TESIS
CAHYA FEBRIANA
NIM. 1706992980
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
JAKARTA
2019
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
CAHYA FEBRIANA
NIM. 1706992980
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
JAKARTA
JUNI 2019
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Penggunaan tanah tanpa izin yang berhak menjadi permasalahan bagi pemegang
hak atas tanah. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian
Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Bagaimana kewenangan
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengosongan atas pemakaian tanah tanpa
izin yang berhak dan mengapa pemilik hak atas tanah mengajukan permohonan
pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya kepada
Pemerintah Daerah serta bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap
pelaksanaan kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang
berhak atau kuasanya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dalam
lingkup wilayah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan hasil
penelitian, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan pengosongan
tanah atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak berdasarkan Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang
Berhak Atau Kuasanya dan warga perseorangan atau badan hukum dapat memilik
penyelesaian dengan pengajukan permohonan bantuan pengosongan kepada
Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan kewenangan pengosongan, Pemerintah
Daerah harus melaksanakan urusan pemerintahan sesuai kewenangan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Universitas Indonesia
ABSTRACT
The use of land without the right of permission is a problem for holders of land
rights. The Regional Government has the authority to settle based on Law Number
51 of 1960 concerning the Prohibition of Use of Land without Rightful Permissions
or Proxies. What is the authority of the Regional Government to carry out the
emptying of land use without the right of permission and why the owner of land
rights applies for land emptying for use without permission that is entitled or
authorized to the Regional Government and how the Regional Government is
responsible for the implementation of authorization to use land without permission
who has the right or power. The research was carried out by juridical-normative
method in the scope of territory in the Jakarta Special Capital Region. Based on the
results of the study, the Regional Government has the authority to carry out land
emptying for land use without a entitled permit based on Law Number 51 of 1960
concerning Prohibition of Use of Land without Rightful Permits or Proxies and
individuals or legal entities may have a settlement by submitting an application for
vacant assistance to the Regional Government. In implementing the authority for
evacuation, the Regional Government must carry out government affairs in
accordance with the authority stipulated in Law Number 23 Year 2014 concerning
Regional Government.
Keywords: Authority; local government; emptying; use of land without permission;
Law Number 51 of 1960.
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah SWt atas segala nikmat dan karunia yang telah
diberikan sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini dan semoga tesis
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis
ingin menyampaikan bahwa Allah akan selalu memberi jalan keluar yang terbaik
untuk semua permasalahan kita dan semua yang kita jalanin sudah ditentukan waktu
yang terbaik oleh Allah SWT, semoga kita semua selalu berada dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin yaa rabbal’alamin.
Penulis
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman judul i
Pernyataan Orisinalitas ii
Pengesahan iii
Persetujuan Publikasi iv
Abstrak v
Kata Pengantar vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel/Gambar xi
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Pokok Permasalahan 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 14
D. Kerangka Konseptual 15
E. Metode Penelitian 20
F. Sistematika Penelitian 22
Bab 2 Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Hal Pemakaian Tanah-Tanah
Kosong
A. Kewenangan Pemerintah Daerah 23
1. Pengertian Kewenangan 23
2. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang pertanahan
berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
tentang Pemerintah Daerah 31
3. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang pertanahan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah 32
4. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Bidang Pertanahan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah 37
5. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam Bidang Pertanahan 41
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL/BAGAN
Tabel
Tabel 2.1 Pembagian urusan pemerintahan bidang pertanahan 39
Tabel 4.1 Asas-asas umum pemerintahan yang baik 94
Tabel 4.2 Pemegang hak atas tanah 99
Tabel 4.3. Tahapan penertiban 110
Tabel 4.4. Pengosongan atas permohonan warga 116
Tabel 4.5. Pengosongan guna proyek normalisasi kali 117
Tabel 4.6. Tugas SKPD pada penertiban 118
Tabel 4.7. SKPD yang terlibat pada penertiban lahan privat 125
Tabel 4.8. Standar hak asasi manusia terkait penggusuran 131
Tabel 4.9. Pengaturan pengosongan pada Negara Indonesia, India
Filipina dan Hukum Internasional 132
Tabel 4.10. Perbandingan prosedur pelaksanaan pengosongan di
Negara Indonesia, India, Filipina dan Hukum Internasional 133
Bagan
Tabel 2.1. Struktur organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional 41
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewenangan Pemerintah Daerah untuk melakukan pengosongan tanah
atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang memegang alas hak
yang sah. Pemegang hak atas tanah dari sektor publik maupun privat berhak
atas perlindungan hukum dari pihak-pihak yang menggunakan tanahnya tanpa
izin, sepanjang kepemilikannya berdasarkan alas hak yang jelas, itikad baik dan
peralihan hak yang sah.
Negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas
hukum, negara berkewajiban memberikan perlindungan terhadap warga
negaranya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa
mendiskriminasikan status, agama maupun golongan tertentu. Perlindungan
yang adil terhadap warga negara akan memberikan keamanan dan kenyamanan
dalam peri kehidupan bermasyarakat.
Undang-Undang Nomor 51/Prp/Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya ditetapkan pada
tanggal 14 Desember 1960 dan berlaku sejak tanggal 16 Desember 1960 serta
ditetapkan sebagai Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1961 tentang Penetapan Semua Undang-Undang Darurat dan Semua
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Yang Sudah Ada Sebelum
Tanggal 1 Januari 1961 Menjadi Undang-Undang, disahkan tanggal 4 Februari
Universitas Indonesia
1
Indonesia, Undang-Undang Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
Atau Kuasanya, UU No. 51 Tahun 1960, LN No. 158 Tahun 1960, TLN No. 2106, Pasal 3 ayat (1).
2
Pemohon berdasarkan pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan
warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara”, selanjutnya
dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005, kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional harus memenuhi 5 syarat, yaitu a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional
Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945. b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh
Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya UU yang dimohonkan pengujian. c. Kerugian hak
Universitas Indonesia
dari Undang-Undang tersebut oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini pemohon
dirugikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Pemohon berpendapat
terdapat pelanggaran yang ditimbulkan oleh Undang-Undang tersebut, yaitu3
Pemerintah Daerah tidak beritikad baik membuktikan kepemilikan tanah di
pengadilan, penggunaan kekerasan pada proses pengosongan dan tidak
diberikan jaminan hak atas perumahan yang layak.
Uji materi di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia teregister dalam
perkara Nomor 96/PUU-XIV/2016 atas nama pemohon Rojiyanto,4 Mansur
Daud P,5 Rando Tanadi6 diwakili kuasa hukumnya Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta. Pemohon mengajukan uji materi terhadap pasal 2, pasal 3 ayat (1) dan
ayat (2), pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c dan
butir d, dan pasal 6 ayat (2) UU Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya karena bertentangan
dengan pasal 27 ayat (2), pasal 28 C ayat (1), pasal 28 D ayat (1), pasal 28 G
ayat (1), pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa dalam Putusan Nomor 96/PUU-III/2005 Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi berkesimpulan:7
dan/atau kewenangan konstitutiosional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau
setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d.
Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya UU yang
dimohonkan pengujian. e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitutsional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi
terjadi.
3
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 96/PUU-XIV/2016, hal. 5.
4
Rojiyanto, Pemohon I adalah korban penggusuran paksa di wilayah Papanggo, Jakarta
Utara Tahun 2008.
5
Mansur Daud, Pemohon II adalah korban penggusuran paksa di kawasan Duri Kepa,
Jakarta Barat.
6
Rando Tanadi, Pemohon III adalah korban penggusuran paksa di kawasan Duri Kepa,
Jakarta Barat.
7
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 96/PUU-XIV/2016, hal. 298-
290.
Universitas Indonesia
8
Ibid, hal 290.
9
Tody Sasmitha, Haryo Budhiawan dan Sukayadi, “Pemaknaan Hak Menguasai Negara
Oleh Mahkamah Konstitusi (Kajian Terhadap Putusan MK No. 35/PUU-X/2012, Putusan MK No.
50/PUU-X/2012 dan Putusan MK No. 3/PUU-VIII/2010)”, dalam Asas-Asas Keagrariaan Merunut
Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan
di Indonesia, “ ed. Ahmad Nashih Luthfi, (Yogyakarta: STPN Press, 2015), hal.408, disebutkan
bahwa menurut MK dalam pertimbangan pengujian UU No. 20 Tahun 2002 terhadap pasal 33 UUD
1945 mengandung pengertian yang lebih tinggi daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Konsepsi penguasaan negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan kedaulatan
publik. Oleh karena itu makna HMN bukan dalam makna negara memiliki bumi, air dan sumber daya
alam Indonesia, melainkan dalam pengertian bahwa negara merumuskan kebijakan (beleid),
melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan
pengelolaan (beheersdaad) dan melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad).
Universitas Indonesia
10
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Keterangan Presiden dan DPR,”
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/persidangan/risalah/risalah_sidang_8977_PE
RKARA%20NOMOR%2096.PUU-XIV.2016%20tgl%2029%20Nov%202016.pdf, diakses tanggal
12 Oktober 2017, hlm 4-5,
11
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 96/PUU-XIV/2016, hal 282.
Universitas Indonesia
tanah-tanah, baik di dalam maupun di luar kota besar, dipakai oleh orang-orang
tanpa izin dari penguasa yang berwajib atau yang berhak akibat keterbatasan
lahan, namun walaupun beralasan, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dan
harus dilarang. Guna menghindari pemakaian tanah tanpa izin semakin meluas
maka diterbitkanlah peraturan dimaksud.12
Hal ini juga terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang
peraturan bidang pertanahan serta keterbatasan lahan sehingga terjadi perbuatan
yang sewenang-wenang oleh perorangan atau kelompok untuk menguasai atau
memiliki sebidang tanah tanpa alas hak sah, yang sebelumnya telah dimiliki
berdasarkan alas hak yang sah oleh pihak lain.13
Sehingga Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 merupakan salah satu
instrumen hukum Negara dalam bidang pertanahan untuk mengatur kepemilikan
tanah oleh warga Negara agar tidak dikuasai secara semena-mena atau melawan
hukum oleh pihak lain. Guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
Pemerintah diberikan kewenangan untuk memberikan perlindungan dan
mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
atas tanah agar tidak terjadi pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasa
dalam rangka memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan
perseorangan atau badan hukum pemegang hak atas tanah dari tindakan
pemakaian tanah tanpa izin yang berhak.14
Bahwa pelaksanaan pengosongan pemakaian tanah tanpa izin yang
berhak atau kuasanya oleh pejabat yang ditunjuk dapat dilaksanakan tanpa
memerlukan perantara pengadilan. Sehingga kewenangan pejabat yang ditunjuk
dalam melakukan pengosongan tidak memerlukan putusan maupun perintah
pengadilan. Namun ketentuan tersebut tidak menciptakan absolutisme
kekuasaan, karena ketentuan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tidak
menutup kesempatan kepada pihak yang dirugikan untuk menempuh jalur
12
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
Atau Kuasanya, penjelasan angka 1 dan 2.
13
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 96/PUU-XIV/2016, hal 282.
14
Ibid, hal 283-284.
Universitas Indonesia
hukum.15 Para pihak diberi kesempatan untuk menempuh penyelesaian lain baik
melalui peradilan perdata maupun pidana.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 memberikan kewenangan
penyelesaian pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya kepada
Penguasa Daerah. Penguasa Daerah bertanggungjawab untuk menyelesaikan
permohonan warga masyarakat atas pemakaian tanah tanpa izin dengan terlebih
dahulu melakukan pemeriksaan atas data fisik dan data yuridis terkait
kepemilikan pemohon serta dasar pemakai tanah memanfaatkan tanah tanpa
izin. Penyelesaian dilakukan dengan pertimbangan yang tidak merugikan kedua
belah pihak karena keduanya sama-sama merupakan warga negara Indonesia
yang berhak memperoleh perlindungan hukum yang adil.
Undang-Undang ini memberikan kekuasaan kepada Penguasa Daerah
untuk melakukan penyelesaian pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau
kuasanya, sebagaimana disebutkan dalam penjelasan atas Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 1960,
15
Ibid, hal. 287.
16
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
Atau Kuasanya, Penjelasan angka 4.
17
Ibid, Pasal 3 ayat (1).
Universitas Indonesia
18
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
atau Kuasanya, Penjelasan angka 7.
19
Ibid, pasal 1 angka 4. Bahwa Undang-undang Nomor 23/Prp/Tahun 1959 tentang Kedaan
Bahaya berlaku hingga tanggal 16 Juni 1960 dan diperpanjang melalui Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1960 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Berlakunya
Peralihan yang Tersebut pada Pasal 61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 23
Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 139) tentang Keadaan Bahaya, sampai dengan
tanggal 15 Desember 1960. Dengan berakhirnya keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat
sipil, darurat militer atau keadaan perang, maka definisi penguasa daerah ditujukan kepada Bupati
atau Walikota atau Kepala Daerah atau Gubernur.
20
Ibid, pasal 4 ayat (1) dan (2).
Universitas Indonesia
21
Ibid, pasal 1 angka 3.
22
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di bidang
Pertanahan, Ed. 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 113.
23
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5
Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN. No. 2043, pasal 2 ayat (4).
Universitas Indonesia
24
Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, LN
No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, pasal 1 angka 11.
25
Ibid, pasal 65 ayat (1) huruf b.
26
Ibid, pasal 65 ayat (2) huruf e.
Universitas Indonesia
27
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN
No. 59 Tahun 1997, TLN No. 3696, pasal 32 ayat (1).
28
Ibid, pasal 32 ayat (2).
Universitas Indonesia
29
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Penertiban
Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak, Pergub No. 207 Tahun 2016, BD No. 73008
Tahun 2016, menimbang.
30
Ibid, pasal 2.
Universitas Indonesia
B. Pokok Permasalahan
1. Bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya?
2. Mengapa pemilik hak atas tanah memilih penyelesaian dengan mengajukan
permohonan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau
kuasanya kepada Pemerintah Daerah?
3. Bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan
kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau
kuasanya?
31
Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Penjelasan
Umum, disebutkan bahwa tujuan Undang-undang Pokok Agraria ialah:
a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan
alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat,
terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
b. meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan.
c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
bagi rakyat seluruhnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Manfaat Penelitian
2.1.Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dibidang hukum, khususnya dalam bidang Pemerintahan Daerah.
2.2.Manfaat Praktis
2.2.1. Penelitian ini akan bermanfaat bagi pemegang kewenangan dan
pemegang pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya.
2.2.2. Penelitian ini akan bermanfaat bagi masyarakat umum,
khususnya masyarakat yang memiliki permasalahan penguasaan
tanah tanpa izin dan masyarakat yang menguasai tanah tanpa izin
untuk dapat menghormati hukum yang berlaku di Indonesia.
D. Kerangka Konseptual
1. Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan sebagai berikut
32
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014,
pasal 1 angka 2.
Universitas Indonesia
2. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah telah didefinisikan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut:
3. Penguasa Daerah
Penguasa daerah yang ditunjuk oleh Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960 adalah sebagai berikut34
4. Otonomi Daerah
Pemerintahan Daerah diberi kewenangan menjalankan otonomi
daerah berdasarkan peraturan perundang - undangan. Otonomi daerah
33
Ibid, pasal 1 angka 3.
34
Indonesia, Undang-Undang Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang
Berhak Atau Kuasanya, pasal 1 angka 4. Dengan berakhirnya keadaan bahaya dengan tingkatan
keadaan darurat sipil, darurat militer atau keadaan perang, maka definisi penguasa daerah ditujukan
kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Daerah atau Gubernur. Kepala Daerah dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah disamakan dengan Pemerintah
Daerah, lihat pasal 1 angka 3.
Universitas Indonesia
5. Perangkat Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Perangkat Daerah didefinisikan sebagai unsur
pembantu kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.36
Organisasi perangkat daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, dalam Peraturan
Pemerintah tersebut perangkat daerah dibagi menjadi dua, yaitu
35
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014,
pasal 1 angka 6.
36
Ibid, pasal 1 angka 23.
37
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah, PP No. 18 Tahun 2016,
LN No. 114 Tahun 2016, TLN No. 5887, pasal 1 angka 2.
38
Ibid, pasal 1 angka 3.
Universitas Indonesia
6. Tanah
Tanah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali; keadaan bumi di
suatu tempat; permukaan bumi yang diberi batas; daratan; permukaan bumi
yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang diperintah suatu negara atau
menjadi daerah negara; negeri; negara; bahan-bahan dari bumi; bumi sebagai
bahan sesuatu (pasir, napal, cadas, dan sebagainya); dasar.39
Pada Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, yang dimaksud
dengan tanah adalah:40
7. Yang Berhak
Asal katanya hak, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak berarti
benar; milik, kepunyaan; kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya);
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu; derajat atau
martabat; wewenang menurut hukum.41
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, yang
dimaksud dengan yang berhak42
39
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://www.kbbi.web.id/tanah, diakses 10 April 2019.
40
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang
Berhak Atau Kuasanya, pasal 1 angka 1.
41
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://www.kbbi.web.id/hak, diakses 10 April 2019.
42
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang
Berhak Atau Kuasanya, pasal 1 angka 2.
Universitas Indonesia
1/b. orang atau badan hukum yang berhak atas tanah itu.
8. Memakai Tanah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, yang
dimaksud dengan memakai tanah adalah43
9. Pendaftaran Tanah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran tanah, pendaftaran tanah didefinisikan sebagai:
43
Ibid, pasal 1 angka 3.
44
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1 angka 1.
Universitas Indonesia
11. Penertiban
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, penertiban berasal dari
kata tertib yang artinya teratur, menurut aturan, rapi dan penertiban berarti
proses, cara, perbuatan menertibkan.46
12. Pengosongan
Pengosongan berasal dari kata kosong yang artinya tidak berisi,
pengosongan berarti proses, cara, perbuatan mengosongkan. 47
E. Metode Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yakni penelitian
yang berdasarkan pada hukum tertulis berupa peraturan perundang-udangan
berlaku, teori hukum konsep hukum, doktrin atau pendapat ahli dan literature
serta kasus.48 Lingkup penelitian akan mengambil contoh pelaksanaan
kewenangan di lingkungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tipologi
penelitian evaluatif.
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder
yakni data yang diperoleh dari kepustakaan seperti dokumen resmi, buku
ataupun hasil penelitian berupa literatur dan studi kasus. Sehingga, bahan hukum
yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tertier.49
45
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Penertiban
Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak, Pasal 1 angka 18.
46
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://www.kbbi.web.id/tertib, diakses 25 Maret 2019.
47
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://www.kbbi.web.id/kosong, diakses 25 Maret 2019.
48
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2007), hal.14.
49
Ibid, Penelitian Hukum Normatif, hal. 13-14.
Universitas Indonesia
50
Ibid, hal. 59
51
Pupu Saeful Rahmat, Equilibrium, Penelitian Kualitatif, Vol. 5, No.9, Januari-Juni 2009,
hal. 2.
Universitas Indonesia
F. Sistematika Penelitian
Tesis ini akan diawali dengan Bab 1 Pendahuluan yang berisi latar
belakang pengambilan topik dimaksud. Dilanjutkan dengan Bab 2 yang
menjelaskan mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan
hak-hak atas tanah.
Universitas Indonesia
BAB 2
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM HAL PEMAKAIAN
TANAH-TANAH KOSONG
52
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi, Cet.8, (Jakarta: Rajawali
Pers:2013), hal.98.
53
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di bidang
Pertanahan, hal 105.
Universitas Indonesia
54
Ibid.
55
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, 99-100.
56
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Buku I, (Jakarta: Sinar Harapan, 2002), hal 68-69.
Universitas Indonesia
57
S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Cet.10, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1994), hal 78.
58
Safri Nugraha et.al., Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi, (Depok: Center For Law
and Good Governance Studies (CLGS-FHUI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal.
30.
59
Ibid, hal. 30.
60
Ibid, hal. 29-30.
Universitas Indonesia
61
Ibid, hal. 33.
62
Harsanto Nursadi, “Tindakan Administrasi Negara”, dalam Hukum Aministrasi Negara
Sektoral, ed. Harsanto Nursadi, (Depok: Center for Law and Good Governance Studies (CLGS) dan
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016), hal 4.
63
Ibid, hal. 31.
64
Ibid, hal. 33.
Universitas Indonesia
65
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, hal 102.
66
Indonesia, Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan, UU No. 30 Tahun 2014,
LN No. 292 Tahun 2014, TLN No. 5601, pasal 1 angka 5.
67
Ibid, pasal 1 angka 6.
68
Ibid, pasal 11
Universitas Indonesia
1. Atribusi
Atribusi adalah pemberian kewenangan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.69 Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan memperoleh wewenang melalui atribusi apabila:70
69
Ibid, pasal 1 angka 22.
70
Ibid, pasal 12 ayat (1).
71
Ibid, pasal 12 ayat (2).
72
Ibid, pasal 12 ayat (3).
73
Ibid, pasal 1 angka 23.
Universitas Indonesia
74
Ibid, pasal 13 ayat (6).
75
Ibid, pasal 12 ayat (5).
76
Ibid, pasal 13 ayat (2).
77
Ibid, pasal 13 ayat (1) dan ayat (3).
78
Ibid, pasal 13 ayat (4)
Universitas Indonesia
3. Mandat
Berbeda dengan delegasi, mandat melimpahkan kewenangan
dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandate,79 penerima mandat juga tidak berwenang mengambil
keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak
pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan
alokasi anggaran80. Dalam menjalankan mandat, Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan penerima mandat harus menyebutkan atas nama pemberi
Mandat.81
Walaupun kewenangan tersebut telah dilimpahkan melalui
mandat Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tetap dapat menjalankan
kewenangan yang telah diberikan melalui mandat, kecuali ditentukan
lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.82
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh mandat
apabila83 ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di
atasnya; dan merupakan pelaksanaan tugas rutin. Pejabat yang
melaksanakan tugas rutin terdiri atas84 pelaksana harian yang
melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan
sementara dan pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari
pejabat definitif yang berhalangan tetap.
Apabila terjadi ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan,
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan mandat dapat
79
Ibid, Pasal 1 angka 24.
80
Ibid, pasal 14 ayat (8).
81
Ibid, pasal 14 ayat (4).
82
Ibid, pasal 14 ayat (5).
83
Ibid, pasal 14 ayat (1).
84
Ibid, pasal 14 ayat (2).
Universitas Indonesia
85
Ibid, pasal 14 ayat (6).
86
Indonesia, Penetapan Presiden tentang Pemerintah Daerah, Penetapan Presiden No. 6
Tahun 1959, LN No. 94 Tahun 1959, TLN No. 1843.
87
Isi Dekrit Presiden:
a. Menetapkan pembubaran Konstituante.
b. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia terhitung mulai tanggal
penetapan dekrit dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara.
c. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri dari anggota-anggota
DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
88
Indonesia, Penetapan Presiden tentang Pemerintah Daerah, pasal 14 huruf a.
89
Ibid, pasal 14 huruf b.
Universitas Indonesia
90
Ibid, pasal 14 huruf c.
91
Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, LN
No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4434, Pasal 11 ayat 1. Dalam penjelasan pasal 11 ayat (1) dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan "kriteria eksternalitas" dalam ketentuan ini adalah penyelenggara
suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul
akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Yang dimaksud dengan "kriteria akuntabilitas"
dalam ketentuan ini adalah penanggung jawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan
ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang
ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Yang dimaksud dengan "kriteria
efisiensi" dalam ketentuan ini adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan
berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.
92
Ibid, Pasal 11 ayat (3). Dalam penjelasan pasal 11 ayat (3) dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan "urusan wajib" dalam ketentuan ini adalah urusan yang sangat mendasar yang
berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara antara lain: a. perlindungan hak
konstitusional; b. perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan
ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI; dan c. pemenuhan komitmen nasional
yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Yang dimaksud dengan "urusan
pilihan" dalam ketentuan ini adalah urusan yang secara nyata ada di Daerah dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan
daerah.
Universitas Indonesia
93
Ibid, pasal 13 ayat (1).
94
Ibid, pasal 13 ayat (2).
95
Ibid, pasal 14 ayat (1).
Universitas Indonesia
96
Ibid, pasal 14 ayat (2).
Suparjo Sujadi dan Hendriani Perwitasari, “Hukum Administrasi Negara Sektoral dalam
97
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
99
Indonesia, Keputusan Presiden tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan,
Keppres Nomor 34 Tahun 2003, LN No. 60 Tahun 2003, pasal 1.
100
Ibid, pasal 2.
Universitas Indonesia
a. pemberian ijin..lokasi;
b. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
c. penyelesaian sengketa tanah garapan;
d. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk
pembangunan;
e. penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;
f. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
g. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
h. pemberian ijin membuka tanah;
i. perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/ Kota.
101
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014,
pasal 5 ayat (4).
102
Ibid, pasal 1 angka 8.
103
Ibid, pasal 1 angka 9.
104
Ibid, pasal 1 angka 11.
Universitas Indonesia
a. pendidikan;
b. kesehatan;.
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;
dan
f. sosial.
a. tenaga kerja;.
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
105
Ibid, pasal 12 ayat(1).
106
Ibid, pasal 12 ayat(2).
Universitas Indonesia
r. kearsipan.
107
Ibid, pasal 12 ayat (3).
108
Ibid, pasal 12 ayat (2) huruf d.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
STAF AHLI
BIDANG EKONOMI INSPEKTORAT SEKRETARIAT
PERTANIAN JENDERAL JENDERAL
KANTOR WILAYAH
BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
KANTOR
PERTANAHAN
Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
109
Pada Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional,
pasal 1 ayat (1), disebutkan bahwa “Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut BPN adalah
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden”.
110
Pada Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional pasal
5 huruf a, disebutkan bahwa Kepala Badan Pertanahan Nasional dijabat oleh Menteri Agraria dan
Tata Ruang.
Universitas Indonesia
111
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Perpres
No. 17 Tahun 2015, LN No. 18 Tahun 2015, pasal 2.
112
Ibid, pasal 3.
113
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Badan Pertanahan Nasional, Perpres No. 20
Tahun 2015, LN No. 21 Tahun 2015, pasal 2.
114
Ibid, pasal 3.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
a. hak milik,
b. hak guna usaha,
c. hak guna bangunan,
d. hak pakai,.
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas
yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
115
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 4
ayat (1).
116
Ibid, pasal 16 ayat (1).
117
Ibid, pasal 20 ayat (1). Dalam pasal 6 UUPA disebutkan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial.
118
Ibid, pasal 20 ayat (2).
119
Ibid, pasal 21 ayat (1) dan (2).
120
Ibid, pasal 27.
Universitas Indonesia
121
Dalam pasal 18 UUPA disebutkan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk
kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat
dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-
Undang.
122
Dalam penjelasan pasal 27 UUPA disebutkan Tanah diterlantarkan kalau dengan sengaja
tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan daripada haknya.
123
Dalam pasal 21 ayat (3) UUPA disebutkan bahwa orang asing yang sesudah berlakunya
Undang-Undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah
berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam
jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.
124
Dalam pasal 26 ayat (2) UUPA disebutkan bahwa setiap jual-beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-
negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau
kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat
(2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-
hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima
oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
125
Dalam pasal 29 UUPA disebutkan bahwa hak guna usaha diberikan untuk waktu paling
lama 25 tahun. dan untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak
guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Serta dapat diperpanjang dengan waktu yang paling
lama 25 tahun.
126
Ibid, pasal 28 ayat (1)
Universitas Indonesia
127
Ibid, pasal 28 ayat (2).
128
Ibid, pasal 28 ayat (3).
129
Ibid, pasal 30 ayat (1).
130
Ibid, pasal 30 ayat (2).
131
Ibid, pasal 34.
Universitas Indonesia
132
Ibid, pasal 35.
133
Ibid, pasal 36 ayat (1).
134
Ibid, pasal 36 ayat (2).
135
Ibid, pasal 37.
Universitas Indonesia
d. Hak pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-
ketentuan Undang-Undang ini.138 Hak pakai dapat diberikan untuk:139
136
Ibid, pasal 40.
137
Dalam pasal 36 UUPA disebutkan
(1) Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah:
a. Warga negara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini
berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut. Jika hak guna-bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau
dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan,
bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuanketentuan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
138
Ibid, pasal 41 ayat (1).
139
Ibid, pasal 41 ayat (2).
Universitas Indonesia
d. Hak sewa
Hak sewa diperoleh seseorang atau badan hukum dengan
membayar uang sewa kepada pemilik tanah, dengan dilakukan
pembayaran sewa maka ia berhak untuk mempergunakan tanah
dimaksud. Pembayaran sewa dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan
para pihak, sekali bayar atau bertahap, dengan waktu sebelum atau
sesudah tanah dipergunakan.143 Namun tidak semua orang dapat
memiliki hak sewa, hak sewa hanya dapat dimiliki oleh:144
140
Ibid, pasal 41 ayat (3).
141
Ibid, pasal 42.
142
Ibid, pasal 43.
143
Ibid, pasal 44.
Universitas Indonesia
f. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Hak-hak lain yang sifatnya sementara adalah hak gadai, hak
usaha bagi hasil dan hak sewa tanah pertanian.146
2. Tanah terlantar
Tanah merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan,
tanah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat
mencari pencaharian, tentunya dengan tetap memperhatikan kondisi
lingkungan sekitarnya. Berdasarkan UUPA, disebutkan bahwa tanah harus
mempunyai fungsi sosial147. Hal ini berarti tanah yang telah dimiliki oleh
orang pribadi atau badan hukum dalam pemanfaatannya tidak boleh
merugikan pihak lain dan harus sesuai dengan keadaan serta sifat haknya,
144
Ibid, pasal 45.
145
Ibid, pasal 46.
146
Ibid, pasal 53.
147
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria , dalam
pasal 6 disebutkan “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
Universitas Indonesia
148
Ibid, dalam penjelasan II angka (4) disebutkan bahwa hak atas tanah apapun yang ada
pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak
dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan
kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat
daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya
maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.
149
Ibid, pasal 15 dan dicantumkan dalam penjelasan II angka (4) bahwa Berhubung dengan
fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik,
agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak
saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi
beban pula dari setiap orang, badan-hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum
dengan tanah itu (pasal 15). Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan fihak
yang ekonomis lemah.
150
Ibid, penjelasan pasal 27.
Universitas Indonesia
tanah terlantar diperluas menjadi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan,151 disebutkan bahwa
151
Hak pengelolaan tidak secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, namun dalam penjelasan umum II disebutkan
“…negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan-hukum dengan
sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna
bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa
(Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya
masing-masing…”. Pengertian hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1996Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, pasal 1 angka 2,
disebutkan bahwa hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian lebih rinci ditemukan dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
Penjelasan pasal 2 ayat (3) huruf f. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa
perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama
dengan pihak ketiga.
152
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar, PP No. 11 Tahun 2010, LN No. 16 Tahun 2010, TLN No. 5098, pasal 2.
153
Ibid, penjelasan pasal 2.
Universitas Indonesia
154
Ibid, pasal 3.
155
Dalam penjelasan Pasal 3 huruf a disebutkan yang dimaksud dengan “tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya” dalam ketentuan ini
adalah karena Pemegang Hak perseorangan dimaksud tidak memiliki kemampuan dari segi ekonomi
untuk mengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan
tujuan pemberian haknya.
156
Dalam penjelasan Pasal 3 huruf b Yang dimaksud dengan “tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya” dalam ketentuan ini
adalah karena keterbatasan anggaran negara/daerah untuk mengusahakan, mempergunakan, atau
memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya.
Universitas Indonesia
Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara
berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan
hak pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak
diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar
penguasaannya.157
157
Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, Perkaban No. 4 Tahun 2010, Pasal 1 angka 6.
158
Ibid, pasal 1 angka 5.
159
Ibid, pasal 3.
160
Ibid, pasal 19 ayat (2).
Universitas Indonesia
dimiliki oleh negara dan guna memiliki kembali maka pihak ex pemegang
hak harus mengajukan permohonan hak baru.161
3. Tanah bersengketa
Tanah bersengketa dapat terjadi antar warga atau swasta, warga atau
swasta dengan Pemerintah ataupun Pemerintah dengan Pemerintah.
Sengketa tanah yang terjadi dapat diselesaikan melalui jalur litigasi dan non
litigasi. Penyelesaian melalui jalur litigasi dapat dilaksanakan melalui badan
peradilan umum yang berwenang, sedangkan penyelesaian melalui jalur non
litigasi dapat dilaksanakan melalui mediator pada Kementrian Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah.
Menurut Boedi Harsono, sebagaimana dikutip Arie S. Hutagalung
dalam buku “Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah”, masalah
tanah yang dapat disengketakan adalah sebagai berikut:162
161
Ibid, lihat pasal 10 dan 11, disebutkan bahwa terhadap tanah terlantar dapat terjadi 3 (tiga)
hal, yaitu:
1. Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar apabila merupakan keseluruhan hamparan, maka
hak atas tanahnya dihapuskan, diputuskan hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara.
2. Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar, apabila merupakan sebagian hamparan yang
diterlantarkan, maka hak atas tanahnya dihapuskan, diputuskan hubungan hukumnya dan
ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan selanjutnya kepada bekas
Pemegang Hak diberikan kembali atas bagian tanah yang benar-benar diusahakan,
dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya.
3. Apabila tanah hak yang diterlantarkan kurang dari atau sama dengan 25% (dua puluh lima
persen), maka Pemegang Hak dapat mengajukan permohonan revisi luas atas bidang tanah yang
benar-benar digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya.
162
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta:
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hal 370-371.
Universitas Indonesia
163
Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan, Permen Agraria dan Tata Ruang No. 11 Tahun 2016, BN No. 569 Tahun 2016, dalam
pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Kasus Pertanahan adalah Sengketa, Konflik, atau Perkara
Pertanahan untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan.
164
Ibid, pasal 1 angka 2.
165
Ibid, pasal 1 angka 3.
166
Ibid, pasal 1 angka 4.
Universitas Indonesia
167
Ibid, pasal 2 ayat (2).
168
Ibid, pasal 2.
169
Ibid, pasal 11 ayat (3).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
170
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Lampiran Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tentang
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Penertiban Penertiban Penguasaan/Pemakaian Tanah Tanpa Hak
di Wilayah DKI Jakarta, No. 886 Tahun 1983, Bagian II angka 3 huruf d.
171
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang
Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak, No. 207 Tahun 2016, Berita
Daerah No. 73008 Tahun 2016, pasal 9.
Universitas Indonesia
172
Ibid, tahapan Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak diatur
dalam pasal 10 dan 11.
173
Ibid, lihat pasal 4 dan pasal 7 ayat (1).
174
Ibid, pasal 5 ayat (2).
175
Ibid, pasal 5 ayat (3).
176
Ibid, pasal 5 ayat (1).
177
Ibid, pasal 6 ayat (1).
178
Ibid, pasal 6 ayat (2).
Universitas Indonesia
2. Pelaksanaan Penertiban
a. Pembinaan
Pembinaan dilakukan oleh Walikota/Bupati dan dapat
menugaskan Camat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja, dengan cara:179
c. Penertiban
Sebelum dilakukan penertiban secara paksa Walikota/Bupati
melakukan koordinasi dengan SKPD /UKPD terkait, Kepolisian,
179
Ibid, pasal 10.
180
Ibid, pasal 11.
Universitas Indonesia
3. Pasca Penertiban
Pengaturan dalam Pergub Nomor 207 Tahun 2016 hanya
mengatur kewajiban dari pemilik tanah/pengguna asset untuk melakukan
pengamanan terhadap asset tanah pasca penertiban.182 Pengamanan asset
tanah dapat dilakukan dengan cara antara lain:183
181
Ibid, pasal 12.
182
Ibid, pasal 14.
183
Ibid, pasal 15.
Universitas Indonesia
BAB 3
PENYELESAIAN TANAH KOSONG YANG DIKUASAI
OLEH PIHAK LAIN
184
Nama pemohon tidak disebutkan karena belum ada putusan hukum atas permasalahan
dimaksud.
Universitas Indonesia
2) Permohonan HS185
HS mengajukan permohonan kepada Gubernur Provinsi DKI
Jakarta untuk melakukan pengosongan atas tanah yang terletak di Jl.
Aselih Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi
Jakarta Selatan berdasarka Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor
XXX/Cipedak.
185
Nama pemohon tidak disebutkan karena belum ada putusan hukum atas permasalahan
dimaksud.
Universitas Indonesia
186
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 836/Pdt.G/2017/PN.JKT.Sel tanggal
13 November 2018.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
187
Nama pemohon tidak disebutkan karena belum ada putusan hukum atas permasalahan
dimaksud.
Universitas Indonesia
2) Permohonan TB188
TB mengajukan permohonan penertiban bangunan liar kepada
Walikota Kota Administrasi Jakarta Selatan yang terletak di Jl. Pancoran
Timur II d/h Jl. Sarinah Raya Kelurahan Pancoran, Kecamatan Pancoran,
Kota Administrasi Jakarta Selatan berdasarkan Sertipikat Hak Guna
Bangunan Nomor XXX, XYX dan YXX atas nama pemilik TB.
Pihak Walikota Kota Administrasi Jakarta Selatan melakukan
penelitian, peninjauan lapangan dan pengumpulan data terkait
permohonan TB serta melakukan koordinasi dengan SKPD/UKPD
terkait serta instansi lain seperti Kantor Pertanahan Kota Administrasi
Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kepolisian Resort
Jakarta Selatan dan Komandan Militer Jakarta Selatan. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh informasi sebagai berikut:
a. Dasar kepemilikan TB adalah Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor
XXX, XYX dan YXX atas nama TB, Putusan PTUN No.
95/G/2006/PTUN-JKT tanggal 27 Desember 2007 jo PT.TUN
perkara No. 12/G/2008/PTUN.Jkt antara TB dengan ahli waris PS,
Akta Perdamaian No.248/PDT/G/2009/PN.BKS tanggal 25 Maret
2010 yang menerangkan bahwa Kuasa ahli waris PS dengan TB
bersedia mengakhiri sengketa dengan damai sesuai dengan
188
Nama pemohon tidak disebutkan karena belum ada putusan hukum atas permasalahan
dimaksud.
Universitas Indonesia
189
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 193/G/2017/PTUN.JKT tanggal 20 Maret
2018 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 148/B/2018/PT.TUN. JKT
tanggal 2 Agustus 2018 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 642 K/TUN/2018 tanggal 27 Nopember 2018.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
190
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 475 K/TUN/2016.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
79. YUSUP, 80. RUSLAN, 81. OJI, 82. DJAFAR. MS., 83.
JUNAENI, 84. SARNAH, 85. ROSITA, 86. GUFRON, 87. TOYIB,
88. S.A. TARMUZI, 89. WARJI, tersebut.
191
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 560 K/TUN/2017.
Universitas Indonesia
192
Mahkamah Agung RI, Putusan Nomor 560 K/TUN/2017, hal 148.
193
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014,
pasal 57, disebutkan bahwa “Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dan kabupaten/kota
terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah”.
Universitas Indonesia
mencapai tujuan tersebut maka kelembagaan antara satu daerah dengan daerah
lain dapat berbeda sesuai dengan karakter Daerah dan kebutuhan masyarakatnya
agar terbentuk Perangkat Daerah yang efektif dan efisien.194
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Perangkat Daerah dibentuk dengan prinsip tepat fungsi
dan tepat ukuran (rightsizing) berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan
kondisi nyata yang ada pada masing-masing daerah. Hal ini juga sejalan dengan
prinsip penataan organisasi Perangkat Daerah yang rasional, proporsional,
efektif, dan efisien.195 Bahwa pembentukan Perangkat Daerah dilakukan
berdasarkan asas:196
194
Ibid, penjelasan umum I angka 6.
195
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah, PP No. 18 Tahun 2016, LN
No. 114 Tahun 2016, TLN No. 5887, penjelasan umum I.
196
Ibid, pasal 2.
197
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf a Yang
dimaksud dengan asas “Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah” adalah Perangkat
Daerah hanya dibentuk untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan
Tugas Pembantuan.
198
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf b Yang
dimaksud dengan asas “intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah” adalah penentuan
jumlah dan susunan Perangkat Daerah didasarkan pada volume beban tugas untuk melaksanakan
suatu Urusan Pemerintahan atau volume beban tugas untuk mendukung dan menunjang pelaksanaan
Urusan Pemerintahan.
199
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf c Yang
dimaksud dengan asas “efisiensi” adalah pembentukan Perangkat Daerah ditentukan berdasarkan
perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.
200
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf d Yang
dimaksud dengan asas “efektivitas” adalah pembentukan Perangkat Daerah harus berorientasi pada
tujuan yang tepat guna dan berdaya guna.
201
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf e Yang
dimaksud dengan asas “pembagian habis tugas” adalah pembentukan Perangkat Daerah yang
membagi habis tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan kepada Perangkat Daerah dan tidak
terdapat suatu tugas dan fungsi yang dibebankan pada lebih dari satu Perangkat Daerah.
Universitas Indonesia
f. Rentang kendali.202
g. Tata kerja yang jelas203 dan
h. Fleksibilitas.204
Perangkat Daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang turut serta guna
mendukung pelaksanaan kewenangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960 tentang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa izin Yang
Berhak atau Kuasanya, antara lain
1. Kota Administrasi
Kota Administrasi mempunyai tugas membantu Gubernur dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum dan mengoordinasikan
pelaksanaan tugas perangkat di wilayahnya, serta membina kecamatan dan
kelurahan serta melaksanakan tugas lain yang diperintahkan Gubernur.205
Dalam mendukung kewenangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960, fungsi yang dijalankan Kota Administrasi, antara lain:206
202
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf f Yang
dimaksud dengan asas “rentang kendali” adalah penentuan jumlah Perangkat Daerah dan jumlah unit
kerja pada Perangkat Daerah didasarkan pada kemampuan pengendalian unit kerja bawahan.
203
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf g Yang
dimaksud dengan asas “tata kerja yang jelas” adalah pelaksanaan tugas dan fungsi Perangkat Daerah
dan unit kerja pada Perangkat Daerah mempunyai hubungan kerja yang jelas, baik vertikal maupun
horizontal.
204
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pasal 2 huruf h Yang
dimaksud dengan asas “fleksibilitas” adalah penentuan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dan unit
kerja pada Perangkat Daerah memberikan ruang untuk menampung tugas dan fungsi yang
diamanatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan.
205
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kota Administrasi, Pergub No. 286 Tahun 2016, BD No. 62184 Tahun 2016, pasal 3 ayat (1).
206
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
207
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Satuan Polisi Pamong Praja, Pergub No. 285 Tahun 2016, BD No. 62183 Tahun 2016, pasal
3 ayat (1).
208
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
209
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Pergub No. 274 Tahun 2016, BD No.
62172 Tahun 2016, pasal 3 ayat (1).
210
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
211
Ibid, pasal 27 ayat (1).
212
Ibid, pasal 27 ayat (2).
213
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur tentang Pembentukan, Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pengelola Rumah Susun, Pergun No. 351 Tahun 2016, BD No. 62248 Tahun
2016, pasal 4 ayat (1).
214
Ibid, asal 4 ayat (2).
Universitas Indonesia
215
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan, Pergub No. 279 Tahun 2016, BD No. 62177
Tahun 2016,
216
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
217
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Penaggulangan Kebarakan dan Penyelamatan, Pergub No. 264 Tahun 2016, BD No.
62162 Tahun 2016, Pasal 3 ayat (1).
218
Ibid, pasal 3 ayat (2).
219
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Pergub No. 263 Tahun 2016, BD No. 62161, pasal
3 ayat (1).
Universitas Indonesia
220
Ibid, pasal 3 ayat (2).
221
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pergub 271 Tahun 2016, BD No. 62169 Tahun 2016,
pasal 3 ayat (1).
222
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
9. Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang kesehatan.225 Dalam mendukung kewenangan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, fungsi yang dijalankan
Dinas Kesehatan antara lain:226
223
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perindustrian dan Energi, Pergub No. 267 Tahun 2016, BD No. 62165 Tahun 2016,
Pasal 3 ayat (1).
224
Ibid, pasal 3 ayat (2).
225
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kesehatan, Pergub No. 278 Tahun 2016, BD No. 62176, pasal 3 ayat (1).
226
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
227
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Sosial, Pergub No. 20 Tahun 2018, BD No. 62010 Tahun 2018, pasal 3 ayat (1).
228
Ibid, pasal 3 ayat (2)
229
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Pendidikan, Pergub No. 277 Tahun 2016, BD No. 62175 Tahun 2016, pasal 3 ayat (1).
230
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
231
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Nomor 265 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Komunikasi,
Informatika dan Statistik, Pergub No. 75 Tahun 2018, BD No. 62032 Tahun 2016, pasal 3a ayat (1).
232
Ibid, pasal 3 ayat (2).
233
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perhubungan, Pergub No. 270 Tahun 2016, pasal 3 ayat (1).
Universitas Indonesia
234
Ibid, pasal 3 ayat (2).
235
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Bina Marga, Pergub No. 273 Tahun 2016, BD No. 62171 Tahun 2016, pasal 3 ayat (1).
236
Ibid, pasal 3 ayat (2).
Universitas Indonesia
16. Kecamatan
Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat yang mempunyai tugas 239:
237
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tata Air, Pergub No. 257 Tahun 2014, BD No. 62130 Tahun 2014, pasal 3 ayat (1).
238
Ibid, pasal 3 ayat (2).
239
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kota Administrasi, pasal 45 ayat (2).
Universitas Indonesia
17. Kelurahan
Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang mempunyai tugas:242
240
Ibid, pasal 46.
241
Ibid, pasal 47.
242
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kota Administrasi, Pasal 55 ayat (2)
Universitas Indonesia
243
Ibid, pasal 56 ayat (1).
244
Ibid, pasal 56 ayat (2).
Universitas Indonesia
BAB 4
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGOSONGAN
TANAH
245
Dalam pasal 7 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
disebutkan “Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi
Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, kebijakan pemerintahan, dan
AUPB”.
Universitas Indonesia
246
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usah Negara
Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Ed. Rev, Cet.4, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1993), hal. 89.
247
Ibid, hal 90.
248
Indonesia, Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan, UU No. 30 Tahun
2014, LN No. 292 Tahun 2014, TLN No. 5601, pasal 1 angka 17.
Universitas Indonesia
249
Ibid, pasal 10 ayat (2).
Universitas Indonesia
250
Ibid, pasal 86.
Universitas Indonesia
251
Sadjijono, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, (Yogyakarta: LaksBang, 2011), hal.
100-101.
Universitas Indonesia
penelitian dan verifikasi data yuridis dan data fisik oleh SKPD/UKPD yang
mendapat disposisi Gubernur.252 Berdasarkan hasil penelitian serta verifikasi
atas data yuridis dan data fisik, SKPD/UKPD memaparkan dihadapan Asisten
Pemerintaha Sekda Provinsi DKI Jakarta guna mendapat rekomendasi yang
dituangkan dalam Berita Acara. Berdasarkan rekomendasi dimaksud Gubernur
akan mempertimbangkan untuk memberikan persetujuan atas permohonan
dimaksud.253
Berdasarkan persetujuan gubernur, Walikota/Bupati dibantu Satpol PP
melaksanakan penertiban254 dengan tahapan pembinaan, pemberitahuan dan
peringatan dan penertiban. Apabila setelah dilakukan pembinaan, pemakain
tanah tanpa izin belum bersedia meninggalkan lokasi dengan sukarela,
Walikota/Bupati mengeluarkan surat pemberitahuan yang diikuti dengan surat
peringatan kepada setiap orang/ badan hukum yang memakai/menguasai tanah
tanpa izin yang berhak untuk melakukan sendiri pengosongan tanah dan/atau
pembongkaran bangunan. 255
Surat peringatan ditujukan kepada pemilik/penghuni bangunan yang
didirikan diatas tanah hak dan diperingatkan untuk mengosongkan sendiri tanah
dan/atau membongkar bangunan yang didirikan diatas tanah hak dalam jangka
waktu tertentu terhitung sejak surat peringatan dikeluarkan.
Berdasarkan standar prosedur yang dijalankan berdasarkan Peraturan
Gubernur Nomor 207 Tahun 2016 maka surat peringatan yang diterbitkan oleh
Walikota/Bupati merupakan hasil persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
sebagai hasil paparan SKPD/UKPD atas penelitian dan verifikasi atas data
yuridis serta fisik dari permohonan pemohon kepada Asisten Pemerintahan
Sekda Provinsi DKI Jakarta. Bahwa dalam menjalankan kewenangan Undang-
Undang Nomor 51 Tahun 1960, Pemerintah Daerah menerbitkan keputusan tata
252
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur tentang Penertiban
Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak, dalam pasal 5 dan 6.
253
Ibid, pasal 7.
254
Ibid, pasal 8.
255
Ibid, pasal 11 ayat (1)
Universitas Indonesia
usaha negara berupa surat peringatan yang ditujukan kepada para pihak yang
memakai tanah tanpa izin yang berhak.
256
Indonesia, Undang-Undang tentang Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau
Kuasanya, adalah pihak yang berhak, pasal 1 angka 2.
Universitas Indonesia
2. Alas Hak
Pada Bab III telah dipaparkan 9 (Sembilan) kasus mengenai
pengosongan tanah yang dilaksanakan di wilayah Provinsi DKI Jakarta, 6
(enam) kasus merupakan permohonan dari warga DKI Jakarta kepada
Pemerintah Daerah untuk melakukan pengosongan tanah atas pemakaian
tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan 3 (tiga) kasus merupakan
pengosongan tanah lahan asset dan proyek normalisasi kali.
Universitas Indonesia
257
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 19
ayat (1) dan (2) huruf c.
258
Ibid, pasal 19 ayat (2) huruf c.
259
Ibid, pasal 23 ayat (2).
260
Ibid, pasal 32 ayat (2).
261
Ibid, pasal 38 ayat (2).
Universitas Indonesia
yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya
sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar.262
Selanjutnya Irawan Soerodjo menjelaskan bahwa stelsel pendaftaran
tanah di Indonesia adalah stelsel negatif yang mengandung unsur positif
karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat, namun pihak yang merasa mempunyai sesuatu
hak dapat melakukan gugatan terhadap pihak-pihak yang namanya
tercantum dalam sertipikat dengan pembatasan hanya dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat tanah untuk melakukan gugatan
dalam rangka mempertahankan haknya.263
Namun pada prakteknya terdapat sertipikat yang digugat oleh pihak
yang merasa memiliki hak daripadanya dalam tenggang waktu lebih dari 5
(lima) tahun sejak sertipikat diterbitkan, seperti pada kasus Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dan Pelayaran Bahtera Adhiguna. Hal ini
terjadi karena stelsel pendaftaran tanah negatif yang mengandung unsur
positif, apabila stelsel pendaftaran sudah sepenuhnya positif maka sertipikat
yang diterbitkan tidak boleh digugat kembali keabsahannya karena data fisik
dan data yuridis yang tercantum dalam buku tanah dijamin kebenarannya
oleh instansi penerbit.
Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman dikenal asas ius curia novit/curia novit jus sebagai
berikut:
262
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Cet.1, (Surabaya:
Arkola, 2003), hal. 108.
263
Ibid, hal 109-110.
264
Indonesia, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009,
LN No. 157 Tahun 2009, TLN No. 5076, pasal 10 ayat (1).
Universitas Indonesia
265
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal 821.
266
Ibid.
267
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, hal 110-111.
Universitas Indonesia
Surat petuk pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa
sawah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam
petuk pajak bumi tersebut, akan tetapi petuk itu hanya merupakan
suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah yang
bersangkutan.
268
Menteri Pertanian dan Agraria, Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria tentang
Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia atas Tanah, Permen Pertanian dan
Agraria No. 2 Tahun 1962, pasal 3 huruf a.
269
Menteri Dalam Negeri, Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Penegasan
Konversi Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia, Kepmendagri No. Sk.26/DDA/1970, bagian
pertama.
Universitas Indonesia
270
Indonesia, Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan, UU No. 12 Tahun 1985,
LN No. 68 Tahun 1985, TLN No. 3312, penjelasan pasal 4 ayat (1).
Universitas Indonesia
271
Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu
Kumpulan Karangan), Tanah Negara Versus Tanah Pemerintah (Suatu Analisa Yuridis), Ed.1, Cet.1,
(Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, 1999), hal 59.
272
Ibid, hal 61.
273
Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan EkonomiI (Suatu
Kumpulan Karangan), hal. 62.
Universitas Indonesia
274
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau mencabut Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/M/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,
Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai, dalam Permen PU Nomor 63/PRT/M/1993 pasal 12
telah diatur larangan pada daerah sempadan untuk a. Membuang sampah, limbah padat atau cair; b.
Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.
275
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Danau, Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015, BN No. 772 Tahun 2015, Pasal 15 ayat (1).
Universitas Indonesia
tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah, sehingga diatas bidang
tanah yang sama terdapat 2 (dua) sertipikat. Selanjutnya Kantor Pertanahan
berdasarkan permohonan pemegang sertipikat menindaklanjuti sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Setelah dilakukan pengumpulan data276 dan analisis277 serta prosedur
lebih lanjut oleh Badan Pertanahan Nasional diterbitkan surat Keputusan
Pembatalan sertipikat yang tumpang tindih sehingga diatas bidang tanah
tersebut hanya terdapat 1 (satu) sertipikat hak atas tanah yang sah.278
Unsur kehati-hatian serta ketelitian sangat diperlukan dalam
menentukan pihak yang berhak atas suatu lahan tertentu agar tidak terjadi
kesalahan dalam memfasilitasi permohonan warga. SKPD yang menerima
disposisi harus mengumpulkan data fisik dan data yuridis dengan tepat dari
berbagai sumber untuk menghindari konsekuensi hukum yang dapat timbul
akibat penggunaan wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960.
Bapak Tumbur Parluhutan, Kepala Bidang Ketenteraman dan
Ketertiban Umum Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta
menyampaikan bahwa dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960 terdapat konsekuensi adanya gugatan di pengadilan baik
pengadilan negeri maupun pengadilan tata usaha negara, sehingga
276
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan pasal 10 ayat (2), data yang
dikumpulkan berupa:a. data fisik dan data yuridis; b. putusan peradilan, berita acara pemeriksaan
dari Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi atau dokumen lainnya
yang dikeluarkan oleh lembaga/instansi penegak hukum; c. data yang dikeluarkan atau diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang; d. data lainnya yang terkait dan dapat mempengaruhi serta
memperjelas duduk persoalan Sengketa dan Konflik; dan/atau e. keterangan saksi.
277
Pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan pasal 11 ayat (2) dijelaskan bahwa
analisis dilakukan untuk mengetahui pengaduan tersebut merupakan kewenangan Kementerian atau
bukan kewenangan Kementerian
278
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan, Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, pasal 24 ayat (7).
Universitas Indonesia
3. Proses Penyelesaian
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, Penguasa
Daerah dapat mengambil tindakan-tindakan untuk menyelesaikan
pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, yang ada
didaerahnya masing-masing pada suatu waktu.279 Proses penyelesaian yang
dikedepankan adalah melalui upaya mediasi terlebih dahulu guna mencapai
musyawarah dan mufakat antara kedua belah pihak serta menghindari
pelaksanaan upaya paksa pengosongan.
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan upaya persuasif terlebih
dahulu kepada pihak-pihak yang dilaporkan pemohon sebagai pemakai
tanah tanpa izin. Pada kasus DG dan penertiban Kali Polombangkeng,
penyelesaian oleh Pemerintah Daerah dilakukan tanpa adanya upaya paksa
pengosongan, pihak pemakai tanah tanpa izin secara sukarela meninggalkan
lokasi. Pada kasus DG, pihak pemakai tanah tanpa izin diberikan
kompensasi sesuai dengan kesepakatan dengan pihak pemohon sedangkan
pada penertiban Kali Polombangkeng, pihak pemakai tanah tanpa izin
difasilitasi untuk relokasi ke rumah susun sewa milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta.
279
Indonesia, Undang-Undang tentang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa izin
Yang Berhak atau Kuasanya, pasal 3 ayat (1).
Universitas Indonesia
280
Surat Menteri Sekretaris Negara Nomor B-280/M.Sesneg/5/2005 tanggal 9 Mei 2005
Perihal Arahan Presiden tentang Permasalahan Pertanahan yang ditujukan kepada 1. Menteri Dalam
Negeri; 2. Menteri Keuangan; 3. Menteri Kehutanan; 4. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
5. Badan Pertanahan Nasional; 6. Para Gubernur/Bupati/Walikota diseluruh Indonesia nomor 1.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
281
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa izin Yang
Berhak atau Kuasanya, pasal 4 ayat (2) disebutkan “Jika setelah berlakunya tenggang waktu yang
ditentukan didalam perintah pengosongan tersebut pada ayat (1) pasal ini perintah itu belum dipenuhi
oleh yang bersangkutan, maka penguasa Daerah atau pejabat yang diberi perintah olehnya
melaksanakan pengosongan itu atas biaya pemakai tanah itu sendiri”.
282
Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur Tentang Penertiban
Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak, pasal 18 disebutkan “Biaya yang
diperlukan dalam rangka penertiban tanah milik Pemerintah Daerah dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sedangkan terhadap tanah milik Pemerintah Pusat, BUMN/BUMD,
Perorangan dan Badan Hukum dibebankan pada pemohon sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Universitas Indonesia
283
S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,
(Yogyakarta: FH UII Press, 2015), hal. 222.
Universitas Indonesia
284
Indonesia, Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5 Tahun
1986, LN No.77 Tahun 1986 , TLN No. 3344, pasal 67 ayat (2).
285
Ibid, pasal 67 ayat (4) angka 1.
286
Indonesia, Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan, pasal 65 ayat (1).
287
Ibid, pasal 65 ayat (2).
288
Ibid, pasal 65 ayat (3).
Universitas Indonesia
289
Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Transformasi dan
Refleksi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hal 281-282.
290
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2017), 335-364.
Universitas Indonesia
291
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan, hal. 876.
Universitas Indonesia
No Ket. SF HS KK DG TB PBA
jalur jalur hukum kan kepada kan kepada kan kepada
hukum hukum tetap pemegang pemegang pemegang
hak hak hak
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
292
Indonesia, Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU
No. 12 Tahun 2011, LN No. 82 Tahun 2011, TLN No. 5234, pasal 7 ayat (1)
293
Ibid, pasal 8 ayat (1).
Universitas Indonesia
294
United Nation, General comment No. 7, paragraf 3.
295
United Nation, Forced Evictions Fact Sheet No. 25/Rev.1,
www.ohchr.org/Documents/Publications/FS25.Rev.1.pdf, diunduh tanggal 2 April 2019, hal 4.
Universitas Indonesia
in accordance with the law and in conformity with the provisions of the
International Covenants on Human Rights.296
296
UN Committee on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR),
General Comment No. 7: The right to adequate housing (Art.11.1): forced evictions,
http://www.refworld.org/docid/47a70799d.html, diakses tanggal 24 Februari 2019, no. 3.
297
United Nations, Basic Principles and Guidelines on Development Based Evictions and
Displacement Annex 1 of the report of the Special Rapporteur on adequate housing as a component
of the right to an adequate standard of living A/HRC/4/18,
https://www.ohchr.org/Documents/Issues/Housing/Guidelines_en.pdf, diunduh tanggal 25 Maret
2019, no. 37-44.
298
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, “Risalah Kebijakan Mendorong Regulasi
Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia”,
https://www.bantuanhukum.or.id/web/wp-content/uploads/2015/11/Risalah-Kebijakan_Regulasi-
Penggusuran_Merged.pdf,diakses 27 April 2019, hal. 2.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
299
Kompilasi dari Risalah Kebijakan Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan
Standar Hak Asasi Manusia dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta hal 3 dan Undang-Undang No.
51 Tahun 1960 serta Pergub No. 207 Tahun 2016.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengosongan tanah
atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya merupakan
kewenangan atribusi yang bersumber pada Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
Atau Kuasanya . Kewenangan tersebut diperlukan untuk menyelesaikan
permasalahan warga atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak, hal ini
guna memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum atas
kepemilikan hak atas tanah.
2. Pemilik hak atas tanah memilih penyelesaian dengan mengajukan
permohonan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau
kuasanya kepada Pemerintah Daerah karena beberapa alasan, antara lain
a. Penyelesaian melalui mediasi tanpa mediator Pemerintah Daerah tidak
berhasil.
b. Waktu penyelesaian permasalahan pemakaian tanah tanpa izin melalui
Pemerintah Daerah reatif lebih cepat.
c. Putusan pengadilan atas sengketa kepemilikan tanah tidak dapat
dieksekusi karena putusan yang sifatnya deklaratur.
d. Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah didukung oleh
SKPD/UKPD yang lebih dekat dengan masyarakat.
e. Biaya penyelesaian relative lebih murah.
3. Tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan kewenangan
pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya
harus sesuai dengan kewenangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seperti memberikan fasilitasi
Universitas Indonesia
B. Saran
1. Kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanah tanpa izin yang
berhak masih perlu dimiliki oleh Pemerintah Daerah guna memberikan
kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.
2. Guna menjalankan kewenangannya dalam Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
Atau Kuasanya, perlu ditunjuk SKPD/UKPD tertentu yang diberikan tugas
dan fungsi memfasilitasi permohonan guna pengosongan tanah atas
pemakaian tanpa izin serta prosedur yang lebih terinci dan terukur yang
diatur dalam Peraturan Gubernur.
3. Dengan melekatnya kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa
izin pada Pemerintah Daerah, terhadap tugas menfasilitasi permohonan
warga dapat dianggarkan tersendiri pada SKPD/UKPD yang ditunjuk untuk
menjalankan tugas dan fungsi memfasilitasi.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku
HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Ed. Revisi. Cet.8. (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013).
Hutagalung, Arie Sukanti. Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi
(Suatu Kumpulan Karangan). Ed.1. Cet.1. (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum UI, 1999).
Nugraha, Safri et.al. Hukum Administrasi Negara. Ed. Revisi. (Depok: Center For
Law and Good Governance Studies (CLGS-FHUI) Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2007).
Nursadi, Harsanto. Hukum Aministrasi Negara Sektoral. (Depok: Center for Law
and Good Governance Studies (CLGS) dan Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. 2016).
Universitas Indonesia
Peraturan Perundang-undangan
_____. Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
UU No. 21 Tahun 1997. LN No. 44 Tahun 1997. TLN No. 3688.
Universitas Indonesia
_____. Peraturan Pemerintah Tentang Hak Guna Usaha. Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai Atas Tanah. PP No. 40 Tahun 1996. Ln No. 58 Tahun 1996. TLN
No. 3643.
_____. Peraturan Presiden tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Perpres
No. 17 Tahun 2015. LN No. 18 Tahun 2015.
____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum. Perda
No. 8 Tahun 2007. LD No. 8 Tahun 2007.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tata Air. Pergub No. 257 Tahun 2014. BD No. 62130 Tahun
2014.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Pergub No. 263 Tahun
2016. BD No. 62161.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Penaggulangan Kebarakan dan Penyelamatan. Pergub No. 264
Tahun 2016. BD No. 62162 Tahun 2016.
Universitas Indonesia
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perindustrian dan Energi. Pergub No. 267 Tahun 2016. BD
No. 62165 Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perhubungan. Pergub No. 270 Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pergub 271 Tahun 2016. BD
No. 62169 Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Bina Marga. Pergub No. 273 Tahun 2016. BD No. 62171
Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman. Pergub No. 274
Tahun 2016. BD No. 62172 Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Pendidikan. Pergub No. 277 Tahun 2016. BD No. 62175 Tahun
2016
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kesehatan. Pergub No. 278 Tahun 2016. BD No. 62176.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Cipta Karya. Tata Ruang dan Pertanahan. Pergub No. 279
Tahun 2016. BD No. 62177 Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Satuan Polisi Pamong Praja. Pergub No. 285 Tahun 2016. BD No.
62183 Tahun 2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kota Administrasi. Pergub No. 286 Tahun 2016. BD No. 62184 Tahun
2016.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Sosial. Pergub No. 20 Tahun 2018. BD No. 62010 Tahun 2018.
_____. Provinsi DKI Jakarta. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tentang Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Penertiban Penertiban Penguasaan/Pemakaian
Tanah Tanpa Hak di Wilayah DKI Jakarta. Kepgub No. 886 Tahun 1983.
Universitas Indonesia
_____. Menteri Pertanian dan Agraria. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria
tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia
atas Tanah. Permen Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962.
_____. Menteri Dalam Negeri. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang
Penegasan Konversi Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia. Kepmendagri
No. Sk.26/DDA/1970.
Philippines. Republic Act No. 7279 an Act to Provide For a Comprehensive and
Continuing Urban Development and Housing Program, Establish The
Mechanism For Its Implementation, and For Other Purposes.
http://www.cebu-properties.net/resources/real-estate-laws-
philippines/republic-act-no-7279-urban-development-and-housing-act-or-
lina-law/. diakses 12 April 2019.
United Nation. General Comment No. 7: The right to adequate housing (Art.11.1):
forced evictions. http://www.refworld.org/docid/47a70799d.html. diakses
tanggal 24 Februari 2019.
Putusan Pengadilan
Universitas Indonesia
Dokumen Lainnya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia