Anda di halaman 1dari 191

Teknologi Bahan Konstruksi

BETON
DEFINISI

• Beton adalah bahan yang didapat


dengan mencampurkan semen
portland atau semen hidrolik yang
lain, agregat halus, agregat kasar
dan air dengan atau tanpa bahan
tambahan yang membentuk masa
yang padat (SNI 03 – 2847 – 2002 ).

2
SEJARAH BETON
Sejarah penemuan teknologi beton dimulai dari :
• Joseph Aspdin (1824) Penemu Portland Cement
• J.L Lambot (1850 ) memperkenal konsep dasar
konstruksi komposit
(gabungan dua bahan konstruksi yang berbeda
yang bekerja bersama – sama memikul beban
• F. Coignet (1861) melakukan uji coba penggunaan
pembesian pada konstruksi atap, pipa dan kubah
• Gustav Wayss & Koenen ( 1887) serta Hennebique
memperkenalkan sengkang sebagai penahan gaya
geser dan penggunaan balok “ T ” untuk
mengurangi beban akibat berat sendiri
• Neuman melakukan analisis letak garis netral
Considere menemukan manfaat kait pada ujung
tulangan
• Freyssinet memperkenalkan dasar – dasar beton
pratekan
3
Contoh Pemakaian Konstruksi Beton

• Bangunan kubah Pantheon didirikan th 27


SM
• Pada tahun 1850, J.L.Lambot untuk
pertama kalinya membuat kapal kecil dari
bahan semen untuk dipamerkan pada
pameran dunia tahun 1855.
• Pemakaian Pot bunga dari beton yang
menggunakan kawat anyaman. ( produk
dipatentkan oleh Joseph Monier th. 1867)
• Jembatan Semanggi Jakarta
• Monumen Nasional

4
SIFAT dan KARAKTERISTIK
BETON
1. Karakteristik beton adalah mempunyai tegangan
hancur tekan yang tinggi serta tegangan hancur
tarik yang rendah
2. Beton tidak dapat dipergunakan pada elemen
konstruksi yang memikul momen lengkung atau
tarikan
3. Beton sangat lemah dalam menerima gaya tarik,
sehingga akan terjadi retak yang makin lama
makin besar.
4. Proses kimia pengikatan semen dengan air
menghasilkan panas dan dikenal dengan proses
hidrasi.
5. Air berfungsi juga sebagai pelumas untuk
mengurangi gesekan antar butiran
sehingga beton dapat dipadatkan
5
dengan mudah.
SIFAT dan KARAKTERISTIK
BETON
6. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan
akan menyebabkan butiran semen berjarak
semakin jauh sehingga kekuatan beton akan
berkurang.
7. Dengan perkiraan komposisi (mix desain)
dibuat rekayasa untuk memeriksa dan
mengetahui perbandingan campuran agar
dihasilkan kekuatan beton yang tinggi.
8. Selama proses pengerasan campuran beton,
kelembaban beton harus dipertahankan
untuk mendapatkan hasil yang direncanakan.
9. Setelah 28 hari, beton akan mencapai
kekuatan penuh dan elemen konstruksi akan
mampu memikul beban luar yang bekerja
padanya
10. Untuk menjaga keretakan yang lebih lanjut
pada suatu penampang balok, maka dipasang
tulangan baja pada daerah yang tertarik
6
SIFAT dan KARAKTERISTIK BETON
11. Pada beton bertulang memanfaatkan sifat beton
yang kuat dalam menerima gaya tekan serta
tulangan baja yang kuat menerima gaya tarik.
12. Dari segi biaya, beton menawarkan kemampuan
tinggi dan harga yang relative rendah.
13. Beton hampir tidak memerlukan perawatan dan
masa konstruksinya mencapai 50 tahun serta
elemen konstruksinya yang mempunyai kekakuan
tinggi serta aman terhadap bahaya kebakaran .
14. Salah satu kekurangan yang besar adalah berat
sendiri konstruksi
Dengan massa jenis γc sekitar 2400 kg/m3 bahan
ini memiliki berat jenis 23,54 kN/m3 ( 1000g kg
setara dengan 1 kN, di mana gravitasi dalam
cm/dt2), mengakibatkan bangunan beton sangat
berat
15. Kelemahan lainnya adalah perubahan volume
sebagai fungsi waktu berupa susut dan rangkak
7
BETON dan PERMASALAHANNYA

• Beton dalam keadaan mengeras


akan sangat keras bagaikan
batu dengan kekuatn tinggi.
Tapi dalam keadaan segar
beton seperti bubur sehingga
mudah untuk dibentuk sesuai
keinginan. Beton juga sangat
tahan terhadap serangan api
juga sangat tahan terhadap
serangan korosi.
8
Kelebihan Beton:

- Dapat dibentuk sesuai


keinginan
- Mampu memikul beban tekan
yang berat
- Tahan terhadap temperatur
tinggi
- Biaya pemeliharaan rendah/
kecil 9
Kekurangan Beton
• Bentuk yang sudah dibuat sulit diubah
• pelaksanaan pekerjaan membutuhkan
ketelitian yang tinggi
• Berat
• Daya pantul suara besar
• Membutuhkan cetakan sebagai alat
pembentuk
• Tidak memiliki kekuatan tarik
• Setelah dicampur beton segera mengeras
• Beton yang mengeras sebelum
pengecoran, tidak bisa didaur ulang.

10
JENIS-JENIS BETON
• beton-normal
beton yang mempunyai berat satuan
2 200 kg/m3 sampai 2 500 kg/m3 dan
dibuat menggunakan agregat alam
yang dipecah atau tanpa dipecah
3.15, kekuatan 200-500 kg/cm2
• Beton Mutu Tinggi
Beton yang mempunyai kekuatan
500-800 kg/cm2
• Beton ringan
beton yang mengandung agregat
ringan dan mempunyai berat satuan
tidak lebih dari 1 900 kg/m3 11
JENIS-JENIS BETON
• Beton pracetak
elemen atau komponen beton tanpa atau
dengan tulangan yang dicetak terlebih dahulu
sebelum dirakit menjadi bangunan
• Beton prategang
beton bertulang yang telah diberikan tegangan
tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik
potensial dalam beton akibat beban kerja
• Beton bertulang
beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah
tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum,
yang disyaratkan dengan atau tanpa
prategang, dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama-sama dalam menahan gaya yang
bekerja
• Beton polos
beton tanpa tulangan atau mempunyai
tulangan tetapi kurang dari ketentuan 12
minimum
Ciri - ciri utama beton
Produk yang diharapkan adalah:
BETON yang BAIK dan SERAGAM
Beton yang Baik dan Seragam bila:

1.STRENGTH : Keseluruhan beton mencapai kekuatan


yang disyaratkan.

2. DURABLE : Keseluruhan beton memiliki keawetan


yang cukup.

