Anda di halaman 1dari 44

Rekayasa Jalan Rel

(Kode Mata Kuliah SIA-457)

Alinyemen Jalan Rel

By Sofyan Triana
Tugas Kuliah
Tema: Perkeretaapian di Indonesia
1. Sejarah Perkeretaapian
2. Kereta Api LRT Palembang
3. Kereta LRT Jabodetabek
4. Kereta LRT DKI Jakarta
5. Kereta Bandara Kulon Progo
6. Kereta Bandara Kualanamu
7. Kereta MRT Jakarta
8. Kereta Api Makasar – Pare-Pare
9. Kereta Regional (Antar Kota) di Indonesia
10. Kereta Commuter (Jabodetabek, Bandung Raya dll)

Kriteria Penilaian:
 Dibuat dalam bentuk Power Point
 Semakin Kreatif Anda membuat ppt, maka nilai akan makin baik
 Sertakan Sumber pada setiap tulisan, gambar dan table (buat daftar pustaka pada akhir ppt
 Apabila ada ppt yang identic sama, tetap akan dinilai tetapi nilainya akan dibagi sejumlah
pihak yang sama
 Maksimal dikumpulkan pada hari terakhir kuliah Rekaysa Jalan Rel ke email
sofyantriana2@gmail.com
Alinyemen
 Definisi dan Analisa Umum
 Geometri Alinemen Jalan Rel
 Profil Memanjang Jalan Rel
 Data Traksi yang Berkaitan dengan Alinemen
 Pokok-pokok Perencanaan Jalan Rel
Definisi dan Analisa Umum
Alinyemen
• Penggarisan sumbu jalan rel
• Proyeksi pada bidang horisontal, rerdiri dari bagian lurus dan lengkung
• Proyeksi pada bidang vertikal, terdiri dari mendatar dan miring

Superelevasi
• Alinyemen lengkung pada jalan rel berupa busur lingkaran dengan jari-jari
R
• Akibatnya kereta api mengalami gaya sentrifugal berarah radial keluar
sebesar F = mV2/R
• Kereta api terancam bahaya terguling/terpelanting keluar tikungan
• Untuk mengantisipasi bahaya tersebut, dilakukan memiringkan jalan rel
dimana sebelah luar lebih tinggi daripada sebelah dalam  SUPERELEVASI
Geometri Alinyemen Jalan Rel
Bentuk Lengkung
SPIRAL-CIRCLE-SPIRAL

Bentuk Lengkung
FULL CIRCLE
Geometri Alinyemen Jalan Rel
Rmin pada Lengkung Full Circle dan S-C-S
Kecepatan Rmin tanpa Rmin dengan
Rencana lengkung peralihan (FC) lengkung peralihan (SCS)
(km/jam) (m) (m)
60 600 200
70 810 270
80 1050 350
90 1330 440
100 1650 550
110 1990 660
120 2370 780
130 2780 920
140 3220 1060
150 3700 1220
160 4200 1390
Keterangan: Untuk ukuran lebar rel 1067 mm Vrencana = 120 km/jam
Untuk ukuran lebar rel 1435 mm Vrencana = 160 km/jam
PM no 60 Tahun 2012
Lengkung Peralihan
• Perubahan alinemen dari garis lurus menjadi busur lingkaran
• Timbul gaya sentrifugal dengan mendadak
• Untuk meniadakannya diadakan suatu LENGKUNG PERALIHAN
(transition curve) antara lurus dan lingkaran
Lengkung SPIRAL-CIRCLE-SPIRAL
Lengkung Peralihan
Perubahan gaya sentrifugal dari tidak ada sampai pada nilai tertentu
dilakukan pada lengkung peralihan agar dirasakan tidak mendadak.
Panjang lengkung peralihan dihitung dengan rumus
keterangan rumus: V = km/jam, R = m, L = m, h =mm
L = 0,06V3/R
L = 0,01V.h
Lengkung Kecepatan Lengkung
Kecepatan Rencana

