kening KUN di Bank Sentral. BUN dapat Kuasa BUN Pusat (rekening pada kantor
membuka dan menetapkan Sub Rekening pusat bank persepsi) dalam rangka pelak-

Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

76
sanaan penerimaan Negara. Rekening KUN pada saat akhir hari dan selanjutnya
Penerimaan merupakan rekening bersaldo akan dikembalikan ke rekening Bendahara
nihil sehingga seluruh saldo rekening harus Pengeluaran pada hari berikutnya. Namun
dipindahbukukan ke Rekening KUN setiap demikian, mengingat efektifitas pelaksa-
akhir hari. Rekening Penerimaan di Bank naan pengeluaran Negara, BUN meng-
Indonesia yang dikelola oleh KPPN Khusus aplikasikan TNP sehingga saldo dari
Pinjaman dan Hibah saat ini telah ditutup. rekening Bendahara dapat dikonsolidasikan
BUN dapat membuka dan menetapkan setiap akhir hari kerja untuk kemudian
rekening pengeluaran di bank umum/ diberikan remunerasi oleh bank pelaksana
badan lainnya yang ditunjuk sebagai mitra TNP.
Kuasa BUN Pusat dalam rangka pelaksa-
naan pengeluaran negara. Saat ini, Kuasa B. Upaya -upaya implementasi Kebijakan
BUN hanya membuka Rekening Penge-
luaran Kuasa BUN Pusat (rekening pada Implementasi kebijakan TSA dalam ranah opera-
kantor pusat Bank Operasional I/II) yang sional tidak berlangsung begitu saja. Ada langkah-
digunakan untuk menampung dana dari langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Rekening KUN untuk membiayai kegia- Perbendaharaan agar TSA dapat berjalan sebagaima-
tan pemerintah sesuai rencana penarikan na mestinya. Setiap upaya dilakukan diskusi yang
dana yang disusun Satuan Kerja. Rekening mendalam pada level pimpinan dengan mengambil
Pengeluaran merupakan rekening bersaldo momentum seperti pada saat Rapim. Hal-hal yang
nihil sehingga seluruh saldo rekening harus menjadi topik pembahasan misalnya adalah kendala,
dipindahbukukan ke Rekening KUN setiap manajemen perubahan, sistem dan teknologi infor-
akhir hari. masi yang akan mendukung pelaksanaan TSA.

BUN dapat membuka dan menetapkan Perancangan TSA tidak lepas dari kajian konsep
Rekening Lainnya di Bank Sentral/bank TSA yang dibuat oleh Bank Dunia dan IMF yang
umum/badan lainnya yang sekota dengan kemudian direviu oleh Direktorat Jenderal Perbenda-
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbenda- haraan dari sisi kelaikannya. Dalam kajian tersebut
haraan. Rekening Dana SAL yang saat digunakan beberapa teori dan praktik di negara lain
ini di Bank Sentral merupakan salah satu yang telah melaksanakan TSA, perencanaan kas dan
contoh dari Rekening Lainnya milik BUN. pengelolaan kas, sebagai acuan. Direktorat Jende-
ral Perbendaharaan juga membuat kajian tentang
2. Rekening Bendahara. bagaimana TSA dapat dijalankan di Indonesia.
Pada dasarnya uang yang berada dalam Kajian tersebut meliputi anggaran, proses bisnis dan
penguasaan Bendahara merupakan uang mekanisme TSA.
Negara sehingga sesuai dengan konsep
TSA harus ditransfer kembali ke Rekening Terdapat Upaya-upaya implementasi TSA dilakukan

77
4 Treasury Single Account (TSA)
melalui langkah-langkah sebagai berikut: saldo rekening pengeluaran non gaji (BO
1) pada bank komersial, yang diujicobakan
1. Tahun 2008 merupakan langkah awal pada tiga KPPN. Penerapan TSA penge-
implementasi TSA pada rekening pengelu- luaran secara penuh dilakukan pada Tahun
aran melalui penerapan rekening bersaldo 2008, melalui pembentukan Rekening Ber-
nihil di bank-bank operasional. Dengan saldo Nihil KPPN yang digunakan untuk
sistem ini, bank operasional melakukan pembayaran ke para pemasok Satker.
pembayaran kepada pemasok sehingga 4. Pada tahun 2010, diterapkan penyapuan
meniadakan dana mengambang di rekening (sweeping) harian atas rekening pene-
pemerintah di luar TSA rimaan di bank/kantor pos persepsi dan
2. Pada periode 2009, dilakukan konsolida- ketentuan bahwa semua penerimaan negara
si saldo kas pemerintah ke dalam TSA di di rekening bank/kantor pos persepsi harus
Bank Indonesia, di mana semua peneri- dilakukan sweeping (sehingga bersaldo
maan negara harus disetorkan dan semua nihil) ke TSA di Bank Indonesia secara
pengeluaran negara harus dibayarkan harian. Penyetoran pungutan penerimaan
melalui rekening ini. Selain itu, pada ke TSA di BI oleh bank-bank persepsi pada
periode 2007-2012, ditetapkan bahwa hari kerja berikutnya dilaksanakan secara
semua rekening pemerintah yang dibuka bertahap sejak 3 November 2008 sampai
oleh setiap Kementerian, termasuk Kemen- Januari 2010. Pada awal tahun 2010,
terian Keuangan, harus dikonsolidasikan pelimpahan dana dari rekening penerimaan
dan disetujui oleh Direktorat Jenderal pada hari yang sama telah dilaksanakan
Perbendaharaan. Langkah ini diawali pem- secara penuh.
bentukan sebuah tim untuk mengawasi 5. Pada Tahun 2009, dilakukan konsolidasi
seluruh rekening pemerintah, yaitu Tim non-kas dan pengawasan saldo di reke-
Penertiban Rekening Pemerintah (TRRP). ning pengeluaran yang dikelola oleh satu-
Tim ini bertanggungjawab atas pengumpu- an kerja seiring diterapkannya pengaturan
lan dan pemeliharaan data semua rekening TNP. Langkah ini merupakan langkah
pemerintah di setiap kementerian, serta terakhir dalam mengkonsolidasikan saldo
atas tinjauan status setiap rekening peme- bank pemerintah. Konsolidasi dilakukan
rintah tersebut. secara virtual terhadap rekening benda-
3. Penerapan TSA pada rekening pengeluaran hara penerimaan dan rekening bendahara
melalui Rekening Bersaldo Nihil di Bank- pengeluaran yang dimiliki satuan kerja di
bank operasional (BO I – BO III) untuk bank komersial. Dalam konsep “notional
melakukan pembayaran kepada pemasok pooling”, kas tidak benar-benar dikum-
sehingga meniadakan dana mengambang di pulkan, alih – alih saldo semua rekening
rekening pemerintah di luar TSA. Langkah bendahara yang di- simpan di bank komer-
ini dimulai sejak 2005, melalui penihilan sial dikonsolidasikan secara virtual (tidak

78
Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

nyata) dan informasi mengenai saldo terse- pemerintah yang disediakan oleh bank
but digunakan untuk menentukan bunga. komersial yang melakukan pemungutan
Opsi TNP diyakini merupakan opsi terbaik penerimaan negara pajak dan bukan
untuk mengelola rekening bendahara pajak. Biaya jasa atas layanan tersebut
pengeluaran dan penerimaan yang dikelo- adalah Rp5.000,00 untuk setiap transaksi
la Satker. Opsi lainnya adalah penihilan penerimaan. Meskipun biaya jasa layanan
harian terhadap lebih dari 24.000 reken- perbankan tersebut cukup signifikan,
ing satuan kerja ke rekening TSA di Bank kebijakan ini dinilai lebih efisien bagi
Indonesia dan Penihilan harian rekening Kementerian Keuangan untuk memba-
satuan kerja ke satu rekening yang dibuka yarnya daripada mengizinkan bank/kantor
pada kantor pusat bank komersial. pos menyimpan saldo penerimaan selama
6. Pada tahun 2009, diberikan remunerasi tiga hari sebagai kompensasi atas layanan
atas saldo kas surplus yang disimpan di perbankan. pun nilainya dan dilimpahkan
Bank Indonesia. pada sub-RKUN pada akhir kerja. Sebel-
7. Pada tahun 2009 dilakukan pembayaran umnya Menteri Keuangan dan Gubernur
biaya jasa atas layanan perbankan bagi BI melakukan perjanjian bersama yang

79
4 Treasury Single Account (TSA)
tertuang pada Keputusan Bersama antara Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank dan Perencanaan Kas.
Indonesia Nomor 17/KMK.05/2009 dan
Nomor 11/3/KEP.GBI/2009 tentang Koor- TSA sangat membantu upaya pemerintah melakukan
dinasi Pengelolaan Uang Negara, di mana perencanaan kas. Dengan adanya TSA, saldo men-
dibahas mengenai penerapan tingkat bunga jadi terkonsentrasi sehingga pemerintah mengetahui
yang harus dibayar BI untuk setiap uang saldonya untuk kemudian direncanakan pengunaan-
negara yang ditempatkan pada rekening nya. Selain itu, utang pemerintah juga akan dapat
penempatan karena pelaksanaan TSA. dikelola.

TSA merupakan langkah pertama yang harus dilaku- Perencanaan kas merupakan sebuah proses rumit
kan sebelum manajemen kas, termasuk didalamnya yang membutuhkan banyak informasi yang tersebar
adalah perencanaan kas. Sebelum adanya TSA, di beberapa titik seperti Direktorat Jenderal Pajak dan
belum memungkinkan dilakukannya perencanaan Direktorat Jenderal Bea Cukai, sehingga tidak mung-
kas karena kita tidak mengetahui berapa jumlah se- kin hanya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Per-
benarnya dari kas yang kita miliki yang dapat digu- bendaharaan. Oleh karena itu, dibentuklah Cash
nakan untuk belanja. Planning Information Network (CPIN). Melalui
CPIN, eselon-eselon 1 yang terlibat dapat saling ber-
Seiring dengan berjalannya waktu diterapkannya tukar informasi dan ide terkait perencanaan kas.
TSA, kita mengetahui saldo kas, penerimaan, belanja
termasuk utang yang belum terpakai. Seringkali di Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul
pneghujung tahun, kita tidak mengetahui bagaimana 1. Kementerian Keuangan selaku BUN.
harus membiayai pengeluaran karena uang negara Penerapan TSA membawa dampak bagi
sudah habis. Kementerian Keuangan sebagai berikut:

Hal ini kemudian yang mendorong penerapan pe- a. Memunculkan kewajiban untuk
rencanaan kas. KPPN, di akhir tahun, menetapkan membayar biaya jasa atas layanan
proyeksi kas dengan bertanya kepada satuan kerja. perbankan bagi pemerintah yang
Pada awalnya, proyeksi dilakukan sekedarnya. Ke- disediakan oleh bank komersial yang
sulitan yang dialami diantaranya adalah mencari data melakukan pemungutan penerimaan
belanja. pajak dan bukan pajak.
b. Pemerintah mendapatkan remunerasi
Pembenahan dalam perencanaan kas dilakukan sejak atas uang negara yang disimpan di
ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor Bank Indonesia.
192/PMK.05/2009 tentang Perencanaan Kas yang
kemudian disempurnaan dengan Peraturan Menteri 2. Termasuk dampak yang dialami oleh
Keuangan Nomor PMK 277/PMK.05/2014 tentang Kementerian Keuangan, khususnya pada

80
unit KPPN, adalah berubahnya paradigma Keberlangsungan Kebijakan
dalam pengelolaan uang. Dengan adanya Faktor-faktor utama dalam mendukung keberhasilan
TSA, KPPN tidak lagi memegang banyak implementasi TSA adalah dukungan dari seluruh
yak uang karena adanya penihilan. Hal pemangku kepentingan terutama pimpinan dan staf
ini sempat menimbulkan pro dan kontra, lintas eselon 1 di Kementerian Keuangan terkait
terutama pada saat ujicoba TSA pada tahun perumusan kebijakan, peraturan/proses bisnis dan
2007. teknis pelaksanaan sistem TSA , Bank Indonesia da-
3. Bank Indonesia: Memberikan remunerasi lam hal dukungan sistem pembayaran, Bank umum
kepada pemerintah atas penempatan uang selaku Bank Operasional/Persepsi dalam pelaksanaan
negara sebesar 80,476% dari BI 7-day re- rekening bersaldo nihil, dan Satuan kerja Kementeri-
verse repo rate untuk mata uang rupiah dan an/Lembaga dalam pelaksanaan kewajiban penyusu-
sebesar 65% dari home currency rate untuk nan rencana penarikan dana. Hal-hal lain yang dapat
mata uang/valuta asing. Selain itu, Bank mendukung keberhasilan implementasi TSA :
Indonesia juga memberikan kurs khusus
untuk transaski valas yang dilakukan oleh • Kualitas sumber daya manusia yang kompeten
pemerintah • Penggunaan teknologi informasi untuk mening-
4. Bank Operasional dan Bank Persepsi. katkan akurasi, kecepatan dan efisiensi kerja
Dengan adanya TSA, membawa dampak
sebagai berikut: Untuk menjadikan TSA menjadi lebih baik pemerin-
tah melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak adanya pengendapan dana
BUN karena sistem rekening bersal- 1. Pemanfaatan teknologi informasi dalam
do nihil proses pengelolaan kas negara sehingga
b. Memberikan remunerasi atas reke- uang Negara dapat dikelola secara efektif,
ning milik Bendahara Pemerintah. efisien dan optimal. Aplikasi utama yang
c. Pengembangan sistem IT untuk digunakan dalam pengelolaan kas adalah :
inter-koneksi dengan SPAN.
d. Menerima pembayaran jasa per- a. SPAN , Sistem Perbendaharaan
bendaharaan dari Pemerintah atas dan Anggaran Negara, yaitu sistem
layanan sebagai Bank Persepsi pengelolaan keuangan negara yang
5. Kementerian/Lembaga Negara selaku sa- terintegrasi dan berbasis IT. Pengem-
tuan kerja. Dengan adanya TSA, dampak bangan SPAN dilakukan oleh tim
pada satuan kerja adalah adanya kewajiban terpadu dari Direktorat Jenderal Per-
membuat perencanaan kas dalam proses bendaharaan, Ditjen Anggaran, dan
pencairan dana. Pusintek (Setjen Kemenkeu). SPAN
telah diimplementasikan pada tahun
2013 dan menyatukan seluruh oper-

81
4 Treasury Single Account (TSA)
asional penganggaran dan perbenda- Information Network (CPIN)
haraan negara ke dalam satu sistem. 3. Direktorat Jenderal Perbendaharaan akan
b. BIGeB, Bank Indonesia Govern- mengganti 28 ribu petty cash milik Benda-
ment electronic Banking, yaitu hara dengan kartu debet atau kartu kredit.
aplikasi perbankan yang disediakan Peraturan Menteri Keuangan untuk peng-
oleh Bank Indonesia untuk pemi- gunaan kartu debit sudah ada. Direktorat
lik Rekening Giro Bank Indonesia Jenderal Perbendaharaan bersama para
dalam rangka melakukan transaksi pemangku kepentingan saat ini sedang
keuangan dan memperoleh infor- mengkaji penggunaan kartu kredit dalam
masi keuangan secara online. Selain pembayaran belanja Negara.
terpasang di Kantor Pusat Direktorat 4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan akan
Jenderal Perbendaharaan, BIG-eB terus meningkatkan kualitas perencanaan
telah terpasang di seluruh KPPN penerimaan dan mempertajam analisis
sehingga mempermudah KPPN forecast error.
memperoleh informasi saldo reke- 5. Implementasi perluasan jangkauan TSA se-
ning milik BUN di Bank Indonesia cara bertahap sesuai perkembangan kondisi
secara real time. Saat ini, SPAN telah dan kebutuhan pengelolaan kas negara
terhubung dengan BIG-eB secara
host to host untuk pelaksanaan C. Dinamika dibalik pengambilan keputusan
transaksi pengelolaan kas yang dilak-
sanakan oleh Kuasa BUN Pusat. Dalam ranah pengelolaan kas di Indonesia, TSA
c. Cash Management System (CMS), merupakan suatu hal yang baru. Secara prinsip, yaitu
yaitu aplikasi perbankan yang dise- Zero Balance dan simplifikasi rekening, TSA berbeda
diakan oleh bank umum untuk dengan prosedur yang berjalan pada waktu sebe-
memantau mutasi rekening dan atau/ lum diterapkanya TSA dimana kita dapat menemui
melakukan transaksi. Aplikais CMS rekening dengan jumlah yang banyak sekali sehingga
digunakan oleh Kuasa BUN Pusat menyulitkan untuk dikelola. Ide sederhana dari TSA
untuk memperoleh informasi tran- adalah SPM menunggu adanya uang yang dapat
saksi yang tercatat dalam rekening digunakan untuk membayar. Ide ini bertentangan
pengeluaran milik BUN dan moni- dengan konsep lama bahwa uang sudah ada terlebih
toring proses pencairan dana SP2D dahulu sebelum SPM. Hal ini cenderung membuat
untuk pembayaran pengeluaran kekhawatiran dari pihak KPPN terutama terhadap
Negara sistem yang akan mendukung TSA. Apabila sistem
2. Kualitas perencanaan kas terus ditingkatkan tersebut bermasalah, dikhawatirkan akan menggang-
khususnya akurasi perencanaan penerimaan gu jalannya proses pencairan dana.
Negara melalui peningkatan koordinasi
dengan KPPN dan Tim Cash Planning Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, diterapkan

82
sistem secara manual. KPPN yang membutuhkan secara perlahan pengajuan melalui telepon dan fak-
dana dalam waktu cepat dan dalam jumlah yang simile ditiadakan. Pengajuan menggunakan sistem
besar, dapat menghubungi Direktorat PKN melalui dan KPPN akan mendapatkan besaran uang sesuai
telepon atau faksimile. Namun demikian, permint- yang diajukan melalui Sistem. Perencanaan kas
aan dana tidak mungkin dikabulkan apabila waktu semakin dimudahkan semenjak implementasi Sistem
permintaan mepet. KPPN diminta untuk melakukan Perbendaharaan dan Anggaran Negara, walaupun da-
koordinasi dengan satuan kerja terkait dengan kebu- lam migrasi dari sistem lama ke SPAN sempat terjadi
tuhan dana. beberapa masalah.

Setelah sistem aplikasi berbasis internet dibangun,

83
5 Treasury Dealing Room (TDR)

Halaman ini sengaja dikosongkan

84
BAB V

Treasury Dealing Room adalah langkah lanjutan


dari penerapan TSA yaitu tentang bagaimana
uang negara yang telah dihimpun dalam sebuah
rekening tunggal, kemudian ditempatkan agar
tidak menjadi idle cash dan membawa manfaat
lebih bagi keuangan negara.

www.djpbn.kemenkeu.go.id

85
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
5 Treasury Dealing Room (TDR)

Halaman ini sengaja dikosongkan

86
Bab V
Treasury Dealing Room
(TDR)

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. LATAR BELAKANG mendanai seluruh kegiatan pemerintah.
2. Menentukan pembiayaan yang paling
Peran pemerintah di berbagai penjuru dunia berkem- ekonomis dan efisien untuk membiayai
bang ke arah dukungan dan pelaksanaan berbagai berbagai kegiatan pemerintah.
layanan secara efisien. Hal ini membawa pengaruh 3. Meminimalkan jumlah dana menganggur
yaitu menjadi dominannya fungsi pengelolaan kas di dan melakukan investasi jangka pendek
kantor perbendaharaan berbagai kementerian keuan- terhadap dana menganggur sehingga meng-
gan di berbagai negara. Perbendaharaan memastikan hasilkan tambahan penerimaan negara.
kecukupan kas untuk memenuhi kewajiban dan 4. Mempercepat penyetoran penerimaan
berupaya untuk meminimalisir saldo kas menganggur negara sehingga dana tersebut segera terse-
serta meminimalkan biaya peminjaman pemerintah. dia untuk membiayai kegiatan pemerintah.
Saldo kas dapat membantu pembayaran kewajiban, 5. Melakukan pembayaran pada waktu yang
namun kelebihan kas yang tidak digunakan dapat tepat.
mengurangi tingkat penerimaan atas sumber daya
pemerintah. Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dalam mencapai tujuan
Di Indonesia, pembelajaran terhadap krisis 1998 dan pengelolaan kas tersebut adalah pembentukan Trea-
2008 telah membawa negeri ini pada pengelolaan kas sury Dealing Room (TDR). Pembentukan TDR
secara modern. Hal ini tercermin pada tujuan utama menunjukkan bahwa Indonesia telah melaksanakan
pengelolaan kas yang dilakukan oleh Direktorat Jen- pengelolaan uang negara secara aktif yang lebih mem-
deral Perbendaharaan, yaitu penggunaan dana atau bawa manfaat daripada pengelolaan uang secara pasif.
uang negara secara efektif dan efisien. Tujuan ini
dapat dicapai dengan cara, antara lain; Pengelolaan uang negara dalam taraf yang pasif yang
dimaksud adalah menempatkan dana idle cash pada
1. Menentukan jumlah dana optimal yang rekening penempatan di Bank Indonesia. Bank
diperlukan untuk menjamin kemampuan Indonesia memberikan remunerasi atas penempatan

87
5 Treasury Dealing Room (TDR)
uang negara hanya sebesar 65% dari suku bunga tanggal 17-12-2015.
acuan. Disisi lain, tingkat suku bunga pasar yang Dengan pengelolaan kas yang aktif, diharapkan
berlaku jauh lebih tinggi daripada tingkat bunga remunerasi yang didapatkan pemerintah atas peman-
yang diberikan oleh BI kepada Pemerintah. Saldo faatan kelebihan kas menjadi lebih optimal. Selain
surplus kas tahunan pada akhir tahun yang dikenal itu, pengelolaan kas secara aktif juga diperlukan
dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), untuk meminimalkan cost of fund pemerintah atas
yang menghasilkan tingkat likuiditas yang cukup pengelolaan likuiditas. Dengan perencanaan kas
tinggi, pada saat yang sama menjadi penyebab biaya yang dibuat sebagai salah satu petunjuk dalam penge-
memegang dana (carrying cost) negatif karena lebih lolaan kas aktif maupun sebagai bahan pertimbangan
rendahnya renumerasi atas kelebihan kas dibanding dalam operasionalisasi TDR, pemerintah akan dapat
biaya peminjaman (imbal hasil dari Surat Berharga memperhitungkan jumlah uang yang diperlukan
Negara (SBN)). Uang negara yang hanya ditempat- untuk beberapa periode ke depan, sehingga dalam
kan pada rekening penempatan di Bank Indonesia mencari sumber alternatif pembiayaan dapat dilaku-
dirasa kurang memberikan manfaat yang optimal kan dengan biaya yang paling murah.
bagi Pemerintah, sehingga diperlukan instrumen lain
yaitu penempatan uang negara pada bank umum B. Dasar Hukum
sebagaimana best practice yang dilakukan di beberapa
negara maju. Pelaksanaan TDR diatur dengan seperangkat peratu-
ran sebagaimana dapat dilihat pada Infografis 1.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Neg- Dasar hukum yang paling utama adalah Undang-un-
ara (BUN) c.q Direktur Jenderal Perbendaharaan dang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
sebenarnya telah diberikan kewenangan oleh un- Negara. Dalam pasal 7 ayat 2 disebutkan berbagai
dang-undang untuk menyimpan, menempatkan, dan macam kewenangan Menteri Keuangan selaku
mengelola/menginvestasikan uang negara baik pada Bendahara Umum Negara (BUN). Pada butir (h)
bank umum maupun Bank Indonesia. Prosedur dan disebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku BUN
pengaturan kelembagaan mengarah pada penempa- berwenang menempatkan uang negara dan menge-
tan dan/atau investasi uang negara secara aktif atas lola/menatausahakan investasi. Aturan dalam UU
kelebihan kas, berdasarkan perencanaan kas pemerin- Nomor 1 Tahun 2004 tersebut kemudian diturunkan
tah pusat. menjadi PP Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelo-
laan Uang Negara/Daerah. Pada pasal 4 butir (e) PP
Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Keuangan c.q Nomor 39 Tahun 2007 disebutkan bahwa salah satu
Direktorat Jenderal Perbendaharaan mulai melak- wewenang Bendahara Umum Negara adalah mene-
sanakan pengelolaan kas secara lebih aktif. Hal ini mpatkan uang negara. Menindaklanjuti peraturan
ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Ker- pemerintah tersebut, Menteri Keuangan membuat
jasama antara BI dan Kementerian Keuangan ter- keputusan bersama dengan Bank Indonesia terkait
kait koordinasi operasionalisasi TDR, yaitu Nomor pembukaan rekening penempatan pada bank sentral
PRJ-123/PB/2015 dan Nomor 17/3/PKS/DpG/2015 dalam rangka pengelolaan uang negara. Keputusan
bersama tersebut tertuang dalam Keputusan Bersama

88
89
Illustrator: Muhammad Iqbl Arabi
5 Treasury Dealing Room (TDR)
antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indo- Negara antara Ditjen perbendaharaan
nesia Nomor 956/KMK.05/2016 dan Nomor 18/18/ Kementerian Keuangan dengan PT. Bank
NK/GBI/2016 tanggal 30 Desember 2016 tentang Negara Indonesia (Persero) Tbk. Nomor
Koordinasi Pengelolaan Uang Negara. Penempatan PRJ-4/PB/2016 dan Nomor DIR/003.1.
uang negara dimaksud dijelaskan lebih lanjut da- 4. Perjanjian Kemitraan Penempatan Uang
lam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/ Negara antara Direktorat Jenderal Per-
PMK.05/2016 tentang Perubahan Peraturan Menteri bendaharaan Kementerian Keuangan
Keuangan Nomor 3/PMK.05/2014 tentang Penem- dengan PT. Bank Tabungan Negara (Per-
patan Uang Negara pada Bank Umum. Dalam sero) Tbk. Nomor PRJ-5/PB/2016 dan
peraturan ini diatur tentang syarat-syarat bank umum Nomor 13/PKS/DIR/2016.
yang dapat menjadi mitra pemerintah dalam penem-
patan uang negara, serta mekanisme penempatan Koordinasi dalam rangka operasionalisasi TDR juga
uang negara pada bank umum. Untuk memberikan dilakukan oleh Pemerintah dengan Bank Indonesia.
petunjuk teknis pelaksanaan Treasury Dealing Room, Koordinasi tersebut dituangkan dalam Perjanjian
Direktur Jenderal Perbendaharaan menetapkan Kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Bank Indonesia Nomor PRJ-123/PB/2015 dan
PER-7/PB/2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang Pe- Nomor 17/3/PKS/DpG/2015 tanggal 17-12-2015
tunjuk Teknis Penempatan Uang Negara Pada Bank tentang Koordinasi Operasionalisasi Treasury Dealing
Umum. Room di Direktorat Jenderal Perbendaharaan Ke-
menterian Keuangan.
Pada tataran operasionalisasi penempatan uang ne-
gara di bank umum, pemerintah membuat perjanjian
kemitraan dengan 4 (empat) bank umum negara learning point
yaitu:
A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-
1. Perjanjian Kemitraan Penempatan Uang han Alternatif
Negara antara Direktorat Jenderal Per-
bendaharaan Kementerian Keuangan de- Pengelolaan kas negara secara aktif menuntut pe-
ngan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) merintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan,
Tbk. Nomor PRJ-2/PB/2016 dan Nomor untuk menemukan instrumen penempatan uang
B.62-DIR/HBL.1/01/2016. negara yang tepat dan menguntungkan melalui TDR.
2. Perjanjian Kemitraan Penempatan Uang Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kementerian
Negara antara Ditjen Perbendaharaan Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan dengan PT. Bank dihadapkan pada beberapa alternatif penempatan
Mandiri (Persero) Tbk. Nomor PRJ-3/ uang negara yang muncul, yaitu:
PB/2016 dan Nomor DIR.PKS/2/2016.
3. Perjanjian Kemitraan Penempatan Uang 1. Penempatan di bank umum

