Anda di halaman 1dari 559

SNI 2547:2008

Standar Nasional Indonesia

Spesifikasi meter air minum

ICS Badan Standardisasi Nasional


SNI 2547:2008

Daftar isi

Error! Bookmark not defined.


Daftar isi .......................................................................................................................................i
Prakata ........................................................................................................................................ii
Pendahuluan .............................................................................................................................. iii
1 Ruang lingkup....................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif...................................................................................................................... 1
3 Istilah dan defenisi ................................................................................................................ 1
4 Karakteristik teknis................................................................................................................ 9
5 Persyaratan metrologi........................................................................................................ 12
6 Persyaratan teknis .............................................................................................................. 18
Lampiran A ............................................................................................................................... 32
Lampiran B ............................................................................................................................... 35

i
SNI 2547:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Spesifikasi meter air minum adalah revisi dari SNI 05-
2547-1991, Spesifikasi meter air bersih (ukuran 13 mm - 40 mm), standar ini merupakan adopsi
ISO 4064-1: 2005 Measurement of water flow in fully charged closed conduits–Meters for cold
potable water and hot water–Part 1: Specifications dengan modifikasi besar pada persyaratan
ketahanan bahan yaitu penggunaan kelas temperatur maksimum dari meter air yaitu 50 oC.
Sedangkan perbedaannya dengan SNI lama adalah pada kelas temperatur maksimum dari
meter air yaitu 40 oC.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui
Gugus Kerja Lingkungan Permukiman pada Subpanitia Teknik Perumahan, Sarana dan
Prasarana Permukiman.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman BSN Nomor 8 Tahun 2000 dan dibahas pada
forum rapat konsensus pada tanggal 27 April 2006 di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 2547:2008

Pendahuluan

Spesifikasi ini menetapkan istilah, karakteristik teknis, karakteristik metrologis dan persyaratan
kehilangan tekanan untuk meter air minum. Spesifikasi ini berlaku bagi meter air dengan
tekanan kerja maksimum yang dapat diterima (MAP)  1 MPa (0,6 MPa untuk meter air yang
menggunakan pipa diameter nominal, DN  500 mm) dan temperatur maksimum yang dapat
diterima MAT 50 0C.

Meter air ini telah banyak digunakan oleh pemerintah maupun badan-badan usaha dalam
proyek-proyek penyediaan air bersih, sehingga dengan adanya standar ini akan memberikan
kemudahan bagi perencana dan jaminan mutu bagi para produsen, pengguna dan pengelola air
minum.

iii
SNI 2547:2008

Spesifikasi meter air minum

1 Ruang lingkup

Spesifikasi ini menetapkan istilah, karakteristik teknis, karakteristik metrologis dan persyaratan
kehilangan tekanan untuk meter air minum. Spesifikasi ini berlaku bagi meter air dengan
tekanan kerja maksimum yang dapat diterima (MAP)  1 MPa (0,6 MPa untuk meter air yang
menggunakan pipa diameter nominal, DN  500 mm) dan temperatur maksimum yang dapat
diterima MAT 50 0C. Spesifikasi ini juga berlaku untuk meter air, tanpa bergantung teknologi,
digambarkan sebagai integrasi instrumen pengukur secara kontinu menentukan volume air
mengalir melalui meter air.

2 Acuan normatif

ISO 4064-1: 2005 Measurement of water flow in fully charged closed conduits – Meters for cold
potable water and hot water – Part 1: Specifications
ISO 3: 1973 Preferred numbers – Series of preferred numbers
ISO 228-1, Pipe threads where pressure-tight joint are not made on the threads – Part 1 :
Dimensions, tolerances and designation
ISO 4064-3: 2005, Measurement of water flow in fully charged closed conduits – Meters for cold
potable water and hot water – Part 3: Test methods and equipment
ISO 6817 Measurement of conductive liquid flow in closed conduits – Methods using
electromagnetic flowmeters
ISO 7005-2, Metallic flanges – Part 2: Cast iron flanges
ISO 7005-3, Metallic flanges – Part 3: Copper alloy and composite flanges
OIML D 11: 1994, General requirements for electronic measuring instruments
OIML V 1: 2000, International vocabulary of terms in legal metrology (VIML)
OIML V 2: 1993, International vocabulary of basic and general terms in metrology (VIM)
SNI 05-2547-1991, Spesifikasi meter air bersih (ukuran 13 mm - 40 mm)
SNI 05-2418-1991, Metode pengujian meter air bersih (ukuran 13 mm - 40 mm)
SNI 05-2419-1991, Metode Pengambilan contoh meter air minum

3 Istilah dan defenisi

3.1
meter air
alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan
yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung, dan unit indikator pengukur untuk
menyatakan volume air yang lewat

1 dari 39
SNI 2547:2008

3.2
badan meter air
bagian utama yang ditengahnya merupakan ruang untuk menempatkan alat hitung dan
mempunyai saluran masuk dan saluran keluar pada sisi yang berlawanan
3.3
ruang ukur
bagian badan meter yang berfungsi sebagai wadah untuk menempatkan unit penghitung untuk
menentukan besarnya volume air

3.4
alat hitung
bagian dari meter air yang menerima sinyal dari transduser, bila memungkinkan dari alat ukur
yang disertakan, merubahnya ke dalam hasil pengukuran dan, jika sesuai, menyimpan hasilnya
dalam memori sampai hasil ini digunakan

CATATAN Sebagai tambahan, alat hitung harus mampu untuk berkomunikasi pada kedua arah dengan
peralatan ancillary

3.5
sensor aliran dan volume
bagian dari meter air (seperti disc, piston, roda, elemen turbin atau coil elektromagnetis), yang
mengubah aliran air yang diukur menjadi suatu besaran ukur atau volume air melewati meter air

3.6
alat transduser/pengukur
bagian dari meter air yang mengubah bentuk aliran atau volume air yang diukur ke dalam sinyal
yang disampaikan ke alat hitung

CATATAN 1 Tranduser pengukur dapat didasarkan pada prinsip mekanikal, elektrikal atau elektronik.
Transduser tersebut harus autonomous (otonom) atau menggunakan sumber tenaga eksternal

CATATAN 2 Untuk kepentingan dari spesifikasi ini, pengukuran dengan transduser meliputi sensor alir
atau sensor volume

3.7
alat penunjuk
bagian dari meter air yang menunjukkan hasil pengukuran, dapat secara kontinu atau atas
permintaan

CATATAN Suatu peralatan pencetak/printing, yang mempersiapkan suatu indikasi pada akhir
pengukuran, dan ini bukanlah suatu alat penunjuk

3.8
kepala meter air
bagian yang mengencangkan duduknya alat hitung

3.9
tutup meter air
tutup yang melindungi bagian atas alat hitung

2 dari 39
SNI 2547:2008

3.10
inner
peralatan bagian dalam meter air terdiri dari alat penghitung, sensor, tranduser dan alat
penunjuk

3.11
meter air horizontal
tipe meter air langsung ditetapkan ke dalam saluran tertutup dengan melakukan sambungan
pada ujung meter air (ulir atau flanged) , yang dipasang secara horizontal

3.12
meter air kombinasi
tipe meter air kombinasi horizontal yang mempunyai satu debit besar, satu debit kecil dan
mempunyai alat yang bisa berganti sistem kerja, tergantung pada besar debit yang lewat meter
air, baik kecil maupun besar atau kedua-duanya dapat mengalir otomatis secara langsung

CATATAN Pembacaan meter air yang diperoleh dari dua penjumlah mandiri, yang menjumlahkan kedua
nilai tersebut dari meter air

3.13
meter air lengkap
meter air yang mempunyai transduser pengukur (mencakup sensor alir) dan alat hitung
(termasuk peralatan indikasi) tidak terpisah

3.14
indikasi primer
indikasi (ditampilkan/displayed, dicetak/printed atau dimasukan dalam memori) yang dilakukan
untuk kontrol metrologikal yang sah

3.15
alat penyetel
peralatan yang menyatu dalam meter air, yang memperbolehkan pergeseran kurva kesalahan
secara paralel terhadap kurva itu sendiri, dengan maksud untuk membawa kesalahan indikasi
relatif dalam batas kesalahan maksimum yang diijinkan

3.16
alat koreksi
peralatan yang dihubungkan atau menyatukan pada meter air, secara otomatis melakukan
koreksi terhadap volume air pada kondisi ukur, dan/atau karakteristik air menjadi terukur
(sebagai contoh temperatur dan tekanan) dan kurva kalibrasi yang ditetapkan sebelumnya

CATATAN Karakteristik air harus diukur menggunakan instrumen pengukur yang dihubungkan, atau
disimpan dalam suatu memori di dalam instrumen

3.17
debit ( Q )
hasil dari volume air aktual yang melewati meter air dalam satuan waktu
3.18
debit nominal ( Q3 )
debit tertinggi dalam kondisi kerja operasi (ROC) yang harus dioperasikan dengan baik pada
sebuah meter air yang ditetapkan dengan kesalahan maksimum yang diijinkan
3 dari 39
SNI 2547:2008

3.19
debit maksimum ( Q4 )
debit paling tinggi yang dioperasikan untuk jangka waktu pendek pada meter air yang telah
ditetapkan dalam kesalahan maksimum yang diijinkan (MPE), dan kinerja metrologikal nya
harus dijaga bila debit ini secara berurutan dilaksanakan di dalam kondisi kerja operasi (ROC)
nya

3.20
debit minimum ( Q1 )
debit paling rendah yang dioperasikan pada meter air yang ditetapkan dalam kesalahan
maksimum yang diijinkan (MPE)

3.21
debit transisi ( Q2 )
debit yang terjadi antara debit nominal, Q3 , dan debit minimum, Q1 , dimana membagi rentang
debit dalam dua zona, "zona teratas" dan "zona terendah", masing-masing di karakteristik kan
dengan kesalahan maksimum yang diijinkan (MPE) nya sendiri

3.22
volume aktual ( Va )
total volume air yang melewati meter air, tanpa memperhatikan waktu yang seharusnya terekam

3.23
volume indikasi ( Vi )
volume air yang ditunjuk oleh meter air, sesuai dengan volume aktual

3.24
kesalahan maksimum yang diijinkan (maximum permissible error/MPE)
nilai-nilai ekstrim kesalahan indikasi relatif pada meter air yang diijinkan dari spesifikasi ini

3.25
kesalahan relatif
kesalahan penunjukan volume dibagi dengan volume aktual, dinyatakan dalam persen

3.26
kesalahan penunjukan
volume aktual yang ditunjukkan dikurangi dengan volume sebenarnya

3.27
kondisi kerja operasi (rated operating conditions/ROC)
kondisi penggunaan yang memberi rentang pada nilai faktor pengaruh, agar kesalahan indikasi
meter air yang diperlukan dalam batas kesalahan maksimum yang diijinkan (MPE)

3.28
kondisi pembatas (limiting conditions/LC)
kondisi ekstrim pada debit, temperatur, tekanan, kelembaban dan interferensi pengaruh magnet,
dimana kinerja meter air pada saat operasional tidak mengalami kerusakan, degradasi atau
kesalahan penunjukan saat dioperasikan dalam kondisi kerja operasi (ROC)
4 dari 39
SNI 2547:2008

CATATAN 1 Referensi di atas mengacu untuk LC teratas dan LC terbawah


CATATAN 2 LC untuk penyimpanan, transportasi dan operasi dapat berbeda

3.29
temperatur kerja ( Tw )
temperatur air rata-rata dalam pipa, diukur pada upstream meter air dan pada downstream
meter air

3.30
temperatur kerja minimum yang dapat diterima (minimum admissible working
temperature/mAT)
temperatur minimum pada meter air yang dapat terukur secara nominal pada saat pemberian
tekanan internal, tanpa penurunan kinerja metrologikal nya

3.31
temperatur kerja maksimum yang dapat diterima (maximum admissible working
temperature/MAT)
temperatur maksimum pada meter air yang dapat terukur secara nominal pada saat pemberian
tekanan internal, tanpa penurunan kinerja metrologikal nya

CATATAN mAT dan MAT yang secara berturut-turut pada temperatur kerja batas terendah dan tertinggi
dari kondisi kerja operasi (ROC)

3.32
tekanan kerja ( Pw )
tekanan air rata-rata dalam pipa, diukur pada upstream dan downstream meter air

3.33
tekanan kerja minimum yang dapat diterima (minimum admissible working
pressure/mAP)
tekanan minimum pada meter air yang dapat terukur secara nominal dalam kondisi kerja operasi
(ROC), tanpa penurunan kinerja metrologikal nya

3.34
tekanan kerja maksimum yang dapat diterima (maximum admissible working
pressure/MAP)
tekanan maksimum pada meter air yang dapat dihubungkan secara nominal dalam kondisi kerja
operasi (ROC), tanpa penurunan kinerja metrologikal nya

CATATAN mAP dan MAP yang secara berturut-turut pada temperatur kerja batas terendah dan
tertinggi kondisi dari kerja operasi (ROC)

3.35
kehilangan tekanan ( p )
kehilangan tekanan, pada debit alir yang ditentukan akibat adanya meter air di saluran pipa

5 dari 39
SNI 2547:2008

3.36
peralatan ancillary
peralatan yang bertujuan untuk melaksanakan fungsi tertentu, secara langsung dilibatkan dalam
ketelitian, pemancaran atau tampilan yang memperlihatkan hasil pengukuran

3.37
instrumen yang dihubungkan dengan pengukur
instrumen yang dihubungkan ke peralatan penghitung, peralatan koreksi atau peralatan
konversi, untuk mengukur kwantitas karakteristik air, dengan melakukan koreksi dan/atau
konversi

3.38
peralatan elektronik
alat yang memanfaatkan elektronik sub-assemblies dan melakukan suatu fungsi spesifik

CATATAN 1 Peralatan elektronik yang pada umumnya dibuat seperti unit terpisah dan mampu untuk
diuji dengan bebas
CATATAN 2 Peralatan elektronik, seperti digambarkan di atas, menjadi meter air lengkap atau bagian-
bagian dari meter air

3.39
elektronik sub-assembly
bagian dari peralatan elektronik yang terdiri dari komponen elektronik dan mempunyai fungsi
tertentu pada komponen elektronik itu sendiri

3.40
komponen elektronik
kesatuan phisik terkecil, yang menggunakan elektron atau lubang konduksi dalam semi-
konduktor, gas, atau dalam suatu ruang hampa

3.41
fasilitas pengontrol
fasilitas yang disatukan dalam meter air dengan peralatan elektronik dan yang memungkinkan
kesalahan penting terdeteksi dan untuk di koreksi
CATATAN Pemeriksaan suatu alat transmisi mengarahkan ke pembuktian bahwa semua informasi yang
dipancarkan (dan dengan pengecualian informasi) secara penuh diterima oleh peralatan penerima

3.42
fasilitas pengontrol otomatis
fasilitas pengontrol yang beroperasi tanpa intervensi operator

3.43
fasilitas pengontrol otomatis permanen tipe P
fasilitas pengontrol otomatis permanen yang beroperasi selama pelaksanaan pengukuran

3.44
fasilitas pengontrol otomatis sewaktu-waktu tipe I
fasilitas pengontrol otomatis sewaktu-waktu yang beroperasi pada interval waktu tertentu atau
per jumlah siklus pengukuran yang ditetapkan

6 dari 39
SNI 2547:2008

3.45
fasilitas pengontrol tipe N non-otomatik
fasilitas pengontrol non-otomatik yang membutuhkan intervensi operator

3.46
peralatan sumber tenaga (power supply)
peralatan yang mempunyai peralatan elektronik dengan energi elektrikal yang dibutuhkan,
menggunakan satu atau beberapa sumber a.c. atau d.c.

3.47
kesalahan
perbedaan antara kesalahan indikasi dan kesalahan yang hakiki pada meter air

3.48
kesalahan penting
kesalahan yang dinyatakan berlebihan, bila kesalahan yang ditunjuk lebih besar dari setengah
kesalahan maksimum yang diijinkan dalam " zona teratas"
CATATAN Yang berikut ini tidak dianggap sebagai kesalahan penting:
a) kesalahan yang timbul serentak akibat satu sama lain di dalam meter air itu sendiri atau dalam
fasilitas yang diperiksa itu sendiri;
b) kesalahan sementara menjadi variasi sesaat di dalam indikasi, yang tidak bisa ditafsirkan, disimpan,
atau dipancarkan sebagai hasil pengukuran.

3.49
pengaruh kwantitas
kwantitas yang tidak terukur tetapi mempengaruhi hasil pengukuran

3.50
kondisi referensi
satuan dari nilai referensi, atau rentang referensi, dari kwantitas pengaruh, menjelaskan uji
kinerja sebuah meter air, atau untuk pembanding hasil pengukuran
3.51
kesalahan hakiki
kesalahan indikasi pada sebuah meter air yang ditentukan sesuai kondisi referensi

3.52
kesalahan intrinsic initial
kesalahan yang hakiki pada meter air yang ditentukan sebelum melakukan semua uji kinerja

3.53
faktor pengaruh
kwantitas pengaruh yang mempunyai sebuah nilai dalam kondisi kerja operasi (ROC) pada
meter air, seperti disyaratkan dalam spesifikasi ini

3.54
gangguan
pengaruh kwantitas yang mempunyai nilai dalam batas yang disyaratkan spesifikasi ini, di luar
yang disyaratkan kondisi kerja operasi (ROC) pada meter air

CATATAN Suatu kwantitas pengaruh merupakan suatu gangguan bila kwantitas pengaruh itu tidak
disyaratkan kondisi kerja operasi (ROC)

7 dari 39
SNI 2547:2008

3.55
elemen pertama dari peralatan penunjuk
elemen di dalam suatu peralatan penunjuk berisi beberapa elemen, memberi pembagian skala
dengan verifikasi interval skala

3.56
interval skala verifikasi
divisi skala nilai terendah pada elemen pertama dari peralatan penunjuk

3.57
peralatan yang sedang diuji (EUT)
meter air lengkap, bagian dari meter air (sub-assembly) atau peralatan ancillary

3.58
sub-assembly
transduser pengukur, (mencakup sensor alir) dan peralatan indikasi (mencakup alat hitung) dari
meter kombinasi

3.59
debit uji
berarti debit selama suatu pengujian, dihitung dari indikasi suatu alat referensi yang dikalibrasi,
sama dengan hasil bagi volume aktual yang melewati meter air dibagi waktu volume saat lewat
meter air

3.60
diameter nominal
rancangan alphanumeric pada ukuran komponen suatu sistem pipa kerja, di mana digunakan
untuk tujuan referensi

CATATAN Diameter nominal ini menjadi keanggotaan DN yang diikuti oleh suatu bilangan penuh tanpa
dimensi yang secara tidak langsung dihubungkan dengan ukuran phisik dalam mm dari diameter inti/bore,
atau diameter luar pada sambungan akhir

3.61
peralatan konversi
alat yang secara otomatis mengkonversi volume yang diukur pada kondisi metering ke dalam
suatu volume pada kondisi-kondisi dasar, atau ke satuan berat, dengan memperhitungkan
karakteristik air (temperatur, tekanan, berat jenis (density), berat jenis relatif) diukur
menggunakan instrumen pengukur yang dihubungkan, atau disimpan dalam memori oleh
fasilitas pengontrol otomatis yang beroperasi pada interval waktu tertentu atau per jumlah yang
ditetapkan pada siklus pengukuran

3.62
unit sensor
bagian meter air yang mengubah aliran air yang diukur menjadi suatu besaran ukur yang dikirim
ke bagian indikator/penunjuk setelah melalui unit penghitung/transmisi.

8 dari 39
SNI 2547:2008

4 Karakteristik teknis

4.1 Meter air horizontal

4.1.1 Ukuran meter dan dimensi keseluruhan

Ukuran meter mempunyai karakteristik ukuran ulir atau ukuran nominal dari flens pada ujung
sambungan. Untuk setiap ukuran meter air dihubungkan secara tetap dengan dimensi
keseluruhan. Dimensi meter air, seperti tertera dalam gambar 1, harus sesuai Tabel 1.

Keterangan gambar
1 sumbu pipa

CATATAN H1, H2, L, W1 dan W2 menggambarkan tinggi, panjang dan lebar berturut-turut dari suatu
cuboid didalam mana meter air dapat dimasukkan (penutup pada sudut-sudut kanan dengan posisi
tertutup). H1, H2, W1 dan W2 adalah dimensi maksimum, L adalah nilai tetap dengan toleransi yang
disyaratkan.

Gambar 1 Ukuran meter air dan dimensi keseluruhan

9 dari 39
SNI 2547:2008

Tabel 1 Dimensi meter air

satuan dalam milimeter


Ukuran b b
a amin bmin L L W1;W2 H1 H2
DN (alternatif)
145,170,175,
15 10 12 165 65 60 220
180,190
165,175,
20 12 14 190 65 60 240
195,200,220
25 12 16 260 225,273 100 65 260
32 13 18 260 230,270,300 110 70 280
40 13 20 300 270,387 120 75 300
50 200 170,245 135 216 390
65 200 170,270 150 130 390
80 200 190,225 180 343 410
100 250 210,280 225 356 440
125 250 220,275 135 140 440
150 300 230,325,350 267 394 500
200 350 260,400 349 406 500
250 450 400,600 368 521 500
300 500 400,800 394 533 533
350 500 420,800 270 300 500
400 600 500,550,800 290 320 500
500 600 500,625,680 365 380 520
600 800 500,750,820,920 390 450 600
800 1200 600 510 550 700
> 800 1,25xDN DN 0,65xDN 0,65xDN 0,75xDN
Keterangan:
a
DN : Ukuran nominal flens dan sambungan ulir
b
Toleransi panjang : DN 15 sampai DN 40-0/-2 mm
DN 50 sampai DN 300-0/-3 mm
DN 350 sampai DN 400-0/-5 mm
Toleransi terhadap panjang meter air yang lebih besar dari DN 400 harus disetujui antara pengguna
dan pabrik.

4.1.2 Sambungan ulir

Nilai yang diijinkan dari dimensi a dan b untuk sambungan ulir tertera dalam Tabel 1. Ulir harus
sesuai dengan ISO 228 – 1. Gambar 2 menggambarkan dimensi a dan b.

Gambar 2 Sambungan ulir

10 dari 39
SNI 2547:2008

4.1.3 Sambungan flens

Sambungan ujung flens harus sesuai dengan ISO 7005-2 dan ISO 7005-3 untuk tekanan
maksimum sesuai dengan meter air. Dimensi harus seperti yang diberikan Tabel 1.

Konstruksi meter air harus mempermudah pemeriksaan yang layak, bagian muka, belakang dan
pinggiran roda pada flens untuk mempermudah akses pemasangan dan pemindahan.

4.1.4 Kombinasi sambungan meter air

Dimensi harus seperti yang tertera dalam Tabel 2.

Panjang keseluruhan dari pada suatu meter air kombinasi dapat berupa dimensi tetap atau
dapat disetel dengan bantuan sliding coupling (coupel dorong). Dalam kasus ini, persetujuan
dimungkinkan, panjang keseluruhan meter air minimum harus  15 mm relatif terhadap nilai
nominal L yang tertera dalam Tabel 2.

Variasi lebar dalam tinggi dari tipe variasi meter air kombinasi, tidak diperbolehkan pada
standarisasi untuk dimensi ini.

Tabel 2 Sambungan kombinasi meter air dengan ujung flens

Ukuran L L W1 ;W2
DNa (tersedia) (alternatif)
50 300 270, 432, 560, 600 220
65 300 650 240
80 350 300, 432, 630, 700 260
100 350 360, 610, 750, 800 350
125 350 850 350
150 500 610, 1000 400
200 500 1160, 1200 400
a
DN : Ukuran nominal sambungan flens

4.2 Disain dari pada sambungan berbagai tipe meter air

Sambungan meter air harus dirancang terhadap penghubung meter, menggunakan skrup ulir
yang dipersiapkan, untuk berbagai jenis yang terdapat pada disain permukaan. Seals (penutup)
yang sesuai dapat memastikan tidak terjadinya kelemahan antara sambungan inlet dan bagian
luar tipe-tipe meter air atau antara jalan lintas yang menghubungkan inlet dan outlet.

4.3 Kehilangan tekanan

Kehilangan tekanan maksimum dalam kondisi kerja operasi (ROC), tidak boleh melampaui
0,025 MPa (0,25 bar/ p 25), berlaku untuk Q3 . Ini mencakup semua saringan yang ada pada
meter air.

11 dari 39
SNI 2547:2008

5 Persyaratan metrologi

5.1 Karakteristik metrologi

5.1.1 Disain meter air dan debit nominal

Meter air dirancang sesuai dengan debit nominal Q3 dalam meter kubik per jam (m3/jam) dan
rasio dari Q3 terhadap debit minimum Q1.

Nilai numerik pada debit nominal Q3 , dinyatakan dalam meter kubik per jam (m3/jam) harus
dipilih :

a) dari line R 5 pada ISO 3 : 1973, sebagai berikut :

1,0 1,6 2,5 4,0 6,3


10 16 25 40 63
100 160 250 400 630
1000 1600 2500 4000 6300

(daftar ini dapat diperluas ke nilai tertinggi atau nilai terendah dalam seri-seri) atau

b) dari nilai-nilai berikut : (1,5); (3,5); (6); (15); (20).

5.1.2 Rentang pengukuran

Rentang pengukuran untuk debit alir ditentukan dengan rasio Q3 / Q1 . Nilai dari Q3 / Q1 dipilih
sebagai berikut :

a) dari lini R 10 dari ISO 3 : 1973, sebagai berikut :

10 12,5 16 20 25 31,5 40 50 63 80
100 125 160 200 250 315 400 500 630 800
(daftar ini dapat diperluas ke nilai tertinggi dalam seri-seri)
Untuk aplikasi, dipilih nilai 50 dan 100 (lihat lampiran A)
b) dari nilai berikut : (15); (35); (60); (212)

5.1.3 Hubungan antara debit nominal Q3 dan debit maksimum Q4

Debit maksimum digambarkan dengan :

Q4/Q3= 1,25

5.1.4 Hubungan antara debit transisi (Q2) dan debit minimum (Q1)

Debit transitional harus ditentukan juga sesuai :


a) Q2/Q1= 1,6 atau
b) Q2/Q1= (1,5) ; (2,5) ; (4) ; (6,3), selama Q3/Q2 > 5

Yang dipilih Q2 / Q1  4 ; (Tabel nilai Q, lihat lampiran A)

12 dari 39
SNI 2547:2008

5.2 Kesalahan maksimum yang diijinkan

5.2.1 Kesalahan maksimum yang diijinkan dalam umur teknis

Kesalahan maksimum yang diijinkan pada meter air dalam pemakaian dilapangan harus tidak
dua kali kesalahan maksimum yang diijinkan dalam sub pasal 5.2.3 dan 5.2.4.

5.2.2 Kesalahan relatif (  )

Kesalahan relatif dinyatakan dalam persen, dan adalah sama dengan :

(Vi  Va )
 .100
Va

dimana
Vi adalah volume yang ditunjukkan
Va adalah volume aktual

5.2.3 Rentang aliran terendah MPE

Kesalahan maksimum yang diijinkan, positif atau negatif, terhadap volume yang mengalir pada
debit antara debit minimum (Q1) sampai debit transisi (Q2) adalah 5% untuk air yang mempunyai
temperatur dalam kondisi kerja operasi (ROC).

5.2.4 Rentang aliran tertinggi MPE

Kesalahan maksimum yang diijinkan, positif atau negatif, terhadap volume yang mengalir pada
debit antara debit transisi (Q2) sampai dengan debit maksimum (Q4) adalah :
a) 2% untuk air yang mempunyai temperatur  30 0 C ;
b) 3% untuk air yang mempunyai temperatur > 30 0 C .

5.2.5 Tanda dari kesalahan

Jika semua kesalahan dalam rentang pengukuran meter air mempunyai tanda yang sama,
paling sedikit satu dari kesalahan harus kurang dari setengah kesalahan maksimum yang
diijinkan (MPE).

5.2.6 Aliran balik

Meter air harus dirancang satu arah aliran, tidak ada aliran balik.

5.2.7 Persyaratan MPE variasi temperatur dan tekanan

Persyaratan yang berhubungan dengan kesalahan maksimum yang diijinkan (MPE) harus
memenuhi berbagai variasi temperatur dan tekanan yang terjadi dalam kondisi kerja operasi
(ROC) pada meter air.

13 dari 39
SNI 2547:2008

5.2.8 Meter air dengan alat hitung dan transduser pengukur terpisah

Alat hitung dan tranduser pengukur pada meter air, dimana keduanya terpisah dan dapat
bertukar tempat dengan alat hitung lainnya dan transduser pengukur pada rancangan yang
sama atau berbeda, dapat menjadi bagian utama pada pemisahan pola yang diharapkan.

Kesalahan maksimum yang diijinkan pada alat hitung kombinasi dan tranduser pengukur tidak
boleh melampaui nilai yang diberikan sub pasal 5.2.3 dan 5.2.4.

5.3 Jumlah keseluruhan aliran nol

Penunjukan angka pada meter air tidak boleh berubah, jika tidak ada aliran air.

5.4 Kondisi kerja operasi

Meter air diklasifikasikan berdasarkan kondisi kerja operasional yang ditentukan oleh rentang
temperatur dan tekanan air.

5.4.1 Kelas temperatur meter air

Kelas temperatur meter air yang dipilih adalah T 50 dari tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Kelas-kelas temperatur


Kelas mAT MAT Kondisi referensi
(0C) (0C) (0C)
T30 0,1 30 20
T50 0,1 50 20
T70 0,1 70 20 dan 50
T90 0,1 90 20 dan 50
T130 0,1 130 20 dan 50
T180 0,1 180 20 dan 50
T30/70 30 70 50
T30/90 30 90 50
T30/130 30 130 50
T30/180 30 180 50

5.4.2 Kelas tekanan meter air

5.4.2.1 Tekanan air yang dapat diterima

Tekanan air harus diukur pada inlet upstream meter untuk evaluasi tekanan kerja maksimum
yang dapat diterima (MAP) dan pada outlet downstream meter untuk evaluasi tekanan kerja
minimum yang dapat diterima (mAP).

Tekanan kerja minimum yang dapat diterima, mAP, harus 30 kPa (0,3 bar).

Kelas tekanan maksimum yang dapat diterima meter-meter sesuai dengan variasi nilai tekanan
kerja maksimum yang dapat diterima (MAP) rangkaian ISO berikut, dipilih oleh pabrik pembuat,
seperti ditunjukkan tabel 6.

14 dari 39
SNI 2547:2008

Tabel 6 Kelas-kelas tekanan air

Kelas MAP Kondisi referensi


MPa (bar) MPa (bar)
MAP 6a 0,6 (6) 0,2 (2)
MAP 10 1,0 (10) 0,2 (2)
MAP 16 1,6 (16) 0,2 (2)
MAP 25 2,5 (25) 0,2 (2)
MAP 40 4,0 (40) 0,2 (2)
a
Untuk DN  500

5.4.2.2 Tekanan internal

Meter air harus mampu menerima tekanan internal sehubungan dengan kelasnya seperti tertera
pada sub pasal 5.4.2.1. Hal ini harus diuji sesuai metode uji yang terdapat dalam Metoda
pengujian meter air minum (ISO 4064-3).

5.4.3 Rentang tekanan kerja

Meter air dapat meningkatkan operasinya terhadap rentang tekanan kerja paling sedikit 1 MPa
(10 bar), kecuali untuk meter air yang mempunyai ukuran pipa 500 mm atau diatasnya, dimana
rentang tekanan kerja air harus paling sedikit 0,6 MPa (6 bar).

5.4.4 Rentang temperatur kerja ambien

Meter air dapat beroperasi diatas rentang temperatur ambien + 5 0 C sampai + 55 0 C .

5.4.5 Rentang kelembaban kerja ambien

Rentang kelembaban kerja ambien untuk meter air adalah 0% sampai 100% pada 40 0 C dan
pada paling sedikit 93% pada 40 0 C untuk alat pembaca dengan sistem jarak jauh.

5.4.6 Rentang kerja sumber tenaga

Meter air elektrik atau elektronik dan meter air dengan alat-alat elektronik, dimana
membutuhkan suatu sumber tenaga eksternal yang dapat beroperasi diatas rentang voltase
pada – 15% sampai + 10% dari sumber voltase a.c. atau d.c. dan  2% pada frekwensi nominal
dari sumber tenaga a.c.

5.5 Kelas profil aliran

Meter air harus mampu menahan pengaruh kecepatan abnormal lapangan seperti dijelaskan
dalam prosedur uji ISO 4064-3. Selama terjadi gangguan pada aliran ini, kesalahan pada
penunjuk harus memenuhi persyaratan sub pasal 5.2.1 sampai sub pasal 5.2.4.

Pabrik meter air harus menetapkan kelas sensitivitas profil aliran sesuai dengan klasifikasi yang
tertera dalam tabel 7 dan 8, berdasarkan hasil uji relevan yang disyaratkan dalam ISO 4064-3.

15 dari 39
SNI 2547:2008

Dalam kondisi aliran apapun, pelurus (straightener) dan/atau panjang pipa lurus (straight
lengths) yang dipakai harus secara keseluruhan dijelaskan oleh pabrik dan dianggap sebagai
suatu alat bantu untuk tipe meter air yang diuji. Pabrik dapat mempersiapkan pelurus dan
panjang pipa lurus, dimana merupakan bagian terintegrasi dari pola yang sudah disahkan.

Tabel 7 Sensitivitas terhadap ketidak teraturan dalam kelas kecepatan aliran masuk
(Upstream/U)

Panjang pipa pelurus yang disyaratkan


Kelas Pelurus yang diperlukan
( x DN )
U0 0 Tidak perlu
U3 3 Tidak perlu
U5 5 Tidak perlu
U10 10 Tidak perlu
U15 15 Tidak perlu
U0S 0 Perlu
U3S 3 Perlu
U5S 5 Perlu
U10S 10 Perlu

Tabel 8 Sensitivitas terhadap ketidak teraturan dalam kelas kecepatan aliran keluar
(Downstream/D)

Panjang pipa lurus yang disyaratkan


Kelas Pelurus yang diperlukan
( x DN )
D0 0 Tidak perlu
D3 3 Tidak perlu
D5 5 Tidak perlu
D0S 0 Perlu
D3S 3 Perlu

5.6 Persyaratan untuk meter elektronik dan meter air dengan alat elektronik

5.6.1 Alat Penyetel

Meter air dapat dilengkapi dengan alat penyetel.

5.6.2 Alat koreksi

Meter air boleh dicoba dengan alat-alat koreksi; alat-alat selalu dipertimbangkan sebagai bagian
integral dari meter air. Keseluruhan syarat berlaku untuk meter air, khususnya kesalahan
maksimum diijinkan yang disyaratkan dalam sub pasal 5.2, karena dapat dipakai mengoreksi
volume pada meter air.

Dalam keadaan normal, volume yang tidak dikoreksi tidak harus ditunjukkan.

16 dari 39
SNI 2547:2008

Tujuan alat koreksi, untuk memperkecil kesalahan sehingga mendekati nol. Meter-meter air
dengan alat-alat koreksi untuk memenuhi uji kinerja sesuai sub pasal 6.7.3.

Seluruh parameter yang tidak diukur dan dimana diperlukan untuk mengoreksi harus terisi
dalam alat hitung pada saat mulai pelaksanaan pengukuran. Sertifikat pola yang disetujui dapat
menentukan kemungkinan untuk mengecek parameter-parameter, dimana penting bagi
ketepatan saat verifikasi alat koreksi.

Alat koreksi tidak boleh dipakai untuk mengoreksi dengan pra-estimasi, misalnya, hubungannya
dengan waktu atau volume.

Alat ukur yang dihubungkan, bila ada, akan memenuhi standar internasional yang bisa
diterapkan atau sebagai alat yang direkomendasi.Ketelitian alat ukur pada meter air harus
memenuhi persyaratan sub pasal 5.2.

Alat ukur yang dihubungkan harus dicoba dengan alat-alat pengoreksi, seperti disyaratkan
dalam lampiran B 5.

Alat-alat pengoreksi tidak harus dipakai untuk menyetujui kesalahan-kesalahan pada indikasi
meter air untuk nilai-nilai lain dari mendekati nol, juga bila nilai-nilai ini mencapai kesalahan
maksimum yang diijinkan.

5.6.3 Alat hitung

Semua parameter yang penting bagi pengembangan indikasi, untuk mengontrol metrologikal
secara sah/legal, seperti tabel penghitungan atau pengoreksi polynomial, harus ada dalam alat
hitung pada awal dari pelaksanaan pengukuran.

Alat hitung dapat dilengkapi dengan alat penghubung yang mengijinkan penggabungan dengan
peralatan sekelilingnya. Bila alat penghubung ini digunakan, perangkat keras dan perangkat
lunak meter air harus berfungsi dengan tepat dan fungsi metrologikal nya tidak boleh
terganggu.

5.6.4 Alat penunjuk elektronik

Kontinuitas pengukuran volume tidaklah diwajibkan. Jika dikehendaki, pengukuran volume dapat
dilakukan kapan saja.

5.6.5 Peralatan ancillary

Persyaratan yang relevan dari sub pasal 5.2 harus diterapkan, bila meter air dilengkapi dengan
peralatan ancillary berikut :

a) peralatan untuk menentukan angkal nol;


b) peralatan untuk menunjuk harga;
c) peralatan untuk menunjuk pengulangan;
d) peralatan mencetak;
e) peralatan memori;
f) peralatan pengontrol tarif;
g) peralatan pre-setting;
h) peralatan self service;

17 dari 39
SNI 2547:2008

Alat ini dapat digunakan untuk mendeteksi bergeraknya alat pengukur, sebelum kelihatan
secara kasat mata pada alat penunjuk.

Jika peraturan nasional mengijinkan, peralatan ini dapat digunakan sebagai elemen pengendali
pengujian dan verifikasi serta untuk pembacaan jarak jauh meter air, dengan ketentuan
memastikan operasi meter air sesuai persyaratan sub pasal 5.2.

Alat seperti itu dapat juga difungsikan untuk pembacaan jarak jauh meter air. Penambahan alat-
alat ini, baik temporer maupun nominal, harus tidak mengubah karakteristik metrologikal meter
air.

6 Persyaratan teknis

6.1 Persyaratan material dan konstruksi meter air

6.1.1 Meter air harus dibuat dari material dengan kekuatan yang cukup dan tahan lama sesuai
umur teknisnya.

6.1.2 Meter air harus dibuat dari material yang tidak mudah terpengaruh terhadap perubahan
temperatur air dalam rentang temperatur kerja (lihat sub pasal 5.4.1).

6.1.3 Semua bagian meter air yang bersentuhan dengan air yang mengalir harus dibuat dari
material tidak beracun, tidak terkontaminasi dan tidak bereaksi secara biologi (tidak
mengandung jasad renik).

6.1.4 Untuk meter air Q3  15 m3/jam, material untuk meter air (badan, kepala/ring, kopling,
kopling ring) harus terbuat dari bahan kuningan dengan kadar Cu  59% dan Pb  3% atau
terbuat dari bahan plastik yang tahan terhadap sinar ultraviolet dan mengandung pelat logam di
dalamnya, sehingga tahan terhadap gangguan luar.

6.1.5 Meter air lengkap harus dibuat dari material yang tahan terhadap korosi internal dan
eksternal, atau yang dilindungi dengan coating /pelapis yang sesuai.

6.1.6 Alat penunjuk meter air harus dilindungi dengan jendela tembus pandang terbuat dari
bahan kaca dan dapat dilengkapi pula dengan tutup yang sesuai.

6.1.7 Meter air harus dirancang sedemikian rupa agar tidak terjadi kondensasi pada bagian
bawah jendela alat penunjuk.

6.1.8 Pelat anti magnet harus terletak pada tempat yang kedap air atau dilindungi/dibungkus
secara menyeluruh dengan plastik.

6.1.9 Meter air harus dirancang sedemikian rupa, sehingga mudah dibongkar pasang antara
inner dan rumah meter air untuk keperluan perbaikan.

6.2 Daya tahan


6.2.1 Meter air harus memenuhi persyaratan daya tahan terhadap debit nominal, Q3 , dan
debit maksimum, Q4 , dari meter air, kondisi layan simulasi, seperti tertera dalam tabel 1 pada
ISO 4064-3.
18 dari 39
SNI 2547:2008

6.2.2 Pengaruh magnet, khusus untuk meter air yang unit transmisinya menggunakan sistem
kopling magnet, meter air tersebut harus tahan terhadap pengaruh magnet sampai 2500
Gauss, pada aliran Q1 tanpa melampaui kesalahan batas maksimum.

6.3 Penyetelan meter air

Jika alat penyesuaian terdapat diatas bagian luar dari meter air, ketentuan untuk penyegelan
harus dibuat (lihat sub pasal 6.4).

6.4 Tanda verifikasi dan peralatan proteksi

Tanda utama verifikasi pada meter air harus disediakan dengan jelas dan kasat mata tanpa
membongkar meter air.

Meter air dapat dilengkapi dengan alat pelindung yang dapat ditutup sebagai jaminannya,
kedua-duanya, sebelum dan sesudah melakukan koreksi terhadap instalasi meter air,
membongkar atau memodifikasi meter air dan/atau alat penyesuaiannya atau alat pengoreksi
tidak dimungkinkan tanpa merusak alat-alat ini.

6.5 Alat-alat penutup elektronik

6.5.1 Akses

6.5.1.1 Bila akses-akses terhadap parameter yang mempengaruh penentuan hasil pengukuran-
pengukuran tidak diproteksi dengan alat penutup mekanikal, proteksi harus sepenuhnya
mengikuti ketentuan sub pasal 6.5.1.2 dan 6.5.1.3.

6.5.1.2 Akses-akses hanya boleh dilakukan oleh yang berwenang, misalnya dengan
memasukkan kode atau menggunakan sebuah alat khusus (misalnya a hard key). Kode harus
bisa untuk dirubah.

6.5.1.3 Paling sedikit intervensi yang terakhir harus dimemorikan.

6.5.2 Bagian yang dapat diganti

6.5.2.1 Untuk meter air dengan bagian yang boleh tidak disambungkan satu dari lainnya oleh
pemakai dan di dalam terdapat bagian yang dapat diganti, harus memenuhi ketentuan sub pasal
6.5.2.2 dan sub pasal 6.5.2.3.

6.5.2.2 Tidak diperbolehkan untuk memodifikasi parameter yang menentukan hasil pengukuran
melalui titik-titik yang tidak berhubungan kecuali jika ketentuan dalam sub pasal 6.5.1 dipenuhi.

6.5.2.3 Pemakaian alat apapun yang dapat mempengaruhi ketelitian harus dicegah dengan
pertolongan elektronik dan sekuriti pengolahan data atau, jika ini tidak dimungkinkan dengan
alat mekanis.

6.5.3 Bagian-bagian yang diskonek

Pemakai meter air dengan bagian-bagian yang boleh diskonek, satu dari yang lain dan tidak
dapat bertukar tempat, harus memenuhi ketentuan dalam sub pasal 6.5.2. Meter air ini juga

19 dari 39
SNI 2547:2008

harus dilengkapi dengan alat yang tidak memperbolehkannya untuk beroperasi jika bagian-
bagian variasi tidak dihubungkan sesuai konfigurasi pabrik.

CATATAN Diskonek tidak diperbolehkan dilakukan pemakai dan harus dicegah, misalnya dengan
menghubungkan kembali alat pengukur apapun yang sebelumnya dibuat tidak tersambung.

6.6 Alat penunjuk

6.6.1 Persyaratan umum

6.6.1.1 Fungsi

Alat penunjuk volume pada meter air harus berfungsi dan mudah dibaca, tepat dan tidak
meragukan terhadap penunjukan volume.

Alat penunjuk harus mempunyai alat visual untuk pengujian dan kalibrasi.

Alat penunjuk dapat terdiri dari elemen tambahan untuk pengujian dan kalibrasi dengan metode
lainnya, misalnya untuk pengujian dan kalibrasi secara otomatis.

6.6.1.2 Satuan ukuran, simbol dan penempatan

Volume air yang ditunjukkan harus dinyatakan dalam meter kubik. Satuan m3 harus terdapat
pada dial atau berdampingan dengan angka yang ditampilkan.

6.6.1.2 Rentang penunjuk

Rentang penunjuk meter air harus sesuai persyaratan Tabel 9.

Tabel 9 Rentang penunjuk dari meter air

Q3 Rentang penunjuk
3
(m /jam) (nilai minimum)
(m3)
Q3  6,3 9 999
6,3 < Q3  63 99 999
63 < Q3  630 999 999
630 < Q3  6300 9 999 999

6.6.1.3 Persyaratan warna untuk alat penunjuk

Warna hitam harus digunakan untuk menunjukkan meter kubik dan kelipatannya.

Warna merah harus digunakan untuk menunjukkan sub-kelipatan dari meter kubik.

Warna-warna ini harus digunakan pada jarum penunjuk, indeks, angka, roda, cakram, jarum
atau rangka jarumnya.

20 dari 39
SNI 2547:2008

6.6.2 Tipe alat penunjuk

6.6.2.1 Umum

Tipe alat penunjuk yang harus digunakan, dijelaskan dalam sub pasal 6.6.2.2 sampai 6.6.2.4.

6.6.2.2 Tipe 1 – Alat analog

Volume harus ditunjukkan dengan gerakan kontinu dari :


a) satu atau lebih jarum penunjuk yang bergerak relatif terhadap skala berjenjang;
b) satu atau lebih skala melingkar melalui suatu indeks.

Nilai dinyatakan dalam meter kubik, untuk setiap skala divisi harus dari bentuk 10”, dimana n
adalah angka positif atau negatif atau nol, dengan demikian tetapkan sistem dekade berurutan.
Setiap skala harus berjenjang, nilai dinyatakan dalam meter kubik atau disertai dengan suatu
faktor pengali (x 0,001; x 0,01; x 0,1; x 1; x 10; x 100; x 1000; dan seterusnya.

Gerakan linear jarum penunjuk atau skala-skala harus kiri ke kanan.

Gerakan berputar jarum penunjuk atau skala-skala lingkaran harus searah jarum jam.

Gerakan indikator-indikator roda di angka (drums) harus bergerak keatas.

6.6.2.3 Tipe 2 – Alat digital

Volume harus ditunjukkan dengan suatu garis pada digit bersebelahan yang muncul dalam satu
atau lebih lobang bidik. Pergerakan pada indikator roller yang dinomori harus bergerak keatas.

Digit selanjutnya harus lengkap ketika digit yang berikutnya berubah dari 9 ke 0.

Nilai terendah dapat bergerak secara kontinu, ukuran digit harus cukup besar sehingga dapat
dibaca secara terang.

Tinggi digit yang nyata harus paling sedikit 4 mm.

6.6.2.4 Tipe 3 – Kombinasi alat analog dan alat digital

Volume yang ditunjukkan kombinasi alat tipe 1 dan tipe 2, berlaku persyaratan untuk masing-
masing tipe.

6.6.3 Peralatan verifikasi – Elemen pertama alat penunjuk - Interval skala verivikasi

6.6.3.1 Elemen pertama dan interval skala verivikasi

Indikator yang mempunyai nilai dekade terendah disebut elemen pertama. Divisi skala nilai
terendahnya disebut interval skala verifikasi.

Setiap alat penunjuk meliputi untuk visual, pengujian verifikasi tidak meragukan dan kalibrasi
melalui elemen pertama.

Tampilan verifikasi visual boleh memiliki pergerakan kontinu atau diskontinu.


21 dari 39
SNI 2547:2008

Sebagai tambahan terhadap tampilan verifikasi visual, sebuah alat penunjuk boleh mencakup
ketetapan untuk pengujian yang cepat dari elemen komplementer (misalnya : roda cakram),
sinyal tersedia melalui sensor yang dipasang secara eksternal.

6.6.3.2 Tampilan verifikasi visual

6.6.3.2.1 Nilai interval skala verifikasi

Nilai interval skala verifikasi dinyatakan dalam meter kubik, harus berdasarkan formula : 1 x 10 n
atau 2 x 10 n atau 5 x 10 n , dimana n adalah angka positif atau negatif, atau nol.

Untuk alat penunjuk analog dan digital dengan pergerakan kontinu pada elemen pengontrol,
skala verifikasi dapat dibentuk dari pembagian 2, 5 atau 10 yang sama dari interval antara dua
(2) digit berurutan pada elemen pengontrol. Penomoran tidak harus dipakai pada pembagian ini.

Untuk alat penunjuk digital dengan pergerakan diskontinu pada elemen pengontrol interval skala
verifikasi adalah interval antara dua digit berurutan atau gerakan tambahan pada elemen
pengontrol.

6.6.3.2.2 Bentuk skala verifikasi

Pada alat penunjuk dengan gerakan kontinu pada elemen pengontrol, jarak skala nyata minimal
1 mm dan maksimum 5 mm. Skala terdiri dari :

a) garis pada ketebalan yang sama tidak melebihi seperempat pada skala yang mengatur jarak
dan berbeda hanya dalam panjangnya; atau
b) membandingkan pita pada suatu lebar konstan sama dengan skala yang mengatur jarak.

Lebar jarum penunjuk tidak melampaui seperempat jarak skala dan harus lebih besar dari 0,5
mm.

6.6.3.2.3 Resolusi alat penunjuk

Sub pembagian skala verifikasi harus kecil untuk memastikan bahwa kesalahan resolusi dari
alat penunjuk tidak melebihi 0,5% pada volume aktual selama uji debit minimum Q1 dan
pengujian harus tidak lebih dari 1 jam 30 menit. Persyaratan ini berlaku untuk register mekanik
dan elektronik.

Bila tampilan elemen pertama kontinu, toleransi harus diberikan untuk kemungkinan kesalahan
pembacaan pada setiap pembacaan, tidak lebih dari setengah skala terkecil.

Bila tampilan pada elemen pertama diskontinu, toleransi harus diberikan untuk kemungkinan
kesalahan pembacaan dalam setiap pembacaan satu digit.

6.6.3.3 Elemen verifikasi tambahan

Elemen verifikasi tambahan dapat digunakan dengan ketentuan bahwa ketidak-pastian


pembacaan tidak lebih besar dari 0,5% pada uji volume dan alat penunjuk berfungsi sebagai
pengoreksi.

22 dari 39
SNI 2547:2008

6.7 Meter air yang dilengkapi dengan alat elektronik

6.7.1 Persyaratan umum

Meter air dengan alat elektronik harus dirancang dan dihasilkan sedemikian rupa, sehingga
kesalahan yang berarti tidak terjadi bila harus memenuhi SNI Metoda pengujian meter air
minum. Juga, meter air harus dirancang dan dihasilkan sedemikian rupa, sehingga kesalahan
tidak melebihi kesalahan maksimum seperti dijelaskan dalam sub pasal 5.4 sesuai kondisi kerja
operasi (ROC).

6.7.2 Fasilitas pengontrol

Sebagai tambahan, meter air harus memenuhi uji kinerja yang disyaratkan SNI Metoda
pengujian meter air minum, dilengkapi fasilitas pengontrol melalui pemeriksaan disain.

Fasilitas pengontrol hanya wajib untuk meter air yang menggunakan pembayaran di muka atau
untuk meter air pelanggan yang tidak diinstal secara nominal.

CATATAN Meter air dengan pembayaran di muka yang diinstal secara nominal boleh atau tidak boleh
diperlakukan pada persyaratan ini sewaktu pengontrolan fasilitas, tergantung pada standar nasional, atau
fungsi meter air; misalnya, fasilitas pengontrol tidak wajib untuk meter air domestik yang tidak
menggunakan pembayaran di muka.

Persyaratan untuk fasilitas pengontrol dapat dilihat pada lampiran B.

Meter air yang tidak dilengkapi fasilitas pengontrol dianggap memenuhi persyaratan sub pasal
6.7.1, tapi jika meter air harus melalui rancangan pemeriksaan dan uji kinerja yang disyaratkan
dalam Metoda pengujian meter air minum, kondisi berikut ini harus dipenuhi :
a) lima meter air identik harus disampaikan dan disetujui,
b) minimal satu dari lima meter air ini harus diuji,
c) meter air yang diuji harus dinyatakan lolos uji.

6.7.3 Alat penunjuk elektronik

Keseluruhan alat harus mempunyai kemampuan untuk membaca volume yang diukur, terang,
jelas dan tanpa di ulang .

Tampilan tidak nominal diperbolehkan, bahkan selama pengukuran, meter air harus
dimungkinkan pada setiap saat ada permohonan tampilan volume. Waktu indikasi volume harus
sekurang-kurangnya sepuluh detik untuk tampilan tidak nominal.

Bila keseluruhan alat mampu untuk memperlihatkan informasi tambahan, informasi ini harus
diperlihatkan tanpa kerancuan

CATATAN Kondisi ini bisa ditetapkan jika, misalnya, suatu indikasi ekstra dapat memperlihatkan adanya
informasi lebih lanjut saat ini, tepat, atau jika setiap tampilan dikendalikan oleh suatu tombol terpisah.

Suatu corak harus dimasukkan yang memungkinkan operasi tampilan yang diperiksa benar,
sebagai contoh tampilan yang berurutan pada berbagai karakter. Setiap langkah yang berurutan
harus berlangsung minimal satu detik.

23 dari 39
SNI 2547:2008

Bagian desimal pada pembacaan dinyatakan dalam meter kubik tidak perlu, perlu
dipertunjukkan pada alat tampilan yang sama sebagai bagian kesatuan keseluruhan. Dalam
kasus demikian, pembacaan harus jelas dan tanpa kerancuan (suatu indikasi ekstra pada aliran
harus diperlihatkan pada indikator).

Nilai yang dapat dibaca, misalnya :


a) penggunaan dua alat tampilan terpisah pada alat penjumlah,
b) dalam dua langkah berurutan pada alat tampilan yang sama,
c) penggunaan alat penunjuk yang dapat dipindahkan harus memungkinkan tampilan bagian
desimal yang bisa dibaca. Dalam hal ini, alat penujuk nominal harus menunjukkan bahwa
meter air sebagai penghitung dengan resolusi yang layak dan pabrik harus bisa
menjelaskan informasi dari meter air mengenai resolusi perkiraan dari alat penunjuk
nominal ini .

6.7.4 Sumber tenaga

6.7.4.1 umum

Tiga macam sumber tenaga berbeda yang digunakan meter air dengan peralatan elektronik
dalam spesifikasi ini :
a) sumber tenaga eksternal,
b) baterei yang tidak bisa diganti,
c) baterei dapat diganti.

Tiga tipe sumber tenaga ini dapat digunakan sesuai dengan tipe masing-masing atau dalam
kombinasinya. Persyaratan setiap tipe sumber tenaga tercakup dalam sub pasal 6.7.4.2 sampai
6.7.4.4.

6.7.4.2 Sumber tenaga eksternal

6.7.4.2.1 Meter air dengan alat elektronik harus dirancang, bila terjadi kegagalan sumber
tenaga eksternal (a.c. atau d.c.), penunjukan volume pada meter air tidak boleh hilang, dan
sisanya dapat diakses dalam jangka waktu minimum satu tahun.

Penyesuaian rekaman yang tercatat harus terjadi paling sedikit sekali per hari atau untuk tiap
volume setara dengan Q 3 yang mengalir 10 menit.

6.7.4.2.2 Alat-alat atau parameter dari meter air tidak boleh dipengaruhi oleh gangguan
persediaan elektrikal.

CATATAN Sesuai dengan pasal ini, meter air tidak perlu dipastikan dapat dengan kontinu mencatat
volume yang dikonsumsi sewaktu terjadi kegagalan sumber tenaga.

Baterei internal harus menjamin bahwa meter air beroperasi minimal satu bulan secara penuh
pada kondisi metering normal tanpa kegagalan persediaan tenaga eksternal. Selama umur
teknis baterei, diperbolehkan banyaknya tahun yang kosong dan satu bulan pemakaian setelah
kegagalan tenaga eksternal yang tersedia, sesuai dengan nomor tahun stockage ditambah satu
bulan memfungsikannya, harus ditandai pada meter air tersebut.

24 dari 39
SNI 2547:2008

6.7.4.2.3 Sumber tenaga harus mampu melindungi terhadap kerusakan.

6.7.4.3 Baterei yang bisa tidak diganti

Pembuat meter air harus menjamin bahwa umur teknis yang ditandai pada baterei berfungsi
paling sedikit satu tahun lebih lama dibanding umur teknis operasional meter air tersebut.

CATATAN Baterei diantisipasi sesuai umur teknis untuk memenuhi persyaratan yang
mempertimbangkan kombinasi dari volume maksimum yang diijinkan, volume yang ditampilkan, umur
teknis operasional yang ditunjukkan, pembacaan jarak jauh dan temperatur ekstrim serta lama
persetujuan yang ditetapkan.

6.7.4.4 Baterei yang dapat diganti

6.7.4.4.1 Jika persediaan tenaga listrik adalah suatu baterei dapat diganti, pabrik harus
memberi peraturan yang tepat untuk penggantian baterei.

6.7.4.4.2 Penggantian tanggal baterei harus tertera pada meter air. Penggantian baterei harus
ditandai pada meter air dan tersedia kemungkinan penandaan tanggal penggantian berikutnya
setelah baterei tersebut diganti.

6.7.4.4.3 Sifat-sifat dan parameter dari meter air tidak boleh terpengaruh oleh gangguan
persediaan elektrik saat penggantian baterei. Persyaratan ini tidak boleh memastikan bahwa
meter air secara kontinu dapat mencatat volume air yang dikonsumsi sewaktu penggantian
baterei. Ini harus diuji sesuai ISO 4064-3

CATATAN Baterei diantisipasi sampai mencapai umur teknis untuk memenuhi persyaratan yang
mempertimbangkan kombinasi dari volume maksimum yang diijinkan, volume yang ditampilkan,
pembacaan jarak jauh dan temperatur serta lama persetujuan yang ditetapkan. Shelf life dan pengeluaran
non-operasional dapat juga dipertimbangkan.

6.7.4.4.4 Penggantian baterei dapat dilakukan dengan cara tidak merusak segel metrologikal.
Baterei yang dapat dipindahkan tanpa merusak segel kompartemen baterei, harus dilindungi
alat tamper proof, misalnya hak melakukan penyegelan oleh pabrik meter atau otoritas
pengendali. Sebagai alternatif, bila diperlukan harus merusak segel metrologikal dalam rangka
penggantian baterei, badan metrologi nasional harus mensyaratkan bahwa penggantian segel
dikerjakan oleh badan metrologi atau badan lainnya yang disetujui badan metrologi.

6.7.5 Pengujian kinerja untuk meter air dengan alat elektronik

6.7.5.1 Umum

Sub pasal ini menentukan program uji kinerja yang bertujuan untuk memverifikasi meter air
dengan alat elektronik, dapat dilaksanakan dan berfungsi sebagai yang diharapkan dalam
syarat lingkungan serta memenuhi kondisi yang ditetapkan. Setiap pengujian indikasi, jika
sesuai, kondisi referensi digunakan sebagai penentu kesalahan hakiki.

Pengujian-pengujian ini melengkapi pengujian lainnya yang ditentukan.

Bila pengaruh dari satu kwantitas pengaruh dievaluasi, semua kwantitas pengaruh lainnya
diharapkan relatif konstan, pada nilai yang mendekati ke kondisi referensi (lihat sub pasal
6.7.5.3).
25 dari 39
SNI 2547:2008

6.7.5.2 Tingkat keparahan/Level severity

Untuk setiap uji kinerja, kondisi uji tipikal yang ditunjukkan, yang sesuai dengan kondisi iklim dan
kondisi lingkungan mekanikal untuk meter air yang pada umumnya diekspos.

Meter air dengan alat elektronik yang dibagi menjadi tiga kelas menurut kondisi climatic dan
kondisi lingkungan mekanikal:
a) kelas B untuk meter air yang dipasang tetap (fixed) dalam suatu bangunan;
b) kelas C untuk meter air yang dipasang tetap (fixed) di luar rumah;
c) kelas I untuk meter air yang bisa dipindahkan (mobile).

Pengguna persetujuan yang ditetapkan harus menunjukkan adanya kondisi lingkungan spesifik
di dalam dokumentasi yang tersedia pada umur teknis metrologi, berdasarkan penggunaan
instrumen tersebut. Umur teknis metrologi yang menyelesaikan uji kinerja pada tingkat
keparahan yang sesuai dengan kondisi lingkungan. Data pelat harus menunjukkan adanya
kesesuaian umur teknis jika persetujuan telah ditetapkan. Pabrik harus menginformasikan pada
pemakai potensial kondisi umur teknis meter air di mana meter air tersebut disetujui. Umur
teknis metrologi harus memverifikasi bahwa kondisi umur teknis dipenuhi.

Meter air dengan alat elektronik dibagi menjadi dua kelas lingkungan elektromagnetis:

a) kelas E1 rumah tinggal, gedung komersil dan gedung industri ringan;


b) kelas E2 gedung industri.

6.7.5.3 Kondisi referensi

Kondisi referensi untuk uji kinerja harus sebagai berikut:

temperatur udara ambien : 20 oC  5 oC


kelembaban relatif ambien : 60%  15%
tekanan udara ambien : 86 kPa sampai 106 kPa
voltase penggerak : voltase nominal ( U nom )  5%,
frekwensi penggerak : frekwensi nominal ( f nom )  2%
air : Lihat sub pasal 5.4.1 (  5 oC)

Selama masing-masing pengujian, temperatur dan kelembaban relatif tidak boleh bervariasi
lebih dari 5 oC atau 10% secara berurutan di dalam rentang referensi.

6.7.5.4 Persetujuan yang ditetapkan pada elektronik penghitung

Bila elektronik penghitung disampaikan untuk persetujuan yang ditetapkan harus terpisah,
pengujian yang telah disetujui dilakukan pada alat hitung itu sendiri, mensimulasi perbedaan
inputs dengan standar yang sesuai.

Pengujian ketelitian meliputi suatu uji ketelitian terhadap indikasi hasil pengukuran. Untuk tujuan
ini, kesalahan yang diperoleh pada indikasi hasil yang dihitung harus mempertimbangkan bahwa
nilai benar adalah yang mempertimbangkan nilai jumlah yang disimulasi berlaku untuk inputs
pada penghitung dan metoda standar untuk penghitungan yang dipakai. Kesalahan maksimum
yang diijinkan sesuai dengan yang tertera dalam sub pasal 5.2

26 dari 39
SNI 2547:2008

6.7.5.5 Pengujian kinerja

6.7.5.5.1 Umum

Pengujian harus dilaksanakan sesuai dengan yang bisa diterapkan dari pasal yang tertera
dalam ISO 4064-3. Pengujian yang tertera dalam tabel 10 dan diuraikan dalam sub pasal
6.7.5.5.2 sampai sub pasal 6.7.5.5.13 melibatkan bagian elektronik meter air atau peralatan-
peralatannya dan dapat dilaksanakan dalam order apapun.

CATATAN Sub pasal 6.7.5.5.2 sampai sub pasal 6.7.5.5.13 menjelaskan metoda uji yang diharapkan
bisa diterapkan dan objek pengujian dalam setiap kasus. Untuk informasi, referensi silang untuk standar
relevan dimasukkan pada setiap sub pasal. Harus dicatat bahwa referensi normatif dilaksanakan untuk
memenuhi sebagian atau semua pasal yang ada pada ISO 4064-3.

Tabel 10 Pengujian kinerja

Nature pada
Tingkat keparahan kelas
Sub pasal Pengujian kwantitas
(lihat OIML D 11)
Pengaruh
6.7.5.5.2 Panas kering faktor pengaruh 3 3 3
6.7.5.5.3 Dingin faktor pengaruh 1 3 3
6.7.5.5.4 Panas uap,siklis faktor pengaruh 1 2 2
6.7.5.5.5 Variasi sumber tenaga faktor pengaruh 1 1 1
6.7.5.5.6 Vibrasi (acak) Gangguan - - 2
6.7.5.5.7 Goncangan mekanikal Gangguan - - 1
6.7.5.5.8 Reduksi tenaga dalam Gangguan 1a dan 1b 1a dan 1b 1a dan 1b
waktu singkat
6.7.5.5.9 Retak Gangguan 2 2 2
6.7.5.5.10 Pelepasan elektrostatis Gangguan 1 1 1
6.7.5.5.11 Elektromagnetis Gangguan 2,5,7 2,5,7 2,5,7
susceptibility
6.7.5.5.12 Medan magnet statis faktor pengaruh - - -
6.7.5.5.13 Gelombang immunity Gangguan 2 2 2

Pengaturan berikut harus dipertimbangkan dengan teliti untuk pengujian :


a) volume uji: beberapa kwantitas pengaruh harus mempunyai pengaruh konstan pada hasil
pengukuran dan bukan pengaruh proporsional yang berkaitan dengan volume yang diukur.
Nilai kesalahan yang penting dihubungkan dengan volume yang diukur; oleh karena itu,
dalam order harus mampu untuk membandingkan hasil yang diperoleh dalam laboratorium
berbeda, nilai ini diperlukan untuk melaksanakan suatu pengujian pada suatu volume yang
sesuai dengan yang dialirkan dalam satu menit pada saat debit maksimum Q4 . Beberapa
pengujian, bagaimanapun, boleh dilakukan lebih dari satu menit, dalam hal mana pengujian
tersebut harus dilaksanakan dalam waktu tersingkat dengan mempertimbangkan secara
seksama ketidak pastian pengukuran tersebut,
b) pengaruh temperatur air : pengujian temperatur yang dituju adalah temperatur ambien dan
bukan temperatur air yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya menggunakan metoda uji
simulasi sedemikian rupa sehingga temperatur air tidak mempengaruhi hasil pengujian
tersebut.

27 dari 39
SNI 2547:2008

6.7.5.5.2 Panas kering

Metoda pengujian : Panas kering (tanpa condensing)


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi temperatur udara ambien yang tinggi
Referensi : IEC 60068-2-2:1974, am 1:1993, am 2:1994[1]
IEC 60068-3-1:1974, am 1:1978[2]
IEC 60068-1:1988, am 1:1992[3]

6.7.5.5.3 Dingin

Metoda pengujian : Dingin


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi temperatur udara ambien yang rendah
Referensi : IEC 60068-2-1:1974, am 1:1993, am 2:1994[4]
IEC 60068-3-1:1974, am 1:1978[2]
IEC 60068-1:1988, am 1:1992[3]

6.7.5.5.4 Panas uap, siklis

Metoda pengujian : Panas uap, siklis (condensing)


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi kelembaban yang tinggi bila dikombinasikan
dengan siklis pertukaran temperatur
Referensi : IEC 60068-2-30:1980, am 1:1985[5]
IEC 60068-3-4:2001[6]

6.7.5.5.5 Variasi sumber tenaga

6.7.5.5.5.1 Meter air bertenaga langsung a.c. atau a.c./d.c. konvertor

Metoda pengujian : Variasi dalam sumber tenaga utama a.c.


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi memberi variasi sumber tenaga utama pada a.c.
Referensi : IEC 61000-4-11:2004[7]

6.7.5.5.5.2 Meter air bertenaga baterei primary

Metoda pengujian : Variasi dalam sumber tenaga baterei primary d.c.


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi memberi variasi sumber tenaga pada d.c.
Referensi : Tidak ada

28 dari 39
SNI 2547:2008

6.7.5.5.6 Vibrasi (acak)

Metoda pengujian : Vibrasi acak


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi vibrasi sinusoidal. Pengujian ini harus digunakan
secara normal hanya untuk pemasangan cepat
Referensi : IEC 60068-2-64:1993[8]
IEC 60068-2-47:2005[9]

6.7.5.5.7 Goncangan mekanikal

Metoda pengujian : Memberi goncangan mekanis yang sudah diketahui


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 sesudah
menggunakan suatu goncangan mekanikal
Referensi : IEC 60068-2-31:1969[10]
IEC 60068-2-47:2005[9]

6.7.5.5.8 Reduksi tenaga dalam waktu singkat

Metoda pengujian : Interupsi dalam waktu singkat dan reduksi dalam voltase
utama
Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi interupsi voltase utama dalam waktu singkat dan
reduksi
Referensi : IEC 61000-4-11:2004[7]

6.7.5.5.9 Ledakan/Bursts

Metoda pengujian : Ledakan elektrikal


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi di mana ledakan elektrikal dilapiskan pada voltase
utama
Referensi : IEC 61000-4-4:1995, am 1:1998[11]

6.7.5.5.10 Pelepasan elektrostatis

Metoda pengujian : Pelepasan elektrostatis

Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam


kondisi pelepasan elektrostatis langsung dan tidak
langsung
Referensi : IEC 61000-4-2:1995, am 1:1998[12]

29 dari 39
SNI 2547:2008

6.7.5.5.11 Susceptibility elektromagnetis

Metoda pengujian : Lingkungan elektromagnetis (radiasi)

Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam


kondisi lingkungan elektromagnetis
Referensi : IEC 61000-4-3:2002[13]

6.7.5.5.12 Lingkungan magnetik statik

Metoda pengujian : Lingkungan magnetik statis

Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam


kondisi lingkungan magnetik statis
Referensi : ISO 4064-3.

6.7.5.5.13 Gelombang immunity

Metoda pengujian : Penggunaan voltase gelombang transien


Objek pengujian : memverifikasi sesuai ketentuan sub pasal 5.2 dalam
kondisi di mana dilapisi gelombang transien
Referensi : IEC 61000-4-5:2001[14]

6.8 Penandaan meter air

Meter air harus ditandai secara jelas dan tidak bisa dihapus dengan informasi sebagai berikut,
dikelompokkan dan dipasang pada rumah meter air, alat hitung, plat identifikasi, atau bila tidak
dapat dipisahkan pada penutup meter air :
a) unit pengukuran : meter kubik (lihat sub pasal 6.6.1.2),
b) nilai Q3 ,
Q3 / Q1 ,
Q2 / Q1 (jika tidak sama dengan 1,6), dan
kelas kehilangan tekanan [dimana terdapat perbedaan dari p  0,063 MPa (0,63
bar)];
misalnya : Q3  25, Q3 / Q1  100, Q2 / Q1  4, p 25
dimana : Q3  25m 3 / jam
Q3 / Q1  100 (dapat diwakili sebagai R100)
Q2 / Q1  4
p 25  0,025 MPa (0,25bar )
c) nama atau merek dagang dari pabrik,
d) tahun pembuatan dan nomor seri
30 dari 39
SNI 2547:2008

e) arah aliran (ditunjukkan pada kedua sisi badan/body, atau pada hanya satu sisi
dipersiapkan arah panah aliran dengan mudah terlihat),
f) huruf V atau H, jika meter air hanya dapat dioperasikan dalam posisi vertikal atau
horizontal,
g) pola yang disetujui peraturan nasional,
h) kelas EMC, (untuk meter air elektronik)
i) sinyal output untuk alat-alat pelengkap (tipe/tingkat) bila ada,

Untuk meter air elektronik, perlu catatan berikut :


a) untuk sumber tenaga eksternal, voltase dan frekwensi,
b) untuk baterai yang dapat diganti, tanggal yang menunjukkan baterai dapat diganti,
c) untuk baterai yang tidak dapat diganti, tanggal terakhir pada meter air harus diganti.

Gambar bagan penjelasan penandaan meter air, lihat Lampiran B

31 dari 39
SNI 2547:2008

Lampiran A
(informatif)

Disain corak dan meter air dengan debit aktual

A.1 Disain corak pada meter air

Rancangan produk memungkinkan suatu meter air untuk melampaui persyaratan normatif yang
tertera pada salah satu pasal ISO 4064,misalnya, dalam debit aktual terjangkau. Sebagai
peragaan, pendefinisian debit aktual yang kontinu, untuk debit tinggi,rendah dan sedang
dijelaskan dan digambarkan dalam lampiran B.2. Faktor yang mempengaruhi perancangan
meter air mencakup bahan konstruksi (untuk kekuatan dan ketahanan, dan untuk memperkecil
pencemaran air yang mengalir melalui meter air), temperatur air dan tekanan saat pelaksanaan,
rentang debit yang diinginkan, perbedaan tekanan melalui meter air saat debit maksimum, dan
rentang temperatur ambien dan kelembaban berada pada keadaan kondisi saat beroperasi.
Faktor lainnya meliputi ukuran saluran dan sambungan akhir, dan batasan pemasangan
(instalasi) seperti ukuran dan manoeuverability.

A.2 Debit aktual pada meter air

A.2.1 Umum

Gambar A1 menunjukkan kurva kesalahan suatu contoh uji meter air. Untuk ini, pendefinisian
yang diterapkan sesuai sub pasal A.2.2 sampai sub pasal A.2.5.

A.2.2 Debit kontinu

Debit kontinu, Qc , dapat ditentukan sebagai debit tertinggi saat dimana meter air dapat
beroperasi secara aktual dengan memuaskan, dalam kesalahan maksimum yang diijinkan
(MPE) saat penggunaan kondisi normal, misalnya pada saat kondisi aliran sebentar-sebentar
dan tetap.

A.2.3 Debit tinggi

Debit tinggi, Qh , dapat ditentukan sebagai debit tertinggi saat dimana meter air dapat
beroperasi secara aktual dengan memuaskan, dalam kesalahan maksimum yang diijinkan
(MPE) untuk suatu jangka pendek dengan waktu operasi yang masih bisa dterima.

A.2.4 Debit rendah

Debit rendah, Q L , dapat ditentukan sebagai debit terendah saat dimana meter air dapat
memberikan indikasi secara aktual bahwa persyaratan yang bisa diterima mengenai kesalahan
maksimum yang diijinkan (MPE) dalam zona terendah (lihat pendefinisian sub pasal 3.12).

32 dari 39
SNI 2547:2008

A.2.5 Debit sedang

Debit sedang, Qi , dapat ditentukan sebagai debit tertinggi dalam zona terendah saat dimana
kesalahan meter air yang aktual beralih dari nilai kesalahan maksimum yang diijinkan (MPE)
teratas pada zona tertinggi (lihat pendefinisian sub pasal 3.12) ke nilai kesalahan maksimum
yang diijinkan (MPE) terbawah pada zona tertinggi.

Keterangan gambar
X debit
Y kesalahan indikasi volume aliran %

1 kondisi batasan
2 kondisi operasi yang dinilai
3 kondisi batasan

CATATAN
Q1 , Q2 , Q3 dan Q4 menyinggung ke persyaratan untuk meter air seperti ditentukan dalam pasal 5.
QL , Qi , Qc dan Qh menyinggung ke kemungkinan kinerja aktual pada suatu meter air seperti tertera
dalam lampiran ini.

Gambar A.1 Kurva kesalahan contoh uji meter air

33 dari 39
SNI 2547:2008

Tabel A.1 Nilai Q terhadap rasio

Q3 Q1 Q2 Q4
3
Nilai R 3 3 3
(m /jam) (m /jam) (m /jam) (m /jam)
1 50 0,020 0,080 1,250
100 0,010 0,040 1,250
1,6 50 0,032 0,128 2,000
100 0,016 0,064 2,000
2,5 50 0,050 0,200 3,125
100 0,025 0,100 3,125
4 50 0,080 0,320 5,000
100 0,040 0,160 5,000
6,3 50 0,126 0,504 7,875
100 0,063 0,252 7,875
10 50 0,200 0,800 12,500
100 0,100 0,400 12,500
16 50 0,320 1,280 20,000
100 0,160 0,640 20,000
25 50 0,500 2,000 31,250
100 0,250 1,000 31,250
40 50 0,800 3,200 50,000
100 0,400 1,600 50,000
63 50 1,260 5,040 78,750
100 0,630 2,520 78,750
100 50 2,000 8,000 125,000
100 1,000 4,000 125,000
160 50 3,200 12,800 200,000
100 1,600 6,400 200,000
250 50 5,000 20,000 312,500
100 2,500 10,000 312,500
400 50 8,000 32,000 500,000
100 4,000 16,000 500,000
630 50 12,600 50,400 787,500
100 6,300 25,200 787,500
1000 50 20,000 80,000 1250,000
100 10,000 40,000 1250,000
1600 50 32,000 128,000 2000,000
100 16,000 64,000 2000,000
2500 50 50,000 200,000 3125,000
100 25,000 100,000 3125,000
4000 50 80,000 320,000 5000,000
100 40,000 160,000 5000,000
6300 50 126,000 504,000 7875,000
100 63,000 252,000 7875,000

34 dari 39
SNI 2547:2008

Lampiran B
(normatif)

Fasilitas yang diperiksa

B.1 Tindakan pada fasilitas yang diperiksa

Lakukan tindakan berikut, sesuai tipe kesalahan yang signifikan dalam pendeteksian dengan
memeriksa fasilitas yang ada.

Untuk memeriksa fasilitas tipe P atau I:


a) koreksi kesalahan secara otomatis atau,
b) penghentian hanya pada alat yang berfungsi salah bila meter air tanpa peralatan kontinu
tersebut memenuhi peraturan yang ada atau,
c) sebuah alarm dapat didengar atau terlihat sewaktu berfungsi; alarm ini harus berbunyi
sampai penyebab alarm teratasi. Selain itu, bila meter air memancarkan data ke peralatan
sekeliling, transmisi harus diikuti oleh sebuah pesan yang menandakan terjadinya suatu
kesalahan.

Instrumen boleh juga dilengkapi dengan alat estimasi volume air yang melintasi instalasi yang
dapat mencatat kesalahan yang terjadi selama pengaliran. Hasil estimasi ini tidak harus menjadi
indikasi yang sah pada kesalahan yang ada.

Alarm yang dapat didengar atau terlihat sewaktu berfungsi tidak diperbolehkan dalam kasus
dua mitra tetap, pengukuran non-resettable dan non-prepaid, di mana fasilitas yang sedang
diperiksa digunakan, kecuali jika alarm ini ditransfer ke suatu stasiun pembaca jarak jauh.

CATATAN Transmisi alarm dan nilai-nilai terukur diulangi dari meter air ke setasiun pembacaan jarak
jauh, tidak perlu dijamin aman jika nilai-nilai terukur itu diulangi dari setasiun.

B.2 Fasilitas pengontrol untuk transduser pengukur

B.2.1 Objek fasilitas pengontrol ini adalah untuk memverifikasi keberadaan transduser
pengukur, pelaksanaan koreksinya dan ketepatan transmisi data.

Verifikasi pada pelaksanaan koreksi meliputi pendeteksian atau pencegahan aliran balik.
Bagaimanapun, tranduser pengukur bukan sesuatu yang penting untuk pendeteksian atau
pencegahan aliran balik saat beroperasi secara elektronik.

B.2.2 Bila sinyal yang dihasilkan oleh sensor aliran adalah dalam bentuk pulsa, setiap pulsa
yang mewakili suatu volume dasar, generasi pulsa, transmisi dan penghitungan harus
memenuhi tugas yang berikut:
a) mengoreksi penghitungan pulsa;
b) jika diperlukan, mendeteksi aliran balik,
c) memeriksa fungsi pengoreksi.

Ini dapat dilaksanakan atas bantuan,


1) sistem three-pulse dengan penggunaan, baik untuk edges pulsa maupun status pulsa,
35 dari 39
SNI 2547:2008

2) sistem lini pulsa ganda dengan penggunaan edges pulsa ditambah status pulsa,
3) sistem pulsa ganda dengan pulsa positif dan pulsa negatif yang tergantung pada arah
aliran.

Pemeriksaan fasilitas harus menggunakan tipe P.

Fasilitas yang menggunakan tranduser pengukur harus diperbolehkan sewaktu memberi


persetujuan untuk memverifikasi bahwa fungsi fasilitas pemeriksaan ini tepat:

a) dengan pemutusan transduser atau,


b) dengan menginterupsi satu dari generator-generator pulsa sensor atau,
c) dengan menginterupsi suplai elektrikal pada tranduser.

B.2.3 Untuk meter air elektromagnetik, boleh mengunakan prosedur yang diijinkan bila
amplitudo sinyal-sinyal yang dihasilkan oleh tranduser pengukur adalah proporsional terhadap
kecepatan alir.

Pada meter air, sinyal yang disimulasikan dengan suatu bentuk yang serupa dengan sinyal
pengukur dimasukkan ke dalam input alat sekunder, mewakili debit antara debit minimum dan
debit maksimum. Pemeriksaan fasilitas harus dilakukan pada peralatan primer dan peralatan
sekunder. Nilai digital ekivalen yang diperiksa untuk memverifikasi batas yang ditentukan oleh
pabrik dan konsisten dengan kesalahan maksimum yang diijinkan.

Fasilitas pengontrol ini harus untuk tipe P atau I. Untuk fasilitas tipe I, pemeriksaan harus
dilakukan minimal setiap lima menit.

CATATAN Prosedur berikut ini, tambahan fasilitas pemeriksaan (lebih dari dua elektroda, transmisi
sinyal ganda dan seterusnya) tidak dibutuhkan.

B.2.4 Panjang kabel maksimum yang diijinkan antara peralatan primer dan peralatan sekunder
dari suatu meter air elektromagnetis, seperti tertera dalam ISO 6817, tidak boleh lebih dari 100
m atau tidak lebih dari nilai L, yang dinyatakan dalam meter, sesuai dengan rumus berikut, pilih
yang terkecil:

L  (k .c) /( f .C )
dengan :
k = 2.10 5 m
c adalah konduktifitas air, dalam siemens per meter
f s frekwensi lapangan selama siklus pengukuran, dalam Hertz
C adalah kapasitas efektif kabel, dalam farads per meter

CATATAN Hal ini tidak diperlukan untuk memenuhi persyaratan tersebut, jika solusi pabrik menjamin
hasil yang ekivalen.

B.2.5 Untuk teknologi lainnya, fasilitas pemeriksaan mempersiapkan laju keamanan ekivalen,
tinggal untuk dikembangkan.

36 dari 39
SNI 2547:2008

B.3 Fasilitas pengontrol penghitung

B.3.1 Objek fasilitas pengontrol ini adalah untuk memverifikasi fungsi sistem pengoreksi
penghitung dan untuk memastikan kebenaran perhitungan yang dibuat.

Tidak ada alat khusus yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa fasilitas pengontrol ini
berfungsi dengan tepat.

B.3.2 Fasilitas pengontrol pada tipe P atau I harus dilakukan untuk memfungsikan sistem
penghitungan. Untuk pengontrol tipe I harus dilakukan minimal sekali per hari atau untuk setiap
volume yang setara dengan lama aliran 10 menit pada Q3 .

Objek fasilitas pengontrol ini adalah untuk memverifikasi bahwa:


a) nilai-nilai dari semua instruksi memori nominal dan data yang dikoreksi, dengan alat
sebagai berikut :
1) semua instruksi jumlahnya meningkat (summing up) dan kode data serta
membandingkan jumlah dengan suatu nilai yang ditetapkan;
2) line dan bits parity kolom (pengontrol redundancy longitudinal dan pengontrol
redundancy vertikal;
3) pengontrol cyclic redundancy (pemborosan);
4) penyimpanan data ganda mandiri;
5) penyimpanan data di dalam " persandian aman", sebagai contoh diproteksi dengan
checksum, line dan bits kesamaan kolom;
b) Semua prosedur transfer internal dan penyimpanan data relevant sampai hasil
pengukuran dilakukan dengan tepat, dengan alat sebagai berikut :
1) rutin tulis-baca (write-read);
2) kode conversion dan kode re-conversion;
3) gunakan " persandian aman" (jumlah pengontrol, bit kesamaan);
4) penyimpanan ganda.

B.3.3 Fasilitas pengontrol untuk kebenaran penghitungan tipe P atau I. Untuk tipe I
pengontrolan harus dilakukan minimal sekali per hari, atau untuk setiap volume yang setara
dengan aliran Q3 sampai 10 menit.

Pengontrolan ini terdiri dari nilai koreksi pada semua data yang berhubungan dengan
pengukuran, kapan saja data ini secara internal disimpan atau disalurkan ke sekeliling peralatan
melalui suatu alat penghubung. Pengontrolan dapat dilaksanakan dengan alat parity bit,
memeriksa jumlah atau penyimpanan ganda. Sebagai tambahan, sistem penghitungan harus
dilengkapi dengan suatu alat pengendali kesinambungan program penghitungan.

B.4 Fasilitas pengontrol untuk peralatan penunjuk

B.4.1 Objek dari fasilitas pengontrol ini adalah untuk memverifikasi data indikasi primer yang
disajikan oleh alat penghitung. Sebagai tambahan, objek fasilitas mengarahkan ke pembuktian
keberadaan peralatan penunjuk sewaktu mereka dapat dipindahkan. Fasilitas apapun yang
diperiksa harus mempunyai format seperti dirumuskan dalam B.4.2 atau format seperti
dirumuskan dalam B.4.3.

B.4.2 Fasilitas pengotrol tertuju pada alat penunjuk tipe P; bagaimanapun, jika tipe I suatu
indikasi primer mungkin saja pengontrolan dilakukan dengan alat lain.
37 dari 39
SNI 2547:2008

Alat dapat mencakup, sebagai contoh:


a) untuk alat penunjuk yang menggunakan kawat pijar bercahaya atau diode pancar cahaya
(LED) , lakukan pengukuran dalam kawat pijar;
b) untuk alat penunjuk yang menggunakan tabung berpijar, lakukan pengukuran the grid
voltase;
c) untuk alat penunjuk yang menggunakan cairan multiplexed crystals(LCD), output
pemeriksaan pada pengendali voltase lines segmen dan electroda umum, agar supaya
mendeteksi pemutusan hubungan manapun atau circuit pendek antara circuit kontrol.

Pemeriksa menyatakan sub pasal 6.7.3 tidaklah perlu.

B.4.3 Fasilitas pengontrol untuk alat penunjuk dapat mencakup tipe P atau tipe I yang
melakukan pengontrolan pada circuits elektronik yang digunakan untuk alat penunjuk (kecuali
the driving circuits pada tampilan itu sendiri); fasilitas pengontrol ini harus memenuhi
persyaratan sub pasal B.3.2.

B.4.4 Fasilitas pengontrol harus membuat persetujuan untuk menentukan bahwa fasilitas
pengontrol pada alat penunjuk yang bekerja, juga:
a) dengan memutuskan semua atau sebagian pada alat penunjuk atau
b) dengan suatu tindakan simulasi suatu kegagalan di dalam display, seperti penggunaan
suatu tombol pengujian.

B.5 Pemeriksaan fasilitas pada peralatan ancillary

Suatu peralatan ancillary (peralatan pengulangan (repeating), peralatan pencetak (printing),


peralatan memori, dan lain-lain) dengan indikasi primer harus mencakup fasilitas pengontrol tipe
P atau I. Tujuan dari fasilitas pengontrol ini adalah untuk memverifikasi keberadaan peralatan
ancillary, bila alat ini merupakan suatu peralatan yang diperlukan, dan untuk memverifikasi
koreksi pada fungsi dan koreksi pada transmisi.

38 dari 39
SNI 2547:2008

Gambar B.1 Bagan penjelasan penandaan meter air

39 dari 39
SNI 2835:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 2835:2008

Daftar isi

Daftar isi ..................................................................................................................................................................i


Prakata................................................................................................................................................................... ii
Pendahuluan....................................................................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ..............................................................................................................................................1
2 Acuan normatif ............................................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi .......................................................................................................................................1
4 Singkatan istilah ..........................................................................................................................................2
5 Persyaratan ..................................................................................................................................................2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan tanah ..........................................................................3
6.1 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 1 meter...................................................................................3
6.2 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 2 meter...................................................................................3
6.3 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 3 meter...................................................................................3
6.4 Menggali 1 m3 tanah keras sedalam 1 meter ..................................................................................3
6.5 Menggali 1 m3 tanah cadas sedalam 1 meter .................................................................................3
6.6 Menggali 1 m3 tanah lumpur sedalam 1 meter................................................................................3
6.7 Mengerjakan 1 m2 stripping tebing setinggi 1 meter ...................................................................4
6.8 Membuang 1 m3 tanah sejauh 30 meter...........................................................................................4
6.9 Mengurug kembali 1 m3 galian ..............................................................................................................4
6.10Memadatkan 1 m3 tanah (per 20 cm)..................................................................................................4
6.11Mengurug 1 m3 pasir urug .......................................................................................................................4
6.12Memasang 1 m3 Lapisan pudel campuran 1 KP : 3 PP : 7 TL ................................................4
6.13Memasang 1 m3 Lapisan pudel campuran 1 KP : 5 TL..............................................................5
6.14Memasang 1 m2 lapisan ijuk tebal 10 cm ..........................................................................................5
6.15Mengurug 1 m3 sirtu padat untuk peninggian lantai bangunan .................................................5
Lampiran A ............................................................................................................................................................6
Bibliografi ...............................................................................................................................................................7

i
SNI 2835:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
tanah untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-2835-
2002 Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah, yang disesuaikan dengan
keadaan di Indonesia dengan melakukan modifikasi terhadap indeks harga satuan.

