Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas ijin dan karunia-Nya maka Pengajuan Dan Pembayaran
Tagihan Atas Beban APBN diselesaikan dengan baik. Kami juga
menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Ditjen Perbendaharaan
dan khususnya Direktur Pelaksanaan Anggaran dan Direktur Sistem
Perbendaharaan yang telah memberikan ijin dan dukungan atas
penulisan modul ini. Tak lupa juga, kami menyampaikan terima kasih
kepada ketua/koordinator tim teknis penulisan modul ini.
Modul ini ditulis guna memenuhi bahan/materi Diklat penyuluh
Perbendaharaan yang akan diselenggarakan Tahun 2015. Diklat
penyuluh Perbendaharaan 2015 ini sangat strategis perannya pada
implementasi akuntabilitas pelaksanaan dan pengelolaan APBN. Diklat
Penyuluh Perbendaharaan akan menghasilkan tenaga penyuluh
Perbendaharaan yang profesional dan kompeten.
Untuk menjamin pemutakhiran kualitas penulisan, maka materi
yang disajikan dalam modul ini merupakan materi berdasarkan
ketentuan-ketentuan pengelolaan APBN terbaru yang diterapkan.
Ketentuan terbaru merupakan penyempurnaan atas ketentuan
sebelumnya serta penyesuaian dengan kondisi kompleksitas pengelolaan
APBN di lapangan. Dengan demikian, modul ini merupakan implementasi
kombinasi peraturan-peraturan terkait untuk melakukan penyuluhan
kepada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
Akhirnya tim penulis modul ini mengharapkan agar modul ini
tidak saja bermanfaat untuk dipelajari dan dipahami selama Diklat
Penyuluh Perbendaharaan 2015 namun juga menjadi pedoman dalam
praktek penyuluhan di lapangan.

ii
CARA PENGGUNAAN MODUL

Sebelum membaca modul ini, sebaiknya perlu terlebih dahulu


membaca peraturan atau ketentuan terkait yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja
Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata
Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada
Kementerian Negara/Lembaga;
4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-17/PB/2013
tentang Ketentuan Lebih Lanjut Tata Cara Pembayaran Penerimaan
Negara Bukan Pajak atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................1
B. MAKSUD DAN TUJUAN ...............................................................................2
BAB II PENGAJUAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN ... 3
A. PEMBUATAN KOMITMEN ...........................................................................3
1. Perjanjian/Kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa ......................................
3
2. Penetapan Keputusan ..................................................................................
5
B. PENCATATAN KOMITMEN OLEH PPK DAN KPPN ....................................5
1. Data Perjanjian/Kontrak ...............................................................................
5
2. Perubahan Data Pegawai ............................................................................
6
C. MEKANISME PENYELESAIAN TAGIHAN DAN PENERBITAN SPP .......... 7
1. Pengajuan Tagihan .....................................................................................
7
2. Norma Waktu Pengajuan Tagihan ...............................................................
9
3. Mekanisme Penerbitan SPP-LS ..................................................................
9
4. Mekanisme Pembayaran dengan Uang Persediaan dan Tambah 17
Uang Persediaan .........................................................................................
5. Mekanisme Penerbitan SPP-UP/GUP/GUP Nihil ........................................
22
6. Mekanisme Penerbitan SPP-TUP/PTUP .....................................................
26
7. Mekanisme Pengujian SPP dan Penerbitan SPM .......................................
26
8. Mekanisme Penerbitan SP2D......................................................................
31
9. Pembayaran Pengembalian Penerimaan ....................................................
34
10. Pembayaran Tagihan Belanja Dalam Rangka Pemberian Bantuan 34
Pemerintah ..................................................................................................
11. Pembayaran Tagihan Yang Bersumber dari Penggunaan PNBP ...............
35
12. Pembayaran Tagihan Untuk Kegiatan Yang Bersumber Dari 38
Pinjaman dan/Atau Hibah Luar Negeri ........................................................
13. Koreksi/Ralat, Pembatalan SPP, SPM dan SP2D ......................................
40
BAB III PELAKSANAAN PEMBAYARAN PADA AKHIR TAHUN ...................... 42
DAFTAR PUSTAKA 43

iv
LATIHAN SOAL ................................................................................................ 44

v
DAFTAR GAMBAR

1. Pengawasan UP oleh KPPN 20


2. Mekanisme Penerbitan SPP-UP/GUP/GUP NIHIL 23
3. Mekanisme Pembayaran oleh BP/BPP 25
4. Alur Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN 33

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang


digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk
daerah. Belanja pemerintah pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah
pusat menurut organisasi/bagian anggaran, belanja pemerintah pusat
menurut fungsi, dan belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja. Belanja
untuk daerah adalah semua pengeluaran untuk membiayai dana
perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana
perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan
dana alokasi khusus.
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua
pengeluaran negara yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga,
sesuai dengan program-program yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran
Negara yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi
pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi
lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan,
fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi
perlindungan sosial.
Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran
negara yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan
sosial, dan belanja lain-lain.
Semua pengeluaran negara dilakukan secara giral atas beban rekening
kas negara/kas umum negara yaitu melalui transfer dana atau
pemindahbukuan dana antar rekening bank, termasuk pembayaran tagihan
pihak ketiga yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja Kementerian
Negara/Lembaga. Dengan demikian, penyaluran dana APBN kepada yang
berhak dilakukan dengan transfer dana atau pemindahbukuan dana langsung

1
dari rekening kas negara/kas umum negara ke rekening yang berhak pada
bank umum. Pengecualian dapat diberikan untuk pembelian atau pengadaan
barang/jasa keperluan kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga yang
bernilai sampai dengan Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Pembayaran
guna keperluan dimaksud dapat dilaksanakan melalui uang persediaan yang
dikelola Bendahara Pengeluaran/BPP.
Oleh karena itu, pemahaman tentang mekanisme pengajuan dan
pembayaran tagihan atas beban APBN yang baik dan benar sesuai dengan
kaidah good governance, akan sangat membantu bagi tercapainya tujuan
organisasi dan efektivitas peran APBN sebagai instrumen kebijakan
pemerintah.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Modul ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan para pengguna modul khususnya Bendahara Pengeluaran dan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai berikut:
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mempelajari modul ini, pengguna modul diharapkan memiliki
kemampuan secara umum berkaitan dengan mekanisme pengajuan dan
pembayaran tagihan atas beban APBN.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mempelajari modul ini, pengguna modul diharapkan memiliki
kemampuan secara khusus yang mampu:
a. memahami tentang pembuatan komitmen;
b. memahami tentang pencatatan komitmen oleh PPK dan KPPN;
c. memahami tentang mekanisme penyelesaian tagihan dan penerbitan
SPP.

2
BAB II
PENGAJUAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN ATAS BEBAN
APBN

A. PEMBUATAN KOMITMEN
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran
pada DIPA yang mengakibatkan pengeluaran negara, dilaksanakan
melalui pembuatan komitmen. Pembuatan komitmen tersebut dalam
bentuk:
1. Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau
2. Penetapan keputusan

1. Perjanjian/Kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa


Satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga dapat
memulai proses pelelangan dalam rangka perjanjian/kontrak untuk
pengadaan barang/jasa untuk tahun anggaran berikutnya, setelah
rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Biaya proses pelelangan
dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah yang membebani
belanja modal dialokasikan dalam belanja modal tahun anggaran
berjalan. Sedangkan biaya proses pelelangan dalam rangka
pengadaan barang/jasa tahun anggaran berikutnya yang
membebani belanja barang/bantuan sosial dialokasikan dalam
belanja barang tahun anggaran berjalan.
Realisasi belanja atas alokasi anggaran biaya proses
pelelangan yang berasal dari belanja modal pada tahun anggaran
berjalan, dicatat dalam neraca sebagai Konstruksi Dalam
Pengerjaan (KDP).
Proses lelang pengadaan barang/jasa yang dibiayai melalui
dana tahun anggaran berjalan dilaksanakan oleh panitia pengadaan
yang dibentuk pada tahun anggaran berjalan. Penandatanganan
perjanjian/kontrak atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa
sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan lelang dilakukan setelah
DIPA tahun anggaran berikutnya disahkan dan berlaku efektif.

3
Dalam hal biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan
barang/jasa) tidak dialokasikan pada tahun anggaran berjalan, biaya
proses pelelangan dimaksud dapat dialokasikan pada DIPA tahun
anggaran berjalan dengan melakukan revisi DIPA sesuai ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai revisi
anggaran.
Bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa
sampai dengan batas nilai tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dapat berupa bukti-bukti
pembelian/pembayaran. Ketentuan mengenai batas nilai tertentu
tersebut mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 70 Tahun 2012 tanggal 1 Agustus 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menyatakan bahwa
tanda bukti perjanjian terdiri atas:
a. Bukti pembelian, digunakan untuk pengadaan barang/jasa
dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah).
b. Kuitansi, digunakan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai
sampai dengan Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
c. Surat Perintah Kerja (SPK) digunakan untuk pengadaan
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai sampai
dengan Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan jasa
konsultasi dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).
d. Surat Perjanjian/Kontrak, digunakan untuk pengadaan
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai di atas
Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan jasa konsultasi
dengan nilai di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pada dasarnya perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa
dibebankan pada DIPA tahun anggaran berkenaan. Namun juga
dapat membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.
Perjanjian/kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani
DIPA lebih dari 1 (satu) tahun anggaran tersebut dilakukan setelah

4
mendapat persetujuan pejabat yang berwenang. Persetujuan atas
perjanjian/kontrak yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun
anggaran tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.
Perjanjian/kontrak atas pengadaan barang/jasa dapat dibiayai
sebagian atau seluruhnya dengan rupiah murni dan/atau pinjaman
dan/atau hibah. Perjanjian/kontrak tersebut, dilaksanakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pengadaan barang/jasa pemerintah.

2. Penetapan Keputusan
Pembuatan komitmen melalui penetapan keputusan yang
mengakibatkan pengeluaran negara antara lain dilakukan untuk:
a. pelaksanaan belanja pegawai;
b. pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara
swakelola;
c. pelaksanaan kegiatan swakelola, termasuk pembayaran
honorarium kegiatan; atau
d. belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang
kepada penerima bantuan sosial.
Penetapan keputusan tersebut dilakukan oleh pejabat yang
berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

B. PENCATATAN KOMITMEN OLEH PPK DAN KPPN

1. Data Perjanjian/Kontrak
Untuk perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan
secara langsung melalui SPM-LS, PPK mencatatkan
perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang paling kurang
meliputi data sebagai berikut:
a. nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program,
kegiatan, output, dan akun yang digunakan;
b. nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA;
c. nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat
oleh Satker;

5
d. uraian pekerjaan yang diperjanjikan;
e. data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam
perjanjian/kontrak antara lain nama rekanan, alamat rekanan,
NPWP, nama bank, nama, dan nomor rekening penerima
pembayaran;
f. jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa
pemeliharaan apabila dipersyaratkan;
g. ketentuan sanksi apabila terjadi wanprestasi;
h. addendum perjanjian/kontrak apabila terdapat perubahan data
pada perjanjian/kontrak tersebut; dan
i. cara pembayaran dan rencana pelaksanaan pembayaran:
1) sekaligus (nilai ............ rencana bulan ......); atau
2) secara bertahap (nilai ............ rencana bulan ......).
Selanjutnya, data perjanjian/kontrak beserta ADK-nya tersebut
disampaikan ke KPPN secara langsung atau melalui e-mail. Alokasi
dana yang sudah tercatat dan terikat dengan perjanjian/kontrak
tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk kebutuhan lain.
Data atas perjanjian/kontrak yang memuat informasi
sebagaimana dimaksud di atas, disampaikan kepada KPPN paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya
perjanjian/kontrak untuk selanjutnya dicatatkan ke dalam Kartu
Pengawasan Kontrak KPPN. Data perjanjian/kontrak dalam Kartu
Pengawasan Kontrak KPPN digunakan untuk menguji kesesuaian
tagihan yang tercantum pada SPM meliputi:
a. pihak yang berhak menerima pembayaran;
b. nilai pembayaran; dan
c. jadwal pembayaran.

2. Perubahan Data Pegawai


Untuk keperluan belanja pegawai pada Satker, dalam hal
terdapat perubahan data pegawai berupa penetapan keputusan
yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan
belanja pegawai, PPABP mencatat perubahan data pegawai
tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat

6
Jenderal Perbendaharaan. Perubahan data pegawai dimaksud
terkait dengan:
a. Pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri;
b. Pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri;
c. Kenaikan/penurunan pangkat;
d. Kenaikan/penurunan gaji berkala;
e. Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan;
f. Mutasi Pindah ke Satker lain;
g. Pegawai baru karena mutasi pindah;
h. Perubahan data keluarga;
i. Data utang kepada negara; dan/atau
j. Pengenaan sanksi kepegawaian.
Setelah dilakukan pencatatan perubahan data pegawai, Satker
menyampaikan Daftar Perubahan Data Pegawai yang telah
disahkan PPSPM beserta ADK-nya kepada KPPN paling lambat
bersamaan dengan pengajuan SPM Belanja Pegawai. Daftar
perubahan data pegawai dimaksud bukan merupakan lampiran dari
SPM Belanja Pegawai dan digunakan dalam rangka pemutakhiran
(updating) data antara KPPN dengan Satker untuk pembayaran
belanja pegawai dan untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.

C. MEKANISME PENYELESAIAN TAGIHAN DAN PENERBITAN SPP


1. Pengajuan Tagihan
Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan,
penerima hak (pihak ketiga atau Bendahara Pengeluaran/pihak
lainnya) mengajukan tagihan kepada negara berdasarkan bukti-
bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Selanjutnya, PPK
melakukan pengujian atas bukti-bukti tersebut.
Pelaksanaan pembayaran tagihan kepada penerima hak
dilakukan dengan pembayaran langsung (LS) kepada pihak ketiga
atas dasar perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja
pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan
dinas atas dasar surat keputusan. Dalam hal pembayaran LS tidak

7
dapat dilakukan, pembayaran tagihan kepada penerima hak
dilakukan dengan menggunakan Uang Persediaan (UP).
Khusus untuk pembayaran komitmen berupa
perjanjian/kontrak dalam rangka pengadaan barang/jasa berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa
diterima;
2) Dalam hal pengadaan barang/jasa yang karena sifatnya harus
dilakukan pembayaran terlebih dahulu, pembayaran atas beban
APBN dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima setelah
terlebih dahulu penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan
atas pembayaran yang akan dilakukan. Nilai jaminan tersebut
minimal sama dengan nilai pembayaran atas beban APBN
tersebut.
Pembayaran tagihan kepada pihak ketiga/penyedia
barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah yang
meliputi:
1) Bukti perjanjian/kontrak;
2) Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening
penyedia barang/jasa;
3) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
4) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
5) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
6) Berita Acara Pembayaran;
7) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa
dan PPK, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.05/2012;
8) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
ditandatangani oleh Wajib Pajak/Bendahara Pengeluaran;
9) Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan
lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan
perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau

8
10) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk
perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman
atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan.
Sedangkan bukti-bukti yang sah untuk pembayaran tagihan
kepada Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan
belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan
perjalanan dinas atas dasar:
1) Surat Keputusan;
2) Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
3) Daftar penerima pembayaran; dan/atau
4) Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan
2. Norma Waktu Pengajuan Tagihan
Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan
kegiatan yang membebani APBN diajukan dengan surat tagihan
oleh penerima hak kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah timbulnya hak tagih kepada negara.
Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih
kepada negara penerima hak belum mengajukan surat tagihan,
PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada
penerima hak untuk mengajukan tagihan. Apabila belum
mengajukan tagihan, penerima hak pada saat mengajukan tagihan
harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada PPK atas
keterlambatan pengajuan tagihan tersebut.
Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena
dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, PPK harus
menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian
tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat
tagihan.
3. Mekanisme Penerbitan SPP-LS
Setelah pengujian yang dilakukan memenuhi persyaratan,
PPK mengesahkan dokumen tagihan dan menerbitkan SPP.
a. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai
diatur sebagai berikut:

9
1) Untuk pembayaran Gaji Induk dilengkapi dengan:
a) Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji, dan Halaman Luar
Daftar Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara
Pengeluaran, dan KPA/PPK;
b) Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani
PPABP;
c) Daftar Perubahan Potongan;
d) Daftar Penerimaan Gaji Bersih pegawai untuk
pembayaran gaji yang dilaksanakan secara langsung
pada rekening masing-masing pegawai;
e) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai
yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang
berwenang meliputi Surat Keputusan (SK) terkait dengan
pengangkatan Calon Pegawai Negeri, SK Pegawai
Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Pemberitahuan
Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK
Menduduki Jabatan, Surat Pernyataan Melaksanakan
Tugas, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga
yang mendapat tunjangan, Surat Keterangan
Penghentian Pembayaran (SKPP), dan surat keputusan
yang mengakibatkan penurunan gaji, serta SK
Pemberian Uang Tunggu sesuai peruntukannya;
f) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai
perubahan data pegawai; dan
h) Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP PPh) Pasal 21.
2) Untuk Pembayaran Gaji Susulan:
a) Gaji Susulan yang dibayarkan sebelum gaji pegawai
yang bersangkutan masuk dalam Gaji Induk, dilengkapi
dengan:
1. Daftar Gaji Susulan, Rekapitulasi Daftar Gaji
Susulan, dan halaman luar Daftar Gaji Susulan yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara
Pengeluaran, dan KPA/PPK;

