Anda di halaman 1dari 42

Bagian 3

PEMBAGIAN WARISAN DI ANTARA AHLI


WARIS GOLONGAN 1

DISKUSI HUKUM – MALAM SUBUH


Budiman Setyo Haryanto
Purwokerto, 03-02-2023
KELOMPOK AHLI WARIS GOLONGAN 1
● Ahliwaris golongan 1 merupakan kelompok ahliwaris yang
menempati urutan pertama hak mewaris dan ahliwaris yang
paling utama. Mereka terdiri dari anak-anak pewaris atau
sekalian keturunannya, dan suami/isteri yang hidup terlama
atau duda/jandanya pewaris.
● Dasar mewaris dari anak atau keturunan anak adalah karena
mempunyai hubungan darah dengan pewaris, adapun dasar
mewaris dari suami atau isteri adalah karena adanya hubungan
perkawinan dengan pewaris.
KELOMPOK AHLI WARIS GOLONGAN 1

3
KELOMPOK AHLI WARIS GOLONGAN 1
● Anak yang berhak mewaris dan termasuk ahliwaris golongan 1 adalah
anak sah. Anak luar kawin merupakan kelompok ahliwaris tersendiri dan
diatur secara khusus dalam pewarisan bagi para anak luar kawin, adapun
anak tiri tidak berhak mewaris, karena tidak mempunyai hubungan darah
dengan pewaris.
● Kata “anak sah” meliputi anak kandung, anak luar kawin yang disahkan,
anak adopsi dan/atau anak angkat yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Anak adopsi dan anak angkat sesungguhnya adalah
orang lain dan tidak mempunyai hubungan darah dengan orang tua
angkatnya, akan tetapi hukum telah menempatkan kedudukan mereka
sejajar dengan kedudukan anak kandung.
KELOMPOK AHLI WARIS GOLONGAN 1
● Pengaturan tentang pengangkatan anak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
● Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, disebutkan:
● (1) Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
● (2) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan
hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
● (2a) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan
dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.
KELOMPOK AHLI WARIS GOLONGAN 1
● Pengangkatan anak dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi si anak.
Kepentingan yang terbaik bagi si anak, meliputi kepentingan di bidang ekonomi,
sosial, pendidikan, mental, agama, dan lain sebagainya untuk menjamin masa depan
anak yang lebih baik.
● Pengangkatan anak harus dilakukan dengan mengikuti adat kebiasaan setempat dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
● Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dengan orang tua
kandungnya. Dengan demikian si anak mempunyai dua orang tua, yaitu orang tua
kandung dan orang tua angkatnya.
● Sehingga lahirlah hubungan hukum antara seorang anak dengan orang tua kandung,
dan hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.
KELOMPOK AHLI WARIS GOLONGAN 1
● Sebagai konsekuensi hukum suatu pengangkatan anak adalah melahirkan hubungan hukum
atau hubungan perdata antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.
● Salah satu hubungan keperdataan yang timbul adalah akan melahirkan pula hubungan
hukum pewarisan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya. Justru tujuan
pengangkatan anak, adalah menjadikan seorang anak --- anak orang lain atau bukan anak
kandung --- menjadi anak si orang tua angkat.
● Ini adalah konsekuensi yang paling logis atau masuk akal, bahwa pengangkatan anak
melahirkan pula hubungan di bidang pewarisan.
● Seringkali orang berpikir dan bersikap menolak munculnya anak angkat sebagai ahliwaris,
dengan alasan bahwa dia bukan anak kandung dan tidak mempunyai hubungan darah. Untuk
dapat memahami hal ini, perlu dibicarakan terlebih dahulu mengenai perkembangan
pengaturan mengenai hak waris seorang suami atau isteri.
PERKEMBANGAN HAK WARIS SUAMI/ISTERI
● Pada masa lalu, dalam hukum yang bersifat tradisional, hak mewaris hanya timbul
di antara orang-orang yang mempunyai hubungan darah. Pada masa itu, suami atau
isteri dipandang sebagai orang lain, apalagi dengan meninggalnya suami atau isteri
dan putusnya ikatan perkawinan, maka suami atau isteri atau tepatnya duda atau
janda kembali menjadi orang lain, sehingga tidak berhak mewaris.
● Salah satu evolusi perkembangan hukum perdata di Belanda, bahwa sebelum tahun
1923, seorang suami/isteri baru bisa mewaris dari isteri/suaminya, apabila pewaris
tidak meninggalkan keluarga sedarah sampai derajat ke-12. (Tahun 1838-1923).
● Dengan demikian kedudukan suami/isteri hanya setingkat kedudukannya dengan