3. ECONOMIC : Beton yang ekonomis, termasuk


workability.
Untuk mendapatkan beton yang baik
dan seragam perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap:

1. Kualitas bahan campuran.


2. Proporsi campuran.
3. Pengecoran dan perawatan.
Strength - Kekuatan:
1. Kualitas pasta yang baik:
* Air semen rendah.
* Perawatan yang baik/memadai.
* Semen yang baik dan cukup.
2. Kualitas agregat yang baik:
* Struktur agregat yang baik.
* Grading yang baik.
* Bentuk dan texture yang baik.
3. Beton yang padat:
* Air semen rendah
* Kandungan udara rendah.
* Plastis dan lecak (workable).
* Pemadatan yang baik.
Ekonomis:
1. Penggunaan bahan yang efektif:
* Banyak agregat besar (batas maksimum).
* Yang terbuang minimum.
* Semen dan slump minimum.
2. Operasional yang efektif:
* Peralatan yang sesuai.
* Metoda pelaksanaan yang efektif.
* Perencanaan layout-operasi, organisasi dan
pemeriksaan pengendalian yang baik.
3. Mudah untuk dilaksanakan:
* Kelecakan campuran yang seragam.
* Beton yang homogen.
* Pemadatan yang efektif.
Awet - Durable :

1. Tahan terhadap pengaruh


kimiawi.
2. Tahan terhadap pengaruh
cuaca.
3. Tahan terhadap pengaruh
abrasi dari air dan mekanik.
Komposisi beton-umum
Pada umumnya terdiri dari:
Udara 2%-6%

Portland Cement 11%-12%


Agregat kasar 39%-45%
Agregat halus 26%-32%
Air 15%-17%

+ Admixtures
BAHAN PENGIKAT BETON
• Bahan pengikat hidrolis adalah
bahan pengikat yang proses
pengerasannya lebih baik dalam
rendaman air, serta menghasilkan
produk yang tahan air
• Bahan pengikat biasa (non-hidrolis)
adalah bahan pengikat yang bila
dicampur dengan air menghasilkan
produk yang dapat mengeras setelah
bereaksi dengan karbondioksida,
bukan dengan air
24
Jenis-jenis Bahan Pengikat
a. Bahan Pengikat Hidrolis
1. Semen Portland (PC)
2. Kapur Hidrolis
3. Pozolan (tras dan semen
merah)
b. Bahan Pengikat Biasa
1. Kapur Biasa
2. Gips
3. Bahan Dasar dan Sumber
dari bahan pengikat 25
a. Semen Portland (PC) adalah semen hidrolis yang
dihasilkan dengan cara menggiling halus klinker, yang
terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidrolis dan gips sebagai bahan pembantu
b. Kapur bangunan dibagi 2 macam berdasarkan
penggunaan, yaitu kapur putih dan kapur aduk. Keduanya
terdapat dalam bentuk kapur tohor maupun kapur padam
c. Gips untuk bahan plesteran adalah bahan untuk membuat
plesteran atau pelapis lainnya yang harus mengandung
minimum 66 % berat bahan senyawa kalsium hemihidrat (
CaSO4. ½H2O) salah satu produk yang dikenal adalah
papan gipsum (Gypsum Wall Board) untuk keperluan
dekoratif
d. Pozolan (tras dan semen merah) adalah bahan alami
ataupun buatan yang terdiri dari unsur silikat dan aluminat
yang reaktif. Pozolan tidak memiliki sifat semen, tetapi jika
dicampur dengan kapur padam dan air dalam suhu kamar
lama-kelamaan akan mengeras menjadi padat dan sukar
larut dalam air. Bahan-bahan yang tergolong sebagai
pozolan adalah tras, semen merah, gilingan terak/dapur
tinggi, fly ash dan air sebagai media pengikat untuk
keperluan beton
26
Proses Pembuatan dari
Bahan Pengikat
a. Semen Portland (SP)
Yaitu tanah galuh (lem nepal) dihaluskan +
batu kapur dicampurkan secara kering atau
basah kemudian ditambah pula zat-zat
tambahan airnya, kemudian dibakar pada
temperatur tinggi, didinginkan mendadak,
diperoleh klinker yang digiling halus sambil
dicampur dengan gips yang tak terbakar
b. Kapur Bangunan
Proses pembuatannya dengan cara
pembakaran dengan menggunakan tungku
pembakaran pada suuhu 6000C – 8000C
panasnya harus terbagi rata diseluruh bagian
tungku agar mendapatkan hasil batu kapur
yang baik
27
Proses Pembuatan dari Bahan
Pengikat
c. Gips, cara pembuatannya adalah dengan
cara dibakar dengan menggunakan dapur
atau tungku dengan panas suhu 1300C
selama 1 jam sehingga kehilangan
sebagian kristalnya
d. Pozollan, cara pembuatannya adalah hasil
pembakaran tanah liat merah atau
pecahan-pecahan batu merah atau genteng
yang setelah digiling diayak sampai halus
dan dipergunakan sebagai bahan
campuran pada campuran adukan kapur
yang menjadi adukan bersifat hirolis

28
Sifat-sifat dan Fungsi Bahan
Pengikat
1. Semen Portland
- Dicampur dengan air mulai mengadakan
pengikatan dalam rendaman air
- Pengerasan, setelah pengikatan terjadi
pengerasan
- Konsistensi campuran air + semen (pasta
semen) = derajat keplastisan
- Kehalusan, semakin halus semen, semakin
besar kekuatan, semakin tinggi gaya ikatnya
2. Kapur Bangunan
- Memberikan sifat pengerasan hidrolik bila
dicampur air untuk kapur hidrolis. Pada kapur
udara mengerasnya kapur setelah bereaksi
dengan karbon dioksida, bukan dengan air
- Memudahkan pengolahan pada adukan
(mortar) semen
- Mengikat kapur bebas, yang timbul pada ikatan
semen
29
Sifat-sifat dan Fungsi Bahan
Pengikat
3. Gips
- Gips bila dicampur dengan air akan cepat
mengeras, tidak kuat terhadap iklim
- Gips tidak larut dalam asam garam
- Dalam pembakaran, dapur pembakaran
harus betul-betul bersih dari benda-benda
lainnya
4. Pozollan
- Bila dicampur dengan air akan mengeras
dengan bahan tambahan kapur dalam
rendaman air
- Dapat larut dalam asam garam

30
Jenis kapur bangunan:
• Kapur Tohor, yaitu hasil pembakaran batu alam
yang komposisinya sebagian besar adalah kalsium
karbonat, pada suhu sedemikian tinggi. Jika diberi
air dapat terpadamkan (dapat bersenyawa dengan
air membentuk hidrat)
• Kapur Padam, hasil pembakaran kapur tohor
dengan air membentuk hidrat
• Kapur Udara, kapur padam yang apabila duaduk
dengan air dan membentuk setelah beberapa waktu
hanya dapat mengeras di udara karena pengikatan
karbondioksida (CO2)
• Kapur Hidrolis, kapur padam yang apabila diaduk
dengan air setelah beberapa waktu dapat
menegras baik di dalam air maupun di udara
• Kapur Magnesia, kapur yang mengandung lebih dari
5 % magnesium oksida (MgO) dihitung dari contoh
kapur yang dipijarkan
32
Gips untuk plesteran memiliki
persyaratan:
• Kandungan senyawa pengganggu
(impurities), seperti fluor (F), P2O5, Al
dalam penentuan melalui metode larutan
amonium asetat tidak melebihi 10 % berat
• Kandungan khlorida dalam bentuk natrium
khlorida tidak boleh lebih dari 0,2 % berat
• Kehalusan, bila diayak dengan ayakan 25
mest, yang tertinggal diatas ayakan tidak
boleh lebih dari 1 % berat
• Kekuatan tekan benda uji tidak boleh
kurang dari 80 kg/cm2
• Waktu pengikatan awal antara 20 – 35
menit
33
Air

• Menurut SNI-03-2847-2002 pasal 5.4


dapat diketahui mengenai syarat air
yang layak digunakan untuk beton.
• Air campuran beton berfungsi untuk
melangsungkan proses hidrasi antara
air dan semen. Yang diperlukan
untuk proses hidrasi kira-kira 20 %
dari berat semen.

35
Persyaratan air
• Air tawar yang bisa diminum, yang telah
diolah atau yang belum diolah
- Air yang bersih, tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, garam, zat organis
atau bahan lain yang merusak beton atau
baja tulangan
- Air tidak boleh mengandung ion khlorida
dalam jumlah yang membahayakan korosi,
kadar khlorida dalam air tidak boleh
melampaui 500 mg per liter
- Air yang keruh harus diendapkan minimal
24 jam atau disaring sehingga memnuhi
syarat untuk digunakan
- Bila terdapat keragu-raguan terhadap
pemakaian air, dianjurkan untuk diperiksa
ke Lembaga- Pemeriksaaan Bahan-bahan
yang diakui
36
Persyaratan air laut yang
digunakan
• Penggunaan air laut akan
mengurangi kekuatan tekan beton
sekitar 10 % - 20 %. Beton yang
dibuat dengan air laut harus kedap
air, penutup beton minimal 7,5 cm
faktor air semen tidak boleh lebih
dari 0,45. Air laut sama sekali tidak
diizinkan untuk digunakan dalam
pembuatan beton pratekan

37
Persyaratan Jumlah Air
• Peningkatan jumlah air akan
meningkatkan kemudahan
pengerjaan dan pemadatan
beton, tetapi akan merduksi
kekuatan dan menimbulkan
segregasi dan bleeding.
Segregasi = Pemisahan agregat
kasar dari campuran beton saat
pemadatan dan penuangan
Bleeding = Aliran air adukan
beton yang timbul ke luar dari
permukaan beton 38
Kebutuhan Air untuk Beton

• Kebutuhan Air untuk Beton.


• Pada umumnya diperlukan 25 ~ 30 kg air
untuk menghidratasikan setiap 100 kg
semen
• (w/c ratio minimum = 0.30).
• Dalam kenyataannya dengan pertimbangan
kemudahan pengerjaan (workability) sering
dipakai w/c ratio yang lebih tinggi sampai
mencapai w/c ratio = 0.40-0.50. Ini berarti
ada kelebihan 0.10 ~ 0.20 dari persyaratan
minimum untuk hidratasi tadi.
• Kelebihan ini disebut “Water of
Convinience”
Penambahan Air yang berlebihan akan
membawa Dampak Negatif pada mutu
dan kinerja beton, karena mutu dan
kinerja beton sangat peka terhadap
kandungan air dalam campuran .

Makin Banyak Kandungan


Air, Makin Rendah
Mutu dan Kinerja Beton.
Penambahan Air pada Campuran Beton diluar
Ketentuan Campuran Rencana mengakibatkan:

a. Kuat Tekan Beton turun drastis.


b. Kekedapan dan Keawetan (Durability) .
c. Performance dari permukaan beton tidak merata.
d. Resiko terhadap “Drying - Shrinkage Cracking” dan
“Differential - Thermal Cracking” .

Beton dalam proses pengerasannya akan menimbulkan


panas, dan akan meningkat lagi bila bahan-bahan yang
dipergunakan mengandung panas yang cukup tinggi.
Oleh karena itu usahakan suhu yang serendah mungkin
pada agregat dan semen yang akan dipakai.
Agregat Halus

• Agregat halus dapat berupa


pasir alam, atau pasir hasil
pengolahan dari batuan. Sesuai
dengan SNI 03 – 2847– 2002
• Agregat Halus berupa pasir
alam atau pair buatan dengan
ukuran < 4,8 mm dan dapat
lolos dari saringan nomor 4
44
Syarat Muutu menurut SII
(Standar industri Indonesia)
• Agregat Halus
• Susunan besar butir mempunyai Modulus kehalusan
antara 1,50– 3,80
• Kadar lumpur atau butir yang lebih kecil dari 50
mikron maksimum 5 %
• Kadar organik ditentukan dengan larutan Natrium
Hidroksida 3 %, jika dibandingkan dengan warna
standar tidak lebih tua dari warna standar
• Kekerasan Butir, jika dibandingkan dengan kekerasan
butir pasir pembanding yang berasal dari pasir
kwarsa Bangka, tidak boleh lebih dari 2,20
• Sifat kekal agregat ringan, diuji dengan larutan jenuh
garam sulfat sebagai berikut :
• Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur
maksimum 10 %
• Jika memakai Magnesium Sulfat, bagian yang
hancur maksimum 15 %
45
Agregat Kasar

• Agregat kasar dapat berupa


kerikil, pecahan kerikil, batu
pecah, terak tanur tiup atau
beton semen hidrolis yang
dipecah. Sesuai dengan SNI 03 –
2847 – 2002
• Agregat Kasar berupa
kerikil/batu pecah ukuran < 4,8
mm, tertahan pada saringan
nomor 4 46
Syarat Mutu menurut SII
(Standar industri Indonesia)
• Agregat Kasar
• Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara
6,00 – 7,10
• Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang
tembaga maksimum 5 %
• Kadar lumpur atau butir yang lebih kecil dari 70 mikron
maksimum 1 %
• Kekerasan butir ditentukan dengan bejana tekan Rudolf,
bagian yang hancur menembus ayakan 2 mm, sebagai berikut :
a. Fraksi butir 30 – 19,2 mm, maksimum 22 %
b. Fraksi butir 19,2 – 9,6 mm, maksimum 24 %
• Sifat Kekal, diuji dengan larutan jenuh garam sulfat adalah
sebagai berikut :
a.Jika pakai natrium Sulfat, bagian yang hancur, maksimum
12 %
b.b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur,
maksimum 18 %
• Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari
20 % berat
• Tidak bersifat reaktif Alkali, jika di dalam beton dengan
agregat ini menggunakan semen yang kadar alkali Na O47 lebih
besar dari 0,6 %
Agregat Halus + Agregat Kasar
• Agregat (halus + kasar) yang digunakan dalam
campuran beton terdiri 60 % - 75 % dari
volume total beton
• Sifat agregat sangat mempengaruhi mutu
beton, oleh karena itu agregat harus diuji
dulu untuk mengetahui sifat-sifatnya
• Agregat di Indonesia relatif murah, sehingga
disarankan untuk digunakan sebanyak mungkin
agar beton yang dihasilkan ekonomis
Disamping itu dengan pemakaian banyak
agregat dapat mengurangi penyusutan akibat
mengerasnya (mengeringnya) beton
• Ukuran besar butir agregat kasar maksimum
untuk pembetonan tidak boleh melebihi :
• Bentuk butiran mempengaruhi pemakaian bahan
pengikat.
• Bentuk agregat bersudut lebih banyak menggunakan
bahan pengikat dibandingkan dengan agregat berbutir
bulat 48
• Pemakaian pasir laut sebagai agregat
halus, harus dengan petunjuk dari Instansi
Pemeriksaan Bahan bangunan yang diakui
• Agregat yang digunakan untuk membuat
campuran beton dapat ditentukan dengan
ukuran isi atau volume untuk mutu beton f <>
18,5 Mpa atau > K.225

• Agregat Ringan (agregat yang dalam


keadaan kering dan gembur mempunyai
berat kurang lebih 1100 kg/m).
• Kelompok agregat ringan adalah :
• Agregat ringan buatan adalah agregat yang
dibuat dengan membekahkan atau memanaskan
bahan-bahan, seperti terak dari peleburan besi,
tanah liat diatonit, abu terbang, tanah serpih,
batu tulis dan lempung
• Agregat ringan alami adalah agregat yang
diperoleh dari bahan-bahan alami seperti batu
apung, batu letusan gunung
49
Dewasa ini banyak sekali dijumpai berbagai
jenis bahan admixtures , dan sejak 1985
sampai dengan sekarang diluar negeri ,
sudah lebih dari 1000 patent yang sudah
diajukan.

