kawasan perkotaan diuraikan baik dari sisi teori maupun peraturan terutama
berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, meliputi:
klasifikasi penataan ruang, ruang dan tata ruang kota, penyelenggaraan
penataan ruang kota, pelaksanaan penataan ruang kota dan kawasan
perkotaan, pengawasan penataan ruang, hak, kewajiban dan peran masyarakat.
Karakter banjir juga diuraikan mengingat Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar dengan puluhan pulau-pulau besar dan sangat banyak
2
pulau-pulau kecil (dengan luas di bawah 2.000 km ). Uraiannya dimulai dari
gambaran umum, kejadian Indonesia secara geologis, gunung api dan letusan
terbesar, dampak kejadian Indonesia secara geologis dan keberadaan gunung
berapi. selanjutnya diuraikan WS, DAS, CAT dan Non CAT. Secara sepintas
diuraikan pengendali fluvial system dan tipe sungai. Hubungan pulau, siklus
hidrolgi dan curah hujan diuraikan walau tidak secara detail. Uraian selanjutnya
adalh karakter banjir pulau dengan dasar pertimbangan bahwa kota merupakan
bagian dari pulau. Beberapa kota dan sungai besar juga dijelaskan. Juga
diberikan beberapa contoh kota besar dan sungai.
Dalam bab terakhir harmoni dan integrasi disampaikan, mulai dari umum
penyebab Banjir, permasalahan dan kerugian yang timbul akibat banjir, flood
control toward flood management, Rekayasa Dan Manajemen Banjir Kota dan
siklus pengelolaan bencana banjir
Uraian dan penjelasan dalam tiap-tiap aspek tidak dibuat secara detail
untuk menghindari buku menjadi sangat tebal. Oleh karena itu penulis merasa
masih banyak yang kurang dalam buku ini. Harapannya adalah agar buku ini
dapat dipakai sebagai pengantar atau referensi awal untuk rekayasa dan
manajemen banjir kota yang lebih detail.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, maka masukan dan kritik untuk
perbaikan sangat diharapkan dan semoga buku kecil ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. LATAR BELAKANG ............................
...........................................
.............................
.............................
.............................
.......................
......... 1
1.2. PERTUMBUHAN PENDUDUK INDONESIA ............................
...........................................
.............................
.....................
....... 10
1.3. PENINGKATAN PENDUDUK KOTA DAN BANJIR ............................
..........................................
............................
.............. 20
1.4. PERTUMBUHAN KOTA YANG SIGNIFIKAN .............................
...........................................
.............................
...................
.... 32
1.5. RUANG LINGKUP PENULISAN ............................
...........................................
.............................
.............................
.....................
...... 45
BAB 2. REKAYASA BANJIR 49
6.6. F LOOD
LOOD C ONTROL
ONTROL T OWARD
OWARD F LOOD LOOD M ANAGEMENT ............................
...........................................
...................
.... 436
6.7. REKAYASA DAN MANAJEMEN BANJIR KOTA SECARA LEGAL .............................
....................................
....... 446
6.8. REKAYASA DAN MANAJEMEN BANJIR KOTA ............................
...........................................
.............................
.............. 451
6.8.1 Manajemen Banjir dan d an Tata Ruang ......................................
...............................................
......... 451
6.8.2 Manajemen Banjir Kota Terpadu ..............................
.............................................
.....................
...... 452
6.8.3 Strategi ............................
...........................................
.............................
.............................
.............................
...................
..... 456
6.8.4 Rekayasa Dan Manajemen Banjir Multi Aspek ............................ ..............................
.. 458
6.8.5 Analisis Dan Kajian Yang Perlu Dilakukan ................. ...............................
.....................
....... 461
6.8.6 Detail Kegiatan Dan Output Yang Dihasilkan Dihasil kan ............................
.................................
..... 462
6.9. SIKLUS PENGELOLAAN BENCANA BANJIR ...........................
..........................................
.............................
...................
..... 465
DAFTAR PUSTAKA 469
Konflik ruang terbangun Konflik tata ruang bangunan Konflik penataan ruang
versus versus versus
ruang terbuka hijau tata ruang air pengelolaan sumber daya air
Pendahuluan | 3
Cuaca ekstrim
Eksploitasi Sumber
Daya Alam meningkat
- Banjir
Banjir bandang
Degradasi Lingkungan - Longsor
Polusi akibat dampak
pembangunan meningkat
Kekeringan
Lokasi (lahan) global yang sama (satu) baik geografis, topografis dan geologis: NKRI
(Total luas NKRI = +518 jt ha (1 00%): daratan +192 jt ha (37%) dan lautan +3 26 jt ha (63%) dengan +17508 pulau
Gambar 1-1. Konflik, persoalan dan solusi Penataan Ruang dan Pengelolaan
Sumber Daya Air dan Pengelolaan banjir (UU No. 26 Tahun 2007; UU No. 7
Tahun 2004; GWP, 2001; Kodoatie & Sjarief, 2010 dan 2005; Kodoatie, 2008c)
+
Tata guna lahan (land-use) Populasi
Ruang Ruang +
terbuka hijau terbangun
+
– + Domestik Non Domestik
– Ketersediaan
Wadah & penahan air
Air +
+ –
Banjir kota + + Kebutuhan
meningkat ? Air
terjadi sampai saat ini yaitu peningkatan banjir dan pengurangan ketersediaan
air tanah di Jakarta.
Dari sisi sejarah diketahui bahwa di Jakarta dan Depok ada banyak daerah
yang memakai nama situ dan rawa. Situ adalah wadah genangan air di atas
permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, sumber airnya
berasal dari mata air, air hujan, dan/atau limpasan air permukaan. Istilah situ
biasanya digunakan masyarakat Jawa Barat untuk sebutan danau kecil (Puspita
dkk., 2005). Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-
menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-
ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis (http://id.wikipedia.org/wiki/
Rawa). Lokasi daerah yang memakai nama depan situ dan nama depan rawa
pada prinsipnya sesuai dengan definisi untuk situ (danau kecil) dan rawa
(genangan air terhambat). Lokasi daerah dengan nama situ umumnya terletak
di bagian atas atau hulu sedangkan nama rawa umumnya di bagian hilirnya.
Dengan kata lain nama depan daerah dengan kata-kata situ dan rawa sudah
dilakukan oleh masyarakat jaman dulu karena memahami mana air yang harus
ditahan sehingga meresap ke dalam tanah atau tidak menimbulkan banjir
(nama depan situ) dan air yang memang akan tergenang (nama depan rawa)
sehingga daerah ini memang dijadikan wadah-wadah air agar tidak terjadi
banjir. Kearifan tradisional masyarakat jaman dulu dinyatakan secara eksplisit
dalam pemberian nama suatu daerah berdasarkan letak dan kondisi geografis
dan geologisnya karena memahami pentingnya air dan dampaknya kalau tidak
diberi wadah situ air akan mengalir ke hilir dan di hilir air diberi tempat rawa
untuk air tinggal sementara.
Daerah dengan nama depan situ dan rawa ditunjukkan dalam Gambar 1-3.
Namun karena pertumbuhan dan peningkatan penduduk yang tak terkendali
maka yang terjadi saat ini daerah-daerah tersebut telah berubah fungsi
walaupun nama masih sama. Land-use berubah terutama menjadi kawasan
pemukiman dan kawasan terbangun lainnya.
Dari banyak referensi jumlah situ di Jabodetabek berbeda-beda. Salah satu
referensi jumlah dan sebaran situ tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1-1 dan
Gambar 1-4.
6 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
a. Kota Depok dan sekitarnya di hulu Jakarta banyak situ-situ dan saat ini situ-
situ tersebut menjadi pemukiman dan kawasan padat
Di Jakarta (bagian hilir Depok) banyak nama dengan
awalan kata rawa. Saat ini berubah menjadi pemukiman
DKI Jakarta
Bagian hulu
nama depan situ
b. Daerah hilir situ-situ banyak rawa, saat ini juga menjadi pemukiman padat
Gambar 1-3. Perubahan land-use yang signifikan (situ-situ dan rawa menjadi
pemukiman) akibat peningkatan penduduk di Jakarta (Google Earth)
Pendahuluan | 7
a
3
2 b c
9
1
e
d 8
4
6
Beberapa contoh lokasi dengan nama depan rawa dan situ di Jabodetabek
ditunjukkan dalam Tabel 1-2.
8 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Tabel 1-2. Contoh lokasi dengan nama depan situ dan rawa
Beberapa contoh lokasi dengan nama depan
No.
Situ Rawa
1 Situ Gintung Rawamangun
2 Situ Pamulang Rawa Bokor
3 Situ Babakan Rawa Encek
4 Situ Klapa Dua Rawa Angke
5 Situ Rancayuda Rawa Bambu
6 Situ Manggabolong Rawa Badak
7 Situ Dongkelan Rawa Pangkalan
8 Situ Cicadas Rawa Bojong
9 Situ Gunung Putri Rawa Lubang Buaya
10 Situ Ciming Rawa Cibitung
Contoh kondisi lokasi saat ini dengan nama depan rawa dan situ
ditunjukkan dalam Gambar 1-5.
a. Situ Ciming yang terletak di Desa Bakti Jaya Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok sudah menjadi pemukiman
Pendahuluan | 9
Perubahan fungsi lahan akan terus terjadi baik yang terkendali maupun
yang tidak, yang terencana maupun yang tidak. Oleh karena itu Pemerintah
yang berfungsi sebagai enabler harus membuat rambu-rambu tentang
perubahan tata guna lahan. Biasanya peraturannya sudah ada, tetapi aplikasi
dari peraturan belum dilaksanakan. Sehingga perlu dilakukan peningkatan law
enforcement secara kontinyu.
Sampai saat ini semua sumber air yang mudah dieksploitasi terus
berkembang dan karena perubahan tata guna lahan banyak sumber air yang
hilang. Konsekuensinya dalam rangka pemenuhan peningkatan kebutuhan di
masa yang akan datang pencarian sumber air baru dan eksploitasinya akan
lebih mahal dibandingkan dengan sebelumnya.
Peningkatan aktifitas manusia akan menambah buangan limbah ke
lingkungan alam. Kontaminasi akan meningkat baik di air permukaan dan air
tanah. Dengan kata lain terjadi peningkatan kontradiksi antara peningkatan
kualitas air untuk kesehatan manusia dengan peningkatan kontaminasi air.
Selama beberapa puluh tahun terakhir variasi dampak sosial dan lingkungan
secara gradual terus meningkat. Pentingnya pengembangan sumber air yang
berwawasan lingkungan bukan lagi hanya sebagai bahan diskusi atau sebatas
wacana tapi sudah merupakan bagian integral penting dalam strategi
pembangunan yang berkelanjutan dan yang berwawasan lingkungan.
Dari uraian tersebut maka adalah sangat wajar bila John F. Kennedy
menyatakan bahwa: Anyone who solves the problems of water deserves not one
Nobel Prize but two – one for science and the other for peace .
1400 1306
1200
1065
1000
g
n
a
r
800 Indonesia rangking 4
o
a untuk jumlah penduduk
t 600
u
j
400 297
238
184 159 144
200 141 137 127
0
C a S a l
i n a h a g
R i A
. i
s s a i s i
r n
R d a t s e a
. n 3 e r s u d e
1 I
. n B i R g
i p
2 o . k . a
l e
d 5 a 7 g N
. J
.
n P
. n 9 0
I
. 6 a 1
4 B
.
8
a. Sepuluh negara dengan jumlah penduduk terbanyak (juta orang)
2
20000 Kepadatan penduduk Indonesia 124/km
18534
16923 dan rangking 91 dari 242 negara
16000
12000
7148 6349
8000
4559
4000 1877 1318 1226 1127 1101
0
u o e g ) y a ) h n
a c r n K t
i t
l K s e
c a o o U a U e t
a n p ( C ( d r
a K r n M a a
M o g a a a l a
g t c d g
M n
i n l i u n M
S o a t a t
H r a m
r n
b
i V B i
e S
G B
2
b. Sepuluh negara dengan jumlah penduduk terpadat per km
(http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk;
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_sovereign_states_and_dependent_territories_
by_population_density)
7
2011
12
6
) 1999
d
r 12
a
y 5
l
i
m
( 1987
a 13
i
n
u 4
d
k 14 1974
u
d
u
d 3
n
e 33 1960
p
h
a 2
l
m 123 tahun
u 1927
J
1
1804
0
1800 1850 1900 1950 2000
Tahun
Gambar 1-7. Kenaikan penduduk tiap satu milyard dari 1804 sampai 2011
Melihat Tabel 1-3 dan Gambar 1-7 dapat diketahui pertumbuhan penduduk
dunia waktu pertama kali mencapai 1 milyard yaitu Tahun 1804, mencapai 2
milyard pada Tahun 1927 setelah 123 tahun kemudian. Namun pada Abad ke 20
terjadi lonjakan penduduk yang signifikan yaitu mencapai 6 milyard hanya
dalam waktu 72 tahun yaitu dari Tahun 1927 sampai Tahun 1999. Hanya Dalam
tempo 12 tahun dari Tahun 1999 sampai 2011 penduduk dunia telah mencapai
7 milyard (USCB, 2012; Wordometers, 2012; BBC, 2011; the Guardian, 2011;
UPI, 2011). Dari Tabel 1-1 juga dapat dilihat bahwa mulai Tahun 1987 kenaikan
tiap satu milyard penduduk dunia terjadi hanya dalam waktu 12 tahun.
Pendahuluan | 13
Dari Tabel 1-4 dapat dilihat bahwa Pulau Jawa menempati rangking
pertama untuk jumlah penduduknya dibandingkan dengan pulau-pulau lain di
Indonesia. Kurang lebih 137 juta penduduk atau 57,5 % dari seluruh penduduk
Indonesia tinggal di Jawa disusul Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.
14 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Dari Tabel 1-5 dapat dilihat bahwa berdasarkan data dari Tahun 2000
sampai Tahun 2010 untuk pulau-pulau berdasarkan jumlah penduduk dan
kepadatannya di dunia maka Pulau Jawa yang pada Tahun 2010 dihuni oleh 137
juta juga menempati rangking 1 untuk jumlahnya. Di samping itu, di dunia ini
untuk pulau dengan populasi di atas 10 juta orang dapat dikatakan Pulau Jawa
merupakan pulau yang terpadat penduduknya. Hal lain yang perlu disadari juga
bahwa Tabel 1-5 menunjukkan selain Jawa ada 3 pulau lainnya yang masuk
rangking jumlah penduduk dan kepadatannya, yaitu: Sumatra, Borneo dan
Sulawesi berturut-turut rangking 5, 11 dan 12.
Pertumbuhan penduduk Indonesia dari Tahun 1930 sampai Tahun 2010
ditunjukkan dalam Gambar 1-8.
Pendahuluan | 15
Gambar 1-8. Pertumbuhan penduduk Indonesia (juta) dari Tahun 1930 sampai
2010 (http://www.bps.go.id;(http://www.bps.go.id/tab_sub/view .php?tabel
=1&daftar=1&id_subyek=12¬ab=1)
Dari Gambar 1-8 dapat dilihat bahwa dari Tahun 1930 sampai dengan
Tahun 2010 penduduk Indonesia telah meningkat hampir 4 kali lipat (> 392 %),
yaitu dari 60,7 juta menjadi 238 juta. Pertumbuhan penduduk ini tidak tersebar
merata, yaitu di Tahun 2010 lebih dari separo penduduk Indonesia (57,5%)
tinggal di Jawa, 21,3 % tinggal di Sumatra, 7,3 % di Sulawesi, 5,8 % di
Kalimantan, 1,6 % di Bali, 2% di NTT dan 1,9% NTB, 1,5 % Papua dan 1,1 % di
Kep. Maluku.
Pertumbuhan penduduk tersebut umumnya terkonsentrasi di kota-kota
besar di pulau-pulau tersebut. Dampaknya nyata dirasakan bahwa persoalan
banjir kota meningkat tajam baik dari sisi kuantitas, luas maupun lama
genangannya. Persoalan banjir identik dengan persoalan longsor dan
kekeringan, namun waktunya yang berbeda; banjir dan longsor pada musim
hujan. dan kekeringan pada musim kemarau. Maka dapat disimpulkan bila
persoalan banjir meningkat maka persoalan longsor dan kekeringan juga
meningkat.
Jumlah dan kepadatan penduduk di 33 provinsi ditunjukkan dalam Gambar
1-9, Gambar 1-10 dan Gambar 1-11. Jumlah penduduk di 33 provinsi
ditunjukkan dalam Gambar 1-9. Kepadatan penduduk di provinsi ditunjukkan
dalam Gambar 1-10. Penggabungan Gambar 1-9 dan Gambar 1-10 ditunjukkan
dalam Gambar 1-11.
Dari Gambar 1-9 dapat dilihat bahwa pada Tahun 2010 penduduk
terbanyak berturut-turut adalah Jawa Barat (43 juta), Jawa Timur (37,5 juta)
dan Jawa Tengah (32,4 juta). Tiga provinsi terendah adalah Papua Barat 0,76
16 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
juta, Maluku Utara dan Gorontalo masing-masing sekitar 1,04 juta. Selisih
Gorontalo dan Maluku Utara hanya 3107 orang.
Dari 33 provinsi untuk 6 besar kepadatan penduduk, Provinsi DKI
2
menempati rangking 1 dengan kepadatan 14470 penduduk tiap km , disusul
Jawa Barat (1217), Yogyakarta (1104), Banten (1100), Jawa Tengah (987) dan
Jawa Timur (784). Tabel 1-6 menunjukkan rangking kepadatan penduduk untuk
6 provinsi. Seperti sudah disebutkan, Jawa adalah pulau terbanyak dan terpadat
di dunia untuk kriteria pulau dengan penduduk di atas 10 juta (lihat Tabel 1-5).
Sehingga dapat disimpulkan untuk Pulau Jawa:
Dunia: Jawa adalah pulau yang terbanyak penduduknya.
Dunia: Jawa adalah pulau yang terpadat penduduknya.
Indonesia: 6 besar provinsi dengan kepadatan tertinggi juga ada di Jawa
2
Tiga provinsi dengan kepadatan terkecil adalah Papua Barat 8 orang/km ,
2 2
Maluku Utara 9 orang/km dan Gorontalo 14 orang/km . Uraian luas pulau dan
penduduk ditunjukkan dalam Tabel 1-7.
Melihat Gambar 1-8, Gambar 1-11 serta Tabel 1-7 dapat disebutkan bahwa
di Indonesia ada peningkatan penduduk yang signifikan. Pada Tahun 2010
penduduk Indonesia adalah 237.641.326 juta dan yang tinggal di Jawa adalah
136.563.142 atau 57,5%, padahal Luas Pulau Jawa adalah hanya 7 % dari luas
daratan yang ada. Yang lebih memprihatinkan lagi banyak penduduk desa yang
bermigrasi ke kota (urbanisasi) secara tak terkendali. Tidak mengherankan bila
persoalan-persoalan infrastruktur muncul seiring dengan pertumbuhan
penduduk. Di Jawa persoalan tersebut adalah yang terbesar mengingat Jawa
merupakan pulau dengan jumlah dan kepadatannya tertinggi di Indonesia
bahkan di dunia. Persoalan-persoalan seperti kemacetan lalu-lintas, banjir dan
longsor, kelangkaan air bersih, penurunan daya dukung lahan terjadi secara
kontinyu. Bahkan untuk bencana banjir dan longsor akhir-akhir ini cenderung
meningkat.
Pendahuluan | 17
a. jumlah penduduk
Jakata
terpadat
1440
2
a. Kepadatan provinsi (orang/km )
2
b. Kepadatan provinsi (orang/km )
Keterangan Gambar a dan Gambar b: No di axis horizontal merujuk provinsi, dan no setelah prov
merujuk rangking kepadatan.
No Provinsi No Provinsi No Provinsi
1 Jawa Barat 2 12 Nusa Tenggara Timur 15 23 Sulawesi Utara 13
2 Jawa Timur 6 13 Nusa Tenggara Barat 8 24 Sulawesi Tenggara 25
3 Jawa Tengah 5 14 Aceh 20 25 Kalimantan Tengah 31
4 Sumatera Utara 11 15 Kalimantan Barat 29 26 Bengkulu 18
5 Banten 4 16 Bali 7 27 Kepulauan Riau 10
6 DKI Jakarta 1 17 Kalimantan Selatan 16 28 Maluku 27
7 Sulawesi Selatan 12 18 Kalimantan Timur 30 29 Kep Bangka Belitung 21
8 Lampung 9 19 DI Yogyakarta 3 30 Sulawesi Barat 22
9 Sumatera Selatan 19 20 Jambi 24 31 Gorontalo 17
10 Riau 23 21 Papua 32 32 Maluku Utara 28
11 Sumatera Barat 14 22 Sulawesi Tengah 26 33 Papua Barat 33
2
Gambar 1-10. Kepadatan penduduk (orang/km ) di 33 provinsi Tahun 2010
(http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&
notab=2 ; http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_provinsi_Indonesia)
Pendahuluan | 19
14440
2
a. Jumlah penduduk (juta orang) dan kepadatan (orang/km )
2
b. Jumlah penduduk (juta orang) dan kepadatan (orang/km )
Keterangan Gambar a dan Gambar b: No di axis horizontal merujuk provinsi, dan no setelah prov
merujuk rangking
No Provinsi No Provinsi No Provinsi
1 Jawa Barat 2 12 Nusa Tenggara Timur 15 23 Sulawesi Utara 13
2 Jawa Timur 6 13 Nusa Tenggara Barat 8 24 Sulawesi Tenggara 25
3 Jawa Tengah 5 14 Aceh 20 25 Kalimantan Tengah 31
4 Sumatera Utara 11 15 Kalimantan Barat 29 26 Bengkulu 18
5 Banten 4 16 Bali 7 27 Kepulauan Riau 10
6 Jakarta 1 17 Kalimantan Selatan 16 28 Maluku 27
7 Sulawesi Selatan 12 18 Kalimantan Timur 30 29 Kep Bangka Belitung 21
8 Lampung 9 19 Yogyakarta 3 30 Sulawesi Barat 22
9 Sumatera Selatan 19 20 Jambi 24 31 Gorontalo 17
10 Riau 23 21 Papua 32 32 Maluku Utara 28
11 Sumatera Barat 14 22 Sulawesi Tengah 26 33 Papua Barat 33
2
Gambar 1-11. Jumlah penduduk (juta) dan kepadatannya (orang/km )
di 33 Provinsi Tahun 2010
20 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Laju penduduk kota (%) dan laju penduduk Indonesia (%) ditunjukkan
dalam Gambar 1-12 serta persentase jumlah penduduk kota terhadap total
ditunjukkan Gambar 1-13.
4% 20%
3% 15%
2% 10%
1% 5%
0% 0%
0 0 0 0 0
6 7 8 9 0
9 9 9 9 0
1 1 1 1 2
- - - - -
0 1 1 0 0
5 6 7 8 9
9 9 9 9 9
1 1 1 1 1
geologi tertarik dengan sejarah bumi melalui jutaan tahun (Wohl, 1998; Simons
& Senturks, 1992).
Hal-hal yang berkaitan dengan DAS antara lain:
Batuan atau rock (litologi), stratigrafi, struktur. Air di batuan ini disebut
sebagai groundwater (air tanah).
Tanah atau soil yang merupakan produk dari hancurnya batu2-an akibat
pelapukan (weathering) menjadi partikel mineral dan pembusukan zat
organik selama lebih dari ratusan atau ribuan tahun (Taylor, 2005; Kodoatie &
Sjarief, 2010). Air di daerah ini disebut sebagai soil water (air tanah).
Vegetasi dan laju pertumbuhan tanaman ( plant ).
Land use atau tata guna lahan.
Luas dan kemiringan lahan.
Erosi lahan
Hal-hal yang berkaitan dengan morfologi sungai antara lain:
arah aliran
penumpukan
sedimen
(agradasi)
tikungan luar
tikungan dalam terjadi gerusan
tebing
arah aliran
tikungan luar
kolam/ pool
A B ambang sungai
tengah (middle bar )
C D
ambang sungai
( point bar ) di
tikungan dalam
B
A tikungan
alternate bar
C
D
bagian terdalam
sungai/thalweg
a. denah
b. potongan memanjang
gunung
hulu
DAS
transisi/tengah sungai
hilir
Gambar 2-3. Sungai dan DAS serta bagian-bagiannya: hulu, tengah dan hilir
Seiring dengan waktu terjadi pemotongan meander sungai yang menjadi
cekungan terpisah dari sungai dan dinamakan oxbow lake. Contoh oxbow lake
ditunjukkan dalam Gambar 2-4.
58 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Oxbow lake
Sungai utama
nB = 1 nB = 1.7 5 6
1 7
2 3 4
i
g
e
s 4.0
r
e
p Angka 1 s/d 4 merupakan
r
e
t bentuk-bentuk DAS dalam
e 3.0
m Gambar 2-6
o
l 1
i 2
k
r
e
p 2.0
k
i
t
e 3
d
/
3
m1.0
t
i 4
b
e
D
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu (jam)
a. Pengaruh bentuk-bentuk DAS 1 s/d 4 dalam Gambar 2-6 terhadap debit
puncak dan hidrograf
Waktu (jam)
b. Pengaruh bentuk-bentuk DAS 5 s/d 7 dalam Gambar 2-6 terhadap debit
puncak dan hidrograf
62 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
i
g 4.0
e
s
r Angka 1 s/d 7 merupakan
e
p bentuk-bentuk DAS dalam
r
e
t 3.0 Gambar 2-6
e
m 1
o
l
2
i
k
r
e 2.0
p
k
i
t 3 5
e
d
/
3
7
m 1.0 4
t
i
b
e
D 6
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu (jam)
c. Pengaruh bentuk-bentuk DAS 1 s/d 7 (gabungan Gambar 2-7 a dan b) dalam
Gambar 2-6 terhadap debit puncak dan hidrograf
0 75 km
B
C
0 30km
A = DAS Kahayan
A
dalam WS Kahayan
A dan B WS Kahayan
WS BARITO
B = DAS Sebangan
B
dalam WS Kahayan
2.4.1 Umum
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air atau perjalanan air yang
tidak pernah berhenti dari atmosfer (ruang udara) ke bumi dan kembali lagi ke
atmosfir. Di darat air mengalir baik di permukaan bumi maupun di dalam bumi
(ruang darat) menuju laut (ruang laut) secara terus menerus dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah secara gravitasi. Di atmosfir
perjalanannya melalui melalui evaporasi (E), transpirasi (T), evapo-transpirasi
(ET), kondensasi, presipitasi (hujan).
Siklus hidrologi ditunjukkan dalam Gambar 2-9 (Chorley, 1978; Chow dkk.,
1988; Maidment, 1993; Grigg, 1996; Mays, 2001; Viessman & Lewis, 2003;
Kodoatie & Sjarief, 2007 dan 2010; Kodoatie dkk., 2008; Kodoatie, 2012 dengan
modifikasi).
Contoh siklus hidrologi (sederhana) dalam skala regional untuk suatu DAS
ditunjukkan Gambar 2-10.
Rekayasa Banjir | 67
Laut Jawa
1. Evaporasi 1. Evaporasi
Hujan Run-off
2. ET
2. ET Hulu
Hulu
Aliran sungai
Tengah
Batas DAS
S. Serayu dan 2. ET Serayu
anak-anak
Hilir sungainya
muara
Samudra
Indonesia
Gambar 2-10. Contoh siklus hidrologi dalam skala regional atau lokal di suatu
DAS dan dipilih DAS Serayu (Jawa Tengah)
DAS A
0 50 100km
dimana:
C = koefisien run-off (dari tabel atau dengan rumus) besarnya antara 0 – 1.
I = intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)
2
A = luas daerah aliran (km )
3
Q = debit maksimum (m /detik)
Asumsi-asumsi metode ini (Chow dkk., 1988; Loebis, 1984):
batas DAS
sungai
Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km², dan
Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km²
Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5000 ha (50 km2)
dengan persamaan dasarnya adalah:
Q C * * q * A 2-2
dimana:
C = angka pengaliran atau koefisien run-off (tak berdimensi)
Rekayasa Banjir | 71
= koefisien reduksi
3 2
q = curah hujan terpusat maksimum di DAS (m/det dari m /det/km )
2
A = luas daerah aliran (km )
3
Q = hujan maksimum (m /det)
Q n * * qn * A 2-3
dimana:
4.1
1 2-4
q 7
120 tt19 A
2-5
120 A
Rn 67.65
qn 2-6
240 t 1.45
0.125 0.25
t 0.25LQ I 2-7
dimana:
3
Q n = debit banjir (m /det) dengan kemungkinan tak terpenuhi n%
Rn = curah hujan harian maksimum (mm) dengan kemungkinan tak
terpenuhi n%
= koefisien limpasan air hujan (angka pengaliran atau koefisien run-off (tak
berdimensi)
= koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
qn = debit persatuan luas dari hasil perhitungan curah hujan maksimum Rn
3 2
(m /det/km ).
2 2
A = luas daerah aliran (km ) sampai 100 km
t = lamanya curah hujan (jam)
saat-saat kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit
puncak waktu konsentrasi Metode Melchior.
L = panjang sungai (km)
I = Kemiringan rata-rata sungai (gradien sungai) atau medan. I ditentukan
dengan cara yang sama seperti pada Metode Melchior. Sepuluh persen
hulu (bagian tercuram) dari panjang sungai dan beda tinggi tidak
dihitung.
72 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
100
90
80 R = 80 mm
70
60
50
40
30
1
0
0 2
20 0
. 0 3
0 0 0 5
= 0
. 0 0
1 0 0 0
. 0 1
0 . 0 0
0 . 2
0 0 3
0
. 0 5
0 0 . 0 1
0 0
. 0
0 . 2
0 0 . 3 5
0 0
.
0 0
. 1
.
0 0
10
9
8
7
3
2
m
k
m
a
l
a 2
d
A
1
2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
3
Q dalam m /dt
100
90
80
R = 120 mm
70
60
50
40
30
1
0
0 2
0
. 0 3
20 0 0 0
= 0
. 0 0 5
1 0 0 . 0 1
0 0 . 0
0 0 . 0 2
0 0 3
. 0 5
0 0 . 0 1
0 0
. 0 2
0 0 . 0
. 3 5
0 0
. 1
0 0
.
0 0 .
10
9
8
2 3
m
k
m
a
l
a
d 2
A
1
4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300
3
Q dalam m /dt
100
90
80
R = 160 mm
70
60
50
40
30
1
20 0
0
0
. 2
0 0 3
0 0
= 0 5
. 0 0
1 0 0 . 0
0 0 1
. 0
0 0
. 2
0 0 0 3
. 0 5
0 0 . 0 1
0 0 . 0
0 0 . 2 3
0
.
. 5
0 0
10 0 0
. 1
0 0 .
9
8
7
6
2
3
m
k
m
a
l
a
d
2
A
1
6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400
3
Q dalam m /dt
100
90
80
R = 200 mm
70
60
50
40
30
1
0
0 2
0
. 0 3
0 0 0
= 0
. 0 0 5
1 0 0 . 0 1
20 0 0 0 2
. 0
0 . 0
0 0 3
. 0 5
0 0 . 0 1
0 0 . 0 2
0 0 . 0
. 3 5
0 0
.
0 0
. 1
.
0 0
10
9
8
7
2
m
3
k
m
a
l
a
d
2
A
1
8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600
3
Q dalam m /dt
100
90
80
R = 240 mm
70
60
50
40
30
20
10
9
8
7
2
3
m
k
m
a
l
a
d
2
A
1
10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600 800
3
Q dalam m /dt
Q * * q* A 2-10
dimana:
3
Q = debit maksimum (m /detik)
= koefisien limpasan air hujan (angka pengaliran atau koefisien run-off (tak
berdimensi) tergantung tata guna lahan seperti dalam Tabel 2-1.
= angka reduksi (tak berdimensi)
3 2
q = intensitas hujan terpusat maksimum di DAS m /det/km .
2
A = luas DAS (km )
Pada mulanya Melchior menganjurkan harga –harga koefisien limpasan air
hujan α berkisar antara 0,41, 0,52, 0,62 dan 0,75 (Soebarkah, 1980) dan lebih
spesifik 0,52. Harga – harga ini ternyata sering terlalu rendah dan dianjurkan
memakai harga dalam Tabel 2-1. yang diambil dari metode kurve bilangan US
Soil Conservation Service (US SCS) dan antara lain diterbitkan dalam USBR
Design of Small Dams (KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/ 1986).
Tabel 2-1. Besarnya nilai untuk berbagai jenis tata guna lahan
Kelompok hidrologis tanah
No. Tanah Penutup
C D
1. Hutan lebat (vegetasi dikembangkan dengan baik) 0,60 0,70
2. Hutan dengan kelebatan sedang (vegetasi 0,65 0,75
dikembangkan dengan cukup baik)
3. Tanaman ladang dan daerah-daerah gundul (terjal) 0,75 0,75
Kelompok C:
Tanah dengan laju infiltrasi rendah pada saat dalam keadaan sama sekali basah,
terutama terdiri dari tanah yang lapisannya menghalangi gerak turun air dengan tekstur
agak halus sampai halus. Laju transmisi air jenis tanah ini sangat lambat.
Kelompok D:
(Potensi limpasan air hujan tinggi), tanah dengan laju infiltrasi sangat rendah, terutama
terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang (expansive) yang tinggi, tanah
dengan muka air tanah yang tinggi dan permanen, tanah dengan lapis lempung penahan
(claypan) atau dekat permukaan serta tanah dangkal diatas bahan yang hampir kedap
air. Laju transmisi air jenis tanah ini sangat lambat.
dimana
hf = kehilangan energi akibat gesekan pada aliran pipa (m)
f = faktor gesekan
L = panjang pipa (m)
v = kecepatan rata-rata aliran (m/detik)
2
g = gravitasi (m/detik )
D = diameter pipa (m)
Besarnya diameter pipa D sama dengan 4 kali jari-jari hidraulik R, atau kita
tulis D = 4R. Dengan h f = Sf L maka
8S f gR
f 2
2-19a
v
Dalam bentuk Bilangan Froude, faktor gesekan f dapat ditulis menjadi
8S f
f 2-19b
Fr
v 8
2-20
u* f
Fr 8
2-21
S f f
C c* g 2-22
dimana
C = koefisien Chezy (berdimensi L1 2 T )
c* = koefisien Chezy tak berdimensi
Kecepatan rata-rata aliran dapat ditulis
v C RS f c* gRS f 2-23
o
u* gRS f 2-24
3. Koefisien Kekasaran n Manning.
1 23 12
v R S f 2-25a
n
dalam sistem metrik (SI unit ) atau
1.49 23 12
v R S f 2-25b
n
dalam sistem satuan Inggeris.
Persamaan 2-25 dikenal dengan nama Persamaan Manning. Persamaan in
berlaku bila y/ds > 100.
Dari penggabungan persamaan-persamaan tersebut dapat ditulis
8 8g
c* , C , 2-26a
f f
104 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
R1 6
16
1.49R
C (SI unit ) dan C dalam satuan Inggris 2-26b
n n
bentuk non-konservatif
vy y y v y
0 atau 0 v y kontinuitas 2-28a
x t x x t
y v v 1 v
S f S o momentum 2-28b
x g x g t
Untuk notasi lihat notasi Gambar 2-22. Jenis aliran pada saluran terbuka
ditunjukkan dalam Gambar 2-25.
Rekayasa Banjir | 105
vy y
0
x t
y v v 1 v
S f So
x g x g t
aliran lewat
pintu bendung
(sluice) loncatan
hidraulik
hidraulic
drop
d. aliran tidak tunak berubah perlahan e. aliran tidak tunak berubah cepat
Gambar 2-26. Tipe aliran pada saluran terbuka (Chow, 1959)
A Q A Q A Q Q1
0 atau atau 2 2-29
t x t x t x
kondisi 1:
2 muka air konstan, atau
kondisi tunak di mana Q 1 =Q 2
1 konstan
3
kondisi 2:
ada kenaikkan muka air,
Q1=Qin control berarti Q 1 lebih besar Q 2
Q2=Qout
vol ume atau inflow > outflow
Kondisi 3:
1 2 kebalikan dari kondisi 2
x
Gambar 2-27. Penjelasan persamaan kontinuitas
Pada kondisi tidak tunak besarnya Q 1 Q 2 (lihat Gambar 2-27), ada dua
kemungkinan:
1) Bilamana Q 1 > dari Q 2 maka ada tambahan Q pada control volume di
potongan 1 –2, berarti pula bahwa muka air akan mengalami kenaikan.
2) Apabila Q 1 < Q 2 maka ada pengurangan Q, sehingga muka air akan turun.
Persamaan umum momentum untuk yang non konservatif (dengan asumsi
lebar B tetap sepanjang saluran).
Rekayasa Banjir | 107
y v2 2g 1 v
S f So momentum 2-30
x x g t
Perbedaan kemiringan geser S f , kemiringan muka air Sw dan kemiringan
dasar saluran So pada suatu jarak x tertentu ( x) dipengaruhi oleh:
v g
2
t -v /2g
x
2
v /2g
H Sw =-y/x
z
So=-z/x
dvy
0 2-31a
dx
dy v dv
S f S o 2-31b
dx g dx
Catatan:
vy y
0 adalah diferensial parsial ke arah x dan waktu t maka notasi
x t
derevatifnya ditulis , bila hanya ke satu derivatif misal arah x maka
x t
d vy y
notasinya berubah . Sehingga bila 0 derifatif ke waktu t = 0
dx x t
vy dvy
maka 0 dan notasinya harus ditulis 0
x dx
Persamaan 2-31 bisa lebih disederhanakan lagi untuk beberapa jenis aliran
tunak (steady flow ). Penyederhanaan meliputi:
1. Aliran seragam tunak (steady uniform flow )
2. Aliran tidak seragam tunak (steady non-uniform flow ), terbagi atas 2, yaitu:
2a.Aliran berubah cepat tunak ( steady rapidly varied flow )
2b.Aliran berubah perlahan tunak ( steady gradually varied flow )
So S f 0 2-32b
kemiringan geser Sf , kemiringan muka air Sw dan kemiringan dasar saluran S o
sejajar sepanjang aliran atau Sf // Sw // So.
Rekayasa Banjir | 109
250 m
5m
Persamaan dasar aliran berubah cepat tunak ( steady rapidly varied flow )
adalah:
dvy
0 2-33a
dx
c. bendung
(sumber: Dinas PSDA Prov Jateng, 2010 dan Kodoatie, 2006)
Gambar 2-30. Contoh aliran berubah cepat tunak
Di mana
3
Q = debit yang keluar dari pintu air (pintu bendung atau pintu saluran) (m /dt)
cd = koefisien debit bisa diambil cd = 0,61 (Kodoatie, 2009; Hicks, 1990) cd
sering disebut Koefisien Debit Rehbock sebagai penemu Tahun 1929.
b = lebar pintu (m)
h = tinggi muka air di pintu air (m)
Rekayasa Banjir | 111
dvy
0 2-34a
dx
Atau
dH = - Sf dx 2-34c
Sungai besar
a. pada pertemuan sungai besar dan kecil (terjadi aliran balik/ back water )
112 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
hilir
hilir bendung
laut
A
Arah aliran sungai, saat laut
surut dan pasang
d. Detail A Gambar c.
Gambar 2-31. Contoh aliran berubah perlahan tunak
(sumber: Dinas PSDA Prov Jateng, 2010; Kodoatie, 2010c)
Rekayasa Banjir | 113
Gelombang pecah
pada tebing sungai
banyak gelombang
banyak gelombang
Arah aliran
Kondisi tanah
sebelum hujan turun
Selokan (gully )
Aliran selokan
e. Sungai kecil
Sungai besar
Sungai kecil
menuju
sungai besar
Sungai kecil
Proses aliran dari mulainya hujan sampai pada terjadinya gully umumnya
terjadi pada upland (daerah hulu/atas) suatu DAS.
Proses aliran lembaran (sheet flow ) secara hidraulik dapat dijelaskan dalam
Gambar 2-34.
y
permukaan tanah
Tahap ini terjadi pada permukaan tanah daerah tangkapan air atau daerah
aliran sungai ketika hujan dengan intensitas mulai turun merata.
Persamaan dasarnya adalah penyederhanaan persamaan kontinuitas dan
momentum (dengan B konstan) seperti berikut ini.
y
i dan So S f 2-36a
t
Dimana dimensi intensitas hujan biasanya mm/jam
Kenaikan muka air hanya tergantung dari intensitas hujan dan waktu.
Biasanya ini hanya terjadi beberapa saat saja pada waktu hujan mulai turun.
Tahap akhir
Sesudah mencapai ketinggian muka air tertentu persamaan kontinuitas dan
momentumnya (dengan melihat Gambar 2-34) menjadi
dvy dy
i S o S f 2-36b
dx dx
v y
v g gSo S f 2-36c
x x
Secara umum pada tahap akhir aliran lembaran dapat dikatakan
merupakan aliran tunak tidak seragam (steady non uniform flow ).
2. Penelusuran tampungan/waduk (reservoir routing)
y vy A Q
0 atau 0 2-37
t x t x
Persamaan 2-37 dapat ditulis menjadi
Ax dS dS
Q atau Q 1 Q 2 atau inflow-outflow 2-38
t dt dt
t (detik)
Inflow = Qin
Waduk = dS
dt
Ax dS
Q atau Qin Qout
Pelimpah/spillway t dt
Outflow =Qout
y vy
0 So S f 2-39
t x
Contoh untuk kasus ini adalah flood routing dalam sungai. Hasil analisis
penelusuran banjir diilustrasikan dalam Gambar 2-37.
inflow
Q y (stage)
3
(m /dtk) outflow (m)
3
waktu t (dtk) Q (m /d)
y vy dy
0 dan So S f 2-40
t x dx
Contoh untuk kasus ini adalah flood routing dalam saluran terbuka dengan
faktor difusive (dy/dx) ikut berperan. Hasil analisis penelusuran banjir
diilustrasikan dalam Gambar 2-38.
outflow
Q inflow
3
(m /d)
y (stage) (m)
2 1
3
Q2 Q 1 Qmax Q(m /dtk)
Q pada y max
b. Hubungan debit dengan tinggi muka air sungai awal sampai akhir banjir
Gambar 2-38. Contoh hasil analisis penelusuran banjir gelombang difusive
pada saluran terbuka
Gambar 2-38 menunjukkan perbedaan kurva Q –y gelombang kinematik dan
gelombang difusive. Pada gelombang kinematik kurva Q –y berbentuk garis
(lumped curve), sedangkan gelombang difusive (maupun gelombang dinamik)
membentuk suatu loop. Pada potongan 1 –2, hanya ada satu hubungan Q –y
untuk gelombang kinematik, namun pada potongan 1 –2 , untuk harga y1 = y2
debitnya tidak sama (Q 1>Q 2). Loop terjadi bilamana dy/dx pada Persamaan 2-40
> So. Kondisi ini juga menunjukkan pada debit maksimum Q max kedalaman airnya
y tidak maksimum, demikian juga pada kedalaman air maksimum y max debitnya
Qnya tidak maksimum.
4.b. Aliran berubah cepat tidak tunak (unsteady rapidly varied flow )
228 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Pada suatu sungai perlu adanya flood warning system, terutama untuk
sungai yang melewati daerah yang padat penduduk dan mempunyai sifat banjir
yang membahayakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerugian akibat
banjir yang lebih besar. Pada tingkat awal untuk flood warning system adalah
peramalan akan datangnya banjir. Untuk mengetahui terhadap datangnya
banjir, dapat diketahui dengan cara yang sederhana melalui gejala alam yang
terjadi. Misalnya, banyak serangga yang keluar dari persembunyian/dalam
tanah, suara katak yang riuh bersahutan, dsb. Cara ini biasanya diketahui baik
oleh penduduk setempat dan akan mempersiapkan segala persiapan untuk
menghadapi hal-hal yang membahayakan dari banjir. Berdasarkan
perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin modern dan bahaya banjir
yang semakin meningkat, maka perlu adanya peramalan datangnya banjir
secara tepat dan cepat. Maka secara teknis dapat dilakukan antara lain:
1. Pengamatan tinggi muka air pada pos-pos pengamat
Cara ini dilakukan dengan melakukan pengamatan tinggi muka air sungai
pada beberapa pos pengamatan tinggi muka air sungai. Pos duga muka air
sungai diperlukan minimum 2 buah, pertama pos duga di sebelah hulu dan pos
kedua pada daerah yang diamankan. Pada kedua pos tersebut mempunyai
hubungan tinggi muka air sungai dan debit banjir yang berupa tabel atau grafik.
Jadi apabila tinggi muka air banjir pada pos di hulu diketahui, dapat
menentukan besarnya tinggi muka air banjir dan debit banjir yang akan datang
dan waktu tiba banjir pada pos di sebelah hilir. Pembacaan pada pos tersebut
dapat dilakukan secara manual ataupun automatik.
Manajemen Banjir | 229
Keterangan:
Garis Pemberitaan untuk SIAGA – I
Garis Pemberitaan untuk SIAGA – II
Garis Pemberitaan untuk SIAGA – III
Garis Pemberitaan untuk keadaan tak
berfungsinya bangunan pengendalian banjir atau
(tanggul limpas, putus) sehingga menimbulkan
bencana
Gambar 3-24. Bagan alur pemberitaan banjir
Manajemen Banjir | 231
3.7.10 Asuransi
Asuransi bencana banjir merupakan asuransi spesifik yang menanggung
penggantian kerugian akibat bencana banjir (http://en.wikipedia.org/wiki/
Flood_insurance). Umumnya untuk menganalisis besar atau nilai asuransi dasar
perhitungannya ada dua, yaitu: debit banjir yang terjadi dan daerah genangan
banjir akibat debit tersebut. Untuk debit banjir rencana analisisnya berdasarkan
periode ulang banjir yang terjadi dan sudah dijelaskan dalam Sub-Bab 2.5.
Daerah genangan banjir dikaji berdasarkan peta topografi dan peta tata guna
lahan.
Manajemen Banjir | 233
Di Thailand, asuransi ini sudah dipakai dan ini dapat dilihat dari tanggungan
asuransi yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi dari Swiss (Swiss
Reinsurance Company) pada banjir besar yang terjadi pada Tahun 2011.
