Anda di halaman 1dari 59

TUGAS

PERENCANAAN
JALAN KERETA
API

Disusun Untuk Memenuhi Syarat


Kelulusan
Mata Kuliah 171K5205 Rekayasa Jalan
Rel

Disusun
Oleh :
Kgs. Abdurrahman Hakim
NIM. 141710055

Dosen
Pengasuh :
MUKHLIS, S.T.,
M.T.

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI
i
TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BINA
DARMA
2016/201
7

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Menyatakan bahwa mahasiswa di bawah ini :

Nama : Kgs. Abdurrahman

Hakim
NIM : 141710055
Fakultas : Teknik
Program Studi : Teknik Sipil

Telah menyelesaikan Tugas Perencanaan Jalan Kereta Api sebagai


syarat kelulusan Mata Kuliah 171k5205 Rekayasa Jalan Rel.

Palembang, 23 Desember
2016
Dosen Pengasuh,

Mukhlis, S.T., M.T.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah serta pertolongan Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Perencanaan Jalan Kereta Api ini tepat pada waktunya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen Mata Kuliah Rekayasa Jalan
Rel, Bapak Mukhlis, S.T., M.T., yang telah membimbing dan memberikan masukan
sehingga tugas ini dapat diselesaikan.

Tugas Perencanaan Jalan Kereta Api ini dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran untuk memahami proses perencanaan jalan rel yang terdiri dari
perencanaan struktur, perencanaan geometrik, dan gambar teknis.

Dalam penyusunan laporan ini dimungkinkan terdapat kesalahan, maka dari


itu kami sangat berharap masukan saran dan kritik untuk perbaikan dikemudian
hari. Semoga karya kami dapat bermanfaat.

Palembang, 21 Desember 2016

Kgs Abdurrahman Hakim

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR GRAFIK ..................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................


1.1. Latar Belakang ...................................................................
1.2. Tujuan.................................................................................
1.3. Ruang Lingkup ..................................................................
1.4. Sistematika Penulisan ........................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................


2.1. Ketentuan Umum ...............................................................
2.2. Geometri Jalan Rel .. .........................................................
2.3. Susunan Jalan Rel...............................................................
2.4. Pematusan ..........................................................................

BAB III Perhitungan Struktur ...................................................................


3.1. Kontrol Tegangan yang terjadi pada rel ...........................
3.2. Perhitungan bantalan..........................................................
3.3. Tebal Total Balast .............................................................
3.4. Perhitungan Subgrade........................................................

BAB IV Perhitungan Geometrik................................................................


4.1. Alinyemen Vertikal...........................................................
4.2. Alinyemen Horizontal.......................................................
4.3. Galian dan Timbunan........................................................

BAB V PENUTUP ...................................................................................


5.1. Kesimpulan ........................................................................
5.2. Saran ..................................................................................

Lampiran ..................................................................................................

v
Halaman

Daftar Pustaka ...............................................................................................


Lembar Assistensi ...............................................................................................

vi
BAB I
PENDAHULU
AN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan


kita. Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan orang dan atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain dan fasilitas yang digunakan untuk
memindahkannya. Perpindahan/pergerakan manusia merupakan hal yang
penting dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan angkutan
barang sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian.

Jaringan transportasi dapat terdiri dari satu atau lebih macam alat
transportasi yang mungkin berbeda media dan modanya, apakah hanya jalan
saja atau merupakan gabungan antara jalan dan kereta, atau jalan dan
transportasi air atau kombinasi lainnya. Untuk mengefisienkan pergerakan
yang terjadi di dalam jaringan tersebut, maka sistem jaringan perlu didesain
secara terhirarki sesuai dengan besarnya arus lalu lintas yang melalui
jaringan tersebut.

Angkutan jalan rel merupakan salah satu moda angkutan darat yang cukup
efisien, karena kapasitas angkut (per kereta) yang cukup besar dan
pergerakannya tidak terganggu oleh arus lalu lintas kendaraan di jalan raya.
Ada dua tipe dasar angkutan jalan rel, yaitu sistem angkutan jalan rel
perkotaan dan angkutan jalan rel antar kota.

Pelayanan angkutan jalan rel ini diberikan kepada angkuan orang dan
angkutan barang. Kebutuhan angkutan penumpang merupakan fungsi dari
karakteristik pelayanan. Atribut untuk angkutan penumpang adalah
keselamatan dan keamanan, kecepatan, reliabilitas, kenyamanan dan biaya
yang relatif rendah, sedang untuk angkutan barang kenyamanan bukanlah
menjadi hal yang utama.

1.2 Maksud dan Tujuan

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 7


Maksud dan tujuan penulisan tugas perencanaan ini adalah
:
1. Dapat mengenali jalan atau rel kereta api dan
sejarahnya
2. Dapat mengetahui komponen
rel
3. Mampu merencanakan geometrik jalan
rel

4. Mampu merencanakan struktur jalan


rel
5. Mampu menggambar desain jalan
rel

1.3 Sistematika

Untuk mempermudah pembahasan materi dibuat uraian permasalahan yang terdiri


dari beberapa bab. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran dari
materi yang dibahas antara lain :
BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang, tujuan, dan
sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI, menjelaskan jalan rel secara umum, sejarah
perkembangan jalan rel, dasar-dasar perencanaan geometrik dan struktur
jalan rel.
BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR, memuat perhitungan jenis rel, panjang
rel, bantalan, balas/subbalas, dan subgrade.
BAB IV PERHITUNGAN GEOMETRIK, memuat perhitungan lengkung
horizontal, lengkung peralihan, lengkung vertikal, gradien medan, galian dan
timbunan.
BAB V KESIMPULAN, memuat matriks hasil perencanaan geometrik dan struktur
jalan rel

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 8


BAB
II
DASAR
TEORI

2.1 Ketentuan Umum

Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
teknis, nonteknis, dan ekonomis.

Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui
kendaraan rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama
umur konstruksinya.

Secara nonteknis diartikan bahwa dalam pembangunan jalan rel tersebut


harus memperhatikan kendala dan masalah-masalah yang dirasakan
langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Seperti halnya
pembebasan tanah ataupun pengambilan hak penggunaan lahan PT.KAI guna
lahan area track baru yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat, juga
tingkat kebisingan yang timbul akibat pelaksanaan konstruksi dan
operasionalnya kelak, serta konstruksi jalan rel tersebut tidak menimbulkan
permasalahan sosial dan lingkungan sehingga masyarakat dapat menerima
dengan baik dan tidak terganggu oleh keberadaannya.

Secara ekonomis diharapkan agar pembangunan dan pemeliharaan


konstruksi jalan rel tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya sekecil
mungkin namun masih dapat terjamin keamanan dan kenyamanannya.