Lebar rel 1435 mm dengan H maks =


Lebar rel 1067 mm dengan H maks =

Peralihan (m) Rencana Peralihan (m)


60 66 60 90
70 77 70 105
80 88 80 120
90 99 90 135
110 mm

150 mm
100 110 100 150
110 121 110 165
120 132 120 180
130 - 130 195
140 - 140 210
150 - 150 225
160 - 160 240
Lengkung Peralihan
• Perubahan alinemen dari garis lurus menjadi busur lingkaran
• Timbul gaya sentrifugal dengan mendadak
• Untuk meniadakannya diadakan suatu LENGKUNG PERALIHAN (transition
curve) antara lurus dan lingkaran

Pelebaran
• Pasangan roda-roda terhubung dalam kerangka kaku
• Pada alinemen lengkung terjadi kemacetan roda kereta api akibat
terjepitnya oleh rel
• Perlu dilakukan PELEBARAN untuk menghilangkannya
Geometri Alinemen Jalan Rel
Pertinggian Rel Luar

Kereta : berat, G = mg
bergerak dengan kecepatan V km/jam
membelok menurut busur lingkaran berjari-jari R meter
Perhitungan pertinggian jalan rel, h dengan rumus

h = s.V2/gR h = 8,4V2/R
s = 1,067 m V = km/jam
g = 9,8 m/det2 R=m
h = mm
Rumus praktek diambil rata-rata 70%: h = 6V2/R

Peraturan PD 10 : untuk lebar rel 1067 mm  hmax = 110 mm


PM 60 Tahun 2012 : untuk lebar rel 1435 mm  hmax = 150 mm
BEDA TINGGI REL
BEDA TINGGI REL
BEDA TINGGI REL
Pelebaran sepur pada Tikungan

Rumus yang digunakan untuk menghitung pelebaran sepur:

d = jarak gandar terjauh dalam satu bogie, mm


v = d2/2R – e R = jari-jari lengkung, mm
e = 8 mm (umumnya)

Peraturan:
• Pelebaran v diperoleh dengan menggeser rel dalam ke arah pusat
lengkungan ( lingkaran)
• Pelebaran berangsur-angsur dari 0 sampai v, diadakan sepanjang lengkung
peralihan, secara linier
• Nilai v dibulatkan sampai kelipatan dari 5 mm.
Lengkung pada Wesel

• Tidak dapat dilakukan lengkung peralihan


• Tidak dapat dilakukan pertinggian rel luar (superelevasi)
• Hanya ada pelebaran sepur untuk sepur belok
 Diadakan pembatasan kecepatan
V = km/jam
V = 2,76.R1/2 R=m

Lengkung Tanpa Superelevasi

Diperlukan sebelum/sesudah masuk/keluar sepur peron

Rumus yang digunakan


V = km/jam
R ≥ ½ V2 R=m
L = V (2e)1/2 e = m (jarak antar rel yang sejajar)
L=m
Profil Memanjang Jalan Rel
Terdiri atas: garis-garis lurus mendatar (horisontal) dan miring
 merupakan garis terpatah-patah

Kemiringan dinyatakan dengan


• Sudut  terhadap garis horisontal
S‰
• tg  S mm

• Angka perbandingan 1: n atau S ‰
1000 mm

Pada jalan rel, sudut  selalu kecil sekali


 tg   sin    rad
Lengkung vertikal

Garis terpatah-patah  ditempatkan suatu peralihan berupa lengkung busur


lingkaran vertikal dengan jari-jari besar (orde ribuan meter)

 = S’ – S y = x2/2R

Di titik A: xm = ½ R ym = 1/8 2R

Di titik B: x = L = R yB = 1/2 2R


Contoh Patahan:
S
S’ 
S  S’

 = S’ - 0  = - S’ - 0

S’ S’ 

S
S
=-0-S  = S’ - S

 
S S’
S S’

 = S’ - S  = - S’ - S
Hambatan Sepan jang Alinemen

Hambatan Laju/Hambatan Jalan, Hj


Akibat:
• Gesekan di dalam gandar Hg = fG.G.d/r

• Gesekan gelinding antara roda dan rel Hr = fr.G/r

• Gesekan udara/angin Hu = fu.F.V2

Per satuan berat (kg/ton beban gandar) Hj = I/G (Hg + Hf + Hu)

Bentuk dasar rumus Hj = a + c.V2 (kg/ton)

Clark a = 2,4
c = 1/1000 untuk kecepatan rendah (km/jam)
= 1/1300 untuk kecepatan tinggi (km/jam)
Hambatan Lengkung, HL

Pada saat di lengkung:


• Kedua roda (kan dan kiri) tergandeng oleh satu poros atau gandar menjadi
satu benda monolit
• Kecepatan kedua roda selalu sama
• Posisi roda antara satu dengan yang lain mempunyai jari-jari berbeda
• Panjang busur lingkaran dari tapak roda berbeda
• Roda luar menempuh jalan yang lebih panjang dari roda dalam
• Timbul gesekan yang menghambat

HL = 375/(R – 50)

R = jari-jari lengkung (m)


HL = hambat lengkung (kg/ton)
Hambatan Landai/Lereng, Hs

Hambatan yang terjadi karena kereta api bergerak naik lereng

Hs = S kg/ton berat kereta

Keberadaan Ketiga Jenis Hambatan

Hambatan Laju/Hambatan Jalan, Hj  senantiasa ada, selama kereta api


bergerak

Hambatan Lengkung, HL  hanya ada, bila kereta api menjalani


sepur lengkung/belikan/tikungan

Hambatan Landai/Lereng, Hs  hanya ada, bula kereta api menjalani


sepur naik
Kombinasi
V
HJ Lurus dan Mendatar

HL V
HJ Melengkung dan Mendatar

V
HJ Lurus dan Naik

HS
V
HJ Lurus dan Menurun

HS
HL V
HJ Melengkung dan Menurun
HS
HL V
HJ Melengkung dan Naik

HS
Data Traksi Yang Berkaitan Dengan Alinemen
Kekuatan Tarik Lokomotif, T

T = G  H__

T = G (Hj + HL + HS)

T = G { (2,4 + V2/1000) + (375/(R-50)) + S)


(1300)

T = Kekuatan Tarik Lokomotif (kg)


G = berat rangkaian kereta api (ton)
Hj = Hambatan Laju (kg/ton)
HL = Hambatan Lengkung (kg/ton)
HS = Hambatan Lereng (kg/ton)
Kekuatan Tarik Lokomotif Berkaitan Dengan Berat Adhesi

Roda dapat menggelinding disebabkan oleh


• Tekanan roda pada rel akibat beban gandar (axle load), Gi
• Kekasaran tertentu antara baja roda dengan baja rel di tempat sentuh
sehingga timbul gaya perlawanan/gaya gesekan sebesar  Gi , 
dinamakan koefisien gesekan gelinding (rolling friction) atau diistilahkan
koefisien adhesi

Kekuatan tarik lokomotif hanya pada roda-roda yang digerakan/diputar oleh


mesin motor atau motor lokomotif.

Jumlah beban-beban gandar roda tersebut dinamakan berat adhesi lokomotif

Lokomotif I : Ga = G3 + G4 + G5
Lokomotif II : Ga = G1 + G3 + G4 + G6

Kekuatan Tarik Lokomotif: Ta = Ga


Daya atau Kapasitas Lokomotif, N

Kekuatan tarik lokomotif, T (kg)


Kecepatan kereta api, V’ (m/det)

Daya mesin lokomotif :


N = T V’ (kgm/det)

N = TV’/75 (hp, horse power, daya kuda)

N = TV/270 hp V (km/jam)

Dengan faktor keamanan 10% maka

N = 1,1 G (Hj + HL + HS) V/270 (hp)


Landai yang Merugikan

V
T Hs < Hj
HJ Masih dibutuhkan
HS kekuatan tarik, T untuk
bergerak dengan
HL V Hs < Hj + H L
T kecepatan V
HJ
HS

Untuk memepertahankan
V bergerak dengan
Hs > Hj
HJ kecepatan V, maka T
Rem HS harus ditiadakan dan
menggunakan rem.
HL V Hs > Hj + H L
 Menghancurkan
HJ energi, menimbulkan
Rem HS panas, dan keausan
material.

Landai Merugikan
Landai atau Lereng Penentu

Hj = secara teori dapat dianggap tetap karena karena V rencana tetap


HL = ada aneka nilai hambatan lengkung
HS = ada aneka nilai hambatan lereng

HL dan HS bervariasi  HS paling mudah diidentifikasi  dipakai landai


terbesar (maksimum), Sm tanpa lengkung (lurus)  Landai Penentu

Syarat: Ta = Ga
Ta = T
T = (Hj + Sm) G

Lurus dengan S  Sm, karena topografi memang memungkinkan

Di lengkungan, tetapi harus memenuhi S + HL  Sm


Penetapan Batas Berat Rangkaian Kereta Api

Berdasarkan: kecepatan rata-rata V km/jam


landai penentu Sm
berat adhesi lokomotif yang dioperasikan Ga kg

Berat kereta api maksimal yang boleh dioperasikan

G = Ga/(Hj + Sm)
Lereng Curam Sc > Sm

• Kondisi terpaksa dimana untuk mencapai elevasi (ketinggian) tertentu


• Menuntut kekuatan tarik lebih besar dari yang tersedia, jika V
dipertahankan
• Untuk dapat mencapai elevasi tersebut dan kekuatan tarik yang ada 
dikorbankan kecepatan lebih rendah
• Panjang lereng curam perlu dibatasi
Yang diperlukan Ekses
Kasus
Kekuatan Tarik Beban Hambatan
Normal Maksimal Lurus +
T = G(Hj + Sm) --------
Landai Penentu
I Lengkung +
T = G(Hj + Sm + HL) HL
Landai Penentu
II Lurus + Sc - Sm
Landai Curam T = G(Hj + SC)
Landai Sc > Sm
III Lengkung + (Sc - Sm) + HL
T = G(Hj + Sc + HL)
Landai Sc > Sm
Bertolak dari kecepatan tetap V km/jam Mengandung tenaga Tujuan
atau v m/detik gerak (energi kinetik) = tempat lebih tinggi
Massa kereta api = m tetap ½ mv2 = tenaga tempat
Dikurangi untuk = energi potensial
(mgh)

Va = kecepatan kereta api di A


Vc = kecepatan kereta api di C
Vc < Va tetpi masih cukup besar, ditentukan oleh kebutuhan operasional
Kasus Panjang Lc
Va2 – Vc2
I Lengkung +
Lc = ----------------
Landai Penentu
2 g HL
Va2 – Vc2
II Lurus +
Landai Curam Lc = ------------------
Landai Sc > Sm
2 g (Sc – Sm)
Va2 – Vc2
III Lengkung +
Lc = ------------------------
Landai Sc > Sm
2 g (Sc – Sm + HL)
Jalan Rel Bergigi
di Provinsi Sumatera Barat
Landai Di dalam Terowongan
Keadaan terowongan senantiasa lembab dan basah

Kepala rel lebih licin daripada di luar terowongan

Koefisien adhesi lebih kecil, asumsi t = 0,1

Mengurangi kekuatan tarik lokomotif, Tt = t. Ga

St = t.Sm/ dan pengurangan landai S = Sm – St = (1 - t/)Sm


Penambahan tinggi di ujung atas terowongan h = S x panjang terowongan

Anda mungkin juga menyukai