90
Penempatan di bank umum adalah penge- terlalu berisiko.
lolaan kelebihan kas yang dilakukan oleh
BUN dengan menempatkan uang nega- Diantara ketiga alternatif tersebut, instrumen RR
ra pada bank umum dengan jumlah dan sebenarnya merupakan instrumen yang cukup aman
tenor/jangka waktu tertentu sesuai dengan (free risk) karena adanya jaminan berupa SBN, se-
perjanjian. Penempatan dilakukan dalam hingga bila terjadi default, SBN tersebut dapat diek-
bentuk instrumen deposito berjangka, sekusi. Namun demikian, karena adanya jaminan,
deposit on call dan overnight. Penempatan tingkat remunerasi yang ditawarkan oleh counterpar-
ini dilaksanakan dengan mekanisme Over ty biasanya lebih rendah dari penempatan di bank
the Counter (OTC) secara langsung dengan umum. Disamping itu, pada transaksi ini juga perlu
bank umum melalui dealing system yang dilakukan pemeliharaan atas nilai jaminan sehingga
dimiliki oleh TDR. perlu dilakukan mark to market atas jaminan SBN
2. Reverse repo tersebut. Bila harga jaminan naik atau turun maka
Reverse repo (RR) merupakan instrumen perlu dilakukan mekanisme topping up/down untuk
pengelolaan kelebihan kas oleh BUN de- penyesuaian. Dari sisi remunerasi, transaksi SBN
ngan membeli Surat Berharga Negara cukup menarik karena spread pergerakan harganya
(SBN) dari counterparty TDR dengan terkadang lebih tinggi daripada penempatan uang
janji jual kembali pada waktu dan harga negara di bank umum dan Reverse Repo. Namun
yang telah ditetapkan. Pelaksanaan tran- pada instrumen ini memiliki risiko yang cukup tinggi
saksi RR dilaksanakan oleh BUN dengan karena sangat berkaitan dengan permintaan dan pe-
metode lelang dengan mitra kerja yang telah nawaran di pasar dan kondisi fundamental perekono-
melaksanakan penandatanganan perjanjian mian. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian risiko
kemitraan (Repo Agreement). yang cukup rigid dengan melakukan analisis teknikal
3. Transaksi investasi Surat Berharga Negara dan fundamental, analisis risiko, serta pembatasan
(SBN) seri-seri dan durasi SBN yang bisa ditransaksikan.
Transaksi SBN dilakukan oleh BUN dengan
melakukan penjualan dan pembelian SBN Pemilihan penempatan bank umum sebagai alternatif
secara outright di pasar sekunder dengan yang diambil saat ini, karena mekanisme penempatan
tujuan untuk pemanfaatan kelebihan kas di bank umum cukup mudah untuk dilakukan baik
(untuk memperoleh capital gain) maupun dari sisi sistem, kebijakan maupun dari sisi regula-
untuk kebutuhan likuiditas. Transaksi ini si. Penempatan di bank umum tidak memerlukan
dilakukan oleh TDR dengan mekanisme analisis teknikal dan fundamental yang cukup da-
lelang melalui dealing system/Bloomberg lam, apalagi penempatan dilakukan pada bank-bank
dengan counterparty di pasar sekunder. BUMN yang memiliki risiko cukup rendah. Selain
Dalam melakukan transaksi, TDR berfokus itu, tingkat remunerasi yang ditawarkan oleh bank
pada seri-seri SBN yang cukup likuid dan umum cukup tinggi dibandingkan dengan penempa-
berdurasi cukup pendek, sehingga tidak tan pada BI. Dari sisi regulasi penempatan di bank

91
5 Treasury Dealing Room (TDR)
umum paling siap untuk dilakukan. Hal ini berbeda data, serta ruangan yang meliputi ruang
dengan transaksi SBN dan Reverse Repo yang ma- untuk front office, back office dan middle
sih membutuhkan pembahasan lebih lanjut terkait office. Penyiapan hardware dilakukan den-
mekanisme pengelolaan risiko, pemilihan jenis/seri gan penyiapan/penyediaan komputer, UPS,
SBN yang ditransaksikan, mekanisme setelmen dan server, dealing phone dan sarana perkanto-
custodian, dan topik-topik pembahasan lainnya. Na- ran lainnya. Perangkat lunak TDR meliputi
mun demikian, meskipun penempatan uang nega- aplikasi untuk keperluan dealing system
ra dilakukan di bank BUMN, instrumen ini tetap (RMDS, Bloomberg Chat), aplikasi ana-
memiliki risiko karena bersifat uncollateralized, seh- lisis pasar keuangan (Reuters/Bloomberg),
ingga perlu dilakukan pengendalian risiko dalam ben- aplikasi untuk keperluan akuntansi dan
tuk seleksi kemitraan, penetapan limit counterparty, pelaporan (OPICS), aplikasi untuk analisis
evaluasi kemitraan, dan bentuk pengendalian risiko risiko (OPICS Risk Plus), dan aplikasi antar
lainnya yang dianggap perlu. muka untuk kebutuhan pelaporan pada
SPAN.
B. Upaya-upaya implementasi Kebijakan
2. Penyiapan sumber daya manusia yang kompe-
Sebagai tindak lanjut Perjanjian Kerjasama antara ten
Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, se- Bentuk persiapan SDM yang dilakukan
lanjutnya dilakukan perjanjian kerjasama dengan yaitu dengan melakukan rekrutmen dengan
bank umum sebagai mitra penempatan uang negara. seleksi secara online. Untuk meningkatkan
Setelah perjanjian kerjasama terjalin antara Kemen- kompetensi SDM yang akan mendukung
terian Keuangan dan bank-bank umum, Direktorat pelaksanaan kebijakan ini, sejak Tahun 2012
Jenderal Perbendaharaan selanjutnya melakukan pe- dilaksanakan berbagai pelatihan antara lain:
nempatan uang negara pada bank umum sebagaima-
na ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Angkatan I (2012) sebanyak 50 orang,
perjanjian kerjasama tersebut. meliputi :
a. Training Basic Finance
Agar kebijakan penempatan uang negara dapat men- b. Training Intermediate Finance
capai tujuan yang ditetapkan, dilakukan beberapa c. Training OPICS
langkah persiapan penempatan uang negara sebagai d. Magang di Bank (Mandiri, BRI,
berikut: BNI, BTN)
e. Training Reuters
1. Penyiapan sarana dan prasarana Treasury f. Training Bloomberg
Dealing Room (TDR) baik terkait sarana fisik/
bangunan/infrastruktur, jaringan, dan IT Angkatan II (2014) sebanyak 11 orang,
Infrastruktur TDR meliputi perangkat meliputi:
keras, perangkat lunak, jaringan dan basis a. Training untuk Technical Support

92
TDR (2015) audit. SOP TDR disusun secara rigid dari
b. Training OPICS sisi legal formal namun juga dengan tetap
c. Training pengelolaan server menjamin fleksibilitas dalam pelaksanaan,
karena transaksi di pasar keuangan membu-
3. Penyusunan Standar Operasi dan Prosedur tuhkan pengambilan keputusan secara cepat
(SOP) dan tepat waktu.
Penyusunan SOP TDR mengacu pada
proses bisnis yang secara umum berlaku 4. Melakukan koordinasi teknis dengan Bank
pada divisi treasury bank umum dan pada Indonesia dan bank-bank mitra penempatan
awalnya disusun oleh konsultan TDR. uang negara
Namun dalam perkembanganya, SOP yang Pembahasan dengan Bank Indonesia telah
telah dirancang perlu disesuaikan dengan dilaksanakan beberapa kali pada level
ketentuan - ketentuan yang berlaku pada teknis sampai level Gubernur BI dengan
Kementerian Keuangan, sehingga dapat topik:
dipertanggungjawabkan secara akuntabilitas
dan legalitas, serta memenuhi kebutuhan a. Nilai/jumlah dan jangka waktu pe-

Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

93
5 Treasury Dealing Room (TDR)
nempatan Jenderal Perbendaharaan pada instrumen
b. Koordinasi operasional harian penempatan di bank umum maupun instru-
c. Link sistem TDR untuk kebutuhan men lainnya.
setelmen
d. Pembukaan Rekening Kelolaan TDR Bagi BI, dengan adanya aloka-
si penempatan uang negara sebesar
Koordinasi yang dilakukan dengan bank umum Rp5.000.000.000.000,00 ini akan membe-
antara lain meliputi materi-materi dalam perjanjian rikan dampak pada sisi moneter. Penempa-
kemitraan, mekanisme setelmen dari rekening kelo- tan uang negara ini akan menambah likui-
laan TDR ke bank umum, mekanisme transaksi, dsb. ditas pasar uang atau jumlah uang beredar
(M1). Menurut perhitungan BI, penamba-
Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul han sebesar Rp5.000.000.000.000,00 terse-
Kebijakan penempatan uang negara di bank umum but masih dalam kondisi wajar bila ditinjau
membawa dampak kepada pihak – pihak yang ter- dari total volume pasar uang antar bank
kait, sebagai berikut: (PUAB), dampaknya terhadap biaya operasi
moneter, maupun terhadap inflasi. Penem-
1. Bank Indonesia patan uang negara pada bank umum juga
BI mengalokasikan dana pemerintah sebesar membawa implikasi berkurangnya jumlah
Rp5.000.000.000.000,00 kepada Direktorat uang negara yang ditempatkan di BI.
Jenderal Perbendaharaan, yang selanjutnya 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
akan dikelola melalui TDR Direktorat Jen- TDR Direktorat Jenderal Perbendaharaan
deral Perbendaharaan. Dari sisi regulasi, hal dapat memanfaatkan dana kelolaan sebesar
yang mendasari BI harus menyetujui penga- Rp5.000.000.000.000,00 pada instrumen
lokasian dana penempatan uang negara oleh penempatan di bank umum guna menda-
BUN sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00 patkan manfaat (remunerasi) yang lebih
adalah Perjanjian Kerjasama yang telah optimal. Selain itu, Direktorat Jenderal
disepakati antara Kementerian Keuangan Perbendaharaan selaku representasi Peme-
Republik Indonesia dan Bank Indonesia rintah mendapatkan remunerasi yang lebih
Nomor PRJ-123/PB/2015 dan Nomor optimal atas penempatan uang negara pada
17/3/PKS/DpG/2015 tanggal 17 Desember bank umum melalui TDR.
2015 tentang Koordinasi Operasionalisasi 3. Bank Umum Mitra Penempatan Uang Ne-
TDR di Direktorat Jenderal Perbenda- gara (BUMPUN)
haraan. Dalam perjanjian tersebut tercan- Bagi bank umum, penempatan uang negara
tum bahwa BI mengalokasikan dana pe- pada bank-bank tersebut membuat mereka
merintah sebesar Rp5.000.000.000.000,00, mendapatkan kemudahan atau tambahan
selanjutnya dana tersebut akan ditempat- likuiditas dengan tingkat bunga yang
kan/diinvestasikan melalui TDR Direktorat lebih kompetitif.

94
Keberlangsungan Kebijakan dilakukan evaluasi kembali bersama Bank Indonesia
Berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Kementeri- khususnya atas besaran dana kelolaan TDR.
an Keuangan Republik Indonesia dan Bank Indonesia
tentang Koordinasi Operasionalisasi TDR di Direk- C. Dinamika dibalik pengambilan keputusan
torat Jenderal Perbendaharaan menyatakan beberapa
norma utama antara lain sebagai berikut: Sebelum TDR efektif berjalan, terjadi dinamika da-
lam penentuan kebijakan antara Bank Indonesia dan
1. Mengingat pengelolaan kelebihan kas oleh pemerintah. Setidaknya terdapat 2 (dua) hal yang
pemerintah berdampak terhadap stabili- memunculkan perbedaan pendapat antara pemerin-
tas fiskal, moneter dan sistem keuangan tah dan Bank Indonesia, yaitu:
maka pelaksanaannya senantiasa dilakukan
dalam kerangka koordinasi dengan otoritas 1. Kebijakan penempatan uang negara di
moneter. Untuk itu diperlukan mekanisme bank umum diwarnai adanya ketidaksepa-
pertukaran informasi baik dari sisi fiskal katan Bank Indonesia (BI) terhadap ren-
maupun dari sisi moneter. cana pemerintah untuk menempatkan uang
2. Bahwa telah terdapat kesepakatan antara di luar BI. BI menganggap pemerintah
Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank bertindak tidak sesuai dengan Undang-Un-
Indonesia atas jumlah dana kelolaan yang dang Nomor 1 Tahun 2004. Penempa-
dikelola melalui operasionalisasi TDR sebe- tan uang negara di luar Bank Indonesia,
sar Rp. 5.000.000.000.000,-. menurut BI, juga merupakan suatu pe-
3. Jumlah dana kelolaan sebagaimana tersebut nyimpanan. Sementara itu, menurut
di atas berlaku selama 5 tahun sejak penan- Pemerintah, dalam hal ini Kementerian
datanganan perjanjian kerjasama. Sumber Keuangan, sesuai Undang-Undang No-
dana kelolaan tersebut berasal dari RKUN mor 1 Tahun 2004, Menteri Keuangan
rupiah di Bank Indonesia. selaku BUN memiliki kewenangan untuk
4. Atas pelaksanaan pengelolaan kelebihan menyimpan, menempatkan, dan mengin-
kas oleh pemerintah ini akan selalu dilak- vestasikan uang negara. Hal inilah yang
sanakan evaluasi bersama otoritas moneter kemudian menjadi dasar kebijakan untuk
baik dari sisi operasional maupun dari sisi menempatkan uang negara dapat dilak-
kebijakan. sanakan di bank umum.
2. BI berpendapat bahwa penempa-
Adanya norma-norma yang disepakati bersama de- tan uang negara di luar BI menye-
ngan otoritas moneter tersebut maka akan menjamin babkan multiplier effect pada likuiditas
kesinambungan operasional TDR Direktorat Jenderal pasar, sehingga maksimal penempatan
Perbendaharaan dengan melakukan penempatan/ adalah Rp3.000.000.000.000,00 (tiga
placement maupun investasi pada instrumen lainnya trilyun rupiah) sampai dengan
untuk 5 (lima) tahun ke depan. Selanjutnya akan Rp4.000.000.000.000,00 (empat trilyun

95
5 Treasury Dealing Room (TDR)
rupiah), sedangkan menurut Kementerian
Keuangan penempatan sampai dengan
Rp8.000.000.000.000,00 (delapan trilyun
rupiah) terhitung masih tidak signifikan
jika dibandingkan dengan M2. Berdasar-
kan hasil evaluasi yang dilakukan oleh tim
Subdit Kebijakan TDR dan Manajemen
Risiko (middle office), diperoleh hasil limit
transaksi untuk setiap bank umum mitra
penempatan uang negara/counterparty.

96
BAB VI Limit yang diberikan kepada bank umum
yang satu berbeda dengan bank umum
lainnya. Limit yang ditetapkan kepada
masing-masing bank umum menjadi batas/
pagu tertinggi atas jumlah transaksi yang
diperbolehkan kepada masing-masing bank
umum. Dalam operasionalisasi TDR, deal-
er harus memperhatikan ketersediaan/sisa
limit yang ada pada setiap bank umum.
.

Upaya untuk mempertanggungjawabkan


setiap pengeluaran negara yang dibayar
melalui APBN memiliki sejarah yang pan-
jang. Mulai dari hanya berupa pencatatan
secara single entry hingga sekarang pem-
bukuan dengan sistem double entry, yaitu
akuntansi berbasis akrual.
Penerapan akuntansi berbasis akrual sendiri
adalah sesuatu yang insightful, mulai dari
penentuan basis akuntansi yang akan digu-
nakan oleh pemerintah, implementasi cash
toward accrual accounting sampai dengan
implementasi basis akrual secara penuh,
yang tergambar dalam setiap upaya peru-
musan dan pene- rapan Peraturan Pemer-
intah Nomor 24 tahun 2005 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2010.

www.djpbn.kemenkeu.go.id 97
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual

Halaman ini sengaja dikosongkan

98
Bab VI
Implementasi Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. LATAR BELAKANG Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbenda-
haraan Negara dalam Pasal 51 ayat (3) dinyatakan
Tahun 2003 dan 2004 dapat dikatakan sebagai suatu bahwa “Akuntansi keuangan yang digunakan untuk
periode penting dalam pengelolaan keuangan negara. menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daer-
Pada masa-masa tersebut, diundangkan paket un- ah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan”.
dang-undang pengelolaan keuangan negara yang Pasal 55 ayat (4) berbunyi “Menteri/pimpinan lem-
meliputi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 baga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN
1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengenda-
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang lian intern yang memadai dan akuntansi keuangan
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuan- telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
gan Negara. Paket undang-undang tersebut menan- pemerintahan”. Pasal 70 ayat (1) berbunyi “Ketentu-
dai reformasi pengelolaan keuangan negara. Salah an mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan
satu amanat dari reformasi pengelolaan keuangan dan belanja berbasis akrual dalam Undang-undang
negara tersebut adalah implementasi akuntansi berba- ini selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008
sis akrual. dan selama pengakuan dan pengukuran dilaksanakan
pendapatan dan belanja berbasis akrual belum
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keua- dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran
ngan Negara Pasal 32 ayat (1) dinyatakan bahwa berbasis kas”. Untuk memenuhi amanah undang-un-
“Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelak- dang tersebut, pemerintah dituntut untuk dapat
sanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai merumuskan langkah-langkah strategis sekaligus
dengan standar akuntansi pemerintahan”, sementara operasional agar kebijakan pengakuan dan penguku-
dalam Pasal 36 ayat (1) yang menyatakan bahwa ran pendapatan dan belanja berbasis akrual dapat
“Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran berjalan efektif.
pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun”. Keputusan pemerintah untuk menerapkan akuntansi

99
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
berbasis akrual tidak terlepas dari tujuan dan manfaat merintah dalam hal efisiensi dan efektivitas
basis akrual itu sendiri. Penerapan akuntansi berbasis penggunaan sumber daya.
akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manaje-
men keuangan modern sektor publik yang bertujuan Penelitian lainnya juga mengungkapkan manfaat
untuk memberikan informasi yang lebih transparan penggunaan akuntansi berbasis akrual, seperti pada
dan menyeluruh mengenai biaya (cost) pemerintah penelitian yang dilakukan oleh Jack Diamond yang
dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dituangkan dalam Intenasional Monetery Fund
di dalam pemerintah dengan menggunakan infor- (IMF). Working Paper pada Desember 2002 yang
masi yang diperluas, tidak sekadar basis kas. Dari berjudul “Performance Budgeting: Is Accrual Ac-
sisi akurasi data dalam laporan keuangan, akuntansi counting Required?.” Dalam dokumen tersebut kita
berbasis akrual lebih unggul dibanding basis kas. dapat menemukan empat manfaat dari akuntansi
akrual yaitu:
Ditinjau dari beberapa penelitian yang telah dilaku-
kan, tujuan dan manfaat dari penerapan akuntansi a. Meningkatkan kualitas penggunaan sumber
berbasis akrual sangat banyak. Sebagai contoh daya.
sebagaimana diungkapkan oleh International Federa- b. Penguatan akuntabilitas.
tion of Accountants-Public Sector Committee dalam c. Meningkatkan transparansi atas total biaya
sebuah paper bertajuk “Transition to Accrual Basis dari aktivitas pemerintahan.
of Accounting: Guidance for Governments and Go- d. Melihat dengan lebih komprehensif atas
vernment Entities”. Dalam artikel tersebut, dijelas- pengaruh dari aktivitas pemerintahan ter-
kan manfaat dari penerapan akuntansi berbasis akrual hadap perekonomian.
adalah:
Dari uraian penelitian diatas, kita dapat mengung-
a. Menunjukkan bagaimana pemerintah kapkan setidaknya tiga urgensi implementasi akun-
membiayai aktivitas-aktivitasnya dan me- tansi berbasis akrual:
menuhi kebutuhan dananya.
b. Memungkinkan pengguna laporan untuk 1. International best practice dalam pertang-
mengevaluasi kemampuan pemerintah saat gungjawaban pengelolaan keuangan negara
ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya khususnya untuk meningkatkan keandalan
dan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban penyajian nilai hak dan kewajiban peme-
dan komitmen-komitmennya. rintah;
c. Menunjukkan posisi keuangan pemerintah 2. Perhitungan biaya lebih akurat untuk
dan perubahan posisi keuangannya. mencapai suatu output tertentu sebagai
d. Memberikan kesempatan pada pemerintah dasar penilaian kinerja dibandingkan jika
untuk menunjukkan keberhasilan pengelo- hanya berdasarkan basis kas;
laan sumber daya yang dikelolanya. 3. Penyajian aset di neraca menjadi lebih
e. Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pe- andal, karena adanya perhitungan beban

100
penyusutan/amortisasi dan penyisihan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
piutang tak tertagih untuk dapat menya- akrual selambat-lambatnya pada tahun anggaran
jikan aset sesuai dengan nilai bersih yang 2008.
dapat direalisasikan (net realizable value).

B. Dasar Hukum
learning point

Akuntansi berbasis akrual dilaksanakan berdasarkan A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-


amanah paket perundangan di bidang keuangan han Alternatif
negara. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual dijelaskan pada UU Nomor 1 Dalam subbab alternatif dan pilihan alternatif,
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Da- sebagai salah satu learning point mengenai
lam pasal 12 disebutkan bahwa APBN dalam satu implementasi akuntansi pemerintah berbasis akrual,
tahun meliputi: hak pemerintah pusat yang diakui akan diuraikan secara singkat perjalanan atau sejarah
sebagai penambah nilai kekayaan bersih, kewajiban akuntansi pemerintah Indonesia itu sendiri, sampai
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai pada akhirnya diterapkan akuntansi berbasis akrual.
kekayaan bersih, penerimaan yang perlu dibayar kem- Dalam setiap tahapan perjalanan tersebut, terdapat
bali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kemba- pembelajaran mengenai alternatif-alternatif apa yang
li, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun muncul dan apa yang menjadi pertimbangan.
pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
1. Sejarah singkat akuntansi pemerintah di In-
Sesuai dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003, donesia pasca reformasi manajemen keuangan
implementasi akuntansi berbasis akrual seharusnya negara
dilaksanakan pada tahun 2008. Hal ini sebagaimana Masa awal-awal tahun reformasi Manajemen
disebutkan pada pasal 36 ayat 1 yaitu implementa- Keuangan Negara, pembukuan dilakukan apa
si pengakuan dan pengukuran dengan basis akrual adanya. Pembukuan digunakan untuk me-
dilaksanakan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun se- ngetahui realisasi anggaran kita yang meliputi
jak undang-undang ini disahkan. Selama basis akrual pendapatan dan belanja. Pembukuan dilaku-
belum dilaksanakan maka dapat menggunakan basis kan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, dengan
kas dalam pengakuan dan pengukurannya. Pada mengumpulkan data P6/P7. Pengumpulan
pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa laporan keuangan data tersebut melibatkan para kepala biro
pemerintah setidak-tidaknya meliputi Laporan Re- keuangan di setiap kementerian.
alisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri de- Data tersebut kemudian dikumpulkan pada
ngan laporan keuangan perusahaan negara. Dalam unit yang disebut dengan Pusat Pembukuan,
Undang-undang Perbendaharaan Negara pada pasal yang kemudian berubah menjadi Badan Akun-
70 juga disebutkan bahwa implementasi pengakuan tansi Negara (BAKUN). Permasalahan yang

101
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual

102
Illustrator: Muhammad Iqbal Arabi
muncul pada waktu itu adalah mengenai aku- 2003 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun
rasi dan kecocokan data, baik antara data dari 2004, diterbitkan Keputusan Presiden Repu-
DJA dengan data dari Kementerian/Lembaga blik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang
dan data kas negara. Salah satu penyebabnya Komite Standar Akuntansi Pemerintah yang
adalah tidak dilakukannya proses akuntansi kemudian diubah dengan Keppres Nomor 2
dengan sistem double entry sejak awal transaksi Tahun 2005 dan untuk yang kedua kalinya
dilakukan. dengan Keppres Nomor 3 tahun 2009. KSAP
bertugas mempersiapkan penyusunan kon-
Kelemahan-kelemahan yang ada di masa lalu sep Rancangan Peraturan Pemerintah. KSAP
mendorong perlu adanya pengaturan mengenai melaporkan kegiatannya secara berkala kepada
akuntansi pemerintah yang kemudian dituang- Menteri Keuangan. KSAP bertanggungjawab
kan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-undang kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Keuangan Negara, bahwa bentuk dan isi lapo- Keanggotaan KSAP terdiri dari unsur peme-
ran pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/ rintah, praktisi, asosiasi profesi dan akademisi
APBD disusun dan disajikan sesuai standar yang berkompeten dalam bidang akuntansi
akuntansi pemerintahan. Pencantuman sektor publik, register akuntan negara dan re-
ketentuan mengenai kewajiban menggunakan putasi baik di bidang profesi akuntansi.
standar akuntansi pemerintah di Undang-un-
dang adalah suatu hal yang wajib sebagai dasar Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintah
hukum pelaksanaan akuntansi oleh pemerin- (SAP) untuk menjadi sebuah peraturan peme-
tah. rintah mengenai SAP memakan waktu lama.
KSAP menetapkan proses penyiapan standar
2. Perumusan Standar Akuntansi Pemerintah dan meminta pertimbangan mengenai sub-
Dalam pasal 57 Undang-undang Nomor 1 stansi standar kepada BPK. Proses penyiapan
Tahun 2004, diatur bahwa penyusunan SAP standar dimaksud meliputi langkah-langkah
dilakukan oleh suatu Komite Standar Akun- yang perlu ditempuh secara cermat (due pro-
tansi Pemerintahan (KSAP) yang bertugas cess) agar dihasilkan standar yang objektif dan
untuk menyusun Standar Akuntansi Pemerin- bermutu. Terhadap pertimbangan BPK, KSAP
tah. KSAP sendiri sebelumnya telah dibentuk memberikan tanggapan, penjelasan, dan/atau
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan melakukan penyesuaian sebelum SAP ditetap-
Nomor 308/KMK.012/2002 tanggal 13 Juni kan menjadi peraturan pemerintah. Syarat
2002 tentang Komiter Standar Akuntansi Pe- bahwa untuk menjadi peraturan pemerintah,
merintah Pusat dan Daerah, sebagaimana telah SAP yang disusun oleh KSAP harus menda-
beberapa kali diubah dengan Keputusan Men- patkan pertimbangan dari BPK, menjadi salah
teri Keuangan Nomor 379/KMK.012/2004 satu penyebab panjangnya waktu penetapan
tanggal 5 Agustus 2004. Untuk memenuhi peraturan pemerintah mengenai SAP. Selain
amanah Undang-undang Nomor 17 tahun BPK, unit lain yang terkait seperti Kemente-

103
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
rian Hukum dan Ham dan Sekretariat Negara kas juga memerlukan pengungkapan tambahan
juga perlu diyakinkan. Pada akhirnya, peme- atas item-item tertentu yang biasanya diakui
rintah menetapkan PP Nomor 24 Tahun 2005 dalam basis akuntansi akrual seperti piutang-
tentang Standar Akuntansi Pemerintah pada piutang yang akan diterima dan utang-utang
tanggal 13 Juni 2005. Standar Akuntansi Pe- yang akan dibayar selama periode tertentu dan
merintah yang disusun dan dituangkan dalam financial assets and liabilities.
peratruran pemerintah ini menggunakan basis
Cash Toward Accrual (CTA). Akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis
akuntansi di mana seluruh transaksi ekonomi
3. Penentuan basis akuntansi pemerintah dalam dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat
SAP dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam
Penyusunan standar akuntansi pemerintah periode laporan keuangan pada saat terja-
diwarnai dengan perdebatan mengenai basis dinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas
akuntansi yang akan digunakan. Dari sisi teori atau ekuivalen kas diterima atau dibayarkan.
mengenai basis akuntansi, terdapat empat basis Sedangkan akuntansi berbasis akrual yang
akuntansi yang jamak digunakan, yaitu akun- dimodifkasi memiliki pendekatan yang sama
tansi berbasis kas, akuntansi berbasis akrual, dengan akuntansi berbasis akrual namun tidak
akuntansi berbasis kas yang dimodifikasi, dan seluruh aktiva disajikan di neraca, seperti tidak
akuntansi berbasis akrual yang dimodifikasi. disajikannya aktiva fisik.

