NASEHAT BAGI
PAVEMENT ENGINEER
BAGIAN – 2
Dari Ir. WARDHANI SARTONO, M.Sc
Retired Lecturer Of Airport Engineering.
Disusun oleh
YUSUF WAHYU WIDADA
KATA PENGANTAR
Nasehat bagi Pavement Engineer ini adalah kumpulan nasehat dan ilmu yang
disampaikan melalui WhatsApp oleh Bp. Ir. Wardhani Sartono, M.Sc dari 26 Januari
2022 sampai dengan 25 Januari 2023
Beliau adalah Retired Lecturer Of Airport Engineering di Departement Teknik Sipil dan
Lingkungan Universitas Gajah Mada.
Beliau juga dosen mata kuliah Pelabuhan Udara saat saya menjadi mahasiswa Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Semoga nasehat dan ilmu yang beliau sampaikan dapat bermanfaat bagi para
penerusnya berbuat terbaik untuk negeri ini dalam bidang infrastruktur khususnya
bidang pavement, dan semoga ilmu yang telah beliau sampaikan menjadi ladang
amal jariyah dan aliran pahala untuk beliau.
A. Lapisan perkerasan
Urutan dari atas ke bawah sbb :
a. AC-WC : 5 cm.
b. AC-BC : 6 cm.
c. AC Base : 15 cm.
d. Agregat kls A : 50 cm CBR min 80%.
E. Subgrade CBR min 6%.
B. Penjelasan ringkas
1. Tebal lapisan perkerasan dense graded harus memperhatikan MAS atau
NMAS agar tercapai interlocking antar butir agregat.
Kalau dihitung berdasarkan MAS (UK) dan NMAS (USA), tebal padat efektif
sebagai berikut :
a. AC-WC 4 cm - 5 cm, hanya 1 lapis.
b. AC-BC 6 cm - 7,5 cm, atau kelipatannya.
c. AC Base 8 cm - 10 cm, atau kelipatannya.
d. Agregat kelas A 12 cm - 15 cm, atau kelipatannya.
2. Agregat kelas A CBR min 80%, tidak tepat dihamparkan langsung di atas
Subgrade, CBR < 10%, karena menyalahi konsep Basic Theory dari FP.
Beban roda didukung oleh base course dan didistribusikan secara bertahap
(gradual) ke subgrade dengan sudut sebaran sekitar 40°, sehingga daya
dukung lapisan di bawahnya juga harus berkurang secara bertahap. Ratio
bearing strength antara lapisan bawah dan lapisan atas lebih kecil atau sama
dengan 1/3 (Prof. H. J. Th. Span, 1988).
Di bawah base course (agregat kelas A) harus didukung subbase course yang
mempunyai CBR = 1/3 × 80% = 27% ~ 30%.
3. FAA AC 150/5320- 6E, 2009, -6F, 2016 :
Aggregate layers can be placed anywhere in the flexible pavement structure
except at the surface or subgrade (jangan menghampar lapisan aggregate
base langsung di atas permukaan hotmix asphalt atau subgrade).
Alasan tidak boleh menghampar lapisan yang kuat (base course) di atas
lapisan yang lemah (subgrade) dapat dipelajari di buku Robert N. Hunter,
2000, Asphalts in Road Construction, page 514, 515, sehingga diperlukan
Capping Layer dan Subbase Course.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 1
4. Capping layer dapat diganti dengan Improved subgrade atau Selected
subgrade atau Selected material, tebal 30 cm - 35 cm, CBR lapangan min 2×
CBR subgrade design. Capping layer dan Improved subgrade, walaupun
metoda pelaksanaannya berbeda tetapi tujuannya sama, yaitu
menyediakan daya dukung subgrade dengan durability lebih lama dari
design life 20 th.
5. Subgrade dengan ketebalan tertentu : 90 cm - 180 cm (tergantung dari
beban lalulintas), setiap lapisan tebal 20 cm - 25 cm harus mempunyai
uniformity (keseragaman) dalam hal density dan bearing capacity.
C. Note :
1. Di NL dan UK seorang Pavement Designer harus sudah mempunyai
pengalaman di bidang QC dan Construction, masing2 minimum 3 th, dengan
harapan Ilmunya seorang Pavement Designer lebih tinggi dari pada ilmunya
seorang Konsultan Supervisi dan Kontraktor Pelaksana.
2. Di Indonesia ada puluhan ribu highway engineer yang bergelar S1, S2 bahkan
ada yang S3, tetapi dalam merancang struktur perkerasan tidak/kurang
memperhatikan pejelasan pada Poin B.1, poin B.2, poin B.3 dan poin B.5.
Pada hal parameter tsb di atas mempunyai kontribusi cukup besar terhadap
pavement durability.
3. Diduga mereka lebih suka membaca diktat dari pada membaca buku yang
ditulis oleh expert yang berasal dari Negara2 maju dan sudah berhasil
merancang dan membangun jalan yang mempunyai durability tinggi.
Semoga bermanfaat.
JOG 26.01.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Ass, saya ingin menjawab pertanyaan pak Purnomo (mantan Dir Bintek BM) tadi
pagi terkait dengan : The bearing strength ratio between underlying layer and
upper layer should be less than or equal to 1/3 (Prof. H. Th. Span, TU Delft,
1988).
Prof. H. J. Th. Span, dosen purnakarya TU Delft, Belanda, kelahiran 1923, tidak
menjelaskan asal usul angka tsb, beliau hanya menyatakan :
Pavement engineering is knowledges base on experiences, experimentals, and
supported by the theoretically methods.
Pavement engineering adalah ilmu yang berdasarkan pengalaman, percobaan,
yang didukung dengan metoda yang benar secara teoritis.
2. Flexible Pavement dikembangkan dari formula Boussinesq, 1885, dan US Army
Corps of Engineers di California, 1929 (awal PD II), sehingga terkenal dengan
nama CBR method. Metoda tsb berdasarkan empirik.
Dikembangkan oleh AASHO road test, 1960, kemudian berubah nama menjadi
AASHTO, 1972. Dari AASHO tsb dibuat lintasan yang dilewati truck selama 2 th
dengan axle load 18.000 lbs (8,16 T) dan 22.000 lbs (10 T), jumlah lintasannya
ribuan, axle loads 18.000 lbs > 22.000 lbs.
Dari penenelitian tsb dibuat nomogram pavement design 1972, revisi 1982,
dikembangkan 1986, dan 1993. Sekarang katanya ada edisi yg terbaru.
3. Prof. Span menetapkan angka 1/3 berdasarkan pengalaman beliau. Saat beliau
menjelaskan, saya tidak mudheng (mengerti), saya hanya manut saja. Soalnya
Prof. H. J. Th. Span lulus Ir. TU Delft, Belanda, 1951, sama dengan tahun
kelahiran saya.
4. Th 2017 (atau 2018), saya minta bantuan kepada Prof. Bambang Suhendro
(penerus struktur Cakar Ayam), disertasinya Dr. dari Michigan University,
tentang Soil Dynamic, untuk menentukan bearing strength ratio yang tepat
menggunakan ilmu finite element 3 dimensi.
Saya minta dicoba 4 angka : rasio daya dukung lapis bawah dibagi lapis atas =
1/2,5; 1/3; 1/3,5 dan 1/4.
5. Hasilnya dijelaskan kepada saya diruang rapat Runway Maintenance Bandara
Internasional Soekarno-Hatta, sbb :
Semoga bermanfaat.
JOG 26.01.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Cc Prof. Bambang Suhendro, kalau tulisan saya salah mohon dikoreksi.
A. Short description
Airport pavements require continual routine maintenance, rehabilitation and
upgrading. Immediately after completion, airport pavements begin a gradual
deterioration attributable to weather and loading.
Normal distresses in the pavement structure due to weathering, fatigue effects,
and differential movement in the underlying subbase occur over a period of
years.
This gradual deterioration is accelerated by, among other things, faulty
construction techniques, substandard materials, or poor workmanship.
Traffic loads in excess of those forecast during pavement design may also
contribute to shortened pavement life.
B. Terjemahan
Perkerasan bandara (runway, taxiway dan apron) memerlukan pemeliharaan,
rehabilitasi dan peningkatan secara rutin atau berkala. Segera setelah selesai
pembangunan, perkerasan bandara mulai terjadi kerusakan secara bertahap
yang diakibatkan oleh cuaca dan pembebanan (lintasan roda pesawat).
Kerusakan yang normal pada struktur perkerasan akibat cuaca, pengaruh
fatigue, dan perbedaan pergerakan pada lapisan fondasi bawah (subbase) yang
terjadi selama beberapa tahun.
Kerusakan secara bertahap dipercepat antara lain oleh : kesalahan teknik
pelaksanaan, penggunaan material di bawah standard, dan tenaga kerja yang
belum terlatih.
Beban lalulintas (pesawat dan kendaraan) yang melebihi batas perancangan
juga dapat menyebabkan penurunan umur perkerasan.
C. Note :
1. Melaksanakan secara rutin (istiqomah) untuk Pemeliharaan, Rehabilitasi
dan Peningkatan struktur perkerasan (Bandara dan Jalan) tidak sulit karena
sudah ada aturan dan metodanya, yang paling sulit adalah istiqomah untuk
melaksanakannya.
Semoga bermanfaat.
JOG 28.01.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
A. Subgrade
The Subgrade is a layer whose thickness is 100 cm to 200 cm. The Subgrade is
the soil layer to be the foundation that determines the thickness of the
pavement.
In order to determine the thickness of the pavement, it is necessary to
investigate the load bearing capacity of the subgrade. For that purpose, the CBR
Test or the Plate Bearing Test is used.
B. Note :
1. Pengajar materi tsb adalah Ir. Norihiko Yamagata, JICA Expert of Airport
Engineering, kantornya berdampingan dengan Direktorat Teknik Bandara,
Kemayoran.
2. Ir. Norihiko Yamagata menjelaskan bahwa Subgrade dengan tebal tertentu,
100 cm - 200 cm, atau dapat dikelompokkan menjadi : 90, 120, 150, 180 cm,
dibagi beberapa lapis dengan tebal : 20 cm - 25 cm. Setiap lapis mulai dari
bawah sampai atas setebal H diukur field CBR, kemudian ditentukan dengan
Rumus I Av CBR (Average CBR) yang digunakan untuk CBR design.
3. Karena Rumus I agak sulit, maka saya mengusulkan untuk menggunakan
Rumus II, yang menurut saya lebih sederhana/mudah. Beliau mencoba
dengan contoh angka2 tertentu, dihitung dengan 2 Rumus I dan II, ternyata
menurut beliau Rumus II hitungannya lebih sederhana, dan lebih mudah,
hasilnya beda sedikit < 0,5%.
4. Beliau tidak menolak maupun menerima usulan saya tsb, beliau hanya
menyerahkan kepada saya, karena hal tsb merupakan bagian dari
engineering judgement.
5. Sebelum saya purnakarya, Rumus I dan II tsb selalu saya ajarkan kepada
mahasiswa Prodi S2 MSTT untuk mata kuliah Pavement Design.
6. Dari penjelasan singkat tsb terbukti bahwa Subgrade mempunyai ketebalan
tertentu 100 cm - 200 cm, memilihnya tergantung dari beban roda
pesawat/truck.
Kalau CBR design tsb dihitung dengan menggunakan salah satu Rumus di
atas, kemudian dilaksanakan di lapangan (dihampar dan dipadatkan tiap
lapis), baru tercapai daya dukung Subgrade yang Uniform (seragam) ke arah
vertikal. Penggunaan Capping layer atau Improved subgrade untuk
Semoga bermanfaat.
JOG, 31.01.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
I. CODE NL 4C
1. A-320-200 NEO
Airline : Batik Air, Citilink, Air Asia.
Length : 37.57 m.
`Wing span : 35.80 m.
OMGWS : 8.95 m.
Wheel track : 7.59 m.
Wheel base : 12.64 m.
MTOW : 77.400 T.
Gear load : 36.030 T.
Wheel load : 18.02 T.
Tire pressure : 1.46 MPa.
ACN :
R = 46, 49, 51, 53.
F = 41, 42, 47, 53.
2. B-737- 800
Airline : Garuda, Sriwijaya, Lion, Batik.
Length : 38.02 m.
Wing span : 35.79 m.
OMGWS : 7.0 m.
Wheel track : 5.72 m.
Wheel base : 15.60 m.
MTOW : 79.242 T.
Gear load : 37.060 T.
Wheel load : 18.53 T.
Tire pressure : 1.42 MPa.
ACN :
R = 49, 52, 54, 56.
F = 43, 45, 50, 55.
3. B-737-900ER
Airline : Lion, Batik.
Length : 40.67 m.
Wing span : 35.79 m.
OMGWS : 7.0 m.
JOG 23.06.2018.
Reshare 02.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
NOTE :
Do not use other terminologies.
The type of rigid pavement :
JPCP- Jointed Plain Concrete Pavement, or
JUCP- Jointed Unreinforced Concrete Pavement.
===================================================================
I hope it is useful.
JOG 25.01.2018.
Reshare 02.02.2022
Wardhani Sartono.
Retired lecturer of airport engineering.
Mari berbuat yang terbaik untuk keselamatan pesawat beserta crew dan
penumpangnya
Semoga bermanfaat.
JOG 08.04.2019.
Reshare 02.02.2022
Reference :
FAA AC 150/ 5380-6, 1982, -6B, 2007, -6C, 2014, -7A, 2006, -7B, 2014.
A. Definition
1. Airport Pavement Management System (APMS) is a systematic and
consistent procedure for scheduling Maintenance and Rehabilitation (MR)
based on maximizing benefits and minimizing costs.
2. An APMS not only evaluates the present condition of a pavement, but also
can be used to forecast its future condition. By projecting the rate of
deterioration, an APMS can facilitate a life cycle cost analysis for various
alternatives and help determine when to apply the best alternative.
3. Maintenance and Rehabilitation (MR).
a. Maintenance.
It is routine work to keep a pavement as close to its designed level of
serviceability as possible. This include :
1). The preservation of existing pavement surfaces.
2). Resurfacing of less than the nominal overlay thickness.
3). Resurfacing a short length of pavement.
4). Patching of minor failures.
b. Rehabilitation.
It is the extention of the pavement structure's life when maintenance
techniques are no longer viable to maintain adequate serviceability. It
requires structural evaluation, corrective action, and at least, a nominal
hotmix asphalt overlay. A nominal overlay has a thickness of three times
the nominal maximum size of aggregate.
B. Primary component
1. The primary component of any APMS is the ability to track a pavement
deterioration and determine the cause of the deterioration. This requires an
evaluation procedure that is objective, systematic, and repeatable. One
such procedure is the PCI (Pavement Condition Index).
F. Catatan
1. Kalau auditor ICAO datang ke Indonesia, sering kali minta minimal 2 bandara
Code 4E tertentu sebagai sampel dan selalu menanyakan laporan PMS
(Pavement Management System), karena terkait dengan runway
maintenance dan runway safety.
Setiap bandara belum tentu siap membuat laporan PMS, yang dibuat baru
Laporan Pemeliharaan movement area yang sudah dilaksanakan
2. Laporan PMS harus melampirkan :
a. PDI (Pavement Distress Inventory), termasuk metoda perbaikannya.
b. PCI (Pavement Condition Index), dari beberapa sample unit.
c. Hasil uji NDT (Non Destructive Test), meliputi :
Mari berbuat yang terbaik untuk keselamatan pesawat beserta crew dan
penumpangnya.
Semoga bermanfaat.
JOG 25.01.2018
Revisi 25.12.2019.
Reshare 07.12.2020.
IABI 16.12.2020
Reshare 02.02.2022
A. Reference :
R. B. Mallick and T. El-Korchi, 2013, Pavement Engineering, sub-chapter 12.3.
B. Discription
Rutting is the result of repeated loading, which causes accumulation, and
increase of permanent deformations.
The one-dimensional densification-consolidation rutting, resulting from a
decrease in air voids, occurs with volume change and is vertical deformation
only (primary rutting), whereas the two-dimensional rutting is caused by shear
failure and is accompanied by both vertical and lateral movement of the
material (secondary and tertiary rutting).
The densification-consolidation rutting may be caused by the action of high
stress load at high temperatures near the surface of the pavement, leading to a
decrease in air voids of the asphalt mix, especially if they are too high compared
to desirable air voids; and/or due to the densification of the underlying layers if
they are at densities lower than the maximum dry density or desirable densities;
or due to the consolidation of fine-grained soils in the subgrade, for example,
with high levels of moisture.
The one-dimensional rutting mechanism can be relatively easily simulated in
the laboratory.
In the structural design of pavement, the rutting in a pavement is assumed to
be caused by either or both of two causes, excessive strain in the subgrade or
permanent deformation in any of the layers in the pavement.
C. Note :
1. Kerusakan type rutting atau permanent deformation, termasuk kerusakan
struktural, dan banyak terjadi di highway dan runway flexible pavement
yang melayani lalulintas berat, artinya jumlah komulatif repetisi beban
lalulintas (truck atau pesawat), melebihi daya dukung struktur perkerasan.
2. Pembuatan sistem drainase (surface and subsurface drainage) yang benar,
serta penggunaan aspal hotmix type PMB PG-76 (Polymer Modified Bitumen
Performance Grade 76), adalah salah satu usaha untuk mengurangi
terjadinya kerusakan tsb selama masa pelayanan (design life).
Semoga bermanfaat.
JOG 25.01.2020
Revisi 17.06.2020
Reshare 03.02.2022
1. Waktu saya mendapat mata kuliah rigid pavement di UGM dan S2 di ITB (1982),
bahwa rigid pavement dapat diilustrasikan sebagai pelat kaku yang diberi beban
diatasnya.
Alasannya untuk pelat kaku yang diberi beban diatasnya, penyebaran beban ke
tanah lebih luas dan merata, sehingga tegangan yang terjadi dibawah pelat =
Beban/Luas pelat (kg/cm2), nilainya kecil, maka beban diatas pelat tsb mampu
didukung tanah yang mempunyai daya dukung rendah.
Kesimpulannya, untuk daya dukung tanah dasar yang rendah lebih cocok
dibangun Rigid Pavement, yaitu berupa pelat/slab beton yang disambung
antara pelat yang satu dengan pelat yang lain.
2. Saat saya belajar di Post Graduate (MSc) TU Delft, Nederland (1988), hal ini saya
tanyakan kepada dosen Structural Design : Prof. A.A.A. Molenaar, apakah
pendapat saya ini benar. Saya dikatakan oleh beliau sbb :
You are stupid. It is different between plate and rigid pavement. Plate that you
have explained it is only one plate, but rigid pavements constitute many rigid
plates connected by joints (expansion, contraction, construction). The weaker
the subgrade, the more flexible the pavement structure should be.
Artinya makin rendah daya dukung subgrade, lebih tepat dibangun flexible
pavement, dan hal ini diaplikasikan untuk highway di Belanda yang sebagian
besar tanahnya mempunyai daya dukung rendah, banyak dibangun Flexible
Pavement.
3. Prinsip seperti ini juga dibenarkan oleh Guru saya Bpk Ir. J. Hendro Moeljono
(alm) saat memberi kuliah umum di MSTT FT UGM, 2007. Beliau memberi
contoh Jalan Tol Jagorawi, yang sebagian tanahnya termasuk expansive soil
dibangun Flexible Pavement, 1973 - 1978, sampai sekarang kondisinya masih
baik, dan merupakan Jalan Tol dengan durability tertinggi di Indonesia.
4. Pada saat kuliah di TU Delft, 1988, saya adalah mahasiswa paling tua dengan
umur 37 th, merasa sangat bersyukur dikatakan dosen saya you are stupid
(kamu bodoh), pasti ada hikmahnya. Ternyata benar, pada kuliah minggu
berikutnya, saya satu2 nya mahasiswa yang diberi disertasinya th 1983, dengan
pesan supaya buku ini dipelajari dengan baik, dan sampai saat ini disertasi tsb
masih sering saya baca.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 32
5. Sampai saat ini masih banyak pavement engineer yang menganut ajaran sesuai
penjelasan nomor 1 di atas, yang sering saya katakan sebagai ajaran sesat. Hal
ini sulit untuk merubah prinsipnya, kecuali bagi para pavement engineer yang
bekerja tanpa pamrih untuk Bangsa dan Negara, serta mendapat hidayah dari
Allah SWT, amiin.
Semoga bermanfaat.
JOG 17.11.2019
Reshare 03..022022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Pada th 2007, guru saya Bpk Ir. J. Hendro Moeljono (Pimpro I Jalan Tol Jagorawi),
memberi kuliah umum di Prodi S2 MSTT FT UGM. Beliau sekarang sudah
almarhum.
Sebelum kuliah dimulai, saya cerita kepada Beliau, bahwa beberapa hari yang
lalu saya membaca running text di TV Swasta sbb :
Pejabat Bina Marga mengatakan, karena jalan di Pantura sering tergenang air,
maka akan dilakukan betonisasi sepanjang 1.000 km lebih.