Spesifikasi Standar untuk Admixture:


ASTM C - 260.
ASTM C - 494.
ASTM C - 1017.
SKSNI – S – 18 – 1990 – 03.
Admixture.
Secara historis, penggunaan bahan
Admixtures hampir sama tua-nya dengan
penggunaan beton.
Pada zaman dahulu orang-orang Romawi
sudah menggunakan lemak hewan, susu
dan darah.
Darah (kandungan haemoglobin) adalah
merupakan admixture yang cukup effektif
dalam meningkatkan “Workability” dan
“Durability” dari beton.
Accelerating agents
Properties
• Quicker setting times
• Higher early strength development
Types
• CaCl2 most effective
• Chloride free use in
Main uses
• winter conditions
• emergency repair work
• early removal of formwork
Accelerating agents
Disadvantages
• increased drying shrinkage
• reduced resistance to sulphate
attack
• CaCl2 highrisk of corrosion of
steel - not permitted in RC
• Cl free
• more expensive
• less effective
Retarders
Properties
• Longer setting times
• Slower strength gains
• Prevents the formation of cold joints
• Assist with long transit times
• Main uses
• large concrete pours
• sliding formwork
• hot weather concreting
• Retarding water-reducing
admixtures are also available
• Overdosing can cause problems
• Excessive retardation
• Excessive bleeding
Water reducers &
plasticisers
Properties
• increases the dispersion of
cement particles and a reduction
in viscosity
• Improve workability with same
water
• Reduce water required for equal
slump
• Do not affect shrinkage
Air entraining agents
• Foaming agents, gas producing
chemicals
• introduces millions of tiny, stable
bubbles of uniform size that are
uniformly distributed throughout the mix
(usually about 5% of the volume).
• Improves properties of fresh
concrete
• workability, cohesion
• reduces segregation and bleeding .
• Properties of hardened concrete
• For every 1% of air there is a 4% loss in
strength.
• Minimised by the reduction in water content
• Improves durability
• frost, de-icing salts
Superplasticisers
Properties
• Produce flowing concrete
• no reduction in strength
• Assist placing when heavy
reinforcement
• flowing characteristics
• short duration (30 mins) old technology
• New generation can tailor made
• Usually added at site immediately
before placing
• Can produce high strength concrete
• reduce w/c ratio
• maintain the same workability
Superplasticisers

Properties
• Amount of fines in mix usually
increased
• Take care with rapid pouring in
high walls (hydraulic pressure)
Superplasticiser
Normal slump concrete with no
superplasticiser
Fly Ash (Abu Terbang)
Penelitian fly ash (pfa) di Amerika sudah dimulai kurang
lebih pada tahun 1937, dan pemanfaatan secara intensif
sebagai campuran beton dilakukan pada tahun 1950
oleh US Army Waterways Experiment Station dan pada
tahun 1958 oleh US Army Corps of Engineering pada
berbagai proyek. Australia mulai penelitian dan
penggunaan fly ash sekitar tahun 1949 dan bahan fly
ash pada saat itu masih didatangkan dari Amerika. Di
Indonesia sebetulnya sudah dikenal sejak sekitar pada
tahun 1970-an, tetapi pemanfaatannya sebagai
campuran beton banyak dipakai kurang lebih 15 tahun
belakangan ini, karena lebih ekonomis.
Fly ash merupakan bahan pozzolanic yang memiliki
“pozzolanicity” yang bervariasi yang menghasilkan
kekuatan yang berbeda-beda. Fly ash memiliki butiran
yang jauh lebih halus dari semen, dan silica fume
memiliki butiran yang lebih halus dari fly ash.

Beberapa karakteristik umum dari fly ash adalah:


a. Reduced early strength.
b. Meningkatkan setting time
c. Reduced heat generation (baik untuk
mass concrete dan cuaca panas).
d. Kualitasnya bervariasi.
e. Slow starter.
ASTM-618 membedakan fly ash dalam 2
klasifikasi, yaitu Type F dan Type C.
Type F merupakan “true pozzolanic” dan lebih efektif
dibandingkan dengan Type C, terutama terhadap
ketahanan sulphate.
Kelebihan dalam penggunaan fly ash meliputi:
a. Mereduksi hidratasi panas dari beton.
b. Adukan beton lebih lecak (workable), sehingga
lebih mudah dipompa, lebih padat,
mengurangi bleeding dan segregasi.
c. Menghasilkan beton yang lebih kedap (bila
dirawat/curing dengan baik).
d. Menghasilkan beton yang lebih awet (durable).
Pengaruh dari fly ash pada umumnya dapat
diklasifikasikan dalam 3 kategori:
a. Phisical effects meliputi:
Water reduction, bleeding reduction, improved cohesion
dan plasticity, improved pumpability dan reduced slump
loss.
b. Chemical effects meliputi:
Panas yang ditimbulkan relatif rendah menjelang setting
process (terutama pada 7 hari pertama) dan memberi
pengaruh yang baik pada daerah beriklim panas dan untuk
mass concrete.
c. Physical chemistry (surface chemistry):
Penggunaan fly ash substitusi sebesar 50% -60% dengan
superplasticizer pada roller compacted concrete dapat
memberikan hasil yang sangat baik.
Berbagai manfaat penggunaan fly ash dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Mereduksi panas hidrasi
b. Meningkatkan workability,pumpability,
compactness, mengurangi bleeding dan
segregasi.
c. Lebih impermeable bila di-curing dengan baik
dan akan memberikan pengaruh sebaliknya bila
tidak di-curing dengan baik.
d. Meningkatkan durability, kekuatan (strength).
e. Baik untuk marine structures.
Disamping manfaatnya, perlu juga diperhatikan
berbagai kendala dalam penggunaan fly ash:
a. Fly ash concrete membutuhkan curing yang lebih lama
karena strength development yang lebih panjang. Kelalaian
dalam curing dapat mengakibatkan pengaruh negative
yang akan mereduksi chemical protection terhadap
tulangan.
b. Karena pencapaian strength yang lebih lambat maka akan
mempengaruhi pada pelepasan perancah yang relatif agak
lebih lama dibandingkan dengan normal concrete.
c. Karena penggunan fly ash akan mereduksi bleeding maka
evaporation cracking akan lebih mudah terjadi bila tidak di-
curing dengan baik.
d. Tenggang waktu setelah pengecoran yang agak panjang
untuk pelaksanaan trowelling dibandingkan dengan normal
concrete.
Berdasarkan uraian tersebut diatas jelas
bahwa penggunaan fly ash pada beton
dapat menghasilkan hasil yang baik bila fly
ash memiliki kualitas yang baik dan
seragam serta dipakai secara tepat dan
diperlakukan perawatan (curing) dengan
baik. Sebaliknya, pengabaian terhadap hal
tersebut akan mengakibat pengaruh yang
sebaliknya.
Agregat.
Pada umumnya kandungan
agregat (kasar, sedang dan halus)
meliputi 60% ~ 75% dari Volume
beton.
Dalam perancangan concrete mix,
faktor kelembaban cukup penting
karena berkaitan dengan
w/c – ratio.
Laboratory tests for aggregates

☻Gradation
☻Surface moisture
☻Organic impurities
☻Objectionable fine material
☻Other
Penentuan Kadar Tanah Liat, Debu dan Lumpur
Kondisi kelembaban agregat :
a. Kering Oven (oven dry).
b. Kering Udara (air dry), agregat masih mengan-
dung sebagian air ( tidak jenuh ).
c. Jenuh dan kering permukaan – Saturated
Surface dry ( SSD ).
d. Lembab / basah ( damp / wet ), keadaan
sudah melampaui keadaan jenuh.
Yang sering dijumpai dilapang adalah agregat
yang kering udara atau yang lembab/basah,
sehingga dalam melakukan design mix perlu
dilakukan koreksi-koreksi seperlunya.
Pengendalian Beton di
Lapangan: Workability
Yang dimaksudkan dengan kelecakan
(workability) adalah sifat-sifat fisik adukan
beton yang menentukan sejumlah usaha
pekerjaan mekanikal (mechanical-works),
atau sejumlah enersi tertentu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan beton yang
padat dan monolit tanpa segregasi.
Beton disebut lecak (workable) jika dipenuhi
beberapa sifat sebagai berikut:

a. Konsistensi (degree of wetness of concrete) yang baik.


Metoda uji melalui ASTM C.187 (Test Method for Normal
Consistency of Hydraulic Cement).
b. Mobilitas yang baik, dan beton mampu mengalir ke dalam
seluruh cetakan.
c. Kompaktibilitas yang baik sehingga beton mampu untuk
dipadatkan secara merata.
d. Stabilitas yang baik sehingga beton yang dihasilkan
homogen (merata) dan tetap stabil selama
pengecoran/penggetaran tanpa terjadi segregasi.
e. Tidak mengakibatkan segregasi dan bleeding yang
berlebihan.
Pengujian Workability
☻ Berdasarkan penilaian subyektif (biasanya dilakukan
oleh para teknisi-teknisi lapangan yang sangat
berpengalaman).

☻ Pengujian Slump (slump-test):

ASTM C-143
(Test Method for Slump of Hydraulic Cement Concrete);
atau:
BS 1881, Part 102, 1983; AS 1012, Part 3, 1976
• Pengujian kompaksi (Compaction-tests), percobaan
kompaksi yang paling umum dilakukan adalah melalui
percobaan Compacting Factor Test (BS 1881; Part 2).
• Pengujian alir (Flow-test), dapat dilihat pada ASTM
C-124.
• Remolding-tests, pengujian jenis ini, banyak dilakukan
melalui Vebe Test. Pengujian ini dapat dilihat pada
ACI-211, atau pada BS.1881,Part 2
• Pengujian penetrasi (Penetration-tests) seperti:
"Kelly Ball” Penetration-test (ASTM C-360), atau
"K-Slump" tester.
• Pengujian cara lain seperti mixer test, dan lain
sebagainya.
• Kelecakan yang dianggap memadai untuk bermacam
macam jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Type of work V-B Compacting Slump Workability
(s) factor (mm)

Heavily reinforced sections


with vibration. Simply 3 (0.92) (25-100) medium
reinforced sections
without vibration.

Simply reinforced sections


with vibration. Mass concrete 6 (0.86) (10-50) low
without vibration

Mass concrete and large


Sections with vibration.
Road slabs vibrated using 12 (0.80) Very low
power-operated machines
SELF CONSOLIDATING CONCRETE (SCC)
SCC adalah High Performance Concrete yang dapat mengalir
dengan mudah diantara ruang yang ketat dan sempit tanpa
menimbulkan segregasi tanpa penggetaran.
CONCRETE

Superplasticizer generasi
Peningkatan Viscosity-modifying
baru berbasiskan
Flowability admixture (VMA)
polycarboxylate ethers

Self compacting
Stable
SCC Self leveling
Tanpa segregasi
Self placing
Standard uji: ASTM C 1611
Pengujian dilakukan seperti pada pengujian
slump test konvensional (ASTM C 143), pada
pengujian ini bila dimungkinkan, kerucut
digunakan secara terbalik. Pada metoda
konvensional slump diukur dalam arah
vertikal. Pada pengujian SCC, pengukuran
slump diukur penyebarannya dalam arah
horisontal. Yang diukur adalah slump flow

Standard Uji: ASTM 1621


Pengujian ini dinamakan Uji J-Ring, yang
berupa ring yang terdiri dari jajaran baja
tulangan pada sekeliling dasar dari kerucut
slump (slump cone). Kemudian diukur slump
flow tanpa atau dengan J-Ring, dan dihitung
selisih penyebarannya. Pengujian ini untuk
mengetahui passing ability.
Slump flow -SCC concrete
Slump passing ability
Pengecoran Self-Consolidating Concrete
pada balok double-T
Pengendalian Beton di
Lapangan:

Pengangkutan,Penuangan
dan Pemadatan
Pengangkutan dan Penuangan Beton.

* Harus Cepat agar terhindar dari kehilangan


Kelecakan (Workability) atau Plastisitas
selama pengecoran.
* Kehilangan Agregat halus, semen dan air
selama pengecoran harus dihindari agar
terhindar dari Segregasi serta menurunnya
Kekuatan dan Duarabilitas beton.
* Hindari Sambungan beton yang kurang baik.
* Pemilihan alat angkut yang sesuai.
Konsolidasi / Pemadatan Beton
1. Dengan Tenaga Manusia (Manual).
2. Dengan Alat Penggetar.
a. Internal Vibrator, yang dikenal sebagai:
• Internal Vibrator
• Immersion Vibrator
• Speed Vibrator atau Poker Vibrator.
b. External Vibrator
• Table Vibrator
• Form Vibrator
• Surface Vibrator.
Penggetaran Beton
* Pengetahuan penggunaan alat penggetar sangat
penting, karena sesaat setelah beton dituang pada
acuannya , selanjutnya kualitas dan kinerja
beton tersebut berada ditangan operatornya.

* Beton basah bila digetarkan secara efektif akan


dapat mengeliminasi gesekan (internal - friction)
antar agregat-agregat kasar yang mengakibatkan
campuran menjadi tidak stabil dan berperilaku
seperti cairan. Dengan demikian beton akan
mengalir secara gravitasi dan adukan akan mengisi
rongga-rongga antar agregat kasar serta kantong-
kantong udara akan naik dan keluar kepermukaan.
Mekanisme Pemadatan.
Mekanisme pemadatan beton akibat getaran
yang ditimbulkan oleh internal vibrator :
a. Kepala vibrator mengandung bobot yang dibuat eksentris yang
digetarkan dengan kecepatan tinggi ( rotary type).
b. Persamaan Gerak Sistem mengikuti Hukum Gerak Newton,
yaitu ..
T = J .  ……( massa x percepatan ).
Untuk meningkatkan gaya yang lebih besar ada 2 pilihan,
meningkatkan massa atau meningkatkan percepatan
(frequency).
Pada umumnya lebih efisien dengan meningkatkan frequency.
c. Amplitudonya , impact pada beton
d. Kecepatan atau frequencynya , impact pada beton
e. Percepatan Minimum yang dibutuhkan untuk pemadatan beton
adalah sebesar 3 g (gravitasi) untuk internal vibrator dan 3-10g
untuk external vibrator.
f. Beton pada daerah yang berbatasan dengan vibrator, akselerasi
dapat mencapai 100g atau lebih, tetapi menurun dengan cepat
hingga ~ 3g pada jarak 30 cm - 40 cm dari vibrator tersebut.
Ini adalah dasar pertimbangan mengapa jarak selang antar
vibrator pada saat pemadatan sebaiknya tidak lebih dari 40 cm.
g. Pada keadaan awal agregat kasar bergerak akibat getaran,
selanjutnya terjadi reaksi berantai dimana agregat kasar akan
menyebar dan bergerak keluar keatas permukaan, kemudian
adukan akan mengisi ruang antar agregat, sehubungan dengan
perilaku itu maka vibrator harus digerakkan turun naik dan
penggetaran tidak boleh terlalu lama pada satu titik lokasi saja.
• Proses pemadatan pada suatu cetakan; pada
keadaan awal agregat kasar bergerak akibat
getaran, selanjutnya terjadi reaksi berantai
dimana agregat kasar akan menyebar dan
bergerak kearah tepi permukaan cetakan,
kemudian adukan akan bergerak mengisi
ruang antar agregat-agregat tersebut.
Kemudian vibrator digerakkan turun-naik,
sehingga penggetaran dan pemadatan merata.
Penggetaran secara stasioner menghasilkan
pemadatan yang tidak sempurna.
• Vibrator jangan dibiarkan berputar diluar atau tanpa adukan
beton, karena akan merusak bearing-nya.
• Hindari pemadatan beton dalam satu lapisan lebih dari
600mm, karena tidak efektif.
Penggunaan Internal vibrator
• Usahakan seluruh kepala vibrator tenggelam didalam beton.
• Padaharus memperhatikan:
saat penggetaran, usahakan “flexible shaft” kepala
vibrator tidak melengkung, karena akan merusak “outer-tube”
dan “flexible drive” dari vibrator yang bersangkutan.
• Penggunaan vibrator harus merata.
• Usahakan agar vibrator tidak membentur cetakan/acuan
karena akan merusak cetakan tersebut
• Usahakan agar vibrator tidak mengenai tulangan bila sudah
ada bagian beton yang mulai mengeras kecuali bila beton
sudah berumur lebih dari 24 jam.

• Jika pemadatan dilakukan lapis-per-lapis, maka vibrator harus


masuk kedalam lapisan dibawahnya sedalam minimum 100
mm agar semua lapisan dapat menyatu dengan baik.

• Vibrator harus dimasukkan dengan cepat kedalam beton,


tetapi pencabutan/penarikan harus perlahan-lahan.

• Vibrator yang dipakai biasanya berdiameter 2” - 2.50”.


Diameter yang lebih besar biasanya dibutuhkan untuk
beton yang lebih kaku (stiff) atau bila agregat yang
dipakai lebih besar dari 1.50”.
• Masa kerja/batas umur suatu vibrator kurang lebih 100 sampai
dengan 200 jam operasi walaupun dirawat dengan baik.
Selanjutnya vibrator’’’ relatif sudah tidak efektif lagi dan harus
diperbaharui.

• Operator yang dipekerjakan harus terampil dan profesional.

• Pemadatan pada kolom dan dinding perlu mendapat


perhatian yang khusus, karena banyak kegagalan yang terjadi
karena prosedure yang ditempuh kurang baik.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, vibrator dimasukkan
terlebih dahulu kedalam cetakan, kemudian beton
dituangkan kedalam cetakan, selanjutnya vibrator ditarik
keluar perlahan-lahan.
Vibrator masuk
sedalam 150 mm
kedalam lapisan beton
dibawahnya

250-400 mm

150 mm
250-400 mm

150 mm
250-400 mm

Beton dicor merata lapis-per-lapis dengan ketebalan 250


mm-400 mm per-lapis agar semua beton dapat digetarkan
secara efektif.
Pengecoran Beton
Benar Salah

Diberi
tahanan

Benar Salah
Benar Salah

Drop
Chute
> 2.00 M

Benar Salah
Dari concrete pump

Crane
&
Bucket

Flexible Flexible Hose dari


Drop Chute Drop Chute concrete
pump

Benar Benar Benar Salah


Accident during concreting
Indikator untuk menentukan batas penggetaran/vibrasi.
• Jangka waktu terbenamnya vibrator didalam beton berkisar
antara 5 - 15 detik, tergantung pada sifat campuran dari

Batas akhir
adukan beton yang dipakai.
• Gelembung-gelembung udara akan keluar kepermukaan

penggetaran.
pada awal penggetaran, dan penggetaran dianggap cukup
bila gelembung-gelembung udara sudah berhenti.
• Air semen dan adukan yang berupa lapisan tipis timbul
dipermukaan, dan warnanya mengkilap.
• Beton sudah tidak memperlihatkan tanda-tanda adanya
penurunan karena sudah memadat.
• Bagian-bagian sudut/pojokan sudah terisi dengan baik.
Revibration dapat meningkatkan kualitas dan kinerja beton, asal
dilakukan saat beton masih dalam keadaan cukup plastis
(biasanya antar selang 1 sampai 2 jam setelah pengecoran
dilakukan).

Revibration.
•Revibration dilakukan pada saat beton masih plastis (1 sampai
2 jam setelah pengecoran).
• Untuk mengetahui selang waktu revibration yang baik,
lakukan percobaan di laboratorium dan dilapangan (karena
faktor kondisi lapangan ikut mempengaruhi).
• Revibration dapat meningkatkan kepadatan (density) beton.
Cara ini banyak dipakai pada proyek-proyek reaktor.
• Revibration dapat meningkatkan mutu beton seperti yang
ditunjukkan pada gambar.
•.Revibration tidak akan merubah “final set”, dengan pengertian
proses pengerasan beton tidak dipengaruhi oleh revibration.
• Dengan revibration dapat diperoleh beton yang lebih
padat,lebih kedap, dan lebih awet (durable).
Summary- placing methods
Metoda Aplikasi Comment
•Dibawah level truck • Bisa langsung dari truck
mixer (radius terbatas)
•Lantai,fondasi dan
Chute retaining wall (skala
• Tinggi jatuh bebas dari
beton max.2.00 M.
kecil).
•Hanya baik untuk • Padat karya
proyek kecil seperti • Rate~ 1.00-1.50 m3/jam
Kereta dorong rumah tinggal atau • Jarak tempuh max. 50M
• Lahan kerja relatif rata
sejenis.
•Mass concrete atau • Kecepatan pengecoran
tergantung pada ukuran
untuk beton volume bucket, kapasitas dan
besar jangkauan crane
Crane&Bucket •Untuk kondisi dimana
tidak memungkinkan
penggunaan pompa
•Serbaguna dan • Dapat pada lahan sempit
flexible, dapat untuk • Output yang besar untuk
pengecoran yang
Pompa- pengecoran continue
horizontal dan
Periksa dan Rencanakan
penggunaan Tower Crane
dengan baik terhadap:
Kapasitas Beban
Kekuatan
Stabilitas

Baik terhadap operating weight,


gravitasi dan gempa.
Taipei earthquake
Pengendalian Beton di Lapangan :
Curing - (Perawatan).
 Untuk mendapatkan beton yang baik, proses
hidrasi yang terjadi harus diusahakan berlangsung
secara kontinu tanpa hambatan sejak awal
penuangan beton sampai dengan beton mengeras.

 Saat-saat perawatan yang paling kritis adalah pada


saat beberapa jam setelah pengecoran.

 Perawatan (curing) membawa pengaruh terhadap


sifat- sifat, kinerja dan karakteristik beton, seperti
kekuatan, keawetan (durability), kekedapan,
ketahanan terhadap cuaca dan “volume
stability”.
Tujuan Perawatan

a. Mencegah penguapan air yang berlebihan,


karena dapat mengakibatkan hambatan
dalam proses hidratasi.
b. Beton harus dipelihara agar berada dalam
keadaan suhu tertentu sedemikian rupa
sehingga terhindar dari perbedaan suhu yang
berlebihan yang dapat menimbulkan retakan.
Metoda Perawatan:
1. Water Curing : dengan ponding, spraying ,
springkling dan saturated -
covering.
2. Sealed - Curing :dengan menggunakan kertas
lembaran waterproofing,
lembaran plastik dan curing
membrane.
3. Steam - Curing : dengan “Pemanasan”,
terutama pada beton -beton
Pracetak (Precast Concrete)
Water Curing.

Metoda ini dilakukan dengan cara membasahi


seluruh permukaan beton terus - menerus scara

Water Curing
kontinu agar kandungan air dalam beton dapat
dipertahankan dan temperatur yang seragam
dapat terpelihara, terutama pada saat masa
pengerasan awal.
Dalam pelaksanaannya perlu perhatian terhadap:
• Kualitas dan volume air, karena air yang kurang
baik dapat menimbulkan cacad pada beton.
• Pembasahan dan penyiraman air harus dilakukan
secara kontinu, karena pembasahan dan pengeringan
berulang silih berganti akan mengakibatkan retakan
pada beton.
• Bila perawatan beton akan dilakukan dengan cara
menggenangi permukaan beton, maka perlu diper-
timbangkan kelancaran pekerjaan tahap selanjutnya
karena genangan air dapat menjadi penghambat
kelancaran pekerjaan berikutnya.
• Disamping untuk perawatan, pembasahan juga
memberikan tercapainya hidratasi maksimum.
Curing Concrete
Permukaan beton ditutup dengan kertas kedap air, lembaran plastik seperti
polyethylene film atau dilapisi dengan bahan “membrane-forming curing
compound”. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan dengan
cara ini adalah:

• Pengunaan polyethylene film dapat mengakibatkan discoloration,

Sealed - curing.
terutama bila beton mengandung calcium chloride dan finishing
dilakukan drngan “hard-steel trowelling”. Discoloration dapat
dihindari bila antara beton dan penutupnya dapat dialirkan air, tetapi bila
unsur warna merupakan faktor yang harus diperhatikan (exposed-concrete)
maka sebaiknya dipakai metoda lain.

• Penggunaan polyethylene film harus memenuhi ketentuan ASTM C-171.


(Standard Specification for Sheet Materials for Curing Concrete) dan
ketebalan minimum adalah 4-mil (0.10mm).
• Bila discoloration tidak merupakan persyaratan khusus, maka cara ini dapat
dikatakan sangat efektif disamping mudah dipasang.

• Sebagai lapisan penutup untuk mencegah penguapan dapat juga


dipergunakan liquid membrane-forming compound yang berupa bahan
waxes, resin chlorinated rubber atau larutan lainnya yang memenuhi
standar ASTM C-309. (Standard Specification for Liquid Membrane-
Forming Compound for Curing Concrete). Bahan-bahan tersebut tidak
hanya baik untuk merawat beton yang masih basah/muda, tetapi juga baik
untuk perawatan beton selanjutnya.
Pemakaian curing compound yang baik dapat mencegah terjadinya “plastic
shrinkage cracking”.

• Penggunaan curing compound (coating) harus dilaksanakan pada beton


yang dalam kondisi lembab. Pelaksanaan coating ini biasanya dilakukan
dengan semprotan (spray) sebanyak dua kali. Volume bahan yang
dipergunakan tergantung dari jenis bahan yang dipilih. Untuk satu kali
coating, luas yang dilapisi berkisar 3.50m2 – 5.00 m2/l.
• Penggunaan curing compound perlu perhatian bila diatas beton yang
dirawat tersebut akan ada lapisan beton atau bahan lainnya yang harus
disatukan dengan beton tersebut, karena curing compound akan merusak
lekatan. Produk yang baru kadangkala mempunyai kekhususan dimana
setelah berselang dalam jangka waktu tertentu curing compound tersebut
akan menghilang. Walaupun demikian dalam pelaksanaannya hal ini masih
tetap menjadi hambatan.
• Pelapisan curing compound pada keadaan cuaca panas sebaiknya
dilakukan dengan membasahi permukaan beton terlebih dahulu selama 24
jam sebelum dilapisi dengan curing compound, tetapi pelaksanaan dengan
cara ini kadangkala cukup merepotkan karena dilakukan dalam dua jenis
tahapan pekerjaan yang berbeda.
• Keterlambatan pelapisan antar lintasan harus < 30 menit.
• Efisiensi dari penggunaan curing compound, waterproof paper dan
lembaran plastik dapat dilihat pada “Standard Method of Test for Water -
Retention by Concrete Curing Materials”, ASTM C- 156.
Pengujian sebelum beton mengeras.

•Pengujian workability.
Pengendalian Beton
ASTM C-143 : Test Method for di Lapangan
Slump of Hydraulic :
Cement Concrete, BS –1881, atau
Standard Uji Beton
AS - 1012.
Compacting-factor-test, BS-1881.
Flow-table-test, ASTM C-124, ASTM C-230.
Kelly-ball penetrometer, ASTM C-360.
V-B Consistometer-test, BS-1881.
Pengujian keteguhan tekan dari benda uji dapat mempergunakan benda uji
silinder atau benda uji kubus. Permasalahan timbul bila hasil pengujian
keteguhan tekan benda uji menunjukkan kekuatan tekan yang rendah. Dengan
demikian timbul pertanyaan, apakah mutu beton tersebut memang

Pengujian setelah
sesungguhnya rendah, atau peralatan uji sudah tidak layak dipakai lagi, atau
cara/proses pengujian kurang baik, atau benda uji tersebut sebenarnya kurang
memenuhi persyaratan uji.

beton mengeras.
Penyimpangan dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan berikut:
• Keruntuhan geser, disebabkan oleh permukaan bidang tekan dari benda
uji tidak rata.
• Keruntuhan akibat pelaksanaan pemadatan yang kurang sempurna,
sehingga terdapat lapisan pemisah yang lebih lunak dibandingkan
dengan betonnya sendiri.
• Keruntuhan akibat kombinasi dari kedua macam bentuk keruntuhan
tersebut
Strength
Pengujian keteguhan tekan dari benda uji dapat mempergunakan benda uji
silinder atau benda uji kubus. Permasalahan timbul bila hasil pengujian
keteguhan tekan benda uji menunjukkan kekuatan tekan yang rendah. Dengan
demikian timbul pertanyaan, apakah mutu beton tersebut memang

Pengujian setelah
sesungguhnya rendah, atau peralatan uji sudah tidak layak dipakai lagi, atau
cara/proses pengujian kurang baik, atau benda uji tersebut sebenarnya kurang
memenuhi persyaratan uji.

beton mengeras.
Penyimpangan dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan berikut:
• Keruntuhan geser, disebabkan oleh permukaan bidang tekan dari benda
uji tidak rata.
• Keruntuhan akibat pelaksanaan pemadatan yang kurang sempurna,
sehingga terdapat lapisan pemisah yang lebih lunak dibandingkan
dengan betonnya sendiri.
• Keruntuhan akibat kombinasi dari kedua macam bentuk keruntuhan
tersebut
Keruntuhan tekan benda uji kubus yang baik.
Keruntuhan tekan benda uji kubus
yang kurang baik.
1. Keruntuhan yang baik. 3. Keruntuhan akibat pemadatan
yang kurang baik.
2. Keruntuhan geser. 4. Keruntuhan akibat kombinasi.
Sifat-sifat dasar untuk kebutuhan
Perencanaan Beton Struktur.
1. Kuat Tekan (Compressive Strength) Beton.
Penentuan Kuat Tekan Beton diperoleh melalui uji
laboratorium pada umur 28 hari.
* Benda uji Silinder : Dimensi 150mm x 300mm, atau
100mm x 200 mm
Prosedur uji : ASTM. C-39.
* Benda uji Kubus : 150mm x 150mm x 150mm atau
200mm x 200mm x 200mm.
Prosedur uji : BS-1881. Part.4, 108, 115, 116.
* Benda uji Prisma : 70mm x 70mm x 350mm atau
100mm x 100mm x 500mm.
Kekuatan Relatif antara Benda Uji Silinder
vs Kubus adalah sebagai berikut:
Menurut A.M. Neville:
Kuat tekan benda uji Silinder vs benda uji Kubus.

Kuat tekan 7.00 15.50 20.00 24.50 27.00 34.50 37.00 41.50 45.00 51.50
( N/mm2 )
Kuat ratio 0.76 0.77 0.81 0.87 0.91 0.93 0.94 0.95 0.96 0.96
(silinder/kubus)
Menurut ISO Standard 3893-1977(E).

Kuat tekan Silinder vs Kubus.

Kuat tekan 2 4 6 8 10 12 16 20 25 30 35 40 45 50
Silinder(N/mm2)
Kuat tekan 2.5 5 7.5 10 12.5 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Kubus(N/mm2)
Diagram alir untuk
Pemeriksaan Beton yang
diragukan.
Hasil Uji Kuat Tekan Rendah

• Apakah Mutu Beton Memang Rendah?


• Apakah Alat Uji sudah Tidak Layak Pakai?
• Apakah Proses Pengujiannya Kurang Baik?
• Apakah Cara Pembuatan Benda Uji Benar?
• Apakah Benda uji Tidak Memenuhi Syarat?
Dari proses tersebut di atas kadang-kadang perlu
dilakukan beberapa pengujian khusus pada beton
yang ada. Pengujian khusus tersebut secara umum
dapat dibagi dalam 2 kelompok:
1. Pengujian yang merusak (destructive-test)
2. Pengujian yang tidak merusak (nondestructive-test).
Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan
melakukan uji "core test", dengan memakai ketentuan
dari ASTM C-42 (Standard Method for Obtaining and
Drilled Cores and Sawed Beams of Concrete) dan ACI-
318. Cara uji ini termasuk uji destruktif. Untuk
pengujian kekuatan di lapangan dapat juga dilihat pada
ACI-228.
Testing of Hardened
Concrete
Warning.
ASTM-C 805
1. Bukan merupakan alternatif untuk menentukan kuat
tekan beton.
2. Hanya untuk menentukan uniformity beton
dilapangan.
3. Setiap pengujian harus terdiri dari paling sedikit 10
bacaan dengan area test 150mm x 150mm.
4. Nilai bacaan yang berselisih lebih dari 7 unit dari nilai
rata-rata bacaan dibuang dan bila lebih dari 2 bacaan
yang lebih dari 7 unit, maka seluruh bacaan dibatalkan
dan di uji ulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kekuatan Beton
Berbagai Permasalahan Teknis
pada Tahap Pelaksanaan

Segregasi pada Beton.


