Anda di halaman 1dari 13

HUKUM KELUARGA

Oleh:
Arief Suryono
PENGERTIAN HUKUM KELUARGA
• Adalah: keseluruhan ketentuan mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan
kekeluargaan sedarah, dan kekeluargaan karena perkawinan.
HUBUNGAN KELUARGA
• Pengertian keluarga dalam arti sempit:
Adalah kesatuan masyarakat terkecil yg terdiri dari suami, isteri dan anak yg berdiam dalam satu
tempat.
• Pengertian Keluarga dalam arti luas:
Adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga karena perkawinan dan pertalian darah.
MACAM HUBUNGAN KELUARGA
1. Hubungan keluarga karena perkawinan (hubungan semenda)
Mis: Mertua, ipar anak tiri, menantu.
2. Hubungan keluarga karena pertalian darah, dibedakan:
a. Dalam garis lurus ke atas (leluhur): Bapak, ibu, kakek, nenek.
b. Dalam garis lurus ke bawah (keturunan): Anak, cucu, cicit.
c. Dalam garis lurus ke samping: Saudara sepupu.
ARTI PENTINGNYA HUBUNGAN DARAH
• Berkaitan dengan perkawinan
• Berkaitan dengan pewarisan
• Berkaitan dengan perwalian dan curatele
SISTEM GARIS KETURUNAN
• Sistem Patrilineal
• Sistem Matrilineal
• Sistem Bilateral/Parental
SISTEM PATRILINEAL
Garis keturunan mengikuti garis laki-laki atau ayah
• Dalam perkawinan ayah lebih berperan
• Kekuasaan orang tua lebih diutamakan pada ayah dari pada ibu
• Dalam pewarisan bagi laki-laki selalu lebih besar
• Dalam perwalian garis laki-laki lebih diutamakan.
Contoh: Masyarakat Sumatera Selatan, Tapanuli, Bugis dsb)
SISTEM MATRILINEAL
• Keturunan mengikuti garis keturunan ibu / wanita
• Suami mengikuti garis keturunan istri.
• Kekuasaan orang tua,saudara laki-laki istri mempunyai kekuasaan utama terhadap anak-anak.
• Dalam pewarisan , saudara laki-laki istri berperan sebagai mamak kepala waris.
• Dalam perwalian,saudara laki-laki istri lebih berperan sebagai wali terhadap anak
kemenakannya.
Contoh: Masyarakat Minangkabau.
SISTEM BILATERAL/PARENTAL
• Garis keturunan mengikuti garis ayah dan ibu.
• Kedudukan suami istri seimbang.
• Kekuasaan orang tua dilakukan secara bersama-sama.
• Dalam warisan ada kecenderungan sama.
• Suami/istri dapat menjadi wali dari anak-anaknya.
HUKUM PERKAWINAN
• Keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan sorang laki-laki dan seorang/lebih perempuan
dalam ikatan perkawinan, serta akibat akibat hukum dari adanya perkawinan, yaitu terhadap
suami istri, anak-anak yang lahir, maupun terhadap harta kekayaan dalam perkawinan.
PENGERTIAN PERKAWINAN
• Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa ( Pasal 1 UUP )
• Pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu lama (Pasal 26
BW )
• Perkawinan menurut UUP merupakan ikatan lahir batin yang bersifat religius
• Perkawinan menurut BW merupakan perjanjian biasa yang bersifat hubungan keperdataan saja
TUJUAN PERKAWINAN
• Pasal 1 UU Perkawinan
Membentuk keluarga/rumah tangga yg bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.
Artinya: bahwa perkawinan bukan untuk sementara waktu/jangka waktu tertentu yg
direncanakan, tetapi seumur hidup dan selamanya.
Perkawinan harus didasarkan pada agama dan kepercayaan masing-masing.
• Pasal 2 (1) UU Perkawinan
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
ASAS-ASAS PERKAWINAN
• Monogami (pasal 3 UUP )
• Kebebasan berkehendak (Pasal 1 Jo Pasal 6 UUP)
• Pengakuan kelamin secara biologis kodrati
• Adanya tujuan dalam perkawinan
• Perkawinan adalah kekal ( Pasal1 UUP )
• Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
Hukum agama dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat 1
UU P)
• Perkawinan harus dicatatkan (Pasal 2 ayat 2 UUP)
 Kedudukan suami istri seimbang ( Pasal 31 ayat 1 UUP )
• Adanya batas usia minimal untuk melakukan perkawinan Membentuk keluarga sejahtera
• Adanya larangan dan pembatalan perkawinan
• Adanya kebebasan membuat janji kawin
• Adanya pembedaan antara anak sah dan tidak sah
• Adanya perkawinan campuran
• Dibolehkannya perceraian (asas perceraian dipersulit)
SYARAT MATERIAL PERKAWINAN MONOGAMI
• Mencapai usia kedewasaan untuk melangsungkan perkawinan (Pria 19 Tahun dan Wanita 19
Tahun)