Maksudnya Jalan Pantura akan dibangun Jalan Beton/Rigid Pavement
sepanjang > 1000 km. Padahal jalan Nasional Pantura selama ini sudah
menggunakan flexible pavement. Saya bertanya kepada Beliau, bagaimana
menurut pendapat Bapak?
2. Beliau mengatakan sbb : Memang masih banyak Pejabat di BM (saat itu), yang
tidak dapat membedakan antara Beton dengan Rigid Pavement.
Kalau Beton direndam air selama 50 th tidak rusak, tetapi kalau Rigid Pavement
sering terendam air, lapisan dibawahnya (base, subbase dan subgrade) akan
rusak lebih dulu, kemudian slab beton yang numpang diatasnya ikut rusak.
3. Pernyataan tsb Beliau sampaikan lagi saat sesi tanya jawab dengan mahasiswa.
Beliau juga menambahkan bahwa Rigid Pavement bukan solusi untuk
mengganti Flexible Pavement yang sering rusak.
Beliau memberi contoh bahwa Jalan Tol Jagorawi, sebagian panjang ruas jalan
dibangun diatas tanah dengan daya dukung rendah, struktur Flexible Pavement
selesai th 1975an kondisinya sampai sekarang masih bagus.
Note :
1. Flexible Pavement Design Jalan Tol Jagorawi menggunakan referensi dari
AASHO 1962, direvisi menjadi AASHTO 1972 : Interim Guide for Design of
Pavement Structures, karena Konsultannya dari USA (penjelasan dari Beliau),
hotmix asphalt menggunakan referensi The Asphalt Institute.
2. Referensi tsb juga digunakan oleh Konsultan PCI (Pacific Consultant
International) dari Jepang untuk Flexible Pavement Design Jalan Tol Jakarta-
Tangerang, dan ruas jalan lainnya yang mendapat Loan dari JICA, karena saya
mendengar langsung dari Team Leadernya, Mr. Sugawara, th 1982, dan
fotocopy referensi AASHTO 1972, diberikan kepada saya.
Semoga bermanfaat.
JOG 25.01.2019
Revisi 25.03.2020
Reshare 1 : 18.06.2020
Reshare 2 : 03.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Beliau lahir 1923, lulus Ir. Sipil dari TU Delft 1951, guru saya di TU Delft 1988. Beliau
menjelaskan kepada saya sbb :
The bearing strength (CBR) ratio between underlying layer and upper layer should
be on the order of 1/3.
Nilai banding daya dukung (CBR) antara lapisan bawah dengan lapisan di atasnya
sekitar 1 : 3.
Apabila lapisan atas mempunyai daya dukung (CBR) = B, maka lapisan bawah harus
mempunyai daya dukung (CBR) min = 1/3 × B, dengan pembulatan ke atas.
Misal : CBR Base course : 90% - 100%, maka :
CBR Subbase course : 30% - 35%.
CBR Capping layer/Improved subgrade : 10% - 15%.
CBR Subgrade min 5% atau 6%.
Beliau menyarankan tidak menghamparkan Subbase course CBR min 30% langsung
di atas Subgrade CBR 6% tanpa Capping layer guna mencegah terjadi Overstress
condition di permukaan Subgrade berupa retak2 melintang.
Beliau tidak menjelaskan asal usul dari angka 1/3 tsb, beliau hanya mengatakan :
Pavement engineering is knowledges base on experiences, experimentals, and
supported by the theoretically methods.
Artinya :
Pavement engineering adalah ilmu yang didapat berdasarkan pengalaman,
percobaan (di laboratorium dan lapangan), yang didukung dengan metoda yang
benar secara teoritis.
Note :
1. Experience, banyak dimiliki oleh para praktisi, misal : Regulator, Kontraktor,
Konsultan Perencana dan Supervisi.
2. Experiment, banyak dikerjakan oleh para Peneliti, biasanya mereka bekerja di
Litbang.
3. Theory (teori), banyak dimiliki oleh dosen/guru yang rajin membaca buku.
4. Tidak mungkin seorang expert menguasi 3 hal tsb di atas, biasanya mereka tahu
banyak salah satu hal, tetapi hanya tahu sedikit dari 2 hal, padahal masing2
ilmunya harus bersinergi.
Semoga bermanfaat.
JOG 03.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 05.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Tiga tahun yang lalu, hari Selasa, 12 Feb 2019, saya dan Dr. Suprapto
Siswosukarto, mendampingi Staf DBU, Ir. Agung Wibowo dan Ir. Imam Alwan,
PPK Ama Yuliyarti Soleman, ST, serta Tim Bangunan-Landasan, melakukan uji
coba penggunaan Apron Alpha Bandara Sultan Babullah, Ternate, Maluku
Utara.
Apron Alpha tsb dibangun dengan menggunakan sistem Unbonded Concrete
Overlay on Rigid Pavement. Overlay PCC di atas Apron Rigid Pavement tsb
diterapkan apabila apron yang akan dioverlay sudah terjadi kerusakan di
beberapa tempat.
Struktur Overlay Rigid Pavement menggunakan type : Jointed Plain Concrete
Pavement.
2. Kerusakan slab beton rigid pavement yang lama (cracking, spalling, joint
damage, dll) harus diperbaiki lebih dulu.
Di atasnya dihamparkan hotmix interlayer/thin layer tebal 2 cm - 4 cm,
kemudian diatas hotmix interlayer dicor beton tebal 30 cm, ukuran setiap slab
5 m x 5 m, di bagian atas diberi wire-mesh (tulangan susut) baja polos diameter
8 mm, jarak 110 mm. Akan lebih baik kalau wire-mesh digunakan baja ulir D 6
mm, jarak 90 mm. Tujuan penggunaan wire-mesh bukan menambah daya
dukung Rigid Pavement, tetapi hanya untuk menghambat retak permukaan slab
beton, karena suhu panas matahari di permukaan slab beton pada siang hari
dapat mencapai > 60° C.
3. Antara slab beton yang berdekatan disambung dengan 2 metoda :
a. Searah dengan gerakan pesawat/taxilane menggunakan dowel
(construction joint, contraction joint, dan expansion joint). Ukuran dowel
(baja polos) : diameter 25 mm, panjang 480 mm, jarak antara dowel 300
mm, sekitar 60% dari panjang dowel diolesi pelumas (grease).
b. Tegak lurus dengan arah pesawat/taxilane menggunakan tie bar, berupa
baja ulir, diameter 16 mm, panjang 750 mm, jarak antara tie bar 750 mm.
Tie bar boleh ditekuk/dibengkok dengan sudut < 15°, dan diolesi bahan anti
karat dibagian joint (sambungan) antara slab beton.
4. Tujuan dari penghamparan hotmix interlayer/interface tsb adalah untuk
menghambat (bukan mencegah) terjadinya reflective cracking/crack
propagation pada slab beton yang baru. Hotmix interlayer hanya untuk
JOG13.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
A. Penjelasan singkat
Berdasarkan beberapa referensi edisi lama dan baru yang pernah saya baca,
setelah digabung dapat dijelaskan secara singkat sbb :
1. Flexible pavement is a bonded multi layer system.
The weaker the subgrade bearing strength, the more flexible the pavement
structure should be (Prof AAA Molenaar, TU Delft, 1983).
2. Penyebaran beban roda di atas permukaan perkerasan disebarkan ke bawah
sampai ke subgrade (tanah dasar) secara gradual/ber angsur2, dengan
membentuk sudut penyebaran 30° - 45° terhadap sumbu vertikal.
3. Sudut penyebarannya tergantung dari daya dukung tiap2 lapisan, makin
kuat daya dukung lapisannya, makin lebar sudut penyebaran bebannya.
4. Semua lapisan saling terikat (bonded) satu sama lain, makin keatas
ikatannya (interlayer/interface) harus makin kuat, dan semuanya
berkontribusi untuk mendukung beban roda di atas permukaan.
5. Base course dan subgrade adalah lapisan yang paling dominan dalam
mendukung beban roda (kendaraan atau pesawat), sehingga harus
dilindungi jangan sampai terjadi penurunan daya dukung selama design life.
6. Aggregate layers can be placed anywhere in the flexible pavement structure
except at the surface or subgrade.
The maximum number of aggregate layers that may be present in a
structure is two, one of each type, and the crushed layer must be above the
uncrushed layer (FAA AC 150/5320- 6F, 2016, subchapter 3.13.3.4.3).
7. The base course or roadbase is the principle load bearing component of the
pavement, but before examining roadbase failures it is worth considering
both the subgrade and the subbase. This is because the long term behaviour
of the roadbase, subbase and subgrade are all intimately interlinked and the
failure of anyone of these layers will inevitably result in the overstressing
and subsequent failure of the other two layers (Robert N. Hunter, 2000, p.
511).
8. Subgrade dengan nilai CBR 4% - 15%, harus dilindungi dengan capping layer,
biasanya berupa granular material dengan CBR 15% - 30%, tidak
diperhitungkan sebagai structural design (TU Delft).
Tujuh tipe kerusakan dini (rusak sebelum beroperasi selama 1/3 dari design life 20
th) yang sering terjadi pada Hotmix Asphalt Pavement akibat dari :
a. Layering System yang salah, misal tidak menggunakan subbase course dan
capping layer/improved subgrade.
b. Daya dukung Subgrade rendah, disarankan CBR subgrade min 6%.
c. Penggunaan bahan perkerasan yang kurang tepat.
d. Banyak melayani lalulintas overload, sehingga bobot dan jumlah lintasan
kendaraan berat atau pesawat melebihi daya dukung perkerasannya.
e. Pelaksanaan konstruksi yang terburu-buru.
Tipikal kerusakannya sebagai berikut :
1. Alligator or Fatigue Cracking.
2. Pothole.
3. Delamination.
4. Raveling or weathering.
5. Rutting or Permanent Deformation.
6. Depression.
7. Slipage Cracking.
1. ALLIGATOR or FATIGUE CRACKING
It is a series of interconnecting cracks caused by fatigue failure of the HMA
surface under repeated traffic loading.
The cracking initiates at the bottom of the HMA surface (or stabilized base)
where tensile stress and strain are highes under a wheel load. The cracks
propagate to the surface initially as a series of parallel cracks.
After repeated traffic loading or by excessive deflection of HMA surface over a
weakened or under designed foundation, the cracks connect, forming many
sided sharp angled pieces that develop a pattern resembling chicken wire or
alligator skin.
The pieces are less than 60 cm on the longest side.
3. DELAMINATION
Delamination is the separation of the top wearing layer from the layer
underneath.
It is caused by the poor bond or by failure of the bond between the two layers.
The poor bond can be due to improper surface preparation or tack coat before
application of the wearing course layer and/or relatively thin wearing layer.
The loss of bond can be caused by environmental factors such as ingress of
water and repeated freeze-thaw cycles.
4. RAVELING or WEATHERING
The most common type of disintegration in hotmix asphalt pavement is
ravelling/ weathering. Raveling/weathering is the wearing away of the
pavement surface caused by the dislodging of aggregate particles and the loss
of asphalt binder.
This distress may indicate that the asphalt binder has aged and hardened
significantly.
As the raveling/weathering continues, larger pieces are broken free, and the
pavement takes on a rough and jagged appearance and can produce a
significant source for Foreign Object Damage/Debris (FOD).
5. RUTTING or PERMANENT DEFORMATION
A rut is characterized by a surface depression in the wheel path. In many
instances, rut become noticeable only after a rainfall when the wheel path fill
with water.
6. DEPRESSION
Depressions are localized low areas of limited size. In many instances, light
depressions become noticeable after rain, when ponding creates "birdbath"
areas.
Depressions may result from traffic heavier than that for which the pavement
was designed, localized settlement of the underlaying pavement layers (base
course, subbase course, and subgrade), or poor construction methods.
7. SLIPPAGE CRACKING
Slippage cracks are crescent or half-moon shaped cracks having two ends
pointed in the direction of traffic (vehicles or aircrafts). They are produced when
braking or turning wheels cause the pavement surface to slide and deform. This
usually occurs when there are :
a. Low strength surface mix or poor bond between the surface and next layer
of pavement structure.
b. Low modulus base course.
c. Thin wearing course.
I hope it is useful.
HLP 19.02.2022
Wardhani Sartono.
Retired lecturer of airport engineering
A. Penjelasan ringkas
Bpk Kuntjoro, alumni TS ITB angk 1977, beliau masih aktif membangun Jalan Tol
Ruas Kayuagung - Palembang - Betung. Sudah banyak sekali pengalamannya
termasuk Proyek Pembangunan Jalan di Jalur Pantura Pulau Jawa.
RUAS I : 8 km.
Dibangun lebih dulu, di atas tanah timbunan rawa.
Struktur FP dari atas ke bawah sbb :
AC-WC : 5 CM
AC-BC : 5 CM (Max aggregate dikecilkan jadi 20 mm)
AC-BASE : 10 Cm.
Aggregate Base A : 25 Cm
Agg Subbase B : 35 Cm.
Top Subgrade 3 x 30 Cm, CBR 6%.
RUAS II : Sekitar 30 km.
Dibangun belakangan, di atas tanah timbunan rawa.
Diluar area yg sekitar 8 Km (Jalur A dan B) yg beda adalah subbase klas B 35 cm
dan base klas A 25 cm diganti jadi Base A 50 cm (mengikuti MDP).
AC-WC 5 cm.
AC-BC 5 cm.
AC Base 10 cm.
Agregat kelas A : 50 cm.
Setelah beroperasi selama 2 th, dengan jumlah ESAL yang sama, menurut
pengamatan visual dan saat dilintasi kendaraan V : 90 km/jam, Ruas I kondisi
jalannya lebih baik dan kerusakan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan
dengan Ruas II.
B. Pertanyaan beliau
Beliau bertanya kepada saya sbb : Lapisan bawah RUAS II walaupun tebalnya 50
cm harusnya lebih kuat dari pada RUAS I, tebal 2 lapis 60 cm.
Karena beliau juga pensiunan tetapi pengalamannya lebih banyak dari pada
saya, maka saya menjawabnya juga menggunakan bahasa pensiunan.
Semoga bermanfaat.
JOG 22.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
Semoga bermanfaat.
JOG 23 Feb 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
Semoga bermanfaat.
JOG 25 Feb 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
A. Pengantar
1. Surfacing (Lapis Permukaan).
a. Wearing course (Lapis aus) : AC-WC.
b. Binder course (Lapis antara) : AC-BC.
2. Roadbase (Lapis pondasi atas).
a. Upper Roadbase : ATB (Asphalt Treated Base), atau AC Base, atau
Agregat Base kelas A permukaannya dihampar batu pengunci (chipping)
kemudian diprime coat dengan volume aspal 2 lt/m2 - 4 lt/m2.
Tujuannya agar supaya sebagian besar aspalnya meresap ke bawah
permukaan agregat base kelas A tsb. Aspal prime coat yang meresap ke
bawah agregat base kelas A tsb dianggap sebagai Lapis Penetrasi
Makadam tebal 3 cm - 4 cm.
b. Lower Roadbase : Agregat base kelas A atau kelas B.
3. Sub-base (Lapis pondasi bawah).
a. Upper Sub-base : Subbase kelas A atau B atau Sand and gravel atau
Pitrun, CBR 30% - 35%.
b. Lower Sub-base :
Subbase kelas C atau Sand and gravel, CBR 20% - 30%.
B. Note :
1. Lapis Penetrasi Makadam yang dijelaskan pada poin A.2.a di atas
dilaksanakan di Proyek Perpanjangan Runway Bandara Sentani Jayapura
(1975 - 1976) oleh PT HK, dan Perpanjangan Runway 13 Bandara
Hasanuddin, Makassar (1978 - 1979) oleh PT BK.
2. Lower Sub-base sering dianggap sebagai Improved subgrade, atau Selected
subgrade atau Selected material, CBR min 15%, tebal 30 cm - 35 cm.
3. Tujuannya untuk melindungi Subgrade pada saat Pelaksanaan Konstruksi
lapisan di atasnya, sehingga tidak diperhitungkan sebagai lapisan struktural
(structural layer).
4. Dibawah Improved subgrade adalah Subgrade, yaitu Tanah Dasar dengan
ketebalan 100 cm - 120 cm dan mempunyai CBR design min 6%, field CBR >
CBR design. Norihiko Yamagata (JICA, 1994), menetapkan tebal Subgrade
100 cm - 200 cm, harus uniform dalam hal bearing capacity.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 60
5. Highway Engineer generasi Abad XX mayoritas berijazah S1 (Ir) atau Diploma
(BRE), tetapi istiqomah dalam menerapkan ilmunya.
Semoga bermanfaat
JOG 26.02.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
Kolom 1 paling kiri : CBR tanah asli setelah pemadatan, urut dari atas ke bawah : >=
6%, 5%, 4%, 3% dan 2,5%.
A. Pengantar
Apabila ada pembangunan jalan, trase/rutenya melalui pekarangan, setelah
dilakukan clearing, grubbing and stripping dengan menggali permukaan tanah
kedalaman 25 cm - 30 cm, tanah pekarangan yang masih asli (bukan merupakan
tanah galian maupun timbunan) tsb kemudian dipadatkan. Setelah tanah asli
tsb padat, diuji dengan alat DCP atau field CBR, apabila hasil uji nilai field CBR
min 6%, apakah dianggap sudah memenuhi syarat sebagai Subgrade?
B. Ada 2 jawaban.
1. Menurut Auditor hal tsb dibenarkan, karena berdasarkan pengalaman saya
menjadi instruktur Auditor Senior BPK di Balai Diklat BPK DIY sebanyak 17×,
mereka mengaudit berdasarkan peraturan yang tertulis dalam Dokumen
Teknik. Agar supaya tidak salah pemahaman, lebih baik judul kolom 1 tsb
diganti CBR Subgrade.
2. Kalau menurut saya, hal tsb salah, karena saya menggunakan ilmu Pavement
Engineering yang diajarkan oleh Guru2 saya, serta berdasarkan ilmu yang
tercantum dalam buku2 yang baku. Guru2 yang dimaksud, adalah sbb :
a. (Alm) Bpk Ir. Harsono Martakim, dosen Pelaksanaan Konstruksi Jalan,
Pascasarjana Jalan Raya ITB-PU, 1982.
b. Dosen mata kuliah Road Construction Methods, TU Delft, 1988,
namanya lupa.
c. Mr. Norihiko Yamagata, Short Course Airport Engineering, JICA, 1994.
3. Dari ketiga guru saya tsb di atas mengajarkan ilmu tentang Subgrade hampir
sama, yaitu bahwa Subgrade dengan kedalaman tertentu, 100 cm - 200 cm,
harus mempunyai keseragaman (uniformity) dalam hal density dan bearing
capacity.
4. Subgrade yang dibangun di atas embankment (timbunan badan jalan), untuk
ketebalan tertentu minimum 100 cm, harus dihamparkan dan dipadatkan
setiap lapis tebal 20 cm - 25 cm, sehingga mempunyai degree of compaction
dan bearing capacity (CBR) yang hampir sama dengan CBR design.
Semoga bermanfaat.
JOG 01.03.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
A. Short description
1. The fundamental purpose of a base course and subbase course in a flexible
pavement is to provide a stress- distributing medium which will spread the
load applied to the surface, so that shear and consolidation deformations
will not take place in the subgrade.
2. A flexible pavement will consist of a well- compacted base course of suitably
graded crushed stone, gravel, slag, or stabilized material; the subbase can
be of lower quality. To ensure a satisfactory design, the thickness of base
plus subbase should be sufficient to prevent overstressing the subgrade.
a. Base course
The base course must be of high quality to prevent failure due to high
stress concentration immediately under surface. Minimum CBR values of
100% are often justified.
b. Subbase
Subbase may consist of select materials, such as natural gravels, that are
stable but that have characteristics which make them not completely
suitable as base courses. They may also be of stabilized soil or merely
select borrow.
The purpose of a subbase is to permit the building of relatively thick
pavements as low cost. Thus, the quality of subbases can vary within
wide limits, as long as the thickness design criteria are fullfilled. Density
and moisture requirements are determined from the results of
laboratory or field design tests.
B. Note :
1. Dari uraian singkat tsb di atas, untuk Flexible Pavement harus didukung oleh
Base Course dan Subbase Course, guna mencegah terjadinya overstressing
subgrade (permukaan subgrade terjadi retak2 melintang, sehingga resapan
air dari lapisan di atasnya dapat meresap ke lapisan subgrade).
2. Apabila masih ada Airport dan Highway Engineer yang merancang Flexible
Pavement dengan meletakkan Aggregate Base CBR min 80%, langsung di
atas Subgrade CBR maks 15%, atau menghilangkan Subbase Course (CBR :
30% - 35%), mereka tidak sadar telah menganut ajaran menyimpang. Oleh
Semoga bermanfaat.