Perusahaan diperkirakan akan menanggung nilai kerugian banjir antara US$ 8 –
11 miliar atau Rp. 72 – 99 triliun (http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/
2011/12/ 111206_thailandflood.shtml).
Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra menyatakan kerugian yang
terjadi sebesar $42 miliar dolar AS (Rp. 420 Triliun) akibat bencana banjir yang
berlangsung lebih dari empat bulan. Bencana ini merupakan bencana terburuk
dalam 50 tahun. Bencana ini juga menunjukkan akibat dari konflik ruang
terbuka hijau dan ruang terbangun dimana Pemerintah Thailand akan segera
melakukan gerakan penghijauan untuk antisipasi ke masa yang akan datang
(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/12/09/103831).
Secara sederhana perhitungan daerah yang mendapatkan kerugian banjir
ditunjukkan dalam Gambar 3-26.
Dari Gambar 3-26 dapat dilihat suatu daerah kota yang mengikuti asuransi
banjir untuk debit banjir rencana Q 25 dan Q 50. Pengertian debit banjir rencana
sudah dijelaskan dalam Sub-Bab 2.5.
Bilamana terjadi banjir dengan periode ulang 25 tahun (Q 25) maka daerah A
akan tergenang dan akan mendapatkan klaim asuransi sesuai dengan
kesepakatan antara pihak asuransi dan masyarakat setelah dilakukan
perhitungan dan analisis detail. Bilamana ada banjir yang lebih besar misal
234 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
dengan periode ulang 50 tahun (Q 50) maka daerah A akan mendapatkan klaim
asuransi yang lebih besar dibandingkan dengan Q 25 dan daerah B akan
mendapatkan klaim asuransi juga.
Di Indonesia asuransi ini belum populer bahkan (mungkin) belum dipakai
dalam perencanaan tata guna lahan. Di negara-negara maju ( developed
country ) sudah dipakai dan dimanfaatkan masyarakat untuk perlindungan harta
benda ( property ) yang dimiliki.
Karena peristiwa banjir hampir selalu berulang setiap tahun dan cenderung
meningkat terutama di perkotaan yang padat penduduknya maka masyarakat
perlu diperkenalkan tentang asuransi banjir. Karena pada prinsipnya lokasi,
besaran banjir, tinggi dan lamanya genangan dapat dihitung dan dianalisis
secara kuantitatif.
Sosialisasi tentang asuransi banjir ini perlu dilakukan secara kontinyu dan
terus menerus oleh pemerintah baik Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
BAB 4.KOTA DAN PERKOTAAN
4.1. Kota, Perkotaan dan Kawasan Perkotaan
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh
kumpulan rumah-rumah atau bangunan gedung yang mendominasi tata
ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan
warganya secara mandiri. Pengertian kota sebagaimana yang diterapkan di
Indonesia mencakup pengertian town dan city dalam Bahasa Inggris. Selain itu,
terdapat pula kapitonim "Kota" yang merupakan satuan administrasi negara di
bawah provinsi (http://id. wikipedia.org/wiki/Kota). Kota dibedakan secara
kontras dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan
penduduk, kepentingan, atau status hukum. Desa atau kampung didominasi
oleh lahan terbuka misal sawah, ladang, kebun dan bukan pemukiman,
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota).
Kota (city ) adalah pemukiman (settlement ) permanen yang relatif besar.
Kota (town) adalah pemukiman manusia (human settlement ) lebih besar dari
desa (village) tapi lebih kecil dari city . Pengertian ukuran pemukiman ini
bervariasi di dunia. Contoh untuk small town di Amerika dianggap oleh orang
Inggris tak lebih dari desa ( village). Sementara small town di Inggris akan
dikualifikasikan sebagai city di Amerika. Tak ada persetujuan atau pengertian
yang sama bagaimana city berbeda dengan town dalam arti bahasa Inngris
umum, namun banyak kota (city ) mempunyai admistrasi khusus, status legal
atau status historis berdasar hukum lokal maupun regional dan nasional
(http://en.wikipedia.org/wiki/City; http://en.wikipedia.org/wiki/Town).
Untuk kota dengan terjemahan city maka orang-orang yang tinggal di kota
adalah citizen sedangkan kota (tow n) ada istilah downtown yang lebih kecil atau
bagian dari suatu kota ( city ). Contoh yang cukup dikenal dan umumnya ada di
kota adalah China Town yang dihuni dominan oleh orang-orang Cina.
Downtown merujuk pada pusat kota atau suatu wilayah (distrik) bisa pusat
bisnis dan bisa juga pusat pemerintahan (http://en.wikipedia.org/wiki/
Downtown). Contoh kota ditunjukkan dalam Gambar 4-1.
Kota dalam pengertian umum adalah suatu daerah terbangun yang
didominasi jenis penggunaan tanah non-pertanian dengan jumlah penduduk
dan intensitas penggunaan ruang yang cukup tinggi. Kota dalam pengertian
administrasi pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu suatu bentuk
pemerintahan daerah yang mayoritas wilayahnya merupakan daerah
236 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
a. Contoh 1 Kota
penduduk baik tersebar maupun terpusat. Kota adalah suatu produk sekaligus
proses. Di dalam proses tersebut perlu diperhatikan watak kota sebagai jaringan
yang bersifat struktural maupun spasial pada semua tingkatan. Di dalam
jaringan tersebut semuanya terkait satu dengan yang lain, dimana semua
parameter saling mempengaruhi arus balik (Zahnd, 1999). Kota sebagai suatu
proses adalah dapat dikatakan bahwa kota akan terus berkembang karena laju
urbanisasi yang meningkat. Mayer melihat kota sebagai tempat bermukim
penduduknya dimana dibutuhkan beberapa infrastruktur seperti rumah tinggal,
jalan raya, rumah ibadat, kantor, taman, kanal dan sebagainya.
Aspek-aspek dalam lingkungan kehidupan perkotaan (urban area) yang
dibahas seperti aspek perkonomian, aspek pertumbuhan ekonomi regional,
aspek administrasi pemerintahan, maupun aspek lainnya lainnya. Sebagai
contoh, lingkungan kehidupan perkotaan dari aspek perekonomian mempunyai
ciri non agraris yang membedakan desa dan kota, dimana desa adalah
lingkungan kehidupan pedesaan yang berciri agraris (Sinulingga, 2005). Dari
aspek pertumbuhan ekonomi regional, kota dibagi per wilayah berdasarkan
pengaruh ekonomi. Perwilayahan ini mengenal adanya beberapa pusat
pertumbuhan (growth centre) dengan wilayah yang berada di bawah
pengaruhnya yang dinamakan ( hinterland , daerah belakang) (Sinulingga, 2005).
Jadi dalam perwilayahan ini ditemukan beberapa pusat pertumbuhan yang
biasanya adalah kota-kota yang terdapat dalam wilayah ekonomi ini, saling
bergantung satu sama lain dan membentuk suatu hirarkis dalam wilayah
ekonomi tersebut.
Dari aspek administrasi pemerintahan dikenal kota secara herarki yaitu
ibukota negara, ibukota provinsi, ibukota kabupaten, kota dan ibukota
kecamatan.
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang membutuhkan ruang tertentu
untuk melakukan kegiatan. Beberapa contoh misalnya ruang berjalan untuk
pergerakan, ruang parkir untuk memarkir mobil, perumahan dan permukiman,
perkantoran, tempat perdagangan, daerah industri jalan raya, terminal, taman,
dll. Dalam hal ini, ruang dapat diartikan sebagai tempat atau wadah seseorang
atau banyak orang untuk melakukan kegiatan, atau secara fungsional ruang
dapat diartikan sebagai tempat atau wadah yang dapat menampung sesuatu
(Kodoatie & Sjarief, 2010).
Pengertian kota dari segi geografi kota adalah sebagai suatu sistem jaringan
kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang
materialistis, dan dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang
238 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Urbanisasi menjadi proses kehidupan dimana – mana yang tidak sama
tingkatannya, baik kecepatan maupun kepadatannya. Dengan jalinan
komunikasi maka proses urbanisasi menjadi semakin cepat terjadi, namun
urbanisasi sebagai proses secara alamiah hasilnya tidak merata, bahkan
menciptakan kesenjangan (Soetomo, 2009).
Keberadaan kota-kota atau pusat-pusat tersebut dapat diibaratkan sebagai
orang-orang yang duduk di sekeliling dari suatu meja makan, dengan demikian
selat, teluk dan lautan itu dapat diibaratkan pula sebagai suatu meja makan
atau meja pembangunan. Pada masing-masing meja tersebut terjadi interaksi
keterkaitan kegiatan-kegiatan pembangunan antara wilayah pada daratan suatu
pulau dengan wilayah daratan pada pulau lain yang dilakukan melintasi perairan
yang berbentuk selat, teluk dan lautan. Karena interaksi keterkaitan antar ruang
tersebut menyangkut kegiatan pembangunan, maka selat, teluk dan lautan itu
merupakan meja-meja pembangunan (Adisasmita, 2006).
Pada sensus 1990, Biro Pusat Statistik telah membuat batasan untuk
menilai 66.000 desa (pengertian administrasi) untuk digolongkan menjadi
perkotaan atau pedesaan. Untuk dapat digolongkan perkotaan maka setiap
desa harus mempunyai (Sinulingga, 2005):
2
a. Kepadatan penduduk di atas 500 orang per km .
b. Rumah tangga yang terlibat dengan kegiatan pertanian kurang dari 25%.
c. Memiliki lebih dari 8 fasilitas pekotaan seperti: listrik, air bersih, sekolah
menengah, bioskop, pasar, bank, kantor pos dan lain-lain.
240 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan. Pasar merupakan titik fokus dari
sesuatu kota. Pada waktu dulu pasar merupakan daerah yang terbuka, di
mana para petani dan pengrajin membawa barang-barangnya dan
melaksanakan perdagangan secara barter atau tukar barang dengan barang.
Kemajuan di bidang transportasi dan digunakannya sistem uang, maka sistem
barter ini menjadi jual-beli.
Tempat-tempat untuk parkir. Daerah-daerah pusat kegiatan di kota ini dapat
hidup karena adanya jalur jalan, alat pengangkutan sebagai wadah arus
penyalur barang dan manusia. Kendaraan-kendaraan pengangkut barang
maupun pengangkut orang tidak selalu dalam keadaan bergerak terus, tetapi
berhenti di tempat-tempat tertentu.
Tempat-tempat kantor dan perkantoran.
Tempat-tempat industri (misal pabrik)
Tempat-tempat ibadah: mesjid, gereja, puri, klenteng, candi
Tempat-tempat rekreasi dan olah raga. Tempat rekreasi dan olah raga di kota
ini atau di desa adalah penting bagi manusia.
Sebagai ciri sosial dapat dikemukakan sebagai berikut (Bintarto, 1984):
1. Sistem
sistem wilayah (sekitar
kota/perkotaan
sistem internal perkotaan
pertambangan minyak dan gas bumi lepas pantai, serta kawasan yang
menjadi lokasi instalasi tenaga nuklir.
4. Kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, antara lain, adalah
kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup, termasuk kawasan
yang diakui sebagai warisan dunia seperti Taman Nasional Lorentz, Taman
Nasional Ujung Kulon, dan Taman Nasional Komodo.
Nilai strategis kawasan tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan
kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah.
Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
Rencana rinci tata ruang merupakan penjabaran rencana umum tata ruang
yang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis yang penetapan
kawasannya tercakup di dalam rencana tata ruang wilayah yang berisi
operasionalisasi rencana umum tata ruang yang dalam pelaksanaannya tetap
memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga muatan rencana masih dapat
disempurnakan dengan tetap mematuhi batasan yang telah diatur dalam
rencana rinci dan peraturan zonasi yang disusun sebagai perangkat operasional
rencana umum tata ruang
Rencana rinci tata ruang terdiri atas:
1. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional yang merupakan rencana rinci untuk Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
2. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi yang merupakan rencana rinci
untuk rencana tata ruang wilayah provinsi
3. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan
strategis kabupaten/kota yang merupakan rencana rinci untuk rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota
dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
Ilustrasi skema perencanaan penataan ruang ditunjukkan dalam Gambar
4-19.
Kota dan Perkotaan | 271
Prov.
Indonesia
DIY
Kab.
Kota Demak
Semarang
Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan
skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan. Efektivitas penerapan rencana tata ruang sangat
dipengaruhi oleh tingkat ketelitian atau kedalaman pengaturan dan skala
peta dalam rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang yang mencakup
wilayah yang luas pada umumnya memiliki tingkat ketelitian atau kedalaman
pengaturan dan skala peta yang tidak rinci. Oleh karena itu, dalam
penerapannya masih diperlukan perencanaan yang lebih rinci. Apabila
perencanaan tata ruang yang mencakup wilayah yang luasnya memungkinkan
Kota dan Perkotaan | 273
Peruntukan Ruang
Untuk Kegiatan:
Kaw. Hutan
-Pelestarian lingk.
Min 30 % DAS
-Sosial
-Budaya
-Ekonomi
-Hankam (PP)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang
yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem
rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana tata
ruang untuk fungsi pertahanan dan keamanan karena sifatnya yang khusus
memerlukan pengaturan tersendiri. Sifat khusus tersebut terkait dengan adanya
kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan sebagian informasi untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara. Rencana tata ruang yang berkaitan dengan
fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah
mengandung pengertian bahwa penataan ruang kawasan pertahanan dan
keamanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya keseluruhan
penataan ruang wilayah.
Keterpaduan dalam penggunaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan
dengan memperhatikan Sumber Daya Manusia.
Pelindungan fungsi ruang & pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang.
2. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota.
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota merupakan landasan
bagi pembangunan kota yang memanfaatkan ruang. Kebijakan dan strategi
penataan ruang wilayah kota dirumuskan dengan mempertimbangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ketersediaan data dan informasi, serta
pembiayaan pembangunan. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
kota, antara lain, dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing kota dalam
menghadapi tantangan global, serta mewujudkan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dalam kota sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang
Nasional
3. Rencana struktur ruang wilayah kota
Meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan
perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kota. Struktur ruang
wilayah kota merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kota dan
jaringan prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota
yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan
kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya
air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran
sungai. Dalam RTRWK digambarkan sistem pusat kegiatan wilayah kota dan
perletakan jaringan prasarana wilayah yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan pengembangan dan pengelolaannya merupakan
kewenangan pemerintah daerah kota. Rencana struktur ruang wilayah kota
memuat rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam RTRWN dan RTRWP
yang terkait dengan wilayah kota yang bersangkutan.
4. Rencana pola ruang wilayah kota
Meliputi kawasan lindung kota dan kawasan budi daya kota. Pola ruang
wilayah kota merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota, baik
untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi daya yang belum
ditetapkan dalam RTRWN dan RTRWP. Pola ruang wilayah kota
dikembangkan dengan sepenuhnya memperhatikan pola ruang wilayah yang
ditetapkan dalam RTRWN dan RTRWP. Rencana pola ruang wilayah Kota
memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN dan RTRWP
yang terkait dengan wilayah kota yang bersangkutan.
278 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat
lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya
secara luas oleh masyarakat. Distribusi ruang terbuka hijau publik
disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan
memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Secara skematis ruang
terbuka ditunjukkan dalam Gambar 4-22.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau diatur dengan Peraturan Menteri.
9. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.
WK
RTH 30% WK
RTHP RTHPr
> RTNH
20% WK 10% WK
2 3
2
3 dan 1
2
4 dan 1
b. Contoh ruang terbuka dalam tata ruang, keterangan angka lihat Gambar a
(Google Earth)
Gambar 4-22. Ruang terbuka dalam tata ruang
280 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada perubahan kebijakan dan
strategi nasional dan/atau provinsi dan tidak terjadi dinamika internal kota
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kota secara mendasar.
Peninjauan kembali dan revisi dalam waktu kurang dari 10 (sepuluh) tahun
dilakukan apabila strategi pemanfaatan ruang dan struktur ruang wilayah kota
yang bersangkutan menuntut adanya suatu perubahan yang mendasar sebagai
akibat dari penjabaran RTRWN dan/atau RTRWP dan dinamika pembangunan di
wilayah kota yang bersangkutan. Peninjauan kembali dan revisi RTRWK
dilakukan bukan untuk pemutihan penyimpangan pemanfaatan ruang. Dalam
kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala
besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah
kabupaten/kota yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRWK ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. RTRWK ditetapkan dengan
peraturan daerah kota.
Rencana rinci tata ruang yang merupakan rencana detail tata ruang kota
dan rencana tata ruang kawasan strategis kota ditetapkan dengan peraturan
daerah kota. Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan
rencana rinci tata ruang diatur dengan peraturan Menteri.
4.5.5.1 Umum
jaringan pipa air bersih, dan jaringan gas, dan lain-lain) dan jaringan kereta api
maupun jaringan jalan bawah tanah.
Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya termasuk jabaran
dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah.
Program pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan
yang terkait.
Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka
waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang.
Pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah disinkronisasikan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya. Pemanfaatan
ruang dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam
penyediaan sarana dan prasarana.
Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam
lain. Yang dimaksud dengan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain, antara lain,
adalah penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan
sumber daya alam lain yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air,
udara, dan sumber daya alam lain melalui pengaturan yang terkait dengan
pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Dalam
penatagunaan air, dikembangkan pola pengelolaan daerah aliran sungai (DAS)
yang melibatkan 2 (dua) atau lebih wilayah administrasi provinsi dan
kabupaten/ kota serta untuk menghindari konflik antar daerah hulu dan hilir.
Dalam rangka pengembangan penatagunaan diselenggarakan kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan
sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan
sumber daya alam lain. Kegiatan penyusunan neraca penatagunaan tanah,
neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca
penatagunaan sumber daya alam lain meliputi:
Penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara, dan sumber daya alam
lain dan penetapan prioritas penyediaannya pada rencana tata ruang wilayah.
Dalam penyusunan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan air,
neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain,
diperhatikan faktor yang mempengaruhi ketersediaannya. Hal ini berarti
penyusunan neraca penatagunaan sumber daya air memperhatikan, antara lain,
faktor meteorologi, klimatologi, geofisika, dan ketersediaan prasarana sumber
daya air, termasuk sistem jaringan drainase dan pengendalian banjir.
Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan
prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas
pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan
hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Hak prioritas pertama bagi
Pemerintah dan pemerintah daerah dimaksudkan agar dalam pelaksanaan
pembangunan kepentingan umum yang sesuai dengan rencana tata ruang
dapat dilaksanakan dengan proses pengadaan tanah yang mudah.
Pembangunan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau
pemerintah daerah meliputi:
Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah,
ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran
pembuangan air dan sanitasi.
Waduk, bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya.
Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal.
Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir,
lahar, dan lain2 bencana.
Tempat pembuangan sampah.
Cagar alam dan cagar budaya.
Pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.
Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan
prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya. Hak prioritas pertama bagi Pemerintah
dan pemerintah daerah dimaksudkan agar pemerintah dapat menguasai tanah
pada ruang yang berfungsi lindung untuk menjamin bahwa ruang tersebut tetap
memiliki fungsi lindung.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
284 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Hak Masyarakat
1. Mengetahui rencana tata ruang melalui Lembaran Negara atau Lembaran Daerah,
pengumuman, dan/atau penyebarluasan oleh pemerintah misalnya pemasangan peta
RTRW yang bersangkutan pada tempat umum, kantor kelurahan, dan/atau kantor yang
secara fungsional menangani rencana tata ruang tersebut
2. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang yang dapat dilihat dari
sudut pandang eko-sos-bud, dan kualitas lingkungan yang dapat berupa dampak langsung
terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan
3. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Penggantian yang layak
adalah bahwa nilai atau besarnya penggantian tidak menurunkan tingkat kesejahteraan
orang yang diberi penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai
RTRW;
5. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
6. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian.
Kewajiban Masyarakat
1. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
2. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang.
3. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang.
4. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin
agar masyarakat dapat mencapai kawasan yang dinyatakan dalam peraturan perundang-
undangan sebagai milik umum. Yang termasuk dalam kawasan yang dinyatakan sebagai
milik umum, antara lain sumber air dan pesisir pantai. Kewajiban memberikan akses
dilakukan apabila memenuhi syarat berikut:
- untuk kepentingan masyarakat umum
- tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
Peran masyarakat:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang.
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang. Peran masyarakat sebagai pelaksana
pemanfaatan ruang, baik orang perseorangan maupun korporasi, antara lain
mencakup kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata
ruang.
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
BAB 5.KARAKTER BANJIR
DI INDONESIA
5.1. Gambaran Umum Indonesia
Dari sisi luas, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang
mempunyai 17508 pulau besar dan kecil dan 6000 diantaranya tidak
o
berpenghuni. Wilayah Indonesia terbentang antara 6 Garis Lintang Utara
o o
sampai 11 08’ Garis Lintang Selatan sepanjang 1.760 km, dan dari 95 sampai
o
141 45’ Garis Bujur Timur serta terletak antara dua benua yaitu Benua Asia dan
Benua Australia/Oceania. Posisi ini mempunyai pengaruh yang sangat strategis
terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi bahkan keamanan Indonesia.
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 6400 km antara Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Luas daratan, perairan dan total Indonesia ditunjukkan dalam
Tabel 5-1 (http://www.ri.go.id).
Tabel 5-1. Luas daratan, perairan dan total Indonesia
2
No Lokasi Luas km % Thd Total
1 Daratan 1.922.570 37.1
2 Perairan 3.257.483 62.9
3 Total 5,180,053 100
0 1300 km
46 juta tahun yang lalu: Pergeseran terus berlangsung, dan bagian Pulau
Sulawesi (SulTeng, Sultra dan SulBar) berasal dari Selatan.
38 juta tahun yang lalu: Bagian dari Pulau Papua mulai muncul dari Selatan
Bagian Utara
Papua belum
ada Jayapura
belum ada
5 juta tahun lalu: Sulawesi hampir terbentuk sempurna seperti kondisi saat
ini. Sulawesi merupakan bentukan dari pertemuan 3 lempeng. Jawa sudah pisah
dari Sumatra dan bergerak ke arah horisontal. Kep. Maluku sudah terbentuk
penuh, posisi Bali, NTB dan NTT seperti posisi saat ini. Bagian Utara Papua
muncul (contoh: bagian wilayah yang sekarang menjadi Kota Jayapura dan
Kabupaten Jayapura muncul dari laut). Sumatra dan Jawa sudah terpisah.
Ilustrasi kondisi saat ini akibat proses kejadian Sulawesi dari pertemuan 3
lempeng ditunjukkan dalam Gambar 5-12 dan Gambar 5-15a.
Kota Palu
Patahan ( fault )
b. Detail Sungai Palu di Kota Palu yang terus berubah-ubah karena ada patahan
Gambar 5-12. Patahan memanjang dan dampaknya terhadap
Sungai Palu di Kota Palu
Periode jaman yang lalu: - Permian 286- 245 - Jurassic 208-144 - Cretaceous 144-66
(juta tahun ) - Tertiary 58-2: early 58 dan late 2 - Australian 25-5
- Contoh Cretaceous 144-66 berarti jaman kehidupan bumi 144 sampai 66 juta tahun lalu.
- Subduction zone (zona subduksi) → pertemuan lempeng
- Magmatic arc (busur magma)
S Subduction zone
M Magmatic arc
S
M
M
M
S S
M
M M S
S SM
M
M
M
M S
S
Puncak Benua Australia
70 mm/tahun 30 mm/tahun
Subduction zone saat ini yaitu pertemuan sub-duksi
0 1300 km
antara Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia saat ini
secara geologis merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya variabel yang berperan dalam morfologi sungai baik di DAS maupun
jaringannya seperti uraian dalam Sub-Bab 5.5.2. Dengan kata lain, yang perlu
diperhatikan adalah melihat waktu saat ini dan 100 tahun ke depan sesuai
dengan kehidupan kita. Sejarah geologis merujuk pada kondisi geologis dan
geografis ruang Indonesia sebagai bekas atau jejak yang nampak pada saat ini
(existing condition). Untuk rekayasa dan manajemen banjir kota aspek-aspek
terkait sejarah dan jejak saat ini fluvial system (DAS dan sistem sungai)
merupakan konsideran yang sangat penting.
2. Lempeng Eurasia
bergerak 30 mm/tahun
Garis penghubung gng berapi
106
mm/thn
Jungkit (tilt )
1. Lempeng Hindia-Australia
bergerak 70 mm/tahun
Gambar 5-16. Lempeng, gerakan dan arahnya, lipatan dan jungkit (Dep.
Energi & SD Mineral, 2004; USGS dalam Louie, 2001; Keller, 1979; Dewey,
1972; Katili, 1974; Katili and Tji, 1969; Soetadi, 1962
Google Earth)
Gempa yang terjadi dari Tahun 1970 sampai sekarang ditunjukkan dalam
Gambar 5-17.
Gambar 5-17, Gempa yang terjadi di pertemuan lempeng dari Tahun 1970
sampai sekarang (Google Earth, 2012; http://earthquake.usgs.gov/
earthquakes/recenteqsww/Quakes/us2012dzay.php)
314 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Waduk Wonogiri
A
Arah aliran S. Bengawan Solo Purba ke Samudra Indonesia,
karena P. Jawa terjungkit, maka aliran saat ini menuju Timur
Laut dan bermuara di Laut Jawa lihat Gambar 5-16.
a. Arah aliran S. Bengawan Solo saat ini dan purba
c. Papan nama Bengawan Solo Purba yang menjadi kawasan wisata dalam
Google Earth, dokumentasi oleh Mastepe (lokasi 8° 9'54.99"S dan 110°47'
32.96"E)
Gambar 5-18. Arah aliran S. Bengawan Solo saat ini dan pada masa purba
Tercatat dalam sejarah bahwa ada 3 gunung yang termasuk dalam deretan
gunung api dengan letusan terbesar di dunia, yaitu (Google Earth; Malam, 2005;
Castleden, 2007; wikipedia, 2012):
Gunung Toba meletus kira-kira 67500 sampai 75500 tahun yang lalu dengan
perkiraan kekuatan letusan sebesar Volcanic Explosivity Index /VEI of 8
(disebut mega-colossal ) yang tercatat (kemungkinan) sebagai letusan
terbesar dalam periode 25 juta tahun lalu. Akibat letusan tersebut adalah 90
% ras penduduk di dunia hilang dan tinggal 10 % yang diperkirakan sebesar
5000 orang. Membayangkan kedahsyatannya maka letusan Gunung Api Toba
30 kali lebih besar dibandingkan dengan letusan Gunung Api Krakatau.
G. Tambora meletus Tahun 1815. Letusan sangat besar dengan kekuatan VEI
7 sehingga suaranya terdengar di Sumatra yang jaraknya kira-kira 2.500 km
seperti letusan senjata api. Perkiraan korban 10.000 – 20.000 namun ada
yang memperkirakan mendekati 120.000. Perkiraan yang kecil adalah
perkiraan korban yang langsung tewas dan perkiraan yang besar adalah
korban yang tidak langsung tewas saat gunung meletus namun merupakan
dampak tak langsung (indirect result ) seperti kelaparan, penyakit, kekurangan
gizi, dll.
Krakatau meletus Tahun 1883: kekuatan letusannya mencapai VEI 6 dan
setara dengan 13.000 kali letusan bom di Hiroshima Jepang Tahun 1945.
Sumber resmi memperkirakan 21.000 orang meninggal dan sumber lain
menyatkan 36.000 orang meninggal. Korban meninggal disamping akibat
letusannya juga akibat gelombang tsunami setinggi 30 m yang timbul akibat
adanya aliran piroklastik ke laut. Untuk saat ini yang perlu diwaspadai adalah
Gunung Rakata (anak Krakatau) yang terus tumbuh 5 m tiap tahunnya dan
bersiap-siap akan meletus dengan kekuatan yang diperkirakan akan setara
dengan letusan Gunung Krakatau. Bila ini terjadi maka akan timbul korban
jutaan manusia seiring pertumbuhan penduduk di Lampung dan Banten.
*Garis penghubung gunung berapi untuk petunjuk lokasi adanya gunung berapi
Brunai
Malaysia
Papua New
Guinea
Timor Leste
Urutan 3 besar pulau dalam Tabel 5-5 adalah Kalimantan, Sumatra dan
Papua (berdasar batas administrasi). Sedangkan urutan 3 besar pulau dalam
Tabel 5-8 adalah Papua (New Guinea), Kalimantan (Borneo) dan Sumatra.
Dari Tabel 5-8 dan Gambar 5-31 dapat diketahui kecenderungan (trend )
curah hujan. Dari Sumatra bergerak ke Timur sampai NTT dapat dilihat bahwa
curah hujan yang terbesar adalah Sumatra dan yang terkecil adalah NTT. Dari
Kalimantan sampai Papua dapat dilihat bahwa curah hujan Kalimantan tinggi,
Sulawesi turun dan Kep. Maluku naik dan yang paling tinggi adalah Papua. Trend
tersebut juga sesuai dengan luas pulau dalam Tabel 5-8.
Membandingkan Pulau Sulawesi dan Kep. Maluku dapat dilihat bahwa
walau secara keseluruhan luas Kep. Maluku lebih kecil daripada luas Pulau
Sulawesi, curah hujan tahunannya lebih tinggi dibandingkan dengan curah
hujan Pulau Sulawesi. Hal ini karena Kep. Maluku diapit oleh Pulau Papua di
bagian Timur dan Pulau Sulawesi di bagian Barat. Di samping itu dalam siklus
hidrologi tertutup waktu tinggal (residence time) air di udara (atmosfir) adalah
8,16 hari (Chow dkk., 1988; Maidment, 1993). Sehingga tatkala ada hujan di
Papua atau di Sulawesi ada kesempatan untuk hujan tersebut bergerak ke arah
Maluku dengan waktu tempuh sesuai waktu tinggal air yaitu 8,16 hari.
Demikian pula untuk Pulau Bali, walau luasnya lebih kecil daripada Pulau-
Pulau Timor dan Sumba (NTT) dan Sumbawa (NTB) namun curah hujannya lebih
tinggi. Hal ini karena di bagian Barat Pulau Bali ada Pulau Jawa dengan jarak
yang relatif dekat. Dengan demikian secara hipotesis dapat dikatakan bahwa
ada kontribusi penting besaran luas ruang darat (atau luas pulau) terhadap
besaran curah hujan.
Gambar 5-31 menunjukkan bahwa luas daratan menjadi penting terkait
dengan sumber air hujan. Kontribusi sumber air hujan dari total evaporasi
daratan yang mencapai 61% mengindikasikan bahwa keberadaan hutan yang
lebat dan memadai untuk menjaga siklus hidrologi normal menjadi sangat
penting. Penebangan hutan yang tidak terkendali terutama oleh illegal logging
akan menyebabkan berkurangnya curah hujan. Kesadaran semua pihak untuk
menjaga keberadaan hutan akan memberi dampak postif terhadap keberadaan
sumber daya air.
Tanah (top soil ) dikatakan subur setidaknya harus memenuhi syarat
komponen seperti berikut (Singers & Munns, 1987):
Mineral merupakan hasil pelapukan dari batuan.
Material organik dari tanaman dan mikro organism.
Air.
Karakter Banjir di Indonesia | 355
Material organik
Humus (tanah matang/
to soil mineral + or anik
Akar pohon (root )
Infiltrasi
Unsaturated zone/vadoze zone
Bisa juga disebut rootzone
digunduli
2 tahun kemudian
tumbuh tanaman
Gambar 5-36. Kondisi tanah di daerah tambang Non-CAT + 3,5 tahun tak
ada tanaman
Penambangan Ekonomi
Aspek Legal:
- UU No 4 2009 Tentang Pertambangan Mineral & Batubara
- UU No 32 2009 Tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup
- UU No 26 2007 Tentang Penataan Ruang
- UU No 7 2004 Tentang Sumber Daya Air
Ada daerah atau wilayah yang sudah tidak subur (secara alami) sehingga
tanaman sulit tumbuh. Contoh untuk suatu wilayah ini ditunjukkan dalam
Gambar 5-38. Namun ada juga tanah yang secara alami sudah subur sehingga
vegetasi dapat tumbuh dengan lebat. Contoh untuk tanah yang subur
ditunjukkan dalam Error! Reference source not found..
362 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
a. Tumbuhan tak bisa tumbuh dengan subur karena tanah ( soil)-nya sedikit
Dengan melihat besaran perbandingan luas DAS Siak dengan luas Kota
Pekanbaru maka dapat dijelaskan bahwa selain perkembangan Pekanbaru yang
mengakibat banjir namun juga perubahan tata guna lahan DAS Siak akan sangat
dominan memberikan kontribusi peningkatan banjir di Pekanbaru. Substansinya
adalah bahwa Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu DAS Wilayah Sungai Siak
harus dilakukan terlebih dahulu.
Sesuai dengan UU SDA Tahun 2004, maka pertama-tama harus dibuat Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Siak. Sesudah itu dibuat Rencana
PSDA WS Siak yang dilanjutkan dengan tindakan-tindakan ( measures)
berikutnya. Urutan kegiatan tersebut berlaku mutatis mutandis ( with change as
much as is needed ) seperti yang telah diuraikan Sub-Bab 6.8.4.
388 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Waduk
e r
Koto Panjang KPR-7
R i v
K-7 K-9 K-11 a r
p Selat
m
KPR-2 K a
K-2
KPR-1 KPR-8 KPR-9
Malaka
KPR-6
K-1 K-6 KPR-10
Gambar 5-49. DAS Kampar (CTI Eng. & Nippon Koei, 1995)
Pada Bulan Desember 2003 terjadi banjir di wilayah Teratak Buluh dan
Buluh Cina Riau. Sementara itu, pemantauan di desa Teratak Buluh dan Buluh
Cina pada Jumat 5 Desember terlihat ketinggian air semakin mencemaskan,
daerah sepanjang jalan antara Pekanbaru-Teratak Buluh juga sudah digenangi
air cukup tinggi. Bahkan ada beberapa desa yang terisolir akibat air semakin
meninggi dan ambruknya dua jembatan penghubung desa tersebut. Keterangan
Karakter Banjir di Indonesia | 389
yang dihimpun Kantor Berita Antara dari warga di kecamatan Kampar pada Hari
Kamis, menyebutkan, masyarakat empat desa di daerah itu sejak Selasa sudah
tidak bisa keluar akibat ambruknya jembatan penghubung antar desa. Keempat
desa yang terisolir tersebut, yakni desa Batu Sasak, Kebun Tuinggi, Tanjung
Karang dan Pangkalan Kampas (Sumber Kompas 4, 5, 7 Desember 2003; Suara
Merdeka, 5 Desember 2003).
Semua daerah di tepi sungai Kampar Hari Jumat Tanggal 5 Desember sudah
terendam air yang cukup tinggi. Sepanjang jalur jalan Pekanbaru-Bangkinang,
air sudah menggenangi daerah-daerah areal persawahan dan perkebunan
penduduk. Bahkan, di beberapa desa sudah terlihat masyarakat bersiap-siap
untuk mengungsi bila air terus meninggi dan kehidupan masyarakat sebagai
penambang batu krikil dari dalam sungai sudah terhenti. Debit air Sungai
Kampar semakin besar (Sumber Kompas 4, 5, 7 Desember 2003; Suara
Merdeka, 5 Desember 2003).
Kerugian material akibat banjir di Riau pada Bulan Desember tersebut
mencapai ratusan miliar rupiah. Pihak Pemerintah Provinsi dan sejumlah
Pemerintah Kabupaten di Riau berupaya mencari dan menggerakkan semua
sumber daya yang ada untuk penanganan darurat korban banjir dan
memperbaiki infrastruktur yang rusak. Untuk mengatasi banjir di wilayah
rendah pemukiman dan di Jalan Lintas Timur (Jalintim), ada tiga pilihan
ditawarkan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, yaitu: 1) tanggul
disertai pompa air, 2) peninggian jalan secara maksimal dan 3) pengerukan
sungai (www.kimpraswil.go.id, Pusdatin 180122003).
Banjir yang terjadi di Teratak Buluh bila dilihat dari besaran DAS yang
mempengaruhi dapat dilihat pada Gambar 5-50.
390 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
KRP-2 = (K -1)+(K-2)
2
(C.A.=5,231 km )
Luas DAS =
2
4/5 x 1.871 = 1.497 km Lokasi Banjir di
Teratak Buluh
e r
KPR-7
R i v
r
a
m p
K-7 K-9 K-11
KPR-2 K a
K-2
KPR-8 KPR-9
KPR-1
KPR-6
K-1 K-6 KPR-10
KPR-5
K-8 K-10
DAS Waduk Koto KPR-3
K-3 K-5
Panjang
2
= 3.337 km
KPR-4
Waduk K-4
Koto Panjang
a. DAS yang mempengaruhi banjir di Teratak Buluh
Waduk Koto
Panjang Pekanbaru
Tinggi anak +
1,25 m + 1 meter
Gambar 5-52. Kondisi salah satu daerah Sungai Rokan di musim kemarau
(Kodoatie, 2004b)
Rawan Banjir
B
Rawan Banjir
Provinsi Riau
B Batas DAS
Mulai Oktober 2004 sampai Desember daerah yang terlanda banjir meliputi
2 (dua) Kabupaten yaitu Kab. Rokan Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir. Debit
3
banjir mencapai 1.144 m /dt, lama genangan lebih dari 30 hari dengan tinggi
genangan antara 0,5 – 2 m. Wilayah yang tergenang meliputi 58 desa dengan 11
kecamatan. Total lahan pertanian/perkebunan yang tergenang mencapai 6.629
ha (Dinas Kimpraswil Riau, 2004).
Karakter Banjir di Indonesia | 395
0 50 100 km
1-1
IRP-11
IRP-9
1-6 IRP-8 1-9 1-11
1-3 IRP-1
IRP-6
IRP-10
IRP-2 IRP-3
IRP-5 IRP-7
1-2 1-5 1-7 1-8 1-10
LEGEND
IRP-4
1-4 1-1 Sub-basin of Indragiri River
Reference Point
3. Sistem sungai
5b. Kab.
6. Geologi dan 5a. Kota
laut
geomorfologi
2. DAS
4. Estuary
Gambar 6-1. Substansi penting dalam rekayasa dan manajemen banjir kota
mengetahui, memahami, dan mengerti tiap substansi secara detail maka secara
prinsip permasalahan banjir kota dapat diselesaikan secara konkrit.
1. Hujan
Pada Bulan Januari variasi curah hujan harian di bawah 50 mm. Karena
diambil nilai rata-rata ada kemungkinan curah hujan harian maximum di Bulan
Januari dari Tahun 1975 sampai Tahun 1998 ada yang lebih besar dari 50 mm.
Intensitas hujan yaitu curah hujan dibagi waktu untuk periode jam-jaman
Harmoni dan Integrasi | 409
menentukan terjadinya banjir di suatu lokasi. Bila dilihat dari bencana banjir
yang terjadi maka terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Di beberapa
wilayah di Jawa Tengah pada tiap musim hujan banjir sering meningkat menjadi
banjir bandang. Dengan melihat data curah hujan harian maka dapat
disimpulkan bahwa peningkatan banjir yang terjadi disebabkan bukan oleh
curah hujan namun lebih dominan disebabkan oleh degradasi lingkungan akibat
tindakan manusia.
2. Daerah aliran sungai (DAS)
DAS terkait dengan pola ruang yang terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budi di dalam penataan ruang. Dalam pengelolaan sumber daya air,
DAS terkait dengan konservasi sumber daya air dan pendaya-gunaan
sumberdaya air. Untuk wilayah pesisir DAS terkait dengan rencana zonasi.
Dalam pengelolaan sumber daya air, DAS juga terkait dengan:
Sistem sungai terkait dengan struktur ruang dalam penataan ruang yang
terdiri atas:
410 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Estuary terkait dengan:
Pantai.
Wilayah pesisir.
Bangunan air di pantai/muara: bangunan pemecah gelombang, tembok atau
dinding laut (sea wall ), groin, revetment , jetty , dll.
Harmoni dan Integrasi | 411
Kota dan kabupaten terkait dengan DAS dan sistem sungai, estuary (untuk
kota pantai) beserta komponennya. Dalam RTRW Kota/Kabupaten telah
ditentukan:
Daerah hulu, tengah dan hilir suatu DAS terkait dengan substansi faktor-
faktor pengendalinya. Hal tersebut sudah diuraikan dalam Sub-Bab 5.6.
a
c
d
b f
e2
e1 g
h
i
Laut
Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain
oleh sebab-sebab berikut ini (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002):
1. Perubahan tata guna lahan ( land-use) di daerah aliran sungai (DAS).
2. Pembuangan sampah.
3. Erosi dan sedimentasi.
4. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase.
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.
6. Curah hujan.
7. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.
8. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.
9. Pengaruh air pasang.
10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut).
11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan bangunan pengendali banjir.
Bilamana diklasifikasikan oleh tindakan manusia dan yang disebabkan oleh
alam maka penyebab di atas dapat disusun sebagai berikut. Yang termasuk
sebab-sebab banjir karena tindakan manusia adalah:
1. Perubahan tata guna lahan ( land-use) di daerah aliran sungai (DAS).
2. Pembuangan sampah.
Harmoni dan Integrasi | 415
Tabel 6-2. Penyebab banjir dan prioritasnya (Kodoatie & Sjarief, 2005)
Penyebab
No.
Penyebab Alasan Mengapa Prioritas oleh alam
(Priori
Banjir atau
tas)
manusia
1. Perubahan Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena di DAS tidak ada yang menahan maka manusia
tata guna lahan
aliran air permukaan (run off ) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai
menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga
kapasitas sungai menjadi turun
2. Sampah Sungai atau drainase tersumbat dan jika air melimpah keluar karena daya tampung manusia
saluran berkurang
3. Erosi dan Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke manusia dan
Sedimentasi sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat alam
(misal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi
4. Kawasan kumuh Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah manusia
sepan jang kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah
sungai perkotaan.
5. Perencanaan Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil manusia
sistem sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir besar. Misal:
pengendalian bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi
banjir tidak banjir rencana menyebabkan keruntuhan tanggul, kecepatan air sangat besar yang
tepat melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.
6. Curah hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai alam
dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan termasuk
bobolnya tanggul. Data curah hujan menunjukkan maksimum kenaikan debit puncak
antara 2 sampai 3 kali
7. Pengaruh Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran alam dan
Fisiografi Sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidraulik (bentuk penampang seperti lebar, manusia
kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dll.
8a. Kapasitas sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan manusia dan
berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di alam
sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang
tidak tepat
8.b Kapasitas Karena perubahan tata guna lahan maupun berkurangnya tanaman/vegetasi serta manusia
Drainasi yang tak tindakan manusia mengakibatkan pengurangan kapaistas saluran/sungai sesuai
memadai perencanaan yang dibuat
9. Pengaruh air Air pasang memperlambat aliran sungai ke laut. Waktu banjir bersamaan dengan air alam
pasang pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran
balik (backwater ). Hanya pada daerah pantai seperti Pantura, Jakarta dan Semarang
10 Penurunan tanah Penurunan tanah terjadi akibat antara lain: konsolidasi tanah, pengurukan tanah, alam dan
& rob pembebanan bangunan berat, pengambilan air tanah berlebihan dan pengerukan di manusia
sekitar pantai
11 Drainasi lahan Drainasi perkotaan & pengembangan pertanian daerah bantaran banjir mengurangi manusia
kemampuan bantaran dalam menampung debit air tinggi.
12 Bendung dan Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka manusia
bang. air air banjir karena efek aliran balik ( backwater) .
13 Kerusakan ba- Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga manusia dan
ngunan menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas alam
pengendali banjir.
banjir
Harmoni dan Integrasi | 417
i
a
g
n
u )
S k
k i
t
a e
c d
/
n 3
u
P (
t
i
b
e
D
Contoh:
Hutan, gunung, Industri,
sawah menghijau perumahan
3
Misal Debit Puncak = 10 m /dt 3
Debit Puncak = 200 m /dt
3 Akibat perubahan tata-guna 3
Resapan = 5 m /dt Resapan = 0,5 m /dt
lahan, debit dan resapan
bisa menjadi
Debit puncak Q
sebelum
berkembang
Gambar 6-6. Contoh wilayah hulu kota sebelum dan setelah berkembang dan
perbedaan debit di bagian hilir kota
Run-off dan air yang meresap ke dalam tanah mempunyai perbedaan
tingkat besaran (order of magnitude) yang besar. Bila yang dibicarakan adalah
run-off maka, kecepatan air berkisar dari 0,1 –1 m/detik bahkan bisa mencapai
10 m/detik tergantung dari kemiringan lahan, tinggi aliran dan penutup lahan
(Kodoatie & Sjarief, 2005).
Bila yang dibicarakan adalah resapan maka kecepatan air yang meresap ke
dalam tanah tergantung dari jenis tanah. Bila jenis tanah lempung ( clay ),
kecepatan aliran (konduktifitas hidraulik) sangat kecil berkisar antara
-12 -9
1/1.000.000.000.000 sampai 1/1000.000.000 m/detik (10 sampai 10
m/detik), sedangkan bila jenis tanah lanau (silt ) maka kecepatan aliran berkisar
Harmoni dan Integrasi | 421
-8 -4
antara 1/100.000.000 –1/10.000 m/detik (10 sampai 10 m/detik). Bila jenis
-5
pasir maka kecepatan aliran berkisar antara 1/100.000 – 1/100 m/detik (10
-2
sampai 10 m/detik). Tabel 6-3 menunjukkan konduktifitas hidraulik untuk
berbagai jenis tanah.
Tabel 6-3. Jangkauan Nilai Konduktivitas Hidraulik K
(Freeze & Cherry, 1979)
2
1 10
l
i -1 6
i
10 10 10
r -2 5
t
10 1 10
l
s -3 -1 4
t
s r
i 10 10 10
s s
u c -4 -2 3
o a 10 10 10
i l e r
l
t c
n i a
l
s g
i r
-5 -3 2
r i 10 10 10
r d r s s
e s a -6 -4
d
e t r )
e i
e
o
10 10 10
r - n i l
,
u t
t s
o o a u -7 -5
c t l
s o p t a 10 10 1
a
r e n
f m a l
l a -8 -6 -1
i u i
t l 10 10 10
L t l
a
B ( i -9 -7 -2
d c 10 10 10
- c e
r l
a e l
c -10 -8 -3
t r
e h
t 10 10 10
a i
m s l e -11 -9 -4
r 10 10 10
d w
e n
d u -12 -10 -5
e
r i 10 10 10
u i
t c
c -13 -11 -6
a
r r
10 10 10
f -14 -12 -7
n 10 10 10
u
Catatan: “simpanan belum terkonsolidasi” berarti material tanah belum mampat dan
masih ada rongga-rongga udara atau sela-sela antar butiran tanah sehingga air masih
bisa mengalir diantara sela-sela tersebut.
Oleh karena itu faktor penutup lahan cukup signifikan dalam pengurangan
ataupun peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat
penutup lahan yang tingi, sehingga apabila hujan turun ke wilayah hutan
tersebut, faktor penutup lahan ini akan memperlambat kecepatan aliran
permukaan, bahkan bisa terjadi kecepatannya mendekati nol. Pada kondisi
tersebut ada kesempatan air untuk meresap ke dalam tanah (infiltrasi)
Ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi pemukiman, maka penutup
lahan kawasan ini akan berubah menjadi penutup lahan yang tidak mempunyai
422 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
resistensi untuk menahan aliran. Yang terjadi ketika hujan turun, kecepatan air
akan meningkat sangat tajam di atas lahan ini. Tak ada air yang bisa meresap
karena di atas tanah ada bangunan yang kedap air. Namun, apabila masih
tersisa tanah maka masih ada kemungkinan air berinfiltrasi walaupun
kuantitasnya menurun akibat kecepatan aliran permukaan meningkat.
Hubungan antara penutup kedap air dan aliran permukaan dengan besaran
yang terkecil 10 % penutup kedap dalam DAS dapat mengakibatkan degradasi
sungai (FISRWG, 1998). Pada kondisi penutup vegetasi lahan penutup alami
maka hanya 10% air hujan yang menjadi run-off (RO), 40 % menguap dalam
bentuk evapotranspirasi (ET), 50 % masuk ke dalam tanah dalam bentuk
infiltrasi dangkal (is) sebesar 25% dan infiltrasi dalam (i d) sebesar 25%. Seiring
dengan perubahan lahan maka ada peningkatan RO namun terjadi penurunan
ET dan i. Besaran peningkatan dan penurunan akibat perubahan tata guna lahan
tersebut ditunjukkan dalam Gambar
dalam Gambar 6-7 dan Gambar
dan Gambar 6-8.
Harmoni dan Integrasi | 423
s
n
a
r n
t
o u
r
p u
t
a i
v s
e a
i r
p l
t
a i
t f
, n
i i
k
a &
i
n s
f a
f
r
o i
n p
u
R
Peningkatan
muka air berarti
peningkatan
ketinggian banjir
6.5.1 Umum
Daerah dataran merupakan suatu daerah yang mempunyai peranan
penting dan telah lama dikembangkan sesuai dengan peradaban dan kehidupan
suatu bangsa. Segala aktivitas manusia di daerah dataran tersebut untuk
memenuhi kebutuhan dan kemakmuran, terutama dikembangkan di bidang
transportasi, kegiatan di bidang industri, pemanfaatan sumber daya air, dsb. Hal
itu seperti yang telah lama dikembangkan di daerah dataran S. Brantas P. Jawa,
S. Huangho Cina dan sebagainya di seluruh dunia.
Selaras dengan perkembangan daerah tersebut, juga diimbangi dengan
potensi kerugian akibat banjir yang terus meningkat dan hal ini telah lama
diidentifikasikan atau dikenali serta merupakan pengalaman yang berharga.
Sedangkan secara umum permasalahan yang timbul merupakan kombinasi
permasalahan phisik dan sosial. Sejalan dengan permasalahan dan kerugian
akibat banjir tersebut, telah banyak dikeluarkan dana untuk pengendalian
banjir. Namun dana pengendalian banjir yang dikeluarkan dan kerugian akibat
banjir tahunan, secara perlahan selalu meningkat terus, sesuai dengan
perkembangan aktivitas manusia di dataran banjir dan populasi jumlah
penduduk. Pengendalian banjir pada kenyataannya tak dapat melindungi
dengan sempurna, akibat potensi permasalahan dan kerugian yang timbul
meningkat dan berkembang terus. Dengan demikian potensi permasalahan dan
kerugian akibat banjir terus akan merupakan permasalahan yang selalu akan
mengancam di daerah dataran banjir, selama manusia menempati dan
melaksanakan kegiatan di daerah tersebut.
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara
jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak
langsung. Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian phisik akibat
banjir yang terjadi, berupa robohnya gedung sekolah, industri, rusaknya sarana
transportasi dsb. Sedangkan kerugian akibat banjir tak langsung berupa
kerugian kesulitan yang timbul secara tak langsung yang diakibatkan oleh banjir,
seperti komunikasi, pendidikan, kesehatan, kegiatan bisnis terganggu dsbnya.
Analisis kerugian, potensi maupun alokasi dana untuk pengendalian banjir
diperlukan kehati-hatian dan peninjauan secara keseluruhan.
Banjir adalah suatu bencana yang merugikan baik harta maupun jiwa.
Raden Saleh melukiskannya dengan elok seperti ditunjukkan dalam gambar
berikut ini.
428 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Gambar 6-10. Gambar banjir di Jawa yang dilukis oleh Raden Saleh (Sumber:
http://id.wikipedia.org/w/index.p
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:
hp?title=Berkas: A_Flood_on_Java_1865-
A_Flood_on_Java_1865-
1876_Raden_Saleh.jpg&filetimesta
1876_Raden_Saleh.jpg&filetimestampmp =20090905034439)
=20090905034439)
Tabel berikut menunjukkan banjir hebat yang menyebabkan kematian 100
ribu jiwa atau lebih.
Tabel 6-4. Bencana banjir dengan kerugian jiwa 100 ribu atau lebih
(http://en.wikipedia.org/wiki/Flood)
a. Kebijakan ( Policy )
1. Penyiapan Kebijakan Manajemen Banjir Nasional
t 2. Kebijakan Yang Terkait Manajemen Banjir
n
e 3. Visi dan Misi Manajemen Banjir
m
n b. Kerangka Kerja Legislatif
o
r
i 1. Reformasi Peraturan Yang Ada
v
n 2. Peraturan Tentang Manajemen Banjir
E
g 4. Penegakan Hukum ( Law Enforcement )
n
i
l c. Finansial
b
a 1. Pengertian Biaya dan Manfaat/Pendapatan
Manfaat/Pendapatan
n
E 2. Kebijakan-Kebijakan Investasi
.
A 3. Pengembalian Biaya dan Ke bijakan-Kebijakan
bijakan-Kebijakan Denda
4. Penilaian Investasi ( Investment Appraisal )
5. Peran Sektor Swasta
a. Penciptaan Kerangka Kerja Organisasi
1. Organisasi Lintas Batas Untuk Manajemen banjir
u
k 2. Dewan Air Nasional (National Apex Bodies) Khusus Untuk Manajemen Banjir
a
l 3. Organisasi Daerah Aliran Sungai ( River Basin Organisations )
e
P 4. Badan Pengatur dandan Agen Penegak
& 5. Penyedia Pelayanan (Service Providers )
i
s
u
t b. Peran Publik dan Swasta
i
t 1. Reformasi Institusional Sektor Publik
s
n
I 2. Institusi Masyarakat Umum dan Organisasi komunitas
2 3. Wewenang Lokal ( Local authorities )
n
a
r 4. Peran Sektor Swasta
e c. Pengembangan sumber daya manusia (Institutional Capacity Building)
P
. 1. Kapasitas Manajemen Terpadu pada profesi keairan
B
2. Kapasitas Pengaturan
3. Berbagi (Alih) Ilmu Pengetahuan
6.8.3 Strategi
Kehatian-hatian mengelola banjir harus dilakukan dengan melihat dampak
kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Natural Hazard Research and
Applications Research Center (1992) menyebutkan empat strategi dasar untuk
pengelolaan daerah banjir:
Harmoni dan Integrasi | 457
o Kode bangunan.
o Kode perumahan.
o Kode bangunan.
o Kode perumahan.
Aspek-aspek Utama:
oKonservasi sumber daya air.
oPendaya-gunaan sumber daya air.
oPengendalian daya rusak air.
Aspek pendukung:
oPeran dan pemberdayaan masyarakat.
oSistem informasi sumber daya air.
Menurut UU No. 7 Tahun 2004 dan PP No. 42 Tahun 2008, pengelolaan
sumber daya air berdasarkan wilayah sungai (WS). Definisi WS diuraikan dalam
Sub-Bab 2.2. Tahapan kegiatannya meliputi:
1. Pola pengelolaan sumber daya air (PSDA) Wilayah Sungai (WS)
2. Rencana pengelolaan sumber daya air (PSDA) WS.
3. Studi Kelayakan kegiatan PSDA WS.
4. Penyusunan program PSDA WS.
5. Rencana detail atau Detailed Engineering design (DED)
6. Pelaksanaan Konstruksi Fisik dan Pelaksanaan Non-fisik
7. Operasi dan pemeliharaan
Pola PSDA WS
Ide Rekayasa & Manajemen banjir kota
Pra-Studi Kelayakan
Studi kelayakan
kegiatan
PSDA WS Studi kelayakan:
- Aspek teknik
- Aspek ekonomi
- Aspek sosial
tahapan - Aspek budaya
Penyusunan ya
studi - Aspek lingkungan
program
PSDA WS - Aspek hukum kaji
- Aspek kelembagaan ulang?
tidak tidak
Layak?
berhenti
ya
Rencana detail
atau Detailed
pemilihan alternatif
Engineering tahapan
design (DED) perancangan/
perencanaan
perancangan/
perencanaan
Pelaksanaan
Konstruksi Fisik tahapan pelaksanaan fisik
dan Non-fisik implementasi dan non-fisik
Biaya modal:
1. langsung: Biaya Modal
- pembebasan tanah
- konstruksi dll.
1. biaya bunga
2. tak langsung:
2. biaya depresiasi
- contigencies
3. biaya O & M
- teknik (konsultan)
- bunga
Waktu dari ide sam ai selesa
selesaii konstru
konstruksi
ksi fisikn
fisikn a umur proyek (misal 50 tahun)
waktu
1 2 3 4 5 Biaya manfaat/Benefit ): ):
1.pengenda
1. pengendalian
lian banjir
Ide 2.pariwisata
2. pariwisata
Studi desain konstruksi 3.air
3. air bersih
alternatif 4.dll.
4. dll.
Gambar 6-22. Alur Implementasi rekayasa dan manajemen banjir kota dalam
dimensi waktu (Kuiper, 1989; Kodoatie, 1995)
a. Aspek Manajemen
No. Kegiatan Analisis Keluaran
1. Rencana Tata Ruang Wil Kota Penataan Ruang Struktur Ruang dan Pola
Ruang Kota
2. Kependudukan Pertumbuhan Jumlah Penduduk waktu yad
3. Pengelolaan & sistem infrastruktur Manajemen infrastruktur Struktur Ruang
4. Pengelolaan Sumber Daya Air Pola dan Rencana PSDA Pola & Rencana PSDA WS
(PSDA) Wilayah Sungai (WS)
5. Pengelolaan tataguna lahan DAS Tata guna lahan Hubungan banjir dan tata
guna lahan DAS
6. Rencana induk pengendalian banjir Rekayasa & Manajemen Master Plan Banjir
sistem pengendalian banjir
7. Rencana induk sistem drainase Rekayasa & Manajemen Rencana induk drainase
sistem drainase
8. Manajemen pantai Pengelolaan Pantai Rencana Strategis Pengelolaan
Pantai
9. Kemitraan (Corporate Planning) Kajian SD Manusia Peran dan kerjasama Pem,
masyarakat dan swasta
b. Aspek Rekayasa
No. Kegiatan Analisis Keluaran
1. Infrastruktur perkotaan Rekayasa dan Manajemen Sistem & Jaringan Infrastruktur
2. Hidrologi Perhitungan Banjir Debit sungai
3. Hidraulika Aliran Saluran Terbuka Kapasitas penampang
4. Erosi DAS Kajian Erosi DAS Besaran erosi
5. Morfologi sungai Rekayasa Sungai Perubahan alur sungai
6. Sedimentasi sungai Laju Sedimen Besaran sedimen
7. Pengendalian banjir Perencanaan Banjir Banjir di DAS dan sungai
8. Sistem drainase kota Sistem drainase Master Plan Drainase
9. Bangunan air Desain Bangunan Bangunan air lama dan baru
10. Analisis Genangan dan Rob Kuantitatip Luas dan TinggiTinggi & Lama genangan
11. Transportasi Kota Sistem Transportasi Master Plan Transportasi
Debit air tanah, laju penurunan
12. Aliran air tanah/Hidrogeologi Pemompaan, penurunan tanah tanah, Intrusi air laut
Jenis pondasi, beban bangunan &
13. Geologi & Mekanika Tanah Penurunan tanah, pondasi settlement
Pola pantai, gelombang,
14. Teknik Pantai Perubahan morpologi pantai sedimentasi pantai
464 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
c. Aspek Ekonomi
No. Kegiatan Analisis Keluaran
1. Mikro Analisis Finansial, Biaya-Manfaat, Biaya pengganti pembangunan
BCR,IRR,NPV komparatif sebelum dan Pertambahan biaya transport
sesudah pembangunan Pembangunan area industri
Opportunity cost
Biaya akibat penataan ulang,
Perubahan infrstruktur kota dan
Biaya manfaat
2. Makro Analisis Keuangan Daerah retribusi dan pajak daerah
Analisis Ekonomi Studi Pembangunan eksternalitas
kesempatan kerja
aglomerasi
Analisis Investasi Investasi saat ini dan perubahan
akibat banjir
Analisis Ekonomi Spatial Ekonomi perubahan & perbaikan
tata kota
Analisis resiko Optimalisasi biaya manajemen
banjir untuk pengurangan risiko
d. Aspek Sosial-Budaya
No. Kegiatan Analisis Keluaran
1. Rekayasa Sosial: analisis Keterlibatan unsur2 masya Dampak pemb. terhadap masyarakat
dampak sos-bud
2. Karakteristik masyarakat Prilaku dan sifat-sifat Partisipasi masyarakat
3. Pola Kehidupan & Sistem sosial Nilai-nilai non tangible dan non tangible
Penghidupan: analisis
non-tangible dan
tangible
4. Analisis Kesejahteraan Trade off
masyarakat. akibat
pembangunan
5. Analisis konflik Elimination of conflicts
peran serta masyarakat
Pemahaman masyarakat terhadap
penyebab banjir
BBC, 2011. Population seven billion: UN sets out challenges. October 26.
Retrieved 2011-10-27.
Billups, Scott Los Angeles-based director & visual effects artist, 2003. Ultimate
Blast: Eruption at Krakatau. Hosted and narrated by James Wood. An
hour-long episode in The Discovery Channel's Moments In Time series.
Airs on Saturday, August 9 at 12 noon (ET).
Bintarto, R, 1984. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Biswar, Asit K., 1997. Water Resources: Environmental Planning, Management,
and Development. McGraw-Hill.
Bledsoe, B.P., 1999. Specific Stream Power as an Indicator of Channel Pattern,
Stability and Response to Urbanization. Ph.D. Dissertation, Colorado State
University.
Blench, T., 1956. Regime Behaviour of Canals and Rivers. Butterworth Scientific
Publication, p. 87.
Boyce, R. 1975. Sediment Routing and Sediment Delivery Ratios. In Present and
Prospective Technology for Predicting Sediment Yields and Sources, USDA-
ARS-S40, pp. 61-65.
BPS, Jakarta, 2000. Proyeksi Penduduk Jawa Tengah Sampai Dengan Tahun
2000. Indonesia dalam angka.
Brownlie, W.R., 1981. Prediction of Flow Depth and Sediment Discharge in Open
Channel. Report no. KH-R-43A. W.M. Keck Laboratory, California Institute
of Technology, Pasadena.
Castleden, Rodney, 2007. Natural Disasters That Changed The World. Publisher
Futura, London.
Chang, H.H., 1986. River Channel Changes: Adjustments of Equilibrium. J. Hyd.
Eng., Vol. 112, No.1 p. 43-55.
Chesapeake Bay Program, 1994. A Work In Progress: A Retrospective on the
First Decade of Chesapeake Bay Restoration. Annapolis, MD.
Chorley, R.J., 1978. The Hillslope Hydrological Cycle. Chapter 1 book entitled
Hillslope Hydrology. Ed. by M.J. Kirby. John Wiley & Sons Ltd.
Chow, Ven Te, 1959. Open Channel Hydraulics McGraw-Hill Book Company,
New York
Chow, Ven Te, Maidment, David R. & Mays, Larry W., 1988. Applied Hydrology.
McGraw-Hill Book Company.
City of Fort Collins, 1986. Annual Budget. Fort Collins, Colorado, USA.
Colley, Barbara C., 1999. Practical Manual of Land Development Third Edition.
McGraw-Hill:New York.
Collins Cobuild, 1988. English Language Dictionary. Collins Birmimham
University International Language Database
Harmoni dan Integrasi | 471
Copeland, Ronald R. and Thomas, W.A. 1989. Corte Madera Creek Sediment
Study Numerical Investigation. US Army Engineer Waterways Experiment
Station, Vicksburg, MS. TR HL-89-6
Creager, W.P., Justin, J.D., and Hinds J., 1945. Engineering for dams: volume 1.
general design. John Wiley & Sons, New York, NY.
CTI Eng & Nippon Koei Dec 1995. The Study on Kampar-Indragiri River Basin
Development Project. Vol.2.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi), 2004. Lempeng Tektonik di Indonesia.
Dewey, J.F., 1972. Plate Tectonics. Scientific American 22: 56-68.
Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Samarinda, 2002. Penyusunan Outline
Rencana Induk Drainase Kota Samarinda. Laporan Akhir.
Dinas Kimpraswil Provinsi Riau dan Fak. Teknik Undip, 2003. Kajian Banjir Sungai
Kampar Provinsi Riau – Dampak Keberadaan Waduk Koto Panjang. 8
Desember.
Dinas Kimpraswil Riau, 2004. Bencana Alam Banjir Provinsi Riau Dari 24 Oktober
Sampai 27 Desember 2004. Laporan Banjir 2004.
Dinas PSDA Prov Jateng, 2010. Kumpulan Dokumentasi Bendung, DI dan Saluran
Irigasi Jawa tengah.
Dinas PU Pengairan Jawa Tengah, 2001. Data Pokok Pengairan 2000.
Diplas, P., 1987. Bed-load Transport in Gravel-Bed Streams. J. Hyd. Eng., Vol.
113, No. 3 p. 277-292.
Directive, 2007. Flood. Directive 2007/60/EC Chapter 1 Article2.
Direktorat Rawa dan Pantai Departemen Pekerjaan Umum, 2006. Studi Konsep
Kerangka Pengelolaan Rawa: Jakarta.
Direktorat Sungai, DitJen Pengairan, Dep. PU., 1994. Teknologi Pengendalian
Banjir Di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Sungai, Ditjen Pengairan, Departemen PU, 1994. Teknologi
Pengendalian Banjir Di Indonesia.
Dirmawan (pakar geologi Dinas PSDA Jawa Tengah), 2009a. Ring of Fire,
konsekuensi dan dampaknya. Personal komunikasi.
Dirmawan (pakar geologi Dinas PSDA Jawa Tengah), 2009b. Gunung dan
Pembentukan CAT. September, Personal komunikasi.
Dit. Sudawa, DitJen. Sumber Daya Air Dep. PU, 2009. Daftar Situ Yang Ada Dan
Situ Potensial Di Jabodetabek.
Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002. Kamus Istilah Penataan
Ruang dan Pengembangan Wilayah. Diterbitkan oleh Ditjen Tata Ruang
dan Pengembangan Wilayah Dep. Kimpraswil.
Dou, G., Zhao, S., and Huang, Y., 1987. A Study on Two Dimensional
Mathematical Model of Total Load Transport in Streams. Proc. of the
472 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
Kemur, Raymond, Ir. MSc., 2004. Zero Delta Q ( Q) policy. Personal Komunikasi
tentang dipopulerkan dan direkomendasi oleh Raymond Kemur di setiap
pertemuan, seminar, workshop, training, diseminasi dll.
KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/1986 Tentang Standar Perencanaan Irigasi
Direktur Jenderal Pengairan. Lampiran KP 01. Disusun oleh Sub-Direktorat
Perencanaan Teknis, Direktorat Irigasi I, Direktorat Jenderal Pengairan,
Dep. PU., dibantu oleh DHV Consulting Engineers bekerja sama dengan PT.
Indah Karya. Ed. Revisi 2012.
KepMen Kehutanan No. SK. 511/Menhut-V/2011 Tentang Penetapan Peta
Daerah Aliran Sungai.
KepPres No. 12 Tahun 2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai.
KepPres No. 26 Tahun 2011 Tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.
Knighton, David, 1998. Fluvial Forms and Processes – A New Perspective. John
Wiley and Sons Inc., New York.
Knott, J.M., 1974. Sediment Discharge in Trinity River Basin, California. Water-
Resource Investigation 49-73, USGS, p. 62.
Kodoatie Robert J., 2010c. Survey Primer Pantai Utara Jakarta. Dokumentasi
Kodoatie, Robert J. , 3 Juni 2000. Paradigma & Strategi Pengembangan Sumber
Daya Air dalam rangka menyongsong era otonomi daerah. Seminar
Nasional “Paradigma Dan Strategi Pengembangan Sumber Daya Air Pada
Abad 21” Program Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Undip.
Kodoatie, Robert J. 2007b. Survey Air Tanah Di Daerah Jakarta Utara. Foto.
Kodoatie, Robert J. dan Sjarief, Roestam, 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi
Offset, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J. Dan Sugiyanto, 2002. BANJIR – Beberapa Penyebab Dan
Metode Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan. Cetakan 1 Tahun
2002, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J. dan Suripin, 3 Juni 2000. Paradigma Dan Strategi
Pengembangan Sumber Daya Air dalam rangka menyongsong era otonomi
daerah. Seminar Nasional “Paradigma Dan Strategi Pengembangan
Sumber Daya Air Pada Abad 21” Program Pasca Sarjana Magister Teknik
Sipil Undip.
Kodoatie, Robert J. Ph.D., Djohan Ramli, Ir.MM., Wahyono Edy, Ir. M.Eng.,
Pratiknyo Prabowo, Ir. ME. Sardjono Michael, Ir., 2006. Pengelolaan Rawa.
Dit. Rawa & Pantai, Dit.Jen. Sumber Daya Air, Dep. PU.
Kodoatie, Robert J., 14 Juli 2000. "Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam”.
Suara Merdeka Semarang
Kodoatie, Robert J., 18-19 Oktober 2001b. Paradigma Pengelolaan Sumber Daya
Air Dalam Era Otonomi Daerah. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah
Tahunan (PIT) XVII HATHI, Hotel Kapuas Palace Pontianak.
Harmoni dan Integrasi | 477
Kodoatie, Robert J., 1991. Assignment in Pipe Flows. Civil Eng. Department,
Faculty of Engineering, University of Alberta, Edmonton, Canada.
Kodoatie, Robert J., 1994. Kontaminasi Air Tanah. Karangan Khas di Harian
Suara Merdeka, 24 April.
Kodoatie, Robert J., 1995a. Banjir Besar, Mungkinkah Terjadi? Karangan Khas.
Suara Merdeka Semarang.
Kodoatie, Robert J., 1995b. Analisis Ekonomi Teknik. Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 1998. Field Trip to the South Plate River, Denver, CO, USA.
Report of CE 717 River Mechanics Course, Civil Eng. Department, Colorado
State University
Kodoatie, Robert J., 2 18-19 Oktober 2001. "Paradigma Pengelolaan Sumber
Daya Air Dalam Era Otonomi Daerah. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah
Tahunan (PIT) XVII HATHI, Hotel Kapuas Palace Pontianak
Kodoatie, Robert J., 2 April 2001a. Dampak Otonomi Terhadap Banjir. Suara
Merdeka Semarang.
Kodoatie, Robert J., 2 Desember 1994. "Banjir Dan Pengelolaan Sumber Daya
Air” Suara Karya Jakarta.
Kodoatie, Robert J., 2000. Paradigma & Strategi Pengembangan Sumber Daya
Air dalam rangka menyongsong era otonomi daerah. Disampaikan pada
Seminar Nasional “Paradigma Dan Strategi Pengembangan Sumbe r Daya
Air Pada Abad 21” Program Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Undip, 3
Juni 2000.
Kodoatie, Robert J., 2004a. Kunjungan dan Peninjauan ke Lapangan Daerah –
Daerah Banjir Sungai di Pekanbaru Akibat Meluapnya Sungai Siak, 16
Januari.
Kodoatie, Robert J., 2004b. Kunjungan Peninjauan ke Lapangan Daerah –Daerah
Banjir Sungai Kampar, Sungai Rokan dan Sungai Indragiri Bersama Instansi
Terkait Provinsi Riau dan Departemen PU, 19 Desember.
Kodoatie, Robert J., 2004c. Sosialisasi UU No. 7. Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air di Jawa Tengah.
Kodoatie, Robert J., 2005. Dokumentasi Survey S. Mamberamo.
Kodoatie, Robert J., 2005a. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 2005b. Kajian Sumber Daya Air Kabupaten Boyolali, Provinsi
Jawa Tengah. Penelitian Primer Februari-Mei.
Kodoatie, Robert J., 2006. Disaster At Glance and Vizualization. Disaster
Management in Indonesia and the Role of Diponegoro University Case
478 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota
6. Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Otonomi Daerah (292 + Xii = 304
Halaman, Cetakan 1 Tahun 2002, Cetakan 2, 2004, Cetakan 3 Tahun 2005),
Penerbit Andi Yogyakarta.
7. Dunia Sumber Daya Air Dalam Berita (x + 305 = 315 halaman, Cet. 1, 2003).
8. Manajemen & Rekayasa Infrastruktur (xxvi + 528 = 554 halaman), Cetakan 1
Tahun 2003), Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
9. Ekonomi Rekayasa (Buku Ajar) xi + 121= 132 Halaman, Jur. Teknik Sipil FT
Undip, Tahun 2004.
10. Geomorphic, Hydrologic, Hydraulic & Sediment Transport Concepts Applied
To Alluvial Rivers (iv + 103 = 107 pages), 2004. Open File Internet (Free
download) Publisher Colorado State University, USA.
11. Kajian UU Sumber Daya Air (xvi + 240 = 256 halaman), Cetakan 1 Tahun
2004, Cetakan 2 Tahun 2005, Cetakan 3 Tahun 2006, Penerbit Andi
Yogyakarta.
12. Pedoman Pengembangan Reklamasi Pantai Dan Perencanaan Bangunan
Pengamanannya (Buku 1 s/d Buku 7, 374 halaman, 2004) bersama Prof. Dr.
Ir. Nur Yuwono, Dipl.HE. (UGM) dan Tim Penyusun Direktorat Bina Teknik,
Ditjen Sumber Daya Air, Dep Kimpraswil.
13. Pengantar Manajemen Infrastruktur (xviii + 452= 470 Halaman), Cetakan 1
Mei 2005, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
14. Pengelolaan Bencana Jawa Tengah – Banjir, Longsor, Kekeringan Dan
Tsunami Provinsi Jateng, 2005, xvi + 136 = 152 halaman, bersama Tim
Penyusun Perumusan Kebijakan Penanggulangan Bencana Alam Secara
Terpadu Provinsi Jateng (SK. Sek.Da. Prop. Jateng No 520/5033, 16 April
2004).
15. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (xvi + 360= 376 Halaman), Cetakan 1
Tahun 2005
16. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi Revisi Tahun 2008.
17. Pengelolaan Bencana Terpadu: Banjir-Longsor-Kekeringan Dan Tsunami.
(xxiii + 306 = 329 halaman) Cetakan 1 Juli 2006, Penerbit Yarsif
Watampone, Jakarta.
18. Pengelolaan Pantai Terpadu. xi + 257 = 268 halaman, Bersama Prof. Dr. Ir.
Nuryuwono, Dipl.HE. (UGM), Ir. Ramli Djohan, MM., Ir. Asman Sembiring,
Dipl. HE, Ir. Andi Sudiman, MT (Dit. Rawa & Pantai, Ditjen Sumber Daya Air,
Dep. Pekerjaan Umum), Draft Buku 2007.
19. Pengelolaan Rawa, xii + 223 = 235 halaman bersama Ir. Ramli Djohan, MM.,
Ir. Edy Wahyono, M.Eng., Ir. Prabowo Pratiknyo, ME., Ir. Michael Sardjono
(Dit. Rawa & Pantai, Ditjen Sumber Daya Air, Dep. Pekerjaan Umum), Draft
Buku 2007.
Harmoni dan Integrasi | 501
20. Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi. 284 halaman, Buku. Kerjasama
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Universitas
Diponegoro, Juni 2008.
21. Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah. 371 halaman, Buku.
Kerjasama Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan
Universitas Diponegoro, Juni 2008.
22. Pengelolaan Rawa Di Indonesia. Bersama dengan Tim Penyusun Dit. Rawa
& Pantai, Ditjen Sumber Daya Air, Dep. Pekerjaan Umum, 2008.
23. Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai Dan Prioritas Penanganannya.
Bersama Prof. Dr. Ir. Nur Yuwono, Dipl.HE. (UGM) dan Tim Penyusun Dit
Rawa & Pantai, Ditjen Sumber Daya Air, Dep. Pekerjaan Umum, 2009.
24. Perkembangan Irigasi Jawa Tengah. Sebagai editor dan dibantu penulisan
dengan pejabat di lingkungan Dinas PSDA Prov. Jawa Tengah. Diterbitkan
Oleh Dinas PSDA Jawa Tengah pada Desember 2010 dengan xvi + 473 = 490
halaman.
25. Tata Ruang Air, 2010. Bersama dengan Dr. Ir. Roestam Sjarief, MNRN,
Penerbit Andi, Yogyakarta. Cetakan 2 Tahun 2011.
26. Penanganan Bencana Banjir Lahar Dingin – Studi Kasus: Gunung Merapi.
Sebagai editor in chief sekaligus penulis bersama rekan-rekan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Dit.Jen Bina Marga
Kementrian PU, xxii + 209 Halaman, Maret 2012.
27. Tata Ruang Air Tanah, xxvi + 514 = 540 Halaman. Penerbit Andi, Yogyakarta,
2012.
Sampai saat ini kurang lebih 250 buah makalah baik manajemen dan
maupun rekayasa dalam bidang sumber daya air, persungaian, erosi dan
sedimentasi dan infrastruktur yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal,
harian, majalah teknik, dipresentasikan dan dipublikasikan dalam seminar-
seminar regional, nasional serta internasional.
502 | Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota