Prakata
Untuk menentukan biaya bangunan / building cost rancangan pekerjaan konstruksi dari
suatu gedung dan perumahan, diperlukan suatu acuan dasar. Acuan tersebut adalah analisa
biaya konstruksi yang disusun melalui kegiatan penelitian produktifitas pekerja dilapangan.
Khususnya analisa biaya konstruksi seperti yang termuat dalam buku ini merupakan hasil
penelitian yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman pada tahun
1988 hingga tahun 1991. Sebagian besar telah dijadikan standar bernomor SNI. Agar lebih
luas cakupannya maka pada tahun 2001 dilakukan penyusunan dan penyempurnaan
terhadap SNI tersebut.
Diharapkan analisa ini dapat menunjang usaha pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam meng-efisiensikan dana pembangunan yang dialokasikan.
i
SNI 03-2835-2002
Daftar isi
Daftar isi....................................................................................................................... ii
Pendahuluan............................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ........................................................................................................1
2 Acuan normatif.......................................................................................................1
3 Persyaratan ...........................................................................................................1
4 Istilah dan definisi ..................................................................................................2
5 Contoh pengisian ...................................................................................................3
6 Analisa biaya konstruksi pekerjaan tanah..............................................................3
ii
SNI 03-2835-2002
Pendahuluan
Pendekatan penelitian yang dilakukan yaitu melalui pengumpulan data sekunder berupa
analisa biaya yang dipakai oleh beberapa kontraktor dalam menghitung harga satuan
pekerjaan. Disamping itu dilakukan pula pengumpulan data primer, melalui penelitian
lapangan pada proyek-proyek pembangunan perumahan. Data primer yang diperoleh
dipakai sebagai pembanding / cross-check terhadap kesimpulan data sekunder yang
diperoleh. Kegiatan tersebut diatas telah menghasilkan produk analisa biaya konstruksi yang
telah dikukuhkan sebagai Standar Nasional Indonesia / SNI pada tahun 1991 – 1992, namun
hanya untuk perumahan sederhana.
Agar lebih memperluas sasaran analisa biaya konstruksi ini, maka SNI tersebut diatas pada
tahun 2001 dikaji kembali untuk disempurnakan dengan sasaran lebih luas yaitu bangunan
gedung dan perumahan, sehingga judul analisa ini sebagai Analisa Biaya Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan.
iii
SNI 03-2835-2002
1 Ruang lingkup
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan disusun sebagai acuan dasar yang seragam
para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya harga
satuan berbagai pekerjaan untuk bangunan gedung dan perumahan. Jenis pekerjaan yang
dicakup meliputi :
1. Pekerjaan galian tanah biasa dan tanah keras dalam berbagai kedalaman
2. Pekerjaan Stripping / Pembuangan Humus
3. Pekerjaan Pembuangan Tanah
4. Pekerjaan Urugan kembali, urugan pasir, pemadatan tanah, perbaikan tanah sulit dan
urugan sirtu.
5. Pekerjaan Pembuatan jalan sementara
Pelaksana pembangunan gedung dan perumahan yang dimaksudkan adalah pihak-pihak
yang terkait dalam pembangunan Gedung dan Perumahan yaiutu para perencana,
konsultan, kontraktor maupun perseorangan dalarn memperkirakan biaya bangunan
Tata cara perhitungan ini, memuat indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk tiap satuan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi tehnis pekerjaan yang
bersangkutan.
2 Acuan normatif
Tata cara ini disusun merujuk kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisa BOW 1921
dan penelitian analisa biaya konstruksi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman pada tahun 1988 sampai dengan 1993.
Tata cara ini merujuk pula kepada beberapa SNI Analisa Biaya Konstruksi antara lain :
SNI 03-2835-1992 / SK.SNI T-01-1991-03, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
persiapan dan pekerjaan tanah untuk bangunan sederhana
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman tahun 1988 - 1991, Hasil Penelitian
Analisa Biaya Konstruksi
3 Persyaratan
1 dari 7
SNI 03-2835-2002
b. Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.
Persyaratan non teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan sebagai berikut :
a Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar dan
rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) ;
b Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebessar 15%-20% dimana
didalamnya termasuk angka susut, yang besarnya termasuk biaya langsung dan tidak
langsung;
c Jam kerja efektif untuk para pekerja diperhitungkan 5 jam per-hari
4.1
analisa biaya konstruksi
Suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam
pekerjaan bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi
4.2
harga satuan pekerjaan
harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan konstruksi
4.3
harga satuan bahan
harga yang harus dibayar untuk membeli persatuan jenis bahan bangunan
4.4
satuan pekerjaan
Satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit
4.5
Indeks
faktor pengali / koefisien sebagai dasar perhitungan biaya bahan dan upah kerja
4.6
Indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan
2 dari 7
SNI 03-2835-2002
4.7
indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan
4.8
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat.
5 Contoh pengisian
5.1.1 Bahan
- Batu belah 15/20 1,100 M3 x Rp.40.000,- = Rp. 44.000,-
- Semen portland 136,000 Kg x Rp. 400,- = Rp. 54.400,-
- Pasir pasang 0,544 M3 x Rp.45.000,- = Rp. 24.480,-
Jumlah (1) = Rp. 122.880,-
5.1.2 Tenaga
- Pekerja 1,500 HO x Rp.15.000.- = Rp. 22.500,-
- Tukang batu 0,600 HO x Rp.20.000,- = Rp. 12.000,-
- Kepala tukang 0,060 HO x Rp.25.000.- = Rp. 1.500,-
- Mandor 0,075 HO x Rp.30.000:- = Rp. 2.250,-
Jumlah (2) = Rp. 38.250,-
Jumlah (1) + (2) = Rp. 161.130,-
6.1.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,400 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,040 Oh
6.2.1 Tenaga
- Pembantu 0,526 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
3 dari 7
SNI 03-2835-2002
- Mandor 0,052 Oh
6.3.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,735 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,073 Oh
6.4.1 Tenaga
- Pembantu 0,625 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,062 Oh
6.5.1 Tenaga
- Pembantu tukang 1,250 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0, 125 Oh
6.6.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,823 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,083 Oh
6.7.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,050 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,005 Oh
4 dari 7
SNI 03-2835-2002
6.8.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,516 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,050 Oh
6.9.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,192 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,019 Oh
6.10.1 Tenaga
- Pembantu tukang 0,500 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,050 Oh
6.11.1 Bahan
- Pasir urug 1,200 M3
6.11.2 Tenaga
- Pembantu tukang 0,300 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,010 Oh
6.12.1 Bahan
- Pasir urug 0,330 M3
- Kapur padam 0,109 M3
- Tanah liat 0,763 M3
6.12.2 Tenaga
- Pembantu tukang 0,833 Oh
- Tukang batu 0.416 Oh
- Kepala tukang 0,040 Oh
5 dari 7
SNI 03-2835-2002
- Mandor 0,083 Oh
6.13.1 Bahan
- Kapurpadam 0,200 M3
- Tanah liat 1,000 M3
6.13.2 Tenaga
- Pembantu tukang 0,833 Oh
- Tukang batu 0,416 Oh
- Kepala tukang 0,041 Oh
- Mandor 0,081 Oh
6.14.1 Bahan
- Kapur padam 0,200 M3
- Tanah liat 1,000 M3
6.14.2 Tenaga
- Pembantu tukang 0,833 Oh
- Tukang batu 0,416 Oh
- Kepala tukang 0,041 Oh
- Mandor 0,081 Oh
6.15.1 Bahan
- Ijuk 1,200 M3
6.15.2 Tenaga
- Pembantu tukang 0, 150 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,015 Oh
6.16.1 Bahan
- Sirtu 1,200 m3
6.16.2 Tenaga
- Pembantu tukang 0,250 Oh
- Tukang gali -
6 dari 7
SNI 03-2835-2002
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,025 Oh
6.17.1 Bahan
- Batu belah 0,250 m3
- Kerikil 0,030 m3
- Pasir 0,050 m3
6.17.2 Tenaga
- Pembantu tukang 1,00 Oh
- Tukang gali -
- Kepala Tukang -
- Mandor 0,10 Oh
7 dari 7
SNI 03-2836-2002
Prakata
Untuk menentukan biaya bangunan / building cost rancangan pekerjaan konstruksi dari
suatu gedung dan perumahan, diperlukan suatu acuan dasar. Acuan tersebut adalah analisa
biaya konstruksi yang disusun melalui kegiatan penelitian produktifitas pekerja dilapangan.
Khususnya analisa biaya konstruksi seperti yang termuat dalam buku ini merupakan hasil
penelitian yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman pada tahun
1988 hingga tahun 1991. Sebagian besar telah dijadikan standar bernomor SNI. Agar lebih
luas cakupannya maka pada tahun 2001 dilakukan penyusunan dan penyempurnaan
terhadap SNI tersebut.
Diharapkan analisa ini dapat menunjang usaha pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam meng-efisiensikan dana pembangunan yang dialokasikan.
i
SNI 03-2836-2002
Daftar isi
Daftar isi.......................................................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ....................................................................................................... 1
2 Acuan normatif...................................................................................................... 1
3 Persyaratan .......................................................................................................... 1
4 Istilah dan definisi ................................................................................................. 2
5 Contoh pengisian .................................................................................................. 3
6 Analisa biaya konstruksi pekerjaan pondasi batu kali ........................................... 3
ii
SNI 03-2836-2002
Pendahuluan
Pendekatan penelitian yang dilakukan yaitu melalui pengumpulan data sekunder berupa
analisa biaya yang dipakai oleh beberapa kontraktor dalam menghitung harga satuan
pekerjaan. Disamping itu dilakukan pula pengumpulan data primer, melalui penelitian
lapangan pada proyek-proyek pembangunan perumahan. Data primer yang diperoleh
dipakai sebagai pembanding / cross-check terhadap kesimpulan data sekunder yang
diperoleh. Kegiatan tersebut diatas telah menghasilkan produk analisa biaya konstruksi yang
telah dikukuhkan sebagai Standar Nasional Indonesia / SNI pada tahun 1991 – 1992, namun
hanya untuk perumahan sederhana.
Agar lebih memperluas sasaran analisa biaya konstruksi ini, maka SNI tersebut diatas pada
tahun 2001 dikaji kembali untuk disempurnakan dengan sasaran lebih luas yaitu bangunan
gedung dan perumahan, sehingga judul analisa ini sebagai Analisa Biaya Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan.
iii
SNI 03-2836-2002
1 Ruang lingkup
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan disusun sebagai acuan dasar yang seragam
bagi para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya
harga satuan berbagai pekerjaan untuk bangunan Gedung dan Perumahan. Jenis pekerjaan
yang dicakup meliputi :
1. Pekerjaan pembuatan pondasi batu kali, dalam berbagai komposisi spesi
2. Pemasangan anstamping 1 batu kosong
3. Pembuatan pondasi sumuran
4. Pembuatan tiang pancang
Pelaksana pembangunan gedung dan perumahan yang dimaksudkan adalah pihak-pihak
yang terkait dalam pembanounan gedung dan perumahan yaitu para perencana, konsultan,
kontraktor maupun perseorangan dalam memperkirakan biaya bangunan.
Tata cara perhitungan ini, memuat indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk tiap satuan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi teknis pekerjaan yang
bersangkutan.
2 Acuan normatif
Tata cara ini disusun merujuk kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisa BOW 1921
dan penelitian analisa biaya konstruksi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman pada tahun 1988 sampai dengan 1993.
Tata cara ini merujuk pula kepada beberapa SNI-analisa biaya konstruksi antara lain :
Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi batu belah untuk bangunan
sederhana (SNI 03-2836-1992 / SKSNI T-01-1991-03)
Spesifikasi bahan bagunan bagian C (bahan bagunan dari logam bukan besi) SK
SNI-06-1989-F)
Hasil Penelitian Analisa Biaya Konstruksi - Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman tahun 1988-1991.
3 Persyaratan
1 dari 8
SNI 03-2836-2002
b) Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar
spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.
Persyaratan non teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan sebagai berikut:
a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan
rencana kerja dan syarat-syarat (RKS)
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 15%-20%, dimana
didalamnya termasuk angka susut yang besamya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan, termasuk biaya langsung dan tidak langsung;
c) Jam kerja efektif untuk para pekerja diperhitungkan 5 jam per-hari.
4.1
Analisa biaya konstruksi
Suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah keria dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan per-satuan pekerjaan konstruksi
4.2
Harga satuan pekerjaan
harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan/konstruksi
4.3
Harga satuan bahan
harga yang harus dibayar untuk membeli per-satuan jenis bahan bangunan
4.4
Satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit
4.5
Indeks
faktor pengali/koefisien sebagai dasar perhitungan tiap bahan dan upah kerja.
4.6
Indeks bahan
indeks kuantum yang menunjukan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan
2 dari 8
SNI 03-2836-2002
4.7
Indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan
4.8
Bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat
5 Contoh pengisian
5.1.1 Bahan
- Batu belah 15/20 1.100 m3 X Rp. 40.000,- = Rp. 44.000,-
- Semen Portland 136.000 Kg X Rp. 400,- = Rp. 54.400,-
- Pasir Pasang 0.544 m3 X Rp. 45.000,- = Rp. 24.480,-
Jumlah (1) = Rp. 122.880,-
5.1.2 Tenaga
- Pekerja 1,500 HO X Rp. 15.000,- = Rp. 22.500,-
- Tukang batu 0,600 HO X Rp. 20.000,- = Rp. 12.000,-
- Kepala tukang 0,060 HO X Rp. 25.000,- = Rp. 1.500,-
- Mandor 0,075 HO X Rp. 30.000,- = Rp. 38.500,-
Jumlah (1) + (2) = Rp. 161.130,-
6.1.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,200 m3
- Semen portland 392.000 Kg
- Pasir pasang 0,314 m3
6.1.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.2.1 Bahan
3 dari 8
SNI 03-2836-2002
6.2.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.3.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,130 m3
- Semen portland 392 000 Kg
- Pasir pasang 0,314 m3
6.3.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.4.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen portland 202.000 Kg
- Pasir pasang 0,485 m3
6.4.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.5.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1, 100 m3
- Semen portland 163.000 Kg
- Pasir pasang 0,520 m3
6.5.2 Tenaga
- Pekerja 1.500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
4 dari 8
SNI 03-2836-2002
6.6.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen portland 136,000 Kg
- Pasir pasang 0,544 m3
6.6.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.7.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen portland 117,000 Kg
- Pasir pasang 0,561 m3
6.7.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.8.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen Portland 91,000 Kg
- Pasir pasang 0,561 m3
6.8.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.9.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Kapur pasang 0,229 Kg
- Semen merah 0,229 m3
- Pasir pasang 0,544 m3
6.9.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
5 dari 8
SNI 03-2836-2002
6.10.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,1C0 m3
- Kapurpasang 0,170 Kg
- Semen merah 0,170 m3
- Pasir pasang 0,340 m3
6.10.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.11.1 Bahan
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen portland 156 000 Kg
- Kapur pasang 0,032 m3
- Pasir pasang 0,584 m3
6.11.2 Tenaga
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.12.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen portland 61,000 Kg
- Kapurpasang 0,147 m3
- Pasir pasang 0,492 m3
6.12.2 T e n a g a
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
- Mandor 0,075
6.13.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,100 m3
- Semen portland 41,000 Kg
- Kapurpasang 0,131 m3
- Pasir pasang 0,523 m3
6.13.2 T e n a g a
- Pekerja 1,500
- Tukang batu 0,600
- Kepala tukang 0,060
6 dari 8
SNI 03-2836-2002
- Mandor 0,075
6.14.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 1,200 m3
- Pasir urug 0,300 m3
6.14.2 Tenaga
- Pekerja 0,780
- Tukang batu 0,390
- Kepala tukang 0.039
- Mandor 0,039
6.15.1 B a h a n
- Besi Beton 75,000 Kg
- Semen Abu-abu 202,00 Kg
- Pasir Beton 0,320 m3
- Koral Beton 0,490 m3
- Kawat Beton 0,800 Kg
6.15.2 T e n a g a
- Pekerja 3,000
- Tukang batu 0,850
- Kepala tukang 0.085
- Mandor 0,150
6.16.1 B a h a n
- Batu belah 15/20 cm 0,450 m3
- Semen Abu-abu 280,00 Kg
- Pasir Beton 0,450 m3
- Koral Beton 0,670 m3
6.16.2 T e n a g a
- Pekerja 2,380
- Tukang batu 0,300
- Kepala tukang 0,030
- Mandor 0,080
6.17.1 B a h a n
- Pasir urug darat 0,019 m3
- Pasir Beton 0,094 m3
- Koral beton 0,150 m3
- Semen Abu-abu 60,50 Kg
- Besi beton 45,00 Kg
- Kawat beton 0,900 Kg
- Kayu Kaso 5/7 0,032 m3
- Paku 0,120 Kg
7 dari 8
SNI 03-2836-2002
6.17.2 T e n a g a
- Pekerja 1,000
- Tukang batu 0,670
- Kepala tukang 0,067
- Mandor 0,050
6.18.1 B a h a n
- Pasir urug darat 0,016 m3
- Pasir Beton 0,080 m3
- Koral beton 0,125 m3
- Semen Abu-abu 49,00 Kg
- Besi beton 34,50 Kg
- Kawat beton 0,700 Kg
- Kayu Kaso 5/7 0,027 m3
- Paku 0,120 Kg
- Minyak bekisting 0,090 Lt
- Plamur Tembok 0,200 Kg
6.18.2 T e n a g a
- Pekerja 0,800
- Tukang batu 0,500
- Kepala tukang 0,050
- Mandor 0,040
8 dari 8
SNI 03-6897-2002
Daftar isi
Daftar isi.............................................................................................................................................i
Prakata..............................................................................................................................................ii
Pendahuluan.................................................................................................................................... iii
1 Ruang Iingkup ........................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif .......................................................................................................................... 1
3 Persyaratan ............................................................................................................................... 2
4 Istilah dan definisi ...................................................................................................................... 2
5 Contoh pengisian ...................................................................................................................... 3
6 Analisa biaya konstruksi pekerjaan pasangan dinding............................................................. 3
i
SNI 03-6897-2002
6.27.1 Bahan
- Bilik Bambo 0,150
- Kayu 5/7 0,014
- Paku 0,012
- List kayu 2/4 0,003
6.27.2 Tenaga
- Pekerja 0,100
- Tukang batu 0,050
- Kepala tukang 0,005
- Mandor 0,002
12 dari 12
SNI 03-6897-2002
Prakata
Untuk menentukan biaya bangunan / building cost rancangan pekerjaan konstruksi dari
suatu gedung dan perumahan, diperlukan suatu acuan dasar. Acuan tersebut adalah
analisa biaya konstruksi yang disusun melalui kegiatan penelitian produktifitas pekerja
dilapangan.
Khususnya analisa biaya konstruksi seperti yang termuat dalam buku ini merupakan
hasil penelitian yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
pada tahun 1988 hingga tahun 1991. Sebagian besar telah dijadikan standar bernomor
SNI. Agar Iebih Iuas cakupannya maka pada tahun 2001 dilakukan penyusunan dan
penyempurnaan terhadap SNI tersebut.
Diharapkan analisa ini dapat menunjang usaha pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam mengefisiensikan dana pembangunan yang dialokasikan.
ii
SNI 03-6897-2002
- Pekerja 0,340
- Tukang batu 0,107
- Tukang besi 0,007
- Kepala tukang 0,0114
- Mandor 0,017
6.24.1 Bahan
- Bondbeam 40x20x20 cm 2,500 Buah
- Semen portland 5,100 Kg
- Pasir beton 0,080 m3
- Besi beton polos 1,500 Kg
- Koral beton 0,150 m3
6.24.2 Tenaga
- Pekerja 0,100
- Tukang batu 0,030
- Tukang besi 0,030
- Kepala tukang 0,006
- Mandor 0,005
6.25.1 Bahan
- Roster/krawang 36,000 Buah
- Semen portland 12,800 Kg
- Pasir pasang 0,035 m3
6.25.2 Tenaga
- Pekerja 0,307
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.26.1 Bahan
- Bata barongga 80,000 Buah
- Semen Portland 23,650 Kg
- Pasir pasang 0,570 m3
6.26.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
11 dari 12
SNI 03-6897-2002
Pendahuluan
Pendekatan penelitian yang dilakukan yaitu melalui pengumpulan data sekunder berupa
analisa biaya yang dipakai oleh beberapa korrtraktor dalam menghitung harga satuan
pekerjaan. Disamping itu dilakukan pula pengumpulan data primer, melelui penelitian
lapangan pada proyek-proyek pembangunan perumahan. Data primer yang diperoleh
dipakai sebagai pembanding / cross-check terhadap kesimpulan data sekunder yang
diperoleh. Kegiatan tersebut diatas telah menghasilkan produk analisa biaya konstruksi
yang telah dikukuhkan sebagai Standar Nasional Indonesia / SNI pada tahun 1991-
1992, namun hanya untuk perumahan sederhana
Agar lebih memperluas sasaran analisa biaya konstruksi ini, maka SNI tersebut diatas
pada tahun 2001 dikaji kembali untuk disempurnakan dengan sasaran lebih luas yaitu
bangunan gedung dan perumahan, sehingga judul analisa ini sebagai Analisa Biaya
Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.
iii
SNI 03-6897-2002
6.21.2 Tenaga
- Pekerja 0,370
- Tukang batu 0,157
- Tukang besi 0,007
- Kepala tukang 0,0164
- Mandor 0,0185
6.22.1 Bahan
- Concrete block (CB. 15) 12,500 Buah
- Semen portland 10,460 Kg
- Pasir baton 0,003 m3
- Pasir pasang 0,032 m3
- Besi baton polos 0,870 Kg
- Paku biasa 2" – 5 " 0,004 Kg
- Kayu terentang 0,001 Kg
- Kawat beton 0,020 Kg
- Koral beton 0,004 Kg
6.22.2 Tenaga
- Pekerja 0,340
- Tukang batu 0,130
- Tukang besi 0,007
- Kepala tukang 0,0137
- Mandor 0,017
6.23.1 Bahan
- Concrete block (CB. 10) 12,500 Buah
- Semen portland 7,200 Kg
- Pasir baton 0,002 m3
- Pasir pasang 0,021 m3
- Besi beton polos 2,540 Kg
- Paku biasa 2" – 5 " 0,003 Kg
- Kayu terentang 0,001 Kg
- Kawat baton 0,015 Kg
- Koral beton 0,003 Kg
6.23.2 Tenaga
10 dari 12
SNI 03-6897-2002
6.18.1 Tenaga
- Pekerja 0,350
- Tukang batu 0,150
- Kepala tukang 0,015
- Mandor 0,017
6.19.1 Bahan
- Hollow block (HB. 15) 12,500 Buah
- Semen portland 10,450 Kg
- Pasir pasang 0,038 m3
- Besi beton polos 1,950 Kg
6.19.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang bate 0,120
- Kepala tukang 0,012
- Mandor 0,015
6.20.1 Bahan
- Hollow block (HB. 10) 12,500 Buah
- Semen portland 7,500 Kg
- Pasir pasang 0,027 m3
- Besi beton polos 1,950 Kg
6.20.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.21.1 Bahan
- Concrete block (CB. 10) 12,500 Buah
- Semen portland 14,050 Kg
- Pasir beton 0,004 m3
- Pasir pasang 0,042 m3
- Besi beton polos 3,870 Kg
- Paku biasa 2" – 5 " 0,006 Kg
- Kayu terentang 0,001 Kg
9 dari 12
SNI 03-6897-2002
1 Ruang Iingkup
Tata cara perhitungan Harga Satuan Pekerjaan disusun sebagai acuan dasar yang seragam
bagi para pelaksana pembangunan gedung dan perumahan dalam menghitung besarnya
harga satuan berbagai pekerjaan untuk bangunan Gedung dan Perumahan. Jenis pekerjaan
yang dicakup meliputi :
1) Pekerjaan pasangan bata merah berbagai ketebalan dan spesi
2) Pekerjaan pasangan conblock berbagai dimensi dan spesi
3) Pekerjaan pemasangan roster atau bata berongga
4) Pekerjaan pasangan anyaman bambu untuk dinding rumah sederhana
Tata cara perhitungan ini, memuat indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk tiap satuan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi teknis pekerjaan yang
bersangkutan.
2 Acuan normatif
Tata cara ini disusun merujuk kepada hasil pangkajian dari beberapa analisa pekerjaan yang
telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisa BOW 1921
dan penelitian analisa biaya konstruksi yang dilakukan oleh Pusat PeneIitian dan
Pengembangan Permukiman pada tahun 1988 sampai dengan 1993.
Tata cara ini merujuk pula kepada beberapa SNI-Analisa Biaya Konstruksi antara lain :
SNI 03-2837-1992 / SK.SNI T-05-1991-03, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
dinding tembok dan plesteran untuk bangunan sederhana
SNI 03-2445-1991 / SK.SNI S-05-1990-F, Spesifikasi ukuran kayu gergajian untuk bangunan
rumah dan gedung
SNI 4.3-53.1987/UDC 674.048.004.1, Spesifikasi kayu awet untuk perumahan dan gedung
SK SNI S-04-1989-F, Specifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan
logam)
SK SNI S-03-1994-03, Spesifikasi peralatan pernasangan dinding beta dan plesteran
SK SNI-S-06-1989-F, Spesifikasi bahan bangunan bagian C (bahan bangunan dari logam
bukan besi)
SNI 03-1726-1989/SK SNI 1-03-53-1987, Tata cara perencan an ketahanan gempa untuk
rumah dan gedung
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman tahun 1988 – 1991, Hasil Penelitian
Analisa Biaya Konstnaksi
1 dari 12
SNI 03-6897-2002
6.15.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.16.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen merah 0,018 Kg
- Pasir pasang 0,018 m3
- Kapur padam 0,018 m3
6.16.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,110
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.17.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen merah 0,014 Kg
- Pasir pasang 0,028 m3
- Kapur padam 0,014 m3
6.17.2 Tenaga
- Pekeria 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.18.1 Bahan
- Hollow block (HB. 20) 12,500 Buah
- Semen portland 13,500 Kg
- Pasir pasang 0,048 m3
- Besi beton polos 1,950 Kg
8 dari 12
SNI 03-6897-2002
3 Persyaratan
Persyaratan non teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan sebagai berikut :
a) Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis
dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS);
b) Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 15%-20%, dimana
didalamnya termasuk angka susut yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan
komposisi adukan, termasuk biaya langsung dan tidak Iangsung;
c) Jam kerja efektif untuk para pekerja diperhitungkan 5 jam per-hari.
4.1
analisa biaya konstruksi
suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian
indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar
pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi
4.2
harga satuan pekerjaan
harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan / konstruksi
4.3
harga satuan bahan
harga yang hams dibayar untuk membeli per-satuan jenis bahan bangunan.
4.4
satuan pekerjaan
satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas,
volume dan unit
4.5
indeks
faktor pengali / koefisien sebagai dasar perhitungan biaya bahan dan upah kerja.
4.6
indeks bahan
2 dari 12
SNI 03-6897-2002
6.12.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 9,680 Kg
- Pasir pasang 0,045 m3
6.12.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.13.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 8,320 Kg
- Pasir pasang 0,049 m3
6.13.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.14.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 6,500 Kg
- Pasir pasang 0,050 m3
6.14.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.15.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 4,500 Kg
- Pasir pasang 0,050 m3
7 dari 12
SNI 03-6897-2002
indeks kuantum yang menunjukan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis
pekerjaan
4.7
Indeks tenaga kerja
indeks kuantum yang menunjukan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis
pekerjaan
4.8
bangunan gedung dan perumahan
bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat.
5 Contoh pengisian
5.1.1 Bahan
- Batu Merah 140.000 Bh x Rp. 240,- = Rp.33.600,-
- Semen portland 64,030 Kg x Rp. 400,- = Rp.25.612,-
- Pasir pasang 0,059 M x Rp.45.000,- = Rp. 2.655,-
Jumlah (I) = Rp.61.867,-
5.1.2 Tenaga
- Pekerja 0,650 HO x Rp.15.000,- = Rp. 9.750,-
- Tukang batu 0,200 HO x Rp.20.000,- = Rp. 4.000,-
- Kepala tukang 0,020 HO x Rp.25.000,- = Rp. 500,-
- Mandor 0,030 HO x Rp.30.000 - = Rp. 900,-
Jumlah (2) = Rp.15.150,-
= Rp.77.017,-
6.1.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
- Semen portland 64,030 Kg
- Pasir pasang 0,059
6.1.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
3 dari 12
SNI 03-6897-2002
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.9.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 18,950 Kg
- Pasir pasang 0,038 m3
6.9.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.10.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 14,370 Kg
- Pasir pasang 0,004 m3
6.10.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6.11.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 11,500 Kg
- Pasir pasang 0,043 m3
6.11.2 Tenaga
- Pekerja 0,320
- Tukang batu 0,100
- Kepala tukang 0,010
- Mandor 0,015
6 dari 12
SNI 03-6897-2002
6.2.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
- Semen portland 43,500 Kg
- Pasir pasang 0,080 m3
6.2.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
6.3.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
- Semen portland 32,950 Kg
- Pasir pasang 0,091 m3
6.3.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
6.4.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
- Semen portland 26,550 Kg
- Pasir pasang 0,093 m3
6.4.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
6.5.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
4 dari 12
SNI 03-6897-2002
6.5.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
6.6.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
- Semen portland 22,200 Kg
- Pasir pasang 0,102 m3
6.6.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
6.7.1 Bahan
- Bata merah 5 x 11 x 22 140,000 Buah
- Semen portland 10,080 Kg
- Pasir pasang 0,0925 m3
- Kapur pasang 0,0275 m3
6.7.2 Tenaga
- Pekerja 0,650
- Tukang batu 0,200
- Kepala tukang 0,020
- Mandor 0,030
6.8.1 B a h a n
- Bata merah 5 x 11 x 22 70,000 Buah
- Semen portland 27,800 Kg
- Pasir pasang 0,028 m3
6.8.2 Tenaga
5 dari 12
SNI 03-1745-2000
Kembali
Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan
gedung.
1. Ruang lingkup.
1.1. Standar ini mencakup persyaratan minimal untuk instalasi pipa tegak dan sistem hidran
/slang pada bangunan gedung.
1.2. Standar ini tidak mencakup persyaratan untuk pemeriksaan berkala, pengujian, dan
pemeliharaan sistem pipa tegak.
2. Acuan.
a). NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition.
b). Fire Safety Bureau, Singapore Civil Defence Force, “Fire Precautions in Buildings 1997”
3.2.
alat pembatas tekanan.
suatu katup atau alat yang direncanakan untuk tujuan mengurangi tekanan aliran air pada kondisi
aliran akhir (residual).
3.3.
bangunan gedung bertingkat tinggi.
Suatu bangunan gedung yang mempunyai ketinggian lebih dari 24 m ( 80 feet ). Ketinggian
bangunan harus diukur dari permukaan terendah jalan masuk mobil pemadam kebakaran ke lantai
dari lantai tertinggi yang dihuni.
3.4.
disetujui.
BSN bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau memberikan sertifikat pada setiap instalasi,
prosedur, peralatan atau bahan. Dalam menentukan persetujuan instalasi, prosedur, peralatan
atau bahan, instansi yang berwenang menggunakan dasar standar ini atau standar lain yang
setara bila dalam standar ini tidak tersebut.
3.5*.
instansi yang berwenang.
Suatu instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui ; peralatan, instalasi
atau prosedur.
1 dari 52
SNI 03-1745-2000
3.6.
katup kontrol.
suatu katup yang dipakai untuk mengontrol sistem pasokan air dari sistem pipa tegak.
3.7.
katup kontrol tekanan.
suatu katup penurun tekanan yang beroperasinya terkendali direncanakan untuk tujuan membatasi
tekanan air hilir ke nilai spesifik dibawah kondisi mengalir (akhir/residual) dan tidak mengalir
(statik).
3.8*.
katup penurun tekanan.
suatu katup yang direncanakan untuk tujuan mengurangi arus tekanan air pada kondisi mengalir
(sisa/residual) dan tidak mengalir (statik).
3.9.
katup slang.
katup pada sambungan slang tunggal.
3.10.
kebutuhan sistem.
laju aliran dan tekanan sisa yang disyaratkan dari suatu pasokan air, diukur pada titik sambungan
dari pasokan air ke sistem pipa tegak, untuk menyalurkan sebagai berikut :
a). laju aliran air total yang dipersyaratkan untuk sistem pipa tegak seperti yang dispesifikasi-
kan pada butir 7-9.
b). tekanan akhir (residual) minimum pada sambungan slang terjauh secara hidraulis seperti
dispesifikasikan pada butir 7-7; dan laju aliran air minimum untuk sambungan springkler
pada sistem kombinasi.
3.11.
kotak hidran.
suatu kotak yang di dalamnya terdiri dari rak slang, slang nozel, dan katup slang.
3.12.
pipa cabang.
suatu sistem pemipaan, umumnya dalam bidang horisontal, menghubungkan satu atau lebih
sambungan slang dengan pipa tegak.
3.13.
pipa tegak.
bagian pipa yang naik keatas dari sistem pemipaan yang menyalurkan pasokan air untuk
sambungan slang, dan springkler pada sistem kombinasi, tegak lurus dari lantai ke lantai.
3.14.
pipa tegak basah.
suatu sistem pipa tegak dimana pipa berisi air setiap saat.
2 dari 52
SNI 03-1745-2000
3.15.
pipa tegak kering.
suatu sistem pipa tegak yang direncanakan berisi air hanya bila sistem digunakan.
3.16.
pipa utama.
bagian dari sistem pipa tegak yang memasok air ke satu atau lebih pipa tegak.
3.17.
sambungan pemadam kebakaran.
suatu sambungan dimana petugas pemadam kebakaran dapat memompakan air ke dalam sistem
pipa tegak.
3.18.
sambungan slang.
suatu kombinasi peralatan yang disediakan untuk penyambungan slang ke sistem pipa tegak,
termasuk katup slang yang berulir.
3.19.
sistem kombinasi.
sistem pipa tegak yang mempunyai pemipaan untuk memasok sambungan slang dan sistem
springkler.
3.20.
sistem pipa tegak.
suatu susunan dari pemipaan, katup, sambungan slang, dan kesatuan peralatan dalam bangunan,
dengan sambungan slang yang dipasangkan sedemikian rupa sehingga air dapat dipancarkan
atau disemprotkan melalui slang dan nozel, untuk keperluan memadamkan api, untuk
mengamankan bangunan dan isinya, serta sebagai tambahan pengamanan penghuni. Ini dapat
dicapai dengan menghubungkannya ke sistem pasokan air atau dengan menggunakan pompa,
tangki, dan peralatan seperlunya untuk menyediakan pasokan air yang cukup ke sambungan
slang.
3.21.
sistem pipa tegak manual.
suatu sistem pipa tegak yang hanya dihubungkan dengan sambungan pemadam kebakaran untuk
memasok kebutuhan sistem.
3.22.
sistem pipa tegak otomatik.
suatu sistem pipa tegak yang dihubungkan ke suatu pasokan air yang mampu memasok
kebutuhan sistem pada setiap saat, dan tidak memerlukan kegiatan selain membuka katup slang
untuk menyalurkan air pada sambungan slang.
3.23.
sistem pipa tegak semi otomatik.
suatu sistem pipa tegak yang dihubungkan ke suatu pasokan air yang mampu memasok
kebutuhan sistem pada setiap saat dan memerlukan gerakan alat kontrol untuk menyalurkan air
pada sambungan slang.
3 dari 52
SNI 03-1745-2000
3.24.
tekanan akhir (residual).
tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan suatu aliran yang disalurkan oleh
sistem.
3.25.
tekanan nozel.
tekanan yang dipersyaratkan pada sisi masuk nozel untuk menghasilkan pancaran air yang
dibutuhkan oleh sistem.
3.26.
tekanan statik.
Tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan tanpa aliran dari sistem.
3.27.
terdaftar.
Sarana untuk mengidentifikasi peralatan terdaftar yang dilakukan oleh instansi yang berwenang
berdasarkan pengkajian kualitas produk. Peralatan yang belum terdaftar atau belum diberi label
harus tidak digunakan.
3.28.
zona sistem pipa tegak.
suatu sub bagian vertikal berdasarkan ketinggian dari sistem pipa tegak.
4. Komponen-komponen sistem.
4.1*. Umum.
Komponen sistem pipa tegak harus mengikuti ketentuan ini. Semua perlengkapan dan bahan yang
dipakai dalam sistem pipa tegak harus dari tipe yang disetujui. Komponen sistem harus mampu
menerima tekanan kerja tidak kurang dari pada tekanan maksimum yang ditimbulkan pada lokasi
yang terkait di dalam setiap kondisi sistem, termasuk tekanan yang terjadi bila pompa kebakaran
dipasang permanen yang bekerja dengan katup tertutup.
4.2.1. Pipa atau tabung yang dipakai dalam sistem pipa tegak harus mengikuti ketentuan
yang berlaku.
4.2.2. Bilamana pipa baja yang dipakai dan penyambungan dengan las sesuai ketentuan
yang berlaku, tebal dinding nominal minimum untuk tekanan sampai dengan 20,7 bars (300 psi)
harus sesuai skedule 10 untuk ukuran pipa sampai dengan 125 mm (5 inci); 3,40 mm (0,134 inci)
untuk pipa 150 mm ( 6 inci ); dan 4,78 mm (0,188 inci) untuk pipa 200 mm (8 inci) dan 250 mm (10
inci).
4.2.3. Bilamana pipa baja disambung dengan fitting ulir, tebal dinding minimum harus sesuai
dengan pipa skedul 30 [untuk ukuran 200 mm (8 inci) dan lebih besar] atau pipa skedul 40 [untuk
ukuran pipa kurang dari 200 mm (8 inci)] dengan tekanan sampai dengan 20,7 bar (300 psi).
4.2.4. Tabung tembaga sesuai ketentuan yang berlaku, harus mempunyai tebal jenis K, L
atau M bila digunakan dalam sistem pipa tegak.
4 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.2.5. Pipa atau tabung jenis lain diteliti kesesuaiannya untuk digunakan pada instalasi pipa
tegak yang telah disetujui penggunaannya, boleh dipasang sesuai ketentuan yang berlaku .
Belokan dari pipa baja skedul 40 dan jenis K dan L untuk tabung tembaga dibolehkan bila dibuat
dengan tanpa menekuk, merusak, mengurangi diameter, atau penyimpangan lain dari bentuk
bulat. Jari-jari belokan minimum harus 6 x diameter pipa untuk ukuran 50 mm ( 2 inci ) dan yang
lebih kecil, dan 5 x diameter pipa untuk ukuran 65 mm ( 2½ inci ) dan yang lebih besar.
4.3.1. Alat penyambung yang dipakai dalam sistem pipa tegak harus memenuhi ketentuan
yang berlaku.
4.3.2. Alat penyambung jenis lain, diteliti kesesuaiannya untuk digunakan pada instalasi pipa
tegak yang telah terdaftar, boleh dipasang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.3.3. Alat penyambung harus lebih kuat bila tekanan melampaui 12,1 bar (175 psi).
Pengecualian 1 :
Fitting dari besi tuang standar dengan ukuran diameter 50 mm ( 2 inci ) atau lebih kecil dibolehkan dipakai pada tekanan
tidak lebih dari 20,7 bar ( 300 psi ).
Pengecualian 2 :
Fitting dari besi tuang standar dengan ukuran diameter 150 mm ( 6 inci ) atau lebih kecil diboleh-kan dipakai pada
tekanan tidak lebih dari 20,7 bar ( 300 psi ).
Union tidak boleh dipakai pada pipa yang lebih besar dari 50 mm ( 2 inci ). Kopling digunakan
untuk pipa yang lebih besar dari 50 mm ( 2 inci ).
4.4.1.1. Semua pipa dan alat penyambung yang diulir pembuatan ulirnya harus sesuai
ketentuan yang berlaku
4.4.1.2. Pita (tape) atau bahan sejenisnya harus dipakai hanya pada ulir laki-laki.
5 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Pengelasan pipa tegak yang dipasang di dalam bangunan yang sedang dalam tahap konstruksi, diperbolehkan hanya
bila konstruksinya tidak mudah terbakar, kandungan di dalamnya tidak mudah terbakar, dan proses pengelasannya
sesuai ketentuan yang berlaku.
4.4.2.3. Alat penyambung yang digunakan untuk menyambung pipa harus disetujui, harus
dibuat di pabrik atau diproduksi sesuai standar yang berlaku. Penyambungan alat penyambung
dilakukan sesuai prosedur pengelasan yang baik.
Pengecualian :
4.4.2.4. Pengelasan tidak boleh dilakukan bila hujan atau angin kencang di tempat pengelasan.
a). lubang-lubang pipa yang akan disambung harus sama dengan diameter_dalam dari alat
penyambung, sebelum alat penyambung disambungkan.
e). plat baja tidak boleh dilas pada ujung pipa atau alat penyambung.
g). mur, jepitan, batang bermata, tumpuan sudut atau pengikat-pengikat, tidak boleh dilas ke
pipa atau alat penyambung.
4.4.2.6. Apabila akan mengurangi ukuran pipa pada saat pemasangan, harus digunakan alat
penyambung pengurang ukuran yang dirancang untuk tujuan tersebut.
4.4.2.7. Pemotongan dan pengelasan dengan busur las tidak diijinkan dalam perbaikan dan
perubahan sistem pipa tegak.
4.4.2.7. Kualifikasi.
4.4.2.7.1. Suatu prosedur pengelasan yang baik harus ditentukan oleh kontraktor atau pabrik
sebelum pengelasan dilakukan. Kualifikasi dari prosedur pengelasan yang akan digunakan dan
kemampuan dari pengelas atau operator mesin las harus memenuhi atau melampaui persyaratan
sesuai ketentuan/standar yang berlaku.
Kontraktor atau pabrik harus bertanggung jawab untuk semua pengelasan yang mereka hasilkan.
Setiap kontraktor atau pabrik harus menyiapkan prosedur pengelasan untuk menjamin kualitas
6 dari 52
SNI 03-1745-2000
pengelasan secara tertulis dan disampaikan ke instansi yang berwenang sesuai persyaratan pada
butir 4.4.2.5.
4.4.2.8. Catatan-catatan.
4.4.2.9.1. Pengelas atau operator mesin las harus memaraf/tanda tangan pada sisi yang terdekat
dengan hasil lasannya pada penyelesaian setiap pengelasan.
4.4.2.9.2. Kontraktor atau pabrik harus menyiapkan catatan-catatan penting yang perlu
disampaikan ke instansi yang berwenang, mengenai prosedur-prosedur yang digunakan, pengelas
atau operator mesin las yang digunakan mereka bersama dengan paraf/tanda tangan hasil las
mereka. Catatan harus menunjukkan tanggal, hasil pengelasan dan kualifikasi kemampuannya.
4.4.3.1. Pipa disambungkan dengan alat penyambung yang beralur harus dengan suatu
kombinasi : alat penyambung yang terdaftar, gasket dan alur. Potongan alur harus sesuai dengan
alat penyambungnya.
4.4.3.2. Alat penyambung dengan alur, termasuk gasket yang dipakai pada sistem pipa tegak
kering harus terdaftar bila digunakan untuk pipa kering.
Pengecualian 1 :
Sambungan solder diijinkan untuk sistem pipa tegak basah yang tampak pada klasifikasi hunian bahaya kebakaran
ringan.
Pengecualian 2 :
Sambungan solder diijinkan untuk sistem pipa tegak basah pada klasifikasi hunian bahaya kebakaran ringan dan
sedang apabila pipa tegak basah tersebut tersembunyi.
Metoda-metoda penyambungan yang lain diselidiki untuk kesesuaian dalam sistem pipa tegak dan
terdaftar penggunaannya, apabila dipasang menurut batasan-batasan yang terdaftar, termasuk
instruksi-instruksi pemasangannya.
4.4.6.2. Pipa yang digunakan dengan alat penyambung yang terdaftar dan perlakuan pada
ujung pipa, harus sesuai dengan instruksi-instruksi pemasangan alat pemasang dari pembuat dan
alat penyambung yang terdaftar.
7 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5. Gantungan.
4.5.1. Umum.
Pengecualian :
Gantungan yang direkomendasikan oleh asosiasi profesi, termasuk persyaratan berikut diijinkan untuk dipakai :
a). gantungan-gantungan direncanakan untuk dapat menahan lima kali berat pipa berisi air, ditambah 114 kg (250
lb) pada masing-masing titik penahan pemipaan.
b). semua titik-titik penahan cukup kuat menahan sistem pipa tegak.
Perhitungan detail yang menggambarkan tegangan yang terjadi pada penggantung dan pemipaan,
termasuk faktor keamanan, harus diserahkan, apabila disyaratkan oleh instansi yang berwenang
untuk penilaian.
4.5.1.1. Komponen gantungan yang dirakit, dimana dipasang secara langsung pada pipa atau
rangka gedung harus didaftar.
Pengecualian :
Gantungan baja lunak yang dibentuk dari besi batangan tidak dipersyaratkan didaftar.
Pengecualian.
Komponen-komponen dari bahan yang tidak mengandung bahan besi yang telah dibuktikan dengan uji api untuk
pemakaian pada bahaya kebakaran dan terdaftar untuk tujuan ini, serta setara dengan persyaratan lain dari bagian ini
boleh digunakan.
4.5.1.3. Pemipaan pipa tegak harus ditahan secara tepat pada struktur bangunan, yang akan
menahan beban tambahan dari pipa berisi air ditambah minimum 114 kg ( 250 lb ), diterapkan
pada titik gantungan.
4.5.1.4. Apabila pemipaan pipa tegak dipasang di bawah dakting (ducting), pemipaan harus
ditahan pada struktur bangunan atau pada penahan dakting yang telah disiapkan mampu
menahan beban dakting dan beban spesifik sesuai butir 4.5.1.3.
4.5.1.5. Ukuran minimum besi siku atau pipa pada gantungan trapis yang membentang antara
gordeng atau anak balok yang tercantum dalam tabel 4.5.1.5.b.
Ukuran atau bentuk lain yang mempunyai momen inersia sama atau lebih besar dari besi siku atau
pipa boleh digunakan.