JOG 01.03.2022
Wardhani Sartono
Pensiunan guru bandara
Semoga bermanfaat
JOG 05.03.2022
Wardhani Sartono
Pensiunan guru bandara
1. Pada tg 13 Oktober 2017, setelah 2,5 bulan runway HLP terjadi delamination,
Ketua IPI (Ikatan Pilot Indonesia) Bpk Capt Bambang Adi Surya, bersilaturahim
dengan KASAU, Bpk Marsekal Hadi Tjahjanto, di Jakarta, saya dimintai saran
tentang Bandara HLP.
Saran saya sbb : Sebelum movement area (runway, taxiway dan apron) bandara
HLP dilaksanakan rekonstruksi dengan metoda yang benar, bandara tsb
sebaiknya tidak digunakan untuk melayani wide-body aircraft, Code 4E, misal
A-330, A-350, B-747, B-777, B-787, dan sejenisnya, baik pesawat pengangkut
JCH maupun pesawat Tamu Negara.
2. Alasannya, kalau terjadi kerusakan runway pada saat pesawat landing atau
take-off, yang malu adalah Negara, karena Bandara HLP merupakan Bandara
Pertahanan yang terletak di Ibukota NKRI.
Terlepas dari saran saya tsb diatas diterima atau ditolak sebagai masukan,
tetapi saya merasa bersyukur sejak peristiwa runway delamination, 28 Juli 2017
sampai sekarang, bandara HLP tidak digunakan melayani wide-body aircraft
untuk JCH dan Tamu Negara. Penerbangan wide body aircraft untuk JCH dan
Tamu Negara dipindahkan di Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno-
Hatta.
Pesawat komersial yang beroperasi di bandara HLP saat ini adalah Code 4C, type
: A-320-200 dan B-737-800/ 900, dengan Maximum Takeoff Weight < 85 Ton.
3. Pada saat Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI tg 20 Oktober 2019, banyak
Tamu Negara yang datang ke Jakarta untuk menghadiri Undangan Pelantikan
tsb, menggunakan wide-body aircraft. Salah satunya adalah wide-body aircraft
milik Sultan Brunei Darussalam, type B 777-300ER.
Semua wide-body aircraft milik Tamu Negara tidak dilayani di bandara Halim
Perdana Kusuma, tetapi dilayani di Bandar Udara Internasional Jakarta
Soekarno-Hatta, tg 19 - 21 Oktober 2019.
Keputusan Pemerintah, dalam hal ini PT Angkasa Pura II, Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, dan TNI-AU sudah sangat tepat.
Semoga bermanfaat
JOG 07.03.2022
Wardhani Sartono
Pensiunan guru bandara
A. Short description
Synonym : Capping layer = Improved subgrade = Selected subgrade = Selected
material.
Function : It is a working platform to protect the Subgrade during construction
of upper layer, i.d., Subbase course.
1. C.A. O'Flaherty (2007)
Chapter 10 : Earthworks and unbound bases for pavements, and Chapter 13
: Concrete pavement construction.
British practice is for a capping layer to have a CBR of at least 15%, and for
it to be installed to a depth ranging from 15 cm (when the subgrade CBR is
15%) to 60 cm (when the CBR is 2% or less).
2. Robert N. Hunter, 2000, page 113.
The Capping Layer is not required when the assessed CBR for the soil
exceeds 15%. Subbase is not required on hard rock subgrades that are intact
or, if granular, would have a laboratory CBR of 30%, and which do not have
a high water table.
3. Prof. H. J. Th. Span (TU Delft, 1988).
The ratio of bearing strength of underlying layer and upper layer should be
in the order of 1/3. That mean the Subgrade or Capping Layer bearing
strength (CBR) is more than or equal to 1/3 of the Subbase CBR, and the
Subbase CBR is more than or equal to 1/3 of the Base CBR.
B. Note :
Dari penjelasan singkat tsb di atas bahwa :
1. Capping Layer (CL) wajib digunakan untuk Flexible Pavement (FP) dan Rigid
Pavement (RP) yang dibangun di atas Subgrade, CBR : 2% - 15%. Subgrade
CBR 2% diperlukan CL tebal 60 cm, dan Subgrade CBR 15% diperlukan CL
tebal 15 cm. Subgrade CBR : 6% - 8%, disarankan tebal CL : 30 cm - 35 cm.
Subgrade CBR > 15% tidak diperlukan CL.
JKT 15.03.2022
Wardhani Sartono
JKT 15.03.2022
Wardhani Sartono
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 85
LAYERING SYSTEM FLEXIBLE PAVEMENT MENURUT AASHTO 1972
REVISED 1981 (USA) DAN ROAD NOTE 29, 1970 & 1978 (UK)
Semoga bermanfaat.
JOG 21 Maret 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Referensi :
Robert N. Hunter, 2000, Asphalts in Road Construction.
2. O'Flaherty, 2007, Highways.
A. Penjelasan ringkas.
a. Sebagai pengganti Improved Subgrade, maka Subgrade dengan field CBR
: 2% - 15%, harus dihamparkan Capping Layer (CL), berupa granular
material, CBR : 15% - 30%, tebal 15 cm - 60 cm.
b. CL hanya berfungsi sebagai working platform (lantai kerja) untuk lintasan
roda alat2 berat termasuk dump truck pada saat pelaksanaan konstruksi
lapisan di atasnya (Subbase Course), agar supaya tidak merusak
permukaan Subgrade (Prof. H. J. Th. Span, TU Delft, 1988).
c. Subgrade CBR : 2%, diperlukan CL 60 cm.
d. Subgrade CBR : 15%, diperlukan CL 15 cm.
e. Subgrade CBR min 16%, tidak diperlukan CL, tetapi diperlukan Subbase
Course CBR min 30%.
f. Subgrade yang di bangun di atas batuan keras dan utuh atau granular
material, CBR min 30%, tidak diperlukan CL dan Subbase Course,
sehingga dapat langsung dihamparkan Aggregate Base Course, CBR :
90%.
g. Subgrade dengan panjang ruas tertentu harus mempunyai field CBR
yang seragam (uniform).
h. Jalan Tol yang menggunakan Improved Subgrade atau Capping layer
(yang saya tahu).
1). Jalan Tol Jagorawi, 1973 - 1978.
2). Jalan Tol Tomang- Tangerang, 1982 - 1985.
B. NOTE :
Apabila masih ada highway engineer yang merancang atau menerbitkan aturan
design FP, dengan menghilangkan salah satu atau dua lapisan perkerasan (CL
dan/atau Subbase Course), dan mengabaikan ketentuan seperti referensi di
atas, akan saya doakan, semoga mereka segera mendapat hidayah untuk
kembali ke basic theory yang benar, dimaafkan segala kesalahannya, diampuni
segala kekhilafannya, dan diberikan rumah dinas yang layak, amiien 3x YRA.
Alasannya, karena sistem lapisan perkerasan yang tidak lengkap dapat
menimbulkan kerusakan dini.
Semoga bermanfaat
JOG 14.06.2020
Revisi 28.03.2022
Wardhani Sartono
Pensiunan guru bandara
I. Sejarah singkat
1. Movement Area yaitu : Runway, Taxiway dan Apron Sisi Selatan dan Utara,
Jakarta International Airport Cengkareng (JIA-C), dibangun dengan Sistem
Fondasi Cakar Ayam yang diciptakan oleh Bpk Prof. Sedijatmo Hadmo
Hoedojo, guru besar ITB, dibantu oleh Bpk Rijanto P. Hadmodjo.
2. Survei Bandar Udara Internasional Jakarta Cengkareng dilaksanakan th
1970. Diputuskan menggunakan Sistem Fondasi Cakar Ayam oleh Bpk
Presiden Soeharto saat menerima Menhub Bpk Roesmin Noerjadin di Bina
Graha, 26 Desember 1979.
Pembangunan Bandar Udara Internasional Jakarta Cengkareng (JIA-C),
dilaksanakan oleh Kontraktor ADP dari Perancis, bekerja sama dengan PT
Waskita Karya, dibantu oleh beberapa kontraktor Nasional lainnya,
Konsultan Perencana dan Supervisi PT Cakar Bumi, bekerja sama dengan
Konsultan Swasta lainnya.
3. Sistem Fondasi Cakar Ayam tsb dibangun mampu mendukung pesawat
Boeing B 747- 200, MTOW 379 T.
Luas runway, taxiway dan apron 1.2 juta m2, memerlukan 240.000 buah
pipa beton (sumuran).
Dimensi pipa beton :
a. Diameter pipa beton runway dan taxiway 120 cm, untuk apron 104 cm.
b. Panjang pipa beton 200 cm, tebal pipa beton 8 cm, jarak antar pipa beton
250 cm, berlaku untuk runway, taxiway dan apron.
c. Dimensi tulangan pipa beton : Dinding pipa beton, D : 12 mm - 12,5 cm.
Tulangan melingkar, D : 8 mm - 15 cm.
Dasar pipa beton yang diisi tanah asli berada di atas tanah lunak dengan
daya dukung atau modulus of subgrade reaction k < 30 MN/m3, sehingga
termasuk Subgrade Catagory D.
Tebal pelat/slab beton runway dan taxiway 20 cm, tebal pelat beton apron
17 cm (apron Terminal T1 dan T2), dan compressive strength (f'c) min 35
MPa.
Pelat beton diberi tulangan rangkap, D : 12 mm - 15 cm.
Semoga bermanfaat.
JOG 01.04.2022
A. Penjelasan ringkas
1. Jumat, 22 Feb 2019, Fakultas Teknik UGM dan KATGAMA, memberi
penghargaan "Herman Johannes Award" kepada putra terbaik bangsa, Prof.
Dr. Ir. Sedijatmo Hatmo Hoedojo, Penemu Sistem Pondasi Cakar Ayam
dalam rangka Hari Ulang Tahun Pendidikan Tinggi Teknik UGM yang ke 73.
Penghargaan diterima oleh putri keempat almarhum, Asti Tedjaswati.
2. Tiga penerima penghargaan lainnya adalah :
a. Menteri Perindustrian,
b. Menteri Luar Negeri.
c. Menteri Perhubungan.
3. Prof. Dr. Ir. Sedijatmo Hatmo Hoedojo, lahir di Karanganyar, 24 Oktober
1909, alumni THS Bandung (ITB) 1930 - 1934. Beliau mengajar mata kuliah
Tenaga Air di STT/Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (ITB) dan
FT UGM di Yogyakarta, dan mendapat gelar Profesor, 1950. Beliau wafat, 15
Juli 1984, setahun sebelum hasil karya beliau, yaitu struktur Cakar Ayam
untuk Perkerasan : Runway, Taxiway dan Apron, Sisi Selatan dan Utara,
Bandara Internasional Soekarno-Hatta, beroperasi, 1 April 1985.
4. Sistem Pondasi Cakar Ayam ditemukan beliau th 1961, dan lahirnya ide
kreatif teknik pondasi cakar ayam berawal dari kesulitan konstruksi di atas
tanah lunak.
Konsep dari sistem pondasi cakar ayam terdiri dari pelat beton tipis 15 cm -
20 cm, yang didukung oleh pipa2 (sumuran) beton di bawahnya, dengan
tebal pipa 8 cm, diameter pipa 104 cm - 120 cm, panjang pipa 200 cm, dan
jarak antar pipa 250 cm, yang menyatu dan mencengkeram sangat kuat di
dalam tanah yang lunak.
5. Sistem pondasi cakar ayam telah mendapat patent internasional di 10
Negara, antara lain : Indonesia, Perancis, Belgia, Kanada, Belanda, Denmark
dan USA. Beliau adalah Insinyur pertama Indonesia yang meraih hak patent
atas ciptaannya.
Selama merancang bangunan dengan sistem pondasi Cakar Ayam, beliau
selalu didampingi oleh Bpk Ir. Rijanto P. Hadmodjo.
1. Sekolah PSJR ITB-PU merupakan Sekolah yang didirikan atas kerja sama antara
Dep PU dengan ITB th 1975 - 1988.
Tujuannya untuk mendidik Sarjana TS agar supaya setelah lulus menjadi
Highway Engineer (HE) yang profesional.
Konon sekolah tsb menjadi syarat bagi calon Pimpro dan Eselon 4 di BM pada
masa itu.
2. Agar ilmu para pesertanya seimbang, juga menerima mahasiswa dari luar BM,
yaitu dari : Kontraktor, Konsultan dan calon tenaga edukatif (dosen) dari
Universitas atau Politeknik.
Bagi peserta yang berasal dari Konsultan dan calon dosen diberi uang saku Rp
75 ribu perbulan.
3. Tenaga pengajarnya 50% berasal dari BM termasuk Pusjatan dan 50% berasal
dari dosen ITB (T. Sipil, T. Geodesi dan T. Geologi).
Ada dosen pengajar dari ITB merupakan Ibu dan Puteranya, yaitu Ibu J. Tumewu
(Fotogrametri) dan Bpk Willy Tumewu (Perancangan Geometrik). Ibu J. Tumewu
kalau mengajar di kelas sering menggunakan Bahasa Indonesia dicampur
Bahasa Belanda.
4. Dosen pengajar yang berasal dari BM, ada 3 orang yang saya kagumi dan masih
terkesan sampai sekarang, yaitu :
a. Bpk Ir. J. Hendro Moeljono (Peralatan Konstruksi Jalan).
b. Bpk Ir. Harsono Martakim (Pelaksanaan Konstruksi Jalan).
c. Bpk Ir. Moch Anas Aly (Perencanaan Perkerasan Jalan).
5. Ketiga dosen tsb, pada awal kuliah selalu menjelaskan tentang struktur lapisan
perkerasan lentur (FP), sbb :
a. Lapis Permukaan (LP), terdiri dari 2 lapis, yaitu : Lapisan Aus dan Lapisan
Antara/Binder.
b. Lapis Pondasi Atas (LPA), dapat terdiri dari 1 atau 2 lapis, lapis atas : ATB dan
lapis bawah : Batu Pecah.
c. Lapis Pondasi Bawah (LPB), berupa : Pitrun, Sand & Gravel, Soil Stabilization.
d. Tanah Dasar atau Subgrade.
Semoga bermanfaat.
JOG 20.04.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 22.04.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 14.05.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
Reference :
R. B. Mallick and T. El-Korchi, 2013, 2018, Pavement Engineering.
A. Brief description
1. The most important function of the highway and airport pavement is to
whithstand the load applied from a vehicle such as a truck or an aircraft,
without deforming excessively.
2. The layered structure of the pavement is meant for ensuring that the load is
spread out below the tire, such that the resultant stress at the bottom layer
of the pavement, the subgrade, is low enough not to cause damage.
3. The most significant load applied to a pavement surface comes from a truck
or an aircraft tire.
The approach in a flexible pavement is to spread the load in such a way that
the stress at the subgrade soil level is small enough so that it can sustain the
stress without any major deformation.
4. When the existing soil is not stiff enough to support the relatively small
stress, then there is a need to improve the soil. There is also a need to
improve the soil if it is susceptible to moisture. Such a problem can be solved
by treating the soil with an additive, such as lime and a Portland Cement.
5. The function of the pavement layers in the pavement is to spread out the
load on the surface and reduce its intensity with depth, such that the
pressure on the subgrade is much less than the pressure on the surface and
can be tolerated by the subgrade without undergoing excessive
deformation.
6. Since pavements are exposed to the environment, a very important factor
in the design of pavements is the consideration of water, which could be
coming from rain/snow (surface water) and/or from the ground
(ground/subsurface water).
Since water can be detrimental to a pavement, a basic necessity of designing
a proper pavement is to provide adequate drainage for both surface and
subsurface water.
7. Standing water on a pavement can cause hydroplaning, skidding, and
accidents.
Semoga bermanfaat.
JOG 07.06.2021.
Revisi 19.05.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Pada saat saya sekolah di TU Delft, Nederland, awal Februari 1988 - Jan 1990 (2
tahun atau 4 semester), di Semester 3 mendapat mata kuliah Structural Design
(Pavement Design), 4 jam/minggu, dosennya 4 orang.
2. Kuliah minggu I - IV, diajar oleh Prof. H. J. Th. Span, beliau lulus Ir di TU Delft th
1951 sama dengan tahun kelahiran saya.
Kuliahnya tentang teori dasar Pavement Design yang tercantum dalam buku
Yorder 1975 dan Croney 1976. Materinya membosankan, karena banyak
menggunakan formula, tabel, grafik, sebagai dasar hitungan.
3. Kuliah minggu III saat istirahat, saya memberanikan diri untuk bertanya kepada
beliau : Maaf Prof Span, kami sudah kuliah 3 minggu tidak diajarkan teori2 yang
lebih modern yang berlaku di Nederlands.
Jawaban beliau singkat :
You are studying in the University now. You are not following the short course.
4. Saat kuliah dilanjutkan, beliau menjelaskan lagi bahwa highway engineer yang
tidak tahu tentang basic theory dengan baik, apabila mereka merancang dan
melaksanakan bangunan tertentu, misalnya Konstruksi Jalan mereka tidak tahu
bahwa hasil rancangan atau pelaksanaannya benar atau salah. Hal ini dapat
membahayakan bagi keselamatan pengguna jalan tsb.
5. Dari penjelasan singkat tsb terbukti bahwa bangunan misalnya perkerasan yang
dirancang dan dibangun oleh engineer Belanda lebih awet (mempunyai
durability lebih tinggi) dari pada perkerasan yang dirancang dan dilaksanakan
oleh engineer Indonesia.
6. Ada beberapa struktur perkerasan airport di Indonesia, sudah selesai dibangun,
yang seharusnya mempunyai design/service life 20 th (ICAO, FAA), tetapi sudah
terjadi kerusakan dini (early deterioration) sebelum mencapai ⅓ - ½ dari design
life, atau 6,5 th - 10 th.
7. Banyak juga Ruas Jalan Tol, Flexible Pavement (FP) dan Rigid Pavement (RP),
yang dirancang dan dibangun setelah th 2000, menghilangkan Subbase course
dan Capping layer/Improved subgrade, di atas Subgrade CBR : 4% - 15%.
Hal ini jelas tidak mengikuti basic theory yang benar, sehingga potensi terjadi
kerusakan dini.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 123
8. Setelah terjadi kerusakan dini di beberapa lokasi, para highway engineer yang
terlibat dalam Perancangan, Menyetujui hasil DED, Pelaksanaan dan
Pengawasan, tidak sungguh2 mempelajari, meneliti, mencari penyebab
utamanya. Tujuannya untuk mencari metoda yang tepat, agar supaya
kerusakan dini tsb tidak terjadi lagi pada pembangunan struktur perkerasan
yang akan datang di tempat lain.
9. Sebaliknya, di Indonesia ada beberapa contoh perkerasan airport dan highway
yang dibangun oleh engineer generasi terdahulu (tahun 1970 - 2000) sudah
terbukti mempunyai design life > 20 th.
10. Sangat disayangkan tidak ada niat bagi pavement engineer generasi sekarang
untuk mempelajari, meneliti, bahkan mencontoh struktur perkerasan yang
sudah berhasil, dan mengaplikasikan dalam pembangunan perkerasan saat
ini. Tujuannya agar supaya struktur perkerasan yang dirancang dan dibangun
juga mempunyai design life sama atau > 20 th, walaupun mencontoh dalam
hal ini tidak dipungut beaya, asal untuk kepentingan Bangsa dan Negara.
11. Basic theory of pavement engineering saat ini sudah ditinggalkan oleh banyak
Universitas, karena dosennya sendiri banyak yang tidak tertarik untuk
mempelajari apalagi mengajarkannya. Selain itu sudah ada software dan
manual yang dianggap dapat membantu merancang atau menghitung serta
sekalian membantu untuk berfikir.
12. Bpk Ir. J. Hendro Moeljono (kuliah umum di MSTT UGM 2007) :
Kalau kalian membangun jalan terjadi masalah, maka untuk menyelesaikan
masalah tsb harus dikembalikan kepada teorinya, karena teori dibuat untuk
diikuti dan bukan untuk dilanggar.
13. Prof. H. J. Th. Span (TU Delft, 1988) :
Pavement engineering is knowledges base on experiences, experimentals,
and supported by the theoretically methods.
Semoga bermanfaat.
JOG : 13.10.2019.
Revisi 21.05.2022.
Semoga bermanfaat.
JOG 22 Mei 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Airport Planning and Management, 5th Edition, by Alexander T. Wells, Ed.D, and
Seth B. Young, Ph.D, 2004 :
I. Runway :
Runway perhaps the single most important facility on the airfield is the runway.
After all, without a properly planned and managed runway, desired aircraft
would be unable to use the airport. Regulations regarding the management and
planning of runway systems are some of the most comprehensive and strict in
airport management. Strict design guidelines must be followed when planning
runways, with particular criteria for the length, width, direction, configuration,
slope, and even pavement thickness of runways, as well as the immediate
airfield area surrounding the runways to assure that there are no dangerous
obstructions preventing the safe operation of aircraft. Runway operations are
facilitated by systems of markings, lighting systems, and accociated airfield
signate that identify runways and provide directional guidance for aircraft
taxiing, takeoff, approach, and landing. Strict regulations regarding the use of
runways, including when and how the aircraft may use a runway for takeoff and
landing, are imposed on aircraft operations.
