PERENCANAAN
JALAN KERETA
API
Disusun
Oleh :
Kgs. Abdurrahman Hakim
NIM. 141710055
Dosen
Pengasuh :
MUKHLIS, S.T.,
M.T.
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI
i
TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BINA
DARMA
2016/201
7
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Hakim
NIM : 141710055
Fakultas : Teknik
Program Studi : Teknik Sipil
Palembang, 23 Desember
2016
Dosen Pengasuh,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah serta pertolongan Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Perencanaan Jalan Kereta Api ini tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen Mata Kuliah Rekayasa Jalan
Rel, Bapak Mukhlis, S.T., M.T., yang telah membimbing dan memberikan masukan
sehingga tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas Perencanaan Jalan Kereta Api ini dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran untuk memahami proses perencanaan jalan rel yang terdiri dari
perencanaan struktur, perencanaan geometrik, dan gambar teknis.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR GRAFIK ..................................................................................
Lampiran ..................................................................................................
v
Halaman
vi
BAB I
PENDAHULU
AN
Jaringan transportasi dapat terdiri dari satu atau lebih macam alat
transportasi yang mungkin berbeda media dan modanya, apakah hanya jalan
saja atau merupakan gabungan antara jalan dan kereta, atau jalan dan
transportasi air atau kombinasi lainnya. Untuk mengefisienkan pergerakan
yang terjadi di dalam jaringan tersebut, maka sistem jaringan perlu didesain
secara terhirarki sesuai dengan besarnya arus lalu lintas yang melalui
jaringan tersebut.
Angkutan jalan rel merupakan salah satu moda angkutan darat yang cukup
efisien, karena kapasitas angkut (per kereta) yang cukup besar dan
pergerakannya tidak terganggu oleh arus lalu lintas kendaraan di jalan raya.
Ada dua tipe dasar angkutan jalan rel, yaitu sistem angkutan jalan rel
perkotaan dan angkutan jalan rel antar kota.
Pelayanan angkutan jalan rel ini diberikan kepada angkuan orang dan
angkutan barang. Kebutuhan angkutan penumpang merupakan fungsi dari
karakteristik pelayanan. Atribut untuk angkutan penumpang adalah
keselamatan dan keamanan, kecepatan, reliabilitas, kenyamanan dan biaya
yang relatif rendah, sedang untuk angkutan barang kenyamanan bukanlah
menjadi hal yang utama.
1.3 Sistematika
Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
teknis, nonteknis, dan ekonomis.
Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui
kendaraan rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama
umur konstruksinya.
Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian
kendaraan yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo
atau penumpang. Gaya gerak disediakan oleh lokomotif yang terpisah atau
motor individu dalam beberapa unit. Meskipun propulsi historis mesin uap
mendominasi, bentuk-bentuk modern yang paling umum adalah mesin diesel
termasuk kuda, tali atau kawat, gravitasi, pneumatik, baterai, dan turbin gas.
Rel kereta api biasanya terdiri dari dua, tiga atau empat rel, dengan sejumlah
monorel dan guideways maglev dalam campuran. Kata 'train' berasal dari
bahasa Perancis Tua trahiner, dari bahasa Latin trahere 'tarik, menarik'.
Ada berbagai jenis kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta
api bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong
kereta terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri (atau kadang-
kadang pelatih bertenaga tunggal atau diartikulasikan, disebut sebuah kereta
mobil). Kereta pertama dengan bentuk ditarik menggunakan tali, gravitasi
bertenaga atau ditarik oleh kuda. Dari awal abad ke-19 hampir semuanya
didukung oleh lokomotif uap. Dari tahun 1910-an dan seterusnya lokomotif
uap mulai digantikan oleh kurang dan bersih (tetapi lebih kompleks dan
mahal) lokomotif diesel dan lokomotif listrik, sementara pada waktu yang
sama beberapa kendaraan unit yang digerakkan sendiri baik sistem tenaga
menjadi jauh lebih umum dalam pelayanan penumpang.
Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm
(di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel
yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473
km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah
83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru.
Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru
diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang
memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan
yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini,
banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro -
Pekanbaru.
2.2.2 Klasifikasi
Kereta Api
Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan
lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas
Jogya - Magelang.
Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan
kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang
dibangun tahun
1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester
Cornelis
(Jatinegara) ke Tandjoeng
Priok.
1. Data Topografi, meliputi kerapatan titik kontrol tanah (titik kontrol tanah
(horizontal), kerapatan titik kontrol tanah horizontal, titik kontrol tanah
(vertikal), poligon, sudut horizontal, azimuth matahari, sudut vertikal,
jarak, sipat datar, situasi, profil melintang, contour (garis ketinggian),
plotting, pengambilan dan proses data lapangan, penggambaran hasil
pengukuran
2. Data Geoteknik meliputi: sondir, bor tangan, CBR lapangan
menggunakan
DCP, analisis laboratorium contoh hasil bor tangan.
3. Data Hidrologi meliputi: data curah hujan harian maximum, analisis
curah hujan rancangan, analisis curah hujan harian maximum rata-rata
berdasarkan Metode Gumbel, analisis curah hujan harian maximum rata-
rata berdasarkan Metode Haspers, analisis curah hujan harian maximum
rata-rata berdasarkan metode Ir. Jp. Weduwen, analisis debit banjir
rancangan (design flood), analisis design flood dengan Metode Melchior,
analisis design flood dengan Metode Haspers, dan analisis design flood
dengan metode Dr. Mononobe.
4. Data Geologi digunakan untuk mengetahui kondisi lokasi secara umum
yang ditinjau dari disiplin ilmu geologi. Hal-hal yang perlu diketahui dari
data-data geologi adalah :
1) Jenis bentuk geologi dan sejarahnya
2) Deskripsi permukaan tanah dan batuan
3) Deskripsi masa tanah terutama mengenai sesar atau lipatan-lipatan.
4) Bentuk lereng dan evaluasinya serta kemungkinan adanya
proses- prosesyang masih berjalan seperti gerakan tanah dan
pelapukan bantuan serta pengikisan permukaan
5) Kemiringan dan panjang rel, baik di tempat-tempat yang
sudah stabilmaupun yang memperlihatkan tanda-tanda kelongsoran.
6) Keadaan- keadaan khusus dari permukaan, seperti lembah,
jurang,sungai, danau dan hal-hal khusus lainnya.
5. Data Lalu lintas kereta api meliputi: kecepatan operasi rata-rata
kereta, jeni kereta, jumlah lintas operasi, jumlah gerbong penumpang atau
barang, tonase lokomotif dan gerbong.
2.4.1 Alinyemen
Horisontal
R min = 0,08 . V2
G sin a + H cos a = m . ( V2 / R )
cos a
G sin a = { ( m . V2 / R ) - H }
cos a
G tan a = { G . V2 / ( g .
R)}–HH= m.a =(G/g
).a
Tan a =
h/w
G.h/w = { G . V2 / ( g . R ) } – ( G / g
).aa = ( V2 / 13R ) – g . ( h /
w)
a = Percepatan sentrifugal (
m/dt2)
R min =
0,054 V2
h = ( 8,8 . V2 / R ) –
53,54
R = 0,164 .
V2
Keterangan:
R = jari-jari lengkung
horisontal
(m) V = kecepatan rencana
(km/jam)
2. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari berubah
beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara
bagian yang lurus
Dimana:
∆ = sudut luar di PI = sudut pusat
lingkaran O Tc = panjang tangen = jarak
dari TC ke PI Lc = panjang busur
lingkaran
Ec = jarak luar
Rc = jari-jari lingkaran
K = Xc – Rc sin Ɵs (m)
P = Yc – Rc ( 1- cos Ɵs ) (m)
Dimana:
PI = titik perpotongan garis tangen
utama TS = titik perubahan dari tangen
ke spiral SC = titik perubahan dari circle
ke spiral
Rc = Jari-jari lengkung lingkaran
l = panjang busur spiral dari TS ke suatu titik sembarang
3. Peninggian Rel
Pada saat kereta api memasuki bagian lengkung, maka pada kereta api
tersbut akan timbul gaya sentrifugal yang mempunyai kecenderungan
melemparkan kereta api ke arah luar lengkung. Hal ini sangat
membahayakan dan tidak nyaman bagi penumpang. Untuk mengatasinya
dlakukan peninggian pada rel luar. Dengan adanya peninggian ini gaya
sentrifugal yang timbul kana diimbangi oleh komponen gaya berat kereta
api dan kekuatan rel, penambat, bantalan balas.