2.2 Transportasi kereta

Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian
kendaraan yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo
atau penumpang. Gaya gerak disediakan oleh lokomotif yang terpisah atau
motor individu dalam beberapa unit. Meskipun propulsi historis mesin uap
mendominasi, bentuk-bentuk modern yang paling umum adalah mesin diesel

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 9


dan listrik lokomotif, yang disediakan oleh kabel overhead atau rel
tambahan. Sumber energi lain

termasuk kuda, tali atau kawat, gravitasi, pneumatik, baterai, dan turbin gas.
Rel kereta api biasanya terdiri dari dua, tiga atau empat rel, dengan sejumlah
monorel dan guideways maglev dalam campuran. Kata 'train' berasal dari
bahasa Perancis Tua trahiner, dari bahasa Latin trahere 'tarik, menarik'.

Ada berbagai jenis kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta
api bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong
kereta terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri (atau kadang-
kadang pelatih bertenaga tunggal atau diartikulasikan, disebut sebuah kereta
mobil). Kereta pertama dengan bentuk ditarik menggunakan tali, gravitasi
bertenaga atau ditarik oleh kuda. Dari awal abad ke-19 hampir semuanya
didukung oleh lokomotif uap. Dari tahun 1910-an dan seterusnya lokomotif
uap mulai digantikan oleh kurang dan bersih (tetapi lebih kompleks dan
mahal) lokomotif diesel dan lokomotif listrik, sementara pada waktu yang
sama beberapa kendaraan unit yang digerakkan sendiri baik sistem tenaga
menjadi jauh lebih umum dalam pelayanan penumpang.

2.2.1 Sejarah Perkeretaapian


Indonesia

Secara de-facto hadirnya kereta api di indonesia ialah dengan dibangunnya


jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh
NV. Nederlandsch Insdische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan
jalan rel tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan
badan jalan rel oleh Gubernur Jendral Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De
Beele pada hari Jum’at tanggal 17 juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-
Tanggung mulai dibuka untuk umum pada hari sabtu, 10 Agustus 1867.
Sedangkan landasan dejure pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya
undang-undang pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda
tanggal 6 April 1857.

Pembangunan diprakrsai oleh “Naamlooze Venootshacp Nederlandsch


Indische Spoorweg Maatchappij” (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de
Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 km) dengan lebar sepur 1435
mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari sabtu, 10 Agustus
1867 seperti yang di sebutkan sebelumnya.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 10


Gambar 2.1 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia

Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang


dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya
operasi kereta api lintas Kemijen-Temanggung (yang kemudian
pembangunannya diteruskan hingga ke Solo), pembangunan jalan rel
dilakukan di beberapa tempat bahkan hingga di luar Jawa, yaitu di
Sumatera dan Sulawesi. Kereta listrik pertama beroperasi 1925,
menghubungkan Weltevreden dengan Tandjoengpriok.

Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Samarang-


Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat
menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya
mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah
lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara
1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun
1870 menjadi 110 km, tahun
1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900
menjadi 3.338 km.

Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa yang


memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di
pulau Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di
pulau Jawa dibongkar untuk diangkut dan dipasang di Burma
(Myanmar). Bahkan pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 11


dialihkannya sejumlah tenaga kereta api Indonesia ke Myanmar. Akibat
tindakan Jepang tersebut ialah

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 12


berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999
memberikan informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah
4615,918 km, terdiri atas Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang
323,596.

Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm
(di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel
yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473
km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah
83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru.
Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru
diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang
memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan
yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini,
banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro -
Pekanbaru.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api


sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik
untuk keperluan perjuangan dari Ciroyom (Bandung) ke pedalaman Jawa
Tengah, mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-Magelang-
Ambarawa. Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke
Jogjakarta tahun 1946 tidak lepas pula dari peran kereta api. Tanggal 3
Januari 1946 rombongan Presiden Soekarno berhasil meninggalkan Jakarta
menggunakan kereta api, tiba di Jogjakarta tanggal 4 Januari 1946 pukul
09.00 disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan


kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta
Api (AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945.
Pengelolaan kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang
dalam sejarahnya telah mengalami beberapa kali perubahan. Institusi
pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh
Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya
dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950.
Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA)

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 13


pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP. No.
61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 14


Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun
1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum
sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka).
Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari
Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan
PP. No. 19 tahun 1998.

Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung,


begitu pula dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo
Bromo (dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede
(JB 250) Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai
apresiasi perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus
banyak dikenal sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua
KA ―Argo‖ tersebut di atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo
Dwipangga, KA Argo Wilis, KA Argo Muria.

Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus


berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya.
Dalam rancang bangun, peningkatan dan perawatan kereta
api, perkembangan kemampuan tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri
kereta Api) di Madiun, dan balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah.

2.2.2 Klasifikasi
Kereta Api

Klasifikasi kereta api berdasarkan propulsi (Tenaga


Penggerak):
1. Kereta Api
Uap
Merupakan cikal bakal mesin kereta api. Uap yang dihasilkan dari
pemanasan air yang terletak di ketel uap digunakan untuk
menggerakkan torak atau turbin kemudian disalurkan ke roda.
2. Kereta Diesel
Mekanis
Menggunakan mesin diesel sebagai sumber tenaga yang kemudian
ditransfer ke roda melalui transmisi mekanis. Lokomotif ini biasanya
bertenaga kecil dan sangat jarang digunakan karena keterbatasan
kemampuan dari transmisi mekanis untuk dapat mentransfer daya.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 15


3. Kereta Diesel
Elektrik
Merupakan lokomotif yang paling banyak populasinya. Mesin diesel
dipakai untuk memutar generator agar mendapatkan energi listrik. Listrik
tersebut dipakai untuk menggerakkan motor listrik besar yang langsung
menggerakkan roda.
4. Kereta Diesel
Hidrolik
Lokomotif ini menggunakan tenaga mesin diesel untuk memompa oli dan
selanjutnya disalurkan ke perangkat hidrolik untuk menggerakkan roda.
Lokomotif ini tidak sepopuler lokomotif diesel elektrik karena perawatan
dan kemungkinan terjadi problem sangat tinggi.
5. Kereta Rel
Listrik
Prinsip kerjanya hampir sama dengan lokomotif diesel elektrik, tapi
tidak menghasilkan listrik sendiri. Jangkauan lokomotif ini terbatas hanya
pada jalur yang tersedia jaringan transmisi listrik penyuplai tenaga.

2.2.3 Jaringan Perkeretaapian


Nasional

Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap,


yaitu:
1. 1875 –
1888
2. 1889 –
1899
3. 1900 –
1913
4. 1914 –
1925

Jaringan setelah tahun 1875 hingga


tahun 1888

Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel


adalah
1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan
Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai
dibangun lintas Semarang – Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas
Batavia (Jakarta) – Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan
ke Cicalengka melalui Cicurug – Sukabumi – Cibeber – Cianjur – Bandung.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 16


Jaringan rel terbangun hingga
tahun 1899

Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan
lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas
Jogya - Magelang.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 17


Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
1. Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung – Cicalengka
2. Batavia - Tanjung Priok dan Batavia – Bekasi
3. Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo – Surabaya
4. Kertosono - Kediri – Blitar
5. Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan – Probolinggo
6. Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang – Rembang
7. Tegal – Balapulang

Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899

Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:


1. Djogdja - Tjilatjap
2. Soerabaja - Pasoeroean - Malang
3. Madioen - Solo
4. Sidoardjo - Modjokerto
5. Modjokerto - Kertosono
6. Kertosono - Blitar
7. Kertosono - Madioen - Solo
8. Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
9. Batavia - Rangkasbitung
10. Bekasi - Krawang
11. Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
12. Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
13. Yogya - Magelang
14. Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
15. Sebagian jalur Madura

Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913

Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:


1. Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
2. Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
3. Pasuruan - Banyuwangi
4. Seluruh jaringan Madura
5. Blora - Bojonegoro – Surabaya

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 18


Jaringan setelah tahun 1813 hingga
tahun 1925

Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun


adalah:
1. Sisa jalur Pulau
Jawa
2. Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung
Priok
3. Elektrifikasi Batavia -
Bogor:
4. Sumatera Selatan: Panjang - Palembang
dan
5. Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan
Padang
6. Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan
- Belawan - Pangkalansusu.
7. Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros -
Sinkang
8. Sulawesi Utara: rencana Manado -
Amurang
9. Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak
- Sambas.

Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan


dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.

Jaringan kereta listrik Batavia -


Buitenzorg 1918

Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan
kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang
dibangun tahun
1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester
Cornelis

(Jatinegara) ke Tandjoeng
Priok.

2.3 Perencaan Jalan

2.3.1 Kebutuhan Data


Perencanaan
Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 19
Dalam perencanaan jalan rel kerata data-data yang dibutuhkan antaralain
:

1. Data Topografi, meliputi kerapatan titik kontrol tanah (titik kontrol tanah
(horizontal), kerapatan titik kontrol tanah horizontal, titik kontrol tanah
(vertikal), poligon, sudut horizontal, azimuth matahari, sudut vertikal,
jarak, sipat datar, situasi, profil melintang, contour (garis ketinggian),
plotting, pengambilan dan proses data lapangan, penggambaran hasil
pengukuran
2. Data Geoteknik meliputi: sondir, bor tangan, CBR lapangan
menggunakan
DCP, analisis laboratorium contoh hasil bor tangan.
3. Data Hidrologi meliputi: data curah hujan harian maximum, analisis
curah hujan rancangan, analisis curah hujan harian maximum rata-rata
berdasarkan Metode Gumbel, analisis curah hujan harian maximum rata-
rata berdasarkan Metode Haspers, analisis curah hujan harian maximum
rata-rata berdasarkan metode Ir. Jp. Weduwen, analisis debit banjir
rancangan (design flood), analisis design flood dengan Metode Melchior,
analisis design flood dengan Metode Haspers, dan analisis design flood
dengan metode Dr. Mononobe.
4. Data Geologi digunakan untuk mengetahui kondisi lokasi secara umum
yang ditinjau dari disiplin ilmu geologi. Hal-hal yang perlu diketahui dari
data-data geologi adalah :
1) Jenis bentuk geologi dan sejarahnya
2) Deskripsi permukaan tanah dan batuan
3) Deskripsi masa tanah terutama mengenai sesar atau lipatan-lipatan.
4) Bentuk lereng dan evaluasinya serta kemungkinan adanya
proses- prosesyang masih berjalan seperti gerakan tanah dan
pelapukan bantuan serta pengikisan permukaan
5) Kemiringan dan panjang rel, baik di tempat-tempat yang
sudah stabilmaupun yang memperlihatkan tanda-tanda kelongsoran.
6) Keadaan- keadaan khusus dari permukaan, seperti lembah,
jurang,sungai, danau dan hal-hal khusus lainnya.
5. Data Lalu lintas kereta api meliputi: kecepatan operasi rata-rata
kereta, jeni kereta, jumlah lintas operasi, jumlah gerbong penumpang atau
barang, tonase lokomotif dan gerbong.

2.3.2 Standard Perencanaan

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 20


Standard dan peraturan yang digunakan dalam perencanaan jalan kereta api
adalah :
1. Peraturan Dinas No 10 Tahun 1986 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
2. Peraturan Menteri Perhubungan No.60 Tahun 2012 Persyaratan Teknis
Jalur
Kereta Api
3. Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011 Persyaratan
Teknis
Bangunan Stasiun Kereta Api

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 21


2.3.3 Tahap
Perencanaan

Berikut adalah tahapan dari perencanaan jalan kereta api


:

Gambar 2.2 Diagram Alir Perencanaan Rel Kereta

2.4 Geometrik Jalan Rel

Perencanaan geomtrik jalan rel akan dilakukan sesuai dengan, ketentuan


yang tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 (PD 10) yang dalam hal ini
kecepatan rencana akan ditingkatkan menjadi 80 km/jam sampai dengan 120
km/jam, sehingga di beberapa lengkungan perlu diadakan penyesuaian –
penyesuaian terutama jari-jari (radius) sesuai dengan kecepatan rencana
untuk mendapatkan
Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 22
keamanan, kenyamanan, ekonomis dan keserasian dengan lingkungan
disekitarnya.

2.4.1 Alinyemen
Horisontal

Dua bagian lurus yang perpanjangannya membentuk sudut harus


dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran dengan atau tanpa
peralihan. Secara umum alinyemen horisontal harus mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Jari-jari Lengkung
Horizontal
Untuk menghitung jari-jari minimum dengan berbagai kecepatan
rencana, ditinjau dari 2 kondisi, menurut PD 10 Bab II pasal 3, yaitu:
1) Gaya Sentrifugal diimbangin sepenuhnya oleh gaya berat

Gambar 2.3 Gaya Sentrifugal Diimbangi Gaya

Berat. G sin a = ( m . V2 / R ) cos a


G sin a = G . V2 ( g . R ) cos a
Tan a = V2 / ( g . R ) ; tan a = h
/wh = w . V2 / ( g . R )
dengan satuan praktis :
h = 8,8 . V2 / R R = 8,8 . V2 / h
dengan Peninggian maksimum, h maks = 110
mm, Maka: R = 8,8 . V2 / 110

R min = 0,08 . V2

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 23


2) Gaya Sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung rel

G sin a + H cos a = m . ( V2 / R )
cos a
G sin a = { ( m . V2 / R ) - H }
cos a
G tan a = { G . V2 / ( g .
R)}–HH= m.a =(G/g
).a
Tan a =
h/w
G.h/w = { G . V2 / ( g . R ) } – ( G / g
).aa = ( V2 / 13R ) – g . ( h /
w)
a = Percepatan sentrifugal (
m/dt2)

Dalam hal ini percepatan sentrifugal maksimum yang digunakan


adalah
0,0478 g, karena pada haga ini penumpang masih merasa nyaman.
Jadi a maks = 0,0478 g. Dengan peninggian maksimum, h maks = 110
mm, maka persamaan menjadi :