Dalam basis kas, transaksi ekonomi dan Masing-masing memiliki keunggulan dan
kejadian lain diakui ketika kas diterima atau kelemahan. Sebagai contoh, pada basis kas
dibayarkan. Dengan demikian basis kas hanya akan mengalami kesulitan dalam membuat
memfokuskan pada arus kas dalam periode pe- neraca, padahal neraca sangat penting untuk
laporan berjalan, dan mengabaikan arus sum- mengetahui posisi keuangan pemerintah dalam
ber daya lain yang mungkin berpengaruh pada satu periode tertentu. Dalam sebuah diskusi
kemampuan pemerintah untuk menyediakan antara pemerintah, dimana salah satu wakil-
barang-barang dan jasa-jasa saat sekarang dan nya adalah Dr. Mulia P. Nasution dan Hekinus
saat mendatang. Selain itu, laporan posisi Manao (Alm.) dengan DPR, dikemukakan
keuangan (neraca) tidak dapat disajikan pada bahwa basis yang baik untuk digunakan adalah
akuntansi berbasis kas, karena tidak terdapat basis akrual dengan beberapa keunggulan
pencatatan secara double entry. Basis kas yang seperti Laporan Keuangan yang dibuat dengan
dimodifikasi pada dasarnya sama dengan akun- berbasis akrual akan menyediakan data aset
tansi berbasis kas, namun dalam basis ini pem- pemerintah yang dapat dimanfaatkan dalam
bukuan untuk periode tahun berjalan masih perencanaan, penganggaran dan manajemen
ditambah dengan waktu atau periode tertentu. aset. Informasi berbasis akrual juga menye-
Laporan keuangan dalam akuntansi berbasis diakan data kewajiban pemerintah yang dapat

104
dimanfaatkan dalam perencanaan kebutuhan, basis kas, sedangkan untuk pengakuan aktiva,
penganggaran dan manajemen kewajiban/pem- kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca meng-
biayaan. Selain itu, informasi dalam Laporan gunakan basis akrual. Penggunaan dual basis
keuangan berbasis akrual juga dapat digunakan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
untuk menganalisis kondisi dan kesinam- pemerintah diwajibkan membuat neraca yang
bungan posisi keuangan pemerintah melalui dapat menyajikan seluruh aktiva tetap dimana
analisis posisi aset, kewajiban dan ekuitas, yang hanya dapat dibuat dengan akuntansi berbasis
pada akhirnya akan mendukung pengambi- akrual, sedangkan di sisi lain juga wajib mem-
lan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan buat laporan realisasi anggaran atau yang dulu
keuangan negara. bernama Perhitungan Anggaran Negara (PAN)
yang penyusunannya menggunakan akun-
4. Basis Cash Toward Accounting sebagai basis tansi berbasis kas. Pada basis CTA tersebut,
transisional menuju akrual penuh pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat
Dalam menerapkan akuntansi berbasis akru- berdasarkan basis kas sedangkan aset, utang,
al, pemerintah mempertimbangkan beberapa dan ekuitas dana dicatat berdasarkan basis
hal antara lain bahwa periode 2004 adalah akrual.
masa-masa awal untuk penerapan akuntansi
pemerintah. Pemerintah masih berada dalam Meskipun dari sisi penamaan terdengar seperti
tahap sosialisasi mengenai akuntansi peme- basis akrual atau kas yang dimodifikasi, namun
rintah itu sendiri dan masih berkutat dengan sesungguhnya basis ini sama sekali berbeda
proses penyusunan laporan. dengan basis akrual yang dimodifikasi atau
kas yang dimodifikasi. Penerapan CTA dipe-
Setelah proses pembahasan dengan memper- ngaruhi oleh amanah Undang-undang bahwa
timbangkan amanah undang-undang dan dalam laporan keuangan harus memberikan
kondisi kesiapan dari berbagai aspek, termasuk informasi mengenai pendapat dan belanja yang
kesiapan SDM, diputuskan untuk membuat dituangkan dalam Laporan Realisasi Angga-
konsep Cash Toward Accrual, yang berarti kas ran (LRA) yang berbasis kas, dan neraca yang
menuju akrual. dibentuk dengan akuntansi berbasis akrual.
Dari sisi pemenuhan terhadap undang-un-
Basis CTA merupakan istilah yang mewakili dang tersebut, penerapan CTA sebenarnya
pendekatan dual basis yang diterapkan oleh telah memenuhi amanah. Basis akrual yang
pemerintah Indonesia sebagaimana tercantum dimodifikasi tidak digunakan karena hampir
dalam Exposure Draft Standar Akuntansi Pe- semua transaksinya akrual dan hanya sedikit
merintahan tertanggal 4 Februari 2004. Yang yang berbasis kas, sementara pada basis kas
dimaksud dengan dual basis adalah pengakuan yang dimodifikasi, di akhir tahun perlu dibuka
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam lagi untuk transaksi-transaksi akrual. Dari sisi
Laporan Realisasi Anggaran menggunakan kesiapan, penerapan akuntansi berbasis akru-

105
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
al menuntut kesiapan dari sisi aturan, sarana informasi pendapatan dan belanja berbasis
prasarana, sistem dan terutama sumber daya akrual. Dengan adanya dua kondisi ini, maka
manusia, baik pada lingkup Direktorat Jende- pemerintah dianggap tidak melakukan pelang-
ral Perbendaharaan, Kementerian/Lembaga garan ketentuan perunda- ngan yang mewajib-
dan Pemerintah Daerah. kan implementasi akrual.

5. Penerapan akuntansi pemerintah berbasis akru- Meskipun begitu, Direktorat Jenderal Per-
al secara penuh bendaharaan tetap melakukan upaya-upaya
Pada tahun 2009, Kementerian Keuangan untuk melaksanakan akuntansi berbasis akrual
mendapatkan peringatan dari BPK bahwa sampai pada akhirnya terbit PP Nomor 71 Ta-
seharusnya tahun 2008, sesuai dengan UU hun 2010 mengenai Standar Akuntansi Pemer-
Nomor 17 Tahun 2003, sudah harus melak- intah. Dalam peraturan pemerintah tersebut
sanakan akuntansi berbasis akrual. Menurut ditetapkan standar akuntansi pemerintah ber-
BPK, penerapan CTA belum cukup untuk basis akrual secara penuh dengan transisi dari
memenuhi ketentuan dalam UU Nomor CTA ke akrual penuh adalah lima tahun. Hal
17/2003. ini berarti paling lambat pemerintah melak-
sanakan akrual secara penuh pada Tahun 2015.
Setelah melakukan konsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), diperoleh kese- B. Upaya- upaya implementasi Kebijakan
pakatan antara pemerintah dan DPR bahwa
penyusunan laporan keuangan berbasis akru- Dari subbab “Alternatif dan Pemilihan Alternatif ”,
al ditunda dan pemerintah akan melakukan dapat dilihat bahwa pemerintah mengalami dua fase
penyusunan laporan berbasis akrual secara utama dalam upaya implementasi akuntansi peme-
bertahap yang dimulai pada tahun 2009. Agar rintah berbasis akrual. Oleh karena itu, dalam sub-
tidak dianggap melanggar ketentuan undang- bab ini, pembahasan juga akan disesuaikan dengan
undang, sebagai tahap pertama penyusunan dua fase tersebut:
laporan keuangan pemerintah berbasis akrual
adalah penyusunan laporan keuangan Badan 1. Penerapan Cash Toward Accrual Accounting
Layanan Umum (BLU), yang merupakan Tahap ini ditandai dengan disusunnya
bagian dari satuan kerja Kementerian/Lemba- Standar Akuntansi Pemerintahan oleh
ga, dengan menggunakan basis akrual. Pelak- Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
sanaan tahapan pertama ini didukung fakta (KSAP), yang dituangkan dalam PP Nomor
bahwa BLU memang telah menggunakan dua 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
basis akuntansi, yaitu standar akuntansi pe- Pemerintah. Dalam proses penyusunan
merintah berbasis CTA dan standar akuntansi Standar Akuntansi Pemerintahan, KSAP
keuangan. Selain itu, dalam laporan keuangan mengacu pada praktik-praktik terbaik inter-
yang disusun pemerintah, telah dilampirkan nasional, diantaranya dengan mengadaptasi

106
International Public Sector Accounting adalah tingkat Kementerian/Lembaga. Oleh
Standards (IPSAS) yang diterbitkan oleh karena itu, ada kewajiban dari Direktorat
International Federation of Accountant Jenderal Perbendaharan untuk meningkat-
(IFAC). kan kemampuan satuan kerja di seluruh
Indonesia dalam membuat laporan keuan-
Sebelum penetapan PP Nomor 24 Tahun gan. Tantangan ini semakin berat karena
2005, tantangan yang dihadapi pemerintah tidak semua bendahara satuan kerja atau
adalah membuat laporan keuangan tingkat pegawai yang ditunjuk untuk membuat
Pemerintah Pusat sesuai dengan SAP. Hal laporan keuangan memiliki latar belakang
ini tidak mudah karena pada waktu itu data akuntansi.
yang ada tidak mencukupi, misalnya data
barang milik negara sebagai salah satu kom- Upaya-upaya yang dilakukan untuk menga-
ponen penyusunan neraca. Akibat dari data tasi tantangan tersebut, dapat dikelompok-
yang kurang mencukupi, sumber data yang kan menjadi tiga sisi upaya implementasi,
terbatas dan waktu penyusunan yang jauh yaitu dari sisi proses/prosedur, teknologi,
dari ideal, dalam Laporan Keuangan Pemer- dan SDM.
intah Pusat yang pertama kali disusun, yaitu
pada tahun 2005, masih terdapat masalah Dari sisi proses, implementasi SAP
seperti nilai yang kosong, bahkan minus, didukung dengan adanya serangkaian
seperti nilai ekuitas. Selain itu, penyusunan prosedur manual maupun yang terkom-
pun masih menggunakan standar akuntansi puterisasi mulai dari pengumpulan data,
yang berbentuk draft, belum ditetapkan pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan
menjadi PP Nomor 24 Tahun 2005. pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan Pemerintah Pusat. Serangkaian
Setelah menerapkan PP Nomor 24 Tahun prosedur tersebut yang disebut dengan
2005, dimana CTA sebagai basis akuntansi Sistem Akuntansi. Sistem Akuntansi
yang digunakan dalam standar akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) pertama yang
pemerintah dan bersifat transisional menuju disusun berdasarkan SAP ditetapkan melalui
basis akrual, tantangan dalam masa-masa PMK Nomor 59/PMK.06/2005. Pada
awal penerapan akuntansi pemerintah masih SAPP sebagaimana tertuang dalam pera-
beraneka ragam. Pertama adalah dari sisi turan tersebut terdapat dua subsistem yaitu
lingkup unit yang harus membuat laporan Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dan Sistem
keua-ngan. Dalam UU Nomor 17 Tahun Akuntansi Instansi (SAI). Sistem Akuntansi
2003, laporan keuangan harus dibuat mulai Pusat (SiAP) adalah serangkaian prosedur
dari tingkat sattuan kerja. Hal ini berbeda manual maupun yang terkomputerisasi
dengan masa sebelum adanya UU Nomor mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
17 tahun 2003, bahwa pembuat laporan pengikhtisaran sampai dengan pelaporan

107
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
posisi keuangan dan operasi keuangan pada sediaan dan kebutuhan akan SDM yang me-
Kementerian Keuangan selaku Bendaha- menuhi kompetensi pengelolaan keuangan
ra Umum Negara. SiAP terbagi menjadi negara, yang selama ini ditengarai menjadi
dua subsistem yaitu Sistem Akuntansi salah satu penyebab belum tercapainya
Kas Umum Negara (SAKUN) dan Sistem pengelolaan keuangan negara yang efisien
Akuntansi Umum (SAU). Sedangkan dan efektif. Hal ini ditandai dengan sangat
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) adalah minimnya kementerian negara/lembaga
serangkaian prosedur manual maupun yang (K/L) yang memperoleh opini Wajar De-
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan ngan Pengecualian (WDP) atau Wajar Tan-
data, pencatatan, pengikhtisaran sampai pa Pengecualian (WTP) atas LKKL tahun
dengan pelaporan posisi keuangan dan op- 2005 dan 2006.
erasi keuangan pada Kementerian Negara/
Lembaga. Dalam perjalanannya, SAPP ini Identifikasi awal atas kebutuhan SDM
mengalami perubahan dari tahun ke tahun. pengelola keuangan negara dengan asumsi
satu satker membutuhkan 2 orang menun-
Dari sisi teknologi, pada masa penerapan jukkan angka yang cukup signifikan, yaitu
CTA, dibangun aplikasi komputer untuk sekitar 40.000 orang untuk satker pusat dan
mendukung implementasi SAP berbasis 30.000 orang untuk satker daerah pengelola
CTA. Pembangunan aplikasi didasarkan dana APBN. Pada tahun 2007 pemerintah
pada perlunya suatu alat bantu pencatatan memulai Program Percepatan Akuntabilitas
setiap transaksi yang dapat digunakan oleh Keuangan Pemerintah (PPAKP) sebagai
siapapun meskipun yang bersangkutan tidak salah satu dari program capacity building
memiliki latar belakang akuntansi. Aplikasi sangat strategis untuk menyiapkan SDM
komputer yang dibangun antara lain keuangan yang andal dan menjadi ujung
Aplikasi Vera, Aplikasi Aklap, Aplika- tombak dalam reformasi keuangan negara.
si SAKPA, Aplikasi SAKPA-W, Aplikasi PPAKP yang dimulai sejak tahun 2007
SAKPA Es-1, Aplikasi SAPA, Aplikasi menjadi bagian yang integral dari program
SAAT, Aplikasi SABMN, Aplikasi SIMAK capacity building yang diharapkan dapat
BMN, Aplikasi Persediaan, dan Aplikasi mengakselerasi tujuan reformasi keuangan
Debt Management Financial Analysis Sys- negara yaitu transparansi dan akuntabilitas
tem (DMFAS). keuangan pemerintah. Tujuan pertama dari
PPAKP adalah menciptakan sumber daya
Pembangunan kapasitas SDM juga menjadi manusia di bidang keuangan yang kom-
isu utama dalam implementasi CTA. Pada peten dalam menjalankan tugas di bidang
saat CTA diterapkan di tahun 2004, Pe- keuangan negara. Selain itu PPAKP juga
merintah menyadari bahwa masih terdapat bertujuan untuk menciptakan keterpaduan
kesenjangan yang cukup jauh antara keter- antara upaya peningkatan akuntabilitas

108
keuangan pemerintah dan pengembangan akuntansi berbasis akrual dengan melaksanakan ke-
karier bagi SDM yang mengemban tugas giatan-kegiatan utama sebagai berikut:
tersebut.
1. Perumusan kebijakan
2. Penerapan Akuntansi Pemerintah Berbasis Perumusan kebijakan merupakan sebuah
Akrual tahapan yang sangat penting dalam im-
Sesuai dengan amanat undang-undang, plementasi akuntansi berbasis akrual kare-
penerapan akuntansi berbasis akrual di na menyangkut pengumpulan informasi
pemerintahan Indonesia sejatinya sudah (information gathering) mengenai akuntansi
harus dilaksanakan sejak tahun 2008. Oleh berbasis akrual, penyiapan standar dan
karena itu pada tahun 2005, setelah PP rencana implementasi, penyiapan peraturan
Nomor 24 Tahun 2005 diterbitkan, segera sampai dengan penyusunan proses bisnis
dilakukan penyusunan draft SAP berbasis dan sistem akuntansi. Pada tahun 2010,
akrual, agar penerapan basis akrual dapat pemerintah menyusun PP Nomor 71 tahun
dilaksanakan pada tahun 2008. 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerin-
tah sebagai pengganti PP Nomor 24 Tahun
Pada tanggal 25 September 2008, Pemerin- 2005. Akuntansi basis akrual berlaku efektif
tah dan DPR RI mengadakan Rapat Kon- untuk laporan keua-ngan atas pertanggu-
sultasi dengan kesepakatan, antara lain: ngjawaban pelaksanaan anggaran mulai
tahun 2010, tetapi apabila entitas pelaporan
a. Pemerintah dan DPR menyepakati belum dapat menerapkan akuntansi berbasis
untuk memulai pelaksanaan Standar akrual, entitas pelaporan dapat menerapkan
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akuntansi Berbasis Kas Menuju Akrual
Akrual, kemudian Pemerintah akan paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun
menyusun tahapan-tahapan dan per- Anggaran 2010. Penerapan SAP Berbasis
siapan-persiapan akuntansi berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap
akrual dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju
b. Dalam UU APBN Tahun Anggaran Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis
2009, informasi pos-pos akrual su- Akrual. Penerbitan Peraturan Pemerintah
dah harus disajikan meskipun dalam Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010
bentuk lampiran (supplementary tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
document). (SAP) memiliki arti penting bagi pemerin-
tah karena befungsi sebagai “tools” yang
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Per- mengatur lebih teknis terkait ketentuan da-
bendaharaan, selaku pengembangan amanah imple- lam paket undang-undang keuangan negara.
mentasi kebijakan akuntansi berbasis akrual, telah
mempersiapkan langkah-langkah implementasi Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan

109
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada e. PMK Nomor 214/PMK.05/2013
pemerintah pusat diatur dengan Peratu- tentang Bagan Akun Standar
ran Menteri Keuangan, sedangkan untuk f. PMK Nomor 215/PMK.05/2013
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan tentang Jurnal Standar Pada Peme-
Menteri Dalam Negeri (Pasal 7 PP 71 tahun rintah Pusat
2010). Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 g. PMK Nomor 219/PMK.05/2013,
tentang SAP (Pengganti PP 24 Tahun 2005) yang telah diganti dengan PMK
mempertegas bahwa akuntansi berbasis Nomor 224/PMK.06/2013 tentang
akrual dilaksanakan selambat-lambatnya Kebijakan Pemerintah Pusat.
untuk pelaporan keuangan tahun anggaran h. PMK Nomor 270/PMK.05/2014,
2015. yang telah diganti dengan PMK
Nomor 225/PMK.05/2016 tentang
Sampai dengan saat ini, Menteri Keua- penerapan SAP berbasis akrual pada
ngan telah menerbitkan beberapa peraturan Pemerintah Pusat
antara lain: i. PMK Nomor 234/PMK.01/2015
a. PMK Nomor 177/PMK.05/2013, tentang Penataan Organisasi dan
yang telah diubah dengan PMK Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Nomor 222/PMK.05/2016 ten-
tang perubahan PMK No 177/ Beberapa keputusan dan peraturan Direktur
PMK.05/2013 tentang pedoman Jenderal Perbendaharaan juga telah ditetap-
penyusunan dan penyampaian kan untuk memberikan pedoman opera-
LKKL. sionalisasi akuntansi berbasis akrual, dian-
b. PMK Nomor 210/PMK.05/2013 taranya adalah Keputusan Direktur Jenderal
tentang Pedoman Rekonsiliasi dalam Perbendaharaan Nomor KEP-311/PB/2014
rangka penyusunan LK lingkup tentang kodifikasi segmen akun pada Bagan
BUN dan Kementerian Negara/Lem- Akun Standar. Selanjutnya seiring dengan
baga. pemutakhiran kodefikasi segmen akun pada
c. PMK Nomor 213/PMK.05/2013 Bagan Akun Standar, Kepdirjen Perbenda-
tentang Sistem Akuntansi dan Pe- haraan tersebut kemudian dicabut melalui
laporan Keuangan Pemerintah Pusat; Kepdirjen Nomor KEP-187/PB/2017 ten-
d. PMK Nomor 213/PMK.05/2013, tang Kodifikasi Segmen Akun pada Bagan
yang telah diubah dengan PMK Akun Standar.
Nomor 215/PMK.05/2016 ten-
tang Perubahan atas PMK No 213/ Selain itu dilakukan juga pembentukan tim
PMK.05/2013 tentang Sistem pembina untuk Kementerian/Lembaga,
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Pemerintah Pusat. dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan

110
Negara (KPPN) dan dilakukan penyusunan ara (SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan
Kertas Kerja Telaah Laporan Keuangan. Tingkat Instansi (SAKTI). Bahkan lebih
jauh lagi, akuntasi dan pelaporan keuangan
2. Penyiapan Sarana dan Prasarana Teknologi dalam periode implementasi SPAN dan
Informasi SAKTI menggunakan basis akrual. SPAN
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa teknologi sendiri, dianggap sebagai salah satu flagship
informasi menjadi salah satu aktor utama dari e-government Pemerintah Indonesia
dalam keberhasilan modernisasi pengelo- yang merupakan bagian dari Integrated
laan perbendaharaan dan anggaran negara, Financial Management Information System
termasuk didalamnya adalah implementasi (IFMIS).
akuntansi berbasis akrual. Penerapan akun-
tansi yang berbasis akrual harus selaras de- Cakupan SPAN dan SAKTI mulai dari
ngan kebijakan organisasi lainnya dibidang proses penganggaran, pelaksanaan anggaran
teknologi informasi yaitu implementasi sampai dengan akuntansi dan pelaporan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Neg- keuangan. Dengan implementasi SAKTI,
Illustrator: Muhammad Reza Alfarisi

111
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
diharapkan kementerian/lembaga akan Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan
dapat menghasilkan laporan keuangan yang Keuangan Pemerintah yang dilaksanakan
berbasis akrual dan pada akhirnya peme- pada tanggal 12 September 2013 di Jakarta.
rintah pusat dapat menyusun LKPP berba- Deklarasi tersebut adalah bentuk komitmen
sis akrual sebagaimana diamanatkan oleh pimpinan untuk mewujudkan tata kelola
undang-undang. keuangan negara yang baik, bersih, dan
transparan melalui pelaporan keuangan ber-
3. Sosialisasi dan Komunikasi basis akrual untuk mencapai opini Laporan
Implementasi akuntansi berbasis akrual Keuangan yang terbaik (WTP).
berdampak secara nasional dan masif karena Dalam rangka menciptakan momentum
menyangkut seluruh kementerian dan lem- awal penerapan implementasi akuntansi
baga lingkup pemerintah pusat dan daerah. pemerintahan berbasis akrual serta mencip-
Keberhasilannya pun akan sangat diten- takan semangat dan komitmen kuat pada
tukan besarnya dukungan dan komitmen pimpinan Kementerian Negara/Lembaga
dari seluruh pihak, tidak hanya dari pihak terhadap implementasi akuntansi pemerin-
eksekutif tetapi juga dari legislatif. Terkait tahan berbasis akrual dengan tetap mem-
dengan hal tersebut, perlu dirancang strategi pertahankan peningkatan kualitas pelaporan
sosialisasi dan dibangun komunikasi yang keuangan, diadakan Kick off Implementasi
efektif kepada seluruh pihak yang terkait. Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual pada
4 Maret 2015. Kegiatan yang dilaksanakan
Penguatan komitmen dilakukan dengan di Gedung Juanda 1 Kementerian Keuangan
melakukan koordinasi secara efektif untuk ini dibuka oleh Wakil Menteri Keuangan
mempertemukan para pengambil keputu- dan dihadiri oleh Auditor Utama Keua-ngan
san-keputusan tertinggi pada masing-masing Negara II BPK, para Pejabat Eselon I Ke-
kementerian/lembaga dan pemerintah da- menterian Keuangan, para Sekretaris Jender-
erah serta stakeholder kunci lainnya. Rang- al Kementerian Negara/Lembaga, Sekretaris
kaian kegiatan yang telah dilakukan adalah Utama Lembaga Negara, dan perwakilan
high level stakeholder meeting, deklarasi dari KSAP.
implementasi akuntansi berbasis akrual pada
pemerintah pusat dan daerah dan sosialisasi Kick Off Implementasi Akuntansi Peme-
kebijakan. rintahan Berbasis Akrual ini menjadi simbol
dimulainya penerapan akuntansi pemerin-
Pimpinan dan pengelola keuangan negara tahan berbasis akrual, sebagaimana dia-
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah manatkan dalam UU Nomor 17 tahun
telah menandatangani surat “Deklarasi Im- 2003 tentang Keuangan Negara, UU No-
plementasi Penyusunan Laporan Keuangan mor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan,
Berbasis Akrual” pada momentum Rapat serta PP Nomor 71 tahun 2010 tentang

112
Standar Akuntansi Pemerintahan, bahwa akuntansi berbasis akrual. Suatu sistem
tahun 2015 merupakan awal penyusunan yang bagus tidak akan pernah bisa berjalan
laporan keuangan berbasis akrual oleh pe- maksimal apabila tidak didukung oleh SDM
merintah. yang kompeten. Kompetensi SDM memang
menjadi kunci keberhasilan. Praktik terbaik
Dalam kick off tersebut telah ditunjuk Duta internasional juga memberikan penekanan
Akrual pada masing-masing Kementerian akan pentingnya penyiapan SDM dalam
Negara/Lembaga dan Bendahara Umum rangka penerapan akuntansi dan pelaporan
Negara. Duta Akrual diharapkan mampu keuangan berbasis akrual. Pelatihan kom-
menciptakan komunikasi dan koordinasi prehensif diperlukan baik untuk Direktorat
serta menjadi fasilitator atas perubahan Jenderal Perbendaharaan maupun Kemente-
penerapan basis akuntansi akrual di peme- rian/Lembaga.
rintah pusat. Kehadiran Duta Akrual juga
diharapkan mampu membangun kesadaran Proses penyiapan SDM menjadi isu yang
dan menjadi “Problem Solver” agar imple- sangat penting, mengingat yang terlibat
mentasi akuntansi pemerintahan berbasis nantinya adalah SDM dari seluruh kemen-
akrual berjalan dengan baik. terian/lembaga dan pemerintah daerah.
Saat ini terdapat lebih dari 25.000 satu-
Pada kesempatan itu pula dilakukan penan- an kerja pengelola dana APBN. Dengan
datangan komitmen penerapan akuntansi jumlah satker yang begitu besar, tentu saja
pemerintahan berbasis akrual oleh para bisa ditebak bahwa kualitas SDM-nya juga
Sekretaris Jenderal dan Sekretaris Utama sangat variatif. SDM yang terlibat dalam
Kementerian Negara/Lembaga. Dengan operasionalisasi akuntansi berbasis akrual
ditandatanganinya kesepakatan tersebut, setidaknya memiliki kompetensi di bidang
diharapkan para pimpinan Kementerian teknologi informasi dan dasar-dasar akun-
Negara/Lembaga memberikan dukungan tansi. Sebuah pekerjaan besar untuk menu-
dan memfasilitasi pelaksanaan akuntansi tup atau mengurangi kesenjangan kompe-
pemerintahan berbasis akrual pada unitnya tensi SDM.
masing-masing agar pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran tetap dapat dilak- Strategi pelatihan SDM dilakukan dengan
sanakan dengan kualitas yang terbaik . membagi pelatihan dalam 2 (dua) level,
4. Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Ma- yaitu level manajerial dan level teknis. Pada
nusia level manajerial, pelatihan diadakan sebagai
Upaya peningkatan kompetensi SDM juga kelanjutan kegiatan deklarasi implementa-
merupakan salah satu upaya penting yang si basis akrual dan didesain dalam bentuk
dilakukan oleh Direktorat Jende-ral Per- rapat koordinasi tingkat eselon II dan III
bendaharaan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan,

113
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
pada level teknis, pelatihan dilakukan untuk 1. Kementerian Keuangan
mencetak master trainer dan SDM satker Sesuai ketentuan pasal 8 UU Nomor 17
(end user) yang kompeten dalam menyusun, Tahun 2003, Menteri Keuangan, sebagai
memahami dan menganalisis laporan keu- pelaksana kekuasaan atas pengelolaan fiskal,
angan berbasis akrual dengan menggunakan mempunyai tugas melaksanakan fungsi
aplikasi SAKTI. bendahara umum negara dan me- nyusun
laporan keuangan yang merupakan per-
Dalam proses penguatan SDM sebagai salah tanggungjawaban pelaksanaan APBN.
satu faktor utama yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi akuntansi ber- Untuk itu, Kementerian Keuangan, khu-
basis akrual, Direktorat Jenderal Perbenda- susnya Direktorat Akuntansi dan Pelaporan
haraan akan bahu-membahu bersama Badan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbenda-
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Selain haraan harus bertanggungjawab atas im-
itu, sinergi yang kuat juga akan dilakukan plementasi akuntansi basis akrual di entitas
dengan kementerian/lembaga, perguruan pelaporan pemerintah pusat.
tinggi dan KSAP.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan harus
Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul membuat peraturan turunan dari PP No-
Kebijakan implementasi akuntansi berbasis akrual mor 71 Tahun 2010, baik berupa PMK
secara penuh pada tahun 2015 akan dilaksanakan maupun Peraturan Dirjen Perbendaharaan.
kepada seluruh kementerian/lembaga. Selama ini 2. Kementerian Dalam Negeri
pihak-pihak yang terkait dalam proses pelaporan Sesuai ketentuan pasal 7 ayat (3) PP No-
keuangan telah terbiasa dengan akuntansi berbasis mor 71 Tahun 2010 Kementerian Dalam
kas menuju akrual, perangkat teknologi informasi Negeri wajib membuat peraturan lebih
yang ada pun disiapkan dengan dasar logika akun- lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis
tansi berbasis kas menuju akrual. Implementasi yang Akrual secara bertahap pada pemerintah
sifatnya masif ini tentunya akan membawa dampak daerah.
pada setiap entitas yang terlibat yaitu Direktorat 3. Satuan Kerja Kementerian/Lembaga
Jenderal Perbendaharaan dan satuan kerja kementeri- Dibutuhkan komitmen dari pimpinan
an/lembaga. Dampak yang akan muncul merupakan Kementerian/Lembaga untuk menyusun
konsekuensi logis implementasi kebijakan. laporan keuangan dengan basis akrual,
antara lain dengan melakukan inventarisasi
Pihak-pihak yang terdampak kebijakan Akuntansi aset pemerintah, menyelenggarakan bim-
Berbasis Akrual, dengan asumsi waktu adalah pada bingan teknis, dan mempersiapkan penge-
saat awal dan pada saat pelaksanaan akuntansi akrual lola keuangan yang memilki kompetensi di
adalah sebagai berikut: bidang akuntansi.

114
4. Pemerintah Daerah secara keseluruhan dan hanya fokus pada
Gubernur, bupati, dan walikota bertang- sumber daya keuangan berupa kas;
gungjawab dalam mengimplementasikan 2. Tidak menggambarkan beban keuangan
basis akrual dalam penyusunan Laporan yang sesungguhnya, karena beban yang
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). diakrualkan (misalnya beban penyusutan,
beban penyisihan piutang tak tertagih, dan
Selain itu, implementasi kebijakan tersebut akan beban yang terutang lainnya) tidak diin-
membawa dampak pada penyusunan laporan keu- formasikan dalam LRA maupun laporan
angan baik LKPP maupun LKKL Pelaksanaan lainnya;
kebijakan tersebut akan menambah jumlah laporan 3. Kurang memberikan jejak atas perubahan
yang harus disusun menjadi 7 (tujuh) laporan, sesuai nilai ekuitas pemerintah, karena setiap tran-
dengan PP Nomor 71 Tahun 2010. Dari ketujuh je- saksi yang terkait aset dan kewajiban akan
nis laporan keuangan yang harus disusun oleh entitas langsung membebani ekuitas;
pelaporan saat menerapkan akuntansi berbasis akrual, 4. Belum mencakup seluruh aspek keuangan
terdapat 3 jenis laporan yang benar-benar baru negara sebagaimana dimaksud dalam UU
bagi entitas pe- laporan yaitu Laporan Operasional, Nomor 17 Tahun 2003; dan
Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Perubahan 5. Informasi akrual hanya dapat disajikan
Saldo Anggaran Lebih (SAL). Laporan Operasio- secara periodik yaitu pada saat pelaporan
nal merupakan komponen laporan keuangan yang (semester dan tahunan).
menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan
operasional keuangan entitas pelaporan yang tercer- Dari gambaran mengenai kelemahan laporan keu-
minkan dalam pendapatan, beban, dan surplus/defisit angan tersebut, laporan keuangan dengan basis akrual
operasional dari suatu entitas pelaporan. Laporan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas pe-
atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibanding- merintah dengan lebih komprehensif dan akurat. Se-
kan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan Laporan bagai contoh adalah penyusunan laporan operasional.
Perubahan SAL menyajikan informasi kenaikan atau Laporan Operasional yang disusun dalam rangka
penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan de- implementasi akuntansi berbasis akrual akan mem-
ngan tahun sebelumnya. berikan informasi mengenai pendapatan dan beban,
termasuk dampak dari transaksi ketika kas belum
Laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah saat diterima atau dikeluarkan. Informasi yang akurat
ini sebenarnya sudah cukup memadai dalam mencer- tentang pendapatan sangat penting untuk menilai
minkan kondisi keuangan dan pengelolaan keuangan dampak dari pendapatan perpajakan dan pendapa-
negara dalam satu tahun anggaran. Namun demikian tan lain terhadap posisi fiskal pemerintah. Informasi
laporan dengan basis kas menuju akrual mempunyai mengenai pendapatan membantu pengguna dan
beberapa kelemahan antara lain: pemerintah untuk menilai apakah pendapatan saat
1. Belum memperlihatkan kinerja pemerintah ini cukup untuk menutup beban dan layanan saat ini.

115
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
Pemerintah membutuhkan informasi tentang beban Kementerian Negara/Lembaga diharapkan dapat
untuk dapat memperkirakan pendapatan yang harus menjembatani tersedianya laporan keuangan yang
diperoleh untuk kelangsungan operasi, serta kewaja- berbasis akrual. Selain itu, kesiapan sumber daya
ran beban atas kegiatan yang diusulkan. manusia dan infrastruktur yang ada pada Kementeri-
an Negara/Lembaga juga tidak bisa dikesampingkan
Akuntansi berbasis akrual mengharuskan pemerintah apabila kita ingin menerapkan akuntansi berbasis
untuk memelihara catatan yang lengkap atas seluruh akrual secara penuh.
aset dan kewajiban. Hal ini mendorong terciptanya
manajemen aset yang lebih baik, termasuk di da- Implementasi akuntansi berbasis akrual juga dapat
lamnya pemeliharaan yang lebih baik terhadap aset membawa dampak pada penurunan kualitas lapo-
pemerintah, kebijakan penggantian aset yang lebih ran keuangan yang dihasilkan oleh entitas pelapo-
tepat, identifikasi dan pemanfaatan serta penjualan ran apabila implementasi tidak dilakukan dengan
aset berlebih, serta manajemen risiko yang lebih baik baik. Penerapan akuntansi berbasis akrual memang
seperti untuk fluktuasi nilai kewajiban. tidak mudah sehingga kemungkinan kendala dan
hambatan akan terjadi, namun disinilah perlunya
Kemudian format Laporan Arus Kas yang berubah persiapan yang matang serta mempersiapkan lang-
seiring dengan penerapan akuntansi berbasis akrual kah contigency plan yang dapat diambil seandainya
menyediakan informasi yang komprehensif menge- terjadi kendala dalam pelaksanaan akuntansi berbasis
nai arus kas saat ini dan proyeksi arus kas tertentu, akrual sehingga tidak berdampak pada penurunan
termasuk arus kas yang berasal dari pendapatan yang kualitas laporan keuangan.
masih harus diterima dan untuk pembayaran beban
yang masih harus dibayar. Oleh karena itu, penggu- Keberlangsungan Kebijakan
naan basis akrual mampu mendukung manajemen Tahun 2015, pemerintah telah berhasil melaksanakan
kas yang lebih baik dan dapat membantu dalam akuntansi pemerintah berbasis akrual secara penuh.
penyusunan anggaran kas yang lebih akurat. Namun demikian, diperlukan upaya – upaya
untuk menjamin pelaksanaan akuntansi berbasis
Dengan semakin banyaknya jenis laporan yang harus akrual senantiasa berjalan sebagaimana mestinya.
dihasilkan oleh Pemerintah Pusat pada saat mene- Sebelumnya perlu diuraikan tantangan-tantangan
rapkan akuntansi berbasis akrual tentunya membawa yang perlu menjadi perhatian dan dilakukan
dampak pada sistem yang digunakan, sumber daya langkah-langkah antisipatif agar kebijakan akuntansi
manusia dan infrastruktur yang harus disediakan. berbasis akrual dapat berjalan efektif. Berikut
Sistem yang ada pada saat ini tidak cukup memadai adalah tantangan-tantangan yang terpetakan dalam
untuk bisa menghasilkan laporan keuangan berbasis implementasi akuntansi berbasis akrual.
akrual. Aplikasi yang dikembangkan untuk mene-
rapkan akuntansi berbasis akrual yakni SPAN untuk 1. Sistem Akuntansi dan Teknologi Informasi
penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Melihat kompleksitas implementasi akun-
dan SAKTI untuk penyusunan Laporan Keuangan tansi berbasis akrual, dapat dipastikan

116
bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual masing-masing oleh pemerintah pusat dan
di lingkungan pemerintahan memerlukan daerah kepada BPK selambatnya 3 (tiga) bu-
sistem akuntansi dan teknologi informa- lan setelah tahun anggaran berakhir. Selan-
si yang lebih rumit. Selain itu perlu juga jutnya, selambatnya 6 (enam) bulan setelah
dibangun sistem pengendalian intern yang tahun anggaran berakhir, laporan keuan-
memadai untuk memberikan keyakinan gan yang telah diperiksa oleh BPK tadi
memadai atas tercapainya tujuan organisasi diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada
melalui kegiatan yang efektif dan efisien, ke- DPR dan oleh Pemerintah Daerah kepada
andalan pelaporan keuangan, pengamanan DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan keuangan tersebut memerlukan SDM yang
perundang-undangan. Hal tersebut telah menguasai akuntansi pemerintahan. Pada
diamanatkan oleh UU Nomor 1 Tahun saat ini kebutuhan tersebut sangat terasa,
2004 yang menyatakan “Dalam rangka apalagi menjelang penerapan akuntansi
meningkatkan kinerja, transparansi dan pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu,
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah pusat dan daerah perlu secara
Presiden selaku Kepala Pemerintah menga- serius menyusun perencanaan SDM di
tur dan menyelenggarakan Sistem Pengen- bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk
dalian Intern di lingkungan pemerintah di dalamnya memberikan sistem insen-
secara menyeluruh. SPI ditetapkan dengan tif dan remunerasi yang memadai untuk
Peraturan Pemerintah. Untuk melak- mencegah timbulnya praktik KKN oleh
sanakan hal tersebut pada tahun 2008 telah SDM yang terkait dengan akuntansi pe-
terbit PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang merintahan. Di samping itu, peran dari
Sistem Pengedalian Intern Pemerintah. perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak
kalah pentingnya untuk memenuhi kebu-
2. Komitmen dan pimpinan tuhan akan SDM yang kompeten di bidang
Dukungan yang kuat dari pimpinan meru- akuntansi pemerintahan.
pakan kunci keberhasilan dari suatu pe-
rubahan. Salah satu penyebab kelemahan 4. Resistensi terhadap perubahan
penyusunan kaporan keuangan pada bebe- Sebagai layaknya untuk setiap perubahan,
rapa Kementerian/Lembaga adalah lemah- bisa jadi ada pihak internal yang sudah
nya komitmen pimpinan satuan kerja terbiasa dengan sistem yang lama dan
khususnya SKPD penerima dana Dekonsen- enggan untuk mengikuti perubahan. Un-
trasi/Tugas Pembantuan. tuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan
dan dilakukan berbagai sosialisasi sehingga
3. Tersedianya SDM yang kompeten penerapan akuntansi pemerintahan berbasis
Laporan keuangan diwajibkan untuk akrual dapat berjalan dengan baik.
disusun secara tertib dan disampaikan 5. Lingkungan/Masyarakat

117
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
Apresiasi dari masyarakat sangat diperlukan pendukung disesuaikan dengan kondisi.
untuk mendukung keberhasilan penerapan
akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu C. Dinamika dibalik pengambilan keputusan
didorong untuk mampu memahami lapo-
ran keuangan pemerintah, sehingga dapat Tahun 2015 merupakan periode penerapan akuntansi
mengetahui dan memahami penggunaan berbasis akrual secara penuh. Padahal, menurut
atas penerimaan pajak yang diperoleh dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
masyarakat maupun pengalokasian sumber Negara, akuntansi berbasis akrual seyogyanya sudah
daya yang ada. Dengan dukungan yang diimplementasikan pada Tahun 2008. Terjadi
positif, masyarakat mendorong pemerintah dinamika dibalik diterapkannya akuntansi berbasis
untuk lebih transparan dan akuntabel dalam akrual secara penuh. Berikut adalah uraian mengenai
menjalankan kebijakannya. dinamika yang terjadi sesuai dengan tahun kejadian.

Dari uraian mengenai tantangan-tantangan tersebut, 1. Tahun 2004, dilakukan pengajuan draft
Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah melakukan Standar Akuntansi Pemerintahan edisi
upaya-upaya untuk tetap menjaga efektivitas kebija- Februari 2004 kepada BPK RI melalui
kan implementasi akuntansi berbasis akrual adalah surat Menteri Keuangan nomor S-64/
sebagai berikut: MK.012/2004 untuk diberikan pertimba-
ngan. Terhadap permintaan pertimbangan
1. Menjaga kualitas kompetensi SDM Direk- tersebut BPK RI menindaklanjuti dengan
torat Jenderal Perbendaharaan dan Kement- surat Nomor: 52/S/IV-XII.1/7/2004 perihal
erian/Lembaga. Pelaksanaan Program Perce- Draft Standar Akuntansi dimana BPK me-
patan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah minta agar pemerintah segera membentuk
(PPAKP) secara reguler adalah satu upaya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
untuk menjaga kualitas SDM tersebut. sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor
2. Berupaya memastikan komitmen dan 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 Tahun
antusiasme pimpinan mulai dari pimpinan 2004. Menindaklanjuti masukan dari BPK,
K/L, sampai dengan tingkat satker. Salah dilakukan penetapan Keputusan Presiden
satu cara yang dilakukan adalah dengan Nomor 84 Tahun 2004 tentang KSAP dan
melakukan penilaian dan pemberian pengajuan kembali draft Standar Akuntansi
penghargaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintahan yang telah disempurnakan
Kementerian Lembaga (LKKL), Laporan pada tanggal 22 November 2004 kepada
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), BPK untuk dimintakan pertimbangan.
dan Laporan Keuangan Bendahara Umum 2. Pada tahun 2005, Penyampaian Pertim-
Negara (LK BUN); bangan dari BPK atas draft Standar Akun-
3. Pemutakhiran dari sisi kebijakan, peratu- tansi Pemerintahan dengan surat nomor:
ran, pedoman maupun teknologi informasi 01/S/I/01/2005 yang ditujukan kepada
Presiden Republik Indonesia untuk segera

118
mengesahkan Standar Akuntansi Pemer- dalam sektor swasta (private) terdapat lapo-
intahan dengan Peraturan Pemerintah. ran Rugi-Laba, Laporan Perubaan Modal,
Setelah itu, dilakukan proses penyampaian dan Neraca yang saling berhubungan. IFAC
rancangan peraturan, pembahasan dan, tera- juga berpendapat bahwa CTA adalah suatu
khir adalah penetapan Peraturan Pemerintah hal yang unik karena hanya ada di Indone-
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar sia. Penerapan CTA merupakan bentuk dari
Akuntansi Pemerintahan oleh Presiden pada proses adaptasi basis akuntansi yang dilaku-
9 Mei 2005. kan oleh Kementerian Keuangan karena
3. Penyampaian rancangan peraturan pemerin- didalamnya ada kebutuhan-kebutuhan khas
tah tentang Standar Akuntansi Pemerintah- di Indonesia yang dipenuhi.
an dari KSAP ke Menteri Keuangan. 8. Pada tahun 2005 dan 2006 dilakukan
4. Penyampaian surat Permintaan Pertimba- penyusunan draft SAP berbasis akrual.
ngan Hukum atas Rancangan Peraturan Pe- Selanjutnya pada tahun 2007 dan 2008
merintah tentang Standar Akuntansi Peme- dilakukan penyempurnaan draft kerangka
rintahan oleh Menteri Keuangan ke Menteri konseptual dan 12 (dua belas) draft SAP
Hukum dan Hak Asasi Manusia berbasis akrual.
5. Pembahasan Rancangan Peraturan Peme- 9. Pada tahun 2008 diselenggarakan rapat
rintah tentang Standar Akuntansi Pemerin- konsultatif antara Pemerintah dan DPR dan
tahan yang diikuti beberapa departemen/ disepakati bahwa penerapan SAP berbasis
lembaga dan pemerintah daerah akrual tetap dilaksanakan mulai tahun ang-
6. Penyampaian Rancangan Peraturan Peme- garan 2009. Hasil konsultasi Peme- rintah
rintah tentang Standar Akuntansi Peme- dengan DPR kemudian dituangkan pada
rintahan oleh Menteri Keuangan melalui UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun Anggaran 2009 yang menyebutkan
kepada Presiden pada tanggal 9 Mei 2005 bahwa peneriapan pendapatan dan belanja
7. Penetapan PP Nomor 24 Tahun 2005 secara akrual dalam laporan keuangan tahun
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan 2009 dilaksanakan secara bertahap pada
oleh Presiden pada tanggal 13 Juni 2005. Badan Layanan Umum (BLU) dan laporan
Meskipun telah ditetapkan, SAP yang keua-ngan pemerintah pusat dilengkapi
disusun dengan basis CTA mendapatkan dengan informasi pendapatan dan belanja
pertentangan dari kalangan akademisi. Im- secara akrual.
plementasi CTA kurang dapat diterima dari 10. Sesuai due process penyusunan SAP, draft
kalangan akademis karena prinsip ini hanya SAP harus mendapat pertimbangan BPK.
ada dan digunakan di Indonesia. Selain itu, Oleh karena itu pada akhir tahun 2008,
akademisi juga melakukan kritisi konsep Menteri Keuangan menyerahkan draft SAP
CTA karena tidak adanya hubungan antara kepada BPK untuk mendapat pertimba-
operasional, LRA, dan Neraca, sedangkan ngan.

119
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
11. Menindaklanjuti ketentuan pada UU LK BLU Tahun 2009.
APBN Tahun 2009, Direktorat Jenderal 12. Pada tahun 2009 dilakukan pembahasan
Perbendaharaan kemudian menetapkan secara mendalam dengan BPK dalam rangka
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor pelaksanaan due process permintaan per-
Per-62/PB/2009 tentang Tata Cara Penyaji- timbangan kepada BPK. Setelah mendapat
an Pendapatan dan Belanja secara akru- pertimbangan dan pembahasan dengan
al pada Laporan Keuangan. Selanjutnya BPK, maka draft SAP Berbasis Akrual dapat
Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga difinalisasi menjadi Peraturan Pemerintah
(LKKL) Tahun 2009 dan Laporan Keua- pengganti PP No. 24 Tahun 2005 tentang
ngan Badan Layanan Umum (LK BLU) SAP yang kemudian ditetapkan dengan PP
Tahun 2009 dilampiri dengan suplemen Nomor 70 Tahun 2010.
pendapatan dan belanja berbasis akrual pada

120
WTP Perjalanan Menuju Wajar Tanpa Pengecualian

Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian


(WTP) pada LKPP Tahun 2016. Ini menjadi salah satu indikator hasil kerja pe-
merintah dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas. Opini BPK
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam Laporan Keuangan melalui pemeriksaan atas angka-angka dalam
laporan keuangan. Namun, dengan adanya opini WTP tersebut bukan jaminan tidak ada
lagi penyalahgunaan terhadap pengunaan APBN. Opini BPK ditetapkan berdasarkan
4 kriteria, yakni (1) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (2) kecukupan
pengungkapan (adequate disclosures), (3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-un-
dangan, dan (4) efektivitas sistem pengendalian intern. Hal ini senada disampaikan oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan, Marwanto Harjowiryono, dalam wawancara dengan
Metro TV di tayangan Metro Plus Pagi, Jumat (15/9/2017) bahwa saat audit terhadap
keuangan pemerintah, BPK menilai empat indikator atau kriteria tadi. Apabila audit
keuangan tersebut didapati fakta yang mengarah pada fraud, misalnya, akan ditindaklan-
juti dengan audit khusus atau audit tujuan tertentu pada misalnya, korupsi pada sebuah
proyek. Porsi audit keuangan sendiri adalah pada pengukuran kualitas pengelolaan secara
administratif. Terdapat empat jenis opini yang diberikan oleh BPK, yaitu Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Ti-
dak Menyatakan Pendapat (TMP).

Sebelum meraih opini WTP untuk LKPP Tahun 2016, LKPP tahun 2004 sampai tahun
2008 hanya mendapatkan opini TMP atau disclaimer. Hal ini tidak dapat dilepaskan
dari kondisi bahwa pada masa-masa tersebut, penyusunan laporan yang diyakini kewaja-
rannya cukup sulit karena beberapa faktor seperti data yang tersedia kurang mencukupi,
belum seluruh satuan kerja membuat laporan keuangan, masalah kelengkapan dokumen
dan hasil temuan BPK yang tidak ditindaklanjuti.

LKPP yang disusun oleh Pemerintah Pusat mendapatkan opini WDP pada tahun 2009.
Salah satu hal positif yang menyebabkan perolehan opini tersebut adalah kelengkapan
data yang mulai terpenuhi seiring dengan semakin meningkatkan kesadaran Kementeri-
an/Lembaga dalam menyusun laporan keuangan. Namun demikian, masih terdapat ma-
salah misalnya dalam rangka pengadaan barang dan kecenderungan fraud.

121
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual

LKPP Tahun 2016 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Setidaknya
terdapat empat faktor yang menyebabkan perolehan opini WTP terhadap LKPP, yaitu:

a. Pertama adalah perbaikan dari kekurangan di masa lampau seperti perbaikan


pada mekanisme rekonsiliasi penerimaan perpajakan antara SAI dan SAU,
mekanisme penetapan dan penagihan PBB Migas, sistem penganggaran sesuai
dengan jenis belanja dan kegiatan, pengelolaan piutang pajak, pengelolaan aset
tetap (inventarisasi, penilaian, dan penyusutan), pencatatan hibah langsung, dan
kebijakan perhitungan selisih kurs.
b. Kedua adalah meningkatnya kemampuan SDM, baik di lingkungan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan maupun Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Dae-
rah, dalam bidang akuntansi pemerintah sehingga mengurangai kesalahan-ke-
salahan dalam pencatatan transaksi dan penggunaan sistem aplikasi. Semakin
sinerginya kerjasama antara seksi di KPPN juga berpengaruh dalam keberhasilan
meraih opini WTP. Kesadaran SDM di KPPN bahwa pekerjaan di unitnya se-
perti halnya roda berjalan, memudahkan bagi proses penyusunan LKPP. Faktor
penting yang mendorong hal ini dapat tercapai adalah kepemimpinan dari mulai
tingkat eselon I sampai dengan eselon IV. Selain itu untuk menguatkan pihak
Kementerian/Lembaga dalam penyusunan LKPP dilaksanakan Klinik Akuntan-
si dan pendampingan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Lembaga
(LKKL) disamping pelatihan-pelatihan seperti PPAKP.
c. Ketiga adalah pembentukan taskforce peningkatan kualitas Laporan Keuangan
Bendahara Umum Negara (LK-BUN) dan LKKL yang masih mendapatkan opi-
ni WDP atau TMP. Taskforce ini bertugas untuk menyelesaikan permasalahan
yang menjadi penyebab kualifikasi LKKL, LK-BUN, dan LKPP untuk kemudi-
an dapat ditindaklanjuti oleh masing-masing unit yang bertanggungjawab.
d. Keempat adalah implementasi serta perbaikan sistem aplikasi SPAN dan SAIBA,
serta terobosan pembuatan aplikasi OMSPAN dan E-Rekon, yang dilakukan
oleh Direktorat Sistem Informasi Teknologi Perbendaharaan (SITP). Khusus
mengenai aplikasi E-Rekon, dengan adanya aplikasi tersebut, masalah selisih
antara belanja dan pendapatan di Kementerian/Lembaga dan BUN yang sering
menjadi temuan BPK, menjadi hilang. Perbaikan sistem aplikasi dan terobosan
E-Rekon juga tidak terlepas dari kontribusi seluruh pimpinan di instansi verti-
kal.
e. Kelima adalah terbangunnya komunikasi yang efektif antara pemerintah dan
BPK selaku auditor eksternal. Komunikasi dibangun dengan BPK tanpa meng-
hilangkan posisi BPK sebagai auditor eksternal pemerintah yang independen.

122
Semangat kedua belah pihak untuk mengatasi masalah pertanggungjawaban
anggaran pemerintah menjadi mendorong pembenahan segala aspek akuntansi
pemerintah yang kemudian berujung dengan diraihnya opini WTP. Bentuk
nyata dari komunikasi efektif ini adalah terlaksanakan rekonsiliasi tiga pihak
(tripartit) yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga dan
BPK. Rekonsiliasi ini bertujuan untuk memperoleh kesepakatan angka-angka
yang akan disajikan dalam LKKL dan LK-BUN, berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum.

Atas dasar kesimpulan audit oleh BPK bahwa LKPP tahun 2016 yang terdiri dari Lapo-
ran Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE), Laporan Arus Kas (LAK), dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Le-
bih (LPSAL) telah disajikan secara wajar dan telah diungkapkan secara memadai dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan, akhirnya untuk pertama kalinya, BPK memberikan
Opini WTP atas LKPP dan LK BUN Tahun 2016. Opini WTP tersebut didasarkan
pada hasil pemeriksaan atas 87 LKKL dan LK BUN. Sebanyak 74 LKKL atau 84%
memperoleh opini WTP. BPK juga memberikan opini WDP pada 8 LKKL (9%) dan 6
LKKL (7%) opini disclaimer.

Opini WTP menunjukkan kualitas tertinggi atas Laporan Keuangan, namun opini terse-
but bukanlah tujuan akhir dari penyajian LKPP. Tujuan penyusunan Laporan Keuangan
adalah menyediakan informasi yang dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan ma-
najemen. Dengan informasi yang berkualitas (relevan, andal, dapat dipahami dan dapat
dibandingkan) nilai manfaat atas Laporan Keuangan pun semakin baik. “Kami berharap
APBN yang memperoleh opini WTP ini dapat memberi informasi yang paling lengkap
dan terpercaya kepada masyarakat, bahwa uang yang dibayarkan melalui pajak benar-be-
nar digunakan dengan baik dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Di sisi lain
informasi yang dihasilkan dari laporan yang sudah WTP bisa digunakan untuk pengam-
bilan keputusan yang akurat, bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga untuk para calon
investor, karena menandakan keuangan kita sudah dikelola dengan baik dan benar. Kua-
litas yang baik ini mendorong rasa kepercayaan dari masyarakat domestik maupun dari
luar. LKPP WTP bagian yang tidak terpisahkan dari prestasi bahwa kita mengelola sudah
sesuai dengan standar internasional,” terang Direktur Jenderal Perbendaharaan, Marwanto
Harjowiryono.

Masih banyak perbaikan yang harus dilakukan sesuai dengan Laporan Hasil Pemerik-
saan (LHP) BPK atas LKKL, LKBUN dan LKPP tahun 2016 untuk memperkuat sistem

123
6 Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual

pengendalian internal, kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang


berlaku, maupun perbaikan internal yang akan dilakukan Kementerian Keuangan agar
Opini WTP dapat terus dipertahankan. Beberapa hal yang patut menjadi perhatian da-
lam upaya kita menjaga kualitas LKPP adalah:

a. Menindaklanjuti temuan-temuan BPK termasuk membuat langkah-langkah


antisipatif terhadap aspek-aspek yang berpotensi menjadi temuan di masa yang
akan datang.
b. Penyempurnaan sistem seperti SPAN.
c. Meningkatkan sinergi baik di internal Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Kementerian Keuangan, maupun dengan Kementerian/Lembaga. Termasuk di
dalam upaya bersinergi adalah selalu aktif mendorong Kementerian/Lembaga
yang belum memperoleh opini WTP.
d. Senantiasa menjaga dan meningkatkan kompetensi SDM, khususnya yang
langsung berkecimpung dalam pembuatan LKPP, baik di Direktorat Jenderal
Perbendaharaan maupun Kementerian/Lembaga.

124
BAB VII

Halaman ini sengaja dikosongkan

Bab Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan Keuangan Pemerin-


tah Konsolidasian menguraikan upaya-upaya yang dilakukan oleh DJPb untuk
memenuhi amanah Undang-undang baik Undang-undang Keuangan Negara
maupun Undang-undang Perbendaharaan Negara bahwa Laporan Keuangan
Pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepa-
da Manual Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics/
GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal,
pengelolaan dan analisis perbandingan antarnegara (cross country studies),
kegiatan pemerintahan, dan penyajian statistik keuangan pemerintah.

www.djpbn.kemenkeu.go.id

125
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

Halaman ini sengaja dikosongkan

126
Bab VII
Laporan Statistik Keuangan
Pemerintah dan Laporan
Keuangan Pemerintah Konsolidasian

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. LATAR BELAKANG yang ditandai dengan diterbitkannya Undang-Un-
dang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Ne-
Krisis keuangan yang terjadi di Yunani pada tahun gara dan Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang
2009 telah menyadarkan negara-negara di dunia, Perbendaharaan Negara merupakan bukti komitmen
terutama negara anggota G20 akan pentingnya data Pemerintah untuk senantiasa melakukan perbaikan
keuangan pemerintah yang andal. Krisis keuangan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
tersebut merupakan krisis utang pemerintah yang baik, termasuk upaya meningkatkan transparansi
dipicu oleh resesi, kelemahan struktur ekonomi, data dan akuntabilitas keuangan negara melalui akuntansi
defisit dan utang pemerintah yang dilaporkan di dan pelaporan keuangan sesuai dengan internatio-
bawah jumlah yang sebenarnya. Menanggapi krisis nal best practices. Salah satu upaya yang dilakukan
keuangan tersebut, yang salah satunya disebabkan Pemerintah guna mewujudkan transparansi dan
adanya gap informasi, negara anggota G20 men- akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan adalah
dorong penyempurnaan gap informasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan
meningkatkan analisis kebijakan. Dunia mulai me- standar akuntansi pemerintahan. Untuk itu Peme-
nyadari bahwa pengambilan kebijakan tidak cukup rintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
hanya didasari oleh informasi transaksi (flows) yang Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah-
dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban an (SAP). Peraturan tersebut mengatur tentang basis
anggaran, namun juga diperlukan laporan posisi akuntansi kas menuju akrual (cash toward accrual)
keungan (neraca). Keterkaitan informasi transaksi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
dan posisi keuangan pemerintah dapat menggam- pemerintah.
barkan mengenai kinerja, kesinambungan dan risiko
pemerintah atau sektor publik secara komprehensif. Pemerintah telah menyajikan informasi transaksi dan
posisi keuangan pemerintah sejak tahun 2004 dengan
Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual,
hal tersebut jauh sebelum timbulnya krisis keuangan yang menyajikan informasi transaksi dalam basis kas
di Yunani. Reformasi pengelolaan keuangan negara dan informasi posisi dalam basis akrual. Penerapan

127
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

akuntansi berbasis akrual pada Pemerintah Pusat dan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksa-
Pemerintah Daerah sejak tahun 2015, sesuai Peratu- naan APBN guna memenuhi ketentuan
ran Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang pada pasal 30 Undang-Undang No.17
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai peng- Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
ganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, b. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
meningkatkan keterkaitan antara transaksi dan posisi (LKPD)
keuangan pemerintah yang keduanya telah dilapor- Pemerintah Daerah menyusun Laporan
kan dalam basis akrual. Hal ini dapat memberikan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
informasi yang lebih komprehensif dalam pengambi- yang terdiri dari LRA, LP SAL, Neraca,
lan keputusan manajemen dan/atau kebijakan fiskal. LO. LPE, LAK dan CaLK sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip transparan-
si pengelolaan keuangan sektor publik, Pemerintah 2. Laporan Manajerial
telah menyusun laporan fiskal sektor publik secara Laporan Manajerial merupakan suatu laporan
berkala yang memiliki tujuan yang berbeda dan bersi- yang disusun menggunakan data keuangan
fat saling melengkapi, yang terdiri dari: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
BUMN/D dalam rangka menyediakan in-
1. Laporan Keuangan (Financial Statement) formasi bagi publik/stakeholders yang dapat
Laporan Keuangan merupakan laporan yang digunakan untuk evaluasi serta pengambilan
disusun menggunakan data transaksi keuangan keputusan kebijakan fiskal. Laporan manajeri-
berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi. Lapo- al bukan merupakan alat pertanggungjawaban
ran keuangan disusun untuk tujuan umum pelaksanaan anggaran sehingga tidak dilakukan
(general purposes financial statement) dalam audit atas laporan tersebut. Laporan manajeri-
rangka pertanggungjawaban (akuntabilitas) al terdiri dari:
pengelolaan keuangan. Laporan keuangan
dalam sektor publik terdiri dari: a. Laporan Konsolidasian, terdiri dari :
• Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
a. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Konsolidasian (LKPD-K)
(LKPP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat telah menyusun Laporan Konsolidasian (LKPD-K) adalah laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang yang disusun berdasarkan konsolidasi
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran seluruh Laporan Keuangan Pemerintah
(LRA), Laporan Perubahan SAL (LP SAL), Daerah, untuk memberikan gambaran
Neraca, Laporan Operasional (LO), Lapo- yang komprehensif mengenai kinerja
ran Perubahan Ekuitas (LPE), Laporan dan posisi keuangan pemerintah daerah
Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan secara terkonsolidasi.
Keuangan (CaLK). LKPP disusun sebagai • Laporan Keuangan Pemerintah Konsoli-

128
dasian (LKPK) (System of National Accounts – SNA),
Manual Neraca Pembayaran (The Balance
Laporan Keuangan Pemerintah Konsoli- of Payments Manual), Manual Statistik
dasian adalah laporan yang disusun ber- Moneter dan Keuangan (The Monetary
dasarkan konsolidasi Laporan Keuangan and Financial Statistics Manual). Laporan
Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah (LSKP)
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun melalui mapping terhadap akun
dengan eliminasi akun resiprokal yang laporan keuangan ke dalam akun Statistik
merupakan transaksi dan utang/piutang Keuangan Pemerintah. Laporan Statistik
antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Keuangan Pemerintah (LSKP) disusun
daerah, untuk memberikan gambaran dalam rangka pengambilan kebijakan
yang komprehensif mengenai kinerja dan fiskal dan makro ekonomi berdasarkan
posisi keuangan Pemerintah Pusat dan klasifikasi Statistik Keuangan Pemerintah
pemerintah daerah secara terkonsolidasi. yang sejalan dengan standar internasional
LKPK disusun sesuai dengan Pernyataan yang digunakan dalam menyusun laporan
Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) ekonomi dan statistik. Selain bertujuan
Nomor 11 yang mengatur tentang Lapo- untuk mendukung evaluasi serta pengam-
ran Keuangan Konsolidasian, walaupun bilan keputusan kebijakan fiskal, LSKP
PSAP Nomor 11 tersebut tidak menga- dapat digunakan dalam penyusunan
tur mengenai laporan statistik gabungan statistik nasional. Dengan kata lain, LSKP
Pemerintah Pusat dan pemerintah daer- menjembatani antara informasi akuntansi,
ah. Pemerintah telah menyusun LSKP ekonomi dan statistik.
Pemerintah Umum tahunan untuk
tahun 2008 sampai dengan 2016. Laporan Statistik Keuangan Pemerintah
terdiri dari Neraca, Laporan Ope- rasion-
b. Laporan Statistik Keuangan Pemerintah al, Laporan Arus Ekonomi Lainnya, serta
(LSKP)/ Government Finance Statistics Laporan Sumber dan Penggunaan Kas.
Reports Cakupan Statistik Keuangan Peme- rin-
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah tah adalah sektor publik yang terdiri dari
merupakan laporan yang disusun dalam sektor Pemerintahan Umum dan sektor
rangka evaluasi serta pengambilan kebi- korporasi publik. Sektor Pemerintahan
jakan fiskal dan makro ekonomi dalam Umum meliputi Pemerintah Pusat, peme-
satu periode fiskal berdasarkan klasifikasi rintah provinsi pemerintah kabupaten/
Statistik Keuangan Pemerintah yang sejalan kota, dan dana jaminan sosial. Sedangkan
dengan standar internasional yang digu- sektor korporasi publik meliputi seluruh
nakan dalam menyusun laporan ekonomi BUMN, BUMD, serta bank sentral.
dan statistik seperti Sistem Neraca Nasional Pemerintah telah menyusun LSKP Peme-

129
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

130
Illustrator: Muhammad Iqbal Arabi
rintah Umum tahunan untuk tahun 2007 statistik keuangan pemerintah. Amanat tersebut
sampai dengan 2016, LSKP Pemerintah kemudian dituangkan dalam PP Nomor 71 Tahun
Umum triwulanan untuk tahun 2015 dan 2010 yang mengatur perlunya penyusunan konsoli-
2016, serta LSKP Sektor Publik untuk dasi fiskal dan statistik.
tahun 2010, 2011 dan 2015.
Penyusunan statistik keuangan pemerintah tersebut
c. Laporan Manajerial Lainnya selaras dengan rekomendasi DPR yang dituangkan
Selain laporan manajerial tersebut di atas, dalam Penjelasan UU Nomor 23 Tahun 2009 ten-
pemerintah dapat menyusun laporan ma- tang Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN
najerial lainnya sesuai dengan kebutuhan Tahun 2007, yang merekomendasikan antara lain
dalam pengambilan keputusan/kebijakan. agar pemerintah meningkatkan kualitas informasi
keuangan pemerintah daerah sehingga dalam jangka
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang panjang dapat menyajikan laporan statistik keuan-
Keuangan Negara mengatur mengenai penyampaian gan pemerintah (Government Finance Statistics).
laporan pertanggungjawaban oleh Presiden kepada Selanjutnya dalam UU No. 24 Tahun 2014 tentang
DPR dan penyampaian laporan pertanggungjawa- Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun
ban oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada DPRD 2013, DPR kembali menegaskan pentingnya statis-
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun tik keuangan pemerintah melalui rekomendasi agar
anggaran berakhir. UU tersebut tidak mengatur pemerintah melanjutkan langkah-langkah penerapan
mengenai pelaporan keuangan Pemerintah Indonesia statistik keuangan pemerintah (Government Finance
secara terkonsolidasi sebagai laporan pertanggung- Statistic/GFS) yang mengacu pada Manual Statistik
jawaban, sehingga pelaporan keuangan Pemerintah Pemerintah yang dapat menyajikan konsolidasi fiskal
Indonesia secara terkonsolidasi masuk ke dalam dan statistik keuangan pemerintah.
laporan manajerial.
Rekomendasi DPR tersebut dikuatkan dengan hasil
B. Dasar Hukum review pelaksanaan transparansi fiskal oleh Badan Pe-
meriksa Keuangan (BPK). Dalam rangka mengeva-
Selain mengatur tentang kewajiban penyusunan luasi pelaksanaan transparansi fiskal Pemerintah,
laporan keuangan, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Badan Pemeriksan Keuangan sejak tahun 2010
Perbendaharaan Negara juga mengamanatkan bahwa telah melakukan review transparansi fiskal yang
laporan keuangan pemerintah harus dapat menghasil- merupakan salah satu bagian dari pemeriksaan atas
kan statistik keuangan yang mengacu kepada manual Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Berdasarkan
Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance hasil review atas pelaksaaan transparansi fiskal tahun
Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan 2013, BPK menyatakan bahwa secara umum Pemer-
analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan intah telah melakukan upaya untuk berkomitmen
dan analisis perbandingan antar negara (cross coun- dalam menyediakan informasi fiskal kepada publik.
try studies), kegiatan pemerintahan, dan penyajian Pemerintah telah berupaya menyajikan informasi

131
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

fiskal mengenai integrasi posisi fiskal nasional, yaitu juga oleh pihak eksternal, misalnya lembaga pe-
konsolidasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah meringkat pinjaman (lembaga rating) dan investasi
Daerah sehingga fungsi pemerintah dapat terlihat internasional seperti Fitch Ratings, Moody’s Investor
secara keseluruhan. Service, International Monetary Fund (IMF), dan
Bank Dunia (World Bank).
Implementasi statistik keuangan pemerintah dan
laporan fiskal konsolidasian diatur dilembagakan de-
ngan terbitnya PMK Nomor 184/PMK.01/2010 ten-
learning point
tang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keua-
ngan dengan perubahannya PMK 206/ A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-
PMK.01/2014 dan diubah terakhir menjadi PMK han Alternatif
Nomor 234/PMK.01/2015. Lebih lanjut dikhu-
suskan dengan ditetapkan PMK Nomor 262/ Salah satu kendala dalam penyusunan LKPK adalah
PMK.05/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja perbedaan sistem akuntansi yang diterapkan oleh
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Berkaitan
PMK tersebut mengatur Kantor Wilayah Direktorat dengan hal tersebut, Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 71
Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan peny- tahun 2010 mengatur bahwa pemerintah menyusun
usunan LKPK Tingkat Wilayah dan LSKP Tingkat Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintah yang
Wilayah. Petunjuk Teknis pe- akan menjadi acuan penyusunan Sistem Akuntansi
nyusunan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Di- Pemerintah Pusat dan Daerah yang diperlukan dalam
rektur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan Nomor rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik
41/PB/2013. Kemudian dalam rangka menye- keuangan pemerintah secara nasional. Oleh sebab itu
diakan acuan dalam penyusunan LSKP yang sesuai diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
dengan GFSM 2014, disusun PMK Nomor 275/ Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum
PMK.05/2014 tentang Manual Statistik Keuangan Sistem Akuntansi Pemerintah (PUSAP). PUSAP
Pemerintah Indonesia sebagai pedoman untuk mem- merupakan acuan pengembangan sistem akuntansi
buat Laporan Statistik Keuangan Pemerintah. berbasis akrual pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam rangka menciptakan keseragaman
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 1 Ta- untuk mendukung penyusunan konsolidasi fiskal dan
hun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, rekomen- statistik keuangan pemerintah.
dasi yang diberikan oleh DPR, serta hasil review BPK
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa LKPK dan Diskusi penyusunan PUSAP dilakukan antara
LSKP memiliki peran penting dalam menyediakan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam
informasi yang komprehensif pemerintahan umum, Negeri. Diskusi tersebut juga melibatkan Komite
baik informasi posisi fiskal dan statistik yang dapat Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Diskusi
digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan fiskal diawali dengan diskusi mengenai konsolidasi fiskal
pemerintah. LKPK dan LSKP juga dapat digunakan dan statistik keuangan pemerintah secara nasional

132
sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 6 ayat Statistics Manual (GFSM) 2014 yang disesuaikan
2 PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi dengan kebutuhan dan kondisi di Indonesia. GFSM
Pemerintahan dengan KSAP. Dalam diskusi terdapat 2014 digunakan sebagai acuan karena secara inter-
3 opsi konsolidasian, yaitu (1) konsolidasian fiskal nasional best practice dalam penyusunan statistik
(akuntansi) saja, (2) konsolidasian statistik keuangan keuangan pemerintah, sehingga kinerja keuangan
pemerintah saja serta (3) konsolidasian fiskal dan suatu negara dapat dibandingkan dengan negara lain
statistik keuangan pemerintah. Setelah didiskusikan karena menggunakan standar yang sama. GFSM
kebutuhan informasi yang komprehensif dan kondisi 2014 merupakan revisi kedua dari GFSM sebelum-
pemerintah yang lebih mengenal akuntansi, akhirnya nya, yaitu GFSM 1986 dan GFSM 2001. Kemun-
diputuskan untuk diambil opsi ketiga, yaitu dibuat culan GFSM 2014 dikarenakan adanya kebutuhan
2 konsolidasian yaitu konsolidasi fiskal (akuntansi) untuk harmonisasi dengan kerangka kerja System of
yang diwujudkan melalui LKPK dan konsolidasi National Accounts (SNA) 2008.
statistik keuangan pemerintah yang diwujudkan
melalui LSKP. Diskusi penyusunan Manual Statistik Keuangan
Pemerintah Indonesia membicarakan opsi adopsi
Diskusi kemudian dilanjutkan dengan pembahasan atau adaptasi Government Finance Statistics Manual
mengenai urgensi penyamaan sistem akuntansi ter- (GFSM) 2014. Mempertimbangkan kebutuhan dan
masuk bagan akun standar antara Pemerintah Pusat kondisi Pemerintah Indonesia, akhirnya diputuskan
dan pemerintah daerah. Dalam diskusi tersebut di- untuk melakukan adaptasi Government Finance
simpulkan bahwa peraturan perundangan membe- Statistics Manual (GFSM) 2014 yang disesuaikan de-
rikan kewenangan kepada pemerintah daerah un- ngan kebutuhan dan kondisi Pemerintah Indonesia.
tuk menetapkan sistem akuntansinya dan terdapat
perbedaan proses bisnis antara Pemerintah Pusat dan B. Upaya- upaya implementasi Kebijakan
pemerintah daerah, sehingga konsolidasi fiskal dapat
dijembatani dengan adanya Bagan Akun Standar Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
(BAS) nasional yang akan menjadi akun konsolidasi Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar Akuntansi
BAS Pemerintah Pusat dan BAS pemerintah daerah. Pemerintahan sebagai tindak lajut dari UU Nomor
BAS Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Men- 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
teri Keuangan dan BAS pemerintah daerah diatur PP tersebut mengamanatkan penerapan akuntansi
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. berbasis akrual paling lambat pada tahun 2015, yang
sejalan dengan basis akrual yang diterapkan dalam
Dalam rangka melakukan konsolidasi statistik keua- sistem statistik dan makro ekonomi secara internasi-
ngan pemerintah, Pemerintah telah menyusun PMK onal. Terbitnya PP No. 71 Tahun 2010 memberikan
Nomor 275/PMK.05/2014 tentang Manual Statistik dasar hukum untuk konsolidasi fiskal dan statistik
Keuangan Pemerintah Indonesia sebagai pedoman keuangan pemerintah di Indonesia. Konsolidasi
penyusunan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah. fiskal dan statistik keuangan pemerintah diperlukan
Manual tersebut diadaptasi dari Government Finance untuk menghasilkan informasi aktivitas ekonomi

133
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

dan keuangan pemerintah, berupa informasi kinerja tansi Pemerintah Pusat dan pemerintah
dan posisi keuangan secara keseluruhan untuk sektor daerah, standarisasi Bagan Akun Standar
pemerintah umum (general government) atau sektor pada Pemerintah Pusat dan pemerintah
publik (public sector). daerah merupakan hal yang penting dalam
  rangka konsolidasi fiskal. Namun demiki-
1. Implementasi Kebijakan PMK Nomor an, masih terdapat perbedaan dalam sistem
238/PMK.05/2011 akuntansi Pemerintah Pusat dan pemerin-
Pada tahun 2011, Menteri Keuangan tah daerah yang perlu diselaraskan seperti
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan perbedaan kebijakan akuntansi antara
Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pe- Pemerintah Pusat dan pemerintah dae-
doman Umum Sistem Akuntansi Pemerin- rah, serta antara pemerintah daerah yang
tahan (PUSAP). Sebagaimana tercantum dapat mempengaruhi penyajian informasi
dalam pasal 2, PUSAP bertujuan untuk dalam konsolidasi fiskal. Selain itu, da-
memberikan pedoman kepada pemerintah lam melakukan konsolidasi fiskal, masih
dalam rangka penyusunan Sistem Akuntan- terdapat kendala dalam eliminasi transaksi
si Pemerintahan yang mengacu pada SAP dan posisi keuangan yang dikarenakan an-
berbasis akrual, dan penerapan statistik tara lain transaksi yang masih dapat proses
keuangan pemerintah untuk melakukan dan perbedaan pengakuan.
konsolidasi fiskal dan statistik keuangan
pemerintah secara nasional. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/
PMK.05/2011 telah memberikan kerangka
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan bagi statistik keuangan pemerintah yang
Nomor 238/PMK.05/2011, Kementerian menjadi acuan penyusunan Manual Statis-
Keuangan menerbitkan PMK Nomor 214/ tik Keuangan Pemerintah, sebagaimana
PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Stan- diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
dar yang berlaku di Pemerintah Pusat dan Nomor 275/PMK.05/2014 tentang Ma-
Kementerian Dalam Negeri menerbitkan nual Statistik Keuangan Pemerintah Indo-
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor nesia.
64 Tahun 2013 tentang Penerapan Stan-
dar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual 2. Implementasi Kebijakan PMK Nomor
pada Pemerintah Daerah. Bagan Akun 275/PMK.05/2014
Standar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Manual Statistik Keuangan Pemerintah
Daerah dikonsolidasikan dalam Bagan Indonesia bertujuan untuk menyediakan
Akun Standar Nasional yang diatur dalam kerangka konseptual dan akuntansi yang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/ komprehensif untuk analisis dan evaluasi
PMK.05/2011 dalam rangka konsolidasi kebijakan fiskal, khususnya kinerja sektor
fiskal. Dengan ada perbedaan sistem akun- pemerintahan umum (general government

134
sector) dan sektor publik (public sector) di Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga
Indonesia. melakukan koordinasi dan sinergi dengan
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Manual Statistik Keuangan Pemerintah (DJPK) khususnya untuk ketersediaan data
Indonesia telah sesuai dengan standar inter- Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
nasional, yang disusun dengan mengadap- (LKPD) dan informasi untuk akun-akun
tasi Government Finance Statistics Manual resiprokal.
Tahun 2014 dengan mempertimbangkan
kondisi dan kepentingan Pemerintah Indo- Upaya lain adalah dengan melakukan
nesia serta mengkaitkannya dengan standar capacity building dan knowledge sharing
dan sistem akuntansi pemerintahan yang dengan negara-negara ASEAN dan Austra-
diterapkan di Indonesia. lia yang telah menerapkan Statistik Keuan-
gan Pemerintah.
Selain upaya dari sisi penguatan aturan
penerapan Statistik Keuangan Pemerintah, Secara garis besar, upaya implementasi

135
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

statistik keuangan pemerintah dibagi men- Keuangan Pemerintah Tingkat Wilayah


jadi tiga tahapan sebagaimana yang tersaji pada Kantor Wilayah Dirjen Perbenda-
dalam gambar 4.2 dan sesuai dengan PP haraan. Statistik Keuangan Peme- rin-
Nomor 71 Tahun 2010 dan PMK No- tah tingkat kanwil ini bermanfaat untuk
mor 238/PMK.05/2011. Tahap pertama mengetahui kondisi fiskal secara statistik
Implementasi statistik keuangan pemerin- dan ekonomi suatu wilayah di indonesia,
tah adalah penerapan Statistik Keuangan sehingga berguna untuk pemimpin daerah
Pemerintah Sektor Pemerintahan Umum dalam mengambil kebijakan terkait daerah
Tingkat Nasional dengan mengkonsolidasi berkenaan mengingat Indonesia menerap-
entitas pemerintah pusat dan pemerintah kan otonomi daerah.
daerah. Pada tahap pertama, Pemerintah
telah melakukan penyusunan LKPK dan Dalam persiapan tahap ketiga, Pemerintah
LSKP tingkat nasional. Indonesia juga melakukan penyusunan
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah
Tahap kedua Implementasi statistik keuan- Sektor Publik serta Statistik Utang Sektor
gan pemerintah adalah dengan menerap- Publik Indonesia. Langkah yang dilakukan
kan Statistik Keuangan Pemerintah Sektor Kementerian Keuangan adalah berkoordi-
Pemerintahan Umum Tingkat Wilayah nasi dengan Kementerian BUMN terkait
melalui PMK Nomor 169/PMK.05/2012 ketersediaan data keuangan BUMN.
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Perbenda- Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul
haraan yang diperbarui dengan PMK No- 1. Kementerian Keuangan
mor 262 Tahun 2016 tentang Organisasi Menteri Keuangan selaku Chief Financial
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Officer (CFO) menunjuk Direktorat Jenderal
Jenderal Perbendaharaan mengatur tentang Perbendaharaan untuk menjadi koordinator
kelembagaan Kanwil sebagai penyusun dan pengembangan dan penerapan Statistik Keua-
collecting data LKPD wilayah kerja Kanwil ngan Pemerintah dan menginstruksikan jajaran
berkenaan. Untuk memberikan pedoman Kementerian Keuangan untuk berupaya meng-
pelaksanaan tugas penyusunan laporan hasilkan laporan Statistik Keuangan Pemerin-
konsolidasian tingkat wilayah dan lapo- tah yang sesuai dengan standar internasional.
ran statistik keuangan pemerintah tingkat Dampaknya:
wilayah, Direktur Jende-ral Perbendaharaan Menyelenggarakan fungsi penyusunan Statistik
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Keuangan Pemerintah pada beberapa Direk-
Perbendaharaan Nomor PER-41/PB/2013 torat Jenderal pada Kementerian Keuangan,
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan sesuai dengan PMK 184/PMK.01/2010 ten-
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolida- tang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
sian Tingkat Wilayah dan Laporan Statistik Keuangan yang diubah menjadi PMK 206/

136
PMK.01/2014 dan terakhir diubah menjadi dan hibah serta pembiayaan lainnya. Tugas
PMK 234/PMK.01/2015 sebagai berikut: ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penge-
• Melaksanakan tugas penyusunan manual, lolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat
pengembangan, pemutakhiran data, dan so- Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
sialisasi penyusunan Manual Statistik Keua- • Melakukan penghimpunan, penelaahan, dan
ngan Pemerintah sesuai Government Finance penganalisisan data barang milik negara pada
Statistics, melakukan konsolidasi laporan Kementerian Negara/Lembaga dan Badan
keuangan pemerintah umum dan sektor Layanan Umum lingkup I, II, dan III, dan
publik, analisis laporan keuangan pemerin- penyiapan analisis dan pelaporan di bidang
tah, penyajian dan penyebarluasan informasi kekayaan negara yang dipisahkan Lingkup
keuangan pemerintah. Tugas ini dilakukan I, II, dan III serta pelaporan investasi peme-
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. rintah. Fungsi ini dilakukan oleh Direktorat
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keua- Jenderal Kekayaan Negara c.q. Direktorat Ba-
ngan. rang Milik Negara dan Direktorat Kekayaan
• Menyelenggarakan fungsi penyiapan bahan Negara Dipisahkan.
penyusunan statistik keuangan pemerintah. • Melaksanakan penyiapan, penelaahan,
Fungsi ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal penyusunan, pemantauan, pengendalian dan
Anggaran c.q. Direktorat Penyusunan Angga- evaluasi kebijakan teknis operasional pem-
ran Pendapatan dan Belanja Negara. bukuan, rekonsiliasi, analisis, statistik, dan
• Menyelenggarakan fungsi penyiapan peru- penatausahaan penerimaan pajak. Fungsi ini
musan kebijakan penyajian informasi keua- dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak c.q.
ngan daerah, pelaksanaan penyelenggaraan Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Peneri-
teknologi informasi keuangan daerah secara maan.
nasional, penyiapan penyusunan norma, • Menyelenggarakan fungsi analisis dan pe-
standar, prosedur dan kriteria di bidang pe- rumusan rekomendasi kebijakan fiskal dan
nyajian informasi keuangan dan non keua- sektor keuangan. Fungsi ini dilakukan oleh
ngan daerah, dan penyiapan pemberian Badan Kebijakan Fiskal.
bimbingan teknis penyajian informasi
keuangan daerah. Fungsi ini dilakukan oleh 2. Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Dampaknya:
c.q. Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri Nomor
Informasi Keuangan Daerah. 41 Tahun 2010 Kementerian Dalam Negeri
• Melakukan tugas melaksanakan akuntansi menyelenggarakan fungsi:
dan konsolidasi data pinjaman dan hibah,
rekonsiliasi data terkait utang dan hibah, ve- • Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebi-
rifikasi data akuntansi, pencatatan basis data jakan di bidang pemerintahan dalam negeri.
akuntansi, penyajian laporan akuntansi utang • Pengelolaan barang milik/kekayaan negara.

137
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah dan Laporan
7 Keuangan Pemerintah Konsolidasian

• Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang Penggunaan data statistik keuangan pemerin-
pemerintahan dalam negeri. tah oleh Kementerian BUMN untuk menye-
• Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai lenggarakan fungsinya. Dalam melaksanakan
ke daerah. tugasnya, Kementerian BUMN menyelengga-
rakan fungsi:
Selain fungsi diatas Kementerian Dalam Negeri
juga sebagai pengguna data statistik keuangan • Perumusan dan penetapan kebijakan di
pemerintah terutama dalam rangka penga- bidang pembinaan badan usaha milik negara
wasan dan analisis kebijakan di bidang peme- • Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
rintahan dalam negeri. kebijakan di bidang pembinaan badan usaha
milik negara
3. Badan Pusat Statistik • Pengelolaan barang milik kekayaan negara
Dampaknya: yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun BUMN
1997 tentang Statistik, BPS bertanggungjawab • Pengawasan atas pelaksanaan tugas di
untuk menyelenggarakan Sistem Statistik Na- lingkungan Kementerian BUMN.
sional yang andal, efektif, dan efisien. Neraca
Nasional merupakan salah satu bagian dalam 6. Pemerintah Daerah
Sistem Statistik Nasional. Untuk menyusun Dampaknya:
Neraca Nasional tersebut, dibutuhkan data Pemerintah daerah dapat menggunakan data
statistik keuangan pemerintah untuk peng- statistik keuangan pemerintah dalam perenca-
hitungan komponen pengeluaran konsumsi naan dan penganggaran daerah serta pengam-
akhir pemerintahan umum dalam Produk bilan kebijakan fiskal daerah.
Domestik Bruto/Produk Domestik Regional
Bruto serta penyusunan Full Sequence of Ac- 7. Lembaga Pemeringkat
counts untuk sektor pemerintahan umum. Dampaknya:
Tersedianya data statistik keuangan pemerintah
4. Bank Indonesia Indonesia yang sesuai dengan standar inter-
Dampaknya: nasional guna analisis perbandingan antar ne-
Bank Indonesia dapat menggunakan data gara. Lembaga pemeringkat dan dapat meng-
statistik keuangan pemerintah dalam penyusu- gunakan data statistik keuangan pemerintah
nan neraca pembayaran dan data statistik mo- dalam menilai dan memberikan rating surat
neter lainnya. berharga suatu negara.

5. Kementerian Badan Usaha Milik Negara Keberlangsungan Kebijakan


(BUMN) 1. Mengembangkan dan meningkatkan metode
Dampaknya: yang digunakan dalam penyusunan LKPK dan

138
LSKP tingkat nasional dan regional (wilayah). pemerintah daerah. Dengan PMK tersebut, diatur
2. Mengembangkan dan membangun sistem infor- mengenai BAS nasional sebagai jembatan dalam
masi keuangan yang terintegrasi antara Pemerin- rangka konsolidasi fiskal antara LKPP dan LKPD.
tah Pusat dan pemerintah daerah dalam kerangka
Sistem Informasi Keuangan Republik Indonesia Penerapan Statistik Keuangan Pemerintah tidak dapat
(SIKRI) sehingga penyusunan LKPK dan LSKP dipisahkan dengan penerapan berbasis akrual karena
dapat diakselerasi dan menghasilkan laporan yang GFSM 2014 mensyaratkan Laporan Statistik Keua-
andal. ngan Pemerintah disusun menggunakan basis akrual.
3. Capacity building dan knowledge sharing melalui Penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual
short course, study visit, diklat, workshop dan juga merupakan salah satu tonggak perubahan lapo-
lokakarya terkait penyusunan Laporan Statistik ran akuntansi yang selama ini hanya untuk keperluan
Keuangan Pemerintah dan Laporan Keuangan pertanggungjawaban, menjadi laporan yang dapat
Pemerintah Konsolidasian. menyediakan data untuk pengambilan keputusan dan
4. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) un- kebijakan fiskal.
tuk membahas pemanfaatan data laporan statistik
dan laporan konsolidasi keuangan pemerintah Penyusunan LKPK dan LSKP juga berdampak
oleh seluruh pihak yang berkepentingan pada peningkatan kualitas pelaksanaan transparansi
Pemerintah karena menyajikan informasi keuan-
C. Dinamika dibalik pengambilan keputusan gan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah yang
terkonsolidasi (whole government reporting), yang
Sejarah penyusunan LKPK dan LSKP dimulai sejak menyediakan data dan kondisi keuangan peme- rin-
diterbitkannya UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang tah secara keseluruhan yang dapat digunakan untuk
Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa pengambilan dan evaluasi kebijakan fiskal.
laporan keuangan yang disusun harus juga dapat Statistik Keuangan Pemerintah juga berfungsi sebagai
menyajikan statistik keuangan pemerintah yang jembatan antara informasi akuntansi dan informasi
mengacu pada Manual Statistik Keuangan Pemerin- ekonomi yang kemudian akan diterjemahkan dengan
tah yang berlaku secara internasional. Kemudian UU informasi yang sejalan dengan informai statistik yang
tersebut diterjemahkan lebih lanjut ke dalam PP No. digunakan oleh berbagai pengguna. Dengan adanya
71 tahun 2010 bahwa Peme- rintah perlu melakukan Statistik Keuangan Pemerintah, terdapat kesesuaian
konsolidasi fiskal dan statistik keuangan pemerintah atau sinkronisasi informasi keuangan sektor fiskal
secara nasional. Dalam rangka menyusun konsolidasi dengan sektor lain, baik sektor moneter atau sektor
fiskal pemerintah membuat PMK Nomor 238 tahun riil. Hal tersebut akan mendorong penggunaaan
2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi informasi akuntansi untuk kebijakan fiskal yang pada
Pemerintahan sebagai solusi atas perbedaan sistem akhirnya akan mempengaruhi kontribusi pemerintah
akuntansi yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat dan dalam sektor perekonomian.

139
8 Bantuan Sosial

Halaman ini sengaja dikosongkan

140
BAB VIII

Bantuan sosial merupakan program kerja


pemerintah yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat kecil. Direktorat
Jenderal Perbendaharaan memiliki peran
yang sangat penting terutama dalam
perumusan kebijakan penyaluran. Dalam
merumuskan kebijakan DJPb memper-
timbangkan beberapa hal penting sep-
erti arahan Presiden Joko Widodo pada
triwulan pertama tahun 2016, agar pen-
yaluran bantuan sosial dapat dilakukan
secara non tunai melalui sistem perbank-
an, termasuk juga menjalankan arahan
mengenai simplifikasi pertanggungjawa-
ban dengan tetap memperhatikan prin-
sip-prinsip tata kelola keuangan negara.

www.djpbn.kemenkeu.go.id

141
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
8 Bantuan Sosial

Halaman ini sengaja dikosongkan

142
Bab VIII
Bantuan Sosial

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan
Salah satu kewajiban negara yang diamanatkan oleh kapasitas ekonomi, dan/atau kesejahteraan masyara-
konstitusi adalah melindungi segenap bangsa Indo- kat. Adanya belanja bantuan sosial menjadikan
nesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat lebih terlindungi dari semua risiko-risiko
rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh sosial dan ekonomi dan pada keadaan normal dana
rakyat Indonesia, baik saat negara dalam kondisi bantuan sosial dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
aman dan normal, maupun ketika negara mengalami kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas sosial yang
masa krisis. Pada masa-masa krisis keuangan tahun memberikan dampak luas bagi peningkatan kondisi
1998, kehadiran negara sangat diperlukan oleh bang- sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik.
sa ini. Saat itu masyarakat jatuh kedalam kondisi
ekonomi yang membutuhkan intervensi pemerintah Dibalik tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat,
agar masyarakat dapat melakukan aktivitas ekonomi terselip kerawanan bahwa kebijakan belanja bantu-
secara normal, dan dari kondisi sosial pada saat itu an sosial rentan disalahgunakan karena kemudahan
masyarakat banyak terlibat dalam konflik-konflik dalam menyalurkan bantuan serta meluasnya defi-
sosial dengan isu SARA sebagai isu utama. Berkaca nisi tentang bantuan sosial. Setidaknya ada 3 (tiga)
dari pengalaman masa itu, pemerintah memandang kelompok besar regulasi yang mengatur mengenai
perlu mengambil suatu kebijakan baru untuk men- bantuan sosial yaitu bantuan sosial berdasarkan regu-
jaga kondisi sosial ekonomi masyarakat tetap stabil. lasi dibidang Keuangan dan Perbendaharaan, regulasi
Kebijakan tersebut saat ini kita kenal sebagai Kebija- khusus tentang bantuan sosial dan regulasi bantuan
kan Belanja Bantuan Sosial. sosial berdasarkan Undang-Undang sektoral. Semua
regulasi tersebut menyumbang timbulnya penafsiran
Belanja bantuan sosial merupakan pengeluaran yang beragam dan meluas tentang pengertian bantu-
pemerintah yang bersifat exhaustive expenditure. Be- an sosial sehingga bantuan sosial menjadi rawan dan
lanja tersebut berupa transfer uang, barang atau jasa rentan untuk disalahgunakan.
yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat

143
8 Bantuan Sosial
Hasil kajian Bantuan Sosial oleh Komisi Pemberan- puluh) hari kalender untuk menutup biaya operasi-
tasan Korupsi (KPK) yang disampaikan kepada Pres- onal bank penyalur sehingga pemerintah tidak dike-
iden mengungkapkan bahwa terdapat 2 aspek yang nakan biaya penyaluran. Selain itu, dalam Rakernas
menjadi penyebab bantuan sosial rentan disalahguna- Akuntansi dan Pelaporan yang dilaksanakan pada
kan oleh penyelenggara negara yaitu : bulan September 2016, Presiden Joko Widodo juga
memberikan arahan untuk melakukan penyeder-
1. Aspek Regulasi, yaitu terjadi perluasan hanaan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
ruang lingkup definisi Bantuan Sosial yang termasuk dalam pengelolaan bantuan sosial tanpa
mencakup rehabilitasi sosial, perlindungan mengesampingkan akuntantabilitas dan transparansi
sosial, jaminan sosial dan penanggulangan dalam pertanggungjawaban penyaluran dana bantuan
kemiskinan dalam Buletin Teknis (Bultek) sosial.
10 Tahun 2010 yang berbeda dengan
definisi Bantuan Sosial dalam pasal 14, Sebagai dana yang bersumber dari APBN maka
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Ditjen Perbendaharan berinisiatif membuat sebuah
tentang Kesejahteraan Sosial yang meng- terobosan kelembagaan untuk mengatur mekanisme
golongkan Bantuan Sosial sebagai bagian penyaluran dana bantuan sosial yang efisien, efektif,
dari perlindungan sosial. dan akuntabel. Sebuah mekanisme penyaluran dana
2. Aspek Kelembagaan, bahwa penyelengga- bantuan sosial yang tepat sasaran dan dapat diman-
raan Bantuan Sosial/Kesejahteraan Sosial faatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran ma-
pada Kementerian Teknis, tidak sesuai den- syarakat serta tetap bersandarkan pada kaidah-kaidah
gan aturan mengenai penyelenggaraan kese- pengelolaan keuangan negara.
jahteraan sosial/bantuan sosial sebagaimana
diatur dalam pasal 1 angka 15 dan pasal 24, B. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009.
Regulasi yang mengatur belanja Bantuan Sosial dike-
Seiring dengan berjalannya waktu, muncul beberapa lompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
tuntutan terkait dengan penyaluran bantuan sosial
yang tidak memenuhi prinsip 6T, yaitu tepat waktu, 1. Regulasi dibidang Keuangan dan Perbenda-
tepat sasaran, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat har- haraan
ga, tepat administrasi. Pada Rapat Terbatas Kabinet Pengaturan tentang Bantuan Sosial dapat
(Ratas) bulan Maret dan April 2016, Presiden Joko ditemukan dalam peraturan perundangan
Widodo memberi arahan agar penyaluran bantuan dibidang Keuangan dan Perbendaharaan.
sosial dilakukan secara nontunai melalui banking Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
system. Hal ini menjadi dasar bagi Bank Indonesia 2004 pasal 11 ayat (5) disebutkan bahwa
untuk mengusulkan agar jangka waktu penyaluran belanja negara dirinci menurut organisa-
bantuan sosial oleh bank penyalur yang semula 15 si, fungsi, dan jenis belanja. Selanjutnya
(lima belas) hari kalender ditambah menjadi 30 (tiga dalam penjelasan pasal dan ayat tersebut

144
145
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
8 Bantuan Sosial
disebutkan bahwa rincian belanja negara pendidikan dan keagamaan.
menurut jenis belanja (sifat ekonomi) an-
tara lain terdiri dari belanja pegawai, belan- 2. Regulasi khusus tentang bantuan sosial
ja barang, belanja modal, bunga, subsidi, Kelompok regulasi ini secara khusus me-
hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. ngatur bantuan sosial berdasarkan un-
Undang-undang ini tidak mengatur defi- dang-undang tentang Kesejahteraan Sosial,
nisi, bentuk, dan kriteria penerima dana PP mengenai penyelenggaraan kesejahte-
Belanja Bantuan Sosial. raan sosial, PMK mengenai Belanja Ban-
tuan Sosial dan Bultek tentang Akuntansi
Penjelasan tentang belanja bantuan sosial Belanja Bantuan Sosial.
ditemukan dalam peraturan yang merupa-
kan turunan dari undang-undang beru- Undang-undang Nomor 11 tahun 2009
pa peraturan pemerintah dan peraturan tentang Kesejateraan Sosial menyebutkan
menteri keuangan. Perturan pemerintah bahwa perlindungan sosial dilaksanakan
(PP) yang menjelaskan mengenai Bantuan melalui bantuan sosial, advokasi sosial,
Sosial yaitu PP mengenai Penyusunan RKA dan/atau bantuan hukum. Hal ini dimak-
K/L, PP mengenai Tatacara Pelaksanaan sudkan agar seseorang, keluarga, kelompok,
APBN dan PP mengenai Standar Akuntan- dan/atau masyarakat yang mengalami gun-
si Pemerintahan (SAP). Perturan men- cangan dan kerentanan sosial dapat hidup
teri keuangan (PMK) yang menjelaskan secara wajar dan bersifat sementara dan/
mengenai Bantuan Sosial yaitu PMK yang atau berkelanjutan dalam bentuk bantuan
mengatur tentang Petunjuk Penyusunan langsung, penyediaan aksesibilitas, dan/atau
dan Penelaahan RKA K/L, PMK mengenai penguatan kelembagaan.
Tatacara Pembayaran dalam rangka Pelak-
sanaan APBN, PMK mengenai Klasifikasi Penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Anggaran dan PMK tentang Bagan Akun menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Standar. dilaksanakan oleh menteri yang bertugas
menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Dalam peraturan-peraturan tersebut diatas Saat ini penyelenggaraan kesejahteraan so-
diungkapkan bahwa Bantuan Sosial adalah sial menjadi tanggung jawab Kementerian
transfer uang atau barang yang diberikan Sosial.
kepada masyarakat guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial. Dalam peraturan menteri keuangan dan
Bantuan sosial dapat langsung diberikan Bultek Nomor 10, Bantuan Sosial diar-
kepada anggota masyarakat dan/atau lem- tikan sebagai pengeluaran berupa transfer
baga kemasyarakatan antara lain bantuan uang, barang atau jasa yang diberikan
untuk lembaga non pemerintah bidang oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada

146
masyarakat guna melindungi masyarakat adalah sebagaimana disajikan pada Tabel
dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, Pemetaan Tugas Kementerian/Lembaga
meningkatkan kemampuan ekonomi dan/ berdasarkan Undang – undang Sektoral.
atau kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan regulasi yang mengatur tentang bantuan
3. Regulasi bantuan sosial berdasarkan Un- sosial diatas dan menindaklanjuti kajian KPK tentang
dang-Undang Sektoral. Bantuan Sosial, pengaturan tentang bantuan sosial
Disamping 2 (dua) kelompok regulasi ban- perlu diperbaiki agar terdapat konsistensi dalam pera-
tuan sosial diatas, pada beberapa Kemen- turan perundang-undangan yang tujuan utamanya
terian/Lembaga tertentu juga mendapat adalah memperjelas definisi bantuan sosial meliputi:
amanah dari Undang-Undang Sektoral un-
tuk melaksanakan kewajibannya dalam me- 1. Definisi bantuan sosial yang menyatakan
nyalurkan Bantuan Sosial. Pemetaan tugas terkait risiko sosial perlu dipertegas dengan
K/L berdasarkan Undang-undang sektoral tambahan uraian bansos hanya untuk orang

Tabel Pemetaan Tugas Kementerian/Lembaga berdasarkan Undang – undang Sektoral


No UU Sektoral Kewajiban Pemerintah Penerima Manfaat
1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai Fakir miskin dan orang tidak
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. peserta Sistem Jaminan Sosial Nasional. mampu.
2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Membayar iuran kepesertaan program Fakir miskin dan orang tidak
tentang Badan Penyelenggara Jaminan jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang mampu.
Sosial. tidak mampu.
3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Menyediakan dana beasiswa bagi siswa yang Peserta didik yang berprestasi
tentang Sistem Pendidikan Nasional. berprestasi namun orang tuanya tidak mampu yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikan. membiayai pendidikan.
4 Undang-undang Nomor 1 Tahun Mengalokasikan dana dan/atau biaya Masyarakat berpenghasilan
2011 tentang Perumahan dan Kawasan pembangunan perumahan bagi MBR. rendah (MBR).
Pemukiman.
5 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Memberikan bimbingan dan kemudahan Koperasi
tentang Perkoperasian. dalam bentuk:
a. pengembangan kelembagaan dan bantuan
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan
penelitian Koperasi.
b. bimbignan usaha Koperasi memperkukuh
pemodalan dan pembiayaan Koperasi
c. bantuan pengembangan jaringan usaha
Koperasi antara Koperasi dan badan usaha
lain
d. bantuan konsultasi dan fasilitasi
e. intensif pajak dan fiskal seesuai ketentuan
yang berlaku
6 Undang-undang Nomor 20 Tahun Menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro Usaha mikro dan kecil.
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan dan kecil.
Menengah.
7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Bantuan pemerintah kepada transmigran pada Peserta program transmigari
tentang Ketransmigrasian sebagai diubah transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa. umum dan transmigrasi
dengan Undang-undang Nomor 29 swakarsa berbantuan.
Tahun 2009.
8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 Membantu petani dalam bentuk perlindungan Petani.
tentang Perlindungan dan Pember- dan pemberdayaan.
dayaan Petani.

147
8 Bantuan Sosial
miskin dan tidak mampu. naan anggaran, dilakukan perubahan terhadap PMK
2. Pengaturan penyaluran belanja bantuan Nomor 254/PMK.05/2015 sebagaimana dituangkan
sosial dalam bentuk uang yang menghasil- dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/
kan barang dan bansos berupa barang/ PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peratur-
jasa dilaksanakan dengan mekanisme an Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015
pengadaan barang/jasa Pemerintah atau Tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian/
swakelola dengan kriteria tertentu. Lembaga. Perubahan dilakukan pada Pasal 13 yang
3. Pedoman penyusunan petunjuk teknis mengatur tentang batas waktu penyaluran dana
dalam penyaluran belanja bantuan sosial bantuan sosial oleh bank/pos kepada penerima yang
agar lebih transparan dan akuntabel de- semula adalah 15 (lima belas) hari kalender berubah
ngan penentuan kriteria/persyaratan yang menjadi 30 (tiga puluh) hari kalender. Penyederha-
lebih ketat hanya terkait risiko sosial, orang naan laporan dilakukan dengan cara pengungkapan
miskin dan tidak mampu. laporan pertanggungjawaban pada Laporan Keuan-
4. Mekanisme Pengawasan agar penyaluran gan Kementerian/Lembaga (LKKL), semula laporan
bantuan sosial lebih transparan, termasuk pertanggungjawaban tersebut dilampirkan sebagai
melibatkan Aparat Pengawasan Internal suplemen LKKL sehingga laporan dibuat secara.
Pemerintah (APIP).

learning point
Perubahan pengaturan mengenai Bantuan Sosial
dilakukan Menteri Keuangan dengan mengubah Pe-
raturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-
tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/ han Alternatif
Lembaga melalui penetapan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Penyusunan pengaturan tentang mekanisme penya-
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga. luran dana bantuan sosial yang dilakukan oleh Direk-
Perubahan ini dimaksudkan agar penyaluran bantuan torat Jenderal Perbendaharaan sudah sesuai dengan
lebih tepat sasaran dan tidak tumpang tindih dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan
bantuan lainnya serta lebih transparan dan akuntabel untuk menyusun kebijakan dan peraturan yang ber-
serta terjaga tata kelolanya. Pada perubahan tersebut kaitan dengan pelaksanaan anggaran yang bersandar-
juga diperkenalkan jenis penyaluran bantuan sosial kan pada perundang-unda- ngan yang berlaku serta
oleh bank penyalur kepada penerima bantuan meng- dalam rangka melaksanakan arahan Presiden menge-
gunakan uang elektronik. nai penggunaan banking system dalam penyalurann-
ya. Arahan dari Presiden ini menjadi dasar bagi Bank
Selanjutnya dalam rangka melaksanakan arahan Indonesia untuk me- ngusulkan agar jangka waktu
Presiden agar penyaluran bantuan sosial dilakukan penyaluran bantuan sosial oleh bank penyalur yang
secara non tunai melalui banking system dan perlu- semula 15 (lima belas) hari kalender ditambah men-
nya penyederhanaan pertanggungjawaban pelaksa- jadi 30 (tiga puluh) hari kalender untuk menutup

148
biaya operasional bank penyalur sehingga pemerintah mengenai perlunya biaya operasional penyaluran
tidak dikenakan biaya penyaluran. Biaya operasional dana bantuan sosial oleh bank/pos penyalur. Disam-
yang dimaksud diantaranya digunakan sebagai biaya ping itu perubahan PMK tentang bansos merupakan
edukasi kepada para penerima bantuan sosial. bagian dari inklusi keuangan yang mendukung pe-
nyaluran dana bansos melalui sistem perbankan,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam setiap karena mulai tahun 2018 semua penyaluran bansos
pengambilan keputusan, harus senantiasa memper- akan dilakukan secara nontunai oleh bank penyalur.
timbangkan aspek akuntabilitas dan transparansi
pelaksanaan anggaran, termasuk dalam menyusun Sedangkan untuk pemberian dispensasi, meskipun
mekanisme penyaluran dana bantuan sosial. De- telah ada penambahan batas waktu maksimal penya-
ngan mempertimbangkan kedua aspek ini, Direk- luran, dispensasi tetap dapat diberikan dengan mem-
torat Jenderal Perbendaharaan memiliki dua pilihan perhatikan rentang waktu penyaluran bantuan sosial
alternatif yang tersedia yaitu: yang sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia
yang memiliki kondisi geografis berbeda-beda.
1. Tetap pada kebijakan batas waktu penyalu-
ran paling lama 15 (lima belas) hari kalen- B. Upaya-upaya Implementasi Kebijakan
der dengan menyiapkan argumentasi untuk
mempertahankan alternatif tersebut, atau Adanya tuntutan dari pemerintah agar proses pelaksa-
2. Mengubah kebijakan batas waktu penya- naan anggaran dapat berjalan lebih cepat, efektif, dan
luran menjadi paling lama 30 (tiga puluh) efisien demi memberikan kontribusi pada pertum-
hari kalender sesuai usulan dari bank/pos. buhan ekonomi dan aktivitas ekonomi masyarakat
membuat Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga
Keputusan yang diambil terkait kedua alternatif terse- harus bergerak secara cepat dan sistematis dalam
but akan berimplikasi pada perubahan hal-hal lainnya mengimplementasikan setiap kebijakan-kebijakan
yang perlu diatur yaitu tentang pemberian dispensasi baru dalam pelaksanaan anggaran yang telah disah-
penyaluran dan pengaturan tentang biaya penyaluran kan. Demikian juga dengan pada saat perubahan atas
dana bantuan sosial oleh bank/pos. mekanisme penya-
luran dana bantuan sosial ditetapkan melalui Pera-
Dari dua alternatif yang tersedia, sesuai dengan arah- turan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2016
an Menteri Keuangan, Direktorat Jenderal Perbenda- tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
haraan memilih alternatif kedua yaitu menyesuaikan Nomor 254/PMK.05/2015 Tentang Belanja Bantuan
batas jangka waktu maksimal penyaluran dana bantu- Sosial Pada Kementerian/Lembaga, Direktorat Jen-
an sosial selama 30 (tiga puluh) hari kalender dengan deral Perbendaharaan segera melakukan internalisasi
syarat terdapat simulasi perhitungan yang jelas dari peraturan tersebut ke dalam lingkup Direktorat Jen-
Bank Indonesia untuk mendukung perlunya penye- deral Perbendaharaan mulai dari kantor pusat sampai
suaian tersebut. Simulasi perhitungan tersebut harus kepada kantor pelayanan yang tersebar di seluruh
memasukkan berbagai kondisi waktu serta penjelasan wilayah Republik Indonesia.

149
8 Bantuan Sosial
Upaya implementasi peraturan baru tersebut ti- Dampak kebijakan yang dialami oleh ketiga pihak di-
dak hanya berhenti pada upaya internalisasi dalam atas akan lebih meningkat jika ketiganya juga mampu
lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan saja berkomitmen untuk menjalankan kebijakan secara
dan yang lebih penting adanya upaya sosialisasi pada lebih konsisten sebagai contoh bank/pos dapat tetap
semua kemen- terian/lembaga dan bank/pos penyalur menyalurkan dana bantuan sosial dengan memini-
tentang peraturan baru itu. Supaya peraturan peru- malisir dispensasi jangka waktu penyaluran, kemente-
bahan tentang mekanisme penyaluran dana bantuan rian/lembaga dapat menyampaikan pertanggungjawa-
sosial terdokumentasi secara baik, Direktorat Jender- ban pelaksanaan penyaluran secara lebih akuntabel,
al Perbendaharaan juga telah melakukan upaya untuk transparan dan tepat waktu, dan yang terakhir pihak
mengunggah peraturan tersebut pada situs Kemente- penerima bantuan sosial dapat menyampaikan data-
rian Keuangan sehingga semua pihak yang berkepent- data yang dibutuhkan dalam penyaluran dana bantu-
ingan dapat mengakses dan mempelajarinya. an sosial dengan lebih akurat sehingga memperkecil
kesalahan penyaluran dana bantuan sosial.
Pihak Terdampak dan Jenis Dampak Yang Muncul
Sebagai sebuah kebijakan pelaksanaan anggaran Meskipun Direktorat Jenderal Perbendaharaan men-
yang menyangkut peran negara dalam menjaga gidentifikasi ada tiga pihak yang merasakan dampak
masyarakatnya dari segala risiko sosial dan ekonomi, dari perubahan mekanisme penyaluran dana bantuan
tentu penetapan kebijakan tersebut akan berdampak sosial, tentu dampak akhir yang muncul akan dira-
pada banyak pihak yang berkepentingan dalam sakan oleh masyarakat secara umum dalam bentuk
penyaluran dana bantuan sosial. Terdapat tiga pihak kegiatan sosial ekonomi yang terus berjalan dengan
utama yang mendapatkan dampak paling signifikan baik tanpa adanya kekhawatiran akan terjadinya
dari adanya perubahan kebijakan penyaluran dana permasalahan sosial ekonomi yang mungkin muncul
bantuan sosial tersebut yaitu: pada masa-
masa mendatang.
1. Pihak bank/pos penyalur yang terkait
dengan perubahan kebijakan masa jangka Keberlangsungan Kebijakan
waktu maksimal penyaluran dana bantuan Sebuah kebijakan pelaksanaan anggaran dirumuskan
sosial; dan disusun dengan harapan dapat diimplementa-
2. Kementerian/lembaga yang terkait dengan sikan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Direk-
kebijakan penyederhanaan mekanisme pe- torat Jenderal Perbendaharaan melakukan usaha-usa-
ngelolaan dan pertangungjawaban pelaksa- ha supaya setiap kebijakan pelaksaaan anggaran tetap
naan penyaluran dana bantuan sosial; sesuai dengan dengan dinamika pengelolaan keuan-
3. Para penerima bantuan sosial yang terkait gan negara yang tersambung erat dengan dinamika
dengan peningkatan ketepatan penyaluran perekonomian baik perekonomian dunia maupun
dan semakin banyaknya penerima bantuan nasional. Dalam usaha merawat keberlangsungan
sosial yang dapat djangkau dengan penya- kebijakan perubahan mekanisme penyaluran dana
luran secara non tunai. bantuan sosial, Direktorat Jenderal Perbendaharaan

150
melakukan banyak diskusi baik berupa rapat-rapat C. Dinamika Dibalik Pengambilan Keputusan
maupun Focus Group Disscussion (FGD) dengan
pihak-pihak bersangkutan ketika melakukan pengam- Kebijakan penyaluran bantuan sosial merupakan
bilan keputusan untuk hal-hal yang menjadi ketentu- kebijakan pemerintah yang sangat penting dan
an dalam kebijakan tersebut. menyangkut keberlangsungan kehidupan sosial dan
ekonomi orang banyak dan menjaganya dari semua
Upaya lainnya yang dilakukan oleh Direktorat Jen- risiko-risiko sosial ekonomi yang mungkin timbul.
deral Perbendaharaan dalam menjaga keberlangsun- Berangkat dari hal tersebut, perumusan kebijakan
gan kebijakan tersebut adalah terus menerus secara perubahan penyaluran dana bantuan sosial harus
intensif mengamati dan mengikuti perkembangan dilakukan secara hati-hati dan tetap memperhitung-
isu yang berkaitan dengan bantuan sosial dari berb- kan semua risiko terukur yang mungkin timbul pada
agai sudut pandang seperti sudut pandang kebijakan saat implementasi kebijakan tersebut.
fiskal, sudut pandang sosial, dan sudut pandang
politik yang terjadi. Contoh dari upaya tersebut Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai inisiator
misalnya mengikuti perkembangan pembahasan perubahan kebijakan telah melakukan identifika-
peraturan pemerintah tentang bantuan sosial nontu- si berbagai peraturan terkait bantuan sosial yang
nai agar dapat dilakukan sinkronisasi antara Peratur- ada dan memperhitungan semua risiko-risiko yang
an Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2016 mungkin timbul. Pada perubahan masa jangka waktu
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan maksimal pe-
Nomor 254/PMK.05/2015 Tentang Belanja Bantuan nyaluran dana bantuan sosial sebagaimana yang diu-
Sosial Pada Kementerian/Lembaga dengan pera- sulkan oleh bank/pos penyalur terdapat risiko sema-
turan presiden tersebut. Dalam kaitannya dengan kin lamanya dana pemerintah yang mengendap pada
pembahasan Peraturan Presiden tentang Penyaluran rekening bank/pos penyalur (idle cash) yang seharus-
Bantuan Sosial secara nontunai, Direktorat Jenderal nya pemerintah medapatkan return atas penempatan
Perbendaharaan senantiasa menjaga agar ketentuan dana pemerintah pada bank/pos penyalur, risiko
yang diatur dalam PMK 228/PMK.05/2016 tentang tersebut dapat diantisipasi dengan syarat adanya
Pelaksanaan Bantuan Sosial pada Kementerian/Lem- perhitungan yang jelas dari Bank Indonesia mengenai
baga menjadi acuan atau pedoman dalam mengatur biaya operasional yang timbul atas penyaluran dana
penyaluran bansos nontunai pada Peraturan Presiden. bantuan sosial yang diharapkan dapat ditutup dari
Hal penting yang dijaga agar keberlangsungan PMK perubahan jangka waktu maksimal penyaluran dana
tentang bantuan sosial sejalan dengan Perpres adalah bantuan sosial.
berkenaan dengan definisi bansos yang diperuntuk-
kan bagi masyarakat yang miskin atau tidak mampu Dinamika pengambilan keputusan juga muncul
dan rentan terhadap resiko sosial, dan jangka waktu pada saat perumusan kebijakan untuk menyeder-
pemindahbukuan dari rekening pemberi bantuan hanakan mekanisme pelaporan pertanggungjawaban
pada bank penyalur ke rekening penerima bantuan pelaksanaan penyaluran dana bantuan sosial sebab
paling lama 30 hari kalender. Direktorat Jenderal Perbendaharaan dihadapkan pada

151
8 Bantuan Sosial
fakta adanya risiko untuk mengorbankan akuntabil- pelaksanaan anggaran secara optimal.

itas pertanggungjawaban pelaksanaan penyaluran
Pada akhirnya, disamping tetap memperhatikan
dana bantuan sosial pada saat Direktorat Jenderal
dengan seksama masukan-masukan dari pihak-pi-
Perbendaharaan melakukan penyederhanaan regulasi
hak terkait sesuai dengan kepentingannya, dalam
mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan penyal-
pengambilan keputusan terkait perubahan kebijakan
uran dana bantuan sosial. Dimana pada saat yang
penyaluran dana bantuan sosial, Direktorat Jenderal
bersamaan Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah
Perbendaharaan juga mempertimbangkan arahan-ara-
memiliki mekanisme pelaporan dan pertanggung-
han dari Presiden dan Menteri Keuangan.
jawaban yang disusun guna menjaga akuntabilitas

152
153
Illustrator: Tri Satria Adiguna
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

Halaman ini sengaja dikosongkan

154
Bab IX
Implementasi Penerusan Pinjaman
Kepada Badan Usaha Milik Negara
sebagai Special Mission Vehicle

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang BUMN/BUMD/Koperasi tersebut masih lemah,
Pemerintah menyisihkan anggaran dalam bentuk
Dalam penyelenggaraan perekonomian nasional, fasilitas pinjaman, yaitu berupa pinjaman luar negeri
perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara Pemerintah yang diteruspinjamkan kepada BUMN/
(BUMN) mempunyai peran penting sebagai alat BUMD/Pemda/Koperasi beserta dana lokal sebagai
kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan pendamping pinjaman, agar dapat mengoptimalkan
kesejahteraan masyarakat. Peran tersebut dilakukan kemampuan BUMN/BUMD/Koperasi tersebut bagi
melalui penyelenggaraan kemanfaatan umum bagi pembangunan.
pemenuhan hajat hidup orang banyak, tanpa menge-
sampingkan tujuan utamanya sebagai suatu korpora- Untuk menampung pengembalian pinjaman luar
si, yaitu mendapatkan keuntungan dalam rangka negeri dan penyediaan dana pendamping, maka dibu-
peningkatan penerimaan negara. ka Rekening Dana Investasi (RDI) di Bank Indonesia
berdasarkan Keputusan Dewan Moneter Nomor 07/
Selaras dengan kebutuhan pembangunan dan per- KEP/DM/1971. Selanjutnya, Pinjaman Pemerintah
tumbuhan kebutuhan masyarakat, sejak Pelita I kepada perusahaan negara (BUMN) melalui me-
tahun 1969 Pemerintah telah membuka keran bagi kanisme Penerusan Pinjaman dan Rekening Dana
masuknya bantuan/pinjaman luar negeri untuk mem- Investasi (RDI) terus dilakukan, terlebih setelah
biayai sebagian pengeluaran negara dalam rangka dikeluarkannya Keppres Nomor 59 tahun 1972 ten-
pelaksanaan pembangunan nasional. Pemerintah tang Penerimaan Kredit Luar Negeri hingga sampai
memberdayakan BUMN/BUMD/Pemda/Koperasi dengan masa reformasi keuangan negara tahun 2003.
(badan hukum lainnya) sebagai unit-unit usaha yang
dapat mendukung proses pembangunan tersebut. Dengan terbitnya paket Undang-Undang Keuangan
Namun demikian, mengingat kondisi keuangan Negara, penggunaan dana RDI sudah tidak dapat di-

155
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

156
Illustrator: Tri Satria Adiguna
gunakan lagi untuk pembiayaan kepada BUMN kare- 1. Kebutuhan akan peraturan yang mengako-
na dana tersebut tidak melalui proses APBN (bersifat modasi alur pemrosesan usulan penerusan
off-budget), dan hal ini bertentangan dengan prinsip pinjaman yang lebih jelas, terutama dari
pengelolaaan keuangan negara. Dengan demikian, aspek norma waktu.
praktis hanya mekanisme Penerusan Pinjaman Luar 2. Kebutuhan akan peraturan tentang PPLN
Negeri yang masih berjalan untuk keperluan pem- yang bersifat lebih operasional.
biayaan BUMN melalui Pemerintah.
Sehingga Menteri Keuangan menerbitkan PMK
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun Nomor 108/PMK.05/2016 yang salah satu kandu-
2003 Pasal 22 dan 23, Pemerintah Pusat dengan ngannya adalah mengatur tentang Penerusan Pinja-
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat mem- man kepada BUMN yang bersumber dari Pinjaman
berikan suatu penerusan pinjaman, baik dalam negeri Luar Negeri. PMK ini menekankan bagaimana
maupun luar negeri, kepada suatu perusahaan negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat
dimana pemerintah mempunyai hak untuk mempe- SMI mempunyai peran yang sangat vital di dalam
roleh pembayaran kembali atas penerusan pinjaman proses PPLN kepada BUMN, mulai dari penilaian
tersebut. Dalam hal ini, proses pelaksanaan tran- kelayakan pembiayaan sampai dengan monitoring
saksi pinjaman tersebut hanya boleh dilakukan oleh dan evaluasi PPLN terkait.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Selanjutnya, pengelolaan pemberian dan penerusan B. Dasar Hukum
pinjaman tersebut dijalankan oleh Direktorat Jende-
ral Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Manaje- Landasan hukum tentang hubungan keuangan antara
men Investasi (Direktorat SMI) selaku pengelola Ba- pemerintah pusat dengan perusahaan negara terkait
gian Anggaran BUN – Penerusan Pinjaman (999.04). dengan penerusan pinjaman kepada BUMN diatur
Sampai saat ini, penerusan pinjaman yang sudah dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 ten-
berjalan adalah penerusan pinjaman yang bersumber tang Keuangan Negara. Dalam Pasal 23 Undang-Un-
dari pinjaman luar negeri, sedangkan untuk pinjaman dang tersebut, pemerintah pusat diberikan wewenang
yang bersumber dari pinjaman dalam negeri belum untuk menerus-pinjamkan pinjaman atau hibah yang
efektif. diterima dari pihak ketiga kepada perusahaan negara.
Sejalan dengan itu, Pasal 38 Undang-Undang Nomor
Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Peneru- 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pun
san Pinjaman Luar Negeri (PPLN), Peraturan Pemer- menekankan bahwa kewenangan pemerintah tersebut
intah Nomor 10 Tahun 2011 Pasal 23 mengamanat- dilakukan oleh Menteri Keuangan, serta mensyarat-
kan Menteri Keuangan untuk menerbitkan suatu kan adanya suatu peraturan pemerintah yang me-
peraturan mengenai tata cara pe- ngusulan, penilaian, ngatur lebih lanjut tentang tata cara pengadaan dan
dan penetapan PPLN. Beberapa kondisi yang penerusan pinjaman luar negeri dimana salah satunya
melatarbelakangi pembentukan Peratu-ran Menteri kepada BUMN.
Keuangan (PMK) ini antara lain:

157
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

Sebagai salah satu tindak lanjut Undang-Undang penilaian kelayakan BUMN terkait untuk menda-
tersebut terkait dengan PPLN, pemerintah mener- patkan penerusan pinjaman sampai dengan peman-
bitkan PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara tauan dan evaluasi terhadap performa BUMN dalam
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan menjalankan penerusan pinjaman tersebut. Sehingga
Hibah. Dalam Pasal 7 peraturan pemerintah terse- dapat disimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Per-
but, BUMN dapat menerima PPLN dari pemerintah bendaharaan c.q. Direktorat SMI bertindak sebagai
untuk membiayai kegiatan tertentu dalam rangka operator pelaksanaan penerusan pinjaman pemerin-
pembangunan infrastruktur dan investasi terkait den- tah.
gan pelayanan umum dan peningkatan penerimaan.
Peraturan pemerintah tersebut juga menekankan Namun, kesempatan ini hanya akan mengulas ten-
larangan BUMN untuk melakukan perikatan dalam tang hal-hal dibalik peran Direktorat Sistem Mana-
bentuk apapun yang menimbulkan kewajiban den- jemen Investasi terkait dengan penerusan pinjaman
gan pihak luar negeri. Sehingga mekanisme PPLN luar negeri Pemerintah kepada perusahaan negara
ini juga semakin cenderung digunakan oleh BUMN atau BUMN. Karena sampai dengan saat ini, pelak-
yang memerlukan pembiayaan yang besar untuk sanaan penerusan pinjaman pemerintah kepada
membiayai kegiatannya. Kemudian, dalam Pasal 23 BUMN baru terbatas pada sumber pinjaman dari
juga disebutkan bahwa Menteri Keuangan berkewa- luar negeri, sedangkan praktik penerusan pinjaman
jiban untuk menyusun PMK me- dalam negeri belum ada yang terealisasi walaupun su-
ngenai tata cara pengusulan, penilaian, dan pene- dah tersedia peraturan yang memayungi hal tersebut.
tapan penerusan pinjaman, salah satunya kepada
BUMN. learning point
Menteri Keuangan selanjutnya berkoordinasi dengan A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-
berbagai pihak di internal Kementerian Keuangan, han Alternatif
salah satunya Direktorat Jenderal Pengelolaan dan
Pembiayaan Risiko (Ditjen PPR) untuk menerbit- Alasan pemilihan PPLN sebagai alternatif utama
kan suatu PMK terkait penerusan pinjaman kepada untuk pembiayaan pemerintah kepada BUMN dapat
BUMN. Pada tahun 2016, telah terbit Peraturan diuraikan berdasarkan pada dua perspektif. Pertama,
Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.05/2016 perspektif peraturan terkait dengan proses penyem-
tentang Penerusan Pinjaman Dalam Negeri dan purnaan peraturan dan kedua, perspektif teknis
Penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Badan terkait dengan proses peningkatan efisiensi dan efek-
Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah. PMK tifitas mekanisme pembiayaan pemerintah kepada
ini menjelaskan secara detail ruang lingkup dan BUMN.
mekanisme penerusan pinjaman kepada BUMN. Di
dalam PMK ini juga menekankan peran Direktorat Berdasarkan perspektif peraturan, terbentuknya paket
Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat SMI da- undang-undang di bidang keuangan negara pada
lam proses PPLN kepada suatu BUMN, mulai dari tahun 2003-2004 menginisiasi pemerintah untuk

158
menerbitkan PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata PP Nomor 10 Tahun 2011 disusun dengan memper-
Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hi- timbangkan beberapa faktor, antara lain:
bah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar
Negeri sebagai pengganti dasar penerusan pinjaman 1. Terdapat perubahan pencantuman jenis
sebelumnya, yaitu Surat Keputusan Bersama Kepa- dan sumber pinjaman, dimana dalam PP
la Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional no. 10/2010 kedua hal tersebut dibuat
(Bappenas) dengan Menteri Keuangan Nomor 185/ lebih umum (general)
KMK.03/1995 jo SKB Kepala Bappenas dengan 2. Dana dari luar negeri berupa pinjaman
Menteri Keuangan Nomor 459/KMK.03/1999. dan/atau hibah dapat dipinjamkan kepada
Namun dalam perkemba- ngannya, ketentuan dalam BUMN, bukan lagi diakui sebagai penyer-
PP Nomor 2 Tahun 2006 tersebut dipandang tidak taan modal negara kepada BUMN
lagi memenuhi perkembangan pengelolaan Pinjaman 3. Perlunya penentuan norma waktu terkait
Luar Negeri dan Hibah, perkembangan pasar keuan- proses penerusan pinjaman
gan, serta tuntutan terhadap prinsip pengelolaan
Pinjaman Luar Negeri dan Hibah yang baik (good PP Nomor 10 Tahun 2011 tersebut awalnya dianggap
governance). Kondisi ini salah satunya disebabkan cukup untuk mengatur tentang detail pelaksanaan
oleh adanya permasalahaan pencatatan akuntasi yang PPLN. Namun, untuk mengoptimalkan mekanisme
dilatarbelakangi oleh ada-nya PPLN kepada BUMN PPLN tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan kementerian melakukan pembahasan dengan Ditjen PPR dan Biro
teknis yang terkait dengan BUMN tersebut. Atau Hukum Kementerian Keuangan yang menghasilkan
dengan kata lain, permin- taan PPLN kepada BUMN kesepakatan untuk menyusun suatu Peraturan Men-
tidak berdasarkan pada inisiatif BUMN itu sendiri, teri Keuangan baru mengenai mekanisme penerusan
sehingga kondisi ini tidak selaras dengan semangat pinjaman. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk
good governance. memastikan norma waktu proses PPLN. Norma
waktu ini sangat penting bagi BUMN untuk mem-
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk berikan kepastian atas perencanaan bisnis mereka.
menerbitkan PP Nomor 10 Tahun 2011 yang me- Sejalan dengan amanat pada PP 10/2011 tersebut,
rupakan peraturan pengganti PP Nomor 2 Tahun Kementerian Keuangan menerbitkan PMK Nomor
2006 yang mengakomodasi berbagai ketentu- 108/PMK.05/2016.
an mengenai pengelolaan Pinjaman Luar Negeri
yang berupa pemisahan kewenangan dan tanggung Berdasarkan perspektif teknis, setelah penerbitan
jawab masing-masing institusi yang terkait sekaligus Paket Undang-undang Keuangan Negara, pada
penyempurnaan konsep mengenai batas maksimal dasarnya pemerintah mempunyai beberapa alternatif
Pinjaman Luar Negeri yang dimaksudkan sebagai pembiayaan kepada BUMN, antara lain Rekening
alat pengendali dalam rangka pengelolaan portofolio Dana Investasi, Penerusan Pinjaman Luar Negeri,
utang secara optimal dan pemenuhan kebutuhan riil dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri.
pembiayaan.

159
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

1. Rekening Dana Investasi (RDI) pembiayaan pemerintah melalui dana RDI


Rekening Dana Investasi merupakan ini tidak melalui mekanisme APBN. Hal
rekening pemerintah yang dibuka di Bank tersebut mengakibatkan mekanisme dana
Indonesia yang bersumber dari: RDI menjadi salah satu temuan signifikan
Badan Pemeriksa Keuangan. Mulai tahun
a. pembayaran kembali dana Penyerta- 2007, pemerintah memutuskan untuk ti-
an Modal Pemerintah oleh unit-unit dak memberikan penerusan pinjaman baru
usaha, yang bersumber dari dana RDI tersebut.
b. pembayaran kembali pokok dan bu-
nga pinjaman yang berasal dari 2. Penerusan Pinjaman Luar Negeri
bantuan proyek oleh unit-unit usaha, Mekanisme ini diawali dengan transak-
serta si pinjaman luar negeri yang dilakukan
c. dana anggaran yang disisihkan oleh oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara
Pemerintah untuk penyertaan modal Umum Negara. Dengan adanya PMK
dan atau pembiayaan kredit investasi. Nomor 108/PMK.05/2016, mekanisme
PPLN ini merupakan pilihan pembiayaan
Sebagai dana tampungan dengan jumlah yang dapat diandalkan oleh BUMN karena
yang sangat besar, dana ini dapat diman- beberapa keunggulan, antara lain:
faatkan oleh pemerintah sebagai salah satu
alternatif untuk memberikan pembiayaan a. Single (fully) covered financing.
kepada BUMN. Sampai dengan tahun Dalam membiayai kegiatan BUMN,
2006, dana RDI masih dapat dipinjam- mekanisme PPLN ini dapat menye-
kan kembali untuk keperluan pembiayaan diakan dana (committment plafond)
investasi dan tujuan lain dalam rangka sebesar kebutuhan pembangunan
memenuhi kebutuhan pemerintah, terma- proyek atau nilai pelaksanaan kegia-
suk juga diteruspinjamkan kepada BUMN tan, tanpa perlu konsorsium. Hal
yang membutuhkan pembiayaan. Me- ini memberikan kepastian sum-
kanisme pelaksanaan pembiayaan kepada ber penyediaan dan memudahkan
BUMN dengan menggunakan dana RDI koordinasi bagi BUMN pengguna
ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal pinjaman.
Perbendaharaan. b. Lower cost. Biaya yang ditimbul-
kan dari mekanisme PPLN ini jauh
Namun demikian, kelemahan mendasar lebih rendah daripada jika BUMN
dari penggunaan dana RDI jika dikaitkan melakukan perjanjian pinjaman
dengan prinsip pengelolaan keuangan lainnya. Hal ini dikarenakan yang
negara adalah bahwa mekanisme dana RDI berhadapan langsung dengan kredi-
tersebut bersifat off-budget, yang artinya tur adalah Pemerintah sehingga biaya

160
yang dikenakan setara sovereign rate c. Long-term financing. Jangka waktu
(soft loan). Misalnya, pada tahun yang diberikan oleh kreditur luar
2017, business-to-business (commer- negeri rata-rata adalah 15-20 tahun.
cial) lending membutuhkan biaya Meski demikian terdapat lender
pinjaman sekitar 12-14% untuk yang menawarkan pinjaman dengan
pinjaman rupiah (local currency) jangka waktu pengembalian lebih
dan ±4-5% untuk pinjaman dalam dari 15-20 tahun. Misalnya pinja-
USD. Sedangkan PPLN membu- man dari JICA dengan jangka waktu
tuhkan maksimum hanya kurang pengembalian sampai dengan 40
lebih 8%-9% untuk pinjaman rupiah tahun.
dan 2,1%-3,3% untuk USD yang d. Pemerintah berlaku sebagai penja-
mencakup biaya spread dan interest. min. Mekanisme PPLN ini mempo-
Alternatif pembiayaan lain melalui sisikan pemerintah sebagai penjamin
pembentukan konsorsium juga karena posisi pemerintah yang berada
membutuhkan biaya yang jauh lebih diantara pihak donor dan BUMN
tinggi. sebagai debitur. Hal ini merupakan

161
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

faktor utama dibalik kemudahan babkan RDI sering menjadi temuan Badan Pemeriksa
pembiayaan BUMN yang bersumber Keuangan (BPK). Sedangkan, kelemahan-kelemahan
dari dana luar negeri. yang muncul dari mekanisme PPLN diharapkan
dapat diatasi melalui proses monitoring dan evaluasi
3. Penerusan Pinjaman Dalam Negeri yang dilakukan beberapa institusi pemerintah, salah
Penerusan Pinjaman Dalam Negeri satunya Direktorat SMI.
(PPDN) mempunyai mekanisme yang
sama dengan PPLN. Namun, sumber dana B. Upaya – upaya implementasi Kebijakan
PPDN berasal dari perusahaan negara,
perusahaan daerah ataupun pemerin- Implementasi kebijakan PPLN berdasarkan PMK
tah daerah yang memenuhi syarat untuk Nomor 108/PMK.05/2016 melibatkan banyak pi-
menjadi pemberi PPDN. Jika dibanding- hak, diantaranya adalah:
kan dengan PPLN, PPDN tidak memiliki
resiko kurs karena pinjaman tersebut dalam 1. Direktorat Sistem Manajemen Investasi
bentuk rupiah. Namun demikian, sampai Direktorat Sistem Manajemen Investa-
dengan saat ini, belum terdapat praktik si merupakan unit eselon II Direktorat
pembiayaan BUMN melalui mekanisme Jenderal Perbendaharaan yang berperan
PPDN. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagai pihak penilai kelayakan PPLN.
oleh belum adanya kreditur dalam negeri
yang siap untuk memberikan pinjaman 2. Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pe-
kepada BUMN dengan skema penerusan nilaian Resiko (Ditjen PPR)
pinjaman. Pada Ditjen PPR, peran dalam implemen-
tasi PPLN dilaksanakan oleh beberapa
Berdasarkan beberapa alternatif pembiayaan diatas direktorat sebagai berikut:
dan dengan melihat perkembangan perekonomian
sampai dengan saat ini, Pemerintah masih meng- a. Direktorat Strategi dan Portofolio
utamakan pembiayaan BUMN melalui mekanisme Pembiayaan (Dit. SPP), sebagai
PPLN karena beberapa keunggulan dari mekanisme pihak penyusun batas maksimum
tersebut. Apabila dilihati dari sisi pertanggung- pinjaman.
jawabannya, mekanisme PPLN dianggap lebih baik b. Direktorat Pengelolaan Risiko
daripada mekanisme RDI. Hal ini disebabkan karena Keuangan Negara (Dit. PRKN), se-
mekanisme RDI merupakan mekanisme off-budget bagai pihak penyusun analisa mitigasi
(di luar APBN) yang mempunyai alur pertang- risiko keuangan dan pengelolaan
gungjawaban yang lebih rumit apabila dibandingkan utang.
dengan mekanisme PPLN yang on-budget sehingga c. Direktorat Pinjaman dan Hibah
sesuai dengan siklus pelaksanaan dan pertanggung- (Dit. PH), sebagai negoisator Loan
jawaban APBN. Skema off-budget tersebut menye- Agreement dengan calon pemberi

162
pinjaman. menjanjikan. Maka dari itu, terdapat beberapa upaya
3. Kementerian Perencanaan Pembangunan yang dilakukan oleh Direktorat SMI bersama dengan
Nasional/Bappenas (Kementerian PPN/ Direktorat terkait dibawah Kementerian Keuangan
Bappenas) dan Kementerian BUMN, sebagaimana tertuang
Kementerian PPN/Bappenas berperan se- dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/
bagai pihak penilai kelayakan kegiatan yang PMK.05/2016, untuk menyelesaikan piutang peme-
akan dibiayai dengan PPLN. rintah yang macet ini, yaitu dengan melakukan opti-
malisasi penyelesaian piutang negara yang berasal dari
4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang PPLN melalui (1) Penjadwalan kembali, (2) Peru-
merupakan pihak penerima PPLN bahan persyaratan, (3) Konversi menjadi Penyertaan
Modal Negara (PMN), dan (4) Penghapusan Kewa-
5. Masyarakat sebagai pihak penerima man- jiban. Mekanisme penyelesaian piutang PPLN ini
faat pelaksanaan kegiatan BUMN yang dilakukan dengan cara menguji kelayakan pada setiap
dibiayai dengan PPLN. cara penyelesaian dengan urutan seperti diatas. Pe-
ngujian dilakukan secara bertahap dan dapat dikom-
Agar mekanisme PPLN kepada BUMN, berdasarkan binasikan sesuai urutan hingga diperoleh cara/kombi-
PMK Nomor 108/PMK.05/2016 dapat berjalan nasi penyelesaian yang terbaik. Sebagai catatan, cara/
efektif, dilakukan upaya-upaya implementasi. Per- kombinasi penyelesaian terbaik adalah dengan tetap
tama, melakukan sosialisasi PMK tersebut karena mempertimbangkan penerimaan negara.
masih banyak BUMN yang belum menyadari bahwa
mekanisme pembiayaan PPLN ini jauh lebih me- Melalui cara-cara tersebut, disamping dapat memi-
nguntungkan daripada mekanisme pembiayaan yang nimalisasi piutang pemerintah yang macet, kondisi
lainnya. Kedua, melakukan harmonisasi dengan keuangan dan manajemen BUMN diharapkan dapat
peraturan lain yang terkait dengan PPLN, antara lain menjadi lebih baik, dan kemudian dapat memper-
yang berkaitan dengan tingkat suku bunga peneru- lancar BUMN terkait untuk melakukan pembayaran
san pinjaman, tata cara penarikan pinjaman, serta kembali.
optimalisasi pengembalian penerusan pinjaman yang
tidak lancar (penyelesaian piutang negara). Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul
Pelaksanaan PPLN kepada Badan Usaha Milik
Terkait dengan pengembalian penerusan pinjaman Negara (BUMN) berdasarkan PMK Nomor 108/
yang tidak lancar, per tanggal 31 Desember 2016, PMK.05/2016 membawa dampak kepada pihak-
dari 61 BUMN yang menggunakan fasilitas pinjaman pihak terkait, antara lain:
PPLN, terdapat 21 BUMN yang tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan kewajibannya. 1. Badan Usaha Milik Negara
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain Mekanisme PPLN ini memberikan man-
kualitas manajemen dan kinerja keuangan BUMN faat lebih bagi BUMN jika dibandingkan
yang buruk serta prospek bisnis BUMN yang tidak dengan mekanisme pembiayaan lainnya

163
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

seperti commercial lending atau melalui langsung. Contohnya, melalui pembangu-


perbankan. Melalui PPLN, BUMN bisa nan jalan tol secara masif dapat memper-
memperoleh dana yang jauh lebih besar, mudah urusan logistik antar daerah.
sehingga dapat digunakan untuk ekspansi
usaha mereka, dan pada akhirnya dapat Keep It Sustain: Kendala-kendala dan Upaya Menga-
meningkatkan keuntungan usahanya. tasinya
BUMN akan mendapatkan pinjaman Pembiayaan pemerintah kepada BUMN melalui
dengan cost of fund rendah dengan jangka mekanisme pelaksanaan PPLN menjadi alterna-
waktu pinjaman yang lebih lama daripada tif terbaik pembiayaan dalam rangka peningkatan
commercial lending lainnya. Disamping kinerja BUMN. Peningkatan kualitas perencanaan
itu, PMK Nomor 108/PMK.05/2016 ini bisnis, kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan
menjadi pedoman BUMN dalam mengaju- besar, karena pemerintah bertindak sebagai “pen-
kan usulan PPLN kepada pemerintah. jamin pinjaman”, adanya proses alih teknologi
pengetahuan, serta cost of fund yang lebih rendah
2. Pemerintah dan Donor merupakan beberapa keuntungan yang didapat oleh
Terpenuhinya kebutuhan pembiayaan yang BUMN melalui mekanisme PPLN. Namun demiki-
besar bagi BUMN melalui mekanisme an, terdapat beberapa kondisi yang menjadi kendala
PPLN, akan meningkatkan kemampuan pelaksanaan PPLN tersebut, antara lain:
BUMN dalam hal penyediaan kemanfaatan
umum bagi masyarakat. Hal ini tentu 1. Mekanisme birokrasi PPLN yang cukup
saja membantu pemerintah dalam mereal- panjang bagi pinjaman baru.
isasikan program-program prioritas peme- Suatu pinjaman baru melalui mekanisme
rintah, misalnya, pembangunan pem- PPLN setidaknya membutuhkan waktu
bangkit listrik oleh PT PLN (Persero) lebih dari satu tahun karena beberapa hal.
berdampak besar pada pembangunan Pertama, terdapat tahap-tahap administrasi
insfrastruktur nasional. Selain itu, peme- yang memerlukan waktu yang tidak dapat
rintah juga akan mendapatkan manfaat lain diprediksi. Misalnya, proses perencanaan
misalnya alih teknologi dari negara lain dan di Bappenas atas usulan kegiatan BUMN
potensi dibukanya kerjasama baru dengan yang akan dibiayai dengan mekanisme
negara lain. Bagi negara donor, mekanisme PPLN. Pada proses ini, Bappenas selaku
PPLN membawa manfaat karena adanya koordinator harus bekerjasama dengan Ke-
zero default risk. menterian teknis terkait untuk melakukan
penilaian-penilaian teknis terhadap BUMN
3. Masyarakat bersangkutan. Penilaian kelayakan dari
Peningkatan kemampuan BUMN dapat aspek teknis kegiatan tersebut menjadi per-
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, timbangan usulan kegiatan BUMN terkait.
baik secara langsung maupun tidak Namun, belum adanya peraturan tentang

164
norma waktu dalam proses di Bappenas Link antara Kementerian Keuangan dan
tersebut menjadikan jangka waktu yang Bappenas. Hadirnya SOP Link tersebut
dibutuhkan untuk mendapatkan PPLN diharapkan dapat membantu perencanaan
menjadi sulit untuk diprediksi. BUMN dalam mengajukan pembiayaan
melalui PPLN, dan disamping itu, akan
Di sisi lain, norma waktu mekanisme inter- meningkatkan efektifitas, efisiensi, trans-
nal Kementerian Keuangan telah ditetap- paransi, dan akuntabilitas birokrasi PPLN.
kan secara tersurat di dalam PMK Nomor Sehingga pada akhirnya hal tersebut akan
108/PMK.05/2017. Selain itu, proses mempermudah tugas Direktorat SMI
koordinasi antar Direktorat di lingkungan sebagai pengelola dan evaluator dana PPLN
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan tersebut.
Ditjen PPR menjadi lebih jelas. Dengan
demikian, agar birokrasi PPLN mulai dari Hal kedua yang menyebabkan panjang-
pengusulan sampai dengan ekfektifnya nya mekanisme PPLN adalah keterkaitan
penarikan pinjaman menjadi jauh lebih mekanisme tersebut dengan APBN. Se-
cepat dan dapat diprediksi, diperlukan bagaimana tertuang dalam Undang-Un-
suatu Standard Operation Procedure (SOP) dang Nomor 1 Tahun Perbendaharaan

OVERALL REVIEW
Evaluasi Penerusan Pinjaman Kendala Upaya
Mekanisme • Mekanisme yang cukup • Efisiensi mekanisme
Keunggulan Pendanaan Via SLA panjang bagi pinjaman - Menetapkan norma waktu
Keputusan
baru • Meningkatkan koordinasi dengan
• Memberikan sumber
pembiayaan yang besar
1 • Pembahasan dengan DPR
yang tidak dapat dipastikan
unit-unit terkait
• Membuat komitmen
• Biaya Tinggi dengan selutuh stakeholder
- Manajemen
• Adanya proses alih teknologi/ - Bisnis
pengetahuan dari negara lain Proses Penarikan Dana • Realisasi yang lambat • Evaluasi usulan/rencana penarikan
- Pembebasan tanah dana

• Membuka dan meningkatkan 2 - Pengadaan dan


kontraktor
• Penerapan aturan

kerjasama internasional - Persetujuan lender


Manajemen Resiko • Potensi gagal bayar • Menerapkan pembayaran kem-
• Rendahnya pembayaran bali (debt repayment) sebagai
• Memenuhi best practices yang
kembali penilaian kinerja BUMN
dilakukan Lender
3 • resiko kegiatan/proyek • Review dari independent consul-
tant
• Mekanisme peringatan dini (early
• memberikan cost of funds yang warning)
lebih rendah dan jangka waktu Restrukturisasi Utang Proses restrukturisasi yang • Mapping penyelesaian piutang per
pinjaman yang lebih lama bagi BUMN berjalan lambat perusahaan
end-user • Perbaikan Peraturan terkait Re-
strukturisasi
4 • Memasukkan KPI manajemen
• Zero default risk bagi Lender untuk komitmen penyelesaian
utang dan monev unit terkait
• MoU dengan Kementerian
BUMN

165
Implementasi Penerusan Pinjaman Kepada Badan Usaha Milik
9 Negara sebagai Special Mission Vehicle

Negara Pasal 38 ayat 1 dan 2, penerusan baik terhadap kegiatan BUMN pengguna
pinjaman dalam negeri dan/atau luar negeri PPLN, sehingga rencana bisnis yang telah
oleh pemerintah kepada BUMN harus se- direncanakan dapat dilaksanakan dengan
suai dengan ketentuan yang telah ditetap- baik. Dengan demikian, dana pinjaman
kan dalam Undang-Undang APBN. Hal dapat ditarik sesuai dengan rencana penari-
ini berarti proses PPLN harus melalui me- kan pinjaman, serta kegiatan dapat segera
kanisme APBN yang memerlukan persetu- menghasilkan suatu manfaat bagi BUMN,
juan DPR, sehingga efektifnya suatu PPLN pemerintah, maupun masyarakat luas.
tergantung pada siklus APBN. Dalam hal
ini, waktu minimal yang dibutuhkan oleh Monitoring sendiri merupakan bagian dari
BUMN untuk merencanakan suatu PPLN asas-asas perkreditan yang sehat. Monitor-
adalah satu tahun sebelumnya. Namun, ing dilakukan baik dalam bentuk on desk
terkadang proses tersebut dapat menjadi maupun on site. Monitoring dilakukan
lebih cepat, misal hanya sekitar 3-4 bu- sejak proses pengajuan, bahkan sampai
lan, jika pada tahun bersangkutan usulan dengan proses penilaian. Tujuan monitor-
kegiatan/proyek datang bersamaan dengan ing untuk mengetahui apakah perencanaan
proses APBN Perubahan. dilakukan dengan benar dan tingkat kese-
riusan dalam permohonan pinjaman. Hal
2. Proses penarikan dana yang lambat. ini terkait dengan upaya pemerintah untuk
Penarikan dana yang didasarkan pada menjaga nama dan hubungan baik dengan
progres penyelesaian kegiatan terkadang pihak donor. Selain itu, monitoring juga
bermasalah bagi BUMN tertentu. Misal- dapat bermanfaat untuk kebutuhan re-
nya, progres pembebasan tanah yang tidak plikasi pembiayaan. Replikasi yang dimak-
sesuai dengan rencana awal dimana me- sud adalah, dimungkinkannya pembiayaan
ngakibatkan irisan waktu antara penarikan terhadap proyek-proyek yang dianggap
dana pinjaman dengan waktu pembayaran berhasil atau menguntungkan, tanpa meng-
pinjaman terkait. Hal ini menimbulkan gunakan pinjaman luar negeri.
suatu inefisiensi pembiayaan PPLN. Se-
mestinya ada jeda waktu, antara penyele- Dalam hal ini, Direktorat SMI berperan
saian kegiatan dengan tahap awal pemba- penting dalam proses monitoring dan
yaran kembali pinjaman terkait, sehingga evaluasi progres penyelesaian kegiatan dan
proyek berjalan stabil dan menghasilkan arus keluar masuk pinjaman PPLN terkait.
penerimaan bagi BUMN sebelum masuk Namun demikian, monitoring dan evaluasi
masa pembayaran utang. tidak hanya melibatkan Direktorat Jende-
ral Perbendaharaan. Hampir semua pihak
Untuk mengatasi kondisi ini, dibutuhkan terlibat pada saat pemberian pinjaman,
suatu proses monitoring dan evaluasi yang terlibat pula dalam upaya monitoring dan

166
evaluasi. Pihak-pihak tersebut adalah Di- sanaan monitoring dan evaluasi proyek
rektorat Jenderal Anggaran yang terlibat da- sebagai early warning, solusi akhir untuk
lam hal penganggaran, Bappenas dalam hal mengatasi kondisi tersebut adalah melalui
program, Direktorat Jenderal PPR dalam optimalisasi penyelesaian piutang negara
hal negosiasi dengan pihak pemberi pinja- dimana terdapat kemudahan dalam mem-
man dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), bayar kembali kewajiban BUMN kepada
yang juga terlibat dalam proses penelitian Pemerintah, seperti penjadwalan kembali,
atau penilaian. perubahan persyaratan pinjaman, konver-
si piutang sebagai tambahan Penyertaan
3. Resiko kegiatan dan potensi gagal bayar Modal Negara (non-kas), yaitu mengubah
PPLN. utang debitur menjadi modal pemerintah,
Resiko kegiatan dan pontensi gagal bayar dan penghapusan kewajiban debitur.
pada dasarnya telah diidentifikasi melalui
penilaian kelayakan kegiatan dan kelayakan Ketiga kondisi yang menjadi kendala pelaksanaan
pembiayaan PPLN. Namun, tidak tertutup PPLN tersebut diharapkan dapat diminimalisasi
kemungkinan bahwa kondisi tersebut akan melalui optimalisasi peran monitoring dan evaluasi
terjadi dalam pelaksanan PPLN yang telah Direktorat SMI sebagai pihak yang berperan penting
termonitor dengan baik. Selain pelak- dalam proses PPLN kepada BUMN.

167
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Halaman ini sengaja dikosongkan

168
BAB X
INFOGRAFIS

Pemerintah selalu berupaya untuk memberikan


layanan kepada masyarakat yang berkualitas
dengan biaya yang rendah. Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut, diperlukan pola khusus yang
dapat diterapkan di lembaga-lembaga yang
langsung memberikan layanan pokok kepada
ma-syarakat, terutama di bidang kesehatan
dan pendidikan. Pola yang berorientasi pada
output layanan yang maksimal dan tidak terlalu
terjebak dalam birokrasi, namun tetap dapat
dipertanggungjawabkan.

169
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Halaman ini sengaja dikosongkan

170
Bab X
Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum

Latar Belakang dan Dasar hukum


A. Latar Belakang mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dengan
peraturan pemerintah. Oleh karena itu, pada tanggal
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum per- 13 Juni 2005, pemerintah menetapkan Peraturan
tama kali diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelo-
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada laan Keuangan BLU.
Bab XII, pasal 68 dan 69 diuraikan mengenai Pe-
ngelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam Peraturan pemerintah ini ditetapkan untuk mem-
pasal 68 disebutkan bahwa Badan Layanan Umum berikan ruang terhadap berkembangnya konsep
dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada baru dalam mengelola keuangan pemerintah dimana
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahter- pengelolaan dengan orientasi pada keluaran semakin
aan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. menjadi praktik yang dianut luas oleh pemerintahan
Kekayaan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan modern di berbagai negara. Instansi pemerintah yang
kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta memiliki tugas pokok dan fungsi berupa pelayanan
dikelola dan dimanfaatkan untuk menyelenggarakan kepada masyarakat, dapat menerapkan pola penge-
kegiatan BLU, yang dapat dibedakan menjadi BLU lolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan
Pemerintah Pusat dan BLU Pemerintah Daerah. Ter- produktivitas, efisiensi, dan efektivitas melalui pe-
kait dengan pembinaan terhadap pengelolaan keuan- nerapan pola pengelolaan keuangan BLU.
gan BLU Pemerintah Pusat, undang-undang tersebut
memberikan amanah kepada Menteri Keuangan Dalam perjalanan pelaksanaan Pengelolaan Keua-
untuk melakukannya. Menteri Teknis diberikan ngan BLU, ditemui hal-hal yang menuntut dilaku-
amanah untuk melakukan pembinaan teknis. Untuk kannya penyempurnaan terhadap beberapa penga-
me- ngatur pengelolaan keuangan BLU, pemerintah turan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun
perlu menetapkan peraturan pemerintah. Hal ini 2005 agar lebih memperlancar penerapan Pengelo-
tertuang dalam Pasal 69 ayat (7) Undang-Undang laan Keuangan BLU dengan tetap memperhatikan
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Neg- akuntabilitas kinerja dan keuangan sebagai penyeim-
ara, yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut bang dari fleksibilitas yang telah diberikan.

171
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

172
Illustrator: Muhammad Taufiqur Rahman
Penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 juga diperlukan untuk mengatur menge- learning point
nai penetapan penerapan pola pengelolaan keuangan
BLU bagi Universitas Indonesia, Universitas Gadjah A. Alternatif-alternatif dan Alasan Pemili-
Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian han Alternatif
Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pen-
didikan Indonesia dan Universitas Airlangga. Sebelum ditetapkannya PP Nomor 23 Tahun 2005
jo PP Nomor 74 tahun 2012 tentang Perubahan
B. Dasar Hukum atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan BLU, semua institu-
Pengaturan Pengelolaan Keuangan BLU, dilakukan si pemerintah masih menerapkan pola pengelolaan
berdasarkan pada Undang-undang Nomor 17 Tahun keuangan yang umum digunakan oleh instansi pe-
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang merintah (bukan pola Pengelolaan Keuangan BLU).
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Neg- Konsep fleksibilitas dalam penggunaan pendapatan
ara. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pada Bab dan belanja pemerintah belum memiliki dasar hukum
XII, pasal 68 s.d 69 Undang-undang Nomor 1 Tahun sehingga hanya dilaksanakan oleh instansi pemer-
2004 telah mengatur tentang Pengelolaan Keuangan intah yang dapat menghasilkan Pendapatan Negara
BLU. Pada pasal 69 ayat (7) undang-undang tersebut Bukan Pajak (PNBP).
disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan Bahwa pada saat itu belum tersedia landasan hukum
pemerintah. Sesuai dengan Undang-undang Dasar untuk menerapkan pola pengeloalan keuangan yang
1945, pasal 5 ayat (2), Presiden memiliki kewena- fleksibel seperti BLU, sehingga untuk menghindari
ngan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang ataupun
menjalankan aturan sebagaimana tertuang dalam permasalahan hukum bagi para pihak-pihak yang ter-
undang-undang. libat maka semua pengelolaan keuangan pemerintah
hanya dilaksanakan menggunakan skema Satker biasa
Pada tahun 2012, Pemerintah melakukan beberapa dan satker PNBP.
perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005. Aturan yang juga menjadi dasar peru- Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 ditetap-
bahan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor kan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat
17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyeleng- (7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
garaan Pendidikan sebagaimana telah diubah de- Perbendaharaan Negara. Diperlukan ketentuan lebih
ngan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 lanjut mengenai Pengelolaan Keuangan BLU yang
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 17 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu,
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengga- Pemerintah menetapkan PP Nomor 23 Tahun 2005.
raan Pendidikan.
Penetapan PP Nomor 23 Tahun 2005 dilakukan den-

173
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

gan pertimbangan bahwa penerapan penganggaran lihan status dari semula Perusahaan Jawatan menjadi
berbasis kinerja sebagai salah satu bentuk reformasi instansi yang tetap memiliki otonomi dalam pengelo-
pengelolaan keuangan pemerintah yang berorientasi laan sumber daya-nya.
pada output dapat diperkuat dengan penerapan para-
digma mewiraswastakan pemerintah (enterprising the Implikasi dari penetapan Undang-undang Nomor
government). Lebih lanjut, guna meningkatkan pro- 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah bahwa sesuai
duktivitas, inovasi, efisiensi, dan efektivitas instansi dengan pasal 93 undang-undang tersebut, dalam
pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pe- waktu dua tahun terhitung sejak Undang-undang
layanan publik seperti layanan kesehatan dan pendi- BUMN berlaku, semua BUMN yang berbentuk
dikan, perlu diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan Perjan harus telah diubah bentuknya menjadi Perusa-
sumber dayanya. haan umum (Perum) atau Persero.

Namun demikian, sebagai penyeimbang fleksibilitas Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang BUMN, defi-
yang diberikan, instansi pemerintah yang memberi- nisi perum adalah BUMN yang seluruh modalnya
kan pelayanan publik tersebut harus dikendalikan se- dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
cara ketat dalam perencanaan dan penganggaran serta bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penye-
pertanggungjawabannya. Kinerja layanan instansi diaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
pemerintah tersebut juga harus dikelola lebih ketat sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
dibandingkan instansi pemerintah lainnya. Selain pengelolaan perusahaan. Sedangkan, definisi Persero
itu, juga diperlukan seleksi yang ketat dengan tata adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas
kelola khusus sebelum instansi pemerintah tersebut yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh
mendapatkan fleksibilitas. Penerapan Pengelolaan atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen)
Keuangan BLU selain sebagai salah satu wujud sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia
reformasi pengelolaan keuangan pemerintah, juga di- yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
harapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dari uraian mengenai Pasal 1 dan pasal 93 Un-
dang-undang BUMN, tergambar bahwa tujuan dari
Penetapan PP Nomor 23 Tahun 2005 merupakan Perum dan Persero adalah untuk mencari keun-
sebuah alternatif terhadap kondisi yang terjadi pada tungan. Sedangkan tujuan dari rumah sakit milik
periode tersebut. Dengan ditetapkannya Undang-Un- pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan
dang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha kepada masyarakat. Oleh karena itu, berdasarkan
Milik Negara, terdapat permasalahan operasional ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
pada 13 rumah sakit milik pemerintah yang sebelum- tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor
nya telah ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Per- 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
jan). Mengingat rumah sakit tersebut memberikan serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
layanan kepada masyarakat dengan jumlah pengguna Perbendaharaan Negara, dipilih alternatif bentuk
layanan yang signifikan, diperlukan alternatif penga- instansi baru untuk rumah sakit tersebut yang menja-

174
di bagian dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan menanggung biaya obat dan biaya tindakan, sedang-
serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kan komponen biaya selain itu, ditanggung oleh
menyelenggarakan kegiatan instansi tersebut. Dalam pemerintah.
bentuk instansi baru tersebut diberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan sumber dayanya untuk mening- Pembentukan BLU adalah hasil reformasi pengelo-
katkan produktivitas, inovasi, efisiensi, dan efektivitas laan keuangan pemerintah, yang berorientasi hasil,
layanan kepada masyarakat. Pola pengelolaan keua- profesional, akuntabel, yang sejalan juga dengan kon-
ngan tersebut ditetapkan menjadi Pengelolaan sep reinventing government (Osborne dan Gaebler,
Keuangan BLU. 1992) dimana salah satu prinsip didalamnya adalah
untuk mewirausahakan pemerintah. Pemerintah da-
Badan Layanan Umum, sesuai Pasal 1 Peraturan lam mengelola keuangannya harus berpikir layaknya
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, adalah instan- pengusaha yaitu mengelola keuangan secara efisien
si di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk dan efektif. Pengambilan keputusan juga harus
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa dilakukan secara cepat, efisien dan efektif. BLU
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa diberikan fleksibilitas, debirokratisasi karena langsung
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melayani masyarakat, pimpinan profesional, konsep
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip enterprising government untuk meraih hasil secara
efisiensi dan produktivitas. Pola Pengelolaan Keua- efektif dan efisien.
ngan BLU, yang selanjutnya disebut PPK-BLU,
adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan Untuk mewujudkan prinsip-prinsip tersebut, dilaku-
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan kan identifikasi kewenangan-kewenangan Menteri
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk mening- Keuangan yang perlu diberikan kepada BLU, sehing-
katkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka ga dimungkinkan dilakukan debirokratisasi. Sebagai
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan contoh adalah pendapatan BLU yang dikelola sendiri
kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentu- oleh BLU, pengadaan barang jasa dapat dilakukan
an pengelolaan keuangan negara pada umumnya. tanpa melalui peraturan pengadaan barang dan jasa
Pemerintah, dengan mempertimbangkan efektivitas
Ide dari dibentuknya BLU adalah untuk menciptakan dan efisiensi. Intinya adalah unit yang langsung me-
sebuah layanan publik berkualitas dengan harga yang layani masyarakat seperti rumah sakit dan perguruan
terjangkau oleh masyarakat. Hal ini dapat diwujud- tinggi tidak boleh dikelola ala birokrasi. Rumah sakit
kan dengan mengurangi komponen biaya yang harus adalah agen pelaksana dari Kementerian Kesehatan.
ditanggung oleh pasien rumah sakit. Sebagai contoh Peran Kementerian Kesehatan adalah memberi-
sederhana, apabila diketahui komponen biaya seo- kan block fund kepada rumah sakit sesuai dengan
rang pasien di rumah sakit terdiri dari biaya tanah/ Rencana Bisnis Anggaran (RBA), agar rumah sakit
bangunan rumah sakit, biaya dokter, biaya langganan lebih fleksibel dalam mengelola. Selain itu, BLU
daya, biaya obat dan biaya tindakan, maka dengan diperbolehkan mengambil kebijakan terkait dengan
penerapan konsep BLU pasien rusmah sakit cukup utang, piutang, pengelolaan barang dan pengelolaan

175
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

kas dengan atu-ran sebagaimana tertuang dalam PP keuangan dan kinerja BLU disusun dan
Nomor 23 Tahun 2005. Selain itu ada tata kelola disajikan sebagai bagian yang tidak terpi-
dan SOP, sehingga menghasilkan akseptabilitas yang sahkan dari rencana kerja dan anggaran ser-
pada gilirannya meningkatkan kualitas layanan yang ta laporan keuangan dan kinerja kementeri-
kemudian meningkatkan nilai tambah dari BLU. Pe- an negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat
merintah melakukan kontrol terhadap BLU dari sisi Daerah (SKPD)/pemerintah daerah.
perencanaan dan pertanggungjawaban anggaran. 7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan
umum sejalan dengan praktik bisnis yang
Instansi yang ditetapkan menjadi instansi BLU sehat.
memiliki karakteristik sebagai berikut: 8. bisnis yang ehat.
B. Upaya – upaya implementasi Kebijakan
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kemen-
terian negara/lembaga/pemerintah daerah Implementasi kebijakan terkait dengan Pengelolaan
untuk tujuan pemberian layanan umum Keuangan BLU dapat dibagi dalam dua fase, yaitu
yang pengelolaannya berdasarkan kewena- Fase Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 23
ngan yang didelegasikan oleh instansi in- Tahun 2005 dan Fase Penyempurnaannya melalui
duk yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012. Fase
2. BLU merupakan bagian perangkat penca- implementasi PP Nomor 23 tahun 2005 merupakan
paian tujuan kementerian negara/lembaga/ fase awal dari implementasi BLU di tanah air. Fase
pemerintah daerah dan karenanya status itu dilakukan de-ngan langkah-langkah yang meli-
hukum BLU tidak terpisah dari kemen- puti aspek organisasi dan juga hukum. Pada tahun
terian negara/lembaga/pemerintah daerah 2006, telah dilakukan pembentukan Unit Eselon II
sebagai instansi induk. baru di lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ yang melaksanakan fungsi Menteri Keuangan selaku
bupati/walikota bertanggung jawab atas pembina keuangan BLU Pemerintah Pusat yaitu
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan Direktorat Pembinan Pengelolaan Keuangan BLU
pelayanan umum yang didelegasikannya (Direktorat PPK-BLU), yang kemudian melakukan
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang inisiasi perumusan aturan-aturan terkait.
dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU Selanjutnya, Direktorat PPK-BLU juga melakukan
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegia- kajian dan merumuskan Rancangan Peraturan Pemer-
tan pemberian layanan umum yang didele- intah (RPP) pengganti Peraturan Pemerintah Nomor
gasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU.
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dari kajian yang dilakukan, terdapat beberapa aspek
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa krusial yang mendorong dilakukannya penyempur-
mengutamakan pencarian keuntungan. naan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan

176
Aspek-aspek penting terkait penyempurnaan PP an aset tetap BLU.
Nomor 23 Tahun 2005 dengan PP Nomor 74 Tahun 5. Pengangkatan dan pemberhentian tenaga
2012 adalah mengenai pe- ngaturan: profesional nonpegawai negeri sipil sesuai
kebutuhan BLU dengan mempertimbang-
1. Penetapan tarif layanan BLU yang dapat kan efisiensi dan produktivitas.
didelegasikan kepada menteri/pimpinan
lembaga dan/atau pemimpin BLU dengan Selain aspek-aspek sebagaimana tersebut diatas, ter-
memperhatikan karakteristik layanan BLU dapat tujuh Perguruan Tinggi Negeri yang sebelum-
serta pengaruhnya terhadap masyarakat nya berbentuk Badan Hukum Pendidikan Pemerin-
umum. Hal tersebut dimaksudkan mem- tah dikembalikan statusnya menjadi Perguruan Ting-
berikan keleluasaan bagi BLU dalam meng- gi yang Diselenggarakan oleh Pemerintah dengan di-
hadapi tantangan dan perubahan pemberi- batalkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009
an jasa layanannya. tentang Badan Hukum Pendidikan oleh putusan
2. BLU yang telah mampu menyusun standar Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Maret 2010.
biaya berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya dapat menggunakan standar biaya Untuk itu diperlukan penyempurnaan atas Peraturan
tersebut untuk menyusun RBA. Penggu- Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 sebagai solusi atas
naan standar biaya berdasarkan perhitu- permasalahan pengelolan keuangan yang dihadapi
ngan akuntansi biaya yang disusun sendiri satuan kerja BLU, sekaligus menetapkan tujuh Pergu-
oleh BLU tersebut diharapkan dapat ruan Tinggi Negeri (PTN) eks Badan Hukum Pendi-
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dikan Pemerintah menjadi BLU. Penyempurnaan ini
penyediaan layanan BLU. kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
3. Pengalokasian anggaran BLU pada RKA- Nomor 74 Tahun 2012.
K/L, rencana kerja dan anggaran SKPD,
atau Rancangan Peraturan Daerah tentang Dengan ditetapkannya PP Nomor 74 tahun 2012,
APBD dirinci hanya pada satu program, BLU dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
satu kegiatan, dan satu keluaran, sedangkan pelayanan kepada masyarakat dengan ada penyem-
rincian pagu anggaran BLU dituangkan purnaan fleksibilitas bagi BLU yaitu dengan:
dalam RBA. Hal tersebut dimaksudkan
untuk lebih memberikan keleluasaan bagi 1. Penetapan tarif layanan dengan karakte-
BLU dalam pemberian jasa layanannya ristik tertentu dapat didelegasikan menteri/
dengan meminimalkan kemungkinan un- pimpinan lembaga dan/atau pimpinan
tuk melakukan revisi/perubahan anggaran. BLU sehingga diperoleh simplifikasi pada
4. Penerimaan hasil penjualan aset tetap proses penetapan tarif atas suatu layanan
sebagai akibat dari pemindahtanganan aset. baru khususnya layanan kesehatan pada
Hal tersebut dimaksudkan agar terdapat ke- masyarakat yang perlu dikembangkan
jelasan pengaturan mengenai hasil penjual- 2. BLU didorong untuk mengembangkan

177
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

sistem akuntansi biaya yang dapat meng- perubahan terkait kebijakan dalam ranah pendidikan
alokasikan seluruh biaya baik langsung tinggi, yaitu dengan ditetapkannya UU Nomor 12
maupun tak langsung ke seluruh produk Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan PP
barang/jasa yang dihasilkan, sehingga dapat Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
ditetapkan alokasi biaya yang wajar untuk Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Ting-
seluruh barang/jasa yang dihasilkan. Hal ini gi. Sebenarnya, salah satu pertimbangan penetapan
pada akhirnya dapat memudahkan proses Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2012 adalah
penetapan tarif layanan BLU yang mampu untuk memberikan ruang bagi tujuh PTN eks Badan
meningkatkan kontinuitas dan pengem- Hukum Pendidikan Pemerintah, setelah dibatalkan-
bangan layanan, sesuai dengan daya beli nya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang
masyarakat, memenuhi asas keadilan dan Badan Hukum Pendidikan oleh putusan Mahkamah
kepatutan, serta menumbuhkan kompetisi Konstitusi pada tanggal 31 Maret 2010. Dengan
yang sehat. ditetapkannya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang
3. Penganggaran BLU lebih dapat mene- Pendidikan Tinggi, tujuh PTN eks Badan Hukum
rapkan prinsip anggaran berbasis kinerja Pendidikan Pemerintah ditetapkan sebagai PTN
dengan ditetapkannya fleksibilitas dalam Badan Hukum (PTN-BH). Sehingga jumlah BLU
penganggaran berupa Daftar Isian Pelaksa- menjadi berkurang dengan penetapan PTN tersebut
naan Anggaran (DIPA) yang mencantum- menjadi PTN-BH.
kan satu program, satu kegiatan, dan satu
output sehingga meminimalisasi revisi/ Namun demikian, dengan ditetapkannya PP Nomor
perubahan anggaran. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
4. Dalam hal terdapat pemindahdatanganan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan yang menga-
aset tetap BLU, satuan kerja BLU mempe- tur pola pengelolaan PTN dengan (a) pengelolaan
roleh dasar hukum yang mengatur alokasi keuangan negara pada umumnya, (b) pengelolaan
dari hasil pemindahtanganan aset tetap keuangan BLU, dan (c) badan hukum, terdapat
tersebut dalam hal sumber dana perolehan pertumbuhan jumlah BLU pendidikan yang cukup
aset tetap tersebut berasal seluruhnya dari signifikan dari semula 62 satuan kerja di awal tahun
PNBP BLU. 2014 menjadi 82 satuan kerja di akhir tahun 2016
5. BLU memperoleh dasar hukum yang
mengatur pengangkatan tenaga profesional Pihak terdampak dan jenis dampak yang muncul
nonpegawai negeri sipil namun tetap mem- Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
pertimbangkan efisiensi dan produktivitas 23 Tahun 2005 jo Peraturan Pemerintah Nomor
BLU dan tidak menjadi beban bagi fiskal 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
pemerintah. Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Penge-
lolaan Keuangan BLU, terdapat pihak-pihak yang
Hal menarik dalam implementasi Peraturan Pe- terkena dampak.
merintah Nomor 74 tahun 2012 adalah terjadinya

178
Instansi pemerintah yang melaksanakan tugas opera- Bagi masyarakat, dengan adanya konsep BLU, akan
sional pelayanan publik, misalnya layanan kesehatan, terjamin layanan yang semakin baik dengan harga
pendidikan, pengelolaan kawasan, dan pengelola yang terjangkau, bahkan tergolong murah. Dari
dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi sisi pemerintah, fleksibilitas yang diberikan kepada
dan/atau pelayanan kepada masyarakat, dapat mene- BLU akan mendorong kualitas kinerja dan keuangan
rapkan pola pengelolaan keuangan BLU yang fleksi- yang berimplikasi pada berkurangnya tekanan pada
bel dengan paradigma mewiraswastakan pemerintah APBN. Peningkatan jumlah yang dilayani, pening-
(enterprising the government). Fleksibilitas dalam katan jumlah pendapatan dan semakin berkurangnya
pola pengelolaan keuangan BLU antara lain meliputi porsi APBN dapat menjadi indikator kinerja BLU.
pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas,
pengadaan barang/jasa, serta pengelolaan aset. BLU C. Dinamika dibalik pengambilan keputusan
juga dapat diberikan kewenangan untuk mengangkat
dan memberhentikan tenaga profesional nonpegawai Proses pengambilan keputusan terkait Pola Pengelo-
negeri sipil serta memberikan imbalan jasa kepada laan Keuangan BLU tidak serta merta berjalan lancar.
pegawai sesuai dengan kontribusinya. Selain itu, pe- Terdapat beberapa hal yang mewarnai pengambilan
netapan tarif layanan BLU juga dapat didelegasikan kebijakannya, diantaranya:
kepada pemimpin BLU dengan memperhatikan
karakteristik layanan BLU serta pengaruhnya terha- 1. Adanya ketidaksetujuan mengenai fleksibilitas
dap layanan masyarakat. penyediaan barang/jasa, bahwa BLU dapat
melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerin-
Tata kelola keuangan yang fleksibel tersebut membe- tah tidak berdasarkan ketentuan mengenainya.
rikan keleluasaan bagi BLU dalam mengelola sumber Sebagai solusi, BLU dapat melakukan penye-
daya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas diaan barang/jasa diluar peraturan pengadaan
layanan kepada masyarakat. Fleksibilitas tersebut barang/jasa pemerintah apabila memenuhi
juga diharapkan mampu mendorong BLU untuk persyaratan sebagaimana tertuang dalam Pasal
mengoptimalkan seluruh potensi pendapatannya se- 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/
hingga dapat mewujudkan kemandirian BLU dalam PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengada-
membiayai seluruh pengeluarannya tanpa bergantung an Barang/Jasa pada BLU. Syarat tersebut
pada dana yang disediakan oleh APBN/APBD, se- adalah:
hingga keberadaan BLU dapat meningkatkan kapa-
sitas dan ruang fiskal pemerintah, serta memberikan a. BLU adalah BLU dengan status BLU
kontribusi positif terhadap APBN/APBD. Selan- secara penuh.
jutnya, BLU diharapkan dapat menjadi bagian dari b. Terdapat alasan efektivitas dan/atau
agen perubahan (agent of change) bagi pembaharuan efisiensi.
manajemen keuangan sektor publik yang menguta- c. Sumber dana pengadaan berasal dari:
makan inovasi, produktivitas, efisiensi, dan efektivi- • Jasa Layanan yang diberikan kepa-
tas. da masyarakat

179
10 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

• Hibah tidak terikat yang diperoleh setujuan dari pihak Direktorat Jenderal Pendi-
dari masyarakat atau badan lain dikan Tinggi (Dirjen Dikti) terkait perubahan
• Hasil kerjasama BLU denga pihak status perguruan tinggi tersebut menjadi BLU.
lain dan/atau hasil usaha lainnya. Namun, setelah presentasi yang dilakukan oleh
2. Pada pengambilan kebijakan sebagaimana Menteri Keuangan di BPK, dimana didalam-
tertuang dalam PP Nomor 74 tahun 2012 juga nya diuraikan mengenai perbandingan antara
diwarnai dinamika. Perubahan yang didorong satuan kerja biasa, BLU dan kekayaan yang
adanya perguruan tinggi berstatus Badan dipisahkan, Ketua BPK saat itu, Anwar Nasut-
Hukum Milik Negara (BHMN). Ada ketidak- ion, cenderung pada konsep BLU.

180
181
Illustrator: Reno Samudra

Anda mungkin juga menyukai