Ada 3 macam peninggian,
yaitu:
1) Peninggian
maksimum
Rumus
:
h min = 8,8( V2 / R ) –
53,5
3) Peninggian
normal
Kondisi rel tidak ikut memikul gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangin
oleh komponen gaya berat.
Rumus
:
h normal = 5,95 ( V2
/R)
Keterangan:
h min = peninggian minimum
(mm)
h normal = peninggian normal
(mm)
V = kecepatan rencana
(km/jam) R = jari-jari lengkung
(m)
4. Lebar Sepur
Lebar sepur adalah jarak antara kedua batang rel, diukur dari sebelah dalam
kepalanya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang
5. Pelebaran
Sepur
Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung
tanpa hambatan dan mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta
di tikungan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah
dalam. Faktor yang berpengaruh terhadap besarnya pelebaran sepur adalah:
1) Jari-jari tikungan
(R)
2) Jarak gandar antara muka dan belakng yang
rigid
3) Kondisi keausan roda
rel
d = 3000 mm
450
0w=
R -8
Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut, dipergunakan bila terdapat perbedaan
kelandaian sehingga dengan adanya lengkung vertikal peralihan dapat terjadi
secara berangsur-angsur dari suatu landai ke kelandaian berikutnya.
Alinyemen vertikal terdiri dari garis lurus dengan atau tanpa kelandaian
lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran.
1. Lengkung
Vertikal
Pada setiap pergantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang
memenuhi keamanan dan kenyamanan. Panjang lengkung vertikal berupa
busur lingkaran yang menghubungkan dua kelandaian lintas berbeda,
ditentukan berdasarkan besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan
kelandaian. Kriteria alinyemen vertikal:
1) Beberapa kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek
disederhanakan menjadi satu kelandaian.
2) Jika penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke
penurunan dsediakan bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.
3) Tinggi puncak rel sedapat mungkin tidak diturunkan, kecuali tidak
memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya.
Rumus:
φ = |g1-g2|
2
1 d y
=
R dx2
dy x
=
dx 2R+C2;x=0, y=0, maka C2=0
dy x x2
Jadi: = dan Y =
dx R 2R
Letak titik A (Xm,Ym)
1) X=l
dy l
=
dx R ; l = φ R
Xm = OA = ½ l
R
ܺ ݉ =2φ
ܺ
2x
2) Y= =; l =
φ
R
R
Y = Ym ; X = Xm = ½ l
2
1/4l φ2 R2
Y= =
2R 8R
R
Ym= φ2
8
Km PLV = Km PI – Xm
Elv PLV = Elv PI – Xm *φ
Km PV = Km PI
Elv PV = Elv PV – Ym
Km PTV = Km PI + Xm
Keterangan:
2. Landai
Besarnya landai ditentukan oleh tangen sudut antara jalan kereta api dan
garis mendatar, jadi bsarnya landai pada umumnya dinyatakan dalam
bentuk
pecahan misalnya 1/25, 1/40, dan sebagainya. Dapat pula dinyatakan
dalam bentuk mm/m atau 0/00 jadi landai 1/25 sama dengan landai 40 0/00.
kelompok Kelandaian
lintas datar 0 sampai 10 %
Lintas pegunungan 10 sampai 40 %
lintas dengan rel gigi 40 sampai 80%
Sumber: PD 10
3. Landai penentu
Andai penentu adalah landai pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus,
yang berpengaruh terhadap kombinasi gaya tarik lokomotif terhadap
rangkaian kereta dioperasikan.
4. Profil
Ruang
Untuk menentukkan batas bangunan di samping jalan kereta api, batas
bentuk bakal pelanting dan batas ruang muatan diperlukan bebeapa profil
ruang, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah oleh menteri
perhubungan.Ada tiga macam profil ruang, yaitu:
1) Profil ruang
bebas
Dalam profil ini tidak diperkanankan adanya bangunan dan benda-benda
tetap, sedangkan bakal pelanting tidak boleh menonjok keluar. Untuk
jalan
kereta api kelas I dan Kelas II ditetapkan profil ruang bebas sendiri-sendiri
dan pada masing-masing profil tadi ada bagian yang ditetapkan untuk
jalan bebas ( di luar emplasemen) serta sepur utama di stasiun dan
untuk sepur- sepur lainnya. Untuk bangunan-bangunan baru, seperti
tiang-tiang telegrap dan sebagainya, penempatan harus 0,50 m di luar
profil ruang bebas, sedangkan untuk bagian bagian jembatan ditetapkan
0,20 m.
2) Profil ruang kelonggaran
Profil ini berguna untuk membatasi bentuk bakal pelanting agar tidak ada
bagian yang menonjok keluar. Pada pembuatan bakal pelanting baru
perencana terikat pada profil ruang kelonggaran.
3) Profil ruang muatan
Profil ini dimaksudkan untuk membatasi volume muatan. Profil ruang
kelonggaran dan profil ruang muatan kedua-duaya harus ada dalam profil
ruang bebas.
Dengan adanya profil ruang-ruang tersebut dapat diihindarkan adanya
tabarakan antara bakal pelanting dan benda-benda tetap yang terdapat di
sepanjang pinggir jalan kereta api.
dimana:
c = 1,25
Ni = jumlah kereta api yang lewat
Vi = kecepatan operasi
Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan
Vrencana = Vmaks
2.5.1 Rel
1. Rel harus memenuhi persyaratan berikut:
1) Minimum perpanjangan (elongation) 10%
2) Kekuatan Tarik (tensile strength) minimum 1175 N/mm2
3) Kekerasan Kepala rel tidak boleh kurang dari 320 BHN.
2. Penampang Rel harus memenuhi ketentuan dimensi rel seperti pada
table dan gambar berikut:
Besara Tipe
n Rel
R4 R5 R5 R60
Geometri 2 0 4
H (mm) 138.00 153.00 159.00 172.00
B (mm) 110.00 127.00 140.00 150.00
C (mm) 68.50 65.00 70.00 74.30
D (mm) 13.50 15.00 16.00 16.50
E (mm) 40.50 49.00 49.40 51.00
F (mm) 23.50 30.00 30.20 31.00
G (mm) 72.00 76.00 74.79 80.95
R (mm) 320.00 500.00 508.00 120.00
A (cm2) 54.26 64.20 69.34 76.86
W (kg/m) 42.59 50.40 54.43 60.34
Ix (cm4) 1369.00 1960.00 2346.00 3055.00
Yb (mm) 68.50 71.60 76.20 80.95
A = luas penampang
W = berat rel permeter
Ix = momen inersia terhadap sumbu x
Yb = jarak tepi bawah rel ke garis netral
Sumber : PM 60 Tahun 2012
Gambar 2.8 Penampang Rel
R 42 R. 50 R.54 R. 60
4. Celah
Di sambungan rel harus ada celah untuk menampung
timbulnya perubahan panjang rel akibat perubahan suhu. Besar celah
ditentukan sebagai berikut :
1) Untuk semua tipe rel, besar celah pada sambungan rel standard
dan rel pendek tercantum pada table 2.7.
2) Pada sambungan rel panjang, besar celah dipengaruhi juga
oleh tipe rel dan jenis bantalan.
a) Untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu, besar
celah tercantum pada Tabel 2.8.
b) Untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton, besar
celah tercantum pada Tabel 2.9.
Tabel 2.7 Besar celah untuk semua tipe rel pada sambungan rel standard dan
rel
pendek.