R min =
0,054 V2

3) Jari-jari minimum pada lengkung yang tidak memerlukan busur


peralihan Kondisi dimana lengkung Peralihan (Lh) tidak diperlukann.
Jika tidak ada peninggian yang harus dicapai, ( h = 0): maka
berdasarkan rumus peninggian minimum:

h = ( 8,8 . V2 / R ) –
53,54
R = 0,164 .
V2

Keterangan:
R = jari-jari lengkung
horisontal
(m) V = kecepatan rencana
(km/jam)

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 24


h = peninggian rel pada lengkung horisontal
(mm)
w = jarak antara kedua titik kontak roda dan rel (1120
mm)
g = percepatan gravitasi ( 9,81
m/dt2)

2. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari berubah
beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara
bagian yang lurus

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 25


dengan daerah lengungan dan atau sebaliknya, dan sebagai peralihan
antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan diperlukan
agar gaya sentrifugal yang terjadi dapat beralih secara bertahap
sedemikianrupa sehingga penumpang didalam kereta api terjamin
kenyamanan. Dalam perencanaan hendaknya hal tersebut mengacau pada
PD No.10 Bab II pasal 3a.

Dengan menggunakan satuan


praktis: Lh = 0,06 ( V3 / R )
h = 5,94 ( V2 /
R ) Maka :
Lh = 0,01 . h
.V
Keterangan:
Lh = Panjang minimumlengkung Peralihan
(m)
h = peninggian rel (
mm )
V = kecepatan rencana
(km/jam)
Untuk berbagai kecepatan encana, besar R min yang diijinkan seperti
dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan perencanaan lengkungan

Kec. Rencana R min R min


(km/jam) (m) (m)
120 2370 780
110 1990 660
100 1650 550
90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200
Sumber: PD 10

1) Tanpa lengkung peralihan


Rumus:
Tc = Rc . tan (∆/2)
Lc = 2 . π . Rc . ∆ / 360
Ec = Tc . tan (∆/4)

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 26


STA. TC = titik awal lengkung

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 27


STA. CT = TC + Lc

Dimana:
∆ = sudut luar di PI = sudut pusat
lingkaran O Tc = panjang tangen = jarak
dari TC ke PI Lc = panjang busur
lingkaran
Ec = jarak luar
Rc = jari-jari lingkaran

Gambar 2.4 Lengkung horizontal tanpa lengkung peralihan

2) Dengan lengkung peralihan dengan sprial


Rumus:
Lh = Ls = 0,01 . v . h (m)
Ɵs = 28,648 Ls / Rc (derajat)
Ɵs = Ls / (2 . Rc) (rad)
Yc = Ls. Ɵs / 3 (m)
Xc = Ls – ( Ls . Ɵs2) /10 (m)

K = Xc – Rc sin Ɵs (m)
P = Yc – Rc ( 1- cos Ɵs ) (m)

Ts = ( Rc + p ) tan ∆/2 + k (m)


Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 28
Es = ( Rc + p ) sec ∆/2 – Rc (m)
∆c = ∆ -2 Ɵs
(derajat) Lc = ∆c / 360 . ( 2πRc)
(m)
8 12
l
4 l l
Xi =l + 4 - 6 +…)
(1- 2 3456Rc Ls 599040Rc
40Rc Ls 4 6
2 Ls
8 12
l
3
l
4 l l
Yi = (1- + 4 +
…) 6
56Rc Ls 7040Rc
6RcLs 2
4 1612800Rc Ls
2
Ls 6

Gambar 2.3 Lengkung Horisontal dengan lengkung peralihan dengan


sprial

Dimana:
PI = titik perpotongan garis tangen
utama TS = titik perubahan dari tangen
ke spiral SC = titik perubahan dari circle
ke spiral
Rc = Jari-jari lengkung lingkaran
l = panjang busur spiral dari TS ke suatu titik sembarang

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 29


Lh=Ls = Panjang lengkung peralihan
Ts = jarak dari TS ke PI
Es = panjang eksternal total dari PI ke tengah busur lingkaran
K = jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangen

P = jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangen


∆ = sudut pertemuan antara tangen utama
Ɵs = sudut spiral
Xc,Yc = koordinat SC atau CS terhadap TS – PI atau PI – TS
Xi, Yi = koordinat setiap ttik pada spiral terhadap TS – PI atau
PI – TS Sta Ts = titik awal lengkung
Sta SC = TS + Ls
Sta CS = TS + Ls + lc
Sta ST = TS + Ls + Lc + Ls

Cara membuat alinyemen horizontal:

1) Tentukan posisi PI beserta sudut pertemuan antara tangan utamanya


(∆).
2) Tarik garis dari PI sepanjang TS sehingga didapat titik TS.
3) Dari TS, tarik garis sepanjang K dan ½ p sehingga didapat tengah-
tengah lengkuh spiral antara TS – SC.
4) Titik SC dibuat dari penarikan garis sepanjang Xc, Yc dari titik TS.
5) Gunakan Xi dan Yi untuk mendapatan titik-titik sembarang
sepanjang lengkung spiral

3. Peninggian Rel
Pada saat kereta api memasuki bagian lengkung, maka pada kereta api
tersbut akan timbul gaya sentrifugal yang mempunyai kecenderungan
melemparkan kereta api ke arah luar lengkung. Hal ini sangat
membahayakan dan tidak nyaman bagi penumpang. Untuk mengatasinya
dlakukan peninggian pada rel luar. Dengan adanya peninggian ini gaya
sentrifugal yang timbul kana diimbangi oleh komponen gaya berat kereta
api dan kekuatan rel, penambat, bantalan balas.
Ada 3 macam peninggian,
yaitu:
1) Peninggian
maksimum

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 30


Berdasarkan stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian
lengkung kemiringan maksimum, dibatasi sampai 1% atau h maks = 110
mm.
2) Peninggian
minimum
Berdasarkan gaya maksimum yang mampu dipikul rel dan kenyamanan bagi
penumpang di dalam kereta.

Rumus
:

h min = 8,8( V2 / R ) –
53,5

3) Peninggian
normal
Kondisi rel tidak ikut memikul gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangin
oleh komponen gaya berat.

Rumus
:

h normal = 5,95 ( V2
/R)

Keterangan:
h min = peninggian minimum
(mm)
h normal = peninggian normal
(mm)
V = kecepatan rencana
(km/jam) R = jari-jari lengkung
(m)

Berdasarkan peninggian di atas peninggian lengkung dtentukan


berdasarkan h normal. Harga-harga di atas adalah harga teoritis,
dilapangan harga-harga tersebut tidak dapat diterapkan begitu saja. Oleh
karena itu harus dipertimbangkan segi pelaksanannya.

4. Lebar Sepur
Lebar sepur adalah jarak antara kedua batang rel, diukur dari sebelah dalam
kepalanya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 31


merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, dikukur pada daerah 0
-14 mm dibawah permukaan teratas kepala rel.

5. Pelebaran
Sepur
Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung
tanpa hambatan dan mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta
di tikungan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah
dalam. Faktor yang berpengaruh terhadap besarnya pelebaran sepur adalah:

1) Jari-jari tikungan
(R)
2) Jarak gandar antara muka dan belakng yang
rigid
3) Kondisi keausan roda
rel

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 32


Pelebaran sepur dapat dihitung dengan persamaan ( PD 10) sebagai berikut:

d = 3000 mm
450
0w=
R -8

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 20


2.4.2 Alinyemen
Vertikal

Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut, dipergunakan bila terdapat perbedaan
kelandaian sehingga dengan adanya lengkung vertikal peralihan dapat terjadi
secara berangsur-angsur dari suatu landai ke kelandaian berikutnya.
Alinyemen vertikal terdiri dari garis lurus dengan atau tanpa kelandaian
lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran.

1. Lengkung
Vertikal
Pada setiap pergantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang
memenuhi keamanan dan kenyamanan. Panjang lengkung vertikal berupa
busur lingkaran yang menghubungkan dua kelandaian lintas berbeda,
ditentukan berdasarkan besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan
kelandaian. Kriteria alinyemen vertikal:
1) Beberapa kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek
disederhanakan menjadi satu kelandaian.
2) Jika penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke
penurunan dsediakan bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.
3) Tinggi puncak rel sedapat mungkin tidak diturunkan, kecuali tidak
memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya.

Besarnya jari-jari minimum dari lengkung vertikal tergantung dari besarnya


kecepatan rencana ( PD 10 Bab II pasal 6).

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 21


Gambar 2.4 Lengkung vertikal (Penjelasan PD 10, 2:28)

Rumus:

φ = |g1-g2|
2
1 d y
=
R dx2
dy x
=
dx 2R+C2;x=0, y=0, maka C2=0
dy x x2
Jadi: = dan Y =
dx R 2R
Letak titik A (Xm,Ym)
1) X=l
dy l
=
dx R ; l = φ R
Xm = OA = ½ l
R
ܺ ݉ =2φ
ܺ
2x
2) Y= =; l =
φ
R
R
Y = Ym ; X = Xm = ½ l
2
1/4l φ2 R2
Y= =
2R 8R
R
Ym= φ2
8

Km PLV = Km PI – Xm
Elv PLV = Elv PI – Xm *φ
Km PV = Km PI
Elv PV = Elv PV – Ym
Km PTV = Km PI + Xm

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 22


Elv PTV = ElvPI + Xm * φ

Keterangan:

Xm = jarak dari awal lengkung vertikal sampai titik tekuk


A (m) Ym = jarak dari titik tekuk A ke elevasi rencana (m)
R = jari-jari lengkung vertikal (m)
L = panjang lengkung Peralihan (m)
φ = perbedaan landai
(%) g1,g2 = kelandaian 1
dan 2 (%) A = titik
tekuk

Ada dua macam lengkung Vertikal, yaitu:

1) Lengkung Vertikal Cekung

Gambar 2.5 Lengkung Vertikal


cekung

2) Lengkung Vertikal cembung

Gambar 2.6 Lengkung Vertikal


Cembung

2. Landai
Besarnya landai ditentukan oleh tangen sudut antara jalan kereta api dan
garis mendatar, jadi bsarnya landai pada umumnya dinyatakan dalam
bentuk
pecahan misalnya 1/25, 1/40, dan sebagainya. Dapat pula dinyatakan
dalam bentuk mm/m atau 0/00 jadi landai 1/25 sama dengan landai 40 0/00.

Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel ( PD


10
Bab II pasal 4a).

Tabel 2.2 Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian

kelompok Kelandaian
lintas datar 0 sampai 10 %
Lintas pegunungan 10 sampai 40 %
lintas dengan rel gigi 40 sampai 80%
Sumber: PD 10

3. Landai penentu
Andai penentu adalah landai pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus,
yang berpengaruh terhadap kombinasi gaya tarik lokomotif terhadap
rangkaian kereta dioperasikan.

Tabel 2.3 Landai penentu maksimum

Kelas Jalan Rel Landai penentu maksimum


1 10%
2 10%
3 20%
4 25%
5 25%
Sumber: PD
10

4. Profil
Ruang
Untuk menentukkan batas bangunan di samping jalan kereta api, batas
bentuk bakal pelanting dan batas ruang muatan diperlukan bebeapa profil
ruang, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah oleh menteri
perhubungan.Ada tiga macam profil ruang, yaitu:
1) Profil ruang
bebas
Dalam profil ini tidak diperkanankan adanya bangunan dan benda-benda
tetap, sedangkan bakal pelanting tidak boleh menonjok keluar. Untuk
jalan
kereta api kelas I dan Kelas II ditetapkan profil ruang bebas sendiri-sendiri
dan pada masing-masing profil tadi ada bagian yang ditetapkan untuk
jalan bebas ( di luar emplasemen) serta sepur utama di stasiun dan
untuk sepur- sepur lainnya. Untuk bangunan-bangunan baru, seperti
tiang-tiang telegrap dan sebagainya, penempatan harus 0,50 m di luar
profil ruang bebas, sedangkan untuk bagian bagian jembatan ditetapkan
0,20 m.
2) Profil ruang kelonggaran
Profil ini berguna untuk membatasi bentuk bakal pelanting agar tidak ada
bagian yang menonjok keluar. Pada pembuatan bakal pelanting baru
perencana terikat pada profil ruang kelonggaran.
3) Profil ruang muatan
Profil ini dimaksudkan untuk membatasi volume muatan. Profil ruang
kelonggaran dan profil ruang muatan kedua-duaya harus ada dalam profil
ruang bebas.
Dengan adanya profil ruang-ruang tersebut dapat diihindarkan adanya
tabarakan antara bakal pelanting dan benda-benda tetap yang terdapat di
sepanjang pinggir jalan kereta api.

2.4.3 Elevasi Titik Kontur


Untuk menentukan ketinggian titik diantara dua garis kontur digunakan
persamaan interpolasi.

Gambar 2.7 Profil Ketinggian Titik Antara Dua Garis Kontur


X = h1 – (B1/B2) x (h1 -
h2) Dimana :
X = Ketinggian titik X
(m)
h1 = Garis Kontur 1 (m) h2 = Garis Kontur 2
(m)
B1 = Jarak h1 ke X (m) B2 = Jarak h1 ke h2
(m)
2.5 Konstruksi Jalan

Dalam merencanakan konstruksi jalan rel digunakan kecepatan rencana


yang besarnya :

Untuk perencanaan struktur jalan rel


V = 1.25 x V Max

Untuk perencanaan peninggian


∑ Ni Vi
Vrencana = C
x ∑ Ni

dimana:
c = 1,25
Ni = jumlah kereta api yang lewat
Vi = kecepatan operasi
Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan

Vrencana = Vmaks

Tabel 2.4 Klasfikasi Standar Jalan Rel


Kelas Daya Vmaks Pmaks Tipe rel Jenis Bantalan Jenis Tebal Lebar
Jalan Angkut (km/jam) gandar Jarak (mm) Penambat Balas Bahu
Lalu (ton) Atas Balas
Lintas (cm) (cm)
I (ton/tahun)
>20.106 120 18 R.60/R.54 Beton EG 30 50
600
II 10.106-20.106 110 18 R.54/R.50 Beton/Kayu EG 30 50
600
III 5.10 -10.10
6 6 100 18 R.54/R.50/R.42 Beton/Kayu/Baja EG 30 40
600
IV 2,5.106-5.106 90 18 R.54/R.50/R.42 Beton/Kayu/Baja EG/ET 25 40
600
V <2,5.10 6 80 18 R.42 Kayu/Baja ET 25 35
600
Sumber: PD
10

Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diizinkan untuk


operasi suatu rangkaian kereta api pada lintas tertentu. Di samping
kecepatan rencana juga memperhitungkan beban gandar dari kereta api.
Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan dari satu gandar.
Untuk semua kelas, beban
gandar maksimum adalah 18 ton. Ketentuan ini akan dipakai guna
evaluasi kelayakan pada perencanaan jalur ganda.

2.5.1 Rel
1. Rel harus memenuhi persyaratan berikut:
1) Minimum perpanjangan (elongation) 10%
2) Kekuatan Tarik (tensile strength) minimum 1175 N/mm2
3) Kekerasan Kepala rel tidak boleh kurang dari 320 BHN.
2. Penampang Rel harus memenuhi ketentuan dimensi rel seperti pada
table dan gambar berikut:

Tabel 2.5 Dimensi Penampang Rel

Besara Tipe
n Rel
R4 R5 R5 R60
Geometri 2 0 4
H (mm) 138.00 153.00 159.00 172.00
B (mm) 110.00 127.00 140.00 150.00
C (mm) 68.50 65.00 70.00 74.30
D (mm) 13.50 15.00 16.00 16.50
E (mm) 40.50 49.00 49.40 51.00
F (mm) 23.50 30.00 30.20 31.00
G (mm) 72.00 76.00 74.79 80.95
R (mm) 320.00 500.00 508.00 120.00
A (cm2) 54.26 64.20 69.34 76.86
W (kg/m) 42.59 50.40 54.43 60.34
Ix (cm4) 1369.00 1960.00 2346.00 3055.00
Yb (mm) 68.50 71.60 76.20 80.95
A = luas penampang
W = berat rel permeter
Ix = momen inersia terhadap sumbu x
Yb = jarak tepi bawah rel ke garis netral
Sumber : PM 60 Tahun 2012
Gambar 2.8 Penampang Rel

3. Jenis Rel Menurut Panjangnya


Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis rel, yaitu :
1) Rel standar adalah rel yang panjangnya 25 meter.
2) Rel pendek adalah rel yang panjangnya maksimal 100 m.
3) Rel panjang adalah rel yang panjang tercantum minimumnya pada
Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Panjang minimum Rel Panjang

Jenis bantalan Tipe Rel

R 42 R. 50 R.54 R. 60

Bantalan kayu 325 m 375 m 400 m 450 m


Bantalan beton 200 m 225 m 250 m 275 m
Sumber PD 10 Tahun 1986

4. Celah
Di sambungan rel harus ada celah untuk menampung
timbulnya perubahan panjang rel akibat perubahan suhu. Besar celah
ditentukan sebagai berikut :
1) Untuk semua tipe rel, besar celah pada sambungan rel standard
dan rel pendek tercantum pada table 2.7.
2) Pada sambungan rel panjang, besar celah dipengaruhi juga
oleh tipe rel dan jenis bantalan.
a) Untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu, besar
celah tercantum pada Tabel 2.8.
b) Untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton, besar
celah tercantum pada Tabel 2.9.
Tabel 2.7 Besar celah untuk semua tipe rel pada sambungan rel standard dan
rel
pendek.

o Panjang Rel (m)


Suhu Pemasangan C)
( 25 50 75 100
≤ 8 14 16 16
20 7 13 16 16
22 6 12 16 16
24 6 10 15 16
26 5 9 13 16
28 4 8 11 14
30 4 7 9 12
32 3 6 7 9
34 3 4 6 7
36 2 3 4 4
38 2 2 2 2
40 1 1 0 0
42 0 0 0 0
44 0 0 0 0

Sumber PD 10 Tahun 1986

Tabel 2.8 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu

Suhu Pemasangan (ºC) Panjang Rel (m)

R.42 R.50 R.54 R.60

≤ 16 16 16 16
28
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 2 2 2 2
Sumber PD 1048
Tahun 1986

5. Suhu pemasangan
1) Yang dimaksud dengan suhu pemasangan adalah suhu rel
waktu pemasangan.
2) Batas suhu pemasangan rel standard dan rel pendek tercantum pada
Tabel 2.7.
3) Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu
tercantum dalam table 2.8.
4) Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton
tercantum pada table 2.9.

Tabel 2.9 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton

Suhu Pemasangan (ºC) Panjang Rel (m)

R.42 R.50 R.54 R.60

≤ 16 16 16 16
28
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 2 2 2 2
Sumber PD 1048
Tahun
1986

2.5.2 Penambat
Rel
Penambat rel merupakan suatu komponen yang menambatkan rel pada
bantalan sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi kokoh dan kuat.
Kedudukan rel dapat bergeser diakibatkan oleh pergerakan dinamis roda
kereta yang bergerak di atas rel. Pergerakan dinamis roda dapat
mengakibatkan gaya lateral yang besar. Oleh karena itu, kekuatan penambat
sangat diperlukan untuk dapat mengeliminasi gaya ini. Jenis penambat
digolongkan berdasarkan karakteristik perkuatan yang dihasilkan dari sistem
penambat yang digunakan. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penggunaan penambat, sejarah penggunaan
penambat dan jenis-jenis penambat yang hingga saat ini masih digunakan di
Indonesia dan beberapa negara lainnya.

Saat ini jenis penambat dibedakan menurut sistem perkuatan penambatan


yang diberikan pada rel terhadap bantalan, yaitu:

1. Penambat Kaku, yang terdiri dari mur dan baut namun dapat juga
ditambahkan pelat andas, biasanya dipasang pada bantalan besi dan kayu.
Sistem perkuatannya terdapat pada klem plat yang kaku.
2. Penambat Elastik, penggunaannya dibagi dalam dua jenis, yaitu
penambat elastik tunggal yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang
jepit elastik, tirpon, mur dan baut, dimana kekuatan jepitnya terletak pada
batang jepit elastik. Penambat elastik tunggal ini biasanya digunakan pada
bantalan besi atau kayu. Adapun jenis yang kedua adalah penambat
elastik ganda yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit, alas rel,
tirpon, mur dan baut, Kekuatan jepitnya terletak pada batang elastis dan
biasanya digunakan pada bantalan beton. Penggunaan pada bantalan
benton, tidak menggunakan pelat andas melainkan las karet (rubber
pad) yang tebalnya disesuaikan dengan kecepatan kereta api. Pada
umumnya, penambat elastik juga dapat dibedakan menurut daya jepit
yang dihasilkan, yaitu Daya Jepit Langsung, misalnya : Pandrol, DE,
Dorken, First BTR, dan Daya Jepit Tak Langsung (dihasilkan oleh bantalan
terhadap mur-baut atau tirpon), misalnya F-type dan Nabla.