II. Terjemahan ringkas :
Runway merupakan fasilitas yang sangat penting dari bandara. Betapapun,
tanpa perencanaan dan manajemen yang benar, pesawat tidak dapat
menggunakan bandara tsb. Peraturan yang berkaitan dengan manajemen dan
perencanaan dari sistem runway, adalah yang paling lengkap dan ketat didalam
manajemen bandara. Pedoman perancangan yang ketat harus diikuti dengan
perencanaan runway, dengan kriteria penting, meliputi : panjang, lebar, arah,
konfigurasi, kelandaian, dan bahkan tebal perkerasan runway, maupun
kawasan di sekitar runway untuk menjamin bahwa di kawasan bandara tidak
ada rintangan yang membahayakan bagi operasional pesawat.
Operasional pesawat di runway diberi fasilitas berupa marka, sistem
perlampuan, dan dilengkapi dengan pengaturan saat pesawat taxiing, take off,
approach, dan landing. Peraturan yang ketat terkait dengan penggunaan
runway, termasuk kapan dan bagaimana supaya pesawat dapat menggunakan
runway untuk take off dan landing, adalah bagian penting dari operasional
bandara.
Reference :
Martin Rogers and Bernard Enright, 2016, Highway Engineering.
A. Layering system for flexible pavement
1. Surface course
The upper layer of the surfacing.
a. Surfacing.
The top layer of the pavement.
b. Binder course.
The lower layer of the surfacing.
2. Base course/Roadbase
The main structural layer, laid on the foundation.
Foundation : Subbase, plus Capping layer.
3. Subbase course
The layer that provides a working platform for laying the main structural
pavement. It acts as a level-regulating course and insulates the subgrade against
the action of weather. The granular subbases should be enough to provide an
acceptable construction platform.
4. Capping layer
The aim is to provide a working platform for subbase construction, and to
increase the stiffness modulus and strength of the formation, on which the
subbase will be placed.
5. Subgrade
The naturally occuring material (soil) underlying a pavement, which may include
compacted fill material.
The subgrade must be able to sustain traffic loading without excessive
deforming. This is achieved by limiting the vertical stress at formation level.
Semoga bermanfaat.
JOG 23.05.2022.
I hope it is useful.
JOG 25.05.2022.
Wardhani Sartono.
Retired lecturer of airport enggineering.
1. Pada hari Rabu 25 Juni 2022, saya sebagai pensiunan guru bandara mendapat
kehormatan diundang Rapat DBU dan PT AP I, untuk membahas Runway MR
(Maintenance & Rehabilitation), Bandara Internasional Juanda, yang akan
digunakan melayani pesawat widebody untuk memberangkatkan JCH dari SUB
- Jeddah, dengan pesawat Saudia Airline, menggunakan pesawat Boeing B 747-
400ER, mulai 4 Juni 2022.
2. Saat membahas tipe kerusakan dan metoda perbaikan Runway dan Taxiway
yang dilaksanakan oleh Kontraktor PT WK dan konsultan PT GSG, sudah jelas
dan lancar.
3. Saat menyangkut pembahasan dana yang diperlukan agar supaya runway
dilakukan rekonstruksi total kemudian dioverlay, agar supaya mempunyai
design life > 20 th, atau membangun Runway II di dekatnya atau membangun
Bandara baru di lokasi lain yang pernah dibahas th 2018 (saya juga diundang),
masalah utama tidak ada dana. Masalah seperti ini juga terjadi di bandara lain.
4. Saat inspeksi ke runway sekitar pk 20.00 yang diikuti oleh banyak orang, kita
diminta petugas ATC untuk keluar runway menuju taxiway yang sedang off
beberapa menit, karena ada pesawat yang akan landing dan takeoff.
5. Saat itu saya memberi masukan kepada para Petinggi tsb diatas yang ikut
inspeksi runway dengan tidak mengurangi rasa hormat sbb :
a. Waktu isteri kita masih muda, hampir semua kebutuhan dipenuhi walaupun
secara bertahap.
b. Setelah isteri kita sudah tua, wajahnya jadi lucu, kebutuhan makin
meningkat terkait dengan kesehatan, dan berusaha untuk dipenuhi,
walaupun secara bertahap.
c. Kalau kita menghitung kebutuhan beaya isteri yang sudah tua sambil
melihat wajahnya yang lucu, pasti dana tsb kelihatan mahal sekali.
d. Kalau kita melihat wajah isteri yang sudah tua sambil mengingat banyak
jasa² nya sejak saat menikah (beroperasi), pasti kebutuhannya akan
dipenuhi, walaupun bertahap, tetapi tidak punya niat untuk menunda-
nunda.
JOG 27.05.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
I. Referensi
Asphalt Institute MS-4, 1989, page 401.
II. Description
1. The overlay thickness is designed to correct a below-average pavement
condition, but not to provide the extra structural strength needed for
localized weak areas. If the overlay thickness is based on the weakest
condition in the section it would be over-design for the rest of the section
and thus be needlessly costly.
2. Therefore, the weaker areas if possible should be corrected to provide a
uniform foundation for the overlay. Careful and correct preparation of the
existing pavement, prior to construction of either smoothing or
strengthening overlays, is essential to good construction and to maximum
overlay performance.
3. All weak areas should be repaired with proper patches. The extent of weak
areas (those with excessive deflection) can be determined with a BB or
similar equipment (FWD). Deflection readings should be taken at a number
of locations sufficient to outline the whole area of excessive deflection
before repairs are made.
4. Areas of excessive deflection may be estimated by comparing deflection in
the destressed area with the average deflection in areas that are performing
well. Structural patches should be designed and constructed with full depth
asphalt concrete to ensure strength equal to or exceeding that of the
surrounding pavement structure.
5. Carefully placed and adequately compacted patches will produce a uniform
supporting layer for the overlay, ensuring good performance.
III. Terjemahan
1. Tebal overlay dirancang untuk memperbaiki perkerasan dibawah kondisi
rata2, tetapi tidak untuk memperbaiki kekuatan struktur perkerasan secara
berlebihan di lokasi di area yang lemah. Jika tebal overlay berdasarkan
kondisi area terlemah pada ruas tertentu, maka akan terjadi tebal overlay
berlebihan pada ruas lainnya, akibatnya beayanya menjadi mahal.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 140
2. Akhirnya, area yang lebih lemah harus diperbaiki untuk mendapatkan
lapisan bawah yang dioverlay menjadi uniform/seragam. Perhatian dan
perbaikan yang benar dari perkerasan lama, sebelum pelaksanaan salah
satu overlay fungsional atau overlay untuk perkuatan/struktural, adalah
penting untuk pelaksanaan overlay yang benar agar tercapai performance
yang maksimum.
3. Seluruh area dengan daya dukung yang rendah harus diperbaiki dengan cara
patching (ditambal). Penambahan area yang lemah dapat ditentukan
dengan alat uji BB atau FWD. Pembacaan defleksi harus ditentukan sesuai
jumlah lokasi yang memadai untuk mengetahui seluruh area dengan
defleksi yang berlebihan sebelum dilakukan perbaikan.
4. Area dengan defleksi yang besar dapat diestimasi dengan membandingkan
defleksi di area kerusakan dan defleksi rata2 di area yang kondisinya baik.
Patching secara struktur harus dirancang dan dibangun dengan FDAP (Full
Depth Asphalt Pavement) untuk menjamin daya dukung sama atau lebih
besar dari pada struktur perkerasan di sekitarnya.
5. Meletakkan dan memadatkan patching (an area of pavement surface where
the original has been replaced) dengan hati2, akan menghasilkan lapisan
overlay dengan daya dukung yang uniform, sehingga menjamin
performance perkerasan yang baik.
IV. Tipe kerusakan Flexible Pavement yang sering terjadi dan harus diperbaiki
sebelum dioverlay
1. Cracking : (alligator, block, longitudinal and transverse cracking).
2. Depression.
3. Corrugation.
4. Rutting.
5. Raveling.
6. Bleeding.
7. Pothole.
8. Delamination.
V. Note :
1. Banyak airport/highway engineer berpendapat bahwa permukaan
perkerasan flexible yang akan dioverlay dan sudah terjadi kerusakan di
banyak tempat, maka hotmix overlay dianggap sudah menyelesaikan
masalah secara keseluruhan.
2. Pendapat tsb tidak benar, tergantung dari jenis dan tingkat kerusakan
(ringan, sedang, berat), dan penyebab terjadinya kerusakan. Engineer yang
memperbaiki kerusakan permukaan flexible pavement, harus mengetahui
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 141
penyebab terjadinya kerusakan tsb. Oleh karena itu sebelum dilaksanakan
overlay harus dilakukan survei Pavement Distress Inventory (PDI) atau
inventarisasi kerusakan perkerasan.
3. Kerusakan flexible pavement dapat dimulai dari lapis permukaannya
maupun lapisan di bawahnya, yaitu subgrade, subbase course dan base
course, yang paling banyak terjadi di bawah lintasan roda pesawat atau
kendaraan.
4. Flexible pavement yang sudah dioverlay berkali-kali, sehingga overlaynya
tebal, maka lapisan overlay paling bawah aspalnya terjadi ageing dan brittle,
yaitu daya rekat aspalnya berkurang. Akibatnya, hotmix asphalt yang
sebelumnya merupakan bonded material berubah menjadi loose material.
5. Existing pavement yang akan dioverlay tanpa didahului dengan
memperbaiki semua kerusakannya dengan metoda yang benar, pasti akan
terjadi reflective cracking lapisan overlay di area kerusakan pada existing
pavement tsb.
Semoga bermanfaat.
JOG 12.06.2020.
Reshare 29.05.2022.
A. Reference :
A. T. Papagiannakis and E. A. Masad, 2008, Pavement Design and Materials
Synonym : defect - distress - deterioration.
B. Description
The type of surface defecs are : cracking, bleeding or flushing, polished
aggregate, raveling, stripping, rutting, and shoving.
1. Cracking appears in various form that allow identification of its causes. Some
are fatigue related, caused by the accumulation of fatigue damage from
successive vehicle axles, and they appear in the wheel-paths having an
interconnected polygonal pattern resembling aligator skin, or are located
longitudinally along the wheel-path. They are believed to originate at the
bottom and the top of the asphalt concrete layer respectively.
2. Bleeding or flushing, is defined as the migration of binder to the surface of
the asphalt concrete layer. It is caused by the compactive action of traffic in
the wheel-paths, where poor in-place mix volumetric properties result in
substandard air voids, values lower than 3% to 4%.
3. Polished aggregate is the result of the abrasive action of tires on surface
aggregates, often occuring near intersections.
4. Raveling is defined as the dislodgement and loss of aggregates from the
surface of the asphalt concrete, progressing downward. It is caused by poor
adhesion between aggregates and binder due to large amounts of fines in
the aggregate stockpiles, poor aggregate drying in the AMP, or
desegregation and poor in-place compaction during construction.
5. Stripping it is caused by the loss of bond between aggregate and binder is
initiated at the bottom of the asphalt concrete, and progresses upward. Its
cause is the chemical incompatibility of some aggregate- binder
combinations and inadequate drainage.
6. Rutting is defined as longitudinal depressions in the wheel-paths caused by
the compaction or plastic deformation of the asphalt concrete and the
granular layers or subgrade under the action of axle loads.
Semoga bermanfaat.
JOG 10.09.2021.
Revisi 01.06.2022.
Dishare dari KA TAKSAKA Tugu - Gambir.
Semoga bermanfaat.
Dikirim dari KA Taksaka GBR - TGU, 8 Juni 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Reference :
1. Paul H. Wright and Karen K. Dixon, 2004 (USA).
2. A. O'Flaherty, 2007 (UK).
A. Dry-Bound Macadam
1. With dry-bound macadam the constituent crushed stone or slag aggregates
are transported to the site in two separate sizes; a course aggregate that is
normally either 37.5 mm or 50 mm nominal size, and the fine screenings
graded from 5 mm to less than 10% passing the 0.075 mm sieve.
2. In this way aggregate segregation during stockpiling and transporting is
minimized, and a more uniform construction is obtained at a relatively
moderate cost.
3. At the site the dry coarse material is spread to a uniform thickness of 75 mm
- 100 mm and preliminary rolling (two passes) and shaping is the carried our
with an 8 T - 10 T smooth-wheeled roller.
4. After correcting for any depressions or projections, the surface is
progressively blinded with dry fine aggregate using either a vibrating roller
or plate compactor to ensure that the voids between the coarse aggregate
particles are filled (choked), thereby increasing the layer's dry density,
increasing its internal friction, and maintaining the interlock.
B. Water-Bound Macadam
1. Premixed water-bound macadam, known as wet-mix, is prepared by
mechanically mixing a measured amount of water with the graded
aggregate to ensure that it is at the optimum moisture content for maximum
dry density at the start of field compaction.
2. It is a layer composed of broken stone (or crushed gravel or crushed slag)
fragments that are bound together by stone dust and water applied during
construction, in connection with consolidation of the layer by a heavy roller
or a vibratory compactor.
3. This type of macadam road closely resembles those so widely used in the
early days of road building. Now water-bound macadam roads are seldom
constructed.
Semoga bermanfaat.
JOG 28.09.2021.
Revisi 16 Juni 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 18 Juni 2022.
Semoga bermanfaat.
HLP 24 Juni 2022.
Mari berbuat yang terbaik untuk keselamatan pesawat beserta Crew dan
Penumpangnya.
Semoga bermanfaat.
JOG 27 Juni 2022.
A. Penjelasan singkat
1. Bapak Ir. Harsono Martakim, Petinggi Bina Marga dan dosen Pascasarjana
Jalan Raya ITB-PU (1982).
Beliau mengajarkan Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) untuk
Jalan, urutan lapisan dari atas ke bawah sbb :
a. Lapis Permukaan (LP).
1). Lapisan aus.
2). Lapisan binder (antara).
b. Lapis Pondasi Atas (LPA).
1). Asphalt Treated Base.
2). Batu pecah.
c. Lapis Pondasi Bawah (LPB).
Sand & gravel, Pitrun.
d. Material pilihan, CBR min 2× CBR subgrade, ada 2 pilihan.
1). CBR min 15%, tebal 30 cm - 35 cm, atau
2). CBR min 10%, tebal 35 cm - 40 cm.
e. Tanah Dasar (Subgrade), CBR min 6%, sampai kedalaman tertentu 90 cm
- 120 cm.
Sistem pelapisan flexible pavement yang diajarkan beliau th 1982 sudah
sesuai dengan Pavement Layer Terminology yang benar.
2. Nick Thom (2014), A O'Flaherty (2007), Robert N. Hunter (2000), and David
Croney (1998), semuanya dari UK.
Di UK, keempat expert tsb menjelaskan tentang Flexible Pavement Layer
Terminology, urutan lapisan dari atas ke bawah sbb :
a. Surface course or Wearing course.
b. Binder course or Base course.
c. Base course or Roadbase.
d. Subbase course.
e. Capping layer.
f. Subgrade/Substrate.
A. FP (Flexible Pavement)
Urutan lapisan perkerasan dari atas ke bawah :
1. AC-WC : 4 cm.
2. AC-BC : 6 cm.
3. AC Base : 10 - 15 cm.
4. Aggregate Base A, CBR min 90%, tebal 30 - 50 cm.
5. Subgrade CBR min 6%.
B. RP (Rigid Pavement)
Urutan lapisan perkerasan dari atas ke bawah :
1. Slab beton K-400, tebal 30 cm.
2. Lembaran plastik.
3. Lean Concrete : 10 cm.
4. Aggregate Base A, CBR min 90%, tebal 15 cm.
5. Subgrade CBR min 6%.
Dowel dan tie bar.
1. Dowel, baja polos : Diameter 38 mm, Jarak 30 cm, Panjang 45 cm.
2. Tie Bar, baja ulir : Diameter 16 mm, Jarak 60 cm, Panjang 80 cm.
C. Note
1. Kedua tipe FP dan RP tsb menggunakan sistem pelapisan (Pavement Layer
Terminology) yang tidak tepat. Pavement Designer meletakkan Aggregate
Base A CBR 90% langsung di atas Subgrade CBR min 6%, dan disetujui Owner.
2. Pavement Designer menghilangkan Subbase course CBR 30% - 35%, dan
Capping layer/Improved subgrade, CBR min 15%, atau 2× CBR subgrade,
walaupun Subgrade CBR design 6% atau < 15%. Pavement Designer seperti
ini disarankan untuk belajar kembali tentang Pavement Layer Terminology
dengan mempelajari beberapa referensi dari UK dan USA.
3. Berdasarkan berita yang sering saya baca dan beberapa ruas jalan tol yang
pernah saya lewati, kedua tipe perkerasan FP dan RP Jalan Tol tsb, sudah
beberapa kali terjadi kerusakan dini, rusak tingkat sedang dan berat
(medium and high severity level) pada saat beroperasi selama 4 th.
Semoga bermanfaat.
JOG 04.07.2022
Semoga bermanfaat.
JOG 19.07.2022
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
Hotmix asphalt dicore drill yg awalnya agregatnya bulat bisa menjadi pipih krn
terpotong alat coredrill.
Hasil core drill hanya bisa diukur tebal dan density saja, tidak boleh diekstraksi utk
menentukan kadar aspal, kualitas aspal, gradasi agegat termasuk bentuk agregat
(Asphalt Institute MS-2).
Utk menenentukan apakah agregatnya banyak yg kubikal atau pipih harus
diekstraksi dari hotmix yg msh gembur yg baru keluar dari AMP dan belum
dipadatkan.
Di KP 14 th 2021 juga menyarankan spt di atas.
Ilmu ini sudah saya fahami sejak awal menjadi PNS DJU 1975, dan saat sekolah di
PS Jalan Raya ITB-PU 1982, dan tidak ada perubahan.
Saran :
Biasakanlah membaca buku yg ditulis oleh expert dari Negara2 maju, jangan hoby
membaca diktat yg ditulis orang Indonesia, karena kebenarannya diragukan.
Penyedia Jasa harus menyediakan mesin bor pengambil benda uji inti (core) yang
mampu memotong benda uji inti berdiameter 4" maupun 6" pada lapisan beraspal
yang telah selesai dikerjakan. Benda uji inti tidak boleh digunakan untuk pengujian
ekstraksi. Uji ekstraksi harus dilakukan menggunakan benda uji campuran beraspal
gembur yang diambil di belakang mesin penghampar.
Note :
Karena hotmix untuk jalan tidak boleh menguji ekstraksi dari sampel coredrill,
semoga untuk overlay runway diperbolehkan menguji ekstraksi dari sampel
coredrill, amiien.
Semoga bermanfaat.
JOG 29 Juli 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
6. Bandara Code 4E, panjang runway 3.000 m, melayani pesawat B 777- 300ER,
flight route ke Jeddah.
Maximum allowable gross weight of the critical aircraft (RTOW) : 300 Ton.
Berdasarkan dokumen B 777-300ER Characteristics for Airport Planning,
2015, untuk RTOW 300 Ton, ACN B 777- 300ER : 70 F/C/X/T.
PCN disamakan dengan ACN,
PCN : 70 F/C/X/T.
7. Nilai PCN juga untuk membatasi Overload (beban lebih), maksimum 10%
untuk Runway Flexible Pavement dan 5% untuk Apron Rigid Pavement.
Dalam kondisi emergency,
Kepala Bandara HLP, SUB, dan DPS, dapat mengijinkan Pesawat B 777-
300ER, RTOW 300 T dinaikkan maksimum 10% dari 300 T menjadi 330 T,
tetapi karena panjang runway hanya 3.000 m, mungkin RTOW 330 T tidak
dapat dilayani di bandara tsb.
Overload 10% dapat menambah Damage factor (DF) = (330/300) pangkat 4
- 4,5 = 1,464 - 1,536 ~ 1,50.
8. Apabila Kepala atau EGM Bandara mengijinkan overload 10% sebanyak 100×
departures, berarti ada tambahan DF = 100 × 1,50 = 150×. Akibatnya, dapat
mengurangi design life runway pavement dan menambah maintenance
cost.
9. Bandara Internasional HLP, panjang runway 3.000 m, sudah selesai > 98%
pekerjaan rekonstruksi, sudah diuji HWD, sedang dilakukan proses hitungan
PCN berdasarkan Technical Evaluation. Beberapa hari yang lalu sudah ada
harapan yang sangat di tunggu² oleh yang mempunyai bandara TNI AU dan
Petinggi Kemenhub, bahwa :
Runway :
PCN 89 F/C/X/T.
Apron :
PCN 109 R/C/X/T.
Harapannya Runway Bandara HLP dapat melayani pesawat B 777-300ER,
MTOW 351,5 T.
Runway yang diperlukan untuk melayani pesawat B 777-300ER, MTOW
351,5 T, panjang 3.600 m, seperti di Bandara Internasional Jakarta Soekarno-
Hatta.
Kesimpulan :
Runway Bandara Internasional HLP dapat dideclare 2 nilai PCN sbb :
a. Berdasarkan kebutuhan.
PCN 74 F/C/X/T, diperlukan panjang runway 3.000 m.
RTOW 315 Ton.
b. Berdasarkan keiinginan atau kebanggaan.
PCN 89 F/C/X/T, diperlukan panjang runway 3.600 m.
MTOW 351,5 Ton.
11. Bagi para Petinggi Negara yang mengatur bandara (regulator) termasuk para
Pengola bandara, merubah pola-pikir bahwa declare PCN harus disesuaikan
dengan kebutuhan bandara, bukan sesuai keiinginan, bahkan merupakan
kebanggaan, sangat sulit, mungkin harus menunggu tahun 2025. Alasannya,
akhir th 2024, ICAO dan FAA memberlakukan parameter Relative Pavement
Bearing Strength dari PCN (Pavement Classification Number) dirubah
menjadi PCR (Pavement Classification Rating), semoga saya masih diberi
kesempatan oleh Allah SWT untuk menyaksikan perubahan tsb dengan usia
inshaa Allah 74 th, amiien 3x YRA.
Semoga bermanfaat.
JOG 30 Juli 2022 / 01 Muharam 1444.
Semoga bermanfaat.
JOG 02 Agustus 2022.
Wardhani Sartono.
A. Introduction
ACN - PCN (Aircraft Classification Number - Pavement Classification Number)
method was firstly introduced by Boeing Commercial Airplane Company, by
Milton A. Tiede, P.E, February 12, 1982.
The method was published in the document of FAA AC 150/5335-5, 1983, and
ICAO Aerodrome Design Manual Part 3, Doc 9157-AN/901, Pavements, 1983,
and the document of FAA AC 150/5335-5, 06/15/1983.
B. Limitation
FAA AC 150/5335-5, 1983 : Standardized Method of Reporting Airport
Pavement Strength - PCN, Chapter 1.6 Limitations.
The PCN value is for reporting relative pavement strength only.
The PCN value expresses the results of pavement evaluation in relative terms,
and cannot be used for pavement design or as a substitute for evaluation.
Pavement design and evaluation are complex engineering problems which
require detailed analyses.
They cannot be reduced to a single number.
C. Design life and Coverage
ICAO, Aerodrome Design Manual Part 3, Pavements, 1983.
Design life of airport pavement is equal to or more than 20 years.
1. Flexible Pavements
a. Reference thickness for the given aircraft mass, subgrade category, and
10.000 coverages.
b. For flexible pavements, coverage is a measure of the number of
maximum stress applications that occur on the surface of the pavement
due to the applied traffic.
c. One coverage occurs when all points on the pavement surface within the
traffic lane have been subjected to one application of maximum stress,
assuming the stress is equal under the full tire print.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 183
2. Rigid Pavements
a. The thickness of pavement required to sustain 5.000 coverages of the
design loading is considered to be 100% thickness.
b. For rigid pavements, coverage is a measure of the number of maximum
stress applications occuring within the pavement slab due to the applied
traffic.
c. One coverage occurs when each point in the pavement within the limits
of the traffic lane has experienced a maximum stress, assuming the
stress is equal under the full tire print.
D. Determination of the PCN
Boeing Commercial Airplane Group, May 28, 1998.
The six steps required for determination of Relative Airport Pavements
Strength/PCN as based on the Technical evaluation method (T).
1. Determine the air traffic volume in terms of aircraft type, and number of
operations of each aircraft that the pavement will experience over its life.
2. Convert that air traffic into a single critical aircraft equivalent (for example
CGK : B 777-300ER).
3. Determine the pavement characteristics, flexible pavement (subgrade CBR,
pavement layer thickness) or rigid pavement (modulus of subgrade reaction
"k", slab concrete thickness, flexural strength).
4. Calculate the maximum allowable gross weight of the critical aircraft on the
pavement (RTOW or MTOW of the B 777-300ER).
5. Calculate the ACN of the critical aircraft (B 777- 300ER) at its RTOW or
MTOW.
6. Assign the PCN to be the ACN of the aircraft just calculated.
Note :
1. It is important that the PCN value rating process not be related to the
pavement design process. Pavement design cannot be determined from a
PCN rating in that the PCN is a relative rating of pavement strength in terms
of ACN. The PCN does not indicate anythink about traffic volume, design
load, or pavement thickness, which are major components in pavement
design.
I hope it is useful.
JOG 25 Jan 2019 Revised 6 Aug 2022.
Semoga bermanfaat.
JOG 06 Agustus 2022.
Wardhani Sartono.
Ada 2 Petinggi, yang pertama lulusan Sekolah Tinggi Kedinasan Kemenhub (A), yang
kedua lulusan Jurusan Matematika (B).
I. Ada Jalan Provinsi, geometriknya banyak tikungan, tanjakan dan penurunan,
seperti Ruas Jalan Secang - Bawen, Jateng.
1. Petinggi A, memasang rambu batas kecepatan max 30 km/jam. Alasannya
demi keamanan dan keselamatan lalulintas yang membahayakan bagi orang
lain dan dirinya. Apabila ada driver yang mengemudikan kendaraan > 30
km/jam, dapat ditindak.
2. Petinggi B yang ahli matematika lebih senang bermain angka, memberi
rambu batas kecepatan max 80 km/jam.
Alasannya, karena kondisi geometrik jalan yang kurang baik, tidak mungkin
ada driver yang berani mengendarai mobilnya dengan kecepatan hampir 80
km/jam, tetapi orang lain akan menilai bahwa kebijakan tsb berani dan
hebat, karena memberi batas kecepatan 80 km/jam untuk ruas jalan yang
banyak tikungan dan tanjakan.
II. Ada bandara Code 4E, panjang runway 3.000 m, melayani pesawat B 777-
300ER.
1. Petinggi A menerima masukan dari Pilot B 777- 300ER, bahwa panjang
runway 3.000 m dapat melayani pesawat tsb, penumpang dan barang penuh
dengan Max Allowable Gross Weight (RTOW) 295 T, yang dikurangi volume
bahan bakarnya. Agar supaya tidak kelihatan kecil, maka Petinggi tsb
menaikkan RTOW 5 T dan menambah 5%, sehingga RTOW = (295 + 5) × 1,05
= 315 T, setara dengan ACN 74 FCXT. Akibatnya, petinggi tsb berani
mendeclare runway :
PCN 74 F/C/X/T.
Apabila ada Airline yang mengijinkan RTOW pesawat B 777- 300ER, lebih
dari 315 T, atau Overload, termasuk pelanggaran, dan dapat diberi sanksi,
karena dapat menambah beaya runway maintenance.
2. Petinggi B hanya main angka, menetapkan PCN sesuai ACN B 777- 300ER
dengan kondisi MTOW 351,5 T, sehingga :
PCN 89 F/C/X/T.
Alasannya, walaupun ditetapkan nilai PCN 89 F/C/X/T, pasti tidak ada Pilot
yang berani menerbangkan pesawat tsb pada kondisi MTOW. Pilot pesawat
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 188
B 777- 300ER hanya mau takeoff dengan MTOW 351,5 T, apabila panjang
runway min 3.600 m, tetapi orang lain akan menilai walaupun panjang
runway hanya 3.000 m, pavementnya sangat kuat, dan tidak mungkin terjadi
overload.
Note :
1. Dari 2 petinggi tsb di atas, menurut saya, Petinggi A adalah termasuk Petinggi
yang benar dan bijak (wise), sedangkan Petinggi B adalah termasuk Petinggi
yang benar tetapi kurang bijak.
2. Berdasarkan pengalaman saya sejak 1999 - sekarang, kalau rapat membahas
tentang PCN runway, ternyata Petinggi yang masuk katagori B jauh lebih banyak
dibandingkan dengan katagori A.
3. Penyebab utamanya, karena mereka sangat kurang membaca buku² yang
relevan, dan berusaha menutupi kesalahan masa lalu. Selain itu ada paradigma
yang salah, yaitu bahwa PCN runway tidak boleh turun, walaupun sudah
digunakan untuk melayani pesawat > 5 th. Dapat diilustrasikan bahwa Petinggi
B tsb mempunyai buku tabungan di Bank, walaupun sering didebit pakai kartu
ATM, tetapi merasa keberatan kalau saldonya berkurang (turun).
4. Petinggi yang mau merubah kebijakan masa lalu yang salah dan direvisi supaya
benar, yang saya tahu adalah : PT AP II, tahun 1999, yang dipimpin oleh Pak Edie
Haryoto sebagai Dirut, dan Pak Yayoen Wahyu sebagai Dir Tek, dan Pak Lukman
Laisa sebagai juru bicara Dit Tek Ban (DBU). Atas nasehat dari Prof. FX
Soepartono (FT UI), serta masukan dari Tim dari TS UGM (Dr. Bambang
Suhendro dan saya) yang diberi amanah membantu Dit Tek Ban, akhirnya PT AP
II mau merubah (bukan menurunkan) PCN Runway Utara dan Selatan, Bandara
Internasional Jakarta Soekarno-Hatta, dari :
PCN 144 R/D/W/T (1985).
Berubah menjadi :
PCN 120 R/D/W/T (dibahas bersama di Gd 600, th 1999).
Untuk menetapkan perubahan nilai PCN tsb perlu waktu sekitar 2 th dan sifat
yang legowo (ikhlas).
Semoga bermanfaat terutama bagi para petinggi bandara yang masih suka bermain
angka PCN tinggi.
1. Kalau seorang Yunior Civil Engineer (CE) dalam bekerja sering berbuat
kesalahan, maka yang disalahkan pertama kali adalah guru/dosen yang
mengajar dan membimbing untuk bidang yang sama saat mereka masih kuliah
di Perguruan Tinggi, berarti gurunya mengajarkan ilmu yang salah.
2. Kalau Civil Engineer (CE) sudah mempunyai pengalaman bekerja 3 th - 5 th
dalam bidang yang sama, tetapi masih sering berbuat kesalahan, maka yang
disalahkan pertama kali adalah Seniornya yang bekerja pada instansi yang
sama, berarti Seniornya tidak dapat membina Yuniornya dengan baik dan
benar.
3. Kalau Civil Engineer sudah mempunyai pengalaman bekerja dalam bidang yang
sama lebih dari 5 th, tetapi masih sering berbuat kesalahan yang sama, berarti
CE tsb ilmunya sudah habis perlu ditingkatkan lagi, atau tidak ada niat untuk
bekerja dengan baik dan benar.
4. Bpk Soenarjono Danoedjo (alm), yang pernah menjadi Pejabat Tinggi di Dept
PU, dalam acara reuni akbar TS FT UGM, 5 Februari 1991, di Ruang V (Aula),
Lantai 2, Laboratorium BKT, saya sebagai ketua panitia reuni tsb, mengatakan
sbb :
Apabila seorang Ir Teknik Sipil dalam waktu 5 th ber urut² tidak mau
meningkatkan ilmunya dengan cara meneliti dan/atau membaca buku, segera
tinggalkan gelar Ir nya.
Menurut cerita dari para guru saya, alumni TS FT UGM yang dapat
menyelesaikan gelar Ir berdasarkan kurikulum lama, hanya perlu waktu < 3,5
th, hanya 2 orang, yaitu Bpk Soewarno Wirjomartono (dosen TS UGM), nomor
mhsw 92 TS, lulus 1953, dan Bpk Soenarjono Danoedjo, nomor mhsw 2039,
lulus 1960. Saya bersyukur bisa menyelesaikan gelar Ir TS FT UGM dalam waktu
2 × 3,5 th, berarti lebih berpengalaman sebagai mahasiswa, dengan SF = 2.
Semoga bermanfaat.
JOG 12 Agustus 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 15.08.2022.
Semoga bermanfaat.
JOG 16.08.2022.
Wardhani Sartono.
Power Point dibawah dibuat oleh :
Dr. Taqia Rahman.
Pak ijin bertanya nggih pak bagaimana pendapat bapak terkait arahan SE Dirjen
mengenai kriteria penggunaan caping layer (CL) atau separator layer tidak
didasarkan dari CBR tetapi klasifikasi materialnya?
SE Dirjen BM No. 15/SE/Db/2021, tgl 07 Sept 2021, tentang Capping Layer sbb :
Apabila Lapis Permukaan Tanah Dasar berupa Tanah dengan Klasifikasi A4 - A7,
meskipun Nilai CBR > 6%, maka harus dipasang Lapisan Penopang (Capping Layer)
atau Separator Layer dengan Stabilisasi Semen (tebal minimum 15 cm).
Note :
a. British practice is for a capping layer to have a CBR of at least 15%, and for
it to be installed to a depth ranging from 15 cm (when the subgrade CBR is
15%) to 60 cm (when the subgrade CBR is 2%).
b. The capping layer is not required when the assessed CBR for the soil exceeds
15%. Subbase is not required on hard rock subgrades that are intact or, if
granular, would have a laboratory CBR of 30%, and which do not have a high
water table.
D. Pendapat dari expert BM, 1982, 2013 dan 2021
1. Pak Harsono Martakim, 1982.
Beliau Petinggi BM, dosen PS JR ITB-PU, angkatan saya, 1982 - 1983,
merekomendasikan penggunaan Selected Material (bahan pilihan) tidak
tergantung nilai CBR Subgrade, hanya ada 2 pilihan sbb :
a. CBR 10, tebal 35 - 40 cm.
b. CBR 15%, tebal 30 - 35 cm.
Selected material sebagai pengganti Capping layer.
2. SE Menteri PU No. 12/SE/M/2013, mensyaratkan penggunaan Material
Pilihan (Selected Material), CBR min 10%, tebal min 15 cm, Subgrade CBR
min 6%, kedalaman 100 cm.
3. SE Dirjen BM No. 15/SE/Db/2021, mensyaratkan penggunaan Capping Layer
(Lapis Penopang) sbb :
Lapis Permukaan Tanah Dasar Klasifikasi A-4 s/d A-7, meskipun Nilai CBR >
6%, harus dipasang Capping layer (Lapis penopang) atau Separator layer
dengan Stabilisasi Semen, tebal min 15 cm.
4. SE BM 2021 tsb dapat diartikan bahwa apabila Subgrade termasuk Klasifikasi
A-1, A-2 dan A-3 (granular materials), dengan nilai CBR > 6%, tidak
diperlukan Capping layer (lapis penopang).
Hal ini berbeda jauh dengan persyaratan dari beberapa referensi atau
expert tsb di atas, mungkin ada pertimbangan lain, misalnya untuk
penghematan.
E. NOTE
1. Dari uraian singkat tsb di atas bahwa fungsi Capping Layer (CL) tidak sama
persis dengan Separator Layer (SL).
Semoga bermanfaat.
JOG 17.08.2022
Semoga bermanfaat.
Seorang pembuat peti mati akan berusaha bekerja yg terbaik, dia tidak punya niat
menggunakan hasil karyanya sendiri, tetapi akan diberikan kepada orang lain yang
tidak kenal, dan sudah meninggal, serta dia yakin bahwa arwah orang yg meninggal
akan menghadap kepada Allah SWT.
Dia tidak akan membuat peti mati yang sempit, jelek, tidak rapi, tidak nyaman bagi
penggunanya.
Walaupun orang yang menggunakan peti mati tsb sudah meninggal, tidak akan
komplen, tetapi dia meyakini bahwa arwahnya lebih dulu menghadap kepada Allah
SWT.
Dia (pembuat peti mati) takut kalau orang yg menggunakan peti mati tsb lapor
kepada Allah SWT, bahwa peti mati yang pernah dipakai sejak berangkat dari
rumahnya menuju ke liang lahatnya jelek.
Pembuat peti mati tsb takut kalau sudah meninggal arwahnya akan ditanya oleh
Allah SWT, "mengapa peti mati buatanmu yg dulu jelek sehingga merugikan bagi
penggunanya yg meninggal lebih dulu dari pada kamu?
Oleh karena itu dia berusaha membuat peti mati yang terbaik, jangan sampai
dilaporkan oleh pemakainya yang menghadap Allah SWT lebih dulu bahwa peti
mati buatannya jelek.
Seandaianya para Civil Engineer mengikuti prinsip bekerja seperti pembuat peti
mati tsb, mungkin > 95% hasil karya para Civil Engineer, termasuk misalnya
pekerjaan bandara dan jalan di Indonesia tidak ada yang jelek.
Alasannya, CE tsb takut kalau hasil karyanya dilaporkan beberapa penggunanya yg
lebih dulu menghadap kepada Allah SWT, bahwa semasa masih hidup pernah
melewati bandara dan jalan ruas tertentu hasilnya kurang baik. Apalagi kalau
laporan kepada Yang Maha Kuasa dari pengguna jalan yg jelek tsb lengkap
"barangkali ada 1 atau 2 lapisan perkerasan yang dihilangkan untuk kepentingan
lain sehingga mengakibatkan kondisi jalannya kurang baik."
Semoga bermanfaat bagi CE generasi penerus.
JOG 23.08.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara
1. The block cracks common to CTB (Cement Treated Base) initially present a
cosmetic problem and result in negative public perception, however, these
cracks can allow water into the pavement structure which will accelerate the
rate of pavement deterioration.
2. Microcracking can help alleviate the severity of cracking in CTB and therefore
help improve the perceived quality of Texas DOT projects and extend the
project life.
3. Microcracking is one technique to help reduce the risk of cracks in the CTB
reflecting through the pavement surfacing.
4. The goal of microcracking is to form a network of fine cracks and prevent the
wider, more severe cracks from forming.
5. After placement and satisfactory compaction of the CTB, the base should be
moist cured by sprinkling for 48 to 72 hours before microcracking.
6. Microcracking should be performed with the same (or equivalent tonnage) steel
wheel vibratory roller used for compaction.
7. A minimun 12-ton roller should be used. Typically three full passes down and
back, with the roller operating at maximum amplitude and traveling 2 to 3 mph
(3,2 to 5 kph) will satisfactory microcrack the section.
8. After satisfactory completion of microcracking, the CTB should be moist cured
by sprinkling to an age of at least 72 hours.
I hope it is useful.
JOG 22.08.2022.
Wardhani Sartono.
Retired lecturer of airport engineering.
1. CTBC baru boleh dihampar lapisan diatasnya setelah berumur 7 hari, bahkan
Referensi TTI (2004) merekomendasikan harus menunggu umur CTBC min 14
hari.
2. Untuk menghambat terjadinya reflective cracking, setelah CTBC berumur 2 - 3
hari, dapat dilakukan precracking/microcracking dengan menggunakan alat
Vibro Roller, bobot 12 ton, sebanyak 2 - 3 lintasan bolak-balik dengan kecepatan
pemadatan 2 - 3 mph.
3. Efek dari precracking tsb, akan menurunkan modulus CTBC (E) sebesar 50% -
70%, sehingga pavement designer harus memperhitungkan penurunan E tsb
sebagai input data dalam pavement design.
Semoga bermanfaat.
HLP 26.08.2022.
Wardhani Sartono.
1. Orang desa th 1965 - 1970an, termasuk rumah orang tua saya di Boyolali,
lantainya berupa tanah asli yg dipadatkan (subgrade).
2. Setelah ada tambahan rejeki, lantai tanah asli ditingkatkan menjadi lantai Ubin
berupa pasangan bata 1 lapis, di atasnya diplester (bhs Jawa : dilepo), dengan
campuran semen, pasir, air, dengan perbandingan tertentu, kalau tidak salah 1
ember semen dan 5 ember pasir, air secukupnya.
3. Saya perhatikan pekerjanya ada 3 orang, tidak tamat SR/SD, terdiri dari : 1 orang
tukang batu dan 2 orang laden, yaitu pencampur dan pembawa campuran
semen pasir, sering disebut plesteran semen (adonan).
4. Tahap I, tukang memasang bata merah, nat (sambungan melintang) posisinya
selang-seling. Diantara sambungan bata merah, diisi dg tanah campur kulit padi
supaya mempunyai daya rekat. Memasang bata dari arah depan ke belakang.
5. Tahap II, setelah pasangan bata merah umur 3 hari, di atasnya dilapisi
plesteran/adonan semen, tebalnya kira² 1,5 cm - 2 cm, supaya lebih kuat dan
lebih halus, mirip AC-WC.
6. Cara melapisi adonan, saya perhatikan, saat tukang batu melapisi dan
menghaluskan adonan semen (pakai kayu), dibelakangnya dipasang 3 papan
kayu sengon laut, dijejerkan kebelakang. Ukuran papan sekitar 25 cm × 200 cm,
tebal 1,5 cm, sebagai pijakan tukang batu dan meletakkan ember tempat
adonan, serta peralatannya.
7. Tahap 3, kalau pelapisan adonan paling depan sudah selesai, papan kayu no 1
dipindahkan dibelakang papan no 3, dan papan no 2 dipindahkan dibelakang
papan no 1, kemudian dilanjutkan pelapisan adonan semen sampai selesai
(seperti estafet).
8. Prinsipnya, kaki ke 3 pekerja, ember adonan termasuk perlengkapan lainnya
jangan sampai diletakkan langsung di atas pasangan bata merah yg belum
diplester, karena daya dukungnya rendah. Saat itu saya juga tidak sempat
bertanya, mengapa tukangnya dan peralatannya selalu diletakkan di atas papan
kayu sengon, bukan di atas bata merah yg belum diplester.
9. Setelah saya sekolah di Belanda 1988, Prof. H. J. Th. Span, menjelaskan tentang
Capping Layer yang berfungsi sbg pelindung Subgrade. Saya baru menyadari
bahwa tukang batu yang memasang ubin di rumah orang tua saya 1970an,
memasang 3 papan kayu yang berurutan untuk menghindari injakan kaki dan
meletakkan ember tempat adonan semen langsung di atas pasangan bata yang
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 215
belum dilapisi adonan semen agar supaya pasangan bata merah yang belum
diplester tidak rusak/pecah.
10. Ketiga tukang batu tsb yg kakinya menginjak 3 papan sengon laut, tidak mau
menginjak langsung di atas pasangan bata merah yg belum diplester. Mereka
tahu maksudnya, tetapi tidak tahu teorinya. Mereka tidak tamat SD sehingga
belum diajari penyebaran beban merata akibat berat badan tukang batu di
bawah papan kayu.
11. Bedanya Prof. H. J. Th. Span, menggunakan Capping Layer untuk melindungi
Subgrade supaya tidak rusak akibat lintasan roda alat² berat yang melintas di
atasnya. Tukang batu tsb menggunakan CL dari papan kayu untuk melindungi
pasangan bata yg belum diplester supaya tidak rusak akibat lintasan kakinya
pada saat mengerjakan plesteran. Setelah plesteran lantai selesai dibasahi
selama 3 hr baru boleh diinjak, karena dianggap sudah kuat.
12. Beda jauh dengan pola pikir kebanyakan pavement engineer generasi
sekarang. Mereka tahu daya dukung subgrade itu penting, tetapi mereka tidak
tahu cara melindunginya selama proses Construction. Hal ini karena orang
tuanya tidak punya lantai ubin tradisional, hanya punya lantai
marmer/keramik yg mewah.
13. Semoga para PE generasi sekarang mau belajar kepada tukang batu tsb,
bagaimana cara menghampar dan memadatkan lapisan aggregate base tanpa
harus merusak subgrade.
Kalau para PE generasi kadaluwarsa Abad XX, selalu menggunakan bahan pilihan
(selected material) CBR 10% - 15%, tebal 30 - 35 cm, di atas Subgrade, ikuti saja
cara² beliau tsb, tidak perlu menggunakan teori yang ber-belit², sehingga sulit
dimengerti bagi orang lain.
Semoga bermanfaat.
JOG 29.08.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 30.08.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Menurut Asphalt Institute MS-17, 2000, Overlays, tebal min overlay hotmix di
atas Rigid Pavement (RP) adalah 10 cm (2 lapis), hal ini juga dilaksanakan pada
overlay hotmix di Ruas Jalan Tol Prof. Sedijatmo, tebal 10 cm, di atas struktur
Cakar Ayam, th 1988 - 1989. Overlay hotmix di atas RP yg banyak dilaksanakan
di Indonesia hanya 1 lapis, AC-WC, tebal 4 - 5 cm.
2. Tujuan overlay hotmix di atas RP, selain menambah kenyamanan bagi
pengemudi, juga untuk mengurangi pengaruh termal (suhu matahari) agar
supaya bending stress dari slab beton akibat dari curling (siang hari slab beton
melengkung ke atas, malam hari melengkung kebawah) tidak terlalu besar.
Bending stress slab beton yang terlalu besar, potensi terjadi retak akibat
lintasan/beban roda kendaraan yang ber- ulang² (load repetition).
3. Kalau slab beton dioverlay hotmix tebalnya hanya 5 cm, maka permukaan
hotmix tsb mudah retak, air hujan mudah meresap ke permukaan hotmix yang
retak tsb, tetapi resapan air hujan tertahan di permukaan slab beton yang
sangat kedap air.
4. Pada siang hari, karena pengaruh suhu, sekitar pk 10.00, air hujan yang meresap
di hotmix tsb akan naik ke atas akibat dari capilary action, disebut water
bleeding, kontraktor sering menyebutnya "ngompol."
Hal ini akan berlangsung terus menerus, akibatnya hotmix overlay tsb mudah
terkelupas, kerusakan ini disebut delamination.
5. Bulan lalu saya kedatangan tamu PM Kontraktor BUMN yang sedang
mengerjakan overlay RP di salah satu ruas Jalan Tol Pantura Jateng. Karena tebal
overlay hanya 5 cm, hampir setiap hari menjelang siang, terjadi water bleeding
atau "ngompol," yang disalahkan asphalt tack coat nya.
6. Kontraktor membawa sample core-drill dari slab beton dan hotmix overlay, ke
Laboratorium Transportasi DTSL FT UGM, untuk diuji interlayer shear strength.
Asphalt tack coat menggunakan aspal emulsi Shell CRS-1P, hasil uji nilai
interlayer shear strength > 0,41 MPa, berarti kualitas tack coat nya sangat baik.
7. PM Kontraktor tsb saya beri tahu bahwa uji interlayer shear strength, min 0,41
MPa, hanya berlaku untuk bandara, tidak berlaku untuk Highway. Hotmix
overlay untuk highway dalam literatur yang pernah saya baca menjelaskan
bahwa asphalt tack coat harus memberikan interface shear strength yang kuat,
tetapi tidak ada batasan minimumnya.
Semoga bermanfaat.
JOG 01.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
A. Penjelasan ringkas
1. Leveling
Dense graded, MAS 1/2" (12,7 mm), NMAS 3/8" (9,5 mm).
Tebal padat < 4 cm.
2. AC-WC
Dense graded, MAS 3/4" (19 mm), NMAS 1/2" (12,7 mm).
Tebal padat 4 cm - 5 cm.
3. AC-BC
Dense graded, MAS 1" (25,4 mm), NMAS 3/4" (19 mm).
Tebal padat 6 cm - 7,5 cm.
5. Aggregate Base
Dense graded, MAS 2" (50 mm), NMAS 1,5" (38 mm).
Tebal padat 11 cm - 15 cm.
C. Note :
4. Di TU Delft Belanda yang pernah saya terima dalam mata kuliah Road
Construction Methods (1988 - 1989), menerapkan formula Tebal padat
efektif untuk dense graded aggregate dalam kisaran 3,5 × NMAS.
Semoga bermanfaat.
JOG 04 Jan 2022.
Revisi 03 Sept 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Bapak nuwun sewu, kalau menghadapi kasus seperti contoh nomor 4, tebal AC-BC
ditetapkan owner 10-11 cm dipadatkan 1 layer terlalu tebal, tapi dipadatkan 2 lapis
terlalu tipis, maka sebaiknya seperti apa nggeh? Apakah kami jadikan layer
pertama 7.5 cm dulu, kemudian sisanya 3.5 cm nggeh? Karena daripada berdebat
dengan owner tentang desain perkerasannya, pekerjaan di lapangan malah
terbengkalai.
(Dari mantan anak didik saya yg bekerja di Kontraktor BUMN dan sedang diberi
amanah membangun Jalan Tol).
Note :
Membuat aturan ttp tidak tahu ilmunya, yg repot Kontraktor Pelaksananya.
1. Pada saat saya kuliah di TS FT UGM, 1971 - 1977, setiap mahasiswa harus lulus
mata kuliah/teori 9 semester + 1 semester untuk KP/TA (jadi 1), total 10
semester. Jumlah mata kuliah untuk 9 semester 75, ditambah KP/TA, tetapi
tidak ada SKS nya. Lama kerja praktek min 3 bulan. Semua bidang TS harus
dipelajari.
2. THS (Technische Hooge School) atau STT (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung,
pecah menjadi 2 Bagian, akibat adanya perebutan kekuasaan antara
Pemerintah RI dengan Angkatan Perang Inggris pada th 1945 di Bandung, dan
kota Bandung bagian utara didukuki tentara Sekutu. Sebagian mahasiswa STT
bergabung dengan Universiteit Indonesia, sebagian lagi pindah ke Yogyakarta
menjadi STT Bandung di Yogyakarta, 17 Februari 1946, kemudian 19 Des 1949
bergabung dengan UGM.
3. Setelah pemisahan STT Bandung tsb, menurut para alumni yang saya dengar
saat itu, ada paradigma : Kalau ingin menjadi ahli TS Kering (Gedung dan
Jembatan) belajarlah di TS ITB, tetapi kalau ingin menjadi ahli TS Basah
(Bangunan Air) belajarlah di TS UGM. Menjadi ahli Teknik Jalan tidak disebut,
karena dianggap mudah, sehingga bisa belajar di mana².
4. Th 1981 mahasiswa TS UGM wajib menempuh mata kuliah selama 8 semester
teori + 1 semester KP dan TA (dipisah), total 9 semester, dan diberlakukan
sistem SKS. Pada semester 7 dan 8, mahasiswa diberi beberapa mata kuliah
pilihan sesuai dengan konsentrasi/penjurusan. Ada 3 konsentrasi, yaitu :
a. Teknik Bangunan Air, namanya berubah menjadi Teknik Hidro.
b. Teknik Konstruksi, namanya berubah menjadi Teknik Struktur.
c. Teknik Bangunan Lalulintas, namanya berubah menjadi T. Transportasi.
5. Th 1990 - 1993, saya diberi amanah sebagai Pembantu Ketua Jurusan Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni. Saya sering mendapat candaan dari mahasiswa
angkatan 1988, 1989, dan beberapa angkatan 1990 (saya sebagai dosen walinya
selama 2 th) sbb :
a. Untuk mengambil Konsentrasi T. Struktur harus pinter dan IP nya tinggi,
karena pelajarannya sulit.
b. Untuk mengambil Konsentrasi T. Hidro harus pinter, karena dosennya
hebat², tetapi lulusnya sulit.
c. Bagi mhsw yang IP nya pas-pasan sebaiknya mengambil Konsentrasi T.
Transportasi, karena mata kuliahnya mudah dan lulusnya cepat.
Semoga bermanfaat.
JOG 05.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Beliau juga setuju teori yang dijelaskan oleh Prof. Molenaar, dengan memberi
contoh Pembangunan Jalan Tol Jagorawi, CBR subgrade 4%, dibangun FP
(FDAP), merupakan Jalan Tol dengan durability tertinggi di Indonesia.
Saya percaya, saat ini PE yang mengikuti aliran sesat jauh lebih banyak dari pada
yang mengikuti aliran yang benar, sehingga kalau dilakukan vouting, yang
mengikuti aliran sesat suaranya jauh lebih banyak.
Semoga bermanfaat.
JOG 07.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 08.09.2022.
1. Perkerasan Jalan Tol FP dan RP yang dibangun saat ini pasti dihitung dengan
Software yang canggih, tetapi banyak terjadi kerusakan dini di banyak lokasi.
Dari hitungan software hasilnya sbb :
A. Flexible Pavement.
1). AC-WC 5 cm.
2). AC-BC 6 cm.
3). AC Base 15 cm.
4). Aggregate base A 50 cm.
5). Subgrade CBR min 6%.
Design life min 20 th.
B. Rigid Pavement.
1). Slab beton K-400, 30 cm.
2). LC tebal 10 cm.
3). Aggregate base A, 15 cm.
4). Subgrade CBR min 6%.
Design life min 30 th.
Tanah yang sudah dipadatkan dengan daya dukung/CBR 6%, ditumpangi
batu pecah, tebal 50 cm, dilintasi alat² berat ber kali², agar supaya mencapai
daya dukung/CBR 90%. Tanah padatnya rusak, sebagian batu pecah di
bagian bawah amblas masuk ke tanah, sehingga daya dukung tanah dan
batu pecah menjadi berkurang banyak.
Kondisi seperti ini karena tanah yang sudah padat, dan batu pecah yang
dilintasi roda alat² berat mengikuti Sunatullah, sedang Software tidak
pernah memperhitungkan hal ini.
Kesimpulannya, Softwarenya sudah benar, tetapi Struktur Perkerasannya
lebih patuh kepada Sunatullah dari pada Software.
2. Ruas Jalan Tol Kanci - Pejagan, panjang 35 km, tipe JPCP (Jointed Plain Concrete
Pavement) atau JUCP (Jointed Unreinforced Concrete Pavement) atau
Perkerasan Kaku Konvensional. Kemudian dengan alasan penghematan dan
durability, maka segmen sepanjang 26 km diganti dengan struktur PPCP
(Prestress Precast Concrete Pavement). Ruas Jalan Tol K-P dibangun 2007 -
Note :
Seorang PE jangan terlalu manut kepada Software, harusnya Softwarenya yang
harus manut kepada PE.
Semoga bermanfaat.
JOG 09 Sept 2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
The Base course or Roadbase of Flexible Pavement is the main structural layer
whose main function is to withstand the applied wheel stresses and strains incident
on it and distribute them in such a manner that the materials beneath it do not
become overloaded (Martin Rogers, 2016).
Pavement Engineer yang memahami tulisan di atas dapat menentukan dengan
tepat penggunaan Rigid Base Course dan Flexible Base Course untuk FP dan RP.
A. Penjelasan ringkas
1. CTBC masuk Item P-304, dikatagorikan sebagai Rigid Base Course, sehingga
lebih tepat digunakan untuk Rigid Pavement.
Gradasi agregat lebih terbuka, dari saringan pertama, 2" (50 mm), ke
saringan kedua, No. 4 (4,75 mm), karena pori2 nya akan diisi mortar.
Parameter daya dukung menggunakan compressive strength (kuat desak)
dalam MPa.
Persyaratan compressive strength (f'c) :
a). Kuat desak umur 7 hari : 2,76 MPa - 5,52 MPa.
b). Kuat desak umur 28 hari < 6,9 MPa.
2. Kalau kuat desak umur 28 hari > 7 MPa, CTBC menjadi lebih kaku,
getas/brittle, potensi terjadi reflective cracking lebih besar.
Dari hasil pengamatan di lapangan, CTBC umur 7 hari tidak dapat diambil
sampel core drill diameter 15 cm, untuk diuji compressive strength, karena
sampelnya hancur.
3. Aspal emulsi untuk prime coat tidak dapat meresap dan merekat dengan
baik, karena pori2 permukaan CTBC tertutup pasta semen yang mudah
lepas.
Saat penghamparan hotmix, aspal emulsi terkelupas dari permukaan CTBC
dan menempel di permukaan roda dump truck yang sedang dumping hotmix
di asphalt finisher.
4. CTBC baru boleh dihampar lapisan di atasnya setelah berumur 7 hari,
bahkan TTI (Texas Transportation Institute), 2004, Effectiveness of
Semoga bermanfaat.
JOG 25.01.2021.
Revisi 25.08.2022 dan 10.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 04.03.2019.
Revisi 11.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
A. Penjelasan ringkas
1. Sering saya temui typical cross section Jalan Tol Flexible Pavement (FP)
urutan dari atas ke bawah sbb :
a. AC-WC 5 cm.
b. AC-BC 6 cm.
c. AC Base 15 cm.
d. Aggregate Base A, CBR 90%, tebal 50 cm.
e. Subgrade CBR min 6%.
Tebal total 76 cm.
Tidak ada Capping Layer CBR min 15% tebal 30 cm, dan Subbase course CBR
min 30% dengan tebal tertentu.
2. Jalan Tol FP tsb banyak terjadi kerusakan dini di beberapa lokasi.
Berdasarkan Suplemen MDPJ 2020, maka FP yang rusak tsb akan
direkonstruksi, dengan salah satu metoda sbb :
a. Aggregate base A yang tebalnya 50 cm, digali 15 cm, kemudian diganti
dengan CTBC tebal 15 cm.
b. AC Base, AC-BC dan AC-WC tebalnya tetap.
Kalau diurutkan lapisannya dari atas ke bawah sbb :
a. AC-WC 5 cm.
b. AC-BC 6 cm.
c. AC Base 15 cm.
d. CTBC 15 cm.
e. Aggregate base A : 50 cm - 15 cm = 35 cm.
f. Subgrade CBR min 6%.
Tebal total 76 cm.
3. Penyebab utama kerusakan dini Jalan Tol FP tsb akibat dari layering system
yang salah. Kesalahannya sbb :
Semoga bermanfaat.
JOG 12.09.2022.
Semoga bermanfaat.
JOG 13.09.2022.
A. Pengantar
Struktur Perkerasan Runway dan Highway harus memenuhi minimal 7 (tujuh)
syarat agar supaya mempunyai durability tinggi, sesuai design life > 20 th.
Tujuh syarat yang dimaksud adalah sbb :
1. Mempunyai layering system (sistem pelapisan) berdasarkan basic theory
yang benar.
2. Mempunyai subgrade dengan daya dukung dan ketebalan tertentu yang
uniform.
3. Menggunakan bahan susun setiap lapisan yang tepat dan berkualitas baik.
4. Mempunyai tebal lapisan perkerasan sesuai dengan komulatif beban
rencana.
5. Pelaksanaan konstruksi mengikuti Spesifikasi Teknik dan Quality Control
sesuai prosedur.
6. Maintenance and Repair (MR) mengikuti PMS (Pavement Management
System).
7. Dilengkapi fasilitas sistem drainase yang memadai.
Apabila salah satu syarat di atas dilanggar pasti terjadi kerusakan dini, yaitu
rusak sedang (medium deterioration) sebelum beroperasi selama 1/3 dari
design life 20 th, atau 7 th.
B. Urutan lapisan FP
Layering sistem, flexible pavement urut dari atas ke bawah.
1. Surface course
a. Wearing course (AC-WC), tebal 4 cm - 5 cm, hanya 1 lapis.
b. Binder course (AC-BC), tebal 6 cm - 7,5 cm, boleh lebih dari 1 lapis.
2. Base course
a. Dapat menggunakan 1 lapis, atau 2 lapis yang sama, atau 2 lapis tetapi
lapis atas dan lapis bawah beda bahannya.
Semoga bermanfaat.
JOG 26.08.2021.
Revisi 15.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 19.09.2022.
A. Penjelasan ringkas
1. Ada peserta yang bertanya, mana yang lebih baik menggunakan CTBC
(Cement Treated Base Course) dan Aggregate/Granular Base Course untuk
Flexible Pavement (FP) di USA.
2. Dijawab oleh Dr. Tommy E. Nantung, bahwa di Indiana DoT untuk FP lebih
suka menggunakan Granular Base Course dari pada CTBC. Alasannya,
permukaan CTBC licin dan tidak berpori sehingga asphalt tack coat dapat
menyebabkan slippery layer (lapisan yang licin) terhadap lapisan di atasnya
(AC-BC).
3. Beliau juga menjelaskan bahwa Rigid Pavement (RP) di Negara Bagian
Indiana juga lebih suka menggunakan aggregate base course dari pada CTBC
dan tidak menggunakan LC. RP yang menggunakan LC hanya di Negara
Bagian California Wilayah Selatan.
4. Alasannya, permukaan aggregate base course memberikan rekatan
(bonding) yang lebih kuat terhadap slab beton, sehingga dapat mereduksi
bending stress, sedangkan permukaan CTBC memberikan friction mendekati
0 (nol) terhadap permukaan slab beton.
B. Note :
1. Akhir² ini rekonstruksi FP Jalan Tol juga menggunakan CTBC sebagai
pengganti aggregate base course bagian atas tebal 15 cm, sehingga tebal
aggregate base course berkurang dari 50 cm, menjadi 35 cm.
2. Sebelum permukaan CTBC diprime coat, dilakukan microcracking, yaitu
umur 2 - 3 hari setelah CTBC dihampar dan dipadatkan, kemudian digilas
dengan Vibro Roller 12 T, dan 2 atau 3 lintasan bolak balik, sehingga karakter
CTBC yang sebelumnya bersifat kuat, kaku, tetapi getas (brittle), berubah
seperti granular base course (lebih lentur). Cara membuat microcracking
pada CTBC seperti ini sudah benar.
3. Setelah permukaan CTBC diprime coat, kemudian dihamparkan HMA seperti
sebelumnya, yaitu : AC Base 15 cm, AC-BC 6 cm, dan AC-WC 5 cm, sehingga
tebal total FP tidak berubah, yaitu 76 cm.
4. Berdasarkan pengamatan saya di beberapa lokasi, dan hasil uji interlayer
shear strength beberapa sampel, di Laboratorium Transportasi DTSL FT
UGM, asphalt prime coat atau tack coat di permukaan CTBC tidak
Semoga bermanfaat.
JOG 15.10.2021.
Revisi 22.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Perkerasan Jalan adalah produk Sarjana Teknik Sipil (STS) yang paling panjang,
paling luas permukaannya, paling besar volumenya, di setiap Negara atau
Provinsi dibandingkan dengan Bangunan Teknik Sipil (BTS) lainnya.