keluarga sedarah derajat ke-13.
PERKEMBANGAN HAK WARIS SUAMI/ISTERI
● Melalui perubahan peraturan perundang-undangan pada tahun 1923, maka hak waris
suami/isteri dipersamakan dengan hak waris seorang anak sah, sedangkan pewarisan bagi
keluarga sedarah --- dalam garis menyimpang --- dibatasi hanya sampai derajat ke-6.
● Perubahan tersebut diantaranya nampak dengan dimasukkannya ketentuan Pasal 852a dan
Pasal 852 b.
● Adanya perubahan pengaturan mengenai hak waris suami/isteri, sejalan dengan perhargaan
dan/atau cara pandang masyarakat terhadap hubungan perkawinan antara seorang suami
dengan istrinya. Antara suami dengan isteri memang pada umumnya tidak ada hubungan
darah, bahkan ada pengaturan dalam hubungan kemasyarakatan yang umumnya dipengaruhi
oleh hukum agama, bahwa diantara para keluarga sedarah yang sangat dekat dilarang
dilangsungkan perkawinan. Misalnya antara dua orang saudara, antara paman dengan
keponakan dan seterusnya, yang dikenal dengan perkawinan incest.
PERKEMBANGAN HAK WARIS SUAMI/ISTERI
● Kembali pada hubungan antara suami isteri, walaupun antara mereka tidak ada
hubungan darah, melainkan yang terjadi adalah adanya ikatan perkawinan. Namun
demikian tampak dalam kehidupan kenyataan di masyarakat, bahwa dengan adanya
ikatan perkawinan tersebut timbul hubungan lahir batin yang sedemikian dekat dan
erat, melebihi kedekatannya dengan keluarga sedarah. Sebagai akibat hubungan
yang sangat dekat dan erat tersebut, melahirkan pula para keturunan yang
merupakan salah satu tujuan orang melangsungkan perkawinan.
● Sejalan dengan perkembangan cara pandang orang atau masyarakat mengenai nilai
sebuah ikatan perkawinan --- ikatan hukum ---, kemudian menjadikan seorang
suami/isteri dapat mewaris dari isteri/suami yang meninggal terlebih dahulu, dan
menjadi ahliwaris utama dan pertama mewaris bersama dengan seorang anak.
PERKEMBANGAN HAK WARIS SUAMI/ISTERI
● Hubungan darah adalah hubungan yang sifatnya alami, bukan buatan manusia ---
walaupun ada campur tangan manusia ---, dalam hal ini kuasa Tuhan yang lebih
dominan sebagai faktor penentu.
● Adapun hubungan perkawinan adalah hubungan yang sifatnya buatan, hubungan
yang diadakan atas dasar kontraktual atau kesepakatan dengan pihak lain.
● Namun demikian hubungan kontraktual ini sifatnya khusus, yang tidak mengacu
pada ketentuan dalam Buku III KUH Perdata, melainkan diatur dalam Buku I yang
mengatur tentang Hukum Perkawinan dan Hukum Keluarga.
PERKEMBANGAN HAK WARIS SUAMI/ISTERI
● Dengan memahami bahwa hubungan perkawinan yang bersifat buatan, dapat
disandingkan dengan hubungan hukum buatan berupa pengangkatan anak.
● Tujuan seseorang melakukan pengangkatan anak adalah menjadikan seorang anak
--- yang bukan anaknya sendiri --- menjadi anak sendiri atau menjadi anak sah
menurut hukum.
● Oleh karena itu pantas dan wajar, apabila kedudukan anak angkat adalah sejajar
dengan anak kandung dalam segala hak dan kewajiban yang melingkupinya,
termasuk di dalamnya adalah hak untuk mewaris.
PEWARISAN DIANTARA AHLIWARIS GOLONGAN 1
● Pewarisan di antara ahliwaris golongan 1 diatur dalam Pasal 852, 852 a dan 852 b
● Pasal 852 = hak waris anak atau keturunan anak, Pasal 852a dan Pasal 852b = hak
waris suami atau isteri.
● Pasa1 852 ayat (1) disebutkan, bahwa: ”anak-anak atau sekalian keturunan mereka,
biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua,
kakek nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke
atas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan tiada perbedaan
berdasarkan kelahiran lebih dahulu”.
HAK WARIS ANAK
● Pembagian warisan di antara anak-anak pewaris tidak dibedakan walaupun mereka
dilahirkan dari lain-lain perkawinan, tidak dibedakan berdasarkan kelahiran lebih
dahulu dan tidak dibedakan berdasar perbedaan jenis kelamin.
● Dalam KUH Perdata tidak dikenal pewarisan secara mayoritas atau pewarisan
mayoret, baik berdasarkan perbedaan tingkat kelahiran, perbedaan jenis kelamin
dan walaupun dilahirkan dari perkawinan yang berbeda.
● Hal ini berbeda dengan pewarisan menurut hukum Islam dan hukum Adat yang
mengenal pembedaan hak waris berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, dengan perbandingan dua banding satu, atau yang dalam bahasa Jawa
disebut “sepikul-segendongan”.
HAK WARIS ANAK
2. 1.

A B C

Dalam gambar 1. P meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak, yaitu A (laki-laki),
B (perempuan), C (perempuan). Walaupun para anak berbeda jenis kelamin, akan
tetapi mereka mewaris dengan hak bagian yang sama, masing-masing mewaris 1/3
bagian.
HAK WARIS ANAK

Dalam gambar 2. P meninggal dunia dan semasa hidupnya pernah dua kali melangsungkan
perkawinan. Pada perkawinan pertama dilahirkan dua orang anak yaitu A dan B keduanya laki-
laki. Pada perkawinan kedua dilahirkan tiga orang anak, yaitu C (laki-laki), D (perempuan) dan E
(perempuan). Para anak pewaris walaupun dilahirkan dari perkawinan yang berbeda, juga berbeda
jenis kelamin, akan tetapi hak warisnya sama, yaitu masing-masing mendapat 1/5 bagian.
HAK WARIS ANAK
Pasal 852 ayat (2) menyebutkan, bahwa: “Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si
meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke-satu dan masing-masing mempunyai hak karena
diri sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian
mereka bertindak sebagai pengganti”.

Terdapat dua kemungkinan cara pembagian warisan di antara anak atau keturunan anak pewaris, yaitu
mereka mewaris atas dasar kedudukan sendiri atau mewaris atas dasar penggantian tempat.

Apabila para anak atau keturunan anak mewaris atas dasar kedudukan sendiri, mereka mewaris kepala
demi kepala, artinya dihitung berdasarkan jumlah ahliwaris, satu orang (ahliwaris) mendapat satu
bagian atau pembagian secara individual.

Sedangkan apabila sebagian atau seluruh ahliwaris mewaris atas dasar penggantian tempat,
pewarisannya dihitung pancang demi pancang atau pewarisan secara kelompok yang disebut pancang.
MEWARIS ATAS DASAR KEDUDUKAN SENDIRI

Dalam gambar 1. Ahliwaris P adalah anak-anak (derajat 1), yaitu A, B, dan C, mereka
mewaris atas dasar kedudukan sendiri, maka bagian masing-masing adalah 1/3 bagian.

Dalam gambar 2. Ahliwaris P adalah juga para anak (derajat 1) A, B, C, D dan E yang
mewaris atas dasar kedudukan sendiri, masing-masing mendapat 1/5 bagian.
MEWARIS ATAS DASAR KEDUDUKAN SENDIRI

● Para keturunan anak yaitu cucu atau keluarga sedarah yang lebih jauh, ada
kemungkinan terpanggil mewaris atas dasar kedudukan sendiri, yaitu apabila para
anak atau keluarga sedarah terdekat kehilangan hak mewaris, misalnya karena
menolak warisan atau termasuk orang-orang yang tidak patut mewaris.
MEWARIS ATAS DASAR KEDUDUKAN SENDIRI

A B

C D E F G

● Dalam gambar di atas, P meninggal dunia dan meninggalkan dua orang anak, yaitu A dan B.
Akan tetapi semua anak menolak warisan atau termasuk orang yang tidak patut mewaris,
maka muncullah C, D, E, F dan G, atau para cucu terpanggil mewaris atas kedudukan
sendiri, mereka mewaris kepala demi kepala, sehingga masing-masing mendapat 1/5 bagian.
Karena A dan B masih hidup, maka tidak dapat digantikan tempatnya, sehingga para
keturunan A dan B terpanggil mewaris atas dasar kedudukan sendiri.
MEWARIS ATAS DASAR PENGGANTIAN TEMPAT
P

A B

C D E F G

● Dalam gambar di atas, P meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang anak, yaitu A dan B.
akan tetapi A telah meninggal lebih dahulu dari P dan B menolak warisan. Maka yang berhak
mewaris adalah C yang mewaris atas dasar penggantian tempat dan mewaris atas seluruh warisan,
sedangkan D, E, F dan G tidak berhak mewaris.
● D, E, F dan G tidak dapat mewaris atas dasar kedudukan sendiri karena tertutup oleh C, dan tidak
dapat mewaris atas dasar penggantian tempat karena B masih hidup. Ingat ketentuan Pasal 841
bahwa ahliwaris pengganti, menggantikan baik derajat maupun hak bagian ahliwaris yang
digantikan tempatnya.
MEWARIS ATAS DASAR PENGGANTIAN TEMPAT
P

A B

C D E F G

● Dalam gambar di atas, A dan B mati lebih dulu dari P, maka C, D, E, F, G mewaris
atas dasar pengantian tempat, dan mewaris pancang demi pancang. Terdapat 2
pancang, yaitu pancang A dan pancang B.
● C menggantikan tempat A, dan D, E, F dan G menggantikan tempat B. Dalam
pancang A terdapat 1 ahliwaris yaitu C mendapat 1/2 bagian dan dalam pancang B
terdapat 4 ahliwaris, yaitu D, E, F, G masing-masing 1/8 bagian.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI
● Dalam Pasal 852a, disebutkan bahwa: “Dalam halnya mengenai warisan seorang
suami atau isteri yang meninggal terlebih dahulu, si isteri atau suami yang hidup
terlama, dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini, dipersamakan
dengan seorang anak yang sah dari si meninggal ……”.
● Ketentuan Pasal 852a ayat (1) bagian pertama ini pada pokoknya mengatur hal-hal
sebagai berikut:
○ mengenai hak waris suami atau isteri;
○ dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini;
○ dipersamakan dengan kedudukan seorang anak sah.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI
● Pertama, ketentuan pasal 852a khusus mengatur mengenai hak waris suami atau
isteri terhadap harta warisan isteri atau suaminya yang meninggal terlebih dahulu.
● Kedua, pengaturan mengenai hak waris suami atau isteri dalam Pasal 852a,
khusus hanya berlaku dalam pewarisan yang diatur dalam Bab XII tentang
pewarisan undang-undang. Artinya hanya berlaku dalam pewarisan menurut
undang-undang, dan tidak berlaku dalam pewarisan testamenter.
● Ketiga, hak bagian suami atau isteri dipersamakan dengan hak waris seorang
anak sah.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI

● P meninggal dunia meninggalkan seorang isteri (A), dan 3 orang anak, yaitu B, C,
dan D. Ahliwaris P adalah A, B, C, dan D, dan masing-masing mendapat 1/4
bagian.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI

● P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang isteri (A) tanpa anak, dua orang
tua (B dan C) dan seorang saudara (D).
● Ahliwaris P adalah A untuk semua warisan, sedangkan B, C dan D tidak berhak
mewaris karena merupakan ahliwaris golongan 2, sehingga tertutup oleh A.
● Akibat dipersamakan dengan kedudukan seorang anak sah, maka suami atau isteri
menjadi ahliwaris yang utama dan pertama terpanggil mewaris bersama dengan
anak-anak pewaris, dan termasuk ahliwaris golongan 1.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI

● Akibat lebih lanjut bahwa kedudukan suami atau isteri dipersamakan dengan seorang
anak, maka suami atau isteri seolah-olah sebagai keluarga sedarah dalam derajat satu
yang dapat menyingkirkan (menutup) cucu dari pewarian.
● P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang isteri (A), dan seorang anak (B),
akan tetapi B menolak warisan atau tidak patut mewaris, dan mempunyai 3 orang
anak, yaitu C, D dan E. Ahliwaris P adalah A dan mewaris seluruh warisan, adapun C,
D, dan E tidak mewaris karena tertutup oleh A. Ingat dalam hal ini walaupun A tidak
mempunyai hubungan darah, akan tetapi karena kedudukannya dipersamakan dengan
seorang anak sah, maka dapat menutup tampilnya cucu --- keluarga sedarah derajat 2
--- yang mewaris atas kedudukan sendiri.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI

P A

B C

D E F G H

● P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang isteri (A), dua orang anak (B dan
C) yang telah meninggal lebih dahulu dari P, dan lima orang cucu, yaitu D anak dari
B, dan E,F, G, H anak dari C.
● Ahliwaris P adalah A yang mewaris atas dasar kedudukan sendiri dan D, E, F, G dan
H yang mewaris atas dasar penggantian tempat. Bagian masing-masing adalah A =
1/3 bagian, D = 1/3 bagian dan E, F, G dan H masing-masing 1/12 bagian.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

Pasal 852a kalimat yang akhir sebagai berikut: “….. dengan pengertian, bahwa jika
perkawinan suami isteri itu adalah untuk ke dua kali atau selanjutnya, dan dari
perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si isteri atau suami
yang baru tak akan mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan
terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak tadi atau dalam hal bilamana anak
itu telah meninggal lebih dahulu, oleh sekalian keturunan penggantinya, sedangkan
dalam hal bagaimanapun juga, tak bolehlah bagian si isteri atau suami itu lebih dari
seperempat harta peninggalan si meninggal”.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

Ketentuan di atas intinya adalah mengatur hal-hal sebagai berikut:


● ahliwarisnya adalah suami atau isteri dalam perkawinan ke dua atau
perkawinan seterusnya;
● pewaris juga meninggalkan anak atau keturunan anak yang dilahirkan dari
perkawinan sebelumnya;
● bagian warisan suami atau isteri kedua atau seterusnya tadi tidak boleh lebih
besar dari bagian anak; dan
● bagian warisan suami atau isteri kedua atau seterusnya tadi tidak boleh lebih
besar dari 1/4 warisan..
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak (A) yang dilahirkan dari
perkawinan pertama, seorang isteri (B) dari perkawinan ke dua dan seorang anak
(C) yang dilahirkan dari perkawinan ke dua.

Dalam peristiwa seperti ini, tidak dapat diberikan bagian yang sama besar
diantara para ahliwaris (A, B dan C), karena bertentangan dengan pembatasan ke
dua, yaitu tidak boleh lebih besar dari 1/4 warisan. Maka pembagian warisan P
adalah B = 1/4 bagian, adapun sisa warisan sebesar 3/4 dibagi 2 untuk A dan C,
atau masing-masing 3/8 bagian.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

P meninggal dunia dengan meninggalkan 2 orang anak dari perkawinan pertama


(A, dan B), seorang isteri dari perkawinan ke dua (C), dan dua orang anak dari
perkawinan ke dua (D, dan E).

Ahliwaris P adalah A, B, C, D dan E dan mereka berbagi dengan hak bagian


yang sama, atau masing-masing 1/5 bagian.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

Adanya pembatasan hak waris suami atau isteri tersebut di atas, dimaksudkan
untuk melindungi hak waris anak-anak pewaris yang dilahirkan dari perkawinan
yang sebelumnya.

Selain pembatasan yang diberikan dalam Pasal 852a, masih terdapat ketentuan
dalam pasal-pasal lain yang mempunyai tujuan sama, yaitu Pasal 181 dan 902.

Pasal-pasal tersebut disebut sebagai lembaga “LEX HAC EDICTALI”. Dasar


pemikiran adanya lembaga “lex hac edictali” adalah untuk melindungi hak-hak
anak atau keturunan anak pewaris dari kemungkinan timbulrya kerugian akibat
adanya perkawinan pewaris yang kedua dan seterusnya.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

Akibat percampuran harta : dibatasi dengan Pasal 181.

Dalam Pasal 180 disebutkan bahwa dalam perkawinan untuk kedua kali dan
seterusnya berlaku demi hukum persatuan harta kekayaan secara bulat antara
suami isteri, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kawin.

Selanjutnya dalam Pasal 181 ditentukan bahwa dalam perkawinan untuk kedua kali
dan seterusnya, apabila dari perkawinan pewaris yang sebelumnya dilahirkan anak,
atau kalau anak-anak tersebut telah meninggal digantikan oleh keturunannya, maka
isteri atau suami baru tidak akan memperoleh manfaat --- dari percampuran harta
--- melebihi apa yang ditentukan undang-­undang dalam Pasal 852 a.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

A P F

B C D E
P pertama kali menikah dengan A dan mempunyai 4 orang anak, yaitu B, C, D dan
E. Setelah A mati, P menikah lagi dengan F. Kedalam perkawinan ke dua, P
membawa kekayaan senilai Rp 900 juta, sedangkan F membawa kekayaan senilai
Rp 100 juta.