Tabel 2.8 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu
≤ 16 16 16 16
28
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 2 2 2 2
Sumber PD 1048
Tahun 1986
5. Suhu pemasangan
1) Yang dimaksud dengan suhu pemasangan adalah suhu rel
waktu pemasangan.
2) Batas suhu pemasangan rel standard dan rel pendek tercantum pada
Tabel 2.7.
3) Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu
tercantum dalam table 2.8.
4) Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton
tercantum pada table 2.9.
Tabel 2.9 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton
≤ 16 16 16 16
28
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 2 2 2 2
Sumber PD 1048
Tahun
1986
2.5.2 Penambat
Rel
Penambat rel merupakan suatu komponen yang menambatkan rel pada
bantalan sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi kokoh dan kuat.
Kedudukan rel dapat bergeser diakibatkan oleh pergerakan dinamis roda
kereta yang bergerak di atas rel. Pergerakan dinamis roda dapat
mengakibatkan gaya lateral yang besar. Oleh karena itu, kekuatan penambat
sangat diperlukan untuk dapat mengeliminasi gaya ini. Jenis penambat
digolongkan berdasarkan karakteristik perkuatan yang dihasilkan dari sistem
penambat yang digunakan. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penggunaan penambat, sejarah penggunaan
penambat dan jenis-jenis penambat yang hingga saat ini masih digunakan di
Indonesia dan beberapa negara lainnya.
1. Penambat Kaku, yang terdiri dari mur dan baut namun dapat juga
ditambahkan pelat andas, biasanya dipasang pada bantalan besi dan kayu.
Sistem perkuatannya terdapat pada klem plat yang kaku.
2. Penambat Elastik, penggunaannya dibagi dalam dua jenis, yaitu
penambat elastik tunggal yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang
jepit elastik, tirpon, mur dan baut, dimana kekuatan jepitnya terletak pada
batang jepit elastik. Penambat elastik tunggal ini biasanya digunakan pada
bantalan besi atau kayu. Adapun jenis yang kedua adalah penambat
elastik ganda yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit, alas rel,
tirpon, mur dan baut, Kekuatan jepitnya terletak pada batang elastis dan
biasanya digunakan pada bantalan beton. Penggunaan pada bantalan
benton, tidak menggunakan pelat andas melainkan las karet (rubber
pad) yang tebalnya disesuaikan dengan kecepatan kereta api. Pada
umumnya, penambat elastik juga dapat dibedakan menurut daya jepit
yang dihasilkan, yaitu Daya Jepit Langsung, misalnya : Pandrol, DE,
Dorken, First BTR, dan Daya Jepit Tak Langsung (dihasilkan oleh bantalan
terhadap mur-baut atau tirpon), misalnya F-type dan Nabla.
Kedua jenis penambat (kaku dan elastik) ini mempunyai berbagai hal paten
tersendiri dan metode penjepitan ke bantalan yang dapat berupa gaya
tarikan (pull out) dan bending maupun torsi.
2.5.3
Bantalan
Bantalan berfungsi untuk meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar
sepur dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Pemilihan bantalan berdasarkan
pada kelas jalan yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia. Macam-
macam bantalan yang digunakan di Indonesia:
1. Bantalan
kayu
Bantalan kayu digunakan dalam jalan rel karena selain relatif lebih nyaman,
bahan tersebut harganya murah, mudah diperoleh dan mudah pula dibentuk.
Sifat kayu adalah keras, namun juga cukup kenyal dan mampu untuk
meredam getaran dan suara. Namun bantalan kayu cepat rusak dan
penambat menjadi kurang kuat. Untuk memperpanjang umur bantalan, antara
rel dan bantalan harus dipasang pelat andas. Bantalan kayu harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
1) Kayu harus tua, sehat, utuh, padat, dan tidak boleh mengandung
kambium.
2) Kayu tidak boleh ada bekas dahan (mata
kayu).
3) Tidak ada lubang bekas
ulat.
3. Bantalan
beton
Bantalan beton digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu:
1) Mempunyai kekuatan yang lebih besar, tidak mengalami korosi
dan merupakan konduktor listrik yang jelek dan tidak mudah rusak.
2) Konstruksi lebih berat sehingga bantalan beton akan lebih stabil letaknya
pada balas sehingga mampu mempertahankan kedudukan track.
Kerugiannya adalah:
1) Penanganannya lebih sulit karena berat, sehingga harus menggunakan
alat- alat khusus dan membuatnya memerlukan ketepatan ukuran yang
sangat tinggi sehingga cukup mahal harganya.
2) Agak keras sehingga perlu landas
elastik.
1) Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan
terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar
Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan balas dibagi
menjadi dua, yaitu lapisan balas atas dengan material pembentuk yang
sangat baik dan lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang
tidak sebaik material pembentuk lapisan balas atas.
2) Lapisan Balas
Bawah
Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir
kasar yang memenuhi syarat–syarat yang tercantum dalam Peraturan
Bahan Jalan rel
1,3558∙σ1
d= ඨ
σt
Pd x λ 1 2cosh2 λa(cos2λc+coshλL)+
σ1 = 2cos2 λa(cosh2λc+cosλL)+
2b (sinλL+sinhλL
)
sinh2λa(sin2λc-sinhλL)-sin2λa(sinh2λc-sinλL)
Dimana :
Pd = Beban roda akibat beban dinamis
4
λ=ඨ k
4∙E∙
I
K = b x ke
Dimana :
b = Lebar bawah bantalan (cm)
ke = Modulus reaksi balas (kg / cm 3) .
EI = Kekakuan lentur banalan (kg/ cm 2)
l = Inersia bantalan (cm4)
a = Jarak dari sumbu vertikal rel ke ujung bantalan
(cm). c = Setengah jarak antara sumbu vertikal rel
(cm)
b. Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah
dihitung dengan persamaan-persamaan:
Pada sepur lurus
: k1 > b+ 2d1+
m Pada tikungan
: k1d = k1
k1d = b+ 2 d1+ m+2e
E = (b+ 1/2) x h/l + t
5) Kepadatan.
Lapisan balas dibawah bantalan, terutama dibawah dudukan rel harus
dipadatkan dengan baik. Lapisan balas bawah harus dipadatkan sampai
mencapai 100 % d menurut percobaan ASTM D 698.
2. Sub-
Balas
1) Lapisan sub-balas berfungsi sebagai lapisan penyaring (filtet) antara
tanah dasar dan lapisan balas dan harus dapat mengalirkan air dengan
baik. Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.
2) Lapisan sub-balas terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir
kasar yang memenuhi syarat teknis.
2.5.5
Subgrade
Daya dukung tanah sangat tergantung kepada keadaan tanah di lapangan.
Untuk menganalisis daya dukung tanah lapisan subgrade akibat pembebanan
dinamik kendaraan kereta api dapat digunakan metode analisis Beam on
Elastic Foundation (BoEF).
σ1 = ke ×
y
dimana :
σ1 = tekanan di bawah
bantalan ke = koefisien balas
y = lendutan maksimum
bantalan
Pd x λ 1 2cosh2 λa(cos2λc+coshλL)+
y= 2cos2 λa(cosh2λc+cosλL)+
2k (sinλL+sinhλL)
sinh2λa(sin2λc-sinhλL)-sin2λa(sinh2λc-sinλL)
dimana:
P = beban roda
k = modulus balas = b
× ke b = lebar bantalan
4 k
λ = damping factor = λ = ට
4∙E∙ I
Kondisi ke
Balas
Buruk (kg/cm
3
3)
Sedang 8-10
Baik 12-15
Penjelasan metode perbaikan tanah dapat dilihat secara lebih lengkap pada
Metode Stabilitas Tanah.
+d
dimana :
d = tebal balas total (cm)
σ1 = tekanan pada permukaan badan jalan (kg/cm2)
σ2 = tekanan tepat di bawah bantalan (kg/cm2)
BAB V
KESIMPUL
AN