8 dari 52
SNI 03-1745-2000
Semua besi siku harus digunakan dengan sisi vertikal yang lebih panjang. Bagian dari gantungan
trapis harus diamankan untuk mencegah peluncuran.
Apabila sebuah pipa digantung pada sebuah gantungan trapis pipa dengan diameter kurang dari
diameter pipa yang ditahan, cincin, tali pengikat atau gantungan clevis dengan ukuran yang
disesuaikan dengan pipa penahan harus digunakan pada kedua ujungnya.
4.5.1.6. Ukuran batang-batang gantungan dan pengikat yang dibutuhkan untuk menahan besi
siku atau pipa yang ditunjukkan pada tabel 4.5.1.5.a harus memenuhi butir 4.5.4.
4.5.1.7. Pemipaan pipa tegak atau gantungan-gantungan tidak boleh digunakan untuk
menahan komponen sistem lain.
Tabel 4.5.1.5.(a) : Momen inersia yang dipersyaratkan untuk bagian dari trapis.(inci3)
Jarak gantungan
Diameter pipa ( inci )
trapis
(ft) (m) 1 1¼ 1½ 2 2½ 3 3½ 4 5 6 8 10
0,08 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13 0,15 0,18 0,24 0,32
1 ft 6 in 0,46
0,08 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13 0,15 0,18 0,22 0,30 0,41
0,11 0,12 0,12 0,13 0,13 0,15 0,16 0,17 0,20 0,24 0,32 0,43
2 ft 0 in 0,61
0,11 0,12 0,12 0,13 0,15 0,16 0,18 0,20 0,24 0,29 0,40 0,55
0,14 0,14 0,15 0,16 0,17 0,18 0,20 0,21 0,25 0,30 0,40 0,54
2 ft 6 in 0,76
0,14 0,15 0,15 0,16 0,18 0,21 0,22 0,25 0,30 0,36 0,50 0,68
0,17 0,17 0,18 0,19 0,20 0,22 0,24 0,26 0,31 0,36 0,48 0,65
3 ft 0,91
0,17 0,18 0,18 0,20 0,22 0,25 0,27 0,30 0,36 0,43 0,60 0,82
0,22 0,23 0,24 0,25 0,27 0,29 0,32 0,34 0,41 0,48 0,64 0,87
4 ft 1,22
0,22 0,24 0,24 0,26 0,29 0,33 0,36 0,40 0,48 0,58 0,80 1,09
0,28 0,29 0,30 0,31 0,34 0,37 0,40 0,43 0,51 0,59 0,80 1,08
5 ft 1,52
0,28 0,29 0,30 0,33 0,37 0,41 0,45 0,49 0,60 0,72 1,00 1,37
0,33 0,35 0,36 0,38 0,41 0,44 0,48 0,51 0,61 0,71 0,97 1,30
6 ft 1,83
0,34 0,35 0,36 0,39 0,44 0,49 0,54 0,59 0,72 0,87 1,20 1,64
0,39 0,40 0,41 0,44 0,47 0,52 0,55 0,60 0,71 0,83 1,13 1,52
7 ft 2,13
0,39 0,41 0,43 0,46 0,51 0,58 0,63 0,69 0,84 1,01 1,41 1,92
0,44 0,46 0,47 0,50 0,54 0,59 0,63 0,68 0,81 0,95 1,29 1,73
8 ft 2,44
0,45 0,47 0,49 0,52 0,59 0,66 0,72 0,79 0,96 1,16 1,61 2,19
0,50 0,52 0,53 0,56 0,61 0,66 0,71 0,77 0,92 1,07 1,45 1,95
9 ft 2,74
0,50 0,53 0,55 0,59 0,66 0,74 0,81 0,89 1,08 1,30 1,81 2,46
0,56 0,58 0,59 0,63 0,68 0,74 0,79 0,85 1,02 1,19 1,61 2,17
10 ft 3,05
0,56 0,59 0,61 0,65 0,74 0,82 0,90 0,99 1,20 1,44 2,01 2,74
Catatan tabel :
Nilai yang di atas untuk pipa skedul 10, nilai yang di bawah untuk pipa skedul 40.
Tabel ini didasarkan pada tegangan lentur maksimum yang diijinkan 15 KSI dan beban konsentrasi pada titik tengah
jarak gantungan dari 4,6 m ( 15 ft ) dari pipa air yang diisi air ditambah 113 kg ( 250 lb).
9 dari 52
SNI 03-1745-2000
10 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.2.1. Komponen yang dibenarkan yang tertanam dalam beton, boleh dipasang untuk
penahan gantungan. Klos kayu tidak boleh digunakan.
4.5.2.2. Penahan ekspansi yang terdaftar untuk menahan pipa-pipa pada konstruksi beton
boleh dipakai pada posisi horisontal dari sisi balok. Pada beton yang mempunyai batu kerikil atau
batu pecahan (aggregate), penahan ekspansi boleh dipakai pada posisi vertikal, untuk menahan
pipa-pipa dengan diameter 100 mm ( 4 inci ) atau kurang.
4.5.2.3. Untuk menahan pipa dengan diameter 125 mm ( 5 inci ) dan lebih besar, penahan
ekspansi, jika digunakan dalam posisi vertikal, harus dipasang selang seling dengan gantungan-
gantungan yang dihubungkan langsung ke bagian struktur, seperti konstruksi rangka atau anak
balok, atau sisi-sisi balok beton.
Bila tidak ada bagian struktur yang bisa dipakai, pipa dengan diameter 125 mm ( 5 inci ) dan lebih
besar boleh ditahan semuanya dengan penahan ekspansi pada posisi vertikal, tetapi harus diberi
jarak tidak boleh lebih dari 3 m ( 10 f).
4.5.2.4. Penahan ekspansi tidak boleh digunakan di langit-langit dari bahan gypsum atau
sejenisnya atau pada beton terak.
Pengecualian :
Penahan ekspansi boleh digunakan pada beton terak pada pipa cabang, dilengkapi selang seling dengan baut atau
gantungan yang melekat pada balok.
4.5.2.6. Lubang-lubang untuk penahan ekspansi di sisi balok beton harus diletakkan diatas
garis tengah balok atau diatas dasar batang baja yang diperkuat.
4.5.3.1. Rangka beton cor-coran dan rangka las dan perkakas yang digunakan untuk
memasang alat ini harus terdaftar. Ukuran pia, posisi pemasangan dan bahan konstruksi harus
sesuai dengan daftar tersendiri.
4.5.3.2. Contoh yang mewakili beton sebagai rangka harus diuji untuk menentukan rangka
dapat menahan beban minimum 341 kg ( 750 lb ) untuk pipa 50 mm ( 2 inci ) atau lebih kecil, 454
kg ( 1000 lb ) untuk pipa 65 mm ( 2½ inci ), 80 mm ( 3 inci ) dan 90 mm ( 3½ inci), dan 545 kg (
1200 lb) untuk pipa 100 mm ( 4 inci ) atau 125 mm ( 5 inci ).
4.5.3.3. Koppling penambah boleh dilekatkan langsung ke rangka cor-coran atau rangka las.
4.5.3.4. Rangka las atau bagian gantungan lainnya tidak boleh dilekatkan dengan las ke baja
kurang dari 12-gauge U.S standard.
11 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.4.1. Ukuran batang gantungan harus sama seperti yang disetujui untuk penggunaan
dengan gantungan yang dirakit dan tidak boleh kurang dari apa yang tercantum pada tabel
4.5.4.1.
Pengecualian.
Batang dengan diameter yang lebih kecil dibolehkan dipakai apabila gantungan yang dirakit telah diuji dan didaftar oleh
laboratorium dan dipasang di dalam batas-batas ukuran pipa yang ditentukan dalam daftar tersendiri. Untuk ulir yang di
roll, ukuran batang tidak boleh kurang dari diameter akan ulir.
Ukuran batang yang dipergunakan untuk membuat gantungan “U” tidak boleh kurang dari apa
yang tercantum dalam tabel 4.5.4.2. Sekerup boleh dipakai hanya pada posisi horisontal ( contoh
pada sisi balok yang berhubungan hanya dengan gantungan U).
4.5.4.3.1. Ukuran bahan batang untuk pengait tidak boleh kurang dari yang ditentukan pada tabel
4.5.4.3.1. Apabila pengait diikat ke bagian struktur kayu, boleh dilengkapi dengan washer datar
langsung ke bagian struktur, sebagai tambahan washer pengunci.
4.5.4.4. Bagian batang yang diulir tidak boleh dibentuk atau ditekuk.
12 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.4.5. Sekerup.
Ukuran sekerup flens langit-langit dan gantungan “U” tidak boleh kurang dari apa yang tercantum
dalam tabel 4.5.4.5.
Pengecualian :
Apabila tebal papan kayu dan tebal flens tidak memungkinkan penggunaan sekerup yang panjangnya 50 mm (2 inci),
sekerup yang panjangnya 44 mm ( 1¾ inci) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m (10 ft) .
Apabila tebal dari balok atau gording tidak memungkinkan menggunakan sekerup yang panjangnya 65 mm ( 2½ inci),
sekerup dengan panjang 50 mm ( 2 inci ) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m ( 10 ft).
4.5.4.6. Ukuran baut dan sekerup yang digunakan dengan batang kait atau flens pada sisi dari
suatu balok tidak boleh kurang dari yang ditentukan dalam tabel 4.5.4.6.
Pengecualian :
Apabila tebal balok atau gording tidak memungkinkan menggunakan panjang sekerup 65 mm (2½ inci), sekerup dengan
panjang 50 mm ( 2 inci ) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m ( 10 ft).
13 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.4.7. Sekerup kayu harus dipasang dengan obeng. Paku tidak boleh digunakan untuk
pengikat gantungan.
4.5.4.8. Sekerup pada sisi kayu atau gording tidak boleh kurang 65 mm ( 2½ inci ) dari ujung
terbawah penahan pipa cabang dan tidak kurang 80 mm ( 3 inci ) dari penahan pipa utama.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku untuk untuk panjang 50 mm ( 2 inci ) atau pemakuan pada puncak balok baja.
4.5.4.9. Tebal papan minimum dan lebar minimum permukaan terendah dari balok atau gording
yang menggunakan batang sekerup harus ditentukan sesuai tabel 4.5.4.9.
4.5.4.10. Batang sekerup tidak boleh digunakan untuk menahan pipa yang lebih besar dari 150
mm ( 6 inci ). Semua lubang untuk batang sekerup harus pertama tama di bor 3,2 mm ( 18 inci )
lebih kecil dari pada diameter dasar dari ulir sekerup.
4.6. Katup.
Semua katup yang mengontrol sambungan ke pasokan air dan pipa tegak harus dari jenis katup
penunjuk yang terdaftar. Katup tersebut tidak boleh tertutup dalam waktu kurang dari 5 detik
apabila ditutup dengan cepat mulai dari keadaan terbuka penuh.
Pengecualian 1 :
Katup sorong bawah tanah yang dilengkapi dengan tonggak penunjuk boleh digunakan.
Pengecualian 2 :
14 dari 52
SNI 03-1745-2000
Katup pengatur yang terdaftar dan mempunyai penunjuk yang diandalkan dapat menunjukkan terbuka dan tertutupnya
katup dan dihubungkan dengan gardu pengawas yang jauh boleh digunakan.
Pengecualian 3 :
Kalau tidak digunakan katup penunjuk, dapat digunakan katup sorong bawah tanah yang ditempatkan dalam bak katup
jalan yang dilengkapi dengan kunci T yang harus disetujui oleh instansi yang berwenang boleh digunakan.
4.7.1.1. Lemari tertutup yang berisi slang kebakaran, harus berukuran cukup untuk
pemasangan peralatan penting dan dirancang tidak saling mengganggu pada waktu sambungan
slang, slang dan peralatan lain digunakan dengan cepat pada saat terjadi kebakaran.
Di dalam lemari, sambungan slang harus ditempatkan sehingga tidak kurang 25 mm ( 1 inci )
jaraknya antara setiap bagian dari lemari dan tangkai katup ketika katup dalam setiap kedudukan
dari terbuka penuh sampai tertutup penuh.
Lemari hanya digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran, dan setiap lemari di cat
dengan warna yang menyolok mata.
4.7.1.2. Apabila jenis “kaca mudah dipecah” (break glass) untuk tutup pelindung, harus
disediakan alat pembuka, alat yang disediakan untuk memecah panel kaca harus dilekatkan
dengan aman dan tidak jauh dari area panel kaca dan harus disusun sehingga alat tidak dapat
dipakai untuk memecahkan pintu lemari panal kaca lainnya.
4.7.1.3. Apabila suatu rakitan tahan api ditembus oleh lemari, ketahanan api dari rakitan harus
dijaga sesuai yang dipersyaratkan oleh ketentuan teknis bangunan gedung lokal.
4.7.2*. Slang.
Setiap sambungan slang yang disediakan untuk digunakan oleh penghuni bangunan ( sistem kelas
II dan kelas III), harus dipasang dengan panjang yang tidak lebih dari 30 m ( 100 ft) sesuai
terdaftar untuk diameter 40 mm ( 1½ inci ), lurus, dapat dilipat atau tidak dapat dilipat, slang
kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan.
Pengecualian :
Apabila diameter slang kurang dari 40 mm ( 1½ inci) digunakan untuk kotak slang 40 mm (1½ inci) sesuai butir 5.5.2
dan 5.5.3, slang yang tidak bisa dilipat yang terdaftar boleh digunakan.
Setiap kotak slang 40 mm ( 1½ inci) yang disediakan dengan slang 40 mm ( 1½ inci ) harus
dipasang dengan rak yang terdaftar atau fasilitas penyimpanan lain yang disetujui. Setiap kotak
slang 40 mm ( 1½ inci ) sesuai butir 5.3.2 dan 5.3.3. harus dipasang dengan gulungan aliran
menerus yang terdaftar.
15 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.7.4. Nozel.
4.7.5. Label.
Masing-masing rak atau fasilitas penyimpanan untuk slang 40 mm ( 1½ inci ) atau lebih kecil harus
dibuatkan label dengan tulisan berbunyi “ Slang kebakaran untuk digunakan penghuni” dan
instruksi pemakaiannya.
Sambungan slang harus mempunyai ulir sesuai ketentuan yang berlaku. Sambungan slang harus
dipasang dengan tutup (cap) untuk melindungi ulir slang.
4.9.1. Sambungan pemadam kebakaran harus terdaftar untuk tekanan kerja sama atau lebih
besar dari tekanan yang dipersyaratkan oleh kebutuhan sistem.
4.9.2*. Setiap sambungan pemadam kebakaran harus mempunyai minimal dua buah inlet 65
mm (2½ inci ) dengan ulir sesuai ketentuan yang berlaku. Sambungan pemadam kebakaran harus
dipasang dengan penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran yang masuk.
Pengecualian :
Apabila dinas kebakaran setempat menggunakan alat sambung yang berbeda dari yang ditentukan, alat penyambung
yang sesuai dengan peralatan dinas kebakaran setempat harus digunakan dan ukuran minimumnya harus 65 mm ( 2½
inci ).
4.10. Tanda-arah.
Tanda arah harus ditandai secara permanen dan harus dibuat dengan bahan tahan cuaca atau
bahan plastik kaku.
5. Persyaratan sistem.
5.1. Umum.
5.1.1. Jumlah dan susunan peralatan pipa tegak untuk proteksi yang benar diatur oleh
kondisi lokal, seperti; hunian, karakter, konstruksi bangunan gedung dan jalan masuknya.
Instansi yang berwenang harus diminta saran-sarannya sehubungan dengan tipe sistem yang
dipersyaratkan, kelas sistem dan persyaratan khusus.
5.1.2. Ruangan dan letak pipa tegak dan sambungan slang harus sesuai seperti dijelaskan
pada butir 7.
16 dari 52
SNI 03-1745-2000
Sistem pipa tegak kering otomatik harus sistem pipa tegak kering yang dalam keadaan normal diisi
dengan udara bertekanan, diatur melalui penggunaan peralatan, seperti katup pipa kering, untuk
membolehkan air masuk ke dalam sistem pemipaan secara otomatik pada pembukaan katup
slang. Pasokan air untuk sistem pipa tegak kering otomatik harus mampu memasok kebutuhan
sistem.
Sistem pipa tegak basah otomatik harus sistem pipa tegak basah yang mnempunyai pasokan air
mampu memasok kebutuhan sistem secara otomatik.
Sistem pipa tegak kering semi otomatik harus sistem pipa tegak kering yang diatur melalui
penggunaan alat, seperti katup banjir (deluge), untuk membolehkan air masuk ke dalam sistem
pipa pada saat aktivasi peralatan kontrol jarak jauh yang ditempatkan pada sambungan slang. Alat
aktivasi kontrol jarak jauh harus dilengkapi pada setiap sambungan slang. Pasokan air untuk
sistem pipa tegak kering harus mampu memasok kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak kering manual haruslah sistem pipa tegak kering yang tidak mempunyai
pasokan air permanen yang menyatu dengan sistem. Sistem pipa tegak kering manual
membutuhkan air dari pompa pemadam kebakaran ( atau sejenisnya ) untuk dipompakan ke
dalam sistem melalui sambungan pemadam kebakaran untuk memasok kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak basah manual haruslah sistem pipa tegak basah yang dihubungkan ke pasokan
air yang kecil untuk tujuan memelihara air di dalam sistem tetapi tidak mempunyai kemampuan
memasok air untuk kebutuhan sistem.
Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2½ inci) untuk pasokan air yang
digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih.
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang
digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam kebakaran selama
tindakan awal.
17 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian.
Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm ( 1 inci ) diizinkan digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan
dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang
digunakan oleh penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2½ inci) untuk
memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau
mereka yang terlatih.
Pengecualian No.1 :
Slang ukuran minimum 25,4 mm (1 inci) diperkenankan digunakan untuk kotak slang pada pemakaian tingkat kebakaran
ringan dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
Pengecualian No. 2 :
Apabila seluruh bangunan diproteksi dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, kotak slang yang digunakan
oleh penghuni bangunan tidak dipersyaratkan . Hal tersebut tergantung pada persetujuan instansi yang berwenang.
5.4.1. Sistem pipa tegak manual harus digunakan pada bangunan tinggi.
5.4.2. Setiap sambungan slang untuk pipa tegak manual harus disediakan dengan tanda
yang menyolok mata dengan bacaan :
5.4.3. Pipa tegak manual harus tidak digunakan untuk sistem kelas II atau kelas III.
5.5.1. Pipa tegak kering harus digunakan hanya apabila pemipaan terutama bila air dapat
membeku.
5.5.2. Pipa tegak kering harus tidak digunakan untuk sistem kelas II atau kelas III.
5.6*. Meteran.
5.6.1. Meteran tekanan jenis pegas dengan diameter 89 mm ( 3½ inci ) harus disambungkan
ke pipa pancaran dari pompa kebakaran dan saluran air umum yang menuju tangki tekan, pada
pompa udara yang memasok tangki tekan, dan pada puncak setiap pipa tegak. Meteran harus
diletakkan pada tempat yang sesuai sehingga air tidak dapat membeku. Setiap meteran harus
dikontrol dengan katup yang mempunyai susunan untuk pembuangan.
18 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Apabila beberapa pipa tegak dihubungkan di puncak, meteran tunggal yang diletakkan dengan benar dapat dibolehkan
untuk menggantikan meteran pada setiap pipa tegak.
5.6.2. Katup outlet untuk meteran tekanan harus dipasang pada sisi bagian atas dari setiap
alat pengatur tekanan.
5.7.1. Apabila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang untuk sistem otomatis dan semi
otomatis, alarm aliran air yang terdaftar harus disediakan.
5.7.2. Alarm aliran air harus memakai sensor mekanis yang cocok dengan jenis pipa
tegaknya.
5.7.3. Alarm aliran air jenis tongkat harus digunakan hanya pada sistem pipa tegak basah
6. Persyaratan instalasi.
Pipa tegak kering harus tidak dihubungkan pada dinding bangunan atau dipasang pada kolom
penguat dinding.
6.1.2.1*. Pemipaan sistem pipa tegak harus tidak tembus melalui daerah berbahaya dan harus
ditempatkan sehingga terlindung dari kerusakan mekanis dan api.
6.1.2.2. Pipa tegak dan pemipaan lateral yang dipasok oleh pipa tegak harus ditempatkan
dalam tangga eksit yang diselubungi atau harus dilindungi dengan tingkat ketahanan api sama
dengan yang dipersyaratkan untuk tangga eksit yang diselubungi dalam bangunan dimana
pemipaan ini ditempatkan.
Pengecualian 1 :
Dalam bangunan yang dipasang dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, pemipaan lateral sambungan slang
dengan diameter sampai 63,5 mm ( 2½ inci ) tidak dipersyaratkan untuk dilindungi.
Pengecualian 2 :
6.1.2.3. Apabila berada pada kondisi korosi, atau pemipaan dipasang terbuka ke udara luar,
pipa jenis tahan korosi, tabung, alat penyambung dan penggantung atau lapisan pelindung tahan
korosi harus digunakan. Jika pipa baja ditanam bawah tanah, harus dilindungi terhadap korosi
sebelum di tanam.
19 dari 52
SNI 03-1745-2000
6.1.2.4. Untuk meminimalkan atau mencegah pipa tegak pecah apabila terjadi gempa bumi,
sistem pipa tegak harus dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku.
6.2.1. Penyambungan untuk setiap pasokan air harus disediakan dengan katup jenis
penunjuk yang disetujui dan katup penahan balik yang ditempatkan dekat dengan pasokannya,
seperti tangki-tangki, pompa-pompa dan sambungan-sambungan dari sistem air.
Pengecualian :
6.2.2. Katup harus disediakan untuk memungkinkan penutupan pipa tegak tanpa menggangu
pasokan ke pipa tegak lain dari sumber pasokan yang sama.
6.2.3. Jenis katup penunjuk yang terdaftar harus dipasang pada pipa tegak untuk mengontrol
pipa cabang dari kotak slang yang jauh.
6.2.4. Apabila katup jenis keping tipis digunakan, katup harus dipasang sehingga tidak
mengganggu beroperasinya komponen-komponen sistem lainnya.
6.2.5.1. Setiap penyambungan pipa tegak yang merupakan bagian sistem kombinasi ke sistem
springkler harus mempunyai katup kendali yang tersendiri dengan ukuran yang sama dengan
ukuran penyambungnya.
6.2.5.2*. Setiap penyambung pipa tegak yang merupakan bagian sistem kombinasi ke sistem
springkler dan disambungkan bersama dengan pipa tegak lain, harus mempunyai katup kontrol
tersendiri dan katup penahan balik dengan ukuran yang sama dengan penyambungnya.
6.2.6.1. Sambungan ke sistem saluran air umum harus dikontrol oleh tonggak katup penunjuk
dari jenis yang disetujui yang diletakkan tidak kurang dari 12 m ( 40 ft) dari bangunan yang
dilindungi. Semua katup ditandai dengan jelas untuk menunjukkan terawat pada saat dikontrol.
Pengecualian 1 :
Apabila katup tidak dapat diletakkan pada kurang dari 12 m (40 ft) dari bangunan, katup ini harus dipasang di lokasi
yang disetujui, mudah dibaca dan dijangkau, dalam hal terjadi kebakaran terutama tidak menjadi rusak.
Pengecualian 2 :
Apabila tonggak katup penunjuk tidak dapat dipakai, katup bawah tanah boleh digunakan. Katup diletakkan langsung,
mudah dibuka, dan untuk perawatan mudah dikontrol dengan diberi tanda yang jelas pada bangunan yang dilayani.
6.2.6.2. Apabila pipa tegak dipasok dari pipa utama halaman atau pipa utama bangunan lain,
sambungan harus disediakan dengan katup jenis penunjuk yang terdaftar yang diletakkan diluar
pada jarak yang aman dari bangunan atau dari pipa utama.
20 dari 52
SNI 03-1745-2000
Sistem katup pasokan air, katup kontrol pemisah dan katup-katup lain pada saluran masuk utama
harus mudah diawasi dengan cara yang disetujui dalam posisi terbuka oleh salah satu cara sebagi
berikut :
a). Melayani tanda bahaya ke gardu utama, pengelola bangunan, atau gardu jauh.
b). Pemasangan tanda bahaya lokal yang akan mengeluarkan suara pada suatu tempat yang
selalu dijaga.
d). Penyegelan katup, tiap minggu dicatat apakah segel dalam keadaan baik. Penyegelan
hanya bisa dilakukan apabila katup diletakkan di ruangan tertutup di bawah penguasaan
pemilik gedung.
Pengecualian :
Katup sorong dalam tanah dengan kotak jalan tidak dipersyaratkan harus supervisi.
6.2.8.1. Semua pipa utama dan bagian sistem katup kontrol, termasuk katup kontrol pasokan
air, harus disediakan tanda yang menunjukkan bagian sistem yang dikontrol oleh katup.
6.2.8.2. Semua kontrol, pengeringan, dan katup sambungan untuk pengujian harus disediakan
dengan tanda-tanda yang menunjukkan tujuannya.
6.2.8.3. Apabila pemipaan sistem springkler dipasok oleh sistem kombinasi oleh lebih dari satu
pipa tegak ( rancangan lup atau dua pasokan ), suatu penandaan harus diletakkan pada masing-
masing sambungan utama untuk sistem kombinasi pipa tegak untuk menunjukkan bahwa agar
pemisahan sistem springkler dilayani oleh katup kontrol, katup kontrol tambahan atau katup-katup
pada pipa tegak lain harus menutup. Penandaan juga harus mengidentifikasi lokasi penambahan
katup kontrol.
6.2.8.4. Apabila sistem katup utama atau bagiannya ditempatkan di ruang tertututp atau ruang
tersembunyi, perletakan katup harus ditunjukkan oleh suatu tanda di lokasi yang disetujui pada
pintu luar atau yang dekat dengan bukaan ke ruang yang tersembunyi.
6.3.1. Harus tidak ada katup yang tertutup antara sambungan pemadam kebakaran dan
sistem.
6.3.2. Katup penahan balik harus dipasang pada masing-masing sambungan pemadam
kebakaran dan ditempatkan secara praktis di dekat titik penyambungan ke sistem.
21 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pada sisi sistem dari sistem katup kontrol , katup penahan balik, atau setiap pompa, tetapi
pada sisi pasokan dari setiap katup pemisah yang dipersyaratkan pada butir 6.2.2.
Pada sisi sistem dari katup kontrol dan katup penahan balik dan sisi pasokan dari katup pipa
kering.
6.3.4.1. Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan dari bangunan, mudah terlihat
dan dikenal dari jalan atau terdekat dari titik jalan masuk peralatan pemadam kebakaran, dan
harus diletakkan dan disusun sehingga saluran slang dapat dilekatkan ke inlet tanpa mengganggu
sasaran yang berdekatan, termasuk bangunan, pagar, tonggak-tanggak atau sambungan
pemadam kebakaran.
6.3.4.2. Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan suatu penandaan
dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm ( 1 inci ) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : “PIPA
TEGAK” . Jika springkler otomatik juga dipasok oleh sambungan pemadam kebakaran, penandaan
atau kombinasi penandaan harus menunjukkan keduanya ( contoh : “PIPA TEGAK DAN
SPRINGKLER OTOMATIK” atau ‘SPRINGKLER OTOMATIK DAN PIPA TEGAK” ).
Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang dipersyaratkan pada inlet untuk
penyaluran kebutuhan sistem.
6.3.4.3. Apabila sambungan pemadam kebakaran hanya melayani suatu bagian bangunan,
suatu penandaan harus dilekatkan menunjukkan bagian bangunan yang dilayani.
6.3.4.4*. Suatu sambungan pemadam kebakaran untuk masing-masing sistem pipa tegak harus
diletakkan tidak lebih dari 30 m ( 100 ft) dari hidran halaman terdekat yang dihubungkan ke
pasokan air yang disetujui.
6.3.5. Sambungan pemadam kebakaran harus diletakkan tidak kurang 45 cm ( 18 inci ), tidak
lebih dari 120 cm (48 inci) diatas permukaan tanah sebelah, jalan samping atau permukaan tanah.
6.3.6. Pemipaan sambungan pemadam kebakaran harus ditahan sesuai butir 6.4.
22 dari 52
SNI 03-1745-2000
6.4.1.1. Pipa tegak harus ditahan oleh alat pelengkap yang dihubungkan langsung ke pipa
tegak.
6.4.1.2. Penahan pipa tegak harus disediakan pada lantai terendah, pada masing-masing lantai
pilihan, dan pada puncak dari pipa tegak. Penahan diatas lantai terendah harus menahan pipa
untuk mencegah gerakan gaya keatas dimana alat penyambung fleksibel digunakan.
6.4.1.3. Penjepit yang menahan pipa dengan menggunakan sekerup tidak boleh digunakan.
6.4.2.1. Pemipaan horisontal dari pipa tegak ke sambungan slang yang panjangnya lebih dari
450 mm ( 18 inci ) harus disediakan gantungan.
Tanda-tanda harus diamankan terhadap alat atau dinding bangunan dengan kuat dan rantai tahan
korosi atau alat pengunci.
Apabila pompa kebakaran disediakan, suatu penandaan harus diletakkan di daerah sekitar pompa
yang menunjukkan tekanan minimum dan aliran yang dibutuhkan pada flens pancaran pompa
untuk memenuhi kebutuhan sistem.
Kontraktor yang memasang harus menyediakan tanda identifikasi sebagai dasar perancangan
sistem seperti salah satunya perhitungan hidraulik atau skedul pipa. Tanda harus diletakkan pada
katup kontrol pasokan otomatik untuk sistem pipa tegak otomatik atau semi otomatik dan disetujui
penempatannya untuk sistem manual.
a). Lokasi dari dua sambungan slang yang secara hidraulik terjauh.
b). Rancangan laju aliran untuk identifikasi sambungan dalam butir 6.7.a.
c). Rancangan tekanan akhir (residual) inlet dan tekanan outlet untuk identifikasi sambungan
butir 6.7.a.
23 dari 52
SNI 03-1745-2000
d). Tekanan statik rancangan dan rancangan kebutuhan sistem ( yaitu aliran dan tekanan akhir )
pada katup kontrol sistem, atau pada flens pancaran pompa apabila pompa dipasang, dan
masing-masing sambungan pemadam kebakaran.
7. Perancangan.
7.1*. Umum.
Perancangan sistem pipa tegak ditentukan oleh tingginya bangunan gedung, luas per lantai kelas
hunian, perancangan sistem jalan keluar, persyaratan laju aliran dan tekanan sisa, dan jarak
sambungan slang dari sumber pasokan air.
Tekanan maksimum pada titik dimanapun pada sistem, setiap saat tidak boleh melebihi 24,1 bar
(350 psi).
7.3.1*. Umum.
Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang dan harus terletak tidak kurang dari 0,9
m (3 feet) atau lebih dari 1,5 m (5 feet) di atas permukaan lantai.
Sistem kelas I dilengkapi dengan sambungan untuk slang dengan ukuran 65 mm (2½ inci) pada
tempat-tempat berikut :
a). pada setiap bordes diantara 2 lantai pada setiap tangga kebakaran yang dipersyaratkan.
Pengecualian :
Sambungan slang diizinkan untuk diletakkan pada lantai bangunan di dalam tangga kebakaran, atas persetujuan
instansi yang berwenang.
b). pada setiap sisi dinding yang berdekatan dengan bukaan jalan keluar horisontal
c). di setiap jalur jalan keluar (passageway) pada pintu masuk dari daerah bangunan menuju ke
jalan terusan (passageway).
d). di bangunan mal yang tertutup, pada pintu masuk ke setiap jalur jalan keluar atau koridor
jalan keluar dan pintu-pintu masuk untuk umum menuju ke mal.
e). pada lantai tangga kebakaran yang teratas dengan tangga yang dapat mencapai atap, dan
bila tangga tidak dapat mencapai atap, maka sambungan slang tambahan 65 mm (2½ inci)
harus disediakan pada pipa tegak yang terjauh (dihitung secara hidraulik) untuk memenuhi
keperluan pengujian.
f)*. apabila bagian lantai atau tingkat yang terjauh dan yang tidak dilindungi oleh springkler yang
jarak tempuhnya dari jalan keluar yang disyaratkan melampaui 45,7 m (150 feet) atau bagian
24 dari 52
SNI 03-1745-2000
lantai/tingkat yang terjauh dan dilindungi oleh springkler yang jarak tempuhnya melebihi 61
m (200 feet) dari jalan keluar yang disyaratkan, sambungan slang tambahan harus
disediakan pada tempat-tempat yang disetujui, dan yang disyaratkan oleh instansi pemadam
kebakaran setempat.
Sistem kelas II harus dilengkapi kotak hidran dengan slang ukuran 40 mm (1½ inci) sedemikian
rupa sehingga setiap bagian dari lantai bangunan berada 39,7 m (130 feet) dari sambungan slang
yang dilengkapi dengan slang 40 mm (1½ inci).
Sistem kelas III harus dilengkapi dengan sambungan slang sebagaimana disyaratkan untuk sistem
kelas I dan sistem kelas II.
Di setiap tangga kebakaran yang disyaratkan, harus dilengkapi dengan pipa tegak tersendiri.
Apabila dua atau lebih pipa tegak dipasang pada bangunan yang sama atau bagian bangunan
yang sama, pipa-pipa tegak ini harus saling dihubungkan pada bagian bawahnya. Bilamana pipa-
pipa tegak ini dipasok dari tangki yang terletak pada bagian atas dari bangunan atau zona, pipa-
pipa tegak tersebut harus juga saling dihubungkan di bagian atas dan harus dilengkapi dengan
katup tahan aliran balik pada setiap pipa tegak untuk mencegah terjadinya sirkulasi.
7.6.1. Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III harus berukuran sekurang-
kurangnya 100 mm (4 inci).
7.6.2. Pipa tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus berukuran sekurang-
kurangnya 150 mm (6 inci).
Pengecualian :
Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang
dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya adalah 100 mm (4 inci ).
7.7*. Tekanan minimum untuk perancangan sistem dan penentuan ukuran pipa.
Sistem pipa tegak harus dirancang sedemikian rupa sehingga kebutuhan sistem dapat dipasok
oleh sumber air yang tersedia sesuai dengan yang disyaratkan dan sambungan pipa harus sesuai
dengan sambungan milik mobil pemadam kebakaran.
Mengenai pasokan air yang tersedia dari mobil pompa pemadam kebakaran milik instansi
pemadam kebakaran, harus dikonsultasikan dengan instansi yang berwenang.
25 dari 52
SNI 03-1745-2000
a). dirancang secara hidraulik untuk mendapatkan laju aliran air pada tekanan sisa 6,9 bar (100
psi) pada keluaran sambungan slang 65 mm (2½ inci) terjauh dihitung secara hidraulik, dan
4,5 bar (65 psi ) pada ujung kotak hidran 40 mm (1½ inci) terjauh dihitung secara hidraulik.
Pengecualian :
Bilamana instansi yang berwenang mengijinkan tekanan lebih rendah dari 6,9 bar (100 psi) untuk sambungan slang
ukuran 65 mm ( 2½ inci), berdasarkan taktik pemadaman, tekanan dapat dikurangi hingga paling rendah 4,5 bar (65
psi).
b). ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada
ujung slang terjauh dengan ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada ujung
slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci), dirancang sesuai seperti tertera pada tabel
7.7.b . Perancangan yang menggunakan cara skedul pipa, harus dibatasi hanya untuk pipa
tegak basah dari bangunan yang tidak dikatagorikan sebagai bangunan tinggi.
Tabel 7.7.b.: Diameter pipa minimal (dalam inci ), ditinjau dari jarak total pipa dan total akumulasi
aliran
7.8.1. Bilamana tekanan sisa pada keluaran ukuran 40 mm (1½ inci) pada sambungan slang
yang tersedia untuk digunakan oleh penghuni melampaui 6,9 bar (100 psi), alat pengatur tekanan
yang sudah diuji harus disediakan untuk membatasi tekanan sisa dengan aliran yang disyaratkan
di butir 5.9, pada tekanan 6,9 bar (100 psi).
7.8.2. Bilamana tekanan statis pada sambungan slang melampaui 12,1 bar (175 psi), alat
pengatur tekanan yang sudah diuji harus disediakan untuk membatasi tekanan statis dan tekanan
sisa, di ujung sambungan slang 40 mm (1½ inci) yang tersedia untuk digunakan oleh penghuni,
bertekanan 6,9 bar ( 100 psi), dan bertekanan 12,1 bar (175 psi) pada sambungan slang lainnya.
Tekanan pada sisi masukan dari alat pengatur keluaran harus tidak melebihi kemampuan tekanan
kerja alat.
Untuk sistem kelas I dan kelas III, laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh harus
sebesar 1.893 liter/menit (550 gpm). Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus
26 dari 52
SNI 03-1745-2000
sebesar 946 liter/menit (250 gpm) untuk setiap pipa tegak, yang jumlahnya tidak melampaui 4.731
liter/menit (1.250 gpm). Untuk sistem kombinasi, lihat butir 7.9.1.3.
Pengecualian :
Bila luas lantai lebih dari 7.432 m2 (80.000 feet2 ), maka pipa tegak terjauh berikutnya harus dirancang untuk dapat
menyalurkan 1.983 liter/menit (500 gpm).
Perhitungan hidraulik dan penentuan ukuran pipa untuk setiap pipa tegak harus berdasarkan pada
penyediaan sebesar 946 liter/menit (250 gpm) yang pada kedua sambungan slang terjauh secara
hidraulik pada pipa tegak dan pada outlet teratas dari setiap pipa tegak lainnya sesuai dengan
tekanan sisa minimum yang disyaratkan pada butir 7.7.
Pemipaan pasokan bersama harus dihitung untuk memenuhi syarat laju aliran semua pipa tegak
yang dihubungkan ke sistem pemipaan tersebut, dengan jumlah yang tidak melebihi 4.731
liter/menit (1.250 gpm).
7.9.1.3.1*. Untuk bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan springkler otomatis yang telah
disetujui, kebutuhan sistem yang ditetapkan pada butir 7.7 dan 7.9.1 diperkenankan juga untuk
melayani sistem springkler. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan terpisah untuk
springkler tidak dipersyaratkan lagi.
Pengecualian :
Bilamana kebutuhan pasokan air untuk sistem springkler termasuk kebutuhan aliran slang sebagaimana ditentukan
sesuai peraturan springkler yang berlaku melampaui kebutuhan sistem sebagaimana yang ditetapkan pada butir 7.7 dan
7.9.1, angka yang terbesarlah yang harus disediakan. Laju aliran yang disyaratkan untuk pipa tegak sistem kombinasi
dalam suatu bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan sistem springkler otomatis tidak dipersyaratkan melampaui
3.785 liter/menit (1.000 gpm) kecuali bila disyaratkan oleh instansi yang berwenang.
7.9.1.3.2. Untuk sistem kombinasi pada bangunan yang dilengkapi dengan proteksi springkler
otomatis secara parsial, laju aliran sebagaimana yang dipersyaratkan pada butir 7.9.1 harus
dinaikkan dengan jumlah yang setara dengan kebutuhan springkler yang dihitung secara hidraulik
atau 568 liter/menit (150 gpm) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran ringan atau 1.893 liter/menit
(500 gpm) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran sedang.
7.9.1.3.3. Bilamana sistem pipa tegak yang ada mempunyai pipa tegak dengan diameter
minimum 100 mm (4 inci) akan digunakan untuk memasok sistem springkler yang harus diperbaiki,
pasokan air yang dipersyaratkan pada butir 7.9.1. maka air yang dibutuhkan tidak disyaratkan
untuk dilengkapi dengan sarana otomatis atau semi otomatis jika instansi yang berwenang
menyetujui, dan pasokan air cukup untuk memasok kebutuhan hidraulik dari sistem springkler.
27 dari 52
SNI 03-1745-2000
Untuk sistem kelas II, laju aliran minimum untuk pipa tegak terjauh dan dihitung secara hidraulik
adalah 379 liter/menit (100 gpm). Aliran tambahan tidak dipersyaratkan bila terdapat lebih dari 1
(satu) pipa tegak.
Perhitungan hidraulik dan penentuan ukuran pipa untuk setiap pipa tegak harus didasarkan pada
penyediaan 379 liter/menit (100 gpm) di sambungan slang yang secara hidraulik terjauh pada pipa
tegak dengan tekanan sisa minimum disyaratkan pada butir 7.7 Pemipaan pasokan bersama yang
melayani pipa tegak ganda harus dihitung untuk penyediaan 379 liter/menit (100 gpm).
7.10. Panjang pipa ekuivalen dari katup dan fitting untuk sistem perancangan
hidraulik.
7.10.1. Umum.
Tabel 7.10.1 harus dipakai untuk menentukan panjang pipa ekuivalen untuk fitting dan alat kecuali
data uji pabrik ada yang menunjukkan faktor-faktor lain.
7.10.2. Penyesuaian.
Tabel 7.10.1, harus dipakai hanya dimana faktor C dari Hazen-Williams adalah 120. Untuk nilai
lain dari C, nilai dalam tabel 7.10.1 harus dikalikan dengan faktor yang ditunjukkan dalam tabel
7.10.2(a). Tabel 7.10.2(b) menunjukkan faktor C dari bahan pipa yang umum dipakai.
Pengecualian :
Harus dimintakan izin dari Instansi yang berwenang untuk pemakaian nilai C yang lain.
28 dari 52
SNI 03-1745-2000
7.11.1. Pipa tegak untuk pembuangan berukuran 76 mm (3 inci) yang dipasang secara
permanen berdekatan dengan setiap pipa tegak dan dilengkapi dengan peralatan pengaturan
tekanan untuk memungkinkan keperluan pengujian setiap peralatan.
Pipa tegak untuk pembuangan harus dipasang dengan tee 80 mm x 65 mm (3 inci x 2½ inci)
7.11.2. Setiap pipa tegak harus dilengkapi dengan sarana saluran pembuangan. Katup
pembuangan dengan pemipaannya dipasang pada titik terendah dari pipa tegak dan harus diatur
untuk dapay membuang air pada tempat yang disetujui.
29 dari 52
SNI 03-1745-2000
7.12.1. Satu atau lebih sambungan mobil pemadam kebakaran harus disediakan untuk setiap
zona dari sistem pipa tegak kelas I atau kelas III.
Pengecualian :
Sambungan mobil pemadam kebakaran untuk zona yang tinggi tidak dipersyaratkan bila dilengkapi sesui butir 9-4.3.
7.12.2. Bangunan tinggi harus dilengkapi sekurang-kurangnya untuk setiap zona dengan 2
(dua) atau lebih sambungan untuk mobil pemadam kebakaran dengan penempatannya yang
berjauhan.
Pengecualian :
Sambungan tunggal mobil pemadam kebakaran untuk setiap zona diperkenankan, apabila diizinkan oleh instansi yang
berwenang.
Gambar rencana yang secara akurat menunjukkan detail dan pengaturan dari sistem pipa tegak
harus disiapkan untuk instansi yang berwenang sebelum sistem instalasi dilaksanakan. Gambar
rencana tersebut harus jelas, mudah dimengerti dan digambar dengan menggunakan skala.
Gambar-gambar harus menunjukkan lokasi, pengaturan, sumber air, peralatan, dan semua detail
yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa ketentuan ini dipenuhi.
Rencana harus mencakup spesifikasi teknis, sifat dari bahan-bahan yang digunakan dan harus
menguraikan semua komponen sistem. Rencana tersebut harus dilengkapi juga dengan diagram
yang menunjukkan ketinggian.
Bilamana sistem pemipaan pipa tegak dihitung secara hidraulik, maka bersamaan dengan
penyerahan gambar rencana disertakan juga perhitungan secara lengkap.
9. Pasokan air.
9.1.1. Sistem pipa tegak otomatis harus dihubungkan dengan pasokan air yang telah
disetujui dan mampu memenuhi kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak manual harus mempunyai pasokan air yang telah disetujui dan dapat
dihubungkan dengan mobil pompa pemadam kebakaran.
Pasokan air otomatis tinggal dapat diizinkan untuk digunakan bilamana dapat memasok kebutuhan
sistem dalam waktu yang dipersyaratkan.
30 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Bilamana pasokan air sekunder disyaratkan, maka harus memenuhi seperti pada butir 9.4.3.
a). Suatu sistem pengairan umum yang tekanan dan laju alirannya mencukupi.
b). Pompa air otomatis yang dihubungkan dengan sumber air yang telah disetujui sesuai
standar yang disyaratkan.
e). Pompa pemadam api manual yang dapat dioperasikan dengan peralatan kendali jarak jauh
(remote control devices) pada setiap kotak hidran.
Pasokan air harus cukup tersedia untuk kebutuhan sistemsebagaimana ditetapkan pada butir 7.7
dan butir 7.9.1 yang sekurang-kurangnya untuk 45 menit.
Setiap zona yang membutuhkan pompa harus dilengkapi dengan bagian pompa terpisah,
sehingga memungkinkan untuk digunakannya pompa-pompa yang disusun secara seri.
9.4.1. Bilamana beberapa pompa yang melayani dua atau lebih zona terletak pada
ketinggian/level yang sama, maka setiap zona harus mempunyai pipa pemasok yang terpisah dan
langsung dengan ukuran yang tidak lebih kecil dari pipa tegak yang dilayani. Zona dengan dua
atau lebih pipa tegak harus mempunyai sekurang-kurangnya 2 (dua) pipa pemasok langsung dari
ukuran yang tidak lebih kecil dari ukuran pipa tegak terbesar yang dilayani.
9.4.2. Bilamana pasokan untuk setiap zona dipompakan dari satu zona dibawahnya, dan pipa
tegak atau beberapa pipa tegak pada zona lebih di bawah digunakan untuk memasok zona lebih
di atas, pipa tegak tersebut harus sesuai dengan persyaratan untuk jalur pasokan yang disebut
pada butir 9.4.1. sekurang-kurangnya 2 (dua) jalur harus disediakan antara zona dan satu dari
jalur dimaksud harus diatur sedemikian hingga pasokan dapat dikirim secara otomatis dari bawah
ke zona lebih atas.
9.4.3. Untuk sistem dengan 2 (dua) zona atau lebih, zona dalam bagian dari zona kedua dan
zona lebih tinggi yang tidak dapat dipasok dengan menggunakan tekanan sisa yang disyaratkan
pada butir 7.7 dengan menggunakan pompa dan melalui sambungan mobil pemadam kebakaran,
maka prasarana bantu untuk pasokan air harus disediakan. Prasarana ini harus dalam bentuk
31 dari 52
SNI 03-1745-2000
reservoir air yang ditinggikan dengan peralatan pompa tambahan atau prasarana lainnya yang
dapat diterima oleh instansi yang berwenang.
10.1*. Umum.
10.1.1. Semua sistem yang baru harus diuji terlebih dahulu sesuai tingkat hunian dari
bangunan gedung. Sistem pipa tegak yang sudah ada yang akan digunakan sebagai pipa tegak
untuk sistem kombinasi dalam rangka perbaikan sistem springkler harus diuji sesuai butir 10.4.
10.1.2. Kontraktor yang memasang harus melengkapi dan menanda tangani daftar bahan
yang benar dan sertifikat uji.
10.2.1. Pemipaan di bawah tanah yang memasok sistem harus diglontor sesuai ketentuan
yang berlaku.
10.2.2. Pemipaan antara sambungan pemadam kebakaran dan katup satu arah pada pipa
inlet harus diglontor dengan sejumlah air yang cukup untuk menghilangkan setiap puing-puing
konstruksi dan sampah-sampah yang dikumpulkan dalam pipa sebelumnya untuk melengkapi
sistem dan sebelum pemasangan sambungan pemadam kebakaran.
Semua ulir sambungan slang dan sambungan pemadam kebakaran harus diuji untuk
keseragaman dengan ulir yang dipakai instansi pemadam kebakaran lokal. Pengujian harus terdiri
dari contoh ulir kopling, tutup atau sumbat ke dalam alat yang dipasang.
10.4.1*. Umum.
Semua sistem baru, termasuk pemipaan halaman dan sambungan pemadam kebakaran, harus di
uji secara hidrostatik pada tekanan tidak kurang dari 13,8 bar ( 200 psi) selama 2 jam, atau
dengan tambahan 3,5 bar (50 psi) dari tekanan maksimum apabila tekanan maksimum melebihi
10,3 bar (150 psi). Tekanan uji hidrostatik harus diukur pada titik ketinggian terendah dari sistim
individu atau zona yang akan diuji. Pemipaan sistem pipa tegak di dalam harus menunjukkan tidak
adanya kebocoran. Pipa di dalam tanah harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemipaan antara sambungan pemadam kebakaran dan katup satu arah dalam pipa inlet harus
diuji secara hidrostatik dalam hal yang sama seperti menyeimbangkan sistem.
Apabila sistem pipa tegak yang sudah ada, termasuk pemipaan halaman dan sambungan
pemadam kebakaran, di modifikasi, pemipaan yang baru harus diuji sesuai butir 10.4.1.
32 dari 52
SNI 03-1745-2000
10.4.4. Meteran.
Selama pengujian hidrostatik, tekanan di meteran pada puncak dari setiap pipa tegak harus
diperiksa dan dicatat tekanannya.
Aditive, larutan kimia seperti sodium silicate atau turunan dari sodium silicate, air garam, atau
kimia lainnya harus tidak dipakai untuk pengujian hidrostatik atau untuk menghentikan kebocoran.
10.5.1*. Pasokan air harus diuji apakah memenuhi rancangan. Uji ini harus dilakukan dengan
pengaliran air secara hidraulik dari sambungan slang terjauh.
10.5.2. Untuk pipa tegak manual, pompa pemadam kebakaran atau pompa jinjing dengan
kapasitas yang cukup ( yaitu aliran dan tekanan yang dipersyaratkan) harus digunakan untuk
menguji rancangan sistem dengan pemompaan ke dalam sambungan pemadam kebakaran.
10.5.3. Suatu uji aliran harus dilakukan pada setiap outlet atap untuk menguji bahwa tekanan
yang dipersyaratkan terpenuhi pada aliran yang dipersyaratkan.
10.5.4. Susunan pengisian untuk tangki isap harus diuji dengan menutup penuh semua
pasokan ke tangki, pembuangan tangki ke bawayh direncanakan pada permukaan air bawah, dan
kemudian membuka katup pasokan untuk menjamin beroperasinya secara otomatis.
Setiap alat pengatur tekanan harus diuji untuk membuktikan bahwa pemasangannya betul, dan
beroperasi dengan benar dan tekanan inlet dan outlet dari alat sesuai yang direncanakan.
Tekanan statik dan akhir (residual) pada sisi inlet dan tekanan statik dan akhir (residual) pada sisi
outlet dan aliran harus dicatat pada sertifikat uji kontraktor.
Katup pembuangan utama harus dibuka dan harus tetap terbuka sampai tekanan sistem stabil.
Tekanan statik dan akhir (residual) harus dicatat pada sertifikat uji kontraktor.
Otomatik dan semi otomatik sistem kering harus diuji dengan memulai mengalirkan air secara
hidraulik dari sambungan salang terjauh. Sistem harus mengalirkan minimum 250 gpm (946
liter/menit) pada slang dalam waktu 3 menit pembukaan katup slang. Setiap alat kontrol jarak jauh
untuk mengop[erasikan sistem semi otomatik harus diuji sesuai instruksi yang dikeluarkan oleh
pabrik pembuatnya.
Aoabila pompa merupakan bagian dari pasokan air untuk sistem pipa tegak, pengujian harus
dilakukan dengan mengoperasikan pompa tersebut.
33 dari 52
SNI 03-1745-2000
Setiap katup dimaksud harus dibuka dan ditutup dalam pengoperasiannya dengan memutar roda
putar atau kunci putar untuk membuka penuh dan kembali ke posisi normal. Tutup katup slang
harus cukup rapat untuk mencegah kebocoran selama pengujian dan dibuka setelah pengujian air
buangan dan pelepas tekanan.
Setiap alarm dan alat supervisi yang disediakan harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
10.8. Instruksi-instruksi.
Kontraktor yang memasang harus menyampaikan kepada pemebri tugas, hal-hal sebagi berikut :
a). Semua literatur dan instruksi yang diberikan oleh pabrik yang terdiri dari cara operasi yang
benar dan pemeliharaan peralatan dan alat-alat yang dipasang;
Pemasangan tanda-tanda arah yang dipersyaratkan oleh standar ini harus dibuktikan.
11.1. Umum.
Apabila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang, sistem pipa tegak, apakah sementara atau
tetap, harus disediakan dalam bangunan pada saat masih dalam tahap konstruksi sesuai
ketentuan bagian ini.
Pipa tegak harus disediakan dengan tanda yang menyolok mata dan mudah dibaca sambungan
pemadam kebakaran yang mudah dijangkau pada bagian luar bangunan pada permukaan jalan.
Ukuran pipa, sambungan slang, slang, pasokan air, dan detail lain untuk konstruksi baru harus
sesuai dengan standar ini.
Pipa tegak harus disangga dan ditahan dengan aman pada setiap lantai yang dipilih.
Tidak kurang satu sambungan slang harus disediakan pada setiap permukaan lantai. Katup slang
harus selalu ditutup setiap waktu dan dijaga terhadap kerusakan mekanis.
34 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pipa tegak harus diperpanjang ke atas untuk setiap lantai dan ditutup aman pada puncaknya.
Pipa tegak sementara harus tetap melayani sampai pipa tegak permanen lengkap. Apabila pipa
tegak sementara dalam kondisi normal berisi air, pipa harus diproteksi terhadap pembekuan.
Apabila konstruksi mencapai suatu ketinggian dimana tekanan saluran umum tidak mencukupi,
pompa kebakaran sementara atau permanen harus dipasang untuk menyediakan proteksi
terhadap lantai yang tertinggi atau untuk tinggi yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian :
Apabila peralatan pompa dari instansi pemadam kebakaran dianggap cukup oleh instansi yang berwenang untuk
memberi tekanan pada pipa tegak yang dipersyaratkan.
Tutup (cap) dan sumbat (plug) harus dipasang pada sambungan pemadam kebakaran dan
sambungan slang. Sambungan instansi pemadam kebakaran dan sambungan slang harus
dilindungi terhadap kerusakan fisik.
35 dari 52
SNI 03-1745-2000
Apendiks
Penjelasan bahan
Lampiran ini bukan merupakan bagian dari standar ini, tetapi disertakan sebagai tambahan
informasi saja.
Penyebutan “instansi yang berwenang” digunakan pada dokumen dalam pengertian yang luas,
karena kewenangan dan instansi yang memberi persetujuan beragam, demikian pula pertanggung
jawabannya.
Bila keamanan publik di utamakan, maka instansi yang berwenang dapat saja pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dinas kebakaran setempat, atau pihak lainnya yang secara hukum
berwenang.
Katup pelepas tekanan (pressure relief valve) bukanlah katup penurun tekanan dan tidak boleh
digunakan untuk hal ini.
A.4.1 Penggunaan katup dan alat penyambung kelas standar, biasanya penggunaannya
dibatasi untuk bagian atas tingkat bangunan yang sangat tinggi dan pada peralatan yang
mempunyai tekanan tertinggi kurang dari 12,1 bar (175 psi).
A.4.5.1 Pemadam kebakaran banyak memasang saluran slang dari pompa kedalam bangunan
dan menyambungkannya ke katup outlet yang dapat dijangkau dengan menggunakan sambungan
ulir perempuan ganda (double female swivel) apabila sambungan untuk pemadam kebakaran
pada bangunan tidak dapat dijangkau atau tidak dapat dioperasikan.
Untuk meberi tekanan pada pipa tegak, katup slang dibuka dan mesin pompa akan memompakan
air ke sistem.
Bila pipa tegak dilengkapi dengan katup penurunan tekanan pada slang, katup akan bertindak
sebagai katup penahan balik, sehingga mencegah pemompaan ke dalam sistem apabila katup
terbuka.
Suatu sambungan inlet tunggal tambahan untuk pemadam kebakaran atau katup slang dengan ulir
perempuan pada suatu lokasi yang dapat dijangkau pada pipa tegak memungkinkan pemompaan
ke sistem.
A.4.5.1.2 Bila pipa tembaga dipasang di daerah yang lembab atau lingkungan lainnya yang
mendorong terjadinya korosi secara galvanis, maka harus digunakan gantungan dari bahan
tembaga atau gantungan-gantungan dari besi yang dilapisi bahan isolasi.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan rak atau alat penggulung untuk
penyimpanan slang ukuran 40 mm (1½ inci), adalah jumlah orang yang ada dan mampu untuk
36 dari 52
SNI 03-1745-2000
mengoperasikan peralatan serta sejauh mana tingkat keterampilannya. Dengan rak slang yang
semi otomatis atau tipe “satu orang”, katup slang harus dibuka lebar terlebih dahulu. Setelah mana
nozel harus dipegang dengan kuat dan saluran slang ditarik menuju ke api. Air secara otomatis
akan keluar bila gulungan slang hampir habis ditarik keluar dari rak.
A.5.6 Meteran tekanan tambahan yang dipasang pada bagian bawah dari pipa tegak
mungkin diperlukan pada beberapa peralatan, terutama pada pabrik besar dan pada bangunan
tinggi.
A.5.7 Alarm yang dapat didengar biasanya dipasang di bagian luar dari bangunan. Bel jenis
gong listrik, klakson atau sirene yang telah disetujui yang dipasang di dalam gedung atau dipasang
di dalam dan di luar gedung kadang-kadang disarankan.
A.6.1 Sambungan dari pompa-pompa kebakaran dan pasokan air dari luar bangunan
disarankan untuk dipasang pada bagian bawah dari pipa tegak.
A.6.1.2.1 Pipa tegak sebaiknya tidak diletakkan di daerah tanpa sprinkler pada konstruksi
bangunan yang mudah terbakar.
A.6.2.5.2 Kombinasi springkler otomatik dan pipa tegak sebaiknya tidak dihubungkan oleh
pemipaan sistem sprinkler.
37 dari 52
SNI 03-1745-2000
A.6.3.5.4 Perancang sistem perlu menghubungi instansi yang berwenang sebelum menentukan
lokasi dari sambungan pemadam kebakaran.
Lokasi dari dua sambungan slang yang secara hidraulik terjauh : ………………………………………..
Tekanan inlet rancangan dan outlet untuk sambungan-sambungan yang teridentifikasi di atas :
…………………………………………………………………………………………………………………….
Tekanan statik rancangan dan kebutuhan sistem rancangan ( contoh : aliran dan tekanan akhir/residual) pada
sistem katup kontrol, atau pada flens pancaran pompa apabila pompa dipasang, dan pada masing-masing
sambungan pemadam kebakaran : …………………………………………….
Peraturan bangunan setempat mempengaruhi tipe dari sistem, klasifikasi dari sistem dan letak dari
sambungan slang. Ukuran pipa ditentukan oleh jumlah sambungan slang yang dialiri, kuantitas air
yang mengalir, tekanan akhir (residual) yang diperlukan dan jarak vertikal dan horisontal dari
38 dari 52
SNI 03-1745-2000
sambungan slang itu dari suatu sumber air. Untuk gambar elevasi yang tipikal, lihat Gambar A.7.1
(a), (b) dan (c).
39 dari 52
SNI 03-1745-2000
40 dari 52
SNI 03-1745-2000
A.7.3.1 Slang diizinkan untuk diletakkan pada satu sisi dari pipa tegak dan dipasok oleh
sambungan lateral yang pendek pada pipa tegak, untuk menghindari rintangan.
41 dari 52
SNI 03-1745-2000
Sambungan slang untuk sistem-sistem Kelas I disarankan untuk dipasang dalam selubung tangga
jalan dan sambungan untuk sistem Kelas II disarankan diletakkan di koridor atau di ruangan
berdekatan dengan selubung tangga jalan keluar dan dihubungi melalui dinding ke pipa tegak.
Untuk sistem Kelas III, sambungan untuk selang 65 mm (2½ inci) disarankan diletakkan di
selubung tangga jalan keluar dan sambungan-sambungan kelas II disarankan diletakkan didalam
koridor atau di ruangan yang berdekatan dengan selubung tangga jalan keluar.
Pengaturan ini memungkinkan untuk menggunakan secara tepat slang sistem Kelas II bila tangga
jalan keluar penuh dengan orang-orang yang sedang lari keluar pada saat terjadinya kebakaran.
Dalam bangunan yang luas areanya besar, sambungan untuk sistem-sistem Kelas I dan Kelas III
dapat diletakkan pada kolom yang berada dalam bangunan.
A.7.3.2 Sambungan slang yang ditentukan untuk diletakkan pada bordes antar lantai untuk
mencegah terjadinya rintangan pada jalan pintu. Bila terdapat lebih dari satu bordes antara dua
lantai, maka sambungan slang disarankan untuk diletakkan pada bordes yang letaknya kurang
lebih di tengah-tengah antara lantai.
Diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran sering menggunakan sambungan slang pada
lantai di bawah lantai yang terbakar, dan lokasi dari sambungan slang pada bordes, hal ini juga
mengurangi jangkauan jarak jalur slang. Pendekatan untuk meletakkan sambungan slang dengan
memperhatikan eksit diperlihatkan pada Gambar A.7.3.2 (a), (b) dan (c).
42 dari 52
SNI 03-1745-2000
Gambar A.7.3.2. (c ).: Lokasi sambungan slang dalam jalan terusan eksit.
Untuk tujuan standar ini, istilah-istilah berikut ini ditentukan untuk digunakan dalam hal peletakan
sambungan slang.
Hall, lorong, koridor-koridor, jalan lintas dan terowongan digunakan sebagai komponen eksit
dan terpisah dari bagian bangunan lainnya .
43 dari 52
SNI 03-1745-2000
Suatu jalan terusan dari suatu daerah didalam bangunan ke suatu daerah di bangunan yang
lain pada kurang lebih satu level atau suatu jalan lintas melalui atau disekitar rintangan api
dari suatu daerah ke yang lainnya pada kurang lebih satu level didalam bangunan yang
sama yang dapat memberikan keamanan (safety) terhadap api dan asap yang berasal dari
daerah timbulnya dan daerah-daerah yang berhubungan dengannya.
A.7.3.2.(f). Butir ini bermaksud untuk memberikan kepada instansi pemadam kebakaran setempat
wewenang untuk mempersyaratkan slang tambahan di luar atau pemisah dengan ketahanan api 2
jam. Tambahan sambungan slang ini mungkin diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran
untuk mematikan api dalam jangka waktu yang wajar; sesuai dengan panjang slang khusus yang
tersedia pada kotak pipa tegak untuk pemadam kebakaran atau pada kantong yang dibawa oleh
petugas.
Sementara itu sudah diketahui bahwa batasan jarak outlet akan membatasi panjangnya slang
yang diperlukan untuk memadamkan api, demikian pula dapat mengurangi beban fisik petugas
pemadam kebakaran.
Perlu dipahami juga bahwa dalam hal-hal tertentu berdasarkan denah arsitektur, mungkin
diperlukan outlet tambahan (additional outlets) didaerah lantai terbuka untuk dapat menjangkau
keseluruh lantai tersebut. Dalam hal-hal demikian, adalah hampir tak mungkin bahwa outlet
semacam itu dapat digunakan, karena tidak adanya daerah berpijak untuk petugas pemadam
kebakaran ketika akan menjangkau sambungan slang. Oleh karena itu, sambungan slang
tambahan perlu disediakan untuk memenuhi ketentuan jarak, dan disarankan untuk diletakkan
didalam koridor eksit yang mempunyai ketahanan api 1 jam. Hal ini memungkinkan menambah
tingkat keamanan bagi petugas pemadam kebakaran untuk menjangkau sambungan slang.
Sambungan slang demikian perletakan di setiap lantai juga harus seseragam mungkin sehingga
petugas pemadam kebakaran dapat dengan mudah menemukannya pada waktu terjadi
kebakaran.
Sudah diketahui bahwa jarak antar sambungan slang 61 m (200 ft) diizinkan untuk bangunan yang
dilengkapi springkler, namun mungkin masih diperlukan slang tambahan untuk dapat menjangkau
bagian dari lantai yang terjauh. Dengan adanya springkler otomatik akan memberikan waktu yang
cukup bagi petugas pemadam kebakaran untuk menyambung slang dalam kondisi letak api
berada di daerah yang terjauh.
A.7.3.3 Kotak slang sebaiknya disusun untuk memungkinkan pancaran langsung dari nozel
mencapai seluruh bagian yang penting dari bagian yang tertutup seperti lemari tanam dan bagian
yang tertutup sejenis.
A.7.7 Dalam menentukan tekanan pada outlet sambungan slang yang jauh, faktor hilangnya
tekanan pada katup slang perlu dipertimbangkan.
Adalah sangat penting bahwa instansi pemadam kebakaran memilih nozel yang sesuai untuk pipa
tegak yang mereka gunakan dalam operasi memadamkan api.
Nozel tipe semburan takanan konstan otomatik disarankan untuk tidak digunakan untuk operasi
pipa tegak, karena banyak dari tipe ini memerlukan tekanan minimum 6,9 bar (100 psi) pada
masukan nozel untuk memproduksi aliran air guna pemadaman api yang effektip dan wajar. Pada
44 dari 52
SNI 03-1745-2000
operasi pipa tegak, hilangnya tekanan akibat gesekan pada slang, dapat mengakibatkan tidak
tercapainya tekanan 6,9 bar (100 psi) pada nozel.
Pada sistem pipa tegak yang tinggi yang dilengkapi dengan katup penurunan tekanan, petugas
pemadam kebakaran hanya dapat sedikit mengatur atau sama sekali tidak dapat mengatur
tekanan keluaran katup slang.
Tabel A.7.7.: Kesimpulan kerugian gesekan pada aliran dalam slang.
A.7-9.1.1 Bila suatu sistem pasokan air memasok lebih dari satu bangunan atau lebih dari satu
daerah kebakaran, jumlah pasokan air dapat dihitung berdasarkan pada satu bangunan atau
daerah kebakaran, dengan kebutuhan jumlah pipa tegak yang terbanyak.
Klasifikasi beban kebakaran ringan bermaksud untuk mencakup hunian, namun tidak menghalangi
penggunaan springkler untuk perumahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau bagian
hunian lainnya.
45 dari 52
SNI 03-1745-2000
a). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Ringan termasuk hunian yang mempunyai kondisi
serupa dengan :
1) Rumah ibadah
3) Bagian-bagian atap (‘eaves’) dan serambi-serambi (over hangs), bila konstruksi terbuat
dari bahan yang mudah terbakar dengan dibawahnya tidak ada bahan yang mudah
terbakar.
4) Bangunan pendidikan.
5) Rumah Sakit
7) Musium-musium
12) Teater dan auditorium, tidak termasuk panggung dan ruangan-ruangan antara layar
dan orkes .
b). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Sedang (Ordinary Hazard Occupancies) Kelompok 1,
termasuk hunian-hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
2) Bakeri
4) Pabrik pengalengan
6) Pabrik elektronik
8) Binatu
46 dari 52
SNI 03-1745-2000
c). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Sedang (Ordinary Hazard Occupancies) Kelompok 2,
termasuk hunian-hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
4) Pabrik destilasi
7) Kandang kuda
47 dari 52
SNI 03-1745-2000
d). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Besar (‘Extra Hazard Occupancies’) kelompok 1,
termasuk hunian yang mempunyai kondisi serupa dengan :
3) Pengecoran
4) Ekstrusi metal
6) Percetakan (menggunakan tinta yang mempunyai titik nyala dibawah 37,9 oC (100oF)
7) Pabrik daur ulang karet, penggabungan karet, pengeringan karet, penggilingan karet,
vulkanisir karet .
8) Penggergajian kayu
9) Bangunan pemroses khusus tekstil seperti: textile picking, opening, blending, garneting
and carding, combining cotton, synthetics, wool shoddy or burlap.
10) Bengkel dimana dilakukan pekerjaan melapis dengan foam plastik (upholstering with
plastic foams)
e). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Besar (‘Extra Hazard Occupancies’) kelompok 2,
termasuk hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
2) Pabrik yang mempunyai kegiatan penyemprotan dengan bahan cair yang mudah
terbakar (flammable liquids spraying)
4) Solvent cleaning
5) Pabrik / bengkel dimana dilakukan pekerjaan varnish dan pengecatan dengan cara
pencelupan
6) Dan pabrik atau tempat-tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan dengan resiko
kebakaran yang tinggi lainnya sesuai dengan ketentuan pihak instansi yang
berwenang.
A.7.11 Selama melakukan pengetesan aliran dari katup-katup penurun tekanan, perlu
diperhatikan untuk membuat sambungan pembuangan (drain) pada pipa tegak . Suatu celah udara
(air gap) perlu dipertahankan untuk mencegah terjadinya hubungan silang (cross connection)
dengan pasokan air yang tidak memenuhi syarat untuk diminum (‘nonpotable water sources’).
A.8.1 Perencanaan perlu mengindentifikasi tipe dari peralatan pemadam kebakaran yang
direncanakan oleh sistem untuk dilayani, termasuk ukuran selang, panjang selang dan nozel.
48 dari 52
SNI 03-1745-2000
Peralatan tersebut diatas merupakan faktor dalam melakukan pemilihan tekanan sesuai dengan
butir 7.7.
A.8.2. Batas tekanan sistem diterapkan untuk menggantikan unit ketinggian sebelumnya.
Sebab permasalahannya ditujukan pada batas ketinggian yang selalu merupakan tekanan
maksimum. Pembatasan tekanan merupakan metoda yang lebih langsung untuk pengaturan dan
memungkinkan fleksibilitas dalam ketinggian unit dimana pompa digunakan, karena suatu kurva
pompa dengan tekanan lebih rendah pada pengaduk pompa (churn) sehingga menghasilkan
tekanan sistem maksimum yang lebih rendah pada saat mencapai kebutuhan sistem yang
diperlukan.
Tekanan sistem maksimum biasanya terjadi pada pengaduk pompa (churn). Pengukuran
dilakukan untuk kedua-duanya, tekanan pompa dan tekanan statis jaringan kota.
Batasan 24 bar ( 350 psi ) dipilih karena merupakan tekanan maksium yang dapat dipenuhi oleh
banyak komponen sistem, dan batasan tersebut menunjukkan mengetahui keperluan tekanan unit
yang wajar.
A.9.1 Dalam melakukan pemilihan pasokan air perlu dikoordinasikan dengan instansi yang
berwenang.
A.10.1 Bila sambungan pipa tegak dipasang dalam dinding-dinding atau partisi , tes hidrostatik
perlu dilakukan terlebih dahulu, sebelum mereka ditutup atau sebelum ditutup dengan bahan
penutup (seal) secara permanen.
Contoh : Tekanan uji hidrostatik yang dipersyaratkan. Pasokan air untuk suatu sistem pipa tegak,
adalah sambungan ke pipa-pipa utama untuk umum. Suatu pompa dengan tekanan yang
ditentukan 100 psi (6,9 bar) dipasang disambungan. Dengan tekanan maksimum normal pada
pasokan air untuk umum sebesar 70 psi (4,9 bar) pada titik elevasi yang rendah dari sistem atau
zona yang sedang dites dan dengan suatu tekanan pompa 120 psi (8,3 bar), maka tekanan tes
hidrolik adalah 70 psi + 120 psi + 50 psi atau 240 psi (16,6 bar).
(Lihat NFPA 24, Standard for the Installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, for permitted leakage in underground piping).
A.10.4.1 Pengetesan dan penggelontoran dari pipa bawah tanah, perlu dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
A.10-5.1 Sambungan slang didalam suatu bangunan yang secara hidrolik yang terjauh,
umumnya berada di manifold pada atap, pada bagian teratas dari tangga yang menuju ke atap.
Pada sistem multizona, cara pengetesan pada umumnya dilakukan pada header untuk tes atau
pada suatu tanki isap (suction tank) pada lantai-lantai lebih tinggi.
Bila pengetesan aliran pada sambungan slang yang secara hidrolik paling jauh tidak praktis untuk
dilaksanakan, maka perlu dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang untuk menentukan
tempat pengetesan yang cocok.
A.11.5 Disarankan agar ada suatu box yang kuat, diutamakan terbuat dari metal, diletakkan
pada sambungan selang yang tertinggi, dimana dilengkapi dengan kuantitas selang yang cukup
untuk menjangkau semua bagian-bagian dari lantai, suatu mulut slang (nozel) ukuran 29 mm (1 18
inci ), perkakas untuk membuka dan pengikat selang.
49 dari 52
SNI 03-1745-2000
A.11.6 Sambungan slang pada bagian teratas, disarankan untuk tidak diletakkan lebih dari
satu lantai dibawah perancah (forms) yang tertinggi, lantai kerja (staging) dan bahan serupa yang
mudah terbakar pada setiap waktu.
50 dari 52
SNI 03-1745-2000
PADANAN KATA.
Alat pengatur tekanan. Pressure Control valve
Alat penghambat tekanan. Pressure restricting device.
Bangunan bertingkat tinggi. High rise building.
Instansi yang berwenang. Authority having jurisdiction.
Katup kendali Control valve.
Katup kendali tekanan. Pressure regulating device.
Katup penurun tekanan. Pressure reducing valve.
Katup slang Hose valve.
Kebutuhan sistem System demand.
Kotak slang Hose station.
Pipa cabang Branch line.
Pipa tegak Standpipe
Pipa tegak basah Wet standpipe.
Pipa tegak kering Dry standpipe.
Pipa utama Feed main.
Sambungan regu pemadam kebakaran. Fire department connection.
Sambungan slang Hose connection.
Sistem kombinasi Combined system.
Sistem pipa tegak Standpipe system.
Sistem pipa tegak manual. Manual standpipe system.
Sistem pipa tegak otomatis Automatic standpipe system.
Sistem pipa tegak semi otomatis. Semiautomatic standpipe system.
Tekanan akhir. Pressure, residual.
Tekanan nozle. Pressure, nozzle.
Tekanan statis. Pressure, static.
Zona sistem pipa tegak Standpipe system zone.
51 dari 52
SNI 03-1745-2000
Bibliografi
4 NFPA 22 : Standard for Water Tanks for Private Protection, 1996 edition.
5 NFPA 24 : Standard for Installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, 1995 edition.
6 NFPA 25 : Standard for Inspection, Testing and Maintenance of Water Based Fire
Protection System, 1995 edition.
10 NFPA 1964 : Standard for Spray nozzle (Shutoff and Tip), 1993 edition.
11 ASTM E-380 : “Standard Practice for Use of the International System of Units (SI),
1993.
52 dari 52
SNI 03 - 1729 - 2002
TATA CARA
PERENCANAAN STRUKTUR BAJA
UNTUK BANGUNAN GEDUNG
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................ i dari xix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xvii dari xix
DAFTAR TABEL ..........................................................................xviii dari xix
1. MAKSUD DAN TUJUAN ................................................. 1 dari 184
1.1 Maksud ................................................................................... 1 dari 184
1.2 Tujuan..................................................................................... 1 dari 184
i dari xix
5.1 Sifat mekanis baja .................................................................. 9 dari 184
5.1.1 Tegangan leleh ....................................................................... 9 dari 184
5.1.2 Tegangan putus....................................................................... 9 dari 184
5.1.3 Sifat-sifat mekanis lainnya ..................................................... 9 dari 184
5.2 Baja struktural ........................................................................ 9 dari 184
5.2.1 Syarat penerimaan baja .......................................................... 9 dari 184
5.2.2 Baja yang tidak teridentifikasi................................................ 9 dari 184
5.3 Alat sambung........................................................................ 10 dari 184
5.3.1 Baut, mur, dan ring............................................................... 10 dari 184
5.3.2 Alat sambung mutu tinggi .................................................... 10 dari 184
5.3.3 Las ........................................................................................ 10 dari 184
5.3.4 Penghubung geser jenis paku yang dilas.............................. 10 dari 184
5.3.5 Baut angker........................................................................... 10 dari 184
ii dari xix
6.7 Gempa .................................................................................. 17 dari 184
6.8 Persyaratan perencanaan lainnya.......................................... 17 dari 184
iv dari xix
8.7.1 Pelat badan yang tidak diperkaku......................................... 42 dari 184
8.7.2 Pengaku pemikul beban........................................................ 43 dari 184
8.7.3 Pelat penguat samping.......................................................... 43 dari 184
8.7.4 Pelat badan dengan pengaku vertikal ................................... 43 dari 184
8.7.5 Pelat badan dengan pengaku memanjang dan vertikal......... 43 dari 184
8.7.6 Ketebalan pelat untuk komponen struktur yang dianalisis
secara plastis ......................................................................... 44 dari 184
8.7.7 Lubang di pelat badan .......................................................... 45 dari 184
8.8 Kuat geser pelat badan ......................................................... 45 dari 184
8.8.1 Kuat geser............................................................................. 45 dari 184
8.8.2 Kuat geser nominal............................................................... 45 dari 184
8.8.3 Kuat geser............................................................................. 46 dari 184
8.8.4 Kuat tekuk geser elasto-plastis ............................................. 46 dari 184
8.8.5 Kuat tekuk geser elastis........................................................ 47 dari 184
8.9 Interaksi geser dan lentur ..................................................... 47 dari 184
8.9.1 Kuat geser pelat badan dengan adanya momen lentur ......... 47 dari 184
8.9.2 Metode distribusi.................................................................. 47 dari 184
8.9.3 Metode interaksi geser dan lentur ........................................ 48 dari 184
8.10 Gaya tekan tumpu................................................................. 48 dari 184
8.10.1 Kuat tumpu ........................................................................... 48 dari 184
8.10.2 Lentur pelat sayap ................................................................ 49 dari 184
8.10.3 Kuat leleh pelat badan .......................................................... 49 dari 184
8.10.4 Kuat tekuk dukung pelat badan ............................................ 49 dari 184
8.10.5 Kuat tekuk lateral pelat badan .............................................. 50 dari 184
8.10.6 Kuat tekuk lentur pelat badan............................................... 50 dari 184
8.10.7 Kuat geser daerah panel ....................................................... 50 dari 184
8.11 Perencanaan pengaku penumpu beban................................. 51 dari 184
8.11.1 Ukuran pengaku ................................................................... 51 dari 184
8.11.2 Lebar pengaku ...................................................................... 51 dari 184
8.11.3 Tebal pengaku ...................................................................... 51 dari 184
8.12 Perencanaan pengaku vertikal .............................................. 51 dari 184
8.12.1 Pemasangan pengaku ........................................................... 51 dari 184
v dari xix
8.12.2 Luas minimum...................................................................... 52 dari 184
8.12.3 Kekakuan minimum ............................................................. 52 dari 184
8.13 Perencanaan pengaku memanjang........................................ 52 dari 184
8.13.1 Pemasangan .......................................................................... 52 dari 184
8.13.2 Kekakuan minimum ............................................................. 53 dari 184
8.14 Daerah panel......................................................................... 53 dari 184
8.14.1 Kuat geser daerah panel ....................................................... 53 dari 184
8.14.2 Perhitungan Rv ...................................................................... 53 dari 184
8.14.3 Syarat pelat perkuatan .......................................................... 54 dari 184
8.15 Pengekang lateral ................................................................. 54 dari 184
vi dari xix
10.2 Penampang efektif................................................................ 70 dari 184
10.2.1 Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut ....................... 71 dari 184
10.2.2 Kasus gaya tarik disalurkan oleh las memanjang................. 71 dari 184
10.2.3 Kasus gaya tarik disalurkan oleh las melintang ................... 72 dari 184
10.2.4 Kasus gaya tarik disalurkan oleh las sepanjang dua sisi ...... 72 dari 184
10.3 Komponen struktur tersusun dari dua buah profil atau lebih72 dari 184
10.3.1 Umum................................................................................... 72 dari 184
10.3.2 Beban rencana untuk sambungan ......................................... 72 dari 184
10.3.3 Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil
yang saling membelakangi .................................................. 73 dari 184
10.3.4 Komponen struktur tarik dengan penghubung ..................... 73 dari 184
10.4 Komponen struktur tarik dengan sambungan pen................ 74 dari 184
ix dari xix
14. KETAHANAN API ........................................................ 113 dari 184
14.1 Umum................................................................................. 113 dari 184
14.2 Beberapa definisi................................................................ 113 dari 184
14.3 Penentuan periode kelayakan struktural............................. 114 dari 184
14.4 Variasi sifat-sifat mekanis baja terhadap temperatur ......... 115 dari 184
14.4.1 Variasi tegangan leleh terhadap temperatur ....................... 115 dari 184
14.4.2 Variasi modulus elastisitas terhadap temperatur ................ 115 dari 184
14.5 Penentuan temperatur batas baja ........................................ 116 dari 184
14.6 Penentuan waktu tercapainya temperatur batas untuk
komponen struktur yang terlindung................................... 117 dari 184
14.6.1 Metode................................................................................ 117 dari 184
14.6.2 Temperatur yang didasarkan pada rangkaian pengujian .... 117 dari 184
14.6.3 Temperatur yang didasarkan pada pengujian tunggal........ 119 dari 184
14.7 Penentuan waktu tercapainya temperatur batas untuk
komponen struktur yang tak-terlindung ............................ 120 dari 184
14.8 Penentuan Periode Kelayakan Struktural (PKS) dari suatu
pengujian tunggal .............................................................. 120 dari 184
14.9 Kondisi terekspos api tiga-sisi............................................ 121 dari 184
14.10 Pertimbangan-pertimbangan khusus .................................. 121 dari 184
14.10.1 Sambungan-sambungan...................................................... 121 dari 184
14.10.2 Penetrasi pelat badan. ......................................................... 121 dari 184
x dari xix
15.4.2 Batasan simpangan antar lantai .......................................... 126 dari 184
15.5 Bahan.................................................................................. 127 dari 184
15.5.1 Spesifikasi bahan................................................................ 127 dari 184
15.5.2 Sifat bahan dalam menentukan kuat perlu sambungan
dan komponen struktur yang terkait ................................... 127 dari 184
15.6 Persyaratan kolom .............................................................. 128 dari 184
15.6.1 Kekuatan kolom ................................................................. 128 dari 184
15.6.2 Sambungan kolom.............................................................. 128 dari 184
15.7 Persyaratan untuk Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus (SRPMK) .............................................................. 129 dari 184
15.7.1 Ruang lingkup .................................................................... 129 dari 184
15.7.2 Sambungan balok-ke-kolom............................................... 129 dari 184
15.7.3 Daerah panel pada sambungan balok-ke-kolom ................ 130 dari 184
15.7.4 Batasan-batasan terhadap balok dan kolom ....................... 132 dari 184
15.7.5 Pelat terusan ....................................................................... 132 dari 184
15.7.6 Perbandingan momen kolom terhadap momen balok ........ 132 dari 184
15.7.7 Kekangan pada sambungan balok-ke-kolom ..................... 134 dari 184
15.7.8 Pengekang lateral pada balok ............................................. 135 dari 184
15.8 Persyaratan untuk Sistem Rangka Pemikul Momen
Terbatas (SRPMT).............................................................. 135 dari 184
15.8.1 Ruang lingkup .................................................................... 135 dari 184
15.8.2 Sambungan balok-ke-kolom............................................... 136 dari 184
15.8.3 Batasan-batasan terhadap balok dan kolom ....................... 136 dari 184
15.8.4 Pengekang lateral pada balok ............................................. 136 dari 184
15.9 Persyaratan untuk Sistem Rangka Pemikul Momen
Biasa (SRPMB) .................................................................. 137 dari 184
15.9.1 Ruang lingkup .................................................................... 137 dari 184
15.9.2 Sambungan balok-ke-kolom............................................... 137 dari 184
15.9.3 Pelat terusan ....................................................................... 138 dari 184
15.10 Persyaratan untuk Sistem Rangka Batang Pemikul Momen
Khusus (SRBPMK) ............................................................ 139 dari 184
15.10.1 Ruang lingkup .................................................................... 139 dari 184
xi dari xix
15.10.2 Segmen khusus ................................................................... 139 dari 184
15.10.3 Kuat nominal batang pada segmen khusus......................... 140 dari 184
15.10.4 Kuat nominal batang bukan segmen khusus ...................... 140 dari 184
15.10.5 Kekompakan....................................................................... 140 dari 184
15.10.6 Bresing lateral..................................................................... 141 dari 184
15.11 Persyaratan untuk Sistem Rangka Bresing Konsentrik
Khusus (SRBKK) ............................................................... 141 dari 184
15.11.1 Ruang lingkup .................................................................... 141 dari 184
15.11.2 Batang bresing.................................................................... 141 dari 184
15.11.3 Sambungan batang bresing................................................. 143 dari 184
15.11.4 Persyaratan khusus untuk konfigurasi bresing khusus ....... 143 dari 184
15.11.5 Kolom................................................................................. 144 dari 184
15.12 Persyaratan untuk Sistem Rangka Bresing Konsentrik
Biasa (SRBKB) .................................................................. 144 dari 184
15.12.1 Ruang lingkup .................................................................... 144 dari 184
15.12.2 Batang Bresing ................................................................... 145 dari 184
15.12.3 Sambungan batang bresing................................................. 146 dari 184
15.12.4 Persyaratan khusus untuk konfigurasi bresing ................... 147 dari 184
15.12.5 Bangunan-bangunan rendah ............................................... 147 dari 184
15.13 Persyaratan untuk Sistem Rangka Bresing Eksentrik
(SRBE) ............................................................................... 147 dari 184
15.13.1 Ruang lingkup .................................................................... 147 dari 184
15.13.2 Link .................................................................................... 148 dari 184
15.13.3 Pengaku Link...................................................................... 149 dari 184
15.13.4 Sambungan Link-ke-kolom................................................ 150 dari 184
15.13.5 Pengekang lateral pada Link .............................................. 151 dari 184
15.13.6 Batang bresing dan balok di luar Link ............................... 151 dari 184
15.13.7 Sambungan balok-ke-kolom............................................... 152 dari 184
15.13.8 Beban terfaktor kolom........................................................ 152 dari 184
19. PERUBAHAN STRUKTUR YANG SUDAH ADA ..... 181 dari 184
19.1 Umum................................................................................. 181 dari 184
19.2 Material .............................................................................. 181 dari 184
19.3 Pembersihan ....................................................................... 181 dari 184
19.4 Pengaturan khusus.............................................................. 181 dari 184
19.4.1 Pengelasan dan pemotongan .............................................. 181 dari 184
19.4.2 Urutan pengelasan .............................................................. 181 dari 184
xv dari xix
DAFTAR GAMBAR
Tabel 9.7-2 Nilai-nilai cl, clx, dan cly. untuk Gambar 9.7-2 ........... 65 dari 184
Tabel 9.7-3a Nilai clx. untuk Gambar 9.7-3 .................................... 66 dari 184
Tabel 9.7-3b Nilai cly. untuk Gambar 9.7-3 .................................... 66 dari 184
1.1 Maksud
Maksud Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan
Gedung ini adalah sebagai acuan bagi para perencana dan pelaksana
dalam melakukan pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan struktur
baja.
1.2 Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mengarahkan terciptanya pekerjaan
perencanaan dan pelaksanaan baja yang memenuhi ketentuan
minimum serta mendapatkan hasil pekerjaan struktur yang aman,
nyaman, dan ekonomis.
1 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
2 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
3.2 Persyaratan-persyaratan
3.2.1 Struktur
Dalam perencanaan struktur baja harus dipenuhi syarat-syarat
berikut:
1) analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika
teknik yang baku;
2) analisis dengan komputer, harus memberitahukan prinsip cara
kerja program dan harus ditunjukan dengan jelas data masukan
serta penjelasan data keluaran;
3 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
4 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
4. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan:
1) aksi adalah penyebab terjadinya tegangan atau deformasi pada
struktur;
2) beban adalah suatu gaya yang bekerja dari luar;
3) daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk
melakukan deformasi inelastis bolak-balik berulang di luar
batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah
besar kemampuan daya dukung bebannya;
4) faktor reduksi adalah suatu faktor yang dipakai untuk
mengalikan kuat nominal untuk mendapatkan kuat rencana;
5) keadaan batas adalah setiap kondisi batas, yang di luar batas
ini struktur tidak akan dapat lagi memenuhi fungsi yang
direncanakan;
6) ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang memenuhi
Butir 3.1 dan 3.2;
7) komponen struktur tak bergoyang adalah komponen struktur,
yang perpindahan transversal satu ujung terhadap ujung lainnya
pada komponen struktur vertikal, dikekang secara efektif;
8) kondisi terekspos api tiga sisi adalah komponen struktur baja
yang salah satu bidang sisinya bersentuhan dengan beton atau
lantai atau dinding pasangan;
9) kondisi terekspos api empat sisi adalah suatu komponen
struktur baja yang menghadap api pada seluruh bidang sisinya;
10) kuat perlu adalah kuat yang diperlukan oleh komponen struktur
yang ditentukan oleh persyaratan bangunan tahan gempa;
11) kuat rencana adalah perkalian antara kuat nominal dengan
faktor reduksi;
12) las tumpul penetrasi penuh adalah suatu las tumpul, yang
fusinya terjadi diantara material las dan metal induk, meliputi
seluruh ketebalan sambungan las;
13) las tumpul penetrasi sebagian adalah suatu las tumpul yang
kedalaman penetrasinya kurang dari seluruh ketebalan
sambungan;
14) pengaruh aksi atau pengaruh beban adalah gaya-dalam atau
momen lentur akibat aksi atau beban-beban yang bekerja;
15) pengaruh aksi beban rencana adalah efek aksi atau efek beban
yang dihitung dari aksi rencana atau beban rencana;
5 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
16) pengganti standar adalah standar dalam bentuk SII atau SNI
yang dibuat menggantikan standar yang saat ini berlaku;
17) pengaruh aksi terfaktor adalah efek aksi atau efek beban yang
didapat dari kombinasi pembebanan pada Butir 6.2.2;
18) pengencangan penuh adalah suatu metode memasang dan
menarik suatu baut yang sesuai dengan Butir 18.2.4. dan 18.2.5;
19) pembebanan gaya sebidang adalah pembebanan yang gaya-
gaya rencana dan momen lenturnya bekerja pada bidang
sambungan, sehingga efek aksi rencana yang bekerja pada
komponen sambungan hanya berbentuk gaya-gaya geser saja;
20) panjang batang tekan adalah panjang sebenarnya (L) suatu
komponen struktur yang dibebani gaya aksial tekan, diambil
dari panjang antara pusat-ke-pusat perpotongan dengan
komponen struktur penyangga atau panjang kantilever dalam
kasus komponen struktur yang berdiri bebas;
21) rangka kaku adalah suatu rangka struktur yang gaya-gaya
lateralnya dipikul oleh sistem struktur dengan sambungan-
sambungannya direncanakan secara kaku dan komponen
strukturnya direncanakan untuk memikul efek gaya aksial, gaya
geser, lentur, dan torsi;
22) rasio kelangsingan geometri adalah rasio kelangsingan
geometri (Lk/r), diambil sebagai panjang efektif (Lk), yang diatur
dalam Butir 7.6.3 atau 9.3, dibagi dengan jari-jari girasi (r),
yang dihitung untuk penampang kotor terhadap sumbu yang
relevan;
23) rasio luas permukaan ekspos adalah rasio atau perbandingan
luas permukaan yang menghadap api terhadap massa baja;
24) sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang terjadi dengan
menggunakan baut atau baut mutu tinggi yang dikencangkan
menurut batas tarik baut minimum tertentu, sehingga gaya-gaya
rencana dipindahkan dengan tumpuan dan gesekan pada baut
dan elemen-elemen sambungan pada keadaan kekuatan batas;
25) sambungan tipe geser adalah sambungan yang didapat dengan
menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan menurut
batas tarik minimum tertentu sedemikian hingga hasil aksi
jepitan menyalurkan gaya geser rencana pada keadaan batas
layan yang bekerja pada bidang kontak bersama akibat gesekan
yang terjadi antara bidang-bidang kontak;
26) sistem ganda terdiri dari a) rangka ruang yang memikul seluruh
beban gravitasi, b) pemikul beban lateral berupa dinding geser
atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka
6 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
4.1.1 Umum
Standar ini tidak dimaksudkan sebagai penghalang untuk
menggunakan material atau metode perencanaan atau pelaksanaan
yang tidak tercantum di dalamnya, selama ketentuan-ketentuan pada
Butir 6 tetap dipenuhi.
4.2 Perencanaan
7 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
4.2.3 Pelaksanaan
Seluruh struktur baja yang direncanakan menurut standar ini, harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat dijamin dengan baik
ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam perencanaan, seperti
yang tercantum dalam gambar dan spesifikasinya.
8 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
5. MATERIAL
9 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
5.3.3 Las
Material pengelasan dan logam las harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
10 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
11 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
6.2.1 Beban-beban
Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas,
kekuatan batas, dan kemampuan-layan batas harus memperhitungkan
pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut
ini:
1) beban hidup dan mati seperti disyaratkan pada SNI 03-1727-1989
atau penggantinya;
2) untuk perencanaan keran (alat pengangkat), semua beban yang
relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau
penggantinya;
3) untuk perencanaan pelataran tetap, lorong pejalan kaki, tangga,
semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-
1989, atau penggantinya;
4) untuk perencanaan lift, semua beban yang relevan yang
disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
5) pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03-1726-1989, atau
penggantinya;
6) beban-beban khusus lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
12 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
13 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
6.4.1 Umum
Sistem struktur dan komponen struktur harus direncanakan untuk
mempunyai kemampuan-layan batas dengan mengendalikan atau
membatasi lendutan dan getaran. Kemampuan layan batas ini juga
berlaku untuk setiap baut. Di samping itu untuk bangunan baja
14 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
6.4.2 Metode
Sistem struktur dan komponen struktur harus direncanakan untuk
keadaan kemampuan-layan batas sebagai berikut:
1) beban-beban dan aksi-aksi lainnya harus ditentukan sesuai dengan
Butir 6.2.1 dan 6.2.3 dan beban-beban keadaan kemampuan-layan
batas harus ditentukan berdasarkan Butir 6.2.2;
2) lendutan akibat beban dalam keadaan kemampuan-layan batas
harus ditentukan berdasarkan metode analisis elastis pada Butir
7.4 dengan semua faktor amplifikasi diambil sama dengan satu.
Lendutan harus memenuhi Butir 6.4.3;
3) perilaku getaran harus dikaji sesuai dengan Butir 6.4.4;
4) slip baut pada sambungan harus dibatasi bila diperlukan, sesuai
dengan Butir 6.4.5;
5) perlindungan terhadap korosi harus diberikan sesuai dengan Butir
6.4.6.
1
L adalah panjang bentang, h adalah tinggi tingkat, beban tetap adalah beban mati
dan beban hidup, beban sementara meliputi beban gempa atau beban angin.
15 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
6.6 Kebakaran
Bangunan, komponen-komponen struktur, dan sambungan-
sambungannya harus direncanakan sesuai dengan Butir 14.
6.7 Gempa
Dalam hal gempa menjadi suatu pertimbangan perencanaan , seperti
yang ditentukan pada SNI 03-1726-1989, atau penggantinya,
16 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
17 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
18 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
19 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
20 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
7.4.1 Anggapan
Setiap komponen struktur dianggap tetap dalam keadaan elastis pada
setiap kondisi beban terfaktor. Pengaruh dari voute atau perubahan
21 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
22 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
dengan Nu adalah gaya aksial tekan terfaktor dan Ncrb adalah beban
kritis elastis, ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.1, untuk komponen
struktur tak-bergoyang.
Untuk komponen struktur tak-bergoyang tanpa beban transversal,
faktor cm dihitung berikut ini:
c m = 0,6 − 0,4 β m ≤ 1,0 (7.4-4)
1
atau δ s = (7.4-6b)
∑ Nu
1−
∑N
crs
23 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
ΣΝu adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban
gravitasi untuk seluruh kolom pada satu tingkat yang
ditinjau, N
Ncrs adalah ditetapkan pada Butir 7.6.1 untuk kasus komponen
struktur bergoyang, N
∆oh adalah simpangan antar lantai pada tingkat yang sedang
ditinjau, mm
ΣΗ adalah jumlah gaya horizontal yang menghasilkan ∆oh pada
tingkat yang ditinjau, N
L adalah tinggi tingkat, mm
7.4.3.3 Persamaan interaksi aksial-momen
Dalam segala hal, salah satu dari dua persamaan interaksi aksial-
momen berikut ini harus dipenuhi oleh setiap komponen struktur
prismatis simetris ganda dan simetris tunggal.
Nu Nu 8 M ux M uy
(i) Bila ≥ 0,2 maka + + ≤ 1,0 (7.4-7a)
φ Nn φ N n 9 φ b M nx φ b M ny
Nu Nu M ux M uy
(ii) Bila < 0,2 maka + + ≤ 1,0 (7.4-7b)
φ Nn 2φ N n φ b M nx φ b M ny
Keterangan:
Nu adalah gaya aksial terfaktor, N
Nn adalah kuat nominal penampang komponen struktur;
ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.2 untuk komponen
struktur tekan dan Butir 10.1 untuk komponen struktur
tarik, N
φ adalah faktor reduksi kekuatan
φ = φc adalah untuk komponen struktur tekan = 0,85
φ = φt adalah untuk komponen struktur tarik=0,9
φb adalah faktor reduksi kekuatan untuk komponen
struktur lentur = 0,90
Mnx, M ny adalah momen lentur nominal penampang komponen
struktur masing-masing terhadap sumbu-x dan -y
ditetapkan sesuai dengan Butir 8.2 dan 8.3, N-mm
Mux, M uy adalah momen lentur terfaktor masing-masing terhadap
sumbu-x dan -y, sudah termasuk pengaruh orde kedua,
N-mm
24 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
7.5.1 Penerapan
Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat
ditetapkan menggunakan analisis plastis selama batasan pada Butir
7.5.2 dipenuhi. Distribusi gaya-gaya-dalam harus memenuhi syarat
keseimbangan dan syarat batas.
7.5.2 Batasan
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan di bawah ini harus
dipenuhi, yaitu:
a) Tegangan leleh baja yang digunakan tidak melebihi 450 MPa;
b) Pada daerah sendi plastis, tekuk setempat harus dapat dihindari
dengan mensyaratkan bahwa perbandingan lebar terhadap tebal,
b/t, lebih kecil daripada λ p . Nilai λ p tersebut ditetapkan sesuai
dengan Tabel 7.5-1;
c) Pada rangka dengan bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada
kolom yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban
horizontal terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,85 Ab f y .
Pada rangka tanpa bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom
yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban
horizontal terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,75 Ab f y ;
d) Parameter kelangsingan kolom λc tidak boleh melebihi 1,5 kc.
Nilai kc ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3;
e) Untuk komponen struktur dengan penampang kompak yang
terlentur terhadap sumbu kuat penampang, panjang bagian pelat
sayap tanpa pengekang lateral, Lb, yang mengalami tekan pada
daerah sendi plastis yang mengalami mekanisme harus memenuhi
syarat Lb ≤ Lpd, yang ditetapkan berikut ini:
(i) Untuk profil-I simetris tunggal dan simetris ganda dengan
lebar pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar
daripada lebar pelat sayap tarik dan dibebani pada bidang
pelat sayap
M1 r
25.000 + 15.000 M 2 y
L pd = (7.5-1)
fy
25 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
fy adalah tegangan leleh material, MPa
M1 adalah momen ujung yang terkecil, N-mm
M2 adalah momen ujung yang terbesar, N-mm
ry adalah jari-jari girasi terhadap sumbu lemah, mm
(M1/M2) bertanda positif untuk kasus kelengkungan ganda
dan negatif untuk kasus kelengkungan tunggal
L pd dinyatakan dalam mm
.
(ii) Untuk komponen struktur dengan penampang persegi
pejal dan balok kotak simetris
M1 r
35.000 + 21.000 M 2 y 21.000 ry
L pd = ≥ (7.5-2)
fy fy
26 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Ab f y
N cr = (7.6-1)
λ2c
dengan parameter kelangsingan kolom, λc, ditetapkan sebagai berikut:
1 Lk fy
λc = (7.6-2)
π r E
dengan Lk = k c L dan fy adalah tegangan leleh material. Dalam hal
ini kc adalah faktor panjang tekuk, ditetapkan sesuai dengan Butir
7.6.3 dan L adalah panjang teoritis kolom.
7.6.2 Daya dukung nominal komponen struktur tekan
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap
tebalnya lebih kecil daripada nilai λr pada Tabel 7.5-1, daya dukung
nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut:
fy
N n = Ag f cr = Ag (7.6-3)
ω
fy
f cr = (7.6-4)
ω
untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1 (7.6-5a)
1,43
untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω = (7.6-5b)
1,6 − 0,67λc
untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25λ2c (7.6-5c)
Keterangan:
Ag adalah luas penampang bruto, mm2
27 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
28 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
kecuali bahwa:
a) untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak
terhubungkan secara kaku pada fondasi, nilai G tidak boleh
diambil kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisis khusus
untuk menetapkan nilai G tersebut; dan
b) untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubungkan
secara kaku pada fondasi, nilai G tidak boleh diambil kurang
dari 1, kecuali bila dilakukan analisis khusus untuk menetapkan
nilai G tersebut.
I
Besaran ∑ dihitung dengan menjumlahkan kekakuan semua
L c
komponen struktur tekan dengan bidang lentur yang sama
yang terhubungkan secara kaku pada ujung komponen struktur
yang sedang ditinjau, termasuk komponen struktur itu sendiri.
I
Besaran ∑ dihitung dengan menjumlahkan kekakuan semua
L b
komponen struktur lentur dengan bidang lentur yang sama
yang terhubungkan secara kaku pada ujung komponen struktur
yang sedang ditinjau.
7.6.3.4 Komponen struktur pada struktur segitiga
Panjang efektif (Lk) komponen struktur pada suatu struktur segitiga
diambil tidak kurang dari panjang teoritisnya (L) dari as-ke-as
sambungan dengan komponen struktur lainnya, kecuali jika
dihitung dengan analisis lainnya yang lebih teliti.
7.6.4 Batas kelangsingan
Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tekan, angka
perbandingan kelangsingan λ=Lk/r dibatasi sebesar 200.
Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tarik, angka
perbandingan kelangsingan L/r dibatasi sebesar 300 untuk batang
sekunder dan 240 untuk batang primer. Ketentuan di atas tidak
berlaku untuk batang bulat dalam tarik. Batang-batang yang
ditentukan oleh gaya tarik, namun dapat berubah menjadi tekan yang
tidak dominan pada kombinasi pembebanan yang lain, tidak perlu
memenuhi batas kelangsingan batang tekan.
Tabel 7.5-1
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
29 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
lebar terhadap
tebal
(λ) λp λr
(tak-kompak)
(kompak)
Pelat sayap balok-I dan b/t 170 / f y [c] 370 / f y − f r [e]
kanal dalam lentur
Pelat sayap balok-I hibrida b/t 170 / f yf 420
atau balok tersusun yang di [e][f]
las dalam lentur ( f yf − f r ) / k e
30 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Untuk Nu/φbNy>0,125
[c]
500 N u 665
2,33 − ≥
fy φb N y fy
31 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
b
f f b f
b
hc f
h fw h
hc
b b
h h
Gambar 7.5-1
Simbol untuk beberapa variabel penampang.
Gambar 7.6-1
Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.
32 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Gambar 7.6-2
(a) Nilai kc untuk komponen struktur tak bergoyang, dan (b) untuk
komponen struktur bergoyang.
33 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
M ux ≤ φ M n (8.1-1)
Keterangan:
Mux adalah momen lentur terfaktor terhadap sumbu-x yang dihitung
menurut Butir 7.4, N-mm
φ adalah faktor reduksi = 0,9
Mn adalah kuat nominal dari momen lentur penampang
Mn diambil nilai yang lebih kecil dari kuat nominal penampang
untuk momen lentur terhadap sumbu-x yang ditentukan oleh
Butir 8.2, atau kuat nominal komponen struktur untuk momen
lentur terhadap sumbu-x yang ditentukan oleh Butir 8.3 pada
balok biasa, atau Butir 8.4 khusus untuk balok pelat berdinding
penuh, N-mm
M uy ≤ φ M n (8.1-2)
Keterangan:
Muy adalah momen lentur perlu terhadap sumbu-y yang dihitung
menurut Butir 7.4, N-mm
Mn adalah kuat lentur nominal penampang terhadap sumbu-y yang
ditentukan pada Butir 8.2, N-mm
34 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Mu ≤ φ Mn (8.1-3)
Keterangan:
Mu adalah momen lentur rencana yang dihitung menurut Butir
7.5, N-mm
Mn adalah kuat lentur nominal penampang yang ditentukan
pada Butir 8.2.1(b) , N-mm
35 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Mn = M p (8.2-1.a)
λ − λp
M n = M p − (M p − M r ) (8.2-1.b)
λr − λ p
M n = M r (λ r / λ ) 2 (8.2-1.c)
36 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Mn = M p (8.3-2.a)
37 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
( Lr − L )
(
M n = Cb M r + M p − M r ) ≤Mp
( Lr − L p )
(8.3-2.b)
M n = M cr ≤ M p (8.3-2.c)
38 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
M n = K g Sf cr (8.4-1)
Keterangan:
fcr adalah tegangan kritis yang ditentukan oleh Butir 8.4.3,
8.4.4 atau 8.4.5, MPa
S adalah modulus penampang yang ditentukan sesuai Butir
8.2.1, mm3
Kg adalah koefisien balok pelat berdinding penuh
Koefisien balok pelat berdinding penuh, Kg ditentukan sebagai
berikut:
ar h 2.550
Kg = 1− − (8.4-2)
1.200 + 300a r t w f cr
Keterangan:
ar adalah perbandingan luas pelat badan terhadap pelat sayap
tekan
h adalah tinggi bersih balok pelat berdinding penuh (dua kali
jarak dari garis netral ke tempat mulai adanya alat
penyambung di sisi tekan), mm
b) Faktor pengali momen Cb ditentukan oleh persamaan (8.3-1).
39 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
E
λ r = 4,40 (8.4-4.b)
fy
ke E
λ r = 1,35 (8.4-4.d)
fy
4
dengan k e = dengan 0,35 ≤ ke ≤ 0,763.
h
tw
8.4.3 Kasus λG ≤ λp
Komponen struktur yang memenuhi λG ≤ λp maka
f cr = f y (8.4-5.a)
8.4.4 Kasus λp ≤ λG ≤ λr
Komponen struktur yang memenuhi λp ≤ λG ≤ λr, maka
(λ G − λ p )
f cr = Cb f y 1 − ≤ fy (8.4-5.b)
2(λ r − λ p )
8.4.5 Kasus λr ≤ λG
Komponen struktur yang memenuhi λr ≤ λG, maka
40 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
2
λ
f cr = fc r (8.4-5.c)
λg
dengan,
Cb f y
fc = ≤ fy (8.4-6.a)
2
jika ditentukan oleh tekuk torsi lateral (Butir 8.4.2.1); atau
fy
fc = (8.4-6.b)
2
jika ditentukan oleh tekuk lokal (Butir 8.4.2.2).
8.6.1 Persyaratan
a) Ukuran dan susunan pelat badan balok pelat berdinding penuh,
termasuk pengaku melintang dan memanjang, harus memenuhi
Butir 8.7;
b) Pelat badan yang mengalami gaya geser harus memenuhi Butir
8.8;
41 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
c) Pelat badan yang mengalami gaya geser dan momen lentur harus
memenuhi Butir 8.9;
d) Pelat badan yang mengalami gaya tumpu harus memenuhi Butir
8.10;
e) Pengaku gaya tumpu dan tiang ujung harus memenuhi Butir 8.11;
f) Pengaku melintang di tengah harus memenuhi Butir 8.12;
g) Pengaku memanjang harus memenuhi Butir 8.13;
h) Untuk kasus yang tidak tercakup dalam butir-butir tersebut di
atas, dapat dilakukan analisis yang rasional lainnya.
E
(h / t w ) ≤ 6,36 (8.7-1.a)
fy
dengan h adalah tinggi bersih pelat badan di antara kedua pelat sayap;
sedangkan jika pada salah satu sisi memanjang dibatasi oleh tepi
bebas maka harus memenuhi
E
(h / t w ) ≤ 3,18 (8.7-1.b)
fy
42 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
E
(h / t w ) ≤ 7,07 jika 1,0 ≤ a/h ≤ 3,0 (8.7-2.a)
fy
E
(a / t w ) ≤ 7,07 jika 0,74≤ a/h ≤ 1,0 (8.7-2.b)
fy
E
(h / t w ) ≤ 9,55 jika a/h≤ 0,74 (8.7-2.c)
fy
E
(h / t w ) ≤ 8,83 jika 1,0≤ a/h ≤3,0 (8.7-3.a)
fy
43 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
E
(a / t w ) ≤ 8,83 jika 0,74≤a/h≤1,0 (8.7-3.b)
fy
E
(h / t w ) ≤ 12,02 jika a/h≤0,74 (8.7-3.c)
fy
E
(h / t w ) ≤ 14,14 jika a/h≤1,5 (8.7-3.d)
fy
E
(h / t w ) ≤ 2,90 (8.7-4)
fy
Pengaku penumpu beban harus dipasang jika ada gaya tumpu atau
gaya geser yang bekerja dalam jarak h/2 dari lokasi sendi plastis dan
beban tumpu perlu atau gaya geser perlu melewati 0,1 kali kuat geser
rencana (φVf) suatu komponen yang ditentukan dengan Butir 8.8.3.
Pengaku-pengaku ini harus ditempatkan dalam jarak h/2 dari lokasi
sendi plastis di kedua sisi sendi plastis tersebut dan harus
direncanakan sesuai dengan Butir 8.11 untuk memikul gaya yang
lebih besar di antara gaya tumpu atau gaya geser.
Jika pengaku terbuat dari pelat lurus, kekakuannya (λ) seperti
didefinisikan dalam Butir 8.2.2, dengan menggunakan tegangan leleh
pengaku, harus lebih kecil dari batas plastisitas (λ p ) yang ditentukan
dalam Butir 8.2.2.
Untuk penampang pipa, maka ketebalannya harus memenuhi
E
( D / t ) ≤ 0,045 (8.7-5)
fy
44 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Vu ≤ φVn (8.8-1)
Keterangan:
φ adalah faktor reduksi sesuai Tabel 6.4-2
Vn adalah kuat geser nominal pelat badan berdasarkan Butir 8.8.2,
N
45 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
kn E k E
1,10 ≤ (h / t w ) ≤ 1,37 n (8.8-2.b)
fy fy
kn E
1,37 ≤ (h / t w ) (8.8-2.c)
fy
Vn = 0,6 f y Aw (8.8-3.a)
Vn = 0,36 f y Ae (8.8-3.b)
dengan luas efektif penampang (Ae) harus diambil sebagai luas kotor
penampang bulat berongga jika tidak ada lubang yang besarnya lebih
dari yang dibutuhkan untuk alat sambung atau luas bersih lebih besar
dari 0,9 luas kotor. Jika tidak, luas efektif diambil sama dengan luas
bersih.
k E 1
Vn = 0,6 f y Aw 1,10 n (8.8-4.a)
f y (h / t w )
atau
46 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
(1 − C v )
Vn = 0,6 f y Aw C v + (8.8-4.b)
1,15 1 + (a / h) 2
dengan
kn E / f y
C v = 1,10
(h / t w )
0,9 Aw k n E
Vn = (8.8-5.a)
(h / t w ) 2
atau
(1 − C v )
Vn = 0,6 f y Aw C v + (8.8-5.b)
1,15 1 + (a / h) 2
dengan
kn E 1
C v = 1,5
f y (h / t w ) 2
M u ≤ φM f (8.9-1.a)
47 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
M f = Af d f f y (8.9-1.b)
Keterangan:
A f adalah luas efektif pelat sayap, mm2
A f adalah jarak antara titik berat pelat-pelat sayap, mm
Mu V
+ 0,625 u ≤ 1,375 (8.9-2)
φM n φV n
Keterangan:
Vn adalah kuat geser nominal pelat badan akibat geser saja (lihat
Butir 8.8.2), N
Mn adalah kuat lentur nominal balok (lihat Butir 8.2, 8.3, atau 8.4),
N-mm
Ru ≤ φRb (8.10-1)
Keterangan:
φ adalah faktor reduksi sesuai Tabel 6.4-2
Rb adalah kuat tumpu nominal pelat badan akibat beban terpusat
atau setempat, yang harus diambil nilai yang terkecil dari kuat
tumpu yang ditentukan oleh Butir 8.10.3, 8.10.4, 8.10.5, 8.10.6,
atau 8.10.7, N
48 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Rb = 6,25 t 2f f y (8.10-2)
dengan tf adalah tebal pelat sayap yang dibebani gaya tekan tumpu.
Keterangan:
k adalah tebal pelat sayap ditambah jari-jari peralihan, mm
N adalah dimensi longitudinal pelat perletakan atau tumpuan,
minimal sebesar k, mm
N t Ef y t f
1,5
Rb = 0,39t w2 1 + 3 w (8.10-4.b)
d t f tw
49 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
N t
1,5
Ef y t f
Rb = 0,39t w2 1 + 4 − 0,2 w t (8.10-4.c)
d f tw
dengan,
Cr = 3,25 untuk M ≤ M y
= 1,62 untuk M > M y
24,08t w3
Rb = Ef y (8.10-6)
h
50 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Ru − φRb ≤ As f y (8.11-1)
bs E
≤ 0,56 (8.11-2)
ts fy
Keterangan:
ts adalah ketebalan pengaku, mm
bs adalah lebar pengaku, mm
51 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
( a / h) 2
As ≥ 0,5 Aw (1 − C v )(a / h) − (8.12-1)
1 + ( a / h) 2
Keterangan:
Cv adalah perbandingan antara kuat geser yang ditentukan pada
Butir 8.8.4 atau 8.8.5 terhadap kuat geser yang ditentukan oleh
Butir 8.8.3
Aw adalah luas pelat badan, mm2
D = 1,0 untuk sepasang pengaku
= 1,8 untuk pengaku siku tunggal
= 2,4 untuk pengaku pelat tunggal
1,5h 3t w3
Is ≥ untuk (a/h)>√2 (8.12-2.b)
a2
8.13.1 Pemasangan
Pengaku memanjang dipasang jika pelat badan tidak memenuhi syarat
yang ditetapkan pada Butir 8.7.5. Pengaku memanjang pada pelat
badan harus menerus dan harus mencapai pengaku melintang pada
pelat badan.
52 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
4A A
I s ≥ 4ht w3 1 + s 1 + s (8.13-1)
Aw Aw
I s ≥ ht w3 (8.13-2)
8.14.2 Perhitungan Rv
a) Jika dalam analisis rangka stabilitas daerah panel tidak
diperhitungkan, maka,
untuk Nu ≤ 0,4 N y
Rv = 0,6 f y d c t w (8.14-1.a)
untuk Nu > 0,4 N y
N
Rv = 0,6 f y d c t w 1,4 − u (8.14-1.b)
N y
b) Jika dalam analisis rangka stabilitas daerah panel diperhitungkan,
maka ,
untuk Nu ≤ 0,75 N y
3bcf t cf2
Rv = 0,6 f y d c t w 1 + (8.14-1.c)
db dctw
untuk Nu > 0,75 N y
53 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
8.15.1 Pengekang lateral berupa batang harus mampu memikul gaya tekan
terfaktor Nu sebesar,
L
N u = 0 ,01At f y
Lkr
Keterangan:
At adalah luas sayap tertekan penampang komponen struktur yang
dikekang jika berpenampang kompak atau luas bagian tertekan
jika berpenampang tak kompak, mm2
fy adalah tegangan leleh batang pengkang lateral, MPa
L adalah jarak antar pengekang lateral, mm
Lkr adalah panjang tekuk batang pengekang lateral, mm
8.15.2 Jarak pengekang lateral ke tepi luar sayap tertekan tidak boleh lebih
dari 1/3 tinggi penampang komponen struktur yang dikekang.
54 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
N u ≤ φ n N nlt (9.2-1)
55 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Ix + Iy
ro2 = + xo2 + y o2 ,
A
xo2 + y o2
H = 1−
r2
o
Keterangan:
xo, ,yo adalah koordinat pusat geser terhadap titik berat, x0 = 0
untuk siku ganda dan profil T (sumbu y - sumbu simetris)
f cry dihitung sesuai dengan persamaan (7.6-4), untuk tekuk
lentur terhadap sumbu lemah y-y, dan dengan menggunakan
harga λ c , yang dihitung dengan rumus
Lky fy
dan λc = ,
πr y E
dengan Lky adalah panjang tekuk dalam arah sumbu lemah y–y.
56 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Lkx
λx = (9.3-1)
rx
Keterangan:
Lkx adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah
tegak lurus sumbu x−x, dengan memperhatikan pengekang
lateral yang ada, dan kondisi jepitan ujung-ujung komponen
struktur, mm
rx adalah jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap
sumbu x− x, mm
y y y
l l l
a
y l
x x x x x x
x x
l l l l
y y y
a a a
m=2
m=2 m=2 m=2
(a) (b) (c) (d)
y y
l
l
x x
x x
a a l
a a a l
y y
m=3 m=4
(e) (f)
Gambar 9.3-1
Pada arah tegak lurus sumbu bebas bahan y−y, harus dihitung
kelangsingan ideal λiy dengan persamaan:
m 2
λiy = λ2y + λl (9.3-2)
2
Lky
λy = (9.3-3)
ry
57 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Ll
λl = (9.3-4)
rmin
Keterangan:
m adalah konstanta seperti tercantum pada Gambar 9.3-1
Lky adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada
arah tegak lurus sumbu y−y, dengan memperhatikan
pengekang lateral yang ada dan kondisi jepitan ujung-
ujung komponen struktur, mm
ry adalah jari-jari girasi dari komponen struktur tersusun
terhadap sumbu y−y, mm
Ll adalah spasi antar pelat kopel pada arah komponen
struktur tekan, mm
rmin adalah jari-jari girasi elemen komponen struktur terhadap
sumbu yang memberikan nilai yang terkecil (sumbu l−l),
mm
Agar persamaan (9.3-2) dapat dipakai, harus dipenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a
Ll
Gambar 9.3-2
a) Pelat-pelat kopel membagi komponen struktur tersusun
menjadi beberapa bagian yang sama panjang atau dapat
dianggap sama panjang,
58 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
59 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
AL3d
λl = π (9.4-1)
zAd Ll a 2
Keterangan:
A adalah luas penampang komponen struktur tersusun, mm2
Ad adalah luas penampang satu unsur diagonal, mm2
Ld adalah panjang unsur diagonal, mm
Ll adalah panjang komponen struktur pada kedua ujungnya
yang dibatasi oleh unsur penghubung, mm
a adalah jarak antara dua pusat titik berat elemen komponen
struktur, mm
z adalah konstanta yang tercantum pada masing-masing
gambar (lihat Gambar 9.4-1)
60 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
α α α α α
Ll Ll Ll Ll Ll
Ld Ld Ld Ld Ld
Ll Ll Ll Ll Ll
AL3d Aa
λl = π 2
+ (9.4-2)
zAd Ll a 2 Ah Ll
61 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
m 2
λix = λ2x + λl
2
(9.5-1)
m* 2
λiy = λ2y + λl
2
Harga λl dapat dihitung dengan persamaan (9.3-4) atau (9.4-1)
atau (9.4-2) dan nilai-nilai m dan m* tertera pada Gambar 9.5-1.
2) Koefisien-koefisien ωix dan ω iy selanjutnya ditentukan oleh
harga-harga λix dan λiy , sehingga pemeriksaan kekuatan nominal
dapat dihitung dari nilai terkecil, sesuai dengan modifikasi
persamaan (9.3-6):
Ag f y
Nn = (9.5-2.a)
ω ix
atau
Ag f y
Nn = (9.5-2.b)
ω iy
Selanjutnya pemeriksaan kekuatan dapat dihitung sesuai dengan
persamaan (9.1-1).
3) Untuk menjamin stabilitas komponen struktur maka harga-harga
λix dan λiy pada persamaan (9.5-1) harus memenuhi:
λix ≥ 1,2λl
(9.5-3)
λiy ≥ 1,2λl
62 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
y l
a
y l l y
m=2 m=2 m=2
l a
x x
x x x x
l l
y
y y
a
m* = 2 m* = 2 m* = 2
(a) (b) (c)
y
l y l
m=2 m=2
a l x
x x
l
x
y
y
a
m* = 2 (d) (e) m* = 4
Gambar 9.5-1
0 l y y
0 l
x y x l y
l
x x x x
y l x y l x l
0 0 y l y
Gambar 9.6-1
63 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
(a)
Gambar 9.7-1
64 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Tabel 9.7-1: Nilai-nilai cl, clx, dan cly untuk Gambar 9.7-1b
Le/L l1 / l 2
0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1
0,4 2,60 1,90 1,40 1,20 1,10 1
0,3 2,10 1,56 1,30 1,12 1,08 1
0,2 1,50 1,22 1,12 1,08 1,04 1
0,1 1,10 1,06 1,04 1,02 1,01 1
0 1 1 1 1 1 1
y
A A A-A
x x
y
B B B-B
x x
Gambar 9.7-2.
Tabel 9.7-2: Nilai-nilai cl, clx, dan cly untuk Gambar 9.7-2.
Le/L I1/I2
0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1
0,5 1,43 1,28 1,15 1,08 1,03 1
0,4 1,27 1,18 1,09 1,05 1,02 1
0,3 1,14 1,08 1,04 1,02 1,01 1
0,2 1,04 1,03 1,02 1 1 1
0,1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1
65 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
A-A
A A x x
y
B-B
B B x x
Gambar 9.7-3
66 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Lkiy
λiy =
r y2
Nilai koefisien tekuk ω ditentukan dari nilai λ yang terbesar;
9) Selanjutnya perhitungan kekuatan struktur keseluruhan dapat
dilakukan sesuai dengan Butir 7.6.3 dan persamaan (9.1-1).
Keterangan:
N uAC adalah kuat tekan perlu batang AC (yang lebih besar), N
N uBC adalah kuat tekan perlu batang BC (yang lebih kecil), N
Bilamana salah satu gaya di atas adalah gaya tarik, maka N uBC
adalah kuat tarik perlu dan nilainya diberi tanda negatif.
67 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
L L
A C B
Gambar 9.8-1
4) Apabila di antara kedua titik kumpul ujung-ujung batang tepi itu
bekerja gaya-gaya yang arahnya tegak lurus terhadap sumbu
batang, maka batang tersebut dianggap memikul kombinasi tekan
dan lentur, dan direncanakan menurut ketentuan pada Butir 11.
68 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
y
η
x x
ex
η
y
Gambar 9.8-2
x x
ey
Gambar 9.8-3
4) Apabila batang tunggal pada Butir 9.8.2(3) berupa baja seperti
pada Gambar 9.8-3 maka batang dianggap memikul kombinasi
tekan dan lentur pada arah tegak lurus sumbu y-y dan
direncanakan menurut ketentuan pada Butir 11, dengan:
M uy = N u e y . Dalam hal ini, panjang tekuk Lky diambil sama
dengan 0,7 kali panjang skematisnya.
69 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Nu ≤ φ N n (10.1.1-1)
φ = 0,9
N n = Ag f y (10.1.1-2.a)
dan
φ = 0,75
N n = Ae f u (10.1.1-2.b)
Keterangan:
Ag adalah luas penampang bruto, mm2
Ae adalah luas penampang efektif menurut Butir 10.2, mm2
fy adalah tegangan leleh, MPa
fu adalah tegangan tarik putus, MPa
Ae = AU
Keterangan:
A adalah luas penampang menurut Butir 10.2.1 sampai dengan
10.2.4, mm2
U adalah faktor reduksi
= 1 - (x / L) ≤ 0,9, atau menurut Butir 10.2.3 dan 10.2.4
x adalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya
tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung
dengan bidang sambungan, mm
70 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
1
u
Nu 2 Nu
u
3
s
Potongan 1-3: Ant = Ag - n d t
2
Potongan 1-2-3: Ant = Ag - n d t + Σ s t
4u
Keterangan:
Ag adalah luas penampang bruto, mm2
t adalah tebal penampang, mm
d adalah diameter lubang, mm
n adalah banyaknya lubang dalam garis potongan
s adalah jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu
komponen struktur, mm
u adalah jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus
sumbu komponen struktur
2) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh melebihi
15% luas penampang utuh.
71 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
10.2.4 Kasus gaya tarik disalurkan oleh las sepanjang dua sisi
Bila gaya tarik disalurkan ke sebuah komponen struktur pelat dengan
pengelasan sepanjang kedua sisi pada ujung pelat, dengan l > w:
A adalah luas pelat,
untuk l > 2w U = 1,0
untuk 2w > l > 1,5w U = 0,87
untuk 1,5w > l > w U = 0,75
Keterangan:
l adalah panjang pengelasan, mm
w adalah lebar pelat (jarak antar sumbu pengelasan), mm
10.2.5 Nilai U dapat diambil lebih besar bila dapat dibuktikan melalui
pengujian atau ketentuan lain yang dapat diterima.
10.2.6 Untuk batang berulir, luas penampang neto diambil sebesar luas
penampang inti.
10.3 Komponen struktur tersusun dari dua buah profil atau lebih
10.3.1 Umum
Komponen struktur tarik tersusun yang terdiri dari dua elemen utama
atau lebih yang diharapkan berperilaku sebagai sebuah komponen
struktur harus memenuhi persyaratan pada Butir 10.3.2 sampai
dengan 10.3.4.
72 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
10.3.3 Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang
saling membelakangi
Komponen struktur tarik tersusun dari dua profil sejenis yang saling
membelakangi baik secara kontak langsung ataupun dengan
perantaraan plat kopel dengan jarak yang memenuhi syarat, harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Komponen struktur tarik dengan profil-profil yang terpisah.
Profil-profil tersebut harus dihubungkan dengan salah satu cara
berikut:
a) dengan las atau baut pada interval tertentu sehingga
kelangsingan untuk setiap elemen tidak melebihi 240; atau
b) dengan sistem sambungan yang direncanakan sedemikian
sehingga komponen struktur tersebut terbagi atas paling
sedikit tiga bentang sama panjang. Sistem sambungan harus
direncanakan dengan menganggap bahwa pada sepanjang
komponen struktur terdapat gaya lintang sebesar 0,02 kali
gaya aksial yang bekerja pada komponen struktur tersebut.
2) Komponen struktur tarik dengan profil yang bersinggungan
langsung dan saling membelakangi.
Profil-profil tersebut harus memenuhi ketentuan yang
disyaratkan dalam Butir 10.3.3(1b).
73 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
a
Aaa
a
Tebal > 0,25 b1
Abb b
b Pin An Nu Abb > An
Aaa + Acc > 1,33 An
c
b1 Accc
c
Gambar 10.1
2) Luas irisan pada bagian ujung komponen struktur tarik di luar
lubang pen, sejajar, atau di dalam sudut 45° dari sumbu
komponen struktur tarik, harus lebih besar atau sama dengan
luas bersih yang diperlukan oleh komponen struktur tarik;
3) Jumlah luas sebuah lubang pen, pada potongan tegak lurus
sumbu komponen tarik, harus lebih besar atau sama dengan 1,33
kali luas bersih yang diperlukan oleh komponen struktur tarik;
4) Plat pen yang direncanakan untuk memperbesar luas bersih
komponen struktur, atau untuk menaikkan daya dukung pen,
harus disusun sehingga tidak menimbulkan eksentrisitas dan
harus direncanakan mampu menyalurkan gaya dari pen ke
komponen struktur tarik.
Bagian ujung dari komponen struktur dengan bentuk lainnya harus
dihitung dengan analisis yang dapat diterima.
74 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
11.1 Umum
Ketentuan pada butir ini berlaku untuk komponen struktur prismatis
yang mengalami kombinasi gaya aksial, momen lentur (terhadap satu
atau kedua sumbu simetris penampang), dan torsi.
Dalam butir ini, yang dimaksud dengan sumbu kuat penampang
adalah sumbu-x, sedangkan sumbu lemah penampang adalah sumbu-
y.
N u 8 M ux M uy
≤ 1,0
+ +
φN u 9 φ b M nx φ b M ny
Nu
Untuk < 0,2 :
φN n
Nu M ux M uy
+ + ≤ 1,0
2φN u φ b M nx φ b M ny
75 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
Nu adalah gaya aksial (tarik atau tekan) terfaktor, N
Nn adalah kuat nominal penampang, N
- sesuai dengan Butir 10.2 bila Nu adalah gaya aksial
tarik, atau
- sesuai dengan Butir 9.2 bila Nu adalah gaya aksial
tekan
φ adalah faktor reduksi kekuatan:
- sesuai dengan Butir 10.2 untuk gaya aksial tarik,
atau sama dengan 0,85 untuk gaya aksial tekan
Mux, Muy adalah momen lentur terfaktor terhadap sumbu-x dan
sumbu-y menurut Butir 7, N-mm
Mnx, Mny adalah kuat nominal lentur penampang terhadap
sumbu-x dan sumbu-y menurut Butir 8, N-mm
φb = 0,9 adalah faktor reduksi kuat lentur
11.3.1 Ketentuan dalam Butir 11.3.1 ini dapat digunakan bagi komponen
struktur berpenampang I dengan rasio b f / d ≤ 1,0 dan komponen
struktur berpenampang kotak, apabila komponen struktur tersebut
merupakan bagian dari struktur rangka dengan ikatan (bresing).
ζ ζ
M
ux + M uy ≤ 1,0
φ M ' φ M '
b px b py
η η
c mx M ux c M
+ my uy ≤ 1,0
φ M' φ M'
b nx b ny
76 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
bf adalah lebar sayap, mm
d adalah tinggi penampang, mm
cm adalah koefisien lentur kolom sesuai Butir 7.4.3.1
N
M 'px = 1,2 M px 1 − u ≤ M px
N y
2
N
M 'py = 1,2 M py 1 − u ≤M
Ny py
' Nu N
M nx = M nx 1 − 1 − u
φc N n N crx
' Nu N
M ny = M ny 1 − 1 − u
φc N n
N cry
2) Komponen struktur berpenampang kotak (box):
Nu / N y
ζ = 1,7 −
(
ln N u / N y )
b
Nu / N y N
η = 1,7 − − aλ x u > 1,1
(
ln N u / N y ) Ny
N
M 'px = 1,2M px 1 − u ≤ M px
N y
N
M 'py = 1,2 M py 1 − u ≤ M py
N y
Nu N 1,25
'
M nx = M nx 1 − 1 − u
1/ 3
φc N n N crx (B / H )
77 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
λc adalah parameter kelangsingan menurut Butir 9.2
M px adalah momen plastis terhadap sumbu-x ≤ 1,5 fy Sx, N-
mm
M py adalah momen plastis terhadap sumbu-y ≤ 1,5 fy Sy, N-
mm
Sx , S y adalah modulus penampang terhadap sumbu-x dan y,
mm3
B adalah lebar luar penampang kotak, sejajar sumbu utama
x, mm
H adalah tinggi luar penampang kotak, tegak lurus sumbu
utama x, mm
78 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
fy adalah tegangan leleh, MPa
fcr adalah tegangan kritis menurut Butir 9, MPa
fun, fuv adalah tegangan akibat beban terfaktor yang ditentukan
dengan analisis elastis, MPa
79 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
80 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
81 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
12.3.1 Batasan
Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan:
1) Luas penampang profil baja minimal sebesar 4% dari luas
penampang komposit total;
2) Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja
harus diberi tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang
lateral. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai
struktur portal, kecuali untuk tulangan longitudinal yang hanya
berfungsi memberi kekangan pada beton. Jarak antar pengikat
lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang
kolom komposit. Luas minimum penampang tulangan transversal
(atau longitudinal) tidak boleh kurang dari 0,18 mm2 untuk setiap
mm jarak antar tulangan transversal (atau longitudinal) terpasang.
Tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal
dan transversal minimal sebesar 40 mm;
3) Mutu beton yang digunakan tidak lebih tinggi daripada 55 MPa
dan tidak kurang dari 21 MPa untuk beton normal dan tidak
kurang dari 28 MPa untuk beton ringan;
82 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
N n = As f cr (12.3-1)
f my
dan f cr =
ω
untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1
1,43
untuk 0,25< λ <1,2 maka ω =
1,6 − 0,67λc
untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25λ2c
dengan,
kc L f my
λc =
rmπ Em
A A
f my = f y + c1 f yr r + c 2 f c' c
As As
A
E m = E + c3 E c c
As
83 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
84 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
12.4.2.2 Kuat lentur negatif rencana φbMn, harus dihitung untuk penampang
baja saja, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada Butir 8.
12.4.2.3 Sebagai alternatif, kuat lentur negatif rencana φbMn, dapat dihitung
dengan mengambil φb=0,85 dan Mn yang besarnya ditentukan
berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit,
selama hal-hal berikut dipenuhi:
1) Balok baja mempunyai penampang kompak yang diberi
pengaku yang memadai, sebagaimana yang didefinisikan pada
Butir 8;
2) Pelat beton dan balok baja di daerah momen negatif harus
disatukan dengan penghubung geser;
3) Tulangan pelat yang sejajar dengan balok baja di sepanjang
daerah lebar efektif pelat beton harus diangker dengan baik.
12.4.2.4 Perhitungan tegangan elastis dan lendutan pada balok komposit
parsial harus memperhitungkan pengaruh adanya slip antara pelat
beton dan balok baja. Untuk perhitungan elastis ini, momen inersia
efektif Ieff balok komposit parsial dihitung sebagai berikut:
I eff = I s + ( I tr − I s ) (∑ Qn /C f ) (12.4-1)
85 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
Keterangan:
Cf adalah gaya tekan pada pelat beton untuk kondisi komposit
penuh, N
Is adalah momen inersia penampang baja, mm4
Itr adalah momen inersia penampang balok komposit penuh
yang belum retak, mm4
ΣQn adalah jumlah kekuatan penghubung-penghubung geser di
sepanjang daerah yang dibatasi oleh momen positif
maksimum dan momen nol, N
Rasio ΣQn/Cf untuk balok komposit parsial tidak boleh kurang dari
0,25. Batasan ini diberlakukan agar tidak terjadi slip yang
berlebihan pada balok.
86 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
Min 50 mm
Hs hr < 75 mm
Wr
Dek baja bergelombang
Min 50 mm
(a)
Min 40 mm Plat beton
Min 50 mm
Hs
hr < 75 mm
Wr
Dek baja bergelombang
Min 50 mm
(b)
Min 40 mm
Min 50 mm
Hs hr < 75 mm
Hs
Dek baja bergelombang
Wr
Min 50 mm
(d)
Wr
Min 50 mm
(e)
Gambar 12.4
Persyaratan untuk dek baja bergelombang.
87 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
12.4.5.1 Umum
Kuat lentur rencana φbMn, dari suatu konstruksi komposit yang
terdiri dari pelat beton yang diletakkan di atas dek baja
bergelombang yang ditumpu pada balok baja dihitung dengan
menggunakan prinsip-prinsip pada Butir 12.4.2 dengan
memperhatikan catatan-catatan berikut.
1) Pasal ini hanya berlaku untuk dek baja yang mempunyai tinggi
nominal gelombang tidak lebih dari 75 mm. Lebar rata-rata dari
gelombang wr, tidak boleh kurang dari 50 mm, dan tidak boleh
lebih besar dari lebar bersih minimum pada tepi atas dek baja
(lihat Gambar 12.4). Untuk batasan-batasan lainnya lihat Butir
12.4.5.3;
2) Pelat beton harus disatukan dengan balok baja melalui
penghubung geser jenis paku yang dilas, yang mempunyai
diameter tidak lebih dari 20 mm. Penghubung geser jenis paku
dapat dilas pada dek baja atau langsung pada balok baja.
Setelah terpasang, ketinggian penghubung geser jenis paku
tidak boleh kurang dari 40 mm di atas sisi dek baja yang paling
atas;
3) Ketebalan pelat beton di atas dek baja tidak boleh kurang dari
50 mm.
12.4.5.2 Gelombang dek yang arahnya tegak lurus terhadap balok baja
penumpu
Untuk gelombang-gelombang dek yang arahnya tegak lurus
terhadap balok baja penumpu, tebal beton yang berada di bawah
tepi atas dek baja harus diabaikan dalam perhitungan karakteristik
penampang komposit dan dalam penentuan luas penampang pelat
beton Ac, yang diperlukan untuk perhitungan kapasitas gaya geser
horizontal balok komposit (Butir 12.6)
Jarak antara penghubung-penghubung geser jenis paku sepanjang
balok penumpu tidak boleh lebih dari 900 mm.
Kuat nominal penghubung geser jenis paku merupakan nilai yang
dihitung berdasarkan Butir 12.6, yang dikalikan dengan suatu
faktor reduksi, rs, sebagai berikut:
0,85 wr H s
rs = − 1,0 ≤ 1,0 (12.4-2)
N r hr hr
88 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
Keterangan:
rs adalah faktor reduksi
Nr adalah jumlah penghubung geser jenis paku pada setiap
gelombang pelat berprofil di perpotongannya dengan balok
Hs adalah tinggi penghubung geser jenis paku ≤ (hr + 75 mm)
hr adalah tinggi nominal gelombang pelat baja berprofil
wr adalah lebar efektif gelombang pelat baja berprofil
Untuk menahan pengaruh ungkitan, dek baja harus diangker pada
unsur-unsur penumpu dengan jarak antar angker tidak lebih dari
450 mm. Jenis angker yang boleh digunakan dapat berupa
penghubung geser jenis paku, kombinasi penghubung geser jenis
paku dengan las titik, atau jenis lainnya yang ditentukan oleh
perencana.
12.4.5.3 Gelombang dek yang arahnya sejajar dengan balok baja penumpu
Untuk gelombang dek yang arahnya sejajar dengan balok baja,
tebal beton yang berada di bawah tepi atas dek baja dapat
diperhitungkan dalam penentuan karakteristik penampang
komposit dan juga dalam luas penampang pelat beton Ac, yang
diperlukan untuk perhitungan kapasitas gaya geser horizontal balok
komposit (Butir 12.6).
Gelombang-gelombang dek baja di atas balok penumpu dapat
dipisahkan sepanjang arah longitudinal untuk membentuk voute
beton pada tumpuannya (Gambar 12.4.e).
Jika tinggi nominal dek baja lebih besar atau sama dengan 40 mm
maka lebar rata-rata dari gelombang yang ditumpu, wr, tidak boleh
kurang dari 50 mm + 4(ns-1)ds untuk penampang dengan jumlah
penghubung geser jenis paku sama dengan ns pada arah melintang;
dengan ds adalah diameter penghubung geser jenis paku tersebut.
Kuat nominal penghubung geser jenis paku ditentukan berdasarkan
Butir 12.6. Jika rasio wr/hr kurang dari 1,5, maka nilai yang
diberikan pada Butir 12.6 harus dikalikan dengan suatu faktor
reduksi rs, sebagai berikut:
w H s
rs = 0,6 r − 1,0 ≤ 1,0 (12.4-3)
hr hr
89 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
90 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
12.6.1 Bahan
Penghubung geser dapat dari jenis paku baja berkepala dengan
panjang dalam kondisi terpasang tidak kurang dari 4 kali diameternya
atau berupa penampang baja kanal gilas. Penghubung geser jenis
paku dan penghubung geser kanal harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Massa jenis pelat beton yang digunakan pada
struktur balok komposit dengan penghubung geser tidak boleh kurang
dari 1.500 kg/m3.
91 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
Keterangan:
Asc adalah luas penampang penghubung geser jenis paku, mm2
fu adalah tegangan putus penghubung geser jenis paku, MPa
Qn adalah kuat nominal geser untuk penghubung geser, N
Untuk penghubung geser jenis paku yang ditanam di dalam pelat
beton yang berada di atas dek baja bergelombang, suku
0,5 Asc f c 'Ec di atas harus dikalikan dengan faktor reduksi rs yang
diberikan oleh persamaan 12.4-2 atau 12.4-3.
Keterangan:
Lc adalah panjang penghubung geser kanal, mm
tf adalah tebal pelat sayap, mm
tw adalah tebal pelat badan, mm
92 dari 184
SNI 03 - 1729 - 2002
93 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
13. SAMBUNGAN
13.1 Umum
13.1.1 Penjelasan
Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat
buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat pengencang
(baut dan las).
Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan
menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu
tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum
yang disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser
pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan.
Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan
menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk
menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian
rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan
yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan
antara bidang-bidang kontak.
Pengencangan penuh adalah cara pemasangan dan pengencangan baut
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Butir 18.2.4 dan 18.2.5.
Pembebanan dalam bidang adalah pembebanan yang gaya dan
momen lentur rencananya berada dalam bidang sambungan
sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen
sambungan hanya gaya geser.
Pengencang tanpa slip adalah pengencang yang tidak memungkinkan
terjadinya slip antara pelat atau unsur yang dihubungkan, sedemikian
rupa sehingga kedudukan relatifnya tidak berubah. Pengencang tanpa
slip dapat berupa sambungan tipe friksi dari baut mutu tinggi atau las.
Pembebanan tidak sebidang adalah pembebanan yang gaya atau
momen lentur rencananya menghasilkan gaya yang arahnya tegak
lurus bidang sambungan.
Gaya ungkit adalah gaya tarik tambahan yang timbul akibat
melenturnya suatu komponen pada sambungan yang memikul gaya
tarik sehingga terjadi gaya ungkit di ujung komponen yang melentur.
Kencang tangan adalah kekencangan baut yang diperoleh dengan
kekuatan penuh seseorang yang menggunakan alat pengencang
standar atau dengan beberapa pukulan alat pengencang impak.
94 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
95 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
96 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
13.1.5 Pertemuan
Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada sambungan,
sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada suatu titik.
Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan
sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya.
97 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Arah gaya
sg
sp
Gambar 13.1-1
Lubang selang-seling.
98 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
sg = sg1 + sg2 - t
sg1
sg2
Gambar 13.1-2
Siku dengan lubang pada kedua kaki.
99 dari 184
SNI 03 – 1729 – 2002
Keterangan:
r1 =0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
r1 =0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
φ f =0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
f ub adalah tegangan tarik putus baut
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak
berulir
Kuat geser nominal baut yang mempunyai beberapa bidang geser
(bidang geser majemuk) adalah jumlah kekuatan masing-masing
yang dihitung untuk setiap bidang geser.
Keterangan:
φ f = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
f ub adalah tegangan tarik putus baut
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak
berulir
13.2.2.3 Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi geser
dan tarik
Baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu, dan gaya tarik
terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi kedua persyaratan
berikut ini:
V
f uv = u ≤ r1φ f f ub m (13.2-4)
nAb
Tu
Td = φ f Tn = φ f f t Ab ≥ (13.2-5)
n
f t ≤ f1 − r2 f uv ≤ f 2 (13.2-6)
Keterangan:
φ f = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
Keterangan:
φ f =0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
db adalah diameter baut nominal pada daerah tak berulir
tp adalah tebal pelat
fu adalah tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau
pelat
13.2.3.1 Perencanaan
Pada sambungan tipe friksi yang mengunakan baut mutu tinggi
yang slipnya dibatasi, satu baut yang hanya memikul gaya geser
terfaktor, Vu, dalam bidang permukaan friksi harus memenuhi:
Vu ≤ Vd (= φ Vn )
Kuat rencana, Vd = φ Vn, adalah kuat geser satu baut dalam
sambungan tipe friksi yang ditentukan sebagai berikut:
Vd = φ Vn = 1,13 φ µ m Tb (13.2-9)
Keterangan:
µ adalah koefisien gesek yang ditentukan pada Butir 13.2.3.2
m adalah jumlah bidang geser
Tb adalah gaya tarik baut minimum pada pemasangan seperti
yang disyaratkan pada Butir 18.2.5.2
φ = 1,0 untuk lubang standar
φ = 0,85 untuk lubang selot pendek dan lubang besar
φ = 0,70 untuk lubang selot panjang tegak lurus arah kerja gaya
φ = 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja gaya
13.4.1 Jarak
Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali
diameter nominal pengencang. Jarak minimum pada pelat harus
memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4.
13.4.5 Lubang
Lubang baut harus memenuhi Butir 17.3.5.
13.5 Las
13.5.1 Lingkup
13.5.1.1 Umum
Pengelasan harus memenuhi standar SII yang berlaku (2441-89,
2442-89, 2443-89, 2444-89, 2445-89, 2446-89, dan 2447-89), atau
penggantinya.
13.5.2.1 Penjelasan
Las Tumpul Penetrasi Penuh: las tumpul di mana terdapat
penyatuan antara las dan bahan induk sepanjang kedalaman penuh
sambungan.
Las Tumpul Penetrasi Sebagian: las tumpul di mana kedalaman
penetrasi lebih kecil daripada kedalaman penuh sambungan.
1:1 1:1
1:1 1:1
SNI 03 – 1729 – 2002
Gambar 13.5-1
Transisi ketebalan las tumpul yang memikul gaya tarik.
Keterangan:
φy = 0,9 adalah faktor reduksi kekuatan saat leleh,
f y , f u adalah tegangan leleh dan tegangan tarik putus.
tw tw
tt tt Perkuatan
tw tw
tw
Sela akar tt
tw
Gambar 13.5-2
Ukuran las sudut.
13.5.4.1 Las pengisi (las sudut di sekeliling lubang bulat atau selot)
Las pengisi harus dianggap sebagai las sudut yang ditentukan
dalam Butir 13.5.3.5, dengan kuat nominal yang ditentukan dalam
Butir 13.5.3.10. Ukuran minimumnya sama dengan yang berlaku
untuk las sudut (lihat Butir 13.5.3.2).
13.5.4.2 Las pengisi dalam bentuk lubang terisi dengan metal las
Luas geser efektif, Aw, las dalam lubang terisi dengan logam las
harus dianggap sama dengan luas penampang melintang nominal
lubang bulat atau selot dalam bidang permukaan komponen
tersambung. Las pengisi demikian yang memikul gaya geser
terfaktor, Ru, harus memenuhi:
Ru ≤ φ Rnw
dengan,
Keterangan:
φ f = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan saat fraktur
fuw adalah tegangan tarik putus logam las
13.5.4.3 Pembatasan
Las pengisi hanya boleh digunakan untuk menyalurkan geser
dalam sambungan tumpuk atau untuk mencegah tekuk dari bagian
yang bertumpuk atau untuk menyambung bagian komponen dari
komponen struktur tersusun.
Kuat rencana per satuan panjang dari kelompok las sudut yang
memikul pembebanan tidak sebidang ditentukan sesuai dengan hal-
hal:
a) Kelompok las sudut harus ditinjau secara terpisah dari
komponen struktur yang dihubungkan, dan
b) Kuat rencana per satuan panjang dalam las sudut yang
dihasilkan dari momen lentur rencana harus dianggap
berbanding lurus dengan jarak terhadap sumbu garis netral
yang bersangkutan. Gaya rencana per satuan panjang dalam
kelompok las sudut yang dihasilkan dari tiap gaya geser atau
gaya aksial harus dianggap terbagi merata sepanjang kelompok
las sudut. Las sudut harus memenuhi persyaratan Butir
13.5.3.10 pada semua titik dalam kelompok las sudut.
13.6.3 Kelompok las yang memikul pembebanan dalam dan luar bidang
14.1 Umum
Butir ini berlaku untuk komponen struktur bangunan baja yang
disyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api (TKA). Untuk
komponen struktur dan sambungan yang dilindungi terhadap api,
tebal bahan pelindung (hi) harus lebih besar atau sama dengan tebal
yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu periode kelayakan
struktural (PKS) yang sama dengan TKA yang diperlukan.
Untuk komponen struktur dan sambungan yang tidak dilindungi
terhadap api maka rasio luas permukaan ekspos berbanding massa
(ksm) harus lebih kecil atau sama dengan rasio yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu PKS yang sama dengan TKA yang diperlukan.
Periode kelayakan struktural (PKS) harus dihitung menurut Butir 14.3
menggunakan variasi-variasi perilaku mekanis baja terhadap
temperatur, yang diatur dalam Butir 14.4.
Sambungan-sambungan dan penetrasi pelat badan harus sesuai
dengan Butir 14.10.
1)
Kondisi terekspos api tiga-sisi harus diperhitungkan terpisah, kecuali
disebutkan lain seperti yang ditentukan dalam Butir 14.9;
Komponen struktur yang mempunyai permukaan yang menempel pada
lantai atau dinding yang terbuat dari beton atau pasangan batu bata lebih
dari satu sisi, dapat diperlakukan sebagai kondisi terekspos api tiga-sisi.
f y (T )
= 1,0 untuk 0°C<T≤215°C (14.4-1a)
f y (30)
f y (T ) 905 − T
= untuk 215°C<T≤905°C (14.4-1b)
f y (30) 690
Keterangan:
f y (T ) adalah tegangan leleh baja pada T °C
f y (30) adalah tegangan leleh baja pada 30 °C
T adalah temperatur baja dalam °C
Hubungan ini diperlihatkan oleh Kurva 1 pada Gambar 14.4.
dengan,
E(T) adalah modulus elastisitas baja pada T °C,
E(30) adalah modulus elastisitas baja pada 30 °C.
Hubungan ini diperlihatkan oleh Kurva 2 pada Gambar 14.4.
Gambar 14.4
Variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur.
14.6.1 Metode
Waktu (t) untuk mencapai temperatur batas (T1) ditentukan dengan
perhitungan berdasarkan pada rangkaian pengujian api sesuai dengan
Butir 14.6.2 atau dari hasil-hasil suatu pengujian tunggal sesuai
dengan Butir 14.6.3.
Untuk balok dan komponen struktur lainnya yang mempunyai kondisi
terekspos api empat-sisi, temperatur batas (T1) harus diambil sebagai
nilai rata-rata dari temperatur yang diukur pada lokasi termokopel
sebagaimana yang ditunjukkan dalam SNI 1741-1989-M.
Untuk kolom-kolom dengan kondisi terekspos api tiga-sisi, tem-
peratur batas (T1) harus diambil sebagai nilai rata-rata temperatur
yang diukur pada lokasi termokopel pada muka yang terjauh dari
dinding. Sebagai alternatif, dapat digunakan temperatur dari
komponen struktur yang mempunyai kondisi terekspos api empat-sisi
dan yang mempunyai rasio luas permukaan ekspos berbanding massa
yang sama.
(14.6-1)
Keterangan:
t adalah waktu dari saat awal pengujian, menit
ki adalah koefisien-koefisien regresi
hi adalah ketebalan material pelindung api, mm
T adalah temperatur baja, dalam derajat Celsius, T > 250 °C
Daerah interpolasi
Ketebalan bahan pelindung api (hi), mm.
X= Titik pengujian
Gambar 14.6.
Definisi daerah interpolasi.
14.10.1 Sambungan-sambungan
Agar dicapai tingkat ketahanan api yang diinginkan, sambungan-
sambungan harus dilindungi dengan material pelindung api yang
paling tebal yang disyaratkan untuk komponen-komponen struktur
yang berhubungan dengan sambungan-sambungan tersebut. Ketebalan
ini harus dipertahankan pada seluruh komponen sambungan, termasuk
kepala baut, las, dan pelat-pelat penyambung.
hc
hc
Pelat beton
Rongga
Gambar 14.9
Ketentuan-ketentuan kondisi terekspos api tiga-sisi.
A B
A B
ksm1
ksm2 ksm
POTONGAN A-A POTONGAN B-B
Gambar 14.10
Penetrasi pelat badan.
φRn ≥ Ru (15.1-1)
Keterangan:
φ adalah faktor reduksi beban sesuai Tabel 6.4.2
Rn adalah kuat nominal komponen struktur sesuai Butir 8, 9, 10,
12, 13, dan 15
Ru adalah pengaruh aksi terfaktor, yaitu momen atau gaya yang
diakibatkan oleh suatu kombinasi pembebanan yang diberikan
dalam Butir 6 dan 15, atau pengaruh aksi perlu, yaitu momen
atau gaya yang disyaratkan untuk struktur tahan gempa yang
diberikan dalam Butir 15
0,9 D - Ω0 Eh (15.3-2)
dengan γ L = 0,5 bila L< 5 kPa dan γ L = 1 bila L≥ 5 kPa.
Keterangan:
D adalah pengaruh beban mati yang disebabkan oleh berat elemen
struktur dan beban tetap pada struktur
L adalah pengaruh beban hidup akibat pengguna gedung dan
peralatan bergerak
Eh adalah pengaruh dari komponen horizontal gaya gempa
15.5 Bahan
15.7.3.1 Kuat Geser: Gaya geser terfaktor Vu pada daerah panel ditentukan
berdasarkan momen lentur balok sesuai dengan kombinasi
pembebanan (15.3-1) dan (15.3-2). Namun, Vu tidak perlu melebihi
gaya geser yang ditetapkan berdasarkan 0,8∑ R y M p dari balok-
balok yang merangka pada sayap kolom disambungan. Kuat geser
rencana φvVn panel ditentukan menggunakan persamaan berikut:
3bcf t cf2
Bila N u ≤ 0,75 N y , φ vVn = 0,6φ v f y d c t p 1 + (15.7-1)
d b d c t p
(15.7-2)
dengan φv = 0,75.
Keterangan:
t p adalah tebal total daerah panel, termasuk pelat pengganda,
mm
dc adalah tinggi keseluruhan penampang kolom, mm
bcf adalah lebar sayap kolom, mm
tcf adalah ketebalan dari sayap kolom, mm
db adalah tinggi bruto penampang balok, mm
fy adalah tegangan leleh bahan baja pada daerah panel, MPa
Kedua pelat sayap balok harus dikekang secara lateral dengan cara
langsung atau tak langsung. Panjang daerah yang tak terkekang
secara lateral tidak boleh melampaui 17.500ry / f y . Sebagai
tambahan, pengekang lateral harus dipasang dekat titik tangkap
beban-beban terpusat, perubahan penampang, dan lokasi-lokasi
lainnya yang mana analisis menunjukkan kemungkinan terbentuknya
sendi plastis pada saat terjadinya deformasi inelastis pada SRPMK.
gaya dari pelat sayap balok ke pelat badan kolom. Pelat ini harus
mempunyai ketebalan minimum sebesar tebal pelat sayap balok atau
pelat sambungan sayap balok. Sambungan pelat terusan ke pelat
sayap kolom harus dilakukan dengan las tumpul penetrasi penuh, atau
las tumpul penetrasi sebagian dari kedua sisi yang diperkuat dengan
las sudut, atau las sudut di kedua sisi dan harus mempunyai kekuatan
sama dengan kuat rencana luas bidang kontak antara pelat terusan
dengan pelat sayap kolom. Sambungan pelat terusan ke pelat badan
kolom harus mempunyai kuat geser rencana sama dengan yang
terkecil dari persyaratan berikut:
a) Jumlah kuat rencana dari sambungan pelat terusan ke pelat sayap
kolom;
b) Kuat geser rencana bidang kontak pelat terusan dengan pelat
badan kolom;
c) Kuat rencana geser daerah panel;
d) Gaya sesungguhnya yang diteruskan oleh pengaku.
Pelat terusan tidak diperlukan jika model uji sambungan
menunjukkan bahwa rotasi plastis yang direncanakan dapat dicapai
tanpa menggunakan pelat terusan tersebut.
panjang terhadap tinggi setiap panel dari segmen khusus ini tidak
boleh lebih besar dari 1,5 dan tidak boleh lebih kecil dari 0,67.
Panel-panel dari segmen khusus harus berupa panel Vierendeel atau
panel bresing jenis X. Kombinasi antara keduanya atau konfigurasi
bresing lainnya tidak diizinkan. Jika batang diagonal digunakan dalam
segmen khusus maka harus diatur dalam pola berbentuk X yang
dipisahkan oleh komponen struktur vertikal. Batang diagonal ini harus
disambung ditempat persilangannya. Kuat rencana sambungan ini
harus mampu memikul gaya paling tidak sama dengan 0,25 kali kuat
tarik nominal batang diagonal. Sambungan baut tidak boleh digunakan
untuk batang diagonal pada segmen khusus.
Sambungan tidak boleh berada pada batang tepi atas dan tepi bawah
pada segmen khusus. Sambungan juga tidak boleh berada pada
daerah setengah panel dari ujung-ujung segmen khusus. Gaya-gaya
aksial pada batang diagonal pada segmen khusus akibat beban mati
dan beban hidup terfaktor tidak boleh melebihi 0,03 f y Ag .
15.11.2.2 Beban aksial terfaktor pada batang bresing tidak boleh melebihi
φcNn.
15.11.2.3 Distribusi Beban Lateral: Pada bidang bresing, batang-batang
bresing harus dipasang dengan arah selang-seling, sedemikian rupa
sehingga pada masing-masing arah gaya lateral yang sejajar dengan
bidang bresing, minimal 30% tapi tidak lebih dari 70% gaya
horizontal total harus dipikul oleh batang bresing tarik, kecuali jika
kuat nominal tekan Nn untuk setiap bresing lebih besar daripada
beban terfaktor Nu sesuai dengan kombinasi pembebanan (15.3-1)
dan (15.3-2). Bidang bresing adalah suatu bidang yang
mengandung batang-batang bresing atau bidang-bidang paralel
yang mengandung batang-batang bresing dengan jarak antar
bidang-bidang tersebut tidak lebih dari 10% dimensi tapak
bangunan tegak lurus bidang tersebut.
15.11.2.4 Perbandingan Lebar terhadap Tebal: Perbandingan lebar terhadap
tebal penampang batang bresing tekan yang diperkaku ataupun
yang tidak diperkaku harus memenuhi persyaratan dalam Tabel
7.5-1 dan persyaratan-persyaratan berikut ini:
1) Batang bresing harus bersifat kompak (yaitu λ < λ p ).
Perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang siku tidak
boleh lebih dari 135 f y ;
2) Penampang bulat berongga harus mempunyai perbandingan
diameter luar terhadap tebal dinding sesuai dengan Tabel 15.7-
1, kecuali jika dinding penampang tersebut diberi pengaku;
3) Penampang persegi berongga harus mempunyai perbandingan
lebar terhadap tebal dinding sesuai dengan Tabel 15.7-1,
kecuali jika dinding penampang tersebut diberi pengaku.
15.11.2.5 Batang Bresing Tersusun dengan Jahitan: Jarak antar jahitan pada
batang bresing tersusun harus sedemikian rupa sehingga
kelangsingan l/r dari setiap elemen yang berada di antara titik-titik
jahitan tidak melebihi 0,4 kali kelangsingan batang bresing
tersusun.
Kuat geser rencana total jahitan minimal sama dengan kuat tarik
rencana masing-masing elemen dari batang bresing. Jarak antar
jahitan harus seragam dan jumlah jahitan tidak kurang dari dua.
gaya yang besarnya sama dengan 50% kuat nominal satu elemen.
Jumlah jahitan haruslah tidak kurang dari dua dan dipasang dengan
jarak (spasi) yang sama terhadap titik tengah batang bresing.
15.12.3 Sambungan batang bresing
15.12.3.1 Kuat Perlu: Kuat perlu sambungan bresing (termasuk dalam hal ini
sambungan-sambungan balok-ke-kolom yang merupakan bagian
dari sistem bresing) haruslah diambil sebagai nilai terkecil dari hal-
hal berikut:
a) Kuat nominal aksial tarik batang bresing yang ditetapkan
sebesar R y f y Ag ;
b) Gaya pada bresing akibat kombinasi pembebanan (15.3-1) dan
(15.3-2), dan gaya pada batang bresing yang merupakan hasil
dari kombinasi pembebanan (15.3-1) dan (15.3-2);
c) Gaya maksimum, berdasarkan hasil analisis, yang dapat
dipindahkan oleh sistem struktur ke batang bresing.
15.12.3.2 Kuat Tarik: Kuat tarik rencana batang-batang bresing dan
sambungannya, berdasarkan kuat batas tarik fraktur pada luas
bersih penampang efektif dan kuat geser fraktur yang ditetapkan
pada Butir 10, minimal sama dengan kuat perlu pada Butir
15.12.3.1.
15.12.3.3 Kuat Lentur: Pada bidang kritis di mana tekuk batang bresing akan
terjadi maka kuat lentur rencana sambungan harus ≥ 1,1R y M p
(kuat lentur nominal yang diharapkan dari batang bresing terhadap
sumbu tekuk kritisnya).
Pengecualian: Sambungan-sambungan batang bresing yang
memenuhi persyaratan Butir 15.12.3.2, yang dapat mengakomodasi
rotasi inelastis sehubungan dengan deformasi bresing pasca tekuk,
dan yang mempunyai kuat rencana minimal sama dengan Ag f cr
(kuat tekan nominal batang bresing), dapat digunakan.
15.12.3.4 Pelat Buhul: Perencanaan pelat buhul harus memperhitungkan
pengaruh tekuk.
15.13.2.5 Apabila beban aksial terfaktor pada Link, Nu, tidak melebihi
0,15 N y , dengan N y = Ag f y , pengaruh gaya aksial pada kuat geser
rencana Link tidak perlu diperhitungkan.
15.13.2.6 Apabila beban terfaktor pada Link, Nu, melebihi 0,15 N y , ketentuan
tambahan berikut ini harus dipenuhi:
1) Kuat geser rencana Link harus ditentukan sebagai nilai terkecil
dari φ V pa atau 2φ M pa / e , dengan:
Vpa = V p 1 − ( N u / N y ) 2
[
Mpa = 1,18M p 1 − ( N u / N y ) ]
φ = 0,9
2) Panjang Link tidak boleh melebihi:
[ ]
1,15 − 0,5 ρ ' ( Aw / Ag ) 1,6 M p / V p untuk ρ’ (Aw/Ag) ≥ 0,3
1,6 M p / V p untuk ρ’ (Aw/Ag) < 0,3
dengan,
Aw = (d b − 2t f )t w
ρ’ = Nu/Vu
15.13.2.7 Sudut Rotasi Link adalah sudut inelastis antara Link dan bagian
balok di luar Link pada saat simpangan antar lantai sama dengan
simpangan antar lantai rencana, ∆M. Sudut Rotasi Link tidak boleh
melebihi harga-harga berikut:
1) 0,08 radian untuk e ≤ 1,6 M p / V p ;
b1 tw b2 ts
15.13.6.3 Pada sambungan antara batang bresing dan balok diujung Link,
pertemuan as batang bresing dan as balok harus terletak di ujung
Link atau di dalam Link.
15.13.6.4 Kuat perlu sambungan batang bresing-ke-balok, pada ujung Link
dari batang bresing, harus ditentukan lebih besar atau sama dengan
kuat nominal batang bresing seperti yang ditentukan pada Butir
15.13.6.1. Tidak ada bagian dari sambungan ini yang boleh
melampaui panjang Link. Apabila batang bresing memikul
sebagian momen ujung Link maka sambungan harus direncanakan
sebagai sambungan kaku.
15.13.6.5 Perbandingan antara lebar dan tebal batang bresing harus
memenuhi nilai λp yang ditentukan dalam Tabel 7.5-1.
Tabel 15.2-1 Tabel di bawah ini menunjukkan klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, faktor
modifikasi respons, R, dan faktor kuat cadang struktur, Ω0.
17.1 Umum
Suatu komponen struktur yang dipabrikasi harus ditolak bila:
a) mutu materialnya tidak memenuhi persyaratan pada Butir 17.2;
atau
b) pabrikasinya tidak memenuhi persyaratan pada Butir 17.3; atau
c) tidak memenuhi toleransi yang disyaratkan pada Butir 17.4.
Namun, komponen struktur yang dipabrikasi tersebut dapat juga
diterima bila memenuhi hal-hal berikut:
(i) dapat dibuktikan bahwa secara struktural tetap memenuhi syarat
dan fungsi yang diharapkan; atau
(ii) lulus pengujian sesuai dengan butir-butir yang bersangkutan pada
Butir 20.
Komponen-komponen struktur yang dipabrikasi yang tidak
memenuhi Butir 17.1(i) atau 17.1(ii) di atas dan juga tidak memenuhi
Butir 17.2, 17.3, atau 17.4 harus ditolak.
17.2 Material
Semua material harus memenuhi persyaratan-persyaratan standar
material yang sesuai dengan yang disyaratkan pada Butir 3.1 dan 5.3.
Cacat permukaan pada baja harus dihilangkan dengan menggunakan
cara-cara yang disyaratkan pada Butir 3.1.
Mutu baja harus dapat diidentifikasikan pada semua tahap pabrikasi,
atau bajanya harus dinyatakan sebagai baja yang tidak
teridentifikasikan dan hanya digunakan sesuai dengan Butir 5.2.2.
Setiap penandaan pekerjaan baja harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak merusak mutu materialnya.
17.3.1 Cara-cara
Semua komponen harus diluruskan atau dibentuk menjadi konfigurasi
yang direncanakan dengan cara-cara yang tidak akan mengurangi
mutu material menjadi lebih kecil daripada nilai-nilai yang digunakan
pada perencanaan. Baja dapat ditekuk atau dipres menjadi bentuk
yang diinginkan baik dengan proses panas maupun proses dingin.
17.3.3 Pemotongan
Pemotongan dapat dilakukan dengan cara yang dipandang paling
sesuai seperti gergaji, menggunting, cropping, pemesinan, api las atau
plasma, yang dipandang paling sesuai.
Pengguntingan bahan dengan ketebalan melebihi 16 mm tidak boleh
dilakukan bila material tersebut akan digalvanisasi dan akan
menerima gaya tarik atau momen lentur, kecuali bila material itu
dihilangkan tegangan sisanya sesudahnya.
Setiap potongan baik yang dilas maupun tidak dilas harus memiliki
kekasaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagaimana yang
diberikan pada Tabel 17.3.
Kekasaran permukaan yang tidak memenuhi syarat harus diperbaiki
dengan gurinda. Tanda-tanda bekas gerinda harus sejajar terhadap
arah potongan.
Takik dan dekok yang berjarak lebih dari 20t (dengan t adalah tebal
elemen) dan tidak melebihi 1% dari luas permukaan total pada suatu
permukaan yang memenuhi syarat, dapat diterima apabila cacat-cacat
yang melebihi t/5 tapi yang tidak lebih dalam dari 2 mm dihilangkan
dengan menggunakan pemesinan atau gerinda. Cacat melebihi batas-
batas di atas harus diperbaiki dengan las sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Sudut-sudut yang membuka ke dalam harus dibentuk bebas dari takik
dengan radius minimum 10 mm.
17.3.4 Pengelasan
Pengelasan untuk semua jenis elemen, termasuk penghubung geser
jenis paku, pengelasan harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
17.3.5 Pelubangan
Suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin
pemotong dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau dipons 3 mm
lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons ukuran penuh.
Lubang selot harus dipotong dengan mesin api atau dipons sekaligus
atau dibentuk dengan mengebor dua lubang berdekatan kemudian
diselesaikan dengan api.
Pemotongan lubang baut dengan api menggunakan tangan tidak
diperkenankan kecuali sebagai perbaikan di lapangan untuk lubang-
lubang pada pelat landas kolom.
Suatu lubang yang dipons hanya diizinkan pada material dengan
tegangan leleh ( f y ) tidak melebihi 360 MPa dan ketebalannya tidak
melebihi (5.600/ f y ) mm
17.3.7 Pembautan
Semua baut, mur, dan cincinnya harus memenuhi standar mutu yang
disyaratkan pada Butir 5.3.1 Semua material yang berada diantara
jepitan baut harus terbuat dari baja dan material kompresibel tidak
diperkenankan berada di antara jepitan tersebut.
Panjang baut harus sedemikian rupa sehingga paling sedikit satu ulir
baut penuh tampak di atas mur dan paling sedikit satu ulir ditambah
dengan sisa ulir yang bersangkutan tampak penuh dibawah mur
sesudah pengencangan.
Di bawah bagian yang berputar harus dipasang sebuah cincin.
Apabila suatu permukaan bidang kontak dengan kepala baut ataupun
mur mempunyai kemiringan melebihi 1:20 maka harus digunakan
cincin baji untuk mengatasi permukaan bidang miring tadi.
Komponen yang tidak berputar dipasang setelah ring baji tersebut.
17.4 Toleransi
17.4.1 Umum
Batas-batas toleransi pada butir ini harus dipenuhi setelah pabrikasi
selesai dan semua material pencegah karat telah dilapiskan. Toleransi
pada semua dimensi struktural harus sebesar 2 mm, kecuali
dinyatakan lain.
do tw d do tw d
tf
tf
ao ao
Gambar 17.4-1
Toleransi pada suatu penampang melintang
∆v
∆w
d1 d
Gambar 17.7-2
Toleransi pada badan.
Gambar 17.4-4
Toleransi untuk penyimpangan badan dari sumbu nominalnya.
Gambar 17.4-5
Toleransi terhadap ketidak-rataan suatu flens.
d bf
s s
Gambar 17.4-6
Toleransi ketidak-sikuan ujung pemotongan.
17.4.3.1 Kelurusan
Penyimpangan dari kesemua sumbu-utama terhadap suatu garis
lurus yang ditarik di antara kedua ujung dari suatu komponen
struktur tidak boleh melebihi nilai terbesar dari L/1000 atau 3mm.
17.4.3.2 Sambungan tumpu kontak penuh
Bila ujung-ujung dari dua komponen struktur yang bertemu, atau
ujung dari suatu komponen struktur dengan bidang kontak dari
suatu pelat tertutup atau pelat landas yang menempel, disyaratkan
untuk bersentuhan secara sempurna maka persyaratan tersebut
harus dianggap dipenuhi bila permukaan tumpu dipersiapkan
sedemikian rupa sehingga apabila alinyemen sepanjang komponen
struktur yang bertemu tersebut memenuhi toleransi yang
disyaratkan pada Butir 18.3.3, kelonggaran maksimum dari
permukaan-permukaan yang bertemu tidak melebihi 1 mm, dan
tidak melebihi 0,5 mm pada paling sedikit 67% dari bidang kontak.
17.4.4 Balok
17.4.4.1 Kelurusan
Pada suatu balok, penyimpangan terhadap garis lurus antara kedua
ujung balok dibatasi sebagai berikut:
a) Lawan lendut: diukur dengan pelat badan dalam keadaan
horisontal pada suatu permukaan uji (lihat Gambar 17.4-7 (a)).
Toleransi terhadap lawan lendut yang disyaratkan adalah nilai
yang terkecil dari L/1000 atau 10mm;
b) Lendutan ke samping: diukur dengan pelat dalam keadaan
badan vertikal (lihat Gambar 17.4-7(b)). Lendutan kesamping
(dilihat dari atas) tidak boleh melebihi nilai terbesar dari
L/1000 atau 3 mm.
17.4.4.2 Panjang
Panjang suatu balok tidak boleh menyimpang dari panjang yang
ditentukan dengan toleransi 2 mm untuk panjang balok kurang dari
10 m, dan 4 mm untuk panjang balok lebih besar dari 10 m.
17.4.5.1 Kelurusan
Suatu komponen struktur tidak boleh menyimpang terhadap garis
lurus yang ditarik di antara kedua ujungnya melebihi L/500, dengan
L adalah panjang antara ujung-ujungnya.
17.4.5.2 Panjang
Panjang suatu komponen struktur tarik tidak boleh menyimpang
dari panjang yang ditentukan dengan toleransi 2 mm untuk panjang
balok kurang dari 10 m, dan 4 mm untuk panjang balok lebih besar
dari 10 m.
Lawan Lendutan ke
lendut samping
Gambar 17.4-7
Pengukuran lawan lendut dan lendutan kesamping.
18.1 Umum
Bagian struktur yang telah berdiri yang tidak memenuhi baik syarat
(i) maupun (ii) dan tidak memenuhi baik Butir 18.2 maupun Butir
18.3 harus ditolak.
Baut, mur, dan ring yang merupakan bagian dari suatu struktur yang
telah berdiri harus ditolak apabila tidak memenuhi persyaratan seperti
yang tercantum dalam Butir 17.3.6, 18.2.4, dan 18.2.5, kecuali bila
dapat dibuktikan bahwa baut, mur, dan ring tersebut memenuhi syarat
yang cukup secara struktural dan tidak menimbulkan bahaya dalam
penggunaannya.
Grouting pada perletakan yang tidak memenuhi persyaratan dalam
Butir 18.5 harus ditolak.
18.1.2 Keamanan waktu mendirikan bangunan
Pada saat mendirikan bangunan, pekerjaan baja harus aman terhadap
beban-beban yang terjadi selama pelaksanaan, termasuk beban
peralatan yang digunakan pada saat pelaksanaan atau operasinya,
maupun beban angin.
18.1.3 Tumpuan peralatan
Peralatan yang ditumpu pada bagian struktur baja yang sedang
didirikan tidak boleh menimbulkan aksi yang melebihi kapasitas
rencana yang diijinkan dalam standar ini.
18.1.4 Suhu referensi
Semua dimensi harus diukur berdasarkan suhu referensi 30°C.
18.2.1 Umum
Persyaratan yang ditetapkan dalam Butir 17.3 harus dipenuhi selama
mendirikan rangka baja dan selama modifikasi pekerjaan baja saat
pelaksanaan. Persyaratan yang dimaksud berlaku untuk:
a) Sambungan tumpu kontak penuh (lihat Butir 17.3.2);
b) Pemotongan (lihat Butir 17.3.3);
c) Pengelasan (lihat Butir 17.3.4);
d) Pelubangan (lihat Butir 17.3.5);
e) Penyambungan dengan baut (lihat Butir 17.3.6).
Selama masa mendirikan bangunan, semua pekerjaan baja harus
dijamin keamanannya, dengan cara dibaut atau diikat, sehingga masih
dapat memikul gaya-gaya yang diakibatkan oleh berat peralatan
maupun beban yang timbul saat dioperasikannya alat tersebut. Batang
pengaku sementara dan pengekang harus tetap terpasang sampai saat
struktur yang sudah terpasang cukup kuat untuk berdiri sendiri.
Semua sambungan pada batang pengaku sementara dan komponen
struktur sementara lainnya, yang diperlukan pada saat pelaksanaan,
harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memperlemah struktur
permanen utama ataupun menimbulkan akibat buruk dalam segi
kelayakannya. Pengelasan pada sambungan ataupun
pembongkarannya harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
18.2.2 Pengangkutan, penyimpanan, dan pengangkatan
Komponen struktur, alat sambung, dan komponen lainnya harus
diangkat dan disimpan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
kerusakan. Perlakuan komponen harus diterapkan untuk mencegah
kerusakan pada lapisan pelindung korosi.
Baja harus dijaga agar tidak rusak saat pengangkutan. Pengamanan
khusus harus diberikan dengan memperkaku bagian ujung bebas,
menghindari distorsi permanen, dan melindungi permukaan bidang
kontak. Semua baut, mur, ring, sekrup dan potongan plat harus
dikemas dengan baik dan diberi tanda.
18.2.3 Perakitan dan penyetelan
Semua lubang baut atau lubang yang dibuat untuk alat sambung
lainnya harus dicocokkan sehingga dapat dibaut dengan mudah.
Penggunaan drip untuk penyetelan lubang harus dilakukan dengan
baik sehingga tidak merusak baja atau memperbesar lubang.
Setiap bagian struktur harus disetel sesegera mungkin setelah struktur
didirikan. Sambungan tidak boleh dikencangkan sebelum struktur
1
Pengencangan dengan menggunakan peralatan penunjuk gaya tarik baut harus
disesuaikan pula dengan spesifikasi teknis dari pabrik pembuatnya.
18.3 Toleransi
dimensi yang ditetapkan (±6 untuk setiap 30 m tetapi tidak boleh melebihi ±25 secara keseluruhan)
penyimpangan maksimum ±6
±3
sumbu kisi-kisi
Detail dari lokasi baut angker yang tidak terletak tepat pada sumbu
Keterangan:
n = jumlah total kolom
Semua dimensi dalam milimeter, kecuali dinyatakan lain
Gambar 18.3-1
Toleransi peletakan baut angker.
LC + ∆ LC
LC +∆ LC
Σ ( LC + ∆ LC )
Keterangan:
Lc adalah jarak antar kolom, meter;
∆Lc adalah penyimpangan dari Lc, mm;
Σ Lc adalah panjang keseluruhan struktur baja yang sebenarnya, meter;
Σ∆Lc adalah penyimpangan terhadap ΣLc , mm.
Gambar 18.3-2
Penyimpangan terhadap panjang (penampang tegak).
Gambar 18.3-3
Penyimpangan terhadap ketinggian (penampang tegak).
Keterangan:
hb adalah jarak vertikal antara permukaan atas balok antar tingkat,
meter;
∆hb adalah penyimpangan terhadap hb, mm;
bawah pelat landas baja harus dibersihkan dan bebas dari kelembaban
sesaat sebelum digrouting.
19.1 Umum
Ketentuan-ketentuan dalam standar ini berlaku juga untuk perubahan
struktur yang sudah ada atau bagian-bagiannya, kecuali jika
ditentukan lain dalam butir ini.
19.2 Material
Jenis logam dasar yang digunakan harus ditentukan sebelum
menyiapkan gambar dan spesifikasi yang mencakup perkuatan,
perbaikan, atau prosedur pengelasan struktur yang sudah ada atau
bagian dari struktur tersebut.
19.3 Pembersihan
Permukaan material yang ada, yang harus diperkuat, diperbaiki, atau
dilas, harus dibersihkan dari kotoran, karat, atau benda asing lainnya
kecuali yang berkaitan dengan perlindungan permukaan. Bagian
permukaan yang akan dilas tersebut harus dibersihkan dari segala
benda asing, termasuk lapisan cat, dalam jarak 50 mm dari kedua sisi
terluar pengelasan.
20.1 Umum
20.2 Definisi
Pada butir ini berlaku definisi-definisi sebagai berikut:
Pengujian pembuktian adalah penerapan beban-beban uji pada suatu
struktur, komponen struktur, elemen, atau sambungan, untuk
mengetahui atau memastikan karakteristik struktur yang diuji
tersebut.
Pengujian prototipe adalah penerapan beban-beban uji pada satu atau
lebih struktur, komponen struktur, elemen atau sambungan, untuk
mengetahui atau memastikan karakteristik dari kelompok struktur,
komponen struktur, elemen, atau sambungan tersebut yang secara
nominal identik dengan unit yang diuji.
20.4.1 Penerapan
Ayat ini dapat diterapkan untuk pengujian suatu struktur, komponen
struktur, elemen, atau sambungan, untuk menentukan apakah struktur,
komponen struktur, elemen, atau sambungan tersebut memenuhi
persyaratan kekuatan batas atau kelayanan batas yang sesuai.
20.4.2 Beban uji
Beban uji harus sama dengan beban rencana untuk keadaan batas
yang relevan.
20.4.3 Kriteria penerimaan
Kriteria penerimaan adalah sebagai berikut:
a) Untuk kekuatan: struktur, komponen struktur, elemen, atau
sambungan yang diuji dapat dianggap memenuhi syarat kekuatan
bila ia mampu bertahan terhadap beban uji kekuatan batas selama
paling sedikit 15 menit. Struktur ini kemudian harus diperiksa
untuk menentukan jenis dan besarnya kerusakan yang terjadi
selama pengujian. Pengaruh kerusakan harus ditinjau dan bila
perlu dilakukan perbaikan terhadap bagian-bagian yang rusak;
b) Untuk kemampuan layan: deformasi maksimum struktur atau
komponen struktur yang diuji pada beban batas layan harus
berada dalam batas-batas layan yang sesuai untuk struktur itu
Butir 13 SAMBUNGAN
Ab adalah luas penampang bruto, mm2
d adalah kedalaman yang dipersiapkan untuk las, mm
db adalah diameter baut nominal pada daerah tak berulir, mm
f1,f2 adalah konstanta tegangan dalam perhitungan ft, MPa
ft adalah tegangan tarik dengan memperhitungkan ada atau tidak
adanya ulir baut pada bidang geser, MPa
fu adalah tegangan tarik putus pelat, MPa
f ub adalah tegangan tarik putus baut, MPa
fuv adalah tegangan geser akibat beban terfaktor pada suatu baut,
MPa
fuw adalah tegangan tarik putus material las, MPa
fy adalah tegangan leleh material, MPa
f yw adalah tegangan leleh material las, MPa
Ls adalah jarak antara titik pengekang lateral efektif, mm
Mu adalah momen lentur terfaktor atau momen perlu, N-mm
m adalah jumlah bidang geser
Nn adalah kuat tekan nominal komponen struktur, N
Nu adalah gaya aksial terfaktor, N
n adalah jumlah baut
Rd adalah kuat rencana, N
Rn adalah kuat nominal, N
Rnw adalah kuat nominal sambungan las, N
Ru adalah beban terfaktor atau kuat perlu, N
r1,r2 adalah faktor modifikasi tegangan untuk memperhitungkan ada
atau tidak adanya ulir baut pada bidang geser
sg adalah jarak pada arah tegak lurus gaya antara dua irisan yang
berdekatan yang mengandung lubang baut, mm
sp adalah jarak pada arah gaya antara dua irisan yang berdekatan
yang mengandung lubang baut, mm
Butir 17 PABRIKASI
a0, a1 adalah dimensi ketidak-sikuan sayap, mm
a2, a3 adalah dimensi diagonal penampang kotak, mm
b adalah dimensi terkecil pelat badan, mm
APRIL 2002
PRAKATA
Tatacara Prencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung, SNI 03-1726-1989 pada
saat ini sudah berumur lebih dari 10 tahun dan oleh para perencana bangunan gedung
dirasakan kurang dapat mengikuti perkembangan teknologi dewasa ini. Oleh karena itu
Tatacara ini perlu direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknik
sipil sehingga Tatacara ini akan tetap akurat dalam penggunaannya.
Selanjutnya Rancangan SNI yang ditunggu-tunggu dapat diselesaikan dengan baik dengan
judul Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung, dan mudah-mudahan
dapat memenuhi tantangan yang dihadapi dalam dunia konstruksi bangunan khususnya
mengenai pesyaratan ketahanan gempa untuk gedung.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung, terutama pada
Tim Penyusun yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata.
i
SNI-1726-2001
DAFTAR ISI
PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
2. ACUAN ....................................................................................................... 1
LAMPIRAN A : PENJELASAN
A.1 Ruang Lingkup ............................................................................................. 39
A.3 Istilah Dan Notasi ........................................................................................ 39
A.4 Ketentuan Umum ......................................................................................... 40
A.5 Perencanaan Umum Struktur Gedung ..... .................................................... 48
A.6 Perencanaan Struktur Gedung Beraturan ..................................................... 51
A.7 Perencanaan Struktur Gedung Tidak Beraturan .......................................... 53
A.8 Kinerja Struktur Gedung ............................................................................. 55
A.9 Pengaruh Gempa pada Struktur Bawah ....................................................... 56
A.10 Pengaruh Gempa pada Unsur Sekunder, Unsur Arsitektur dan Instalasi
Mesin dan Listrik ......................................................................................... 58
LAMPIRAN B :
B.1 Perencanaan Beban Dan Kuat Terfaktor Untuk Fondasi ............................ 61
B.2 Penjelasan Perencanaan Beban Dan Kuat Terfaktor Untuk Fondasi .......... 62
iii
SNI-1726-2001
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Faktor Keutamaan I Untuk Berbagai Kategori Gedung Dan Bangunan ...... 12
Tabel 5 Percepatan Puncak Batuan Dasar Dan Percepatan Puncak Muka Tanah
Untuk Masing-Masing Wilayah Gempa Indonesia ...................................... 19
Tabel 9 Faktor lebih struktur f2 dan faktor kuat lebih total f yang terkandung di
dalam struktur gedung .................................................................................. 34
Tabel 10 Faktor Kinerja Unsur Untuk Unsur Sekunder Dan Unsur Arsitektur .......... 38
Tabel 11 Faktor Kinerja Unsur Untuk Instalasi Mesin Dan Listrik ............................ 38
Tabel P.1 Faktor Reduksi Kekuatan φ Untuk Jenis Fondasi Telapak Dan Rakit ......... 61
Tabel P.2 Faktor Reduksi Kekuatan φ Untuk Jenis Tiang Pancang Dan Tiang Bor .... 62
iv
SNI-1726-2001
DAFTAR GAMBAR
Gambar P.4 Diagram Gaya Geser Tingkat Nominal Sepanjang Tinggi Struktur
Gedung .................................................................................................. 54
Gambar P.5 Diagram Momen – Simpangan Dari Suatu Sendi Plastis Pada Kaki
Kolom Atau Kaki Dinding Geser .......................................................... 57
v
SNI-1726-2002
1 Ruang lingkup
1.1 Standar ini dimaksudkan sebagai pengganti Standar Nasional Indonesia SNI 03-
1726-1989 dan untuk selanjutnya menjadi persyaratan minimum perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur gedung, kecuali untuk struktur bangunan yang ditentukan dalam
Pasal 1.2.
1.2 Syarat-syarat perencanaan struktur gedung tahan gempa yang ditetapkan dalam
Standar ini tidak berlaku untuk bangunan sebagai berikut :
- Gedung dengan sistem struktur yang tidak umum atau yang masih memerlukan
pembuktian tentang kelayakannya.
- Gedung dengan sistem isolasi landasan (base isolation) untuk meredam pengaruh
gempa terhadap struktur atas.
- Bangunan Teknik Sipil seperti jembatan, bangunan air, dinding dan dermaga pelabuhan,
anjungan lepas pantai dan bangunan non-gedung lainnya.
- Rumah tinggal satu tingkat dan gedung-gedung non-teknis lainnya.
1.3 Standar ini bertujuan agar struktur gedung yang ketahanan gempanya
direncanakan menurut Standar ini dapat berfungsi :
- menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat gempa yang
kuat;
- membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga masih
dapat diperbaiki;
- membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi gempa
ringan sampai sedang;
- mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.
2 Acuan
Standar ini menggunakan acuan dokumen:
− SNI 03-1726-1989, “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan
Gedung”, Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum, Dit. Bintek, Ditjen Cipta Karya, 3
No. 1997
− National Earthquake Hazards Reduction Program (NEHERP) Recommended
Provisions for Seismic Regulation for New Buildings and Other Structures, 1997
Edition, Part 1 – Provisions, Part 2 – Commentary; FEMA 302, Feb. 1998
− Uniform Building Code (UBC), 1997 Edition, Volume 2, Structural Engineering
Design Provisions, International Conference of Building Officials, April 1997
1 dari 63
SNI-1726-2002
3.1.1 Analisis
3.1.1.1
gempa ringan
gempa yang kemungkinan terjadinya adalah sekali saja atau dengan probabilitas sekitar
60% dalam kurun waktu umur gedung. Hal ini berarti bahwa untuk umur gedung biasa 50
tahun, perioda ulang gempa ringan adalah 50 tahun juga.
3.1.1.2
analisis beban dorong statik (static push over analysis) pada struktur gedung
suatu cara analisis statik 2 dimensi atau 3 dimensi linier dan non-linier, di mana pengaruh
Gempa Rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang
menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara
berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan
(sendi plastis) pertama di dalam struktur gedung, kemudian dengan peningkatan beban
lebih lanjut mengalami perubahan bentuk elasto-plastis yang besar sampai mencapai
kondisi di ambang keruntuhan.
3.1.1.3
analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung beraturan
suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik
ekuivalen, sehubungan dengan sifat struktur gedung beraturan yang praktis berperilaku
sebagai struktur 2 dimensi, sehingga respons dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh
respons ragamnya yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa
statik ekuivalen.
3.1.1.4
analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung tidak beraturan
suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik
ekuivalen yang telah dijabarkan dari pembagian gaya geser tingkat maksimum dinamik
sepanjang tinggi struktur gedung yang telah diperoleh dari hasil analisis respons dinamik
elastik linier 3 dimensi.
3.1.1.5
analisis perambatan gelombang
suatu analisis untuk menentukan pembesaran gelombang gempa yang merambat dari
kedalaman batuan dasar ke muka tanah, dengan data tanah di atas batuan dasar dan
gerakan gempa masukan pada kedalaman batuan dasar sebagai data masukannya.
3.1.1.6
analisis ragam spektrum respons
suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung 3 dimensi yang
berperilaku elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa melalui suatu metoda analisis
yang dikenal dengan analisis ragam spektrum respons, di mana respons dinamik total
struktur gedung tersebut didapat sebagai superposisi dari respons dinamik maksimum
masing-masing ragamnya yang didapat melalui spektrum respons Gempa Rencana.
3.1.1.7
analisis respons dinamik riwayat waktu linier
suatu cara analisis untuk menentukan riwayat waktu respons dinamik struktur gedung 3
dimensi yang berperilaku elastik penuh terhadap gerakan tanah akibat Gempa Rencana
2 dari 63
SNI-1726-2002
pada taraf pembebanan gempa nominal sebagai data masukan, di mana respons dinamik
dalam setiap interval waktu dihitung dengan metoda integrasi langsung atau dapat juga
melalui metoda analisis ragam.
3.1.1.8
analisis respons dinamik riwayat waktu non-linier
suatu cara analisis untuk menentukan riwayat waktu respons dinamik struktur gedung 3
dimensi yang berperilaku elastik penuh (linier) maupun elasto-plastis (non-linier) terhadap
gerakan tanah akibat Gempa Rencana sebagai data masukan, di mana respons dinamik
dalam setiap interval waktu dihitung dengan metoda integrasi langsung.
3.1.2.2
beban hidup nominal yang bekerja pada struktur gedung
beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung tersebut, baik akibat beban
yang berasal dari orang maupun dari barang yang dapat berpindah atau mesin dan
peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap dari gedung, yang nilai
seluruhnya adalah sedemikian rupa sehingga probabilitas untuk dilampauinya dalam kurun
waktu tertentu terbatas pada suatu persentase tertentu. Pada umumnya, probabilitas beban
tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun dan ditetapkan
sebesar 10%. Namun demikian, beban hidup rencana yang biasa ditetapkan dalam standar-
standar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai beban hidup nominal.
3.1.2.3
beban mati nominal
beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari gedung yang bersifat tetap,
termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok, lantai, atap, penyelesaian, mesin dan
peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung, yang nilai
seluruhnya adalah sedemikian rupa sehingga probabilitas untuk dilampauinya dalam kurun
waktu tertentu terbatas pada suatu persentase tertentu. Pada umumnya, probabilitas beban
tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun dan ditetapkan
sebesar 10%. Namun demikian, beban mati rencana yang biasa ditetapkan dalam standar-
standar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai beban mati nominal.
3 dari 63
SNI-1726-2002
3.1.3 Daktilitas
3.1.3.1
daktilitas
kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar
secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan
kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah
berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
3.1.3.2
faktor Daktilitas
rasio antara simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang
keruntuhan dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama di
dalam struktur gedung.
3.1.3.3
daktail penuh
suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya mampu mengalami
simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan yang paling
besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3.
3.1.3.4
daktail parsial
seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas di antara untuk
struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung yang daktail
penuh sebesar 5,3.
3.1.4.2
dinding geser beton bertulang berangkai
suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser
akibat pengaruh Gempa Rencana, yang terdiri dari dua buah atau lebih dinding geser yang
dirangkaikan oleh balok-balok perangkai dan yang runtuhnya terjadi dengan sesuatu
daktilitas tertentu oleh terjadinya sendi-sendi plastis pada ke dua ujung balok-balok
perangkai dan pada kaki semua dinding geser, di mana masing-masing momen lelehnya
dapat mengalami peningkatan hampir sepenuhnya akibat pengerasan regangan. Rasio
antara bentang dan tinggi balok perangkai tidak boleh lebih dari 4.
4 dari 63
SNI-1726-2002
3.2 Notasi
A Percepatan puncak Gempa Rencana pada taraf pembebanan nominal sebagai
gempa masukan untuk analisis respons dinamik linier riwayat waktu
struktur gedung.
b Ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat yang
ditinjau, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa; dalam subskrip
menunjukkan struktur bawah.
C1 Nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa
Rencana untuk waktu getar alami fundamental dari struktur gedung.
Dn Beban mati nominal yang dapat dianggap sama dengan beban mati rencana
yang ditetapkan dalam standar-standar pembebanan struktur gedung.
e Eksentrisitas teoretis antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat
struktur gedung; dalam subskrip menunjukkan kondisi elastik penuh.
ed Eksentrisitas rencana antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat
struktur gedung.
struktur gedung μ yang mengalaminya dan oleh faktor kuat lebih beban dan
bahan f1 yang terkandung di dalam struktur gedung tersebut.
f Faktor kuat lebih total yang terkandung di dalam struktur gedung secara
keseluruhan, rasio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh Gempa
Rencana yang dapat diserap oleh struktur gedung pada saat mencapai
kondisi di ambang keruntuhan dan beban gempa nominal.
f1 Faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam suatu struktur
gedung akibat selalu adanya pembebanan dan dimensi penampang serta
kekuatan bahan terpasang yang berlebihan dan nilainya ditetapkan sebesar
1,6.
Fb Beban gempa horisontal nominal statik ekuivalen akibat gaya inersia sendiri
yang menangkap pada pusat massa pada taraf masing-masing lantai besmen
struktur bawah gedung.
Fi Beban gempa nominal statik ekuivalen yang menangkap pada pusat massa
pada taraf lantai tingkat ke-i struktur atas gedung.
Fp Beban gempa nominal statik ekuivalen yang menangkap pada titik berat
massa unsur sekonder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik dalam
arah gempa yang paling berbahaya.
Ln Beban hidup nominal yang dapat dianggap sama dengan beban hidup
rencana yang ditetapkan dalam standar-standar pembebanan struktur
gedung.
Mgm Momen guling maksimum dari struktur atas suatu gedung yang bekerja pada
struktur bawah pada taraf penjepitan lateral pada saat struktur atas berada
dalam kondisi di ambang keruntuhan akibat dikerahkannya faktor kuat lebih
total f yang terkandung di dalam struktur atas, atau akibat pengaruh momen
leleh akhir sendi-sendi plastis pada kaki semua kolom dan semua dinding
geser.
My Momen leleh awal sendi plastis yang terjadi pada ujung-ujung unsur
struktur gedung, kaki kolom dan kaki dinding geser pada saat di dalam
struktur tersebut akibat pengaruh Gempa Rencana terjadi pelelehan pertama.
My,d Momen leleh awal sendi plastis yang terjadi pada kaki dinding geser.
My,k Momen leleh awal sendi plastis yang terjadi pada kaki kolom.
n Nomor lantai tingkat paling atas (lantai puncak); jumlah lantai tingkat
struktur gedung; dalam subskrip menunjukkan besaran nominal.
N Nilai hasil Test Penetrasi Standar pada suatu lapisan tanah; gaya normal
secara umum.
N Nilai rata-rata berbobot hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah di atas
batuan dasar dengan tebal lapisan tanah sebagai besaran pembobotnya.
7 dari 63
SNI-1726-2002
Rm Faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh suatu jenis
sistem atau subsistem struktur gedung.
Rx Faktor reduksi gempa untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-x pada
struktur gedung tidak beraturan.
Ry Faktor reduksi gempa untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-y pada
struktur gedung tidak beraturan.
Su Kuat geser niralir rata-rata berbobot dengan tebal lapisan tanah sebagai
besaran pembobotnya.
Tc Waktu getar alami sudut, yaitu waktu getar alami pada titik perubahan
diagram C dari garis datar menjadi kurva hiperbola pada Spektrum Respons
Gempa Rencana.
V Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekuivalen akibat pengaruh Gempa
Rencana yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung beraturan dengan
tingkat daktilitas umum, dihitung berdasarkan waktu getar alami
fundamental struktur gedung beraturan tersebut.
Vs Gaya geser dasar nominal akibat beban gempa yang dipikul oleh suatu jenis
subsistem struktur gedung tertentu di tingkat dasar.
Vt Gaya geser dasar nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada taraf
pembebanan nominal yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung dan
yang didapat dari hasil analisis ragam spektrum respons atau dari hasil
analisis respons dinamik riwayat waktu.
Vxo Gaya geser dasar nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada taraf
pembebanan nominal yang bekerja dalam arah sumbu-x di tingkat dasar
struktur gedung tidak beraturan.
Vyo Gaya geser dasar nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada taraf
9 dari 63
SNI-1726-2002
V1 Gaya geser dasar nominal yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung
tidak beraturan dengan tingkat daktilitas umum, dihitung berdasarkan waktu
getar alami fundamental struktur gedung.
Wb Berat lantai besmen struktur bawah suatu gedung, termasuk beban hidup
yang sesuai.
Wi Berat lantai tingkat ke-i struktur atas suatu gedung, termasuk beban hidup
yang sesuai.
Wp Berat unsur sekonder, unsur arsitektur atau instalasi mesin dan listrik.
β (beta) Indeks kepercayaan (reliability index), suatu bilangan yang bila dikalikan
dengan deviasi standar distribusi besaran An (Ru/Qu), kemudian dikurangkan
dari nilai rata-rata besaran tersebut, menghasilkan suatu nilai besaran itu
yang probabilitas untuk dilampauinya terbatas pada suatu persentase
tertentu, di mana Ru adalah kekuatan ultimit struktur gedung yang ditinjau
dan Qu adalah pembebanan ultimit pada struktur gedung itu.
10 dari 63
SNI-1726-2002
δy (delta-y) Simpangan struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat
terjadinya pelelehan pertama.
ζ (zeta) Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung yang membatasi
waktu getar alami fundamental struktur gedung, bergantung pada Wilayah
Gempa.
η (eta) Faktor pengali dari simpangan struktur gedung akibat pengaruh Gempa
Rencana pada taraf pembebanan nominal untuk mendapatkan simpangan
struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama.
μm (mu-m) Nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh suatu sistem
atau subsistem struktur gedung.
ξ (ksi) Faktor pengali dari simpangan struktur gedung akibat pengaruh Gempa
Rencana pada taraf pembebanan nominal untuk mendapatkan simpangan
maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang
keruntuhan.
ψ (psi) Koefisien pengali dari percepatan puncak muka tanah (termasuk faktor
keutamaannya) untuk mendapatkan faktor respons gempa vertikal,
bergantung pada Wilayah Gempa.
4 Ketentuan umum
4.1 Gempa rencana dan kategori gedung
4.1.1 Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Akibat
pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri,
walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan
mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10%
selama umur gedung 50 tahun.
keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang
diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor
Keutamaan I menurut persamaan :
I = I 1 I2 (1)
di mana I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan
dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I2
adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan
penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan
menurut Tabel 1.
Faktor Keutamaan
Kategori gedung
I1 I2 I
12 dari 63
SNI-1726-2002
- Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai
coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar
denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
- Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral
yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal
denah struktur gedung secara keseluruhan.
- Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun
mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang
menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar
denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap
yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya
loncatan bidang muka.
- Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya
tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana
kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau
kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang
dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja
di tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat.
- Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap
lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat di
atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi
ketentuan ini.
- Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban
lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan
tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
- Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau
bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai
tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20%
dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai
pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut Standar ini analisisnya dapat
dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen.
4.2.2 Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan menurut Pasal 4.2.1, ditetapkan
sebagai struktur gedung tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh
Gempa Rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga
analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.
13 dari 63
SNI-1726-2002
δm
1,0 ≤ μ = ≤ μm (2)
δy
Dalam pers. (2) μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang
berperilaku elastik penuh, sedangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang
dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan menurut Pasal 4.3.4.
4.3.2 Apabila Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang
dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan dan
Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam struktur gedung,
maka dengan asumsi bahwa struktur gedung daktail dan struktur gedung elastik penuh
akibat pengaruh Gempa Rencana menunjukkan simpangan maksimum δm yang sama
dalam kondisi di ambang keruntuhan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
Ve
Vy = (3)
μ
di mana μ adalah faktor daktilitas struktur gedung.
4.3.3 Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana
yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai
berikut :
Vy Ve
Vn = = (4)
f1 R
di mana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur
gedung dan nilainya ditetapkan sebesar :
f1 = 1,6 (5)
dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan :
1,6 ≤ R = μ f1 ≤ R m (6)
Dalam pers.(6) R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang
berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum yang
dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang bersangkutan menurut Pasal 4.3.4.
Dalam Tabel 2 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai μ yang bersangkutan, dengan
ketentuan bahwa nilai μ dan R tidak dapat melampaui nilai maksimumnya menurut Pasal
4.3.4.
14 dari 63
SNI-1726-2002
4.3.4 Nilai faktor daktilitas struktur gedung μ di dalam perencanaan struktur gedung
dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai faktor
daktilitas maksimum μm yang dapat dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem
struktur gedung. Dalam Tabel 3 ditetapkan nilai μm yang dapat dikerahkan oleh beberapa
jenis sistem dan subsistem struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm yang
bersangkutan.
4.3.5 Apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh Gempa Rencana sistem
struktur gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang berbeda, faktor
reduksi gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah pembebanan gempa
tersebut, dapat dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dengan gaya geser dasar yang
dipikul oleh masing-masing jenis subsistem sebagai besaran pembobotnya menurut
persamaan :
Σ Vs
R = (7)
Σ Vs / R s
di mana Rs adalah nilai faktor reduksi gempa masing-masing jenis subsistem struktur
gedung dan Vs adalah gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem
struktur gedung tersebut, dengan penjumlahan meliputi seluruh jenis subsistem struktur
gedung yang ada. Metoda ini hanya boleh dipakai, apabila rasio antara nilai-nilai faktor
reduksi gempa dari jenis-jenis subsistem struktur gedung yang ada tidak lebih dari 1,5.
4.3.6 Untuk jenis subsistem struktur gedung yang tidak tercantum dalam Tabel 3, nilai
faktor daktilitasnya dan faktor reduksi gempanya harus ditentukan dengan cara-cara
rasional, misalnya dengan menentukannya dari hasil analisis beban dorong statik (static
push-over analysis).
15 dari 63
SNI-1726-2002
16 dari 63
SNI-1726-2002
Qu = γ Qn (9)
di mana φ adalah faktor reduksi kekuatan, Rn adalah kekuatan nominal struktur gedung, γ
adalah faktor beban dan Qn adalah pembebanan nominal pada struktur gedung tersebut,
maka menurut Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor harus dipenuhi persyaratan keadaan
batas ultimit sebagai berikut :
Ru ≥ Qu (10)
4.4.2 Dengan menyatakan beban mati nominal sebagai Dn, beban hidup nominal
sebagai Ln dan beban gempa nominal sebagai En, maka Perencanaan Beban dan Kuat
Terfaktor harus dilakukan dengan meninjau pembebanan ultimit pada struktur gedung
sebagai berikut:
di mana γD, γL dan γE adalah faktor-faktor beban untuk beban mati nominal, beban hidup
nominal dan beban gempa nominal, yang nilai-nilainya ditetapkan dalam standar
pembebanan struktur gedung dan/atau dalam standar beton atau standar baja yang berlaku.
4.4.3 Beban mati nominal dan beban hidup nominal yang disebut dalam Pasal 4.4.2,
adalah beban-beban yang nilainya adalah sedemikian rupa, sehingga probabilitas adanya
beban-beban yang lebih besar dari itu dalam kurun waktu umur gedung terbatas sampai
suatu persentase tertentu. Namun demikian, beban mati rencana dan beban hidup rencana
yang ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai
beban-beban nominal.
17 dari 63
SNI-1726-2002
4.6.2 Batuan dasar adalah lapisan batuan di bawah muka tanah yang memiliki nilai
hasil Test Penetrasi Standar N paling rendah 60 dan tidak ada lapisan batuan lain di
bawahnya yang memiliki nilai hasil Test Penetrasi Standar yang kurang dari itu, atau yang
memiliki kecepatan rambat gelombang geser vs yang mencapai 750 m/detik dan tidak ada
lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser
yang kurang dari itu.
4.6.3 Jenis tanah ditetapkan sebagai Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak,
apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang
tercantum dalam Tabel 4.
Tanah Sedang 175 < v s < 350 15 < N < 50 50 < S u < 100
Dalam Tabel 4 v s , N dan S u adalah nilai rata-rata berbobot besaran itu dengan tebal
lapisan tanah sebagai besaran pembobotnya yang harus dihitung menurut persamaan-
persamaan sebagai berikut :
m
∑ ti
vs = i =1 (13)
m
∑ t i / vsi
i =1
18 dari 63
SNI-1726-2002
m
∑ ti
i =1 (14)
N =
m
∑ t i / Ni
i =1
m
∑ ti
Su = i =1 (15)
m
∑ t i / Sui
i =1
di mana ti adalah tebal lapisan tanah ke-i, vsi adalah kecepatan rambat gelombang geser
melalui lapisan tanah ke-i, Ni nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i, Sui
adalah kuat geser niralir lapisan tanah ke-i dan m adalah jumlah lapisan tanah yang ada di
atas batuan dasar. Selanjutnya, dalam Tabel 4 PI adalah Indeks Plastisitas tanah lempung,
wn adalah kadar air alami tanah dan Su adalah kuat geser niralir lapisan tanah yang
ditinjau.
4.4.4 Yang dimaksud dengan jenis Tanah Khusus dalam Tabel 4 adalah jenis tanah
yang tidak memenuhi syarat–syarat yang tercantum dalam tabel tersebut. Di samping itu,
yang termasuk dalam jenis Tanah Khusus adalah juga tanah yang memiliki potensi
likuifaksi yang tinggi, lempung sangat peka, pasir yang tersementasi rendah yang rapuh,
tanah gambut, tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan lebih
dari 3 m, lempung sangat lunak dengan PI lebih dari 75 dan ketebalan lebih dari 10 m,
lapisan lempung dengan 25 kPa < Su < 50 kPa dan ketebalan lebih dari 30 m. Untuk jenis
Tanah Khusus percepatan puncak muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis
perambatan gelombang gempa menurut Pasal 4.6.1.
4.7.2 Apabila percepatan puncak muka tanah Ao tidak didapat dari hasil analisis
perambatan gelombang seperti disebut dalam Pasal 4.6.1, percepatan puncak muka tanah
tersebut untuk masing-masing Wilayah Gempa dan untuk masing-masing jenis tanah
ditetapkan dalam Tabel 5.
Percepatan
Percepatan puncak muka tanah Ao (‘g’)
puncak batuan
Wilayah
dasar
Gempa Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak Tanah Khusus
(‘g’)
3 0,15 0,18 0,23 0,30 setiap lokasi
4 0,20 0,24 0,28 0,34
5 0,25 0,28 0,32 0,36
6 0,30 0,33 0,36 0,38
4.7.3 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah Ao untuk
Wilayah Gempa 1 yang ditetapkan dalam Gambar 1 dan Tabel 5 ditetapkan juga sebagai
percepatan minimum yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung untuk
menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur gedung tersebut.
4.7.4 Untuk menentukan pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung, yaitu berupa
beban geser dasar nominal statik ekuivalen pada struktur beraturan menurut Pasal 6.1.2,
gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik ragam pertama pada struktur gedung
tidak beraturan menurut Pasal 7.1.3 dan gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik
seluruh ragam yang berpartisipasi pada struktur gedung tidak beraturan menurut Pasal
7.2.1, untuk masing-masing Wilayah Gempa ditetapkan Spektrum Respons Gempa
Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. Dalam gambar tersebut C adalah
Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah waktu
getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik. Untuk T = 0 nilai C tersebut menjadi
sama dengan Ao, di mana Ao merupakan percepatan puncak muka tanah menurut Tabel 5.
20 dari 63
SNI-1726-2002
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138 140
10 o 10 o
o 0 80 200 400 o
8 8
Kilometer
6o 6o
Banda Aceh
1
2
3 4 5 6 5 4 3 2 1
4o 4o
o o
2 2
Manado
Ternate
Pekanbaru
1
o o
0 Samarinda
0
2
1
Padang Palu Manokwari 3
2
3 Sorong
4 Jambi Biak 4
5
6
o
2 4
5 Palangkaraya 5 2o
3
2 Jayapura
6
1
Palembang Banjarmasin
5
Bengkulu Kendari Ambon
o o
4 4
4
1 Makasar 3
Bandarlampung
Tual 2
o
6 Jakarta 2 6o
1
Bandung
Garut Semarang
Sukabumi Surabaya
Tasikmalaya Solo
Jogjakarta 3
Blitar Malang
8o Cilacap
Banyuwangi
4
8o
Denpasar Mataram
Merauke
5
6
o o
10 5 Kupang
10
4
3
Wilayah 1 : 0,03 g
2
12
o
Wilayah 2 : 0,10 g 1
12
o
Wilayah 3 : 0,15 g
Wilayah 4 : 0,20 g
o o
14 14
Wilayah 5 : 0,25 g
Wilayah 6 : 0,30 g
o
16 16 o
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138 140
Gambar 2.1. Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
21 dari 63
SNI-1726-2002
4.7.5 Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 < T < 0,2 detik terdapat
ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas
strukturnya, Faktor Respons Gempa C menurut Spektrum Respons Gempa Rencana yang
ditetapkan dalam Pasal 4.7.4, dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut, nilainya
tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan.
C = Am (17)
- untuk T > Tc :
Ar
C = (18)
T
dengan
Ar = Am Tc (19)
21 dari 63
SNI-1726-2002
0 0.2 0.5 0.6 1.0 2.0 3.0 0 0.2 0.5 0.6 1.0 2.0 3.0
T T
0 0.2 0.5 0.6 1.0 2.0 3.0 0 0.2 0.5 0.6 1.0 2.0 3.0
T T
0.90
Wilayah Gempa 5 0.95
Wilayah Gempa 6
0.90
0.83 0.90
C= (Tanah lun ak) 0.83 0.95
T C= (Tanah lun ak)
T
0.70 0.50 0.54
C= (Tanah sedang) C= (Tanah sedang)
T T
0.42
0.35 C= (Tanah keras)
C C=
T
(Tanah keras) C T
0.36 0.38
0.32 0.36
0.33
0.28
22 dari 63
SNI-1726-2002
4.8.2 Faktor Respons Gempa vertikal Cv yang disebut dalam Pasal 4.8.1 harus dihitung
menurut persamaan :
Cv = ψ Ao I (20)
di mana koefisien ψ bergantung pada Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan
ditetapkan menurut Tabel 7, dan Ao adalah percepatan puncak muka tanah menurut Tabel
5, sedangkan I adalah Faktor Keutamaan gedung menurut Tabel 1.
Wilayah gempa ψ
1 0,5
2 0,5
3 0,5
4 0,6
5 0,7
6 0,8
5.1.2 Apabila tidak dilakukan analisis interaksi tanah-struktur, struktur atas dan struktur
bawah dari suatu struktur gedung dapat dianalisis terhadap pengaruh Gempa Rencana
secara terpisah, di mana struktur atas dapat dianggap terjepit lateral pada taraf lantai dasar.
Selanjutnya struktur bawah dapat dianggap sebagai struktur tersendiri yang berada di
dalam tanah yang dibebani oleh kombinasi beban-beban gempa yang berasal dari struktur
atas, beban gempa yang berasal dari gaya inersia sendiri dan beban gempa yang berasal
dari tanah sekelilingnya.
5.1.3 Pada gedung tanpa besmen, taraf penjepitan lateral struktur atas dapat dianggap
terjadi pada bidang telapak fondasi langsung, bidang telapak fondasi rakit dan bidang atas
kepala (pur) fondasi tiang.
23 dari 63
SNI-1726-2002
5.1.4 Apabila penjepitan tidak sempurna dari struktur atas gedung pada struktur bawah
diperhitungkan, maka struktur atas gedung tersebut harus diperhitungkan terhadap
pengaruh deformasi lateral maupun rotasional dari struktur bawahnya.
5.1.5 Dalam perencanaan struktur atas dan struktur bawah suatu gedung terhadap
pengaruh Gempa Rencana, struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari struktur
atas. Untuk itu, terhadap Pengaruh Gempa Rencana unsur-unsur struktur bawah harus tetap
berperilaku elastik penuh, tak bergantung pada tingkat daktilitas yang dimiliki struktur
atasnya.
5.2.2 Pengabaian pemikulan pengaruh Gempa Rencana oleh salah satu atau lebih kolom
atau subsistem struktur gedung yang disebut dalam Pasal 5.2.1 hanya diperkenankan, bila
partisipasi pemikulan pengaruh gempanya adalah kurang dari 10%. Dalam hal ini, unsur
atau subsistem tersebut selain terhadap beban gravitasi, juga harus direncanakan terhadap
simpangan sistem struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung
yang berperilaku elastik penuh, yaitu terhadap simpangan sebesar R/1,6 kali simpangan
akibat beban gempa nominal pada struktur gedung tersebut, di mana R adalah faktor
reduksi gempa dari struktur gedung itu dan 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur
elastik penuh (R = f1).
5.2.3 Dalam suatu sistem struktur yang terdiri dari kombinasi dinding-dinding geser
dan rangka-rangka terbuka, beban geser dasar nominal akibat pengaruh Gempa Rencana
yang dipikul oleh rangka-rangka terbuka tidak boleh kurang dari 25% dari beban geser
nominal total yang bekerja dalam arah kerja beban gempa tersebut.
5.3.2 Lantai tingkat, atap beton dan sistem lantai dengan ikatan suatu struktur gedung
yang tidak kaku dalam bidangnya, karena mengandung lubang-lubang atau bukaan yang
luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat, akan mengalami deformasi dalam
bidangnya akibat beban gempa horisontal, yang harus diperhitungkan pengaruhnya
terhadap pembagian beban gempa horisontal tersebut kepada seluruh sistem struktur
tingkat yang ada.
5.4.2 Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada lantai
tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak
berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak
mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi.
5.4.3 Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu
eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung pada
lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b,
maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut :
- untuk 0 < e < 0,3 b :
ed = 1,5 e + 0,05 b (21)
atau
ed = e - 0,05 b (22)
dan dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau
subsistem struktur gedung yang ditinjau;
- untuk e > 0,3 b :
ed = 1,33 e + 0,1 b (23)
atau
ed = 1,17 e - 0,1 b (24)
dan dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau
subsistem struktur gedung yang ditinjau.
25 dari 63
SNI-1726-2002
5.5.2 Modulus elastisitas beton Ec harus ditetapkan sesuai dengan mutu (kuat tekan)
beton yang dipakai, sedangkan modulus elastisitas baja ditetapkan sebesar Es = 200 GPa.
Wilayah Gempa ζ
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
5.8.2 Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap
struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan menurut
Pasal 5.8.1 harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan
pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi,
tetapi dengan efektifitas hanya 30%.
26 dari 63
SNI-1726-2002
6.1.2 Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 1 dan
strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan
Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1,
maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat
dihitung menurut persamaan :
C1 I
V = Wt (26)
R
di mana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons
Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan
Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
6.1.3 Beban geser dasar nominal V menurut Pasal 6.1.2 harus dibagikan sepanjang
tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang
menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
Wi zi
Fi = n
V (27)
∑Wi zi
i =1
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi adalah
ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan
Pasal 5.1.3, sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas.
6.1.4 Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah
pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap sebagai
beban horisontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas,
sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-
beban gempa nominal statik ekuivalen menurut Pasal 6.1.3.
6.1.5 Pada tangki di atas menara, beban gempa nominal statik ekuivalen sebesar V
harus dianggap bekerja pada titik berat massa seluruh struktur menara dan tangki berikut
isinya.
27 dari 63
SNI-1726-2002
n
∑ Wi di2
i =1
T1 = 6,3 n (28)
g ∑ Fi di
i =1
di mana Wi dan Fi mempunyai arti yang sama seperti yang disebut dalam Pasal 6.1.3, di
adalah simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm dan ‘g’ adalah
percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det2.
6.2.2 Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan
Faktor Respons Gempa C1 menurut Pasal 6.1.2 ditentukan dengan rumus-rumus empirik
atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang
lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut Pasal 6.2.1.
7.1.2 Daktilitas struktur gedung tidak beraturan harus ditentukan yang representatif
mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat daktilitas tersebut dapat dinyatakan dalam faktor
reduksi gempa R representatif, yang nilainya dapat dihitung sebagai nilai rata-rata
berbobot dari faktor reduksi gempa untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal dengan gaya
geser dasar yang dipikul oleh struktur gedung dalam masing-masing arah tersebut sebagai
besaran pembobotnya menurut persamaan :
Vxo + Vyo
R = (29)
Vxo / R x + Vyo / R y
di mana Rx dan Vxo adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan
gempa dalam arah sumbu-x, sedangkan Ry dan Vyo adalah faktor reduksi gempa dan gaya
geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-y. Metoda ini hanya boleh
dipakai, apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa untuk 2 arah pembebanan
gempa tersebut tidak lebih dari 1,5.
7.1.3 Nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa
28 dari 63
SNI-1726-2002
nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil
kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama. Bila respons dinamik struktur gedung
dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan
menurut persamaan berikut :
V > 0,8 V1 (30)
di mana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama terhadap
pengaruh Gempa Rencana menurut persamaan :
C1 I
V1 = Wt (31)
R
dengan C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons
Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami pertama T1, I adalah Faktor
Keutamaan menurut Tabel 1 dan R adalah faktor reduksi gempa representatif dari struktur
gedung yang bersangkutan, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban
hidup yang sesuai.
7.2.2 Penjumlahan respons ragam yang disebut dalam Pasal 7.2.1 untuk struktur gedung
tidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar alami yang berdekatan, harus dilakukan
dengan metoda yang dikenal dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic
Combination atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih
nilainya kurang dari 15%. Untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu
getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam tersebut dapat dilakukan dengan
metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of Squares
atau SRSS).
7.2.3 Untuk memenuhi persyaratan menurut Pasal 7.1.3, maka gaya geser tingkat
nominal akibat pengaruh Gempa Rencana sepanjang tinggi struktur gedung hasil analisis
ragam spektrum respons dalam suatu arah tertentu, harus dikalikan nilainya dengan suatu
Faktor Skala :
0 ,8 V1
Faktor Skala = ≥1 (32)
Vt
di mana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik ragam yang pertama
saja dan Vt adalah gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisis ragam
spektrum respons yang telah dilakukan.
29 dari 63
SNI-1726-2002
7.2.4 Bila diinginkan, dari diagram atau kurva gaya geser tingkat nominal akibat
pengaruh Gempa Rencana sepanjang tinggi struktur gedung yang telah disesuaikan
nilainya menurut Pasal 7.2.3 dapat ditentukan beban-beban gempa nominal statik
ekuivalen yang bersangkutan (selisih gaya geser tingkat dari 2 tingkat berturut-turut), yang
bila perlu diagram atau kurvanya dimodifikasi terlebih dulu secara konservatif untuk
mendapatkan pembagian beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang lebih baik
sepanjang tinggi struktur gedung. Beban-beban gempa nominal statik ekuivalen ini
kemudian dapat dipakai dalam suatu analisis statik ekuivalen 3 dimensi biasa.
7.3.2 Untuk perencanaan struktur gedung melalui analisis dinamik linier riwayat waktu
terhadap pengaruh Gempa Rencana pada taraf pembebanan gempa nominal, percepatan
muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan ke taraf pembebanan gempa
nominal tersebut, sehingga nilai percepatan puncaknya A menjadi :
Ao I
A= (33)
R
di mana Ao adalah percepatan puncak muka tanah menurut Tabel 5, R adalah faktor
reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan, sedangkan I adalah
Faktor Keutamaan menurut Tabel 1. Selanjutnya harus dipenuhi juga persyaratan menurut
Pasal 7.1.3 dan untuk itu Faktor Skala yang dipakai adalah sama seperti yang ditentukan
dalam Pasal 7.2.3, hanya Vt di sini merupakan gaya geser dasar maksimum yang terjadi di
tingkat dasar yang didapat dari hasil analisis respons dinamik riwayat waktu yang telah
dilakukan. Dalam analisis ini redaman struktur yang harus diperhitungkan dapat dianggap
5% dari redaman kritis.
7.3.3 Untuk mengkaji perilaku pasca-elastik struktur gedung terhadap pengaruh Gempa
Rencana, harus dilakukan analisis respons dinamik non-linier riwayat waktu, di mana
percepatan muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan, sehingga nilai
percepatan puncaknya menjadi sama dengan Ao I, di mana Ao adalah percepatan puncak
muka tanah menurut Tabel 5 dan I adalah Faktor Keutamaan menurut Tabel 1.
7.3.4 Akselerogram gempa masukan yang ditinjau dalam analisis respons dinamik linier
dan non-linier riwayat waktu, harus diambil dari rekaman gerakan tanah akibat gempa
yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya
dengan lokasi tempat struktur gedung yang ditinjau berada. Untuk mengurangi ketidak-
pastian mengenai kondisi lokasi ini, paling sedikit harus ditinjau 4 buah akselerogram dari
4 gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil akselerogram Gempa El Centro N-S
yang telah direkam pada tanggal 15 Mei 1940 di California.
7.3.5 Berhubung gerakan tanah akibat gempa pada suatu lokasi tidak mungkin dapat
diperkirakan dengan tepat, maka sebagai gempa masukan dapat juga dipakai gerakan tanah
yang disimulasikan. Parameter-parameter yang menentukan gerakan tanah yang
disimulasikan ini antara lain terdiri dari waktu getar predominan tanah, konfigurasi
30 dari 63
SNI-1726-2002
8.1.2 Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala
hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung menurut Pasal
0,03
8.1.1 tidak boleh melampaui kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm,
R
bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
8.2.2 Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala
hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung menurut Pasal
8.2.1 tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
8.2.3 Jarak pemisah antar-gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan jumlah
simpangan maksimum masing-masing struktur gedung pada taraf itu yang dihitung dengan
cara yang disebut dalam Pasal 8.2.1. Dalam segala hal masing-masing jarak tersebut tidak
boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf itu diukur dari taraf penjepitan lateral.
8.2.4 Dua bagian struktur gedung yang tidak direncanakan untuk bekerja sama sebagai
satu kesatuan dalam mengatasi pengaruh Gempa Rencana, harus dipisahkan yang satu
terhadap yang lainnya dengan suatu sela pemisah (sela delatasi) yang lebarnya paling
sedikit harus sama dengan jumlah simpangan masing-masing bagian struktur gedung pada
31 dari 63
SNI-1726-2002
taraf itu yang dihitung dengan cara yang disebut dalam Pasal 8.2.1. Dalam segala hal lebar
sela pemisah tidak boleh ditetapkan kurang dari 75 mm.
8.2.5 Sela pemisah yang disebut dalam Pasal 8.2.4 harus direncanakan detailnya dan
dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga senantiasa bebas dari kotoran atau benda-benda
penghalang. Lebar sela pemisah juga harus memenuhi semua toleransi pelaksanaan.
32 dari 63
SNI-1726-2002
Tabel 9 Faktor kuat lebih struktur f2 dan faktor kuat lebih total f
yang terkandung di dalam struktur gedung
Taraf kinerja μ R f2 f
struktur pers.(6) pers.(37) pers.(39)
9.1.2 Dengan beban gempa nominal statik ekuivalen Fi pada suatu struktur gedung
menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i dan pada ketinggian zi diukur dari taraf
penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3, maka pembebanan momen guling
nominal maksimum dari struktur atas pada struktur bawah yang berperilaku elastik
penuh sesuai dengan Pasal 9.1.1 harus dihitung menurut persamaan :
n n
M gm = f ∑ Fi zi = f 2
i =1
∑F z
i =1
i i (40)
Dalam pers.(40) R adalah faktor reduksi gempa untuk struktur elastik penuh (R = f1) dan n
adalah nomor lantai tingkat paling atas. Momen guling nominal maksimum ini bekerja
pada struktur bawah bersamaan dengan beban normal (vertikal) dan beban geser
(horisontal) yang bersangkutan.
9.1.3 Berhubung pada struktur atas gedung yang akibat pengaruh Gempa Rencana
berada dalam kondisi di ambang keruntuhan terdapat kemungkinan terjadinya sendi plastis
pada kaki semua kolom dan pada kaki semua dinding geser, maka momen guling yang
dikerjakan oleh momen leleh akhir dari semua sendi plastis tersebut, harus ditinjau sebagai
kemungkinan pembebanan momen guling dari struktur atas pada struktur bawah. Dalam
hal ini, apabila My,k adalah momen leleh awal sendi plastis pada kaki kolom dan My,d
adalah momen leleh awal sendi plastis pada kaki dinding geser, masing-masing dihitung
untuk gaya normal yang bersangkutan, di mana diagram interaksinya N-M untuk
menghitung momen leleh masing-masing dihitung berdasarkan dimensi penampang dan
kekuatan bahan terpasang, maka pembebanan momen guling nominal maksimum dari
struktur atas pada struktur bawah harus dihitung dari persamaan :
1 ⎛ ⎞
M gm = ⎜ ∑ M y,k + ∑ M y ,d ⎟ (41)
1,6 ⎜ kolom ⎟
⎝ dinding ⎠
Dalam pers.(41) 1,6 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan f1 dan penjumlahan harus
dilakukan meliputi seluruh kolom dan seluruh dinding geser yang ada dalam struktur atas
33 dari 63
SNI-1726-2002
gedung. Momen guling nominal maksimum menurut pers.(41) bekerja pada struktur bawah
bersamaan dengan beban normal (vertikal) dan beban geser (horisontal) yang
bersangkutan.
9.1.4 Momen guling nominal maksimum dari struktur atas pada struktur bawah yang
berperilaku elastik penuh yang menentukan, adalah yang nilainya terkecil di antara yang
dihitung menurut pers.(40) dan pers.(41). Tetapi dalam segala hal, nilai momen guling
nominal maksimum tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari nilai momen guling
nominal yang terjadi akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur atas gedung yang
beperilaku elastik penuh, yang dapat ditulis menurut persamaan :
n
R
M gm ≤
1,6
∑ Fi z i (42)
i =1
Dalam pers.(42) R adalah faktor reduksi gempa dari struktur atas yang bersangkutan dan
1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur elastik penuh (R = f1).
9.1.5 Berhubung struktur atas suatu gedung dalam keadaan sesungguhnya akibat
pengaruh interaksi tanah-struktur tidak sepenuhnya terjepit pada taraf penjepitan lateral,
maka bila diinginkan pengaruh penjepitan tidak sempurna ini boleh diperhitungkan dengan
cara yang rasional, yang bergantung pada jenis tanah dan keberadaan besmen.
9.2.2 Apabila tidak ditentukan dengan cara yang lebih rasional, maka sehubungan
dengan Pasal 9.2.1 beban gempa horisontal nominal statik ekuivalen akibat gaya inersia
sendiri Fb yang menangkap pada pusat massa lantai besmen dari struktur bawah yang
berperilaku elastik penuh dapat dihitung dari persamaan :
Fb = 0,10 Ao I Wb (43)
di mana Ao adalah percepatan puncak muka tanah akibat pengaruh Gempa Rencana
menurut Tabel 5, I adalah Faktor Keutamaan gedung yang bersangkutan menurut Tabel 1
dan Wb adalah berat lantai besmen, termasuk beban hidup yang sesuai.
34 dari 63
SNI-1726-2002
9.3.2 Dalam perhitungan struktur bawah suatu gedung sebagai struktur 3 dimensi, harus
ditinjau keberadaan tanah belakang dengan memodelkannya sebagai pegas-pegas tekan
dan bila diinginkan keberadaan tanah samping dan tanah bawah (fondasi) dapat ditinjau
dengan memodelkannya sebagai pegas-pegas geser. Sifat-sifat pegas tekan dan pegas geser
harus dijabarkan secara rasional dari data tanah dan fondasi yang bersangkutan.
10.1.2 Benda-benda yang disimpan dalam museum dan barang-barang sejenis yang
mempunyai nilai sejarah atau nilai budaya yang tinggi, yang tidak merupakan unsur-unsur
struktur, harus ditambat dan diamankan terhadap pengaruh Gempa Rencana. Untuk detail
dari penambatan ini harus dimintakan nasehatnya dari ahli yang khusus.
10.2 Tambatan
10.2.1 Setiap unsur sekonder, unsur arsitektur seperti ornamen, panel beton pracetak dan
penutup luar gedung, serta instalasi mesin dan listrik, harus ditambat erat kepada struktur
gedungnya agar tahan terhadap pengaruh Gempa Rencana. Tahanan gesek akibat pengaruh
gravitasi tidak boleh diperhitungkan dalam merencanakan ketahanan geser suatu unsur
atau instalasi terhadap gaya gempa horisontal.
10.2.2 Alat-alat penambat, termasuk baut-baut jangkar, harus tahan karat, mempunyai
daktilitas serta daya tambat yang cukup. Dalam hal panel-panel beton pracetak, jangkar-
jangkarnya harus dilas atau dikaitkan kepada penulangan panel.
direncanakan terhadap suatu beban gempa nominal statik ekuivalen Fp, yang bekerja dalam
arah yang paling berbahaya dan yang besarnya ditentukan menurut persamaan :
C1
Fp = K p P Wp (44)
R
di mana C1 adalah Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa
Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental dari struktur gedung
yang memikul unsur sekonder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik tersebut,
yang beratnya masing-masing adalah Wp, sedangkan R adalah faktor reduksi gempa
struktur pemikul tersebut dan Kp dan P adalah berturut-turut koefisien pembesaran
respons dan faktor kinerja unsur yang ditentukan dalam ayat-ayat berikut.
di mana zp adalah ketinggian tempat kedudukan unsur atau instalasi dan zn adalah
ketinggian lantai puncak gedung, keduanya diukur dari taraf penjepitan lateral menurut
Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3.
10.5.3 Faktor kinerja unsur P mencerminkan tingkat keutamaan unsur atau instalasi
tersebut dalam kinerjanya selama maupun setelah gempa berlangsung. Jika tidak
ditentukan dengan cara yang lebih rasional, faktor kinerja unsur P ditetapkan dalam Tabel
10 dan Tabel 11.
10.5.4 Waktu getar alami unsur sekonder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik
yang nilainya berdekatan dengan waktu getar alami struktur gedung yang memikulnya
harus dihindari, sebab dapat menimbulkan gejala resonansi yang berbahaya. Apabila rasio
waktu getar alami antara ke duanya adalah antara 0,6 dan 1,4, maka nilai faktor kinerja
unsur P harus dikalikan 2, kecuali jika dilakukan suatu analisis khusus.
36 dari 63
SNI-1726-2002
Tabel 10 Faktor kinerja unsur untuk unsur sekunder dan unsur arsitektur
Unsur sekunder dan unsur arsitektur Faktor kinerja unsur
P
1. Dinding dan sekat pemisah
- Dinding yang berbatasan dengan jalan keluar atau tempat umum atau
yang disyaratkan memiliki ketahanan tertentu terhadap kebakaran : 4
- Dinding kantilever dan sandaran (parapet) : 4
- Dinding dan sekat pemisah ruangan : 2,5
2. Ornamen, panel beton pracetak dan penutup luar gedung, berikut alat 8
penambatnya :
3. Sistem langit-langit yang digantung pada struktur gedung dengan 3
lempengan penutup yang beratnya melampaui 20 N per buah :
- di atas ruang penting (ruang bedah di rumah sakit), jalan keluar dan
tempat umum atau yang disyaratkan memiliki ketahanan tertentu 2
terhadap kebakaran :
- di atas ruang kerja dan penghunian biasa :
4. Perlengkapan ruang pada jalan keluar atau yang dapat membahayakan jika
mengalami pengaruh gempa :
5. Tangki air bersih dan cerobong yang menyatu dengan gedung dengan berat 2,5
tidak lebih dari 10% dari berat gedung :
6. Struktur rumah atap atau ruang mesin pada puncak gedung : 2,5
37 dari 63
SNI-1726-2002
Lampiran A
PENJELASAN
A.1.2 Pasal ini menyatakan, bahwa Standar ini tidak berlaku untuk bangunan-
bangunan yang disebut dalam pasal tersebut. Walaupun demikian, prinsip-prinsip pokok
yang ditetapkan dalam Standar ini berlaku juga untuk bangunan-bangunan tersebut, asal
disesuaikan tingkat daktilitasnya serta perilaku spesifik lainnya. Yang jelas, definisi jenis
tanah, peta wilayah gempa Indonesia dan spektrum respons berlaku umum.
38 dari 63
SNI-1726-2002
daktilitas struktur yang sangat penting untuk difahami, mengingat nilai faktor daktilitas
struktur yang menentukan besarnya beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut
untuk perencanaan, dapat dipilih sendiri oleh perencana atau pemilik gedung. Akhirnya,
dalam pasal ini ditetapkan pengertian dinding geser beton bertulang untuk mengingatkan
para perencana, bahwa dinding geser beton bertulang dapat dibuat lebih daktail dengan
merangkaikannya dengan dinding geser lainnya melalui balok-balok perangkai beton
bertulang sebagai sarana untuk terjadinya plastifikasi.
A.3.2 Notasi
Dalam pasal ini semua notasi penting yang dipakai dalam Standar ini dijelaskan, sehingga
melalui pasal ini para pemakai Standar ini dengan mudah dapat menemukan arti dari
sesuatu notasi, tanpa harus mencari pasal yang pertama kali mencantumkan notasi tersebut.
A.4.1.2 Pasal ini menyesuaikan perioda ulang gempa yang menyebabkan struktur
gedung mencapai kondisi di ambang keruntuhan dengan kategori gedung. Karena gedung-
gedung bertingkat, monumen dan bangunan monumental sama-sama memiliki fungsi
biasa, tanpa sesuatu keistimewaan, kekhususan atau keutamaan dalam fungsinya, maka
probabilitas terjadinya gempa tersebut selama kurun waktu umur gedung ditetapkan sama
sebesar 10%, sehingga berlaku I1 = 1,0. Tetapi umur gedung-gedung tersebut berbeda-
beda. Gedung-gedung dengan jumlah tingkat sampai 10, karena berbagai alasan dan tujuan
pada umumnya mempunyai umur kurang dari 50 tahun, sehingga I2 < 1 karena perioda
ulang gempa tersebut adalah kurang dari 500 tahun. Gedung-gedung dengan jumlah
tingkat lebih dari 30, monumen dan bangunan monumental, mempunyai masa layan yang
panjang, bahkan harus dilestarikan untuk generasi yang akan datang, sehingga I2 > 1
karena perioda ulang gempa tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Gedung-gedung penting
pasca gempa (rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat dan fasilitas radio dan televisi), gedung-gedung yang
membahayakan lingkungan bila rusak berat akibat gempa (tempat penyimpanan bahan
berbahaya) atau membahayakan bangunan di dekatnya bila runtuh akibat gempa
(cerobong, tangki di atas menara), mempunyai umur manfaat tidak berbeda dengan
gedung-gedung dengan fungsi biasa, yaitu sekitar 50 tahun, sehingga berlaku I2 = 1,0.
Tetapi probabilitas terjadinya gempa tersebut selama kurun waktu umur gedung harus
dibedakan dan semuanya harus kurang dari 10%, sehingga I1 > 1 karena perioda ulang
gempa tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Kombinasi I1 dan I2 untuk beberapa kategori
39 dari 63
SNI-1726-2002
A.4.3.2 Asumsi yang dianut dalam pasal ini, yaitu bahwa struktur gedung daktail dan
struktur gedung elastik penuh akibat pengaruh Gempa Rencana menunjukkan simpangan
maksimum δm yang sama dalam kondisi di ambang keruntuhan (constant maximum
displacement rule), sudah biasa dianut dalam standar-standar perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur gedung, agar terdapat hubungan yang sederhana antara Vy dan Ve
melalui μ. Asumsi ini adalah konservatif, karena dalam keadaan sesungguhnya struktur
gedung yang daktail memiliki δm yang relatif lebih besar dari pada struktur gedung yang
elastik, sehingga memiliki μ yang relatif lebih besar dari pada yang diasumsikan. Asumsi
yang dianut divisualisasikan dalam diagram beban-simpangan (diagram V-δ) yang
ditunjukkan dalam Gambar P.1.
40 dari 63
SNI-1726-2002
V
R Vn
Ve
elastik
μ R δ
daktail f Vn
Vm
f2
f
Vy f1
Vn Fi
zi
0 δn δy δm δ
V
Gambar P.1 Diagram beban-simpangan (diagram V-δ) struktur gedung
A.4.3.3 Dalam pasal ini ditetapkan pembebanan gempa nominal Vn akibat pengaruh
Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung. Nilai Vn tentu
adalah lebih rendah dari nilai Vy, sedemikian rupa sehingga rasio Vy/Vn merepresentasikan
faktor kuat lebih beban dan bahan f1 yang terkandung di dalam struktur gedung. Faktor
kuat lebih ini terbentuk oleh kekuatan terpasang dari unsur-unsur struktur yang
direncanakan melalui cara Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor. Secara teoretis nilai
minimum f1 itu adalah perkalian faktor beban dan faktor bahan yang dipakai dalam
Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor, yaitu f1 = 1,05 x 1,15 = 1,2. Dalam hal ini, faktor
bahan adalah kebalikan dari faktor reduksi kapasitas (= 1/φ). Dalam kenyataannya selalu
terjadi kekuatan unsur-unsur struktur yang berlebihan, karena jumlah tulangan atau profil
terpasang yang lebih besar dari pada yang diperlukan, sehingga pada umumnya f1 > 1,2.
Untuk struktur gedung secara umum, menurut berbagai penelitian nilai f1 yang
representatif ternyata adalah sekitar f1 = 1,6. Adapun faktor reduksi gempa R nilainya tentu
berubah-ubah mengikuti perubahan nilai μ sesuai dengan pers.(6). Di dalam Tabel 2
dicantumkan nilai-nilai R untuk berbagai nilai μ. Secara visual hubungan antara Ve, Vm,
Vy, Vn, μ dan R ditunjukkan dalam Gambar P.1.
Pers.(4) adalah persamaan dasar untuk menentukan pembebanan gempa nominal pada
struktur gedung. Bila Vy diketahui, misalnya dihitung dari kapasitas penampang unsur-
unsur terpasang atau dari hasil analisis beban dorong statik dari struktur secara
keseluruhan, maka Vn = Vy/f1. Bila Ve diketahui, misalnya dari perhitungan analitik
melalui analisis respons dinamik spektrum respons, maka Vn = Ve/R. Untuk yang terakhir
ini tentu μ harus diketahui terlebih dahulu (lihat A.4.3.6).
A.4.3.4 Dalam pasal ini ditetapkan Tabel 3 yang memuat nilai-nilai faktor daktilitas
maksimum μm yang dapat dikerahkan oleh sejumlah jenis sistem atau subsistem struktur
gedung dari hasil berbagai penelitian, berikut nilai Rm yang bersangkutan. Untuk setiap
sistem atau subsistem yang tercantum dalam Tabel 3 tentu dapat dipilih nilai μ yang lebih
41 dari 63
SNI-1726-2002
rendah dari nilai μm-nya. Semakin rendah nilai μ yang dipilih semakin tinggi beban gempa
yang akan diserap oleh struktur gedung tersebut, tetapi semakin sederhana (ringan)
pendetailan yang diperlukan dalam hubungan-hubungan antar-unsur dari struktur tersebut.
A.4.3.5 Pasal ini memberi kesempatan kepada perencana untuk merakit jenis sistem
struktur secara keseluruhan dari jenis-jenis subsistem tertentu yang diketahui nilai R-nya.
Nilai R struktur secara keseluruhan yang representatif kemudian dihitung dari pers.(7),
yang menunjukkan nilai rata-rata berbobot dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh
masing-masing jenis subsistem sebagai besaran pembobotnya. Untuk itu diperlukan suatu
analisis pendahuluan dari struktur gedung itu berdasarkan beban gempa sembarang (R
sembarang) untuk mendapatkan rasio dari gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-
masing subsistem.
A.4.3.6 Untuk jenis-jenis sistem struktur yang tidak umum, pada umumnya belum
diketahui nilai μ-nya, sehingga harus ditentukan terlebih dahulu dengan cara-cara rasional,
misalnya melalui analisis beban dorong statik. Dari analisis ini dapat diketahui δy dan δm ,
sehingga μ dapat dihitung. Di samping itu dari analisis tersebut Vy juga diketahui,
sehingga Vn dapat dihitung dengan membaginya dengan f1.
Frikuensi distribusi
An ( Ru / Qu )
probabilitas
dilampaui
An ( R
42 dari 63u
/ Qu )
Gambar P.2 Distribusi besaran An (Ru/Qu) yang berbentuk lonceng
SNI-1726-2002
A.4.4.2 Faktor-faktor beban γD, γL dan γE tidak diberikan nilainya dalam pasal ini,
karena sudah ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung dan/atau dalam
standar beton atau standar baja yang berlaku. Demikian juga faktor-faktor reduksi
kekuatan φ tidak diberikan nilainya dalam Standar ini, karena sudah ditetapkan dalam
standar beton dan standar baja yang berlaku. Dalam hal ini dapat dicatat, bahwa menurut
beberapa penelitian kombinasi nilai-nilai faktor beban dan faktor reduksi kekuatan yang
ditetapkan dalam standar-standar Indonesia memenuhi target β minimum yang disebut
dalam A.4.1.
A.4.4.3 Penelitian mengenai nilai nominal dari beban mati dan beban hidup belum
banyak dilakukan, karena diperlukan waktu yang panjang (selama kurun waktu umur
gedung) untuk mendapatkan kurva distribusinya yang akurat. Karena itu, selama nilai-nilai
nominal kedua macam beban tersebut belum tersedia, nilai-nilainya yang ditetapkan
sebagai nilai beban rencana dalam berbagai standar pembebanan dapat dipakai. Dalam
literatur Eropa, beban nominal disebut beban karakteristik.
sendi plastis
kolom
dinding geser
balok
sendi plastis
sendi plastis
sambil mengalami pembesaran, bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas
batuan dasar tersebut. Pembesaran gerakan tanah inilah yang harus ditentukan dengan
melakukan analisis perambatan gelombang gempa yang disebut dalam pasal ini.
Selanjutnya pasal ini menegaskan, bahwa setiap akselerogram mengandung ketidakpastian
untuk dipakai di suatu lokasi. Karena itu harus ditinjau sedikitnya 4 buah akselerogram
gempa yang berbeda. Gempa El Centro dianggap sebagai standar, karena akselerogramnya
mengandung frikuensi yang lebar, tercatat pada jarak sedang dari pusat gempa dengan
magnitudo yang sedang pula (bukan ekstrim).
A.4.6.2 Pasal ini memberikan definisi mengenai batuan dasar berdasarkan dua kriteria,
yaitu nilai hasil Test Penetrasi Standar N dan kecepatan rambat gelombang geser vs. Dalam
praktek definisi yang pertama yang umumnya dipakai, mengingat data nilai N merupakan
data standar yang selalu diketemukan dalam laporan hasil penyelidikan geoteknik suatu
lokasi, sedangkan untuk mendapatkan nilai vs diperlukan percobaan-percobaan khusus di
lapangan. Apabila tersedia ke 2 kriteria tersebut, maka kriteria yang menentukan adalah
yang menghasilkan jenis batuan yang lebih lunak.
A.4.6.3 Di dalam pasal ini diberikan definisi mengenai jenis Tanah Keras, Tanah
Sedang dan Tanah Lunak berdasarkan tiga kriteria, yaitu kecepatan rambat gelombang
geser vs, nilai hasil Test Penetrasi Standar N dan kuat geser niralir Su. Untuk menetapkan
jenis tanah yang dihadapi, paling tidak harus tersedia 2 dari 3 kriteria tersebut, di mana
kriteria yang menghasilkan jenis tanah yang lebih lunak adalah yang menentukan. Apabila
tersedia ke 3 kriteria tersebut, maka jenis suatu tanah yang dihadapi harus didukung paling
tidak oleh 2 kriteria tadi. Dari berbagai penelitian ternyata, bahwa hanya lapisan setebal 30
m paling atas yang menentukan pembesaraan gerakan tanah di muka tanah. Karena itu,
nilai rata-rata berbobot dari ke 3 kriteria tersebut harus dihitung sampai kedalaman tidak
lebih dari 30 m. Penetapan batas kedalaman ini juga penting untuk menstandarkan
perhitungan nilai rata-rata menurut pers.(13), (14) dan (15), mengingat semakin besar
kedalaman tersebut pada umumnya semakin tinggi nilai rata-rata yang didapat.
A.4.6.4 Pasal ini memberi petunjuk jenis-jenis tanah apa saja yang tergolong ke dalam
jenis Tanah Khusus. Karena sifat-sifat dari jenis-jenis tanah ini tidak dapat dirumuskan
secara umum, maka segala sifatnya harus dievaluasi secara khusus di setiap lokasi tempat
jenis-jenis tanah tersebut ditemukan. Pasal ini menegaskan, bahwa pada jenis Tanah
Khusus gerakan gempa di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan
gelombang gempa. Dalam analisis perambahan gelombang gempa ini, acelerogram gempa
harus diambil dari rekaman getaran akibat gempa yang ada atau yang didapatkan dari suatu
lokasi yang kondisi geologi, topografi dan seismotonik dan kandungan frekuensinya mirip
dengan lokasi tempat tanah khusus yang ditinjau berada. Berhubung gerakan tanah akibat
gempa pada suatu lokasi tidak mungkin dapat diperkirakan dengan tepat, maka sebagai
gempa masukan dapat juga dipakai getaran gempa yang disimulasikan. Parameter-
parameter yang menentukan getaran gempa yang disimulasikan ini antara lain adalah
waktu getar predominant, konfigurasi spektrum respons, jangka waktu getar dan intensitas
gempanya.
yang tersedia saat ini. Data masukan untuk analisis ini adalah lokasi sumber gempanya,
distribusi magnitudo gempa di daerah sumber gempa, fungsi atenuasi yang memberi
hubungan antara gerakan tanah setempat, magnitudo gempa di sumber gempa dan jarak
dari tempat yang ditinjau sampai sumber gempa, magnitudo minimum dan maksimum
serta frikuensi kejadian gempa per tahun di daerah sumber gempa, dan model matematik
kejadian gempa. Sebagai daerah sumber gempanya, telah ditinjau semua sumber gempa
yang telah tercatat dalam sejarah kegempaan Indonesia, baik sumber gempa pada zona
subduksi, sumber gempa dangkal pada lempeng bumi, maupun sumber gempa pada sesar-
sesar aktif yang sudah teridentifikasi. Mengenai distribusi magnitudo gempa di daerah
gempa, hal ini telah dihitung berdasarkan data kegempaan yang tersedia. Distribusi ini
lebih dikenal sebagai diagram frikuensi magnitudo Gutenberg-Richter. Sebagai fungsi
atenuasi telah ditinjau beberapa macam fungsi, yaitu yang diusulkan oleh Fukushima &
Tanaka (1990), Youngs (1997), Joyner & Boore (1997) dan Crouse (1991), dengan
gerakan tanah setempat yang ditinjau berupa percepatan puncak batuan dasar. Kejadian
gempanya secara matematik dimodelkan mengikuti fungsi Poisson. Dalam analisis
probabilistik bahaya gempa ini, percepatan puncak batuan dasar diperoleh melalui proses
perhitungan berturut-turut sebagai berikut: (1) probabilitas total dengan meninjau semua
kemungkinan magnitudo dan jarak, (2) probabilitas total dalam satu tahun, (3) probabilitas
satu kejadian dalam satu tahun (fungsi Poisson) dan (4) perioda ulang (yang merupakan
kebalikan dari probabilitas dalam satu tahun). Hasil analisis probabilistik bahaya gempa
ini, telah diplot pada peta Indonesia berupa garis-garis kontur percepatan puncak batuan
dasar dengan perioda ulang 500 tahun (perioda ulang Gempa Rencana), yang kemudian
menjadi dasar bagi penentuan batas-batas wilayah gempa. Studi ini telah dilakukan oleh
beberapa kelompok peneliti secara independen, yang masing-masing hasilnya ternyata
agak berbeda yang satu dari yang lainnya. Peta wilayah gempa yang ditetapkan dalam
pasal ini adalah hasil perata-rataan hasil studi semua kelompok peneliti tadi.
A.4.7.2 Percepatan batuan dasar rata-rata untuk Wilayah Gempa 1 s/d 6, telah
ditetapkan berturut-turut sebesar 0,03 g, 0,10 g, 015 g, 0,20 g, 0,25 g dan 0,30 g. Dengan
percepatan batuan dasar seperti itu, maka ditetapkanlah percepatan puncak muka tanah
(Ao) untuk Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak menurut Tabel 5, satu dan lain
sebagai hasil studi banding dengan standar di luar negeri, a.l. National Earthquake Hazards
Reduction Program 1997 (NEHRP 1997) dan Uniform Building Code 1997 (UBC 1997).
Apabila kita tinjau NEHRP 1997 misalnya, batuan dasar adalah kira-kira ekuivalen dengan
S1, sedangkan Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak adalah kira-kira ekuivalen
dengan berturut-turut S2, S3 dan S4.
A.4.7.3 Pasal ini dimaksudkan untuk memberi struktur gedung di Wilayah Gempa 1
suatu kekekaran minimum. Jadi, beban gempa yang disyaratkan tersebut merupakan
pengaruh dari gempa yang bukan Gempa Rencana. Di dalam peraturan bangunan negara
tetangga kita Singapura yang berbatasan dengan Wilayah Gempa 1, terdapat suatu
ketentuan yang berkaitan dengan kekekaran struktur gedung, yaitu bahwa setiap struktur
gedung harus diperhitungkan terhadap beban-beban horisontal nominal pada taraf masing-
masing lantai tingkat sebesar 1,5% dari beban mati nominal lantai tingkat tersebut.
Menurut Pasal 4.7.3 ini, suatu struktur gedung rendah (T pendek) di Wilayah Gempa 1 di
atas Tanah Sedang dengan faktor reduksi gempa misalnya sekitar R = 7 (daktail parsial),
harus diperhitungkan terhadap faktor respons gempa sebesar 0,13 I/R = 0,13 x 0,8/7 =
0,015, jadi selaras dengan yang ditetapkan di Singapura. Dengan demikian, pasal ini boleh
dikatakan memelihara kontinuitas kegempaan regional lintas batas negara, jadi tidak lagi
45 dari 63
SNI-1726-2002
seperti menurut standar yang lama, di mana Wilayah Gempa 1 adalah bebas gempa sama
sekali.
A.4.7.4 Secara umum Spektrum Respons adalah suatu diagram yang memberi
hubungan antara percepatan respons maksimum suatu sistem Satu Derajat Kebebasan
(SDK) akibat suatu gempa masukan tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dan waktu
getar alami sistem SDK tersebut. Spektrum Respons C-T yang ditetapkan dalam pasal ini
untuk masing-masing Wilayah Gempa, adalah suatu diagram yang memberi hubungan
antara percepatan respons maksimum (= Faktor Respons Gempa) C dan waktu getar alami
T sistem SDK akibat Gempa Rencana, di mana sistem SDK tersebut dianggap memiliki
fraksi redaman kritis 5%. Kondisi T = 0 mengandung arti, bahwa sistem SDK tersebut
adalah sangat kaku dan karenanya mengikuti sepenuhnya gerakan tanah. Dengan
demikian, untuk T = 0 percepatan respons maksimum menjadi identik dengan percepatan
puncak muka tanah (C = Ao). Bentuk spektrum respons yang sesungguhnya menunjukkan
suatu fungsi acak yang untuk T meningkat menunjukkan nilai yang mula-mula meningkat
dulu sampai mencapai suatu nilai maksimum, kemudian turun lagi secara asimtotik
mendekati sumbu-T. Di dalam pasal ini bentuk tersebut distandarkan (diidealisasikan)
sebagai berikut : untuk 0 < T < 0,2 detik, C meningkat secara linier dari Ao sampai Am;
untuk 0,2 detik < T < Tc, C bernilai tetap C = Am; untuk T > Tc, C mengikuti fungsi
hiperbola C = Ar/T. Dalam hal ini Tc disebut waktu getar alami sudut. Idealisasi fungsi
hiperbola ini mengandung arti, bahwa untuk T > Tc kecepatan respons maksimum yang
bersangkutan bernilai tetap.
A.4.7.5 Dari berbagai hasil penelitian ternyata, bahwa untuk 0 < T < 0,2 detik terdapat
berbagai ketidakpastian, baik dalam karakteristik gerakan tanahnya sendiri maupun dalam
sifat-sifat daktilitas sistem SDK yang bersangkutan. Karena itu untuk 0 < T < 0,2 detik C
ditetapkan harus diambil sama dengan Am. Dengan demikian, untuk T < Tc spektrum
respons berkaitan dengan percepatan respons maksimum yang bernilai tetap, sedangkan
untuk T > Tc berkaitan dengan kecepatan respons maksimum yang bernilai tetap.
A.4.8.2 Dapat dimengerti, bahwa komponen vertikal gerakan tanah akibat gempa akan
relatif semakin besar, semakin dekat letak pusat gempa dari lokasi yang ditinjau. Dalam
pasal ini percepatan vertikal gerakan tanah ditetapkan sebagai perkalian suatu koefisien ψ
dengan percepatan puncak muka tanah Ao. Karena semakin tinggi kegempaan suatu
wilayah gempa, semakin dekat wilayah itu letaknya terhadap daerah sumber gempa, maka
koefisien ψ nilainya meningkat dari 0,5 sampai 0,8 untuk Wilayah Gempa yang meningkat
dari 1 sampai 6, sesuai Tabel 7. Pers.(20) menunjukkan, bahwa dalam arah vertikal
struktur dianggap sepenuhnya mengikuti gerakan vertikal dari tanah, tak bergantung pada
waktu getar alami dan tingkat daktilitasnya. Dalam persamaan ini faktor reduksi gempa
dianggap sudah diperhitungkan. Selanjutnya faktor I adalah untuk memperhitungkan
kategori gedung yang dihadapi.
A.5.1.2 Dengan memisahkan peninjauan struktur atas dari struktur bawah, maka
struktur atas dapat dianggap terjepit pada taraf lantai dasar, sedangkan struktur bawah
dapat ditinjau sebagai struktur 3D tersendiri di dalam tanah yang mengalami pembebanan
dari struktur atas, dari gaya inersianya sendiri dan dari tanah sekelilingnya.
A.5.1.3 Pasal ini menetapkan taraf penjepitan lateral struktur atas, apabila tidak ada
besmen.
A.5.1.5 Dalam setiap peristiwa gempa, struktur atas gedung tidak mungkin dapat
menunjukkan perilaku yang baik, apabila struktur bawahnya sudah gagal secara dini.
Untuk mencegah terjadinya gejala seperti itu, struktur bawah harus direncanakan untuk
setiap saat tetap berperilaku elastik penuh. Karena itu, beban nominal pada struktur bawah
sebagai pengaruh Gempa Rencana, harus ditentukan atas dasar μ = 1 dan R = f1 = 1,6,
sebagaimana berlaku untuk struktur elastik penuh.
A.5.2.2 Setelah dibuktikan, bahwa partisipasi pemikulan beban gempa suatu unsur atau
sistem struktur adalah kurang dari 10%, maka partisipasi tadi boleh diabaikan. Tetapi,
47 dari 63
SNI-1726-2002
unsur atau sistem struktur tersebut harus diperhitungkan terhadap simpangan struktur
gedung akibat beban gempa nominal, seandainya struktur gedung tersebut berperilaku
elastik penuh.
A.5.2.3 Pasal ini mengulangi ketentuan yang dimuat dalam Tabel .3 untuk sistem
ganda. Maksudnya adalah, agar portal-portal terbuka yang memiliki kekakuan lateral yang
reltif kecil, tetap memiliki suatu kekuatan terpasang minimum tertentu, untuk lebih
memastikan daya tahan terhadap pengaruh gempa yang baik.
A.5.3.2 Lubang atau bukaan besar pada lantai terjadi pada lubang tangga yang lebar
atau pada gedung yang memiliki suatu atrium. Apabila luas lubang melebihi 50% dari luas
lantai, maka lantai tersebut tidak lagi dapat dianggap bekerja sebagai diafragma terhadap
beban gempa. Dalam hal ini, pengaruh fleksibilitas lantai tingkat di dalam bidangnya harus
diperhitungkan terhadap pembagian beban gempa horisontal kepada seluruh sistem
struktur tingkat.
A.5.4.2 Pusat rotasi lantai tingkat menurut pasal ini adalah unik untuk setiap struktur
gedung dan tidak bergantung pada pembagian beban gempa sepanjang tinggi struktur
gedung. Akibat beban gempa yang menangkap pada pusat massa yang letaknya eksentris
terhadap pusat rotasi lantai tingkat, lantai tingkat tersebut menunjukkan 3 macam
simpangan, yaitu translasi dalam arah masing-masing sumbu koordinat dan rotasi melalui
pusat rotasi lantai tingkat itu, sesuai dengan derajat kebebasan yang dimilikinya (lihat
A.5.3.1). Karena itu, pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung harus dianalisis
secara 3D, baik dalam analisis statik maupun analisis dinamik.
Pusat rotasi bukan pusat kekakuan atau pusat geser seperti juga dikenal dalam rekayasa
struktur. Pusat kekakuan suatu struktur gedung adalah suatu titik pada masing-masing
tingkat (di antara dua lantai) yang bila beban geser di semua tingkat bekerja padanya
secara bersamaan, seluruh struktur gedung itu (berarti seluruh tingkat dan lantainya) tidak
berotasi, tetapi hanya bertranslasi. Dengan demikian pusat kekakuan tidak unik untuk
suatu struktur gedung, tetapi bergantung pada pembagian beban gempa sepanjang tinggi
struktur gedung itu. Peninjauan pusat kekakuan tidak relevan dalam konteks gerak rotasi
lantai tingkat.
A.5.4.3 Pasal ini menetapkan suatu eksentrisitas rencana antara pusat massa dan pusat
48 dari 63
SNI-1726-2002
rotasi pada tiap-tiap lantai tingkat, mengingat dalam kenyataannya eksentrisitas tersebut
dapat menyimpang jauh dari yang dihitung secara teoretis. Ada 2 sumber penyebab dari
penyimpangan ini. Sumber penyebab pertama adalah adanya pembesaran dinamik akibat
perilaku struktur yang non-linier pada tahap pembebanan gempa pasca elastik. Sumber
penyebab kedua adalah adanya komponen rotasi dari gerakan tanah melalui suatu sumbu
vertikal, perbedaan dalam nilai kekakuan struktur, nilai kekuatan leleh baja, nilai beban
mati serta nilai dan distribusi beban hidup, antara yang dihitung secara teoretis dan
kenyataan sesungguhnya. Sehubungan dengan adanya 2 sumber penyebab penyimpangan
di atas, maka eksentrisitas rencana ed terdiri dari 2 suku. Suku pertama yang merupakan
fungsi dari eksentrisitas teoretis e adalah untuk mengatasi pengaruh sumber penyebab
pertama. Suku kedua yang merupakan fungsi dari ukuran horisontal terbesar denah struktur
gedung tegak lurus pada arah beban gempa b adalah untuk mengatasi sumber pengaruh
penyebab kedua. Pengaruh sumber penyebab pertama adalah lebih dominan pada
eksentrisitas yang kecil (0 < e < 0,3 b), sedangkan sumber penyebab kedua adalah yang
lebih dominan pada eksentrisitas yang besar (e > 0,3 b). Pada keadaan perbatasan e = 0,3 b
tentu didapat eksentrisitas rencana ed yang sama.
A.5.4.4. Pasal ini menegaskan, bahwa eksentrisitas rencana antara pusat massa dan
pusat rotasi harus ditinjau baik dalam analisis statik, maupun analisis dinamik. Dianggap
tidak beralasan, untuk membedakan eksentrisitas tersebut dalam ke dua macam analisis
tersebut.
A.5.5.2 Pasal ini memberi ketentuan mengenai modulus elastisitas beton Ec dan
modulus elastisitas baja Es.
A.5.5.3 Pasal ini menegaskan, bahwa momen inersia efektif yang ditetapkan dalam
Pasal 5.5.1 berlaku baik dalam analisis statik, maupun analisis dinamik untuk menghitung
simpangan dan waktu getar alami struktur gedung. Dianggap tidak beralasan untuk
membedakan perhitungan kekakuan struktur dalam ke dua macam analisis tersebut.
A.5.8.2 Arah pembebanan gempa pada setiap struktur gedung dalam kenyataannya
adalah sembarang, sehingga pada umumnya selalu terdapat 2 komponen beban gempa
dalam arah masing-masing sumbu koordinat ortogonal yang bekerja bersamaan.
Pembebanan gempa tidak penuh tetapi biaksial dapat menimbulkan pengaruh yang lebih
rumit terhadap struktur gedung ketimbang pembebanan gempa penuh tetapi uniaksial.
Kondisi ini diantisipasi dalam pasal ini dengan menetapkan, bahwa pembebanan gempa
dalam arah utama yang ditinjau 100%, harus dianggap bekerja bersamaan dengan
pembebanan gempa dalam arah tegak lurusnya tetapi ditinjau 30%.
A.6.1.2 Pasal ini menetapkan bagaimana menentukan beban geser dasar statik
ekuivalen V, berkaitan dengan beban gempa statik ekuivalen yang disebut dalam A.6.1.1.
Seperti terlihat dari penjabarannya, beban geser dasar statik ekuivalen ini dapat dinyatakan
dalam respons dinamik sistem SDK yang berkaitan dengan ragam fundamentalnya saja,
sehingga dapat ditentukan dengan perantaraan Spektrum Respons Gempa Rencana C-T
yang ditetapkan dalam Pasal 7.7.4 (Gambar 2), seperti dinyatakan oleh pers.(26). Di dalam
persamaan ini faktor I adalah untuk memperhitungkan kategori gedung yang dihadapi,
sedangkan R adalah untuk menjadikan beban gempa tersebut menjadi beban gempa
nominal sesuai dengan faktor daktilitas yang dipilih untuk struktur gedung tersebut.
A.6.1.3 Pers.(27) merupakan bagian dari hasil penjabaran beban gempa statik
ekuivalen yang disebut dalam A.6.1.1, sekaligus memberi ketentuan bagaimana
membagikan beban geser dasar nominal V sepanjang tinggi struktur gedung menjadi
beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi.
A.6.1.4 Pasal ini menyangkut struktur gedung yang relatif sangat fleksibel dalam arah
beban gempa (gedung “tipis”), yang seringkali menunjukkan adanya efek cambuk. Beban
terpusat 0,1 V yang dipasang pada taraf lantai puncak mensimulasikan efek cambuk ini.
A.6.1.5 Dengan ketentuan dalam pasal ini, perhitungan tangki di atas menara adalah
konservatif. Untuk perhitungan yang lebih akurat, penyebaran massa strukturnya tentu
dapat diperhitungkan.
A.6.2.2 Untuk menentukan beban gempa nominal statik ekuivalen, waktu getar alami
fundamental yang dihitung dengan rumus Rayleigh ditetapkan sebagai standar. Waktu
getar alami boleh saja ditentukan dengan cara lain, asal hasilnya tidak menyimpang (ke
51 dari 63
SNI-1726-2002
atas atau ke bawah) lebih dari 20% dari nilai yang dihitung dengan rumus Rayleigh.
A.7.1.2 Struktur gedung tidak beraturan benar-benar berperilaku sebagai struktur 3D,
sehingga besaran-besaran daktilitas yang representatif mewakilinya perlu diketahui. Hal ini
adalah sehubungan dengan Tabel 3 yang lebih mencerminkan sifat-sifat daktilitas sistem
2D. Pasal ini memberi ketentuan, bagaimana menentukan faktor reduksi gempa yang
representatif R melalui suatu analisis pendahuluan untuk beban gempa dalam arah masing-
masing sumbu koordinat yang dipilih.
gedung yang dihadapi dan untuk menjadikan beban gempa menjadi beban gempa nominal,
sesuai dengan faktor daktilitas yang dipilih untuk struktur gedung tersebut. Selanjutnya,
jumlah respons ragam yang disuperposisikan dapat dibatasi, asal partisipasi massa yang
menghasilkan respons total mencapai sedikit-dikitnya 90%.
A.7.2.3 Pasal ini memberi pembatasan seperti diuraikan dalam A.7.1.3, sehingga tidak
perlu dijelaskan lagi di sini.
A.7.2.4 Dengan menggunakan pasal ini, analisis ragam spektrum respons hanya
dipakai untuk menentukan gaya geser tingkat nominal dinamik akibat pengaruh Gempa
Rencana. Gaya-gaya internal di dalam unsur-unsur struktur gedung didapat dari analisis
statik 3D biasa berdasarkan beban-beban gempa statik ekuivalen yang dijabarkan dari
pembagian gaya geser tingkat nominal yang telah didapat dari analisis respons dinamik
sebelumnya, yang bila perlu dimodifikasi terlebih dulu secara konservatif untuk
mendapatkan pembagian beban gempa nominal sepanjang tinggi struktur gedung yang
lebih baik (lihat Gambar P.4). Dengan menempuh cara ini didapat kepastian mengenai
tanda (arah kerja) gaya-gaya internal di dalam unsur-unsur struktur gedung.
CQC
0.8V
1 CQC (disain)
V
t
respons ragam pertama
Tingkat
dimodifikasi
0 Vt 0.8V1 V1
Gaya geser tingkat
detik ke detik selama gempa bekerja, baik dalam keadaan elastik maupun pasca-elastik,
dapat dilakukan analisis respons dinamik linier dan non-linier riwayat waktu.
A.7.3.2 Untuk taraf pembebanan gempa nominal, di mana respons struktur masih
bersifat elastik penuh, percepatan puncak gempa masukan harus diskalakan menjadi A
seperti menurut pers.(33). Dalam persamaan ini faktor I adalah untuk memperhitungkan
kategori gedung yang dihadapi, sedangkan faktor R adalah untuk menjadikan pembebanan
gempa tersebut menjadi pembebanan gempa nominal.
A.7.3.3 Untuk taraf pembebanan penuh oleh Gempa Rencana, di mana respons struktur
sudah memasuki taraf elastoplastis, percepatan puncak gempa masukan adalah sepenuhnya
sama dengan Ao I. Faktor I kembali adalah untuk memperhitungkan kategori gedung yang
dihadapi.
A.7.3.5 Sebagai alternatif, pasal ini membolehkan digunakannya percepatan tanah yang
disimulasikan sebagai gerakan gempa masukan dalam analisis respons dinamik riwayat
waktu.
A.8.1.2 Pasal ini menetapkan secara kuantitatif batasan kriteria kinerja batas layan
struktur gedung.
A.8.2.2 Pasal ini menetapkan secara kuantitatip batasan kriteria kinerja batas ultimit
54 dari 63
SNI-1726-2002
struktur gedung.
A.8.2.3 Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah benturan antara 2 gedung yang
berdekatan. Dari pengalaman dengan berbagai peristiwa gempa kuat di waktu yang lalu,
banyak kerusakan berat gedung terjadi karena gedung-gedung berdekatan saling
berbenturan. Hal ini harus dicegah dengan memberi jarak antara yang cukup, seperti
ditetapkan dalam pasal ini.
A.8.2.4 Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah benturan antara 2 bagian struktur
gedung yang dipisahkan dengan sela delatasi. Lebar sela dengan sendirinya harus cukup
untuk mencegah terjadinya benturan antar-bagian yang tidak saja dapat menimbulkan
kerusakan yang berat, tetapi juga dapat merubah respons struktur yang diperhitungkan.
A.8.2.5 Lebar sela pemisah harus dipelihara agar fungsinya tetap terjamin setiap saat.
A.9.1.2 Beban yang sangat dominan dikerjakan oleh struktur atas pada struktur bawah
adalah momen guling, disertai beban normal (vertikal) dan beban geser (horisontal) yang
bersangkutan. Momen guling nominal maksimum dari struktur atas pada struktur bawah
yang berperilaku elastik penuh didapat dari momen guling maksimum dengan membaginya
dengan R = f1, yaitu faktor reduksi gempa untuk struktur elastik penuh seperti dinyatakan
oleh pers.(40) (lihat Gambar P.1).
A.9.1.3 Kemungkinan lain adalah terjadinya momen guling yang dikerjakan oleh
momen leleh yang terjadi pada sendi plastis pada kaki semua kolom dan pada kaki semua
dinding geser. Sejak saat struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana mengalami
pelelehan pertama sampai saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan, sendi-sendi plastis
55 dari 63
SNI-1726-2002
khususnya pada kaki kolom dan kaki dinding geser mengalami rotasi, sambil momen
lelehnya meningkat dari momen leleh awal My menjadi momen leleh akhir fo My akibat
pengerasan regangan baja, dengan fo sebagai faktor pengerasan regangannya. Proses ini
divisualisasikan dalam diagram momen-simpangan dari suatu sendi plastis di kaki kolom
atau kaki dinding geser seperti ditunjukkan dalam Gambar P.5. Untuk struktur gedung
yang daktail penuh (μ = 5,3) menurut berbagai penelitian fo = 1,25, sedangkan untuk
struktur gedung yang elastik penuh (μ = 1) dengan sendirinya fo = 1,00, karena pelelehan
baru akan terjadi. Untuk menjadikan momen guling akibat momen leleh sendi plastis
menjadi momen guling nominal, tidak diperlukan nilai fo, sebab momen nominal dapat
dihitung langsung dari momen leleh awal dengan membaginya dengan faktor kuat lebih
beban dan bahan f1 = 1,6 seperti yang dinyatakan oleh pers.(41) (lihat Gambar P.5).
Momen guling nominal menurut pers.(41) ini tentunya terjadi bersamaan dengan beban
normal (vertikal) dan beban geser (horisontal) yang bersangkutan.
M
R Mn
μ
R
f0 M y
fo dinding geser
My kolom
f1
Mn
sendi plastis
sendi plastis
My,k My,d
0 δ n δy δm δ
Gambar P.5 Diagram momen-simpangan dari suatu sendi plastis pada kaki
kolom atau kaki dinding geser
A.9.1.4 Dari dua kemungkinan momen guling nominal di atas, yang menentukan
adalah yang nilainya terkecil, karena dengan terbentuknya sendi plastis pada semua kaki
kolom dan semua dinding geser, momen guling nominal menurut pers.(40) tidak akan
termobilisasi sepenuhnya. Tetapi dalam segala hal, nilai momen guling nominal
maksimum tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari yang terjadi akibat pengaruh
Gempa Rencana pada struktur atas gedung yang berperilaku elastik penuh, seperti
dinyatakan oleh pers.(42) (lihat Gambar P.1 dan P.5).
A.9.1.5 Penjepitan tidak sempurna pada kaki kolom dan kaki dinding geser boleh
diperhitungkan. Bagaimana caranya diserahkan kepada perencana, asal secara rasional
dapat dipertanggung jawabkan.
ketika terjadi gempa, struktur bawah tersebut tidak akan mengalami gaya inersia apapun.
Tetapi berhubung interaksi tanah-struktur selalu terjadi yang selalu menyebabkan adanya
selisih pergerakan, maka terjadilah interaksi kinematik dan inersial antara struktur bawah
dan tanah sekelilingnya yang menyebabkan timbulnya gaya inersia itu. Hal ini yang
dinyatakan dalam pasal ini.
A.9.3.2 Pasal ini memberi petunjuk bagaimana interaksi tanah-struktur secara terbatas
harus ditinjau. Bagian kritis dalam analisis ini adalah penentuan sifat-sifat kuantitatip
pegas tekan dan pegas geser, yang merepresentasikan tanah belakang, samping dan bawah
(fondasi).
A.10 Pengaruh gempa pada unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi
mesin dan listrik
A.10.1 Ruang lingkup pengamanan
A.10.1.1 Perilaku yang memuaskan dari unsur-unsur non-struktur terhadap pengaruh
gempa adalah sama pentingnya dengan perilaku struktur pemikulnya itu sendiri. Di
samping unsur-unsur non-struktur yang mengisi suatu gedung dapat merupakan bagian
yang penting dari nilai ekonomi gedung itu hingga layak untuk diamankan dari kerusakan,
juga dalam hal gagal atau runtuh dapat merupakan bahaya langsung terhadap keselamatan
penghuni gedung atau dapat menghambat usaha pengungsian penghuni dari gedung itu
atau menghalang-halangi usaha pemadaman kebakaran segera setelah gempa terjadi.
A.10.1.2 Benda-benda sejarah jelas harus diamankan dari kerusakan untuk kepentingan
generasi yang akan datang.
57 dari 63
SNI-1726-2002
A.10.2 Tambatan
A.10.2.1 Kekurangan utama dalam pemasangan unsur-unsur non-struktur di dalam
gedung terletak pada kurang memadainya detail-detaIl tambatan, yang harus
diperhitungkan tidak saja terhadap gaya-gaya yang langsung diakibatkan oleh gempa (gaya
inersia), tetapi juga terhadap pengaruh interaksi dengan unsur-unsur lain dari struktur
pemikul. Gesekan tidak boleh diandalkan untuk menahan gaya lateral akibat gempa,
karena komponen gerakan tanah yang berarah vertikal ke bawah dapat menghapuskan
tahanan gesekan, sehingga unsur yang ditinjau dapat bergerak ke samping oleh pengaruh
komponen gerakan tanah yang berarah horisontal.
A.10.3.2 Pasal ini menekankan pentingnya pemeliharaan sela pemisah antara unsur-
unsur non-struktur dan peralatan untuk mencegah interaksi di antaranya yang
membahayakan atau menimbulkan kerugian besar.
58 dari 63
SNI-1726-2002
rumus sederhana (pers.(45)) dan data yang dapat dibaca dalam tabel (Tabel 9 dan 10).
A.10.5.4 Suatu unsur non-struktur yang dipasang pada suatu struktur pemikul yang
waktu getar alaminya mendekati waktu getar alami struktur pemikulnya, harus dihindari,
karena dapat menghasilkan pembesaran yang sangat kuat. Pada sekitar titik resonansi,
pembesaran tersebut dapat mencapai 25 kali. Akan tetapi dalam pasal ini pembesaran yang
ditinjau hanya sampai 2 kali, karena dalam praktek selalu ada redaman yang memperkecil
pembesaran tersebut.
59 dari 63
SNI-1726-2002
Lampiran B
B.1.2. Selaras dengan perencanaan kekuatan unsur struktur atas dan struktur bawah,
kekuatan Fondasi gedung dapat direncanakan berdasarkan cara Perencanaan Beban dan
Kuat Terfaktor.
B.1.3. Beban nominal Qn yang bekerja pada Fondasi adalah beban nominal yang bekerja
pada struktur bawah, yang diteruskan langsung ke tanah pendukung seperti pada jenis
fondasi telapak dan rakit, atau yang diteruskan melalui tiang pancang atau tiang bor ke
tanah pendukung seperti pada jenis fondasi tiang. Beban nominal Qn dikalikan dengan
faktor beban γ yang bersangkutan adalah beban ultimit Qu yang bekerja pada Fondasi
sesuai dengan Pasal 4.4.1, Pasal 4.4.2 dan Pasal 4.4.3.
B.1.4. Menurut Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor, harus dipenuhi persyaratan
keadaan batas ultimit Fondasi sebagai berikut :
Ru > Qu (P.1)
di mana Ru adalah kekuatan ultimit atau daya dukung ultimit Fondasi, yang merupakan
perkalian faktor reduksi kekuatan φ dan kekuatan nominal Fondasi Rn menurut persamaan :
Ru = φ Rn (P.2)
di mana Rn ditentukan melalui perhitungan analitik atau empirik yang rasional dan/atau
melalui uji beban langsung.
B.1.5. Faktor reduksi kekuatan φ untuk Fondasi ditetapkan menurut Tabel P.1 untuk
jenis fondasi telapak dan rakit, dan menurut Tabel P.2 untuk jenis fondasi tiang pancang
dan tiang bor.
Tabel P.1. Faktor reduksi kekuatan φ untuk jenis fondasi telapak dan rakit
Jenis tanah φ
B.2.2. Perencanaan kekuatan unsur struktur atas dan struktur bawah dengan cara
Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor, sudah sejak lama diikuti dalam praktek di
Indonesia. Tetapi untuk perencanaan kekuatan Fondasi, terdapat kecenderungan kuat untuk
tetap memakai cara tegangan atau beban yang diizinkan. Inkonsistensi ini tentunya harus
dihapuskan secepat mungkin. Karena itu, Lampiran dari Standar ini dimaksudkan untuk
mensosialisasikan cara Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor untuk Fondasi sebagai
alternatif, yang diharapkan dapat segera menggantikan cara yang lama.
B.2.3. Pada dasarnya beban nominal pada struktur bawah adalah juga beban nominal
pada Fondasi yang diteruskan ke tanah pendukung. Dengan demikian, faktor-faktor beban
γ yang harus dikalikan pada beban nominal Qn untuk mendapatkan beban ultimit Qu pada
Fondasi, harus diambil yang sama seperti yang berlaku untuk struktur atas dan struktur
bawah gedung.
B.2.4. Kekuatan nominal Fondasi dapat diartikan sebagai kekuatan, di mana tanah
pendukungnya masih menunjukkan penurunan yang elastis, dengan suatu kuat lebih yang
cukup terhadap kekuatan, di mana tanah pendukungnya mulai secara drastis menunjukkan
penurunan yang besar. Karena itu, cara penentuan kekuatan nominal Fondasi yang
langsung adalah dengan melakukan uji beban dan menetapkannya dari diagram beban-
penurunan. Berapa besarnya nilai faktor kuat lebih, perlu dipertimbangkan dengan sebaik-
baiknya dari bentuk diagram beban-penurunan, sehingga tidak dapat dirumuskan secara
umum. Sebenarnya kekuatan nominal Fondasi harus ditentukan secara probabilistik, tetapi
pada umumnya hal ini tidak dimungkinkan, karena jumlah uji beban dalam suatu proyek
pada umumnya terbatas. Suatu perhitungan standar yang dilakukan dalam praktek selama
ini, adalah perhitungan daya dukung yang diizinkan. Sebagai pendekatan, daya dukung
61 dari 63
SNI-1726-2002
nominal dapat dianggap 2 kali daya dukung yang diizinkan. Seperti diketahui, syarat yang
harus dipenuhi pada uji beban adalah, bahwa pada beban uji 2 kali beban yang diizinkan,
Fondasi harus masih menunjukkan sifat elastis. Seperti dapat dilihat, kekuatan ultimit
Fondasi adalah lebih rendah dari kekuatan nominalnya. Di dalam rekayasa Fondasi
pengertian kekuatan ultimit dan kekuatan nominal sering terbalik. Dalam literatur Eropa,
kekuatan nominal disebut kekuatan karakteristik.
B.2.5. Faktor reduksi kekuatan φ sangat bergantung pada beberapa hal, seperti mutu
pengerjaan fondasi, sebaran variasi parameter tanah, metoda perhitungan kekuatan nominal
maupun kekuatan ultimit, keandalan parameter tanah serta metoda pengujian yang dipakai
untuk mendapatkannya, sifat beban (tarik, tekan, momen, geser). Karena itu tidak dapat
ditetapkan satu nilai φ tetapi suatu kisaran, seperti ditunjukkan dalam Tabel P.1 dan Tabel
P.2. Pada umumnya, nilai φ terendah dalam kisaran diambil jika dalam penentuan daya
dukung nominal digunakan korelasi dengan nilai Test Penetrasi Standar (SPT). Nilai φ
rata-rata dalam kisaran diambil jika digunakan korelasi dengan nilai Test Sondir (CPT).
Nilai φ tertinggi dalam kisaran diambil jika digunakan parameter kuat geser dari hasil uji
laboratorium atau dari hasil uji beban langsung sampai gagal.
62 dari 63
SNI 03-2407-2002
Daftar isi
Prakata ............................................................................................................. ii
2 Acuan normatif......................................................................................... 1
4.1 Bahan……………………………………………………………………………3
4.2 Peralatan………………………………………………………………………..3
5.3 Pengecatan……………………………………………………………………..4
i
SNI 03-2407-2002
Prakata
SNI Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung ini disusun sebagai revisi dari SNI
03-2407-1991 tentang Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung karena SNI
tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kemajuan teknologi produksi cat.
SNI ini mengacu kepada standar-standar asing maupun. Standar Nasional Indonesia, yang
isinya telah dilakukan penyesuaian dengan kondisi Indonesia dan pola kerja dari tenaga
kerja (tukang) di Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mewujudkan SNI ini
terutama kepada tim penyusun yang telah mewujudkan SNI ini dan kami masih menerima
masukan dan koreksi untuk penyempurnaannya.
ii
SNI 03-2407-2002
Pendahuluan
Dewasa ini teknologi produksi cat sudah berkembang sangat pesat dengan produksinya
jenis-jenis cat baru yang memerlukan penanganan khusus dalam pelaksanaan pengecatan
di lapangan.
Tata cara pengecatan kayu ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk teknis kepada cara
pelaksana pengawas lapangan, dan pihak lain yang berkepentingan dalam mengerjakan
pengecatan kayu.
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan hasil pengecatan kayu yang baik dan benar
serta penanggulangannya bila terjadi kegagalan dalam pengecatan, sehingga diharapkan
terciptanya pekerjaan pengecatan kayu yang memenuhi ketentuan dan mendapatkan hasil
pekerjaan yang efektif, efisien dan ekonomis.
iii
SNI 03-2407-2002
1 Ruang Iingkup
Tata cara ini memuat cara-cara pengecatan kayu yang berhubungan dergan udara luar dan
penangulangan kegagalan dalam pengecatan.
2 Acuan normatif
Anonim, 1989, Spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan logam),
Departemen Pekerjaan Umum, Pusat Litbang Permukiman.
SNI 06- 0347-1989, Mutu dempul untuk kayu.
3.1
cat tutup kayu
suspensi, campuran utamanya, terdiri dari bahan pengikat (yang larut dalam pelarut
organik), pigmen dan bahan pelarut organik
3.2
pigmen
senyawa berupa serbuk sangat halus yang dalam cat berupa suspensi gunanya untuk
memperkuat selaput cat dan memberikan warna serta daya tutup
3.3
cat dasar kayu
cat yang fungsi utamanya mengisi pori-pori dan memberikan dasar yang baik untul lapis-
lapis cat berikutnya
3.4
pernis
bahan pelapis kayu yang terbuat dari resin yang dilarutkan dalam minyak mengering (drying
oil)
3.5
plamur kayu
bahan berupa pasta yang dibuat untuk meniadakan warna dasar permukaan yang akan
dicat. Selain itu fungsinya juga adalah rnengisi Iubang-lubang kecil pada permukaan dan
memberi suatu lapisan yang kuat untuk pengecatan berikutnya
1 dari 7
SNI 03-2407-2002
3.6
dempul kayu
bahan berupa pasta yang mengandung kadar pigmen tinggi dan akan nengeras sesudah
dibiarkan diudara untuk menutupi lobang-lobang yang tidak terlalu dalam pada kayu
3.7
kape
pisau yang digunakan untuk dempul atau plamur
3.8
ampelas kayu
ampelas tidak tahan air yang terbuat dan kertas, lem dan bubuk kwarsa
3.9
plamir
bahan pelapis kayu yang terbuat dari minyak kina dan sintesis yang digunakan sebagai cat
dasar bagi benda-benda baik yang terbuat dan kayu.
3.10
cat dasar
cat yang fungsinya untuk mengisi lobang-lobang kecil pada permukaan dan memberi suatu
lapisan yang kuat untuk pengecatan berikutnya.
2 dari 7
SNI 03-2407-2002
4.1 Bahan
4.1.1 Dempul kayu
Dempul kayu harus memenuhi syarat, antana lain:
4.1.1.1 konsistensi, dempul harus merupakan suatu masa yang serba sama seperti adonan
terigu, cukup tegan, tidak lengket, dan bila dikerjakan pada kayu dengan pisau dempul/kape
harus mudah dan tidak putus, harus dapat digosok dengan mudah dan dapat diberi lapisan
lain dengan baik.
4.1.1.2 persyaratan dan cara uji dapat dilihat pada SNI 06-0347-1989 Mutu dempul untuk
kayu.
CATATAN Gel adalah bagian dari cat yang terbentuk setelah proses pembuatan dan tidak dapat
bercampur walaupun dengan pengadukan. Endapan keras kering adalah endapan yang terbentuk
setelah proses pembuatan, endapan ini bila dipotong-potong akan hancur menjadi remah. Waktu
pengeringan adalah waktu yaag dibutuhkan nilai dari pengecatan , ada suatu lempeng kaca sampai
terbentuknya lapisan kering padat, sesuai cara pengujiannya.
Persyaratan dan cara uji lengkap lihat "Cat Kayu dan Cat Besi" Standar Perdagangan (SF. 74 tahun
1977).
4.2 Peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk pengecatan:
4.2.1 kwas dan kape
4.2.2 pengaduk terbuat dari kayu atau besi
4.2.3 ampelas kayu No. 0 - 2
4.2.4 sikat ijuk atau lap
4.2.5 kaleng kosong yang sudah dibersihkan
4.2.6 semua alat-alat tersebut dalam keadaan bersih dan kering
3 dari 7
SNI 03-2407-2002
5 Pelaksanaan pengecatan
5.1 Persiapan permukaan
5.1.1 Kayu Baru
Tahapan-tahapan yang harus dilakukan:
5.1.1.1 kayu harus kering, bebas dari debu, kotoran, minyak
5.1.1.2 untuk menutup lubang-lubang yang kecil gunakan plamir dan untuk menutup lubang-
lubang besar gunakan dempul
5.1.1.3 ampelas permukaan kemudian dilap bersih
5.1.1.4 setelah itu berilah cat dasar
5.3 Pengecatan
Tahap pengecatan:
5.3.1 pengecatan dengan cat many.
5.3.2 penggunaan dempul/plamir.
5.3.3 pengecatan dengan cat penutup.
5.3.4 sistem pengecatan ulang setelah kering, dua sampai tiga lapis sampai rata (30-40
mikron).
4 dari 7
SNI 03-2407-2002
5.3.5 atau sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada kemasan masing-masing produk.
5 dari 7
SNI 03-2407-2002
6 dari 7
SNI 03-2407-2002
Tabel 1 (lanjutan)
7 dari 7
SNI 03-1735- 2000
Kembali
1. Ruang lingkup.
Standar ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam perencanaan jalan
lingkungan dan akses ke bangunan gedung sehingga penyelamatan dan operasi
pemadaman kebakaran dapat dilakukan seefektif mungkin.
2. Acuan.
a). Fire Safety Bureau ,Singapore Civil Defence Force ; Fire Precautions in Buildings,
1997.
1 dari 45
SNI 03-1735- 2000
3.7.
lif kebakaran.
suatu sarana transportasi dalam bangunan gedung, yang mengangkut petugas kebakaran di
dalam kereta lif, yang bergerak naik-turun secara vertikal dan memenuhi persyaratan
penyelamatan yang berlaku.
3.8.
saf.
dinding atau bagian bangunan yang membatasi :
b). luncuran vertikal, saluran atau jalur sejenis, tetapi bukan cerobong/cerobong asap.
3.9.
springkler.
alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk
deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara
merata.
3.10.
tangga kebakaran yang dilindungi.
tangga yang dilindungi oleh saf tahan api dan termasuk didalamnya lantai dan atap atau
ujung atas struktur penutup.
3.11.
tangga kebakaran.
tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran.
4. Jalan lingkungan.
4.1*. Umum.
2 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). lebar minimum lapis perkerasan 6 m dan panjang minimum 15 m. Bagian-bagian lain
dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat mobil pemadam kebakaran, lebarnya
tidak boleh kurang dari 4 m.
b). lapis perkerasan harus ditempatkan sedemikian agar tepi terdekat tidak boleh kurang
dari 2 m atau lebih dari 10 m dari pusat posisi bukaan akses pemadam kebakaran
diukur secara horisontal.
c)*. lapis perkerasan harus dibuat dari lapisan yang diperkuat agar dapat menyangga
beban peralatan pemadam kebakaran. Persyaratan perkerasan untuk melayani
bangunan yang ketinggian lantai huniannya melebihi 24 m harus dikonstruksi untuk
menahan beban statik mobil pemadam kebakaran seberat 44 ton dengan beban plat
kaki (jack).
d)*. lapis perkerasan harus dibuat sedatar mungkin dengan kemiringan tidak boleh lebih
dari 1 : 15, sedangkan kemiringan untuk jalur masuk maksimum 1 : 8,5.
e)*. lapis perkerasan dari jalur akses tidak boleh melebihi 46 m dan bila melebihi 46 m
harus diberi fasilitas belokan.
f)*. radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang darui 10,5 m dan harus
memenuhi persyaratan.
g). tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil pemadam,
minimum 5 m untuk dapat dilalui peralatan pemadam tersebut.
h). jalan umum boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi jalan tersebut
sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses pemadam kebakaran.
i). lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian lain
bangunan, pepohonan, tanaman atau lain-lain, dan tidak boleh menghambat jalur
antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam kebakaran.
4.2.3. Pada bangunan bukan hunian, seperti pabrik dan gudang serta bangunan hunian
dengan ketinggian lantai hunian di atas 10 m, harus disediakan jalur akses dan ruang lapis
perkerasan yang berdekatan dengan bangunan untuk peralatan pemadam kebakaran. Jalur
akses tersebut harus mempunyai lebar minimal 6 m dan posisinya minimal 2 m dari
bangunan dan dibuat minimal pada 2 sisi bangunan. Ketentuan jalur masuk harus
diperhitungkan berdasarkan volume kubikasi bangunan seperti ditunjukkan dalam tabel
4.2.3.
3 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Pada keempat sudut area lapis perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran harus
diberi tanda.
b). Penandaan sudut-sudut pada permukaan lapis perkerasan harus dari warna yang
kontras dengan warna permukaan tanah atau lapisan penutup permukaan tanah.
c). Area jalur akses pada kedua sisinya harus ditandai dengan bahan yang kontras dan
bersifat reflektif sehingga jalur masuk dan lapis perkerasan dapat terlihat pada malam
hari. Penandaan tersebut diberi jarak antara tidak melebihi 3 m satu sama lain dan
harus ditempatkan pada kedua sisi jalur. Tulisan “JALUR PEMADAM KEBAKARAN –
JANGAN DIHALANGI” harus dibuat dengan tinggi huruf tidak kurang dari 50 mm.
5. Hidran halaman .
5.1*. Tiap bagian dari jalur akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam
jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota yang memenuhi persyaratan
tersebut tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman.
5.2*. Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-
hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga
tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.
5.3. Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 2400 liter/menit
pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.
5.4. Jumlah pasokan air untuk hidran halaman yang dibutuhkan ditunjukkan pada
tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Jumlah pasokan air hidran halaman
4 dari 45
SNI 03-1735- 2000
6. Bukaan akses.
6.1. Bukaan akses untuk petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar
untuk operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari
dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas
hambatan selama bangunan dihuni atau dioperasikan.
6.2*. Ukuran bukaan akses petugas pemadam kebakaran tidak boleh kurang dari 850
mm lebar dan 1000 mm tinggi, dengan tinggi ambang bawah tidak lebih dari 1000 mm dan
tinggi ambang atas kurang dari 1800 mm di atas permukaan lantai bagian dalam.
6.3*. Bukaan akses pemadam kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah
dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dan sisi dalam
dinding dan diberi tulisan : “AKSES PEMADAM KEBAKARAN – JANGAN DIHALANGI”
dengan ukuran tinggi minimal 50 mm.
Pengecualian :
6.4.1. Pada tiap lantai atau kompartemen kecuali lantai pertama dan ketinggian
bangunan tidak melebihi 40 m, harus ada 1 bukaan akses untuk tiap 620 m2 luas lantai,
ataupun bagian dari lantai harus memiliki 2 bukaan akses pemadam kebakaran pada setiap
lantai bangunan atau kompartemen.
6.4.3. Dalam suatu bangunan atau kompartemen yang dilengkapi seluruhnya dengan
sistem springkler otomatis, penentuan bukaan akses didasarkan atas perhitungan bukaan
akses untuk 6.200 m2 pertama pada basis 620 m2 untuk tiap bukaan akses, dan selanjutnya
diberikan tambahan bukaan akses berikutnya untuk luas lantai lebih dari 6.200 m2 dengan
basis 1.240 m2. Untuk tiap bukaan akses tersebut harus didistribusikan pada dinding-dinding
bangunan yang berlawanan.
6.4.4. Bila bukaan akses lebih dari 1 (satu), maka harus ditempatkan berjauhan satu
sama lain dan ditempatkan tidak dalam pada satu sisi bangunan. Bukaan akses harus
berjarak minimal 20 m satu sama lain diukur sepanjang dinding luar dari as ke as bukaan
akses.
6.4.5. Bila dalam bangunan ada ruangan dengan ketinggian langit-langit di atas
ketinggian normal langit-langit, maka dapat diberikan bukaan tambahan yang diletakkan
pada permukaan atas bukaan dinding luar ke dalam ruang atau area atas persetujuan
instansi yang berwenang.
6.4.6. Pada bangunan yang dinding luarnya terbatas dan sulit ditempatkan bukaan
akses, maka harus dilengkapi dengan instalasi pemadam kebakaran internal sesuai dengan
jenis dan fungsi bangunan.
5 dari 45
SNI 03-1735- 2000
7.1. Umum.
7.1.1. Pada bangunan gedung rendah yang tidak memiliki besmen, yang dalam
persyaratan jalur akses bagi petugas pemadam kebakaran akan dipenuhi oleh kombinasi
dari sarana jalan keluar dengan jalur akses kendaraan sebagaimana dimaksud pada butir
7.1.2.
7.1.2. Pada bangunan lainnya, masalah-masalah yang dihadapi saat mendekati lokasi
kebakaran dan berada dekat lokasi kebakaran dalam upaya menanggulangi kebakaran,
diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk menghindari
hambatan dan untuk memperlancar operasi pemadaman.
7.1.3. Fasilitas-fasilitas tambahan ini meliputi lif untuk pemadam kebakaran, tangga
untuk keperluan pemadaman kebakaran, dan lobi untuk operasi pemadaman kebakaran
yang dikombinasi di dalam suatu saf yang dilindungi terhadap kebakaran atau disebut
sebagai saf untuk pemadam kebakaran.
a). Bangunan yang lantainya terletak lebih dari 20 m di atas permukaan tanah atau di atas
permukaan jalur akses bangunan atau besmennya lebih dari 10 m di bawah
permukaan tanah atau permukaan jalur akses bangunan, harus memiliki saf untuk
pemadaman kebakaran yang berisi di dalamnya lif untuk pemadaman kebakaran.
6 dari 45
SNI 03-1735- 2000
b). Bangunan yang bukan tempat parkir sisi terbuka dengan luas tingkat bangunan seluas
600 m2 atau lebih, yang bagian atas tingkat tersebut tingginya 7,5 m di atas permukaan
jalur akses bangunan, harus dilengkapi dengan saf untuk tangga pemadam kebakaran
yang tidak perlu dilengkapi dengan lif pemadam kebakaran.
c). Bangunan dengan dua atau lebih lantai besmen yang luasnya lebih dari 900 m2, harus
dilengkapi dengan saf tangga kebakaran terlindung untuk petugas pemadam
kebakaran yang tidak perlu dilengkapi lif pemadam kebakaran.
d). Bilamana saf tangga kebakaran terlindung untuk pemadaman kebakaran diperlukan
untuk melayani besmen, maka saf tersebut tidak perlu harus pula melayani lantai-lantai
di atasnya, kecuali bila lantai-lantai atas tersebut bisa dicakup berdasarkan ketinggian
atau ukuran bangunan. Demikian pula halnya suatu saf yang melayani lantai-lantai di
atas lantai dasar tidak perlu harus melayani besmen, meskipun tidak begitu besar atau
dalam yang memungkinkan dapat dipenuhi. Hal yang penting adalah bahwa tangga
untuk pemadam kebakaran dan lif kebakaran harus mampu melayani semua tingklat-
tingkat menengah yang terletak di antara tingkat bangunan tertinggi dan terendah yang
dilayani.
e). Kompleks perbelanjaan harus dilengkapi dengan saf untuk pemadam kebakaran.
3). Kriteria yang sama mengenai luasan 900 m2 untuk setiap saf pemadam
kebakaran harus diterapkan untuk menghitung jumlah saf yang diperlukan bagi
besmen bangunan.
b). Penempatan saf untuk pemadam kebakaran harus sedemikian rupa, hingga setiap
bagian dari tiap lapis atau tingkat bangunan di luar permukaan akses masuk petugas
pemadam kebakaran, tidak lebih dari 60 m diukur dari pintu masuk ke lobi. Tindakan
7 dari 45
SNI 03-1735- 2000
pemadaman kebakaran yang ditentukan pada rute yang tepat untuk pemasangan
slang, apabila denah bangunan tidak diketahui pada tahap perancangan, maka setiap
bagian dari setiap tingkat bangunan harus tidak lebih dari 40 m, diukur berdasarkan
garis lurus yang ditarik langsung dari pintu masuk ke lobi pemadam kebakaran.
a). Setiap jalur tangga untuk pemadaman kebakaran dan saf kebakaran harus dapat
didekati melewati lobi pemadam kebakaran.
b). Semua saf untuk petugas pemadam kebakaran, harus dilengkapi dengan sumber air
utama untuk pemadaman yang memiliki sambungan outlet dan katup-landing di tiap
lobi pemadam kebakaran, kecuali pada level akses.
c). Saf untuk pemadaman kebakaran harus dirancang, dikonstruksi dan dipasang sesuai
ketentuan yang berlaku.
8 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a)*. Pipa tegak kering, harus dipasang dalam bangunan dimana tinggi bangunan yang
layak ditempati lebih dari 24 m, tetapi tidak lebih dari 40 m.
b)*. Pipa tegak basah, harus dipasang dalam bangunan dimana tinggi bangunan yang
dihuni lebih dari 40 m.
c)*. Sistem pipa tegak kering dan sistem pipa tegak basah terpisah dalam bangunan, dapat
diijinkan oleh instansi yang berwenang.
8.2.2*. Tanpa melanggar persyaratan butir 8.2.1, pipa tegak kering harus pula
disediakan untuk setiap bagian dari besmen satu lantai atau lebih.
8.2.3*. Apabila bangunan mempunyai akses lebih dari satu pada lantai dasar atau jalan
umum, pengukuran tinggi untuk tujuan standar ini harus diambil dari permukaan lapis
perkerasan yang disediakan.
8.2.4*. Tanpa melanggar butir 8.2.1, persyaratan pipa tegak untuk bangunan kelas 1, 2
dan 3 yang mempunyai tinggi lantai hunian antara 10 m dan 40 m, harus dipasang pipa
tegak kering.
b)*. dalam daerah umum dan di dalam saf yang terlindung , sedekat mungkin di luar tangga
eksit jika tidak ada lobi stop asap.
c)*. di dalam tangga eksit bilamana tidak ada lobi stop asap dan daerah umum.
8.3.3*. Ukuran pipa tegak harus memenuhi SNI 03-1745 -2000, tentang : Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
8.3.4*. Lokasi dan ketentuan untuk katup landing harus mengikuti ketentuan yang
berlaku.
8.3.5. Pemasangan pipa tegak harus memenuhi SNI 03-1745 -2000, tentang : Tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
8.4.1*. Semua bangunan yang dipasang dengan pipa tegak harus mempunyai jalan
akses untuk peralatan pompa dengan jarak 18 m dari sambungan pemadam kebakaran.
Sambungan pemadam kebakaran harus mudah dilihat dari jalan akses.
9 dari 45
SNI 03-1735- 2000
8.4.2. Persyaratan dan ketentuan sambungan pemadam kebakaran untuk sistem pipa
tegak sesuai SNI 03-1745 -2000, tentang : Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pipa sambungan antara sambungan pemadam kebakaran dan pipa tegak apabila digunakan
harus diusahakan sependek mungkin.
8.4.3*. Setiap pipa tegak, basah atau kering, untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3, harus
dipasang dengan sambungan pemadam kebakaran langsung pada dasar dari pipa tegak.
Kapasitas pasokan air dari pipa air minum dan kapasitas penyimpanan untuk sistem pipa
tegak basah harus memenuhi persyaratan SNI 03-1745-2000, tentang : Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
8.5.2*. Aliran.
Persyaratan aliran untuk sistem pipa tegak basah harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Tekanan kerja pada setiap pancaran pada katup landing dari sistem pipa basah harus dijaga
antara nilai minimum dan maksimum sesuai ketentuan yang berlaku.
8.5.4*. Tekanan statik dalam setiap pipa dari slang yang dihubungkan ke katup landing
dalam sistem pipa tegak basah harus tidak melebihi ketentuan yang berlaku.
8.5.5*. Lokasi dari tangki penyimpan dan kapasitasnya apabila dipersyaratkan harus
memenuhi ketentuan yang berlaku.
8.5.6*. Apabila pompa yang dipersyaratkan untuk sistem pipa tegak basah, persyaratan
yang berlaku harus diikuti. Pasokan daya, baik normal maupun darurat harus mengikuti
ketentuan yang berlaku.
Apabila bangunan dalam tahap pelaksanaan akan dilengkapi dengan pipa tegak, pipa tegak
harus dipasang bertahap sesuai tinggi bangunan selama pelaksanaan, semua keluaran,
katup landing dan masukan, tangki air dan pompa, dan hidran yang dipersyaratkan untuk
sistem harus dipasang dengan benar sesuai ketentuan dari instansi yang berwenang dan
mudah dioperasikan bila terjadi kebakaran.
10 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Apendiks - A
A.4.1. Untuk bangunan dengan tinggi lebih dari 10 m yang dihuni dari bangunan kelas
1, 2 dan 3, sambungan pemadam kebakaran harus dilengkapi pada kaki pipa tegak pada
lantai dasar.
Sambungan pipa tegak harus berjarak 18 m, langsung terlihat dari jalan akses mobil
pemadam kebakaran. Jendela ke ruang tidur, ruang duduk dan bukaan ke halaman
dipertimbangkan sebagai bukaan akses. Bagaimanapun, bukaan ini sebaiknya ditempatkan
sepanjang permukaan dinding luar yang menghadap lapisan perkerasan dan jalan akses.
Gambar A.4.1.
11 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.4.2.1. 4 m lebar bidang kerja sebaiknya diletakkan sepanjang sisi bangunan dimana
bukaan akses ditempatkan, tidak diperbolehkan menaikkan ketinggian bidang kerja dengan
timbunan tanah maupun landasan (platform) buatan.
4 m lebar bidang kerja sepanjang sisi bangunan digunakan untuk manuver tangga besi
petugas pemadam kebakaran. Panjang maksimum 45 m antara ujung jalan akses mobil
pemadam kebakaran dan ujung terjauh dari bidang kerja untuk mencegah kelebihan gerakan
dari petugas pemadam kebakaran.
Gambar A.4.2.1.
A.4.2.2.c. Kebutuhan lapis perkerasan harus direncanakan oleh ahli teknik profesional
untuk menjamin bahwa bidang kerja mampu menerima beban operasi mobil pemadam
kebakaran. Gambar A.4.2.2.c menunjukkan lokasi plat kaki (jack) yang ditempatkan pada
lapisan perkerasan.
12 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.4.2.2.c
13 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pengerasan dilakukan dengan lapisan metal atau lapisan beton atau plat beton pra cetak
berperforasi yang kuat menahan beban peralatan-peralatan kebakaran.
A.4.2.2.d. Kemiringan 1 : 8,5 untuk jalan normal kendaraan atau jalan akses dapat
digunakan oleh mobil pemadam kebakaran untuk berpindah dari satu titik ke titik yang lain.
Untuk lapisan perkerasan kemiringan tidak boleh melebihi 1 : 15, karena bila lebih, mobil
pemadam kebakaran tidak mampu beroperasi.
A.4.2.2.e.
14 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.4.2.2.e.(2).
A.4.2.2.f. Gambar 4.2.2.f. menunjukkan lintasan suatu peralatan dan tidak dimaksud untuk
menunjukkan garis trotoar. Tidak boleh ada konstruksi apapun seperti tiang lampu atau
pohon yang berada di dalam radius luar putaran yang dapat menyebabkan rintangan
terhadap tangga besi yang dipasang pada mobil pemadam kebakaran.
Gambar A.4.2.2.f.
15 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.5.1.
16 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.5.2. Hidran H1 dapat dihilangkan karena tidak mungkin tanah yang disebelah akan
digunakan untuk pemakaian lain, seperti gudang dan sebagainya. Hidran bersama yang
ditempatkan di tetangga tidak diperbolehkan. Penggunaan hidran bersama dengan tetangga
tidak diperbolehkan.
Gambar A.5.2.
17 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.6.2. Lebar minimum 850 mm sudah termasuk tiang jendela yang biasanya ada di
kosen jendela. Tinggi ambang bawah tidak boleh lebih dari 1000 mm untuk memudahkan
petugas pemadam kebakaran masuk/keluar dari bangunan.
Ambang bawah yang terlalu tinggi akan menyulitkan, karena petugas kebakaran bisa jatuh
pada waktu masuk ke dalam bangunan dan dapat menghalangi gerakan.
Gambar A.6.2.
18 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.6.3. Tanda akses pemadam kebakaran dengan warna merah yang menyolok.
Gambar A.6.3.
19 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.8.1. Sambungan pemadam kebakaran sebaiknya mudah dilihat dari jalan akses untuk
mencegah lambatnya penempatan petugas pemadam kebakaran yang datang. Untuk
mengendalikan dan membatasi agar digunakan hanya satu panjang slang maka sambungan
pemadam kebakaran harus tidak diletakkan lebih dari 18 m dari akses jalan. Semua
bangunan kelas 1, 2 dan 3 yang ketinggian lantai huniannya melebihi 10 m harus dipasang
pipa tegak. Sambungan pemadam kebakaran harus disediakan pada dasar dari setiap pipa
tegak.
Gambar A.8.1.
20 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pipa dipasang tegak dalam bangunan gedung untuk tujuan pemadaman kebakaran,
dilengkapi dengan sambungan masuk untuk mobil pemadam kebakaran yang berada pada
permukaan akses dan katup landing pada berbagai lantai, yang dalam keadaan normal
kering, tetapi akan diisi dengan air yang dipompa dari mobil pompa pemadam kebakaran.
Untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3, ketentuan pipa tegak dipersyaratkan jika tinggi bangunan
yang dihuni lebih dari 10 m.
Gambar A.8.2.1.a.
21 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pipa yang dipasang tegak dalam bangunan untuk tujuan pemadaman kebakaran dan diisi
secara tetap dengan air dari pasokan yang bertekanan, dan dilengkapi dengan katup landing
pada berbagai lantai.
Gambar A.8.2.1.b.
22 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Apabila blok bangunan rumah tinggal mempunyai podium dan blok menara yang menyatu :
a). blok menara yang lebih dari 40 m tinggi yang dihuni harus dilengkapi dengan pipa
tegak basah.
b). kebutuhan untuk blok podium hanya perlu dilengkapi dengan pipa tegak kering.
Gambar A.8.2.1.c.
23 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pipa tegak akan menjamin pasokan air yang mantap yang dibutuhkan oleh petugas
pemadam kebakaran selama keadaan darurat.
Pipa tegak ini akan menghindarkan pemasangan slang kebakaran yang terlalu lama dari
lantai dasar ke lantai besmen untuk memadamkan api.
Apabila inlet sambungan pemadam kebakaran berada pada dasar pipa tegak, katup landing
tidak dipersyaratkan untuk disediakan pada lantai satu.
Gambar A.8.2.2.
24 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Untuk menentukan persyaratan pipa tegak untuk apartemen atau bangunan
maisonette, ketinggian yang dihuni harus diukur dari permukaan terendah jalan akses
mobil pemadam kebakaran dimana disediakan sambungan pemadam kebakaran.
b). Pipa tegak kering pada dasarnya adalah pipa air yang kosong. Pipa yang kosong perlu
diisi dengan air melalui inlet sambungan pemadam kebakaran dari mobil pemadam
kebakaran. Pipa tegak kering sebaiknya tidak melebihi 40 m tingginya untuk mencegah
tekanan pompa yang berlebihan.
c). Pipa tegak basah secara tetap diisi dengan air yang dapat memberikan laju aliran dan
tekanan yang diperlukan untuk memadamkan kebakaran, dan dilengkapi dengan
tangki air atas cukup untuk jangka waktu 60 menit. Masukan ke sambungan pemadam
kebakaran yang biasanya dipasangkan di lantai dasar, dimaksudkan untuk mengisi
tangki air tersebut.
Gambar A.8.2.3.
25 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Dengan berlakunya ketentuan pipa tegak kering untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3 yang
melebihi 10 m dan tidak lebih dari 40 m ketinggian yang dihuni, maka tidak diperlukan
penyediaan lahan lapisan perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran.
Jalan akses mobil pemadam kebakaran masih dibutuhkan untuk disediakan, dan harus
sedekat mungkin dengan bangunan dalam jarak 18 m dari inlet sambungan pemadam
kebakaran.
Gambar A.8.2.4.
26 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Setiap pipa tegak harus melayani tiap luas ruangan tidak lebih dari 930 m2 dari setiap
lantai yang dan dalam jangkauan 38 m dari katup landing.
Setiap titik pada ruangan di lantai harus tidak melebihi jarak 38 m dari katup landing. Luas
area yang dijangkau setiap pipa tegak tidak lebih dari 930 m2
27 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Ketentuan pipa tegak harus semua bagian dari setiap lantai berada dalam jangkauan
38 m dari katup landing, diukur sepanjang rute yang sesuai untuk pipa slang, termasuk
setiap jarak naik atau turun tangga.
Gambar A.8.3.2.a. (1) : Pipa tegak pada lobi yang dilindungi terhadap.
28 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.3.2.b.
29 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.3.2.c.: Penempatan pipa tegak harus tidak menghalangi jalur penyelamatan di
dalam tangga.
Gambar A.8.3.2.a, b, c.
Pipa tegak menyediakan pasokan air yang siap untuk digunakan petugas pemadam
kebakaran dalam bangunan, pipa tegak utama dan katup landing sebaiknya dilindungi dari
kerusakan karena api atau mekanis.
30 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). 100 mm, apabila pipa tegak tidak melebihi 40 m tingginya dan hanya satu katup
landing disediakan setiap lantainya.
31 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Tinggi pipa tegak adalah tinggi dari ketinggian yang dihuni, diukur dari permukaan akses
mobil pemadam kebakaran ke permukaan lantai finis dari lantai teratas yang dilayani oleh
pipa tegak, tanpa memperdulikan apakah pipa tegak akan diperpanjang di atas permukaan
atap.
Gambar A.8.3.3.b menunjukkan dua katup landing dipasang pada 2 lantai pada ketinggian
pipa tegak kurang dari 45 m, diameter nominal pipa tegak harus tidak kurang dari 150 mm.
Diagram di atas menunjukkan dua katup landing dipasang pada dua lantai di lanati teratas.
Walaupun tinggi pipa tegak tidak melebihi 45 m, diameter nominal minimum pipa tegak harus
tidak kurang dari 150 mm.
Apabila ketentuan membolehkan “ satu pipa tegak untuk setiap luas lantai lebih dari 930 m2,
dua buah katup landing harus disediakan pada setiap lantainya, dimana dalam kasus ini
diameter nominal dari pipa tegak harus 150 mm “. Bagaimanapun, persyaratan ini harus
tidak diterapkan untuk setiap lantai dengan luas melebihi 1400 m2.
A.8.3.4.
1) Semua pekerjaan pipa dan katup landing merupakan sistem pipa tegak di dalam
bangunan, harus dibatasi :
(a). di dalam suatu lobi yang diventilasi dari lobi yang diproteksi yang
mendekati tangga, apabila ini disediakan, atau
(b). di daerah terlindung lainnya yang dapat disetujui oleh instansi yang
berwenang.
2). Pipa tegak harus dipasang dan diproteksi terhadap kerusakan mekanis dan api.
3). Tidak ada bagian dari pipa tegak yang boleh dipasang dalam saf yang berisi pipa
gas, pipa uap atau pipa bahan bakar, atau kabel listrik.
4). Apabila tidak dipasang di daerah yang terlindung, pipa harus dibungkus atau
dilindungi dengan bahan yang mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam.
32 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Blok Flat/Maisonette.
CONTOH A :
Gambar A.8.3.4.(1).
Pipa tegak tunggal disediakan dalam contoh A yang total luas daerah per
lantainya kurang dari 930 m2. Dalam penambahan jarak dari titik yang terjauh
pada unit rumah tinggal ke katup landing pipa tegak harus tidak melebihi 38 m,
diukur sepanjang rute lintasan.
CONTOH B :
Gambar A.8.3.4. ( 2 ).
33 dari 45
SNI 03-1735- 2000
(a). Dua pipa tegak dari pipa tegak utama dipersyaratkan pada contoh B, jika
total area lantai melebihi 930 m2, atau jika jangkauan atau jarak ke titik
terjauh melebihi 38 m.
(b). Titik terjauh dari beberapa apartemen melebihi 38 m dari pipa tegak.
Apabila katup landing dan pipa dipasang di luar lobi yang terlindung atau daerah yang
diperbolehkan oleh instansi yang berwenang, maka harus dilindungi oleh selubung tahan api
120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi
pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
A.8.4.1. Jarak antara inlet sambungan pemadam kebakaran dan peralatan pompa :
b). Pada dasar dari pipa tegak dipasang inlet sambungan pemadam kebakaran.
c). Masukan ke sambungan pemadam kebakaran dipasang di dinding luar bangunan dan
pada jarak 18 m dari jalan akses mobil pemadam kebakaran.
d). Suatu jalan akses dapat melayani lebih dari satu pipa tegak untuk satu atau lebih
bangunan dengan syarat memenuhi ketentuan dalam butir A.8.4.1.c.
34 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.4.1.
A.8.4.3.
a). Masukan ke sambungan pemadam kebakaran harus disediakan pada dasar dari setiap
pipa tegak pada lantai dasar.
b). Panjang pipa horisontal antara inlet sambungan pemadam kebakaran dan pipa tegak
harus sependek mungkin.
c). Ini untuk mencegah pengelompokan inlet sambungan pemadam kebakaran yang
melayani pipa tegak yang ditempatkan pada lokasi berbeda di dalam blok dengan
maksud ketentuan mengenai jalan akses mobil pemadam kebakaran dapat dikurangi.
Sasaran utama penyediaan pipa tegak adalah untuk mengganti ketentuan akses mobil
pemadam kebakaran untuk masing-masing unit, sehingga ruang bebas menjadi lebih banyak
dan dapat digunakan untuk pemakaian lain.
Dengan menempatkan masukan ke sambungan pemadam kebakaran pada dasar dari pipa
tegak, akan menjamin bahwa tidak kurang satu sisi dari bangunan masih menghadap akses
mobil pemadam kebakaran.
35 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.4.3.
A.8.5.1.
a). Untuk pipa tegak basah, penting bahwa tekanan dan aliran mencukupi pada setiap
saat untuk melayani sejumlah slang kebakaran sesuai yang dipersyaratkan.
b). Pasokan air ke pipa tegak sebaiknya tidak tergantung dari pasokan air yang memasok
instalasi lain termasuk untuk sistem pemadam kebakaran lainnya.
1). Masing-masing pipa tegak basah harus diisi dari tangki penyimpan yang
mempunyai kapasitas penyimpanan effektip mampu memasok air pada laju
1.620 liter/menit dalam waktu tidak kurang dari 30 menit.
2). Tangki penyimpanan harus otomatis dipasok langsung atau tidak langsung
melalui tangki lain dari pipa air umum. Pipa yang menyalurkan air dari pipa air
umum ke tangki mempunyai diameter tidak kurang dari 150 mm.
3). Tangki air untuk pemadaman yang tidak berfungsi sebagai tangki penyimpan
harus mempunyai kapasitas penyimpanan efektip tidak kurang dari 11,5 m3 untuk
setiap pipa tegak.
Tangki pemasok air untuk tujuan domestik tidak boleh dipakai sebagai tangki isap
untuk pipa tegak basah.
36 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.8.5.2.
a). Laju aliran minimum pasokan air harus dijaga dalam sistem pipa tegak basah pada
waktu 3 katup landing di dalam sistem pada posisi terbuka penuh; 1.620 liter/menit
untuk bangunan perumahan.
b). Apabila lebih dari satu pipa tegak basah dibutuhkan dalam setiap zona dalam
bangunan, pasokan air bersama harus memenuhi persyaratan di bawah ini
Apabila laju total pasokan air maksimum melebihi kondisi 1) dan 2) di bawah ini, harus
disediakan sistem pasokan air lainnya.
1). Untuk bangunan rumah tinggal, 1.620 liter/menit untuk pipa tegak pertama dan
13,5 liter/detik untuk setiap penambahan pipa tegak, sampai dengan laju total
pasokan maksimum 4.650 liter/menit.
2). Untuk bangunan bukan rumah tinggal atau bangunan hunian campuran 38 liter/
detik untuk pipa tegak pertama dan 1.140 liter/menit untuk setiap penambahan
pipa tegak, sampai dengan laju total pasokan maksimum 4.650 liter/menit.
A.8.5.3. Tekanan kerja minimum 3,5 bar dan maksimum 5,5 bar harus dijaga pada
setiap katup landing apabila dibuka penuh, sampai tiga buah katup landing.
A.8.5.4.
a). Untuk mengurangi risiko slang pecah, susunannya harus dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku, sehingga apabila nozel ditutup, tekanan statik disetiap bagian slang yang
dihubungkan ke katup landing tidak melebihi 8 bar.
b). Untuk melepaskan kelebihan aliran dan tekanan lebih dari apa yang dipersyaratkan
(yaitu misalnya hanya satu nozel yang dipakai), sebuah badan katup landing harus
dilengkapi dengan katup kontrol tekanan yang kemudian secara permanen
dihubungkan ke pipa pelepas. Pipa pelepas ini harus sepanjang pipa tegak basah dan
berakhir ke tangki hisap atau saluran pembuangan.
A.8.5.5.
a). Lokasi dan jumlah tangki penyimpan ditentukan oleh perencanaan sistem pipa tegak
basah dan tingginya bangunan sesuai ketentuan yang berlaku.
b). Sangat penting bahwa pada tahap rancangan awal bangunan, jenis sistem pipa tegak
basah yang dirancang digambarkan untuk memungkinkan penempatan ruang pompa
dan tangki air.
c). Biasanya, tangki penyimpan dan pompa dipasang di ruang mekanikal di lantai teratas
dan atau besmen, dan di atap bangunan.
d). Kapasitas penyimpanan yang efektip tidak kurang dari 11,5 m3 untuk setiap pipa tegak.
37 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Catatan :
a). Tangki penyimpan ( “storage tank” ) adalah tangki air yang mempunyai kapasitas
penyimpanan efektip minimum mampu memasok air ke pipa tegak pada laju aliran
tertentu selama jangka waktu 30 menit.
1). sebuah tangki yang menerima sambungan pasokan air dari pipa PDAM, atau
c). Tangki hisap adalah tangki dimana pompa dapat menghisap air.
Gambar A.8.5.5.
1). Fungsi pipa tegak basah sama dengan pipa tegak kering. Bagaimanapun, pipa
diisi tetap dengan air dari pasokan bertekanan, dan dipasang dengan katup
landing pada setiap lantai.
2). Inlet sambungan pemadam kebakaran bekerja sebagai alternatif sarana pasokan
air ke sistem pipa tegak basah apabila pasokan air dari PDAM rusak atau tidak
cukup.
38 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Pompa-pompa, sebagai bagian dari sistem pipa tegak, harus dilindungi dengan baik
dari pengaruh panas dan api. Pompa adalah peralatan yang vital dari sistem, pompa
seharusnya dipasang dalam ruangan yang mempunyai selubung dan pintu tahan api 2
jam.
b). Pompa harus dipilih memenuhi persyaratan rancangan sistem pipa tegak dan terdaftar
pada instansi yang berwenang.
c). Sistem komunikasi suara sebaiknya disediakan untuk komunikasi internal ke semua
ruang pompa.
d). Ventilasi mekanis dan pencahayaan listrik dalam ruang pompa harus dipasang dengan
pasokan daya cadangan untuk keadaan darurat.
Gambar A. 8.5.6.
a). Ketentuan pipa tegak basah dipersyaratkan apabila bangunan melebihi ketinggian
dihuni 40 m.
b). Pipa tegak kering digunakan sebelum ketinggian yang dihuni mencapai 40 m.
39 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.6.2.b.
c). Pipa tegak dirubah dari kering ke basah dengan pemasangan pompa dan tangki air.
Gambar A.8.6.2.c.
A.8.6.3.
40 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Karena kurang cocok untuk menyediakan lif kebakaran untuk digunakan oleh petugas
pemadam kebakaran, lif proyek yang biasanya dipakai di lapangan dapat digunakan.
Lif proyek ini tidak perlu melayani tiga lantai teratas, sampai atap selesai dikerjakan.
Selama tahap konstruksi, mungkin ada pekerjaan lain, seperti pekerjaan galian dan
sebagainya yang akan mengganggu dipenuhinya ketentuan tentang jalur akses dan
ruang yang ada tidak memungkinkan untuk manuver mobil pemadam kebakaran.
Namun, setiap kemungkinan harus diambil untuk dapat menempatkan jalur akses ini.
Ini penting untuk tujuan pengendalian yang effektif operasi pemadaman kebakaran bila
kebakaran terjadi suatu waktu. Dari penjelasan di atas, alat pemadam api kimia ringan
seharusnya disediakan pada setiap lantai.
Pipa tegak dan katup landing harus disediakan pada setiap lantai, kecuali tiga lantai
teratas bangunan sesuai tambahan ketinggian bangunan, dan dibuat operasional.
Karena kurang cocok untuk menyediakan ukuran volume tangki air sesuai ketentuan
dan pompa sesuai aliran dan tekanan yang dipersyaratkan untuk 45 menit pemadaman
kebakaran, tangki untuk pemadaman minimum 11,5 m3 seharusnya disediakan,
dimana ini untuk memadamkan api selama 5 menit. Pada saat mobil pemadam
kebakaran datang, tangki ini dapat diisi lagi melalui hidran umum. Tangki pemadam
harus dibuat sebelum tinggi bangunan mencapai 40 m.
41 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Apendiks B
B. Klasifikasi bangunan.
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain
selain tempat garasi pribadi.
B.2. Klas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian,
yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk :
b). bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
e). bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.
42 dari 45
SNI 03-1735- 2000
tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan
tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-
barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :
b). ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel ;
atau
b). gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.
bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.
bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
b). Klas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya
di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hal, bangunan peribadatan, bangunan budaya
atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas
lain.
43 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Klas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya.
b). Klas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1
sampai dengan 10 tersebut, dalam standar ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai peruntukannya.
Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan :
a). bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai
dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan
klasifikasi utamanya ;
b). klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a, dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
c). Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang ketel uap, atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.
44 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Bibliografi
1. Fire Safety Bureau, Singapore Civil Defence Force ; Fire Precautions in Buildings,
1997.
3. NFPA – 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996
Edition.
5. BSN : SNI 03-1745-2000 : Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,
45 dari 45