2. Ilmu Perkerasan Jalan juga paling mudah dipelajari, mudah direncanakan,
mudah dilaksanakan, mudah pemeliharaannya, mudah dicari penyebab
kerusakannya, mudah metoda perbaikan kerusakannya, jika dibandingkan
dengan BTS lainnya.
3. Perkerasan Jalan juga paling banyak dinikmati, dilewati, dipuji, dan dicaci oleh
penggunanya, karena Perkerasan Jalan merupakan fasilitas milik Negara yang
hampir setiap hari dimanfaatkan oleh penduduknya.
4. Apabila sebagian besar penduduknya di suatu Negara atau Provinsi bisa
menikmati keberadaan Perkerasan Jalan tsb, jarang diganggu oleh sekelompok
tenaga kerja yang sering bongkar pasang untuk memperbaiki kerusakannya
yang dapat mengganggu perjalanan tiap hari, tidak banyak menimbulkan
kecelakaan lalulintas karena bagus geometriknya, berarti sebagian besar STS di
Negara atau Provinsi tsb sudah profesional.
5. Tetapi apabila sepertiga dari jumlah penduduk di Negara atau Provinsi yang
melewati Perkerasan Jalan tsb merasa tidak nyaman dan sering terganggu oleh
keberadaan sekelompok pekerja yang sedang melaksanakan perbaikan
perkerasan Jalan di lokasi yang sama, atau berdekatan, berarti baru sebagian
kecil STS di Negara atau Provinsi tsb yang sudah profesional, sedangkan
sebagian besar sisanya baru belajar untuk menjadi STS yang profesional.
6. Jalan adalah BTS yang paling penting di suatu Negara atau Provinsi. Membangun
jalan pernah dikhawatirkan oleh Umar bin Khatab pada saat akan diberi amanah
sebagai Pemimpin (Khalifah) Bangsa Arab, untuk melanjutkan kepemimpinan
Abubakar Sidhiq. Khalifah Umar bin Khatab khawatir, kalau ada jalan yang
dibangun pada masa Pemerintahannya terjadi kerusakan, sehingga ada onta
yang terperosok, maka Umar bin Kathab besuk yang akan mempertanggung
jawabkan kepada Allah SWT.
Saran kepada STS yang diberi amanah untuk merancang dan membangun Jalan
1. Jika Bangsa dan Negara ingin kaya, pertama-tama bangunlah Jalan yang baik
(Deng Xioping, 1904 - 1997, dalam Kompas, 21.05.2005).
Semoga bermanfaat.
JOG 24.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 26.09.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Dari beberapa referensi yang pernah saya baca, aspal cair/cutback asphalt atau
aspal emulsi CRS/CSS yang disemprotkan di permukaan Beton dan CTBC disebut
Tack Coat (lapis perekat), bukan Prime Coat (lapis resap perekat).
Pekerjaan Overlay di atas Slab beton Struktur Cakar Ayam Runway Utara (2) dan
Taxiway NP-2, Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno-Hatta (CGK), 2017
- 2019.
a. Pekerjaan Overlay Runway Utara, dilaksanakan oleh PT Hutama Karya.
b. Pekerjaan Overlay Taxiway NP-2, dilaksanakan oleh PT Waskita Karya.
c. Konsultan Supervisi PT Soilens.
d. Konsultan Perencana Lemtek UI.
e. Satker PT Angkasa Pura II.
2. Apabila aspal cair atau aspal emulsi disemprotkan di permukaan CTBC yang
sudah dilakukan microcracking, kemungkinan fungsinya berubah dari Tack Coat
menjadi Prime Coat (saya belum pernah membaca referensinya).
3. Prof. H. J. Th. Span (TU Delft, 1988) : Pavement engineering is knowledges base
on experiences, experimentals, and supported by the theoretically methods.
Maksudnya :
1). Experiences - dicermati pada saat pelaksanaan di lapangan.
2). Experimentals - diuji coba di laboratorium.
3). Supported by the theoretically methods - didukung oleh teori yang
valid/benar, atau secara teoritik dibenarkan.
The knowledges of PE minimal harus memenuhi 2 kriteria, yaitu no 1) dan 3),
atau no 2) dan 3).
Tanpa memenuhi 2 kriteria tsb di atas, tidak termasuk knowledges, tetapi kata
orang lain.
4. Experiences, aspal Tack Coat di permukaan Slab Beton atau CTBC, saat dilintasi
roda dump-truck untuk dumping hotmix di Asphalt Finisher, dicermati dengan
teliti. Apakah aspal Tack Coat nya sebagian besar terkelupas dari permukaan
Slab Beton atau CTBC dan menempel di permukaan roda dump-truck, atau
hanya sebagian kecil aspal Tack Coat yang terkelupas dari permukaan CTBC.
Semoga bermanfaat.
JOG 06.10.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Semoga bermanfaat.
JOG 10.10.2022.
1. Solusi sementara membeli bahan dasar aspal dari LN dengan kualitas bagus,
kemudian diolah di dalam negeri menjadi aspal tipe AC 60-70, PG-70, dan PG-
76 dengan harapan kualitasnya sama dengan aspal impor dari LN, misal dari
Singapore.
2. Syaratnya harus dibuktikan lebih dulu bahwa kualitas aspal produksi DN sama
dengan aspal impor dari LN, karena aspal baik dan aspal jelek, sulit dibedakan,
karena warnanya sama2 hitam.
3. Kualitas aspal yang baik dan jelek hanya dapat dibuktikan setelah aspal tsb
diproduksi menjadi HMA (hotmix asphalt) untuk Highway dan Runway dan
digunakan melayani lalulintas (kendaraan atau pesawat), selama waktu
tertentu, min 7 th. Beberapa referensi yang pernah saya baca menjelaskan,
bahwa kadar aspal untuk HMA hanya 5% - 7%, tetapi kualitas aspalnya sangat
menentukan durability HMA dibandingkan dengan parameter lainnya.
4. HMA yang berkualitas baik atau mempunyai durability tinggi, apabila pada saat
beroperasi selama ⅓ dari design life min 20 th, hanya terjadi kerusakan ringan
dengan metoda perbaikan pavement preservation atau preventive
maintenance.
5. Apabila Highway dan Runway Flexible Pavement tsb terjadi kerusakan dini,
yaitu rusak tingkat sedang dan berat selama beroperasi ⅓ dari design life, maka
yang bertanggung jawab adalah :
a. Kontraktor Pelaksana.
b. Konsultan Supervisi.
c. Penyedia aspal.
d. PPK dan staf Satker di bidang Pavement.
e. Konsultan Perencana.
f. Para pembuat Peraturan terkait dengan Flexible Pavement Design.
g. Instansi yang mengijinkan kendaraan berat overload (MST > 10 T) yang
melintasi di ruas jalan tsb.
6. Waktu pemeliharaan Proyek Pembangunan Jalan dan Runway setelah selesai
dikerjakan, diperpanjang dari 1 th atau 2 th, menjadi 5 th (PBC).
7. Mengganti Flexible Pavement (FP) dengan Rigid Pavement (RP) untuk Highway,
dengan harapan RP tsb mempunyai design life > 30 th, ternyata tidak terbukti.
Hal ini dapat dilihat Jalan Tol RP yang dibangun sejak 2002 sampai sekarang,
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 271
beberapa lokasi sudah terjadi kerusakan dini pada saat beroperasi < ⅕ dari
design life min 30 th.
8. Bpk J. Hendro Moeljono, 2007, dalam kuliah umum Prodi S2 MSTT FT UGM :
Rigid Pavement bukan solusi terbaik untuk mengganti Flexible Pavement yang
sering terjadi kerusakan.
Beliau mengambil contoh kondisi Jalan Nasional Pantura di Pulau Jawa saat itu,
serta Jalan Tol Jagorawi, tipe FDAP, dibangun di atas subgrade CBR min 4%, th
1973 - 1978. Sampai saat ini kondisinya masih bagus.
9. Prof. A. A. A. Molenaar, TU Delft 1988, The weaker the subgrade bearing
strength, the more flexible the pavement structure should be.
Makin rendah daya dukung subgrade lebih tepat dibangun FP, contohnya
Highway di Belanda > 95%, dibangun tipe FP, demikian juga di UK.
10. Nasehat guru saya di atas berbanding terbalik dengan prinsip mayoritas
Pavement Engineer di Indonesia, yaitu dengan alasan penyebaran beban di
bawah slab beton yang merata dan luas, maka makin rendah daya dukung
subgrade lebih tepat dibangun Rigid Pavement
Hasilnya apakah RP yang dibangun sejak 2002 sampai sekarang, mempunyai
durability tinggi atau rendah, dipersilahkan untuk menyaksikan sendiri dengan
penuh kejujuran.
11. Saya dulu saat masih aktif sebagai dosen di Prodi S1 DTSL dan Prodi S2 MSTT FT
UGM selalu menasehati kepada para mahasiswa sbb :
Bagi anda yang berprofesi sebagai Pavement Engineer dan mempunyai prinsip
seperti pada poin 10 di atas, berarti anda telah menganut ajaran sesat, dan akan
saya doakan semoga anda segera mendapat hidayah untuk kembali ke jalan
yang benar, dimaafkan semua kesalahannya, diampuni segala kekhilafannya.
Semoga bermanfaat.
JOG 12.10.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Korelasi antara Tebal Lapisan Padat dengan Ukuran Agregat Maksimum (MAS -
Maximum Aggegate Size)
Tulisan singkat di bawah ini dapat digunakan sebagai referensi bagi :
1. Pembuat Spesifikasi Teknik.
2. Konsultan Perencana.
3. Konsultan Supervisi.
4. Kontraktor Pelaksana.
A. Referensi : Nick Thom (2014)
1. Hotmix Asphalt
a. Maximum particle size is once again limited by workability requirements,
this time to around 35% - 40% of layer thickness.
b. The practicalities of compaction mean that it is unwise to place hotmix
asphalt in layers of over about 12 cm thickness. The lower limit on
thickness is a function of aggregate particle size, and a limit of 2.5 times
the maximum particle size is often used. Whatever the particle size,
however, any layer under about 2.5 cm thickness is clearly going to be
difficult to compact due to its rapit heat loss.
2. Unbound material
Maximum particle size is constrained by the thickness of the layer being
constructed, as roller compaction is only effective up to a depth of around
25 cm, and materials become very difficult to work if stones larger than
about 30% of the layer thickness are present.
3. Hydraulically- bound material
Dense mixtures can be achieved using a wide range of particle sizes; the
maximum size is tipically 40 mm or less, and is constrained to no more than
around 30% of the layer thickness to ensure mixture workability.
Note :
No 1 : Untuk dense graded hotmix asphalt. MAS untuk :
a. AC-WC ¾" (19 mm).
b. AC-BC 1" (25,4 mm).
c. AC Base 1½" (38 mm).
Semoga bermanfaat.
KA AL Lux 4C 17.10.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
A. SHOVING
Austroads 1987
1. Description :
Bulging of the road surface generally parallel to the direction of traffic
and/or horizontal displacement of surfacing materials, mainly in the
direction of traffic where braking or acceleration movements occur.
Transverse shoving may arise with turning movements.
2. Possible Causes
a. Inadequate strength in surfacing or base.
b. Poor bond between pavement layers.
c. Lack of containment of pavement edge.
d. Inadequate pavement thickness.
B. PLASTIC FLOW
1. Berdasarkan Referensi Jalan Tol Trans Sumatera Tahap Pemeliharaan, Sept
2022, di lokasi tertentu terdapat kerusakan FP tipe Plastic Flow.
Kemungkinan penyebab :
a. Energi pemadatan kurang.
b. Kurangnya filler sehingga kadar aspal menjadi relatif lebih tinggi.
c. Kurangnya rongga dan rendahnya stabilitas campuran.
2. Kalau dicermati kemungkinan penyebab kerusakan antara poin 1.a) dan 1.c)
di atas saling kontradiktif, berarti salah satunya keliru. Hal ini dapat dicek
kebenarannya berdasarkan Referensi poin D.2 di bawah.
C. Note :
1. Walaupun tipe gambar kerusakan permukaan hotmix asphalt tsb sama,
yaitu berupa tonjolan atau gundukan permukaan hotmix arah memanjang,
tetapi beda penamaannya.
2. Austroads 1987, memberi nama tipe kerusakannya : Shoving, tetapi BM di
Ruas Jalan Tol Sumsel memberi nama tipe kerusakan : Plastic flow. Buku
Manual Pemeliharaan Jalan BM, 1983, menamakannya "Jembul"
terjemahan dari bulging.
3. Shoving termasuk kerusakan katagori Permanent deformation, sedangkan
Plastic flow (kelelehan plastis, flow, Marshall flow), bagian dari karakteristik
hasil uji Marshall, syarat : 2 - 4 mm.
Semoga bermanfaat.
JOG 20.10.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
A. Referensi
1. John Louden Mc Adam (1756 - 1836) :
Regardless of the thickness of the structure many of the roads in Great
Britain deteriorated rapidly when the subgrade was saturated.
2. Terjemahan khusus untuk senior Highway Engineer
Tanpa mengurangi rasa hormat disampaikan bahwa banyak struktur
perkerasan jalan di Inggris (Great Britain) dengan tebal bervariasi, rusak
dengan cepat pada saat subgradenya jenuh.
3. Synonym
a. Capping layer fungsi utamanya sebagai lapis pelindung subgrade, mirip
dengan pakaian dalam pria dewasa.
b. Capping layer = Improved subgrade = Selected material, berupa granular
material, fungsinya sebagai working platform, tidak sama dengan
Separator layer (geotextile non-woven).
B. Hinghway Engineer di UK
Colm A O'Flaherty, 2007
1. Subgrade CBR 2% - 15% harus dilindungi Capping Layer (CL), berupa granular
material CBR min 15%, tebal 15 cm (untuk Subgrade CBR 15%) sampai
dengan 60 cm (untuk Subgrade CBR 2%).
2. Subgrade CBR > 15% tidak diperlukan CL, tetapi diperlukan Subbase course
CBR min 30%, tebal min 15 cm.
3. Subgrade CBR min 30%, dibangun di atas batuan yang utuh dan muka air
tanah dalam tidak diperlukan Subbase course.
4. Di UK, mensyaratkan bahwa formation level min 100 cm di atas muka air
tanah tertinggi (highest water table) untuk jenis tanah non plastic sandy
soils, atau sampai dengan 300 cm untuk sandy or silty clays, guna menjamin
bahwa water table tidak mempunyai efek dominan terhadap moisture
condition pada subgrade dan pavement.
Semoga bermanfaat.
JOG : 01.11.2022.
Semoga bermanfaat.
HLP 08.11.2022.
Referensi :
1. NAPA, 1996, HMA Materials, Mixture Design and Construction.
2. Robert N. Hunter, 2000, Asphalts in Road Construction.
1. RMS (Retained Marshall Stability) or Immersion Index
RMS = (S2 / S1) × 100, min 75
It is often specified for satisfactory resistance to damage by moisture.
S2 - Average Marshall Stability (24 hours immersion).
S1 - Average Marshall Stability (30 minutes immersion).
2. TSR (Tensile Strength Ratio) or Retained Strength Index
TSR = (T2 / T1) × 100, min 80
It is often specified for satisfactory resistance to damage by stripping.
T2 - Average tensile strength of moisture conditioned specimens.
T1 - Average tensile strength of non-conditioned specimens.
3. Spesifikasi Teknik Dit Jen Perhubungan Udara KP 14/2021
a. RMS min 75.
b. TSR min 80.
c. PRD tidak disyaratkan.
Catatan :
Persyaratan RMS min 75 dan TSR min 80, sudah sesuai dengan FAA AC
150/5370-10G, 2014.
4. Spesifikasi Umum Dit Jen Bina Marga, 2020 (hal 6-45/46)
a. RMS min 90.
b. TSR min 80.
c. PRD min 2%, berlaku untuk AC-WC, AC-BC dan AC Base.
5. Note :
1. Persyaratan RMS min 90, terlalu besar, tidak realistis, lebih baik diturunkan
menjadi 75.
Semoga bermanfaat.
JOG 14.11.2022.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
1. Kalau ingin mengetahui suatu Negara mempunyai banyak Ir Teknik Sipil yang
profesional, pertama-tama dilihat dari kondisi Bangunan Infrastruktur Jalan
(BIJ), karena BIJ merupakan Bangunan Teknik Sipil yang paling panjang dan
paling luas di setiap Negara.
Apabila mayoritas WN nya menilai BIJ tsb kondisinya baik, aman, nyaman dan
jarang terganggu oleh pekerjaan perbaikan pada saat melewatinya, berarti di
Negara tsb mempunyai banyak Ir Teknik Sipil yang profesional, dan sebaliknya.
2. Ir Teknik Sipil (TS) di Indonesia, sejak tahun 1960an sudah berhasil merancang
dan membangun Struktur Beton untuk Gedung Bertingkat, Jembatan, Fly-Over,
Interchange, Pelabuhan, dll, dengan durability tinggi > 50 th. Contoh Jembatan
Semanggi di Jakarta, dibangun tahun 1960an, Kontraktor P.N. Hutama Karya.
3. Ir TS dari Dit Pelud Ditjen Perhubungan Udara, bekerja sama dengan Kontraktor
Nasional sukses merancang dan membangun apron komersial tipe Perkerasan
Beton atau Rigid Pavement (RP) Bandara Internasional HLP, untuk mendukung
pesawat GA DC-9, MTOW 52 T, th 1974. Apron tsb sampai sekarang belum
pernah dilakukan strengthening/overlay, sehingga hampir semua slab betonnya
sudah terjadi cracking dan selimut beton di permukaan banyak yang terkelupas.
Namun demikian, apron tsb masih digunakan untuk parking stand pesawat B
737- 800 dan A 320 -200, MTOW 80 T, milik Citilink dan Batik Air. Dalam hal ini
yang salah bukan Designernya dan Kontraktornya, melainkan Maintenance &
Repair (MR).
4. Ir TS dari Dit Pelud, DJU, PT Cakar Bumi dan PT Waskita Karya, bekerja sama
dengan Expert dari Perancis (ADP), sukses merancang dan membangun Struktur
Beton untuk Sistem Fondasi Cakar Ayam : Runway, Taxiway dan Apron, Bandara
Internasional Jakarta Soekarno-Hatta, termasuk Bangunan Tower, serta Ruas
Jalan Tol Prof. Sedijatmo, 1978 - 1985, dengan design life > 30 th.
5. Th 1970 - 2000, Ir TS di Bina Marga sukses merancang dan membangun
Perkerasan Jalan Nasional dan Tol, tipe RP dan FP yang mempunyai durability
tinggi.
===================
A. Introduction
1. The design and construction of the supporting layers of any pavement
structure is key to its long-term performance and smoothness overtime.
2. Rigid pavement systems consist of a number of Portland Cement Concrete
(PCC) layers placed over one or more foundation layers (base, subbase and
subgrade).
3. The current design procedures of rigid pavements involve determining the
proper combination of design parameters such as slab thickness, concrete
mixture, constituents and properties.
4. The support of the PCC slab is tipically quantified by the modulus of
subgrade reaction k which represents the base, subbase and subgrade
contributions as well as bedrock effects.
5. Placing a strong base or subbase layer may provide improved protection of
the subgrade and serve as a stronger support to the PCC slabs and result in
an increased modulus of subgrade reaction.
A. Reference :
A. T. Papagiannakis and E. A. Masad, 2008, Pavement Design and Materials
Synonym : defect - distress - deterioration.
B. Description
The type of surface defecs are : cracking, bleeding or flushing, polished
aggregate, raveling, stripping, rutting, and shoving.
1. Cracking appears in various form that allow identification of its causes. Some
are fatigue related, caused by the accumulation of fatigue damage from
successive vehicle axles, and they appear in the wheel-paths having an
interconnected polygonal pattern resembling aligator skin, or are located
longitudinally along the wheel-path. They are believed to originate at the
bottom and the top of the asphalt concrete layer respectively.
2. Bleeding or flushing is defined as the migration of binder to the surface of
the asphalt concrete layer. It is caused by the compactive action of traffic in
the wheel-paths, where poor in-place mix volumetric properties result in
substandard air voids, values lower than 3% to 4%.
3. Polished aggregate is the result of the abrasive action of tires on surface
aggregates, often occuring near intersections.
4. Raveling is defined as the dislodgement and loss of aggregates from the
surface of the asphalt concrete, progressing downward. It is caused by poor
adhesion between aggregates and binder due to large amounts of fines in
the aggregate stockpiles, poor aggregate drying in the AMP, or
desegregation and poor in-place compaction during construction.
5. Stripping it is caused by the loss of bond between aggregate and binder is
initiated at the bottom of the asphalt concrete, and progresses upward. Its
cause is the chemical incompatibility of some aggregate- binder
combinations and inadequate drainage.
6. Rutting is defined as longitudinal depressions in the wheel-paths caused by
the compaction or plastic deformation of the asphalt concrete and the
granular layers or subgrade under the action of axle loads.