Berdasarkan Pasal 180, maka terjadilah percampuran bulat antara kekayaan P


dengan kekayaan F, menjadi harta persatuan senilai Rp 1000 juta atau 1 M.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA

Akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 181, karena P mempunyai anak yang
dilahirkan dari perkawinan pertama, maka F tidak akan mendapatkan keuntungan
dari percampuran harta tersebut melebihi apa yang sudah ditentukan dalam Pasal
852a.

Misalnya selama perkawinan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian dan


kemudian perkawinan antara P dengan F putus karena perceraian, maka yang akan
diperoleh F dari pemisahan harta persatuan, bukan 1/2 bagian, akan tetapi
maksimal adalah 1/4 bagian, yaitu sebesar Rp 250 juta. Dalam hal ini keuntungan
yang didapat F hanyalah sebesar 250 – 100 = Rp 150 juta.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA
Dalam pewarisan undang-undang: dibatasi dengan Pasa1 852a

A P F

B C D E

Misalnya selama perkawinan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian dan


kemudian P mati, maka yang pertama dilakukan adalah membagi harta persatuan,
F mendapatkan 1/4 bagian dari pemisahan harta persatuan = Rp 250 juta.

Harta warisan P adalah Rp 1 M dikurangi Rp 250 juta = Rp 750 juta. Harta warisan
tersebut dibagi diantara B, C, D, E dan F, masing-masing akan mendapat Rp 1/5 x
750 juta = Rp 150 juta.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA
Dalam pewarisan undang-undang: dibatasi dengan Pasa1 852a

A P C

B D
P pertama kali menikah dengan A dan mempunyai 1 orang anak, yaitu B. Setelah A
mati, P menikah lagi dengan C. Kedalam perkawinan ke dua, P membawa
kekayaan senilai Rp 700 juta, sedangkan F membawa kekayaan senilai Rp 100
juta.

Maka yang pertama dilakukan adalah membagi harta persatuan, C mendapatkan


1/4 bagian dari pemisahan harta persatuan = Rp 200 juta. Harta warisan P adalah
Rp 800 dikurangi Rp 200 juta = Rp 600 juta. Harta warisan tersebut dibagi diantara
B, C, dan D. Bagian C maksimal adalah 1/4 bagian = Rp 150 juta, sedangkan B,
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA
Dalam pewarisan testamenter: dibatasi dengan Pasa1 902.

A P C

P pertama kali menikah denganBA dan mempunyai


D 1 orang anak, yaitu B. Setelah A
mati, P menikah lagi dengan C. Kedalam perkawinan ke dua, P membawa
kekayaan senilai Rp 700 juta, sedangkan F membawa kekayaan senilai Rp 100
juta.

Misalnya selama perkawinan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian dan


kemudian P mati, dengan meninggalkan surat wasiat yang membagi harta warisan
kepada C 1/2 bagian, B mendapatkan 1/4 bagian dan C mendapatkan 1/4 bagian
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA
Dalam pewarisan testamenter: dibatasi dengan Pasa1 902.

Apabila melaksanakan isi surat wasiat, maka yang pertama dilakukan adalah
membagi harta persatuan, C mendapatkan 1/4 bagian dari pemisahan harta
persatuan = Rp 200 juta. Harta warisan P adalah Rp 800 dikurangi Rp 200 juta =
Rp 600 juta.

Dalam rangka melaksanakan wasiat, maka C mendapat 1/2 x 600 = Rp 300 juta,
sedangkan B mendapat Rp 150 juta dan D mendapatkan Rp 150 juta.

Dengan demikian C mendapat bagian Rp500 juta, sedangkan B dan D masing-


masing mendapat bagian Rp150 juta.
HAK WARIS ISTERI ATAU SUAMI DALAM PERKAWINAN KE-2 DAN
SETERUSNYA
Dalam pewarisan testamenter: dibatasi dengan Pasa1 902.

Pembagian warisan di atas adalah tidak sesuai dengan pembatasan sebagaimana


diatur dalam Pasal 852a.

Pembagian warisan yang benar adalah harta warisan tersebut dibagi diantara B, C,
dan D. Bagian C maksimal adalah 1/4 bagian = Rp 150 juta, sedangkan B, dan C
masing-masing akan mendapat Rp 1/2 x 450 juta = Rp 225 juta.
Terima kasih

Sekian

Anda mungkin juga menyukai