• Harus ada persetujuan dari kedua mempelai secara bebas
• Tidak ada larangan untuk kawin antara calon mempelai pria dan wanita
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
• Pasal 6-12 UUP
1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai
2. Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun.
3. Usia calon mempelai pria dan wanita sudah mencapai 19 tahun.
4. Antara calon mempelai pria calon mempelai wanita tidak ada hubungan darah/keluarga yang
tidak boleh kawin
5. Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
6. Bagi suami isteri yg telah bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi utk kedua
kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya.
7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.
LARANGAN KAWIN BERSIFAT ABSOLUT
• Karena ada hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah
• Karena ada hubungan darah dalam garis keturunan ke samping
• Karena hubungan persusuan
• Yang mempunyai hubungan yang menurut hukum agama dilarang untuk saling kawin
• Wanita yang terikat oleh suatu perkawinan yang sah
LARANGAN KAWIN YANG BERSIFAT RELATIF
• Karena berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi
atau kemenakan dari istri dalam hal seorang suami beristri
labih dari seorang
• Wanita yang putus perkawinannya yang masa tunggunya
belum habis
• Karena ada hubungan semenda
• Bagi suami istri yang pernah cerai untuk ke tiga kalinya
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29 UUP: Syarat-syarat perjanjian perkawinan
1. Dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
2. Bentuk tertulis yang disahkan pegawai pencatat.
3. Isi perjanjian tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan
4. Mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
5. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tidak dapat diubah
6. Perjanjian dimuat dalam akta perkawinan
AKIBAT PERKAWINAN
• Sahnya perkawinan menurut UUP, diukur dengan ketentuan hukum agama dan kepercayaan
masing-masing orang yang melangsungkan perkawinan.
• Suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun hukum
agamanya dan kepercayaan.
PENCEGAHAN PERKAWINAN
* Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan/tdk memenuhi prosedur yg ditentukan
* Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana
perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada Pegawai Pencatat
Perkawinan.
* Kemudian Pegawai Pencatat Perkawinan memberitahukan mengenai permohonan pencegahan
perkawinan kepada calon mempelai
YANG DAPAT MENCEGAH PERKAWINAN
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan ke bawah dari salah seorang calon
mempelai
2. Saudara dari salah seorang calon mempelai.
3. Wali nikah dari salah seorang calon mempelai
4. Wali dari salah seorang calon mempelai
5. Pengampu dari salah seorang calon mempelai
6. Pihak-pihak yang berkepentingan
7. Suami/isteri dari salah seorang calon mempelai
8. Pejabat yang ditunjuk
AKIBAT PERKAWINAN
• Timbul hubungan hukum :
1. Antara suami dan isteri
2. Antara orang tua dan anak
3. Antara wali dan anak
4. Mengenai harta benda dalam perkawinan
BUKTI ASAL USUL ANAK
1. Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang
dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
2. Bila akte kelahiran tersebut tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan
tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti
yang memenuhi syarat.
3. Atas dasar ketentuan Pengadilan maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah
hukum Pengadilan mengeluarkan akte kelahiran yang bersangkutan.
SYARAT WALI
1. Orang yang sudah dewasa
2. Orang yang berpikiran sehat
3. Orang yang berlaku adil
4. Orang yang jujur
5. Orang yang berkelakuan baik
HARTA BENDA PERKAWINAN
A. Harta suami-istri
1. Harta Bersama:
Adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan
2. Harta Bawaan:
Adalah harta benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan isteri ketika terjadi
perkawinan dan
3. Harta Perolehan:
Adalah harta benda yang diperoleh masing-masing suami dan isteri sebagai hadiah atau
warisan

B. Harta anak:
Harta bawaan
PUTUSNYA PERKAWINAN
• Pasal 38 UUP
1. Kematian,
2. Perceraian dan,
3. atas Keputusan Pengadilan
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
1. Kedua belah pihak tidak terikat perkawinan dengan status janda atau duda.
2. Mereka bebas uutuk melakukan perkawinan dengan pihak lain.
3. Mereka boleh untuk melakukan perkawinan kembali sepanjang tidak dilarang oleh undang-
undang atau agama mereka.
HUKUM PERIKATAN
(VERBINTENIS RECHT )
SUMBER PERIKATAN
Berdasar Pasal 1233 KUHPer.:
1. Dilahirkan karena Persetujuan (Perjanjian) dan
2. Dilahirkan karena Undang-Undang (Peraturan
Perundang-undangan)
HUKUM PERIKATAN
 Pengertian Perikatan tidak dijumpai dalam KUHPer, sehingga berdasarkan doktrin:
1. Hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain (Abdulkadir)
2. Hubungan hukum mengenai harta kekayaan yang terjadi antara debitur dan kreditur
3. Hubungan hukum antar 2 pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi
(Sudikno Mertokusumo)
PRESTASI
 Pengertian: Obyek perikatan
 Dasar Hukum: Pasa 1234 KUHPer.
 Macam:
1. Memberikan sesuatu
2. Berbuat sesuatu; atau
3. Tidak berbuat sesuatu
PERJANJIAN
 Menurut Pasal 1313 KUHPer.:
Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
 Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya (atau saling mengikatkan dirinya) terhadap satu orang lain atau lebih.
SYARAT SAH PERJANJIAN
 Menurut Pasal 1320 KUHPer.:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
ASAS-ASAS PERJANJIAN
 Asas perseorangan (kepribadian);
 Asas kesepakatan;
 Asas kebebasan perjanjian;
 Asas kekuatan mengikatnya perjanjian;
 Asas itikat baik
WANPRESTASI
• Unsur-unsur Wanprestasi:
1. Tidak melaksanakan perjanjian;
2. Melaksanakan perjanjian, tetapi terlambat;
3. Melakukan sesuatu, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan; dan
4. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
 Akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi
1. Pemenuhan/pembatalan perjanjian
2. Pemenuhan/pembatalan perjanjian dan ganti rugi
3. Ganti rugi
YANG DAPAT MEMBEBASKAN DEBITUR DARI GUGATAN WANPRESTASI
1. Mengajukan adanya keadaan memaksa (overmacht)
2. Mengajukan bahwa kreditur sendiri sebelumnya telah lalai (exceptio non adempleti
contractus)
3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(rechtverwerking)
Overmacht/Keadaan Memaksa/Keadaan Kahar/Force
Majeur:
Adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat
diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perjanjian
ZAAKWARNEMING (PENYELENGGARAAN KEPENTINGAN)
 Menurut Pasal 1354 KUHPer.:
Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang
lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya
dapat mengerjakan sendiri urusan itu.
Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan dengan suatu
pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
PERBUATAN MELANGGAR HUKUM
 Menurut Pasal 1365 KUHPer.:
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
 Unsur-Unsur Perbuatan Melanggar Hukum:
1. Adanya Perbuatan;
2. Kesalahan;
3. Kausal; dan
4. Kerugian
HUKUM WARIS
Oleh: Arief Suryono
PENGERTIAN HUKUM WARIS
Menurut Wiryono Projodikoro :
Ketentuan yang mengatur soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban
tentang kekayaan seseorang pada waktu meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang
masih hidup.
Menurut Gregor Van Der Burght :
Semua peraturan hukum yang mengatur kekayaan seseorang yang meninggal dunia yaitu
mengenai pemindahan kekayaan tersebut, akibatnya bagi yang memperoleh, baik dalam
hubungan antar mereka maupun dengan pihak ketiga.
PRINSIP-PRINSIP PEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA
 Yang berpindah di dalam pewarisan adalah kekayaan (hak dan kewajiban) si Pewaris.
 Pewarisan hanya terjadi karena kematian.
 Ahli waris harus sudah ada secara hukum pada saat terbukanya warisan.
 Tidak memandang asal barang-barang untuk mengatur warisan terhadapnya.
MACAM-MACAM AHLI WARIS
1. Menerima warisan karena anggota keluarga (sedarah, janda/duda) si pewaris.
2. Menerima warisan karena wasiat dari pewaris.
Note: Tidak boleh melanggar ketentuan
Legitieme Portie.
LEGITIME PORTIE
Menurut Pasal 913 KUHPerdata:
Bagian mutlak atau Legitime Portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus
diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si
yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang
masih hidup, maupun selaku wasiat.
Jadi, pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun
demikian pemberian tersebut tidak boleh melanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli
waris berdasarkan Undang-Undang tersebut
LEGITIME PORTIE MENURUT PASAL 914 & 915 KUHPer
(AHLI WARIS GARIS LURUS Ke BAWAH & Ke ATAS)
 Menurut Pasal 914 KUHPer.
 Jika pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah, maka LPnya adalah setengah dari
bagiannya menurut undang- undang
 Jika meninggalkan dua orang anak sah, maka besarnya LP adalah dua pertiga dari bagian
menurut undang-undang dari kedua anak sah tersebut.
 Jika meninggalkan tiga orang anak sah atau lebih, maka besarnya LP adalah tiga perempat
dari bagian para ahli waris tersebut menurut ketentuan undang-undang.
 Menurut Pasal 915 KUHPer.
 Untuk ahli waris dalam garis keatas (orang tua, kakek/nenek pewaris), besarnya LP
selamanya setengah dari bagian menurut Undang-undang.
SYARAT AHLI WARIS
1. “Masih hidup” pada waktu warisan terbuka atau dibagikan.
2. Bukan orang yang dinyatakan undang-undang sebagai tidak patut menerima warisan
(telah/mencoba membunuh pewaris, menghalangi pewaris membuat wasiat, memalsukan/
menghilangkan wasiat).
3. Tidak menolak warisan.
OBYEK HUKUM WARIS
1. Barang/benda berwujud.
2. Tagihan/lunasan.
3. Penerimaan/pendapatan/penghasilan: jaminan pensiun, asuransi, honorarium, penghasilan
tertentu (yang dapat diterima atau diteruskan kepada ahli waris)
4. Gelar/kedudukan (hukum adat).
5. Obyek immateriel (hak cipta).
CARA MEWARIS
A. Mewaris berdasarkan undang-undang.
B. Mewaris berdasarkan surat wasiat.
A. MEWARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
Mewaris berdasarkan undang-undang disebut juga mewaris ab- intestato, sedangkan ahli
warisnya disebut ab-instaat. Mewaris berdasarkan undang-undang terdiri atas:
1. Mewaris berdasarkan kedudukan sendiri.
2. Mewaris berdasarkan penggantian tempat (hanya karena kematian), dengan syarat :
a. Orang yang digantikan meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris.
b. Orang yang menggantikan harus keturunan sah dari orang yang digantikan.
c. Orang yang menggantikan harus memenuhi syarat umum untuk mewaris.
GOLONGAN AHLI WARIS MENURUT UNDANG-UNDANG
 Golongan I:
Terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya.
 Golongan II:
Terdiri dari orang tua dan saudara-saudara besertaketurunannya.
 Golongan III:
Terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas.
 Golongan IV:
Terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli
waris golongan III beserta keturunannya.
B. PEWARISAN MENURUT WASIAT
 Surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa
yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut
kembali.
 Sebuah testament harus berbentuk tulisan yang dapat dibuat dengan akte di bawah tangan
ataupun otentik dan berisikan pernyataan kehendak yang dapat diartikan sebagai tindakan
hukum sepihak.
SYARAT PEMBUAT TESTAMENT
 Sudah mencapai usia 18 tahun.
 Sudah menikah, sekalipun belum berusia 18 tahun.
SURAT WASIAT MENURUT BENTUKNYA
 Wasiat Olographis (Olographis Testament)

 Wasiat Umum atau terbuka (Openbaar Testament)


Adalah wasiat berbentuk akta notaris yang isinya dibuat sesuai dengan kehendak
pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi untuk dibacakan saat pembuat
surat wasiat meninggal dunia.
 Wasiat Rahasia atau tertutup (Geheimde Testament)

SURAT WASIAT MENURUT ISINYA


 Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling)
 Surat wasiat hibah (legaat).

Anda mungkin juga menyukai