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah untuk konstruksi bangunan gedung dan
perumahan ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan,
Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 Tahun
2000 dan dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8
Desember 2006 oleh Subpanitia Teknis 91-01/S3 yang melibatkan para nara sumber, pakar
dan lembaga terkait. SNI 2835:2008 akan dipergunakan sebagai acuan analisis biaya
konstruksi di Indonesia.

ii
SNI 2835:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iii
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan tanah yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi para
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga satuan
pekerjaan tanah untuk bangunan gedung dan perumahan.
Jenis pekerjaan tanah yang ditetapkan meliputi:
a) Pekerjaan galian tanah biasa dan tanah keras dalam berbagai kedalaman;
b) Pekerjaan stripping atau pembuangan humus;
c) Pekerjaan pembuangan tanah;
d) Pekerjaan urugan kembali, urugan pasir, pemadatan tanah, perbaikan tanah sulit dan
urugan sirtu.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

1 dari 7
3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan per-satuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
Kg kilogram Satuan berat
M2 meter persegi Satuan luas
M3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari
PP Pasir pasang Agregat halus ukuran ≤ 5 mm
PU Pasir urug Pasir yang digunakan untuk urugan
KP Kapur padam Kapur tohor yang dipadamkan
TL Tanah liat Tanah yang lekat, lempung
Sirtu Pasir batu Bahan galian yang terdiri dari pasir dan batu

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, berdasarkan
harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

2 dari 7
5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan pada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan komposisi
adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan tanah

6.1 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 1 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 0,750
Mandor OH 0,025

6.2 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 2 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 0,900
Mandor OH 0,045

6.3 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 3 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 1,050
Mandor OH 0,067

6.4 Menggali 1 m3 tanah keras sedalam 1 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 1,000
Mandor OH 0,032

6.5 Menggali 1 m3 tanah cadas sedalam 1 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 1,500
Mandor OH 0,060

6.6 Menggali 1 m3 tanah lumpur sedalam 1 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 1,200
Mandor OH 0,045

3 dari 7
6.7 Mengerjakan 1 m2 stripping tebing setinggi 1 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 0,050
Mandor OH 0,005

6.8 Membuang 1 m3 tanah sejauh 15 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 0,330
Mandor OH 0,010

6.9 Mengurug kembali 1 m3 galian

Mengurug kembali 1 m3 galian dihitung dari 1/3 kali dari indeks pekerjaan galian

6.10 Memadatkan 1 m3 tanah (per 20 cm)

Kebutuhan Satuan Indeks


Tenaga kerja Pekerja OH 0,500
Mandor OH 0,050

6.11 Mengurug 1 m3 pasir urug

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan PU m3 1,200
Tenaga kerja Pekerja OH 0,300
Mandor OH 0,010

6.12 Memasang 1 m3 Lapisan pudel campuran 1 KP : 3 PP : 7 TL untuk stabilisasi


tanah.

Kebutuhan Satuan Indeks


KP m3 0,135
Bahan PP m3 0,400
TL m3 0,948
Pekerja OH 0,800
Tukang batu OH 0.400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,040
Mandor OH 0,080

4 dari 7
6.13 Memasang 1 m3 Lapisan pudel campuran 1 KP : 5 TL untuk stabilisasi
tanah.

Kebutuhan Satuan Indeks


KP m3 0,248
Bahan
TL m3 1,240
Pekerja OH 0,800
Tukang batu OH 0.400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,040
Mandor OH 0,080

6.14 Memasang 1 m2 lapisan ijuk tebal 10 cm , untuk bidang resapan.

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Ijuk kg 6,000
Tenaga kerja Pekerja OH 0,150
Mandor OH 0,015

6.15 Mengurug 1 m3 sirtu padat untuk peninggian lantai bangunan

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Sirtu m3 1,200
Tenaga kerja Pekerja OH 0,250
Mandor OH 0,025

5 dari 7
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Menggali 1 m3 tanah biasa sedalam 1 meter

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan / Upah
(Rp.)
(Rp.)
Pekerja OH 0,750 30.000 22.500
Tenaga kerja
Mandor OH 0,025 60.000 1.500

Jumlah harga per-satuan pekerjaan 24.000

6 dari 7
Bibliografi

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (Bahan bangunan bukan logam)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisis Biaya Konstruksi (hasil penelitian),
tahun 1988–1991

7 dari 7
SNI 2836:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 2836:2008

Daftar isi

Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata .......................................................................................................................................... ii
Pendahuluan................................................................................................................................. iii
1 Ruang lingkup ......................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif........................................................................................................................ 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................... 1
4 Singkatan istilah...................................................................................................................... 2
5 Persyaratan ............................................................................................................................ 3
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan pondasi ............................................................... 3
6.1 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 3 PP ....................................... 3
6.2 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 4 PP ....................................... 3
6.3 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 5 PP ....................................... 4
6.4 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 6 PP ....................................... 4
6.5 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 8 PP ....................................... 4
6.6 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 KP : 1 SM : 2 PP ............................ 4
6.7 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 3 KP : 10 PP........................... 5
6.8 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran ¼ PC : 1 KP : 4 PP............................ 5
6.9 Memasang 1 m3 batu kosong (aanstamping) ................................................................ 5
6.10 Memasang 1 m3 pondasi siklop, 60% beton campuran 1 PC : 2 PB : 3 KR ................. 6
6.11 Memasang 1 m3 pondasi sumuran, diameter 100 cm ................................................. 6
Lampiran A .................................................................................................................................... 7
Bibliografi ....................................................................................................................................... 8

i
SNI 2836:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
pondasi untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-2836-
2002, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi batu belah untuk bangunan
sederhana, dengan perubahan pada indeks harga bahan dan indeks harga tenaga kerja.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan,
Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan telah
dibahas dalam rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8 Desember 2006
oleh Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait. SNI
2836:2008 akan dipergunakan sebagai acuan analisis biaya konstruksi di Indonesia.

ii
SNI 2836:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Aanlisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iii
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan pondasi yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi
para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga
satuan pekerjaan pondasi untuk bangunan gedung dan perumahan.

Jenis pekerjaan pondasi yang ditetapkan meliputi :


a) Pekerjaan pembuatan pondasi batu belah dalam berbagai komposisi campuran;
b) Pemasangan anstamping / batu kosong;
c) Pembuatan pondasi sumuran dan pondasi siklop.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali / koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

3.6

1 dari 8
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan per-satuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari
PC Portland Cement Semen Portland
PU Pasir urug Pasir yang digunakan untuk urugan
PP Pasir pasang Agregat halus ukuran ≤ 5 mm
KR Kerikil Agregat kasar ukuran 5 mm – 40 mm
KP Kapur padam Kapur tohor yang dipadamkan
SM Semen merah Semen hasil tumbukan bata merah
PB Pasir beton Agregat halus ukuran ≤ 5 mm

2 dari 8
5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan pondasi

6.1 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm M3 1,200
Bahan PC Kg 202,000
PP M3 0,485
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

6.2 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm M3 1,200
Bahan PC Kg 163,000
PP M3 0,520
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

3 dari 8
6.3 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 5 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm M3 1,200
Bahan PC Kg 136,000
PP M3 0,544
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

6.4 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 6 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 1,200
Bahan PC kg 117,000
PP m3 0,561
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

6.5 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 8 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 1,200
Bahan PC kg 91,000
PP m3 0,584
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

6.6 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 KP : 1 SM : 2 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 1,200
KP m3 0,170
Bahan
SM m3 0,170
PP m3 0,340
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

4 dari 8
6.7 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 3 KP : 10 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 1,200
PC kg 61,000
Bahan
KP m3 0,147
PP m3 0,492
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

6.8 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran ¼ PC : 1 KP : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 1,200
PC kg 41,000
Bahan
KP m3 0,131
PP m3 0,523
Pekerja OH 1,500
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,075

6.9 Memasang 1 m3 batu kosong (anstamping)

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 1,200
Bahan
Pasir urug m3 0,432
Pekerja OH 0,780
Tukang batu OH 0,390
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,039
Mandor OH 0,039

5 dari 8
6.10 Memasang 1 m3 pondasi siklop, 60% beton campuran 1 PC : 2 PB : 3 KR
dan 40% batu belah

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 0,480
PC kg 194,000
Pasir beton m3 0,312
Bahan KR m3 0,468
Besi beton kg 126,000
Kawat beton kg 1,800

Pekerja OH 3,400
Tukang batu OH 0,850
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,085
Mandor OH 0,170

6.11 Memasang 1 m3 pondasi sumuran, diameter 100 cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu belah 15 cm/20 cm m3 0,450
Bahan PC kg 194,000
PB m3 0,312
KR m3 0,468
Pekerja OH 2,400
Tenaga kerja Tukang batu OH 0,800
Kepala tukang OH 0,080
Mandor OH 0,119

6 dari 8
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Memasang 1 m3 pondasi batu belah, campuran 1 PC : 3 PP

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Batu belah m3 1,200 40.000 48.000
Bahan PC kg 202,000 400 80.800
PP m3 0,485 45.000 21.825
Pekerja OH 1,500 30.000 45.000
Tukang batu OH 0,750 40.000 30.000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075 50.000 3.750
Mandor OH 0,075 60.000 4.500
Jumlah harga per satuan pekerjaan 233.875

7 dari 8
Bibliografi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisis Biaya Konstruksi (hasil


penelitian), tahun 1988–1991.

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan logam)

SNI 03-6861.2-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian B (Bahan bangunan dari besi /
baja)

8 dari 8
SNI 2837:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan plesteran


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 2837:2008

Daftar isi

Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata ......................................................................................................................................... iii
Pendahuluan................................................................................................................................. iv
1 Ruang lingkup ......................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif........................................................................................................................ 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................... 1
4 Singkatan istilah...................................................................................................................... 2
5 Persyaratan ............................................................................................................................ 2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan plesteran ............................................................ 3
6.1 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 1 PP, tebal 15 mm .................................................... 3
6.2 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 2 PP, tebal 15 mm .................................................... 3
6.3 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 3 PP, tebal 15 mm .................................................... 3
6.4 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 4 PP, tebal 15 mm .................................................... 3
6.5 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 5 PP, tebal 15 mm .................................................... 4
6.6 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 6 PP, tebal 15 mm .................................................... 4
6.7 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 7 PP, tebal 15 mm .................................................... 4
6.8 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 8 PP, tebal 15 mm .................................................... 4
6.9 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : ½ KP : 3 PP, tebal 15 mm ........................................ 5
6.10 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 2 KP : 8 PP, tebal 15 mm ......................................... 5
6.11 Membuat 1 m2 plesteran 1 SM : 1 KP : 1 PP, tebal 15 mm ......................................... 5
6.12 Membuat 1 m2 plesteran 1 SM : 1 KP : 2 PP, tebal 15 mm ......................................... 5
6.13 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 2 PP, tebal 20 mm .................................................... 6
6.14 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 3 PP, tebal 20 mm .................................................... 6
6.15 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 4 PP, tebal 20 mm .................................................... 6
6.16 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 5 PP, tebal 20 mm .................................................... 6
6.17 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 6 PP, tebal 20 mm .................................................... 7
6.18 Membuat 1 m2 plesteran 1 SM : 1 KP : 2 PP, tebal 20 mm ......................................... 7
6.19 Membuat 1 m2 Berapen 1 PC : 5 PP, tebal 15 mm ..................................................... 7
6.20 Membuat 1 m’ Plesteran Skoning 1 PC : 2 PP, lebar 10 mmError! Bookmark not defined.
6.21 Membuat 1 m2 Plesteran Granit , 1 PC : 2 Granit, tebal 10 mm ................................. 8
6.22 Membuat 1 m2 Plesteran Teraso , 1 PC : 2 Batu Teraso, tebal 10 mm ..................... 8
6.23 Membuat 1 m2 Plesteran Ciprat 1 PC : 2 PP ................................................................. 8
6.24 Membuat 1 m2 finishing siar pasangan dinding bata merah (=20 m’) .......................... 8
6.25 Membuat 1 m2 finishing siar pasangan dinding conblock ekspose (=8 m’) .................. 9

i
SNI 2837:2008

6.26 Membuat 1 m2 finishing siar pasangan batu kali adukan 1 PC : 2 PP ..........................9


6.27 Membuat 1 m2 acian ......................................................................................................9
Lampiran A...................................................................................................................................10
Bibliografi .....................................................................................................................................11

ii
SNI 2837:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
plesteran untuk konstruksi bangunan dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-2837-2002,
Analisis Biaya Konstruksi (ABK) Bangunan gedung dan Perumahan Pekerjaan Plesteran,
dengan perubahan pada indeks harga bahan dan indeks harga tenaga kerja.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknik Bahan, Sains, Struktur, dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 8 Tahun
2007 dan dibahas pada forum rapat konsensus pada tanggal 7 s.d 8 Desember 2006 di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Bandung dengan melibatkan para nara
sumber, pakar dan lembaga terkait.

iii
SNI 2837:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iv
SNI 2837:2008

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan plesteran


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan plesteran yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi
para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga
satuan pekerjaan plesteran untuk bangunan gedung dan perumahan.

Jenis pekerjaan plesteran yang ditetapkan meliputi pekerjaan plesteran dalam berbagai
ketebalan dan campuran, berapen dan penyelesaian akhir/ acian.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisis pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

1 dari 11
SNI 2837:2008

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan per-satuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


mm milimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari
PC Portland Cement Semen portland
PP Pasir pasang Agregat halus ukuran ≤ 5 mm
KP Kapur padam Kapur tohor yang dipadamkan
SM Semen merah Semen hasil tumbukan bata merah

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

2 dari 11
SNI 2837:2008

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan plesteran

6.1 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 1 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC Kg 15,504
Bahan
PP M3 0,016
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.2 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 2 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC Kg 10,224
Bahan
PP M3 0,020
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.3 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 3 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC Kg 7,776
Bahan
PP M3 0,023
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.4 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 4 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC Kg 6,240
Bahan
PP M3 0,024
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

3 dari 11
SNI 2837:2008

6.5 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 5 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 5,184
Bahan
PP m3 0,026
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.6 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 6 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 4,416
Bahan
PP m3 0,027
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.7 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 7 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 3,936
Bahan
PP m3 0,028
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.8 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 8 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 3,456
Bahan
PP m3 0,029
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

4 dari 11
SNI 2837:2008

6.9 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : ½ KP : 3 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 5,760
Bahan KP m3 0,003
PP m3 0,013
Pekerja OH 0,360
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,018

6.10 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 2 KP : 8 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 3,000
Bahan KP m3 0,005
PP m3 0,020
Pekerja OH 0,360
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,018

6.11 Membuat 1 m2 plesteran 1 SM : 1 KP : 1 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


SM m3 0,009
Bahan KP m3 0,009
PP m3 0,009
Pekerja OH 0,360
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,018

6.12 Membuat 1 m2 plesteran 1 SM : 1 KP : 2 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


SM m3 0,007
Bahan KP m3 0,007
PP m3 0,015
Pekerja OH 0,360
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,018

5 dari 11
SNI 2837:2008

6.13 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 2 PP, tebal 20 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 13,632
Bahan
PP m3 0,027
Pekerja OH 0,400
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,022

6.14 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 3 PP, tebal 20 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 10,368
Bahan
PP m3 0,031
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,013

6.15 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 4 PP, tebal 20 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 8,320
Bahan
PP m3 0,032
Pekerja OH 0,400
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,022

6.16 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 5 PP, tebal 20 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 6,912
Bahan
PP m3 0,035
Pekerja OH 0,400
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,022

6 dari 11
SNI 2837:2008

6.17 Membuat 1 m2 plesteran 1 PC : 6 PP, tebal 20 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 5,888
Bahan
PP m3 0,036
Pekerja OH 0,400
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,022

6.18 Membuat 1 m2 plesteran 1 SM : 1 KP : 2 PP, tebal 20 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


SM m3 0,009
Bahan KP m3 0,009
PP m3 0,018
Pekerja OH 0,440
Tukang batu OH 0,220
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,022
Mandor OH 0,022

6.19 Membuat 1 m2 Berapen 1 PC : 5 PP, tebal 15 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 5,184
Bahan
PP m3 0,026
Pekerja OH 0,150
Tukang batu OH 0,075
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,008
Mandor OH 0,008

6.20 Membuat 1 m’ Plesteran Skoning lebar 10 mm 1 PC : 2 PP.

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 0,500
Bahan
PP m3 0,013
Pekerja OH 0,080
Tukang batu OH 0,400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,040
Mandor OH 0,004

7 dari 11
SNI 2837:2008

6.21 Membuat 1 m2 Plesteran Granit , 1 PC : 2 Granit, tebal 10 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 10,000
Bahan
Batu granit kg 15,000
Pekerja OH 0,450
Tukang batu OH 0,225
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,023
Mandor OH 0,023

6.22 Membuat 1 m2 Plesteran Teraso , 1 PC : 2 Batu Teraso, tebal 10 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 10,000
Bahan
Batu teraso kg 15,000
Pekerja OH 0,450
Tukang batu OH 0,225
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,023
Mandor OH 0,023

6.23 Membuat 1 m2 Plesteran Ciprat / Kamprotan 1 PC : 2 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 4,320
Bahan
PP m3 0,006
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.24 Membuat 1 m2 finishing siar pasangan dinding bata merah (=20 m’)

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan PC kg 3,108
Pekerja OH 0,150
Tukang batu OH 0,075
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,008
Mandor OH 0,008

8 dari 11
SNI 2837:2008

6.25 Membuat 1 m2 finishing siar pasangan dinding conblock ekspose (=8 m’)

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan PC kg 1,600
Pekerja OH 0,070
Tukang batu OH 0,035
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,004
Mandor OH 0,004

6.26 Membuat 1 m2 finishing siar pasangan batu kali adukan 1 PC : 2 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 6,340
Bahan
PP m3 0,012
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

6.27 Membuat 1 m2 acian

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan PC kg 3,250
Pekerja OH 0,200
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,010

9 dari 11
SNI 2837:2008

Lampiran A
(Informatif)
Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Membuat 1 m2 acian

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Bahan PP kg 3,250 400 1.300
Pekerja OH 0,200 30.000 6.000
Tukang batu OH 0,100 40.000 4.000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010 50.000 500
Mandor OH 0,010 60.000 450
Jumlah harga per satuan pekerjaan 12.250

10 dari 11
SNI 2837:2008

Bibliografi

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan logam)

SNI 03-6862-2002, Spesifikasi peralatan pemasangan dinding bata dan plesteran

SNI 03-2410-1991, Tata cara pengecatan dinding tembok dengan cat emulsi

Pt-T-03-2000-C, Tata cara pengerjaan pasangan dan plesteran dinding

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisis Biaya Konstruksi (hasil


penelitian), tahun 1988–1991

11 dari 11
SNI 2839:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan langit-langit


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 2839:2008

Daftar isi

Daftar isi .................................................................................................................................................................... i


Prakata...................................................................................................................................................................... ii
Pendahuluan.......................................................................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ............................................................................................................................................. 1
2 Acuan normatif ........................................................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ...................................................................................................................................... 1
4 Singkatan istilah ......................................................................................................................................... 2
5 Persyaratan ................................................................................................................................................. 2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan langit-langit ............................................................. 3
6.1 Memasang 1 m2 langit-langit asbes semen, tebal 4 mm, 5 mm, dan 6 mm ....................... 3
6.2 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (30 x 30) cm ....................................................... 3
6.3 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (30 x 60) cm ....................................................... 3
6.4 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (60 x 120) cm ..................................................... 3
6.5 Memasang 1 m2 langit-langit tripleks ukuran (120 x 240) cm, tebal 3 mm, 4 mm dan 6
mm .................................................................................................................................................................. 4
6.6 Memasang 1 m2 langit-langit lambriziring kayu, tebal 9 mm ..................................................... 4
6.7 Memasang 1 m2 langit-langit gypsum board ukuran (120x240x9) mm, tebal 9 mm ......... 4
6.8 Memasang 1 m’ list plafond gypsum profil ....................................................................................... 5
6.9 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (60 x 120) cm + rangka alluminium ............. 5
6.10Memasang 1 m’ list langit-langit kayu profil ........................................................................................ 5
Lampiran A .............................................................................................................................................................. 6
Bibliografi ................................................................................................................................................................. 7

i
SNI 2839:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
langit-langit untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-
2839-2002, Analisa Biaya Konstruksi (ABK) Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan
Langit-langit, dengan perubahan pada indeks harga bahan dan indeks harga tenaga kerja.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan,
Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman BSN Nomor 8 Tahun 2000 dan dibahas
dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8 Desember 2006 oleh
Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

Oleh karena SNI ini belum di jajak pendapat dan dikonsensuskan melalui pemungutan suara
dengan melibatkan anggota kelompok minat MASTAN yang relevan, maka agar dapat
segera dipergunakan sebagai acuan, dokumen ini untuk sementara ditetapkan sebagai ”SNI
Dokumen Teknis”.

ii dari 7
SNI 2839:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iii
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan langit-langit
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan langit-langit yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam
bagi para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya
harga satuan pekerjaan langit-langit untuk bangunan gedung dan perumahan.

Jenis pekerjaan langit-langit yang ditetapkan meliputi pekerjaan menutup rangka plafon
dengan berbagai bahan penutup dan list.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

1 dari 7
3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam per-hari.

2 dari 7
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan langit-langit

6.1 Memasang 1 m2 langit-langit asbes semen, tebal 4 mm, 5 mm, dan 6 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


Asbes semen m2 1,100
Bahan
Paku tripleks kg 0,010
Pekerja OH 0,030
Tukang kayu OH 0,070
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,007
Mandor OH 0,004

6.2 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Akustik Lembar 12
Bahan
Paku tripleks kg 0,050
Pekerja OH 0,120
Tukang kayu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,006

6.3 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (30 x 60) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Akustik Lembar 5,800
Bahan
Paku tripleks kg 0,050
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,005

6.4 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (60 x 120) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Akustik Lembar 1,500
Bahan
Paku tripleks kg 0,050
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,005

3 dari 7
6.5 Memasang 1 m2 langit-langit tripleks ukuran (120 x 240) cm, tebal 3 mm, 4 mm
dan 6 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


Tripleks Lembar 0,375
Bahan
Paku tripleks kg 0,030
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,005

6.6 Memasang 1 m2 langit-langit lambriziring kayu, tebal 9 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu papan m3 0,015
Bahan
Paku tripleks kg 0,010
Pekerja OH 0,800
Tukang kayu OH 0,800
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,080
Mandor OH 0,040

6.7 Memasang 1 m2 langit-langit gypsum board ukuran (1200x2400x9) mm,

Kebutuhan Satuan Indeks


Gypsum board Lembar 0,364
Bahan
Paku skrup kg 0,110
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,005
Mandor OH 0,005

6.8 Memasang 1 m’ list plafond gysum profil

Kebutuhan Satuan Indeks


List gypsum profil m’ 1,050
Bahan
Tepung gypsum kg 0,15
Pekerja OH 0,060
Tukang kayu OH 0,060
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,006
Mandor OH 0,003

4 dari 7
6.9 Memasang 1 m2 langit-langit akustik ukuran (60 x 120) cm + rangka alluminium

Kebutuhan Satuan Indeks


Profil Alluminium "T" m’ 3,600
Kawat diameter 4 mm kg 0,150
Bahan
Ramset Buah 1,050
Akustik 60 cm x 120 cm Lembar 1,500
Pekerja OH 0,500
Tukang besi OH 0,500
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,050
Mandor OH 0,025

6.10 Memasang 1 m’ list langit-langit kayu profil

Kebutuhan Satuan Indeks


List kayu profil m’ 1,050
Bahan
Paku kg 0,010
Pekerja OH 0,050
Tukang kayu OH 0,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,005
Mandor OH 0,003

5 dari 7
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Memasang 1 m2 langit-langit asbes semen, tebal 4 mm

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan IndeksBahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Asbes semen m2 1.100 30.000 33.000
Bahan
Paku 3 cm kg 0.010 10.000 100
Pekerja OH 0.070 30.000 2.100
Tukang kayu OH 0.070 40.000 2.800
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0.007 50.000 350
Mandor OH 0.004 60.000 240
Jumlah harga persatuan pekerjaan 38.590

6 dari 7
Bibliografi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisa Biaya Konstruksi (hasil


penelitian), tahun 1988–1991.

SNI 03-2445-1991, Spesifikasi ukuran kayu untuk bangunan rumah dan gedung

SNI 03-6839-2002, Spesifikasi kayu awet untuk perumahan dan gedung

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan logam)

SNI 03-6861.3-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian C (bahan bangunan dari logam
bukan besi)

7 dari 7
SNI 3434:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 3434:2008

Daftar isi

Daftar isi ........................................................................................................................................................................... i


Prakata............................................................................................................................................................................iii
Pendahuluan................................................................................................................................................................. iv
1 Ruang lingkup ....................................................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif ..................................................................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................................................ 1
4 Singkatan istilah ................................................................................................................................................... 2
5 Persyaratan ........................................................................................................................................................... 2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan kayu..................................................................................... 3
6.1 Membuat dan memasang 1 m3 kusen pintu dan kusen jendela, kayu kelas I ................... 3
6.2 Membuat dan memasang 1 m3 kusen pintu dan kusen jendela, kayu kelas II atau
III ............................................................................................................................................................ 3
6.3 Membuat dan memasang 1 m2 pintu klamp standar, kayu kelas II ....................................... 3
6.4 Membuat dan memasang 1 m2 pintu klamp sederhana, kayu kelas III ................................ 4
6.5 Membuat dan memasang 1 m2 daun pintu panel, kayu kelas I atau II ................................. 4
6.6 Membuat dan memasang 1 m2 pintu dan jendela kaca, kayu kelas I atau II .................... 4
6.7 Membuat dan memasang 1 m2 pintu dan jendela jalusi kayu kelas I atau II ..................... 4
6.8 Membuat 1 m2 daun pintu kayu lapis (plywood) rangkap, rangka tertutup kayu
kelas II (lebar sampai 90 cm) .............................................................................................................. 5
6.9 Membuat 1 m2 pintu plywood rangkap, rangka expose kayu kelas I atau II ..................... 5
6.10 Memasang 1 m2 jalusi kusen, kayu kelas I atau II ....................................................................... 5
6.11 Memasang 1 m2 teakwood rangkap, rangka expose kayu kelas I ......................................... 5
6.12 Memasang 1 m2 teakwood rangkap lapis formika, rangka expose kayu kelas II ............. 6
6.13 Memasang 1 m3 konstruksi kuda-kuda konvensional, kayu kelas I, II dan III .................... 6
6.14 Memasang 1 m3 konstruksi kuda-kuda expose, kayu kelas I .................................................. 6
6.15 Memasang 1 m3 konstruksi gordeng, kayu kelas II ..................................................................... 6
6.16 Memasang 1 m2 rangka atap genteng keramik, kayu kelas II ................................................. 7
6.17 Memasang 1 m2 rangka atap genteng beton, kayu kelas II ..................................................... 7
6.18 Memasang 1 m2 rangka atap sirap, kayu kelas II ...................................................................... 7
6.19 Memasang 1 m2 rangka langit-langit (50 x 100) cm, kayu kelas II atau III..................... 7
6.20 Memasang 1 m2 rangka langit-langit (60 x 60) cm, kayu kelas II atau III ....................... 8
6.21 Memasang 1 m1 lisplank ukuran (3 x 20) cm, kayu kelas I atau kelas II ........................... 8
6.22 Memasang 1 m1 lisplank ukuran (3 x 30) cm, kayu kelas I atau kelas II ........................... 8
6.23 Memasang 1 m2 rangka dinding pemisah (60 x 120) cm kayu kelas II atau III ................ 8
6.24 Memasang 1 m2 dinding pemisah teakwood rangkap, rangka kayu kelas II ..................... 9

i
SNI 3434:2008

6.25 Memasang 1 m2 dinding pemisah plywood rangkap, rangka kayu kelas II ........................ 9
6.26 Memasang 1 m2 dinding lambriziring dari papan kayu kelas I ................................................ 9
6.27 Memasang 1 m2 dinding lambriziring dari plywood ukuran (120 x 240) cm ....................... 9
6.28 Memasang 1 m2 dinding bilik, rangka kayu kelas III atau IV ................................................. 10
Lampiran A................................................................................................................................................................... 11
Bibliografi ...................................................................................................................................................................... 12

ii
SNI 3434:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
kayu untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-3434-
2002, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu untuk bangunan gedung, yang
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia dengan melakukan modifikasi terhadap indeks
harga satuan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan,
Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 rapat
konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8 Desember 2006 oleh Subpanitia
Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

iii
SNI 3434:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iv
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu
untuk bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan kayu yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi para
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga satuan
pekerjaan kayu untuk bangunan gedung dan perumahan.

Jenis pekerjaan kayu yang ditetapkan meliputi :


a) Pekerjaan pembuatan atau pemasangan kusen pintu atau jendela jenis kayu kelas I, II
atau III;
b) Pekerjaan pembuatan pintu panel, pintu klamp, pintu kayu lapis (plywood, teakwood),
pintu atau jendela jalusi, pintu atau jendela kaca dan pintu teakwood;
c) Pekerjaan pembuatan kuda-kuda atap dan rangka atap jenis kayu kelas I, II atau III;
d) Pekerjaan pembuatan rangka langit-langit jenis kayu kelas II atau III;
e) Pekerjaan pembuatan rangka dinding dan pemasangan dinding pemisah jenis kayu
kelas I, II atau III;
f) Pekerjaan pemasangan listplank jenis kayu kelas I dan kayu kelas II.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja

1 dari 12
3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

2 dari 12
5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan kayu

6.1 Membuat dan memasang 1 m3 kusen pintu dan kusen jendela, kayu kelas I

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu M3 1,100
Bahan Paku 10 cm Kg 1,250
Lem kayu Kg 1,000
Pekerja OH 7,000
Tukang kayu OH 21,000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 2,100
Mandor OH 0,350

6.2 Membuat dan memasang 1 m3 kusen pintu dan kusen jendela,


kayu kelas II atau III

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu M3 1,200
Bahan Paku 10 cm Kg 1,250
Lem kayu Kg 1,000
Pekerja OH 6,000
Tukang kayu OH 18,000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 1,800
Mandor OH 0,300

6.3 Membuat dan memasang 1 m2 pintu klamp standar, kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu M3 0,040
Bahan
Paku 5 cm – 7 cm Kg 0,050
Pekerja OH 0,350
Tukang kayu OH 1,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,105
Mandor OH 0,018

3 dari 12
6.4 Membuat dan memasang 1 m2 pintu klamp sederhana, kayu kelas III untuk
gudang sementara.

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu M3 0,040
Bahan
Paku 5 cm - 7 cm Kg 0,050
Pekerja OH 0,350
Tukang kayu OH 1,050
Tenaga kerj a
Kepala tukang OH 0,105
Mandor OH 0,018

6.5 Membuat dan memasang 1 m2 daun pintu panel, kayu kelas I atau II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,040
Bahan
Lem kayu kg 0,500
Pekerja OH 1,000
Tukang kayu OH 3,000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,300
Mandor OH 0,050

6.6 Membuat dan memasang 1 m2 pintu dan jendela kaca, kayu kelas I atau II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,024
Bahan
Lem kayu kg 0,300
Pekerja OH 0,800
Tukang kayu OH 2,400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,240
Mandor OH 0,040

6.7 Membuat dan memasang 1 m2 pintu dan jendela jalusi kayu kelas I atau II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,064
Bahan
Lem kayu kg 0,500
Pekerja OH 1,000
Tukang kayu OH 3,000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,300
Mandor OH 0,050

4 dari 12
6.8 Membuat 1 m2 daun pintu kayu lapis (plywood) rangkap, rangka tertutup kayu
kelas II (lebar sampai 90 cm)

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,025
Paku 1 cm – 2,5 cm kg 0,030
Bahan Lem kayu kg 0,500
Plywood tebal 4 mm
Lembar 1,000
Ukuran (90 x 220) cm
Pekerja OH 0,700
Tukang kayu OH 2,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,210
Mandor OH 0,035

6.9 Membuat 1 m2 pintu plywood rangkap, rangka expose kayu kelas I atau II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,0256
Paku 1 cm – 2,5 cm kg 0,030
Bahan Lem kayu kg 0,500
Plywood tebal 4 mm
Lembar 1,000
Ukuran (90 x 220) cm
Pekerja OH 0,800
Tukang kayu OH 2,400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,240
Mandor OH 0,040

6.10 Memasang 1 m2 jalusi kusen, kayu kelas I atau II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,060
Bahan
Paku 1 cm – 2,5 cm kg 0,150
Pekerja OH 0,670
Tukang kayu OH 2,000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,200
Mandor OH 0,335

6.11 Memasang 1 m2 teakwood rangkap, rangka expose kayu kelas I

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,025
Paku 1 cm – 2,5 cm kg 0,030
Bahan Lem kayu kg 0,300
Teakwood tebal 4 mm
Lembar 1,000
ukuran (90 x 220) cm
Pekerja OH 0,800
Tukang kayu OH 2,400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,240
Mandor OH 0,040

5 dari 12
6.12 Memasang 1 m2 teakwood rangkap lapis formika, rangka expose kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,025
Paku 1 cm – 2,5 cm kg 0,030
Lem kayu kg 0,800
Bahan
Teakwood tebal 4 mm
Lembar 1,000
ukuran (90 x 220) cm
Formika Lembar 0,500
Pekerja OH 0,850
Tukang kayu OH 2,550
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,255
Mandor OH 0,043

6.13 Memasang 1 m3 konstruksi kuda-kuda konvensional, kayu kelas I, II dan III


bentang 6 meter

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu m3 1,100
Bahan Besi strip tebal 5 mm kg 15,000
Paku 12 cm kg 5,600
Pekerja OH 4,000
Tukang kayu OH 12,000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 1,200
Mandor OH 0,200

6.14 Memasang 1 m3 konstruksi kuda-kuda expose, kayu kelas I

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu m3 1,200
Bahan Besi strip tebal 5 mm kg 15,000
Paku 12 cm kg 5,600
Pekerja OH 6,700
Tukang kayu OH 20,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 2,010
Mandor OH 0,335

6.15 Memasang 1 m3 konstruksi gordeng, kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu m3 1,100
Bahan Besi strip tebal 5 mm kg 15,000
Paku 12 cm kg 3,000
Pekerja OH 2,400
Tukang kayu OH 7,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,720
Mandor OH 0,120

6 dari 12
6.16 Memasang 1 m2 rangka atap genteng keramik, kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Kaso-kaso (5 x 7) cm m3 0,014
Bahan Reng (2 x 3) cm m3 0,0036
Paku 5 cm dan 10 cm kg 0,250
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,005

6.17 Memasang 1 m2 rangka atap genteng beton, kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Kaso-kaso (5 x 7) cm m3 0,014
Bahan Reng (3 x 4) cm m3 0,0072
Paku 5 cm dan 10 cm kg 0,250
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,005

6.18 Memasang 1 m2 rangka atap sirap, kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas II m3 0,165
Bahan
Paku 5 cm sampai 10 cm kg 0,200
Pekerja OH 0,120
Tukang kayu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,006

6.19 Memasang 1 m2 rangka langit-langit (50 x 100) cm, kayu kelas II atau III

Kebutuhan Satuan Indeks


Kaso-kaso (5 x 7) cm m3 0,0154
Bahan
Paku 7 cm – 10 cm kg 0,200
Pekerja OH 0,150
Tukang kayu OH 0,300
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,030
Mandor OH 0,075

7 dari 12
6.20 Memasang 1 m2 rangka langit-langit (60 x 60) cm, kayu kelas II atau III

Kebutuhan Satuan Indeks


Kaso-kaso (5 x 7) cm m3 0,0163
Bahan
Paku 7 cm – 10 cm kg 0,250
Pekerja OH 0,200
Tukang kayu OH 0,300
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,030
Mandor OH 0,010

6.21 Memasang 1 m1 lisplank ukuran (3 x 20) cm, kayu kelas I atau kelas II
Kebutuhan Satuan Indeks
Papan kayu m3 0,0108
Bahan
Paku 5 cm dan 7 cm kg 0,100
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,005

6.22 Memasang 1 m1 lisplank ukuran (3 x 30) cm, kayu kelas I atau kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,011
Bahan
Paku 5 cm dan 7 cm kg 0,050
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,005

6.23 Memasang 1 m2 rangka dinding pemisah (60 x 120) cm kayu kelas II atau III

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu m3 0,028
Bahan
Paku 5 cm dan 7 cm kg 0,150
Pekerja OH 0,150
Tukang kayu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,008

8 dari 12
6.24 Memasang 1 m2 dinding pemisah teakwood rangkap, rangka kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu,
m3 0,028
Ukuran (6 x 12) cm
Paku 5 cm dan 10 cm kg 0,150
Bahan
Teakwood tebal 4 mm,
Lembar 0,860
Ukuran 120 cm x 240 cm
Lem kayu kg 0,560
Pekerja OH 0,150
Tukang kayu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,008

6.25 Memasang 1 m2 dinding pemisah plywood rangkap, rangka kayu kelas II

Kebutuhan Satuan Indeks


Balok kayu,
m3 0,028
ukuran (6 x 12) cm
Paku 5 cm dan 10 cm kg 0,150
Bahan
Plywood tebal 4 mm,
Lembar 0,860
ukuran 120 cm x 240 cm
Lem kayu kg 0,560
Pekerja OH 0,200
Tukang kayu OH 0,600
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,060
Mandor OH 0,010

6.26 Memasang 1 m2 dinding lambriziring dari papan kayu kelas I

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu m3 0,007
Bahan Paku 5 cm dan 10 cm kg 0,100
Paku skrup 10 cm kg 0,150
Pekerja OH 0,600
Tukang kayu OH 1,800
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,180
Mandor OH 0,030

6.27 Memasang 1 m2 dinding lambriziring dari plywood ukuran (120 x 240) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plywood tebal 4 mm Lembar 0,400
Bahan
Paku 1 cm dan 2,5 cm kg 0,050
Pekerja OH 0,025
Tukang kayu OH 0,075
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,008
Mandor OH 0,001

9 dari 12
6.28 Memasang 1 m2 dinding bilik, rangka kayu kelas III atau IV

Kebutuhan Satuan Indeks


Bilik bambu m2 1,500
Kaso-kaso (5 x 7) cm m3 0,014
Bahan
Paku kg 0,012
List kayu 2/4 m3 0,003
Pekerja OH 0,100
Tukang kayu OH 0,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,005
Mandor OH 0,005

10 dari 12
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Membuat dan memasang 1 m2 daun pintu panel kayu kelas II

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Papan kayu m3 0.040 3.000.000 120.000
Bahan
Lem kayu kg 0.500 80.000 40.000
Pekerja OH 1.000 30.000 30.000
Tukang kayu OH 3.000 40.000 120.000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0.300 50.000 15.500
Mandor OH 0.050 60.000 3.000
Jumlah harga per satuan pekerjaan 330.500

11 dari 12
Bibliografi

SNI 03-2445-1991, Spesifikasi ukuran kayu untuk bangunan rumah dan gedung

SNI 03-6839-2002, Spesifikasi kayu awet untuk perumahan dan gedung

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan banguna


n bukan logam)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisis Biaya Konstruksi (hasil


penelitian), tahun 1988–1991

12 dari 12
SNI 6897:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan dinding


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 6897:2008

Daftar isi

Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata ......................................................................................................................................... iii
Pendahuluan................................................................................................................................. iv
1 Ruang lingkup ......................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif........................................................................................................................ 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................... 1
4 Singkatan istilah...................................................................................................................... 2
5 Persyaratan ............................................................................................................................ 3
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan dinding................................................................ 3
6.1 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 2 PP ........................................................................................ 3
6.2 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 3 PP ........................................................................................ 3
6.3 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 4 PP ........................................................................................ 4
6.4 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 5 PP ........................................................................................ 4
6.5 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 6 PP ........................................................................................ 4
6.6 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 3 KP : 10 PP............................................................................ 4
6.7 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 2 PP ........................................................................................ 5
6.8 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 3 PP ........................................................................................ 5
6.9 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 4 PP ........................................................................................ 5
6.10 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 5 PP ........................................................................................ 5
6.11 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 6 PP ........................................................................................ 6
6.12 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) tebal ½ bata, campuran
spesi 1 PC : 8 PP ......................................................................................................... 6
6.13 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 3 KP : 10 PP............................................................................ 6
6.14 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 KP : 1 SM : 1 PP ............................................................................. 6
6.15 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 KP : 1 SM : 2 PP ............................................................................. 7

i
SNI 6897:2008

6.16 Memasang 1 m2 dinding HB 20 , campuran spesi 1 PC : 3 PP ....................................7


6.17 Memasang 1 m2 dinding HB 20, campuran spesi 1 PC : 4 PP ....................................7
6.18 Memasang 1 m2 dinding HB 15, campuran spesi 1 PC : 3 PP ....................................7
6.19 Memasang 1 m2 dinding HB 15, campuran spesi 1 PC : 4 PP .....................................8
6.20 Memasang 1 m2 dinding HB 10, campuran spesi 1 PC : 3 PP .....................................8
6.21 Memasang 1 m2 dinding HB 10, campuran spesi 1 PC : 4 PP .....................................8
6.22 Memasang 1 m2 dinding terawang (roster) ukuran (12 x 11 x 24) cm, campuran
spesi 1 PC : 3 PP ..........................................................................................................8
6.23 Memasang 1 m2 dinding terawang (roster) ukuran (12 x 11 x 24) cm, campuran
spesi 1 PC : 4 PP ...........................................................................................................9
6.24 Memasang 1 m2 dinding bata berongga ekspose ukuran (5 x 11 x 24) cm,
campuran spesi 1 PC : 3 PP .........................................................................................9
Lampiran A...................................................................................................................................10
Bibliografi .....................................................................................................................................11

ii
SNI 6897:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
dinding untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-6897-
2002 Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan dinding, yang disesuaikan dengan
keadaan di Indonesia dengan melakukan modifikasi terhadap indeks harga satuan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan,
Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 serta telah
dibahas dalam rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8 Desember 2006
oleh Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

iii
SNI 6897:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iv
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan dinding
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan dinding yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi
para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga
satuan pekerjaan dinding untuk bangunan gedung dan perumahan.

Jenis pekerjaan dinding yang ditetapkan meliputi :


a) Pekerjaan dinding bata merah dengan berbagai ketebalan dan spesi;
b) Pekerjaan dinding hollow block dengan berbagai dimensi dan spesi;
c) Pekerjaan pemasangan terawang (roster) atau bata berongga.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

1 dari 11
3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
kg Kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari
PC Portland Cement Semen Portland
PP Pasir pasang Agregat halus ukuran ≤ 5 mm
KP Kapur padam Kapur tohor yang dipadamkan
SM Semen merah Semen hasil tumbukan bata merah
Bata berlubang di bagian tengahnya dari bahan
HB Hollow block
tras dan kapur
Bata berlubang di bagian tengahnya dari bahan
CB Concreate Blck
semen dan pasir

2
5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.
d) Penggunaan bahan lain sejenis dengan ukuran dan berat yang sama, analisa ini dapat
digunakan.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan dinding

6.1 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,


campuran spesi 1 PC : 2 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 140,000
Bahan PC kg 43,500
PP m3 0,080
Pekerja OH 0,600
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,030

6.2 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,


campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 140,000
Bahan PC kg 32,950
PP m3 0,091
Pekerja OH 0,600
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,030

3 dari 11
6.3 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,
campuran spesi 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 140,000
Bahan PC kg 26,550
PP m3 0,093
Pekerja OH 0,600
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,030

6.4 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,


campuran spesi 1 PC : 5 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 140,000
Bahan PC kg 22,200
PP m3 0,102
Pekerja OH 0,600
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,030

6.5 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,


campuran spesi 1 PC : 6 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 140,000
Bahan PC kg 18,500
PP m3 0,122
Pekerja OH 0,600
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,030

6.6 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,


campuran spesi 1 PC : 3 KP : 10 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 140,000
PC kg 10,080
Bahan
PP m3 0,0925
KP m3 0,0275
Pekerja OH 0,600
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,030
4
6.7 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 2 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
Bahan PC kg 18,950
PP m3 0,038
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.8 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,


campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
Bahan PC kg 14,370
PP m3 0,040
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.9 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,


campuran spesi 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
Bahan PC kg 11,500
PP m3 0,043
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.10 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,


campuran spesi 1 PC : 5 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
Bahan PC kg 9,680
PP m3 0,045
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

5 dari 11
6.10 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 PC : 6 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
Bahan PC kg 8,320
PP m3 0,049
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.12 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) tebal ½ bata, campuran
spesi 1 PC : 8 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
Bahan PC kg 6,500
PP m3 0,050
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.13 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,


campuran spesi 1 PC : 3 KP : 10 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
PC kg 4,500
Bahan
PP m3 0,050
KP m3 0,015
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.14 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,


campuran spesi 1 KP : 1 SM : 1 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
SM m3 0,018
Bahan
PP m3 0,018
KP m3 0,018
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6
6.15 Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal ½ bata,
campuran spesi 1 KP : 1 SM : 2 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata merah Buah 70,000
SM m3 0,014
Bahan
PP m3 0,028
KP m3 0,014
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.16 Memasang 1 m2 dinding HB/CB 20 , campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


HB 20 Buah 12,500
PC kg 30,320
Bahan PP m3 0,7280
Besi angkur φ =8 mm kg 0,280
Pekerja OH 0,350
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,018

6.17 Memasang 1 m2 dinding HB/CB 20, campuran spesi 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


HB 20 Buah 12,500
PC kg 24,260
Bahan PP m3 0,772
Besi angkur φ =8 mm kg 0,280
Pekerja OH 0,350
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,018

6.18 Memasang 1 m2 dinding HB/CB 15, campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


HB 15 Buah 12,500
PC kg 22,740
Bahan PP m3 0,550
Besi angkur φ =8 mm kg 0,280
Pekerja OH 0,320
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,016

7 dari 11
6.19 Memasang 1 m2 dinding HB/CB 15, campuran spesi 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


HB 15 Buah 12,500
PC kg 18,200
Bahan PP m3 0,582
Besi angkur φ =8 mm kg 0,280
Pekerja OH 0,320
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,016

6.20 Memasang 1 m2 dinding HB/CB 10, campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


HB 10 Buah 12,500
PC kg 15,160
Bahan PP m3 0,364
Besi angkur φ =8 mm kg 0,280
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.21 Memasang 1 m2 dinding HB/CB 10, campuran spesi 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


HB 10 Buah 12,500
PC kg 12,130
Bahan PP m3 0,388
Besi angkur φ =8 mm kg 0,280
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.22 Memasang 1 m2 dinding terawang (roster) ukuran (12 x 11 x 24) cm, campuran
spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Terawang (roster) Buah 30,000
Bahan PC kg 14,000
PP m3 0,032
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

8
6.23 Memasang 1 m2 dinding terawang (roster) ukuran (12 x 11 x 24) cm, campuran
spesi 1 PC : 4 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Terawang (roster) Buah 30,000
Bahan PC kg 11,000
PP m3 0,035
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

6.24 Memasang 1 m2 dinding bata berongga ekspose ukuran (5 x 11 x 24) cm,


campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata berongga ekspose Buah 70,000
Bahan PC kg 14,000
PP m3 0,032
Pekerja OH 0,300
Tukang batu OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,015

9 dari 11
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Memasang 1 m3 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,


campuran spesi 1 PC : 2 PP

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Bata merah buah 140,000 300 28.000
Bahan PC kg 43,500 700 17.400
PP m3 0,080 45.000 3.600
Pekerja OH 0,600 30.000 18.000
Tukang batu OH 0,200 40.000 8.000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020 50.000 1.000
Mandor OH 0,030 60.000 1.800
Jumlah harga per satuan pekerjaan 77.800

10
Bibliografi

SNI 03-6862-2002, Spesifikasi peralatan pemasangan dinding bata dan plesteran

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan logam)

SNI 03-6861.2-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian B (bahan bangunan dari besi/baja)

SNI 03-6861.3-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian C (bahan bangunan dari logam
bukan besi)

Pt-T-03-2000-C, Tata cara pengerjaan pasangan dan plesteran dinding

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisa Biaya Konstruksi (hasil


penelitian), tahun 1988–1991

11 dari 11
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 7393:2008

untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan


Tata cara perhitungan harga satuan

Badan Standardisasi Nasional


pekerjaan besi dan aluminium
Standar Nasional Indonesia

ICS 91.010.20
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 7393:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata .......................................................................................................................................... ii

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Pendahuluan................................................................................................................................. iii
1 Ruang lingkup.........................................................................................................................1
2 Acuan normatif........................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi ...................................................................................................................1
4 Singkatan istilah......................................................................................................................2
5 Persyaratan ............................................................................................................................2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan besi dan aluminium ............................................3
6.1 Memasang 1 kg besi profil ...........................................................................................3
6.2 Memasang 1 kg rangka kuda-kuda baja IWF .............................................................3
6.3 Mengerjakan 100 kg pekerjaan perakitan ...................................................................3
6.4 Membuat 1 m2 pintu besi plat baja tebal 2 mm rangkap, rangka baja siku .................3
6.5 Mengerjakan 1 cm pengelasan dengan las listrik .......................................................4
6.6 Membuat 1 m2 rangka jendela besi scuare tube (25 x 5) cm ......................................4
6.7 Memasang 1 m2 pintu rolling door besi .......................................................................4
6.8 Memasang 1 m2 pintu lipat (Folding door)...................................................................4
6.9 Memasang 1 m2 sunscreen alluminium.......................................................................5
6.10 Memasang 1 m2 rolling door alluminium .....................................................................5
6.11 Memasang 1 m kusen pintu alluminium ......................................................................5
6.12 Memasang 1 m2 pintu alluminium strip lebar 8 cm .....................................................5
6.13 Memasang 1 m2 pintu kaca rangka alluminium ..........................................................6
6.14 Memasang 1 m2 venetions blinds dan Vertical blinds .................................................6
6.15 Memasang 1 m2 terali besi strip (2 x 3) mm................................................................6
6.16 Memasang 1 m2 kawat nyamuk ..................................................................................6
6.17 Memasang 1 m2 jendela nako & tralis.........................................................................7
6.18 Memasang 1 m’ talang datar/ jurai seng bjls 28 lebar 90 cm.......................................7
6.19 Memasang 1 m’ talang ½ lingkaran D-15 cm, seng plat bjls 30 lebar 45 cm ............7
Lampiran A ....................................................................................................................................8
Bibliografi .......................................................................................................................................9

i
SNI 7393:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi
dan alumunium untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari RSNI T-
16-2002 Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminium, yang disesuaikan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dengan keadaan di Indonesia dengan melakukan modifikasi terhadap indeks harga satuan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui
Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan, Sains, Struktur
dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan dibahas
dalam rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8 Desember 2006 oleh
Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 7393:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis yang

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data dengan
modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data primer
sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama. Penelitian
lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa proyek
pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan bangunan untuk
komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan pendekatan
kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 7393:2008

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminium


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan aluminium yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi
para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga
satuan pekerjaan besi dan aluminium untuk bangunan gedung dan perumahan.

Jenis pekerjaan besi dan aluminium yang ditetapkan meliputi:


a) Pekerjaan pemasangan rangka atap dan talang;
b) Pekerjaan pemasangan pintu atau jendela besi, pintu alluminium dan jendela nako, pintu
gulung, pintu lipat sunscreen, venation blinds dan vertical-horizontal blinds;
c) Pekerjaan pemasangan kawat nyamuk.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisis pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

1 dari 9
SNI 7393:2008

3.6
indeks tenaga kerja

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan per-satuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan indeks harga satuan:


a) Perhitungan indeks harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan indeks harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
2 dari 9
SNI 7393:2008

b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di


dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan komposisi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan besi dan aluminium

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
6.1 Memasang 1 kg besi profil

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Besi profil Kg 1,150
Pekerja OH 0,060
Tukang las Konstruksi OH 0,060
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,006
Mandor OH 0,003

6.2 Memasang 1 kg rangka kuda-kuda baja IWF

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Besi baja IWF Kg 1,150
Pekerja OH 0,060
Tukang las Konstruksi OH 0,060
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,006
Mandor OH 0,003

6.3 Mengerjakan 100 kg pekerjaan perakitan

Kebutuhan Satuan Indeks


Solar Liter 1,000
Bahan
Minyak pelumas Liter 0,100
Pekerja OH 0,100
Tukang besi Konstruksi OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,001
Mandor OH 0,005
Alat Sewa alat Jam 0,800

6.4 Membuat 1 m2 pintu besi plat baja tebal 2 mm rangkap, rangka baja siku

Kebutuhan Satuan Indeks


Besi siku L 30.30.3 Kg 15,000
Bahan Besi plat baja Kg 32,800
kawat las Kg 0,05
Pekerja OH 1,050
Tukang Las Biasa OH 1,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,105
Mandor OH 0,052

3 dari 9
SNI 7393:2008

6.5 Mengerjakan 10 cm pengelasan dengan las listrik

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Kebutuhan Satuan Indeks
Kawat las listrik Kg 0,400
Bahan Solar Liter 0,300
Minyak pelumas Liter 0,040
Pekerja OH 0,040

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Tukang besi Konstruksi OH 0,020
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,002
Mandor OH 0,002
Alat Sewa alat Jam 0,170

6.6 Membuat 1 m2 rangka jendela besi scuare tube (25 x 5) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Besi scuare tube M 4,760
Bahan Besi lis kaca (1 x 1) cm M 4,522
Pengelasan Cm 20
Pekerja OH 0,650
Tukang Las Biasa OH 0,650
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,065
Mandor OH 0,032

6.7 Memasang 1 m2 pintu rolling door besi

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Pintu gulung besi M2 1,000
Pekerja OH 1,200
Tukang Las biasa OH 1,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,120
Mandor OH 0,006

6.8 Memasang 1 m2 pintu lipat (Folding door) bahan plastik/PVC

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Pintu lipat M2 1,000
Pekerja OH 0,440
Tukang OH 0,440
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,044
Mandor OH 0,022

4 dari 9
SNI 7393:2008

6.9 Memasang 1 m2 sunscreen alluminium

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Kebutuhan Satuan Indeks
Bahan Sunscreen alluminium M2 1,000
Pekerja OH 0,080
Tukang OH 0,800
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,080

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Mandor OH 0,004

6.10 Memasang 1 m2 rolling door alluminium

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Rolling door alluminium m2 1,000
Pekerja OH 1,000
Tukang Khusus OH 1,000
Tenaga kerja alluminium
Kepala tukang OH 0,100
Mandor OH 0,050

6.11 Memasang 1 m kusen pintu alluminium

Kebutuhan Satuan Indeks


Profil alluminium m 1,100
Bahan Skrup fixer Buah 2,000
Sealant Tube 0,060
Pekerja OH 0,043
Tukang Khusus OH 0,043
Tenaga kerja alluminium
Kepala tukang OH 0,0043
Mandor OH 0,0021

6.12 Memasang 1 m2 pintu alluminium strip lebar 8 cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Profil alluminium m’ 4,400
Bahan
Alluminium strip m’ 14,600
Pekerja OH 0,085
Tukang Khusus OH 0,085
Tenaga kerja alluminium
Kepala tukang OH 0,0085
Mandor OH 0,0042

5 dari 9
SNI 7393:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
6.13 Memasang 1 m2 pintu kaca rangka alluminium

Kebutuhan Satuan Indeks


Pintu alluminium m 4,400
Bahan Profil kaca m 4,500

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Sealant Tube 0,270
Pekerja OH 0,085
Tukang Alluminium/Kaca OH 0,085
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.14 Memasang 1 m2 venetions blinds dan Vertical blinds

Kebutuhan Satuan Indeks


Venetions blinds dan m2 1,000
Bahan
vertical blinds (tirai)
Pekerja OH 0,350
Tukang OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,018

6.15 Memasang 1 m2 terali besi strip (2 x 3) mm

Kebutuhan Satuan Indeks


Besi strip kg 6,177
Bahan
Pengelasan cm 27,080
Pekerja OH 1,670
Tukang Las OH 1.670
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,167
Mandor OH 0,083

6.16 Memasang 1 m2 kawat nyamuk

Kebutuhan Satuan Indeks


Kawat nyamuk m2 1,100
Bahan Pengelasan cm 11,11
Baja strip (0,2 x 2) cm kg 1,716
Pekerja OH 0,100
Tukang OH 0,100
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,005

6 dari 9
SNI 7393:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
6.17 Memasang 1 m2 jendela nako & tralis

Kebutuhan Satuan Indeks


Jendela nako
m2 1,100
(rangka + kaca 5 mm)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Bahan
Paku skrup 1 cm – 2,5 cm Buah 10,000
Besi strip m’ 7,000
Pekerja OH 0,200
Tukang OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,001

6.18 Memasang 1 m’ talang datar/ jurai seng bjls 28 lebar 90 cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Seng plat m’ 1,050
Paku 1 cm - 2,5 cm kg 0,015
Bahan
Papan kayu kelas II atau m3 0,019
III
Pekerja OH 0,200
Tukang OH 0,400
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,025
Mandor OH 0,010

6.19 Memasang 1 m’ talang ½ lingkaran D-15 cm, seng plat bjls 30 lebar 45 cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Seng plat m 1,050
Bahan Paku 1 cm – 2,5 cm kg 0,010
Besi strip kg 0,500
Pekerja OH 0,150
Tukang OH 0,300
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,030
Mandor OH 0,008

7 dari 9
SNI 7393:2008

Lampiran A
(informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
A.1 Memasang 1 m2 rolling door alluminium

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Rolling door
Bahan m2 1,000 100.000 100.000
alluminium
Pekerja OH 1,000 30.000 30.000
Tukang besi OH 1,000 40.000 40.000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,100 50.000 5.000
Mandor OH 0,050 60.000 3.000
Jumlah harga persatuan pekerjaan 178.000

8 dari 9
SNI 7393:2008

Bibliografi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 03-6861.2-2002, Spesifikasi bahan bagunan bagian B (bahan bangunan besi/baja)

SNI 03-6861.3-2002, Spesifikasi bahan bagunan bagian C (bahan bangunan dari logam bukan
besi)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
RSNI T-16-2002 Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminium

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisa Biaya Konstruksi (hasil penelitian),
tahun 1988–1991

9 dari 9
SNI 7394:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton


untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 7394:2008

Daftar isi

Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata……………………………………………………………………………………………………… iii
Pendahuluan……………………………………………………………………………………………….. iv
1 Ruang lingkup ....................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif ...................................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................. 1
4 Singkatan istilah .................................................................................................................... 2
5 Persyaratan........................................................................................................................... 2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan beton ................................................................ 3
6.1 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 7,4 MPa (K 100), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,87 ................ 3
6.2 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 9,8 MPa (K 125), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,78 ................ 3
6.3 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 12,2 MPa (K 150), slump (12 ± 2) cm, .............................. 3
6.4 Membuat 1 m3 lantai kerja beton mutu f’c = 7,4 MPa (K 100), slump (3-6) cm, w/c = 0,87 ... 4
6.5 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 14,5 MPa (K 175), slump (12 ± 2) cm, .............................. 4
6.6 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 16,9 MPa (K 200), slump (12 ± 2) cm, .............................. 4
6.7 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 19,3 MPa (K 225), slump (12 ± 2) cm, .............................. 4
6.8 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 21,7 MPa (K 250), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,56 ............. 5
6.9 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 24,0 MPa (K 275), slump (12 ± 2) cm, .............................. 5
6.10 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 26,4 MPa (K 300), slump (12 ± 2) cm, .............................. 5
6.11 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 28,8 MPa (K 325), slump (12 ± 2) cm, .............................. 5
6.12 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 31,2 MPa (K 350), slump (12 ± 2) cm, .............................. 6
6.13 Membuat 1 m3 beton kedap air dengan strorox – 100 .......................................................... 6
6.14 Memasang 1 m’ PVC Waterstop lebar 150 mm .................................................................... 6
6.15 Memasang 1 m’ PVC Waterstop lebar 200 mm .................................................................... 6
6.16 Membuat 1 m’ PVC Waterstop lebar 230 mm – 320 mm ..................................................... 6
6.17 Pembesian 10 kg dengan besi polos atau besi ulir ............................................................. 7
6.18 Memasang 10 kg kabel presstressed polos/strands........................................................... 7
6.19 Memasang 10 kg jaring kawat baja/wire mesh .................................................................... 7
6.20 Memasang 1 m2 bekisting untuk pondasi ........................................................................... 7
6.21 Memasang 1 m2 bekisting untuk sloof ................................................................................ 7
6.22 Memasang 1 m2 bekisting untuk kolom .............................................................................. 8
6.23 Memasang 1 m2 bekisting untuk balok ............................................................................... 8
6.24 Memasang 1 m2 bekisting untuk lantai ............................................................................... 8
6.25 Memasang 1 m2 bekisting untuk dinding ............................................................................ 9
6.26 Memasang 1 m2 bekisting untuk tangga ............................................................................. 9
6.27 Memasang 1 m2 jembatan untuk pengecoran beton .......................................................... 9
6.28 Membuat 1 m3 pondasi beton bertulang (150 kg besi + bekisting) ..................................... 10
6.29 Membuat 1 m3 sloof beton bertulang (200 kg besi + bekisting) ......................................... 10
6.30 Membuat 1 m3 kolom beton bertulang (300 kg besi + bekisting) ..................................... 121
6.31 Membuat 1 m3 balok beton bertulang (200 kg besi + bekisting)....................................... 11
6.32 Membuat 1 m3 plat beton bertulang (150 kg besi + bekisting) ........................................... 12
6.33 Membuat 1 m3 dinding beton bertulang (150 kg besi + bekisting) .....................................12
6.34 Membuat 1 m3 dinding beton bertulang (200 kg besi + bekisting) .....................................13
6.35 Membuat 1 m’ kolom praktis beton bertulang (11 x 11) cm ..............................................13
6.36 Membuat 1 m’ ring balok beton bertulang (10 x 15) cm .....................................................14

Lampiran A………………………………………………………………………………………………. 15
Bibliografi………………………………………………………………………………………………… 16

ii
SNI 7394:2008

Prakata

Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan
pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan dan perumahan adalah revisi RSNI T-13-2002,
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton, dengan perubahan pada indeks harga
bahan dan indeks harga tenaga kerja.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknik Bahan,
Sains, Struktur, dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas pada rapat konsensus pada tanggal 7 Desember 2006 di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar dan
lembaga terkait.

iii
Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10%


TES KESERAGAMAN DATA dan tingkat keyakinam
95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup


WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

iv
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan beton yang dapat dijadikan acuan dasar yang seragam bagi
para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga
satuan pekerjaan beton untuk bangunan gedung dan perumahan.
Jenis pekerjaan beton yang ditetapkan meliputi :
a) Pekerjaan pembuatan beton f’c = 7,4 MPa (K 100) sampai dengan f’c = 31,2 MPa (K 350)
untuk pekerjaan beton bertulang;
b) Pekerjaan pemasangan water stop dan bekisting berbagai komponen struktur bangunan;
c) Pekerjaan pembuatan pondasi, sloof, kolom, balok, dinding beton bertulang, kolom
praktis dan ring balok.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisa BOW 1921
dan penelitian analisa biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja

3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

1 dari 16
3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

3.10
semen portland tipe I
semen portland yang umum digunakan tanpa persyaratan khusus

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah


cm centimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja perhari
PC Portland Cement Semen Portland
PB Pasir beton Agregat halus ukuran < 5 mm
KR Kerikil Agregat kasar ukuran 5 mm – 40 mm

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,
berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan pada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5%-20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

2 dari 16
d) Analisa ini sebagai rancangan perhitungan harga satuan beton, dalam pelaksanaan
pekerjaan komposisi campuran berdasarkan mix design yang dibuat dari hasil test bahan
dilaboratorium.
e) Analisa (6.1 s/d 6.27) digunakan untuk gambar rencana yang sudah detail dan Analisa
(6.28 s/d 6.36) untuk gambar rencana yang belum mempunyai gambar detail.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan beton

6.1 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 7,4 MPa (K 100), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,87

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 247,000
PB kg 869
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 999
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.2 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 9,8 MPa (K 125), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,78

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 276,000
PB kg 828
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1012
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.3 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 12,2 MPa (K 150), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,72
Kebutuhan Satuan Indeks
PC kg 299,000
PB kg 799
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1017
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

CATATAN
Bobot isi pasir = 1.400 kg/m3, Bobot isi kerikil = 1.350 kg/m3, Bukling factor pasir = 20 %

3 dari 16
6.4 Membuat 1 m3 lantai kerja beton mutu f’c = 7,4 MPa (K 100), slump (3-6) cm, w/c
= 0,87

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 230,000
PB kg 893
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1027
Air Liter 200
Pekerja OH 1,200
Tukang batu OH 0,200
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,020
Mandor OH 0,060

6.5 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 14,5 MPa (K 175), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,66

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 326,000
PB kg 760
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1029
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.6 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 16,9 MPa (K 200), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,61

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 352,000
PB kg 731
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1031
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.7 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 19,3 MPa (K 225), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,58

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 371,000
PB kg 698
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1047
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

4 dari 16
6.8 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 21,7 MPa (K 250), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,56

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 384,000
PB kg 692
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1039
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.9 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 24,0 MPa (K 275), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,53

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 406,000
PB kg 684
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1026
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.10 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 26,4 MPa (K 300), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,52

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 413,000
PB m3 681
Bahan
KR (maksimum 30 mm) m3 1021
Air Liter 215
Pekerja OH 1,650
Tukang batu OH 0,275
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,028
Mandor OH 0,083

6.11 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 28,8 MPa (K 325), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,49

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 439,000
PB kg 670
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1006
Air Liter 215
Pekerja OH 2,100
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,105

5 dari 16
6.12 Membuat 1 m3 beton mutu f’c = 31,2 MPa (K 350), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,48

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 448,000
PB kg 667
Bahan
KR (maksimum 30 mm) kg 1000
Air Liter 215
Pekerja OH 2,100
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,105

6.13 Membuat 1 m3 beton kedap air dengan strorox – 100

Kebutuhan Satuan Indeks


PC kg 400,000
PB m3 0,480
Bahan KR (Kerikil 2cm/3cm) m3 0,800
Strorox – 100 kg 1,200
Air Liter 210
Pekerja OH 2,100
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,105

6.14 Memasang 1 m’ PVC Waterstop lebar 150 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Waterstop lebar 150 mm m’ 1,050
Pekerja OH 0,060
Tukang batu OH 0,030
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,003
Mandor OH 0,003

6.15 Memasang 1 m’ PVC Waterstop lebar 200 mm

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Waterstop lebar 200 mm m’ 1,050
Pekerja OH 0,070
Tukang batu OH 0,035
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,004
Mandor OH 0,004

6.16 Membuat 1 m’ PVC Waterstop lebar 230 mm – 320 mm


Kebutuhan Satuan Indeks
Waterstop ’
Bahan m 1,050
lebar 230 mm - 320 mm
Pekerja OH 0,080
Tukang batu OH 0,040
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,004
Mandor OH 0,004

6 dari 16
6.17 Pembesian 10 kg dengan besi polos atau besi ulir
Kebutuhan Satuan Indeks
Besi beton (polos/ulir) kg 10,500
Bahan
Kawat beton kg 0,150
Pekerja OH 0,070
Tukang besi OH 0,070
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,007
Mandor OH 0,004

6.18 Memasang 10 kg kabel presstressed polos/strands


Kebutuhan Satuan Indeks
Besi beton (polos/ulir) kg 10,500
Bahan
Kawat beton kg 0,100
Pekerja OH 0,050
Tukang besi OH 0,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,005
Mandor OH 0,003

6.19 Memasang 1 Kg jaring kawat baja/wire mesh


Kebutuhan Satuan Indeks
Jaring kawat baja dilas kg 1,020
Bahan
Kawat beton kg 0,050
Pekerja OH 0,025
Tukang besi OH 0,025
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,002
Mandor OH 0,001

6.20 Memasang 1 m2 bekisting untuk pondasi


Kebutuhan Satuan Indeks
Kayu kelas III m3 0,040
Bahan Paku 5 cm – 10 cm kg 0,300
Minyak bekisting Liter 0,100
Pekerja OH 0,520
Tukang kayu OH 0,260
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,026
Mandor OH 0,026

6.21 Memasang 1 m2 bekisting untuk sloof

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,045
Bahan Paku 5 cm – 10 cm kg 0,300
Minyak bekisting Liter 0,100
Pekerja OH 0,520
Tukang kayu OH 0,260
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,026
Mandor OH 0,026

7 dari 16
6.22 Memasang 1 m2 bekisting untuk kolom

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,040
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,400
Minyak bekisting Liter 0,200
Balok kayu kelas II m3 0,015
Bahan Plywood tebal 9 mm Lbr 0,350
Dolken kayu galam,
φ (8–10) cm, panjang 4 Batang 2,000
m
Pekerja OH 0,660
Tukang kayu OH 0,330
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,033
Mandor OH 0,033

6.23 Memasang 1 m2 bekisting untuk balok


Kebutuhan Satuan Indeks
Kayu kelas III m3 0,040
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,400
Minyak bekisting Liter 0,200
Balok kayu kelas II m3 0,018
Bahan Plywood tebal 9 mm Lbr 0,350
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 Batang 2,000
m
Pekerja OH 0,660
Tukang kayu OH 0,330
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,033
Mandor OH 0,033

6.24 Memasang 1 m2 bekisting untuk plat lantai

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,040
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,400
Minyak bekisting Liter 0,200
Bahan Balok kayu kelas II m3 0,015
Plywood tebal 9 mm Lbr 0,350
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 6,000
Pekerja OH 0,660
Tukang kayu OH 0,330
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,033
Mandor OH 0,033

8 dari 16
6.25 Memasang 1 m2 bekisting untuk dinding

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,030
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,400
Minyak bekisting Liter 0,200
Balok kayu kelas II m3 0,020
Bahan Plywood tebal 9 mm Lbr 0,350
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 3,000
Formite/penjaga jarak
Buah 4,000
bekisting/spacer
Pekerja OH 0,660
Tukang kayu OH 0,330
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,033
Mandor OH 0,033

6.26 Memasang 1 m2 bekisting untuk tangga

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,030
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,400
Minyak bekisting Liter 0,150
Bahan Balok kayu kelas II m3 0,015
Plywood tebal 9 mm Lbr 0,350
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 2,000
Pekerja OH 0,660
Tukang kayu OH 0,330
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,033
Mandor OH 0,033

6.27 Memasang 1 m2 jembatan untuk pengecoran beton


Kebutuhan Satuan Indeks
Kayu kelas III (papan) m3 0,0264
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,600
Bahan Dolken kayu galam
(kaso), Batang 0,500
φ (8-10) cm, panjang 4 m
Pekerja OH 0,150
Tukang kayu OH 0,050
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,005
Mandor OH 0,008

9 dari 16
6.28 Membuat 1 m3 pondasi beton bertulang (150 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,200
Paku 5 cm – 12 cm kg 1,500
Minyak bekisting Liter 0,400
Besi beton polos kg 157,500
Bahan
Kawat beton kg 2,250
PC kg 336,000
PB m3 0,540
KR m3 0,810
Pekerja OH 5,300
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,300
Tenaga kerja
Tukang besi OH 1,050
Kepala tukang OH 0,262
Mandor OH 0,265

6.29 Membuat 1 m3 sloof beton bertulang (200 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,270
Paku 5 cm-12cm kg 2,000
Minyak bekisting Liter 0,600
Besi beton polos kg 210,000
Bahan
Kawat beton kg 3,000
PC kg 336,000
PB m3 0,540
KR m3 0,810
Pekerja OH 5,650
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,560
Tenaga kerja
Tukang besi OH 1,400
Kepala tukang OH 0,323
Mandor OH 0,283

10 dari 16
6.30 Membuat 1 m3 kolom beton bertulang (300 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,400
Paku 5 cm – 12 cm kg 4,000
Minyak bekisting Liter 2,000
Besi beton polos kg 315,000
Kawat beton kg 4,500
PC kg 336,000
Bahan PB m3 0,540
KR m3 0,810
Kayu kelas II balok m3 0,150
Plywood 9 mm Lembar 3,500
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 20,000
Pekerja OH 7,050
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,650
Tenaga kerja
Tukang besi OH 2,100
Kepala tukang OH 0,403
Mandor OH 0,353

6.31 Membuat 1 m3 balok beton bertulang (200 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,320
Paku 5 cm – 12 cm kg 3,200
Minyak bekisting Liter 1,600
Besi beton polos kg 210,000
Kawat beton kg 3,000
PC kg 336,000
Bahan PB m3 0,540
KR m3 0,810
Kayu kelas II balok m3 0,140
Plywood 9 mm Lembar 2,800
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 16,000
Pekerja OH 6,350
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,650
Tenaga kerja
Tukang besi OH 1,400
Kepala tukang OH 0,333
Mandor OH 0,318

11 dari 16
6.32 Membuat 1 m3 plat beton bertulang (150 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,320
Paku 5 cm – 12 cm kg 3,200
Minyak bekisting Liter 1,600
Besi beton polos kg 157,500
Kawat beton kg 2,250
PC kg 336,000
Bahan PB m3 0,540
KR m3 0,810
Kayu kelas II balok m3 0,120
Plywood 9 mm Lembar 2,800
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 32,000
Pekerja OH 5,300
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,300
Tenaga kerja
Tukang besi OH 1,050
Kepala tukang OH 0,265
Mandor OH 0,265

6.33 Membuat 1 m3 dinding beton bertulang (150 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,240
Paku 5 cm – 12 cm kg 3,200
Minyak bekisting Liter 1,600
Besi beton polos kg 157,500
Kawat beton kg 2,250
PC kg 336,000
Bahan PB m3 0,540
KR m3 0,810
Kayu kelas II balok m3 0,160
Plywood 9 mm Lembar 2,800
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 24,000
Pekerja OH 5,300
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,300
Tenaga kerja
Tukang besi OH 1,050
Kepala tukang OH 0,262
Mandor OH 0,265

12 dari 16
6.34 Membuat 1 m3 dinding beton bertulang (200 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,250
Paku 5 cm – 12 cm kg 3,000
Minyak bekisting Liter 1,200
Besi beton polos kg 210,000
Kawat beton kg 3,000
PC kg 336,000
Bahan PB m3 0,540
KR m3 0,810
Kayu kelas II balok m3 0,105
Plywood 9 mm Lembar 2,500
Dolken kayu galam,
φ (8-10) cm, panjang 4 m Batang 14,000
Pekerja OH 5,650
Tukang batu OH 0,275
Tukang kayu OH 1,560
Tenaga kerja
Tukang besi OH 1,400
Kepala tukang OH 0,323
Mandor OH 0,283

6.35 Membuat 1 m’ kolom praktis beton bertulang (11 x 11) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,002
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,010
Besi beton polos kg 3,000
Bahan Kawat beton kg 0,045
PC kg 4,000
PB m3 0,006
KR m3 0,009
Pekerja OH 0,180
Tukang batu OH 0,020
Tukang kayu OH 0,020
Tenaga kerja
Tukang besi OH 0,020
Kepala tukang OH 0,006
Mandor OH 0,009

13 dari 16
6.36 Membuat 1 m’ ring balok beton bertulang (10 x 15) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Kayu kelas III m3 0,003
Paku 5 cm – 12 cm kg 0,020
Besi beton polos kg 3,600
Bahan Kawat beton kg 0,050
PC kg 5,500
PB m3 0,009
KR m3 0,015
Pekerja OH 0,297
Tukang batu OH 0,033
Tukang kayu OH 0,033
Tenaga kerja
Tukang besi OH 0,033
Kepala tukang OH 0,010
Mandor OH 0,015

14 dari 16
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung satuan pekerjaan

A.1 Membuat 1 m3 beton f’c = 7,4 MPa (K 100), slump (12 ± 2) cm, w/c = 0,87

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
PC kg 247.000 400 98.800
PB kg 869 63 54.747
Bahan
KR maks. 30 mm kg 999 57 56.943
Air liter 215 5 1.075
Pekerja OH 1.650 30.000 49.500
Tenaga Tukang batu OH 0.275 40.000 11.000
kerja Kepala tukang OH 0.028 50.000 1.400
Mandor OH 0,083 60.000 4.980
Jumlah harga per satuan pekerjaan 278.445

15 dari 16
Bibliografi

SNI 03-2834-2000, Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal

SNI 03-3976-1995, Tata cara pengadukan pengecoran beton

SNI 03-2847-1992, Tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan gedung

SNI 03-2445-1991, Spesifikasi ukuran kayu untuk bangunan rumah dan gedung

SNI 03-2495-1991, Spesifikasi bahan tambahan untuk beton

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (Bahan bangunan bukan logam)

SNI 03-6861.2-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian B (Bahan bangunan dari besi/baja)

SNI 03-6861.3-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian C (Bahan bangunan dari logam
bukan besi)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisa Biaya Konstruksi (hasil


penelitian), tahun 1988–1991.

16 dari 16
SNI 7395:2008

Standar Nasional Indonesia

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan


penutup lantai dan dinding
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional


SNI 7395:2008

Daftar isi

Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata ......................................................................................................................................... iv
Pendahuluan.................................................................................................................................. v
1 Ruang lingkup ......................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif........................................................................................................................ 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................... 1
4 Singkatan istilah...................................................................................................................... 2
5 Persyaratan ............................................................................................................................ 2
6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding ................................. 3
6.1 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (40 x 40) cm ..................................... 3
6.2 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (30 x 30) cm ..................................... 3
6.3 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (20 x 20) cm ..................................... 3
6.4 Memasang 1 m2 lantai ubin warna ukuran (40 x 40) cm .............................................. 4
6.5 Memasang 1 m2 lantai ubin warna ukuran (30 x 30) cm .............................................. 4
6.6 Memasang 1 m2 lantai ubin warna ukuran (20 x 20) cm .............................................. 4
6.7 Memasang 1 m2 lantai ubin teraso ukuran (40 x 40) cm .............................................. 5
6.8 Memasang 1 m2 lantai ubin teraso ukuran (30 x 30) cm .............................................. 5
6.9 Memasang 1 m2 lantai ubin granit ukuran (40 x 40) cm ............................................... 5
6.10 Memasang 1 m2 lantai ubin granit ukuran (30 x 30) cm ............................................... 6
6.11 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux ukuran (40 x 40) cm ............................................. 6
6.12 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux ukuran (30 x 30) cm ............................................. 6
6.13 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux marmer ukuran (60 x 60) cm ................................. 6
6.14 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux marmer ukuran (40 x 40) cm ................................. 7
6.15 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux marmer ukuran (30 x 30) cm ................................. 7
6.16 Memasang 1 m plint ubin PC abu-abu ukuran (15 x 20) cm ........................................ 7
6.17 Memasang 1 m plint ubin PC abu-abu ukuran (10 x 30) cm ........................................ 7
6.18 Memasang 1 m plint ubin PC abu-abu ukuran (10 x 40) cm ........................................ 8
6.19 Memasang 1 m plint ubin PC warna ukuran (10 x 20) cm............................................ 8
6.20 Memasang 1 m plint ubin PC warna ukuran (10 x 30) cm............................................ 8
6.21 Memasang 1 m plint ubin PC warna ukuran (10 x 40) cm............................................ 8
6.22 Memasang 1 m plint ubin teraso ukuran (10 x 30) cm ................................................. 9
6.23 Memasang 1 m plint ubin teraso ukuran (10 x 40) cm ................................................. 9
6.24 Memasang 1 m plint ubin granit ukuran (10 x 40) cm .................................................. 9
6.25 Memasang 1 m plint ubin granit ukuran (10 x 30) cm .................................................. 9
SNI 7395:2008

6.26 Memasang 1 m plint ubin teralux kerang ukuran (10 x 40) cm ...................................10
6.27 Memasang 1 m plint ubin teralux kerang ukuran (10 x 30) cm ...................................10
6.28 Memasang 1 m plint ubin teralux marmer ukuran (10 x 60) cm .................................10
6.29 Memasang 1 m plint ubin teralux marmer ukuran (10 x 40) cm .................................10
6.30 Memasang 1 m plint ubin teralux marmer ukuran (10 x 30) cm .................................11
6.31 Memasang 1 m2 lantai teraso cor ditempat, tebal 3 cm ...............................................11
6.32 Memasang 1 m2 lantai keramik artistik ukuran (10 x 20) cm .......................................11
6.33 Memasang 1 m2 lantai keramik artistik ukuran (10 x 10) cm atau (5 x 20) cm ............11
6.34 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (33 x 33) cm...................................................12
6.35 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (30 x 30) cm...................................................12
6.36 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (20 x 20) cm...................................................12
6.37 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (10 x 33) cm, variasi/border ...........................12
6.38 Memasang 1 m2 lantai mosaik ukuran (30 x 30) cm, campuran spesi 1 PC : 3 PP ....13
6.39 Memasang 1 m’ plint keramik ukuran (10 x 20) cm .....................................................13
6.40 Memasang 1 m’ plint keramik ukuran (10 x 10) cm .....................................................13
6.41 Memasang 1 m’ plint keramik ukuran (5 x 20) cm .......................................................13
6.42 Memasang 1 m’ plint internal cove artistik ukuran (5 x 5 x 20) cm .............................14
6.43 Memasang 1 m2 lantai marmer ukuran (100 x 100) cm ..............................................14
6.44 Memasang 1 m2 lantai karpet .....................................................................................14
6.45 Memasang 1 m2 underlayer .........................................................................................14
6.46 Memasang 1 m2 lantai parquet ...................................................................................15
6.47 Memasang 1 m2 lantai kayu (gymfloor) .......................................................................15
6.48 Memasang 1 m2 dinding porselen ukuran (11 x 11) cm ..............................................15
6.49 Memasang 1 m2 dinding porselin ukuran (10 x 20) cm................................................15
6.50 Memasang 1 m2 dinding porselin ukuran (20 x 20) cm................................................16
6.51 Memasang 1 m2 dinding keramik artistik ukuran (10 x 20) cm ....................................16
6.52 Memasang 1 m2 dinding keramik artistik ukuran (5 x 20) cm ......................................16
6.53 Memasang 1 m2 dinding keramik ukuran (10 x 20) cm................................................16
6.54 Memasang 1 m2 dinding keramik ukuran (20 x 20) cm................................................17
6.55 Memasang 1 m2 dinding marmer ukuran (100 x 100) cm ............................................17
6.56 Memasang 1 m2 dinding bata pelapis ukuran (3 x 7 x 24) cm .....................................17
6.57 Memasang 1 m2 dinding batu paras ............................................................................17
6.58 Memasang 1 m2 dinding batu tempel hitam.................................................................18
6.59 Memasang 1 m2 lantai vinyl ukuran (30 x 30) cm KL I..............................................18
2
6.60 Memasang 1 m wall paper, lebar 50 cm ....................................................................18
6.61 Memasang 1 m2 floor hardener ...................................................................................18
6.62 Memasang 1 m plint vinyil karet ukuran (30 x 30) cm dengan perekat ........................18

ii
SNI 7395:2008

6.63 Memasang 1 m plint kayu kelas II ukuran (2 x 10) cm................................................. 19


Lampiran A .................................................................................................................................. 20
Bibliografi ..................................................................................................................................... 21

iii
SNI 7395:2008

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
penutup lantai dan dinding untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan adalah revisi
dari Pt-T-27-2000-C, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan lantai untuk bangunan
rumah dan gedung, dengan perubahan pada indeks harga bahan dan indeks harga tenaga
kerja..

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding untuk konstruksi
bangunan gedung dan perumahan ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi
Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada
Subpanitia Teknis Bahan, Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas pada rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8 Desember 2006
oleh Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

iv
SNI 7395:2008

Pendahuluan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian
Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis
biaya yang diperoleh dari beberapa BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis
yang telah ada sebelumnya yaitu BOW. Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data
dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah penelitian lapangan untuk memperoleh data
primer sebagai cross check terhadap data sekunder terpilih pada penelitian tahap pertama.
Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas tenaga kerja lapangan pada beberapa
proyek pembangunan gedung dan perumahan serta penelitian laboratorium bahan
bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap jenis pekerjaan dengan
pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait.

DATA LAPANGAN

WAKTU DASAR INDIVIDU Waktu produktif

Rating keterampilan,
WAKTU NORMAL INDIVIDU mutu kerja, kondisi
kerja, cuaca, dll

TABULASI DATA

Tingkat ketelitian 10% dan


TES KESERAGAMAN DATA tingkat keyakinam 95%

TES KECUKUPAN DATA

Tidak Cukup Cukup

WAKTU NORMAL

Kelonggaran
WAKTU STANDAR waktu/allowance

BAHAN ANALISIS BIAYA


KONSTRUKSI/ BARU

v
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding
untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk tiap satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding yang dapat dijadikan acuan dasar yang
seragam bagi para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung
besarnya harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding untuk bangunan gedung dan
perumahan.

Jenis pekerjaan penutup lantai dan dinding yang ditetapkan meliputi:


a) Pekerjaan pemasangan lantai keramik, ubin abu-abu,teraso dan marmer;
b) Pekerjaan pemasangan vinyl dan karpet;
c) Pekerjaan pemasangan pelapis dinding dengan bahan keramik;
d) Pekerjaan pemasangan plint dari ubin/keramik dan plint dari kayu.

2 Acuan normatif

Standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisis BOW 1921
dan penelitian analisis biaya konstruksi.

3 Istilah dan definisi

3.1
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat

3.2
harga satuan bahan
harga yang sesuai dengan satuan jenis bahan bangunan

3.3
harga satuan pekerjaan
harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah

3.4
indeks
faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan biaya bahan dan upah kerja

1 dari 21
3.5
indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan

3.6
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan

3.7
pelaksana pembangunan gedung dan perumahan
pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.

3.8
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi

3.9
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit

4 Singkatan istilah

Singkatan Kepanjangan Istilah/arti


cm centimeter Satuan panjang
kg kilogram Satuan berat
m’ meter panjang Satuan panjang
m2 meter persegi Satuan luas
m3 meter kubik Satuan volume
OH Orang Hari Satuan tenaga kerja per hari
PC Portland Cement Semen Portland
PP Pasir pasang Agregat halus ukuran ≤ 5 mm

5 Persyaratan

5.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan:


a) Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, berdasarkan
harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat;

2 dari 21
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.

5.2 Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan:


a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja serta syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 5% - 20%, dimana di
dalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan komposisi
adukan;
c) Jam kerja efektif untuk tenaga kerja diperhitungkan 5 jam perhari.

6 Penetapan indeks harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding

6.1 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (40 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin abu-abu Buah 6,630
Bahan PC kg 9,800
PP m3 0,045
Pekerja OH 0,250
Tukang batu OH 0,125
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.2 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin abu-abu Buah 11,870
Bahan PC kg 10,000
PP m3 0,045
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,130
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.3 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (20 x 20) cm

3 dari 21
Kebutuhan Satuan Indeks
Ubin abu-abu Buah 26,500
Bahan PC kg 10,400
PP m3 0,045
Pekerja OH 0,270
Tukang batu OH 0,135
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,014
Mandor OH 0,014

6.4 Memasang 1 m2 lantai ubin warna ukuran (40 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin warna Buah 6,630
PC kg 9,800
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,300
Pekerja OH 0,250
Tukang batu OH 0,125
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.5 Memasang 1 m2 lantai ubin warna ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin warna Buah 11,870
PC kg 10,000
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,130
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.6 Memasang 1 m2 lantai ubin warna ukuran (20 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin warna Buah 26,500
PC kg 10,400
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,620
Pekerja OH 0,270
Tukang batu OH 0,135
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,014
Mandor OH 0,014

4 dari 21
6.7 Memasang 1 m2 lantai ubin teraso ukuran (40 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teraso Buah 6,630
PC kg 9,800
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,300
Pekerja OH 0,250
Tukang batu OH 0,125
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013
Keterangan: Harga Bahan sudah termasuk ongkos poles

6.8 Memasang 1 m2 lantai ubin teraso ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teraso Buah 11,870
PC kg 10,000
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,130
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013
Keterangan: Harga Bahan sudah termasuk ongkos poles

6.9 Memasang 1 m2 lantai ubin granit ukuran (40 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin granit Buah 6,630
PC kg 9,800
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,300
Pekerja OH 0,250
Tukang batu OH 0,125
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

5 dari 21
6.10 Memasang 1 m2 lantai ubin granit ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin granit Buah 11,870
PC kg 10,000
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,130
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.11 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux ukuran (40 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teralux kerang Buah 6,630
PC kg 9,800
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,300
Pekerja OH 0,250
Tukang batu OH 0,125
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.12 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teralux kerang Buah 11,870
PC kg 10,000
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,130
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.13 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux marmer ukuran (60 x 60) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teralux marmer Buah 3,100
PC kg 9,600
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,240
Tukang batu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,012

6 dari 21
6.14 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux marmer ukuran (40 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teralux marmer Buah 6,630
PC kg 9,800
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,300
Pekerja OH 0,250
Tukang batu OH 0,125
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.15 Memasang 1 m2 lantai ubin teralux marmer ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin teralux marmer Buah 11,870
PC kg 10,000
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,260
Tukang batu OH 0,130
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013
Mandor OH 0,013

6.16 Memasang 1 m plint ubin PC abu-abu ukuran (15 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint Ubin Buah 5,300
Bahan PC kg 1,650
PP m3 0,004
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.17 Memasang 1 m plint ubin PC abu-abu ukuran (10 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint Ubin Buah 3,530
Bahan PC kg 1,240
PP m3 0,003
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

7 dari 21
6.18 Memasang 1 m plint ubin PC abu-abu ukuran (10 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint Ubin Buah 2,650
Bahan PC kg 1,240
PP m3 0,003
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.19 Memasang 1 m plint ubin PC warna ukuran (10 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin PC warna Buah 5,300
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.20 Memasang 1 m plint ubin PC warna ukuran (10 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin PC warna Buah 3,530
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.21 Memasang 1 m plint ubin PC warna ukuran (10 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin PC warna Buah 2,650
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

8 dari 21
6.22 Memasang 1 m plint ubin teraso ukuran (10 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teraso Buah 3,530
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005
Keterangan: Harga Bahan sudah termasuk ongkos poles

6.23 Memasang 1 m plint ubin teraso ukuran (10 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teraso Buah 2,650
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna Kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.24 Memasang 1 m plint ubin granit ukuran (10 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin granit Buah 2,650
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.25 Memasang 1 m plint ubin granit ukuran (10 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin granit Buah 3,530
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

9 dari 21
6.26 Memasang 1 m plint ubin teralux kerang ukuran (10 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teralux kerang Buah 2,650
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.27 Memasang 1 m plint ubin teralux kerang ukuran (10 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teralux kerang Buah 3,530
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna Kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.28 Memasang 1 m plint ubin teralux marmer ukuran (10 x 60) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teralux marmer Buah 1,700
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.29 Memasang 1 m plint ubin teralux marmer ukuran (10 x 40) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teralux marmer Buah 2,650
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

10 dari 21
6.30 Memasang 1 m plint ubin teralux marmer ukuran (10 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint ubin teralux marmer Buah 3,530
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.31 Memasang 1 m2 lantai teraso cor ditempat, tebal 3 cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Bahan teraso cor m3 0,036
Pekerja OH 0,360
Tukang batu OH 0,180
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,018
Mandor OH 0,018

6.32 Memasang 1 m2 lantai keramik artistik ukuran (10 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin keramik artistik Buah 53,000
PC kg 8,190
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 2,750
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.33 Memasang 1 m2 lantai keramik artistik ukuran (10 x 10) cm atau (5 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin keramik artistik Buah 106,000
PC kg 8,190
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 3,200
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

11 dari 21
6.34 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (33 x 33) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin keramik Buah 10,000
PC kg 8,190
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,620
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.35 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (30 x 30) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin keramik Buah 11,870
PC kg 10,000
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.36 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (20 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin keramik Buah 26,500
PC kg 10,400
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 1,620
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.37 Memasang 1 m2 lantai keramik ukuran (10 x 33) cm, variasi/border

Kebutuhan Satuan Indeks


Ubin keramik Buah 33,000
PC kg 9,800
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 4,370
Pekerja OH 1,050
Tukang batu OH 0,525
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,053
Mandor OH 0,053

12 dari 21
6.38 Memasang 1 m2 lantai mosaik ukuran (30 x 30) cm, campuran spesi 1 PC : 3 PP

Kebutuhan Satuan Indeks


Mosaik Buah 11,870
PC kg 14,150
Bahan
PP m3 0,039
Semen warna kg 2,000
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035
6.39 Memasang 1 m’ plint keramik ukuran (10 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint keramik artistik Buah 5,300
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,025
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.40 Memasang 1 m’ plint keramik ukuran (10 x 10) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint keramik artistik Buah 10,600
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,050
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

6.41 Memasang 1 m’ plint keramik ukuran (5 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Plint keramik artistik Buah 5,300
PC kg 0,570
Bahan
PP m3 0,0015
Semen warna kg 0,013
Pekerja OH 0,090
Tukang batu OH 0,090
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,009
Mandor OH 0,005

13 dari 21
6.42 Memasang 1 m’ plint internal cove artistik ukuran (5 x 5 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Internal cove Buah 5,300
PC kg 1,140
Bahan
PP m3 0,003
Semen warna kg 0,100
Pekerja OH 0,750
Tukang batu OH 0,750
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,075
Mandor OH 0,038
6.43 Memasang 1 m2 lantai marmer ukuran (100 x 100) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Marmer Buah 1,060
PC kg 8,190
Bahan
PP m3 0,045
Semen warna kg 0,650
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.44 Memasang 1 m2 lantai karpet

Kebutuhan Satuan Indeks


Karpet m2 1,050
Bahan
Lem kg 0,350
Pekerja OH 0,170
Tukang kayu OH 0,170
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,017
Mandor OH 0,009

6.45 Memasang 1 m2 underlayer / Pelapis bawah karpet

Kebutuhan Satuan Indeks


Underlayer / rubber corrugated m2 1,050
Bahan
Lem kg 0,350
Pekerja OH 0,120
Tukang kayu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,006

14 dari 21
6.46 Memasang 1 m2 lantai parquet kayu

Kebutuhan Satuan Indeks


Parquet m2 1,050
Bahan
Lem kg 0,60
Pekerja OH 0,700
Tukang kayu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.47 Memasang 1 m2 lantai kayu (gymfloor)

Kebutuhan Satuan Indeks


Gymfloor m2 1,050
Bahan
Lem kg 0,60
Pekerja OH 0,700
Tukang kayu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

6.48 Memasang 1 m2 dinding porselen ukuran (11 x 11) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Porselen Buah 86,000
PC kg 9,300
Bahan
PP m3 0,018
Semen warna kg 1,500
Pekerja OH 1,000
Tukang batu OH 0,500
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,050
Mandor OH 0,050

6.49 Memasang 1 m2 dinding porselin ukuran (10 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Porselin Buah 53,000
PC kg 9,300
Bahan
PP m3 0,018
Semen warna kg 2,750
Pekerja OH 0,900
Tukang batu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,045

15 dari 21
6.50 Memasang 1 m2 dinding porselin ukuran (20 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Porselin Buah 26,500
PC kg 9,300
Bahan
PP m3 0,018
Semen warna kg 1,940
Pekerja OH 0,900
Tukang batu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,045

6.51 Memasang 1 m2 dinding keramik artistik ukuran (10 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Keramik artistik Buah 53,000
PC kg 9,300
Bahan
PP m3 0,018
Semen warna kg 2,750
Pekerja OH 0,900
Tukang batu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,045

6.52 Memasang 1 m2 dinding keramik artistik ukuran (5 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Keramik artistik Buah 106,000
PC kg 9,300
Bahan
PP m3 0,018
Semen warna kg 2,900
Pekerja OH 0,900
Tukang batu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,045

6.53 Memasang 1 m2 dinding keramik ukuran (10 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Keramik Buah 53,000
PC kg 9,300
Bahan
PP m3 0,018
Semen warna kg 2,750
Pekerja OH 0,900
Tukang batu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,045

16 dari 21
6.54 Memasang 1 m2 dinding keramik ukuran (20 x 20) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Keramik Buah 26,500
PC kg 9,300
Bahan
PS m3 0,018
Semen warna kg 1,940
Pekerja OH 0,900
Tukang batu OH 0,450
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,045
Mandor OH 0,045
6.55 Memasang 1 m2 dinding marmer ukuran (100 x 100) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Marmer m2 1,060
Paku 12 cm Buah 3,003
Bahan PC kg 12,440
PP m3 0,025
Semen warna kg 0,650
Pekerja OH 1,300
Tukang batu OH 0,650
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,065
Mandor OH 0,065

6.56 Memasang 1 m2 dinding bata pelapis ukuran (3 x 7 x 24) cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Bata pelapis dinding Buah 63,000
PC kg 12,440
Bahan
PP m3 0,025
Semen warna kg 2,750
Pekerja OH 1,000
Tukang batu OH 0,500
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,050
Mandor OH 0,050

6.57 Memasang 1 m2 dinding batu paras

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu paras m2 1,100
Bahan PC kg 11,750
PP m3 0,035
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035

17 dari 21
6.58 Memasang 1 m2 dinding batu tempel hitam

Kebutuhan Satuan Indeks


Batu tempel hitam m2 1,100
Bahan PC kg 11,750
PP m3 0,035
Pekerja OH 0,700
Tukang batu OH 0,350
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,035
Mandor OH 0,035
6.59 Memasang 1 m2 lantai Vinyl ukuran (30 x 30) cm KL. I

Kebutuhan Satuan Indeks


Vinyl Buah 11,870
Bahan
Lem vinyl kg 0,350
Pekerja OH 0,150
Tukang OH 0,150
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,015
Mandor OH 0,008

6.60 Memasang 1 m2 wall paper, lebar 50 cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Wall paper m 2,200
Bahan
Lem kg 0,250
Pekerja OH 0,350
Tukang OH 0,175
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,017
Mandor OH 0,002

6.61 Memasang 1 m2 floor hardener

Kebutuhan Satuan Indeks


Bahan Floor hardener kg 5,000
Pekerja OH 0,120
Tukang OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,006

6.62 Memasang 1 m’ plint Vinyl karet ukuran (15 x 30) cm dengan perekat

Kebutuhan Satuan Indeks


Vinyl karet Buah 1,760
Bahan
Lem vinyl kg 0,080
Pekerja OH 0,080
Tukang OH 0,080
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,008
Mandor OH 0,004

18 dari 21
6.63 Memasang 1 m’ plint kayu kelas II tebal 2Cm, Lebar 10 Cm

Kebutuhan Satuan Indeks


Papan kayu kelas II m3 0,003
Bahan
Paku /skrup 5 cm kg 0,050
Pekerja OH 0,120
Tukang kayu OH 0,120
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,012
Mandor OH 0,006

19 dari 21
Lampiran A
(Informatif)

Contoh penggunaan standar untuk menghitung harga satuan pekerjaan

A.1 Memasang 1 m2 lantai ubin PC abu-abu ukuran (40 x 40) cm

Harga Satuan
Jumlah
Kebutuhan Satuan IndeksBahan/Upah
(Rp.)
(Rp.)
Ubin abu-abu Buah 6,630 1.000 6.630
Bahan PC kg 9,800 400 3.920
PP m3 0,045 45.000 2.025
Pekerja OH 0,250 30.000 7.500
Tukang batu OH 0,125 40.000 5.000
Tenaga kerja
Kepala tukang OH 0,013 50.000 650
Mandor OH 0,013 60.000 780
Jumlah harga per satuan pekerjaan 26.505

20 dari 21
Bibliografi

SNI 03-6862-2002, Spesifikasi peralatan pemasangan dinding bata dan plesteran.


SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan logam)
Pt-T-27-2000-C, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan lantai untuk bangunan rumah
dan gedung
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Analisis Biaya Konstruksi (hasil penelitian),
tahun 1988–1991

21 dari 21
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 0004:2008

Tata cara commissioning instalasi pengolahan air

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 91.140.60
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 0004:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ……………………………………………………………………………………………. i
Prakata…………………………………………………………………………………………….. ii
Pendahuluan………………………………………………………………………………………. iii
1 Ruang lingkup…………………………………………………………………………………. 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif………………………………………………………………………………… 1
3 Istilah dan definisi…………………………………………………………………………….. 1
4 Persyaratan………………………………………………………………………………….. 3
5 Cara pengerjaan……………………………………………………………………………… 5
6 Muatan berita acara…………………………………………………………………………. 26
Lampiran 1 (Informatif) Laporan hasil commissioning……………………………………….. 27

i
SNI 0004:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 0004:2008 Tata cara commissioning instalasi pengolahan air disusun dengan mengacu
pada hasil-hasil penelitian yang telah digunakan dalam cara pengerjaan, SNI ini merupakan
SNI revisi dari SNI 91-0004-2007 Tata cara commisioning instalasi pengolahan air..

Standar disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Subpanitia Teknis Perumahan, Sarana, dan Prasarana Lingkungan Pemukiman

Standar ini telah dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 30
November 2006 oleh Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan
lembaga terkait.

ii
SNI 0004:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tata Cara Commissioning Instalasi Pengolahan Air (IPA) ini berisi mengenai persyaratan
umum, teknis dan cara pengerjaan yang diperlukan dalam melaksanakan comissioning, Tata
cara ini akan banyak digunakan oleh Pemerintah maupun badan-badan usaha dalam
proyek-proyek penyediaan air minum. Sehingga dengan adanya standar ini akan
memberikan kemudahan bagi perencana dan penjaminan mutu bagi para produsen,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
pengguna dan pengelola air minum.

Commissioning dilakukan dengan menilai kinerja setiap unit proses dan operasi pada IPA,
dan membandingkan dengan parameter proses dan operasi pada dokumen perencanaan.
Tujuan dari commissioning adalah
• Menilai keandalan kinerja instalasi pengolahan air minum yang baru dibangun, sesuai
dengan perencanaan.
• Menilai fleksibilitas kinerja instalasi pengolahan air minum yang baru dibangun.
• Memberikan rekomendasi dan perbaikan-perbaikan apabila terdapat ketidaksesuaian
untuk operasi dan pemeliharaan berdasarkan perencanaan .

Standar ini dapat digunakan sebagai acuan bagi perencana, pelaksana, dan pengawasan
mutu di bidang air minum

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 0004:2008

Tata cara commissioning instalasi pengolahan air

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Standar ini meliputi istilah dan definisi, persyaratan yang berlaku untuk semua kapasitas
Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan cara pengerjaan.
Commissioning IPA merupakan uji coba terhadap kinerja masing-masing unit dan terhadap

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
keseluruhan proses IPA dari mulai air baku sampai menjadi air minum yang dilaksanakan
oleh tim yang ditetapkan.

2 Acuan normatif

SNI 19-6777-2002, Metode pengujian kinerja unit paket instalasi penjernihan air kapasitas di
bawah 5 liter/detik
SNI 19-6774-2002, Tata cara perencanaan unit paket instalasi penjernihan air

3 Istilah dan definisi

3.1
air baku
untuk air minum yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang berasal dari sumber air
permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum

3.2
air minum
adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum

3.3
back wash
sistem pencucian media filter dengan aliran air yang berlawanan arah dengan aliran air pada
saat penyaringan

3.4
clarifier
gabungan pengaduk lambat (flokulator) dan pengendap

3.5
commissioning
proses penilaian kinerja IPA oleh suatu tim yang dibentuk khusus setelah selesai dibangun
dan sebelum diserahterimakan dari penyedia jasa kepada pengguna jasa

3.6
contoh uji
unit IPA yang dipilih dapat mengolah air dengan kondisi air baku yang mempunyai kuantitas
dan kualitas, sesuai ketentuan untuk diuji

1 dari 27
SNI 0004:2008

3.7
desinfeksi
proses pembubuhan bahan kimia untuk mengurangi zat organik pada air baku dan
mematikan kuman/organisme

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.8
desinfektan
bahan (kimia) yang digunakan untuk mematikan bakteri pathogen dan memperlambat
pertumbuhan lumut

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.9
ekspansi
penambahan panjang lapisan media berbutir/penyaring (Le) yang terangkat ke atas pada
waktu pencucian media karena penambahan tekanan

3.10
filtrasi
proses memisahkan padatan dari supernatran melalui media penyaring

3.11
flok
gumpalan lumpur yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi

3.12
flokulasi
proses pembentukan partikel flok yang besar dan padat agar dapat diendapkan

3.13
flotasi
proses pemisahan padatan dan air berdasarkan perbedaan berat jenis dengan cara
diapungkan

3.14
instalasi pengolahan air yang selanjutnya disebut IPA
suatu IPA yang dapat mengolah air baku melalui proses tertentu dalam bentuk yang kompak
sehingga menghasilkan air minum yang memenuhi baku mutu yang berlaku

3.15
IPA
Instalasi Pengolahan Air

3.16
kapasitas produksi
volume air hasil olahan persatuan waktu

3.17
koagulasi
proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku sehingga membentuk
campuran yang homogen

3.18
koagulan
bahan (kimia) yang digunakan untuk pembentukan flok pada proses pencampuran

2 dari 27
SNI 0004:2008

3.19
netralisasi
proses untuk menyesuaikan derajat keasaman (pH) pada air

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.20
netralisan
bahan kimia yang digunakan untuk menyesuaikan derajat keasaman (pH) pada suatu proses
tertentu

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.21
nilai gradien kecepatan ,G
laju penurunan kecepatan persatuan waktu (/detik)

3.22
profil hidrolis
gambaran yang menunjukkan garis ketinggian muka air bebas dalam tiap unit paket IPA
ketika proses berlangsung

3.23
sedimentasi
proses pemisahan padatan dan air berdasarkan perbedaan berat jenis dengan cara
pengendapan

3.24
surface wash
sistem pencucian dengan menyemprotkan air pada permukaan media saringan

3.25
waktu tinggal, td
waktu yang diperlukan oleh air selama proses tertentu berlangsung

4 Persyaratan

4.1 Umum

Persyaratan commissioning instalasi pengolahan air meliputi :


a). IPA yang baru selesai dibanguni dan akan mulai dioperasikan dan atau difungsikan;
b). tersedianya standar untuk pengujian;
c). tersediannya alat ukur debit;
d). hasil uji commissioning ditandatangani oleh tim commissioning yang ditetapkan oleh
pengguna jasa;
e). pengujian kualitas air baku dan air minum lengkap menggunakan laboratorium yang telah
diakreditasi atau yang mendapat rekomendasi dari Balitbang PU;
f). dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut ;
1). diagram alir proses;
2). diagram perpipaan dan instrumentasi;
3). perhitungan proses dan operasi dan atau kriteria perencanaan yang digunakan;
4). profil hidrolis;
5). spesifikasi teknis;
6). gambar perencanaan dengan skala yang memadai dan;
7). gambar nyata laksana terbangun (as built drawing) dengan skala yang memadai.

g). tersedianya air baku yang memenuhi ketentuan kuantitas dan kualitas;
h). adanya calon penanggung jawab pengoperasian IPA;

3 dari 27
SNI 0004:2008

i). tersedianya bahan kimia selama pelaksanaan commissioning 5 x 24 jam., oleh penyedia
barang/jasa.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
4.2 Teknis

4.2.1 Kriteria pengoperasian selama commissioning

Kriteria pengoperasian adalah :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
a) tersedia data hasil pemeriksaan air baku pada saat musim hujan dan kemarau;
b) pengoperasian ditujukan untuk menilai keandalan kinerja IPA sesuai perencanaan
dengan fleksibilitas kinerja memenuhi syarat keamanan dan keselamatan kerja;
c) apabila terjadi penyimpangan pada kualitas air baku untuk parameter kekeruhan, pH
dan warna sehingga tidak sesuai dengan perencanaan maka pengoperasian
dihentikan.

4.2.2 Bahan

4.2.2.1 Bahan kimia yang disiapkan untuk proses pengolahan air

Bahan kimia yang digunakan dalam commissioning harus memenuhi ketentuan berikut:
a) harus sesuai dengan bahan kimia (bahan koagulan, netralisan dan desinfektan) yang
akan digunakan dalam operasi yang direncanakan, jumlahnya harus mencukupi untuk
5 hari operasi;
b) bahan kimia untuk pemeriksaan kualitas air di laboratorium.

4.2.2.2 Bahan lainnya

Bahan lain yang digunakan adalah sebagai berikut :


a) pelumas dengan jumlah yang cukup selama commissioning;
b) bahan bakar dengan jumlah yang cukup selama commissioning.

4.2.3 Peralatan uji

Peralatan uji yang digunakan terdiri dari :


a) pemeriksa kualitas air;
b) penguji pompa dan genset;
c) alat ukur;
d) stopwatch;
e) jar test;
f) pemeriksa pH, kekeruhan ,warna dan sisa khlor;
g) tabung Imhoff;
h) timbangan;
i) gelas ukur;
j) pemeriksaan Daya Hantar Listrik;
k) peralatan mekanikal dan elektrikal yang terdiri dari :
1). phase meter;
2). ampere meter;
3). avometer;
4). meger;
5). Tachometer.
l) peralatan bengkel yang terdiri dari :
1). kunci pas;
2). tang;
3). obeng;
4 dari 27
SNI 0004:2008

4). sney;
5). tracker.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
m) perlengkapan keselamatan kerja yang terdiri dari :
1) masker ;
2) helm pengaman ;
3) sarung tangan plastik ;
4) sepatu boot.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
n) suku cadang
suku cadang harus memenuhi ketentuan yang berlaku dengan jumlah yang mencukupi
untuk kegiatan commissioning

4.2.4 Penyediaan tenaga commissioning

Tenaga comissioning terdiri dari tenaga ahli dengan latar pendidikan dan pengalaman yang
sesuai, sebagai berikut :
a) unsur pihak pengguna jasa;
b) unsur pihak penyedia jasa;
c) unsur perencana;
d) unsur pengawas dan;
e) tim penguji yang ditetapkan oleh pengguna jasa.

5 Cara pengerjaan

5.1 Prinsip commissioning

Commissioning dilakukan dengan mengamati dan menilai kinerja IPA pada titik
pengendalian proses dan operasi pada kapasitas tertentu, dengan indikator kinerja seperti
yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Metode commissioning proses dan operasi IPA

Operasi
No Indikator kinerja Alternatif metoda penilaian
dan proses
1 Air baku Parameter fisika, kima dan biologi Pemeriksaan lengkap di laboratorium
Debit air baku Pengamatan visual melalui pengukuran
kecepatan air dan luas penampang
saluran atau sungai
Pengamatan visual melalui pengukuran
Debit air baku yang digunakan
kecepatan air dengan luas penampang
IPA
di saluran atau Flow meter
2 Koagulasi pH pH Comparator atau pH meter
Konsentrasi bahan kimia Perhitungan bahan kimia yang
dilarutkan
Dosis koagulan Jar test
Debit pembubuhan Pengamatan visual menggunakan alat
ukur volume pada satuan waktu tertentu
Stroke pompa dosing (diperlukan spe-
sifikasi pompa)
Gradient kecepatan Perhitungan
Td (waktu tinggal) Perhitungan

5 dari 27
SNI 0004:2008

Tabel 1 (Lanjutan)

Operasi
No Indikator kinerja Alternatif metoda penilaian
dan proses

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3 Flokulasi Gradient kecepatan Perhitungan
Td (waktu tinggal) Perhitungan
Diameter flok Pengamatan visual
4 Sedimentasi Kecepatan pengendapan Perhitungan
Td (waktu tinggal) Perhitungan
Kekeruhan Turbidimeter

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Warna Komparator
5. Filtrasi Kecepatan pengendapan Perhitungan
Kecepatan pencician Perhitungan
Tinggi ekspansi pencucian Pengamatan/pengukuran visual
Kekeruhan Turbidimeter
Warna Komparator
6. Desinfeksi Td (waktu tinggal) Pengamatan/perhitungan
Dosis desinfektan Pemeriksaan DPC (Daya Pengikat
Chlor) pada air baku
Debit desinfektan Pengamatan visual menggunakan alat
ukur volume pada satuan waktu tertentu
Stroke pada pompa pembubuh
Sisa Chlor pada reservoar Pemeriksaan laboratorium / Chlor
comparator
Parameter fisika, kima dan biologi Pemeriksanaan laboratorium lengkap

5.2 Persiapan pelaksanaan

Persiapan pelaksanaan terdiri dari :


a) pengkajian dokumen perencanaan;
b) orientasi dan pengenalan sistem instalasi pengolahan air;
c) penyusunan rencana commissioning;
d) penyediaan bahan kimia;
e) penyediaan tenaga listrik dan/atau bahan bakar minyak;
f) penyediaan peralatan penunjang;
g) menyiapkan bosur pompa : pompa intake, pompa dosing dan motor pengaduk sesuai
dokumen perencanaan dan membuat kurva sesuai dengan brosur untuk melakukan
analisa kesesuaian spesifikasinya.

5.3 Pengujian di lapangan

Pengujian di lapangan terdiri dari pengujian sarana penunjang dan pengujian proses dan
operasi IPA.

5.3.1 Pengujian sarana penunjang

a) Pengujian tenaga pembangkit terdiri dari :


1) Diesel generator
Periksa dan pastikan hal-hal sebagai berikut:
(a) kencangkan semua sekrup dan baut ;
(b) jumlah bahan bakar solar tangki harian;
(c) jumlah minyak pelumas cukup setiap kali akan menjalankan mesin, dan setiap
10 jam operasi. apabila kurang tambahkan dan catat penambahannya dan jam
operasinya;

6 dari 27
SNI 0004:2008

(d) oli dalam governor dan dalam saringan udara cukup sesuai dengan ketentuan
untuk mesin yang menggunakan oli dalam governor dan saringan udara;
(e) air radiator penuh;
(f) tidak ada benda-benda yang merintangi aliran udara, untuk mesin dengan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
pendingin udara;
(g) baterai kondisinya baik;
(h) hubungan listrik dari baterai ke motor stater dalam kondisi baik;
(i) mesin tidak dibebani;
(j) v-belt tegangannya cukup.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2) PLN
Periksa dan pastikan hal-hal sebagai berikut :
(a) tegangan listrik sesuai ketentuan yang berlaku;
(b) arus listrik sesuai dengan keperluan;
(c) kedudukan sakelar utamanya pada posisi ”off”.

b) Sarana pengolahan lumpur


1) periksa dan pastikan semua katup pada pipa dari bak sedimentasi dan saringan pasir
cepat menuju pengolahan lumpur terbuka penuh;
2) periksa dan pastikan katup/pintu air pada pipa/saluran pembuang ke badan air
tertutup.

5.3.2 Pengujian proses dan operasi IPA

5.3.2.1 Unit penyadap air baku

a) Pemeriksaan air baku :


1) apabila terdapat skala penduga muka air baku maka catat dalam buku log;
2) periksa saringan penyadap, apabila terdapat kotoran atau benda yang mengganggu
harus dibersihkan;
3) ambil contoh air baku secukupnya untuk diperiksa pH, kekeruhan, warna dan untuk
keperluan jar test;
4) apabila terdapat sarana pengambilan contoh air baku di laboratorium maka
pengambilan contoh bisa dilakukan di laboratorium.
b) Pompa air baku
1) apabila menggunakan pompa sentrifugal maka periksa dan pastikan pompa
sentrifugal sebagai berikut:
(a) kebersihan saringan pipa hisap dan katup;
(b) pipa hisap selalu berisi air dan tidak ada udara ;
(c) poros pompa dapat berputar bebas;
(d) dudukan pompa harus datar;
(e) keadaan tumpuan putar pompa harus bersih dan dilumasi;
(f) penekan paking tidak terlalu kencang;
(g) sakelar otomatis harus bekerja baik.
2) apabila menggunakan pompa submerrsibel maka periksa dan pastikan pompa
submerbsibel sebagai berikut:
(a) kebersihan saringan pompa;
(b) tinggi muka air di atas pompa minimal 1,0 meter;
(c) sakelar otomatis yang bekerja berdasarkan muka air masih bekerja baik;
(d) pengujian debit air baku yang memasuki unit IPA.
c) Pengukuran debit air baku dengan alternatif sebagai berikut:
1) meter air yang terpasang;
2) alat pengukur debit lainnya, seperti Thompson, V-notch atau Cipoletti, dengan
mengamati kenaikan air pada bak penampung atau bak koagulasi;
3) menggunakan meter air jinjing ultra sonik (portable ultra sonic flow meter).

7 dari 27
SNI 0004:2008

d) Operasi penyadapan air baku sebagai berikut :


1) awal pengoperasian buka semua katup pada jalur pipa transmisi yang menuju ke unit
IPA dan tutup semua katup yang ada di unit IPA;
2) nyalakan pompa intake yang dimulai dari debit kecil disesuaikan dengan spesifikasi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
pompa yang diijinkan, bukaan katup pompa dimulai dari 30% total debit selama 5
menit, ditingkatkan secara bertahap hingga 100% total debit dari kapasitas
pengolahan;
3) Isi semua unit IPA sampai penuh dan biarkan aliran melimpah (overflow) selama 2
jam, buka semua katup pembuangan yang ada dan matikan pompa intake;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4) setelah Unit IPA bersih dari kotoran, isi kembali dengan cara seperti di atas, alirkan
air sesuai dengan kapasitas perencanaan 100%;
5) semua prosedur buka tutup dapat dilakukan secara otomatis dan atau manual.

e) Pipa transmisi
1) apabila pada pipa transmisi terdapat sarana pengurasan maka lakukan pengurasan
terlebih dahulu. Lakukan pembuangan air sampai terlihat kekeruhan air tidak berubah
lagi, kemudian hentikan pengujian dengan menutup katup penguras;
2) apabila pada pipa transmisi terdapat katup pembuang udara, pastikan perlengkapan
ini bekerja dengan baik;
3) untuk pipa transmisi yang berfungsi sebagai injeksi bahan kimia, pastikan bahwa
check valve bekerja baik guna mencegah aliran ke unit pembubuhan bahan kimia
pada saat pengurasan.

5.3.2.2 Unit koagulasi

a) pembubuhan bahan kimia


1) jar test
(a) ukur pH air baku;
(b) lakukan jar test dengan beberapa alternatif konsentrasi koagulan dan bahan
bantu koagulan (apabila diperlukan) serta berbagai variasi pH, untuk
menentukan dosis yang paling optimum;
(c) amati bentuk dan diameter flok, pembentukan flok yang paling besar
mengindikasikan dosis dengan pH dan konsentrasi koagulan (ditambah bahan
bantu koagulan) yang paling optimum.
2) percobaan pengendapan menggunakan kerucut Imhoff
(a) lakukan percobaan pengendapan menggunakan kerucut Imhoff, dengan dosis
optimum yang telah ditetapkan pada jar test ;
(b) amati pembentukan endapan setiap 1 menit, pada 10 menit pertama, kemudian
setiap 5 menit pada 110 menit berikutnya;
(c) Pembentukan endapan pada kerucut Imhoff ini digunakan untuk;
(1) memperkirakan kecepatan pengendapan pada bak sedimentasi;
(2) menilai apakah volume kantong lumpur pada bak sedimentasi mencukupi,
dan;
(3) menentukan frekwensi pengurasan lumpur pada bak sedimentasi.
3) pembubuhan bahan koagulan:
(a) bahan koagulan sesuai dengan dokumen perencanaan;
(b) bahan bantu koagulan atau polimer apabila diperlukan, sesuai dengan
dokumen perencanaan;
(c) dosis koagulan ditentukan berdasarkan hasil percobaan jar test terhadap air
baku;
(d) larutkan sejumlah berat/volume koagulan sehingga didapatkan konsentrasi
yang dikehendaki;
(e) jalankan peralatan pengadukan mekanis/pneumatis sehingga larutan
homogen;

8 dari 27
SNI 0004:2008

(f) apabila tidak terdapat peralatan mekanis/pneumatis untuk pengadukan, lakukan


pengadukan secara manual sehingga larutan homogen.

4) pembubuhan netralisan:

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(a) dosis bahan alkalin ditentukan berdasarkan percobaan;
(b) larutkan sejumlah berat/volume netralisan sehingga didapatkan konsentrasi
yang dikehendaki;
(c) jalankan peralatan pengadukan mekanis/pneumatis sehingga larutan
homogen;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(d) apabila tidak terdapat peralatan mekanis/pneumatis untuk pengadukan, lakukan
pengadukan secara manual sehingga larutan homogen.
5) pengaturan pembubuhan bahan kimia
Secara umum terdapat 2 (dua) cara pembubuhan bahan kimia yaitu secara gravitasi atau
menggunakan pompa pembubuh.
(a) pembubuhan gravitasi
(1) debit pembubuhan bisa diketahui dengan mengamati volume larutan yang
keluar pada ujung pipa pembubuhan dengan menampung pada gelas ukur
persatuan waktu;
(2) atur katup pembubuhan berulang-ulang sehingga diperoleh debit
pembubuhan yang dikehendaki.
(b) pompa pembubuh
(1) debit pembubuhan bisa diketahui dengan mengamati volume larutan yang
keluar pada ujung pipa pembubuhan dengan menampung pada gelas ukur
atau wadah lain yang bisa diukur volumenya persatuan waktu;
(2) apabila cara di atas tidak mungkin dilakukan, karena menggunakan
koagulasi dalam pipa maka hubungkan pipa suction pompa pembubuh
dengan wadah yang diketahui volumenya kemudian hitung volume
larutan/cairan yang berkurang persatuan waktu;
(3) atur stroke pompa pembubuh berulang-ulang sehingga diperoleh debit
pembubuhan yang dikehendaki serta nilai pH yang dikehendaki sesuai
dokumen perencanaan.
b) proses dan operasi unit koagulasi.
Terdapat dua sistem kogulasi, yaitu sistem hidrolis (terjunan, hydraulic jump, pipa, static
mixer) dan sistem mekanis (baling-baling/propeller, pedal/paddle).
1) sistem hidrolis
pada umumnya tidak diperlukan pengaturan apapun.
2) sistem mekanis
(a) apabila terdapat sarana pengatur putaran maka atur putaran baling-baling atau
pedal sesuai dengan dokumen perencanaan ;
(b) apabila tidak terdapat sarana pengatur putaran maka tidak perlu dilakukan
pengaturan apapun.
c) penilaian kinerja unit koagulasi
Penilaian kinerja unit koagulasi bisa diperkirakan dengan menghitung nilai gradien
kecepatan (G) dan Td (waktu tinggal).
1) sistem hidraulis
(a) unit koagulasi yang menggunakan terjunan
(1) ukur beda tinggi terjunan dengan muka air pada bak koagulasi ;
(2) hitung G ;
(3) Td (waktu tinggal) bisa dihitung dengan membagi volume bak koagulasi
dengan debit operasi .
(b) unit koagulasi menggunakan pipa
(1) hitung panjang pipa mulai dari titik pembubuhan sampai ke bak koagulasi ;
(2) hitung H menggunakan rumus Hazen Williams, atau Darcey Weisbach ;
(3) hitung G ;

9 dari 27
SNI 0004:2008

(4) td (waktu tinggal) bisa dihitung dengan membagi panjang pipa dari titik
pembubuhan ke bak flokulasi dengan kecepatan air pada pipa .
(c) unit koagulasi menggunakan static mixer
(1) hitung panjang pipa mulai dari titik pembubuhan sampai ke bak koagulasi,

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
tidak termasuk panjang static mixer ;
(2) hitung HP menggunakan rumus Hazen Williams, atau rumus Darcy
Weisbach ;
(3) upayakan untuk mengukur tekanan pada titik sebelum dan sesudah static
mixer, bisa menggunakan manometer ;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(4) hitung HST, kemudian hitung HTOTAL = HP + HST ;
(5) hitung G ;
(6) Td (waktu tinggal) bisa dihitung dengan membagi panjang pipa dari titik
pembubuhan ke bak flokulasi dengan kecepatan air pada pipa.
2) sistem mekanis
Unit koagulasi menggunakan baling-baling atau pedal
(a) hitung P(enerji), dari pengamatan dan pengukuran pemakaian enerji melalui
ampere meter yang tersedia ;
(b) apabila tidak tersedia ampere meter, amati dan ukur pemakaian enerji
menggunakan tang clamp atau avometer. ;
(c) ukuran pedal bisa dilihat pada dokumen perencanaan ;
(d) ukuran baling-baling bisa dilihat pada dokumen perencanaan atau brosur
pabrik;
(e) hitung G ;
(f) Td (waktu tinggal) bisa dihitung dengan membagi volume bak koagulasi dengan
debit operasi ;
d) Muka air pada unit koagulasi
1) untuk unit koagulasi yang menggunakan terjunan, hydraulic jump, baling-baling dan
pedal, amati dan ukur tinggi muka air terhadap dasar yang tetap, dimana selanjutnya
dasar tetap ini akan digunakan untuk mengukur tinggi muka air pada unit pengolahan
lainnya ;
2) untuk unit koagulasi yang menggunakan pipa dan static mixer, tidak diperlukan
pengamatan tinggi muka air.

5.3.2.3 Unit flokulasi

Secara garis besar terdapat 3 (tiga) jenis flokulasi, yaitu, sistem hidrolis, mekanis dan kontak
padatan (solid contact/sludge blanket )
a) proses dan operasi unit flokulasi
1) sistem hidrolis ;
Pada umumnya sistem ini terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu; saluran dengan baffle (vertikal
atau horizontal), bak berpintu, dinding berlubang (perforated wall).
(a) saluran dengan baffle (vertikal atau horizontal),
Tidak diperlukan pengaturan apapun pada sistem flokulasi jenis ini, enerji untuk
flokulasi dihitung dari kehilangan tekanan (head loss) pada saluran antara awal
dan akhir flokulasi.
(b) bak berpintu
enerji untuk flokulasi dihitung dari kehilangan tekanan (head loss) pada pintu
untuk setiap bak.
(1) atur bukaan pintu sorong sedemikian rupa sehingga kehilangan tekanan
(head loss) sesuai dengan dokumen perencanaan.
(2) kehilangan tekanan (head loss) bisa diamati dan diukur dari perbedaan
muka air pada bak flokulasi yang berurutan.
(c) dinding berlubang (perforated wall).
10 dari 27
SNI 0004:2008

Tidak diperlukan pengaturan apapun pada sistem flokulasi jenis ini, enerji untuk
flokulasi dihitung dari kehilangan tekanan (head loss) pada setiap lubang/celah
pada dinding bak flokulasi.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
2) sistem mekanis;
Pada umumnya terdapat 2 (dua) jenis sistem flokulasi mekanis,yaitu; menggunakan pedal
(vertikal atau horizontal) dan baling-baling.
(a) apabila terdapat sarana pengatur putaran maka atur putaran baling-baling atau
pedal sesuai dengan dokumen perencanaan ;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(b) apabila tidak terdapat sarana pengatur putaran maka tidak perlu dilakukan
pengaturan apapun.
3) sistem kontak padatan (solid contact/sludge blanket);
terdapat 2 (dua) jenis sistem flokulasi kontak padatan, yaitu; sludge blanket dan
sludge blanket dengan sirkulasi lumpur. Kedua jenis sistem flokulasi ini umumnya
terpasang menjadi satu dalam bak sedimentasi.
(a) sludge blanket
Flokulasi dengan memanfaatkan proses hidrolis dengan pengaliran ke atas
(upflow).
(1) atur posisi ketinggian kerucut (hopper) pembuang flok sedemikian rupa
pada zona sludge blanket sehingga terdapat pembuangan lumpur/flok
sesuai dokumen perencanaan dan tidak banyak lumpur/flok yang
mengendap di bawah bak ;
(2) atur katup pembuangan lumpur sedemikian rupa sehingga terdapat
pembuangan lumpur/flok sesuai dokumen perencanaan.
(b) sludge blanket dengan sirkulasi lumpur (reaktor)
proses flokulasi menggunakan pedal/baling-baling sumbu vertikal, dimana untuk
sirkulasi lumpur menggunakan pompa lumpur.
(1) apabila terdapat sarana pengatur putaran maka atur putaran baling-baling
atau pedal sesuai dengan dokumen perencanaan ;
(2) apabila tidak terdapat sarana pengatur putaran, tidak perlu dilakukan
pengaturan apapun;
(3) atur katup sirkulasi pompa lumpur sedemkian rupa, sehingga diperoleh debit
sirkulasi sesuai dengan dokumen perencanaan;
(4) apabila sirkulasi lumpur tidak menggunakan pompa, tidak diperlukan
pengaturan apapun (sirkulasi memanfaatkan proses hidrolis) .
b) penilaian kinerja unit flokulasi
penilaian kinerja unit koagulasi bisa diperkirakan dengan menghitung nilai gradien kecepatan
(G) dan Td (waktu tinggal), dan besarnya flok yang terbentuk.
1) sistem hidrolis
(a) saluran dengan baffle (vertikal atau horizontal),
enerji untuk flokulasi dihitung dari kehilangan tekanan (head loss) pada saluran
antara awal dan akhir flokulasi.
(1) amati dan ukur perbedaan tinggi muka air awal dan akhir saluran,
pengukuran bisa menggunakan waterpass, atau cara-cara lain yang lebih
sederhana ;
(2) hitung H ;
(3) hitung Td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi panjang
keseluruhan dengan kecepatan air pada saluran ;
(4) hitung G ;

11 dari 27
SNI 0004:2008

(5) ambil contoh air pada akhir saluran menggunakan gelas baker, dengan hati-
hati sedemikian rupa sehingga flok dalam gelas baker tidak teraduk kembali
dan pecah ;
(6) amati bentuk dan diameter flok, gunakan gambar terlampir.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(b) bak berpintu
enerji untuk flokulasi dihitung dari kehilangan tekanan (head loss) pada pintu
untuk setiap bak.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(1) amati dan ukur perbedaan tinggi muka air pada bak flokulasi yang
berurutan, pengukuran bisa menggunakan mistar ;
(2) hitung H ;
(3) hitung Td (waktu tinggal) ;
(4) hitung Td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi volume bak
koagulasi dengan debit operasi ;
(5) hitung G ;
(6) lakukan kegiatan diatas untuk setiap bak flokulasi yang ada ;
(7) ambil contoh air pada bak flokulasi terakhir menggunakan gelas baker,
dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga flok dalam gelas baker tidak
teraduk kembali dan pecah ;
(8) amati bentuk dan diameter flok, gunakan gambar terlampir.
(c) dinding berlubang (diffuser wall).
(1) enerji untuk flokulasi dihitung dari kehilangan tekanan (head loss) pada
setiap lubang/celah pada dinding bak flokulasi ;
(2) amati dan ukur perbedaan tinggi muka air pada bak flokulasi yang
berurutan, pengukuran bisa menggunakan mistar;
(3) hitung H ;
(4) hitung Td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi volume bak
koagulasi dengan debit operasi ;
(5) hitung G ;
(6) lakukan kegiatan di atas untuk setiap bak flokulasi yang ada ;
(7) ambil contoh air pada bak flokulasi terakhir menggunakan gelas baker,
dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga flok dalam gelas baker tidak
teraduk kembali dan pecah ;
(8) amati bentuk dan diameter flok, gunakan gambar terlampir.
2) sistem mekanis
unit flokulasi menggunakan baling-baling atau pedal, pada umumnya cara menilai kinerja
sistem ini, baik menggunakan baling-baling maupun pedal sama, yaitu :
(a) hitung P(enerji), dari pengamatan dan pengukuran pemakaian enerji melalui
ampere meter yang tersedia ;
(b) apabila tidak tersedia ampere meter, amati dan ukur pemakaian enerji
menggunakan tang clamp atau avometer ;
(c) ukuran pedal bisa dilihat pada dokumen perencanaan ;’
(d) ukuran baling-baling bisa dilihat pada dokumen perencanaan atau brosur
pabrik;
(e) hitung G ;
(f) Td (waktu tinggal) bisa dihitung dengan membagi volume bak koagulasi dengan
debit operasi ;
(g) ambil contoh air pada bak flokulasi terakhir menggunakan gelas baker, dengan
hati-hati sedemikian rupa sehingga flok dalam gelas baker tidak teraduk
kembali dan pecah ;
(h) apabila zona flokulasi terletak pada bak yang tertutup, pengambilan sampel
dilakukan menggunakan peralatan khusus ;
(i) amati bentuk dan diameter flok .
12 dari 27
SNI 0004:2008

3) sistem kontak padatan


(a) sludge blanket
sistem ini umumnya menggunakan aliran keatas, dimana proses flokulasi terjadi
pada bak sedimentasi. Umumnya terdapat zona flokulasi, dan zona sludge

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
blanket (lapisan lumpur).
(1) hitung H, dengan mengukur tinggi zona flokulasi ;
(2) hitung Td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi volume bak
koagulasi dengan debit operasi;
(3) hitung G;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(4) ambil contoh air pada kerucut lumpur (hopper) menggunakan gelas baker,
dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga flok dalam gelas baker tidak
teraduk kembali dan pecah;
(5) amati bentuk dan diameter flok.
(b) sludge blanket dengan sirkulasi lumpur (reaktor)
proses flokulasi menggunakan pedal/baling-baling sumbu vertikal, dimana untuk
sirkulasi lumpur menggunakan pompa lumpur atau tanpa pompa.
(1) hitung P(enerji), dari pengamatan dan mengukur pemakaian enerji melalui
ampere meter yang tersedia;
(2) apabila tidak tersedia ampere meter, amati dan ukur pemakaian enerji
menggunakan tang clamp atau avometer;
(3) ukuran pedal atau baling-baling bisa dilihat pada dokumen perencanaan
atau brosur pabrik;
(4) hitung G;
(5) Td (waktu tinggal) bisa dihitung dengan membagi volume bak flokulasi
dengan debit operasi;
(6) ambil contoh air pada bak flokulasi menggunakan gelas baker, dengan hati-
hati sedemikian rupa sehingga flok dalam gelas baker tidak teraduk kembali
dan pecah;
(7) apabila zona flokulasi terletak pada bak yang tertutup, pengambilan sample
dilakukan menggunakan peralatan khusus;
(8) amati bentuk dan diameter flok, gunakan gambar terlampir.

c) muka air pada unit flokulasi


1) sistem hidrolis
(a) saluran dengan baffle (vertikal atau horizontal),
amati dan ukur tinggi muka air pada awal dan akhir saluran.
(b) bak berpintu
amati dan ukur tinggi muka air pada bak flokulasi berturut-turut dari bak pertama
sampai terakhir.
(c) dinding berlubang (diffuser wall)
amati dan ukur tinggi muka air pada bak flokulasi berturut-turut dari bak pertama
sampai terakhir.
2) sistem mekanis
(a) amati dan ukur tinggi muka air pada bak flokulasi berturut-turut dari bak
pertama sampai terakhir.
3) sistem kontak padatan
untuk sistem flokulasi kontak padatan, baik sistem sludge blanket, maupun sistem
sludge blanket dengan sirkulasi lumpur, umumnya sistem flokulasi menjadi satu
kesatuan dengan sistem sedimentasi, sehingga tinggi muka air yang diukur adalah
muka air pada unit sediemntasi.

13 dari 27
SNI 0004:2008

5.3.2.4 Unit sedimentasi

Terdapat beberapa jenis sedimentasi, sebagai berikut:


1) sistem sedimentasi dengan aliran horizontal

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
a) horizontal memanjang
b) bak dengan inlet dipusat (bundar atau persegi)
c) bak dengan inlet ditepi (bundar)
2) sistem sedimentasi dengan aliran vertikal (upflow clarifier)
3) reaktor (reactor clarifier)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4) sistem sedimentasi dengan pelat/tabung pengendap
a) proses dan operasi unit sedimentasi
secara garis besar, proses sedimentasi adalah proses pemisahan antara padatan dan cairan
menggunakan perbedaan berat jenis. Lumpur yang mengendap dikumpulkan pada dasar
bak yang memiliki kemiringan yang curam, atau menggunakan penyapu lumpur
(scrapper), kemudiam dibuang.
1) sistem sedimentasi dengan aliran horizontal
(a) operasi bak sedimentasi secara umum :
(1) pastikan katup pipa inlet bak sedimentasi berjalan dengan baik, dan katup
terbuka sehingga menghasilkan debit operasi 100%, sesuai dokumen
perencanaan ;
(2) seharusnya pengendapan berjalan pada rezim aliran yang laminer,
perhatikan pada bagian-bagian tertentu pada bak sedimentasi apakah
terdapat alirah turbulen ;
(3) untuk menjamin aliran secara merata pada setiap bagian bak sedimentasi,
amati dan pastikan bahwa talang (launder), terpasang secara horISOnal,
dengan tinggi pelimpahan air yang sama pada setiap bagian talang ;
(4) pada talang yang dilengkapi dengan Vnotch kecil berjumlah banyak pada
sisinya, tinggi air diatas Vnotch seharusnya sama semua ;
(5) pada talang yang dilengkapi lubang bundar berjumlah banyak pada sisinya,
umumnya lubang direncanakan terbenam dalam air.
(b) pengurasan
(1) pastikan, katup penguras dalam keadaan tertutup pada saat operasi ;
(2) buka katup penguras, pastikan air bercampur lumpur terbuang dengan baik,
sampai air nampak lebih jernih (kekeruhannya lebih rendah) dan konstan ;
(3) lakukan beberapa kali untuk memastikan operasi pembuangan lumpur
berjalan baik ;
(4) amati dan ukur/perkirakan air yang terbuang pada saat pengurasan.
(c) penyapu lumpur (scrapper)
Terdapat beberapa macam penyapu lumpur, seperti penyapu dengan rantai,
jembatan bergerak, jembatan bergerak dengan pompa atau mekanisme siphon,
wadah terapung dengan mekanisme siphon ditarik kawat, dan lain sebagainya.
(1) pastikan kecepatan penyapu lumpur pada lantai dasar bak sedimentasi,
maximum 0,3 m/menit, untuk mencegah tidak tergerusnya endapan didasar
bak;
(2) apabila kecepatan melebihi nilai diatas, lakukan penyesuaian ;
(3) Jalankan penyapu lumpur, amati selama 30 menit, pastikan bahwa jalannya
penyapu lumpur tidak terhambat, atau terdapat bagian-bagian yang tidak
rata pada dasar bak sedimentasi, sehingga mengganggu penyapuan
lumpur.
2) sistem sedimentasi dengan aliran vertikal (upflow clarifier)
Sistem ini umumnya menggunakan bak berbentuk kerucut terbalik, dengan inlet dari
bawah. Proses flokulasi bisa disatukan dalam unit sedimentasi, atau terpisah diluar unit
sedimentasi. Pada bagian atas bak, terbentuk satu lapisan lumpur (sludge blanket) yang
berfungsi menahan flok yang terbawa aliran dari bawah keatas.
14 dari 27
SNI 0004:2008

(a) operasi bak sedimentasi secara umum


(1) pastikan katup pipa inlet bak sedimentasi berjalan dengan baik, dan katup
terbuka sehingga menghasilkan debit operasi 100%, sesuai dokumen
perencanaan;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(2) pastikan talang yang terpasang pada tepi bak terpasang horizontal, dengan
tinggi pelimpahan air yang sama pada setiap bagian talang, apabila tidak
horizontal akan mengakibatkan aliran tidak merata;
(3) pada talang yang dilengkapi dengan Vnotch kecil berjumlah banyak pada
sisinya, tinggi air diatas Vnotch seharusnya sama semua ;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(4) Lapisan lumpur yang terbentuk pada bagian atas bak harus sedemikian
rupa posisinya, tidak terbawa oleh aliran keatas karena lapisan lumpur/flok
terlalu ringan, atau mengendap semuanya dibawah karena terlalu berat ;
(5) untuk menjaga posisi lapisan lumpur, umumnya dipasang sarana “sludge
bleeding”, untuk membuang flok sedemikian rupa sehingga berat lapisan
lumpur sesuai ;
(6) apabila sarana “sludge bleeding”, terpasang tetap pada bagian tertentu
didinding bak sedimentasi, atur pembukaan katup pada pipa “sludge
bleeding” sehingga debit lumpur/flok yang terbuang mengakibatkan posisi
dan berat lapisan lumpur konstan;
(7) apabila sarana “sludge bleeding”, ketinggiannya bisa diatur, atur sedemkian
rupa sehingga posisi dan berat lapisan lumpur konstan. Atur pula katup
seperti pada butir (5) diatas.
(b) pengurasan
(1) bagian-bagian flok yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar
dari aliran keatas akan terkumpul pada bagian bawah bak, sehingga terjadi
penumpukan;
(2) pastikan, pada awal operasi katup penguras dalam keadaan tertutup;
(3) buka katup penguras, pastikan air bercampur lumpur terbuang dengan baik,
sampai air nampak lebih jernih (kekeruhannya lebih rendah) dan konstan;
(4) lakukan beberapa kali untuk memastikan operasi pembuangan lumpur
berjalan baik;
(5) amati dan ukur/perkirakan air yang terbuang pada saat pengurasan.
3) reactor clarifier
Proses pengendapan umumnya disertai dengan proses flokulasi pada satu bak. Proses
flokulasi menggunakan sistem mekanis, memanfaatkan baling-baling atau pedal. Untuk
membentuk yang berat dan padat, digunakan sirkulasi lumpur menggunakan pompa atau
tanpa pompa.
(a) operasi bak sedimentasi secara umum
(1) pastikan katup pipa inlet bak sedimentasi berjalan dengan baik, dan katup
terbuka sehingga menghasilkan debit operasi 100%, sesuai dokumen
perencanaan;
(2) pastikan talang yang terpasang pada tepi bak terpasang horizonntal,
dengan tinggi pelimpahan air yang sama pada setiap bagian talang, apabila
tidak horizontal akan mengakibatkan aliran tidak merata;
(3) pada talang yang dilengkapi dengan Vnotch kecil berjumlah banyak pada
sisinya, tinggi air diatas Vnotch seharusnya sama semua.
(4) apabila terdapat sarana pengatur putaran, atur putaran baling-baling atau
pedal sesuai dengan dokumen perencanaan;
(5) apabila tidak terdapat sarana pengatur putaran, tidak perlu dilakukan
pengaturan apapun;
(6) Atur katup sirkulasi pompa lumpur sedemkian rupa, sehingga diperoleh
debit sirkulasi sesuai dengan dokumen perencanaan;
(7) Apabila sirkulasi lumpur tidak menggunakan pompa, tidak diperlukan
pengaturan apapun (sirkulasi memanfaatkan proses hidrolis).

15 dari 27
SNI 0004:2008

(b) pengurasan
(1) pastikan, pada awal operasi katup penguras dalam keadaan tertutup.
(2) buka katup penguras, pastikan air bercampur lumpur terbuang dengan baik,
sampai air nampak lebih jernih (kekeruhannya lebih rendah) dan konstan.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(3) lakukan beberapa kali untuk memastikan operasi pembuangan lumpur
berjalan baik.
(4) amati dan ukur/perkirakan air yang terbuang pada saat pengurasan.
4) sistem sedimentasi dengan pelat/tabung pengendap
Operasi sistem sedimentasi dengan pelat/tabung pengendap sama dengan sistem

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
sedimentasi dengan aliran horizontal.
b) penilaian kinerja unit sedimentasi
Penilaian kinerja unit sedimentasi bisa dinilai dari parameter kecepatan pengendapan (Vs),
waktu tinggal (Td), dan kemampuan sistem sedimentasi untuk menyisihkan kekeruhan
dan warna.
1) sistem sedimentasi dengan aliran horizontal
(a) ukur dimensi bak sedimentasi, informasi dimensi bak sedimentasi bisa
diperoleh dalam dokumen perencanaan, kecuali terdapat perubahan pada
waktu konstruksi;
(b) kemudian hitung luas potongan melintang, luas area dan volumenya;
(c) hitung Vs ;
(d) hitung Td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi volume bak koagulasi
dengan debit operasi ;
(e) ambil contoh air pada outlet sedimentasi, periksa tingkat kekeruhan dan warna.;
(f) htung efisiensi penyisihan kekeruhan, dengan rumus;
Efisiensi penyisihan kekeruhan = (kab – ksed)/kab) x 100%

dengan: kab = kekeruhan air baku

ksed = kekeruhan pada outlet sedimentasi


(g) dengan cara yang sama, hitung efisiensi penyisihan warna.
2) sistem sedimentasi dengan aliran vertikal (upflow clarifier)
penilaian kinerja sistem sedimentasi dengan aliran vertikal sama dengan penilaian
kinerja sistem sedimentasi dengan aliran horizontal.
3) reactor clarifier
Penilaian kinerja sistem klarifier reaktor sama dengan penilaian kinerja sistem
sedimentasi dengan aliran horizontal.
4) sistem sedimentasi dengan pelat/tabung pengendap
(a) ukur dimensi bak sedimentasi, informasi dimensi bak sedimentasi bisa
diperoleh dalam dokumen perencanaan, kecuali terdapat perubahan pada
waktu konstruksi;
(b) kemudian hitung luas potongan melintang, luas area dan volumenya.
(c) hitung Vs external, untuk bak secara keseluruhan ;
(d) hitung Td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi volume bak koagulasi
dengan debit operasi ;
(e) ukur dimensi dan kemiringan pelat/tabung pengendap, informasi ini bisa
diperoleh dalam dokumen perencanaan, kecuali terdapat perubahan pada
waktu konstruksi;
(f) kemudian hitung luas potongan melintang dan luas areanya ;
(g) hitung Vs internal, untuk aliran dalam pelat/tabung pengendap;
(h) hitung Td (waktu tinggal), untuk aliran dalam pelat/tabung pengendap ;
(i) ambil contoh air pada outlet sedimentasi, periksa tingkat kekeruhan dan warna.
(j) hitung efisiensi penyisihan kekeruhan, dengan rumus;
16 dari 27
SNI 0004:2008

efisiensi penyisihan kekeruhan = ((kab – ksed)/kab) x 100%

dimana; kab = kekeruhan air baku

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
ksed = kekeruhan pada outlet sedimentasi
(k) dengan cara yang sama, hitung efisiensi penyisihan warna.
c) muka air unit sedimentasi
1) amati dan ukur tinggi muka air pada permukaan bak sedimentasi ;
2) amati dan ukur tinggi air pada awal dan akhir talang (launder) .

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5.3.2.5 Unit filtrasi

Pada umumnya terdapat 2 (dua) jenis sistem saringan pasir cepat, yaitu saringan gravitasi
dan saringan bertekanan. Keduanya secara prinsip tidak memiliki perbedaan proses dan
operasi yang berarti.
Berdasarkan cara pencucian balik (back washing), terdapat 4 (empat) jenis, yaitu;
menggunakan menara air, pemompaan langsung, pencucian antar saringan (inter filter back
washing / self back washing) dan pencucian kontinyu (continous back washing). Jenis
pencucian kontinyu tidak termasuk lingkup tata cara ini, karena jarang digunakan dan
merupakan paten penyedia jasa/barang tertentu.
Dalam operasi pencucian balik, selain menggunakan pencucian balik menggunakan air saja,
saringan bisa dilengkapi dengan perlengkapan agitasi pada media filter, seperti; agitasi pada
permukaan media saringan menggunakan udara, agitasi di bawah permukaan media
saringan dengan udara dan agitasi dari dasar saringan menggunakan udara (air scouring).
a) proses dan operasi unit filtrasi.
1) proses dan operasi penyaringan
(a) saringan dengan kecepatan penyaringan menurun (declining rate filtration)
(1) pastikan semua katup bisa dioperasikan dengan baik ;
(2) tutup semua katup pencucian, katup pembuangan dan katup udara;
(3) buka katup dari sedimentasi/clarifier yang menuju saringan dan katup outlet
saringan ke reservoar dalam posisi tertutup ;
(4) iIsi masing-masing bak saringan pasir secara berurutan ;
(5) buka katup outlet saringan ke reservoar .
(b) saringan dengan kecepatan penyaringan konstan (constant rate filtration)
Untuk mempertahankan kecepatan penyaringan, dilakukan dengan dua indikator,
pertama mengendalikan beda muka air pada saringan dan reservoar, kedua
mengendalikan aliran air (debit) yang masuk kereservoar, umumnya mengunakan
katup pengendali (control valve), yang bekerja secara elektris atau pneumatis..
(1) pastikan semua sensor dan indikator untuk ketinggian berjalan baik;
(2) pastikan sensor/pengukur aliran (flow meter) bekerja dengan baik;
(3 untuk sistem katup pneumatis, pastikan tabung pneumatis sudah terisi
udara bertekanan, dengan tekanan yang sesuai dengan dokumen
perencanaan, dan katup pengendali bekerja baik;
(4) untuk sistem katup elektris, pastikan motor dan katup pengendali bekerja
baik;
(5) pastikan semua katup bisa dioperasikan dengan baik;
(6) tutup semua katup pencucian, katup pembuangan dan katup udara;
(7) buka katup dari sedimentasi/clarifier yang menuju saringan dan katup outlet
saringan ke reservoar dalam posisi tertutup;
(8) isi masing-masing bak saringan pasir secara berurutan;
(9) buka katup outlet saringan ke reservoar.

17 dari 27
SNI 0004:2008

2) p roses dan operasi pencucian balik


Operasi pencucian balik bisa direncanakan secara manual atau otomatis/semi
otomatis. Operasi pencucian otomatis/semi otomatis umumnya menggunakan timer,
berdasarkan umur saringan atau berdasarkan parameter tertentu seperti perbedaan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
tekanan antara permukaan dan dasar saringan(pressure differential) atau tinggi muka
air pada saringan saja.

Pencucian efektif dilakukan apabila kehilangan tekanan (head loss) pada saringan
maximum, ditandai dengan naiknya muka air pada saringan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(a) saringan dengan pencucian manual :
(1) pencucian menggunakan air saja
• pastikan semua katup bisa dioperasikan dengan baik;
• tutup semua katup inlet pada saringan, buka katup pembuangan dan
setelah itu buka katup pencucian;
• pada saat pencucian , katup yang menuju reservoar ditutup;
• lakukan pencucian selama 15 menit sampai semua kotoran pada filter
terbuang;
• amati apakah terdapat media penyaring (pasir) yang terbawa aliran
pencucian, yang menandakan kecepatan pencucian terlalu besar atau
pasir terlalu kecil ukurannya;
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran atau ”underdrain
system” tidak terpasang sempurna;
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau
”underdrain system” tidak terpasang sempurna;
• tutup kembali katup pembuangan dan katup pencucian;
• buka katup menuju reservoar dan katup inlet saringan;
• lakukan pencucian saringan satu persatu;
• pencucian saringan selesai.

(2) pencucian menggunakan air dan udara dari dasar saringan
• pastikan semua katup bisa dioperasikan dengan baik;
• hidupkan kompresor, pada saringan tertentu kompresor akan hidup
secara otomatis ketika katup udara dibuka;
• tutup semua katup inlet pada saringan, buka katup pembuangan dan
setelah itu buka katup udara bersamaan dengan katup pencucian;
• pada saat pencucian , katup yang menuju reservoar ditutup;
• pada menit ke 5 (lima), tutup katup pencucian;
• pada menit ke 7 (tujuh), tutup katup udara dan buka kembali katup
pencucian;
• lakukan pencucian dengan air sampai menit ke 16 (enambelas), sampai
semua kotoran pada filter terbuang;

18 dari 27
SNI 0004:2008

• amati apakah terdapat media penyaring (pasir) yang terbawa aliran


pencucian, yang menandakan kecepatan pencucian terlalu besar atau
pasir terlalu kecil ukurannya;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau
”underdrain system” tidak terpasang sempurna;
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
”underdrain system” tidak terpasang sempurna;
• tutup kembali katup pembuangan dan katup pemcucian;
• buka katup menuju reservoar dan katup inlet saringan;
• lakukan pencucian saringan satu persatu;
• pencucian saringan selesai.
(3) pencucian menggunakan air dan agitasi udara pada permukaan media
• pastikan semua katup bisa dioperasikan dengan baik;
• hidupkan kompresor, pada saringan tertentu kompresor akan hidup
secara otomatis ketika katup udara dibuka;
• tutup semua katup inlet pada saringan, buka katup pembuangan dan
setelah itu buka katup udara;
• pada saat pencucian , katup yang menuju reservoar ditutup;
• pada menit ke 2 (dua), buka katup pencucian;
• lakukan pencucian air dan agitasi udara pada permukaan media
saringan sampai menit ke 4 (empat);
• pada menit ke 4 (empat), tutup katup udara;
• lakukan pencucian dengan air saja sampai menit ke 10 (sepuluh),
sampai semua kotoran pada saringan terbuang’
• amati apakah terdapat media penyaring (pasir) yang terbawa aliran
pencucian, yang menandakan kecepatan pencucian terlalu besar atau
pasir terlalu kecil ukurannya’
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau
”underdrain system” tidak terpasang sempurna’
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran atau ”underdrain
system” tidak terpasang sempurna’
• pada menit ke 10 (sepuluh) tutup kembali katup pembuangan dan katup
pencucian’
• buka katup menuju reservoar dan katup inlet saringan’
• lakukan pencucian saringan satu persatu’
• pencucian saringan selesai.

19 dari 27
SNI 0004:2008

(b) saringan dengan pencucian otomatis


Pastikan terdapat sistem “interlock”, sehingga dalam satu saat hanya satu
saringan saja dalam keadaan operasi pencucian.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(1) Pengaturan (setting) waktu pencucian
Pengaturan waktu pencucian secara otomatis untuk pencucian saringan,
pada saat ini banyak menggunakan “programable logic controller” (PLC)
atau komputer, yang secara otomatis memerintahkan saringan dalam mode
pencucian. Teknologi yang lama menggunakan “timer” atau “cam-shaft”,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
yang saat ini sudah jarang ditemukan.

• apabila parameter untuk penentuan waktu pencucian menggunakan


perbedaan tekanan antara muka air diatas saringan dan didasar
saringan (pressure differential), pastikan indikator/sensor tekanan
berjalan baik, atur beda tekanan sesuai dokumen perencanaan;
• apabila parameter untuk penentuan waktu pencucian menggunakan
tinggi muka air diatas saringan, pastikan indikator/sensor ketinggian
(level sensor/indicator) berjalan baik, atur tinggi muka air sesuai
dokumen perencanaan;
• apabila parameter untuk penentuan waktu pencucian berdasarkan umur
saringan, pastikan “timer” berjalan baik, atur umur saringan (umumnya
24 jam) sesuai dokumen perencanaan.
(2) Saringan dengan pencucian air saja
Pengaturan yang perlu dilakukan adalah untuk sekwen (sequen) buka-tutup
katup inlet, buka-tutup katup pencucian, buka-tutup katup pembuangan dan
buka-tutup katup kearah reservoar.

• pastikan semua katup dan penggeraknya (elektrik/pneumatik) berjalan


baik;
• waktu – 0, tutup katup inlet, buka katup pembuangan, tutup katup
kearah reaservoar, buka katup pencucian;
• amati apakah terdapat media penyaring (pasir) yang terbawa aliran
pencucian, yang menandakan kecepatan pencucian terlalu besar atau
pasir terlalu kecil ukurannya;
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau
”underdrain system” tidak terpasang sempurna;
• waktu – 15 menit, tutup katup pencucian, buka katup kearah reservoar,
tutup katup pembuangan, dan buka katup inlet.
(3) saringan dengan pencucian air dan udara
Pengaturan yang perlu dilakukan adalah untuk sekwen (sequen) buka-tutup
katup inlet, buka-tutup katup pencucian, buka-tutup katup udara, buka-tutup
katup pembuangan dan buka-tutup katup kearah reservoar.

• pastikan semua katup dan penggeraknya (elektrik/pneumatik) berjalan


baik;
• waktu – 0, tutup katup inlet, buka katup pembuangan, tutup katup ke
arah reaservoar, buka katup udara, dan buka katup pencucian;
• waktu – 5 menit, tutup katup pencucian;
20 dari 27
SNI 0004:2008

• waktu – 7 menit, tutup katup udara, dan buka katup pencucian;


• amati apakah terdapat media penyaring (pasir) yang terbawa aliran
pencucian, yang menandakan kecepatan pencucian terlalu besar atau

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
pasir terlalu kecil ukurannya;
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau
”underdrain system” tidak terpasang sempurna;
• waktu – 16 menit, tutup katup pencucian, buka katup ke arah reservoar,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
tutup katup pembuangan dan buka katup inlet.
(4) Saringan dengan pencucian air dan agitasi udara pada media penyaring.
Pengaturan yang perlu dilakukan adalah untuk sekwen (sequen) buka-tutup
katup inlet, buka-tutup katup pencucian, buka-tutup katup udara, buka-tutup
katup pembuangan dan buka-tutup katup kearah reservoar.

• pastikan semua katup dan penggeraknya (elektrik/pneumatik) berjalan


baik;
• waktu – 0, tutup katup inlet, buka katup pembuangan, tutup katup ke
arah reaservoar, dan buka katup udara;
• waktu – 2 menit, buka katup pencucian;
• waktu – 4 menit, tutup katup udara;
• amati apakah terdapat media penyaring (pasir) yang terbawa aliran
pencucian, yang menandakan kecepatan pencucian terlalu besar atau
pasir terlalu kecil ukurannya;
• amati apakah terdapat penerobosan (breaktrough) aliran yang besar
pada media penyaring, yang menandakan aliran yang tidak merata atau
”underdrain system” tidak terpasang sempurna;
• waktu – 10 menit, tutup katup pencucian, buka katup ke arah reservoar,
tutup katup pembuangan dan buka katup inlet;
(c) saringan dengan pencucian semi otomatis
Penentuan waktu pencucian menggunakan perbedaan tekanan antara muka air
diatas saringan dan didasar saringan (pressure differential), atau menggunakan
tinggi muka air diatas saringan, atau berdasarkan umur saringan, selanjutnya
akan memberikan peringatan (alarm) bisa berupa sirene atau sinyal lampu,
kemudian operator memerintahkan saringan dalam mode pencucian, dengan
menekan tombol.
(1) pastikan bahwa sistem alarm bekerja dengan baik, uji sistem alarm dengan
mengubah-ubah parameter waktu pencucian;
(2) pengaturan (setting) operasi dan sekwen penyaringan/pencucian sama
dengan operasi dan sekwen saringan dengan pencucian otomatis;
b) Penilaian kinerja unit fitrasi
Proses dan operasi saringan pada saat penyaringan dan pencucian untuk sistem yang
dioperasikan manual dan otomatis/semi otomatis pada prinsipnya sama.
1) kinerja penyaringan
(a) ukur dimensi unit saringan, informasi dimensi bak saringan bisa diperoleh
dalam dokumen perencanaan, kecuali terdapat perubahan pada waktu
konstruksi;
(b) hitung luas saringan;

21 dari 27
SNI 0004:2008

(c) hitung kecepatan penyaringan, bisa dihitung dari debit operasi dibagi luas
saringan;
(d) kecepatan penyaringan bisa juga diamati dengan mengamati debit
penyaringam dari alat ukur vnotch atau meter air (flow-meter), kalau memang

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
ada. apabila tidak ada, bisa dipasang portable ultra sonic flow meter (usfm);
(e) ambil contoh air pada outlet sedimentasi, periksa tingkat kekeruhan dan warna.
(f) hitung efisiensi penyisihan kekeruhan, dengan rumus;
efisiensi penyisihan kekeruhan = ((ksed – kfil)/ksed) x 100%

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dengan: ksed = kekeruhan pada outlet sedimentasi

Kfil = kekeruhan pada outlet saringan


(g) dengan cara yang sama, hitung efisiensi penyisihan warna.;
(h) apabila terdapat stok pasir saringan yang tidak terpasang, ambil contoh pasir
secukupnya, untuk dilakukan analisis ayakan (sieve analysis) dan analisis
kualitas pasir.
2) kinerja pencucian balik
(a) hitung kecepatan pencucian, bisa dihitung dari debit pencucian dibagi luas
saringan, atau dengan menghitung bertambahnya volume air pada bak
saringan persatuan waktu, dengan mengamati kenaikan muka air pada bak
saringan;
(b) pada saringan dengan jenis pencucian antar saringan, kecepatan pencucian
hanya bisa diperkirakan dengan menghitung bertambahnya volume air pada
bak saringan persatuan waktu, dengan mengamati kenaikan muka air pada bak
saringan, seperti butir (a) diatas;
(c) kecepatan pencucian bisa juga diamati dengan mengamati debit pencucian dari
alat ukur vnotch atau meter air (flow-meter), kalau memang ada. apabila tidak
ada, bisa dipasang portable usfm pada pipa pencucian;
(d) perkirakan pemakaian air untuk pencucian, bisa diperkirakan dengan
mengamati waktu pencucian dikalikan dengan debit pencucian.;
(e) amati dan ukur ketinggian ekspansi;
(f) hitung persen (%) ekspansi, dengan rumus;
e (ekspansi) = ((le + li)/li ) x 100 %

dengan: li = tebal media penyaring (cm)

le = tinggi ekspansi dihitung dari media pasir paling atas (cm)


c) muka air unit fitrasi
1) penyaringan
(a) amati dan ukur tinggi muka air pada bak saringan;
(b) amati dan ukur tinggi muka air pada bak penampung air filtrat
2) pencucian
(a) amati dan ukur tinggi muka air pada bak saringan

5.3.2.6 Unit desinfeksi

Terdapat beberapa jenis disinfektan yang biasa digunakan dalam penyediaan air minum,
yaitu; chlor, ozon dan ultra violet. Pada tata cara ini hanya dipertimbangkan penggunaan
chlor saja, mengingat penggunaannya yang luas.
Terdapat 2 (dua) jenis pembubuhan chlor yaitu berbentuk serbuk dan berbentuk gas.
a) serbuk chlor
1) penentuan dosis chlor
(a) ambil contoh air hasil penyaringan secukupnya;
22 dari 27
SNI 0004:2008

(b) lakukan pengujian untuk menentukan dpc (daya pengikat chlor);


(c) dosis chlor = dpc ppm + 0,2 ppm, disarankan dosis chlor tidak melebihi 1,0
ppm.
2) proses dan operasi sistem desinfeksi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
pembubuhan chlor bisa menggunakan sistem gravitasi atau menggunakan pompa
pembubuh.
(a) sistem gravitasi
(1) pastikan terdapat peralatan keamanan seperti kacamata laboratorium dan
sarung tangan yang tahan bahan kimia;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(2) larutkan sejumlah berat/volume serbuk chlor sehingga didapatkan
konsentrasi yang dikehendaki (1% s/d 3%);
(3) jalankan peralatan pengadukan mekanis/pneumatis sehingga larutan
homogen;
(4) apabila tidak terdapat peralatan mekanis/pneumatis untuk pengadukan,
lakukan pengadukan secara manual sehingga larutan homogen.
(5) debit pembubuhan bisa diketahui dengan mengamati volume larutan yang
keluar pada ujung pipa pembubuhan dengan menampung pada gelas baker
persatuan waktu;
(6) atur katup pembubuhan berulang-ulang sehingga diperoleh debit
pembubuhan yang dikehendaki.
(b) pompa pembubuh
(1) pastikan terdapat peralatan keamanan seperti kacamata laboratorium dan
sarung tangan yang tahan bahan kimia;
(2) larutkan sejumlah berat/volume serbuk khlor sehingga didapatkan
konsentrasi yang dikehendaki (1% s/d 3%);
(3) jalankan peralatan pengadukan mekanis/pneumatis sehingga larutan
homogen;
(4) apabila tidak terdapat peralatan mekanis/pneumatis untuk pengadukan,
lakukan pengadukan secara manual sehingga larutan homogen.;
(5) debit pembubuhan bisa diketahui dengan mengamati volume larutan yang
keluar pada ujung pipa pembubuhan dengan menampung pada gelas baker
atau wadah lain yang bisa diukur volumenya, persatuan waktu;
(6) apabila cara diatas tidak mungkin dilakukan, hubungkan pipa suction pompa
pembubuh dengan wadah yang diketahui volumenya, hitung volume
larutan/cairan yang berkurang persatuan waktu.;
(7) atur stroke pompa pembubuh berulang-ulang sehingga diperoleh debit
pembubuhan yang dikehendaki, sesuai dokumen perencanaan.
3) penilaian kinerja sistem desinfeksi
kinerja sistem desinfeksi bisa dinilai dari sisa chlor dan Td (waktu tinggal) setelah
proses berlangsung. Umumnya Td (waktu tinggal) yang dihitung adalah Td (waktu
tinggal) pada reservoar, atau bak kontak disinfeksi yang memang dibuat khusus
untuk itu.
(a) ukur dimensi reservoar atau bak kontak disinfeksi, informasi dimensi reservoar
atau bak kontak desinfeksi bisa diperoleh dalam dokumen perencanaan, kecuali
terdapat perubahan pada waktu konstruksi;
(b) hitung td (waktu tinggal), bisa dihitung dengan membagi volume reservoar atau
bak kontak disinfeksi dengan debit operasi;
(c) ambil contoh air pada outlet reservoar atau bak kontak disinfeksi, periksa sisa
chlor.

b) chlor berbentuk gas


pembubuhan sistem ini menggunakan gas khlor yang dilarutkan dalam air, kemudian
dibubuhkan dengan pompa apabila dinijeksikan kedalam pipa atau secara gravitasi

23 dari 27
SNI 0004:2008

kepermukaan air. Gas chlor tersimpan dalam “container” besi dengan ukuran 85 kg dan 2
ton.
1) penentuan dosis chlor
(a) Penentuan dosis chlor sama dengan diatas.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
2) proses dan operasi sistem desinfeksi.
(a) pastikan bahwa ruangan penyimpanan gas chlor dan chlor evaporator
tersimpan pada ruangan tertutup;
(b) pastikan ruangan gas chlor memiliki peralatan pengamanan terhadap
kebocoran gas chlor, sekurang-kurangnya alarm dan sistem sprinkler;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(c) pastikan terdapat peralatan keamanan seperti kacamata laboratorium dan
sarung tangan yang tahan bahan kimia, dan masker gas;
(d) atur dosis pada chlor evaporator sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
dokumen perencanaan.
3) kinerja sistem desinfeksi
penilaian kinerja sistem disinfeksi sama dengan diatas.

5.3.2.7 Penilaian kinerja elektrikal dan mekanikal

Pengujian elektrikal dan mekanikal dilakukan sebagai berikut:


a) cek semua putaran valve dengan cara buka tutup, dapat dengan menggunakan otomatis
dan atau manual
b) cek frekuensi generator, apakah sudah mencapai 50 hz
c) periksa voltage pada generator
d) periksa tegangan generator dengan batasan 380 – 400 volt ( rs,rt, ts ) dan untuk batasan
tegangan 220 volt ( ro, so, to )

Gambar 2 Pengujian elektrikal dan mekanikal

e) untuk energy yang berasal dari pln, periksa voltage yang keluar dari travo dengan
batasan 380 – 400 volt ( rs, rt, ts )
f) kemudian pindahkan saklar yang akan menghidupkan pompa
g) sebelum dihidupkan, periksa semua panel listrik yang terpusat, apakah semua panel
berfungsi dengan baik
h) cek voltage disetiap panel apakah sesuai dengan batasan 380 – 400 volt (rs, rt, ts) dan
batasan tegangan 220 volt ( ro,so, to )
i) hidupkan mcb, kemudian nyalakan pompa dengan posisi katup dalam keadaaan tertutup.
j) setelah pompa di hidupkan, katup di buka, dan cek ampermeter di panel, besaran
ampermeter harus sesuai dengan data di motor pompa besaran minimal 80% dari data
motor pompa
k) periksa putaran pompa di kopling apakah besarannya di pompa dan di motor pompa
sama

24 dari 27
SNI 0004:2008

l) persisikan posisi pompa dan motor pompa, agar beban motor merata. test dapat
dilakukan memutar motor dengan tangan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5.4 Pengujian keandalan dan fleksibilitas sistem IPA

a) pengujian kinerja sistem IPA dengan cara membandingkan kinerja yang diuji dilapangan
dengan kriteria kinerja yang ada dalam dokumen perencanaan. Apabila oleh karena
suatu hal dalam dokumen perencanaan tidak terdapat kriteria kinerja, digunakan kriteria

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
kinerja yang lazim, setelah disetujui oleh penyelenggara/pemilik.
b) pengujian fleksibilitas sistem IPA
pengujian fleksibilitas sistem IPA untuk mendapatkan gambaran kinerja sistem, apabila
terdapat perubahan input terhadap sistem. Pengujian dilakukan dengan mengubah
kapasitas pengolahan, batas minimum dan batas maksimum yang bisa dilakukan pada
sistem.
1) operasikan sistem pada batas minimum selama 3 jam, tergantung dari sistem
pemompaan air baku, misalnya 25% sampai dengan 30% dari kapasitas
perencanaan.
2) ambil contoh air untuk diperiksa pada titik penting (air baku, outlet sedimentasi, dan
outlet saringan)
3) operasikan sistem dengan peningkatan kapasitas, misal 60% dari kapasitas
perencanaan selama 3 jam.
4) ambil contoh air untuk diperiksa pada titik penting (air baku, outlet sedimentasi, dan
outlet saringan)
5) ulangi prosedur diatas untuk kapasitas sesuai perencanaan (100%) dan kapasitas
maksimum, misal 125% sampai dengan 150% dari kapasitas perencanaan, masing-
masing selama 3 jam.
6) setiap perubahan kapasitas lakukan prosedur sesuai dengan bab 5.3.2.
c) pengujian keandalan sistem IPA
pengujian keandalan untuk mendapatkan gambaran kinerja sistem IPA, dalam waktu relatif
panjang untuk kapasitas yang direncanakan.
1) operasikan sistem pada kapasitas perencanaan (100%) selama 3 x 24 jam berturut-
turut.
2) ambil contoh air baku setiap 2 jam sekali.
3) lakukan perubahan dosis bahan kimia setiap terjadi perubahan kualitas air baku yang
cukup mencolok.
4) setiap perubahan kualitas air baku lakukan prosedur sesuai dengan bab 5.3.2.

5.5 Pengujian laboratorium

Pengujian labratorium yang dilaksanakan adalah sebagi berikut :


a) pengujian laboratorium lengkap sesuai peraturan baku mutu yang berlaku bisa dilakukan
di laboratorium penyelenggara SPAM yang telah memiliki sertifikat SNI 19-17025 atau
ISO 17025.
b) apabila penyelenggara SPAM tidak memiliki sertifikat SNI 19-17025 atau ISO 17025,
pengujian laboratorium lengkap bisa dilakukan di laboratorium penyelanggara SPAM,
dengan contoh air yang sama diuji pada laboratorium lain yang telah memiliki sertifikat
SNI 19-17025 atau ISO 17025.
c) apabila penyelenggara SPAM tidak memiliki sarana laboratorium yang memadai, tim
commissioning bisa melakukan pengujian menggunakan ”water test kit”, dengan contoh
air yang sama diuji pada laboratorium lain yang telah memiliki sertifikat SNI 19-17025
atau ISO 17025.
d) pengujian kualitas air berdasarkan SNI yang berlaku.

25 dari 27
SNI 0004:2008

6 Muatan berita acara

Laporan yang dibuat dalam berita acara commissioning yang mencakup :


a) nama pabrik atau pelaksana, kapasitas, bahan dan lokasi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) tanggal commissioning, nomor commissioning dan pelaksana commissioning
c) hasil uji comissioning yang dilaksanakan berupa:
1) pengujian proses dan operasi system ipa, sesuai lampiran 1
2) pengujian tenaga pembangkit
3) pengujian pompa air baku

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4) pengujian elektrikal dan mekanikal
5) pengujian di laboraorium
6) hasil tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan tabulasi dan atau gambar
d) standar dari setiap yang diuji
e) laporan kinerja ipa, hasil commissioning
f) rekomendasi perbaikan operasi dan pemeliharaan
g) semua dokumen commissioning ditanda tangani untuk di setujui oleh pihak
penyelenggara/pemilik, penyedia jasa/barang, konsultan perencana, konsultan
pengawas dan tim commissioning yang di tetapkan oleh penyelanggara.

26 dari 27
SNI 0004:2008

Lampiran 1
(Informatif)

Laporan hasil commissioning

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
LAPORAN HASIL COMMISSIONING
Penyelanggara/Pemilik Lokasi Tanggal Kapasitas

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Penyedia Jasa/Barang perencanaan (lt/dt)
Sumber air Jam Kapasitas pengujian
Konsultan Perencana
baku (lt/dt)
Konsultan Pengawas
Operasi dan Pengujian
No Indikator Kinerja Perencanaan Catatan
Proses Lapangan
1 Air baku Parameter fisika,
terlampir terlampir
kima dan biologi
Kekeruhan
Warna
Debit air baku
Debit air baku yang
digunakan IPA
Taraf muka air
2 Koagulasi pH
Konsentrasi bahan
kimia
Dosis koagulan
Debit pembubuhan
Gradient kecepatan
Td (waktu tinggal)
3 Flokulasi Gradient kecepatan
Td (waktu tinggal)
Diameter flok
4 Sedimentasi Kecepatan
pengendapan
Td (waktu tinggal)
Kekeruhan
Warna
Taraf muka air
5. Filtrasi Kecepatan
penyaringan
Kecepatan pencician
Tinggi ekspansi
pencucian
Kekeruhan
Warna
Taraf muka air
6. Desinfeksi Td (waktu tinggal)
Dosis desinfektan
Debit desinfektan
Sisa Chlor pada
reservoar
Parameter fisika,
terlampir terlampir
kima dan biologi
Taraf muka air

27 dari 27
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1739:2008

Cara uji jalar api pada permukaan bahan bangunan


untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 13.220.50
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1739:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata ..................................................................................................................................... ii
1 Ruang lingkup....................................................................................................................1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif...................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi ..............................................................................................................1
4 Peralatan uji.......................................................................................................................2
5 Ukuran dan jumlah benda uji .............................................................................................2
6 Prosedur pengujian............................................................................................................4
7 Hasil uji ..............................................................................................................................5
Lampiran A ..............................................................................................................................7

i
SNI 1739:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Cara uji jalar api pada permukaan bahan
bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung adalah
revisi dari SNI 03-1739-1989, Metode pengujian jalar api pada permukaan bahan bangunan
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknik Bahan,
Sains, Struktur, dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti PSN 08:2007 dan dibahas pada forum rapat
konsensus pada tanggal 6 Desember 2006 di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1739:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara uji jalar api pada permukaan bahan bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai panduan
dalam melakukan pengujian jalar api pada permukaan bahan bangunan.

Tujuan dari cara uji ini adalah untuk menentukan mutu bahan bangunan yang dapat terbakar

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam kelompok sukar terbakar, menahan api, agak menahan api dan mudah terbakar.
Standar ini disusun sebagai acuan bagi para pelaksana pengujian di laboratorium dalam
melakukan pengujian jalar api pada permukaan bahan bangunan.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1739:2008

Cara uji jalar api pada permukaan bahan bangunan


untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini memuat petunjuk pengujian jalar api pada permukaan bahan yang meliputi peralatan
uji, ukuran dan jumlah benda uji, prosedur pengujian dan kriteria hasil uji. Pada standar ini tidak
mencakup pengaturan tentang keselamatan kerja, bagi pengguna harus menetapkan tersendiri
ketentuan tentang keselamatan kerja tersebut.

2 Acuan normatif

JIS A 1321-1994, Testing method for incombustibility of internal finish material and procedure of
buildings No. 604.

3 Istilah dan definisi

3.1
cara uji bakar bahan bangunan
pengujian dasar untuk mengetahui sifat atau karakteristik bahan bangunan, apakah tidak
terbakar atau mudah terbakar

3.2
cara uji jalar api pada permukaan bahan bangunan
pengujian lanjutan setelah diketahui sifat atau karakteristik bahan bangunan yang dapat
terbakar berdasarkan cara uji bakar, menggunakan cara uji jalar api untuk mengetahui apakah
sifat bahan bangunan tersebut sukar terbakar, menghambat api, agak menghambat api atau
mudah terbakar

3.3
bahan tidak terbakar (M1)
sifat bahan yang tidak terbakar bila terkena panas/api tidak akan menyebarkan/ menjalarkan api
pada waktu kebakaran terjadi

3.4
bahan sukar terbakar (M2)
salah satu sifat bahan yang termasuk jenis dapat terbakar (combustible) lambat terbakar bila
dikenai sumber api

3.5
bahan menghambat api (M3)
bahan yang bersifat menghambat api, sifat pembakarannya agak cepat, nyala yang ditimbulkan
agak cepat menjalar, dan panas yang dihasilkan tinggi

1 dari 7
SNI 1739:2008

3.6
bahan agak menghambat api (M4)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
bahan yang bersifat agak menghambat api, sifat pembakarannya cepat, nyala yang ditimbulkan
cepat menjalar, dan panas yang dihasilkan tinggi disertai asap

3.7
bahan mudah terbakar (M5)
sifat dari bahan yang mudah terbakar, sifat pembakarannya sangat cepat, nyala yang

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
ditimbulkan cepat sekali menjalar, dan panas yang dihasilkan sangat tinggi disertai asap tebal

3.8
kecepatan penjalaran nyala api di permukaan bahan bangunan
hasil uji jalar api menempatkan bahan bangunan dalam klasifikasi yang berbeda
M1 = tidak terbakar
M2 = sukar terbakar
M3 = menghambat api
M4 = agak menghambat api
M5 = mudah terbakar

4 Peralatan uji

a) Dua buah tungku dengan ruang pembakar benda uji berukuran 180 mm x 180 mm x 90 mm
dengan bahan bakar yang digunakan gas propane dan pemanas listrik,
b) Kotak asap terbuat dari papan kayu atau kayu lapis dengan ukuran 1.410 mm x 1.000 mm
yang didalamnya terdapat alat sirkulasi, corong asap, kipas pembuang asap, termokopel
berikut mantel termokopel,
c) Alat optis pengukur kepadatan (densitas) asap terletak di depan tungku pada bagian bawah
kotak asap terdiri dari: sumber cahaya, alat penerima cahaya, pipa saluran asap dan pintu
asap. Maksudnya, agar asap yang ditimbulkan oleh pembakaran suatu bahan dapat terukur
kepadatannya melalui alat optis pada kotak asap,
d) Alat pencatat temperatur dan asap terdiri dari 2 buah pena yang berbeda warnanya (merah
dan hijau), warna merah untuk mencatat jumlah panas yang dihasilkan atau pertambahan
luas kurva temperatur-waktu dan pena warna hijau untuk mencatat kepadatan asap yang
dikeluarkan,
e) Contoh bentuk alat uji jalar api pada permukaan ditunjukkan pada gambar 1 dan 2.

5 Ukuran dan jumlah benda uji

a) Benda uji berukuran 220 mm x 220 mm dengan tebal maksimum 30 mm, sedangkan benda
uji standar terbuat dari papan perlite asbes berukuran 220 mm x 220 mm x 10 mm.
b) Jumlah benda uji minimum 3 buah.

2 dari 7
SNI 1739:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Keterangan: 1. Sumber cahaya 10. Pemanas pencegah pelekatan asap
2. Pipa saluran asap 11. Termokopel
3. Penerima cahaya 12. Cerobong asap
4. Pemanas listrik 13. Dudukan termokopel
5. Pembakar gas 14. Tutup cerobong asap dan udara panas
6. Benda uji 15. Sirkulator
7. Termometer untuk mengukur 16. Penghisap asap ke cerobong luar
temperatur di belakang benda uji 17. Kotak asap
8. Tutup tungku 18. Alat optik pengukur kepadatan asap
9. Jendela pengamat H. Pena warna hijau
M. Pena warna merah

Gambar 1 Alat uji jalar api pada permukaan bahan bangunan

3 dari 7
SNI 1739:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Keterangan : 1. Sekerup penahan cerobong 6. Pembakar gas (burner)
2. Jendela pengamat 7. Penegak benda uji
3. Penutup alat pemanas listrik 8. Cerobong dalam
4. Termokopel 9. Tutup cerobong asap dan udara panas
5. Pemanas listrik

Gambar 2 Tungku

6 Prosedur pengujian

6.1 Persiapan pengujian

Sebelum dilakukan pengujian, baik bahan yang akan diuji maupun benda uji standar (papan
perlite asbes) :
a) Simpan benda uji dalam ruangan yang berventilasi baik dengan temperatur konstan selama
satu bulan atau lebih.
b) Keringkan dalam dapur pengering dengan temperatur 35°C hingga 45°C selama 120 jam
atau lebih
c) Kemudian simpan dalam desikator selama 24 jam atau lebih.

4 dari 7
SNI 1739:2008

6.2 Pelaksanaan pengujian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
a) Tempatkan benda uji ke dalam tungku.
b) Sekat dan tutup sekeliling benda uji dengan glass wool untuk menghindari terjadinya
kebocoran asap sewaktu pengujian berlangsung.
c) Tekan tombol pengujian bersamaan dengan penyulutan api pada alat pembakar gas propane
yang diberi aliran konstan 350 ml/menit,
d) Setelah pengujian berlangsung 3 menit, pemanas listrik akan bekerja secara otomatis sampai

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
akhir pengujian berlangsung selama 10 menit,
e) Jumlah panas yang dihasilkan atau pertambahan luas kurva temperatur-waktu serta
kepadatan asap yang dikeluarkan dari pembakaran benda uji tersebut dicatat oleh alat
perekam temperatur dan asap.

7 Hasil uji

Hasil pengamatan dan perhitungan pengujian bahan bangunan diklasifikasikan mutunya


menurut Tabel 1 di bawah ini. Perhitungan luas kurva temperatur-waktu dilakukan memakai
kurva standar pada Gambar 3.

Tabel 1 Kriteria hasil uji jalar api pada permukaan

Sukar Agak
Menghambat
Tidak terbakar terbakar menghambat api Mudah terbakar
api (fire
Klasifikasi (non combustible) (semi non (semi fire (combustible)
retardant)
M1 combustible) retardant) M5
M3
M2 M4
Lama pemanasan 10 menit 10 menit 6 menit 6 menit 6 menit
Luas kurva
Tidak lebih dari Tidak lebih dari Tidak lebih dari
temperatur-waktu 0 Tidak terbatas
0 100 350 350
(t dθ), C.menit
Kepadatan asap Tidak lebih dari Tidak lebih dari
Kurang dari 30 Tidak terbatas Tidak terbatas
(CA) 60 120
Perubahan ben- - tidak terjadi lelehan melebihi tebalnya
tuk (deformasi) - tidak terjadi deformasi yang membahayakan
Retak Kedalaman retak pada permukaan bagian belkang lebih kecil dari 1/10 tebalnya
Nyala api Tidak terjadi nyala lebih dari 30 detik setelah pembakaran dihentikan

CATATAN
1. Untuk menentukan klasifikasi mutu bahan tingkat 1 sampai dengan mutu bahan tingkat 5, kecuali
memenuhi kriteria diatas, masih diperlukan uji bakar seperti diuraikan dalam cara uji bakar bahan
bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
2. t dθ dihitung dari kotak-kotak yang didapat dari penyimpanan garis kurva temperatur benda uji dengan
kurva temperatur standar

5 dari 7
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Gambar 3 Perhitungan luas kurva temperatur vs waktu

6 dari 7
SNI 1739:2008
SNI 1739:2008

Lampiran A
( informatif )

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Perhitungan luas kurva temperatur vs waktu

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1 kotak persegi : 15/60 (menit) x 10 (0C) = 2,5 (menit 0C)
100 ½ kotak persegi : 2,5/2 menit (menit 0C) = 1,25 (menit 0C)

Contoh: 16 x 2,5 + 26 x 1,25 = 40,0 + 32,5 = 72,5 (menit 0C)


15 det t dθ = 72,5

7 dari 7
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1740:2008

untuk pencegahan bahaya kebakaran

Badan Standardisasi Nasional


pada bangunan rumah dan gedung
Cara uji bakar bahan bangunan
Standar Nasional Indonesia

ICS 13.220.50; 91.100.01


“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1740:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.......................................................................................................................................... i
Prakata .......................................................................................................................................... ii

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1 Ruang lingkup.........................................................................................................................1
2 Acuan normatif........................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi ...................................................................................................................1
4 Peralatan uji............................................................................................................................1
5 Ukuran dan jumlah benda uji ..................................................................................................2
6 Prosedur pengujian.................................................................................................................2
7 Hasil uji ...................................................................................................................................3

i
SNI 1740-2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang ’Cara uji bakar bahan bangunan untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung’ adalah revisi dari SNI 03-1740-1989
Pengujian bakar bahan bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dan gedung, yang disesuaikan dengan keadaan laboratorium pengujian di Pusat Litbang
Permukiman.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui
Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan, Sains, Struktur
dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan dibahas
dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 6 Desember 2006 oleh Subpanitia
Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1740:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar ini memuat petunjuk pengujian bakar yang meliputi peralatan uji, ukuran dan jumlah
benda uji, prosedur pengujian dan kriteria hasil uji Pada standar ini tidak mencakup pengaturan
tentang keselamatan kerja, bagi pengguna harus menetapkan tersendiri ketentuan tentang

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
keselamatan kerja tersebut.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1740:2008

Cara uji bakar bahan bangunan


untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini memuat petunjuk pengujian bakar yang meliputi peralatan uji, ukuran dan jumlah
benda uji, prosedur pengujian dan kriteria hasil uji Pada standar ini tidak mencakup pengaturan
tentang keselamatan kerja, bagi pengguna harus menetapkan tersendiri ketentuan tentang
keselamatan kerja tersebut.

2 Acuan normatif

JIS A–1321-1994, Testing method for incombustibility of internal finish material and procedure of
buildings No. 701.

3 Istilah dan definisi

3.1
tungku bakar
adalah alat pembakar benda uji berbentuk tabung dilengkapi alat pemanas listrik dan deflektor
udara

3.2
M1
mutu bahan 1atau kelas 1yaitu bahan tidak terbakar, artinya sifat bahan yang tidak terbakar bila
terkena panas/api tidak akan menyebarkan/ menjalarkan api pada waktu kebakaran terjadi

3.3
M5
mutu bahan 5 atau kelas 5 yaitu bahan mudah terbakar, artinya sifat dari bahan yang mudah
terbakar, sifat pembakarannya sangat cepat, nyala yang ditimbulkan cepat sekali menjalar, dan
panas yang dihasilkan sangat tinggi disertai asap tebal

4 Peralatan uji

a) Tungku listrik berbentuk tabung, terbuat dari bahan tahan api dengan tebal 10 mm – 13 mm,
diameter dalam 75 mm dan tinggi 150 mm, diberi bahan isolasi dan lembaran asbes tebal 65
mm. Pada sekeliling tungku dipasang kawat pemanas (heater) berkapasitas 1,5 kw dengan
temperatur maksimum 1100ºC (Gambar 1).
b) Alat penempatan benda uji yang disebut wadah benda uji, terbuat dari lembaran baja tahan
karat dan anyaman kawat baja diameter 0,2 mm, ukuran lubang anyaman kawat 20 mesh
dan ukuran bagian dalam sangkar uji 54 mm x 43 mm x 43 mm (gambar 2).
c) Pengukur temperatur terdiri dari 2 buah termokopel dipasang sejajar pada dinding tungku
dengan jarak masing-masing termokopel dari dinding tungku 10 mm ± 3 mm.

1 dari 3
SNI 1740-2008

5 Ukuran dan jumlah benda uji

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
a) Ukuran benda uji : 50 mm x 40 mm x 40 mm,
b) Benda uji yang memiliki ketebalan kurang dari 50 mm harus disusun atau ditumpuk serta
diikat dengan kawat baja dengan diameter tidak lebih dari 0,5 mm sehingga ketebalan 50 mm
c) Toleransi ukuran ± 3 mm untuk ukuran 50 mm, dan ± 2 untuk ukuran 40 mm,
d) Jumlah benda uji paling sedikit 3 buah.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
6 Prosedur pengujian

6.1 Persiapan pengujian

a) Simpan benda uji dalam ruangan yang berventilasi baik dengan temperatur konstan selama
satu bulan atau lebih,
b) Keringkan dalam dapur pengering dengan temperatur 35°C hingga 45°C selama 120 jam
atau lebih,
c) Kemudian simpan dalam desikator selama 24 jam atau lebih.

6.2 Pelaksanaan pengujian

a) Tempatkan benda uji dalam sangkar uji,


b) Masukkan ke dalam tungku yang sebelumnya temperatur tungku telah diatur konstan
750°C, selama 20 menit,
c) Temperatur hasil pengujian dicatat oleh perekam temperatur.

Gambar 1 Alat uji bakar

2 dari 3
SNI 1740:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gambar 2 Wadah benda uji

7 Hasil uji

a) Bahan bangunan dikatakan tidak terbakar, bilamana selama pengujian kenaikan temperatur
di dalam tungku kurang atau sama dengan 50°C. dan tidak terjadi nyala lanjutan selama 10
detik atau lebih
b) Bahan bangunan dikatakan mudah terbakar, bilamana selama pengujian kenaikan
temperatur di dalam tungku lebih dari 50°C, dan terjadi nyala lanjutan selama 10 detik atau
lebih.

Tabel 1 Kriteria hasil uji bakar

Klasifikasi bahan
Kenaikan temperatur Keterangan
bangunan
Kurang atau sama 50°C dan
tidak terjadi nyala lanjutan di Untuk menentukan klasifikasi mutu
Bahan tidak terbakar
dalam tungku selama 10 detik bahan M1 dan M5 selain pengujian
atau lebih. bakar, berlaku pula hasil pengujian
Diatas 50°C, dan terjadi nyala jalar api pada permukaan bahan
Bahan mudah terbakar lanjutan di dalam tungku selama bangunan.
10 detik atau lebih.

3 dari 3
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1741:2008

Cara uji ketahanan api komponen struktur bangunan


untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 13.220.50; 91.080.01


“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1741:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ................................................................................................................................................ i
Prakata ..................................................................................................................................................ii
Pendahuluan .......................................................................................................................................iii
1 Ruang lingkup ............................................................................................................................. 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif ............................................................................................................................ 1
3 Istilah dan definisi ....................................................................................................................... 1
4 Peralatan uji ................................................................................................................................. 3
5 Kondisi pengujian........................................................................................................................ 7
6 Persiapan benda uji .................................................................................................................... 9
7 Aplikasi instrumentasi .............................................................................................................. 10
8 Prosedur pengujian .................................................................................................................. 13
9 Kriteria kinerja ........................................................................................................................... 15
10 Validitas pengujian ................................................................................................................... 16
11 Hasil uji ....................................................................................................................................... 16
12 Laporan pengujian .................................................................................................................... 17
Lampiran A ........................................................................................................................................ 19
Lampiran B ........................................................................................................................................ 20
Lampiran C ........................................................................................................................................ 22

i
SNI 1741:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) berjudul ’Cara uji ketahanan api komponen struktur
bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung’ adalah
revisi dari SNI 03-1741-2000, ’Metode pengujian tahan api komponen struktur bangunan
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung’, dengan
perubahan pada penyesuaian dengan peralatan yang ada pada laboratorium api di Pusat

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Litbang Permukiman.

SNI ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui
Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan, Sains,
Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 6 Desember 2006 oleh
Subpanitia Teknis yang melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1741:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar uji ketahanan api komponen struktur bangunan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai
panduan dalam melakukan pengujian ketahanan api komponen-komponen struktur
bangunan meliputi lantai, kolom, balok, atap, dan dinding bangunan.

Tujuan dari standar uji ini adalah untuk menentukan Tingkat Ketahanan Api (TKA)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
komponen-komponen struktur bangunan yang dinyatakan dalam aspek-aspek stabilitas,
integritas, dan insulasi terukur sebagai durasi dalam satuan waktu (menit).

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1741:2008

Cara uji ketahanan api komponen struktur bangunan


untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Standar ini menjelaskan cara uji untuk menentukan tingkat ketahanan api berbagai
komponen struktur bangunan. Dari data pengujian akan diperoleh penggolongan atas dasar

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
jangka waktu dimana kinerja unsur-unsur yang diuji di bawah kondisi-kondisi ini sesuai
dengan kriteria. Pada Standar ini tidak menjelaskan mengenai K3.

2 Acuan normatif

ISO 834-1:1999, Fire Resistance Tests – Elements of building construction


JIS A 1304-1994, Methods of fire resistance test for structural parts of buildings

3 Istilah dan definisi

3.1
benda uji
elemen atau bagian dari suatu konstruksi bangunan yang ditujukan untuk diuji tingkat
ketahanan apinya

3.2
bidang tekanan netral
elevasi dimana tekanan di dalam dan di luar tungku pembakaran adalah sama

3.3
deformasi
perubahan bentuk atau dimensi apapun dari suatu unsur konstruksi dalam kaitan dengan
pengaruh panas dan atau struktural yang meliputi defleksi, ekspansi atau kontraksi elemen

3.4
insulasi
kemampuan elemen pemisah konstruksi bangunan ketika diekspos api pada satu sisi, untuk
membatasi kenaikan temperatur pada sisi tak terekspos dibawah level tertentu

3.5
integritas
kemampuan elemen pemisah konstruksi bangunan, ketika diekspos ke api pada satu sisi,
untuk menjaga jangan sampai nyala api dan gas panas terjadi pada sisi tak terekspos

3.6
kekangan
pembatas ekspansi atau rotasi (yang dipengaruhi oleh tindakan mekanis dan atau panas) yang
diusahakan pada kondisi-kondisi bagian ujung, pinggir atau pendukung suatu benda uji

1 dari 22
SNI 1741:2008

3.7
komponen pemikul beban
suatu komponen yang dimaksudkan untuk memikul atau mendukung suatu beban eksternal
bangunan dan mempertahankan daya dukung tersebut dalam hal terjadi kebakaran

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.8
komponen pemisah atau partisi
komponen bangunan yang dimaksudkan untuk memisahkan antara dua area bersebelahan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.9
komponen stuktur bangunan
komponen struktur yang telah terdefinisi, seperti dinding, lantai, atap, balok atau kolom

3.10
konstruksi pengujian
susunan lengkap benda uji dan konstruksi pendukungnya

3.11
level lantai acuan
tingkat permukaan lantai yang dijadikan acuan relatif terhadap posisi komponen bangunan

3.12
sifat material aktual
sifat bahan yang ditentukan dari contoh yang mewakili untuk pengujian api sesuai dengan
persyaratan standar produk terkait

3.13
stabilitas
kemampuan benda dari suatu komponen pemikul beban untuk mendukung beban ujinya
seperti yang disyaratkan, tanpa melebihi kriteria yang ditetapkan berkenaan dengan tingkat
dan laju deformasi

3.14
struktur pendukung
struktur yang disyaratkan untuk pelaksanaan pengujian beberapa elemen bangunan, tempat
dimana benda uji yang dirakit, contohnya dinding dimana pintu yang akan diuji dipasang

3.15
termokopel jelajah (roving thermocouple)
termokopel dengan desain khusus dimana sambungan pengukuran (hot junction) disolder
atau dilas pada cakram tembaga, digunakan untuk mengukur temperatur di titik-titk yang
diduga terjadi pemanasan berlebih (hot spot) pada sisi permukaan benda uji yang tidak
terekspos api

3.16
uji kalibrasi
prosedur untuk menilai kondisi-kondisi pengujian secara eksperimen

2 dari 22
SNI 1741:2008

4 Peralatan uji

4.1 Umum

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Peralatan yang dipergunakan dalam pengujian ini terdiri dari:
a) tungku yang dirancang khusus untuk pengujian seperti yang disyaratkan;
b) peralatan pengendali temperatur tungku agar dapat diatur sesuai persyaratan yang
disebutkan pada Pasal 5.1;
c) peralatan untuk mengendalikan dan memonitor tekanan gas panas pada tungku yang
disebutkan pada Pasal 5.2;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
d) kerangka dimana benda uji dapat ditegakkan dan disambungkan dengan tungku
sehingga tercipta kondisi pemanasan, tekanan, dan daya dukung yang sesuai;
e) susunan untuk pembebanan dan pembatas benda uji seperti yang disyaratkan, termasuk
untuk mengendalikan dan memonitor beban;
f) pengukur temperatur dalam tungku dan sisi yang tidak terkena panas pada benda uji,
dan apabila diperlukan, pada struktur benda uji;
g) pengukur deformasi benda uji seperti disyaratkan;
h) alat untuk mengevaluasi integritas benda uji dan membandingkannya dengan kriteria
kinerja yang disyaratkan pada pasal 9 serta untuk mengukur lama pengujian.

4.2 Tungku

Tungku harus dirancang agar dapat digunakan dengan bahan bakar gas/cair dan harus
dapat:
a) memanaskan komponen struktur pada satu sisi baik secara vertikal maupun horizontal;
atau
b) memanaskan kolom pada seluruh sisinya; atau
c) memanaskan dinding pada satu sisi atau lebih; atau
d) memanaskan balok lantai pada tiga atau empat sisinya, sesuai kebutuhan.

CATATAN : Tungku dapat dirancang sehingga susunan lebih dari satu komponen struktur dapat diuji
secara simultan, dengan seluruh persyaratan uji untuk masing-masing komponen tetap dapat
dipenuhi.

Pelapis tungku (lining) harus terbuat dari bahan dengan densitas kurang dari 1000 kg/m3.
Bahan pelapis tersebut harus memiliki ketebalan minimum 50 mm dan paling sedikit terdiri
dari 70% permukaan dalam tungku yang terekspos. (Lihat Gambar B.2 Lampiran B)

4.3 Peralatan pembebanan

Peralatan pembebanan harus mampu memberikan pembebanan terhadap benda uji sesuai
yang disyaratkan. Pembebanan dapat diterapkan secara hidrolik, mekanik, ataupun
menggunakan pemberat.
Peralatan pembebanan harus dapat mensimulasikan kondisi pembebanan merata,
pembebanan titik, pembebanan konsentris, maupun pembebanan eksentris sesuai
kebutuhan pengujian. Peralatan pembebanan juga harus mampu untuk menjaga beban uji
pada nilai yang konstan (dalam rentang + 5% dari nilai yang disyaratkan) tanpa mengubah
distribusinya selama periode uji kapasitas pemikul beban. Peralatan harus mampu mengikuti
deformasi dan laju deformasi maksimum pada benda uji selama pengujian berlangsung.
Peralatan pembebanan tidak boleh mempengaruhi aliran panas ke benda maupun
menghalangi pemakaian bantalan insulasi termokopel. Peralatan pembebanan tidak boleh
mempengaruhi pengukuran temperatur permukaan dan atau deformasi serta tidak boleh
menghalangi pengamatan terhadap sisi benda yang tidak dipanasi. Luas total titik kontak
antara peralatan pembebanan dan benda uji tidak boleh lebih dari 10% luas total permukaan
horizontal benda uji.

3 dari 22
SNI 1741:2008

Apabila pembebanan masih harus tetap dijaga setelah pemanasan berakhir, harus
disediakan sarana penunjang yang diperlukan untuk itu.

4.4 Kerangka pendukung

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Kerangka khusus atau sarana lain harus digunakan untuk mendapatkan batas dan kondisi
daya dukung terhadap benda uji sesuai persyaratan.

4.5 Instrumentasi

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4.5.1 Temperatur

4.5.1.1 Termokopel tungku

Temperatur tungku diukur dengan termokopel CA diameter 0,65 mm grade 0,75 atau yang setara.
Termokopel yang digunakan untuk mengukur temperatur tungku harus dimasukkan dalam
tabung baja dengan ujung tertutup yang memiliki diameter dalam 1 cm.
Setiap kali pemakaian termokopel, harus dibuat daftar catatan yang menunjukkan lamanya
pemakaian. Termokopel harus diganti setelah penggunaan selama 50 jam.

4.5.1.2 Termokopel permukaan tak terekspos

Temperatur permukaan benda uji yang tidak terekspos api harus diukur dengan termokopel
CA diameter 0,3 mm. Sejumlah 5 (lima) termokopel atau lebih untuk benda uji ukuran A, dan
3 (tiga) atau lebih untuk benda uji ukuran B, dan C harus dipasang pada permukaan benda
uji yang tak terekspos (lihat Gambar B.1a Lampiran B).

4.5.1.3 Termokopel jelajah (roving thermocouple)

Termokopel dengan desain seperti pada gambar 1 atau alat pengukur temperatur yang
memiliki akurasi dan waktu respon yang sama atau lebih cepat, harus disediakan satu atau
lebih untuk mengukur temperatur permukaan tak terekspos selama pengujian berlangsung
pada posisi-posisi yang diduga memiliki temperatur lebih tinggi. Sambungan pengukuran
termokopel terdiri dari kawat termokopel berdiameter 0,65 mm yang disolder atau dilas pada
cakram tembaga berdiameter 12 mm dan tebal 0,5 mm.
Susunan termokopel harus dilengkapi dengan gagang sehingga dapat digunakan untuk
mengukur temperatur pada sebarang titik di permukaan benda yang tak terekspos.

Keterangan:
1) Tabung baja tahan api,
diameter 13 mm
2) Insulator keramik dua
lubang, diameter 8 mm
3) Kabel termokopel, diameter
1 mm
4) Lempeng tembaga,
diameter 12 mm tebal 0 5

Gambar 1 Termokopel jelajah

4 dari 22
SNI 1741:2008

4.5.1.4 Termokopel internal

Apabila diperlukan, informasi temperatur di dalam benda uji diukur dengan termokopel yang
memiliki karakteristik yang sesuai dengan rentang temperatur yang akan diukur dan jenis

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
bahan benda uji.

4.5.1.5 Termokopel temperatur ambien

Harus ada sebuah termokopel yang menunjukkan temperatur ambien ruang laboratorium di
sekitar benda uji, baik sebelum maupun selama pengujian berlangsung. Termokopel harus

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
berdiameter 0,3 mm, terinsulasi, terselubung baja tahan karat tipe K sesuai IEC 60584-1.
Sambungan pengukur harus dilindungi dari panas radiasi dan hembusan angin.

4.5.2 Tekanan

Tekanan didalam tungku diukur dengan manometer atau peralatan sejenis.

4.5.3 Beban uji

Apabila menggunakan pemberat (berupa pasir atau blok beton) sebagai beban, tidak
diperlukan peralatan pemonitor beban. Beban yang diberikan dengan sistem hidrolik harus
diukur dengan sel beban (load cell) atau peralatan lain yang sesuai dengan akurasi yang
sama atau dengan memonitor tekanan hidrolik pada titik tertentu. Peralatan pengukuran dan
perekaman harus mampu bekerja dalam batas-batas yang ditentukan dalam 4.6.

4.5.4 Deformasi

Pengukuran deformasi dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan berbasis mekanikal,


optik, maupun elektrikal. Peralatan yang digunakan untuk mengukur kinerja deformasi
(pengukuran defleksi, ekspansi, dan kontraksi) harus mampu melakukan pembacaan dalam
frekuensi minimal satu kali per menit. Harus diupayakan agar tidak terjadi pergeseran
pembacaan sensor defleksi akibat pengaruh panas.

4.5.5 Integritas

4.5.5.1 Bantalan kapas

Kecuali ditentukan lain dalam standar untuk elemen tertentu, bantalan kapas yang
digunakan pada pengukuran integritas harus baru, tidak dicelup pewarna, memiliki serat
kapas yang halus tanpa campuran serat lain, berdimensi 20 mm x 100 mm persegi, berat
antara 3 gram sampai 4 gram. Kapas harus dikondisikan sebelum digunakan dengan
pengeringan dalam oven pada temperatur 100 oC + 5 oC minimal selama 30 menit. Setelah
pengeringan, kapas disimpan di dalam desikator atau wadah lain yang kedap uap. Dalam
penggunaan, kapas harus ditempelkan pada kerangka kawat, seperti ditunjukan gambar 2,
yang dilengkapi dengan gagang.

4.5.5.2 Alat pengukur lebar celah (Gap gauge)

Harus disediakan dua jenis alat pengukur lebar celah, seperti ditunjukkan pada gambar 3,
untuk pengukuran integritas. Alat pengukur lebar celah harus terbuat dari baja tahan karat
berdiameter 6 mm + 0,1 mm dan 25 mm + 0,2 mm. Alat pengukur lebar celah harus
dilengkapi dengan gagang dengan panjang yang sesuai dan diinsulasi.

5 dari 22
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Gambar 2 Pegangan bantalan kapas

Gambar 3 Alat pengukur lebar celah

6 dari 22
2) gagang yang diinsulasi
1) Batang baja
Keterangan:
SNI 1741:2008
SNI 1741:2008

4.6 Akurasi peralatan pengukur

Untuk pelaksanaan uji api, peralatan pengukuran yang digunakan harus memenuhi tingkat
akurasi sebagai berikut:

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
a) pengukuran temperatur: Tungku + 15 oC
ambien dan sisi tak terekspos + 4 oC
Lainnya + 10 oC
b) pengukuran tekanan + 2 Pa
c) tingkat beban + 2,5% dari beban uji
d) pengukuran kontraksi atau + 0,5 mm

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
ekspansi aksial
e) pengukuran deformasi lainnya + 2 mm

5 Kondisi pengujian

5.1 Temperatur tungku pembakaran

5.1.1 Kurva pemanasan

Temperatur rata-rata tungku pembakaran, yang diperoleh dari termokopel yang ditetapkan
dalam 4.5.1.1, harus dimonitor dan dikontrol sehingga mengikuti hubungan temperatur –
waktu pada persamaan 1. (lihat gambar 4):

T= 345 loglO (8t+ 1) + 20 ...............................................................................................


(1)

dengan
T adalah temperatur tungku perapian rata-rata, dalam derajat Celsius;
t adalah waktu, dalam menit.
Temperatur (oC)

waktu (menit)
Gambar 4 Kurva waktu-temperatur standar

7 dari 22
SNI 1741:2008

5.1.2 Toleransi

Persentase deviasi de dalam daerah kurva temperatur rata-rata yang direkam oleh
termokopel tungku pembakaran versus waktu di daerah kurva standar waktu/temperatur

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dalam
a) de ≤ 15% untuk 5 < t ≤ 10
b) de = 15 – 0.5 (t – 10)% untuk 10 < t ≤ 30
c) de = 5 – 0.083 (t – 30) untuk 30 > t ≤ 60
d) de = 2.5% untuk t > 60

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
A − As
de = × 100
As
dengan
de adalah persen deviasi
A adalah luas daerah di bawah kurva waktu-temperatur aktual
As adalah luas daerah di bawah kurva waktu-temperatur standar
t adalah waktu, dalam menit

Semua area dihitung dengan metode yang sama, dengan menjumlahkan area di bawah
kurva dengan interval tidak melebihi 1 menit untuk a) dan 5 menit untuk b), c) dan d) dihitung
dari waktu nol.

Selama 10 menit pertama pengujian, perbedaan temperatur di mana pun dalam tungku
pembakaran terhadap temperatur standar tidak boleh lebih dari 100°C.

Untuk benda uji bahan mudah menyala dalam jumlah besar, maka deviasi berlebih boleh
terjadi selama tidak lebih dari 10 menit dengan ketentuan bahwa deviasi tersebut jelas
teridentifikasi sebagai hasil pembakaran bahan mudah menyala tersebut jumlah signifikan
sehingga meningkatkan temperatur rata-rata tungku.

5.2 Tekanan di dalam tungku

Suatu gradien tekanan linier akan terbentuk sepanjang tinggi tungku, dan walaupun gradien
akan sedikit bervariasi sebagai fungsi dari temperatur tungku, nilai rata-rata 8 Pa per meter
dapat diambil dalam penaksiran kondisi tekanan tungku.

Besarnya tekanan tungku pada suatu ketinggian dinyatakan dalam suatu nilai nominal rata-
rata, yang tak mengindahkan fluktuasi tekanan akibat turbulensi, dll., dan harus terbentuk
relatif terhadap tekanan di luar tungku pada ketinggian yang sama. Nilai rata-rata tekanan
pengendali tungku akan dimonitor sesuai 8.3.2 dan dikontrol selama 5 menit pertama dari
awal pengujian pada ± 5 Pa dan 10 menit pada +3 Pa.

5.3 Pembebanan

Laboratorium penguji harus menjelaskan dasar penentuan beban uji. Beban uji ditentukan
atas dasar sebagai berikut:
a) sifat material aktual benda uji dan suatu metode desain dirinci dalam suatu peraturan
struktur;
b) karakteristik sifat material benda uji dan suatu metode desain dalam suatu kode
struktural yang dikenali; dimana mungkin, hubungan antara kapasitas pemikul beban
ditentukan atas dasar karakteristik dan sifat material aktual yang diberikan;
c) suatu beban layan dalam suatu kode pada penggunaan konstruksi atau diindikasikan
oleh pengguna jasa uji pada penggunaan tertentu. Hubungan antara kapasitas layan
pemikul beban dan beban ditentukan atas dasar distribusi sifat material yang diharapkan

8 dari 22
SNI 1741:2008

untuk pengujian benda dan karakteristik sifat material yang diberikan pada pengujian
benda atau ditentukan secara eksperimen.

5.4 Kondisi ambien

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tungku harus ditempatkan pada suatu laboratorium yang berukuran cukup untuk mencegah
temperatur udara di sekitar tungku meningkat lebih dari 10°C di atas temperatur ambien.
Tidak diperkenankan ada hembusan angin dalam labortorium. Temperatur udara lingkungan
adalah 20°C ± 10°C pada permulaan pengujian dan dimonitor pada jarak 1,0 m ± 0,5 m dari
muka yang tak terekspos dimana sensor tidak dipengaruhi oleh radiasi termal benda uji dan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
atau tungku.

5.5 Deviasi kondisi pengujian yang ditetapkan

Apabila temperatur dan tekanan tungku atau temperatur ambien sesaat yang terukur selama
pengujian lebih tinggi daripada yang disyaratkan pada 5.1 sampai 5.4, maka kondisi ini tidak
secara otomatis menyebabkan pengujian gagal (lihat ketentuan 10 mengenai validitas
pengujian).

5.6 Kalibrasi

Jika standar kalibrasi dilaksanakan, pengendalian tungku pembakaran berkenaan dengan


parameter seperti: Temperatur tungku, Tekanan dalam tungku dan Kadar oksigen harus
sesuai persyaratan dalam standar

6 Persiapan benda uji

6.1 Konstruksi

Bahan, metode, dan pelaksanaan konstruksi benda uji harus merupakan representasi dari
kondisi di lapangan. Adalah penting untuk menyelesaikan konstruksi dengan menggunakan
standar pengerjaan normal bangunan termasuk bila ada proses penyelesaian permukaan
yang sesuai. Tidak diijinkan ada variasi atau perbedaan dalam konstruksi benda uji
(misalnya sistem joint yang berbeda). Setiap modifikasi yang dibuat untuk mempermudah
pelaksaan pengujian tidak boleh mempengaruhi perilaku benda uji dan harus dijelaskan
dalam laporan pengujian.

6.2 Ukuran benda uji

Benda uji biasanya berukuran normal penuh. Ketika benda tidak bisa diuji dalam ukuran
penuh, ukuran benda akan disesuaikan dengan standar pengujian elemen individu (Lihat
Lampiran C).

6.3 Jumlah benda uji

Jumlah benda uji minimal satu buah. Untuk elemen pemisah asimetris yang disyaratkan untuk
menahan api dari sisi manapun, diperlukan 2 (dua) benda uji yang diperlakukan untuk ekspos
api dari masing-masing sisi. Elemen pemisah asimetris yang disyaratkan untuk menahan api
dari satu sisi saja harus dilakukan ekspos api hanya dari sisi itu juga.

9 dari 22
SNI 1741:2008

6.4 Pengkondisian

Pada saat pengujian, kekuatan dan kandungan uap air benda uji harus mendekati kondisi-
kondisi yang diharapkan dalam keadaan normal. Jika benda uji berisi atau bersifat menyerap

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
uap air, maka benda tersebut tidak boleh diuji hingga mencapai suatu kondisi kering-udara.
Salah satu metode untuk mencapai kondisi kering-udara adalah dengan menyimpan benda
di dalam suatu ruang tertutup (temperatur minimum 15°C, kelembaban relatif maksimum
75%) selama waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan kandungan uap air.
Keseimbangan ini tercapai apabila dua kali penimbangan berurutan yang dilaksanakan
dengan interval 24 jam tidak menghasilkan perbedaan lebih dari 0.1% dari massa benda.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Pengkondisian yang dipercepat dapat diizinkan dengan metode yang tidak mengubah sifat
material komponen atau distribusi kandungan air pada benda uji sehingga mempengaruhi
perilaku api benda uji. Pengkondisian pada temperatur tinggi harus berada di bawah
temperatur kritis untuk material tersebut.

Jika setelah pengkondisian tidak tercapai kondisi kandungan air yang ditetapkan, namun
kekuatan desain komponen telah tercapai, maka pengujian api pada benda uji dapat
dilakukan.
Contoh yang merepresentasikan benda uji dapat digunakan untuk penentuan kandungan air
dan dikondisikan bersama-sama benda uji. Ini harus dibuat seperti merepresentasikan
hilangnya uap air dari benda uji yang mempunyai ketebalan dan permukaan ekspos yang
serupa. Benda uji harus dikondisikan hingga kandungan airnya tidak berubah-ubah.
Standar untuk unsur-unsur spesifik dapat berisi tambahan atau aturan alternatif untuk
memperoleh keseimbangan kelembaban.

6.5 Verifikasi benda uji

Sebelum pengujian, pengguna jasa uji menyediakan uraian semua detil konstruksi, gambar
dan penjadwalan komponen utama dan pemasok/supplier mereka, dan suatu perakitan
prosedur pengujian laboratorium. Ini dilaksanakan pada pengujian untuk membantu
laboratorium dalam memverifikasi penyesuaian benda uji dengan informasi yang disajikan.
Dalam memastikan deskripsi unsur, dan konstruksi khususnya, adalah sesuai dengan unsur
pengujian, laboratorium akan memverifikasi fabrikasi unsur atau meminta satu atau lebih
benda uji tambahan.

Jika verifikasi penyesuaian aspek konstruksi benda sebelum pengujian belum lengkap
dilakukan dan bukti cukup juga tidak tersedia setelah pengujian, maka informasi yang
disajikan kepada pengguna jasa uji tersebut harus dinyatakan jelas dalam laporan pengujian.
Laboratorium menghargai perancangan benda uji dan mampu memastikan dengan teliti hasil
rekaman detil konstruksi laporan pengujian. Prosedur tambahan verifikasi benda uji dapat
dilihat dalam metode pengujian untuk produk spesifik.

7 Aplikasi instrumentasi

7.1 Temperatur

7.1.1 Termokopel tungku

Termokopel CA digunakan untuk mengukur temperatur tungku yang tersebar supaya


memberikan indikasi temperatur rata-rata terpercaya disekitar benda uji. Jumlah dan letak
termokopel ditetapkan dalam metode pengujian yang spesifik.
Termokopel diletakkan sedemikian sehingga tidak berhubungan dengan nyala pembakar
tungku dan sekurangnya berjarak 450 mm dari dinding, lantai atau atap tungku.

10 dari 22
SNI 1741:2008

Titik sambungan (hot junction) termokopel diletakkan sejarak (100± 50) mm dari permukaan
konstruksi pengujian dan sejajar dengan permukaan benda uji tidak kurang dari 100 mm,
dan jarak ini harus selalu terjaga disepanjang pengujian.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Titik sambungan termokopel untk mengukur temperatur pemanasan tungku harus dipasang
seperti diperlihatkan pada Gambar B.1a Lampiran B, dan jumlah termokopel tidak kurang
dari angka yang diberikan pada Tabel 2.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Tabel 2 Jumlah termokopel

Bagian
struktur
Ukuran Kolom Balok Dnding, lantai, atap
Benda uji
A 12 (8) 9 (7) 9 (5)
B, C 8 (6) 6 (5) 5 (3)
Keterangan:
Angka dalam kurung menunjukkan jumlah minimum

Sebelum pengujian, termokopel diperiksa dan dicek. Jika ada bukti kerusakan, maka
termokopel tidak akan digunakan dan kemudian diganti.

7.1.2 Termokopel permukaan tak terekspos

Termokopel permukaan dari jenis yang diuraikan pada 4.5.1.2 harus dipasang pada
permukaan yang tak terekspos, untuk mengukur kenaikan temperatur rata-rata dan
temperatur maksimum.
Termokopel tambahan harus dipasang untuk mengukur temperatur maksimum pada lokasi
yang diduga terjadi kondisi temperatur tinggi. Termokopel tidak boleh ditempatkan diatas
sekrup, paku, atau staples yang dapat memberikan pembacaan temperatur yang lebih tinggi.
Titik ukur termokopel harus dilindungi dengan papan kering berukuran 10 cm x 10 cm x 1,5
cm.

7.1.3 Termokopel jelajah

Termokopel jelajah seperti pada 4.5.1.3 digunakan pada setiap titik panas (hot spot) yang
dicurigai terbentuk sepanjang pengujian. Pengukuran termokopel jelajah dihentikan apabila
selama 20 detik temperatur yang terekam tidak mencapai 150oC. Pengukuran dengan
termokopel jelajah harus menghindari titik-titik dimana terdapat penguat seperti sekrup, paku
atau staples yang dapat memiliki temperaturnya lebih tinggi atau lebih rendah, seperti yang
telah dijelaskan pada 7.1.2.

7.1.4 Termokopel internal

Apabila digunakan, termokopel internal seperti pada 4.5.1.4 harus dipasang sedemikian
hingga tidak mempengaruhi kinerja benda uji. Titik sambungan dapat dilekatkan pada posisi
yang mantap pada suatu benda termasuk pada profil baja. Sejauh mungkin, kawat
termokopel harus dihindarkan dari temperatur yang lebih panas dibanding titik sambung
tersebut. (Lihat Gambar B.1b Lampiran B)
CATATAN Sedapat mungkin, 50 mm dari ujung kawat yang bersebelahan dengan termokopel
merupakan suatu bidang isotermal

11 dari 22
SNI 1741:2008

7.2 Tekanan 3

Sensor tekanan (lihat 4.5.2) harus ditempatkan di lokasi yang aman dari pengaruh panas
langsung dari nyala api atau dari aliran udara panas yang keluar. Sensor harus dipasang

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
supaya tekanan dapat diukur dan dimonitor sesuai dengan kondisi-kondisi yang ditetapkan
pada 5.2.

7.2.1 Tungku untuk elemen vertikal

Satu sensor tekanan harus disiapkan untuk mengendalikan tekanan tungku, dan harus

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
ditempatkan sekitar 500 mm dari bidang tekanan yang netral. Sensor kedua digunakan untuk
mendapatkan informasi pada gradien tekanan vertikal dalam tungku. Sensor ini ditempatkan
sekitar 500 mm di atas benda uji.

7.2.2 Tungku untuk elemen horisontal

Dua sensor tekanan harus disiapkan pada bidang horizontal yang sama tetapi dalam posisi
yang relatif berbeda pada wilayah benda uji. Sensor pertama digunakan sebagai kendali dan
yang kedua bertindak sebagai pengontrol sensor pertama.

7.3 Deformasi

Instrumentasi untuk pengukuran deformasi benda uji harus ditempatkan untuk mendapatkan
data mengenai jumlah dan tingkatan deformasi yang terjadi selama pengujian.

7.4 Integritas

Pengukur integritas benda uji harus dibuat dari bantalan kapas atau alat pengukur lebar
celah, yang disesuaikan dengan keadaan dan lokasi retak atau celah (bantalan kapas
mungkin tidak cocok untuk menilai integritas pada tempat dimana retak atau celah terjadi di
daerah tekanan negatif dalam tungku, atau saat susunan yang dijelaskan dalam gambar 2
tidak mungkin dikerjakan).

7.4.1 Bantalan kapas

Bantalan kapas digunakan dengan cara menempatkan bingkai mendekati permukaan


permukaan benda uji, di dekat celah atau nyala yang diamati selama 30 detik atau sampai
terjadi penyalaan pada bantalan kapas. Penyesuaian posisi dapat dibuat supaya efek
maksimum dari gas panas tercapai.
Jika permukaan benda uji di area bukaan tidak teratur, maka kaki bingkai pendukung
dipastikan supaya dapat menjaga jarak pisah antara bantalan dan bagian manapun dari
permukaan benda uji selama pengukuran.

Operator boleh menggunakan uji selektif (screening test) untuk mengevaluasi integritas
benda uji. Uji selektif seperti itu meliputi aplikasi selektif jangka waktu pendek bantalan
kapas pada area potensial terjadi kegagalan potensial dan/atau pergerakan bantalan tunggal
di atas dan di sekitar area tersebut. Bantalan yang hangus dapat memberikan indikasi
tentang kegagalan yang segera terjadi, tetapi bantalan tak terpakai harus digunakan untuk
keperluan ini agar dilakukan konfirmasi atas kegagalan integritas yang terjadi.
Untuk elemen-elemen atau bagian-bagian dari elemen yang tidak memenuhi kriteria insulasi,
bantalan kapas tidak boleh digunakan ketika temperatur pada permukaan tak terekspos, di
sekitar bukaan, telah melewati 300°C.

12 dari 22
SNI 1741:2008

7.4.2 Alat pengukur lebar celah

Ditempat alat pengukur lebar celah digunakan, ukuran bukaan di permukaan benda uji harus
dievaluasi pada interval-interval, yang akan ditentukan oleh tingkatan nyata perubahan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
benda uji. Dua alat pengukur lebar celah harus digunakan, untuk menentukan:
a) apakah alat pengukur lebar celah 6 mm dapat menembus benda uji dan dapat bergerak
150 mm sepanjang gap; atau
b) apakah alat pengukur lebar celah 25 mm dapat menembus benda uji

Gangguan kecil apapun pada lintasan alat pengukur lebar celah yang mempunyai sedikit

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
atau tanpa efek pada saat transmisi gas panas bukaan tidak diperhitungkan (misalnya
pengikat kecil pada sambungan konstruksi yang telah terbuka akibat distorsi).

8 Prosedur pengujian

8.1 Aplikasi pembebanan

Untuk elemen pemikul beban, uji beban akan diterapkan sedikitnya 15 menit sebelum
pengujian dimulai dan pada tingkatan yang efek dinamisnya tidak terjadi. Hasil deformasi
relevan akan diukur. Jika benda uji meliputi material, yang deformasinya jelas terjadi pada
pengujian tingkatan beban, maka beban yang diterapkan akan tetap digunakan pada
pengujian api hingga deformasi tersebut stabil. Seiring dengan aplikasi dan sepanjang
pengujian, beban akan dijaga konstan dan ketika deformasi benda uji mengganti sistem
pembebanan, maka respons yang cepat dilakukan untuk menjaga agar nilainya tetap.

Jika benda uji belum roboh dan pemanasan diakhiri, beban dapat dilepaskan dengan
seketika kecuali jika diperlukan untuk memonitor kemampuan berkelanjutan benda uji yang
mendukung pembebanan. Dalam pembuatan laporan akan jelas diuraikan pendinginan
benda uji dan apakah ini akan dicapai oleh alat tiruan dengan cara memindahkannya dari
tungku atau dengan membuka tungku.

8.2 Awal pengujian

Tidak lebih dari 5 menit sebelum permulaan pengujian, temperatur awal yang direkam oleh
semua termokopel akan dicek untuk memastikan konsistensi dan data angka yang dicatat.
Pencatatan nilai data yang serupa akan diperoleh untuk deformasi dan kondisi awal benda uji.
Pada saat pengujian, temperatur internal awal rata-rata, jika digunakan, dan temperatur
permukaan tak terekspos pada benda uji adalah 20°C + 10 ° C dan berada dalam 5°C
temperatur ambien (lihat 5.5).

Pada awal pengujian, temperatur tungku harus kurang dari 50oC. Awal pengujian dianggap
sebagai permulaan ketika temperatur tungku harus mengikuti kurva standar pemanasan
tungku. Penghitungan waktu pengujian dimulai dari titik ini dan seluruh manual dan sistem
untuk pengukuran dan pengamatan juga harus dioperasikan pada titik ini. Temperatur
tungku harus dikendalikan agar sesuai dengan persyaratan pada pasal 5.1.

8.3 Pengukuran dan pengamatan

Dari awal pengujian, harus dilakukan pengamatan dan pengukuran yang relevan.

13 dari 22
SNI 1741:2008

8.3.1 Temperatur

Temperatur termokopel (kecuali termokopel jelajah) harus diukur dan direkam pada tiap
interval tidak melebihi 1 menit selama 10 (sepuluh) menit pertama dan selanjutnya tiap 5

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(lima) menit selama perioda pengujian.
Termokopel jelajah harus digunakan sesuai persyaratan 7.1.3.

8.3.2 Tekanan tungku

Tekanan tungku harus diukur dan direkam terus-menerus atau dalam interval tidak melebihi

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5 menit.

8.3.3 Deformasi

Deformasi yang relevan pada benda uji harus diukur dan direkam sepanjang pengujian.
Dalam hal uji pembebanan (loadbearing) benda uji, pengukuran harus dilakukan sebelumnya
dan selama pengujian pembebanan pada interval 1 menit sepanjang perioda pemanasan.
Tingkat deformasi akan dihitung atas dasar pengukuran ini.
a) Untuk uji pembebanan horisontal, pengukuran harus dilakukan di lokasi dimana defleksi
maksimum mungkin terjadi (untuk elemen-elemen pendukung ini pada umumnya berada
di jarak pertengahan).
b) Untuk uji pembebanan vertikal, ekspansi (yang ditunjukkan dengan bertambahnya tinggi
benda uji) harus dinyatakan dalam angka positif, dan kontraksi (merupakan penurunan
tinggi benda uji) akan dinyatakan dalam angka negatif.

8.3.4 Integritas

Integritas benda uji harus dievaluasi melalui pengujian dan hal-hal berikut ini harus direkam.
a) Bantalan kapas
Catat waktu dan lokasi terjadinya nyala pada bantalan kapas (sesuai 7.4.1) (bila bantalan
tanpa nyala, abaikan saja).

b) Alat pengukur lebar celah


Catat waktu dan lokasi terjadinya keadaan yang ditetapkan pada 7.4.2.

c) Nyala
Catat waktu dan lamanya terjadi penyalaan pada permukaan tak terekspos.

8.3.5 Beban dan kekangan

Untuk komponen pemikul beban, harus dicatat waktu ketika benda uji tidak mampu
mendukung beban uji. Variasi gaya terukur dan/atau momen yang diperlukan untuk menjaga
kekangan harus direkam.

8.3.6 Perilaku umum

Pengamatan dilakukan dengan mengamati perilaku umum benda uji sepanjang pengujian
dan mencatat gejala yang terkait seperti deformasi, terjadinya retakan, peristiwa pelelehan
atau pelembekan material, peristiwa letupan permukaan beton akibat desakan uap air dalam
beton (spalling) atau proses peng-arang-an (charring) bahan dari kayu, dll., dari bahan
konstruksi benda uji yang dibuat. Jika terdapat asap di permukaan tak terekpos, maka
kejadian ini dicatat dalam laporan.

14 dari 22
SNI 1741:2008

8.4 Penghentian pengujian

Pengujian dapat diakhiri karena satu atau lebih pertimbangan berikut:


a) Keselamatan personil atau segera terjadi kerusakan pada peralatan;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) Pencapaian kriteria tertentu;
c) Permintaan pengguna jasa uji.
Pengujian dapat dilanjutkan setelah kegagalan (b) untuk memperoleh data tambahan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
9 Kriteria kinerja

9.1 Umum

Ketentuan ini menguraikan kriteria kinerja yang harus dipertimbangkan dalam menilai tingkat
ketahanan api berbagai bentuk konstruksi bangunan yang sedang diuji. Ketentuan khusus
dapat dijadikan sebagai tambahan kriteria kinerja umum atau dapat disesuaikan dengan
fungsi dari elemen konstruksi bangunan tersebut.
Tingkat Ketahanan Api adalah perioda di mana benda uji telah menunjukkan pemenuhan
kriteria kinerja, yang dirancang untuk mengukur stabilitas suatu konstruksi pemikul beban
dan efektivitas sebagai pembatas suatu konstruksi pemisah/partisi. Jika benda uji
merepresentasikan konstruksi bangunan pada kedua fungsi ini, maka kinerjanya diputuskan
berdasarkan kedua aspek tersebut.

9.2 Kriteria kinerja spesifik

Ketahanan api benda uji harus ditentukan terhadap satu atau lebih kriteria kinerja yang
sesuai.
Untuk elemen konstruksi bangunan tertentu, kriteria khusus diperlukan pada standard
tertentu tersebut.

9.2.1 Stabilitas

Adalah lamanya waktu benda uji dapat terus menjaga kemampuan daya dukung beban
sepanjang pengujian. Daya dukung terhadap beban uji ditentukan oleh tingkat dan laju
defleksi. Karena defleksi yang cepat dapat terjadi hingga kondisi-kondisi stabil tercapai,
maka kriteria laju defleksi tidak diterapkan sampai defleksi pada L/30 terlewati.

Untuk kepentingan bagian dari SNI xxxx:xxxx, maka kegagalan stabilitas dinyatakan bila
kedua kriteria berikut terlewati:
a) Untuk elemen-elemen lentur
Batasan defleksi,
L2
D= mm
400d

dan

Batas laju defleksi,


dD L2
= mm / menit
dt 9000d

dengan
L adalah bentang bersih benda uji, dalam milimeter
d adalah jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik terluar (lihat Gambar B.3

15 dari 22
SNI 1741:2008

Lampiran B), dalam milimeter

b) Untuk elemen-elemen beban aksial

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Batasan kontraksi aksial,
h
C= mm dan
100

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Batas laju kontraksi aksial,
dC 3h
= mm / menit
dt 1000

dengan h adalah ketinggian awal, dalam milimeter

9.2.2 Integritas

Adalah lamanya benda uji dapat terus menjaga fungsi pemisahan selama pengujian tanpa
terjadinya hal-hal berikut

a) penyalaan bantalan kapas yang diterapkan sesuai 7.4.1; atau


b) penetrasi gap gauges seperti ditetapkan pada 7.4.2; atau
c) penyalaan pada permukaan yang tak terekspos lebih dari 10 detik.

9.2.3 Insulasi

Insulasi adalah lamanya benda uji dapat terus menjaga fungsi pemisahan selama pengujian
tanpa meningkatkan temperatur pada permukaan tak terekspos:
a) meningkatkan temperatur rata-rata di atas temperatur awal rata-rata lebih dari 140oC;
atau
b) meningkatkan temperatur diatas temperatur awal pada lokasi manapun (termasuk
termokopel jelajah) lebih dari 180oC (temperatur awal merupakan temperatur rata-rata
permukaan tak terekspos pada awal pengujian).
c) temperatur maksimum pada lokasi manapun tidak boleh lebih dari 220oC, tanpa
mempertimbangkan temperatur awal

10 Validitas pengujian

Pengujian dianggap valid bila telah diselenggarakan dalam semua batas yang disyaratkan
berkaitan dengan peralatan uji, kondisi pengujian, persiapan benda uji, aplikasi instrumen
dan prosedur uji, sesuai dengan SNI 03-xxxx-xxxx.
Pengujian dapat dipertimbangkan untuk diterima jika kondisi ekspos api berkaitan dengan
temperatur tungku pembakaran, tekanan dan temperatur lingkungan adalah lebih dari batas
atas toleransi yang ditetapkan pada pasal 5.

11 Hasil uji

11.1 Tingkat Ketahanan api

Tingkat Ketahanan Api harus dinyatakan sebagai lamanya waktu benda uji memenuhi
kriteria kinerja yang relevan, dalam satuan menit.

16 dari 22
SNI 1741:2008

11.2 Kriteria kinerja

11.2.1 Insulasi dan integritas versus stabilitas

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Kriteria kinerja “insulasi” dan “integritas” secara otomatis diasumsikan tidak terpenuhi ketika
kriteria "stabilitas" tidak terpenuhi.

11.2.2 Insulasi versus integritas

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Kriteria kinerja "insulasi" secara otomatis diasumsikan tidak terpenuhi ketika kriteria
"integritas" tidak terpenuhi.

11.3 Penghentian sebelum kegagalan

Apabila suatu pengujian diakhiri sebelum kegagalan kriteria kinerja yang relevan terjadi,
maka alasan penghentian tersebut harus disebutkan. Hasil pengujian diberikan sesuai
dengan waktu penghentian pengujian dan direkam dengan baik.

11.4 Contoh hasil uji

Berikut adalah contoh pernyataan hasil pengujian konstruksi pemikul beban, dimana kriteria
integritas dan insulasi telah terlewati dan pengujian dihentikan atas permintaan pengguna
jasa uji sebelum benda uji roboh.

”Stabilitas ≥ 128 menit (pengujian tidak dilanjutkan atas permintaan pengguna jasa uji);
Integritas 120 menit;
Insulasi 110 menit”.

CATATAN Jika bantalan kapas tidak digunakan disebabkan karena temperatur tinggi pada
permukaan benda uji, maka waktu saat terjadinya itu harus dinyatakan.

12 Laporan pengujian

Laporan ini memberi detil konstruksi, kondisi-kondisi pengujian dan hasil yang diperoleh
ketika suatu unsur spesifik konstruksi telah diuji mengikuti prosedur yang ditetapkan pada
SNI xxxx:xxxx. Penyimpangan signifikan apapun yang berkenaan dengan ukuran, detil
konstruksional, pembebanan, tekanan, kondisi-kondisi batas yang dapat membuat hasil
pengujian tidak berlaku.

Laporan pengujian meliputi informasi- informasi sebagai berikut:


a) nama dan alamat laboratorium pengujian, nomor referensi dan tanggal pengujian;
b) nama-nama dan alamat-alamat pengguna jasa uji, produk dan manufaktur benda uji dan
bagian-bagian komponennya, namun jika tidak diketahui, harus dinyatakan dalam
laporan;
c) prosedur perakitan dan detil konstruksi benda uji, dengan gambar-gambar termasuk
dimensi komponen dan, jika memungkinkan terdapat foto-foto;
d) sifat material relevan yang digunakan yang mempengaruhi kinerja ketahanan api,
metode determinasinya, termasuk, sebagai contoh, informasi mengenai kelembaban dan
pengkondisian yang sesuai.
e) untuk elemen-elemen pemikul beban, pembebanan yang diterapkan pada benda uji dan
dasar perhitungannya;
f) konstruksi pendukung dan kondisi-kondisi jepit serta dasar pemikiran pemilihannya;

17 dari 22
SNI 1741:2008

g) informasi mengenai penempatan seluruh termokopel, alat pengukur deformasi dan


tekanan, dengan data grafis dan/atau bentuk tabel yang diperoleh alat selama pengujian;
h) suatu uraian perilaku penting benda uji selama perioda pengujian, bersamaan dengan
determinasi, atas dasar kriteria pada pasal 9, dari akhir pengujian;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
i) tingkat ketahanan api dari benda uji dinyatakan seperti pada pasal 11;
j) untuk elemen-elemen partisi yang asimetris, dijelaskan arah/sisi benda uji yang diuji dan
validitas hasil uji apabila struktur terekspos api di sisi berlawanan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum

18 dari 22
SNI 1741:2008

Lampiran A
(Informatif)

Daftar simbol

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
0
A Daerah menurut waktu rata-rata tungku aktual/ kurva temperatur C menit
0
As Daerah menurut waktu standar/ kurva temperatur C menit

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
C Kontraksi aksial yang diukur saat pemanasan dimulai mm
Ct Kontraksi aksial pada waktu t sepanjang pengujian mm
dC C (t2 ) − C (t1 ) mm/menit
Nilai kontraksi aksial , didefinisikan sebagai
dt (t2 − t1 )
D jarak dari fiber ekstrim pada desain zona kompresi ke fiber ekstrim mm
pada desain zona regangan pada bagian struktural suatu benda
pengujian lentur
D defleksi terukur sejak permulaan pemanasan mm
D(t) defleksi pada waktu t selama pengujian mm
dD laju defleksi, didefinisikan sebagai: mm/menit
dt D(t2 ) − D(t1 )
(t2 − t1 )
h tinggi mula-mula mm
L panjang bentang bersih benda mm
de persen deviasi (lihat 5.1.2) %
t waktu, diukur sejak awal pembakaran mm
o
T temperatur dalam tungku C

19 dari 22
SNI 1741:2008

Lampiran B
(Informatif)

Penempatan termokopel pada benda uji

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
B.1 Penempatan termokopel pada benda uji

Dinding dan lantai

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(a)

Kolom Balok

Keterangan:
● Titik pengukuran temperatur pemanasan
○ Titik pengukuran temperatur tulangan baja
× Titik pengukuran temperatur sisi belakang benda uji
(b)
Gambar B.1 Penempatan termokopel pada benda uji

20 dari 22
SNI 1741:2008

B.2 Susunan dinding tungku

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gambar B.2 Susunan dinding tungku uji ketahanan api

B.3 Ilustrasi jarak d pada beton uji ketahanan api

Untuk elemen-elemen lentur, selama uji ketahanan api berlaku ketentuan sebagai berikut:
Batasan defleksi,
L2
D= mm
400d

dan

Batas laju defleksi,


dD L2
= mm / menit
dt 9000d

dengan

L adalah bentang bersih benda uji, dalam milimeter


d adalah jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik terluar, dalam milimeter

Gambar B.3 Ilustrasi jarak d pada beton

21 dari 22
SNI 1741:2008

Lampiran C
(Informatif)

Dimensi benda uji

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Jenis benda uji Dimensi benda uji

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Dinding Ukuran A
• tinggi 2480 mm x lebar 2480 mm
• tinggi 1060 mm x lebar 1050 mm

Lantai Ukuran A
• panjang 3500 mm x lebar 3000 mm
• panjang 1070 mm x lebar 1050 mm

Kolom Ukuran A
• tinggi (minimum) 2400 mm x lebar (minimum) 400 mm

Ukuran B
• tinggi 1500 mm x lebar (minimum) 400 mm

Balok Ukuran A
• panjang (minimum) 2400 mm x lebar (minimum) 400 mm

Ukuran B
• panjang 1500 mm x lebar (minimum) 400 mm

22 dari 22
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1742:2008

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1742:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .....................................................................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................................................................ iii
1 Ruang lingkup.................................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif................................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi .............................................................................................................. 1
4 Ketentuan .......................................................................................................................... 2
4.1 Peralatan ........................................................................................................................ 2
4.2 Cara pengujian ............................................................................................................... 4
4.3 Contoh uji........................................................................................................................ 5
5 Cara pengerjaan ................................................................................................................ 6
5.1 Cara A............................................................................................................................. 6
5.1.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air ................................................................................................................ 6
5.1.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air ................................................................................................................ 7
5.2 Cara B............................................................................................................................. 7
5.3 Cara C ............................................................................................................................ 7
5.3.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air ................................................................................................................ 7
5.3.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air ............................................................................................................... 8
5.4 Cara D ............................................................................................................................ 8
6 Perhitungan dan pelaporan ............................................................................................... 8
6.1 Perhitungan .................................................................................................................... 8
6.2 Penggambaran grafik...................................................................................................... 9
6.3 Pelaporan ....................................................................................................................... 9
Lampiran A (normatif) Gambar .............................................................................................. 10
Lampiran B (normatif) Contoh formulir .................................................................................. 13
Lampiran C (informatif) Contoh isian formulir ........................................................................ 14

Gambar A.1 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 101,60 mm) ............................... 10
Gambar A.2 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 152,40 mm) ............................... 11
Gambar A.3 Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4 inci)
untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan ................................................... 12
Gambar A.4 Palu penumbuk .............................................................................................. 12

Tabel 1 Cara uji kepadatan ringan untuk tanah...................................................................... 4

i
SNI 1742:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang “Cara uji kepadatan ringan untuk tanah” adalah
revisi dari SNI 03-1742-1989, Metode pengujian kepadatan ringan untuk tanah, antara lain
ketentuan penggunaan cara pemadatan (cara A, cara B, cara C atau cara D) dan cara
pemadatan berdasarkan mudah atau tidaknya tanah menyerap air serta mudah atau
tidaknya butiran tanah pecah apabila dipadatkan berulang kali.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Subpanitia Teknik Rekayasa Jalan dan Jembatan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum Konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 26 April 2006 di
Bandung, yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1742:2008

Pendahuluan

Pemadatan tanah di laboratorium dimaksudkan untuk menentukan kadar air optimum dan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
kepadatan kering maksimum. Kadar air dan kepadatan maksimum ini dapat digunakan untuk
menentukan syarat yang harus dicapai pada pekerjaan pemadatan tanah di lapangan.
Peralatan yang digunakan adalah cetakan, alat penumbuk, alat pengeluar benda uji,
timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat pencampur, dan cawan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Cara uji untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum yang
digunakan adalah uji kepadatan ringan (standard). Cara tersebut dibagi menjadi 4 cara, yaitu
cara A, cara B, cara C dan cara D (lihat Tabel 1).
Cara tersebut dibagi berdasarkan sifat tanah dan harus dinyatakan dalam spesifikasi bahan
tanah yang akan diuji, jika tidak gunakan ketentuan A.
- Cara A dan cara B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No.4
sebesar 40% atau kurang.
- Cara C dan cara D digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan 19,00 mm
sebesar 30% atau kurang.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1742:2008

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Cara uji ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah
yang dipadatkan di dalam sebuah cetakan berukuran tertentu dengan penumbuk 2,5 kg yang
dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 305 mm. Cara uji ini mencakup ketentuan-ketentuan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
mengenai peralatan, cara pengujian dan contoh uji, cara pengerjaan, perhitungan, dan
pelaporan.

2 Acuan normatif

AASHTO T 99 – 01, Moisture-Density Relations of Soils Using a 2.5 kg (5.5 lb) Rammer and
a 305 mm (12 in) Drop.
ASTM D 2168, Calibration of laboratory mechanical-rammer soil compactors
BS 1377: Part 4: 1990, Compaction-related test
SNI 03-1964-1990, Metode pengujian berat jenis tanah
SNI 03-1965-1990, Metode pengujian kadar air tanah
SNI 03-1966-1990, Metode pengujian batas plastis tanah
SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat casagrande
SNI 03-1968-1990, Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar
SNI 03-1976-1990, Metode koreksi untuk pengujian pemadatan tanah yang mengandung
butir kasar
SNI 03-4804-1998, Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam agregat
SNI 03-6414-2002, Spesifikasi timbangan yang digunakan pada pengujian bahan
SNI 07-6866-2002, Spesifikasi saringan anyaman kawat untuk keperluan pengujian

3 Istilah dan definisi

3.1
benda uji
contoh uji yang telah dipadatkan dan diratakan sesuai ukuran cetakan

3.2
berat jenis butir
perbandingan antara massa isi butir tanah dan massa isi air

3.3
contoh uji
contoh tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan lolos saringan 19,0 mm (3/4”) yang telah
dicampur dengan air

1 dari 14
SNI 1742:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.4
kadar air
perbandingan antara massa air dan massa kering tanah

3.5

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
kadar air optimum
kadar air yang paling cocok untuk cara pemadatan tertentu yang menghasilkan kepadatan
paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan

3.6
kepadatan basah
perbandingan antara massa benda uji basah dan volume

3.7
kepadatan kering
perbandingan antara massa benda uji kering dan volume

3.8
kepadatan kering jenuh
perbandingan antara massa kering tanah dan volume total pada kondisi jenuh air (rongga
berisi udara nol)

3.9
kepadatan maksimum
kepadatan kering yang paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan

4 Ketentuan

4.1 Peralatan

a) Cetakan;
Cetakan harus dari logam berdinding teguh dan dibuat sesuai dengan ukuran dan
kapasitas yang sesuai di bawah ini (lihat Gambar A.1 dan Gambar A.2). Cetakan harus
dilengkapi dengan leher sambung yang dibuat dari bahan yang sama dengan cetakan,
dengan tinggi kurang lebih 60 mm. Cetakan dan leher sambung harus dipasang kuat-
kuat pada keping alas yang dibuat dari bahan yang sama dan dapat dilepaskan.
1) Sebuah cetakan diameter 101,60 mm mempunyai kapasitas 943 cm3 ± 8 cm3 dengan
diameter dalam 101,60 mm ± 0,41 mm dan tinggi 116,43 mm ± 0,13 mm (lihat
Gambar A.1).
2) Sebuah cetakan diameter 152,40 mm mempunyai kapasitas 2124 ± 21 cm3 dengan
diameter dalam 152,40 mm ± 0,66 mm dan tinggi 116,43 mm ± 0,13 mm (lihat
Gambar A.2).

2 dari 14
SNI 1742:2008

3) Cetakan yang telah aus karena dipergunakan terus menerus, sehingga tidak
memenuhi syarat toleransi pembuatan di atas, masih dapat dipergunakan apabila
toleransi-toleransi yang dilampaui tidak lebih dari 50% dan volume cetakan dikalibrasi
sesuai SNI 03-4804-1998, yang kemudian digunakan dalam perhitungan.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
CATATAN 1: Jenis cetakan lain dengan kapasitas seperti ditentukan di atas dapat digunakan,
asalkan hasil uji dikorelasikan dengan hasil uji dari beberapa jenis tanah yang sama dengan yang
menggunakan cetakan berdinding teguh. Catatan korelasi tersebut harus selalu tersedia dan
mudah diperoleh apabila diperlukan.
b) Alat penumbuk;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1) Alat penumbuk tangan (manual). Penumbuk dari logam dengan massa
2,495 kg ± 0,009 kg dan mempunyai permukaan berbentuk bundar dan rata, diameter
50,80 mm ± 0,25 mm. Akibat pemakaian, diameter penumbuk tidak boleh kurang dari
50,42 mm. Penumbuk harus dilengkapi dengan selubung yang dapat mengatur jatuh
bebas setinggi 305 mm ± 2 mm di atas permukaan tanah yang akan dipadatkan.
Selubung harus mempunyai paling sedikit 4 buah lubang udara berdiameter tidak
kurang dari 9,50 mm dengan poros tegak lurus satu sama lain berjarak 19,00 mm
dari kedua ujung. Selubung harus cukup longgar sehingga batang penumbuk dapat
jatuh bebas tidak terganggu.
2) Alat penumbuk mekanis. Alat penumbuk mekanis dari logam, dilengkapi alat
pengontrol tinggi jatuh bebas 305 mm ± 2 mm di atas permukaan tanah yang akan
dipadatkan dan dapat menyebarkan tumbukan secara merata di atas permukaan
tanah (lihat catatan 2). Alat penumbuk harus mempunyai massa 2,495 kg ± 0,009 kg
dan mempunyai permukaan tumbuk berbentuk bundar dan rata, berdiameter
50,80 mm ± 0,25 mm. Akibat pemakaian, diameter penumbuk tidak boleh kurang dari
50,42 mm. Alat penumbuk mekanis harus dikalibrasi sesuai ASTM D 2168.
3) Alat penumbuk yang digunakan harus berpenampang bulat dengan diameter
50,80 mm. Penampang berbentuk sektor dapat juga digunakan apabila luasnya sama
dengan alat penumbuk yang berpenampang bulat dan harus dinyatakan di dalam
laporan.
CATATAN 2: Alat penumbuk mekanis harus dikalibrasi terhadap beberapa macam jenis tanah
dan massa penumbuk disesuaikan agar mendapatkan hubungan kadar air dengan kepadatan
kering yang sama apabila dipadatkan dengan alat penumbuk manual. Tidak praktis untuk
mengatur tinggi jatuh alat penumbuk mekanis setiap kali alat penumbuk tersebut dijatuhkan,
seperti pada alat penumbuk yang dioperasikan secara manual. Untuk mengatur tinggi jatuh alat
penumbuk mekanis, sejumlah contoh uji lepas di dalam cetakan yang akan ditumbuk pertama kali
ditekan secara pelan-pelan dengan alat penumbuk dan dari kedudukan tersebut ketinggian 305
mm diukur. Tumbukan-tumbukan berikutnya dapat dilakukan dengan menjatuhkan penumbuk dari
ketinggian 305 mm dari permukaan tanah yang ditekan tadi atau bila alat penumbuk sudah
dilengkapi pengatur ketinggian jatuh, setiap penumbukan mempunyai tinggi jatuh bebas 305 mm,
diukur dari permukaan tanah yang ditumbuk sebelumnya. Cara kalibrasi yang lebih detail untuk
alat penumbuk mekanis yang digunakan pada pemadatan tanah di laboratorium dapat dilihat pada
ASTM D 2168.
c) Alat pengeluar benda uji (extruder).
Terdiri dari sebuah dongkrak, pengungkit, rangka, atau alat lain yang sesuai.
d) Timbangan.
Tiga buah timbangan masing-masing berkapasitas 11,5 kg dengan ketelitian 1 gram,
kapasitas 1 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan kapasitas 311 gram dengan ketelitan 0,01
gram.
e) Oven pengering.
Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur sampai 110°C ± 5°C untuk
mengeringkan contoh tanah basah.

3 dari 14
SNI 1742:2008

f) Pisau perata.
Dibuat dari baja yang kaku dengan panjang minimum 25 cm. Salah satu sisi memanjang

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
pisau perata harus tajam dan sisi lainnya datar. Batas toleransi pisau perata yang
dihitung pada kelurusan sisi memanjang tidak boleh melebihi 0,1% dari panjang.
g) Saringan.
Saringan 50 mm, saringan 19 mm dan saringan No.4 (4,75 mm), sesuai persyaratan
SNI 07-6866-2002.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
h) Alat pencampur.
Terdiri dari baki, sendok pengaduk, sekop, spatula dan alat-alat bantu lainnya atau alat
pencampur mekanik yang sesuai untuk mencampur contoh tanah dan air secara merata.
i) Cawan.
Dibuat dari bahan tahan karat dan massanya tidak akan berubah akibat pemanasan dan
pendinginan yang berulang kali. Cawan harus dilengkapi penutup yang dapat dipasang
dengan rapat untuk mencegah hilangnya air dari benda uji sebelum penentuan massa
awal dan untuk mencegah penyerapan air dari udara terbuka setelah pengeringan dan
sebelum penentuan massa akhir.

4.2 Cara pengujian

a) Ditetapkan 4 pilihan cara uji yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D, sebagaimana
berikut;

Tabel 1 Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Uraian Cara A Cara B Cara C Cara D


Diameter cetakan (mm) 101,60 152,40 101,60 152,40
Tinggi cetakan (mm) 116,43 116,43 116,43 116,43
Volume cetakan (cm3) 943 2124 943 2124
Massa penumbuk (kg) 2,5 2,5 2,5 2,5
Tinggi jatuh penumbuk (mm) 305 305 305 305
Jumlah lapis 3 3 3 3
Jumlah tumbukan per lapis 25 56 25 56
Bahan lolos saringan No. 4 No. 4 19,00 mm 19,00 mm
(4,75 mm) (4,75 mm) (3/4”) (3/4”)

b) Masing-masing cara tersebut di atas dibagi lagi berdasarkan sifat tanah, sebagai berikut:
1) butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air. Contoh tanah
semacam ini adalah jenis contoh tanah berbutir kasar yang bersifat keras;
2) butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang
tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air. Butiran contoh tanah
yang mudah pecah umumnya jenis tanah berbutir kasar yang bersifat lunak (seperti
batu pasir dan batu kapur) dan lanau, sedangkan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air adalah jenis tanah berbutir halus (lempung).
CATATAN 3: Jika terjadi keraguan dalam menentukan apakah butiran contoh tanah termasuk
butiran contoh tanah yang mudah pecah atau tidak, semua contoh tanah berbutir kasar dapat
dianggap sebagai contoh tanah berbutir yang mudah pecah.
c) Cara yang digunakan harus dinyatakan dalam spesifikasi bahan tanah yang akan diuji.
Jika tidak, gunakan ketentuan cara A.

4 dari 14
SNI 1742:2008

d) Cara A atau cara B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No.4 (4,75
mm) sebesar 40% atau kurang dan cara C atau cara D digunakan untuk campuran tanah
yang tertahan saringan 19,00 mm sebesar 30% atau kurang. Bahan yang tertahan
saringan-saringan tersebut harus dinyatakan sebagai butiran kasar.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
e) Jika contoh tanah yang diuji mengandung butiran kasar sebesar 5% atau lebih dan hasil
uji kepadatannya digunakan untuk pengontrolan kepadatan hasil pekerjaan pemadatan di
lapangan, koreksi harus dibuat berdasarkan SNI 03-1976-1990, untuk membandingkan
kepadatan lapangan dengan kepadatan contoh yang dipadatkan di laboratorium.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4.3 Contoh uji

a) Bila contoh tanah yang diterima dari lapangan masih dalam keadaan basah atau lembab,
contoh tanah tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu sehingga menjadi gembur.
Pengeringan dapat dilakukan di udara atau dengan alat pengering lain dengan
temperatur tidak lebih dari 60°C. Kemudian gumpalan-gumpalan tanah tersebut ditumbuk
sedemikian rupa untuk menghindari pengurangan ukuran butiran aslinya atau pecah.
CATATAN 4: Tanah vulkanik tidak boleh dikeringkan dengan menggunakan alat pengering.
b) Saring sejumlah tanah gembur yang mewakili dengan saringan No.4 (4,75 mm)
untuk cara A dan cara B, dan dengan saringan 19,00 mm (3/4”) untuk cara C dan
cara D.
c) Contoh tanah yang telah disaring dipersiapkan dengan jumlah yang sesuai dengan cara
ujinya;
1) untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh
tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, siapkan 1 contoh
tanah paling sedikit 3 kg untuk cara A, 7 kg untuk cara B, 5 kg untuk cara C dan 11
kg untuk cara D;
2) untuk butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, siapkan paling
sedikit 5 contoh tanah masing-masing 2,5 kg untuk cara A, 5 kg untuk cara B, 3 kg
untuk cara C dan 6 kg untuk cara D.
d) Masing-masing contoh tanah ditambahkan air dan diaduk sampai merata;
1) Untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh
tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, penambahan air
dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, penambahan air diatur sedemikian
rupa sehingga kadar airnya 2% sampai dengan 6% di bawah kadar air optimum.
Penambahan air tahap berikutnya dilakukan setelah pemadatan dan pemecahan
kembali benda uji. Perbedaan kadar air pada masing-masing tahap sekitar 1%
sampai dengan 3%.
2) Untuk butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, penambahan air
diatur sedemikian rupa sehingga 1 contoh mempunyai kadar air mendekati kadar air
optimum (lihat catatan 4), 2 contoh di bawah optimum dan 2 contoh lainnya di atas
optimum. Perbedaan kadar air masing-masing sekitar 1% sampai dengan 3%.
CATATAN 5: Untuk tanah berbutir halus (bersifat plastis), kadar air optimum diperkirakan berada
di sekitar kadar air batas plastis (PL). Secara visual dilakukan dengan menggiling sejumlah contoh
tanah di antara kedua telapak tangan sampai mencapai diameter 3 mm. Jika pada saat mencapai
diameter 3 mm belum menunjukkan adanya retakan (patah), tambahkan sejumlah air kedalam
contoh tanah, kemudian diaduk sampai merata. Giling kembali contoh tanah tersebut dengan
kedua telapak tangan sampai menunjukkan adanya retakan (patah) pada diameter 3 mm.

5 dari 14
SNI 1742:2008

e) Masing-masing contoh uji dimasukkan ke dalam kantong plastik atau wadah lainnya dan
ditutup rapat, kemudian didiamkan selama: 3 jam (kerikil dan pasir kelanauan/
kelempungan); 12 jam (lanau) dan 24 jam (lempung) sedangkan untuk contoh uji berupa
kerikil dan pasir tidak perlu didiamkan.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5 Cara pengerjaan

5.1 Cara A

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5.1.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air

a) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram (B1) serta ukur
diameter dalam dan tingginya dengan ketelitian 0,1 mm.
b) Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas, kemudian dikunci dan
ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa tidak kurang dari 100 kg yang
diletakkan pada dasar yang stabil.
c) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk sampai
merata.
d) Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher sambung) dalam 3 lapis dengan
ketebalan yang sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.
Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) untuk lapis 1, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit melebihi 1/3
dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan sedikit dengan alat
penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara
merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan
menggunakan alat penumbuk dengan massa 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas
dari ketinggian 305 mm di atas permukaan contoh uji tersebut sebanyak 25 kali.
2) lakukan pemadatan untuk lapis 2 dan lapis 3 dengan cara yang sama seperti untuk
lapis 1.
e) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan dan ratakan
permukaannya menggunakan pisau perata, sehingga betul-betul rata dengan permukaan
cetakan.
f) Timbang massa cetakan yang berisi benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1
gram (B2).
g) Buka keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat
pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi 2 bagian yang
sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari salah satu bagian untuk
pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.
CATATAN 6: Untuk tanah terdrainase bebas seperti pasir seragam dan kerikil yang
memungkinkan terjadi rembesan pada bagian bawah cetakan dan keping alas, contoh yang
mewakili untuk pengujian kadar air lebih baik diambil dari bak pencampur.
h) Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan campurkan
dengan sisa contoh uji di dalam baki. Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya
meningkat 1% sampai dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk
sampai merata.
i) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam butir 5.1.1 a) sampai dengan 5.1.1
h) di atas beberapa kali sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

6 dari 14
SNI 1742:2008

5.1.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air

a) Timbang, ukur dan persiapkan cetakan seperti yang diuraikan dalam 5.1.1 a) dan 5.1.1

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b).
b) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar air yang
mendekati kadar air optimum) dan lakukan seperti yang diuraikan dalam 5.1.1 c) sampai
dengan 5.1.1 g).
c) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam butir 5.1.2 a) dan 5.1.2 b) di atas

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
untuk contoh uji ke 2, contoh uji ke 3 dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang
atau tetap.
CATATAN 7: Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji dengan
kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan dengan contoh uji dengan
kadar air yang lebih besar. Hal tersebut dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air
paling besar belum berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji
dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang semula paling besar.
Apabila berat benda uji masih menunjukkan peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan,
siapkan contoh tanah yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1%
sampai dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.

5.2 Cara B

Lakukan cara pengerjaan seperti yang diuraikan dalam 5.1 (cara A) kecuali cetakan yang
digunakan berdiameter 152,40 mm dan jumlah tumbukan per lapis 56 kali.

5.3 Cara C

5.3.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air

a) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram (B1) serta ukur
diameter dalam dan tingginya dengan ketelitian 0,1 mm.
b) Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas, kemudian dikunci dan
ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa tidak kurang dari 100 kg yang
diletakkan pada dasar yang stabil.
c) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk sampai
merata.
d) Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher sambung) dalam 3 lapis dengan
ketebalan yang sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.
Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) untuk lapis 1, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit melebihi 1/3
dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan sedikit dengan alat
penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara
merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan
menggunakan alat penumbuk massa 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas dari
ketinggian 305 mm di atas permukaan contoh uji tersebut sebanyak 25 kali;
2) lakukan pemadatan untuk lapis 2 dan lapis 3 dengan cara yang sama seperti untuk
lapis 1.
e) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan dan ratakan
permukaannya, sehingga betul-betul rata dengan permukaan cetakan.

7 dari 14
SNI 1742:2008

f) Timbang massa cetakan yang berisi benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1
gram (B2).
g) Buka keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat
pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi 2 bagian yang

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari salah satu bagian untuk
pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.
h) Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan 19,0 mm dan 90% gumpalan
tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm), kemudian campurkan dengan sisa contoh uji di
dalam baki. Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai merata.
i) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam butir 5.3.1 a) sampai dengan 5.3.1
h) di atas beberapa kali sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

5.3.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air

a) Timbang, ukur dan persiapkan cetakan seperti yang diuraikan dalam 5.3.1 a) dan 5.3.1
b).
b) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar air yang
mendekati kadar air optimum) dan lakukan seperti yang diuraikan dalam 5.3.1 c) sampai
dengan 5.3.1 g).
c) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam butir 5.3.2 a) dan 5.3.2 b) di atas
untuk contoh uji ke 2, contojh uji ke 3 dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang
atau tetap.
CATATAN 8: Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji dengan
kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan dengan contoh uji dengan
kadar air yang lebih besar. Hal tersebut dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air
paling besar belum berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji
dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang semula paling besar.
Apabila berat benda uji masih menunjukkan peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan,
siapkan contoh tanah yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1%
sampai dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.

5.4 Cara D

Lakukan cara pengerjaan seperti yang diuraikan dalam 5.3 (cara C), kecuali cetakan yang
digunakan berdiameter 152,40 mm dan jumlah tumbukan per lapis 56 kali.

6 Perhitungan dan pelaporan

6.1 Perhitungan

a) Hitung kepadatan basah dengan rumus sebagai berikut:


(B − B )
ρ= 2 1 ………………………………………………………………………………..… (1)
V
dengan pengertian:
ρ adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam gram/cm3;
B1 adalah massa cetakan dan keping alas, dinyatakan dalam gram;
B2 adalah massa cetakan, keping alas dan benda uji, dinyatakan dalam gram;
V adalah volume benda uji atau volume cetakan, dinyatakan dalam cm3.

8 dari 14
SNI 1742:2008

b) Hitung kadar air benda uji dengan rumus sebagai berikut:


(A − B)
W= X 100% ……………………………………………...…………………………… (2)
(B − C)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan pengertian:
w adalah kadar air, dinyatakan dalam %;
A adalah massa cawan dan benda uji basah, dinyatakan dalam gram;
B adalah massa cawan dan benda uji kering, dinyatakan dalam gram;
C adalah massa cawan, dinyatakan dalam gram.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
c) Hitung kepadatan (berat isi) kering dengan rumus sebagai berikut:
(ρ )
ρ = X 100% ……………………………………………………………………… (3)
d (100 + w)
dengan pengertian:
ρd adalah kepadatan kering, dinyatakan dalam gram/cm3;
ρ adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam gram/cm3;
w adalah kadar air, dinyatakan dalam %.
d) Hitung kepadatan (berat isi) kering untuk derajat kejenuhan 100% dengan rumus sebagai
berikut:
(Gs.ρ )
ρ = w X 100% ……………………………………..…………………………… (4)
d (100 + Gs.w)
dengan pengertian:
ρd adalah kepadatan kering, dinyatakan dalam gram/cm3;
Gs adalah berat jenis tanah;
ρw adalah kapadatan air, dinyatakan dalam gram/cm3;
w adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

6.2 Penggambaran grafik

a) Gambarkan titik-titik hubungan antara kepadatan kering (sumbu X) dan kadar air
(sumbu Y) dari hasil uji pada sebuah grafik, kemudian gambarkan sebuah kurva yang
halus yang menghubungkan titik-titik tersebut. Dari kurva yang telah digambarkan,
tentukan kepadatan kering maksimum pada puncak kurva dan kadar air optimum.
b) Gambarkan grafik hubungan antara kepadatan kering dan kadar air pada derajat
kejenuhan 100% (garis jenuh). Grafik pemadatan tidak boleh memotong garis jenuh dan
pada harga kadar air yang tinggi grafik pemadatan menjadi sejajar dengan garis jenuh
tersebut.

6.3 Pelaporan

a) Cara yang digunakan (cara A, cara B, cara C atau cara D).


Apabila cara C atau cara D yang digunakan, laporkan apakah bahan tertahan saringan
19,0 mm dibuang atau diganti.
b) Kadar air optimum dinyatakan dalam persen bilangan bulat.
c) Kepadatan kering maksimum, dibulatkan sampai 2 angka desimal.
d) Bentuk penampang alat penumbuk mekanis.

9 dari 14
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”

Gambar A.1 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 101,60 mm)
Lampiran A
(normatif)

Gambar

10 dari 14
SNI 1742:2008
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1742:2008

Gambar A.2 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 152,40 mm)

11 dari 14
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Gambar A.3 Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4 inci)
untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan

Gambar A.4 Palu penumbuk

12 dari 14
SNI 1742:2008
SNI 1742:2008

Lampiran B
(normatif)

Contoh formulir

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek / Pekerjaan : Dikerjakan :
No. Contoh/kedalaman : Dihitung :
Lokasi Contoh : Diperiksa :
Jenis Contoh : Tanggal :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN
(Cara …)
Persiapan Contoh Uji :
massa tanah basah (gr)
Kadar air awal (%)
Penambahan air (%)
Penambahan air (cc)

Kepadatan :
massa tanah basah + cetakan (gr)
Massa cetakan (gr)
Massa tanah basah (gr)
3
Isi cetakan (cm )
3
Kepadatan basah, ρ (gr/cm )
3
Kepadatan kering, ρd (gr/cm )

Kadar air :
No. cawan
Massa tanah basah + cawan (gr)
Massa tanah kering + cawan (gr)
Massa air (gr)
Massa cawan (gr)
Massa tanah kering (gr)
Kadar air (%)
Kepadatan kering (gr/cm3)

Kadar air (%)

Beart jenis =
Kadar air optimum (w opt) = %
3
Kepadatan kering maksimum (ρd maks.) = gr/cm

13 dari 14
SNI 1742:2008

Lampiran C
(informatif)

Contoh isian formulir

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek / Pekerjaan : Dikerjakan :
No. Contoh/kedalaman : Dihitung :
Lokasi Contoh : Diperiksa :
Jenis Contoh : Tanggal :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN
(Cara A)
Persiapan Contoh Uji :
massa tanah basah (gr) 2500 2500 2500 2500 2500
Kadar air awal (%) 16,43 16,43 16,43 16,43 16,43
Penambahan air (%) 12 14 16 18 20
Penambahan air (cc) 300 350 400 450 500

Kepadatan :
massa tanah basah + cetakan (gr) 5936 6028 6081 6077 6060
Massa cetakan (gr) 4405 4405 4405 4405 4405
Massa tanah basah (gr) 1561 1623 1676 1672 1644
3
Isi cetakan (cm ) 944 944 944 944 944
3
Kepadatan basah, ρ (gr/cm ) 1,62 1,72 1,78 1,77 1,74
3
Kepadatan kering, ρd (gr/cm ) 1,26 1,31 1,34 1,31 1,28

Kadar air :
No. cawan A B C D E
Massa tanah basah + cawan (gr) 284,0 268,0 295,0 275,0 267,0
Massa tanah kering + cawan (gr) 230,6 214,2 233,1 215,1 205,9
Massa air (gr) 53,4 53,8 61,9 59,9 61,1
Massa cawan (gr) 45,4 40,0 45,2 43,9 41,1
Massa tanah kering (gr) 185,2 174,2 187,9 171,2 164,8
Kadar air (%) 28,8 30,9 32,9 35,0 37,0

1.40
Garis jenuh
(ZAVL)
Kepadatan kering (gr/cm 3)

1.35
ρ d maksimum

1.30

1.25
Kadar air optimum
(w opt)
1.20
28.0 30.0 32.0 34.0 36.0 38.0
Kadar air (%)

Beart jenis = 2.60


Kadar air optimum (w opt) = 33,0 %
3
Kepadatan kering maksimum (ρd maks.) = 1,34 gr/cm

14 dari 14
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1743:2008

Badan Standardisasi Nasional


Cara uji kepadatan berat untuk tanah
Standar Nasional Indonesia

ICS 91.010.30; 93.020


“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1743:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .....................................................................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................................................................ iii
1 Ruang lingkup.................................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif................................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi .............................................................................................................. 1
4 Ketentuan .......................................................................................................................... 2
4.1 Peralatan ........................................................................................................................ 2
4.2 Cara pengujian ............................................................................................................... 4
4.3 Contoh uji........................................................................................................................ 4
5 Cara pengerjaan ................................................................................................................ 5
5.1 Cara A............................................................................................................................. 5
5.1.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air ................................................................................................................ 5
5.1.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air ................................................................................................................ 6
5.2 Cara B............................................................................................................................. 7
5.3 Cara C ............................................................................................................................ 7
5.3.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air ................................................................................................................ 7
5.3.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air ................................................................................................................ 7
5.4 Cara D ............................................................................................................................ 8
6 Perhitungan dan pelaporan ............................................................................................... 8
6.1 Perhitungan .................................................................................................................... 8
6.2 Penggambaran grafik...................................................................................................... 9
6.3 Pelaporan ....................................................................................................................... 9
Lampiran A (normatif) Gambar .............................................................................................. 10
Lampiran B (normatif) Contoh formulir isian .......................................................................... 13
Lampiran C (informatif) Contoh isian formulir ........................................................................ 14

Gambar A.1 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 101,60 mm) ............................... 10
Gambar A.2 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 152,40 mm) ............................... 11
Gambar A.3 Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4 inci)
untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan ................................................... 12
Gambar A.4 Palu penumbuk .............................................................................................. 12

Tabel 1 Cara uji kepadatan berat untuk tanah........................................................................ 4

i
SNI 1743:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1743:2008 Cara uji kepadatan berat untuk tanah adalah revisi dari SNI 03-1743-1989
Metode pengujian kepadatan berat untuk tanah, didalamnya terdapat perbaikan dan atau
penambahan ketentuan penggunaan cara pemadatan (cara A, cara B, cara C atau cara D)
dan cara pemadatan berdasarkan mudah atau tidaknya tanah menyerap air serta mudah
atau tidaknya butiran tanah pecah apabila dipadatkan berulang kali.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Subpanitia Teknik Rekayasa Jalan dan Jembatan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum Konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 26 April 2006 di
Bandung, yang melibatkan unsur pemerintah, pkara, produsen, konsumen dan lembaga
terkait.

ii
SNI 1743:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Pemadatan tanah di laboratorium dimaksudkan untuk menentukan kadar air optimum dan
kepadatan kering maksimum. Kadar air dan kepadatan maksimum ini dapat digunakan untuk
menentukan syarat yang harus dicapai pada pekerjaan pemadatan tanah di lapangan.
Peralatan yang digunakan adalah cetakan, alat penumbuk, alat pengeluar benda uji,
timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat pencampur, dan cawan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Cara uji untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum yang
digunakan adalah uji kepadatan ringan (standard). Cara tersebut dibagi menjadi 4 cara, yaitu
cara A, cara B, cara C dan cara D (lihat Tabel 1).
Cara tersebut dibagi berdasarkan sifat tanah dan harus dinyatakan dalam spesifikasi bahan
tanah yang akan diuji, jika tidak gunakan ketentuan A.
- Cara A dan cara B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No.4
sebesar 40% atau kurang.
- Cara C dan cara D digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan 19,00 mm
sebesar 30% atau kurang

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1743:2008

Cara uji kepadatan berat untuk tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Cara uji ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah
yang dipadatkan di dalam sebuah cetakan berukuran tertentu dengan penumbuk 4,54 kg
yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 457 mm. Cara uji ini mencakup ketentuan-

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
ketentuan mengenai peralatan, cara pengujian dan contoh uji, cara pengerjaan, perhitungan,
dan pelaporan.

2 Acuan normatif

AASHTO T 180 - 01, Moisture-Density Relations of Soils Using a 4,54 kg (10 lb) Rammer
and a 457 mm (18 in) Drop.
ASTM D 2168, Calibration of laboratory mechanical-rammer soil compactors
BS 1377: Part 4: 1990, Compaction-related test
SNI 03-1964-1990, Metode pengujian berat jenis tanah
SNI 03-1965-1990, Metode pengujian kadar air tanah
SNI 03-1966-1990, Metode pengujian batas plastis tanah
SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat casagrande
SNI 03-1968-1990, Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar
SNI 03-1976-1990, Metode koreksi untuk pengujian pemadatan tanah yang mengandung
butir kasar
SNI 03-4804-1998, Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam agregat
SNI 03-6414-2002, Spesifikasi timbangan yang digunakan pada pengujian bahan
SNI 07-6866-2002, Spesifikasi saringan anyaman kawat untuk keperluan pengujian

3 Istilah dan definisi

3.1
benda uji
contoh uji yang telah dipadatkan dan diratakan sesuai ukuran cetakan

3.2
berat jenis butir
perbandingan antara massa isi butir tanah dan masaa isi air

3.3
contoh uji
contoh tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan lolos saringan 19,0 mm (3/4”) yang telah
dicampur dengan air

3.4
kadar air
perbandingan antara massa air dan massa kering tanah
1 dari 14
SNI 1743:2008

3.5
kadar air optimum
kadar air yang paling cocok untuk cara pemadatan tertentu yang menghasilkan kepadatan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan

3.6
kepadatan basah
perbandingan antara massa benda uji basah dan volume

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.7
kepadatan kering
perbandingan antara massa benda uji kering dan volume

3.8
kepadatan kering jenuh
perbandingan antara massa kering tanah dan volume total pada kondisi jenuh air (rongga
berisi udara nol)

3.9
kepadatan maksimum
kepadatan kering yang paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan

4 Ketentuan

4.1 Peralatan

a) Cetakan.
Cetakan harus dari logam berdinding teguh dan dibuat sesuai dengan ukuran dan
kapasitas yang sesuai di bawah ini. (lihat Gambar A.1 dan Gambar A.2) Cetakan harus
dilengkapi dengan leher sambung yang dibuat dari bahan yang sama dengan cetakan,
dengan tinggi kurang lebih 60 mm. Cetakan dan leher sambung harus dipasang kuat-
kuat pada keping alas yang dibuat dari bahan yang sama dan dapat dilepaskan.
1) Sebuah cetakan diameter 101,60 mm mempunyai kapasitas 943 cm3 ± 8 cm3 dengan
diameter dalam 101,60 mm ± 0,41 mm dan tinggi 116,43 mm ± 0,13 mm (lihat
Gambar A.1).
2) Sebuah cetakan diameter 152,40 mm mempunyai kapasitas 2124 cm3 ± 21 cm3
dengan diameter dalam 152,40 mm ± 0,66 mm dan tinggi 116,43 mm ± 0,13 mm
(lihat Gambar A.2).
3) Cetakan yang telah aus karena dipergunakan terus menerus, sehingga tidak
memenuhi syarat toleransi pembuatan di atas, masih dapat dipergunakan apabila
toleransi-toleransi yang dilampaui tidak lebih dari 50% dan volume cetakan dikalibrasi
sesuai SNI 03-4804-1998, yang kemudian digunakan dalam perhitungan.
CATATAN 1: Jenis cetakan lain dengan kapasitas seperti ditentukan di atas dapat digunakan,
asalkan hasil uji dikorelasikan dengan hasil uji dari beberapa jenis tanah yang sama dengan yang
menggunakan cetakan berdinding teguh. Catatan korelasi tersebut harus selalu tersedia dan
mudah diperoleh apabila diperlukan.
b) Alat penumbuk.
1) Alat penumbuk tangan (manual). Penumbuk dari logam dengan massa 4,536 kg ±
0,009 kg dan mempunyai permukaan berbentuk bundar dan rata, diameter 50,80 mm

2 dari 14
SNI 1743:2008

± 0,25 mm. Akibat pemakaian, diameter penumbuk tidak boleh kurang dari 50,42
mm. Penumbuk harus dilengkapi dengan selubung yang dapat mengatur jatuh bebas
setinggi 457 mm ± 2 mm di atas permukaan tanah yang akan dipadatkan. Selubung
harus mempunyai paling sedikit 4 buah lubang udara berdiameter tidak kurang dari

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
9,50 mm dengan poros tegak lurus satu sama lain berjarak 19 mm dari kedua ujung.
Selubung harus cukup longgar sehingga batang penumbuk dapat jatuh bebas tidak
terganggu.
2) Alat penumbuk mekanis. Alat penumbuk mekanis dari logam, dilengkapi alat
pengontrol tinggi jatuh bebas 457 mm ± 2 mm di atas permukaan tanah yang akan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dipadatkan dan dapat menyebarkan tumbukan secara merata di atas permukaan
tanah (lihat catatan 2). Alat penumbuk harus mempunyai massa 4,536 kg ± 0,009 kg
dan mempunyai permukaan tumbuk berbentuk bundar dan rata, berdiameter
50,80 mm ± 0,25 mm. Akibat pemakaian, diameter penumbuk tidak boleh kurang dari
50,42 mm. Alat penumbuk mekanis harus dikalibrasi sesuai ASTM D 2168.
3) Alat penumbuk yang digunakan harus berpenampang bulat dengan diameter
50,80 mm. Penampang berbentuk sektor dapat juga digunakan apabila luasnya sama
dengan alat penumbuk yang berpenampang bulat dan harus dinyatakan di dalam
laporan.
CATATAN 2: Alat penumbuk mekanis harus dikalibrasi terhadap beberapa macam jenis tanah
dan massa penumbuk disesuaikan agar mendapatkan hubungan kadar air dengan kepadatan
kering yang sama apabila dipadatkan dengan alat penumbuk manual. Tidak praktis untuk
mengatur tinggi jatuh alat penumbuk mekanis setiap kali alat penumbuk tersebut dijatuhkan,
seperti pada alat penumbuk yang dioperasikan secara manual. Untuk mengatur tinggi jatuh alat
penumbuk mekanis, sejumlah contoh uji lepas di dalam cetakan yang akan ditumbuk pertama kali
ditekan secara pelan-pelan dengan alat penumbuk dan dari kedudukan tersebut ketinggian 457
mm diukur. Tumbukan-tumbukan berikutnya dapat dilakukan dengan menjatuhkan penumbuk dari
ketinggian 457 mm dari permukaan tanah yang ditekan tadi atau bila alat penumbuk sudah
dilengkapi pengatur ketinggian jatuh, setiap penumbukan mempunyai tinggi jatuh bebas 457 mm,
diukur dari permukaan tanah yang ditumbuk sebelumnya. Cara kalibrasi yang lebih detail untuk
alat penumbuk mekanis yang digunakan pada pemadatan tanah di laboratorium dapat dilihat pada
ASTM D 2168.
c) Alat pengeluar benda uji (extruder).
Terdiri dari sebuah dongkrak, pengungkit, rangka, atau alat lain yang sesuai.
d) Timbangan.
Tiga buah timbangan masing-masing berkapasitas 11,5 kg dengan ketelitian 1 gram,
kapasitas 1 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan kapasitas 311 gram dengan ketelitan 0,01
gram.
e) Oven pengering.
Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur sampai 110°C ± 5°C untuk
mengeringkan contoh tanah basah.
f) Pisau perata.
Dibuat dari baja yang kaku dengan panjang minimum 25 cm. Salah satu sisi memanjang
pisau perata harus tajam dan sisi lainnya datar. Batas toleransi pisau perata yang
dihitung pada kelurusan sisi memanjang tidak boleh melebihi 0,1% dari panjang.
g) Saringan.
Saringan 50 mm, saringan 19 mm dan saringan No.4 (4,75 mm), sesuai persyaratan
SNI 07-6866-2002.
h) Alat pencampur.
Terdiri dari baki, sendok pengaduk, sekop, spatula dan alat-alat bantu lainnya atau alat
pencampur mekanik yang sesuai untuk mencampur contoh tanah dan air secara merata.

3 dari 14
SNI 1743:2008

i) Cawan.
Dibuat dari bahan tahan karat dan massanya tidak akan berubah akibat pemanasan dan
pendinginan yang berulang kali. Cawan harus dilengkapi penutup yang dapat dipasang
dengan rapat untuk mencegah hilangnya air dari benda uji sebelum penentuan massa

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
awal dan untuk mencegah penyerapan air dari udara terbuka setelah pengeringan dan
sebelum penentuan massa akhir.

4.2 Cara pengujian

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
a) Ditetapkan 4 pilihan cara uji yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D, sebagai berikut;

Tabel 1 Cara uji kepadatan berat untuk tanah

Uraian Cara A Cara B Cara C Cara D


Diameter cetakan (mm) 101,60 152,40 101,60 152,40
Tinggi cetakan (mm) 116,43 116,43 116,43 116,43
Volume cetakan (cm3) 943 2124 943 2124
Massa penumbuk (kg) 4,54 4,54 4,54 4,54
Tinggi jatuh penumbuk (mm) 457 457 457 457
Jumlah lapis 5 5 5 5
Jumlah tumbukan per lapis 25 56 25 56
Bahan lolos saringan No. 4 No. 4 19,00 mm 19,00 mm
(4,75 mm) (4,75 mm) (3/4”) (3/4”)

b) Masing-masing cara tersebut di atas dibagi lagi berdasarkan sifat tanah, sebagai berikut:
1) butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air. Contoh tanah
semacam ini adalah jenis contoh tanah berbutir kasar yang bersifat keras;
2) butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang
tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air. Butiran contoh tanah
yang mudah pecah umumnya jenis tanah berbutir kasar yang bersifat lunak (seperti
batu pasir dan batu kapur), sedangkan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air
adalah jenis tanah berbutir halus (lanau dan lempung).
CATATAN 3: Jika terjadi keraguan dalam menentukan apakah butiran contoh tanah termasuk
butiran contoh tanah yang mudah pecah atau tidak, semua contoh tanah berbutir kasar dapat
dianggap sebagai contoh tanah berbutir yang mudah pecah.
c) Cara yang digunakan harus dinyatakan dalam spesifikasi bahan tanah yang akan diuji.
Jika tidak, gunakan ketentuan cara A.
d) Cara A atau cara B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No. 4 (4,75
mm) sebesar 40% atau kurang dan cara C atau cara D digunakan untuk campuran tanah
yang tertahan saringan 19,00 mm sebesar 30% atau kurang. Bahan yang tertahan
saringan-saringan tersebut harus dinyatakan sebagai butiran kasar.
e) Jika contoh tanah yang diuji mengandung butiran kasar sebesar 5% atau lebih dan hasil
uji kepadatannya digunakan untuk pengontrolan kepadatan hasil pekerjaan pemadatan di
lapangan, koreksi harus dibuat berdasarkan SNI 03-1976-1990, untuk membandingkan
kepadatan lapangan dengan kepadatan contoh yang dipadatkan di laboratorium.

4.3 Contoh uji

a) Bila contoh tanah yang diterima dari lapangan masih dalam keadaan basah atau lembab,
contoh tanah tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu sehingga menjadi gembur.
Pengeringan dapat dilakukan di udara atau dengan alat pengering lain dengan
4 dari 14
SNI 1743:2008

temperatur tidak lebih dari 600C. Kemudian gumpalan-gumpalan tanah tersebut ditumbuk
sedemikian rupa untuk menghindari pengurangan ukuran butiran aslinya atau pecah.
CATATAN 4: Tanah vulkanik tidak boleh dikeringkan dengan menggunakan alat pengering.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) Saring sejumlah tanah gembur yang mewakili dengan saringan No.4 (4,75 mm) untuk
cara A dan cara B, dan dengan saringan 19,00 mm (3/4”) untuk cara C dan cara D.
c) Contoh tanah yang telah disaring dipersiapkan dengan jumlah yang sesuai dengan cara
ujinya.
1) Untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, siapkan 1 contoh
tanah paling sedikit 3 kg untuk cara A, 7 kg untuk cara B, 5 kg untuk cara C dan 11
kg untuk cara D.
2) Untuk butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, siapkan paling
sedikit 5 contoh tanah masing-masing 2,5 kg untuk cara A, 5 kg untuk cara B, 3 kg
untuk cara C dan 6 kg untuk cara D.
d) Masing-masing contoh tanah ditambahkan air dan diaduk sampai merata.
1) Untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh
tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, penambahan air
dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, penambahan air diatur sedemikian
rupa sehingga kadar airnya 2% sampai dengan 6% di bawah kadar air optimum.
Penambahan air tahap berikutnya dilakukan setelah pemadatan dan pemecahan
kembali benda uji. Perbedaan kadar air pada masing-masing tahap sekitar 1%
sampai dengan 3%.
2) Untuk butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, penambahan air
diatur sedemikian rupa sehingga 1 contoh mempunyai kadar air mendekati kadar air
optimum, 2 contoh di bawah kadar air optimum dan 2 contoh lainnya di atas kadar air
optimum. Perbedaan kadar air masing-masing sekitar 1% sampai dengan 3%.
e) Masing-masing contoh uji dimasukkan ke dalam kantong plastik atau wadah lainnya dan
ditutup rapat, kemudian didiamkan selama: 3 jam (kerikil dan pasir kelanauan/
kelempungan); 12 jam (lanau) dan 24 jam (lempung) sedangkan untuk contoh uji berupa
kerikil dan pasir tidak perlu didiamkan.

5 Cara pengerjaan

5.1 Cara A

5.1.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air

a) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram (B1) serta ukur
diameter dalam dan tingginya dengan ketelitian 0,1 mm.
b) Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas, kemudian dikunci dan
ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa tidak kurang dari 100 kg yang
diletakkan pada dasar yang stabil.
c) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk sampai
merata.

5 dari 14
SNI 1743:2008

d) Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher sambung) dalam 5 lapis dengan
ketebalan yang sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.
Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) untuk lapis 1, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit melebihi 1/5

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan sedikit dengan alat
penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara
merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan
menggunakan alat penumbuk dengan massa 4,54 kg yang dijatuhkan secara bebas
dari ketinggian 457 mm di atas permukaan contoh uji tersebut sebanyak 25 kali;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2) lakukan pemadatan untuk lapis 2, lapis 3, lapis 4 dan lapis 5 dengan cara yang sama
seperti untuk lapis 1.
e) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan dan ratakan
permukaannya menggunakan pisau perata, sehingga betul-betul rata dengan permukaan
cetakan.
f) Timbang massa cetakan yang berisi benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1
gram (B2).
g) Buka keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat
pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi 2 bagian yang
sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari salah satu bagian untuk
pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.
CATATAN 5: Untuk tanah terdrainase bebas seperti pasir seragam dan kerikil yang
memungkinkan terjadi rembesan pada bagian bawah cetakan dan keping alas, contoh yang
mewakili untuk pengujian kadar air lebih baik diambil dari bak pencampur.
h) Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan campurkan
dengan sisa contoh uji di dalam baki. Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya
meningkat 1% sampai dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk
sampai merata.
i) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam butir 5.1.1 a) sampai dengan 5.1.1
h) di atas beberapa kali sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

5.1.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air

a) Timbang, ukur dan persiapkan cetakan seperti yang diuraikan dalam 5.1.1 a) dan 5.1.1 i).
b) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar air yang
mendekati kadar air optimum) dan lakukan seperti yang diuraikan dalam 5.1.1 c) sampai
dengan 5.1.1 g).
c) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam 5.1.2 a) dan 5.1.2 b) di atas untuk
contoh uji ke 2, contoh uji ke 3 dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang atau
tetap.
CATATAN 6: Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji dengan
kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan dengan contoh uji dengan
kadar air yang lebih besar. Hal tersebut dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air
paling besar belum berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji
dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang semula paling besar.
Apabila berat benda uji masih menunjukkan peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan,
siapkan contoh tanah yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1%
sampai dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.

6 dari 14
SNI 1743:2008

5.2 Cara B

Lakukan cara pengerjaan seperti yang diuraikan dalam 5.1 (cara A) kecuali cetakan yang
digunakan berdiameter 152,40 mm dan jumlah tumbukan per lapis 56 kali.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5.3 Cara C

5.3.1 Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah
menyerap air

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
a) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram (B1) serta ukur
diameter dalam dan tingginya dengan ketelitian 0,1 mm.
b) Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas, kemudian dikunci dan
ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa tidak kurang dari 100 kg yang
diletakkan pada dasar yang stabil.
c) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk sampai
merata.
d) Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher sambung) dalam 5 lapis dengan
ketebalan yang sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.
Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) untuk lapis 1, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit melebihi 1/5
dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan sedikit dengan alat
penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara
merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan
menggunakan alat penumbuk massa 4,54 kg yang dijatuhkan secara bebas dari
ketinggian 457 mm di atas permukaan contoh uji tersebut sebanyak 25 kali;
2) lakukan pemadatan untuk lapis 2, lapis 3, lapis 4 dan lapis 5 dengan cara yang sama
seperti untuk lapis 1.
e) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan dan ratakan
permukaannya, sehingga betul-betul rata dengan permukaan cetakan.
f) Timbang massa cetakan yang berisi benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1
gram (B2).
g) Buka keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat
pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi 2 bagian yang
sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari salah satu bagian untuk
pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.
h) Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan 19,00 mm dan 90% gumpalan
tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm), kemudian campurkan dengan sisa contoh uji di
dalam baki. Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai
dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai merata.
i) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam butir 5.3.1 a) sampai dengan 5.3.1
h) di atas beberapa kali sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

5.3.2 Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah
menyerap air

a) Timbang, ukur dan persiapkan cetakan seperti yang diuraikan dalam 5.3.1 a) dan 5.3.1
b).

7 dari 14
SNI 1743:2008

b) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar air yang
mendekati kadar air optimum) dan lakukan seperti yang diuraikan dalam 5.3.1 c) sampai
dengan 5.3.1 g).
c) Ulangi langkah-langkah seperti yang diuraikan dalam 5.3.2 a) dan 5.3.2 b) di atas untuk

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
contoh uji ke 2, contoh uji ke 3 dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang atau
tetap.
CATATAN 7: Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji dengan
kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan dengan contoh uji dengan
kadar air yang lebih besar. Hal tersebut dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
paling besar belum berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji
dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang semula paling besar.
Apabila berat benda uji masih menunjukkan peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan,
siapkan contoh tanah yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1%
sampai dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.

5.4 Cara D

Lakukan cara pengerjaan seperti yang diuraikan dalam 5.3 (cara C), kecuali cetakan yang
digunakan berdiameter 152,40 mm dan jumlah tumbukan per lapis 56 kali.

6 Perhitungan dan pelaporan

6.1 Perhitungan

a) Hitung kepadatan basah dengan rumus sebagai berikut:


(B − B )
ρ= 2 1 ………………………………………………………………………………..… (1)
V
dengan pengertian:
ρ adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam gram/cm3;
B1 adalah massa cetakan dan keping alas, dinyatakan dalam gram;
B2 adalah massa cetakan, keping alas dan benda uji, dinyatakan dalam gram;
V adalah volume benda uji atau volume cetakan, dinyatakan dalam cm3.

b) Hitung kadar air benda uji dengan rumus sebagai berikut:


(A − B)
w= X 100% ……………………………………………...…………………………… (2)
(B − C)
dengan pengertian:
w adalah kadar air, dinyatakan dalam %;
A adalah massa cawan dan benda uji basah, dinyatakan dalam gram;
B adalah massa cawan dan benda uji kering, dinyatakan dalam gram;
C adalah massa cawan, dinyatakan dalam gram.
c) Hitung kepadatan (berat isi) kering dengan rumus sebagai berikut:
(ρ )
ρ = X 100% ……………………………………………………………………… (3)
d (100 + w)
dengan pengertian:
ρd adalah kepadatan kering, dinyatakan dalam gram/cm3;
ρ adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam gram/cm3;

8 dari 14
SNI 1743:2008

w adalah kadar air, dinyatakan dalam %.


d) Hitung kepadatan (berat isi) kering untuk derajat kejenuhan 100% dengan rumus sebagai
berikut:

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(Gs.ρ )
ρ = w X 100% ……………………………………..…………………………… (4)
d (100 + Gs.w)
dengan pengertian:
ρd adalah kepadatan kering, dinyatakan dalam gram/cm3;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gs adalah berat jenis tanah;
ρw adalah kapadatan air, dinyatakan dalam gram/cm3;
w adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

6.2 Penggambaran grafik

a) Gambarkan titik-titik hubungan antara kepadatan kering (sumbu X) dan kadar air
(sumbu Y) dari hasil uji pada sebuah grafik, kemudian gambarkan sebuah kurva yang
halus yang menghubungkan titik-titik tersebut. Dari kurva yang telah digambarkan,
tentukan kepadatan kering maksimum pada puncak kurva dan kadar air optimum.
b) Gambarkan grafik hubungan antara kepadatan kering dan kadar air pada derajat
kejenuhan 100% (garis jenuh). Grafik pemadatan tidak boleh memotong garis jenuh dan
pada harga kadar air yang tinggi grafik pemadatan menjadi sejajar dengan garis jenuh
tersebut.

6.3 Pelaporan

a) Cara yang digunakan (cara A, cara B, cara C atau cara D).


Apabila cara C atau cara D yang digunakan, laporkan apakah bahan tertahan saringan
19,0 mm dibuang atau diganti.
b) Kadar air optimum dinyatakan dalam persen bilangan bulat.
c) Kepadatan kering maksimum, dibulatkan sampai 2 angka desimal.
d) Bentuk penampang alat penumbuk mekanis.

9 dari 14
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”

Gambar A.1 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 101,60 mm)
Lampiran A
(normatif)

10 dari 14
Gambar
SNI 1743:2008
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1743:2008

Gambar A.2 Cetakan silinder dan keping alas (diameter 152,40 mm)

11 dari 14
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Gambar A.3 Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4 inci)
untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan

Gambar A.4 Palu penumbuk

12 dari 14
SNI 1743:2008
SNI 1743:2008

Lampiran B
(normatif)

Contoh formulir isian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek / Pekerjaan : Dikerjakan :
No. Contoh/kedalaman : Dihitung :
Lokasi Contoh : Diperiksa :
Jenis Contoh : Tanggal :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
PENGUJIAN KEPADATAN BERAT
(Cara …)
Persiapan Contoh Uji :
massa tanah basah (gr)
Kadar air awal (%)
Penambahan air (%)
Penambahan air (cc)

Kepadatan :
massa tanah basah + cetakan (gr)
Massa cetakan (gr)
Massa tanah basah (gr)
3
Isi cetakan (cm )
3
Kepadatan basah, ρ (gr/cm )
3
Kepadatan kering, ρd (gr/cm )

Kadar air :
No. cawan
Massa tanah basah + cawan (gr)
Massa tanah kering + cawan (gr)
Massa air (gr)
Massa cawan (gr)
Massa tanah kering (gr)
Kadar air (%)
Kepadatan kering (gr/cm3)

Kadar air (%)

Beart jenis =
Kadar air optimum (w opt) = %
3
Kepadatan kering maksimum (ρd maks.) = gr/cm

13 dari 14
SNI 1743:2008

Lampiran C
(informatif)

Contoh isian formulir

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek / Pekerjaan : Dikerjakan :
No. Contoh/kedalaman : Dihitung :
Lokasi Contoh : Diperiksa :
Jenis Contoh : Tanggal :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
PENGUJIAN KEPADATAN BERAT
(Cara A)
Persiapan Contoh Uji :
massa tanah basah (gr) 3000 3000 3000 3000 3000
Kadar air awal (%) 12 12 12 12 12
Penambahan air (%) 12 14 16 18 20
Penambahan air (cc) 240 300 360 420 480

Kepadatan :
massa tanah basah + cetakan (gr) 5970 6060 6180 6160 6100
Massa cetakan (gr) 4405 4405 4405 4405 4405
Massa tanah basah (gr) 1565 1685 1775 1755 1695
3
Isi cetakan (cm ) 944 944 944 944 944
3
Kepadatan basah, ρ (gr/cm ) 1,66 1,78 1,88 1,86 1,80
3
Kepadatan kering, ρd (gr/cm ) 1,39 1,47 1,52 1,47 1,39

Kadar air :
No. cawan A B C D E
Massa tanah basah + cawan (gr) 264,0 260,2 265,0 268,0 260,0
Massa tanah kering + cawan (gr) 229,1 221,6 222,7 221,5 212,0
Massa air (gr) 39,4 38,6 42,3 46,5 48,0
Massa cawan (gr) 45,4 40,0 45,2 43,9 41,1
Massa tanah kering (gr) 183,7 181,6 177,5 177,6 166,9
Kadar air (%) 19,0 21,3 23,8 26,2 28,8

1.60
Garis jenuh
ρ d maksimum
Kepadatan kering (gr/cm 3)

1.55 (ZAVL)

1.50

1.45

1.40

1.35 Kadar air optimum


(w opt)
1.30
18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0
Kadar air (%)

Beart jenis = 2.62


Kadar air optimum (w opt) = 23,9 %
3
Kepadatan kering maksimum (ρd maks.) = 1,52 gr/cm

14 dari 14
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1964:2008

Badan Standardisasi Nasional


Cara uji berat jenis tanah
Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1964:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ……………………………………………………………………………................. i
Prakata ……………………………………………………………………………............. ii
Pendahuluan ………………………………………………………………………………….. iii
1 Ruang lingkup …………………………………………………………………………….. 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif ……………………………………………………………………………. 1
3 Istilah dan definisi ………………………………………………………………………… 1
4 Peralatan ………………………………………………………………………………….. 2
5 Kalibrasi piknometer …………………………………………………………….............. 3
6 Benda uji …………………………………………………………………………............. 4
7 Cara pengujian …………………………………………………………………………… 4
8 Perhitungan dan pelaporan ……………………………………………………............. 5

Lampiran A (Normatif) Formulir pengujian berat jenis tanah ………………….......... 7


Lampiran B (Informatif) Contoh formulir pengujian berat jenis tanah ……………...…. 8

i
SNI 1964:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) berjudul Cara uji berat jenis tanah merupakan revisi dari
SNI 03-1964-1990, Metode pengujian berat jenis tanah. Adapun Perbedaan pada edisi revisi
meliputi :

a) Perubahan judul menjadi Cara uji berat jenis tanah..

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
b) Ada penambahan materi pada koreksi nilai K dan suhu yang dihubungkan dengan nilai
kerapatan relatif air.

Cara uji berat jenis tanah ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis Standardisasi Bidang
Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui Sub Panitia Standardisasi Bidang Jalan
dan Jembatan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 30 Mei 2006, oleh
Subpanitia Teknik yang melibatkan narasumber, pakar, asosiasi profesi, pemerintah daerah,
dan lembaga terkait.

ii
SNI 1964:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Penentuan berat jenis tanah dilakukan di laboratorium terhadap contoh tanah yang diambil
dari lapangan. Kegunaan hasil uji berat jenis tanah ini dapat diterapkan untuk menentukan
konsistensi perilaku material dan sifatnya.
Standar ini berisikan ruang lingkup, persyaratan peralatan, kalibrasi piknometer, benda uji,
cara pengujian, perhitungan dan laporan. Dalam standar ini dilampirkan contoh hasil uji

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
pemeriksaan kadar air lengkap dengan perhitungannya.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1964:2008

Cara uji berat jenis tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan prosedur uji untuk menentukan berat jenis tanah lolos saringan
4,75 mm (No. 4) menggunakan alat piknometer. Apabila tanah mengandung partikel lebih
besar saringan 4,75 mm (No. 4), maka bagian yang tertahan saringan 4,75 mm (No. 4) diuji

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
sesuai dengan SNI 03-1969-1990. Apabila tanah merupakan gabungan dari partikel yang
lebih besar dan lebih kecil dari saringan 4,75 mm (No. 4), maka contoh tanah harus
dipisahkan menggunakan saringan 4,75 mm (No. 4).

Nilai berat jenis tanah yang diperoleh harus dirata-ratakan dari kedua nilai berat jenis
tersebut. Apabila nilai berat jenis tanah digunakan dalam perhitungan yang berkaitan dengan
pengujian hidrometer (SNI 03-3423-1994), pengujian berat jenis harus dilakukan terhadap
tanah lolos saringan 2,00 mm (No. 10).

2 Acuan normatif

SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat Cassagrande.

SNI 03-1969-1990, Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar.

SNI 03-1975-1990, Metode mempersiapkan contoh tanah dan tanah mengandung


agregat.

SNI 03-3423-1994, Metode pengujian analisis ukuran butir tanah dengan alat
hidrometer.

SNI 03-6371-2000, Tata cara pengklasifikasian tanah dengan unifikasi tanah.

SNI 03-6461-2000, Tata cara pemasangan dan pemantauan pisometer kawat


bervibrasi.

SNI 03-6797-2002, Tata cara klasifikasi tanah dan campuran tanah agregat untuk
konstruksi jalan.

AASHTO T 100, Specific gravity of soils.

AASHTO M 231, Weighing devices used in the testing of materials.

ASTM E 1, Specification for ASTM Thermometers.

ASTM Designation: Specific gravity of soils


D 854-00,

3 Istilah dan definisi

3.1
berat jenis
angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat isi air suling pada temperatur dan
volume yang sama

1 dari 8
SNI 1964:2008

3.2
berat isi butir
perbandingan antara berat butir tanah dengan volume butir tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.3
berat isi air
perbandingan antara berat air dengan volume air

3.4

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
contoh uji
contoh tanah lolos saringan 4,75 mm (No. 4) atau saringan 2,00 mm (No. 10)

4 Peralatan

Peralatan yang dipakai dalam pengujian berat jenis tanah terdiri dari:

4.1 Piknometer

Sebuah botol ukur yang mempunyai kapasitas sekurang - kurangnya 100 ml atau botol yang
dilengkapi penutup dengan kapasitas sekurang - kurangnya 50 ml (CATATAN 1). Penutup
botol harus berukuran dan berbentuk sedemikian rupa, sehingga dapat menutup dengan
rapat sampai kedalaman tertentu dibagian leher botol, dan ditengah-tengahnya harus
mempunyai lubang kecil untuk mengeluarkan udara dan kelebihan air.

CATATAN 1 Penggunaan botol ukur atau botol yang dilengkapi penutup tergantung keinginan, tetapi
umumnya botol ukur harus digunakan untuk contoh yang lebih besar dari pada yang digunakan di
dalam botol ukur yang berpenutup. Untuk botol ukur kapasitas 500 ml dipergunakan untuk contoh
tanah lempung dengan kadar air asli.

4.2 Saringan

Saringan 4,75 mm (No. 4) dan saringan 2,00 mm (No. 10), dan pan penadah.

4.3 Timbangan

Dua buah timbangan dengan kemampuan baca 0,01 gram dan 0,001 gram.

4.4 Oven pengering

Oven yang dilengkapi dengan alat pengatur temperatur untuk mengeringkan contoh tanah
basah sampai (110 ± 5)oC.

4.5 Alat pendingin

Alat pendingin (desikator) berisi silica gel.

4.6 Termometer

Termometer rentang pembacaan 0oC – 50oC dengan kemampuan baca 0,1 oC.

4.7 Bak perendam

Untuk merendam piknometer atau botol ukur sampai temperaturnya tetap.

2 dari 8
SNI 1964:2008

4.8 Botol

Untuk pengisian air suling ke dalam piknometer atau botol ukur.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
4.9 Tungku listrik

Tungku listrik (hot plate) yang dilengkapi dengan pelat asbes atau pompa udara (vaccum
pump) kapasitas 1 – 1,5 HP.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5 Kalibrasi piknometer

Dalam kalibrasi piknometer yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Piknometer dibersihkan, dikeringkan, ditimbang, dan beratnya dicatat (W1 gram).


Piknometer harus diisi dengan air suling (CATATAN 2) pada temperatur ruang. Berat
piknometer dan air suling (W4), harus ditimbang dan dicatat. Termometer dicelupkan ke
dalam air, dan temperatur (Ti) diukur dan dicatat dalam bilangan bulat.

CATATAN 2 Minyak tanah adalah suatu bahan pembasah larutan yang lebih, bila dibandingkan
dengan air untuk tanah, dan memungkinkan digunakan sebagai pengganti air suling untuk contoh
tanah kering oven.

b) Berat W4 ditentukan dari temperatur pengujian Ti yang diamati, suatu tabel dari nilai
berat W4 dipersiapkan untuk satu rangkaian temperatur yang mungkin berlaku ketika
berat W3 ditentukan kemudian (CATATAN 3). Nilai dari W4 dihitung sebagai berikut :

kerapatan air pada Tx


W4 (pada Tx) = × ( W4 (pada Ti ) − W1 ) + W1
kerapatan air pada Ti

dengan :
W4 adalah berat piknometer dan air, dalam gram
W1 adalah berat piknometer, dalam gram;
Ti adalah temperatur air yang diamati, dalam derajat Celsius; dan
Tx adalah temperatur yang diperlukan/dikehendaki dalam derajat Celsius.

CATATAN 3 Metode ini menyediakan suatu prosedur yang paling baik untuk laboratorium –
laboratorium yang melakukan banyak pengujian dengan menggunakan piknometer yang sama,
metode ini juga dapat dipakai untuk pengujian tunggal. Piknometer dan isinya pada beberapa
temperatur yang direncanakan pada waktu berat W4 dan W3 ditimbang. Hal tersebut lebih baik untuk
menyiapkan tabel dari berat W4 untuk beberapa temperatur yang berlaku ketika berat W3 diambil.
Berat W4 dan W3 didasarkan pada temperatur air yang sama. Nilai – nilai untuk kerapatan relatif air
pada temperatur 18 – 30o C diberikan dalam Tabel 1.

3 dari 8
SNI 1964:2008

Tabel 1 Hubungan antara kerapatan relatif air dan faktor konversi K dalam
temperatur

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Temperatur, derajat Hubungan kerapatan
No. Celcius Faktor koreksi K
relatif air
1. 18 0,9986244 1,0004
2. 19 0,9984347 1,0002
3. 20 0,9982343 1,0000

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4. 21 0,9980233 0,9998
5. 22 0,9978019 0,9996
6. 23 0,9975702 0,9993
7. 24 0,9973286 0,9991
8. 25 0,9970770 0,9989
9. 26 0,9968156 0,9986
10. 27 0,9965451 0,9983
11. 28 0,9962652 0,9980
12. 29 0,9939761 0,9977
13. 30 0,9956780 0,9974

6 Benda uji

a) Tanah yang digunakan pada uji berat jenis dilakukan terhadap benda uji basah atau
benda uji kering oven. Berat dari contoh uji kering oven paling sedikit 25 gram dengan
menggunakan botol ukur, dan sedikitnya 10 gram apabila menggunakan botol yang
dilengkapi dengan penutupnya.

b) Contoh dengan kadar air alamiah – Apabila contoh yang digunakan adalah contoh
dengan kadar air alamiah, berat tanah (Wt), pada kondisi kering oven harus ditentukan
pada akhir pengujian dengan menguapkan air di dalam oven dengan temperatur 110o ±
5oC (230 ± 9o F). Contoh tanah lempung yang mengandung air alamiah harus diuraikan
di dalam air suling sebelum dimasukkan dalam botol ukur 500 ml, menggunakan alat
pengurai yang sesuai persyaratan SNI 03-3423-1994 (CATATAN 4).

c) Contoh tanah kering-oven – Apabila contoh tanah kering oven yang digunakan, contoh
harus dikeringkan selama paling kurang 12 jam atau sampai beratnya tetap, dalam
sebuah oven dengan temperatur 110oC± 5oC (230oF ± 9oF), dinginkan pada temperatur
ruang, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam piknometer. Air suling harus
ditambahkan ke dalam piknometer dalam jumlah yang dapat menutupi contoh secara
keseluruhan. Contoh harus direndam selama paling kurang 12 jam.
Pengujian berat jenis dilakukan dengan sistem ganda (duplo) dan hasilnya dirata-
ratakan.

CATATAN 4 Volume minimum campuran yang sudah menyatu dapat dipersiapkan dengan
menggunakan peralatan pengurai yang disyaratkan dalam SNI 03-3423-1994, sehingga botol ukur 50
ml diperlukan sebagai piknometer.

7 Cara pengujian

Urutan pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut :

a) Keringkan benda uji dalam oven pada temperatur 110oC± 5oC (230oF ± 9oF) selama
24 jam, setelah itu dinginkan dalam desikator;

4 dari 8
SNI 1964:2008

b) Cuci piknometer atau botol ukur dengan air suling, kemudian dikeringkan dan
selanjutnya timbang (W1 gram);

c) Masukkan benda uji ke dalam piknometer atau botol ukur yang digunakan, kemudian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
timbang (W2 gram);

d) Tambahkan air suling ke dalam piknometer atau botol ukur yang berisi benda uji,
sehingga piknometer atau botol ukur terisi duapertiganya;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
e) Untuk benda uji yang mengandung lempung diamkan benda uji terendam selama 24
jam atau lebih;

f) Panaskan piknometer atau botol ukur yang berisi rendaman benda uji dengan hati -
hati selama 10 menit atau lebih sehingga udara dalam benda uji ke luar seluruhnya.
Untuk mempercepat proses pengeluaran udara, piknometer atau botol ukur dapat
dimiringkan sekali - kali;

g) Pengeluaran udara dapat dilakukan dengan pompa hampa udara, dengan tekanan
13,33 kpa (100 mm Hg);

h) Rendamlah piknometer atau botol ukur dalam bak perendam, sampai temperaturnya
tetap. Tambahkan air suling secukupnya sampai penuh. Keringkan bagian luarnya, lalu
timbang (W3 gram);

i) Ukur temperatur isi piknometer atau botol ukur, untuk mendapatkan faktor koreksi (K);

j) Bila isi piknometer atau botol ukur belum diketahui, isinya ditentukan sebagai berikut :
- Kosongkan dan bersihkan piknometer atau botol ukur yang akan digunakan;
- Isi piknometer atau botol ukur dengan air suling yang temparaturnya sama,
kemudian keringkan dan timbang (W4 gram).

8 Perhitungan dan pelaporan

a) Hitung berat jenis tanah berdasarkan temperatur air, Tx sebagai berikut :

Berat Jenis, Tx Wt
=
(20oC) [ Wt + (W4 − W3)]

dengan :
Wt Adalah Berat contoh tanah kering oven, dalam gram.
W4 adalah Berat piknometer berisi air pada temperatur Tx (CATATAN 5), dalam gram.
W3 adalah Berat piknometer berisi air dan tanah pada temperatur Tx, dalam gram, dan
Tx adalah Temperatur air dalam piknometer ketika berat W3 ditentukan, dalam derajat
Celcius.

CATATAN 5 Nilai ini harus diambil dari tabel nilai W4 , dipersiapkan berdasarkan pasal 5.b), untuk
temperatur yang berlaku pada waktu berat W3 diambil.

b) Sebaliknya jika tidak diperlukan, nilai berat jenis yang dilaporkan harus didasari air pada
temperatur 20oC. Nilai yang didasari air pada temperatur 20oC harus dihitung dari nilai
air pada temperatur yang diamati Tx , sebagai berikut :

5 dari 8
SNI 1964:2008

Berat Jenis, Tx K × Berat Jenis, Tx


=
(20oC) Tx

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan :
K Adalah Suatu angka diperoleh dengan membandingkan kerapatan relatif air pada
temperatur Tx dengan kerapatan relatif air pada temperatur 20oC. Nilai untuk
temperatur dapat dilihat dalam Tabel 1.

c) Berat jenis rata – rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1
Gs (rata – rata) = ____________________________
R1 P1
+
100 Gs 1 100 Gs 2

dengan :
Gs (rata – rata) adalah Berat jenis rata – rata tanah yang mengandung ukuran butir lebih
besar dan lebih kecil dari saringan 4,75 mm (No. 4).
R1 adalah Persen tanah tertahan saringan 4,75 mm (No. 4).
P1 adalah Persen tanah lolos saringan 4,75 mm (No. 4).
Gs 1 adalah Berat jenis butir tanah tertahan saringan 4,75 mm (No. 4) yang
ditentukan menurut standar konsep SNI tentang metode
pengujian berat jenis dan penyerapan air pada agregat kasar SNI
03-1969-1990.
Gs 2 adalah Berat jenis butir tanah lolos saringan 4,75 mm (No. 4) yang
ditentukan sesuai dengan prosedur pengujian ini.

d) Apabila diperlukan untuk melaporkan nilai berat jenis tanah berdasarkan temperatur air
4oC, nilai berat jenis dapat dihitung dengan mengalikan berat jenis pada temperatur Tx
dengan kerapatan relatif air pada temperatur Tx .

e) Apabila sebagian contoh tanah asli dihilangkan dalam persiapan contoh uji, bagian yang
telah dilakukan pengujian harus dilaporkan.

f) Apabila menggunakan botol ukur untuk menentukan berat jenis, laporkan hasilnya
sekurang - kurangnya sampai 2 (dua) desimal.

g) Apabila menggunakan piknometer untuk menentukan berat jenis, laporkan hasilnya


sekurang - kurangnya sampai 3 (tiga) desimal.

6 dari 8
SNI 1964:2008

Lampiran A
(Normatif)

Contoh formulir pengujian berat jenis tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Pekerjaan : ……………………………………………… Tanggal : ………………………………
Lokasi : ……………………………………………… Dikerjakan : ………………………………

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Jenis tanah : ……………………………………………… Diperiksa : ………………………………
No. Contoh : ……………………………………………
.

Pengujian berat jenis

Nomor contoh dan kedalaman

Nomor piknometer

Berat piknometer + contoh W2 (gram)

Berat piknometer W1 (gram)

Berat tanah Wt = W 2 - W 1 (gram)

Temperatur oC

Berat piknometer + air + tanah pada temperatur 20 oC W3 (gram)

Berat piknometer + air pada 20 oC W4 (gram)

W5 = Wt + W4 (gram)

Isi tanah W5 - W3 (cm3)

Berat jenis ( Gs ) Wt

W5 - W3

Rata – rata
……………….., ……………..

Diperiksa Penguji

7 dari 8
SNI 1964:2008

Lampiran B
(Informatif)

Contoh pengujian berat jenis tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Pekerjaan : Peningkatan jalan Tanggal : 12 September 2003
Lokasi : Demak – Godong Dikerjakan : Deni H

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Jenis tanah . : Lempung lanauan Diperiksa : Sumarno
No Contoh : B1/T2 (2,0 -2,40 m)

Pengujian berat jenis

Nomor contoh dan kedalaman BM. 1 – TB 5 / 8,00 – 8,50 m

Nomor piknometer C1 A6

Berat piknometer + contoh W2 (gram) 60,960 67,440

Berat piknometer W1 (gram) 42,170 51,150

Berat tanah W t = W2 - W 1 (gram) 18,790 16,290

Temperatur oC 20

Berat piknometer+air+tanah pada temperatur 20 oC W3 (gram) 159,060 157,320

Berat piknometer + air pada 20 oC W4 (gram) 147,510 147,240

W5 = Wt + W4 (gram) 166,300 163,530

Isi tanah W5 - W3 (cm3) 7,240 6,210

Berat jenis ( Gs ) Wt
2,600 2,620
W5 - W3

Rata – rata 2,610

Bandung 12 September 2003

Diperiksa Penguji

Sumarno Deni. H

8 dari 8
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1965:2008

Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan

Badan Standardisasi Nasional


batuan di laboratorium
Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1965:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ........................................................................................................................... i
Prakata ............................................................................................................................. ii
Pendahuluan .................................................................................................................... iii
1. Ruang lingkup ......................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2. Acuan normatif ........................................................................................................ 2
3. Istilah dan definisi .................................................................................................. 2
4. Ringkasan cara uji .................................................................................................. 2
5. Arti dan kegunaan .................................................................................................. 2
6. Peralatan ............................................................................................................... 3
7. Contoh uji .............................................................................................................. 3
8. Benda uji ................................................................................................................ 4
9. Pemilihan benda uji ............................................................................................... 4
10. Prosedur ................................................................................................................ 5
11 Perhitungan. .......................................................................................................... 7
12. Pelaporan .............................................................................................................. 7
13. Ketelitian dan penyimpangan ................................................................................. 7

Lampiran A Formulir uji kadar air untuk tanah dan batuan....................................... 9


Lampiran B Contoh formulir uji kadar air untuk tanah dan batuan .......................... 10

i
SNI 1965:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan
batuan adalah revisi dari SNI 03 –1965 –1990 Metode Pengujian Kadar Air Tanah. Standar
ini merupakan adopsi modifikasi dari .

Adapun perbedaan dengan SIN sebelumnya adalah:

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
a) Perubahan judul menjadi Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan batuan di
laboratorium.

b) Dalam ruang lingkup ditambahkan paragraf bahwa pengujian cara ini tidak mencakup
untuk material yang mengandung organik dan gipsum.

c) Ditambahkan pula materi mengenai ringkasan cara uji, arti dan kegunaan serta ketelitian
dan penyimpangan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Standardisasi Bidang Jalan dan Jembatan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarkan pada tanggal 5 Mei 2006 di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber,
pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1965:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Penentuan kadar air untuk tanah dan batuan dilakukan di laboratorium terhadap contoh
tanah atau batuan yang diambil dari lapangan. Standar ini tidak mencakup pengujian untuk
material yang mengandung organik atau gipsum. Cara uji untuk material organik sesuai
SNI 03-6793-2002 Metode pengujian kadar air, kadar abu dan bahan organik dari tanah
gambut dan tanah organik lainnya.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Kegunaan hasil uji kadar air ini dapat diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku
material dan sifatnya, pada tanah kohesif konsistensi tanah tergantung dari nilai kadar
airnya. Di samping itu pula nilai kadar air ini dapat digunakan untuk pengujian lainnya seperti
pada pengujian penentuan batas cair dan batas plastis tanah.

Standar ini berisikan ruang lingkup, persyaratan peralatan, benda uji, pemilihan benda uji,
prosedur uji, perhitungan serta ketelitian dan penyimpangan. Dalam standar ini dilampirkan
contoh hasil uji pemeriksaan kadar air lengkap dengan perhitungannya.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1965:2008

Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan batuan di laboratorium

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

a) Standar ini menetapkan prosedur uji di laboratorium tentang penentuan kadar air untuk
tanah, batuan dan material sejenisnya berdasarkan beratnya. Penggunaan kata material
yang sering diterapkan di sini juga mengacu salah satu material tanah atau material
batuan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
b) Kadar air material yang ditentukan dalam cara uji ini, adalah sebagai perbandingan
berat air pori atau air bebas yang ada dalam material dan partikel padat yang dinyatakan
dalam persen.

c) Partikel padat merupakan istilah yang digunakan dalam geoteknik untuk maksud
kejadian alami partikel mineral tanah dan batuan dan tidak termasuk material larutan
dalam air. Karena itu kadar air material yang mengandung bahan dari luar ( seperti
semen dan semacamnya) memerlukan perlakuan khusus atau harus memenuhi
ketentuan kadar air.

Sebagai tambahan, dalam cara uji ini ada beberapa material organik dapat menjadi
hangus dalam oven pada temperatur pengeringan standar (110oC). Material yang
mengandung gipsum (calcium sulfate dihydrate atau komposisi lain yang mempunyai
jumlah air yang signifikan terhidrasi) dapat menimbulkan masalah khusus sebagai
material terdehidrasi lambat pada temperatur pengeringan standar (110oC) dan pada
kelembapan yang relatif sangat rendah dapat membentuk campuran calcium sulfate
hemihydrate yang keberadaannya tidak normal secara alami, kecuali di daerah kering
atau tandus. Agar dapat mengurangi tingkat dehidrasi terhadap gipsum yang berada
dalam material yang mengandung gipsum, atau untuk mengurangi kehangusan pada
tanah organik tinggi, dapat dilakukan pengeringan pada suhu 60oC atau dalam sebuah
desikator dengan temperatur ruang. Maka dari itu bila temperatur pengeringan yang
digunakan berbeda dengan temperatur pengeringan standar, seperti yang ditetapkan
dalam cara uji ini, hasil kadar air mungkin dapat berbeda dengan kadar air yang
ditentukan pada temperatur pengeringan standar.

CATATAN 1 Cara uji SNI 03-6793-2002 memberikan prosedur alternatif untuk menentukan kadar
air material gambut.

d) Material yang mengandung air dengan jumlah larutan padat yang banyak (seperti garam
dalam kasus sedimen marin), bila diuji dengan menggunakan cara uji ini akan
menambah berat oleh partikel padat termasuk partikel yang terlarut lebih dahulu.
Material ini membutuhkan perlakuan khusus untuk mengeluarkan atau menghitung
jumlah endapan padat dalam berat kering benda uji atau dengan menggunakan
persyaratan ketentuan kadar air.

e) Cara uji ini memerlukan waktu beberapa jam untuk pengeringan yang sempurna
terhadap kadar air benda uji. Cara pengeringan benda uji dengan proses yang lebih
cepat dapat dilakukan dengan menggunakan oven microwave.

f) Dalam standar ini pengeringan material dalam oven memerlukan temperatur tinggi.
Jika material yang sedang dikeringkan terkontaminasi oleh bahan kimia tertentu yang
dapat mengganggu kesehatan dan keamanan, maka standar ini tidak boleh digunakan
dalam penentuan kadar air pada material yang terkontaminasi jika tidak dapat menjamin
kesehatan dan keamanan.

1 dari 10
SNI 1965:2008

g) Standar ini tidak mencakup jaminan keselamatan. Tanggung jawab ada ditangan
pengguna standar ini sehingga sebelum digunakan perlu dibuat pengaturan keamanan
dan kesehatan serta menentukan batasannya.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
2 Acuan normatif

SNI 03-1966-1990, Metode penentuan batas plastis tanah


SNI 03-1967-1990, Metode penentuan batas cair tanah

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
SNI 03-1975-1990, Metode mempersiapkan contoh tanah dan tanah mengandung agregat
SNI13- 6793-2002, Metode pengujian kadar air, kadar abu dan bahan organik dan tanah
gambut dan tanah organik.
ASTM D 653, Terminology relating to soil, rock and contained fluids
ASTM D 4220, Practice for preserving and transporting soil samples
ASTM D 4643, Test method for determination of water (moisture) content of soil by the
microwave oven method
ASTM D 4753, Specification for evaluating, selecting, and specifying balances and
scales for use in soil and rock testing
ASTM E 145, Specification for gravity-convection and forced ventilation ovens.

ASTM D 2216-92 Standard test method for laboraory determination of water (moisture) content of
soil and rock

3 Istilah dan definisi

3.1
kadar air material
perbandingan berat air yang mengisi rongga pori material tanah atau material batuan
terhadap berat partikel padatnya, yang dinyatakan dalam persen.

3.2
material
merupakan salah satu material tanah atau material batuan. Dalam material ini banyak
mengandung air hasil larutan partikel padat.

3.3
partikel padat
partikel material tanah atau material batuan yang tidak terlarut dalam air.

4 Ringkasan cara uji

Benda uji dikeringkan dalam oven selama 12 sampai 16 jam hingga beratnya konstan.
Kehilangan berat akibat pengeringan merupakan berat air. Kadar air dihitung dengan
menggunakan berat air dan berat benda uji kering.

5 Arti dan kegunaan

2 dari 10
SNI 1965:2008

a) Untuk beberapa material, kadar air merupakan satu dari sifat-sifat indeks yang
digunakan untuk membuat korelasi antara perilaku tanah dan sifat-sifatnya.

b) Kadar air material digunakan untuk menyatakan hubungan antar fase udara, air dan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
butiran padat yang berada dalam volume material

c) Pada tanah yang berbutir halus (kohesif), konsistensi tanah yang diberikan tergantung
pada kadar airnya. Kadar air tanah yang berhubungan dengan batas cair (SNI 03-1967-
1990) dan batas plastis (SNI 03-1466-1990), digunakan untuk menyatakan konsistensi
relatif atau indeks kecairan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
6 Peralatan

a) Oven pengering ; dilengkapi dengan pengontrol panas. Lebih baik tipe yang dilengkapi
dengan pengatur suhu, dan dapat memelihara keseragaman temperatur 110oC ± 5oC
untuk seluruh ruangan pengering.

b) Timbangan ; semua timbangan yang memiliki ketelitian 0,01 gram diperlukan untuk
benda uji dengan berat maksimum 200 gram (termasuk berat cawan tempat benda uji)
dan timbangan yang memiliki ketelitian 0,1 gram diperlukan untuk benda uji dengan
berat lebih dari 200 gram.

c) Cawan tempat benda uji ; cawan yang sesuai terbuat dari material tahan karat dan
tahan terhadap perubahan berat akibat pemanasan berulang, pendinginan, tahan untuk
material dengan pH bervariasi dan juga bersih. Cawan dengan bertutup rapat harus
digunakan untuk benda uji yang mempunyai berat sama atau kurang 200 gram,
sedangkan untuk benda uji yang mempunyai berat lebih dari 200 gram dapat digunakan
cawan tanpa penutup. Satu cawan diperlukan untuk setiap penentuan kadar air.

CATATAN 2 Maksud dari menutup cawan hingga rapat adalah untuk menjaga kehilangan kadar
air pada benda uji sebelum ditentukan berat awal dan juga untuk menjaga penyerapan kadar air
dari atmosfer selama pengeringan sebelum ditentukan berat akhir benda uji.

d) Desikator ; sebuah desikator atau botol desikator besar dengan ukuran yang cukup
berisikan silika atau kalsium anhidrofosfat (silica gel or anhydrous calcium phosphate).
Lebih baik menggunakan zat pengering yang dapat mengubah warna untuk menunjukan
keadaan semula.

CATATAN 3 Anhydrous calcium sulfate dijual dengan nama Driorite.

e) Alat pemegang cawan: kaos tangan, tang atau alat pemegang lainnya yang dapat
dIgunakan untuk memindahkan atau mencapit cawan panas setelah pengeringan.

f) Peralatan lain seperti: pisau, spatula, sendok, kain pembersih, pengiris contoh dan
lainnya.

7 Contoh uji

a) Contoh uji harus dilindungi dan dipelihara selama pengangkutan. Simpanlah contoh uji di
dalam tempat yang antikarat dan kedap udara pada temperatur antara 3°C dan 30°C
sebelum pengujian serta pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.
Contoh uji terganggu yang berada dalam wadah atau pada tempat lain harus disimpan

3 dari 10
SNI 1965:2008

sedemikian rupa sehingga dapat mencegah atau mengurangi perubahan kadar air di
dalam wadah.
b) Penentuan kadar air harus dilakukan sesegera mungkin setelah pengambilan contoh uji,
terutama jika alat pengambil contoh uji berpotensi untuk berkarat (seperti tabung baja

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dinding tipis, kaleng cat) atau menggunakan kantong plastik.

8 Benda uji

a) Untuk kadar air yang ditentukan dengan cara gabungan dengan metode SNI lain dan
telah ada ketentuannya, maka berat benda uji yang dibutuhkan diambil berdasarkan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
ketentuan tersebut. Jika tidak tersedia, maka tentukan nilainya sebelum dilakukan
pengujian.

b) Berat minimum material basah yang dipilih untuk mewakili contoh uji total, harus sesuai
dengan ketentuan di bawah ini, termasuk jika contoh uji tidak diuji dengan metode ini
dan juga tidak ditentukan berat minimum material.

Tabel 1 Berat minimum material basah

Ukuran Ukuran Berat minimum benda uji Berat minimum benda uji
partikel saringan basah yang basah yang
maksimum standar direkomendasikan untuk direkomendasikan untuk
(100% lolos) kadar air yang dilaporkan kadar air yang dilaporkan
pada ± 0,1 % pada ± 1 %
≤ 2,0 mm No. 10 20 gram 20 gram ∗
4,75 mm No. 4 100 gram 20 gram ∗
9,5 mm 3/8 in 500 gram 50 gram
19,0 mm 3/4 in 2,5 kg 250 gram
37,5 mm 1 1/2 in 10 kg 1 kg
75,0 mm 3 in 50 kg 5 kg

Keterangan ∗ Harus digunakan untuk yang mewakili tidak kurang dari 20 gram.
Jika berat contoh uji total yang digunakan tidak ditemukan berat persyaratan
minimum yang tersedia pada tabel di atas. Laporkan bahwa seluruh contoh uji
digunakan untuk pengujian.

c) Menggunakan benda uji yang lebih kecil dari berat minimum yang direkomendasikan
pada Tabel 1, perlu dipertimbangkan, meskipun mungkin dapat memenuhi untuk tujuan
pengujian. Setiap benda uji yang tidak ditemukan dalam persyaratan ini harus dicatat
dalam hasil laporan.

d) Bila dalam pekerjaan menggunakan benda uji yang sedikit, yaitu kurang dari 200 gram,
sedangkan benda uji mengandung partikel kerikil yang relatif banyak, maka partikel ini
tidak termasuk sebagai benda uji. Meskipun ada sebagian material yang dibuang, tetapi
harus dijelaskan dan dicatat dalam laporan.

e) Untuk contoh uji yang seluruhnya terdiri dari batuan yang utuh,berat benda uji minimum
harus 500 gram. Bagian yang mewakili contoh uji dapat dipecah menjadi pertikel yang
lebih kecil tergantung pada ukuran contoh, cawan dan timbangan yang digunakan serta
fasilitas pengeringan untuk berat konstan pada butir 10.d).

f) Benda uji dibuat minimal dua buah agar hasil uji dapat dirata-ratakan

4 dari 10
SNI 1965:2008

9 Pemilihan benda uji

a) Bila benda uji merupakan bagian dari material yang banyak,benda uji harus dipilih yang

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dapat mewakili kondisi kadar air dari seluruh material. Benda uji yang dipilih tergantung
pada tujuan dan kegunaan pengujian, jenis material yang diuji, kondisi air dan jenis
contoh uji (berasal dari jenis uji yang lain, kantong, contoh blok, tabung dan lainnya).

b) Untuk contoh uji terganggu misalnya hasil pemotongan, contoh dalam kantong dan
sejenisnya, pengambilan benda uji menggunakan salah satu cara berikut.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1) Jika material tersebut dapat dicampurkan dan diremas tanpa kehilangan kadar air
yang berarti, material harus disatukan dan kemudian dibagi menjadi empat bagian
sesuai kebutuhan dengan dipisah-pisah secara quartering.

2) Jika material tersebut tidak dapat disatukan dan atau dipecah, buatlah material
persediaan sebanyak mungkin. Ambil sekurang-kurangnya lima bagian material
secara acak dari lokasi dengan menggunakan tabung, shovel, sekop, trowel atau
peralatan sejenis yang sesuai ukuran partikel maksimum yang ada. Campurkan
semua bagian-bagian tadi menjadi benda uji.

3) Jika dalam kondisi semacam itu, material persediaan tidak dapat dibuat, ambil
beberapa bagian material dari lokasi seacak mungkin yang terbaik untuk mewakili
kondisi kadar air. Campurkan semua bagian-bagian tadi untuk menjadi benda uji.

c) Contoh uji utuh yang berupa blok, tabung contoh, tabung belah, dan semacamnya.
Ambilah benda uji dengan salah satu cara dari metode berikut, tergantung pada
maksud dan kegunaan contoh.

1) Sayat material secara hati-hati sekurang-kurangnya setebal 3 mm dari permukaan


luar contoh uji untuk melihat apakah material tersebut berlapis dan untuk membuang
material yang lebih kering atau lebih basah dibandingkan dengan bagian utama dari
contoh uji. Kemudian sayat lagi contoh uji dengan hati-hati sekurang-kurangnya
setebal 5 mm atau dengan ketebalan yang sama dengan ukuran partikel maksimum
yang ada, dari seluruh permukaan yang terkelupas atau dari interval sedang
dikerjakan.

2) Belah contoh uji setengahnya, kemudian sayat sekurang- kurangnya setebal 5 mm


atau sama dengan ukuran partikel maksimum yang ada dari setengah permukaan
yang terkelupas atau dari interval yang akan diuji. Hindarilah setiap sisi material dari
kemungkinan lebih basah atau lebih kering dibandingkan dengan bagian utama
contoh uji.

CATATAN 4 Perpindahan kadar air pada beberapa tanah nonkohesif dapat terjadi, sehingga
memerlukan pengambilan contoh uji secara utuh.

3) Jika material berlapis (atau ditemukan lebih dari satu jenis material), pilih benda uji
rata-rata, atau benda uji individu atau kedua-duanya. Benda uji harus diidentifikasi
dengan tepat di lokasi sehingga dapat mewakili material, lalu catat pada lembaran
data.

10 Prosedur

a) Timbang dan catat berat cawan kering yang kosong tempat benda uji (beserta tutupnya
jika memakai tutup).

5 dari 10
SNI 1965:2008

b) Pilih benda uji yang mewakili sesuai butir 9.

c) Masukkan benda uji dalam cawan dan jika memakai tutup pasang tutupnya hingga

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
rapat. Tentukan berat cawan yang berisi material basah menggunakan timbangan (lihat
butir 6.b ) yang telah dipilih sebagai acuan berat benda uji. Catat nilai tersebut.

CATATAN 5 Untuk menjaga kekeliruan benda uji yang dapat menghasilkan hasil uji yang tidak
benar, semua cawan dan tutupnya harus diberi nomor dan nomor nomor cawan harus dicatat
pada lembaran data laboratorium. Nomor tutup harus cocok dengan nomor cawannya untuk

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
mengurangi kekeliruan.

CATATAN 6 Untuk membantu pengeringan dengan oven terhadap benda uji yang cukup besar,
maka benda uji ini harus ditempatkan dalam cawan yang mempunyai areal permukaan yang luas
(semacam panci) dan material dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil.

d) Buka tutupnya (jika memakai tutup) dan masukan cawan yang berisi benda uji basah ke
dalam oven pengering. Keringkan benda uji hingga beratnya konstan. Pertahankan oven
pengering pada temperatur 110 oC ± 5oC.

Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan berat benda uji konstan akan bervariasi
tergantung pada jenis material, ukuran benda uji, jenis dan kapasitas oven dan faktor-
faktor lainnya. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut umumnya dapat dihindari dengan
kepastian yang baik dan pengalaman terhadap material yang diuji serta peralatan yang
digunakan.

CATATAN 7 Pada banyak kasus, pengeringan benda uji semalaman (sekitar 12 sampai 16
jam) telah cukup. Jika terjadi keragu-raguan mengenai pengeringan yang memadai, maka
pengeringan harus dilanjutkan sampai terjadi perubahan berat setelah dua waktu berturut-turut
(lebih dari 1 jam) pengeringan yang menunjukkan tidak signifikan (kurang dari 0,1%). Benda uji
yang berupa tanah pasir seringkali dikeringkan hingga mencapai berat yang konstan dengan
waktu sekitar 4 jam jika menggunakan oven forced draft.

CATATAN 8 Benda uji kering dapat menyerap kadar air terhadap benda uji basah, tanah kering
harus dikeluarkan sebelum benda uji basah dimasukan ke dalam oven yang sama. Tetapi hal ini
tidak berlaku jika benda uji yang dikeringkan sebelumnya tetap berada di dalam oven pengering
untuk penambahan periode waktu sekitar 16 jam.

e) Setelah benda uji dikeringkan hingga beratnya konstan, keluarkan cawan dari dalam
oven (dan tutup kembali jika memakai tutup). Biarkan benda uji dan cawannya menjadi
dingin pada temperatur ruangan atau sampai cawan dapat dipegang dengan aman
menggunakan tangan dan siapkan timbangan yang tidak terpengaruh oleh panas.
Tentukan berat cawan dan berat material kering oven menggunakan timbangan yang
sama dengan yang digunakan pada butir 10.c) dan catat nilai ini.
Kencangkan penutup apabila benda uji menyerap kelembaban udara sebelum
ditentukan berat keringnya.

CATATAN 9 Pendinginan dalam desikator dapat dilakukan dengan tertutup rapat untuk
mengurangi penyerapan yang besar terhadap kelembapan dari atmosfer selama pendinginan,
terutama untuk cawan yang tanpa penutup rapat.

6 dari 10
SNI 1965:2008

11 Perhitungan

Hitung kadar air material dengan cara sebagai berikut :

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
W1 – W 2
w= x 100 % ................................................. (1)
W 2 - W3

Dengan :
w adalah kadar air, (%)
W1 adalah berat cawan dan tanah basah (gram)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
W2 adalah berat cawan dan tanah kering (gram)
W3 adalah berat cawan (gram)
(W1–W2) adalah berat air (gram)
(W2–W3) adalah berat tanah kering (partikel padat) (gram)

12 Pelaporan

Laporan atau lembaran data harus mencakup sebagai berikut :

a) Identitas contoh yang diuji seperti nomor lubang bor, nomor contoh, nomor uji, nomor
cawan dan lainnya;

b) Kadar air benda uji dilaporkan dengan ketelitian1% atau 0,1% sesuai dengan besarnya
contoh minimum yang digunakan. Jika metode ini dipadukan dengan metode lain,
kadar air benda uji harus dilaporkan terhadap nilai yang disyaratkan oleh metode uji
dalam penentuan kadar airnya;

c) Catat benda uji yang mempunyai berat kurang dari minimum seperti yang ditunjukkan
pada butir 8.b);

d) Catat jika benda uji mengandung lebih dari satu jenis material ( berlapis-lapis);

e) Laporkan metode pengeringan jika digunakan oven yang berbeda dengan oven
pengering 110 oC ± 5oC;

f) Laporkan jika setiap material (ukuran maupun jumlah) di luar dari ketentuan benda uji.

13 Ketelitian dan penyimpangan

13.1 Ketelitian

a) Ketelitian operator tunggal;


Untuk operator tunggal, koefisen variasi adalah 2,7 persen. Dua hasil uji yang
diperoleh dengan operator yang sama dan peralatan yang sama, telah cukup memadai
bila tidak ada perbedaan lebih dari 7,8 persen dari nilai rata-ratanya;

b) Ketelitian multi laboratorium;


Untuk multi laboratorium, koefisen variasi adalah 5,0 persen. Dua hasil uji yang
diperoleh dengan operator yang berbeda, menggunakan peralatan yang berbeda,
telah cukup memadai bila tidak ada perbedaan lebih dari 14,0 persen dari nilai rata-
ratanya.

7 dari 10
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tidak ada batasan penyimpangan nilai dalam uji ini, karena itu tidak dapat ditentukan

8 dari 10
besarnya penyimpangan.
13.2 penyimpangan
SNI 1965:2008
SNI 1965:2008

Lampiran A
(Normatif)

Formulir uji kadar air untuk tanah dan batuan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek/ Pekerjaan : ……………….
Lokasi : ………………. Dikerjakan oleh : ...........................

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
No contoh dan kedalaman : ………… Diperiksa oleh : ...........................
Jenis tanah : ......................

Nomor contoh dan kedalaman (m)


Nomor cawan
1. Berat cawan + tanah basah (W1) gram
2. Berat cawan + tanah kering (W2) gram
3. Berat air = (W1 – W2) gram
(1–2)
4. Berat cawan (W3) gram

5. Berat tanah kering = (W2 – W3) gram


(2–4)
6. Kadar air (w) = (W1 – W2) : (W2 – W3) x 100 %
(3:5)
7. Kadar air rata-rata (w) = (a + b) / 2 %

………..,……………………
Diperiksa Penguji

( …………………) ( ..………………… )

9 dari 10
SNI 1965:2008

Lampiran B
(Informatif)

Contoh formulir uji kadar air untuk tanah dan batuan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek/ Pekerjaan : Cadas Pangeran
Lokasi : Km Bdg 34+300 Dikerjakan oleh : Deni H

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
No contoh dan kedalaman : BT1-TB2 (4,0-4,40 m) Diperiksa oleh : Sumarno,BE
Jenis tanah : lanau lempungan

Nomor contoh dan kedalaman (m) BT1-TB2 (4,0-4,40 m)


Nomor cawan AE 16 AE 24
1. Berat cawan + tanah basah (W1) gram 69,52 74,26
2. Berat cawan + tanah kering (W2) gram 54,63 58,12
3. Berat air = (W1 – W2) gram 14,89 16,14
(1–2)
4. Berat cawan (W3) gram 18,11 18,02

5. Berat tanah kering = (W2 – W3) gram 36,52 40,10


(2–4)
6. Kadar air (w) = (W1 – W2) : (W2 – W3) x 100 % 40,77 40,25
(3:5) (a) (b)
7. Kadar air rata-rata (w) = (a + b) / 2 % 40,5

Bandung, 13 Desember 2005

Diperiksa Penguji

(Sumarno,BE) (Deni.H)

10 dari 10
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1966:2008

Badan Standardisasi Nasional


Cara uji penentuan batas plastis dan
indeks plastisitas tanah
Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1966:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .....................................................................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................................................................ iii
1 Ruang lingkup ................................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif .................................................................................................................. 1
3 Istilah dan definisi.............................................................................................................. 1
4 Ketentuan.......................................................................................................................... 1
4.1 Peralatan ................................................................................................................. 1
5 Benda uji ........................................................................................................................... 3
6 Metode pengerjaan ........................................................................................................... 3
7 Perhitungan dan pelaporan............................................................................................... 4
7.1 Perhitungan ............................................................................................................. 4
7.2 Pelaporan ................................................................................................................ 5
Lampiran A (normatif) Contoh formulir pengujian.................................................................... 6
Lampiran B (informatif) Contoh isian formulir pengujian.......................................................... 7
Lampiran C (informatif) Gambar .............................................................................................. 8
Bibliografi ................................................................................................................................. 9

Gambar 1 Alat penggeleng batas plastis.............................................................................. 2


Gambar C.1 Cara penggelengan.......................................................................................... 8

i
SNI 1966:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang “Cara uji penentuan batas plastis dan indeks
plastisitas tanah” adalah revisi dari SNI 03-1966-1990, Metode pengujian batas plastis
tanah, dan mengacu pada AASHTO T 90-00, Standard method of test for determining the
plastis limit and plasticity index of soil.
Standar ini disusun dengan tujuan membuat Standar cara uji penentuan batas plastis dan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
indeks plastisitas tanah, dengan alasan adanya beberapa metode alternatif cara uji
penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah yang pengujiannya belum distandarkan.
Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknik Rekayasa Jalan dan Jembatan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 25 April 2006 di
Bandung, yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1966:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar cara uji penentuan Batas Plastis dan Indeks Plastisitas tanah bertujuan untuk
menentukan batas terendah kadar air ketika tanah dalam keadaan plastis, dan angka Indeks
Plastisitas suatu tanah.
Batas Plastis dihitung berdasarkan persentasi berat air terhadap berat tanah kering pada
benda uji. Pada cara uji ini, material tanah yang lolos saringan ukuran 0.425 mm atau

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
saringan No.40, diambil untuk dijadikan benda uji kemudian dicampur dengan air suling atau
air mineral hingga menjadi cukup plastis untuk digeleng/dibentuk bulat panjang hingga
mencapai diameter 3 mm. Metode penggelengan dapat dilakukan dengan telapak tangan
atau dengan alat penggeleng batas plastis (prosedur alternatif). Benda uji yang mengalami
retakan setelah mencapai diameter 3 mm, diambil untuk diukur kadar airnya. Kadar air yang
dihasilkan dari pengujian tersebut merupakan batas plastis tanah tersebut.
Angka Indeks Plastisitas tanah didapat setelah pengujian Batas Cair (tidak dibahas dalan
buku ini) dan Batas Plastis selesai dilakukan. Angka Indeks Plastisitas Tanah merupakan
selisih angka Batas Cair (liquid limit, LL) dengan Batas Plastis (plastic limit, PL).

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1966:2008

Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Dalam cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah ini metode
penggelengan terdiri dari 2 prosedur yaitu penggelengan menggunakan telapak tangan dan
penggelengan menggunakan alat geleng batas cair (sebagai prosedur alternatif).

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif

SNI 03-1965-1990, Metode pengujian kadar air tanah


SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat casagrande
SNI 03-1975-1990, Metode mempersiapkan contoh tanah dan tanah mengandung agregat
SNI 05-6414-2000, Spesifikasi timbangan yang digunakan pada pengujian bahan
AASHTO T 265-93 (2000), Laboratory determination of moisture content of soils
AASHTO R 11, Indicating which places of figures are to be considered significant in specified
limiting values

3 Istilah dan definisi

3.1
batas cair (liquid limit/LL)
kadar air ketika sifat tanah pada batas dari keadaan cair menjadi plastis

3.2
batas plastis (plastic limit/PL)
batas terendah kondisi kadar air ketika tanah masih pada kondisi plastis

3.3
indeks plastisitas (plasticity index/PI)
selisih antara batas cair tanah dan batas plastis tanah

3.4
kadar air
perbandingan berat massa air dalam suatu massa tanah terhadap berat massa partikel
padatnya, satuannya dinyatakan dalam persen (%)

4 Ketentuan

4.1 Peralatan

a) Mangkok.
Mangkok porselen atau sejenis mangkok untuk mengaduk, dengan diameter sekitar 115
mm.
1 dari 9
SNI 1966:2008

b) Batang pengaduk.
Batang pengaduk atau pisau batangan yang memiliki mata pisau dengan panjang
sekitar 75 mm dan lebar sekitar 20 mm.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
c) Batang pembanding.
Batang logam pembanding dengan diameter 3 mm dan panjang 100 cm.
d) Permukaan untuk menggeleng.
Landasan untuk menggeleng benda uji dapat menggunakan plat kaca atau suatu
lempengan yang memiliki permukaan licin, atau dapat menggunakan kertas tak

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
bertekstur.
e) Alat penggeleng batas plastis.
Alat terbuat dari akrilik dengan dimensi seperti terlihat pada Gambar 1.

Hc

Plat bawah

IW A

L
Plat atas

WA
L

Dimensi:
IW - kira-kira 100 mm
L - kira-kira 200 mm
T - 5 mm sampai 10 mm. Lihat Catatan b)
H - 3.20 + 0.25 mm ditambah tebal total kertas tak bertekstur (unglazed paper) yang diletakkan
pada bagian bawah plat. Lihat Catatan c)
W - Lihat CATATAN a)

CATATAN: a)Toleransi antara lebar bagian atas plat (W) dan lebar sisi dalam bagian bawah plat
(IW) harus seperti bagian atas plat yang dapat meluncur dengan bebas di atas rel dan
tidak goyang;
b) Bagian atas plat harus cukup kaku (rigid) sehingga tebal tanah gilingan tidak
terpengaruh oleh kelenturan (flexure) plat bagian atas;
c) Lebar rel sisi-sisi rel harus antara 3 mm dan 6 mm.

Gambar 1 Alat penggeleng batas plastis

f) Kertas penggeleng.
Kertas tak bertekstur/licin tanpa penambahan bahan lain (fiber, fragmen kertas, dan
lain-lain) pada tanah selama proses penggelengan. Kertas tersebut diberi bahan perekat
dibelakangnya dan direkatkan pada bagian atas dan bagian bawah plat penggeleng.
CATATAN 1: Bersihkan perekat yang masih tertinggal pada alat penggeleng batas plastis
dengan hati-hati setelah pengujian. Pengujian ulang tanpa membersihkan perekat yang tertinggal

2 dari 9
SNI 1966:2008

akan menghasilkan sisa perekat dan dapat menambah diameter tanah gelengan, sehingga
mempengaruhi kondisi benda uji.
g) Cawan.
Cawan harus terbuat dari material yang tahan terhadap korosi dan massanya tidak akan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
berubah atau hancur akibat pemanasan dan pendinginan yang terus menerus. Cawan
harus memiliki penutup yang rapat/pas agar tidak terjadi perubahan kadar air benda uji
sebelum penimbangan awal dan juga untuk mencegah penyerapan air dari udara
terbuka sebelum proses pengeringan dan penimbangan akhir. Satu cawan diperlukan
untuk menentukan kadar air satu benda uji.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
h) Timbangan.
Timbangan harus memiliki kapasitas yang sesuai dan mengacu pada SNI 03-6414-
2000.
i) Oven.
Oven pengering dengan fasilitas pengatur panas yang dapat mengeringkan benda uji
pada temperatur 110 oC ± 5 oC.

5 Benda uji

a) Apabila hanya menguji batas plastis, ambil banyaknya tanah sebagai benda uji sekitar
20 gram dari material yang telah lolos saringan No.40 (0,425 mm), sesuai dengan SNI
03-1975-1990. Letakan tanah kering ke dalam cawan dan campur dengan air suling atau
air mineral sampai massa menjadi cukup plastis untuk dibentuk menjadi bola. Ambil
sebagian dari tanah tersebut, sekitar 8 gram, untuk diuji.
CATATAN 2: Air PAM dapat digunakan untuk pengujian, apabila hasil uji banding tidak
menunjukkan perbedaan antara air PAM dan air suling. Namun apabila terdapat hasil yang
meragukan, pengujian harus dilakukan dengan menggunakan air suling atau air mineral.
b) Apabila menguji batas cair dan batas plastis, ambil tanah sebagai benda uji sekitar 8
gram kondisi basah dan kondisi yang telah diaduk untuk diuji, sesuai dengan SNI 03-
1967-1990. Ambil benda uji untuk masing-masing fase hasil pencampuran ketika tanah
telah cukup plastis dan mudah untuk dibentuk bola serta tidak lengket di jari ketika
diremas. Apabila benda uji diambil sebelum pengujian batas cair dilakukan, letakkan
benda uji ini disamping dan biarkan sementara di udara terbuka sampai pengujian batas
cair selesai dilakukan. Apabila benda uji yang diletakan disamping tersebut menjadi
terlalu kering untuk digeleng hingga berdiameter 3 mm, tambahkan air dan campur
kembali.

6 Metode pengerjaan

a) Ambil 1,5 gram sampai dengan 2,0 gram massa tanah sebagaimana dijelaskan pada
Pasal 5. Bentuk bagian yang diambil menjadi bentuk bulat panjang.
b) Gunakan salah satu metode berikut untuk menggeleng tanah menjadi bentuk bulat
panjang berdiameter 3 mm dengan kecepatan 80 gelengan sampai dengan 90 gelengan
per menit, dengan menghitung satu gelengan sebagai satu gerakan tangan bolak balik
hingga kembali ke posisi awal.
1) Metode menggeleng dengan tangan, geleng benda uji dengan telapak tangan atau
jari pada plat kaca (atau di atas selembar kertas yang diletakkan di atas permukaan
yang rata) dengan tekanan yang cukup untuk menggeleng benda uji menjadi
beberapa gelengan kecil dengan diameter dan panjang yang sama. Hasil gelengan-
gelengan kecil tersebut selanjutnya dibentuk hingga diameternya menjadi 3 mm, hal

3 dari 9
SNI 1966:2008

ini memakan waktu tidak lebih dari 2 menit. Besar tekanan tangan atau jari yang
diperlukan bervariasi, tergantung jenis tanahnya. Tanah yang mudah pecah dengan
plastisitas yang rendah merupakan tanah yang paling tepat digeleng dengan bagian
sisi luar telapak tangan atau bagian bawah ibu jari.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
2) Prosedur alternatif, metode dengan alat geleng batas plastis, letakkan massa tanah
di atas plat bawah, kemudian letakkan plat atas hingga bersentuhan dengan massa
tanah. Tekan sedikit plat atas sedikit ke bawah dan gerakan ke belakang dan ke
depan selama 2 menit, dimana plat dijaga agar tetap bersentuhan dengan sisi rel.
Selama proses penggelengan ini, jangan biarkan tanah gelengan menyentuh sisi

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
rel.
CATATAN 3: Pada umumnya, lebih dari satu benda uji (tanah gelengan) dapat digeleng secara
serentak pada alat penggiling batas plastis.
c) Apabila tanah hasil gelengan telah berdiameter 3 mm tetapi belum terjadi retakan, maka
tanah gelengan dibagi menjadi enam atau delapan potongan. Satukan dan remas
semua potongan dengan kedua tangan dan geleng kembali dengan jari tangan hingga
membentuk bulat panjang.
d) Sedangkan apabila tanah gelengan telah berdiameter 3 mm dan terjadi retakan, maka
prosedur dilanjutkan ke tahap f).
e) Tanah gelengan sebagaimana tahap c), digeleng sampai terjadi retakan atau sampai
tanah tidak dapat lebih panjang lagi untuk digeleng. Retakan dapat terjadi ketika
diameter tanah gelengan lebih besar dari 3 mm. Terjadinya retakan pada diameter yang
berbeda menunjukkan jenis tanah yang berbeda. Beberapa jenis tanah akan hancur
menjadi partikel agregat kecil; sementara jenis yang lain mungkin membentuk suatu pipa
yang retak dibagian ujungnya. Retakan ini berkembang ke arah tengah dan akhirnya
tanah gilingan tersebut hancur menjadi bagian-bagian kecil yang pipih.
f) Untuk tanah lempung yang padat diperlukan tekanan gelengan yang lebih besar,
terutama pada kondisi mendekati batas plastisnya, tanah tersebut 1`digeleng hingga
retak pada serangkaian bagian panjang dengan diameter 3 mm, dan masing-masing
panjang sekitar 6 mm sampai dengan 9 mm. Teknisi sebaiknya tidak berusaha dengan
sengaja untuk menimbulkan retakan saat tepat diameter 3 mm, tetapi hanya
membiarkan tanah gelengan mendekati diameter 3 mm, kemudian mengurangi
kecepatan gelengan atau tekanan tangan ataupun keduanya, dan melanjutkan
penggelengan tanpa melakukan perubahan bentuk lagi hingga tanah gelengan retak.
Untuk tanah beplastisitas rendah, diperbolehkan untuk mengurangi jumlah total
perubahan bentuk dengan membuat diameter awal benda uji berbentuk bulat panjang
mendekati diameter akhir sebesar 3 mm.
g) Kumpulkan/gabungkan bagian-bagian tanah yang retak dan masukan ke dalam cawan
dan segera tutup cawan tersebut, kemudian timbang.
h) Ulangi prosedur yang telah diuraikan pada 6.a) hingga 6.g), sampai benda uji 8 gram
seluruhnya diuji. Tentukan kadar air tanah yang ada di dalam wadah sesuai dengan
SNI 03-1965-1990 dan catat hasilnya.

7 Perhitungan dan pelaporan

7.1 Perhitungan

Hitung batas plastis, dinyatakan dalam persen, sebagai berikut:


berat massa air
Batas plastis = x 100% . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
berat massa tanah kering

4 dari 9
SNI 1966:2008

Batas plastis dibulatkan ke nilai yang terdekat.

7.2 Pelaporan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Pelaporan berlaku untuk semua batasan yang telah ditentukan dalam standar ini. Tujuannya
agar sesuai dengan spesifikasi, antara lain nilai yang diamati atau nilai yang dihitung harus
dibulatkan ke “satuan terdekat” dibagian paling akhir kanan perhitungan yang digunakan
untuk menyatakan nilai batas, sesuai dengan Metode R-11 (AASHTO).
Hitung indeks plastisitas tanah sebagai selisih antara batas cair dengan batas plastisnya,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
sebagai berikut:
Indeks plastisitas (PI) = batas cair (LL) – batas plastis (PL) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
Tulis selisih perhitungan tersebut sebagai indeks plastisitas tanah, kecuali terjadi kondisi
sebagai berikut:
a) jika batas cair atau batas plastis tidak dapat ditentukan, indeks plastisitas dinyatakan
dengan: NP (non plastis);
b) jika batas plastis sama atau lebih besar dari batas cair, indeks plastisitas dinyatakan
juga dengan: NP (non plastis).

5 dari 9
SNI 1966:2008

Lampiran A
(normatif)

Contoh formulir pengujian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek/Pekerjaan : ................ Tanggal Tanda Tangan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Lokasi contoh : ................ Dikerjakan
No. Cth/Kedalaman : ................ Diperiksa
Jenis Contoh : ................

Pengujian konsistensi atterberg

Batas cair (LL)


Batas plastis (PL)
1 Banyaknya pukulan
2 Nomor cawan
3 Berat cawan + tanah basah (gr)
4 Berat cawan + tanah kering (gr)
5 Berat air (gr)
6 Berat cawan (gr)
7 Berat tanah kering (gr)
8 Kadar air (%)
Batas cair mengacu pada SNI 03-1967-1990

LL PL PI Catatan :
Contoh dalam keadaan
- asli / kering udara
- disaring / tidak disaring

PI (plasticity index) = indeks plastisitas

6 dari 9
SNI 1966:2008

Lampiran B
(informatif)

Contoh isian formulir pengujian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Pengujian konsistensi atterberg

Batas cair (LL)


Batas plastis (PL)
1 Banyaknya pukulan 41 30 22 13
2 Nomor cawan EJ56 AC54 EA36 AC33 AE45 EA28
3 Berat cawan + tanah basah (gr) 32,16 32,22 33,64 32,64 31,95 31,70
4 Berat cawan + tanah kering (gr) 25,04 24,96 25,39 24,68 27,13 26,99
5 Berat air (gr) 7,12 7,26 8,25 7,96 4,82 4,71
6 Berat cawan (gr) 18,11 18,21 18,04 18,22 18,06 18,09
7 Berat tanah kering (gr) 6,93 6,75 7,35 6,46 9,07 8,90
8 Kadar air (%) 102,74 107,56 112,24 123,22 53,14 52,92
Batas cair mengacu pada SNI 03-1967-1990 53,03

LL PL PI Catatan :
Contoh dalam keadaan
- asli / kering udara
111 53 58
- disaring / tidak disaring

PI (plasticity index) = indeks plastisitas

7 dari 9
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara penggelengan
Lampiran C
(informatif)

Gambar

8 dari 9
Gambar C.1
SNI 1966:2008
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1966:2008

AASHTO Designation T 90-00, Standard method of test for determining the plastis limit and
SNI 03-1966-1990, Metode pengujian batas plastis tanah
Bibliografi

9 dari 9
plasticity index of soil
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1967:2008

Badan Standardisasi Nasional


Cara uji penentuan batas cair tanah
Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1967:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .................................................................................................................................... iii
Pendahuluan............................................................................................................................iv
1 Ruang lingkup.................................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif................................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi .............................................................................................................. 1
4 Ketentuan .......................................................................................................................... 2
4.1 Peralatan ........................................................................................................................ 2
4.2 Benda uji ......................................................................................................................... 3
4.2.1 Metode A...................................................................................................................... 3
4.2.2 Metode B...................................................................................................................... 3
4.3 Pemeriksaan alat uji batas cair ....................................................................................... 3
5 Prosedur uji....................................................................................................................... 4
5.1 Prosedur penggunaan alat pembuat alur berbentuk lengkung ....................................... 4
5.1.1 Cara A......................................................................................................................... 4
5.1.2 Cara B.......................................................................................................................... 5
5.2 Prosedur penggunaan alat pembuat alur berbentuk pipih ............................................. 5
5.3 Pengujian untuk pengecekan atau menengahi perselisihan........................................... 5
5.3.1 Metode yang digunakan............................................................................................... 5
5.3.2 Prosedur pengujian...................................................................................................... 6
6 Perhitungan ....................................................................................................................... 6
7 Persiapan kurva alir ........................................................................................................... 6
8 Batas cair........................................................................................................................... 7
8.1 Cara A............................................................................................................................ 7
8.2 Cara B............................................................................................................................. 7
9 Pernyataan ketelitian ......................................................................................................... 8
Lampiran A (normatif) Gambar peralatan ............................................................................... 9
Lampiran B (normatif) ........................................................................................................... 12
Lampiran C (normatif) Grafik batas cair................................................................................. 13
Lampiran D (informatif) Pengukuran elastisitas alas karet alat uji batas cair ........................ 14
Lampiran E (normatif) Formulir uji batas cair tanah............................................................... 16
Lampiran F (informatif) Contoh pengujian batas cair tanah................................................... 17
Bibliografi ............................................................................................................................... 19

i
SNI 1967:2008

Gambar A.1 Peralatan batas cair tanah manual................................................................... 9


Gambar A.2 Kalibrasi tinggi jatuh ....................................................................................... 10
Gambar A.3 Alat uji batas cair berisikan benda uji ............................................................ 11

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Gambar A.4 Alat pembuat alur berbentuk pipih.................................................................. 11

Gambar B.1 Nomograf penentuan batas cair ..................................................................... 12

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gambar C.1 Grafik untuk menentukan batas cair............................................................... 13

Gambar D.1 Alat uji elastisitas ............................................................................................ 14

Gambar F.1 Pengujian batas cair (Metode A) ..................................................................... 17


Gambar F.2 Pengujian batas cair (Metode B) ..................................................................... 18

Tabel 1 Faktor koreksi .......................................................................................................... 7

Tabel D.1 Ukuran alat uji elastisitas...................................................................................... 15

ii
SNI 1967:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang “Cara uji penentuan batas cair tanah” adalah revisi
dari SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat casagrande, mengacu
pada AASHTO T 89-02, Standard method of test determining the liquid limit of soils.
Cara uji penentuan batas cair tanah ini dimaksudkan untuk memberi tuntunan dan arahan
bagi para pelaksana di laboratorium dalam melakukan pengujian batas cair untuk tanah,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan.
Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Geoteknik Jalan pada Subpanitia Teknik Rekayasa Jalan dan
Jembatan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 25 April 2006 di
Bandung, yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga terkait.

iii
SNI 1967:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Penentuan batas cair tanah ini di lakukan di laboratorium terhadap contoh tanah yang
diambil dari lapangan. Kegunaan hasil uji batas cair ini dapat diterapkan untuk menentukan
konsistensi perilaku material dan sifatnya pada tanah kohesif, konsistensi tanah tergantung
dari nilai batas cairnya. Disamping itu nilai batas cair ini dapat digunakan untuk menentukan
nilai indeks plastisitas tanah yaitu nilai batas cair dikurangi dengan nilai batas plastis.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini berisikan ruang lingkup, persyaratan peralatan, benda uji, pemilihan benda uji,
prosedur uji, perhitungan serta ketelitian dan penyimpangan. Dalam standar ini dilampirkan
contoh hasil uji pemeriksaan batas cair lengkap dengan perhitungannya.

iv
SNI 1967:2008

Cara uji penentuan batas cair tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Cara uji ini menetapkan prosedur penentuan batas cair tanah meliputi metode A dan metode
B. Cara uji ini dilakukan terhadap tanah, baik berbutir halus maupun berbutir kasar yang
lolos saringan No.40 (0,425 mm). Cara A disebut uji banyak titik sedangkan cara B disebut

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
uji satu titik.

2 Acuan normatif

SNI 03-1965-1990, Metode pengujian kadar air tanah


SNI 03-1966-1990, Metode pengujian batas plastis tanah
SNI 03-1975-1990, Metode mempersiapkan contoh tanah dan tanah mengandung agregat
SNI 19-6408-2000, Tata cara penentuan suku bilangan yang signifikan terhadap nilai batas
yang dipersyaratkan
SNI 05-6414-2002, Spesifikasi timbangan yang digunakan untuk pengujian bahan
ASTM D 4318, Standard test method for liquid limit, plastic limit, and plasticity index of soils
AASHTO D T 89-02, Standard method of test for determining the liquid limit of soils

3 Istilah dan definisi

3.1
batas cair tanah
kadar air, ketika sifat tanah pada batas dari keadaan cair menjadi plastis

3.2
batas plastis tanah
batas terendah kadar air, ketika tanah masih dalam keadaan plastis

3.3
jumlah pukulan (N)
banyaknya penjatuhan mangkok kuningan berisi tanah agar tertutup alur sepanjang 13 mm

3.4
kadar air
perbandingan berat air dalam tanah terhadap berat butiran tanah yang dinyatakan dalam
persen

3.5
konsistensi
keadaan relatif tanah ketika tanah masih mudah untuk dibentuk

1 dari 19
SNI 1967:2008

3.6
nilai batas cair tanah (LL)
besaran kadar air dalam persen yang ditentukan dari 25 pukulan pada pengujian batas cair

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
4 Ketentuan

4.1 Peralatan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
a) Mangkok pengaduk, terbuat dari porselen yang tidak mengkilap atau mangkok pengaduk
sejenis, berdiameter sekitar 115 mm.
b) Spatula atau pisau yang mempunyai panjang antara 75 mm sampai dengan 100 mm
dan lebar sekitar 20 mm.
c) Alat uji batas cair;
1) cara manual, peralatan terdiri dari mangkok kuningan dan pemutarnya, dibentuk
sesuai rancangan dan dimensi yang ditunjukan pada Gambar A.1;
2) cara mekanik/elektrik;
Sebuah alat motor lengkap untuk mengangkat dan menghitung jumlah pukulan pada
mangkok kuningan.
CATATAN 1: Alas alat uji batas cair mempunyai daya elastisitas sekurang-kurangnya 80 persen
dan tidak lebih dari 90 persen, yang diperoleh sesuai dengan prosedur yang diberikan pada
lampiran.
d) Alat pembuat alur (grooving tool).
Alat pembuat alur berbentuk lengkung (curved grooving tool);
Sebuah alat pembuat alur berbentuk lengkung lengkap dengan dimensinya diperlihatkan
pada Gambar A.1.
CATATAN 2: Alat pembuat alur berbentuk pipih (flat grooving tool) bukan merupakan pengganti
alat pembuat alur berbentuk lengkung. Terdapat beberapa data yang mengindikasikan bahwa
dengan menggunakan alat pembuat alur berbentuk pipih menghasilkan nilai batas cair sedikit
lebih besar bila dibandingkan dengan alat pembuat alur berbentuk lengkung.
e) Alat ukur.
Suatu alat ukur, yang keberadaannya dapat bersatu dengan alat pembuat alur atau
terpisah, sesuai dengan dimensi tertentu “d” yang ditunjukan pada Gambar A.1 atau “K”
pada Gambar A.4 dan bila terpisah merupakan batang logam tebal 10,0 mm ± 0,2 mm
dengan panjang sekitar 50 mm.
f) Cawan.
Cawan terbuat dari material tahan karat dan tidak mudah berubah berat atau rusak
terhadap panas dan dingin yang berulang. Cawan ini harus mempunyai tutup yang
rapat untuk menjaga kehilangan kelembaban pada benda uji sebelum penentuan berat
awal dan menjaga penyerapan kelembaban dari atmosfir karena pengeringan dan
sebelum penentuan berat akhir. Satu cawan diperlukan untuk setiap penentuan kadar air
g) Timbangan.
Timbangan harus mempunyai kapasitas yang cukup dan sesuai dengan SNI 05-6414-
2000.

2 dari 19
SNI 1967:2008

h) Oven.
Sebuah oven pengering yang dapat dikontrol dengan kemampuan temperatur
110oC ± 5oC untuk mengeringkan benda uji lembab.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
4.2 Benda uji

4.2.1 Metode A

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Benda uji dengan berat sekitar 100 g yang diambil dari campuran bahan lolos saringan
No.40 (0,425 mm) yang dipersiapkan sesuai dengan SNI 03-1975-1990.

4.2.2 Metode B

Benda uji dengan berat sekitar 50 g yang diambil dari campuran bahan lolos saringan No.40
(0,425 mm) yang dipersiapkan sesuai dengan SNI 03-1975-1990.

4.3 Pemeriksaan alat uji batas cair

a) Alat uji batas cair harus diperiksa untuk menjamin bahwa peralatan tersebut dapat
bekerja dengan baik, meliputi pasak penguat pada mangkok kuningan tidak terlihat
menonjol ke luar, sekrup pada mangkok kuningan dengan penggantung cukup kuat, titik
kontak antara mangkok kuningan dan permukaan alas karet tidak berlebihan, keausan
mangkok kuningan tidak tampak berlebihan, dan tidak terlihat goresan pada mangkok
kuningan setelah pemakaian yang lama.
Alat pembuat alur harus diperiksa untuk menentukan kepastian ukurannya, seperti
terlihat pada Gambar A.1.
CATATAN 3: Pemakaian yang berlebihan perlu dipertimbangkan bila titik kontak antara mangkok
kuningan dan permukaan alas karet melebihi diameter 13 mm atau bila titik lingkaran dari
mangkok kuningan terlihat sekitar setebal ½ dari tebal aslinya. Walaupun terlihat sedikit goresan
pada tengah-tengah mangkok, perlu mendapat perhatian.
Jika terlihat jelas ada goresan dan cacat lainnya, mangkok harus dipertimbangkan terhadap
pemakaian yang terus menerus, sebaiknya mangkok ini harus diganti
Permukaan alas karet yang nampak berlebihan harus dipoles lagi dengan ketebalan tidak
melebihi toleransi yang ditunjukan pada Gambar A1 yaitu lebih dari - 2,5 mm serta jarak antara
mangkok kuningan pada pegangannya dan alasnya dipelihara dengan toleransi yang ditetapkan
dalam Gambar A.1.
b) Tentukan tinggi jatuh mangkok kuningan agar terjadi titik sentuh antara bagian bawah
mangkok kuningan dengan permukaan alas karet, sehingga memperoleh ketinggian 10,0
mm ± 0,2 mm. Lihat Gambar A.2 mengenai cara pengukuran dan penempatan alat ukur
yang tepat pada bawah mangkok kuningan selama pengaturan.
CATATAN 4: Prosedur pengaturan tinggi jatuh mangkok kuningan adalah sebagai berikut:
Tempatkan selembar pita melintang di bagian luar bawah mangkok kuningan sejajar dengan
poros penggantung mangkok. Ujung pita berada jauh dari penggantung mangkok kuningan dan
harus membagi dua bagian mangkok yang menyentuh permukaan alas karet.
Untuk mangkok kuningan yang baru, tempelkan selembar kertas karbon di atas permukaan alas
karet dan jatuhkan mangkok tersebut beberapa kali sehingga membuat tanda pada tempat
jatuhnya. Cantelkan mangkok kuningan pada alat uji batas cair dan jalankan motor atau putar
engkol hingga mangkok terangkat sampai ketinggian maksimum. Selipkan alat pengukur tinggi di
bawah mangkok kuningan dari depan dan amati apakah alat ukur menyentuh mangkok atau pita,
(lihat Gambar A2). Jika pita dan mangkok kedua-duanya bersentuhan, tinggi jatuh mendekati
yang benar. Jika tidak, aturlah mangkok ini hingga bersentuhan secara simultan
Periksa penyetelan ini dengan menghidupkan motor atau memutar engkol dengan kecepatan dua
putaran per detik sambil memegang alat ukur dalam posisi berlawanan dengan pita dan

3 dari 19
SNI 1967:2008

mangkok. Jika terdengar bunyi mendering atau bunyi klik, tanpa mangkok terangkat dari alat
ukurnya, penyetelan sudah benar. Jika tidak terdengar mendering atau mangkok terangkat dari
alat ukur, atur kembali tinggi jatuhnya. Jika mangkok berayun di atas alat ukur selama
pengecekan berlangsung, batang pemegang mangkok tampak kelebihan, bagian ini harus

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
diganti. Keluarkan pita setelah pengecekan operasional dilakukan secara sempurna.

5 Prosedur uji

5.1 Prosedur penggunaan alat pembuat alur berbentuk lengkung

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5.1.1 Cara A

a) Tempatkan benda uji di atas mangkok pengaduk dan aduklah sampai rata dengan
menambahkan 15 mL sampai dengan 20 mL air suling atau air mineral dan ulangi
pengadukan, peremasan dan pengirisan dengan memakai alat spatula. Tambahkan air
sebanyak 1 mL sampai dengan 3 mL. Setiap penambahan air, aduklah tanah dengan air
hingga rata.
Pada waktu pengujian dimulai, tidak ada penambahan tanah kering terhadap tanah yang
basah. Jika terlanjur penambahan air terlalu banyak, benda uji boleh diganti atau diaduk
kembali dan diremas sampai terjadi penguapan alami hingga mencapai titik tertutupnya
alur tanah pada rentang yang dapat diterima. Mangkok kuningan alat uji batas cair ini
tidak boleh digunakan untuk mengaduk tanah dengan air.
CATATAN 5: Terdapat beberapa jenis tanah yang lambat untuk menyerap air. Oleh karena itu,
penambahan air yang terlalu cepat dapat menghasilkan nilai batas cair yang salah. Hal ini bisa
dihindari dengan waktu untuk pengadukan yang cukup. Air keran dapat digunakan untuk
pengujian rutin, jika hasil uji banding mengindikasikan tidak ada perbedaan hasil antara air keran
dan air suling atau air mineral. Begitu juga pada pengujian untuk tujuan menengahi suatu
perselisihan harus dilakukan penggunaan air suling atau air mineral.
b) Jika air yang diberikan telah cukup untuk mencampur tanah hingga merata dan tanah
menjadi konsistensi teguh, selanjutnya pindahkan benda uji ini ke dalam mangkok
kuningan dan sisakan sebagian isi mangkok. Kemudian tekan dan sebar tanah ini
dengan menggunakan spatula secara lateral hingga memperoleh garis mendatar
mencapai ketebalan 10 mm pada titik kedalaman maksimum. Gerakan spatula secara
perlahan sebagai perawatan untuk menjaga terjeratnya gelembung udara dalam tanah.
Kelebihan tanah pada mangkok kuningan harus dikembalikan ke dalam mangkok
pengaduk dan diberi tutup, untuk memelihara kadar air yang berada dalam benda uji.
Goreslah tanah yang berada dalam mangkok kuningan secara membagi dua dengan
menggunakan alat pembuat alur berbentuk lengkung sepanjang diameter mangkok
melalui garis tengahnya, sehingga alur terlihat jelas serta membentuk dimensi yang tepat
seperti ditunjukan pada Gambar A.3b.
Gerakanlah mangkok sebanyak minimal 6 kali gerakan, dari depan ke belakang atau dari
belakang ke depan yang dihitung sebagai satu gerakan, untuk menghindari tetesan air
dalam alur atau tergelincirnya benda uji pada mangkok kuningan. Pada bagian alur yang
terdalam setelah gerakan terakhir harus digaruk hingga bagian dasar mangkok
kuningan.
c) Mangkok kuningan yang berisikan benda uji yang telah dipersiapkan seperti diuraikan
pada 5.1.1 b), angkatlah dan jatuhkan dengan memutar engkol F pada kecepatan sekitar
dua putaran per detik, sampai dua sisi alur benda uji menjadi bersentuhan pada bagian
bawah alur sepanjang 13 mm (lihat Gambar A.3c). Banyaknya pukulan yang diperlukan
untuk tertutupnya alur sepanjang ini harus dicatat. Alas alat uji harus tidak terpegang
oleh tangan dan bebas sewaktu engkol F diputar.

4 dari 19
SNI 1967:2008

CATATAN 6: Beberapa jenis tanah cenderung tergelincir pada permukaan mangkok kuningan
bahkan dapat mengalir. Jika ini terjadi, air harus ditambahkan pada benda uji tersebut dan diaduk
kembali, kemudian tempatkan kembali dalam mangkok kuningan. Ulangi pembuatan alur seperti
pada 5.1.1 b). Jika tanah terus menerus tergelincir pada mangkok kuningan dengan jumlah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
pukulan kurang dari 25 pukulan, pengujian tidak dapat dilanjutkan dan catatan harus dibuat yang
menyatakan bahwa nilai batas cair tidak dapat ditentukan.
d) Sayatlah tanah kira-kira selebar spatula, mulai dari pojok ke pojok benda uji mulai dari
sudut kanan ke bagian alur hingga mencakup bagian alur tanah yang mengalir. Masukan
irisan tanah ini ke dalam cawan dan uji sesuai SNI 03-1965-1990 untuk menentukan
kadar air dan catat hasilnya.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
e) Pindahkan tanah yang masih berada dalam mangkok kuningan ke dalam mangkok
pengaduk. Mangkok kuningan dan alat pembuat alur kemudian dibersihkan dan
dikeringkan, siap untuk digunakan pada pengujian berikutnya.
f) Untuk pekerjaan berikutnya harus diulangi sekurang-kurangnya dua pengujian tambahan
lagi dari benda uji yang telah ditambah air secukupnya, hingga tanah kondisinya lebih
lunak. Tujuan dari cara ini adalah untuk mendapatkan benda uji dengan konsistensi
tertentu, dan sekurang-kurangnya satu ketentuan yang akan diambil untuk setiap
rentang pukulan pada 25 sampai 35; 20 sampai 30; 15 sampai 25 pukulan, sehingga
rentang pada tiga ketentuan tersebut minimal 10 pukulan.

5.1.2 Cara B

a) Dengan menggunakan alat pembuat alur berbentuk lengkung (lihat 5.1) atau alat
pembuat alur berbentuk pipih, cara melakukannya adalah sama seperti ditentukan pada
5.1.1 a) sampai dengan 5.1.1 e), kecuali tentang banyaknya air awal yang ditambahkan
sesuai pada bagian 5.1.1 a) harus berkisar antara 8 mL sampai dengan 10 mL dan
kadar air benda uji diambil sesuai pada 5.1.1 d) harus diambil hanya untuk percobaan
yang dapat diterima.
b) Keakuratan sama seperti yang diperoleh dari metode standar tiga titik, banyaknya
pukulan untuk terutupnya alur harus dibatasi antara 22 pukulan sampai 28 pukulan.
Setelah diperoleh tertutupnya alur pada pengujian pertama dengan jumlah pukulan yang
dapat diterima, segera kembalikan tanah yang ada dalam mangkok kuningan ke
mangkok pengaduk tanpa penambahan air. Ulangi seperti pada 5.1.1 b) dan 5.1.1 c).
Jika tertutupnya alur pengujian kedua banyaknya pukulan masuk dalam rentang yang
diterima (22 pukulan sampai dengan 28 pukulan), dan tertutupnya alur pada pengujian
kedua ini mempunyai selisih dua pukulan terhadap penutupan alur pengujian pertama,
uji kadar air benda uji ini seperti ditunjukan pada 5.1.1 d).
c) Tertutupnya alur dengan jumlah pukulan antara 15 pukulan dan 40 pukulan mungkin
masih dapat diterima, jika bervariasi ± 5% dari batas cair yang ditoleransi.

5.2 Prosedur penggunaan alat pembuat alur berbentuk pipih

Cara penggunaan alat pembuat alur berbentuk pipih sama seperti yang telah diuraikan pada
5.1.1 a) sampai dengan 5.1.1 f), kecuali 5.1.1 b) untuk menggores benda uji digunakan
pembuat alur berbentuk pipih (lihat Gambar A.4). Alat pembuat alur berbentuk pipih dapat
digunakan baik untuk metode A maupun metode B.

5.3 Pengujian untuk pengecekan atau menengahi perselisihan

5.3.1 Metode yang digunakan

a) Untuk tujuan pengecekan atau menengahi perselisihan harus digunakan metode A,


dengan memakai prosedur alat pembuat alur berbentuk lengkung (lihat 5.1):

5 dari 19
SNI 1967:2008

Hasil uji batas cair dipengaruhi oleh:


1) waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian;
2) kadar air dimulainya pengujian;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3) penambahan tanah kering terhadap benda uji basah.

5.3.2 Prosedur pengujian

a) Pengujian batas cair untuk tujuan pengecekan atau menengahi perselisihan dapat

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
digunakan jadwal waktu sebagai berikut:
1) aduklah tanah dengan air selama 5 menit sampai dengan 10 menit, waktu yang lebih
lama dapat digunakan untuk tanah yang lebih plastis;
2) simpan tanah dalam ruang pelembab udara selama 30 menit;
3) aduk kembali tanah sebelum dimasukan dalam mangkok kuningan, pada
penambahan 1 mL air, lama pengadukan 1 menit;
4) masukan tanah ke dalam mangkok kuningan dan lakukan pengujian selama 3 menit;
5) tambahkan air dan aduk kembali selama 3 menit.
b) Perlu dicatat bahwa dalam percobaan pengujian, banyaknya pukulan tidak boleh kurang
dari 15 pukulan atau lebih dari 35 pukulan. Agar tidak melakukan penambahan tanah
kering terhadap tanah basah selama pengujian berlangsung.

6 Perhitungan

Cara A

Kandungan air dalam tanah harus dinyatakan sebagai kadar air dalam persen dari berat
tanah kering oven dan harus dihitung sebagai berikut:
Berat air
Persentase kadar air = X 100% .................................................. (1)
Berat tanah kering oven
Persentase kadar air dibulatkan ke nilai yang terdekat.

Cara B

Kadar air tanah pada saat tertutupnya alur yang diterima harus dihitung sesuai dengan
Rumus (1).

7 Persiapan kurva alir

Sebuah kurva alir menggambarkan hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan yang
sesuai dan harus diplotkan pada grafik semilogaritmik, dengan kadar air sebagai absis pada
skala aritmatik, dan jumlah pukulan sebagai ordinat pada skala logaritmik. Kurva alir harus
dibuat berupa garis lurus yang mewakili sedekat mungkin melalui tiga titik atau lebih.

6 dari 19
SNI 1967:2008

8 Batas cair

8.1 Cara A

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Kadar air yang menggambarkan perpotongan antara kurva alir dan garis melalui 25 pukulan
pada ordinat, harus diambil sebagai nilai batas cair tanah. Laporkan nilai ini sebagai bilangan
bulat. Metode A (standar tiga titik) harus digunakan sebagai uji untuk menengahi masalah
yang kontroversial.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
8.2 Cara B

a) Batas cair harus ditentukan oleh salah satu metode dari metode nomograf atau metode
koreksi Tabel 1 atau metode perhitungan yang menghasilkan nilai batas cair yang sama
akuratnya.
b) Gambar B.1 merupakan kunci penjelasan tentang penggunaan nomograf.
c) Metode koreksi pada Tabel 1, menggunakan nilai kadar air dikalikan dengan faktor
koreksi (k) dari banyaknya pukulan pada penutupan alur. Nilai batas cair dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

LL = Wn (N/25)0,121 ..................................................................................................... (2)

atau
LL = k.Wn ....................................................................................................................... (3)

dengan pengertian:
N adalah jumlah pukulan yang menyebabkan tertutupnya alur pada kadar air tertentu;
LL adalah batas cair terkoreksi untuk tertutupnya alur pada 25 pukulan (%);
Wn adalah kadar air (%);
k adalah faktor koreksi yang diberikan pada Tabel 1.

Faktor koreksi untuk menentukan nilai batas cair berdasarkan kadar air dan jumlah
pukulan yang menyebabkan tertutupnya alur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Faktor koreksi

Jumlah pukulan (N) Faktor batas cair (k)

22 0,985
23 0,990
24 0,995
25 1,000
26 1,005
27 1,009
28 1,014

7 dari 19
SNI 1967:2008

9 Pernyataan ketelitian

Pernyataan ketelitian ini diperlukan untuk pengecekan atau menengahi perselisihan:


a) pernyataan ketelitian ini berlaku untuk tanah yang mempunyai nilai batas cair antara 21

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dan 67;
b) uji konsistensi dengan operator tunggal. Dua hasil uji yang diperoleh dengan operator
yang sama terhadap benda uji yang sama dalam laboratorium yang sama dan peralatan
yang sama pula, perbedaannya tidak boleh lebih dari 7% dari nilai rata-ratanya;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
c) uji konsistensi dengan beberapa laboratorium. Dua hasil uji yang diperoleh dengan
operator yang berbeda dalam laboratorium yang berbeda dan peralatan yang sejenis,
perbedaannya tidak boleh lebih dari 13% dari nilai rata-ratanya.

8 dari 19
SNI 1967:2008

Lampiran A
(normatif)

Gambar peralatan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tangkai 76,2 mm‘

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Bentuk bulat Dia 2,54 mm
Nominal

Bentuk persegi

Alat pembuat alur lengkung

Mangkok
Kuningan

Karet keras

Keterangan
Peralatan Uji Batas Cair
Ukuran Mangkok Alas karet
Dimensi A B C N K L M
Deskripsi Jari-jari Tebal Kedalaman Cantelan Ketebal Panjang Lebar
mangkok mangkok mangkok mangkok an

Ukuran,mm 54 2,0 27 47 50 150 125


Toleransi,mm 2 0,1 0 1,5 5 5 5

Alat Pembuat Alur


Ujung Lengkung Alat Ukur
Dimensi a b c d e‘
Deskripsi Ketebalan Pemotong Lebar Tebal Panjang
Ukuran,mm 10,0 2,0 13,5 10,0 15,9
Toleransi,mm 0,1 0,1 0,1 0,2 -
Catatan : - Pelat ”H” dapat didesain dengan menggunakan satu sekrup penguat.
- Penambahan toleransi 0,1 mm dapat diberikan untuk dimensi ”b” pada alat pembuat alur.
- Kaki pada alas harus dari bahan elastis.
- ‘ Ukuran nominal
- Semua toleransi yang khusus diberikan tanda plus minus, kecuali seperti tertulus di atas

Gambar A.1 Peralatan batas cair tanah manual

9 dari 19
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”

Alat batas cair, cawan, mangok pengaduk, spatula


Pita yang ditempatkan untuk

Kalibrasi tinggi jatuh


pengecekan alat

dan pembuat alur lengkung

10 dari 19
Gambar A.2
Titik dimana mangkok
menyentuh alas

Gambar A.3a
Pengukur tinggi
SNI 1967:2008
SNI 1967:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gambar A 3b Pembuatan alur Gambar A 3c Tertutupnya alur

Gambar A.3 Alat uji batas cair berisikan benda uji

Penampang x-x

Keterangan
Huruf Ukuran (mm) Huruf Ukuran (mm)
A 2 ± 0,1 G Minimum 10
B 11 ± 0,2 H 13
C 40 ± 0,5 J 60
D 8 ± 0,1 K 10 ± 0,05
E 50 ± 0,5 L 60o ± 1o
F 2 ± 0,1 N 20

Gambar A.4 Alat pembuat alur berbentuk pipih

11 dari 19
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Nomograf penentuan batas cair
Lampiran B
(normatif)

12 dari 19
Gambar B.1
SNI 1967:2008
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1967:2008

Grafik untuk menentukan batas cair


Grafik batas cair
Lampiran C
(normatif)

13 dari 19
Gambar C.1
SNI 1967:2008

Lampiran D
(informatif)

Pengukuran elastisitas alas karet alat uji batas cair

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Peralatan untuk mengukur elastisitas alat batas cair ditunjukan dalam Gambar D1 dan Tabel
2. Peralatan terdiri atas sebuah tabung plastik acrylic terbuka bersama tutupnya,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
berdameter 8 mm, bola baja dan batang magnit kecil. Silinder dan tutupnya terpasang rapat.
Batang magnit ditempelkan pada lubang tutup dan bola baja dimasukan dalam lubang dan
berada di bawah tutup dan batang magnit. Tabung ini kemudian diletakan di atas
permukaan alas karet untuk dilakukan pengujian. Pegang tabung dan berdirikan di atas alas
alat batas cair ini dengan satu tangan, lepaskan bola dengan menarik magnit ke luar dari
atas tutup. Gunakan catatan berskala pada bagian luar silinder untuk menentukan titik
tertinggi yang dicapai oleh pantulan bola. Ulangi penjatuhan bola baja ini sekurang-
kurangnya tiga kali, letakkan alat uji ini pada bagian lain dari permukaan alas ini untuk setiap
penjatuhan bola baja. Pantulan rata-rata dari bola baja, dinyatakan sebagai persentase dari
penjatuhan total adalah sama dengan kekenyalan alas alat batas cair. Pengujian harus
dilakukan dalam ruangan uji.

Gambar D.1 Alat uji elastisitas

14 dari 19
SNI 1967:2008

Tabel D.1 Ukuran alat uji elastisitas

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Dimensi Deskripsi Ukuran (mm)
A Diameter tutup 38,0
B Diameter lubang 9,0
C Kedalaman 18,0
D lubang 25,5
E Tinggi tutup 8,0

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
F Kedalaman 250,0
G lubang 3,2
H Panjang tabung 31,8
Garis tanda yang Ketebalan dinding 225,0
diukur dari bawah Diameter luar 200,0
tabung tabung
Diatas 90%
Dibawah 80%

15 dari 19
SNI 1967:2008

Lampiran E
(normatif)

Formulir uji batas cair tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek/ Pekerjaan : ……………….
Lokasi : ………………. Dikerjakan oleh : ...........................

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
No contoh dan kedalaman : …………........ Diperiksa oleh : ...........................
Jenis tanah : ......................

1. Banyak pukulan

2. Nomor cawan

3. Berat cawan + tanah basah (gram)

4. Berat cawan + tanah kering (gram)

5. Berat air (gram)

6. Berat cawan (gram)

5. Berat tanah kering (gram)

6. Kadar air (w) x 100 %

………..,……………………

Diperiksa Penguji

( …………………) ( ..………………… )

16 dari 19
SNI 1967:2008

Lampiran F
(informatif)

Contoh pengujian batas cair tanah

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Proyek/ Pekerjaan : Cepu-Bojonegoro
Lokasi : Km Bjg 31+210 Dikerjakan oleh : Djainudin
No contoh dan kedalaman : BT1/TB1 (1,0-1,4 m) Diperiksa oleh : Sumarno, BE
Jenis tanah : Lempung lanauan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1. Banyak pukulan 50 35 21 11
2. Nomor cawan EK16 EJ 59 AE55 AE16
3. Berat cawan + tanah basah (gram) 34,03 31,88 32,73 33,16
4. Berat cawan + tanah kering (gram) 26,00 24,81 34,99 24,98
5. Berat air (gram) 8,03 7,07 7,74 8,18
6. Berat cawan (gram) 18,16 18,18 18,15 18,04
5. Berat tanah kering (gram) 7,84 6,63 6,84 6,94
6. Kadar air (w) x 100 % 102,42 106,64 113,16 117,87

Nilai batas cair LL = 110%

Gambar F.1 Pengujian batas cair (Metode A)

Bandung, 15 Februari 2006

Diperiksa Penguji

(Sumarno,BE) (Djaenudin)
Contoh pengujian batas cair tanah

17 dari 19
SNI 1967:2008

Proyek/ Pekerjaan : Cepu-Bojonegoro


Lokasi : Km Bjg 31+210 Dikerjakan oleh : Djainudin

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
No contoh dan kedalaman : BT1/TB1 (1,0-1,4 m) Diperiksa oleh : Sumarno, BE
Jenis tanah : Lempung lanauan

1. Banyak pukulan 24

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2. Nomor cawan KJ10
3. Berat cawan + tanah basah (gram) 35,41
4. Berat cawan + tanah kering (gram) 26,48
5. Berat air (gram) 8,93
6. Berat cawan (gram) 18,16
5. Berat tanah kering (gram) 8,30
6. Kadar air (w) x 100 % 107,59

Perhitungan
Untuk N =24 maka nilai k = 0,995
LL = k.wn
= 0,995 (107,59)
= 107
Nilai batas cair LL = 107%

Gambar F.2 Pengujian batas cair (Metode B)

Bandung, 15 Februari 2006

Diperiksa Penguji

(Sumarno,BE) (Djaenudin)

18 dari 19
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1967:2008

SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat casagrande, Departemen
Bibliografi

19 dari 19
Pekerjaan umum, 1990.
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
SNI 1969:2008

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 91.100.15; 91.010.30


“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1969:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ........................................................................................................................ i
Prakata .......................................................................................................................... ii
Pendahuluan .................................................................................................................. iii
1 Ruang lingkup ......................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif .................................................................................................... 2
3 Istilah dan definisi ................................................................................................. 2
4 Peralatan ............................................................................................................. 3
5 Pengambilan contoh dan persiapan contoh uji ..................................................... 4
6 Langkah kerja ...................................................................................................... 5
7 Perhitungan ......................................................................................................... 5
8 Laporan ................................................................................................................ 6
9 Ketelitian dan penyimpangan .............................................................................. 7

Lampiran A (Informatif) ................................................................................................ 8


Lampiran B (Informatif) ................................................................................................ 9
Lampiran C (Informatif) ................................................................................................ 10

i
SNI 1969:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan judul Cara uji berat jenis penyerapan air agregat
kasar adalah revisi dari SNI 03 - 1969 - 1990 Metode pengujian berat jenis dan penyerapan
air agregat kasar.

Adapun perbedaan SNI sebelumnya, terdapat uraian-uraian yang sifatnya berupa informasi
atau ketentuan baru, dan penjelasan-penjelasan yang lebih terperinci dan cukup berarti

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
mengenai beberapa hal dalam SNI 03 – 1969 – 1990. Hal-hal yang dimaksud adalah:

1. perhitungan berat jenis kering, jenuh kering permukaan dan semu, pada temperatur air
230C / temperatur agregat 230C, (sebelumnya pada suhu 250 C).

2. saringan ukuran 4,75 mm (No.4), (sebelumnya saringan berdiameter 4,75 mm (saringan


No.4)).

3. setelah ditentukan beratnya, segera tempatkan contoh uji yang berada dalam kondisi
jenuh kering permukaan tersebut di dalam wadah lalu tentukan beratnya di dalam air,
yang mempunyai kerapatan (997±2) kg/m3 pada temperatur (23±2)0C, (sebelumnya
rendam berat uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam).

4. dinginkan contoh uji pada temperatur-kamar selama satu sampai tiga jam, atau sampai
agregat telah dingin pada suatu temperatur yang dapat dikerjakan pada temperatur (kira-
kira 50OC), (sebelumnya dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1- 3 jam).

5. penjelasan mengenai persyaratan pengambilan contoh dan persiapan contoh uji


(sebelumnya tidak lengkap penjelasannya)

6. uraian mengenai ketelitian dan penyimpangan (sebelumnya tidak ada).

Di samping hal-hal tersebut di atas terdapat juga beberapa catatan berkaitan dengan uraian
yang bersangkutan, yang dengan adanya catatan-catatan itu akan lebih memperjelas
bagaimana seharusnya menerapkan cara uji ini tanpa adanya kesalahan-kesalahan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil,
melalui Gugus Kerja Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan pada Subpanitia Teknis
Rekayasa Jalan dan Jembatan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 (PSN
08:2007) dan dibahas pada forum rapat konsensus pada tanggal 5 Mei 2006 di Puslitbang
Jalan dan Jembatan Bandung dengan melibatkan elemen stakeholder terkait.

ii
SNI 1969:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara uji penyerapan air agregat kasar ini dimaksudkan untuk memberi tuntunan dan arahan
bagi para pelaksana di laboratorium dalam melakukan pengujian air agregat kasar. Cara uji
ini memuat ruang lingkup, peralatan, pengambilan contoh dan persiapan contoh uji, langkah
kerja, perhitungan, laporan, ketelitian dan penyimpangan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1969:2008

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

1.1 Umum

Standar ini untuk menentukan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar. Agregat kasar

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
adalah agregat yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,75 mm (Saringan No.4). Berat
jenis dapat dinyatakan dengan berat jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi jenuh
kering permukaan atau berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan
penyerapan air berdasarkan pada kondisi setelah (24+4) jam direndam di dalam air. Cara uji
ini tidak ditujukan untuk digunakan pada pengujian agregat ringan.

Nilai-nilai yang tertera dinyatakan dalam satuan internasional (SI) dan digunakan sebagai
standar.

Standar ini dapat menyangkut penggunaan bahan, pelaksanaan dan peralatan yang
berbahaya. Standar ini tidak memasukkan masalah keselamatan yang berkaitan dengan
penggunaannya. Pengguna standar ini bertanggung jawab untuk menyediakan hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan serta peraturan dan batasan-batasan dalam
menggunakan standar ini.

1.2 Arti dan kegunaan

Dalam pelaksanaannya berat jenis curah adalah suatu sifat yang pada umumnya digunakan
dalam menghitung volume yang ditempati oleh agregat dalam berbagai campuran yang
mengandung agregat termasuk beton semen, beton aspal dan campuran lain yang
diproporsikan atau dianalisis berdasarkan volume absolut. Berat jenis curah yang ditentukan
dari kondisi jenuh kering permukaan digunakan apabila agregat dalam keadaan basah yaitu
pada kondisi penyerapannya sudah terpenuhi. Sedangkan berat jenis curah yang ditentukan
dari kondisi kering oven digunakan untuk menghitung ketika agregat dalam keadaan kering
atau diasumsikan kering. Berat jenis semu (apparent) adalah kepadatan relatif dari bahan
padat yang membuat partikel pokok tidak termasuk ruang pori di antara partikel tersebut
dapat dimasuki oleh air.

Angka penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari suatu agregat akibat
air yang menyerap ke dalam pori di antara partikel utama dibandingkan dengan pada saat
kondisi kering, ketika agregat tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air
sehingga air telah menyerap penuh. Standar laboratorium untuk penyerapan akan diperoleh
setelah merendam agregat yang kering ke dalam air selama (24+4) jam. Agregat yang
diambil dari bawah muka air tanah akan memiliki penyerapan yang lebih besar apabila
digunakan, bila tidak dibiarkan mengering. Sebaliknya, beberapa jenis agregat apabila
digunakan mungkin saja mengandung kadar air yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
kondisi terendam selama (24+4) jam. Untuk agregat yang telah kontak dengan air dan
terdapat air bebas pada permukaan partikelnya, persentase air bebasnya dapat ditentukan
dengan mengurangi penyerapan dari kadar air total yang ditentukan dengan cara uji
AASHTO T 255.

Prosedur umum yang digambarkan dalam cara uji ini cocok untuk digunakan dalam
menentukan penyerapan agregat yang dikondisikan dengan cara uji yang berbeda dengan
perendaman selama (24+4) jam, seperti penggunaan pompa hampa udara atau kondisi air

1 dari 10
SNI 1969:2008

mendidih. Namun nilai yang didapat untuk penyerapan akan berbeda, berat jenis curah pada
kondisi jenuh kering permukaan.

Pori pada agregat ringan mungkin tidak dapat benar-benar terisi dengan air atau sebaliknya

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
setelah perendaman selama (24+4) jam. Pada kenyataannya beberapa jenis agregat, tetap
saja tidak akan mencapai potensi penyerapan yang sebenarnya walaupun setelah direndam
selama beberapa hari. Oleh karena itu, cara uji ini tidak untuk digunakan dalam pemeriksaan
agregat ringan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif

SNI 03 – 1970 –1990, Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus
SNI 03 – 1974 – 1990, Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar
SNI 03 – 4804 – 1998, Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam agregat
SNI 03 – 6388 – 2000, Spesifikasi agregat tanah lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan
lapis permukaan
SNI 03 – 6414 – 2002, Spesifikasi timbangan yang digunakan pada pengujian bahan
SNI 13 – 6717 – 2002, Tata cara penyiapan benda uji dari contoh agregat
SNI 03 – 6866 – 2002, Spesifikasi saringan anyaman kawat untuk keperluan pengujian
SNI 03 – 6885 – 2002, Tata cara pelaksanaan program uji untuk penentuan presisi metode
uji bahan konstruksi
SNI 03 – 6889 – 2002, Tata cara pengambilan contoh agregat
AASHTO M 132, Terms relating to density and specific gravity of solids, liquids and gases
AASHTO R 1, Use of the international system of units
AASHTO T 255, Total evaporable moisture content of aggregate by drying
ASTM C 125, Terminology relating to concrete and concrete aggregates
ASTM Designation C 127-88 (1993), Standard method of test for specific gravity and
absorption of coarse aggregate.

3 Istilah dan definisi

3.1
agregat ringan
agregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat isi sebesar 1 100 kg/m 3
atau kurang

3.2
agregat halus
pasir alam sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 4,75 mm (No.4)

3.3
agregat kasar
kerikil sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 4,75 mm (No.4) sampai 40
mm (No. 1½ inci)

2 dari 10
SNI 1969:2008

3.4
berat jenis
perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu material terhadap berat air dengan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
volume yang sama pada temperatur yang ditentukan. Nilai-nilainya adalah tanpa dimensi

3.5
berat jenis curah kering
perbandingan antara berat dari satuan volume agregat (termasuk rongga yang
ermeable e dan ermeable di dalam butir partikel, tetapi tidak termasuk rongga antara

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
butiran partikel) pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas
gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperatur tertentu

3.6
berat jenis curah (jenuh kering permukaan)
perbandingan antara berat dari satuan volume agregat (termasuk berat air yang terdapat di
dalam rongga akibat perendaman selama (24+4) jam, tetapi tidak termasuk rongga antara
butiran partikel) pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas
gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperatur tertentu

3.7
berat jenis semu (apparent)
perbandingan antara berat dari satuan volume suatu bagian agregat yang impermiabel pada
suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas gelembung dalam
volume yang sama pada suatu temperatur tertentu

3.8
penyerapan air
penambahan berat dari suatu agregat akibat air yang meresap ke dalam pori-pori, tetapi
belum termasuk air yang tertahan pada permukaan luar partikel, dinyatakan sebagai
persentase dari berat keringnya; agregat dikatakan ”kering” ketika telah dijaga pada suatu
temperatur (110±5) oC dalam rentang waktu yang cukup untuk menghilangkan seluruh
kandungan air yang ada (sampai beratnya tetap)

4 Peralatan

4.1 Timbangan

Timbangan harus sesuai dengan persyaratan dalam SNI 03 – 6414 – 2002. Timbangan
harus dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk menggantung Wadah contoh uji
didalam air pada bagian tengah-tengah alat penimbang

4.2 Wadah contoh uji

Suatu keranjang kawat 3,35 mm (Saringan No. 6) atau yang lebih halus, atau ember dengan
tinggi dan lebar yang sama dengan kapasitas 4 sampai 7 liter untuk agregat dengan ukuran
nominal maksimum 37,5 mm (Saringan No.1 ½ inci) atau lebih kecil, dan wadah yang lebih
besar jika dibutuhkan untuk menguji ukuran maksimum agregat yang lebih besar. Wadah
harus dibuat agar dapat mencegah terperangkapnya udara ketika wadah ditenggelamkan.

4.3 Tangki Air

3 dari 10
SNI 1969:2008

Sebuah tangki air yang kedap dimana contoh uji dan wadahnya akan ditempatkan dengan
benar-benar terendam ketika digantung di bawah timbangan, dilengkapi dengan suatu
saluran pengeluaran untuk menjaga agar ketinggian air tetap.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
4.4 Alat penggantung (kawat)

Kawat untuk menggantung wadah haruslah kawat dengan ukuran praktis terkecil untuk
memperkecil seluruh kemungkinan pengaruh akibat perbedaan panjang kawat yang
terendam.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4.5 Saringan 4,75 mm (No. 4)

Saringan atau ukuran yang lain jika dibutuhkan ( Pasal 5).

5 Pengambilan contoh dan persiapan contoh uji

a) Pengambilan contoh harus disesuaikan dengan SNI 03 – 6889 – 2002.

b) Campur agregat secara menyeluruh dan kurangilah sampai mendekati jumlah yang
diperlukan dengan menggunakan prosedur yang sesuai dengan SNI 13 – 6717 – 2002.
Pisahkan semua material yang lolos saringan ukuran 4,75 mm (No.4) dengan
penyaringan kering, kemudian cuci secara menyeluruh untuk menghilangkan debu atau
material lain dari permukaan agregat. Jika agregat kasar mengandung sejumlah bahan
yang lebih halus dari saringan ukuran 4,75 mm (No.4) dalam jumlah yang substansial,
seperti agregat ukuran 2,36 mm (No. 8) dan Saringan ukuran No. 9 (dalam AASHTO M
43), gunakan saringan ukuran 2,36 mm (No. 8) sebagai pengganti saringan ukuran 4,75
mm (No.4). Sebagai pilihan, pisahkan material yang lebih halus dari saringan ukuran 4,75
mm (No.4) dan ujilah material tersebut menurut SNI 03 - 1970 - 1990.

c) Berat contoh uji minimum untuk digunakan disajikan di bawah ini. Di dalam banyak
kejadian mungkin saja diinginkan untuk menguji suatu agregat kasar dalam beberapa
ukuran terpisah per fraksi; dan jika contoh uji mengandung lebih dari 15 persen yang
tertahan di atas saringan ukuran 37,5 mm (No. 1½ inci), maka ujilah material yang lebih
besar dari 37,5 mm di dalam satu atau lebih ukuran fraksi secara terpisah dari ukuran
yang lebih kecil. Apabila suatu agregat diuji dalam ukuran fraksi yang terpisah, berat
contoh uji minimum untuk masing-masing fraksi harus merupakan perbedaan antara berat
yang telah ditentukan untuk ukuran minimum dan maksimum dari fraksi tersebut.

Tabel 1 Berat contoh uji minimum untuk tiap ukuran nominal maksimum agregat

Ukuran nominal maksimum Berat minimum dari contoh uji


mm inci kg
150 (6) 125
125 (5) 75
112 (4 ½) 50
100 (4) 40
90 (3 ½) 25
75 (3) 18
63 (2 ½) 12
50 (2) 8
37,5 (1 ½) 5
25,0 (1) 4
19,0 (3/4) 3
4 dari 10
SNI 1969:2008

12,5 atau kurang (½) atau kurang 2

d) Jika contoh diuji dalam dua fraksi atau lebih, tentukanlah susunan butiran (gradasi)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
contoh sesuai dengan SNI 03 1974 – 1990, termasuk saringan yang dipergunakan untuk
memisahkan fraksi di dalam cara uji ini. Dalam menghitung persentase material dalam
setiap ukuran, abaikanlah jumlah material yang lebih halus dari pada saringan ukuran
4,75 mm (No.4) atau saringan ukuran 2,36 mm (No. 8) apabila digunakan seperti yang
dijelaskan pada pasal 5.butir b.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5 Langkah kerja

a) Keringkan contoh uji tersebut sampai berat tetap dengan temperatur (110±5)0C,
dinginkan pada temperatur kamar selama satu sampai tiga jam untuk contoh uji dengan
ukuran maksimum nominal 37,5 mm (Saringan No. 1 ½ in.) atau lebih untuk ukuran yang
lebih besar sampai agregat cukup dingin pada temperatur yang dapat dikerjakan pada
temperatur (kira-kira 500C). Sesudah itu rendam agregat tersebut di dalam air pada
temperatur kamar selama (24+4) jam. Pada saat menguji agregat kasar dengan ukuran
maksimum yang besar, akan memerlukan contoh uji yang lebih besar, dan akan lebih
mudah di uji dalam dua atau lebih contoh yang lebih kecil, kemudian nilai-nilai yang
diperoleh digabungkan dengan perhitungan-perhitungan pada pasal 7.

b) Apabila nilai-nilai penyerapan dan berat jenis akan dipergunakan dalam menentukan
proporsi campuran beton yang agregatnya akan berada pada kondisi alaminya, maka
persyaratan untuk pengeringan awal sampai berat tetap dapat dihilangkan, dan jika
permukaan partikel butir contoh terjaga secara terus-menerus dalam kondisi basah,
perendaman sampai (24+4)jam juga dapat dihilangkan. Sebagai catatan nilai-nilai untuk
penyerapan dan berat jenis curah (jenuh kering permukaan) mungkin lebih tinggi untuk
agregat yang tidak kering oven sebelum direndam dibandingkan dengan agregat yang
sama tetapi diperlakukan seperti pada pasal 6 butir a. Hal ini jelas, khususnya untuk
partikel butiran yang lebih besar dari 75 mm (3 inci) karena air tidak mungkin mampu
masuk sampai pusat butiran dalam waktu perendaman seperti yang disyaratkan.

c) Pindahkan contoh uji dari dalam air dan guling-gulingkan pada suatu lembaran penyerap
air sampai semua lapisan air yang terlihat hilang. Keringkan air dari butiran yang besar
secara tersendiri. Aliran udara yang bergerak dapat digunakan untuk membantu
pekerjaan pengeringan. Kerjakan secara hati-hati untuk menghindari penguapan air dari
pori-pori agregat dalam mencapai kondisi jenuh kering permukaan. Tentukan berat
benda uji pada kondisi jenuh kering permukaan. Catat beratnya dan semua berat yang
sampai nilai 1,0 gram terdekat atau 0,1 persen yang terdekat dari berat contoh, pilihlah
nilai yang lebih besar.

d) Setelah ditentukan beratnya, segera tempatkan contoh uji yang berada dalam kondisi
jenuh kering permukaan tersebut di dalam wadah lalu tentukan beratnya di dalam air,
yang mempunyai kerapatan (997±2) kg/m3 pada temperatur (23±2)0C. Hati-hatilah
sewaktu berusaha menghilangkan udara yang terperangkap sebelum menentukan berat
tersebut, menggoncangkan wadah dalam kondisi terendam. Wadah tersebut harus
terendam dengan kedalaman yang cukup untuk menutup contoh uji selama penentuan
berat. Kawat yang menggantungkan kontainer tersebut harus memiliki ukuran praktis
yang paling kecil untuk memperkecil kemungkinan pengaruh akibat perbedaan panjang
kawat yang terendam.

e) Keringkan contoh uji tersebut sampai berat tetap pada temperatur (110±5)0C, dinginkan
pada temperatur-kamar selama satu sampai tiga jam, atau sampai agregat telah dingin

5 dari 10
SNI 1969:2008

pada suatu temperatur yang dapat dikerjakan pada temperatur (kira-kira 50OC),
kemudian tentukan beratnya. Gunakan berat ini dalam proses perhitungan pada pasal 7.

7 Perhitungan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
7.1 Berat jenis curah kering

Lakukanlah perhitungan berat jenis curah kering (Sd), pada temperatur air 230C / temperatur
agregat 230C dengan rumus berikut ini:

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
A
Berat Jenis Curah Kering = .............................................................................. (1)
(B − C )
dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan di udara (gram);
C adalah berat benda uji dalam air (gram);

7.2 Berat jenis curah (jenuh kering permukaan)

Lakukanlah perhitungan berat jenis curah jenuh kering permukaan (Ss), pada temperatur air
230C / temperatur agregat 230C dalam basis jenuh kering permukaan dengan rumus berikut
ini:
B
Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) = ………………………................. (2)
(B − C )
dengan :
B adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan di udara (gram);
C adalah berat benda uji dalam air (gram).

7.3 Berat jenis semu

Lakukanlah perhitungan berat jenis semu (Sa), pada temperatur air 230C / temperatur
agregat 230C dengan cara berikut ini:
A
Berat jenis semu = ........................................................................................ (3)
(A − C )
dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
C adalah berat benda uji dalam air (gram).

7.4 Penyerapan air

Hitunglah persentase penyerapan air (Sw) seperti dengan cara:

⎡ B − A⎤
Penyerapan air = ⎢ ⎥ x100 % ................................................................................ (4)
⎣ A ⎦

dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan di udara (gram);

8 Laporan

6 dari 10
SNI 1969:2008

a) Laporkan hasil berat jenis dengan ketelitian 0,01 yang terdekat dan penyerapan dengan
ketelitian 0,1 persen. Terdapat pendekatan matematis serta tiga jenis berat jenis dan
penyerapan di dalam lampiran yang dapat digunakan, dan mungkin berguna dalam
memeriksa tingkat konsistensi data atau menghitung nilai-nilai yang tidak dilaporkan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan menggunakan data laporan yang lain.

b) Jika agregat kasar diuji pada kondisi kelembaban alaminya, tidak dengan dikeringkan
terlebih dahulu di dalam oven dan direndam selama (24+4) jam di dalam air, laporkan
sumber benda uji dan prosedur yang dipakai untuk mencegah kekeringan sebelum diuji.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
9 Ketelitian dan penyimpangan

Karena tidak ada material acuan yang cocok untuk menentukan penyimpangan untuk
prosedur dalam mengukur penyerapan agregat kasar, maka tidak ada pernyataan mengenai
penyimpangan.

7 dari 10
SNI 1969:2008

Lampiran A
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Hubungan antara berat jenis dengan penyerapan seperti yang ditentukan dalam cara uji SNI
03 – 1969 –1990 dan SNI 03 – 1970 –1990

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Dengan :
Sd adalah berat jenis curah (kering),
Ss adalah berat jenis curah (jenuh kering permukaan),
Sa adalah berat jenis semu (apparent), dan
Sw adalah penyerapan (dalam persen)

maka :

S s = (1 + Sw / 100)S d .......................................................................................................... (5)

1 Sd
Sa = = ............................................................................................. (6)
1 Sw Sw.S d
− 1−
S d 100 100

atau :

1 Ss
Sa = = ........................................................................ (7)
1 + Sw / 100 Sw
− 1−
Sw
(S s − 1)
Ss 100 100

⎛S ⎞
Sw = ⎜⎜ S − 1⎟⎟.100 ............................................................................................................. (8)
⎝ Sd ⎠

⎛ S − Ss ⎞
Sw = ⎜⎜ a ⎟⎟.100 ....................................................................................................... (9)
(
⎝ a s
S S − 1) ⎠

8 dari 10
SNI 1969:2008

Lampiran B
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Istilah-istilah dalam pengujian berat jenis

Specific Gravity Berat Jenis


Bulk Specific Gravity Berat Jenis Curah

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Absorption Penyerapan air
Apparent Specific Gravity Berat Jenis Semu
Saturated Surface Dry (SSD) Jenuh Kering Permukaan (JKP)
Density Kerapatan
Air Weight Berat ketika ditimbang di udara.
Unit Weight Berat Isi

9 dari 10
SNI 1969:2008

Lampiran C
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Formulir uji dan contoh perhitungan

Surat Permohonan :
No. Kode Pengujian :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Lampiran :
Dibuat Untuk :
Penerimaan Contoh Uji :
Jenis Contoh Uji :
Jumlah Contoh Uji :
Kemasan Contoh Uji :
Tanggal Penerimaan :
Tanggal Pengujian :
Pengujian Dilakukan Sesuai Metode Uji :

Pengujian Notasi I II Satuan


Berat benda uji kering oven A 1215,25 1195,10 gram
Berat benda uji jenuh kering permukaan di udara B 1232,10 1211,20 gram
Berat benda uji dalam air C 749,86 740,69 gram

Perhitungan Notasi I II Rata-rata


A
(B − C )
Berat jenis curah kering (Sd) 2,52 2,54 2,53

B
(B − C )
Berat jenis curah jenuh kering permukaan (Ss) 2,55 2,54 2,54

A
(A − C )
Berat jenis semu (Sa) 2,61 2,63 2,62

Penyerapan air (Sw) ⎡ B − A⎤ 1,39 1,35 1,37


⎢ A ⎥ x100 %
⎣ ⎦

.................., ..........................
Pemeriksa, Penguji,

( ) ( )

10 dari 10
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1970:2008

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 91.100.15; 91.010.30


“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1970:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ........................................................................................................................ i
Prakata .......................................................................................................................... ii
Pendahuluan .................................................................................................................. iii

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1 Ruang lingkup ........................................................................................................... 1
2 Acuan normatif …. ..................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ….................................................................................................. 2
4 Peralatan …… ........................................................................................................... 3
5 Pengambilan contoh …. ............................................................................................ 4
6 Persiapan contoh uji ….............................................................................................. 4
7 Langkah kerja …… .................................................................................................... 5
8 Berat jenis curah kering …… ..................................................................................... 7
9 Berat jenis curah (kondisi jenuh kering permukaan) ................................................. 7
10 Berat jenis semu ….. ................................................................................................. 7
11 Penyerapan air …...................................................................................................... 8
12 Laporan …… ............................................................................................................. 8
13 Ketelitian dan penyimpangan …................................................................................ 8

Lampiran A (Informatif) ................................................................................................ 10


Lampiran B (Informatif) ................................................................................................ 11
Lampiran C (Informatif) ................................................................................................ 12

i
SNI 1970:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat
halus adalah revisi dari SNI 03 – 1970 - 1990 Metode pengujian berat jenis dan penyerapan
air agregat halus. Standar ini merupakan AASTHO T 84-00” (2004), Standard method of test
for specific gravity and absorption of fine aggregate.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Adapun perbedaan dengan SNI sebelumnya terdapat uraian-uraian yang sifatnya berupa
informasi atau ketentuan baru, dan penjelasan-penjelasan yang lebih terperinci dan cukup
berarti, hal-hal yang dimaksud adalah:

1. Keluarkan agregat halus dari dalam piknometer, keringkan sampai berat tetap pada
temperatur (110+5)oC, dinginkan pada temperatur ruang selama (1,0+0,5) jam dan
timbang beratnya, (sebelumnya asumsi suhu ruang 250 C)

2. Perhitungan berat jenis kering, jenuh kering permukaan dan semu, pada temperatur
(23+2)oC., (sebelumnya pada suhu 250 C).

3. Saringan ukuran 4,75 mm (No.4), (sebelumnya saringan berdiameter 4,75 mm (saringan


No.4)).

4. Penjelasan mengenai beberapa cara penanganan contoh uji (sebelumnya tidak lengkap
penjelasannya)

5. Uraian mengenai ketelitian dan penyimpangan (sebelumnya tidak ada).

Di samping hal-hal tersebut di atas terdapat juga beberapa catatan berkaitan dengan uraian
yang bersangkutan, yang dengan adanya catatan-catatan itu akan lebih memperjelas
bagaimana seharusnya menerapkan cara uji ini tanpa adanya kesalahan-kesalahan.
Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil,
melalui Gugus Kerja Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan pada Subpanitia Teknis
Rekayasa Jalan dan Jembatan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman BSN Nomor 8 Tahun 2000 dan dibahas
pada forum rapat konsensus pada tanggal 5 Mei 2006 di Puslitbang Jalan dan Jembatan
Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1970:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus ini dimaksudkan sebagai acuan dan
pegangan dalam bagai para pelaksana di laboratorium dalam melakukan pengujian berat
jenis dan penyerapan air agregat halus. Cara uji ini digunakan untuk menentukan setelah
(24+4) jam di dalam air berat jenis curah kering dan berat jenis semu, berat jenis curah
dalam kondisi jenuh kering permukaan, serta penyerapan air.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Cara uji ini memuat ruang lingkup, peralatan, pengambilan contoh, persiapan contoh uji,
langkah kerja, berat jenis curah kering, berat jenis curah, berat jenis semu, penyerapan air,
laporan serta ketelitian dan penyimpangan.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1970:2008

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1. Ruang lingkup

1.1 Umum

Standar ini menetapkan cara uji berat jenis curah kering dan berat jenis semu (apparent)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
serta penyerapan air agregat halus. Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya
lebih kecil dari 4,75 mm (No. 4).

Cara uji ini digunakan untuk menentukan setelah (24+4) jam di dalam air berat jenis curah
kering dan berat jenis semu, berat jenis curah dalam kondisi jenuh kering permukaan, serta
penyerapan air.

Nilai nilai yang tertera dinyatakan dalam satuan internasional (SI) dan digunakan sebagai
standar.

Standar ini dapat menyangkut penggunaan bahan, pelaksanaan dan peralatan yang
berbahaya. Standar ini tidak memasukkan masalah keselamatan yang berkaitan dengan
penggunaannya. Pengguna standar ini bertanggung jawab untuk menyediakan hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan serta peraturan dan batasan-batasan dalam
menggunakan standar ini.

1.2 Arti dan kegunaan

Dalam penggunaannya, berat jenis curah adalah suatu sifat yang pada umumnya digunakan
dalam menghitung volume yang ditempati oleh agregat dalam berbagai campuran yang
mengandung agregat termasuk beton semen, beton aspal dan campuran lain yang
diproporsikan atau dianalisis berdasarkan volume absolut. Berat jenis curah yang ditentukan
dari kondisi jenuh kering permukaan digunakan apabila agregat dalam keadaan basah yaitu
pada kondisi penyerapannya sudah terpenuhi. Sedangkan berat jenis curah yang ditentukan
dari kondisi kering oven digunakan untuk menghitung ketika agregat dalam keadaan kering
atau diasumsikan kering.

Berat jenis semu adalah kepadatan relatif dari bahan padat yang membuat partikel pokok
tidak termasuk ruang pori di antara partikel tersebut dapat dimasuki oleh air.
Angka penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari suatu agregat akibat
air yang menyerap ke dalam pori di antara partikel pokok dibandingkan dengan pada saat
kondisi kering, ketika agregat tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air
sehingga air telah menyerap penuh. Standar laboratorium untuk penyerapan akan diperoleh
setelah merendam agregat yang kering ke dalam air selama (24+4) jam. Agregat yang
diambil dari bawah muka air tanah akan memiliki nilai penyerapan yang lebih besar bila tidak
dibiarkan mengering. Sebaliknya, beberapa jenis agregat mungkin saja mengandung kadar
air yang lebih kecil bila dibandingkan dengan yang pada kondisi terendam selama 15 jam.
Untuk agregat yang telah kontak dengan air dan terdapat air bebas pada permukaan
partikelnya, persentase air bebasnya dapat ditentukan dengan mengurangi penyerapan dari
kadar air total.

2. Acuan normatif

SNI 03 – 1969 – 1990, Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar.

1 dari 12
SNI 1970:2008

SNI 03 – 1970 – 1990, Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus.
SNI 03 – 4804 – 1998, Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam agregat
SNI 03 – 6414 – 2002, Spesifikasi timbangan yang digunakan pada pengujian bahan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 03 – 6885 – 2002, Tata cara pelaksanaan program uji untuk penentuan presisi metode
uji bahan konstruksi
SNI 03 – 6866 – 2002, Spesifikasi saringan anyaman kawat untuk keperluan pengujian
SNI 03 – 6889 – 2002, Tata cara pengambilan contoh agregat.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
SNI 13 – 6717 – 2002, Tata cara penyiapan benda uji dari contoh agregat
AASHTO M 132, Terms relating to density and specific gravity of solids, liquids and gases
AASHTO R 1, Use of the international system of units
AASHTO T 133; Density of hydraulic cement
AASHTO T 255, Total evaporable moisture content of aggregate by drying
ASTM C 125, Terminology relating to concrete and concrete aggregates

3 Istilah dan definisi

3.1
agregat ukuran tunggal (single sized)
agregat yang ukuran butirannya sama

3.2
agregat halus
pasir alam sebagai hasil disintegrasi ’alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 4,75 mm (No.4)

3.3
agregat kasar
kerikil sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 4,75 mm (No.4) sampai 40
mm (No. 1½ inci)

3.4
berat jenis
perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu material terhadap berat air dengan
volume yang sama pada temperatur yang ditentukan. Nilai-nilainya adalah tanpa dimensi

3.5
berat jenis curah kering
perbandingan antara berat dari satuan volume agregat (termasuk rongga yang impermeabel
dan permeabel di dalam butir partikel, tetapi tidak termasuk rongga antara butiran partikel)
pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas gelembung
dalam volume yang sama pada suatu temperatur tertentu

3.6
berat jenis curah (jenuh kering permukaan)
perbandingan antara berat dari satuan volume agregat (termasuk berat air yang terdapat di
dalam rongga akibat perendaman selama (24+4) jam, tetapi tidak termasuk rongga antara
butiran partikel) pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas
gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperatur tertentu
2 dari 12
SNI 1970:2008

3.7
berat jenis semu (apparent)
perbandingan antara berat dari satuan volume suatu bagian agregat yang impermiabel pada
suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas gelembung dalam

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
volume yang sama pada suatu temperatur tertentu

3.8
penyerapan air
penambahan berat dari suatu agregat akibat air yang meresap ke dalam pori-pori, tetapi

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
belum termasuk air yang tertahan pada permukaan luar partikel, dinyatakan sebagai
persentase dari berat keringnya. Agregat dikatakan “kering” ketika telah dijaga pada suatu
temperatur (110±5)oC dalam rentang waktu yang cukup untuk menghilangkan seluruh
kandungan air yang ada (sampai beratnya tetap)

4 Peralatan

4.1 Timbangan

Timbangan harus sesuai dengan persyaratan dalam SNI 03 – 6414 – 2002.

4.2 Piknometer

Labu atau wadah lain yang cocok untuk benda uji agar dapat dengan mudah dimasukkan
volume agregat halus sebanyak + 100 mm3 secara berulang. Volume wadah akan diisi
sampai bagian yang ditandai, paling tidak harus 50% lebih besar dari ruang yang diperlukan
untuk benda uji. Suatu labu dengan kapasitas 500 mL cukup untuk 500 gram rata-rata benda
uji agregat halus. Sebuah labu Le Chatelier yang digambarkan pada AASHTO T 133 dapat
digunakan untuk 55 gram benda uji.

4.3 Cetakan

Suatu cetakan yang terbuat dari baja yang tebalnya 0,8 mm berbentuk frustum kerucut
(kerucut terpancung) dengan ukuran sebagai berikut : Diameter dalam bagian atas (40+3)
mm, diameter dalam bagian bawah (90+3) mm dan tinggi kerucut terpancung (75+3) mm.

4.4 Batang penumbuk

Suatu batang pemadat dengan berat (340+15) gram dan permukaan pemadat berbentuk
lingkaran yang rata dengan diameter (25+3) mm.

4.1 Oven

Oven yang dapat dipergunakan harus memiliki kapasitas yang sesuai, dilengkapi pengatur
temperatur dan mampu memanaskan sampai temperatur (110+5) oC.

4.2 Alat pengukur temperatur

Alat pengukur temperatur seperti thermometer baik analog maupun elektronik dengan
rentang temperatur yang sesuai dan ketelitian pembacaan 1oC.

4.3 Alat bantu lain

a) Pompa vakum atau alat pemanas (tungku) untuk mengeluarkan gelembung.


b) Saringan dengan ukuran bukaan 4,75 mm (No.4).

3 dari 12
SNI 1970:2008

c) Talam.
d) Bejana tempat air.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5 Pengambilan contoh

Pengambilan contoh agregat harus menggunakan prosedur yang sesuai dengan SNI 03 –
6889 – 2002.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
6 Persiapan contoh uji

a) Siapkan kira-kira 1 kg agregat halus dari contoh uji menggunakan prosedur yang sesuai
dengan SNI 13 – 6717 – 2002.

b) Keringkan dalam wadah yang sesuai sampai beratnya tetap, pada temperatur (110+5)oC.
Biarkan mendingin sampai temperatur yang dapat dikerjakan, basahi dengan air, baik
dengan cara melembabkan sampai 6% atau merendamnya, biarkan (24+4) jam.

c) Sebagai alternatif dari langkah di atas, dimana nilai berat jenis dan penyerapan
digunakan dalam menghitung campuran beton dengan agregat dalam kondisi lapangan
seadanya, persyaratan untuk pengeringan awal sampai berat tetap dapat diabaikan dan
apabila permukaan partikel telah terjaga dalam kondisi basah, perendaman selama
(24+4) jam dapat diabaikan. Nilai penyerapan dan berat jenis dalam kondisi jenuh kering
permukaan dapat menjadi lebih tinggi untuk agregat yang tidak dikeringkan dengan oven
sebelum direndam apabila dibandingkan dengan yang melalui langkah pada pasal 6 butir
b).

d) Hilangkan kelebihan air dengan hati-hati untuk menghindari hilangnya butiran yang
halus, tebarkan benda uji di atas permukaan terbuka yang rata dan tidak menyerap air,
beri aliran udara yang hangat dan perlahan, aduk untuk mencapai pengeringan yang
merata. Bila di inginkan, bantuan mekanis seperti alat pengaduk dapat digunakan
sebagai alat bantu dalam mencapai kondisi jenuh kering permukaan. Seiring dengan
material yang makin mengering ke dalam kondisi yang kita inginkan, akan perlu di
lakukan gerakan menggosok dengan tangan untuk memisahkan butiran yang saling
menempel. Lanjutkan sampai material pada kondisi lepas dan tidak lagi menempel.
Lakukan dan ulangi langkah pada pasal 5 untuk memastikan bahwa tidak ada lagi
kelebihan kadar air. Bila dianggap bahwa pada percobaan pertama masih terdapat air di
antara agregat, lanjutkan pengeringan dengan mengaduk dan menggosok dengan
tangan, lakukan kembali pengeringan dan pemeriksaan sampai diketahui bahwa kondisi
jenuh kering permukaan telah tercapai. Apabila pada saat pertama melakukan
percobaan kerucut, terlihat kondisi tidak ada lagi kelembaban permukaan, dapat
dipastikan bahwa kondisi jenuh kering permukaan telah terlewati. Bila ini terjadi, campur
kembali beberapa mililiter air ke dalam benda uji, aduk dan ratakan, masukkan ke dalam
wadah yang tertutup dan biarkan + 30 menit. Ulangi kembali langkah pengeringan dan
periksa apakah telah tercapai kondisi jenuh kering permukaan.

e) Lakukan pengujian kerucut untuk memeriksa kelembaban permukaan. Pegang cetakan


di atas permukaan yang halus dan rata serta tidak menyerap air dengan lubang kerucut
yang besar berada di bawah. Masukkan sebagian agregat halus yang sedang diperiksa
ke dalam kerucut sampai penuh dan meluber, ratakan bagian yang meluber tadi dengan
tetap menjaga posisi kerucut. Padatkan agregat yang berada di dalam kerucut secara
perlahan dan merata sebanyak 25 kali dengan batang penumbuk. Setiap tumbukan
dilakukan dengan cara menjatuhkan dengan bebas batang penumbuk dari ketinggian
permukaan penumbuk 5 mm dari permukaan agregat yang dipadatkan. Selalu

4 dari 12
SNI 1970:2008

perhatikan ketinggian jatuh setiap setelah melakukan 1 kali pemadatan. Singkirkan sisa
agregat yang tumpah di sekitar kerucut, kemudian angkat kerucut dengan arah vertikal
secara hati-hati. Jika kondisi jenuh kering permukaan belum tercapai (agregat masih
terlalu lembab permukaannya) maka pasir tersebut masih akan berbentuk seperti

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
cetakan. Apabila pada saat cetakan diangkat dan pasir tersebut runtuh sedikit demi
sedikit maka kondisi jenuh kering permukaan telah tercapai. Beberapa agregat halus
yang angular atau bahan yang mengandung bagian halus yang banyak dapat saja tidak
akan runtuh setelah cetakan diangkat, walaupun kondisi jenuh kering permukaannya
telah tercapai. Untuk bahan seperti ini, kondisi jenuh kering permukaannya harus

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dianggap pada saat terdapat satu sisi dari agregat halus yang runtuh sesaat setelah
cetakannya diangkat.

f) Pengujian alternatif
− Pengujian kerucut lainnya dapat dilakukan seperti pada pasal 6 butir e) namun
pemadatan yang dilakukan hanya 10 kali. Kemudian penuhkan kembali kerucut dan
ratakan, lalu padatkan kembali sebanyak 10 kali. Setelah itu isi kembali kerucut,
ratakan dan padatkan kembali sebanyak 3 kali. Terakhir isi kembali kerucut, ratakan
dan padatkan sebanyak 2 kali. Bersihkan pasir di sekitar kerucut, angkat kerucut
dengan arah vertikal dengan hati hati, dan amati bentuk keruntuhannya.
− Pengujian permukaan dilakukan dengan mengamati apakah terlihat adanya bagian
halus yang terbang pada saat kira-kira kondisi jenuh kering permukaannya telah
tercapai, jika terjadi maka tambahakan sedikit air ke dalam pasir yang diperiksa
tersebut, dengan tangan tuangkan kira-kira 100 gram pasir tersebut ke atas
permukaan yang kering, rata, gelap dan tidak menyerap air. Singkirkan pasir dari
permukaan tersebut setelah 1 atau 2 detik. Apabila terlihat adanya kelembaban pada
permukaan uji lebih dari 2 detik, maka dianggap agregat tersebut masih basah.
− Untuk mencapai kondisi jenuh kering permukaan, suatu material yang berukuran
tunggal (single sized) yang dapat saja runtuh walaupun dalam keadaan basah,
penggunaan handuk kertas dapat dilakukan untuk mengeringkan permukaan butiran
agregat tersebut. Kondisi jenuh kering permukaan tercapai pada saat handuk kertas
tersebut terlihat tidak lagi menyerap air dari permukaan agregat (tidak ada titik air
pada permukaan kertas).

7 Langkah kerja

a) Perhatikan bahwa seluruh penentuan berat harus sampai ketelitian 0,1 gram.

b) Isi piknometer dengan air sebagian saja. Segera setelah itu masukkan ke dalam
piknometer (500+10) gram agregat halus dalam kondisi jenuh kering permukaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Tambahkan kembali air sampai kira-kira 90 % kapasitas
piknometer. Putar dan guncangkan piknometer dengan tangan untuk menghilangkan
gelembung udara yang terdapat di dalam air. Cara uji lain yang dapat digunakan untuk
mempercepat pengeluaran gelembung udara dari dalam air diperbolehkan asalkan tidak
menimbulkan pemisahan dan merusak butiran agregat. Sesuaikan temperatur
piknometer, air dan agregat pada (23+2)oC , apabila diperlukan rendam dalam air yang
bersirkulasi. Penuhkan piknometer sampai batas pembacaan pengukuran. Timbang
berat total dari piknometer, benda uji dan air. Pada umumnya dibutuhkan waktu 15
sampai 20 menit untuk menghilangkan gelembung udara dari dalam air bila
menggunakan cara manual. Menyentuhkan ujung dari handuk kertas ke dalam
piknometer cukup efektif untuk menghilangkan buih yang timbul saat menggetarkan atau
memutar untuk menghilangkan gelembung, atau dengan cara menambahkan beberapa
tetes isopropyl alcohol segera setelah gelembung udara dihilangkan dan memambahkan
air sampai batas pengukuran juga cukup efektif untuk menghilangkan buih yang
terbentuk.

5 dari 12
SNI 1970:2008

− Cara alternatif menentukan berat dapat dilakukan dengan menghitung jumlah air
yang dibutuhkan untuk mengisi piknometer pada temperatur yang ditentukan secara
volumetrik dengan menggunakan buret yang ketelitiannya 0,15 mL. Hitung berat total

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
piknometer, benda uji dan air dengan rumus:

C = 0,9975.Va + S + W........................................................................................... (1)

dengan :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
C adalah berat piknometer, benda uji dan air pada batas pembacaan (gram)
Va adalah volume air yang dimasukkan ke dalam piknometer (mL);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram);
W berat piknometer kosong (gram).

− Langkah alternatif lainnya menggunakan labu Le Chatelier adalah dengan mengisi


labu tersebut dengan air sampai pada posisi garis yang berada di antara 0 dan 1 mL.
Catat pembacaan ini pada temperatur (23+2)oC. Masukkan 55 gram agregat halus
kondisi jenuh kering permukaan ke dalam labu. Setelah semua agregat halus
dimasukkan, pasang tutup labu dan putar labu dengan sedikit dimiringkan untuk
mengeluarkan gelembung udara yang terjebak, lanjutkan hingga tidak ada lagi
gelembung yang naik ke permukaan. Baca posisi akhir pada labu ukur. Jika
menggunakan alkohol untuk menghilangkan buih di permukaan air, volume alkohol
yang dipergunakan (tidak lebih dari 1 mL) harus dikurangi pada pembacaan terakhir
(R2).

c) Keluarkan agregat halus dari dalam piknometer, keringkan sampai berat tetap pada
temperatur (110+5)oC, dinginkan pada temperatur ruang selama (1,0+0,5) jam dan
timbang beratnya. Pada saat mengeringkan dan menimbang berat benda uji dari dalam
piknometer, sisa dari contoh uji dalam kondisi jenuh kering permukaan boleh digunakan
untuk menimbang berat kering ovennya. Benda uji ini harus diambil pada saat yang
bersamaan dan selisih beratnya hanya 0,2 gram. Jika labu Le Chatelier digunakan, akan
diperlukan benda uji yang terpisah untuk menetukan penyerapan air. Timbanglah
(500+10) gram benda uji dalam kondisi jenuh kering permukaan yang terpisah, keringkan
sampai berat tetap kemudian timbanglah kembali Benda uji ini harus diambil pada saat
yang bersamaan dengan yang dimasukkan ke dalam labu Le Chatelier.

d) Timbanglah berat piknometer pada saat terisi air saja sampai batas pembacaan yang
ditentukan pada (23+2)oC.
Cara alternatif menentukan berat dapat dilakukan dengan menghitung jumlah air yang
dibutuhkan untuk mengisi piknometer kosong pada temperatur yang ditentukan secara
volumetrik dengan menggunakan buret yang ketelitiannya 0,15 mL. Hitung berat total
piknometer dan air dengan rumus berikut ini:

B = 0,9975.V + W.......................................................................................................... (2)

dengan :
B adalah berat piknometer dengan air pada batas pembacaan (gram);
W adalah berat piknometer kosong (gram).

8 Berat jenis curah kering

Lakukanlah perhitungan berat jenis curah kering (Sd), dengan rumus berikut ini:

6 dari 12
SNI 1970:2008

A
Berat jenis curah kering = ............................................................................... (3)
(B + S − C)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat piknometer yang berisi air (gram);
C adalah berat piknometer dengan benda uji dan air sampai batas pembacaan (gram);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Jika labu Le Chatelier digunakan, hitunglah berat jenis curah kering, dengan cara :

⎛ A⎞
S1 ⎜ ⎟
Berat jenis curah kering =
⎝S⎠ ................................................................... (4)
0,9975(R2 − R1 )

dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
R1 adalah pembacaan awal posisi air pada labu Le Chatelier ;
R2 adalah pembacaan akhir posisi air pada labu Le Chatelier ;
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).
S1 adalah berat benda uji kondisi jkp yang dimasukkan ke labu (gram).

9 Berat jenis curah (kondisi jenuh kering permukaan)

Lakukanlah perhitungan berat jenis curah dalam basis jenuh kering permukaan (Ss), dengan
menggunakan rumus:

S
Berat jenis curah (JKP) = .………………........................................................ (5)
(B + S − C)

dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat piknometer yang berisi air (gram);
C adalah berat piknometer dengan benda uji dan air sampai batas pembacaan (gram);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).

Jika labu Le Chatelier digunakan, hitunglah berat jenis curah, dengan cara:

S1
Berat jenis curah kering = .................................................................. (6)
0,9975(R2 − R1 )

dengan :
R1 adalah Pembacaan awal posisi air pada labu Le Chatelier ;
R2 adalah Pembacaan akhir posisi air pada labu Le Chatelier ;
S1 adalah berat benda uji kondisi jkp yang dimasukkan ke labu (gram).

10 Berat jenis semu (apparent)

Lakukanlah perhitungan berat jenis semu (Sa), seperti berikut ini:

7 dari 12
SNI 1970:2008

A
Berat Jenis Semu = ........................................................................................ (7)
(B + A − C)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat piknometer yang berisi air (gram);
C adalah berat piknometer dengan benda uji dan air sampai batas pembacaan (gram);

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
11 Penyerapan air

Lakukanlah perhitungan persentase penyerapan air (Sw), dengan cara :

⎡ S − A⎤
Penyerapan air = ⎢ ⎥ x100% …................................................................................. (8)
⎣ A ⎦

dengan :
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).

12 Laporan

a) Laporkan hasil berat jenis dengan ketelitian 0,01 yang terdekat dan penyerapan dengan
ketelitian 0,1 persen. Terdapat pendekatan matematis serta tiga jenis berat jenis dan
penyerapan di dalam lampiran yang dapat digunakan, dan mungkin berguna dalam
memeriksa tingkat kosistensi data atau menghitung nilai-nilai yang tidak dilaporkan
dengan menggunakan data laporan yang lain.

b) Jika agregat halus diuji pada kondisi kelembaban alaminya, tidak dengan dikeringkan
terlebih dahulu di dalam oven dan direndam selama (24+4) jam di dalam air, laporkan
sumber benda uji dan prosedur yang dipakai untuk mencegah kekeringan sebelum diuji.

13 Ketelitian dan penyimpangan

a) Perkiraan tingkat ketelitian dari cara uji uji ini (dapat dilihat pada tabel 1) adalah
berdasarkan hasil dari AASHTO Material Reference Laboratory Reference Sample
Program, dengan pengujian yang dilakukan menggunakan cara uji AASHTO T 84 dan
ASTM C128. Perbedaan yang signifikan antara kedua cara uji ini adalah, pada ASTM C
128 diperlukan waktu penjenuhan selama (24+4) jam sedangkan pada AASHTO T 84
memerlukan waktu penjenuhan 15 sampai 19 jam. Perbedaan ini diketahui menghasilkan
efek yang tidak signifikan pada tingkat indikasi ketelitian. Data tersebut diambil dari 100
pasang data hasil uji dari 40 laboratorium sampai 100 laboratorium.

b) Karena tidak ada material acuan yang cocok untuk menentukan penyimpangan untuk
prosedur dalam mengukur penyerapan agregat halus, maka tidak ada pernyataan
mengenai penyimpangan.

8 dari 12
SNI 1970:2008

Tabel 1. Ketelitian

Uraian Simpangan Baku Rentang dari 2 Hasil yang

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dapat diterima (D2S)
Ketelitian dari 1 teknisi :
Berat Jenis Curah Kering 0.011 0.032
Berat Jenis Curah JKP 0.0095 0.027
Berat Jenis Semu 0.0095 0.027

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Penyerapan Air (%) 0.11 0.31

Ketelitian dari beberapa laboratorium :


Berat Jenis Curah Kering 0.023 0.066
Berat Jenis Curah JKP 0.020 0.056
Berat Jenis Semu 0.020 0.056
Penyerapan Air (%) 0.23 0.66

9 dari 12
SNI 1970:2008

Lampiran A
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Hubungan antara berat jenis dengan penyerapan seperti yang ditentukan dalam cara uji SNI
03 – 1969 –1990 dan SNI 03 – 1970 –1990

Dengan :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Sd adalah berat jenis curah (kering),
Ss adalah berat jenis curah (jenuh kering permukaan),
Sa adalah berat jenis semu (apparent), dan
Sw adalah penyerapan (dalam persen)

Maka:

S s = (1 + Sw / 100)S d .......................................................................................................... (5)

1 Sd
Sa = = ............................................................................................. (6)
1 Sw Sw.S d
− 1−
S d 100 100

atau :

1 Ss
Sa = = ........................................................................ (7)
1 + Sw / 100 Sw
− 1−
Sw
(S s − 1)
Ss 100 100

⎛S ⎞
Sw = ⎜⎜ S − 1⎟⎟.100 ............................................................................................................. (8)
⎝ Sd ⎠

⎛ S − Ss ⎞
Sw = ⎜⎜ a ⎟⎟.100 ....................................................................................................... (9)
⎝ S a (S s − 1) ⎠

10 dari 12
SNI 1970:2008

Lampiran B
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Istilah-istilah dalam pengujian berat jenis :

Specific Gravity Berat Jenis


Bulk Specific Gravity Berat Jenis Curah

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Absorption Penyerapan air
Apparent Specific Gravity Berat Jenis Semu
Saturated Surface Dry (SSD) Jenuh Kering Permukaan (JKP)
Density Kerapatan
Air Weight Berat ketika ditimbang di udara.
Unit Weight Berat Isi

11 dari 12
SNI 1970:2008

Lampiran C
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Formulir uji dan contoh perhitungan

Surat Permohonan :
No. Kode Pengujian :

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Lampiran :
Dibuat Untuk :
Penerimaan Contoh Uji :
Jenis Contoh Uji :
Jumlah Contoh Uji :
Kemasan Contoh Uji :
Tanggal Penerimaan :
Tanggal Pengujian :
Pengujian Dilakukan Sesuai Metode Uji :

Pengujian Notasi I II Satuan


Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan S 500 500 gram
Berat benda uji kering oven A 497,7 498,2 gram
Berat piknometer yang berisi air B 822,6 850,0 gram
Berat piknometer dengan benda uji dan air
C 1127,6 1153,9 gram
sampai batas pembacaan

Perhitungan Notasi I II Rata-rata


A
Berat jenis curah kering (Sd) 2,55 2,54 2,55
(B + S − C)
S
Berat jenis curah jenuh kering permukaan (Ss) 2,56 2,55 2,56
(B + S − C)
A
Berat jenis semu (Sa) 2,58 2,56 2,57
(B + A − C)
⎡ S − A⎤
Penyerapan air (Sw) ⎢⎣ A ⎥⎦ x100% 0,46 0,36 0,41

..........................., ......................
Pemeriksa, Penguji,

( ) ( )

12 dari 12
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1972:2008

Badan Standardisasi Nasional


Cara uji slump beton
Standar Nasional Indonesia

ICS 91.100.30
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1972:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ........................................................................................................................ i
Prakata .......................................................................................................................... ii
Pendahuluan.................................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ......................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif .................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................. 2
4 Rangkuman dari cara uji............................................................................................ 2
5 Peralatan ............................................................................................................. 2
6 Contoh uji ............................................................................................................. 4
7 Langkah kerja ...................................................................................................... 4
8 Laporan ................................................................................................................ 5
9 Ketelitian dan penyimpangan .............................................................................. 5

i
SNI 1972:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Cara uji slump beton revisi dari SNI 03 – 1972 –
1990 Metode pengujian slump. Adapun revisi terdapat pada :

1. Ketentuan bahwa cara uji ini dapat diterapkan pada beton plastis yang memiliki ukuran
maksimum agregat kasar hingga 37,5 mm (sebelumnya tidak ada ketentuan ukuran

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
maksimum agregat kasar).
2. Ketentuan tebal logam bahan cetakan harus minimal 1,5 mm (sebelumnya 1,2 mm).
3. Penjelasan mengenai persyaratan kondisi cetakan.
4. Ketentuan diizinkan menggunakan cetakan dengan material alternatif selain logam.
5. Uraian langkah kerja yang lebih terperinci, termasuk petunjuk apabila terjadi keruntuhan
geser pada contoh uji.
6. Uraian mengenai ketelitian dan penyimpangan (sebelumnya tidak ada).

Di samping hal-hal tersebut di atas terdapat juga beberapa catatan berkaitan dengan uraian
yang bersangkutan untuk lebih memperjelas bagaimana seharusnya menerapkan cara uji ini
tanpa adanya kesalahan-kesalahan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil,
pada Subpanitia Teknis Rekayasa Jalan dan Jembatan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti PSN 08:2007 dan dibahas pada forum rapat
konsensus pada tanggal 5 Mei 2006 di Pusat Penilitian dan Pengembangan Jalan dan
Jembatan Bandung, oleh Subpanitia Teknik yang melibatkan para nara sumber, pakar dan
lembaga terkait.

ii
SNI 1972:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara uji slump beton ini bertujuan untuk menyediakan langkah kerja bagi para pengguna
untuk menentukan slump dari beton semen hidrolis plastis. Cara uji ini memuat ruang
lingkup, arti kegunaan, rangkuman dari cara uji, peralatan, langkah kerja, laporan serta
ketelitian dan penyimpangan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Hasil uji ini digunakan dalam pekerjaan, perencanaan campuran beton dan pengendalian
mutu beton pada pelaksanaan pembetonan.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1972:2008

Cara uji slump beton

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

1.1 Umum

Cara uji ini meliputi penentuan nilai slump beton, baik di laboratorium maupun di lapangan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Nilai-nilai yang tertera dinyatakan dalam satuan internasional (SI) dan digunakan sebagai
standar.

Standar ini tidak memasukkan masalah keselamatan yang berkaitan dengan


penggunaannya. Pengguna standar ini bertanggung jawab untuk menyediakan hal-hal yang
berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan serta peraturan dan batasan-batasan dalam
menggunakan standar ini.

Catatan dalam tulisan standar ini memuat materi penjelasan. (tidak termasuk apa yang
tercantum dalam tabel- tabel dan gambar-gambar) tidak boleh dipertimbangkan sebagai
persyaratan dari standar.

1.2 Arti dan kegunaan

Cara uji ini bertujuan untuk menyediakan langkah kerja bagi pengguna untuk menentukan
slump dari beton semen hidrolis plastis.

CATATAN 1 Sebetulnya, cara uji ini merupakan suatu teknik untuk memantau homogenitas dan
workability adukan beton segar dengan suatu kekentalan tertentu yang dinyatakan dengan satu nilai
slump . Dalam kondisi laboratorium, dengan material beton yang terkendali secara ketat, nilai slump
umumnya meningkat sebanding dengan nilai kadar air campuran beton, dengan demikian berbanding
terbalik dengan kekuatan beton. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan harus hati-hati, karena
banyak faktor yang berpengaruh terhadap perubahan adukan beton pada pencapaian nilai slump
yang ditentukan, sehingga hasil slump yang diperoleh di lapangan tidak sesuai dengan kekuatan
beton yang diharapkan.

Cara uji ini dapat diterapkan pada beton plastis yang memiliki ukuran maksimum agregat
kasar hingga 37,5 mm (1 ½ in.). Bila ukuran agregat kasar lebih besar dari 37,5 mm (1 ½
in.), metode pengujian dapat diterapkan bila digunakan dalam fraksi yang lolos saringan 37,5
mm (1 ½ in.), dengan agregat yang ukurannya lebih besar dibuang/disingkirkan sesuai
dengan Bagian “Additional Procedures for Large Maximum Size Aggregate Concrete” dalam
AASHTO T 141. Cara uji ini tidak dapat diterapkan pada beton non-plastis dan beton non-
kohesif.

CATATAN 2 Beton dengan nilai slump < 15 mm mungkin tidak cukup plastis dan beton yang
slumpnya > 230 mm mungkin tidak cukup kohesif untuk pengujian ini. Oleh karena itu harus ada
perhatian yang seksama dalam menginterpertasikan hasil pengujian.

2 Acuan normatif

AASHTO T 119-99, Standard method of test for slump of hydraulic cement cement.

SNI 03 – 2458 – 1991 : Metode pengambilan contoh untuk beton segar

1 dari 5
SNI 1972:2008

3 Istilah dan definisi

3.1
beton segar

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
adukan beton yang bersifat plastis yang terdiri dari agegat halus, agregat kasar, semen,
dan air, dengan atau tanpa bahan tambah atau bahan pengisi

3.2
slump beton

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
penurunan ketinggian pada pusat permukaan atas beton yang diukur segera setelah
cetakan uji slump diangkat

3.3
workability beton
kemudahan pengerjaan beton segar

4 Rangkuman dari cara uji

Satu contoh campuran beton segar dimasukkan ke dalam sebuah cetakan yang memiliki
bentuk kerucut terpancung dan dipadatkan dengan batang penusuk. Cetakan diangkat dan
beton dibiarkan sampai terjadi penurunan pada permukaan bagian atas beton. Jarak antara
posisi permukaan semula dan posisi setelah penurunan pada pusat permukaan atas beton
diukur dan dilaporkan sebagai nilai slump beton

5 Peralatan

5.1 Alat uji

Alat uji harus berupa sebuah cetakan yang terbuat dari bahan logam yang tidak lengket dan
tidak bereaksi dengan pasta semen. Ketebalan logam tersebut tidak boleh lebih kecil dari 1,5
mm dan bila dibentuk dengan proses pemutaran (spinning), maka tidak boleh ada titik
dalam cetakan yang ketebalannya lebih kecil dari 1,15 mm.

Cetakan harus berbentuk kerucut terpancung dengan diameter dasar 203 mm, diameter atas
102 mm, tinggi 305 mm. Permukaan dasar dan permukaan atas kerucut harus terbuka dan
sejajar satu dengan yang lain serta tegak lurus terhadap sumbu kerucut. Batas toleransi
untuk masing-masing diameter dan tinggi kerucut harus dalam rentang 3,2 mm dari ukuran
yang telah ditetapkan. Cetakan harus dilengkapi dengan bagian injakan kaki dan untuk
pegangan seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Bagian dalam dari cetakan relatif harus
licin dan halus, bebas dari lekukan, deformasi atau mortar yang melekat. Cetakan harus
dipasang secara kokoh di atas pelat dasar yang tidak menyerap air. Pelat dasar juga harus
cukup luas agar dapat menampung adukan beton setelah mengalami slump.

2 dari 5
SNI 1972:2008

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Injakan kaki

Gambar 1 Cetakan untuk uji slump (kerucut Abram)

5.2 Cetakan dengan material alternatif

Cetakan yang terbuat selain dari bahan logam diperbolehkan bila persyaratan berikut
dipenuhi. Cetakan harus memenuhi persyaratan ukuran sesuai Butir 5.1. Cetakan harus
cukup kaku untuk menjaga ukuran yang telah ditetapkan dan toleransi selama penggunaan,
tahan terhadap gaya tumbuk dan harus tidak menyerap air. Cetakan harus diuji coba untuk
mendapatkan hasil-hasil yang dapat dibandingkan dengan hasil-hasil yang diperoleh jika
menggunakan cetakan logam sesuai persyaratan Butir 5.1. Uji banding harus dilakukan oleh
laboratorium yang independen atas nama pembuat cetakan. Uji banding harus terdiri
minimum 10 sampel pada masing-masing dari tiga nilai slump yang berbeda dengan rentang
dari 50 mm sampai 125 mm. Tidak boleh ada hasil-hasil uji slump individual yang berbeda
lebih dari 15 mm dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan cetakan logam. Hasil uji
rata-rata dari masing-masing pengujian slump yang diperoleh dengan menggunakan cetakan
material alternaif tidak boleh berbeda lebih dari 10 mm dari hasil uji rata-rata yang diperoleh
dengan cetakan logam. Bila ada perubahan material atau metode pembuatan, pengujian
untuk uji banding harus diulangi.

3 dari 5
SNI 1972:2008

Bila kondisi cetakan individual diduga telah menyimpang dari toleransi kondisi fabrikasinya
maka suatu uji perbandingan tunggal harus dilakukan. Bila hasil-hasil pengujian berbeda
lebih dari 15 mm (0.5 in) dari yang dihasilkan cetakan logam, maka cetakan tidak boleh
digunakan.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5.3 Batang penusuk

Batang penusuk harus merupakan suatu batang baja yang lurus, penampang lingkaran
dengan diameter 16 mm dan panjang sekira 600 mm, memiliki salah satu atau kedua ujung

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
berbentuk bulat setengah bola dengan diameter 16 mm.

6 Contoh uji

Contoh uji beton beton untuk membuat benda uji harus mewakili jumlah campuran beton,
sesuai dengan SNI 03 – 2458 – 1991.

7 Langkah kerja

a) Basahi cetakan dan letakkan di atas permukaan datar, lembab, tidak menyerap air dan
kaku. Cetakan harus ditahan secara kokoh di tempat selama pengisian, oleh operator
yang berdiri di atas bagian injakan. Dari contoh beton yang diperoleh menurut Butir 6,
segera isi cetakan dalam tiga lapis, setiap lapis sekira sepertiga dari volume cetakan.

CATATAN 3 Sepertiga dari volume cetakan slump diisi hingga keketebalan 67 mm , dua pertiga
dari volume diisi hingga ketebalan 155 mm.

b) Padatkan setiap lapisan dengan 25 tusukan menggunakan batang pemadat. Sebarkan


penusukan secara merata di atas permukaan setiap lapisan. Untuk lapisan bawah akan
ini akan membutuhkan penusukan secara miring dan membuat sekira setengah dari
jumlah tusukan dekat ke batas pinggir cetakan, dan kemudian lanjutkan penusukan
vertikal secar spiral pada seputar pusat permukaan. Padatkan lapisan bawah seluruhnya
hingga kedalamannya. Hindari batang penusuk mengenai pelat dasar cetakan.
Padatkan lapisan kedua dan lapisan atas seluruhnya hingga kedalamannya, sehingga
penusukan menembus batas lapisan di bawahnya.

c) Dalam pengisian dan pemadatan lapisan atas, lebihkan adukan beton di atas cetakan
sebelum pemadatan dimulai. Bila pemadatan menghasilkan beton turun dibawah
ujung atas cetakan, tambahkan adukan beton untuk tetap menjaga adanya kelebihan
beton pada bagian atas dari cetakan. Setelah lapisan atas selesai dipadatkan, ratakan
permukaan beton pada bagian atas cetakan dengan cara menggelindingkan batang
penusuk di atasnya. Lepaskan segera cetakan dari beton dengan cara mengangkat
dalam arah vertikal secara-hati-hati. Angkat cetakan dengan jarak 300 mm dalam waktu
5 ± 2 detik tanpa gerakan lateral atau torsional. Selesaikan seluruh pekerjaan pengujian
dari awal pengisian hingga pelepasan cetakan tanpa gangguan, dalam waktu tidak lebih
dari 2 ½ menit.

d) Setelah beton menunjukkan penurunan pada permukaan, ukur segera slump dengan
menentukan perbedaan vertikal antara bagian atas cetakan dan bagian pusat permukaan
atas beton. Bila terjadi keruntuhan atau keruntuhan geser beton pada satu sisi atau
sebagian massa beton (CATATAN 4), abaikan pengujian tersebut dan buat pengujian
baru dengan porsi lain dari contoh.

4 dari 5
SNI 1972:2008

CATATAN 4 Bila dua pengujian berturutan pada satu contoh beton menunjukkan keruntuhan
geser beton pada satu sisi atau sebagian massa beton, kemungkinan adukan beton kurang plastis
atau kurang kohesif untuk dilakukan pengujian slump.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
8 Laporan

Catat nilai slump contoh uji dalam satuan milimeter hingga ketelitian 5 mm terdekat.
Nilai Slump = Tinggi alat slump – tinggi beton setelah terjadi penurunan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
9 Ketelitian dan penyimpangan

9.1 Ketelitian

Tidak perlu pengujian antar laboratorium yang dilaksanakan dalam metode pengujian ini,
karena tidak mungkin mendapatkan beton yang setara pada tempat yang berbeda-beda,
bebas dari kesalahan kecuali berdasarkan pengujian nilai slump.

Data lapangan yang ekstensif mengizinkan suatu pernyataan berkenaan dengan ketelitian
beberapa teknisi dari metode pengujian ini.

a) Rentang pengujian, 38 hingga 70 mm.

b) Jumlah total contoh, 2304.

c) Deviasi standar kemampuan pengulangan (1S), 8 mm.

d) Batas kemampuan pengulangan 95 persen (D2S), 21 mm.

Jadi, hasil dari dua pengujian yang dilaksanakan secara benar oleh teknisi-teknisi yang
berbeda dalam laboratorium yang sama pada material yang sama tidak boleh lebih dari 21
mm. Karena keterbatasan rentang nilai slump dalam beton yang digunakan dalam pengujian
ini, harus hati-hati dalam menerapkan nilai-nilai ketelitian ini .

9.2 Penyimpangan

Metode pengujian ini tidak memiliki penyimpangan karena nilai slump ditetapkan berkaitan
dengan metode pengujian ini.

CATATAN 5 Data yang akurat didasarkan atas penggunaan kerucut-kerucut dari bahan logam. Tidak
ada data spesifik yang tersedia untuk hasil-hasil pengujian beberapa teknisi menggunakan kerucut
dari bahan alternatif selain logam.

5 dari 5
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1973:2008

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan

Badan Standardisasi Nasional


kadar udara beton
Standar Nasional Indonesia

ICS 91.100.30
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1973:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi .............................................................................................................................. i
Prakata ............................................................................................................................... ii
Pendahuluan........................................................................................................................ iii
1 Ruang lingkup ................................................................................................................ 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif................................................................................................................ 1
3 Istilah dan definisi ........................................................................................................... 1
4 Peralatan ........................................................................................................................ 2
5 Contoh Uji ....................................................................................................................... 3
6 Prosedur ......................................................................................................................... 3
7 Perhitungan .................................................................................................................... 5

Lampiran (Informatif) Ketelitian dan penyimpangan ............................................................. 7

i
SNI 1973:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan
kadar udara beton adalah revisi dari SNI 03-1973-1990 Metode pengujian berat isi beton..
Adapun perbedaan dengan SNI sebelumnya terletak pada kapasitas wadah ukur yang
digunakan, jumlah tusukan pada bagian pemadatan, dan pada bagian perhitungan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil,
Subpanitia Teknis Rekayasa Jalan dan Jembatan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas pada forum rapat konsensus yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 5 Mei
2006 oleh Subpanitia teknis Rekayasa Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan
Jembatan Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 1973:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar ini memuat ruang lingkup, peralatan, contoh uji, prosedur, dan perhitungan. Meliputi
berat isi, volume produksi campuran relatif, kadar semen dan kadar udara. Standar ini
digunakan untuk menentukan berat isi dari campuran beton segar.

Manfaat dari cara uji ini bagi perencana, pelaksana, pengawas untuk mengetahui volume
produksi campuran beton, kadar semen yang digunakan dan kadar udara dalam beton

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam suatu campuran beton segar.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 1973:2008

Cara uji berat isi, volume produksi campuran, dan kadar udara beton

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Cara uji ini meliputi penentuan berat isi dari campuran beton segar dan beberapa formula
untuk menghitung volume produksi campuran, kadar semen, dan kadar udara dalam beton.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif

SNI 03-1972-1990, Metode pengujian slump beton


SNI 15-2531-1991, Metode pengujian berat jenis semen portland
SNI 03-2458-1991, Metode pengambilan contoh campuran beton segar
SNI 03-4804-1998, Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam agregat
SNI 03-4804-1998, Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam agregat
SNI 03-6865-2002, Tata cara pelaksanaan program uji antar laboratorium untuk penentuan
presisi metode uji bahan konstruksi
ASTM C 138, Test method for density (unit weight), yield, and air content (gravimetric) of
concrete
ASTM C 150, Specification for portland cement 3
ASTM C 188, Test method for density of hydraulic cement 3
ASTM C 231, Test method for air content of freshly mixed concrete by the pressure method 2
ASTM C 29/C 29M-97(2003), Test method for Bulk dendity (“unit weight”) and voids in
aggregate
2
Annual book of ASTM Standards, Vol 04.02.
3
Annual book of ASTM Standards, Vol 04.01.

3 Istilah dan definisi

3.1
berat isi
berat per satuan volume

3.2
berat isi teoritis beton
biasanya ditentukan di laboratorium, nilainya diasumsikan tetap untuk semua campuran
yang dibuat dengan komposisi dan bahan yang identik. Hal ini diperhitungkan dengan cara
berat total material dalam campuran (kg) dibagi dengan total volume absolut (m3). Berat isi
teoritis beton (kg/m3) dihitung pada keadaan bebas udara

3.3
berat total semua material yang digunakan
penjumlahan dari berat semen, agregat halus, agregat kasar, air pencampur, dan bahan-
bahan padat atau cair lainnya yang digunakan

1 dari 7
SNI 1973:2008

3.4
kadar semen
jumlah semen yg digunakan perkubikasi beton

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.5
kadar udara
jumlah udara yang terperangkap dalam beton segar

3.6

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
volume produksi campuran
volume beton segar per campuran yang didefinisikan sebagai volume beton yang diproduksi
dari suatu adukan yang terdiri dari beberapa material

3.7
volume absolut
volume absolut untuk masing-masing bahan dalam m3 sama dengan berat bahan dalam kg
dibagi dengan 1000 x berat jenisnya. Untuk komponen agregat, berat jenis jenuh dan massa
harus didasarkan pada kondisi jenuh dan kering permukaan. Berat jenis semen harus
berdasarkan pada cara uji C 188, berat jenis semen sebesar 3.15 dapat digunakan untuk
semen yang dibuat di pabrik sesuai dengan persyaratan pada spesifikasi C 150

3.8
volume absolut total
penjumlahan dari volume absolut untuk masing-masing bahan dalam campuran (m3)

4 Peralatan

4.1 Timbangan

Timbangan dengan ketelitian 45 g atau 0.3% dari berat benda uji, atau lebih besar
berdasarkan rentang yang digunakan. Rentang yang digunakan berdasarkan timbangan
yang dapat digunakan untuk menimbang wadah ukur kosong sampai wadah ukur yang telah
terisi beton sekitar 2600 kg/m3.

4.2 Batang penusuk

Batang penusuk terbuat dari baja yang lurus dengan diameter 16 mm dan panjang 600 mm,
dengan bagian ujungnya dibulatkan setengah bola dengan diameter 16 mm.

4.3 Penggetar internal

Penggetar internal harus memiliki permukaan yang halus dan rapat pada bagian
penggetarnya serta digerakkan dengan motor listrik. Frekuensi getaran harus 7000 getaran
per menit atau lebih. Diameter terluar dari bagian penggetar tidak kurang dari 19 mm dan
tidak lebih dari 38 mm. Panjang bagian penggetar tidak kurang dari 600 mm.

4.4 Wadah ukur

Wadah ukur berbentuk silinder, dapat terbuat dari baja atau logam lain (sesuai CATATAN 1).
Kapasitas minimum dari wadah silinder harus sesuai dengan persyaratan yang tercantum
dalam tabel 1 yang berdasarkan pada ukuran agregat dalam beton yang akan diuji. Semua
wadah ukur, kecuali wadah ukur pada pengukur kadar udara (air meter) yang digunakan
pada pengujian TEST METHOD C 138, harus sesuai dengan persyaratan TEST METHOD C
29/C 29M. Wadah ukur yang digunakan pada pengukur kadar udara (air meter) harus sesuai

2 dari 7
SNI 1973:2008

dengan persyaratan TEST METHOD C 231, dan harus dikalibrasi untuk volumenya
sebagaimana dijelaskan pada TEST METHOD C 29/C 29M. Permukaan atas dari wadah
ukur pada pengukur kadar udara (air meter) harus mulus dan rata dalam batas 0.3 mm
(sesuai CATATAN 2). Penandaan ukuran wadah ukur digunakan untuk pengujian beton

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan ukuran maksimum nominal agregat yang sama atau lebih kecil dari yang tertera
dalam tabel. Volume aktual wadah ukur minimal 95 % dari volume nominal sebagaimana
tercantum dalam tabel 1.

Tabel 1 Kapasitas wadah ukur

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Ukuran maksimum agregat kasar Kapasitas wadah ukur
inci Mm liter
1 25,0 6
1,5 37,5 11
2 50 14
3 75 28
4,5 112 70
6 150 100

CATATAN 1 Logam tidak boleh bereaksi terhadap pasta semen. Bagaimanapun, bahan reaktif
seperti aluminium mungkin dapat digunakan dimana terdapat konsekuensi pada reaksi inisial.
Permukaan film yang terbentuk akan melindungi logam dari serangan korosi.

CATATAN 2 Permukaan atas cukup datar jika 0.3 mm gage tidak dapat dimasukkan di antara bibir
gelas dan pelat kaca 6 mm atau lebih tebal diletakkan di bagian atas dari wadah.

4.5 Alat perata

Pelat logam persegi empat dengan ketebalan 6 mm atau pelat acrylic atau kaca dengan
ketebalan 12 mm, lebar 50 mm dan panjang yang disesuaikan dengan wadah silinder yang
digunakan. Permukaan pelat harus rata dan mulus dengan toleransi penyimpangan 2 mm.

4.6 Palu karet

Untuk wadah ukur dengan volume tidak lebih dari 14 liter, gunakan palu karet dengan berat
(600 ± 200) g, sedangkan untuk wadah ukur dengan volume lebih dari 14 liter, gunakan palu
karet dengan berat (1000 ± 200) g.

5 Contoh Uji

Mendapatkan contoh uji campuran beton segar sesuai dengan SNI 03-2458-1991.

6 Prosedur

6.1 Pemilihan metode pemadatan

Pemilihan metode pemadatan berdasarkan nilai slump dilakukan jika tidak ditentukan dalam
spesifikasi. Metode pemadatan dilakukan degan cara penusukan dan getaran internal.
Untuk nilai slump yang lebih besar dari 75 mm pemadatan dilakukan dengan cara
penusukan. Untuk nilai slump yang terletak di antara 25 mm sampai 75 mm pemadatan
dapat dilakukan dengan cara penusukan atau penggetaran internal. Apabila nilai slump
lebih kecil dari 25 mm maka pemadatan hanya boleh dilakukan dengan cara penggetaran.

3 dari 7
SNI 1973:2008

Beton nonplastis, seperti yang biasa digunakan pada pabrik pembuatan pipa dan pekerjaan
menembok, tidak termasuk dalam cara uji ini.

6.2 Pemadatan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Beton ditempatkan dalam tiga lapis dengan volume yang sama pada setiap lapis. Untuk
wadah ukur yang digunakan dengan volume 14 liter atau lebih kecil, tusuk-tusuk setiap lapis
dengan 25 tusukan batang penusuk, 50 tusukan bila volume wadah ukur yang digunakan 28
liter, dan satu tusukan untuk setiap 20 cm2 dari permukaan untuk wadah ukur yang lebih

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
besar. Tusukan lapisan bawah tidak menyentuh wadah ukur bagian bawah. Penusukan
dilakukan secara merata di atas penampang melintang wadah ukur dan untuk dua lapis di
atasnya, tusukan menembus lapisan di bawahnya sedalam 25 mm. Setelah setiap lapis
ditusuk, pukul-pukul setiap sisi sebanyak 10 sampai 15 kali dengan menggunakan palu
(sesuai 4.6) untuk mengurangi jumlah pori dalam beton. Tambahkan lapis terakhir dan
hindari pengisian yang terlalu penuh.

6.3 Penggetaran internal

Isi dan getarkan wadah ukur dalam dua lapis yang sama. Tempatkan semua beton dalam
setiap lapis dalam wadah ukur sebelum penggetaran dimulai pada lapis tersebut. Masukkan
alat penggetar pada tiga tempat yang berbeda di setiap lapis. Untuk pemadatan lapis
bawah, alat penggetar diusahakan tidak mengenai bagian bawah wadah ukur. Dalam
pemadatan lapis terakhir, alat penggetar harus menembus setiap lapis yang di bawahnya
kira-kira 25 mm. Alat penggetar harus ditarik secara hati-hati agar tidak ada udara yang
terperangkap dalam beton. Waktu penggetaran yang diperlukan akan tergantung dari
tingkat kemudahan pekerjaan beton dan efektifitas penggetar (Vibrator) (sesuai
CATATAN 3). Penggetaran menerus hanya boleh dilakukan untuk mendapatkan beton yang
padat (sesuai CATATAN 4). Amati lamanya waktu penggetaran yang diperlukan untuk
berbagai jenis beton, penggetar dan alat ukur yang digunakan.

CATATAN 3 Biasanya, penggunaan penggetar dilakukan sampai permukaan beton menjadi relatif
mulus.
CATATAN 4 Penggetaran berlebih mungkin menyebabkan segregasi dan kehilangan kuantitas udara
yang terperangkap.

6.4 Penyelesaian pemadatan

Pada penyelesaian pemadatan, wadah ukur tidak boleh dalam keadaan kekurangan atau
kelebihan beton. Jumlah maksimum kelebihan beton kira-kira 3 mm di atas wadah ukur.
Beton dapat ditambahkan dalam jumlah yang sedikit untuk menutupi kekurangan. Jika dalam
wadah ukur terdapat kelebihan beton pada saat penyelesaian pemadatan, maka pindahkan
kelebihan beton tersebut dengan menggunakan sendok semen atau sekop secepatnya
seiring penyelesaian pemadatan dan sebelum wadah ukur diratakan.

6.5 Perataan

Setelah pemadatan, ratakan permukaan atas beton sampai batas atas wadah ukur dengan
alat perata hingga permukaan beton benar-benar rata. Perataan sebaiknya dilakukan
dengan menekan alat perata pada permukaan atas wadah ukur untuk menutupi sekitar 2/3
dari permukaan dan gerakkan pelat perata dengan gerakan menyapu sampai benar-benar
tertutup. Kemudian letakkan pelat perata pada permukaan atas wadah ukur untuk menutupi
2/3 permukaan lainnya dan lakukan dengan tekanan vertikal dan gerakan menyapu untuk
menutupi semua permukaan wadah ukur dan lanjutkan sampai permukaan wadah ukur
benar-benar rata. Lakukan tusukan akhir dengan menggunakan pelat perata sampai
permukaan mulus.

4 dari 7
SNI 1973:2008

6.6 Pembersihan dan penimbangan

Setelah diratakan, bersihkan semua kelebihan beton yang terdapat pada bagian luar wadah
ukur, lalu tentukan berat beton dan wadah ukur dengan timbangan sesuai dengan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
persyaratan pada 4.1 untuk hasil yang akurat.

7 Perhitungan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
7.1 Berat isi

Menghitung berat isi adalah sebagai berikut :

Mc − Mm
D= ……………………………………………………………………….(1)
Vm

dengan :
D adalah berat isi beton, kg/m3
Mc adalah berat wadah ukur yang diisi beton, kg
Mm adalah berat wadah ukur, kg
Vm adalah volume wadah ukur, m3

7.2 Volume produksi campuran

Menghitung volume produksi campuran adalah sebagai berikut :

M
Y= ……………………………………………………………………………....(2)
D

dengan :
D adalah berat isi beton, kg/m3
M adalah berat total material dalam campuran, kg
Y adalah volume produksi campuran, m3

7.3 Volume produksi campuran relatif

Menghitung volume produksi campuran relatif adalah sebagai berikut :

Y
Ry = …………………………………………………………………………..…(3)
Yd

dengan :
Ry adalah perbandingan volume produksi campuran relatif
Y adalah volume produksi campuran, m3
Yd adalah volume beton yang dirancang untuk diproduksi, m3

Nilai Ry yang lebih besar dari 1,00 menunjukkan suatu kelebihan beton yang diproduksi
sedangkan untuk nilai yang lebih kecil menunjukkan campuran kurang dari volume desain.

5 dari 7
SNI 1973:2008

7.4 Kadar semen

Menghitung kadar semen aktual adalah sebagai berikut :

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cb
C= ………………………………………………………………………………….….(4)
Y

dengan :
C adalah kadar semen aktual, kg/m3

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Cb adalah berat semen dalam campuran, kg
Y adalah volume produksi campuran, m3

7.5 Kadar udara

Menghitung kadar udara adalah sebagai berikut :

⎡ {T− D} ⎤
A=⎢
⎣ T ⎥⎦
x 100 ……………………………………………………………….…(5)

atau

⎡ {Y − V}⎤
A=⎢ x 100 …………………....................................................................(6)
⎣ Y ⎥⎦

dengan :
A adalah kadar udara dalam beton (%)
D adalah berat isi beton, kg/m3
T adalah berat isi teoritis beton, kg/m3
Y adalah volume produksi campuran, m3
V adalah volume absolut total, m3

6 dari 7
SNI 1973:2008

Lampiran
(Informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Ketelitian dan penyimpangan

1 Estimasi ketelitian untuk cara uji ini didasarkan kepada pengumpulan data dari tempat
yang berbeda (ASTM C 138 / C 138 M – 01a). Data campuran beton yang dihasilkan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
yaitu nilai slump berkisar antara 75 mm sampai 150 mm dan berat isi berkisar antara
1842 kg/m3 sampai 2483 kg/m3 termasuk udara dalam beton yang terperangkap dan
udara yang tidak terperangkap. Kapasitas wadah ukur yang digunakan adalah 7 liter dan
14 liter ;
a) Ketelitian Teknisi Tunggal – Penyimpangan standar teknisi tunggal untuk berat isi
campuran beton segar adalah 10,4 kg/m3. Oleh karena itu, pengujian yang dilakukan
oleh teknisi yang sama untuk benda uji beton yang sama perbedaannya tidak lebih
dari 29,6 kg/m3 ;
b) Ketelitian Beberapa Teknisi – Penyimpangan standar beberapa teknisi untuk berat
isi campuran beton segar adalah 13,1 kg/m3. Oleh karena itu, pengujian yang
dilakukan oleh dua teknisi untuk benda uji beton yang sama perbedaannya tidak lebih
dari 37,0 kg/m3.

2 Penyimpangan – Cara uji ini tidak memiliki penyimpangan untuk berat isi sebagaimana
yang didefinisikan dalam pengujian ini.

7 dari 7
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2407:2008

Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 87.020; 91.180


“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2407:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata ..................................................................................................................................... ii
1 Ruang lingkup......................................................................................................................1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif.....................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................................1
4 Persyaratan bahan, alat dan pelaksanaan pengecatan ......................................................2
5 Pelaksanaan pengecatan ...................................................................................................4
6 Cara penanggulangan bila terjadi kegagalan dalam pengecatan........................................6

i
SNI 2407:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara pengecetan kayu untuk rumah dan
gedung adalah revisi dari SNI 03-2407-1991, Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan
gedung, dengan perubahan pada penambahan teknologi pengecatan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
melalui Gugus Kerja Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknik Bahan,
Sains, Struktur, dan Konstruksi Bangunan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas pada forum rapat konsensus pada tanggal 6 Desember 2006 di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Permukiman Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar
dan lembaga terkait.

ii
SNI 2407:2008

Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Tata cara ini memuat cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung antara lain pada pintu,
jendela, lisplang dan sebagainya serta penanggulangan kegagalan dalam pengecatan dan
berlaku bagi produk cat yang mencantumkan label SNI.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini tidak mencakup keselamatan, keamanan, kesehatan kerja dan lingkungan.

2 Acuan normatif

SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (Bahan bangunan bukan logam)
SNI 06-4827-1998, Spesifikasi campuran cat siap pakai berbahan dasar minyak
SNI 06-4564-1998, Dempul kayu untuk kayu lapis
SNI 06-0657-1989, Plamir kayu
SNI 06-3685.1-2000, Spesifikasi cat merah timbal siap pakai

3 Istilah dan definisi

3.1
meni kayu
berfungsi memberikan proteksi terhadap noda yang dihasilkan oleh getah kayu

3.2 cat dasar


cat dasar digunakan sebelum cat akhir untuk meningkatkan daya rekat cat dengan kayu dan
menyeragamkan warna pada cat akhir

3.3
dempul kayu
suatu bahan berupa pasta mengandung kadar pigmen tinggi dan akan mengeras sesudah
dibiarkan di udara, yang berfungsi untuk menutup lubang-lubang pada kayu

3.4
plamir kayu
suatu bahan berupa pasta terdiri dari bahan pengisi pigmen dan bahan pengikat, yang
berfungsi sebagai cat dasar untuk menutup pori-pori pada permukaan kayu dan celah-celah
sambungan serta memberi suatu lapisan yang kuat untuk pengecatan berikutny

3.5
cat tutup untuk kayu
cat yang campuran utamanya, terdiri dari bahan pengikat (yang larut dalam pelarut organik),
pigmen dan pelarut organik. Cat ini membentuk lapisan film (tipis, padat, kering) setelah
pelarutnya menguap dan berfungsi sebagai pelindung serta memperindah permukaan

3.6
pigmen
senyawa berupa serbuk sangat halus atau pasta cat berupa suspensi gunanya untuk
memperkuat selaput cat dan memberikan warna serta daya tutup

1 dari 7
SNI 2407:2008

3.7
terpentin
pengencer cat yang dibuat dari getah pohon pinus, warnanya jernih, mudah menguap dan
mudah terbakar dengan titik didih 150 – 1800C

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.8
tiner (white spirit, solvent naphta)
pengencer cat yang dibuat dari minyak bumi, merupakan hasil sulingan minyak tanah,
mudah menguap dan mudah terbakar dengan titik didih 135 – 1800C

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.9
kape dan skrap
berupa plat baja yang lentur dan ujungnya rata untuk meratakan dempul atau plamir

4 Persyaratan bahan, alat dan pelaksanaan pengecatan

4.1 Bahan

4.1.1 Meni kayu

Meni kayu sesuai SNI 06-3685.1-2000 harus memenuhi syarat antara lain:
a) keadaan dalam kaleng: sewaktu dibuka cat tidak boleh mengandung endapan dan atau
bahan asing lainnya, serta berbahan dasar minyak;
b) sifat penggunaan: apabila cat dasar kayu diulaskan sesuai standar yang berlaku dapat
menutup noda yang dihasilkan oleh getah kayu.

4.1.2 cat dasar

Cat dasar kayu sesuai SNI 06-4827-1998 harus memenuhi syarat antara lain:
a) keadaan dalam kaleng: sewaktu dibuka cat tidak boleh mengandung endapan dan atau
bahan asing lainnya, serta berbahan dasar minyak;
b) sifat penggunaan: apabila cat dasar kayu diulaskan sesuai standar yang berlaku dapat
menutup noda yang dihasilkan oleh dempul maupun plamir.

4.1.3 Dempul kayu

Dempul kayu sesuai SNI 06-4564-1998 harus memenuhi syarat antara lain:
a) keadaan dalam kaleng: sewaktu dibuka konsistensi harus merupakan suatu massa yang
serba sama (homogen);
b) sifat penggunaan: apabila dempul diulaskan sesuai standar yang berlaku menggunakan
kape atau skrap harus mudah dan pasta tidak putus,dapat menutup lubang pada kayu,
setelah kering tidak terkelupas dan mudah diampelas.

4.1.4 Plamir kayu

Plamir kayu sesuai SNI 06-0657-1989 harus memenuhi syarat antara lain:
a) keadaan dalam kaleng: sewaktu dibuka, plamir tidak boleh mengandung endapan dan
atau bahan asing lainnya, serta masih berupa pasta serba sama;
b) sifat penggunaan: apabila plamir diulaskan sesuai standar yang berlaku, setelah kering
tidak terkelupas dan mudah diampelas.

2 dari 7
SNI 2407:2008

4.1.5 Cat kayu

Cat kayu sesuai SNI 06-4827-1998 harus memenuhi syarat antara lain:
a) waktu pengeringan sesuai spesifikasi;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) keadaan dalam kaleng: sewaktu kaleng baru dibuka, cat tidak boleh mengandung
endapan, menggumpal, mengeras, mengulit, berbau busuk, adanya pemisahan warna
dan bahan asing lainnya, serta mudah diaduk menjadi campuran serbasama;
c) sifat pengulasan dan sifat lapisan kering cat siap pakai, harus mudah diulaskan dengan
kwas sesuai standar yang berlaku.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
d) lapisan cat kering harus halus, rata, tidak berkerut, tidak turun dan tidak meninggalkan
bristles (gelembung-gelembung kecil);
e) mudah dibersihkan dari noda.
f) tidak mengandung bahan merkuri dan timah hitam yang mempunyai dampak berbahaya
bagi manusia dan lingkungan.

4.2 Peralatan

4.2.1 pengecatan dengan kwas

Peralatan yang digunakan untuk pengecatan dengan kwas antara lain:


a) kwas, sekrap dan kape;
b) batang pengaduk terbuat dari kayu atau besi atau bahan lain yang tidak bereaksi
dengan cat ;
c) ampelas No. 0 – 2;
d) sikat dan lap untuk membersihkan debu;
e) wadah atau kaleng kosong yang sudah dibersihkan;
f) alat-alat bantu yang kokoh (misal tangga) yang memenuhi keselamatan kerja.

4.2.2 pengecatan dengan sprayer

Peralatan yang digunakan untuk pengecatan dengan sprayer antara lain:


a) sprayer, kawat pembersih nozel, sekrap dan kape;
b) batang pengaduk terbuat dari kayu atau besi atau bahan lain yang tidak bereaksi
dengan cat ;
c) ampelas No. 0 – 2;
d) sikat dan lap untuk membersihkan debu;
e) wadah atau kaleng kosong yang sudah dibersihkan;
f) alat-alat bantu seperti sarung tangan, kaca-mata, masker dan tangga yang memenuhi
persyaratan keselamatan kerja.

4.3 Persyaratan pengecatan

Persyaratan untuk menghasilkan pengecatan yang baik adalah:


a) perkirakan kebutuhan cat yang diperlukan dengan daya sebar sesuai petunjuk kemasan
cat
b) persiapkan permukaan yang akan dicat dalam keadaan kering dan bebas debu, lindungi
bagian-bagian yang seharusnya tidak kena cat;
c) hindari saat mengecat jendela dalam keadaan tertutup karena sesudah kering, cat dapat
menyebabkan daun jendela menempel dengan bingkainya;
d) untuk mengecat daun pintu, sebaiknya roller khusus yang biasa disebut “cigar” atau
“hotdog” roller, karena akan menghasilkan pengecatan yang halus dan tidak
meninggalkan tanda seperti kwas;

3 dari 7
SNI 2407:2008

e) sebaiknya daun pintu / jendela dicopot terlebih dahulu, sehingga dapat mengecat secara
horizontal;
f) untuk cat semprot, pengenceran sesuai petunjuk kemasan dan tergantung lubang nozel
dan tekanan angin yang digunakan;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
g) semua peralatan dalam keadaan bersih dan kering.
h) jangan melakukan pengecatan lapisan kedua sebelum lapisan pertama benar-benar
kering, karena akan mengakibatkan kegagalan pengecatan (cat meleleh) dan sebagian
cat yang belum kering tersebut akan tertarik oleh roll atau kwasnya;
i) untuk semua produk cat yang berbahan dasar minyak, pengenceran harus

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
menggunakan bahan pengencer yang sesuai petunjuk dalam kemasan cat.

5 Pelaksanaan pengecatan

5.1 Pengecatan dengan menggunakan kwas

5.1.1 Persiapan permukaan

5.1.1.1 Kayu baru

Persiapan yang perlu dilakukan:


a) permukaan kayu harus kering sempurna, bebas dari debu, kotoran dan minyak;
b) tutup lubang-lubang kecil dengan plamir dan untuk lubang-lubang besar gunakan
dempul;
c) haluskan permukaan dengan ampelas dan bersihkan dari debu;
d) ulaskan satu lapisan meni dan biarkan kering.

5.1.1.2 Kayu yang pernah dicat atau dipernis

Persiapan yang perlu dilakukan:


a) bila cat lama dalam keadaan baik dan masih kuat daya lekatnya, maka bersihkanlah
permukaan dengan sabun dan air, larutan detergent atau solvent yang cocok untuk
menghilangkan debu, kotoran, gemuk, minyak poles dsb;
b) sementara permukaan masih basah, ampelas dengan kertas ampelas tahan air ukuran
medium, kemudian bilas dengan air bersih dan biarkan mengering;
c) kalau lapisan cat lama mengelupas atau mengapur, maka hilangkan lapisan tersebut
dengan cara mengerok sampai ke permukaan kayu sehingga hanya tersisa bagian-
bagian yang masih baik;
d) pada bagian-bagian yang nampak kayunya berilah plamir kayu dan untuk menutup
lubang-lubang yang besar gunakan dempul kayu;
e) bila cat lama sangat buruk keadaannya, maka hilangkan seluruhnya dan lakukan
persiapan permukaan sama seperti pada kayu baru.

5.1.2 Persiapan bahan

5.1.2.1 Meni kayu

Meni kayu diaduk sampai rata, bila perlu ditambahkan pengencer (terpentin) secukupnya.

5.1.2.2 Dempul kayu

Dempul kayu dapat digunakan langsung tanpa pengencer.

4 dari 7
SNI 2407:2008

5.1.2.3 Plamir kayu

Plamir kayu diaduk sampai rata, bila perlu ditambahkan pengencer (terpentin) secukupnya.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5.1.2.4 Cat dasar

Cat dasar diaduk sampai rata, bila perlu ditambahkan pengencer (terpentin) secukupnya.

5.1.2.5 Cat tutup

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Cat tutup kayu diaduk sampai rata, bila perlu ditambahkan pengencer (terpentin)
secukupnya.

5.1.3 Tahap pengecatan akhir

a) ampelas permukaan kayu sampai halus kemudian bersihkan;


b) mulai berikan satu lapis primer / meni;
c) biarkan selama minimal 6 jam, sehingga lapisan benar-benar kering;
d) kemudian ampelas dan bersihkan;
e) berilah cat akhir dan biarkan selama minimal 6 jam, sehingga lapisan benar-benar
kering;
f) kemudian ampelas dan bersihkan;
g) lakukan pengecatan lapisan kedua sampai rata.
h) bila kondisi lapisan cat lama masih dalam keadaan baik, proses pengecatan dapat
dilakukan seperti pada pengecatan kayu baru;
i) bila cat lama sudah mengelupas/mengapur lakukan pengerokan terhadap cat lama
sampai bersih;
j) selanjutnya lakukan langkah a) sampai g).

5.2 Pengecatan dengan menggunakan sprayer

Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengecatan dengan kwas berlaku juga untuk
pengecatan dengan sprayer, hanya dalam pelaksanaan pengecatan, cat perlu diencerkan
dengan tiner disesuaikan petunjuk pada kemasan yang umumnya 10 – 30% tergantung
pemakaian besar nozel dan tekanan angin serta jarak penyemprotan.

5.3 Membersihkan alat

5.3.1 Membersihkan kwas

a) bersihkan kwas dari sisa cat yang masih menempel;


b) rendam kwas dalam terpentin;
c) bila cat telah mengeras di kwas, gunakan sikat kawat untuk memisahkannya (bila tidak
ada sikat kawat dapat juga menggunakan sikat plastik biasa);
d) cuci kwas menggunakan terpentin, kemudian keringkan bulu kwasnya;
e) simpan kwas dalam keadaan terbungkus.

5.3.2 Membersihkan roller

a) bersihkan roller dari sisa cat kemudian rendam dalam terpentin;


b) cuci dengan terpentin sampai bersih;
c) peras rooler kemudian keringkan dan simpan dengan posisi vertical atau digantung.

5 dari 7
SNI 2407:2008

5.3.3 Membersihkan sprayer

a) bersihkan tabung sprayer dengan menambahkan tiner dan kocok-kocok, lalu


semprotkan, kemudian sisanya buang atau masukan kedalam kaleng;

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) nozel direndam tiner, lalu dibersihkan lubang nozel dengan kawat.

5.3.4 Menyimpan sisa cat

a) bila masih memiliki sisa cat yang belum terpakai, maka dapat menyimpannya selama cat

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
tersebut belum mengeras;
b) simpan sisa cat dalam kemasan yang tertutup rapat, pada suhu ruangan dan ditempat
yang kering serta jauhkan dari jangkauan anak-anak.

6 Cara penanggulangan bila terjadi kegagalan dalam pengecatan

Untuk menanggulangi bila terjadi kegagalan dalam pengecatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Cara penanggulangan

No Jenis kegagalan Penyebabnya Cara penanggulangan

1 Menggelembung - Pengecatan pada permukaan yang - Kerok lapisan cat yang mengge-
(Blistering) belum kering, lembung dan haluskan permu-
- Pengecatan terkena terik matahari kaannya dengan kertas
langsung, ampelas,
- Pengecatan atas permukaan yang - Beri lapisan cat baru hingga
lama sudah terjadi pengapuran, seluruh permukaan tertutup rata,
- Pengecatan atas permukaan yang - Kerok lapisan yang mengelupas
kotor dan berminyak, dan bersihkan
- Bahan yang dicat menyusut/ me- dengan kertas ampelas hingga
muai, ini terjadi apabila permukaan permukaan rata, halus dan
yang dicat mengandung air atau kering,
menyerap air. - Beri lapisan cat yang baru hing-
ga permukaan tertutup rata.
Tabel 1 ( Lanjutan )

No Jenis kegagalan Penyebabnya Cara penanggulangan

2 Berbintik - Debu atau kotoran dari udara atau - Tunggu lapisan cat sampai
(Bittiness) kwas/alat penyemprot, kering sempurna,
- Adanya bagian-bagian cairan yang - Gosok permukaan yang akan
sudah mengering ikut tercampur/ dicat dengan kertas ampelas
teraduk. halus dan bersihkan,
- Beri lapisan cat baru.
3 Retak-retak - Umumnya terjadi pada lapisan cat - Kerok seluruh lapisan cat, dan
(Crazing/cracking) yang sudah tua karena elastisitas permukaannya haluskan dengan
berkurang, kertas ampelas kemudian
- Pengecatan pada lapisan cat dibersihkan .
pertama yang belum cukup kering, - Beri lapisan cat baru.
- Cat terlampau tebal,
- Pengeringan lapisan cat tidak
merata
4 Perubahan warna - Pigmen yang dipakai tidak tahan - Pilihlah jenis cat lain.
(Discoloration) terhadap cuaca dan terik matahari - Lakukan kembali persiapan

6 dari 7
SNI 2407:2008

- Adanya bahan pengikat (binder) permukaan dan lapisi


bereaksi dengan garam-garam dengan cat dasar tahan alkali
alkali
5 Sukar mengering - Pengecatan dilakukan pada cuaca - Kerok seluruh lapisan cat,

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(Drying troubles) yang tidak baik / kurangnya sinar bersihkan dan biarkan
matahari, misalnya udara lembab. permukaan mengering dan baru
- Pengecatan pada permukaan yang di cat ulang dalam keadaan
mengandung lemak (wax polish) cuaca baik
minyak atau berdebu - Kerok seluruh lapisan cat,
bersihkan dan beri lapisan yang

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
tahan alkali
6 Garis-garis bekas - Kwas diulaskan terus pada pada - Setelah lapisan cat mengering
kwas saat cat mulai mengering gosoklah dengan kertas
(Brush marks) - Pemakaian cat terlalu kental ampelas, bersihkan dan di cat
- pemakaian kwas yang kotor dengan cara pengecatan yang
benar dan di cat ulang dengan
cat yang kekentalannya cukup
7 Daya tutup - Cat yang terlalu encer - Encerkan cat sesuai anjuran,
berkurang - Pengadukan kurang baik aduk cat sehingga merata.
(Poor opacity) - Permukaan bahan yang akan di cat - Ulangi pengecatan sampai
terlampau porous cukup rata
8 Lapisan cat - Pengecatan dilakukan tidak merata - Biarkan cat mengering dengan
menurun pada baik
beberapa tempat - Ratakan bagian-bagian yang
(Sagging) menurun dengan kertas
ampelas, kemudian lakukan
pengecatan ulang
9 Kurang mengkilap - Pengecatan dilakukan pada - Ampelaslah dan ulang
dari pada seharus- permukaan yang mengandung pengecatan, jika lapisan cat
nya. minyak atau lilin sudah tua/kurang mengkilap
(Loss of gloss) - Pengecatan pada saat cuaca - Kerok seluruh lapisan cat dari
kurang baik / lembab permukaan sebelum melakukan
- Pengecatan dilakukan pada cat pengecatan baru
yang sudah tua atau mulai
mengapur

7 dari 7
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2411:2008

Cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2411:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi ........................................................................................................................ i
Prakata ............................................................................................................................ ii
Pendahuluan ................................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ........................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif .......................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ….................................................................................................. 1
4 Ketentuan dan persyaratan ....................................................................................... 2
4.1 Peralatan ............................................................................................................ 2
4.2 Air ....................................................................................................................... 3
4.3 Kalibrasi ............................................................................................................. 3
4.4 Keselamatan kerja .............................................................................................. 3
4.5 Petugas dan penanggung jawab ........................................................................ 3
5 Cara pengujian ......................................................................................................... 4
5.1 Persiapan............................................................................................................ 4
5.2 Pekerjaan pengeboran ....................................................................................... 4
5.3 Penentuan tekanan maksimum .......................................................................... 4
5.4 Pengujian kelulusan air....................................................................................... 4
5.5 Pencatatan data.................................................................................................. 5
6 Perhitungan ............................................................................................................... 5
6.1 Perhitungan koefisien kulusan air (k).................................................................. 5
6.2 Perhitungan nilai Lugeon .................................................................................... 6
7 Penentuan nilai Lugeon ............................................................................................. 6
8 Hal khusus ................................................................................................................. 7
8.1 Tanah yang tidak terkonsolidasi/lubang bor runtuh ............................................ 7
8.2 Lubang bor miring............................................................................................... 7
8.3 Penyebab kesalahan pengujian.......................................................................... 8
9 Laporan...................................................................................................................... 8

Lampiran A Bagan alir (normatif).................................................................................... 9


Lampiran B Gambar-gambar cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan (normatif) . 11
Lampiran C Contoh formulir isian (normatif)................................................................... 17
Lampiran D Daftar deviasi teknis dan penjelasannya (informatif) ............................... 20
Bibliografi ....................................................................................................................... 21

i
SNI 2411:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan
merupakan revisi dari SNI 03-2411-1991, Metode pengujian lapangan tentang kelulusan air
bertekanan. Adapun perubahan dari SNI lama adalah penambahan dan revisi beberapa
materi mengenai Persyaratan dan Ketentuan serta Cara Pengujian, pembuatan Bagan Alir,
perbaikan Gambar dan pembuatan Contoh Formulir.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini disusun oleh Panitia teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Pendayagunaan Sumber Daya Air Bidang Bahan dan Geoteknik pada
Subpanitia teknis Sumber Daya Air.

Tata cara penulisan mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 dan dibahas dalam
Perumusan standar ini dilakukan melalui forum rapat konsensus yang diselenggarakan di
Bandung pada tanggal 28 September 2006 oleh Subpanitia teknis Sumber Daya Air dengan
melibatkan para narasumber, pakar dari lembaga terkait.

ii
SNI 2411:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Keberhasilan pembangunan suatu bangunan teknik sipil harus didukung oleh keberhasilan
kegiatan serangkaian tahapan survey, investigasi, desain, konstruksi, operasional dan
pemeliharaan (SIDCOM). Dalam tahapan perencanaan detail bangunan teknik sipil
digunakan nilai parameter lapisan tanah dan batuan sebagai alas fondasi maupun bagian
dari bangunan tersebut. Salah satu parameter tanah dan batuan adalah nilai kelulusan air

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
yang harus diperhitungkan dalam keamanan bangunan antara lain bangunan air, tembok
penahan tanah, pelaksanaan pondasi bangunan gedung/basement.

Berdasarkan uraian di atas, maka nilai kelulusan air lapisan tanah dan batuan sebagai alas
pondasi bangunan memiliki peran yang cukup penting dalam suatu pembangunan bangunan
teknik sipil ini. Dengan mengikuti prosedur dan menggunakan standar kelulusan air
bertekanan di lapangan, nilai kelulusan air yang diperoleh akan dapat dipertanggung
jawabkan.

SNI ini menguraikan secara lengkap tahapan pengujian, perhitungan, penentuan hasil uji
kelulusan air lapisan tanah dan batuan dengan menggunakan peralatan injeksi air ke dalam
lubang bor. Dengan melakukan uji kelulusan air bertekanan di lapangan ini, selain
memperoleh nilai kelulusan air yang lebih dapat dipertanggung jawabkan pada setiap
perlapisan tanah atau batuan, juga dapat diketahui nilai Lugeon (Lu), jenis aliran ke dalam
pori lapisan tanah atau batuan, perilaku lapisan tanah dan batuan akibat pengaliran air dan
sangat membantu dalam keberhasilan perbaikan lapisan pondasi dengan cara injeksi
semen.

Standar ini dimaksudkan untuk memahami pelaksanaan pengujian kelulusan air bertekanan
pada lubang bor sehingga diperoleh koefisien kelulusan air dan nilai Lugeoun tanah dan
batuan yang dapat dipertanggungjawabkan. SNI ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi
perencana dan pelaksana serta semua pihak yang terkait dalam pembangunan bangunan
teknik sipil.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2411:2008

Cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan, untuk memperoleh
koefisien kelulusan air dan nilai Lugeon suatu lapisan tanah dan batuan dengan cara
injeksi air ke dalam lubang bor, termasuk perhitungan dan penentuan hasil pengujian.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif

ASTM D 2113-99, Standard practice for rock core drilling and sampling of rock for site
investigation.

3 Istilah dan definisi


Istilah dan definisi yang berkaitan dengan standar ini adalah sebagai berikut.
3.1
batuan
kumpulan material dari satu atau lebih mineral yang terbentuk secara alami dan terikat oleh
gaya kohesi kuat serta memiliki tingkat mineralogi dan kimiawi yang tetap

3.2
bidang perlapisan
diskontinuitas yang terjadi karena proses sedimentasi

3.3
diskontinuitas
bidang atau celah yang menyebabkan batuan bersifat tidak menerus antara lain berupa
perlapisan, kekar, dan sesar

3.4
dilasi
pelebaran rekahan sementara akibat tekanan tertentu pada saat pengujian kelulusan air
bertekanan

3.5
injeksi
suatu proses pemasukkan suatu cairan dengan/tanpa tekanan ke dalam rongga, rekahan
dan kekar pada tanah atau batuan yang dalam waktu tertentu cairan tersebut dapat menjadi
padat dan mengeras secara kimiawi maupun fisik

3.6
kekar
diskontinuitas yang terjadi karena gaya tektonik pada lapisan batuan, namun tidak
menunjukkan gejala pergeseran

3.7
koefisien kelulusan air
angka yang menunjukkan kemampuan tanah atau batuan untuk mengalirkan air dan
dinyatakan dalam satuan panjang dibagi satuan waktu (cm/sekon)

1 dari 21
SNI 2411:2008

3.8
nilai Lugeon (Lu)
angka yang menunjukkan kemampuan tanah atau batuan mengalirkan air dan dinyatakan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dalam satuan Lugeon

3.8.1
satu Lugeon (1 Lu)
banyaknya air dalam liter per menit yang masuk ke dalam tanah atau batuan melalui lubang
bor berukuran NX yaitu berdiameter 75,7 mm sepanjang satu meter dengan tekanan 10 bar

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(1 bar = 1,0197 kg/cm2)

3.9
sifat lulus air pada tanah atau batuan
kemampuan tanah atau batuan mengalirkan air melalui rongga antar butir dan atau
diskontinuitas

3.10
pengeboran
suatu proses pembuatan lubang bor baik vertikal/miring maupun horizontal pada suatu
lapisan tanah/batuan dengan atau tanpa menggunakan mesin bor

3.11
pengikisan
pelebaran rekahan akibat hilangnya material pengisi atau akibat kikisan pada saat pengujian
kelulusan air bertekanan

3.12
penyekat
bahan dari karet yang berfungsi sebagai sekat lubang bor

3.13
penyumbatan
pengisian/penyumbatan rekahan oleh material pada saat pengujian kelulusan air bertekanan

3.14
sesar
diskontinuitas yang terjadi akibat gaya tektonik pada batuan dan menunjukkan gejala
pergeseran

3.15
tanah
suatu agregat alam yang memiliki berbagai ukuran dan berbentuk tidak teratur yang
merupakan hasil pelapukan suatu jenis batuan baik secara mekanik, fisik maupun kimiawi
seperti lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal

4 Ketentuan dan persyaratan


4.1 Peralatan
4.1.1 Mesin bor
Mesin bor yang digunakan berjenis mesin bor putar yang dilengkapi antara lain:
a) Mata bor jenis intan atau widia sesuai dengan jenis lapisan tanah atau batuan.

2 dari 21
SNI 2411:2008

b) Penginti untuk mengambil contoh inti tanah atau batuan.


c) Pipa lindung untuk melindungi lubang bor mengalami keruntuhan.

4.1.2 Peralatan injeksi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Peralatan injeksi yang digunakan mempunyai rangkaian sebagai berikut (lihat Gambar B.1
pada Lampiran B):
a) Baipas, berdiameter (2,54 s.d.. 3,81) cm atau (1 s.d.. 1,5) inchi.
b) Alat ukur tekanan (manometer), berkapasitas (2 s.d.. 16) kg/cm2 dengan ketelitian

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
pembacaan (0,01 s.d.. 0,05) kg/cm2.
c) Meteran air, berkapasitas (3 s.d.. 7) m3/jam dengan ketelitian pembacaan (0,01 s.d..
0,05) liter/menit.
d) Pipa injeksi, berdiameter (2,54 s.d.. 3,81) cm atau (1 s.d.. 1,5) inchi
e) Penyekat, dibedakan atas:
1) Berdasarkan cara pengembangannya, bisa digunakan jenis mekanik yang
dikembangkan secara mekanis dengan ulir, atau jenis pneumatik yang
dikembangkan dengan tekanan udara (Lihat Gambar B.2 pada Lampiran B).
2) Berdasarkan cara pemasangan, digunakan penyekat tunggal yang dipasang pada
batas atas bagian tanah atau batuan yang akan diuji atau penyekat ganda yang
dipasang sekaligus pada batas atas dan bawah bagian tanah atau batuan yang
akan diuji, pada batuan yang relatif lapuk pengekaran atau penyesaran, penyekat
yang digunakan adalah penyekat tunggal dengan jenis pneumatik (Lihat Gambar
B.3 pada Lampiran B).

4.1.3 Mesin pompa


Mesin pompa yang dilengkapi tabung untuk memperoleh kontinuitas peredam dengan
kapasitas minimal 40 liter/menit dengan tinggi tekan isap air hingga 40 kg/cm2.

4.1.4 Peralatan lain


Peralatan lain, misalnya alat ukur waktu dan alat duga muka air tanah harus mempunyai
ketelitian pembacaan setengah dari skala terkecil alat tersebut.

4.2 Air
Air yang digunakan untuk injeksi harus bersih, bebas dari kotoran dan suspensi lumpur.

4.3 Kalibrasi
Semua alat ukur harus dikalibrasi minimum 3 tahun sekali atau sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

4.4 Keselamatan kerja


Para pelaksana harus melaksanakan kegiatannya dengan mengantisipasi hal-hal yang dapat
menimbulkan kecelakaan sesuai dengan petunjuk dan peraturan keselamatan kerja

4.5 Petugas dan penanggung jawab


Petugas dalam pengujian ini adalah juru bor yang mampu melaksanakan pengujian
kelulusan air dan diawasi ahli geoteknik yang kompetensi. Nama dan tangan para petugas,
pengawas dan penanggung jawab harus ditulis dengan jelas pada laporan dan formulir isian.

3 dari 21
SNI 2411:2008

5 Cara pengujian
5.1 Persiapan
Lakukan persiapan pengujian kelulusan air bertekanan sebagai berikut.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
a) Periksa dan persiapkan peralatan unit mesin bor, injeksi dan mesin pompa dalam
kondisi laik pakai dan siap pakai termasuk bahan bakar, air pembilas dan peralatan
tambahan lainnya seperti alat ukur waktu dan alat duga muka air tanah.
b) Bersihkan dan ratakan permukaan tanah di sekitar lokasi pekerjaan sehingga unit mesin
bor dan pompa pada permukaan tanah yang datar.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
c) Pasang dan rangkaikan unit mesin bor dengan selang-selang swifel air, termasuk
landasan mesin bor.

5.2 Pekerjaan pengeboran


Lakukan pekerjaan pengeboran sebagai berikut.
a) Jalankan mesin bor dan operasikan mesin bor dan lakukan pengeboran inti hingga
kedalaman yang diinginkan.
b) Kemajuan pengeboran dicatat untuk setiap panjang pengeboran.
c) Inti bor yang dapat diambil, dicatat panjangnya kemudian dihitung persentasi terhadap
panjang pengeboran.
d) Simpan inti bor pada peti contoh batuan, disusun sesuai dengan nomor titik pengeboran
dan kedalaman pengeboran.
e) Bersihkan dan bilas dasar lubang bor dengan air bersih.
f) Ukur kedalaman muka air tanah pada lubang tersebut, setelah muka air tanah ini dalam
keadaan seimbang dan tanpa pengaruh air pembilas atau air lainnya yang masuk ke
dalam lubang bor.
g) Pasang pipa pelindung pada lubang bor yang mudah runtuh.

5.3 Penentuan tekanan maksimum


Tekanan maksimum yang diijinkan terbaca pada manometer dalam pengujian kelulusan air
bertekanan tergantung pada kedalaman lubang bor, yaitu sebesar 0,23 dari tekanan akibat
berat tanah di atas elevasi alat penyekat. Tekanan total yang digunakan dalam perhitungan
adalah tekanan maksimum ditambah dengan tekanan akibat tekanan tinggi muka air tanah
yang berada di atas alat penyekat tersebut.

5.4 Pengujian kelulusan air


Lakukan pekerjaan pengujian kelulusan air sebagai berikut.
a) Pasang dan rangkai unit injeksi dengan pompa tekan, bak air dan baipas pada lubang
bor.
b) Rangkai peralatan penyekat dengan unit injeksi dan peralatan lainnya.
c) Pasang peralatan penyekat ke dalam lubang bor dengan panjang lubang uji antara
(1,50 s.d. 5,0) meter sesuai kedalaman yang diinginkan seperti rangkaian pada Gambar
B.4 pada Lampiran B.
d) Kembangkan alat penyekat dengan memompa udara atau air kedalam karet penyekat
atau dikembangkan secara mekanis dengan ulir.
e) Alirkan air kedalam lubang bor dengan tekanan awal 1/3 dari tekanan maksimum
dengan cara mengatur keran.

4 dari 21
SNI 2411:2008

f) Lakukan pembacaan aliran air hingga diperoleh nilai aliran yang seragam melalui
meteran air maksimum selama 10 menit. Jika aliran seragam tidak diperoleh dalam
waktu yang ditentukan, batasan pengujian harus ditetapkan oleh tenaga ahli.
g) Adapun pemberian tekanan selama pengujian pada tiap tahap tekanan adalah 1/3, 2/3,

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1, 2/3 dan 1/3 dari tekanan maksimum yang ditentukan.
h) Lakukan pengamatan rembesan atau bocoran yang timbul di sekeliling pipa lindung dan
sambungan pipa injeksi selama pengujian dilaksanakan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
5.5 Pencatatan data
Data yang perlu dicatat pada uji kelulusan air bertekanan, adalah sebagai berikut.
a) Nama proyek, lokasi, hari, tanggal pengujian.
b) Nomor lubang bor, diameter lubang bor, deskripsi jenis lapisan lubang bor.
c) Kedalaman lubang pada waktu uji masing-masing.
d) Elevasi penyekat atas dan bawah.
e) Elevasi muka air tanah.
f) Panjang lubang uji.
g) Jari-jari alat penyekat.
h) Tinggi alat ukur tekanan di atas permukaan tanah.
i) Tinggi swivel air di atas permukaan tanah.
j) Cara pemasangan alat penyekat.
k) Lama pengujian, pembacaan manometer dan pembacaan meteran air.
l) Kondisi cuaca.
m) Tim pengujian dan penanggung jawab.

6 Perhitungan
6.1 Perhitungan koefisien kelulusan air (k)
Rumus yang digunakan dalam perhitungan koefisien kelulusan air (k) tergantung pada
panjang bagian tanah atau batuan yang diuji (L), sebagai berikut (lihat Gambar B.5 pada
Lampiran).
a) Untuk L ≥ 10r (r = jari-jari lubang bor), digunakan persamaan.
Q ⎛L ⎞
k= ln⎜ ⎟ ................................................................................ (1)
2πL.h ⎝ r ⎠
b) Untuk 10r > L ≥ r, digunakan persamaan.
Q ⎛L⎞
k= sinh −1 ⎜ ⎟ ....................................................................... (2)
2πL.h ⎝ 2r ⎠
dengan:
k adalah koefisien kelulusan air, (cm/sekon);
Q adalah debit air yang masuk, (cm3/sekon);
L adalah panjang lubang bor yang diuji, (cm);
r adalah jari-jari lubang bor (cm);
h adalah hp + hs, (cm);
(hp adalah tinggi air yang diperoleh dari konversi pembacaan manometer dan hs adalah
tinggi tekanan air);

5 dari 21
SNI 2411:2008

Catatan : Untuk kondisi artesis dimana muka air tanah berada di atas kedudukan manometer, hs
diperhitungkan negatif.

6.2 Perhitungan nilai Lugeon

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Perhitungan nilai Lugeon menggunakan rumus:
10 .Q atau 10 . V ............................................................... (3)
Lu = Lu =
p.L p .L .t

dengan:

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Lu adalah nilai Lugeon;
Q adalah debit air yang masuk (liter/menit) melalui lubang bor berukuran NX yaitu
berdiamater 75,7 mm;
p adalah tekanan uji, (kg/cm2);
(p = pm+ps dengan pm adalah tekanan manometer dan ps adalah h tinggi tekanan air
yang telah dikonversikan ke dalam satuan kg/cm2);
L adalah panjang bagian yang diuji, (m);
V adalah volume air yang diinjeksikan, (liter) ke dalam lubang bor berukuran NX yaitu
berdiamater 75,7 mm;
t adalah waktu (menit)

7 Penentuan nilai Lugeon


Grafik aliran air yang dibuat berdasarkan data hasil uji kelulusan air bertekanan yang
merupakan hubungan tekanan p dan debit aliran air Q/L dimaksudkan antara lain untuk
mengetahui:
a) Perilaku tanah atau batuan yang diuji dengan cara injeksi air pada tekanan tertentu.
b) Kondisi aliran air yang terjadi dalam tanah atau batuan tersebut dapat berupa kondisi
laminer, turbulen, dilasi, pengikisan dan penyumbatan.
Perhitungan uji kelulusan air dengan menggunakan tekanan yang bervariasi dapat
menghasilkan nilai Lugeon yang berbeda, tergantung pada kondisi aliran air yang terjadi
dalam tanah atau batuan yang diuji.
Dalam hal ini aliran air berupa aliran laminer bila nilai Lugeon dari setiap tahapan
memberikan nilai yang mendekati sama.
Aliran turbulen terjadi bila nilai Lugeon yang diperoleh pada tekanan puncak lebih kecil dari
pada nilai Lugeon yang diperoleh dari kedua tahapan tekanan yang lebih rendah dan juga
nilai Lugeon yang diperoleh pada setiap tahapan yang lebih rendah dari tekanan puncak baik
tahapan peningkatan dan pada tahapan penurunan memperoleh nilai Lugeon yang hampir
sama.
Bila nilai Lugeon yang dilakukan pada tekanan puncak lebih tinggi dari nilai Lugeon pada
kedua tekanan lebih rendah dan nilai Lugeon pada kedua tekanan yang lebih rendah ini
memiliki nilai yang hampir sama, aliran ini disebut aliran dilasi.
Nilai Lugeon yang dilakukan pada setiap tekanan dari kelima tahapan tekanan baik saat
peningkatan tekanan maupun penurunan tekanan memberikan nilai Lugeon yang terus
meningkat, pada tahap tekanan terakhir dengan tekanan yang terendah diperoleh nilai
Lugeon yang terbesar, aliran ini disebut aliran pengikisan.
Aliran penyumbatan terjadi pada suatu aliran dengan nilai Lugeon memberikan nilai yang
bertambah kecil pada tahapan tekanan baik tahapan peningkatan maupun tahapan
penurunan, sehingga nilai Lugeon diakhir pengujian diperoleh nilai Lugeon yang terkecil.
Penentuan nilai Lugeon dilakukan dengan menafsirkan pola grafik aliran p-Q/L.

6 dari 21
SNI 2411:2008

a) Kondisi laminer, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada Gambar B.6
Lampiran B. Nilai Lugeon ditentukan dari nilai rata-rata hasil perhitungan tersebut.
b) Kondisi turbulen, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada Gambar
B.7 Lampiran B. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan dari nilai Lugeon

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
terkecil pada tekanan tertinggi.
c) Kondisi dilasi, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada Gambar B.8
Lampiran B. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan nilai yang terkecil
pada tekanan rendah, atau pada tekanan menengah apabila hasilnya lebih kecil dari
pada hasil uji pada tekanan rendah.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
d) Kondisi pengikisan, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada Gambar
B.9 Lampiran B. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan nilai Lugeon
yang tertinggi dari hasil uji pada tekanan rendah yang terakhir.
e) Kondisi penyumbatan, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada
Gambar B.10 Lampiran B. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan nilai
Lugeon yang terkecil dari hasil uji pada tekanan rendah yang terakhir.
Penentuan jenis aliran dan pemilihan nilai Lugeon dapat juga dilakukan menggunakan
Tabel C.1 pada Lampiran C.

8 Hal khusus
8.1 Tanah yang tidak terkonsolidasi/lubang bor runtuh
Apabila pada waktu pengeboran dijumpai lapisan tanah yang akan diuji bersifat tidak
terkonsolidasi dan dinding lubang bor selalu runtuh, maka:
a) Pasang pipa lindung sampai dasar lubang bor dan bersihkan endapan yang ada di
dalam pipa lindung.
b) Lakukan uji kelulusan air bertekanan sesuai dengan prosedur pada sub pasal 5.4.
c) Hitung koefisien kelulusan air dengan rumus berikut (lihat Gambar B.11 pada Lampiran
B).
Q
k= .......................................................................................... (4)
5,5 rh
dengan:
k adalah koefisien kelulusan air, (cm/sekon);
Q adalah debit air yang masuk, (cm3/sekon);
r adalah jari-jari lubang bor, (cm);
h adalah hp + hs, (cm);
(hp adalah tinggi air yang diperoleh dari konversi pembacaan manometer dan hs adalah
tinggi muka air)

8.2 Lubang bor miring


Dalam perhitungan nilai kelulusan air bertekanan ini dilakukan dengan menggunakan data
tekanan yang antara lain diakibatkan oleh tekanan muka air tanah. Seperti diketahui bahwa
tekanan air ini bersifat statis yang didasarkan pada dasar-dasar gravitasi yang berarti
dihitung tegak lurus terhadap permukaan muka air tanah yang selalu mendatar. Oleh karena
itu perhitungan nilai kelulusan untuk pengujian kelulusan air yang dilakukan pada lubang bor
berposisi miring, harus dikoreksi terhadap akibat kemiringan lubang bor tersebut. Hal ini
diperlihatkan dalam gambar pada kolom keterangan laporan harian uji kelulusan air
bertekanan yang tergantung juga kepada panjang lubang bor (lihat Tabel C.2 pada Lampiran
C).

7 dari 21
SNI 2411:2008

8.3 Penyebab kesalahan pengujian


Hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan pengujian kelulusan air ini antara lain:
a) Rembesan atau bocoran yang timbul di sekeliling pipa lindung dan sambungan pipa

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
injeksi.
b) Penyumbatan pori tanah atau rekahan halus dari tanah atau batuan yang disebabkan
karena air yang digunakan dalam pengujian mengandung suspensi lumpur atau
sedimen.
c) Kerusakan tanah atau batuan yang disebabkan oleh pemberian tekanan yang tidak

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
cermat atau berlebihan.
d) Adanya udara yang terperangkap oleh gelembung gas yang ada di dalam tanah atau
batuan.

9 Laporan
Laporan hasil pengujian kelulusan air bertekanan di lapangan akan menguraikan dan berisi
antara lain:
a) Nama proyek, lokasi, tanggal dan waktu pengujian.
b) Nomor lubang bor, diamater lubang bor, deskripsi jenis lapisan lubang bor.
c) Peralatan yang digunakan.
d) Cara pemasangan karet penyekat, kedalaman muka air tanah dan uraian tentang
kebocoran bila ada.
e) Lama pengujian, pembacaan manometer dan pembacaan meteran air, tinggi elevasi alat
ukur manometer di atas permukaan tanah.
f) Kondisi cuaca.
g) Penanggung jawab pengujian.
h) Lampiran hasil pengujian.

8 dari 21
SNI 2411:2008

Lampiran A
(normatif)
Bagan alir

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Mulai

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Persiapan

Pemeriksaan kelengkapan peralatan mesin bor, injeksi, penyekat, air, bahan bakar, formulir
dan lain-lain

Pengeboran

Pelaksanaan pengeboran termasuk pencatatan data awal, nama proyek, lokasi, tanggal
pelaksanaan, nomor lubang bor, diameter lubang bor, deskripsi jenis lapisan tanah dan batuan,
kedalaman muka air tanah, mesin bor yang digunakan, cuaca, dan penanggung jawab

Pemasangan pipa lindung, pipa


penyekat dan alat injeksi

Pengujian kelulusan air pada tahapan


tekanan p1=1/3 pmax, p2=2/3 pmax, p3=pmax,
p4=2/3 pmax dan p5=1/3 pmax

Periksa dan perbaiki


sambungan pipa serta
posisi penyekat

Apakah Aliran air Tidak


sudah seragam Aliran tidak seragam
selama
10 menit

Ya

Aliran seragam
Pembacaan jumlah aliran air dan
tekanan manometer serta
pengamatan rembesan

Gambar A.1 Bagan alir cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan

9 dari 21
SNI 2411:2008

Lanjutan bagan alir


1

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Apakah kondisi lubang bor Tidak

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
kompak/tidak runtuh ?

Lubang bor kompak/tidak Ya Lubang bor runtuh


runtuh (dengan alat (dengan pipa lindung)
penyekat)

Perhitungan Kelulusan Air: Perhitungan Nilai Lugeon Pehitungan Kelulusan Air


a) L ≥ 10r 10.Q atau 10.V Q
Lu = k=
Q ⎛L ⎞ p.L p.L.t 5,5rh
k= ln ⎜ ⎟
2 π L.h ⎝ r ⎠
b) 10r > L > r
Q ⎛L ⎞
k= sinh −1 ⎜ ⎟
2 π L.h ⎝ 2r ⎠

Nilai Lugeon
Nilai Lugeon Tidak Nilai Lugeon terkecil Tidak Nilai Lugeon Tidak Tidak
Nilai Lugeon meningkat menurun sesuai
yang hampir sama terjadi pada tekanan tertinggi pada tekanan dengan tahapan pengaliran
(Aliran Laminer) tertinggi sesuai dengan tahapan
tertinggi(Aliran pengaliran (Aliran (Aliran Penyumbatan)
Turbulen) (Aliran Dilasi)
Pengikisan)

Ya Ya Ya Ya Ya

Nilai Lu, kelulusan air Nilai Lu, kelulusan Nilai Lu, kelulusan air Nilai Lu, kelulusan air Nilai Lu, kelulusan air
adalah nilai rata-rata air diperoleh dari diperoleh dari tekanan diperoleh dari nilai diperoleh dari nilai
nilai Lugeon terkecil terendah atau nilai Lugeon tertinggi pada Lugeon terkecil pada
pada tekanann terkecil Lugeon dari tekanan rendah tekanan rendah
terrtinggi tekanan menengah

Selesai

Gambar A.1 Bagan alir cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan (lanjutan)

10 dari 21
SNI 2411:2008

Lampiran B
(normatif)
Gambar-gambar cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
4
Keterangan gambar:
6
1 3 52 1. Slang penghantar
2. Mur penyambung

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 3. Baipas
2 4. Alat ukur tekanan (manometer)
5. Kran
6. Meteran air
7 7. Pipa injeksi
8. Penyekat
9. Lubang bor yang diuji

Gambar B.1 Rangkaian peralatan injeksi dan bagian-bagiannya

Udara dipompakan
Ulir pengeras

Karet penyekat

Karet penyekat

Penyekat mekanik Penyekat pneumatik

Gambar B.2 Jenis penyekat mekanik dan pneumatik

11 dari 21
SNI 2411:2008

Manometer Manometer

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Meteran Meteran air

Karet penyekat

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
L = Panjang bagian
Pipa lubang bor yang
Karet penyekat perforasi diuji

Karet penyekat
L = Panjang bagian
lubang bor yang Tutup
diuji

Penyekat Tunggal Penyekat Ganda

Gambar B.3 Cara pemasangan karet penyekat

9 6
4 5 7 4

8 Muka tanah
1 2 3

10
11

12

Keterangan gambar:
1. Bak air 7. Kran
2. Pompa tekan 8. Slang pengembali
3. Slang penghantar 9. Meteran air
4. Mur penyambung 10. Pipa injeksi
5. Baipas 11. Penyekat
6. Manometer 12. Bagian lubang bor yang diuji

Gambar B.4 Rangkaian peralatan injeksi pada pelaksanaan


uji kelulusan air bertekanan

12 dari 21
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2411:2008

m.a.t

L
m.a.t

M
hs
hs
M

c)
2r
c)
2r

hp
hp

Uji kelulusan air bertekanan


Metode Penyekat Ganda
Metode Penyekat Tunggal

L
2

m.a.t
m.a.t

hs
L
2
M

hs

h = hp + hs
b)
2r
b)
2r

13 dari 21
hp
hp

Gambar B.5
L

L
M
M

a)
2r
a)
2r

hp
hp

hs

m.a.t
hs

m.a.t
SNI 2411:2008

Keterangan :
p : Jumlah tekanan yang terbaca pada
manometer dan P akibat tekanan air
(kg/m2)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Q/L: Debit air yang masuk per meter
bagian lubang bor yang diuji
(liter/menit/meter).

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gambar B.6 Grafik aliran p-Q/L untuk kondisi laminer

Keterangan :
p : Jumlah tekanan yang terbaca pada
manometer dan P akibat tekanan air (kg/m2)
Q/L: Debit air yang masuk per meter bagian
lubang bor yang diuji (liter/menit/meter).

Gambar B.7 Grafik aliran p-Q/L untuk kondisi turbulen

Keterangan :
p : Jumlah tekanan yang terbaca pada
manometer dan P akibat tekanan air (kg/m2)
Q/L: Debit air yang masuk per meter bagian
lubang bor yang diuji (liter/menit/meter).

Gambar B.8 Grafik aliran p-Q/L untuk dilasi

14 dari 21
SNI 2411:2008

Keterangan :
p : Jumlah tekanan yang terbaca pada
manometer dan P akibat tekanan air (kg/m2)
Q/L: Debit air yang masuk per meter bagian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
lubang bor yang diuji (liter/menit/meter).

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Gambar B.9 Grafik aliran p-Q/L untuk pengikisan

Keterangan :
p : Jumlah tekanan yang terbaca pada
manometer dan P akibat tekanan air (kg/m2)
Q/L: Debit air yang masuk per meter bagian
lubang yang diuji (liter/menit/meter).

Gambar B.10 Grafik aliran p-Q/L untuk penyumbatan

15 dari 21
SNI 2411:2008

m.a.t
hp hp hp hs

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
M M M

hs

Pipa lindung

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
m.a.t
hs

2r Lapisan tidak
m.a.t terkonsolidasi

a) b) c)

h = hp + hs
Catatan:
Untuk kondisi artesis dimana muka air tanah di atas kedudukan manometer hs, diperhitungkan negatif.
Gambar B.11 Pelaksanaan uji kelulusan air bertekanan pada bagian tanah
yang bersifat tidak terkonsolidasi/lubang bor runtuh

16 dari 21
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2411:2008

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Lampiran C
(informatif)

Tabel C.1 Penentuan jenis aliran dan Nilai Lugeon


(Houlsby, A.C., 1976)

No Urutan Pengaliran Skala Tekanan Skala Nilai Lugeon Penentuan Jenis Aliran Pemilihan Nilai Lugeon
Aliran I
Aliran II
Nilai Lugeon yang hampir
1 Aliran III Nilai rata-rata
sama (Aliran Laminer)
Aliran IV
Aliran V
Aliran I
Aliran II Nilai Lugeon terkecil terjadi
Nilai Lugeon terkecil pada
2 Aliran III pada tekanan tertinggi
tekanan tertinggi
Aliran IV (Aliran Turbulen)
Aliran V
Aliran I
Nilai Lugeon yang tertinggi
Aliran II Nilai Lugeon dari nilai Lugeon
terjadi pada tekanan
3 Aliran III yang terkecil dari tekanan
tertinggi
Aliran IV yang terendah
(Aliran Dilasi)
Aliran V
Aliran I
Aliran II Nilai Lugeon meningkat
4 Aliran III sesuai dengan pengaliran Nilai Lugeon yang tertinggi
Aliran IV (Aliran Pengikisan)
Aliran V
Aliran I
Nilai Lugeon menurun
Aliran II Nilai Lugeon yang terkecil.
sesuai dengan tahapan
5 Aliran III Biasanya terjadi pada akhir
pengaliran (Aliran
Aliran IV pengaliran/aliran
Penyumbatan)
Aliran V

17 dari 21
SNI 2411:2008

Tabel C.2 Contoh formulir isian laporan harian uji kelulusan air bertekanan
Lembar ke : 3
Batuan Proyek : RENCANA WADUK DEPOK
No. Lubang G.3 N Lubang 76 mm BATUPASIR
Yg diuji Lokasi : TUMPUAN KANAN

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Batuan 20,00 m - Panjang Tahap Tanggal : 15 – 10 – 1985
5,00 m 3
Yg diuji 25, 00 m diuji (L) ke Mulai uji : pk. 08.20
Metoda Pipa NX Selesai : pk. 08.55
Tanggal M.A.T. -15,00 m
Packer Lindung 20,00 m
PEMBACAAN
TEKANAN (kg/cm2) AIR YANG MASUK
METERAN AIR (Lt)
N Lama
Debit KETERANGAN

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
o uji Pm Ps P Volume Debit
Awal Akhir permeter
(manometer) (Gravitasi) Total (Lt) (Lt/men)
(Lt/men/m)
1 5' 2,00 1,65 3,65 30,50 156,50 126 25,20 5,04 hs = h1 + h2 = 16,50
2 5' 4,00 1,65 5,65 193,00 380,00 187 37,40 7,48 = h1 + h2 = ……..m

3 5' 6,00 1,65 7,65 405,25 668,25 263 52,60 10,52


4 5' 4,00 1,65 5,65 685,00 871,00 186 37,20 7,44
5 5' 2,00 1,65 3,65 872,00 992,00 120 24,00 4,80
6
7
8
9
hs = (h1+ h2) sin α = ……..m
= (h1+ h3) sin α = ……..m

α = inklinometer lubang bor


HASIL PERHITUNGAN PENAKSIRAN HASIL UJI
LUGEON Koef. Permeabilitas
GRAFIK
12.0 13.0 14.0 (cm/det)

1 13,81 1,79 x 10-4 1,74 x 10-4

2 13,24 1,71 x 10-4 NILAI LUGEON YG DIPAKAI

3 13,75 1,78 x 10-4 13,28

4 13,17 1,70 x 10-4 CATATAN

5 13,15 1,70 x 10-4

6 10-4

Ditafsirkan sebagai ALIRAN


7 10-4 LAMINER

8 10-4 Catatan:
Untuk pengujian pada lubang
9 10-4 mengarah ke atas (dalam terowongan)
h1 dan h3 diperhitungkan negatif
METERAN AIR Buatan ITALI Jenis Baling-Baling
No. Seri. Tgl. Kalibrasi 5 – 8 – 1985 PENGUJI : SUPARDJO
POMPA AIR Buatan JEPANG Jenis NAS – 3B
GEOLOGIEAN LAPANGAN : ANWAR M.
No. Seri Kapasitas 130 liter/menit
MANOMETER Kapasitas 7,00 kg/cm2 No. Seri. PENANGGUNG JAWAB LAPANGAN : R. TJAKRA
Tanggal Kalibrasi 1 – 8 - 185 DIPERIKSA OLEH : MOCHTADI
PACKER Jenis MEKANIK

18 dari 21
SNI 2411:2008

Tabel C.3 Contoh perhitungan uji kelulusan air bertekanan

LOKASI : DI MUKA INTAKE NO. LUBANG BOR : 6.3


PROYEK RENCANA WADUK DEPOK
Tinggi manometer 1,50 m Inklinasi (der) : 90

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
M.AT / h2 -15,00 m Tahapan ke :3
Jenis Batuan : BATUPASIR
Diameter bor 7,60 ca Lebar ke/dari :1/4
Panjang test 5,00 m Tanggal : 15 / 10 / 85
Kedalaman 20,00 s.d. 25,00 m
TEKANAN (kg/cm2) METERAN AIR (Lt) AIR YANG MASUK PERMEABILITAS
Waktu Q(Lt/men
pm ps p(total) Awal Akhir Q/m Lugeon k (cm/det)
(menit) )

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1. 5 2,00 1,65 3,65 30,50 156,50 25,20 5,04 13,81 1.79E-04

2. 5 4,00 1,65 5,65 193,00 380,00 37,40 7,48 13,24 1.71E-04

3. 5 6,00 1,65 7,65 405,25 668,25 52,60 10,52 13,75 1.78E-04

4. 5 4,00 1,65 5,65 685,00 871,00 37,20 7,44 13,17 1.70E-04

5. 5 3,00 1,65 3,65 872,00 992,00 24,00 4,90 13,15 1.70E-04

KETERANGAN:
RUMUS YANG DIGUNAKAN
10 .Q , dimana:
Lu =
p.L
Lu = nilai Lugeon (kolom 9)
Q/L = masukan air dalam liter/menit/meter
(kolom 8)
p = tekanan total (kolom 4)

PENAKSIRAN NILAI LUGEON : 13,38 (Kondisi aliran laminer)

19 dari 21
SNI 2411:2008

Lampiran D
(informatif)
Tabel D.1 Daftar deviasi teknis dan penjelasannya

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
No. Materi Sebelum Revisi
1 Format Tanpa format acuan Perubahan format dan
layout SNI sesuai BSN No.
8 Tahun 2000

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Istilah dan definisi Masih kurang lengkap Penambahan beberapa
istilah dan definisi:
batuan, dilasi, injeksi,
pengeboran, pengikisan,
penyekat, penyumbatan,
dan tanah.
3 - Persyaratan dan ketentuan Masih kurang lengkap Penambahan dan revisi
- Cara pengujian beberapa materi
diantaranya Pasal 5 Cara
pengujian: persiapan;
pekerjaan pengeboran;
penentuan tekanan
maksimum; pengujian
kelulusan air dan
pencatatan data
4 Bagan Alir Sudah ada tapi Pembuatan diagram alir
kurang lengkap (Lampiran A)
5 Gambar Masih kurang baik Revisi dan perbaikan
gambar-gambar
6 Contoh Formulir Sudah ada, tapi Penyempurnaan contoh
kurang lengkap formulir pengisian dan
perhitungan (Lampiran C)

20 dari 21
SNI 2411:2008

Bibliografi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 03-2411-1991, Metode pengujian lapangan tentang kelulusan air bertekanan.
USBR E-18 : Field Permeability Test in Boreholes.
Geotechnical Controle Office, Public Works Departement Hongkong, Geotechnical Manual
for Slopes, November 1979.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Houlsby. A.C., Routine Interpretation of the Lugeon Water Tets”, Q.JL. Eng. Geology Vol.9,
1976 pp.303-313.

21 dari 21
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2417:2008

Badan Standardisasi Nasional


Cara uji keausan agregat dengan
mesin abrasi Los Angeles
Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2417:2008

Daftar isi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .....................................................................................................................................ii
1 Ruang lingkup ................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif .................................................................................................................. 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3 Istilah dan definisi............................................................................................................. 1
4 Ketentuan.......................................................................................................................... 2
4.1 Peralatan ........................................................................................................................ 2
4.2 Benda uji ........................................................................................................................ 2
5 Pelaksanaan ..................................................................................................................... 3
5.1 Persiapan benda uji........................................................................................................ 3
5.2 Cara pengujian ............................................................................................................... 3
6 Perhitungan....................................................................................................................... 4
7 Laporan ............................................................................................................................. 4
Lampiran A (normatif) .............................................................................................................. 5
Lampiran B (normatif) Formulir pengujian ............................................................................... 6
Lampiran C (informatif) Contoh pengisian formulir pengujian ................................................. 7
Bibliografi ................................................................................................................................. 9

Gambar A.1 Peralatan mesin abrasi Los Angeles................................................................. 5

Tabel 1 Daftar gradasi dan berat benda uji ............................................................................ 3

i
SNI 2417:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang “Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi
Los Angeles” adalah revisi dari SNI 03-2417-1991, Metode pengujian keausan agregat
dengan mesin abrasi Los Angeles.
Adapun perubahannya antara lain:
a) dalam penyiapan bahan, jumlah contoh uji yang disiapkan ditambahkan berat interval;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
b) ditambahkan metode pengujian untuk material yang mempunyai kekerasan homogen,
pengujian dilakukan dengan 100 putaran, dan hasil pengujian antara 100 putaran dengan
500 putaran tidak boleh lebih besar dari 0,20 yang tertahan di atas saringan No.12 (1,70
mm) tanpa pencucian;
Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Bahan dan Perkerasan Jalan pada Subpanitia Teknik Rekayasa Jalan
dan Jembatan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti PSN 08:2007 dan dibahas dalam forum konsensus
yang diselenggarakan pada tanggal 19 April 2006 di Bandung, yang melibatkan para
narasumber, pakar dan lembaga terkait.

ii
SNI 2417:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Cara uji ini sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap
keausan dengan menggunakan mesin abrasi Los Angeles. Tujuannya untuk mengetahui
angka keausan yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus terhadap
berat semula dalam persen.
Hasilnya dapat digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan bahan perkerasan jalan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
atau konstruksi beton.
Peralatan yang digunakan adalah mesin abrasi Los Angeles, saringan No.12, timbangan,
bola-bola baja, oven, alat bantu pan dan kuas.
Cara ujinya adalah masukkan benda uji yang telah disiapkan ke dalam mesin abrasi, putar
mesin kecepatan 30 rpm sampai 33 rpm dengan jumlah putaran untuk masing-masing
gradasi berbeda, keluarkan benda uji kemudian saring, butiran yang tertahan dicuci dan
dikeringkan dalam oven sampai berat tetap.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2417:2008

Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup

Metode pengujian ini meliputi prosedur untuk pengujian keausan agregat kasar dengan
ukuran 75 mm (3 inci) sampai dengan ukuran 2,36 mm (saringan No.8) dengan
menggunakan mesin abrasi Los Angeles.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Acuan normatif

SNI 03-1968-1990, Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar
SNI 03-6865-2002, Tata cara pelaksanaan program uji antar laboratorium untuk penentuan
presisi metode uji bahan konstruksi
SNI 03-6889-2002, Tata cara pengambilan contoh agregat
SNI 13-6717-2002, Tata cara penyiapan benda uji dari contoh agregat
ASTM C 125, Terminology relating to concrete and concrete aggregate
ASTM C 131-01 atau AASHTO T 96-02, Standard Test Method for Resistance to
Degradation of Small-Size Coarse Aggregate by Abrasion and Impact in the Los Angeles
Machine
ASTM C 535-96, Standard Test Method For Resistance to Degradation of Large Size Coarse
Aggregate by Abrasion and Impact in the Los Angeles Machine

3 Istilah dan definisi

3.1
bola baja
besi bulat dan masif dengan ukuran dan berat tertentu yang digunakan sebagai beban untuk
menggerus agregat pada mesin abrasi

3.2
gradasi A
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 37,5 mm (1½ inci) sampai dengan
agregat ukuran butir 9,5 mm (3/8 inci)

3.3
gradasi B
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 19,0 mm (3/4 inci) sampai dengan agregat
ukuran butir 9,5 mm (3/8 inci)

3.4
gradasi C
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 9,5 mm (3/8 inci) sampai dengan agregat
ukuran butir 4,75 mm (saringan No. 4)

3.5
gradasi D
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 4,75 mm (saringan No.4) sampai
dengan agregat ukuran butir 2,36 mm (saringan No.8)

1 dari 9
SNI 2417:2008

3.6
gradasi E
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 75 mm (3 inci) sampai dengan agregat

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
ukuran butir 37,5 mm (1½ inci)
3.7
gradasi F
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 50 mm (2,0 inci) sampai dengan agregat
ukuran butir 25,0 mm (1,0 inci)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.8
gradasi G
material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 37,5 mm (1½ inci) sampai dengan
agregat ukuran butir 19,0 mm (3/4 inci)

3.9
keausan
perbandingan antara berat bahan yang hilang atau tergerus (akibat benturan bola-bola baja)
terhadap berat bahan awal (semula)

3.10
mesin abrasi Los Angeles
alat simulasi keausan dengan bentuk dan ukuran tertentu terbuat dari pelat baja berputar
dengan kecepatan tertentu

3.11
saringan No.12 (1,70 mm)
besarnya lubang saringan adalah 1,70 mm atau dalam 1 inci persegi terdapat 12 lubang

4 Ketentuan

4.1 Peralatan

Peralatan untuk pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut:


a) mesin abrasi Los Angeles (Lampiran A);
Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter dalam
711 mm (28 inci) panjang dalam 508 mm (20 inci); silinder bertumpu pada dua poros
pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar; silinder berlubang untuk
memasukkan benda uji; penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam
silinder tidak terganggu; di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh
setinggi 89 mm (3,5 inci);
b) saringan No.12 (1,70 mm) dan saringan-saringan lainnya;
c) timbangan, dengan ketelitian 0,1% terhadap berat contoh atau 5 gram;
27
d) bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm (1 /32 inci) dan berat masing-masing
antara 390 gram sampai dengan 445 gram;
e) oven, yang dilengkapi dengan pengatur temperatur untuk memanasi sampai dengan
110°C ± 5°C;
f) alat bantu pan dan kuas.

4.2 Benda uji

2 dari 9
SNI 2417:2008

Benda uji dipersiapkan dengan cara sebagai berikut:


1) gradasi dan berat benda uji sesuai Tabel 1;
2) bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C sampai

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
berat tetap.
5 Pelaksanaan

5.1 Persiapan benda uji

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Persiapan benda uji terdiri atas:
a) cuci dan keringkan agregat pada temperatur 110°C ± 5°C sampai berat tetap;
b) pisah-pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki dengan cara
penyaringan dan lakukan penimbangan;
c) gabungkan kembali fraksi-fraksi agregat sesuai grading yang dikehendaki;
d) catat berat contoh dengan ketelitian mendekati 1 gram.

5.2 Cara pengujian

Pengujian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:


a) pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan salah
satu dari 7 (tujuh) cara dalam berikut:

Tabel 1 Daftar gradasi dan berat benda uji

Ukuran saringan Gradasi dan berat benda uji ( gram)


Lolos Tertahan
A B C D E F G
saringan saringan
mm inci mm inci
75 3,0 63 2 1/2 - - - - 2500±50 - -
63 2 1/2 50 2,0 - - - - 2500 ± 50 - -
50 2,0 37,5 1 1/2 - - - - 5000 ± 50 5000 ± 50 -
37,5 11/2 25 1 1250± 25 - - --- - 5000 ± 25 5000 ± 25
25 1 19 3/4 1250±25 - - - - - 5000 ± 25
19 3/4 12,5 1/2 1250±10 2500±10 - - - - -
12,5 1/2 9,5 3/8 1250±10 2500±10 - - - - -
9,5 3/8 6,3 ¼ - - 2500±10 - - - -
6,3 1/4 4,75 No.4 - - 2500±10 2500±10 - - -
4,75 No. 4 2,36 No. 8 - - - 2500±10 - - -
Total 5000±10 5000±10 5000±10 5000±10 10000±10 10000±10 10000±10
Jumlah bola 12 11 8 6 12 12 12
Berat bola (gram) 5000±25 4584±25 3330±20 2500±15 5000±25 5000±25 5000±25

b) benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin abrasi Los Angeles;
c) putaran mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm; jumlah putaran
gradasi A, gradasi B, gradasi C dan gradasi D adalah 500 putaran dan untuk gradasi E,
gradasi F dan gradasi G adalah 1000 putaran;
d) setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring dengan
saringan No.12 (1,70 mm); butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih, selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C sampai berat tetap;
e) jika material contoh uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan 100 putaran, dan
setelah selesai pengujian disaring dengan saringan No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian.

3 dari 9
SNI 2417:2008

Perbandingan hasil pengujian antara 100 putaran dan 500 putaran agregat tertahan di
atas saringan No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian tidak boleh lebih besar dari 0,20;
f) metode pada butir e) tidak berlaku untuk pengujian material dengan metode ASTM C
535-96 yaitu Standard Test Method for Resistance to Degradation of Large-Size Coarse

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
aggregate by Abrasion and impact in the Los Angeles Machine.

6 Perhitungan

Untuk menghitung hasil pengujian, gunakan rumus berikut:

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
a−b
Keausan = X 100% . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1)
a

dengan pengertian:
a adalah berat benda uji semula, dinyatakan dalam gram;
b adalah berat benda uji tertahan saringan No.12 (1,70 mm), dinyatakan dalam gram.

7 Laporan

Keausan dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari dua pengujian yang dinyatakan sebagai
bilangan bulat dalam persen.

4 dari 9
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2417:2008

Gambar A.1 Peralatan mesin abrasi Los Angeles


Lampiran A
(normatif)

5 dari 9
SNI 2417:2008

Lampiran B
(normatif)

Formulir pengujian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Formulir pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
No. Contoh : ............................ Tanggal : ...............................
Pekerjaan : ............................ Dikerjakan : ...............................
Diperiksa : ...............................

Gradasi pemeriksaan Jumlah putaran = putaran


Ukuran saringan I II
Lolos Tertahan Berat (a) Berat (a)
76,2 (3”) 63,5 (2 ½”)
63,5 (2 ½”) 50,8 (2”)
50,8 (2”) 36,1 (1 ½“)
36,1 (1 ½“) 25,4 (1”)
25,4 (1”) 19,1 (3/4”)
19,1 (3/4”) 12,7 ( ½”)
12,7 ( ½ ”) 9,52 (3/8”)
9,52 (3/8”) 6,35 (1/4”)
6,35 (1/4”) 4,75 (No. 4)
4,75 (No. 4) 2,36 (No. 8)
Jumlah berat
Berat tertahan saringan No. 12 sesudah
percobaan (b)

I. a = gram II. a = gram


b = gram b = gram
a-b = gram a-b = gram

a−b a−b
Keausan I = x 100% = Keausan II = x 100% =
a a

Keausan rata – rata =


..................., .....................................

Penyelia, Teknisi,

................................ .................................

6 dari 9
SNI 2417:2008

Lampiran C
(informatif)

Contoh pengisian formulir pengujian

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Formulir pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles
(100 putaran)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
No. Contoh : Agregat Kasar Tanggal : 8 Agustus 2005
Pekerjaan : Campuran beraspal Dikerjakan : Paidjo
Diperiksa : Wayan Dharmayasa

Gradasi pemeriksaan Jumlah putaran = 100 putaran


Ukuran saringan I II
Lolos Tertahan Berat (a) Berat (a)
76,2 (3”) 63,5 (2 ½”)
63,5 (2 ½”) 50,8 (2”)
50,8 (2”) 36,1 (1 ½“)
36,1 (1 ½“) 25,4 (1”)
25,4 (1”) 19,1 (3/4”)
19,1 (3/4”) 12,7 ( ½”) 2500 2500
12,7 ( ½ ”) 9,52 (3/8”) 2500 2500
9,52 (3/8”) 6,35 (1/4”)
6,35 (1/4”) 4,75 (No. 4)
4,75 (No. 4) 2,36 (No. 8)
Jumlah Berat 5000 5000
Berat tertahan saringan No. 12 sesudah
4027,7 3950,5
percobaan (b)

I. a = 5000 gram II. a = 5000 gram


b = 4027,7 gram b = 3950,5 gram
a-b = 972,3 gram a-b = 1049,5 gram

a−b a−b
Keausan I = x 100% = 19,45% Keausan II = x 100% = 20.99%
a a

Keausan rata – rata = (19,45 + 20,99)/2


= 20,22% dibulatkan 20%
Bandung, 8 Agustus 2005

Penyelia, Teknisi,

( Wayan Dharmayasa, ST ) ( Paijo )

7 dari 9
SNI 2417:2008

Formulir pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles


(500 putaran)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
No. Contoh : Agregat Kasar Tanggal : 8 Agustus 2005
Pekerjaan : Campuran beraspal Dikerjakan : Paidjo
Diperiksa : Wayan Dharmayasa

Gradasi pemeriksaan Jumlah putaran = 500 putaran

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Ukuran saringan I II
Lolos Tertahan Berat (a) Berat (a)
76,2 (3”) 63,5 (2 ½”)
63,5 (2 ½”) 50,8 (2”)
50,8 (2”) 36,1 (1 ½“)
36,1 (1 ½“) 25,4 (1”)
25,4 (1”) 19,1 (3/4”)
19,1 (3/4”) 12,7 ( ½”) 2500 2500
12,7 ( ½ ”) 9,52 (3/8”) 2500 2500
9,52 (3/8”) 6,35 (1/4”)
6,35 (1/4”) 4,75 (No. 4)
4,75 (No. 4) 2,36 (No. 8)
Jumlah Berat 5000 5000
Berat tertahan saringan No. 12 sesudah 4025,7 3935
percobaan (b)

I. a = 5000 gram II. a = 5000 gram


b = 4025.7 gram b = 3935 gram
a-b = 974.3 gram a-b = 1065 gram

a−b a−b
Keausan I = x 100% = 19,49% Keausan II = x 100% = 21.30%
a a

Keausan rata – rata = (19,49 + 21,30) / 2

= 20,40% dibulatkan 20%

Bandung, 8 Agustus 2005

Penyelia, Teknisi,

( Wayan Dharmayasa, ST ) ( Paijo )

8 dari 9
SNI 2417:2008

Bibliografi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 03-2417-1991, Metode pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles.
ASTM C 131-01 atau AASHTO T 96-02, Standard test method for resistance to degradation
of small-size coarse aggregate by abrasion and impact in the los angeles machine
ASTM C 535-96, Standard test method for resistance to degradation of large size coarse

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
aggregate by abrasion and impact in the los angeles machine.

9 dari 9
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2436:2008

Tata cara pencatatan dan identifikasi

Badan Standardisasi Nasional


hasil pengeboran inti
Standar Nasional Indonesia

ICS 93.020
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2436:2008

Daftar isi

Daftar isi ........................................................................................................................ i

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Prakata ........................................................................................................................... ii
Pendahuluan ................................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ........................................................................................................... 1
2 Acuan normatif .......................................................................................................... 1

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3 Istilah dan definisi ….................................................................................................. 1
4 Peralatan dan bahan ................................................................................................. 4
5 Penyiapan contoh tanah dan batuan ......................................................................... 4
6 Pencatatan hasil pengeboran .................................................................................... 4
6.1 Keterangan umum .............................................................................................. 4
6.2 Pelaksanaan pengeboran................................................................................... 5
6.3 Pengujian lapangan ............................................................................................ 5
6.4 Penamaan Mutu Batu (PMB).............................................................................. 5
7 Identifikasi hasil pengeboran inti................................................................................ 5
7.1 Identifikasi tanah................................................................................................. 5
7.2 Identifikasi batuan............................................................................................... 10
8 Karakteristik tanah dan batuan .................................................................................. 16
8.1 Warna ................................................................................................................. 16
8.2 Aroma ................................................................................................................. 17
8.3 Kebundaran ........................................................................................................ 17
8.4 Bentuk butiran..................................................................................................... 17
8.5 Kandungan air .................................................................................................... 18
8.6 Reaksi HCl.......................................................................................................... 18
8.7 Sementasi........................................................................................................... 18
8.8 Struktur ............................................................................................................... 19
8.9 Persentasi butir kasar ......................................................................................... 19
8.10 Kandungan jenis tanah dan batuan terbesar..................................................... 19
8.11 Kelulusan air ...................................................................................................... 19
8.12 Keteguhan ........................................................................................................ 20
8.13 Kepadatan relatif................................................................................................ 20
8.14 Tingkat pelapukan ............................................................................................. 20
8.15 Kekerasan batuan.............................................................................................. 21
8.16 Tebal lapisan ..................................................................................................... 21
8.17 Diskontinuitas .................................................................................................... 22
8.18 Penamaan Mutu Batu ........................................................................................ 22
9 Deskripsi dan identifikasi tanah dan batuan .............................................................. 23
10 Simbol tanah dan batuan........................................................................................... 23
11 Laporan...................................................................................................................... 23
Lampiran A Bagan alir (informatif) .................................................................................. 24
Lampiran B Gambar-gambar (informatif)........................................................................ 27
Lampiran C Tabel (informatif) ......................................................................................... 31
Lampiran D Daftar deviasi teknis dan penjelasannya (informatif) .................................. 32
Bibliografi ....................................................................................................................... 33

i
SNI 2436:2008

Prakata

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang ‘Tata cara pencatatan dan identifikasi hasil
pengeboran inti’ merupakan revisi dari SNI 03-2436-1991, Metode Pencatatan dan
Interpretasi Hasil Pemboran Inti. Adapun perbedaan dengan SNI lama adalah penambahan
dan revisi beberapa materi mengenai Persyaratan dan Ketentuan serta Cara Pengujian,
pembuatan Bagan Alir, perbaikan Gambar dan pembuatan Contoh Formulir.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Standar ini disusun oleh Panitia teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
melalui Gugus Kerja Pendayagunaan Sumber Daya Air Bidang Bahan dan Geoteknik pada
Subpanitia teknis Sumber Daya Air.

Tata cara penulisan disususn mengikuti Pedoman Standadisasi Nasional 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat konsensus yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 28
September 2006 oleh di Subpanitia teknis Sumber Daya Air dengan melibatkan para
narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait.

ii
SNI 2436:2008

Pendahuluan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Di dalam serangkaian kegiatan pembangunan suatu bangunan teknik sipil, data dan
parameter dari suatu lapisan tanah atau batuan sebagai fondasi bangunan teknik sipil sangat
diperlukan oleh pihak perencana. Demikian pula hasil pengeboran inti yang menyajikan sifat
dan perilaku serta data lapangan perlapisan tanah atau batuan di rencana lokasi bangunan
tersebut akan bermanfaat bagi keberhasilan pembangunan teknik sipil ini.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Sehubungan dengan hal di atas, maka penyajian hasil pengeboran inti yang memberikan
data mengenai jenis perlapisan tanah atau batuan, sifat dan perilaku, sementasi, ketebalan,
pelapukan, besar butiran, diskontinuitas, kekuatan, warna dan tekstur mutlak diperlukan
untuk memberikan informasi yang benar dan akurat sehingga ahli geoteknik dan pihak
perencana akan menggunakan data tersebut dengan baik dan dapat dipertanggung
jawabkan dalam program pembangunan bangunan tersebut.

Standar ini menguraikan secara lengkap tahapan pencatatan hasil pengeboran inti dan
identifikasinya dengan menggunakan mesin bor putar.

Standar ini dimaksudkan untuk memberi petunjuk dan pegangan dalam pencatatan serta
identifikasi hasil pengeboran inti sehingga hasil pengeboran inti dapat disajikan secara benar
dan akurat untuk dianalisis dan digunakan oleh ahli geoteknik, pihak perencana serta pihak
lainnya yang membutuhkan dan semua pihak yang terkait dalam pembangunan bangunan
teknik sipil.

iii
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2436:2008

Tata cara pencatatan dan identifikasi hasil pengeboran inti

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan tata cara pencatatan dan identifikasi hasil pengeboran inti untuk
melakukan pencatatan pelaksanaan dan hasil pengeboran inti yang dilaksanakan dengan
menggunakan mesin bor putar serta memberi identifikasi tanah dan batuan atau butiran
jenis perlapisan serta data lapangan tanah atau batuan secara langsung di lapangan bagi

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
keperluan perencanaan bangunan teknik sipil.

2 Acuan normatif

ASTM D 1586, Test method for penetration test and splitbarrel sampling of soil.
ASTM D 2487, Classification of soils for engineering purpuses (United Soil Classification
System)
ASTM D 2488-00, Standard practice for description and identification of soils (Visual-Manual
Procedure).
ASTM D 2113-99, Standard practice for rock core drilling and sampling of rock for site
investigation.

3 Istilah dan definisi


Istilah dan definisi yang digunakan dalam SNI ini adalah sebagai berikut:
3.1
afanitik
tekstur batu beku yang sebagian mempunyai ukuran butir yang halus (massa dasar) dan
sebagian lagi berukuran lebih kasar (fenokris)

3.2
porfiritik
tekstur batu beku yang mempunyai butir halus tanpa ada butiran kasar

3.3
batuan
kumpulan material dari satu atau lebih mineral yang terbentuk secara alami dan terikat oleh
gaya kohesi kuat serta memenuhi tingkat mineralogi dan kimiawi yang tetap

3.4
diskontinuitas
bidang atau celah yang menyebabkan batuan bersifat tidak menerus antara lain berupa
perlapisan, kekar, dan sesar

3.5
fanerik
tekstur batu beku yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari 2 mm

3.6
gelas
tekstur batu beku yang mempunyai mineral berbentuk amorf

1 dari 33
SNI 2436:2008

3.7
granoblastik
tekstur batu malihan yang mineralnya berbentuk butiran dengan ukuran yang hampir sama

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
3.8
heteroblastik
tekstur batu malihan yang mineralnya mempunyai ukuran butir minimal dua ukuran berbeda

3.9

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
homeoblastik
tekstur batu malihan yang mineralnya mempunyai ukuran butir kurang lebih sama

3.10
gambut
tanah yang dihasilkan dari pelapukan tumbuh-tumbuhan dan memiliki bau busuk, berwarna
coklat tua hingga hitam, kepadatan yang ringan dan dengan susunan berserat hingga tidak
berserat

3.11
kebundaran
tingkat abrasi endapan klastik yang ditunjukkan oleh kehalusan pada sudutnya

3.12
keterpilahan
tingkat kesamaan butiran dalam batu sedimen atau tanah tak berkohesi

3.13
kemas
hubungan antar butir mineral pembentuk batu

3.14
kerikil
tanah yang terdiri dari butiran batuan yang memiliki diameter butir antara 4,75 mm s.d 75,0
mm

3.14.1
kerikil halus
kerikil yang memiliki diameter butir antara 4,75 mm s.d 19,0 mm

3.14.2
kerikil kasar
kerikil yang memiliki diameter butir antara 19,0 mm s.d 75,0 mm

3.15
lanau
tanah berbutir halus yang memiliki diameter lebih kecil dari 0,075 mm bersifat tidak plastis
atau agak plastis, tidak memiliki kekuatan atau memiliki kekuatan yang sangat kecil bila
dalam keadaan kering, memiliki nilai indeks plastisitas lebih kecil dari 4

2 dari 33
SNI 2436:2008

3.16
lanau organik
tanah lanau yang mengandung bahan organik hingga mempengaruhi sifat tanah lanau ini
dan memiliki nilai batas cair setelah tanah ini dikeringkan dalam lemari pengering lebih besar

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dari 75% nilai batas cairnya sebelum dikeringkan dalam lemari pengering

3.17
lepidoblastik
tekstur batu malihan yang mineralnya berbentuk pipih dan sejajar satu sama lainnya

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
3.18
mineral
unsur padat pembentuk batu atau tanah yang mempunyai rumus kimia dan sifat fisika
tertentu

3.19
nematoblastik
tekstur batu malihan yang mineralnya berbentuk prisma dengan sumbu panjang dan sejajar

3.20
pasir
tanah yang terdiri dari butiran batuan yang memiliki diameter butir antara 0,075 - 4,75 mm,
yang meliputi:

3.20.1
pasir halus
pasir yang memiliki diameter butir antara 0,075 - 0,425 mm

3.20.2
pasir sedang
pasir yang memiliki diameter butir antara 0,425 - 2,00 mm

3.20.3
pasir kasar
pasir yang memiliki diameter butir antara 2,00 - 4,75 mm

3.21
tanah
suatu agregat alam yang memiliki berbagai ukuran dan berbentuk tidak teratur yang
merupakan hasil pelapukan suatu jenis batuan baik secara mekanik maupun kimiawi seperti
lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal

3.22
tanah berkohesi
tanah dalam kondisi bebas mempunyai kekuatan pada keadaan kering udara dan
mempunyai ikatan antar butir pada keadaan terendam air

3.23
tanah tak berkohesi
tanah dalam kondisi bebas tidak atau berkekuatan sangat kecil pada keadaan kering udara,
dan tidak atau mempunyai ikatan antar butir sangat kecil pada keadaan terendam air

3 dari 33
SNI 2436:2008

4 Peralatan dan bahan


Dalam rangka pelaksanaan pencatatan dan identifikasi tanah dan batuan hasil pengeboran
inti ini secara visual di lapangan diperlukan beberapa peralatan dan bahan yang antara lain:

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
a) spatula kecil;
b) gelas ukur dan penutup;
c) kaca pembesar;
d) palu geologi;
e) pisau saku;

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
f) kompas;
g) mistar pengukur;
h) air bersih;
i) botol berisi larutan pengencer hydrochloric acid, HCl dengan perbandingan 1 bagian HCl
yang dicampurkan ke dalam 3 bagian air; perlu diperhatikan bahwa cara pencampuran
hanya dilakukan dari HCl ke dalam air dan cara penyimpanan larutan tersebut harus
dengan hati-hati, karena larutan ini adalah larutan yang bersifat berbahaya;
j) formulir pencatatan dan alat tulis;
k) peta geologi daerah tertentu.

5 Penyiapan contoh tanah dan batuan


Contoh tanah dan batuan hasil pengeboran inti yang akan diidentifikasi tersusun dalam peti
contoh sesuai dengan titik lubang bor serta kedalaman yang ada. Ditata sedemikian rupa
sehingga mudah untuk melakukan identifikasi tanah dan batuan sesuai dengan kedalaman
lapisan tanah dan batuan.

6 Pencatatan hasil pengeboran


6.1 Keterangan umum
Melakukan pencatatan mengenai keterangan umum yang meliputi:
a) Pemilik pekerjaan, antara lain nama instansi atau badan yang memberikan pekerjaan
pengeboran inti.
b) Pelaksana pekerjaan, antara lain nama instansi atau badan yang melaksanakan
pekerjaan pengeboran inti.
c) Rincian pencatatan yang antara lain:
1) tanggal mulai dan selesainya pengeboran;
2) mesin bor yang digunakan;
3) mesin pompa yang digunakan;
4) metode pengeboran;
5) keterangan mengenai lubang bor meliputi nomor, elevasi, azimuth, dan inklinasi;
6) petugas yang melakukan pengeboran (juru bor);
7) petugas yang melakukan pemerian contoh inti (ahli geologi lapangan);
8) petugas yang memeriksa (ahli geologi teknik atau geoteknik);
9) tanggal pemotretan contoh inti;
10) tempat penyimpanan contoh inti.
d) Jenis bangunan, yang antara lain nama bangunan atau rencana bangunan yang
diselidiki, misalnya bendungan, pelimpah bangunan gedung, jembatan, dan terowongan.
e) Skala harus dicantumkan untuk menyatakan penggambaran kedalam lubang bor.

4 dari 33
SNI 2436:2008

6.2 Pelaksanaan pengeboran inti


Kegiatan pencatatan pekerjaan meliputi antara lain:
a) Kemajuan pengeboran, dicatat untuk setiap panjang pengeboran yang dilakukan.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) Inti yang terambil, dicatat panjangnya kemudian dihitung persentasinya terhadap
panjang pengeboran.
c) Mata bor yang dipakai, dicatat jenis, nomor seri dan kondisinya.
d) Pemerian inti, dicatat nama batu atau tanah yang diperoleh dari pengeboran.
e) Air pembilas yang keluar, dicatat warna, persentasi dan material yang ikut terbawa,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
kecuali untuk pengeboran yang menggunakan bahan lain misalnya bentonit sebagai
campuran air pembilas.
f) Kecepatan pengeboran, dicatat untuk setiap kemajuan 10 cm.
g) Pemasangan pipa lindung bila ada, dicatat kedalaman pemasangan, diameter, nomor
seri dan kondisinya.

6.3 Pengujian lapangan


Mencatat hasil pengujian lapangan yang dilakukan dalam lubang bor, seperti pengujian
kelulusan air dan uji penetrasi standar, dilakukan berdasar metode yang bersangkutan.

6.4 Penamaan Mutu Batu


Menyajikan penamaan mutu batu (PMB) yang dicatat oleh ahli geologi lapangan yang dalam
bentuk angka prosentasi dan grafik, lihat Lampiran B, Gambar B.3 cara menghitung PMB.

7 Identifikasi hasil pengeboran inti


Sebagai lapisan tanah dan batuan yang merupakan alas fondasi suatu bangunan teknik sipil
maupun sebagai bahan materal alamiah ini memiliki sifat dan karakteristik yang sangat
beragam dan sangat komplekss. Untuk memperoleh hasil pengeboran inti yang maksimal
maka selain pencatatan pelaksanaan pengeboran ini, juga melakukan identifikasi hasil
pengeboran inti yang cukup akurat terhadap lapisan tanah dan batuan merupakan hal yang
penting. Karena itu, untuk memperoleh hasil yang maksimal di dalam bagian dari
pelaksanaan pembangunan bangunan teknik sipil mutlak dilakukan identifikasi terhadap
lapisan tanah dan batuan tersebut. Adapun untuk melaksanakan identifikasi tanah dan
batuan yang merupakan hasil dari pengeboran inti dapat dilaksanakan dengan
menggunakan karakteristik tanah dan batuan serta melalui tahapan dan prosedur serta cara-
cara di bawah ini.

7.1 Identifikasi tanah


Kegiatan identifikasi tanah yang dilakukan ini hanya didasarkan pada karakteristik hasil
pengeboran inti secara visual di lapangan dan dengan menggunakan pendataan yang
sederhana. Tanah yang dihasilkan dari pelapukan tumbuh-tumbuhan yang memiliki susunan
yang berserat hingga tidak berserat, berwarna coklat tua hingga hitam dan memiliki aroma
bau busuk tergolong kepada tanah gambut dengan notasi Pt.
Seperti diketahui bahwa tanah merupakan agregat alam yang terdiri dari berbagai ukuran
butiran mulai dari yang halus berdiameter lebih kecil dari 0,075 mm adalah tanah lempung
dan lanau. Sedangkan butiran kasar yang terdiri dari butiran yang lebih besar dari 0,075 mm,
adalah pasir dan kerikil serta kerakal.
Dalam mengidentifikasi tanah ini, harus dilakukan beberapa tahapan kegiatan yang antara
lain:
a) Memisahkan tanah yang memiliki diameter butir lebih besar dari 75 mm dengan cara
visual, tentukan persentase volume kerakal dan batu tersebut.
5 dari 33
SNI 2436:2008

b) Pada tanah yang memiliki diameter butir lebih kecil dari 75 mm, tentukan secara visual
persentase berat kering dari kerikil, pasir dan butir halus. Penentuan persentase butir
kasar dan butir halus dapat dilakukan dengan menggunakan cara tabung gelas, visual
dan pencucian.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
(a) Cara tabung gelas dilakukan dengan memasukan tanah kedalam tabung gelas
berisi air dan diaduk hingga merata. Setelah kurang lebih antara 20-30 detik butiran
kasar akan mengendap dan persentase jumlah volume pasir dan butir halus dapat
ditentukan.
(b) Dengan cara visual adalah sebagai berikut, tempatkan bagian kerikil, pasir dan butir

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
halus pada suatu tempat dan tentukan jumlah persentase untuk kerikil dan pasir
beserta tanah berbutir halus. Untuk perbandingan antara butir pasir dan tanah
berbutir halus dapat dilakukan dengan cara tabung gelas dan dengan cara
pencucian.
(c) Untuk cara pencucian adalah pisahkan tanah berdiameter butir lebih besar dari 4,75
mm. Bentuk tanah berbentuk kubus 25 mm. Belah kubus menjadi dua bagian, satu
bagian ditempatkan pada cawan kecil dan satu bagian lagi ditempatkan disamping
cawan ini. Cuci dan bilas hingga air dalam cawan terlihat cukup jernih. Tentukan
persentase jumlah pasir dan butir halus tersebut.
c) Untuk butiran yang berjumlah lebih kecil dari 5%, butiran ini tidak diperhitungkan
kedalam jumlah persentase total komponen tersebut namun hanya diberi keterangan
bahwa tanah ini mengandung jenis tanah tersebut.
Bila tanah ini mengandung lebih dari 50% berdiameter lebih kecil dari 0,075 mm maka tanah
ini adalah tanah berbutir halus dan bila tanah ini mengandung lebih dari 50% berdiameter
lebih besar dari 0,075 mm maka tanah ini adalah tanah berbutir kasar.

7.1.1 Tanah berbutir halus


Identifikasi tanah berbutir halus dilakukan dengan menyiapkan segenggam tanah berbutir
halus yang terpisah dari butiran lebih besar dari 0,425 mm yang selanjutnya tanah ini
dikenakan uji penghancuran, goyangan dan ketukan, keteguhan sebagai berikut di bawah
ini.
a) Uji penghancuran.
Ambil contoh tanah secukupnya dan dengan kadar air yang cukup, bentuk tanah ini
berbentuk bola dengan diameter 25 mm, selanjutnya contoh tanah yang sudah
berbentuk bola ini dibentuk menjadi benda uji minimal 3 buah bola dengan diamater 12
mm. Benda uji ini dibiarkan kering udara atau kering kena sinar matahari dengan suhu
maksimum 60oC. Bila contoh tanah sudah berupa gumpalan dan kering udara maka
bentuklah tanah ini berupa bola tanah berdiamater 12 mm sebagai benda uji. Hancurkan
benda uji dengan jari tangan dan akan diperoleh nilai kekuatan yaitu tidak ada kekuatan,
rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi seperti pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Kekuatan tanah kering
Ciri benda uji Kekuatan kering
Dengan tanpa tekanan jari pada saat diangkat,
Tidak ada
benda uji hancur bertepung
Dengan sedikit tekanan jari benda uji hancur
Rendah
bertepung
Dengan tekanan jari secukupnya, benda uji
Menengah
hancur menjadi beberapa bagian
Benda uji tidak dapat dihancurkan oleh tekanan
jari, namun hancur menjadi beberapa bagian bila Tinggi
ditekan oleh ibu jari di atas permukaan keras
Benda uji tidak dapat dihancurkan bila ditekan
Sangat tinggi
oleh ibu jari di atas permukaan keras

6 dari 33
SNI 2436:2008

Hasil uji penghancuran tersebut di atas tidak berlaku bagi contoh tanah yang
mengandung butiran pasir kasar dan adanya kandungan kalsium karbonat yang
menghasilkan sementasi contoh tanah tersebut sehingga menghasilkan nilai kekuatan
kering yang sangat tinggi. Untuk itu contoh tanah harus dikenakan uji reaksi HCl.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
b) Uji goyangan dan ketukan.
Siapkan contoh tanah secukupnya, bentuk bola tanah dengan diamater 12 mm dengan
kadar air yang cukup hingga benda uji cukup lunak. Tempatkan benda uji di atas telapak
tangan dengan pisau. Goyangkan dalam arah mendatar, ketuk bagian bawah tangan
dengan tangan lain yang cukup kuat beberapa kali. Tutup dan buka kembali telapak

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
tangan maka akan timbul reaksi keluarnya air pada permukaan tanah tersebut, yaitu
tidak ada reaksi keluarnya air, lambat dan cepat seperti diuraikan pada tabel 2 di bawah
ini.
Tabel 2 Reaksi keluarnya air
Ciri benda uji Reaksi keluarnya air
Tidak ada perubahan Tidak ada
Timbul adanya air perlahan-lahan pada
permukaan benda uji pada saat digoyang dan Lambat
terlihat atau tidak terlihat setelah diperas
Timbul adanya air secara cepat pada permukaan
benda uji pada saat digoyang dan tidak terlihat Cepat
adanya air secara cepat setelah diperas

c) Uji keteguhan.
Setelah selesai uji goyangan dan ketukan, benda uji diratakan di atas permukaan yang
halus dan dirol dengan tangan atau dirol oleh kedua telapak tangan hingga membentuk
gulungan tanah berdiamater 3 mm. Bila contoh tanah masih terlalu basah, ratakan
dengan ketebalan yang tipis dan biarkan hingga kadar air berkurang akibat penguapan.
Lipat gulungan tersebut dan rol kembali secara berulang hingga gulungan berdiamater
3 mm mengalami retak-retak dan menunjukkan bahwa tanah ini memiliki kadar air
sekitar batas plastis. Atas tanah gulungan yang mengalami retak-retak ini, potongan
tanah gulungan yang retak ini disatukan dan diremas-remas, maka akan diketahui
keteguhan pada saat peremasan yaitu dalam kondisi lemah, menengah dan tinggi
sesuai dengan tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Keteguhan cara manual
Ciri benda uji Keteguhan
Diperlukan tekanan yang sedikit untuk merol
gulungan sekitar batas plastis. Gulungan tanah Rendah
dalam kondisi lemah dan lunak
Tanah dapat dirol dan digulung sekitar batas
plastis dengan tekanan sedang. Gulungan tanah Sedang
memiliki keteguhan yang sedang
Tanah dapat dirol dan digulung sekitar batas
palstis dengan tekanan yang cukup. Gulungan Tinggi
tanah memiliki keteguhan yang sangat tinggi

d) Uji plastisitas.
Dengan mengamati benda uji selama uji keteguhan, maka kriteria palstisitas tanah
dapat ditentukan sesuai tabel 4 di bawah ini.

7 dari 33
SNI 2436:2008

Tabel 4 Kriteria plastisitas


Ciri benda uji Kriteria
Dengan berbagai kandungan kadar air, benda uji
Tidak plastis

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
tidak dapat digulung dengan diameter 3 mm
Hampir-hampir tidak bisa dirol dan tanah tidak
Rendah
dapat dibentuk bila lebih kering dari batas plastis
Gulungan mudah dirol dan dengan waktu tidak
lama nilai batas platis dicapai. Gulungan tidak

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dapat dirol kembali setelah mencapai batas platis. Sedang
Tanah akan menimbulkan retak-retak bila lebih
kering dari batas platis
Diperlukan waktu yang cukup untuk membuat rol
dan remasan untuk mencapai batas platis.
Gulungan dapat dirol berkali-kali setelah
Tinggi
mencapai batas plastis. Tanah dapat dibentuk
tanpa terjadi retak-retak dalam kondisi kering
lebih rendah dari batas plastis

7.1.2 Identifikasi tanah berbutir halus tidak berorganik


Dengan menggunakan karakteristik dan kriteria tanah berbutir halus di atas maka tanah
berbutir halus dapat diidentifikasi dengan menggunakan tabel 5 sebagai berikut di bawah ini.
a) Lempung dengan kadar lempung yang rendah dengan simbol, CL bila tanah ini memiliki
kekuatan kering yang sedang hingga tinggi, reaksi timbulnya air yang tidak ada hingga
lambat, dan keteguhan serta plastis yang menengah.
b) Lempung dengan kadar lempung yang tinggi dengan simbol, CH bila tanah ini memiliki
kekuatan kering yang tinggi, tidak ada reaksi timbulnya air dan keteguhan serta
plastisitas yang tinggi.
c) Lanau dengan simbol, ML, bila tanah ini tidak memiliki kekuatan kering tidak ada hingga
rendah, reaksi timbulnya air lambat hingga cepat, dan keteguhan serta plastisitas yang
rendah atau tidak plastis.
d) Lanau elastis dengan simbol, MH, bila tanah ini memiliki kekuatan kering dari rendah
hingga sedang, tidak ada sampai rendah reaksi timbulnya pengaliran airnya, dan
keteguhan serta plastisitas yang rendah hingga sedang.
Tabel identifikasi tanah berbutir haus dapat diperiksa pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Identifikasi tanah berbutir halus tidak berorganik dengan cara manual
Kekuatan kering Rekasi timbulnya air Keteguhan Simbol tanah
Rendah atau gulungan
Tidak ada - rendah Lambat - cepat ML
tidak dapat dibentuk
Sedang - tinggi Tidak ada - lambat Sedang CL
Rendah - sedang Tidak ada - lambat Rendah - sedang MH
Tinggi - sangat tinggi Tidak ada Tinggi CH

8 dari 33
SNI 2436:2008

Tanah lanau elastis, MH ini hampir sama dengan sifat tanah lempung dengan kandungan
kadar lempung yang rendah CL, hanya lanau akan cepat mengering bila di atas telapak
tangan dan memiliki permukaan yang halus, dan kesetaraan bila kondisi kering.
Secara visual, tanah dengan simbol, MH sulit untuk dibedakan dengan lempung, CL,

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
sehingga diperlukan pelaksanaan pengujian di laboratorium untuk identifikasi yang lebih
akurat lagi.
Bila dalam tanah tersebut diperkirakan memiliki 15% s.d 25% kandungan pasir atau kerikil
atau kedua-duanya mana yang lebih dominan maka tanah tersebut mempunyai jenis tanah
ditambah istilah ”berpasir” atau ”berkerikil”. Sebagai contoh ”lempung berpasir, CH” atau

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
”lanau berkerikil, ML”. Bila persentase jumlah pasir sama dengan kerikil digunakan ”dengan
pasir”.
Bila dalam tanah diperkirakan memiliki lebih dari 30% pasir atau kerikil atau kedua-duanya,
disebut ”pasiran” atau ”kerikilan” ditambahkan nama kelompok. Bila kenyataannya tanah
tersebut memiliki butiran pasir yang lebih banyak disebut ”pasiran” atau disebut ”kerikilan”.
Bila dalam tanah ini mengandung butir pasir dan kerikil yang sama maka tanah tersebut
berjenis ”tanah pasiran”. Lihat bagan alir identifikasi tanah dan batuan pada Lampiran A.

7.1.3 Identifikasi tanah berbutir halus berorganik


Tanah tersebut adalah tanah berorganik dengan simbol OL/OH, bila tanah ini mengandung
partikel organik yang mempengaruhi sifatnya. Tanah organik biasanya memiliki warna yang
coklat tua hingga hitam dan memiliki aroma bau busuk. Sering kali, tanah organik akan
berubah warna seperti dari warna hitam ke coklat bila tersingkap di udara. Bila kering udara,
tanah organik akan berubah warna ke warna yang lebih muda. Tanah organik umumnya
tidak memiliki keteguhan dan plastisitas yang tinggi. Gulungan untuk uji keteguhan akan
memiliki rongga.
Di beberapa kasus, berdasarkan pengalaman, identifikasi tanah organik memerlukan
identifikasi yang lebih detail. Korelasi antara reaksi timbulnya air, kekuatan kering, keteguhan
dan uji laboratorium dapat dilakukan untuk identifikasi tanah organik yang sama sesuai
dengan kondisi geologinya. Lihat bagan alir identifikasi tanah dan batuan pada Lampiran A.

7.1.4 Identifikasi tanah berbutir kasar


Tanah ini memiliki persentase butir halus lebih sedikit dari 50%. Tanah ini adalah kerikil bila
diperkirakan persentase kerikil lebih banyak dari persentase pasir.
Tanah pasir bila secara visual diperkirakan memiliki jumlah persentase pasir lebih banyak
dari kerikil. Tanah pasir atau kerikil bersih bila diperkirakan tanah tersebut mengandung butir
halus sama dengan atau lebih sedikit dari 5%. Tanah kerikil bergradasi baik, dengan simbol
GW atau pasir bergradasi baik, SW.
Tanah kerikil bergradasi buruk, dengan simbol GP atau pasir bergradasi buruk dengan
simbol SP bila secara visual tanah ini memiliki satu jenis ukuran butiran atau bila ukuran
butiran yang berada diantara butiran lain tidak ada disebut gradasi antara. Bila tanah pasir
atau kerikil memiliki butiran halus sebanyak 15% atau lebih maka tanah berupa ”kerikil
dengan butir halus” atau ”pasir berbutir halus”.
Bila tanah pasir atau kerikil tersebut mengandung lempung maka tanah ini disebut ”pasir
lempungan, SC” atau ”kerikil lempungan, GC”, atau bila kandungan butir halus berupa lanau
maka tanah tersebut berupa ”kerikil lanauan, GM” dan bila tanah berbutir kasar ini
mengandung butir halus sebanyak 10% maka identifikasi tanah ini menggunakan dua
kelompok simbol yaitu: kelompok pertama adalah kerikil bersih atau pasir bersih dengan
simbol GW, GP, SW, SP dan kelompok kedua adalah kerikil atau pasir (mengandung
lanau/lempung) dengan simbol GC, GM, SC, SM.

9 dari 33
SNI 2436:2008

Untuk itu maka identifikasi tanah tersebut digunakan kelompok pertama lebih dulu lalu
menggunakan kelompok kedua sebagai contoh adalah tanah kerikil bergradasi baik
mengandung lempung, simbulnya adalah ”GW-GC” atau pasir bergradasi buruk
mengandung lanau adalah ”SP-SM”. Bila tanah ini berupa pasir atau kerikil yang memiliki

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
kandungan butir pasir atau kerikil sebanyak 15% atau lebih maka tanah ini harus dilengkapi
”berkerikil” atau ”berpasir”. Sebagai contoh tanah berupa kerikil bergradasi buruk berpasir,
”GP” atau pasir berlempung berkerikil dengan simbol ”SC”.
Bila tanah ini mengandung kerakal atau batu guling atau keduanya, maka harus dilengkapi
”berkerakal” atau ”berbatu guling” atau kedua-duanya yaitu ”berkerakal dan batu guling”,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
seperti ”kerikil lanauan berkerakal, GM”.

7.2 Identifikasi batuan


Suatu bangunan teknik sipil yang cukup besar akan memerlukan suatu lapisan tanah atau
batuan yang cukup kuat untuk menerima beban yang cukup besar akibat berat dari
bangunan tersebut.
Dalam perencanaan fondasi bangunan ini, tidak hanya kekuatan atau kekerasan yang
diperlukan oleh pihak perencana namun data dan sifat serta karakteristik dari batuan ini
perlu untuk diketahui. Bahkan untuk keperluan fondasi bangunan air sifat dan karakteristik
yang perlu diketahui akan lebih kompleks lagi seperti diskontinuitas dan ciri lainnya
merupakan factor yang utama terutama untuk masalah bocoran dan aliran air di bawah
tanah.
Sehubungan dengan hal di atas maka kegiatan identifikasi batuan merupakan hal yang
mutlak untuk diketahui serta difahami oleh pihak terkait dalam pembangunan bangunan
teknik sipil.
Batuan dibagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan cara terbentuknya yaitu:
a) Batuan beku , terjadi dari kristalisasi massa magma, dibawah permukaan tanah.
b) Batuan sedimen, batuan yang terbentuk dari material yang ditransfer dan diendapkan,
tapi juga dapat terbentuk dari tanaman, binatang dalam pemanasan dan tekanan juga
dapat terbentuk dari reaksi kimia.
c) Batuan malihan, terbentuk dari batuan yang sudah menjadi batuan beku dan batuan
sedimen, kemudian berubah akibat tekanan dan temperatur tinggi.
Batuan diidentifikasi dan diklasiifikasi berdasarkan karakteristik kandungan mineral, tekstur
dan fabrik (hubungan orientasi antara butiran).
Pengetahuan tentang kandungan mineral dalam batuan adalah cara untuk menentukan jenis
batuan beku. Yang perlu diamati dalam menentukan jenis mineral adalah, bentuk, warna,
goresan, kilap, belahan, ukuran butir mineral, selain itu juga jumlah kadarnya (prosentase).

7.2.1 Jenis batuan beku


Untuk membantu dalam menentukan jenis batuan dapat digunakan tabel 6 klasifikasi batuan
beku, di bawah ini.

10 dari 33
SNI 2436:2008

Tabel 6 Klasifikasi batuan beku


KELOMPOK GENESA BEKU
STRUKTUR UMUM MASIF
Mineral
Mineral terang : kwarsa,

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
terang dan Mineral gelap
KOMPOSISI feldpar, mika
gelap
Asam Menengah Basa Ultra basa
Berbutir
PEGMATIT
60 sangat kasar
Berbutir PIROKSENIT
kasar GRANIT DIORIT GABRO dan PERIDOTIT
2
UKURAN BUTIR (mm)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Berbutir GRANIT DIORIT
DOLERIT
sedang MIKRO MIKRO

0,06 Berbutir
halus
0,002 RIOLIT ANDESIT BASALT
Berbutir
sangat halus
Gelas OBSIDIAN dan
TAKILIT
Amorf PITHSTONE
GELAS VULKANIK

Uraian jenis beberapa batuan beku seperti di bawah ini:


a) Batuan bersifat asam.
1) Pegmatit adalah batuan beku yang biasanya dijumpai sebagai urat di dalam granit
atau batu lain. Mineral utama kuarsa, felspar alkali, mika, mineral tambahan,
turmalin, baril, topas, zirkon, opatit. Tekstur intergrot, struktur masif, berwarna
sangat cerah, bervariasi tergantung mineral ikatan, sangat mudah dikenali.
2) Granit adalah batuan yang dijumpai sangat luas dalam kejadian batuan beku.
Mineral utama kuarsa, ortoklas, plagioklas, mika biotit, mineral tambahan magnenit,
ilmenit apatit, pirit, zikron, turmalin. Tekstur granular hipidiomorfic, struktur masif.
Berwarna putih, abu-abu terang, merah muda, kekuningan, jarang kehijauan.
3) Granit mikro adalah batuan beku dengan komposisi mineral sama dengan granit,
tetapi ukuran mineralnya lebih halus.
4) Riolit adalah batuan beku dengan komposisi mineral sama dengan granit dan granit
mikro, tetapi ukuran mineralnya sangat halus.
b) Batuan menengah.
1) Diorit adalah batuan beku yang memiliki mineral utama plagioklas mineral lainnya
kurang dari 50% horblende, mineral tambahan magnetik, ilmenit, titanit, kuarsa.
Tektur hipidiomorfik-porfiritik, struktur masif. Warna abu-abu tua, tekstur hipidiomorf-
pofiritik.
2) Diorit mikro adalah batuan beku dengan komposisi mineral sama dengan diorit
tetapi mempunyai ukuran mineral lebih halus.
3) Andesit adalah batuan beku dengan komposisi mineral sama dengan diorit tetapi
mempunyai ukuran mineral halus.
c) Batuan basa.
1) Gabro adalah batuan beku dengan mineral utama terdiri dari plagioklas (labradonit-
anortit) mineral anortit > 50%, olivin klinopiroksin bertekstur granular-hipidiomorfik,
berbutir sedang, struktur masif, warna agak gelap, abu-abu hijau.

11 dari 33
SNI 2436:2008

2) Dolerit adalah batuan beku dengan mineral sama dengan grabro, tetapi ukuran
mineralnya lebih halus, kadang-kadang disebut diabas.
3) Basal adalah batuan beku dengan mineral sama dengan grabro dolerit, ukuran
mineralnya lebih halus sekali.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
d) Batuan ultra basa
1) Piroksenit adalah batuan beku dengan mineral utama piroksia, mineral tambahan
olivin, horblende, kromit, magnetit, ilmenit. Tektur granular, hipidiomorfik-
senomorfic, kadang-kadang memperlihatkan orientasi pengendapan mineral.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2) Peridotit adalah batuan beku dengan mineral utama olivin, piroksin, mineral
tambahan kronit, warna hijau terang-hijau tua, tekstur granular, senomorfic,
intersertal, poikilitik, struktur masif.
Jenis batuan beku yang cepat membeku sehingga tidak sempat membentuk kristal atau
membentuk kristal halus sekali atau berbentuk gelas, yaitu:
a) Obsidian adalah batuan beku yang berwarna hitam mengkilap, pecahan konkodial,
tektur gelas, fenokris jarang, struktur masif.
b) Takilit adalah batuan beku yang berwarna kuning hingga coklat, hitam, komposisi
mineral seperti basal, tetapi sangat halus, berupa gelas, tekstur vitrofirik, hyalopilitic.
c) Gelas volkanik adalah batuan beku yang sangat cepat membeku sehingga tidak
membentuk kristal sama sekali, terjadi pada saat letusan gunung berapi, membentuk
batuan yang disebut tufa, berwarna putih, ringan.

7.2.2 Jenis batuan malihan


Demikian pula untuk membantu dalam menentukan jenis batuan malihan dapat digunakan
tabel 7 klasifikasi beberapa batuan malihan seperti di bawah ini.
Tabel 7 Klasifikasi batuan malihan
KELOMPOK GENESA MALIHAN
STRUKTUR UMUM BERFOLIASI MASIF
Kwarsa, feldpar, mika,
KOMPOSISI
mineral gelap menjarum
Berbutir
60 sangat kasar GENES
Berbutir GENES selang seling MARMER
kasar lapisan mineral berbutirr dan GRANULIT
berlembar
UKURAN BUTIR (mm)

MIGMATIT
Berbutir SEKIS KWARSIT
sedang SERPENTINITIT HORNFELS
AMFIBOLIT

0,06
Berbutir FILIT
halus SABAK
0,002 Berbutir
sangat halus

12 dari 33
SNI 2436:2008

Adapun untuk memperjelas jenis dan karakteristik batuan malihan diuraikan di bawah ini.
a) Genes adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama felspar, mika, mineral
tambahan epidot, apatit, turmalin, alanit, magnetit, zirkon, andalusit, garnet, horblende,
augit. Warna umumnya cerah, dengan warna tambahan tergantung dari asal batuannya.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tekstur granoblastik, butiran sedang-kasar, porfiroblastik, poikiloblastik kadang dengan
nematoblastik. Struktur masif, kadang-kadang berlapis mineral berbutir dan berlembar.
b) Marmer adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama kalsit, mineral
tambahan, kadang-kadang tidak ada, kadang-kadang grafit, pirit, ilmenit, mika, kuarsa,
plagioklas, epidot, piroksen, tremolit, brusit, serpentin. Warna putih, bervariasi dengan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
bercak-bercak hijau, abu-abu coklat, merah. Tekstur granoblastik, diablastik,
nematoblastik, poikiloblastik.
c) Granulit adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama ortoklas, plagioklas,
kuarsa, garnet, mineral tambahan rutil, spinel, magnetit, corundum, warna cerah-gelap,
tergantung mineral pembentuknya. Tekstur granoblastik, struktur masif.
d) Kwarsit adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama kuarsa, mineral
tambahan mika, felspar, apatit, zikron, pirit, magnetit. Warna sangat putih, umumnya
dengan bercak-bercak, abu-abu, hitam. Tekstur granoblastik, mosaik. Struktur masif
atau foliasi, skistositi.
e) Hornfels adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama andalusit, kordiril,
silimanit, biotit, ortoklas, plagioklas, mineral tambahan garnet, warna cerah merah muda,
coklat, violet, hijau, struktur granoblastik, poikiloblasyik, struktur masif.
f) Amfibolit adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama amfibol, plagioklas,
mineral tambahan ilmenit, magnit, titanit, epidol, kuarsa, warna umumnya hijau tua,
kadang-kadang dengan nematoblastik, porpiroblastik, lepidoplastik.
g) Migmatit adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama kuarsa, felsfar,
plagioklas, biotik, mineral tambahan zirkon, apatik, magnetit, granoblastik, lepidoblastik,
struktur masif, kadang-kadang memperlihatkan bentuk sisa.
h) Sekis adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama kuarsa, mika (klorit),
mineral tambahan apatit, turmalin, zirkon, pirit, ilmenit, magnetit, granit, kalsit, warna
tergantung mineral utama pembentuknya hijau muda hingga abu-abu. Tektur
granoblastik, lepidoblastik.
i) Serpentinitit adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama oliviit, mineral
tambahan enstatit, kronit. Tekstur kataklastik, struktur foliasi. Warna hijau cerah-hijau
tua.
j) Filit adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama kuarsa, serisit, klorit,
mineral tambahan albit, apatit, turmalin, pirit, magnetit, grafit. Berwarna terang, abu-abu
perak, abu-abu timah atau kehijauan. Tekstur granoblastik hingga lepidoblastik, struktur
skistositi halus, mudah patah.
k) Sabak adalah batuan malihan dengan komposisi mineral utama mika, kordirit, andalusit,
mineral tambahan sesuai mineral batuan asalnya. Berwarna abu-abu gelap, berkilau,
tekstur lepidoblastik-granoblastik, poikiloblastik, struktur skistositi, tampak seperti
berlapis.

7.2.3 Jenis batuan sedimen


Untuk membantu dalam menentukan jenis batuan sedimen dapat digunakan Tabel 8
klasifikasi batuan sedimen di bawah ini.

13 dari 33
SNI 2436:2008

Tabel 8 Klasifikasi batu sedimen


KELOMPOK SEDIMEN BAHAN ROMBAKAN PIROKLASTI KIMIA/ORGANIK
GENESA K
STRUKTUR UMUM BERLAPIS

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Butiran Butiran batuan
KOMPOSISI Butiran batu, kwarsa, feldpar dan mineral lempung karbonat > batu berbutir
50% halus > 50%
Berbutir Butiran
sangat Butiran berasal dari pecahan batuan membundar
kasar AGLOMERAT

Butiran membundar KONGLOMERAT Butiran

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
menyudut
60 BREKSI
Berbutir KALSI-

BATU GAMPING DAN DOLOMIT


RUDIT VOLKANIK
kasar Butiran menyudut BREKSI
TUFA LAPILI: GARAM
20
UKURAN BUTIR (mm)

Butiran terutama berasal dari pecahan mineral GIP


BATU PASIR KWARSA :
95% kwarsa BATU-
BATU PASIR

ARKASE 75% kwarsa GAMPING


TUFA
Berbutir 25 felepar KALKA
BERBUTIR
sedang GREWAKE 75% kwarsa RENIT DOLOMIT
SEDANG
15% bahan
rombakan
batu dan
felspar
0,06 Berbutir BATU LANAU 50% partikel TUFA
BATU KALSI
halus berbutir halus BERBUTIR RIJANG
LUMPUR SILTIT
HALUS
NAPAL

0,00
Berbutir BATU LEMPUNG 50% partikel Serpih TUFA
2
sangat berbutir sangat halus batu KALSI BERBUTIR
halus lumpur LUTIT SANGAT
menyerpih HALUS
Gelas
BATU-BARA
Amorf

Adapun uraian klasifikasi batuan sedimen adalah:


a) Sedimen bahan rombakan.
1) Konglomerat adalah batuan sedimen dengan komponen terdiri dari beberapa jenis
batuan berukuran paling kecil kerikil, berbentuk membundar-membundar tanggung.
Tersemen oleh silika, oksida, besi karbonat atau lempung. Tekstur klastik, kemas,
mengambang atau bersinggungan.
2) Breksi adalah batuan sedimen dengan komponen terdiri dari beberapa jenis batuan,
berukuran paling kecil kerikil, berbentuk menyudut-menyudut tanggung, Tersemen
oleh silika, oksida, besi, karbonat atau lempung. Tekstur klastik, kemas
mengambang atau bersinggungan.
3) Batu pasir:
(a) Batu pasir kwarsa adalah batuan sedimen dengan komposisi utamanya (95%)
pasir kwarsa, mineral tambahan, rombakan batuan dan biotit, muskovit, felspar.
Tersemen oleh silika, oksida besi, karbonat atau lempung. Warna putih-putih
kotor, kuning, merah, coklat, tekstur klastik, struktur perlapisan buruk-baik.
(b) Arkase adalah batuan sedimen dengan komposisi utamanya pasir kuarsa
(75%), mineral tambahan felspar, hornblende, apatit, turmalin, rutil, tersemen
oleh silika, oksida besi, karbonat atau lempung. Tekstur klastik, pemilahan
buruk struktur perlapisan buruk.
(c) Grewake adalah batuan sedimen dengan komposisi utama pasir kwarsa (75%)
bahan rombakan (15%) dan sisanya felspar, mika dan mineral lain, tersemen
oleh silika, oksida besi karbonat, klorit atau lempung. Tekstur klastik, pemilahan
buruk. Struktur perlapisan buruk.

14 dari 33
SNI 2436:2008

4) Batu lanau adalah batuan sedimen yang terdiri dari partikel berbutir halus (50%),
selebihnya dapat berbutir sedang, tersemen oleh lempung, silika, oksida atau
karbonat. Warna tergantung fragmen yang membentuknya, terang, abu-abu, kuning,
coklat, kehijauan-hitam, tekstur klastik.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
5) Batu lempung adalah batuan sedimen yang terdiri dari partikel sangat halus (50%),
selebihnya dapat berbutir halus atau sedang. Warna tergantung material sangat
halus, berwarna terang, abu-abu hitam, atau kuning, coklat atau merah. Tekstur
klastik.
6) Batu lumpur adalah batuan sedimen yang terdiri dari partikel halus, bercampur

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dengan mineral karbonat (kalsit) 35-65%, warna bervariasi tergantung batuan asal,
tetapi pada umumnya berwarna terang, putih, abu-abu muda, abu-abu.
7) Serpih adalah batuan sedimen yang banyak variasinya, umumnya berukuran sangat
halus (koloid) mengandung kalsit 35-65%, sering berselang-seling dengan pasir
halus bercampur mineral karbonat, berwarna, abu-abu hitam atau merah, relatif
lunak. Tekstur klastik, struktur berlapis sangat tipis.
b) Butiran karbonat >50%.
1) Kalsirudit adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batu gamping dan fosil
berukuran sedang sampai kasar, berwarna putih, kecoklatan, kemerahan, tekstur
klastik. Struktur kadang-kadang memperlihatkan perlapisan. Semen karbonat,
oksida besi atau lempung.
2) Kalkarenit adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batu gamping dan fosil
berukuran sedang, berwarna putih, kecoklatan, kemerahan, tekstur klastik. Struktur
kadang-kadang memperlihatkan perlapisan. Semen karbonat, oksida besi atau
lempung.
3) Kalsisiltit adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batu gamping dan fosil,
berukuran halus, berwarna putih, kecoklatan, kemerahan, tekstur klastik, tekstur
kadang-kadang memperlihatkan perlapisan buruk. Semen karbonat.
4) Kalsilutit adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batu gamping dan fosil,
berukuran sangat halus, berwarna putih, kecoklatan, kemerahan, tekstur klastik,
struktur kadang-kadang memperlihatkan perlapisan buruk.
c) Batuan piroklastik.
1) Aglomerat adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batuan akibat letusan
gung api, berukuran > 32 mm, berbentuk membundar, dominan, bisa bercampur
dengan fragmen yang lebih kecil. Biasanya tersemen oleh lava.
2) Breksi volkanik adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batuan akibat
letusan gunung api, berukuran > 32 mm, berbentuk menyudut-menyudut tanggung,
dominan, bisa bercampur fragmen yang lebih kecil, biasanya bersemen oleh lava.
3) Tufa lapili adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batuan hasil letusan
gunung api, berukuran antara 8 - 32 mm, berwarna terang hingga abu-abu
kehitaman.
4) Tufa berbutir sedang adalah batuan sedimen yang terdiri dari fragmen batuan hasil
letusan gunung api, berukuran antara 0,5 - 8 mm, berwarna terang-abu-abu
kehitaman.
5) Tufa berbutir halus adalah batuan sedimen yang berupa hasil letusan gunung api,
berukuran antara 0,002 - 0,5 mm, berwarna terang-abu-abu.
6) Tufa berbutir sangat halus adalah batuan sedimen yang berupa hasil letusan
gunung api, berukuran < 0,002 mm, berwarna terang-abu-abu.

15 dari 33
SNI 2436:2008

d) Kimia/organik
1) Garam adalah jenis batuan sedimen dengan mineral utama halit, berwarna putih,
hasil penguapan dari air asin (laut), berwarna putih, tekstur kristalin.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
2) Gip adalah jenis batuan sedimen dengan mineral utama gip, berwarna putih kotor,
kecoklatan, hasil penguapan air dalam lingkungan tertutup, tekstur kristalin.
3) Batu gamping (organik) adalah jenis batuan sedimen yang terdiri rumah-rumah
binatang, atau binatang itu sendiri, dari framinifera, koral, alge dan sebagainya,
umumnya berwarna putih, dengan noda hitam coklat, hijau.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
4) Dolomit adalah jenis batuan sedimen dengan mineral utama kalsit, umumnya
kristalin, mineral tambahan kandungan besi (Fe), warna putih dengan bercak
merah. Tekstur afanitik. Struktur masif.
5) Rijang adalah jenis batuan sedimen dengan mineral murni silika, mineral tambahan
berwarna merah-merah tua, abu-abu hitam. Tekstur pecahan konkoidal, amorf,
struktur kadang-kadang berlapis buruk.
6) Batubara adalah jenis batuan sedimen dengan mineral utama karbonat, mineral
tambahan belerang, pirit, berwarna hitam, merupakan sisa tanaman, mempunyai
kilap kaca, ringan.

8 Karakteristik tanah dan batuan


Tanah dan batuan merupakan material alam yang sangat kompleks memiliki beberapa
karakteristik yang sanagat penting untuk diketahui dalam kegiatan identifikasi tanah dan
batuan tersebut. Beberapa karakteristik tanah dan batuan tersebut antara lain kebundaran,
bentuk, warna, aroma, kandungan air, reaksi HCl, keteguhan, sementasi, struktur,
persentase butir kasar, kandungan jenis tanah butir kasar yang terbesar, kekerasan,
kepadatan relatif, kualitas mutu batuan dan kelulusan air yang akan diuraikan di bawah ini.

8.1 Warna
Tanah dan batuan memiliki berbagai macam warna. Warna dari tanah dan batuan
merupakan karakteristik yang penting di dalam kegiatan identifikasi material ini. Beberapa
corak warna yang sering dimiliki tanah dan batuan antara lain seperti pada tabel 9 di bawah
ini.
Tabel 9 Warna tanah dan batuan
Warna dasar Warna imbuhan
Merah Kemerahan
Kuning Kekuningan
Coklat Kecoklatan
Hijau Kehijauan
Biru Kebiruan
Kelabu Kekelabuan
Hitam Kehitaman
Putih Keputih-putihan

Demikian pula tanah dan batuan yang memiliki lapisan-lapisan atau lensa dan bagian
tersendiri dari tanah dan batuan perlu ditentukan warna tersendiri. Pada umumnya
penentuan warna disesuaikan dengan kondisi kandungan air yang ada, namun untuk tanah
dan batuan yang sudah memiliki perubahan kadar air atau dalam keadaan kering, hal ini
perlu dijelaskan pada laporan tersebut.

16 dari 33
SNI 2436:2008

8.2 Aroma
Aroma dari tanah organik harus dijelaskan dalam identifikasi ini. Tanah yang mengandung
tanah organik dengan perbandingan yang cukup besar biasanya memiliki aroma yang
berbau busuk. Untuk tanah organik yang kering, bau busuk dapat ditimbulkan kembali

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dengan membentuk tanah yang telah dibasahi kembali. Harus dijelaskan bila bau busuk
pada tanah ini yang ditimbulkan oleh limbah minyak dan limbah kimia.

8.3 Kebundaran

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Tanah yang berupa pasir, kerikil dan kerakal memiliki berbagai jenis kebundaran yang
berbeda yaitu berbentuk menyudut, agak menyudut, agak bundar dan bundar yang
dijelaskan pada tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10 Kebundaran butir kasar


Ciri butiran Bentuk butiran
Beberapa bidang dengan ujung yang
Menyudut
runcing dan permukaan yang kasar
Beberapa bidang dengan ujung yang
Agak menyudut
agak runcing
Berbentuk agak bundar dengan tonjolan
Agak bundar
yang membundar
Berbentuk bundar dengan permukaan
Bundar
yang cukup halus, tidak ada tonjolan

Dalam kenyataan di lapangan kebundaran partikel butir kasar ini dapat berada antara agak
bundar hingga bundar. Jenis kebundaran butir kasar dapat dilihat pada Gambar B.1.

8.4 Bentuk butiran


Butiran kerikil dan kerakal memiliki bentuk yang spesifik antara lain berbentuk pipih, lonjong
serta pipih dan lonjong. Bentuk butiran tersebut lihat Gambar B,2 dapat ditentukan sesuai
tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11 Bentuk butiran
Ciri butiran Bentuk butiran
Perbandingan antara lebar terhadap tebal
Pipih
butiran lebih besar 3
Perbandingan antara panjang terhadap
Lonjong
lebar butiran lebih besar 3
Butiran yang memiliki perbandingan
antara lebar terhadap tebal butiran lebih
besar 3 dan juga perbandingan antara Pipih dan Lonjong
panjang terhadap lebar butiran lebih
besar 3

Dalam identifikasi bentuk butiran kasar ini ditentukan pula jumlah partikel bentuk butiran
tersebut dari jumlah keseluruhan butiran yang ada.

17 dari 33
SNI 2436:2008

8.5 Kandungan air


Kandungan air pada tanah dan batuan akan memberikan tanah dan batuan ini dalam kondisi
kering, lembab dan basah. Untuk menentukan kondisi tanah ini maka identifikasi dapat
menggunakan tabel 12 di bawah ini.

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tabel 12 Kondisi tanah dan batuan
Ciri tanah dan batuan Kondisi
Tidak mengandung air Kering

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Lembab, air dalam tanah/batuan tidak dapat
Lembab
dilihat
Air dapat dilihat, biasanya tanah atau batuan
Basah
yang diperoleh di bawah muka/air tanah

8.6 Reaksi HCl


Akibat pemberian larutan HCl pada tanah atau batuan, kemungkinan akan timbul reaksi
pada tanah dan batuan tersebut yang berupa gelembung larutan. Reaksi HCl ini akan
memiliki tingkatan yang tidak ada reaksi, reaksi yang lemah dan reaksi yang kuat. Ciri-ciri
tingkatan reaksi HCl ini dapat dilihat pada tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13 Reaksi HCl


Ciri kondisi tanah dan batuan Tingkatan reaksi
Tidak terlihat adanya reaksi Tidak ada
Sedikit reaksi dan timbulnya gelembung Lemah
perlahan-lahan
Reaksi yang kuat dan timbul gelembung Kuat
secara spontan

Dengan menggunakan larutan HCl ini, kandungan kalsium karbonat dalam tanah dan batuan
akan diketahui dan harus disajikan dalam laporan. Pada saat pemberian/penetesan larutan
HCl ini agar berhati-hati karena HCl ini sangat berbahaya.

8.7 Sementasi
Pada tanah yang bersifat bersementasi akibat kandungan kalsium karbonat dan
mengandung butiran kasar memiliki sementasi yang bervariasi yaitu memiliki sementasi
rendah, sedang dan kuat, kriteria kondisi sementasi tanah diuraikan pada tabel 14 di bawah
ini.

Tabel 14 Kriteria sementasi tanah


Ciri tanah Kriteria
Remuk atau pecah bila ditekan dengan
Rendah
tekanan rendah dengan jari
Remuk atau pecah bila ditekan dengan
Sedang
tekanan yang kuat dengan jari
Tidak remuk atau pecah bila ditekan
Kuat
dengan jari

18 dari 33
SNI 2436:2008

8.8 Struktur
Kriteria struktur tanah dan batuan merupakan karakteristik yang perlu diketahui untuk
melakukan identifikasi tanah dan batuan ini. Struktur tanah dan batuan memiliki beberapa
kriteria yaitu berlapis, berlaminasi, bidang pecahan, bidang geseran, bongkahan, lensa dan

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
homogen seperti diuraikan pada tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15 Jenis struktur


Susunan lapisan Jenis struktur
Berlapis-lapis dari jenis tanah/batuan yang

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Berlapis
berbeda dengan ketebalan minimal 6 mm
Berlapis-lapis dari jenis tanah/batuan dari jenis
yang berbeda dengan ketebalan lebih tipis dari 6 Berlaminasi
mm
Beberapa pecahan melalui bidang yang terbatas
Berbidang pecahan
dan mudah pecah oleh geseran yang rendah
Bidang geseran yang mengkilap dan licin Berbidang geseran
Bongkahan tanah kohesif yang cukup besar
yang bila dihancurkan terdiri dari bongkahan Bongkahan
kecil yang menyudut bersifat teguh
Adanya kantong-kantong dari jenis tanah yang
Lensa
berbeda secara tidak beraturan
Seluruhnya memiliki jenis dan warna yang sama Homogen

8.9 Persentasi butir kasar


Kegiatan identifikasi tanah dan batuan memerlukan jumlah persentase butir kasar. Hasil
identifikasi persentase butir kasar ini agar disajikan dalam laporan.

8.10 Kandungan jenis tanah dan batuan terbesar


Kegiatan identifikasi tanah dan batuan juga memerlukan kandungan jenis tanah butir kasar
yang terbesar.

8.11 Kelulusan air


Dengan menggunakan hasil pencatatan nilai kelulusan air pada tanah dan batuan ini maka
diperoleh tingkat kelulusan tanah dan batuan seperti pada tabel 16 di bawah ini.

Tabel 16 Kelulusan air


Jenis material
Nilai kelulusan air
Batuan Tingkat kelulusan
Tanah cm/detik
berdiskontinuitas
Kerikil bersih Sangat rapat > 10-2 Sangat tinggi
Pasir kasar bersih Rapat 10-2 – 10-3 Tinggi
Pasir halus Sedang 10-4 – 10-5 Sedang
-6
Pasir halus-lanauan Jarang 10 Rendah
-6
Lempung Tidak berdiskontinuitas < 10 Sangat rendah

19 dari 33
SNI 2436:2008

8.12 Keteguhan
Keteguhan tanah berbutir halus dapat dibedakan dalam kriteria sangat lunak, lunak, teguh,
sangat teguh, keras dan sangat keras seperti pada tabel 17 di bawah ini, yang juga
ditentukan oleh jumlah NSPT

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tabel 17 Kriteria keteguhan tanah berbutir halus
Ciri tanah berbutir halus Nilai NSPT Kriteria
Keluar diantara jari bila ditekan <2 Sangat lunak

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Mudah dibentuk dengan
2–4 Lunak
tekanan jari yang rendah
Dapat ditekan dengan tekanan
4–8 Teguh
jari yang kuat
Membekas bila ditekan dengan
8 – 15 Sangat teguh
ibu jari
Membekas bila ditekan dengan
15 – 30 Keras
kuku ibu jari
Sulit untuk memperoleh bekas
> 30 Sangat keras
bila ditekan dengan kuku ibu jari

Kriteria keteguhan tanah ini tidak berlaku bagi tanah berbutir halus yang banyak
mengandung kerikil.

8.13 Kepadatan relatif


Dengan menggunakan hasil uji penetrasi standar NSPT, tanah berbutir kasar dapat
ditentukan kepadatan relatifnya seperti pada tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18 Kepadatan relatif


Nilai NSPT Kriteria
<4 Sangat urai
4 – 10 Urai
10 – 30 Agak padat
30 – 50 Padat
> 50 Sangat padat

Berdasarkan kriteria tersebut di atas yang di dasarkan pada kepadatan relatif maka kegiatan
identifikasi tanah dapat dilaksanakan.

8.14 Tingkat pelapukan


Akibat waktu yang terus berjalan dan pengaruh dari cuaca serta iklim secara bergantian,
batu mengalami perubahan tingkat pelapukan yang ditinjau antara lain dari warna,
diskontinuitas, tekstur. Penentuan tingkat pelapukan dapat menggunakan tabel 19 di bawah
ini.

20 dari 33
SNI 2436:2008

Tabel 19 Tingkat pelapukan


Ciri batuan
Tingkat
Perubahan Permukaan
Diskontinuitas Tekstur Ikatan batu pelapukan
warna batu

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Tidak ada Tertutup Tidak berubah Dapat diamati Terikat Tidak lapuk
< 20% pada Sebagian
Terisi tipis Dapat diamati Terikat Lapuk ringan
diskontinuitas berubah
Sebagian
Sebagian batu - Mudah digali Dapat diamati Lapuk sedang
terpisah

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
> 20% pada Sebagian Sebagian
Terisi tebal Dapat diamati Lapuk kuat
diskontinuitas besar berubah terbuka
Sebagian Lapuk
Seluruh batu - Seperti tanah Terpisah
dapat diamati sempurna

Tingkat pelapukan ini merupakan karakter batuan yang dapat melengkapi keperluan
identifikasi batuan.

8.15 Kekerasan batuan


Tingkat kekerasan batuan dapat dilakukan dengan uji penggoresan dengan menggunakan
pisau saku terhadap batuan tersebut. Tingkat kekerasan batuan dapat dilihat pada tabel 20
di bawah ini.
Tabel 20 Tingkat kekerasan batuan
Ciri batuan Kekerasan
Berupa tanah bersifat plastis Lunak
Mudah dihancurkan dengan tangan, hancur atau
bubuk dan terlalu lunak jika dipotong dengan Rapuh
pisau saku
Dapat dicukil sampai dalam atau dipahat dengan
Rendah
pisau saku
Dapat digores dengan pisau, meninggalkan
Sedang
bekas debu
Agak sulit digores, menghasilkan sedikit bubuk
Keras
debu
Tidak dapat digores dengan pisau saku,
meninggalkan tanda pisau saku pada permukaan Sangat keras
batu

Identifikasi batuan dapat dilakukan dengan menggunakan tingkat kekerasan batuan ini.

8.16 Tebal lapisan


Selain data dan karakteristik batuan tersebut di atas, juga struktur batuan harus diuraikan
atau dijelaskan berdasarkan tebal lapisan seperti tabel 21 di bawah ini.

21 dari 33
SNI 2436:2008

Tabel 21 Tebal lapisan batuan


Tebal lapisan Kriteria
>1m Sangat tebal
0,5 – 1,0 m Tebal

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
50 – 500 mm Tipis
10 – 50 mm Sangat tipis
2,5 – 10 mm Sementasi
< 2,5 mm Sementasi tipis

Kriteria ketebalan lapisan batuan tersebut akan melengkapi identifikasi batuan.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
8.17 Diskontinuitas
Diskontinuitas adalah kondisi umum retakan dan rekahan yang terjadi pada massa batuan
yang merupakan zona/bidang perlapisan yang lemah. Diskontinuitas ini memiliki ciri dan
bentuk yang tertutup, terbuka atau terisi. Di antara bidang perlapisan ini dijumpai celah yang
merupakan ruang pemisah antara bidang/dinding batuan tersebut. Celah ini dapat berisi
material, udara atau air. Ukuran celah dari diskontinuitas ini dapat diukur yang tegak lurus
antara bidang diskontinuitas tersebut. Kriteria diskontinuitas dapat dilihat pada tabel 22 di
bawah ini.
Tabel 22 Kriteria diskontinuitas
Ukuran celah Kriteria
< 0,1 mm Sangat rapat
0,1 – 0,25 mm Rapat
0,25 – 0,5 mm Terbuka sebagian
0,5 – 2,5 mm Agak terbuka
2,5 – 5 mm Terbuka
5 - 10 mm Lebar
1 - 10 cm Sangat lebar
10 – 100 cm Besar
>1m Sangat besar
Pengukuran dapat diukur dengan menggunakan mistar pengukur dalam satuan milimeter
atau sentimeter dan meter.

8.18 Penamaan Mutu Batu


Kualitas batuan dapat didasarkan dari nilai penamaan mutu batu (PMB) yang merupakan
ukuran persentase batuan yang terambil dari sebuah lubang bor dengan menggunakan mata
bor ukuran NX. Pada batuan yang mengalami pelapukan berat, lunak, retakan, pergeseran,
rekahan akan menyebabkan nilai PMB menurun. Nilai PMB merupakan persentase dari
perolehan inti dengan jumlah panjang potongan inti utuh yang melebihi 100 mm dan dibagi
dengan panjang inti. Kualitas batuan dapat diperiksa pada tabel 23 di bawah ini.
Tabel 23 Kualitas batuan (PMB)
Nilai PMB Kualitas batuan
0 – 25% Sangat buruk
25 – 50% Buruk
50 – 75% Cukup
75 – 90% Baik
90 – 100% Sangat baik

22 dari 33
SNI 2436:2008

Pengukuran panjang batuan, dapat dilakukan dengan mengukur panjang batu yang terambil
dari lubang bor melalui titik tengah batuan sepanjang garis sumbu. Potongan inti yang tidak
keras dan tidak kuat tidak diperhitungkan untuk nilai PMB, meskipun cukup panjang yaitu
yang > 100 mm. Cara pengukuran dan perhitungan nilai PMB dapat dilihat pada Gambar B.3

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
terlampir. Contoh inti batu awalnya utuh dan setelah selang waktu tertentu contoh inti batu,
potongan batu berubah akibat kehilangan tekanan.

9 Deskripsi tanah dan batuan

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Pelaksanaan deskripsi suatu jenis tanah dan batuan yang langsung diperoleh di lapangan
akan didasarkan pada hasil identifikasi dan klasifikasi tanah dan batuan serta dilengkapi
dengan beberapa sifat dan karakteristik tanah maupun batuan tersebut yang antara lain
adalah warna, ukuran, aroma, kebundaran, bentuk butiran, kandungan butir dan presentasi,
butir kasar, kandungan air, sementasi, kelulusan air, keteguhan, kepadatan, pelapukan,
kekuatan, kekerasan, tebal lapisan, diskontinuitas dan penamaan mutu batuan (PMB).
Penentuan jenis serta karakteristik tanah dan batuan telah dibahas pada bab terdahulu.
Bila di daerah yang diselidiki ini telah memiliki peta geologi yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang, maka deskripsi pada tanah dan batuan ini dapat menggunakan peta
geologi tersebut sebagai acuan dalam pelaksanaan deskripsi hasil pengeboran inti.
Untuk melakukan deskripsi batuan yang akan menguraikan jenis batu, warna, pelapukan,
kekuatan, sementasi, ukuran butir, kebundaran, kekerasan, susunan lapisan, tebal lapisan,
diskontinuitas dan kelulusan air dapat menggunakan bagan alir deskripsi tanah dan batuan
pada Lampiran A.

10 Simbol tanah dan batuan


Berdasarkan hasil identifikasi tanah dan batuan, harus dibuat hasil deskripsi pengeboran inti
melalui suatu gambar dari berbagai jenis tanah dan batuan. Untuk memudahkan hasil
deskripsi tanah dan batuan ini pada gambar log pengeboran inti diperlukan beberapa simbol
tanah dan batuan seperti pada Lampiran Gambar B.4, termasuk contoh log bor inti yang
berisi seluruh hasil pencatatan dan deskripsi tanah dan batuan, seperti pada Gambar B.5
terlampir.

11 Laporan
Laporan yang akan disajikan berupa hasil deskripsi terhadap tanah dan batuan yang
diperoleh dari hasil pengeboran inti yang memuat antara lain:
a) Nama proyek, pemberi pekerjaan, lokasi, tanggal dan waktu pelaksanaan.
b) Nama petugas, pengawas dan penanggung jawab.
c) Jenis peralatan dan perlengkapan lainnya yang digunakan.
d) Normor lubang, diameter lubang bor.
e) Jenis pengujian dan metode yang dilakukan.
f) Keadaan cuaca.
g) Elevasi dan koordinat titik lubang pengeboran.
h) Jenis tanah/batuan.
i) Karakteristik tanah/batuan; warna, aroma, kebundaran, bentuk butiran, sementasi,
konsistensi struktur, keteguhan, kepadatan, pelapukan, kekuatan kekerasan,
diskontinuaitas, nilai Penamaan Mutu Batu (PMB), kelulusan air.
j) Foto-foto kegiatan.
k) Dan seluruh hasil pencatatan yang akhirnya disajikan pada log bor inti.
23 dari 33
SNI 2436:2008

Lampiran A
(informatif)

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Bagan alir identifikasi dan deskripsi tanah dan batuan

MULAI

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
PERSIAPAN

Peralatan dan bahan : pisau saku/spatula, gelas ukur, kaca pembesar, palu geologi, kompas, mistar
pengukur, air bersih, larutan HCl, kamera, dan peta geologi

PENCATATAN PENGEBORAN INTI

1. Nama proyek : pemilik pekarjaan, pelaksana pekerjaan, tanggal pelaksanaan, jenis mesin bor, pompa,
metode pengeboran, elevasi ordinat inklinasi titik bor, petugas, jenis bangunan.
2. Pelaksanaan : kemajuan, persentase panjang inti, jenis mata bor, nomor seri kondisi, alir bilas,
kecepatan pengeboran untuk setiap 10 cm, pipa lindung, pengukuran muka air tanah, lain-lain.
3. Hasil pengujian lapangan : uji penetrasi SPT, kelulusan air, penamaan mutu batuan (PMB).

PENYIAPAN TANAH DAN BATUAN

Contoh inti dalam peti contoh.

IDENTIFIKASI TANAH

PEMISAHAN BUTIRAN > 75 mm

1. Memisahkan butir > 75 mm.


2. Tentukan volume kerakal dan batu.

PERSENTASI BERAT KERING KERIKIL,


PASIR DAN BUTIR HALUS < 75 mm
DENGAN CARA

1. Tabung gelas ukur.


2. dengan cara visual
3. Pencucian.
4. Butiran < 5% tidak berpengaruh jenis
tanah.

1 2

24 dari 33
SNI 2436:2008

1
2

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
BUTIR HALUS BILA > 50% BUTIR HALUS BERORGANIK BUTIR KASAR BILA > 50%
BERDIAMETER < 0,075 mm BERDIAMATER > 0,075 mm
Mengandung tanah organik (Warna
hitam/coklat tua, bau busuk,

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
berserat) :
Dengan simbol OL/OH

BUTIR < 0,425 MM DIKENAKAN: JENIS BUTIR KASAR DAN


SIMBOL
a) Uji penghancuran tanah
kering.
b) Uji goyangan dan ketukan.
c) Uji keteguhan.
d) Uji plastisitas.

JENIS BUTIR HALUS


DAN SIMBOL

• Lempung dengan kadar


rendah, CL.
• Lempung dengan kadar tinggi,
CH.
• Lanau, ML.
• Lanau elastis, MH.

3 4 5 2

25 dari 33
SNI 2436:2008

2
4 5 6

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
KLASIFIKASI BATUAN

BATUAN BEKU BATUAN MALIHAN BATUAN SEDIMEN

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
A. Bersifat asam • Genes A.Sedimen bahan rombakan
• Pegmatit • Marmer • Konglomerat
• Granit • Granulit • Breksi
• Granit mikro • Kwarsit • Batu pasir:
• Diolit • Hornfels - Batu pasir kwarsa
B. Bersifat menengah • Amfibolit - Arkase
• Diorit • Magmalit - Grewaki
• Diorit mikro • Sekis • Batu lanau
• Andesit • Serpentinit - Batu lumpur
C. Bersifat basa • Filit • Batu lempung
• Grabro • Sabak - Serpih
• Delorit B.Sedimen bahan rombakan
• Basal dengan karbonat > 50%
D. Bersifat ultra basa • Kalsirulit
• Piroksenit • Kalkarenit
• Peridotit • Kalsisiltit
E. Cepat membeku (tidak • kalsilutit
membentuk kristal) C.Batuan piroklastik
• Obsidion • Aglomerat
• Takilit • Breksi vulkanik
• Gelas vulkanik • Tufa lavili
• Tufa berbutir sedang
• Tufa berbutir halus
• Tufa berbutir sangat halus
D.Bahan kimia/organik
• Garam
• Gip
• Batu gamping (organik)
• Dolomit
• Rijang
• Batu bara

KARAKTERISTIK TANAH DAN BATUAN

JENIS TANAH/BATUAN, Warna, aroma, reaksi HCL, kebundaran, kandungan butir, persentase butir
kasar, kandungan air, kandungan butir kasar, tekstur, sementasi, kelulusan air, keteguhan, kepadatan,
pelapukan, kekuatan, kekerasan, tebal lapisan, diskontinuitas, penamaan mutu batuan (PMB)

DESKRIPSI TANAH DESKRIPSI BATUAN

JENIS TANAH, Warna, sifat plastisitas, keteguhan, JENIS BATUAN, Warna, pelapukan, kekuatan,
kekuatan, ukuran butir, kandungan air, kandungan sementasi, ukuran butir, kebundaran, kekerasan,
butir, bentuk butiran, kebundaran, kepadatan, susunan lapisan, tebal lapisan, diskontinuitas,
kelulusan air kelulusan air

SELESAI

26 dari 33
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2436:2008

Gambar B.1 Jenis kebundaran tanah berbutir kasar

Penentuan bentuk butiran


Gambar-gambar
Lampiran B
(informatif)

27 dari 33
Gambar B.2
SNI 2436:2008

Perolehan inti = Panjang Inti Terambil


Panjang Inti Pemboran
= 1,40 = 93%
1,50

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Perolehan inti utuh = Panjang Inti Utuh
Panjang Inti Pemboran

= 1,06 = 71%
1,50

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
PMB = Panjang Inti > 0,1m
Panjang Inti Pemboran
= 0,95 = 63%
1,50

Gambar B.3 Cara menghitung PMB

28 dari 33
SNI 2436:2008

TANAH BATUAN SEDIMEN


ΔΔΔΔΔΔΔΔΔ
Batu guling, kerakal ΔΔΔΔΔΔΔΔΔ Breksi
ΔΔΔΔΔΔΔΔΔ

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
ΔΔΔΔΔΔΔΔΔ

Kerikil Konglomerat

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
• • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • Batu pasir
Pasir • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • •

Batu lanau
Pasir lanauan

Batu lumpur
Lanau

Batu lempung
Lanau pasiran

Serpih
Lanau lempungan

Batu gamping
Lempung

Lempung lanauan

V V V V
\V \V \V \V \V \V
V V V Tufa
\V \V \V \V \V Gambut
\V \V \V \V \V \V V V V V
\V \V \V \V \V

29 dari 33
SNI 2436:2008

BATUAN MALIHAN

Sabak, Phyllite

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
Sekis

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
(a) Untuk penggunaan umum

+ + + + + v v v v vv
+ + + + Pelapukan batu granit v v v v v v Pelapukan vulkanik
+ + + + + v v v v v v

+ + + + + v v v v
+ + + + Granit v v Vulkanik
+ + + + + v v v v

(b) Untuk penggunaan detail

+ + + + ++ + + + + ++
+ + + + ++ Granit Riolit
+ + + + ++
+ + + + ++ + + + + ++

+ + + + ++ x x x x x x
x x x x x Granodiorit x x x x x x Andesit, Trasit
+ + + + ++ x x x x x x

x x x x x x v v v v vv
x x x x x x Diorit, Senit v v v v v v Aglomerat
x x x x x x v v v v v v

vΔvΔvΔv
Kwarsa monzonit Breksi vulkanik
ΔvΔvΔvΔ
vΔv ΔvΔv

+ + + + ++ vvvvvvvv
+ + + + ++ Mikrogranit, Felsit Tufaan
vvvvvv
+ + + + ++ vvvvvvvv

x x x x x x
x x x x x x Mikrodiorit, Senit
x x x x x x

Mikrogabro

Gambar B.4 Simbol dan jenis tanah dan batuan (lanjutan)


30 dari 33
“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2436:2008
No. Lubang bor : BH.10
PENCATATAN HASIL PENGEBORAN
Tempat : Saluran Induk
Proyek : Rawa Sragi Land Reclamation Kedalaman lubang bor : 15 m
No. Pekerjaan : RXL – 0048/01 Koordinat : X : 575795.636 Y : 9380449.887
Lokasi : SPP Sekampung (Pematang Serdang) Lampung Elevasi muka air tanah (mt) : + 5,451 m

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Pelaksana : Pusalitbang Sumber Daya Air Pencatat : Ir. Edwin Ruswandi
Pemberi pekerjaan : Nippon Koei Co. Ltd and Associates Diperiksa oleh : Suhartono
Jenis pengeboran : Putar kering Jenis penginti : SCTB Juru bor : Cucu Bastaman
Jenis mesin bor : Acker Elevasi muka air tanah : + 3,69 m Tanggal pengeboran : 4-5 Jan 2002
Pengambilan PMB Kelulusan Uji Lapangan Deskripsi tanah/batuan
contoh (RQD) Standar Penetration Test
Cara pengambilan dan diameter

Pipa lindung ø dan kedalaman

Pemasangan pipa pisometer


Tanggal/Kemajuan Harian

Nilai uji baling-baling Su (t/m2)

Klasifikasi tanah USCS


Nilai N, Tumbukan/30 cm
Pengambilan Contoh

Tanah / Batuan
Kedalaman (m)

Kedalaman (m)
Muka air tanah

Cara pelaksanaan
Grafik

Eelevasi (m)

Nilai, k (cm/dt)

simbol
No. Contoh
Nilai N

Simbol

cm

%
0 10 20 30 40 50 60
Tanah timbunan
0,50 0,00 - 0,50 m lanau pasiran, kecoklatan, mengandung MH 1,00-1,45
SPT-1 2 organik, lunak
0,50 - 2,00 m : lanau organik, coklat tua, tidak plastis, MH 1,45-3,00
lunak
4 Januari 2006

2,00 3,45 UDS-1 vvvvvvv


SPT-2 0/45 vvvvvvv
vvvvvvv
vvvvvvv
SPT-3 0/45 vvvvvvv Gambut mengandung fragmen, kayu, hitam kecoklatan,
Pt 3,0-7,00
vvvvvvv plastisitas rendah, sangat lunak,
UDS-2 vvvvvvv
Ø 89 mm dan 0 – 13,70 m

Kering

vvvvvvv
SPT-4 0/45
STCB dan ø 60 mm

vvvvvvv
vvvvvvv

6,40 -0,95 SPT-5 2 vvvv Lempung organik dan gambut, hitam kecoklatan, MH 7,00-7,45
vvvvv plastisitas sedang, lunak
vvvv

8,20 -2,75 SPT-6 11 Pasir lempungan, abu kecoklatan, kepadatan sedang, SC 7,45-9,00
.... -3,05 butiran sedang, bundar
....
... 9,40 -3,95 SPT-7 15 Pasir berlanau, coklat abu-abu, kepadatan sedang, pasir SM 9,00-10,00
P. . . . -4,55 sedang-kasar, bundar
..... Lempung berlanau, abu kecoklatan, plastisitas sedang, CH 10.00-10.45
. . .. 10,50 -5,05 sangat teguh
-5,55
11,55 -6,09 SPT-8 30 Pasir berlanau, coklat, kepadatan sedang SM 10,45-11,45
11,80 -6,35
5 Januari 2006

SPT-9 13 Lanau lempungan bersementasi rendah, tufaan, coklat MH /


1,76 m

11.45-15.00
muda, berbidang geseran dan rapuh, plastisitas rendah- ML
sedang, teguh-sangat teguh
15,00 -9,55 SPT-10 28
Akhir pemboran pada kedalaman 15,00
Keterangan :
SPT : Standard Penetration Test UDS : Pengembilan contoh tidak terganggu : Contoh dengan SPT
STCB : Penginti Tunggal Pi : Pengambilan contoh jenis piston
DTCB : Penginti Ganda S : Pengambilan contoh jenis Shelby : Contoh tak terganggu

: Contoh terganggu

Gambar B.5 Contoh log bor


30 dari 33
dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
SNI 2436:2008

Lampiran C
(informatif)

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
Tabel contoh formulir isian

Tabel C.1 Contoh formulir isian laporan harian pengeboran inti

LAPORAN HARIAN – PENGEBORAN INTI NO. LUBANG BOR : BH.10

LEMBAR KE:
PROYEK : RAWA SRAGI AZIMUTH : N – E ELEVASI : + 5,451 M TANGGAL : 4 JANUARI 2002
o
LOKASI : SPP SEKAMPUNG INKLINASI : 90 RENCANA KEDALAMAN : 15 M MUKA AIR TANAH ; 3,96 M
Pemboran Inti Air pembilas yg keluar Pemasangan pipa lindung
Inti yang
Mata bor yang dipakai Pemerian inti oleh Material Mata pipa lindung
Sampai Kemajuan terambil Kecepatan Dari Sampai
Dari (m) juru bor Warna % yang
(m) (m) Panjang (m) (m) No.
% ø No.seri Kondisi terbawa ø kondisi
(m) seri
Pasir
0,00 2,00 2,00 2,00 100 76 - Baik Lanau pasiran Coklat 90 1’43” 0,0 3,0
halus
Pasir
2,00 6,40 4,40 4,40 100 76 - Baik Gambut Coklat 90 2’12” 3,0 6,0
halus
Lempun
6,40 8,20 1,80 1,80 100 76 - Baik Lempung Coklat 90 1’43” 6,0 9,0
g
Pasir
8,20 9,40 1,20 1,20 100 76 - Baik Pasir lempungan Coklat 90 1’06” 9,0 12,0
halus
Pasir
9,90 10,50 1,10 1,10 100 76 - Baik Pasir terlanau Coklat 90 1’58” 9,0 12,0
halus
10,50 11,55 1,05 1,05 100 76 - Baik Lempung lanau Coklat 90 lempung 1’40” 9,0 12,0
3
KEDALAMAN N1/15 N2/15 N3/15 N2 /N5 KETERANGAN CATATAN JURU BOR :
1,00 - 1,45 1 1 1 2 (1) Pemboran pada titik BH.10 dimulai hari inti tanggal 4 CUCU BASTAMAN
2,55 - 3,00 - - - 0 Januari 2002
4,00 - 4,45 - - - 0
5,50 - 6,00 - - - 0 GEOLOGIAWAN LAPANGAN :
7,00 - 7,25 1 1 1 2 IR. EDWIN RUSWANDI
8,55 - 9,00 5 6 6 11

31 dari 33
SNI 2436:2008

Lampiran D
(informatif)
Tabel D.1 Daftar deviasi teknis dan penjelasannya

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
No. Materi Sebelum Revisi
1 Format Tanpa format acuan Perubahan format dan
layout SNI sesuai BSN
No. 8 Tahun 2000

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2 Ruang lingkup Tidak ada Adanya pembatasan
dalam ruang lingkup
3 Istilah dan definisi Masih kurang lengkap Penambahan beberapa
istilah dan definisi:
Batuan, pasir, pasir halus,
sedang dankasar
4 - Ketentuan dan persyaratan Masih kurang lengkap Penambahan dan revisi
- Cara pengujian beberapa materi
diantaranya Peralatan dan
Bahan (Pasal 4),
Penyiapan contoh tanah
dan batuan (Pasal 5), dan
Identifikasi mengenai
tanah dan Batuan (Pasal
7) dll
5 Bagan Alir Tidak ada Pembuatan Bagan alir
(Lampiran A)
6 Gambar Tidak ada Penambahan gambar
bentuk butiran (Gambar
B.2) dan penyempurnaan
(Gambar B.4)
7 Contoh Formulir Sudah ada, tapi Penyempurnaan contoh
kurang lengkap formulir pengisian dan
perhitungan (Lampiran C)

32 dari 33
SNI 2436:2008

Bibliografi

dalam rangka Penyebarluasan, Pengenalan dan Pengaplikasian Standar, Pedoman, Manual (SPM) Bidang Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ”
GEOTECHNICAL MANUAL FOR SLOPES, Geotechnical Control Office, Public Works
Department, Hongkong.
PEDOMAN KONSTRUKSI DAN BANGUNAN, Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk
Fondasi Bangunan Air.
PRINCIPLES OF GEOLOGY, James Gilluly, Aaron C. Waters & A.O. Woodford.

“ Copy standar ini dibuat oleh BSN untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
SNI 03-2436-1991, Metode Pencatatan dan Identifikasi Hasil Pengeboran Inti.

33 dari 33

Anda mungkin juga menyukai