Anda di halaman 1dari 10

WARIS DAN HIBAH

No. Materi Uraian


1. Pengertian dan ruang Lingkup Waris Definisi Waris dalam INPRES No. 1 tahun 1990
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan
(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing.

Ruang lingkup waris dalam UU No. 3 tahun


2006 tentang perubahan pertama atas UU No. 7
tahun 1989 tentang peradilan agama
Yang dimaksud dengan “waris” adalah
1. penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
2. penentuan mengenai harta peninggalan,
3. penentuan bagian masing-masing ahli
waris,
4. dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut,
5. serta penetapan pengadilan atas
permohonan seseorang tentang penentuan
siapa yang menjadi ahli waris,
6. penentuan bagian masing-masing ahli waris
2. Syarat-syarat pewaris Syarat syarat Pewaris dalam INPRES No. 1
tahun 1990
1. Meninggal/dinyatakan meninggal oleh
putusan pengadilan;
2. Meninggalkan Ahli waris
3. Meninggalkan tirkah (harta waris)
3. Hubungan pewarisan dalam INPRES No. 1 tahun 1990
terdapat 2 Hubungan Pewarisan Dalam islam

1. Hubungan Perkawinan
2. Hubungan Darah

1. Menurut hubungan darah:


a. golongan laki-laki terdiri dari :
ayah, anak laki-laki, saudara laki-
laki, paman dan kakek.
b. Golongan perempuan terdiri dari :
ibu, anak perempuan, saudara
perempuan dari nenek.
2. Menurut hubungan perkawinan terdiri
dari : duda atau janda
4. Penentuan ahli waris dan syarat-syaratnya Syarat syarat Ahli Waris dalam INPRES No. 1
tahun 1990
1. Terdapat hubungan darah/perkawinan
dengan Pewaris
2. Beragama islam
3. Tidak Mahjub
5. Penentuan mengenai harta peninggalan dan Menurut INPRES No. 1 tahun 1990
harta warisan
Harta peninggalan adalah harta yang
ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa
benda yang menjadi miliknya maupun hak-
haknya.

Sedangkan Harta waris adalah harta bawaan


ditambah bagian dari harta bersama setelah
digunakan untuk keperluan pewaris selama
sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan
jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerabat.
6. Penentuan bagian masing- masing ahli waris Menurut INPRES No. 1 tahun 1990

*Duda atau janda yang dimaksud dalam


INPRES ini adalah Suami/istri yang
ditinggalkan.

Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia
mendapat separoh bagian, bila dua orang atau
lebih mereka bersama-sama mendapzt dua
pertiga bagian, dan apabila anask perempuan
bersama-sama dengan anak laki-laki, maka
bagian anak laki-laki adalah dua berbanding
satu dengan anak perempuan.

Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris
tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah
mendapat seperenam bagian. *

Pasal 178
(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada
anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada
anak atau dua orang saudara atau lebih, maka
ia mendapat sepertiga bagian.
(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa
sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersamasama dengan ayah.

Pasal 179
Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris
tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris
meninggalkan anak, maka duda mendapat
seperempat bagaian.

Pasal 180
Janda mendapat seperempat bagian bila
pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris
meninggalkan anak maka janda mendapat
seperdelapan bagian.

Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan
anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu masing-masing
mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu
dua orang atau lebih maka mereka bersama-
sama mendapat sepertiga bagian.

Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan
anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu
saudara perempuan kandung atau seayah,
maka ua mendapat separoh bagian.
Bila saudara perempuan tersebut bersama-
sama dengan saudara perempuan kandung
atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka
bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.
Bila saudara perempuan tersebut bersama-
sama dengan saudara laki-laki kandung atau
seayah, maka bagian saudara laki-laki dua
berbanding satu dengan saudara perempuan.
7. Pembagian harta peninggalan Menurut INPRES No. 1 tahun 1990