10
2. Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani
oleh PPABP;
3. Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai
yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat
yang berwenang meliputi SK terkait dengan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai
Negeri/Pegawai Negeri, SK Mutasi Pegawai, SK
terkait Jabatan, Surat Pernyataan Pelantikan, Surat
Pernyataan Melaksanakan Tugas, Surat Keterangan
Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga, Surat atau
Akta terkait dengan anggota keluarga yang mendapat
tunjangan, dan SKPP sesuai peruntukannya;
4. ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
5. ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai
sesuai perubahan data pegawai; dan
6. SSP PPh Pasal 21.
b) Gaji Susulan yang dibayarkan setelah gaji pegawai yang
bersangkutan masuk dalam Gaji Induk, dilengkapi
dengan:
1. Daftar Gaji Susulan, Rekapitulasi Daftar Gaji
Susulan, dan halaman luar Daftar Gaji Susulan yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara
Pengeluaran, dan KPA/PPK;
2. Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani
oleh PPABP;
3. ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
4. ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai
sesuai perubahan data pegawai; dan
5. SSP PPh Pasal 21.
3) Untuk pembayaran Kekurangan Gaji dilengkapi dengan:
a) Daftar Kekurangan Gaji, Rekapitulasi Daftar Kekurangan
Gaji, dan halaman luar Daftar Kekurangan Gaji yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran,
dan KPA/PPK;

11
b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh
PPABP;
c) Fotokopi dokumen pendukung perubahan data pegawai
yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang
berwenang meliputi SK terkait dengan pengangkatan
sebagai Calon Pegawai Negeri/Pegawai Negeri, SK
Kenaikan Pangkat, Surat Keputusan/Pemberitahuan
Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK terkait
dengan jabatan, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas;
d) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
e) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai
perubahan data pegawai; dan
f) SSP PPh Pasal 21.
4) Untuk pembayaran Uang Duka Wafat/Tewas, dilengkapi
dengan:
a) Daftar Perhitungan Uang Duka Wafat/Tewas,
Rekapitulasi Daftar Uang Duka Wafat/Tewas, dan
halaman luar Daftar Uang Duka Wafat/Tewas yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran,
dan KPA/PPK;
b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh
PPABP;
c) SK Pemberian Uang Duka Wafat/Tewas dari pejabat
yang berwenang;
d) Surat Keterangan dan Permintaan Tunjangan
Kematian/Uang Duka Wafat/Tewas;
e) Surat Keterangan Kematian/Visum dari Camat atau
Rumah Sakit;
f) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan
g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai
perubahan data pegawai.
5) Untuk pembayaran Terusan Penghasilan Gaji dilengkapi
dengan:
a) Daftar Perhitungan Terusan Penghasilan Gaji,
Rekapitulasi Daftar Terusan Penghasilan Gaji, dan

12
halaman luar Daftar Terusan Penghasilan Gaji yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran,
dan KPA/PPK;
b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh
PPABP;
c) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh
Kepala Satker/pejabat yang berwenang berupa Surat
Keterangan Kematian dari Camat atau Visum Rumah
Sakit untuk pembayaran pertama kali;
d) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
e) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai
perubahan data pegawai; dan
f) SSP PPh Pasal 21.
6) Untuk pembayaran Uang Muka Gaji dilengkapi dengan:
a) Daftar Perhitungan Uang Muka Gaji, Rekapitulasi Daftar
Uang Muka Gaji, dan halaman luar Daftar Uang Muka
Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara
Pengeluaran, dan KPA/PPK;
b) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh
Kepala Satker/pejabat yang berwenang berupa SK
Mutasi Pindah, Surat Permintaan Uang Muka Gaji, dan
Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan
Keluarga;
c) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan
d) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai
perubahan data pegawai.
7) Untuk pembayaran Uang Lembur dilengkapi dengan:
a) Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur dan
Rekapitulasi Daftar Perhitungan Lembur yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran,
dan KPA/PPK;
b) Surat Perintah Kerja Lembur;
c) Daftar Hadir Kerja selama 1 (satu) bulan;
d) Daftar Hadir Lembur; dan
e) SSP PPh Pasal 21.

13
8) Untuk pembayaran Uang Makan dilengkapi dengan:
a) Daftar Perhitungan Uang Makan yang ditandatangani
oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
dan
b) SSP PPh Pasal 21.
9) Untuk pembayaran Honorarium Tetap/Vakasi dilengkapi
dengan:
a) Daftar Perhitungan Honorarium/Vakasi yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran,
dan KPA/PPK;
b) SK dari Pejabat yang berwenang; dan
c) SSP PPh Pasal 21.
b. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai
diatur sebagai berikut:
1) Untuk Pembayaran Honorarium dilengkapi dengan
dokumen pendukung, meliputi:
a) Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya
yang timbul akibat penerbitan surat keputusan dimaksud
dibebankan pada DIPA;
b) Daftar nominatif penerima honorarium yang memuat
paling sedikit nama orang, besaran honorarium, dan
nomor rekening masing-masing penerima honorarium
yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara
Pengeluaran;
c) SSP PPh Pasal 21 yang ditandatangani oleh Bendahara
Pengeluaran; dan
d) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada angka (1)
dilampirkan pada awal pembayaran dan pada saat terjadi
perubahan surat keputusan.
2) Untuk pembayaran langganan daya dan jasa
Langganan daya dan jasa yang terdiri dari listrik, telepon,
gas, dan air. Dalam pembayaran dengan mekanisme
pembayaran langsung dilengkapi dengan dokumen
pendukung berupa surat tagihan penggunaan daya dan jasa
yang sah.

14
3) Untuk pembayaran perjalanan dinas diatur sebagai
berikut:
a) Perjalanan dinas jabatan yang sudah dilaksanakan,
dilampiri:
1. Daftar nominatif perjalanan dinas; dan
2. Dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas
jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri
bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai
tidak tetap.
b) Perjalanan dinas jabatan yang belum dilaksanakan,
dilampiri daftar nominatif perjalanan dinas.
c) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dan huruf b) ditandatangani oleh PPK yang memuat
paling kurang informasi mengenai pihak yang
melaksanakan perjalanan dinas (nama,
pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, lama
perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk
masing-masing pejabat.
d) Untuk perjalanan dinas pindah, dilampiri dengan
Dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas
pindah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi
pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap.
4) Untuk pembayaran pengadaan tanah, dilampiri:
a) Daftar Nominatif Penerima Pembayaran Uang Ganti Rugi
Tanah yang memuat paling sedikit nama masing-masing
penerima, besaran uang dan nomor rekening masing-
masing penerima;
b) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang
luasnya lebih dari 1 (satu) hektar di kabupaten/kota;
c) fotokopi bukti kepemilikan tanah;
d) Kuitansi;
e) SPPT PBB tahun transaksi;
f) Surat persetujuan harga;

15
g) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak
dalam sengketa dan tidak sedang dalam agunan;
h) Pernyataan dari Pengadilan Negeri yang wilayah
hukumnya meliputi lokasi tanah yang disengketakan
bahwa Pengadilan Negeri tersebut dapat menerima uang
titipan ganti rugi, dalam hal tanah sengketa;
i) Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat
yang ditunjuk yang menyatakan bahwa rekening
Pengadilan Negeri yang menampung uang titipan
tersebut merupakan Rekening Pemerintah Lainnya,
dalam hal tanah sengketa;
j) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli
dihadapan PPAT (dapat ditandatangani pada saat
pembayaran ganti rugi tanah);
k) SSP PPh final atas pelepasan hak;
l) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan); dan
m)Dokumen-dokumen lainnya sebagaimana dipersyaratkan
dalam peraturan perundangan-undangan mengenai
pengalihan hak atas tanah.
5) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran pengadaan
barang/jasa atas beban belanja barang, belanja modal,
belanja bantuan sosial, dan belanja lain-lain
Pembayaran tagihan kepada pihak ketiga/penyedia
barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan dokumen/bukti-bukti
pengeluaran yang sah sebagaimana dijelaskan dalam
pengajuan tagihan.
6) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja bantuan
sosial
Dilengkapi dokumen sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tanggal 1 Juni
2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian
Negara/Lembaga.
7) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja
pembayaran kewajiban utang, belanja subsidi, belanja
hibah

16
Ketentuan penerbitan SPP-LS untuk belanja tersebut
masing-masing diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.

Norma waktu penyelesaian SPP-LS diatur sebagai berikut:


a. SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh
PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 4 (empat)
hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap
dan benar.
b. SPP-LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh
PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat tanggal 5
sebelum bulan pembayaran. Dalam hal tanggal 5 merupakan
hari libur atau hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPP-LS
kepada PPSPM dilakukan paling lambat pada hari kerja
sebelum tanggal 5.
c. SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan
oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara
lengkap dan benar dari penerima hak.

4. Mekanisme Pembayaran dengan Uang Persediaan dan


Tambahan Uang Persediaan
a. Uang Persediaan (UP)
Uang Persediaan (UP) digunakan untuk keperluan membiayai
kegiatan operasional sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran
yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pembayaran LS. UP
merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara
Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya (revolving).
Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima/ penyedia
barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
Pembayaran dengan UP oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada
1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa dapat melebihi
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal

17
Perbendaharaan. Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang
berasal dari UP yang ada pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP
paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). UP
dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran:
1) Belanja Barang;
2) Belanja Modal; dan
3) Belanja lain-lain.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan penggantian
(revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat
dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA. Penggantian
UP tersebut dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit
50% (lima puluh persen). Untuk Bendahara Pengeluaran yang
dibantu oleh beberapa BPP, dalam pengajuan UP ke KPPN harus
melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang
dikelola oleh masing-masing BPP.
Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada
KPA, dalam hal 2 (dua) bulan sejak SP2D-UP/SP2D-GUP
diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP. Apabila
dalam 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan belum
dilakukan pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP
sebesar 25% (dua puluh lima persen). Pemotongan dana UP
dilakukan dengan cara Kepala KPPN menyampaikan surat
pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP
dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara.
Dalam hal 1 (satu) bulan setelah surat pemberitahuan untuk
melakukan pemotongan UP sebesar 25% (dua puluh lima persen),
KPA tidak memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau
menyetorkan ke kas negara, selanjutnya Kepala KPPN memotong
UP sebesar 50% (lima puluh persen) dengan cara menyampaikan
surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan
potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara.
KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan
operasional Satker dalam 1 (satu) bulan yang direncanakan
dibayarkan melalui UP. Pemberian UP diberikan paling banyak:

18
1) Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja
yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp900.000.000
(sembilan ratus juta rupiah);
2) Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja
yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp900.000.000
(sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.400.000.000
(dua miliar empat ratus juta rupiah);
3) Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja
yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp2.400.000.000 (dua
miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan Rp6.000.000.000
(enam miliar rupiah); atau
4) Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja
yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp6.000.000.000 (enam
miliar rupiah).
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan UP
melampaui besaran sebagaimana dimaksud di atas dengan
mempertimbangkan:
a) frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun; dan
b) perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan
melampaui besaran UP.

19
Contoh Pengawasan UP oleh KPPN

• 2 (dua) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum Contoh


dilakukan penggantian UP.
• Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan UP: 100 Juta
kepada KPA 10 Januari

S.D 10 Maret
belum ajukan
• 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan GUP
belum dilakukan penggantian UP,
• Kepala KPPN memotong UP sebesar 25% dengan cara
menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA Kepala KPPN S.D 10
untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM menyampaikan Mei
dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. Surat belum
Pemberitahuan ajukan
GUP
UP
dipoton
• 2 (dua) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan S.D 10 April g 50%
belum dilakukan penggantian UP, Kepala KPPN belum ajukan
memotong UP sebesar 50% GUP UP
dipotong 25%

Pemotongan
• Setelah dilakukan pemotongan dan/atau penyetoran pada SPM GUP
UP, Kepala KPPN melakukan pengawasan UP. atau disetor

Setelah
• Dalam melakukan pengawasan UP, ketentuan dipotong/disetor
penyampaian surat pemberitahuan, dan pemotongan UP, pengajuan
UP berikutnya mengikuti diatas GUP berikutnya
diawasi

b. Tambahan Uang Persediaan (TUP)


KPA dapat mengajukan TUP kepada Kepala KPPN dalam hal
sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk
membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda,
dengan ketentuan:
1) digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu)
bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan; dan
2) tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan
pembayaran LS.
KPA mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN
selaku Kuasa BUN disertai dengan:
a) rincian rencana penggunaan TUP; dan
b) surat yang memuat syarat penggunaan TUP yaitu digunakan
dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak

20
tanggal SP2D diterbitkan dan tidak digunakan untuk kegiatan
yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Sebelum memberikan persetujuan permintaan TUP, Kepala
KPPN terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap:
a) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan
merupakan pengeluaran yang harus dilakukan dengan
pembayaran LS;
b) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP
masih/cukup tersedia dananya dalam DIPA;
c) TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya;
dan
d) TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas
Negara.
Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan
seluruhnya dan/atau belum disetor, KPPN dapat menyetujui
permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal diperlukan, KPA dapat mengajukan permintaan
TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan. Kepala KPPN
dapat memberi persetujuan permintaan TUP melebihi 1 (satu) bulan
dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan
memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.
Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan sebagian atau
seluruh permintaan TUP melalui surat persetujuan pemberian TUP.
Kepala KPPN menolak permintaan TUP dalam hal pengajuan
permintaan TUP tidak memenuhi ketentuan. Persetujuan atau
penolakan tersebut disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah surat pengajuan permintaan TUP diterima KPPN.
TUP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan
(sesuai jangka waktu yang disetujui) dan dapat dilakukan secara
bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan (sesuai jangka waktu
yang disetujui) sejak SP2D TUP diterbitkan belum dilakukan
pengesahan dan pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN
menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang tidak

21
habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah batas waktu pertanggungjawaban TUP.
Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1
(satu) bulan, KPA mengajukan permohonan persetujuan kepada
Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan
perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan:
a) KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah
dipergunakan; dan
b) KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk
mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu)
bulan berikutnya.

5. Mekanisme Penerbitan SPP-UP/GUP/GUP NIHIL


Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun dan
kebutuhan BPP, Bendahara Pengeluaran menyampaikan
kebutuhan UP kepada PPK. Atas dasar kebutuhan UP tersebut,
PPK menerbitkan SPP-UP untuk pengisian UP yang dilengkapi
dengan perhitungan besaran UP sesuai pengajuan dari Bendahara
Pengeluaran. SPP-UP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya
permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran dengan
UP kepada yang berhak berdasarkan Surat Perintah Bayar (SPBy)
yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA. SPBy
tersebut dilampiri dengan bukti pengeluaran:
a. Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur
pajak dan SSP; dan
b. Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung
lainnya yang diperlukan yang telah disahkan PPK.
Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai
kuitansi/bukti pembelian (misalnya untuk pembelian makanan di
kaki lima atau tambal ban), Bendahara Pengeluaran/BPP membuat
kuitansi yang dibuat sesuai format (Lampiran XI PMK
190/PMK.05/2012). Berdasarkan SPBy tersebut dan sebelum

22
dilakukan pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan
pengujian yang meliputi:
1) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan
oleh PPK;
2) pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:
a) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;
b) nilai tagihan yang harus dibayar;
c) jadwal waktu pembayaran; dan
3) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan
4) pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara
spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan
barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam
dokumen perjanjian/kontrak;
5) pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata
anggaran pengeluaran (akun 6 digit); dan
6) pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam
SPBy yang diajukan dan menyetorkan ke kas Negara.

Mekanisme Penerbitan SPP-UP/GUP/GUP NIHIL

SPP-UP diterbitkan
Berdasarkan Atas dasar kebutuhan
oleh PPK dan
rencana kegiatan UP, PPK menerbitkan disampaikan kepada
yang telah SPP-UP untuk PPSPM paling lambat 2
disusun, pengisian UP yang (dua) hari kerja setelah
Bendahara dilengkapi dengan diterimanya
Pengeluaran perhitungan besaran permintaan UP dari
menyampaikan UP sesuai pengajuan Bendahara
kebutuhan UP dari Bendahara Pengeluaran
kepada PPK. Pengeluaran.

Dalam hal pembayaran yang dilakukan Bendahara


Pengeluaran merupakan uang muka kerja atas kegiatan yang akan
dilaksanakan penerima uang muka kerja, SPBy dilampiri:

23
a. rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran;
b. rincian kebutuhan dana; dan
c. batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja
dari penerima uang muka kerja.
Atas dasar rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran dan
rincian kebutuhan dana dimaksud, Bendahara Pengeluaran/BPP
melakukan pengujian ketersediaan dananya.
Penerima uang muka kerja harus mempertanggungjawabkan
uang muka kerja sesuai batas waktu pertanggungjawaban
penggunaan uang muka kerja dengan bukti pengeluaran. Jika
sampai batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka
kerja, penerima uang muka kerja belum menyampaikan bukti
pengeluaran maka Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan
permintaan tertulis agar penerima uang muka kerja segera
mempertanggungjawabkan uang muka kerja. Tembusan permintaan
tertulis tersebut disampaikan kepada PPK.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas
tagihan dalam SPBy apabila telah memenuhi persyaratan. Dalam
hal tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara
Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan.
BPP menyampaikan SPBy beserta bukti pengeluaran kepada
Bendahara Pengeluaran. Bendahara Pengeluaran selanjutnya
menyampaikan bukti pengeluaran kepada PPK untuk pembuatan
SPP GUP/GUP Nihil. PPK menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian
kembali UP, sedangkan penerbitan SPP-GUP Nihil merupakan
pengesahan/pertanggungjawaban UP. Penerbitan SPP-GUP/GUP
Nihil dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
1) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;
2) Bukti pengeluaran yang merupakan lampiran SPBy;
3) SSP yang telah dikonfirmasi KPPN; dan
4) Bukti perjanjian/kontrak beserta faktur pajaknya untuk nilai
transaksi yang harus menggunakan perjanjian/kontrak
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.

24
Dalam rangka pembayaran dengan UP yang dilaksanakan
oleh Bendahara Pengeluaran/BPP, sisa dana dalam DIPA yang
dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal sama dengan nilai
UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dalam hal
pengisian kembali UP akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA
yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil dari UP
yang dikelola Bendahara Pengeluaran, maka:
1) pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa
dana dalam DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP; dan
2) selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan
pembayaran dengan UP dan UP yang dikelola Bendahara
Pengeluaran dibukukan/diperhitungkan sebagai potongan
Penerimaan Pengembalian UP.
Penerbitan SPP-GUP Nihil dilakukan dalam hal:
1) sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP
minimal sama dengan besaran UP yang diberikan;
2) sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir
tahun anggaran; atau
3) UP tidak diperlukan lagi.
SPP-GUP/GUP Nihil yang telah diterbitkan dan ditandatangani
PPK beserta bukti-bukti pendukung disampaikan kepada PPSPM
paling lambat 5 (lima) hari kerja berikutnya.
Mekanisme Pembayaran oleh BP/BPP

Bendahara SPBy dilampiri dengan bukti SPP-UP SPM-UP


Pengeluaran/BPP pengeluaran: diterbitkan oleh diterbitkan oleh
melakukan • kuitansi/bukti pembelian PPK dan PPSPM dan
pembayaran atas UP yang telah disahkan PPK disampaikan disampaikan
berdasarkan surat beserta faktur pajak dan kepada PPSPM kepada KPPN
SSP; dan paling lambat 2
perintah bayar paling lambat 2
• nota/bukti penerimaan (dua) hari kerja
(SPBy) yang (dua) hari kerja
barang/jasa atau setelah
disetujui dan setelah
dokumen pendukung diterimanya
ditandatangani oleh diterimanya
lainnya yang diperlukan permintaan UP
PPK atas nama permintaan UP
yang telah disahkan dari Bendahara
KPA. Pengeluaran. dari PPK
PPK.

25
6. Mekanisme Penerbitan SPP-TUP/PTUP
PPK menerbitkan SPP-TUP dan dilengkapi dengan dokumen
meliputi:
a. Rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh
KPA/PPK dan Bendahara Pengeluaran;
b. Surat pernyataan dari KPA/PPK yang menjelaskan hal-hal
sebagaimana dipersyaratkan yaitu:
1) digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan; dan
2) tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan
dengan pembayaran LS.
dan
c. Surat permohonan TUP yang telah memperoleh
persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
SPP-TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada
PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya
persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
Untuk mengesahkan/mempertanggungjawabkan TUP, PPK
menerbitkan SPP-PTUP. SPP-PTUP disampaikan kepada PPSPM
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas akhir
pertanggungjawaban TUP. Penerbitan SPP-PTUP dilengkapi
dokumen pendukung sebagaimana penerbitan SPP-GUP/GUP
Nihil.

7. MEKANISME PENGUJIAN SPP DAN PENERBITAN SPM


a. Pengujian SPP
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan
pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukung yang
disampaikan oleh PPK. Pemeriksaan dan pengujian SPP beserta
dokumen pendukung SPP meliputi:
1) kelengkapan dokumen pendukung SPP;
2) kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda
tangan PPK; kebenaran pengisian format SPP;

26
3) kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana
Kerja Anggaran Satker termasuk menguji kesesuaian antara
pembebanan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit)
dengan uraiannya;
4) ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan
DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker;
5) kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai;
6) kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi
persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan pengadaan
barang/jasa;
7) kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP
sehubungan dengan perjanjian/kontrak/surat keputusan;
8) kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang
perpajakan dari pihak yang mempunyai hak tagih;
9) kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada
negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara;
dan
10) kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran
dalam perjanjian/kontrak.
11) Keabsahan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sesuai
jenis SPP yaitu:
a) Bukti perjanjian/kontrak;
b) Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor
rekening penyedia barang/jasa;
c) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
d) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
e) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
f) Berita Acara Pembayaran;
g) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia
barang/jasa dan PPK, yang dibuat sesuai format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012;

27
h) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
ditandatangani oleh Wajib Pajak/Bendahara Pengeluaran;
i) Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga
keuangan lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam
peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah;
j) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk
perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian
pinjaman atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan.
k) Surat Keputusan;
l) Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
m) Daftar penerima pembayaran; dan/atau
n) Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.

b. Penerbitan dan Penandatanganan SPM


Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen
pendukungnya telah memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan/
menandatangani SPM. Penerbitan SPM dilakukan melalui sistem
aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
SPM yang diterbitkan memuat Personal Identification Number
(PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik pada ADK SPM dari
penerbit SPM yang sah. Dalam penerbitan SPM melalui sistem,
PPSPM bertanggung jawab atas:
1) keamanan data pada aplikasi SPM;
2) kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan
data pada ADK SPM; dan
3) penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada ADK
SPM.
Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM-
UP/TUP/GUP/PTUP/LS oleh PPSPM diatur sebagai berikut:
a) SPP-UP/TUP diselesaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja;
b) SPP-GUP diselesaikan paling lambat 4 (empat) hari kerja;
c) SPP-PTUP diselesaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; dan

28
d) SPP-LS diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja.
Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP karena
dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, maka
PPSPM harus menyatakan secara tertulis alasan
penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah diterimanya SPP.
Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan
penerbitan SPM disimpan oleh PPSPM. Bukti pengeluaran tersebut
menjadi bahan pemeriksaan bagi aparat pemeriksa internal dan
eksternal.
c. Penyampaian SPM ke KPPN
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/GUP/GUP
Nihil/PTUP/LS dalam rangkap 2 (dua) beserta ADK SPM kepada
KPPN. Penyampaian diatur sebagai berikut:
1) SPM-UP dilampiri surat pernyataan dari KPA yang dibuat sesuai
format sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran XIV (PMK
190/PMK.05/2012);
2) SPM-TUP dilampiri surat persetujuan pemberian TUP dari
Kepala KPPN; atau
3) SPM-LS dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau bukti
setor lainnya, dan/atau daftar nominatif untuk yang lebih dari 1
(satu) penerima.
4) Untuk penyampaian SPM atas beban pinjaman/hibah luar
negeri, disamping dilampiri dokumen sebagaimana tersebut di
atas, juga disertai dengan Faktur Pajak.
5) Sedangkan SPM-GUP/GUP Nihil dan SPM-PTUP tidak
memerlukan lampiran.
6) Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka pembayaran
jaminan uang muka atas perjanjian/kontrak, juga dilampiri
dengan:
a) Asli surat jaminan uang muka;
b) Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada Kepala
KPPN untuk mencairkan jaminan uang muka; dan
c) Asli konfirmasi tertulis dari penerbit jaminan uang muka
Penyampaian SPM ke KPPN diatur sebagai berikut:

29
1) PPSPM menyampaikan SPM kepada KPPN paling lambat 2
(dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan.
2) Khusus untuk SPM-LS pembayaran gaji induk disampaikan
kepada KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan
pembayaran. Dalam hal tanggal 15 merupakan hari libur atau
hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPM-LS untuk
pembayaran gaji induk kepada KPPN dilakukan paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum tanggal 15, dikecualikan untuk Satker
yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan
memperhitungkan waktu yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan oleh Petugas
Pengantar SPM yang sah dan ditetapkan oleh KPA dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Petugas Pengantar SPM menyampaikan SPM beserta dokumen
pendukung dan ADK SPM melalui front office Penerimaan SPM
pada KPPN;
2) Petugas Pengantar SPM harus menunjukkan Kartu Identitas
Petugas Satker (KIPS) pada saat menyampaikan SPM kepada
Petugas Front Office; dan
3) Dalam hal SPM tidak dapat disampaikan secara langsung ke
KPPN, penyampaian SPM beserta dokumen pendukung dan
ADK SPM dapat melalui Kantor Pos/Jasa Pengiriman resmi dan
terlebih dahulu KPA menyampaikan konfirmasi/pemberitahuan
kepada Kepala KPPN.
Dalam rangka implementasi SPAN, bagi Satker yang telah
menggunakan aplikasi SAKTI penyampaian ADK SPM dan Data
Kontrak sesuai modul SAKTI atau sesuai ketentuan yang mengatur
mengenai SPAN/SAKTI, sedangkan untuk Satker yang belum dapat
mengunakan aplikasi SAKTI harus melakukan konversi ADK
Kontrak dan SPM terlebih dahulu kepada petugas konversi yang
ada di KPPN.

30
8. MEKANISME PENERBITAN SP2D
a. Pengujian SPM oleh KPPN
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar
penerbitan SP2D. Dalam pencairan anggaran belanja negara,
KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang
disampaikan oleh PPSPM.
b. Penelitian SPM
KPPN melakukan penelitian SPM meliputi:
1) meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM dan
2) meneliti kebenaran SPM.
Dalam meneliti kebenaran SPM dilakukan meliputi:
a) meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan
spesimen tanda tangan PPSPM pada KPPN;
b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf
pada SPM; dan
c) memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan.
c. Pengujian SPM
KPPN melakukan pengujian SPM meliputi:
1) menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN
yang tercantum dalam SPM berupa pengujian kebenaran
jumlah belanja/pengeluaran dikurangi dengan jumlah
potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM.
2) menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis
belanja dalam DIPA dengan yang dicantumkan pada SPM;
3) menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak
atau perubahan data pegawai yang telah disampaikan
kepada KPPN.
4) menguji persyaratan pencairan dana yang meliputi:
a) Menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat
diberikan.
b) Menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang
diajukan pada SPM TUP dengan jumlah uang yang
disetujui Kepala KPPN.

31
5) Menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan
dengan jumlah uang yang dipertanggungjawabkan dan
kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
6) Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP
yang dikelola dan ketentuan terkait penggunaan dan
pertanggungjawaban UP.
7) Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian
data perjanjian/kontrak pada SPM LS dengan data
perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan
Kontrak KPPN; dan
8) Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur
standar operasional yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
9) menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum
dalam SPM dengan nilai pada SSP.

Dalam pengujian SPM-UP, jika terdapat UP tahun anggaran


sebelumnya belum dipertanggungjawabkan, juga dilakukan
pengujian yang meliputi:
1) kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor
pengembalian sisa UP tahun anggaran yang sebelumnya;
atau
2) kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa
UP tahun anggaran yang sebelumnya;
Dalam pengujian SPM-PTUP, jika jumlah uang yang harus
dipertanggungjawabkan dari jumlah TUP yang diberikan, harus
disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah
dilakukan konfirmasi KPPN. Ketentuan ini tidak diperlukan dalam
hal penyampaian SPM-PTUP yang dilakukan secara bertahap
sebelum batas akhir pertanggungjawaban.
d. Penerbitan SP2D
KPPN menerbitkan SP2D jika penelitian dan pengujian telah
memenuhi syarat. Dalam hal hasil penelitian dan pengujian tidak
memenuhi syarat, Kepala KPPN mengembalikan SPM beserta
dokumen pendukung secara tertulis. KPPN tidak dapat
menerbitkan SP2D apabila Satker belum mengirimkan:

32
1) Data perjanjian/kontrak beserta ADK untuk pembayaran
melalui SPM-LS kepada pihak ketiga; atau
2) Daftar perubahan data pegawai beserta ADK yang
disampaikan kepada KPPN untuk pembayaran belanja
pegawai.
Penyelesaian SP2D dilakukan oleh KPPN sesuai prosedur
standar operasional (SOP) dan norma waktu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pencairan dana berdasarkan SP2D dilakukan melalui
transfer dana dari Kas Negara pada bank operasional kepada
Rekening Pihak Penerima yang ditunjuk pada SP2D.
Bank operasional menyampaikan pemberitahuan kepada
Kepala KPPN dalam hal terjadinya kegagalan transfer (retur)
dana. Pemberitahuan kegagalan transfer dana memuat data
SP2D dan alasan kegagalan transfer ke rekening yang ditunjuk.
Atas dasar pemberitahuan tersebut, Kepala KPPN
memberitahukan KPA atas terjadinya kegagalan transfer dana ke
rekening yang ditunjuk pada SPM dan alasannya. KPA
melakukan penelitian atas kegagalan transfer dana yang
tercantum pada SPM dan selanjutnya menyampaikan perbaikan
atau ralat SPM.
Atas dasar perbaikan atau ralat SPM dimaksud, Kepala
KPPN menyampaikan ralat SP2D kepada bank operasional. Tata
cara penyelesaian pencairan dana dengan mekanisme retur
SP2D diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Alur Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN

Kuasa Pengguna Kuasa Bendahara


Anggaran Umum Negara

SPP Pengujian Rekening


SPM Bendahara

BANK
Pengujian

SP2D
Rekening
SPM Pihak ke-3
33
9. PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN
Setiap keterlanjuran setoran ke Kas Negara dan/atau kelebihan
penerimaan negara dapat dimintakan pengembaliannya. Permintaan
pengembalian dapat dilakukan berdasarkan surat-surat bukti setoran
yang sah.
Pembayaran pengembalian keterlanjuran setoran dan/atau
kelebihan penerimaan negara harus diperhitungkan terlebih dahulu
dengan utang pada negara. Pembayaran pengembalian dilaksanakan
berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan tersendiri.

10. PEMBAYARAN TAGIHAN BELANJA DALAM RANGKA


PEMBERIAN BANTUAN PEMERINTAH
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada
Kementerian Negara/Lembaga telah mengatur antara lain mengenai
pencairan dan penyaluran Anggaran Bantuan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan Bantuan Pemerintah adalah bantuan
yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberikan oleh
Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau
lembaga pemerintah/non pemerintah.
Yang dimaksud dengan Bantuan Pemerintah meliputi:
a. Pemberian penghargaan;
b. Beasiswa;
c. Tunjangan profesi guru dan tunjangan lainnya;
d. Bantuan operasional;
e. Bantuan sarana/ prasarana;
f. Bantuan rehabilitasi/ pembangunan gedung/ bangunan; dan
g. Bantuan lainnya yang memiliki karakteristik Bantuan Pemerintah
yang ditetapkan oleh PA.
Adapun dasar pemberian Bantuan Pemerintah adalah Surat
Keputusan penerima Bantuan Pemerintah yang ditetapkan oleh PPK

34
dan disahkan oleh KPA. Surat Keputusan tersebut paling sedikit
memuat:
a. Identitas penerima bantuan;
b. Jumlah barang dan/atau nilai uang;
c. Nomor rekening penerima bantuan untuk Bantuan Pemerintah
dalam bentuk uang.
Kelengkapan dokumen dalam rangka pencairan Bantuan
Pemerintah mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 yaitu disesuaikan dengan jenis
bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah sebagaimana telah
diuraikan di atas.
Selanjutnya, dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran
bantuan pemerintah, Kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau
lembaga non pemerintah penerima bantuan dalam bentuk uang harus
menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada PPK setelah
pekerjaan selesai atau akhir tahun anggaran dengan dilampiri:
a. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan ditandatangani oleh 2
(dua) orang saksi;
b. Berita Acara Serah Terima Barang yang ditandatangani oleh
Ketua/ Pimpinan penerima bantuan;
c. foto / film barang yang dihasilkan / dibeli;
d. daftar perhitungan dana awal, penggunaan dan sisa dana;
e. surat Pernyataan bahwa bukti-bukti pengeluaran telah disimpan;
dan
f. bukti setor ke rekening kas negara dalam hal terdapat sisa
bantuan.

11. PEMBAYARAN TAGIHAN YANG BERSUMBER DARI


PENGGUNAAN PNBP
Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber
dari penggunaan PNBP, dilakukan sebagai berikut:
a. Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis
PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

35
b. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sebagaimana
dimaksud pada huruf a merupakan maksimum pencairan dana
yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan.
c. Belanja negara oleh Satker pengguna PNBP dalam satu tahun
anggaran hanya dapat dibiayai dari PNBP tahun anggaran yang
bersangkutan.
d. Satker Pengguna PNBP di bidang pendidikan dapat menggunakan
PNBP melampaui satu tahun anggaran sesuai dengan satu tahun
masa pendidikan.
e. Satker dapat menggunakan PNBP sebagaimana dimaksud pada
huruf a setelah PNBP disetor ke Kas Negara berdasarkan
konfirmasi dari KPPN.
f. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat,
pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat
Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
g. Untuk satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing
unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti
setoran (SSBP) yang telah dikonfirmasi oleh KPPN.
h. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh
melampaui pagu PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA.
i. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA,
penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.

Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua


puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu
PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah). Realisasi PNBP tersebut termasuk sisa Maksimum
Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya.

Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar


kebutuhan riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas Maksimum
Pencairan (MP). Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP
dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum
Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal
1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal

36
sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Ketentuan ini dapat
dilakukan untuk pengguna PNBP:
a. yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP
namun belum mencapai 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana
PNBP pada DIPA; atau
b. yang belum memperoleh Pagu Pencairan
Penyesuaian besaran UP dapat dilakukan terhadap Satker
pengguna PNBP yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP)
dana PNBP melebihi UP yang telah diberikan.
Penggantian UP atas PNBP dilakukan setelah Satker pengguna
PNBP memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP paling
sedikit sebesar UP yang diberikan.
Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai
formula sebagai berikut:

MP = (PPP x JS) – JPS


MP : Maksimum Pencairan
PPP : proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
JS : jumlah setoran
JPS : jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM
terakhir yang diterbitkan
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran
sebelumnya dari Satker pengguna, dapat dipergunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA
disahkan dan berlaku efektif.
Tata cara penerbitan dan pengujian SPP dan SPM-UP/
TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS dari dana yang bersumber dari PNBP
mengacu pada mekanisme dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.05/2012.
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS
beserta ADK SPM kepada KPPN dengan dilampiri dokumen
sebagaimana dana rupiah murni serta:
a. bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN; dan
b. Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) dibuat
sesuai format.

37
KPPN melakukan penelitian terhadap kebenaran perhitungan dalam
Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP).

12. PEMBAYARAN TAGIHAN UNTUK KEGIATAN YANG BERSUMBER


DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
Penerbitan SPP, SPM dan SP2D untuk kegiatan yang
sebagian/seluruhnya bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar
Negeri, mengikuti ketentuan mengenai kategori, porsi pembiayaan,
closing date dan persetujuan pembayaran dari pemberi pinjaman
dan/atau hibah luar negeri sesuai dengan petunjuk pelaksanaan
pencairan dana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Penerbitan SPP-LS, SPM-LS, dan SP2D-LS atas tagihan berdasarkan
perjanjian/kontrak dalam valuta asing (valas) dan/atau pembayaran ke
luar negeri mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Perjanjian/kontrak dalam valas tidak dapat dikonversi ke dalam
rupiah; dan
b. Pengajuan SPM disampaikan kepada KPPN Khusus Pinjaman dan
Hibah.
Penerbitan SPP-UP/TUP, SPM-UP/TUP, dan SP2D-UP/TUP
menjadi beban dana Rupiah Murni. Pertanggungjawaban dan
penggantian dana Rupiah Murni atas SP2D-UP/TU, dilakukan dengan
penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil/PTUP, SPM-GUP/GUP Nihil/PTUP,
dan SP2D-GUP/GUP Nihil/PTUP yang menjadi beban Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Dalam hal terjadi penguatan nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap
valas yang menyebabkan alokasi dana Rupiah pada DIPA melampaui
sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, sebelum dilakukan
penerbitan SPP, Satker harus melakukan perhitungan dan/atau
konfirmasi kepada Executing Agency agar tidak terjadi pembayaran
yang melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
berkenaan.
Pengeluaran atas SP2D dengan sumber dana dari Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam dokumen Perjanjian Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri, atau pengeluaran setelah Pinjaman dan/atau Hibah

38
Luar Negeri dinyatakan closing date dikategorikan sebagai
pengeluaran ineligible.
Atas pengeluaran yang dikategorikan ineligible tersebut, Direktur
Jenderal Perbendaharaan menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal Anggaran. Penggantian atas pengeluaran
yang dikategorikan ineligible menjadi tanggung jawab Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan dan harus diperhitungkan dalam
revisi DIPA tahun anggaran berjalan atau dibebankan dalam DIPA
tahun anggaran berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan pencairan
dana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri diatur lebih lanjut Direktur
Jenderal Perbendaharaan melalui Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan.

39
13. KOREKSI/RALAT, PEMBATALAN SPP, SPM DAN SP2D
Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D hanya dapat dilakukan
sepanjang tidak mengakibatkan:
a. Perubahan jumlah uang pada SPP, SPM dan SP2D;
b. Sisa pagu anggaran pada DIPA/POK menjadi minus; atau
c. Perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker.
Dalam hal diperlukan perubahan kode Bagian Anggaran, eselon
I, dan Satker, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D dapat dilakukan untuk:
a. Memperbaiki uraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan
kode;
b. Pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara
bayar, tahun anggaran, jenis pembayaran, sifat pembayaran,
sumber dana, cara penarikan, nomor register; atau
c. Koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank
yang tercantum pada SPP, SPM dan SP2D beserta dokumen
pendukungnya yang disebabkan terjadinya kegagalan transfer
dana (retur).
Koreksi/ralat SPM dan ADK SPM hanya dapat dilakukan
berdasarkan permintaan koreksi/ralat SPM dan ADK SPM secara
tertulis dari PPK. Koreksi/ralat kode mata anggaran pengeluaran (akun
6 digit) pada ADK SPM dapat dilakukan berdasarkan permintaan
koreksi/ralat ADK SPM secara tertulis dari PPK sepanjang tidak
mengubah SPM. Koreksi/ralat SP2D hanya dapat dilakukan
berdasarkan permintaan koreksi SP2D secara tertulis dari PPSPM
dengan disertai SPM dan ADK yang telah diperbaiki.
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK sepanjang
SP2D belum diterbitkan. Pembatalan SPM hanya dapat dilakukan oleh
PPSPM secara tertulis sepanjang SP2D belum diterbitkan. Dalam hal
SP2D telah diterbitkan dan belum mendebet kas negara, pembatalan
SPM dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal
Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk. Koreksi SP2D atau daftar
nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat
dilakukan oleh Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA.

40
Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan dalam hal SP2D telah
mendebet Kas Negara.

41
BAB III
PELAKSANAAN PEMBAYARAN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN

Dalam kondisi akhir tahun anggaran, batas terakhir pembayaran atas


beban APBN dapat dilakukan sebelum tanggal terakhir pada akhir tahun.
Penetapan batas terakhir pembayaran dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan BUN untuk menyelesaikan administrasi pengelolaan kas negara.
Dalam pertanggungjawaban UP/TUP pada akhir tahun anggaran,
pengajuan SPM dan SP2D GUP Nihil/PTUP dapat dilakukan melampaui
tahun anggaran. Batas akhir penerbitan SPM GUP Nihil/PTUP ditetapkan
dengan mempertimbangkan kelancaran penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Pelaksanaan pembayaran pada akhir tahun anggaran lebih lanjut
mempedomani Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai
langkah-langkah dalam menghadapi akhir tahun anggaran.

42
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (2013). Peraturan Direktur Jenderal


Perbendaharaan Nomor PER-17/PB/2013 tentang Ketentuan Lebih Lanjut
Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jakarta.
Kementerian Keuangan. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian
Negara/Lembaga. Jakarta.
Kementerian Keuangan. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jakarta
Kementerian Keuangan. (2015). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. Jakarta.
Republik Indonesia. (2004). Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2012
tanggal 1 Agustus 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta.

43
LATIHAN SOAL
SOAL MODUL PENGAJUAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN ATAS
BEBAN APBN

PETUNJUK:
1. Soal terdiri atas 30 butir.
2. Pilihlah satu jawaban yang paling benar antara a, b, c, dan d

1. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada


DIPA yang mengakibatkan pengeluaran negara, dilaksanakan melalui
pembuatan komitmen. Pembuatan komitmen tersebut dalam bentuk:
a. perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa
b. penetapan keputusan
c. pelelangan
d. jawaban a dan b benar
2. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2012 tanggal 1 Agustus
2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tanda bukti perjanjian
berupa Surat Perjanjian/Kontrak, digunakan untuk pengadaan
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai yaitu:
a. kurang dari 200 juta
b. di atas 200 juta
c. sampai dengan 50 juta
d. sampai dengan 100 juta
3. Berdasarkan soal no 2, sedangkan untuk tanda bukti perjanjian berupa
bukti pembelian untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai yaitu:
a. sampai dengan 10 juta
b. sampai dengan 50 juta
c. diatas 200 juta
d. diatas 50 juta
4. Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan kegiatan yang
membebani APBN diajukan dengan surat tagihan oleh penerima hak
kepada PPK paling lambat:
a. 5 (lima) hari setelah timbulnya hak tagih kepada negara
b. 7 (tujuh) hari setelah timbulnya hak tagih kepada negara

44
c. 10 (sepuluh) hari setelah timbulnya hak tagih kepada negara
d. 30 (tiga puluh) hari setelah timbulnya hak tagih kepada negara
5. SPP-LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh PPK dan
disampaikan kepada PPSPM paling lambat:
a. tanggal 1 sebelum bulan pembayaran
b. tanggal 5 sebelum bulan pembayaran
c. tanggal 10 sebelum bulan pembayaran
d. tanggal 15 sebelum bulan pembayaran
6. Setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari
penerima hak, SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan
oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat;
a. 2 (dua) hari kerja
b. 3 (tiga) hari kerja
c. 4 (empat) hari kerja
d. 5 (lima) hari kerja
7. Untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker dan
membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme
pembayaran LS maka bendahara pengeluaran mengajukan..
a. SPP-UP
b. SPP-LS
c. SPP-TUP
d. SPP-Nihil
8. Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima/ penyedia barang/jasa paling
banyak sebesar:
a. 10 juta
b. 20 juta
c. 50 juta
d. 100 juta
9. Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada
pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar:
a. 10 juta
b. 20 juta
c. 50 juta
d. 100 juta

45
10. UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran, kecuali:
a. belanja barang
b. belanja bantuan sosial
c. belanja modal
d. belanja lain-lain
11. Penggantian UP oleh Bendahara Pengeluaran dapat dilakukan apabila UP
telah dipergunakan paling sedikit:
a. 75 %
b. 50 %
c. 100%
d. 20%
12. Apabila dalam 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan
belum dilakukan pengajuan penggantian UP, maka Kepala KPPN
memotong UP sebesar:
a. 25 %
b. 50 %
c. 75 %
d. 100%
13. Untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan
Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) dapat diberikan UP yaitu
sebesar:
a. 500 juta
b. 200 juta
c. 100 juta
d. 50 juta
14. Untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas
Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) dapat diberikan UP
yaitu sebesar:
a. 500 juta
b. 200 juta
c. 100 juta
d. 50 juta

46
15. Dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia
untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda
KPA dapat mengajukan TUP kepada:
a. Pengguna Anggaran (PA)
b. Direktur Jenderal Perbendaharaan
c. Kepala Kanwil DJPB
d. Kepala KPPN
16. TUP dapat diberikan dengan ketentuan:
a. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal SP2D diterbitkan
b. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan
pembayaran LS
c. digunakan untuk kegiatan yang dapat dibayarkan dengan LS
d. jawaban a dan b benar
17. KPA mengajukan permintaan TUP disertai dengan
a. SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak)
b. rincian rencana penggunaan TUP
c. surat yang memuat syarat penggunaan TUP yaitu digunakan dan
dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D
diterbitkan dan tidak digunakan untuk kegiatan yang harus
dilaksanakan dengan pembayaran LS
d. jawaban b dan c benar.
18. Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran dengan UP kepada
yang berhak berdasarkan:
a. Surat Perintah Bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh
PPK atas nama KPA.
b. Surat Perintah Bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh
PPSPM.
c. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang disetujui dan
ditandatangani oleh PPK atas nama KPA.
d. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang disetujui dan
ditandatangani oleh PPSPM.
19. PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/GUP/GUP Nihil/PTUP/LS kepada
KPPN sebanyak
a. 1 (satu) rangkap beserta ADK SPM

47
b. 2 (dua) rangkap beserta ADK SPM
c. 3 (tiga) rangkap beserta ADK SPM
d. 4 (empat) rangkap beserta ADK SPM
20. Berikut ini adalah tambahan lampiran untuk SPM-LS dalam rangka
pembayaran jaminan uang muka atas perjanjian/kontrak, kecuali
a. Asli surat jaminan uang muka.
b. Asli kuitansi bermaterai cukup dari penerbit jaminan uang muka
c. Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN untuk
mencairkan jaminan uang muka.
d. Asli konfirmasi tertulis dari penerbit jaminan uang muka
21. Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran dengan UP kepada
yang berhak berdasarkan Surat Perintah Bayar (SPBy). SPBy tersebut
dilampiri dengan bukti pengeluaran berupa:
a. rincian kebutuhan dana.
b. kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak
dan SSP;
c. nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya
yang diperlukan yang telah disahkan PPK
d. jawaban b dan c benar
22. Dalam hal pembayaran yang dilakukan Bendahara Pengeluaran
merupakan uang muka kerja atas kegiatan yang akan dilaksanakan
penerima uang muka kerja, maka SPBy kecuali
a. rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran.
b. kuitansi/bukti pembelian.
c. rincian kebutuhan dana.
d. batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja dari
penerima uang muka kerja.
23. Berikut ini adalah alasan penerbitan SPP-GUP Nihil, kecuali
a. sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama
dengan besaran UP yang diberikan.
b. untuk melakukan revolving.
c. sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir tahun
anggaran.
d. UP tidak diperlukan lagi.

48
24. Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM, yang
dilakukan oleh PPSPM untuk SPM-UP/TUP paling lambat adalah
a. 2 (dua) hari kerja.
b. 3 (tiga) hari kerja.
c. 4 (empat) hari kerja
d. 5 (lima) hari kerja.
25. Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM, yang
dilakukan oleh PPSPM untuk SPM-LS paling lambat adalah
a. 2 (dua) hari kerja.
b. 3 (tiga) hari kerja.
c. 4 (empat) hari kerja
d. 5 (lima) hari kerja
26. Batas waktu menyampaikan SPM oleh PPSPM kepada KPPN paling
lambat adalah
a. 2 (dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan.
b. 3 (tiga) hari kerja setelah SPM diterbitkan.
c. 4 (empat) hari kerja setelah SPM diterbitkan.
d. 5 (lima) hari kerja setelah SPM diterbitkan.
27. Berikut ini adalah jenis bantuan yang termasuk dalam kelompok Bantuan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam PMK Nomor 168/PMK.05/2015,
kecuali
a. Beasiswa
b. Bantuan Sarana/Prasarana
c. Bantuan Swadana Masyarakat
d. Bantuan Operasional
28. Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh
persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP
dalam DIPA, maksimum sebesar
a. 200 juta
b. 300 juta
c. 500 juta
d. 1 milyar
29. Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan
(MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu
perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar

49
a. 200 juta
b. 300 juta
c. 500 juta
d. 1 milyar
30. Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D hanya dapat dilakukan sepanjang tidak
mengakibatkan, kecuali:
a. perubahan jumlah uang pada SPP, SPM dan SP2D
b. sisa pagu anggaran pada DIPA/POK menjadi minus
c. perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker
d. perubahan kode akun

50
Kunci Jawaban

1. D
2. B
3. A
4. A
5. B
6. D
7. A
8. C
9. C
10. B
11. B
12. A
13. D
14. C
15. D
16. D
17. D
18. A
19. B
20. B
21. D
22. B
23. B
24. A
25. D
26. A
27. C
28. C
29. A
30. D

51

Anda mungkin juga menyukai