Campuran yang kurang workable dapat
menyebabkan terjadinya segregasi
dan bleeding.
Yang dimaksudkan dengan segregasi
adalah pemisahan agregat kasar dari
adukannya
Sumber-sumber segregasi.
a. Pembatasan slump yang terlalu rendah
b. Gradasi agregat kasar dan halus kurang memadai.
c. Berat jenis agregat kasar terlalu tinggi dibandingkan dengan
agregat halus (perbedaan berat jenis).
d. Jumlah agregat halus terlampau sedikit (pasir atau semen).
e. Campuran beton terlalu kering (dry mix) atau terlampau basah
(wet mix).
f. Tinggi jatuh pengecoran terlalu tinggi atau transportasi beton
melalui talang-talang miring.
g. Penggunaan alat penggetar yang terlampau lama, sehingga
partikel-partikel agregat kasar turun dan partikel-partikel halus
naik (biasanya pada campuran yang terlalu basah). Kejadian ini
dapat mengakibatkan segregasi pada bagian bawah dan
terbentuknya lapisan beton yang rapuh pada bagian atas.
h. Penggunaan bahan admixture yang salah/tidak tepat.
i. Rancangan campuran beton (design-mix) yang kurang baik.
Penanggulangannya :
• Membuat rancangan campuran yang memadai,
dengan atau tanpa bahan admixtures.

• Hindari perjalanan/aliran adukan beton yang terlalu


tinggi dan atau terlalu jauh.

• Merubah/mempertinggi slump dan kelecakan beton,


yaitu dengan cara menambah bahan admixture.
Jenis-jenis bahan admixtures yang dapat
dipergunakan adalah dari jenis : Air-entraining
agents, Water-reducing agents (plasticizer,
superplasticizer).
Bleeding Pada Beton.
Bleeding (watergain) pada beton adalah merupakan
salah satu bentuk lain dari segregasi, dimana partikel
agregat kasar turun ke bawah karena
ketidakmampuan mengikat campuran air dari adukan,
sehingga air keluar ke atas permukaan beton.
Sumber-sumber Bleeding.
• Campuran terlalu basah (w/c ratio terlalu tinggi,
sedangkan b.d. air < b.d. agregat).
• Temperatur beton terlampau tinggi pada saat
pelaksanaan pengecoran.
• Adanya penambahan air pada saat pengecoran
berlangsung.
Penanggulangannya.
• Membuat rancangan campuran yang memadai,
dengan atau tanpa bahan admixtures.

• Temperatur beton pada saat pelaksanaan


pengecoran diusahakan serendah mungkin.

• Menambah bahan admixture.


Jenis-jenis bahan admixtures yang dapat digunakan
adalah dari jenis : air-entraining agents, water-
reducing agents, super-plasticizer, atau
penambahan/penggunaan fly ash.
Hubungan antara Segregasi dan vibrasi.
Dari banyak pengalaman dan penelitian dapat dilihat bahwa
penggunaan alat penggetar yang kurang baik akan menghasilkan
pemadatan yang tidak merata dan segregasi. Beberapa
penyebabnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Agregat kasar mempunyai b.d ~ 2.60 dan mortar/adukan
mempunyai b.d ~ 2.40, sehingga pada saat digetarkan
agregat kasar turun ke-bawah dan cairan adukan akan naik.
Berdasarkan sifat dan kelakuan tersebut, maka bila jangka
waktu penggetaran yang dilakukan terlalu lama akan
menimbulkan segregasi pada bagian bawah konstruksi dan
lapisan beton lunak/rapuh di bagian permukaan.
Khususnya pada kolom/dinding, bagian yang rapuh tersebut
harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum penyambungan
pengecoran dilanjutkan. Timbulnya lapisan beton yang rapuh
kadangkala dapat diatasi dengan melakukan pengecoran
"overfill" sebanyak/setebal 50 - 100 mm.
b. Pada adukan beton yang mempunyai slump
tinggi, penggunaan alat penggetar harus
seminimal mungkin, karena "over-vibrate“
akan menimbulkan pengaruh negatif yang
sama seperti yang dijelaskan di depan.

c. Alat penggetar tidak boleh dipergunakan


sebagai alat untuk mendorong dan meratakan
beton yang ditumpuk/terkonsentrasi pada
tempat-tempat tertentu saja, karena akan
menimbulkan segregasi.
Kelemahan ini dapat dihindari bila adukan
beton dituang merata/horizontal dan tidak
terkonsentrasi pada beberapa tempat saja.
Pengaruh Temperatur pada Beton
Keadaan di lapangan, seperti cuaca yang panas dan dingin,
keadaan angin (windy atau calm), udara yang kering dan
lembab serta transportasi/pengangkutan beton berbeda dengan
kondisi pada waktu membuat rancangan beton di laboratorium.
Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar wilayah
Indonesia dapat dikategorikan sebagai daerah yang beriklim
panas, sehingga banyak masalah yang harus diperhatikan.
Yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi keadaan dan
kondisi tersebut, seperti:
• Adukan beton membutuhkan lebih banyak air
• "Slump-loss" akan terjadi lebih awal dan lebih cepat
• "Setting" lebih cepat
• Kemungkinan retak plastis (plastic cracking) lebih tinggi
• Kandungan udara (entrained air content) lebih sulit dikontrol
• Perawatan (curing) harus dilakukan lebih ketat.
Batasan Temperatur pada Beton.
Umumnya temperatur beton yang dianggap memadai
adalah berkisar antara 30°C ~ 35°C.
1. ACI - 305 : Tmax pada saat penuangan = 32°C
2. British ( ICE ) : Tmax = 32°C
3. DIN - 1045 : Tmax = 30°C
4. Belanda (Stuvo) : Tmax = 32°C
5. NZS - 3109 : Tmax = 30°C
6. AS - 1480 : Tmax = 32°C
7. JASS -5 : Tawal = 30°C
Tmax pada saat penuangan = 35°C
Analisa Temperatur Beton
Rumus empiris dari PCA.
Untuk Beton Normal.

0.22 (Ta Wa + Tc Wc) + Tw Ww + Twa Wwa


T=
0.22 (Wa + Wc) + Ww + Wwa

Untuk beton yang dicampur dengan es.

0.22 (Ta Wa + Tc Wc) + Tw Ww + Twa Wwa – 112 Wi


T=
0.22 (Wa + Wc) + Ww + Wwa+ WI

Rumus empiris dari JASS-5 (1982) menggunakan rumus yang


sama dengan diatas, kecuali koefisien 0.22 diganti dengan 0.20
dimana:
Rumus empiris dari JASS-5 (1982) menggunakan
rumus yang sama dengan diatas, kecuali koefisien 0.22
diganti dengan 0.20 dimana:

T adalah temperatur dari adukan beton.


. Ta , Tc , Tw dan Twa , berturut-turut adalah
temperatur agregat, cement, air pencampur
dan air pada agregat.

. Wa , Wc , Ww , Wwa , dan Wi , berturut-turut


adalah berat agregat, cement, air
pencampur, air pada agregat dan berat es
yang dicampur.
wxc
T +t
100
dimana:
T = suhu puncak (derajad Celcius)
w = berat semen (kg/m3)
c = koefisien yang bernilai 12 - 14
t = temperatur udara luar (ambient temperature)
Contoh, mutu beton fc-30 jumlah semen yang dipakai 300
kg/m3, fly-ash 50 kg/m3 dan temperatur udara luar 30C,
temperatur di dalam beton menurut rumus di atas dapat
mencapai nilai 76C dan untuk mencegah terjadinya retakan,
maka di permukaan beton temperatur tidak boleh lebih rendah
dari 56C. Catatan: Berat fly-ash dalam perhitungan rumus
diatas dianggap setara dengan 0.50 x berat semen.
Hubungan antara Temperatur Beton ,
Aggregate dan Air
Retakan dan Cacad pada Beton

Anda mungkin juga menyukai