Pasal 187
1. bilamana pewaris meninggalkan warisan
harta peninggalan, maka oleh pewaris
semasa hidupnya atau oleh para ahli waris
dapat ditunjuk beberapa orang sebagai
pelaksana pembagian harta warisan
dengan tugas:
a. mencatat dalam suatu daftar harta
peninggalan, baik berupa benda
bergerak maupun tidak bergerak yang
kemudian disahkan oleh para ahli
waris yang bersangkutan, bila perlu
dinilai harganya dengan uang;
b. menghitung jumlah pengeluaran untuk
kepentingan pewaris sesuai dengan
Pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c.
2. Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas
adalah merupakan harta warisan yang
harus dibagikan kepada ahli waris yang
berhak.
8. Penentuan kewajiban ahli waris terhadap Menurut INPRES No. 1 tahun 1990
pewaris
1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris
adalah:
a) mengurus dan menyelesaikan sampai
pemakaman jenazah selesai;
b) menyelesaikan baik hutang-hutang
berupa pengobatan, perawatan,
termasuk kewajiban pewaris maupun
penagih piutang;
c) menyelesaikan wasiat pewaris;
d) membagi harta warisan di antara wahli
waris yang berhak.
2) Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang
atau kewajiban pewaris hanya terbatas
pada jumlah atau nilai harta
peninggalannya.
9. Pengangkatan wali bagi ahli waris yang tidak Menurut INPRES No. 1 tahun 1990
cakap bertindak
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak
mampu melaksanakan hak dan kewajibannya,
maka baginya diangkat wali berdasarkan
keputusan Hakim atas usul anggota keluarga.
10. Ahli waris pengganti Menurut INPRES No. 1 tahun 1990
1. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari
pada si pewaris maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya, kecuali mereka
yang tersebut dalam Pasal 173 (ahli waris
yang termahjub).

2. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh


melebihi dari bagian ahli waris yang
sederajat dengan yang diganti.

11. Hukum kewarisan non muslim Hukum Kewarisan Perdata dalam KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)

Mulai dari BAB XII PEWARISAN KARENA


KEMATIAN Pasal 830 sd 873

Dilanjutkan dengan BAB XVI HAL MENERIMA


DAN MENOLAK WARISAN pasal 1044 -1065

Waris menurut perdata adalah hukum waris


berupa perangkat ketentuan hukum yang
mengatur akibat-akibat hukum umumnya di
bidang hukum harta kekayaan karena
kematian seseorang yaitu pengalihan harta
yang ditinggalkan si mati beserta akibat-akibat
pengasingan tersebut bagi para penerimanya,
baik dalam hubungan antar mereka maupun
antar mereka dengan pihak ketiga

Dalam hukum perdata waris dibagi dalam


beberapa golongan. Golongan ahli waris dapat
dibedakan atas 4 (empat) golongan ahli waris,
yaitu:
a. Golongan I: Dalam golongan ini, suami atau
istri dan atau anak keturunan pewaris
yang berhak menerima warisan. Dalam
bagan di atas yang mendapatkan warisan
adalah istri/suami dan ketiga anaknya.
Masing-masing mendapat ¼ bagian.
b. Golongan II: Golongan ini adalah mereka
yang mendapatkan warisan bila pewaris
belum mempunyai suami atau istri, dan
anak. Dengan demikian yang berhak
adalah kedua orangtua, saudara, dan atau
keturunan saudara pewaris. Dalam contoh
bagan di atas yang mendapat warisan
adalah ayah, ibu, dan kedua saudara
kandung pewaris. Masing-masing
mendapat ¼ bagian. Pada prinsipnya
bagian orangtua tidak boleh kurang dari ¼
bagian.
c. Golongan III: Dalam golongan ini pewaris
tidak mempunyai saudara kandung
sehingga yang mendapatkan waris adalah
keluarga dalam garis lurus ke atas, baik
dari garis ibu maupun ayah. Contoh bagan
di atas yang mendapat warisan adalah
kakek atau nenek baik dari ayah dan ibu.
Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian
untuk garis ayah dan ½ bagian untuk garis
ibu.
d. Golongan IV: Pada golongan ini yang
berhak menerima warisan adalah keluarga
sedarah dalam garis atas yang masih
hidup. Mereka ini mendapat ½ bagian.
Sedangkan ahli waris dalam garis yang lain
dan derajatnya paling dekat dengan
pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.

Hukum Waris Adat

Hukum waris adat merupakan hukum lokal


suatu daerah ataupun suku tertentu yang
berlaku, diyakini dan dijalankan oleh
masyarakat-masyarakat daerah tersebut.
Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas
dari pengaruh susunan masyarakat
kekerabatannya yang berbeda. Hukum waris
adat tetap dipatuhi dan dilakukan oleh
masyarakat adatnya terlepas dari Hukum waris
adat tersebut telah ditetapkan secara tertulis
maupun tidak tertulis. Berdasarkan hukum
waris adat dikenal beberapa macam sistem
pewaris, yaitu:

Sistem keturunan: pewaris berasal dari


keturunan bapak atau ibu ataupun keduanya.
a. Sistem individual: setiap ahli waris
mendapatkan bagisannya masing-masing.
b. Sistem kolektif: ahli waris menerima harta
warisan tetapi tidak dapat dibagi-bagikan
penguasaan ataupun kepemilikannya.
Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak
untuk menggunakan ataupun
mendapatkan hasil dari harta tersebut.
c. Sistem mayorat: harta warisan diturunkan
kepada anak tertua sebagai pengganti ayah
dan ibunya.

Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak


bagi waris untuk sewaktu-waktu menuntut
agar harta warisan dibagikan kepada para
waris sebagaimana disebut dalam alinea kedua
dari pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut
hukum waris Islam. Akan tetapi jika si waris
mempunyai kebutuhan atau kepentingan,
sedangkan ia berhak mendapat waris, maka ia
dapat saja mengajukan permintaannya untuk
dapat menggunakan harta warisan dengan cara
bermusyawarah dan bermufakat dengan para
waris lainnya.

Pada intinya pembagian warisan berdasarkan


Hukum Waris Adat sangat beragam tergantung
ketentuan suatu Adat tersebut dengan tetap
memperhatikan prinsip keadilan antara para
ahli waris.
12. Pemahaman walad perspektif hukum perdata Kata “walad” dalam Surat An-Nisa ayat 176
Islam oleh jumhur ulama‟ diartikan hanya anak laki-
laki, sehingga dalam kasus-kasus waris seorang
anak perempuan jika mewaris bersama dengan
saudara laki-laki maupun saudara perempuan,
maka saudara laki-laki maupun perempuan
berkedudukan sebagai ashabah, hanya
istilahnya yang berbeda;

saudara laki-laki disebut ashabah binafsih


sedangkan saudara perempuan disebut
ashabah bi ghairihi. Dengan kata lain anak
perempuan tidak menutup kewarisan saudara
laki-laki maupun saudara perempuan, karena
anak perempuan berkedudukan sebagai
ashhab al-furud. Pembagiannya anak
perempuan mendapatkan 1⁄2 (setengah) dan
sisanya yaitu 1⁄2 (separuh) adalah bagian
saudara laki-laki atau saudara perempuan
sebagai (ashabah)

Bahwa Ibnu Abbas sebagai mufassir dalam


menafsirkan kata “walad” adalah mencakup
anak laki-laki dan anak perempuan, karena
kata tersebut dalam bentuk jama‟nya yaitu
kata aulaad, telah ditafsirkan sendiri oleh Al-
Qur-an yaitu ayat 11surat An-Nisa‟; Sehingga
pendapat Ibnu Abbas berseberangan dengan
jumhur shahabat yang berpegangan dengan al-
Hadits, yaitu riwayat kematian Sa‟d bin ar-Rabi
yaitu contoh kasus pewarisan dua anak
perempuan bersamaan dengan saudara laki-
laki;

Putusan Mahkamah Agung memilih pendapat


Ibnu Abbas, karena pertimbangan kondisi
sosial masyarakat yang sudah berubah
dibanding suasana ketika Al-Qur-an itu
diturunkan; Secara umum keluarga dalam
masyarakat Indonesia cenderung
menempatkan model “keluarga inti”, yaitu:
“bapak, ibu dan anak” tanpa sanak saudara.
Maka jika rasa dan pertimbangan keadilan
menghendaki perubahan hukum kewarisannya
atas mereka, tidak berarti bertentangan
dengan prinsip moral Al-Qur-an;

Kaidah hukum yang dapat diambil dari putusan


Mahkamah Agung tersebut adalah adanya
pengembangan hukum kewarisan Islam dalam
KHI, kata “walad” atau “aulad” dalam Al-Qur-an
mencakup anak laki-laki dan anak perempuan,
sehingga

dalam penerapan hukum, baik anak laki-laki


maupun anak perempuan masing- masing
dapat mendinding (mahjub) saudara kandung
Pewaris baik laki-laki

maupun perempuan dan dalam posisi seorang


anak peremuan sendirian, maka ia mendapat
seluruh harta warisan; Hal tersebut sesuai
dengan akal sehat;

sekalipun tekstual dalam Al-Qur-an


menyebutkan”wain kaanat wahidatan fa laha
nisfu maa tarak”.
13. Wasiat wajibah Menurut INPRES No. 1 tahun 1990

14. Hukum kewarisan anak angkat Pasal 209


1. Harta peninggalan anak angkat dibagi
berdasarkan Pasal 176 sampai dengan
Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan
terhadap orang tua angkat yang tidak
menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
wasiat anak angkatnya.

2. Terhadap anak angkat yang tidak


menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan orang tua angkatnya.
15. Baitul mal Menurut INPRES No. 1 Tahun 1990

Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan.


baitul Mal merupakan suatu lembaga yang
bertugas mengumpulkan harta negara entah
diperoleh dari umat Islam itu sendiri atau dari
rampasan perang, untuk disalurkan kepada
orang-orang yang berhak menerima atau
kebutuhan angkatan bersenjata.

Baitul Mal di Indonesia hanya ada di Provinsi


Aceh

Pasal 191
Bila pewaris tidak meninggalkanahli waris
sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui
ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas
putusan Pengadilan Agama diserahkan
penguasaannya kepada Baitul Mal untuk
kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan
umum.

16. Pengertian hibah; Ruang lingkup Hibah dalam UU No. 3 tahun


2006 tentang perubahan pertama atas UU No.
7 tahun 1989 tentang peradilan agama

"hibah" adalah pemberian suatu benda secara


sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
atau badan hukum kepada orang lain atau
badan hukum untuk dimiliki.
17. Dasar hukum hibah; 1. UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan
pertama atas UU No. 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama
2. UU No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua atas UU No. 3 tahun 2006 tentang
perubahan pertama atas UU No. 7 tahun
1989 tentang peradilan agama
3. INPRES No. 1 Tahun 1990

18. Syarat sah hibah; INPRES No. 1 Tahun 1990

1. Al-wahib di atas 21 tahun


2. Tanpa Paksaan
3. Mauhub Maksimal 1/3 total kekayaan
4. Mauhub mutlak milik Muwahib
5. Ijab Di hadapan 2 saksi

19. Rukun hibah; INPRES No. 1 Tahun 1990

1. Adanya Al-Wahib
2. Adanya Al-Muwahiblah
3. Adanya Mauhub
4. Adanya IJAB (dalam PERMA No. 2
tahun 2008 tentang KHES)
5. Adanya 2 saksi
20. Hibah dalam Kompilasi Hukum Islam BAB VI
HIBAH

Pasal 210
(1) Orang yang telah berumur sekurang-
kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa
adanya paksaan
dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3
harta bendanya kepada orang lain atau
lembaga di hadapan dua orang saksi untuk
dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus
merupakan hak dari penghibah.

Pasal 211
Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat
diperhitungkan sebagai warisan.
Pasal 212
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali
hibah orang tua kepada anaknya.

Pasal 213
Hibah yang diberikan pada swaat pemberi
hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan
kematian, maka harus mendapat persetujuan
dari ahli warisnya.

Pasal 214
Warga negara Indonesia yang berada di negara
asing dapat membuat surat hibah di hadapan
Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia
setempat sepanjang isinya tidak bertentangan
dengan ketentuan pasal-pasal ini.

Anda mungkin juga menyukai