Reference :
ASCE, 2019, Airfield and Highway Pavements.
A. Short description
1. The deterioration of highway pavements across the globe has put a greater
reliance on the rehabilitation techniques of existing distressed pavements.
Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP) is the most widely used rigid
pavement type around the world and Unbonded Concrete Overlay (UBCO)
is an effective rehabilitation technique for the existing deteriorated JPCP.
Synonym : JPCP = JUCP (Jointed Unreinforced Concrete Pavement).
2. UBCO is the most used overlay rehabilitation option in USA. UBCO is a layer
of concrete placed over an existing JPCP to improve the performance of the
existing distressed pavement. UBCO can accommodate various
combinations of design life and traffic loading.
3. Their thickness can vary depending on the material properties of overlay
concrete, climate factors, existing pavement condition, anticipated traffic
volume and desired design life.
4. UBCO involves placement of an interlayer of hotmix asphalt (HMA), which
acts as separation layer between the existing concrete pavement and the
overlay.
5. The interlayer, also called the de-bonding layer or stress relief layer, is
usually of 1" - 2" (25,4 mm - 50 mm) thickness. The purpose of the interlayer
is to separate the existing and overlay concrete layers. It is also prevents
distresses in the existing pavement from reflecting through to the overlay.
6. The design process of UBCOs is dependent on various material properties of
concrete. In a recent study of the sensitivity of various factors on rigid
pavement performance, concrete material properties including compressive
strength, elastic modulus, modulus of rupture and coefficient of thermal
expansion were identified as major factors that had a measurable impact on
the concrete pavement's performance overtime.
Reference :
Asphalt Institute MS-16, 2009, Asphalt in Pavement Preservation and Maintenance
A. Brief Description
1. Preventive maintenance
a. Preventive mantenance treatments are generally applied to pavements
in good condition and without much structural deterioration.
b. They include a variety of low-cost treatments aimed at adressing specific
types of functional deterioration or slowing the rate of pavement
deterioration.
c. Examples of preventive maintemence treatments include crack sealing,
surface seals, thin hotmix overlays, and microsurfacing.
d. Conducting preventive maintenance activities on a sound pavement in
good condition is very effective, but conducting inappropriate repairs (in
either method or timing) can accelerate the rate of pavement
deterioration.
e. In summary, preventive maintenance in completing the right
maintenance activity at the right time.
Synonym :
Preventive maintenance = Pavement preservation.
To maintain - to keep something (building) in good condition by checking or
repairing it regularly.
To preserve - to keep something (building) in its original state or in good
condition.
2. Rehabilitation
a. Pavement rehabilitation may be considered minor rehabilitation or
major rehabilitation. Minor rehabilitation treatments include non-
structural enhancements, such as thin functional overlays.
Semoga bermanfaat.
A. Penjelasan ringkas
1. Rutting/deformasi permanen - jenis kerusakan hotmix di runway maupun
highway lokasinya di area lintasan roda (pesawat atau truck), bentuknya
seperti alur memanjang.
2. Setelah hujan di area tsb biasanya terjadi genangan air (ponding or standing
water), yang sangat membahayakan pesawat pada saat landing dan take-off
di runway, serta kendaraan yang melintas di highway dengan kecepatan
tinggi > 80 km/jam.
3. Rutting atau deformasi permanen yang berlebihan dapat mengakibatkan
retak memanjang di bawah lintasan roda di permukaan HMA Pavement.
Kerusakan seperti ini ditemukan di beberapa lokasi HMA Pavement yang
menggunakan CTBC (Cement Treated Base Course). Menurut FAA, CTBC
termasuk Rigid Base Course, sedangkan HMA termasuk Flexible Surface
Course.
4. Kerusakan tipe Corrugation (permukaan perkerasan bergelombang) juga
termasuk katagori permanent deformation. Penurunan daya dukung
subgrade pada saat pelaksanaan konstruksi dan selama masa pelayanan
lalulintas merupakan penyebab utama terjadinya Permanent Deformation
tipe Rutting and Corrugation.
B. Description
I. Asphalt Institute MS-16, 2009, Asphalt in Pavement Preservation and
Maintenance
1. A rutting is a surface depression in the wheel paths. It may also have
transverse displacement along the sides of the rut and cracking may also
be present.
2. Rutting is caused by consolidation or lateral movement of any of the
pavement layers or the subgrade under traffic.
Semoga bermanfaat.
Ditulis pertama kali, 25.01.2020.
Semoga bermanfaat.
Referensi :
Asphalt Institute MS-16, 2009, Pavement Preservation and Maintenance.
A. Penjelasan ringkas
1. Flexible Pavement (FP) dirancang dan dibangun mempunyai design life min
20 th. Apabila FP selama masa pelayanan Tahap I, yaitu ⅓ × design life (7 th)
hanya terjadi kerusakan ringan (low deterioration), maka harus segera
dilaksanakan Pavement Preservation (PP) atau Preventive Maintenance
(PM). Selama masa pelayanan Tahap II atau ⅓ × design life (7 th) berikutnya
dilaksanakan Corrective Maintenance (CM), atau Minor Rehabilitation (MR).
2. Apabila Maintenance and Rehabilitation/Repair (M&R) Tahap I dan II yang
terdiri dari PP atau PM dan CM atau MR tsb dilaksanakan dengan metoda
dan waktu yang tepat, maka FP tsb akan mencapai design life lebih dari 20
th, sehingga dapat mengurangi beaya pemeliharaan (maintenance cost)
secara menyeluruh selama design life.
3. Apabila FP tsb melayani lalulintas selama 75% dari design life (15 th),
kemudian terjadi penurunan nilai PCI (Pavement Condition Index) sebesar
40 dari 100 ke 60, maka FP tsb harus segera dilakukan Maintenance &
Rehabilitation (M&R) sesuai dengan tipe dan tingkat kerusakannya.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
A. Penjelasan ringkas
1. Bahan Presentasi yang disampaikan oleh Pejabat PT AP II dalam acara FGD
APMS (Airport Pavement Management System) yang diselenggarakan oleh
Direktorat Bandar Udara (DBU) tg 13 Juli 2022, di Denpasar, Runway Selatan
25L-07R berdasarkan hasil survei, ditetapkan bahwa pada th 2021 nilai PCI :
36.11, harus ditulis dalam bilangan bulat : 36. Tahun 2020 nilai PCI : 47,
tahun 2021 nilai PCI : 36, sehingga dalam setahun terjadi penurunan nilai
PCI 11 angka, tahun 2022 nilai PCI belum dihitung, pasti turun di bawah 36.
2. PCI identik dengan Pavement Surface Integrity, yaitu keutuhan permukaan
perkerasan, maka Runway Selatan 25L-07R yang mempunyai nilai PCI 36,
dapat diilustrasikan bahwa permukaan Runway Selatan yang utuh dan
memenuhi syarat hanya 36%. Sisanya 64% dalam kondisi rusak tingkat
ringan (low), sedang (medium), dan berat (high). Hal ini mudah dilihat
berdasarkan seringnya dilakukan perbaikan sementara (ditambal dengan
aspal) dan perbaikan permanen (ditambal dengan semen mutu tinggi).
Kegiatan ini disebut Reactive Maintenance.
3. Nilai PCI tsb kalau dikonversikan dalam Pavement Rating dengan Diagram
yang tercantum dalam ASTM D5340-12, 2016, Standard Test Method for
Airport Pavement Condition Index Surveys, dan FAA AC 150/5380- 7B, 2014,
termasuk katagori Very Poor karena nilainya kurang dari 40. Very poor dapat
diterjemahkan Sangat Miskin atau dibawah garis kemiskinan.
4. Pavement Rating (PR) ditetapkan berdasarkan nilai PCI dengan rentang 1 -
100. Korelasi antara PR dengan PCI sbb :
a. Good, PCI : 85 - 100.
b. Satisfactory, PCI : 70 - 85.
c. Fair, PCI : 55 - 70.
d. Poor, PCI : 40 - 55.
e. Very poor, PCI : 25 - 40.
f. Serious/Failed < 25.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 322
Movement area (Runway, Taxiway dan Apron), dinyatakan layak untuk
operasi penerbangan, apabila mempunyai nilai PCI min 70 dan mengikuti
prosedur Maintenance and Rehabilitation/Repair (M&R) yang benar.
5. Asphalt Institute MS-16, 2009, Asphalt in Pavement Preservation and
Maintenance, chapter 3.3.2 Reporting Current Conditions, menjelaskan
hubungan antara Repair Type and PCI.
a. Preventive Maintenance, untuk PCI = 71 - 100.
b. Major Rehabilitation, untuk PCI = 41 - 70.
c. Reconstruction, untuk PCI < 41.
6. Khusus untuk Runway Utara 25R-07L dan Selatan 25L-07R, beserta Taxiway
dan Apron di Terminal 1 dan 2 dibangun dengan Sistem Fondasi Cakar Ayam,
ciptaan dari Prof. Sedijatmo, beroperasi 1 April 1985. Struktur Cakar Ayam
berbeda dengan Struktur Rigid Pavement Konvensional (Plain), type Jointed
Plain Concrete Pavement (JPCP) atau Jointed Unreinforced Concrete
Pavement (JUCP) yang banyak dibangun untuk Apron Rigid Pavement di
seluruh Indonesia termasuk Apron di Terminal 3 CGK, HLP, BTH, YIA, dll.
7. Runway Utara dan Selatan mempunyai design life lebih tinggi dari pada
JPCP/JUCP, walaupun sudah beroperasi selama 25 th (1985 - 2010), tetapi
masih dapat digunakan untuk melayani wide-body aircraft. Runway Selatan
harus segera dilakukan Strengthening, karena sudah beroperasi melebihi
design life rekomendasi ICAO dan FAA, yaitu 20 th (1985 - 2005). Beaya M&R
movement area dengan kondisi nilai PCI < 60 sebesar 4× beaya M&R pada
saat kondisi nilai PCI > 60, oleh karena itu waktu Pelaksanaan M&R tidak
boleh di- tunda² jangan sampai terjadi Pavement Failure or Failed Pavement.
8. Movement area yang didesign, dibangun dan dilakukan M&R mengikuti
APMS dengan benar, maka setelah beroperasi selama 75% dari design life
20 th, atau 15 th, masih mempunyai nilai PCI min 70, Pavement Rating
Satisfactory.
Runway Bandara Code 4E, area yang mempunyai nilai PCI rendah selebar 20
m di tengah runway (10 m di sisi kiri dan kanan centerline), sedangkan
Runway Bandara 4C, area yang mempunyai nilai PCI rendah selebar 15 cm
di tengah runway (7,50 m di sisi kiri dan kanan centerline).
Taxiway, area yang mempunyai nilai PCI rendah di tengah Taxiway selebar
Outter Main Gear Wheel Span dari Critical Aircraft.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
Reference :
ASCE, 2019, Airfield and Highway Pavements, page 275.
A. Brief description
1. In the case of airfield pavements, the growth in airport traffic can consume
pavement much earlier than originally anticipated. This increase of
operations will require airport operators to reconstruct or rehabilitate
existing pavements much sooner than anticipated, and at a circumstance
when airport operarions are not allowing extended clossures of the affected
pavement.
2. The cost of delayed or canceled flights can become expensive and,
therefore, may be the most important factor in determining what kind of
construction method to use. This is particularly critical for paving projects
requiring the closure of a runway, taxiway, or aircraft parking area.
3. The delay of flights, specifically arrivals, concludes in additional costs on
aircraft operations based on the extended period of delay, since the aircraft
is in the air while the delay is being resolved.
4. In the case of periodes of reduced flight schedules and canceled flights, as
well as the reduction in passenger volume, all are accounted for as lost
revenues to the airport. In addition, the reconstruction of major runways
can change flight patterns.
5. At the airfield, it is extremely critical and necessary to use rapid construction
methods, which can help reduce the periods over which these impact occur.
B. Penjelasan ringkas
1. Berkaitan dengan perkerasan/landasan bandara (airfield pavement),
pertumbuhan lalulintas udara dapat mempercepat tercapainya akhir design
life. Design life perkerasan bandara rekomendasi dari ICAO dan FAA adalah
20 th.
2. Kenaikan jumlah operasi penerbangan yang tidak diikuti metoda
Maintenance & Repair/Rehabilitation (M&R) yang benar, maka pekerjaan
rehabilitasi dan rekonstruksi perkerasan bandara akan dilaksanakan lebih
awal.
Semoga bermanfaat.
JOG 03 Januari 2023.
Wardhani Sartono.
Pensiunan guru bandara.
Reference :
1. Asphalt Institute MS-2, 2014, Asphalt Mix Design Methods.
2. Asphalt Institute MS-22, 2000, HMA Construction
3. Asphalt Institute MS-22, 2020, Construction of Quality Asphalt Pavements.
A. Brief description
1. Considerable research has determined that air void content is this
parameter. An acceptable air voids range of 3% to 5% is most oven used.
Within this range, 4% air voids is typically considered the best initial estimate
for a design that balances the desired performance properties.
2. The final density of the roadway after construction plays a major role in the
long-term performance. Density requirements are used to judge the
acceptability of the compaction process.
3. The goal of compacting an asphalt pavement is to achieve an acceptable air
void content or density. The resultant in-place density of the asphalt mixture
is perhaps the most important factor affecting performance of the mixture
throughout its life.
4. Seven percent (7%) in-place air voids is selected here as an example
compaction requirement. Increasingly, agencies are specifying even higher
compact requirements (less than 7% in-place air voids).
5. Reducing compaction requirements to higher than 7% in-place air voids is
not recommended for dense-graded mixtures.
6. It has been verified that the field produced mix matches the design
properties, the laboratory compacted samples provide the same air voids
content as determined in the mix design, typically 4%.
7. If an in-place air voids content of 8% is desired, the in-place density should
be 96% of the laboratory bulk density. Minimum bulk density specifications
typically range from 96% to 100% of the laboratory compacted bulk density.
8. An in-place air voids target equal to 8% is depicted against each type of
reference density. Eight percent (8%) is selected here because it is believed
that if this level of compaction is achieved at the time of construction, four
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 330
percent (4%) air voids will be achieved in a few years after further
densification of the pavement under traffic.
9. Pavements with an initial air voids content below 3% are susceptible to
permanent deformation and flushing after further consolidation due to
traffic. Conversely, high initial air voids levels, above 8%, are likely to yield
pavements which age prematurely.
10. For these reason it is recommended that compaction specifications require
the resulting in-place air voids, immediately after construction, between 4%
and 8% (96% to 92% of TMD or MTD).
TMD - Theoretical Maximum Density.
MTD - Maximum Theoretical Density.
B. Asphalt Institute MS-22, 2000 dan 2020
1. Berdasarkan uraian singkat tsb di atas dapat dijelaskan sbb :
a. VIM (Voids in Mix) 3% - 5%.
b. VIM dari JMF yang disarankan dalam Asphalt Institute MS-2 dan MS-22
sebesar 4%, sedangkan FAA AC 150/5370-10G, 2014, sebesar 3,5%.
c. In-place air voids (IPAV) maksimum, rentang : 3% - 8%.
d. IPAV disarankan, rentang : 3% - 7%.
2. Degree of Compaction atau Derajat Kepadatan atau Percent Density atau
Density Ratio (DR) = In place Density × 100 / Reference Density.
Reference Density berdasarkan : Laboratory Bulk Density, atau TMD (MTD).
Nilai DR tergantung nilai VIM dari JMF, dapat ditetapkan menggunakan
grafik yang dijelaskan dalam buku Asphalt Institute MS-22, 2000, page 7-20
and 7-21, Asphalt Institute MS-2, 2014, page 181, dan Asphalt Institute MS-
22, 2020, page 197, untuk IPAV : 3% - 8%, sbb :
a. VIM : 5%, DR min : 97%.
b. VIM : 4%, DR min : 96%.
c. VIM : 3%, DR min : 95%.
3. Apabila ditetapkan IPAV : 3% - 7%, nilai VIM bervariasi dari 3% - 5%, korelasi
antara nilai DR min dan VIM, dapat dihitung dengan formula empirik
sederhana temuan saya sbb :
DR = [100 / (1,075 - 0,01075 × VIM)] + 0,1
Hasilnya dengan sedikit pembulatan sbb :
Semoga bermanfaat.
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 334
PERBEDAAN DURABILITY RUAS JALAN TOL YANG DIBANGUN OLEH
HIGHWAY ENGINEER GENERASI ABAD XX DAN ABAD XXI
Wardhani Sartono
Pensiunan guru bandara
JOG 17 Januari 2023
Semoga bermanfaat.
A. Penjelasan ringkas
1. Paul Croney and David Croney (1998) : If the engineer elects to use a method
specification for compacting the subgrade, it will be assumed that
requirements have been so framed as to produce the CBR value on which
the design has been based. In either case, if the contractor carries out the
compaction requirements of the specification correctly and a lower strength
is achieved, the responsibility is the Engineer's and not the Contractor's.
2. Di UK berbeda dengan di Indonesia. Kalau hal seperti ini terjadi di Indonesia,
semua kesalahan Pelaksanaan Subgrade (Tanah Dasar) menjadi tanggung
jawab Kontraktor, sedangkan Engineer yang membuat peraturan tsb tidak
pernah merasa bersalah, meskipun ataurannya yang salah. Contohnya,
menghamparkan Aggregate Base A CBR 90% langsung di atas Subgrade CBR
min 6%, itu jelas salah. Permukaan Subgrade akan terjadi overstressing,
intermixing and intrusion, pada saat Pelaksanaan Konstruksi lapisan di
atasnya yang dapat mengurangi daya dukung Subgrade. Akhirnya, yang
disalahkan Kontrakror Pelaksana, sedangkan yang membuat peraturan dan
Konsultan DED nya merasa tidak bersalah.
FAA AC 150/5320-6F, 2016, Subchapter 3.13.3.4.3, Aggregate layers can be
placed anywhere in the flexible pavement structure except at the surface or
subgrade.
3. Dari banyak referensi yang pernah saya baca menjelaskan bahwa Subgrade
merupakan lapisan paling utama yang menentukan daya dukung dan
durability dari struktur perkerasan Bandara dan Jalan. Oleh karena itu
Subgrade harus dirancang dan dibangun agar supaya mempunyai daya
dukung dan durability melebihi design life dari struktur perkerasan.
4. Pavement Engineer (PE) harus mengerti Subgrade Perkerasan Flexible dan
Rigid yang uniform (uniformity of subgrade), yaitu subgrade yang
mempunyai density dan bearing capacity (daya dukung) yang hampir
sama/seragam ke arah vertikal dan horisontal (memanjang dan melintang
terhadap centerline).
Nasehat Bagi Pavement Engineer Bagian 2 - 338
5. Arah Vertikal.
Mengikuti nasehatnya Pak Harsono Martakim, 1982, Petinggi BM dan JICA
1994.
Subgrade di area timbunan maupun galian dengan tebal/kedalaman 100 cm
- 200 cm, harus dipadatkan setiap lapis tebal 20 cm - 25 cm, sehingga
mempunyai uniformity dalam hal density dan bearing capacity (CBR),
minimum sama dengan nilai CBR design.
6. Arah horisontal.
Untuk mendapatkan Subgrade yang uniform arah horisontal, ada 3
referensi, dan dapat dipilih salah satu yang paling disukai, yaitu : Capping
layer, Selected material, Improved subgrade, sbb :
1). Prof. H. Th. Span, TU Delft (1988), Robert N. Hunter, UK (2000), Colm A.
Flaherty, UK (2007).
a). Subgrade CBR 2% - 15%, harus dilindungi Capping Layer, dapat
berupa granular material, CBR 15% - 30%.
b). Capping Layer tebal 15 cm (untuk Subgrade CBR 15%) sampai dengan
60 cm (untuk Subgrade CBR 2%).
c). Untuk Subgrade CBR 6%, kalau dibaca dari grafik diperlukan Capping
Layer tebal 22 cm dibulatkan 25 cm.
2). Ir. Harsono Martakim, Petinggi BM, dosen PS JR PU-ITB (1982).
Subgrade CBR min 6% di atasnya harus dihamparkan bahan pilihan
(selected material), dipilih salah satu.
a) CBR min 10%, tebal 35 cm.
b) CBR min 15%, tebal 30 cm.
3). Dr. Tommy E. Nantung, PE, Indiana DOT (2013, 2015).
Subgrade yang sudah selesai dikerjakan, digali tebal 30 cm - 35 cm,
distabilisasi, dihampar dan dipadatkan kembali, sehingga tercapai target
CBR min 2× CBR design dari Subgrade, disebut Improved Subgrade.
7. Capping layer, selected material, dan improved subgrade.
Ketiga lapisan tsb fungsinya sama, yaitu melindungi permukaan Subgrade
terhadap lintasan roda alat² berat pada saat Pelaksanaan Konstruksi lapisan
di atasnya : Subbase dan Base course, untuk mencegah terjadinya
Semoga bermanfaat.
Dishare dari Runway Bandara HLP, 25 Jan 2023, Pk 00.10.