Anda di halaman 1dari 15

PERKAWINAN DAN

PERCERAIAN
KELOMPOK 1
Andi Nur Aiynun (22006024)
Andi Nurfitri Adhar (22006025)
Andi Rahayu Tri Nur Insani (22006026)
Andi Irawati (22006047)
Andi Rahmaniar (22006048)
Andi Vivi Elvira (22006051)
Andi Ainul Suras (22006055)
Aisyah Dinda Maharani (22006065)

Dosen pembimbing :

Dewi Purnama Windasari, SKM, M.Kes

 
Pengertian Perkawinan
 Perkawinan merupakan ikatan suci antara pria dan wanita yang saling
mencintai dan menyayangi. Sudah menjadi kebutuhan hidup mendasar bila
setiap insan akan menikah. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh
masyarakat sejak zaman dahulu, sekarang dan masa yang akan datang sampai
akhir zaman.
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan)
mendefenisikan, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami isteri. Dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
 Pengertian perkawinan menurut masyarakat secara luas juga dapat
didefenisikan sebagai ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi
yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata
dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang
biasanya intim dan seksual.
 Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja
berarti perikatan perdata “tetapi juga merupakan perikatan adat‟ dan sekaligus
merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan‟
Jenis Perkawinan

Perkawinan poligami
Perkawinan eugenic
Perkawinan periodic atau term marriage
Perkawinan percobaan atau trial marriage
Perkawinan persekutuan
Syarat Perkawinan menurut pasal 6 sampai Pasal 11 Undang-
Undang No.1 tahun 1974 Tentang perkawinan, yaitu:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai


2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur
21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya,
apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang
tuanya telah meninggal dunia.

3. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19


tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada
penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk
oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
Syarat-syarat yang diatur menurut kompilasi hukum islam tentang perkawinan
yaitu menurut pasal 14 Kompilasi Hukum Islam Untuk melaksanakan
perkawinan harus ada :
a. Calon Suami; Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya
boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam
pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya
berumur 19 tahun.
b. Calon Isteri; Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya
boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam
pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni dan calon isteri sekurang-kurangnya
berumur 16 tahun.
c. Wali nikah; Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya Yang bertindak sebagai
wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim,
aqil dan baligh.
d. Dua orang saksi; Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang
laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu atau
tuli. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta
menandatangani Akta Nikah pada waktu dan ditempat akad nikah dilangsungkan. Ijab
dan Kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak
berselang waktu.
Wali nikah terdiri dari dua bagian:

1. Wali nasab
• Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang
satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan
dengan calon mempelai wanita. Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus
keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat
saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki
mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah,
saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-
laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

2. Wali hakim
• Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada
atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau
gaib atau adlal atau enggan. Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim
baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama
tentang wali tersebut.
 
Hukum Dalam Perkawinan
• Menurut UU No.1 Tahun 1974 hakikat perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri. Dari rumusan diatas jelaslah bahwa ikatan lahir dan batin harus
ada dalam setiap perkawinan. Terjalinnya ikatan lahir dan batin
merupakan fondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang
bahagia dan kekal. Dengan demikian, bahwa hakikat perkawinan itu
bukan sekedar ikatan formal belaka, tetapi juga ikatan batin.
• Apabila kita membaca KUHP dapat diketahui bahwa hakikat
perkawinan adalah merupakan hubungan hukum antara subjek-
subjek yang mengikatkan diri dalam perkawinan (dalam hal ini yang
dimaksud adalah antara seorang pria dan seorang wanita).Hubungan
tersebut didasarkan pada persetujuan diantara mereka dan dengan
adanya tujuan tesebut mereka menjadi terikat
Akibat Hukum dari Perkawinan terhadap Suami Istri menurut UU
No.1/1974 danKUHPdt/BW. Pasal 30 sampai dengan 34 UU No.1/1974,
yang isinya:

1. Suami istri memikul kewajiban hukum untuk menegakan rumah tangga


yang menjadisendi dasar susunan masyarakat
2. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir-batin yang satu kepada yang lain.
3. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan suami dalah kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat
4. Suami istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
5. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.
Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
rumah tangga sesuai dengan kemampuannya dan istri wajib mengurus
rumah tangga dengan sebaik- baiknya
6. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang ditentukan
secara bersama.

.
Akibat lain yang timbul dari hubungan suami istri yang
terdapat dalam KUHPdt/BW

• Suami istri wajib tinggal bersama dalam satu rumah. Istri harus tunduk
patuh kepada suaminya, ia wajib mengikuti kemana suami memandang
baik untuk bertempat tinggal.
• Suami wajib menerima istrinya dalam satu rumah, yang ia alami. Suami
juga wajib melindungi istrinya dan memberi padanya segala apa yang
perlu dan berpanutan dengan kedudukan dan kemampuannya.

• Suami istri saling mengingatkan diri secara timbal balik untuk

memelihara dan mendidik anak-anak.


Pengertian Perceraian

o Perceraian menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti perihal


bercerai antara suami dan istri, yang kata bercerai itu sendiri
artinya menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan sebagai
suami istri
o Menurut KUH Perdata pasal 207 perceraian merupakan
penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan
salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan
tertentu.
o Menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan
dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu.
Bentuk dan Jenis Perceraian

a. Cerai berdasarkan talak: Talak adalah ikrar suami dihadapan


sidangPengadilan Agama yang menjadi salah satu penyebab
putusnya perkawinan.

b. Cerai berdasarkan gugat :Gugatan perceraian adalah perceraian


karena ada suatu gugatan lebih dahuludari salah satu pihak kepada
Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan.
Faktor Utama Penyebab Perceraian

• Perselingkuhan
• Kurangnya komunikasi
• Factor ekonomi
• Tidak mau mengalah
• Adanya campur tangan orang tua
• Perbedaan prinsip dan keyakinan
• Kurangnya kepercayaan atau rasa tidak aman
• Perilaku criminal atau KDRT
Akibat Dan Hukum Perceraian

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Akibat hukum dari perceraian adalah:

a. Status hak asuh anak (bilamana umur anak kurang dari 12 tahun maka akan
diberikan kepada ibunya) sesuai dengan Bagi yang muslim diatur dalam
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam Pemeliharaan anak yang belum
mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Sementara bagi
yang non-muslim yaitu diberikan kepada orang tua yang paling dengan
dengan anak tentunya melihat psikologis kedekatan orang tua dan anak
tersebut.
b. Nafkah, Pengadilan dapat Menentukan besar kecilnya nafkah yang harus
ditanggung oleh suami, juga nafkah anak untuk pemeliharaan dan pendidikan
anak tersebut.
c. Harta bersama, perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing, Yang dimaksud dengan "hukumnya"
masing-masing; ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya
pengadilan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang
yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai