Hukum Waris adalah aturan hukum yang mengatur mengenai akibat hukum dari
meninggalnya seorang terhadap kekayaan yang ditinggalkannya, yaitu mengatur cara
menentukan kekayaan tersebut akan berpindah kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Dalam hukum waris juga diatur mengenai akibat hukum dari perpindahan
tersebut, baik dalam hubungan di antara para ahli waris maupun dalam hubungan antara
ahli waris dengan pihak ketiga.
Pewarisan adalah peristiwa berpindahnya hak milik atas harta warisan dari pewaris
kepada ahli waris yang terjadi seketika dan demi hukum sejak saat matinya pewaris
(saisine). Hal tersebut dapat terjadi melalui dua kemungkinan, yaitu pewarisan berdasar
undang-undang (ab-intestato) atau pewarisan berdasar surat wasiat atau pewarisan
testamenter (ad-testamento).
1. Berdasarkan Pasal 131 I.S. jo. 163 I.S., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dinyatakan berlaku bagi: 1) orang-orang Belanda; 2) orang-orang Eropa yang lain; 3)
orang-orang Jepang dan orang-arang lain yang tidak termasuk dalam kelompok 1 dan
2 yang tunduk pada hukum yang mempunyai asas-asas hukum keluarga yang sama;
dan 4) orang yang lahir di Indonesia, yang sah atau diakui secara sah dan keturunan
lebih lanjut dari orang-orang yang termasuk kelompok 2 dan 3.
2. Bagi golongan Tionghoa diberlakukan S. 1917 No. 129 yang kepadanya diberlakukan
seluruh ketentuan KUH Perdata.
3. Bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa diberlakukan S. 1924 No. 556 yang
berlaku sejak 1 Maret 1925 bahwa KUH Perdata dinyatakan berlaku, kecuali (al.
Buku II title 12 tentang pewarisan karena kematian).
Pluralisme Di Bidang Hukum Waris
Hukum Waris Adat Hukum Waris Islam Hukum Waris KUH Perdata
1. suami atau istri adalah ahli
Sistem hukum kekeluargaan 1. Didasarkan pada prinsip golongan ahli
waris;
dalam masyarakat hukum adat waris ;
2. kaum perempuan dan anggota
dibedakan menjadi (1) sistem 2. Didasarkan pada prinsip hubungan
keluarga pada garis ibu diberi
kekeluargaan parental, (2) sistem perderajatan;
hak mewaris;
kekeluargaan patrilineal, dan (3) 3. Kehendak pewaris dalam surat wasiat
3. orang tua dan keluarga
sistem kekeluargaan matrilineal. didahulukan;
sedarah dalam garis ke atas
Perbedaan sistem kekeluargaan 4. Hukum waris undang-undang pada
diberi hak untuk mewaris
dalam masyarakat adat akan prinsipnya bersifat menambah atau
walaupun pewaris
menentukan sistem hukum mengatur;
meninggalkan anak atau
perkawinan, keturunan yang 5. Tidak mengenal pembagian warisan
keturunan anak;
termasuk dalam keluarga secara mayoret;
4. Ahli waris perempuan diberi
sedarah, dan menentukan orang 6. Mengenal cara mewaris atas dasar
hak separuh dari hak waris
yang berhak menjadi ahli waris. kedudukan sendiri dan atas dasar
laki-laki;
penggantian tempat
5. mengenal pewarisan berdasar
7. Anak adopsi, anak angkat, dan anak luar
penggantian tempat;
kawin semuanya berhak mewaris; dan
6. anak angkat dan anak luar
8. Wasiat dibatasi berdasarkan pada bagian
kawin tidak mewaris; dan
legitim atau bagian yang telah ditetapkan
7. wasiat dibatasi hanya sampai
oleh undang-undang (legitieme portie.
sepertiga warisan.
DUA MACAM PEWARISAN, ASAS UMUM
PEWARISAN, DAN SYARAT MENJADI AHLI
WARIS
Dua Macam Pewarisan
Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli
warisnya menurut undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah
diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.
A B
C D E F
G H I
Keluarga sedarah garis lurus
Skema 1
A 1
B 2
C
Keluarga sedarah garis menyimpang
Skema 2
A 3 4
B C 5
2
1 D E
F
Keluarga sedarah luar kawin
Skema:
Skema:
1 B A X X Y
Y Z
ANAK ZINAH
ANAK SUMBANG
Skema:
A B X
2 Skema:
X dan Y kedua- Antara X dengan
Y nya tidak terikat Y tidak ada
X Y larangan kawin
perkawinan
Skema:
Z
A B C D
3
X
ANAK LUAR KAWIN
2. Telah lahir saat warisan terbuka
A B A B
C D E F
X C
G H I
3. Tidak termasuk orang yang dinyatakan “tidak patut mewaris” oleh undang-
undang (onwaardigheid)
A tidak patut dan masih hidup A tidak patut dan telah meninggal
P
P
A B A B
C D C D
Pasal 840
Skema 3
A B
C D E F G
4. Tidak menolak warisan
1. Dalam Pasal 1058 disebutkan bahwa “Si waris yang menolak warisan dianggap tidak
pernah menjadi waris”.
2. Pasal 1045 menyebutkan bahwa “Tiada seorang pun diwajibkan menerima suatu
warisan yang jatuh kepadanya”.
3. Penolakan warisan harus dilakukan tegas dengan membuat pernyataan di
kepaniteraan pengadilan negeri tempat kematian berada (Pasal 1057).
4. Seseorang yang telah menolak warisan tidak dapat digantikan tempatnya, jika ia satu-
satunya ahli waris atau jika semua ahli waris menolak warisan sehingga semua
keturunan mereka mewaris atas dasar kedudukan sendiri (Pasal 1060).
5. Tidak disingkirkan oleh pewaris dalam surat wasiat
1. Pewaris adalah seorang pemilik harta warisan karena pada dasarnya dia yang paling
berhak mengatur harta warisannya melalui surat wasiat (874).
2. Pewaris dapat mengangkat orang lain—orang yang tidak mempunyai hubungan darah
sehingga bukan ahli waris undang-undang—untuk menjadi ahli waris.
3. Pewaris dapat menyingkirkan keluarganya sendiri—ahli waris undang-undang—dari
haknya atas harta warisan.
4. Pembatasan pada "keluarga sedarah dalam garis lurus" atau para "legitimaris",
undang-undang memberikan pembatasannya yang disebut “legitieme portie” atau
“bagian legitim”.
Pengelompokan kelima syarat mewaris