Gambar 2.9 Contoh penambat TIRPON TA untuk R-25

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 30


Gambar 2.10 Contoh Pelat Andas Tipe A untuk R-25

Gambar 2.11 Anti Creeps untuk R-33.

Penambat elastis digunakan secara besar-besaran saat ini, untuk


memenuhi kebutuhan angkutan kereta api yang cepat dan berat.
Komponen Clamping force dan Torsional Resistance dalam penambat
elastis menjadi sangat penting karena dapat mengikat rel secara baik pada
bantalan menjadi satu kesatuan yang dapat menahan gaya-gaya yang
bekerja pada penambat. Besarnya gaya jepit penambat dalah faktor
yang utama dalam menentukan jenis penambat. Kekuatan jepit
penambat diperoleh dari deformasi saat pemasangan penambat pada rel
dan pada umumnya diambil deformasi sebesar 10 mm.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 31


Dalam PD. No.10 Tahun 1986, penggunaan penambat elastis dibagi
menurut kelas jalan (kecepatan maksimum), yaitu :

Tabel 2.10 Penambat Rel Berdasarkan Kelas Jalan

Kelas Jenis Alat Penambat


Jalan
I Elastik Ganda
II Elastik Ganda
III Elastik Ganda
IV Elastik
V Tunggal

Sumber : Peraturan Dinas No.10 Tahun Elastik


1986

Kedua jenis penambat (kaku dan elastik) ini mempunyai berbagai hal paten
tersendiri dan metode penjepitan ke bantalan yang dapat berupa gaya
tarikan (pull out) dan bending maupun torsi.

2.5.3
Bantalan
Bantalan berfungsi untuk meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar
sepur dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Pemilihan bantalan berdasarkan
pada kelas jalan yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia. Macam-
macam bantalan yang digunakan di Indonesia:

1. Bantalan
kayu
Bantalan kayu digunakan dalam jalan rel karena selain relatif lebih nyaman,
bahan tersebut harganya murah, mudah diperoleh dan mudah pula dibentuk.
Sifat kayu adalah keras, namun juga cukup kenyal dan mampu untuk
meredam getaran dan suara. Namun bantalan kayu cepat rusak dan
penambat menjadi kurang kuat. Untuk memperpanjang umur bantalan, antara
rel dan bantalan harus dipasang pelat andas. Bantalan kayu harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
1) Kayu harus tua, sehat, utuh, padat, dan tidak boleh mengandung
kambium.
2) Kayu tidak boleh ada bekas dahan (mata
kayu).
3) Tidak ada lubang bekas
ulat.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 32


4) Tidak ada tanda
pelapukan.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 33


2. Bantalan
baja
Bantalan baja digunakan dalam jalan rel karena lebih ringan, hal ini
dikarenakan ukuran ketebalannya yang lebih tipis, sehingga memudahkan
pengangkutan. Bantalan baja memiliki keuntungan yaitu tahan lama, tidak
mudah menggeser ke samping, pemeliharaannya mudah, mampu
menghindari retak-retak yang timbul karena mempunyai elastisitas yang lebih
besar. Kekurangannya adalah penampang melintangnya kurang baik karena
stabilitas lateral dan aksialnya didapat dari konstruksi cengkeramannya, serta
gesekan antara balas dan dasar bantalan kecil. Di samping itu relatif keras
dan kurang nyaman.

3. Bantalan
beton
Bantalan beton digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu:
1) Mempunyai kekuatan yang lebih besar, tidak mengalami korosi
dan merupakan konduktor listrik yang jelek dan tidak mudah rusak.
2) Konstruksi lebih berat sehingga bantalan beton akan lebih stabil letaknya
pada balas sehingga mampu mempertahankan kedudukan track.
Kerugiannya adalah:
1) Penanganannya lebih sulit karena berat, sehingga harus menggunakan
alat- alat khusus dan membuatnya memerlukan ketepatan ukuran yang
sangat tinggi sehingga cukup mahal harganya.
2) Agak keras sehingga perlu landas
elastik.

2.5.4 Balas dan Sub


Balas
1.
Balas
Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan
terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar
akibat lalu lintas kereta pada jalan rel, oleh karena itu material
pembentukanya harus sangat terpilih.

1) Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan
terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 34


akibat lalu Iintas kereta pada jalan rei, oleh karena itu material
pembentuknya harus sangat terpilih.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 35


2) Fungsi utama balas adalah untuk meneruskan dan menyebarkan
beban bantalan ke tanah dasar, mengokohkan kedudukan bantalan dan
meluluskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitar bantalan
dan reI.
3) Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1
: 2.
4) Bahan balas atas dihampar hingga mencapai sama dengan elevasi
bantalan. a. Balas harus terdiri dari batu pecah (25 - 60) mm dan
memiliki kapasitas ketahanan yang baik, ketahanan gesek yang
tinggi dan mudah
dipadatkan;
b. Material balas harus bersudut banyak dan
tajam;
c. Porositas maksimum
3%;
d. Kuat tekan rata-rata maksimum 1000
kg/cm2;
e. Specific gravity minimum
2,6;
f. Kandungan tanah, lumpur dan organik maksimum
0,5%;
g. Kandungan minyak maksimum
0,2%;
h. Keausan balas sesuai dengan test Los Angeles tidak boleh lebih dari
25%.

Fungsi Utama balas adalah


untuk:
1) Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah
dasar
2) Mengokohkan kedudukan
bantalan
3) Meluruskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitar bantalan
rel.

Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan balas dibagi
menjadi dua, yaitu lapisan balas atas dengan material pembentuk yang
sangat baik dan lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang
tidak sebaik material pembentuk lapisan balas atas.

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 36


1) Lapisan Balas
Atas
Lapisan balas atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut
tajam (”angular”) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta
memenuhi syaratsyarat lain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan
Rel Indonesia (PBJRI). Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik.

2) Lapisan Balas
Bawah
Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir
kasar yang memenuhi syarat–syarat yang tercantum dalam Peraturan
Bahan Jalan rel

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 37


Indonesia (PBJRI) lapisan ini berfungsi sebagai lapisan penyaring (filter)
antara tanah dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat mengalirkan air
dengan baik. Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.

3) Bentuk dan Ukuran lapisan Balas


Atas
a. Tebal lapisan balas atas adalah seperti yang tercantum pada
klasifikasi jalan rel Indonesia.
b. Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas atas adalah:
b> ½ L+x
Dimana :
L = panjang bantalan (cm)
X = 50 cm untuk kelas I dan II
= 40 cm untuk kelas III dan IV
= 35 untuk kelas
V
c. Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1:2.
d. Bahan balas atas dihampar hingga mencapai elevasi yang
sama dengan elevasi bantalan.

4) Bentuk dan Ukuran Lapisan Balas


Bawah
a. Ukuran terkecil dari tebal lapisan balas bawah adalah d2. Yang
dihitung dengan persamaan :
d2 = d - d1 > 15
Dimana di hitung dengan persamaan :

1,3558∙σ1
d= ඨ
σt

σt = dihitung dengan menggunakan rumus “ beam on elastic


foundation”

Pd x λ 1 2cosh2 λa(cos2λc+coshλL)+
σ1 = 2cos2 λa(cosh2λc+cosλL)+ ቎
2b (sinλL+sinhλL
቎ )
sinh2λa(sin2λc-sinhλL)-sin2λa(sinh2λc-sinλL)

Dimana :
Pd = Beban roda akibat beban dinamis

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 38


P = Beban roda akibat beban statis

Rekayasa Jalan Rel I Kgs Abdurrahman Hakim I 141710055 I 39


V = Kecepatan kereta api (km/ jam)
% beban = Prosentase beban yang mauk kedalam bantalan.

4
λ=ඨ k
4∙E∙
I

K = b x ke

Dimana :
b = Lebar bawah bantalan (cm)
ke = Modulus reaksi balas (kg / cm 3) .
EI = Kekakuan lentur banalan (kg/ cm 2)
l = Inersia bantalan (cm4)
a = Jarak dari sumbu vertikal rel ke ujung bantalan
(cm). c = Setengah jarak antara sumbu vertikal rel
(cm)

b. Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah
dihitung dengan persamaan-persamaan:
Pada sepur lurus
: k1 > b+ 2d1+
m Pada tikungan
: k1d = k1
k1d = b+ 2 d1+ m+2e
E = (b+ 1/2) x h/l + t

c. Pada tebing lapisan balas bawah dipasang konstruksi penahan yang


dapat menajmin kemantapan lapisan itu. Pemilihan konstruksi
penahan harus mendapat persetujuan dari pemberi tugas.

5) Kepadatan.
Lapisan balas dibawah bantalan, terutama dibawah dudukan rel harus
dipadatkan dengan baik. Lapisan balas bawah harus dipadatkan sampai
mencapai 100 % d menurut percobaan ASTM D 698.
2. Sub-
Balas
1) Lapisan sub-balas berfungsi sebagai lapisan penyaring (filtet) antara
tanah dasar dan lapisan balas dan harus dapat mengalirkan air dengan
baik. Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.
2) Lapisan sub-balas terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir
kasar yang memenuhi syarat teknis.

2.5.5
Subgrade
Daya dukung tanah sangat tergantung kepada keadaan tanah di lapangan.
Untuk menganalisis daya dukung tanah lapisan subgrade akibat pembebanan
dinamik kendaraan kereta api dapat digunakan metode analisis Beam on
Elastic Foundation (BoEF).

Metode BoEF dan JNR mengasumsikan bahwa bantalan diibaratkan sebagai


balok serta balas sebagai tumpuan elastik yang diibaratkan sebagai
pegas. Dengan demikian, tekanan di bawah bantalan (σ1) dapat dihitung
menggunakan persamaan :

σ1 = ke ×
y

dimana :
σ1 = tekanan di bawah
bantalan ke = koefisien balas
y = lendutan maksimum
bantalan

Lendutan pada bantalan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini


:

Pd x λ 1 2cosh2 λa(cos2λc+coshλL)+
y= 2cos2 λa(cosh2λc+cosλL)+ ቎
2k (sinλL+sinhλL)

sinh2λa(sin2λc-sinhλL)-sin2λa(sinh2λc-sinλL)

dimana:
P = beban roda
k = modulus balas = b
× ke b = lebar bantalan
4 k
λ = damping factor = λ = ට
4∙E∙ I

E = modulus elastisitas bantalan


I = momen inersian bantalan
ke = koefisien balas, JNR menentukan koefisien balas sebagaimana
dijelaskan dalam Tabel 2.11 berikut ini.

Tabel 2.11 Koefisien balas yang dipengaruhi oleh kondisi balas

Kondisi ke
Balas
Buruk (kg/cm
3
3)

Sedang 8-10
Baik 12-15

Penjelasan metode perbaikan tanah dapat dilihat secara lebih lengkap pada
Metode Stabilitas Tanah.

Beban roda (P) dikorelasikan kepada beban dinamis menggunakan rumus


Talbot sebagai berikut :
P Vrencana
Pd = ቎1+0,01∙ ൬ -5 ൰൨ x % Beban
2
1,609

1. Untuk beban yang bekerja pada subgrade


(σ2) dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut ini :
1,35
σ2 =( 58 x σ1 )/10

+d

dimana :
d = tebal balas total (cm)
σ1 = tekanan pada permukaan badan jalan (kg/cm2)
σ2 = tekanan tepat di bawah bantalan (kg/cm2)
BAB V
KESIMPUL
AN

NO ITEM PERENCANAAN STANDA


R
1 Railway Selection
Kelas Jalan II
Beban Gandar 18 ton
Tipe Rel R54
V Maks 110
V Rencana 137.5
Lokomotif BB
2 Bantalan Beton
Bantalan Bantalan Beton WIKA N-
67 1067 mm
Lebar Sepur
3 Pemilihan Rel
Suhu Terendah 28°
Suhu Tertinggi 34°
Suhu Pemasangan Rel 30°
Panjang Rel 47 m = 50 m
Panjang Rel Minimum 50 m
Panjang Celah Rel 8m
Penambat Elastisitas Ganda
4 Balas dan Subbalas
d1 30 cm
d2 17 cm
b 150 cm
k1 250 cm
c 210 cm
k2 375 cm
e 25 cm
5 Subgrade
Tekanan di
1.2 Kg/cm2
bawah Bantalan
6 Panjang Trase 2100 m
NO ITEM PERENCANAAN STANDAR
7 Lengkung Horizontal S-C-S
Radius 900 m
Ls 120 m
Ɵs 3.81 °
∆c 11.38
°m
179
Lc
Yc 2.65 m
Xc 120 m
K 60 m
P 0.7 m
Ts 210 m
Es 13 m
L 418 m
Pelebaran Sepur 0 mm
h maks 110 mm
Peninggian Rel 109 mm
8 Lengkung Vertikal
Lengkung Cekung Lv = 20 m
Ev = 0.00625 m
Lengkung Cembung Lv = 20 m
Ev = 0.00625 m
9 Jumlah Bantalan 3500 bh
10 Total Jumlah Volume Galian dan Timbunan
Galian 14908.19 m3
Timbunan 4218.63 m3
11 Total Jumlah Volume Balas 4039.2 m3
12 Total Volume Subbalas 3712.5 m3

Anda mungkin juga menyukai