Anda di halaman 1dari 743

APS &

MEDIASI
KONTEMPORER
BAGI PARA PEMANGKU KEPENTINGAN DI INDONESIA

Versi 1

Sabela Gayo, Ph.D. & Dr. Wagiman Martedjo


APS & Mediasi Kontemporer

Sabela Gayo, Ph.D.


Dr. Wagiman Martedjo

PT. GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI


APS & Mediasi Kontemporer

Penulis :

Sabela Gayo, Ph.D.


Dr. Wagiman Martedjo

ISBN :

Editor : Mila Sari, S.ST, M.Si


Penyunting : Yuliatri Novita, M.Hum
Desain Sampul dan Tata Letak : Handri Maika Saputra, S.ST

Penerbit :PT. GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI


Redaksi :
Jl. Pasir Sebelah No. 30 RT 002 RW 001
Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah
Padang Sumatera Barat
Website : www.globaleksekutifteknologi.co.id
Email : globaleksekutifteknologi@gmail.com

Cetakan pertama, Februari 2022


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk
dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

me·di·a·tion
/ˌmēdēˈāSH(ə)n/(intervention in a dispute in order to resolve
it; arbitration intervensi pada suatu sengketa guna turut
menyelesaikannya; arbitrasi). Sinonim “Mediasi”:
conciliation; arbitration; reconciliation; intervention;
intercession; interposition; good offices; negotiation; shuttle
diplomacy; temporization; intervention in a process or
relationship; intercession. (Oxford Languages and Google,
https://languages.oup.com/.
“Pengalaman tampaknya hampir sama dengan sains
dan seni, tetapi pada kenyataannya sains dan seni datang
kepada manusia melalui pengalaman …” (Aristoteles, dikutip
dari Alexia Georgakopoulos).
Dunia ‘mediasi’ meresap dalam hal pertumbuhan dan
perkembangan saat ini lanskap yang beragam, tatkala
‘perselisihan’ tersebar luas. Dunia saat ini membutuhkan
profesional Mediator, sebagai pembawa perdamaian atau
juru damai untuk mempengaruhi perubahan positif dalam
kehidupan yang senantiasa berubah ini. Buku menyajikan
mediasi dalam perspektif ‘interdisipliner’ yang berbeda
serta penerapan mediasi dari berbagai sudut pandang dan
berfungsi sebagai jembatan antara teori, riset-riset, dan
praktik di bidang Mediasi. Hal ini relevan untuk audiens
yang beragam dengan topik yang menjangkau lintas disiplin
ilmu yang mencakup resolusi atas sengketa, perdamaian,
keadilan, dan hak asasi manusia, serta relevan untuk setiap
orang dengan tingkat keahlian yang berbeda. Dari pemula
hingga profesional berpengalaman di berbagai disiplin
ilmu.1
Mediasi tidak akan terlepas dari substansi pengertian-
pengertian di atas. Didasari untuk keperluan kebutuhan
Modul Pelatihan Mediasi, bahan-bahan pelatihan tersebut

1
Alexia Georgakopoulos, The Mediation Handbook: Research, Theory, and
Practice, Routledge, New York, 2017, hlm.
i
kemudian diformulasi ke dalam suatu format Buku. Hal itu
atas masukan-masukan dari peserta agar materi tidak
tercecer dan dapat lebih tertata sehingga mudah saat
dijadikan rujukan. Buku ini juga kiranya dapat dijadikan
Buku Pendamping untuk mata kuliah “Alternatif
Penyelesaian Sengketa, yang diajarkan di Fakultas Hukum.
Akhirul kata, ucapan terima kasih disampaikan kepada
Penerbit GET Press, Bapak Handri Maika Saputra yang telah
berkolaborasi dalam waktu singkat sehingga buku ini dapat
diterbitkan dan dapat dinikmati oleh khalayak, khususnya
Peserta Indonesia Dispute Board Forum Tahun 2022 di
Semarang.

Jakarta, 15 Maret 2022

Sabela Gayo, Ph.D.


Dr. Wagiman Martedjo

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ...................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................... xiv
BAB I BABAK BARU TRADISI BERMEDIASI: ANTARA
GAIRAH DAN KONDISI YANG ADA DEWASA INI
1.1 Faktual dan Pengembangan Tradisi Bermediasi: Sebuah
Babak Baru Bermediasi ............................................................... 1
1.1.1 Pendekatan Praktis: Memperdalam dan
Memperluas Jangkauan Mediasi Dewasa Ini ........... 6
1.1.2 Mediasi di Suatu Negara: Sejarah & Konteks
Profesional Keberadaan Mediator Serta
Pengaruhnya ........................................................................ 8
1.1.3 Era 1980-an: Terselenggaranya Konferensi
Internasional Bagi Mediator ....................................... 11
1.1.4 Reformasi Peradilan dan Penganut Mediasi ......... 13
1.2 Awalnya Tawaran Perlindungan dari Pengadilan:
Mediasi Kini Menjadi Pengganti Arbitrase ....................... 18
1.2.1 Peran Advokat Dalam Mediasi: Interaksi Dengan
Pengambilan Keputusan ............................................... 18
1.2.2 Mediasi: Menawarkan Para Pihak Bersengketa
Dari Tempat Perlindungan Pengadilan .................. 22
1.2.3 Diskonek Antara Teori dan Praktek Dalam
Mediasi ............................................................................... 26
1.2.4 Pudarnya Popularitas Arbitrase & Munculnya
Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Perselisihan Non Litigasi .............................................. 27
1.3 Dinamika Perselisihan dan Resolusi Sengketa ................. 28
1.3.1 Lintas Disiplin Para Ahli dan Praktisi Mediasi ..... 28
1.3.2 Peran Mediator: Waspada Terhadap Generalisasi
dan Cari Cara Guna Menarik Perhatian .................. 29
1.3.3 Mediator Dibutuhkan Pelanggan, Pasar, & Institusi
Guna Menginterupsi Keyakinan ................................ 31
1.3.4 Sebelum Mediasi: Bacaan Sosial Seni Terkait Teori
Representasi...................................................................... 34
iii
BAB II DINAMIKA MEDIASI di INDONESIA: MENGGANTI
DAN MENGISI KEKOSONGAN LITIGASI
2.1 Dinamika Litigasi dan Peluang Penggunaan Mediasi ... 43
2.1.1 Pengalihan Gugatan Sederhana ke Mediasi .......... 43
2.1.3 Formalisasi Bantuan Hukum ...................................... 48
2.1.4 Pelayanan Terpadu Sidang Keliling dan Sidang
Terpadu Penetapan Ahli Waris .................................. 49
2.1.5 Mediasi Terintegrasi Pengadilan............................... 50
2.1.6 Penyelesaian Keadilan Restoratif Melalui
Mediasi ................................................................................ 51
2.2 Musyawarah, Mufakat, dan Perdamaian dan
Dinamikanya di Indonesia ...................................................... 57
2.2.1 Konsep Musyawarah: Filosofi dan Asas-Asasnya 58
2.2.2 Konsep Mufakat: Filosofi dan Asas-Asasnya ........ 61
2.2.3 Tujuan Musyawarah: Penyaluran Aspirasi dan
Berbagi ................................................................................ 62
2.2.4 Konsep Perdamaian: Filosofi dan Asas-Asasnya. 63
2.3 Deregulasi Yang Mempersulit Adanya Persaingan Dalam
Mengendalikan Aturan-Aturan ............................................. 68
2.3.1 Mediasi: Butuh Deregulasi Untuk Mencapai
Efektifitas dan Efisiensi Penyelesaian
Perselisihan ....................................................................... 68
2.3.2 Deregulasi: Bersinggungan Dengan
Debirokratisasi ................................................................. 69
BAB III PEMAKNAAN DAN PEMBARUAN TERMINOLOGI
MEDIASI, MEDIASI-ARBITRASE, SERTA MEDIATOR
3.1 Konsep dan Terminologi Mediasi dan Mediator Dalam
Perselisihan .................................................................................. 73
3.1.1 Filsafat Mediasi: Mediator Berada Ditengah ! ...... 74
3.1.2 Mediator: Pihak Netral, Membantu Para Pihak
Berunding Untuk Penyelesaian Perselisihan ....... 89
3.1.3 Mediasi-Arbitrase (Med-Arb): Proses Penyelesaian
Sengketa Campuran ....................................................... 96
3.2 Sejarah Mediasi Sejarah Mediasi dan
Perkembangannya .................................................................... 99
3.2.1 Sekilas Sejarah Mediasi di Beberapa Negara ........ 99

iv
3.2.2 Sejarah Mediasi di Indonesia dan
Perkembangannya .......................................................... 99
3.3 Lingkup Penanganan Sengketa Melalui Mediasi .......... 102
3.3.2 Bisnis dan Keprofesian (Business & Professional)
.............................................................................................. 120
3.3.3 Real Estate........................................................................ 123
3.3.4 Masalah Pernyataan Kehendak (Probate & Will
Contests) ............................................................................ 127
3.3.5 Masalah Perjanjian Pra Nikah (Pre-Marinal
Agreements) .................................................................... 128
3.3.6 Perpisahan dan Perceraian (Divorce and
Separation) ...................................................................... 128
3.4 Sengketa/ Konflik: Sebab-Sebab, Perbedaan, Tingkatan
dan Lembaga Penyelesaiannya ........................................... 129
3.4.1 Sebab-Sebab Timbulnya Sengketa.......................... 130
3.4.2 Sengketa atau Konflik: Penting memahami
Perbedaannya ................................................................. 136
3.4.3 Badan Penyelesaian Sengketa Alternatif Mediasi
.............................................................................................. 141
BAB IV LINGKUP PILIHAN-PILIHAN PENYELESAIAN
SENGKETA
4.1 Kilas Balik Pencegahan dan Pilihan-Pilihan
Penyelesaian Sengketa ........................................................... 218
4.1.1 Terminologi Perbedaan Pendapat, Sengketa, dan
Konflik/Perkara ............................................................. 222
4.1.2 Pencegahan Terjadinya Sengketa ........................... 229
4.1.3 Pilihan-Pilihan Forum Bagi Penyelesaian Sengketa
.............................................................................................. 231
4.1.4 Sekilas Alternatif Penyelesaian Sengketa dan
Aspek Sejarahnya .......................................................... 242
4.2 Proses Penyelesaian Sengketa............................................. 277
4.2.1 Proses Penyelesaian Sengketa ................................. 279
4.2.2 Program Penyelesaian Sengketa yang Berafiliasi
dengan Pengadilan dan Tidak Terafiliasi ............. 291
4.2.3 Program APS Wajib versus Program APS
Opsional ............................................................................ 300

v
4.2.4 Upaya APS Sebelum Mendaftar Perkara di
Pengadilan........................................................................ 303
4.2.5 Pendekatan Multi-Jalur untuk APS yang
Dilampirkan di Pengadilan ........................................ 306
BAB V REGULASI MEDIASI
5.1 Mediasi Dalam Regulasi Internasional ............................. 311
5.1.1 Mediasi dan Tata Cara Penyelesaian Sengketa di
WTO .................................................................................... 312
5.1.2 Mediasi Dalam Perjanjian Caricom (the Caribbean
Community and Common Market) ......................... 317
5.1.3 Mediasi Dalam Protokol ASEAN .............................. 320
5.1.4 WIPO Mediation Rules ................................................ 336
5.1.5 Mediasi Melalui International Chamber of
Commerce (ICC) ............................................................. 338
5.2 Mediasi Dalam Regulasi Nasional ...................................... 342
5.3 Mediasi Dalam KUH Perdata .............................................. 344
5.4 Dasar Hukum Mediasi di Dalam Pengadilan .................. 344
5.5 Dasar Hukum Mediasi di Luar Pengadilan ..................... 346
5.6 Payung Hukum Mediasi & Perundangan Terkait ......... 349
5.7 Tahap-Tahap Mediasi di Pengadilan ................................. 363
BAB VI AKTA PERDAMAIAN
6.1 Kekuatan Hukum Akta Perdamaian .................................. 366
6.2 Macam-Macam Dokumen Terkaian Perdamaian ......... 367
6.2.1 Akta Perdamaian ........................................................... 367
6.2.2 Berita Acara Sidang ...................................................... 372
6.2.3 Gugatan Memperoleh Akta Perdamaian Atas
Kesepakatan Perdamaian Di Luar Pengadilan ... 377
6.2.4 Kesepakatan Perdamaian .......................................... 381
6.2.5 Pernyataan Para Pihak Yang Diwakili Kuasa
Hukum Atas Kesepakatan Perdamaian ................ 383
6.2.6 Kesepakatan Perdamaian Sebagian Tuntutan
Hukum/Objek ................................................................. 386
6.2.7 Kesepakatan Perdamaian .......................................... 388
6.2.8 Kesepakatan Perdamaian Sebagian
Pihak/Subjek ................................................................... 390
6.2.9 Pernyataan Para Pihak Tentang Hasil Mediasi .. 392

vi
6.2.10 Laporan Mediator Kepada Hakim Pemeriksaan
Perkara Tentang Hasil Mediasi ................................ 395
6.2.11 Resume Perkara .......................................................... 397
6.2.12 Penetapan ...................................................................... 398
6.2.13 Pernyataan Para Pihak Tentang Penjelasan
Mediasi .............................................................................. 405
6.2.14 Putusan 1........................................................................ 407
6.2.15 Relaas Panggilan Kepada Tergugat ...................... 417
6.2.16 Relaas Panggilan Mediasi Kepada Penggugat .. 419
6.2.17 Jadwal Mediasi ............................................................. 421
6.2.18 Laporan Mediasi Bulanan ........................................ 422
BAB VII EKTENSIFIKASI MEDIASI DI LUAR PENGADILAN
7.1 Mediasi: Kategori Proses Penyelesaian Sengketa ........ 423
7.2 Peran Mediasi Evaluatif dan Mediasi Fasilitatif dan
Mediasi.......................................................................................... 425
7.2.1 Muara Mediasi: Hasil Yang Adil ............................... 428
7.2.2 Model Mediasi Evaluasi .............................................. 430
7.2.3 Model Mediasi Fasilitatif ............................................ 433
7.2.4 Kasus Hukum di Luar Indonesia .............................. 437
7.3 Dasar Hukum Mediasi di luar pengadilan
di Indonesia ................................................................................ 437
BAB VIII MEDIASI YANG TERINTEGRASI DENGAN
PENGADILAN
8.1 Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma 1 tahun
2016 Tentang Mediasi ............................................................ 440
8.2 Proses Mediasi Terkait di Pengadilan................................ 440
8.3 Mediator, dan Para Pihak Wajib Bermediasi .................. 444
8.4 Putusan Batal Demi Hukum Jika Tidak Mediasi ......... ..445
8.5 Pertimbangan Putusan Hakim Wajib Telah
Mengupayakan Perdamaian ................................................. 447
8.6 Pemilihan Mediator, Biaya Pemanggilan Pihak &
Honorarium Mediator............................................................. 448
8.7 Tugas, Kewenangan Mediator, Keterlibatan Ahli, &
Mediasi Gagal ............................................................................. 450
BAB IX BERPRAKTIK MEDIASI
9.1 Praktik Mediasi di Indonesia ................................................. 456
9.1.1 Praktik Mediasi di Pengadilan Umum ................... 457
vii
9.1.2 Praktik Mediasi di Pengadilan Agama ................... 460
9.1.3 Praktik Mediasi Sengketa Pelayanan Publik ....... 504
BAB X MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN
SYARIAH
10.1 Karakteristik Sengketa Nasabah Dengan Bank ........... 533
10.2 Mediasi Sengketa Di Lingkungan Perbankan
Syariah .......................................................................................... 538
10.2.1 Redifinisi Mediasi dan Mediator Sengketa
Perbankan Syariah ........................................................ 540
10.2.2 Kedudukan dan Peran Mediator Dalam Proses
Mediasi .............................................................................. 540
10.2.3 Peran dan Fungsi Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah .................................... 542
10.3 Model Praktik Penyelesaian Sengketa Nasabah dan
Bank Syariah ............................................................................... 546
10.3.1 Praktik Perbankan Syariah Sangat Dinamis dan
Rasional ............................................................................. 546
10.3.2 Komparasi Model Penyelesaian Sengketa
Nasabah & Mediasi Perbankan Umum .................. 551
BAB XI MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA DAN
KONFLIK AGRARIA
11.1 Kekuatan Hukum Kespakatan Mediasi dalam Sengketa
Pertanahan .................................................................................. 564
11.1.1 Mediasi Secara Hukum dan Macam Sengketa
Pertanahan....................................................................... 566
11.1.2 Mediasi Pribadi/ Mandiri......................................... 581
11.2 Tipologi Sengketa Tanah ...................................................... 582
11.2.1 Penguasaan Tanah Tanpa Hak ............................... 582
11.2.2 Sengketa Batas dan Sengketa Waris .................... 582
11.2.3 Jual Berkali-Kali ........................................................... 582
11.2.4 Sertipikat Ganda .......................................................... 582
11.2.5 Sertipikat Pengganti................................................... 583
11.2.6 Akta Jual Beli Palsu ..................................................... 583
11.2.7 Kekeliruan Penunjukan Batas ................................ 583
11.2.8 Tumpang tindih ........................................................... 583
11.3 Tahapan Persiapan dan Pertemuan-Pertemuan Para
Pihak .............................................................................................. 583
viii
11.3.1 Tahapan Persiapan ..................................................... 583
11.3.2 Tahapan Pertemuan-Pertemuan Mediasi.......... 584
11.3.3 Tahapan Pasca Mediasi............................................. 584
11.4 Jenis-Jenis Sengketa Pertanahan ....................................... 585
BAB XII MEDIASI DI LINGKUP DESA
12.1 Perdamaian Desa..................................................................... 587
12.1.1 Perselisihan Warga Masyarakat Adat
Diselesaikan Hakim Perdamaian Desa .................. 587
12.1.2 Bali Sangkepan Desa Adat ....................................... 589
12.1.3 Penyelesaian Sengketa di Sulawesi Selatan ...... 590
12.1.4 Penyelesaian Sengketa di Papua ........................... 590
12.1.5 Penyelesaian Sengketa di Kerinci, Sungai Penuh
Sumatera ........................................................................... 591
12.1.6 Penyelesaian Sengketa di Batak Karo ................. 591
12.1.7 Penyelesaian Sengketa di Sulawesi Selatan ...... 592
12.1.8 Penyelesaian Sengketa di Maluku Tengah ........ 593
12.1.9 Penyelesaian Sengketa di Minangkabau ............ 593
12.1.10 Penyelesaian Sengketa di Lombok Barat ........ 595
12.1.11 Penyelesaian Sengketa di Aceh ........................... 596
12.1.12 Penyelesaian Sengketa di Banjar........................ 597
12.1.13 Belajar dari Desa Pensiun di Queensland ....... 597
BAB XIII PERAN DAN KONTRIBUSI PEMBINGKAIAN
DALAM MEDIASI
13.1 Pembingkaian Ulang: Dari Berbeda Menjadi Mencari
Hal-Hal Sama .............................................................................. 601
13.2 Pernyataan Baru Dalam Pendekatan Reframing
Berfokus Masalah ..................................................................... 613
13.2.1 Menjembatani Bingkai ............................................. 614
13.2.2 Membandingkan Macam-Macam Pendekatan
Reframing ......................................................................... 614
13.2.3 Metode Dalam Melakukan Reframing ................. 617
13.2.4 Pengujian Kanvas Teckel Dengan Perkara
Nyata .................................................................................. 626
BAB XIV PERAN DAN KONTRIBUSI KAUKUS DALAM
MEDIASI
14.1 Kaukus: Pertemuan Sepihak Guna Membahas Masalah
Secara Khusus ............................................................................ 635
ix
14.1.1 Bersedia Membagi Hanya Dengan Mediator .... 635
14.1.2 Alasan-Alasan Mediator Menggunakan Kaukus
Dalam Mediasi ................................................................ 637
14.2 Memaksimalkan Kaukus: Gunakan Daftar Periksa dan
Petunjuk ....................................................................................... 637
14.2.1 Para Pihak Menguraikan Perselisihannya dan
Mediator Membangun Hubungan Kepercayaan 638
14.2.2 Dorong Pihak Mengakui Kepentingan Pihak Lain
dan Mediator Mengamankan Potensi Konsesi serta
Kesepakatan .................................................................... 639
14.2.3 Mediator: Ajukan Pertanyaan Pengujian Realitas
Yang Sulit dan Pertanyaan Pekerjaan Rumah,
Konsesi dan Permintaan ............................................. 640
14.3 Komparasi: Belajar Kaukus dari Negara Lain .............. 641
14.3.1 Pengadilan Penuh Sesak, Biaya Melonjak, dan
Tekanan Besar Klien dan Advokat .......................... 641
14.3.2 Kaukus Kondusif Menciptakan Perdamaian .... 643
14.3.3 Tujuan Kaukus Pertama: Membangun Rasa Saling
Percaya .............................................................................. 644
14.3.4 Kaukus Selanjutnya: Terus Membangun
Hubungan dan Kepercayaan ..................................... 658
BAB XV NEGOSIASI DAN PERANNYA DALAM MEDIASI
15.1 Negosiasi: Musyawarah Oleh Para Pihak Sendiri ....... 666
15.1.1 Istilah dan Terminologi ‘Negosisasi’.................... 666
15.1.2 Mekanisme Negosiasi dan Pelaksanaannya ..... 669
15.1.3 Negosiasi Bersifat Sukarela Untuk Mencapai
Konsensus ........................................................................ 670
15.2 Cara dan Pendekatan, Proses, dan Peran Pihak Ketiga
Dalam Negosiasi ........................................................................ 673
15.2.1 Cara dan Pendekatan Dalam Negosiasi .............. 673
15.2.2 Proses Negosiasi Konsensual ................................. 675
15.2.3 Peran Pihak Ketiga Dalam Negosiasi ................... 677
15.3 Kunci Penerimaan Mediator Dalam Negosiasi ............ 679
15.3.1 Negosiasi dan Mediasi ............................................... 679
15.3.2 Netral dan Tidak Memiliki Kepentingan ............ 681

x
15.3.3 Orang Dalam dan Orang Luar Sebagai
Mediator............................................................................ 682
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Metode/pendekatan reframing menurut mensch
dan goncalves ............................................................. 505
Gambar 2. Tinjauan Dibalik Proses Pembingkaian
Ulang .............................................................................. 506
Gambar 3. Teckel canvas menurut mensch dan
goncalves ..................................................................... 507
Gambar 4. Kanvas Pembingkaian Model Teckel dari Sabine
Liana Mensch dan Milene Goncalves ................ 508
Gambar 5. Kartu Alat Pembingkaian Ulang .......................... 512
Gambar 6. Representasi Visual Bagaimana Kanvas Teckel
Pada Kasus 1 .............................................................. 515
Gambar 7. Kanvas pembingkaian ulang yang diisi dari sesi
kasus 2 ......................................................................... 517
Gambar 8. Visualisasi Akhir Untuk Pusat Penitipan
Anak ............................................................................... 518

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Perkara Masuk, Tidak Mediasi,
Mediasi Gagal, Mediasi Berhasil Pada PN
Jakarta Pusat Tahun 2012 ............................................. 445
Tabel 2. Jumlah Perkara Masuk, Tidak Mediasi,
ediasi Gagal, Mediasi Berhasil Pada PN Jakarta
sPusat Tahun 2013 ........................................................... 445

xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Sebab-sebab terjadinya formalitas mediasi ....... 16
Bagan 2. Penekanan negosiasi ................................................... 18
Bagan 3. Perilaku pengacara mengenai mediasiasi ........... 27
Bagan 4. Kategori perkara gugatan sederhana
dan pengecualiannya ....................................................... 45
Bagan 5. Tempat `mediasi` dalam model-
model penyelesaian sengketa menurut
laura naderdan haro f. Todd ......................................... 74
Bagan 6. Prosedur Med-Arb Model Cmap ............................. 98
Bagan 7. Terminologi Hirarki ..................................................... 220
Bagan 8. Diagram Ikhtisar Skema APS .................................... 221
Bagan 9. Hirarki Perselisihan ..................................................... 228
Bagan 10. Penyelesaian sengketa dan konfllik .................... 235
Bagan 11. Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Litigasi .... 251
Bagan 12. Tahapan Non Litigasi Samapai Dengan
Litigasi ................................................................................... 252
Bagan 13. Tingkat keterlibatan pihak ketiga........................ 252
Bagan 14. Bagan pra mediasi dalam tahapan mediasi
yang terintegrasi di pengandilan ................................ 267
Bagan 15. Proses mediasi dalam mediasi yang terintegrasi
dipengadilan ....................................................................... 268
Bagan 16. Akhir mediasi dalam mediasi yan terintegrasi di
pengadilan ........................................................................... 269
Bagan 17. Tahapan Mediasi di Ombudsman ........................ 495
Bagan 18. Mekanisme APS Negosiasi ...................................... 570

xiv
DAFTAR SINGKATAN
AAJSI Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial
Indonesia
AAUI Asosiasi Asuransi Umum Indonesia
ACAS Advisory, Conciliation and
Arbitration Service’
ACT Australian Capital Territory
ADR Alternative Dispute Resolution
AMA Asian Mediation Association
ANA Authorised Nominating Authority
APES Alternatif Penyelesaian Sengketa
APS Alternatif Penyelesaian Sengketa
ASEAN Association Southeast Asian Nations
BAPMI Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia
BANI Badan Arbitrase Nasional Indonesia
BASYARNAS Badan Arbitrase Syariah Nasional
BATNA Best Alternatif To Negotiated
Agreement
BDMS Boundary Disputes Mediation
Service
BI Bank Indonesia
BMAI Badan Mediasi dan Arbitrase
Asuransi Indonesia
BMD Balai Mediasi Desa
BMN Balai Mediasi Nagari
BPPN Badan Penyehatan Perbankan
Nasional
BPN Badan Pertanahan Nasional
BPSK Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
BUMN Badan Usaha Milik Negara
B2B Business-to-Business
CADR Court Annexed Dispute Resolusion
CARICOM Caribbean Community
CARIFTA Caribbean Free Trade Association
CCDR Court Connected Dispute Resolution
xv
CCOIC China Chamber of International
Commerce
CCPIT China Council for the Promotion of
International Trade
CDR Court Dispute Resolution
CIDB Construction Industry Development
Board
CIMP Strategic Thrust of the Construction
Industry Master Plan
CIPAA Construction Industry Payment and
Adjudication Act
CJC Civil Justice Council
CMC Community Mediation Centre
CSM Caricom Single Market
CSME Caricom Single Market and Economy
DAAB Dispute Avoidance/Adjudication
Board
DAB Dispute Adjudication Board
DAS Dewan Ajudikasi Sengketa
DB Dispute Board
DBF Dispute Board Federation
Depkeu Departemen Keuangan
DIMP Direktur Departemen Investigasi dan
Mediasi Perbankan
DPM Dinas Penanaman Modal
DPM-PTSP Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
DRB Dispute Review Board
DSU Dispute Settlement Understanding
EAVA European Added Value Assessment
EPRS European Parliamentary Research
Service
EU European Union
FAO Food and Agriculture Organization
FAPI Federasi Asosiasi Perasuransian
Indonesia
FIDIC Federation Internationale des
xvi
Ingenieurs-Conseils
GCC General Conditions of Contract
HGCRA The Housing Grants, Construction
and Regeneration Act
HGU Hak Guna Usaha
HIR Herzien Inlandsch Reglement
(Reglemen Indonesia Yang
Diperbaharui). HIR merupakan
hukum acara dalam persidangan
perkara perdata maupun pidana
yang berlaku di pulau Jawa dan
Madura.
HP-SSST High-Performance Stainless Steel
Seamless Tubes
IBRA Indonesian Bank Restructuring
Agency
ICADR International Centre for Alternative
Dispute Resolution
ICC International Chamber of Commerce
ICSID Internasional Centre for Settlement
of Investment Disputes
IES Institution of Engineers Singapore
ISM Institute of Surveyor Malaysia
JBCC Joint Building Contracts Committee
JCAA Japan Commercial Arbitration
Association
JICA Japan International Cooperation
Agency
JITF Jakarta Initiative Task Force
KAN Kerapatan Adat Nagari
KIP Keterbukaan Informasi Publik
KKSK Komite Kebijakan Sektor Keuangan
KLRCA Kuala-Lumpur Regional Centre for
Arbitration
KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KUH Perdata Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
xvii
LAHP Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan
LAPS Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa
LAPS SJK Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa Sektor
Jasa Keuangan
LAPSPI Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa Perbankan Indonesia
LAPST Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa Terintegrasi
LCIA London Court of Internasional
Arbitration
LKMD Lembaga Ketahanan Masyarakat
Desa
LKP Lembaga Kliring dan Penjaminan
LPJP2SLH Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan
Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan
LPP Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian
MA Mahakamah Agung
MAPS Mekanisme Alternatif Penyelesaian
Sengketa
NADRAC The National Alternative Dispute
Resolution Advisory Council
NEC New Engineering Contract
NJOP Nilai Jual Objek Pajak
NSW New South Wales
OECD Organization for Economic
Cooperation and Development
OJK Otoritas Jasa Keuangan
PA Pengadilan Agama
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
PBI Peraturan Bank Indonesia
PERKI Peraturan Komisi Informasi
PERMA Peraturan Mahkamah Agung
PHS Penetapan Hari Sidang
xviii
PIP Personal Injury Protection
PK Peninjauan Kembali
PKK Pengelolaan Konflik Secara
Kooperatif
PMPK Pemecahan Masalah dan
Pengambilan Keputusan
PMH Penetapan Majelis Hakim
PN Pengadilan Negeri
PPSA Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa
Alternatif
POJK Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
PPS Pilihan Penyelesaian Sengketa
PPSIP Prosedur Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik
PSATP Penyelesaian Sengketa Alternatif
yang Terkait dengan Pengadilan
PSSK Penyelesaian Sengketa Secara
Kooporatif
PTSP Pelayanan Terpadu Satu Pintu
PTUN Pengadilan Tata Usaha Negara
REDAS The Real Estate Developers
Association of Singapore
RBg Rechtreglement voor de
Buitengewesten
(Reglemen Hukum Daerah
Seberang/di luar Jawa Madura). RBg
merupakan hukum acara yang
berlaku di persidangan perkara
perdata maupun pidana di
pengadilan di luar Jawa dan Madura.
RO Reglement op de Rechterlijke
Organisatie
SCAL Singapore Contractors Association
Limited
SEMA Surat Edaran Mahkamah Agung
SISV Singapore Institute of Surveyors and
Valuers
xix
SRO Self Regulatory Organization
Rv Rechsvordering
SIA Singapore Institute of Architects
SIAC Singapore Internasional Arbitration
Convention
TeCSA Technology and Construction
Solicitors Association
(Asosiasi Pengacara Teknologi dan
Konstruksi).
UN United Nations
UNCITRAL United Nations Commission on
Internal Trade Law
US United States
UUPA Undang-Undang Pokok Agraria
WA Western Australia
WASAT State Administrative Tribunat
WTO World Trade Organization
YMAI Yayasan Mediasi Aceh Indonesia

xx
BAB I
BABAK BARU TRADISI
BERMEDIASI:
ANTARA GAIRAH DAN KONDISI
YANG ADA DEWASA INI
Mediasi telah meledak dan merambah ke banyak
bidang. Ia tidak lagi berkelok-kelok bak sungai atau perairan
terpencil yang tenang lagi. Mediasi telah memasuki banyak
hal-hal yang baru, laksana saluran air. (John Winslade,
Universitas California)2.
Pada intinya Mediasi ialah ‘prosedur’ dengan
hadirnya ‘Pihak Ketiga (Mediator)’. Ia harus independen
serta mencoba untuk membantu Para Pihak yang
bersengketa guna menuju penyelesaian sengketanya.
Manfaat bagi kedua belah pihak, tidak dapat diharap terlalu
tinggi. Satu-satunya yang signifikan ialah rintangan yang
menghalanginya. Kenyataan pada saat ini, tidak ada sarana
pendanaan publik bagi mereka yang ingin mengajukan
klaimnya melalui Mediasi atau melalui salah satu dari forum
alternatif penyelesaian sengketa lainnya.3

1.1 Faktual dan Pengembangan Tradisi


Bermediasi: Sebuah Babak Baru
Bermediasi
Mediasi merupakan ‘metode’ penyelesaian konflik
tradisional yang sifatnya non-konfrontatif dan telah
dipraktekkan secara luas di Asia. Hal yang
menggembirakannya lagi, Mediasi telah dipergunakan
2
Alexia Georgakopoulos, The Mediation Handbook: Research, Theory, and
Practice, Routledge, New York, 2017, hlm.1.
3
Peter d’Ambrumeni, Mediation and Arbitration, Cavendish Publishing
Limited, 1997, hlm.4-5.
1
untuk menyelesaikan sebagian besar ‘permusuhan’. Mediasi
telah menjadi sarana untuk mencapai resolusi. Pengakuan
bahwa pengadilan seringkali tidak menyelesaikan konflik,
terutama jika hubungan terus berlanjut terlibat pasca
persidangan, telah menyebabkan minat yang luas dalam
mediasi dan telah berkembangnya jasa mediasi.4 Beberapa
definisi dasar dan garis besar serta manfaat dan
keterbatasan mediasi, dan prinsip-prinsip resolusi konflik
dalam mediasi. Bahasan mediasi dan keadilan, proses
mediasi dan ikhtisar bab-bab dalam penting dalam buku ini
serta diakhiri dengan komentar tentang tren terkini:
bekerja secara menyeluruh, standar, dan kesempatan yang
sama dan praktik bermediasi. Mediasi biasanya dipahami
sebagai teknik yang digunakan oleh Pihak Ketiga ‘yang
profesional’ dan ‘tidak memihak’ dengan tujuan membantu
pihak-pihak yang bersengketa sehingga mereka dapat
menyelesaikan konflik di antara mereka. Mediator
mencapai tujuan ini dengan menggunakan ‘komunikasi
khusus’ dan ‘teknik negosiasi’.5
Mediasi merupakan proses yang baru dalam hal
kemunculannya di kancah hukum namun telah lama dalam
hal keabadiannya secara universalitas. Terlepas dari
pandangan pada umumnya yang dianut tentang mediasi
modern, sebagai alternatif dari mekanisme penyelesaian
sengketa tradisional yang sudah berlangsung lama.
Seharusnya jangan dilupakan bahwa di berbagai budaya,
bentuk mediasi telah lama hadir selama berabad-abad.
Mediasi merupakan konsep umum yang telah ada
sebelumnya, berjalan dengan evolusi hukum negara, sistem
hukum, dan pengacara-litigasi. Bentuk mediasi penyelesaian
sengketa telah dipraktekkan suku-suku pada masyarakat
primitif, dalam budaya Yunani kuno serta di Inggris di abad
4
Marian Liebmann, Mediation in Context, Jessica Kingsley Publishers,
2000, hlm.9.
5
Aliyev Ramin, “History of Dispute Mediation and Evolution of Church
Dispute Mediation”, Makalah ini merupakan ekstrak dari Tesisnya yang
berjudul, Mediation in Canon Law, 2014-2016, di KU Leuven, 2020.
2
pertengahan.6 Sejak awal pendirian negara Amerika Serikat,
telah mengalami perkembangan bertahap dalam
penggunaan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, salah satunya adalah Mediasi.Era di negara-
negara maju juga melihat Mediasi berkembang khususnya
mengenai konteksnya. Mediasi tenaga kerja tumbuh di abad
kedua puluh di Amerika Serikat dan bagian lain dari dunia
Barat. Perlu dicatat bahwa proses mediasi secara historis
telah tertanam dalam sistem hukum di banyak negara-
negara, terutama dalam ranah hukum perdata, di sebagian
besar benua Eropa terutama melalui peran hakim dalam
penyelesaian, termasuk Juge de Paix di Perancis dan
Vrederechters di Belanda. Mediasi sebagai bagian dari
sistem peradilan sipil inkuisitorial.7 Demikian pula
beberapa hakim secara tradisional berusaha untuk secara
aktif menyelesaikan perselisihan yang dibawa ke
pengadilan melalui Mediasi.
Mediasi sebagai salah satu metode penyelesaian
sengketa paling kuno, efektif digunakan selama berabad-
abad. Mediasi menawarkan serangkaian manfaat, misalnya
dapat meningkatkan kendali para pihak atas penyelesaian,
mengurangi biaya, menghemat waktu dan energi. Hal ini
membuat penyelesaian sengketa menjadi sangat efektif.
Mengingat hal tersebut di atas, Mediasi saat ini dianggap di
banyak negara sebagai salah satu alat yang efektif yang
digunakan untuk menghadapi tantangan perselisihan antar
pribadi yang kontemporer dan dengan karakter yang rumit
sekalipun. Aspek ini membuat mediasi lebih menarik dan
atraktif, serta memerlukan analisis mendalam.8

6
Bryan Clark, Lawyers and Mediation, Springer-Verlag Berlin Heidelberg,
2012, hlm.1.
7
Bryan Clark, Lawyers and Mediation, Springer-Verlag Berlin Heidelberg,
2012, hlm.1-2.
8
Aliyev Ramin, “History of Dispute Mediation and Evolution of Church
Dispute Mediation”, Makalah ini merupakan ekstrak dari Tesisnya yang
berjudul “Mediation in Canon Law”, 2014-2016, di KU Leuven, 2020.
3
Namun, di zaman yang lebih modern telah dicirikan
oleh apa yang disebut sebagai ‘re-institusionalisasi’ mediasi
sebagai bagian dari gerakan ‘Alternatif Penyelesaian
Sengketa’ (APS) yang lebih luas Gerakan APS modern
sebagian besar dapat dilacak kembali ke kemunculannya
tahun 1970-an di Amerika Serikat terutama berasal dari
Konferensi Nasional Penyebab Ketidakpuasan Rakyat
terhadap Administrasi Keadilan (the National Conference on
the Causes of Popular Dissatisfaction with Administration of
Justice) atau lebih dikenal dengan Pound Conference di
Minnesota pada tahun 1976 dimana Profesor Frank Sander
yang untuk pertama kalinya menciptakan frasa, ‘Alternatif
Penyelesaian Sengketa’. Meskipun mediasi modern sering
dipandang sebagai pengembangan khas Anglo-Saxon, di era
Konferensi Pound, perdebatan paralel mengenai
pembentukan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian
sengketa terjadi secara bersamaan juga di Eropa, seperti
yang dipromosikan oleh Proyek Akses ke Keadilan Florence
(the Florence Access to Justice Project). Tidak seperti
padanannya di Eropa, bagaimanapun, Konferensi Pound
merupakan konferensi besar dan hampir berdampak
langsung pada percepatan proses Mediasi.9
Adalah penuturan Alexia Georgakopoulos mengenai
iklan konsultasi perusahaan yang sangat apik, yaitu suatu
penawaran mengenai kursus negosiasi untuk kepengingan
bisnis. Disebutkan dalam iklan itu, “Kami mengajari Anda
untuk membangun hubungan jangka panjang yang solid dan
memuaskan kedua belah pihak dengan mengajukan
pertanyaan yang tepat dan menggali kebutuhan yang
sebenarnya bagi setiap orang”. Sebelumnya Georgakopoulos
pernah melihat iklan seperti itu sebelumnya. “Bagaimana
menjadi negosiator yang hebat?” disertai fitur dalam
penawaran seminar bisnis dan manajemen yang mahal
berkaitan dengan negosiasi dan resolusi konflik. Akhirnya

9
Bryan Clark, Lawyers and Mediation, Springer-Verlag Berlin Heidelberg,
2012, hlm.1-2.
4
ia tahu bahwa semua teori-teori dan teknik yang dianut oleh
orang-orang dalam menjalankan kursus ini berasal yaitu
dari Morton Deutsch, Bapak Resolusi Konflik.10 Pria yang
baru saja menghabiskan dua minggu dengannya. Pria yang
seharusnya memenangkan Nobel Hadiah Perdamaian.11
Morton Deutsch adalah salah satu psikolog paling
terkemuka saat ini dan telah dihormati profesinya dengan
berbagai penghargaan ilmiah. Masih banyak sumber yang
tetap tidak menyadari kontribusinya yang besar terhadap
kondisi sosial ini.
Resolusi konflik dunia pasca ‘Peristiwa 9 September’
tahun 2001 didasari tesis “Aku tidak akan membiarkan
bajingan ini menghancurkan pada duniaku”. Saat itu Morton
Deutsch punya janji bertemu dengan ahli jantung yang
kantornya tepat di seberang dari apartemennya. Suatu
restoran baru telah dibuka dan ia telah merencanakan
untuk makan siang di sana. Namun di kedua arah jalan, ia
melihat, bus tidak berjalan, taksi tidak diizinkan melewati
persimpangan, dan ia melihat kulit pucat orang-orang yang
mengerikan. Asap dari menara yang runtuh membumbung
di atas. Berjalan melalui Central Park, ia berujar “Saya tidak
akan pergi untuk membiarkan para bajingan ini
menghancurkan duniaku”. Hari itu ia menangkap kembali
rasa takut yang ia rasakan selama pengabdiannya dalam
Perang Dunia II. Ini akan menjadi waktu yang berbahaya.
Secara emosional, ia tidak memiliki keraguan pribadi bahwa
ia bisa mengatasi bahaya, apa pun itu itu. Namun ia memiliki
dan merasa bahwa dunia akan berubah menjadi lebih buruk
sebagai akibat dari peristiwa ini. Secara intelektual, ide-
idenya adalah ia ingin membagikan dengan rekan-rekannya

10
Morton Deutsch seorang psikolog dan peneliti sosial Amerika dalam
bidang penyelesaian konflik. Deutsch merupakan salah satu pendiri bidang
atau kajian resolusi konflik. Suatu survei yang diterbitkan di tahun 2002,
menempatkan Deutsch sebagai ahli yang paling banyak dikutip orang di
abad 20.
11
Erica Frydenberg, Morton Deutsch: A Life and Legacy of Mediation and
Conflict Resolution, Australian Academic Press, Brisbane, 2005, hlm.1-2.
5
dan ia menulis sepotong materi pendek yang diuraikan
dengan karakteristik karakteristik pejelasan, keseimbangan,
dan akal sehat. Dulu materi itu diedarkan ke rekan-rekan di
universitas-universitas yang berbeda dan diterima serta
mendapat dukungan luas.12 Babak baru ini yang akan
diajadikan acuan dalam paparan-paparan berikut ini.

1.1.1 Pendekatan Praktis: Memperdalam dan


Memperluas Jangkauan Mediasi Dewasa Ini
Terinspirasi oleh hadirnya Dewan Sengketa
Indonesia (DSI), yang telah mencoba membuka kanal-kanal
mengenai pilihan-pilihan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, teristimewanya Mediasi. Proses litigasi
membawa Pihak-Pihak pada ‘permusuhan (adversary)’,
disamping itu hadirnya upaya hukum seperti banding,
kasasi, atau pun peninjauan kembali. Harapan terbitnya
buku ini, seperti apa yang dikatakan Bernie Mayer,13 yaitu
setiap orang mendapat wawasan dan pengalaman dari
beberapa ‘pemikir’ dan ‘praktisi’ alternatif penyelesaian
sengketa yang kreatif dan inovatif, khususnya lagi Mediasi.
Tidak hanya di Indonesia, tetapi di negara-negara lain yang
telah menerapkan Mediasi sebagai pilihan dalam
penyelesaian sengketa. Mimpi dari buku ini, dapat
mendeskrisikan sebagai instrumen pembelajaran terbaik
mengenai Mediasi dari masa lalu dan visi yang luas dari

12
Erica Frydenberg, Morton Deutsch: A Life and Legacy of Mediation and
Conflict Resolution, Australian Academic Press, Brisbane, 2005, hlm.203
13
Bernie Mayer, Creighton University, Kanada, merupakan Profesor
‘Resolusi Perselisihan’ dari The Werner Institute. Ia memimpin dalam
bidang resolusi konflik. Prof. Bernie telah bekerja di bidang kesejahteraan
anak, kesehatan mental, pengobatan penyalahgunaan zat, dan psikoterapi.
Bernie telah memberikan ‘intervensi’ pada konflik-konflik di lingkungan
keluarga, komunitas, universitas, perusahaan, dan lembaga pemerintah di
seluruh Amerika Utara dan internasional selama lebih dari 35 tahun. Buku-
buku Bernie yang penting diantaranya, The Conflict Paradox, Seven
Dilemmas at the Core of Disputes, The Dynamics of Conflict, Beyond
Neutrality, dan Staying With Conflict (Lihat,
https://www.mediate.com/author/Bernard-Mayer/37)
6
tuntutan untuk di masa depan. Buku ini menjadi pegangan
dan penawar dari berbagai pendekatan praktis untuk
memperdalam dan memperluas jangkauan Mediasi dewasa
ini,14 khususnya di Indonesia.
Belajar juga dari Margaret S. Herrman15 yang awal
mula ketertarikan mengenai soal ‘perselisihan’ antar orang
dengan orang lain, dan keinginan menjadikan ‘intervensi’
berperan untuk turut ‘menyelesaikan serta ‘menekan’
perselisihan itu agar tidak menjadi luka yang lebih jauh.
Ketertarikan Herrman, yang mendorong keingintahuan
intelektual ditangkap oleh ahli teori-teori sosial dan para
filsuf yang menulis mengenai perubahan dan konflik, serta
oleh para aktivis sosial yang menggunakan konflik di jalan-
jalan di Amerika Serikat dan Eropa untuk menuntut
perubahan. Kompleksitas konflik dan peran yang diambil
orang-orang selama skenario konflik interpersonal. Jalan ini
selalu merangsang dan mengasyikkan, tetapi tantangan
utamanya bagi kebanyakan orang adalah mengasah
‘keterampilan intervensi’ yang menenun teori dengan mulus
yang menjadikan teknik intervensinya semakin menjadi
efektif. Kita belajar dari orang-orang yang suka
mengeksplorasi konflik seperti itu berkaitan dengan
berbagai bentuk pekerjaan Pihak Ketiga (Mediator),
terutama melalui proses mediasi. Selain itu untuk menjadi
ahli, banyak dari kontributor, merupakan Mediator terkenal,
Pelatih, dan Negosiator.16

14
Alexia Georgakopoulos, The Mediation Handbook: Research, Theory,
and Practice, Routledge, New York, 2017, hlm.42.
15
Beberpa karya Margaret S. Herrman In Support of Variety: On The Need
For Refined Matching of Dispute Resolution Processes and Cases; ADR in
Context: Linking Our Past, Present, and A Possible Future, On Balance:
Promoting Integrity Under Conflicted Mandates; Exploring Deeper
Wisdoms of Mediation: Notes From The Edge, Defining Mediator
Knowledge and Skills, dan Supporting Accountability in the Field of
Mediation.
16
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.3.
7
1.1.2 Mediasi di Suatu Negara: Sejarah & Konteks
Profesional Keberadaan Mediator Serta
Pengaruhnya
Banyak penulis mengklaim bahwa mereka telah
menemukan akar awal mediasi pada perdagangan di Fenisia
dan di Babilonia. Beberapa sumber bersikeras mediasi itu
berusia 4.000 tahun dan yang lain mencatat itu telah ada
selama lebih dari 3.000 tahun di Mesir Bable dan Assyr
sebagai mekanisme penyelesaian sengketa. Namun, banyak
sumber sejarah mencatat masyarakat Sumeria kuno sebagai
salah satu dari pengguna praktik Mediasi paling awal yang
diketahui dan ada semacam kewajiban dalam bahasa dan
budaya Sumeria untuk mengajukan sengketa ke mashkim
sebelum dapat diajukan ke panel yudisial.17
Mediasi di suatu negara tentunya dipengaruhi oleh
sejarah serta konteks profesional dari keberadaan Mediator
saat ini. Bidang ini telah berkembang paling nyata selama
rentang waktu setidaknya 40 tahun, rentang yang konsisten
dengan sebagian besar referensi-referensi yang ada, dan
beberapa transisi telah memengaruhi tema dan ketegangan
tampak jelas di dalamnya. Pertama, ‘model mental’ atau
‘teori yang ditangkap imajinasi’ pada beberapa dekade yang
lalu mengundang: pengujian, verifikasi, pengujian ulang,
dan adaptasi. Mereka yang akrab dengan ‘teori dasar’ akan
melihat evolusi dan pernyataan ulang. Mereka juga akan
melihat tantangan dan pernyataan baru mengenai teori
yang sedang dipertimbangkan. Memori pertama mengenai
model dasar, yaitu prediksi besar tentang ‘masyarakat’, atau

17
Aliyev Ramin, “History of Dispute Mediation and Evolution of Church
Dispute Mediation”, Makalah ini merupakan ekstrak dari Tesisnya yang
berjudul “Mediation in Canon Law”, 2014-2016, di KU Leuven, 2020. Lihat
juga rujukan Aliyev Ramin, Chern C., “The Commercial Mediator’s
Handbook”, Informa Law from Routledge, New York, 2015; Buhring-Uhle
C., “Traditional Mediation vs. Modern Mediation”, Stockholm Arbitration
Newsletter, Issue 1, 2001..
8
‘organisasi’, atau ‘komunitas yang kompleks’, yang pada
umumnya: “Setelah unit diamati dan dianalisis (masyarakat,
kompleks organisasi, atau komunitas), didalilkan caranya
bekerjanya mengenai hal-hal itu”. Akar teoretis ini berasal
dari abad ke-19, ketika seorang filsuf sosial, Georg Simmel,
memperkenalkan gagasan ‘Pihak Ketiga’, yaitu: orang yang
terlibat dalam konflik, dan berfungsi untuk ‘mengurangi
ketegangan’ dan peningkatan potensi solusi yang efektif
untuk suatu masalah.18
Pada waktunya, prediksi besar memberikan dasar
untuk deskripsi interaksi serta terdapat polanya. Banyak
deskripsi sketsa realitas, disediakan oleh data naturalistik
yang dikumpulkan pada satu titik waktu, dengan demikian
sebagai keadaan statis. Juga, banyak yang fokus pada data
yang relevan dengan administrasi dan pembenaran
anggaran munculnya program mediasi yang terkait dengan
pengadilan atau bisnis. Beberapa diuji interaksi konflik
termasuk mediasi, biasanya berdasarkan data yang
disediakan oleh percobaan laboratorium. Menjadi bidang
studi baru, terutama dalam pengaturan alam, deskripsi jauh
melebihi jumlah pengujian teori atau teori evolusi. Meski
begitu, selama sekitar duapuluh tahun terakhir, deskripsi
berkembang menjadi pengamatan yang canggih dan
terperinci dari percakapan yang dimediasi. Kecanggihan ini
tidak hanya menganggap konflik sebagai komponen alami
dari interaksi manusia, tetapi juga interaksi itu sendiri
menghasilkan pemahaman baru tentang diri dan realitas di
antara para protagonis, termasuk Mediator. Deskripsi ini
mengasumsikan perubahan bingkai, mengubah kehidupan,
jelas perbandingan dengan data yang menangkap snapshot
statis. Studi baru ini menghasilkan pengetahuan segar,
perdebatan teori, dan saran untuk bentuk-bentuk
intervensi yang lebih sensitif oleh ‘Pihak Ketiga (Mediator)’.

18
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.4.
9
Evolusi penelitian, ditambah dengan percampuran antara
deskriptif, teoritis, dan aplikasi praktis, menggairahkan
untuk masa depan Mediasi. Pembaca akan segera melihat
bahwa buku pegangan ini mencontohkan kebersamaan
sebagai yang terbaik dari penelitian statis dan dinamis.
Untuk tetap menjadi bidang yang dinamis, dibutuhkan
keduanya, dan perlu menghargai kekuatan keduanya.19
Kedua, pergeseran terjadi dalam cara beberapa
ilmuwan sosial mendefinisikan atau membingkai ‘konflik’
dan mekanisme ‘penanganan konflik’ masyarakat. Dari
tahun 1940-an hingga hari ini, banyak antropolog telah
mempelajari mekanisme penanganan konflik dalam
masyarakat di seluruh dunia. Sosiolog dan ilmuwan politik
di awal-awal mengeksplorasi konflik, dalam organisasi yang
kompleks seperti perusahaan dan militer. Dalam
kebanyakan kasus yang berlaku, asumsi itu atau konflik
sebagai sinyal malfungsi, suatu bentuk penyimpangan yang
membutuhkan langkah-langkah korektif, mungkin
pengembangan koreksi atau penanganan konflik
institusi.20
Pada 1950-an, sekelompok kecil ilmuwan sosial
membuang asumsi inti ini atau lebih tepatnya, kembali ke
akar Eropa dari ilmu-ilmu sosial seperti yang dicontohkan
oleh Weber 1949. Misalnya, Coser yang mengeksplorasi
konflik fungsional. Produk sampingan yang dapat diamati
dalam jaringan interaksi sosial yang sederhana maupun
kompleks. Sejak tulisan Coser terpublikasi, banyak orang
mengikutinya untuk membingkai ulang peran dan fungsi
konflik. Margaret S. Herrman berpandangan, konflik tidak
dapat dihindari dalam setiap interaksi sosial yang berulang,
termasuk yang hubungan singkat sekalipun. Konflik juga

19
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.4.
20
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.4.
10
diperlukan, agar interaksi sosial dapat berkelanjutan serta
berkembang. Konflik yang ditangani dengan terampil akan
mengarah ke inovasi dan interaksi atau hubungan sosial
yang lebih fungsional. Namun potensi ini nyatanya
memberikan hasil yang menyedihkan. Produk sampingan
fungsional seperti apa? Bagaimana ‘Pihak Ketiga atau
Mediator’ masuk ke dalam ini? Hal itu telah dibicarakan oleh
Herrman dengan Georg Simmel.21

1.1.3 Era 1980-an: Terselenggaranya Konferensi


Internasional Bagi Mediator
Pengalaman memberi tahu Herrman, bahwa jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat banyak. Selama
tahun 1980-an, ia memulai dan menjalankan konferensi
internasional bagi Mediator. Konferensi tersebut
memaparkan Herrman pada pekerjaan ‘Pihak Ketiga’ dari
seluruh Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Selain itu,
Herrman memiliki lebih dari 30 tahun pengalaman sebagai
Mediator serta telah melatih ratusan Mediator. Akibatnya, ia
yakin bahwa Pihak Ketiga yang efektif harus menunjukkan
kelenturan yang menyesuaikan diri secara sensitif dengan
kebutuhan klien dan diri sendiri. Kebanyakan alumni
Mediatornya tahu bahwa berbagai keterampilan akan
menghasilkan hal-hal yang positif. Tidak ada satu pun
keahlian atau gaya intervensi yang membantu semua orang,
dan dalam beberapa situasi, seperangkat keterampilan yang
didefinisikan secara sempit jelas memperburuk
konsekuensi negatif dari suatu konflik. Pelatih mediator
serta klien-nya mendengar dan mengalami kontinum
keterampilan yang ditambatkan oleh praktik yang baik dan
buruk, dan oleh intervensi yang waktunya baik atau buruk.
Apa yang menentukan? Pembaca akan menemukan bahwa
banyak Mediator ahli mencontohkan kecanggihan para ahli

21
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.4-5.
11
dan praktisi yang mampu mengatakan apa yang mungkin
berhasil, kapan, bagaimana, dan yang terpenting mengapa.22
Ketiga, nilai-nilai yang mendorong perkembangan
bidang Mediasi tidaklah statis. Mediasi berakar di Amerika
Serikat selama tahun 1930-an sebagai salah satu cara untuk
mengatasi pemogokan kekerasan terkait dengan serikat
pekerja yang muncul. Mediasi memberikan respons
instrumental (yaitu cara untuk menghentikan atau
mengalihkan konflik) yang dirancang untuk mengurangi
dan mencegah pertumpahan darah dengan menawarkan
lingkungan tanpa kekerasan yang ramah kepada model
dialog dan penyelesaian keluhan pekerja dan mengenai
perselisihan kontrak. Organisasi seperti Layanan Mediasi
dan Konsiliasi Federal mewakili perwujudan institusional
dari upaya ini. Mengingat dorongan ini, adalah logis bahwa
beberapa kursus pertama dalam konflik dan resolusi konflik
serta tulisan-tulisan ilmiah yang didukung oleh lulusan
sekolah bisnis.
Di tahun 1960-an, gerakan hak-hak sipil yang
berkembang menunjukkan dua ketidaksempurnaan yang
mencolok dalam tatanan sosial Amerika, yaitu: (1)
ketidaksempurnaan dalam administrasi peradilan, terutama
sumber daya yang tidak memadai untuk memproses kasus-
kasus dan ketidakfleksibelan ketika menanggapi kebutuhan
berperkara. Hal itu telah diprotret oleh Hofrichter di tahun
1982 dan dilanjutkan oleh Sander dan Goldberg di 1994.23
Selama tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, penegakan
hukum lokal dan Negara-Negara Bagian di Amerika serta
dan lembaga peradilan di seluruh Amerika Serikat
kewalahan oleh sejumlah besar kasus-kasus yang akibat
penangkapan pemrotes hak-hak sipil, terkait kerusuhan

22
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.5.
23
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.5-6
12
sipil. Hal ini diperparah dengan terjadinya reformasi
gugatan yang dimulai pada awal 1970-an yang telah
mendorong sejumlah besar pengajuan gugatan ‘tanpa
kesalahan’ guna penyelesaian klaim perceraian dan
kecelakaan mobil sebagaimana dikaji Galanter.
Keboborokan menangani kasus-kasus, ditambah dengan
jenis kasus baru, mengakibatkan terjadinya reformasi
administrasi dalam manajemen untuk kemudian
mengembangkan ‘program alternatif yang lebih murah’
yang menawarkan solusi yang biasanya tidak terkait dengan
litigasi. Hal ini dapat dipejari dari Paparan Herrman.24

1.1.4 Reformasi Peradilan dan Penganut Mediasi


Dalil bahwa ‘rasa keadilan’ tidak akan sama antara
satu pihak dengan pihak lainnya, adalah sulit diwujudkan,
jika para Pihak berperkara pada institusi Pengadilan. Oleh
karena itu pilihan untuk ‘berdamai’ atau ‘merukunkan’
kembali yang diformulasikan atau ‘ditengahi’ dalam suatu
rumusan tertentu oleh seorang Mediator yang ditunjuk
berdasarkan kompetensinya dalam bermediasi di
lingkungan badan peradilan. Kriteria yang belum jelas
mengenai keberhasilan Mediasi, dan ketidakjelasan ini
sangat kompleks dalam substansinya yaitu dalam hal
kompensasi insentif yang juga masih kurang efektif. Lalu
ada pula tenaga non Hakim yang direkrut dari tenaga yang
sudah Purna Tugas. Hal itu semua harus bisa berjalan tanpa
hambatan seiring dengan era digitalisasi yang semakin maju
ini. Pada sisi lain, masyarakat sangat membutuhkan
‘kepastian hukum’ sebagai pemenuhan rasa keadilan,
sehingga para pihak yang bersengketa banyak yang memilih
‘jalur litigasi’ melalui badan peradilan yang berwenang.25

24
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.6
25
Sri Duta, “Optimalisasi Mediasi Pada Badan Peradilan”, dipublikasikan
oleh PA Mojokerto, 22 Oktober 2021, diunduh di
https://badilag.mahkamahagung.go.id/
13
Reformasi peraturan Perundang-undangan baik
Surat Edaran Mahkamah Agung maupun Peraturan
Mahkamah Agung, yaitu SEMA No. 1 tahun 2002, PERMA
No. 2 tahun 2003, PERMA No. 1 tahun 2008 serta PERMA
No.1 tahun 2016, terutama Pasal 16, agar lebih berdayaguna
dalam penyelesaian perkara dan mampu meningkatkan
keberhasilan pelaksanaan Mediasi secara optimal. Contoh
baik disampaikan Sri Duta, penerapan Mediasi guna
menjembatani kepentingan antar pihak sebagai winning
together, maka visi dan misi Mediasi tidak boleh secara
kontekstual berada pada jalur pola pikir sepihak dan
merugikan rasa keadilan. Pada perkara perceraian yang
mengandung Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
perselingkuhan dan guncangan ekonomi dalam rumah
tangganya, penguasaan harta bersama dan perebutan hak
asuh anak, maka Mediasi penting dan berperan secara
komprehensif bukan secara parsial. Mediator melalui
metodenya, melakukan penyelesaian dengan cara yang
variatif, demi tercapainya keberhasilan berupa
‘perdamaian’. Sebagian berhasil dan sebagiannya lagi tidak
berhasil. Perbedaan mencolok di perkara yang sifatnya fisik
material (harta bersama, harta waris, wakaf, atau hibah),
ketimbang tentang perceraian, secara yuridis formal
diselesaikan dengan asas legalitas, fleksibilitas , serta
diminimalisir kasusnya atau dihindari menuju pencabutan.
hal itu bersandar pada asas ishlah / rujuk kembali dalam
ikatan perkawinan daripada sebab kebencian yang saling
merugikan di antara keduanya yang pada titik puncaknya
berakibat broken marriage.26
Tahapan Mediasi, setelah menerima berkas perkara
dan dokumen yang telah siap dari Para Pihak, Mediator
mempelajari terhadap dokumen atau bukti-bukti yang

26
Sri Duta, “Optimalisasi Mediasi Pada Badan Peradilan”, dipublikasikan
oleh PA Mojokerto, 22 Oktober 2021, diunduh di
https://badilag.mahkamahagung.go.id/

14
disertakan dalam lampiran berkas. Kemudian Mediator
pada pertemuan kedua dengan para pihak menawarkan
opsi perdamaian, apakah menerima atau menolak opsi
tersebut. Adapun tempat Mediasi di Pengadilan tersedia di
ruang khusus dan para pihak menggunakan tempat
tersebut. Kemudian Pengadilan tidak menyediakan bagi
pihak-pihak pertemuan di tempat luar Pengadilan. Mediator
mengadakan pertemuan yang diadakan berlangsung dua
sampai dengan empat kali pertemuan dengan durasi waktu
antara lima belas menit sampai dengan tigapuluh menit.
Jarak pertemuan pertama dengan berikutnya berselang satu
minggu. Jika proses Mediasi pihak-pihak bersikeras untuk
tidak mau berdamai, maka Mediasi gagal atau tidak tercapai
kesepakatan. Sebaliknya bila mau berdamai maka Mediasi
disebut berhasil, lalu ada yang mencapai sebagian berhasil
dengan beberapa persyaratan atau tuntutan diantara Pihak-
Pihak. Waktu proses Mediasi pada pagi hari pada jam kerja
sampai dengan selesai persidangan. Untuk pertemuan
selanjutnya Mediator menentukan jadwal yang disepakati
oleh Pihak-Pihak.
Implementasi Peraturan Mahkamah Agung No. 1
tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi dalam penanganan
perkara di Pengadilan menurut Sri Duta dianggap hanya
sebatas formalitas yang disebabkan oleh adanya:27
(1) Kurangnya profesional keahlian mengenai
kesungguhan untuk mendamaikan pihak-pihak.
Mediator yang bersertifikasi tidak memperoleh
Pendidikan dan Latihan yang memadai untuk
menangani penguasaan kasus-kasus perkara. Terdapat
juga sumber daya manusia yang terserap adalah
tenaga yang sudah Purna Tugas, yang umumnya
minim dalam penguasaan digital. Juga minimnya
kompensasi insentif sehingga keberhasilan kurang

27
Sri Duta, “Optimalisasi Mediasi Pada Badan Peradilan”, dipublikasikan
oleh PA Mojokerto, 22 Oktober 2021, diunduh di
https://badilag.mahkamahagung.go.id/
15
maksimal menyentuh dalam solusi Mediasi guna
mengurangi perkara di Pengadilan
(2) Esensi perundingan di ruang Mediasi, bukan belas
kasihan melainkan para pihak saling membutuhkan
satu sama lain agar masalahnya dapat di selesaikan
dengan niat dan iktikat baik. Hal ini merupakan
kekuatan upaya dari posisi Mediasi sesuai asas
Peradilan yakni sederhana, cepat serta biaya ringan
(3) Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian
perkara yang pada asasnya sebagai informasi yang
berlangsung dalam proses hukum perlu mendapat
perlindungan. Hendaknya jangan ada anggapan
Mediasi sebagai alasan memperlambat penyelesaian
perkara. Sehingga asumsinya banyak memakan waktu
yang cukup lama dalam proses Litigasi. Harapannya
sebagai benteng terakhir saat bersikeras menempuh
jalan ini, karena tidak ingin berdamai lagi.

Bagan 1. Sebab-Sebab Terjadinya Formalitas Mediasi

Herrman menggambarkan reformasi peradilan ini


menganut Mediasi dengan cara yang hampir sama dengan
semangat instrumental sebagai tanggapan awal terhadap
kekerasan tenaga kerja. Nilai ditempakan pada reformasi
instrumental terus mempengaruhi bagaimana program
16
Mediasi, dalam pandangan, berkembang di Amerika Serikat,
misalnya, pengembangan kursus tentang Negosiasi dan
Mediasi dalam sekolah hukum, proliferasi layanan Mediasi
sebagai tambahan untuk pengadilan yang lebih layanan
tradisional, dan pengembangan layanan Mediasi dalam
pengaturan pekerjaan di kedua sektor swasta dan
pemerintah. Nilai-nilai ini juga mempengaruhi profesional
mana yang bergabung dengan jajaran Mediator baru. Dalam
beberapa cara nilai ini telah membayangi nilai-nilai lain
setidaknya selama dua dekade terakhir.28
Mediasi yang dikembangkan Margaret S. Herrman
merujuk pada Mnookin dan Ross, yang dianggap melekat
pada pemahaman penuh mengenai Negosiasi konflik yang
penekannannya pada:
(1) Pendekatan interdisipliner. Hal itu penekanannya
pada faktor eksternal dan internal sebagai sumber
pengaruh yang penting ketika melalukan perundingan
atas konflik. Faktor eksternal meliputi organisasi,
kelembagaan, dan struktural, namun tidak terbatas
untuk kebijakan dan pembatasan arus informasi,
konstituen, politik, kepemimpinan, dan gaya hidup.
Termasuk ke dalam faktor-faktor strategis yaitu upaya
negosiator untuk memanfaatkan keuntungan jangka
pendek dan jangka panjang
(2) Faktor psikologis seperti: sebagai bingkai kognitif dan
motivasi yang melekat dalam proses interaktif dan
sosial.29

28
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.6
29
Margaret S. Herrman (Ed.), The Blackwell Handbook of Mediation:
Bridging Theory, Research, and Practice, Blackwell Publishing Ltd, 2006,
hlm.7
17
Bagan 2. Penekanan Negosiasi

1.2 Awalnya Tawaran Perlindungan dari


Pengadilan: Mediasi Kini Menjadi
Pengganti Arbitrase
1.2.1 Peran Advokat Dalam Mediasi: Interaksi Dengan
Pengambilan Keputusan
Peran para Advokat yang paling dikenal dalam
proses Mediasi yaitu menjadikan kegiatan mereka untuk
tetap diposisikan sebagai pihak yang netral berusaha
memfasilitasi penyelesaian sengketa di antara Para Pihak.
Namun, advokat juga mewakili Para Pihak dalam Mediasi.
Ruang lingkup perwakilan advokat dalam mediasi meliputi
fungsi-fungsi yang biasanya dilakukan advokat a untuk
kliennya, yaitu:30 konseling, negosiasi, evaluasi, dan
advokasi.
Pada fungsi ‘konseling’, peran advokat sangat
dominan pada representasi praktek Mediasi. Pertanyaan
mendasarnya, apakah penyelesaian sengketa melalui
Mediasi paling sesuai untuk kebutuhan klien. Nolan-Haley
memberikan sedikit data empiris yang membandingkan
Mediasi dengan ‘bentuk-bentuk’ penyelesaian sengketa
lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam Jeanne M. Brett, dkk. The
Effectiveness of Mediation: An Independent Analysis of Cases
Handled by Four Major Service Providers. Untuk prediksi
aturan yang mengharuskan para advokat mengizinkan

30
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation Jacqueline
Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review, Vol. 73, 1997, hlm. 1376-1377
18
kliennya untuk melakukan Mediasi, lihat Robert F. Cochran,
Jr., Legal Representation and the Next Steps Toward Client
Control: Attorney Malpractice for the Failure to Allow the
Client to Control Negotiation and Pursue Alternatives to
Litigation. Hal ini memerlukan pertimbangan faktor
struktural dan emosional dalam konteks situasi masing-
masing klien. Hal ini bisa belajaran dari pikiran-pikiran
Dwight Golann, Mediating Legal Disputes: Effective Strategies
For Lawyers And Mediators; Robert A. Baruch Bush, What Do
We Need Mediation For? Value-Added for Negotiators; Robert
H. Mnoonkin, Why Negotiations Fail: An Exploration of
Barriers to the Resolution of Conflict. Jika klien memutuskan
untuk melakukan proses Mediasi, konseling mencakup
banyak perencanaan dan partisipasi dalam membuat
keputusan-keputusan. Terkait dengan yurisdiksi dimana
klien berada, diperlukan untuk berpartisipasi dalam
Mediasi,5' konseling juga akan mencakup keputusan
tentang sifat partisipasi ini. Untuk menguatkan hal itu,
Nolan-Haley merujuk pada pendapat-pendapat Nancy H.
Rogers & Craig A. Mcewen, Mediation: Law, Policy, Practice;
Kimberlee K. Kovach, Good Faith in Mediation-Requested,
Recommended, or Required ?; Edward F. Sherman, Court-
Mandated Alternative Dispute Resolution: What Form of
Participation Should be Required ?; Richard D. English,
Annotation, Alternative Dispute Resolution: Sanctions for
Failure to Participate in Good Faith in, or Comply with
Agreement Made in, Mediation.31
Pada fungsi ‘negosiasi’ sekalipun, Pihak-Pihak
didorong untuk berbicara sendiri, namun Advokat dapat
bernegosiasi untuk klien mereka saat Mediasi. Banyak
literatur tentang peran Advokat dalam Mediasi yang
berfokus pada peran ini. Beberapa ahli menyebut, hal ini
sebagai peran advokasi Advokat dalam mediasi. Hal itu
terdapat dalam karya John W. Cooley, Mediation Advocacy;

31
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation Jacqueline
Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review, Vol. 73, 1997, hlm. 1376-1377
19
dan Michael Lewis, Advocacy in Mediation: One Mediator's
View. Beberapa program mengecualikan Advokat untuk
berpartisipasi dalam Mediasi. Pengecualian ini telah
menjadi subyek kritik yang cukup besar sebagaimana
dinyatakan oleh Penelope E. Bryan, Killing Us Softly: Divorce
Mediation and the Politics of Power dan Trina Grillo, The
Mediation Alternative: Process Dangers for Women. Namun
dengan perkembangannya Mediasi telah melibatkan
Advokat untuk berpartisipasi pada tingkat yang lebih
tinggi.32 Klien mungkin tidak menikmati prospek pertemuan
langsung dengan penasihat hukum lawan, terutama
perilaku yang dilaporkan dari beberapa Advokat dalam
Mediasi. Kritik terhadap Mediasi perceraian khususnya,
telah mendesak lebih banyak partisipasi Advokat dan tren
saat ini adalah ke arah keterlibatan Advokat sebagaimana
dinyatakan Craig A. McEwen, Bring in the Lawyers:
Challenging the Dominant Approaches to Ensuring Fairness
in Divorce Mediation. Pada perkara McKinley v. McKinley,
Nolan-Haley mengklaim bahwa Advokat mendesak dan
mengintimidasi salah satu pihak selama proses Mediasi.
Pada fungsi ‘Evaluasi’ Advokat dapat meninjau
perjanjian yang dibuat dalam Mediasi sebelum klien
membuat komitmen akhir terhadap perjanjian. Sifat
‘kemandirian’ ini oleh Advokat telah menjadi peran pertama
kali diakui oleh Asosiasi Bar American sejak tahun 1984
dengan adopsi standar praktik untuk Mediator keluarga dan
dilanjutkan dengan hadirnya kode etik dan aturan
pengadilan. Evaluasi merupakan fungsi Advokat yang kritis,
khususnya tatkala Para Pihak tidak diwakili oleh Penasihat
Hukum selama proses Mediasi. Perilaku profesional
Advokat diatur oleh Model Aturan-Aturan Perilaku
Profesional (Model Rules of Professional Conduct) dan Model
Aturan-Aturan Tanggung Jawab Profesional (Model Code of
Professional Responsibility). Keduanya tidak secara khusus

32
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation Jacqueline
Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review, Vol. 73, 1997, hlm.1377.
20
membahas peran Advokat sebagai perwakilan saat Mediasi.
Aturan sama-sama diam tentang peran Advokat-Mediator.
Aturan Model mengacu pada fungsi perantara yang telah
disamakan dengan representasi umum. ‘Model Aturan
Perilaku Profesional (Model Rules of Professional)’ dan
selanjutnya disebut dengan Model Rules. Aturan Perilaku
hanya sebatas menawarkan panduan teoretis. Aturan itu
menetapkan bahwa seorang Advokat harus mematuhi
keputusan klien mengenai apakah akan menyelesaikan atau
tidak. Dalam praktiknya, aturan ini telah diterjemahkan ke
dalam model pengambilan keputusan yang telah memberi
Advokat kendali yang sangat besar. Mengikuti pendekatan
tujuan/cara, klien memutuskan ‘tujuan’ dari masalah yang
diberikan dan Advokat memutuskan ‘caranya’.33
Nolan-Haley berpendapat bahwa hanya sedikit
perhatian diberikan pada konsep pengambilan keputusan
oleh Klien sampai akhir tahun 1970-an, ketika para ahli
mulai menyarankan relevansi doktrin persetujuan
berdasarkan informasi dalam praktik berhukum. Hal itu
dirujuk Nolan-Haley berdasarkan beberapan pandangan
dari Roger W. Andersen, Informed Decision making in an
Office Practice; Susan R. Martyn, Informed Consent in the
Practice of Law; Judith L. Maute, Allocation of Decision
making Authority Under the Model Rules of Professional
Conduct; Mark Spiegel, Lawyering and Client Decision
making: Informed Consent and the Legal Profession; Mark
Spiegel, The New Model Rules of Professional Conduct:
Lawyer-Client Decision Making and the Role of Rules in
Structuring the Lawyer-Client Dialogue; Marcy Strauss,
Toward a Revised Model of Attornea-Client Relationship: The
Argument for Autonomy. Alokasi otoritas tradisional dikritik
oleh banyak ahli, yang berpendapat untuk keterlibatan klien
yang lebih besar dan kepekaan yang lebih terhadap
kebutuhan klien. Hal ini dirujuk Nolan-Haley dari Gary

33
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation Jacqueline
Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review, Vol. 73, 1997, hlm.1377.
21
Bellow & Bea Moulton, The Laivyering Process: Materials For
Clinical Instruction In Advocacy; David A. Binder & Susan C.
Price, Legal Interviewing And Counseling: A Client Centered
Approach; David A. Binder, Lawyers As Counselors: A Client
Centered Approach.34
Suatu literatur konseling kaya yang berfokus pada
‘keberpusatan pada klien (client-centeredness)’
dikembangkan, dimana argumen diajukan terhadap
Advokat paternalistik yang mendukung partisipasi klien
yang lebih besar. Beberapa ahli terakhir ini telah menolak
dikotomi paternalisme atau partisipasi, sebaliknya,
berpendapat untuk hubungan Advokat-Klien berdasarkan
nilai-nilai lain. Hal itu ditegaskan dalam Paul J. Zwier & Ann
B. Hamric, The Ethics of Care and Reimagining the
Lawyer/Client Relationship, mengenai etika keperawaratan.
Namun, dalam Advokat untuk klien elit, diskusi tidak
terfokus pada bagaimana memberdayakan klien tetapi pada
bagaimana tetap menjunjung moralitas ketika klien yang
sudah diberdayakan menggunakan Advokat sebagai senjata
sewaan (hired guns). Kritik terhadap Advokat berfokus pada
praktik perusahaan besar.35

1.2.2 Mediasi: Menawarkan Para Pihak Bersengketa


Dari Tempat Perlindungan Pengadilan
Mediasi pernah menawarkan Para Pihak yang
bersengketa tempat perlindungan dari pengadilan. Tetapi
hari ini, Mediasi menawarkan mereka pengganti untuk
Arbitrase.36 Saat Advokat menjadi semakin terlibat
mewakili Para Pihak dalam Mediasi, batas-batas antara
Mediasi dan Arbitrase menjadi kabur. Advokat umumnya
mengontrol proses Mediasi, menganggapnya fungsional dan

34
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation Jacqueline
Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review, Vol. 73, 1997, hlm.1377.
35
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation Jacqueline
Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review, Vol. 73, 1997, hlm.1377.
36
Jacqueline Nolan-Haley, Professor of Law, Fordham University School of
Law, Harvard Negotiation Law Review, 2012.
22
setara dengan penyelesaian ‘peradilan pribadi’. Nolan-
Haley: perpindahan Mediasi ke zona praktik Arbitrase
bermasalah, karena berbenturan dengan nilai-nilai inti
Mediasi, yaitu ‘penentuan nasib sendiri’ dan ‘partisipasi
penuh’. Pergeseran arah ini membatasi opsi bagi Pihak-
pihak, merampas hak mereka atas kesempatan untuk
mengalami keadilan individual sebagai bantuan dari
kekakuan sistem ‘peradilan formal’. Mediasi berdiri
dipersimpangan jalan dan layak untuk direnungkan apakah
waktunya telah tiba untuk menarik kendali.
Mediasi secara tradisional dipahami sebagai
kesepakatan, rahasia, dan proses pemecahan masalah.
Kenyataannya berbeda saat ini. Meskipun banyak diskusi
tentang batas-batas dan pengertian Mediasi, beberapa
budaya dan model Mediasi memiliki menciptakan
keragaman yang melimpah dalam praktik. Mediasi tidak lagi
ditambatkan pada konsepsi Fuller tentang proses relasional.
Mediasi hukum sering disampaikan sebagai tindakan
yang kurang sukarela, tidak terlalu rahasia, dan proses
permusuhan. Ini terutama terlihat pada perkar-perkara
non-keluarga dalam program Mediasi yang berhubungan
dengan pengadilan di mana Mediasi dapat menjadi
kesepakatan satu kali tanpa potensi untuk melanjutkan
hubungan. Jacqueline Nolan-Haley membahas tiga dimensi
Mediasi pergerakan menuju zona arbitrase, yaitu:37
(1) Pendekatan advokasi mediasi yang semakin
bermusuhan dan terkadang tidak etis
(2) Praktek evaluasi mediator
(3) Pencampuran eksplisit proses mediasi dan arbitrase.
Nolan-haley membahas juga secara terpisah masalah
kepatuhan dalam bermediasi. Hal ini dibuktikan
dengan tingginya jumlah kasus litigasi yang
menantang keberlakuan kesepakatan mediasi.

37
Jacqueline Nolan-Haley, “Mediation: The New Arbitration”, Harvard
Negotiation Law Review, Vol. 17, Spring, 2012, hlm.73-74.
23
Kemudian menawarkan mengenai kesamaan mediasi
ke arbitrase terkait dengan soal kepatuhan.
Advokat sebagai pelaku dominan dalam sistem
litigasi yang bernuansa bermusuhan, menjadi subjek
komentar yang populer, terutama mengenai
keterlibatannya dengan litigasi. Para ahli telah berfokus
pada pengalaman beracara dengan Mediasi, memeriksa
berbagai topik, termasuk manfaat partisipasi Advokat,
bagaimana para advokat mendefinisikan masalah dalam
Mediasi, apa yang para advokat pikirkan mengenai Mediator
dan Mediasi, efek Mediasi pada praktik advokat berlitigasi,
bagaimana sikap advokat dalam memengaruhi apakah
perbaikan hubungan terjadi dalam bermediasi, dan
bagaimana advokat memilih menjadi Mediator. Terlepas
dari klaim restoratif umum dari efek mediasi dan
kemampuannya untuk memperbaiki hubungan, beberapa
data empiris mengenai mediasi menunjukkan sebaliknya.
Advokat belum tentu tertarik untuk mempertahankan atau
meningkatkan hubungan, namun dalam penyelesaian
sengketa yang efisien. Para Advokat sering memperlakukan
Mediasi dengan formalitas yang sama seperti hanya
arbitrase. Seringkali para Advokat lebih memusatkan
perhatian pada posisi mereka daripada kepentingan mereka
atau kepentingan lawan mereka.38
Nolan-Haley melakukan survei terhadap Mediator di
New York untuk mempelajari lebih lanjut, bagaimana
berperilaku dalam bermediasi. Dua aspek yang disurvei
mengenai paparan mengenai bagaimana Advokat
menyiapkan pengajuan Mediasi dan persepsi mengenai
bagaimana Advokat berperilaku dalam proses Mediasi.
Perhatian khusus Nolan-Haley dalam survei ini yaitu
berkaitan dengan persiapan para Advokat dalam
bermediasi. Hal ini bagi Haley merupakan unsur penting
berkaitan dengan kualitas Mediasi, namun hal ini nyatanya

38
Jacqueline Nolan-Haley, “Mediation:The New Arbitration”, Harvard
Negotiation Law Review, Vol. 17, Spring, 2012, hlm.75.
24
hanya sedikit mendapat perhatian. Haley telah
menjelajahinya melalui beberapa pertanyaan: Bagaimana
persiapan para Advokat saat akan melakukan mediasi?
Untuk apa dan sejauh mana para Advokat
mengkonseptualisasikan Mediasi sebagai proses dalam
penyelesaian masalah-masalah yang diperselisihkan?
Bagaimana pendapat para Advokat tentang posisi
hukumnya dan kepentingan-kepentingan yang
mendasarinya?
Bagaimana para Advokat berperan dalam suatu perkara?39
Survei yang dilakukan Nolan-Haley, yaitu meminta
para Mediator untuk menggambarkan seberapa sering
Advokat mengidentifikasi informasi-informasi berikut
dalam pengajuan pra-mediasi mereka:
(1) Menyangkut kepentingan dan kebutuhan klien
(2) Kepentingan dan kebutuhan lawan
(3) Solusi potensial selain uang
(4) Persepsi mengenai kekuatan dan kelemahan litigasi
mereka
(5) Hambatan menuju ke pemulihan.
Pertanyaan dari Haley, Apakah para Advokat
memerlukan para pihak untuk bertukar informasi saat pra-
mediasi?; Ketika para Advokat melakukan pra-mediasi,
apakah mengidentifikasi kepentingan dan kebutuhan klien?
Kepentingan dan kebutuhan lawan? serta solusi potensial
selain uang? Sejauh mana persepsi mengenai kekuatan dan
kelemahan litigasi ? Hambatan-hambatan apa dalam
penyelesaiannya? Adapun tanggapannya, Memo/brief pra-
mediasi diperlukan oleh mereka sebesar 49%; Kepentingan
dan kebutuhan klien 61%; Kepentingan dan kebutuhan
lawan 29%; Solusi potensial selain uang 49%; Persepsi
tentang kekuatan dan kelemahan litigasi 58%; dan
hambatan penyelesaian 56%.40
39
Jacqueline Nolan-Haley, “Mediation:The New Arbitration”, Harvard
Negotiation Law Review, Vol. 17, Spring, 2012, hlm.75-76.
40
Jacqueline Nolan-Haley, “Mediation:The New Arbitration”, Harvard
Negotiation Law Review, Vol. 17, Spring, 2012, hlm.76-77.
25
1.2.3 Diskonek Antara Teori dan Praktek Dalam Mediasi
Akhir-akhir ini mediasi telah berkembang dan
tumbuh menjadi industri. Literatur-literatur mengenai
Mediasi bermunculan, diantaranya: Lawyer’s Representation
of Clients in Mediation: Using Economics and Psychology to
Structure Advocacy in a Nonadversarial Setting Karya Jean R.
Sternlight yang membahas cara-cara bagaimana para
Advokat dapat mengadvokasi klien mereka saat Mediasi dan
bagaimana Advokat harus mendefinisikan kembali metode
advokasi mereka agar sesuai dengan proses Mediasi; Peter
Robinson, Contending With Wolves in Sheep’s Clothing: A
Cautiously Cooperative Approach to Mediation Advocacy.
Robinson mengakui tantangan yang dihadapi oleh para
Advokat saat melakukan mediasi dalam memperjuangkan
kepentingan- kepentingan terbaik kliennya dalam proses
yang dirancang untuk mendamaikan dan menyelesaikan
konfliknya secara damai; Dwight Golann, Mediating Legal
Disputes: Effective Strategies For Neutrals and Advocates;
Eric Galton, Representing Clients In Mediation; serta John W.
Cooley, Mediation Advocacy. Banyak program pendidikan
hukum yang berkelanjutan, program pelatihan internal
perusahaan, kursus-kursun hukum di sekolah-sekolah dan
kompetisi-mahasiswa mahasiswa hukum, baik domestik
maupun internasional, semua fokus pada peran Advokat
yang mewakili para pihak dalam Mediasi. Namun ada pesan
yang tidak konsisten dalam literatur. Beberapa ahli
menekankan peran pemecahan masalah dari Advokat,
sementara yang lain mendiskusikan cara untuk ‘menang’
dan ‘berkelit’ dalam mediasi.41

41
Jacqueline Nolan-Haley, “Mediation:The New Arbitration”, Harvard
Negotiation Law Review, Vol. 17, Spring, 2012, hlm.79.
26
1.2.4 Pudarnya Popularitas Arbitrase & Munculnya
Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Perselisihan Non Litigasi
Nolan-Haley membahas ‘pudar’-nya popularitas
Arbitrase dan munculnya Mediasi sebagai alternatif
penyelesaian perselisihan non litigasi. Majunya Mediasi
hukum menuju zona Arbitrase: perilaku agresif Pengacara
sebagai pendukung Mediasi, beroperasi dalam rezim etika
yang lemah yang mengizinkan beberapa bentuk penipuan;
praktek evaluasi mediasi. Penggunaan proses hibrida yang
memadukan Mediasi dengan Arbitrase. Aspek-aspek terpilih
dari studi empiris tentang Perilaku pengacara dalam
Mediasi yang dilakukan dan Arbitrasi. Mediasi merupakan
serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang
ditujukan untuk tiga hal, yaitu:
(1) Memungkinkan sengketa-sengketa hukum
diselesaikan diluar pengadilan untuk keuntungan atau
kebaikan para pihak yang bersengketa sendiri
(2) Mengurangi biaya dan keterlambatan kalau sengketa
tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
(3) Mencegah agar sengketa-sengketa hukum, tidak
dibawa ke pengadilan.

Bagan 3. Perilaku Pengacara Mengenai Mediasiasi

27
1.3 Dinamika Perselisihan dan Resolusi
Sengketa
1.3.1 Lintas Disiplin Para Ahli dan Praktisi Mediasi
Yang menarik mengenai dinamika Mediasi adalah
buku Antoine Hennion berjudul The Passion for Music: A
Sociology of Mediation, yang menulis serial lintas disiplin
oleh para ahli dan praktisi. Tujuannya untuk
mengeksplorasi pertanyaan tentang bagaimana, di mana,
dan kapan musik membuat perbedaan suasana saat
bermediasi. Jika musik adalah bahan dinamis dari
perubahan, bagian apanya? proses dan mekanisme yang
terkait dengan kekuatan musik, dan bagaimana bisa melalui
perspektif ekologi membantu untuk memahami musik
dalam tindakan? Meskipun kata ‘mediasi’ tampaknya hanya
memiliki makna institusional di sini, penulis kemudian
melanjutkan untuk mengusulkan ‘serangkaian investigasi
yang lebih spesifik’ kategori yang berbeda dari mediator
dan agen difusi artistik secara langsung kontak dengan
pencipta.42
Konsensus interdisipliner yang tidak biasa ini
mungkin dapat dijelaskan oleh fakta bahwa dengan
menjadikan para Mediator seni sebagai objek studi
istimewa mereka. Ilmu telah menemukan bidang keahlian
yang mereka miliki, yang bertentangan dengan estetika
pendekatan yang berpusat pada seni itu sendiri. Tampaknya
siapa pun yang ingin menjelajahi masalah hubungan antara
seni dan masyarakat harus dimulai dengan studi tentang
Mediasi. Namun, tidak ada yang diperbaiki melewati titik
itu: ini telah menyebabkan jangkauan yang sangat luas
eksplorasi modalitas perpecahan mereka dan kemungkinan
artikulasi mereka, mulai dari kajian estetik isi karya hingga

42
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.40.
28
kajian sosial karya keadaan, konteks atau kondisi produksi
dan penyebarannya, serta dari gaya dan selera.43
Ketiadaan hubungan apapun antara ‘seni’ dan
‘masyarakat’ mencirikan posisi simetris kaum liberal dan
mereka yang mencari pencaplokan mereka. Keduanya
menolak untuk mengakui mediasi. Untungnya, hal ini adalah
posisi minoritas. Untuk sebagian besar bagian, literatur
tentang pertanyaan ini mengadopsi sikap ‘perantara’,
menanyakan apa? Hubungan antara seni dan masyarakat,
merenungkan pertanyaan itu, menciptakan seluruh rentang
bentuk kausalitas dan pengaruh yang kurang lebih parsial
dan timbal balik antara berbagai unsur seni dan faktor
sosial. Karya-karya ini telah memberikan realitas berbagai
konfigurasi dan telah menetapkan berbagai aspek mereka di
dalam hubungan satu sama lain.44

1.3.2 Peran Mediator: Waspada Terhadap Generalisasi


dan Cari Cara Guna Menarik Perhatian
Yang hendak ditekankan Antoine Hennion, meskipun
karya-karya ini memiliki imperatif yang sama mengenai
metodenya. Seolah-olah imperatif ini bertentangan dengan
pendekatan frontal terhadap karya-karya tersebut. Semua
ini cara mengatur seni dan masyarakat dalam hubungan
satu sama lain, termasuk yang paling abstrak dari mereka,
dan mereka yang paling tidak waspada terhadap
generalisasi, cari dulu dan terutama untuk menarik
perhatian pada peran tertentu yang dimainkan oleh
Mediator ini atau itu. Mediator ini bisa sosial (bangkitnya
kelas), budaya (pandangan), periode (lingkungan),
kelembagaan (pasar, akademis), teknis (percetakan,
informasi dan teknologi), manusia (sosok pelindung,
penasihat humanis), kecuali mereka mengaitkan peran
Mediasi ini dengan objek seni itu sendiri. Betapapun
43
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.40.
44
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.40.
29
beragamnya hal ini, bagi Antoine Hennion mencoba berbagi
metode yang sangat mirip: mereka memasang layar di
antara seni dan sosial, memungkinkan yang satu diuraikan
dalam istilah yang lain.45
Pendekatan objek perantara tersebut oleh sosiologi
dan sejarah seni adalah sama kontradiktifnya dengan
sosiologi dan antropologi. Berbeda dengan seni sejarah,
sosiologi cenderung mengkaji bidang hubungan yang luas
yang dapat dibangun antara seni dan masyarakat dengan
menempatkan teori dan hubungan di antara mereka.
Artinya, jauh di lubuk hati, itu bermusuhan dengan
Mediator. Meskipun sosiologi pada awalnya membutuhkan
Mediator untuk melawan penyebab yang telah ditetapkan
orang lain. Pada akhirnya berusaha untuk menghilangkan
yang lain ini di balik penyebab sosial baru yang
diungkapkan. Makanya malu nada di mana sosiolog
berbicara ketika kegagalan mereka untuk menemukan
penjelasan umum membatasi mereka untuk menyadari
pentingnya Mediator. Hal itu merupakan ‘bentuk reduktif’
wacana sosiologis yang telah disusul oleh teori-teori seni
yang mempertimbangkan
semua perantara institusional, ideologis, dan estetika yang
kompleks. Tahapan antara pekerjaan dan kondisi
produksinya.46
Sebaliknya, sejarah seni dengan boros
melipatgandakan Mediasi yang ada antara seni dan aspek
realitas yang paling beragam di sekitarnya. Biasanya tanpa
repot-repot berteori tentang pekerjaan restorasi yang
konstan ini. Yang diperlakukan sebagai sebuah akhir itu
sendiri. Tidak seperti sosiologi, sejarah seni tidak
mempermasalahkan restorasi Mediasi ini karena tidak
hanya tidak memiliki apa pun untuk dikecam, tetapi untuk
memiliki, tidak perlu untuk menyingkirkan mereka, karena
45
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.40-41
46
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.41
30
tidak ingin menunjukkan apa-apa lagi. Menggambar
perbandingan antara dua perspektif ini menunjukkan
betapa berbedanya pemulihan oleh Mediator dapat
dipahami. Meskipun sosiologi dan sejarah seni, keduanya
secara metodologis ditentukan oleh strategi Mediasi ini,
yang menjauhkan mereka dari komentar estetis pada karya
atau pengungkapan jiwa pecinta seni. Disinilah persamaan
program akhir dari kedua disiplin ilmu tersebut. Yang satu
mencari penjelasan reduktif, dan yang lain mencari
penjelasan. Ketika seseorang berusaha untuk menetapkan
penyebab, menafsirkannya, dan menggantinya. Yang lain,
berusaha untuk mengumpulkannya, mengomentarinya, dan
menempatkannya satu ke yang lain.47

1.3.3 Mediator Dibutuhkan Pelanggan, Pasar, &


Institusi Guna Menginterupsi Keyakinan
Sosiologi berjalan dengan mengambil dua langkah
yang kontradiktif. Dibandingkan dengan sikap sejarah seni
rupa yang lebih alami dan tidak bermasalah, ia lebih agresif
dan eksplisit tatkala memperkenalkan Mediator yang
dibutuhkannya (pelanggan, pasar, institusi) untuk
menginterupsi keyakinan aktor: namun, itu juga lebih kejam
dalam upayanya untuk melenyapkan mereka sesudahnya.
Gerakan pendular ini mencapai puncaknya ketika sosiologi
menghadapi objek seni khususnya: untuk menafsirkan itu
adalah untuk menguraikan penyebab sosialnya, untuk
menghilangkannya dari opaciti sebagai objek tunggal.
Dengan kata lain, mengubah suatu objek menjadi Mediator
berarti mengubahnya menjadi kendaraan untuk suatu asas
yang dapat dipahami secara sosiologis. Namun, sosiologi
beroperasi sama halnya perpindahan dalam hal tindakan
pedagang tertentu, atau peraturan akademi: begitu mereka
dibangkitkan, sosiologi harus dengan cepat menunjukkan
pasar, atau birokrasi yang bekerja di belakang mereka. Bagi

47
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.42
31
sosiolog, Mediator agak meragukan, yaitu konkret,
terisolasi, tidak dapat diandalkan, indeks yang harus
menggantikan abstraksi dari penyebab umum, yang menjadi
alasan agen tidak sadar.48
Sebaliknya, mengangkat pandangan dari banyak
penyebab dan nyaris tidak bisa menekan kesenangan yang
ia rasakan pada setiap tambahan baru yang tidak
direncanakan untuk suksesi peristiwa yang selalu tidak
terduga. Sejarawan seni tersenyum ramah pada kenaifan
proyek sosiologis dan seringkali secara eksplisit berusaha
untuk menantang semua upaya generalisasi. Mediator,
baginya, bukanlah wakil yang harus dibuat transparan.
Mereka malah menambah tingkat kerumitan lain pada
gambar dan membuatnya semakin buram. Seperti yang
ditegaskan Haskell, tidak ada dalam penelitian yang
meyakinkan saya tentang keberadaan hukum yang
mendasarinya, yang akan berlaku dalam semua keadaan’
Konflik antara ini merupakan dua perspektif yang
memproyeksikan ke seni oposisi standar antara kumulatif
pengetahuan sejarawan dan reduksionisme sosiolog dalam
mencari penyebabnya. Antara mereka berusaha untuk
menetapkan fakta-fakta masa lalu dan yang ingin berteori.
Namun, karena mencari penyebab pasti itu memerlukan
dan menantang para aktor itu sendiri maka wajar untuk
kritis secara epistemologi guna menyambut sosiologi ke
dadanya. Tidak ada yang sesekali tentang sikap
demistifikasi yang dianut sosiologi. Sebaliknya, demistifikasi
adalah intrinsik dari logikanya.49
Namun seperti yang ditunjukkan oleh konvergensi
garis yang telah dikutip, bahkan jika kedua pendekatannya
didasarkan pada perspektif antitetik, pemulihan dalam
Mediasi akan memaksa mereka untuk mengajukan
pertanyaan serupa. Untuk menunjukkan gerakan ganda
48
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.42-43.
49
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.43.
32
yang membawanya lebih dekat, dimulai dengan pendekatan
sosiologis, di mana kembalinya para Mediator mirip dengan
kembalinya kaum tertindas: menjadi bukannya digantikan
oleh penjelasan mereka. Begitu mereka telah memenuhi
tugas sebagai Pengungkit melawan estetika, ‘tahap
perantara’. Hal ini tampak lebih hadir untuk opasiti mereka,
meskipun awalnya mereka merupakan agen penyebab yang
disepakati. Seperti yang akan terlihat, ‘perselisihan sengit’
antara sosiologi atau seni dan sosiologi budaya, misalnya,
pada akhirnya tergantung tepatnya pada ruang yang
diberikan masing-masing disiplin ilmu ini kepada yang
akumulasi rumit Perantara yang mereka mulai sela di
antara seni dan masyarakat.50
Sebaliknya, sejarah seni menyajikan teks-teks yang
lemah dalam teori tetapi sangat sensitif terhadap Mediasi.
Tampaknya bagi Antoine Hennion bahwa sosiologi seni
tidak terlalu namun tetap dibatasi oleh pandangan
terprogram untuk terlalu lama, sebagai sejarah seni yang
volens nolens, muncul dengan dasar-dasar suatu sosiologi
seni yang sejati. Bahkan ketika ia menempatkan dirinya di
bawah otoritas moral estetika. Seolah-olah ia bekerja di
bawah kembalinya pihak yang tertindas masuk ke
arah yang berlawanan. Sejarah seni rupa menjadi sosiologis
tanpa disadarinya. Namun Hennion lebih tertarik untuk
mempersempit daripada memperlebar kesenjangan antara
keduanya. Antoine Hennion ingin menggunakan karakter
eksplisit dari restorasi mediator sosiolog, agar lebih baik
membedakan antara berbagai jenis kausalitas yang
diperkenalkan oleh pengungkapan Mediator dalam seni dan
sosial, apa pun itu. Kausalitas sosiologis ini tidak hanya
membatasi diri mereka sendiri untuk mengucapkan ‘hukum
yang mendasari yang akan berlaku dalam semua keadaan’.
Hal itu dilakukan, Antoine Hennion meminjam dari keahlian
dan kepekaan pada sejarah seni yang menampilkan ke arah

50
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.44.
33
cara yang heterogen dan kontradiktif di mana kausalitas
bekerja. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
dari kekayaan contoh-contoh yang dimilikinya untuk
dianalisa. Berbeda dengan sosiologi seni yang memberi
kesan hanya mendapatkan kerangka yang ditemukannya.51

1.3.4 Sebelum Mediasi: Bacaan Sosial Seni Terkait


Teori Representasi
Sistem selera dan bentuk-bentuk kehidupan adalah
unik. Hal ini merupakan rumah dari sosiologi seni serta
penting untuk dipahami. Pemahaman sangat membantu
untuk kembali ke awal evolusi sosiologi seni. Alih-alih
menghasilkan analisis yang secara bertahap mulai
memperhitungkan objek seni, logika posisi yang diadopsi
pada pertanyaan ini memperluas kesenjangan antara
estetika dan sosiologi. Pada istilah Durkheimian, antara
pendekatan yang berusaha menemukan kekuatan karya di
dalam objek itu sendiri dengan mereka yang
menemukannya di belakang objek. Seperti yang akan dilihat
Antoine Hennion, sosiologi akan berakhir menetap untuk
stabilitas dalam prinsip-prinsip umum yang berpusat pada
teori kepercayaan. Apakah hal itu benar-benar di bawah
analisis bukanlah pekerjaan itu sendiri, namun adalah
merupakan fakta. Disiplin sosiologi yang baru lahir juga
dimotivasi oleh yang lain. Disposisi yang menarik,
kebutuhan untuk menghormati Mediasi khusus seni akan
menjadi persyaratan metodologis yang semakin kaku.52
Kriteria profesional ini yang membedakannya dari
interpretasi lain dari seni yang memiliki sosiologis bengkok.
Sosiologi memandang rendah generalisasi yang lahir dari
pembacaan langsung pekerjaan bahwa gagasan mengenai
makna terletak pada pekerjaan, dan seseorang hanya perlu
menguraikan dengan lensa sosiologis untuk menemukan
51
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.44.
52
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.44.
34
makna sosial seni. Ideologi dari mereka yang memproduksi
atau mengkonsumsinya dan merupakan ‘mata’ peradaban.
Hal itu sama-sama menghina reduksionisme Marxis, yang
menurut Antoine Hennion maknanya terletak pada teori
masyarakat, perbedaan kelas dan cara produksi. Seni dibaca
sebagai ideologi dan ditempatkan dengan baik ke dalam
posisi yang dialokasikan untuknya dengan model
interpretatif.53
Meskipun ini idealis dan yang lainnya materialistis,
keduanya sama-sama mengabaikan proses ‘perantara’.
Keduanya langsung dan, apakah mereka mengambil
pekerjaan atau masyarakat sebagai titik awal, keduanya
mengekstrak makna dari kerangka acuan yang dipilih hanya
untuk memproyeksikannya ke yang lain. Fokus pada kasus
Perancis, Hennion memulai perjalanan awal ini ke dalam
‘hubungan antara seni dan masyarakat’ pada saat lahirnya
ilmu-ilmu sosial. Merujuk pada Bastide, ia memberikan
ikhtisar yang sangat baik tentang pilihan yang dipaksakan
sejak awal kepada mereka yang berusaha memberikan
interpretasi sosiologis terhadap seni. Setelah Spencer,
Bastide menawarkan perbedaan yang baik antara dua
konsepsi simetris dari sosiologi seni dari Durkheim dan
Taine ke Lalo dan Focillon. Sedangkan satu dari tren dewasa
ini memahami seni dalam hal penentuan sosial, dalam arti
luas akal yang mencakup agama, ekonomi, politik, sosial
budaya. Yang lain mengakuinya sebagai objek kolektif.
Ketentuan debat, yang tidak sejalan, fokus pada
subjektivisme dan pada pertanyaan yang kemudian
diperdebatkan dengan hangat tentang posisi masing-masing
dari perspektif psikologi dan sosiologi.54
Tren pertama dari tren ini menjauh dari karya untuk
menguji selera, subjek yang menilai karya, dan sistem sosial
yang mengatur penilaian ini. Tren kedua berfokus pada
53
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.45.
54
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.46.
35
sebaliknya, yaitu pada bentuk dan matriks yang
menghasilkan karya dan terletak di belakangnya, secara
berurutan untuk mengungkap formasi sosial yang lebih
besar yang menghasilkan mereka tanpa sepengetahuan
para seniman. Menurut Bastide, yang pertama
memfokuskan analisis sosiologisnya pada kolektif subjek
saat mengambil objek tetapi mengabaikan objek itu sendiri.
Sementara yang kedua mengambil formasi objek sebagai
target penyelidikan sosiologisnya. Ia mengabaikan
pendekatan lain sebagai subjektif. Pada tren kedua ini,
memproklamirkan objektivitasnya yang unggul, jelas
dianggap lebih sosiologis secara ortodoks. Kendala yang
harus dinegosiasikan oleh disiplin ini adalah psikologi
individual, pada tren pertama hampir saja dianutnya. Saat
ini menurut Hennion memiliki ortodoksi terbalik, karena
sosiologi sekarang bertentangan dengan estetika. Upaya
sosiolog dari tren kedua dibuat untuk menemukan logika
global untuk mendasari berbagai karya yang diduga semata-
mata merupakan estetika yang lebih luas, dengan dimensi
sosiologis yang ditempelkan padanya.55
Namun, Hennion ingin menekankan bahwa, sejak
awal, dua hal yang berlawanan. Aliran pemikiran
menempatkan karya seni dalam perspektif sosial,
sementara keduanya diabaikan objek itu sendiri. Yang yang
pertama merasakannya melalui bingkai apresiasi kolektif.
Yang lain melalui struktur sosial atau tata bahasa yang telah
membentuknya. Perlu dicatat bahwa kedua strategi ini
sangat bertentangan satu dengan yang lain untuk sosiologi.
Disiplin teoretis yang harus memilih penyebabnya, hal itu
tidak demikian halnya dengan kebanyakan sejarawan seni,
yang menganggap mereka tidak lebih dari pelengkap
ornamen sosial yang dapat dengan mudah disandingkan
satu sama lain. Fokus khusus yang ditempatkan kedua studi
ini pada pengungkapan penentuan sosial subjek, atau pada

55
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.46.
36
penguraian permasalahan tentang makna objek, yang
mendahului perdebatan berikutnya antara ‘sosiologi
budaya’ dan ‘sosiologi seni’.56
Keberpihakan dengan jelas dengan yang pertama
dari dua studi di atas, Lalo adalah Pelopor untuk kajian ini.
Lalo mendirikan sebagian besar tema pendiri sosiologi seni
dan budaya. Frasa tentang Mediator ini, yaitu ‘Sebagian
besar masyarakat bukanlah yang bertindak paling langsung
atas seni. Masyarakat memberikan dampak terbesarnya
pada seni melalui ‘Perantara’ lingkungan khusus’ Memang
garis-garis pada chiasmus yang terletak di jantung retorika
sosial sains: “Kami tidak mengagumi Venus of Milo karena
kecantikannya; dia cantik karena kami mengaguminya”.
Lalo mengambil langkah maju yang menentukan dengan
mempertimbangkan bahwa interpretasi sosiologis seni
sebelum ia terutama berkaitan dengan pendahuluan belaka,
ketika mereka mencatat aspek sosial dari karya, yaitu:
subjek, fungsi, dan lain-lain yang disebutnya ‘anestesi’.
Sebaliknya, bagi Lalo, tujuan analisisnya adalah untuk
mengungkap karakter sosial, dari aspek estetisnya, yaitu
norma-norma penilaian. Alasan mengapa elemen tertentu
lebih dihargai daripada yang lain, dan interaksi lingkungan
artistik.57
Sebaliknya Antoine Hennion mencatat, H. Focillon
dan Souriau memposisikan diri mereka di sisi objek.
Namun, ini adalah cara yang canggung untuk membingkai
perdebatan, seperti Bastide berpendapat. Seperti yang akan
diperdebatkan Bourdieu nanti, mengapa tidak mengubah
dua jalur ini secara berurutan untuk membuat mereka
bertemu menuju sosiologisasi seni? Jauh dari rasa bersalah
atas subjektivisme terselubung, analisis selera berusaha
membaca dugaan kebebasan penilaian individual dalam
terang objektivitas tersembunyi dari konteks sosial. Niat
56
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.46.
57
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.47.
37
estetika adalah siapa yang ‘membuat’ karya, dan Penonton
membuat gambar. Analisis bentuk, sama sekali tidak
mengarahkan Focillon untuk kembali fokus pada karya itu
sendiri. Bahkan ke peningkatan estetika, jauh dari
mengembalikan otonomi mereka ke karya.Teorinya bentuk
memberi mereka dampak umum sedemikian rupa sehingga
mereka menjadi tidak mungkin untuk membedakan dari
konteks sosial yang ada. Mencetak ‘tanda-tanda’ mereka ke
semua produksi individual tanpa disadari penciptanya.
Karya mengikuti iramanya sendiri melalui evolusi
kehidupan mereka yang tidak dapat direduksi menjadi
subjek. Hal ini hampir seperti, dalam pandangan Focillon,
kondisi sosial adalah ‘seni yang dijalani oleh kelompok’
yaitu jalan yang mengarah dan lebih dekat pada
strukturalisme. La Vie des formes tanpa lelah melatih
pembalikan pendirian yang mendefinisikan semua Mediasi.
Alih-alih waktu dan ruang menjadi kerangka eksternal di
mana bentuk berkembang, hal itu merupakan bentuk yang
menciptakan waktu dan ruang. Souriau, sebagaimana
dikutip Hennion dengan cemerlang mempresentasikan
tesis ini. Ia menekankan dengan orisinalitas yang luar biasa
daya kreatif yang tidak seimbang dari setiap karya. Ini
untuk meninggalkan bekas yang mendalam pada P.
Francastel. Sepanjang hidupnya, ia menganjurkan konsepsi
yang sama tentang ruang sebagai ‘produk’. Ruang bukanlah
realitas itu sendiri yang hanya representasinya bervariasi
tergantung pada titik. Ruang adalah pengalaman manusia,
hal itu adalah transposisi aktif individual serta nilai-nilai
kolektif yang membentuk masyarakat.‘Kehidupan bentuk
terus-menerus’ memperbaharui dirinya sendiri dan tidak
melanjutkan melalui fakta-fakta yang tidak dapat diubah
yang secara konstan dan universal dan hal itu dapat
dipahami. Ini membawa ke berbagai geometri, dan dalam
geometri sama seperti ia menciptakan bahan yang

38
dibutuhkannya.58 Sama halnya dengan waktu, suatu
‘tonggak sejarah’ bukanlah intervensi pasif dalam kronologi,
tetapi merupakan keriuhan saat ini. Fenomenolog juga akan
beralih ke hipotesis ini, untuk siapa musik melakukan
interaksi sosial melalui mutual tuning-in. Secara
mengesankan menyimpulkan ide ini ketika ia
menggambarkan musik sebagai ‘memori kolektif musisi’.
Focillon menggambarkan strukturalisme dengan
cara menghubungkan ‘objek’ dengan ‘lingkungan sosial’nya
melalui ‘bentuk’. Yang penting, mana yang lebih tidak biasa.
Inovasi Focillon terletak pada yang sangat aktif dari peran
yang ia berikan pada ‘bentuk’, dan menghubungkannya
dengan dukungan material mereka. Metodenya yang terdiri
dari survei ilmiah tentang karya-karya besar, dari Mesir
Kuno hingga modern, ditemukan kekurangan dan dalam
kenyataan ia memberikan dirinya hak untuk melewati
semua aktor Mediasi untuk mendefinisikan apa itu karya
seni yang hebat dan membiarkan kehendak bebasnya
memerintah tanpa tandingan sebagaimana yang ia
melayang dari satu ke yang lain. Hal ini dilakukannya
seperti yang telah dilakukan Lalo pada subjek, dengan
memposisikan ulang yang ia posisikan dalam suatu hal yang
umum pada sistem penilaian dan norma-norma lingkungan
sosial. Sekalipun penelitian empiris belum dimulai, hal ini
akan tetap menjadi kerangka sosiologi seni Perancis. Selama
ini, pencapaian sintesis dari dua tren ini untuk mengatasi
dikotomi palsu yang diwarisi oleh sosiologi seni, khususnya
antara ‘produksi’ dan ‘penerimaan karya’. Nantinya menjadi
hal yang biasa berkernaan dengan keobjektifan. Namun, ini
akan terbukti lebih merupakan agenda daripada kenyataan.
Penelitian di bidang ini akan tetap berada di bawah bayang-
bayang dua hal yang bersipat oposisional. Untuk penilaian
yang sangat menyeluruh dari pertanyaan ini serta

58
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.47-48.

39
presentasi mengenai bagaimana hubungannya dengan
karya-karya yang ia pahami.
Pada akhirnya jarak yang dimaksudkan untuk
memungkinkan sosiolog memahami seni sekedar
menghasilkan niat belaka. Sekalipun Bourdieu dengan tegas
menolak, dukungan pertentangan antara ‘produksi’ dan
‘penerimaan’ karya, namun di sana juga merupakan
ketidakseimbangan yang mencolok antara banyak Mediasi-
mengenai rasa, norma penilaian, dan analisisnya yang
langka, khususnya tentang ‘Pencipta’. Para sosiolog telah
melakukan yang terbaik untuk mengkonfirmasi ide-ide yang
diterima. Menurut sosiologi, ia dapat memberikan
penjelasan tentang konsumsi budaya, namun tidak
mengenai budaya produksi. Penelitian yang bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor sosial dari praktik budaya dapat
memberikan konfirmasi yang jelas untuk perbedaan ini,
yang tidak didasarkan pada landasan teoretis. Garis-garis
besar pemikiran ini mendahului serangan dari sosiolog
reduksionis yang tidak menghormati ‘otonomi relatif’ di
bidang seni. Istilah yang ia gunakan dengan hati-hati. Di
Perancis, di bawah pengaruh Bourdieu kedua generasi
sosiolog budaya melakukan penelitian menarik tentang
berbagai lingkungan yaitu ‘Pencipta’ hidup, dari komposer
kontemporer, pelukis, sinema, musisi jazz, dan penulis.
Namun, secara keseluruhan, sastra adalah seni yang
menjadi fokus sosiolog paling dekat. Status ini telah
menarik minat dan perhatian khusus. Oposisi ini tidak dapat
diatasi tanpa mengklarifikasi peran Mediator, selama
sosiolog menganggap Mediator tidak lebih dari aksesori
penyebab mereka, analisis akan terjerumus ke dalam
pembacaan langsung karya-karya itu atau selera mereka.
Harus dipahami, Mediator sebagai produsen aktif seni dan
penonton yang mereka bawakan bersama-sama, jika ingin

40
melepaskan diri dari dualisme steril antara estetika dan
sosiologi.59

59
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of Mediation,
Routledge, 2016, hlm.48.
41
BAB II
DINAMIKA MEDIASI di
INDONESIA:
MENGGANTI DAN MENGISI
KEKOSONGAN LITIGASI
Musyawarah: ‘bersama-sama’ berbuat sesuatu untuk
menemukan kesepakatan yang ditaati oleh para pihak yang
bermusyawarah. Jika telah terdapat sekatan umum, maka
semua Pihak harus menaatinya tanpa kecuali. (Prabowo
Utomo, Pancasila Sebagai Nilai Bangsa).
Pelaksanaan perdamaian berdasarkan di pengadilan
masih terkesan formalistik, mengakibatkan proses
persidangan perkara perdata berlanjut sampai tingkat
Mahkamah Agung. Tujuan untuk mengefektifkan lembaga
mediasi dalam proses persidangan di pengadilan tidak
berbeda ‘perdamaian’, malah bertentangan dengan ontologi
mediasi itu sendiri dan asas peradilan sederhana, cepat dan
biaya ringan. Mediasi merupakan pelembagaan dan
pemberdayaan perdamaian dengan landasan filosofisnya
ialah Pancasila yang merupakan dasar Negara Indonesia,
terutama sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan”. Sila
ini menghendaki, upaya penyelesaian sengketa, konflik atau
perkara dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat yang diliputi oleh semangat kekeluargaan. Hal ini
mengandung arti penyelesaikan melalui prosedur
perundingan atau perdamaian di antara pihak yang
bersengketa untuk memperoleh kesepakatan bersama.60

60
Rahadi Wasi Bintoro, “Kajian Ontologis Lembaga Mediasi di
Pengadilan”, Jurnal Yuridika, Vol.31, No 1, 2016, hlm.121
42
2.1 Dinamika Litigasi dan Peluang Penggunaan
Mediasi
Terdapat beberapa peluang penyelesaian
persengketaan melalui alternatif penyelesaian sengketa
dengan menggunakan forum Mediasi. Adapun yang
dimaksud dengan penggunaan Mediasi disini, yaitu
Mediasi dalam pengertian yang seluas-luasnya. Artinya,
tidak hanya Mediasi yang terintegrasi di Pengadilan,
namun Mediasi yang sifatnya mandiri atau Mediasi-
mediasi yang autoritatif, seperti mediasi di lingkungan
sengketa informasi publik, mediasi di lembaga
ombudsman, mediasi di lingkungan atau berhubungan
dengan badan perlindungan saksi dan korban, mediasi di
lingkungan hubungan industrial, serta lembaga-lembaga
autoritatif lainnya. Adapun potensi-potensi yang bisa
menggunakan forum mediasi, diantaranya:

2.1.1 Pengalihan Gugatan Sederhana ke Mediasi


Penyelesaian dengan gugatan sederhana atau small
claim court hanya dapat digunakan pada kategori perkara-
perkara:61

61
Ingkar janji atau ‘wanprestasi’ merupakan perkara yang timbul akibat
tidak dipenuhinya suatu perjanjian, baik secara tertulis ataupun tidak tertulis.
Contoh: Tuan Apacino dan Tuan Brutus melakukan jual beli terhadap suatu
barang. Pada perjalanannya, Tuan Apacino telah menyerahkan sejumlah
uang, namun Tuan Brutus belum memberikan barang yang dijanjikan untuk
diserahkan. Sedangkan ‘perbuatan melawan hukum’, yaitu perkara yang
timbul akibat dirugikannya satu pihak karena tindakan pihak lain dan tidak
ada perjanjian sebelumnya. Contoh: A ditabrak Tuan Brutus pada suatu
kecelakaan lalu lintas. Akibat perbuatan Tuan Brutus, Tuan Apacino
mengalami cidera dan memerlukan biaya pengobatan rumah sakit, maka
Tuan Apacino dapat menggugat Tuan Brutus untuk mengganti seluruh
kerugian yang disebabkan oleh perbuatan Tuan Brutus. Lihat, Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Buku Saku Gugatan Sederhana, kerjasama Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Lembaga Kajian dan
Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP), Jakarta, 2015, hlm.10.
43
(1) Ingkar janji atau ‘wanprestasi’; dan/atau
(2) ‘perbuatan melawan hukum (pmh)’. Yang penting,
tidak semua perkara ingkar janji dan ‘perbuatan
melawan hukum’ dapat diselesaikan melalui
penyelesaian gugatan sederhana, seperti:62
(a) Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan
melalui pengadilan khusus, yaitu: persaingan
usaha; sengketa konsumen; serta penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
(b) Perkara-perkara yang berkaitan dengan sengketa
hak atas tanah. Pihak-pihak bersengketa tidak
dapat ‘diwakili’ oleh kuasa hukum, namun sebatas
‘didampingi’ kuasa hukum. Oleh karena itu pada
setiap persidangan pihak-pihak berperkara wajib
datang sendiri, walaupun kuasa hukumnya hadir.
Jika menolak putusan yang dijatuhkan pada
penyelesaian gugatan sederhana, tersedia upaya
hukum dengan mengajukan permohonan upaya
hukum ‘keberatan’.63

62
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Gugatan Sederhana,
kerjasama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP), Jakarta,
2015, hlm.10-11.
63
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Gugatan Sederhana,
kerjasama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP), Jakarta,
2015, hlm.13-14.
44
Bagan 4. Kategori Perkara Gugatan Sederhana Dan
Pengecualiannya

Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020,


menyebutkan jumlah perkara gugatan sederhana di tahun
2020 lalu sebanyak 6.451. Perkara ini terdiri dari peradilan
umum sebanyak 6.209 perkara dan peradilan agama 242
sebanyak perkara.64 Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perma
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian
Gugatan Sederhana telah menaikkan pagunya, bahwa nilai
gugatan materiil yang dapat diajukan gugatan sederhana
ditetapkan paling banyak
sebesar lima ratus juta Nilai pagu ‘gugatan sederhana’,
naik dari paling banyak Rp.200
rupiah. Sedangkan nilai juta (2015) menjadi paling banyak
maksimal gugatan materiil Rp.500 juta (2019)Perma No 4 /
yang ditetapkan 2019.
sebelumnya dalam Perma
Nomor 2 tahun 2015 sebesar dua ratus juta rupiah. Artinya,
kebijakan ini akan berdampak bagi masyarakat pencari
keadilan karena prosedur persidangan yang singkat dalam
gugatan sederhana akan semakin banyak digunakan.65

64
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.160
65
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.173
45
Gugatan materil paling banyak lima ratus juta rupiah
yang dapat diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian
sederhana, untuk memudahkan akses terhadap keadilan
bagi masyarakat pencari keadilan, gugatan sederhana dapat
diajukan secara elektronik sebagaimana yang telah diatur
dalam Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Mekanisme gugatan sederhana dapat mempercepat proses
penyelesaian perkara sesuai dengan asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan serta dapat mengurangi
volume perkara di Mahkamah Agung. Prosedur pengajuan
gugatan sederhana juga dapat dilakukan melalui mekanisme
gugatan secara elektronik.
Selain itu, Penggugat yang domisili hukumnya berada
di luar yurisdiksi pengadilan yang mewilayahi tempat
kediaman Tergugat dapat mengajukan ‘gugatan sederhana’
sepanjang menunjuk kuasa hukum, kuasa insidentil atau
wakil yang beralamat di wilayah hukum Tergugat.66
Gugatan sederhana dapat diajukan oleh Penggugat yang
domisili hukumnya berada di luar wilayah yurisdiksi
pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman Tergugat
sepanjang menunjuk kuasa hukum, kuasa insidentil atau
wakil yang beralamat di wilayah hukum Tergugat. Artinya
kebijakan tentang hukum acara gugatan sederhana semakin
memberikan kemudahan kepada masyarakat pencari
keadilan.
Manfaat yang sangat besar hadirnya ‘gugatan
sederhana’ ini, merupakan salah satu instrumen bagi
Perbankan guna memperoleh pengembalian kredit yang
telah diberikan terhadap Debitur yang tidak beritikad baik
untuk melaksanakan kewajibannya. Gugatan sederhana
menjadi ‘terobosan’ di bidang hukum dalam mendapatkan
pemasukan kredit dalam jangka waktu relatif singkat
dibanding dengan upaya gugatan biasa melalui peradilan.
Salah satu kendala terkait gugatan sederhana berkaitan

66
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.160
46
dengan ‘domisili’ Penggugat dan Tergugat. Perbedaan
domisili kedua belah pihak amat membatasi, seperti di
wilayah DKI Jakarta yang lokasinya terbilang dekat. Perma
menegaskan, Penggugat dan Tergugat dalam gugatan
sederhana berdomisili di daerah hukum pengadilan yang
sama. Artinya, jika terdapat ketidaksamaan domisili hukum,
maka pihak-pihak tidak dapat menggunakan wadah gugatan
sederhana ini. Namun kondisi itu dapat diatasi melalui
pemanggilan delegasi.67
Pada praktiknya pemanggilan delegasi terkadang
masih menjadi masalah karena memakan waktu lama
sehingga ketentuan penyelesaian gugatan sederhana selama
25 hari terlewati. Ke depan apakah ketentuan delegasi
mungkin akan ada pengecualian untuk wilayah DKI Jakarta
atau solusi lainnya. Pasca putusan pengadilan, ada kalanya
putusan pengadilan tidak dapat dieksekusi melalui lelang
karena tidak ada dokumen Surat Keterangan Tanah (SKT)/
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor
Pertanahan setempat. Harus diantisipasi saat pelaksanaan
putusan pengadilan yang tidak dapat dieksekusi dan
dilakukan lelang. Sebaiknya sebelum dilakukan ‘gugatan
sederhana’ agar diinventarisir lebih dulu dokumen-
dokumen alasnya dengan Badan Pertanahan Nasional.
Penting saat mengajukan ‘gugatan sederhana’, pada
permohonan gugatan hendaknya dapat mencantumkan
dengan jelas ‘alamat’ dan ‘obyek tanah’ berikut batas-batas
yang jelas. Sebabnya, hal itu akan menjadi dasar bagi
Pengadilan untuk menetapkan putusan.68
Terdapat beberapa perkara tidak dapat dilakukan
lelang, karena putusan pengadilan tidak menjelaskan obyek
dan luasannya sehingga tidak dapat diterbitkan Surat

67
Heri Asya, “Gugatan Sederhana Selesaikan Dengan Sederhana”, Selasa,
26 September 2017 dimuat di https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-
jakarta/
68
Heri Asya, “Gugatan Sederhana Selesaikan Dengan Sederhana”, Selasa,
26 September 2017 dimuat di https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-
jakarta/
47
Keterangan Tanah atau Surat Keterangan Pendaftaran
Tanahnya. Obyek berupa tanah tidak dapat dilelang tanpa
Surat Keterangan Tanah/ Surat Keterangan Pendaftaran
Tanah dari Kantor Pertanahan setempat. Hal tersebut
menjadi salah satu syarat kelengkapan dokumen barang
berupa tanah yang akan dimohonkan lelang sesuai
ketentuan PMK Nomor 27/PMK.06/2017 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Pihak Perbankan sebelum melakukan
pengikatan tanah sebagai alas ‘hak tanggungan’, kiranya
dapat melakukan pengukuran obyek tanah tersebut agar
terdaftar dalam buku bidang tanah.69

2.1.3 Formalisasi Bantuan Hukum


Akses untuk memperoleh keadilan bagi masyarakat
yang tidak mampu, baik pada tingkat pertama sampai
dengan kasasi, salah satunya diwujudkan dalam bentuk
layanan pembebasan biaya perkara. Layanan ini telah ada
sejak diterbitkannya Perma Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat
Tidak Mampu di Pengadilan. Setiap tahun pengguna layanan
ini jumlahnya mencapai belasan ribu yang berasal dari
lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama dan
Peradilan Tata Usaha Negara, hal ini berarti layanan
tersebut dibutuhkan masyarakat. Berikut adalah data
layanan pembebasan biaya perkara pada tahun 2020:70

69
Heri Asya, “Gugatan Sederhana Selesaikan Dengan Sederhana”, Selasa,
26 September 2017 dimuat di https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-
jakarta/
70
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.180-181
48
Akses untuk memperoleh informasi, konsultasi dan
advis hukum serta pembuatan dokumen hukum yang
dibutuhkan dalam proses penyelesaian perkara di
pengadilan secara cuma-cuma diwujudkan dalam program
Posbakum. Pemanfaatan Posbakum pengadilan mengalami
peningkatan dan penurunan jumlah layanan dari tahun ke
tahun. Data pelayanan Posbakum pengadilan di lingkungan
Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata
Usaha Negara pada tahun 2020, menujukkan:71

2.1.4 Pelayanan Terpadu Sidang Keliling dan Sidang


Terpadu Penetapan Ahli Waris
Pelayanan Terpadu Sidang Keliling membuka akses
yang lebih luas terhadap keadilan bagi masyarakat yang
tidak mampu dan terkendala dengan pencatatan
perkawinan dan kelahiran. Program sidang keliling yang
dilakukan secara terpadu bekerja sama dengan
Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Dukcapil) dan Kementerian Agama, Kantor
Urusan Agama (KUA), memudahkan masyarakat dalam
memperoleh identitas hukum berupa akta nikah dan akta
kelahiran. Pelayanan terpadu sidang keliling yang
dilaksanakan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah
pada tahun 2020 dengan jumlah layanan sebanyak 528
perkara.72 Terpadu Penetapan Ahli Waris, per bulan
71
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.180
72
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.180-181
49
November 2020, sebagai implementasi ketentuan Pasal 15
Ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2014, Pengadilan Agama
Surabaya telah melaksanakan sidang di luar gedung
pengadilan dalam perkara Penetapan Ahli Waris bekerja
sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan
Pemerintah Kota Surabaya.
Penggugat di luar yurisdiksi
Program ini mendapat pengadilan yang mewilayahi tempat
apresiasi dari masyarakat kediaman Tergugat dapat
Kota Surabaya, karena mengajukan ‘gugatan sederhana’
setelah memperoleh sepanjang menunjuk kuasa hukum,
Penetapan Ahli Waris, BPN kuasa insidentil, atau wakil yang
beralamat di wilayah hukum
menyerahkan sertifikat Tergugat.
tanah paling lama satu jam.
Program ini berhasil mengatasi persoalan yang dihadapi
masyarakat terkait kepastian hukum tentang status ahli
waris dan kepemilikan tanah. Program ini berhasil
menyelesaikan 56 perkara Penetapan Ahli Waris dan
penerbitan sertifikat tanah oleh BPN.73

2.1.5 Mediasi Terintegrasi Pengadilan


Mediasi yang terintegrasi di pengadilan merupakan
proses penyelesaian sengketa yang ‘wajib ditempuh’ sebagai
instrumen untuk mengurangi penumpukan beban perkara
perdata di pengadilan. Peran aktif para pihak dalam Mediasi
dengan dibantu oleh Mediator yang netral untuk
tercapainya proses perdamaian. Mekanisme, tahapan, serta
proses-proses pelaksanaan Mediasi di pengadilan, yaitu:
pendaftaran gugatan oleh pihak dengan membayar biaya
perkara dan penentuan hakim; pemanggilan para pihak;
tahap pra mediasi, yaitu majelis hakim menjelaskan
mengenai Mediasi; penentuan Mediator; proses mediasi;
penyerahan resume; menerima opsi perdamaian dari
mediator; dilanjutkan dengan kaukus; serta tahap akhir
Mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian atau

73
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.181
50
gagal.74 Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, terdapat
4.104 perkara Mediasi. Dalam rangka percepatan
penyelesaian perkara pada tahun 2020, peradilan umum
dan peradilan agama telah menyelesaikan perkara melalui
mediasi.75 Pada tahun 2020 perkara yang berhasil
diselesaikan melalui mediasi sebanyak 4.104 perkara. Data
Mediasi lingkungan Peradilan Umum sebanyak 490 perkara
dan mediasi berhasil di lingkungan Peradilan Agama 1.260
perkara.76

2.1.6 Penyelesaian Keadilan Restoratif Melalui


Mediasi
Keadilan restoratif merupakan alternatif
penyelesaian perkara tindak pidana yang berfokus pada
pemidanaan, yang kemudian diubah menjadi proses dialog
dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian
perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban
maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali
pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan
baik dalam masyarakat. Keadilan restoratif pada prosesnya
melibatkan semua pihak-pihak terkait, memperhatikan
kebutuhan korban, ada pengakuan tentang kerugian dan
kekerasan, reintegrasi dari pihak-pihak terkait ke dalam
masyarakat, dan memotivasi serta mendorong para pelaku
untuk mengambil tanggung jawab. Terdapat upaya guna
mengembalikan ‘keadilan’ kembali seperti saat sebelum
terjadinya tindakan kejahatan.77

74
Muhtar Dahri, “Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Klas Ib
Bangko”, Penelitian, dimuat dalam http://repo.unand.ac.id/2189/1/
75
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.160
76
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.176
77
Agus Widjojo, “Keadilan Restoratif dan Pendekatan Humanis Tidak untuk
Menggantikan Keadilan Retributif”, 27 September 2021, dimuat di
http://www.lemhannas.go.id/
51
Penekanan keadilan restoratif merupakan suatu
proses ‘diversi’, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu
tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah
serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala
sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban,
‘Anak’, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk
memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang
tidak berdasarkan pembalasan. Pada proses peradilan
‘perkara Anak’ sejak ditangkap, ditahan, dan diadili
pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang
memahami masalah Anak. Namun, sebelum masuk proses
peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat
wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur
pengadilan, yakni melalui diversi berdasarkan pendekatan
keadilan restoratif.78
Terdapat 268 keadilan restoratif yang ditangani
Mahkamah Agung. Keadilan restoratif merupakan
penyelesaian perkara melalui pendekatan yang
menitikberatkan pada terciptanya keadilan dan
keseimbangan dalam masyarakat. Pada tahun 2020
Peradilan Umum dan Peradilan Agama telah menyelesaikan
perkara melalui restorative justice.79 Keadilan restoratif
merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan
pada kondisi terciptanya keadilan dan/atau keseimbangan
bagi masyarakat. Keadilan restoratif merupakan sebuah
pendekatan untuk membuat pemindahan dan pelembagaan
menjadi sesuai dengan keadilan. Keadilan restoratif
(restorative justice) dapat diartikan sebagai pemulihan
keadilan bagi korban dan pelaku tindak pidana.80
Pengertian keadilan restoratif berkembang setelah
dimasukkan dalam sistem peradilan pidana, sehingga
pengertiannya menjadi proses penyelesaian yang sistematis
atas tindak pidana yang menekankan pada pemulihan atas

78
Kartika Law Firm, “Apa Itu Keadilan Restoratif”, http://kartikanews.com/
79
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.160
80
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.176
52
kerugian korban dan atau masyarakat sebagai akibat
perbuatan pelaku. Dalam proses penyelesaian ini
melibatkan korban dan pelaku secara langsung dan aktif.
Restorative justice merupakan metode pemulihan yang
melibatkan pelaku kejahatan, korban dan komunitasnya di
dalam proses pemidanaan dengan memberi kesempatan
kepada pelaku untuk menyadari kesalahannya dan bertobat
sehingga pelaku dapat kembali kedalam kehidupan
komunitasnya kembali.81 Menurut Mahkamah Agung,
selama ini pelaksanaan restorative justice masih terbatas
pada diversi, yang merupakan pengalihan penyelesaian
perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang sistem peradilan pidana. Pada tahun 2020 perkara
pidana anak yang berhasil diselesaikan melalui diversi
sebanyak 268 perkara. Diversi di lingkungan Peradilan
Umum sebanyak 257 perkara dan diversi di lingkungan
Peradilan Agama adalah sebanyak 11 perkara.82
Bagian bahasan ini akan mengupas perkara Emon
dari Bojong Koneng terkain peristiwa lahan. Tanggal 28
Desember 2021, Pengadilan Negeri Cibinong menggelar
sidang perdana terhadap Ade Bebed alias Ade Emon atas
dugaan tindak pidana keterlibatannya atas perusakan
kantor Desa Bojong Koneng dalam perkara lahan yang
dilakukan oleh PT SC. Perkara ini terdaftar dengan Nomor
Perkara: 647/Pid.B/2021/PN.Cbi dengan dakwaan Pasal
170 Ayat 1 KUHP atau Pasal 406 Ayat 1 Juncto Pasal 55 Ayat
1 ke – 1 KUHP. Ade Emon merupakan warga Desa Bojong
Koneng menolak penggusuran lahan yang dilakukan oleh
pihak PT SC. Salah satu tindakannya yakni ikut terlibat
mengkampanyekan penolakan penggusuran lahan di Desa
Bojong Koneng. Penggusuran lahan warga di wilayah Desa
Bojong Koneng sarat dengan dugaan pelanggaran hukum

81
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.176
82
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.176
53
dan HAM, termasuk telah menimbulkan kerusakan
lingkungan seperti longsor dan banjir.
Untuk menghentikan aktivitas penggusuran yang
dilakukan sejak Agustus hingga Oktober 2021 tersebut, Ade
telah berulang kali meminta Pemerintah Desa untuk turun
tangan. Namun respon dari pihak Pemerintah Desa tidak
memberi solusi, sehingga warga yang tersulut emosi
melakukan perusakan kantor Desa Bojong Koneng. Pasca
perusakan menurut informasi, perwakilan warga termasuk
Ade telah berdamai dengan Pemerintah Desa Bojong
Koneng dan sepakat melakukan perbaikan atas kerusakan
kantor desa dengan disaksikan oleh Babinmas, Babinsa,
DPD, tokoh pemuda, RT/RW maupun warga Desa Bojong
Koneng. Namun Ade Emon ditangkap oleh Kepolisian Resort
Bogor, bahkan mengalami intimidasi serta kehilangan uang
sebesar Rp. 1.550.000. yang dikantonginya saat
penangkapan.
Tim Advokasi Ade, Amar Law Firm & Public Interest
Law Office, HMT Advocaten, Walhi Jakarta telah berkali-kali
mengajukan permohonan penangguhan/ pengalihan
penahanan dan penerapan keadilan restoratif (restorative
justice) kepada Kapolres Bogor maupun Kejaksaan Negeri
Bogor. Hal ini tidak terlepas dari telah terjadinya
perdamaian, rehabilitasi, maupun rekonsiliasi warga dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut. Demikian pula
Kepala Desa Bojong Koneng telah mencabut laporannya atas
peristiwa perusakan dan secara pribadi mengajukan
permohonan penangguhan/pengalihan penahanan dan
bersedia menjadi penjamin serta telah meminta agar pihak
kepolisian menerapkan keadilan restorastif. Namun
permohonan tersebut respon minim oleh pihak kepolisian
maupun kejaksaan. Berdasarkan hal tersebut dan
mengingat peran Ade Emon dalam memperjuangkan hak-
hak warga termasuk dalam menyelamatkan lingkungan,
maka Warga Desa Bojong Koneng dan tim kuasa hukum
meminta Pengadilan Negeri Cibinong Kelas IA
membebaskan Ade Emon dengan lebih mengedepankan
54
Asas ultimum remedium, dimana hukum pidana merupakan
upaya terakhir dalam penegakan hukum.83
Kronologi Penangkapan
(1) Pada tanggal 2 Oktober 2021, salah satu warga Desa
Bojong Koneng mendatangi rumah Ade, memberi tahu
ada keributan antara warga Desa Bojong Koneng
dengan pihak PT SC di Gunung Batu terkait
penggusuran lahan kebun singkong. Untuk
menghindari keributan, Ade mengarahkan warga
untuk mempertanyakan kegiatan penggusuran ke
kantor Desa Bojong Koneng
(2) Setiba di kantor Desa, Ade bertemu dengan Babinmas
dan perwakilan desa. Ade meminta kepada Babinmas
untuk menghubungi Kepala Desa melalui telpon, tetapi
tidak diangkat. Masyaratkat sudah menunggu satu jam
di kantor Desa, ketika Ade berbicara dengan Babinmas
di dalam Kantor Desa. Kemudian di luar Kantor Desa
sudah terjadi keributan dan pengerusakan, seperti
pelemparan batu. Selanjutnya Ade juga ikut dalam
perusakan tersebut sebagai bentuk kekecewaanya
(3) Setelah pengrusakan, pihak kepolisian dari Polsek
Babakan Madang datang ke kantor desa. Ade
mempertanyakan kepada Kanit dan Kapolsek Babakan
Mandang kenapa tidak ada pengamanan dari pihak
kepolisian terkait kegiatan penggusuran lahan kebun
singkong di Gunung Batu. Atas hal tersebut selajutnya
Kanit dan Kapolsek datang ke lokasi penggusuran
lahan kebun singkong yang dilakukan PT SC,
kemudian kegiatan tersebut dihentikan. Selanjutnya
Ade dan warga pulang kerumah masing-masing
(4) Selanjutnya kepala desa Bojong Koneng membuat
laporan Polisi pada Polres Bogor yang tercatat dengan
83
Siaran Pers - Cibinong, 28 Desember 2021, Tim Advokasi Ade Emon,
Amar Law Firm & Public Interest Law Office, HMT Advocaten, WALHI
Jakarta. Narahubung: (1) Hermanto, 08111812767; Alghiffari Aqsa,
081280666410; Tubagus S. Ahmadi, WALHI Jakarta, 085693277933.

55
No: LP/B/1463/X/2021/JBR/RES BGR, tertanggal 2
Oktober 2021
(5) Bahwa pada tanggal 3 Oktober 2021 telah diadakan
perdamaian di kantor Desa Bojong Koneng yang
disaksikan oleh Babinmas, Babinsa, DPD, tokoh
pemuda, RT/RW dan warga Desa Bojong Koneng.
Perdamaian tersebut dilandasi dengan adab
kemasyarakatan, dilaksanakan dengan iktikad baik
dan penuh martabat serta berorientasi pada
pemenuhan rasa keadilan hukum bagi semua pihak.
Selanjutnya kepala desa Bojong Koneng selaku pelapor
telah mencabut laporan Polisi No:
LP/B/1463/X/2021/JBR/RES BGR pada tanggal 3
Oktober 2021
(6) Bahwa meskipun telah diadakan perdamaian dan
pencabutan laporan, namun Polres Bogor tetap
menindaklanjuti laporan tersebut, Pada tanggal 4
Oktober 2021 Ade ditangkap dan ditetapkan sebagai
tersangka dalam dugaan pelanggaran Tindak Pidana
Pasal 170 KUHP. Ade kemudian ditahan melalui Surat
Perintah Penahanan No: SP.HAN/106/X/Reskrim
tertanggal 5 Oktober 2021
(7) Dalam proses penangkapannya, Ade Emon mengalami
intimidasi
(8) Bahwa semua kerusakan di kantor desa telah
mendapat ganti rugi dengan perbaikan menyeluruh
dari tersangka Ade dan keluarganya pada tanggal 15
Oktober 2021. Selanjutnya tokoh-tokoh masyarakat,
warga dan kepala desa Bojong Koneng selaku pelapor
telah mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan
penahanan terhadap Ade dan juga mengajukan
permohonan penerapan keadilan restoratif
(9) Bahwa saat ini telah terjadi pemulihan kondisi secara
material dan immaterial di Desa Bojong Koneng,
termasuk namun tidak terbatas pada: perbaikan
kerusakan pada kantor desa, terjalinnya rekonsiliasi
yang baik dan harmonis antara aparatus desa dan
56
warga desa Bojong Koneng khususnya RW 08 secara
umum.84

2.2 Musyawarah, Mufakat, dan Perdamaian


dan Dinamikanya di Indonesia
Asas ‘musyawarah’ dan asas ‘perdamaian’
merupakan salah satu alas dasar dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia.85 Penyelesaian sengketa melalui
putusan peradilan hanya akan dijadikan ‘sarana terakhir’,
apabila ‘musyawarah’ dan ‘perdamaian’ telah diupayakan
semaksimal mungkin. Mediasi di pengadilan merupakan
pelembagaan dan pemberdayaan perdamaian dengan
landasan filosofisnya ialah Pancasila yang merupakan dasar
Negara, terutama sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan”. Sila keempat dari Pancasila
ini diantaranya menghendaki, bahwa upaya penyelesaian
sengketa, konflik atau perkara dilakukan melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh
semangat kekeluargaan. Hal ini mengandung arti bahwa
setiap sengketa, konflik atau perkara hendaknya
diselesaikan melalui prosedur perundingan atau
perdamaian di antara pihak yang bersengketa untuk
memperoleh kesepakatan bersama.86

84
Siaran Pers - Cibinong, 28 Desember 2021, Tim Advokasi Ade Emon,
Amar Law Firm & Public Interest Law Office, HMT Advocaten, WALHI
Jakarta.
85
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
hlm.
86
Rahadi Wasi Bintoro, “Kajian Ontologis Lembaga Mediasi Di
Pengadilan”, Jurnal Yuridika, Vol. 31, No.1, 2016, hlm.121.
57
2.2.1 Konsep Musyawarah: Filosofi dan Asas-Asasnya
Kosa kata ‘musyawarah’ dalam Bahasa Indonesia
merujuk pada asal dari bahasa Arab yaitu syara-yasyuuru-
syauran, syiyaaran, syiyaaratan, masyaaran dan
Masyaaratan, yang bermakna ‘mengeluarkan madu’. Kata ini
kemudian menjadi syawara-yusyaawiru-musyaawaratan,
maknanya ‘saling mencari’ dan ‘saling menemukan’ atas
nilai yang terbaik. Konsep ‘musyawarah’ menjadi konsep
yaitu ‘bersama-sama’. Maksudnya adalah ‘bersama-sama’
berbuat sesuatu untuk menemukan kesepakatan yang
ditaati secara bersama-sama oleh para pihak yang
bermusyawarah. Apa yang dimusyawaraahkan pastinya
mengenai sesuatu hal yang tadinya dianggap berbeda oleh
Para Pihak. Jika telah terdapat kesekatan umum, maka
semua Pihak atau semua orang-orang yang bermusyawarah
harus menaatinya tanpa kecuali. Ada kemungkinan
‘kesepakatan umum’ tadi tidak sesuai dengan kehendak
secara perseorangan, akan tetapi kehendak individu atau
perorangan tersebut harus tunduk pada kehendak umum
sebab kehendak umum itu telah disepakati secara bulat oleh
semua individu atau oleh semua anggota yang
bermusyawarah. Didalam musyawarah dasarnya adalah
kebulatan kehendak atau kehendak bersama (gezamenlijk
wil) dari semua anggota. Kebulatan kehendak atau
kehendak bersama
tersebut adalah Musyawarah: ‘bersama-sama’ berbuat
hasil tukar pikiran sesuatu untuk menemukan kesepakatan yang
dan tukar ditaati oleh para pihak yang bermusyawarah.
Yang dimusyawaraahkan mengenai sesuatu
pendapat, tukar yang dianggap berbeda oleh Para Pihak.
rasa dan tukar Jika telah terdapat kesekatan umum, maka
nilai-nilai diantara semua Pihak harus menaatinya tanpa
semua anggota kecuali.
sehingga pengertian dari gezamenlijk wil, kebulatan
kehendak, kehendak bersama, bukan dengan cara berdebat,
adu pendapat mana yang benar dan mana yang salah, adu
argumentasi, tetapi melalui tukar pikiran, tukar pendapat,

58
tukar rasa, dan tukar nilai, atau biasanya semua itu
dinamakan dengan usul-usul atau urun rembug.87
Jadi di dalam musyawarah tidak setem-seteman atau
dengan cara pengambilan suara tentang suatu objek
persoalan, sehingga kebulatan kehendak ini menimbulkan
adanya dominasi mayoritas dan tirani minoritas. Artinya
suara yang terbanyak yang dijadikan keputusan, atau
sebaliknya suara yang sedikit yang mengakibatkan
perdebatan menjadi sulit untuk dipecahkan, sebab masih
ada suara anggota meskipun sedikit akan tetapi berakibat
keputusan tidak dapat diambil karena saling tidak mau
mengalah. Biasanya dalam demokrasi liberal dapat terjadi
seperti itu. Tradisi musyawarah ini tidak mengambil dari
tradisi-tradisi dari luar Indonesia, melainkan tradisi
musyawarah ini sejak dulu sudah ada dan sudah
berlangsung lama di pedesaan-pedesaan, jadi musyawarah
ini adalah demokrasi Indonesia Asli.88
Para Pihak sebagai pencari (yang maknanya lebih
dari satu orang), yang dimaknai dengan ‘saling tukar
menukar’ ide atau pikiran. Konsep itu mengarah pada dua
substansi, yaitu:
(1) Saling mengemukakan pembicaraan untuk
memperlihatkan kebenaran
(2) Saling mengeluarkan pendapat antara satu dengan
yang lainnya. Gagasan atau pendapat yang diajukan
guna memecahkan suatu masalah sebelum tiba pada
suatu pengambilan keputusan. Mmusyawarah
berintikan ‘pembahasan bersama’ dengan maskud
mencapai keputusan dan penyelesaian bersama untuk
kepentingan bersama atau bersifat umum.89

87
Prabowo Utomo, Pancasila Sebagai Nilai Bangsa, Lembaga Bahasa
Pendidikan Profesional LIA, Jakarta, 2008, hlm.66-67.
88
Prabowo Utomo, Pancasila Sebagai Nilai Bangsa, Lembaga Bahasa
Pendidikan Profesional LIA, Jakarta, 2008, hlm.67.
89
Syarkawi, “Implementasi Musyawarah Menurut Nomokrasi Islam”, Jurnal
Lentera, Vol.12, No.1, 2012, hlm.88.
59
Salah satu dari alternatif penyelesaian sengketa yang
sudah lama dikenal dan banyak digunakan adalah negosiasi.
Negosiasi adalah fact of life atau keseharian. Setiap orang
melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang
diinginkan dari orang lain.90 Negosiasi adalah perundingan,
bermusyawarah atau bermufakat.91 Meskipun penyelesaian
sengketa dengan cara negosiasi telah diatur akan tetapi
proses negosiasi tidak sesuai dengan filosofi musyawarah
mufakat. Seringkali negosiasi dijadikan cara untuk
mendapatkan keuntungan lebih dari pihak lain yang jelas
bertentangan dengan filosofi musyawarah.
Pada musyawarah yang dipentingkan adalah jiwa
persaudaraan yang dilandasi keimanan kepada Allah,
sehingga yang menjadi tujuan musyawarah bukan mencapai
kemenangan untuk suatu pihak dan kekalahan di pihak lain,
akan tetapi untuk kepentingan umum. Esensi musyawarah,
bukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, akan tetapi
sejauh mana keputusan yang diambil itu dapat memenuhi
kepentingan atau kemaslahatan umum. Yang dijadikan
kriteria pada pengambilan keputusan melalui musyawarah
bukan siapa yang bicara, tetapi ide atau gagasan, pemikiran
apa yang ia sampaikan. Buah fikiran seseorang itu lebih
penting dari orangnya itu sendiri. Musyawarah bertujuan
melibatkan atau mengajak semua pihak untuk berperan.
Asas musyawarah ialah sinkronisasi. Rujukan musyawarah
terdapat di Surat Al Syura Ayat 38 “...Adapun urusan
kemasyarakatan diputuskan dengan musyawarah antara
mereka.92

90
Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dam Arbitrase: Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm.49.
91
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Media,
Yogyakarta, 2006, hlm.41.
92
Syarkawi, “Implementasi Musyawarah Menurut Nomokrasi Islam”, Jurnal
Lentera, Vol.12, No.1, 2012, hlm.88.
60
2.2.2 Konsep Mufakat: Filosofi dan Asas-Asasnya
Mufakat yaitu terbentuknya persesuaian kehendak
antara dua orang lebih yang masing-masing berdasarkan
atas kebenarannya yang berlandaskan tidak untuk
melindungi kepentingan sendiri-sendiri. Setelah adanya
musyawarah yang mendasarkan kepada kehendak bersama
(gezamenlijk wil) kemudian terjadilah persamaan pendapat
atau terbentuk pemecahan masalah yang berupa perbedaan
pendapat dari kepentingan dua orang atau lebih, mereka
yang berbeda pendapat dari kepentingan dua orang atau
lebih, mereka yang berbeda pendapat itu kemudian saling
memberi dan saling menerima masukan (to take and to
give) yaitu dengan kriteria tertentu sehingga semua anggota
atau mereka yang berbeda pendapat mengerti mengapa
harus diambil keputusan seperti itui hasil tukar pikiran,
Mufakat: terbentuknya persesuaian tukar pendapat, tukar
kehendak antara dua orang lebih yang rasa, dan tukar nilai
masing-masing berdasarkan atas atau biasanya disebut
kebenarannya yang berlandaskan tidak
untuk melindungi kepentingannya
dengan urun rembug
sendiri-sendiri. yang pada akhirnya
diambil keputusan
seperti dinamakan dengan mufakat atau overeensteming.93
Musyawarah dan mufakat ini untuk membentuk
keputusan bersama sesuai dengan asas kerukunan.
Pelaksanaan keputusan bersama itu dalam masyarakat ada
ajaran bertindak bersama (leer van het gezammenlijk
handelen), yaitu:
(1) Ajaran gotong royong (leer van het gezammenlijk
onderling hulpbetoon)
(2) Ajaran tolong menolong (leer van het wenderkerig
hulpbetoon). Pengertian dari ‘gotong royong
(onderling hulpbetoon)’ sebagaimana telah dijelaskan
secara etimologis terdiri dari ‘gotong’, bila ada
pekerjaan sama-sama dijinjing dan ‘royong’ yang

93
Prabowo Utomo, Pancasila Sebagai Nilai Bangsa, Lembaga Bahasa
Pendidikan Profesional LIA, Jakarta, 2008, hlm.67.
61
secara singkat artinya adalah bila ada rezeki sama-
sama dinikmati.94

2.2.3 Tujuan Musyawarah: Penyaluran Aspirasi dan


Berbagi
Tujuan musyawarah selain melaksanakan perintah
wajib bermusyawarah sebagaimana ayat di atas dan
dipraktekkan oleh baginda Rasulullah sendiri yang diikuti
para sahabat dan dinasti Abbasiah, dapat dikemukakan
tujuannya sebagai berikut:
(1) Menyalurkan aspirasi masyarakat sebagai hak para
pihak dalam mengeluarkan pendapat masing-masing
(2) Menyalurkan sharing pendapat, idea atau gagasan
untuk dikomunikasikan untuk kemaslahatan para
pihak
(3) Hasil keputusan musyawarah untuk kepentingan atau
kemslahatan bersama para pihak
(4) Agar terhindar lahirnya keputusan yang sewenang-
wenang atau absolut
(5) Mendidik para pihak agar berperan serta dalam
kehidupan bersama
(6) Menanamkan rasa persaudaraan yang dilandasi
keimanan kepada allah swt
(7) Agar menemukan jalan keluar yang terbaik bagi para
pihak
(8) Mencegah lahirnya keputusan yang merugikan salah
satu pihak.95
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
menanamkan asas adanya kewajiban bagi setiap hal untuk
selalu berdasarkan musyawarah. Tujuan musyawarah agar
tidak terjadi pemusatan kekuasaan atau sifat absolute
kepada seseorang dalam pengambilan keputusan. Karena

94
Prabowo Utomo, Pancasila Sebagai Nilai Bangsa, Lembaga Bahasa
Pendidikan Profesional LIA, Jakarta, 2008, hlm.68.
95
Syarkawi, “Implementasi Musyawarah Menurut Nomokrasi Islam”, Jurnal
Lentera, Vol.12, No.1, 2012, hlm.89.
62
jika terjadi hal itu dapat merugikan kepentingan pihak lain,
bahkan kepentingan umum.96 Pelaksanakan musyawarah
harus dilandasi oleh jiwa persaudaraan sesuai dengan asas
negara hukum Indonesia. Substansi ‘persaudaraan, yaitu
tidak mengutamakan siapa yang menang atau siapa yang
kalah. Pada musyawarah yang diutamakan yaitu hal-hal
kebaikan.97 Musyawarah menjadi suatu ‘kaedah’ yang
merupakan mekanisme pengendalian sosial yang dilakukan
untuk melaksanakan proses yang direncanakan atau tidak
direncanakan untuk mendidik, mengajak, atau bahkan
memaksa seseorang atau masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan kaedah-kaedah atau nilai-nilai kehidupan.98

2.2.4 Konsep Perdamaian: Filosofi dan Asas-Asasnya


Konsep ‘damai’ jelas tidak hanya dapat diberi definisi
negatif, yaitu ‘tidak adanya perselisihan atau peperangan,
namun juga bersifat ‘mutlak’, yakni adanya ‘harmoni yang
dinamis’ pada berbagai tingkat hayat manusia.99 Istilah
‘perdamaian (peace)’ berasal dari kata Anglo-Perancis pes,
yang juga berasal dari bahasa Latin pax yang bermakna
‘persetujuan’ atau ‘keselarasan’. Pengertian
damai/perdamaian bermakna ‘tidak adanya peperangan’
atau conflict, kekerasan. Lawan dari kata peace ialah conflict,
berasal dari bahasa Latin, conflictus yang bermakna
‘membentur’, ‘menolak’, atau ‘tidak selaras’. Perang
merupakan konflik kekerasan secara langsung. Perang
terjadi ketika tidak dicapainya penyelesaian konflik melalui
metode tanpa kekerasan. Sehingga memaksa pihak-pihak
terlibat perselisihan tadi untuk melakukan aksi kekerasan
96
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
hlm.
97
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
hlm.28
98
Syarkawi, “Implementasi Musyawarah Menurut Nomokrasi Islam”, Jurnal
Lentera, Vol.12, No.1, 2012, hlm.87.
99
http://repository.unwira.ac.id/2180/5/BAB%20IV.pdf, hlm.31. Lihat juga
rujukannya, Denny, J. A, Agama dan Kekerasan, Kelompok Studi
Proklamasi, Jakarta, 1985, hlm. 203.
63
sebagai satu-satunya cara. Konflik terbagi menjadi dua,
yaitu: ‘konflik tanpa kekerasan’ dan ‘konflik dengan
menggunakan kekerasan’ atau istilah lainnya yaitu
‘perang’.100
Konsep ‘damai’ merujuk pada kondisi ‘aman’,
‘tentram’, ‘tenang’, ‘keadaan tidak bermusuhan’, ‘tidak ada
kerusuhan’, atau ‘tidak ada perang’. Perdamaian merupakan
‘penghentian permusuhan’, ‘penghentian perselisihan’.
Damai memiliki banyak arti dan dapat berubah sesuai
dengan konteksnya. Perdamaian dapat menunjuk ke
persetujuan mengakhiri suatu perselisihan atau ketiadaan
perselisihan. Damai dapat juga tidak memerangi pihak
musuh. Damai dapat juga bermakna suatu keadaan yang
tenang, seperti pada tempat-tempat umum yang
terpencil.101 Perdamaian harus senantiasa dijunjung tinggi
dan diutamakan dalam kehidupan bermasyarakat. Upaya
perdamaian harus tercermin serta diupayakan maksimal
oleh ‘Penengah (Mediator)’ atau bahkan oleh Hakim
sekalipun dalam mekanisme pengambilan putusan.
Diatas adanya perbedaan, namun harus tetap
senantia dapat hidup berdampingan secara damai. Namun
ketidakmampuan menyikapi perbedaan dapat memicu
konflik bahkan kekerasan. Sikap toleransi dan penghargaan
terhadap perbedaan merupakan kunci kedamian. Sikap
toleransi ditandai dengan menerima keberadaan orang lain
yang berbeda diiringi sikap menghargai sesama manusia.
Wujud dari toleransi yaitu sikap menghargai pluralitas,
menghargai pendapat, sikap keterbukaan terhadap
perbedaan, membantu dan membela serta menghargai
orang lain, serta menjunjung tinggi persaudaraan sesama
manusia. Konsep perdamaian berupa penghormatan
terhadap perbedaan. Perbedaan merupakan hal yang wajar,
sehingga tidak perlu menimbulkan konflik dan tindakan
kekerasan. Toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan

100
http://repository.unwira.ac.id/2180/5/BAB%20IV.pdf, hlm.30
101
http://repository.unwira.ac.id/2180/5/BAB%20IV.pdf, hlm.30-31.
64
dalam konteks ke-Indonesiaan, harus terlebih dahulu
memiliki sikap demokratis, objektif, serta mampu
menghargai orang lain. Metode dialog, diskusi, dan serta
latihan berpikir kritis, terbuka, dan kreatif serta mampu
menempatkan diri ketika dihadapkan pada situasi yang
mengharuskan sikap toleransi diterapkan.102
Perdamaian merupakan cita-cita setiap individu
untuk kelangsungan hidup yang lebih aman dan tentram
tanpa tindakan intimidatif dari orang lain. Istilah
perdamaian juga berlaku untuk kelmpok yang lebih besar
dengan kelompok lainnya. Negara dengan Negara lainnya
memiliki cita-cita yang sama yakni perdamaian untuk
sebuah kelangsungan hidup aman tanpa kekerasan. Konsep
‘damai’ memiliki dua perspektif, yaitu:103
(1) perdamaian negatif, seperti situasi tanpa perselisihan
atau tanpa kekerasan
(2) perdamaian positif, seperti tumbuhnya kesamaan hak,
harapan hidup, dan keadilan. Perang dan pembunuhan
merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang bersifat
langsung. Sedangkan persamaan hak dan keadilan,
dapat menjadi kekerasaan tidak langsung jika tidak
diperjuangkan dan diwujudkan. Berpijak pada konsep
ini, kemiskinan misalnya, merupakan bentuk
kekerasan tidak langsung. Dengan demikian, konsep
‘damai’ perlu
Konsep ‘perdamaian’: (1) Perdamaian
didefinisikan negatif, yaitu situasi tanpa perselisihan;
secara (2) Perdamaian positif, yaitu tumbuhnya
menyeluruh, kesamaan hak atau keadilan

102
Liana Khoerunisa, “Konsep Perdamaian Perspektif K.H. Abdurrahman
Wahid Dan Penerapannya Dalam Pendidikan”, Penelitian, 2019, diunduh
dari http://repository.iainpurwokerto.ac.id/5294/
103
Alfred Hadi Winata, “Konsep Perdamaian Dalam Islam Sayyid Quthb
Konsep Perdamaian Dalam Islam Sayyid Quthb”, Lihat juga rujukannya, De
Rivera, J. “Assesing the Peacefulness of Culture” dalam de Rivera. J. (Ed.),
“Handbook on Building Cultures of Peace”, Springer, 2009, hlm. 89; Fell, G.
“Peace” dalam Hicks, D., “Education for Peace: Issues. Principles and
Practice in the Classroom”. Routledge, 1998, hlm.72, diunduh dari
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/hlm.27
65
mulai dari ‘keadaan tanpa perang’ hingga
keberlangsungan keadilan di tengah kehidupan.
Jika dua pihak bertikai, maka solusi yang paling tepat
dikedepankan adalah perdamaian. Anjuran damai, bila telah
terjadi suatu perselisihan dan berlaku adil. Konsep
kedamaian dan keadilan merupakan suatu keniscayaan.
Pihak-pihak yang bertikai agar berusaha untuk
mewujudkan perdamaian. jika perdamaian telah terwujud,
salah satu Pihak mengingkari butir-butir perdamaian, maka
orang itu harus dipanggil untuk kembali kepada hal-hal
yang telah disepakati dalam perdamaian dan harus
ditempuh secara adil, walaupun rasa keadilan itu dapat
merugikan adalah salah satu pihak. Keadilan disini bukan
berarti kedhaliman tetapi masih dalam koridor hukum yang
berlaku. Pihak-pihak yang bertikai atau perselisihan maka
damaikanlah mereka, diajak untuk mematuhi dan harus
ridha menerimanya, baik keputusan itu memberikan
keuntungan kedua belah pihak atau tidak. Yang bertindak
sebagai Meditor dalam memediasi pihak- pihak yang sedang
dilanda konflik di antara Pihak-Pihak dalam konflik
horisontal. Hasil perdamaian ini tidak bisa dilanggarnya,
yang melanggar itu harus diingatkan untuk kembali kepada
hal-hal yang disepakati dalam perdamaian. Pemilik otoritas,
tidak hanya mengajak orang-orang yang bertikai atau
berslisih untuk berdamai, namun juga mengajak untuk
menerima hasil perdamaian.104
Asas musyawarah memang ada pendapat yang
mempertanyakan apakah dalam proses hukum acara, masih
dimungkinkan adanya musyawarah dan perdamaian antara
pihak Penggugat dengan Tergugat. Apabila pertanyaan
tersebut disambung-hubungkan dengan konsep negara
hukum Indonesia, misalnya asas kekeluargaan, kerukunan,
keserasian, keseimbangan, dan keselarasan, sudah barang

104
Burhanuddin A. Gani, “Konsep Perdamaian Dan Keadilan Dalam
Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Al-Mu‘ashirah, Vol. 16, No. 2, 2019, hlm.161-
162
66
tentu adanya musyawarah dan perdamaian itu tidak
bertentangan dan bahkan sejalan dengan cita-cita negara
hukum Indonesia.105 Selain itu ada pula pendapat lain yang
mempersoalkan, bagaimanakah hubungannya dengan asas
presumtio justea causa atau asas het vermoeden van
rechtmatigheid. Asas ini tentu hanya dimungkinkan apabila
dikaitkan dengan adanya suatu sengketa atau keberatan
atau banding dari pihak yang terkena keputusan dan
merasa dirugikan dengan keputusan tersebut. Akan tetapi
bilamana masing-masing pihak yang bersengketa
menyadari kesalahan dan kekeliruannya, maka dengan
sendirinya sengketa tidak lagi perlu diteruskan dan
sengketa dapat diselesaikan dengan cara musyawarah
sehingga tercapai perdamaian. Pada hukum acara perdata
kemungkinan melakukan perdamaian juga diberikan
kepada penggugat dan tergugat, yang pelaksanaannya
dilakukan diluar persidangan. Konsekuensi dari perdamaian
itu penggugat akan mencabut gugatannya dan apabila
pencabutan dikabulkan, maka hakim memerintahkan agar
Panitera mencoret gugatan dari register perkara ataupun
para pihak sepakat membuat akta perdamaian yang
kemudian dimintakan kepada Majelis dibuat putusan
perdamaian.106
Tiga pasal pengaturan mengenai implementasi
perdamaian terdapat dalam KUHPerdata, yaitu: Pasal 1851
KUHPerdata menyatakan bahwa “Perdamaian adalah suatu
perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan
menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun
mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini tidaklah
sah, melainkan dibuat secara tertulis. Di Pasal 1855
KUHPerdata dinyatakan, “Setiap perdamaian hanya

105
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
hlm.28
106
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
hlm.28-29
67
mengakhiri perselisihanperselisihan yang termaktub di
dalamnya, baik para pihak merumuskan maksud mereka
dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu
dapat disimpulkan sebagai ditergaskan lagi “Segala
perdamaian mempunyai suatu kekuatan di antara para
pihak seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang
penghabisan.”107

2.3 Deregulasi Yang Mempersulit Adanya


Persaingan Dalam Mengendalikan Aturan-
Aturan
2.3.1 Mediasi: Butuh Deregulasi Untuk Mencapai
Efektifitas dan Efisiensi Penyelesaian
Perselisihan
Deregulasi merupakan bentuk penghapusan
pembatasan-pembatasan serta regulasi-regulasi dengan
tujuan tertentu. Deregulasi merupakan perubahan hukum
yang mempersulit adanya persaingan dalam mengendalikan
aturan-aturan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa
deregulasi adalah suatu bentuk perampingan hukum atau
peraturan atau regulasi yang bertujuan untuk mencapai
suatu efektifitas dan efisiensi dari keberadaan suatu
regulasi. Saat ini, deregulasi di Indonesia dicangkan dengan
paket kebijakan deregulasi. Kebijakan deregulasi di
Indonesia, bagaimana sebenarnya skema kebijakan ini dan
dampaknya dalam skema hukum di Indonesia. Deregulasi
yang dilakukan berupa penyederhanaan serta pembenahan,
serta peraturan-peraturan yang tumpang tindih. Ada

107
Nur Iftitah Isnantiana, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa”, Prosiding Seminar Nasional, Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokert0 Tahun 2018,
hlm.35
68
urgensi untuk membebaskan praktik-praktik berhukum
dari undang-undang dan peraturan yang berlebihan.108

2.3.2 Deregulasi: Bersinggungan Dengan


Debirokratisasi
Deregulasi sangat bersinggungan dengan
debirokratisasi karena merupakan landasan bagi
pelaksanakaan debirokratisasi. Artinya:
(1) Pengubahan prosedur yang berliku-liku menjadi tidak
berliku-liku
(2) Pengubahan prosedur yang berbiaya tinggi menjadi
prosedur singkat dan biaya ringan
(3) Pengubahan prosedur yang sering menyebabkan
stagnasi dalam arus barang menjadi tidak ada stagnasi
(4) Pengubahan prosedur yang komunikasinya sempit
menjadi komunikasi luas.
Deregulasi dinilai menjadi permasalahan baru dalam
kerangka peraturan perundang-undangan. Konsep
deregulasi yang pada awalnya hanya terbatas secara
kuantitatif, kini berkembang menjadi kualitatif. Pada
mulanya, deregulasi terbatas pada seberapa banyak
dilakukannya penghapusan atau pengurangan peraturan.
Akan tetapi konsep ini berkembang menjadi pengubahan
atau perbaikan peraturan, serta pengujian isi rancangan
suatu peraturan.109
Jenis jenis tipologi penyelesaian sengketa,
meliputi:110

108
Nadia Salsabila Hartin dan Muhammad Ikram Afif, “Merajut Nawa Cita
dengan Kebijakan Deregulasi: Perlukah?”, diunduh di
https://media.neliti.com/media/publications/345720
109
Nadia Salsabila Hartin dan Muhammad Ikram Afif, “Merajut Nawa Cita
dengan Kebijakan Deregulasi: Perlukah?”, diunduh di
https://media.neliti.com/media/publications/345720
110
Nyoman Satyayudha Dananjaya, dkk., Buku Ajar Penyelesaian Sengketa
Alternatif (Alternative Dispute Resolution), Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Denpasar, 2017, hlm.2-3.
69
(1) Arbitrase dalam penyelesaian sengketa bisnis yang
disebabkan karakteristiknya yang informal
procedures sehingga can be put in motion quickly
ditambah pula dengan sifat putusannya yang final dan
binding.
(2) Mediasi merupakan bentuk alternatif penyelesaian
sengketa yang tumbuh dan berkembang sejalan
dengan keinginan manusia menyelesaikan sengketa
secara cepat dan memuaskan kedua belah pihak.
(3) Konsiliasi sebagai suatu bentuk pilihan penyelesaian
sengketa dimana pihak ketiga yang netral memiliki
kewenangan untuk memaksa para pihak untuk
mematuhi dan menjalankan hal yang diputuskan oleh
pihak ketiga
(4) Negosiasi sebagai salah satu pilihan penyelesaian
sengketa yang didalamnya terdapat suatu proses
tawar-menawar dari masing-masing pihak untuk
mencapai kesepakatan yang sebelumnya didahului
dengan komunikasi dua arah untuk mengemukakan
keinginan dan pokok permasalahan.
(5) Konsultasi adalah sebuah dialog yang didalamnya ada
aktifitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka
untuk memastikan para pihak yang berkonsultasi agar
mengetahui lebih dalam tentang masalah yang
dihadapi dan cara yang tepat untuk menyelesaikannya
karena konsultasi mengarah kepada sebuah
pengambilan keputusan sehingga konsultasi adalah
tentang aksi dan berorientasi kepada hasil sebagai
bentuk penyelesaian masalah.
Permasalahan sengketa atau perselisihan yang sering
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, biasanya banyak
terjadi pada berbagai lini kegiatan. Perbedaan pendapat,
benturan kepentingan, hingga rasa takut dirugikan kerap
menjadi sebab permasalahan atau sengketa tersebut terjadi.
Penyelesaian sengketa kebanyakan dilaksanakan
menggunakan cara litigasi atau penyelesaian sengketa
melalui proses Persidangan. Penyelesaian diawali dengan
70
pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri dan diakhiri
dengan putusan Hakim. Namun disamping penyelesaian
sengketa melalui proses litigasi, terdapat pula penyelesaian
sengketa melalui non litigasi. Penyelesaiannya dilakukan
dengan menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan
atau menggunakan lembaga alternatif penyelesaian
sengketa.111 Deregulasi kebijakan berbagai capaian
reformasi birokrasi dalam rangka harmonisasi Peraturan
Perundang-Undangan sehingga telah dilakukan identifikasi,
analisis, dan pemetaan terhadap seluruh peraturan
perundang-undangan sepanjang menyangkut Alternatif
Penyelesaian Sengketa, khususnya mengenai Mediasi.112

111
Rifqani Nur Fauziah Hanif, “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa”, Rabu, 30 Desember 2020, diunduh dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/
112
Buku Laporan Mahkamah Agung Tahun 2020, hlm.160
71
BAB III
PEMAKNAAN DAN PEMBARUAN
TERMINOLOGI MEDIASI,
MEDIASI-ARBITRASE, SERTA
MEDIATOR
Setiap orang yang terlibat dalam mengejar dan
membela klaim kompensasi akan menghadapi meningkatnya
tekanan menemukan cara yang cepat dan hemat biaya guna
memperoleh hasil yang berkeadilan. (Peter d’Ambrumeni,
Mediation and Arbitration).
Sudah menjadi praktik umum, Mediasi telah dan
akan tetap menjadi salah satu struktur terpenting dalam
menangani dan menyelesaikan sengketa. Terlepas dari
tingkatan sengketanya, lokasi serta dalam ruang dan waktu
serta kecanggihan suatu masyarakat. Mediasi selalu ada dan
hadir untuk membantu menangani sengketa. Sebagai
metode manajemen konflik, praktik penyelesaian
perselisihan melalui Mediator memiliki sejarah yang kaya di
semua budaya, baik Barat maupun non-Barat. Di beberapa
negara non-Barat, terutama di Timur Tengah dan Cina,
Mediasi telah menjadi struktur penyelesaian konflik yang
paling penting dan bertahan lama. Pemknaan dan
pembaruan serta analisis teoretis dan empiris akan
menentukan parameter dalam studi Mediasi.113

113

72
3.1 Konsep dan Terminologi Mediasi dan
Mediator Dalam Perselisihan
Mencari posisi atau letak ‘Mediasi’ di antara
‘alternatif’ atau ‘pilihan-pilihan’ penyelesaian sengketa,
dapat dilihat dari bagan dibawah ini:114

Penting bagan di atas dibaca secara pas oleh


Mediator. Sementara itu,

114
Bagan diolah dari Simon Robert dalam “Order & Dispute”, Valerin
Kierkhoff dalam “Mediasi”, dan dimodifikasi untuk penyesuaian dengan
keadaan dewasa ini oleh Penulis.
73
Bagan 5. Tempat `Mediasi` Dalam Model-Model Penyelesaian
Sengketa Menurut Laura Naderdan Harry F. Todd

3.1.1 Filsafat Mediasi: Mediator Berada Ditengah !


David Spencer dan Michael Brogan merujuk pada
pandangan Ruth Carlton sebagaimana dikutip Rika Lestari
memperkenalkan lima asas dasar Mediasi. Kelima dasar
filsafat mediasi ini meliputi:115

(a) Asas Kerahasiaan


Asas kerahasiaan atau confidentiality yang muaranya
pada Pihak-Pihak dan Mediator yang hadir saat proses
Mediasi saja. Bagi pihak lain tidak diperkenankan untuk
menghadiri mediasi. Kerahasiaan dan ketertutupan ini juga
sering kali menjadi daya tarik bagi para pihak, terutama
para pengusaha yang tidak menginginkan masalah yang
mereka hadapi dipublikasi. Apabila sengketa dibawa ke
pengadilan, maka secara hukum sidang-sidang pengadilan
terbuka untuk umum. Hal itu merupakan ketentuan
perundangan. Mediator harus menyampaikan kepada Para
Pihak tentang prinsip - prinsip kerahasiaan dalam Mediasi.
Mediator tidak diperkenankan untuk menyampaikan
informasi atau dokumen apapun yang digunakan selama

115
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan di Indonesia” , Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2. hlm.226-228.
74
Mediasi antara Mediator dengan Para Pihak kepada
siapapun yang bukan merupakan Para Pihak dalam Mediasi,
kecuali:
(1) Telah memperoleh persetujuan tertulis dari Para
Pihak yang bersengketa
(2) Apabila merupakan atas permintaan pengadilan atau
merupakan kewajiban menurut undang – undang dan
yang menyangkut ketertiban umum
(3) Apabila informasi atau dokumen tersebut tidak
mempublikasi indentitas Para Pihak (kecuali Para
Pihak setuju untuk mempublikasikannya), dan
digunakan untuk kepentingan penelitian, statistik,
akreditasi, atau pendidikan.
Jika Mediator mengadakan pertemuan dengan
masing-masing pihak yang bersengketa secara terpisah,
maka Mediator perlu menyampaikan terlebih dahulu
maksud dan tujuan diadakannya pertemuan terpisah
tersebut kepada Para Pihak. Dalam pertemuan terpisah,
Mediator tidak dibenarkan untuk menyampaikan informasi
dan atau dokumen apapun yang telah ia terima dari salah
satu pihak kepada pihak lainnya kecuali diminta untuk
menyampaikannya. Mediator berkewajiban untuk menjaga
kerahasiaan dengan melakukan penyimpanan atas catatan,
rekaman dan berkas Mediasi.
Sekretaris Kelompok Kerja Mediasi Mahkamah
Agung RI, Edi Wibowo, berpandangan terkait makna asas
kerahasiaan dalam mediasi dan penerapannya dalam
mediasi online. Menurutnya, kerahasiaan dalam mediasi
memuat dua aspek, yaitu:
(1) kerahasiaan terkait informasi yang mengemuka
selama proses mediasi
(2) kerahasiaan terkait hubungan kepercayaan yang
bersifat khusus antara mediator dan pihak
bersengketa.
Setidaknya ada lima makna dan signifikansi
kerahasiaan dalam mediasi, yaitu:

75
(a) mediasi akan efektif apabila ada kepercayaan para
pihak terhadap manfaat proses mediasi yang tertutup
dan rahasia tanpa publikasi
(b) mediasi akan lebih mudah mencapai keberhasilan jika
para pihak berterus terang kepada mediator
(c) menjamin access to justice yang lebih luas
(d) menjaga netralitas mediator
(e) kerahasiaan merupakan sesuatu yang penting untuk
melindungi mediator dari penyalahgunaan pihak yang
beritikad tidak baik.
Terkait pelaksanaan mediasi online, di Peraturan
Mahkamah Agung RI (Perma Nomor 1 tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa mediasi
dapat dilakukan secara online dengan tetap ada audio dan
visual, bukan hanya teleconference dengan audio saja. Pada
pertemuan awal yang menjadi tugas Mediator adalah
menjelaskan aturan-aturan terkait kerahasiaan dalam
mediasi dan meminta komitmen para pihak untuk
mematuhi prinsip kerahasiaan tersebut. Bagi pihak yang
melanggar aturan-aturan tersebut perlu diberikan
konsekuensi baik perdata atau pidana, dan mediasi yang
dilakukan dianggap tidak berhasil karena ada pihak yang
beritikad tidak baik. Edmon Makarim menyampaikan
bahwa terkait penerapan asas kerahasiaan dalam
mediasi online menurut perspektif hukum teknologi
informasi dan komunikasi telematika, ia menggarisbawahi
tentang keamanan internet. “Internet adalah suatu medium
komunikasi yang tidak aman, di mana merupakan sistem
komunikasi elektronik terdistribusi yang menawarkan
kecepatan bukan keamanan”. Edmon kemudian gambaran
terkait keberadaan mediasi online yang difasilitasi oleh
sistem elektronik. Berdasarkan peraturan yang berlaku,
sistem elektronik tersebut setidaknya harus terjamin andal
dan jelas keberadaannya, harus ada BCP (Business
Continuity Planning), apabila menggunakan aplikasi maka
aplikasi yang digunakan harus terdaftar dan lain
sebagainya. Setiap penggunaan sistem elektronik untuk
76
tujuan apapun harus memperhatikan otoritas sistem
elektroniknya, dimana harus andal, aman dan
bertanggungjawab. Selain itu, harus memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) 27001, juga terhadap komunikasi
antar sistem harus menggunakan tanda tangan elektronik,
harus mematuhi semua kaidah peraturan yang berlaku.116
Komisioner Mediasi Komnas Hak Asasi Manusdia
(HAM), Munafrizal Manan berpendapat pada beberapa
penerapan kerahasiaan mediasi HAM dalam pengalaman
Komnas HAM saat menangani kasus HAM. “Mediasi Komnas
HAM dilakukan berdasarkan prinsip kerahasiaan dengan
sedikit fleksibilitas. Hal ini terjadi karena mediasi HAM
merupakan mediasi sengketa publik yang jenis kasusnya
berdimensi publik sehingga lebih mudah mendapat atensi
publik. Bahkan banyak kasus yang ditangani Komnas HAM
yang sudah menjadi berita media sebelum dimediasi oleh
Komnas HAM. Pada beberapa kasus ada juga peristiwa,
bahkan ada pihak yang melakukan perekaman proses
mediasi walaupun sudah disampaikan di awal mengenai
tata tertib mediasi yang dilakukan tertutup dan rahasia.
Bahkan, dalam beberapa kasus para pihak justru
menghadirkan wartawan dalam forum mediasi. Pada
banyak kasus yang di mediasi oleh Komnas HAM, para pihak
tidak terlalu mengedepankan prinsip kerahasiaan akan
tetapi lebih mengutamakan tercapai penyelesaian sengketa
mereka. Mediasi HAM online sangat mungkin akan
membuat prinsip kerahasiaan ini menjadi longgar karena
Komnas HAM sendiri akan sulit mengontrol para pihak saat
mediasi HAM online dilakukan. Juga dalam mediasi
HAM online akan ada pihak keempat yaitu teknologi
informasi dan komunikasi yang dalam praktiknya tidak
berada dalam kontrol penuh para pihak dan mediator,
karena mungkin ada hacking. Penerapan mediasi
HAM online ini perlu dilengkapi dengan Terms and

116
Diskusi “Penerapan Prinsip Kerahasiaan dalam Mediasi Online pada
Masa Covid-19”, Selasa 19 Mei 2020, https://www.komnasham.go.id/
77
Conditions tentang prinsip kerahasiaan yang harus
ditandatangani para pihak sebelum mediasi dilakukan,
sehingga apabila terdapat masalah dikemudian hari akan
menjadi concern dari kedua belah pihak itu sendiri.117

(b) Asas Sukarela


Asas kesukarelaan atau volunteer, yang intinya
kehadiran Pihak-Pihak yang bersengketa datang ke Mediasi
atas ‘keinginan dan kemauan’ para pihak sendiri. Tidak ada
paksaan dan tekanan dari pihak lain. Asas kesukarelaan ini
dibangun atas dasar bahwa para pihak akan bekerja sama
untuk menemukan jalan keluar dari perselisihan.
Kedatangan para pihak ke tempat perundingan atas
kesadaran atau pilihan mereka. Jika seseorang tidak ingin
ikut serta dalam mediasi, tidak harus melakukannya.
Mediasi bersifat sukarela dan rahasia. Mediator akan setuju
dengan semua orang yang terlibat informasi apa yang dapat
dibagikan di luar mediasi dan bagaimana caranya. Jika tidak
mencapai kesepakatan, apa pun yang dikatakan selama
mediasi harus dirahasiakan dan tidak dapat digunakan
dalam prosedur di masa mendatang.118

(c) Asas Pemberdayaan


Asas pemberdayaan (empowerment), yaitu
didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke
mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat
mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Kemampuan
mereka.dalarn hal ini harus diakui dan dihargai, dan oleh
karena itu setiap solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya
tidak dipaksakan dari luar. penyelesaian sengketa harus
muncul dari pemberdayaan terhadap masing-masing pihak,
karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihak untuk

117
Diskusi “Penerapan Prinsip Kerahasiaan dalam Mediasi Online pada
Masa Covid-19”, Selasa 19 Mei 2020, https://www.komnasham.go.id/
118
“Mediation at work”, https://www.acas.org.uk/
78
menerima solusinya didasarkan pada asumsi bahwa orang
yang mau datang ke mediasi sebenarnya mempunyai
kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka sendiri
dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan.
Kemampuan mereka.dalarn hal ini harus diakui dan
dihargai, dan oleh karena itu setiap solusi atau jalan
penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari luar.
penyelesaian sengketa harus muncul dari pemberdayaan
terhadap masing-masing pihak, karena hal itu akan lebih
memungkinkan para pihak untuk menerima solusinya.

(d) Asas Netralitas


Asas netralitas (neutrality dalam mediasi, peran
seorang mediator hanya menfasilitasi prosesnya saja, dan
isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa.
Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan
atau tidaknya mediasi. Dalam mediasi, seorang mediator
tidak bertindak. layaknya seorang hakim atau juri yang
memutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau
mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan
pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.
Netralitas juga dapat didefinisikan dengan mengacu pada
apa yang dicapainya, yang paling menonjol adalah keadilan.
Ini pada dasarnya berarti bahwa adalah tugas mediator
untuk mengecualikan pendapat dan keyakinan pribadi apa
pun dari proses mediasi.119
Isu yang menonjol dalam mediasi menyangkut
‘netralitas’ dari mediator, khususnya dalam konteks
penentuan nasib sendiri para pihak yang bersengketa. Isu
tersebut memunculkan sejumlah topik, seperti bagaimana
netralitas dapat didefinisikan, bagaimana hal itu dapat
diatur, dan bagaimana hal itu dapat dimasukkan ke dalam
kewajiban dan pendekatan mediator. Masalah utama
menyangkut apakah netralitas mediator mungkin dicapai

119
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
79
dalam praktik atau tidak. Hal ini menjadi isu penting karena
intervensi mediator berpotensi mengikis kualitas mediasi
yang adil dan juga dapat merusak penentuan nasib sendiri
para pihak yang bersengketa. Netralitas mediator tidak
diragukan lagi merupakan elemen inti dari mediasi. Namun,
meskipun, atau bahkan mungkin karena sifat dasarnya, para
sarjana dan akademisi telah berjuang untuk
mengembangkan konsensus tentang bagaimana netralitas
dapat didefinisikan. Sebelum seseorang dapat memeriksa
kelebihan, kekurangan dan kemungkinan praktis dari
netralitas mediator, oleh karena itu perlu untuk mencari
definisi netralitas yang sesuai.120
Penting untuk diketahui bahwa upaya merumuskan
definisi netralitas yang jelas dan konsisten bukannya tanpa
masalah. Ini juga berarti bahwa sulit untuk memeriksa
ketika seorang mediator tertentu dapat dikatakan telah
bertindak di bawah standar. Banyak cendekiawan
menghadapi masalah yang menonjol dalam upaya
mengidentifikasi kualitas yang diharapkan dari para
mediator dalam konteks netralitas. Hal ini karena definisi
netralitas sangat beragam dan berbeda-beda. Definisi
netralitas yang tumpang tindih telah menyebabkan
kebingungan, dan ini telah menghambat regulasi yang
konsisten dari proses mediasi. Pernah diusulkan bahwa
netralitas mediator menyangkut perlunya mediator untuk
memastikan bahwa kesepakatan akhir para pihak yang
bersengketa adalah adil dan konsensual. Pada sisi lain
menyatakan bahwa mediator tidak boleh diberikan
wewenang atau tunduk pada kewajiban untuk menentukan
keadilan hasil tertentu. Definisi alternatif netralitas
berkaitan dengan tidak adanya bias terhadap pihak-pihak

120
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
80
yang bersengketa. Oleh karena itu jelas bahwa definisi
netralitas masih agak ambigu.121
Mendefinisikan netralitas adalah satu hal dan cukup
lain untuk menghubungkannya dengan peran mediator dan
manfaat mediasi. Sifat mediasi yang unik, jika dibandingkan
dengan litigasi, hanya dapat diwujudkan sepenuhnya jika
mediator bertindak dengan cara yang tepat. Oleh karena itu,
mediator harus mengawasi proses mediasi sementara pada
saat yang sama memungkinkan para pihak untuk berunding
tanpa hambatan yang tidak perlu. Mediator berfungsi
sebagai fasilitator yang harus menahan diri untuk tidak
mendukung pihak manapun dan berusaha mempengaruhi
hasil negosiasi tanpa persetujuan pihak yang bersengketa.
Oleh karena itu, peran mediator jauh dari sederhana, ia
harus mendorong pihak-pihak yang bersengketa untuk
mengembangkan saling pengertian namun menahan diri
untuk tidak terlalu mempengaruhi mereka. Mediasi
memang difokuskan pada hubungan antara pihak-pihak
yang bersengketa dan akibatnya, aturan yang bersifat
preskriptif dan impersonal tidak sesuai. Oleh karena itu,
peran mediator harus sesuai dengan tujuan inti mediasi,
yaitu mendorong pihak-pihak yang bersengketa untuk
mencapai kompromi konsensual yang memperhitungkan
hubungan mereka dan juga pergeseran kemungkinan-
kemungkinan dari mereka.122
Penting untuk menentukan dampak potensial yang
dapat ditimbulkan oleh netralitas mediator terhadap pihak-
pihak yang bersengketa untuk mengidentifikasi nilainya
sebagai bagian dari proses mediasi. Netralitas dapat
dikatakan melekat pada tugas mediator untuk memastikan
bahwa para pihak yang bersengketa didorong untuk
menemukan sikap saling menghormati satu sama lain. Ini

121
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
122
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
81
memungkinkan mereka untuk mengomunikasikan masalah
dan masalah yang mungkin mereka miliki bebas dari
rintangan. Mediator juga harus mencegah opini publik dan
kepentingan pribadi masuk ke dalam dan mempengaruhi
proses negosiasi. Oleh karena itu, peran netralitas dapat
dikatakan untuk memastikan adanya keseimbangan
kekuatan yang setara antara pihak-pihak yang bersengketa.
Ini memaksimalkan sifat konsensual dari hasil.
Ketidakseimbangan kekuasaan yang jelas antara pihak-
pihak yang bersengketa harus diseimbangkan oleh
mediator.123
Hal ini pada dasarnya berarti bahwa netralitas
mediator berkaitan erat dengan kualitas hasil yang telah
dicapai oleh para pihak yang bersengketa, dan juga proses
mediasi pada umumnya. Para pihak harus, mengingat
persyaratan ini, diberitahu tentang semua dan setiap
informasi yang relevan sehingga mereka dapat
mengembangkan hasil yang disepakati bersama tanpa
pengaruh mediator yang tidak semestinya. Namun, faktor-
faktor tertentu memerlukan intervensi mediator.
Kesepakatan ilegal atau kurangnya kesadaran pihak-pihak
yang bersengketa tentang pilihan yang tersedia
mengharuskan mediator untuk campur tangan, meskipun
dengan cara yang murni informatif. Peran mediator dalam
hal ini unik karena ia harus sepenuhnya menginformasikan
para pihak namun tetap tidak memihak.124

(e) Asas Solusi Unik


Asas solusi yang unik (a unique solution), yang
dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan
standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreativitas.
Oleh karena itu, hasil mediasi mungkin akan lebih banyak

123
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
124
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
82
mengikuti keinginan kedua belah pihak, yang terkait erat
dengan konsep pemberdayaan masingmasing pihak.
Mediasi memiliki karakteristik yang merupakan ciri
pokok yang membedakan dengan penyelesaian sengketa
yang lain. Pada setiap proses mediasi terdapat metode, di
mana para pihak dan/atau perwakilannya, yang dibantu
pihak ketiga sebagai mediator berusaha melakukan diskusi
dan perundingan untuk mendapatkan keputusan yang dapat
disetujui oleh para pihak. Karakteristik itu mencakup:
(1) mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan bantuan pihak
tertentu
(2) mediasi dapat juga digambarkan sebagai suatu sistem
di mana mediator yang mengatur proses perundingan
dan para pihak mengontrol hasil akhir, meskipun ini
tampaknya agak terlalu menyederhanakan kegiatan
mediasi.

Terdapat enam keunggulan mediasi, diantaranya:125


(a) voluntary, yaitu keputusan untuk bermediasi
diserahkan kepada kesepakatan para pihak, sehingga
dapat dicapai suatu putusan yang benar-benar
merupakan kehendak para pihak
(b) informal/fleksibel, yaitu tidak seperti dalam proses
litigasi (pemanggilan saksi, pembuktian, replik, duplik
dan seterusnya). Prosess Mediasi sangat fleksibel. Jika
perlu para pihak dengan bantuan mediator dapat
mendesain sendiri prosedur bermediasi
(c) interest based , bahwa dalam Mediasi tidak dicari siapa
yang benar atau salah, tetapi lebih untuk menjaga
kepentingan masing-masing pihak
(d) future looking, disebabkan lebih menjaga kepentingan
masing-masing pihak. Pada Mediasi lebih ditekankan

125
Agung Wibowo, “Dispute Avoidance/Adjudication Board (DAAB)
Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Penelitian, Magister
Kenotariatan, FH Unair, 2019, hlm.89-90.
83
untuk menjaga hubungan para pihak yang bersengketa
ke depan, tidak berorientasi ke masa lalu
(e) parties oriented, yaitu prosedur yang informal, maka
para pihak yang berkepentingan dapat secara aktif
mengontrollproses mediasi dan pengambilan
penyelesaian tanpaaterlalu bergantung kepada
Advokat
(f) partiess control, yaitu pola penyelesaian sengketa
melalui mediasi merupakan keputusan dari masing-
masing pihak. Mediator tidak dapattmemaksakan
utnuk mencapai kesepakatan. Pengacara tidak dapat
mengulur-ulur waktu atau memanfaatkan
ketidaktahuan klien dalammberacara di pengadilan.

Konsep ‘mediasi’ bermakna Mediator ‘berada di


tengah-tengah’, antara para Pihak. Hal ini makna dari asas
imparsialitas/ netralitas dari seorang Mediator. Artinya ini
menunjuk pada ‘peran yang harus ditampilkan Mediator
dalam kapasitas selaku ‘Pihak Ketiga’ dari dua/ lebih Pihak
yang sedang berselisih. Sebagai mediator, dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan
sengketa antara para pihak. ‘Mediator’ yang posisinya
‘berada di tengah’, juga bermakna harus berposisi netral
dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa.
Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak
yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga
menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang
bersengketa.126 Istilah ‘mediasi’ mengacu pada proses di
mana pihak ketiga mencoba dan membantu pihak lain
untuk dapat mencapai kesepakatan mengenai perselisihan
mereka. Aktivitas mediasi berasal dari zaman kuno. Praktek
ini dikembangkan di Yunani kuno daripada di peradaban
Romawi. Mediasi adalah proses alternatif penyelesaian

126
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 223-224.
84
sengketa secara sukarela. Hasilnya berupa kesepakatan
yang ditandatangani pihak-pihak dalam suatu akta
perdamaian.127
Mediator tidak diberdayakan untuk membuat
keputusan, ia memfasilitasi proses penyelesaian dengan
menggunakan keterampilan yang berbeda, untuk
memungkinkan para pihak mencapai penyelesaian damai.
Dalam prosedur mediasi, orang atau badan perantara yang
netral, yang dikenal sebagai mediator, membantu para
pihak untuk mencapai penyelesaian sengketa yang
disepakati dan memuaskan bersama.128 Mediator tidak
memiliki kekuatan untuk membuat keputusan bagi para
pihak tetapi dapat membantu para pihak menemukan
penyelesaian yang dapat diterima bersama. Satu-satunya
orang yang dapat menyelesaikan sengketa dalam mediasi
adalah para pihak itu sendiri. Ada beberapa cara berbeda
yang dapat dilakukan mediasi. Mediasi pada hakikatnya
adalah suatu proses yang menjamin kepentingan para pihak
dan usaha-usaha mediator diarahkan untuk menjamin
maksud, hak, dan kepentingan terbaik para pihak.129
Setiap penyelesaian, sebagai hasilnya, dicatat dalam
suatu akta yang dapat dijadikan acuan saat dilaksanakan.
Seorang mediator tidak berwenang memberikan penilaian
tetapi bertindak sebagai fasilitator belaka, yang bersifat
netral. Hasil mediasi tidak mengikat pihak manapun yang
tidak menerima keputusan tersebut. Para pihak yang
memilih proses mediasi memiliki kesempatan untuk
menjelaskan masalah, mendiskusikan kepentingan mereka

127
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
128
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
129
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
85
secara damai, memahami, saling memberikan informasi,
berkomunikasi dan mengeksplorasi ide untuk penyelesaian
sengketa. Pengadilan memiliki kekuasaan dan keleluasaan
untuk mengamanatkan agar kasus-kasus tertentu
mengadopsi mediasi, tetapi pada dasarnya prosesnya
bersifat sukarela, bahwa para pihak tidak diharuskan untuk
mencapai kesepakatan.130
Deskripsi Mediator menunjuk pada peran yang
ditampilkan ‘pihak ketiga’ selaku dan berkapasitas
‘mediator’ dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘Berada di
tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi
netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia
harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang
bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan
kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.131 Mediasi
merupakan kegiatan menjembatani antara dua pihak yang
bersengketa guna menghasilkan kesepakatan atau
agreement. Kegiatan ini dilakukan oleh mediator
sebagai pihak yang ikut membantu mencari berbagai
alternatif penyelesaian sengketa. Posisi mediator dalam hal
ini adalah mendorong para pihak untuk mencari
kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengakhiri
perselisihan dan persengketaan. 132

Penjelasan Mediasi dari sisi kebahasaan


(etimologi) lebih menekankan kepada keberadaan pihak
ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk
menyelesaikan perselisihannya. Mediasi adalah suatu

130
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
131
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm.223-224
132
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 220.
86
proses yang bersifat pribadi, rahasia karena tidak terekspos
keluar, dan kooperatif dalam menyelesaikan masalah.
Mediator selaku pihak ketiga yang tidak memihak
membantu para pihak, perorangan atau lembaga, yang
bersengketa menyelesaikan sengketa dengan mendekatkan
perbedaan-perbedaannya. Mediasi adalah cara yang praktis
serta relatif tidak formal, jika dibandingkan dengan
pengadilan.133 Mediasi merupakan suatu prosedur
penengahan dimana seseorang bertindak sebagai
“kendaraan” untuk berkomunikasi antara pihak, sehingga
pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut
dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung
jawab utama tercapainyasuatu perdamaian tetap berada di
tengah para pihak sendiri.134
Mediasi atau ‘penengahan’ merupakan mekanisme
penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga.
Berbeda dengan good offices, pihak ketiga dalam mediasi
bersifat aktif. Pihak ketiga aktif memberikan bimbingan
atau arahan guna mencapai penyelesaian namun ia tidak
berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil
putusan. Jadi inisiatif penyelesaian tetap berada pada
tangan para pihak yang bersengketa. Sama halnya dengan
negosiasi dan good offices penyelesaian sengketa bersifat
kompromis.135 Mediasi adalah suatu proses yang bersifat
pribadi, rahasia (tidak terekspos keluar) dan kooperatif
dalam menyelesaikan masalah. Karena mediator selaku
pihak ketiga yang tidak memihak membantu para pihak

133
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 220
134
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.20.
135
Proyek Penelitian Dan Pengembangan Mahkamah Agung RI, “Laporan
Penelitian Alternative Despute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Alternatif) dan Court Connected Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Yang Terkait Dengan Pengadilan)”, Jakarta, 2000, hlm. 16
87
(perorangan atau lembaga) yang bersengketa dalam
menyelesaikan konflik dan menyelesaikan atau
mendekatkan perbedaan-perbedaannya. Mediasi adalah
cara yang praktis, relatif tidak formal seperti proses di
pengadilan.136
Mediasi merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang
tidak memihak atau imparsial yang turut aktif memberikan
bimbingan atau arahan guna mencapai penyelesaian, namun
ia tidak berfungsi sebagai hakim yang berwenang
mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap berada
pada tangan para pihak yang bersengketa. Dengan demikian
hasil penyelesaiannya bersifat kompromi.137 Kadang istilah
mediasi dan konsiliasi sering digunkan saling menggantikan
karena hakikatnya hampir sama, walaupun terdapat
perbedaan di antara keduanya.138 Konsiliasai lebih formal
dari pada mediasi.139 Aturan Mediasi WIPO yang berlaku
efektif mulai 1 Oktober 1994 menyebutkan bahwa:
“Perjanjian mediasi adalah kesepakatan para pihak untuk
menyerahkan kepada mediasi semua perselisihan atau
tertentu saja yang telah atau mungkin timbul di antara
Pihak-Pihak. Perjanjian mediasi dapat berbentuk klausula
pada suatu kontrak. Mediasi dilakukan dengan cara yang
disepakati oleh para pihak. Jika, dan sejauh para pihak
belum membuat kesepakatan tersebut, mediator harus
sesuai dengan atura dan menentukan cara mediasi

136
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, No. 2, hlm.
137
Petty Sumampouw, “Prospek Dan Tantangan Penerapan Alternative
Dispute Resolution Pada Kontrak Pengelolaan Portofolio Efek”, Jurnal Lex
Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt. 2013, hlm. 8
138
Petty Sumampouw, “Prospek Dan Tantangan Penerapan Alternative
Dispute Resolution Pada Kontrak Pengelolaan Portofolio Efek”, Jurnal Lex
Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt. 2013, hlm. 76
139
Petty Sumampouw, “Prospek Dan Tantangan Penerapan Alternative
Dispute Resolution Pada Kontrak Pengelolaan Portofolio Efek”, Jurnal Lex
Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt. 2013, hlm. 80
88
dilakukan. Masing-masing pihak harus bekerja sama dengan
itikad baik dengan mediator untuk memajukan mediasi
secepat mungkin”.
Perkembangan yang menarik dari penyelesaian
sengketa melalui mediasi ini adalah mediasi tidak lagi
semata-mata digunakan untuk menyelesaikan sengketa di
luar pengadilan akan tetapi dalam perkembangannya
mediasi juga digunakan untuk menyelesaikan sengketa di
pengadilan., yang dikenal dengan mediasi di Pengadilan. Di
Indonesia, prosedur mediasi di pengadilan ini diatur oleh
Peraturan Mahkamah Agung, bahwa mediasi wajib
dilakukan oleh para pihak yang berperkara secara perdata
di pengadilan yang dilakukan pada hari sidang pertama.
Mediasi dilakukan agar para pihak dapat menyelesaikan
sengketa diantara mereka dengan perdamaian.140 Namun
perlu diperbandingkan penyelesaian sengketa melalui
mediasi di pengadilan, dengan mediasi di luar pengadilan.
Apakah eksistensi, karekteristik, dan apakah proses mediasi
berubah atau tidak setelah masuk ke pengadilan.

3.1.2 Mediator: Pihak Netral, Membantu Para Pihak


Berunding Untuk Penyelesaian Perselisihan
Mediator tidak memaksakan penyelesaian atau
mengambil kesimpulan yang mengikat tetapi lebih
memberdayakan para pihak untuk menentukan solusi apa
yang mereka inginkan. Mediator mendorong dan
memfasilitasi dialog, membantu para pihak mengklarifikasi
kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka, menyiapkan
panduan, membantu para pihak dalam meluruskan
perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu
yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang
mengikat. Jika sudah ada kecocokan di antara para pihak
yang bersengketa lalu dibuatkanlah suatu memorandum

140
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 221-222.
89
yang memuat kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai
oleh para pihak yang bersengketa. Mediasi lebih
menekankan pada keberadaan pihak ketiga yang
‘menjembatani’ para pihak bersengketa untuk
menyelesaikan perselisihannya. Hal ini penting guna
membedakan dengan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian
sengketa lainnya. Mediator berada pada posisi di ‘tengah
dan netral’ antara para pihak yang bersengketa, dan
mengupayakan menemukan sejumlah kesepakatan sehingga
mencapai hasil yang memuaskan para pihak yang
bersengketa. Penjelasan ini masih sangat umum sifatnya
dan belum menggambarkan secara konkret esensi dan
kegiatan mediasi secara menyeluruh. Oleh karenanya, perlu
dikemukakan pengertian mediasi secara terminologi yang
diungkapkan para ahli resolusi konflik.141
Mediator adalah pihak netral yang membantu para
pihak perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting
dari mediator adalah:142
1) Netral
2) Membantu para pihak
3) Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan
suatu penyelesaian.
Peran mediator hanyalah membantu para pihak
dengan cara tidak memutus atau pandangan atau
penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak. Terlibatnya mediator ke
dalam suatu sengketa karena berbagai alasan, misalnya

141
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 220-221.
142
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.
90
karena dipilih oleh para pihak atau mediator yang ditunjuk
oleh hakim. Pada dasarnya seorang mediator merupakan
hasil pilihan para pihak sesuai dengan prinsip otonomi para
pihak karena salah satu prasyarat agar meditor dpat
menjalankan perannya dengan baik sehingga kehadirannya
dalam proses mediasi memang diterima dan disetujui oleh
para pihak. Penggunaan mediator yang dipilih sangat lazim
dalam konteks mediasi sukarela. Akan tetapi, penggunaan
mediasi ini telah berkembang dari yang bersifat sukarela
dan kemudian ada yang bersifat diwajibkan.
Mediator dalam menjalankan proses mediasi
memperlihatkan sejumlah sikap yang mencerminkan tipe
mediator. sikap mediator dapat dianalisis dari dua sisi di
mana mediator melakukan suatu tindakan semata-mata
ingin membantu dan mempercepat proses penyelesaian
sengketa. Pada sisi lain, tindakan mediator dalam
melakukan negosiasi tidak seluruhnya dapat memuaskan
para pihak yang bersengketa. Dari sikap mediator tersebut
dapat diidentifikasi tipe-tipe mediator, yaitu:143
(1) Mediator otoritatif, merupakan tipe mediator di mana
dalam proses mediasi dia memiliki kewenangan yang
besar dalam mengontrol dan memimpin pertemuan
antarpihak. Keberlangsungan pertemuan para pihak
sangat tergantung pada mediator, sehingga peran para
pihak sangat terbatas dalam mencari dan merumuskan
penyelesaian sengketa mereka. Mediator dengan tipe ini
dapat pula menghentikan pertemuan antar para pihak,
jika ia merasakan pertemuan tersebut tidak efektif,
tanpa meminta pertimbangan dari para pihak
(2) Mediator social network, merupakan tipe mediator di
mana ia memiliki jaringan sosial yang luas untuk
mendukung kegiatannya dalam menyelesaiakan
143
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.
91
sengketa. Mediator ini memiliki hubungan dengan
sejumlah kelompok sosial yang ada dalam masyarakat.
Kelompok sosial dimaksud bertugas membantu
masyarakat dalam penyelesaian sengketa. Mediator
yang bertipe social network dalam menjalankan proses
mediasi lebih menekankan bagaimana para pihak
menyelesaikan sengketa melalui jaringan sosial yang
ada. Maksudnya, mediator menggunakan jaringan sosial
yang ia miliki guna membantu para pihak dalam
menyelesaikan sengketa
(3) Mediator independen, merupakan tipe mediator di
mana ia tidak mediator ini berasal dari tokoh
masyarakat, tokoh masyarakat adat atau ulama yang
cukup berpengalaman dalam menyelesaiakan sengketa

Tipologi Mediator antara lain:144


a. Social network mediator, yaitu mediator yang
berperan atas dasar adanya hubungan sosial dengan
pihak yang bersengketa
b. Authoritative mediator, yaitu mediator yang memiliki
posisi yang kuat sehingga mereka memiliki potensi
atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari
suatu proses mediasi, akan tetapi selama menjalankan
perannya ia tidak menggunakan kewenangannya atau
pengaruhnya. Terdapat beberapa perilaku Mediator
yang dijelaskan oleh para sarjana hukum. Perilaku
mediator yaitu taktik dan strategi apa yang akan ia
gunakan, ditentukan oleh konteks mediasi, tujuan atau
sasaran mediator, dan persepsi mediator.

Beberapa pilihan strategis bagi perilaku mediator


adalah:145
144
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.
92
(a) Problem solving atau integrasi, yaitu usaha
menemukan jalan keluar “ win-win solutions”. Bahwa
mediator akan menerapkan pendekatan ini bila
mereka memiliki perhatian yang besar terhadap
aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap
bahwa jalan keluar win-win solution sangat mungkin
dicapai
(b) Kompensasi atau usaha mengajak para pihak –pihak
yang bertiakai supaya membuat konsesi atau
mencapai kesepakatan dengan menjanjikan mereka
imbalan atau keuntungan. Bahwa mediator akan
menggunakan strategi ini bila mereka memiliki
perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak
yang bertikai dan menganggap bahwa jalan
keluar win-win solutions sulit dicapai
(c) Tekanan, yaitu tindakan memaksa pihak-pihak yang
bertikai supaya membuat konsesi atau sepakat dengan
memberikan hukuman atau ancaman hukuman.
Bahwa mediator akan menggunakan startegi ini bila
mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap
aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap
bahwa kesepakatan yang win-win solution sulit
diicapai
(d) Diam atau inaction, yaitu ketika mediator secara
sengaja membiarkan pihak-piahk yang bertikai
menangani konflik mereka sendiri. Mediator diduga
akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki
perhatian yang sedikit terhadap aspirasi terhadap
pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa
kemungkinan mencapai kesepakatan win-win
solution tinggi.

145
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.12
93
Keterampilan ini dapat diperoleh oleh seorang
mediator melaui training yang ia jalani pada saat
pendidikan dan pelatihan mediator yang diadakan oleh
lembaga tertentu sebagai penyedia jasa. Keterampilan yang
harus dimikili oleh seorang mediator, yaitu:146
(1) Keterampilan mendengar
(2) Keterampilan membangun rasa memiliki bersama
(3) Keterampilan memecahkan masalah
(4) Keterampilan meredam ketegangan
(5) Keterampilan merumuskan kesepakatan. Keberadaan
mediator dalam melaksanakan mediasi ini memang
sangat dibutuhkan. Apalagi para pihak sengketa
sangat membutuhkan masukan-masukan yang tidak
memaksa, artinya bahwa mediator ini pihak penengah
berarti seorang mediator tidak akan memihak sana
sini. Melainkan ia hanya membantu para pihak dalam
menyelesaikan sengketanya.

Peran Mediator Raiffa melihat peran mediator


sebagai sebuah garis rentang dari sisi peran yang terlemah
hingga sisi peran yang terkuat. Sisi peran yang terlemah
adalah apabila mediator hanya melaksanakan peran sebagai
berikut.
1) Penyelenggara pertemuan
2) Pemimpin diskusi netral
3) Pemelihara atau penjaga aturan perundingan agar
proses perundingan berlangsung secara beradab
4) Pengendali emosi para pihak
5) Pendorong pihak/ perunding yang kurang mampu
atau segan mengemukakan pandanganya.147

146
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.12
147
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
94
Sisi peran yang kuat mediator adalah bila dalam
perundingan mediator mengerjakan/ melakukan hal-hal
berikut.
1) Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan
2) Merumuskan titik temu/ kesepakatan para pihak
3) Membantu para pihak agar menyadari bahwa
sengketa bukan sebuah pertarungan untuk
dimenangkan, melainkan diselesaikan
4) Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan
masalah
5) Membantu para pihak menganalisis alternatif
pemecahan masalah.148

Adapun fungsi Mediator menurut Fuller dalam Riskin


dan Westbrook menyebutkan tujuh fungsi mediator, yaitu:
(1) Sebagai “katalisator” mengandung pengertian bahwa
kehadiran mediator dalam proses perundingan
mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif
bagi diskusi
(2) Sebagai “pendidik” berarti seseorang harus berusaha
memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan
politis, dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab
itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika
perbedaan diantara para pihak
(3) Sebagai “penerjemah” berarti mediator harus
berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan
pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui
bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa
mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul

Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam


Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.39
148
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.39
95
(4) Sebagai “narasumber” berarti seorang mediator harus
mendayagunakan sumber-sumber informasi yang
tersedia
(5) Sebagai “penyandang berita jelek” berarti seorang
mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam
proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk
itu mediator harus mengadakan pertemuan terpisah
dengan pihak-pihak terkait untuk menampung
berbagai usulan
(6) Sebagai ”agen realitas” berarti mediator harus
berusaha memberi pengertian secara jelas kepada
salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/
tidak masuk akal tercapai melalui perundingan
(7) Sebagai “kambing hitam” berarti seorang mediator
harus siap disalahkan, misalnya dalam membuat
kesepakatan hari perundingan.149

3.1.3 Mediasi-Arbitrase (Med-Arb): Proses


Penyelesaian Sengketa Campuran
Pada perkembangannya terdapat ‘Mediasi-Arbitrase’
atau ‘Med-Arb’, yaitu proses penyelesaian sengketa
campuran yang dimulai setelah adanya proses mediasi yang
tidak berhasil. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan,
mereka melanjutkan pada proses penyelesaian sengketa
secara arbitrase dalam jangka waktu tertentu yang
ditetapkan.150 Salah satu daya tarik utama Mediasi adalah
bagaimana prosesnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan
penggunanya, tidak seperti banyak bentuk penyelesaian
sengketa lainnya. Salah satu adaptasinya adalah
menggabungkan mediasi dengan proses lain, seperti

149
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.40-41
150
Agung Wibowo, “Dispute Avoidance/Adjudication Board (DAAB)
Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Penelitian Tesis, Magister
Kenotariatan, FH Unair, 2019, hlm.92.
96
arbitrase. Beberapa permutasi dimungkinkan, Mediasi
diikuti dengan Arbitrase (Med-Arb) merupakan salah satu
kemungkinan; Arbitrase yang dilanjutkan dengan Mediasi
(Arb-Med) adalah hal lain, yaitu putusan arbitrase tidak
diumumkan kepada para pihak kecuali langkah mediasi
gagal menghasilkan hasil yang dirundingkan. Pada
keduanya, Mediator dan Arbiter dapat menjadi netral yang
sama atau netral yang berbeda, dan pertimbangan yang
berbeda berlaku untuk masing-masing.151
IMI (International Mediation Institute), CCA (College
of Commercial Arbitrators) serta Strauss Institute Mixed
Mode, telah membentuk Taskforce yang kemudian berhasil
menyelesaikan dan menerbitkan serangkaian artikel
mengenai model penyelesaian sengketa campuran (mixed
mode dispute resolution) bagi para Advokat Penyelesaian
Sengketa (Dispute Resolution Lawyer) di Kota New York.152
Taskforce dari Mixed Mode merupakan upaya gabungan CCA,
IMI, dan Strauss Institute for Dispute Resolution, dan
Pepperdine School of Law. Istilah mixed mode mengacu pada
kombinasi dari proses penyelesaian sengketa yang berbeda
(misalnya, proses ajudikatif, seperti litigasi dan arbitrase
dengan proses non-ajudikatif, seperti konsiliasi atau
mediasi). Contoh terkenal adalah MED-ARB (mediasi diikuti
oleh arbitrase), Arb-Med (arbitrase diikuti oleh mediasi),
Dispute Resolution Boards dan MEDOLOA (mediation
followed by last-offer arbitration) atau mediasi diikuti oleh
arbitrase penawaran terakhir. Namun, kombinasi proses
sangat bervariasi tergantung pada pengaruh kearifan lokal,
dari satu negara ke negara lain atau di dalam suatu negara,
dan dalam berbagai jenis praktik. Taskforce pada tahun
2016 untuk menghasilkan diskusi, dialog, dan musyawarah
di antara para praktisi dan pemikir penyelesaian sengketa
dari budaya dan sistem hukum yang berbeda mengenai

151
https://imimediation.org/resources/hybrid-dispute-resolution-processes/
152
https://imimediation.org/2021/05/04/introduction-to-the-series-of-articles-
on-the-mixed-mode-task-force/
97
bagaimana mode campuran dapat digunakan dengan lebih
baik di ruang publik dan swasta, bersifat domestik dan
internasional untuk meningkatkan akses ke keadilan dan
merangsang cara-cara yang lebih cepat, lebih murah dan
lebih baik untuk mencapai resolusi.153
Pada tahun 1995, Pusat Arbitrase dan Mediasi Paris,
CMAP telah mengembangkan pengetahuan unik untuk
pengelolaan prosedur resolusi konflik seperti mediasi,
arbitrase, atau keahlian yang bersahabat. Penawaran CMAP
mencakup semua situasi yang mungkin dihadapi, yang
memungkinkan Klien menemukan solusi terbaik setiap
saat. Diagram di bawah ini memberikan gambaran umum
tentang prosedur yang ditawarkan oleh CMAP.

Bagan 6. Prosedur Med-Arb Model Cmap

153
https://imimediation.org/2021/05/04/introduction-to-the-series-of-articles-
on-the-mixed-mode-task-force/

98
3.2 Sejarah Mediasi Sejarah Mediasi dan
Perkembangannya
3.2.1 Sekilas Sejarah Mediasi di Beberapa Negara
Sejarah Mediasi istilah mediasi (medition) pertama
kali muncul di Amerika pada tahun 1970-an. Menurut
Director of Medition and Conflict Management Services in St.
Louis, Missouri, Robert D. Benjamin, sebutan ‘Mediasi’ baru
dikenal pada tahun 1970-an dan secara formal digunakan
dalam proses Alternative Dispute Resolution (ADR) di
California. Benjamin sendiri baru praktek menjadi Mediator
di tahun 1979. Chief Justice Warren Burger pernah
mengadakan konferensi yang mempertanyakan efektivitas
administrasi pengadilan di Saint Paul pada 1976. Pada
tahun ini istilah ADR secara resmi digunakan oleh American
Bar Association (ABA) dengan cara membentuk sebuah
Komisi Khusus Penyelesaian Sengketa. Perkembangannya,
pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat memasukan
ADR sebagai kurikulum pendidikan, khususnya dalam
bentuk Mediasi dan Negosiasi.154

3.2.2 Sejarah Mediasi di Indonesia dan


Perkembangannya
Di Indonesia, keberadaan lembaga penyelesaian
sengketa mediasi sebagai pelengkap yang dibutuhkan
berbagai macam kebijaksanaan dengan tujuan untuk
meningkatkan perekonomian Indonesia. Khususnya dalam
hal revitalisasi perekonomian Indonesia, khususnya ketika
gairah dunia bisnis sedang meningkat yang merupakan
peran utama dalam menciptakan lowongan pekerjaan,
investasi luar negeri, industri dan produksi. Jakarta
Initiative Task Force (JITF) sebuah institusi pemerintah

154
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.24
99
Indonesia yang berdiri di bulan November 1998 di bawah
naungan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang
secara efektif menggunakan mediasi dalam membantu
restrukturisasi utang perusahaan mereka yang berjumlah
lebih dari 20.5 miliar USD, dan individu lainnya yang
mendukung mediasi. Pengalaman di JITF dengan jelas telah
mendemonstrasikan ke pasar bahwa kegunaan dari
mediator berpengalaman internasional dengan proses-
proses mediasi bisa bermanfaat sebagai penyelesaian
alternatif di luar persidangan di Indonesia, tatkala
pengadilan dianggap kurang dapat memenuhi keinginan
oleh sektor swasta. Pada 11 September 2003, Ketua
Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 02 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
dimana sekarang mengharuskan semua masalah perdata
untuk diselesaikan lewat proses mediasi terlebih dahulu
sebelum ke pengadilan. Mahkamah Agung bermaksud agar
peraturan ini bisa membantu dalam mengurangi jumlah
kasus-kasus baru yang masuk, sementara sistem pengadilan
sedang berjuang dengan kasus lainnya yang belum
selesai.155
Pemerintah Indonesia melalui JITF secara sukses
selama hampir lima tahun menyelesaikan mandat
restrukturisasi hampir seluruh hutang yang besar dari
sektor swasta. Setelah menerima lebih dari 102 kasus
bernilai 26.9 miliar US Dollar dalam bentuk hutang.
Menurut Ketua JITF Bacelius Ruru, Jakarta Initiative Task
Force mengatur restrukturisasi 96 kasus senilai 20.5 milyar
dollar, atau hampir 80 % dari nilai total. Hampir seluruh
hutang terbagi dalam bentuk penjadwalan ulang. Tetapi ada
cara lain,yang lebih umum, yaitu pertukaran debt-to-equity,
pertukaran debt-to-asset dan buybacks. Selagi penjadwalan
ulang memperpanjang batas waktu, rencana buyback
memungkinkan para debitor untuk memperoleh kembali
hutang mereka dengan potongan harga. JITF merupakan

155
https://www.pmn.or.id/tentang-pmn/latar-belakang-sejarah/
100
suatu lembaga yang bersama BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional) atau Indonesian Bank Restructuring
Agency (IBRA) berada di bawah KKSK yang ditugaskan
untuk membantu kekacauan akibat krisis ekonomi di akhir
1990-an, dimana banyak pinjaman menjadi semakin buruk
menyusul depresiasi rupiah besar-besaran. Sementara JITF
terfokus pada pengerjaan utang yang dimiliki sektor swasta,
BPPN ditugaskan dalam pengerjaan pinjaman buruk dari
sektor perbankan yang menjadi tak terlaksana. Atas
permintaan dari Badan Moneter Internasional (IMF), Bank
Dunia, dan USAID, agensi ditetapkan pada 1998 dengan
tugas utamanya untuk menyusun ulang hutang besar dalam
nominasi dollar yang dimiliki oleh sektor swasta kepada
para kreditor, sebagian besar adalah bank asing.
Penyusunan ulang hutang yang sukses memungkinkan
perusahaan untuk mencari pinjaman-pinjaman untuk
memperbesar modal mereka, atau untuk digunakan sebagai
modal kerja. Meskipun terdapat banyak perusahaan yang
telah mencoba untuk mengamankan hutang mereka dari
kreditor oleh mereka sendiri, ratusan perusahaan beralih
meminta bantuan ke JITF.156
Pada permulaan krisis, perusahaan-perusahaan
Indonesia yang berhutang sekitar 120 milyar dollar kepada
kreditur baik pihak asing maupun domestik, yang 60 milyar
dollar dapat dikatakan dalam kondisi menyedihkan.
Awalnya, agensi akan ditutup pada 2002, tetapi perintah itu
ditangguhkan oleh pemerintah untuk beberapa tahun ke
depan, karena masih banyak hutang di sektor korporat yang
belum dijadwal ulang. Selanjutnya, agensi telah bekerja
secara efisien. Penutupan agensi, seharusnya hal itu
menandakan bahwa perbaikan ekonomi negara telah
berada pada jalur yang benar. Penutupan IBRA yang

156
Dadan Wijaksana, “JITF Ends Mandate, Completes Most Tasks”, The
Jakarta Post, Jumat 19 December 2003.
101
merupakan sebuah agen yang terbentuk dari krisis,
dinyatakan ditutup di akhir bulan Februari.157

3.3 Lingkup Penanganan Sengketa Melalui


Mediasi
3.3.1 Litigasi Perkara Privat (Civil Litigation)
Masalah perdata dapat digambarkan sebagai situasi
yang berhubungan dengan hubungan antara orang-orang,
seperti perkawinan, atau perselisihan kontrak antara
perusahaan. Kasus perdata adalah perseorangan atau bisnis
yang mengajukan gugatan terhadap perseorangan atau
bisnis lain. Macam-macam perkara perdata, yaitu:158
(1) Gugatan bisnis (business torts)
(2) Perbaikan-perbaikan di lapangan sipil (civil
procedure)
(3) Hak-hak sipil (civil rights)
(4) Tanggung jawab produk (product liability)
(5) Malpraktek profesional (professional malpractice).

a. Sengketa Kontraktual/ Perjanjian (Contractual


Dispute)
Pada asasnya manusia tidak dapat menyenangkan
semua orang sepanjang waktu, Mediator selaku pemandu
akan memandu Para Pihak melalui apa yang harus
dilakukan jika terjadi perselisihan kontrak. Perselisihan
kontrak (contractual disputes) biasanya terjadi ketika salah
satu pihak dalam kontrak memiliki ketidaksepakatan
mengenai istilah atau definisinya. Jika ditangani dengan
buruk, perselisihan kontrak dapat memakan biaya dan
waktu, berakhir di pengadilan dan merusak hubungan dan

157
Dadan Wijaksana, “JITF Ends Mandate, Completes Most Tasks”, The
Jakarta Post, Jumat 19 December 2003.
158
“Civil Litigation”, https://corporate.findlaw.com/

102
reputasi bisnis.159 Perselisihan kontrak biasanya muncul
ketika salah satu pihak tidak mematuhi ketentuan kontrak
atau tidak melakukan kewajibannya berdasarkan kontrak.
Dalam kasus seperti itu, ini dapat menimbulkan klaim untuk
pelanggaran kontrak. Mediator dapat membantu Para Pihak
mencapai resolusi jika terjadi pelanggaran kontrak.
Pemulihan umum meliputi:160
(1) Ganti rugi (compensation) atas kehilangan (loss) atau
kerusakan (damage)
(2) Perintah pengadilan kinerja tertentu
(3) Penolakan (repudiation).
Perselisihan kontraktual dapat muncul dalam
berbagai bentuk, misalnya, dari penyediaan barang atau jasa
yang cacat. Pelanggaran kontrak dapat berkisar dari
pelanggaran kecil, pelanggaran material, hingga yang sangat
mendasar. Pada beberapa kasus pelanggaran mungkin
bersifat antisipatif. Artinya salah satu pihak menyatakan
niat untuk tidak memenuhi beberapa kewajiban yang
tertulis dalam kontrak.
Jika memungkinkan, pengacara penyelesaian
sengketa akan mencoba mencapai penyelesaian
menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif
mediasi untuk mencapai penyelesaian yang cepat. Namun,
bila perlu, akan melakukan tindakan hukum dengan tegas
untuk memastikan kepentingan bisnis Kliennya agar
terlindungi. Perselisihan kontrak di banyak bidang
termasuk yang berkaitan dengan hal-hal berikut:161
(1) Penjualan dan penyediaan barang dan jasa (sale and
supply of goods and services)
(2) Perjanjian keagenan, distribusi, dan waralaba (agency,
distribution and franchise agreements)

159
“How to resolve a contractual dispute”, 6 Oct 2020,
https://www.fsb.org.uk/
160
“Breach of Contract Solicitors in London, Kent & Surrey”,
https://www.wellerslawgroup.com/
161
“Breach of Contract Solicitors in London, Kent & Surrey”,
https://www.wellerslawgroup.com/
103
(3) Klaim-klaim menyangkut garansi dan ganti rugi
(warranty and indemnity claims)
(4) Retensi klausa-klausa kontrak (retention of title
clauses)
(5) Sengketa hukum bisnis (business law disputes)
(6) Klausa pengecualian dan batasan (exclusion and
limitation clauses)
(7) Klaim-kalim yang keliru (misrepresentation claims)
(8) Klaim-klaim kelalaian profesional (professional
negligence claims)
(9) Sengketa-sengketa properti (property disputes)
(10) Sengketa kekayaan intelektual (intellectual property
disputes)
(11) Perjanjian-perjanjian konsultasi (consultancy
agreements)
(12) Sengketa-sengketa lintas batas (cross border
disputes).

Suatu kontrak harus mencakup serangkaian unsur-


unsur dan syarat-syarat untuk membuatnya sah. Semua
pihak harus memiliki pemahaman yang kuat tentang
persyaratan dalam kontrak dan saling menyetujuinya.
Tanpa kesepakatan bersama atau niat untuk membuat
kontrak dengan syarat-syarat yang disebutkan, kontrak
biasanya tidak sah secara hukum dan dapat diganggu gugat
di pengadilan. Para pihak juga harus memiliki kapasitas
untuk membuat kontrak. Beberapa langkah perlu dipenuhi
selama pembentukan kontrak. Termasuk dalam hal ini
termasuk:162
(1) Masalah dengan meninjau kontrak
(2) Masalah terkait penawaran yang dibuat dalam kontrak
(3) Ketidaksepakatan mengenai arti dari persyaratan
teknis kontrak

162
“How to resolve a contractual dispute”, 6 Oct 2020,
https://www.fsb.org.uk/
104
(4) Kesalahan dan kesalahan terkait persyaratan yang
dibahas dalam kontrak
(5) Penipuan, seperti pihak yang mengklaim bahwa
mereka telah dipaksa untuk menandatangani kontrak
(6) Perselisihan dimana pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak tidak mempertahankan kesepakatan awal
yang dibuat berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sebelumnya.
Perselisihan juga dapat melibatkan pelaksanaan
tugas salah satu pihak, atau di mana mereka gagal
menjalankan tugasnya, yang telah dibahas dalam kontrak
yang dibuat sebelumnya. Ini dikenal sebagai pelanggaran
kontrak. Contohnya bisa jadi penjual gagal mengirimkan
barang ke pembeli.
Jika terjadi perselisihan kontrak, yang penting adalah
berniat untuk menyelesaikan situasi sebaik mungkin.
Adalah bijaksana untuk mendapatkan dukungan hukum
terbaik untuk membantu Pihak-Pihak menemukan
penyelesaian yang tepat. Harus diarahkan untuk
menemukan resolusi yang:163
(1) Tidak memakan waktu dan tidak mempengaruhi
jalannya perusahaan Klien
(2) Tidak mahal dan tidak berdampak besar pada
keuangan Klien
(3) Tidak mengakibatkan sengketa dibawa ke pengadilan
untuk menghindari biaya dan waktu tambahan
(4) Tidak melibatkan lebih banyak orang daripada yang
diperlukan untuk membantu menjaga agar
perselisihan tetap terkendali.
Menangani perselisihan dengan hati-hati dapat
membantu Mediator menghindari kerusakan hubungan
bisnis yang ada dan reputasi Mediator. Bagaimana cara
penyelesaian sengketanya? Terdapat dua jenis pemulihan:
legal dan adil. ergantung pada perselisihan, salah satu dari

163
“How to resolve a contractual dispute”, 6 Oct 2020,
https://www.fsb.org.uk/
105
solusi ini dapat digunakan untuk menemukan penyelesaian
yang tepat, seperti selama penyelesaian atau di pengadilan.
Upaya hukum biasanya memungkinkan pihak yang tidak
melanggar untuk memulihkan kerusakan moneter, seperti
penghargaan yang dibayarkan kepada mereka dari pihak
yang melanggar atas kerugian yang mereka klaim.
Pemulihan yang adil berkaitan dengan mencari
solusi untuk menyelesaikan perselisihan dan biasanya tidak
terkait dengan uang. Ini dapat mencakup:164
(1) Perintah yang mengharuskan pihak untuk melakukan
sesuatu atau berhenti melakukan sesuatu
(2) Menulis ulang bagian dari kontrak tertulis, misalnya,
untuk memperbaiki kesalahan umum atau salah
mengartikan istilah teknis
(3) Meminta pihak yang melanggar untuk melakukan
tugasnya, sesuai dengan kontrak. Misalnya,
menyediakan barang atau jasa prabayar kepada pihak
yang tidak melanggar mendapatkan dukungan yang
tepat untuk menangani perselisihan.

Jika ditangani tanpa keterampilan, pengetahuan, dan


pendekatan yang tepat, perselisihan kontrak dapat berakhir
buruk, menyebabkan kerusakan pada hubungan, reputasi,
dan keuangan Klien. Sangat penting untuk memiliki
dukungan profesional dengan keahlian yang tepat untuk
membantu segala sesuatunya berjalan dengan lancar,
sekaligus menghemat waktu, uang, dan stres. Seorang
Mediator, misalnya, dapat mengumpulkan dan menganalisis
bukti yang relevan dan menyelidiki detailnya. Mereka juga
dapat mendokumentasikan dan melaporkan informasi
penting untuk menemukan penyelesaian terbaik untuk
menyelesaikan perselisihan secara efektif.

164
“How to resolve a contractual dispute”, 6 Oct 2020,
https://www.fsb.org.uk/
106
b. Klaim Asuransi (Insurance Claims)
Mediasi merupakan cara informal untuk
menyelesaikan klaim antara pemegang polis dan
perusahaan asuransi. Ini adalah proses di mana pihak ketiga
yang netral bertindak untuk mendorong dan membantu
penyelesaian sengketa tanpa mendikte hasilnya. Mediasi
tidak mengikat. Penyediakan program penyelesaian
sengketa alternatif informal untuk jenis klaim asuransi
tertentu penting keberadaannya. Jika terdapat sengketa
klaim dengan perusahaan asuransi, program dapat
membantu Klien menyelesaikannya sebelum mengambil
tindakan hukum. Jika perusahaan asuransi
mempertahankan posisi mengenai klaim yang menurut
Mediator tidak memuaskan, mediasi akan memungkinkan
para pihak untuk duduk berhadap-hadapan dengan
perusahaan dan Mediator selaku pihak ketiga yang netral
yang disertifikasi untuk mencoba dan menyelesaikan
perbedaan itu. Mediator bertindak untuk mendorong dan
membantu dalam penyelesaian sengketa tanpa mendikte
hasilnya. Penyediaan profesional Pihak Ketiga yang netral
untuk meninjau temuan perusahaan asuransi. Mediasi
maupun evaluasi netral tidak mengikat. Baik tertanggung
maupun perusahaan asuransi tidak berkewajiban secara
hukum untuk menerima hasil konferensi mediasi.165
Klaim asuransi (insurance claims) adalah permintaan
formal kepada perusahaan asuransi yang meminta
pembayaran berdasarkan ketentuan polis asuransi.
Perusahaan asuransi meninjau klaim untuk validitasnya dan
kemudian membayar kepada tertanggung atau pihak yang
meminta (atas nama tertanggung) setelah disetujui. Industri
non asuransi jiwa mengalami pergeseran tren dalam
seluruh kebijakan administrasi dan klaimnya. Proses klaim
adalah momen yang menentukan dalam hubungan
pelanggan non-asuransi jiwa. Untuk mempertahankan dan
menumbuhkan pangsa pasar dan meningkatkan perolehan

165
“Insurance Claims”, https://www.gicouncil.in/insurance
107
pelanggan dan tingkat retensi, perusahaan asuransi
berfokus pada peningkatan pengalaman klaim pelanggan.
Pada pasar asuransi yang sangat kompetitif, diferensiasi
melalui praktik manajemen klaim yang baru dan lebih
efektif adalah salah satu cara paling penting dan efektif
untuk mempertahankan pangsa pasar dan profitabilitas.
Secara khusus, perusahaan asuransi dapat mengubah
pemrosesan klaim dengan memanfaatkan sistem klaim
modern yang terintegrasi dengan intelijen bisnis, dokumen,
dan sistem manajemen konten yang kuat. Hal ini akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemrosesan klaim.
Ini dapat menguntungkan perusahaan asuransi baik secara
operasional maupun strategis dengan memungkinkan
mereka mengurangi biaya klaim untuk meningkatkan rasio
gabungan mereka, meningkatkan efisiensi pemrosesan
klaim, dan mendorong retensi dan akuisisi pelanggan.
Dewasa ini di kantor asuransi mana pun, proses klaim
dibangun di atas:
(1) Dokumen klaim dan alat manajemen konten
(2) Solusi teknologi berbasis ponsel dan ponsel pintar
adalah kuncinya
(3) Pemrosesan untuk meminimalkan penundaan
(4) Platform pemrosesan klaim modern yang mulus dan
handal.166

c. Kerugian Individual/ Ganti Kerugian (Personal


Injury)
Cedera pribadi (personal injury) merupakan istilah
hukum untuk cedera pada tubuh, pikiran, atau emosi,
sebagai lawan dari cedera pada properti. Dalam yurisdiksi
hukum umum istilah ini paling sering digunakan untuk
merujuk pada jenis gugatan gugatan di mana orang yang
mengajukan gugatan telah menderita kerugian pada tubuh
atau pikirannya. Hukum cedera pribadi (tort)
memungkinkan orang yang terluka untuk mengajukan

166
“Insurance Claims”, https://www.gicouncil.in/insurance
108
gugatan perdata di pengadilan dan mendapatkan pemulihan
hukum (kerugian) untuk semua kerugian yang berasal dari
kecelakaan atau insiden lainnya. Tujuan dari sistem cedera
pribadi adalah untuk memungkinkan orang yang terluka
mendapat kompensasi finansial atau ‘dibuat utuh’ setelah ia
menderita kerugian karena kelalaian atau tindakan
disengaja orang lain.167

a) Dasar-Dasar Cedera Pribadi


Ada berbagai macam situasi yang berbeda di mana
aturan cedera pribadi berlakut:
 Kecelakaan (accidents). Aturan cedera pribadi
berlaku dalam situasi dimana seseorang bertindak
dengan cara yang lalai, dan kecerobohan itu
menyebabkan kerugian bagi orang lain. Contohnya
termasuk kecelakaan kendaraan, insiden terpeleset
dan jatuh, dan malpraktik medis, di antara jenis
kasus lainnya. Pelajari lebih lanjut tentang kelalaian
dalam kasus cedera pribadi.
Mediator perlu memahami ‘Dasar-dasar Klaim
Cedera atas Kecelakaan Kendaraan’, jika seseorang
terluka dalam kecelakaan mobil, mulailah untuk
memahami opsi-opsi atas klaim. Aturan asuransi dan
kewajiban-kewajiban yang berlaku untuk klaim
kecelakaan kendaraan bervariasi. Pada kebanyakan
kasus, pengemudi yang bersalah bertanggung jawab
secara hukum atas kerugian terkait kecelakaan mobil
(kerusakan). Memutuskan siapa yang menyebabkan
kecelakaan menentukan siapa yang membayar
perbaikan mobil dan kerugian terkait cedera, seperti
tagihan medis dan kehilangan upah. Pertanyaan-
pertanyaan penting seperti, bagaimana hukum
menentukan tanggung jawab kecelakaan mobil? apa
yang terjadi ketika lebih dari satu orang bersalah

167
David Goguen, “Learning the Basics: Personal Injury Law”,
https://www.alllaw.com/articles/nolo/
109
atas suatu kecelakaan, dan aturan-aturan khusus
mengenai asuransi kendaraan ‘tanpa kesalahan’.168
Guna menentukan kesalahan untuk kecelakaan
kendaraan, orang yang bersalah atas kecelakaan yaitu orang
yang akan menanggung kerugian finansial untuk setiap
kerusakan kendaraan dan cedera yang disebabkan oleh
kecelakaan itu. Dari sudut pandang praktis, biasanya
perusahaan asuransi mobil, orang tersebut yang
menanggung sebagian besar klaim yang terkait dengan
kecelakaan. Prinsip ‘kesalahan’ tradisional ini dalam hal
tanggung jawab hukum dan keuangan atas kerugian
kecelakaan kendaraan. Aturan khusus berlaku sebagai
bagian dengan sistem asuransi kendaraan tanpa kesalahan.
Aturan asuransi memiliki dampak besar pada klaim, tetapi
faktor terpenting dalam klaim kecelakaan kendaraan adalah
bagaimana hukum menentukan tanggung jawab. Terkadang
penentuan kesalahan cukup mudah, seperti ketika salah
satu pengemudi melanggar undang-undang lalu lintas atau
menabrak mobil lain di tempat parkir yang penuh dengan
saksi yang tidak memihak. Dalam skenario kecelakaan lain
(mungkin sebagian besar), tidak jelas siapa yang
bersalah.169
Untuk membuktikan tanggung jawab dalam kasus
kecelakaan mobil biasanya berarti menunjukkan bahwa
seseorang lalai. Untuk menunjukkan kelalaian, biasanya
harus membuktikan beberapa hal penting:170
(1) ‘ada suatu kewajiban hukum yang dilanggar’. Semua
orang di jalan (pengemudi, pejalan kaki, pengendara
sepeda) memiliki kewajiban hukum untuk berhati-hati
untuk bertindak dengan cara yang tidak mungkin

168
David Goguen, “Car Accident Injury Claim Basics”,
https://www.alllaw.com/
169
David Goguen, “Car Accident Injury Claim Basics”,
https://www.alllaw.com/
170
David Goguen, “Car Accident Injury Claim Basics”,
https://www.alllaw.com/

110
melukai orang lain di jalan. Seseorang disebut
melanggar (breaches) tugas kehati-hatian dengan
menciptakan situasi berbahaya di luar tingkat risiko
normal yang akan diizinkan oleh orang yang wajar
dalam situasi yang sama. Kebanyakan kecelakaan
terjadi karena seseorang ceroboh. Kecerobohan bisa
terjadi karena melanggar prinsip adanya ‘kehati-
hatian’, yang berarti kelalaian (negligence). Misalnya,
bukti bahwa seorang pengemudi melakukan
pelanggaran lalu lintas dan mengalami kecelakaan itu
akan sangat membantu untuk menunjukkan bahwa
seorang pengemudi melanggar kewajiban kehati-
hatian
(2) Pelanggaran kewajiban yang menyebabkan cedera.
Tidaklah cukup bagi orang lain untuk lalai. Kelalaian
orang itu pastilah penyebab langsung atau langsung
dari kecelakaan itu, yang berarti bahwa kecelakaan itu
tidak akan terjadi jika orang itu lebih berhati-hati. Dan
kelalaian itu pasti telah menyebabkan kerugian yang
sebenarnya, kerusakan kendaraan, cedera, atau
kerugian lainnya
(3) Adjuster asuransi mungkin tidak akan berbicara
tentang ‘kewajiban hukum’ dan ‘pelanggaran’ dalam
menilai pertanyaan tentang kesalahan setelah
kecelakaan, tetapi analisis mereka didasarkan
‘kesalahan bersama dalam kasus kecelakaan’ jika
seseorang harus disalahkan atas suatu kecelakaan,
masih bisa mendapatkan kompensasi dari orang lain
yang juga bersalah atas kerugian itu, terutama terkait
dengan kerusakan. Seseorang mungkin tidak akan
menerima apa pun jika berbagi kesalahan atas suatu
kecelakaan. Aturan-aturan ini berlaku untuk tuntutan
hukum kecelakaan yang pada akhirnya akan diadili
atau penawaran penyelesaian adjuster asuransi.

Kesalahan bersama dalam kasus kecelakaan


kendaraan, jika klien sebagian harus disalahkan atas suatu
111
kecelakaan, masih bisa mendapatkan kompensasi dari
orang lain yang juga bersalah atas kerugian Klien
(kerusakan). Namun bisa juga hasilnya tidak akan
menerima apa pun jika Klien berbagi kesalahan atas
kecelakaan. Aturan-aturan ini berlaku untuk tuntutan
hukum kecelakaan mobil yang pada akhirnya akan diadili
dan pada penawaran penyelesaian asuransi oleh adjuster.
Seseorang yang berbagi kesalahan atas suatu kecelakaan
masih dapat mengumpulkan kompensasi dari pihak lain
yang bersalah, dengan rasio yang mencerminkan bagian
kesalahan orang tersebut. Jadi, jika 70% bertanggung jawab
atas penyebab kecelakaan, dan suatu jumlah kerugian, ia
masih dapat mengumpulkan 30% dari pihak lain yang
bersalah. Namun juga ada kebiasaan, jika terluka dalam
kecelakaan mobil, ia hanya dapat meminta ganti rugi dari
pihak lain yang bersalah jika kurang dari 50% atau lebih
bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut. Jadi, tetap
berpegang pada contoh di atas, jika bagian kesalahan serta
turun menjadi 40%, ia dapat mengumpulkan 60%. Tetapi
jika ia masih dianggap 70% bertanggung jawab, ia tidak
dapat mengambil apa pun dari pihak lain yang bersalah.
Namun di beberapa negara, seseorang tidak dapat
memperoleh ganti rugi jika mereka sama-sama bertanggung
jawab, bahkan 1% pun atas kecelakaan tersebut.171
Beberapa negara mengikuti beberapa versi sistem
asuransi mobil tanpa kesalahan. Pengemudi biasanya harus
membawa asuransi tanpa kesalahan (juga disebut
‘perlindungan cedera pribadi atau personal injury protection
(PIP). PIP tersedia sebagai alternatif atau suplemen untuk
cakupan kewajiban tradisional. Dengan ‘pertanggungan
tanpa kesalahan (no-fault coverage), pengemudi atau
penumpang yang terluka beralih lebih dulu (dan terkadang
secara eksklusif) ke pertanggungan asuransi mobil mereka
sendiri setelah kecelakaan mobil, tidak peduli siapa yang

171
David Goguen, “Car Accident Injury Claim Basics”,
https://www.alllaw.com/
112
menyebabkan kecelakaan itu. Hanya mungkin untuk
melangkah keluar dari sistem ‘tanpa kesalahan (no-fault)’
dan mengajukan gugatan terhadap pengemudi yang
bersalah jika klaim memenuhi satu atau lebih ambang batas
yang berlaku. Misalnya, menurut regulasi mengizinkan
seseorang untuk mengajukan klaim kewajiban atau
tuntutan hukum terhadap pengemudi yang bersalah ketika
biaya pengobatan sudah ditentukan jumlahnya.172

 Perbuatan Disengaja (Intentional Acts).


‘Tindakan disengaja (intentional acts)’ dan
‘tindakan lalai (negligent acts)’ yang menyebabkan
cedera, bersama dengan apa yang disebut ‘tanggung
jawab yang ketat (strict liability)’, semuanya
termasuk dalam kategori hukum yang disebut
hukum ‘kesalahan (tort)’. Sederhananya, torts adalah
tindakan salah yang menyebabkan cedera pada
orang lain. Meskipun wanprestasi yang disengaja,
kelalaian, dan tanggung jawab ketat, semuanya
merupakan wanprestasi, cara pendekatannya dan
ganti rugi yang diberikan bisa sangat berbeda. Oleh
karena itu, jika Klien telah terluka dengan cara yang
dirasa bukan kesalahan keslahannya harus segera
menghubungi Mediator. Perbedaan antara ‘kelalaian
yang disengaja (intentional torts)’ dan ‘kelalaian
(negligence)’ adalah soal ‘niat (intent)’. Pada gugatan
‘wanprestasi yang disengaja (intentional torts claim)’,
Tergugat dituduh telah merugikan orang lain dengan
sengaja. Pada tuntutan kelalaian biasa, Tergugat
dituduh telah merugikan orang lain karena
‘kecerobohan (merely being careless)’ saja. Unsur-
unsur yang harus ditetapkan agar Penggugat
memiliki klaim yang berhasil serupa tetapi berbeda
dalam niat. Guna menetapkan tort yang disengaja,

172
David Goguen, “Car Accident Injury Claim Basics”,
https://www.alllaw.com/
113
Penggugat biasanya harus membuktikan bahwa
Tergugat telah dengan sengaja bertindak dengan
cara yang menyebabkan cedera pada Penggugat. Jadi,
misalnya, untuk menuntut atas adanya ancaman,
Penggugat harus menunjukkan bahwa Tergugat:
(1) Dengan sengaja (intentionally)
(2) Melakukan kontak dengan penggugat (made contact
with the plaintiff) yang
(3) Menyebabkan (caused)
(4) Kerugian bagi penggugat (harm to the plaintiff).173

Di sisi lain, untuk menetapkan klaim kelalaian,


Penggugat biasanya harus membuktikan bahwa Tergugat:
(1) Berhutang kewajiban perawatan yang wajar kepada
Penggugat
(2) Melanggar kewajiban itu dengan cara yang
(3) Menyebabkan
(4) Cedera pada Penggugat.

Dengan kata lain, Penggugat harus menunjukkan


bahwa Tergugat:
(a) Berutang kewajiban kehati-hatian kepada Penggugat
(biasanya tugas kehati-hatian untuk bertindak sebagai
orang yang wajar)
(b) Melanggar kewajiban kehati-hatian itu kepada
Penggugat (yaitu, bertindak lalai), yang menyebabkan
(c) Kerugian bagi Penggugat.

Tentang kerugian dalam kasus tort yang disengaja


dan karena kelalaian adalah kasus perdata. Artinya bahwa
ganti rugi biasanya diberikan dalam bentuk uang, yang
bertentangan dengan tindakan kriminal, di mana Terdakwa
dapat dihukum dengan waktu tertentu di penjara. Namun,

173
“Negligence vs. Intentional Act: What is Covered in a Personal Injury
Lawsuit?”, October 12, 2020
https://www.jdsupra.com/legalnews/
114
beberapa jenis Gugatan dapat dianggap sebagai masalah
perdata dan juga pidana. Misalnya, jika seseorang meninju
mulut seseorang, ia mungkin ditangkap karena
penyerangan kriminal dan/atau pemukulan, dan ia juga
dapat dituntut di pengadilan perdata atas penyerangan sipil
dan/atau pemukulan. Kerugian karena kelalaian dapat
berupa kerugian ekonomi, seperti penggantian biaya
pengobatan, maupun kerugian non-ekonomi, seperti rasa
sakit dan penderitaan. Kerugian yang disengaja seringkali
lebih luas cakupannya dan mungkin lebih murah hati
karena Terdakwa bertindak dengan sengaja dan bukan
karena lalai. Selain itu, Gugatan yang disengaja dapat
mencakup ganti rugi yang dirancang untuk menghukum
dan/atau mencegah perilaku serupa di masa depan.174
Hukum cedera pribadi berlaku dalam situasi di mana
perilaku terdakwa yang disengaja menyebabkan kerugian
bagi orang lain. Contohnya termasuk penyerangan, dan
kesalahan yang disengaja lainnya. Setiap kali suatu Pihak
bertindak dengan maksud untuk menyebabkan kerugian
langsung kepada pihak lain, undang-undang
mengkategorikannya sebagai tindakan yang disengaja untuk
mencederai diri sendiri. Dalam beberapa kasus, orang yang
melakukan tindakan yang disengaja dan korban saling
mengenal. Misalnya, ini mungkin kasus dengan pelecehan
orang tua atau kekerasan dalam rumah tangga. Dalam kasus
lain, para pihak mungkin tidak saling mengenal. Tindakan
cedera pribadi yang disengaja dapat mengambil banyak
bentuk:175
(1) Tindakan yang melibatkan kekuatan fisik langsung
terhadap seseorang, seperti penyerangan
(2) Kerusakan properti, seperti vandalisme

174
“Negligence vs. Intentional Act: What is Covered in a Personal Injury
Lawsuit?”, October 12, 2020
https://www.jdsupra.com/legalnews/
175
“Intentional Acts: Tough Lawyers With Decades Of Experience
Supporting Mainers' Rights’,
https://www.joebornstein.com
115
(3) Kerugian properti yang tidak terkait dengan kekuatan,
seperti penipuan
(4) Cedera psikologis diderita, meskipun tidak ada
kerugian fisik yang dialami.

 Produk Cacat (Defective Products).


Ketika komponen kendaraan, produk
konsumen, perangkat medis, farmasi, atau produk
lainnya rusak atau berbahaya secara tidak wajar,
siapa pun yang dirugikan oleh penggunaan produk
mungkin dapat mengajukan gugatan
pertanggungjawaban produk terhadap produsen.
Cacat produk (defective products) adalah setiap
karakteristik produk yang menghalangi
kegunaannya untuk tujuan yang dirancang dan
diproduksi. Cacat produk muncul paling menonjol
dalam konteks hukum mengenai keamanan produk,
di mana istilah tersebut diterapkan pada ‘apa pun
yang membuat produk tidak cukup aman (anything
that renders the product not reasonably safe)’.
Produsen bertanggung jawab atas cacat pada
produknya. Jika mereka membahayakan pelanggan:
kematian, cedera pribadi, atau kerusakan material
pada barang-barang pribadi, produsen dapat
mengalami masalah serius. Cacat produk ditentukan
oleh kurangnya keamanan yang berhak diharapkan
oleh konsumen. Produsen perlu berhati-hatilah saat:
(1) Memproduksi produk akhir
(2) Membuat suku cadang untuk dimasukkan ke dalam
produk lain
(3) Mengimpor produk dari negara lain untuk dijual lebih
lanjut.
Jika lebih dari satu bisnis bertanggung jawab atas
keamanan produk yang sama, pihak yang dirugikan dapat
membawa salah satu dari mereka ke pengadilan. Aturan
pertanggungjawaban juga berlaku untuk listrik dan produk-
produk pertanian. Kontrak penjualan mungkin tidak berisi
116
persyaratan yang mengurangi tanggung jawab produsen
atas produk yang cacat.176
Klaim kompensasi untuk menuntut ganti rugi atas
kerusakan yang diderita, pihak yang dirugikan harus
membuktikan bahwa:
(1) Terjadi kerusakan
(2) Produk anda rusak
(3) Cacat dan kerusakan itu terkait.

Kasus ketika Produsen tidak bertanggung jawab jika


dapat membuktikan bahwa:
(a) Tidak menempatkan produk di pasar
(b) Tidak memproduksi produk untuk dijual
(c) Cacat yang menyebabkan kerusakan tidak ada ketika
produk ditempatkan di pasar
(d) Cacat muncul hanya karena produk itu harus
memenuhi persyaratan teknis wajib
(e) Sesuai dengan standar ilmiah dan teknis terbaru, tidak
ada yang bisa meramalkan cacat ketika produsen
menempatkan produk di pasar
(f) Produsen hanya memproduksi satu komponen, dan
cacatnya adalah hasil dari desain produk akhir.

Pihak yang dirugikan memiliki waktu tertentu untuk


menuntut ganti rugi, terhitung sejak hari mereka
mengetahui:
(1) Terjadinya kerusakan
(2) Cacat
(3) Identitas produsen. Produsen tidak lagi bertanggung
jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh produk
setelah berada di pasar selama kurun tertentu, kecuali
jika seseorang telah mengklaim kompensasi dari
produsen selama periode tersebut.177

176
“Defective products”, https://europa.eu/youreurope/
177
“Defective products”, https://europa.eu/youreurope/
117
Cacat pabrik yang berbahaya merupakan penyebab
banyak di seluruh Amerika Serikat termasuk yang
melibatkan peringatan yang tidak memadai, cacat desain,
dan kesalahan pembuat dalam produk. Setiap tahun, mereka
menyebabkan cedera parah dan bahkan banyak kematian.
Beberapa sumber cacat produk yang mematikan termasuk
obat-obatan, semprotan rumput, mobil, peralatan
konstruksi bisnis, dan bahkan komponen bangunan rumah.
Hubungi Mediator jika produk perusahaan berbahaya
merugikan sertai mencelakai. Mediator yang ahli,
berpengalaman dalam hukum pertanggungjawaban produk,
dapat berbicara dengan mengenai cedera dan apakah
mungkin memiliki kasus melawan produsen atau tidak.
Adapun jenis cacat yang dapat menimbulkan klaim saat
mengidentifikasi apakah mungkin memiliki klaim kewajiban
produk dengan pengacara atau tidak, penting untuk
dipahami bahwa ada tiga kategori luas dari klaim produk
cacat dimana Produsen dapat dimintai pertanggungjawaban
atas cedera pribadi atau kerusakan lainnya. Perlu ditinjau
masing-masing dari tiga jenis klaim kewajiban produk
utama sekarang dan mendiskusikan contoh bukti atau
peringatan yang mungkin membahayakan.178

 Fitnah (Defamation)
Hukum cedera pribadi berlaku ketika
pernyataan yang memfitnah (defamation) satu orang
menyebabkan kerugian bagi orang lain. Diperlukan
waktu bertahun-tahun untuk membangun merek
atau reputasi yang dapat dicabik-cabik dalam
hitungan detik, dengan konsekuensi yang
menghancurkan bagi individu, merek, atau bisnis
yang bersangkutan, perlu waktu bertahun-tahun
untuk nama yang ternoda, merek untuk pulih,
dengan asumsi bahwa hal itu terjadi, kerugian wajah,

178
“Types of Defects that Can Lead to Claims”,
https://www.rosenfeldinjurylawyers.com/
118
keuntungan, penjualan, pendapatan, rasa hormat dan
kepercayaan, apalagi kesusahan adalah cobaan yang
tidak layak dipertimbangkan. Karena internet
tampaknya semakin memfitnah, pernyataan fitnah
dapat menyebar lebih cepat dan lebih jauh dari
sebelumnya. Pencemaran nama baik sangat mahal
dan dalam keadaan tertentu sangat sulit dibuktikan,
ditambah dengan risiko litigasi yang lebih sering
daripada tidak, menempuh semua jalan ke
pengadilan tidak sebanding dengan sakit kepala,
stres, dan biaya.179

d. Kerusakan Bangunan (Property Damage)


Kerusakan properti adalah cedera pada properti
nyata atau pribadi. Contohnya bisa berupa kebocoran bahan
kimia pada sebidang real estat, atau kerusakan mobil akibat
kecelakaan. Pemilik properti dapat memperoleh asuransi
properti untuk melindungi dari risiko kerusakan
properti.180 Kerusakan properti biasanya melibatkan
kerusakan fisik pada properti. Harta berwujud adalah
sesuatu yang dapat disentuh atau dirasakan pada bangunan
atau monitor komputer. Sebagian besar klaim kerusakan
properti melibatkan cedera fisik pada properti berwujud
yang dimiliki oleh orang yang mengajukan klaim
(penggugat). Misalnya, pemilik gedung menuntut
kontraktor pipa atas kerusakan yang disebabkan oleh
kebakaran yang tidak disengaja oleh tukang ledeng saat
mengelas pipa. Beberapa jenis asuransi mencakup
kerusakan properti. Sebagai contoh: Asuransi kewajiban
umum mencakup klaim kerusakan pihak ketiga. Kebijakan
otomatis bisnis mencakup klaim kerusakan pihak ketiga
akibat penggunaan kendaraan bisnis. Asuransi properti
komersial mencakup kerusakan properti bisnis karena
kejadian tak terduga seperti pencurian atau kebakaran.

179
“Defamation Disputes”, https://effectivedisputesolutions.co.uk/
180
“Property damage”, https://www.law.cornell.edu/
119
Asuransi properti komersial sering digabungkan ke dalam
kebijakan pemilik bisnis (BOP), yang menawarkan
pertanggungan kewajiban umum, asuransi gangguan bisnis,
dan pertanggungan properti.181

3.3.2 Bisnis dan Keprofesian (Business & Professional)


Harus ada kerangka kerja untuk menyelesaikan
perselisihan antara perusahaan secara adil dan transparan.
Simbol yang menggambarkan jabat tangan, yang
dimaksudkan untuk menandakan ‘mekanisme penyelesaian
sengketa untuk bisnis’. Mekanisme penyelesaian sengketa
harus memberikan penyelesaian yang cukup cepat, hemat
biaya dan rahasia antara para pihak. Hukum bisnis harus
memperhitungkan fakta bahwa perselisihan akan muncul.
Mekanisme yang tersedia untuk penyelesaian sengketa
dapat mencakup mediasi, arbitrase dan penggunaan proses
pengadilan formal. Masing-masing memiliki tempatnya dan
menawarkan manfaat tertentu. Jika para pihak membawa
perselisihan mereka ke proses pengadilan formal, harus ada
sistem pengadilan independen yang menangani perselisihan
secara adil dan dengan biaya yang proporsional, yang
dipadukan dengan harapan akan publisitas yang wajar
untuk keputusan tersebut.182

a. Sengketa Internal (Internal Dispute)


Perselisihan Internal berarti setiap klaim di mana
(a) Satu atau lebih anggota Direksi, Anggota Pengelola,
Afiliasi Anggota Pengelola atau masing-masing
karyawan atau manajernya menggugat satu atau lebih
anggota Direksi lainnya, Anggota Pengelola , Afiliasi
Anggota Pengelola atau karyawan atau manajernya
masing-masing

181
Marianne Bonner, “What Is Property Damage?”, September 17, 2020
182
“Dispute resolution mechanisms for business”,
https://www.accaglobal.com/
120
(b) Baik Perusahaan maupun Kendaraan Investasi Paralel
bukanlah penggugat, tergugat, atau peserta lain dalam
klaim tersebut dan/atau akan (atau dapat diharapkan
secara wajar) menerima manfaat moneter apa pun
dari hasil klaim tersebut.183

b. Sengketa Kerjasama Bisnis (Partnerships)


Kemitraan didefinisikan sebagai hubungan yang ada
antara orang-orang yang menjalankan bisnis bersama
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Ini
melibatkan dua orang atau lebih yang membuat perjanjian
kontrak di antara mereka sendiri. Perselisihan kemitraan
dapat timbul ketika ada gangguan dalam hubungan antara
mitra, keputusan bersama untuk berpisah, atau bahkan
mungkin perselisihan mengenai perilaku bisnis. Mirip
dengan perselisihan pemegang saham atau perselisihan
direktur, sering muncul antara mitra yang tidak memiliki
perjanjian yang tepat, seperti Perjanjian Kemitraan, yang
harus terdiri dari klausul penyelesaian perselisihan dan
menentukan apa yang harus terjadi dalam keadaan tertentu,
seperti ketika seorang mitra ingin pensiun. Kemitraan
sering dibuat antara teman atau anggota keluarga, yang
mengandalkan persahabatan, hubungan dan kepercayaan
mereka dengan pasangan lain sebagai pembenaran untuk
tidak memiliki atau membutuhkan Perjanjian Kemitraan.
Ketika hubungan rusak atau keadaan mereka berubah, saat
itulah mereka berharap mereka telah melihat seorang
pengacara Sebelum menjalin kemitraan, yang dapat
menghindari atau meminimalkan perselisihan.184

c. Masalah Buruh dan Majikan (Employer/Employee)


Apakah majikan atau karyawan, setiap orang memiliki
hak berdasarkan undang-undang dan mungkin juga
memiliki hak yang ditetapkan berdasarkan kontrak dalam

183
“Internal Dispute definition”, https://www.lawinsider.com/
184
Partnership Disputes”, https://rslaw.com.au/
121
situasi khusus. Berikut adalah empat jenis perselisihan yang
sering muncul dalam bidang hukum ketenagakerjaan:
(1) Dugaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang salah.
Kasus pemutusan hubungan kerja yang salah dapat
menjadi salah satu perselisihan hukum
ketenagakerjaan yang paling sulit dan emosional.
Kasus-kasus ini sering membuat pekerjaan karyawan
diadili. Perlu dicatat bahwa Wisconsin adalah negara
bagian kerja sesuai keinginan, yang berarti bahwa
pemberi kerja dapat memberhentikan karyawan
dengan alasan apa pun selama tidak ada kontrak yang
berlaku dan selama pemberi kerja tidak melanggar
undang-undang diskriminasi dan pembalasan tertentu
(2) Sengketa upah. Jenis gugatan ini muncul ketika
majikan dituduh tidak memberikan kompensasi yang
layak kepada pekerja atas waktu mereka di tempat
kerja. Ini dapat mencakup tidak membayar pekerja
untuk lembur atau mendapatkan tip atau tidak
mengizinkan istirahat berbayar secara teratur.
Pengusaha juga harus membayar upah minimum
pekerja. Perselisihan upah juga dapat mencakup
kesalahan klasifikasi pekerja, yang terjadi ketika
majikan salah menyatakan bahwa seorang pekerja
adalah kontraktor independen dan bukan karyawan.
Ini dapat memengaruhi gaji, perlindungan, dan
tunjangan pekerja, dan dapat menyebabkan masalah
pajak bagi kedua belah pihak
(3) Klaim diskriminasi dan pelecehan. Undang-undang
melindungi pekerja dan pelamar kerja dari:
(a) Diskriminasi, pelecehan, atau perlakuan tidak adil
oleh manajer, rekan kerja, atau orang lain karena
ras, agama, asal negara, jenis kelamin (termasuk
orientasi seksual atau identitas gender), kehamilan,
usia, atau disabilitas seseorang
(b) Penolakan akomodasi yang wajar di tempat kerja
untuk kecacatan atau keyakinan agama karyawan

122
(c) Pembalasan karena seorang karyawan mengajukan
keluhan tentang diskriminasi pekerjaan atau
membantu penyelidikan atau gugatan diskriminasi
pekerjaan. Agar karyawan menerima perlindungan,
sebagian besar pemberi kerja harus memenuhi
persyaratan ukuran tertentu. Selain itu, pengaduan
diskriminasi harus secara hati-hati mengikuti
prosedur yang ditetapkan
(d) Kompensasi pesangon. Majikan dapat menawarkan
kepada karyawan yang meninggalkan perusahaan
mereka jenis kompensasi tertentu sebagai imbalan
untuk menandatangani kontrak yang mencakup
perjanjian kerahasiaan atau non-persaingan. Jenis
perjanjian pesangon ini sering menjadi subyek
litigasi. Jika bisnis yang menawarkan perjanjian
semacam itu, atau jika karyawan yang telah
menerimanya, berbicara dengan pengacara akan
membantu memahami hak-hak a yang ditetapkan
dalam kontrak dan mengatasi masalah apa pun
yang mungkin timbul.

3.3.3 Real Estate


a. Sewa Guna Komersial (Commercial Leases)
Sewa komersial memberi hak penyewa untuk
properti komersial. Ini adalah perjanjian yang mengikat
secara hukum yang dibuat antara Pemilik (seringkali
pemilik properti) dengan Penyewa bisnis yang menguraikan
syarat dan ketentuan yang harus kedua belah pihak ikuti.185

b. Non-Disclosure
Nomenklatur NDA atau Non Disclosure Agreement
sudah menjadi istilah umum yang sering didengar. Menurut
Agustinus Haryono, NDA merupakan perjanjian yang
digunakan untuk menjaga informasi yang bersifat rahasia.

185
“Commercial Lease”, https://www.contractscounsel.com/
123
Sebagai suatu perjanjian, NDA menurut Pasal 1320 KUH
Perdata harus memenuhi empat syarat-syarat, yaitu:
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
(3) Mengenai suatu hal tertentu
(4) Suatu sebab yang halal.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya
oleh pemilik informasi tersebut adalah merupakan rahasia
dagang.186
Jika dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain,
menurut Haryono agar rahasia dagang atau rahasia
perusahaan bisa terjaga dan tidak jatuh ketangan pihak lain
yang dapat menimbulkan kerugian pada dirinya, maka
pihak yang memiliki informasi rahasia ini, terutama di
bidang tekhnologi dan/atau bisnis, akan sangat
berkepentingan jika kerjasama tersebut dituangkan ke
dalam suatu bentuk perjanjian yang bersifat rahasia. Hal ini
sangat dimungkinkan, karena dalam perjanjian terdapat
asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak adalah
kebebasan yang diberikan kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kepatutan dan ketertiban umum sebagaimana amanat Pasal
1338 jo Pasal 1337 KUH Perdata.187
Untuk menjaga kerugian inilah NDA tersebut dibuat.
Masih menurut Haryono, dalam aneka usaha industri,
seringkali ketika seseorang sebelum diterima menjadi
karyawan suatu perusahaan, terlebih dahulu
186
Agustinus Haryono, “Mengenal Non Disclosure Agreement”,
https://icopi.or.id/
187
Agustinus Haryono, “Mengenal Non Disclosure Agreement”,
https://icopi.or.id/

124
menandatangani NDA. Perjanjian ini dibuat karena ada
beberapa hal yang tidak boleh atau belum boleh diketahui
oleh umum, seperti informasi tentang klien, kondisi
keuangan, bisnis proses, strategi bisnis, SOP sampai source
code biasanya tercakup dalam NDA. Dalam NDA umumnya
disebutkan jangka waktu berlakunya perjanjian/informasi
rahasia. NDA bisa berlaku ketika pekerja sedang bergabung
dengan perusahaan atau bisa berlaku sampai beberapa
tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi bekerja di
perusahaan tersebut.188

c. Sengketa Pembatasan (Boundary Disputes)


Layanan Mediasi Perselisihan Batas (The Boundary
Disputes Mediation Service/ BDMS) dirancang oleh RICS dan
Asosiasi Litigasi Properti (the Property Litigation
Association) dan didukung oleh Dewan Peradilan Sipil (the
Civil Justice Council/ CJC) untuk membantu tetangga
menyelesaikan perselisihan tentang garis batas dan masalah
terkait. Ini memberikan pendekatan yang lebih cepat, lebih
murah dan lebih informal daripada litigasi, sambil
membantu tetangga untuk menangani masalah yang
menjadi inti perselisihan mereka dengan cara yang positif
dan proaktif. Mediasi memungkinkan para pihak untuk
mengambil kepemilikan dalam menangani perselisihan
mereka dan membantu mereka mencapai hasil yang
memuaskan semua pihak. Mediator membantu para pihak
untuk mendefinisikan masalah dengan jelas, memahami
posisi masing-masing dan bergerak lebih dekat ke
penyelesaian. Di mana ada banyak masalah yang dimainkan,
Mediator akan bekerja dengan para pihak untuk
mempersempit jangkauan masalah di antara mereka dan
membantu mereka menemukan solusi yang memungkinkan
yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.189

188
Agustinus Haryono, “Mengenal Non Disclosure Agreement”,
https://icopi.or.id/
189
“Boundary Disputes Mediation”, https://www.rics.org/uk/
125
Penggunaan Mediasi dalam sengketa properti dan
batas (disputes on property and easement boundaries).
Norwegia memiliki jumlah sengketa perbatasan yang jauh
lebih tinggi daripada negara-negara. Setiap tahun, lebih dari
1.300 sengketa perbatasan diberitakan, dan kira-kira 4500
putusan mengenai batas-batas properti dan kemudahan
dibuat oleh pengadilan konsolidasi tanah (land
consolidation courts). Ciri khas ‘sengketa perbatasan
(boundary disputes). Mediasi telah, dan akan tetap menjadi,
cara penting untuk menyelesaikan konflik ini, selain cara
normal kasus pengadilan. Berbagai temuan dari sebuah
proyek penelitian yang dimulai pada tahun 1996.

d. Sengketa Bertetangga (Neighbor Disputes)


Setiap orang memiliki tetangga, dan dimana ada
tetangga, pasti disitu ada masalah. Entah itu anjing yang
menggonggong, pohon yang tidak dipangkas, sekelompok
mobil di halaman depan, atau pesta yang riuh. Bagaimana
menghadapi tetangga yang menantang sambil menjaga
kewarasan dan kualitas hidup?190 Seseorang mungkin harus
berurusan dengan tetangga dalam kapasitas tertentu. Dalam
kebanyakan kasus, tetangga bukanlah anggota keluarga atau
teman, namun cenderung berasal dari berbagai latar
belakang. Seringkali perbedaan gaya hidup, tingkat sosial
ekonomi, kesalahpahaman, dan faktor lain dapat
menyebabkan perselisihan tetangga dan membuat
pengalaman lingkungan yang tidak menyenangkan.
Bagaimana menangani perselisihan tetangga, termasuk
nasihat praktis tentang hubungan bertetangga; bagaimana
menghindari menjadi gangguan bagi tetangga; apa yang
harus dilakukan jika yakin tetangga menjadi pengganggu
dan implikasi hukum yang relevan.191

190
“Neighbor Disputes”, https://www.nolo.com/legal-encyclopedia/
191
“Neighbor Disputes”,
https://www.findlaw.com/realestate/neighbors/neighbor-disputes

126
Macam-macam sengketa bertetangga, diantaranya:
(1) ‘sengketa batas’, untuk masalah sengketa perbatasan
dan cara mengatasinya penting bagi Mediator.
Sejumlah jenis dokumen dan faktor yang berbeda yang
dapat mempengaruhi sengketa perbatasan, termasuk
survei properti dan kepemilikan yang merugikan
(2) ‘hak milik’: tetangga mengganggu. Jika tindakan
tetangga terus mengganggu atas properti, maka dapat
menuntut untuk menghentikan perilaku tersebut.
Hukum gangguan dan apa yang dapat dilakukan untuk
menghentikan gangguan lingkungan tersebut
(3) ‘perselisihan dengan hewan milik tetangga’, peraturan
setempat sering kali menentukan apakah boleh
memelihara ayam atau ternak lain di halaman
belakang rumah. Perselisihan hewan tetangga,
undang-undang properti tentang hewan, penimbunan
hewan peliharaan, dan banyak lagi.

3.3.4 Masalah Pernyataan Kehendak (Probate & Will


Contests)
Will Contests adalah upaya untuk membatalkan suatu
tulisan, yaitu instrumen yang telah diajukan Pengesahan ke
Pengadilan yang mengaku sebagai Wasiat dan Wasiat
Terakhir dari orang yang sekarang sudah meninggal. Setiap
orang yang ‘tertarik (interested)’ dapat menentang suatu
Wasiat, termasuk ahli waris, pembuat rencana, anak,
pasangan, kreditur, penerima manfaat atau orang lain yang
memiliki hak properti atau klaim terhadap harta warisan
yang dapat dipengaruhi oleh proses pengesahan hakim.
‘Pelaksana (executor)’ adalah orang yang dinominasikan
dalam Surat wasiat untuk bertanggung jawab atas
pengesahan surat wasiat. Perhatikan bahwa pelaksana yang
disebutkan dalam wasiat yang tidak akan mewarisi tidak
memiliki kedudukan untuk membawa will contests.
Sangat penting untuk dicatat bahwa begitu suatu
Kehendak diterima untuk Pengesahan oleh Pengadilan,
sementara itu masih dapat ditentang, itu jauh lebih sulit dan
127
kedudukan untuk menentangnya semakin dibatasi. Itu
selalu lebih baik bagi kontestan untuk menantang Wasiat
sebelum diterima untuk pengesahan wasiat dan, sebaliknya,
jika membela Wasiat, lebih baik bagi untuk memiliki Wasiat
yang diakui untuk pengesahan sesegera mungkin dan
berharap para kontestan menunggu sampai sukses.192

3.3.5 Masalah Perjanjian Pra Nikah (Pre-Marinal


Agreements)
Perjanjian ‘Pra Nikah’, ‘Perjanjian Pisah Harta’ dan
‘Perjanjian Perkawinan’ yaitu padanan dari istilah
prenuptial agreement. Apakah perbedaan di antara
ketiganya? Ketiganya memiliki pengertian yang sama, yaitu
perjanjian yang dibuat dalam suatu ikatan perkawinan (bisa
sebelum dan bisa juga selama masa perkawinan). Untuk
mempermudah redaksi, kami akan menggunakan Perjanjian
Pra Nikah, sebab ini yang familiar digunakan di masyarakat.
Perjanjian Perkawinan adalah salah satu bentuk dari
perjanjian yang dibuat antara satu pihak dengan pihak
lainnya sebelum mengadakan upacara pernikahan untuk
mengesahkan keduanya sebagai pasangan suami dan istri.
Membuat perjanjian kawin hukumnya mubah atau boleh,
selama tidak melanggar asas-asas perjanjian dalam hukum
Islam.

3.3.6 Perpisahan dan Perceraian (Divorce and


Separation)
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan yang
dibuat oleh dua pihak pada saat tertentu dalam hidup
mereka. Dengan cara ini, pasangan dapat, jika mereka mau,
menikah lagi. Persyaratan minimum yang disyaratkan oleh
undang-undang untuk perceraian adalah bahwa setidaknya
tiga bulan telah berlalu sejak perkawinan dilangsungkan.
Dengan perceraian kedua belah pihak kehilangan hak dan
kewajiban yang ditimbulkan pada saat mereka memutuskan

192
“Will Contests - The Basics”, https://www.stimmel-law.com/
128
untuk mengadakan perkawinan di antara mereka.
Sebaliknya, pemisahan menyiratkan penghentian efektif
dari hidup bersama kedua pasangan, dan karena itu
memiliki konsekuensi patrimonial dan pribadi. Agar
pemisahan itu memiliki akibat hukum, diperlukan prosedur
peradilan yang diajukan ke Pengadilan. Dalam hal prosedur
peradilan tidak diajukan, kita akan dihadapkan pada
perpisahan de fakto, di mana hanya penghentian hidup
bersama pasangan, tetapi tanpa menghasilkan efek hukum
terhadap pihak ketiga.193

3.4 Sengketa/ Konflik: Sebab-Sebab,


Perbedaan, Tingkatan dan Lembaga
Penyelesaiannya
Konflik merupakan hal normal, dan bahkan sehat,
sebagai bagian dalam hubungan. Lagi pula, dua pihak tidak
mungkin diharapkan untuk menyetujui segala sesuatu
setiap saat. Oleh sebab itu, konflik dalam berhubungan tidak
dapat dihindari, belajar untuk menangani konflik dengan
cara yang sehat sangat penting. Ketika konflik tidak dikelola
dengan baik, terntunya dapat membahayakan hubungan.
Tetapi ketika ditangani dengan cara yang positif, konflik
memberikan kesempatan untuk tumbuh, yang pada
akhirnya memperkuat ikatan antara dua orang. Dengan
mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk resolusi
konflik yang sukses, Mediator dapat menjaga pribadi dan
keprofesionalan.194
hubungan yang kuat dan berkembang.

193
“Difference between divorce and separation”,
https://www.forcamabogados.com/
194
“Conflict Resolution Skills”, https://www.edmonds.edu/
129
3.4.1 Sebab-Sebab Timbulnya Sengketa
Faktor penyebab konflik atau akar-akar
pertentangan suatu konflik, yaitu:195
(1) Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan
pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan
bentrokan antara mereka, terutama perbedaan
pendirian dan perasasaan. Sehingga, hal ini lantas
menjadi faktor penyebab konflik yang signifikan
(2) Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari
orang perorangan tergantung pula dari pola-pola
kebudayaan yang menjadi latar belakang
pembentukan serta perkembangan kepribadian, yang
sedikit banyak akan mempengaruhi kepribadian
seseorang dalam kebudayaan tersebut
(3) Perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan
antara individu maupun kelompok merupakan sumber
lain dari pertentangan baik kepentingan ekonomi,
politik, dan sebagainya
(4) Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung
dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang dapat
menyebabkan munculnya golongan-golongan yang
berbeda pendiriannya. Penyebab timbulnya
perselisihan, menurut beberapa teori:

a. Teori Hubungan Masyarakat


Pendasaran teori ini pada ‘ketidakpercayaan’ serta
‘rivalisasi’ di dalam masyarakat. Jalan keluar atas sengketa
ini yaitu dengan dialog guna menuju saling pengertian di
antara Para Pihak yang terlibat serta pengembangan
toleransi agar dapat saling menerima keberagaman.196
Hubungan Masyarakat merupakan fungsi manajemen yang

195
Edelweis Lararenjana, “Faktor Penyebab Konflik Sosial dan Latar
Belakang yang Mendasarinya”, https://www.merdeka.com/
196
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.8
130
mengevaluasi sikap publik, mempelajari kebijakan dan
prosedur individual atau organisasi sesuai dengan
kepentingan publik, dan menjalankan program untuk
mendapatkan pemahaman dan penerimaan publik.

b. Teori Negosiasi
Pendasaran teori negosiasi, memandang sengketa
terjadi disebabkan ‘perbedaan-perbedaan’ yang terjadi
diantara Para Pihak. Substansi dari teori negosiasi, untuk
penyelesaian sengketa, Para Pihak harus dapat
‘memisahkan perasaan pribadinya’ dengan ‘masalah-
masalah pada umumnya’. Saat melakukan negosiasi harus
mampu berpijak pada ‘kepentingan’, bukan pada posisi yang
sudah tetap.197 Teori negosiasi menemukan bahwa
pendekatan kooperatif adalah jalan paling pasti untuk
memahami pihak lain dan menemukan sumber nilai baru.
Teori negosiasi menyarankan para pihak untuk fokus pada
kepentingan, bukan posisi; memisahkan penemuan dari
melakukan tindakan; berinvestasi besar-besaran dalam
‘Bagaimana jika?’. Pertanyaan-pertanyaan bersikeras pada
kriteria objektif dan mencoba membangun kesepakatan
yang hampir memaksakan diri.198
Terdapat tiga prinsip teori negosiasi yang mungkin
sangat membantu dalam upaya menegosiasikan solusi
untuk banyak masalah, yaitu:199
(1) Fokus pada kepentingan. Perundingan berbasis
kepentingan, yang melibatkan eksplorasi kepentingan
yang lebih dalam yang mendasari posisi yang
dinyatakan oleh negosiator, dapat membantu para
pihak mengidentifikasi potensi kompromi dan peluang
untuk keuntungan bersama

197
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.8
198
“Negotiation Theory: What is Negotiation Theory?”,
https://www.pon.harvard.edu/
199
“Negotiation Theory: What is Negotiation Theory?”,
https://www.pon.harvard.edu/
131
(2) Mengantisipasi dan mengatasi sumber bias. Dalam
kondisi terbaik, semuanya rentan terhadap bias yang
dapat diprediksi dan kesalahan kognitif lainnya.
Misalnya, bias dalam kelompok dapat mencegah untuk
mengalokasikan sumber daya secara adil antar
kelompok
(3) Mencapai kesepakatan di dalam dan antar pihak.
Untuk setiap kesepakatan yang dicapai, seringkali
dibutuhkan sejumlah kesepakatan lain. Banyak krisis
dan negosiasi bisnis seringkali membutuhkan
perundingan multilateral.

Di ujung lain spektrum, meskipun teori negosiasi saat


ini menyarankan untuk bekerja sama bila memungkinkan,
dan mengungkapkan informasi untuk menciptakan nilai
maksimum, para pihak harus menghitung risiko dan
manfaat dari berbagi informasi dengan mitranya. Itulah
sebabnya mengapa teori negosiasi perlu
mempertimbangkan perspektif saat ini dari mereka yang
ada dimeja sambil juga mengintegrasikan pemangku
kepentingan lainnya. Untuk mencapai kesepakatan yang
berkelanjutan, Negosiator harus mengantisipasi setiap
orang yang harus menanggung konsekuensi negatif dari
kesepakatan, termasuk rekan kerja, anak-anak, dan
komunitas mereka. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang
teori negosiasi, Keterampilan Negosiasi: Strategi negosiasi
dan teknik negosiasi untuk membantu seseorang menjadi
negosiator yang lebih baik.

c. Teori Identitas
Menurut teori ini, sengketa terjadi karena identitas
Pihak-nya terancam oleh Pihak lain. Pendukung teori
identitas mengusulkan penyelesaian sengketa melalui
fasilitasi serta dialog melalui wakil-wakil kelompok yang
mengalami sengketa. Tujuannya untuk menentukan
ancaman-ancaman dan kekhawatiran yang dirasakan serta
membangun empati, rekonsiliasi dan akhirnya pencapaian
132
kesepakatan serta pengakuan identitas oleh semua pihak.200
Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena
identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya
sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak
diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah,
pertama, melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara
pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan
dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan
yang mereka rasakan masingmasing dan untuk membangun
empati dan rekonsiliasi diantara mereka dan kedua, meraih
kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas
semua pihak.201
Teori pembentukan identitas dan menerapkannya
pada studi negosiasi. Teori ini mengakui bahwa aktor/agen
dapat mengadopsi multiplisitas identitas, dan ia
memperlakukan perubahan dalam arti-penting identitas
sebagai endogen terhadap proses interaksi interpersonal
dan antar kelompok yang bergantung secara kontekstual.
Biasanya, identitas yang kuat dipandang sebagai pemicu
konflik dan memperburuk perselisihan atau persengketaan.
Teori bagaimanapun, menunjukkan peran paliatif identitas:
mediasi pihak ketiga dapat lebih efektif menyelesaikan
konflik ketika meningkatkan berbagi, jika awalnya kurang
menonjol, aspek identitas pihak yang bersengketa.
Beberapa jalur kausal dimana proses peningkatan arti-
penting identitas dapat meningkatkan kemungkinan
resolusi konflik yang berhasil, menyediakan mekanisme
pelengkap untuk efektivitas mediasi bagi yang ada dalam
literatur. Makalah ini diakhiri dengan metode praktis untuk

200
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.9
201
Yuliyanto, “Penyelesaian Konflik Sosial (Studi Kasus Tawuran Warga
Berlan dengan Palmeriam)”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 16, No.
4, 2016, hlm.497.
133
menerapkan wawasan teori terhadap pilihan mediator dan
teknik mediator.202

d. Teori Kesalahpahaman Antar Budaya


Pendasaran teori ini, sengketa terjadi karena
‘ketidakcocokan dalam berdialog’ diantara orang-orang dari
latar belakang budaya berbeda. Dialog diperlukan diantara
Para Pihak yang bersengketa. Tujuannya untuk mengenal
dan memahami budaya pihak lainnya, meminalisir
stereotipe yang masing-masing Pihak miliki atas Pihak
Lain.203 Teori kesalahpahaman antar budaya berasumsi
bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-
cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah menambah
pengetahuan pihakpihak yang mengalami konflik mengenai
budaya pihak lain, mengurangi stereotif negatif yang
mereka miliki tentang pihak lain; meningkatkan keefektifan
komunikasi antarbudaya.204

e. Teori Transformasi
Pendasaran teori ini, sengketa terjadi karena
masalah ‘ketidaksetaraan/kesenjangan dan ketidakadilan’
yang terjadi dalam kehidupan sosial. Upaya
penyelesaiannya menurut teori ini dilakukan melalui upaya
perubahan struktur dan kerangka kerja sebagai menyebab
empat ketidaksetaraan, yaitu:
(1) peningkatan hubungan, dan sikap jangka panjang
oleh Para Pihak yang mengalami serketa
(2) pengembangan proses-proses dan sistem untuk
Teori Transformasi konflik. Teori transformasi

202
“Identity, bargaining, and third-party mediation”,
https://www.cambridge.org/
203
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.9
204
Yuliyanto, “Penyelesaian Konflik Sosial (Studi Kasus Tawuran Warga
Berlan dengan Palmeriam)”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 16, No.
4, 2016, hlm.497.
134
berpandangan konflik disebabkan oleh masalah-
masalah ketidaksetaran dan ketidakadilan yang
muncul sebagai masalah sosial, budaya dan
ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini
adalah, pertama, mengubah berbagai struktur
dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk
kesenjangan ekonomi, kedua, meningkatkan
jalinan hubungan dan sikap jangka panjang
diantar pihak-pihak yang mengalami konflik dan
ketiga, mengembangkan berbagai proses dan
sistem untuk mempromosikan pemberdayaan,
keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi
dan pengakuan.205

f. Teori Kebutuhan/ Kepentingan Manusia


Pendasaran teori ini, sengketa terjadi karena
kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat terpenuhi
atau terhalangi oleh Pihak Lain. Kebutuhan dan kepentingan
manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
(1) Kebutuhan substantif, berkaitan dengan kebutuhan
manusia yang yang berhubungan dengan kebendaan
(2) Prosedural, berkaitan dengan tata dalam pergaulan
masyarakat
(3) Psikologis, berhubungan dengan non-materiil atau
bukan kebendaan seperti penghargaan dan empati.206
Teori kebutuhan manusia ini berasumsi bahwa
konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar
manusia-fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau
dihalangi. Keamanan identitas pengakuan partisipasi dan
otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang
ingin dicapai teori ini adalah, pertama, membantu pihak-
pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan

205
Ibid.
206
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.10.
135
mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak
terpenuhi dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dan kedua, agar pihak-
pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.207

3.4.2 Sengketa atau Konflik: Penting memahami


Perbedaannya
Kebanyakan orang berpandangan tidak ada
perbedaan antara istilah ‘Konflik’ dan ‘Sengketa’. Kedua
istilah itu sering digunakan secara bergantian dan terdaftar
sebagai sinonim untuk yang lain. Namun demikian,
beberapa akademisi dan cendekiawan membedakan kedua
istilah tersebut, meskipun perbedaan tersebut cenderung
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Penting
untuk memahami kedua istilah ini dalam konteks hukum.
Konflik merupakan perselisihan yang serius dan biasanya
yang berlarut-larut. Istilah ‘Konflik’ mengacu pada keadaan
ketidaksepakatan atau ketidakharmonisan. Keadaan
disharmoni atau pertentangan ini umumnya antara orang,
kepentingan, ide, prinsip, atau nilai-nilai. Definisi yang
dikemukakan John Burton akan memperjelas hal ini lebih
lanjut. Burton mendefinisikan ‘Konflik’ sebagai
ketidaksepakatan jangka panjang, masalah yang berjalan
begitu dalam, sehingga masalah-masalahnya umumnya
‘tidak dapat dinegosiasikan’.208
Mengingat bahwa konflik itu tidak dapat
dinegosiasikan, hal ini juga menunjukkan bahwa
kemungkinan untuk menyelesaikan masalah seperti itu
sangat kecil atau sulit. Isu-isu yang dianggap dalam atau
sangat serius antara lain perbedaan pendapat, moral atau
nilai, isu-isu yang berkaitan dengan keamanan, otoritas,
207
Yuliyanto, “Penyelesaian Konflik Sosial (Studi Kasus Tawuran Warga
Berlan dengan Palmeriam)”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 16, No.
4, 2016, hlm.497.
208
“Difference Between Conflict and Dispute”, dimuat 19 Februari 2015,
https://www.differencebetween.com/
136
kekuasaan, dan banyak lagi. Konflik dengan isu-isu tersebut,
jika tidak diselesaikan, cenderung berubah menjadi
kekerasan fisik dan kemudian perang. Kunci untuk
mengidentifikasi perbedaan antara ‘Konflik’ dan
‘Perselisihan’ adalah dengan menganggap bahwa Konflik
mewakili lingkaran masalah yang luas dan luasnya
menyangkut sejumlah Perselisihan mungkin muncul.
Pikirkan Konflik sebagai ketidaksepakatan antara orang-
orang yang memiliki keberadaan yang berkepanjangan dan
lebih serius di alam. Ini bukan perselisihan khusus dan
dengan demikian dapat mencakup sejumlah masalah. Ini
adalah keadaan ketidakharmonisan yang berkelanjutan.209
Apa yang dimaksud dengan Sengketa? Dengan tujuan
untuk membedakan antara ‘Konflik’ dan Perselisihan,
Burton juga mendefinisikan Sengketa sebagai perselisihan
jangka pendek yang dapat diselesaikan. Lebih lanjut Burton
menjelaskan bahwa suatu Sengketa dapat diselesaikan
dengan mempertimbangkan dan menilai kepentingan para
pihak yang bersangkutan serta menentukan hak-haknya
melalui penyelesaian yang wajar. Dalam konteks hukum,
Sengketa didefinisikan sebagai ketidaksepakatan pada suatu
titik hukum atau fakta, atau atas hak, kewajiban, dan
kepentingan hukum tertentu antara dua pihak atau lebih.
Oleh karena itu, Perselisihan mengacu pada
ketidaksepakatan yang spesifik, di mana masalah dapat
diselesaikan dengan menerapkan hukum atau aturan yang
relevan. Dengan demikian, dalam kasus Perselisihan, para
pihak dapat memperdebatkan kasus mereka dan mencapai
suatu bentuk penyelesaian. Biasanya, Perselisihan
melibatkan satu pihak yang berusaha untuk menegakkan
hak atau klaim tertentu dan pihak lain menentang posisi
tersebut. Perselisihan dapat didengar di pengadilan atau
melalui bentuk alternatif lain seperti arbitrase dan mediasi.
Contoh Perselisihan adalah ketika seorang karyawan

209
“Difference Between Conflict and Dispute”, dimuat 19 Februari 2015,
https://www.differencebetween.com/
137
berusaha untuk menegakkan hak atau klaim tertentu
terhadap majikannya. Klaim ini dapat berkaitan dengan jam
kerja, lembur atau cuti.210
Sebagaimana dinyatakan Timothy Keator,211
‘Kompromi’ merupakan seni membagi kue sedemikian rupa
sehingga setiap orang percaya bahwa dia telah
mendapatkan bagian terbesar. Tetapi bagaimana jika
seseorang menginginkan seluruh kue? Apa perbedaan
antara perselisihan dan konflik? Kondisi manusia
menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan dipenuhi
dengan konflik intrapersonal dan interpersonal dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk memeriksa mengapa konflik
dan perselisihan ada, perlu untuk mendefinisikan
perbedaan antara istilah yang sering dipertukarkan.
Menurut John Burton, perselisihan adalah ketidaksepakatan
jangka pendek yang dapat mengakibatkan pihak yang
bersengketa mencapai semacam penyelesaian; itu
melibatkan masalah yang bisa dinegosiasikan. Sebaliknya,
konflik bersifat jangka panjang dengan isu-isu yang
mengakar yang dipandang sebagai ‘tidak dapat
dinegosiasikan’. Jadi apa bedanya, atau setidaknya
bagaimana diukur dalam istilah yang bisa kita lihat setiap
hari?212

210
“Difference Between Conflict and Dispute”, dimuat 19 Februari 2015,
https://www.differencebetween.com/
211
Timothy Keator adalah presiden dan pendiri Layanan Mediasi Keator di
wilayah metropolitan New York, yang menawarkan bantuan untuk masalah
pribadi dan profesional. Pekerjaan konsultasinya mencakup industri
telekomunikasi dan hipotek, serta penampilan dosen tamu. Timothy sebagai
mediator yang ditunjuk pengadilan untuk membantu penyelesaian banyak
kasus, di mana ia juga menjabat sebagai penasihat di dewan direksi. Saat ini
ia sedang dalam proses mempertahankan disertasinya dalam studi
kepemimpinan dengan konsentrasi pada praktik mediasi, yang menekankan
pada temperamen mediator.
212
Timothy Keator, “Dispute or Conflict? The Importance of Knowing the
Difference”,
https://www.mediate.com/
138
Ide bahwa ‘tidak dapat dinegosiasikan’, awalnya
berasal dari hierarki kebutuhan Maslow yang tanpanya
seseorang tidak dapat hidup dan mempertahankan
kehidupan. Keberlanjutan hidup adalah sesuatu yang dapat
diukur dalam derajat, dari makanan dan air, hingga
komunitas dan rasa memiliki. Sesuatu yang tidak dapat
dinegosiasikan telah diatur dalam pikiran dan proses
mengubah pemikiran seperti itu sulit, jika bukan tidak
mungkin. Perbedaannya adalah bahwa nalar dan
komunikasi tidak selalu membahas isu-isu yang ada dalam
suatu konflik, tetapi umumnya akan bekerja untuk
mengurangi banyak perselisihan. Ide utamanya adalah
bahwa jika dibiarkan dan tidak dijelaskan, perselisihan
dapat dengan mudah berubah menjadi konflik. Namun
konflik jarang kembali menjadi perselisihan tanpa
intervensi. Contoh perbedaan yang dapat dinegosiasikan
versus tidak dapat dinegosiasikan dapat ditemukan dalam
pembelian umum yang sering membutuhkan negosiasi
seperti mobil atau rumah. Dalam situasi ini, para pihak
dapat terlihat berselisih tentang harga barang; namun,
mereka dapat mencapai pemahaman menyeluruh tentang
posisi yang dikompromikan. Perselisihan lain semacam itu
bisa mengenai harta seseorang setelah meninggalnya
anggota keluarga. Saudara kandung atau kerabat lainnya
mungkin mengambil posisi yang berurat berakar pada
masalah tertentu dan menggali tumit mereka. Dalam
skenario ini pihak-pihak yang terlibat, meskipun
argumentatif dan bersikukuh tentang posisi khusus mereka,
pada akhirnya dapat mencapai resolusi. Namun, ketika
banyak perselisihan dan argumen dibiarkan berlarut-larut,
hasilnya seringkali dapat menyebabkan konflik.213
Sifat konflik, seperti yang ditunjukkan oleh Burton,
masing-masing pihak pada dasarnya menentang

213
Timothy Keator, “Dispute or Conflict? The Importance of Knowing the
Difference”,
https://www.mediate.com/
139
keberhasilan pihak lain dan tidak akan mengkompromikan
nilai-nilai mereka sendiri dengan risiko membiarkan pihak
yang mereka benci meraih kemenangan sekecil apa pun.
Contoh utama dari konflik semacam itu adalah penguasaan
Dome of The Rock di Yerusalem. Satu pihak percaya bahwa
itu adalah tempat suci Ibrahim dan orang-orang Yahudi
sedangkan pihak lawan berpendapat bahwa itu adalah
tempat di mana Muhammad naik ke surga dan karena itu
adalah tempat Islam yang suci dan suci. Selain itu,
pemahaman bahwa skenario dan tradisi tidak harus saling
eksklusif menambah penghinaan lebih lanjut. Karena batu
itu sekarang berada dalam kendali orang-orang Muslim,
mereka enggan memberikan kendali kembali kepada orang-
orang Yahudi karena orang-orang Yahudi tidak akan
mengizinkan umat Islam untuk beribadah dengan cara yang
mereka yakini sebagai hak mereka. Jadi, sikap keras kepala
yang sama berlaku sekarang karena kaum Muslim
mempertahankan kendali. Jika seseorang memeriksa konflik
khusus ini, mudah untuk melihat bagaimana bisa ada
perbedaan antara konflik dan perselisihan.214
Banyak bidang studi yang berbeda telah difokuskan
pada sifat konflik dan perselisihan. Namun, karena
pergantian istilah yang konstan, banyak penelitian telah
menggantikan konflik dengan perselisihan dan perselisihan
dengan konflik. Ketika membahas mediasi, peneliti
seringkali mampu mengekstrak makna dari kedua belah
pihak untuk memvalidasi sudut pandang tertentu. Untuk
tujuan ini, seorang mediator harus memahami bahwa
pemisahan gaya konflik dapat membantu dalam praktik
yang dimediasi, tetapi teknik penyelesaian sengketa
mungkin terlalu sederhana untuk konflik besar. Kemahiran
di kedua bidang akan membantu mengasah keterampilan

214
Timothy Keator, “Dispute or Conflict? The Importance of Knowing the
Difference”,
https://www.mediate.com/
140
mediator dan pada akhirnya menghasilkan tingkat
penyelesaian yang lebih tinggi.215

3.4.3 Badan Penyelesaian Sengketa Alternatif Mediasi


a. Badan Penyelesaian Sengketa Alternatif Mediasi
Di Beberapa Negara
Mengenai institusi-institusi badan penyelesaian
sengketa alternatif mediasi di beberapa negara,
diantaranya:

 International Mediation Institute (IMI)


International Mediation Institute atau IMI merupakan
institusi nirlaba yang mendorong transparansi dan standar
dalam Mediasi, di seluruh dunia. Dengan visi Mediasi
Profesional di Seluruh Dunia: Mempromosikan Konsensus
dan Akses terhadap Keadilan (Professional Mediation
Worldwide: Promoting Consensus and Access to Justice), IMI
menetapkan pencapaian standar mediasi yang tinggi,
mengumpulkan para pemangku kepentingan dan para
pihak, mempromosikan pemahaman dan penerapan
mediasi, dan menyebarkan keterampilan bagi para pihak,
dan para Mediator. Mengutip pendapat dari Harold J.
Wilensky, Profesor Emeritus UC Berkeley, IMI
berprinsipkan bahwa setiap pekerjaan yang ingin
menjalankan suatu otoritas harus menemukan dasar teknis
untuk itu. IMI menegaskan bahwa yurisdiksi eksklusif,
menghubungkan keterampilan dan yurisdiksi dengan
standar pelatihan, serta meyakinkan publik bahwa
layanannya dapat dipercaya secara unik dan terikat dengan
dipandu oleh seperangkat norma-norma profesional.216
IMI mengklaim dirinya merupakan satu-satunya
organisasi di dunia yang melampaui yurisdiksi lokal untuk
mengembangkan standar global dan profesional bagi
215
Timothy Keator, “Dispute or Conflict? The Importance of Knowing the
Difference”,
https://www.mediate.com/
216
https://imimediation.org/about/
141
Mediator dan Advokat yang terlibat dalam penyelesaian
sengketa dan negosiasi kolaboratif. IMI mengorganisir
seluruh para pemangku kepentingan, mempromosikan
pemahaman tentang mediasi, dan menyebarluaskan
keterampilan ini. Yang perlu diingat, IMI bukan penyedia
layanan. Visi dan misinya “Professional Mediation
Worldwide: Promoting Consensus and Access to Justice”. IMI
telah mengubah lanskap di dunia penyelesaian sengketa
melalui penetapan standar mediasi. Bagi IMI, mediasi yang
kompeten akan memberdayakan para pihak,
mempromosikan kepada akses keadilan yang lebih baik dan
tidak bermusuhan. Standar internasional yang ditetapkan
oleh IMI menambah jaminan kualitas dan transparansi,
memfasilitasi hasil yang kredibel, dan pada akhirnya lebih
memuaskan, bagi mereka yang paling menginginkannya,
yaitu pihak-pihak yang berkonflik itu sendiri.217
Kenneth Cloke, Mantan Presiden Mediator Beyond
Borders International, berpendapat bahwa IMI telah
melakukan tugas yang sangat penting, tidak hanya dalam
mengembangkan standar praktik yang seragam untuk
resolusi konflik, tetapi juga dalam menciptakan landasan
bagi peningkatan besar dalam kapasitas resolusi konflik
internasional. Jika ingin memecahkan masalah global, tidak
hanya membutuhkan solusi global, tetapi juga proses,
metode, dan teknik global. Ini akan memerlukan
pengembangan pendekatan kolaboratif terhadap
keragaman dan keseragaman dalam praktik resolusi konflik,
dan penciptaan forum global di mana perbedaan dapat
didiskusikan, dianalisis, dipelajari, dan digabungkan secara
sinergis.218 Empat misi IMI, yaitu:
(1) Menetapkan dan pencapaian standar mediasi yang
tinggi
(2) Mengumpulkan para pemangku kepentingan dan
pihak-pihak terkait

217
https://imimediation.org/about/
218
https://imimediation.org/about/
142
(3) Mempromosikan pemahaman dan adopsi terhadap
mediasi
(4) Diseminasi keterampilan untuk Para Pihak, Konsul
dan Para Mediator.219
IMI telah mempelopori Hybrid Dispute Resolution
Processes, yaitu dengan dikreasikannya Mixed Mode
Taskforce yang berusaha mengembangkan standar model
dan kriteria untuk cara menggabungkan berbagai proses
penyelesaian sengketa yang mungkin melibatkan interaksi
antara sistem peradilan negara atau sistem peradilan
swasta, seperti litigasi, arbitrase, atau ajudikasi dengan
metode non-ajudikatif yang melibatkan penggunaan netral,
seperti konsiliasi atau mediasi, baik secara paralel,
berurutan, atau sebagai proses yang terintegrasi. Taskforce
bertugas dalam upaya mengkombinasikan College of
Commercial Arbitrators (CCA), International Mediation
Institute (IMI) dan Straus Institute for Dispute Resolution,
Pepperdine School of Law. Taskforce telah ditugaskan untuk
memeriksa dan berusaha mengembangkan standar model
dan kriteria untuk cara menggabungkan proses
penyelesaian sengketa yang berbeda yang mungkin
melibatkan interaksi antara sistem peradilan publik atau
swasta (misalnya, litigasi, arbitrase, atau ajudikasi) dengan
metode non-ajudikatif yang melibatkan penggunaan proses
netral (misalnya, konsiliasi atau mediasi), baik secara
paralel, berurutan, atau sebagai proses terintegrasi, yang
oleh Taskforce disebutnya Mixed Mode Scenarios.220

 Mediation Institute
Mediation Institute didirikan tahun 2013 dengan
tujuan untuk berinovasi dalam cara melatih keterampilan
mediasi. Misinya melatih para profesional penyelesaian
sengketa yang dapat memberikan layanan penyelesaian
sengketa, sedini mungkin dan sesering yang diperlukan,

219
https://imimediation.org/about/vision-and-mission
220
https://imimediation.org/about/who-are-imi/mixed-mode-task-force
143
untuk membantu orang-orang belajar mengelola
sengketanya sendiri tanpa meningkat hingga terjadinya
pelecehan dan kekerasan.221 Mediation Institute merupakan
penyedia pelatihan khusus mengenai resolusi perselisihan
secara dariing untuk orang-orang yang ingin menjadi
Mediator NMAS, Praktisi Penyelesaian Sengketa Keluarga
dan Fasilitator Konferensi Kelompok Keluarga. Mediation
Institute juga menyediakan webinar, lokakarya, dan kursus
pengembangan profesional yang terkait dengan
penyelesaian sengketa dan keterampilan interpersonal.222
Mediation Institute percaya bahwa orang harus memiliki
akses ke layanan dan pelatihan penyelesaian sengketa
berkualitas tinggi di mana pun mereka berada. Itulah
sebabnya semua pelatihan Lembaga Mediasi mencakup
pengembangan keterampilan mediasi video. Lulusan
Mediation Institute dilengkapi untuk menggunakan
teknologi serta terhubung dengan klien dalam memfasilitasi
layanan mediasi.
Mediation Institute percaya bahwa Penyelesaian
Sengketa Non-Permusuhan, menjadi bagian penting dari
solusi konflik, kekerasan keluarga, dan pelecehan. Mediation
Institute bekerja sebagai profesional resolusi perselisihan
bukan hanya pekerjaan. Hal ini merupakan kesempatan
untuk menyelamatkan nyawa, mata pencaharian, dan
kesehatan mental orang-orang di komunitas dengan
membantu orang-orang atau pihak-pihak dalam
menyelesaikan perselisihan mereka tanpa harus pergi ke
pengadilan atau meningkat perilaku kasar. 223 Mediation
Institute menjadi pemenang Penghargaan dan Keunggulan
disektor eLearning untuk pelatihan keahlian pada tahun
2014.

221
https://www.mediationinstitute.edu.au/
222
https://mc.us8.list-manage.com/subscribe/
223
https://www.mediationinstitute.edu.au/about-mediation-institute/
144
 Resolution Institute
Resolution Institute (RI) merupakan organisasi
keanggotaan resolusi perselisihan terbesar di Australia dan
Selandia Baru. Resolution Institute adalah komunitas
mediator dan praktisi keadilan restoratif, serta profesional
penyelesaian sengketa lainnya.224 Resolution Institute
mempromosikan dan mendorong penggunaan resolusi
perselisihan dan pekerjaan anggota kami. RI menghargai
integritas, keunggulan, inovasi, kolaborasi, keragaman, dan
pengaruh. RI mencerminkan nilai-nilai ini dalam
pekerjaannya. Resolution Institute memberikan suara bagi
anggota-anggotanya dalam advokasi dan diskusi publik
mengenai penyelesaian sengketa langsung ke sumbernya
untuk mengumpulkan pemikiran dan pendapat anggota-
anggotanya melalui survei dan diskusi-diskusi.225
Tata kelola Resolution Institute selalu bertujuan
untuk melayani kepentingan terbaik anggota-anggotanya. RI
menghormati dan menghargai keragaman dalam
keanggotaannya, namun ada peluang besar untuk secara
proaktif mempromosikan dan menangani area dimana
keragaman kurang dan berbagai spesialisasi penyelesaian
sengketa yang dipraktikkan oleh anggota-anggota
Resolution Institute. Sebagai sebuah organisasi, Resolution
Institute memastikan kesetaraan akses ke layanan yang
diberikan dan responsif terhadap kebutuhan akan diberikan
ke seluruh layanan, yang lebih mencerminkan populasi yang
beragam. Hal ini secara langsung selaras dengan nilai
keanekaragaman. Resolution Institute memperlakukan
setiap orang dengan hormat dan mengapresiasi beragam
perspektif dan selaras dengan tujuan strategis RI untuk
bertindak sebagai juara bagi keragaman dan inklusi dalam
keanggotaan dan komunitas penyelesaian sengketa secara
lebih luas.226

224
https://www.resolution.institute/about-us
225
https://www.resolution.institute/about-us
226
https://www.resolution.institute/about-us/our-governance#Diversity
145
Komitmen keseluruhan oleh Resolution Institute
untuk komunitas yang inklusif dan beragam berlaku untuk
semua kelompok keragaman. Namun, untuk memungkinkan
RI membuat beberapa perubahan nyata, berkelanjutan, dan
bermakna dengan sumber daya yang kami miliki, rencana
keanekaragaman dan inklusi berfokus pada bidang
keragaman utama berikut:
(1) Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam
penyelesaian sengketa komersial
(2) Meningkatkan keragaman budaya dan kompetensi
organisasi kami, anggota kami dan komunitas
penyelesaian sengketa. Meskipun demikian, inisiatif
dan tindakan yang ditetapkan dalam rencana ini juga
berfokus pada pengembangan praktik inklusif secara
umum untuk semua anggota resolution institute dan
komunitas penyelesaian sengketa
(3) Membangun keragaman dan mendorong budaya
inklusif.227

 Hong Kong Mediation Center (HMC)


Hong Kong Mediation Center (HMC) didirikan pada
tahun 1999. Pusat Mediasi Hong Kong atau Hong Kong
Mediation Center merupakan organisasi mediasi profesional
pertama yang diakui oleh pemerintah sebagai organisasi
amal di Hong Kong. Selama lebih dari 20 tahun, HMC telah
berkomitmen untuk mempromosikan pengembangan
Mediasi dan menciptakan harmoni sosial melalui urusan
konferensi yang beragam. Selain memberikan layanan
mediasi profesional, konferensi juga mencakup bidang-
bidang seperti pelatihan profesional, peningkatan
profesional, pendidikan publik, dan kerjasama eksternal.
Hong Kong Mediation Center ini sangat diakui oleh Hong
Kong, Daratan dan bahkan internasional, dan telah diatur
oleh pemerintah sebagai organisasi terkait hukum untuk
memasuki ‘pusat hukum’ internasional yang terletak di

227
https://www.resolution.institute/about-us/our-governance#Diversity
146
distrik bisnis inti Hong Kong. Selain itu, Pusat ini tidak
hanya pendiri beberapa organisasi mediasi bersama besar,
tetapi juga memiliki status pengamat dari Komisi Hukum
Perdagangan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa,
memberikan nasihat profesional tentang perkembangan
penyelesaian sengketa global, dan lebih meningkatkan
peran Hong Kong. sebagai layanan hukum dan penyelesaian
sengketa internasional utama di kawasan Asia-Pasifik.228
Mediasi cocok untuk sebagian besar perselisihan,
seperti komersial, keuangan, klaim asuransi, manajemen
gedung, dan bahkan perselisihan dengan teman atau
tetangga. Namun, mediasi tidak cocok untuk kasus yang
melibatkan masalah pidana, keputusan tentang masalah-
masalah konstitusional atau hak hukum. Pusat Mediasi
Hong Kong menyediakan dua layanan mediasi profesional,
yaitu layanan rujukan kasus mediasi dan layanan prosedur
manajemen kasus mediasi:
(1) Layanan Rujukan Kasus Mediasi, pada dasarnya,
para mediator dari Pusat Mediasi Hong Kong
dikenakan biaya tepat waktu, dan biaya per jam
profesional ditentukan oleh masing-masing
mediator, mulai dari hampir seribu dolar hingga
beberapa ribu dolar. Dalam beberapa kasus
khusus, beberapa mediator mungkin
membebankan biaya tetap. Jika kasus dirujuk
oleh pusat, pusat akan membebankan biaya
administrasi sebesar HKD 1.000 per pihak , dan
biaya mediator akan ditentukan sesuai dengan
biaya dan jumlah mediator individu
(2) Metode dan prosedur aplikasi mediasi.

Layanan Mediation Case Management Procedures


(MCMP) dari Pusat Mediasi Hong Kong memberikan
kemudahan terbaik bagi para pihak untuk menyelesaikan
perselisihan. Setiap Mediation Case Manager (MCM) yang

228
http://mediationcentre.org.hk/tc/services/Mediation.php
147
berpengalaman akan memberikan layanan manajemen
kasus mediasi yang profesional kepada para pihak dan
mediator. Pusat akan mengatur manajer kasus mediasi
untuk membantu dalam menangani dan menindaklanjuti
kasus, yang pekerjaannya meliputi analisis kasus awal dan
konsultasi kasus mediasi, membantu penunjukan mediator
profesional yang paling sesuai, memberikan penilaian
profesional, prosedur mediasi dan manajemen konferensi,
dukungan administratif, pengawasan dan pemeliharaan
profesional. Pertanyaan yang sering diajukan mengenai
Mediasi, tingkat keberhasilan pelaksanaan mediasi.
Menurut Hong Kong Mediation Center, tingkat keberhasilan
Mediasi tergantung pada jenis kasus dan ketulusan para
pihak yang terlibat. Statistik dari berbagai institusi di
seluruh dunia menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan
Mediasi bisa mencapai 70-80%.229

 Shanghai Commercial Mediation Center (SCMC)


Shanghai Economic, Trade and Commercial Mediation
Center Pusat Mediasi Ekonomi, Perdagangan dan Komersial
Shanghai didirikan pada 8 Januari 2011. Ini adalah lembaga
mediasi pihak ketiga independen yang disetujui oleh Komisi
Perdagangan Kota Shanghai dan Administrasi Organisasi
Sosial Kota Shanghai. Ini juga merupakan unit subjek untuk
reformasi mekanisme penyelesaian sengketa yang beragam
yang ditentukan oleh Kantor Pembaruan Yudisial
Mahkamah Agung Rakyat Tiongkok, dipuji oleh Mahkamah
Agung Rakyat sebagai lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa paling ikonik dan berpengaruh di Tiongkok,
Pengadilan Niaga Internasional Mahkamah Agung Rakyat
secara khusus diundang untuk menengahi Institusi; itu
adalah lembaga penyelesaian sengketa terbesar di dunia,
satu-satunya lembaga kerjasama strategis dari Layanan
Arbitrase dan Mediasi Yudisial Amerika Serikat di Cina. Juga
merupakan Pusat Arbitrase dan Mediasi Organisasi

229
http://mediationcentre.org.hk/tc/services/ProBono.
148
Kekayaan Intelektual Dunia, Kantor Kekayaan Intelektual
Uni Eropa, Mitra Penting Internasional Singapura dari Pusat
Mediasi (SIMC) dan Pusat Penyelesaian Sengketa Efektif
(CEDR) Inggris.230
Pusat Mediasi Ekonomi, Perdagangan dan Komersial
Shanghai saat ini memiliki 86 mediator terdaftar , termasuk
6 mediator asing, semuanya telah terlibat dalam urusan
hukum komersial internasional dan domestik selama
bertahun-tahun, dan merupakan sarjana, pengacara,
pensiunan hakim dan praktisi hukum senior lainnya yang
berpengalaman dalam tradisi budaya Tiongkok. Praktisi,
dengan perilaku profesional dan etis yang baik, latar
belakang profesional yang mendalam dan pengalaman
praktis yang kaya, menghormati keinginan para pihak,
mengikuti hukum, mengacu pada praktik internasional, dan
mengikuti prinsip-prinsip keadilan, ketidakberpihakan,
kerahasiaan, dan rasionalitas, berdasarkan promosi saling
pengertian dan akomodasi bersama antara para pihak,
Mencapai mediasi akhir atau rekonsiliasi untuk memelihara
dan mengembangkan kemitraan yang langgeng dan
kepentingan bersama jangka panjang para pihak.
Pusat Mediasi Ekonomi, Perdagangan dan Komersial
Shanghai selalu mengikuti jalur kerjasama
internasional. Sejak 2012, Pusat Mediasi dan Departemen
Kehakiman Hong Kong secara rutin mengadakan forum
mediasi komersial tingkat tinggi di Shanghai dan Hong Kong
setiap dua tahun; pada tahun 2016, lima mediator dari
Tujuh mediator dari Pusat Mediasi dipekerjakan sebagai
mediator internasional oleh JAMS; pada Mei 2019,
perwakilan mediator dari Mediation Center pergi ke Eropa
untuk mengadakan sidang mediasi demonstrasi tiruan
bersama dengan EUIPO, dan siaran langsung disiarkan ke
semua lembaga kekayaan intelektual Eropa. Pusat Mediasi
memberikan perhatian pada orientasi internasionalnya
sendiri, dan bersikeras membuat suara China di bidang

230
http://www.scmc.org.cn/
149
mediasi komersial internasional sambil memanfaatkan
pengalaman internasional.231
Prinsip layanan Pusat Mediasi Ekonomi,
Perdagangan dan Komersial Shanghai: Mengikuti konsep
tradisional Tiongkok untuk menyelesaikan perselisihan
dengan harmoni sebagai yang paling penting, untuk
menyediakan layanan mediasi yang independen, tidak
memihak, profesional, efisien, ekonomis dan fleksibel untuk
perselisihan komersial perusahaan dan lembaga dalam dan
luar negeri, Memelihara dan mempromosikan pembentukan
hubungan komersial yang harmonis, stabil dan langgeng
antara para pihak. Lingkup layanan Pusat Mediasi Ekonomi,
Perdagangan dan Komersial Shanghai: Membantu
perusahaan atau lembaga dalam dan luar negeri untuk
menyelesaikan perselisihan di bidang perdagangan,
investasi, keuangan, sekuritas, kekayaan intelektual,
transfer teknologi, real estat, kontrak teknik, transportasi,
asuransi dan bidang komersial, maritim dan lainnya lainnya
dan memberikan layanan konsultasi dan pelatihan
profesional terkait.232

 Civil Mediation Council


Civil Mediation Council (CMC) atau Dewan Mediasi
Sipil adalah organisasi terbesar untuk mediasi di Inggris dan
Wales dan banyak dari mediator utama negara itu adalah
anggota CMC. Civil Mediation Council sangat percaya bahwa
seluruh masyarakat telah mendapat manfaat dari
penggunaan mediasi yang lebih besar. Inilah sebabnya
mengapa CMC merupakan badan amal Inggris di mana
semua anggota Dewan dan Kelompok Kerja adalah
sukarelawan yang tidak mencari keuntungan pribadi dari
pekerjaan mereka. CMC adalah organisasi keanggotaan,
menyediakan publik dengan daftar mediator yang
memenuhi syarat. Status terdaftar CMC mediator Anda

231
http://www.scmc.org.cn/
232
http://www.scmc.org.cn/
150
menjamin bahwa mereka akan mengikuti pelatihan yang
disetujui, mengikuti kode etik profesional dan berkomitmen
untuk pengembangan profesional berkelanjutan. Mediator
Anda juga akan memiliki proses pengaduan dan
diasuransikan terhadap klaim hukum apa pun.233
Sebagai badan amal terdaftar, salah satu tujuan
utama CMC yaitu menyediakan direktori mediator
tepercaya kepada publik di berbagai bidang termasuk
tempat kerja, sipil dan komersial, komunitas, pendidikan,
dan lainnya. Dengan lebih dari 700 mediator, CMC
mencakup seluruh Inggris dan Wales. Semua mediator CMC
telah menyediakan dokumentasi yang relevan yang
menyatakan pelatihan dan kualifikasi mereka untuk
memastikan publik memiliki akses ke mediator terbaik.
CMC bekerja sama dengan pemerintah, Dewan Peradilan
Sipil, organisasi mediasi yang berbeda, pengusaha dan
pemangku kepentingan lainnya untuk mempromosikan
mediasi sebagai cara yang efektif untuk resolusi konflik dan
mengatasi masalah yang menjadi perhatian dalam proses
mediasi. Kami menjaga anggota CMC kami mengikuti
perkembangan mediasi, proses mediasi dan tempatnya
dalam penyelesaian argumen dengan cara yang konstruktif
dan non-konfrontatif di luar sistem hukum.

 Deutsschen Gesellschaft fur Mediation (DGMW)


Deutsschen Gesellschaft fur Mediation atau DGMW
merupakan adalah asosiasi independen dari mediator bisnis
berjejaring aktif di Jerman. DGMW menawarkan informasi
mengenai Mediasi, menunjukkan cara untuk Memediasi,
membantu mencarikan Mediator yang sesuai. Bagi non-
anggota yang tertarik dengan mediasi juga memiliki
kesempatan untuk bertukar pikiran. DGMW beranggotakan
Forum Jerman untuk Mediasi, dimana 12 institusi,
organisasi dan asosiasi saat ini bekerja sama sebagai
Asosiasi untuk mempromosikan mediasi dan berkomitmen

233
https://civilmediation.org/who-are-the-cmc/
151
untuk mempromosikan mediasi berdasarkan Kode Etik
Eropa. Tujuan utama DGMW dalam mediasi bisnis, yaitu
untuk mencapai konsensus dalam konflik, menemukan
solusi, dan untuk melihat menyelesaiakan ke masa
depannya. Pihak-pihak yang berkonflik mencari solusi yang
menguntungkan semua pihak yang terlibat. Mediator
mendukung pihak-pihak sebagai orang netral yang tidak
memihak yang mengatur dan menyusun proses
bermediasi.234
Sebagai bagian dari video conference yang
berlangsung di Kementerian Federal Kehakiman dan
Perlindungan Konsumen (BMJV), German Foundation
Mediation menyarankan agar proses mediasi atau mediasi
lebih dikenal melalui website. Setelah pertemuan dengan
BMJV, diadakan dua konferensi video. Mereka yang tertarik
dengan mediasi dijelaskan dan prosedurnya disajikan
online. Situs ini dioperasikan oleh yayasan dan inisiatif ini
didukung oleh BMJV dengan logo dan semua asosiasi, kamar
dan perusahaan asuransi diundang untuk berpartisipasi
dalam proyek tersebut. Tujuan dari situs web baru ini
bukan untuk mengiklankan asosiasi Mediasi atau Mediator,
tetapi untuk mengiklankan subjek mediasi, yaitu untuk
membangkitkan minat pada mediasi. Manfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan serta pengakuan mediasi yang
sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. DGMW telah
berkontribusi untuk mendukung pendekatan bersama ini
dan berharap bahwa asosiasi tidak akan tetap menjadi satu-
satunya lembaga yang mendukung proyek dengan
sumbangan.235
Misi Deutsschen Gesellschaft fur Mediation (DGMW)
merumuskan tugas intinya berperan dalam perekonomian,
sebagai mitra bisnis. Kompetensi DGMW di berbagai bidang
spesialis, menetapkan standar kualitas melalui pelatihan,
sertifikasi dan pendekatan umum dalam mediasi bisnis.

234
https://www.dgmw.de/#zentrale-ziele-der-wirtschaftsmediation
235
https://www.dgmw.de/mediation-und-marketing/
152
DGMW mempromosikan anggota-anggotanya, yang
memiliki jaringan nasional dan memiliki pengalaman
bekerjasama dengan Pelaku ekonomi di semua sektor
ekonomi. Visi DGMW jangka panjangnya yaitu berguna bagi
setiap orang dan Asosiasi DGMW menjadi lembaga yang
berwibawa di Jerman untuk mediasi bisnis, untuk
kepentingan mitra DGMW. Deutsschen Gesellschaft fur
Mediation berkomitmen untuk kerahasiaan mutlak,
mengembangkan secara layak dan bersama-sama dengan
para pihak bagi solusi untuk masa depan yang lebih baik.
DGMW senantiasa bersama bagi setiap permintaan mitra-
mitranya secara bertanggung jawab. DGMW menyusun
proses mediasi dan mendokumentasikannya, berperilaku
apresiatif dan kolegial. DGMW terus mendidik diri secara
pribadi dan profesional, saling membantu, dan terbuka
untuk inovasi dan kritik yang membangun.236

 German Society for Mediation/ Deutsche Gesellschaft


fur Mediation (DGM)
German Society for Mediation atau Deutsche
Gesellschaft fur Mediation (DGM) memahami mediasi
memberikan kontribusi terhadap manajemen konflik yang
bertanggung jawab secara mandiri dalam negara
demokratis yang konstitusional dan bebas. Tergantung pada
jenis konfliknya, Mediasi dapat mengambil jalan yang
berbeda dan melengkapi bentuk-bentuk konvensional
resolusi konflik dengan prosedur berorientasi masa depan
yang sangat efektif dan mendukung pihak-pihak yang
berkonflik dalam menemukan prosedur yang tepat. DGM
mempromosikan Mediasi sebagai metode profesional
penyelesaian konflik di luar pengadilan dan mendukung
negosiasi di Jerman dan secara lingkup internasional. DGM
secara aktif berkomitmen untuk menciptakan standar
pelatihan yang seragam untuk para Mediator di Jerman dan
Eropa. Dalam melakukannya, dia memberikan perhatian

236
https://www.dgmw.de/wp-content/
153
khusus untuk mempertahankan tingkat kualitas yang tinggi
dalam pelatihan dan relevansi praktisnya. DGM bekerja
sama dengan lembaga dan lembaga ilmiah di Jerman dan
luar negeri.
Yakin akan manfaat dan potensi mediasi di masa
depan, DGM yang didirikan tahun 1998 oleh para
praktisi dan para ilmuwan sebagai asosiasi nirlaba. DGM
mempromosikan Mediasi sebagai proses profesional
resolusi konflik konsensual dan mendukung negosiasi di
negara Jerman dan dalam lingkup internasional.
Untuk itu gagasan Mediasi perlu disebarluaskan dan
diciptakan struktur yang mendukung penggunaan Mediasi
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam laku berhukum.
DGM memahami mediasi sebagai kontribusi terhadap
manajemen konflik yang bertanggung jawab sendiri dalam
negara konstitusional demokratis yang bebas. Tergantung
pada jenis konfliknya, mediasi dapat mengambil jalan yang
berbeda dan melengkapi bentuk-bentuk konvensional
resolusi konflik dengan prosedur berorientasi masa depan
yang sangat efektif yang mendukung pihak-pihak yang
berkonflik dalam menemukan prosedur yang tepat.237

 The Mediators’ Institute of Ireland (MII)


The Mediators’ Institute of Ireland (MII) sebagai
asosiasi profesional untuk Mediator di Irlandia, MII
berkomitmen untuk mempromosikan mediasi sebagai
proses pilihan untuk menyelesaikan konflik di Irlandia.
Anggota The Mediators’ Institute of Ireland diambil dari 32
kota dan berlatih dalam berbagai konteks yang berbeda. MII
berkomitmen pada standar tertinggi dalam pelatihan dan
praktik. MII telah membuat situs web untuk memberi
khalayak masyarakat, informasi tentang mediasi dan
manfaatnya, dan sebagai sumber daya bagi anggota-anggota
MII. Masyarakat sendiri dan sesama Anggota Dewan
percaya bahwa akan merasakan manfaatnya. MII berharap

237
https://www.dgmediation.de/newpage
154
bahwa mereka yang menderita akibat buruk dari
perselisihan dan perbedaan akan menemukan, melalui MII,
resolusinya dapat dibawa ke Mediasi ke dalam situasi apa
pun.238
Kerangka kerja The Mediators’ Institute of Ireland
atau MII, bekerja di organisasi ini dengan etika dan tujuan
untuk mempromosikan keunggulan, memberikan
kepemimpinan di bidang baru yang telah menjadi tantangan
yang luar biasa. MII bercita-cita untuk standar tertinggi itu
penting, tetapi benar-benar menciptakannya,
menjadikannya nyata, dan hal itu membutuhkan banyak
waktu. Keberanian dan yang terpenting, kerja keras. Lebih
banyak pembelajaran dan kerja keras daripada yang pernah
dibayangkan. Tetapi itu sepadan. MII dibentuk khusus untuk
mengejar keunggulan dalam praktik Mediasi di Irlandia.
Sejak pendirian tahun 1992, MII telah bercita-cita untuk
menetapkan standar tertinggi untuk profesi ini. MII telah
menetapkan standar untuk Mediasi di Irlandia. Standar-
standar ini membentuk karakter organisasi yang sangat
dibanggakan. Dewan MII terdiri dari individu-individu yang
cerdas, energik, antusias, keras, dan bermotivasi tinggi.
Semua berlatih dan percaya pada Mediasi, dan semua
mengerahkan semua energi mereka ke dalam pekerjaan
organisasi ini.239
The Mediators’ Institute of Ireland atau MII
merupakan organisasi nirlaba, mengapa begitu
bersemangat mempromosikan mediasi?
(1) Konflik dapat merusak kehidupan, menciptakan
ketidakbahagiaan, dan menghabiskan uang,
perselisihan yang panjang, sulit, dan merusak dapat
menjadi pengalaman hidup yang mengerikan
(2) Mediasi berpotensi menjadi pengubah permainan
yang lengkap dalam menyelesaikan perselisihan, ini
menghemat uang dan mendorong keharmonisan

238
https://www.themii.ie/about-mii/message-from-mii-president
239
https://www.themii.ie/about-mii/a-framework-for-excellence
155
(3) Manfaat potensial dari mediasi tidak dapat diukur - ini
bukan hanya tentang menyelesaikan perselisihan,
tetapi menyelesaikannya dengan baik,
menyelesaikannya dengan cara yang menambah
kehidupan orang, mempromosikan kebahagiaan
(4) Hasil dalam perselisihan bisa sangat bervariasi, MII
telah menemukan standar proses, standar Mediator
memiliki dampak signifikan pada hasil
(5) Jika mengejar keunggulan dalam apa yang kami
lakukan maka anggota kami dapat menciptakan hasil
yang lebih baik bagi klien dan menjadikan dunia
tempat yang lebih baik. Menyelesaikan konflik dan
semua yang dibawanya ke dalam resolusi yang damai
dan efektif adalah proses transformasi positif dari
yang buruk menjadi baik, itu tidak terjadi secara
kebetulan, itu terjadi melalui ketelitian, inspirasi dan
kerja keras. Faktor kunci dalam hal ini adalah
mempromosikan keunggulan dalam mediasi.240

Terdapat persepsi, Mediasi adalah pilihan lunak,


bahwa itu melibatkan ‘sedikit bincang-bincang santai, atau
intervensi terapeutik. Bukan ini masalahnya, Mediasi
merupakan ‘alat resolusi’ dan kemajuan yang dinamis.
Resolusi yang efektif hanya dilakukan tidak terjadi sekejap,
itu adalah akhir dari proses yang panjang dan menuntut
yang dimulai dengan pengembangan praktik terbaik dan
berakhir dengan Mediator yang menyebarkan keterampilan
dan pengetahuan yang telah dikumpulkan untuk berapa
lama. MII merupakan badan profesional untuk Mediator di
Irlandia, di atas fondasi misinya, percaya:-bahwa Mediasi
harus menjadi metode pilihan dalam menyelesaikan
sengketa. Mediasi itu adalah alat yang ampuh untuk
transformasi positif, Mediasi itu berfungsi dimana bentuk-
bentuk penyelesaian sengketa lainnya gagal, bahwa resolusi
yang dimediasi adalah resolusi yang lebih baik. Mediasi itu

240
https://www.themii.ie/about-mii/a-framework-for-excellence
156
meningkatkan kehidupan masyarakat yang sedang belajar.
MII telah berperan penting dalam mengembangkan dan
mempromosikan Mediasi di Irlandia dan sekitarnya. MII
telah melakukan ini melalui pembentukan jaringan
kemitraan dengan Mediator dan Asosiasi di seluruh dunia.
MII telah mengambil pelajaran yang dipetik dalam
pengembangan Mediasi di Australia, Kanada, Inggris, dan di
seluruh Eropa. MII memupuk budaya saling membantu dan
perbaikan terus-menerus. MII terlibat dalam proses
pembelajaran dan pertukaran yang dinamis dengan
organisasi mitra kami secara berkelanjutan.
Perkembangan yang sangat dinamis, MII telah
berkembang pada tingkat yang luar biasa sejak tahun 1992
dengan telah membentuk struktur organisasi yang sesuai
untuk regulasi Mediator, sistem akreditasi dan
pengembangan kursus pelatihan, Kode Etik, Standar
Praktik, Jaminan Kualitas dan keanggotaan yang signifikan
dan berkembang. MII memproduksi dan memelihara
Mediator terbaik di negara ini dan memimpin profesi. MII
menghubungkan perkembangan yang sukses ini dengan
kejelasan misi dan tujuannya. Keterlibatan MII tidak
mengatur dari jauh, terlibat dalam setiap aspek Mediasi di
Irlandia. Anggota Eksekutif dan Dewan MII adalah Mediator
terkemuka. MII berkontribusi pada penelitian dan publikasi
nasional dan internasional secara teratur. Anggota
terkemuka kami mengambil peran penting dalam
pengembangan dan penyediaan kursus pelatihan terbaik di
Irlandia. MII adalah badan profesional yang didirikan oleh
Mediator untuk Mediator. Dengan penetapan standar,
muncul tanggung jawab pengawasan. Melalui
pengembangan Kebijakan Jaminan Kualitas yang
komprehensif, kami memastikan bahwa pekerjaan kami dan
pekerjaan organisasi mitra kami memiliki standar tertinggi.
Kami menyajikan pendekatan yang paling rinci dan ketat
untuk pelatihan profesional di Irlandia - MII bekerja dengan
lembaga pelatihan untuk mengembangkan praktik mereka
dan melalui pemantauan dan penilaian kami memastikan
157
mereka memberikan pelatihan terbaik. MII memiliki
Prosedur Pengaduan dan Disiplin yang lengkap dan
berfungsi untuk melindungi pengguna mediasi.241

 Pusat Mediasi dan Arbitrase Hellenic


Pusat Mediasi dan Arbitrase Hellenic atau Hellenic-
Mediation didirikan di Athena, Yunani berdasarkan
keputusan Rapat Umum Biasa para anggota Association of
Societes Anonymes & Ltd. tanggal 30 Maret 2006. Pada
awalnya merupakan upaya percontohan untuk
memperkenalkan lembaga mediasi dalam sengketa
komersial dengan penekanan khusus pada kebutuhan
bisnis. Dengan serangkaian seminar pelatihan, kampanye
informasi dan seminar pelatihan untuk mediator, serta
pengenalan lembaga dengan pengacara, eksekutif bisnis dan
individual, Pusat berada di garis depan dan memberikan
kontribusi tegas untuk pengenalan perusahaan Yunani dan
hukum dunia.masyarakat dengan kemungkinan lembaga
mediasi. Meskipun pada tahap pertama kegiatan Hellenic-
Mediation secara sadar terbatas pada Mediasi, untuk
memperkenalkan lembaga tersebut kepada publik Yunani,
penting bahwa tujuan Pusat mencakup Arbitrase (yang
merupakan bagian dari namanya), tetapi juga tujuan lain
Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR),
karena dalam praktek internasional sering kali mencoba
menyelesaikan suatu sengketa melalui arbitrase atau
bentuk-bentuk alternatif lainnya, bila tidak diselesaikan
melalui mediasi.
Hellenic-Mediation dikelola oleh Dewan, yaitu
Association of Societes Anonymes and Ltd. dan menawarkan
layanan mediasi kepada perseorangan dan perusahaan-
perusahaan dengan bantuan para Mediator yang telah
dilatih dan disertifikasi oleh pusat-pusat pelatihan
internasional ternama di luar negeri. Pusat Mediasi dan
Arbitrase Hellenic bertujuan menawarkan kepada pihak

241
https://www.themii.ie/about-mii/a-framework-for-excellence
158
ketiga, perorangan dan badan hukum, layanan Mediasi,
Arbitrase, serta metode alternatif penyelesaian sengketa
lainnya. Hellenic-Mediation bekerja sama dengan Mediator
terkemuka, mencakup semua spesialisasi/ sektoral. Tujuan
utama dari Hellenic-Mediation guna melakukan Mediasi di
tempat yang tepat, dengan partisipasi Mediator yang
terlatih dan bersertifikat, baik mitra atau rekanan
Perusahaan, sesuai dengan teknik dan metode khusus yang
digunakan secara internasional. Hellenic-Mediation
menawarkan kepada pihak ketiga, perorangan dan badan-
badan hukum, layanan ilmiah tingkat tinggi berupa
konsultasi, penelitian, dan lain-lain, serta layanan
pendidikan (dengan menyelenggarakan seminar,
konferensi, lokakarya) untuk mempromosikan lembaga
Mediasi dan / atau metode alternatif penyelesaian sengketa
dan untuk terus membawa warga negara, bisnis dan Sistem
Peradilan Yunani dalam kontak dengan Mediasi dan
lembaga lainnya, dengan tujuan untuk memahami,
menerima dan mengadopsi mereka sebagai alternatif dan
cara yang produktif untuk menyelesaikan perselisihan.242
Pusat Mediasi dan Arbitrase Hellenic, dengan
pengetahuan dan pengalaman para mitra dan rekanannya
serta infrastruktur logistik yang sesuai memastikan
kelancaran pelaksanaan dan memantau perkembangan
Mediasi dengan mengusulkan orang yang tidak memihak
dan independen yang akrab dengan teknik mediasi yang
relevan, di tempat yang netral serta dirancang dengan tepat,
melalui bantuan lembaga ombudsman dan kehadiran
Advokat para pihak. Mereka yang tertarik memiliki
kesempatan untuk mendengarkan dan mencapai
penyelesaian yang bersahabat atas perselisihan mereka
dengan kerahasiaan mutlak. Selain itu, Hellenic-Mediation
dari tahun 2006 hingga saat ini, mengembangkan aksi
multifaset yang meliputi, antara lain acara dan lokakarya
mediasi gratis bagi pembaruan bisnis tentang kegunaan

242
https://www.hellenic-mediation.gr/poioi-eimaste/parousiash
159
mediasi dalam operasional bisnis serta kegiatan-kegiatan
pelatihan yang memadai bagi para profesional Mediator dan
Negosiator, kontak dengan Kementerian Kehakiman Yunani
untuk masa depan lembaga juga bekerjasama dengan
kelompok-kelompok penekan (penandatanganan dengan
Association for Maritime Arbitration) dan kerjasama dengan
organisasi internasional (Mediators Beyond Borders
International) dan lain-lain. Pusat Mediasi dan Arbitrase
Hellenic merupakan mitra resmi Yunani dalam Proyek
Eirene Eropa dengan tujuan mempromosikan mediasi
sebagai pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan
dan komunikasi terbaik dari beberapa negara Eropa di
bidang ini.243

 Mediate in Israel
Mediasi di Israel sejauh ini hanya terlacak pada dua
aktifitas, yaitu: Mediasi Komersial dan Mediasi Perceraian.
Pertama, Mediasi Komersial .
Mediasi komersial memungkinkan perusahaan atau
perseorangan untuk menyelesaikan konflik mereka tanpa
melalui pertempuran di pengadilan yang mahal dan
memakan waktu. Pengadilan sendiri dalam banyak kasus
telah merujuk pihak yang bersengketa ke mediasi sebagai
langkah pertama untuk menyelesaikan masalah mereka.
Prosesnya bekerja Mediasi komersial biasanya memakan
waktu satu hari mungkin dua hari tergantung pada
kerumitan kasusnya. Mediasi berlangsung di tempat yang
disepakati oleh Para Pihak. Sebelum Mediasi, pernyataan
tentang pokok masalah dapat dikirimkan kepada Mediator.
Setelah kedua Pihak setuju untuk melakukan Mediasi,
tanggal dan lokasi yang disetujui oleh semua pihak
ditetapkan. Jika relevan, pernyataan singkat tentang
masalah utama dapat dikirim ke Mediator sebelum
Mediasi.244

243
https://www.hellenic-mediation.gr/poioi-eimaste/parousiash
244
http://mediationinisrael.com/
160
Untuk memulainya, Mediator menjelaskan
bagaimana mediasi akan bekerja dan kemudian meminta
gambaran singkat kepada masing-masing peserta. Setelah
ini mediator mengadakan meja bundar atau sesi terpisah
pribadi dengan masing-masing peserta ini semua
memungkinkan mediator untuk membangun pemahaman
tentang kepentingan masing-masing yang perlu dipenuhi
untuk penyelesaian yang berhasil. Setelah kesepakatan
tercapai akan dibuat nota kesepahaman yang dapat dibuat
menjadi kesepakatan formal oleh para peserta. Masalah
yang dicakup oleh Mediasi Komersial:245
(1) Klaim warisan
(2) Sengketa batas-batas
(3) Properti
(4) Klaim ketenagakerjaan
(5) Perselisihan mengenai kontrak
(6) Perselisihan perusahaan dan kemitraan. Untuk biaya
mediasi komersial, tergantung pada sejumlah faktor
yang mencakup waktu yang dipesan mediator untuk
mediasi, jumlah pihak, dan nilai sengketa. Untuk
perkiraan biaya yang lebih akurat tentang berapa
biaya proses mediasi.
Kedua, Mediasi Perceraian
Mediasi Perceraian, dimulai dengan Memilih Mediasi
untuk Langkah Pertama. Kemudian:
(1) Konsultasi Telepon. Mediator akan akan
berdiskusi dengan Klien, apakah mediasi cocok,
menjawab pertanyaan apa pun dan mengatur
pertemuan awal. Jika tidak akan berhasil atau
tidaknya akan disampaikan ke Klien.
(2) Pertemuan Awal, berupa Sesi Pengantar, diatur di
mana proses mediasi perceraian dijelaskan
kepada Anda dan pertanyaan apa pun yang Anda
miliki tentang proses tersebut dapat dijawab. Jika
setelah pertemuan awal Anda berdua

245
http://mediationinisrael.com/index.php/commercial-mediation
161
memutuskan untuk melanjutkan mediasi, sesi
berikutnya akan diatur.
(3) Sesi Mediasi, pada sesi-sesi ini Pihak-Pihak akan
membahas isu-isu yang relevan, dan akan dibantu
melalui percakapan-percakapan yang sulit namun
penting yang Klien perlukan untuk bergerak
maju. Semua opsi yang memungkinkan akan
dieksplorasi sehingga Klien dapat mengevaluasi
mana yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Semua perjanjian akan didokumentasikan dalam
sebuah memorandum yang akan menjadi dasar
dari dokumen yang perlu saat diajukan di
pengadilan.246

 ADR Institute of Canada (ADRIC)


The ADR Institute of Canada (ADRIC) diakui sebagai
organisasi Penyelesaian Sengketa profesional mandiri
terkemuka di Kanada. ADRIC menetapkan standar praktik
terbaik untuk penyelesaian alternatif sengketa di Kanada
dan memberikan kepemimpinan, nilai, dan dukungan
kepada anggota individu dan perusahaan kami dan kepada
klien. ADRIC menyediakan pendidikan dan sertifikasi,
mempromosikan standar etika dan kompetensi profesional,
dan mengadvokasi semua bentuk ADR untuk perselisihan
publik dan pribadi. Akses ke proses penyelesaian sengketa
seperti mediasi dan arbitrase memberi keluarga, tempat
kerja, bisnis, dan masyarakat cara yang efisien dan efektif
untuk menyelesaikan sengketa mereka tanpa bantuan
pengadilan dan litigasi. Tuntutan untuk ADR tumbuh dalam
sistem peradilan, dalam hubungan pribadi dan profesional
kita, dan di setiap sektor ekonomi.247
Alternative Dispute Resolution (ADR) Institute of
Canada (ADRIC), diakui sebagai organisasi profesional ADR
terkemuka Kanada, kami menetapkan tolok ukur untuk

246
http://mediationinisrael.com/index.php/commercial-mediation/
247
https://adric.ca/about-us/
162
praktik ADR terbaik di Kanada, mempromosikan resolusi
konflik melalui arbitrase, mediasi, dan bentuk lain ADR dan
ODR (Online Dispute Resolution/ Penyelesaian Sengketa
Online), dan memberikan kepemimpinan, nilai, dan
dukungan kepada anggota dan klien. Anggota ADRIC (The
ADR Institute of Canada) termasuk arbiter dan mediator top
Kanada dengan keterampilan dan pengalaman di banyak
industri dan situasi. Dari keluarga hingga perdagangan
komersial internasional, Anda dapat menemukan praktisi
yang ideal untuk membantu menyelesaikan perselisihan
Anda. Kami dengan hormat mengakui bahwa pekerjaan
kami meluas ke seluruh wilayah tradisional di banyak
komunitas First Nations, Métis, dan Inuit. Kami menyadari
bahwa hubungan bersejarah antara masyarakat adat dan
tanah terus berlanjut hingga hari ini, dan kami bersyukur
dapat bertemu dan bekerja dengan orang-orang di seluruh
wilayah ini.248
Misi ADRIC, menjadi Federasi yang bersemangat
yang memberikan nilai-nilai kepada anggota-anggotanya
dan publik. ADRIC: Tetap menjadi yang terdepan dalam ADR
dan praktik terbaik di Kanada dan dunia. ADRIC:
Mendukung pengembangan profesi dan profesional ADR
melalui berbagi informasi, inisiatif pengembangan
profesional, dukungan bisnis, dan jaringan; Memberikan
standar dan sebutan profesional untuk memastikan etika
dan kompetensi dalam pemberian layanan ADR; Bertindak
sebagai atau tetap menjadi pusat informasi dan sumber
daya untuk membantu orang dan organisasi menjadi sadar
dan belajar tentang ADR dan bagaimana hal itu dapat
membantu keluarga, bisnis, dan organisasi mereka;
Membantu orang dan organisasi untuk mengakses
profesional ADR yang mereka butuhkan; serta
Berkolaborasi dengan organisasi lain untuk mempengaruhi
bidang ADR dan penggunaannya yang efektif di Kanada dan
Internasional.

248
https://adric.ca/about-us/
163
Nilai-nilai ADRIC:
(1) Akuntabilitas: ADRIC: menghormati komitmen,
disiplin dalam memenuhi tanggung jawab tata kelola
(2) Kolaborasi: ADRIC: memanfaatkan kekuatan kami
sebagai federasi nasional. ADRIC mencari dan
membangun kemitraan yang saling menguntungkan
(3) Keunggulan: ADRIC: memiliki semangat tentang
penyelesaian sengketa. ADRIC berusaha untuk
keunggulan melalui profesionalisme. Kami terus
berkembang dan menantang praktik terbaik untuk
menambah nilai bagi mereka yang menggunakan
layanan ADRIC
(4) Integritas: ADRIC bersikap etis, jujur, dan transparan
dalam segala hal yang ADRIC lakukan. ADRIC
menghargai keragaman dan menunjukkan rasa
hormat kepada semua orang
(5) Kepemimpinan: ADRIC mencari ide dan pendekatan
inovatif untuk memimpin ADR di Kanada guna
membangun organisasi dan komunitas ADR yang lebih
kuat. Lebih dari dua puluh empat ratus praktisi ADR di
seluruh Kanada tergabung dalam ADRIC melalui
Afiliasi Regional di British Columbia, Alberta,
Saskatchewan, Manitoba, Ontario, Quebec dan
Provinsi Atlantik. ADRIC dan tujuh Afiliasi regionalnya
berkolaborasi untuk membangun kesadaran yang
lebih besar tentang ADR, menyediakan opsi
penyelesaian yang lebih mudah diakses, dan
memastikan ketersediaan profesional ADR
bersertifikat melalui Nota Kesepahaman (MoU).249

Aturan Mediasi Nasional memberikan aturan untuk


memulai mediasi termasuk penunjukan mediator jika para
pihak tidak dapat mencapai kesepakatan. Dokumen Aturan
Mediasi berisi hal-hal berikut: Aturan-aturan Mediasi
termasuk Kode Etik dan Formulir Standar Perjanjian

249
https://adric.ca/about-us/
164
Mediasi serta Biaya administrasi dibayarkan ke ADR
Institute of Canada. Model Klausul Penyelesaian Sengketa
yang telah ditetapkan sangat penting bagi mereka yang
merancang atau menandatangani kontrak. Kontrak
komersial yang dirancang oleh firma hukum dari semua
ukuran di seluruh Kanada biasanya berisi klausul yang
menunjukkan bahwa setiap perselisihan yang muncul
sehubungan dengan kontrak akan dikelola oleh ADR
Kanada, atau salah satu afiliasinya, sesuai dengan Aturan
Mediasi Nasional atau Aturan Arbitrase ADRIC dari Institut
ADR Kanada. Klausul Model Penyelesaian Sengketa dan
Peraturan Mediasi Nasional memberikan Model Klausul
Penyelesaian Sengketa untuk Mediasi dan/atau Arbitrase.
Semua perselisihan yang timbul dari atau sehubungan
dengan perjanjian ini, atau sehubungan dengan hubungan
hukum apa pun yang terkait dengan atau berasal dari
perjanjian ini, akan dimediasi sesuai dengan Peraturan
Mediasi Nasional dari ADR Institute of Canada, Inc. Tempat
mediasi harus menjadi [disebutkan Kota dan Provinsi di
Kanada]. Bahasa mediasi adalah bahasa Inggris atau
Perancis.250

 Pusat Asosiasi untuk Resolusi Konflik, CfK Denmark


Pusat Asosiasi untuk Resolusi Konflik, CfK Denmark,
adalah asosiasi anggota (LSM) yang membentuk kerangka
kerja perusahaan nirlaba profesional, serta berbagai
jaringan sukarela dengan tujuan bersama: untuk
mempromosikan resolusi konflik secara damai. CfK
Denmark melakukan ini melalui pelatihan dalam
manajemen konflik dan mediasi, kursus yang dibuat khusus
dan dukungan nyata untuk manajemen konflik dan proses
mediasi. Usaha CfK menghasilkan pendapatan yang
kegiatan utamanya adalah pengajaran, fasilitasi dan
mediasi. Tim manajemen yang dipilih oleh para guru

250
https://adric.ca/rules-codes/national-mediation-rules/
165
bertanggung jawab atas operasi, keuangan, dan manajemen
sehari-hari.251
Mengenai Pendidik dan Mediator, Guru di Pusat
Penyelesaian Konflik (CfK) memiliki kapasitas profesional
konflik dalam teori dan praktik. Mereka dicirikan oleh:252
(1) Pendekatan pedagogis yang unik, di mana pelatihan,
refleksi dan kognisi berada dilakukan oleh Pusat
Penyelesaian Konflik (cfk)
(2) Pengajaran dan interaksi mereka dengan siswa
dilakukan oleh nilai-nilai dan pandangan konflik cfk
(3) Mereka semua adalah pengembang daerah konflik
(4) Mereka adalah panutan yang baik, berusaha untuk
mempraktekkan apa yang mereka sampaikan.
Sebagian besar guru juga bertindak sebagai
Mediator. Umumnya mereka memiliki pengalaman
yang luas dengan mediasi konflik, dan bahwa mereka
telah menjalani pelatihan khusus dan proses
persetujuan secara internal di cfk. Semua guru dan
Mediator menerima pengawasan berkelanjutan dan
ditingkatkan secara profesional melalui kursus
eksternal dan internal, lokakarya, konferensi dan
kelompok pengembangan.
Prosedur persetujuan untuk pendidik, Ketika CfK
membutuhkan guru baru, CfK mengiklankan lulusan melalui
pemberitahuan publik. Tim manajemen bertanggung jawab
atas pemilihan, dan calon guru akan menjalani pelatihan
internal dan disetujui berdasarkan tugas persetujuan
khusus. Untuk dianggap sebagai guru, itu adanya syarat
bahwa ia telah mengambil Pendidikan Dasar CfK dalam
resolusi konflik (atau pendidikan konflik serupa), dan ia
memiliki latar belakang pengalaman yang sesuai dengan
kebutuhan CfK. Pusat Penyelesaian Konflik CfK mengikuti
dengan cermat kebutuhan dan persyaratan yang ditetapkan
di bidang resolusi konflik, dan atas dasar itu memilih orang-

251
https://konfliktloesning.dk/om-os
252
https://konfliktloesning.dk/om-os/undervisere-og-maeglere/
166
orang yang nantinya akan menjadi guru. Oleh karena itu,
kelompok guru terdiri dari orang-orang dengan latar
belakang yang sangat berbeda, tetapi dengan kualifikasi
tinggi yang sama.253
Tim Manajemen perusahaan sehari-hari ditangani oleh
tim manajemen yang bertanggung jawab atas operasional
harian, keuangan, dan manajemen bisnis yang mencakup
pendapatan dari Pusat Penyelesaian Konflik. Pelanggan
Pusat Penyelesaian Konflik CfK yang pernah
ditangani. Mereka semua setuju dipublikasi. Mediasi dan
tugas sensitif lainnya tidak disertakan. Sejumlah pelanggan
ingin tetap anonim dan karena itu tidak termasuk dalam
publikai. Sejak 1994, Pusat Penyelesaian Konflik CfK telah
bekerja di lebih dari 1.000 tempat kerja publik dan swasta
dan berbagai asosiasi. Dengan cara ini, kami telah
menjangkau ribuan warga. CfK memiliki 15 broker dan
pelatih berpengalaman dengan total ratusan tugas
manajemen konflik besar dan kecil di belakang kami di
berbagai sektor dan industri yang berbeda. Tugas CfK
berkisar dari kuliah dan presentasi, mediasi, perdebatan
profesional mengenai konflik dan kursus harian hingga
pendidikan yang lebih panjang dan tugas pengembangan
besar, dimana budaya manajemen konflik organisasi
diperkuat.254
Pusat Penyelesaian Konflik CfK juga menawarkan
percakapan individual untuk orang-orang yang terlibat
dalam konflik atau menginginkan perspektif dari luar oleh
profesional pada situasi yang penuh konflik. Penawaran ini
ditujukan kepada siapa saja yang mungkin
membutuhkannya, dan berlaku untuk semua jenis konflik,
baik itu dalam keluarga, lingkungan pertemanan, di tempat
kerja antar rekan kerja, antara manajer atau antara manajer
dengan karyawan. Di ruang yang aman dan rahasia, Klien
mendapatkan kesempatan untuk bekerja dengan situasi

253
https://konfliktloesning.dk/om-os/undervisere-og-maeglere/
254
https://konfliktloesning.dk/ydelser/
167
sulit. Klien mendapatkan bantuan untuk mengetahui apa itu
naik dan turun, dan mengubah yang tidak dapat dipahami
menjadi sesuatu yang lebih bermakna. Melalui ini, Klien bisa
menjadi lebih jelas dalam perjalanan ke depan dalam
konflik. Mediator membagikan pengetahuan, waktu,
komitmen, dan keingintahuannya dengan Klien, memberi
kesempatan untuk lebih memahami diri sendiri dan apa
yang terjadi ketika Klien berada dalam konflik. CfK siap
untuk mendiskusikan kebutuhan dan peluang Klien, dan
bersama-sama akan menemukan solusi yang sesuai. CfK
juga menyediakan sparring online jika pertemuan fisik tidak
memungkinkan.255

 Stitt Feld Handy Group, Kanada


Stitt Feld Handy Group adalah perusahaan yang
berbasis di Kanada yang menawarkan program
pengembangan profesional di seluruh dunia. Kami juga
merupakan divisi dari ADR Chambers, penyedia layanan
penyelesaian sengketa terbesar di dunia.256 Sejak tahun
1994, lebih dari 50.000 orang telah menghadiri lokakarya
publik dari Stitt Feld Handy Group untuk mempelajari
pendekatan baru untuk menyelesaikan konflik,
menegosiasikan kesepakatan yang lebih baik,
berkomunikasi dengan lebih efektif, dan meningkatkan
kemampuan mereka untuk melatih orang lain. Kami juga
melakukan program khusus berbasis keterampilan praktis
di bidang ini untuk organisasi, asosiasi, dan pemerintah di
seluruh dunia. Kami bekerja sama dengan klien kami untuk
memahami tujuan dan tantangan tempat kerja spesifik
mereka dan merancang lokakarya yang tepat untuk
mereka.257

255
https://konfliktloesning.dk/ydelser/individuel-konfliktfaglig-sparring/
256
https://sfhgroup.com/our-company/
257
https://sfhgroup.com/our-company/
168
Pelatihan Stitt Feld Handy Group memberi alat yang
dibutuhkan untuk unggul dalam tugas yang dihadapi setiap
hari seperti:
(1) Apakah Anda merasa bahwa setiap orang
mengharapkan Anda untuk memecahkan masalahnya?
(2) Bisakah Anda menjadi lebih baik di meja negosiasi?
(3) Bisakah Anda lebih baik dalam menyelesaikan konflik
dan menjaga hubungan tetap utuh?
(4) Bisakah Anda menangani percakapan yang sulit
dengan percaya diri?
(5) Seberapa baik Anda menangani perselisihan
karyawan?
(6) Apakah Anda membantu karyawan bernegosiasi
ketika mereka memiliki masalah?
(7) Apakah Anda ingin menjadi lebih persuasif?
(8) Apakah Anda merasa mampu mengeluarkan yang
terbaik dari bawahan langsung Anda?
(9) Apakah staf lini depan Anda memiliki alat untuk
menangani situasi layanan pelanggan yang sangat
menantang? 258
Apa yang membedakan pelatihan Stitt Feld Handy
Group yaitu instrukturnya semuanya adalah praktisi dan
guru yang berpengalaman. Semua instruktur bertindak
sebagai negosiator, konsultan negosiasi, mediator,
konsultan dan pelatih tempat kerja dan mereka membawa
pengalaman dan keahlian nyata ini ke dalam pengajaran
mereka. Mereka masing-masing menyediakan lebih dari 80
hari penuh pelatihan setahun, di berbagai sektor.
Pesertanya berasal dari berbagai latar belakang termasuk:
profesional bisnis, eksekutif, pengacara, pendidik, manajer
proyek, dan tenaga penjualan. Mereka adalah orang-orang
yang tahu bahwa menyempurnakan kemampuan mereka
untuk menegosiasikan kesepakatan yang baik,
menyelesaikan konflik secara efektif, dan menangani
percakapan yang sulit dengan percaya diri akan memberi

258
https://sfhgroup.com/our-company/
169
mereka dan organisasi mereka keunggulan kompetitif.259
Stitt Feld Handy Group berafiliasi dengan University of
Windsor Law School, dan lulusan dari semua lokakarya
publik dan kursus online selama beberapa hari menerima
sertifikat dari University of Windsor Law School.

 Pusat Arbitrase dan Mediasi Perancis (CMAP)


Pusat Arbitrase dan Mediasi Perancis atau CMAP
didirikan tahun 1995 oleh Kamar Dagang dan Industri Paris,
dalam bentuk asosiasi di bawah hukum tahun 1901, CMAP
saat ini adalah pemimpin di Perancis dan salah satu pusat
utama Eropa untuk manajemen dan penyelesaian sengketa
komersial. CMAP juga merupakan organisasi pelatihan yang
diakui.260 CMAP telah mengembangkan pengetahuan unik
untuk pengelolaan prosedur resolusi konflik seperti
mediasi, arbitrase, atau keahlian yang bersahabat.
Penawaran CMAP mencakup semua situasi yang mungkin
dihadapi, memungkinkan Klien menemukan solusi terbaik
setiap saat. Kegiatan CMAP memberikan pelatihan mediasi
antar perusahaan, yang dirancang baik untuk para
profesional yang ingin menjadi mediator maupun bagi
mereka yang hanya ingin memperoleh metode mediasi
untuk kegiatan sehari-hari. Sasaran pelatihan yang dibuat
CMAP berkisar pada:261
(1) Mengetahui terminologi dan prinsip dasar mediasi
(2) Mengetahui kerangka hukum dan yudisial mediasi
(3) Identifikasi masalah, manfaat dan tujuan mediasi
(4) Kuasai teknik dan alat mediasi
(5) Menguasai proses mediasi. Adapun Pembicara
Pelatihan yang diadakan CMAP memiliki keunggulan

259
https://sfhgroup.com/our-company/
260
https://www.institut131.fr/formations/formation-a-la-mediation-inter-
entreprises/
261
https://www.institut131.fr/formations/formation-a-la-mediation-inter-
entreprises/
170
dalam memberikan pelajaran berdasarkan visi dalam
mediasi, yaitu:262
(a) Mediator yang berspesialisasi dalam penyelesaian
negosiasi perselisihan antar perusahaan
(b) Guru negosiasi
(c) Pengacara
(d) Hakim
(e) Praktisi bisnis.
CMAP tahun 2019 meluncurkan Institut 131, Pusat
Mediasi dan Arbitrase Paris, yang dibuat pada 1995 atas
prakarsa Kamar Dagang Paris. Organisasi pelatihan, yang
didedikasikan untuk Penyelesaian Sengketa Alternatif
(Alternative Dispute Resolution/ADR), didasarkan pada lebih
dari 25 tahun pengalaman CMAP. Institut 131 telah
membangun kemitraan dengan sekolah-sekolah bergengsi
Sorbonne Law School dan ESCP Business School. Hingga
saat ini, Institut 131 telah melatih 6.000 pengambil
keputusan dalam MARD. Pusat pelatihan pertama yang
didedikasikan untuk Metode Penyelesaian Sengketa
Alternatif Institut 131 menawarkan modul pelatihan yang
disesuaikan dengan pembuat keputusan publik dan
swasta.263

 Mediators Beyond Borders International (MBBI)


Mediators Beyond Borders International (MBBI),
khususnya Mediators Beyond Borders Consulting
menyediakan layanan kolaboratif kepada perusahaan,
pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas. Mediators
Beyond Borders Consulting merupakan konsultan dengan
jaringan praktisi dan mitra global. MBBI membangun
hubungan dan solusi yang memajukan kepentingan bisnis,
tata kelola yang akuntabel, kebutuhan masyarakat, dan
pembangunan yang bertanggung jawab secara sosial.

262
https://www.institut131.fr/formations/formation-a-la-mediation-inter-
entreprises/
263
https://www.institut131.fr/nous-connaitre/
171
Mediators Beyond Borders Consulting percaya dalam
membuat dampak positif pada dunia. Mediators Beyond
Borders Consulting percaya pada kolaborasi dan
memaksimalkan kepentingan diri sendiri. Lembaga ini
percaya pada tujuan jangka panjang. Mediators Beyond
Borders Consulting percaya mereka yang berkonflik harus
terlibat dalam penyelesaiannya. Lembaga menyediakan
manajemen konflik dan layanan pelibatan pemangku
kepentingan kepada perusahaan dan pemerintah. Layanan
kolaboratifnya meningkatkan proyek pembangunan dan
pekerjaan umum serta memperkuat pengambilan
keputusan dan kinerja dalam organisasi. Apa yang
membuatnya unik adalah jaringan global praktisi dan mitra-
mitra lokalnya. Organisasi induk Mediators Beyond Borders
Consulting, Mediators Beyond Borders International, telah
bekerja selama lebih dari satu dekade di seluruh dunia.
Melalui pekerjaan itu, lembaga ini telah membangun
hubungan dengan pemerintah, kelompok masyarakat,
organisasi masyarakat sipil, perusahaan, dan organisasi
internasional. Para praktisinya tinggal dan bekerja di semua
titik di belahan dunia. Mediators Beyond Borders Consulting
adalah grup internasional dengan akar, minat, dan
pengalaman lokal.264

 Japan International Mediation Center (JIMC)


Pusat Mediasi Internasional Jepang atau Japan
International Mediation di Kyoto (JIMC-Kyoto) telah resmi
diluncurkan pada tanggal 20 November 2018 di Kyoto,
pusat budaya dan sejarah Jepang, yang terkenal sebagai
bekas ibu kota Kekaisaran Jepang selama lebih dari seribu
tahun. JIMC-Kyoto adalah pusat mediasi internasional
pertama di Jepang dan menyediakan layanan mediasi kelas
dunia untuk berbagai jenis sengketa lintas batas antara
pihak asing dan pihak Jepang. JIMC-Kyoto dikelola oleh

264
“Mediators Beyond Borders Consulting”,
https://mediatorsbeyondborders.org/consulting/
172
komite Japan Association of Arbitrators (JAA), sebuah
asosiasi kepentingan publik independen yang tergabung
yang terdiri dari pengacara dan profesor internasional
terkemuka di bidang ADR internasional di Jepang,
memberikan JIMC-Kyoto posisi khusus di mana pengguna
JIMC-Kyoto dapat secara efektif memanfaatkan sumber daya
JAA.265
JIMC-Kyoto terletak di Universitas Doshisha, salah satu
universitas terkemuka di Jepang dengan reputasi akademik
tinggi dan sejarah 140 tahun. Pengguna JIMC-Kyoto dapat
menggunakan banyak fasilitas Universitas Doshisha, dan
merasakan suasana perguruan tinggi internasional di Kyoto.
Selain itu, pengguna memiliki pilihan untuk menggunakan
fasilitas kuil Kodaiji, salah satu kuil Zen paling terkenal di
Kyoto, dan merasakan suasana Zen asli di Kyoto. Mediasi
sudah mendarah daging dalam budaya Jepang. Tujuh Belas
Pasal Konstitusi, konstitusi pertama di Jepang, dikeluarkan
pada tahun 604 M. Penulisan konstitusi ini dikaitkan dengan
Pangeran Shotoku Taishi (574-622) dan Pasal 1 dimulai
dengan kata-kata, “Harmoni harus dihargai, dan
menghindari oposisi nakal, harus dihormati.” Filosofi ini
telah diwariskan di Jepang selama lebih dari 1400 tahun.
Jepang juga memiliki budaya tradisional seperti Zen, Judo,
atau Jujutsu yang sering dikutip dalam buku-buku seperti
Getting to Yes atau teks mediasi global lainnya. Jepang juga
memiliki sejarah 100 tahun mediasi yang dianeksasi
pengadilan yang telah banyak digunakan. Tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa budaya Jepang adalah budaya mediasi.
Oleh karena itu, masyarakat di Jepang merasa lebih nyaman
untuk menyelesaikan suatu perselisihan dengan
kesepakatan bersama daripada dengan keputusan wajib
dalam sistem permusuhan seperti arbitrase atau litigasi.266
Budaya mediasi Jepang ini telah berkembang di Kyoto,
sebagai pusat politik dan masyarakat Jepang selama lebih

265
https://www.jimc-kyoto.jp/about2/index.php
266
https://www.jimc-kyoto.jp/about2/index.php
173
dari 1000 tahun. Oleh karena itu, Kyoto adalah jantung dari
budaya mediasi tradisional Jepang. Universitas Doshisha,
tempat JIMC-Kyoto berada, bersebelahan dengan Istana
Kekaisaran, rumah dari generasi Kaisar Jepang dan kuil
Shokoku-ji, dan sub-kuil Kinkaku-ji (Kuil Paviliun Emas) dan
Ginkaku-ji (Kuil Perak Pavilion Termple), adalah salah satu
kuil paling terkenal di dunia. JIMC-Kyoto menyediakan
layanan mediasi dalam lingkungan sejarah dan budaya ini.
Pengguna JIMC-Kyoto mungkin terkejut mengetahui bahwa
JIMC-Kyoto tergabung dalam sistem pendidikan universitas
dan pengguna dapat berinteraksi dengan mahasiswa
pascasarjana yang terdidik dan terlatih yang berfungsi
sebagai pemandu dan asisten selama sesi mediasi.Karena
JIMC-Kyoto memahami bahwa menjadi internasional sangat
penting untuk keberhasilan pusat, kami telah mengundang
partisipasi banyak praktisi dan profesor internasional. JIMC-
Kyoto memiliki penasihat internasional terkemuka yang
memberikan nasihat berharga untuk operasi kami, profesor
dan praktisi asing di komite kami yang mengelola JIMC-
Kyoto, dan panel mediator internasional profil tinggi dari
seluruh dunia, kepada siapa pengguna JIMC-Kyoto dapat
mengakses dan mempertahankan sebagai mediator.267
Japan International Mediation Center (JIMC) dan
Singapore International Mediation Centre (SIMC) pada 12
September 2020 menandatangani Nota Kesepahaman untuk
mengoperasikan protokol bersama yang menyediakan
bisnis lintas batas, termasuk perusahaan di sepanjang
koridor Jepang-Singapura, dengan ekonomi, jalur cepat dan
efektif penyelesaian sengketa niaga di tengah pandemi
COVID-19. Protokol Bersama JIMC-SIMC dianggap sebagai
protokol mediasi online bersama pertama antara dua pusat
penyelesaian sengketa internasional yang berkomitmen
untuk menyediakan mediasi yang dipercepat selama
pandemi. Ini adalah kerjasama pertama SIMC dengan pusat
mediasi luar negeri, setelah Protokol Covid-19 SIMC yang

267
https://www.jimc-kyoto.jp/about2/index.php
174
diluncurkan pada Mei lalu. Pandemi Covid-19 telah
mengganggu kinerja kewajiban kontrak, rantai pasokan, dan
aspek perdagangan lainnya, yang mengakibatkan perbedaan
dan perselisihan antar bisnis di seluruh dunia. Mediasi
membantu para pihak untuk menyelesaikan perselisihan
mereka dengan cara yang cepat, ekonomis dan efektif tanpa
terlibat dalam proses hukum yang berlarut-larut. Mediasi
juga menjaga hubungan karena perselisihan diselesaikan
secara damai, dengan para pihak bebas untuk mengadopsi
solusi komersial yang fleksibel dan kreatif. Oleh karena itu,
pengguna yang menganggap mediasi sebagai port-of-call
pertama mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk
pulih dari dampak luas pandemi.268
Pemberlakuan Konvensi Singapura tentang Mediasi
pada 12 September juga memungkinkan para pihak untuk
menegakkan kesepakatan penyelesaian di yurisdiksi yang
telah meratifikasi Konvensi, termasuk Singapura. Perjanjian
perdagangan PBB menggarisbawahi peran mediasi sebagai
alat penting yang dapat digunakan perusahaan untuk
menyelesaikan sengketa lintas batas mereka. Mengingat
dampak internasional dari pandemi tersebut, Protokol
Bersama JIMC-SIMC mendukung komitmen untuk semakin
memperkuat ketahanan ekonomi di tengah permasalahan
yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. pada 20
November.269

 Delhi Mediation Centre


Delhi Dispute Resolution Society (Delhi Govt.
Mediation and Conciliation Center) atau Pusat Mediasi Delhi
(Delhi Mediation Centre) mengutip pendapat Mahatma
Gandhi dalam otobiografinya yang menggambarkan
pengalamannya dalam penyelesaian sengketa secara damai
sebagai latihan dalam menyatukan pihak-pihak yang
terbelah. Inilah sebenarnya inti dari mediasi.

268
https://www.jimc-kyoto.jp/
269
https://www.jimc-kyoto.jp/
175
Penyelenggaraan keadilan merupakan tanggung jawab
utama para hakim dan pejabat peradilan karena merekalah
yang diberi tugas untuk menafsirkan undang-undang dan
mengadili sengketa. Memperhatikan pengalaman Mahatma
Gandhi serta tugas utama petugas peradilan, Pusat Mediasi
Delhi (dimulai oleh Pengadilan Distrik di Delhi) telah
mengembangkan metode unik penyelesaian sengketa
alternatif sebagai ‘mediasi yudisial’. Bentuk penyelesaian
sengketa ini diprakarsai oleh Komite yang ditunjuk oleh
Ketua dari Hakim Agung India yang terdiri dari Hakim
Agung pada Mahkamah Agung, Hakim Pengadilan Tinggi
Delhi, Advokat Senior, dan petugas peradilan sebagai yang
paling sesuai dengan kebutuhan berperkara di India dan
selaras dengan etos sosial negara.270
Dalam latar belakang ini, meskipun petugas peradilan
dilatih oleh ahli mediasi Amerika, Pusat Mediasi Delhi tidak
mengadopsi model mediasi yang berlaku di Amerika tetapi
mengembangkan model uniknya sendiri yang berupaya
mewujudkan visi Mahatma Gandhi, melalui petugas
peradilan yang membutuhkan didorong, bahkan sebaliknya,
untuk menyelesaikan perselisihan dalam semangat
kompromi dan penyelesaian utuh sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Hukum Acara Perdata India. Salah
satu aspek terpenting dari ‘mediasi yudisial’, yaitu layanan
diberikan tanpa biaya sama sekali kepada pihak yang
berperkara. Sebaliknya, pada mediasi yang berhasil, diikuti
dengan keputusan, Penggugat berhak (dan diberikan)
pengembalian biaya pengadilan sesuai dengan Undang-
Undang Biaya Pengadilan, 1870. Dalam kasus dimana
Mediator merasa pantas, maka teh atau kopi ditawarkan
kepada para Penggugat dan Pengacara mereka secara gratis.
Semua ini menambah keunikan program mediasi yudisial
yang dilakukan Delhi Mediation Centre. Selain penyelesaian
kasus, sebagai hasil dari pengelolaan program yang efektif,
Pusat Mediasi Delhi telah berhasil melatih sebelas petugas

270
https://delhicourts.nic.in/dmc/introduction.htm
176
peradilan sebagai Mediator dan bahkan telah diundang oleh
Pengadilan Tinggi Madhya Pradesh dan Pengadilan
Nasional.271
Adapun kualifikasi seorang Mediator, sesuai Aturan
Mediasi dan Konsiliasi Tahun 2004 adalah:
(1) Pensiunan Hakim Mahkamah Agung India
(2) Pensiunan Hakim Pengadilan Tinggi
(3) Pensiunan Hakim Distrik atau pensiunan pejabat
Dinas Kehakiman Tinggi Delhi
(4) Hakim Distrik atau Pejabat dari Layanan Kehakiman
Tinggi
(5) Praktisi hukum dengan pengalaman minimal sepuluh
tahun di Pengadilan di tingkat Mahkamah Agung atau
Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Negeri
(6) Para ahli atau profesional lain yang telah berdiri
sekurang-kurangnya lima belas tahun
(7) Orang-orang yang ahli dalam mediasi/konsiliasi.272

Kegiatan Pusat Mediasi, dalam hal ini Pusat Mediasi


Pengadilan Distrik Delhi (Mediation Centre Delhi District
Court Mediation Centers, menerima kasus untuk dimediasi,
tidak hanya dari semua Pengadilan Distrik tetapi juga dari
Mahkamah Agung India dan Pengadilan Tinggi Delhi. Untuk
menciptakan kesadaran tentang proses mediasi, Pusat
Mediasi Delhi telah mengeluarkan pamflet dan pamflet satu
halaman. Plakat juga telah disiapkan dan ditempatkan di
tempat-tempat penting termasuk titik masuk dan keluar
kompleks pengadilan untuk menyebarkan kesadaran
tentang mediasi dan untuk kenyamanan berperkara dan
masyarakat umum. Meja bantuan telah didirikan di
Kompleks Pengadilan untuk kenyamanan penggugat dan
masyarakat umum. Delhi Mediation Center juga telah

271
https://delhicourts.nic.in/dmc/introduction.htm
272
https://delhicourts.nic.in/dmc/qualification.htm
177
menyiapkan dua film dokumenter untuk mempopulerkan
Mediation.273

 The Delhi High Court Mediation and Conciliation


Centre
Peradilan India dan profesional hukumnya
mendukung penyelesaian melalui mediasi. Hal ini
mengakibatkan Pusat Mediasi yang diambil alih pengadilan
diciptakan sebagai skema yang dilembagakan. Pusat Mediasi
dan Konsiliasi Pengadilan Tinggi Delhi atau The Delhi High
Court Mediation and Conciliation Centre, yang dikenal
sebagai Samadhan, didirikan pada Mei 2006. Ini adalah hasil
inisiatif bersama dari Bench & Bar dari Pengadilan Tinggi
Delhi yang telah berkomitmen pada Mediasi sebagai metode
alternatif yang tepat dalam penyelesaian sengketa. Mediasi
dijalankan oleh Bench & Bar dan dikoordinasikan oleh
Sekretaris Penyelenggara. Sebuah panel hakim dan advokat
mengawasi pekerjaan Pusat Mediasi ini. Pusat Mediasi
bangga memiliki Mediator berkualifikasi tinggi dan
berpengalaman yang merupakan anggota dari Asosiasi
Pengacara Pengadilan Tinggi Delhi. Pusat Mediasi memiliki
daftar Mediator terlatih dari para anggota Bench & Bar yang
layanannya tersedia untuk perselisihan yang dirujuk ke
Pusat Mediasi.274
Layanan dari Pusat Mediasi dapat dimanfaatkan oleh
para pihak secara langsung atau melalui referensi
Pengadilan. Perselisihan yang dirujuk ke Pusat Mediasi atas
petunjuk Pengadilan disebut Mediasi Terintegrasi
Pengadilan. Layanan Pusat Mediasi tersedia untuk
perselisihan pra-Litigasi, yaitu hal-hal yang tidak ada di
Pengadilan serta untuk perselisihan yang tertunda di
Pengadilan. Pusat Mediasi menangani kasus-kasus yang
dirujuk oleh Pengadilan Tinggi Delhi, pengadilan-
pengadilan dibawahnya dan Mahkamah Agung India. Pusat

273
https://delhicourts.nic.in/dmc/activities.htm
274
http://dhcmediation.nic.in/about-us
178
Mediasi telah menangani berbagai kasus yang mencakup
hal-hal yang berkaitan dengan kontrak/transaksi bisnis,
real estat dan konstruksi, masalah konsumen, masalah
ketenagakerjaan dan layanan perselisihan hubungan
industrial, kasus perbankan dan asuransi, perselisihan
merek dagang dan hak cipta, klaim terkait kecelakaan,
pemilik tanah dengan perselisihan penyewa, perselisihan
kemitraan, perselisihan keluarga dan perkawinan, hak asuh
anak. Samadhan telah menujukkan hasil yang sangat baik.
Dalam delapan belas bulan, hampir 300 kasus yang dirujuk
oleh Pengadilan Tinggi Delhi dan Mahkamah Agung India
telah diselesaikan, dan juga menyelesaikan lebih dari 400
kasus terkait yang tertunda di pengadilan yang berbeda.275
Pusat Mediasi melakukan pelatihan Mediator dengan
mengadakan program pelatihan secara berkala bagi anggota
Asosiasi Pengacara Pengadilan Tinggi Delhi. Dimana pun
diperlukan dan diinginkan, Pusat Mediasi menyediakan
layanan dari ahli profesional yang sesuai guna membantu
proses Mediasi bersama dengan Mediator untuk
memastikan penyelesaian terbaik untuk sengketa yang
dirujuk kepadanya. Pusat memiliki panel profesional
tersebut.276 Di Samadhan, pelatihan harus memiliki
lingkungan fisik yang tepat dan peserta harus menyerap
subjek yang luar biasa bahwa mediasi dilakukan dengan
cara yang santai. Oleh karena itu, semua lokakarya pelatihan
di Samadhan biasanya merupakan lokakarya rumahan
dimana para pelatih dan peserta pelatihan keluar dari
lingkungan profesional mereka sehari-hari dan tinggal
bersama selama tiga hari. Hal ini menciptakan lingkungan
yang hangat dan informal yang dibutuhkan untuk pelatihan.
Peserta bebas dari komitmen profesional, panggilan telepon
dan rutinitas pengadilan. Mereka sangat menikmati tamasya
kelompok. Mereka menyukai program informal karena
sangat interaktif. Ikatan antar peserta terlihat ketika bahkan

275
http://dhcmediation.nic.in/about-us
276
http://dhcmediation.nic.in/about-us
179
setelah acara formal selesai setiap hari mereka dapat
terlihat dalam diskusi mendalam tentang nuansa mediasi
setelah makan malam dan hingga larut malam. Pada titik
waktu tertentu, ada ratusan pengacara Pengadilan Tinggi
Delhi dalam daftar tunggu untuk pelatihan itu.277
Permainan Peran merupakan bagian integral dan
esensial dari setiap program pelatihan. Mereka juga sangat
populer di kalangan peserta yang sangat menantikannya. Di
sini, peserta mensimulasikan sesi mediasi yang sebenarnya
melalui situasi perselisihan yang berbeda yang mereka
mainkan dalam permainan peran, sehingga mempelajari
nuansa teknik mediasi yang lebih baik. Mereka juga belajar
bagaimana mengatasi kebuntuan dan situasi buntu melalui
latihan brainstorming dan teknik lainnya. Materi yang
diangkat dalam pelatihan ini adalah:278
(1) Sejarah Legislatif Mediasi di India
(2) Undang-Undang tentang Mediasi
(3) Pertanyaan yang Sering Diajukan tentang Mediasi
(4) Pentingnya Pelatihan Mediasi
(5) Memahami dan Mengubah Konflik
(6) Studi banding tentang cara-cara Penyelesaian
Sengketa dan Mediasi lainnya
(7) Negosiasi
(8) Proses Mediasi dan Tahapannya
(9) Peran Mediator, dan Peran Pengacara dalam Mediasi
(10) Teknik Komunikasi
(11) Cara menangani Kebuntuan
(12) Menutup dan Mengakhiri sesi mediasi
(13) Penyusunan Perjanjian Penyelesaian, Etika dan
Kerahasiaan
(14) mediasi bersama
(15) Ciri-ciri Khusus dari berbagai jenis kasus yang
dibawa ke mediasi termasuk kasus keluarga dan

277
http://dhcmediation.nic.in/training-program
278
http://dhcmediation.nic.in/training-program
180
perkawinan, perselisihan industrial, klaim kecelakaan,
klaim uang, perselisihan komersial dan lain-lain.279

Semua lokakarya dihadiri oleh advokat tingkat senior


dan menengah dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di
Kepengacaraan serta advokat muda dengan pengalaman
lebih dari lima tahun di Asosiasi Pengacara. Samadhan
memiliki jadwal pelatihan yang ketat untuk para
mediatornya. Tahap pertama adalah pelatihan mediasi
dasar. Setelah menyelesaikan tahap pertama, mediator
melakukan mediasi bersama dengan mediator yang
berpengalaman. Tahap kedua adalah pelatihan mediasi
lanjutan. Tahap ketiga adalah program penyegaran untuk
meningkatkan keterampilan mediator sebagai bagian dari
pendidikan berkelanjutan mereka. Hanya ketika mediator
menyelesaikan pelatihan mediasi lanjutan, mereka
diberikan mediasi untuk ditangani secara mandiri.
Beberapa mediator dari Samadhan mendapatkan Pelatihan
Khusus di S.J. Quinney College of Law, Utah, AS sebagai
bagian dari Proyek Mediasi Global, yang diluncurkan oleh
Dekan Hiram Chodosh saat itu.280
Para ahli di bidang ilmu perilaku dan spesialis mata
pelajaran merupakan bagian yang sangat penting dari
sumber daya penyelenggara pelatihan. Samadhan telah
mengembangkan manual pelatihan dan materi
kesadarannya sendiri. Seiring berkembangnya Samadhan,
berkembang di antara para mediatornya, para pelatih yang
telah melatih para mediator di pengadilan tinggi dan
pengadilan distrik lainnya, dilakukan lokakarya pelatihan
untuk kepala eksekutif, kepala organisasi administratif dan
petugas hukum mereka, mengadakan kursus orientasi
untuk anggota kehakiman di distrik serta bekerja sama
dengan Delhi Judicial Academy dan mengadakan lokakarya

279
http://dhcmediation.nic.in/training-program
280
http://dhcmediation.nic.in/training-program
181
klinis dan kursus kredit tentang mediasi untuk mahasiswa
hukum.281

 Malaysian Mediation Centre (MMC)


Pusat Mediasi Malaysia atau Malaysian Mediation
Centre (MMC) adalah sebuah badan yang didirikan pada 5
November 1999 di bawah naungan Dewan Pengacara
Malaysia. Tujuan MMC termasuk mempromosikan mediasi
sebagai proses penyelesaian sengketa alternatif dan juga
menyediakan jalan yang tepat untuk penyelesaian sengketa
yang berhasil. Komite Mediasi Dewan Pengacara
bertanggung jawab atas berfungsinya dan pelaksanaan
tujuan dan layanan MMC dengan baik. MMC menawarkan
berbagai layanan yang komprehensif yang meliputi:282
(1) Layanan Mediasi Profesional oleh mediator terlatih
yang telah terakreditasi dan ditunjuk sebagai Panel
Mediator MMC
(2) Bantuan dan saran tentang cara terbaik bagi klien
untuk menjaga kepentingan mereka dalam
menggunakan proses Alternatif Penyelesaian Sengketa
seperti mediasi
(3) Pelatihan teknik mediasi, akreditasi dan pemeliharaan
mediator panel
(4) Jasa konsultasi dalam pengelolaan sengketa dan
penghindaran konflik
(5) Dukungan administrasi dan kesekretariatan.MMC juga
telah menjalin kerjasama dengan Pusat Mediasi
lainnya di China dan negara-negara lain untuk
mempromosikan mediasi termasuk mediasi online.
MMC juga merupakan anggota dari Asosiasi Mediasi
Asia.
Malaysian Mediation Centre (MMC) ada hubungannya
dengan Pengacara Malaysia yang adalah makhluk hukum
yang didirikan berdasarkan Undang-undang Advokat dan

281
http://dhcmediation.nic.in/training-program
282
http://www.malaysianmediationcentre.org/about-us/
182
Pengacara 1947 yang peraturannya kemudian dicabut oleh
Undang-Undang Profesi Hukum 1976. Ini adalah Pengacara
independen yang bertujuan untuk menegakkan supremasi
hukum dan tujuan keadilan dan melindungi kepentingan
profesi hukum maupun masyarakat. Profesi hukum di
Malaysia adalah profesi yang menyatu dengan keanggotaan
sekitar 16.000 anggota. Setiap advokat dan pengacara
secara otomatis menjadi anggota Malaysian Bar selama dia
memegang Sertifikat Praktek yang sah. Dewan Pengacara
terdiri dari tiga puluh delapan (38) anggota yang dipilih
setiap tahun untuk mengelola urusan dan menjalankan
fungsi Pengacara Malaysia. Dewan terdiri dari mantan
Presiden dan Wakil Presiden Pengacara Malaysia, Ketua
dari masing-masing dua belas (12) Komite Pengacara
Negara Bagian, satu (1) anggota yang dipilih oleh masing-
masing dari dua belas (12) Komite Pengacara Negara Bagian
untuk menjadi perwakilannya ke Dewan Pengacara, dan dua
belas (12) anggota dipilih dari seluruh Semenanjung
Malaysia melalui surat suara pos.283
Pengurus Kantor, yaitu Presiden, Wakil Presiden,
Sekretaris dan Bendahara dipilih setiap tahun oleh Dewan
Pengacara pada pertemuan pertamanya yang secara
tradisional diadakan segera setelah Rapat Umum Tahunan
(RUPS) Pengacara Malaysia. Mereka adalah praktisi penuh
waktu dan penunjukan kehormatan mereka dapat dipilih
kembali setiap tahun. Dalam hal apapun kecuali jabatan
Bendahara yang tidak diatur dalam Undang-undang,
Pengurus tidak dapat menjabat lebih dari 2 (dua) tahun
berturut-turut. Dewan Pengacara mulai menjabat pada
penutupan Rapat Umum Tahunan dan ditutup pada RUPS
Tahunan tahun berikutnya. Para anggota bekerja secara
sukarela paruh waktu karena Undang-Undang Profesi
Hukum melarang pembayaran biaya atau remunerasi.
Untuk memastikan pengelolaan yang efektif dan efisien dari

283
https://www.malaysianbar.org.my/article/about-us/malaysian-bar-and-
bar-council/
183
urusan Pengadilan Malaysia, Dewan Pengacara dari waktu
ke waktu mendelegasikan kekuasaan dan fungsinya kepada
Komite di berbagai Negara di seluruh Malaysia atau kepada
Komite yang ditunjuk di dalam Dewan itu sendiri. Namun
demikian, Komite Pengacara Negara dan Komite Dewan
tidak independen dan tidak memiliki kekuatan berdasarkan
Undang-Undang untuk menyampaikan pandangan apa pun
atas nama Pengacara.284

 Singapore International Mediation Centre (SIMC)


Singapore International Mediation Centre (SIMC)
merupakan penyedia layanan penyelesaian sengketa
alternatif terkemuka di Singapura. Lembaga ini
memeberikan layanan inti: mediasi, ajudikasi, evaluasi
netral, dan penyelesaian perselisihan yang melibatkan
keluarga, proyek infrastruktur, dan nama domain Internet.
SMC telah memediasi lebih dari 5.200 masalah senilai lebih
dari $10 miliar sejak diluncurkan pada 16 Agustus 1997.
Sekitar 70% kasus di SIMC diselesaikan dengan 90% di
antaranya diselesaikan dalam satu hari, yang membuktikan
keefektifan mediasi. SMC adalah salah satu dari empat
penyedia layanan mediasi yang ditunjuk berdasarkan
Undang-Undang Mediasi Singapura tahun 2017. Ini berarti
bahwa penyelesaian mediasi yang dikelola oleh SMC dapat
diubah menjadi perintah pengadilan yang segera dapat
dilaksanakan.285
Perselisihan konstruksi mencapai sekitar 40% dari
kasus yang diselesaikan SMC. Jenis kasus lain termasuk
perbankan, kontrak, perusahaan, pekerjaan, teknologi
informasi, asuransi, kemitraan, logistik dan perselisihan
sewa. SMC juga menengahi dalam perceraian yang
diperebutkan dan hal-hal terkaitnya, perselisihan keluarga,
dan klaim kelalaian dan cedera pribadi. Sebagai pusat

284
https://www.malaysianbar.org.my/article/about-us/malaysian-bar-and-
bar-council/
285
https://www.mediation.com.sg/about-us/about-smc/
184
mediasi unggulan Singapura, SMC menetapkan standar
keunggulan dalam layanan penyelesaian sengketa di
Singapura. Ini telah bermitra dengan para pemimpin
industri untuk meluncurkan skema mediasi untuk
mengatasi perselisihan di berbagai sektor seperti
perawatan kesehatan, pendidikan swasta, dan real estat.
SMC, yang diluncurkan oleh Hakim Agung Yong Pung How,
didukung oleh Kehakiman Singapura, Akademi Hukum
Singapura, Kementerian Hukum dan asosiasi profesional
dan perdagangan.286
SMC juga memelopori pelatihan mediasi di Singapura
dan merupakan pemimpin regional yang diakui di bidang
ini, yang mengkhususkan diri dalam pelatihan mediasi
untuk hakim, pengacara, dan pemangku kepentingan
mediasi lainnya. Di luar Singapura, divisi pelatihan SMC
yang berpengalaman telah melakukan pelatihan di negara-
negara ASEAN, bagian lain di Asia, Timur Tengah, kawasan
Pasifik Selatan, dan Eropa. Secara internasional, SMC telah
memainkan peran kunci dalam pembentukan Asosiasi
Mediasi Asia. SMC juga merupakan anggota pendiri Institut
Mediasi Internasional yang berbasis di Belanda, yang
menetapkan standar kompetensi bagi para mediator di
seluruh dunia. SMC juga menyediakan layanan konsultasi di
bidang-bidang seperti desain sistem resolusi konflik dan
membantu membangun infrastruktur mediasi.287
SMC menawarkan serangkaian layanan penyelesaian
sengketa alternatif termasuk mediasi, ajudikasi, evaluasi
netral, dan penyelesaian sengketa yang melibatkan nama
domain Internet (Layanan Kebijakan Penyelesaian Sengketa
Nama Domain Singapura), keluarga (Praktik Keluarga
Kolaboratif) dan proyek infrastruktur (Protokol
Pengelolaan Sengketa Infrastruktur Singapura). Mediasi
adalah proses sukarela yang melibatkan pihak ketiga netral
yang dikenal sebagai mediator yang membantu pihak-pihak

286
https://www.mediation.com.sg/about-us/about-smc/
287
https://www.mediation.com.sg/about-us/about-smc/
185
yang bersengketa mencapai penyelesaian damai secara
pribadi dan tanpa melalui pengadilan. Ini menikmati tingkat
penyelesaian yang tinggi dan, dalam banyak kasus,
merupakan alternatif yang lebih murah dan lebih cepat
untuk litigasi. Tidak seperti lingkungan litigasi yang sarat
muatan dan permusuhan, mediasi adalah proses fasilitatif
yang menyelesaikan perselisihan secara rahasia dan non-
konfrontatif. Hal ini memungkinkan pihak-pihak yang
bersengketa untuk mempertahankan hubungan mereka
setelah mediasi.
Fleksibilitas proses juga memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk
mengidentifikasi dan mengomunikasikan perbedaan
mereka secara efektif. Para pihak dipandu oleh mediator
untuk fokus pada isu-isu yang penting bagi mereka yang
perlu diselesaikan dan mempertimbangkan solusi
pragmatis yang dapat diterima bersama. Mediasi sebagai
proses penyelesaian sengketa melayani berbagai pihak yang
bersengketa, mulai dari individu yang menghadapi
perselisihan dengan anggota keluarga, hingga mantan
karyawan atau pelanggan yang perlu mencari jalan lain
untuk transaksi komersial, hingga bisnis yang berurusan
dengan masalah yang melibatkan pemasok, mitra, atau
pelanggan mereka. Semua jenis sengketa, berapa pun
besarnya tuntutan, dapat dimediasi. Pengecualiannya
adalah:
(1) Kasus-kasus kriminal
(2) Kasus-kasus class action)
(3) Kasus-kasus dimana hanya pengadilan yang dapat
memberikan pemulihan yang sesuai, misalnya,
perlindungan pribadi)
(4) Sengketa-sengketa yang melibatkan kebijakan
publik.288
Biaya mediasi SMC umumnya dipatok pada jumlah
klaim dan tuntutan balik, apakah di atas $60.000 atau

288
https://www.mediation.com.sg/about-us/about-smc/
186
kurang dari atau sama dengan $60.000. Ada juga berbagai
skema bersubsidi yang dikembangkan bersama dengan
mitra industri utama untuk perselisihan di sektor-sektor ini:
pendidikan swasta, pekerja lepas media, kekayaan
intelektual, penyewaan, perawatan kesehatan dan olahraga.
SMC juga memiliki Aturan Prosedur Mediasi Keluarga untuk
menyelesaikan perselisihan perkawinan dengan bantuan
mediator pihak ketiga. Tarif bervariasi dari skema ke skema.
Untuk informasi lebih lanjut tentang biaya SMC, lihat jadwal
biaya di halaman layanan masing-masing.289
Adapun manfaat mediasi, diantaranya:
(1) Menghemat waktu dan biaya, di SMC, 70% dari semua
perselisihan yang dirujuk ke mediasi mencapai
penyelesaian penuh dan final. Dari kasus ini, hampir
90% diselesaikan dalam satu hari kerja. Sesi
pertemuan dapat diatur dengan cepat dan, dalam
kasus mendesak, dalam waktu 24 jam. Hal ini berbeda
dengan litigasi yang bisa mahal dan berlarut-larut,
berlarut-larut hingga berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun
(2) Kontrol atas hasil, karena Mediator SMC membantu
pihak-pihak yang bersengketa sampai pada cara yang
kreatif dan masuk akal untuk mengakhiri perselisihan
mereka. Para pihak akan memiliki kendali atas hasil
mediasi karena mereka dapat memilih untuk
menyelesaikan hanya jika mereka puas dengan
persyaratan yang diusulkan. Setelah para pihak
menandatangani perjanjian penyelesaian, persyaratan
akan mengikat dan dapat dilaksanakan di pengadilan
(3) Menjaga hubungan, karena Mediator di SMC
memfasilitasi komunikasi terbuka antara para pihak
dan membantu meningkatkan hubungan jika
memungkinkan. Strategi ini sangat berguna ketika
pihak-pihak perlu terus bekerja sama; menjaga
kerahasiaan, karena Mediasi adalah untuk pihak-pihak

289
https://www.mediation.com.sg/about-us/about-smc/
187
yang menghargai privasi mereka. Hal-hal yang
dibicarakan dalam sesi mediasi akan dijaga
kerahasiaannya. Juga, karena mediasi adalah proses
‘tanpa prasangka’, hal-hal yang dibicarakan secara
tertutup tidak dapat digunakan untuk melawan para
pihak di pengadilan atau arbitrase.290

 Asian Mediation Association (AMA)


Asosiasi Mediasi Asia atau Asian Mediation Association
(AMA) merupakan organisasi regional mediasi yang
didirikan di Singapura pada 17 Agustus 2007 oleh Pusat
Mediasi Utama di Asia. Tujuannya untuk mempromosikan
penerapan mediasi dan penyelesaian sengketa alternatif
serta menyelesaikan sengketa bisnis dan komersial melalui
kerja sama yang erat di antara para anggotanya. Sejak
didirikan, Konferensi AMA telah berhasil diselenggarakan
oleh Pusat Mediasi Singapura di tahun 2009, Pusat Mediasi
Malaysia di tahun 2011, dan Pusat Mediasi Hong Kong 2014
dan China di tahun 2016. Bersama-sama, anggota AMA
menyediakan infrastruktur untuk manajemen konflik dan
penyelesaian perselisihan untuk perselisihan di Asia, atau
dengan bisnis di Asia. Ini unik karena mewakili
pengelompokan pusat mediasi yang belum pernah terjadi
sebelumnya di Asia, menggabungkan sumber daya dari
campuran beragam budaya Asia.291
Anggota AMA menyediakan akses ke berbagai resolusi
perselisihan dan layanan manajemen konflik di beberapa
yurisdiksi. Bersama-sama anggota-anggotanya organisasi
AMA memiliki tujuan:292
(1) Memberikan akses ke keahlian terbaik untuk
pengelolaan dan penyelesaian sengketa bisnis dan
komersial di Asia

290
https://www.mediation.com.sg/about-us/about-smc/
291
https://asian-mediationassociation.org/what-is-ama/
292
https://asian-mediationassociation.org/what-is-ama/
188
(2) Memfasilitasi mediasi untuk sengketa bisnis dan
komersial lintas batas dan/atau lintas budaya
(3) Memfasilitasi kerjasama regional dalam mediasi dan
pelatihan advokasi mediasi
(4) Meningkatkan kesadaran akan mediasi dan metode
ADR lainnya, khususnya kesadaran dan promosi
model dan pendekatan “Asia” terhadap mediasi.
Asian Mediation Association menyediakan akses ke
layanan anggota. AMA menyatukan pusat-pusat mediasi
terkemuka di Asia. Dengan anggota dari Hong Kong,
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Anggota AMA
menyediakan akses ke sumber daya untuk penyelesaian
sengketa bisnis dan komersial di Asia, yang melibatkan
bisnis dan budaya bisnis Asia. Sumber daya ini termasuk:
(1) Fasilitasi mediasi di yurisdiksi netral
(2) Fasilitasi mediasi oleh mediator netral
(3) Pemilihan mediator (termasuk mediator dan co-
mediator yang mungkin dapat melakukan mediasi
dalam lebih dari satu bahasa)
(4) Pelatihan desain perantara dan implementasi sistem
mediasi dan penyelesaian sengketa. Ama sendiri saat
ini tidak memberikan layanan secara independen dari
anggotanya.293
Anggota Asian Mediation Association (AMA) adalah
pusat mediasi terkemuka di Asia dengan keahlian gabungan
dalam penyediaan layanan mediasi, pelatihan mediasi dan
resolusi konflik, resolusi perselisihan dan desain serta
implementasi sistem manajemen konflik. Anggota-anggota
Asian Mediation Association (AMA) terdiri dari associate
member dan ordinary member:
(1) China Council for the Promotion of International Trade
(CCPIT)/ China Chamber of International Commerce
(CCOIC) Mediation Center (ordinary member)

293
https://asian-mediationassociation.org/what-is-ama/
189
(2) Commercial Dispute Mediation Center at
the Mongolian National Chamber of Commerce and
Industry
(3) Delhi Mediation Centre, District Courts of Delhi
(4) Mediation Service, Ministry of Employment,
Productivity & Industrial Relations, Republic of Fiji
(5) Hong Kong Mediation Centre
(6) Indian Institute of Arbitration and Mediation
(7) Indonesian Mediation Center (PMN)
(8) Japan Commercial Arbitration Association (JCAA)
(9) Malaysian Mediation Centre
(10) Philippine Mediation Center
(11) Singapore Mediation Centre
(12) Thailand Arbitration Center
(13) Thai Mediation Center (Office of the Judicial Affairs);
AMA Youth Chapter/Youth Federation.

 Community Mediation Centre (CMC) Singapura


Pusat Mediasi Komunitas atau Community Mediation
Centre (CMC) menyediakan layanan mediasi bagi warga
untuk menyelesaikan perselisihan relasional, komunitas,
dan sosial. Unit Mediasi Komunitas merupakan Petugas
layanan publik penuh waktu di Kementerian Hukum yang
mengelola administrasi kasus-kasus mediasi, manajemen
mediator sukarelawan, pekerjaan publikasi serta masalah
administrasi lainnya.294 Pada bulan Maret 1996, Menteri
Hukum telah menugaskan Komite antar-lembaga untuk
mengeksplorasi bagaimana proses penyelesaian sengketa
alternatif, khususnya mediasi, dapat dipromosikan lebih
lanjut di Singapura. Hal ini menyebabkan terbentuknya
Komite Penyelesaian Sengketa Alternatif pada bulan Mei
1996. Komite tersebut terdiri dari perwakilan dari
Kementerian Hukum, Kementerian Pengembangan
Masyarakat, Kementerian Dalam Negeri, Pengadilan,
Kejaksaan Agung, Akademisi Hukum Singapura, Universitas

294
https://cmc.mlaw.gov.sg/about-us/history/
190
Nasional Singapura, Pusat Arbitrase Internasional
Singapura, Perhimpunan Hukum Singapura dan Anggota
Parlemen.295
Pada bulan Juli 1997, Komite menyerahkan Laporan
yang merekomendasikan bahwa untuk mencegah orang
Singapura melanggar hukum, metode penyelesaian
perselisihan yang lebih murah dan tidak bermusuhan harus
diperkenalkan. Lembaga ini harus melayani berbagai
konflik sosial, komunitas, dan masalah-masalah komersial.
Memperhatikan bahwa mediasi mencerminkan aspek
penting dari tradisi dan budaya Asia yang layak untuk
dilestarikan, Komite merekomendasikan mediasi, untuk
dipromosikan guna menyelesaikan perselisihan sosial dan
masyarakat. Berdasarkan rekomendasi Komite,
Kementerian Hukum membentuk Pusat Mediasi Komunitas
(Community Mediation Centers/CMCs) untuk membantu
mengembangkan komunitas yang lebih harmonis, beradab
dan ramah, di mana konflik sosial dapat diselesaikan secara
damai. CMC membuka pintu untuk publik Singapura pada
Januari 1998, berlokasi di tiga lokasi berbeda, CMC (Pusat),
CMC (Regional North) dan CMC (Pengadilan Negeri).296

Pemberian Informasi Tentang Cara Mengelola Konflik


Pemberian Informasi Tentang Cara Mengelola Konflik,
Gunakan proses FOKUS 5 LANGKAH untuk mengelola
konflik, yaitu:
 F - Fix it Yourself Constructively (F - Perbaiki Sendiri
Secara Konstruktif).
Jika tidak ada masalah keselamatan pribadi yang terlibat,
cobalah untuk menyelesaikan masalah itu sendiri secara
damai daripada menelepon polisi atau lembaga pemerintah
lainnya. Ini dapat menyelamatkan hubungan Anda dengan
pihak lain.
 Be Objective (O – Jadilah Objektif).

295
https://cmc.mlaw.gov.sg/about-us/history/
296
https://cmc.mlaw.gov.sg/about-us/history/
191
Pisahkan masalah dari orangnya. Atasi perilaku yang
menyinggung tanpa menggunakan serangan pribadi.
 C – Communicate (C – Berkomunikasi).
Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan orang lain tanpa
perlu membela diri. Perhatikan nada suara dan pilihan kata
Anda.
 U – Understand (U – Mengertilah).
Cobalah untuk menempatkan diri Anda pada posisi orang
lain. Berinvestasilah dalam memahami apa yang
menyebabkan kecemasan atau frustrasinya.
 S - Suggest solutions (S - Sarankan solusi).
Alih-alih terlibat dalam lingkaran pencarian kesalahan,
lanjutkan untuk menemukan solusi yang dapat diterima
bersama. Bersiaplah untuk berkompromi.

b. Badan Penyelesaian Sengketa Alternatif Mediasi di


Indonesia
Tonggak sejarah mediasi di Indonesia dimulai
dengan dibentuknya The Jakarta Initiative Task Force (JITF)
atau lebih dikenal Satuan Tugas Prakarsa Jakarta sekira
November 1998. Tujuan pembentukan lembaga ad
hoc tersebut, salah satunya untuk membantu penyelesaian
utang perusahaan di Indonesia dan Asia karena krisis
ekonomi.297 Pemerintah Indonesia, pada bulan September
1998, mengumumkan strategi untuk merangsang
restrukturisasi dan pemulihan sektor swasta Indonesia.
Disebut “Inisiatif Jakarta”, program ini menetapkan prinsip-
prinsip yang akan memfasilitasi restrukturisasi perusahaan
di luar pengadilan. Prinsip-prinsip ini akan berlaku untuk
kreditur dalam dan luar negeri secara non-diskriminatif.
Inisiatif Jakarta juga mengatur pembentukan satuan tugas
pemerintah, yang secara resmi disebut Jakarta Initiative
Task Force atau JITF, yang mandatnya akan memfasilitasi

297
Nanda Narendra Putra, “Mediator Bernaung dalam Wadah Asosiasi
Profesi, Urgensi kah?”, dimuat dalam
https://www.hukumonline.com/berita/a/
192
keluar-dari- negosiasi pengadilan dan menghilangkan
hambatan peraturan untuk restrukturisasi. Inisiatif Jakarta,
yang didukung oleh Dana Moneter Internasional dan Bank
Dunia, akan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia
dengan meningkatkan lapangan kerja, mendorong
pemulihan sektor perbankan dan keuangan, dan
menghasilkan pendapatan pajak. Ini dirancang untuk
melengkapi undang-undang kepailitan yang baru
diamandemen dan penggunaan mekanisme nilai tukar yang
disediakan oleh Badan Penyehatan Utang Indonesia
(INDRA). Selanjutnya akan dilaksanakan bersamaan dengan
restrukturisasi sektor perbankan yang sedang dilakukan
oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).298

 Dewan Sengketa Indonesia (DSI)


Beberapa Mediator dan Arbiter bersertifikat
mendeklarasikan dan mendirikan sebuah badan hukum
perkumpulan yang diberi nama Dewan Sengketa Indonesia
(DSI) atau Indonesia Dispute Board (IDB). Dewan Sengketa
Indonesia adalah sebuah badan hukum perkumpulan yang
memberikan layanan alternatif penyelesaian sengketa di
berbagai sektor sengketa di Indonesia”. Dewan Sengketa
Indonesia (DSI) atau Indonesia Dispute Board (IDB) adalah
sebuah perkumpulan yang memberikan layanan alternatif
penyelesaian sengketa, baik dengan menggunakan
instrumen kelembagaan Dewan Sengketa maupun
penyelesaian sengketa dengan menggunakan
kompetensi/keahlian individual masing-masing Mediator,
Ajudikator Non Litigasi, Konsiliator, Arbiter yang terdaftar
di Dewan Sengketa Indonesia. Dewan Sengketa Indonesia
dibentuk berdasarkan Akta Nomor 02 tanggal 10 Agustus
2020 yang dibuat dihadapan Notaris Ruwin Diara. Izin
berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
298
Jusuf Anwar, “Indonesia’s Corporate Debt The Role of the Jakarta
Initiative Task Force”,
https://www.degruyter.com/document/doi/10.1355/9789812306050-
024/html
193
Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-
0008416.AH.01.07.Tahun 2020 tentang Pengesahan
Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Dewan Sengketa
Indonesia. Dewan Sengketa Indonesia (DSI) telah
melakukan:
(1) Penyusunan Standar Kompetensi Mediasi
(2) Penyusunan Standar Kompetensi Ajudikasi
(3) Penyusunan Standar Komoetensi Konsiliasi
(4) Penyusunan Standar Kompetensi Arbitrase
(5) Penyusunan Standar Kompetensi Panel Ahli
(6) Penyusunan Hukum Acara Dewan Sengketa Indonesia.
Selain itu DSI telah memperkenalkan pemikiran
dengan apa yang disebut Dewan Musyawarah
(Musyawarah Board).
Ide gagasannya Dewan Sengketa Indonesia yaitu
dasarnya filosofi dan jatidiri bangsa Indonesia berdasarkan
pada asas musyawarah. Setiap perbedaan pendapat atau
sengketa yang timbul di antara para pihak diselesaikan
dengan cara-cara musyawarah untuk mencari titik temu
bersama. Prinsip utama musyawarah harus dilaksanakan
dengan adil dan setara. Setiap pihak yang ada dan terlibat
dalam proses musyawarah harus dilayani berdasarkan asas
kesetaraan. Proses penyelesaian sengketa melalui Dewan
Musyawarah (Musyawarah Board) dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan metode Panel Ahli (Expert Panel) dan
Konsiliasi. Dengan kombinasi metode Panel Ahli dan
Konsiliasi maka Dewan Musyawarah (Musyawarah Board)
dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa yang sedang
dihadapi oleh para pihak.
Pada perkembangannya, Dewan Sengketa Indonesia
mendirikan Musyawarah Board, yaitu Proses alternatif
penyelesaian perselisihan atau sengketa dengan
menggunakan instrumen Dewan Musyawarah (Musyawarah
Board) yang lebih mengedepankan penyelesaian yang
bersifat restoratif dan mempertahankan perdamaian atau
harmoni diantara para pihak. Pendekatan alternatif
penyelesaian perselisihan atau sengketa dengan
194
menggunakan prosedur Dewan Musyawarah dengan
prosedur penyelesaian yang anti-kekerasan (non-violence)
dan bersifat kesukarelaan (voluntary) dari para pihak yang
sedang berselisih atau bersengketa. Praktik alternatif
penyelesaian sengketa banyak dijumpai di berbagai daerah
di Indonesia mulai dari Aceh sampai Papua dimana masing-
masing daerah memiliki karakteristik mengenai penyebutan
nama dan dan prosedur alternatif penyelesaian
perselisihan/ sengketa tersebut. Dewan Musyawarah pada
prinsipnya memiliki semangat yang sama yaitu menerapkan
asas-asas musyawarah, menyelesaikan perselisihan atau
sengketa secara bermartabat dengan mengedepankan
keadilan restoratif dan semangat keharmonian yang ada
dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Keberadaan dan kehadiran Dewan
Musyawarah sebagai salah satu prosedur / mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa yang bermartabat adalah
produk pemikiran anak bangsa sendiri dan lahir dari filosofi
dasar bangsa Indonesia. Dewan Musyawarah adalah model
yang paling relevan dan sesuai dengan semangat dan jatidiri
bangsa Indonesia yang cinta terhadap keharmonian,
kedamaian dan bersifat anti-kekerasan. Dewan
Musyawarah dapat semakin membumi dan dikenal luas
oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Indonesia. Dewan Sengketa
Indonesia adalah sebuah badan hukum perkumpulan yang
memberikan layanan alternatif penyelesaian sengketa di
berbagai sektor sengketa di Indonesia. Dewan Sengketa
Indonesia berharap dapat memberikan layanan alternatif
penyelesaian sengketa yang prima bagi semua pemangku
kepentingan (stakeholders) yang menggunakan instrument
Dewan Sengketa Indonesia sebagai lembaga penengah
dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa yang sedang
dihadapi oleh para pihak. Pada hari Kamis, 29 Juli 2021,
Dewan Sengketa Indonesia resmi dilantik. Dengan telah
resminya Dewan Sengketa Indonesia sebagai sebuah badan
hukum perkumpulan, maka selanjutnya Pengurus Dewan
195
Sengketa Indonesia akan menyusun Program Kerja yang
dapat mendorong terwujudnya penggunaan instrument
Dewan Sengketa Indonesia sebagai alternatif penyelesaian
sengketa di Indonesia. Dalam proses Pelantikan tersebut,
para Pengurus Dewan Sengketa Indonesia tampak
semuanya hadir dan prosesi pelantikan tersebut disaksikan
oleh sekitar 100 (seratus) tamu undangan yang hadir secara
online.
Kehadiran Dewan Sengketa Indonesia di inspirasi oleh
adanya ketentuan mengenai Dewan Sengketa (Dispute
Board) yang dimanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa
Konstruksi jo Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2020. Beberapa Mediator dan Arbiter bersertifikat
mendeklarasikan dan mendirikan sebuah badan hukum
perkumpulan yang diberi nama Dewan Sengketa Indonesia
(DSI)/Indonesia Dispute Board (IDB).
Susunan Pengurus Dewan Sengketa Indonesia diisi
oleh para praktisi Dewan Sengketa yang sudah memenuhi
kompetensi sebagai Mediator, Konsiliator, Ajudikator dan
Arbiter di bidang ilmu hukumnya masing-masing. Susunan
Pengurus Dewan Sengketa Indonesia Periode 2021-2026
terdiri dari Penasehat, Pengurus Presidium terdiri dari:
Ketua, Wakil Ketua Umum Penelitian dan Pengembangan
yaitu Budi Purnomo, Wakil Ketua Umum Administrasi dan
Tata Usaha, Wakil Ketua Umum Penyelesaian Sengketa
Mediasi, Wakil Ketua Umum Penyelesaian Sengketa
Konsiliasi, Wakil Ketua Umum Penyelesaian Sengketa
Arbitrase, Wakil Ketua Umum Penyelesaian Sengketa
Ajudikasi, Wakil Ketua Umum Penyelesaian Sengketa
Internasional, Wakil Ketua Umum Kerjasama Antar
Lembaga, Wakil Ketua Umum Pendidikan dan Pelatihan,
Wakil Ketua Umum Pengawasan dan Evaluasi. Setelah
Pelantikan selanjutnya Dewan Sengketa Indonesia
196
menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada
bulan Agustus 2021. Kehadiran Dewan Sengketa Indonesia
dapat memberikan layanan alternatif penyelesaian sengketa
yang adil, terbuka, cepat dan profesional kepada para
pengguna layanan DSI.
Pada perkembangannya DSI melakukan Pembukaan
Kantor Perwakilan di Provinsi-Provinsi Se-Indonesia.
Dewan Sengketa Indonesia telah membuka tiga puluh
empat Kantor Perwakilan di 34 Provinsi di seluruh
Indonesia. Terdapat beberapa persyaratan penting yang
wajib dipenuhi apabila Kantor Perwakilan DSI di buka di
semua Provinsi seluruh Indonesia. Beberapa persyaratan
tersebut meliputi yaitu, Kantor Perwakilan Dewan Sengketa
Indonesia berfungsi sebagai kantor administrasi dan juga
memiliki ruangan khusus yang berfungsi sebagai ruangan
untuk melaksanakan proses Mediasi/ Ajudikasi/ Konsiliasi/
atau Arbitrase. Kantor Perwakilan Dewan Sengketa
Indonesia tidak boleh bergabung dengan Kantor Advokat,
Kantor Perkumpulan, Kantor Yayasan dan/atau kantor
lainnya yang dapat mengurangi imparsialitas dan netralitas
DSI.
Kepala Kantor Perwakilan Dewan Sengketa Indonesia
(DSI) dapat menerima berkas permohonan sengketa dari
para pihak dan melaporkannya kepada DSI Pusat untuk
penetapan Nomor Perkara. Kantor Perwakilan Dewan
Sengketa Indonesia berhak memperoleh persentase
mengenai besaran biaya penanganan perkara yang
dibayarkan oleh para pemohon. Kantor Perwakilan Dewan
Sengketa Indonesia hanya bisa dibuka oleh Mediator/
Ajudikator/ Konsiliator/ Arbiter yang telah mengikuti
Pelatihan Mediasi/ Ajudikasi/ Konsiliasi/ atau Arbitrase
yang pelaksananya adalah lembaga yang terafiliasi dengan
Dewan Sengketa Indonesia. Mediator, Ajudikator,
Konsiliator, atau Arbiter yang membuka Kantor Perwakilan
DSI harus sudah memiliki ID Card Mediator, Ajudikator,
Konsiliator, Arbiter terdaftar yang diterbitkan oleh DSI.
Dengan hadirnya Kantor Perwakilan Dewan Sengketa
197
Indonesia di semua provinsi di seluruh Indonesia maka
masyarakat pengguna layanan DSI akan lebih mudah dan
cepat untuk mengajukan permohonan penyelesaian
sengketa yang sedang mereka hadapi. Dengan kehadiran
Dewan Sengketa Indonesia yang memberikan layanan
penyelesaian sengketa dapat mendorong terwujudnya rasa
keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Audiensi-Audiensi DSI
 Dewan Sengketa Indonesia Audiensi Dengan
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Dewan Sengketa Indonesia untuk Meeting Audiensi
Dewan Sengketa Indonesia dengan Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, Selasa, 26 Oktober 2021.

 Dewan Sengketa Indonesia Audiensi dengan


Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
Audiensi Dewan Sengketa Indonesia dengan
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dilakukan Jumat,
5 November 2021.

198
 Dewan Sengketa Indonesia Audiensi dengan
Kementerian Desa
Audiensi Dewan Sengketa Indonesia dengan Direktur
Advokasi & Kerjasama Direktorat Jenderal Pembangunan
Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, PDT & Transmigrasi
Republik Indonesia, M. Fachri, S.STP., M.Si., dilakukan Kamis
9 Desember 2021. Audiensi dalam rangka mengembangkan
profesi Mediator, Ajudikator, Konsiliator dan Arbiter
profesional di Indonesia. Kegiatan Audiensi ini dilaksanakan
bersama dalam rangka Penguatan Mediasi Desa & Arbitrase
Desa di Indonesia.

 Dewan Sengketa Indonesia Audiensi dengan Badan


Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik
Indonesia
Audiensi, Kamis 9 Desember 2021 via zoom.
Kegiatan Audiensi ini dilaksanakan bersama Arif Syaifuddin
(Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik
Indonesia) dalam rangka Penguatan Mediasi Pertanian di
Indonesia

 Audiensi Dewan Sengketa Indonesia dengan Badan


Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (BAP DPD RI)
Dalam rangka mengembangkan profesi Mediator,
profesional di Indonesia. Dewan Sengketa Indonesia (DSI)
melaksanakan Audiensi dengan Badan Akuntabilitas Publik
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BAP DPD
RI). Acara diterima oleh Bambang Sutrisno dan 34 Anggota
Badan Akuntabilitas Publik di seluruh Indonesia, Kamis, 9
Desember 2021. Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI
menerima audiensi dari Dewan Sengketa Indonesia (DSI) di
Ruang Buleleng DPD RI. Audiensi tersebut merupakan
kelanjutan dari peresmian layanan mediasi dan arbitrase
desa dari DSI, 6 Desember 2021. Dalam audiensi tersebut,
BAP DPD RI berharap agar DSI dapat memberikan
pelayanan yang maksimal kepada publik dalam
199
menyelesaikan sengketa. BAP berharap layanan ini dapat
menjadi jembatan sekaligus mendorong agar pihak yang
bersengketa dapat mengutamakan kepentingan masyarakat
di daerah secara keseluruhan sehingga proses
pembangunan dapat diakselerasi lebih cepat.
Pada audiensi tersebut, BAP DPD RI juga
menjejelaskan salah satu peran BAP adalah menerima
pengaduan masyarakat atas terjadinya konflik/sengketa
yang bermuara pada maladministrasi dan pelayanan publik
instansi pemerintah, termasuk indikasi tindak pidana
korupsi. Permasalahan yang paling menonjol dan kerap
diadukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah kepada
BAP DPD RI adalah soal sengketa, konflik, dan perkara
pertanahan/agraria. Dalam menyelesaikan sengketa atau
aduan, BAP DPD RI membutuhkan pemahaman mengenai
akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya
sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Untuk
itu, dalam menangani setiap kasus BAP DPD mengkaji betul
permasalahan dengan terjun ke lapangan, mendengar
permasalahan dari berbagai pihak, melihat dari berbagai
perspektif sebelum menimbulkan atau mengeluarkan
rekomendasi.
Dengan pemahaman dan usaha penyelesaian akar
masalah, diharapkan sengketa dan konflik dapat ditekan
semaksimal mungkin, sekaligus menciptakan suasana
kondusif dan terwujudnya kepastian hukum dan keadilan.
Dalam audiensi tersebut, salah satu Senator menanyakan
apakah DSI benar-benar organisasi nirlaba. Iskandar juga
menanyakan mengenai tupoksi dan mekanisme DSI dalam
memediasi kasus-kasus sengketa di masyarakat. Menjawab
pertanyaan tersebut, DSI menjelaskan bahwa terdapat biaya
yang ditetapkan oleh DSI dalam melakukan mediasi. Biaya
tersebut meliputi biaya persidangan, biaya administrasi
yang harus disiapkan untuk memfasilitasi persoalan
tersebut. Tapi kalau secara adhoc atau individu, DSI
biasanya menyiapkan dari sisi anggaran.

200
Untuk beberapa kasus-kasus tertentu yang memiliki
nuansa publik atau kepentingan umum, kami akan tugaskan
mediator yang non profit. Kami dari DSI sudah menyiapkan
standar biaya untuk mediator, untuk persoalan yang
bersifat privat. Tapi juga menghormati jika ada kesepakatan
dari mediator dan juga pemohon.
Sabela juga menjelaskan bahwa lembaganya telah
meluncurkan salah satu layanan mediasi dan arbitrase desa.
DSI sendiri telah menetapkan 52 kabupaten/kota sebagai
pilot percontohan dari layanan mediasi dan arbitrase
desa. Dengan mediasi desa, kami berupaya memberikan
penguatan pengetahuan dan pengalaman bagi masyarakat
desa untuk menjadi mediator secara profesional dan
bersertifikat yang diakui oleh pemerintah.

 Dewan Sengketa Indonesia Audiensi dengan Otoritas


Jasa Keuangan (OJK)
Audiensi Dewan Sengketa Indonesia (DSI) dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kamis, 20 Januari 2022
tentang Peluang Mediasi dan Arbitrase di Sektor Jasa
Keuangan dan POJK No. 61 Tahun 2020 tentang Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan.
Bahan diskusi yang jadi sumber permasalahan adalah psl 6
dan 7 POJK No.61/2020 yg bertentangan dgn UU Arbitrase
& APS dan Asas Kebebasan Berkontrak krn tdk membuka
peluang konsumen perbankan untuk memilih lembaga APS
lain termasuk DSI utk menjadi penengah di sektor
perbankan. kalau OJK tetap bersifat tertutup maka DSI akan
ajukan judicial review POJK 61/2020 ke Mahkamah Agung
RI. Apalagi tidak ada perintah UU yang secara tegas
memerintahkan OJK untuk membuat Aalternatif
Penyelesaian Sengketa satu pintu.

201
Peresmian Kantor-Kantor Dewan Sengketa Indonesia

202
Pengambilan Sumpah Mediator, Ajudikator, Konsiliator,
dan Arbiter

Penandatanganan Pakta Integritas, Pengangkatan


dan Pengambilan Sumpah Mediator / Ajudikator /
Konsiliator / Arbiter Dewan Sengketa Indonesia, Jum'at 18
Maret 2022 di Novotel Hotel, Semarang, Jawa Tengah.

203
Peresmian Kamar-Kamar di Lingkungan Dewan
Sengketa Indonesia

 Layanan Mediasi dan Arbitrase Bidang Kesehatan


Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Bidang Kesehatan, 26 November
2021 di Sanur, Denpasar Bali.

204
 Layanan Mediasi Desa
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi Desa dan Arbitrase Desa Dewan Sengketa Indonesia
(DSI) via Zoom yang dilaksanakan pada hari Senin, 6
Desember 2021. Melalui Layanan Mediasi Desa dan
Arbitrase Desa ini, Dewan Sengketa Indonesia (DSI)
berharap dapat memberikan layanan alternatif
penyelesaian sengketa yang prima bagi semua pemangku
kepentingan (stakeholders) sebagai lembaga penengah
dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa yang dihadapi
oleh para pihak.

205
 Layanan Mediasi dan Arbitrase Agraria

Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan


Layanan Mediasi dan Arbitrase Agraria melalui Zoom yang
dilaksanakan pada hari Jum’at, 24 Desember 2021.

 Layanan Mediasi Pertambangan dan Migas

Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan


Layanan Mediasi Pertambangan dan Migas yang
dilaksanakan via Zoom yang akan di laksanakan pada hari
Jum’at, 7 Januari 2022.

206
 Layanan Mediasi dan Arbitrase Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI)
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Hak Kekayaan Intelektual (HAKI),
Senin 17 Januari 2022

 Layanan Mediasi & Arbitrase Properti


Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi & Arbitrase Properti, Senin, 21 Januari 2022 melalui
Platform Zoom. Hadir pada acara peresmian itu , Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Ketua Umum
Perwiranusa, DPP Asosiasi Real Estat Broker Indonesia, dan
Direktur Pengembangan Jasa Kontruksi Kementerian PUPR.

207
 Layanan Mediasi & Arbitrase Pasar Modal
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi & Arbitrase Pasar Modal, Senin, 24 Januari 2022
melalui Platform Zoom.

 Layanan Mediasi dan Arbitrase Pajak


Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Pajak DSI, Jum'at, tanggal 28 Januari
2022 melalui Platform Zoom.

208
 Layanan Mediasi dan Arbitrase Konsumen
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Konsumen DSI, Jum'at, tanggal 31
Januari 2022 melalui Platform Zoom.

 Layanan Mediasi dan Arbitrase Konsumen Pengadaan


Barang/Jasa
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Pengadaan Barang/Jasa, Senin,
tanggal 28 Februari 2022 melalui Platform Zoom.

209
 Layanan Mediasi dan Arbitrase Konsumen Investasi &
Perindustrian
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Investasi & Perindustrian, Jum'at, 4
Maret 2022 melalui Platform Zoom.

 Layanan Mediasi dan Arbitrase Kepailitan dan


Likuidasi
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase
Kepailitan dan Likuidasi, 7 Maret 2022

210
 Layanan Mediasi dan Arbitrase Olah Raga
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan Layanan
Mediasi dan Arbitrase Olahraga, 11 Maret 2022

211
 Layanan Mediasi dan Arbitrase Kompetensi Profesi
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) meresmikan
Layanan Mediasi Dan Arbitrase Kompetensi Profesi, 14
Maret 2022.

 Institut Pengadaan Publik Indonesia (IPPI)


Guna mendukung dan mencetak tenaga kompeten di
bidang Mediasi Institut Pengadaan Publik Indonesia (IPPI)
atau Indonesian Public Procurement Institute adalah
lembaga non-pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan dan pelatihan dan uji sertifikasi. Institut
Pengadaan Publik Indonesia telah mendapatkan Surat
Keputusan dan Sertifikat Akreditasi Institut Pengadaan
Publik Indonesia sebagai Penyelenggara Diklat Mediasi dari
Mahkamah Agung Republik Indonesia. IPPI telah menerima
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia dengan Nomor: 16/KMA/SK/1/2022 tentang
pemberian akreditasi kepada Institut Pengadaan Publik
Indonesia (IPPT) sebagai penyelenggara pelatihan dan
pendidikan mediasi. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian
sengketa, telah menjadi pilihan penting dalam penyelesaian
sengketa yang merupakan instrumen untuk mengatasi
kemungkinan penumpukan perkara di Pengadilan, maka
selain pengintegrasian ke dalam proses beracara di
Pengadilan, perlu mendorong perkembangan mediasi di
212
luar pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh
mediator yang bersifat netral dan tidak memihak, mediator
dalam proses Pengadilan dapat berasal dari kalangan hakim
dan bukan hakim, sedangkan mediasi di luar pengadilan
dilakukan oleh mediator non hakim. Institut Pengadaan
Publik Indonesia (IPPI) sebagai Penyelenggara Diklat
Mediasi bekerjasama dengan Dewan Sengketa Indonesia
(DSI) merekrut sebanyak 10.000 (sepuluh ribu) Mediator.
Bagi calon peserta disediakankan Fellowship (Beasiswa)
Bagi Calon Peserta Yang Mengirimkan Papers (Karya Tulis
Ilmiah) Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
Buku berjudul “Keberadaan Dewan Sengketa Inisiatif
Masyarakat: Peran dan Kontribusinya Bagi Pemangku
Kepentingan Jasa Konstruksi di Indonesia”, khususnya di
daerah-daerah hadir untuk mengisi koleksi pemikiran
dalam khasanah para praktisi.
Sebagaimana dimaklumi, Institut Pengadaan Publik
Indonesia atau Indonesian Public Procurement
Institute (IPPI) beberapa waktu lalu menyelenggarakan
Workshop Nasional mengenai “Keberadaan Dewan
Sengketa Dalam Sistem Hukum Kontrak Indonesia”.
Berdasarkan Ketentuan Pasal 88 Ayat 5 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi menyebutkan
bahwa “selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada Ayat 4 huruf a dan huruf b, para pihak dapat
membentuk dewan sengketa”. Kemudian pada Ayat 6
disebutkan bahwa “Dalam hal upaya penyelesaian sengketa
dilakukan dengan membentuk dewan sengketa
sebagaimana dimaksud pada Ayat 5, pemilihan keanggotaan
dewan sengketa dilaksanakan prinsip profesionalitas dan
tidak menjadi bagian dari salah satu pihak”. Ketentuan
tersebut memberikan landasan hukum kepada para pihak
yang berkontrak yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dan Penyedia Barang/Jasa untuk membentuk Dewan
Sengketa dalam rangka menyelesaikan
perselisihan/sengketa yang timbul diantara mereka.
213
Kemudian Pasal 93 Ayat 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi menyebutkan bahwa “Selain upaya penyelesaian
sengketa melalui upaya Mediasi dan Konsiliasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menunjuk dewan
sengketa”. Pasal 93 Ayat 4 menyebutkan bahwa “Dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 mempunyai
fungsi sebagai upaya pencegahan sekaligus penyelesaian
sengketa Konstruksi.” Pasal 93 Ayat 5 menyebutkan bahwa
“Penggunaan Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud pada
Ayat 3 dilakukan setelah perikatan Jasa
Konstruksi.” Ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
fungsi Dewan Sengketa yang akan dibentuk oleh para pihak
yang berkontrak tidak hanya menyelesaikan persengketaan
diantara kedua belah pihak tetapi juga melaukan upaya
pencegahan. Upaya pencegahan ini yang perlu dirincikan
lagi tentang hal – hal apa saja yang dapat dilakukan oleh
dewan sengketa supaya tidak tumpang-tindih dengan tugas
pokok dan fungsi dari lembaga/instansi lainnya. Kemudian,
ruang lingkup Dewan Sengketa juga dibatasi dengan dimulai
sejak para pihak menandatangani perikatan/Kontrak Kerja
Konstruksi. Sehingga disini menjadi jelas tugas dan
kewenangan Dewan Sengketa hanya bisa menerima laporan
atau permintaan putusan terhadap sengketa yang timbul
setelah tandatangan Kontrak. Jadi sebelum para pihak
tandatangan Kontrak maka Dewan Sengketa tidak
berwenang menyelesaikan sengketa tesebut apabila Dewan
Sengketa sudah dibentuk/ditunjuk oleh para pihak.
Agar supaya tidak menimbulkan kebingungan bagi
para pemangku kepentingan pekerjaan Konstruksi di
Indonesia maka diperlukan pengaturan yang tegas dari
pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaaan Umum dan
Perumahan Rakyat mengenai keberadaan Dewan Sengketa
di dalam Kontrak Kerja Konstruksi apakah
bersifat mandatory atau voluntary? Karena ada beberapa
pilihan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor
214
2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam penyelesaian
sengketa Kontrak Kerja Konstruksi. Beberapa diantaranya
yaitu; penyelesaian melalui Mediasi, Konsiliasi atau
Arbitrase. Kemudian ada alternatif penyelesaian sengketa
melalui Dewan Sengketa dan ada juga penyelesaian
sengketa melalui Pengadilan. Dengan banyaknya pilihan
hukum tersebut maka diperlukan pengaturan lebih lanjut
mengenai hal tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih
dalam implementasi di lapangan. Bahkan Perkumpulan
Mediator dan Arbiter Pengadaan Indonesia (PERMAPI)
sudah menginisiasi pembentukan Dewan Sengketa
Indonesia, Dewan Sengketa Pengadaan Indonesia, serta
Dewan Sengketa Kontrak Konstruksi Indonesia di beberapa
Provinsi di Indonesia. Dengan adanya kelembagaan Dewan
Sengketa inisiatif masyarakat tersebut, diharapkan dapat
memperkenalkan keberadaan Dewan Sengketa kepada
semua pemangku kepentingan jasa Konstruksi di Indonesia,
khususnya di daerah-daerah.
Institut Pengadaan Publik Indonesia (IPPI)
menyelenggarakan kegiatan Ngobrol Pengadaan Indonesia
mengangkat tema tentang “Penyusunan Hukum Acara
Dewan Sengketa Indonesia (DSI)”, Dewan Sengketa
Pengadaan Indonesia (DSPI) dan Dewan Sengketa Kontrak
Konstruksi Indonesia (DSKKI). Acara ini dihadiri oleh lebih
dari seratus orang peserta yang terdiri dari
Advokat/Pengacara Pengadaan, Konsultan Hukum
Pengadaan, Ahli Hukum Kontrak Pengadaan, Ahli Hukum
Kontrak Konstruksi, Pengguna Anggaran (PA), Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), Pokja Pemilihan, Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Akademisi. Narasumbernya
adalah Maulizar, Praktisi Hukum Pengadaan/Ahli Hukum
Kontrak Pengadaan. Ia menyampaikan bahwa Dewan
Sengketa adalah mekanisme alternatif penyelesaian
sengketa yang baru di Indonesia dari sisi kelembagaannya.
Namun praktiknya penyelesaian sengketa Pengadaan
Barang/Jasa dan/atau Pekerjaan Konstruksi dengan
menggunakan jalur ajudikasi, mediasi, konsiliasi dan
215
arbitrase sudah lama dipraktikkan dalam proses
penyelesaian sengketanya.
Para peserta sangat antusias dalam mengikutu setiap
sesi penjelasan yang disampaikan oleh narasumber. Bahkan
ada peserta yang mengusulkan untuk membentuk Dewan
Sengketa Indonesia (DSI), Dewan Sengketa Pengadaan
Indonesia (DSPI) dan Dewan Sengketa Kontrak Konstruksi
Indonesia (DSKKI) di tiga puluh empat Provinsi dan di 514
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Hal ini mengingat
pentingnya keberadaan alternatif penyelesaian sengketa
yang memberikan layanan alternatif penyelesaian sengketa
dengan didukung oleh para Mediator, Konsiliator dan
Arbiter yang profesional dan kompeten. Acara Dewan
Sengketa akan dilaksanakan dalam rangka memberikan
sosialisasi kepada para pemangku kepentingan atau
stakeholders mengenai keberadaan tentang Dewan
Sengketa, keuntungan dan manfaatnya bagi para pelaku
Pengadaan Barang/Jasa dan Jasa Konstruksi di Indonesia.

 Pusat Mediasi Nasional (PMN)


Pusat Mediasi Nasional (PMN) sebagai badan
Penyelesaian Sengketa Alternatif yang ditujukan untuk
menyelesaikan konflik komersial, diresmikan pada tanggal
4 September 2003 oleh Menteri Koordinator Perekonomian
Bapak Dorodjatun Kuntjororo-Jakti dan Ketua Mahkamah
Agung Bapak Bagir Manan.299 Pasca berakhirnya perintah
untuk Jakarta Initiative Task Force (JITF), banyak
anggotanya sekarang telah bergabung dengan Pusat Mediasi
Nasional, agen yang baru terbentuk dengan tujuan
memfasilitasi dan menengahi perselisihan komersial antara
debitor dan kreditor, dia menambahkan. JITF, yang diawasi
oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan — kelompok yang
berwenang yang didalmnya terdapat para menteri senior
bidang ekonomi — yang berstafkan tim multinasional dari
lokal dan ekspatriat profesional dan staf pendukung. Samuel

299
https://www.pmn.or.id/tentang-pmn
216
Tobing, Kepala Bagian Operasi JITF, mengatakan bahwa
sebagian besar perusahaan-perusahaan Indonesia telah
berhasil mengurangi hutang mereka sebanyak 50 persen,
membuat mereka cukup termodali untuk bertemu dengan
fase perluasan ekonomi berikutnya.300

 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)


Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
Keuangan
Dalam interaksi antara konsumen dengan Lembaga Jasa
Keuangan (LJK) yang dinamis, ditambah dengan jumlah
produk dan layanan jasa keuangan yang selalu berkembang;
kemungkinan terjadinya sengketa tak terhindarkan. Hal
tersebut disebabkan beberapa faktor, di antaranya
adalah adalah perbedaan pemahaman antara konsumen
dengan LJK mengenai suatu produk atau layanan jasa
keuangan terkait. Sengketa juga dapat disebabkan kelalaian
konsumen atau LJK dalam melaksanakan kewajiban dalam
perjanjian terkait produk atau layanan dimaksud.
Penyelesaian sengketa harus dilakukan di LJK lebih dahulu.
Dalam Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan diatur bahwa setiap LJK wajib
memiliki unit kerja dan atau fungsi serta mekanisme
pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen. Jika
penyelesaian sengketa di LJK tidak mencapai kesepakatan,
konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan atau melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa
di luar pengadilan dilakukan melalui Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa (LAPS). Adapun Layanan
Penyelesaian Sengketa di LAPS ialah Mediasi. Cara
penyelesaian sengketa melalui Pihak Ketiga (Mediator)
untuk membantu pihak yang bersengketa mencapai
kesepakatan.301
300
Dadan Wijaksana, “JITF Ends Mandate, Completes Most Tasks”, The
Jakarta Post, Jumat 19 December 2003.
301
https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-
konsumen/pages/lembaga-alternatif-penyelesaian-sengketa.aspx
217
BAB IV
LINGKUP PILIHAN-PILIHAN
PENYELESAIAN SENGKETA

“Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)


penekanannya pada pengembangan metode penyelesaian
konflik yang bersifat kooperatif di luar pengadilan. Metode
APS bersifat konsensus, yaitu dapat diterima Para Pihak yang
bersengketa dengan prosedur informal”. (Proyek Penelitian
& Pengembangan Mahkamah Agung).
Kembali pada 1980-an, para ahli dan eksekutif sama-
sama menggembar-gemborkan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS) sebagai cara yang masuk akal dan
menghemat biaya. Menjauhkan perusahaan-perusahaan
dari pengadilan yang menghancurkan. Pemenang litigasi
hampir sama seperti pecundang. Selama beberapa tahun
berikutnya, lebih dari 600 perusahaan besar mengadopsi
pernyataan kebijakan APS yang disarankan dan banyak dari
perusahaan ini melaporkan penghematan waktu dan uang
yang cukup besar.302

4.1 Kilas Balik Pencegahan dan Pilihan-Pilihan


Penyelesaian Sengketa
Pada dasarnya setiap pertentangan yang terjadi
prosesnya melalui tahapan-tahapan perselisihan (stages of
conflict), yaitu: Tahap Pertama, berawal dari munculnya
keluhan-keluhan (grievance) dari salah satu pihak terhadap
pihak yang lain, baik perseorangan maupun kelompok.
Pihak yang mengeluh merasa hak-haknya dilanggar,
diperlakukan secara tidak wajar, kasar, diinjak harga

302
Todd B. Carver, “Alternative Dispute Resolution: Why It Doesn’t Work
and Why It Does”, the Magazine (May–June 1994), diunduh dari
https://hbr.org/
218
dirinya, dirusak nama baiknya, atau dilukai hatinya. Kondisi
awal seperti ini disebut sebagai tahapan pra-berselisih (pre-
conflict stage), cenderung mengarah kepada konfrontasi.
Tahap Kedua, apabila kemudian pihak yang lain
menunjukkan reaksi negatif berupa sikap yang bermusuhan
atas munculnya keluhan-keluhan itu. Dalam konteks
berselisih, terdapat empat istilah:
Pertama, tahapan ‘beda pendapat’, yaitu suatu
sentimen atau filsafat non-persetujuan atau perlawanan
terhadap gagasan atau entitas tertentu. Antonim istilah
tersebut meliputi perjanjian yaitu konsensus saat satu pihak
menyepakati suatu pernyataan yang dibuat oleh pihak
lainnya. Istilah lain yang sudah akrab untuk ‘perbedaan
pendapat’ yaitu ‘ikhtilaf’ yang maknanya
‘perbedaaan pendapat’ atau ‘perselisihan pikiran’ namun
terjadi di kalangan para ulama atau mujtahid dalam
memahami sebuah teks Alquran dan hadis.
Lima hal yang harus dipahami ketika terjadi
‘perbedaan pendapat’:303
(1) Tiap orang pasti memiliki pola pikir yang berbeda.
Perbedaan pola pikir berpengarus dalam menganalisis
suatu peristiwa/kejadian. Perbedaan pendapat itu
lumrah terjadi
(2) Harus dipahami bahwa tidak bisa memaksa orang lain
untuk setuju dengan suatu pendapat karena setiap
orang itu memiliki pendapat yang berbeda-beda. Hal
tersebut juga mencerminkan bahwa salah satu pihak
tidak bisa semena-mena mengajak pihak lain untuk
memaksanya agar sependapat. Setiap pihak memiliki
hak untuk berpendapat beda dengan bebas tanpa
paksaan
(3) Setiap pihak pasti memiliki kepentingannya masing-
masing. Kadang pendapat yang dilontarkannya itu
senantiasa berpengaruh pada keberlangsungan hidup
salah satu pihak. Ketidaksepakatannya itu karena akan

303
https://www.idntimes.com/life/inspiration/
219
merugikannya. Oleh karena itu perbedaan pendapat
pun senantiasa terjadi
(4) Perbedaan pendapat melahirkan pentingnya sikap
menghargai pihak lain. Sikap penghargaan pada pihak
lain akan menjadi dasar berpikir untuk lebih bijaksana
dan jadikan perbedaan tersebut untuk sesegera
mungkin diperdamaikan
(5) Setiap pihak pasti memiliki rujukan yang dijadikan
panutan. Tokoh yang dijadikannya rujukan itu sangat
memengaruhi pola pikir pihak atau seseorang. Kadang
salah satu pihak cenderung menjalani hidup
menggunakan motivasi yang berasal dari panutannya
itu dan membenarkan tindakannya berdasarkan pola
pikir panutannya. Hal tersebutlah yang membuat
perbedaan pendapat terjadi.

Kedua, tahapan ‘sengketa’atau ‘perselisihan’, yaitu


adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak
atau lebih. Sengketa ditandai oleh perbedaan pendapat atau
persepsi, baik di ranah privat maupun publik. Sengketa
dapat terjadi antar orang per orang, perorangan dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok.304 Gradasi
pada sengketa dikategorikan tidak atau belum berdampak
luas; Ketiga, tahapan ‘konflik’, yaitu suatu situasi ketika dua
pihak atau lebih dihadapkan kepada perbedaan
kepentingan’. Hal ini tidak akan berkembang jika pihak yang
dirugikan hanya memendam rasa ketidakpuasan itu. Konflik
sudah berdampak luas, bahkan diidentikkan dengan
suasana krisis. Batasan konflik:
(1) Ketidaksetujuan
(2) pertentangan atau ketidakcocokan.

304
Dedy Ilham Perdana dan Yuliana, “Analisis Konflik Atau Sengketa Hak
Kepemilikan Tanah Adat Betang Sangkuwu Di Desa Tumbang Marak,
Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah”,
Jurnal Sosiologi Nusantara, Vol.1, No.1, 2015, hlm.2.

220
Konflik hahekatnya dimulai dari pikiran, menyangkut
perihal (a) eksistensi diri sendiri; maupun dalam soal (b)
konteks ada bersama orang lain; dan Keempat, tahapan
‘perkara’, yaitu perselisihan yang penanganan dan
penyelesaiannya melalui lembaga atau jalur litigasi.
Terminologi

Beda  orang
pendapat per
orang
 orang
Sengketa dengan Adanya
kelomp perbedaan
ok kepentinga
Konflik  kelomp n
ok
dengan
Perkara
kelomp
ok
Bagan 7. Terminologi Hirarki

Perselisihan
Perselisihan selalu mengandung dua pemaknaan,
yaitu:
(1) sebagai suatu gejala sosial
(2) sebagai suatu paradigma. Sebagai sebuah gejala sosial,
konflik dijadikan indikator untuk memahami dinamika
yang terjadi atau sedang berlangsung dalam suatu
kelompok masyarakat. Ada dua kontribusi konflik
terhadap dinamika kehidupan masyarakat:
(a) Konflik berfungsi memelihara kondisi harmoni-
equilibrium dalam dinamika kehidupan
masyarakat
(b) Konflik selalu dilihat fungsinya sebagai instrumen
untuk melahirkan perubahan, termasuk
perubahan bersifat revolusioner. Karenanya
dalam masyarakat yang tidak pernah mengalami
konflik, justru dipertanyakan dinamika sosial yang
terjadi dalam masyarakat tersebut.
221
Konsilias
i

Mediasi APS Arbitrase

Ajudikasi

Bagan 8. Diagram Ikhtisar Skema APS

4.1.1 Terminologi Perbedaan Pendapat, Sengketa, dan


Konflik/Perkara
Timothy mengutip pendapat Malley-Morrison dan
Castanheira menyebut, telah banyak studi yang fokus pada
persoalan mengenai karakteristik antara ‘sengketa’ dengan
‘konflik’. Namun, karena kedua istilah yang konstan itu,
banyak penelitian telah menggantikan istilah ‘konflik’
dengan istilah ‘sengketa’, atau sebaliknya istilah ‘sengketa’
dengan sebutan ‘konflik’. Praktisi sering kali dapat
mengekstraksi makna itu dari dua sudut pandang untuk
membenarkan pandangnya. Guna tujuan ini, harus dipahami
bahwa pemisahan tipe konflik dapat membantu dalam
praktik saat menyelesaikan suatu kasus. Namun teknik
penyelesaian ‘sengketa’, mungkin terlalu sederhana untuk
suatu konflik. Kemahiran dikedua karakteristik ini akan
membantu mengasah keterampilan, dan pada akhirnya
menghasilkan tingkat penyelesaian yang lebih akura serta
berkualitas.305
a. Terminologi Perbedaan Pendapat dan
Dinamikanya
Istilah dissent dalam bahasa Latin bermakna ‘beda
pendapat’. Perbedaan pendapat atau difference of opinion,

305
Timothy Keator, “Dispute or Conflict? The Importance of Knowing the
Difference”, dimuat pada https://www.mediate.com/
222
distinction, atau controvers, bearakar pada ‘perbedaan’ cara
pandang dan bersikat dari Para Pihak. Untuk
menghindarinya, perlu dipisahkan antara perasaan pribadi
dengan masalah-masalah yang akan dinegosiasikan
berdasarkan kepentingan kedua belah pihak. Perbedaan
pendapat adalah sesuatu yang biasa terjadi dan menjadi
fitrah manusia. Perbedaan pendapat dimaknai terjadinya
pertentangan, ketidaksepakatan, berselisih faham, atau
perbedaan pemikiran. Terdapat pula dalam hukum Islam
istilah ikhtilaf didefinisikan dengan beragam pengertian,
diantaranya:306 ‘proses yang dilalui melalui metode yang
berbeda, antara seorang dan yang lainnya dalam bentuk
perbuatan atau perkataan’; ‘perbedaan pendapat yang
terjadi di antara beberapa pertentangan untuk menggali
kebenarannya dan sekaligus untuk menghilangkan
kesalahannya’.

b. Terminologi Sengketa dan Dinamikanya


Istilah disceptatio dalam bahasa Latin, bermakna
sengketa atau berselisih. Padanan konsep ‘sengketa’ (geding
atau dispute), yaitu ‘perselisihan’; ‘percekcokan’; atau
‘pertentangan’. Perselisihan atau percekcokan tentang
sesuatu terjadi antara dua orang atau lebih. Konsep
‘sengketa’ terkait dengan kontraversi yang melibatkan
klaim tertentu atau klaim normatif atas kewenangan.307
Sengketa yaitu tejadinya perselisihan atau perbedaan
pendapat/ persepsi yang terjadi antar para pihak yang
disebabkan terjadinya pertentangan kepentingan. Hal ini
berdampak pada pencapaian tujuan yang diinginkan oleh
para pihak.308 Dengan demikian kata kunci dari sengketa

306
Ibid.
307
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”,
Penelitian, Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama
Islam Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.14.
308
Candra Irawan, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2010, hlm.2.
223
ialah adanya pihak yang merasa dirugikan, diawali dengan
perasaan tidak puas. Jika ketidakpuasan itu sampai ke
permukaan maka akan terjadi konflik kepentingan.309
Sengketa merupakan ‘perselisihan jangka pendek’,
yang dapat diselesaikan. Suatu Sengketa dapat diselesaikan
dengan mempertimbangkan dan menilai kepentingan Para
Pihak yang bersangkutan serta menentukan hak-haknya
melalui penyelesaian yang wajar. Perspektif hukum,
‘Sengketa’ didefinisikan sebagai ‘ketidaksepakatan pada
suatu titik hukum atau fakta, atau atas hak, kewajiban, dan
kepentingan hukum tertentu antara dua pihak atau lebih’.
Oleh karena itu, ‘Sengketa’ mengacu pada ketidaksepakatan
yang spesifik, tatkala masalah dapat diselesaikan dengan
menerapkan hukum atau aturan yang relevan. Pada
peristiwa ‘Sengketa’, para pihak dapat memperdebatkan
kasus mereka dan mencapai suatu bentuk penyelesaian.
Sengketa pada umumnya melibatkan satu pihak yang
berusaha untuk menuntut hak atau klaim tertentu dan
pihak lain menentang keinginan itu.310

c. Terminologi Konflik dan Dinamikanya


Istilah conflictus’ pada bahasa Latin bermakna ‘konflik;
saling memukul’. Konflik secara terminologis merupakan
‘perselisihan yang serius serta berlarut-larut’. Konflik
mengacu pada ‘keadaan ketidaksepakatan (disagreement)’;
‘ketidakharmonisan, atau disharmony’. Keadaan disharmoni
atau pertentangan ini umumnya:311

309
Suyud Margono, Alternatif Dispute Resulution dan Arbitrase, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hlm.34.
310
“Difference Between Conflict and Dispute”,
https://www.differencebetween.com/ dirujuk dari Brad Spangler & Heidi
Burgess, “Conflicts and Disputes.” Beyond Intractability, (Jul
2012). Retrieved February 3, 2015.
311
“Difference Between Conflict and Dispute”,
https://www.differencebetween.com/ dirujuk dari Brad Spangler & Heidi
Burgess, “Conflicts and Disputes.” Beyond Intractability, (Jul
2012). Retrieved February 3, 2015.
224
(1) Antara orang
(2) Kepentingan
(3) Ide, prinsip, atau bahkan sampai ke nilai. Konflik
merupakan:
(a) Eskalasi ketidaksepakatan di level jangka panjang
(b) Masalah berlarut-larut serta begitu dalam, sehingga
secara umum sudah sulit bahkan ‘tidak dapat
dinegosiasikan (non-negotiable) lagi’.
Disebabkan Para Pihaknya tidak dapat
menegosiasikannya lagi, hal ini juga menunjukkan bahwa
kemungkinan untuk menyelesaikan masalah itu sangat kecil
atau sulit. Isu-isu yang dianggap ‘dalam’ atau ‘sangat serius’,
seperti:
(1) Perbedaan pendapat
(2) Sikap moral atau nilai
(3) Isu-isu yang berkaitan dengan keamanan, otoritas,
atau. Konflik dengan isu-isu tersebut, jika tidak
diselesaikan, cenderung berubah menjadi kekerasan
fisik dan bahkan kemudian perang.
Kunci untuk mengidentifikasi perbedaan antara
‘Konflik’ dan ‘Sengketa’ yaitu dengan menganggap ‘Konflik’
sebagai representasi lingkaran masalah yang luas dan luas,
ketika sejumlah ‘Sengketa’ mungkin muncul. Pikirkan
Konflik sebagai ketidaksepakatan antara orang-orang yang
memiliki keberadaan yang berkepanjangan dan lebih serius
di alam. Ini bukan suatu sengketa khusus dan dengan
demikian dapat mencakup sejumlah masalah. Ini adalah
keadaan ketidakharmonisan yang berkelanjutan.312
Kesimpulannya, ‘Konflik’, merupakan suatu situasi tatkala
dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan
kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sengketa
apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam
perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik
berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa
bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan

312
Ibid.
225
rasa tidak atau keprihatinannya, baik secara langsung
kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian
atau kepada pihak lain.313
Guna mengartikulasikan dan mendefinisikan suatu
teori umum mengenai manajemen konflik yang dapat
diterapkan secara universal (terlepas dari konteks atau
penggunaannya), bersandar pada sistem dan perbedaan
antara konsep ‘konflik’ dan ‘sengketa’ serta rambu-rambu
batasannya. Teori umum mengenai ‘Sengketa’ dan
‘Konflik’merujuk pada tiga hal dasar, yaitu:314
(1) Teori umum bahwa ‘tidak ada konflik’ dalam
masyarakat demokratis, yang ada hanya ‘sengketa’,
karena demokrasi mengubah konflik menjadi
mekanisme penyelesaian sengketa
(2) Pada rezim otoriter hanya ada ‘konflik’ dan sistem
penyelesaian yang dipolitisasi, bukan sengketa
(3) Pada hubungan internasional, negara-negara dapat
mengubah ‘konflik’ menjadi ‘sengketa’. Konflik
dipahami merupakan masalah-masalah yang tidak
memiliki forum yang sah, dapat diandalkan,
transparan, tidak sewenang-wenang untuk
penyelesaian perbedaan secara damai. Pada sengketa
sebaliknya, dipahami memiliki forum yang diakui guna
mengekspresikan keinginan-keinginan pihak dan
solusi yang memenuhi kriteria serta harapannya.315

Istilah ‘konflik’ menganggap semua bentuk intoleransi


dan hasil dari pengaruh yang tidak sesuai antara
perorangan, kelompok, dan organisasi. Konflik digunakan
untuk menggambarkan:
(1) Konflik negara

313
Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi, Sengketa dan
Penyelesaiannya, Indonesian Center for Environmental Law, Jakarta, 1997,
hlm.12.
314
A Raymond Shonholtz, “General Theory on Disputes and Conflicts”,
Journal of Dispute Resolution, Vol.3,No.2,2003, hlm.403.
315
Ibid, hlm. 404.
226
(2) Keadaan sikap perseorangan berupa, permusuhan,
frustrasi, perhatian, serta kecemasan
(3) Kondisi pemikiran, berupa kesadaran akan adanya
konflik
(4) Kebiasaan-kebiasaan, dari mulai yang pasif, berupa
perlawanan terhadap penyerangan secara terang-
terangan, tak mengabaikan kerahasiaan, atau
penghinaan. Namun demikian, konflik juga dapat
memiliki dampak menguntungkan:
(a) Pengurangan ketegangan yang terakumulasi,
menjadi bantuan nyata bagi stabilitas dan integrasi
bagi para pihak
(b) Kemungkinan para pihak untuk mengungkapkan
pendapat dan keinginan mereka. Sehingga impuls
yang muncul dapat dikonsumsi lebih efisien karena
efek transformasi menjadi berbagai perubahan
(c) Pemeliharaan tingkat stimulasi yang diperlukan
untuk kreativitas, konflik antar kelompok yang
mewakili sumber motivasi ketika mencari
perubahan
(d) Menyarankan identitas kelompok. Praktek
organisasi menunjukkan bahwa keadaan konflik
digunakan sebagai strategi penting untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan kemajuan lainnya.316
Konflik yang terjadi dapat dapat bermanifestasi dalam
berbagai bentuk atau cara, diantaranya adalah:
(1) Sengketa (dispute) paling mudah terlihat. Sengketa
dapat berbentuk protes (grievances), tindakan
indisipliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-
ramai, tindakan pemaksaan (pemblokiran atau
penyanderaan), tuntutan ataupun masih bersifat

316
Ron Fisher, “Sources of Conflict and Methods of Conflict Resolution”,
2006.
https://www.semanticscholar.org/
227
ancaman atau pemogokan baik antara pihak internal
proyek ataupun dengan pihak luar
(2) Persaingan (competition) yang tidak sehat. Persaingan
sebenarnya tidak sama dengan konflik, bila mengikuti
aturan main yang jelas dan ketat
(3) Sabotase (sabotage), bentuk produk konflik yang tidak
dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali
digunakan dalam permainan politik, dalam internal
organisasi proyek atau dengan pihak eksternal yang
dapat menjebak pihak lain
(4) Inefisiensi atau produktivitas rendah, yaitu salah satu
pihak dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan
yang berakibat menurunkan produktivitas dengan
cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi
output, atau melambatkan pengiriman
(5) Penurunan moral (low morale), yaitu penurunan
moril. Hal ini tercermin dari menurunnya gairah kerja,
meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit (hidden
conflict)
(6) Menahan/menyembunyikan informasi. Informasi
adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting
dan identik dengan kekuasaan (power). Penahanan
atau penyembunyian informasi identik dengan
kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut.
Tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya
konflik tersembunyi dan ketidakpercayaan (distrust).

228
Gradasi Perselisihan

Sengketa (dispute)

Protes (grievances)

Keluhan (complaints)

Persaingan (competition)

Sabotase (sabotage)

Persaingan (competition)

Memperlambat kerja (slow-down)

Penurunan moral (low morale)

Dendam tersembunyi (hidden conflict)

Ketidakpercayaan (distrust).

Bagan 9. Hirarki Perselisihan

4.1.2 Pencegahan Terjadinya Sengketa


‘Pencegahan konflik’ dan penyelesaian sengketa atau
conflict avoidance and dispute resolution yaitu metode
bereaksi terhadap konflik, yang mencoba untuk dihindari
secara langsung. Metode untuk melakukan ini dapat
mencakup mengubah topik, menunda diskusi sampai nanti,
atau tidak mengangkat topik pertengkaran. ‘Pencegahan
konflik’ dapat digunakan sebagai tindakan sementara untuk
mengulur waktu atau sebagai cara permanen untuk
membuang masalah. Yang terakhir mungkin tidak dapat
dibedakan dari persetujuan sederhana kepada pihak lain,
sejauh mereka yang menghindari konflik menundukkan
keinginan mereka sendiri kepada pihak yang berkonflik
dengan mereka. Namun, pencegahan konflik juga dapat
229
berupa menarik diri dari hubungan. Dengan demikian,
skenario penghindaran dapat berupa menang-kalah, kalah-
kalah atau bahkan mungkin menang-menang, jika
mengakhiri hubungan adalah metode terbaik untuk
memecahkan masalah. Istilah ‘pencegahan konflik’ kadang-
kadang digunakan untuk menggambarkan penyelesaian
konflik. Bacal mengkritik penggunaan istilah ini dengan
bertanya, apakah ada perbedaan antara mencegah tertular
AIDS dengan tindakan pencegahan yang tepat, dan
menghindari atau tidak mencari pengobatan jika seseorang
telah tertular? Tentu saja ada.317
Klasifikasi ‘ketersembunyian’ sebagai salah satu dari
tiga jenis tanggapan terhadap konflik utama, yaitu
penggambaran penyembunyian dari mereka untuk tidak
mengambil risiko dan untuk tidak mengatakan apa-apa.
Mereka menyembunyikan sikap dan perasaannya.
Ketersembunyian terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:318
(1) Feeling-swallowers who swallow their feelings
(perasaan mereka dipendam). Para pihak tersenyum,
namun sejatinya mereka sakit hati serta tertekan.
Mereka berperilaku demikian karena menganggap
persetujuan orang lain itu penting. Mereka juga
merasa akan berbahaya untuk mengungkapkan
perasaan mereka yang sebenarnya
(2) Subject-changers who find the real issue too difficult to
handle (pihak-pihak pengubah yang beranggapan,
masalah sebenarnya terlalu sulit untuk ditangani).
Mereka mengubah masalah dengan cara menemukan
sesuatu yang dapat menghasilkan kesepakatan dengan
pihak yang berkonflik. Cara merespon seperti ini
biasanya tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya, hal
ini dapat menciptakan masalah bagi orang-orang yang

317
Bacal, “Is Conflict Prevention The Same As Conflict Avoidance?”,
http://work911.com/
318
Stephen P. Turner, Conflict in organizations: Practical solutions any
manager can use, University of South Florida, Frank Weed,1983.
230
menggunakan ini dan bagi organisasi tempat orang-
orang tersebut beraktifitas
(3) Avoiders who go out of their way to avoid conflicts
(para penghindar yang berusaha keras untuk
menghindari konflik).

4.1.3 Pilihan-Pilihan Forum Bagi Penyelesaian


Sengketa
Penyelesaian sengketa merupakan upaya untuk
mengembalikan hubungan para pihak yang bersengketa
dalam keadaan seperti semula. Dengan pengembangan
hubungan tersebut, para pihak yang bersengketa dapat
mengadakan hubungan, baik hubungan sosial maupun
hubungan hukum antara satu dengan yang lainnya.
Penyelesaian adalah proses, perbuatan , cara
menyelesaikan. Menyelesaikan artinya menyudahkan
menjadi berakhir, membereskan atau memutuskan,
mengatur, memperdamaikan (perselisihan atau
pertengkaran), atau mengatur sesuatu sehingga menjadi
baik.319 Para pihak yang bersengketa dapat memilih di
antara dua forum yang ada yang akan digunakan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara para pihak,
yang dapat dilakukan:320 in court disputes settlement”, yaitu
bentuk penyelesaian sengketa yang timbul melalui suatu
proses litigasi lembaga peradilan umum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelesaian
sengketa dagang yang dilakukan di luar lembaga peradilan
umum dengan menggunakan forum dan prosedur
berdasarkan kesepakatan para pihak-pihak; atau (2) out of
court disputes settlement.

319
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.13
320
Mas Anienda Tien F., “Prinsip Kerahasian Penyelesaian Sengketa
Melalui Arbitrase Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999”, Jurnal
Liga Hukum, Vol.1 No. 1 Jan. 2009, hlm. 42.
231
Penyelesaian sengketa dalam prakteknya memiliki
dua macam metode, yaitu:321 (1) Proses
Peradilan/ajudikasi, yang terdiri dari (a) Litigasi (Proses
pengadilan) dan (b) Arbitrase; (2) Proses Konsensual/ Non-
Ajudikasi, yaitu Alternative Penyelesaian Sengketa.322
Berikut skema bagannya guna mempermudah
Metode
Penyelesaian Sengketa
Litigasi (Proses
Pengadilan)
Proses
Peradilan/ajudikasi
Arbitrase

Mediasi
Proses Konsensual/ Alternatif
Non-Ajudikasi Penyelesaia
Konsiliasi
n Sengketa

Mini trial

Expert
Determinition

a. Proses Penyelesaian Sengketa Jalur Litigasi


Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua
proses. Proses yang tertua melalui proses Litigasi yaitu
melalui pengadilan. Kemudian berkembang proses
penyelesaian sengketa ini melalui kerja sama atau
kooperatif diluar pengadilan. Proses penyelesaian sengketa
di luar pengadilan ini disebut dengan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Hukum Acara Perdata merupakan

321
Fatahilah A.S., “Pelatihan Mediator”, Indonesia Institute For Conflict
Transformation, Jakarta, 2004, hlm.14.
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.23-24

232
keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan
mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materil
dengan perantaraan kekuasaan Negara. Perantaraan Negara
dalam mempertahankan dan menegakan hukum perdata
material itu terjadi melalui peradilan dan cara ini disebut
litigasi. Pada dasarnya dalam cara litigasi, inisiatif
berperkara ada pada diri orang yang berperkara, dalam hal
ini Penggugat. Dengan kata lain ada atau tidak adanya
sesuatu perkara, harus diinisiasi oleh seseorang atau
beberapa orang yang merasa, bahwa haknya atau hak
mereka dilanggar, yaitu oleh Penggugat atau para
penggugat.323

b. Proses Penyelesaian Sengketa Jalur Non Litigasi


Penyelesaian sengketa jalur non litigasi dikenal
dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau
Alternative Dispute Resolution/ADR sering diartikan dalam
dua hal ‘alternatif berlitigasi’ dan ‘alternatif berajudikasi’.
Pemilihan terhadap salah satu dari dua pengertian di atas
menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian
pertama menjadi acuan (‘alternatif berlitigasi’), seluruh
mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan,
termasuk arbitrase, merupakan bagian dari APS. Sedangkan
pengertian APS sebagai ‘alternatif berajudikasi’, berarti
mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus
atau kooperatif, seperti halnya negosiasi, mediasi, dan
konsiliasi. Pada pengertian ‘alternatif berajudikasi’,
arbitrase bukan termasuk bagian dari APS.324 APS

323
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm. 12.
324
Ros Angesti Anas Kapindha, dkk., “Efektivitas dan Efisiensi Alternative
Dispute Resolution (ADR) Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis
di Indonesia”, Lihat juga, Suyud Margono, 2000, hlm. 36),
https://media.neliti.com/media/publications/26551-ID, hlm. 6.
233
merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum
yang ditujukan untuk tiga hal, yaitu:325
(1) memungkinkan sengketa-sengketa hukum
diselesaikan diluar pengadilan untuk keuntungan para
pihak yang bersengketa
(2) mengurangi biaya dan keterlambatan kalau sengketa
tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
(3) mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak
dibawa ke pengadilan.

Terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa


diluar pengadilan, diantaranya:
(1) Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi
diantara para pihak, sedangkan pihak ketiga yang
bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong
dan fasilitator
(2) Konsiliasi melalui konsiliator, dimana pihak ketiga
yang bertindak sebagai konsiliator berperan
merumuskan perdamaian (konsiliasi), tetapi
keputusan tetap ditangan para pihak
(3) Expert determinition, menunjukkan seorang ahli
memberi penyelesaian sengketa yang menentukan
oleh karena itu keputusan yang diambilnya mengikat
para pihak
(4) Mini trial, para pihak sepakat menunjuk seorang
advisor yang akan bertindak untuk memberikan opini
kepada kedua belah pihak, opini tersebut diberikan
advisor setelah mendengar permasalahan sengketa
dari kedua belah pihak, opini yang berisi kelemahan
masing-masing pihak serta memberi pendapat cara
penyelesaian sengketa yang harus ditempuh para
pihak.

325
Proyek Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung RI, “Laporan
Penelitian Alternative Despute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Alternatif) dan Court Connected Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Yang Terkait Dengan Pengadilan)”, Jakarta, 2000, hlm. 13-14.
234
Proses penyelesaian sengketa yang sudah dikenal
sejak lama adalah melalui proses litigasi di Pengadilan.
Proses litigasi cenderung menghasilkan masalah baru
karena sifatnya yang win-lose, tidak responsive, time
consuming proses berperkaranya, dan terbuka untuk
umum. Seiring dengan perkembangan zaman, proses
penyelesaian sengketa di luar Pengadilan bersifat tertutup
untuk umum atau close door session serta keberhasilan para
pihak terjamin atau confidentiality, proses beracara lebih
cepat dan efisien. Proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan ini menghindari kelambatan yang diakibatkan
prosedural dan administratif sebagaimana beracara di
pengadilan umum dan win-win solution.326
Alternatif penyelesaian sengketa berkembang karena
dilatarbelakangi hal-hal berikut:
(1) Mengurangi kemacetan di pengadilan. Banyaknya
kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan
proses pengadilan seringkali berkepanjangan,
sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering
memberikan hasil yang kurang memuaskan
(2) Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses
penyelesaian sengketa
(3) Memperlancar serta memperluas akses ke pengadilan
(4) Memberikan kesempatan bagi tercapainya
penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan
yang dapat diterima oleh semua pihak dan
memuaskan.327

326
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.14
327
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.15
235
Bagan 10. Penyelesaian Sengketa Dan Konfllik

Program penyelesaian sengketa multi-pintu yang


disponsori pengadilan menawarkan pilihan dalam ketiga
kategori. Jenis opsi penyelesaian sengketa yang biasanya
tersedia di pengadilan multi-pintu tingkat pertama adalah
sebagai berikut:

1) Mediasi
Mediasi, yaitu semua program multi-pintu
menawarkan satu atau lebih bentuk mediasi di mana
mediator terlatih dan bersertifikat membantu para pihak
dalam proses negosiasi kesepakatan penyelesaian yang
mereka secara sukarela bekerja sama untuk mencapai dan
sepakat untuk dilaksanakan bersama. Mediasi tradisional
terutama bersifat fasilitatif. Namun, itu juga dapat
236
mencakup elemen evaluatif, yaitu:328 (1) Fasilitator adalah
seorang hakim, profesional hukum yang berpengalaman,
atau ahli teknis dengan pengetahuan khusus di bidang
pokok sengketa, dan; (2) Para pihak meminta agar
fasilitator memberikan penilaian profesional atas posisi
mereka pada satu atau lebih masalah dalam sengketa.
Beberapa sistem multi-pintu menawarkan bentuk mediasi
yang lebih baru yang dibuat pada pertengahan 1990-an
yang dikenal sebagai transformatif mediasi. Ini adalah
proses ADR di mana para pihak secara proaktif berusaha
tidak hanya untuk melestarikan tetapi juga mengubah yang
ada hubungan karena mereka bersama-sama
menyelesaikan perselisihan. Dalam proses mediasi
transformatif, masing-masing pihak berusaha untuk
mencapai pemahaman dan pengakuan yang lebih besar
terhadap nilai, kebutuhan, minat, dan tujuan pihak lain.
Motivasi di balik mediasi transformatif adalah bahwa para
pihak harus mengambil inisiatif penyelesaian sengketa
sebagian besar sendiri. Mereka kurang mengandalkan
mediator sebagai fasilitator dan/atau evaluator dan lebih
mengandalkan diri mereka sendiri. Para pihak dengan
demikian memberdayakan masing-masing pihak lain untuk
bertanggung jawab atas perselisihan tersebut dan
menyelesaikannya dengan cara yang idealnya akan
mengurangi kemungkinan terjadinya masa depan
perselisihan dan menghasilkan hubungan yang lebih baik
dan lebih produktif di antara mereka. Peran mediator
transformatif adalah untuk mendukung proses saling
pengakuan, pemberdayaan, dan perbaikan atau
transformasi hubungan. Dia membutuhkan tingkat

328
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 7-8.
237
komitmen khusus dan, sejauh itu, memiliki daya tarik
terbatas bagi beberapa pihak.329

2) Arbitrase
Arbitrase Program multi-pintu biasanya menawarkan
satu atau lebih bentuk arbitrase sebagai opsi APS. Arbitrase,
sebagaimana diuraikan di atas, adalah bentuk ADR yang
paling mendekati fungsi ajudikasi pengadilan di mana
hakim (1) mengizinkan masing-masing pihak untuk
mengajukan argumen dan buktinya, kemudian (2)
menyiapkan putusan yang menjelaskan pihak mana yang
menang, mengapa pihak itu menang, dan apa akibatnya bagi
pihak lain. Dalam arbitrase, model serupa diikuti dengan
seorang arbiter profesional mendengarkan masing-masing
pihak mempresentasikan sisi kasusnya, kemudian
menyiapkan penilaian arbitrase. Dalam proses arbitrase,
aturan ketat yang mengatur proses pengadilan agak
dilonggarkan, tetapi arbitrase tetap menjadi salah satu
proses ADR yang paling formal. Para pihak tidak
berpartisipasi secara aktif dalam mengevaluasi posisinya
masing-masing; mereka juga tidak berpartisipasi dalam
menyusun penilaian. Fungsi-fungsi itu ada pada arbiter.
Dimana arbitrase tidak berbeda dari ajudikasi pengadilan
formal adalah bahwa para pihak bersama-sama memilih
siapa yang akan menjadi arbiter mereka, dan sebagian besar
program mengizinkan para pihak untuk bekerja dengan
arbiter untuk menegosiasikan aturan dan prosedur apa
yang akan berlaku untuk proses tersebut.330
Arbitrase jatuh ke dalam dua kategori besar: tidak
mengikat dan mengikat. Dalam arbitrase yang tidak
mengikat, para pihak setuju untuk melanjutkan arbitrase

329
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 8.
330
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 8.
238
tetapi menolak untuk terikat oleh keputusan yang
dikeluarkan darinya. Dalam arbitrase yang tidak mengikat,
para pihak mencari evaluasi dan analisis pihak ketiga yang
independen atas kasus mereka dengan penilaian pihak
mana yang menang. Putusan yang tidak mengikat
menginformasikan keputusan mereka tentang apakah (1)
menerima putusan, (2) melanjutkan proses pengadilan
penuh, atau (3) memilih mediasi, penyelesaian, atau bentuk
penyelesaian sengketa lainnya.331
Arbitrase yang mengikat lebih mendekati ajudikasi
berbasis pengadilan. Ketika dua pihak atau lebih setuju
untuk berpartisipasi dalam arbitrase yang mengikat,
mereka berkomitmen untuk mematuhi keputusan yang
dikeluarkan oleh arbiter apakah itu menguntungkan mereka
atau tidak. Para pihak yang mengupayakan arbitrase yang
mengikat melakukannya dengan harapan bahwa putusan
yang dihasilkan akan mempunyai kedudukan hukum di
tempat kedudukan tempat putusan itu dikeluarkan, bahwa
putusan itu akan dapat dilaksanakan di bawah kekuasaan
domisili itu, dan bahwa kekuasaan kehakiman di tempat
kedudukan itu tidak akan melawan, memodifikasi, atau
dengan cara lain mengganggu atau mengintervensi
pelaksanaan ketentuan putusan. Kontrak antara entitas
komersial dan, semakin, antara penyedia layanan dan
individu, biasanya menetapkan bahwa setiap perselisihan
yang dihasilkan dari kontrak harus diselesaikan melalui
arbitrase yang mengikat. Persyaratan ini mencerminkan
preferensi komunitas komersial dan penyedia layanan
untuk arbitrase yang mengikat daripada ajudikasi
pengadilan yang biasanya membutuhkan lebih banyak
waktu dan melibatkan biaya yang lebih besar. Pada saat
yang sama, hal itu mencerminkan minat mereka untuk
mencapai penyelesaian akhir atas perselisihan tersebut

331
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 8.
239
sehingga mereka dapat meminimalkan dampaknya yang
mengganggu pada operasi dan kegiatan bisnis mereka.332
Meskipun arbitrase swasta awalnya memberikan
alternatif yang jauh lebih murah untuk membawa sengketa
ke pengadilan, biaya layanan arbitrase sektor swasta
profesional telah meningkat secara dramatis dalam 20
tahun terakhir. Akibatnya, penggunaan layanan tersebut
dapat menjadi sangat mahal untuk usaha kecil dan
menengah dengan sumber daya terbatas. Pengadilan multi-
pintu yang menawarkan layanan arbitrase dengan biaya
yang lebih masuk akal dapat memainkan peran penting bagi
komunitas usaha kecil dengan membuat arbitrase, baik
mengikat atau tidak, tersedia berdasarkan struktur biaya
skala geser atau dengan biaya yang disubsidi oleh
pemerintah. Beberapa pemerintah bersedia memberikan
dukungan keuangan untuk program arbitrase yang
dilampirkan pengadilan karena mereka menyadari bahwa
hal itu mengurangi jumlah perselisihan yang akan
dikenakan biaya tidak hanya untuk pihak yang berperkara
tetapi, di samping itu, kepada pemerintah, dan seringkali
proses pengadilan yang panjang. .

3) Mediasi/Arbitrase (atau Med/Arb-Med-Arb)


Mediasi/Arbitrase atau Med/Arb-Med-Arb adalah alat
APS hibrida yang menggabungkan manfaat memfasilitasi
penyelesaian melalui mediasi dengan opsi, jika diperlukan,
untuk memperoleh keputusan akhir. Sesi med-arb yang
khas dimulai dengan mediasi di mana para pihak, dengan
bantuan seorang fasilitator/penasihat, bersama-sama
berusaha untuk merundingkan penyelesaian. Jika para
pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, mereka kemudian
melanjutkan ke arbitrase. Sidang arbitrase dapat ditangani
baik oleh mediator yang berganti peran dan mengambil

332
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 8.
240
fungsi sebagai arbiter atau oleh arbiter yang terpisah.Ada
keuntungan yang jelas untuk memiliki satu profesional yang
menangani kedua peran karena mediasi akan memberikan
informasi penting tentang perselisihan bagi
mediator/arbiter yang akan mengurangi waktu yang
dibutuhkan para pihak untuk mempresentasikan posisi
masing-masing. Tergantung pada pengaturan, mediator-
arbiter mungkin dapat memberikan penghargaan
berdasarkan apa yang terjadi selama fase mediasi. Dalam
kasus lain, mediator-arbiter mungkin memerlukan
kesaksian tersumpah tambahan, bukti dokumenter,
argumen hukum, atau memorandum/briefs.333
Beberapa pihak, bagaimanapun, mungkin lebih
memilih arbiter terpisah tanpa pengetahuan sebelumnya
tentang sengketa atau keakraban dengan para pihak untuk
mendengar posisi masing-masing dan memberikan
keputusan final dan mengikat. Apa pun pengaturan khusus
yang dipilih para pihak, penggunaan med-arb memastikan
pihak-pihak yang tidak yakin apakah mediasi akan berhasil
bahwa pada akhir proses, penentuan akhir akan tercapai.334

333
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 9.
334
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 9.
241
Sumber: www.garden-fountain.com

4.1.4 Sekilas Alternatif Penyelesaian Sengketa dan


Aspek Sejarahnya
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) merupakan
istilah serta definisi dan cakupan yang ‘sangat luas’, yaitu
menyangkut segala bentuk penyelesaian sengketa, selain
melalui proses Pengadilan. Tegasnya istilah ‘alternatif’
mungkin sesuatu yang keliru. Sebagian besar bentuk APS
digunakan juga dalam litigasi atau arbitrase.335 Konsep APS
menunjukkan proses, ketika perselisihan ditangani dan
diselesaikan ‘di luar ruang sidang pengadilan’. APS mengacu
pada cara-cara ketika perselisihan diselesaikan tanpa
litigasi. Cara-cara ini melibatkan negosiasi, arbitrase, atau
mediasi. APS digunakan ketika sengketa berpotensi
mengarah ke litigasi. Tidak seperti litigasi tradisional,

335
Rhys Clift-Partner, “Introduction To Alternative Dispute Resolution: A
Comparison Between Arbitration and Mediation”,
https://www.steamshipmutual.com/
242
prosedur APS umumnya bersifat kolaboratif, membiarkan
para pihak menyadari perspektif masing-masing. Bahkan
APS memungkinkan para pihak menganalisis dan
menyarankan solusi kreatif, yang tidak diizinkan oleh ruang
sidang biasa untuk diterapkan sebagai hukum bagi para
pihak.336
Istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) dalam
bahasa Indonesia disepadankan dengan setidaknya empat
istilah, yaitu:337
(1) Pilihan penyelesaian sengketa (pps)
(2) Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (maps)
(3) Pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan
(4) Penyeselaian sengketa secara kooperatif.

Namun jika merujuk pada Pasal 1 Angka 10 Undang-


Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alernative Dispute
Resolution merupakan institusi penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Berdasarkan doktrin hukum, perspektif Alternative to
litigation, semua mekanisme penyelesaian sengketa berada
di luar pengadilan. Berarti arbitrase termasuk bagian dari
ADR. Sedangkan perspektif alternative to adjudication,
mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus/
kooperatif. Hal ini tidak melalui prosedur pengajuan
gugatan kepada pihak ke tiga yang berwenang mengambil
keputusan. Termasuk bagian ADR meliputi, yaitu:
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pendapat ahli.
Artinya arbitrase tidak termasuk ADR. Konsekuensi dari

336
Amyrjones, “Introduction To Alternative Dispute Resolution”, dinduh
tanggal 24 Januari 2021 dari
https://www.legalserviceindia.com/legal/article-2308
337
Dede Farhan Aulawi, “Ajudikasi, Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan dan Arbitrase”, Indo Fakta, 6 Agustus 2020,
http://indofakta.com/
243
doktrin hukum ini: Termasuk dalam mekanisme ‘ajudikasi’,
yaitu: (1) pengadilan; dan (2) arbitrase, karena disana ada
putusan yang dijatuhkan oleh ‘otoritas yang berwenang’,
yaitu hakim atau arbiter; dan putusannya bersifat mengikat.
Termasuk mekanisme ‘non-Adjudikasi’, yaitu negosiasi,
mediasi, konsiliasi dan sebagainya yang. Disana tidak ada
suatu putusan, melainkan suatu kesepakatan damai yang
dibuat secara sukarela oleh para pihak.338
Oleh sebab itu, ajudikasi merupakan mekanisme
Arbitrase yang disederhanakan dan kemudian disesuaikan
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan
penyelesaian sengketa yang diecer dan bersifat kecil
skalanya, karena skalanya seperti itu akan sangat tidak
efisien apabila diselesaikan melalui Arbitrase. Sengketa
yang skalanya kecil itu, sebelumnya sudah menempuh
upaya mediasi namun tidak berhasil mencapai perdamaian.
Akhirnya para pihak menginginkan putusan atas
sengketanya dengan mekanisme lain namun tetapi bukan
Arbitrase, apalagi pengadilan.339
Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa telah
mendapatkan daya tarik yang substansial selama 30 tahun
terakhir. Mereka semakin populer di kalangan klien,
advokat/ pengacara, dan hakim. Ada empat alasan utama
kenaikan popularitas APS, Pertama, APS meningkatkan
efisiensi pengadilan. Masyarakat umum tidak pernah lebih
sadar hukum, ketika agenda pengadilan penuh sesak, dan
hanya sedikit hakim yang tersedia untuk menangani beban
perkara yang terus meningkat. Akibatnya, banyak hakim
sekarang mengeluarkan perintah pengadilan yang
mengharuskan para pihak untuk terlibat dalam beberapa
bentuk APS sebelum mengizinkan suatu perkara untuk

338
Dede Farhan Aulawi, “Ajudikasi, Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan dan Arbitrase”, Indo Fakta, 6 Agustus 2020,
http://indofakta.com/
339
Dede Farhan Aulawi, “Ajudikasi, Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan dan Arbitrase”, Indo Fakta, 6 Agustus 2020,
http://indofakta.com/
244
dilanjutkan ke sidang pengadilan. Alternatif Penyelesaian
Sengketa mengacu pada serangkaian metode untuk
menyelesaikan sengketa hukum tanpa menggunakan sistem
pengadilan. APS memainkan peran penting dalam proses
hukum, tetapi sering dibayangi oleh penggambaran
pengadilan. Orang mungkin membayangkan bahwa semua
perselisihan hukum diperjuangkan di ruang sidang
pengadilan yang dipenuhi penonton. Kenyataannya, sekitar
lima persen kasus perdata pernah dibawa ke pengadilan.
Namun faktanya di luar 90 hingga 99,8 persen perselisihan
hukum lainnya diselesaikan melalui beberapa bentuk
Alternatif Penyelesaian Sengketa.340
Sesuai dengan namanya, ADR (Alternatif Dispute
Resolution) merupakan alternatif dari proses ajudikasi atau
penyelesaian sengketa tradisional seperti dengan
pendekatan ke pengadilan. Metode dan teknik ADR
menghasilkan penyelesaian sengketa secara damai, yang
pada umumnya tidak mungkin dilakukan melalui media
pengadilan. Banyak dari praktik semacam itu telah
berkembang untuk menyelesaikan perselisihan dengan
memastikan dampak negatif yang minimal pada hubungan
para pihak. Alternatif Penyelesaian Sengketa menyediakan
metode rahasia dan alternatif untuk menangani dan
menyelesaikan perselisihan dan dengan demikian
menghindari kemungkinan terlibat dalam litigasi. Proses
ADR memberikan fleksibilitas prosedural, menghemat
waktu, uang, dan menghindari stres percobaan
konvensional. International Center for Alternative Dispute
Resolution (ICADR) merupakan pusat unik yang
menyediakan sarana promosi, pengajaran, dan penelitian di
bidang ADR, juga memfasilitasi layanan ADR kepada pihak-
pihak di seluruh dunia. Ini memelihara panel ahli
independen dalam pelaksanaan proses ADR. Hampir semua
perselisihan termasuk perselisihan komersial, perdata,

340
“Introduction to Alternative Dispute Resolution”,
https://lawshelf.com/shortvideoscontentview/
245
perburuhan, dan keluarga, yang mana para pihak berhak
untuk menyelesaikan suatu penyelesaian, dapat
diselesaikan dengan prosedur ADR. Teknik ADR telah
terbukti berhasil dalam lingkungan bisnis, terutama dalam
hal perselisihan yang melibatkan usaha patungan, proyek
konstruksi, perbedaan kemitraan, kekayaan intelektual,
cedera pribadi, kewajiban produk, kewajiban profesional,
real estat, sekuritas, interpretasi kontrak, dan kinerja dan
perselisihan terkait asuransi.341
Secara historis, sengketa hukum dapat diselesaikan,
baik dengan litigasi atau melalui arbitrase. Mediasi sebagai
suatu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), yaitu
cara baru untuk menyelesaikan sengketa komersial. Litigasi
sangat berbeda dengan mediasi, tetapi beberapa
menganggap bahwa arbitrase adalah bentuk Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan mirip dengan mediasi.
Sebenarnya keduanya berbeda secara fundamental. Tujuan
dari pembahasan di bagian ini adalah untuk
menggambarkan perbedaan-perbedaan ini dan untuk
menetapkan beberapa informasi tambahan tentang
ajudikasi, penggunaan dan efektivitasnya.342
Alternative Dispute Resolution (ADR) yang semula
merupakan konsep penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang menekankan produk win-win solution pada
perkembangannya di Amerika Serikat diintegrasikan ke
dalam proses beracara di pengadilan Court Connected
Dispute (CDR) atau Court Annexed Dispute Resolution
(CADR). Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan
konsep penyelesaian konflik atau sengketa di luar
pengadilan secara kooperatif yang diarahkan pada suatu
kesepakatan atau solusi terhadap suatu konflik atau

341
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
342
Rhys Clift – Partner, “Introduction To Alternative Dispute Resolution: A
Comparison Between Arbitration and Mediation”,
https://www.steamshipmutual.com/
246
sengketa yang bersifat ‘menang-menang’. Yang
dimaksudkan solusi ‘menang-menang’ disini adalah solusi
atau kesepakatan yang mampu mencerminkan kepentingan
atau kebutuhan seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik tersebut. Walaupun pada awal perkembangannya,
terutama di Amerika Serikat ADR hanyalah merupakan
mekanisme penyelesaian konflik di luar pengadilan, namun
kini ADR juga dikembangkan dalam kerangka beracara di
pengadilan atau ADR yang terintegrasi dengan sistem
pengadilan court connected ADR.343
Kecenderungan umum adalah bahwa APS merupakan
mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dalam
arti di luar mekanisme ajudikasi standar pengadilan
konvensional. Meskipun ada beberapa mekanisme yang
masih berada dalam ruang lingkup atau sangat erat dengan
pengadilan, tetapi menggunakan mekanisme atau prosedur
ajudikasi non standar, mekanisme tersebut masih
merupakan APS. Alternatif Penyelesaian Sengketa ditujukan
untuk tercapainya efisiensi, terutama untuk mengurangi
biaya dan keterlambatan serta mengantisipasi overload
pengadilan. APS ditujukan untuk memberdayakan
perseorangan-perseorangan, mengingat dalam proses
konvensional, penyelesaian sengketa pada umumnya ada
ditangan para advokat dengan mempergunakan prosedur
dan bahasa serta argumen mereka sendiri, melalui ajudikasi
atau berperkara di pengadilan. APS diharapkan berfungsi
untuk ‘menghubungkan kembali orang dengan
kebijaksanaan batin atau akal sehat mereka sendiri’. 344

343
Proyek Penelitian Dan Pengembangan Mahkamah Agung RI, “Laporan
Penelitian Alternative Despute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Alternatif) dan Court Connected Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Yang Terkait Dengan Pengadilan)”, Jakarta, 2000, hlm. 6.
344
Proyek Penelitian Dan Pengembangan Mahkamah Agung RI, “Laporan
Penelitian Alternative Despute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Alternatif) dan Court Connected Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Yang Terkait Dengan Pengadilan)”, Jakarta, 2000, hlm. 14.
247
a. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Beberapa Negara
Penilaian Nilai Tambah Eropa (European added value
assessment/ EAVA) ini berpendapat bahwa prosedur
beracara di lingkungan Uni Eropa (the European Union/ UE)
untuk penyelesaian sengketa komersial yang dipercepat
dapat menghasilkan nilai tambah bagi Uni Eropa bagi
perekonomian dan bisnis di negara-negara Uni Eropa UE
dalam kisaran €3,7 hingga 5,7 miliar per tahun. Ini
termasuk dampak ekonomi langsung antara €1,6 dan 2,4
miliar dan tambahan €2,1 hingga 3,3 miliar dalam manfaat
tidak langsung dan yang diinduksi untuk ekonomi yang
lebih besar. Nilai tambah Eropa dapat diciptakan melalui
peningkatan kontribusi langsung dari pendapatan layanan
litigasi terhadap ekonomi Uni Eropa (€1,6 menjadi 2,7
miliar) dan melalui pengurangan biaya peluang untuk bisnis
yang terkait dengan proses peradilan (€ 2,1 hingga 3,0
miliar).345
European added value assessment berfokus pada daya
saing pasar internal Uni Eropa untuk bisnis-ke-bisnis (B2B)
secara litigasi komersial. Hal ini menilai manfaat dari
mengambil tindakan Uni Eropa untuk mempromosikan
daya saing. Mengambil kompetensi Uni Eropa serta prinsip-
prinsip proporsionalitas dan subsidiaritas ke dalam
pertimbangannya. EAVA mendukung pengenalan langkah-
langkah Uni Eropa untuk mempercepat penyelesaian
sengketa komersial. Ini akan mendukung daya saing Uni
Eropa. EAVA berpendapat bahwa pasar litigasi di negara-
negara Uni Eropa memiliki potensi pertumbuhan yang kuat,
asalkan lebih lanjut langkah-langkah diambil di tingkat
nasional. Langkah-langkah legislatif Uni Eropa dapat, antara
lain, memfasilitasi efisiensi prosedur.346

345
Tatjana Evas, “Expedited settlement of commercial disputes in the
European Union: European Added Value Assessment accompanying the
European Parliament’s legislative initiative report”, EPRS European
Parliamentary Research Service, European Union, Brussels, 2018, hlm.5.
346
Ibid.
248
Negara-negara Anggota Uni Eropa sudah menjadi
pilihan yang menarik untuk penyelesaian sengketa
komersial karena aturan-aturan Uni Eropa yang
diselaraskan perihal:
(1) pilihan hukum
(2) pilihan forum
(3) aturan penegakan di Uni Eropa yang kuat.
Namun, tindakan lebih lanjut diperlukan, baik di
tingkat Negara-negara Anggota dan Uni Eropa guna
meningkatkan daya saing pasar litigasi Uni Eropa. Salah satu
langkah yang dapat diambil oleh Uni Eropa ialah
penyempurnaan aturan-aturan proseduralnya. Prosedur
Uni Eropa untuk penyelesaian sengketa komersial yang
dipercepat dapat membuat pengadilan di Negara-negara
Anggota Uni Eropa lebih menarik, khususnya bagi
penggugat B2B.347
Terdapat dua alasan utama yang membenarkan
tindakan di tingkat Uni Eropa. Pertama, tren global. Ada
perubahan besar di tingkat global di pasar jasa untuk
penyelesaian sengketa komersial. Pasar tumbuh lebih
mengglobal, kompetitif dan digital. Ini membuka peluang
ekonomi baru bagi Uni Eropa yang bisa hilang jika Uni
Eropa tidak mengambil tindakan-tindakan kolektif. Kedua,
pasar internal Uni Eropa dan bidang peradilan, khususnya
bidang penyelesaian sengketa komersial, belum berjalan
secara maksimal. Bisnis Uni Eropa dikenakan biaya besar
yang timbul dari prosedur peradilan yang panjang di
pengadilan nasional. Hal ini berdampak negatif pada pasar
Uni Eropa untuk litigasi komersial, dan pada rasa saling
percaya dalam sistem peradilan Uni Eropa. Akibatnya,
tindakan Uni Eropa untuk meningkatkan aturan prosedural
diperlukan untuk meningkatkan daya saing pasar internal
Uni Eropa serta memfasilitasi kerja sama peradilan lintas
batas negara-negara Uni Eropa. Tindakan individual oleh
Negara Anggota untuk meningkatkan efisiensi sistem

347
Ibid.
249
peradilan diperlukan, tetapi tidak cukup untuk mencapai
tujuan tersebut.348
Berdasarkan tinjauan data dan studi ahli yang
tersedia, EAVA menemukan bahwa aturan-aturan
prosedural, terutama batas waktu dan langkah-langkah
prosedural untuk banding, menawarkan potensi ekonomi
yang signifikan untuk pasar litigasi Uni Eropa. Dengan
mengurangi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
kasus komersial bernilai tinggi, Uni Eropa dapat menjadi
yurisdiksi yang lebih menarik untuk penyelesaian sengketa
secara yudisial. Aturan prosedural untuk mempercepat
penyelesaian sengketa komersial juga akan membawa
penghematan biaya yang cukup besar untuk bisnis Uni
Eropa dan berpotensi menghasilkan keuntungan efisiensi
untuk sistem peradilan nasional. EAVA memperkirakan
bahwa mengurangi panjangnya prosedur yang diperlukan
untuk menyelesaikan sengketa komersial di pengadilan
tingkat pertama dapat menghemat bisnis Uni Eropa €0,9
hingga 1,3 miliar per tahun.349
Selain nilai tambah yang dihasilkan dengan
mengurangi biaya peluang dari ajudikasi yang tertunda,
EAVA juga memperkirakan potensi ekonomi pasar litigasi
Uni Eropa. EAVA menganalisis tiga skenario untuk
menunjukkan bagaimana pasar litigasi Uni Eropa dapat
berkembang dan nilai tambah ekonomi Eropa apa yang
dapat dihasilkannya. Pertama, konservatif. Hal ini
mengasumsikan bahwa akan ada perubahan kecil dalam
struktur pasar saat ini. Skenario ini berpotensi
menghasilkan €1,6 miliar per tahun. Kedua, lebih ambisius.
Ini memperkirakan potensi pertumbuhan pasar litigasi Uni
Eropa sebagai cerminan dari bagian Uni Eropa dari PDB di
pasar global. Skenario ini mengasumsikan bahwa bagian
dari bisnis litigasi komersial akan beralih ke Negara-negara
Anggota Uni Eropa-27 untuk mencerminkan dinamika

348
Ibid.
349
Ibid.
250
bisnis alami. Skenario ini, sebagian besar didasarkan pada
redistribusi pangsa pasar antara Negara Anggota Uni Eropa
saat ini, akan menghasilkan nilai ekonomi €1,9 miliar untuk
Uni Eropa-27 setiap tahunnya. Ketiga, didasarkan pada
asumsi bahwa akan ada perubahan besar dalam praktik
litigasi komersial lintas batas negara. Hal ini
mengasumsikan bahwa Uni Eropa-27 akan mampu menarik
bagian substansial dari bisnis litigasi yang saat ini
dihasilkan di London. Skenario ini memiliki potensi nilai
tambahan tahunan sebesar €2,7 miliar.350

b. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia


Di Indonesia, proses penyelesaian sengketa melalui
APS bukan merupakan sesuatu yang baru dalam nilai-nilai
budaya bangsa. Alasannya, jiwa dan sifat masyarakat
Indonesia bersifat ‘kekeluargaan’ dan ‘kooperatif’ saat
menyelesaikan masalah. Penggunaan cara penyelesaian
‘musyawarah’ guna mengambil keputusan telah menjadi
berbagai suku bangsa di Indonesia. Di batak terdapat forum
runggun adatnya menyelesaikan sengketa secara
musyawarah dan kekeluargaan, di minang kabau, dikenal
adanya lembaga hakim perdamaian yang secara umum
berperan sebagai mediator dan konsiliator dalam
menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh
masyarakat setempat. Oleh sebab itu masuknya konsep APS
di Indonesia tentu saja harusnya dapat dengan mudah
diterima oleh masyarakat Indonesia.351

350
Tatjana Evas, “Expedited settlement of commercial disputes in the
European Union: European Added Value Assessment accompanying the
European Parliament’s legislative initiative report”, EPRS European
Parliamentary Research Service, European Union, Brussels, 2018, hlm.5-6.
351
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol.3, No. 2, hlm. 219. Lihat juga rujukan penelisnya, Achmad
Sentosa, “Alternative Dispute Resolution (ADR) di Bidang Lingkungan
Hidup” Makalah ini disampaikan dalam Acara Farum Dialog tentang
251
1) Tingkat-Tingkat Penyelesaian Sengketa
‘Pendapat Ahli’ bersifat mengikat; ‘Pendapat Mengikat’
atau legal binding opinion dapat ditempuh jika para pihak
yang bersengketa jika ingin menggunakan jalur non-litigasi
atau APS. Para pihak harus bersepakat memilih ahli/ pakar
di bidang yang dipersengketakan guna mendapatkan opini
hukum yang tepat. Pendapat ahli tersebut selanjutnya harus
dijadikan pegangan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa sesuai jalur hukum dan kaidah usaha sehat. Ahli
hukum yang dipilih harus memahami aspek hukum dan
sekaligus aspek bisnis yang dipersengketakan.352

Penyelesaian Sengketa

Litigasi Non Litigasi

Pengadilan Negeri Negosiasi

Pendapat Ahli/
Pendapat Mengikat
Pengadilan Niaga
Mediasi

Konsiliasi

Adjudikasi

Arbitrase

Bagan 11. Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Litigasi

Alternative Dispute Resolution (ADR) yang diselenggarakan oleh Tim Pakar


Hukum Departemen Kehakiman dan Asia Foundation, Jakarta, 1995, hlm 1.
352
Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiyani, “Perlindungan Hukum Bagi
Nasabah Kecil Dalam Proses Adjudikasi Di Industri Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 4, Des. 2016, hlm. 426.
252
Jika dilihat perkembangannya, tahapan non litigasi samapai
dengan litigasi adalah sebagai berikut:

Litigation

Arbitration

Mediation

Consultation

Negotiation

Partnering

Bagan 12. Tahapan Non Litigasi Samapai Dengan Litigasi

Jika dilihat dari hirarki Alternatif Penyelesaian


Sengketa terdeskripsi sebagai berikut:

Bagan 13. Tingkat Keterlibatan Pihak Ketiga

2) Regulasi Alternatif Penyelesaian Sengketa


Alternatif penyelesaian sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
253
konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 angka 10 UU 30
Tahun 1999).
a) Arbitrase Dalam Burgelijke Reglement op de
Rechsvordering
Tahun 1847 dan 1849 Burgelijke Reglement op de
Rechsvordering atau RV yang merupakan hukum acara
perdata khusus bagi golongan Eropa dan Timur Asing Cina
mengakomodir keberadaan Arbitrase. Arbitrase dikenal
sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa publik
melalui nonlitigasi. Arbitrase lahir dari klausul yang kontrak
yang sudah disetujui Para Pihak.353 Regulasi mengenai
‘arbitrase’ sebagai alternatif penyelesaian sengketa terdapat
pada Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Burgelijke
Reglement op de Rechsvordering,354. Peraturan arbitrase
dalam RV ini dimuat dalam Buku Ketiga Bab Pertama, Pasal
615-651 yang meliputi:355
(a) Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter,
sebagaimana diatur dalam Pasal 615-623
(b) Pemeriksaan dimuka arbitrase, sebagaimana diatur
dalam Pasal 624-630
(c) Putusan arbitrase, sebagaimana diatur dalam Pasal
631-647
(d) Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase,
sebagaimana diatur dalam Pasal 641-647
(e) Berakhirnya acara arbitrase, sebagaimana diatur
dalam Pasal 648-651.
Menurut Burgelijke Reglement op de Rechsvordering
atau RV dasar pertama untuk sesuatu arbitrase adalah apa
yang dinamakan persetujuan arbitrase, yaitu persetujuan
antara dua orang atau pihak yang terlibat dalam suatu
sengketa untuk mengajukan sengketa itu kepada pemutusan
seorang arbiter/ para arbiter. Ada dua)cara untuk
353
Anik Entriani, “Arbitrase Dalam Sistem Hukum di Indonesia”, Jurnal An-
Nisbah, Vol. 03, No. 02, April 2017, hlm. 277-278.
354
Stb. 1847 No. 52 jo. Stb. 1849 No. 63.
355
S.U.T. Girsang, Arbitrase, Jilid I, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,
hlm. 1.
254
menyerahkan penyelesaian sengketa pada arbitrase,
yaitu:356 (1) Pihak-pihak dapat mengikatkan diri satu sama
lain untuk menyerahkan penyelesaian sengketa yang
mungkin timbul dikemudian hari pada arbitrase,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 615 Ayat 3 RV.
Perjanjian yang berisikan klausul demikian dinamakan
pactum de compromittendo; (2) Dengan membuat perjanjian
tersendiri atau tertulis yang berisikan persetujuan untuk
menyerahkan sengketa yang telah ada pada arbitrase,
sebagaimana diatur dalam Pasal 618 RV.
Berdasarkan Pasal II, Aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar 1945 jo Pasal 377 HIR, peraturan yang diatur
dalam RV masih tetap berlaku bagi pemeriksaan perkara
arbitrase di Indonesia. Namun Pasal-pasal tersebut di atas
ini kemudian dicabut oleh Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

b) Perselisihan Diputuskan Juru Pisah Dalam HIR dan


RBg
Pasal 377 HIR (Herzien Indonesis Reglement) atau
Reglemen Indonesia Baru357 atau Pasal 705 RBg
(Rechtreglement voor de Buitengewesten) atau Reglemen
Hukum Daerah Seberang/di luar Jawa Madura)358 berbunyi:
“Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki
perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah (Pelerai),
maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara
yang berlaku bagi bangsa Eropa”. Sebagaimana dijelaskan di
atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropa

356
S.U.T. Girsang, Arbitrase, Jilid I, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,
hlm. 2.
357
Staatblad 1984: No. 16 yang diperbaharui dengan Staatblad 1941 No. 44.
HIR merupakan HIR merupakan hukum acara dalam persidangan perkara
perdata maupun pidana yang berlaku di pulau Jawa dan Madura.
358
Staatblad 1927 No. 227RBg merupakan hukum acara yang berlaku di
persidangan perkara perdata maupun pidana di pengadilan di luar Jawa dan
Madura.
255
yang dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan
tentang Acara Perdata yang diatur dalam RV.359

c) Pengakuan Putusan Arbitrase Asing oleh Hindia


Belanda
Tahun 1927 Indonesia, atau saat itu masih Hindia
Belanda mengikuti Konvensi Jenewa mengenai pengakuan
atas putusan arbitrase asing (Jenewa Convention on the
Execution of Foreign Arbitral Awards). Pemerintah Belanda,
yang juga bertindak atas nama negara jajahannya Hindia
Belanda, telah menandatangani Konvensi Jenewa, ketika
putusan-putusan arbitrase yang diberikan oleh Majelis
Arbitrase dari salah satu Negara penandatangan Konvensi
dapat dilaksanakan di Negara penanda-tangan lainnya
menurut cara-cara yang berlaku di Negara tersebut untuk
pelaksanaan suatu putusan arbitrase, sebagaimana
tercantum dalam Stbl. 1933 Nomor 131.360
Beberapa Pendapat Mengenai Masih Tetap/Tidak
Berlakunya Konvensi Jenewa 1927:361
Pendapat pertama: Berdasarkan Pasal 10 Ayat 2
Konvensi Jenewa tanggal 26 September 1927, Pemerintah
Belanda memberitahukan maksudnya untuk
memberlakukan konvensi tersebut di Wilayah Hindia
Belanda. Pada tanggal 28 April 1933, Konvensi tersebut
dinyatakan berlaku untuk daerah Hindia Belanda (Stbl.
1933 No. 131). Meskipun kita sudah menjadi Negara
merdeka dan berdaulat Konvensi Jenewa 1927 masih tetap
berlaku, karena konvensi ini belum secara tegas dicabut
oleh Pemerintah Indonesia, maka berdasarkan asas-asas
mengenai peralihan kekuasaan Negara dan Hukum
Internasional serta Persetujuan Peralihan dari Konferensi
Meja Bundar yang diadakan berkenaan dengan peralihan
359
“Arbitrase”, diunduh dari https://jdih.bpk.go.id/wp-content/
360
S.U.T. Girsang, Arbitrase, Jilid I, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,
hlm. 14.
361
S.U.T. Girsang, Arbitrase, Jilid I, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,
hlm. 15-16.
256
kedaulatan dari pihak Belanda kepada Republik Indonesia
Serikat, konvensi harus dianggap tetap masih berlaku untuk
Indonesia. Pasal 5 Persetujuan Peralihan menyatakan
bahwa persetujuan-persetujuan Internasional yang berlaku
untuk Wilayah Republik Indonesia Serikat tetap berlaku
untuk wilayah tersebut selama persetujuan bersangkutan
tidak dicabut oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat
sendiri. Karena Republik Indonesia tidak menyatakan
hendak keluar daripada konvensi bersangkutan, maka
berdasarkan state sucession, agar supaya tidak terjadi suatu
vacuum, Konvensi Jenewa dianggap masih berlaku dan tidak
memerlukan Peraturan Pelaksanaan (self executing).
Pendapat kedua: Setelah Konferensi Meja Bundar
karena Republik Indonesia tidak menyatakan secara aktif
masih hendak terikat, maka dapat dikatakan Republik
Indonesia tidak mutlak terikat pada Perjanjian Internasional
yang dahulu ditanda-tangani oleh Pemerintah Belanda yang
telah dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda. Mahkamah
Agung RI tidak dapat menerima berlakunya prinsip state
succession yang menyatakan bahwa Negara bekas jajahan
secara otomatis, sesuai stelsel pasif, terikat pada perjanjian-
perjanjian Internasional yang telah diadakan oleh Negara
penjajahnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1956 Tentang Pembatalan Hubungan Indonesia-Nederland
Berdasarkan Perjanjian Konferensi Meja Bundar,
Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan tidak
terikat lagi pada Perjanjian KMB, dan secara sepihak telah
membatalkan keterikatannya.

d) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal II Aturan


Peralihan
Tahun 1945, tepatnya bulan Agustus lahir Undang-
Undang Dasar 1945. Pada Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan
bahwa “semua peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.”
Demikian pula halnya dengan Pasal 377 HIR (Herzien
257
Indonesis Reglement) atau Reglemen Indonesia Baru atau
Pasal 705 RBg (Rechtreglement voor de
Buitengewesten) atau Reglemen Hukum Daerah Seberang/di
luar Jawa Madura) yang diundangkan pada zaman Kolonial
Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini
belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan
Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.

e) Arbitrase Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun


1950
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang
Susunan, Kekuasaan dan Jalan-Pengadilan Mahkamah
Agung Republik Indonesia, menjelaskan “... dalam hal
diperjanjikan, pengadilan merupakan lembaga banding
pada arbitrase. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1950, juga mengatur tentang arbitrase, selain kekuasaan
pengadilan dalam Tingkat Kedua sebagai yang termuat
dalam konstitusi, Mahkamah Agung RI juga memutus dalam
tingkat kedua atas putusan-putusan wasit yang ternyata
mengenai nilai harga Rp. 25.000 atau lebih. Pasal 15
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950, sebagai Pasal
Penutup menegaskan mulai berlaku pada hari diumumkan.

f) Arbitrase Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun


1967
Tahun 1967, terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1967. Di Pasal 22 Ayat 2 dan Ayat 3 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing
menyatakan “Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai
persetujuan mengenai jumlah, macam, dan cara
pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan
arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak”.
Pasal 22 Ayat 3 UU No. 1 Tahun 1967 menegaskan “Badan
arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh
pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang,
dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama
oleh pemerintah dan pemilik modal”. UU No. 1 Tahun 1967
258
tentang Penanaman Modal Asing kemudian dicabut dan
digantikan dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, pada Pasal 32 Ayat 1 menyatakan
“Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal
antara Pemerintah dengan penanaman modal, para pihak
terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui
musyawarah dan mufakat. Ayat 2 “Dalam hal penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak tercapai,
penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau
pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”. Ayat 3 “Dalam hal terjadi sengketa di bidang
penanaman modal antara Pemerintah dengan penanaman
modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian
sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan
kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa
tersebut akan dilakukan di pengadilan. Ayat 4 “Dalam hal
terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara
Pemerintah dengan penanaman modal asing, para pihak
akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase
internasional yang harus disepakati oleh para pihak”.362

g) Pengesahan ICSID Melalui Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1968
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang
Pengesahan Persetujuan Atas Konvensi Tentang
Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing
Mengenai Penanaman Modal atau sebagai ratifikasi atas
International Convention On the Settlement of Investment
Disputes Between States and Nationals of Other States.
Dengan undang-undang ini dinyatakan bahwa pemerintah
mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan
agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing
diputus oleh International Centre for the Settlement of

362
“Arbitrase”, diunduh dari https://jdih.bpk.go.id/wp-content/ hlm. 4
259
Investment Disputes (ICSID) di Washington.363 ICSID
merupakan suatu lembaga internasional yang memiliki
wewenang untuk menyelenggarakan arbitrase dan
penyelesaian sengketa antara negara-negara di dunia dalam
hal investasi.
International Centre for the Settlement of Investment
Disputes adalah lembaga terkemuka di dunia yang
didedikasikan untuk penyelesaian sengketa investasi
internasional. Lembaga ini memiliki pengalaman yang luas
di bidang ini, telah mengelola sebagian besar dari semua
kasus investasi internasional. Negara-negara telah
menyetujui ICSID sebagai forum untuk penyelesaian
sengketa investor-Negara di sebagian besar perjanjian
investasi internasional dan dalam berbagai undang-undang
dan kontrak investasi. ICSID didirikan pada tahun 1966 oleh
Konvensi Penyelesaian Perselisihan Investasi antara Negara
dan Warga Negara Lain (International Convention On the
Settlement of Investment Disputes Between States and
Nationals of Other States atau Konvensi ICSID). Konvensi
ICSID adalah perjanjian multilateral yang dirumuskan oleh
Direktur Eksekutif Bank Dunia untuk memajukan tujuan
Bank dalam mempromosikan investasi internasional. ICSID
adalah lembaga penyelesaian sengketa yang independen,
terdepolitisasi, dan efektif. Ketersediaannya bagi investor
dan Negara membantu untuk mempromosikan investasi
internasional dengan memberikan kepercayaan dalam
proses penyelesaian sengketa. Ini juga tersedia untuk
sengketa negara-negara bagian di bawah perjanjian
investasi dan perjanjian perdagangan bebas, dan sebagai
pendaftaran administratif.364
ICSID menyediakan penyelesaian sengketa dengan
konsiliasi, arbitrase atau pencarian fakta. Proses ICSID
dirancang untuk mempertimbangkan karakteristik khusus
dari sengketa investasi internasional dan pihak-pihak yang

363
“Arbitrase”, diunduh dari https://jdih.bpk.go.id/wp-content/ hlm. 4-5.
364
“About ICSID”, https://icsid.worldbank.org/
260
terlibat, menjaga keseimbangan yang cermat antara
kepentingan investor dan negara tuan rumah. Setiap kasus
dipertimbangkan oleh Komisi Konsiliasi independen atau
Pengadilan Arbitrase, setelah mendengarkan bukti dan
argumen hukum dari para pihak. Tim kasus ICSID khusus
ditugaskan untuk setiap kasus dan memberikan bantuan
ahli selama proses berlangsung. Lebih dari 700 kasus
seperti itu telah ditangani oleh ICSID hingga saat ini. ICSID
juga meningkatkan kesadaran hukum internasional tentang
investasi asing dan proses ICSID. Ini memiliki program
publikasi yang luas, termasuk ICSID Review-Foreign
Investment Law Journal terkemuka dan secara teratur
menerbitkan informasi tentang kegiatan dan kasusnya. Staf
ICSID mengatur acara, memberikan banyak presentasi dan
berpartisipasi dalam konferensi tentang penyelesaian
sengketa investasi internasional di seluruh dunia.365

h) Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan Dalam


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman mengakui adanya
arbitrase dalam tatanan hukum Indonesia. Pasal 3 Ayat 1
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, menentukan
“Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar
perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap
dibolehkan.”

i) Prakarsa Kadin Mendirikan BANI


Tahun 1977 berdiri Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI). Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dapat diserahkan kepada arbiter perorangan atau Badan
Arbitrase Instutisional, seperti halnya Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) yang atas prakarsa KADIN telah
berdiri sejak tanggal 3 Desember 1977. BANI memiliki

365
“About ICSID”, https://icsid.worldbank.org/

261
peraturan beracara yang disebut Peraturan Prosedur
Arbitrase pada BANI. Peraturan ini akhir-akhir ini sudah
diperbaiki pada tanggal 3 Desember 1980. Pada prinsipnya
bagaimana prosedur Arbitrase akan dilakukan, terserah
pada para pihak itu sendiri, apakah akan diserahkan pada
Arbiter/para Arbiter yang dipilih pihak-pihak itu sendiri
(arbitrase perorangan) atau akan diserahkan kepada
Arbitrase/BANI dengan memakai klausula standar yang
dianjurkan BANI. BANI dan KADIN telah tercapai
kesepakatan bahwa apabila anggota KADIN terlibat suatu
sengketa yang diselesaikan lewat Arbitrase/BANI, maka
KADIN akan menggunakan pengaruhnya agar anggota
tersebut mentaati keputusan Arbitrase/BANI. Saat
melaksanakan tugasnya BANI bersifat bebas atau otonom
dan tidak boleh dicampuri oleh sesuatu kekuasaan lain,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 2, ketentuan BANI.
Pada hakekatnya Arbitrase atau BANI dianggap sebagai
upaya alternatif dari penyelesaian sengketa melalui
Pengadilan, dimana dua atau lebih pihak-pihak
menyerahkan penyelesaian sengketa mereka kepada pihak
ketiga atau BANI yang memperoleh kewenangannya dari
perjanjian yang diadakan antara para pihak itu sendiri.366

j) Indonesia Ratifikasi Konvensi New York 1958


Tahun 1981, Indonesia Menandatangani Konvensi
New York 1958. Konvensi New York 1958 merupakan suatu
Konvensi Internasional yang memberikan pengakuan atas
pelaksanaan putusan arbitrase yang diambil diluar wilayah
negara di mana putusan tersebut akan dilaksanakan. Pada
dasarnya Konvensi New York mengatur tentang dua hal,
yaitu: (1) keabsahan perjanjian arbitrase; (2) pengakuaan
dan pelaksanaan putusan arbitrase. Konvensi ini disahkan
pada tanggal 10 Juni 1958 oleh 40 negara. Sampai saat ini,
konvensi telah diadopsi dan diratifikasi oleh 157 negara di

366
S.U.T. Girsang, Arbitrase, Jilid I, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,
hlm. 5.
262
dunia dengan negara Angola sebagai negara ke-157 yang
meratifikasi konvensi tersebut.367 Indonesia meratifikasi
Konvensi New York 1958 pada tanggal 5 Agustus 1981.
Dengan demikian telah memberikan jaminan bahwa
putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya, putusan arbitrase asing itu
tidak dapat secara langsung dilaksanakan apabila
bertentangan dengan ketertiban umum Indonesia.
Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada tahun 1981
melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 dan
diumumkan dalam Berita Negara Nomor 40 Tahun 1981
serta terdaftar secara resmi pada tanggal 7 Oktober
1981. Pada tahun 1990 lahir Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Asing, didalamnya mensyaratkan bahwa
putusan arbitrase asing dapat diterapkan di Indonesia
apabila tidak bertentangan dengan ketertiban umum di
Indonesia.

k) Indonesia Ratifikasi Konvensi ICSID 1965


ICSID (International Center for Settlement of
International Dispute) didirikan atas dasar Konvensi tentang
Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara
Asing mengenai Penanaman Modal (Convention on the
Settlement of Investment Disputes between States and
Nationals of Other States) tahun 1966 yang untuk
selanjutnya disebut Konvensi ICSID . Konvensi ini mengatur
mengenai penyelesaian perselisihan antara suatu negara
dengan perorangan atau perusahaan asing yang menanam
modalnya di negara tersebut dengan jalan damai melalui
konsiliasi atau arbitrase.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi
ICSID 1958 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968

367
Nirmala, “Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
(Internasional) di Indonesia”, dimuat 30 April 2017, diunduh dari
https://business-law.binus.ac.id/
263
sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan
kemungkinan timbulnya sengketa antara penanaman modal
asing dan pihak Indonesia baik oleh pemerintah sendiri
maupun swasta.368

l) Pengesahan New York Convention Dalam Kepres


Nomor 14 Tahun 1981
Tahun 1981 lahir Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 34 (Perpres No.34 Tahun 1981),
Pemerintah Indonesia mengesahkan Convention On the
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards
atau New York Convention Tahun 1958, yaitu Konvensi
Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Luar Negeri, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 1958
di New York, yang diprakarsai oleh PBB.369 Dengan
disahkannya New York Convention 1958 melalui Keputusan
Presiden No. 34 Tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981, perlu
untuk menetapkan peraturan tentang tata cara pelaksanaan
suatu putusan Arbitrase Asing itu. Maka, lahir Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1990
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Yang diberi wewenang menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan Pengakuan serta Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing, adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Putusan Arbitrase Asing adalah putusan yang dijatuhkan
oleh suatu Badan Arbitrase ataupun Arbiter perorangan di
luar wilayah hukum Republik Indonesia, ataupun putusan
suatu Badan Arbitrase ataupun Arbiter perorangan yang
menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap
sebagai suatu putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatan
hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 Tahun 1981.

368
“Penyelesaian Sengketa Hukum Penanaman Modal Melalui International
Centre For Settlement Of International Disputes (ICSID)”,
https://hukumpenanamanmodal.com/
369
“Arbitrase”, diunduh dari https://jdih.bpk.go.id/wp-content/ hlm. 5
264
m) Tahun 1985, Terbit Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung “...tidak mengatur mengenai kewenangan
pengadilan sebagai lembaga banding; malah ditafsirkan
bahwa pengadilan tidak mempunyai wewenang absolut
untuk mengadili masalah yang sebelumnya sudah terdapat
kesepakatan arbitase”.370 UU No. 14 Tahun 1985 tidak
mengatur arbitrase, akan tetapi hal ini tidak berarti sejak
berlakunya UU No.14 Tahun 1985 ini, Mahkamah Agung RI
tidak berwenang untuk memeriksa perkara arbitrase,
karena sesuai dengan Pasal 80 UU No.14 Tahun 1985, yang
memuat ketentuan peralihan yang menentukan bahwa
semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai
Mahkamah Agung RI, dinyatakan tetap berlaku selama
ketentuan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini,
belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.371

n) Tahun 1990 Terbit Peraturan Mahkamah Agung


Nomor 1 Tahun 1990
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing,
merupakan pelaksanaan Konvensi New York 1958.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, didalamnya
mensyaratkan bahwa putusan arbitrase asing dapat
diterapkan di Indonesia apabila tidak bertentangan dengan
ketertiban umum di Indonesia. Peranan asas ketertiban
umum dalam pelaksanaan Konvensi New York 1958

370
Catharina Ria Budingsih, “Perjalanan Hukum Arbitrase Indonesia Hingga
Disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Lembaga Penelitian Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung, 1999, hlm. 5.
371
S.U.T. Girsang, Arbitrase, Jilid I, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,
hlm. 2.
265
berfungsi fundamental, yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan putusan Arbitrase Asing di Indonesia. Asas ini
berperan sebagai pembatas terhadap putusan-putusan
arbitrase asing yang akan dilaksanakan di Indonesia.
Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan Konvensi New York
1958, maka asas ketertiban umum merupakan salah satu
asas yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan putusan
arbitrase asing. Konsekuensi yuridis dari penerapan asas
ketertiban umum, jika Mahakamah Agung menilai putusan
arbitrase asing yang akan diterapkan itu tidak bertentangan
dengan Ketertiban umum, maka permohonan-permohonan
exequatur dapat dikabulkan.372

o) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2002 tentang


Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154
RBg)

 Pengaturan Mediasi Dalam Perma No. 2 Tahun 2003


Secara umum, mediasi adalah salah satu alternatif
penyelesaian sengketa. Ada 2 jenis mediasi, yaitu di dalam
pengadilan dan di luar pengadilan. Mediasi di luar
pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan,
maupun sebuah lembaga independen alternatif
penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi
Nasional (PMN). Mediasi yang berada di dalam pengadilan
diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2
Tahun 2003 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi
sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan
mediator terdiri dari hakim-hakim Pengadilan Negeri
tersebut yang tidak menangani perkaranya. Penggunaan

372
Listya Farrah Ratna, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Berkaitan
Dengan Asas Ketertiban Umum Di Indonesia Menurut Konvensi New York
1958”, Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 2010.
266
mediator hakim dan penyelenggaraan mediasi di salah satu
ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya.
Proses mediasi pada dasarnya tidak terbuka untuk umum,
kecuali para pihak menghendaki lain.
Delapan ‘Kelebihan’ Mediasi, yaitu:
(1) Lebih sederhana daripada penyelesaian melalui proses
hukum acara perdata
(2) Efisien
(3) Waktu singkat
(4) Rahasia
(5) Menjaga hubungan baik para pihak
(6) Hasil mediasi merupakan KESEPAKATAN
(7) Berkekuatan hukum tetap
(8) Akses yang luas bagi para pihak yang bersengketa
untuk memperoleh rasa keadilan
Proses mediasi yang integrasi di Pengadilan
berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: Proses Pra Mediasi,
Proses Mediasi, dan Akhir Mediasi. Berikut rinciannya:

 Proses Pra Mediasi


1. Para pihak dalam hal ini Penggugat mengajukan
Gugatan dan mendaftarkan perkara
2. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk majelis hakim
3. Pada hari pertama sidang majelis hakim wajib
mengupayakan perdamaian kepada para pihak
melalui proses mediasi.
4. Para pihak dapat memilih mediator hakim atau non
hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai
mediator
5. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
para pihak menunjuk mediator yang disepakati,
masing-masing pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator
6. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
para pihak gagal memilih mediator, masing-masing
pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada
hakim mediator yang ditunjuk
267
Bagan 14. Bagan Pra Mediasi Dalam Tahapan Mediasi Yang
Terintegrasi Di Pengandilan
Tahap pramediasi adalah tahap awal dimana mediator
menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum
mediasi dimulai. Pada tahap ini, mediator melakukan
beberapa langkah strategis, yaitu membangun kepercayaan
diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan
informasi awal mediasi, fokus pada masa depan,
mengkoordinasikan para pihak yang bersengketa,
mewaspadai perbedaan budaya, menentukan tujuan, para
pihak, serta waktu dan tempat pertemuan, dan menciptakan
situasi kondusif bagi kedua belah pihak.

 Proses Mediasi
1. Proses Mediasi berlangsung paling lama 40 (empat
puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para
pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim
2. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu
mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak proses Mediasi berakhir
3. Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan
untuk penyelesaian proses mediasi
4. Pemanggilan saksi ahli dimungkinkan atas
persetujuan para pihak, dimana semua biaya jasa ahli
268
itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan
5. Mediator wajib mendorong para pihak untuk
menelusuri dan menggali kepentingan para pihak
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik
6. Apabila diperlukan, kaukus atau pertemuan antara
mediator dengan salah satu pihak tanpa kehadiran
pihak lainnya, dapat dilakukan

Bagan 15. Proses Mediasi Dalam Mediasi Yang Terintegrasi


Dipengadilan

Tahap pelaksanaan mediasi merupakan tahap


dimana para pihak yang bersengketa bertemu dan
berunding dalam suatu forum. Dalam tahap ini, terdapat
beberapa langkah penting, yaitu sambutan dan
pendahuluan oleh mediator, presentasi dan pemaparan
kondisi-kondisi faktual yang dialami para pihak,
mengurutkan dan mengidentifikasi secara tepat
permasalahan para pihak, diskusi (negosiasi) masalah-

269
masalah yang disepakati, mencapai alternatif-alternatif
penyelesaian, menemukan butir kesepakatan dan
merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali
keputusan, dan penutup mediasi.

 Proses Akhir Mediasi


1. Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan,
sepakat atau tidak sepakat, adalah 22 hari,
sedangkan untuk mediasi di luar pengadilan jangka
waktunya 30 hari
2. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak
wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang
dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana
hakim dapat mengukuhkannya sebagai sebuah akta
perdamaian
3. Apabila tidak tercapai suatu kesepakatan, hakim
melanjutkan pemerikasaan perkara sesuai dengan
ketentuan Hukum Acara yang berlaku

Bagan 16. Akhir Mediasi Dalam Mediasi Yan Terintegrasi Di


Pengadilan
Tahap akhir implementasi mediasi, merupakan tahap
dimana para pihak menjalankan kesepakatan-kesepakatan
yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu
perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil
270
kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka
tunjukkan selama dalam proses mediasi. Pelaksanaan
(implementasi) mediasi umumnya dijalankan oleh para
pihak sendiri, tetapi pada beberapa kasus, pelaksanaannya
dibantu oleh pihak lain.

 Pengaturan Mediasi Dalam Perma No. 1 Tahun 2008


Perma No. 1 tahun 2008 mencoba memberikan
pengaturan dan penguatan yang lebih komprehensif, lebih
lengkap, lebih detail sehubungan dengan proses Mediasi di
pengadilan. Diarahkannya para pihak yang berperkara
untuk menempuh proses perdamaian secara detail, juga
disertai pemberian sebuah konsekuensi, bagi pelanggaran,
terhadap tata cara yang harus dilakukan, yaitu sanksi
putusan batal demi hukum atas sebuah putusan hakim yang
tidak mengikuti atau mengabaikan PERMA No. 1 tahun 2008
ini. Jika PERMA No. 1 Tahun 2008 ini diperbandingkan
dengan PERMA No. 2 tahun 2003, maka PERMA 2003 tidak
memberikan sanksi, dalam PERMA 2003, banyak aspek
yang tidak diatur terutama mediasi di tingkat banding dan
kasasi, sedangkan PERMA No. 1 tahun 2008 mengatur
kemungkinan mengenai hal itu.
Perubahan mendasar dalam PERMA No. 1 tahun 2008,
dapat dilihat dalam Pasal 4, yaitu batasan perkara apa saja
yang bisa di mediasi. Namun ketentuan tersebut belum
menentukan kriteria secara spesifik mengenai perkara apa
yang bisa di mediasi atau tidak bisa di mediasi. Pendekatan
PERMA ini adalah pendekatan yang sangat luas. Dalam
PERMA ini, semua perkara selama tidak masuk dalam
kriteria yang dikecualikan, diharuskan untuk menempuh
mediasi terlebih dahulu.
Kewajiban mediasi bagi pihak yang berperkara
bermakna cukup luas. Para pihak diwajibkan untuk
melakukan mediasi dalam menyelesaikan perkara-perkara
sepanjang tidak dikecualikan dalam Pasal 4 yaitu
pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial,
keberatan atas keputusan BPSK, dan keberatan atas
271
keputusan KPPU. Semua sengketa perdata wajib terlebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian
dengan bantuan mediator. PERMA No. 1 tahun 2008 tidak
melihat pada nilai perkara, tidak melihat apakah perkara ini
punya kesempatan untuk diselesaikan melalui mediasi atau
tidak, tidak melihat motivasi para pihaknya, tidak melihat
apa yang mendasari itikad para pihak mengajukan perkara,
tidak melihat apakah para pihak punya sincerity (kemauan
atau ketulusan hati untuk bermediasi atau tidak). Tidak
melihat dan menjadi persoalan berapa banyak pihak yang
terlibat dalam perkara dan dimana keberadaan para pihak,
sehingga dapat dikatakan PERMA No. 1 tahun 2008
memiliki pendekatan yang sangat luas.
Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, Peran mediator
menurut Pasal 5 menegaskan, ada kewajiban bagi setiap
orang yang menjalankan fungsi mediator untuk memiliki
sertifikat, ini menunjukkan keseriusan penyelesai sengketa
melalui mediasi secara profesional. Mediator harus
merupakan orang yang qualified dan memiliki integritas
tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan
dalam proses mediasi. Namun mengingat bahwa PERMA No.
1 tahun 2008 mewajibkan dan menentukan sanksi (pasal 2),
maka perlu dipertimbangkan ketersediaan dari Sumber
Daya Manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan
baik.
Upaya mediasi wajib ini harus dilakukan dengan
hati-hati. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan oleh
pihak yang tidak beritikad baik. Sistem pengadilan sekarang
banyak dikeluhkan memberikan kesempatan bagi pihak
yang beritikad tidak baik untuk mengajukan perkara atau
gugatan yang tidak cukup kuat kepentingan hukumnya atau
alas haknya. Tujuannya hanya untuk mengganggu atau
merepotkan pihak lain. Mediasi wajib akan mengakibatkan
proses berperkara di pengadilan semakin panjang karena
ada prosedur yang wajib ditempuh. Sedangkan pada
dasarnya mediasi adalah bagian dari alternatif penyelesaian
sengketa yang harusnya dilakukan atas dasar sukarela
272
(voluntir), kesuksesan mediasi sangat tergantung pada
kemauan atau keinginan para pihak.
Kunci utama dalam mediasi adalah permasalahan
waktu. Dalam sengketa-sengketa bisnis, semakin panjang
waktu yang terbuang untuk menyelesaikan sengketa adalah
kerugian besar terhadap kepentingan bisnis mereka. Jika
menggunakan penyelesaian sengketa melalui peradilan
biasa, perlu dipertimbangkan sistem pengadilan yang
unpredictable, dapat mendorong pilihan penyelesaian
perkara melalui mediasi.
Pemahaman atas natur mediasi dan manfaatnya
masih belum maksimal. Banyak masyarakat yang
memahami mediasi sekedar bertemu dengan pihak ketiga
sebagai mediator, tapi mereka tidak melihat adanya
manfaat lebih dari proses mediasi tersebut. Sehingga dalam
proses yang lebih lanjut evaluasi terhadap PERMA No. 1
tahun 2008 ini No. 1 Tahun 2008 terus dilakukan hingga
berujung pada perubahan PERMA No. 1 tahun 2008 menjadi
PERMA No. 1 tahun 2016, perubahan tersebut dilakukan
karena beberapa alasan mendasar terutama berkaitan
dengan masalah waktu dan mengukur itikad baik para
pihak untuk melakukan mediasi di Pengadilan. Beberapa hal
penting yang menjadi pembeda antara PERMA No.1 Tahun
2016 dengan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Mediasi.
Pertama, terkait batas waktu mediasi yang lebih
singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung sejak
penetapan perintah melakukan Mediasi. Kedua, adanya
kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri
secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa
didampingi oleh kuasa hukum, kecuali ada alasan sah
seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir
dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan
dokter; di bawah pengampuan; mempunyai tempat tinggal,
kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau menjalankan
tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak
dapat ditinggalkan.

273
Ketiga, hal yang paling baru adalah adanya aturan
tentang Itikad Baik dalam proses mediasi dan akibat hukum
para pihak yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi.
Pasal 7 menyatakan:
1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib
menempuh Mediasi dengan itikad baik.
2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa
hukumnya dapat dinyatakan tidak beritikad baik oleh
Mediator dalam hal yang bersangkutan
3) Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan
sah
4) Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun
telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut
tanpa alasan sah
5) Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah
6) Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak
mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume
Perkara pihak lain
7) Tidak menandatangani konsep Kesepakatan
Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Apabila penggugat dinyatakan tidak beritikad baik
dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
Ayat 2, maka berdasarkan Pasal 23, gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara.
Selanjutnya Penggugat yang dinyatakan tidak beritikad baik
sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dikenai pula kewajiban
pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan
laporan penggugat tidak beritikad baik kepada Hakim
Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya
Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan
ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya
Mediasi.

274
 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/
POJK.07/ 2014 Tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/
POJK.07/ 2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, menegaskan Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan
oleh OJK meliputi Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang: a. mempunyai layanan penyelesaian
Sengketa paling kurang berupa: 1) mediasi; 2) “ajudikasi”;
dan 3) arbitrase. Pada penjelasan Pasal 4 Huruf a Butir 2)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/ POJK.07/ 2014
menyebutkan “Yang dimaksud dengan ‘ajudikasi’ adalah
cara penyelesaian Sengketa melalui pihak ketiga yang
ditunjuk para pihak yang bersengketa untuk menjatuhkan
putusan atas Sengketa yang timbul diantara pihak
dimaksud. Putusan ajudikasi mengikat kepada Lembaga Jasa
Keuangan. Apabila Konsumen menyetujui putusan ajudikasi
meskipun Lembaga Jasa Keuangan tidak menyetujuinya,
maka Lembaga Jasa Keuangan wajib melaksanakan putusan
ajudikasi. Sebaliknya apabila Konsumen tidak menyetujui
putusan ajudikasi walaupun Lembaga Jasa Keuangan
menyetujuinya maka putusan tidak dapat dilaksanakan.

 Pengaturan Mediasi Dalam Perma No.1 Tahun 2016


Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Perma No.1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di
Pengadilan. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Jenis
perkara wajib menempuh Mediasi:
(1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan
termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan
verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij
verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum
275
tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian
melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung ini
(2) Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban
penyelesaian melalui Mediasi sebagaimana dimaksud
pada Ayat 1 meliputi:
(a) sengketa yang pemeriksaannya di persidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya
meliputi antara lain:
1) sengketa yang diselesaikan melalui prosedur
Pengadilan Niaga
2) sengketa yang diselesaikan melalui prosedur
Pengadilan Hubungan Industrial
3) Keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha
4) Permohonan pembatalan putusan arbitrase
5) Keberatan atas putusan Komisi Informasi
6) Penyelesaian perselisihan partai politik
7) Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen
(b) sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa
hadirnya penggugat atau tergugat yang telah
dipanggil secara patut
(c) Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak
ketiga dalam suatu perkara (intervensi)
(d) sengketa mengenai pencegahan, penolakan,
pembatalan dan pengesahan perkawinan
(e) sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah
diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui
Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat
yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi
dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan
yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator
bersertifikat.

276
4.2 Proses Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa bisa dilaksanakan melalui
proses litigasi maupun proses non-litigasi. Penyelesaian
sengketa melalui proses litigasi merupakan proses
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Sedangkan
penyelesaian melalui non-litigasi merupakan proses
penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar persidangan
atau sering disebut dengan alternatif penyelesaian sengketa.
Terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa non-litigasi,
salah satunya ialah melalui Mediasi. Ketentuan mediasi
terakhir, diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan (Selanjutnya disebut dengan PERMA No.
1/2016) yang merupakan pengganti Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2008. Pada penyelesaian sengketa,
proses mediasi wajib dilakukan terlebih dahulu. Apabila
tidak menempuh prosedur mediasi, penyelesaian sengketa
tersebut melanggar ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal
154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Menurut PERMA No. 1/2016, Mediasi merupakan cara
menyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
Mediator. Sifat dari proses mediasi pada asasnya tertutup
kecuali para pihak menghendaki lain.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam mediasi
diantaranya, biaya-biaya dalam Mediasi. Terdapat beberapa
biaya yang ada pada penyelesaian melalui jalur mediasi,
antara lain:373 biaya jasa mediator, untuk Mediator Hakim
dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya. Namun
biaya jasa mediator non hakim dan bukan pegawai
pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan

373
Rifqani Nur Fauziah Hanif, “Penyelesaian Sengketa Non-Litigasi Melalui
Proses Mediasi”,
Rabu, 14 Oktober 2020, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/

277
kesepakatan para pihak. Biaya pemanggilan para pihak,
untuk menghadiri proses mediasi terlebih dahulu
dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar
biaya perkara. Jika para pihak berhasil mencapai
kesepakatan, biaya pemanggilan ditanggung bersama atau
sesuai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak dalam
proses mediasi dibebankan kepada pihak yang oleh hakim
dihukum membayar biaya perkara. Biaya lain-lain, dalam
proses penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi
dibebankan sesuai kesepakatan para pihak.
Jenis perkara yang dapat diselesaikan dengan proses
Mediasi, yaitu:
(1) Perkara atau sengketa perdata yang diajukan ke
Pengadilan wajib terlebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui Mediasi, terkecuali diantaranya:
sengketa yang pemeriksaannya di persidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi
antara lain: sengketa yang diselesaikan melalui
prosedur Pengadilan Niaga; sengketa yang
diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan
Industrial; keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha; keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen; permohonan
pembatalan putusan arbitrase; keberatan atas putusan
Komisi Informasi; penyelesaian perselisihan partai
politik; sengketa yang diselesaikan melalui tata cara
gugatan sederhana; dan sengketa lain yang
pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang
waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa
hadirnya Penggugat atau Tergugat yang telah
dipanggil secara patut
(3) Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak
ketiga dalam suatu perkara (intervensi)
(4) Sengketa mengenai pencegahan, penolakan,
pembatalan dan pengesahan perkawinan
278
(5) Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah
diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui
Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang
terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan
tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator
bersertifikat.

4.2.1 Proses Penyelesaian Sengketa


Proses penyelesaian sengketa yang berafiliasi dengan
pengadilan dapat diatur ke dalam tiga kategori besar
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: Fasilitatif,
Penasehat, dan Ajudikatif.374

Facilitative Advisory Processes Adjudicative


Processes Processes

Facilitative Evaluative Mediation Court Adjudication


Mediation

Conciliation Neutral Evaluation Binding Arbitration

Non-Binding
Arbitration

Court Mini-Trial

a. Proses Penyelesaian Sengketa Secara Fasilitatif


Proses Penyelesaian Sengketa Secara Fasilitatif fokus
pada membantu para Pihak untuk mencapai kesepakatan
yang menyelesaikannya sengketa dengan cara yang dapat
diterima bersama dan adil. Peran fasilitator ahli tidak
termasuk menilai atau mengevaluasi manfaat kasus atau
memberikan jenis penilaian apa pun, baik pendahuluan atau

374
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 1
279
lainnya. Sebaliknya, ahli fasilitasi membantu para pihak
untuk mencapai penyelesaian mereka sendiri atau untuk
membuat kesepakatan mereka sendiri dalam
berbagai cara yang mungkin termasuk:
 Membantu para pihak untuk mengidentifikasi isu-
isu inti dalam sengketa yang perlu diselesaikan
 Memandu para pihak melalui proses yang
membantu mereka mengkomunikasikan kebutuhan
dan persyaratan mereka satu sama lain dalam
 dengan cara yang ramah, hormat, dan objektif
 Mengidentifikasi kemungkinan hambatan untuk
penyelesaian perselisihan dan bekerja dengan para
pihak untuk menghilangkannya
 Bekerja dengan para pihak untuk mengidentifikasi
elemen apa yang bagi mereka akan menjadi solusi
yang sukses
 Memandu proses negosiasi antara para pihak untuk
memastikan proses tersebut tetap fleksibel,
optimis, dan proaktif
 Membantu memastikan bahwa satu pihak tidak
mengambil keuntungan yang tidak semestinya dari
pihak lain dalam proses negosiasi
Tujuan utama dari proses fasilitasi adalah untuk
menyelesaikan negosiasi dan untuk menyusun kesepakatan
penyelesaian yang memungkinkan para pihak untuk
memelihara hubungan profesional kerja yang positif, saling
percaya, dan berkelanjutan. Sejauh itu, penyelesaian
fasilitatif dapat menjadi alat yang efektif dalam
menyelesaikan, misalnya, sengketa komersial tanpa
merusak atau merusak apa yang biasanya secara
fundamental kuat, saling berguna, dan asosiasi lama antara
para pihak.

280
Proses fasilitatif paling berguna dalam perselisihan di
mana para pihak:375
 Berusaha menghindari investasi waktu dan biaya
yang ditimbulkan oleh litigasi formal;
 Pahami masalah yang membuat mereka tidak
setuju;
 Menghargai kekuatan dan kelemahan relatif dari
pihak mereka yang bersengketa;
 Membutuhkan fasilitator profesional untuk
membantu mereka merundingkan kesepakatan
penyelesaian yang dapat diterima bersama oleh
Para Pihak;
 Ingin mempertahankan hubungan profesional
mereka yang ada;
 Tidak memerlukan jasa evaluator, arbiter, atau
hakim profesional untuk mengadili dan
menyelesaikan sengketa terlepas dari para pihak
Proses fasilitatif juga membantu para pihak untuk
menganalisis dengan cermat apa persyaratan minimum
mereka sebelum mereka mau mempertimbangkan negosiasi
penyelesaian. Fasilitator ahli akan dengan terampil
memandu para pihak melalui proses negosiasi dalam di
mana mereka saling mengurangi harapan dan tuntutan
mereka untuk mencapai penyelesaian yang damai. Ini
mungkin dan seringkali memang mengharuskan para pihak
bertemu secara independen satu sama lain selama proses
untuk mendiskusikan pilihan mereka dan fleksibilitas,
kemudian kembali ke sesi bersama. Juga bukan hal yang
aneh bagi fasilitator untuk bertemu secara terpisah dengan
salah satu atau keduanya pihak selama proses konsultasi
dan konseling singkat.376

375
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 2.
376
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 2.
281
Meskipun keefektifan seorang fasilitator profesional
ditingkatkan oleh keahlian teknis dalam materi pelajaran
sengketa, atribut kuncinya adalah keterampilan yang
diperlukan untuk:377
 Membangun ikatan kepercayaan, kompetensi, dan
kerahasiaan dengan para pihak;
 Merangsang para pihak untuk saling berkomunikasi
secara jujur dan langsung;
 Memastikan bahwa negosiasi itu adil dan
berdasarkan harapan dengan itikad baik; dan
 Membantu para pihak untuk fokus pada tujuan dan
hubungan jangka pendek dan jangka panjang.

b. Proses Penyelesaian Sengketa Secara Konsultasi

Proses Penyelesaian Sengketa Secara Konsultasi fokus


pada membantu para pihak dengan memberikan penilaian
profesional keahlian. Dalam proses ini, ahli pihak ketiga
mendengar masing-masing pihak menjelaskan sisi
perselisihannya dan meminta detail tambahan, jika perlu,
untuk memahami posisi yang bersaing. Pakar kemudian
menganalisis klaim diwakili oleh masing-masing pihak, dan
menawarkan kepada masing-masing pihak penilaian yang
independen dan objektif tentang keunggulannya posisi.
Penilaian ini tidak mengikat, dan menginformasikan
pemahaman para pihak tentang kekuatan relatif dan
kelemahan pihak mereka yang bersengketa. Setelah
menyadari bagaimana ahli pihak ketiga yang independen
dan objektif memandang sengketa dan klaim mereka, para
pihak seringkali lebih bersedia untuk terlibat dalam

377
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 2.
282
penyelesaian sengketa alternatif, seperti mediasi atau
arbitrase.378
Keberhasilan upaya tersebut mengharuskan ahli:379
 Memiliki keahlian yang cukup dalam materi
pelajaran khusus untuk memuaskan dan memandu
para pihak
 Lakukan penyelidikan secara terbuka, objektif, dan
penuh hormat
 Pastikan bahwa isu-isu utama dan bukti untuk
masing-masing pihak secara hati-hati ditinjau dan
diperhitungkan dalam penilaian
 Berikan penilaian yang jelas, beralasan, dan
persuasif
 Tawarkan kepada masing-masing pihak tinjauan
dan analisis objektif tentang titik kuat dan lemah
posisinya
Tujuan utama dari proses konsultasi adalah untuk
memberikan para pihak penilaian awal dan independen dari
pihak ketiga pihak mana dalam sengketa:
(1) Memiliki posisi yang lebih kuat dan lebih persuasif,
dan, akibatnya
(2) Kemungkinan akan menang jika masalah tersebut
diserahkan kepada hakim untuk proses pengadilan
formal. Sejauh itu, proses konsultasi lebih terstruktur
daripada proses fasilitatif dan menghasilkan penilaian
pendahuluan tetapi tidak mengikat yang tujuan
utamanya adalah untuk menginformasikan kepada
pihak yang memiliki kasus lebih kuat dan lebih

378
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 2.
379
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 2.
283
mungkin untuk menang. Proses konsultasi paling
berguna dalam perselisihan ketika para pihak:380
 Entah tidak menghargai atau menolak untuk
mengakui kekuatan dan kelemahan relatif dari
posisi mereka
 Belum siap untuk bernegosiasi atau membahas
penyelesaian
 Keinginan untuk memiliki ahli yang independen
dan objektif untuk meninjau manfaat dari posisi
mereka sebelum mereka memutuskan tindakan
penyelesaian sengketa lebih lanjut yang akan
diambil
 Ingin mempertahankan hubungan profesional
mereka yang ada
 Lebih suka menghindari investasi waktu dan biaya
yang ditimbulkan oleh litigasi formal
Meskipun efektivitas seorang evaluator profesional
ditingkatkan dengan keahlian fasilitatif, keterampilan utama
evaluator dalam proses konsultasi adalah:381
 Kapasitas untuk menumbuhkan ikatan
kepercayaan, kompetensi, dan objektivitas dengan
masing-masing pihak;
 Kemampuan untuk mendengarkan, memahami,
menganalisis, dan menilai dengan cermat posisi
masing-masing pihak;
 Kemampuan untuk menilai secara objektif dan
kompeten bukti yang ditawarkan oleh para pihak;
 Bakat untuk meninjau dan mensintesis hal-hal
teknis khusus;

380
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 2-3.
381
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 3.
284
 Fasilitas untuk menyajikan penilaian posisi para
pihak secara jelas, persuasif, objektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan

c. Proses Penyelesaian Sengketa Ajudikatif


Proses Penyelesaian Sengketa Ajudikatif. Proses
ajudikatif berfokus pada penyelesaian perselisihan di bawah
arahan pejabat yang ditunjuk yang diberi wewenang untuk
meninjau perselisihan dan untuk menjatuhkan penilaian
yang mengikat dan dapat dilaksanakan pada para pihak.
Dari tiga kategori besar proses penyelesaian sengketa,
proses ajudikatif adalah yang paling tidak kolaboratif, paling
bermusuhan, dan biasanya paling mahal dalam hal waktu
dan biaya yang dibutuhkan. Jika para pihak
mempertahankan profesional hukum seperti pengacara
atau advokat untuk mewakili mereka, biayanya jauh lebih
tinggi. Proses peradilan meliputi:382
 Arbitrase yang mengikat, di mana putusan arbitrase
yang dikeluarkan oleh arbiter setelah proses
arbitrase dapat dilaksanakan dan tidak dapat
dinegosiasikan. Di beberapa negara, fungsi
pengadilan diberi wewenang berdasarkan hukum
untuk menerima petisi dari pihak-pihak untuk
peninjauan kembali putusan arbitrase yang
dikeluarkan oleh arbiter swasta. Tinjauan tersebut
sering meluas ke perselisihan yang melibatkan pihak
asing seperti: perusahaan multinasional yang terlibat
secara komersial dengan perusahaan domestik.
Semakin banyak, perselisihan semacam itu mungkin
melibatkan sangat kompleks masalah teknis seperti
transaksi keuangan yang canggih yang
membutuhkan keahlian ahli yang sangat terampil

382
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 3.

285
dan sangat terspesialisasi yang dipilih bersama oleh
para pihak untuk menjadi arbiter. Dimana pihak
domestik di negara bagian tersebut tidak puas atau
tidak senang dengan keputusan arbitrase, pihak
multinasional berisiko memiliki penilaian yang
ditinjau:
(1) oleh hakim domestik yang mungkin memiliki
sedikit, jika ada, pelatihan, pengalaman, atau
kompetensi dalam materi pelajaran yang
kompleks yang menjadi inti sengketa
(2) berdasarkan undang-undang domestik yang
belum diperbarui untuk mencakup jenis masalah
yang disengketakan. Jika tidak ada undang-
undang yang relevan untuk memandu hakim,
para pihak berisiko memiliki penilaian arbitrase
ditinjau dengan cara yang merangsang penemuan
yudisial atau menebak-nebak apa hukum
domestik akan atau harus memberikan jika itu
terkini dan memang mencakup masalah yang
disengketakan tersebut.
 Ajudikasi pengadilan, ketika seorang hakim
bertindak di bawah otoritas negara, mengeluarkan
keputusan setelah proses pengadilan yang tidak
dapat dinegosiasikan, dapat dilaksanakan di bawah
hukum negara, dan dapat diajukan banding ke
pengadilan yang lebih tinggi untuk ditinjau.

Ketika para pihak memilih untuk menempuh arbitrase,


mereka sering bersama-sama menyepakati pemilihan
arbiter yang akan mengadili sengketa tersebut. Ketika
mereka menjalani ajudikasi di pengadilan, mereka
dikecualikan dari proses mempengaruhi atau memutuskan
hakim atau panel hakim mana yang akan ditugaskan untuk
mengadili sengketa mereka. Dalam beberapa sistem
pengadilan di mana korupsi merupakan faktor dalam proses
peradilan, satu atau lebih pihak mungkin berusaha untuk
mempengaruhi pemilihan hakim atau panel yudisial
286
cenderung lebih bersimpati daripada yang lain terhadap
posisi mereka dengan secara diam-diam menawarkan uang
tunai atau materi lainnya bujukan atau dengan politik atau
bentuk lain dari persuasi atau paksaan. Sistem pengadilan
yang semakin bergantung pada proses seleksi acak,
seringkali dibuat dengan komputer. , untuk menentukan
hakim atau majelis hakim mana yang akan memimpin.
Dengan demikian, para pihak menghadapi risiko memiliki
hakim atau majelis hakim yang di dalamnya mereka
memiliki keyakinan dan keyakinan yang kurang
sepenuhnya.
Dalam proses ajudikatif, para pihak menyampaikan
dalil, bukti, dan keterangan saksi dalam persidangan formal
yang diawasi oleh hakim atau arbiter. Proses ini dilakukan
sesuai dengan aturan prosedural yang mengatur proses. Di
pengadilan, majelis hakim memimpin proses sengketa,
aturan-aturan ini memiliki kekuatan hukum, dan
pelanggaran terhadapnya dapat mengakibatkan sanksi
dijatuhkan atau pengaduan ditolak. Dalam proses arbitrase,
penerapan aturan prosedural sering kali dilonggarkan
hingga tingkat yang berbeda-beda, tetapi aturan tersebut
masih menentukan bagaimana proses tersebut harus
dilakukan. Karena aturan prosedural ini, arbiter dan hakim
khususnya memiliki fleksibilitas teknis yang jauh lebih
sedikit dalam cara mereka melakukan proses penyelesaian
sengketa dibandingkan dengan fasilitator dan penasihat
atau evaluator sengketa.383
Pada akhir persidangan, hakim atau arbiter
menyelesaikan peninjauan dan analisis posisi yang diajukan
oleh para pihak dan menyiapkan penilaian. Terlepas dari
argumen dan bukti yang mereka ajukan selama
persidangan, para pihak secara khusus dikecualikan dari
peran apa pun dalam menentukan hasil proses atau apa

383
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 3.
287
yang diberikan oleh penilaian. Lebih dari proses fasilitatif
atau konsultasi, proses ajudikatif mengandung risiko yang
tidak selalu dapat diantisipasi oleh para pihak. Unsur-unsur
persiapan putusan meliputi:384
 Hakim dan, pada tingkat lebih rendah arbiter,
dibatasi oleh undang-undang perundang-undangan
yang berlaku untuk sengketa
 Hakim dan, pada tingkat lebih rendah arbiter, harus
menafsirkan dan menerapkannya. hukum,
berdasarkan preseden pengadilan yang lebih tinggi
sejauh sistem hukum khusus mereka mengizinkan,
untuk masalah dan bukti dengan fleksibilitas
terbatas
 Kewenangan hakim dan, pada tingkat lebih rendah
arbiter, untuk menentukan hasil, menetapkan
tanggung jawab, dan menjatuhkan sanksi, harus
berjalan sesuai dengan aturan dan hukum
prosedural yang mengatur hubungan dan interaksi
antara para pihak
 Keputusan akhir seringkali berpihak pada satu
pihak dengan mengorbankan pihak lain; satu
dianggap sebagai pemenang dan yang lainnya kalah
 Meskipun banding atas keputusan pengadilan dan
arbitrase dimungkinkan, mengejar mereka hampir
selalu memerlukan biaya tambahan yang signifikan
dalam waktu dan biaya.

Karena proses ajudikatif sering kali menghasilkan


pemenang dan pihak yang kalah, bisnis profesional atau
hubungan terkait para pihak mungkin telah menikmati
sebelum ajudikasi dapat dirugikan dan kadang-kadang
dihancurkan. Proses ajudikatif tidak ada untuk menjaga
hubungan; tujuan utamanya adalah untuk menafsirkan dan

384
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 3-4.
288
menerapkan hukum seadil dan seobjektif mungkin, dan
hubungan, komersial, profesional, dan lainnya, dapat dan
sering kali menjadi korban dari proses tersebut.
Sifat umum ‘menang-kalah’ dari proses ajudikatif
formal sering dikurangi dengan kesepakatan penyelesaian
yang para pihak bernegosiasi sementara perselisihan
mereka bergerak melalui berbagai tahap proses pengadilan.
Kesepakatan penyelesaian tersebut dapat dicapai baik
dengan atau tanpa bantuan hakim-hakim yang ditugaskan
untuk kasus tersebut atau hakim-hakim lain yang secara
informal bertindak sebagai fasilitator penyelesaian netral.
Penyelesaian semacam itu secara luas dan kadang-kadang
didorong dengan antusias oleh hakim yang ditugaskan
untuk kasus apa pun dari berbagai alasan yang berkisar dari
mempercepat pemrosesan kasus hingga menghindari waktu
dan biaya proses persidangan, dari memfasilitasi suatu hasil
yang lebih memuaskan bagi para pihak untuk menghalangi
konfrontasi pahit yang sering kali terjadi atas pokok-pokok
hukum yang tidak banyak membantu mengatasi masalah
dasar yang mendasari ketidaksepakatan.385
Proses peradilan pidana di luar, memiliki caranya
sendiri mekanisme proses ‘penyelesaian’ selama proses
peradilan; itu secara populer disebut sebagai ‘permohonan
tawar-menawar’ dimana penuntut terlibat dalam negosiasi
dengan terdakwa untuk menyesuaikan tuntutan pidana
dengan imbalan konsesi tertentu termasuk:386 pelepasan
hak untuk menjalani proses pengadilan. Tawar-menawar
yang dihasilkan diserahkan kepada hakim ketua untuk
ditinjau dan disetujui. Dimana tawar-menawar disetujui,
kasus ini dibuang tanpa pengadilan karena terdakwa
mengaku bersalah atas tuduhan yang disesuaikan dan

385
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 4.
386
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 4.
289
setuju untuk melepaskan haknya untuk diadili. Penyelesaian
sipil mungkin atau mungkin tidak melibatkan peninjauan
kembali. Pada beberapa kesempatan, seorang hakim
pengadilan akan dengan hati-hati meninjau persyaratan
penyelesaian yang diusulkan untuk memastikan bahwa
kepentingan kedua belah pihak dan, jika perlu, publik cukup
terwakili dan dilindungi. Dalam beberapa kasus, hakim
pengadilan mungkin memerlukan sidang formal untuk
meninjau masalah tersebut.387

d. Proses Penyelesaian Sengketa Hibrida


Proses Penyelesaian Sengketa Hibrida. Proses yang
diuraikan di atas tidak saling eksklusif. Pakar APS sering
menggabungkan elemen dari proses yang berbeda ini saat
mereka berusaha menyusun strategi dan solusi yang paling
sesuai dengan kebutuhan para pihak dalam mengejar
resolusi yang sukses. Mediasi misalnya, seringkali dapat
mencakup elemen fasilitatif dan evaluatif. Kadang-kadang,
seperti yang akan dirinci nanti dalam laporan ini, mediasi
dapat digabungkan dengan arbitrase. Kunci keberhasilan
penggabungan berbagai proses ini terletak pada keahlian
dan pengalaman para profesional APS. Jika orang-orang
yang membantu pihak-pihak dengan APS tidak memiliki
keahlian dan pengalaman yang cukup, mereka tidak hanya
kecil kemungkinannya untuk mencapai keberhasilan; upaya
mereka juga dapat mengakibatkan konsekuensi negatif.
Konsekuensi seperti itu, alih-alih meredakan konflik dan
menyatukan para pihak dalam tujuan dan kesepakatan
bersama untuk melanjutkan, memperburuk hubungan,
meningkatkan tingkat ketegangan permusuhan, dan

387
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 4.
290
mengurangi kemungkinan penyelesaian perselisihan
melalui alternatif untuk pergi ke pengadilan.388

4.2.2 Program Penyelesaian Sengketa yang Berafiliasi


dengan Pengadilan dan Tidak Terafiliasi
a. Program Penyelesaian Sengketa yang Berafiliasi
dengan Pengadilan
Mediasi dalam hukum positif Indonesia telah berjalan
sejak jaman kolonial Belanda hingga saat ini. Mediasi pada
jaman kolonial terlihat pada beberapa pasal seperti Pasal
130 HIR, Pasal 154 R.Bg atau Pasal 31 Rv yang
menyebutkan bahwa hakim harus mengupayakan damai
para pihak sebelum perkara diputuskan.389 PERMA No 1
Tahun 2016 merupakan salah satu bentuk perhatian
Mahakamah Agung dalam upaya penyelesaian sengketa
yang dihasilkan dari win-win solution dimana tidak ada
pihak yang merasa dirugikan sebagaimana juga diatur
dalam pasal 130 HIR . Adapun hal-hal penting yang menjadi
pembeda:390
(1) Adanya batas waktu mediasi yang lebih singkat dari
40 hari menjadi 30 hari terhitung sejak penetapan
perintah melakukan Mediasi
(2) Adanya kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk
menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi
dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum,
388
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 4.
389
Taufiqurrahman, “Urgensi Mediasi Sebelum Pendaftaran Perkara
Perceraian Oleh Mediator Bersertifikat Perspektif Teori Hukum Progresif
(Studi di Pengadilan Agama Kota Malang)”, Penelitian, Program Magister
Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang, 2021. hlm.56.
390
Helmy Ziaul Fuad, “Mediasi Sebagai Penyelesaian Sengketa Pada
Masyarakat Tradisional Dan Moderen”, hlm.19.

291
kecuali ada alasan sah seperti kondisi kesehatan yang
tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi
(3) Adanya aturan tentang Iktikad Baik dalam proses
mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak
beriktikad baik dalam proses mediasi
(4) Peranan Mediator independen untuk berperan lebih
aktif dalam menyelesaikan perkara atau sengketa di
luar pengadilan, yang kemudian hasil mediasi yang
disepakati dapat diajukan penetapan ke Pengadilan.

b. Program Penyelesaian Sengketa yang Tidak


Terafiliasi Berafiliasi dengan Pengadilan
Mediasi di luar pengadilan adalah mediasi yang
dilakukan oleh mediator, baik perorangan maupun oleh
lembaga atau institusi di luar pengadilan, salah satu di
antaranya adalah mediasi yang dilaksanakan oleh lembaga
seperti Pusat Mediasi Nasional. Berdasarkan
UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mediasi adalah
sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa
di luar pengadilan, selain arbitrase atau cara lainnya.
Mediasi dapat juga dimaksudkan sebagai proses kegiatan
lanjutan akibat dari gagalnya negosiasi yang sebelumnya
dilakukan oleh para pihak. Hal tersebut sesuai dengan apa
yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999, yakni: “Dalam hal sengketa atau
beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para
pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui
bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui
seorang mediator”.391
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (out court)
diawali oleh adanya ketidakpuasan akan proses

391
Dedy Mulyana, “Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan
Menurut Hukum Positif”, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019,
hlm.190-191.
292
penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang memakan
waktu relatif lama dan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Selain itu. putusan yang dihasilkan oleh pengadilan
sering menimbulkan rasa tidak puas para pihak atau ada
pihak yang merasa sebagai pihak yang ‘kalah’. Untuk
mencari alternatif penyelesaian sengketa pada tabun 1976
seorang mantan hakim. Chief Justice Warren Burger dalam
The Roscoe Pound Conference mengajak para peserta
konperensi yang terdiri dari para akademisi, hakim dan
pengacara mencari cara lain untuk menyelesaikan sengketa.
Sejak itu Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative
Dispute Resolution (ADR) mulai dikembangkan sebagai
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.392
Sebelum mediasi dimasukkan dalam perundang-undangan,
Mediasi telah ada dan menjadi budaya masyarakat
Indonesia. Mediasi dalam masyarakat Indonesia lebih
dikenal dengan istilah ‘musyarawah’, sebagaimana telahj
disebut dimuka. Sengketa atau perselisihan yang terjadi
diupayakan selesai dengan musyawarah dan damai. Budaya
ini kemudian terus tumbuh mengakar hingga saat ini.
Banyak dari para pihak sebelum mendaftarkan perkaranya
ke pengadilan telah melakukan Mediasi atau musyawarah
mandiri. Mediator yang dipilih tidak terbatas oleh peraturan
perundang-undangan melainkan kesepakatan para pihak,
entah itu keluarga, tokoh agama, tokoh desa atau siapapun
yang mereka pilih untuk menjembatani komunikasi
diantara mereka.393
Untuk dapat melaksanakan perannya, Mediator harus
melaksanakan peran:

392
Sri Mamudji, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol.34, No.3, 2004,
hlm.164.
393
Taufiqurrahman, “Urgensi Mediasi Sebelum Pendaftaran Perkara
Perceraian Oleh Mediator Bersertifikat Perspektif Teori Hukum Progresif
(Studi di Pengadilan Agama Kota Malang)”, Penelitian, Program Magister
Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang, 2021. hlm.63.
293
(1) Membangun kepercayaan dan rasa percaya diri para
pihak
(2) Mengembangkan kerangka kerja untuk tercapainya
pengambilan keputusan yang kooperatif
(3) Melakukan analisis konflik dan merancang intervensi
yang layak
(4) Mempromosikan komunikasi yang konstruktif
(5) Memfasilitasi perundingan dan penyelesaian
masalah
(6) Mendidik para pihak
(7) Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
menunjukkan kemampuannya
(8) Memberikan dorongan agar sengketa dapat
diselesaikan
(9) Mempromosikan realitas
(10) Saran dan evaluasi
(11) Mengakhiri mediasi.394 kesepakatan yang diperoleh
dari mediasi di dalam pengadilan berupa putusan
yang berkekuatan hukum tetap, sedangkan
kesepakatan hasil mediasi di luar pengadilan
kedudukannya belum memiliki kekuatan hukum
tetap melainkan hanya sebagai kontrak biasa bagi
para pihak.395

Proses pelaksanaan mediasi di luar pengadilan,


ketentuannya juga diatur dalam Pasal 58 dan Pasal 60
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Bab XII tentang Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan. Pasal 58 menentukan bahwa: “Upaya
penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar
pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif

394
Sri Mamudji, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol.34, No.3, 2004,
hlm.204.
395
Dedy Mulyana, “Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan
Menurut Hukum Positif”, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019,
hlm.177.
294
penyelesaian sengketa”. Sedangkan Pasal 60 menentukan
bahwa:
(1) Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian
ahli
(2) Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 hasilnya
dituangkan dalam kesepakatan tertulis. c. Kesepakatan
secara tertulis sebagaimana dimaksud pada Ayat 2
bersifat final dan mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan iktikad baik.396

Mediasi sebagai suatu cara dari sistem alternative


disputes resolution (ADR) di Indonesia, tidak hanya
diterapkan dalam penyelesaian sengketa perdata saja,
namun juga diterapkan dalam penyelesaian sengketa
lingkungan hidup, paten, merk, jasa konstruksi, kesehatan,
perselisihan perburuhan, ketenagakerjaan/perselisihan
hubungan industrial, dan lain-lain yang ditentukan dalam
undang-undang tersendiri. Sesuai dengan penjelasan Pasal 6
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, sengketa atau
adanya beda pendapat dalam bidang perdata dapat
diselesaikan para pihak melalui alternatif penyelesaian
sengketa dengan didasarkan pada adanya itikad baik dan
mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi. Sebelum
pada prosesnya, tahapan mediasi di luar pengadilan harus
dilakukan pendaftaran kasus kepada lembaga mediasi, salah
satunya dapat didaftarkan melalui Pusat Mediasi Nasional,
dalam hal mendaftarkan dapat dilakukan oleh satu pihak
(pemohon) secara langsung atau bisa dengan pihak terkait

396
Dedy Mulyana, “Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan
Menurut Hukum Positif”, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019,
hlm.191.
295
lainnya yang memang ada hubungan hukum dengan para
pihak yang akan dimediasi. Hal ini dilakukan untuk
memberikan gambaran secara jelas mengenai
permasalahan atau latar belakang dari para pihak. Apabila
dalam hal ini termohon merespon, dan ada itikad baik untuk
menyelesaikan sengketa dengan mediasi, para pihak sendiri
dapat memilih mediator secara langsung. Mediator yang
terpilih akan membuat kesepakatan untuk melakukan
mediasi. Kesepakatan tersebut berisi tentang aturan-aturan
dalam proses mediasi, penjelasan tentang mediasi, kode etik
mediator, tugas mediator sampai dengan biaya jasa
mediator dan anggaran untuk tempat melakukan
mediasi.397
Mediasi di luar pengadilan mempunyai 2 (dua) proses,
yaitu:
a. Proses definisi, yaitu di mana mediator memberikan
kesempatan para pihak untuk menyampaikan
permasalahan apa yang sedang dihadapi dan apa
harapan dalam penyelesaian sengketa. Di sini
mediator dapat mendefinisikan permasalahan yang
dihadapi para pihak.
b. Proses penyelesaian masalah, dalam proses ini, setelah
para pihak menjelaskan apa permasalahannya dengan
dipandu mediator, para pihak dapat melakukan
tawarmenawar apa saja yang disepakati dari definisi
masalah tersebut. Hal ini dilakukan sampai seluruh
butir masalah terbahas dan mencapai kesepakatan
Apabila dalam proses mediasi ini mencapai
kesepakatan, maka mediator dapat membuatkan draf
kesepakatan.
Draf kesepakatan yang telah diterima oleh masing-
masing pihak dan tidak ada perubahan, maka akan dibuat
kesepakatan perdamaian secara tertulis dan ditandatangani

397
Dedy Mulyana, “Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan
Menurut Hukum Positif”, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019,
hlm.191-192.
296
semua pihak. Jika para pihak menginginkan kesepakatan
perdamaian itu dinaikan menjadi akta perdamaian, maka
mediator pun wajib menandatangani kesepakatan
perdamaian, untuk kemudian dituangkan dengan dibuatnya
akta perdamaian secara notarial atau akta otentik.398

c. Bagian Program APS yang Berafiliasi dengan


Pengadilan dan Tidak Terafiliasi
Pemerintah berbeda dari satu negara ke negara lain,
dan terkadang di dalam negara di mana hidup
berdampingan, mengenai apakah program APS harus:399
 Dilampirkan ke pengadilan;
 Diperbolehkan berdiri terpisah dari pengadilan tetapi
tetap berada dalam kerangka yang lebih besar dari
lembaga-lembaga pemerintah; atau
 Diizinkan untuk didirikan oleh sektor swasta di mana
kecukupan dan biayanya tunduk pada kontrol pasar,
pemerintah, dan/atau kualitas lainnya, seperti standar
yang diberlakukan oleh advokat atau asosiasi
pengacara. Misalnya, pemerintah secara tidak
langsung dapat mengontrol mereka dengan menolak
untuk mengakui dan menegakkan keputusan arbitrase
atau penyelesaian melalui mediasi yang mereka
hasilkan.
Ketiga alternatif tersebut tidak serta merta saling
eksklusif. Suatu negara mungkin memiliki sistem
pengadilan yang memiliki mediasi program yang
dilampirkan, dan hakim memiliki wewenang untuk merujuk
ke program-program yang mereka anggap siap atau matang
untuk hunian. Negara yang sama juga mungkin memiliki

398
Dedy Mulyana, “Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan
Menurut Hukum Positif”, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019,
hlm.192.
399
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm.4-5.
297
pusat arbitrase semi-independen yang diawasi atau diatur
secara longgar oleh pemerintah dan kepada siapa hakim
dapat merujuk kasus yang merupakan calon yang cocok
untuk arbitrase. Misalnya, pemerintah mungkin
mengharuskan semua kontrak yang melibatkan
kementerian, departemen, atau lembaga resminya
mencakup: bahasa yang mengharuskan setiap perselisihan
yang dihasilkan dari pelaksanaan kontrak diselesaikan
melalui arbitrase itu. Negara yang sama dapat mengizinkan
mediator dan arbiter profesional bersertifikat dan berlisensi
untuk menawarkan layanan mereka di pasar terbuka.
Pemerintah dapat menjalankan kontrol regulasi pada
tingkat tertentu atas penyedia APS swasta tersebut dengan
membatasi sejauh mana keputusan arbitrase atau
perjanjian mediasi yang dikeluarkan oleh mereka akan
ditegakkan di pengadilan atau oleh aparat penegak hukum.
Jika penilaian dan perjanjian tidak dapat dilaksanakan,
calon klien dari layanan tersebut mungkin enggan untuk
menggunakannya.400
Pada beberapa kasus, sistem pengadilan dapat
diarahkan oleh cabang legislatif atau parlemen untuk
menetapkan program APS yang dilampirkan ke pengadilan.
DPR, misalnya, sebagai bagian dari tinjauan luas kasus
perdata efisiensi pemrosesan pengadilan federal di tahun
1990-an, memberlakukan persyaratan bahwa semua
pengadilan federal tingkat percobaan atau tingkat pertama
dari yurisdiksi umum bereksperimen dengan program dan
proses APS dalam upaya untuk mengurangi biaya dan
sebaliknya mempercepat penyelesaian sengketa perdata
tunduk pada otoritas peradilan.401

400
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 5.
401
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 5.
298
Pada beberapa negara, baik pemerintah maupun
sistem pengadilan mungkin merupakan pendukung kuat
proses APS tetapi meninggalkan penyediaan layanan APS
sebagian besar atau bahkan eksklusif untuk penyedia
swasta. Di Inggris, misalnya, hakim di dalam Pengadilan
Niaga Royal Courts of Justice secara aktif mempromosikan
penggunaan APS untuk menengahi atau menyelesaikan
perselisihan dimana para pihak dapat diterima. Namun,
pengadilan tidak menawarkan opsi atau program APS
internal, dan itu diserahkan kepada para pihak pemilihan di
antara sejumlah penyedia layanan APS swasta yang
berbeda. Di antara yang paling menonjol adalah Pengadilan
Arbitrase Internasional London dan Pusat Penyelesaian
Sengketa yang Efektif.402
Pelaksanaan program APS dilampirkan dan di bawah
pengawasan sistem pengadilan, program tersebut biasanya:
dianggap sebagai ‘disponsori oleh pengadilan’ atau ‘diwakili
oleh pengadilan’. Meskipun program yang dilampirkan
pengadilan beroperasi secara independen dari sistem
pengadilan, seperti yang akan dijelaskan di bawah, para
hakim melakukan pengawasan program untuk memastikan
kontrol kualitas. Seperti program beroperasi di bawah
otoritas pelindung pengadilan tempat mereka dilampirkan.
Layanan APS dalam program yang dilampirkan pengadilan
ini dapat ditawarkan oleh hakim aktif itu sendiri dalam
kondisi tertentu dan, sebagai tambahan, oleh hakim lain
netral yang memenuhi syarat seperti pengacara yang sangat
berpengalaman, pensiunan hakim, atau bahkan spesialis
teknis non-hukum yang dipertahankan oleh pengadilan
berdasarkan kebutuhan. Elemen kunci dalam keberhasilan
dan kredibilitas pengadilan yang dilampirkan ini sistem
memastikan bahwa semua orang yang melayani dalam
kapasitas APS telah menjalani:

402
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 5.
299
(1) Minimal empat puluh jam pelatihan sertifikasi intensif,
termasuk etika,
(2) Bahwa mereka menyelesaikan jumlah jam minimum
untuk melanjutkan adr pendidikan setiap tahun
sebagai syarat untuk mempertahankan sertifikasi
pengadilan mereka. Karena pengadilan berada dalam
posisi untuk melaksanakan tingkat kontrol kualitas
atas program aps hakim umumnya jauh lebih bersedia
untuk menangani arbitrase apa pun keputusan atau
kesepakatan penyelesaian yang dicapai melalui
program sebagai setara dengan keputusan pengadilan
dan oleh karena itu tunduk pada kewenangan
penegakan pengadilan. Elemen penting lainnya untuk
pihak yang berperkara ketika mempertimbangkan
apakah akan menggunakan program yang dilampirkan
pengadilan adalah bahwa kinerja orang netral dalam
peran mereka yang diwakili pengadilan biasanya
diatur oleh kode etik atau etik dengan sanksi disiplin,
termasuk hilangnya sertifikasi untuk pelanggaran
tertentu, ditentukan dan ditegakkan oleh hakim
pengadilan yang programnya dilampirkan.403

4.2.3 Program APS Wajib versus Program APS


Opsional
a. Bagian Program APS Wajib versus Program APS
Opsional
Sistem pengadilan berbeda dalam pertanyaan apakah
para pihak harus diminta untuk terlibat dalam APS.
Beberapa, seperti Pengadilan Bawahan Singapura,
mengambil posisi bahwa memaksakan persyaratan APS
memaksa para pihak untuk mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan relatif dari posisi mereka di awal sejarah kasus
dan sebelum mereka mengeluarkan biaya yang signifikan.

403
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 5.
300
Para pihak dalam kategori kasus tertentu diharuskan untuk
bertemu dengan hakim mediasi pada awal kasus untuk
mengeksplorasi apakah perselisihan tersebut memerlukan
perhatian sistem pengadilan atau dapat diselesaikan secara
lebih informal dan dengan biaya yang jauh lebih murah
melalui mediasi. Abu Dhabi mengharuskan para pihak
dalam kebanyakan kasus perdata untuk hadir di hadapan
Komite Penyelesaian dan Rekonsiliasi untuk sesi mediasi
sebelum mendaftarkan kasus ke pengadilan sipil atau
komersial. Para pihak mempertahankan pilihan untuk
meminta pengabaian jika mereka mengakui bahwa mediasi
telah dipertimbangkan tetapi ditolak. Pengadilan Australia,
Singapura, dan negara lain juga memberlakukan
persyaratan APS wajib dalam kategori kasus tertentu.
Karena biaya pengoperasian dan pemeliharaan sistem
pengadilan terus meningkat, pemerintah dan pemimpin
peradilan yang berpikiran anggaran mengakui
penghematan yang dapat dihasilkan dari ketergantungan
yang meningkat pada APS, dan mereka memberlakukan
persyaratan pada pihak yang berperkara untuk
mengeksplorasi dan memanfaatkan proses APS ketika (1)
keadaan kasus sesuai, dan (2) akses para pihak terhadap
keadilan tidak terganggu.404
Penelitian telah menunjukkan bahwa di mana tidak
ada persyaratan untuk terlibat dalam APS dan di mana
hakim tidak secara aktif mempromosikannya, para pihak
cenderung tidak mempertimbangkan APS di awal kasus,
lebih fokus pada pengumpulan bukti mereka dan argumen.
Karena biaya mereka dalam waktu dan biaya meningkat,
posisi mereka mungkin mengeras dan mereka akan merasa
lebih sulit untuk pertimbangkan APS karena apa yang telah
mereka investasikan. Sistem pengadilan lain mengambil
posisi yang tidak mereka miliki kewenangan untuk meminta

404
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 5-6.
301
para pihak untuk terlibat dalam APS atau bahwa para pihak
kemungkinan besar telah mempertimbangkan dan
menolaknya APS sebelum mendaftarkan kasusnya ke
pengadilan.405
Sistem pengadilan praktik terbaik yang canggih
mengakui bahwa program APS berpotensi mengurangi
beban kasus pengadilan, menghemat waktu peradilan, dan
menurunkan tidak hanya biaya para pihak tetapi, di
samping itu, biaya operasi umum dari sistem peradilan.
Mereka berusaha untuk merangsang penggunaan APS
dengan cara yang memaksimalkan efisiensi tetapi
mempertahankan hak-hak para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya di pengadilan. Untuk itu, sistem pengadilan
semacam itu memberi wewenang kepada hakim mereka
untuk menerapkan kebijaksanaan yang cukup besar ketika
menentukan seberapa besar tekanan yang diberikan kepada
para pihak untuk terlibat dalam APS. Itu kebijaksanaan
berkisar dari menyarankan atau menasihati para pihak
untuk mempertimbangkan APS hingga memerintahkan
secara langsung para pihak untuk terlibat dalam APS
dengan itikad baik dan untuk melakukannya dalam jangka
waktu yang terbatas. Di pengadilan federal Amerika Serikat,
misalnya, hakim tingkat pertama, ketika tampaknya mereka
bahwa sebuah kasus di hadapan mereka siap atau matang
untuk penyelesaian, sering akan mengarahkan pihak untuk
berpartisipasi dalam konferensi penyelesaian. Konferensi
penyelesaian ini dilakukan oleh asisten atau hakim hakim
yang bekerja dengan para pihak untuk mengeksplorasi
apakah sengketa dapat diselesaikan tanpa proses
pengadilan lebih lanjut.406

405
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 6.
406
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 6.
302
Sikap terhadap program APS yang dilampirkan
pengadilan dari para pengacara, advokat, atau pengacara
yang mewakili pihak-pihak di pengadilan proses tidak selalu
positif, terutama ketika program tersebut pertama kali
diperkenalkan. Banyak yang awalnya melihat penggunaan
APS, dengan potensinya untuk secara dramatis mengurangi
waktu yang dihabiskan di pengadilan, karena mengancam
mata pencaharian mereka dengan mengurangi jumlah
pekerjaan dan kerangka waktu di mana mereka dapat
menagih klien mereka. Akibatnya, mereka mungkin tidak
antusias tentang menasihati klien mereka untuk mengejar
APS sebagai cara yang lebih murah dan lebih bijaksana
untuk menyelesaikan perselisihan mereka. Itu pendekatan
tampaknya menurun. Tren yang berkembang di antara
asosiasi pengacara adalah mendorong anggotanya untuk
mendiskusikan APS dengan klien mereka. Beberapa,
termasuk yang ada di sejumlah negara bagian Amerika
Serikat, telah menyertakan ketentuan dalam kode etik
profesional mereka menasihati anggota bahwa mereka
harus mendiskusikan pilihan APS dengan mereka klien.
Tren yang muncul yang kemungkinan akan menyebar
memaksakan persyaratan bahwa mereka harus
melakukannya demi kepentingan mengurangi biaya waktu
dan biaya bagi klien mereka untuk mencari keadilan.407

4.2.4 Upaya APS Sebelum Mendaftar Perkara di


Pengadilan
a. Bagian– Jika ADR hanya tersedia sebelum
mendaftarkan kasus di pengadilan
Ketika sistem pengadilan memutuskan untuk
membentuk program ADR yang dilampirkan pengadilan,
pertanyaan lain adalah kapan atau pada titik mana dalam
perkembangan sengketa dalam sistem pengadilan ADR

407
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 6.
303
pertama kali harus diberikan kepada para pihak? Haruskah
para pihak memiliki opsi untuk menempuh opsi ADR,
seperti evaluasi atau mediasi, sebelum mereka
mendaftarkan kasus ke pengadilan? Atau haruskah mereka
terlebih dahulu mendaftarkan kasusnya dan diminta untuk
saling mengungkapkan informasi dan bukti tentang
kekuatan relatif dari kasus mereka sebelum mereka
mengejar ADR? Sistem pengadilan berbeda dalam
menanggapi isu-isu tersebut, meskipun semua mendukung
prinsip umum bahwa intervensi ADR harus dimulai lebih
awal daripada kemudian dalam perkembangan itu.408
Beberapa sistem pengadilan, termasuk di Uni Emirat
Arab, mengharuskan para pihak untuk mempertimbangkan
mediasi sebelum pendaftaran kasus untuk menghindari
keharusan pergi ke pengadilan sama sekali. Untuk
mendorong para pihak untuk mengejar ADR pra-
pendaftaran, pemerintah setuju untuk membayar biaya
layanan ADR sehingga para pihak tidak dikenakan biaya,
insentif yang kuat untuk pihak-pihak seperti usaha kecil
dengan pendapatan sederhana. Tujuannya adalah untuk
membantu para pihak untuk menyelesaikan perselisihan
mereka bahkan sebelum mereka mendaftarkan kasus,
sehingga (i) menghindari sama sekali biaya biaya yang
dibebankan oleh pengadilan pada saat pengajuan dan oleh
pengacara, dan (ii) meminimalkan kerugian waktu yang
berharga dalam menyelesaikan kasus ini. Jika upaya ADR
pra-pendaftaran tidak berhasil, atau jika para pihak
menyatakan bahwa ADR bukan pilihan yang layak, kasus
tersebut didaftarkan, dan perselisihan tersebut diputuskan
oleh hakim atau majelis hakim dalam proses pengadilan
formal.409

408
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 6.
409
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 6.
304
Sistem lain lebih suka menunggu sampai setelah kasus
didaftarkan ke pengadilan dan para pihak memiliki
pemahaman tentang kekuatan kasus masing-masing. Dalam
banyak kasus, satu atau lebih pihak hanya melebih-lebihkan
kekuatan relatif dari kasus mereka dan meremehkan lawan
mereka, sebuah kecenderungan yang hampir alami. Pihak-
pihak tersebut cenderung tidak setuju untuk terlibat dalam
proses ADR karena mereka menganggap mereka akan
menang melawan lawan mereka. Hanya setelah kasus itu
didaftarkan ke pengadilan, mereka dapat, dengan meninjau
argumen dan bukti lawan mereka, untuk menentukan
apakah kasus mereka sebenarnya sekuat yang mereka duga.
Jika salah satu pihak menentukan bahwa pihak lain
memiliki alasan kuat untuk menentangnya, pihak tersebut
kemungkinan akan lebih cenderung untuk masuk ke dalam
proses ADR untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
ADR pendaftaran pasca-kasus mungkin lebih disukai oleh
pihak-pihak dalam kasus komersial yang kompleks di mana
taruhannya mungkin tinggi dan para pihak mungkin ingin
belajar tentang kekuatan relatif dari kasus mereka vis-a-vis
dari pihak lain. Mereka melakukannya dengan memeriksa
dokumen dan argumen yang diajukan oleh pihak lain ke
pengadilan.410
Sistem pengadilan yang lebih progresif menetapkan
program ADR yang menawarkan kedua opsi, para pihak
dapat mengejar ADR baik sebelum atau sesudah
pendaftaran tergantung pada faktor-faktor seperti
kesederhanaan relatif atau kompleksitas kasus dan
seberapa banyak mereka mengetahui kekuatan posisi pihak
lawan. Untuk memfasilitasi penyelesaian kasus yang cepat,
pengadilan progresif mengambil pendekatan proaktif.
Mereka mungkin mengharuskan pihak-pihak dalam jenis
kasus perdata yang lebih rutin yang melibatkan relatif

410
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 6-7.
305
sedikit dan sederhana masalah bertemu dengan hakim
mediasi sebelum sidang pengadilan. Setelah evaluasi awal
kasus tersebut, hakim berbagi dengan para pihak penilaian
objektifnya tentang manfaat perselisihan dan dapat bekerja
dengan mereka untuk membuat penyelesaian
perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tetap
berdasarkan putusan pengadilan. Atau, pihak dalam kasus
yang lebih kompleks yang mungkin melibatkan beberapa
penggugat atau tergugat mungkin tidak dalam posisi untuk
menilai secara memadai kekuatan dan kelemahan relatif
dari pihak mereka yang bersengketa sebelum proses
pengadilan. Hanya setelah kasus tersebut didaftarkan dan
mereka memiliki kesempatan melalui pemeriksaan
pendahuluan dan pertukaran dokumen pembuktian untuk
menilai kekuatan pihak lawan yang bersengketa semoga
mereka bersedia mempertimbangkan ADR. Meskipun
program ADR yang disponsori pengadilan yang
menawarkan kedua opsi membutuhkan lebih banyak waktu
dan upaya untuk mengelola, mereka merespons lebih
memadai kebutuhan kedua jenis pihak – mereka yang siap
untuk mempertimbangkan penyelesaian kasus sebelum
pergi ke pengadilan dan mereka yang lebih suka menunggu
sampai mereka memiliki gagasan yang lebih baik tentang
seberapa kuat atau seberapa lemah kasus mereka.411

4.2.5 Pendekatan Multi-Jalur untuk APS yang


Dilampirkan di Pengadilan
a. Bagian Pendekatan Multi-Pintu untuk Program
APS yang Dilampirkan di Pengadilan
Sistem pengadilan yang lebih maju mengakui bahwa
sumber sengketa yang dibawa kepada mereka untuk
diselesaikan sangat beragam tidak hanya dalam substansi
411
Markus Zimmer, “Overview of Alternative Dispute Resolution: A Primer
for Judges and Administrators”, International Journal For Court
Administration, Dec. 2011, hlm. 7.

306
sengketa tetapi, di samping itu, motivasi untuk membawa
sengketa ke pengadilan. Para pihak dapat dimotivasi oleh:
(1) Keinginan akan keadilan
(2) Kebutuhan akan permintaan maaf dari pihak lain
(3) Tuntutan pengakuan kesalahan dari pihak lain
(4) Kebutuhan akan ganti rugi untuk memulihkan
kerugian bisnis
(5) Keinginan balas dendam atas kerugian yang diderita
(6) Kebutuhan akan solusi perdata dengan maksud
memelihara hubungan
(7) Perlunya klarifikasi tugas dan tanggung jawab
menurut hukum.
Daftar ini tidak lengkap. Emosi dan motivasi manusia
meluas dalam rentang yang luas dan memanifestasikan
dirinya di sepanjang skala yang membentang dari dorongan
tiba-tiba hingga desain yang diperhitungkan dengan cermat.
Sistem pengadilan tingkat lanjut mengakui bahwa karena:
(1) Substansi sengketa perdata dan motivasi yang
memicunya sangat beragam
(2) Tanggapan yang efektif terhadapnya memerlukan
berbagai jenis intervensi, proses pengadilan formal
bukanlah cara yang paling efektif untuk
menyelesaikan semua atau bahkan sebagian besar dari
mereka.
Meskipun proses pengadilan formal mungkin
merupakan cara yang ideal untuk menyelesaikan jenis
sengketa tertentu, proses tersebut mungkin sama sekali
tidak sesuai untuk jenis sengketa lainnya. Untuk
menanggapi kebutuhan publik akan berbagai layanan
penyelesaian sengketa perdata dan komersial, sistem
pengadilan yang maju di wilayah metropolitan besar telah
menemukan kembali dirinya dengan menerapkan apa yang
dikenal sebagai program dan layanan penyelesaian
sengketa multi-pintu. Pihak-pihak yang datang ke
pengadilan ini untuk meminta bantuan ditawari berbagai
atau menu pilihan penyelesaian sengketa yang berbeda dari
mana mereka dapat memilih orang-orang yang paling
307
mungkin untuk membantu mereka menyelesaikan sengketa
mereka dalam waktu sesingkat mungkin dan dengan biaya
sesedikit mungkin. Pilihan ganda ini memberi para
penggugat berbagai alternatif; mereka mencerminkan
model bisnis baru untuk sistem pengadilan inovatif yang
berusaha melayani klien mereka di seluruh spektrum
kebutuhan penyelesaian sengketa yang luas. Kami telah
membahas di atas di Bagian Satu tiga kategori luas opsi
penyelesaian sengketa: fasilitatif, penasihat, dan ajudikatif.
Penggunaan adjudikator ditemukan dalam berbagai
bentuk standar kontrak yang digunakan dalam industri
konstruksi. Sampai saat ini, ajudikasi dalam industri
konstruksi telah menunjukkan karakteristik tertentu.
Pertama, adjudikator adalah individu netral yang tidak
terlibat dalam pelaksanaan kontrak sehari-hari. Dia
bukanlah seorang arbiter, atau seorang Hakim yang
ditunjuk oleh Negara. Kedua, adjudicator menikmati
kekuasaannya berdasarkan kesepakatan antara para pihak.
Dengan kata lain para pihak telah sepakat dengan kontrak
bahwa keputusan juri akan memutuskan masalah bagi
mereka. Ketiga, keputusan ajudikator mengikat para pihak,
dan oleh karena itu, tidak seperti mediasi, prosesnya tidak
memerlukan kerja sama kedua belah pihak. Keempat,
keputusan adjudicator biasanya dinyatakan mengikat
sampai akhir kontrak ketika salah satu pihak dapat
meminta peninjauan kembali atas keputusan tersebut,
paling sering melalui arbitrase. Akhirnya, ajudikasi
bukanlah arbitrase dan oleh karena itu tidak tunduk pada
Arbitration Act 1996. Oleh karena itu, kekuasaan hakim
terbatas pada apa yang terkandung dalam kontrak.
Misalnya, DOM/1 (bentuk standar sub-kontrak yang
digunakan secara luas) memanfaatkan ketentuan ajudikasi
dalam kaitannya dengan pembayaran dan set-off. Namun,
posisinya berubah pada 1 Mei 1998 dengan

308
diperkenalkannya ajudikasi wajib di bawah Undang-Undang
Hibah Perumahan, Konstruksi dan Regenerasi 1996.412

412
Nicholas Gould, “Adjudication and ADR: An Overview”,
https://www.fenwickelliott.com/
309
BAB V
REGULASI MEDIASI
Mediasi diatur dalam berbagai cara dalam perjanjian
internasional yang dibuat antar negara. Organisasi
internasional didirikan secara khusus dengan struktur yang
fleksibel yang digunakan untuk penyelesaian sengketa
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Sebuah peran
penting dalam reaksi cepat sengketa adalah Team of
Mediation Experts (Tim Siaga Ahli Mediasi) yang khusus
beranggotakan 8 orang dalam berbagai aspek teknis mediasi.
Tim ini dapat melakukan intervensi dalam waktu 72 jam
setelah menerima Permohonan dengan menawarkan
dukungan kepada pejabat PBBB. (Dan Alexandru Guna,
Observations Regarding the International Regulation of
Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States).
Mediasi merupakan salah satu cara politik-
diplomatik yang paling sering diatur tetapi juga digunakan
untuk menyelesaikan sengketa khususnya dalam sengketa
internasional atau antar negara. Konvensi internasional
mengatur dengan cara yang berbeda, atau dengan mengacu
pada kategori metode damai yang dimilikinya. Dalam
keadaan yang diatur secara tegas, Mediasi dapat dilakukan
ditemukan bersama dengan Rekonsiliasi, jasa baik dan
penyelidikan, atau menurut model yang disediakan oleh
Pasal 33 Piagam PBB. Terdapat juga situasi, walaupun
jarang, ketika mediasi dilakukan secara terpisah, berdiri
sendiri, atau bersama-sama dengan jasa-jasa baik. Selain
dari menyediakan Mediasi dalam undang-undang suatu
negara, upaya dilakukan guna mengatur basis profesional
permanen untuk beberapa struktur khusus yang
menggunakan Mediasi selama proses penyelesaian konflik.
Pentingnya mediasi sebagai metode pencegahan dan
menyelesaikan perselisihan telah digarisbawahi ketika

310
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi khusus mengenai
metode ini, tetapi juga pada pembentukan badan khusus
untuk mediasi.413

5.1 Mediasi Dalam Regulasi Internasional


Doktrin internasional telah mendefinisikan Mediasi
sebagai tindakan Pihak Ketiga (negara, organisasi atau
pejabat) atau personal untuk mengambil bagian dalam
pembicaraan damai yang dipimpinnya, dengan memeriksa
dasar-dasar sengketa dan membuat usulan yang mampu
menawarkan menyelesaikannya. Mediasi diatur oleh
konvensi-konvensi internasional, baik secara tersendiri
maupun dengan mengacu pada kategori metode damai yang
menjadi miliknya. Dalam banyak kasus digunakan klausula
yang isinya ketika terjadi perselisihan muncul di antara
para pihak, kaitannya dengan penegakan atau interpretasi
suatu konvensi. Para pihak akan berusaha untuk
menyelesaikan konflik itu melalui pembicaraan damai atau
metode damai lainnya. Regulasi semacam ini ditemui
seperti:414 Pasal 22 the Helsinki Convention on the Protection
and Use of Transboundary Watercourses and International
Lakes; Pasal 20 the Basel Convention on the Control of
Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their
Disposal; Pasal 14 the UN Framework Convention on Climate
Change.
Pada keadaan-keadaan yang diatur secara tegas,
Mediasi dapat ditemukan bersama-sama dengan
rekonsiliasi, baik kantor dan penyelidikan, menurut model
yang disediakan oleh Pasal 33 Piagam PBB. Banyak
perjanjian menggunakan ketentuan-ketentuan seperti:
“apabila timbul perselisihan antara para pihak sehubungan
413
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.376.
414
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.377.
311
dengan pelaksanaan atau penafsiran konvensi ini, para
pihak akan berusaha untuk menyelesaikannya melalui
pembicaraan damai, penyelidikan, mediasi, rekonsiliasi,
arbitrase, atau metode damai lainnya yang dipilih secara
bebas”. Bentuk pengaturan mediasi ini dapat dapat
ditemukan, misalnya, dalam hukum lingkungan
internasional yang khas, yaitu: Pasal 15 dari the Nairobi
Convention on the Removal of Wrecks tahun; Pasal 14 dari
the Hong Kong International Convention for the Safe and
Environmentally Sound Recycling of Ships from tahun 2009;
Pasal 14 dalam the International Convention from 5th
October 2001 on the Control of Harmful Anti-fouling Systems
on Ships; Pasal IX the FAO Agreement from 24th November
1993 to Promote Compliance with International Conservation
and Management Measures by Fishing Vessels on the High
Seas; Pasal 16 the Convention for the Preservation of the
Southern Bluefin Tuna, signed in 1993, by Australia, Japan
and New Zeeland yang ditandatangani di tahun 1993 oleh
Australia, Jepang dan New Zeeland.415

5.1.1 Mediasi dan Tata Cara Penyelesaian Sengketa di


WTO
Mediasi ditemukan dalam hukum ekonomi
internasional, seperti Pasal 5 Lampiran 2 Perjanjian WTO
(The World Trade Organization) di Marrakech. WTO atau
Organisasi Perdagangan Dunia adalah satu-satunya
organisasi internasional global yang berurusan dengan
aturan-aturan perdagangan antar negara. Pada intinya
adalah perjanjian WTO dinegosiasikan dan ditandatangani
oleh sebagian besar negara-negara dalam perdagangan
dunia dan diratifikasi. Tujuannya untuk memastikan bahwa
perdagangan berjalan lancar, dapat diprediksi, dan sebebas

415
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.377.
312
mungkin.416 WTO memiliki banyak peran: menjalankan
sistem aturan perdagangan global, bertindak sebagai forum
untuk merundingkan perjanjian perdagangan,
menyelesaikan perselisihan perdagangan antara
anggotanya dan mendukung kebutuhan negara-negara
berkembang.
Lampiran 2 tentang Pemahaman Tentang Aturan dan
Tata Cara Penyelesaian Sengketa (Annex 2 Understanding on
Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes).
WTO Analytical Index: Guide to WTO Law and Practice
adalah panduan Pasal demi Pasal untuk interpretasi dan
penerapan perjanjian WTO oleh badan-badan WTO. Ini
mencakup yurisprudensi Badan Banding WTO (WTO
Appellate Body), panel dan arbiter serta keputusan terkait
dan tindakan signifikan lainnya yang diambil oleh badan
WTO terkait lainnya. Protokol Perubahan Persetujuan
Marrakesh mengenai Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia (Protocol Amending The Marrakesh Agreement
Establishing The World Trade Organization). Kemudian
protokol ini diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2017 sebagai pelaksanaan dari
komitmen anggota World Trade Organization (WTO) pada
Konferensi Tingkat Menteri ke-9 telah menyepakati
Persetujuan Fasilitasi Perdagangan yang akan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari persetujuan WTO melalui
pengesahan Protokol yang telah diadopsi oleh Dewan
Umum WTO pada tanggal 27 November 2014 di Jenewa,
Swiss.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang
Pengesahan Protocol Amending The Marrakesh Agreement
Establishing The World Trade Organization (protokol
Perubahan Persetujuan Marrakesh mengenai Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) mulai berlaku di Indonesia
setelah diundangkan pada tanggal 22 November 2017 dan
ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

416
https://www.wto.org/
313
Tahun 2017 Nomor 240 dan Penjelasan Atas Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2017 dalam Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6140 di Jakarta. Mediasi
ditemukan juga dalam hukum ekonomi internasional,
seperti Pasal 5 Lampiran 2 Perjanjian WTO di Marrakech.
Pasal 5 tentang Jasa Baik, Konsiliasi dan Mediasi (Good
Offices, Conciliation and Mediation) berisi lima ayat. Ayat (1)
“Jasa baik, Konsiliasi dan Mediasi adalah prosedur yang
dilakukan secara sukarela jika para pihak yang bersengketa
setuju (Good offices, conciliation and mediation are
procedures that are undertaken voluntarily if the parties to
the dispute so agree). Ayat 2 “Proses yang melibatkan jasa
baik, konsiliasi dan mediasi, dan khususnya posisi yang
diambil oleh para pihak yang bersengketa selama proses ini,
harus bersifat rahasia, dan tanpa mengurangi hak salah satu
pihak dalam proses lebih lanjut berdasarkan prosedur ini.
Proses yang melibatkan jasa baik, konsiliasi dan mediasi,
dan khususnya posisi yang diambil oleh para pihak yang
bersengketa selama proses ini, harus bersifat rahasia, dan
tanpa mengurangi hak salah satu pihak dalam proses lebih
lanjut berdasarkan prosedur ini (Proceedings involving good
offices, conciliation and mediation, and in particular positions
taken by the parties to the dispute during these proceedings,
shall be confidential, and without prejudice to the rights of
either party in any further proceedings under these
procedures). Ayat 3 “Jasa baik, konsiliasi atau mediasi dapat
diminta setiap saat oleh pihak mana pun yang bersengketa.
Mereka dapat dimulai kapan saja dan diakhiri kapan saja.
Setelah prosedur untuk jasa baik, konsiliasi atau mediasi
dihentikan, pihak yang mengajukan keluhan kemudian
dapat melanjutkan dengan permintaan untuk pembentukan
panel ( Good offices, conciliation or mediation may be
requested at any time by any party to a dispute. They may
begin at any time and be terminated at any time. Once
procedures for good offices, conciliation or mediation are
terminated, a complaining party may then proceed with a
request for the establishment of a panel). Ayat 4 “Ketika jasa
314
baik, konsiliasi atau mediasi dilakukan dalam waktu 60 hari
setelah tanggal penerimaan permintaan konsultasi, pihak
pengadu harus memberikan jangka waktu 60 hari setelah
tanggal penerimaan permintaan konsultasi sebelum
meminta pembentukan panel. Pihak pengadu dapat
meminta pembentukan panel selama periode 60 hari jika
para pihak yang bersengketa secara bersama-sama
menganggap bahwa jasa baik, konsiliasi atau proses mediasi
telah gagal untuk menyelesaikan sengketa (When good
offices, conciliation or mediation are entered into within 60
days after the date of receipt of a request for consultations,
the complaining party must allow a period of 60 days after
the date of receipt of the request for consultations before
requesting the establishment of a panel. The complaining
party may request the establishment of a panel during the 60-
day period if the parties to the dispute jointly consider that
the good offices, conciliation or mediation process has failed
to settle the dispute). Ayat 5 “Jika para pihak yang
bersengketa setuju, prosedur untuk jasa baik, konsiliasi atau
mediasi dapat dilanjutkan selama proses panel berlangsung
(If the parties to a dispute agree, procedures for good offices,
conciliation or mediation may continue while the panel
process proceeds. Ayat 6 “The Director-General may, acting in
an ex officio capacity, offer good offices, conciliation or
mediation with the view to assisting Members to settle a
dispute).
WTO Analytical Index DSU – Article 5 (Jurisprudence)
memberikan catatan sebagai berikut: (a) Butir 1.2 di Pasal
5.1: sifat sukarela/konsensual (the voluntary/consensual
nature the voluntary/consensual nature) dari prosedur Pasal
5. Di Amerika Serikat/ Kanada - Penangguhan
Berkelanjutan (Continued Suspension), Badan Banding (the
Appellate Body) membedakan cara penyelesaian sengketa
‘konsensual’ atau ‘alternatif’ yang diatur dalam Pasal 5 DSU
(Dispute Settlement Understanding) (dan dalam Pasal 25
DSU) dari ‘pengadilan’ melalui proses panel: “Tentu saja,
pihak-pihak yang bersengketa tidak dihalangi untuk
315
mengejar cara penyelesaian sengketa konsensual atau
alternatif yang diprediksi dalam DSU. Pasal 3.7 DSU
menetapkan bahwa ‘suatu solusi yang dapat diterima
bersama oleh para pihak yang bersengketa dan konsisten
dengan perjanjian yang tercakup jelas lebih disukai’' Untuk
mencapai solusi yang dapat diterima bersama, Anggota
dapat melakukan konsultasi atau menggunakan mediasi dan
jasa baik. Selain itu, Pasal 25 mengatur arbitrase sebagai
alternatif dari proses panel untuk penyelesaian sengketa.
Namun demikian, konsultasi, mediasi, jasa baik, dan
arbitrase, alternatif untuk ajudikasi wajib dan memerlukan
persetujuan para pihak. Dengan tidak adanya persetujuan
tersebut, mereka tidak dapat mengarah pada keputusan
yang mengikat. Oleh karena itu, penting untuk membedakan
antara cara-cara penyelesaian perselisihan konsensus ini,
yang selalu tersedia bagi Anggota, dan ajudikasi melalui
proses panel, yang bersifat wajib”. (Appellate Body Reports,
US/Canada - Continued Suspension, para. 340).
WTO Analytical Index DSU – Article 5 (Jurisprudence)
memberikan catatan sebagai berikut: (b) Butir 1.3 Pasal 5.3:
‘setiap saat’ 2. Di Cina – HP-SSST (High-Performance
Stainless Steel Seamless Tubes), Badan Banding (Appellate
Body) mencatat bahwa Uni Eropa telah mengacu pada Pasal
5 DSU dalam konteks menyarankan pertemuan informal
antara para pihak untuk mencapai kesepakatan mengenai
hal-hal tertentu. hal-hal yang tertunda dalam banding:
"Dalam pengajuan bandingnya, Uni Eropa mengacu pada
Pasal 5 DSU yang menyatakan bahwa jasa baik, konsiliasi,
atau mediasi dapat diminta dan dilakukan ‘setiap saat’. Uni
Eropa menyarankan agar suatu ‘kemungkinan prosedural’
yang dapat dibayangkan adalah mengundang secara
informal para peserta untuk ‘mengindikasikan apakah
mereka bersedia atau tidak untuk berpartisipasi secara
sukarela dalam pertemuan informal singkat’. Bagi Uni
Eropa, tujuan pertemuan tersebut adalah untuk
memastikan apakah para pihak akan dapat mencapai
kesepakatan mengenai temuan Panel berdasarkan Pasal
316
2.2.2 Perjanjian Anti-Dumping, atau memang masalah lain
apa pun yang tertunda dalam banding ini. (Pengajuan
banding ke Dewan Uni Eropa, Paragraf 215) Pada sidang
lisan, Tiongkok diberi kesempatan untuk berkomentar”.
(Appellate Body Reports, China - HP-SSST, fn 59).

5.1.2 Mediasi Dalam Perjanjian Caricom (the


Caribbean Community and Common Market)
Komunitas Karibia (Caribbean Community) atau
disingkat ‘CARICOM’, sebelumnya (1973-2001) Komunitas
Karibia dan Pasar Bersama (Caribbean Community and
Commons Market), organisasi negara-negara Karibia dan
bersifat independen yang awalnya didirikan sebagai
Komunitas Karibia dan Pasar Bersama pada tahun 1973
oleh Perjanjian Chaguaramas (the Treaty of Chaguaramas).
Hal ini menggantikan yang sebelumnya, yaitu Asosiasi
Perdagangan Bebas Karibia (Caribbean Free Trade
Association) atau disingkat CARIFTA, yang berlaku efektif
pada tahun 1968. Perjanjian tersebut mendorong
pengembangan lembaga-lembaga asosiasi, termasuk Bank
Pembangunan Karibia (the Caribbean Development Bank)
dan Organisasi Negara-negara Karibia Timur (the
Organization of East Caribbean States), yang keduanya
mendorong pertumbuhan ekonomi dan kerja sama. Anggota
termasuk Antigua dan Barbuda, Bahama, Barbados, Belize,
Dominika, Grenada, Guyana, Haiti, Jamaika, Montserrat,
Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan
Grenadines, Suriname, dan Trinidad dan Tobago. Anguilla,
Bermuda, Kepulauan Virgin Britania Raya, Kepulauan
Cayman, dan Kepulauan Turks dan Caicos memiliki status
anggota asosiasi. Aruba, Kolombia, Republik Dominika,
Meksiko, Puerto Riko, dan Venezuela berstatus Pengamat.
Sekretariat permanen memiliki kantor pusat di Georgetown,
Guyana.
Tujuan utama CARICOM yaitu mempromosikan
integrasi dan kerja sama ekonomi di antara negara-negara
para anggotanya. Hal itu untuk memastikan bahwa manfaat
317
integrasi dibagi secara adil serta untuk mengoordinasikan
kebijakan luar negeri. Kegiatan utamanya berpusat pada
koordinasi kebijakan ekonomi dan perencanaan
pembangunan. Hal itu juga merancang dan melembagakan
proyek-proyek khusus untuk negara-negara kurang
berkembang di dalam yurisdiksinya. Pada akhir 1980-an,
kepala pemerintahan CARICOM menyatakan dukungannya
untuk penciptaan pasar bersama regional. Pada tahun 1990,
para anggota setuju untuk mengembangkan kebijakan
proteksionis bersama untuk perdagangan dengan negara-
negara di luar organisasi, meskipun banyak anggota yang
lambat dalam menerapkannya dan keputusannya. Pada
bulan Juli 2001 kepala pemerintahan merevisi Perjanjian
Chaguaramas, membentuk Komunitas Karibia dan Pasar
Tunggal dan Ekonomi CARICOM (the Caribbean Community
and the CARICOM Single Market and Economy atau CSME).
Hal itu untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi dan
menciptakan mata uang tunggal. Gerakan menuju pasar
tunggal dan ekonomi tertunda karena ketidaksepakatan
tentang pembagian manfaat, tetapi pada Januari 2006
Caricom Single Market (CSM), yang menghilangkan
hambatan terhadap barang, jasa, perdagangan, dan
beberapa kategori tenaga kerja, dengan cara
diimplementasikan oleh semua anggota. Negara bagian yang
dikecualikan, yaitu Bahama dan Haiti. Setahun sebelumnya,
CARICOM meresmikan Caribbean Court of Justice (CCJ), yang
menggantikan Judicial Committee of the Privy Council di
London. CCJ berfungsi sebagai pengadilan banding terakhir
bagi anggota CARICOM dan juga menangani sengketa
perdagangan regional.
Revisi Treaty of Chaguaramas Establishing The
Caribbean Revised Treaty of Chaguaramas Establishing
termasuk Komunitas Carico termasuk The Carico
Community Including The Caricom Single Market and
Economy, Pasal 192 Tentang Mediasi, Ayat (1) “Apabila
Negara-negara Anggota yang bersengketa setuju untuk
menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi, para pihak
318
dapat menyepakati seorang Mediator atau dapat meminta
Sekretaris Jenderal untuk menunjuk seorang mediator dari
daftar para konsiliator yang disebutkan dalam Pasal 196;
Ayat (2) “Mediasi dapat dimulai atau diakhiri setiap saat.
Tunduk pada aturan prosedural yang berlaku sehubungan
dengan arbitrase atau ajudikasi, mediasi dapat dilanjutkan
selama proses arbitrase atau ajudikasi”; Ayat (3) “Proses-
proses yang melibatkan Mediasi dan, khususnya, posisi-
posisi yang diambil oleh Para Pihak selama proses
persidangan, harus dirahasiakan dan tanpa mengurangi
hak-hak para pihak dalam setiap proses lebih lanjut”.
Pada Pasal 195 Tentang Inisiasi Proses Konsiliasi,
ditegaskan “Apabila Negara-negara Anggota yang
bersengketa telah setuju untuk menyerahkan sengketa
tersebut ke konsiliasi berdasarkan Bagian ini, setiap Negara
Anggota tersebut dapat mengajukan proses melalui
pemberitahuan yang ditujukan kepada pihak lain atau
pihak-pihak yang bersengketa”. Pasal 195 Tentang
Pembentukan Daftar Konsiliator menentukan: (1) Daftar
Konsiliator harus dibuat dan dipelihara oleh Sekretaris
Jenderal. Setiap Negara Anggota berhak untuk
menominasikan dua konsiliator, yang masing-masing akan
menjadi orang yang menikmati reputasi tertinggi untuk
keadilan, kompetensi dan integritas. Nama-nama orang
yang dicalonkan itu merupakan Daftar. Jika sewaktu-waktu
jumlah konsiliator yang dicalonkan oleh suatu Negara
Anggota kurang dari dua, Negara Anggota yang
bersangkutan berhak untuk membuat pencalonan yang
diperlukan. Nama seorang konsiliator akan tetap ada dalam
Daftar sampai ditarik oleh Negara Anggota yang membuat
pencalonannya dan di mana seorang konsiliator telah
ditunjuk untuk bertugas di komisi mediasi atau konsiliasi,
konsiliator akan terus melayani dalam komisi tersebut
sampai penyelesaian dari prosiding yang relevan; (2) Jangka
waktu seorang konsiliator, termasuk seorang konsiliator
yang ditunjuk untuk mengisi suatu lowongan, adalah lima
tahun dan dapat diperpanjang sesudahnya.
319
5.1.3 Mediasi Dalam Protokol ASEAN
Pasal 4 Protokol ASEAN tentang Mekanisme
Penyelesaian Sengketa (Protocol on Enhanced Dispute
Settlement Mechanism). 2010 Protocol to The Asean Charter
on Dispute Settlement Mechanisms yang diadopsi di Ha Noi,
Viet Nam tanggal 8 April 2010, di Pasal 6 Tentang Jasa Baik,
Mediasi, Konsiliasi menentukan: Ayat (1) “Para Pihak yang
sedang bersengketa dapat setiap saat menyetujui jasa baik,
mediasi atau konsiliasi. Proses untuk jasa baik, mediasi atau
konsiliasi dapat dimulai dan diakhiri setiap saat (The Parties
to the dispute may at any time agree to good offices,
mediation or conciliation. Proceedings for good offices,
mediation or conciliation may begin and be terminated at any
time)”; Ayat (2) “Para Pihak yang sedang bersengketa dapat
meminta Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN,
bertindak dalam kapasitas ex officio, untuk memberikan
jasa baik, mediasi atau konsiliasi (The Parties to the dispute
may request the Chairman of ASEAN or the Secretary-General
of ASEAN, acting in an ex officio capacity, to provide good
offices, mediation or conciliation)”; Ayat (3) “Proses yang
melibatkan jasa baik, mediasi atau konsiliasi, dan posisi
yang diambil oleh salah satu Pihak yang bersengketa selama
proses ini, tidak boleh mengurangi hak salah satu Pihak
yang sedang bersengketa dalam proses lebih lanjut atau
proses lainnya (Proceedings involving good offices, mediation
or conciliation, and positions taken by any of the Parties to
the dispute during these proceedings, shall be without
prejudice to the rights of any of the Parties to the dispute in
any further or other proceedings); Ayat (4) a. “Jasa-jasa baik,
mediasi atau konsiliasi yang diarahkan oleh Dewan
Koordinasi ASEAN kepada Para Pihak yang sedang
bersengketa sesuai dengan Pasal 9 Protokol ini harus sesuai
dengan Protokol ini, dan Rules of Goods, Rules of Mediation
320
atau Rules of Conciliation terlampir pada Protokol ini (Good
offices, mediation or conciliation directed by the ASEAN
Coordinating Council to the Parties to the dispute pursuant to
Article 9 of this Protocol shall be in accordance with this
Protocol, and the Rules of Good Offices, Rules of Mediation or
Rules of Conciliation annexed to this Protocol); Ayat (4) b.
“Prosedur jasa baik, mediasi atau konsiliasi yang diarahkan
oleh Dewan Koordinasi ASEAN sesuai dengan Pasal 9
Protokol ini harus sesuai dengan Aturan Jasa Baik, Aturan
Mediasi atau Aturan Konsiliasi, dengan tunduk pada
modifikasi sebagaimana Para Pihak yang bersengketa dapat
menyetujui secara tertulis (Procedures of good offices,
mediation or conciliation directed by the ASEAN Coordinating
Council pursuant to Article 9 of this Protocol shall be in
accordance with the Rules of Good Offices, Rules of Mediation
or Rules of Conciliation, subject to such modifications as the
Parties to the dispute may agree in writing).
Pasal 7 tentang Fungsi-Fungsi Jasa Baik, Mediasi, dan
Konsiliasi: di Ayat 1 “Orang-orang yang memberikan jasa-
jasa baik, mediasi atau konsiliasi wajib membantu dan
memfasilitasi Para Pihak yang sedang bersengketa untuk
mencapai penyelesaian sengketa secara damai di antara
mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang relevan
dari Piagam ASEAN dan/atau instrumen-instrumen ASEAN
lainnya (The persons providing good offices, mediation or
conciliation shall assist and facilitate the Parties to the
dispute to achieve an amicable settlement of the dispute
between them in the light of the relevant provisions of the
ASEAN Charter and/or any ASEAN instruments); Ayat 2
“Orang-orang yang memberikan jasa-jasa baik, mediasi atau
konsiliasi wajib dan memfasilitasi Para Pihak yang sedang
bersengketa untuk menyelesaikan penyelesaian konflik
secara damai antara mereka sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang relevan dari Piagam ASEAN dan/atau
instrumen-instrumen ASEAN lainnya (Where the Parties to
the dispute reach an amicable settlement of the dispute, they
shall draw up and sign a written settlement agreement); Ayat
321
3 “Dengan menandatangani perjanjian penyelesaian, Para
Pihak yang bersengketa mengakhiri sengketa dan terikat
dengan perjanjian tersebut (By signing the settlement
agreement, the Parties to the dispute put an end to the
dispute and are bound by the agreement)”. Ayat 4 “Perjanjian
penyelesaian kemudian akan diberitahukan oleh Para Pihak
yang sedang bersengketa kepada Sekretaris Jenderal
ASEAN, Negara-negara Anggota lainnya, dan Dewan
Koordinasi ASEAN dimana jasa-jasa baik, mediasi atau
konsiliasi diarahkan olehnya (4. The settlement agreement
shall then be notified by the Parties to the dispute to the
Secretary General of ASEAN, other Member States, and the
ASEAN Coordinating Council where good offices, mediation or
conciliation is directed by it).
Terdapat Lampiran (Annex 2) Aturan-aturan Mediasi
(Rules of Mediation) pada Protocol To The Asean Charter On
Dispute Settlement Mechanisms Tahun 2010, yaitu:
Aturan 1 Penunjukan Mediator (Rule 1: Appointment of
Mediator).
Harus hanya ada satu Penengah. Para Pihak yang
sedang bersengketa harus menyepakati nama mediator.
Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menunjuk
mediator dalam waktu empat puluh lima (45) hari sejak
tanggal diterimanya pemberitahuan dari Dewan Koordinasi
ASEAN tentang keputusannya untuk mengarahkan Para
Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan
sengketa melalui mediasi, dan wajib memberitahukan
Dewan Koordinasi ASEAN sebagaimana mestinya. Para
Pihak yang sedang bersengketa dapat memilih dari daftar
yang dibuat dan dipelihara oleh Sekretaris Jenderal ASEAN
berdasarkan Aturan 5 Aturan Arbitrase (There shall be one
mediator. The Parties to the dispute shall agree on the name
of the mediator. The Parties to the dispute shall appoint the
mediator within forty-five (45) days from the date of receipt
of the notification from the ASEAN Coordinating Council of its
decision to direct the Parties to the dispute to resolve the
dispute through mediation, and shall notify the ASEAN
322
Coordinating Council accordingly. The Parties to the dispute
may choose from the list drawn up and maintained by the
Secretary-General of ASEAN under Rule 5 of the Rules of
Arbitration).

Aturan 2 Peran Mediator (Rule 2: Role of Mediator)


Seorang mediator harus membantu memfasilitasi
komunikasi dan negosiasi antara Para Pihak yang sedang
bersengketa dan membantu mereka secara independen,
netral dan tidak memihak untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut (A mediator shall help to facilitate
communication and negotiation between the Parties to the
dispute and assist them in an independent, neutral and
impartial manner in order to resolve the dispute).

Aturan 3 Keterwakilan dan Bantuan (Rule 3: Representation


and Assistance)
Para Pihak yang sedang bersengketa dapat diwakili
atau dibantu oleh orang-orang pilihan mereka. Nama dan
alamat orang-orang tersebut harus dikomunikasikan
kepada Pihak lain yang sedang bersengketa dan kepada
mediator. Komunikasi tersebut adalah untuk menentukan
apakah penunjukan dilakukan untuk tujuan perwakilan atau
bantuan (The Parties to the dispute may be represented or
assisted by persons of their choice. The names and addresses
of such persons are to be communicated to the other Party to
the dispute and to the mediator. Such communication is to
specify whether the appointment is made for purposes of
representation or of assistance).

Aturan 4: Komunikasi Antara Mediator dan Para Pihak yang


Bersengketa (Rule 4: Communication Between Mediator and
Parties to The Dispute)
Mediator dapat mengundang Para Pihak yang sedang
bersengketa untuk bertemu dengannya atau dapat
berkomunikasi dengan mereka secara lisan atau tertulis. Ia
dapat bertemu atau berkomunikasi dengan Para Pihak yang
323
sedang bersengketa bersama-sama atau dengan masing-
masing dari mereka secara terpisah (The mediator may
invite the Parties to the dispute to meet with him or her or
may communicate with them orally or in writing. He or she
may meet or communicate with the Parties to the dispute
together or with each of them separately).

Aturan 5: Pelaksanaan Mediasi (Rule 5: Conduct of


Mediation)
Mediasi harus dilakukan dengan cara yang disepakati
oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. Jika, dan sejauh
Para Pihak yang sedang bersengketa belum membuat
kesepakatan tersebut, mediator harus, sesuai dengan
Protokol ini dan Aturan-aturan ini, menentukan cara di
mana mediasi akan dilakukan (The mediation shall be
conducted in the manner agreed by the Parties to the dispute.
If, and to the extent that, the Parties to the dispute have not
made such agreement, the mediator shall, in accordance with
this Protocol and these Rules, determine the manner in which
the mediation shall be conducted).

Aturan 6: Pengungkapan Informasi (Rule 6: Disclosure of


Information)
Ketika mediator menerima informasi faktual
mengenai sengketa dari salah satu Pihak yang sedang
bersengketa, ia dapat mengungkapkan substansi informasi
tersebut kepada Pihak lain yang sedang bersengketa agar
Pihak tersebut dapat memiliki kesempatan untuk
menanggapi. Akan tetapi, apabila salah satu Pihak yang
sedang bersengketa memberikan informasi apapun kepada
mediator dengan syarat tertentu yang harus dijaga
kerahasiaannya, mediator tidak boleh mengungkapkan
informasi tersebut kepada Pihak lain yang sedang
bersengketa (When the mediator receives factual
information concerning the dispute from a Party to the
dispute, he or she may disclose the substance of that
information to the other Party to the dispute in order that
324
such Party may have the opportunity to respond. However,
when a Party to the dispute gives any information to the
mediator subject to a specific condition that it be kept
confidential, the mediator shall not disclose that information
to the other Party to the dispute).

Aturan 7: Kerahasiaan (Rule 7: Confidentiality)


Kecuali Para Pihak yang sedang bersengketa
menyepakati lain, mediator dan Para Pihak yang sedang
bersengketa wajib merahasiakan semua hal yang berkaitan
dengan proses mediasi (Unless the Parties to the dispute
agree otherwise, the mediator and the Parties to the dispute
shall keep confidential all matters relating to the mediation
proceedings).

Aturan 8: Penghentian Proses Mediasi (Rule 8: Termination


of Mediation Proceedings):
1. Proses mediasi dihentikan (The mediation proceedings
shall be terminated):
a. pada tanggal penandatanganan perjanjian
penyelesaian oleh Para Pihak yang sedang
bersengketa (on the date of the signing of the
settlement agreement by the Parties to the dispute);
b. pada tanggal komunikasi tertulis oleh mediator,
setelah berkonsultasi dengan Para Pihak yang sedang
bersengketa, yang ditujukan kepada Dewan
Koordinasi ASEAN, yang menyatakan bahwa upaya
mediasi lebih lanjut tidak lagi diperlukan atau
dibenarka (on the date of a written communication by
the mediator, after consultation with the Parties to the
dispute, addressed to the ASEAN Coordinating Council,
to the effect that further efforts at mediation are no
longer necessary or justified);
c. pada tanggal komunikasi tertulis oleh Para Pihak yang
sedang bersengketa yang ditujukan kepada mediator
dan Dewan Koordinasi ASEAN yang menyatakan
bahwa proses mediasi dihentikan (on the date of a
325
written communication by the Parties to the dispute
addressed to the mediator and to the ASEAN
Coordinating Council to the effect that the mediation
proceedings are terminated); atau
d. pada tanggal komunikasi tertulis oleh suatu Pihak
yang sedang bersengketa kepada Pihak lain yang
sedang bersengketa, mediator, jika ditunjuk, dan
Dewan Koordinasi ASEAN yang menyatakan bahwa
proses mediasi dihentikan (on the date of a written
communication by a Party to the dispute to the other
Party to the dispute, the mediator, if appointed, and the
ASEAN Coordinating Council to the effect that the
mediation proceedings are terminated).

Mediasi juga diatur dalam perjanjian-perjanjian


perdagangan internasional seperti: the Free Trade
Agreements between China-New Zeeland, ASEAN-Korea,
China-Costa Rica, Jepang-Swiss dan sebagainya. Dalam
praktik Uni Eropa, dapat diperhatikan aturan yang lebih
menyeluruh tentang Mediasi yang berlaku untuk protokol
yang ditujukan guna menyelesaikan sengketa komersial
dalam perjanjian Euro-Mediterania yang disepakati antara
Mesir, Aljazair, Yordania, dan Maroko.417
Selain metode pencacahan, ada juga situasi (lebih
jarang) di mana mediasi dilakukan secara terpisah
ditunjukkan baik sebagai berdiri sendiri atau bersama-sama
dengan jasa baik. Peraturan tersebut dapat ditemui dalam
the Convention on Biological Diversity (Konvensi
Keanekaragaman Hayati), yang ditandatangani di Rio de
Janeiro, pada tanggal 5 Juni 1992. Dinyatakan bahwa jika
Negosiasi dilakukan tidak mengarah pada penyelesaian
sengketa, para pihak umumnya dapat setuju untuk
menggunakan Jasa Baik atau Mediasi pihak ketiga (Pasal

417
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.377.
326
27.2). Konvensi lain yang secara jelas mengatur penggunaan
Mediasi adalah sebagai berikut:418 Pasal 11, Poin 2 the
Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer
(Konvensi Wina untuk Perlindungan Lapisan Ozon); Pasal
18.1 dalam the Convention on the Conservation of European
Wildlife and Natural Habitats (Konvensi tentang Konservasi
Satwa Liar Eropa dan Habitat Alami, tahun 1979); Pasal 38
dari the Joint Convention on the Safety of Spent Fuel and the
Safety of Radioactive Waste Management (Konvensi
Bersama tentang Keamanan Bahan Bakar Bekas dan
Keamanan Pengelolaan Limbah Radioaktif), diadopsi di
Wina, pada 5 September 1997; the Convention on Nuclear
Safety adopted at Vienna (Konvensi Keselamatan Nuklir)
yang diadopsi di Wina, pada 17 Juni 1994; Pasal 30 the
African Convention on the Conservation of Nature and
Natural Resources (Konvensi Afrika tentang Konservasi
Alam dan Sumber Daya Alam) tahun 2003. Beberapa
konvensi internasional juga menunjukkan sifat dari
Mediator atau Pihak Ketiga, misalnya the Helsinki
Convention, from 1992, on the Protection of the Marine
Environment of the Baltic Sea (Konvensi Helsinki tentang
Perlindungan Lingkungan Laut Laut Baltik) tahun 1992.
Beberapa perjanjian perjanjian komersial, seperti NAFTA
atau Perjanjian Perdagangan Bebas antara Cina dan
Selandia Baru, menetapkan bahwa a pihak ketiga yang
potensial dapat berupa badan politik yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan, seperti Komite Bersama.419
Mengenai durasi mediasi, beberapa konvensi
internasional mengatur praktik penentuannya dengan:

418
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.377-
378.
419
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.377-
378.
327
mempertimbangkan lamanya tahap diplomasi penyelesaian
konflik, diikuti dengan penggunaan metode yurisdiksi.
Misalnya Pasal 5.4 dari Lampiran 2 Perjanjian Marrakesh
menyatakan, Salah satu pihak dapat menuntut dari pihak
lain dalam waktu 60 hari. Apabila semua pihak yang terlibat
dalam konflik menganggap bahwa prosedur Good offices
(jasa baik), Rekonsiliasi atau Mediasi tidak mengarah pada
pengaturan konflik. Pada beberapa kasus, istilah konkret
dalam prosedur Mediasi harus dilakukan dan ditunjukkan.
Situasi seperti itu ditemui dalam kasus Protokol pada
penyelesaian sengketa komersial dalam the Euro-
Mediterranean Association Agreements (Perjanjian Asosiasi
Euro-Mediterania) diakhiri dengan Mesir, Aljazair, Yordania
dan Maroko. Misalnya, Pasal 4.2 Protocol with the Republic
of Lebanon states yang menyatakan bahwa Mediator harus
memberitahukan pendapat selambat-lambatnya 45 hari
sejak ia dipilih. Pada organisasi internasional yang
bersangkutan dapat diperhatikan, selain menyediakan
Mediasi dalam undang-undang mereka, upaya dilakukan
untuk mengatur basis profesional permanen untuk
beberapa struktur yang mengkhususkan diri dalam
menggunakan Mediasi selama proses penyelesaian konflik.
Selain itu, perlu dicari strategi penggunaan negosiasi
seefisien mungkin, dalam korelasinya dengan teknik-teknik
lain untuk mencegah dan menyelesaikan konflik.420
Pentingnya Mediasi sebagai metode untuk mencegah
dan menyelesaikan perselisihan telah digarisbawahi ketika
PBB. Majelis Umum mengadopsi resolusi khusus mengenai
metode ini. Rujukan singkat tentang Mediasi juga terdapat
dalam resolusi-resolusi Majelis Umum lainnya, antara
lain:421 Poin 14 Resolusi 57/337 tahun 2003 tentang

420
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.378.
421
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.378.
328
Prevention of Armed Conflicts (Pencegahan Konflik
Bersenjata), Poin 76 Resolusi 60/1 tahun 2005 tentang
Results of the World Summit (Hasil KTT Dunia). Pada tanggal
28 Juli 2011, Resolusi 65/283 diadopsi dan diberi nama
Strengthening the role of mediation in the peaceful settlement
of disputes, conflict prevention and resolution (Penguatan
peran mediasi dalam penyelesaian sengketa, konflik secara
damai pencegahan dan penyelesaian). Hal itu kemudian
telah ditegaskan kembali faktanya bahwa Mediasi adalah
metode nyaman yang efisien untuk mencegah dan
menyelesaikan perselisihan. Resolusi ini mendesak negara-
negara anggota Uni Eropa untuk mengembangkan layanan
Mediasi nasional mereka sendiri, untuk menyediakan
sumber daya yang diperlukan pada waktunya dan
menggunakan Mediasi lebih sering dalam hubungan
bilateral. Selain itu, Resolusi yang sama menegaskan
kembali pentingnya organisasi teritorial dan sub-teritorial
dalam proses Mediasi dan menyarankan negara-negara
bagian untuk menggunakan layanan mereka dan layanan
PBB, khususnya layanan Sekretaris Jenderal.
Peran yang terakhir dalam praktik Mediasi dan Jasa
Baik diakui dan dituntut untuk aktif terlibat dalam bidang
ini. Terlepas dari ketentuan yang agak umum mengenai
pentingnya dan peran Mediasi, Resolusi tersebut juga
memuat serangkaian ketentuan konkrit mengenai praktik
mediasi.422 Diantaranya:
(1) Melatih para ahli yang tidak memihak untuk
menegakkan upaya Mediasi secara efisien. Mereka
harus hadir di semua bidang di dunia dan harus
menjunjung tinggi Sekretaris Jenderal PBB dalam
menjaga daftar Mediator terkini

422
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.378.
329
(2) Mendorong perempuan untuk mengambil bagian
dalam tim mediasi, baik sebagai anggota biasa maupun
sebagai Ketua-Mediator
(3) Agar Mediasi dapat dipercaya, diperlukan persetujuan
para pihak mengenai suatu hal yang perselisihan,
ketidakberpihakan para Mediator, ketaatan terhadap
mandat, penghormatan terhadap kedaulatan nasional
dan kepatuhan, oleh semua subjek yang terlibat, dari
tugas-tugas yang dihasilkan oleh hukum
internasional. 423

Melalui Resolusi-resolusi tersebut di atas, Sekjen PBB


diminta untuk menyusun laporan tentang pelaksanaan
ketentuan-ketentuan ini, untuk memasukkan juga pendapat
negara-negara anggota, juga pedoman tentang bagaimana
mediasi berlangsung. Laporan Sekretaris Majelis Umum ke-
66 ke-66 diadopsi tahun 2012, menjadi dokumen yang
beralasan tentang peran dan pentingnya Mediasi, yang
langkah-langkah konkretnya harus dilaksanakan untuk
penggunaan Mediasi yang efisien, keterlibatan PBB dan
pihak lainnya seperti organisasi internasional. Laporan yang
sama menggarisbawahi pentingnya pengorganisasian. Pada
tahun 2006, the Mediation Support Unit (Unit Pendukung
Mediasi), the United Nations Department of Political Affairs
(Departemen Urusan Politik PBB). Aktivitas struktur ini
berorientasi pada tiga arah utama:424
(1) Dukungan teknis dan operasional untuk proses
perdamaian
(2) Memperkuat kapasitas mediasi perserikatan bangsa-
bangsa, mitranya, dan pihak-pihak yang berkonflik

423
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.378.
424
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.378-
379.
330
(3) Mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan
yang dapat dipelajari mengenai mediasi.
Antara tahun 2008-2011, struktur di atas telah
melakukan kegiatan dukungan Mediasi dalam sedikitnya 35
sengketa. Sebuah Peran penting dalam reaksi cepat
sengketa adalah Team of Mediation Experts (Tim Siaga Ahli
Mediasi) yang khusus beranggotakan 8 orang dalam
berbagai aspek teknis mediasi. Tim ini dapat melakukan
intervensi dalam waktu 72 jam setelah menerima
Permohonan atau aplikasi, dengan menawarkan dukungan
kepada pejabat PBB, untuk misi penjaga perdamaian dan
organisasi regional yang bekerjasama dengan PBB. Tim
bertindak sementara (biasanya selama sekitar satu bulan),
sampai intervensi dari Mediator dalam daftar Departemen
Politik. Antara 2008-2011, Tim Siaga telah diminta untuk
terlibat dalam lebih dari 100 file kasus. Setelah laporan lain
dari Sekretaris Jenderal PBB dari tanggal 8 April 2009
diajukan ke Dewan Keamanan, Terkait penguatan kapasitas
mediasi, Departemen Politik terus melakukan daftar
permanen ahli mediasi. Daftar ini terdiri dari 240 ahli dari
70 negara, dipilih sesuai dengan mereka distribusi
geografis, pengalaman praktis mereka di lapangan, dan
keterampilan linguistik mereka. 37% ahlinya adalah
perempuan, karena strategi organisasi yang melibatkan
mereka dalam proses Mediasi. Layanan yang disediakan
oleh Mediator dapat diminta oleh semua struktur PBB,
negara anggota dan organisasi yang bekerja sama. Sejak
operasional yang dimulai dengan paruh kedua tahun 2001,
para ahli yang dikandungnya telah mengambil bagian lebih
dari 80 berkas kasus Mediasi.425
Semua aspek yang disebutkan di atas, bersama
dengan banyak aspek lainnya mengenai peningkatan:
425
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.379.

331
(1) Kapasitas Mediasi organisasi regional dan negara-
negara anggota
(2) Kemitraan yang diperlukan untuk mengembangkan
Mediasi
(3) Keterlibatan perempuan dalam Mediasi, telah
dianalisis secara menyeluruh dalam Laporan 2012. Hal
itu membuktikan peningkatan perhatian yang
diberikan oleh organisasi onusian terhadap metode
penyelesaian konflik yang sangat tua ini. Salah satu
organisasi regional internasional yang mulai
menerapkan pendekatan semacam ini, terkait
penggunaan Mediasi dalam kaitannya dengan
kebijakan eksternal, adalah Uni Eropa. Kegiatan
Mediasi merupakan bagian dari kegiatan diplomatik.

Jika pengorganisasian kegiatan diplomatik untuk


suatu negara lebih mudah, karena pengalaman panjang
dengan perwakilan eksternal negara-negara, untuk
beberapa organisasi internasional yang sangat kompleks,
seperti Uni Eropa, bidang ini membutuhkan koordinasi dan
organisasi yang lebih ketat, agar berfungsi secara efisien.
Untuk alasan ini, cara kebijakan eksternal Uni Eropa telah
diatur setelah Perjanjian Lisbon (Lisbon Treaty) telah
mempengaruhi penggunaan cara-cara diplomatik. Pasal 3
Perjanjian Lisbon sendiri menggarisbawahi keinginan untuk
berimplikasi dalam kegiatan pembangunan perdamaian dan
dalam pencegahan konflik, menyediakan tempat penting
untuk mediasi di antara langkah-langkah yang digunakan di
seluruh praktik diplomatik.
Menurut Pasal 3 Lisbon Treaty, “Tujuan Persatuan
adalah untuk memajukan perdamaian, nilai-nilainya dan
kesejahteraan rakyatnya.”, sedangkan menurut Pasal 21.2
huruf c) “Persatuan bertindak untuk memelihara
perdamaian, mencegah konflik dan memperkuat keamanan
internasional”, sesuai dengan prinsip-prinsip Piagam PBB.
Dengan membentuk the Union for Foreign Affairs and
Security Policy (Perwakilan Tinggi Persatuan untuk Urusan
332
Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan) lebih banyak
koherensi dan efisiensi telah diberikan kepada kebijakan
eksternal forum Eropa. Menurut Pasal 18.2 dari Perjanjian
Lisbon, “Perwakilan Tinggi memimpin kebijakan luar negeri
dan keamanan bersama Uni. Ia akan berkontribusi dengan
proposalnya untuk pengembangan kebijakan itu, yang akan
dia laksanakan sebagaimana diamanatkan oleh Dewan. Hal
yang sama akan berlaku untuk kebijakan keamanan dan
pertahanan bersama.426
Meskipun Uni Eropa telah lama terlibat dalam
kegiatan yang khas untuk Mediasi, belum ada perhatian
resmi sampai tahun 2009 tentang peran dan pentingnya
sarana diplomatik ini untuk mencegah dan menyelesaikan
konflik. Pada tahun 2009, selama kepresidenan Uni
Eropanya negara Swedia (the EU Swedish presidency), the
Council of the European Union (Dewan Uni Eropa)
mengadopsi dokumen bernama The Concept on
Strengthening EU Mediation and Dialogue Capacities
(Konsep Penguatan Mediasi Uni Eropa dan Kapasitas
Dialog) yang untuk pertama kalinya, menetapkan dasar
untuk strategi menyeluruh pada penggunaan Mediasi yang
efisien, sehubungan dengan tindakan eksternal Uni Eropa.
Dokumen yang sama mengakui pentingnya Mediasi sebagai
instrumen pencegahan dan penyelesaian konflik. Dalam arti
luas, Mediasi didefinisikan sebagai metode yang dengannya
Pihak Ketiga, yang diterima oleh pihak-pihak yang
berkonflik, – Para Pihak menghadiri negosiasi dan
membantu pihak-pihak mengubah konflik. Meskipun
Mediasi telah mendapat manfaat dari definisi yang luas,
tetapi dibuat perbedaan antara Mediasi yang sebenarnya
dan kegiatan yang termasuk dalam bidang jasa-jasa baik.
Dengan demikian, Mediasi diinisiasi atas dasar mandat Para
Pihak. Mediator berperan aktif dalam proses negosiasi dan

426
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.379.
333
membuat proposal atau usulan konkrit untuk
menyelesaikan konflik, sedangkan jika menyangkut
kegiatan memfasilitasi negosiasi (apa yang disebut good
office, meskipun dokumen tidak menggunakan istilah ini)
implikasi Pihak Ketiga kurang langsung dan tidak
menyangkut dasar-dasar negosiasi.427
Mengenai penggunaan Mediasi oleh Uni Eropa,
dokumen yang disebutkan di atas mengakui bahwa,
meskipun beberapa keterlibatan dalam tindakan untuk
mendukung Mediasi, penggunaan yang terakhir terjadi agak
ad-hoc dan tidak dalam bentuk yang terorganisir. Oleh
karena itu, perlu untuk menata bidang Mediasi secara
profesional, dan menetapkan strategi mediasi yang
mencakup hal-hal berikut:428
(1) Koordinasi yang efisien dari berbagai struktur Uni
Eropa (the European Union), di antaranya: Perwakilan
Tinggi (the High Representative), Perwakilan Khusus
(Special Representatives), Komisi (the Commission),
Kepresidenan Uni Eropa (the EU Presidency), tetapi
juga perwakilan diplomatik negara-negara anggota,
sehingga dapat menggunakan Mediasi tepat waktu
(2) Mengasuransikan dukungan operasional yang
diperlukan untuk proses Mediasi. Untuk alasan ini,
akan ada jaminan dana yang diperlukan untuk
mempersiapkan Mediator, untuk akses ke keahlian
dan pengetahuan yang diperlukan. Persiapan di
bidang Mediasi tidak hanya menyangkut orang-orang
tertentu, tetapi juga lembaga-lembaga Uni Eropa dan
negara-negara anggota
(3) Pengembangan pedoman praktik yang baik di bidang
Mediasi dan kinerja beberapa analisis menyeluruh,

427
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.380.
428
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.380.
334
baik di dalam tetapi juga dengan bantuan Lembaga
Swadaya Masyarakat, mengenai kapasitas Mediasi
lembaga-lembaga di Uni Eropa
(4) Memperkuat kerjasama dengan mitra internasional
lainnya dan organisasi antar pemerintah, seperti PBB,
OSCE (the Organization for Security and Co-operation
in Europe), U.A. dan organisasi- organisasi regional
lainnya, tetapi juga dengan LSM terkait di lapangan.429

Untuk pelaksanaan langkah-langkah yang disebutkan


di atas, disediakan untuk membentuk Kelompok Dukungan
Mediasi (Group for Mediation Support), yang bersifat
informal dan terdiri dari perwakilan Sekretariat Dewan dan
Komisi (the Secretariat of the Council and Commission), yang
akan bekerja sama dalam hubungan yang kuat dengan
Kepresidenan dan negara-negara anggota Uni Eropa. Pada
tingkat organisasi, di dalam European External Action
Service telah dibentuk Layanan untuk Pencegahan Konflik,
Pembangunan Perdamaian dan Mediasi (Service for Conflict
Prevention, Peace building and Mediation), yang mendukung
layanan geografis, delegasi Uni Eropa, perwakilan khusus
Uni Eropa, dan kepemimpinan EEAS dalam mengambil
keputusan terkait perdamaian membangun, mediasi dan
pencegahan konflik. Oleh sebab hal ini merupakan studi
percontohan yang diselenggarakan oleh Parlemen Eropa
(the European Parliament), layanan khusus ini dapat melatih
personel EEAS (The European External Action Service) dalam
kegiatan Mediasi, menyiapkan pedoman praktik yang baik,
dan menyusun daftar orang yang berspesialisasi dalam
bidang tersebut. EEAS merupakan badan diplomatik Uni
Eropa. Mendukung Uni Eropa yang bertanggung jawab
untuk urusan luar negeri (Perwakilan Tinggi Persatuan
untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan atau

429
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the International
Regulation of Mediation, as a Diplomatic Way to Resolve the Conflicts
between States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149, 2014, hlm.380.
335
High Representative of the Union for Foreign Affairs and
Security Policy, Catherine Ashton) dalam mengelola
kebijakan luar negeri dan keamanan bersama; ia memiliki
delegasi di seluruh dunia, melakukan aktivitasnya atas
nama warga negara Eropa dan mewakili Uni Eropa secara
keseluruhan. Proyek ini merupakan langkah nyata dalam
mempersiapkan infrastruktur khusus dalam kegiatan
mediasi, mempraktekkan permintaan dokumen yang
diadopsi oleh Dewan Uni Eropa (the Council of the European
Union) pada tahun 2009. Layanan ini telah mendukung
upaya Uni Eropa untuk menyelesaikan berbagai
perselisihan seperti di Malia, Myanmar, Lebanon, Yaman,
Suriah, Timur Tengah, Afghanistan, Kaukasus Selatan, dan
Nigeria.

5.1.4 WIPO Mediation Rules


World Intellectual Property Organization (WIPO)
Mediation Rules efektif berlaku mulai tahun 2021, hal-hal
penting, diantaranya:
Pasal 1 Tentang Pengertian “Perjanjian Mediasi
berarti kesepakatan para pihak untuk menyerahkan kepada
mediasi semua atau perselisihan tertentu yang telah atau
yang mungkin timbul di antara mereka; Perjanjian Mediasi
dapat berupa klausula mediasi dalam suatu kontrak atau
dalam bentuk kontrak tersendiri; ‘Mediator’ termasuk
mediator tunggal atau semua mediator yang ditunjuk lebih
dari satu orang (Mediation Agreement" means an agreement
by the parties to submit to mediation all or certain disputes
which have arisen or which may arise between them; a
Mediation Agreement may be in the form of a mediation
clause in a contract or in the form of a separate contract;
Mediator includes a sole mediator or all the mediators where
more than one is appointed);
Pasal 2 Tentang Lingkup Penerapan Aturan Mediasi
“Apabila Perjanjian Mediasi mengatur mediasi berdasarkan
Aturan Mediasi WIPO, Aturan ini akan dianggap sebagai
bagian dari Perjanjian Mediasi tersebut. Kecuali para pihak
336
telah menyepakati lain, Aturan ini yang berlaku pada
tanggal dimulainya mediasi akan berlaku (Where a
Mediation Agreement provides for mediation under the WIPO
Mediation Rules, these Rules shall be deemed to form part of
that Mediation Agreement. Unless the parties have agreed
otherwise, these Rules as in effect on the date of the
commencement of the mediation shall apply)”.

Pasal 3 Tentang Dimulainya Mediasi


(a) Salah satu pihak dalam Perjanjian Mediasi yang ingin
memulai mediasi harus mengajukan Permintaan
Mediasi secara tertulis kepada Centre dan kepada pihak
lainnya. Permohonan Mediasi harus disampaikan
melalui email atau alat komunikasi elektronik lainnya
yang memberikan catatannya, kecuali salah satu pihak
memutuskan untuk menggunakan juga jasa pos atau
kurir yang dipercepat (A party to a Mediation Agreement
that wishes to commence a mediation shall submit a
Request for Mediation in writing to the Center and to the
other party. The Request for Mediation shall be delivered
by email or other means of electronic communication
that provide a record thereof, unless a party decides to
use also expedited postal or courier service).
(b) Permohonan Mediasi harus memuat atau dilampiri
dengan:
(i) nama, alamat dan telepon, email atau referensi
komunikasi lainnya dari para pihak yang
bersengketa dan perwakilan dari pihak yang
mengajukan Permohonan Mediasi;
(ii) salinan Perjanjian Mediasi; dan
(iii) pernyataan singkat tentang sifat sengketa.
WIPO (World Intellectual Property organization)
adalah salah satu badan khusus Perserikatan Bangsa-
Bangsa. WIPO dibentuk pada tahun 1967 dengan tujuan
‘untuk mendorong kreativitas dan memperkenalkan
perlindungan kekayaan intelektual ke seluruh dunia. WIPO
Mediation Rules yang berlaku efektif mulai 1 Oktober 1994,
337
menyebutkan “Perjanjian mediasi adalah kesepakatan para
pihak untuk menyerahkan kepada mediasi semua atau
perselisihan tertentu yang telah atau mungkin timbul di
antara mereka; Perjanjian mediasi dapat berbentuk klausula
mediasi dalam suatu kontrak atau dalam bentuk kontrak
tersendiri. Mediasi dilakukan dengan cara yang disepakati
oleh para pihak. Jika, dan sejauh para pihak belum membuat
kesepakatan tersebut, mediator harus, sesuai dengan
aturan, menentukan cara di mana mediasi akan dilakukan.
Masing-masing pihak harus bekerja sama dengan itikad baik
dengan mediator untuk memajukan mediasi secepat
mungkin”. WIPO adalah forum global untuk layanan,
kebijakan, informasi, dan kerja sama kekayaan intelektual
(intellectual property/ IP). Kami adalah lembaga swadana
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan 193 negara
anggota.WIPO Lex menyediakan akses gratis ke informasi
hukum tentang kekayaan intelektual (IP) dari seluruh dunia.
Database Lex WIPO diatur ke dalam tiga kumpulan, terdiri
dari undang-undang dan peraturan HKI, perjanjian yang
dikelola WIPO dan perjanjian terkait IP, dan penilaian IP.
Misinya adalah memimpin pengembangan sistem IP
internasional yang seimbang dan efektif yang
memungkinkan inovasi dan kreativitas untuk kepentingan
semua. Mandat kami, badan pengatur dan prosedur
ditetapkan dalam Konvensi WIPO, yang menetapkan WIPO
pada tahun 1967.430

5.1.5 Mediasi Melalui International Chamber of


Commerce (ICC)
International Chamber of Commerce (ICC) atau Kamar
Dagang Internasional merupakan sebuah organisasi
nirlaba internasional yang bekerja mempromosikan dan
mendukung perdagangan global dan
globalisasi. ICC memiliki akses langsung ke pemerintah
nasional di seluruh dunia melalui komite nasionalnya.

430
“WIPO Lex”, https://www.wipo.int/wipolex/en/index.html
338
Peraturan Mediasi Baru Kamar Dagang Internasional ICC
menerbitkan Peraturan Mediasi yang baru, yang mulai
berlaku 1 Januari 2014. Ini Aturan menggantikan Resolusi
Perselisihan Amicable ICC saat ini (ADR) Aturan, yang telah
berlaku sejak saat itu 1 Juli 2001. Perubahan nama
(dari Aturan ADR ke Aturan Mediasi) mencerminkan
dominasi mediasi dalam ADR internasional. Perubahan
nama (dari Aturan ADR ke Aturan Mediasi) mencerminkan
dominasi mediasi dalam ADR internasional. Sekitar 90
persen dari prosedur ADR yang dipegang berdasarkan
Aturan ADR sampai saat ini miliki, faktanya, menjadi
mediasi, hanya dengan konsili dan evaluasi netral 10 persen
dari total. Para pihak mungkin masih setuju untuk
melakukan bentuk-bentuk ADR lainnya, mis., konsiliasi atau
evaluasi netral, di bawah Aturan Mediasi jika mereka mau.
Peraturan Mediasi berisi beberapa ketentuan yang
dipertimbangkan dengan baik. Ini akan membantu
meningkatkan daya tarik International Chamber of
Commerce tidak hanya bagi pengguna arbitrase
internasional, tetapi juga bagi mereka yang berusaha
menyelesaikan perselisihan mereka dengan alternatif,
metode yang lebih murah dan lebih cepat seperti mediasi.
Peraturan tersebut mengatur ICC International Center untuk
ADR untuk memainkan peran aktif dalam membimbing para
pihak menuju bentuk mediasi yang dapat diterima bersama,
seperti dengan memutuskan tempat dan bahasa mediasi.
Idenya adalah untuk menghindari perlunya mediator untuk
mengambil keputusan seperti itu dan dengan demikian
berpotensi mengasingkan salah satu pihak, yang merupakan
perhatian nyata dalam praktik. Di mana tidak ada perjanjian
yang sudah ada sebelumnya untuk menengahi, dan salah
satu pihak membuat proposal mediasi, Pusat akan
memainkan peran penting dalam mendorong pihak lain
untuk menerima gagasan mediasi.
Pemilihan mediator, kecuali disetujui oleh para pihak,
akan dibuat oleh Pusat, seperti di bawah aturan ADR lama.
Pusat ini tidak memiliki daftar mediator resmi, tetapi telah
339
mengembangkan jaringan terbuka dari mana ia memilih
mediator tergantung pada subjek perselisihan, tempat
mediasi, bahasa mediasi dan kebangsaan para pihak, yang
untuk semua tujuan praktis berfungsi sebagai daftar arbiter.
Para mediator harus menandatangani deklarasi
ketersediaan, imparsialitas dan independensi, seperti
arbiter harus dilakukan dalam arbitrase
International Chamber of Commerce. Meskipun Peraturan
sengaja menahan diri dari menentukan bagaimana mediasi
harus dilakukan, dokumen terpisah, Catatan Panduan
Mediasi, memberikan rekomendasi tentang bagaimana
melakukan mediasi, yang merupakan aturan yang tidak
mengikat. Catatan memberikan panduan yang bermanfaat
tentang sejumlah topik seperti penggunaan sesi bersama
dan pribadi, persiapan untuk sesi mediasi, perlunya
seseorang dengan wewenang untuk menghadiri pertemuan,
penggunaan ringkasan kasus, dan hubungan antara proses
mediasi dan arbitrasi.
Mediasi, tetapi bukan fakta bahwa mereka sedang
terjadi, bersifat pribadi dan rahasia. Demikian juga
kesepakatan penyelesaian dicapai sebagai hasil dari
mediasi, kecuali sejauh pengungkapan diperlukan oleh
hukum yang berlaku atau untuk menerapkan atau
menegakkan perjanjian tersebut. Para pihak dalam mediasi
mungkin tidak bergantung, dalam proses peradilan atau
arbitrase, pada dokumen apa pun, pernyataan atau
komunikasi lain yang disampaikan dalam proses mediasi,
atau pada pandangan apa pun, saran, penerimaan, proposal
atau indikasi bahwa suatu pihak siap menerima proposal.
Aspek terakhir ini sangat penting dalam yurisdiksi yang
tidak mengakui konsep komunikasi tanpa prasangka. Klausa
model disediakan di akhir buklet yang berisi Aturan
Mediasi, dan mencakup empat skenario berbeda:
penggunaan opsional dari Aturan Mediasi
International Chamber of Commerce, kewajiban untuk
mempertimbangkan Aturan Mediasi ICC, kewajiban untuk
menggunakan Aturan Mediasi ICC sambil memungkinkan
340
arbitrase paralel dan kewajiban untuk menggunakan Aturan
Mediasi International Chamber of Commerce sebelum
beralih ke arbitrasi, yaitu, klausa multi-tier.
Struktur biaya juga telah dimodifikasi. Ada biaya
pengajuan yang tidak dapat dikembalikan dari AS $2,000.
Sebagai tambahan, the Centre will request one or more
deposits to cover The Centre’s administrative expenses,
yang didasarkan pada nilai sengketa dan berkisar antara US
$ 5.000 untuk jumlah sengketa hingga US $ 200.000, hingga
US $ 30.000 untuk jumlah yang diperselisihkan lebih dari US
$ 100.000.000. Jika mediasi berlangsung dalam konteks
arbitrase International Chamber of Commerce, biaya
pengajuan yang dibayarkan untuk arbitrase (US $ 3.000)
akan dikurangkan dari biaya administrasi Centre. Biaya
mediator, yang umumnya dinilai berdasarkan waktu yang
dihabiskan secara wajar oleh mediator dan tarif per jam
yang ditetapkan oleh Pusat, umumnya antara US $ 400 dan
US $ 600. Juga dimungkinkan bagi para pihak untuk
menyetujui biaya tetap dengan mediator.
Bagi mereka yang ingin menghindari keharusan
membayar biaya administrasi Centre dan / atau yang tidak
melihat manfaat dari memiliki Centre mengelola mediasi
mereka, adalah mungkin untuk meminta
International Chamber of Commerce bertindak hanya
sebagai penunjuk otoritas, dalam hal ini ia akan memilih
mediator tetapi tidak memainkan peran lain dalam
hubungannya dengan mediasi.
Telah ada sejumlah diskusi penting dalam beberapa tahun
terakhir tentang perlunya mencapai tingkat penyelesaian
arbitrase internasional yang lebih tinggi. Praktisi memiliki
pandangan berbeda tentang manfaat arbiter yang
memainkan peran aktif dalam diskusi penyelesaian, tetapi
sebagian besar setuju bahwa arbiter dapat dan harus
berperan dalam mendorong para pihak untuk
mempertimbangkan berbagai cara penyelesaian
perselisihan mereka, termasuk mediasi. Itu 2012 Peraturan
Arbitrase berupaya mendorong para arbiter untuk
341
memainkan peran seperti itu. Catatan Panduan Mediasi
melangkah lebih jauh dengan mendorong para arbiter untuk
mempertimbangkan penggunaan “jendela mediasi”, yaitu,
tinggal atau jeda dalam proses arbitrase. Mediasi Rules
sendiri mengeluarkan nada peringatan, namun, dengan
menetapkan bahwa para mediator “tidak akan bertindak
atau akan bertindak dalam peradilan apa pun, proses
arbitrase atau serupa yang berkaitan dengan perselisihan ”,
kecuali dengan persetujuan tertulis dari para pihak.
International Chamber of Commerce tentu saja hanya
satu dari sejumlah penyedia mediasi yang andal. Praktisi
dengan pengalaman menggunakannya sangat senang
dengan layanannya, namun. The ICC may be a good choice
for cross-border disputes, mengingat reputasinya sebagai
yang benar-benar internasional dan kemampuannya untuk
menangani kesenjangan budaya jembatan secara efektif.
Setelah awal yang relatif lambat, jumlah mediasi ICC telah
meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Aturan Mediasi yang baru harus membantu tren ini
berlanjut dan International Chamber of Commerce akan
segera menjadi salah satu administrator internasional
terkemuka, tidak hanya arbitrase, tetapi juga mediasi.

5.2 Mediasi Dalam Regulasi Nasional


5.2.1 Mediasi Dalam HIR dan RBG
Pasal 130 HIR/154 RBG. Pasal ini menyatakan
bahwa, “Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah
pihak datang menghadiri, maka Pengadilan Negeri dengan
pertolongan Hakim Ketua mencoba untuk mendamaikan
mereka”. Pasal 130 HIR (Het Herziene Indonesich
Reglement, Staatblad 1941) atau Pasal 154 R.Bg
(Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927) atau
Pasal 31 Rv (Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad
1874). Disebutkan bahwa hakim atau majelis hakim akan
mengusahakan perdamaian sebelum perkara mereka
diputuskan. Ketentuan pasal ini adalah: Hakim diharapkan
mengambil peran maksimal dalam proses mendamaikan
342
para pihak yang bersengketa. Hakim yang baik berusaha
maksimal dengan memberikan sejumlah saran agar upaya
perdamaian berhasil diwujudkan. Kesepakatan damai tidak
hanya bermanfaat bagi para pihak, tetapi juga memberikan
kemudahan bagi hakim dalam mempercepat penyelesaian
sengketa yang menjadi tugasnya. − Jika pada hari yang
ditentukan, kedua belah pihak datang, maka pengadilan
negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan
mendamaikan mereka; − Jika perdamaian yang demikian itu
dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat
sebuah surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah
pihak dihukum akan menempati perjanjian yang diperbuat
itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan
sebagai keputusan biasa; − Keputusan yang sedemikian itu
tidak dapat diizinkan banding; − Jika pada waktu mencoba
akan mendamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai juru
bahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk
itu.
Ketentuan dalam Pasal 130 HIR / 154 RBg
menggambarkan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur
damai merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa
di pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan
ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya mediasi
dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua belah pihak bersetuju
menempuh jalur damai, maka hakim harus segera
melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga
mereka sendiri menemukan bentuk-bentuk kesepakatan
yang dapat menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan
tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta perdamaian
sehingga memudahkan para pihak melaksanakan
kesepakatan itu. Akta damai memiliki kekuatan hukum
sama dengan vonnies hakim, sehingga ia dapat dipaksakan
kepada para pihak jika salah satu diantara mereka enggan
melaksanakan isi kesepakatan tersebut. Para pihak tidak
dibenarkan melakukan banding terhadap akta perdamaian
yang dibuat dari hasil mediasi. dalam sejarah hukum,

343
penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal dengan
dading.

5.3 Mediasi Dalam KUH Perdata


Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) dapat diketahui bahwa perdamaian
memiliki beberapa syarat agar dapat disebut sah, yang
salah satunya adalah dituangkannya hasil perdamaian
dalam bentuk tertulis. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang abritase dan alternatif penyelesaian
sengketa pun disebut syarat kesepakatan yang dibuat
dalam bentuk tertulis jika perdamaian tercapai, bahkan
terdapat syarat yang mewajibkan agar kesepakatan
perdamaian didaftarkan di Pengadilan Negeri. Namun
banyak perdamaian yang tidak dituangkan dalam bentuk
tertulis dan tidak didaftarkan di Pengadilan Negeri.431

5.4 Dasar Hukum Mediasi di Dalam Pengadilan


Lembaga damai (dading) diatur dalam ketentuan
hukum acara perdata Indonesia yang berlaku sejak sebelum
Indonesia merdeka diatur dalam HIR (Het Herziene
Indonesisch Reglement) / RBG (Rechtsreglement
Buitengewesten) dan RR (Reglement op de Rechtsvordering)
maupun dalam ketentuan hukum perdata materiil yang
diatur dalam KUH Perdata berdasarkan asas konkordansi
dan pasca kemerdekaan Indonesia berdasarkan ketentuan
Pasal II Aturan Peralihan UUD 194513 dan ketentuan Pasal I
Aturan Peralihan UUD 1945 Hasil perubahan keempat
tahun 2002. Lembaga damai (dading) baik di luar ataupun
di dalam Pengadilan sebagai penyelesaian sengketa belum
begitu efektif, sehingga perlu diberdayakan lembali.
Mahkamah Agung memandang perlu dilakukan
pemberdayaan Pengadilan Tingakat Pertama dalam

431
I.Putu Agus Supendi & Suatra Putrawan, “KekuatanHukum Akta
Perdamaian Melalui Proses Pengadilan dan Diluar Pengadilan”,
https://ojs.unud.ac.id/
344
menerapkan upaya perdamaian (Lembaga Dading)
sebagaimana ditentukan dalam pasal 130 HIR/Pasal 154
RBg. Dan pasal-pasal lainnya dalam Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia, Khususnya Pasal 132 HIR/Pasal 156
RBg, dengan cara Mahkamah Agung menerbitkan Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 01 Tahun 2002
tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154
RBg). Sekitar lebih dari satu tahun kemudian, guna
melengkapi hukum acara peradilan yang belum cukup
diatur oleh peraturan perundangundangan, maka demi
kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses
mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu
sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu
Peraturan Mahkamah Agung, dengan menerbitkan
Peraturan Mahkamah Agung R.I. (Perma) No. 02 Tahun
2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 16 Setelah
Mahkamah Agung R.I. melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan
Perma No. 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa
permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah
Agung tersebut, sehingga Perma No. 2 Tahun 2003 tersebut
perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan
mediasi yang terkait dengan proses berperkara di
Pengadilan, dengan menerbitkan Perma No. 01 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Selanjutnya
menurut Mahkamah Agung, Perma Nomor 1 Tahun 2008
belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan Mediasi
yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan
keberhasilan Mediasi di Pengadilan, sehingga perlu
menyempurnakan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tersebut,
dengan menerbitkan Perma No. 01 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan. 18 Dari uraian diatas
timbul suatu kegelisahan akademik berkenaan dengan
perkembangan pengaturan prosedur mediasi di Pengadilan
tersebut oleh Mahkamah Agung ditinjau dari segi hukum.

345
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti
melakukan penelitian dengan judul “Pengaturan Hukum
Mediasi di Pengadilan Oleh Mahkamah Agung”.432

5.5 Dasar Hukum Mediasi di Luar Pengadilan


Landasan yuridis dilaksanakannya mediasi di luar
pengadilan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa dan PP Nomor 50 Tahun 2000. Mediasi di luar
pengadilan di Indonesia dipayungi oleh UndangUndang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, hal ini dapat dilihat pada Pasal 6
dapat dijadikan sebagai rujukan, yaitu:
(1) sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang didasarkan pada iktikad baik dengan
menyampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri
(2) penyelesaian sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 diselesaikan
dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam
waktu paling lama empat belas hari dan hasilnya
dituangkan dalam kesepakatan tertulis
(3) dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 2 tidak dapat diselesaikan maka
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau
beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang
atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang
mediator
(4) para pihak tersebut dalam waktu paling lama empat
belas hari dengan bantuan seorang atau lebih
penasihat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak

432
Selamat Lumban Gaol, “Pengaturan Hukum Mediasi Di Pengadilan Oleh
Mahkamah Agung”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol. 7, No. 1, 2016,
hlm.79-80.
346
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka
para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator
(5) setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase
atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam
waktu paling lama tujuh hari usaha mediasi sudah
harus dapat dimulai
(6) usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam Ayat 5
dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu
paling lama tiga puluh hari harus tercapai kesepakatan
dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua
pihak yang terkait
(7) kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik
serta wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam
waktu paling lama tiga puluh hari sejak
penandatanganan
(8) kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat sebagaimana dimaksud dalam Ayat 7 wajib
selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga
puluh hari sejak pendaftaran
(9) apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud
dalam Ayat 1 sampai dengan Ayat 6 tidak dapat
dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan
secara tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase ad hok.433

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008


juga memuat keterkaitan yang menghubungkan antara

433
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol.3, No.2, 2017, hlm.230.
347
‘praktek mediasi di luar pengadilan’ yang menghasilkan
kesepakatan. Pasal 23 Perma mengatur mengenai prosedur
hukum untuk memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan
Tingkat Pertama atas kesepakatan perdamaian atau mediasi
di luar pengadilan. Prosedurnya adalah dengan cara
mengajukan gugatan yang dilampiri oleh naskah atau
dokumen kesepakatan perdamaian dan kesepakatan
perdamaian itu merupakan hasil perundingan para pihak
dengan dimediasi atau dibantu oleh mediator bersertifikat.
Dokumen kesepakatan perdamaian tersebut dapat
diajukan dalam bentuk gugatan untuk memperoleh akta
perdamaian ke pengadilan yang berwenang. Pengaju
gugatan tentunya adalah pihak yang dalam sengketa ini
mengalami kerugian.18 Pengaturan untuk memperoleh akta
perdamaian bagi kesepakatan perdamaian di luar
pengadilan dengan pengajuan gugatan mungkin dapat
dipandang agak aneh. Bagaimana sebuah sengketa yang
pada dasarnya telah dapat diselesaikan secara perdamaian,
tetapi kemudian salah satu pihak mengajukan gugatan
kepada pihak lawannya yang telah berdamai dengan
dirinya. Akan tetapi, jika melihat keadaan empiris bahwa
tidak semua orang yang telah mengikat perjanjian dengan
pihak lainnya bersedia menaati perjanjian itu, maka
pengaturan ini memiliki dasar rasional, mengapa tetap
diperlukan syarat melalui pengajuan gugatan padahal para
pihak telah berdamai karena pengadilan terikat pada aturan
prosedural dalam sistem hukum Indonesia bahwa
pengadilan hanya dapat menjalankan fungsinya atas dasar
adanya gugatan untuk sengketasengketa dan adanya
permohonan untuk masalah hukum yang bukan sengketa.
Mengapa disyaratkan mediator yang bersertifikat
adalah untuk mendorong peningkatan kualitas jasa mediasi.
Karena orang yang telah memperoleh sertifikat melalui
pendidikan dan pelatihan mediasi memiliki pengetahuan
dan keterampilan mediator, sehingga ia tidak akan
mengubah proses mediasi yang sifatnya mufakat dan
berdasarkan otonomi para pihak menjadi proses yang
348
memutuskan seperti halnya arbitrase. Di samping itu
penyelesaian sengketa para pihak di luar pengadilan secara
mediasi apabila tidak diajukan ke pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta perdamaian, jika salah
satu pihak mengingkari hasil kesepakatan mediasi tersebut,
maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah melakukan
gugatan wanprestasi, karena kesepakatan damai tanpa akta
perdamaian dari pengadilan status hukumnya adalah
sebagai perjanjian bagi para pihak.434

5.6 Payung Hukum Mediasi & Perundangan


Terkait
 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia dipayungi
oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 1
Angka 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan
bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain
dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut
dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsilidasi, atau penilaian ahli. UU No. 30 Tahun 1999
menyebutkan beberapa bentuk beberapa bentuk
penyelesaian sengketa Pasal 1 angka 1 menyebutkan,
“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa”. Dalam beberapa hal arbitrase mirip dengan
sistem penyelesaian sengketa litigasi karena hasil akhirnya
sama-sama berbentuk putusan yang berisi pernyataan
menang dan kalah. Ada anggapan di masyarakat bahwa
seolah-olah apabila suatu sengketa diserahkan kepada

434
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol.3, No.2, 2017, hlm.230-231.
349
arbitrase penyelesaiannya akan berjalan lebih cepat dan
sederhana. Kesan tidak seluruhnya benar. Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase kadang-kadang bisa memakan
waktu yang lama, serta melalui proses yang berbelit-belit,
tidak kalah rumitnya apabila dibandingkan dengan proses
peradilan.435
Pada Pasal 6 ditentukan:436
(1) Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang didasarkan pada iktikad baik dengan
menyampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri
(2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 diselesaikan
dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam
waktu paling lama empat belas hari dan hasilnya
dituangkan dalam kesepakatan tertulis
(3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 2 tidak dapat diselesaikan maka
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau
beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang
atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang
mediator
(4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama
empat belas hari dengan bantuan seorang atau lebih
penasihat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka
para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga

435
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.18
436
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 229.
350
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator
(5) Setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase
atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam
waktu paling lama tujuh hari usaha mediasi sudah
harus dapat dimulai
(6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam Ayat 5
dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu
paling lama tiga puluh hari harus tercapai kesepakatan
dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua
pihak yang terkait
(7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik
serta wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan
(8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat sebagaimana dimaksud dalam Ayat 7 wajib
selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga
puluh hari sejak pendaftaran
(9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud
dalam Ayat 1 sampai dengan Ayat 6 tidak dapat
dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan
secara tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase ad hoc

 UU No. 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik


Sosial
Penanganan Konflik Sosial menurut Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 7 tahun 2012 adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam
situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun
sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik,
penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Undang-
351
undang ini, dalam penanganan konflik harus mencerminkan
asas kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan,
kekeluargaan, mengacu pada bhineka tunggal ika, keadilan,
esetaraan gender, ketertiban, dan kepastian hukum. Juga
mencerminkan keberlanjutan, kearifan lokal,
tanggung jawab negara, partisipatif, tidak memihak, dan
tidak membeda-bedakan. Tujuan Penanganan Konflik Sosial,
menurut Pasal 3 undang-undang ini, adalah menciptakan
kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai dan
sejahtera. Lalu memelihara kondisi damai dan harmonis
dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Meningkatkan
tenggang rasa dan toleransi, memelihara fungsi
pemerintahan, melindungi jiwa, harta benda, serta sarana
dan prasarana umum. Serta memberikan perlindungan dan
pemenuhan hak korban, dan memulihkan kondisi fisik dan
mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum.437
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 Tentang
Penanganan Konflik Sosial, menentukan cara penyelesaian
perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara damai.
Penyelesaian secara damai merupakan cara untuk
mengakhiri sengketa atau konflik yang terjadi dalam
masyarakat menggunakan cara musyawarah sehingga
kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan, sama-
sama saling menerima satu sama lain. Pasal 46 UU No. 7
Tahun 2012 menyebutkan, Satuan Tugas Penyelesaian
Konflik Sosial berakhir apabila:
(1) Konflik telah diselesaikan melalui musyawarah untuk
mufakat
(2) Penyelesaian Konflik diajukan oleh pihak yang
berkonflik melalui pengadilan. Dalam hal keadaan
Konflik skala kabupaten/kota meningkat menjadi
keadaan Konflik skala provinsi, Satuan Tugas
Penyelesaian Konflik Sosial kabupaten/kota tidak
dengan sendirinya dibubarkan. Dalam hal keadaan

437
“UU Nomor 7 tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial”,
https://referensi.elsam.or.id/
352
Konflik skala provinsi meningkat menjadi keadaan
Konflik skala nasional, Satuan Tugas Penyelesaian
Konflik Sosial kabupaten/kota dan provinsi tidak
dengan sendirinya dibubarkan. Penyelesaian Konflik
selama proses di pengadilan sebagaimana dimaksud
pada Ayat 1 huruf b difasilitasi oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah. Fasilitasi sebagaimana
dimaksud pada Ayat 4 mencakup pemantauan,
pengendalian, dan pengamanan terhadap pihak yang
berkonflik tanpa intervensi terhadap proses peradilan.

 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberikan
kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa
konsumen di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa
konsumen melalui BPSK dilakukan dengan cara mediasi,
arbitrase atau konsiliasi.Pengaturan mediasi sebagai
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan juga
ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen dimana dalam Pasal 52A
dinyatakan “Melaksanakan penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen, dengan cara melalui: Mediasi atau
Arbitrase Atau Konsiliasi”. Penyelesaian Sengketa di
Pengadilan Sengketa konsumen yang diselesaikan di
Pengadilan mengacu pada ketentuan peradilan umum.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mengatur pemilihan penyelesaian sengketa baik
diluar maupun di pengadilan tergantung dari kesepakatan
para pihak. Pada umumnya, proses beracara sengketa
perlindungan konsumen di pengadilan dapat berupa
gugatan perorangan biasa, gugatan sederhana, class
action atau gugatan yang diajukan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dan pemerintah/instansi
terkait. Jenis gugatan ini tergantung pada siapa yang

353
dirugikan, jumlah orang yang dirugikan dan besarnya
kerugian yang ditimbulkan.438

 Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2000 tentang


Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000
tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Peraturan
Pemerintah ini mengatur penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan. Studi Implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup serta kendala dan solusi penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan. Lembaga penyedia jasa
pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan dalam tingkat pemerintah pusat telah
dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan (LPJP2SLH) pada Kementerian
Lingkungan Hidup, namun sampai sekarang tidak berjalan.
Lembaga penyedia jasa di beberapa provinsi belum
terbentuk sehingga penyelesaian sengketa lingkungan
hidup diselesaikan melalui Badan Lingkungan Hidup
Daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Kendala yang dihadapi adalah belum terbentuknya lembaga
tersebut, terkait ijin usaha atau kegiatan, kesiapan SDM,
serta adanya pihak lain yang ingin memanfaatkan sengketa.
Hal yang perlu dilakukan adalah melakukan revisi
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000, membentuk
lembaga penyedia jasa, mengadakan pendidikan/pelatihan
mediator serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

438
“Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen”, 29 Januari 2020,
https://bplawyers.co.id/

354
Secara substansial Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2000 perlu disesuaikan dengan Undang- Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup serta perlu pembentukan lembaga
penyedia jasa oleh masyarakat yang difasilitasi oleh
pemerintah.439

 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2


Tahun 2003
Mahakamah Agung (MA) membentuk Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 yang
merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 130 dan 131
HIR, yang secara tegas mengintegrasikan proses mediasi
kedalam proses beracara di pengadilan. Sifat memaksa
PERMA tersebut, tercermin dalam Pasal 12 Ayat 2, dimana
dijelaskan bahwa pengadilan baru diperbolehkan
memeriksa perkara melalui hukum acara perdata biasa
apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan.
Menurut PERMA, ‘Mediasi’ merupakan proses penyelesaian
sengketa di pengadilan yang dilakukan melalui perundingan
diantara pihak-pihak yang berperkara. Perundingan itu
dibantu oleh Mediator yang berkedudukan dan berfungsi
sebagai ‘Pihak Ketiga’ yang netral. Mediator berfungsi
membantu para pihak dalam mencari berbagai alternatif
penyelesaian sengketa yang sebaik-baiknya dan saling
menguntungkan. Mediator yang mendamaikan itu dapat
berasal dari mediator pengadilan maupun mediator luar
pengadilan. Dari manapun asalnya, mediator harus
memenuhi syarat memiliki sertifikat mediator. Menurut
Pasal 13 PERMA, jika mediasi gagal, maka terhadap segala
sesuatu yang terjadi selama proses mediasi tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai alat bukti. Selain semua dokumen
439
Hapsari, Dwi Ratna Indri, “Studi Implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan
Penyelesaian Sengketa L Ingkungan Hidup di Luar Pengadilan di Wilayah
Provinsi Jawa Tengah”, Penelitian, Universitas Sebelas Maret, 2015, hlm.

355
wajib dimusnahkan, mediator juga dilarang menjadi saksi
atas perkara tersebut – pihak yang tidak cakap menjadi
saksi. Pernyataan maupun pengakuan yang timbul dalam
proses mediasi, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti
persidangan perkara yang bersangkutan maupun perkara
lain. Penggunaannya dalam persidangan menjadi tidak sah
dan tidak memiliki kekuatan bukti.440

 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008


Kemudian dalam Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 juga memuat keterkaitan yang
menghubungkan antara praktek mediasi di luar pengadilan
yang menghasilkan kesepakatan. Dalam Pasal 23 Peraturan
Mahkamah Agung ini mengatur mengenai prosedur hukum
untuk memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan
Tingkat Pertama atas kesepakatan perdamaian atau mediasi
di luar pengadilan. Prosedurnya adalah dengan cara
mengajukan gugatan yang dilampiri oleh naskah atau
dokumen kesepakatan perdamaian dan kesepakatan
perdamaian itu merupakan hasil perundingan para pihak
dengan dimediasi atau dibantu oleh mediator bersertifikat.
Dokumen kesepakatan perdamaian tersebut dapat diajukan
dalam bentuk gugatan untuk memperoleh akta perdamaian
ke pengadilan yang berwenang. Pengaju gugatan tentunya
adalah pihak yang dalam sengketa ini mengalami kerugian.
Pengaturan untuk memperoleh akta perdamaian
bagi kesepakatan perdamaian di luar pengadilan dengan
pengajuan gugatan mungkin dapat dipandang agak aneh.
Bagaimana sebuah sengketa yang pada dasarnya telah dapat
diselesaikan secara perdamaian, tetapi kemudian salah satu
pihak mengajukan gugatan kepada pihak lawannya yang
telah berdamai dengan dirinya. Akan tetapi, jika melihat
keadaan empiris bahwa tidak semua orang yang telah
mengikat perjanjian dengan pihak lainnya bersedia menaati

440
“Prosedur Pendaftaran Perdamaian di Luar Pengadilan”, http://www.pn-
lahat.go.id/
356
perjanjian itu, maka pengaturan ini memiliki dasar rasional,
mengapa tetap diperlukan syarat melalui pengajuan
gugatan padahal para pihak telah berdamai karena
pengadilan terikat pada aturan prosedural dalam sistem
hukum Indonesia bahwa pengadilan hanya dapat
menjalankan fungsinya atas dasar adanya gugatan untuk
sengketasengketa dan adanya permohonan untuk masalah
hukum yang bukan sengketa. Mengapa disyaratkan
mediator yang bersertifikat adalah untuk mendorong
peningkatan kualitas jasa mediasi. Karena orang yang telah
memperoleh sertifikat melalui pendidikan dan pelatihan
mediasi memiliki pengetahuan dan keterampilan mediator,
sehingga ia tidak akan mengubah proses mediasi yang
sifatnya mufakat dan berdasarkan otonomi para pihak
menjadi proses yang memutuskan seperti halnya arbitrase.
Di samping itu penyelesaian sengketa para pihak di luar
pengadilan secara mediasi apabila tidak diajukan ke
pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta
perdamaian, jika salah satu pihak mengingkari hasil
kesepakatan mediasi tersebut, maka upaya hukum yang
dapat ditempuh adalah melakukan gugatan wanprestasi,
karena kesepakatan damai tanpa akta perdamaian dari
pengadilan status hukumnya adalah sebagai perjanjian bagi
para pihak.

 Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016


Tentang Mediasi
Berdasarkan pertimbangannya, Peraturan
Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Mediasiyang
diterbitkan pada 31 Juli 2018 lalu itu diterbitkan atas dasar:
(1) Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat
memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak
menemukan penyelesaian yang memuaskan dan
memenuhi rasa keadilan
(2) Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di
pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif
357
mengatasi masalah penumpukan perkara di
pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan
fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian
sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat
memutus (ajudikatif)
(3) Hukum acara yang berlaku, baik pasal 130 hir maupun
pasal 154 rbg, mendorong para pihak untuk
menempuh proses perdamaian yang dapat
diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses
mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan
negeri.
(4) Sambil menunggu peraturan perundang-undangan
dan memperhatikan wewenang mahkamah agung
dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup
diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka
demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam
proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan
suatu sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan
suatu peraturan mahkamah agung
(5) Setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2
Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa
permasalahan yang bersumber dari Peraturan
Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan
Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi
dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi
yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

 Dasar Hukum Mediasi di Dalam Pengadilan di


Indonesia
Mediasi di Pengadilan awalnya bersifat
fakultatif/sukarela (voluntary), tetapi kini mengarah pada
sifat imperatif/memaksa (compulsory). Dapat dikatakan
bahwa mediasi di Pengadilan ini merupakan hasil
pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan
perdamaian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan
358
Pasal 130 HIR/154 Rbg, yang mengharuskan hakim yang
menyidang suatu perkara dengan sungguh-sungguh
mengusahakan perdamaian di antara para pihak yang
berperkara.441 Terintegrasinya mediasi dalam proses acara
pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan
sungguh-sungguh membantu para pihak bersengketa
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan melalui perundingan, bermusyawarah dengan
mengesampingkan hukum untuk menuju perdamaian yang
disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam konteks usaha yang sungguh-sungguh dari
pengadilan untuk membantu para pihak yang bersengketa
seperti tersebut, Satjipto Rahardjo mengemukakan
menegakkan hukum tidak sama dengan menerapkan
undang-undang dan prosedur. Menegakkan hukum adalah
lebih dari itu dalam khasanah spritual Timur (jawa) dikenal
kata “Mesu Budi” yaitu penegakan hukum dengan
pengerahan seluruh potensi kejiwaan dalam diri para
penyelenggara hukum. Hal itu berarti dalam penegakan
hukum “Mesu Budi” tidak saja semata-mata berpegang pada
kecerdasan intelektual (mendasarkan undang-undang atau
peraturan tertulis sebagai sumber hukum), akan tetapi juga
dengan memadukan budi nurani, karena kebenaran
sesungguhnya sudah ada di hati sanubari atau budi nurani
setiap insani, yang harus dipahami dan dimiliki oleh setiap
penyelenggara atau penegak hukum serta para pihak
pencari keadilan.442
Dengan demikian hakekat yang dicari dalam
penyelesaian sengketa atau perkara dengan
pengintegrasian mediasi ke acara pengadilan adalah

441
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 235-236
442
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 232-233
359
“keadilan”, karena keinginan kedua pihak dapat terpenuhi,
tidak ada yang merasa dikalahkan apalagi direndahkan,
namun sebaliknya kedua belah pihak merasa dihormati
sehingga memenuhi esensi ego manusia yang paling dalam
yaitu “kejayaaan atau gloria” untuk selalu ingin dihormati,
selalu ingin lebih unggul dari manusia lainnya. Dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 memuat
sepuluh prinsip pengaturan tentang menggunaan mediasi
terintegrasi di pengadilan (court-connected mediation).
sepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:443

Pertama Mediasi wajib ditempuh, sebelum sengketa


diputus oleh hakim para pihak wajib terlebih dahulu
menempuh mediasi. Jika proses mediasi tidak ditempuh
atau sebuah sengketa langsung diperiksa dan diputus oleh
hakim, konsekwensi hukumnya adalah putusan itu batal
demi hukum. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 2 Ayat 2
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.444
Sebagian ahli hukum mungkin mempertanyakan
prinsip penggunaan mediasi secara wajib ini karena HIR
dan Rbg yang mengatur prosedur penyelesaian sengketa
perdata di pengadilan tidak menyebutkan soal mediasi,
sedangkan Peraturan Mahkamah Agung ini yang status
hukumnya dalam tata urutan peraturan perundang-
undangan sangat rendah sehingga tidak boleh isinya
menciptakan sebuah norma baru. Namun Mahkamah Agung
memahami bahwa upaya penyelesaian sengketa atau
perkara perdata melalui mediasi secara konseptual dan
asensialnya sama dengan upaya perdamaian sebagaimana
diwajibkan Pasal 130 HIR atau 154 Rbg. Dengan demikian
mediasi tidak menyimpang dari hukum acara yang diatur

443
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 232-235.
444
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 233.
360
dalam HIR dan Rbg, tetapi justru dapat memperkuat upaya
perdamaian yang diwajibkan oleh HIR dan Rbg.445
Kedua, otonomi para pihak. Prinsip otonomi para pihak
merupakan prinsip yang melekat pada proses mediasi.
Karena dalam mediasi para pihak berpeluang untuk
menentukan dan mempengaruhi proses dan hasilnya
berdasarkan mekanisme konsensus atau mufakat para
pihak dengan bantuan pihak netral. Prinsip ini dikenal
dengan sebutan self determination,yaitu para pihak lah
yang berhak atau berwenang untuk menentukan dalam arti
menerima atau menolak segala sesuatu dalam proses
mediasi.
Ketiga, mediasi dengan itikad baik. Mediasi merupakan
proses penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat
atau konsensus para pihak yang akan dapat berjalan dengan
baik jika dilandasi oleh iktikad untuk menyelesaikan
sengketa.
Keempat, Efisiensi Waktu. Masalah waktu merupakan salah
satu faktor penting dalam menyelesaikan sebuah sengketa
atau perkara. Konsep waktu juga berhubungan dengan
kepastian hukum dan ketersediaan atau pemanfaatan
sumber daya yang ada. Prinsip efisiensi waktu dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ini
tampak pada pengaturan pembatasan waktu bagi para
pihak dalam perundingan untuk memilih mediator diantara
pilihan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 Ayat 1.
Kelima, sertifikasi mediator. Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 mendorong lahirnya mediator-
mediator profesional. Kecenderungan ini tampak dari
adanya ketentuan bahwa pada asasnya “setiap orang yang
menjalankan fungsi mediator wajib memiliki sertifikat
mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang

445
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 232-233.

361
diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia
Keenam, Tanggung Jawab Mediator. Mediator memiliki
tugas dan tanggung jawab yang bersifat prosedural dan
fasilitatif. Tugas-tugas ini tercermin dalam ketentuan Pasal
15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yaitu:
mempersiapkan usulan jadwal pertemuan kepada para
pihak, mendorong para pihak untuk secara langsung
berperan dalam proses mediasi, melakukan kaukus,
mendorong para pihak untuk menelusuri atau menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik menurut penilaian mereka.
Ketujuh, kerahasiaan. Berbeda dengan proses litigasi yang
bersifat terbuka untuk umum, proses mediasi pada asasnya
tertutup bagi umum kecuali para pihak menghendaki lain.
Hal ini berarti hanya para pihak atau kuasa hukumnya dan
mediator saja yang boleh menghadiri dan berperan dalam
sesi-sesi mediasi, sedangkan pihak lain tidak boleh
menghadiri sesi mediasi kecuali atas izin para pihak.
Kedelapan, pembiayaan. Pembiayaan yang berkaitan
dengan proses mediasi paling tidak mencakup hal-hal
sebagai berikut: ketersediaan ruang-ruang mediasi, honor
para mediator, biaya para ahli jika diperlukan, dan biaya
transport para pihak yang datang ke pertemuan-pertemuan
atau sesi-sesi mediasi29.
Kesembilan, pengulangan mediasi. Pasal 18 Ayat 3
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
memberikan kewenangan kepada hakim pemeriksa perkara
untuk tetap mendorong para pihak supaya menempuh
perdamaian setelah kegagalan proses mediasi pada tahap
awal atau pada tahap sebelum pemeriksaan perkara
dimulai.proses perdamaian setelah memasuki tahap
pemeriksaan dimediasi langsung oleh hakim pemeriksa.
Kesepuluh, kesepakatan perdamaian di luar pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pada
dasarnya lebih dimaksudkan untuk mengatur prinsip dan
prosedur penggunaan mediasi terhadap perkara atau
362
sengketa perdata yang telah diajukan ke pengadilan (court-
connected mediation). Namun, sebagai upaya untuk lebih
memperkuat penggunaan mediasi dalam sistem hukum
Indonesia dan memperkeciltimbulnya persoalan-persoalan
hukum yang mungkin timbul dari penggunaan mediasi di
luar pengadilan, Mahkamah Agung Melalui Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 juga memuat
ketentuan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak
bersengketa yang berhasil menyelesaikan sengketa itu
melalui mediasi di luar pengadilan untuk meminta
pengadilan agar kesepakatan damai di luar pengadilan
dikuatkan dengan akta perdamaian.

5.7 Tahap-Tahap Mediasi di Pengadilan


Pelaksanaan mediasi di pengadilan diatur dalam
peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan hasil revisi
dari Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 yang
awalnya Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 dan
di revisi menjadi PERMA No. 1 Tahun 2008 kemudian
direvisi lagi menjadi PERMA No. 1 Tahun 2016. Dimana
dalam PERMA No 2 Tahun 2003 dan PERMA No. 1 Tahun
2008 masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan
Normatif yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai
sasaran maksimal yang diinginkan sehingga terbit revisi
yang kedua yaitu PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mengenai tahapan mediasi,
belum terdapat keseragaman dan pedoman yang baku di
antara para sarjana dan praktisi mediasi. Pada umumnya,
para sarjana atau praktisi mediasi, mengemukakan tahapan
proses mediasi, mengemukakan tahapan proses mediasi
berdasarkan pengalaman mereka menjadi mediator.
Secara umum mediasi yang optimal terbagi menjadi
lima tahapan antara lain:
Pertama, Tahap pra mediasi, yaitu tahapan dimana
Majelis Hakim yang memeriksa perkara melalui ketua
majelisnya menjelaskan dan menyampaikan kewajiban
363
untuk menempuh proses perdamaian sebelum perkaranya
diperksa melalui proses persidangan. Ketua Majelis Hakim
akan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
memilih mediator baik yang berasal dari luar maupun dari
dalam pengadilan;
Kedua, Tahap menciptakan forum, yaitu suatu
tahapan dimana setelah para pihak menetapkan seorang
atau beberapa orang mediator, maka mediator akan
melakukan pertemuan segi tiga dengan para pihak untuk
menyampaikan prosedur dan mekanisme pelaksanaan
mediasi sebagaimana yang di atur dalam PERMA No. 1
tahun 2008 yang sekarang telah direvisi menjadi PERMA
No.1 tahun 2016 kepada para pihak sekaligus membuat
jadwal agenda-agenda pertemuan;
Ketiga, Tahap pengumpulan dan pembagian
informasi, yaitu suatu tahapan dimana para pihak akan
saling membagi informasi menyangkut persoalan yang
terjadi berdasarkan sudut pandang dari kepentingan
masing-masing, pada tahap ini mediator akan menampung
semua informasi tersebut dalam sebuah catatan-catatan;
Keempat, Tahap negosiasi dan tawar-menawar,
yaitu suatu tahapan dimana mediator akan memberikan
kesempatan kepada para pihak untuk membuat
usulanusulan sesuai dengan apa yang diinginkan dan
terhadap usulan-usulan tersebut para pihak akan
melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan. Dari
setiap persamaan kehendak akan diinventarisasi dan setiap
perbedaan akan diolah melalui pendekatan secara lebih
mendalam dengan para pihak agar terhadap perbedaan
tersebut dapat diambil solusinya. Dalam tahapan ini
mediator dapat membuat sebuah tabel permasalahan
mengenai usulan-usulan mana yang telah disepakati dan
mana yang harus dirundingkan sehingga proses
penyelesaian bisa terfokus terhadap persoalan-persoalan
yang belum menemukan pemecahannya;
Kelima, Tahap penentuan hasil kesepakatan, yaitu
pada tahap ini para pihak saling merumuskan butir-butir
364
kesepakatan yang akan dituangkan dalam dokumen
kesepakatan perdamaian, fungsi mediator adalah
membantu menampung dan merumuskan dalam sebuah
klausul kesepakatan, pada tahapan akhir dari perumusan
kesepakatan damai ini akan ditindaklanjuti dengan
pengajuan dokumen kesepakatan ke hadapan Hakim
Pemeriksa Perkara untuk dikukukan menjadi akta
perdamaian.

365
BAB VI
AKTA PERDAMAIAN
Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi
kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang
menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak
tunduk pada upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar
biasa.

6.1 Kekuatan Hukum Akta Perdamaian


Kekuatan Hukum Akta Perdamaian mempunyai tiga
konsekuensi, yaitu:446
(10) Disamakan kekuatannya dengan Putusan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap. Menurut Pasal 130 Ayat 2
HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap – dan
terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun
kasasi
(11) Mempunyai Kekuatan Eksekutorial, karena telah
berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut
langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Jika putusan
tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan
eksekusi kepada pengadilan
(12) Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat Dibanding,
karena berkekuatan hukum tetap dan dapat
dieksekusi, maka terhadap akta perdamaian tidak
dapat diajukan banding maupun kasasi.

446
“Prosedur Pendaftaran Perdamaian di Luar Pengadilan”, http://www.pn-
lahat.go.id/
366
Berikut bagannya guna mempermudah pemahaman:

Kekuatan Hukum Akta Perdamaian

Disamakan kekuatannya dengan


Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap

Mempunyai Kekuatan Eksekutorial

Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat


Dibanding

6.2 Macam-Macam Dokumen Terkaian


Perdamaian
Perdamaian’ adalah suatu persetujuan di mana kedua
belah pihak dengan menyerahkan, manjanjikan atau
menahan suatu barang, mengakhiri suatu sengketa yang
sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu
perkara, dan persetujuan perdamaian tidak sah melainkan
harus dibuat secara tertulis.

6.2.1 Akta Perdamaian


Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi
kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang
menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak
tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. Jika
kedua belah pihak yang bersengketa berdamai kemudian
meminta kepada pengadilan agar kesepakatan perdamaian
itu dikuatkan dengan putusan pengadilan, maka bentuk
persetujuan perdamaian ini disebut akta perdamaian. Pasal
130 HIR “Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah
pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan
ketua mencoba akan memperdamaikan mereka. Jika
perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada
waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang itu,
dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati
367
perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan
dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. Keputusan
yang sedemikian tidak diizinkan dibanding. Jika pada waktu
mencoba akan memperdamaikan kedua belah pihak, perlu
dipakai seorang juru bahasa, maka peraturan pasal yang
berikut dituruti untuk itu. Akta perdamaian mempunyai
kekuatan sama dengan keputusan
pengadilan, dipersamakan dengan putusan akhir dan
memiliki kekuatan eksekutorial. Akta perdamaian jika tidak
dilaksanakan maka dapat dimintakan pelaksanaan eksekusi
secara paksa oleh pengadilan karena salah satu pihak tidak
mau melakukan secara sukarela. Oleh karena itu tidak ada
ketentuan ganti rugi, dan yang ada hanyalah permohonan
eksekusi.447

447
Adreani, “Upaya Hukum Jika Akta Perdamaian Dilanggar”,
https://www.hukumonline.com/klinik/
368
AKTA PERDAMAIAN
Nomor ..../Pdt.G/ ... /PN/PA ....

Pada hari ..................... tanggal .................... dalam persidangan


Pengadilan Negeri/Agama ..................... yang terbuka untuk
umum yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
perdata pada tingkat pertama, telah datang menghadap :
...............[Nama]................ pekerjaan .................... dalam
kedudukannya sebagai Direktur Utama PT WIRYA PERCA,
berkedudukan di ...................., menurut surat gugatan dalam
perkara Nomor ............................. sebagai Penggugat;
Dan
...............[Nama]................ bertempat tinggal di ...................
menurut surat gugatan dalam perkara Nomor
.............................. sebagai Tergugat;
Yang menerangkan bahwa mereka bersedia untuk
mengakhiri persengketaan di anatara mereka seperti yang
termuat dalam surat gugatan tersebut, dengan jalan
perdamaian mediasi dengan Mediator .............................(nama
Mediator), Mediator bersertifikat yang beralamat di
...................../Mediator hakim Pengadilan Negeri/Agama
.....................,[jika dibantu Mediator*] dan untuk itu telak
mengadakan persetujuan berdarkan Kesepakatan
Perdamaian secara tertulis tertanggal ............................. sebagai
berikut :
Pasal 1 Dst ..................... (salin seluruh isi pasal dalam
Kesepakatan Perdamaian) Setelah isi Kesepakatan
Perdamaian dibacakan kepada kedua belah pihak, masing-
masing pihak menerangkan dan menyatakan menyetujui
seluruh isi Kesepakatan Perdamaian tersebut.
Kemudian Pengadilan Negeri/Agama ........menjatuhkan
Putusan sebagai berikut:

369
PUTUSAN Nomor ...../Pdt.G/ ... /PN/PA
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA

Pengadilan Negeri/Agama tersebut ;


Telah membaca Kesepakatan Perdamaian tersebut di atas;

Telah mendengar kedua belah pihak berperkara;

Mengingat Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg dan Peraturan


Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan serta ketentuan peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI :

-Menghukum kedua belah pihak Penggugat dan Tergugat


untuk mentaati dan melaksanakan Kesepakatan
Perdamaian yang telah disetujui tersebut;
-Menghukum Penggugat/Tergugat/kedua belah pihak*)
untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. ..................................
masing-masing separuhnya (tergantung isi Kesepakatan
Perdamaian);

Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan


Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Agama ............, pada hari
...................., tanggal ................., oleh kami, ....................,Sebagai
Hakim Ketua, .................. dan ....................., masing-masing
sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat
Penetapan Ketua Pengadilan Negeri/Agama ........ Nomor
............ tanggal ...., dan diucapkan dalam persidangan terbuka
untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim Ketua dengan
dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut, ........................,
Panitera Pengganti dan kuasa Penggugat dan Tergugat.

370
Hakim-Hakim Anggota Hakim Ketua

..................................... ...........................................

Panitera Pengganti

....................................

Perincian biaya :
1. PNPB ..................... Rp......................
2. Panggilan ................Rp.......................
3. Proses .....................Rp.......................
4. Materai ....................Rp.......................
5. Redaksi ...................Rp........................
Jumlah......................Rp.........................
(..............................................................rupiah)

*)pilih yang sesuai

371
6.2.2 Berita Acara Sidang
Berita Acara Sidang (BAS) adalah sebuah potret
jalanya proses pemeriksaan perkara dalam persidangan
dari awal sampai akhir dibacakannya putusan/penetapan
hakim. Hakim dalam melaksanakan salah satu tugasnya
memeriksa perkara harus benar-benar menerapkan
hukumacara yangberlakuserta kelaziman beracara, dan
apabila hakim melanggar rambu-rambu hukum acara, maka
dengan sendirinya produk putusan atau penetapannya batal
demi hukum. Berita acara sidang sebagai bagian yang tak
terpisahkan dengan sebuah putusan atau penetapan hakim,
sehebat apapun putusan atau penetapan hakim tanpa
didukung dengan suatu berita acara sidang yang memadai,
benar dan baik yang sesuai dengan fakta persidangan maka
hanyal sebuah karangan mejelis belaka. Hubungan berita
acara sidang dengan putusan atau penetapan hakim
bagaikan jiwa dan raga manusia, manusia dianggap sehat
sempurna bila diisi dengan jiwa yang sehat pula. Artinya
putusan atau penetapan hakim yang baik dan benar harus
didukung oleh berita acara sidang yang baik dan benar.448

448
H. Syamsulbahri, “Teknik Pembuatan Berita Acara Sidang Yang Baik
dan Benar”, Makalah, Pengadilan Tinggi Agama DKI, Jakarta, 2021, hlm.1.
372
BERITA ACARA SIDANG
Nomor .... /Pdt.G/20 .../PN/PA ........

Sidang Pengadilan Negeri/Agama .......... yang mengadili


perkara perdata, berlangsung di gedung yang digunakan
untuk itu di Jalan ...... pada hari ......., tanggal ........ jam ........,
dalam perkara gugatan antara :

PT ..............................., berkedudukan di ........................, diwakili


oleh Direktur Utama .............. dalam hal ini memberi Kuasa
kepada ................,

Beralamat di ................, berdasarkan Surat Kuasa khusus


tanggal ..............., untuk selanjutnya disebut sebagai
Penggugat;

Lawan

MUNAWAR, bertempat tinggal di .........................., untuk


selanjutnya disebut sebagai Tergugat; Susunan Sidang :

..........................., S.H.,M.H. ................................................ Hakim


Ketua;
............................, S.H.,M.H. ............................................... Hakim
Anggota;
............................, S.H.,M.H. ................................................ Hakim
Anggota;
............................, S.H. ........................................................ Panitera
Pengganti;

Sidang dibuka oleh Hakim Ketua dan dinyatakan


terbuka untuk umum, lalu para pihak yang berperkara
dipanggil masuk keruang sidang;

373
Penggugat hadir Kuasanya tersebut;

Tergugat hadir Kuasanya, .........., Advokat pada Kantor


Advokat ..... beralamat di ....... ......., berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal ..............;

Kemudian Hakim Ketua memeriksa Surat Kuasa dan


ijin Beracara dari Kuasa Penggugat dan Tergugat yang
diperlihatkan kepada satu sama lain ;

Atas pertanyaan Hakim Ketua, para pihak


menerangkan ................. terhadap Kuasa tersebut;

Hakim Ketua menjelaskan kepada para pihak bahwa


sebelum pemeriksaan perkara dimulai, para pihal
diwajibkan untuk menempuh mediasi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan;

Kemudian Hakim Ketua menjelaskan pengertian dan


tata cara mediasi dengan menyatakan :
 “Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan bahwa pada hari sidang yang
telah ditentukan dan dihadiri Para Pihak maka Para
Pihak wajib menempuh proses mediasi.
 Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.
 Manfaat mediasi adalah menyelesaikan sengketa
secara lebih sederhana, cepat dan biaya ringan, sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan, serta tetap
menjaga hubungan baik.
 Para Pihak yang bersengketa wajib dengan iktikad
baik. Apabila tidak hadir tanpa alasan yang sah maka

374
dapat dikategorikan tidak beriktikad baik dan
dikenakan sanksi membayar biaya mediasi.
 Dalam proses mediasi, Para Pihak dapat memilih
mediator hakim atau mediator nonhakim. Jika memilih
mediator nonhakim maka biaya ditanggung Para
Pihak.
 Apabila proses mediasi mencapai kesepakatan yang
dituangkan dalam Kesepakatan Perdamaian, maka
Para Pihak dapat memilih Kesepakatan Perdamaian
akan dikuatkan dengan Akta Perdamaian atau
mencabut gugatan.
 Apabila Para Pihak sudah memahami dan mengerti,
silahkan menandatangani formulir penjelasan tentang
mediasi”.

Atas penjelasan Hakim Ketua tersebut, selanjutnya


Para Pihak menyatakan telah memahami penjelasan
tersebut dan bersedia untuk menempuh mediasi dengan
beriktikad baik.
Kemudian Para Pihak menandatangani formulir
penjelasan mediasi yang memuat pernyataan bahwa Para
Pihak telah mendapatkan Penjelasan tentang tata cara
mediasi dan bersedia untuk menempuh mediasi dengan
beriktikad baik.
Hakim Ketua memberikan penjelasan kepada para
pihak tentang prosedur mediasi dan pemilihan Mediator,
baik Mediator Hakim yang ada di Pengadilan Negeri/Agama
........... maupun Mediator dari luar (Mediator nonhakim
bersertifikat) yang terdaftar di Pengadilan Negeri/Agama
........., selanjutnya para pihak menyerahkan sepenuhnya
kepada Majelis Hakim;

Majelis Hakim bermusyawarah, kemudian Hakim


Ketua menunjuk ............. Hakim pada Pengadilan Negeri
.............. sebagai Mediator;

375
Hakim Ketua mengucapkan penetapan perintah
melakukan mediasi dan penunjukan mediator yang
amarnya berbunyi sebagai berikut :

MENETAPKAN :

1. Memerintahkan kepada Para Pihak dalam perkara


Nomor ................/Pdt.G/20../PN/PA..... untuk
menempuh mediasi;
2. Menunjuk ........., [Mediator bersertifikat yang
beralamat di ......../Hakim Pengadilan Negeri/Agama
.........* sebagai Mediator dalam perkara Nomor
......../Pdt.G/ ......../PN/PA ..... ];
3. Menetapkan proses mediasi paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan
ini;
4. Memerintahkan kepada Mediator untuk melaporkan
hasil mediasi kepada Majelis Hakim;

Selanjutnya Hakim Ketua menjelaskan untuk


memberi kesempatan kepada para pihak untuk melakukan
mediasi maka sidang ditunda sampai dengan hari sidang
yang akan datang;

Berhubung karena itu, Majelis Hakim


bermusyawarah untuk menunda sidang, selanjutnya Hakim
Ketua menetapkan sidang yang akan datang pada hari
............, tanggal .............., dengan acara ......................., serta
memberitahukan penundaan tersebut kepada para pihak
agar hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan itu tanpa
dipanggil lagi;

Kemudian Hakim Ketua menyatakan sidang ditutup;

Demikian berita acara ini dibuat yang ditandatangani


oleh Hakim Ketua dan Panitera Pengganti.

376
Panitera Pengganti Hakim Ketua

....................................... .............................................

6.2.3 Gugatan Memperoleh Akta Perdamaian Atas


Kesepakatan Perdamaian Di Luar Pengadilan
‘Perdamaian’ adalah suatu persetujuan di mana kedua
belah pihak dengan menyerahkan, manjanjikan atau
menahan suatu barang, mengakhiri suatu sengketa yang
sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu
perkara, dan persetujuan perdamaian tidak sah melainkan
harus dibuat secara tertulis. Apabila pada hari sidang yang
telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir
dalam persidangan, maka ketua majelis hakim berusaha
mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika
dapat dicapai perdamaian, maka pada hari persidangan hari
itu juga dibuatkan putusan perdamaian dan kedua belah
pihak dihukum untuk mentaati persetujuan yang telah
disepakati itu. ‘Akta perdamaian’ adalah akta yang memuat
isi naskah perdamaian dan putusan hakim yang
menguatkan kesepakatan perdamaian. Akta perdamaian
yang dibuat secara sah akan mengikat dan mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak
dapat dilakukan upaya banding.449 Adapun alasannya
dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Agung No.
975/K/Sip/1973 yang menerangkan, berdasarkan Pasal
154 RBG/130 HIR, putusan perdamaian atau acte van
vergelijk merupakan suatu putusan yang tertinggi tidak ada
upaya banding dan kasasi terhadapnya. Menurut PERMA

449
“Akta Perdamaian (akta Van Dading)”, 17 Januari 2017,
https://kantorpengacara-rs.com/
377
Nomor 1 Tahun 2016, akta perdamaian tidak tunduk pada
upaya hukum biasa maupun luar biasa.450
Isi dari amar akta perdamaian adalah menghukum
para pihak untuk tunduk dan taat menepati serta
melaksanakan isi persetujuan yang telah disepakati serta
membebankan biaya perkara ditanggung renteng oleh para
pihak.451
‘Kesepakatan perdamaian’ adalah kesepakatan hasil
Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan
penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak
dan Mediator. Fungsi yang dimiliki ‘akta perdamaian’ untuk
para pihak, salah satunya adalah sebagai bukti damai dan
sebagai alat bukti perjanjian yang sah dan mengikat.
Perkara yang bisa dibentuk dengan akta perdamaian hanya
tercantum pada perkara non perceraian. Kesepakatan yang
dibuat dalam bentuk tertulis jika perdamaian tercapai dan
ditandatangani kedua belah pihak yang bersengketa. Lebih
lanjut akta perdamaian harus mengakhiri perkara secara
tuntas dan keseluruhan. Tidak ada lagi yang disengketakan
karena semuanya telah diatur dan dirumuskan
penyelesaiannya dalam akta tersebut. Oleh karena itu
penyelesaian sengketa melalui perdamaian jauh lebih efektif
dan efisien. Kekuatan hukum putusan akta perdamaian ada
tiga, yaitu:
(1) kekuatannya disamakan dengan putusan yang
berkekuatan hukum tetap
(2) mempunyai kekuatan eksekutorial
(3) tertutup segala upaya hukum.452

450
Mochamad Firdaos, “Tinjauan Asas Keadilan Dalam Akta Perdamaian”,
https://www.pa-tanahgrogot.go.id
451
Mochamad Firdaos, “Tinjauan Asas Keadilan Dalam Akta Perdamaian”,
https://www.pa-tanahgrogot.go.id
452
Mochamad Firdaos, “Tinjauan Asas Keadilan Dalam Akta Perdamaian”,
https://www.pa-tanahgrogot.go.id/

378
GUGATAN MEMPEROLEH AKTA PERDAMAIAN
ATAS KESEPAKATAN PERDAMAIAN DI LUAR
PENGADILAN

Jakarta,…….
Kepada Yth,:
Ketua Pengadilan Negeri /Agama…..
Jln…….

Perihal: Gugatan Memperoleh Akta Perdamaian

Dengan Hormat,
PT ...................., berkedudukan di…,yang diwakili
oleh…Direktur Utama,dalam hal ini memberikan kuasa
kepada…….,S.H, Advokat,beralamat dijalan…, berdasarkan
surat kuasa khusus tanggal…., selanjutnya disebut sebagai
Penggugat;

Penggugat dengan ini hendak mengajukan gugatan


untuk memperoleh akta perdamaian terhadap:

ANARA MICHAEL, bertempat tinggal di…,selanjutnya


disebut sebagai tergugat II; Adapun alas an-alasan
diajukanya gugatan adalah sebagai berikut:
1. ……………
2. ……………
3. ……………
(tulis pokok-pokok sengketa/permaslahan antara
pengugat dan tergugat)
4. Bahwa dalam persengketaan antara pengugat dan
tergugat telah dapat diselesaikan melalui mediasi dan
berhasil mencapai kesepakatan dengan dibuat dan
ditandatangani kesepakatan perdamaian oleh dan

379
antara pengugat dan tergugat pada tanggal……..yang
memuat syarat dan ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1
………. Dst
(Salin isi kesepakatan perdamaian)

5. Bahwa sesuai dengan kesepakatan perdamaian


tersebut,pengugat dan tergugat Sepakat untuk
mengajukan kesepakatan perdamaian ke pengadilan
Negeri/Agama……..agar pengadilan
Negeri/Agama…….memutuskanya ke Dalam akta
perdamaian,karena itu pengugat mengajukan gugatan
ini.
6. Bahwa sebagai pertimbangan,berikut ini dilampirkan:
a. Kesepakatan Perdamaian;
b. Dokumen alat bukti yang menujukkan hubungan
hukum para pihak dengan Objek sengketa(sebut
semua dokumen yang relevan).

Berdasarkan hal-hal yang telah di uraikan di


atas,maka pengugat mohon kepada

Ketua pengadilan Negeri/Agama …….agar berkenan


mengabulkan gugatan Pengugat dengan mengeluarkan akta
perdamaian dan memutuskan:
1. Menghukum kedua belah pihak pengugat dan tergugat
untuk mentaati Kesepakatan perdamaian
tanggal……yang telah disetujui tersebut;
2. Menghukum kedua belah pihak/pengugat/tergugat
untuk membayar biaya Perkara.

Hormat Pengugat,

………………………
380
6.2.4 Kesepakatan Perdamaian
Kesepakatan perdamaian/akta perdamaian yang
dilakukan oleh para pihak mempunyai kekuatan mengikat
sama dengan putusan hakim pada tingkat akhir, baik itu
putusan kasasi maupun peninjauan kembali. Perdamaian itu
tidak dapat dijadikan dengan alasan pembatalan bahwa
kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa
salah satu pihak dirugikan. Kekuatan hukum pada akta
perdamaian diatur dalam Pasal 1858 KUH Perdata dan Pasal
130 Ayat 2 dan 3 Ayat HIR. Menurut Pasal 1858 KUH
Perdata dijelaskan bahwa, perdamaian di antara pihak,
sama kekuatannya seperti putusan hakim yang
penghabisan. Hal ini pun ditegaskan pada kalimat terakhir
Pasal 130 Ayat 2 HIR, bahwa akta perdamaian memiliki
kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap sehingga terhadapnya sudah tertutup upaya
hukum. Lebih lanjut kekuatan dalam akta perdamaian
dilekatkan langsung oleh undang-undang, segera setelah
diucapkan langsung secara inheren pada dirinya
berkekuatan hukum tetap, sehingga akta perdamaian itu
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan
hakim yang berkekuatan hukum tetap.453

453
Mochamad Firdaos, “Tinjauan Asas Keadilan Dalam Akta Perdamaian”,
https://www.pa-tanahgrogot.go.id/
381
KESEPAKATAN PERDAMAIAN

Pada hari ini….tanggal……hadir di hadapan (nama


mediator) pada kantor………..
Beralamat di………………………..jika Mediasi dibantu
oleh Mediator bersertifikat

Telah dibuat kesepakatan perdamaian,dalam proses


mediasi sengketa perdata

Antara:

PT ..........., berkedudukan di……yang mewakili oleh


…Direktur Utama, selanjutnya disebut sebagai Pihak
Pertama; dan

ANARA MICHAEL, bertempat tinggal


di……selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua;

Untuk selanjutnya pihak pertama dan pihak ke dua


secara bersama-sama disebut sebagai Para Pihak.

Dalam rangka untuk mengakhiri sengketa,dengan ini


para pihak telah mencapai kesepakatan dengan syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1 ……….

Pasal 2 ……….
Dst…..

Pasal……
Bahwa para pihak sepakat untuk mengajukan kesepakatan
perdamaian ini ke pengadilan negeri/agama ……. Agar
pengadilan negeri/agama……. Menguatkan kesepakatan
perdamaian ke dalam akta perdamaian.

382
Pasal…….
Bahwa semua biaya yang akan timbul dalam pengajuan
kesepakatan perdamaian ini ke pengadilan
negeri/agama…….hingga diputuskan dengan dikeluarkanya
akta perdamaian ditangungung oleh…….
Demikianlah kesepakatan perdamaian ini dibuat dan
ditanda tangani oleh para pihak dan Mediator (jika ada).

Pihak pertama

………………..

Pihak kedua

……………..

Mediator (jika ada)

……………….

6.2.5 Pernyataan Para Pihak Yang Diwakili Kuasa


Hukum Atas Kesepakatan Perdamaian
Pernyataan para pihak yang diwakili oleh kuasa
hukum tentang persetujuan atas kesepakatan perdamaian
merujuk pada Pasal 1852 KUHPerdata menentukan “Untuk
dapat mengadakan suatu perdamaian, seseorang harus
berwenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang
termaktub dalam perdamaian itu”. Berdasarkan Pasal
tersebut seseorang yang dapat membuat kesepakatan
perdamaian adalah orang yang mempunyai kedudukan dan
kapasitas sebagai persona standi in judicio atau the concept
of locus standi, yaitu seseorang yang mengajukan gugatan
harus mempunyai wewenang hak dan kualitas sebagai

383
penggugat. Kata seseorang di sini diperluas pada badan
hukum.454

PERNYATAAN PARA PIHAK YANG DIWAKILI OLEH


KUASA HUKUM TENTANG PERSETUJUAN ATAS
KESEPAKATAN PERDAMAIAN

Yang bertanda tanggan di bawah ini: …….Nama, dalam hal


pihak adalah subjek hukum orang perseorangan bertempat
tinggal di……..dalam hal ini memberikan kuasa
kepada……………Advokat beralamat di jalan……berdasarkan
surat kuasa khusus tanggal………yang berkedudukan sebagai
pengugat/tergugat dalam perkara perdata di pengadilan
negeri/agama……..nomor/pdt G/…./PN/PA;

Atau

PT………{dalam hal pihak adalah subjek hukum korpoadil}


berkedudukan di…..yang diwakili oleh…… Direktur
Utama,dalam hal ini memberikan kuasa kepada…..S,H,
Advokat beralamat di jalan……berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal……yang berkedudukan sebagai
pengugat/tergugat dalam perkara perdata di pengadilan
negeri/agama…..nomor……/pdt,G/……/PN/PA…..

Antara

………………………………Pengugat

Melawan

………………………………Tergugat

454
Mochamad Firdaos, “Tinjauan Asas Keadilan Dalam Akta Perdamaian”,
https://www.pa-tanahgrogot.go.id/
384
Dengan ini menyatakan telah membaca dan memahami
konsep/rancangan kesepakatan perdamaian dalam proses
mediasi perkara tersebut dan memberikan kuasa kepada
kuasa hukum sebagimana tersebut di atas untuk
menandatangani konsep/rancangan kesepakatan
perdamaian menjadi kesepakatan peerdamaian dalam
proses mediasi perkara nomor ………/pdt.G..,/PN/PA…

Demikian peryataan ini dibuat dan ditanda tangani oleh


kami selaku pihak berperkara pemberi kuasa.

Jakarta……………
Penggugat/Tergugat….

………………….……… ……………………..

385
6.2.6 Kesepakatan Perdamaian Sebagian Tuntutan
Hukum/Objek

KESEPAKATAN PERDAMAIAN SEBAGIAN


TUNTUTAN HUKUM/OBJEK

Pada hari ini…………….tanggal…………..,bertempat di


………………dalam proses mediasi perkara perdata
Nomor…./Pdt.G/…/PN/PA……antara:

……………………Penggugat

Lawan

……………………..Tergugat

Dalam rangka untuk mengakhiri sengketa,para pihak


telah mencapai kesepakatan atas sebagian tuntutan
hukuman atau objek dalam sengketa aquo dengan
ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1 ……….

Pasal 2 ……….
Dst…..

Pasal……
Para pihak sepakat mohon kepada majelis hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara untuk memuat

386
kesepakatan perdamaian ini ke dalam pertimbangan dan
amar putusan.

Pasal……
Bahwa semua biaya yang timbul dalam perkara ini di
pengadilan……..ditanggung oleh……… Demikianlah
kesepakatan perdamaian ini dibuat dan ditanda tangani
oleh para pihak dan mediator.

Pengugat Tergugat,

………….. ……………

Mediator

…….……………………

387
6.2.7 Kesepakatan Perdamaian

KESEPAKATAN PERDAMAIAN

Pada hari ini……..Tanggal……..bertempat


di………..dalam proses mediasi perkara perdata
Nomor…../Pdt,G/…../PN/PA……..antara:

……………………………………Pengugat:

Lawan

……………………………………Tergugat;

Dalam rangka mengakhiri sengketa,dengan ini para


pihak telah mencapai kesepakatan dengan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1 ……….

Pasal 2 ……….
Dst…..

Pasal……

Bahwa para pihak sepakat untuk mencabut perkara


nomor………./pdt.G/…./PN/PA……tersebut dan menyatakan
perkara telah selesai.

Atau

Pasal……

388
Bahwa para pihak mohon kepada majelis hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara untuk menguatkan
kesepakatan perdamaian dalam akta perdamaian.

Pasal…….
Demikianlah kesepakatan perdamain ini dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak dan Mediator………

Pengugat Tergugat,

………….. ……………

Mediator

……………

389
6.2.8 Kesepakatan Perdamaian Sebagian Pihak/Subjek

KESEPAKATAN PERDAMAIAN SEBAGIAN PIHAK/SUBJEK

Pada hari ini…………….,tanggal…………,bertempat


di……………,dalam proses mediasi perkara perdata
Nomor……./pdt.G/PN/PA……..antara:

……………………………Pengugat:

Lawan

…………………………………..Tergugat I
……………………………………Tergugat II
…………………………………….Tergugar III
……………………………….dst;

Dalam rangka mengakhiri sengketa,dengan ini para


pihak telah mencapai kesepakatan dengan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Dalam rangka untuk mengakhiri sengketa,dengan ini


pengugat telah mencapai kesepakatan dengan tergugat I
dan tergugat II tetapi tidak mencapai kesepakatan dengan
tergugat III dst….,oleh karena itu kesepakatan perdamaian
ini tidak terkait dengan asset,harta kekayaan dan/atau
kepentingan tergugat III dst…,dan hanya mengikat serta
mengakhiri sengketa antara pengugat dan tergugat I serta
tergugat II.

Pengugat dengan tergugat I dan tergugat II mencapai


kesepakatan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:

390
Pasal 1 ……….

Pasal 2 ……….
Dst…..

Pasal……
Bahwa semua baiaya yang timbul dalam perkara ini
di pengadilan …..ditanggung oleh………..

Demikianlah kesepakatan perdamaian ini dibuat dan


ditanda tanggani oleh pengugat,Tergugat I dan Tergugat II
serta Mediator

Pengugat Tergugat I,

………….. ……………

Tergugat II,

…………..

Mediator

……………

391
6.2.9 Pernyataan Para Pihak Tentang Hasil Mediasi

PERNYATAAN PARA PIHAK TENTANG HASIL MEDIASI

Pada hari ini…………….,tanggal……………………., Kami


para pihak dalam perkara perdata di pengadilan
negeri/agama…….nomor…../pdt.G……/PN/PA…….

Antara

…………… Penggugat;

Lawan:

Dengan ini menyatakan bahwa dalamproses mediasi


yang telah kami tempuh dari tanggal……….sampai dengan
tanggal……….telah berhasil/berhasil sebagian/tidak berhasil
mencapai kesepakatan/tidak dapat dilaksanakan.

Demikian peryataan ini dibuat dan ditanda tangani


oleh para pihak dan diketahui oleh Mediator.

Jakarta,…………
Pengugat Tergugat

…………… …………..

Mediator

…………..

392
Lampiran:
Perihal: Laporan mediator tentang hasil mediasi karena
terdapat pihak beritikad tidak baik.

Dengan hormat,

Dengan ini kami, selaku Mediator dalam perkara


nomor………/pdt.G/…./PN/PA…..melaporkan bahwa upaya
perdamaian dalam proses mediasi tidak berhasil mencapai
kesepakatan/tidak dapat dilaksanakan karena
Pengugat/Tergugat:
1. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan
sah;
2. Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun
telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut
tanpa alas an sah;
3. Ketidakhadiran berulang-ulang yang menggangu
jadwal oertemuan mediasi tanpa alasan sah; -
Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak
mengajukan dan/atau tidak menangapi resume
perkara pihak lain;
4. Tidak menanda tanggani konsep kesepakatan
perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.

Berdasarkan hal tersebut di atas,saya mengusulkan


agar pengugat/tergugat diyatakan tidak beritikad baik
dalam proses mediasi dan dibebani untuk membayar biaya
mediasi sebagai berikut:
1. Biaya transportasi pihak pengugat/tergugat untuk
menghadiri pertemuan mediasi berdasarkan
pengeluaran nyata sebagaimana kuintasi/tiket
perjalanan sebesar Rp…..(…rupiah) dikalikan jumlah
pertemuan menjadi Rp….(….rupiah).

393
2. Biaya ……….dst Sehingga keseluruhan biaya mediasi
yang harus dibayar oleh pengugat/tergugat adalah
sebesar Rp…(rupiah)

Demikian laporan ini kami sampaikan untuk dapat


ditindak lanjuti sebagaimana mestinya.

Mediator,

…………..

394
6.2.10 Laporan Mediator Kepada Hakim Pemeriksaan
Perkara Tentang Hasil Mediasi
Meditor melaporkan bahwa upaya perdamaian dalam
proses mediasi telah berhasil/berhasil sebagian/ tidak
berhasil mencapai kesepakatan/tidak dapat dilaksanakan
dengan melampirkan pernyataan para pihak.

LAPORAN MEDIATOR KEPADA HAKIM


PEMERIKSAAN PERKARA TENTANG HASIL MEDIASI

Jakarta,………………………..
Kepada Yth.
Majelis Hakim Perkara.
Nomor…/pdtG/…/PN/PA
Di-
Pengadilan Negeri/Agama

Lampiran:……………….
Perihal: Laporan Mediator

Dengan ini kami, selaku Mediator dalam perkara


Nomor…./pdt.G/…./PN/PA….Melaporkan bahwa upaya
perdamaian dalam proses mediasi telah berhasil/berhasil
sebagian/tidak berhasil mencapai kesepakatan/tidak dapat
dilaksanakan (dengan melampirkan peryataan peryataan
para pihak) karena:

…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………

395
Demikian laporan ini kami sampaikan untuk dapat
ditindak lanjuti sebagaimana mestinya.

Mediator,

…………..

396
6.2.11 Resume Perkara
Resume perkara adalah dokumen yang dibuat oleh
tiap pihak yang memuat duduk perkara dan atau usulan
penyelesaian sengketa.

RESUME PERKARA
Nomor…./pdt.G/…../PN/PA……

Dalam perkara perdata di pengadilan


negeri/agama……antara:

……………………………Pengugat:

Lawan

………………………………Tergugat

Kasus Polisi:
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………… ……………………

Usulan Rencana Perdamaian:


1. …………………………………………………
2. …………………………………………………
3. Dst

Jakarta,………..

(Pengugat/Tergugat)

397
6.2.12 Penetapan
Penetapan pengadilan merupakan putusan tingkat
pertama dan terakhir sehingga upaya hukum banding tidak
dapat dilakukan terhadap penetapan. Penetapan
hakim (beschikking) adalah keputusan pengadilan atas
perkara permohonan (volunter). Pada perkara perdata yang
masuk ke pengadilan dapat dikategorikan menjadi perkara
voluntair dan perkara contentius. Perkara voluntair yaitu
perkara perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan.
Permohonan adalah suatu surat permohonan yang
didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak
yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak
mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang
mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya. Permohonan ini merupakan
kepentingan sepihak dari Pemohon yang tidak mengandung
sengketa dengan pihak lain, sedangkan perkara contentius
yaitu perkara perdata yang mengandung sengketa diantara
pihak yang berpekara yang pemeriksaan penyelesaiannya
diajukan dalam bentuk gugatan. Gugatan adalah suatu surat
yang diajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan yang
berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan
dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian
kebenaran suatu hak. Untuk perkara voluntair produknya
diberi judul ‘penetapan’ (beschikking). Sedangkan untuk
perkara contentius diberi judul ‘putusan’ (vonnis).455

455
A.131.13.0047-05-BAB-II-
20190411012611.pdfhttps://repository.usm.ac.id/
398
PENETAPAN
Nomor ................/Pdt.G/20 .../PN/PA ........

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG


MAHA ESA

Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Agama


............................................;

Setelah membaca Surat Gugatan tanggal ............. Nomor


......./Pdt.G/20../PN/PA ....., dalam perkara antara : PT
.........................., berkedudukan di ......., yang diwakili oleh ....
Direktur Utama, dalam hal ini memberikan kuasa kepada
............, Advokat, beralamat di Jalan ......, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal ..., selanjutnya disebut sebagai
Penggugat;

MULYANAR, bertempat tinggal di ......, dalam hal ini


memberikan kuasa kepada ...., S.H., Advokat, beralamat di
Jalan ...., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal ...,
selanjutnya disebut sebagai Tergugat;

Setelah membaca laporan Mediator tanggal


...................................;

Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah


ditentukan, untuk Penggugat dan Tergugat masing-masing
menghadap Kuasanya tersebut;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah


mengupayakan perdamaian diantara para pihak melalui
mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dengan menunjuk ...., Hakim pada Pengadilan
Negeri/Agama ....., sebagai Mediator;

399
Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator
tanggal ...., upaya mediasi tersebut tidak berhasil/tidak
dapat dilaksanakan disebabkan Tergugat beriktikad tidak
baik dalam proses mediasi karena*);
a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2(dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan
sah;
b. Menghadiri pertemuan Mediasi Pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun
telah dipanggil secara patut 2(dua kali berturur-turut
tanpa alasan sah;
c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak
mengajukan dan/ atau tidak menanggapi Resume
Perkara lain; atau
e. Tidak menandatangani konsep Kesepakatan
Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah;

Dan Tergugat direkomendasikan untuk dibebani membayar


biaya mediasi yang terdiri atas :
a. Biaya panggilan sejumlah Rp......(...rupiah);
b. Biaya transportasi Penggugat sejumlah Rp.......(rupiah);
c. Dst ......................
Dengan jumlah keseluruhan biaya mediasi sejumlah
Rp...............(rupiah);

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat dinyatakan


tidak beriktikad baik dalam proses mediasi, maka sebelum
melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara
mengeluarkan penetapan yang menyatakan Tergugat tidak
beriktikad baik dan menghukum Tergugat untuk membayar
biaya mediasi;

Menimbang, bahwa mengenai biaya perkara diluar


biaya mediasi akan ditetapkan bersama-sama dalam
putusan akhir; Memperhatikan Pasal 23 ayat (3) Peraturan
400
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan dan peraturan-peraturan
lain yang bersangkutan ;

MENETAPKAN :

1. Menyatakan Tergugat tidak beriktikad baik dalam


mediasi;
2. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya
mediasi sejumlah ..................(.......rupiah);
3. Menyatakan Biaya Perkara akan ditetapakan
bersama-sama dalam putusan akhir;

Demikian ditetapkan dalam sidang permusyawaratan


Majelis Hakim Pengadilan Negeri /Agama ......., pada hari .......,
tanggal .............., oleh kami, ..............., sebagai Hakim Ketua,
yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua
Pengadilan Negeri/Agama .............Nomor............tanggal......,
penetapan tersebut pada hari itu juga diucapkan dalam
persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua
dengan dihadiri oleh Hakim Anggota tersebut, ...............,
Panitera Pengganti dan dihadiri oleh kuasa Penggugat dan
kuasa Tergugat.

Hakim-Hakim Anggota, Hakim Ketua

..................................... ...................................

.....................................

Panitera Pengganti

................................................
401
Perincian Biaya Mediasi
1. Panggilan Mediasi .......................Rp. ......................
2. Transportasi Penggugat................Rp. .......................
3. Dst ...............................................Rp. ........................
Jumlah ..........................................Rp. ........................
(.................................................................................... rupiah)

PENETAPAN
Nomor ...... /Pdt.G/ ...... /PN/PA .......

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG


MAHA ESA

Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Agama


...................................................;

Membaca Surat Penetapan Ketua Pengadilan


Negeri/Agama ......... tanggal ..... tentang Penunjukan Majelis
Hakim dalam perkara Nomor ..... /Pdt.G/ ....../PN/PA .......;
Membaca Surat Penetapan Hakim Ketua Majelis
Nomor ......./Pdt.G/ ....../PN/PA ....... tanggal ..... tentang hari
sidang;

Membaca Surat Gugatan tanggal ......... Nomor


......./Pdt.G/ ...../PN/PA......, dalam perkara antara : PT
.........................., berkedudukan di ....., yang diwakili oleh ......
Direktur Utama, dalam hal ini memberikan kuasa kepada
.........., Advokat, beralamat di Jalan ....., berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal ......, selanjutnya disebut Penggugat;

Lawan :

MULYANAR, bertempat tinggal di .........., dalam hal ini


memberikan kuasa kepada ........, S.H., Advokat, beralamat di
402
Jalan ........., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal ......,
selanjutnya disebut Tergugat;

Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah


ditetapkan, Penggugat/Kuasa Penggugat dan
Tergugat/Kuasa Tergugat hadir dipersidangan;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal


130 HIR/154 RBg jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dalam
hal Para Pihak hadir pada hari sidang yang ditentukan,
Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para Pihak untuk
mengupayakan perdamaian dengan menempuh mediasi,
maka dalam upaya mendamaikan para pihak tersebut,
Majelis Hakim menerangkan bahwa para pihak dapat
memilih Mediator yang terdaftar dalam daftar mediator di
Pengadilan Negeri/Agama ......................;

Menimbang, bahwa Para Pihak sepakat memilih


Mediator Sdr ................../ gagal memilih Mediator dalam
jangka waktu yang ditentukan/Sepakat untuk menyerahkan
kepada Majelis Hakim untuk menunjuk Mediator dari Daftar
Mediator di Pengadilan Negeri/Agama ...................*;

Menimbang, bahwa oleh karena itu perlu dibuat


surat penetapan yang memerintahkan kepada para pihak
untuk melakukan mediasi dan penunjukan Mediator
sebagaimana tersebut dalam amar penetapan ini;

Memperhatikan ketentuan Pasal 20 ayat (5)


Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan serta peraturan lain yang
bersangkutan.

403
MENETAPKAN :

2. Memerintahkan kepada para pihak dalam perkara Nomor


......./Pdt.G/ ...../PN/PA..... untuk menempuh mediasi
3. Menunjuk Sdr, ...............,[Mediator bersertifikat yang
beralamat di ................./Hakim Pengadilan Negeri/Agama
...................* sebagai Mediator dalam perkara nomor
...............]*;
4. Menetapkan proses mediasi paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan ini;
5. Memerintahkan kepada Mediator untuk melaporkan
hasil mediasi kepada Majelis Hakim;

Ditetapkan di

..................

Pada tanggal

..................

Hakim Ketua

...................................

404
6.2.13 Pernyataan Para Pihak Tentang Penjelasan
Mediasi

PERNYATAAN PARA PIHAK TENTANG PENJELASAN


MEDIASI

Pada hari ini .................... tanggal ..................................,


kami selaku pihakpihak dalam perkara perdata Nomor
........../Pdt.G/......../PN/PA........, di depan persidangan
menyatakan bahwa Hakim Pemeriksa Perkara telah
memberikan penjelasan tentang prosedur pelaksanaan
mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang
meliputi :
a. Pengertian dan manfaat mediasi;
b. Kewajiban para pihak untuk mengahadiri langsung
proses mediasi, berikut akibat hukum atas perilaku
tidak beriktikad baik para pihak dalam proses
mediasi;
c. Biaya-biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan
mediator nonhakim dan bukan pegawai pengadilan;
d. Tata cara dan biaya pemanggilan para pihak dalam
proses mediasi;
e. Pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian
dengan Akta Perdamaian, pencabutan atau perubahan
gugatan termasuk penjelasan bahwa Kesepakatan
Perdamaian yang dikuatkan dengan Akta Perdamaian
tunduk pada ketentuan keterbukaan informasi di
pengadilan; dan
f. Kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir
penjelasan mediasi dalam hal Para Pihak telah
diberikan penjelasan secara lengkap dan memperoleh
pemahaman yang baik tentang prosedur mediasi.

405
Atas penjelasan Hakim Pemeriksaan Perkara
tersebut, kami telah memahami dengan baik tentang
kewajiban menempuh mediasi dan bersedia untuk
melaksanakannya secara beriktikad baik

Dengan pernyataan ini dibuat dan ditandatangani


oleh kami di hadapan Hakim Perkara Pemeriksa Perkara.

Penggugat, Tergugat,

..................................... ..................................

406
6.2.14 Putusan 1

PUTUSAN
Nomor…/Pdt.G/..PN/PA
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA

Pengadilan Negeri / Agama…. Yang memeriksa dan


memutus perkara perdata pada tingkat pertama, telah
menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara
gugatan antara :

PT ........................, berkedudukan di…. , yang di wakili


oleh…… Direktur Utama, dalam hal ini memberikan kuasa
kepada Advokat, beralamat di jalan…, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal….., selanjutnya di sebut sebagai
Penggugat;

Lawan

PT ASTANA , berkedudukan di…, yang di wakili


oleh…Direktur Utama, Dalam hal ini memberikan kuasa
kepada…,Advokat,beralamat Dijalan ….., berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal…, Selanjutnya disebut sebagai
Tergugat ; Pengadilan Negeri tersebut; Setelah membaca
berkas perkara beserta surat surat yang bersangkutan,
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;

TENTANG DUDUK PERKARA

Menimbang, bahwa penggugat dengan surat gugatan


tanggal…. Yang diterima dan didaftarkan di kepaniteraan
Pengadilan Negeri/ Agama….. pada tanggal …., dalam
Register Nomor…, telah mengajukan gugatan sebagai
berikut… Menimbang bahwa pada hari ini persidangan yang

407
telah ditentukan, untuk Penggugat dan Tergugat masing
masing menghadap Kuasanya tersebut…,

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah


mengupayakan perdamaian diantara pihak melalui
mediasasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasasi
di Pengadilan dengan menunjuk.., Hakim pada Pengadilan
Negeri/Agama…, sebagai mediator;

Menimbang, bahwa selanjutnya pemeriksan perkara


dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan yang isinya
tetap di pertahankan oleh penggugat; Menimbang, bahwa
terhadap gugatab Penggugatan tersebut Tergugat
memberikan jawaban pada pokoknya sebagai berikut…..

Menimbang, bahwa selanjutnya segala sesuatu yang


termuat dalam berita acara persidangan perkara ini, untuk
menyingkat putusan ini dianggap telah termuat dan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dengan putusan ini,

Menimbang, bahwa akhirnya para pihak menyatakan


tidak ada hal hal yang diajukan lagi dan mohon putusan;

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan


Penggugat yang pada pokoknya adalah mengenai….

Menimbang, bahwa oleh karena telah diakui atau


setidak tidaknya tidak sangkal maka menurut hokum harus
dianggap terbukti hal-hal…,

Menimbang, bahwa yang menjadi persengketaan


antara kedua belah pihak adalah mengenai…, Menimbang,
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka majelis perlu
mempertimbangkan terlebih dahulu…,
408
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 163 HIR/283
RBg Penggugat berkewajiban untuk membuktikan hal
tersebut diatas;

Menimbang, bahwa Penggugat untuk menguatkan


dalilnya telah mengajukan bukti berupa bukti P1 sampai P..
dan saksi saksi yaitu 1…,2…dst;

Menimbang bahwa dari alat alat bukti yang diajukan


oleh Penggugat yaitu alat bukti suat P .. tentang dan P ..
Tentang.. serta saksi yang pada pokoknya menerangkan..
dan saksi…serta saksi yang pada pokoknya berpendapat..;
Menimbang, bahwa Tergugat untuk menguatkan dalil
sangkalanya telah mengajukan bukti berupa buktiT-1
sampai dengan T….. dan saksi saksi yaitu 1..,2…dst

Menimbang, bahwa dari alat alat bukti yang diajukan


oleh Tergugat yaitu alat bukti surat T .. Tentang dan T…..
Serta saksi.. yang pada pokoknya menerangkan.. dan saksi..
serta keterangan ahli.. yang pada pokoknya berpendapat…..

Menimbang, bahwa berdasarkan alat alat bukti yang


diajukan oleh kedua belah pihak sebagaimana tersebut
diatas dalam kaitannya satu sama lain yang ternyata
bersesuaian Majelis Hakim berpendapat bahwa…,

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan


tersebut diatas petitum angka harus di tolak;

Menimbang, bahwa selanjutnya mengenai petitum


angka,,………………….. dst;

Menimbang, bahwa mengenai petitum angka…..


karena harus dtolak……………

409
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan
tersebut di atas , Majelis Hakimberpendapat gugatan
Penggugat di tolak seluruhnya;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan penggugat


di tolak dan penggugat berada di pihak yabg kalah, maka
penggugat harus di hukum untuk membayar biaya perkara,
tetapi oleh karena berdasarkan penetapan Majelis Hakim
Nomor…….Pdt,G/…/PN/PA tanggal…. ,Tergugat dinyatakan
tidak beriktikad baik dalam proses mediasasi dan di hukum
membayar baya mediasasi, maka biaya mediasasi
dibebankan kepada tergugat;

Memperhatikan Pasal…Undang Undang Nomor…


Tahun Tentang, Pasal 23 Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur mediasasi di
Pengadilan dan peraturan- peraturan lain yang
bersangkutan;

MENGADILI

1. Menolak gugatan Penggugat;


2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya
perkara sejumlah..(rupiah)
3. Menghukum tergugat untuk membayar biaya
mediasasi sejumlah..(rupiah)

Demikian di putuskan dalam siding permusyawaratan


Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Agama …, pada
hari…,tanggal…., oleh kami …., sebagai Hakim Ketua, yang di
tunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan
Negeri/Agama……… Nomor…tanggal…, putusan tersebut
pada hari itu juga di ucapkan dalam persidangan terbuka
untuk umum oleh Hakim ketua dengan dihadiri oleh para
Hakim anggota tersebut,

410
……………Panitera pengganti dan dihadiri oleh ketua
Penggugat dan kuasa Tergugat.

Hakim-Hakim Anggota Hakim


Ketua

…………………………. ……………….

………………………….

Panitera Pengganti

…………………….

Perincian Biaya Perkara


A. Biaya Perkara
1. PNPB …………………… Rp………………..
2. Panggilan Sidang ……… Rp………………..
3. Proses…………………… Rp………………..
4. Pemeriksaan setempat… Rp………………..
5. Sita……………………….. Rp……………….
6. Redaksi………………….. Rp………………..
7. Materai…………………... Rp………………..
Jumlah……………………… Rp………………..
(……………………………………………………Rupiah)

411
B. Biaya Mediasasi
1. Panggilan Mediasasi……………. Rp…………….
2. Transportasi Penggugat………… Rp…………….
3. Dst……………………………… Rp……………..
Jumlah ………………………….. Rp ……………..

Putusan 2

PUTUSAN
Nomor ..../Pdt.G/ .../PN/PA ....

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG


MAHA ESA

Pengadilan Negeri .......... yang mengadili perkara


perdata, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam
perkara gugatan antara :

PT ....................., berkedudukan di ......, yang diwakili


oleh ..... Direktur Utama, dalam hal ini memberikan kuasa
kepada ................, Advokat, beralamat di Jalan ........,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal ............, selanjutnya
disebut sebagai Penggugat;

Lawan :

MULTERAN, bertempat tinggal di ....., dalam hal ini


memberikan kuasa kepada ........, S.H., Advokat, beralamat di
Jalan ......., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal .....,
selanjutnya disebut sebagai Tergugat; Pengadilan Negeri
tersebut ;

Setelah membaca berkas perkara beserta surat-surat


yang bersangkutan;

412
Setelah membaca laporan Mediasi tanggal ................;

TENTANG DUDUK PERKARA

Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatan


tanggal ...... yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri/Agama ......... pada tanggal ...... dalam
Register Nomor ......, telah mengajukan gugatan sebagai
berikut : ......

Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah


ditentukan, para pihak masing-masing menghadap
Kuasanya tersebut;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah


mengupayakan perdamaian di antara para pihak melalui
mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dengan menunjuk ......, Hakim pada Pengadilan
Negeri/Agama ......., sebagai Mediator;

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator tanggal


......., upaya mediasi tersebut tidak berhasil/tidak dapat
dilaksanakan disebabkan Penggugat beriktikad tidak baik
dalam proses mediasi karena*);
a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan
sah;
b. Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun
telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut
tanpa alasan sah;
c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

413
d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak
mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume
Perkara pihak lain;atau
e. Tidak menandatangani konsep Kesepakatan
Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah ;

Dan Penggugat direkomendasikan untuk dibebani


membayar mediasi yang terdiri atas :
a. Biaya panggilan sejumlah .......(....rupiah);
b. Biaya transportasi Tergugat sejumlah Rp
..........(rupiah);
c. Dst ...................................

Dengan jumlah keseluruhan biaya mediasi sejumlah


Rp .....................(rupiah);

Menimbang,bahwa oleh karena Penggugat dinyatakn


tidak beriktikad baik dalam proses mediasi, maka gugatan
Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima dan
dihukum untuk membayar biaya mediasi;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat


tidak dapat diterima, maka Penggugat harus dihukum pula
untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan Pasal 22
ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan peraturan-
peraturan lain yang bersangkutan;

MENGADILI :

1. Menyatakan Penggugat tidak beriktikad baik dalam


mediasi;
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya
mediasi sejumlah Rp .......( .......rupiah);

414
4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya
perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp
........................ ( .........rupiah);

Demikian diputuskan dalam sidang


permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Agama
.................., pada hari ................., tanggal ............., oleh kami
............., sebagai Hakim Ketua, .................. dan ..............., masing-
masing sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan
Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri/Agama ..............,
Nomor ........... tanggal ...., putusan tersebut pada hari itu juga
diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh
Hakim Ketua dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota
tersebut, ...................., Panitera Pengganti dan dihadiri oleh
kuasa Penggugat dan kuasa Tergugat.

Hakim-Hakim Anggota, Hakim Ketua

...................................... .................................

......................................

Panitera Pengganti,

.........................................
415
Perincian biaya :
A. Biaya perkara
1. PNPB...................... Rp.....................
2. Panggilan ............... Rp.....................
3. ATK ........................ Rp......................
Jumlah .................... Rp......................
(............................................................rupiah)

B. Biaya mediasi :
1. Panggilan Mediasi ............... Rp.......................
2. Transportasi Tergugat ......... Rp.......................
3. Dst ....................................... Rp........................
Jumlah................................ Rp..........................
(............................................................................rupiah)

416
6.2.15 Relaas Panggilan Kepada Tergugat

RELAAS PANGGILAN KEPADA TERGUGAT


Nomor .../Pdt.G/20../PN/PA....

Pada hari .............. tanggal .............. saya


..................bertempat tinggal di ................... Jurusita/Jurusita
Pengganti pada Pengadilan Negeri ............, atas perintah
Mediator dalam perkara perdata Nomor .........
/Pdt.G/20../PN/PA.....;

TELAH MEMANGGIL

Nama :...................................................................................;
Pekerjaan :...................................................................................;
Alamat :...................................................................................;
Sebagai : Tergugat;

Untuk menghadap pada pertemuan mediasi yang


diselenggarakan di :

Pengadilan Negeri/Agama :.......................................................;


Jalan :.......................................................;
Hari :.......................................................;
Tanggal :.......................................................;
Jam :..........................................................;
Dalam perkara perdata antara :

..................................................Penggugat;

Lawan

...................................................Tergugat;

Panggilan ini saya laksanakan secara langsung kepada


Tergugat di tempat kediamannya. Selanjutnya saya minta

417
kepadanya untuk membubuhkan tanda tangan pada relaas
ini, dan saya serahkan salinannya.

Tergugat Jurusita/Jurusita Pengganti,

................................. ....................................................

Biaya panggilan :Rp. ..................... ( ...................................... )


Biaya PNPB panggilan :Rp. ..................... ( ...................................... )
Jumlah :Rp. ..................... ( ...................................... )

418
6.2.16 Relaas Panggilan Mediasi Kepada Penggugat

RELAAS PANGGILAN MEDIASI KEPADA PENGGUGAT


Nomor ..../Pdt.G/20../PN/PA.....

Pada hari .............. tanggal .............. saya ..................bertempat


tinggal di ................... Jurusita/Jurusita Pengganti pada
Pengadilan Negeri ............, atas perintah Mediator dalam
perkara perdata Nomor ......... /Pdt.G/20../PN/PA.....;

TELAH MEMANGGIL
Nama :........................................................................................;
Pekerjaan :........................................................................................;
Alamat :.............................................................................................;
Sebagai : Penggugat;

Untuk menghadap pada pertemuan mediasi yang


diselenggarakan di :
Pengadilan Negeri/Agama :..................................................................;
Jalan :..................................................................;
Hari :..................................................................;
Tanggal : ..................................................................;
Jam : ..................................................................;
Dalam perkara perdata antara :

..................................................Penggugat;

Lawan

...................................................Tergugat

Panggilan ini saya laksanakan secara langsung kepada


Penggugat di tempat kediamannya. Selanjutnya saya minta
kepadanya untuk membubuhkan tanda tangan pada relaas
ini, dan saya serahkan salinannya.
419
Penggugat Jurusita/Jurusita Pengganti,

................................. ....................................................

Biaya panggilan : Rp. ..................... ( ...................................... )


Biaya PNPB panggilan : Rp. ..................... ( ...................................... )
Jumlah : Rp. ..................... ( ...................................... )

420
6.2.17 Jadwal Mediasi

JADWAL MEDIASI
PERKARA PERDATA PENGADILAN NEGERI/AGAMA
................................ Nomor ........ Pdt.G/ .........../PN/PA
Antara :
------------------------------------------------- Penggugat;
------------------------------------------------Tergugat;

........................., tanggal, bulan, tahun

Nama dan Tanda Tangan Mediator

421
6.2.18 Laporan Mediasi Bulanan

LAPORAN MEDIASI BULANAN


PENGADILAN NEGERI/ AGAMA/ MAHKAMAH
SYARI’AH..............................................
BULAN : .......................................... TAHUN : ...............................

...................................., ..................................

Mengetahui Panitera
Ketua PN/PA.Msy ..................................................

....................................... ......................................................

422
BAB VII
EKTENSIFIKASI MEDIASI DI LUAR
PENGADILAN
Aturan pertama, untuk Mediator: di atas segalanya,
jangan membahayakan (do no harm)’; Aturan kedua, untuk
Mediator: selain aturan nomor satu, tidak ada aturan mutlak.
(Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish
Publishing Limited, 2004, hlm.1.).

7.1 Mediasi: Kategori Proses Penyelesaian


Sengketa
Mediasi dalam berbagai bentuk dan gayanya
berkembang pesat sebagai praktik dinamis dan multiaspek
di bergai negara. Hal keunggulan yang diakui, terutama
untuk soal fleksibilitas dan kemampuannya beradaptasi dan
penerapannya di banyak situasi perselisihan yang berbeda-
beda. Dalam konteks ini perkembangan buku yang ditulis
Laurence Boulle dan Nadja Alexander berjudul Mediation-
Skills and Techniques, bekerja dengan model mediasi yang
mencakup semua bentuk pengambilan keputusan dimana
para pihak dibantu oleh seseorang (Mediator) di luar
konflik. Mediator yang tidak bisa membuat keputusan yang
mengikat bagi mereka, tetapi membantu pengambilan
keputusan bari mereka dengan berbagai cara. Hal ini dapat
dikontraskan dengan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa
dengan adanya campur tangan eksternal (pihak ketiga)
yang secara formal mengambil keputusan bagi para pihak,
seperti arbitrase, ajudikasi, dan proses pengadilan.456
Proses yang disebutkan di atas dikenal dalam
pengaturan yang berbeda sebagai mediasi, konsiliasi,
fasilitasi atau bantuan pengambilan keputusan, dan

456
Laurence Boulle & Nadja Alexander, LexisNexis Skills Series: Mediation-
Skills and Techniques, LexisNexis Butterworths, 2012, hlm.1-2.
423
intervensi oleh eksternal sebagai mediator, konsiliator,
fasilitator, perantara, pembuat perdamaian, dan sejenisnya.
Tidak adanya upaya yang dilakukan untuk membedakan
proses-proses berikut fungsionnya. Bahkan jika perbedaan
yang valid dapat dibuat, yang intinya keterampilan dan
teknik mediasi yang dibahas berpotensi berlaku untuk
semuanya. Keterampilan dan teknik yang digunakan
Mediator dalam peran formal dan informal sebagai
pembantu, fasilitator dan pendukung pengambilan
keputusan. Kategori proses penyelesaian sengketa:
(1) Proses transformatif, yaitu pihak yang melakukan
intervensi membantu pihak yang berkonflik pihak
untuk terlibat dalam dialog dengan maksud untuk
memperdalam saling pengakuan dan pemahaman dan
meningkatkan cara mereka mampu untuk
berhubungan satu sama lain. Proses-proses ini
mencakup beberapa bentuk: mediasi dan fasilitasi dan
proses berbasis dialog lainnya seperti sebagai
teknologi ruang terbuka
(2) Proses fasilitatif, yaitu intervensi membantu dalam
manajemen dan pelaksanaan proses penyelesaian
perselisihan antara pihak-pihak, sambil memberi
mereka kebebasan yang luas untuk keputusan sendiri,
misalnya mediasi, fasilitasi dan beberapa bentuk dari
konsiliasi
(3) Proses penasehatan, yaitu pihak yang mengintervensi
dapat memberikan saran tentang fakta, bukti dan
hukum, dan terkadang pada hasil yang mungkin untuk
perselisihan, misalnya evaluasi netral, penilaian kasus
dan penilaian ahli, dan beberapa bentuk konsiliasi
hukum
(4) Proses determinatif: yaitu para pengintervensi
membuat keputusan untuk menyelesaikan
perselisihan, yang berpotensi mengikat dan dapat

424
dilaksanakan para pihak, misalnya arbitrase, ajudikasi,
dan ahli penentuan.457

Secara definisi, mediasi termasuk dalam kategori


proses fasilitatif, tetapi dalam praktiknya dapat memiliki
nasihat dan aspek transformatif. Mediasi juga dapat menjadi
bagian dari blended proses. Proses campuran, juga dikenal
sebagai hibrida, melibatkan dua atau lebih dari kategori
proses di atas seperti fasilitatif dan determinatif, atau
transformatif dan penasehat. Med-arb adalah proses
campuran luas yang melibatkan upaya pertama untuk
menengahi perselisihan dan, sejauh tidak tercapai
kesepakatan, mengajukan masalah yang belum
terselesaikan ke arbitrase. Nasional Dewan Penasihat
Penyelesaian Sengketa Alternatif (The National Alternative
Dispute Resolution Advisory Council/ NADRAC).458

7.2 Peran Mediasi Evaluatif dan Mediasi


Fasilitatif dan Mediasi
Mediasi semakin digandrungi sebagai salah satu
‘metode’ resolusi sengketa. Oleh karena itu, pembelajaran
berkualitas dan berkegunaan praktis dari buku Mediation: A
Practical Guide karya Allan J. Stitt menjadi semakin
diperlukan untuk membimbing ‘calon Mediator’, dan
berguna juga untuk Mediator ‘yang sudah memiliki
pengalaman’ dalam praktek. Robert Goff percaya bahwa, ia
berbicara untuk Mediator di negara-negara lain ketika ia
mengatakan paling beruntung dapat menempatkan buku J.
Stitt ini dirujuk, di samping buku-buku yang sudah ada, siap
memberi pedoman otoritatif dalam pelaksanaan mediasi
dan pemecahan masalah yang mungkin timbul. Robert Goff,
dalam kata pengantarnya berpendapat, Allan Stitt adalah

457
Laurence Boulle & Nadja Alexander, LexisNexis Skills Series: Mediation-
Skills and Techniques, LexisNexis Butterworths, 2012, hlm.2-3.
458
Laurence Boulle & Nadja Alexander, LexisNexis Skills Series: Mediation-
Skills and Techniques, LexisNexis Butterworths, 2012, hlm.3.
425
eksponen seni yang luar biasa dan seorang ahli serta
Mediator berpengalaman. Ia juga terlahir sebagai guru yang
memberikan kursus tentang Mediasi, pengalaman
praktisnya telah berbagi pengalaman. Buku yang ditulis
Allan Stitt merupakan versi yang dirancang untuk pasar
Inggris, buku Stitt, Mediating Commercial Disputes, yang Goff
kenal. Goff memiliki kesempatan untuk membaca buku ini
sebagai bukti, dan ia telah melihat sendiri berbagai
perubahan yang telah dilakukan untuk menyesuaikan diri
buku untuk pasar Inggris. Mereka semua masuk akal dan
kebanyakan sangat sederhana; mereka tidak melakukan
apa-apa untuk mengurangi teks mengagumkan dari buku
itu yang kemudian diterbitkan untuk pembaca di Kanada.
Memang, buku itu mempertahankan semua keunggulan
buku Kanada, termasuk ‘Kiat-Kiat atau Tips untuk para
Pengacara (Tips for Lawyers)’ yang mengagumkan dan ‘Kiat-
Kiat atau Tips untuk Mediator (Tips for Mediators)’, dan
ilustrasi yang jelas berjudul ‘Itu Terjadi di Mediasi (It
Happened at Mediation)’. Oleh karena itu Goff diperlengkapi
dengan baik untuk merekomendasikan buku Stitt ini, yang
Goff dengan senang hati melakukannya.459
Berbeda dengan Robert Goff, Brian Neill berpendapat
tentang kontribusi Allan Stitt yang telah menulis sebuah
buku dengan jasa luar biasa yang sangat berharga bagi
audiens utamanya:
(1) Para Pengacara yang berpartisipasi dalam mediasi
(2) Mediator itu sendiri.

Kiat-kiat di akhir setiap bab buku Stitt, penuh dengan


nasihat bijak. Selain itu, Neill percaya bahwa semua yang
berlatih di bidang mediasi melalui buku Stitt akan mendapat
manfaat dari pengalaman-pengalaman Allan Stitt sendiri
seperti yang ditunjukkan dalam seri ‘It Happened at
Mediasi’. Tetapi mungkin pelajaran paling berharga yang

459
Robert Goff dalam Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide,
Cavendish Publishing Limited, 2004, hlm.8.
426
bisa dipetik dari buku Stitt adalah kebutuhan Mediator
untuk menjadi fleksibel dan imajinatif. Bab-bab berjudul
‘Isu-isu (Issues)’ dan ‘Opsi Brainstorming’, misalnya,
menunjukkan bakat Allan Stitt dalam analisis perseptif dan
berpikir kreatif. Dia (Allan Stitt) adalah master dari
keahliannya sebagai Mediator handal.460
Mediasi secara sederhana yaitu negosiasi yang
difasilitasi pihak ketiga. Seorang Mediator mencoba
membantu orang bernegosiasi lebih efektif dan efisien
daripada yang bisa mereka lakukan jika para pihak sendiri
yang melakukannya. Mediator membantu pihak yang
bersengketa (Allan J Stitt menggunakan istilah ‘yang
berselisih (disputants)’ di dalam seluruh paparan bukunya
untuk merujuk pada pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik) untuk menemukan solusi bagi konflik mereka yang
lebih masuk akal daripada melanjutkan perselisihan itu.
Mediator membantu mereka mencari kesamaan-kesamaan
dan menemukan cara-cara kreatif namun realistis untuk
menyelesaikan masalah mereka. Aturan pertama, untuk
Mediator, yaitu: di atas segalanya, ‘jangan membahayakan
(do no harm)’(menurut Allan J. Stitt aturan ini dari rekan
sejawatnya, Brian H Wheatley dari ADR Chambers). Isitilah
do no harm, merupakan asas dalam manaJemen risiko
bencana yang artinya ‘jangan melakukan sesuatu yang
justru membahayakan dalam pengelolaan risiko’
bencana.461 Seorang Mediator harus memastikan bahwa
pihak-pihak yang berselisih tidak meninggalkan Mediasi
dalam kondisi yang lebih buruk daripada saat mereka
memulainnya. Aturan kedua, selain aturan nomor satu,
tidak ada aturan mutlak. Ada banyak cara bagi seorang
Mediator untuk membantu orang bernegosiasi dan metode
apa pun dapat dan tepat untuk digunakan, tergantung pada
keadaan. Mediator akan mencoba teknik yang berbeda,

460
Brian Neill dalam Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish
Publishing Limited, 2004, hlm.10.
461
https://konsillsm.or.id/
427
menjadi kreatif dan menggunakan pendekatan inovatif
untuk mencoba membantu pihak yang bersengketa
menemukan solusi bagi masalah mereka.462

7.2.1 Muara Mediasi: Hasil Yang Adil


Apakah kita ingin Mediator menggerakkan pihak yang
berselisih menuju solusi yang ‘adil’? Yang jelas jawabannya
akan tampak ya. J. Stitt memberi contoh yang menarik.
Misalkan Perusahaan A telah melanggar kontrak dengan
gagal memasok barang tepat waktu seperti yang
diperjanjikan. Akibatnya Perusahaan B menderita kerugian
sebesar £1 juta. Perusahaan A telah datang dengan segala
macam alasan, diantaranya, Perusahaan B yang
menyebabkan keterlambatan karena tidak mau menerima
pesanan setelah jam 17.00. Memperkirakan bahwa Mediator
menganggap alasan Perusahaan A lemah, dan mungkin
tidak akan diterima oleh seorang hakim. Bukankah
seharusnya Mediator membantu mengarahkan para pihak
yang berselisih ke sebuah solusi, yaitu Perusahaan A secara
tepat memberikan kompensasi kepada Perusahaan B? Itu
tampak adil dan itu tampak jelas bahwa Mediator yang baik
akan mendorong pihak yang bersengketa untuk larut guna
mencapai keadilan. Tetapi Stitt justru mempertanyakan,
apakah itu yang akan dilakukan oleh seorang Mediator yang
baik?463
Secara kritis Allan J. Stitt mempertanyakan kepada
kita semua, apa itu solusi yang adil? Siapa yang seharusnya
memutuskan apa itu yang adil? Haruskah Perusahaan A
membayar kepada Perusahaan B £1 juta? Bagaimana
seorang Mediator mengetahui dengan pasti akan hal itu?
Apakah pengadilan akan melakukan hal yang demikian?
Akankah pengadilan memberikan hasil yang adil?
Bagaimana mengenai risiko bahwa Mediator salah tentang
462
Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.1.
463
Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.1.
428
apa yang akan dilakukan pengadilan? Lagipula, tidak ada
yang bisa memprediksi dengan pasti, apa yang akan
dilakukan pengadilan dan pengadilan dapat menerima
alasan Perusahaan A. Haruskah pendapat Mediator tentang
apa yang adil itu menjadi penentu? Menurut Allan J. Stitt
tidak selalu tentunya.464
Bagi kebanyakan ‘perselisihan’, Mediator tidak boleh
fokus pada apa yang ia yakini adil. Sebaliknya, Mediator
harus membantu pihak yang bersengketa untuk melihat
apakah mereka bisa datang dengan solusi yang mereka
berdua ingin terima, terlepas dari rasa keadilan subjektif
Mediator. Konsep Mediator mengenai apa yang adil
mungkin tidak sama seperti yang bersengketa. Mereka yang
bersengketalah yang harus merumuskan hasilnya, bukan
Mediator. Pihak yang bersengketa mungkin menginginkan
Mediator yang fokus pada kepentingan yang mendasari dan
memfasilitasi diskusi dengan cara membantu mereka
mencapai kesimpulan dan solusi mereka sendiri. Jenis
Mediator seperti ini dikenal sebagai ‘fasilitatif’. Sementara
itu di sisi lain, ada Mediator yang perannya tergantung pada
situasi, sifat perselisihan, dan identitas Mediator. Pihak-
pihak yang bersengketa mungkin menginginkan seorang
Mediator yang mengarahkan mereka ke arah hasil tertentu.
Terkadang pihak-pihak yang berselisih menginginkan
Mediator yang akan mengevaluasi argumen yang diajukan
oleh mereka dan mencoba untuk meyakinkannya mengenai
apa yang adil. Jenis ini Mediator seperti ini dikenal sebagai
‘evaluatif’.
Terdapat beberapa perbedaan penting dalam cara
kerja Mediator yang fasilitatif dengan Mediator yang
evaluatif dalam mengelola proses suatu Mediasi. Mediator
evaluatif kadang-kadang disebut mediator ‘berbasis hak
(rights-based)’ karena berasumsi akan fokus pada hak-hak
hukum para pihak yang bersengketa. Yang benar adalah

464
Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.1.
429
istilah ‘berbasis hak’ itu mungkin menipu, karena Mediator
fasilitatif juga biasanya akan menghabiskan waktunya untuk
fokus pada hak-hak hukum dan konsekuensi-konsekuensi
dari tidak tercapainya suatu perjanjian. Mediator fasilitatif
kadang-kadang disebut sebagai mediator ‘berbasis
kepentingan (interest-based)’. Hal itu karena Mediator
fokus pada kepentingan atau tujuan yang mendasari pihak-
pihak bersengketa. Sekali lagi, istilah mungkin akan menipu,
karena banyak Mediator evaluatif juga mencoba untuk
fokus pada pihak yang bersengketa. Kepentingan dan
kebutuhan ketika mengevaluasi perselisihan dan
menentukan apa yang adil.465

7.2.2 Model Mediasi Evaluasi


Mediator evaluatif mengandalkan keahlian dan
pengalamannya untuk menilai situasi dan guna mencapai
kesimpulan mengenai manfaat relatif dari argumen yang
disajikan kepada para pihak. Mediator evaluatif seringkali
merupakan pensiunan hakim atau politisi, pengacara senior,
akuntan, atau orang yang dihormati dan memiliki banyak
pengalaman dalam bidang tertentu seperti komputer,
teknik, akuntansi atau olahraga. Pada mediasi evaluatif,
peran para pihak yang bersengketa (dan pengacara mereka)
untuk menyajikan argumen persuasif yang akan
meyakinkan Mediator bahwa pihak yang bersengketa
memiliki kasus yang kuat dan akan menang jika masalah itu
dibawa ke pengadilan. Presentasi kepada Mediator berupa
argumentasi hukum, biasanya dibuat oleh pengacara.
Prosesnya mirip dalam proses pengadilan, tanpa formalitas,
dan itulah sebabnya beberapa orang merujuk pada mediasi
evaluatif sebagai arbitrase yang tidak mengikat. Mediasi
evaluatif tidak mengikat dan para pihak merasa bahwa
pihak-pihak yang bersengketa tidak perlu menerima

465
Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.2.

430
evaluasi Mediator tentang manfaat dari kasusnya. Para
pihak yang berselisih dapat menyimpulkan, seperti yang
sering mereka lakukan, bahwa Mediator telah salah
menafsirkan fakta, salah menerapkan hukum, atau hanya
melewatkan intinya, dan pihak-pihak yang berselisih akan
lebih baik pergi ke pengadilan dan mengambil kesempatan
untuk menang mereka ke majelis hakim.466
Jika pihak-pihak yang bersengketa tidak setuju dengan
penilaian Mediator evaluatif. Mediator mungkin mencoba
untuk meyakinkan para pihak mengenai keakuratan
penilaian. Beberapa mediator evaluatif mencoba untuk
menggertak pihak yang berselisih agar setuju. Oleh sebab
itu Mediasi evaluatif kadang-kadang disebut sebagai
‘mediasi otot (muscle mediation)’. Mediasi evaluatif tidak
disukai oleh beberapa Mediator yang percaya bahwa hal itu
bukan mediasi yang ‘benar’, karena Mediator tidak
memfasilitasi, melainkan ‘menghakimi’. Mereka berdebat,
hal itu tidak boleh dianggap sebagai mediasi. Hal itu harus
disebut penilaian yang tidak mengikat atau arbitrase yang
tidak mengikat. Yang lain percaya, bagaimanapun mediasi
evaluatif berfungsi dan berperan penting bagi mereka yang
berkonflik. Alasannya hal itu akan memberikan kesempatan
kepada pihak yang berselisih untuk menerima evaluasi yang
tidak memihak atas kasus mereka tanpa biaya semahal ke
pengadilan. Juga hal itu memindahkan mediasi, dari proses
yang agak subjektif ke proses yang lebih objektif, karena
berfokus pada penilaian mediator dan standar keadilan.467
Menurut J. Stitt, orang terkadang berasumsi bahwa
jika mereka memiliki kasus yang kuat, dan jika mereka
berada di pihak yang benar, maka ‘mediasi evaluatif’ akan
melayani lebih baik daripada ‘mediasi fasilitatif’. Para pihak
yang bersengketa percaya bahwa Mediator pasti akan
setuju dengan mereka, bahwa pihak lain akan diberitahu
466
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.2.
467
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.2-3.
431
bahwa mereka memiliki kasus yang lemah, dan bahwa
pihak lain akan menerima penilaian dan keputusan
Mediator. Sayangnya, ‘mediasi evaluatif’ tidak lebih dapat
diprediksi daripada percobaan. Mediator evaluatif mungkin
tidak setuju dengan pihak yang percaya bahwa ia memiliki
kasus yang kuat. Pihak yang bersengketa dalam mediasi
evaluatif mengambil risiko yang kemungkinan tidak akan
disetujui oleh penilaian mediator mengenai kekuatan kasus
mereka. Sebagai akibatnya, pihak lain mungkin minim untuk
mencapai resolusi damai atas konfliknya daripada sebelum
dimulainnya mediasi. Bahkan jika mediator evaluatif setuju,
bahwa pada kasus itu yang satu pihak yang kuat, pihak lain
yang berselisih mungkin juga percaya bahwa ia memiliki
kasus yang kuat dan mungkin tidak terbuka untuk dibujuk
oleh pandangan mediator. Pihak lain mungkin percaya
bahwa ia lebih baik pergi ke pengadilan, berharap
menemukan Hakim yang lebih bersimpati pada argumennya
daripada Mediator. Namun, itu tidak berarti bahwa mediasi
evaluatif tidak pernah tepat. Misalnya, seorang pengacara
mungkin lebih suka sifatnya evaluatif dengan pendekatan
fasilitatif jika pengacara percaya bahwa kliennya sendiri
tidak realistis dan mungkin tidak masuk akal. Mediasi
evaluatif dapat menghasilkan opini dari Mediator yang
mendukung penilaian pengacara, dalam hal ini kliennya
dapat dibujuk untuk membuat konsesi atau, mediator
mungkin setuju dengan penilaian klien dan pengacara,
mungkin perlu mengevaluasi kembali penilaiannya atas
kasus tersebut.468
Pada situasi lain, mediasi evaluatif mungkin tepat
untuk kasus yang merupakan perselisihan murni hukum.
Para pihak yang bersengketa dapat memutuskan bahwa
pendapat pensiunan hakim tersebut sama sahnya dengan
pendapat hakim yang sedang menjabat. Mereka mungkin
memutuskan untuk menghindari biaya litigasi atau

468
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.3.
432
arbitrase serta mendapatkan ‘mediator evaluatif’
memberikan pendapat berdasarkan pemaparan singkat
yang dilakukan pada saat mediasi. Hal demikian agar
menjadi lebih baik serta mampu menilai bagaimana
pengadilan akan memutuskan masalah hukum sebelumnya.
Mediasi evaluatif mungkin juga tepat jika pihak yang
bersengketa memiliki pertimbangan teknis atas
sengketanya dan membutuhkan pendapat dari orang teknis
untuk menyelesaikan sengketanya. Para pihak mungkin
menemukan seseorang untuk menengahi yang pendapatnya
mereka hormati dan mungkin mereka temukan secara
persuasif.469

7.2.3 Model Mediasi Fasilitatif


Pada ‘mediasi fasilitatif’, Mediator memfasilitasi
diskusi dan negosiasi dalam upaya untuk membantu para
pihak yang bersengketa menemukan solusi yang dapat
diterima oleh keduanya. Mediator membantu para pihak
yang bersengketa mengeksplorasi pilihan-pilihan guna
menentukan, apakah ada pilihan-pilihan yang menarik bagi
mereka. Mediator memfasilitasi diskusi, bahkan ketika
Mediator percaya bahwa opsi-opsi yang dibahas tidak adil.
Para pihak yang berselisih dan Pengacaranya semuanya
memainkan peran aktif dalam proses tersebut, meskipun
mereka mencoba untuk membujuk satu sama lain, bukan
Mediator. Persepsi Mediator tentang apa yang benar dan
apa yang adil tidak akan memainkan peran utama dalam
proses tersebut. Mediator fasilitatif adalah ahli dalam
proses negosiasi namun tentu bukan terkait dengan
substansi dari apa yang sedang dibahas (meskipun mereka
biasanya memiliki sekalipun sangat minim terkait
substansinya). Nilai yang mereka bawa ke Mediasi adalah
keahlian negosiasi, yang membantu pihak yang bersengketa

469
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.3.
433
mengatasi hambatan dalam bernegosiasi, yang mungkin
mereka tidak mampu mengatasinya.470
Hanya karena mediasi bersifat fasilitatif, tidak berarti
Mediator akan berdiskusi dengan pihak yang bersengketa
mengenai kekuatan dan kelemahan kasus mereka,
kemudian mencoba untuk menentukan kemungkinan
bahwa masing-masing pihak akan menang di pengadilan,
dan bahkan menyarankan argumen mana yang dianggap
persuasif oleh Mediator. Apa yang membedakan ‘mediasi
fasilitatif’ dari ‘mediasi evaluatif’, yaitu: pada ‘mediator
fasilitatif’ mencoba untuk memungkinkan pihak yang
bersengketa mencapai konsensus tentang apa yang mereka
anggap sebagai hasil yang adil. Sementara pada ‘mediator
evaluatif’, mencoba untuk mengarahkan pihak yang
bersengketa ke penilaiannya sendiri mengenai apa yang
adil. Adapun pertanyaannya, untuk jenis sengketa apakah
yang sesuai dilakukan dengan model mediasi fasilitatif?
Menurut J. Stitt, sulit untuk memprediksi kapan ‘mediasi
fasilitatif’ akan atau tidak akan mengarah pada
penyelesaian. Pengacara senior sering mengatakan bahwa
perselisihan di mana mereka bertindak ‘belum matang
untuk mediasi (not ripe for mediation)’ atau pihak yang
berselisih ‘terlalu keras kepala (too intransigent)’ agar
mediasinya menghasilkan resolusi. Oleh karena itu,
pertanyaan yang tepat mungkin bukan, ‘kapankah mediasi
fasilitatif yang tepat untuk dilaksanakan?’, melainkan,
‘apakah mediasi fasilitatif pernah tidak pantas untuk
dipilih?’.471
Mediasi fasilitatif hampir selalu bisa menjadi cara yang
tepat untuk melanjutkan seperti itu, yaitu memberi para
pihak yang berselisih kesempatan untuk berbicara, dan
mungkin untuk menyelesaikan masalah mereka

470
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.3-4.
471
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.4.
434
perselisihan. Meskipun demikian, ada situasi ketika mediasi
fasilitatif sangat tepat. Beberapa pihak yang berselisih
percaya bahwa mereka perlu postur untuk menyebabkan
pihak lain guna membuat konsesi. Setelah masing-masing
pihak mengambil posisi pada masalahnya, masing-masing
pihak yang berselisih menemukan bahwa yang lain tidak
setuju dengan posisi itu. Negosiasi kemudian mengambil
bentuk tatkala pihak yang berselisih berusaha untuk saling
meyakinkan seputar kekuatan posisi mereka. Seorang
mediator fasilitatif dapat melangkah ke tengah-tengah
negosiasi dan membangun suatu proses yang mengubah
fokus diskusi menjauh dari posisi dan masalah, menuju
solusi yang mungkin. Mediator itu netral dan tidak
mendukung bias terhadap para pihak yang berselisih. Oleh
karena itu, Mediator dapat membantu para pihak yang
bersengketa untuk berkomunikasi melalui Mediator dengan
cara yang tidak dapat mereka lakukan sendiri. Oleh karena
itu, ketika pihak yang berselisih telah mengambil posisi
yang kuat, ‘mediasi fasilitatif’ mungkin sangat tepat.472
Pihak yang bersengketa mungkin memiliki informasi
rahasia yang tidak mereka ingin ungkapkan ke pihak lain.
Namun, informasi tersebut dapat, jika diketahui,
memberikan petunjuk penting untuk kemungkinan
penyelesaian. Dalam mediasi fasilitatif, para pihak yang
bersengketa dapat curhat pada Mediator dan meminta ia
guna merahasiakan informasi tersebut. Berbekal
pengetahuan seperti itu, Mediator mungkin dapat
menyusun diskusi sehingga opsi-opsi penyelesaian yang
menurut Mediator dapat diterapkan dieksplorasi,
sementara tidak mengungkapkan sesuatu yang bersifat
rahasia. Mediasi fasilitatif mungkin sesuai untuk kasus
dimana pihak yang bersengketa memiliki informasi rahasia.
Orang-orang memiliki kebutuhan dan minat mencoba
memenuhi dengan mendukung posisi. Peran utama

472
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.4.
435
mediator fasilitatif untuk mengungkap kepentingan yang
mendasari ini dan mencoba untuk membantu pihak yang
bersengketa menemukan solusi melalui kepentingan yang
mereka ingin penuhi. Oleh karena itu, mediasi fasilitatif
mungkin sangat sesuai untuk kasus-kasus yang memiliki
peluang untuk menghasilkan solusi kreatif yang belum tentu
terikat pada posisi para pihak yang bersengketa.473
Berdasarkan paparan di atas, mediasi fasilitatif versus
mediasi evaluatif menjadi hal penting. Orang cenderung
memilah-milah dan memberi label. Namun, pada akhirnya,
itu bukan masalah label apa yang disematkan pada mediasi,
yang penting itu Mediator yang dipilih memiliki
keterampilan untuk memaksimalkan kesempatan para
pihak yang bersengketa guna bernegosiasi dalam
penyelesaian perselisihan mereka. Yang juga penting, para
pihak yang berselisih (atau Pengacaranya) mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui gaya Mediator
sebelum mediator tersebut dipilih agar tidak ada kejutan
dalam Mediasi. Sepanjang sebagian besar buku Allan J. Stitt
fokus pada Mediator yang menggunakan pendekatan
fasilitatif, membantu pihak yang bersengketa menemukan
solusi mereka (yang bukan Mediator) yakni ‘adil’. Ini tidak
berarti Mediator tidak membicarakan dengan para pihak
yang bersengketa kekuatan dan kelemahan argumen-
argumen mereka. Dalam situasi yang tepat, Mediator
bahkan mungkin memainkan peran evaluatif, yaitu
menyarankan apa yang ia yakini adil, guna membantu para
pihak yang bersengketa saat mengatasi suatu hambatan.
Dalam upaya untuk menyusun mediasi yang masuk akal
bagi orang-orang yang memiliki hubungan yang
berkelanjutan, beberapa organisasi merancang sistem
penyelesaian sengketa yang dapat membantu merekadalam
menemukan proses yang paling tepat untuk menyelesaikan
konflik. Upaya untuk mengatur proses yang tepat telah

473
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.5.
436
menghasilkan pertumbuhan Sengketa Alternatif baru-baru
ini dalam Desain Sistem Resolusi.474

7.2.4 Kasus Hukum di Luar Indonesia


Afcons Infrastructure Limited v/s Cherian Varkey
Construction Company Private Limited:475
Mahkamah Agung India dalam kasus ini menyatakan bahwa
semua kasus yang berkaitan dengan perdagangan,
perdagangan, kontrak, perselisihan konsumen, dan
kewajiban yang merugikan biasanya dapat dimediasi.
M. R. Krishna Murthi v. New India Assurance Company
Limited:476
Mahkamah Agung India meminta Pemerintah untuk
mempertimbangkan kelayakan memberlakukan undang-
undang yang berkaitan dengan mediasi, untuk menyediakan
dan mengatur berbagai aspek mediasi.

7.3 Dasar Hukum Mediasi di luar pengadilan di


Indonesia
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia dipayungi
oleh UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada Pasal
6 ditentukan:477

474
Allan J. Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish Publishing
Limited, 2004, hlm.5. Untuk diskusi lengkap tentang bagaimana organisasi
dapat mengatur sistem untuk menangani konflik, Lihat, Allan J. Stitt,
Alternative Dispute Resolution for Organisations: How to Design a System
for Effective Conflict Resolution, John Wiley & Sons, 1998.
475
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
476
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
477
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 229.
437
(1) Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang didasarkan pada iktikad baik dengan
menyampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri
(2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 diselesaikan
dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam
waktu paling lama empat belas hari dan hasilnya
dituangkan dalam kesepakatan tertulis
(3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 2 tidak dapat diselesaikan maka
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau
beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang
atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang
mediator
(4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama
empat belas hari dengan bantuan seorang atau lebih
penasihat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka
para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator
(5) Setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase
atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam
waktu paling lama tujuh hari usaha mediasi sudah
harus dapat dimulai
(6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam Ayat 5
dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu
paling lama tiga puluh hari harus tercapai kesepakatan
dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua
pihak yang terkait
(7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik
438
serta wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan
(8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat sebagaimana dimaksud dalam Ayat 7 wajib
selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga
puluh hari sejak pendaftaran
(9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud
dalam Ayat 1 sampai dengan Ayat 6 tidak dapat
dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan
secara tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase ad hoc.

439
BAB VIII
MEDIASI YANG TERINTEGRASI
DENGAN PENGADILAN
Mediasi di Pengadilan dapat memberikan kontribusi
positif dalam memenuhi rasa keadilan serta memberikan
hasil yang memuaskan bagi para pihak yang bersengketa.
Hal itu disebabkan pengintegrasian sistem Mediasi lebih
mengutamakan pendekatan konsensus dalam
mempertemukan kepentingan para pihak yang bersengketa.

8.1 Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku


Perma 1 tahun 2016 Tentang Mediasi
Mediasi ‘secara langsung’ merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan dalam proses persidangan
di pengadilan. Penyelesaian sengketa perdata melalui
mediasi ini menggunakan pengadilan sebagai sarana
mediator dan sekaligus dapat berperan sebagai katup
penekan. Yang diharapkan tidak hanya lebih efektif dan
efesien bagi para pihak yang bersengketa, tapi juga bagi
pengadilan yang bertugas menyelesaikan sengketa mereka,
dalam hal mengurangi penumpukan perkara yang dapat
berimplikasi pada konflik tersebut.478

8.2 Proses Mediasi Terkait di Pengadilan


Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para
Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Berlaku untuk mediasi
yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

478
Fanny Dwi Lestari, “Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri (Studi Di Pengadilan Negeri
Medan)”, Penelitian, Departemen Hukum Keperdataan, Program
Kekhususan Hukum Perdata BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2013, hlm.16
440
Perkara gugatan yang di dalamnya terdapat sengketa dan
diajukan oleh pihak penggugat ke pengadilan, maka akan
diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Mengajukan
gugat ke pengadilan dengan cara mengajukan surat
permintaan, dalam praktik disebut surat gugat atau surat
gugatan. Pada sidang pertama hakim wajib mengupayakan
perdamaian sebagaimana ditentukan oleh Pasal 130 H.I.R.
Dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor
1 tahun 2016 Tentang Mediasi maka para pihak wajib
menempuh prosedur mediasi. Terdapat empat alasan
mengapa Mahkamah Agung memberlakukan mediasi ke
dalam proses berperkara di Pengadilan, yaitu:479
(1) Mengatasi masalah penumpukan perkara
(2) Penyelesaian sengketa lebih cepat dan murah
(3) Memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh
rasa keadilan; dan memperkuat dan memaksimalkan
fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian
sengketa.

Enam langkah menuju mediasi formal, yaitu:480


(1) Kata pengantar/pembukaan
(2) Pernyataan pokok masalah dari para pihak
(3) Periode pengumpulan informasi yang relevan
(4) Identifikasi masalah
(5) Tawar-menawar, komunikasi melalui dialog dan
menghasilkan solusi yang memungkinkan
(6) mencapai kesepakatan bersama.

Dilihat dari tahapannya, Tahap Pra Mediasi, yaitu


Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara dan Kuasa Hukum:

479
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.110.
480
Shoronya Banerjee, “Analysing the difference between adjudication and
other forms of dispute resolution”, dibuat 18 Juni 2021, diunduh dari
https://blog.ipleaders.in/
441
(a) pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri
kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak
untuk menempuh mediasi
(b) ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak
menghalangi pelaksanaan mediasi
(c) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada
para pihak, mendorong para pihak untuk berperan
langsung atau aktif dalam proses mediasi
(d) kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong
para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam
proses mediasi
(e) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara
untuk memberikan kesempatan kepada para pihak
menempuh proses mediasi
(f) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi kepada
para pihak yang bersengketa.

Adapun Tahap-Tahap Proses Mediasi:


(1) Penyerahan resume perkara dan lama waktu proses
mediasi
(2) Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah para
pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-
masing pihak dapat menyerahkan resume perkara
kepada satu sama lain dan kepada mediator
(3) Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah para
pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak
dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim
mediator yang ditunjuk
(4) Proses mediasi berlangsung paling lama empat puluh
hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau
ditunjuk oleh ketua majelis hakim
(5) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu
mediasi dapat diperpanjang paling lama empat belas
hari kerja sejak berakhir masa empat puluh hari
sebagaimana dimaksud dalam ayat 3
(6) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka
waktu pemeriksaan perkara
442
(7) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para
pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh
dengan menggunakan alat komunikasi.
Proses mediasi diawali dengan penyusunan resume
perkara, dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah
para pihak sepakat atas Mediator yang dikehendaki,
masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara
kepada satu sama lain dan kepada mediator. Tujuan
penyerahan resume adalah agar masing-masing pihak
termasuk mediator memahami sengketa tersebut yang
dimediasi. Hal ini dapat dipahami mengingat penyerahan
resume akan membantu memperlancar proses mediasi.
Resume perkara adalah dokumen yang isinya mengenai
penjelasan permasalahan yang terjadi diantara para pihak
sehingga ini kemudian dibawa ke muka pengadilan, dan
juga mengenai usulan dari masing-masing pihak mengenai
penyelesaian permasalahan. Dengan adanya resume ini
akan diketahui gambaran permasalahan yang menimbulkan
sengketa, para pihak juga diberikan kesempatan
mengajukan usulan mengenai hal-hal yang para pihak
inginkan atau yang dijadikan kepentingan bersama untuk
mewujudkan kesepakatan diantara para pihak.481
Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim
pada hari siding yang telah ditentukan untuk
memberitahukan telah dicapainya kesepakatan perdamaian.
Selanjutnya para pihak dapat mengajukan kesepakatan
perdamaian kepada hakim untuk dituangkan dalam akta
perdamaian. Ketika para pihak tidak sepakat untuk
dikuatkan dengan akta perdamaian maka, kesepakatan
perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan
dan atau klausula pernyataan perkara telah selesai.
Pelaksanaan mediasi tidak mencapai kesepakatan, mediator
wajib menyatakan secara tertulis kepada hakim bahwa

481
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.113.
443
proses mediasi telah gagal. Untuk selanjutnya setelah
menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai hukum acara yang berlaku.
Selama melanjutkan pemeriksaan perkara ini masih terbuka
kesempatan para pihak untuk mencapai perdamaian,
karena hakim masih diberikan wewenang untuk mendorong
atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum
pengucapan putusan. Dalam hal terjadi keinginan para
pihak untuk berdamai maka, waktu yang diberikan adalah
empat belas hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan
keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang
bersangkutan.482

8.3 Mediator, dan Para Pihak Wajib Bermediasi


Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib
mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan Untoro dan
Fatimah, dinyatakan bahwa berhasil tidaknya pelaksanaan
prosedur mediasi di pengadilan dipengaruhi oleh hakim dan
advokat atau kuasa hukum. Ada yang berpendapat bahwa
kegagalan pelaksanaan prosedur mediasi disebabkan oleh
dominasi motivasi dan peran advokat atau kuasa hukum
yang lebih cenderung mengarahkan penyelesaian sengketa
melalui jalur litigasi. Ada juga yang berpendapat bahwa
kegagalan pelaksanaan prosedur mediasi di pengadilan
disebabkan oleh kurangnya kemampuan, kecakapan dan
dedikasi hakim. Bahkan Mahkamah Agung sendiri
mensinyalir adanya gejala perilaku hakim yang tidak
sungguh-sungguh memberdayakan Pasal 130 H.I.R. untuk
mendamaikan para pihak yang bersengketa.483

482
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.113-114.
483
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.112.
444
Mediator bertugas atas kewajiban mempersiapkan
usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk
dibahas dan disepakati; mediator wajib mendorong para
pihak untuk secara langsung berperan dalam proses
mediasi; apabila perlu mediator dapat melakukan kaukus,
yaitu pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak
tanpa dihadiri oleh pihak lainnya; mediator wajib
mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Saat pelaksanaan
mediasi, dimungkinkan adanya keterlibatan ahli, adanya
persetujuan para pihak atau kuasa hukumnya, maka
Mediator dapat mengundang seorang atau lebih dalam
bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau
pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam
penyelesaian perbedaan. Disamping kesepakatan untuk
mengundang Mediator juga harus ada kesepakatan tentang
kekuatan mengikat atau tidaknya penjelasan dan atau
penilaian seorang ahli tersebut. Biaya pemanggilan atau
pelibatan seorang ahli ditanggung oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan.484

8.4 Putusan Batal Demi Hukum Jika Tidak


Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para
pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang
bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau
kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator
untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana
keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk
tercapainya mufakat. Dengan kata lain, proses mediasi
adalah proses di mana pihak luar yang tidak memihak dan
netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk

484
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.114.
445
membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian
secara memuaskan. Elemen mediasi terdiri dari:485
(1) Penyelesaian sengketa sukarela
(2) Intervensi/ bantuan
(3) Pihak ketiga yang tidak berpihak
(4) Pengambilan keputusan oleh para pihak secara
konsensus
(5) Partisipasi aktif.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak ada


unsur paksaan antara para pihak dan Mediator, karena para
pihak secara sukarela meminta kepada Mediator untuk
membantu penyelesaian konflik yang sedang mereka
hadapi. Oleh karena itu, mediator berkedudukan sebagai
pembantu, walaupun ada unsur intervensi terhadap pihak-
pihak yang sedang berseteru. Dalam kondisi demikian,
mediator harus bersifat netral sampai diperoleh keputusan
yang hanya ditentukan oleh para pihak. Hanya saja dalam
proses penyelesaian konflik tersebut Mediator
berpartisipasi aktif membantu para pihak menemukan
berbagai perbedaan persepsi atau pandangan.486
Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan
Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan
putusan batal demi hukum. Tidak hanya berakibat putusan
batal demi hukum apabila tidak menempuh prosedur
mediasi, bahkan dalam pertimbangan putusan perkara,
wajib bagi hakim untuk menyebutkan bahwa perkara yang
bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui
mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk
perkara yang bersangkutan. Beberapa unsur yang

485
Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiyani, “Perlindungan Hukum Bagi
Nasabah Kecil Dalam Proses Adjudikasi Di Industri Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 4, Des. 2016, hlm. 424.
486
Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiyani, “Perlindungan Hukum Bagi
Nasabah Kecil Dalam Proses Adjudikasi Di Industri Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 4, Des. 2016, hlm. 424.
446
menunjukkan tentang wajibnya untuk menempuh prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi yaitu:487
(1) Jika tidak menempuh prosedur mediasi merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 H.I.R. dan
Pasal 154 Rbg
(2) Mengakibatkan putusan batal demi hukum
(3) Hakim wajib menyebutkan dalam pertimbangan
putusan perkara yang bersangkutan telah diupayakan
perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan
nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa wajibnya


untuk menempuh mediasi berada pada pemeriksaan tingkat
pertama, sehingga dibutuhkan peran hakim pemeriksa di
pengadilan tingkat pertama. Oleh karena itu penting bagi
hakim untuk menguasai norma-norma dan jiwa tentang
pelaksanaan mediasi di pengadilan demi tercapainya
kesepakatan perdamaian para pihak.

8.5 Pertimbangan Putusan Hakim Wajib Telah


Mengupayakan Perdamaian
Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib
menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah
diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang
bersangkutan. Upaya para pihak untuk mencapai
kesepakatan perdamaian tidak hanya terhenti di Pengadilan
Negeri. Upaya mencapai kesepakatan perdamaian diperluas
hingga di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Hal ini tampak kembali atau terhadap perkara yang sedang
diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan
kembali sepanjang perkara itu belum diputus. Pada kondisi
seperti ini masih diperlukan peranan Ketua Pengadilan

487
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.117.
447
Negeri yang memeriksa perkara tersebut, karena untuk
menyampaikan kesepakatan para pihak harus disampaikan
secara tertulis kepada Ketua Pengadilan tingkat pertama
yang mengadili. Oleh karena itu diperlukan koordinasi
antara Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara
dengan Ketua Pengadilan Tinggi yang berwenang atau
Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak
untuk menempuh perdamaian. Ketua Pengadilan tingkat
pertama yang mengadili segera memberitahu Ketua
Pengadilan Tinggi yang berwenang atau Ketua Mahkamah
Agung tentang kehendak para pihak untuk menempuh
perdamaian. Bagaimana jika perkara yang bersangkutan
sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan
kembali? Pada keadaan seperti ini maka majelis pemeriksa
di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali wajib
menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama
empat belas hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan
tentang kehendak para pihak untuk menempuh
perdamaian.488

8.6 Pemilihan Mediator, Biaya Pemanggilan


Pihak & Honorarium Mediator
Biaya pemanggilan para pihak, meliputi:
(1) Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri
proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak
penggugat melalui uang panjar biaya perkara
(2) Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya
pemanggilan para pihak ditanggung bersama atau
sesuai kesepakatan para pihak
(3) Jika mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, biaya
pemanggilan para pihak dalam proses mediasi
dibebankan kepada pihak yang oleh hakim dihukum
membayar biaya perkara.

488
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.118-119.
448
Honorarium Mediator, jika :
(1) Menggunakan jasa mediator hakim tidak dipungut
biaya
(2) Uang jasa mediator bukan hakim ditanggung bersama
oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para
pihak. Batas waktu pemilihan mediator
(3) Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama,
hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau
paling lama dua hari kerja berikutnya untuk
berunding guna memilih mediator termasuk biaya
yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan
mediator bukan hakim
(4) Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan
mereka kepada ketua majelis hakim
(5) Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator
terpilih untuk melaksanakan tugas
(6) Jika setelah jangka waktu maksimal terpenuhi, para
pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang
dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan
kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua
majelis hakim
(7) Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang
kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim
segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok
perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama
untuk menjalankan fungsi mediator
(8) Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim
bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka
hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa
sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib
menjalankan fungsi mediator.

449
8.7 Tugas, Kewenangan Mediator, Keterlibatan
Ahli, & Mediasi Gagal
Tugas-tugas Mediator, meliputi:
(1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal
pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas
dan disepakati
(2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi
(3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan
kaukus
(4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk
menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan
mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik
bagi para pihak.

Adapun kewenangan Mediator, yaitu:


(a) Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah
gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau
kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak
menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal
pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah
dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan
mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut
(b) jika setelah proses mediasi berjalan, mediator
memahami bahwa dalam sengketayangsedang
dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau
kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan
pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat
gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan
tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses
mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada
para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara
yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi
dengan alasan para pihak tidak lengkap.

450
Keterlibatan Ahli, meliputi:
(1) Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum,
mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli
dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan
atau pertimbangan yang dapat membantu
menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para
pihak
(2) Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan
tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari
penjelasan dan atau penilaian seorang ahli
(3) Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau
lebih dalam proses mediasi ditanggung oleh para
pihak berdasarkan kesepakatan.

Pencapaian kesepakatan:
(a) Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian,
para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai
dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator
(b) Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh
kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara
tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai
(c) Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan,
mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian
untuk menghindari ada kesepakatan yang
bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat
dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik
(d) Para pihak wajib menghadap kembali ke pada hakim
pada hari sidang yang telah ditentukan untuk
memberitahukan kesepakatan perdamaian
(e) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan
perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam
bentuk akta perdamaian
(f) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan
perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
kesepakatan perdamaian harus memuat klausula

451
pencabutan gugatan dan atau klausula yang
menyatakan perkara telah selesai.

Apabila tidak mencapai kesepakatan:


(1) Jika setelah batas waktu maksimal empat puluh hari
kerja , para pihak tidak mampu menghasilkan
kesepakatan atau karena sebab-sebab lain, Mediator
wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses
mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan
kepada hakim
(2) Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut,
hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai
ketentuan hukum acara yang berlaku
(3) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim
pemeriksa perkara tetap berwenang untuk
mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga
sebelum pengucapan putusan
(4) Upaya perdamaian berlangsung paling lama empat
belas hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan
keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara
yang bersangkutan.

Keterpisahan mediasi dari litigasi:


(a) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan,
pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses
mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan
atau perkara lain
(b) Catatan mediator wajib dimusnahkan
(c) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam
proses persidangan perkara yang bersangkutan
(d) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban
pidana maupun perdata atas isi kesepakatan
perdamaian hasil proses mediasi.

452
Tempat penyelenggaraan mediasi:
(1) Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang
Pengadilan Tingkat Pertama atau di tempat lain yang
disepakati oleh para pihak
(2) Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan
mediasi di luar pengadilan
(3) Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang
Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya
(4) Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di
tempat lain, pembiayaan dibebankan kepada para
pihak berdasarkan kesepakatan.

Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi, dan


Peninjauan Kembali, jika:
(a) Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat
menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang
sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan
kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa
pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali
sepanjang perkara itu belum diputus
(b) Kesepakatan para pihak untuk menempuh
perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada
Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili
(c) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili
segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan
Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua
Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak untuk
menempuh perdamaian
(d) Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di
tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali
majelis hakim pemeriksa di tingkat banding, kasasi,
dan peninjauan kembali wajib menunda pemeriksaan
perkara yang bersangkutan selama empat belas hari
kerja sejak menerima pemberitahuan tentang
kehendak para pihak menempuh perdamaian
(e) Jika berkas atau memori banding, kasasi, dan
peninjauan kembali belum dikirimkan, Ketua
453
Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib
menunda pengiriman berkas atau memori banding,
kasasi, dan peninjauan kembali untuk memberi
kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.

Upaya perdamaian berlangsung paling lama empat


belas hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para
pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama. Upaya
perdamaian dilaksanakan di pengadilan yang mengadili
perkara tersebut di tingkat pertama atau di tempat lain atas
persetujuan para pihak.
Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan menunjuk
seorang hakim atau lebih untuk menjadi mediator.
Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak
boleh berasal dari majelis hakim yang memeriksa perkara
yang bersangkutan pada Pengadilan Tingkat Pertama,
terkecuali tidak ada hakim lain pada Pengadilan Tingkat
Pertama tersebut.
Para pihak melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama
dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis
kepada majelis hakim tingkat banding, kasasi, atau
peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta
perdamaian. (6) Akta perdamaian ditandatangani oleh
majelis hakim banding, kasasi, atau peninjauan kembali
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak dicatat dalam register induk perkara. Jika terjadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) peraturan
ini, jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian yang
telah diteliti oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama atau
hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama dan para pihak menginginkan perdamaian tersebut
dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, berkas dan
kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan ke pengadilan
tingkat banding atau Mahkamah Agung.
Kesepakatan di luar Pengadilan, jika:

454
(1) Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang
berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan
dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan
kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta perdamaian
dengan cara mengajukan gugatan
(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan
perdamaian dan dokumen-dokumen yang
membuktikan ada hubungan hukum para pihak
dengan objek sengketa
(3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan
kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta
perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut
memenuhi syarat-syarat:
(a) Sesuai kehendak para pihak
(b) Tidak bertentangan dengan hukum;c. Tidak
merugikan pihak ketiga
(c) Dapat dieksekusi
(d) Dengan iktikad baik.

Adapun Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif:


(1) Tiap mediator dalam menjalankan fungsinya wajib
menaati pedoman perilaku mediator
(2) Mahkamah agung menetapkan pedoman perilaku
mediator
(3) Mahkamah agung menyediakan sarana yang
dibutuhkan bagi proses mediasi dan insentif bagi
hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator
(4) Mahkamah agung menerbitkan peraturan mahkamah
agung tentang kriteria keberhasilan hakim dan
insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi
mediator.

455
BAB IX
BERPRAKTIK MEDIASI
Praktik Mediasi di Berbagai Bidang/ Sektoral: Setiap
mediator mempunyai tantangan dan hambatan yang
dihadapi.

9.1 Praktik Mediasi di Indonesia


Mediasi adalah suatu proses yang bersifat pribadi,
rahasia (tidak terekspos keluar) dan kooperatif dalam
menyelesaikan masalah. Karena mediator selaku pihak
ketiga yang tidak memihak membantu para pihak
(perorangan atau lembaga) yang bersengketa dalam
menyelesaikan konflik dan menyelesaikan atau
mendekatkan perbedaan-perbedaannya.489 Perkembangan
yang menarik dari praktik penyelesaian sengketa melalui
mediasi ini yang tidak lagi semata-mata digunakan di
Pengadilan, namun juga mulai diminati di luar pengadilan.
Fenomena ini tidak saja berkembang di Indonesia tetapi
lebih dulu berkembang di negara-negara maju. Hal ini
didasari oleh sifat sengketa yang mulai dengan masalah
yang sederhana atau kompleks dan melibatkan berbagai
jenis persoalan, seperti:490
(1) Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas
para pihak itu sendiri, atau dari data yang diberikan
oleh pihak ketiga termasuk penjelasan-penjelasan
tentang kenyataan-kenyataan data tersebut

489
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, 2018, hlm.220.
490
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara
Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 2, 2018, hlm.223.
456
(2) Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari
pendapat atau tafsiran menyesatkan yang diberikan
oleh para ahli hukum yang terkait
(3) Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan
pendapat dari para ahli teknik dan profesionalisme
dari para pihak perbedaan pemahaman tentang
sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam penggunaan
kata-kata yang membingungkan atau adanya
perbedaan asumsi
(4) Perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep
keadilan dan moralitas, budaya, nilai-nilai dan sikap.

9.1.1 Praktik Mediasi di Pengadilan Umum


Saat diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 2 Tahun 2003, dari hasil penelitian Tim Peneliti
Untoro dan Fatimah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
diperoleh data pada bulan Januari s.d. Desember 2012,
sebagaimana dirujuk dari penelitian Untoro dan Fatimah,
yang dimuat dalam Lex Jurnalica Jurnal Ilmu Hukum,
diperoleh data sebagai berikut:491

491
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.119-122.

457
Tabel 1. Jumlah Perkara Masuk, Tidak Mediasi, Mediasi Gagal,
Mediasi Berhasil Pada PN Jakarta Pusat Tahun 2012

Data mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,


tahun 2013, sebagaimana dirujuk dari penelitian Untoro
dan Fatimah:

Tabel 2. Jumlah Perkara Masuk, Tidak Mediasi, Mediasi Gagal,


Mediasi Berhasil Pada PN Jakarta Pusat Tahun 2013

Penyelesaian Perkara Perdata Melalui Mediasi dan


Non Mediasi Pada PN Jakarta Timur Tahun 2008 s.d. 2013
sebagaimana dirujuk dari penelitian Untoro dan Fatimah:

458
Berdasarkan data di atas, tingkat keberhasilan
mediasi sangat rendah, yaitu kurang dari 10% dari jumlah
perkara yang masuk. Keadaan yang sama juga terjadi
Pengadilan Tingkat Pertama lainnya dari keempat
Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.492
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003
akhirnya direvisi dengan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008. Terdapat beberapa perubahan
penting, yaitu:493
(1) Sifat wajib mediasi
(2) Pihak penggugat terlebih dahulu menanggung biaya
pemanggilan para pihak
(3) Diperkenankannya hakim pemeriksa menjadi
mediator.
Sifat wajib mediasi yang harus diikuti oleh setiap
hakim, mediator, dan para pihak, tidak ditegaskan dalam
Perma No. 2 Tahun 2003. Biaya pemanggilan para pihak
ditanggung terlebih dahulu oleh Pengugat melalui uang
panjar biaya perkara, dalam Perma No. 2 Tahun 2003 tidak
diatur. Diperkenankannya hakim majelis pemeriksa perkara
menjadi mediator. Dengan alasan khawatir hakim
pemeriksa perkara tidak mampu mengadili perkara yang
dimediasi secara obyektif dan netral setelah mediasi gagal
menghasilkan kesepakatan. Sehingga dalam Perma No. 2
Tahun 2003 hakim pemeriksa perkara tidak diperkenankan
menjadi Mediator. Dimungkinkan Mediator lebih dari satu
492
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.123.
493
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.125-126.
459
orang, diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 ayat
(2) Perma No. 1 Tahun 2008. Para pihak tidak wajib
membuat resume perkara yang sebelumnya wajib menurut
Perma No. 2 Tahun 2003, para pihak wajib membuat
resume. Setelah dilakukan pembahasan yang mendalam
oleh kelompok kerja maka, resume perkara tidak wajib bagi
para pihak untuk membuatnya. Karena jika para pihak
wajib membuat resume perkara berarti merupakan syarat
agar mediasi dapat dilaksanakan. Dengan kata lain belum
masuk proses mediasi saja sudah gagal.
Dengan memperhatikan penelitian Untoro dan
Fatimah dikurun waktu tersebut di atas, kenyataan praktik
yang dihadapi jarang dijumpai putusan perdamaian. Produk
yang dihasilkan peradilan dalam penyelesaian perkara yang
diajukan kepadanya hampir semuanya berupa putusan
konvensional yang bercorak menang atau kalah.494 Kuasa
hukum berperan penting untuk mencapai kesepakatan
perdamaian. Kehadiran kuasa hukum dalam proses mediasi
menentukan tercapainya kesepakatan perdamaian.
Ketidakhadiran kuasa hukum selama 2 kali berturut-turut
dalam pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan yang
telah disepakati atau tanpa alasan setelah dipanggil secara
patut maka mediator berkewajiban menyatakan mediasi
telah gagal.

9.1.2 Praktik Mediasi di Pengadilan Agama


Paparan hasil penelitian Sandy terhadap lima subyek
dan empat Informan yang mengemukakan pendapat-
pendapatnya mengenai praktik mediasi dan pandangan
Hakim mediator terhadap kegagalan mediasi dalam proses
perkara perceraian:495

494
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan Negeri Pada
Perkara Perdata Untuk Memperluas Akses Bagi Para Pihak Memperoleh
Rasa Keadilan”, Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.127.
495
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
460
a. Menurut Subyek “M”
Berikut adalah hasil wawancara Sandy selaku peneliti
terhadap subjek pertama pada pukul 14.00 WIB di ruang
mediasi mengenai praktik dan kegagalan mediasi dalam
proses perkara perceraian yang dilakukan pertanyaan :
(1) Bagaimana praktik mediasi yang bapak/ibu lakukan
dalam proses perkara perceraian? “Ya, mengikuti
pedoman yang ada kan tentang prosedur proses
mediasi. Jadi kalau disini kan praktis saja begitu
ditunjuk oleh majelis hakim sebagai mediator lalu
mereka menghadap, kalau mereka tidak datang
menghadap ya kita panggil melalui hakim untuk
dilakukan mediasi begitu mereka datang ya kita
mediasi kalau mereka tidak datang kita laporkan
bahwa mereka tidak beritikad baik”
(2) Bagaimana bapak/ibu memperlakukan para pihak
ketika dalam ruang mediasi? “Ya diperlakukan dengan
sama, kita dengar apa yang mereka sampaikan, baik
dalam forum berdua maupun dalam kaukus satu-satu
kita dengar mereka, kita berikan arahan solusi untuk
bisa berdamai. Pada intinya mereka kita perlakukan
sama dan diperlakukan secara manusiawi artinya
tidak memihak siapa pun dan tidak menganggap ada
satu pun yang merasa dipojokan” Bagaimana cara
bapak/ibu mengindentifikasi permasalahan yang
dihadapi oleh suami istri yang ingin bercerai? “Ini kan
persoalan hati ya bukan barang, kalau hati kan paling
susah, kalau barang enak mengidentifikasi begini
penyelesaiannya begini. Kalau barang, benda yang
bersifat materiil itu gampang tapi kalau persoalan hati
mengidentifikasi itu juga sulit, itu pertama yang perlu
kita pahami. Kita ketemu masalah belum tentu bisa
dipecahkan beda kalau barang begitu ketemu titik
masalah kita bisa diselesaikan dengan win-win

Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam


Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.75-80
461
solution. Udahlah bagi dua bagi apa tapi itu barang,
tapi kalau manusia susah kita mengidentifikasi. Nah
untuk menemukan identifikasi masalah itu kita
pelajari gugatannya kita pahami, yang kedua kita
dengar mereka baik dalam forum bersama-sama
maupun forum satu-persatu masalah kita carikan jalan
keluar, nah itu biasanya kan persoalan inmateriil kalau
cerai ya. Misal kita identifikasi masalahnya salah satu
pihak tidak bisa memberikan nafkah batin sudah
impoten sementara perempuannya mau bercerai. Kan
susah itu ya laki-laki sudah tidak berfungsi, kalau istri
tidak berfungsi ada solusi kawin lagi. Kalau
perempuan kawin lagi bisa nggak, poliandri ngak
mungkin. Nah itu barang kali begitu ditemukan
masalah, kita dengar, inventaris kita sampaikan
kepada pihak”
(3) Bagaimana cara bapak/ibu menengahi suami istri
yang saling ngotot pada saat mediasi berlangsung? “Ya
yang paling penting itu perilaku mediator dulu, jadi
intinya kalau mediator itu bisa menunjukan wajah
yang lembut tidak ngotot kan. Sebab orang yang belum
masuk ruangan itu sudah ngotot, sebelum mereka
menyampaikan kepada kita sebenarnya mereka itu
sudah ngotot. cara mengantisipasinya pertama ya
tentu kita dulu memberikan keyakinan kepada mereka
berdua dalam bentuk komunikasi verbal dalam istilah
ilmu komunikasinya. Mereka begitu datang yang
tadinya ngotot itu turun artinya mereka ngototnya itu
sudah hilang. Kalau sudah sampai di dalam mereka
menyampaikan masalah kita pergantungkan ngotot
lagi nah itu kan tensi ngototnya sudah turun. Kan di
rumah dikatakan sudah lima puluh, masuk kesini jadi
seratus tapi dengan wajah kita tadi sudah turun dua
lima masuk sini naik lagi jadi seratus. Kan dari awal
kita tidak tersenyum sudah dua ratus. Nah kalau sudah
begitu liat perkembangan biasanya kita perintahkan

462
dulu untuk keluar salah satu pihak lalu kita panggil
lagi satu-persatu.”
(4) Bagaimana bapak/ibu menyikapi jika proses mediasi
perdamaian mengalami jalan buntu? “Kan mediasi itu
cuma berakhir buntu berarti selesai. Kalau dalam arti
buntu tidak ada titik temu, ini kan bukan masalah
benda ya tapi hati itu kita beri waktu untuk berpikir
lagi kita tidak akan datang membawa rumusan
pembagiannya begini. Jadi, kalau terjadi jalan buntu ya
kita tunda beri waktu lagi untuk mereka merenung,
mikirkan rumah tangga mereka dan dampaknya.”
(5) Apakah bapak/ibu pernah melakukan sidang terpisah
untuk membujuk suami istri agar tidak bercerai? “Jadi
seharusnya mediasi itu ada dua, ada ruang mediasi
dan ruang mediasi kaukus. Kaukus itu artinya begini,
masuk satu dengarkan kita beri arahan, kemudian
keluar satu dengarkan lagi kemudian dipertemukan
lagi bisa nggak dirumuskan. Jadi, menyampaikan,
membujuk mereka itu satu-persatu siapa sih yang
keras yang paling keras itu ya masuk tapi harus kedua-
duanya jangan sampai salah satu pihak saja yang
masuk. Ya kalau pertemuan terpisah atau kaukus kita
sampaikan kepada mereka berdua, kita cari jalan
tengah. Tapi apa yang kita dengar dari pihak satu
terlalu keras jangan disampaikan keras pula kepada
pihak lawan. Kita gunakan bahasa yang lebih lembut.
Kan kalau dikatakan mereka berdua itu sama-sama
tegas bukan menyelesaikan masalah malah bertambah
kelahi. Kita dengar situ kita dengar sini lalu kita
sampaikan situ sampaikan sini
(6) Bagaimana hasil yang didapat dari sidang terpisah
tersebut? “Bisa berakhir buntu bisa berakhir damai,
kalau dia buntu artinya masing-masing ngotot tidak
mau lagi mempertahankan rumah tangga. Kalau sudah
begitu mediator ya tinggal membuat laporan saja ke
hakim bahwa mediasi tidak mencapai kesepakatan
damai.”
463
(7) Dalam perkara perceraian tersebut masalah apa saja
yang dominan tidak berhasil didamaikan dan masalah
apa yang memiliki peluang berhasil untuk
didamaikan? “Yang tidak berhasil didamaikan itu rata-
rata masalah pihak ketiga dan perempuan itu
berhubungan dengan pihak ketiga sudah begitu jauh.
Kalau dia perempuan sudah berhubungan dengan laki-
laki lain sudah begitu jauh laki-laki pasti ngotot tidak
mau menerima. Tetapi kalau laki-laki yang selingkuh
walau sejauh apa pun masih ada kemungkinan untuk
damai. Dan masalah yang paling ringan ada
kemungkinan berhasil adalah persoalan keuangan.
Biasanya kan kita itu memberi keluarga apa gitu kan
itu bisa jadi masalah dan itu mudah diselesaikan.”
(8) Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap kegagalan
mediasi dalam proses perkara perceraian? “Ya
Pandangan saya begitulah karena perceraian itu
persoalan hati bukan benda itu sangat sulit kita
mencapai titik temu karena orang datang ke
pengadilan itu pada umumnya sudah dalam artian
pecah. Pecah hati itu kan beda dengan benda.
Pandangan saya ya perceraian itu sangat sulit
didamikan karena win-win solution hati itu lebih
susah daripada win-win solution kebendaan.
Memediasi perkara perceraian itu ternyata lebih berat
dari perkara yang bersifat kebendaan.” “Ya, mengikuti
pedoman yang ada kan tentang prosedur proses
mediasi. Jadi kalau disini kan praktis saja begitu
ditunjuk oleh majelis hakim sebagai mediator lalu
mereka menghadap, kalau mereka tidak datang
menghadap ya kita panggil melalui hakim untuk
dilakukan mediasi begitu mereka datang ya kita
mediasi kalau mereka tidak datang kita laporkan
bahwa mereka tidak beritikad baik.”).

“Ya diperlakukan dengan sama, kita dengar apa yang


mereka sampaikan, baik dalam forum berdua maupun
464
dalam kaukus satu-satu kita dengar mereka, kita berikan
arahan solusi untuk bisa berdamai. Pada intinya mereka kita
perlakukan sama dan diperlakukan secara manusiawi
artinya tidak memihak siapa pun dan tidak menganggap ada
satu pun yang merasa dipojokan”; “Ini kan persoalan hati ya
bukan barang, kalau hati kan paling susah, kalau barang
enak mengidentifikasi begini penyelesaiannya begini. Kalau
barang, benda yang bersifat materiil itu gampang tapi kalau
persoalan hati mengidentifikasi itu juga sulit, itu pertama
yang perlu kita pahami. Kita ketemu masalah belum tentu
bisa dipecahkan beda kalau barang begitu ketemu titik
masalah kita bisa diselesaikan dengan win-win solution.
Udahlah bagi dua bagi apa tapi itu barang, tapi kalau
manusia susah kita mengidentifikasi. Nah untuk
menemukan identifikasi masalah itu kita pelajari
gugatannya kita pahami, yang kedua kita dengar mereka
baik dalam forum bersama-sama maupun forum satu-
persatu masalah kita carikan jalan keluar, nah itu biasanya
kan persoalan inmateriil kalau cerai ya. Misal kita
identifikasi masalahnya salah satu pihak tidak bisa
memberikan nafkah batin sudah impoten sementara
perempuannya mau bercerai. Kan susah itu ya lakilaki
sudah tidak berfungsi, kalau istri tidak berfungsi ada solusi
kawin lagi. Kalau perempuan kawin lagi bisa nggak,
poliandri ngak mungkin. Nah itu barang kali begitu
ditemukan masalah, kita dengar, inventaris kita sampaikan
kepada pihak”;
“Ya yang paling penting itu perilaku mediator dulu,
jadi intinya kalau mediator itu bisa menunjukan wajah yang
lembut tidak ngotot kan. Sebab orang yang belum masuk
ruangan itu sudah ngotot, sebelum mereka menyampaikan
kepada kita sebenarnya mereka itu sudah ngotot. cara
mengantisipasinya pertama ya tentu kita dulu memberikan
keyakinan kepada mereka berdua dalam bentuk komunikasi
verbal dalam istilah ilmu komunikasinya. Mereka begitu
datang yang tadinya ngotot itu turun artinya mereka
ngototnya itu sudah hilang. Kalau sudah sampai di dalam
465
mereka menyampaikan masalah kita pergantungkan ngotot
lagi nah itu kan tensi ngototnya sudah turun. Kan di rumah
dikatakan sudah lima puluh, masuk kesini jadi seratus tapi
dengan wajah kita tadi sudah turun dua lima, masuk sini
naik lagi jadi seratus. Kan dari awal kita tidak tersenyum
sudah dua ratus. Nah kalau sudah begitu liat perkembangan
biasanya kita perintahkan dulu untuk keluar salah satu
pihak lalu kita panggil lagi satu-persatu.”
“Kan mediasi itu cuma berakhir buntu berarti selesai.
Kalau dalam arti buntu tidak ada titik temu, ini kan bukan
masalah benda ya tapi hati itu kita beri waktu untuk
berpikir lagi, kita tidak akan datang membawa rumusan
pembagiannya begini. Jadi, kalau terjadi jalan buntu ya kita
tunda beri waktu lagi untuk mereka merenung, mikirkan
rumah tangga mereka dan dampaknya”; “Jadi seharusnya
mediasi itu ada dua, ada ruang mediasi dan ruang mediasi
kaukus. Kaukus itu artinya begini, masuk satu dengarkan
kita beri arahan, kemudian keluar satu dengarkan lagi
kemudian dipertemukan lagi bisa nggak dirumuskan. Jadi,
menyampaikan, membujuk mereka itu satu-persatu siapa
sih yang keras yang paling keras itu ya masuk tapi harus
kedua-duanya jangan sampai salah satu pihak saja yang
masuk. Ya kalau pertemuan terpisah atau kaukus kita
sampaikan kepada mereka berdua, kita cari jalan tengah.
Tapi apa yang kita dengar dari pihak satu terlalu keras
jangan disampaikan keras pula kepada pihak lawan. Kita
gunakan bahasa yang lebih lembut. Kan kalau dikatakan
mereka berdua itu sama-sama tegas bukan menyelesaikan
masalah malah bertambah kelahi. Kita dengar situ kita
dengar sini lalu kita sampaikan situ sampaikan sini.”
“Bisa berakhir buntu bisa berakhir damai, kalau dia
buntu artinya masing-masing ngotot tidak mau lagi
mempertahankan rumah tangga. Kalau sudah begitu
mediator ya tinggal membuat laporan saja ke hakim bahwa
mediasi tidak mencapai kesepakatan damai.”; “Yang tidak
berhasil didamaikan itu rata-rata masalah pihak ketiga dan
perempuan itu berhubungan dengan pihak ketiga sudah
466
begitu jauh. Kalau dia perempuan sudah berhubungan
dengan laki-laki lain sudah begitu jauh laki-laki pasti ngotot
tidak mau menerima. Tetapi kalau laki-laki yang selingkuh
walau sejauh apa pun masih ada kemungkinan untuk damai.
Dan masalah yang paling ringan ada kemungkinan berhasil
adalah persoalan keuangan. Biasanya kan kita itu memberi
keluarga apa gitu kan itu bisa jadi masalah dan itu mudah
diselesaikan.”
“Ya Pandangan saya begitulah karena perceraian itu
persoalan hati bukan benda itu sangat sulit kita mencapai
titik temu karena orang datang ke pengadilan itu pada
umumnya sudah dalam artian pecah. Pecah hati itu kan
beda dengan benda. Pandangan saya ya perceraian itu
sangat sulit didamikan karena win-win solution hati itu
lebih susah daripada win-win solution kebendaan.
Memediasi perkara perceraian itu ternyata lebih berat dari
perkara yang bersifat kebendaan.” Pokok pikiran dari hasil
wawancara di atas adalah menurut subyek “M” bahwa
praktik mediasi yang dilaksanakan itu mengikuti pedoman
PERMA No. 1 Tahun 2016, juga ketika memediasi para pihak
selalu diperlakukan secara sama artinya tidak memihak
salah satu pihak saja. Dalam melakukan mediasi juga
dilakukan teknik kaukus namun hasil yang didapat pun
tidak mutlak berakhir damai tapi juga bisa berakhir buntu
sehingga menyebabkan tidak berhasilnya mediasi. Ia
memandang bahwa kegagalan mediasi itu disebabkan
karena persoalan hati para pihak sehingga sulit untuk dapat
didamaikan.496

b. Menurut Subyek “STN”


Berikut adalah hasil wawancara Sandy selaku peneliti
terhadap subjek kedua pada pukul 08.00 WIB di ruang

496
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi
Dalam Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”,
Penelitian, Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama
Islam Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.80-81.
467
Humas mengenai praktik pengadilan dan kegagalan mediasi
dalam proses perkara perceraian yang dilakukan:497
Bagaimana praktik mediasi yang bapak/ibu lakukan dalam
proses perkara perceraian? “Kalau praktiknya itu setelah
ditunjuk oleh majelis, kan ada format di ruang sidang yang
sudah disediakan yang harus ditanda tangani oleh kedua
belah pihak bersedia dimediasi. Nah lalu disuruh memilih
hakim mediator bila inya menyerahkan ke ketua majelis
misalnya ketua majelis yang memilihkan setelah perintah
itu ada baru mediatornya melakukan mediasi. Kalo
prosesnya dua-duanya disuruh masuk diberi arahan tentang
apa maksud mediasi kalau misalnya kada mediasi apa
akibatnya supaya inya tahu tu nah kadang-kadang kan para
pihak itu salah paham dipikirnya kita memediasi inya itu
mempersulit jadi jarnya inya sudah mau bercerai kaytu nah
kenapa harus dimediasi lagi padahal itu tuntutan
Mahkamah Agung Perma yang menghendaki itu harus
dimediasi bila kedua belah pihak hadir. Nah jadi kalo
misalnya dalam proses itu ternyata ngotot-ngototan sudah
untuk dipertemukan berbicaranya itu. Itu yang
kemungkinan bisa kaukus itu.”
Bagaimana bapak/ibu memperlakukan para pihak
ketika dalam ruang mediasi? “Ya kita berusaha netral, apa
pun itu apakah inya arogan. Cuma kalonya arogan biasanya
ada diluar yang mengantisifasi tapi kita berusaha netral
kada memihak apakah penggugat atau tergugat jadi
berusaha netral. Maksud dari arogan itu kadang-kadang ada
sampai mau kekerasan ada, kadang emosional sampai
nangis-nangis, teriak-teriak, nah ada juga yang seperti itu.
Bukan hanya perempuan, laki-laki juga bisa nangis malahan
kemaren itu kasusnya itu dekolektor nangis sampai kencang
itu nangisnya. Nah itu kan termasuk mempengaruhi suasana

497
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm. 81-89
468
mediasi kan tapi tetap mediator itu berusaha netral kada
terbawa gitu nah.”. Bagaimana cara bapak/ibu
mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh suami
istri yang ingin bercerai? “Makanya itu biasanya kalo untuk
tahu mengidentifikasinya itu berkas itu diberikan ke kita
jadi dari situ kita melihat. Oh apa penyebabnya jadi ada
disitu biasanya penyebab perselisihan apa. Jadi kita disitu
mulainya memediasi itu dari situ, kalo kada tau
permasalahannya kita susah. Jadi sepintas kita baca dulu
biasanya petugas itu menyerahkan berkas perkara ke
mediator lihat dulu apa permasalahannya, kapan inya
menikah. Jadi dari situ beranjaknya itu.”.
Bagaimana cara bapak/ibu menengahi suami istri
yang saling ngotot pada saat mediasi berlangsung?
“Biasanya itu perlakuannya hampir sama dengan ruang
sidang gantian ngomongnya. Jadi kalo aku biasanya
mengarahkan itu bisa nda ngomongnya gantian kita belajar
mendengarkan jadi berusaha mendengarkan dulu apa
keluhan satu pihak nanti pada gilirannya kamu ada bicara.
Nah kalau pun ternyata dia dalam hal apa sudah diberi,
diarahkan itu tadi gantian ngomongnya ketika disini
ngomong, disini ngerocos nah itu ditegur lagi. Kalau saya
sudah tegur tiga kali masih ngotot masih kada bisa tu nah.
Kan mau menang dua-duanya jadi ngerocos dua-duanya itu
yang biasa terlakukan kaukus itu. Gantian jadi suruh diluar
dulu satu, baru dua-duanya dipertemukan.”. Bagaimana
bapak/ibu menyikapi jika proses mediasi perdamaian
mengalami jalan buntu? “Kalonya jalan buntu artinya tidak
ada titik temu, kalo sudah kedua belah pihak itu sudah
dipertemukan itu kan kita tidak bisa memaksakan biasanya
dikasih masukan kalau pun seandainya harus pisah juga
jangan memutus silaturahim. Jadi kalo misalnya inya ngotot
artinya kan kada bisa, kemungkinan berhasinya susah Cuma
diarahkan kalo misalnya ada anak, pelihara anak baik-baik
sama-sama jangan ada batasan jangan misanya anaknya
tidak boleh ketemu ibunya, kada boleh ketemu bapaknya.
Nah terus silaturahim jangan putus kalo yang sudah buntu,
469
itu sudah kada bisa lagi kemungkinan untuk didamaikan
kada bisa lagi. Jadi akhirnya begitu supaya mereka tidak
memutus silaturahim dan tetap sama-sama
bertanggungjawab terhadap anak, kalo ada anak.”
Apakah bapak/ibu pernah melakukan sidang terpisah
untuk membujuk suami istri agar tidak bercerai? “Pernah,
itu yang biasanya kalau satu pihak ada kemungkinan
pengen baik yang satunya tidak ngotot jadi kita bisa
membujuknya secara terpisah. Tekniknya itu, sebenarnya
suapaya satunya tidak mendengar. Kamu kalo pisah begini-
begini akibatnya, nah belum tentu kamu dapat pasangan
yang sebaik ini. Jadi kita ketika kaukus itu kita mengangkat
pasangannya itu. itu baik sebenarnya Allah sudah
memberikan yang terbaik untuk dia, nanti yang satunya gitu
lagi. Dulu pernah kasusnya hanya masalah anaksaking
bapaknya itu, anaknya tidak boleh nangis, tidak boleh jatuh
sampai istri dipukul. Nah itu bisa kita pisah (kaukus), jadi
waktu dipisah itu istrinya keluar ku suruh suaminya ku
kasih waktu mu sebulan ambil kelapa sebiji taruh diperut
mu ikat terus-terusan nanti bawa gimana susahnya
mengandung, tidak ada ibu itu yang mau menyakiti anak,
justru kalo jatuh kalo misalnya keseleok, diurut jangan
ibunya dipukul. nah istrinya menggugat itu kan karena
dipukul itu, Hanya masalah anak kawalah ulun misalnya
sambil didapur, anak nempel tarus dibadan, kan kada bisa.
Masalah itu aja, terus saudara istrinya sampai nangiskan
anaknya dipukul juga nah itu kemaren berhasil, itu yang di
kaukus. Kalo permasalahannya itu istrinya nda terlalu
ngotot, suaminya mau cerai.”
Bagaimana hasil yang didapat dari sidang terpisah
tersebut? “Biasanya kan kalau kaukus itu ada titik terang
untuk berhasilnya. Nah kalau biasanya diawali satu pihak
ingin mempertagankan, di kaukus. Kalau ternyata pada
akhirnya itu sering yang bolak balik itu kadang awalnya
berhasil, pertemuan berikutnya nol lagi. Nah ada juga yang
berhasil dan ada yang tidak kaukus itu”. Dalam perkara
perceraian tersebut masalah apa saja yang dominan tidak
470
berhasil didamaikan dan masalah apa yang memiliki
peluang berhasil untuk didamaikan? “Kalau yang dominan
tidak berhasil didamaikan itu hadirnya orang ketiga itu
lebih banyak hadirnya orang ketiga terus pemada itu lebih
cenderung susah untuk disatukan lagi atau misalnya karena
hukuman penjara itu hampir 100% tidak bisa didamaikan
karena dia tidak mau hadirnya orang ketiga misalnya
suaminya menikah siri tuh misalnya berkali-kali membina
hubungan dengan perempuan lain atau istrinya. Itu tidak
mesti suami, istrinya ada jua yang poliandri, pernah
beberapa kasus disini seperti itu. Kalo yang berhasil itu tadi
biasanya pemicunya hanya interen mereka apakah masalah
anak, masalah nafkah, itu yang kurang. Kita bisa
mengharapkan itu karena nafkah itu tidak ada standar kan,
berapa kemampuan suami yang penting suami sudah
berusaha. Lain kalo suami nda mau kerja lain lagi, ini suami
kerja tapi kurang ya cobalah kamu bantu. Jadi dua-duanya
diberi masukan. Nah biasanya kalo tidak ada orang ketiga,
tidak ada hukuman penjara itu ada kemungkinan bisa
berhasil. Ini yang susahnya itu hadinya orang ketiga.”
Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap kegagalan
mediasi dalam proses perkara perceraian? “Sebenarnya kalo
Mahkamah Agung menginginkan berhasil tapi kalo misalnya
dua-duanya itu kalo kita paksakan mereka tidak bercerai
tetapi memabawa mudarat, lebih baik cerai. Daripada
bentrok terus , tengkar terus, di depan kita aja dia dia sudah
nda bisa menghargai pasangannya. Ada yang saling tunjuk-
tunjuk itu, sama suaminya aja nda ada hormatnya. Nah jadi
kalo dibiarkan kan itu istrinya durhaka kepada suami, dosa.
Kadi kalo misalnya tidak berhasil itu meliat kasusnya. Kalo
kasusnya itu lebih manfaat inya cerai ya biar aja dia cerai.
Kalo misalnya lebih mudarat bercerai itu yang kita kejar
terus walau beberapa kali mediasinya bahkan hakim
mediator itu bisa meminta perpanjangan waktu ke majelis
hakim kalo misalnya ini belum full lagi usahanya. Itu
ditaewarkan ke pihak gimana kalo kita perpanjang
mediasinya, kita ketemuan lagi tanggal sekian, itu lapor. Jadi
471
begitu hari sidang itu harusnya dia sidang nanti aku lapor
kamu bilang ke majelis hakim kami belum selesai mediasi,
masih ada pertemuan lagi. Itu biasanya kalo sudah begitu
ditangan itu sudah ada keberhasilan itu, sering ku
sampaikan ke pihak itu. aku bahagianya disini, materi aku
kada dapat tapi aku berharap pahala dari Allah, menyatukan
orang yang bertikai dan harusnya pisah, kita bisa
menyatukan, pahala itu. Jadi kalo misalnya kita bikin, nah
ditawarkan itu perdamaian itu, kita formatkan misalnya
kamu maunya apa. Kita buatkan kasar dulu, maunya kamu
apa?, maunya ini apa?, nanti dibacakan, nanti ku buatkan
setelah jadi itu dibacakan lagi. jadi maunya apa? Kalo disini
bersyarat, kita buat juga bersyarat perjanjian itu. Jadi kamu
nanti hati-hati jangan sampai terlanggar ini, kalo kamu
terlanggar ini istri mu berhak menggugat. Jadi, biasanya
kalo interen mereka saja masalahnya itu lebih mudah
menasehati, lebih mudah memberi masukan. Tapi kalo
sudah orang ketiga, nah bisa juga kekerasan penyebabnya
itu yang susah itu, misalnya sampai sudah laporan polisi,
orang ketiga itu tidak mesti harus dia selingkuh bisa jadi
orang tua ikut campur bisa juga susah. Kadang kita hampir
berhasil medamaikan, itu nyang bolak-balik tadi masuk lagi,
bisa orang tuanya, bisa keluarganya. Nanti datang mediasi
dangkal lagi karena dimasuki orang ketiga tadi. Disini
ngasih masukan secara agama cerai itu dilarang nanti di
rumah oh gini-gini, itu yang membuat gagal itu.
Prosentasinya itu mungkin antara berhasil, kalo untuk
perkara aku lah paling 10% persen yang berhasil itu kalo
misalnya 20 perkara paling dua yang berhasil. Nah bisa juga
kalo cerai itu lah seperti itu kalo misalnya waris dan harta
bersama banyak berhasil karena itu beda dengan
perceraian, kalo masalah harta itu kena PS (pemeriksaan
setempat) tapi kalo hartanya tidak seberapa, perlu biaya
hakim PS berapa apalagi hartanya beda-beda disini ada di
wilayah lain ada nanti habis untuk biaya nah itu biasanya
mau dia. Nilainya berapa, bisa aja nanti yang disana nilainya
berapa sama yang disini, itu mau kaya kemaren itu mau.
472
Awalnya ngotot begitu dibilangin nanti ada PS itu ada
biayanya yang disana juga PS kami minta bantuan dengan
pengadilan sana, mereka sana yang turun itu didampingi
aparat polisi, aparat desa akhirnya dia daripada nah nilai
dulu harta mu berapa nilainya, kalau kamu nanti hasilnya
segini dapatnya setelah pengeluaran-pengeluaran, itu
biasanya berhasil. Kalo cerai kan tidak ada PS ngotot aja
inya, jadi lebih susah mendamaikannya. Kalo masalah
pemeliharaan anak lebih enak juga, kan kalo anak mereka
berdua gak ada angkat anak. Jadi kalo cerai lebih susah
tingkat keberhasilannya itu minim, orang biasanya datang
ke pengadilan itu sudah bawa masalah sudah”.
“Kalau praktiknya itu setelah ditunjuk oleh majelis,
kan ada format di ruang sidang yang sudah disediakan yang
harus ditanda tangani oleh kedua belah pihak bersedia
dimediasi. Nah lalu disuruh memilih hakim mediator kalau
dia menyerahkan ke ketua majelis misalnya ketua majelis
yang memilihkan setelah perintah itu ada baru mediatornya
melakukan mediasi. Kalau prosesnya dua-duanya disuruh
masuk diberi arahan tentang apa maksud mediasi kalau
misalnya tidak mediasi apa akibatnya supaya dia tahu
kadang-kadang kan para pihak itu salah paham dipikirnya
kita memediasi dia itu mempersulit jadi katanya dia sudah
mau bercerai begitu kenapa harus dimediasi lagi padahal itu
tuntutan Mahkamah Agung Perma yang menghendaki itu
harus dimediasi kalau kedua belah pihak hadir. Nah jadi
kalau misalnya dalam proses itu ternyata ngotot-ngototan
sudah untuk dipertemukan berbicaranya itu. Itu yang
kemungkinan bisa kaukus itu”.
“Ya kita berusaha netral, apa pun itu apakah dia
arogan. Namun kalau arogan biasanya ada diluar yang
mengantisifasi tapi kita berusaha netral tidak memihak
apakah penggugat atau tergugat jadi berusaha netral.
Maksud dari arogan itu kadang-kadang ada sampai mau
kekerasan ada, kadang emosional sampai nangis-nangis,
teriak-teriak, nah ada juga yang seperti itu. Bukan hanya
perempuan, laki-laki juga bisa nangis malahan kemaren itu
473
kasusnya itu dekolektor nangis sampai kencang itu
nangisnya. Nah itu kan termasuk mempengaruhi suasana
mediasi kan tapi tetap mediator itu berusaha netral tidak
terbawa suasana gitu.”. “Makanya itu biasanya kalau untuk
tahu mengidentifikasinya itu berkas itu diberikan ke kita
(mediator) jadi dari situ kita melihat. Oh apa penyebabnya
jadi ada disitu biasanya penyebab perselisihan apa. Jadi kita
disitu mulainya memediasi itu dari situ, kalau tidak tahu
permasalahannya kita susah. Jadi sepintas kita baca dulu
biasanya petugas itu menyerahkan berkas perkara ke
mediator lihat dulu apa permasalahannya, kapan dia
menikah. Jadi dari situ beranjaknya itu”.
“Biasanya itu perlakuannya hampir sama dengan
ruang sidang gantian bicaranya. Jadi kalau saya biasanya
mengarahkan itu bisa tidak bicaranya gantian kita belajar
mendengarkan jadi berusaha mendengarkan dulu apa
keluhan satu pihak nanti pada gilirannya kamu ada bicara.
Nah kalau pun ternyata dia dalam hal apa sudah diberi,
diarahkan itu tadi gantian bicaranya ketika disini bicara,
disini ngerocos nah itu ditegur lagi. Kalau saya sudah tegur
tiga kali masih ngotot masih tidak bisa. Kan mau menang
dua-duanya jadi ngerocos dua-duanya itu yang biasa
terlakukan kaukus itu. Gantian jadi suruh diluar dulu satu,
baru dua-duanya dipertemukan”. “Kalau jalan buntu artinya
tidak ada titik temu, kalau sudah kedua belah pihak itu
sudah dipertemukan itu kan kita tidak bisa memaksakan
biasanya dikasih masukan kalau pun seandainya harus
pisah juga jangan memutus silaturahim. Jadi kalau misalnya
dia ngotot artinya kan tidak bisa, kemungkinan berhasilnya
susah namun diarahkan kalau misalnya ada anak, pelihara
anak baik-baik sama-sama jangan ada batasan jangan
misalnya anaknya tidak boleh ketemu ibunya, tidak boleh
ketemu bapaknya. Nah terus silaturahim jangan putus kalau
yang sudah buntu, itu sudah tidak bisa lagi kemungkinan
untuk didamaikan tidak bisa lagi. Jadi akhirnya begitu
supaya mereka tidak memutus silaturahim dan tetap sama-
sama bertanggungjawab terhadap anak, kalau ada anak”.
474
“Pernah, itu yang biasanya kalau satu pihak ada
kemungkinan ingin baik yang satunya tidak ngotot jadi kita
bisa membujuknya secara terpisah. Tekniknya itu,
sebenarnya supaya satunya tidak mendengar. Kamu kalau
pisah begini-begini akibatnya, nah belum tentu kamu dapat
pasangan yang sebaik ini. Jadi kita ketika kaukus itu kita
mengangkat pasangannya itu baik sebenarnya Allah sudah
memberikan yang terbaik untuk dia, nanti yang satunya
begitu lagi. Dulu pernah kasusnya hanya masalah anak
saking bapaknya itu, anaknya tidak boleh nangis, tidak
boleh jatuh sampai istri dipukul. Nah itu bisa kita pisah
(kaukus), jadi waktu dipisah itu istrinya keluar saya suruh
suaminya saya kasih waktu kamu sebulan ambil kelapa
sebiji taruh diperut mu ikat terus-terusan nanti bawa
gimana susahnya mengandung, tidak ada ibu itu yang mau
menyakiti anak, justru kalau jatuh kalau misalnya keseleok,
diurut jangan ibunya dipukul. nah istrinya menggugat itu
kan karena dipukul itu, Hanya masalah anak bisa tidak saya
misalnya sambil didapur, anak nempel tarus dibadan, kan
tidak bisa. Masalah itu saja, terus saudara istrinya sampai
nangiskan anaknya dipukul juga nah itu kemaren berhasil,
itu yang di kaukus. Kalau permasalahannya itu istrinya tidak
terlalu ngotot, suaminya mau cerai”.
“Biasanya kalau kaukus itu ada titik terang untuk
berhasilnya. Nah kalau biasanya diawali satu pihak ingin
mempertahankan, di kaukus. Kalau ternyata pada akhirnya
itu sering yang bolak balik itu kadang awalnya berhasil,
pertemuan berikutnya nol lagi. Nah ada juga yang berhasil
dan ada yang tidak”. “Kalau yang dominan tidak berhasil
didamaikan itu hadirnya orang ketiga itu lebih banyak
hadirnya orang ketiga terus pemada itu lebih cenderung
susah untuk disatukan lagi atau misalnya karena hukuman
penjara itu hampir 100% tidak bisa didamaikan karena dia
tidak mau hadirnya orang ketiga misalnya suaminya
menikah siri tuh misalnya berkali-kali membina hubungan
dengan perempuan lain atau istrinya. Itu tidak mesti suami,
istrinya ada juga yang poliandri, pernah beberapa kasus
475
disini seperti itu. Kalau yang berhasil itu tadi biasanya
pemicunya hanya interen mereka apakah masalah anak,
masalah nafkah yang kurang. Kita bisa mengharapkan itu
karena nafkah itu tidak ada standar kan, berapa
kemampuan suami yang penting suami sudah berusaha.
Lain kalau suami tidak mau kerja, ini suami kerja tapi
kurang ya cobalah kamu bantu. Jadi dua-duanya diberi
masukan. Nah biasanya kalau tidak ada orang ketiga, tidak
ada hukuman penjara itu ada kemungkinan bisa berhasil. Ini
yang susahnya itu hadirnya orang ketiga”.
“Sebenarnya kalau Mahkamah Agung menginginkan
berhasil tapi kalau misalnya dua-duanya itu kalau kita
paksakan mereka tidak bercerai tetapi membawa mudarat,
lebih baik cerai. Daripada bentrok terus, tengkar terus, di
depan kita saja dia sudah tidak bisa menghargai
pasangannya. Ada yang saling tunjuk-tunjukan, sama
suaminya saja tidak ada hormatnya. Jadi kalau dibiarkan itu
istrinya durhaka kepada suami, dosa. Jadi kalau misalnya
tidak berhasil itu meliat kasusnya. Kalau kasusnya itu lebih
manfaat dia cerai ya biar saja dia cerai. Kalau misalnya lebih
mudarat bercerai itu yang kita kejar terus walau beberapa
kali mediasinya bahkan hakim mediator itu bisa meminta
perpanjangan waktu ke majelis hakim kalau misalnya ini
belum full lagi usahanya. Itu ditawarkan ke pihak gimana
kalau kita perpanjang mediasinya, kita ketemuan lagi
tanggal sekian, itu lapor. Jadi begitu hari sidang itu harusnya
dia sidang nanti lapor kamu bilang ke majelis hakim kami
belum selesai mediasi, masih ada pertemuan lagi. Itu
biasanya kalau sudah begitu ditangan itu sudah ada
keberhasilan itu, sering saya sampaikan ke pihak begitu.
saya bahagianya disini, materi saya tidak dapat tapi saya
berharap pahala dari Allah, menyatukan orang yang bertikai
dan harusnya pisah, kita bisa menyatukan, pahala itu. Jadi
kalau misalnya kita bikin, nah ditawarkan itu perdamaian,
kita formatkan misalnya kamu maunya apa. Kita buatkan
kasar dulu, maunya kamu apa?, maunya ini apa?, nanti
dibacakan, nanti saya buatkan setelah jadi itu dibacakan
476
lagi. Jadi maunya apa? Kalau disini bersyarat, kita buat juga
bersyarat perjanjian itu. Jadi kamu nanti hatihati jangan
sampai terlanggar ini, kalau kamu terlanggar ini istri mu
berhak menggugat. Jadi, biasanya kalau interen mereka saja
masalahnya itu lebih mudah menasehati, lebih mudah
memberi masukan. Tapi kalau sudah orang ketiga, nah bisa
juga kekerasan penyebabnya itu yang susah, misalnya
sampai sudah laporan polisi, orang ketiga itu tidak mesti
harus dia selingkuh bisa jadi orang tua ikut campur bisa
juga susah. Kadang kita hampir berhasil mendamaikan, itu
yang bolak-balik tadi masuk lagi, bisa orang tuanya, bisa
keluarganya. Nanti datang mediasi dangkal lagi karena
dimasuki orang ketiga tadi. Disini dikasih masukan secara
agama cerai itu dilarang nanti di rumah oh gini-gini, itu yang
membuat gagal. Prosentasinya itu mungkin antara berhasil,
kalau untuk perkara saya paling 10% persen yang berhasil.
Kalau misalnya 20 perkara paling dua yang berhasil. Nah
bisa juga kalau cerai itu lah seperti itu kalau misalnya waris
dan harta bersama banyak berhasil karena itu beda dengan
perceraian, kalau masalah harta itu kena PS (pemeriksaan
setempat) tapi kalau hartanya tidak seberapa, perlu biaya
hakim PS berapa apalagi hartanya beda-beda disini ada di
wilayah lain ada nanti habis untuk biaya nah itu biasanya
mau dia. Nilainya berapa, bisa saja nanti yang disana
nilainya berapa sama yang disini, itu mau kaya kemaren itu
mau berhasil. Awalnya ngotot begitu dibilangin nanti ada PS
itu ada biayanya yang disana juga PS kami minta bantuan
dengan pengadilan disana, mereka disana yang turun itu
didampingi aparat polisi, aparat desa akhirnya dia daripada
nah nilai dulu harta mu berapa nilainya, kalau kamu nanti
hasilnya segini dapatnya setelah pengeluaran-pengeluaran,
itu biasanya berhasil. Kalau cerai kan tidak ada PS ngotot
saja dia, jadi lebih susah mendamaikannya. Kalau masalah
pemeliharaan anak lebih enak juga, kan kalau anak mereka
berdua tidak ada angkat anak. Jadi kalau cerai lebih susah
tingkat keberhasilannya itu minim, orang biasanya datang
ke pengadilan itu sudah bawa masalah sudah.”)
477
Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas adalah
menurut subyek „STN‟ bahwa praktik mediasi itu ketika
sudah ditetapkan oleh hakim maka langkah yang harus
dilakukan ialah melakukan mediasi kepada kedua belah
pihak yang berperkara dengan memberikan arahan dan
tujuan dari mediasi itu sendiri karena mediasi itu
merupakan anjuran dari Mahkamah Agung yang harus
dilaksanakan oleh setiap pengadilan. Dalam memediasi pun
hakim mediator selalu bersikap netral artinya tidak
memihak sebelah harus diperlakukan secara adil, maka
dilakukan identifikasi permasalahan melalui berkas perkara
(gugatan) supaya memudahkan mediator dalam
menemukan permasalan para pihak. Dalam permasalahan
menyakut dengan pemeliharaan anak maka dapat dilakukan
dengan cara kaukus hal itu sangat bersar peluang untuk
berdamai, akan tetapi melakukan kaukus tidak mutlak bisa
berhasil damai tapi bisa juga berakhir tidak berhasil
tergantung pada persoalan perkara. Yang paling dominan
tidak berhasil didamaikan itu persoalan adanya orang
ketiga yang masuk dalam rumah tangga mereka sehingga
tidak memungkinkan lagi untuk didamaikan akan tetapi
yang memiliki peluang berhasil untuk didamaikan ialah
terkait dengan persoalan anak dan nafkah yang kurang
sehingga memungkinkan sekali untuk bisa didamaikan. Ia
memandang bahwa kegagalan mediasi itu dilihat dari
persoalan perkara juga kalau perkara karena masalah anak
maka memungkinkan sekali untuk berhasil didamaikan
namun jika disebabkan adanya orang ketiga yang masuk
dalam rumah tangga para pihak maka akan sulit untuk
berhasil didamaikan. Sebenarnya dalam hal mendamaikan
para pihak yang berperkara itu sudah merupakan cita-cita
dari Mahkamah Agung akan tetapi dalam perkara
perceraian juga harus dilihat dampaknya ketika melakukan
mediasi seandainya mediasi para pihak lebih banyak
membawa mudarat bagi keduanya maka lebih baik
dibiarkan saja untuk bercerai daripada berdamai akhir-
akhirnya sering bertengkar lagi. Namun apabila
478
mendamikan para pihak lebih banyak membawa maslahat
maka itu yang harus dikejar untuk mendamaikan mereka.498

c. Menurut Subyek “MA”


Berikut adalah hasil wawancara Sandy selaku peneliti
terhadap subjek ketiga pada pukul 14.05 WIB di ruang
mediasi mengenai praktik dan kegagalan mediasi dalam
proses perkara perceraian yang dilakukan:499 Bagaimana
praktik mediasi yang bapak/ibu lakukan dalam proses
perkara perceraian? “Ya proses mediasi itu memang setiap
mediator kan sebenarnya ada panduan sudah jadi sama aja
cara-caranya itu. Nanti dalam sidang itu setelah mereka
para pihak itu dipertemuakan mereka berada pada sidang
pertama itu langsung dimediasi dulu untuk menetapkan
minta mediator siapa yang ditunjuk, nah untuk di PA kan
biasanya hakimhakim yang tidak sibuk sidang. Lalu
ditetapkan lah mereka milih siapa mediatornya. Salah
seorang hakim biasanya kalo memang disitu ada lebihan
daripada hakim yang lain gitu nah tidak sidang kan. Kalo
disini banya nih karena banyak hakimnya jadi majelis yang
tiga itu tidak akan menjadi mediator, lain yang dipilihnya
menjadi mediator. Itulah kita disini saya sering beberapa
kali menjadi mediator, setalah para pihak sudah menghadap
masuk kesini bertemulah disitu terserah persis dengan
duduk kalian berdua disini kan seolah-olah penggugat dan
tergugat misalnya. Langsung nanti ada perkenalan dulu,
siapa kita, identitas kita, warga kita, nama dan segala
macam itu diterangkan. Proses pertama itu tanya jawab
dulu kan, saya nanya dengan penggugat dulu kemudian

498
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.89
499
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm. 89-96
479
nanti setelah selesai baru tanya ke tergugat gitu,
terusterusnya begitu kita jelaskan dulu proses mediasi
berapa kali kan waktunya, sekian manfaatnya apa.”
Bagaimana bapak/ibu memperlakukan para pihak
ketika dalam ruang mediasi?
“Ya memperlakukan para pihak itu sama saja berhadap
seperti sidang biasa kan. Sama artinya kita memperlakukan
mereka sama di depan hakim mediator sama juga seperti
para hakim itu, secara adil. Hanya saya katakan ketika
berbicara pertama dengan penggugat dulu kemudian
waktunya selesai ya dengan tergugat lagi waktunya ya
sesuai dengan keadaan yang ditanyakan kepada mereka itu.
Begitu selesai pindah lagi, itulah kita lakukan secara adil.
Tidak ada yang memihak, nda boleh itu namanya itikad
sebagai mediator harus secara adil menghargai para pihak.”
Bagaimana cara bapak/ibu mengindentifikasi permasalahan
yang dihadapi oleh suami istri yang ingin bercerai? “Ya
mengidentifikasi itu penting sekali, tadi kan sudah
perkenalan lalu kita mencari-cari apa saja sih yang jadi
permasalahan bagi mereka itu. Caranya itu ya paling tidak
kan dulu kita berkas itu kan sudah ada cuma tidak lama
diterimanya, sebentar saja. Tapi yang jelas pasti kita akan
langsung berhadapan dengan mereka, nanya dengan
mereka. Tanyakan apa saja yang mereka rasakan, mereka
lakukan, terasa apa sampai-sampai mereka menggugat ke
pengadilan, berkeinginan bercerai dengan suaminya
ataupun istrinya begitu. Jadi caranya dengan kita
menanyakan langsung kepada mereka yang bersangkutan,
keduanya tergugat atau termohon, penggugat atau
pemohon” .
Bagaimana cara bapak/ibu menengahi suami istri
yang saling ngotot pada saat mediasi berlangsung? “Iya
menengahi, inilah ramenya ya. Pertama sikap kita sendiri
sebagai pembantu lah bagi mereka yang berperkara itu kan.
Ya kita kan mediator ini suka membantu nih. Membantu
mereka untuk menyelesaikan perkaranya, jadi kita kalau
melihat keadaanya seperti itu antara para pihak itu pasti
480
ada yang ngotot-ngototan bahkan kadangkadang sama-
sama ngotot itu. Ya ada juga yang satu sisi saja yang ngotot
yang satunya kan semacam suka mengerti mengalah bisa
juga. Jadi mengatasi itu ya kita bersikap sabar dan melihat,
memperhatikan situasi yang ada di hadapan kita ini, para
pihak itu bagaimana kurangnya orangnya bagaimana
sifatnya. Apakah kalau misalnya ketika kita keras begini-
begini akan menjadi begini, itu secara sikologi kita harus
bisa memahami itu pihak. Kan kalau seseorang itu yang
keadaannya. Misalnya kita lihat sepertinya orangnya sedang
habis marah nih atau orangnya habis minum apa, mata
merah dan segala macam, itu harus dilakukan kalau begitu
kan. Makanya antara pihak itu kadang-kadang dalam aturan
mediasi itu tidak jauh, tidak berdekatan tapi satu disini satu
disini (kiri-kanan hakim mediator) ada jarak gitu. Jadi cara
mengatasi itu, kita tanya para pihaknya dulu gimana si
penggugat ini apakah dia bisa juga seperti kita bersifat
sabar kan, tidak boleh merusak rumah tangga kita begini-
begini tapi mengajak mereka itu untuk berpikir dengan
kepala tenang, kepala dingin dan menjaga ketertiban dalam
kita bermusyawarah disini, itu manfaat mediasi.”
Bagaimana bapak/ibu menyikapi jika proses mediasi
perdamaian mengalami jalan buntu? “Kalau jalan buntu itu
istilahnya ya artinya dari pihak yang satu dengan
tergugatnya tidak ada jalan titik temu dan kesepakatan
tidak ada. Bagi kita itu memang tidak ada jalan lain, yang
jelas kita mengupayakan dulu, ada beberapa cara itu yang
kita tempuh dulu kalau secara pertama kita dialog antara
kita mediator dengan para pihak itu misalnya lancar saja.”
Apakah bapak/ibu pernah melakukan sidang terpisah
untuk membujuk suami istri agar tidak bercerai? “Ada tahap
lagi yang namanya kaukus itu kita berhadapan antara kita
dengan salah seorang diantara para pihak itu, yang satunya
keluar dulu nanti selesai yang itu baru yang satu masuk lagi
itu namanya kaukus. Nah itu kita lakukan kalau kita ingin
mencari hal-hal yang lebih detail masalah apa sih yang
mungkin belum terungkap yang tidak diungkapkan mereka
481
kalau berhadap-hadapan itu. Sama-sama berhadapan kan
mungkin agak sungkan atau apa lalu mereka kita upayakan
dengan kaukus. Jadi saya bicara kalau gini saya harus
memintakan kepada salah satu pihak penggugat saya bicara
dengan anda dulu, tergugat mohon keluar dulu. Nah setelah
tergugat keluar, disilahkan dia bicara tanyakan lagi apapun
yang kita tanyakan dari mereka walau si penggugat
(pemohon) itu ya, setelah selesai baru nanti dia suruh
keluar. Suruh masuk masuk lagi tergugat (termohon) tadi,
sama juga kita bicara sama dia apa saja yang kita tanyakan
disana, kita kemukakan apa yang diterangkan si penggugat
(pemohon) waktu kaukus itu kita terangkan juga ke dia
begini-begini. Nah disana akan ketahuan apakah dia mampu
atau tidak, kalau memang sudah selesai itu nanti baru
disuruh masuk keduanya lagi. Masuk berdua nah disanalah
kita ketemu dengan keduanya itu, sampaikan keduanya
bagaimana kalau sudah begini sudah nggak bisa akur juga
itu sudah agak berat sekali. Maka mintakan bahwa mereka
itu artinya lepas dari itu apakah dia lanjut mediasi atau
tidak sepertinya kalau sudah begitu mereka tidak akan
mediasi lagi. kalau begitu kita laporkan nantinya bahwa
mediasi gagal atau tidak berhasil”.
Bagaimana hasil yang didapat dari sidang terpisah
tersebut? “Ya itu terkadang, ada yang berhasil ada yang
tidak berhasil. Itu kan kaukus mencari yang lebih mendetail
lagi supaya mereka tidak sungkan-sungkan untuk
menjelaskan yang sebanarnya yang mungkin mereka
sungkan kalau di depan pihak yang lain. Nah hasilnya
kadangkadang ada yang berhasil, kadang mereka sudah
merasa malu terbuka. Nah dengan kita memberikan
pengertian, penjelasan kalau begini caranya harus begini,
karena anda begini kan tidak ketemu supaya ada jalan
tengah begini. Maukah saudara berdua begini-begini nah
mereka kadang-kadang berhasil dipertemukan, kadang-
kadang tidak, kadangkadang bisa ngotot itu. Karena merasa
ada yang nda berhasil atau disalahkan, dirugikan sedikit
daripada itu kadang-kadang tidak mau”. Dalam perkara
482
perceraian tersebut masalah apa saja yang dominan tidak
berhasil didamaikan dan masalah apa yang memiliki
peluang berhasil untuk didamaikan? “Itu terkait dengan
perjalanan hidup para pihak itu dalam mengarungi rumah
tangganya itu. Jadi yang terbanyak itu emang karena
kesalahpahaman salah satu pihak memahami suatu masalah
jadi mereka tidak mengerti, padahal kalau sudah dijelaskan
segala macam mereka bisa mengerti kesalahan yang mereka
lakukan benar-benar tidak salah padahal itu salah gitu. Nah
pihak yang lain itu merasa sebenarnya sudah benar nih,
padahal pihak yang lain tidak benar gitu. Kadang-kadang
berhasil misalnya tidak jadi bercerai tapi ada lagi asesornya
yang lain contohnya anak yang juga harus gimana
memelihara, ada lagi mungkin harta”.
Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap kegagalan
mediasi dalam proses perkara perceraian? “Ya kalau
kegagalan itu hampir banyak ya dari 100 perkara itu kalau
dapat 2 % ya suda bagus betul itu mediator yang
berpengalaman kan. Kalau gagal itu ya bukan hanya kita
menyalahkan mau menang sendiri tidak ya sebab para
pihak itu kan sudah berlarut-larut sering bertengkar,
bercekcok, berselisih paham itu sekian lama lalu mereka
datang kesini yang memikat mereka berpikir itu untuk
menyelesaikan masalah mereka di pengadilan, ternyata di
pengadilan itu tidak bisa langsung cerai tapi harus mediasi
dulu gitu nah mereka kaget jadinya. Jadi mereka itu
berpikirnya begitu kadang-kadang karena nggak ngerti
dengan aturan Mahkamah Agung. Nah karena mereka
berlarut-larut cekcoknya sampai di meja mediator juga
begitu sudah lagi disatukan makanya banyak yang gagal
karena sudah parah. kadang-kadang kan sudah berpisah
sekian lama itu, ada yang dua bulan, tiga bulan, setahun
berpisah, mau cerai kan kebetulan sama-sama mau
menghadiri sidang itu dimediasi dulu nda bisa langsung
padahal mereka maunya kalau sudah langsung harus pisah
aja gitu ternyata dimediasi dulu nah kadang-kadang gagal
kalau seperti itu. Karena percekcokannya itu sudah lama,
483
jadi kegagalan itu bukan disebabkan mediator yang
mungkin gagal, ya mungkin bisa juga lah sebagian gitu kan
tapi memang karena para pihaknya yang sudah terlalu
parah, tidak bisa menyabarkan diri sehingga terpaksa harus
pisah.”
“Ya proses mediasi itu memang setiap mediator
sebenarnya ada panduan sudah jadi sama aja cara-caranya
itu. Nanti dalam sidang itu setelah mereka para pihak itu
dipertemukan mereka berada pada sidang pertama itu
langsung dimediasi dulu untuk menetapkan minta mediator
siapa yang ditunjuk, nah untuk di Pengadilan Agama kan
biasanya hakim-hakim yang tidak sibuk sidang. Lalu
ditetapkan lah mereka milih siapa mediatornya. Salah
seorang hakim biasanya kalau memang disitu ada lebihan
daripada hakim yang lain yang tidak sidang. Kalau disini
karena banyak hakimnya jadi majelis yang tiga itu tidak
akan menjadi mediator, lain yang dipilihnya menjadi
mediator. Itulah kita disini saya sering beberapa kali
menjadi mediator, setelah para pihak sudah menghadap
masuk kesini bertemulah disitu terserah persis dengan
duduk kalian berdua disini kan seolah-olah penggugat dan
tergugat misalnya. Langsung nanti ada perkenalan dulu,
siapa kita, identitas kita, warga kita, nama dan segala
macam itu diterangkan. Proses pertama itu tanya jawab
dulu kan, saya nanya dengan penggugat dulu kemudian
nanti setelah selesai baru tanya ke tergugat gitu, terus-
terusnya begitu kita jelaskan dulu proses mediasi berapa
kali waktunya, sekian manfaatnya apa”.
“Ya memperlakukan para pihak itu sama saja
berhadap seperti sidang biasa kan. Sama artinya kita
memperlakukan mereka sama di depan hakim mediator
sama juga seperti para hakim itu, secara adil. Hanya saya
katakan ketika berbicara pertama dengan penggugat dulu
kemudian waktunya selesai ya dengan tergugat lagi
waktunya ya sesuai dengan keadaan yang ditanyakan
kepada mereka itu. Begitu selesai pindah lagi, itulah kita
lakukan secara adil. Tidak ada yang memihak, tidak boleh
484
itu namanya itikad sebagai mediator harus secara adil
menghargai para pihak”. “Ya mengidentifikasi itu penting
sekali, tadi kan sudah perkenalan lalu kita mencari-cari apa
saja sih yang jadi permasalahan bagi mereka itu. Caranya itu
ya paling tidak kan dulu kita berkas itu kan sudah ada cuma
tidak lama diterimanya, sebentar saja. Tapi yang jelas kita
akan langsung berhadapan dengan mereka, nanya dengan
mereka. Tanyakan apa saja yang mereka rasakan, mereka
lakukan, terasa apa sampaisampai mereka menggugat ke
pengadilan, berkeinginan bercerai dengan suaminya
ataupun istrinya begitu. Jadi caranya dengan kita
menanyakan langsung kepada mereka yang bersangkutan,
keduanya tergugat atau termohon, penggugat atau
pemohon”.
“Iya menengahi, inilah ramenya ya. Pertama sikap kita
sendiri sebagai pembantulah bagi mereka yang berperkara.
Ya kita mediator ini suka membantu. Membantu mereka
untuk menyelesaikan perkaranya, jadi kita kalau melihat
keadaanya seperti itu antara para pihak itu pasti ada yang
ngotot-ngototan bahkan kadang-kadang sama-sama ngotot
itu. Ya ada juga yang satu sisi saja yang ngotot yang satunya
semacam suka mengerti mengalah bisa juga. Jadi mengatasi
itu ya kita bersikap sabar dan melihat, memperhatikan
situasi yang ada di hadapan kita ini, para pihak itu
bagaimana kurangnya orangnya bagaimana sifatnya.
Apakah kalau misalnya ketika kita keras begini-begini akan
menjadi begini, itu secara sikologi kita harus bisa
memahami itu pihak. Kan kalau seseorang itu yang
keadaannya misalnya kita lihat sepertinya orangnya sedang
habis marah nih atau orangnya habis minum apa, mata
merah dan segala macam, itu harus dilakukan kalau begitu
kan. Makanya antara pihak itu kadang-kadang dalam aturan
mediasi itu tidak jauh, tidak berdekatan tapi satu disini satu
disini (kiri-kanan hakim mediator) ada jarak gitu. Jadi cara
mengatasi itu, kita tanya para pihaknya dulu gimana si
penggugat ini apakah dia bisa juga seperti kita bersifat
sabar kan, tidak boleh merusak rumah tangga kita begini-
485
begini tapi mengajak mereka itu untuk berpikir dengan
kepala tenang, kepala dingin dan menjaga ketertiban dalam
kita bermusyawarah disini, itu manfaat mediasi”.
“Kalau jalan buntu itu istilahnya ya artinya dari pihak
yang satu (penggugat) dengan tergugatnya tidak ada jalan
titik temu dan kesepakatan tidak ada. Bagi kita itu memang
tidak ada jalan lain, yang jelas kita mengupayakan dulu, ada
beberapa cara itu yang kita tempuh dulu kalau cara pertama
kita dialog antara kita mediator dengan para pihak itu
misalnya lancar saja”. “Ada tahap lagi yang namanya kaukus
itu kita berhadapan antara kita dengan salah seorang
diantara para pihak itu, yang satunya keluar dulu nanti
selesai yang itu baru yang satu masuk lagi itu namanya
kaukus. Nah itu kita lakukan kalau kita ingin mencari hal-hal
yang lebih detail masalah apa sih yang mungkin belum
terungkap yang tidak diungkapkan mereka kalau berhadap-
hadapan itu. Sama-sama berhadapan kan mungkin agak
malu atau apa lalu mereka kita upayakan dengan kaukus.
Jadi saya bicara kalau gini saya harus memintakan kepada
salah satu pihak penggugat saya bicara dengan anda dulu,
tergugat mohon keluar dulu. Nah setelah tergugat keluar,
disilahkan dia bicara tanyakan lagi apapun yang kita
tanyakan dari mereka walau si penggugat (pemohon) itu ya,
setelah selesai baru nanti dia suruh keluar. Suruh masuk
masuk lagi tergugat (termohon) tadi, sama juga kita bicara
sama dia apa saja yang kita tanyakan disana, kita
kemukakan apa yang diterangkan si penggugat (pemohon)
waktu kaukus itu kita terangkan juga ke dia begini-begini.
Nah disana akan ketahuan apakah dia mampu atau tidak,
kalau memang sudah selesai itu nanti baru disuruh masuk
keduanya lagi. Masuk berdua nah disanalah kita ketemu
dengan keduanya itu, sampaikan keduanya bagaimana
kalau sudah begini sudah tidak bisa akur juga itu sudah agak
berat sekali. Maka mintakan bahwa mereka itu artinya lepas
dari itu apakah dia lanjut mediasi atau tidak sepertinya
kalau sudah begitu mereka tidak akan mediasi lagi. kalau

486
begitu kita laporkan nantinya bahwa mediasi gagal atau
tidak berhasil”.
“Ya itu terkadang, ada yang berhasil ada yang tidak
berhasil. Itu kan kaukus mencari yang lebih mendetail lagi
supaya mereka tidak malumalu untuk menjelaskan yang
sebanarnya yang mungkin mereka malu kalau di depan
pihak yang lain. Nah hasilnya kadang-kadang ada yang
berhasil, kadang mereka sudah merasa malu terbuka. Nah
dengan kita memberikan pengertian, penjelasan kalau
begini caranya harus begini, karena anda begini kan tidak
ketemu supaya ada jalan tengah begini. Maukah saudara
berdua begini-begini nah mereka kadang-kadang berhasil
dipertemukan, kadang-kadang tidak, kadang-kadang bisa
ngotot itu. Karena merasa ada yang nda berhasil atau
disalahkan, dirugikan sedikit daripada itu kadang-kadang
tidak mau”.“Itu terkait dengan perjalanan hidup para pihak
itu dalam mengarungi rumah tangganya itu. Jadi yang
terbanyak itu emang karena kesalahpahaman salah satu
pihak memahami suatu masalah jadi mereka tidak mengerti,
padahal kalau sudah dijelaskan segala macam mereka bisa
mengerti kesalahan yang mereka lakukan benar-benar tidak
salah padahal itu salah gitu. Nah pihak yang lain itu merasa
sebenarnya sudah benar nih, padahal pihak yang lain tidak
benar gitu. Kadang-kadang berhasil misalnya tidak jadi
bercerai tapi ada lagi asesornya yang lain contohnya anak
yang juga harus gimana memelihara, ada lagi mungkin
harta”.
“Ya kalau kegagalan itu hampir banyak ya dari 100
perkara itu kalau dapat 2 % ya sudah bagus betul itu
mediator yang berpengalaman kan. Kalau gagal itu ya bukan
hanya kita menyalahkan mau menang sendiri tidak ya sebab
para pihak itu kan sudah berlarut-larut sering bertengkar,
bercekcok, berselisih paham itu sekian lama lalu mereka
datang kesini yang memikat mereka berpikir itu untuk
menyelesaikan masalah mereka di pengadilan, ternyata di
pengadilan itu tidak bisa langsung cerai tapi harus mediasi
dulu gitu nah mereka kaget jadinya. Jadi mereka itu
487
berpikirnya begitu kadang-kadang karena tidak mengerti
dengan aturan Mahkamah Agung. Nah karena mereka
berlarut-larut cekcoknya sampai di meja mediator juga
begitu sudah lagi disatukan makanya banyak yang gagal
karena sudah parah. kadang-kadang kan sudah berpisah
sekian lama itu, ada yang dua bulan, tiga bulan, setahun
berpisah, mau cerai kan kebetulan sama-sama mau
menghadiri sidang itu dimediasi dulu tidak bisa langsung
padahal mereka maunya kalau sudah langsung harus pisah
saja gitu ternyata dimediasi dulu nah kadang-kadang gagal
kalau seperti itu. Karena percekcokannya itu sudah lama,
jadi kegagalan itu bukan disebabkan mediator yang
mungkin gagal, ya mungkin bisa juga lah sebagian gitu kan
tapi memang karena para pihaknya yang sudah terlalu
parah, tidak bisa menyabarkan diri sehingga terpaksa harus
pisah”.
Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas adalah
menurut subyek „MA‟ bahwa mediasi itu dilakukan setelah
ada penetapan dari majelis hakim baru dapat dilaksanakan
mediasi kepada para pihak yang berperkara dengan diawali
perkenalan antara para pihak dengan mediator pada
pelaksanaan mediasi tersebut para pihak diperlakukan
secara adil tidak memihak salah satu pihak saja dengan
mengidentifikasi masalah melalui berkas perkara yang telah
ada selain itu juga harus dipertanyakan bergantian secara
langsung kepada para pihak tentang permasalahan yang
mereka dengan cara untuk menengahi permasalahan para
pihak seorang mediator harus bisa bersikap sabar. Apabila
dalam pelaksanaan mediasi para pihak saling ngotot dan
terjadi kebuntuan maka akan dilakukan teknik kaukus
dengan tujuan untuk mengetahui secara detail
permasalahan para pihak yang mungkin tidak termuat di
dalam gugatannya. Akan tetapi walau sudah dilakukan
kaukus tidak mesti berhasil damai tapi juga bisa berakhir
tidak berhasil disebabkan oleh kesalahpahaman para pihak
dalam membina rumah tangganya. Ia memandang bahwa
kegagalan mediasi dalam perkara perceraian itu tidak
488
mutlak disebabkan oleh mediator akan tetapi karena para
pihak yang sudah lama sudah bercekcok bahkan berbulan-
bulan dan bertahun-tahun sehingga sangat sulit untuk
didamaikan lagi.500

d. Menurut Subyek “AHD‟


Berikut adalah hasil wawancara peneliti Sandy,
terhadap subjek keempat pada pukul 15.09 WIB di ruang
hakim mengenai praktik dan kegagalan mediasi dalam
proses perkara perceraian yang dilakukan:501 Bagaimana
praktik mediasi yang bapak/ibu lakukan dalam proses
perkara perceraian? “Jadi kalau praktiknya hakim mediator
itu bersifat menunggu melakukan mediasi setelah adanya
penetapan dari ketua majelis. Biasanya para pihak langsung
dipanggil, kita langsung menjelaskan mediasi, menjelaskan
manfaat, menjelaskan mudharat”. Bagaimana bapak/ibu
memperlakukan para pihak ketika dalam ruang mediasi?
“Diperlakukan sama artinya hakim mediator
memperlakukan para pihak ketika dalam ruang mediasi itu
diperlakukan sama baik mengenai pendapat itu kan kada
boleh tidak imbang kan”. Bagaimana cara bapak/ibu
mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh suami
istri yang ingin bercerai? “Masing-masing pihak itu diminta
keinginannya itu apa. Jadi yang suami diminta pendapatnya
kaypa dalam kasus ini, yang istri diminta dan hakim
mediator itu boleh mengemukakan pendapat ketika para
pihak meminta. Jadi urutan pertama nang laki diminta
pendapat, kaypa kasus ikam ini, yang bini diminta pendapat.

500
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm. 96-97
501
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm. 97-100

489
Katakanlah misalnya bini bersikeras mau cerai kan, nang
laki tidak mau cerai. Nah bagaimana caranya kita itu kan
kalo masing-masing minta pendapat kaypa menurut pian.
Nah kita bisa memberikan sepanjang kita dipinta”.
Bagaimana cara bapak/ibu menengahi suami istri
yang saling ngotot pada saat mediasi berlangsung?
“Melaporkan kepada ketua majelis bahwa mediasi belum
berhasil, itu memang harus disikapi secara formal karena
kan kita akan memberikan laporan berhasil atau tidak”.
Bagaimana bapak/ibu menyikapi jika proses mediasi
perdamaian mengalami jalan buntu? “Nah kalau ternyata
proses mediasi perdamaian mengalami jalan buntu, kaukus
sudah tetap bertahan dengan A dan B maka hakim mediator
memberikan laporan pada saatnya kepada ketua hakim
majelis bahwa mediasi belum berhasil”. Apakah bapak/ibu
pernah melakukan sidang terpisah untuk membujuk suami
istri agar tidak bercerai? “Pernah, memang kaukus itu
manakala hakim mediator menganggap persoalan itu
kaukus ya kaukus tapi porsinya sama ya bukan berarti kita
memaksakan pemikiran kita”. Bagaimana hasil yang didapat
dari sidang terpisah tersebut? “Jadi kaukus itu bisa berhasil
bisa gagal, tidak mutlak kaukus itu berhasil dan tidak
mutlak kaukus itu gagal”. Dalam perkara perceraian
tersebut masalah apa saja yang dominan tidak berhasil
didamaikan dan masalah apa yang memiliki peluang
berhasil untuk didamaikan? “Yang dominan tidak berhasil
itu biasanya itu kan masalah nafkah, kemudian adanya
pihak ketiga, salah satu pihak pemabok, dan pindah agama
itu yang biasanya karena inti keempat pokok ini kan
persoalan hati pihak sebelah. Yang memiliki peluang
berhasil untuk didamaikan itu percekcokan karena
persoalan kecil yang dibesar-besarkan. Misalnya persoalan
sekolah anak, memelihara anak itu kan persoalan kecil tapi
dibesar-besarkan nah itu biasanya berpeluang untuk
didamaikan.”
Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap kegagalan
mediasi dalam proses perkara perceraian? “Mungkin karena
490
persoalannya, kegagalan mediasi itu kan karena masing-
masing bersikeras, bertahan pada pendapatnya para pihak,
persoalan itu memang persoalan sulit untuk didamaikan.
contohnya kaya persoalan orang ketiga kan, ada persolan
nafkah banyak perempuan itu kan penghasilan suami di
dalam kenyataan itu lumayan aja tapi kada memberikan.
Nah itu biasaya persoalan kegagalan atau perlakuan salah
satu pihak itu pemabok dan tidak bertanggung jawab dalam
hal nafkah”. “Jadi kalau praktiknya hakim mediator itu
bersifat menunggu melakukan mediasi setelah adanya
penetapan dari ketua majelis. Biasanya para pihak langsung
dipanggil, kita langsung menjelaskan mediasi, menjelaskan
manfaat, menjelaskan mudharat”. “Diperlakukan sama
artinya hakim mediator memperlakukan para pihak ketika
dalam ruang mediasi itu diperlakukan sama baik mengenai
pendapat itu kan tidak boleh tidak imbang”. “Masing-masing
pihak itu diminta keinginannya itu apa. Jadi yang suami
diminta pendapatnya bagaimana dalam kasus ini, yang istri
diminta dan hakim mediator itu boleh mengemukakan
pendapat ketika para pihak meminta. Jadi urutan pertama
yang suaminya diminta pendapat, bagaimana kasus kamu
ini, yang istri diminta pendapat. Katakanlah misalnya istri
bersikeras mau cerai kan, yang suami tidak mau cerai. Nah
bagaimana caranya kita itu kan kalau masing-masing minta
pendapat bagaimana menurut kamu (mediator). Nah kita
bisa memberikan sepanjang kita dipinta”.
“Melaporkan kepada ketua majelis bahwa mediasi
belum berhasil, itu memang harus disikapi secara formal
karena kita akan memberikan laporan berhasil atau tidak”.
“Nah kalau ternyata proses mediasi perdamaian mengalami
jalan buntu, kaukus sudah tetap bertahan dengan A dan B
maka hakim mediator memberikan laporan pada saatnya
kepada ketua hakim majelis bahwa mediasi belum berhasil”.
“Pernah, memang kaukus itu manakala hakim mediator
menganggap persoalan itu kaukus ya kaukus tapi porsinya
sama ya bukan berarti kita memaksakan pemikiran kita”.
“Jadi kaukus itu bisa berhasil bisa gagal, tidak mutlak
491
kaukus itu berhasil dan tidak mutlak kaukus itu gagal”.
“Yang dominan tidak berhasil itu biasanya itu kan masalah
nafkah, kemudian adanya pihak ketiga, salah satu pihak
pemabok, dan pindah agama itu yang biasanya karena inti
keempat pokok ini kan persoalan hati pihak sebelah. Yang
memiliki peluang berhasil untuk didamaikan itu
percekcokan karena persoalan kecil yang dibesar-besarkan.
Misalnya persoalan sekolah anak, memelihara anak itu kan
persoalan kecil tapi dibesar-besarkan nah itu biasanya
berpeluang untuk didamaikan”. “Mungkin karena
persoalannya, kegagalan mediasi itu kan karena masing-
masing bersikeras, bertahan pada pendapatnya para pihak,
persoalan itu memang persoalan sulit untuk didamaikan.
contohnya seperti persoalan orang ketiga, ada persolan
nafkah banyak perempuan itu penghasilan suami di dalam
kenyataan itu lumayan saja tapi tidak diberikan. Nah itu
biasaya persoalan kegagalan atau perlakuan salah satu
pihak itu pemabok dan tidak bertanggung jawab dalam hal
nafkah”.
Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas adalah
menurut subyek “AHD‟ bahwa dalam praktik mediasi itu
hakim mediator harus bersifat menunggu setelah adanya
penetapan dari majelis hakim baru bisa dilaksanakan
mediasi kepada para pihak. Dalam hal itu para pihak
diberikan pemahaman tentang manfaat dan mudharat
mediasi dengan begitu para pihak mesti diperlakukan
secara sama artinya tidak memihal salah satu pihak saja.
Untuk mengidentifikasinya maka harus ditanyakan
keinginan para pihak baik yang suami maupun istrinya apa
sebenarnya yang menjadi keinginan mereka berdua dan
hakim mediator yang bertugas sebagai penengah bagi para
pihak dapat memberikan arahan dan masukan apabila
diminta oleh para pihak. Ketika suami istri saling ngotot dan
sudah mengalami kebuntuan maka akan dilakukan teknik
kaukus namun walau dilakukan teknik kaukus tidak mutlak
bisa berhsil tapi bisa juga tidak berhasil. Dalam perkara
perceraian yang paling dominan sekali tidak berhasil
492
didamaikan ialah masalah nafkah, adanya orang ketiga,
pemabok, dan pindah agama namun yang ada peluang
untuk bisa berdamai itu masalah percekcokan karena hal itu
adalah permasalahan yang kecil dibesarbesarkan sehingga
ada peluang untuk berhasil didamaikan. Ia memandang
bahwa kegagalan mediasi itu disebabkan tergantung dengan
persoalannya yang sudah terlalu besar sehingga sulit untuk
dilakukan perdamaian lagi.502

e. Menurut Subyek “MN”


Berikut adalah hasil wawancara peneliti Sandy
terhadap subjek kelima pada pukul 08.06 WIB di ruang
mediasi mengenai praktik dan kegagalan mediasi dalam
proses perkara perceraian yang dilakukan:503 Bagaimana
praktik mediasi yang bapak/ibu lakukan dalam proses
perkara perceraian? “Begitu ditunjuk oleh majelis untuk
menjadi mediator itu tahapan pertama yang harus kita
lakukan, saling perkenalan antara mediator dengan para
pihak, baru kita tanyakan permasalahan mereka kan.
Biasanya pihak penggugat dulu, setelah pihik penggugat
baru pihak tergugat”. Bagaimana bapak/ibu
memperlakukan para pihak ketika dalam ruang mediasi?
“Ya sebagai seorang mediator tentunya kita harus netral
dalam memediasi dan itu disampaikan kepada keduanya
bahwa tugas mediator itu adalah untuk memberikan
nasehat sekaligus memberikan solusi gimana seandainya
mereka berdua bisa kumpul kembali gitu”. Bagaimana cara
bapak/ibu mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi
oleh suami istri yang ingin bercerai? “Yang pertama kita

502
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.100-101
503
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.101-104
493
pertanyakan sebenarnya apa permasalahan yang prinsip
bagi mereka, maka sampai terjadi mengajukan percerain di
persidangan. Nah itu kita tanyakan para pihak dulu apa-apa
masalah yang sebenarnya apakah masih ada yang diluar
dari gugatan yang tidak dimuat dalam gugatan dan itu
menjadi masalah bagi dia dan kadang-kadang memang ada
itu, yang tadi tidak dimuat dalam gugatan tapi sebenarnya
ada yang lebih prinsip tapi kalau diungkap di dalam gugatan
rasa malu gutu ya”.
Bagaimana cara bapak/ibu menengahi suami istri
yang saling ngotot pada saat mediasi berlangsung? “Kalau
saya biasanya ngotot kedua-duanya ya kalau memang kita
anggap sudah tidak bisa ditengahi secara berhadapan, kita
suruh satu keluar dulu, satu kita kasih nasehat dulu kan
nanti bergantian baru setela itu kita carikan jalan keluarnya
gimana baiknya gitu”. Bagaimana bapak/ibu menyikapi jika
proses mediasi perdamaian mengalami jalan buntu? “Kalau
mengalami jalan buntu ya selaku mediator kita tinggal
memberikan laporan kepada majelis bahwa mediasi gagal.
Karena masing-masing ngotot satu mau cerai satu tidak kan
nda mungkin lagi”.Apakah bapak/ibu pernah melakukan
sidang terpisah untuk membujuk suami istri agar tidak
bercerai? “Ya pernah itu namanya kaukus”. Bagaimana hasil
yang didapat dari sidang terpisah tersebut? “Masalah
perceraian pernah satu kali yang berhasil mendamaikan itu,
kalau masala harta banyak karena bentuk harta kan. Tapi
kalau perceraian kenapa jarang bisa didamaikan itu karena
menyangkut hati gitu.”
Dalam perkara perceraian tersebut masalah apa saja
yang dominan tidak berhasil didamaikan dan masalah apa
yang memiliki peluang berhasil untuk didamaikan?
“Biasanya kalau suami selingkuh itu sulit diusahakan untuk
damai, kalau dulu itu masalah kurang layak memberikan
nafkah itu berhasil damai artinya bisa memahami setelah
kita beri masukan, artinya orang yang berkeluarga itu kalau
memang suami tidak mampu ya dibantu oleh istri, kan
istrinya usaha juga gitu nah ini bisa dikasih masukan-
494
masukan akhirnya setelah si suami berjanji mau mencari
usaha lain supaya bisa memberikan nafkah yang cukup,
istrinya mau mencabut perkara”. Bagaimana pandangan
bapak/ibu terhadap kegagalan mediasi dalam proses
perkara perceraian? “Pandangan kami kenapa mediasi
sering gagal ya karena itu tadi biasanya pihak penggugat itu
sudah ngotot mau cerai yang pertama dengan alasan suami
selingkuh, kadang hatinya tidak mungkin lagi karena sering
disakiti”. “Begitu ditunjuk oleh majelis untuk menjadi
mediator itu tahapan pertama yang harus kita lakukan,
saling perkenalan antara mediator dengan para pihak, baru
kita tanyakan permasalahan mereka kan. Biasanya pihak
penggugat dulu, setelah pihak penggugat baru pihak
tergugat”. “Ya sebagai seorang mediator tentunya kita harus
netral dalam memediasi dan itu disampaikan kepada
keduanya bahwa tugas mediator itu adalah untuk
memberikan nasehat sekaligus memberikan solusi gimana
seandainya mereka berdua bisa kumpul kembali gitu”.
“Yang pertama kita pertanyakan sebenarnya apa
permaslahan yang prinsip bagi mereka, maka sampai terjadi
mengajukan percerain di persidangan. Nah itu kita tanyakan
para pihak dulu apa-apa masalah yang sebenarnya apakah
masih ada yang diluar dari gugatan yang tidak dimuat dalam
gugatan dan itu menjadi masalah bagi dia dan
kadangkadang memang ada itu, yang tadi tidak dimuat
dalam gugatan tapi sebenarnya ada yang lebih prinsip tapi
kalau diungkap di dalam gugatan rasa malu gutu ya”. “Kalau
saya biasanya ngotot kedua-duanya ya kalau memang kita
anggap sudah tidak bisa ditengahi secara berhadapan, kita
suruh satu keluar dulu, satu kita kasih nasehat dulu kan
nanti bergantian baru setelah itu kita carikan jalan
keluarnya gimana baiknya gitu”. “Kalau mengalami jalan
buntu ya selaku mediator kita tinggal memberikan laporan
kepada majelis bahwa mediasi gagal. Karena masing-masing
ngotot satu mau cerai satu tidak kan tidak mungkin lagi
berdamai”. “Ya pernah itu namanya kaukus.”) (“Masalah
perceraian pernah satu kali yang berhasil mendamaikan itu,
495
kalau masalah harta banyak karena bentuk harta kan. Tapi
kalau perceraian kenapa jarang bisa didamaikan itu karena
menyangkut hati gitu”. “Biasanya kalau suami selingkuh itu
sulit diusahakan untuk damai, kalau dulu itu masalah
kurang layak memberikan nafkah itu berhasil damai artinya
bisa memahami setelah kita beri masukan, artinya orang
yang berkeluarga itu kalau memang suami tidak mampu ya
dibantu oleh istri, kan istrinya usaha juga gitu. Nah ini bisa
dikasih masukan-masukan akhirnya setelah si suami
berjanji mau mencari usaha lain supaya bisa memberikan
nafkah yang cukup, istrinya mau mencabut perkara”.
“Pandangan kami kenapa mediasi sering gagal ya karena itu
tadi biasanya pihak Penggugat itu sudah ngotot mau cerai
yang pertama dengan alasan suami selingkuh, kadang
hatinya tidak mungkin lagi karena sering disakiti”.
Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas adalah
menurut subyek “MN‟ bahwa hal pertama yang dilakukan
mediator setelah adanya penunjukan hakim mediator ialah
langsung melaksanakan mediasi kepada para pihak dan
saling berkenalan antara mediator dengan para pihak yang
berperkara. Seorang mediator harus bersikap netral artinya
tidak memihak salah satu pihak saja, untuk
mengidentifikasinya maka ditanyakan kepada para pihak
permasalahan apa yang paling prinsip bagi mereka diluar
gugtan itu sehingga mengajukan perceraian ke persidangan
karena dalam gugatan tersebut terkadang tidak dimuat
padahal itu yang menjadi masalah juga bagi keduanya. Jika
suami istri saling ngotot dan sudah mengalami jalan buntu
maka akan dilakukan teknik kaukus sebagai upaya lain
untuk mendamaikan namun walau sudah dilakukan kaukus
tidak mutlak juga berhasil tapi bisa juga tidak berhasil
namun selama melakukan mediasi bahwa dirinya pernah
satu kali berhasil mendamaikan para pihak dalam perkara
perceraian. Menurutnya yang dominan tidak berasil itu
ialah permasalahan selingkuh dan yang dapat berhasil

496
didamaikan permasalahan nafkah sehingga dapat
didamaikan.504

f. Menurut Informan “SA”


Berikut adalah hasil wawancara peneliti Sandy
terhadap infroman pada pukul 09.34 WIB di tempat
kediamannya mengenai praktik mediasi dalam proses
perkara perceraian yang dilakukan oleh hakim mediator:505
Apakah benar bapak/ibu pernah melakukan mediasi di
Pengadilan Agama Palangka Raya? “Ya benar, aku suah
melakukan mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya pas
aku cerai”. Bagaimana praktik mediasi yang dilakukan oleh
hakim mediator saat bapak/ibu dimediasi? “Waktu itu
seingat ku, pas di ruang sidang kami berdua disuruh
berdamai kaytu nah, aku kada handak berdamai. Lalu waktu
itu kami disuruh melakukan mediasi dulu dan disuruh
hakim mamilih hakim mediator buat memediasi kami.
Waktu itu aku masuk ke ruang mediasi bersama lakiku
disuruh duduk bejauhan. Hakim mediator memperkenalkan
dirinya dan kami jua disuruh perkenalkan diri, dipadahi
segala manfaat mediasi, dinasehati segala macam. Aku
disuruh cerita sebab mau bercerai, yaa ku padahi aja
semuanya”. Bagaimana mediator memperlakukan
bapak/ibu saat di ruang mediasi? “Mediator
memperlakukan aku bagus aja gitu nah, cuman akunya aja
yang terkadang lagi emosi waktu itu, aku tetap handak
bercerai jar ku”.

504
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.104
505
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.104-105

497
Bagaimana cara mediator mengindentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh bapak/ibu pada saat
mediasi? “Waktu itu aku ditakuni mediator apa ja keluh
kesah ku sampai mau cerai, kaytu jua laki ku ditakuni jua.
habis itu disuruhnya kami berdamai, dinasehati kaya itu
dipadahi dampak cerai segala”. “Ya benar, aku pernah
melakukan mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya
ketika aku cerai”. “Waktu itu seingat ku, ketika di ruang
sidang kami berdua disuruh berdamai begitu. nah aku tidak
mau berdamai. Lalu waktu itu kami disuruh melakukan
mediasi dulu dan disuruh hakim mamilih hakim mediator
buat memediasi kami. Waktu itu aku masuk ke ruang
mediasi bersama lakiku (suamiku) disuruh duduk
berjauhan. Hakim mediator memperkenalkan dirinya dan
kami juga disuruh perkenalkan diri, dibilangin segala
manfaat mediasi, dinasehati segala macam. Aku disuruh
cerita sebab mau bercerai, yaa ku cerita saja semuanya”.
“Mediator memperlakukan aku baik saja gitu nah, cuman
akunya saja yang terkadang lagi emosi waktu itu, aku tetap
mau bercerai kata ku”. “Waktu itu aku ditanya mediator apa
saja keluh kesah ku sampai mau cerai, begitu juga lakiku
(suamiku) ditanya juga. setelah itu disuruhnya kami
berdamai, dinasehati seperti itu dikasih tau dampak cerai
segala”.
Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas adalah
menurut informan “SA” bahwa benar dirinya pernah
melaksanakan mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya.
Ketika mereka sidang hakim mengupayakan perdamaian
dan setelah itu mereka disuruh untuk memilih hakim
mediator untuk melaksanakan proses mediasi, dalam
mediasi itu juga mereka saling berkenalan antara para pihak
dan mediator. Hakim mediator juga telah berupaya untuk
menasehati mereka dan menjelaskan manfaat dari mediasi
itu sendiri. Hakim mediator memperlakukan para pihak
dengan baik artinya tidak bersikap marah dan tidak
memihak salah satu pihak. Selain itu mediator juga telah
berupaya untuk mencari alternatif untuk mendamaikan
498
para pihak dengan cara mengidentifikasi permsalahan yang
dihadapi para pihak.506

g. Menurut Informan “DN”


Berikut adalah hasil wawancara peneliti Sandy,
terhadap informan pada pukul 16.00 WIB di rumah
kediamannya mengenai praktik mediasi dalam proses
perkara perceraian yang dilakukan oleh hakim mediator:507
Apakah benar bapak/ibu pernah melakukan mediasi di
Pengadilan Agama Palangka Raya? “Iya benar ja, aku pernah
dulu mediasi di Pengadilan waktu cerai dengan laki ku
olehnya disuruh hakim segala mediasi dulu, ku kira
langsung sidang ja itu malah ada segala mediasi segala”.
Bagaimana praktik mediasi yang dilakukan oleh hakim
mediator saat bapak/ibu dimediasi? “Kalo Praktik pas aku
dimediasi hakim dulu tu disuruh masuk ke dalam ruangan
baimbai dengan laki ku, pas duduk disuruh mediator
perkenalan, ditakuni segala macam kaya itu kenapa aku
mengajukan gugatan ke pengadilan kaya itu nah. Mediator
jua waktu itu memperkenalkan dirinya, dipadahinya buat
apa mediasi itu.”
Bagaimana mediator memperlakukan bapak/ibu saat
di ruang mediasi? “Ya mediator memperlakukan aku dengan
cara yang lemah lembut, gitu juga dengan laki ku. Kami
ditanya satu demi satu, diberi kesempatan bagantian
bapander”. Bagaimana cara mediator mengindentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh bapak/ibu pada saat
mediasi? “Dulu tu pas di mediasi, ditanya oleh hakim

506
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.106
507
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.106-107

499
mediator bagantian apa ja permasalahan yang ada didalam
rumah tangga kami setelah itu kami ditawarkan untuk
berdamai tapi aku kada mau berdamai kaya itu jua suami ku
kada mau jua berdamai, sudah ja kalau kada mau berdamai
ujar mediator tu menyambat kami lalu lanjut lagi sidang”.
“Iya benar saja, aku pernah dulu mediasi di Pengadilan
waktu cerai dengan lakiku (suamiku) olehnya disuruh
hakim segala mediasi dulu, saya kira langsung sidang saja
itu malah ada segala mediasi segala”. “Kalau praktik ketika
aku dimediasi hakim dulu itu disuruh masuk ke dalam
ruangan berengan dengan lakiku (suamiku), ketika duduk
disuruh mediator perkenalan, ditanya segala macam seperti
itu kenapa aku mengajukan gugatan ke pengadilan seperti
itu nah. Mediator juga waktu itu memperkenalkan dirinya,
diceritakannya buat apa mediasi itu”.
“Ya mediator memperlakukan aku dengan cara yang
lemah lembut, gitu juga dengan lakiku (suami). Kami
ditanya satu demi satu, diberi kesempatan bagantian
bicara”. “Dulu itu ketika dimediasi, ditanya oleh hakim
mediator bergantian apa saja permasalahan yang ada
didalam rumah tangga setelah itu kami ditawarkan untuk
berdamai tapi aku tidak mau berdamai seperti itu juga
suami ku tidak mau juga berdamai, sudah saja kalau tidak
mau berdamai kata mediator itu bilang ke kami lalu lanjut
lagi sidang”. Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas
adalah menurut informan „DN‟ bahwa dirinya pernah
melakukan mediasi, pada saat itu mereka disuruh masuk
perkenalkan diri dan mediator juga telah memperkenalkan
dirinya kepada para pihak serta menjelasakan kegunaan
mediasi itu sendiri. Hakim mediator juga telah
memperlakukannya secara lemah lembut kemudian hakim
mediator berupaya mencari permasalahan yang ada di
dalam rumah tangga para pihak dengan mencatat hal yang
pokok.508

508
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
500
h. Menurut Informan “AT”
Berikut adalah hasil wawancara peneliti Sandy
terhadap informan pada pukul 15.30 WIB di rumah
kediamannya mengenai praktik mediasi dalam proses
perkara perceraian yang dilakukan oleh hakim mediator:509
Apakah benar bapak/ibu pernah melakukan mediasi di
Pengadilan Agama Palangka Raya? “Benar, saya pernah
melakukan mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya
pada saat saya bercerai dengan istri saya dulu itu.”
Bagaimana praktik mediasi yang dilakukan oleh hakim
mediator saat bapak/ibu dimediasi? “Dulu mediator itu
ketika saya bersama istri masuk ke ruang mediasi, disuruh
mediator duduk, saya duduk disebelah kanan mediator dan
istri saya duduk disebelah kiri mediator. Setelah itu
mediator memperkenalkan diri dan kami juga disuruh
memperkenalkan diri.” Bagaimana mediator
memperlakukan bapak/ibu saat di ruang mediasi? “Hakim
mediator itu memperlakukan kami sama ya ketika saya di
tanya, istri saya pun ditanya oleh hakim mediator itu, kami
diberi nasihat-nasihat gitu juga diberi pemahaman tentang
dampak positif mediasi itu”
Bagaimana cara mediator mengindentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh bapak/ibu pada saat
mediasi? “Cara mediator mengidentifikasi masalah pada
saat kami mediasi waktu itu mediator menanyakan
permasalahan-permasalahan di dalam rumah tangga kami
gitu, setelah itu kami dibujuk untuk melakukan perdamaian
agar tidak berpisah tapi pada saat itu kami sama-sama tidak
ingin berdamai kami tetap mau bercerai karena hubungan
kami sudah tidak bisa lagi dipertahankan mungkin begitu

Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam


Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.107-108
509
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.108-109
501
yang saya ingat”. “Benar, saya pernah melakukan mediasi di
Pengadilan Agama Palangka Raya pada saat saya bercerai
dengan istri saya dulu itu”. “Dulu mediator itu ketika saya
bersama istri masuk ke ruang mediasi, disuruh mediator
duduk, saya duduk disebelah kanan mediator dan istri saya
duduk disebelah kiri mediator. Setelah itu mediator
memperkenalkan diri dan kami juga disuruh
memperkenalkan diri”. “Hakim mediator itu
memperlakukan kami sama ya ketika saya di tanya, istri
saya pun ditanya oleh hakim mediator itu, kami diberi
nasihat-nasihat gitu juga diberi pemahaman tentang
dampak positif mediasi itu”. “Cara mediator
mengidentifikasi masalah pada saat kami mediasi waktu itu
mediator menanyakan permasalahan-permasalahan di
dalam rumah tangga kami, setelah itu kami dibujuk untuk
melakukan perdamaian agar tidak berpisah tapi pada saat
itu kami sama-sama tidak ingin berdamai kami tetap mau
bercerai karena hubungan kami sudah tidak bisa lagi
dipertahankan mungkin begitu yang saya ingit”.
Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas adalah
menurut informan “AT‟ bahwa benar dirinya pernah
melakukan mediasi. Ketika mediasi mereka disuruh duduk
berjauhan setelah itu mereka diminta untuk
memperkenalkan diri begitu juga kepada mediator
memperkenalkan dirinya kepada pera pihak. Dalam mediasi
itu para pihak telah diperlakukan secara sama artinya tidak
memihak pada salah satu pihak saja ketika satunya ditanya
A maka yang satu pun ditanya A dan mediator juga sekilas
memberikan pemahaman tentang dampak positif mediasi.
Hakim mediator juga berusaha untuk mengidentifikasi
permasalahan yang ada dalam rumah tangga para pihak dan
berusaha untuk mendamaikannya.510

510
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.108-109
502
i. Menurut Informan “F”
Berikut adalah hasil wawancara peneliti Sandy
terhadap informan pada pukul 09.30 WIB di rumah
kediamannya mengenai praktik mediasi dalam proses
perkara perceraian yang dilakukan oleh hakim mediator:511
Apakah benar bapak/ibu pernah melakukan mediasi di
Pengadilan Agama Palangka Raya? “Iya pernah waktu cerai
dengan bini ku dulu sebelum sidang jar hakim mediasi dulu
kada bisa kalo langsung sidang. Waktu itu aku cerai dengan
bini ku di Pengadilan Agama Palangka Raya”. Bagaimana
praktik mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator saat
bapak/ibu dimediasi? “Hakim mediator waktu itu pas kami
berdua masuk ke ruang mediasi lalu disuruh duduk, disuruh
perkenalkan diri jua kami berdua, mediator jua
memperkenalkan dirinya dengan kami berdua kaya itu”.
Bagaimana mediator memperlakukan bapak/ibu saat di
ruang mediasi? “Mediator memperlakukan kami berdua
dengan sama ja, mun aku ditakuni, istriku jua ditakuni
bergantian kaya itu nah ngomongnya tu.”
Bagaimana cara mediator mengindentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh bapak/ibu pada saat
mediasi? “Nah hakim mediator tu menyakan permasalahan-
permasalahan dalam rumah tangga kami tu nah kenapa
sampai jadi handak cerai kaya itu apa ja sebabnya, lalu kami
dibujuk-bujuk kaya itu supaya mau berdamai”. “Iya pernah
waktu cerai dengan biniku (istriku) dulu sebelum sidang
kata hakim mediasi dulu tidak bisa kalau langsung sidang.
Waktu itu aku cerai dengan biniku (istriku) di Pengadilan
Agama Palangka Raya”. “waktu itu kami disuruh memilih
hakim mediator untuk mediasi, ketika kami berdua masuk
ke ruang mediasi lalu disuruh duduk, disuruh perkenalkan
diri juga kami berdua, mediator jua memperkenalkan

511
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019, hlm.109-110
503
dirinya dengan kami berdua seperti itu”. (“Mediator
memperlakukan kami berdua dengan sama saja, kalau aku
ditanya, istriku juga ditanya bergantian seperti itu nah
bicaranya itu.”) (“Nah hakim mediator itu menyakan
permasalahan-permasalahan dalam rumah tangga kami itu
nah kenapa sampai jadi mau cerai seperti itu apa saja
sebabnya, lalu kami dibujuk-bujuk kaya itu supaya mau
berdamai”. Pokok pikiran dari hasil wawancara di atas
adalah menurut informan „F‟ bahwa benar dirinya pernah
melakukan mediasi pada saat itu mereka diminta untuk
memilih hakim mediator untuk melaksanakan mediasi,
ketika mediasi berlangsung mereka disuruh duduk dan
memperkenalkan diri begitu juga hakim mediator. Mereka
telah diperlakukan dengan sama artinya mediator
memperlakukan mereka dengan adil tidak memihak pada
salah satu saja ketika satunya ditanya maka yang satunya
juga ditanya. Hakim mediator menanyakan apa saja
permsalahan yang ada dalam rumah tangga mereka itu.512

9.1.3 Praktik Mediasi Sengketa Pelayanan Publik


Perkembangan yang menarik dari penyelesaian
sengketa melalui mediasi ini adalah mediasi tidak lagi
semata-mata digunakan untuk menyelesaikan sengketa di
luar pengadilan akan tetapi dalam perkembangannya
mediasi juga digunakan untuk menyelesaikan sengketa di
pengadilan., yang dikenal dengan mediasi di Pengadilan.
Fenomena ini tidak saja berkembang di Indonesia tetapi
lebih dulu berkembang di Negara-negara maju lainnya
seperti di jerman, jepang, dan Negara-negara maju lainnya.
a. Mediasi Penyelesaian Sengketa di Lembaga
Ombudsman
Ajudikasi merupakan proses penyelesaian ganti rugi
atas sengketa pelayanan publik yang diputus
512
Sandy, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Kegagalan Mediasi Dalam
Proses Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palangka Raya”, Penelitian,
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Palangka Raya, 2019.
504
oleh Ombudsman. ‘Ajudikasi khusus’ ialah ajudikasi yang
hanya terkait dengan penyelesaian ganti rugi. Penyelesaian
ganti rugi dalam ketentuan ini dimaksudkan apabila tidak
dapat diselesaikan dengan Mediasi dan Konsiliasi.513
Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik
baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan
Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan
yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 1 Butir 12,
Peraturan Ombudsman Nomor 31 Tahun 2018 Tentang
Mekanisme dan Tata Cara Ajudikasi Khusus, disebutkan,
Mediasi adalah penyelesaian sengketa pelayanan publik
antar para pihak melalui bantuan, baik oleh ombudsman
sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk oleh
ombudsman. Mediasi perspektif ombudsman ialah
penyelesaian sengketa pelayanan publik antar para pihak
melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun
melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman.
Ajudikasi khusus merupakan tambahan atau
perluasan kewenangan Ombudsman sebagaimana mandat
dari UU Pelayanan Publik. Dengan Ajudikasi khusus,
masyarakat dapat menuntut ganti rugi melalui Ombudsman
bila merasa tidak memperoleh pelayanan dari
penyelenggara dengan Ombudsman sebagai ajudikator.
Akan tetapi dalam kenyataannya sampai saat itu, menurut
Dominikus Dalu dalam tulisannya tahun 2018, kewenangan
ini belum digunakan Ombudsman, walaupun sudah ada
peraturan Ombudsman No. 31 Tahun 2018 tentang

513
Peraturan Ombudsman Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Mekanisme dan
Tata Cara Ajudikasi Khusus.

505
Ajudikasi Khusus. Masyarakat belum mengajukan tuntutan
ganti rugi atau kompensasi atas kerugian yang dialami
dalam pelayanan publik kepada Ombudsman untuk
memperoleh keputusan. Beberapa alasan mengapa belum
dijalankan antara lain karena sampai saat ini sudah lebih
dari delapan tahun sejak terbit UU Pelayanan Publik belum
ada peraturan presiden mengenai ketentuan tentang
pembayaran ganti rugi. Dengan demikian ketika suatu
putusan Ajudikasi khusus oleh Ombudsman bahwa
penyelenggara melakukan maladministrasi dan wajib
memberikan ganti rugi maka belum ada landasan
hukumnya.514
Potensi persinggungan kewenangan Ombudsman dan
Badan Peradilan mendapat perhatian khusus Dominikus.
Menurutnya Ombudsman dan Badan Peradilan saling
melengkapi dan tidak dalam konteks saling bertentangan.
Bahkan keduanya, yakni Ajudikasi Khusus dan upaya
hukum melalui badan peradilan merupakan bentuk
perlindungan maksimal dari negara kepada hak masyarakat
selaku korban pelayanan publik. Mengingat bahwa tugas
negara adalah menyelenggarakan administrasi
pemerintahan dan memberikan pelayanan publik menurut
Dalu. Penerapan UU Pelayanan Publik yaitu kewenangan
Ajudikasi Khusus oleh Ombudsman memiliki implikasi
sebagai berikut:515
(1) putusannya bersifat final dan mengikat sebagaimana
ketentuan Pasal 52 ayat 2 jo Pasal 53 Ayat 2 Undang-
Undang Pelayanan Publik yang diperkuat oleh
Peraturan Ombudsman

514
Dominikus Dalu, “Ajudikasi Khusus Ombudsman Vs Komitmen
Pelayanan Publik”, dimuat Selasa, 4 September 2018,
https://www.ombudsman.go.id/.
515
Dominikus Dalu, “Ajudikasi Khusus Ombudsman Vs Komitmen
Pelayanan Publik”, dimuat Selasa, 4 September 2018,
https://www.ombudsman.go.id/.

506
(2) bila putusan Ajudikasi Khusus dirasa belum
memberikan rasa keadilan atau masih terdapat
keberatan oleh masyarakat yang merasa dirugikan
maka baik secara perdata maupun pidana, masyarakat
diberikan kesempatan untuk mengajukan upaya
hukum sebagaimana ketentuan Pasal 52 Ayat 1 jo
Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Pelayanan Publik
(3) rezim Undang-Undang ini mengatur bahwa
penyelenggara pelayanan tidak diberikan ruang untuk
mengajukan upaya hukum bila Ombudsman sudah
menerbitkan putusan Ajudikasi Khusus dan karena
sifatnya final dan mengikat sehingga harus dijalankan.
Hal ini juga sebagai bentuk tanggungjawab negara
kepada masyarakat selaku pengguna layanan
(4) kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk
menempuh upaya hukum setelah putusan Ajudikasi
Khusus dapat dimaknai hal itu merupakan salah satu
sarana masyarakat memperjuangkan haknya
disamping upaya hukum sehingga tidak terdapat
potensi pertentangan antar institusi Ombudsman dan
kewenangan yudisial
(5) dalam pengalaman Ombudsman, masyarakat yang
tidak puas dengan penyelenggara pelayanan dapat
menggunakan rekomendasi atau saran Ombudsman
tentang suatu perbuatan maladministrasi sebagai
bukti bila mengajukan upaya hukum melalui badan
peradilan dan dalam beberapa kasus yang terjadi baik
perdata maupun pidana hakim selalu menjadikan
bukti dari Ombudsman tersebut sebagai pertimbangan
putusan. Hal ini memperkuat argumentasi bahwa
Ombudsman bukan lembaga penegak hukum
walaupun tugasnya mengawasi penegak hukum dalam
hal pelayanan publik.

Ombudsman dapat melakukan mediasi terhadap


permasalahan sesuai dengan lingkup tugas dan
kewenangan, yaitu dalam ruang lingkup pelayanan publik,
507
dengan Terlapor adalah penyelenggara atau pelaksana
layanan publik. Terhadap laporan tersebut telah dilakukan
pemeriksaan/telah diketahui adanya temuan atau adanya
administrasi berdasarkan proses
analisa/klarifikasi/pemeriksaan Ombudsman. Berikut
bagan langkah-langkah pelaksanaan Mediasi pada
penyelesaian Laporan, sebagaimana dikutip dari Modul
Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman Republik
Indonesia:516

Bagan 17. Tahapan Mediasi di Ombudsman

Pertama, ‘Sambutan dan perkenalan Mediator dan


para pihak’, yang meliputi:
(a) Otoritas para pihak, dalam hal memastikan pihak yang
bermediasi adalah yang dapat mengambil keputusan
(b) pengertian Mediasi dan peran Mediator dan pihak-
pihak, yaitu peran Mediator memfasilitasi para pihak
untuk membangun komunikasi yang konstruktif ;
peran Mediator tidak memutus, karena keputusan
akhir berada sepenuhnya para para pihak

516
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.67-
68 dan 73.
508
(c) Kode etik Mediator, menyangkut kerahasiaan, sikap
netral/imparsial, serta tidak ada conflict of interest
dengan para pihak
(d) Tahapan mediasi (segitiga mediasi), yang meliputi:
penyampaian Tata tertib, memberikan kesempatan
untuk bertanya apabila ada yang kurang jelas.

Kedua, ‘Presentasi Para Pihak’, yang meliputi:517


(a) Mendengar untuk memahami hal-hal:
(1) Mengulang Pernyataan
(2) penyajian kembali (restating)
(3) pencerminan (reflecting)
(4) menguraikan dengan kata sendiri (paraphrasing)
(5) pengubahan menjadi positif (reframing)
(b) Bertanya.

Setelah sambutan pembukaan seperti beberapa hal


tersebut di atas, selanjutnya mediator mempersilahkan
kepada para pihak untuk mulai mempresentasikan atau
menyajikan kronologi permasalahan atau
penjelasan/klarifikasi serta harapan terhadap bentuk
penyelesaian yang diinginkan. Mediator memberikan
kesempatan kepada para pihak secara bergilir atau
bergantian dan pihak lain mendengarkan. Apabila dalam
presentasi para pihak tersebut, terdapat hal-hal yang belum
cukup jelas, mediator dapat memberikan kesempatan
kepada pihak lain untuk mengajukan pertanyaan, termasuk
oleh mediator sendiri dalam rangka pendalaman menuju
kepada kesepahaman.518

517
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.75.
518
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.80-
81.
509
Ketiga, ‘Identifikasi Kesepahaman’, yang meliputi:519
(a) Harapan para pihak yang sama. Pada tahap ini mediator
memfasilitasi para pihak untuk mengidentifikasi
kesepahaman berdasarkan presentasi para pihak,
khususnya terhadap halhal yang menjadi kesamaan
kesepahaman diantara para pihak sebagai pendukung untuk
melanjutkan proses mediasi.520
Keempat, Mendefinisikan dan Mengurutkan
Permasalahan, yang meliputi:
(a) Mendefinisikan permasalahan yang bersumber dari
kebutuhan para pihak
(b) Mengkonfirmasikan masalah kepada para pihak
(c) Memastikan semua masalah penting sudah
terdefinisikan
(d) Mengurutkan permasalahan
(e) Memastikan semua masalah penting sudah
terdefinisikan
(f) Mengurutkan permasalahan.

Tahap ini difokuskan pada penentuan permasalahan


penting yang perlu dicarikan solusi penyelesaiannya
berdasarkan presentasi para pihak, dengan ketentuan:
(1) Dibuat dengan menggunakan kalimat tanya yang
bersifat terbuka
(2) Dibuat berdasarkan urutan prioritas
(3) Dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada para
pihak.521

519
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.75-
76.
520
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.81.
521
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.81-
82.
510
Kelima, ‘Tawar Menawar’ Yang meliputi:522
(a) Mendorong para pihak untuk menciptakan opsi kreatif
(b) Memfasilitasi proses tawar menawar secara
konstruktif
(c) Memfasilitasi tawar menawar lanjutan paska
pertemuan terpisah. Pada tahap negosiasi atau
perundingan ini, mediator berdasarkan definisi
permasalahan yang telah dibuat, selanjutnya
digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan
negosiasi atau perundingan dengan para pihak,
melalui tahapan sebagai berikut:
Tahap Pertama
(1) Membangun hubungan kerjasama yang baik antar
para pihak
(2) Adaptasi terhadap posisi awal negosiasi;
Tahap kedua:
(a) Argumentasi dan persuasi
(b) Cari alternatif solusi
(c) Melakukan upaya konsesi;
Tahap Ketiga, dalam hal terdapat kecenderungan
adanya kesepahaman para pihak, maka selanjutnya
masuk pada proses pengambilan keputusan dan perlu
mengarahkan para pihak untuk menuju kepada
kesepakatan.

Keenam, ‘Pertemuan Terpisah’, yaitu:523


(a) Menggali kembali kebutuhan para pihak
(b) Membantu pihak mengkaji resiko/kerugian dari
alternatif-alternatif tersebut. Pertemuan secara
terpisah diperlukan, jika dalam pertemuan secara
bersama belum terdapat kecenderungan adanya
kesepahaman yang menuju kepada penyelesaian.
522
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.75-
76.
523
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.76.
511
Pertemuan terpisah dilakukan semata-mata untuk
menggali lebih jauh alternatif penyelesaian serta
untuk mengingatkan kepada para pihak atas hal-hal
yang telah dicapai dalam proses sebelumnya dan
mengingatkan dampaknya apabila tidak tercapai
kesepakatan.524

Ketujuh, ‘Pengambilan Keputusan Akhir dan


Penyusunan Kesepakatan’, yang meliputi:525
(a) Memperjelas term-term yang menjadi keputusan akhir
masing-masing, dan menjadi kesepakatan para pihak
(b) Merumuskan hasil kesepakatan dalam draft
kesepakatan
(c) Meminta para pihak untuk menandatangani dokumen
kesepakatan. Proses pengambilan keputusan akhir,
dilakukan penegasan terhadap:526
(1) Hasil negosiasi/perundingan, termasuk hasil dari
pertemuan terpisah
(2) Memastikan bahwa seluruh permasalahan telah
dibahas tuntas
(3) Para pihak menerima hasil akhir secara sukarela.

Kedelapan, ‘Pengambilan Keputusan Akhir dan


Penyusunan Kesepakatan’, yang meliputi:527
(1) memperjelas term-term yang menjadi keputusan akhir
masing-masing, dan menjadi kesepakatan para pihak
(2) merumuskan hasil kesepakatan dalam draft
kesepakatan
524
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.83.
525
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.76-
77.
526
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.84.
527
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.76-
77.
512
(3) meminta para pihak untuk menandatangani dokumen
kesepakatan. Penyusunan ‘Hasil Kesepakatan’ Disusun
dalam ‘Berita Acara Hasil Mediasi’ melalui tahapan:528
(a) Menuangkan seluruh butir kesepakatan
(b) Pembacaan ulang butir-butir kesepakatan oleh
mediator
(c) Meminta persetujuan para pihak
(d) Penandatanganan oleh para pihak dan Mediator.

Kesembilan, ‘Penutup’, yang mencakup:


(a) Apresiasi kepada para pihak
(b) Menyebutkan bahwa kesepakatan ini bukan dari
mediator namun dari para pihak. Untuk mengakhiri
proses mediasi, mediator menyampaikan:529
(1) Penjelasan kepada para pihak atas apa yang telah
mereka capai dan mengucapkan terima kasih atas
itikad baik dan secara sukarela telah mencapai
kesepakatan atas permasalahan yang
disengketakan
(2) Mengingatkan tentang hal yang perlu dilakukan
para pihak di masa mendatang, khususnya
mengenai komitmen untuk melaksanakan seluruh
butir kesepakatan sesuai dengan tenggang waktu
yang ditentukan
(3) Dalam penyampaian kata akhir tersebut, mediator
dapat menyampaikan kepada para pihak bahwa
apabila diperlukan berita acara hasil mediasi
tersebut dapat didaftarkan ke pengadilan negeri
setempat sebagai akta perdamaian.

528
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.84-
85.
529
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.85-
86.
513
Pelaksanaan mediasi, pada Ombudsman berdasarkan
Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman Republik
Indonesia alurnya berikut ini:530

b. Mediasi Sengketa Informasi Publik

“Mediasi dilakukan jika informasi yang disengketakan


bukan informasi yang dikecualikan”
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, menyebutkan bahwa
salah satu fungsi Komisi Informasi adalah menyelesaikan
sengketa informasi publik melalui ‘Mediasi’ dan/atau
Ajudikasi non litigasi. Tak ada lembaga atau institusi lain
yang diberi tugas untuk menerima, memeriksa dan
memutus sengketa informasi publik selain Komisi
Informasi. Menyelesaikan sengketa Informasi menjadi
kewenangan absolut Komisi Informasi sebagaimana amanat
UU KIP. Meskipun dikategorikan sebagai penyelesaian
sengketa di luar pengadi lan karena sifat non litigasi tadi,
namun penyelesaian sengketa informasi melalui Ajudikasi
non litigasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi,
putusannya memiliki kekuatan setara dengan putusan
pengadilan.531 Fungsi mediasi melekat pada setiap anggota
Komisi Informasi. Setiap Anggota Komisi Informasi dengan

530
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi Ombudsman
Republik Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, 2021, hlm.86.
531
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Buku Saku Ajudikasi
Nonlitigasi, Yayasan Dua Puluh Delapan Media, Aviation and Space Law,
Jakarta, 2015, hlm.73.
514
sendirinya secara authoritative berdasarkan kewenangan
yang diberikan oleh undang-undang adalah mediator dalam
sengketa informasi publik. Mediasi sengketa informasi
publik yang dilaksanakan oleh Komisi Informasi memiliki
karakteristik yang berbeda dari mediasi umumya yang
dilaksanakan pada peradilan umum. Meski prinsip-prinsip
mediasi yang secara umum diterapkan dalam mediasi juga
diadopsi oleh Komisi Informasi, namun secara khusus
sesuai kewenangannya sebagaimana disebut pada Pasal 26
Ayat (2) huruf a UU KIP, Komisi Informasi dapat
menetapkan aturan tentang prosedur pelaksanaan mediasi
sengketa informasi publik. Berdasarkan hal itu, ditetapkan
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.532
Mediasi merupakan penyelesaian sengketa informasi
publik antara para pihak melalui bantuan Mediator Komisi
Informasi. Terdapat beberapa istilah dalam Mediasi di
Komisi Informasi Publik, diantaranya:533
(1) Mediator, yaitu komisioner pada Komisi Informasi
yang bertugas membantu Para Pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksa sebuah
penyelesaian
(2) ‘Mediator Pembantu’ yaitu komisioner pada Komisi
Informasi atau orang lain yang bertugas membantu
Mediator
(3) Para Pihak, yaitu Pemohon dan Termohon dalam
sengketa informasi yang melaksanakan mediasi
(4) Kaukus, yaitu pertemuan antara Mediator dengan
salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya

532
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.i-ii.
533
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.2-3.
515
(5) Berita Acara Mediasi, yaitu catatan laporan yang
dibuat oleh Mediator yang berisikan keterangan
jalannya proses mediasi
(6) ‘Kesepakatan Mediasi’, yaitu kesepakatan yang dibuat
oleh Para Pihak untuk menyelesaikan dan mengakhiri
sengketa informasi publik dengan perdamaian
berdasarkan kesepakatan tertentu
(7) ‘Pernyataan Mediasi Gagal’, yaitu pernyataan yang
dibuat oleh Mediator berupa ketidaksepakatan Para
Pihak untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengeta
informasi publik dengan perdamaian atau salah satu
Pihak menarik diri dari mediasi.

Proses mediasi bersifat tertutup, kecuali Para Pihak


menghendaki lain. Yang dimaksud bersifat tertutup adalah
hanya dihadiri oleh Mediator dan Para Pihak, yaitu
Pemohon dan Termohon. Pihak selain Pemohon dan
Termohon dapat hadir dalam mediasi, jika kehadirannya
disetujui oleh Pemohon dan Termohon. Dalam praktik
mediasi sengketa informasi publik, selain Pemohon,
Termohon dan Mediator, kehadiran staf Komisi Informasi
dalam proses mediasi dimaksudkan untuk memberi
dukungan teknis administrasi selama mediasi berlangsung
seperti pencatatan dan penulisan seluruh jalannya proses
mediasi dan hasilnya. Atas kehadiran dan fungsi staf Komisi
Informasi, Mediator wajib menginformasikan kepada Para
Pihak pada saat mediasi dimulai. Mediasi pada prinsipnya
dilaksanakan dalam sekali pertemuan. Namun apabila tidak
cukup waktu dapat dijadwalkan mediasi selanjutnya sesuai
dengan kesepakatan dengan jangka waktu paling lambat
empat belas hari kerja sejak mediasi pertama dilaksanakan
dan dapat diperpanjang satu kali lagi dengan jangka waktu
paling lambat tujuh hari kerja. Tempat Mediasi di kantor
Komisi Informasi; atau di kantor Badan Publik yang tidak
terkait sengketa (bukan Termohon); atau tempat yang
dianggap netral yang ditetapkan oleh Komisi Informasi; atau
- di tempat lain yang dianggap netral yang disepakati dan
516
biayanya ditanggung oleh para pihak. Para pihak tidak
menanggung segala biaya yang dikeluarkan Mediator.
Pelaksanaan mediasi sengketa informasi publik tidak
berbiaya.534
Para Pihak tidak dapat secara bebas memilih Mediator,
Mediator ditetapkan oleh Ketua Komisi Informasi. Namun
Para Pihak dapat mengajukan permohonan penggantian
Mediator jika terdapat kondisi sebagaimana disebut pada
huruf G. Bilamana Mediator mengundurkan diri ? Mediator
wajib mengundurkan diri jika:
(1) Terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda
sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri
meskipun telah bercerai, dengan salah satu pihk atau
kuasanya
(2) Mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung
dengan perkara dan/atau para pihak atau kuasanya.
Jika Para Pihak mengetahui kondisi ini, Para Pihak
mempunyai hak untuk mengajukan permohonan
penggantian mediator. Kaukus dapat dilakukan
kapanpun selama mediasi berlangsung, atas
permintaan Para Pihak atau inisiatif Mediator jika
dipandang perlu. Jika Para Pihak bersikukuh tidak
berubah, Para Pihak dapat meminta Mediator atau
atas inisiatif Mediator berkomunikasi kepada masing-
masing Pihak secara terpisah untuk mendengarkan
dan keinginan para pihak serta memberikan alternatif
solusi bagi Para Pihak.535

Hasil mediasi dapat berupa:


(1) Kesepakatan Mediasi, dalam hal mediasi berhasil
(2) Pernyataan Mediasi Gagal, dalam hal mediasi tidak
berhasil. Dalam praktik mediasi sengketa informasi
publik, sering terjadi kesepakatan yang dicapai hanya
534
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.5-8.
535
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.8-9.
517
sebagian saja sedangkan sebagian yang lain tidak
mencapai kesepakatan. Dalam hal situasi ini terjadi,
produk yang hasilkan adalah Berita Acara Mediasi,
yang memuat hal-hal apa saja yang disepakati dan
yang tidak disepakati.

Mediasi dinyatakan gagal apabila:


(a) Salah satu pihak atau para pihak menyatakan secara
tertulis bahwa proses mediasi gagal
(b) Salah satu pihak atau para pihak menarik diri dari
perundingan
(c) Kesepakatan belum tercapai dalam jangka waktu
mediasi
(d) Termohon tidak hadir dua kali tanpa alasan yang jelas.
Mediator wajib mencatat seluruh proses mediasi.
Mediator dapat merekam secara elektronik seluruh
proses mediasi berdasarkan kesepakatan para pihak.
Seluruh pernyataan dan/atau dokumen yang
terungkap dalam proses mediasi tidak dapat menjadi
alat bukti dalam ajudikasi maupun pada persidangan
di pengadilan terhadap perkara yang sama maupun
yang lain.536

Langkah-langkah Mediasi dan kelengkapannya, yaitu:


(1) Proyektor/LCD
(2) papan Flip Chart
(3) Alat tulis (pena, spidol, kertas, dll)
(4) Komputer/Laptop dan Printer
(5) Alat rekam
(6) Kamera untuk dokumentasi pada akhir mediasi
(7) Kalender.

536
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.10-13.
518
Berkas-berkas Mediasi, diantaranya:
(a) Template Kesepakatan Mediasi
(b) Template Pernyataan Mediasi Gagal
(c) Berita Acara Mediasi.

Mediator menyiapkan:
(1) Berkas sengketa (yang didalamnya terdiri dari akta
registrasi sengketa, formulir permohonan
penyelesaian sengketa, surat permohonan informasi,
surat keberatan, bukti tanda terima, dll)
(2) Peraturan-peraturan yang terkait dengan sengketa,
antara lain UU KIP dan Perki
(3) Ringkasan sengketa.537

Adapun inti pelaksanaan Mediasi, yaitu:


(a) Memastikan bahwa pihak yang hadir adalah pihak
yang dapat mengambil keputusan dalam mediasi
(b) Bacakan ringkasan sengketa informasi publik
(c) Persilahkan para pihak untuk menjelaskan
permasalahan dan tawaran masing-masing secara
bergantian yang diawali dari pemohon kemudian
termohon
(d) Buatlah catatan dan gali lebih mendalam masalah-
masalah utama, dominan dan prinsipil yang dialami
oleh pemohon dan termohon, yang menyebabkan
timbulnya sengketa informasi publik
(e) Catat pula masalah-masalah lain yang merupakan
akibat dari masalah utama tersebut termasuk
keinginan pemohon dan termohon untuk
menyelesaikan sengketa informasi publik
(f) Dari catatan-catatan itu, sampaikan pernyataan positif
yang tidak mengubah makna dari pernyataan para
pihak

537
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.14-16.
519
(g) Buatlah poin-poin kesepakatan yang terjadi pada
mediasi dan sampaikan ulang kepada para pihak
(h) Apabila para pihak saling mempertahankan, lakukan
ke langkah kaukus. Jika disepakati, kaukus
dilaksanakan
(i) Jika kaukus tidak disetujui, tawarkan untuk
melanjutkan ke mediasi kedua dalam jangka waktu
tidak lebih dari empat belas hari kerja sejak
ditutupnya proses mediasi ini
(j) Jika tawaran kaukus dan tawaran untuk mediasi kedua
tidak disetujui oleh salah satu pihak atau para pihak,
maka nyatakanlah mediasi gagal. Buatlah pernyataan
mediasi gagal
(k) Jika tawaran kaukus dan tawaran untuk mediasi kedua
disetujui, buatlah berita acara mediasi. Rangkap tiga
yang memuat tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan
mediasi kedua
(l) Jika tawaran kaukus dan tawaran untuk mediasi kedua
disetujui, buatlah berita acara mediasi. Rangkap tiga
yang memuat tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan
mediasi kedua
(m) Setelah para pihak menandatangani berita acara
mediasi, bubuhkan stempel komisi informasi pada
tanda tangan. Berikan berita acara mediasi kepada
para pihak.538

Apabila dalam Mediasi Kedua belum tercapai


kesepakatan, maka proses mediasi masih dapat dilakukan
sampai dengan habisnya jangka waktu empat belas hari
kerja dan dapat diperpanjang lagi hingga tujuh hari kerja.
Apabila para pihak telah setuju, tuangkan dalam konsep
Kesepakatan Mediasi. Jika para pihak tidak setuju, tuangkan
dalam konsep Pernyataan Mediasi Gagal. Namun
adakalanya tidak seluruh pokok materi mediasi dapat

538
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.17-21.
520
mencapai kesepakatan, kesepakatan mediasi hanya terjadi
untuk sebagian saja, maka tuangkan hasil mediasi ini dalam
konsep Berita Acara Mediasi. Pastikan dlam konsep Berita
Acara Mediasi memuat hal-hal yang disepakati dan yang
tidak disepakati. Harus dipastikan para pihak mencermati
konsep Kesepakatan Mediasi/ Pernyataan Mediasi Gagal/
Berita Acara Mediasi secara substansi maupun redaksional.
Setiap usulan perubahan dari konsep Kesepakatan
Mediasi/Pernyataan Mediasi Gagal/ Berita Acara Mediasi
secara substansi maupun redaksional harus disepakati oleh
para pihak/pihak yang hadir. Setelah konsep Kesepakatan
Mediasi/Pernyataan Mediasi Gagal/ Berita Acara Mediasi
disepakati oleh Para pihak/pihak yang hadir, buatlah
Kesepakatan Mediasi/Pernyataan Mediasi Gagal rangkap 3
(tiga) yang memuat:
(1) Tempat dan tanggal Kesepakatan Mediasi/Pernyataan
Mediasi Gagal
(2) Nomor registrasi
(3) Identitas lengkap para pihak
(4) Kedudukan para pihak
(5) Kesepakatan yang diperoleh (untuk Kesepaktan
Mediasi)
(6) Nama mediator
(7) Tanda tangan para pihak/pihak yang hadir.539

Setelah para pihak menandatangani Kesepakatan


Mediasi/Pernyataan Mediasi Gagal/Berita Acara Mediasi,
bubuhkan stempel Komisi Informasi pada tanda tangan
anda. Berikan Kesepakatan Mediasi/ Pernyataan Mediasi
Gagal/ Berita Acara Mediasi kepada Para Pihak. Tutuplah
mediasi ini dengan saling berjabat tangan dan
dokumentasikan. Serahkan Kesepakatan Mediasi/
Pernyataan Mediasi Gagal/ Berita Acara Mediasi ke Majelis
Komisioner yang menangani register yang sama. Perki 1

539
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm. 22-25.
521
Tahun 2013 tidak menentukan jangka waktu penyerahan
hasil mediasi dari Mediator kepada Majelis Komisioner.
Namun berdasarkan pada asas kepatutan dan kepastian
hukum, penyerahan hasil mediasi dilakukan sesegera
mungkin setelah berakhirnya mediasi. Hal ini dimaksudkan
agar Majelis Komisioner dapat segera menentukan hari
sidang ajudikasi selanjutnya. Musnahkan segala bentuk
catatan/ rekaman terkait proses Mediasi.540

c. Mediasi Perbankan
Terdapat beberapa masalah hukum yang terkait
dengan pembentukan lembaga mediasi perbankan:
(1) Menyangkut formalitas pembentukan, karena belum
ada landasan hukum positif di Indonesia yang dapat
dijadikan landasan yuridis formal dan yuridis material
sebagai landasan pembentukan lembaga mediasi
perbankan ini. Masalah lain adalah siapa yang akan
membentuk lembaga tersebut apakah Bank Indonesia,
asosiasi usaha perbankan, atau yang lainnya. Oleh
karenanya perlu diperhatikan landasan yuridis
formalnya
(2) Menyangkut substansi peraturan, karena dari segi
substansi dari produk hukum yang menjadi dasar
pembentukan lembaga mediasi perbankan
independen pada pokoknya meliputi permasalahan
terkait dengan pelaksanaan mediasi perbankan,
seperti lingkup sengketa yang bisa dimediasikan,
batasan sengketa, dan teknik prosedural acara mediasi
yang akan dijalankan oleh lembaga yang
bersangkutan. Pendapat yang menyatakan bahwa
Peraturan Bank Indonesia (PBI) memiliki dasar yang
kuat dalam pengaturan mediasi perbankan. Walaupun

540
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jakarta, 2015, hlm.23-25.

522
didalam Undang-Undang tidak ada perintah langsung
untuk menerbitkan PBI tentang mediasi perbankan.

Jika merujuk pada Pasal 8 dan Pasal 24 UU No. 23


Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan,
“Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas-tugas:
(1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
(2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
(3) Mengatur dan mengawasi bank. Pasal 24 berbunyi,
“dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut
izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu
dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan
mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan pasal
diatas menugaskan kepada BI untuk mengatur dan
mengawasi Bank, Hal ini merupakan dasar yang kuat
bagi BI untuk menerbitkan aturan tersebut. BI juga
dapat mengeluarkan peraturan tentang mediasi
sebagai bagian tugas mengatur yang diberikan oleh
Undang-undang kepadanya.

523
Proses Mediasi Perbankan meliputi empat langkah
mediasi perbankan:
Langkah 1 : Minta penjelasan kepada bank
mengenai penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan

Langkah 2 : Permohonan penyelesaian sengketa


kepada pelaksana fungsi mediasi bank

Langkah 3 : Ikuti proses mediasi

Langkah 4 : Laksanakan akta kesepakatan

Proses mediasi perbankan yaitu sebagai berikut:


(1) Proses mediasi didasarkan pada prinsip acara yang
sederhana sehingga waktu yang diperlukan relatif
lebih cepat
(2) Dalam proses mediasi para pihak ditempatkan pada
posisi yang setara dan memiliki kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi secara langsung
(3) Mediator yang menegahi sengketa para pihak ditunjuk
sendiri berdasarkan kesepakatan para pihak
(4) Mediator yang ditunjuk adalah orang yang memiliki
pengetahuan dan keahlian dalam bidangnya
(5) Penyelesaian atas sengketa diputuskan sendiri oleh
para pihak yang bersengketa
(6) Pelaksanaan hasil kesepakatan mediasi oleh para
pihak dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan
salah satu pihak
(7) Tidak dipungut biaya
(8) Jangka waktu proses mediasi paling lambat enam
puluh hari
(9) Proses mediasi dilakukan secara informal/fleksibel

524
Keuntungan dari mediasi perbankan, pada umumnya
sengketa perbankan diselesaikan melalui proses pengadilan.
Dalam kondisi ini nasabah biasanya akan dihadapi oleh
beberapa hal yaitu :
(1) biaya yang diperlukan terkadang cukup besar,
sedangkan tidak jarang nilai sengketa tidak terlalu
besar
(2) waktu yang diperlukan relatif lebih lama dan proses
yang panjang, apabila jika pihak lawan tidak
memenuhi jadwal sidang yang telah ditentukan
sehingga sidang harus ditunda untuk waktu yang lama
seperti seminggu atau dua minggu untuk penundaan
sidang
(3) proses pemeriksaan yang terbuka untuk umum,
mempengaruhi kredibilitas nasabah dan bank
(4) sengketa antara nasabah dengan bank biasanya
menempatkan posisi nasabah pada posisi dibawah
bank. Apalagi kurang baiknya citra peradilan ditengah
masyarakat
(5) Hakim akan memutus ada yang kalah dan yang
menang sehingga kurang kondusif bagi kelanjutan
hubungan para pihak yang bersengketa
(6) rasa keadilan dan kepastian terhadap putusan hakim.
Sedangkan bagi pihak bank sendiri proses pengadilan
ini juga bisa menimbulkan hal-hal yang kurang
menguntungkan antara lain:
(a) Waktu dan proses yang relatif lama dapat
menganggu operasional lain dari bank
(b) Sidang yang terbuka untuk umum, dapat
menimbulkan citra yang kurang baik terhadap
bank
(c) Banyaknya kasus yang belum terselesaikan, akibat
waktu yang panjang, dapat menimbulkan rasa
ketidak kepercayaan terhadap bank.

525
Kelemahan Regulasi Mediasi Perbankan adalah PBI
No.8/5/PBI/2006 yang kemudian dirubah dengan PBI
No.10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan dalam
prakteknya ternyata memiliki beberapa kelemahan yakni:
(1) Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan yang
diserahkan oleh asosiasi perbankan, pada prakteknya
ternyata waktu yang ditenggatkan oleh PBI
No.8/5/PBI/2006 yakni tanggal 31 Desember 2007
tidak juga terbentuk hingga sekarang, sehingga
melalui PBI No.10/1/PBI/2008 tenggat waktu
tersebut dihilangkan. Hal ini disebabkan; pertama,
tidak terpenuhinya target pemenuhan modal
minimum bank umum pada tahun 2007. Karena
pembentukan LMP mensyaratkan bank untuk
menyalurkan dananya di LMP. Kedua, masalah teknis
pelaksanaan, mulai masalah badan hukum, mediator
hingga teknis di lapangan. Ketiga, tidak tercapainya
kesepakatan mengenai biaya yang dikeluarkan untuk
operasional LMP
(2) Terlaksananya Mediasi Perbankan tergantung pada
bank, karena yang mengajukan permohonan ke
mediasi perbankan adalah nasabah atau perwakilan
nasabah, namun sebenarnya dapat tidaknya
penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi
perbankan sangat bergantuang pada iktikad baik bank.
Banklah yang menentukan apakah sutau sengketa
dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan ataukah
dengan cara lain.

Efektifitas Akta kesepakatan Mediasi, yang bergantung


pada iktikad baik bank untuk mentaati hasil kesepakatan
tersebut, karena memang tidak ada satu klausula pun yang
mengikat tentang pelaksanaan akta kesepakatan mediasi.
Inilah yang kemudian tidak memiliki konsekuensi hokum
apabila salah satu pihak melakukan wan prestasi atas akta
kesepakatan mediasi. Di sini juga regulasi yang ada tidak
mengatur tentang bagaimana mekanisme apabila salah satu
526
pihak tidak memenuhi prestasinya, apakah bisa dilanjutkan
ke jalur arbitrase atau peradilan. Penyelenggaraan lembaga
mediasi perbankan diatur oleh Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 8/5/PBI/2006 yang kemudian dirubah dengan
PBI No.10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan. Banyak
kalangan yang meragukan keabsahan PBI sebagai dasar
pengaturan mediasi perbankan, mengingat baik dalam UU
Perbankan maupun UU Bank Indonesia tidak ditemukan
adanya perintah langsung yang secara tegas dan jelas
memerintahkan pengaturan lebih lanjut mediasi perbankan,
melalui peraturan Bank Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tersebut
penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan oleh Mediasi
Perbankan yang sedianya akan dilaksanakan oleh Lembaga
Mediasi Independen. Namun mengingat Lembaga Mediasi
Independen belum dapat dibentuk oleh Asosiasi Perbankan,
maka fungsi Mediasi Perbankan untuk sementara
dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Proses mediasi
perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah
apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan
penyelesaian yang diberikan bank. Fungsi mediasi yang
dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya
membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang
permasalahan atau sengketa yang timbul di antara mereka
untuk memperoleh kesepakatan. Peraturan Bank Indonesia
(PBI) tentang Mediasi Perbankan mengatur bahwa sebelum
dibawa ke lembaga mediasi perbankan, setiap sengketa
antara nasabah dengan bank harus diselesaikan lebih dulu
secara internal oleh bank yang bersangkutan. Jika
penyelesaian tersebut tidak memperoleh kata sepakat,
nasabah dapat membawa masalah tersebut ke lembaga
mediasi perbankan Bank Indonesia.541

541
Suherman, “Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Di Lembaga
Perbankan”, Jurnal Yuridis, Vol. 4, No. 2, Des. 2017, hlm. 182.
527
Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Mediasi
Perbankan mengatur bahwa sebelum dibawa ke lembaga
mediasi perbankan, setiap sengketa antara nasabah dengan
bank harus diselesaikan lebih dulu secara internal oleh bank
yang bersangkutan. Jika penyelesaian tersebut tidak
memperoleh kata sepakat, nasabah dapat membawa
masalah tersebut ke lembaga mediasi perbankan Bank
Indonesia. Beberapa langkah bagi pihak nasabah dan bank
untuk melakukan mediasi perbankan yaitu sebagai
berikut:542
Langkah Pertama:
(1) Minta penjelesan kepada bank mengenai penyelesaian
sengketa melalui mediasi perbankan
(2) Pahami surat hasil penyelesaian pengaduan dari bank
sebagai tanggapan terhadap permasalahan yang
nasabah adukan
(3) Terhadap surat bank tersebut, nasabah dapat
menerima atau menolak keputusan yang diberikan
bank
(4) Apabila nasabah tidak sepakat dengan bank, maka
nasabah mempunyai beberapa pilihan untuk
menyelesaikan sengketa dengan bank, yaitu dengan
mediasi perbankan, arbitrase, alternative penyelesaian
sengketa lainnya atau jalur pengadilan
(5) Apabila nasabah memilih menggunakan mediasi
perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa
dapatkan informasi mengenai prosedur dan tatacara
penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan
tersebut dari bank
(6) Pengajuan penyelesaian sengketa melalui Mediasi
Perbankan dapat dilakukan oleh nasabah atau
perwakilan nasabah

542
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi
Perbankan yang kemudian dirubah dengan PBI No.10/1/PBI/2008 tentang
Mediasi Perbankan.
528
(7) Pastikan sengketanya dapat di mediasi sesuai
ketentuan Bank Indonesia.

Sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi


perbankan, apabila:
(1) Diajukan secara tertulis disertai dokumen pendukung
yang memadai
(2) Pernah diupayakan penyelesaian oleh bank
(3) Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses
atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase
atau peradilan atau belum terdapat kesepakatan
(4) Sengketa yang diajukan merupakan sengketa
keperdataan
(5) Sengketa yang diajukan belum pernah di proses dalam
mediasi perbankan yang difasilitasi oleh bank
indonesia
(6) Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60
hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian
pengaduan yang disampaikan bank pada nasabah
(7) Nilai tuntutan financial yang diajukan paling banyak
sebesar rp. 500.000.000 setiap kasus sengketa
(8) Nasabah tidak mengajukan tuntutan financial yang
diakibatkan oleh kerugian immateril.

Langkah Kedua :
Ajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada
pelaksana fungsi mediasi perbankan:
(1) Sampaikan permohonan penyelesaian sengketa
kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan secara
tertulis sesuai dengan format yang telah ditetapkan
dan sertakan dokumen pendukung
(2) Sesuai ketentuan bank indonesia, dukumen
pendukung yang harus dilampirkan adalah:
(a) Salinan surat hasil penyelesaian pengaduan yang
diberikan bank pada nasabah
(b) Salinan identitas diri yg masih berlaku

529
(c) Surat pernyataan yang ditandatangani diatas
matarei yang cukup bahwa sengketa yg diajukan
tidak sedang diproses atau telah mendapatkan
keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau
lambaga mediasi lainnya dan belum pernah
diproses melalui mediasi perbankan yang
difasilitasi oleh bank indonesia
(d) Salinan dokumen pendukung yang terkait dengan
sengketa yang diajukan
(e) Salinan surat kuasa khusus tanpa hak substitusi
dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa
diwakilkan/ dikuasakan
(f) Berikan penjelasan yang selengkap-lengkapnya
kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan
mengenai permasalahan yang diajukan dan upaya-
upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh
bank.

Langkah Ketiga :
Ikuti proses Mediasi. Dalam membantu penyelesaian
sengketa, pelaksana fungsi mediasi perbankan akan
melakukan beberapa kegiatan yang memerlukan partisipasi
bank dan nasabah:
(1) Penandatanganan perjanjian mediasi. Penuhi
panggilan pelaksana fungsi mediasi perbankan untuk
mendapatkan penjelasan tentang tata cara proses
mediasi dan perjanjian mediasi yang memuat:
(a) Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai
alternativ penyelesaian sengketa
(b) Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada
peraturan mediasi yang ditetapkan oleh pelaksana
fungsi mediasi perbankan
(2) Apabila nasabah dan bank telah memahami proses
mediasi dan sepakat terhadap isi perjanjian mediasi
maka nasabah dan bank melakukan penandatanganan
perjanjian mediasi. Jadi proses mediasi perbankan
dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan
530
nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi
(agreement to mediate) atau perjanjian
(3) Pertemuan dalam rangka pelaksanaan proses mediasi
(4) Ikuti pertemuan dengan bank yang difasilitasi oleh
mediator dalam rangka mencapai penyelesaian
terhadap masalah yang disengketakan. Dalam rangka
pelaksanaan proses mediasi tersebut. Mediator
bersifat netral dan tidak memberikan rekomendasi
dan keputusan
(5) Penandatangan akte kesepakatan. Anda harus
menandatangani akta kesepakatan dengan bank yang
dihasilkan dari proses mediasi. Akta kesepakatan
dapat memuat kesepakatan penuh atau kesepakatan
sebagian atas hal yang dipersengketakan, atau
pernyataan tidak dicapainya kesepakatan dalam
proses mediasi.

Langkah Keempat :
Laksanakan akta kesepakatan:
(1) Lakukan seluruh hal-hal yang disepakati dalam akta
kesepakatan
(2) Laporkan kepada pelaksana fungsi mediasi realisasi
akta kesepakatan
(3) Apabila nasabah dan bank tidak mencapai
kesepakatan dalam proses mediasi perbankan, anda
dapat melanjutkan upaya penyelesaian sengketa
melalui arbitrase atau jalur peradilan.

531
BAB X
MEDIASI PENYELESAIAN
SENGKETA PERBANKAN SYARIAH
“Mediasi, dalam literatur Islam dikenal dengan istilah
perdamaian (sulh), perdamaian merupakan inti dalam
bermuamalah” (Pujiyono S., Pentinya Mediasi Perbankan).
Pelaksanaan mediasi dalam sengketa di bidang
perbankan syariah di Pengadilan Agama merupakan suatu
proses yang memfokuskan kepada pencarian suatu
kesepakatan melalui perdamaian (ishlah) secara mufakat
untuk mengakhiri sengketa yang terjadi, bukan pada
pencarian kebenaran dan atau dasar hukum yang perlu
diterapkan. Implementasi penyelesaian sengketa melalui
mediasi di pengadilan agama dilakukan dengan dua cara,
yaitu mediasi awal litigasi, dan mediasi selama litigasi.
Konsep yang diemban dalam proses mediasi di pengadilan
agama adalah ishlah (perdamaian) dengan menitik beratkan
pada penyelesaian sengketa yang terjadi, yang mana
penyelesaian sengketa melalui Ishlah, merupakan salah satu
aspek penting berkaitan dengan perlindungan terhadap
agama, akal dan harta.543 Mediasi merupakan salah satu
bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa. Dalam sistem
hukum Indonesia, mediasi dapat digunakan untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa di luar pengadilan dan
sengketa-sengketa atau perkara-perkara yang telah
diajukan ke pengadilan (court-annexed mediation)
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2016. Sesuai dengan asas yang tercantum dalam Pasal 2
Angka 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman bahwa peradilan dilakukan dengan

543
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
532
sederhana, cepat dan biaya ringan, oleh karenanya
diperlukan penyelesaian sengketa yang dapat membantu
mengatasi penumpukan perkara di Mahkamah Agung.
Konsep musyawarah dan dialog kemudian diarahkan untuk
menyelesaikan sengketa melalui prinsip legalitas yang
kemudian diintegrasikan ke dalam proses beracara di
pengadilan.

10.1 Karakteristik Sengketa Nasabah Dengan


Bank
10.1.1 Pengertian Sengketa Perbankan
Pada praktik perbankan pola relasi nasabah dengan
pihak bank tidak selamanya menguntungkan para pihak.
Ada kalanya timbul sengketa antara nasabah dengan pihak
bank. Sengketa tersebut disebut ‘sengketa perbankan’.
Sengketa perbankan yaitu permasalahan yang diajukan oleh
Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara
Mediasi Perbankan, setelah melalui proses penyelesaian
pengaduan oleh Bank.544 Pada persengketaan, perbedaan
pendapat yang berkepanjangan biasanya menyebabkan
kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti
ini biasanya menyebabkan putusnya jalur komunikasi yang
sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar
tanpa mementingkan nasib ataupun kepentingan pihak
lainnya. Agar dapat tercipta proses penyelesaian sengketa
yang efektif, prasyarat yang harus dipenuhi adalah kedua
belah pihak harus sama-sama memperhatikan atau
menjunjung tinggi hak untuk mendengar dan didengar.
Dengan demikian proses dialog dalam pencarian titik temu
yang akan menjadi bagian proses penyelesaian sengketa
baru dapat berjalan. Jika tahap kesadaran tentang

544
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas
PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
533
pentingnya langkah ini, maka proses penyelesaian sengketa
tidak berjalan dalam arti yang sebenarnya.545
Posisi bank syariah sebagai financial intermediatory,
merupakan tempat berbagai kepentingan bertemu,
khususnya kepentingan nasabah dan perbankan. Terdapat
banyak permasalahan yang berpotensi menimbulkan
sengketa dalam praktik perbankan syariah antara bank
dengan nasabah. Pada awalnya sengketa itu berupa keluhan
karena ketidaksesuaian antara realitas dengan
penawarannya, tidak sesuai dengan spesifikasinya, tidak
sesuai dengan aturan main yang diperjanjikan, layanan dan
alur birokrasi yang tidak masuk dalam draft akad, serta
komplain terhadap lambatnya proses kerja. Pada saat ini
dinamisasi sektor perbankan semakin cepat, masalah yang
ditimbulkan juga semakin kompleks. Kebutuhan untuk
saling berinteraksi dalam hubungan bisnis atau hubungan
yang saling menguntungkan tetap membuka secara lebar
terhadap kemungkinan adanya perselisihan dan
persengketaan diantara pihak-pihak yang terlibat. Sengketa
atau konflik harus diselesaikan, membiarkan konflik
berkepanjangan akan mengurangi energi untuk lebih
memikirkan kemajuan bisnis.546
Model penyelesaian sengketa antara nasabah dan
bank syariah menggunakan mediasi. Tujuan pengembangan
model mediasi bukan mematikan model arbitrase atau
alternative penyelesaian sengketa yang lain dalam resolusi
sengketa di bank syariah, juga bukan untuk menisbikan
peran pengadilan, namun penggunaan mediasi sebagai
resolusi sengketa nasabah dan bank syariah berarti tidak
hanya mengandalkan peran lembaga pengadilan atau
arbitrase, namun para pihak yang bersengketa diberi
keleluasaan alternatif dalam resolusi sengketa yang sesuai
dengan karakter bisnis di perbankan syariah, yakni nilai-
545
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.30.
546
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.31.
534
nilai syariah yang berorientasi pada keadilan dan kebaikan.
Model mediasi sebagai resolusi sengketa nasabah dan bank
syariah memiliki kedekatan dengan nilai moral dan agama.
Nilai tersebut adalah mengenai keadilan.547
Dalam Islam mediasi dikenal sebagai perdamaian atau
perbaikan untuk menyelesaikan persoalan atau sengketa.
Sejarah Islam telah mencatat peristiwa yang luar biasa
dalam pelaksanaan mediasi, yakni ketika peletakan kembali
Hajar Aswad. Ketika bangsa Quraisy membangun kembali
Kakbah, mereka berselisih pendapat mengenai peletakan
kembali hajar Aswad, bangsa Quraisy berselisih tentang
siapa yang mendapatkan kehormatan untuk meletakkan
Hajar Aswad ke tempatnya semula. Mereka berselisih
sampai empat atau lima hari. Perselisihan ini bahkan
hampir menyebabkan pertumpahan darah. Abu Umayyah
bin Al-Mughirah Al-Makhzumi kemudian memberikan saran
kepada mereka agar menyerahkan keputusan kepada orang
yang pertama kali lewat pintu masjid. Bangsa Quraisy pun
menyetujui ide ini. Allah SWT kemudian menakdirkan
bahwa orang yang pertama kali lewat pintu masjid adalah
Rasulullah shallallahu ëalaihi wasallam. Orang-orang
Quraisy pun ridha dengan diri beliau sebagai penentu
keputusan dalam permasalahan tersebut. Rasulullah pun
kemudian menyarankan suatu jalan keluar yang
sebelumnya tidak terpikirkan oleh mereka. Bagaimana jalan
keluarnya? Beliau mengambil selembar selendang.
Kemudian Hajar Aswad itu diletakkan di tengah-tengah
selendang tersebut. Beliau lalu meminta seluruh pemuka
kabilah yang berselisih untuk memegang ujungujung
selendang itu. Mereka kemudian mengangkat Hajar Aswad
itu bersama-sama. Setelah mendekati tempatnya, Rasulullah
shallallahu ëalaihi wasallam-lah yang kemudian meletakkan
Hajar Aswad tersebut. Ini merupakan jalan keluar yang

547
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.39.
535
terbaik. Seluruh kabilah setuju dan meridhai jalan keluar ini.
Mereka pun tidak jadi saling menumpahkan darah.548

10.1.2 Urgensi Memberdayakan Lembaga Mediasi


Perbankan
Perbankan memiliki karakter khusus sebagai lembaga
usaha yaitu eksistensi dan keberlanjutannya terkait
langsung dengan kepercayaan dari masyarakat. Tanpa
adanya unsur kepercayaan, mustahil bank dapat
menghimpun dana dari masyarakat atau sebaliknya sebagai
penyalur dana kepada masyarakat. Kehilangan kepercayaan
masyarakat terhadap bank mempunyai efek domino yang
dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap lainnya,
sehingga perbankan secara menyeluruh akan mengalami
kesulitan. When confidence in the integrity of a financial
institutions is shaken or its commitment to the honest conduct
of business is in doubt, public trust erodes and the entire
system is weakenedî. Adalah wajarlah jika di berbagai
negara, sektor keuangan sangat diawasi oleh pemerintah
karena highly regulated industry dan adanya kepentingan
umum yang harus dilindungi.549
Transaksi perbankan syariah di Indonesia
mengalami kemajuan yang cukup pesat. Pesatnya
dinamisasi tersebut juga berbanding lurus dengan
probabilitas yang semakin besar dalam hal terjadinya
sengketa dalam menjalankan roda bisnis. Sengketa dalam
setiap aktivitas manusia telah menjadi sebuah keniscayaan
yang tidak mungkin dihindari. Peran perbankan sebagai
intermediasi keuangan membutuhkan kepercayaan dari
nasabah, oleh karena itu segala hubungan dengan nasabah
harus dijalankan dengan prinsip kepercayaan termasuk
dalam resolusi sengketa. Lembaga mediasi perbankan
merupakan rangkaian solusi yang disediakan oleh Bank
548
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.39-40.
549
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.49.
536
Indonesia untuk menyelesaikan sengketa antara nasabah
dan bank. Ada beberapa undang undang dan peraturan yang
melandasi eksistensi mediasi sebagai resolusi sengketa,
yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
1999.550
Berdasarkan Peraturan Bank Iindonesia, Mediasi
Perbankan merupakan mediasi antara nasabah dan bank
syariah dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan. Praktik mediasi
perbankan melalui DIMP BI sudah berlangsung sejak tahun
2006, sedangkan untuk praktik mediasi antara nasabah dan
bank syariah baru dimulai tahun 2008 sejak keluarnya
Undang-Undang Perbankan Syariah. Meski sudah lebih dari
lima tahun lembaga mediasi perbankan di DIMP BI
(Direktur Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan
Bank Indonesia) ini eksis namun berbagai pro kontra
mengenai eksistensi kelembagaan dan praktik mediasi
perbankan masih melekat pada lembaga mediasi perbankan
ini, sehingga lembaga ini kurang berdaya untuk
mewujudkan perannya dalam menyelesaikan sengketa
antara nasabah dan bank syariah secara ideal, lebih
dipercaya, efisien dan adil bagi para pihak.551
Eksistensi lembaga ini sangat penting sehingga
dibutuhkan langkah untuk memberdayakan lembaga
mediasi perbankan sebagai model resolusi sengketa antara
nasabah dan bank syariah yang lebih ideal, lebih dipercaya,
efisien dan adil bagi para pihak. Memberdayakan berarti
membuat lembaga mediasi perbankan bisa lebih sejajar dan
bersaing dengan lembaga penyelesaian sengketa yang lebih
eksis dan lebih populer. Terdapat beberapa urgensi
mengapa lembaga ini harus diberdayakan, yaitu:
(1) Model mediasi perbankan merupakan model yang
dibutuhkan dalam praktik perbankan syariah untuk
550
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.49.
551
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.50.
537
menyelesaikan sengketa antara nasabah dan bank
syariah
(2) Mediasi perbankan memiliki karakter yang berbeda
dan lebih dapat diterapkan dibanding jalur
penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank
syariah yang saat ini ada
(3) Proses mediasi perbankan yang terdapat dalam
peraturan bank indonesia, mediasi perbankan
dianggap lebih dekat dengan perbankan dibanding
dengan nasabah, sehingga perlu dilakukan eksplorasi
secara kelembagaan
(4) Terdapat amanat dalam pasal 3 pbi (peraturan bank
indonesia) mediasi perbankan tentang pembentukan
lembaga mediasi perbankan independen.552

10.2 Mediasi Sengketa Di Lingkungan


Perbankan Syariah
Penyelesaian sengketa perbankan syariah
sebenarnya bertujuan untuk mencapai kesepakatan damai
antara pihak yang bersengketa. Terdapat banyak cara untuk
mencapai kesepakatan perdamaian tersebut, salah satunya
melalui upaya mediasi. Mediasi sebagai upaya penyelesaian
sengketa ekonomi syariah, yang dalam hal ini sengketa
dibidang perbankan syariah, memiliki karateristik
tersendiri dalam proses penyelenggaraannya, yakni:553
(1) Accessible, artinya setiap orang yang bergerak di
bidang perbankan syariah dapat menggunakan klausul
dalam akadnya, apabila terjadi silang pendapat dan
atau wanprestasi akan diselesaikan melalui mediasi.
Dalam mediasi sengketa perbankan syartiah
penyelenggaraannya melalui prosedur yang

552
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.50-51.
553
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
538
sederhana, dan dalam proses penyelesaiannya tidak
membutuhkan waktu lama dengan karateristik yang
saling menguntungkan
(2) Voluntery, bahwa setiap orang yang mengambil bagian
dalam proses mediasi terkait sengketa perbankan
syariah, harus sepakat dan dapat memutuskan setiap
saat apabila ia menginginkan, mereka tidak dapat
memaksa untuk dapat menerima suatu hasil mediasi
apabila di amerasa hasil mediasi tidak
mengungtungkan atau memuaskan dirinya
(3) Confidential, artinya para pihak dalam penyelesaian
sengketa perbankan syariah melalui mediasi secara
percaya diri dan tidak dalam kondisi tertekan, serta
masing-masing pihak merasa bebas untuk
menyatakan apa saja dan menjadi terbuka untuk
kepentingan mediasi
(4) Fasilitative, bahwa mediasi dalam sengketa perbankan
sayariah merupakan kreativitas dan pendekatan
pemecahan masalah terhadap persolan yang dihadapi
dan bergantung pada mediator untuk membantu para
pihak mencapai kesepakatan dengan tetap dan tidak
memihak. Berdasarkan karekateristik- karekateristik
mediasi perbankan syariah diatas, menunjukkan
bahwa dalam pelakasanaan mediasi perbankan
diperlukan sikap keterbukaan, kepercayaan dan
kejujuran para pihakn dalam proses mediasi,
disamping pula peran mediator dalam memberikan
solusi terbaik, guna menyelesaikan sengketa hukum
yang terjadi, yaitu dengan mengimplementasikan
konsep ishlah dalam setiap solusi yang ditawarkan.554

554
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
539
10.2.1 Redifinisi Mediasi dan Mediator Sengketa
Perbankan Syariah
Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh
Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara
mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian
pengaduan oleh Bank sebagaimana diatur dalam PBI
tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.555 Mediator
adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam
proses perundingan guna membantu mencari berbagai
macam kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian”. Dari pengertian di atas bila dipahami dengan
Peran mediator dalam sengketa perbankan syariah di
pengadilan, maka dapat ditarik pengertian sebagai berikut :
Mediator adalah pihak netral yang memiliki sertifikat
mediasi (hakim dan/atau non hakim), dan memiliki
pemahaman yang baik terhadap prinsip-prinsip ekonomi
syariah, untuk membantu para pihak yang sedang
bersengketa dalam perkara dibidang perbankan syariah,
guna mencari berbagai macam kemungkinan untuk
diselesaikan secara damai berdasarkan prinsip ishlah dalam
bingkai Maqashid al-Syariah , secara mufakat dan atas
kesadaran masing-masing pihak.556
10.2.2 Kedudukan dan Peran Mediator Dalam Proses
Mediasi
Kedudukan Mediator dalam sengketa perbankan
syariah, seharasnya memposisikan diri sebagai:557
(1) Mediator tidak boleh melakukan penilaian tentang
siapa yang benar dan siapa yang salah diantara para
pihak yang sedang bersengketa

555
Pasal 1 Ayat 4 PBI No: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
556
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
557
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
540
(2) Mediator adalah pihak netral yang membantu para
pihak dalam proses mediasi guna mencari berbagai
macalam solusi alternatif, tanpa menggunakan cara
memutus dan atau memaksakan suatu penyelesaian
tertentu
(3) Mediator memposisikan diri sebagai fasilitator yang
memandu dan memperlancar dan mengarahkan
jalannya perundingan yang berlangsung antara para
pihak yang bersengketa. Peran Mediator dalam proses
mediasi sengketa perbankan syariah, yaitu:558
(a) Mengontrol jalannya proses mediasi da
menegaskan aturan dasar yang harus dipatuhi oleh
masing-masing pihak
(b) Mempertahankann struktur dan momentum dalam
proses mediasi melalui jalan negoisasi terhadap
pihak-pihak
(c) Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan
diantara para pihak
(d) Menerangkan proses mediasi dan menjelaskan
kepada para pihak dalam komunikasi selama
berlangsungnya proses mediasi
(e) Menguatkan suasana komunikasi
(f) Membantu para pihak untuk menghadapi situasi
kenyataan yang harus diterima
(g) Memfasilitasi creatif problem solving, diantara
para pihak
(h) Mengakhiri proses mediasi bilamana dirasakan
sudah tidak lagi produktif untuk diteruskan.

Pada proses mediasi, mediator menjalankan peran


untuk menengahi para pihak yang bersengketa. Peran ini
diwujudkan melalui tugas mediator yang secara aktif
membantu para pihak dalam memberi pemahaman yang

558
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
541
benar tentang sengketa yang mereka hadapi dan
memberikan alternatif solusi terbaik bagi penyelesaian
sengketa yang harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian
menuntut mediator memiliki pengetahuan yang cukup luas
tentang bidang-bidang keilmuan terkait yang menjadi
pokok persengketaan oleh para pihak. Selain itu peran
mediataor adalah membantu para pihak untuk mencapai
kesepakatan, antara lain dengan cara penyampaian saran-
saran substanstif tengtang pokok sengketa.

10.2.3 Peran dan Fungsi Mediator Dalam Penyelesaian


Sengketa Perbankan Syariah
Peran mengenai keberadaan mediator dalam
menjalankan proses mediasi sengketa perbankan syariah di
lembara peradilan agama sangat lah penting, sebab ia
memiliki peran besar dalam menciptakan perdamaian.
Sebagai seorang fasilitator dalam proses mediasi senantiasa
berada dalam posisi menengahi dalam sengketa. Adapun
langkah strategis mediator dalam proses mediasi sengketa
perbankan syariah, yaitu:559
(1) Mempertemukan kepentingan-kepentingan yang
saling berbeda agar mencapai titik yemu yang dapat
dijadikan sebagai pangkal tolak pemecahan masalah
persengketaan perbankan syariah
(2) Membatu para pihak yang bersengketa dalam perkara
perbankan syariah untuk memahami persepsi masing-
masing pihak
(3) Mempermudah para pihak untuk saling memberikan
informasi
(4) Mendorong para pihak yang bersengketa dibidang
perbankan syariah untuk berdiskusi, bernegoisasi
dengan suasanansejuk dan menjauhkan diri dari sikap
emosi

559
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136
542
(5) Mendorong para pihak yang bersengketa dibidang
perbankan syariah untuk mewujudkan perdamaian
dengan hasil win win solution terhadap perbedaan
kepentingan dan persepsi.

Fungsi mediator sebagai fasilitator dalam


penyelesaian sengketa dibidang perbankan syariah di
pengadilan agama, yaitu:560
(1) Sebagai katalisator, kehadiran Mediator dalam
sengketa perbankan syariah pada proses perundingan
akan mampu mendorong lahirnya suasana yang
kondusif dan kontruktif bagi diskusi, dan bukan
sebaliknya justru memicu terjadinya salah paham dan
polarisasi antara para pihak, walaupun dalam praktik
dapat saja setelah proses perundingan para pihak
tetap mengalami polarisasi. Dengan demikian maka
fungsi mediator adalah untuk mempersempit
terjadinya polarisasi
(2) Sebagai pendidik, Mediator sengketa perbankan
syariah harus memahami kehendak aspirasi, prosedur
kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para
pihak, sehingga mediaor harus menerjunkan dirinya
dalam dinamka perbedaan diantara para pihak agar ia
mampu menangkap alasan-alasan pada pihak untuk
menerima atau menyetujui usulan
(3) Sebagai penerjemah, yaitu cara bagaimana mediator
dalam sengketa perbankan syariah berusaha untuk
menyampaikan dan merumuskan usulan suatu pihak
kepada pihak lainnya dengan bahasa yang mudah
dipahami
(4) Sebagai narasumber, Mediator dalam sengketa
perbankan syariah harus mampu mendayagunakan
manfaat sumber-sumber informasi yang ada, sebab
560
H. Sofyan Zefri, “Karakteristik Mediasi Dalam Sengketa Di Bidang
Perbankan Syariah”, dimuat dalam http://www.new.pa-
mojokerto.go.id/informasi-pengadilan/136

543
dalam mediasi perkara ekonomi syariah jangan
sampai menjadikan energi terkuras yang
menyebabkan perhelatan tidak efektif
(5) Penyandang berita jelek (reframing), Mediator dalam
sengketa perbankan syariah harus menyadari bahwa
dalam proses mediasi para pihak bisa jadi bersikap
emosional. Sikap ini akan muncul biasanya ketika para
pihak saling berdebat dan menolak usulan pihak lain.
Dalam hal ini mediator dapat mengupayakan kaukus
untung menampung beberapa putusan dan
menghindari sikap emosional yang berkelanjutan atau
konflik fisik
(6) Sebagai agen realitas, Mediator dalam sengketa
perbankan syariah harus berusaha memberi
peringatan secara terus terang kepada para pihak,
bahwa sasarannya tidak mungkin dicapai melalui
perundingan.

Urgensi model mediasi perbankan sebagai model


penyelesaian sengketa antara Nasabah dan Bank. Tujuan
dilakukannya mediasi perbankan guna tercapainya resolusi
yang lebih ideal, lebih terpercaya, efisien dan lebih
mencerminkan keadilan bagi para pihak. Beberapa masalah
penting seperti, urgensi pemberdayaan lembaga mediasi
perbankan, faktor-faktor yang menyebabkan penyelesaian
sengketa antara bank syariah dan nasabah melalui mediasi
perbankan di Indonesia belum berjalan dengan baik.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
memberdayakan model mediasi sebagai model
penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank syariah
sehingga menjadi model penyelesaian sengketa perbankan
yang ideal, lebih dipercaya, efisien dan mencerminkan rasa
keadilan kedua belah pihak. Model mediasi ini selain
memberikan jalur bagi nasabah untuk menyelesaikan
sengketanya dengan perbankan juga memberikan dampak
bagi nasabah dan pihak bank. Menyelesaikan sengketa
antara nasabah dan bank syariah selain merupakan amanah
544
syariah juga merupakan amanah peraturan perundang-
undangan. Mediasi perbankan oleh Bank Indonesia (BI)
merupakan perwujudan dari pilar keenam API, yakni
perlindungan konsumen. Mediasi perbankan merupakan
rangkaian tiga paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.561
Selain mediasi ada pula transparansi produk dan juga
pengaduan nasabah. Kesemuanya ini telah diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/25/DPNP tentang Transparansi dan
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 7/PBI/2005
sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/10/PBI/2008 dan Surat Edaran Ekstern Nomor
7/24/DPNP/2005 sebagaimana diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008
tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Ekstern
Nomor 8/14/DPNP/2006 tentang Mediasi Perbankan.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini antara lain mewajibkan
bank untuk membentuk fungsi pengaduan nasabah di setiap
kantor bank, kewajiban untuk transparan dalam
mengungkap informasi yang terkait dengan produk dan jasa
yang dikeluarkannya, seperti perhitungan suku bunga dan
risiko yang terkandung di dalam produk itu.562

561
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013, hlm.3-
4
562
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013, hlm.3-4
545
10.3 Model Praktik Penyelesaian Sengketa
Nasabah dan Bank Syariah
10.3.1 Praktik Perbankan Syariah Sangat Dinamis dan
Rasional
Secara lebih rinci, Pujiyono berpendapat mengenai
urgensi memberdayakan lembaga Mediasi perbankan dalam
menyelesaikan sengketa antara nasabah dan bank syariah
yaitu logika kebudayaan yang dinyatakan oleh Ibnu
Khaldun. Pemikiran Khaldun mengenai nilai kebenaran
murni dalam masyarakat Badhawah yang justru dicari oleh
masyarakat Hadharah yang memiliki kecenderungan
rasional. Praktik perbankan syariah sangat dinamis dan
rasional, di dalam praktik yang dinamis dan pemikiran
rasional tersebut terdapat nilai transendental berupa
keadilan dan kedamaian. Nilai tersebut ada dalam praktik
Mediasi. Mediasi, dalam literatur Islam dikenal dengan
istilah perdamaian (sulh), perdamaian merupakan inti
dalam bermuamalah. Al Quran Surat An Nisa, Ayat 35 yang
berbunyi “Dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan
antara keduanya (suami-isteri), maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Dan jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan (perdamaian), niscaya
Allah akan memberikan petunjuk kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Perbankan Islam mulai menggeliat pada saat terjadi
krisis perekonomian di Asia, termasuk di Indonesia dimana
perbankan nasional yang mengalami krisis berat yang
mendorong perbankan saat itu beroperasi dengan negatif
spread, yaitu bunga yang dibayar kepada nasabah penabung
lebih tinggi daripada bunga kredit yang diterima. Kondisi ini
mengakibatkan bank banyak yang mengalami kerugian yang
terus mengurangi modal bank, sehingga Bank Indonesia
harus mewajibkan program rekapitalisasi perbankan untuk
menanggulangi kerugian tersebut semakin besar. Banyak
fakta kegiatan perbankan yang di luar logika perbankan,

546
sebagai contoh bunga deposito pernah mencapai enam
puluh persen beberapa saat setelah perbankan di tanah air
terkena krisis, dengan bunga deposito yang mencapai enam
puluh persen maka secara logika bank harus memberi
kredit dengan bunga setinggi itu juga. Fakta tersebut
menjadi semakin bermasalah ketika dalam kegiatan bisnis
hampir tidak bisa ditemukan kegiatan bisnis yang mampu
membayar bunga setinggi itu dalam keadaan krisis
keuangan seperti saat itu, justru kegiatan bisnis pada saat
itu banyak yang terjebak pada ketidakmampuan untuk
mengembalikan bunga, bahkan berujung pada kredit
macet.563
Kondisi krisis perbankan di atas hampir tidak
ditemukan pada praktik perbankan syariah. Perbankan
Syariah relatif berjalan dengan baik meski secara makro
kondisi ekonomi sedang krisis, karena perbankan syariah
lebih mengandalkan sector riil. Perbankan syariah mampu
menjaga sektor riil pada era krisis, namun demikian bank-
bank syariah masih kalah pamor dari bank-bank
konvensional. Konsekuensi lanjutannya, industri ini belum
mampu berkontribusi signifikan dalam meningkatkan
kemakmuran rakyat. Perbankan syariah sebagai bagian dari
sistem perbankan nasional mempunyai peranan penting
dalam perekonomian. Peranan perbankan syariah dalam
aktivitas ekonomi Indonesia tidak jauh berbeda dengan
perbankan konvensional. Perbedaan mendasar antara
keduanya adalah prinsip-prinsip dalam transaksi keuangan.
Salah satu prinsip dalam operasional perbankan syariah
adalah penerapan bagi hasil dan risiko. Prinsip ini tidak
berlaku di perbankan konvensional yang menerapkan
sistem bunga. Bank Indonesia memprediksi perkembangan
perbankan syariah cukup baik. Dinamika usaha saat ini

563
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013, hlm.51-
52
547
diperkirakan mencapai tujuh persen dari industri
perbankan nasional.564
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
sampai dengan akhir 2010 masih ditandai dengan tingkat
ekspansi yang tinggi yang menunjukkan adanya demand
terhadap jasa perbankan syariah yang tinggi.
Perkembangan tersebut didukung pula oleh kondisi
moneter dan kebijakan perbankan yang kondusif. Hal ini
tercermin dari pertumbuhan yang signifikan pada sejumlah
indikator seperti jumlah bank dan jaringan kantor, dana
pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan Lahirnya
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah memberikan optimisme yang tinggi bagi para
pemangku kepentingan, harapannya UU tersebut bisa
efektif mengurangi ambivalensi yang membatasi gerak
industri perbankan syariah nasional. Hal ini mengingat
bahwa UU No. 21 tahun 2008 itu akan berperan membuka
akses aliran dana terutama dari Negara-negara muslim
Timur Tengah. Asumsi ini bias dipahami karena dengan
adanya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
para investor akan mendapatkan kepastian hukum berupa
eksistensi tentang aturan bank syariah. Selain itu, UU No. 21
tahun 2008 perbankan syariah juga dapat menajdi
kerangka dasar bagi penetapan standar-standar perbankan
syariah nasional. Apabila kemudian standar nasional
terintegrasi dengan standar global, maka akan lebih mudah
bagi bank-bank syariah di Indonesia untuk berkompetisi
dengan Singapura dan Malaysia, misalnya, dalam menarik
investor-investor Timur Tengah, yang saat ini memiliki dana
investasi begitu banyak.565
Bank Indonesia perlu segera menerjemahkan UU
tersebut ke dalam peraturan-peraturan yang lebih teknis,
termasuk bersama-sama para pemangku kepentingan
lainnya menciptakan standar-standar perbankan syariah

564
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013, hlm.52
565
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013, hlm.53
548
yang kompetitif. Dalam proses translasi dan derivasi hukum
di atas, pihak bank sentral, bank-bank syariah, dan para
pelaku dalam industri ini perlu berhatihati. Ikhtiar untuk
mengakselerasi pertumbuhan jangan sampai
mengorbankan prinsip-prinsip dan filosofi muammalah
dalam perbankan syariah.96 Problemnya memang saat ini
banyak aturan yang tersamar, yang merupakan
ìterjemahanî dari bank konvensional, bahkan aturan-aturan
dalam bank konvensional belum semuanya diterjemahkan
secara syariah, salah satunya adalah ketentuan mengenai
penyelesaian sengketa. Sebagian besar ulama dan pakar
juga sependapat bahwa bank syariah merupakan bank yang
berprinsip utama bagi hasil, sehingga penyelesaian sengketa
juga harus menyesuaikan diri dengan karakteristik ìsyariahî
dari prakti bank syariah. Syariah bukan hanya sekedar
bebas bunga, tetapi sistem atau prosedurprosedur
perbankan tersebut yang dalam operasinya tidak
menggunakan bunga dirumuskan demikian rupa sehingga
ada hubungan yang sebanding lurus antara aturan syariah
dengan peraturan perundang-undangan perbankan yang
berlaku.566
Kritik-kritik bagi perbankan Islam utamanya berkaitan
dengan peletakan modelnya yang berbasis bunga dalam
sistem perbankan. Dengan model ini diharapkan fungsi
perbankan tetap berjalan, sedangkan fokus diarahkan pada
penciptaan instrumen-instrumen yang tunduk pada syariíah
sehingga terkesan hanya sekedar duplikat untuk mengganti
instrumen bank konvensional yang berasaskan bunga.
Pondasi filosofis sistem perbankan dan keuangan Islam
berakar pada konsep interaksi faktor-faktor produksi dan
perilaku ekonomi. Sistem Islam memberikan penekanan
yang sama pada dimensi transcendental berupa nilai-nilai
etis, moral, sosial, dan spiritual dalam upaya meningkatkan
keadilan dan pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
Sedangkan sistem keuangan konvensional memusat

566
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013, hlm.53
549
terutama hanya pada aspek transaksi keuangan dan
ekonomi saja. Pandangan yang penting ëbebas bungaí saja,
merupakan jebakan pengembangan bank syariah yang
hanya berfokus pada aspek transasksi saja dan meredusir
pondasi filosofisnya.567
Sistem bebas bunga memang merupakan inti dari
bank syariah, tetapi mengambarkan sistem perbankan dan
keuangan Islam secara sederhana dengan hanya ìbebas
bungaî tidak menghasilkan suatu gambaran yang benar atas
sistem ini secara keseluruhan. Selain itu praktik bank
syariah harus didukung dengan landasan filosofis syariah,
yakni nilai-nilai Islam yang sangat fundamental seperti;
berbagi resiko, hak dan kewajiban individu, hak milik,
kesucian kontrak dan tangungjawab pembangunan
masyarakat. Oleh karena itu manifestasi derivasi landasan
filosofis tersebut dalam konteks model penyelesaian
sengketa harus dilakukan. Diantara model penyelesaian
sengketa yang ditawarkan oleh Pasal 55 UU Perbankan
Syariah, lembaga mediasi merupakan model terdekat yang
bisa menghubungkan dan membandingluruskan antara
ketentuan filosofis syariah Islam dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan nasional. Kelembagaan
lembaga mediasi perbankan menjadi nyata dan kemudian
eksis karena diyakini filosofi kebenarannya sebagai nilai
yang kemudian dilakukan secara terus menerus. Nasabah
sebagai agen sosial meskipun belum semassif seperti
penggunaan jalur litigasi dalam menyelesaikan sengketanya
dengan perbankan, tetapi secara simultan menggunakan
model mediasi sebagai cara untuk menyelesaikan
sengketanya dengan bank syariah. Perilaku inilah yang
kemudian melembaga sehingga diakomodasi oleh struktur
secara normatif dan kelembagaan dengan adanya wadah
lembaga mediasi perbankan, DIMP BI. Lembaga Mediasi

567
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.53-54.

550
selain memberikan kecepatan dalam menyelesaikan
sengketa, karakteristik forward looking mirip dengan
karakteristik Islam yang cinta damai. Obyektifitas
penyelesaian sengketa dijamin dengan adanya pihak ketiga
yang memfasilitasinya. Sehingga demikian, lembaga
arbitrase memiliki karakteristik yang sebanding lurus
dengan dinamisasi perbankan, khusunya bank yang
syariah.568

10.3.2 Komparasi Model Penyelesaian Sengketa


Nasabah & Mediasi Perbankan Umum
Teori Khaldun digunakan Pujiyono untuk menganalis
keunggulan konsep Mediasi dibandingkan metode lainnya,
sedangkan teori Cappelliti digunakan untuk menunjukkan
nilai keadilan dalam mediasi yang tidak harus dicapai oleh
kesejajaran posisi para pihak yang bersengketa. Perangkat
hukum telah mengatur model penyelesaian sengketa yang
bisa ditempuh untuk mendapatkan resolusi ketika nasabah
dan bank syariah bersengketa. Berdasar Pasal 55 Undang
Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkup peradilan agama. Dalam hal para
pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1, penyelesaian
sengketa dilakukan sesuai dengan akad. Pada penjelasan
Pasal 55 tersebut dijelaskan bahwa yg dimaksud dengan
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan ‘isi akad’
adalah suatu untuk:569
(1) Musyawarah
(2) Mediasi perbankan
(3) Basyarnas
(4) melalui pengadilan dalam lingkup peradilan umum.
Berdasar Undang-Undang Perbankan Syariah,
568
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.54.
569
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.55.
551
tepatnya Pasal 55, Pengadilan Agama (PA)
mendapatkan prioritas dalam sengketa di bank
syariah, namun demikian para pihak bisa memilih
berdasar kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa
di antara mereka melalui jalur di luar Pengadilan
Agama. Sebenarnya secara garis besar penyelesaian
sengketa di bank syariah dapat digolongkan menjadi
dua model utama, yakni model litigasi dan model non
litigasi. Penyelesaian sengketa litigasi dilakukan di
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Untuk
sengketa jalur non litigasi berdasar penjelasan Pasal
55 Ayat 2 Undang-Undang Perbankan Syariah,
diselesaikan melalui:
(1) Musyawarah
(2) Mediasi perbankan
(3) Arbitrase syariah di badan arbitrase syariah
nasional.

Mediasi jika dihubungkan ke dalam pilihan


penyelesaian sengketa dasarnya adalah Asas ishlah
(perdamaian). Pada dasarnya Islam itu damai dan
menginginkan kedamaian termasuk dalam penyelesaian
sengketa. Asas ini berdasar Pasal 39 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 31 PP No. 9
Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tentang
Perkawinan jo. Pasal 65 dan Pasal 82 ayat (1) dan (2) UUPA
jo. Pasal 115 KHI, jo. Pasal 16 Ayat (2) UUKK..
Undang Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, khusunya Pasal 55 disebutkan:570 (a)
Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkup peradilan agama; (b) Dalam hal
para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), penyelesaian
sengketa dilakukan sesuai dengan akad. Ketentuan Pasal 55

570
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.94.
552
UU No. 21 tahun 2008 ini menegaskan tentang kompetensi
Pengadilan Agama. Bahkan termasuk dalam hal
permohonan eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas), Mahkamah Agung mengeluarkan
Surat Edaran (SEMA) Nomor 08 Tahun 2008 tanggal 10
Oktober 2008 yang menyatakan Eksekusi Putusan Badan
Arbitrase Syariíah dilaksanakan atas perintah Ketua
Pengadilan Agama. Namun kompetensi ini bukannya tanpa
hambatan. Resistensi dari berbagai pihak bermunculan, dari
kalangan akademisi, praktisi perbankan bahkan pejabat
otoritas BI.173 Namun demikian pada prakteknya
penanganan perkara ekonomi syariíah ëmasih
diperebutkaní antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Agama, apalagi perkara perbankan syariah. Bahkan
dikalangan perbankan syariah sendiri dalam membuat akad
masih menggunakan Pengadilan Negeri sebagai jalur
resolusi sengketa. Begitu pula dalam permohonan kekuatan
eksekusi putusan Basyarnas, tarik ulur kepentingan
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri begitu kuat. Salah
satu kasus yang bisa dicontohkan adalah kasus pembatalan
eksekutorial Pengadilan Agama Jakarta Pusat oleh
Mahkamah Agung.571
Pujiyono mengkritisi UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah juga menimbulkan banyak implikasi
negatif terkait kontradiksi kompetensi Pengadilan Agama.
Pada penjelasan Pasal 55 Ayat 2 disebutkan yang dimaksud
dengan ‘penyelesaian sengketa’ dilakukan sesuai dengan isi
akad yaitu upaya untuk:
(1) Musyawarah
(2) Mediasi perbankan
(3) Melalui Basyarnas
(4) Melalui pengadilan dalam lingkup peradilan umum.
Pasal 55 ini dapat menimbulkan perlawanan arti. Pada
satu sisi, seluruh sengketa diselesaikan di Pengadilan

571
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.94-95.
553
Agama, namun di sisi lain membuka kesempatan
kepada Pengadilan Negeri. Padahal keduanya memiliki
kompetensi absolut berbeda. Tentu persoalan ini bisa
menimbulkan sengketa kewenangan antar lembaga
peradilan, yang bisa berujung pada lemahnya putusan
pengadilan. Sebagai akibatnya sekarang ini hampir
setiap akad yang dibuat oleh bank syariah untuk
menjadi akad baku yang akan diperjanjikan dengan
nasabah, mencantumkan Pengadilan Negeri sebagai
tempat resolusi sengketa. Para praktisi bank syariah
beranggapan bahwa Pengadilan Negeri lebih
menjamin kepastian, didukung oleh infrastruktur
sumber daya manusia dan teknis yang lebih
profesional di banding Pengadilan Agama. Problem
substansi perundangan tersebut bertambah dengan
keluarnya UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Pasal 59 UU No. 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman secara tersurat menyebut
bahwa eksekusi putusan arbitrase (termasuk arbitrase
syariah) dilaksanakan atas perintah ketua Pengadilan
Negeri.572

UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,


khususnya Pasal 55 mencantumkan tiga model
penyelesaian sengketa non litigasi di perbankan syariah,
yaitu:573
(1) Musyawarah
(2) Arbitrase syariah
(3) Mediasi.

 Musyawarah
Di dalam hubungan kontraktual antara nasabah dan
bank syariah, meskipun akad†dirumuskan dengan lengkap,
572
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.95.
573
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.103-104.
554
cermat dan sempurna, namun dalam perjalanannya sering
mengalami hambatan-hambatan yang memiliki konsekuensi
kerugian disalah satu atau kedua belah pihak. Hambatan
tersebut bisa menjadi perselisihan dan sengketa, dan
sewajarnya setiap sengketa membutuhkan resolusi.
Resolusi sengketa melalui musyawarah merupakan cara
yang paling kecil resikonya. Musyawarah masuk dalam
kategori penyelesaian sengketa non litigasi, walupun dalam
penyelesaian sengketa litigasi, perdamaian yang merupakan
ciri musyawarah juga ditawarkan. Terdapat dua penyebab
utama dipergunakannya cara non-ligitasi dalam
penyelesaian sengketa terutama perkara perdata di
Indonesia:
(1) perdamain di Indonesia sudah merupakan adat
kebiasaan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
hukum adat yang menempatkan kepala adat sebagai
penengah dan memberi putusan adat bagi sengketa di
antara warga
(2) adanya ketidakpuasaan atas resolusi sengketa melalui
jalur litigasi, seperti mahalnya ongkos perkara,
lamanya waktu dan rumitnya beracara, maka berbagai
negara di dunia termasuk Indonesia mulai berpaling
kepada penyelesaian perkara secara non ligitasi di
luar pengadilan.

Konsep dasar musyawarah adalah perdamaian,


sementara konsep shulh (perdamaian) merupakan doktrin
utama dalam hukum Islam di bidang muamalat untuk
menyelesaian suatu sengketa, dan itu sudah menjadi bagian
dalam kehidupan masyarakat manapun, karena pada
hakekatnyaperdamaian bukanlah suatu pranata positif
belaka, melainkan berupa fitrah dari manusia. Segenap
manusia menginginkan seluruh aspek kehidupannya
nyaman, tidak ada yang mengganggu, tidak ingin dimusuhi,
ingin damai dan tenteram dalam segala aspek kehidupan.
Dengan demikian institusi perdamaian adalah bagian dari
kehidupan manusia. Musyawarah berasal dari kata syawara
555
yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari
sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga
mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau
dikeluarkan dari yang lain, termasuk pendapat.
Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau
mengajukan sesuatu. Karena madu memiliki konotasi yang
baik, maka kata musyawarah selalu dekat dengan hal-hal
yang baik pula, artinya dari dan untuk hal-hal yang baik.574
Kata kerja syawara termasuk dalam kategori kata
kerja mufa’alah atau ‘perbuatan yang dilakukan timbal
balik’. Istilah ‘musyawarah’ merupakan kata kerja yang
dibendakan dan mengandung makna ìsaling memberi
isyarat, petunjuk, atau pertimbangan yang bermakna
resiprokal dan mutualis. Musyawarah harus dialogis dan
melibatkan dua arah, bukan satu arah, doktrin atau
monologis. Para pihak yang menjadi peserta musyawarah
memiliki hak untuk mengemukakan pendapatnya. Melalui
dialogis, melibatkan dua arah maka para pihaknya akan
mengetahui titik temu diantara perbedaan atau perselisihan
keduanya. Istilah bahasa Arab, kata ‘musyawarah’ berasal
dari kata dasar syawara-yasyuru musyawarah atau syura
yang artinya tanda, petunjuk, nasehat, pertimbangan. Kata
‘musyawarah’ dalam terminologi ketatanegaraan Indonesia
biasanya disandingkan dengan kata ‘mufakat’ yang berasal
dari bahasa Arab. Istilah ini berasal dari asal kata itifaq-
muwafawah yang berarti ‘memberikan persetujuan’ atau
‘kesepakatan’. Persetujuan di sini dapat berupa suara yang
terbanyak dan secara teknis dilakukan lewat pemungutan
suara atau konsensus bulat. Akan tetapi, dalam pengertian
teknis di Indonesia dewasa ini, istilah ‘musyawarah
mufakat’ mengandung pengertian ‘konsensus bulat’.575
‘Kebiasaan musyawarah’ adalah melekat dalam
kehidupan setiap manusia ketika berinteraksi dengan yang
574
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.105.
575
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.105.
556
lainnya, termasuk masyarakat Indonesia. Musyawarah
memiliki peran penting didalam menciptakan keteraturan
dalam masyarakat. Tidak terbatas di Negara yang memiliki
budaya timur, negara-negara barat pun juga
mengembangkan musyawarah sebagai resolusi konflik,
meski tidak sepopuler di negera-negara timur. Islam sangat
memperhatikan peran strategis musyawarah sebagai
resolusi sengketa, bahkan ada salah satu surat dalam Al
Quran yang bernama Asy-Syura, di dalamnya dibicarakan
tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa
kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah,
bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan
musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal yang
menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah,
bahwa ayat tentang musyawarah itu dihubungkan dengan
kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji.576
Identifikasi ‘musyawarah’ sebagai resolusi sengketa di
bank syariah dalam hukum positif memang tidak secara
eksplisit diatur, bahkan di UU No. 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa juga tidak
mengaturnya secara eksplisit. Hanya dalam ketentuan Pasal
6 Ayat 2 UU Arbitrase menyiratkan tentang perdamaian
yang ditandai dengan proses ‘dialog’ dan ‘negosiasi’ antara
bank dan nasabah selaku pihak yang bersengketa. Pada
ketentuan tersebut pada dasarnya para pihak dapat berhak
untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara
mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut
selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang
disetujui oleh para pihak. Pilihan musyawarah adalah
pilihan sadar para pihak yang harus dituangkan dalam akad
tertulis. ‘Proses’ mencapai mufakat untuk perdamaian ini
juga diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan 1864 KUHH
Perdata tentang Perdamaian. Berdasarkan definisi yang
diberikan dikatakan bahwa Perdamaian adalah suatu

576
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.106.
557
persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan
menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau
mencegah timbulnya suatu perkara.577
Pada ‘musyawarah’, pranata resolusinya cenderung
bersifat informal, meskipun adakalanya dilakukan secara
formal. Karena prinsip musyawarah adalah dialogis maka
para pihak dalam musyawarah pada umumnya bertemu
bertatap muka. Perdamaian yang menjadi tujuan dari
musyawarah adalah solusi yang saling menguntungkan,
untuk itu dimungkinkan para pihak yang bersengketa atau
berselisih paham dapat melakukan suatu proses penjajakan
kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan
melepaskan atau memberikan kelonggaran atau konsesi
atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik.
Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut
kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani
oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Perdamaian sebagai resolusi dalam musyawarah harus
dituangkan secara tertulis. Berdasar Pasal 6 Ayat 7 dan Ayat
8 UU No. 30 Tahun 1999, kesepakatan tertulis tersebut
wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu
30 hari terhitung sejak ditandatangani dan dilaksanakan
dalam waktu 30 hari terhitung sejak pendaftaran.578
Penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah
mufakat ini merupakan jalur paling awal yang hanya
melibatkan para pihak yang bersengketa. Terakomodasinya
sengketa dalam sebuah resolusi melalui jalur musyawarah,
maka diharapkan perdamaian para pihak akan terwujud
dan model resolusi sengketa yang lainnya tidak perlu
diterapkan. Beberapa hal pokok yang harus dilakukan

577
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.109.
578
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.109.
558
dalam melakukan resolusi sengketa melalui jalur
musyawarah antar bank dan nasabah, yaitu:579
(1) Para pihak harus mendasarkan pijakan resolusi pada
perdamaian dengan mengedepankan semangat
kekeluargaan
(2) Para pihak harus mematuhi butir-butir akad yang
telah ada dan disepakati sebelumnya
(3) Para pihak harus fokus pada obyek yang
disengketakan
(4) Dialog, diskusi dan negosiasi dalam mencapai mufakat
(5) pihak yang bersengketa.

Resolusi sengketa melalui musyawarah selain


memiliki beberapa kelebihan, namun menurut Pujiyono,
musyawarah menyisakan persoalan diantaranya, regulasi
yang belum mendukung, limitasi waktu penyelesaian yang
bisa tidak terbatas dan hasil yang belum tentu benar secara
obyektif. Dalam konteks sengketa antara bank syariah dan
nasabah, menurut penulis problem musyawarah sebagai
resolusi sengketa selain masalah regulasi yang masih
minim, limitasi waktu juga ada problem teknis terkait posisi
nasabah dan bank syariah yang pada kenyataannya sering
tidak seimbang. Dasar musyawarah adalah kerelaan para
pihak, sementara yang memiliki kepentingan untuk
disengketakan dan dicarikan solusi melalui musyawarah
adalah nasabah, namun posisi nasabah cenderung
subordinate dan tidak sejajar dengan bank. Sehingga
penyelesaian sengketa sangat tergantung pada kerelaan
pihak bank. Ketiadaan pihak ketiga sebagai pengontrol
maupun pengawas penyelesaian sengketa melalui
musyawarah semakin menenggelamkan peran musyawarah
untuk menghasilkan solusi yang efektif, efisien dan lebih
adil.580
579
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.110.
580
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.110.
559
Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri sebagai
sarana penyelesaian sengketa yang menghasilkan putusan
bersifat adversarial. Konsekuensi putusan adversarial
adalah ketidakmampuannya dalam merangkul kepentingan
bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat
dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal,
tidak responsif, menimbulkan antagonisme di antara pihak
yang bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam
pelaksanaannya. Konsekuensi tersebut cenderung tidak
berpihak pada laju dinamika dunia bisnis sehingga
dibutuhkan institusi baru yang selain lebih dipercaya dan
efisien juga lebih menjamin keadilan bagi kedua belah
pihak. Sengketa antara nasabah dan bank syariah bisa
terjadi kapan dan di mana saja. Peran lembaga intermediasi
bisa menjadi solusinya. Sementara jalur musyawarah belum
kuatnya aturan hukum dan secara sosial tiadanya pihak
ketiga menjadikan posisi bank begitu dominan. Sedangkan
arbitrase ada berbagai kendala seperti dijelaskan di atas.
Untuk itu perlu lembaga lain yang lebih bisa mengisi
kekosongan berbagai jalur resolusi sengketa tersebut.
Lembaga tersebut adalah mediasi perbankan,, yang saat ini
dilakukan oleh Direktorat Mediasi dan Investigasi
Perbankan Bank Indonesia.581
Pada dasarnya mediasi dalam perbankan syariah bisa
dilakukan dengan dua cara, yakni mediasi diluar pengadilan
maupun mediasi melalui pengadilan. Mediasi diluar
pengadilan diatur dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. PBI PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan
atas PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
Sedangkan Mediasi melalui pengadilan diatur dalam Pasal
130 HIR dan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan. Mediasi di luar pengadilan biasanya

581
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.143.

560
dilakukan secara sukarela. Dilakukan atas keinginan
bersama para pihak baik atas inisiatif suatu pihak dan
disetujui pihak lain, maupun atas kehendak bersama. Ini
menghasilkan Perjanjian Mediasi. Sedangkan mediasi
melalui pengadilan didasarkan pada mandat hakim yang
memeriksa di pengadilan. Mediasi dilakukan atas dasar
permintaan majelis hakim atau arbitrase dalam proses
peradilan/ arbitrase. Dalam praktik peradilan perdata dan
arbitrase di Indonesia, hakim selalu memberikan
kesempatan kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketa mereka secara musyawarah, dan
perkembangan sekarang ditegaskan dilakukan melalui
proses mediasi.582
Pada prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang
melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non
intervensi) dan tidak berpihak (impartial) serta diterima
kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak
ketiga tersebut disebut mediator atau penengah yang
tugasnya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan mediasi
diharapkan dicapai titik temu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan
dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan
keputusan tidak berada di tangan mediator , tetapi di tangan
para pihak yang bersengketa. Mediasi perbankan syariah
dalam pembahasan ini termasuk model alternatif
penyelesaian sengketa di luar jalur peradilan. Namun
demikian definisi mediasi secara normatif tidak secara
detail disebut dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.583

582
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.144.
583
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.145.
561
Di dalam literatur Islam mediasi dikenal dengan istilah
perdamaian. Istilah dalam kosa kata Arab yang
menggambarkannya sebagai jalur penyelesaian sengketa
perspektif Islam, disebut juga ash shulhu. Beberapa kata
dalam bahasa Arab yang berkaitan dengan kata yang
berakar pada kata sholuha yaitu: ashlaha, shillaha,
tasholaha, as sulhu, as sholahiyah, as sholihu, ishlahun,
ishlahiyah, mushlihun, dan mashlahah. Sholuha bermakna
‘bagus’ atau ‘baik’ (kebalikan dari buruk). Ashlaha berarti
‘memperbaiki’, shollaha diartikan ‘membereskan’, shoolaha
berarti ‘berdamai dengan’. Tasholaha berarti ‘berdamai’
atau ‘saling berdamai’, as sulhu berarti ‘perdamaian’, as
sholahiyah berarti ‘kepantasan’, as sholihu berarti ‘yang
bagus’ atau ‘baik’. Ishlahun berarti ‘perbaikan’ atau
‘koreksi’, ishlahiyah berarti yang bermaksud, yang bersifat
memperbaiki, mushlihun berarti ‘pembaharu dari yang
buruk’ atau ‘juru damai’, dan mashlahah dimaknai ‘faidah’,
kepentingan, ‘kemanfaatan’ dan ‘kemaslahatan’. As sulhu
disejajarkan dengan as silmu, ishlah disejajarkan dengan
diddul ifsad yaitu lawan dari ‘perusakan’. Ishlahun, silmun,
dan sulhun dapat disejajarkan dengan makna satu yaitu
‘perdamaian’ atau ‘perbaikan’. Istilah ‘mediasi’ dielaborasi
dan diartikan ‘berusaha menciptakan perdamaian’;
‘membawa keharmonisan’; ‘menganjurkan orang untuk
berdamai antara satu dan yang lainnya’; ‘melakukan
perbuatan baik’; ‘berperilaku sebagai orang suci atau baik’.
Pengertian yang beragam itu berasal dari makna kata ini
yang disebut dalam Al Qurían. Adapun dalam bahasa Arab
modern, ‘mediasi’ digunakan untuk pengertian
‘pembaharuan’. Sementara dalam pengertian syariat, ash
shulhu berarti ‘suatu akad atau perjanjian guna mengakhiri
perlawanan atau sengketa antara dua pihak yang terlibat
dalam sengketa.584

584
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo, 2013,
hlm.145-146.

562
BAB XI
MEDIASI PENYELESAIAN
SENGKETA DAN KONFLIK
AGRARIA
Penyelasaikan permasalahan di bidang pertanahan
tidak hanya melalui proses peradilan tetapi dapat juga
dimungkinkan diluar peradilan, diantaranya adalah melalui
Mediasi (Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah:
Potensi Penerapan Penyelesaian Sengketa/ ADR di Bidang
Pertanahan).
Sengketa dan konflik pertanahan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, baik merupakan akumulasi
dari sisa kasus tahun sebelumnya maupun kasus yang baru.
Kondisi ini terjadi karena sistem peradilan di Indonesia
yang memungkinkan sengketa di gugat baik secara perdata,
Tata Usaha Negara (TUN) dan bahkan pidana sehingga
prosesnya memakan waktu lama belasan hingga puluhan
tahun. Oleh karenanya, setiap terjadi sengketa dan konflik
pertanahan diupayakan untuk diselesaikan melalui mediasi
dengan mengedepankan terjadinya perdamaian bagi para
pihak yang bersengketa sehingga tercapai kesepakatan yang
dituangkan dalam suatu Berita Acara Kesepakatan atau
Perdamaian. Hanya saja kesepakatan yang sudah
ditandatangani oleh para pihak seringkali diingkari oleh
mereka sendiri, walaupun dalam KUHPerdata ada
ketentuan bahwa kesepakatan berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang bersepakat. Fenomena terjadinya
pelanggaran terhadap perdamaian perlu diatur dalam suatu
perundang-undangan agar mempunyai kekuatan yang lebih
mengikat dan dapat segera dieksekusi.585 Proses mediasi
585
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional,
“Penelitian Peningkatan Peran Mediator Dalam Kepastian Penyelesaian
Sengketa Dan Konflik Pertanahan”, Jakarta, 2013.
563
dalam Sengketa Pertanahan. Mediasi adalah proses
penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral dan
tidak memihak sebagai fasilitator, di mana keputusan untuk
mencapai suatu kesepakatan tetap diambil oleh para pihak
itu sendiri.
11.1 Kekuatan Hukum Kespakatan Mediasi
dalam Sengketa Pertanahan
Kasus pertanahan adalah :
(1) sengketa
(2) konflik
(3) perkara pertanahan yang disampaikan kepada
Badan Pertanahan Nasional untuk mendapatkan
penanganan, penyelesaian sesuai peraturan
perundang-undangan dan/atau kebijakan
pertanahan nasional.

Penyelasaikan permasalahan di bidang pertanahan


tidak hanya melalui proses peradilan tetapi dapat juga
dimungkinkan diluar peradilan diantaranya adalah melalui
Mediasi atau yang dikenal dengan Alternatif Dispute
Resolution (ADR). Namun, hal ini tidak dapat dijadikan
alasan untuk tidak menggunakan lembaga ADR di bidang
pertanahan berdasarkan dua alasan, yaitu:586 Pertama, di
dalam setiap sengketa perdata yang diajukan di muka
pengadilan, hakim selalu mengusulkan untuk penyelesaian
secara damai oleh para pihak (Pasal 130 HIR). Kedua, secara
eksplisit cara penyelesaian masalah berkenaan dengan
bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam kegiatan
pengadaan tanah diupayakan melalui jalur musyawarah.
Kesepakatan Mediasi diartikan sebagai kesepakatan
yang dicapai oleh para pihak dengan bantuan mediator guna
meyelesaikan atau mengakhiri sengketa. Pasal 39 Undang-

586
Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah: Potensi Penerapan
Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan, Penerbit Buku
Kompas, 2008, hlm.12.
564
Undang No 14 tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi
Publik menyebutkan :” Putusan Komisi Informasi yang
berasal dari kesepakatan melalui mediasi bersifat final dan
mengikat”. Ketentuan ini tidak secara tegas menyebutkan
bahwa Putusan Komisi Informasi memiliki titel
eksekutorial, sehingga pemahaman para ahli hukum tentang
ketentuan Pasal 39 ini dapat berbeda-beda. Pasal 6 ayat (7)
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa ,menegaskan bahwa
kesepakatan penyelesaian sengketa secara tertulis bersifat
final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan
itikad baik serta wajib di daftarkan di Pengadilan Negeri
dalam waktu 30 hari sejak penandatangan kesepakatan
mediasi. Pasal 72 Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No.3 tahun 2011 menyebutkan kriteria
penyelesaian sengketa tanah, salah satunya dengan dengan
kategori 3 yaitu dengan mediasi. Kekuatan hukum
kesepakatan mediasi dalam sengketa tanah, yaitu jika tanah
tersebut telah bersertifikat maka dapat dieksekusi karena
pada sertifikat tersebut ada lambing burung garuda yang
sama fungsinya dengan keputusan pengadilan yang Irah-
irahnya berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan
Yang Maha Esa” , karena syarat satu putusan baru dapat di
eksekusi jika mempunyai irah-irah Demi Keadilan
Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa dan jika dalam
putusan tersebut ada lambang Burung Garuda. Jika tanah
tersebut belum bersertifikat maka kekuatan dari mediasi
tersbut tergantung pada para pihak yang melakukannya
karena mediasi dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.
Hal ini jika kita hubungkan dengan Perpres no 1 tahun
2008, yang memerintahkan setiap hakim pengadilan negeri
dalam memeriksa perkara perdata, wajib melakukan
mediasi terlebih dahulu.

565
11.1.1 Mediasi Secara Hukum dan Macam Sengketa
Pertanahan
Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para
pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya
kepada seorang mediator untuk mencapai hasil akhir yang
adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar akan tetapi
tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh keduabelah
pihak yang bersengketa secara sukarela. Mediasi dapat
dibagi menjadi dua kategori, yakni: Mediasi secara hukum
dan Mediasi Pribadi. Mediasi Secara Hukum, yaitu
merupakan bagian dari litigasi, hakim meminta para pihak
untuk mengusahakan penyelesaian sengketa mereka
dengan cara menggunakan proses mediasi sebelum proses
mediasi dilanjutkan. Mediasi Hukum ini sejak tahun 2002
sudah mulai diterapkan di pengadilan-pengadilan negeri di
Indonesia, dengan diterbitkannya Surat Edaran Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
menerapkan Lembaga damai. Tujuannya adalah untuk
mencapai pembatasan kasasi secara substantif, Surat
Edaran tersebut mengatur:
(1) Mengharuskan semua hakim yang menyidangkan
perkara agar sungguhsungguh mengusahakan
perdamaian dengan menerpkan ketentuan pasal 130
HIR/154 rbg, tidak hanya sekedar formalitas saja
menganjurkan perdamaian sebagaimana yang telah
biasa dilakukan selama ini
(2) Hakim yang ditunjuk dapat bertindak sebagai
fasilitator/mediator untuk membantu para pihak yang
berpekara untuk mencapai perdamaian
(3) Hakim yang ditunjuk sebagai fasilitator/mediator oleh
para pihak tidak dapat menjadi hakim majelis dalam
perkara yang bersangkutan, untuk menjaga
objektifitas
(4) Jangka waktu untuk mendamaikan para pihak adalah
tiga bulan dan dapat diperpanjang,apabila ada alas an
untuk itu dengan persetujuan ketua pengadilan negeri
566
(5) Apabila tercapai perdamaian, akan dituangkan dalam
persetujuan tertulis dan ditandatangan oleh para
pihak.

Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama


menerapkan Lembaga damai, karena dipandang belum
lengkap, padahal
(1) Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di
pengadilan dapat menjadi salah satu instrument
efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara
di pengadilan
(2) Proses mediasi lebih cepat, lebih murah dan dapat
memberikan akses kepada para pihak yang
bersengketa untuk memperoleh keadilan
mendapatkan penyelesaian sengketa yang
dihadapinya dengan memuaskan
(3) Pelembagaan proses mediasi kedalam sistem
peradilan dapat memperkuat dan meaksimalkan
fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian
sengketa. Pengaturan secara tegas yang menjadi objek
atau jenis perkara yang boleh di mediasi yaitu semua
sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat
pertama, kecuali:
(a) Perkara yang diselesaikan melalui pengadilan
niaga
(b) Perkara yang diselesaikan melalui pengadilan
hubungan industrial
(c) Keberatan atas putusan badan penyelesaian
sengketa konsumen (bpsk) dan keberatan atas
putusan komisi pengawas persaingan usaha
(kppu).

Keputusan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2007


tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian
Masalah Pertanahan mengklasifikasikan Akar
Konflik/Masalah Pertanahan, sebagai berikut:

567
 Sengketa Terkait Kasus-Kasus Penguasaan dan
Pemilikan
Sengketa pertanahan yang berkaitan dengan masalah
penguasaan dan pemilikan tanah meliputi konflik karena
perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang
tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang

568
telah dilekati hak oleh pihak tertentu. Konflik yang terjadi
antara lain menyangkut:
Pertama, masalah kepemilikan tanah waris antara
orang perseorangan, seperti:
(1) Keinginan satu pihak menguasai seluruh boedel/harta
waris
(2) Tanah dikuasai oleh satu atau beberapa ahli waris
saja, sedangkan ahli waris lain tinggal di daerah lain
(3) Akta waris/surat keterangan waris dari kepala
desa/lurah/camat masih diakui sebagai kelengkapan
syarat pendaftaran tanah bagi orang-orang indonesia
dan hanya menerangkan satu atau beberapa ahli waris
saja, tidak menjelaskan keadaan yang sebenarnya
(4) Penggunaan bukti alas hak palsa
(5) Bpn (badan pertanahan nasional) memproses
penetapan/pendaftaran hak atas dasar dokumen
kewarisan dan kepemilikan yang tidak benar
(6) Tidak ada keharusan dan kewenangan menguji
kebenaran dokumen waris baik yang bersifat otentik
maupun yang diterbitkan oleh kepala desa, lurah dan
camat.

Kedua, masalah pemilikan atas dasar jual beli antara


orang perseorangan karena:
(1) Tanah berasal dari masalah hutang piutang dengan
jaminan tanah
(2) Debitur memberi kuasa untuk menjual jika
wanprestasi atas hutangnya dan menyerahkan
sertifikat sebagai jaminan
(3) Surat kuasa digunakan untuk membuat akta jual beli
oleh kreditor walaupun si berhutang masih membayar
kewajibannya
(4) Bpn tidak mempunyai kewenangan dan keharusan
menguji akta jual beli.

569
Ketiga, Masalah pemilikan atas tanah harta gono
gini, disebabkan karena:
(1) Harta gono gini ditransaksikan kepada pihak lain
tanpa persetujuan pemilik harta bersama
(2) Tidak dimintakan persetujuan salah satu pihak karena
perkawinan telah putus/cerai.

Keempat, masalah penguasaan dan pemilikan


berdasar bukti alas hak yang berbeda-beda/tumpang tindih
alas hak dengan alat bukti hak lama.
Kelima, masalah penguasaan dan pemilikan tanah
bekas tanah negara asal hak barat antara orang
perseorangan atau perseorangan dengan badan hukum.
Dalam kategori ini, penyebab konflik antara lain:
(1) Tanahnegara bekas hak barat tidak dikuasai bekas
pemegang hak tetapi dikuasai pihak lain (masyarakat)
(2) Hak diterbitkan kepada pihak lain yang menguasai
fisik atau badan hukum yang memperoleh asal
penggantian dari masyarakat yang menguasai fisik,
sehingga bekas pemegang barat atau ahli warisnya
menuntut pengembalian tanah atau ganti rugi
(3) Lokasi dan nilai tanah bekas hak barat yang jadi obyek
masalah pada umumnya telah menjadi tinggi.

Keenam, masalah penguasaan tanah negara antara


badan hukum dengan badan hukum.
Ketujuh, masalah penguasaan tanah perkebunan hak
guna usaha (hgu) oleh rakyat (masalah masyarakat dengan
badan hukum swasta), terdiri dari:
(1) Tanah yang diterbitkan oleh hgu (hak guna usaha)asal
konversi erfpacht atau nasionalisasi dianggap sebagai
milik orang tua warga masyarakat yang diambil oleh
belanda
(2) Kebun dalam kondisi tidak ditanami dan dianggap
ditelantarkan; dan c) masyarakat memerlukan tanah.

570
Kedelapan, penguasaan rakyat atas tanah-tanah hak
guna bangunan (hgb) pengembang yang belum
dimanfaatkan, karena:
(1) Izin lokasi diberikan kepada pengembang terlalu besar
(2) Pengembang tidak segera membangun tanah yang
telah dibebaskan dan diterbitkan hgb
(3) Pengembang kesulitan keuangan.

Sembilan, penguasaan rakyat atas tanah-tanah


kawasan hutan dan dimohon haknya, disebabkan karena:
(1) Penguasaan rakyat sudah berlangsung lama
(2) Kondisi faktual lokasi adalah perkampungan lengkap
(3) Tata ruang kabupaten adalah perumahan
(4) ) tercatat dalam register departemen kehutanan
sebagai kawasan hutan.

Kesepuluh, Penguasaan tanah-tanah aset


pemerintah/BUMN oleh rakyat. Adanya permohonan hak
oleh rakyat atas tanah aset instansi/BUMN, menimbulkan
konflik karena:
(1) Tanah aset BUMN (Badan Usaha Milik Negara) asal
nasionalisasi tidak didaftarkan haknya
(2) Tanah aset BUMN asal nasionalisasi tidak
dikuasai/dimanfaatkan dan dikuasai warga
masyarakat menjadi perkampungan
(3) Tanah aset BUMN asal nasionalisasi tidak tercatat
sebagai aset dalam daftar inventarisasi aset di
BUMN/Depkeu
(4) Data kartu eigendom yang ada di kantor pertanahan
tidak menunjukkan adanya hubungan hukum antara
BUMN/instansi pemerintah dengan tanah bekas
eigendom
(5) Tanah aset pemeritah/BUMN yang telah dibebaskan
tidak segera dimanfaatkan, diproses haknya, dokumen
pembebasan tanah tidak lengkap
(6) Pemerintah kurang perhatian terhadap aset-asetnya.

571
Kesebelas, Masalah penguasaan tanah hak milik atas
konversi. Tanah hak milik asal konversi dimohon untuk
dibatalkan oleh rakyat:
(1) Konversi adalah perubahan hak yang terjadi karena
hukum, maka proses konversi tanah bekas eigendom
maupun hak milik adat menjadi hak milik (uupa),
tidak perlu mempertimbangkan keadaan penguasaan
fisik di lapangan
(2) Keadaan fisik tanah hak milik sejak sebelum
dikonversi telah dikuasai rakyat sebagai suatu
perkampungan
(3) Warga masyarakat tidak dapat memohon hak,
pemegang hak milik tidak dapat menggunakan tanah.

 Sengketa Terkait Kasus-Kasus Penetapan dan


Pendaftaran Tanah
Perselisihan yang berhubungan dengan kasus-kasus
penetapan dan pendaftaran tanah, alam hal ini, konflik
disebabkan karena perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai proses penetapan hak dan
pendaftaran tanah yang merugikan pihak lain sehingga
menimbulkan anggapan tidak sahnya penetapan atau
perizinan di bidang pertanahan, seperti:
Pertama, Masalah penetapan hak atas tanah negara.
Kedua, Masalah penetapan hak atas tanah obyek
nasionalisasi.
Ketiga, Masalah penetapan hak atas tanah bekas hak
Barat, antara lain karena:
(1) Tanah negara bekas hak barat dikuasai pihak
lain/rakyat, sehingga rakyat memperoleh prioritas
memohon hak berdasarkan Keppres No. 32/1979
(2) Hak baru diterbitkan kepada pihak lain dengan Surat
Keputusan (SK) bersyarat, jika akan memanfaatkan
tanah harus membebaskan penguasaan masyarakat.

572
Keempat, tanah yang diterbitkan haknya tidak
dimanfaatkan untuk dikuasai tetapi dijadikan jaminan
hutang; dan rakyat berhadapan dengan lelang eksekusi.
Kelima, Masalah pendaftaran konversi hak milik,
seperti:
a) Tanah dikuasai pihak lain/masyarakat
b) Tanah eigendom merupakan milik adat dikonversi
menjadi hak milik meskipun subyek haknya tidak
memenuhi syarat sebagai pemegang hak milik.

Keenam, Masalah tumpang tindih penetapan hak


dan pendaftaran tanah yang sebelumnya telah diterbitkan
hak atas nama pihak lain, meliputi:
(1) Tanah tidak dikuasai pemegang hak yang terbit lebih
dahulu
(2) Hak yang terbit lebih dulu tidak ada peta
pendaftarannya
(3) Kantor Pertanahan tidak memeriksa peta pendaftaran
tanah.

Ketujuh, Masalah tumpang tindih Pendaftaran


Tanah yang sebelumnya telah diterbitkan (sertifikat
pengganti):
(1) Sertifikat asal dijaminkan pada bank
(2) Pemilik sertifikat meminta kantor pertanahan
menerbitkan sertifikat pengganti dengan alasan
sertifikat hilang dibuktikan laporan kehilangan dengan
bersedia di sumpah
(3) Pada buku tanah di kantor pertanahan tidak terdapat
catatan adanya beban hak tanggungan atas tanah yang
dimohon sertifikat pengganti
(4) Ada catatan dibebani hak tanggungan tetapi kantor
pertanahan tidak mengkonfirmasikan dengan kreditur
pemegang hak tanggungan
(5) Sertifikat pengganti diterbitkan dan diumumkan tidak
ada keberatan dari bank kreditur

573
(6) Sertifikat pengganti diperjual-belikan dan diketahui
sertifikat asal tidak hilang ketika bank melakukan
lelang.

Kedelapan, masalah penetapan hak dan pendaftaran


tanah di atas tanah hak aset pemerintah yang telah
berakhir/tdak diperpanjang/diperbaharui:
(1) Sebagian untuk perkampungan sehingga tidak
diperpanjang/diperaharui
(2) Masyarakat memohon hak atas tanah yang dikuasai;
ptpn atas persetujuan menteri negara bumn
mengalihkan kepada pihak lain
(3) Masyarakat mengadukan direktur ptpn dan bumn
kepada kepolisian
(4) Polisi memproses penahanan dengan alasan tidak ada
hak ptpn dan bumn mengalihkan tanah tersebut, dan
berpendapat tanah tersebut bukan lagi aset negara,
karena haknya telah berakhir dan tidak diperpanjang.

Kesembilan, masalah penetapan hak dan


pendaftaran tanah yang masih menjadi obyek
sengketa/perkara/sita:
(1) Tanah masih menjadi obyek perkara didaftarkan
haknya, atau pendaftaran peralihan haknya
(2) Adanya sita tidak/belum dicatat pada buku tanah
sedangkan kantor pertanahan bukan pihak dalam
perkara hingga tidak terdeteksi adanya perkara
(3) Bpn/kantor pertanahan merupakan pihak dalam
perkara akan tetapi kepala kantor pertanahan/kasi pt
berpendapat dapat dilakukan pendaftaran peralihan
karena tidak ada sita
(4) Bpn bukan pihak dalam perkara dan pemberitahuan
sita disampaikan/diterima kantor pertanahan, tetapi
obyek masalah.

574
Kesepuluh, Tumpang tindih penetapan hak karena
perubahan wilayah administratif desa:
(1) Wilayah administrasi Kabupaten/Kota tertentu
mengalami perubahan karena pemekaran wilayah,
sehingga harus ada pelimpahan data administrasi
pertanahan kepada kantor pertanahan wilayah
pemekaran
(2) Pada wilayah kabupaten/kota pemekaran tersebut
ternyata ada bidangbidang tanah atas bidang tanah
tertentu oleh kantor pertanahan kabupaten/kota asal
yang belum ikut diserahkan kepada kantor pertanahan
wilayah pemekaran baru
(3) Bidang tanah yang telah diterbitkan tidak dikuasai
pemegang hak atau kuasanya, melainkan dikuasai
pihak lain tanpa ijin
(4) Pihak yang menguasai tanpa ijin memperoleh surat
keterangan menggarap dari
Desa/Kelurahan/Kecamatan yang baru, dan
mengoperalihkan, serta memohon hak
(5) Karena di kantor pertanahan yang baru tidak tersedia
data administrasi pertanahan bidang tanah tersebut
maka dianggap sebagai tanah Negara, dan
permohonan dikabulkan di terbitkan hak baru,
sehingga tumpang tindih.

 Sengketa Terkait Kasus-Kasus Batas Bidang Tanah


Konflik yang timbul berkaitan dengan letak, batas dan
luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah
ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia maupun yang masih dalam proses penatapan
batas, yang meliputi:
Pertama, Bidang tanah dengan dasar milik adat (girik)
telag dimohon ukur dan diterbitkan surat ukurnya. Tetapi,
bidang tanah yang sama dimohon ukur oleh pihak lain
dengan bukti milik adat (girik) lain dan juga diukur serta
diterbitkan surat ukur. Hal ini menimbulkan
sengketa/konflik karena:
575
(1) Tidak dapat diketahui girik mana yang benar (BPN
tidak dapat menguji kebenaran materil girik)
(2) Bidang tanah yang telah diukur terlebih dahalu tidak
teridentifikasi dalam peta pendaftaran tanah
(3) Bidang tanah yang telah diukur terlebih dahulu telah
teridentifikasi dalam peta, namun permohonan
pengukuran pihak lain kemudian tetap dilayani oleh
kantor pertanahan, dengan alasan yang terdahulu
belum didaftarkan menjadi sertifikat hak atas tanah.

Kedua, bidang tanah dengan dasar milik adat yang


telah dialihkan seluruhnya kepada satu orang dilakukan
pengakuan hak tidak seluas tercantum dalam akta, dan
sisanya ternyata diterbitkan atas nama pihak lain. Ketiga,
bidang tanah diterbitkan haknya oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota tertentu, tetapi kemudian dimohon untuk
dibatalkan karena berada di dalam wilayah administratif
Pemda lain.

 Sengketa Terkait Kasus-Kasus Ganti Rugi Eks Tanah


Partikelir
Berkaitan dengan tanah partikelir, konflik lebih
disebabkan oleh perbedaan persepsi, pendapat,
kepentingan atau nilai mengenai keputusan tentang
kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian
atas tanah partikelir yang dilikuidasi. Ada dua sumber
konflik berkaitan dengan ganti rugi eks tanah partikelir:
Pertama, Masalah tuntutan ganti rugi tanah partikelir
kepada pemerintah, antara lain:
(1) SK ganti rugi dari pemerintah berupa tanah
(2) Penerima SK atau ahli warisnya tidak memenuhi
ketentuan dalam enam bulan memohon pengukuran
tanah yang dikuasai
(3) Penerima SK berpendapat bahwa pemerintahlah yang
menunjuk tanahnya
(4) Sampai puluhan tahun SK tidak ditegaskan
kebatalannya oleh BPN (BPN tidak tegas), sehingga
576
dianggap masih berlaku oleh pemegang SK dan
diperjualbelikan
(5) Tanah telah dikuasai pihak lain dan diterbitkan hak,
sehingga SK tidak mungkin direalisasikan
(6) BPN digugat untuk ganti rugi tanah seluas dimaksud
dalam SK dengan nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
terakhir
(7) Pengadilan berpendapat SK berlaku karena belum
dinyatakan batal
(8) Pemerintah tidak dapat mengganti rugi sesuai NJOP
mengingat harga tanah sudah sedemikian tinggi
(9) Ketentuan mengenai besaran ganti rugi tanah
partikelir sudah tidak sesuai dan belum dicabut.

Kedua, masalah tuntutan ganti rugi tanah partikelir


kepada warga masyarakat:
(1) SK ganti rugi dari pemerintah berupa tanah
(2) Penerima SK atau ahli warisnya tidak memenuhi
ketentuan dalam enam bulan memohon pengukuran
tanah yang dikuasai
(3) Penerima SK berpendapat bahwa pemerintahlah yang
menunjuk tanahnya
(4) Sampai puluhan tahun SK tidak ditegaskan
kebatalannya oleh BPN (BPN tidak tegas), sehingga
dianggap masih berlaku oleh pemegang SK
(5) Tanah telah dikuasai pihak lain, sehingga SK tidak
mungkin direalisasikan
(6) Pemegang SK meminta ganti rugi kepada masyarakat
yang menguasai tanah partikelir dengan berdasarkan
pada SK pemerintah yang belum dibatalkan.

 Sengketa Terkait Kasus-Kasus Tanah Ulayat


Konflik berkaitan dengan tanah ulayat yaitu
perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di atas
areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah

577
maupun yang belum, akan tetapi dikuasao oleh pihak lain.
Konflik tersebut antara lain:
Pertama, masalah penetapan subyek tanah ulayat.
Bidang tanah masyarakat hukum adat tertentu dilepaskan
kepada suatu perusahaan/badan hukum, diklaim kembali
oleh kelompok masyarakat. persoalan yang kemudian
muncul:
(1) Sulit menentukan kelompok masyarakat hukum adat
mana yang mempunyai tanah ulayat
(2) Kelompok masyarakat yang mengklaim kembali
sebagai penguasa tanah ulayat yang telah dilepaskan
adalah kelompok masyarakat yang memenangkan
perang suku melawan kelompok masyarakat hukum
adat yang melepaskan tanah ulayat kepada
perusahaan/badan hukum; penguasaan tanah ulayat
juga ditentukan dari siapa yang menjadi pemegang
perang suku.

Kedua, masalah penetapan obyek tanah ulayat.


Lokasi pusat pemerintahan daerah/pusat kota diakui
sebagai tanah ulayat masyarakat hukum adat tertentu dan
dituntut untuk dikembalikan, karena:
(1) Lokasi pusat pemerintahan pemda tertentu dahulu
adalah tanah ulayat masyarakat hukum adat tertentu,
yang dipinjam oleh pemerintah Hindia Belanda untuk
waktu 100 tahun
(2) Saat ini telah jatuh tempo lebih dari 100 tahun
(3) Perjanjian tersebut benar keberadaannya.

Ketiga, masalah penetapan subyek dan obyek tanah


ulayat. Tanah-tanah perkebunan HGU dituntut untuk
diserahkan kepada kelompok masyarakat tertentu dengan
dasar tanah ulayatnya:
(1) Ketika penerbitan HGU tidak diketahui keberadaan
hak ulayat suatu masyarakat hukum adat

578
(2) Tidak diketahui kebenaran kelompok masyarakat
hukum adat yang mengklaim tanah perkebunan
sebagai ulayatnya
(3) Tidak ada perda yang menetapkan kebenaran subyek
dan obyek tanah ulayat yang diklaim.

 Sengketa Terkait Kasus-Kasus Tanah Obyek


Landreform
Konflik tanah obyek landreform yaitu konflik karena
perbedaan persepsi, nilai, pendapat, atau kepentingan-
kepentingan mengenai prosedur penegasan, status
penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi,
penentuan subyek-subyek dan pembagian tanah obyek
Landreform, yaitu:
Pertama, masalah penetapan subyek tanah
landreform. Adanya perbedaan penggarap di lapangan
dengan petani penerima redistribusi di dalam SK:
(1) Tanah bekas eigendom partikelir/tanah kelebihan
batas maksimum pemilikan/tanah absentee telah
ditegaskan sebagai obyek landreform
(2) Diterbitkan sk redistribusi kepada penggarap
(3) Di kemudian hari ternyata kondisi penggarap tidak
sesuai dengan penggarap yang ditegaskan dalam sk
redistribusi
(4) Penggarap dalam sk redistribusi benar, tetapi sk tidak
sampai kepada penggarap yang diberikan sk, sehingga
yang bersangkutan tidak tahu dan meninggalkan
garapannya. Akibatnya, penggarap atas tanah tersebut
berganti
(5) Sk redistribusi tidak sampai pada penggarap dalam sk
karenan ditahan/tertahan di kelurahan/desa, atau ada
kesengajaan kerjasama dengan bekas pemilik tanah
kelebihan maksimum/absentee untuk dijual kembali
setelah kewajiban penggarap dilunasi
(6) Kantor agrarian/ kantor pertanahan tidak melakukan
kontrol/ pemeriksaan/ pengawasan/ pembinaan dan

579
pengedalian terhadap kebenaran penggarap dan
penerimaan sk redistribusi kepada penggarap
(7) Masalah terjadi ketika dikemudian hari penggarap
penerima sk mengetahui adanya sk redistribusi, dan
penggarap yang terakhir memohon sertifikat, tetapi
tidak dapat diproses karena namanya tidak sesuai.

Kedua, masalah penetapan obyek landreform.


Adanya tuntutan pengembalian tanah obyek landreformasal
tanah kelebihan oleh pihak yang mengaku ahli waris bekas
pemilik tanah:
(1) Tanah kelebihan maksimum menjadi obyek
landreform, dan pemilik harus melapor untuk
ditegaskan redistribusinya
(2) Adanya tanah kelebihan maksimum dilaporkan untuk
diredistribusi, tetapi yang melaporkan bukan pemilik
tanah kelebihan batas maksimum
(3) Setelah ditegaskan redistribusinya dikemudian hari
timbul klaim dari pemilik tanah kelebihan atau ahli
waris, bahwa pemerintah salah menetapkan obyek
redistribusi, karena pemilik belum pernah
melaporkan, dan yang melaporkan letak tanahnya
adalah keliru.

Ketiga, masalah pengembalian tanah yang


ditetapkan sebagai obyek landreform:
(1) Tanah kelebihan/absentee ditegaskan sebagai jalan tol
(2) Tanah diredistribusi kepada penggarap/petani
(3) Sebelum 15 tahun kewajiban belum dilunasi ternyata
oleh penerima redistribus dialihkan kepada pihak lain
yang bukan petani/tidak memenuhi syarat pp no. 224
tahun 1961
(4) Oleh kantor pertanahan bpn diproses penerbitan
haknya melalui mekanisme pemberian hak atas tanah
negara
(5) Bekas pemilik tanah kelebihan menuntut
pengembalian tanah karena penetapan tanah
580
kelebihan sebagai obyek tol tidak sesuai dengan
tujuan semula
(6) BPN tidak melakukan fungsi pengawasan dan
pengendalian tanah-tanah obyek tol. Bisa memberikan
Gambaran secara Prosedural penyelasaian sengketa
pertanahan di luar pengadilan (Non- Ligitasi), melalui
mediasi terhadap kepemilikan sertifikat ganda diatas
Obyek yang sama.

11.1.2 Mediasi Pribadi/ Mandiri.


Penyelesaian sengketa melalui mediasi pribadi,
diatur oleh para pihak itu sendiri dibantu oleh mediator
terkait atau mengikuti pendapat /pandangan para ahli yang
tehnik dan caranya sangat bervariasi, tetapi tujuannya
sama, yaitu membantu para pihak dalam rangka
menegosiasikan persengketaan yang dihadapi dalam rangka
mencapai kesepakatan bersama secara damai dan saling
menguntungkan. Langkah-langkah penyelesaian sengketa
melalui mediasi adalah:
(1) Para Pihak setuju untuk melakukan mediasi, karena
mediasi sifatnya adalah sukarela
(2) Seleksi terhadap mediator,yang dilakukan oleh para
piihak yang bersengketa
(3) Pertemuan Mediator dengan para pihak yang
bersengketa, pertemuan dilakukan oleh mediator
secara terpisah antara pihak yang satu dengan yang
lainnya.

Fase-fase mediasi yang dilakukan sebagai berikut:


(a) Melakukan identifikasi dan penjelasan terhadap
persoalan dan permasalahan
(b) Mengadakan ringkasan terhadap permasalahan dan
membuat agenda untuk didiskusikan
(c) Mendiskusikan setiap permasalahan satu demi satu
(d) kesiapan memecahakan masalah
(e) Kerjasama memecahkan masalah.
(f) Membuat suatu persetujuan tertulis.
581
11.2 Tipologi Sengketa Tanah
Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis
sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang
disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Kantor
pertanahan, secara garis besar pada umumnya
dikelompokkan menjadi:

11.2.1 Penguasaan Tanah Tanpa Hak


Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan
persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status
penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum
dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak
oleh pihak tertentu.

11.2.2 Sengketa Batas dan Sengketa Waris


Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai
kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah
yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten maupun yang masih dalam proses
penetapan batas.
Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas
tanah tertentu yang berasal dari warisan.

11.2.3 Jual Berkali-Kali


Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas
tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih
dari 1 orang.

11.2.4 Sertipikat Ganda


Sertipikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah
tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari
1.

582
11.2.5 Sertipikat Pengganti
Sertipikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai
atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah
tertentu yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah
pengganti.

11.2.6 Akta Jual Beli Palsu


Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai
atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah
tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu.

11.2.7 Kekeliruan Penunjukan Batas


Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan
pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas
bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan
oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
berdasarkan penunjukan batas yang salah.

11.2.8 Tumpang tindih


Tumpang tindih yaitu perbedaan pendapat, nilai
kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah
yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya
tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya. 10. Putusan
Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang
berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau
mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu.

11.3 Tahapan Persiapan dan Pertemuan-


Pertemuan Para Pihak
11.3.1 Tahapan Persiapan
a. Prakarsa mediasi dan keterlibatan mediator.
b. Penapisan. Pengumpulan dan penukaran informasi.
c. Ketentuan Informasi para Pihak.
d. Hubungan dengan para pihak. Pertemuan-pertemuan
awal.

583
e. Kesepakatan untuk menempuh mediasi

11.3.2 Tahapan Pertemuan-Pertemuan Mediasi


a. Pernyataan Pembukaan Awal
b. Penyampaian masalah oleh para pihak
c. Identifikasi hal-hal yang disepakati
d. Perumusan dan penyusunan agenda perundingan
e. Pembahasan masalah-masalah
f. Tawar menawar dan penyelesaian masalah
g. Pertemuan terpisah
h. Pengambilan Keputusan Akhir
i. Akhir dan pernyataan penutupan

11.3.3 Tahapan Pasca Mediasi


a. Telaahan dan pengesahan kesepakatan
b. Sanksi
c. Kewajiban-kewajiban melaporkan
d. Arahan Mediator
e. Kegiatan lain-lain

Ketentuan Pasal 23c Peraturan Presiden RI No.10


Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, yang
mengatakan bahwa Deputi Bidang Pengkajian dan
Penanganan Sengketa dan Konflik pada Badan Pertanahan
Nasional menyelenggarakan fungsi pelaksanaan alternatif
penyelesaian masalah , sengketa dan konflik pertanahan
melalui bentuk mediasi ,fasilitasi dan lainnya. Ketentuan
Pasal 23 Peraturan Presiden No.10 Tahun 2006 merupakan
kebijakan pemerintah untuk menggunakan mediasi sebagai
salah satu cara untuk penyelesaian sengketa pertanahan.
Sebelumnya pendekatan yang dilakukan denga musyawarah
dan mufakat untuk penyelesaan sengketa pertanaahan yang
dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Penggunaan
mediasi baru secara eksplisit ituangkan dalam Peraturan
Presiden No.10 tahun 2006, tidak ada ketentuan hukum
yang rinci tentang penggunaan mediasi dalam konteks
sengketa pertanahan. Ketentuan yang ada hanaya Petunjuk
584
Teknis yang diterbitkan oleh badan pertanahan nasional
No.05/Juknis/D.V/2007 tentang mekanisme pelaksanaan
Mediasi. Salah satu Undang-Undang yang menjadi dasar
adalah Undang-Undang No.30 tahun 1999 tentang arbitrase
dan alternative penyelesaian sengketa, dalam undang-
undang ini secara tegas mengatur bahwa penggunaan
arbitrase maupun alternative penyelesaian sengketa
bersifat sukarela, dengan demikian penggunaan mediasai
untuk sengketa pertanahan juga bersifat suka rela.

11.4 Jenis-Jenis Sengketa Pertanahan


Untuk tujuan operasional sengketa pertanahan
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
(1) Sengketa pertanahan, yaitu sengketa Pertanahan yang
para pihaknya terdiri dari perorangan atau kelompok
(2) Konflik Pertanahan,yaitu Sengketa Pertanahan yang
melibatkan antara pemerintah,institusi atau kelompok
masyarakat adat melawwan kelompok warga
masyarakat secara missal
(3) Perkara Pertanahan, yaitu sengketa pertanahan yang
prosesnya sudah melalui persidangan di pengadilan
dan selanjutnya ditanggani oleh Badan Pertanahan
nasional. Pasal 29 Peraturan Presiden No.63 tahun
2013 mengatur tugas Keduputian V yang membidangi
pengkajian dan Penyelesaian Sengketa dan Konflik
pertanahan, yaitu:
1. Perumusan kebijakan teknis.
2. Pemetaan Masalah sengketa tanah.
3. Penanganan masalah, sengketa dan konflik secara
hukum atau non hukum.
4. Penanganan perkara pertanahan.
5. Pelaksanaan alternative penyelesaian masalah
tanah melalui mediasi.
6. Pelaksanaan Putusan Pengadilan.
7. Penyiapan surat pembatalan dan penghentian
hubungan hukum antara orang/badan hukum

585
dengan tanah sesuai peraturan perundang-
undangan.
8. Pelaksanaan Pengelolaan informasi.
9. Pelaksanaan Pemberian bantuan Hukum.
10. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala
BPN RI.

Pasal 39 ayat (4) Peraturan Kepala Badan


Pertanahan (PERKABAN) No.3 tahun 20011 menyebutkan,
sebelum keputusan penyelesaian ditetapkan dilakukan
gelar perkara, setelah itu baru dilakukan mediasi dengan
para pihak yang bersengketa.di tingkat kanwil BPN ,
penyelesaian sengketa termasuk kedalam bidang
pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik
pertanahan.

586
BAB XII
MEDIASI DI LINGKUP DESA
Mediator untuk menghidupkan kultur paguyuban dan
memberdayakan kearifan lokal dalam mengelola
perselisihan, untuk mewujudkan keadilan restoratif.

12.1 Perdamaian Desa


12.1.1 Perselisihan Warga Masyarakat Adat
Diselesaikan Hakim Perdamaian Desa
Pada umumnya yang menjadi ‘Mediator’ (‘Penengah’
atau ‘Pendamai’) pada masa pemerintahan Belanda dikenal
sebagai ‘Hakim perdamaian desa’ yang diatur dalam Pasal
3a Peraturan Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan Justisi
Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der
Justitie) atau sering disebut RO, intinya, perihal
‘perselisihan antar warga masyarakat adat diselesaikan oleh
Hakim perdamaian desa’. Hakim perdamaian desa tidak
berhak menjatuhkan hukuman. Namun demikian, dalam
banyak perkara, penyelesaian sengketa di akhiri dengan
memberikan hukuman bagi Pelanggarnya.587 Kekuasaan
hakim desa tidak terbatas pada perdamaian saja tetapi
meliputi kekuasaan memutus semua silang sengketa dalam
semua bidang hukum, baik pidana dan perdata. Keadaan itu
baru berubah jika masyarakat hukum adat menundukkan
dirinya pada kekuasaan yang lebih tinggi yang membatasi
atau mengawasi hak-hak kehakiman itu. Hakim-hakim itu
sebagai alat kelengkapan kekuasaan desa selama desa itu
sanggup mempertahankan wajah aslinya. Penyelesaikan

587
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.2. Lihat juga, rujukan Karmawan, Hedar
Laudjeng, Mempertimbangkan Peradilan Adat, Seri Pengembangan Wacana
HUMA, Jakarta, 2003, hlm.8. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en
het Beleid der Justitie atau RO StaatBlaad 1933 No. 102.
587
sengketa melalui perdamaian desa, biasanya yang bertindak
sebagai Hakim Perdamaian Desa, yaitu ‘Kepala Adat’ atau
‘Kepala Rakyat’, yang merupakan Tokoh Adat dan Tokoh
Agama. Kepala Desa tidak hanya bertugas soal
pemerintahan, namun bertugas untuk menyelesaikan
persengketaan yang timbul. Kepala Desa menjalankan
urusan sebagai Hakim Perdamaian Desa (dorpsjutitie).588
‘Kepala rakyat’ bertugas memelihara kehidupan
hukum dalam persekutuan, menjaga supaya hukum itu
dapat berjalan dengan selayaknya. Kegiatan Kepala Rakyat
sehari-hari meliputi seluruh lapangan kehidupan di dalam
masyarakat. ‘Kepala rakyat’ dengan para pembantunya
menyelenggarakan segala hal yang langsung mengenai tata
usaha badan persekutuan, seperti memelihara keperluan
rumah tangga persekutuan: seperti urusan jalan-jalan desa,
pekerjaan desa, pengairan, lumbung desa, urusan tanah
yang dikuasai oleh hak ‘pertuanan desa’. ‘Kepala rakyat’
turut serta dalam menyelesaikan soal-soal:
(1) Perkawinan
(2) Warisan
(3) pemeliharaan anak yatim.589

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945,


seluruh sistem pengadilan dihapus dan diganti dengan
‘Pengadilan Negara’. Pengakuan resmi terhadap sistem
‘Pengadilan Desa’ dan ‘Pemerintahan Swapraja’, yang
bekerja berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951 ditarik, dan diganti dengan Undang-Undang
588
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.2. Lihat juga, rujukan Karmawan,
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.159.
589
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.2. Lihat juga, rujukan Karmawan,
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984,
hlm.65-66
588
Nomor 5 Tahun 1979 tentang “Pemerintahan Desa”. Pada
Undang-Undang Pemerintahan Desa ini tidak diketemukan
nomenklatur ‘Peradilan Desa’.590
Pilihan-pilihan penyelesaian sengketa melalui
mekanisme adat, dapat diikuti dari beberapa contoh
penyelesaian sengketa dalam masyarakat ‘Daya Taman’ di
Kalimantan Barat, yaitu ‘Lembaga Musyawarah Kombong’,
yang menyebabkan jarangnya sengketa dibawa ke luar
lingkungan adat. Perkara yang sudah diselesaikan oleh
pengadilan, diurus lagi berdasarkan adat lingkungan
bersangkutan.591

12.1.2 Bali Sangkepan Desa Adat


Desa-desa Adat di Bali, kekuasaannya dijelmakan
dalam sangkepan atau Rapat Desa Adat, yaitu forum yang
membahas masalah-masalah tertentu yang sedang dihadapi
desa secara musyawarah. Sengketa-sengketa adat yang
bukan perbuatan kriminal, penyelesaiannya dalam usaha
mengembalikan keseimbangan kosmis yang terganggu. Hal
itu diselesaikan melalui sangkepan desa dan ada
kemungkinan penjatuhan sanksi adat kepada pelakunya.
Perbuatan kriminal oleh masyarakat penyelesaiannya
diserahkan kepada sangkepan desa yang dipimpin oleh
Kepala Desa. Namun demikian, perbuatan kriminal serius
tetap diselesaikan melalui peradilan formal.592

590
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.2-3. Lihat juga, rujukan Karmawan,
Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Bina Aksara,
Jakarta, 1981, hlm.10
591
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.3. Lihat juga, rujukan Karmawan, Tambun
Anyang, “Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Musyawarah Kombong
pada Masyarakat Daya Taman”, Journal of Legal Pluralism, 1993, hlm.123.
592
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.3. Lihat juga, rujukan Karmawan, I Made
589
12.1.3 Penyelesaian Sengketa di Sulawesi Selatan
Penyelesaian sengketa di Sulawesi Selatan, tidak
hanya oleh ‘Kepala Masyarakat Hukum’ atau ‘Kepala Desa’
yang berperan untuk menyelesaikan sengketa, namun
bertindak juga selaku Mediator. Pada perkembangannya,
terdapat pula lembaga lain seperti Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa. Ketua kelompok tani, perseorangan,
keluarga, teman sejawat, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut dengan Kepala Desa sebagai mediator. Tempat
penyelesaian bisa di Balai Desa, di kantor LKMD, di ruang
sidang suatu Kantor Pemerintahan, di salah satu rumah
pribadi yang bersengketa, di rumah pihak ketiga, atau di
tempat lain yang disepakati pihak-pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketanya tidak seperti di pengadilan, tetapi
lebih banyak ditempuh melalui perundingan, musyawarah
dan mufakat antara para pihak yang bersengketa sendiri
maupun melalui Mediator. Hukum yang dijadikan pedoman
dalam menyelesaikan sengketa pada umumnya hukum yang
disepakati oleh Para Pihak yang bersengketa, yaitu hukum
ada setempat, hukum antar adat, hukum adat campuran
atau campuran hukum adat dan hukum agama, terutama
Islam.593

12.1.4 Penyelesaian Sengketa di Papua


Penyelesaian sengketa di Papua, melalui mediasi
adat masih kental. Norma-norma adat masih hidup sehingga

Widnyana. “Eksistensi Delik Adat Dalam Pembangunan”, Orasi ilmiah,


Universitas Udayana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,
1999, hlm.19-120.
593
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.3-4. Lihat juga, rujukan Karmawan, M.G.
Ohorella dan Kaimuddin Salle. “Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
pada Masyarakat Pedesaan di Sulawesi Selatan,” dalam Seri Dasar-Dasar
Ekonomi 2: Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, hlm.
108-109.
590
hukum adat masih sangat berperan menyelesaikan masalah
dalam masyarakat. Perselisihan diselesaikan melalui
mediasi adat seperti batas tanah adat antar suku dan batas
tanah antar warga. Untuk masalah-masalah pidana seperti
perzinahan, pemerkosaan, dan pembunuhan dapat
diselesaikan melalui peradilan adat. Penanggungjawab
peradilan adat adalah Ondoafi atau Ondofolo.594

12.1.5 Penyelesaian Sengketa di Kerinci, Sungai Penuh


Sumatera
Penyelesaian Sengketa di Kerinci, Sungai Penuh di
Sumatera untuk peristiwa pembunuhan yang dilakukan
oleh warga, sekalipun dilanjutkan ke Pengadilan Negeri,
akan tetapi ‘keluarga’ pihak pembunuh menempuh pula
upaya pendekatan ke keluarga korban. Hal ini umum
dilakukan masyarakat, akhirnya mereka menempuh
perdamaia adat dan membayar denda adat, luka bapampah,
mati babangun (kalau melukai harus mengobati sampai
sembuh, kalau mengakibatkan matinya orang sipelaku
dihukum membayar denda, seekor kerbau, beras seratus
liter, kain putih dan uang. Putusan ini tidak menjadikan
terdakwa dibebaskan di pengadilan, akan tetapi menjadi
pertimbangan yang meringankan hukumannya.
Penyelesaian seperti itu menghilangkan dendam diantara
keluarga korban dengan keluarga terdakwa.595

12.1.6 Penyelesaian Sengketa di Batak Karo


Penyelesaian sengketa pada masyarakat Batak Karo
juga dikenal penyelesaian sengketa melalui runggun

594
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.4. Lihat juga, rujukan Karmawan, Hedar
Laudjeng, Mempertimbangkan Peradilan Adat, Seri Pengembangan Wacana
HUMA, Jakarta, 2003, hlm.11
595
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.4.
591
(bersidang/berunding dengan cara musyawarah untuk
mencapai kata mufakat). Setiap perselisihan dianggap
sebagai masalah keluarga dan masalah kerabat. Di adat
Karo, setiap masalah harus dibicarakan secara adat dan
dibawa dalam perundingan guna diselesaiankan.596
Runggun dihadiri oleh sangkep sitelu dan tidak memerlukan
waktu lama, tidak berbelit-belit, serta penuh kekeluargaan
dan harmonis. Runggun dapat dikategorikan menyelesaikan
sengketa dengan mediasi.597 Misalnya saja di batak dalam
forum runggun adatnya menyelesaikan sengketa secara
musyawarah dan kekeluargaan, di minang kabau, dikenal
adanya lembaga hakim perdamaian yang secara umum
berperan sebagai mediator dan konsiliator dalam
menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh
masyarakat setempat.

12.1.7 Penyelesaian Sengketa di Sulawesi Selatan


Penyelesaian sengketa di masyarakat keammatoaan
di Sulawesi Selatan masih terdapat peradilan adat, yang
umumnya menyangkut gangguan terhadap perempuan dan
hutan. Gangguan terhadap hutan, sanksi yang dijatuhkan
oleh Ammatoa sangatlah berat, terutama tentu saja menurut
ukuran masyarakat adat. Dulu hukumannya dicambuk yang
disesuaikan tingkatan pelanggarannya. Hukuman terdiri
dari hukuman pokok babbalak pohon di dalam lingkungan

596
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.4. Lihat juga, rujukan Karmawan,
Rehngena Purba, “Penyelesaian Sengketa oleh Runggun Pada Masyarakat
Karo, Makalah, Seminar Membangun Masyarakat Karo Menuju Tahun
2010, Badan Musyawarah Masyarakat Karo (BMMK), Berastagi, Selasa 19
September 2007.
597
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.4. Lihat juga, rujukan Karmawan, Mariah
Rosalina, “Eksistensi Runggun dan Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan Pada Masyarakat Karo”, Penelitian Tesis, Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2000.
592
keramat, tangnga babbalak jika menebang pohon di dalam
lingkungan masyarakat adat, dan cappak babbalak apabila
menebang pohon di lingkungan hak pakai masyarakat adat
tanpa izin yang menguasai tanah.598

12.1.8 Penyelesaian Sengketa di Maluku Tengah


Penyelesaian sengketa di Maluku Tengah untuk
memperoleh hak mewaris atas tanah dati. Permohonan
diajukan oleh kedua belah pihak dengan meminta bantuan
Kepala Desa sebagai Mediator. Para pihak dapat menerima
dan menyetujui kesepakatan serta persoalan dinyatakan
selesai.599 Kepala Desa dipandang sebagai Bapak Rakyat
yang memimpin pergaulan hidup bermasyarakat. Kepala
Desa berkewajiban memelihara kehidupan hukum di dalam
persekutuan dan menjaga hukum itu supaya dapat berjalan
semestinya.600

12.1.9 Penyelesaian Sengketa di Minangkabau


Penyelesaian sengketa pada masyarakat
Minangkabau dilakukan oleh mamak kepala waris pada

598
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.4-5. Lihat juga, rujukan Karmawan,
Kaimuddin Sale, “Hukum Adat Suatu Kebanggaan yang Tidak Perlu
Dipertanyakan Lagi”. Jurnal Hukum Amanna Gappa, 2009, hlm. 237-262.
599
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.5. Lihat juga, rujukan Karmawan, Valerine
J.L. Kriekhoff. Mediasi: Tinjauan dari segi Antropologi Hukum. Bunga
Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001, hlm.227-230. ‘Tanah dati’
merupakan tanah yang dikuasai oleh kelompok kekerabatan yang bersifat
patrilineal atau disebut juga tanah petuanan kelompok dati di Maluku
Tengah.
600
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.5. Lihat juga, rujukan Karmawan,
Soepomo, Sejarah Politik Hukum Adat: dari Zaman Kompeni Sehingga
Tahun 1946, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm.65.

593
tingkatan rumah gadang.601 ‘Mamak Kepala Waris’ selaku
Mediator mempunyai wewenang untuk memberikan
putusan atas perkara yang dibawa kepadanya. Mamak
Kepala Waris yang bertindak selaku Mediator berwenang
memberikan putusan:
(1) Tungganai atau mamak kepala waris pada tingkatan
rumah gadang
(2) Mamak kepala kaum pada tingkat kaum
(3) Penghulu suku pada tingkat suku
(4) Penghulu-penghulu fungsionaris pada tingkatan
nagari.

Fungsionaris berperan pada penyelesaian sengketa,


baik sebagai Penengah, setara dengan Arbiter atau Hakim;
atau tanpa kewenangan memutus, seperti halnya
Mediator.602Pelembagaan penyelesaian sengketa ditingkat
Nagari berguna untuk penyelesaian sengketa antar sesama
warga. Masyarakat tidak perlu menggunakan jalur
pengadilan yang rumit dan memakan waktu lama serta

601
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.5. Lihat juga, rujukan Karmawan,
http://pakguruonline.pendidikan. net/sjh_pdd_sumbar_ frameset .html,
diakses tanggal 8 Mei 2013, bahwa ‘Rumah gadang’ merupakan suatu rumah
yang ditempati secara bersama mulai dari nenek, saudara perempuan nenek,
ibu, saudara perempuan ibu, anak-anak perempuan, dan anggota keluarga
yang laki-laki yang belum kawin. Setiap rumah gadang mempunyai seorang
kepala yang dinamai tungganai (mamak kepala waris) yang juga disebut
sebagai mamak rumah. Yang ditunjuk sebagi tungganai adalah anggota
keluarga laki-laki yang tertua atau anggota keluarga laki-laki lain yang
ditunjuk secara bersama oleh seluruh anggota keluarga rumah gadang
tesebut “Budaya Masyarakat Sumatera Barat”.
602
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.5. Lihat juga, rujukan Karmawan, Takdir
Rahmadi dan Achmad Romsan. “Teknik Mediasi Tradisional Dalam
Masyarakat Adat Minangkabau Sumatera Barat dan Masyarakat Adat Di
Dataran Tinggi, Sumatera Selatan”. Journal Indonesian Center For
Environmental Law (ICEL) The Ford Foundation 1997-1998.
594
berujung dendam dan akhirnya jauh dari rasa aman dan
tentram.603 Masyarakat Sumatera Barat sering menghadapi
sengketa adat (sako dan pusako) di tingkat Kaum, Suku dan
Nagari. Keberadaan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dianggap
belum mampu memberikan sesuatu yang lebih dalam
penyelesaian sengketa secara adil.604

12.1.10 Penyelesaian Sengketa di Lombok Barat


Penyelesaian sengketa pada masyarakat suku Sasak di
Lombok Barat, diselesaikan oleh kerama gubuk yaitu pihak
yang memiliki pengaruh secara sosial.605 Kerama gubuk
merupakan intitusi adat dengan anggota-anggotanya, baik
pimpinan formal seperti kepala pemerintahan
kampung/keliang bersama perangkatnya, atau pimpinan
non formal, seperti pemuka agama/penghulu, pemuka adat,
dan cerdik pandai). Pada budaya suku sasak Bayan dikenal
dengan lembaga pemusungan atau majelis pemusung, yaitu
suatu otoritas lokal yang berada di bawah kontrol
pemangku adat Bayan. Fungsi utama pranata adat suku

603
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.5-6. Lihat juga, rujukan Karmawan, Gusri
E. Tnk. Bagindo Ali, “Progres Report Penelitian Pengembangan Balai
Mediasi Desa Nagari Sumatera
Barat,”http://gusrie.blogspot.com/2013/09/progress-
reportpenelitianpengembangan. html, diakses 27 Oktober 2013.
604
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.6 Lihat juga, rujukan Karmawan, 17 Vino
Oktavia M, “Menggagas Penyelesaian Sengketa Alernatif di Nagari”,
http://vinomancun.blogspot.com/2008/09/mengagas
mekanismepenyelesaian.html, diakses 8 Juni 2013
605
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.6 Lihat juga, rujukan Karmawan, Idrus
Abdullah, “Penyelesaian Sengketa Melalui Mekanisme Pranata Lokal: Studi
Kasus Dalam Dimensi Pluralisme hukum Pada Area Suku Sasak di Lombok
Barat”, Disertasi, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, 2002, hlm.21.
595
Sasak, yaitu untuk memusyawarahkan kebijakan-kebijakan
berkenaan dengan kasus-kasus adat yang timbul, seperti
perkawinan adat merari atau ‘kawin lari’, zinah, warisan,
serta pelanggaran adat lain.606

12.1.11 Penyelesaian Sengketa di Aceh


Penyelesaian Sengketa di Aceh, berupa penyelesaian
dengan menggunakan Dong Teungoh (Penengah/Mediator).
Pada proses ini para tokoh adat, tokoh masyarakat, atau
aparatur desa. Yang dilakukan Dong Teugoh belum
sepenuhnya merujuk kepada Mediasi yang sesungguhnya.
Sebabnya, para penengah ini kurang bersikap netral.607
Perselisihan sengketa di Aceh diselesaikan ra tokoh adat
dan tokoh masyarakat cepat dan relatif tidak berbiaya.
Kadang sengketa di tingkat adat, penyelesaiannya kurang
memuaskan salah satu pihak. Penengah cenderung tidak
netral, akibat adanya tekanan dari salah satu pihak atau juga
karena bias pemahaman tentang posisi masalah yang
disengketakan.608

606
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.6 Lihat juga, rujukan Karmawan, Idrus
Abdullah, “Penyelesaian Sengketa Melalui Mekanisme Pranata Lokal: Studi
Kasus Dalam Dimensi Pluralisme hukum Pada Area Suku Sasak di Lombok
Barat”, Disertasi, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, 2002, hlm.21.
607
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.6 Lihat juga, rujukan Karmawan, “Mediasi
Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”, http://www.idlo.int./banda
acehawarenes .htm, diakses 20 Juli 2013.
608
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.6 Lihat juga, rujukan Karmawan, Yayasan
Mediasi Aceh Indonesia (YMAI), http://www.idlo.int./banda acehawarenes
.htm, diakses 20 Juli 2013.
596
12.1.12 Penyelesaian Sengketa di Banjar
Penyelesaian Sengketa di Banjar, yaitu adat badamai
merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang
lazim dilakukan oleh masyarakat Banjar pada perkara
keperdataan disebut basuluh atau ishlah. Adat badamai
bermakna sebagai hasil proses ‘perembukan’ atau
‘musyawarah’ guna mencapai suatu keputusan sebagai
penyelesaian dari suatu masalah. Badamai dilakukan untuk
menghindari persengketaan yang dapat membahayakan
tatanan sosial. Putusan Badamai yang dihasilkan melalui
mekanisme musyawarah merupakan upaya alternatif dalam
mencari jalan keluar guna memecahkan persoalan yang
terjadi dalam masyarakat. Pada pelanggaran susila atau
pelanggaran lalu lintas dan peristiwa tindak kekerasan,
perkelahian, penganiayaan dan masalah-masalah
menyangkut pidana, dikenal dengan sebutan badamai,
baparbaik atau babaikan, baakuran, bapatut atau mamatut.
Secara umum sebutan yang digunakan mengacu pada adat
badamai.609

12.1.13 Belajar dari Desa Pensiun di Queensland


Terdapat lebih dari 250 desa pensiun di seluruh
Queensland. Untuk tinggal di desa, para pensiun harus
terdaftar, Mereka harus menandatangani kontrak tempat
tinggal dan membayar kontribusi hanya satu kali. Sebagai
imbalannya, Mereka berhak untuk tinggal di unit desa dan
mengakses satu atau lebih layanan dengan biaya
berkelanjutan. Terkadang terjadi ketidaksepakatan tentang
kontrak tempat tinggal antara warga dan pengelola desa
pensiunan. Untuk membantu menyelesaikan perselisihan
Desa Pensiun, dapat mengikuti proses tiga langkah ini.

609
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan Praktiknya di
Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial
Budaya, Vol.13, No.1, 2019, hlm.6 Lihat juga, rujukan Karmawan,
Muhammad Koesno, “Musyawarah” dalam Miriam Budiardjo (Ed.),
Masalah Kenegaraan, Bumi Aksara, Jakarta, 1971, hlm. 551.
597
Langkah 1 – Negosiasi Internal
Anda diharuskan untuk terlebih dahulu mencoba
menyelesaikan perselisihan di dalam desa. Menulis ke pihak
lain yang menyatakan perselisihan Anda dan mencalonkan
tanggal untuk pertemuan. Beri mereka pemberitahuan
setidaknya 14 hari. Pihak lain harus menanggapi secara
tertulis dalam waktu tujuh hari setelah menerima
pemberitahuan. Kemudian pada hari pencalonan, atau hari
lain dalam waktu 7 hari setelah hari pencalonan dan
disepakati oleh para pihak, Anda harus bertemu untuk
menyelesaikan perselisihan. Anda juga dapat menghubungi
Pusat Penyelesaian Sengketa, yang menawarkan layanan
mediasi rahasia dan tidak memihak gratis untuk membantu
menyelesaikan perselisihan Anda.

Langkah 2 - Mediasi
Jika Anda tidak dapat menyelesaikan sengketa Anda
melalui negosiasi internal, Anda dapat mengajukan
permohonan untuk menghadiri mediasi di QCAT dengan
mengisi Formulir 3 - Pemberitahuan sengketa untuk
rujukan ke mediasi – Retirement Villages Act 1999. Biaya
aplikasi harus dibayar. Seorang Mediator akan ditunjuk
dalam waktu 14 hari, dan mereka akan memberi Anda
pemberitahuan tujuh hari tentang tanggal, waktu dan lokasi
pertemuan. Mediasi bersifat pribadi dan tidak ada catatan
yang disimpan. Pengacara dapat mewakili Anda dan pihak
lain kecuali jika mediator yakin salah satu pihak tidak boleh
diwakili. Orang lain juga dapat bergabung dalam mediasi
jika mediator yakin bahwa mereka memiliki kepentingan
yang relevan dalam menyelesaikan sengketa. Namun, orang-
orang ini tidak menjadi pihak yang bersengketa. Jika Anda
berdua mencapai kesepakatan, mediator mencatat
kesepakatan, Anda berdua menandatanganinya, dan
mediator memberikan salinannya kepada QCAT.

598
Langkah 3 – Mendengar
Jika perselisihan tidak diselesaikan melalui mediasi,
mereka dapat mengajukan permohonan kepada QCAT
untuk diadakannya sidang dengan mengisi Formulir 31 -
Permohonan untuk sidang pengadilan Undang-Undang Desa
Pensiun 1999 (Retirement Villages Act). Biaya aplikasi harus
dibayar. Pengecualian dari proses tiga langkah. Dalam
beberapa keadaan, mereka dapat mengajukan permohonan
ke QCAT untuk sidang tanpa melalui langkah 1 dan 2.

Ini termasuk ketika operator:


 mengancam untuk mengeluarkan atau benar-benar
mengeluarkan penduduk dari desa pensiun
 mengancam untuk menghilangkan atau benar-benar
merampas hak penduduk untuk tinggal di desa
 mengancam untuk membatasi atau benar-benar
membatasi penggunaan tanah desa pensiun oleh
penduduk
 memberikan dokumen palsu atau menyesatkan
kepada penduduk yang merugikan keuangan
penduduk;
 gagal memenuhi persyaratan terkait hak keluar dan
penjualan kembali unit, dan Anda dirugikan secara
material oleh kegagalan tersebut.

599
BAB XIII
PERAN DAN KONTRIBUSI
PEMBINGKAIAN DALAM MEDIASI
Pembingkaian ulang sebagai teknik “... untuk
mengubah pengaturan atau sudut pandang konseptual
dan/atau emosional dalam kaitannya dengan situasi yang
dialami dan menempatkannya dalam bingkai lain yang
sesuai dengan ‘fakta’ dari situasi konkret, yang sama secara
setara, baik, atau bahkan lebih baik, dan dengan demikian
mengubah seluruh maknanya. (Colin Rule, “Reframing”,).
Pembingkaian ulang untuk membantu para pihak
mengubah sikap dan perilaku bermasalah. Gagasan di balik
pembingkaian ulang yaitu untuk mengubah pengaturan atau
sudut pandang konseptual dan/atau emosional dalam
kaitannya dengan situasi yang dialami dan
menempatkannya dalam bingkai lain yang sesuai dengan
kejadian dari situasi konkret yang sama, sama baiknya, atau
bahkan lebih baik, dan dengan demikian mengubah seluruh
maknanya.610 Salah satu keterampilan inti Mediator adalah
teknik yang disebut ‘pembingkaian ulang atau reframing.
Pembingkaian ulang sebagai teknik "... untuk mengubah
pengaturan atau sudut pandang konseptual dan/atau
emosional dalam kaitannya dengan situasi yang dialami dan
menempatkannya dalam bingkai lain yang sesuai dengan
fakta dari situasi konkret yang sama secara setara. baik,
atau bahkan lebih baik, dan dengan demikian mengubah
seluruh maknanya.” Sederhananya, pembingkaian ulang
membantu orang melihat sesuatu dari perspektif yang
berbeda.611

610
Peter Blanciak, “Reframing: The Essence of Mediation”, August 2002,
https://www.mediate.com/
611
Colin Rule, “Reframing”, July 2018, https://www.mediate.com/
600
13.1 Pembingkaian Ulang: Dari Berbeda
Menjadi Mencari Hal-Hal Sama
Manusia memiliki kecenderungan yang interen untuk
menjadi rasional dan irasional dan bahwa gangguan
perilaku dapat terjadi karena kesalahan dalam berpikir.
Pembingkaian ulang (reframing) memotret ulang suatu
kejadian dengan mengubah sudut pandang, tanpa
mengubah kejadiannya itu sendiri. Framing digunakan
sebagai alat untuk membingkai kembali masa lalu yang
dianggap sebagai penyebab dari keadaan mentalnya saat ini.
Reframing sering digunakan sebagai teknik mempengaruhi
dalam membantu menolong meyakinkan seseorang untuk
melihat beberapa gambaran atau ide dari pandangan yang
berbeda. Ferdina Nur Fitria mengutip Corey, Donald,
Watzlawik mengenai ‘pembingkaian ulang’. Corey
berpendapat reframing, mengubah sudut pandang
konseptual atau emosional terhadap suatu situasi dan
mengubah maknanya dengan meletakkannya dalam suatu
kerangka kerja kontekstual lain yang juga cocok dengan
fakta-fakta yang sama dari situasi aslinya. Donald
Meichanbeum menyebut reframing mengubah konsep atau
setting emosi atau cara pandang dalam kaitannya dengan
suatu peristiwa dan menempatkannya di frame atau bingkai
yang sama baiknya atau bahkan yang lebih baik untuk
mengubah seluruh maknanya. Sementara Watzlawik
Weakland menegaskan, reframing adalah membingkai
ulang. Artinya mengubah konsepsi atau cara pandang dalam
hubungannya terhadap situasi yang telah dialami dan
meletakkannya dibingkai lain yang sesuai dengan fakta-
fakta dari situasi konkret yang sama baik atau lebih baik.612

612
Ferdina Nur Fitria, “Pengaruh Konseling Kelompok Dengan Teknik
Reframing Untuk Mengubah Sudut Pandang Negatif Peserta Didik Terhadap
Guru Bimbingan Konseling Kelas XI Sekolah Menengah Atas, Penelitian,
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan, Lampung, 2019, hlm.32-
33.
601
Kegiatan membingkai ulang (reframing) suatu
peristiwa untuk mengubah emosi negatif menjadi positif inil
disebut sebagai teknik reframing. Pada pelaksanannya,
teknik reframing ini menggunakan persepsi dalam
mengubah emosi dan perilaku negatif. Persepsi sendiri
merupakan sebuah proses memperoleh, menangkap, dan
menafsirkan informasi dengan menggunakan panca indra.
Persepsi melibatkan sudut pandang yang ada pada diri
seseorang dalam menafsirkan sensasi atau informasi.
Melalui teknik reframing, saat emosi negatif datang, namun
persepsi yang ditimbulkan positif. Reaksi yang dihasilkan
dapat bersifat positif. Sebagai contoh, saat berada di
pandemi ini, beberapa orang akan merasa bahwa kehadiran
pandemi ini ‘merusak kebahagiaan’ (emosi negatif), tetapi
persepsi yang ditafsirkan dari kehadiran ini ditanggapi
dengan keyakinan bahwa pandemi ini adalah waktu yang
tepat untuk mengenal diri sendiri (persepsi), sehingga hasil
dari keyakinan yang ditanami ini adalah rasa damai, tenang,
dan bahagia (reaksi).613 Reframing merupakan metode yang
membantu seseorang melihat sebuah keadaan dengan cara
berbeda sehingga bisa menghasilkan respon terbaik.
Reframing merupakan teknik membingkai ulang suatu
peristiwa dengan sudut pandang yang lebih positif. Teknik
ini bermain di area persepsi seseorang untuk mengubah
emosi dan perilaku negatif.614

a. Konsep/ Pengertian Refreming dan Implementasinya


Framing dimaknai sebagai mengklarifikasi dan
mengkristalkan masalah atau situasi. Isinya terdiri dari
penyusunan hipotesis, pernyataan masalah, penentuan
sudut pandang, dan menentukan relevansi isu-isu tertentu.

613
Tasya Rahmani Puspa Pertiwi, “Teknik Reframing: Solusi Untuk
Mengubah Emosi dan Persepsi Negatif Kala Pandemi”, diunduh dari
https://kumparan.com/tasyarahmani01/
614
Gita Lovusa, “Sesederhana Re-framing”, kompasiana.com, diakses pada
hari sabtu, 28 Juni 2018, 16:36,
https://www.kompasiana.com/lovusa/5b34a497cf01b466d37fd662/
602
Tujuan pembingkaian guna mengatur dan mengungkapkan
pengetahuan seputar masalah-masalah yang relevan dari
Klien, untuk sampai ke akarnya, dan membangun
pemahaman bersama tentang masalah-masalah tersebut.
Setelah bingkai ini dibuat, desainer dan fasilitator berada
dalam posisi yang lebih baik untuk mengatasi masalah yang
telah didefinisikan ulang itu. Kadang-kadang, pembingkaian
ulang dari pandangan masalah yang ada diperlukan,
terutama ketika bingkai saat ini menjadi merugikan
resolusinya. Pembingkaian kembali mengacu pada proses
mengubah dan merefleksikan pada bingkai untuk
menciptakan wawasan baru atau bingkai dengan makna
baru. Membingkai ulang merupakan pendekatan yang
sangat efektif untuk memecahkan masalah dalam praktik
desain dan sesi fasilitasi, terutama ketika ada
ketidaksejajaran dalam suatu proyek atau tidak adanya
penerimaan, ketika bingkai aslinya terlalu kompleks, terlalu
kabur, dan tidak fokus pada kelompok sasaran atau tidak
dapat mengatasi masalah yang lebih dalam dari masalah
yang dihadapi. Dengan menerima bahwa definisi masalah
belum diperbaiki di awal suatu proyek dan bahwa
seseorang dapat kembali dan maju untuk mendefinisikan
ulang, pembingkaian ulang merupakan fenomena yang erat
terkait dengan ko-evolusi. Pada model ko-evolusi, ruang
masalah dan solusi berkembang bersama-sama untuk
membentuk pemahaman baru yang berulang, atau
kerangka, tentang apa yang mungkin menjadi masalah, dan
selanjutnya mencari solusinya.615
Setiap orang mempunyai perspektif-perspektif yang
berbeda, dan cara orang lain memandang segala sesuatu
mungkin berbeda dengan cara yang lain memandang segala
sesuatu. Sebuah frame dapat merujuk kepada suatu
keyakinan, apa yang membatasi pandangan seseorang
615
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.380.
603
tentang dunia kenyataan mengenai sesuatu hal. Mereka
menginterpretasikan peristiwa-peristiwa saat mereka
melihatnya, akan tetapi yang sering terjadi adalah mereka
melihatnya dari posisi mereka yang sedang mengalami
depresi atau harga diri rendah. Terkait dengan hal tersebut,
refreming dapat mengubah cara pandang peristiwa-
peristiwa atau situasi dengan mengubah kerangka pandang
(reframing) gambaran yang dijelaskan. Reframing sendiri
merupakan teknik yang bertujuan untuk mengorganisasi
konten emosi yang dipikirkannya dan membingkai kembali
ke arah pikiran yang rasional, sehingga dapat mengerti
berbagai sudut pandang dalam konsep diri/konsep kognitif
dalam berbagai situasi. Pandangan tentang manusia
menurut teknik ini bahwa manusia didominasi oleh prinsip-
prinsip yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran
berinteraksi di dalam jiwa.616
Suatu kasus serupa, sebagaimana dikutip Tasya
Rahmani dari Zainul Anwar. berdasarkan kisah nyata yang
mengeluhkan tentang suatu hal yang berkaitan dengan
anak-anak. Kasus ini merupakan keluhan dari seorang ibu
kepada Virginia Satir yang merupakan seorang Psikolog
yang menginspirasi Binder dan John Adler untuk membuat
NLP atau Neuro Linguistic Programming. Seorang ibu yang
datang kepada Virginia mengeluhkan kebersihan karpetnya
yang sering dikotori oleh empat orang anak dan suaminya
melalui jejak kaki yang melekat di karpet. Melihat karpet
yang kotor inilah yang membuatnya marah berkepanjangan.
Mendengar keluhan yang disampaikan ini, Virginia Satir
menyarankannya untuk menutup mata dan membayangkan
karpet dan rumahnya yang bersih. Sang ibu menanggapi
pernyataan dari Virginia Satir dengan senyum yang
mengembang dan raut wajah yang senang. Akan tetapi,
Virginia Satir melanjutkan pernyataan tersebut dengan
616
Ferdina Nur Fitria, “Pengaruh Konseling Kelompok Dengan Teknik
Reframing Untuk Mengubah Sudut Pandang Negatif Peserta Didik Terhadap
Guru Bimbingan Konseling, Penelitian, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Raden Intan, Lampung, 2019, hlm.31-32.
604
mengatakan bahwa karpet yang bersih menandakan tidak
adanya anak-anak dan suami yang dicintai menghiasi rumah
mereka. Sedangkan, karpet yang kotor menandakan adanya
kehadiran orang-orang yang dicintai dengan kehangatan
yang diberikan mereka. Sang ibu merasa senang atas
pernyataan yang diberikan oleh Virginia Satir dan mulai
mensyukuri karpet yang kotor tersebut karena menandakan
orang-orang yang Ia cintai bersamanya.617
Seperti halnya kasus pembelajaran jarak jauh, melalui
teknik reframing, kehadiran pembelajaran jarak jauh
menurut Ratih Zulhaqqi seperti dikutip Tasya Rahmani,
dapat dimaknai sebagai kesempatan untuk mengenal lebih
dalam anggota keluarga dan meningkatkan kemampuan
menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama. Tidak
hanya pada kasus pembelajaran jarak jauh saja, masalah-
masalah lain yang timbul akibat dari pandemi ini bisa
disesuaikan dengan teknik reframing. Cara menafsirkan
masalah menurut Wira Arjuna, seperti sakit yaitu kondisi
atau upaya tubuh untuk menyeimbangkan metabolisme
tubuh agar saya mendapatkan kesehatan yang lebih baik;
suli, kesulitan yang dihadapi ini merupakan bayaran yang
harus dilakukan karena untuk mendapatkan sesuatu yang
besar dan berharga tidaklah mudah; kematian, keyakinan
seseorang yang dipanggil Tuhan akan terbebas dari
kehidupan yang penat dan menyesakkan; PHK atau
pemutusan hubungan kerja ini merupakan kesempatan saya
untuk beralih kepada profesi yang lebih menjanjikan akan
kesuksesan atau mencoba peluang untuk membuka
usaha.618
Bagaimanakah cara mengubah perilaku negatif dengan
menggunakan teknik reframing ini? mengutip Bandler dan

617
Tasya Rahmani Puspa Pertiwi, “Teknik Reframing: Solusi Untuk
Mengubah Emosi dan Persepsi Negatif Kala Pandemi”, diunduh dari
https://kumparan.com/tasyarahmani01/
618
Tasya Rahmani Puspa Pertiwi, “Teknik Reframing: Solusi Untuk
Mengubah Emosi dan Persepsi Negatif Kala Pandemi”, diunduh dari
https://kumparan.com/tasyarahmani01/
605
Grinder, Tasya Rahmani menyebut enam langkah mudah
dalam menerapkan teknik reframing, yaitu: (1)
mengindentifikasi jenis perilaku yang akan diubah.
Contohnya, saya ingin mengubah perilaku A, tetapi saya
tidak bisa; (2) mengkomunikasikan bagian yang
bertanggung jawab dari diri untuk mengubah perilaku A.
Contohnya apakah bagian diri saya akan berkomunikasi
secara sadar dengan diri saya untuk mengubah A?; (3)
memberikan pertanyaan tentang tujuan positif mengubah
perilaku A kepada bagian diri sendiri; (4) membuat
alternatif perilaku lain yang positif dengan menggunakan
kreativitas yang ada pada diri sendiri; (5) mempertanyakan
diri sendiri apakah bersedia mengubah perilaku A tersebut
dengan alternatif yang baru; dan (6) mempertanyakan diri
sendiri apakah alternatif tersebut menggangu fungsi tubuh
yang lain.619
Penting untuk adanya penjelasan, bagaimana sejatinya
mengkonstruksikan kembali (reframin) dalam bentuk
mediasi melalui suatu analisis framing. Konsep pembikaian
ulang dalam suatu mediasi merupakan suatu bentuk dialog
yang dibingkai secara konstruktif. Dalam dinamika konflik,
proses mediasi menjadi bagian yang paling menentukan
dalam proses pemecahan masalah. Bagaimana seorang
mediator mampu membingkai ulang konsep mediasi ini
dengan memberdayakan pihak-pihak yang berkonflik untuk
dapat keluar dari masalah tanpa harus memperburuk
situasi. Mediator bukanlah pengambil keputusan dari
proses negosiasi, akan tetapi seorang Mediator mampu
mencari solusi terhadap permasalahan yang bersifat
konstruktif dan kooperatif sesuai dengan
kemampuannya.620

619
Tasya Rahmani Puspa Pertiwi, “Teknik Reframing: Solusi Untuk
Mengubah Emosi dan Persepsi Negatif Kala Pandemi”, diunduh dari
https://kumparan.com/tasyarahmani01/
620
Syaiful Anam & Rezki Satris, “Reframing in Conflict Mediation:
Empowering Parties or Manipulating Decision-Making?” , Islamic World
and Politics, Vol. 4. No.1, 2019, hlm.86.
606
b. Teknik Untuk Mengatakan Kembali Secara Lebih
Konstruktif
Salah satu keterampilan inti dalam tool box bagi
seorang Mediator adalah teknik yang disebut ‘pembingkaian
ulang’. Milton Erickson sebagaimana dikutip Colin Rule,621
menggambarkan pembingkaian ulang sebagai teknik
“...untuk mengubah pengaturan atau sudut pandang
konseptual dan/atau emosional dalam kaitannya dengan
situasi yang dialami dan menempatkannya dalam ‘bingkai
lain’ yang sesuai dengan ‘fakta’ dari situasi konkret yang
sama secara setara. baik, atau bahkan lebih baik, dan
dengan demikian mengubah seluruh maknanya.”
Sederhananya, pembingkaian ulang membantu orang
melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda.622
Colin Rule mengumpamakan, seorang Mediator
menengahi perselisihan antara tetangga atas seekor anjing
yang terus-menerus menggali kebun tetangga. Seorang
tetangga (Bob) berkata, “Frank, dengan Tuhan sebagai saksi
621
Colin Rule adalah CEO Resourceful Internet Solutions, Inc. ("RIS"),
rumah dari Mediate.com, MediateUniversity.com, Arbitrate.com,
CaseloadManager.com dan sejumlah inisiatif penyelesaian sengketa online
terkemuka lainnya. Colin adalah Wakil Presiden untuk Penyelesaian
Sengketa Online (Online Dispute Resolution) di Tyler Technologies (2017-
2020). Tyler mengakuisisi Modria.com, penyedia ODR yang didirikan
bersama oleh Colin, pada 2017. Sebelumnya, dari 2003 hingga 2011, Colin
adalah Direktur Penyelesaian Sengketa Online untuk eBay dan PayPal.
Selanjutnya, Colin mendirikan Online Resolution pada tahun 1999, salah
satu penyedia resolusi sengketa online (Online Dispute Resolution/ ODR)
pertama, dan menjabat sebagai CEO dan Presidennya. Colin juga bekerja
selama beberapa tahun dengan National Institute for Dispute Resolution di
Washington, D.C. dan Consensus Building Institute di Cambridge, MA.
Colin adalah penulis Online Dispute Resolution for Business, yang
diterbitkan oleh Jossey-Bass pada September 2002, dan rekan penulis The
New Handshake: Online Dispute Resolution and the Future of Consumer
Protection, yang diterbitkan oleh ABA pada 2017. Colin menerima yang
pertama Frank Sander Award untuk Inovasi dalam ADR dari American Bar
Association pada 2020, dan Mary Parker Follett Award dari Association for
Conflict Resolution (ACR) pada 2013.
622
Colin Rule, “Reframing”, July 2018, https://www.mediate.com/
607
saya, jika anjing Anda datang ke halaman saya dan menggali
umbi tulip saya, Tulip Fosteriana yang saya kirim ke sini
dari Eropa, yang saya tanam sepanjang akhir pekan di
setengah lingkaran dengan jarak yang sempurna, saya akan
menuntut Anda untuk semua yang Anda hargai”. Sebagai
Mediator, dapat membingkai ulang itu sebagai, “Bob, apa
yang saya dengar Anda mengatakan anjingnya Frank datang
ke halaman Anda dan menggali penanaman yang telah Anda
kerjakan dengan sangat keras, Anda menjadi frustrasi dan
kesal, dan Anda ingin mencari solusi”. Mediator tidak
mengatakan sesuatu yang secara substantif berbeda dari
apa yang dikatakan tetangga (walaupun ia mungkin
mengabaikan bagian tentang gugatan untuk saat ini.) Tetapi
dengan membingkai ulang komentar dengan tujuan
menemukan penyelesaian masalah (mis. pagar untuk
menjaga anjing di halamannya sendiri, atau melatih anjing
untuk tidak menggali bunga tulip) Mediator dapat
membantu para pihak bergerak ke arah yang benar.623
Seorang Mediator yang sangat berpengalaman pernah
mengatakan bahwa mediasi adalah ‘manipulasi yang baik’,
dan itulah semacam pembingkaian ulang: mendesak Para
Pihak menuju perspektif tertentu yang memungkinkan
solusi yang disepakati bersama. Mediator dilatih untuk
menggunakan sesuatu yang disebut pembingkaian ulang
positif. Membantu para pihak membayangkan dan
mengembangkan solusi yang dapat diterima bersama.
Setelah mengetahui apa itu pembingkaian ulang, maka akan
melihatnya di mana-mana. Namun tidak semua
pembingkaian ulang itu positif. Sayangnya, kebanyakan
reframing yang terjadi di media adalah reframing negatif.
Tokoh media dapat menggunakan pembingkaian ulang
untuk membuat lawan mereka terlihat konyol atau tidak
peka. Seringkali argumen yang lebih kompleks dibingkai
ulang menjadi pernyataan yang lebih sederhana yang
mudah dibantah atau didelegitimasi. Secara sepintas terlihat

623
Colin Rule, “Reframing”, July 2018, https://www.mediate.com/
608
di media ditemukan teknik ini sebagai sangat biasa.
Misalnya, pertimbangkan diskusi sensitif tentang mengapa
jumlah Ph.D. ilmu komputer perempuan lebih sedikit
daripada laki-laki pada mahasiswa di Amerika Serikat.
Seseorang mungkin berkata, “Alasan untuk perbedaan ini
mungkin karena kurangnya panutan untuk anak perempuan
dalam ilmu komputer, atau tidak tersedianya bimbingan
yang efektif pada fase-fase kunci dalam pendidikan mereka,
atau bias yang dihadapi anak perempuan dari pemain lama
yang sudah menguasai ilmu komputer. Mungkin ada faktor
biologis juga. Pembingkaian ulang negatif untuk argumen
ini mungkin, “Jadi, Anda mengatakan bahwa menurut Anda
anak laki-laki lebih pintar daripada anak perempuan. Itu
seksis.”624
Sebenarnya mendengarkan seseorang yang tidak Anda
setujui itu sulit, jauh lebih mudah untuk salah dengar dan
kemudian berdebat. Menyebut pihak lain bias adalah
strategi umum dalam melakukan pembingkaian negatif ini.
Jika seseorang membuat poin yang bernuansa perbedaan
budaya di tempat kerja, dan tanggapannya adalah (secara
tidak akurat) membingkai poin tersebut sebagai tidak
sensitif secara rasial, maka diskusi tersebut segera kandas.
Setelah diskusi dibingkai dengan cara itu, yaitu ‘seorang
rasis’, kesepakatan sangat tidak mungkin. David Brooks,
seorang konservatif, pernah berkata tentang Barack Obama,
“...apa yang dia tawarkan adalah kemampuan untuk melihat
semua sisi dari suatu masalah, dan saya tidak setuju
dengannya. Kami memiliki banyak percakapan, dan ia
melihat sisi terbaik dari argumen saya dan kemudian dia
merefleksikannya kembali”. Hal ini adalah jenis
pembingkaian ulang positif yang lebih dibutuhkan, baik di
kanan maupun di kiri. Aksentuasi spontan dari komponen
yang paling menghasut dari argumen lawan bicara dapat
memudahkan pihak untuk ‘menang’, tetapi upaya yang
disengaja untuk memahami dan terlibat dengan bagian

624
Colin Rule, “Reframing”, July 2018, https://www.mediate.com/
609
terkuat dari argumen lawan bicara akan membawa lebih
dekat ke dialog deliberatif yang sebenarnya. Memanfaatkan
pembingkaian positif dalam percakapan, misalnya
menunjukkan bahwa telah benar-benar mendengar
pertentangan inti dari pihak lain, dan bahwa bersedia untuk
terlibat dengan bagian terkuat dari argumen mereka, adalah
hal yang tidak biasa akhir-akhir ini. Namun menurut
pengalaman ketika melakukannya, respons dari pihak lain
biasanya berupa kejutan, rasa syukur, dan pikiran yang
lebih terbuka.625
Donita King626 mendeskripsikan ‘pembingkaian ulang
(reframing)’ itu mengacu pada cara Pihak-Pihak atau Klien
menggambarkan atau melihat situasi konflik, tujuan,
perhatian atau kepentingan, termasuk masalah-masalah
yang sedang ia hadapi. Klien sering menggambarkan konflik
mereka secara negatif (dari sudut pandang orang lain).
Biasanya disertai dengan sikap yang emosional atau
dirancang untuk berdampak sangat emosional.
Pembingkaian ulang merupakan teknik untuk mengatakan
kembali atau menyatakan kembali apa yang dikatakan Klien
secara lebih konstruktif. Hal ini akan membantu klien dalam
mengevaluasi kembali perspektifnya atas masalah atau
mengklarifikasi apa yang penting bagi mereka dalam situasi
konflik. Pembingkaian ulang tidak hanya membantu Klien
lebih memahami pemikiran mereka sendiri, tetapi juga
membantu dalam mengklarifikasi dan mengurangi konflik
bagi klien saat berhadapan dengan pengacara lawan.627

625
Colin Rule, “Reframing”, July 2018, https://www.mediate.com/
626
Donita King adalah anggota the Virginia, Pennsylvania, and D.C. State
Bars dan juga menjabat sebagai Profesor Mediasi di Fakultas Hukum
Universitas Richmond. Ia sebelumnya menjabat di the Virginia Bar
Association Joint ADR Council. King saat ini menjabat sebagai anggota the
Virginia State Bar Disciplinary Board melalui penunjukan the Virginia
Supreme Court dan juga aktif di the Hispanic Chamber of Commerce.
627
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June 6, 2016,
https://www.donitakinglaw.com/mediation
610
Pada titik ini, tidak diragukan lagi, para Advokat akan
berpikir atau mengatakan bahwa bukan kepentingan
terbaik Klien mereka untuk menggunakan kata-kata yang
tidak dirancang untuk menyerang atau menampilkan posisi
mereka dengan cara yang kurang menguntungkan atau
kuat. Jika hal benar dalam litigasi, tetapi niat saat ini adalah
untuk bernegosiasi dengan itikad baik atau untuk
mengambil keuntungan penuh dari kesempatan negosiasi.
Setidaknya pembingkaian ulang minimal atau terbatas
harus dipertimbangkan. Advokat yang baik sudah
melakukan ini ketika mereka berpikir Klien mereka telah
bertindak terlalu jauh dan mungkin menyabotase negosiasi,
tetapi mereka sering gagal menggunakan pembingkaian
ulang sebagai alat proaktif dalam negosiasi. Selanjutnya,
seorang advokat yang ahli dalam reframing dapat
menggunakan alat ini secara efektif dalam negosiasi atau
mediasi sehubungan dengan pernyataan yang dibuat oleh
pihak lawan. Pembingkaian ulang yang harus dilakukan
adalah cara yang memungkinkan Klien atau pihak lawan
mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi atau
mengoreksi pembingkaian ulang jika tidak cukup
mengidentifikasi kebutuhan mereka. Pembingkaian ulang
tidak boleh mendistorsi isi dari apa yang dikatakan Klien
atau Pihak Lawan.628

c. Kegunaan Pembingkaian Ulang


Membingkai ulang dapat berguna:629
(1) Untuk mengurangi pernyataan menyalahkan atau
kritis dan menyatakan dalam bingkai positif
(2) Untuk beralih dari negatif ke positif
(3) Untuk beralih dari masa lalu ke masa depan
(4) Untuk mengidentifikasi kebutuhan atau kekhawatiran
di balik posisi yang dinyatakan, yang membantu klien
628
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June 6, 2016,
https://www.donitakinglaw.com/mediation
629
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June 6, 2016,
https://www.donitakinglaw.com/mediation
611
untuk menganalisis perspektif mereka sendiri dan
mengklarifikasi pemikiran mereka
(5) Untuk mengidentifikasi masalah yang perlu
diselesaikan. Ini bisa menjadi awal untuk membangun
sebuah agenda. Berhati-hatilah untuk tidak
menyarankan atau menyiratkan solusi dalam bingkai
ulang Anda
(6) Untuk menekankan keprihatinan bersama atau
kesamaan
(7) Untuk mengakui emosi tetapi tidak sebagai fokus
utama.630

Pembingkaian ulang harus ‘dapat diterima’ oleh Klien


atau Pihak Lawan karena membantu memperjelas
perspektif dan menunjukkan bahwa ada masalah yang
harus diselesaikan. Namun, berhati-hatilah, jangan hanya
membingkai ulang posisi hanya dengan mengencangkannya.
Ini hanya akan membuat marah Klien atau Pihak Lawan,
dan memperkuat posisi itu. Contoh pertanyaan reframe:631
(1) Jadi, penting bagi Anda bahwa…
(2) Apa yang saya mengerti, Anda yang ingin
mengatakan adalah …
(3) ) Yang Anda khawatirkan adalah…
(4) Yang perlu Anda lihat di sini adalah…
(5) Tujuan Anda adalah untuk…
(6) Klien yang mencari nasihat hukum umumnya tidak
memiliki komunikasi yang efektif dengan Klien
lain. Karena mereka tidak dapat menyetujui diri
mereka sendiri, mereka beralih ke pengacara
mereka untuk menemukan jalan keluar. Mereka
mungkin tidak menginginkan pertempuran hukum,

630
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June 6, 2016,
https://www.donitakinglaw.com/mediation
631
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June 6, 2016,
https://www.donitakinglaw.com/mediation
612
tetapi mereka juga tidak ingin melakukan apa-apa
atau kalah.632

13.2 Pernyataan Baru Dalam Pendekatan


Reframing Berfokus Masalah
Usulan metode pembingkaian ulang baru yang
difokuskan pada investigasi kolaboratif pada co-evolusi
ruang masalah dan solusi untuk lebih mampu
mengeksplorasi dan memecahkan masalah-masalah
kompleks.633 Metode pembingkaian ulang ini berfokus pada
memikirkan kembali masalah dan komponen untuk
membentuk masalah dan arah solusi bersama, dalam tim,
pemangku kepentingan, atau klien. Dengan mengubah fokus
dari solusi ke masalah yang sebenarnya, metode kami
berpotensi pertama-tama menciptakan solusi pemahaman
alternatif yang menjadi titik tolak untuk dapat mengubah
cara pandangnya, sehingga
solusi yang dibuat bisa lebih eksplisit, visual dan reflektif.
Komponen reflektif dapat dicapai ketika fasilitator lebih
sadar menyadari seluruh proses pembingkaian kembali
untuk melihat di mana mereka dimulai dan kemana mereka
akan pergi. Selain itu, tujuan dari pembingkaian ulang
masalah adalah untuk menghindari penciptaan solusi
sementara atau darurat, melainkan memecahkan masalah
pada intinya.634

632
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June 6, 2016,
https://www.donitakinglaw.com/mediation
633
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.380.
634
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.380.
613
13.2.1 Menjembatani Bingkai
Pembuatan ‘bingkai baru’ biasanya dipicu oleh
kejutan, yang dapat mencakup informasi baru, merancang
kegiatan, atau interaksi dengan anggota tim dan pemangku
kepentingan lainnya. Kejutan itu tidak harus berupa
peristiwa yang mengubah permainan, tetapi apa pun yang
dapat menyebabkan kebingungan serta tidak sesuai dengan
bingkai saat ini. Begitu kejutan diterima, kejutan itu dapat
berkembang menjadi bingkai baru, dengan merefleksikan
rute alternatif. Membuat analogi dan simulasi mental,
misalnya, membantu mengatasi ketidakpastian, sangat
kompleks dan masalah yang ambigu dan memicu kreativitas
dalam hubungannya dengan kejutan. Refleksi merupakan
langkah yang diperlukan untuk memasukkan kejutan dalam
bingkai baru itu. Perancang atau desainer biasanya
menangani masalah yang sangat kompleks karena
melibatkan kebutuhan, keinginan, dan pengalaman
kepentingan yang saling terkait dari berbagai pemangku
kepentingan. Membingkai ulang masalah-masalah dari para
pihak dapat diartikulasikan sebagai jembatan
eksperimental, namun tidak final, antara masalah uang dan
solusi.635

13.2.2 Membandingkan Macam-Macam Pendekatan


Reframing
Untuk mengontekstualisasikan dalam rangkaian
model dan metode yang ada yang membahas pembingkaian
ulang, metode dan model yang disebutkan di atas dipilih
sebagai delapan metode pembingkaian ulang yang paling
menonjol atau pendekatan di bidang desain dan fasilitasi.
Keduanya memiliki metode yang mirip satu sama lain
berdasarkan pembentukan keyakinan utama yang
didefinisikan ulang, yaitu dasar untuk wawasan baru.
635
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.380.
614
Namun, metode ini sebagian besar terfokus pada
menghasilkan ide-ide baru dan kurang analisis mendalam
dari masalah utama itu sendiri. Dengan cara ini, tidak
mempertanyakan titik awalnya.636 Dari pendekatan
pragmatis kreativitas, penggunaan teknik kreatif untuk
menantang status quo dalam ide. Dalam metodenya
‘Menanyakan Mengapa’, ia masuk lebih dalam ke masalah,
namun tidak ada rencana tindak lanjut untuk menyusun
atau mengimplementasikan wawasan yang baru dibuat.
Mendirikan metode, pembuatan bingkai, untuk
penyelidikan masalah yang diperluas guna menemukan
tujuan di balik sesuatu yang telah diterapkan dalam
masalah masyarakat yang sangat kompleks.637
Sembilan langkah pendekatan penciptaan bingkai
bergantung pada identifikasi yang paradoks, namun tidak
memiliki langkah konkret untuk menyelesaikannya
kontradiksi yang diperlukan ini. Joyce dan Beckman telah
membangun apa yang mendasari pemahaman tentang
bagaimana pembingkaian bekerja dalam percakapan dalam
tim perancang atau desain. Namun, model mereka tetap
teoritis dan tidak membahas bagaimana seseorang harus
berpindah dari satu fase ke fase berikutnya. Demikian juga
Stompff, Smulders, dan Henze menggambarkan bagaimana
pembingkaian ulang terjadi dalam praktik desain yang liar.
Mereka merumuskan fitur-fitur yang mendasari proses
pembingkaian ulang. Dibedakan dua fase tertentu yaitu, akal
sehat dan pembingkaian masa depan yang dipicu oleh
kejutan. Namun mereka tidak menguraikan bagaimana
menavigasi proses pembingkaian ulang dengan sengaja.

636
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.381.
637
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.381.
615
Wedell-Wedellsborg memiliki cara yang sangat praktis
dalam pendekatan untuk membingkai ulang. Hal ini
membutuhkan perspektif orang luar agar dapat digunakan.
Perspektif yang baru hanya bergantung pada orang luar.
Jadi, alih-alih mempertimbangkan berbagai kemungkinan
alternatif arah, hanya satu arah alternatif berdasarkan
pendapat satu yang akan dilaksanakan.638
P. Hekkert & M. Van Dijk mengembangkan pendekatan
yang dikenal dengan sebutan VIP atau Vision in Product. Visi
dalam Desain Produk yang menyatakan bahwa untuk
berpikir produk masa depan, seseorang harus mulai dengan
menetapkan alasan keberadaannya. Pendekatan kreatif
mereka adalah solusi yang didorong dan berfokus pada
situasi masa depan, meskipun mereka menyadari bahwa
masalahnya perlu dirumuskan kembali. Menggabungkan
informasi di atas, terlihat bahwa ada kebutuhan untuk
pendekatan terstruktur untuk memfasilitasi pembingkaian
ulang, dengan mengeksplorasi kebutuhan dan pengalaman
dalam masalah sendiri, dan untuk memungkinkan kejutan
dan refleksi. Belum ada pendekatan yang menggabungkan
fitur ini sambil membimbing pembingkaian kembali situasi
atau masalah yang bertentangan dengan pembingkaian
ulang atas ide-ide yang hadir. Demikian juga, penting juga
untuk mempertimbangkan bagaimana pembingkaian ulang
dapat difasilitasi dalam praktik. Menurut G. Gemser, G.
Calabretta, dan I. Karpen, pemikiran visual bisa sangat
penting untuk meningkatkan keeksplisitan dan kemampuan

638
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.381. Lihat juga, J. H., C. K. Joyce Hey & S.
L. Beckman, “Framing Innovation: Negotiating Shared Frames During Early
Design Phases”, Journal of Design Research, Vol. 6 No. 1-2, 2007, hlm. 79-
99; G. Smulders F. Stompff & L. Henze, “Surprises are the Benefits:
Reframing in Multidisciplinary Design Teams”, Design Studies, Vol. 47,
2016, hlm.187-214; T. Wedell-Wedellsborg, “Are you solving the right
problems?”, Harvard Business Review, Vol. 95, No. 1, 2017, hlm.76–83.
616
untuk melakukan membingkai ulang. Oleh karena itu,
pertanyaannya adalah Bagaimana kita dapat mendukung
pembingkaian kembali masalah dalam sesi fasilitasi, untuk
mencapai hasil reflektif, eksplisit dan visual dalam suatu
pembingkaian ulang?639

13.2.3 Metode Dalam Melakukan Reframing


Guna mengembangkan metode praktis untuk
mendukung pembingkaian ulang masalah dalam sesi
fasilitasi, dan proses desain ulang, selama pengembangan
proyek kelulusan master, berlangsung di dalam praktik
sehari-hari dari konsultan desain yang berspesialisasi
dalam pemikiran visual, Flatland. Layanan Flatland
termasuk menciptakan visi, strategi, atau cara kerja baru
secara visual, untuk mengurai kerumitan dan melibatkan
organisasi ke dalam tindakan. Dengan demikian, mereka
sering dihadapkan pada kebutuhan untuk membingkai
ulang masalah asli yang diajukan klien-klien mereka.
Konsultasi desain ini kemudian cukup tepat untuk
mengeksplorasi pengembangan metode yang sistematis dan
praktis untuk mendukung pembingkaian ulang masalah.640
Mengikuti ulasan yang disajikan sebelumnya, sekarang
beralih untuk menyaring wawasan utama yang diambil dari
metode/pendekatan Benammar, De Jong dan van Dijk, De
Bono, Dorst, Hei, Joyce, dan Beckman, Stompff, Smulders,
dan Henze, serta Wedell-Wedellsborg, dan metode ViP dari

639
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.381-382. Lihat juga, P. Hekkert & M. Van
Dijk, ViP-Vision in Design: A Guidebook for Innovators, BIS Publishers,
Amsterdam, 2011; G. Gemser, G. Calabretta, & I. Karpen, Strategic Design:
Eight Essential Practices Every Strategic Designer Must Master, BIS
Publishers, Amsterdam, 2016.
640
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.382.
617
Hekkert dan van Dijk. Pembuatan metode pembingkaian
ulang meliputi:
(1) Pendekatan-pendekatan sebagaimana telas diulas
Liana Mensch serta Milene Goncalves yang
disempurnakan menjadi unsur-unsur yang berbeda.
Termasuk dalam hal ini mengenai gagasan ‘keyakinan
utama’ dari Benammar atau mempertimbangkan
sejarah dari arkeologinya
(2) Untuk unsur-unsur silang tersebut, ditambahkan
sejumlah prinsip-prinsip dalam desain, yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dipertimbangkan
dalam delapan pendekatan pembingkaian ulang.
Bersama-sama, semua unsur-unsur itu Mensch dan
Goncalves mengelompokkan menjadi empat kategori,
yaitu:
(a) Landasan (foundation)
(b) Analisis dan pertanyaan (analysis & question)
(c) Tantangan dan fokus (challenge & focus)
(d) Arahan (direction). Berikut bagannya:

Gambar 1. Metode/pendekatan reframing menurut mensch dan


goncalves
Adapun unsur-unsur sebagaimana disampaikan Mensch dan
Goncalves mengelompokkan yang menyangkut foundation,
analysis & question, challenge & focus), serta direction
komponennya meliputi sebagaimana diuraikan pada
dibawah ini:

618
Gambar 2. Tinjauan Dibalik Proses Pembingkaian Ulang

Hasilnya adalah gambaran umum tentang apa yang


harus dipertimbangkan selama sesi fasilitasi pembingkaian
ulang serta proses pembingkaian ulang. Untuk setiap
kategori, terdapat subkategori yang ditunjukkan dan
divisualisasikan pada bagas di atas. Tinjauan ini belum
merupakan list daftar pendek praktis dari yang diperlukan
pada setiap komponen yang perlu ditangani selama sesi
pembingkaian ulang. Sehingga dibuat literasi baru yaitu
Teckel Canvas sebagai alat praktis yang dapat digunakan
selama sesi fasilitasi. Kanvas melewati literasi berulang
dengan tim fasilitator profesional dari Flatland untuk
meningkatkan panduan visual, kemungkinan fasilitasi dan
pertimbangan konsultasi. Teckel Canvas terbagi menjadi
empat kategori yang sama, yang ditulis ulang menjadi
langkah-langkah praktis, yaitu:
(1) Lihat atau look (yang sesuai atau berhubungan dengan
‘landasannya’)
(2) Sentuh atau touch (terkait dengan ‘analisis dan
pertanyaan-pertanyaannya’)
(3) Tendangan atau kick (hubungannya dengan ‘tantangan
dan fokus’masalah); dan akhirnya
(4) Seketika/langsung atau direct (menuju ‘arah’ yang
ditujunya).
619
Kategori diubah namanya dan direpresentasikan
secara visual menjadi metafora anjing Teckel. Teckel sendiri
merupakan terjemahan bahasa Belanda untuk jenis anjing
Dachshund, dan ini digunakan sebagai permainan kata
untuk ‘mengatasi’ masalah (tackle the problem). Setiap
kategori dibagi menjadi dua sub kategori:
(1) Konsep ‘lihat’ atau look terdiri dari 1(a) Situasi
(situation); 1(b) Konteks (context)
(2) Konsep ‘sentuh’ atau touch, mencakup 2(a) Perasaan
dan Dilema (feelings & dilemma); 2 b) Motivasi
(motivation)
(3) Konsep ‘tendangan’ atau kick meliputi: 3(a) Alternatif
dan Inspirasi (alternatives & inspiration); 3 (b) Pilihan-
pilihan (choices)
(4) Konsep ‘seketika/langsung atau direct, mencakup:
4(a) Tujuan (goal), dan 4(b) Cara menuju ke sana (how
to get there).

Pada gambar berikut Sabine Liana Mensch dan


Milene Goncalves, melambangkan tahap reframing sebagai
berikut:

Gambar 3. Teckel canvas menurut mensch dan goncalves

620
Gambar 4. Kanvas Pembingkaian Model Teckel dari
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves

Pada tahap pertama, situasi dan konteks dikumpulkan


dengan ‘melihat’ dan ‘mengendus’. Tahap kedua
menyangkut menemukan apa kerangka individu dan
motivasi mungkin ada (diwakili oleh ‘hati’ dan ‘firasat’).
Pada ketiga, ‘tendangan’, tantangan dan fokus menjadi
eksplisit dan ide pertama muncul (‘menendang bola’).
Terakhir, pada tahap keempat, ‘langsung/ seketika’, yaitu
mengenai tindakan, yaitu jalan untuk mencapai tujuan
tertentu yang ditetapkan untuk membentuk arah solusi
(‘ekor’nya menetapkan arah). Setelah setiap tahap Kanvas,
fasilitator harus berusaha untuk membentuk wawasan yang
merangkum esensi dari setiap fase. Meringkas wawasan,
menghilangkan detail yang tidak penting, mendorong
keputusan, dan menetapkan fokus untuk langkah
berikutnya. Penting untuk dicatat bahwa kanvas
pembingkaian Teckel memberikan panduan, namun tidak
ketat. Dimungkinkan untuk bergerak di antara langkah dan
mundur dan maju, asalkan dilakukan dengan cara yang
terstruktur dan fasilitator mampu menanganinya.641

641
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
621
Delapan sub-langkah di bawah kategori ‘Lihat’,
‘Sentuh’, ‘Tendang’, dan ‘Langsung’ mencakup seluruh
proses pembingkaian ulang (reframing process), meliputi:
1.A. Situasi: meminta untuk mendekonstruksi masalah atau
alasan melakukan Kanvas Teckel.
1.B Konteks: menindaklanjuti ‘situasi’, dengan menggali
lebih dalam komponen yang mempengaruhi situasi, seperti
pemangku kepentingan, detail, atau infrastruktur.
1.C Ringkasan masalah: tujuannya untuk mensintesiskan
apa-apa yang dieksplorasi dalam 1.A dan 1.B, diringkas
sebagai “[Siapa] yang memiliki masalah (…) dalam (situasi)
karena (…)”.
1.A. Situasi: meminta untuk mendekonstruksi masalah atau
alasan melakukan Kanvas Teckel.

1.B Konteks: menindaklanjuti ‘situasi’, dengan menggali


lebih dalam komponen yang mempengaruhi situasi, seperti
pemangku kepentingan, detail, atau infrastruktur.

1.C Ringkasan masalah: tujuannya untuk mensintesiskan


apa-apa yang dieksplorasi dalam 1.A dan 1.B, diringkas
sebagai “(Siapa) yang memiliki masalah (…) dalam (situasi)
karena (…)”.

2.A Perasaan dan Dilema: disini tim diundang untuk


mengeksplorasi emosi mana yang dapat menyebabkan
masalah, reaksi, dan emosi yang disebabkan oleh masalah,
dan alasan mengapa masalah mungkin sulit dipecahkan.
Langkah ini tidak hanya mencakup nilai-nilai emosional,
tetapi juga melibatkan dilema seputar masalah teknis,
ekonomi, atau sosial.
2.B Motivasi: langkah ini mengakui pentingnya intuisi,
dengan menanyakan motivasi dari para pemangku

International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,


Delft, The Netherlands, hlm.381-382.
622
kepentingan (misalnya, klien perusahaan) atau ‘perasaan’
dari perusahaan itu sendiri.
2.C Ringkasan tujuan: sekali lagi, penting untuk
merangkum apa yang telah dibahas di atas, dengan
meringkas mengapa tim berpikir seperti itu sebagai
masalah, mengapa sulit, dan apa-apa saja yang menurut
mereka penting untuk mengatasinya.
2.A Perasaan dan Dilema: di sini tim diundang untuk
mengeksplorasi emosi mana yang dapat menyebabkan masalah, reaksi,
dan emosi yang disebabkan oleh masalah, dan alasan mengapa
masalah mungkin sulit dipecahkan. Langkah ini tidak hanya mencakup
nilai-nilai emosional, tetapi juga melibatkan dilema seputar masalah
teknis, ekonomi, atau
sosial.

2.B Motivasi: Langkah ini mengakui pentingnya intuisi,


dengan menanyakan motivasi dari para pemangku
kepentingan (misalnya, klien perusahaan) atau ‘perasaan’
dari perusahaan itu
sendiri.

2.C Ringkasan tujuan: Sekali lagi, penting untuk


merangkum apa yang telah dibahas di atas, dengan
meringkas mengapa tim berpikir seperti itu sebagai
masalah, mengapa sulit, dan apa-apa saja yang menurut
mereka penting untuk mengatasinya.

3.A Alternatif dan inspirasi: sebagai cara untuk


memberikan arahan yang memungkinkan, langkah ini
mengeksplorasi bagaimana (seberapa dekat atau jauh)
masalah terkait telah diselesaikan atau mendapatkan
inspirasi dari produk, layanan, atau pendekatan yang
disukai tim. Langkah ini memungkinkan usulan berbagai
arah, yang dapat mengarah pada pembingkaian ulang.
3.B Pilihan-Pilihan: Langkah ini meminta wawasan paling
penting dan apa yang perlu diselesaikan dalam jangka
623
pendek dan jangka panjang, untuk membuat pilihan-pilihan
mengenai apa yang harus dilakukan menuju ke arah solusi.
Tim, klien, dan fasilitator memutuskan bersama apakah
hasilnya memiliki kualitas yang cukup untuk dilanjutkan.
Jika tidak, alat yang berbeda dapat membantu mengatasi
masalah yang tersisa dari perspektif yang berbeda atau
dengan cara yang lebih tepat.
3.C Ringkasan masalah yang didefinisikan ulang: Setelah
langkah-langkah yang diambil sejauh ini, tim selanjutnya
dapat menguraikan masalah-masalah apa yang dapat
disempurnakan atau didefinisikan ulang dan bagaimana
perspektif terhadap masalah-masalah tersebut, yang
mungkin telah berubah.
3.A Alternatif dan inspirasi: sebagai cara untuk memberikan
arahan yang memungkinkan, langkah ini mengeksplorasi
bagaimana (seberapa dekat atau jauh) masalah terkait telah
diselesaikan atau mendapatkan inspirasi dari produk, layanan,
atau pendekatan yang disukai tim. Langkah ini memungkinkan
usulan berbagai arah, yang dapat mengarah ke pembingkaian
ulang.

3.B Pilihan-Pilihan: Langkah ini meminta wawasan paling


penting dan apa yang perlu diselesaikan dalam jangka pendek
dan jangka panjang, untuk membuat pilihan-pilihan mengenai
apa yang harus dilakukan menuju ke arah solusi. Tim, klien, dan
fasilitator memutuskan bersama apakah hasilnya memiliki
kualitas yang cukup untuk dilanjutkan. Jika tidak, alat yang
berbeda dapat membantu mengatasi masalah yang tersisa dari
perspektif yang berbeda atau dengan cara yang lebih
tepat.

3.C Ringkasan masalah yang didefinisikan ulang: Setelah


langkah-langkah yang diambil sejauh ini, tim selanjutnya dapat
menguraikan masalah-masalah apa yang dapat disempurnakan
atau didefinisikan ulang dan bagaimana perspektif terhadap
masalah-masalah tersebut, yang mungkin telah berubah.

624
4.A Tujuan: Dengan masalah yang berpotensi dibingkai
ulang, tim dapat menyusun satu tujuan yang sesuai dengan
pencapaian konkret dan abstrak yang perlu dicapai.
4.B Bagaimana menuju ke sana: Langkah ini guna
menjawab apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
serta apa saja yang bisa dilakukan sekarang, besok, atau di
langkah selanjutnya.
4.C Ringkasan arah solusi: Untuk menyelesaikan
pendekatan pembingkaian ulang, penting untuk meringkas
langkah-langkah konkrit tentang apa yang perlu dicapai dan
bagaimana hal itu harus dicapai. Karena Kanvas Teckel
merupakan kerangka kerja yang menjelaskan dan
membingkai ulang struktur, satu set kartu juga
dikembangkan untuk mendukung secara pragmatis. Kartu
alat pembingkaian ulang, yang menggambarkan teknik
desain yang terkenal, seperti persona atau penceritaan
dibuat untuk memenuhi masing-masing dari delapan sub-
langkah dengan panduan praktis. Untuk hal ini tidak perlu
digunakan dengan Kanvas Teckel, namun bisa menjadi
tambahan yang berharga, untuk memperkaya atau
memperbesar potensi sesi fasilitasi reframing. Berikut ini
adalah contoh kartu alat yang merupakan bagian dari
proyek pembingkaian ulang yang lebih besar dikategorikan
pada empat tahap Kanvas Teckel. Warna mengacu pada
empat tahap.

Gambar 5. Kartu Alat Pembingkaian Ulang

625
4.A Tujuan: Dengan masalah yang berpotensi dibingkai ulang,
tim dapat menyusun satu tujuan yang sesuai dengan pencapaian
konkret dan abstrak yang perlu dicapai.

4.B Bagaimana menuju ke sana: Langkah ini guna menjawab


apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan serta apa saja yang
bisa dilakukan sekarang, besok, atau di langkah selanjutnya.

4.C Ringkasan arah solusi: Untuk menyelesaikan pendekatan


pembingkaian ulang, penting untuk meringkas langkah-langkah
konkrit tentang apa yang perlu dicapai dan bagaimana hal itu
harus dicapai. Karena Kanvas Teckel merupakan kerangka kerja
yang menjelaskan dan membingkai ulang struktur, satu set kartu
juga dikembangkan untuk mendukung secara pragmatis.

13.2.4 Pengujian Kanvas Teckel Dengan Perkara Nyata


Kanvas Teckel terakhir diuji dengan dua kasus
dengan klien nyata. Masing-masing dalam sesi empat jam.
Kasus pertama difasilitasi oleh dua desainer berpengalaman
Flatland, yang akrab dengan kanvas Teckel. Sedangkan
kasus kedua difasilitasi oleh pencipta langsung dari kanvas
Teckel. Pada kedua kasus ini, bagian dari Kanvas Teckel
sedikit disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan spesifik
dari klien. Untuk mengumpulkan data tentang evaluasi
kanvas Teckel, sesi fasilitasi diamati, dan digabungkan
dengan wawancara dengan fasilitator (dalam kasus 1).
Tujuan dari wawancara dengan fasilitator profesional
Flatland adalah untuk menilai keeksplisitan, kejelasan, dan
dukungan visual kanvas dan apakah itu sesuai dengan
praktik mereka saat ini.642

642
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.384.
626
 Kasus 1: Konseling Hutang Orang-Orang Yang Melek
Huruf
Flatland dimintai oleh Klien sehubungan dengan topik
konseling utang untuk orang-orang yang melek hurufnya
rendah. Klien menginginkan cara baru untuk mengenali
literasi rendah diantara para pelanggan mereka, namun
tidak menginginkan berdasarkan standar buku informasi
yang telah ada. Dua fasilitator berpengalaman telah
menggunakan Teckel Canvas untuk memfasilitasi sesi-
sesinya. Mempertimbangkan masalah yang agak eksploratif,
Kanvas Teckel disesuaikan, sehingga pada akhir setiababak
atau fase, ruang masalah akan ditutupi oleh banyak jenis
pertanyaan “Bagaimana mungkin kita ...”, daripada hanya
memiliki satu tujuan tertentu saja. Di samping itu, tim
fasilitasi ingin memberikan dimensi ekstra pada dua
kategori yang pertama (‘Lihat’ dan ‘Sentuh’), dengan
membentuk persona yang berbeda. Melalui cara ini, situasi
campuran, konteks, dan perasaan yang saling bertentangan
harus diisi di Kanvas Teckel secara terstruktur untuk
mendukung pindah ke tahap berikutnya.643 Berikut
representasi yang disuguhkan Liana Mensch dan Milene
Goncalves berupa visual bagaimana kanvas teckel diisi
untuk Kasus 1, termasuk bagaimana tiga persona berbeda
digunakan di Kanvas Teckel:

643
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.385.
627
Gambar 6. Representasi Visual Bagaimana Kanvas Teckel Pada
Kasus 1

Fasilitator menemukan sifat eksplisit dari tahapan,


terutama pada ‘Sentuh’ dan ‘Tendangan’, serta bagaimana
hal itu memberikan nuansa wawasan mereka, bahwa hal itu
sangat bermanfaat. Selain itu, mereka berpikir bahwa
mengemudi menuju titik konklusif setelah setiap fase-fase
berguna dalam sesi mereka. Hal itu memberi mereka
perasaan ketelitian dalam proses reframing. Hal ini juga
meninggalkan ruang untuk senantiasa berpikir kreatif dan
partisipatif bersama dengan klien. Klien sangat senang
dengan Kanvas Teckel karena dapat berpartisipasi bersama
di tingkat yang sama, sebagai pemilik masalah dan sekaligus
sebagai pemecah masalah, serta memiliki gambaran lengkap
tentang apa yang terjadi selama sesi fasilitasi. Kanvas
pembingkaian ulang ini memang menghasilkan banyak
tujuan baru atau arahan bahwa Perusahaan dan Klien
bekerja lebih lanjut di sesi berikutnya. Oleh karena itu,
mereka telah mampu membingkai ulang masalah awal dan
beralih ke pluralitas wawasan serta arah baru.644

644
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.385.
628
 Kasus 2: Pusat Pelatihan Penitipan Anak
Sebuah pusat penitipan anak harus meyakinkan
dewan komisaris untuk mengizinkan sebuah lembaga baru
untuk diinstal. Sejauh ini, mereka telah mempekerjakan
pihak eksternal untuk mendidik karyawan pedagogis
mereka tetapi ingin menginternalisasi pendidikan untuk
karyawan pedagogis penitipan anak. Pada kasus kedua ini
tidak mungkin untuk membingkai ulang definisi masalah
pusat penitipan anak tentang institusi baru dan bagaimana
seharusnya diatur, yang hal itu sebagai ‘pesan’ uatmanya.
Namun mereka memungkinkan untuk membingkai ulang
cara pesan itu digambarkan (‘media’). Lebih khusus lagi,
mereka perlu membingkai ulang cara mereka
berkomunikasi, karena tahu bahwa mereka harus
menggambarkan manfaat emosional bagi seluruh pemangku
kepentingan untuk dapat meyakinkan dewan dari rencana
mereka. Ada banyak pemangku kepentingan yang perlu
dipertimbangkan. Semuanya nanti akan melihat hasil yang
sama menjelaskan rencana penitipan anak. Dua sesi
dilakukan, yang satu menggunakan pendekatan
pembingkaian ulang dari Kanvas Teckel, dan lainnya untuk
mengevaluasi hasilnya.645
Suatu wawancara awal diadakan dengan pedagogis
karyawan untuk menemukan beban emosional yang
mungkin dibawa oleh situasi saat ini. Selanjutnya, dengan
wawancara ini memungkinkan eksplorasi tentang apa yang
bisa menjadi titik awal dari visualisasi akhir, yang harus
menggambarkan beban emosional saat ini dan ke
kemungkinan arah untuk mengatasinya. Visualisasi ini akan
ditampilkan kepada seluruh pemangku kepentingan,
sebagai hasil dari proses pembingkaian ulang. Setelah
wawancara yang pertama, Kanvas Pembingkaian Ulang
digunakan dengan cara yang sama seperti dalam Kasus 1
645
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.385.
629
sebelumnya. Namun demikian, bertentangan dengan Kasus
1, setelah setiap tahap (‘Lihat’, ‘Sentuh’, ‘Tendangan’, dan
‘Arahkan’), sketsa dibuat daripada suatu kalimat
rangkuman. Setelah sesi fasilitasi dengan Kanvas Teckel,
pusat penitipan anak dapat membingkai ulang jalannya
mereka akan mengomunikasikan rencana baru mereka
kepada pemangku kepentingan dengan menggunakan
metafora visual. Metafora dan penjelasan yang
menyertainya digunakan untuk memahami pengetahuan
laten yang mengontekstualisasikan masalah. Yang lebih
penting lagi, membuatnya eksplisit ke pusat penitipan anak
dan para pemangku kepentingan mereka.646

Gambar 7. Kanvas pembingkaian ulang yang diisi dari sesi kasus 2

Hasilnya yaitu gambaran visual yang mensintesis


wawasan dan nilai-nilai yang dibahas di bagian pertama
sidang. Sesi kedua difokuskan pada evaluasi dan literasi
visualisasi. Saat menilai Kanvas Teckel, Klien sangat
menghargai gambaran umum dari semua yang berbeda
dalam kanvas pembingkaian ulang. Disamping itu mereka
mengerti bagaimana memenuhi aspek-aspek dan nilai
emosional serta bagaimana kanvas mendesak mereka untuk

646
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.385-386.
630
meringkas wawasan sebagai metafora visual.647 Berikut
visualisasi akhir untuk pusat penitipan anak yang
menginformasikan kepada para pemangku kepentingan
mengenai rencana mereka tentang institusi baru:

Gambar 8. Visualisasi Akhir Untuk Pusat Penitipan Anak

Salah satu wawasan utama yang dikumpulkan Sabine


Liana Mensch dan Milene Goncalves, Kanvas Teckel adalah
yang terbaik ketika fasilitator merasa bebas untuk
mengubah kanvas atau cara bekerja dengannya. Hal itu agar
sesuai dengan kebutuhan Klien atau Fasilitator. Kanvas
Teckel memberikan gambaran meta tentang proses
pembingkaian ulang. Oleh karena itu dapat digunakan
sebagai panduan, daftar periksa atau langsung apa adanya,
dengan tingkat fleksibilitas yang bervariasi. Hal itu dapat
pula digunakan berbarengan dengan kartu alat
pembingkaian ulang atau dengan alat atau latihan lain yang
ada yang disukai oleh fasilitator. Kanvas Teckel menambah
ketegasan dalam konsultasi dan fasilitasi, baik untuk
fasilitator maupun klien. Hal ini dapat memberikan
kebebasan kepada fasilitator, karena lebih sedikit upaya

647
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.386.

631
yang dihabiskan dalam penataan dan lebih banyak
perhatian dapat diberikan pada kualitas pembingkaian
ulang dan bimbingan klien dalam sesi yang kreatif dan
partisipatif. Di samping itu, ruang masalah dan solusi diberi
porsi perhatian yang sama, mengubahnya menjadi proses
yang lebih berulang. Klien terlibat dalam mengatasi masalah
secara bersama, membuat tim merasa bahwa mereka
memutuskan dan menyelesaikan perubahan itu sendiri.648
Kolaborasi dalam fasilitasi Kanvas Teckel ini
meningkatkan perubahan implementasi dan tingkat
keberhasilan karena terciptanya kepemilikan melalui
partisipasi. Ketidakpastian, miskonsepsi, dan bingkai
individual dibuat eksplisit untuk meningkatkan kreativitas
dan komunikasi dalam bingkai baru. Pada dua kasus yang
berbeda sebagaimana telah disebutkan di atas,
menunjukkan bahwa pembingkaian ulang dapat menjadi
alat untuk perubahan; untuk mengubah tidak hanya pesan
tetapi juga medianya. Lebih khusus lagi, Kanvas Teckel
memungkinkan untuk mengubah media (cara informasi
dikomunikasikan dan divisualisasikan) dan pesan (masalah
dan solusi dibingkai ulang, dengan memberikan wawasan
baru mengenai masalah dan/atau arah solusi). Demikian
pula, hasil yang dibingkai ulang menjadi lebih nyata dan
dapat diakses melalui media visual, serta memungkinkan
interpretasi baru. Dalam kedua kasus tersebut, Fasilitator
dan Klien melaporkan bahwa kanvas telah membantu
mereka untuk lebih memahami konteks, masalah, dan
solusi, serta apa yang harus disampaikan dalam visualisasi
akhir.649

648
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.386.
649
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.386.
632
Seperti yang dapat dilihat pada Kasus 2, membingkai
ulang media adalah pendekatan yang masih dapat
membantu perusahaan ketika fasilitator tidak diizinkan
untuk membingkai ulang pesan. Hal ini telah terlihat dalam
praktik, tidak selalu ada ruang bagi Fasilitator untuk
membingkai ulang bagaimana Klien mengatasi masalah,
dengan mengambil langkah mundur ke definisi masalah
yang pertama kali diajukan oleh Klien. Seringkali Klien
menginginkan solusi segera untuk masalah mereka dan
tidak mau mengubah perspektif mereka sendiri, cara kerja,
atau rencana yang telah mereka buat. Meminjam metafora
yang berguna, di mana proses fasilitasi dibandingkan
dengan kawanan burung yang sinkron, Fasilitator perlu
memungkinkan munculnya masalah laten. Fasilitator adalah
peserta dan unsur aktif dari ‘kawanan’ untuk
mengungkapkan pola, yang belum ditemukan. Ketika Klien
ingin bergegas menuju solusi, adalah tanggung jawab
Fasilitator untuk membuka arah baru dan mendorong
‘kelompok’ yaitu anggota fasilitasi guna menemukan
masalah mendasar.650

650
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling Reframing: The
Development and Evaluation of A Problem Reframing Canvas”,
International Conference On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands, hlm.387.
633
BAB XIV
PERAN DAN KONTRIBUSI
KAUKUS DALAM MEDIASI
Kaukus dapat menjadi cara yang efektif untuk
memecahkan kebuntuan dalam negosiasi.Kaukus ini dapat
mengarah pada kejelasan tentang:
(1) Masalah
(2) Memperkenalkan ide-ide yang sebelumnya diabaikan
atau
(3) Berfungsi sebagai ruang yang aman untuk
melampiaskan. (Richard M. Calkins, “Caucus Mediation,
Putting Conciliation Back Into The Process: The
Peacemaking Approach To Resolution, Peace, and
Healing).

Pada kaukus dalam suatu mediasi, penasihat untuk


para pihak harus hadir. Hanya pengacara dapat menjawab
banyak pertanyaan yang akan ditanyakan oleh Mediator,
seperti kekuatan dan kelemahan kasus dan skenario terbaik
dan terburuk dari apa yang bisa dilakukan Hakim. Pada
akhirnya, pengacaralah yang akan mendorong salah satu
pihak untuk membuat kompromi final dan baku. Memiliki
hanya satu pihak yang diwakili oleh penasihat,
menempatkan suatu hal yang tidak semestinya membebani
Mediator karena ia akan cenderung melindungi pihak yang
tidak terwakili dari reaksi berlebihan dari pengacara lawan,
sehingga merusak janjinya untuk kenetralannya.651

651
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Jurnal Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.264.
634
14.1 Kaukus: Pertemuan Sepihak Guna
Membahas Masalah Secara Khusus
14.1.1 Bersedia Membagi Hanya Dengan Mediator
‘Kaukus’ merupakan pertemuan pribadi antara
Mediator dengan hanya salah satu pihak yang diadakan di
luar jangkauan pendengaran pihak lain. Pada beberapa
Mediasi tidak ada kaukus sama sekali. Sementara di pihak
lain, Mediator dapat melakukan kaukus dengan masing-
masing pihak hanya sekali saja atau beberapa kali,
tergantung pada situasinya. Hal itu sangat tergantung pada
Para Pihak untuk memutuskan apakah mereka ingin
menggunakan pertemuan pribadi atau tidak. Mediator yang
berbeda, memiliki gaya yang berbeda pula, namun sangat
disarankan agar Para Pihak untuk menghabiskan waktu
sebanyak mungkin dalam perundingan bersama. Hal ini
memungkinkan masing-masing pihak untuk mendengar
perspektif pihak lain tentang perselisihan, yang pada
gilirannya meningkatkan pemahaman dan empati yang
lebih besar di pihak semua orang dan memajukan tujuan
mengeksplorasi opsi untuk keuntungan bersama dan pada
akhirnya menyelesaikan konflik. Pendekatan pribadi untuk
mencegah penggunaan kaukus yang berlebihan, karena
mereka sering menghalangi pihak satu sama lain dan, pada
akhirnya, dari peluang nyata untuk berkolaborasi dalam
solusi terbaik.652
Meskipun disarankan agar para pihak untuk tetap
bersama selama mungkin selama sesi mereka, namun
disadari bahwa kaukus dapat menjadi cara yang efektif
untuk memecahkan kebuntuan dalam negosiasi. Pada
beberapa perselisihan, Satu Pihak mungkin merasa enggan
untuk mengungkapkan informasi kepada Pihak Lain tetapi
bersedia membaginya dengan Mediator secara rahasia, dan
sesi pribadi kaukus merupakan tempat yang ideal untuk
melakukannya.

652
What is a “caucus” in mediation?”, http://www.neimanmediation.com/
635
Ada konflik lain yang bersifat pribadi sehingga salah
satu pihak merasa terlalu tidak nyaman untuk
membicarakannya dalam pertemuan bersama, dengan
pihak lain hadir, dalam hal seperti ini, mengadakan kaukus
menjadi perlu agar mediasi menjadi efektif.653 Kaukus
merupakan pertemuan guna membahas masalah secara
khusus. Hal itu dilakukan untuk mencapai kesepakatan
tentang cara terbaik guna menyajikan dan mencapai suatu
kepentingan. Kaukus dapat terjadi dalam banyak konteks
yang berbeda. Penggunaan istilah ‘kaukus’ yang paling
umum berasal dari tiga area berbeda Mediasi, politik, dan
proses bisnis, termasuk negosiasi serikat pekerja. Pada
mediasi, kedua belah pihak yang bersengketa berkumpul
dengan seorang Mediator untuk mencoba mencapai
kesepakatan atas perbedaan mereka. Kaukus adalah
pertemuan rahasia hanya dengan anggota salah satu pihak
yang bersengketa dengan Mediator untuk membahas
masalah mereka. Pertemuan ini terpisah dari pertemuan
bersama antara kedua belah pihak.654 Adapun cara kerja
kaukus dalam proses mediasi, semua pihak bertemu sebagai
satu kelompok dengan Mediator. Kemudian salah satu Pihak
dengan Mediator pergi ke ruangan terpisah untuk
membahas masalah tersebut, di kaukus. Mediator bolak-
balik antara kedua pihak selama proses kaukus, Kaukus
diperlukan dalam negosiasi setelah kesepakatan tentang
isu-isu tertentu menemui jalan buntu, dan tidak ada pihak
yang mau mengalah. Kadang-kadang kesulitan muncul
antara pihak-pihak dalam kaukus, saat waktu istirahat dan
pendinginan.655

653
“What is a “caucus” in mediation?”, http://www.neimanmediation.com/
654
Jean Murray, “What Is a Caucus? Definition & Examples of a Caucus”,
August 05, 2020, https://www.thebalancesmb.com/
655
Jean Murray, “What Is a Caucus? Definition & Examples of a Caucus”,
August 05, 2020, https://www.thebalancesmb.com/
636
14.1.2 Alasan-Alasan Mediator Menggunakan Kaukus
Dalam Mediasi
Mediator menggunakan kaukus dalam mediasi
karena berbagai alasan. Kadang-kadang kaukus dapat
memungkinkan satu pihak untuk bersuara tanpa
mengasingkan pihak lain. Di lain waktu, mereka mungkin
menjadi cara untuk menyajikan solusi alternatif untuk
masing-masing pihak secara terpisah atau menawarkan
saran negosiasi ke satu pihak. Kaukus sering tertutup,
dengan diskusi mereka dirahasiakan. Pada mediasi, kaukus
memberi semua pihak yang terlibat kesempatan untuk
duduk secara leluasa tanpa pihak lawan dengan Mediator.
Hal ini memungkinkan untuk tidak memihak dan
membicarakan masalah mereka dan menerima perspektif
dari luar. Kaukus ini dapat mengarah pada kejelasan
tentang:
(1) Masalah
(2) Memperkenalkan ide-ide yang sebelumnya diabaikan
(3) Berfungsi sebagai ruang yang aman untuk
melampiaskan.656

14.2 Memaksimalkan Kaukus: Gunakan Daftar


Periksa dan Petunjuk
Dengan menggunakan kaukus secara efektif, Mediator
dapat meningkatkan kemungkinan para pihak mencapai
kesepakatan selama mediasi. Cukup sering, apa yang terjadi
di kaukus menciptakan titik balik dalam mediasi. Gunakan
daftar periksa ini dan petunjuk untuk membuat kaukus
dengan tujuan:657

656
Jean Murray, “What Is a Caucus? Definition & Examples of a Caucus”,
August 05, 2020, https://www.thebalancesmb.com/
657
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
637
14.2.1 Para Pihak Menguraikan Perselisihannya dan
Mediator Membangun Hubungan Kepercayaan
Para pihak sering kali menginginkan waktu berduaan
dengan Mediator untuk memberikan mereka lebih banyak
informasi daripada yang ingin mereka ungkapkan dalam
sesi terbuka, dan terkadang mereka hanya ingin curhat.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang akan
memberikan pembukaan untuk pihak untuk memberi Anda
informasi lebih lanjut:
(1) Bagaimana sesi mediasi Anda sejauh ini?
(2) Apa yang Anda butuhkan untuk berada di sini hari ini?
(3) Apakah ada informasi tambahan yang menurut Anda
perlu kami ketahui?
(4) Apa yang sedang terjadi pada diri Anda saat ini?
(5) Bagaimana perasaan Anda ketika…?

Dalam rangka Mediator membangun hubungan dan


kepercayaan, ambil kesempatan ini untuk mengendurkan
sikap netralitas Anda. Selama kaukus, Mediator dapat
menunjukkan empati yang lebih dalam daripada di sesi
terbuka. Pastikan orangnya tahu bahwa Anda memahami
sudut pandang, perasaan, dan minat mereka. Dengan tetap
tenang, berempati, sabar, dan ingin tahu, Anda
memperkenalkan unsur-unsur ini ke dalam sesi Mediasi dan
mengundang para pihak untuk melakukan hal yang sama:
(1) Berapa nilai yang telah Anda bayar untuk konflik ini?
(2) Bagaimana pengaruhnya bagi Anda?
(3) Apa yang paling Anda ingin orang lain pahami
mengenai Anda?
(4) Apa yang paling penting bagi Anda?
(5) Bagaimana memenuhi kebutuhan Anda?. Gunakan alat
refleksi dan pembingkaian.658

658
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
638
14.2.2 Dorong Pihak Mengakui Kepentingan Pihak Lain
dan Mediator Mengamankan Potensi Konsesi
serta Kesepakatan
Mungkin sulit bagi salah satu pihak untuk mengakui
sudut pandang orang lain, kebutuhan atau masalah dalam
sesi terbuka tanpa terasa seperti konsesi. Kaukus adalah
kesempatan sempurna untuk mengundang orang tersebut
untuk mengungkapkan apa yang mereka dengar dari orang
lain.
(1) Apa yang Anda dengar dari orang lain, katakan bahwa
mereka membutuhkannya?
(2) Menurut Anda apa yang orang lain ingin lihat situasi
terjadi terjadi?
(3) Jika Anda berada di posisi mereka, apa yang ingin
Anda lihat terjadi?
(4) Apa yang bisa Anda katakan kepada orang lain untuk
mengakui bahwa Anda seperti itu?
(5) Mengertikah Anda, apa yang penting bagi mereka?659

Mediator mengamankan ‘potensi konsesi’ dan


‘kesepakatan’, dengan mempertanyakan:
(1) Apa yang bersedia Anda tawarkan? Bagaimana itu
akan bertemu dengan kebutuhan orang lain?
(2) Apa yang ingin Anda lakukan untuk mengatasi
kekhawatiran orang lain?
(3) Apa yang Anda butuhkan dari orang lain?
(4) Apa yang diperlukan untuk mengatasi konflik ini?
(5) Solusi apa yang dapat Anda pikirkan yang akan
menjawab minat Anda?
(6) dan minat orang lain? (catatan khusus: daripada
menggunakan kata “bunga”, beri nama bunga seperti
yang Anda dengar. Menghindari menggunakan “jargon
perantara”
(7) Apa pendekatan lain yang ada?
(8) Apakah Anda bersedia?

659
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
639
(9) mempertimbangkan pendekatan lain?660

14.2.3 Mediator: Ajukan Pertanyaan Pengujian Realitas


Yang Sulit dan Pertanyaan Pekerjaan Rumah,
Konsesi dan Permintaan
Kaukus adalah waktu bagi para mediator untuk
mendorong para pihak menuju penyelesaian. Anda dapat
mengajukan pertanyaan sulit atau menunjukkan masalah
apa pun yang Anda miliki di mereka berpikir. Sebelum
mengajukan pertanyaan pengujian realitas, pastikan Anda
telah menetapkan kredibilitas Anda dan membangun
hubungan baik dengan para pihak.
(1) Apakah menurut Anda orang lain akan menerima
proposal itu?
(2) Apa konsekuensi potensial dari tidak menetap?
(3) Saya khawatir orang lain mungkin tidak melihat
tawaran itu sebagai menangani mereka (ketertarikan
pada…). Menurut Anda bagaimana reaksi mereka?
(4) untuk saran ini?
(5) Apa kemungkinan opsi itu bekerja dari waktu ke
waktu?
(6) Jika Anda berada di posisi mereka, bagaimana Anda
akan bereaksi terhadap tawaran seperti itu?
(7) Peran apa yang Anda mainkan dalam konflik?
(8) Baik melalui tindakan atau tidak bertindak
(9) Apa nilai yang akan ada bagi Anda jika perselisihan ini
diselesaikan?661

Mediator mengajukan pertanyaan untuk pekerjaan


rumah. Ketika Anda bertemu dengan satu orang, orang lain
memiliki waktu untuk cerminan. Waktu ini bisa sangat
berharga bagi para pihak, asalkan mediator memiliki
memprakarsai proses berpikir yang akan menjaga
momentum terus berjalan.

660
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
661
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
640
(1) Jika situasi ini harus diselesaikan, apa yang akan
berbeda?
(2) Pikirkan satu hal yang Anda sukai atau hormati
tentang orang lain
(3) Pikirkan tentang apa yang ingin Anda lihat di masa
depan. Kembali dengan beberapa ide konkrit
(4) Pikirkan tentang sesuatu yang telah Anda pelajari dari
situasi ini. Kembalilah dengan satu ide tentang apa
yang mungkin Anda lakukan secara berbeda di masa
depan.662

Mediator membantu para pihak untuk mengajukan


pertanyaan, konsesi, dan permintaan. Tidak ada yang lebih
buruk daripada kembali dari kaukus, menang dengan
kemajuan yang telah Anda buat, hanya untuk disabotase
oleh pertanyaan dengan kata-kata yang buruk atau usul.
Bantu para pihak dengan jelas mendefinisikan apa yang
ingin mereka katakan ketika mereka datang kembali dari
kaukus. Akan sangat membantu jika mereka membuat
catatan untuk diingatkan diri mereka sendiri tentang apa
yang ingin mereka katakan dan bagaimana mereka ingin
katakan.663

14.3 Komparasi: Belajar Kaukus dari Negara


Lain
14.3.1 Pengadilan Penuh Sesak, Biaya Melonjak, dan
Tekanan Besar Klien dan Advokat
Richard M. Calkins pernah mengatakan, banyak yang
telah ditulis mengenai kesulitan yang dihadapi dengan
sistem hukum di Amerika. Para kritikus mencatat
pengadilan yang penuh sesak, penundaan yang lama, biaya
yang melonjak, dan tekanan besar yang dihadapi klien dan
Advokat. Memang, pada awal 1980-an, Hakim Warren
Burger mengamati bahwa sistem peradilan Amerika terlalu

662
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
663
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
641
mahal, terlalu panjang, terlalu destruktif, dan terlalu tidak
efisien untuk orang yang beradab. Ia juga mencatat hal
berikut:664 “Salah satu alasan pengadilan menjadi terbebani,
Orang Amerika semakin beralih ke pengadilan untuk
mendapatkan bantuan dari dari tekanan dan kecemasan
pribadi. Pemulihan untuk kesalahan pribadi yang pernah
dianggap sebagai tanggung jawab institusi selain
pengadilan, sekarang dengan berani ditegaskan sebagai hak.
Pengadilan telah diharapkan untuk mengisi ‘kekosongan’
yang diciptakan oleh kemunduran gereja, keluarga, dan
komunitas masyarakat di lingkungannya”.
Mediasi dimulai dengan semua pihak bersama-sama
dalam suatu perundingan. Mediator membuat sambutan
pembukaan, dan Advokat kuasa diundang untuk membuat
pernyataan pembuka. Setelah ini selesai, Para Pihak
‘dipisahkan’ dan ‘ditempatkan di ruangan yang berbeda’.
Mediator kemudian bolak-balik antara mereka dan
melakukan sesi pribadi yang disebut ‘kaukus’. Kaukus ini
berlanjut sampai kasus ini diselesaikan. Setelah selesai, para
pihak bertemu lagi dalam perundingan bersama dan
menegaskan persyaratan penyelesaian, atau jika kasus tidak
diselesaikan, apakah proses dilanjutkan melalui telepon
atau sebaliknya. Para ahli telah memperdebatkan apakah
‘perundingan’ lebih disukai daripada ‘kaukus’? Mereka yang
mengadvokasi mengenai ‘perundingan’ terutama diminati
dalam perkara-perkara ‘perceraian’ dan ‘ketenagakerjaan’.
Belum ada paparan yang luas di mana kaukus lebih
disukai.665 Sebagian besar otoritas setuju bahwa ‘kaukus’
memainkan peran penting dalam proses mediasi.666 Kaukus

664
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.260-261.
665
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.270.
666
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
642
yang berurutan serta dimainkan dengan sangat mahir
dalam menanggapi masalah informasi, merupakan cara
meditatif yang unik untuk memperoleh dan menyalurkan
informasi pribadi.667 merekomendasikan kaukus pribadi
antara Mediator dan Pemohon dalam kasus diskriminatif.668

14.3.2 Kaukus Kondusif Menciptakan Perdamaian


Kaukus sangat kondusif untuk menciptakan
perdamaian. Alasannya, Kaukus mengizinkan Mediator
untuk bekerja dengan para pihak serta memberi nasihat
secara pribadi dan rahasia, yang memfasilitasi ia
membangun hubungan dan kepercayaan. Semua yang
dikatakan dan dilakukan Mediator mendukung dan
menghindari menempatkan pihak atau dalam posisi
defensif. Tujuan umum dari Mediasi kaukus:669
(1) Untuk meyakinkan para pihak, bahwa mereka berada
di pihak yang sama dan bukan lagi musuh yang
berusaha untuk mengalahkan satu sama lain. Tujuan
mediasi adalah untuk bernegosiasi dan mencapai
penyelesaian melalui proses itu sendiri. Dengan

Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.270. Lihat juga rujukan
Calkins, Nancy A. Welsh, Stepping Back Through the Looking Glass: Real
Conversations with Real Disputants About Institutionalized Mediation and
Its Value, Ohio State Journal On Dispute Resolution, Vol. 19, No.2, 2004.
667
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.270. Lihat juga rujukan
Calkins, Jennifer Gerarda Brown & Ian Ayres, Economic Rationales for
Mediation, The Virginia Law Review, Vol. 80, No.2, 1994.
668
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.270. Lihat juga rujukan
Calkins, Emily M. Calhoun, “Workplace Mediation: The First-Phase, Private
Caucus in Individual Discrimination Disputes”, The Harvard Negotiation
Law Review, Vol. 9, 2004; Christopher W. Moore, “The Caucus: Private
Meetings That Promote Settlement”, Mediation Quarterly, Vol. 16, 1987.
669
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.283.
643
bekerja sama, mereka didorong untuk menumpahkan
penglihatan rabun yang melekat dalam proses
permusuhan. Mereka diminta untuk memperluas
pandangan mereka untuk mempertimbangkan
kebutuhan semua pihak dan memenuhi kebutuhan
tersebut secara kreatif
(2) Membantu masing-masing pihak lebih memahami
kasusnya dan secara realistis mengevaluasi hasil akhir
jika disajikan kepada hakim. Setiap kasus harus
diselesaikan dan akan dituntaskan jika semua pihak
memiliki tanggung jawab penuh dan berapresiasi atas
risiko mereka
(3) Menyediakan forum bagi para pihak untuk didengar
dan bila perlu, untuk memungkinkan mereka
melampiaskan dan mengekspresikan kemarahan dan
frustrasi mereka. Mediator dapat mengatur itu, baik
yang bersifat terapeutik sekalipun
(4) Akhirnya, tujuan keseluruhan tidak hanya untuk
menemukan resolusi tetapi untuk membuka pintu
menuju konsiliasi, perdamaian, dan pemulihan. Suatu
mediasi gagal jika para pihak, meskipun mencapai
penyelesaian, pergi dengan marah dan merasa
dikerjain.

14.3.3 Tujuan Kaukus Pertama: Membangun Rasa


Saling Percaya
Terdapat empat tujuan utama yang ingin dicapai
Mediator saat melaksanakan kaukus dengan masing-masing
pihak, yaitu:670 kaukus:
(1) Pertama dan terpenting, kaukus berusaha untuk mulai
membangun rasa saling percaya, hubungan baik, dan
keyakinan dalam perannya sebagai pembawa damai.

670
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.288-289.

644
Oleh kerena itu harus menunjukkan minat dalam
kasus ini pada masing-masing pihak. Pada pihak-pihak
itu sendiri sebagai individual, melalui Kaukus dapat
menyampaikan keinginan tulusnya untuk menemukan
resolusi damai serta semua pihak bisa menerima. Saat
hubungan ini berkembang, para pihak sering kali
bersedia untuk kompromi lebih dari yang mereka
maksudkan saat memasuki proses awal
(2) Mediator harus berusaha untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai fakta-fakta dan
kasus hukumnya. Oleh sebab kerahasiaannya,
Mediator dapat bertanya mengenai pertanyaan apa
saja yang belum pernah ditanyakan. Mediator dapat
menanyakan apa kelemahan dalam kasus ini dari
perspektif pengacara. Hal ini memberikan Mediator
pemahaman kasus yang komprehensif, yang hakim
atau arbiter tidak akan pernah memiliki akses untuk
itu
(3) Kaukus pertama memberi Mediator kesempatan untuk
mulai membaca keadaan para pihak secara lebih
banyak dan mendalam. Apa tujuan mereka yang
sebenarnya,
(a) Untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin
(b) Untuk menemukan pembenaran
(c) Untuk menyelesaikan masalah dengan cara apa
pun? Mediator juga harus menentukan apakah
salah satu pihak memiliki harapan yang tidak
masuk akal atau jika pengacara tidak mungkin
bekerja sama kecuali ia mendapatkan apa yang ia
tuntut. Apapun skenario yang ada, Mediator harus
menyesuaikan
(4) Mediator berusaha mengidentifikasi agenda
tersembunyi yang mungkin ada.

Tak jarang, para pihak datang ke Mediasi hanya


untuk mencari sesuatu selain uang. Terkadang mereka
mencari pembenaran atau mereka hanya ingin
645
melampiaskan dan meminta seseorang mendengarkan sisi
mereka dari kasus ini. Berkali-kali dan permintaan maaf
atau ekspresi keprihatinan akan melanjutkan proses
Mediasi. Bahkan ada saat-saat mungkin tidak menyadari
fakta bahwa ada agenda yang tersembunyi atau bahwa
sesuatu yang mereka butuhkan atau inginkan dapat menjadi
bagian dari resolusi. Studi Kasus: Pemohon mediasi dalam
satu kasus, terluka dalam kecelakaan lalu lintas dan
mengalami cedera jaringan lunak ringan. Ia sedang hamil
pada saat itu, tetapi ini bukan faktor dalam kasus ini. Ia
tidak bekerja karena komplikasi kehamilannya. Ia seorang
ibu tunggal dengan seorang putra kecil dan bekerja di
rumah sakit setempat sebagai pemeliharaan pasien.
Format kaukus pertama sama untuk semua pihak,
Pemohon dan Termohon sama. Formatnya adalah sebagai
berikut:671
(1) Kekuatan kasus, dengan rincian: suatu ‘kekuatan kasus’
selama kaukus pertama, cara terbaik untuk mulai
membangun hubungan adalah dengan mengundang
konsultan untuk membahas kekuatan dari kasus.
Undangan ini harus diperpanjang bahkan jika
mediator sudah tahu apa itu dari materi yang telah ia
ulas dan pembukaannya pernyataan penasihat. Jika
mediator memulai kaukus dengan menanyakan ‘apa
kelemahan’ dalam kasus para pihak adalah, itu
menunjukkan kurangnya minat pada kasus partai atau
bahkan mungkin aliansi dengan oposisi. Situasi itu
tidak membangun hubungan dengan pengacara atau
pihak. Beberapa mediator memulai kaukus pertama
dengan menanyakan nasihat apa yang menjadi poin
terkuat yang bisa ia buat saat kaukus dengan pihak
lain, serta hal-hal yang akan menarik perhatian
mereka. Ia bahkan mungkin bertanya tentang

671
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.289.
646
kekuatan yang belum dibahas, sehingga menunjukkan
minat yang kuat. Ia harus mencatat dengan cermat dan
mengajukan pertanyaan yang mendukung yang
menunjukkan memahami posisi masing-masing pihak.
Setelah mediator membuat daftar kekuatan para
pihak, ia bahkan mungkin, meninjau mereka untuk
memastikan semua tertutup. Hal ini sekali lagi
menunjukkan minat dan dukungan, yang mulai
membangun hubungan yang dibutuhkan. Hal ini
penting bagi mediator untuk tidak terburu-buru
langkah pertama ini karena tujuan utamanya adalah
untuk membangun hubungan.672
(2) Suatu ‘kelemahan kasus’, yaitu adalah salah satu
langkah terpenting dalam proses kaukus. Hal ini tentu
saja disadari merupakan langkah yang paling sensitif
dan membedakan Mediasi dari semua bentuk
penyelesaian sengketa yang lain. Melalui dialog dan
perundingan yang jujur, Mediator dapat mulai
memahami apa sebenarnya dari kasus ini, dilucuti
serta dikuliti dari retorika. Tidak seperti hakim atau
bahkan arbiter, Mediator bisa lebih dekat dengan
fakta-fakta yang benar dan sedang saling
dipertentangkan. Diharapkan setelah kaukus dengan
kedua belah pihak, untuk memberikan bimbingan
yang berarti. Misalnya, penasihat mungkin berdebat di
depan hakim atau juri bahwa itu lampu kuning karena
di persimpangan ketika kliennya memasukinya dan
membela Pemohon. Dalam kaukus, dengan
kepercayaan ketat, ia mungkin mengungkapkan
kepada Mediator bahwa ada bukti yang dapat

672
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.289-290.
647
diandalkan bahwa lampunya merah dan ia khawatir
bukti ini mungkin keluar di persidangan.673

Ketika Mediator menanyakan tentang kelemahan,


penasihat umumnya terus terang dan bersedia untuk
mendiskusikannya karena kerahasiaannya. Ada kalanya
nasihatnya menyarankan tidak ada kelemahan,
mengabaikan yang sudah jelas. Ada beberapa alasan
mengapa nasihatnya seperti itu. Pengacara mungkin belum
pernah bekerja dengan Mediator sebelumnya, dan tidak siap
untuk membuat pengungkapan di kaukus pertama. Setelah
beberapa kali kaukus, ketika hubungan telah terjalin baik, ia
mungkin berubah atau, penasihat mungkin merasa Klien
tidak siap secara emosional untuk menghadapi kelemahan
dalam kasus tersebut. Lebih banyak waktu diperlukan
untuk mempersiapkan ini. Haruskah penasihat menyatakan
tidak ada kelemahan atau menghilangkan sesuatu yang
sudah jelas? Mediator tidak boleh menantangnya dengan
menunjukkan itu, karena hal itu akan memberikan nasihat
bersikap defensif dan melemahkan upaya Mediator untuk
membangun hubungan baik. Ini juga menempatkan
Mediator di pihak pihak lain dalam kasus tersebut. Jalan
yang lebih baik adalah menerima nasihat dan lanjut ke
kaukus berikutnya untuk mendiskusikan tentang
kelemahan-kelemahan. Ini bisa jadi efektif dilakukan
dengan menunjukkan bahwa pihak lain, bukan Mediator,
mengangkat poin sebagai kekuatan dan kelemahan
Pemohon. Hal ini sekarang perlu didiskusikan dan bahwa
Mediator dapat menanganinya dengan baik ketika kembali
ke pihak lain.
Kadang-kadang, penasihat ingin pertanyaan itu
diajukan agar dia dapat mendiskusikannya di depan Klien,

673
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.290.

648
ketika klien sebelumnya tidak mau mendengarkannya. Studi
kasus: suatu kasus yang menggambarkan bagaimana dialog
mengenai kelemahan memberi arah langsung ke kasus yang
melibatkan seorang wanita berusia dua puluh tahun yang
berbelok ke kiri di depan truk yang sedang melaju dan
menyebabkan ia tewas. Dia pergi ke barat dan menarik ke
dalam jalur belok dalam untuk pergi ke selatan. Pengemudi
truk selaku Termohon berpendapat bahwa ia berbalik pada
lampu merah dan bukan lampu hijau. Harta orang yang
meninggal berpendapat bahwa pengemudi truk
menjalankan lampu merah dan bukan lampu kuning, seperti
yang ia katakan. Dalam kaukus dengan Pemohon, penasihat,
ketika ditanya tentang kelemahan, menunjukkan bahwa
orang yang meninggal mungkin menyalakan lampu merah
daripada panah hijau, karena seorang pengemudi di jalur di
sebelah jalur belok memberikan pernyataan bahwa ia
berhenti karena lampu berwarna merah. Dia lebih lanjut
menunjukkan bahwa panah hijau pergi hanya ketika lampu
hijau menuju barat menyala.
Pada kaukus dengan pengemudi truk, penasihat
dengan jujur membahas kelemahannya dalam kasus ini. Ia
mencatat bahwa pengemudi truk, menurut kotak hitam truk
yang mencatat kecepatan truk, melaju 50 mil per jam
dengan kecepatan 40 mil per jam zona tiga puluh detik
sebelum kecelakaan. Hasil cetakan kotak hitam kemudian
menunjukkan bahwa truk melambat hingga 40 mil per jam
saat mendekati persimpangan dan kemudian melaju ke 48
mil per jam saat memasuki persimpangan. Pengemudi truk
menyatakan bahwa saat dia mendekati persimpangan, dia
mulai memperlambat tetapi menyadari bahwa dia tidak bisa
berhenti waktu jadi dia mempercepat, menghajar orang
yang meninggal. Counsel juga mencatat bahwa ada mobil
yang melaju ke arah yang sama dengan pengemudi truk
yang berhenti untuk lampu merah di jalur luar. Pengemudi
truk itu mengatakan bahwa ia akan pergi ke persimpangan
dengan lampu warna kuning. Dengan sangat rahasia,
penasihat hukum mengakui bahwa ini tidak mungkin
649
karena lampu menyala merah untuk lalu lintas barat dan
timur pada saat yang sama, dan saksi pergi baik barat
maupun timur sempat berhenti karena lampunya merah
dan bukan kuning. Mengenali bahwa orang yang meninggal
akan memiliki beberapa kesalahan komparatif, kedua belah
pihak berkompromi, dan kasus diselesaikan setelah
kelemahan ini dikembangkan secara menyeluruh. Oleh
sebab Mediator sekarang bertanya, bagaimanapun Advokat
harus mendiskusikannya dan Klien harus
mendengarkannya.
Keputusan Hakim, kasus terbaik dan terburuk
rentang putusan Hakim, kasus terbaik/kasus terburuk.
Pertanyaan lain, Mediator akan meminta untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai
kasusnya adalah apa yang penasihat percaya, juri akan
melakukannya, kasus terbaik/kasus terburuk untuk klien.
Ini juga bertanya dengan percaya diri dan tidak berbagi
dengan pihak lain. Ini akan membantu Mediator
menentukan seberapa jauh jarak pihak yang berlawanan
dalam evaluasi kasus. Jika satu sisi atau yang lain
memberikan yang tidak realistis evaluasi, ini menandakan
bahwa Mediasi akan lama dan kesabaran diperlukan.674
Dalam meminta nasihat tentang penilaiannya atas kasus itu,
itu memberinya sebuah kesempatan untuk mendiskusikan
kemungkinan putusan yang merugikan jika dia memilih
demikian untuk melakukannya. Dengan cara ini klien yang
sulit akan diberikan pemeriksaan realitas, yang mungkin
pengacara tidak bisa melakukan sebelumnya. Banyak klien
telah menyatakan Kekhawatiran atas rentang yang
diberikan ketika mendengar bahwa vonis bisa sangat
rendah atau sangat tinggi, tergantung pada sisi kasus pesta
itu. Mengenai penggugat, mereka sering memiliki harapan
yang tidak realistis berdasarkan apa yang mereka baca atau

674
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.291.
650
saran yang diberikan oleh teman-teman yang tidak tahu apa
yang terjadi di pengadilan. Saat mendiskusikan rentang juri,
Mediator mungkin bertanya, apakah tempatnya lebih liberal
atau konservatif. Umumnya, suasana tempat lebih pedesaan,
semakin konservatif putusannya. Beberapa tempat seperti
New York City, Los Angeles, California, dan Chicago, Illinois,
dikenal karena vonis liberal mereka, dan ini perlu
dipertimbangkan pertimbangan. Mungkin tempat paling
liberal di negara ini adalah Madison County, Illinois, di luar
St. Louis, Missouri.675
Diskusi Penyelesaian. Setelah mengevaluasi putusan
juri potensial, penyelidikan harus dilakukan untuk diskusi
penyelesaian untuk menentukan apakah ada pola apapun.
Berkali-kali tuntutan diajukan oleh Penggugat tanpa
penawaran yang masih dilakukan oleh Tergugat. Di sini,
disarankan bahwa masalah diskusi penyelesaian harus tidak
dimunculkan dalam ‘sidang gabungan’ karena mungkin ada
ketidaksesuaian. Perdebatan bahkan meletus di sesi
pembukaan karena suatu perbedaan. Ini dapat mengancam
proses bahkan sebelum dimulai. Jika ada perbedaan, lebih
baik mempelajarinya dengan pihak yang terpisah. Itu
Mediator kemudian dapat meminta catatan dokumen apa
pun dari permintaan sebelumnya dan menawarkan. Bolak-
balik antara para pihak, Mediator dapat membantu
merekonstruksi penawaran dan membawa para pihak ke
titik awal yang sama.676 Permintaan atau penawaran baru.
Pada akhir kaukus pertama penggugat, mediator harus
meminta pihak untuk membuat permintaan atau
penawaran baru. Jika penggugat sudah mengajukan
tuntutan dan tergugat belum merespon, maka langkah
pertama harus datang dari sisi pertahanan. jika penggugat

675
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.291-292.
676
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.292.
651
akan terlebih dahulu dan membuat permintaan yang sangat
tidak realistis, mediator tidak boleh bereaksi atau mencoba
membuat penggugat mengubah tuntutannya.
Jika suatu permintaan sama sekali tidak realistis,
pengacara tahu bahwa terdakwa akan membuat tawaran
yang tidak realistis sebagai tanggapan. Ketika salah satu
pihak membuat penawaran atau permintaan pertama yang
tidak masuk akal, mediator tidak boleh bereaksi atau
mencoba membuat pihak atau pengacara memoderasinya.
Dia seharusnya hanya mengambil permintaan atau
penawaran ke sisi lain dengan penjelasan bahwa itu harus
diharapkan bahwa penggugat awalnya mulai tinggi dan
tergugat mulai rendah. jika pengacara bertanya kepada
mediator apa yang akan dia sarankan, dia harus
menghindari menanggapi dan memberi tahu penasihat
hukum bahwa dia memercayai pertimbangan penasihat
hukum dalam masalah ini. Untuk menanggapi adalah tidak-
menang situasi. Jika mediator di bawah apa yang dirasa
cukup oleh penasihat hukum penggugat, akan terlihat
mediator berpihak pada pihak lain atau mendorong. Ini
merusak hubungan mediator mencoba untuk membangun.
Bagaimanapun juga, tidak tepat bagi mediator untuk
mendorong salah satu pihak pada tahap awal ini. Untuk
mendorong pengorbanan pesta hubungan dan kepercayaan,
yang merupakan tujuan utama dari beberapa kaukus
pertama.677
Saat meminta permintaan atau penawaran baru, ada
kalanya penasihat hukum akan menanyakan apakah
mediator menginginkan angka akhir partai. Ini harus segera
ditolak, karena pihak yang memberikan permintaan atau
penawaran akhir akan menarik garis di pasir dan pihak
tersebut sekarang akan memiliki investasi emosional.
Hampir tanpa kecuali, penyelesaian, jika memang ada, akan

677
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.292-293.
652
membutuhkan gerakan dari angka akhir oleh kedua sisi.
Kursus yang aman, ketika suatu pihak menawarkan untuk
mengungkapkan permintaan atau penawaran akhir, adalah
meminta agar hal itu tidak diungkapkan sehingga tidak ada
garis putus-putus. Masalah mungkin timbul selama kaukus
pertama jika penggugat permintaan begitu tinggi atau
tawaran tergugat sangat rendah, sehingga pihak lain enggan
menanggapi. Mediator harus meminta beberapa tanggapan,
betapapun kecilnya, daripada kembali ke pihak pertama dan
meminta permintaan atau penawaran yang lebih realistis.
Para pihak tidak suka pergi dua kali berturut-turut, karena
mereka menawar melawan diri mereka sendiri. Ini tidak
akan mereka lakukan. Selama ada tanggapan, proses dapat
bergerak maju. Suatu saat di siang hari, pihak akan mulai
membuat langkah yang lebih realistis, menyadari bahwa
mereka hanya membuang-buang waktu dan uang.
Setelah permintaan atau penawaran baru dibuat dan
mediator memulai kaukus dengan pihak lain, permintaan
atau penawaran baru tidak boleh diungkapkan sampai
kaukus selesai. Jika angka baru diungkapkan di awal dan
tidak masuk akal, pihak kaukus mungkin berkecil hati dan
tidak ingin menyelesaikan kaukus, merasa bahwa
penyelesaian tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu,
Mediator harus menunda pengungkapan angka, bahkan jika
diminta, untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus
dilakukan terlebih dahulu. Harus diingat bahwa semakin
lama para pihak terlibat dalam proses, semakin besar
investasi mereka di dalamnya, sehingga meningkatkan
kemungkinan kompromi akhir.678 Pertanggungan Asuransi.
Dalam kaukus pertama, Mediator harus tanyakan apa
batasan polis jika ada pertanggungan asuransi. Jika sebuah
tuntutan penggugat melebihi batas polis, hal ini
menunjukkan bahwa penggugat berharap untuk

678
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.293.
653
menyelesaikan batas polis atau bermaksud untuk mengejar
harta pribadi tergugat di atas batas polis. Dalam kasus
terakhir, terdakwa harus hadir dengan penasihat terpisah
untuk menasihatinya. Dalam hal apapun, ketika penggugat
mengajukan tuntutan batas polis atau kurang, tergugat
harus memberitahukan perusahaan asuransi, secara
tertulis, untuk menyelesaikan atau menghadapi potensi
klaim itikad buruk. Hal ini juga membantu bagi penggugat
untuk mengetahui apakah tergugat memiliki dikurangkan
yang mengharuskan dia untuk membayar, misalnya, $
100.000 pertama. Oleh karena itu, mediator mengetahui
bahwa hingga penawaran melebihi $100.000, pengangkut
tidak membayar apa pun kecuali biaya pembelaan.
Beberapa polis asuransi, yang disebut polis layu,
menetapkan bahwa: jumlah pertanggungan menurun
karena biaya dan biaya pengacara dikeluarkan. Misalnya,
suatu polis dapat memberikan pertanggungan sebesar
$500.000 tetapi dapat dikurangi karena biaya yang
dikeluarkan. Pada saat mediasi, mungkin $35.000 telah
dihabiskan untuk pengacara biaya dan biaya $15.000. Oleh
karena itu, hanya ada $450.000 yang masih tersedia untuk
penyelesaian. Jika terdakwa mengharapkan untuk
menghabiskan $ 100.000 lagi untuk membela kasus jika
penyelesaian tidak tercapai, itu berarti hanya $ 350.000
yang akan tersedia untuk membayar keputusan apa pun
yang dimasukkan. Ini adalah pertimbangan yang harus
ditimbang oleh penggugat pada saat mediasi karena
mungkin sulit untuk mendapatkan kembali apa pun dari
tergugat di atas asuransi yang tersedia. Umumnya, jika
pengangkut menghadiri mediasi, mediator dapat berasumsi
bahwa ia bersedia berkontribusi pada penyelesaian.679
Kepentingan Subrogasi, Hak gadai atau Hutang. Dalam
mediasi apa pun, itu adalah penting untuk menanyakan

679
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.293-294.
654
apakah ada kepentingan subrogasi, hak gadai, atau hutang
yang harus dibayar dari setiap penyelesaian yang diperoleh.
Sering kali, hak gadai atau utang begitu besar sehingga
menentukan persyaratan penyelesaian. Hak gadai atau
hutang yang umum termasuk biaya pengobatan yang
dibayarkan oleh penyedia layanan kesehatan dan
kompensasi pekerja pembayaran medis dan tunjangan yang
dibayarkan oleh operator majikan. Umumnya, para
pemegang hak gadai ini bergabung dengan pihak penggugat
dalam kasus ini, karena mereka ingin penggugat
memulihkan sebanyak mungkin sehingga mereka dapat
memperoleh seratus persen dari hak gadainya.680 Dalam
kasus yang melibatkan hak gadai kompensasi pekerja, file
mungkin masih terbuka untuk perlindungan medis di masa
depan. Sering kali pengangkut akan mengkompromikan hak
gadainya untuk mendapatkan file tertutup dan tidak perlu
membayar biaya atau manfaat pengobatan di masa depan.
Banyak negara bagian dengan ketentuan bahwa pengacara
penggugat berhak atas biaya dari pengangkut, baik
sepertiga atau seperempat, jika dia mewakili pengangkut
dalam litigasi dan kasusnya sampai pada putusan. Oleh
karena itu, dalam mediasi, pengangkut harus mengurangi
persentase tersebut dalam menyatakan hak gadai.
Biaya Litigasi. Biaya litigasi adalah hal yang penting
pertimbangan dan harus ditanyakan pada pihak penggugat
dari kasus ini. Jika ahli harus dipertahankan dan sejumlah
deposisi harus diambil, biaya bisa menjadi signifikan. Ada
kemungkinan bahwa biaya yang diantisipasi melalui
persidangan mungkin melebihi nilai putusan juri yang
diharapkan. Jika sebuah kasus didorong oleh biaya, ini harus
didiskusikan dengan partai. Selalu ada titik di mana
penyelesaian bebas risiko (seekor burung di tangan) lebih
berharga daripada menimbulkan biaya besar dan

680
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm. 294.
655
mempertaruhkan vonis yang merugikan (dua burung di
semak-semak).681 Di sebagian besar yurisdiksi, penggugat
harus mengganti pengacaranya untuk biaya yang diajukan
oleh pengacara, menang atau kalah. Oleh karena itu, jika
kasusnya intensif ahli, biaya mungkin signifikan, dan
meskipun pengacara mungkin berdasarkan biaya
kontinjensi, risiko penggugat kehilangan dan berakhir
karena uang pengacara mungkin terlalu besar risikonya
bagi penggugat untuk menerima. Ini mungkin benar
terutama jika penggugat sudah berhutang dan penagih
tagihan terus berhubungan. Mungkin merupakan strategi
yang baik bagi mediator untuk menunjukkan hal ini.
Di sisi pertahanan, biaya bahkan lebih nyata karena
tidak hanya harus ahli akan diganti, tetapi biaya dan biaya
pengacara harus dibayar. Terkadang biaya yang diusulkan
ini mungkin cukup besar sehingga jika dibayar oleh
penyelesaiannya, kasus tersebut dapat diselesaikan. Bahkan
ada beberapa undang-undang yang memiliki ketentuan
pengalihan biaya, yaitu terdakwa tidak boleh hanya
membayar biaya sendiri dan biaya pengacara, tetapi biaya
penggugat jika: yang terakhir berhasil di uji coba. 42 U.S.C.
§ 1988(b) (2000). Also of note is 15 U.S.C. § 15(a), yang
mengatur sebagian: setiap orang yang akan dirugikan dalam
bisnis atau propertinya karena alasan apa pun yang dilarang
dalam undang-undang antimonopoli dapat menuntutnya di
pengadilan distrik mana pun di Amerika Serikat di distrik di
mana terdakwa tinggal atau ditemukan atau memiliki agen,
tanpa memperhatikan jumlah yang dipermasalahkan, dan
akan mengganti tiga kali lipat kerugian yang dideritanya,
dan biaya gugatan, termasuk biaya pengacara yang wajar.
15 U.S.C. § 15(a) (2000). Dalam kasus-kasus ketika ada
undang-undang pergeseran biaya, terdakwa harus peduli
dengan apa hasil bersih terbaiknya. Misalnya, jika terdakwa

681
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm. 294-295.
656
yakin kasus terbaiknya di depan juri bernilai $20.000 dan
akan menelan biaya $40.000 untuk membela, dan biaya
penggugat dan biaya pengacara adalah $40.000, kasus
bersih terbaik terdakwa adalah $100.000. Jika dia bisa
menyelesaikan kasusnya dengan $50.000, dia akan
menghemat $50.000. Namun, ini mungkin jauh lebih dari
apa yang dirasakan terdakwa sebagai penyelesaian yang
adil. Namun, terdakwa harus melihat ekonomi daripada apa
yang dia rasakan sebagai evaluasi kasus yang benar, yang
mungkin hanya $30.000. Namun, ada satu peringatan, ketika
menanyakan tentang biaya saat operator asuransi membela.
Beberapa perusahaan asuransi tidak akan
mempertimbangkan biaya litigasi—mereka lebih suka
membayar nasihat daripada memiliki reputasi membayar
biaya dalam kasus-kasus yang tidak berdasar. Karena itu,
mereka keberatan ditanya apa biaya mereka mungkin.
Untuk alasan ini, penyelidikan tentang biaya mungkin
ditunda sampai nanti dalam mediasi jika ternyata ada
tanggung jawab dan kasusnya tidak sia-sia.682
Studi Kasus: Seorang mediator menggunakan biaya
litigasi untuk menyelesaikan pekerjaan kasus diskriminasi.
Penggugat, seorang Afrika-Amerika, diduga diberi banyak
jumlah pekerjaan kebersihan meskipun dia adalah mekanik
diesel terlatih dan dipekerjakan untuk bekerja pada mesin
diesel berat. Dia juga mengeluhkan hinaan rasial yang
dibuat oleh karyawan lain dan bahwa dia tidak diberikan
kenaikan gaji yang pantas. Namun, perusahaan mampu
menunjukkan bahwa kenaikan upahnya benar-benar sejalan
dengan mekanik lain di tingkat. Akibatnya, satu-satunya
lukanya yang sebenarnya muncul dari penghinaan rasial
dan— banyak sekali pekerjaan pembersihan yang harus dia
lakukan. Ini bisa dibuktikan, tapi kerugian yang timbul dari

682
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm. 295.

657
tindakan ini minimal. Dalam kaukus pembela, mediator
bertanya kepada penasihat hukum apa yang dia pikirkan
akan biaya untuk membela tuduhan. Counsel menanggapi
dengan $ 40.000 hingga $ 50.000. Dia kemudian bertanya
apa yang dia pikir penggugat akan menghabiskan biaya
pengacara dan biaya untuk menuntut kasus ini, dan dia
menjawab hampir sama. Mediator kemudian menunjukkan
bahwa meskipun penggugat mungkin hanya mendapatkan
ganti rugi sebesar $5.000 hingga $10.000, biaya bersih
untuk mencapai putusan itu bisa menjadi $80.000 hingga
$100.000 dalam biaya dan biaya pengacara. Setelah
beberapa kaukus, mediator menyarankan agar kasus
diselesaikan dengan $30.000, dengan menunjukkan kepada
terdakwa bahwa pada tingkat itu akan menghemat biaya
$50.000 sampai $70.000. Kasus dibayar $25.000.

14.3.4 Kaukus Selanjutnya: Terus Membangun


Hubungan dan Kepercayaan
Jarang kasus diselesaikan di satu atau dua kaukus.
Berapa banyak kaukus? diperlukan tergantung pada
kompleksitas kasus dan kesediaan pihak untuk
berkompromi sejak dini. Dalam kaukus berikutnya,
mediator Tujuan utamanya adalah untuk terus membangun
hubungan dan kepercayaan. Para pihak harus memahami
bahwa mediator berusaha untuk mencapai hasil terbaik
untuk semua yang bersangkutan. Setelah kaukus pertama,
sejumlah masalah akan dihilangkan sebagai tidak
mengendalikan. Mediator akan mencoba untuk mengurangi
masalah menjadi masalah yang akan mengontrol hasil
kasus—masalah yang menentukan. Dalam melakukan ini,
mediator secara tidak langsung akan membantu para pihak
untuk mengevaluasi kasus mereka dan menganalisis dan
menimbang bukti dengan benar, terutama hal-hal itu yang

658
dimunculkan pertama kali pada mediasi.683 Studi Kasus:
Penggugat, seorang petani, terluka parah ketika traktornya
dari belakang diseruduk oleh semi-truk. Pemohon telah
memasuki jalan raya terpisah empat lajur pada perjalanan
malam hari 11 mil per jam. Truk itu melaju dengan
kecepatan kurang dari 65 mil per jam dan traktor tidak
terlihat tepat waktu. Meski terluka parah, Pemohon ditilang
dan sopir truk tidak. Pemohon pada Kaukus pertama,
Pengacaranya menyatakan keprihatinan atas fakta bahwa
Klien-nya tidak memiliki ‘tanda’ kendaraan yang bergerak
lambat yang menempel di bagian belakang traktor
sebagaimana diwajibkan secara hukum. Ia berpendapat
bagaimanapun, Pengemudi truk seharusnya melihat kilatan
lampu kuning itu dan lampu merah belakang. Penasehat
hukum Termohon, dalam kaukus pembelaan pertama,
mendalilkan karena hari gelap, Kliennya tidak bisa melihat
Pemohon. Ia berpendapat bahwa Pemohon lebih dari 50%
bersalah dan oleh karena itu, tidak berhak untuk mendapat
memulihkan. Pada kaukus-kaukus berikutnya, terungkap
bahwa Pemohon sedang mengangkut jerami setinggi lima
kaki yang menempel di bagian belakang traktor. Ada tiga
posisi untuk bale: di tanah, setengah jalan, dan sepanjang
jalan. Jika bale itu benar-benar naik, itu menghalangi lampu
belakang traktor, sedangkan jika dalam posisi setengah
maka lampu masih terlihat. Pemohon menyatakan, ia
meletakkannya hanya di tengah jalan. Namun, salah satu
insinyur yang diajukan Termohon memeriksa traktor
setelah kecelakaan dan dapat menentukan bahwa itu berada
di posisi tinggi. Pemohon tidak dapat membantah hal ini.
Pada kaukus keempat dengan Pemohon, dikembangkan
bahwa terdapat tiga tiang lampu besar menerangi
persimpangan tempat Pemohon berbelok ke jalan raya.
Dengan kata lain, Termohon harus telah melihat Pemohon
683
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm. 296.

659
ketika ia menyeberang ke jalan raya dan berbelok ke arah
utara. Lampu hampir tidak terlihat di beberapa foto-foto
yang diambil pada siang hari, tetapi pada malam hari
mereka akan menerangi sebagian besar dari Jalan tol.
Termohon mengakui bahwa ini adalah kekhawatiran
tambahan. Akibatnya, bukti baru, adjuster asuransi yang
menangani kasus itu menelepon dan menambahkan uang di
atas meja, dan kasus diselesaikan. Kasus ini
menggambarkan bagaimana bukti dapat berkembang
selama kaukus.
Pada kaukus-kaukus berikutnya, di masing-masing
Pihak, terutama Mediator, akan membahas ‘kelemahan-
kelemahan posisi’ pihak kaukus yang diangkat oleh pihak
lain. Seperti disebutkan di atas, jika dalam kaukus pertama
salah satu pihak gagal untuk mengangkat atau mengenali
kelemahan tertentu dalam kasus tersebut, terutama yang
sudah jelas, Mediator tidak boleh berperan sebagai advokat
dan mulai berdebat dengan penasihat hukum. Ini merusak
hubungan yang coba dibangun oleh Mediator. Sebaliknya, ia
harus menunggu sampai kaukus kedua dan selanjutnya
untuk membesarkan mereka. Sekarang mereka dapat
diangkat sebagai kekuatan pihak lain yang perlu ditangani
oleh para pihak.
Ketika isu-isu yang menentukan ini ditimbang, Para
Pihak harus menghadapi pertanyaan tentang kemungkinan
bahwa mereka akan menang atau kalah pada pihak masing-
masing. Semakin besar risiko kehilangan, semakin mereka
perlu mulai berkompromi dan bekerja menuju resolusi yang
dapat mereka terima. Pada setiap kaukus berikutnya,
Mediator harus tetap nonkonfrontatif. Sedikit yang
diperoleh dengan menempatkan pihak atau penasihat
dalam posisi defensif. Pertanyaan harus diajukan yang
mendukung daripada yang konfrontatif. Pada akhirnya,
Mediator tidak berusaha untuk meyakinkan Para Pihak
bahwa ia akan kalah dalam kasus atau tidak akan
mendapatkan hasil yang ia ingin capai. Alih-alih, ia mencoba
membantu pihak tersebut memahami apa risikonya bahwa
660
ia akan kehilangan atau tidak akan mencapai hasil yang
diinginkan. Beban menimbang risiko daripada hasil akhir
jauh lebih ringan bagi Mediator dan tidak terlalu
mengancam para pihak. Saat mendiskusikan risiko dengan
masing-masing pihak, jauh lebih efektif untuk membaca dari
dokumen daripada meringkasnya. Ketika seorang Mediator
dapat menunjukkan kata-kata sebenarnya yang diberikan
oleh suatu pihak dalam pernyataannya, yang merupakan
pengakuan terhadap bunga, itu memiliki dampak yang jauh
lebih besar daripada hanya untuk meringkas intinya.
Perlu juga dicatat bahwa semakin Mediator dapat
membuat para pihak berbicara dan berpartisipasi dalam
proses, semakin produktif kaukus tersebut. Bahkan
mendorong mereka untuk melampiaskan dan
mengungkapkan perasaan dan frustrasi mereka dapat
memajukan penyebabnya. Seorang Mediator perlu
mempelajari apa yang dipikirkan para pihak, karena hanya
dengan cara itu dia akan tahu bagaimana melanjutkan
prosesnya. Hal terbaik yang bisa terjadi adalah membuat
pesta menjadi lebih santai dan mungkin tertawa atau
membicarakan hal lain selama istirahat atau selingan. Ini
adalah sinyal kuat bahwa hubungan sedang dibangun.684
Mediasi harus diakhiri dengan sesi gabungan terakhir.
Semua peserta/ Para Pihak harus hadir. Mediator akan
mengumumkan bahwa kasus tersebut telah diselesaikan,
bahwa Mediasi akan dilanjutkan pada hari lain atau melalui
telepon, atau Para Pihak tidak mencapai penyelesaian. Jika
kasus telah diselesaikan, persyaratan khusus dari
penyelesaian harus ditinjau dan perjanjian penyelesaian
awal ditandatangani oleh para pihak. Keputusan harus
dibuat mengenai siapa yang akan menyiapkan dokumen
penyelesaian formal, termasuk surat-surat pemberhentian.
Mediator tidak boleh berpartisipasi dalam formal

684
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm. 297-298.
661
penyelesaian selain untuk mengkonfirmasi
persyaratannya.685 Selanjutnya Calkins di dalam catatan
kaki No. 84-nya menjelaskan “Beberapa Mediator meminta
Para Pihak menandatangani formulir tulisan tangan untuk
mengkonfirmasi bahwa telah terjadi penyelesaian. Hal ini
dapat dihancurkan ketika dokumen formal telah dieksekusi
dan kasusnya dihentikan. Tujuannya untuk memastikan
bahwa Para Pihak tidak akan mengingkari penyelesaian
lisan. Perjanjian lisan di sebagian besar yurisdiksi sama
mengikatnya dengan perjanjian tertulis. Namun, Para Pihak,
khususnya Pemohon, merasa bahwa jika mereka tidak
menandatangani sesuatu, mereka tidak terikat dan dapat
menolaknya kesepakatan di kemudian hari. Bentuknya yang
khas dapat dibaca sebagai berikut:

Kesepakatan Penyelesaian
Jane Doe setuju untuk menerima, dan Perusahaan Transportasi Ajax
setuju untuk membayar, $350.000 dalam penyelesaian penuh dan
lengkap semua klaim yang timbul dalam Kasus No. LAV 07138,
Pengadilan Distrik Iowa, Kabupaten Des Moines, Iowa. Para pihak
setuju untuk tetap mengatakan perjanjian rahasia.
Tanggal:
Pemohon .................... Termohon .....................

Mediator .............................

Melanjutkan mediasi, jika kasus tidak diselesaikan


pada hari pertama, Mediator harus meminta agar para pihak
melanjutkan proses dengan bertemu kembali atau melalui
telepon.686Jika Mediasi akan dilanjutkan melalui telepon
saja, Mediator harus memulai panggilan itu tidak hanya

685
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.298.
686
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.299.
662
dalam sehari namun tetap berhubungan secara berkala
meskipun tidak ada kemajuan. Tetap berhubungan
menunjukkan bahwa Mediator sedang mencoba untuk
memindahkan kasus menjadi masalah bersama, dan itu
mengingatkan para pengacara bahwa kasusnya masih
tertunda dan tidak boleh diabaikan karena mereka terlibat
dalam hal-hal lain. Saat melakukan panggilan telepon, ada
satu peringatan: Mediator harus berkomunikasi hanya
dengan Pengacara dan bukan dengan Klien kecuali izin
khusus telah diberikan untuk melakukannya. Tidak jarang,
para Mediator akan diminta untuk menghubungi adjuster
dalam kasus ini secara langsung daripada berkomunikasi
melalui Pengacara.
Untuk mengatur kontak di masa mendatang, Mediator
harus memverifikasi dengan kedua belah pihak permintaan
akhir atau penawaran yang telah dibuat. Untuk
mempersiapkan kontak ke depan, Mediator dapat
melakukan beberapa hal: (1) membuat ringkasan posisi
masing-masing pihak dengan menunjukkan apa yang
diperdebatkan pihak laindan masalah yang harus
diselesaikan. Meskipun satu memorandum mungkin cukup,
praktik yang lebih baik adalah menyiapkan memorandum
terpisah untuk setiap sisi: (20 jika pertanyaan hukum telah
muncul, Mediator mungkin meminta Pengacara untuk
menyiapkan nota hukum menjawab untuk pertanyaan atau
dengan izin, melakukan penelitiannya sendiri; (3) saat
persiapan untuk kaukus dengan satu sisi atau yang lain,
Mediator mungkin memiliki lawan penasihat
mengumpulkan video tiga puluh menit dari deposisi yang
signifikan kesaksian atau buku catatan dokumen penting.687
Studi Kasus: Mempersiapkan kaukus berikutnya dengan
benar setelah yang mediaasi hari pertama berakhir

687
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation Back Into
The Process: The Peacemaking Approach To Resolution, Peace, And
Healing”, Drake Law Review, Vol. 54, 2006, hlm.300.

663
diilustrasikan dalam tabrakan jalan raya antar negara
bagian. Pemohon sedang mengemudi dengan putrinya yang
berusia dua tahun dan anak kembarnya yang berusia enam
bulan ketika mobilnya tergelincir di atas es selama badai
salju dan menabrak sebuah truk memblokir lalu lintas.
Tidak ada yang terluka, dan Pemohon memindahkan salah
satu dari si kembar ke taksi truk untuk membuatnya tetap
hangat dan kembali untuk mengambil dua anak lainnya.
Namun saja ketika ia sampai di mobil, sebuah truk melaju
40 mil per jam, menabrak bagian belakang mobilnya
menewakan dua anaknya seketika itu. Pemohon dan
suaminya menggugat kedua sopir truk atas kematian yang
tidak wajar pada anak-anak mereka, dan Pemohon
menuntut ganti rugi. Semua pengacara yang terlibat
mengakui bahwa klaim yang dimintanya cukup besar. Saat
mediasi, sopir truk yang mencongkel dan menghadang jalan
raya diselesaikan dengan $600.000. Sopir truk yang
membunuh anak-anak hanya menawarkan $300.000, dan
mediasi gagal. Menyadari bahwa adjuster mediasi yang
hadir memiliki otoritas yang tidak memadai, Mediator
mengatur untuk bertemu operator asuransi dan melakukan
kaukus dengan wakil dari negosiasi.
Pada persiapan kaukus, Mediator meminta kuasa
hukum Pemohon untuk menyingkat video deposisi dua
pengemudi truk menjadi tiga puluh menit. Yang pertama,
seorang pengemudi yang mengetahui kecelakaan itu dan
mencoba memperlambat lalu lintas yang mendekati
pemandangan. Ia berjalan di tengah jalan raya dengan
lampu kuning berkedip. Ia menyatakan bahwa pengemudi
truk yang menabrak mobil melewatinya menggunakan bahu
jalan raya, melaju 50 mil per jam dalam badai salju, dan
seperti yang dia lakukan, dan memberi kesaksiannya. Saksi
kemudian menggambarkan tempat kejadian dan kedua bayi
yang terbunuh. Dengan melakukan itu, ia mulai menangis.
Pengemudi kedua, yang menabrak mobil, memiliki janggut,
rambut acak-acakan, dan sangat defensif. Ia tidak merasa
dia pergi terlalu cepat untuk kondisi dan berpendapat
664
bahwa badai salju datang tiba-tiba. Kemudian di akhir video
Pengemudi itu bertanya apa arti ‘jari’, dan ia mengatakan itu
berarti “.... kamu”. Ia selanjutnya ditanya apakah dirinya
pernah memberikan jari kepada siapa pun, dan dia
menjawab, “Ya”. Penasihat melakukannya tidak mengajukan
pertanyaan yang jelas, berikutnya karena itu sudah
ditetapkan. Ketika wakil presiden melihat video itu, tidak
banyak yang bisa dilakukan. Operator itu menawarkan $ 3
juta dan masalah itu kemudian diselesaikan. Jarang, bahkan
jika pernah, Para Pihak akan mengeraskan posisi mereka
atau mundur pada apa sudah tercapai. Hal terburuk yang
akan terjadi adalah mereka tidak akan mengubah posisinya.
Lebih sering daripada tidak, berlalunya waktu akan
membawa kemajuan. Secara umum, tidak perlu membawa
semua orang kembali bersama lagi. Sudah cukup bahwa
Mediator kaukus dengan masing-masing pihak di kantor
masing-masing dan melaporkan kembali ke yang lain.

665
BAB XV
NEGOSIASI DAN PERANNYA
DALAM MEDIASI
Hasil empiris menunjukkan dampak positif yang kuat
dari strategi log-rolling dan dampak negatif dari taktik
‘keras’ seperti desakan pada peluang untuk mencapai
kesepakatan. Adalah bertentangan dengan harapan, taktik
keras tidak meningkatkan efisiensi kesepakatan. (Michael
Filzmoser dan Rudolf Vetschera, “A Classification of
Bargaining Steps and their Impact on Negotiation
Outcomes”).
Pengembangan tipologi langkah-langkah negosiasi
atau tawar-menawar untuk berbagai isu yang berasal dari
kemungkinan perubahan dalam satu masalah ke masalah
lain. Dengan mempertimbangkan semua kombinasi dari
perubahan tersebut, dibuat klasifikasi serta langkah-
langkah yang konsisten. Klasifikasi ini akan membentuk
dasar analisis empiris dari dampak berbagai jenis langkah-
langkah pada berbagai dimensi hasil negosiasi. Analisis
eksplorasi berdasarkan analisis ex-post dari data negosiasi
yang ada, dikumpulkan selama beberapa tahun dengan
menggunakan sistem pendukung negosiasi berbasis
internet.688

15.1 Negosiasi: Musyawarah Oleh Para Pihak


Sendiri
15.1.1 Istilah dan Terminologi ‘Negosisasi’
Negosiasi (negotiation), yaitu ‘musyawarah’ atau
‘berunding’. Negosiasi ini tidak lain adalah suatu bentuk
penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa

688
Michael Filzmoser dan Rudolf Vetschera, “A Classification of Bargaining
Steps and their Impact on Negotiation Outcomes”, Group Decis Negot, Vol.
17, 2008, hlm.
666
bantuan pihak lain, dengan cara musyawarah atau
berunding untuk mencari pemecahan yang dianggap adil
oleh para pihak. Hal yang dicapai dari negosiasi berupa
penyelesaian kompromi.689 Negoisasi adalah proses kreatif
yang mempertemukan pihak-pihak yang memiliki
pandangan sendiri-sendiri mengenai apa yang seharusnya
dicapai. Dalam proses ini, para pihak berhadapan langsung
secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang
mereka hadapi dengan cara terbuka. Secara umum,
negoisasi diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa
tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai
kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih
harmonis dan kreatif.690 Negosiasi, dalam bahasa sehari-
hari padanannya dengan istilah ‘berunding’ atau
‘bermusyawarah’ (dalam hukum adat). Sedangkan orang
yang mengadakan perundingan disebut ‘negosiator’.691
Negosiasi berasal dari kata negotiation (bahasa
Inggris) yang artinya ‘perundingan’ atau ‘musyawarah’.
Orang yang mengadakan perundingan disebut negosiator.
Menurut Garry Goodpaster, negosiasi merupakan suatu
proses untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain.
Negosiasi adalah proses komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
belah pihak memiliki berbagi kepentingan yang sama
maupun berbeda, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai
penengah. Dengan demikian negosiasi merupakan bentuk
penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa
bantuan dari pihak lain, dengan cara bermusyawarah atau
689
Proyek Penelitian Dan Pengembangan Mahkamah Agung RI, “Laporan
Penelitian Alternative Despute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Alternatif) dan Court Connected Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa
Yang Terkait Dengan Pengadilan)”, Jakarta, 2000, hlm. 15.
690
Petty Sumampouw, “Prospek Dan Tantangan Penerapan Alternative
Dispute Resolution Pada Kontrak Pengelolaan Portofolio Efek”, Jurnal Lex
Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt. 2013, hlm. 79.
691
Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiyani, “Perlindungan Hukum Bagi
Nasabah Kecil Dalam Proses Adjudikasi Di Industri Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 4, Des. 2016, hlm. 424.
667
berunding untuk mencari pemecahan yang dianggap adil
oleh para pihak. Hasil dari negosiasi merupakan berupa
penyelesaian kompromi (compromise solution) yang tidak
mengikat secara hukum.692
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
persiapan sebelum negoisasi, diantaranya:693
(1) Rumuskan masalahnya sedetail mungkin
(2) Temukan alternatif-alternatifnya
(3) Nilailah setiap alternatif pemecahan
(4) Pilih alternatif pemecahan yang paling baik
(5) Laksanakan alternatif pemecahan
(6) Nilai hasilnya.

Secara umum, ‘negosiasi’ diartikan sebagai upaya


penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan
dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar
kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Disini para
pihak berhadapan langsung secara saksama dalam
mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi dengan
cara kooperatif dan saling terbuka.694 Pola negosiasi sendiri
secara umum memiliki mekanisme operasional, yang
berakhir pada pilihan ke pengadilan atau jalan mediasi.
Berikut alur APS yang sesuai dengan Undang-Undang No. 30
Tahun 1999.695

692
Ros Angesti Anas Kapindha, dkk., “Efektivitas Dan Efisiensi Alternative
Dispute Resolution (ADR) Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis
Di Indonesia”, https://media.neliti.com, hlm. 8.
693
Petty Sumampouw, “Prospek Dan Tantangan Penerapan Alternative
Dispute Resolution Pada Kontrak Pengelolaan Portofolio Efek”, Jurnal Lex
Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt. 2013, hlm. 79.
694
Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiyani, “Perlindungan Hukum Bagi
Nasabah Kecil Dalam Proses Adjudikasi Di Industri Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 4, Des. 2016, hlm. 424.
695
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
668
15.1.2 Mekanisme Negosiasi dan Pelaksanaannya
Mekanisme negosiasi sangat penting untuk membuat
perjanjian tingkat layanan antara para pihak yang perlu
menyelesaikan preferensi yang berbeda dari layanan
mediasi. terdapat tiga pendekatan utama dalam negosiasi,
yaitu:
(1) Negosiasi keras (hard negotiation)
(2) Negosiasi lunak (soft negotiation)
(3) Negosiasi berprinsip (principled negotiation).
Beberapa ahli menganggap opsi ketiga, yakni
‘negosiasi berprinsip’ sebagai praktik terbaik.
Pendekatan negosiasi keras melibatkan persaingan
dengan menggunakan tawar-menawar yang sangat
kompetitif.696

Memahami kepentingan dan taktik pihak lain


merupakan bagian integral dari negosiasi yang baik.
Memilih strategi yang paling sesuai dengan minat dan taktik
mereka akan membantu Mediator untuk mencapai hasil
terbaik.
Untuk mencocokkan strategi dengan situasi yang
berbeda, negosiasi meliputi:
(1) Pemecahan masalah (problem solving), yaitu kedua
belah pihak berkomitmen untuk memeriksa dan
mendiskusikan masalah secara dekat ketika memasuki
perjanjian jangka panjang yang memerlukan
pengawasan yang cermat
(2) Bersaing (contending), yaitu membujuk pihak yang
bernegosiasi untuk mengakui hasil mediator jika ia
menawar dalam negosiasi satu kali atau lebih dari
‘kemenangan’ besar
(3) Menghasilkan (yielding), yaitu mengakui poin yang
tidak penting bagi mediator tetapi penting bagi pihak
lain; berharga dalam negosiasi yang sedang
berlangsung; kompromistis (compromising), yaitu

696
“Strategies for negotiating”, https://www.business.qld.gov.au/
669
kedua belah pihak mengabaikan hasil ideal mereka,
puas dengan hasil yang cukup memuaskan bagi setiap
peserta
(4) Kelambanan (inaction), yaitu mengulur waktu untuk
memikirkan proposal, mengumpulkan lebih banyak
informasi, atau memutuskan taktik mediator untuk
selanjutnya. Strategi yang dipilih mediator pilih akan
tergantung pada siapa yang bernegosiasi dan jenis
hubungan yang mediator miliki dengan mereka.
Misalnya, tingkat kerja sama dan kepentingan bersama
apa yang ada di antara Mediator, dan bagaimana sikap
masing-masing pihak selama negosiasi? Itu juga akan
tergantung pada apa yang Anda negosiasikan, dan
kerangka waktu serta pengaturan tempat Mediator
bernegosiasi.

15.1.3 Negosiasi Bersifat Sukarela Untuk Mencapai


Konsensus
Sifat konflik, ketika pengguna sekaligus mengelola
sumber daya alam mereka secara kolaboratif memiliki
kepentingan yang berbeda dari orang lain tentang cara
menggunakan sumber daya. Ketika kepentingan yang
berbeda ini tampak tidak sesuai, konflik kepentingan
terjadi. Negosiasi merupakan proses sukarela dimana para
pihak mencapai kesepakatan melalui konsensus. Konsensus
berarti ‘keputusan yang dapat didukung seluruh pihak.
Mediasi menggunakan Pihak Ketiga untuk memfasilitasi
proses negosiasi. Mediator tidak memiliki wewenang untuk
memaksakan solusi. Konflik merupakan hubungan yang
melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki, atau
menganggap diri mereka memiliki, kepentingan atau tujuan
yang tidak sesuai. Kekerasan, pertama-tama ancaman atau
penggunaan kekuatan fisik yang kuat. Kekerasan juga dapat
terdiri dari tindakan, perkataan, sikap atau struktur yang
menyebabkan kerusakan dan menghalangi orang untuk

670
mengejar penghidupan dan kesejahteraan mereka.697
Konflik adalah fakta kehidupan dan terjadi apakah orang
menginginkannya atau tidak. Konflik terjadi ketika orang
mengejar tujuan yang berbenturan atau tidak sesuai. Konflik
melibatkan pikiran atau ide, emosi atau perasaan dan
persepsi, dan tindakan atau perilaku.
Mengenai pemikiran, aspek kuncinya adalah
bagaimana berbagai partisipannya ‘membingkai’ atau
menafsirkan konflik. Pembingkaian berarti cara orang
membangun dan merepresentasikan konflik. Sebuah
bingkai memberikan wawasan kritis ke dalam perspektif,
motivasi, dan kepentingan partai. Manajemen konflik sering
kali melibatkan proses membantu pihak-pihak untuk
membingkai ulang konflik mereka, mengubah persepsi
mereka tentang konflik atau cara mereka menghadapinya.
Konflik sering kali melibatkan emosi yang kuat, kesedihan,
kemarahan dan/atau frustrasi. Bagian dari tugas
manajemen konflik adalah membantu orang untuk
menghadapi atau mengatasi emosi ini, sehingga mereka
lebih siap untuk mengatasi masalah di jantung konflik.
Demikian pula, ada komponen perilaku atau tindakan yang
penting dalam konflik. Manajemen konflik melibatkan
membantu orang untuk mengenali cara membuat perilaku
mereka membantu untuk menyelesaikan perbedaan yang
mereka rasakan. Dalam pengelolaan sumber daya alam,
mengelola konflik menawarkan seperangkat prinsip dan
alat untuk mengubah konflik menjadi kekuatan yang
mendorong penghidupan yang lebih berkelanjutan. Secara
khusus, prinsip dan alat tersebut dapat digunakan untuk
memperkuat mekanisme adat dan hukum yang ada untuk
mengelola konflik. Tujuan dari panduan ini adalah untuk
membekali para praktisi sumber daya alam untuk
mengelola ketegangan ketika dan ketika ketegangan itu
muncul.698

697
“Section 2: Managing Conflict”, https://www.fao.org/
698
“Section 2: Managing Conflict”, https://www.fao.org/
671
Faktanya, konflik dapat memiliki hasil yang
konstruktif dan positif, tergantung pada cara orang
menanganinya. Misalnya, konflik dapat membantu
memperjelas kebijakan, institusi, dan proses yang mengatur
akses ke sumber daya. Konflik juga dapat menjadi kekuatan
penting bagi perubahan sosial, karena konflik mengingatkan
orang untuk:
(1) Keluhan dalam sistem sosial-ekonomi atau politik
yang lebih luas
(2) Undang-undang atau kebijakan yang kompetitif atau
kontradiktif yang mengatur akses atau kontrol atas
sumber daya alam
(3) Kelemahan dalam cara penerapan kebijakan atau
undang-undang pengelolaan sumber daya alam
(4) Kebutuhan atau keinginan masyarakat untuk
menegaskan hak, kepentingan, dan prioritas mereka
(5) Kondisi lingkungan yang tidak diinginkan, seperti
pemanenan berlebihan sumber daya terbarukan.
Pendekatan kolaboratif untuk pengelolaan sumber
daya alam mengakui dan menghormati nilai dan
kepentingan yang berbeda dan seringkali
bertentangan dari kelompok pengguna yang berbeda.

Ketika konflik sumber daya alam ditangani secara


konstruktif, konflik tersebut dapat berkontribusi untuk
meningkatkan kelembagaan dan proses pengelolaan
sumber daya alam. Hal ini dapat membantu menstabilkan
dan meningkatkan keberlanjutan sumber daya alam dan
manfaat yang diperoleh berbagai orang dari
penggunaannya. 699

699
“Section 2: Managing Conflict”, https://www.fao.org/
672
15.2 Cara dan Pendekatan, Proses, dan Peran
Pihak Ketiga Dalam Negosiasi
15.2.1 Cara dan Pendekatan Dalam Negosiasi
Selain memilih strategi, Mediator mungkin ingin
mempertimbangkan pendekatannya terhadap masalah yang
sedang dinegosiasikan. Negosiasi merupakan proses tatkala
dua pihak dalam konflik atau perselisihan mencoba untuk
mencapai resolusi bersama. Selama negosiasi, para pihak
atau perwakilan mereka (pengacara) mendiskusikan
masalah untuk mencapai resolusi. Sebelum negosiasi,
masing-masing pihak harus berkonsultasi dengan
pengacara. Berkonsultasi dengan pengacara memungkinkan
masing-masing pihak untuk menyadari hak dan kewajiban
mereka untuk masalah yang ingin mereka selesaikan.700
Selain memiliki kecakapan dalam melakukan komunikasi,
Mediator juga harus terampil dalam menjalankan strategi
negosiasi dengan berbagai pihak, baik internal maupun
eksternal. Seringkali di dalam praktik komunikasi tidak
jarang muncul hal-hal yang dapat menghambat tercapainya
sebuah tujuan penyelesaian sengketa. Untuk itu diperlukan
strategi negosiasi yang baik agar tercipta solusi yang
benar.701
Proses dalam melakukan negosiasi seringkali berjalan
alot dan memakan waktu yang lama. Bahkan perlu lobi yang
teramat panjang. Ini bisa dimaklumi apabila terdapat
banyak kepentingan di dalamnya yang semuanya ingin
mendapatkan hasil yang memuaskan. Disinilah peran
penting sosok Mediator dalam bernegosiasi guna
menemukan titik kompromi dari banyak pihak agar tujuan
bisa tercapai.Negosiasi bisa diartikan sebagai proses yang
melibatkan upaya seseorang untuk mengubah atau tidak
mengubah sikap dan perilaku orang lain. Sedangkan

700
“Negotiation, Mediation, and Arbitration”, https://clg.ab.ca/programs-
services/dial-a-law/
701
“Mengenal Tiga Pendekatan Negosiasi Praktisi PR”, 2 September 2017,
http://annualreport.id/
673
pengertian yang lebih terinci menunjukkan bahwa negosiasi
adalah proses untuk mencapai kesepakatan yang
menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak
dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan
yang berbeda satu sama lain. Negosiasi, baik yang dilakukan
oleh seorang pribadi dengan pribadi lainnya, maupun
negosiasi antara kelompok dengan kelompok (atau antar
pemerintah), senantiasa melibatkan pihak-pihak yang
memiliki latar belakang berbeda dalam hal wawasan, cara
berpikir, corak perasaan, sikap dan pola perilaku, serta
kepentingan dan nilai-nilai yang dianut.
Pada hakikatnya negosiasi perlu dilihat dari konteks
antar budaya dari pihak yang melakukan negosiasi, dalam
artian perlu komunikasi lisan, kesedian untuk memahami
latar belakang, pola pemikiran, dan karakteristik masing-
masing, serta kemudian berusaha untuk saling
menyesuaikan diri. Terkadang dalam bernegosiasi perlu
melakukan pendekatan agar tercapai kesepahaman maksud
dan pikiran.
Penulis buku Teori Pembuatan Keputusan, Fachmi Basyaib
menyebut, bahwa pendekatan dilakukan untuk mencari
alternatif agar terjadi kesepakatan atau dikenal Best
Alternatif To Negotiated Agreement (BATNA). BATNA inilah
yang menjadi batas bawah dalam menentukan hasil minimal
yang diharapkan dalam suatu negosiasi. Namun demikian,
seorang PR hendaknya mengejar target maksimal dalam
mencapai kesepakatan dalam bernegosiasi. 702
Tiga pendekatan dalam negosiasi:703
(1) Soft bargaining, yangmelibatkan bentuk negosiasi
yang menitikberatkan pada posisi (menang/kalah),
dibandingkan kepentingan dari diadakannya negosiasi
itu sendiri. Akan tetapi, untuk menghindari masalah-
702
“Mengenal Tiga Pendekatan Negosiasi Praktisi PR”, 2 September 2017,
http://annualreport.id/
703
“Mengenal Tiga Pendekatan Negosiasi Praktisi PR”, 2 September 2017,
http://annualreport.id/

674
masalah yang kerap muncul dalam perundingan yang
melibatkan posisi, para negosiator akan melakukan
pendekatan soft seperti memperlakukan lawan
bicaranya sebagai teman, mencari kesepakatan
dengan harga apapun, dan menawarkan sebuah hasil
perundingan atas dasar penciptaan hubungan yang
baik dengan lawan bicara
(2) Hard bargaining yang menitikberatkan pada ‘posisi’
dibanding kepentingan dari perundingan yang
terjadi. Negosiator dengan pendekatan semacam ini
sangatlah bersifat kompetitif, dengan melihat
kemenangan sebagai satu-satunya tujuan akhir
(3) Principled negosiation, yang memisahkan pelaku dari
masalah berarti meniadakan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah personal dari isu inti,
dan bila memang ingin dibicarakan, sebaiknya
dibicarakan secara independen. Masalah
personal/orang umumnya akan melibatkan masalah
yang berkaitan dengan persepsi, emosi dan
komunikasi. Melalui pendekatan dalam negosiasi,
seorang Mediator akan mampu mengelola berbagai
permasalahan dan melakukan perundingan tanpa
menimbulkan permusuhan.704

15.2.2 Proses Negosiasi Konsensual


Proses negosiasi konsensual terbagi menjadi sepuluh
langkah. Empat tonggak utama dalam proses ini kemudian
dijelaskan lebih lanjut secara rinci, langkah-langkah, dan
kegiatan diuraikan dan praktik yang baik disajikan. Peta
proses dan sepuluh langkah bukanlah cetak biru yang kaku.
Proses sebenarnya mungkin tidak linier, tetapi berulang,
bergerak maju dan mundur. Ini membutuhkan penanganan
langkah-langkah yang fleksibel tergantung pada bagaimana
proses berkembang. Bagian ini menggambarkan proses

704
“Mengenal Tiga Pendekatan Negosiasi Praktisi PR”, 2 September 2017,
http://annualreport.id/
675
untuk mengelola konflik. Tujuannya untuk merefleksikan
peran pihak ketiga dalam manajemen konflik; menguraikan
model proses yang disederhanakan dan memberikan
panduan bagi siapa pun yang mengasumsikan peran pihak
ketiga.705 Terdapat dua aspek dari negosiasi, yaitu:
(1) Pendekatan perundingan (negotiation approach)
(2) Strategi perundingan (negotiating strategy) yang
diimplemen- tasikan oleh kedua pihak yang
berselisih.706

Terdapaat empat jenis pendekatan negosiasi, yaitu:707


pendekatan distributif (win-lose approach);
(1) Pendekatan kalah-kalah (lose-lose approach)
(2) Pendekatan kompromi (compromise approach)
(3) Pendekatan integratif (win-win approach). Pendekatan
distributif juga dikenal dengan istilah lain, yaitu
pendekatan kompetitif, zero-sum, atau valueclaiming.

Pada pendekatan distributif pihak yang bernegosiasi


berupaya untuk mencapai tujuan yang bertentangan dengan
tujuan pihak lawan negosiasi. Tujuan yang hendak dicapai
oleh para pihak dalam negosiasi karena saling
bertentangan, tercapainya tujuan salah satu pihak dalam
negosiasi hanya akan bisa dilakukan di atas kegagalan.
Pendekatan kalah-kalah umumnya diterapkan ketika satu
pihak dalam negosiasi tidak dapat memperoleh tujuan
perundingan, namun pada saat yang sama juga tidak
menginginkan pihak lawannya untuk menang. Akibatnya,

705
Antonia Engel Benedikt Korf, Negotiation and mediation techniques for
natural resource management, Food and Agriculture Organization of the
United Nations, Rome, 2005, hlm.61
706
Arie Siswanto, “Pendekatan Dan Strategi Negosiasi Dalam Normalisasi
Hubungan Diplomatik Amerika Serikat-Kuba”, Jurnal Refleksi Hukum, Vol.
2, No. 1, 2017, hlm.52-53.
707
Arie Siswanto, “Pendekatan Dan Strategi Negosiasi Dalam Normalisasi
Hubungan Diplomatik Amerika Serikat-Kuba”, Jurnal Refleksi Hukum, Vol.
2, No. 1, 2017, hlm.56
676
pihak yang merasa tidak mungkin menang dalam negosiasi
akan melakukan berbagai langkah untuk menghalangi pihak
lawan meraih apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan
kompromis diterapkan ketika para pihak dalam negosiasi
menyadari bahwa mereka akan berada dalam situasi lose-
lose apabila secara rigid tetap berorientasi pada tujuan
masing-masing, sehingga untuk menghindari situasi
tersebut pihak-pihak dalam negosiasi saling menurunkan
target negosiasi. Pendekatan integratif, pendekatan
kolaboratif atau value-creating adalah pendekatan negosiasi
di mana pihakpihak dalam negosiasi mencoba mencapai
tujuan yang tidak secara fundamental berbeda dari lawan
negosiasi sehingga tujuan masingmasing pihak dapat
diintegrasikan dan dapat dicapai oleh masing-masing pihak
tanpa membuat pihak lain kalah. Pendekatan ini juga
dikenal dengan istilah pendekatan win-win, karena tidak
ada pihak yang sepenuhnya kalah.

15.2.3 Peran Pihak Ketiga Dalam Negosiasi


Pihak-pihak yang bersengketa seringkali
membutuhkan dukungan Pihak Ketiga dalam memfasilitasi
proses pengelolaan konflik ketika mereka menjadi begitu
terperangkap dalam perbedaan mereka sehingga mereka
tidak lagi dapat menemukan cara konstruktif ke depan.
Pihak ketiga adalah orang atau sekelompok orang yang
membantu individu dan kelompok untuk bernegosiasi dan
berhasil mencapai kesepakatan. Pihak ketiga umumnya
disebut sebagai Fasilitator atau Mediator. Fasilitator adalah
istilah yang lebih umum, yang dapat diterapkan pada siapa
saja yang memandu proses kelompok (diskusi, rapat,
lokakarya). Seorang Mediator mengkhususkan diri dalam
proses manajemen konflik, dan oleh karena itu Mediator
adalah istilah yang lebih disukai yang digunakan. Agar
efektif dalam memandu negosiasi, pihak-pihak yang
berkonflik harus menjadi pusat dari kekhawatiran
Mediator. Untuk itu membutuhkan perhatian pada
hubungan dan komunikasi, serta kuat ‘keterampilan
677
personal’.708 Selain itu, proses yaitu sarana untuk
menangani isi negosiasi dan memenuhi tujuan pemangku
kepentingan. Hubungan yang baik antara orang-orang dan
proses yang efektif serta dapat diterima keduanya
diperlukan untuk menangani konten. Konten dapat
dianggap sebagai masalah ‘apa’. Proses dapat dianggap
sebagai masalah ‘bagaimana’. Semakin jelas prosesnya,
maka semakin kemungkinan besar isinya juga akan menjadi
jelas. Penggambaran berbagai tingkat fasilitasi/mediasi,
yaitu hubungan yang baik di antara para pihak dan proses
yang dapat diterima keduanya diperlukan untuk menangani
konten.
Adalah penting bahwa seorang Mediator hanya
memfasilitasi proses dan tidak berusaha untuk
mengarahkan pihak, yang harus membuat dan ‘memiliki’
kesepakatan yang dihasilkan dari negosiasi. Konflik para
pemangku kepentingan harus bertanggung jawab atas
kepentingan mereka sendiri, penyelesaian konflik, solusinya
masalah dan pemulihan hubungan. Untuk membantu para
pihak dalam proses tersebut, Mediator dapat mengambil
berbagai peran dan fungsi. Ini bervariasi sangat, tergantung
pada sifat konflik dan kemampuan untuk didekati dan sifat
dari pihak yang terlibat. Peran-peran tersebut antara lain:709
(1) Pembuka saluran komunikasi, yang memulai
komunikasi jika rusak atau memfasilitasi komunikasi
yang lebih baik jika para pihak sudah berbicara,
termasuk mengklarifikasi kesalahpahaman dan
menghindari polarisasi dan eskalasi
(2) Legitimizer, yang membantu semua pihak untuk
mengakui bahwa hak orang lain adalah bagian dari
negosiasi

708
Antonia Engel Benedikt Korf, Negotiation and mediation techniques for
natural resource management, Food and Agriculture Organization of the
United Nations, Rome, 2005, hlm.61-62
709
Antonia Engel Benedikt Korf, Negotiation and mediation techniques for
natural resource management, Food and Agriculture Organization of the
United Nations, Rome, 2005, hlm.63
678
(3) Fasilitator proses, yang memberikan bantuan
prosedural untuk komunikasi, sering kali termasuk
secara resmi memimpin rapat. Saat memberikan
bantuan prosedural, mediator tidak melibatkan diri
mereka sendiri dalam masalah aktual (hal-hal yang
disengketakan) dan tidak menyarankan solusi
(4) Penjelajah masalah, yang memungkinkan orang yang
berselisih untuk memeriksa masalah dari berbagai
sudut pandang
(5) Agen keseimbangan (atau kenyataan), yang
mempertanyakan dan menantang pihak-pihak dengan
ekstrem atau tidak realistis tujuan, dan melalui ini
membantu membangun kesepakatan yang masuk akal
dan dapat dicapai
(6) Penggiat jejaring, yang menawarkan bantuan
prosedural dan menghubungkan pihak-pihak yang
berkonflik dengan para ahli dari luar dan sumber daya
(misalnya pakar teknis, pengacara, pembuat
keputusan) yang memungkinkan mereka untuk
menyusun pilihan-pilihan penyelesaian yang dapat
diterima.

15.3 Kunci Penerimaan Mediator Dalam


Negosiasi
15.3.1 Negosiasi dan Mediasi
Negosiasi dan Mediasi adalah alat pelengkap dalam
proses pembuatan kesepakatan. Namun perlu
dipenggunakan secara strategis untuk hasil terbaik.
Mediator veteran percaya bahwa membangun hubungan
lebih penting untuk mediasi yang efektif daripada
menggunakan teknik dan taktik mediasi khusus. Negosiasi
dan mediasi serupa dalam hal ini. Untuk mendapatkan
kepercayaan dan keyakinan para pihak, hubungan harus
tulus. Anda tidak bisa memalsukannya. Sebelum orang
bersedia untuk menetap, mereka harus merasa bahwa
kepentingan mereka benar-benar dipahami. Hanya dengan

679
demikian Anda dapat mencapai hasil menang-menang yang
sesungguhnya baik dalam negosiasi maupun mediasi.
Pentingnya membangun hubungan, terutama dalam situasi
perdebatan, tidak dapat dilebih-lebihkan. Beberapa ukuran
kepercayaan diperlukan sebelum orang membuka diri dan
mengungkapkan minat mereka yang sebenarnya.
Kecenderungan beranggapan proses negosiasi dan mediasi
semuanya sama, tetapi kenyataannya, negosiator dan
mediator mengikuti pendekatan yang berbeda tergantung
pada jenis situasi yang mereka hadapi. Ada banyak jenis
negosiasi dan mediasi yang dapat Anda terapkan untuk
mencapai kesepakatan yang berhasil.710
Banyak profesional negosiasi dan mediasi
mengambil dari disiplin ilmu lain untuk berbagai tujuan.
Wawasan dari psikologi sosial, misalnya, dapat membantu
kita memahami, menjelaskan, atau memprediksi dinamika
antarpribadi dan antarkelompok tertentu. Ide-ide dari
ekonomi dan teori permainan dapat menjelaskan berbagai
prinsip penciptaan nilai. Seni pertunjukan, termasuk teater
improvisasi, dapat membantu kita mengembangkan
keterampilan mendengarkan dan beradaptasi secara real-
time. Sama seperti dalam negosiasi, tidak cukup hanya
dengan membawa orang yang tepat ke meja dalam mediasi.
Bagaimana komunikasi seimbang membawa pesan simbolis
penting tentang rasa hormat. Pihak-pihak yang lebih
berkuasa perlu sangat berhati-hati untuk tidak secara tidak
sengaja mendominasi percakapan dan menempatkan pihak
lain pada posisi di mana mereka merasa harus
menyelamatkan muka. Temukan bagaimana Anda dapat
memilih mediator yang tepat, memahami proses mediasi,
dan melibatkan seorang mediator untuk memastikan hasil
yang baik. Dapatkan laporan khusus gratis ini, Rahasia
Mediasi untuk Negosiasi Bisnis yang Lebih Baik: Teknik

710
“Section 2: Managing Conflict”, https://www.fao.org/
“What is Negotiation and Mediation?”, https://www.pon.harvard.edu/
680
Teratas dari Pakar Pelatihan Mediasi, dari Program
Negosiasi di Harvard Law School sekarang juga.711
Umumnya menganggap mediasi sebagai perangkat
penyelesaian sengketa. Mediator federal campur tangan
ketika perundingan bersama gagal. Diplomat terkadang
dipanggil untuk menengahi konflik antar negara. Apa yang
disebut gedung pengadilan multi-pintu mendorong pihak
yang berperkara untuk menengahi sebelum mengeluarkan
biaya, dan risiko, untuk pergi ke pengadilan. Scott R. Peppet,
seorang profesor di Fakultas Hukum Universitas Colorado
di Boulder, Colorado, melaporkan bahwa mediasi mungkin
diam-diam merayap ke dalam negosiasi transaksional atau
pembuatan kesepakatan tradisional, juga.712

15.3.2 Netral dan Tidak Memiliki Kepentingan


Agar dapat diterima oleh pihak-pihak yang berunding,
penting bahwa Mediator dianggap netral dan tidak memiliki
kepentingan dalam konflik. Penerimaan tidak selalu berarti
bahwa para pihak menyambut keterlibatan Mediator, tetapi
mereka menyetujui kehadiran Mediator dan bersedia untuk
mempertimbangkan sarannya tentang cara mendekati
perbedaan mereka dan mencari solusi. Keuntungan seorang
mediator: Ketidakseimbangan kekuasaan di antara para
pemangku kepentingan adalah salah satu alasan yang paling
umum mengapa kelompok tanpa bantuan gagal memulai
negosiasi atau menghasilkan hasil yang memuaskan.
Menggunakan pihak ketiga atau mediator dapat membantu
mengatasi ketidakseimbangan tersebut melalui penanganan
yang adil dan tidak memihak terhadap proses negosiasi.
Perannya mirip dengan wasit yang menegakkan aturan dan
memastikan keadilan dalam pertandingan olahraga. Ini
dapat memberikan kepercayaan kepada pemangku
kepentingan yang lebih lemah. Pihak ketiga adalah untuk

711
“What is Negotiation and Mediation?”, https://www.pon.harvard.edu/
712
Why is Negotiation Important: Mediation in Transactional Negotiations,
https://www.pon.harvard.edu/
681
sampai batas tertentu mampu mengubah kekuasaan dan
hubungan sosial dengan mempengaruhi pemahaman atau
perilaku masing-masing pihak, melalui pemberian
pengetahuan atau informasi, atau memperkenalkan proses
negosiasi yang lebih efektif. Ini terkadang membantu
menyamakan hubungan kekuasaan. Namun, sejauh mana
hal ini mungkin menjadi bahan perdebatan hingga saat
ini.713
15.3.3 Orang Dalam dan Orang Luar Sebagai Mediator
Peran Mediator tergantung pada nilai-nilai sosial
budaya. Secara khusus, itu tergantung pada apakah budaya
di mana mediator bekerja cenderung lebih ke arah
hubungan langsung atau tidak langsung. Seorang Mediator
dapat berupa salah satu dari berikut ini: Seorang pemimpin
tepercaya (berurusan tidak langsung) kemungkinan besar
adalah orang lokal. Kemampuan untuk bekerja dengan
konflik pihak agar efektif untuk mendukung kolaborasi
membutuhkan kepercayaan. Bagi banyak orang,
kepercayaan hanya berkembang ketika ada hubungan yang
sudah ada sebelumnya – kekerabatan atau keluarga, dan
interaksi masa lalu yang positif. Kunci
intinya adalah kepercayaan, bukan netralitas; percaya
bahwa meskipun ada hubungan pribadi dengan salah satu
pihak, mediator akan berusaha untuk menemukan jalan ke
depan yang sesuai dengan kepentingan semua pihak yang
terlibat. Manajer proses yang netral (berhubungan
langsung) kemungkinan besar adalah orang luar. Manajer
proses adalah dilatih untuk memberikan bantuan yang tidak
memihak kepada pihak-pihak yang bertikai dalam
merancang strategi negosiasi mereka. Bertindak sebagai
mediator membutuhkan pengalaman dan pelatihan dalam
metode manajemen konflik, dan baik kemampuan
berkomunikasi. Mediator dalam manajemen konflik harus
713
Antonia Engel Benedikt Korf, Negotiation and mediation techniques for
natural resource management, Food and Agriculture Organization of the
United Nations, Rome, 2005, hlm.63-64.

682
selalu hati-hati memeriksa praktik mediasi lokal, mereka
efektivitas dan bagaimana mereka dapat diperkuat. Penting
untuk diingat prinsip subsidiaritas
Kekurangan seorang Mediator, beberapa kelompok
merasa bahwa melibatkan pihak ketiga membuat
perselisihan menjadi bersifat publik, dan ragu-ragu untuk
terlibat. Para pemangku kepentingan, khususnya yang kuat,
mungkin juga menolak intervensi Pihak Ketiga atau
Mediator. Ketidakpercayaan diantara para pihak mungkin
begitu bagus bahwa siapa pun yang disarankan oleh satu
pihak akan dianggap oleh pihak lain sebagai bias. Dalam
kasus seperti itu mungkin bermanfaat untuk memiliki
seseorang yang otoritas dan karakter formal atau
informalnya tidak tertandingi oleh salah satu pihak.

Bagan 18. Mekanisme APS Negosiasi

683
Lampiran 1

Penelitian: Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur


Mediasi Berdasarkan Perma RI No. 1 Tahun 2016 di
Pengadilan Agama
Seluruh materi dalam Lampiran 1 ini merupakan
cuplikan/saduran dari hasil Penelitian Khamada Wafi
Fahdia di tahun 2020 lalu, berujudul “Implementasi Kaukus
Sebagai Prosedur Mediasi Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun
2016 Perspektif Hakim Mediator Pengadilan Agama
Pasuruan”. Fahdia merupakan mahasiswa Program Studi
Hukum Keluarga Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam,
Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel, Surabaya. Menurunya Mediasi dalam konteks
Indonesia ialah suatu tahapan perdamaian dalam Mediasi
yang menyelesaikan perselisihan perdata di suatu
pengadilan, yang bertugas menjadi mediator penengah
pihak yakni seorang hakim aktif yang tidak sedang
memeriksa perkara yang dilakanakan sebelum persidangan
perkara maupun selama berlangsungnya pemeriksaan suatu
perkara dalam hal ini sebelum diputuskan oleh majelis
hakim pemeriksa perkara.714 Sudah menjadi kewenangan
absolut Pengadilan Agama yakni Volunter/Permohonan dan
Contensius/Gugatan yang diantaranya menangani perkara
Kasus cerai gugat, cerai talak, poligami, waris, permohonan
Dispensasi nikah, ekonomi syariah, bagi masyarakat
Pasuruan yang beragama Islam. Penambahan jumlah
perkara Pengadilan Agama yang melonjak naik dari tahun
2016-2020 terutama yang paling mengalami peningkatan
yakni terkait Perceraian dan juga Dispensasi nikah.

714
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.54
684
Alur prosedur Mediasi perkara perdata di PA
(Pengadilan Agama) berpacu pada aturan Perma No. 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi dijelaskan berikut:715
(1) Pendaftaran perkara gugatan maupun permohonan di
Meja 1 PA
(2) Penetapan Majelis Hakim serta penetapan hari sidang
(PMH dan PHS) PA Pasuruan
(3) Sidang Pertama, hakim pemeriksa mencoba
mendamaikan para pihak dahulu, selanjutnya hakim
diwajibkan menjelaskan prosedur perkara diharuskan
melaksanakan mediasi sesuai aturan PERMA
(4) ) Majelis hakim mempersilahkan para pihak memilih
Mediator, baik pemilihan mediator melalui
kesepakatan kedua belah pihak, ataupun pemilihan
Mediator dari ketua majlis hakim
(5) Hakim menyerahkan Ringkasan perkara pada
mediator yang ditunjuk
(6) Tahapan Mediasi, proses mediasi berjalan paling lama
30 hari kerja dihitung semenjak perintah mediasi
ditetapkan, serta bisa diperpanjang 15 hari kerja
berdasar keinginan laporan para pihak pada hakim
pemeriksa
(7) Proses mediasi berjalan Mediator dapat melaksanakan
mediasi melaui Teknik Kaukus, yakni dengan cara
memisahkan para pihak untuk mendapat informasi
yang lebih akurat dan jelas agar terwujud perdamaian
(8) Rekapan hasil mediasi, mediator merumuskan laporan
tertulis pada majlis hakim pemeriksa, yang isi laporan
tersebut antara lain:
(a) Mediasi Berhasil
(b) Mediasi Berhasil Sebagian
(c) Mediasi tidak Berhasil
715
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabayam 2020, hlm.55
685
(9) Majelis hakim yang memeriksa perkara jika terdapat
Laporan tertulis:
(a) Mediasi Berhasil, maka akan dibuatkan
Kesepakatan damai dengan Acta Van Dading (Akta
Perdamaian), maupun pencabutan gugatan
(b) Mediasi Berhasil Sebagian, maka dari penetapan
itu dilanjutkan dengan memeriksa perkara yang
ketika dalam perundingan hanya tercapai sebagian
objek gugatan saja, pemeriksaan dilanjutkan pada
obyek gugatan yang belum di sepakati, Majelis
hakim membuat kesepakatan perdamaian dalam
pertimbangan serta amar putusan
(c) Mediasi tidak Berhasil, dari penetapan majelis
hakim meneruskan pemeriksaan perkara tersebut
sampai Putusan.716

Dalam tahapan pelaksanaan Mediasi di Pengadilan


Agama telah dijalankan sejak dulu. Mediasi berfungsi
sebagai alat para pihak yang bersengketa agar dapat damai
hingga bisa luluh hatinya dan dapat mengurungkan niatnya
dari bersengketa hingga dapat damai dengan hasil yang
terbaik bagi keduanya tanpa ada yang dirugikan. Mediator
yang melaksanakan Mediasi dipengadilan Agama Pasuruan
tedapat mediator yang selalu setiap mediasi melaksanakan
Kaukus disetiap pertemuan mediasi dan berhasil
mendamaikan banyak perkara, ada yang jarang
melaksanakan, lebih sering memakai mediasi dengan teknik
yang biasa jarang menggunakan Kaukus, karena pada
dasarnya yang dikatakan mediator, Kaukus tidak selalu bisa
di rencanakan di awal mediasi, melainkan berdasarkan
kondisi para pihak dan kondisi perkara yang dialami
mediator dalam melakukan mediasi, dalam situasi ketika
716
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabayam 2020, hlm. 56
686
ada yang ditutupiinformasinya ada juga pertimbangan
ketika ada yang tertekan, dan para pihak ada yang emosi
tidak kondusif ketika dimediasi sehingga dipisahkan ketika
menjalani mediasi diruangan.717
Jumlah perkara yang diterima Pengadilan Agama
Pasuruan dari tahun ke tahun banyak meningkat namun
(SDM) yang menjadi Mediator hanya 6 Mediator dengan
rincian lima mediator juga sebagai hakim, satu mediator
juga sebagai panitera, dan hanya ada tiga Mediator yang
memiliki sertifikat mediator, rata-rata semua merupakan
Hakim aktif pada ruangan persidangan yang mengakibatkan
Mediator yang lebih berperan aktif dimediasi hanya
terbatas namun dalam hal proses pelaksanaan mediasi
sudah sesuai yang di atur pada Perma RI No.1 Tahun 2016
mengenai tahapan mediasi.718 Pelaksanaan mediasi
dipengadilan Agama Pasuruan tugas dari seorang mediator
dilaksanakan dan diterapkan seperti hasil observasi
dilapangan ketika peneliti melihat tahapan alur mediasi
dipengadilan Pasuruan, pelaksanaannya dilakukan dalam
suatu ruangan Mediasi yang berisi Mediator serta para
pihak, mediator memulai salam dan proses perkenalan
identitas dan dilanjutkan menjelaskan tentang Mediasi, tata
tertib, peran dan fungsi Mediator. Hal tersebut sesuai yang
di katakan oleh bapak Muslich: “Tahapan prosedur
pelaksanaan mediasi disini dimulai dengan salam, dan
melanjutkan dengan menanyakan identitas para pihak,
kemudian Mediator menjelaskan tentang mediasi, tata
tertib, peran mediator kepada para pihak, menjelaskan
717
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabayam 2020, hlm. 57
718
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabayam 2020, hlm.57
687
bahwasanya Mediasi ini adalah salah satu usaha untuk
mencapai perdamaian, dan mediasi ini merupakan aturan
yang diwajibkan dari Peraturan Mahkamah Agung”.719
Selanjutnya dalam proses mediasi, mediator
memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak agar
menjelaskan pokok masalahnya maupun melakukan
klarifikasi perkara dengan rinci dan jujur secara gantian,
proses ini berfungsi memberi kesempatan pada kedua belah
pihak agar bisa menjelaskan serta memberi kesempatan
para pihak agar mendengarkan permasalahan secara
langsung dari pihak lain. Sehingga diharapkan mediator
mampu mengetahui duduk perkaranya secara rinci dan
jelas. Dalam penjelasannya sudah sesuai dengan pendapat
oleh bapak Muhamad Solikhan: “Tahapan selanjutnya saya
mempersilahkan para pihak untuk menjelaskan
memberikan informasi terkait kejadian perkara secara jujur
dengan bergantian, tidak boleh memutus pembicaraan agar
saya dapat mengetahui pokok permasalahan secara jelas
walaupun kadang antara tergugat dan penggugat tidak mau
mengalah dengan argumennya, jadi saling adu mulut dan
cek-cok, karna keegoisan masing-masing, dan harus dilerai
untuk menenangkan agar kondusif”.
Kemudian dilanjutkan dengan diskusi, yakni
menanggapi dari informasi yang telah diungkapkan para
pihak. Dalam hal ini kedua belah pihak melakukan negosiasi
antar pihak, biasanya pada kesempatan ini masingmasing
pihak ngotot untuk ingin menang sendiri. Disinilah
kepiawaian mediator diuji, sebab jika mediator lemah
biasanya berlanjut keributan dan bubarnya mediasi. Hal
tersebut disampaikan oleh bapak Muhammad Baedawi:
“Ketika melanjutkan diskusi antar pihak biasanya para
pihak saling negosiasi, dan mereka selalu ngotot ingin
719
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabayam 2020, hlm. 57
688
haknya menang sendiri. Dalam kondisi ini mediator
diharapkan bisa terampil dalam menyentuh hati para pihak
dengan nasehat-nasehat yang terbaik serta mencoba
mencuri hati para pihak agar merenungi nasib ketika sudah
terjadi putusan dan ada pihak yang dirugikan, maka
mediator menawarkan solusi yang terbaik agar damai dan
semua dapat berjalan adil dan tidak ada yang dirugikan
dengan cara memisahkan para pihak dalam ruang yang
berbeda untuk kita gali informasi lebih lanjut”.720
Bapak Abdul Mustopa juga berpendapat mengenai
ketrampilan seorang mediator melaksanakan Kaukus agar
berhasil damai dengan maksimal: “Mediator harus terampil
dalam mediasi jika terjadi kebuntuan masalah, yakni dengan
melaksanakan teknik yang bagus jika mediator lemah
biasanya bubar mediasinya, namun jika bisa mengambil
teknik Kaukus maka berjalan dengan baik dan dapat
dipastikan bisa redam masalahnya karena dipisahkan
antara pihak tergugat dan penggugat untuk di cari informasi
lebih akurat serta masalah yang buntu tersebut dapat digali
agar mendapat solusi yang terbaik, yakni dapat
dilaksanakan diawal mediasi untuk mengidentifikasi isu, di
pertengahan mediasi untuk mencegah komitmen
premature, di akhir mediasi untuk mengembangkan
rancangan penyesaian”.
Berdasarkan hasil observasi untuk menghindari
keributan antara pihak maka Mediator dapat melakukan
Kaukus kepada para pihak agar mereka berperan aktif
dalam mediasi. Menurut bapak Abdul Mustopa
menjelaskan:721 “Mediator dapat melaksanakan kaukus

720
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm. 59
721
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
689
tidak hanya bergantung ketika mediasi dalam keadaan
kebuntuan/dalam keadaan emosi, namun dilaksanakan
dalam keadaan dan kondisi apapun, Kaukus yaitu
mengadakan pertemuan terpisah dengan satu pihak.
Pertemuan dimaksudkan untuk menggali yang belum
diungkapkan terhadap tujuan yang belum disepakati dalam
negosiasi, sehingga yang menjadi kekhawatiran dapat digali
untuk dicarikan jalan keluar sampai tercapainya suatu
kesepakatan. Pertemuan terpisah perlu dilaksanakan
apabila ada pihak yang tidak berdaya dan mempunyai posisi
lawan lemah sehingga banyak yang dikemukakan di muka
orang banyak”. 722
Hal lain mengenai pelaksanaan mediasi teknik Kaukus
juga disampaikan Oleh Hakim Mediator Bapak Muslich:723
“Pelaksanaan Teknik Kaukus dapat dilakukan jika terjadi
keributan ataupun kebuntuan titik temu antara para pihak
dan itu bisa menjadi solusi dalam mendamaikan, namun
yang terjadi di lapangan Kaukus tidak wajib dijalankan oleh
Mediator dalam menjalankan mediasi, karena hanya bersifat
ketika terjadi suatu hal, saya biasanya menjalankan Teknik
kaukus pada permasalahan kebendaan”.724 Pandangan lain
juga disampaikan Hakim mediator mengenai Pelaksanaan

Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,


Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.59
722
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.59
723
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.59
724
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.59-60.
690
Implementasi Kaukus menurut Bapak Muhammad Baedawi:
“Kaukus sifatnya insidental yang berarti tidak selalu harus
direncanakan sebelumnya karena fungsi utama dari teknik
ini untuk mendalami persoalan dan melakukan tindakan
tertentu untuk mempengaruhi salah satu pihak yang
dianggap memberi respon emosi dalam perundingan. Dalam
melaksanakan Kaukus Mediator harus berperan aktif dalam
memberi keuntungan semua pihak”.725
Jika mediator melakukan pertemuan secara terpisah
dengn salah satu pihak, maka mediator harus melaksanakan
hal sama pada pihak satunya. Ini penting supaya tidak
dianggap memihak pada salah satu pihak, sehingga merusak
kepercayaan para pihak. Hal itu disampaikan bapak Muslich
berikut: “Teknik kaukus tidak menjadi jaminan perkara
akan damai, namun bisa juga perdamaian berhasil dengan
teknik kaukus biasanya Berhasil sebagian. Jika Mediator
melaksanakan teknik kaukus dengan melaksanakan
pertemuan terpisah, maka mediator harus berlaku adil
memberikan kesempatan yang sama, agar tidak dianggap
memihak salah satu pihak dan tidak merusak kepercayaan
para pihak padanya”.726
Setelah mengadakan Kaukus, mediator mengadakan
pertemuan kembali dengan melaksanakan negoisasi
terakhir serta beberapa penyelesaian dapat diketahui lebih
detail dan rinci. Semua permasalahan yang telah disepakati
dituangkan dalam surat yang berbentuk akta dan
ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa. Dalam
pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Pasuruan, dalam
725
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.60
726
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.60
691
Negosiasi seoorang Mediator diwajibkan memberi nasehat
atau arahan pada para pihak, agar dapat berfikir lebih
panjang dan jernih dengan harapan bisa berdamai, lalu
mediator mempersilahkan kedua belah pihak menemukan
solusi masalahnya dengan memberi pertanyaan pada para
pihak harapannya agar mencabut gugatan dan berdamai.727
Setelah memberi nasehat lalu mediator memberikan
pertanyaan, apakah perkara ini bisa damai dan dicabut
ataukah gagal, ada beberapa hasil dari laporan mediasi
yakni Behasil, Berhasil sebagian, Gagal. Jika para pihak
menginginkan perdamaian setelah di mediasi maka
diberikan Akta perdamaian ataupun perkara dicabut. Hal ini
sesuai yang dijelaskan oleh Hakim Mediator, Abdul
Mustopa: “Ketika ditahap akhir dan para pihak kita ajukan
pertanyaan damai dan dicabut atau gagal. biasanya perkara
yang saya damaikan dengan teknik Kaukus banyak perkara
yang biasanya dapat berakhir damai dan alhamdulillah bisa
dicabut perkaranya, ataupun membuat kesepakatan akta
perdamaian (acta van dading)”.728
Jika telah diberi nasehat dan dalam hasil akhir
mediasi Para pihak menjawab dengan damai namun dengan
syarat dan ketentuan, maka mediator akan menetapkan
dengan hasil Mediasi Berhasil Sebagian. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan Hakim mediator Bapak Muslich:
“Jika sudah dijalankan tahapan mediasi, dan didamaikan
maksimal, dalam akhir mediasi para pihak kita tawari untuk
berdamai, dan alhamdulillah dapat damai, dengan catatan
para pihak menginginkan syarat dari perdamaian, maka
727
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm. 60-61.
728
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.61
692
ditetapkan mediasi tersebut Berhasil Sebagian, dan
Laporkan hasilnya kepada Majelis Hakim yang memeriksa
perkara, untuk dilanjutkan pemeriksaan terhadap yang
belum disepakati”729.
Ketika sudah berusaha memberi nasihat lalu
Mediator memberikan pertanyaan, apakah proses cerai ini
tetap dilanjutkan atau damai. Dan para pihak tetap
berkukuh maupun memiliki keinginan kuat untuk cerai
maka mediator itu menyatakan bahwasanya mediasi yang
berjalan Gagal. Maka dari itu yang terpenting dari mediasi di
PA, yakni mendamaikan parapihak yang berperkara.
Menurut Mediator Bapak Muhammad Baedawi: “Semua
Mediator bertujuan mediasi untuk mendamaikan pihak
yang bersengketa dengan totalitas, karena mendapatkan
pahala jika mendamaikan, namun Hati manusia tidak dapat
dipaksakan ketika dua hati tidak dapat bersatu, maka jalan
terakhir ialah perceraian,. Kalau seperti itu maka kita tulis
dilaporan Mediasi Gagal, dan perkaranya langsung
dlanjutkan dimeja persidangan sampai putusan”.730
Selanjutnya mereka melakukan pengambilan
keputusan yang lebih baik, yang berhak memberikan
putusan akhir mediasi ialah kedua pihak tersebut sesuai
dengan salah satu manfaat dari mediasi ialah memberikan
kesempatan kedua belah pihak atas partisipasinya
menyelesaikan masalah sengketanya yang dihadapinya.
Sehingga mediassi itu bisa tercipta pengertian baik
diantaranya yang berselisih dengan usaha mendamaikan

729
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm. 61
730
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm. 62
693
semaksimal mungkin.731 Lembaran surat pernyataan
diambil mediator yang isinya menyatakan bahwasanya
telah menjalankan mediasi pada pihak yang bersangkutan,
selanjutnya mediator merumuskan hasil keputusan yang
disepakati dengan hasil yang menyatakan Mediasi Berhasil
damai, mediasi berhasil sebagian, mediasi Gagal maupun
mediasi tidak bisa dilaksanakan, yang telah diprint rangkap
tiga selanjutnya ditandatangani para pihak serta
mediator.732

1. Hasil Mediasi PA Tahun 2016


Rekapitulasi Laporan hasil Mediasi Pengadilan
Agama Pasuruan dari Tahun 2016 – 2020 berdasarkan
penelitian:733

731
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.62
732
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.62
733
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.64
694
Dari hasil tersebut bisa diketahui bahwa pengaruh
dari kurang adanya kesadaran atas kedua belah pihak baik
dari tergugat maupun penggugat yang dimediasi, karena
Mediator dalam hal ini telah berusaha semaksimal mungkin
mendamaikan perkara dengan menggunakan sentuhan
Rohani keagamaan, dari mulai menasehati dengan ayat Al-
Qur’an hingga sampai kita suruh merenungkan nasib
anaknya ketika telah ditinggalkan pisah kedua orang tuanya
pastinya tidak enak, namun masih tidak dihiraukan dan
tetap menginginkan perceraian.734

2. Hasil Mediasi PA Tahun 2017


Rekapitulasi Laporan hasil Mediasi Pengadilan Agama
Pasuruan dari Tahun 2016 – 2020 berdasarkan penelitian:

734
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.64
695
Dari Rekapitulasi Laporan mediasi diketahui
terdapat peningkatan angka keberhasilan hal tersebut
dipengaruhi dari banyak faktor yang diantaranya mengenai
peran mediator totalitas mendamaikan serta teknik kaukus,
juga adanya peran para pihak yang sadar mengambil jalan
tengah dengan berdamai karena yang menjdi penentu
keberhasilan yakni para pihak.735

3. Hasil Mediasi PA Tahun 2018


Rekapitulasi Laporan hasil Mediasi Pengadilan Agama
Pasuruan dari Tahun 2016 – 2020, khusus Tahun 2018
berdasarkan penelitian:

735
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.64
696
Dari hasil angka keberhasilan mendamaikan perkara
dimediasi yang semakin meningkat diketahui peran aktif
dari Mediator dan juga adanya peran dari para pihak yang
menyadari akan pentingnya perdamaian. sampai ada
perkara yang damai walaupun telah berada dimeja
persidangan melakukan eksekusi dengan berhasil damai
sebagian yang akhirnya para pihak mengambil jalan tengah
yang terbaik permasalahanya, hingga akhirnya membuat
akta perdamaian yang saling menguntungkan keduanya
tanpa ada yang dirugikan.736

4. Hasil Mediasi PA Tahun 2019


Rekapitulasi Laporan hasil Mediasi Pengadilan Agama
Pasuruan dari Tahun 2016 – 2020, khusus Tahun 2019
berdasarkan penelitian:737

736
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.65
737
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
697
Hal yang mempengaruhi dari hasil mediasi yang
sama sekali tidak ada yang berhasil didamaikan menurut
bapak Sholikhan dijelaskan:738 “Hal itu dikarenakan
lonjakan perkara masuk di tahun 2019 yang banyak
sehingga para hakim fokus pada Perkara dalam pengadilan
hingga saya sendiri yang mejadi Mediator, dikarenakan
pada saat itu dimulainya Pandemi Covid-19 yang
mempengaruhi banyaknya tingkat perceraian karena faktor
ekonomi banyak yang di PHK hingga kebutuhan tidak
tercukupi menuntut mereka cerai sehingga sulit didamaikan
walaupun semua proses mediasi dari menasehati dengan
Ayat, saya suruh merenungkan nasib kedepanya sudah
dilaksanakan tapi tetap gagal”.739

Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,


Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.65-66
738
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.66
739
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
698
5. Hasil Mediasi PA Tahun 2020
Rekapitulasi Laporan hasil Mediasi Pengadilan Agama
Pasuruan dari Tahun 2016 – 2020 berdasarkan
penelitian:740

Dari data dapat diketahui bahwasanya pada tahun


2020 keberhasilan Mediasi di tahun ini banyak yang
berhasil dengan 25 perkara mediasi yang berhasil damai.
Bapak Abdul Mustopa Berpendapat: “Dari hasil tersebut
alhamdulillah saya berhasil mendamaikan 14 perkara yang
saya mediasi tanpa ada yang gagal, sisa keberhasilan lainnya
didamaikan Mediator yang lain, hal tersebut membuktikan
bahwasanya pelaksanaan teknik Kaukus yang saya
laksanakan sangat efektif diterapkan pada mediasi di
Pengadilan Agama, karna Kaukus berhasil memberi solusi

Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga


Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.66
740
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.66
699
yang terbaik ketika (kaukus) para pihak dipisahkan dan
diambil hatinya untuk sadar dan dinasehati satu per satu,
dan hasilnya alhamdulillah” 14 perkara yang saya damaikan
dengan teknik Kaukus dapat berhasil damai semuanya.741

741
Khamada Wafi Fahdia, “Implementasi Kaukus Sebagai Prosedur Mediasi
Dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 Perspektif Hakim Mediator
Pengadilan Agama Pasuruan, Penelitian, Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Jurusan Hukum Perdata Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2020, hlm.66-67
700
Lampiran 2
Akta Perdamaian (Acte van Dading)

AKTA PERDAMAIAN
(Acte van Dading)

Akta Perdamaian ini dibuat pada hari .......... tanggal


..........bulan ...........................tahun .............................. (........., ..........,
.........), oleh dan antara :

I. Ny. ............................, seorang guru Sekolah Dasar Negeri


Kecamatan ........., berumur .......... tahun, isteri dari-dan
bertempat tinggal yang sama dengan suaminya, yaitu
........................, pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten
..............., berumur ........ tahun, bertempat tinggal di Desa
................., Kecamatan ........., Kabupaten .........., dalam hal ini
diwakili oleh kuasanya, ......................., Advokat, bertempat
tinggal di Jln. ........................, sebagai “PENGGUGAT” ;

II. dr. .........................................., pegawai tetap pada Rumah


Sakit ........................., yang bertempat tinggal di Jln.
......................, sebagai “TERGUGAT-I ”;

III. dr. ....................................................., Direktur Utama


.................................. bertempat tinggal di Jln. .............................,
sebagai “TERGUGAT-II”;

PENGGUGAT, TERGUGAT-I dan TERGUGAT-II terlebih


dahulu menjelaskan :

1. Bahwa PENGGUGAT, TERGUGAT-I dan TERGUGAT-II


adalah para pihak dalam Perkara Kasus Malpraktek
................................ yang menyebabkan keadaan koma
terjadi setelah menjalani operasi tubektomi pasca
701
penanganan persalinan anak ketiganya yang
dilaksanakan oleh dokter dari-dan di R.S. .........................;
2. Bahwa PENGGUGAT, TERGUGAT-I dan TERGUGAT-II
telah menunjuk Bapak............................., Mediator,
bertempat tinggal di Jln. ....................sebagai Mediator;
3. Bahwa mediasi dalam Perkara tersebut telah diadakan,
dan pada akhirnya PENGGUGAT, TERGUGAT-I dan
TERGUGAT-II atas pengarahan Mediator berhasil
mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa
dalam Perkara tersebut melalui perdamaian di luar
pengadilan;

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PENGGUGAT,


TERGUGAT-I dan TERGUGAT-II sepakat untuk
menyelesaikan sengketa dalam Perkara Kasus Malpraktek
................................ melalui perdamaian di luar pengadilan,
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1

(1) Tergugat I dan Tergugat II bersedia membayar biaya Rumah


Sakit untuk merawat pasien sampai Ny. .................... sadar
atau meninggal, serta membayar ganti rugi pada keluarga
pasien sebesar Rp.550.000.000,00 (limaratus limapuluh juta
rupiah);

(2) Dengan dibayarnya biaya Rumah Sakit untuk merawat


pasien sampai Ny. ......................... sadar atau meninggal, serta
membayar ganti rugi pada keluarga pasien sebesar
Rp.550.000.000,00 (limaratus limapuluh juta rupiah)
tersebut di atas, maka TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah
memenuhi kewajibannya.

(3) Bahwa dengan telah adanya pelunasan ganti rugi


sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 (2) di atas,
PENGGUGAT sudah tidak lagi mempunyai hak untuk
menuntut apapun atau pembayaran apapun kepada
702
TERGUGAT I dan TERGUGAT II terkait kasus malpraktek
............................

Pasal 2
(1) Setelah pembayaran lunas biaya Rumah Sakit untuk
merawat pasien sampai Ny. ................................... sadar atau
meninggal, serta membayar gantirugi pada keluarga pasien
sebesar Rp.550.000.000,00 (limaratus limapuluh juta
rupiah) tersebut diatas, Penggugat berkewajiban untuk
tidak melakukan somasi lagi kepada Direksi R.S. .......................
Mataram yang dapat merusak citra Rumah Sakit dan
Yayasan Putra Mataram serta menurunkan kunjungan
jumlah pasien rawat jalan, maupun tingkat hunian pasien
rawat inap, terutama bagi kelompok masyarakat menengah
ke atas.

(2) Biaya untuk perawatan rumah sakit dan ganti rugi menjadi
beban TERGUGAT I dan TERGUGAT II secara bersama-sama
dengan beban biaya sama ( 50% : 50% ) ;

Pasal 3

Apabila sampai dengan tanggal ...............bulan ............. tahun


........... tidak ada pembayaran secara keseluruhan (lunas)
sebesar Rp.550.000.000,00 (limaratus limapuluh juta
rupiah), maka Akta Perdamaian ini dianggap tidak berlaku
dan Penggugat akan melanjutkan kembali ke pengadilan.

Pasal 4

PENGGUGAT, TERGUGAT-I, dan TERGUGAT-II dengan ini


mengikatkan diri untuk tidak saling mengajukan tuntutan
hukum apapun satu sama lain dan memberikan
pembebasan (acquit et de charge) satu sama lain dari segala
tuntutan hukum.

703
Demikian Akta Perdamaian ini dibuat dengan itikad baik
dari PENGGUGAT, TERGUGAT-I, dan TERGUGAT-II untuk
penyelesaian secara damai atas Perkara Malpraktek Ny.
......................................

PENGGUGAT TERGUGAT-I

.......................... dr............................

TERGUGAT-II,

dr. ...............................................

704
REFERENSI

“Civil Litigation”,
https://corporate.findlaw.com/“Negotiation Theory:
What is Negotiation Theory?”,
https://www.pon.harvard.edu/
Sri Mamudji, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa Di Luar Pengadilan”, Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Vol.34, No.3, 2004, hlm.
Dedy Mulyana, “Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar
Pengadilan Menurut Hukum Positif”, Jurnal
Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019, hlm.
Selamat Lumban Gaol, “Pengaturan Hukum Mediasi Di
Pengadilan Oleh Mahkamah Agung”, Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara, Vol. 7, No. 1, 2016.
“UU Nomor 7 tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik
Sosial”, https://referensi.elsam.or.id/“Penyelesaian
Sengketa Perlindungan Konsumen”, 29 Januari 2020,
https://bplawyers.co.id/
Hapsari, Dwi Ratna Indri, “Studi Implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa L
Ingkungan Hidup di Luar Pengadilan di Wilayah
Provinsi Jawa Tengah”, Penelitian, Universitas
Sebelas Maret, 2015, hlm.
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa
Secara Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan
di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.3, No.2, 2017.
Rifqani Nur Fauziah Hanif, “Penyelesaian Sengketa Non-
Litigasi Melalui Proses Mediasi”,
Rabu, 14 Oktober 2020,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/
Helmy Ziaul Fuad, “Mediasi Sebagai Penyelesaian Sengketa
Pada Masyarakat Tradisional Dan Moderen”, hlm.19.
Taufiqurrahman, “Urgensi Mediasi Sebelum Pendaftaran
Perkara Perceraian Oleh Mediator Bersertifikat
Perspektif Teori Hukum Progresif (Studi di
705
Pengadilan Agama Kota Malang)”, Penelitian,
Program Magister Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah Pasca
Sarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, Malang, 2021.
Edelweis Lararenjana, “Faktor Penyebab Konflik Sosial dan
Latar Belakang yang Mendasarinya”,
https://www.merdeka.com/
“Conflict Resolution Skills”, https://www.edmonds.edu/
“Identity, bargaining, and third-party mediation”,
https://www.cambridge.org/
“Difference between divorce and separation”,
https://www.forcamabogados.com/
Yuliyanto, “Penyelesaian Konflik Sosial (Studi Kasus
Tawuran Warga Berlan dengan Palmeriam)”, Jurnal
Penelitian Hukum De Jure, Vol. 16, No. 4, 2016,
hlm.497.
“Boundary Disputes Mediation”, https://www.rics.org/uk/
“Commercial Lease”, https://www.contractscounsel.com/
Agustinus Haryono, “Mengenal Non Disclosure Agreement”,
https://icopi.or.id/
Allan J Stitt, Mediation: A Practical Guide, Cavendish
Publishing Limited, 2004.
Allan J. Stitt, Alternative Dispute Resolution for Organisations:
How to Design a System for Effective Conflict
Resolution, John Wiley & Sons, 1998.
Michael Filzmoser dan Rudolf Vetschera, “A Classification of
Bargaining Steps and their Impact on Negotiation
Outcomes”, Group Decis Negot, Vol. 17, 2008.
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation, Putting Conciliation
Back Into The Process: The Peacemaking Approach
To Resolution, Peace, And Healing”, Jurnal Drake Law
Review, Vol. 54, 2006.
Colin Rule, “Reframing, July 2018,
https://www.mediate.com/
Peter Blanciak, “Reframing: The Essence of Mediation”,
August 2002, https://www.mediate.com/

706
“Mengenal Tiga Pendekatan Negosiasi Praktisi PR”,
2 September 2017, http://annualreport.id/
Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah: Potensi
Penerapan Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang
Pertanahan, Penerbit Buku Kompas, 2008.
Pujiyono. S., Pentinya Mediasi Perbankan, Indotama, Solo,
2013.
Arie Siswanto, “Pendekatan Dan Strategi Negosiasi Dalam
Normalisasi Hubungan Diplomatik Amerika Serikat –
Kuba”, Jurnal Refleksi Hukum, Vol. 2, No. 1, 2017.
Rahadi Wasi Bintoro, “Kajian Ontologis Lembaga Mediasi di
Pengadilan”, Jurnal Yuridika, Vol.31, No 1, 2016,
Todd B. Carver, “Alternative Dispute Resolution: Why It
Doesn’t Work and Why It Does”, the Magazine (May–
June 1994), diunduh dari https://hbr.org/
Dan Alexandru Guna, “Observations Regarding the
International Regulation of Mediation, as a
Diplomatic Way to Resolve the Conflicts between
States”, Social and Behavioral Sciences, Vol. 149,
2014, hlm.
Peter d’Ambrumeni, Mediation and Arbitration, Cavendish
Publishing Limited, 1997,
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa
Secara Mediasi Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan
Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3, No. 2, 2018,
Ratna Sari Dewi, Modul Pelatihan Mediasi/Konsiliasi
Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman
Republik Indonesia, Jakarta, 2021,
Dyah Aryani P. (dkk.), Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi
Publik, Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,
Jakarta, 2015, hlm.
Laurence Boulle & Nadja Alexander, LexisNexis Skills Series:
Mediation-Skills and Techniques, LexisNexis
Butterworths, 2012,
“Strategies for negotiating”,
https://www.business.qld.gov.au/

707
Antonia Engel Benedikt Korf, Negotiation and mediation
techniques for natural resource management, Food
And Agriculture Organization Of The United Nations,
Rome, 2005,
Untoro dan Fatimah, “Pemberlakuan Mediasi di Pengadilan
Negeri Pada Perkara Perdata Untuk Memperluas
Akses Bagi Para Pihak Memperoleh Rasa Keadilan”,
Lex Jurnalica, Vol.11, No.2, 2014, hlm.
Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2018 Tentang Mekanisme Dan Tata Cara
Ajudikasi Khusus.
Dominikus Dalu, “Ajudikasi Khusus Ombudsman VS
Komitmen Pelayanan Publik”, dimuat Selasa, 4
September 2018, https://www.ombudsman.go.id/.
“Negotiation, Mediation, and Arbitration”,
https://clg.ab.ca/programs-services/dial-a-law/
A.131.13.0047-05-BAB-II-
20190411012611.pdfhttps://repository.usm.ac.id
Mochamad Firdaos, “Tinjauan Asas Keadilan Dalam Akta
Perdamaian”, https://www.pa-tanahgrogot.go.id/
H. Syamsulbahri, “Teknik Pembuatan Berita Acara Sidang
Yang Baik dan Benar”, Makalah, Pengadilan Tinggi
Agama DKI, Jakarta, 2021.
“Akta Perdamaian (akta Van Dading)”, 17 Januari 2017,
https://kantorpengacara-rs.com/
Adreani, “Upaya Hukum Jika Akta Perdamaian Dilanggar”,
https://www.hukumonline.com/klinik/
“What is meant by neutrality in Mediation”, 16 Jan 2019,
https://www.ciarb.org/
“Defamation Disputes”,
https://effectivedisputesolutions.co.uk/
“Property damage”, https://www.law.cornell.edu/
Marianne Bonner, “What Is Property Damage?”, September
17, 2020.
“Dispute resolution mechanisms for business”,
https://www.accaglobal.com/

708
“Internal Dispute definition”, https://www.lawinsider.com/
“Partnership Disputes”, https://rslaw.com.au/
“4 Common Types of Employment Disputes”,
“Mediators Beyond Borders Consulting”,
https://mediatorsbeyondborders.org/consulting/
“About ICSID”, https://icsid.worldbank.org/
“WIPO Lex”, https://www.wipo.int/wipolex/en/index.html
Why is Negotiation Important: Mediation in Transactional
Negotiations, https://www.pon.harvard.edu/
Mediation and arbitration differ greatly in business
transactions involving negotiated agreements
https://www.pon.harvard.edu/
Diskusi “Penerapan Prinsip Kerahasiaan dalam
Mediasi Online pada Masa Covid-19”, Selasa 19 Mei
2020, https://www.komnasham.go.id/
“Mediation at work”, https://www.acas.org.uk/
“Section 2: Managing Conflict”, https://www.fao.org/
“What is Negotiation and Mediation?”,
https://www.pon.harvard.edu/
“Types of Defects that Can Lead to Claims”,
https://www.rosenfeldinjurylawyers.com/
“Defective products”, https://europa.eu/youreurope/
“Negligence vs. Intentional Act: What is Covered in a
Personal Injury Lawsuit?”, October 12, 2020
https://www.jdsupra.com/legalnews/
“Intentional Acts: Tough Lawyers With Decades Of
Experience Supporting Mainers' Rights’,
https://www.joebornstein.com/
J. H., C. K. Joyce Hey & S. L. Beckman (2007), “Framing
innovation: negotiating shared frames during early
design phases.” Journal of Design Research, Vol. 6 No.
1-2: pp. 79–99.
Sabine Liana Mensch dan Milene Goncalves, “Tackling
Reframing: The Development and Evaluation of A
Problem Reframing Canvas”, International Conference
On Engineering Design, Iced19, 5-8 August 2019,
Delft, The Netherlands.
709
Gita Lovusa, “Sesederhana Re-framing”, kompasiana.com,
diakses pada hari sabtu, 28 Juni 2018, 16:36,
https://www.kompasiana.com/lovusa/5b34a497cf0
1b466d37fd662/ .
Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi
tanggungjawab kreator.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com1
Februari 2020
https://www.kompasiana.com/lovusa/5b34a497cf0
1b466d37fd662/sesederhana-re-
framing?page=2&page_images=1
Siaran Pers - Cibinong, 28 Desember 2021, Tim Advokasi
Ade Emon, Amar Law Firm & Public Interest Law
Office, HMT Advocaten, WALHI Jakarta. Narahubung:
(1) Hermanto, 08111812767; Alghiffari Aqsa,
081280666410; Tubagus S. Ahmadi, WALHI Jakarta,
085693277933.
Tasya Rahmani Puspa Pertiwi, “Teknik Reframing: Solusi
Untuk Mengubah Emosi dan Persepsi Negatif Kala
Pandemi”, diunduh dari
https://kumparan.com/tasyarahmani01/.
Ferdina Nur Fitria, “Pengaruh Konseling Kelompok Dengan
Teknik Reframing Untuk Mengubah Sudut Pandang
Negatif Peserta Didik Terhadap Guru Bimbingan
Konseling Kelas XI Sekolah Menengah Atas,
Penelitian, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Intan, Lampung, 2019,
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra
Media, Yogyakarta, 2006.
Prabowo Utomo, Pancasila Sebagai Nilai Bangsa, Lembaga
Bahasa Pendidikan Profesional LIA, Jakarta, 2008.
Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dam
Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
“Penyelesaian Sengketa Hukum Penanaman Modal Melalui
International Centre For Settlement Of International

710
Disputes (ICSID)”,
https://hukumpenanamanmodal.com/
Syaiful Anam & Rezki Satris, “Reframing in Conflict
Mediation: Empowering Parties or Manipulating
Decision-Making?” , Islamic World and Politics, Vol. 4.
No.1, 2019, hlm.
Colin Rule, “Reframing”, July 2018,
https://www.mediate.com/
Donita King, “Reframing in Mediation and Negotiation”, June
6, 2016, https://www.donitakinglaw.com/mediation
“Making the Most Out of Caucus”, https://kingcounty.gov/
“What is a “caucus” in mediation?”,
http://www.neimanmediation.com/
Jean Murray, “What Is a Caucus? Definition & Examples of a
Caucus”, August 05, 2020,
https://www.thebalancesmb.com/
Bryan Clark, Lawyers and Mediation, Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 2012,
Richard M. Calkins, “Caucus Mediation— Putting
Conciliation Back Into The Process: The Peacemaking
Approach To Resolution, Peace, And Healing”, Drake
Law Review, Vol. 54, 2006.
Nancy A. Welsh, “Stepping Back Through the Looking Glass:
Real Conversations with Real Disputants About
Institutionalized Mediation and Its Value”, Ohio
State Journal On Dispute Resolution, Vol. 19,
No.2, 2004.
Jennifer Gerarda Brown & Ian Ayres, Economic Rationales
for Mediation, The Virginia Law Review, Vol. 80, No.2,
1994.
Emily M. Calhoun, Workplace Mediation: The First-Phase,
Private Caucus in Individual Discrimination Disputes,
9 HARV. NEGOT. L. REV. 187, 189 (2004)
(recommending a private caucus between the
mediator and the complainant in a discrimination
case);

711
Emily M. Calhoun, Workplace Mediation: The First-Phase,
Private Caucus in Individual Discrimination Disputes,
The Harvard Negotiation Law Review, Vol. 9, 2004.
Christopher W. Moore, The Caucus: Private Meetings That
Promote Settlement, Mediation Quarterly, Vol. 16,
1987.
Agus Widjojo, “Keadilan Restoratif dan Pendekatan
Humanis Tidak untuk Menggantikan Keadilan
Retributif”, 27 September 2021, dimuat di
http://www.lemhannas.go.id/
Denny, J. A, Agama dan Kekerasan, Kelompok Studi
Proklamasi, Jakarta, 1985.
Muntasir Syukri, “Hakikat Mediasi Dalam Perkara Perceraian di
Pengadilan Agama”,
Kartika Law Firm, “Apa Itu Keadilan Restoratif”,
http://kartikanews.com/
Rahadi Wasi Bintoro, “Kajian Ontologis Lembaga Mediasi di
Pengadilan”, Jurnal Yuridika, Vol. 31, No.1, 2016.
Nur Iftitah Isnantiana, “Mediasi Sebagai Alternatif
Penyelesaian Sengketa”, Prosiding Seminar Nasional,
Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun
2018.
Nanda Narendra Putra, “Mediator Bernaung dalam Wadah
Asosiasi Profesi, Urgensi kah?”, dimuat dalam
https://www.hukumonline.com/berita/a/
Jusuf Anwar, “Indonesia’s Corporate DebtThe Role of the
Jakarta Initiative Task Force”,
https://www.degruyter.com/document/doi/10.135
5/9789812306050-024/html
Liana Khoerunisa, “Konsep Perdamaian Perspektif K.H.
Abdurrahman Wahid Dan Penerapannya Dalam
Pendidikan”, Penelitian, 2019, diunduh dari
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/5294/
Alfred Hadi Winata, “Konsep Perdamaian Dalam Islam
Sayyid Quthb Konsep Perdamaian Dalam Islam
Sayyid Quthb”, Lihat juga rujukannya, De Rivera, J.
712
“Assesing the Peacefulness of Culture” dalam de
Rivera. J. (Ed.), “Handbook on Building Cultures of
Peace”, Springer, 2009, hlm. 89; Fell, G. “Peace” dalam
Hicks, D., “Education for Peace: Issues. Principles and
Practice in the Classroom”. Routledge, 1998, hlm.72,
diunduh dari
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/
Burhanuddin A. Gani, “Konsep Perdamaian Dan Keadilan
Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Al-Mu‘ashirah,
Vol. 16, No. 2, 2019,
Nadia Salsabila Hartin dan Muhammad Ikram Afif, “Merajut
Nawa Cita dengan Kebijakan Deregulasi: Perlukah?”,
diunduh di
https://media.neliti.com/media/publications/34572
0.
Nyoman Satyayudha Dananjaya, dkk., Buku Ajar
Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative
Dispute Resolution), Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Denpasar, 2017.
Rifqani Nur Fauziah Hanif, “Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa”, Rabu, 30 Desember 2020,
diunduh dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/
Sri Duta, “Optimalisasi Mediasi Pada Badan Peradilan”,
dipublikasikan oleh PA Mojokerto, 22 Oktober 2021,
diunduh di https://badilag.mahkamahagung.go.id/
Jacqueline Nolan-Haley, “Lawyers, Clients, and Mediation
Jacqueline Nolan-Haley”, Notre Dame Law Review,
Vol. 73, 1997, hlm.
Jacqueline Nolan-Haley, “Mediation:The New Arbitration”,
Harvard Negotiation Law Review, Vol. 17, Spring,
2012.
Jeanne M. Brett et al., The Effectiveness of Mediation: An
Independent Analysis of Cases Handled by Four
Major Service Providers, 12 NEGOT. J. 259 (1996).
Robert F. Cochran, Jr., Legal Representation and the Next
Steps Toward Client Control: Attorney Malpractice
713
for the Failure to Allow the Client to Control
Negotiation and Pursue Alternatives to Litigation, 47
WASH. & LEE L. REV. 819, 825-839 (1990).
Dwight Golann, Mediating Legal Disputes: Effective
Strategies For Lawyers And Mediators 125-26
(1996).
Robert A. Baruch Bush, "What Do We Need Mediation For?".
Mediation's "Value-Added"for Negotiators, 12 OHIO
ST. J. ON Disp. RESOL. 1 (1996).
Robert H. Mnoonkin, Why Negotiations Fail: An Exploration
of Barriers to the Resolution of Conflict, 8 OHIO ST. J.
ON DIsP. RESOL. 235 (1993).
Nancy H. Rogers & Craig A. Mcewen, Mediation: Law, Policy,
Practice §§ 7:01-07 (2d ed. 1994).
Kimberlee K. Kovach, Good Faith in Mediation-Requested,
Recommended, or Required?, 38 S. TEx. L. REV. 575
(1997);
Edward F. Sherman, Court-Mandated Alternative Dispute
Resolution: What Form of Participation Should be
Required?, 46 SMU L. REv. 2079 (1993);
Richard D. English, Annotation, Alternative Dispute
Resolution: Sanctions for Failure to Participate in
Good Faith in, or Comply with Agreement Made in,
Mediation, 43 A.L.R. 5th 545 (1996).
Michael Lewis, Advocacy in Mediation: One Mediator's View,
DIsp. REsOL. MAG., Fall 1995, at 7. 55 This exclusion
has been the subject of considerable criticism. See,
e.g.,
Penelope E. Bryan, Killing Us Softly: Divorce Mediation and
the Politics of Power, 40 BuFF. L. Rxv. 441 (1992);
Trina Grillo, The Mediation Alternative: Process Dangers for
Women, 100 YALE L.J. 1545 (1991). 56 Critics of
divorce mediation in particular have urged more
attorney participation and the current trend is
toward attorney involvement.
See Craig A. McEwen et al., Bring in the Lawyers: Challenging
the Dominant Approaches to Ensuring Fairness in
714
Divorce Mediation, 79 MINN. L. Rxv. 1317 (1995). 57
See, e.g., McKinley v. McKinley, 648 So. 2d 806 (Fla.
Dist. Ct. App. 1995) (claiming that attorney badgered
and intimidated a party during a mediation).
Antoine Hennion, The Passion for Music:A Sociology of
Mediation, Routledge, 2016, hlm.
Erica Frydenberg, Morton Deutsch: A Life and Legacy of
Mediation and Conflict Resolution, Australian
Academic Press, Brisbane, 2005, hlm.
Muhtar Dahri, “Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan
Negeri Klas Ib Bangko”, Penelitian, dimuat dalam
http://repo.unand.ac.id/2189/1/
Heri Asya, “Gugatan Sederhana Selesaikan Dengan
Sederhana”, Selasa, 26 September 2017 dimuat di
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jakarta/
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Gugatan
Sederhana, kerjasama Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Lembaga Kajian
dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP),
Jakarta, 2015, hlm.10.
Alexia Georgakopoulos, The Mediation Handbook: Research,
Theory, and Practice, Routledge, New York, 2017,
hlm.
Ros Angesti Anas Kapindha, dkk., “Efektivitas Dan Efisiensi
Alternative Dispute Resolution (ADR) Sebagai Salah
Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis Di Indonesia”,
https://media.neliti.com/media/publications/26551
-IDSyarkawi,
“Implementasi Musyawarah Menurut Nomokrasi Islam”,
Jurnal Lentera, Vol.12, No.1, 2012, hlm.
Hedar Laudjeng, Mempertimbangkan Peradilan Adat, Seri
Pengembangan Wacana HUMA, Jakarta, 2003, hlm.8.
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,
hlm.159.
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1984, hlm.65-66
715
Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa,
Bina Aksara, Jakarta, 1981, ) sebagaimana dikutip
dari Rachman Usman, 10
Tambun Anyang, “Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga
Musyawarah Kombong pada Masyarakat Daya
Taman”, Journal of Legal Pluralism, 1993, hlm.123.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di
Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, hlm. 13
I Made Widnyana. “Eksistensi Delik Adat Dalam
Pembangunan”, Orasi ilmiah, Universitas Udayana
pada Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, 1999, hlm.19-120.
M.G. Ohorella dan Kaimuddin Salle. “Penyelesaian Sengketa
Melalui Arbitrase pada Masyarakat Pedesaan di
Sulawesi Selatan,” dalam Seri Dasar-Dasar Ekonomi 2:
Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1995, hlm. 108-109.
Hedar Laudjeng, Mempertimbangkan Peradilan Adat, Seri
Pengembangan Wacana HUMA, Jakarta, 2003, hlm.
Rehngena Purba, “Penyelesaian Sengketa oleh Runggun
Pada Masyarakat Karo, Makalah, Seminar
Membangun Masyarakat Karo Menuju Tahun 2010,
Badan Musyawarah Masyarakat Karo (BMMK),
Berastagi, Selasa 19 September 2007.
Mariah Rosalina, “Eksistensi Runggun dan Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan Pada Masyarakat Karo”,
Penelitian Tesis, Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2000.
Kaimuddin Sale, “Hukum Adat Suatu Kebanggaan yang
Tidak Perlu Dipertanyakan Lagi”. Jurnal Hukum
Amanna Gappa, 2009, hlm. 237-262.
Valerine J.L. Kriekhoff. Mediasi: Tinjauan dari segi
Antropologi Hukum. Bunga Rampai, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2001, hlm.227-230. ‘Tanah dati’
merupakan tanah yang dikuasai oleh kelompok
kekerabatan yang bersifat patrilineal atau disebut

716
juga tanah petuanan kelompok dati di Maluku
Tengah.
Soepomo, Sejarah Politik Hukum Adat: dari Zaman Kompeni
Sehingga Tahun 1946, Pradnya Paramita, Jakarta,
1982, hlm.65.
Yayasan Mediasi Aceh Indonesia (YMAI),
http://www.idlo.int./banda acehawarenes .htm,
diakses 20 Juli 2013.
“Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”,
http://www.idlo.int./banda acehawarenes .htm,
diakses 20 Juli 2013.
Muhammad Koesno, “Musyawarah” dalam Miriam
Budiardjo (Ed.), Masalah Kenegaraan, Bumi Aksara,
Jakarta, 1971, hlm. 551.
Idrus Abdullah, “Penyelesaian Sengketa Melalui Mekanisme
Pranata Lokal: Studi Kasus Dalam Dimensi
Pluralisme hukum Pada Area Suku Sasak di Lombok
Barat”, Disertasi, Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm.21.
Takdir Rahmadi dan Achmad Romsan. “Teknik Mediasi
Tradisional Dalam Masyarakat Adat Minangkabau
Sumatera Barat dan Masyarakat Adat Di Dataran
Tinggi, Sumatera Selatan”. Journal Indonesian Center
For Environmental Law (ICEL) The Ford Foundation
1997-1998.
Gusri E. Tnk. Bagindo Ali, “Progres Report Penelitian
Pengembangan Balai Mediasi Desa Nagari Sumatera
Barat,”http://gusrie.blogspot.com/2013/09/progres
s-reportpenelitianpengembangan. html, diakses 27
Oktober 2013.
Vino Oktavia M, “Menggagas Penyelesaian Sengketa
Alernatif di Nagari”,
http://vinomancun.blogspot.com/2008/09/mengag
as mekanisme penyelesaian.html, diakses 8 Juni 2013
Karmawan, “Mediasi Perspektif Sejarah Hukum dan
Praktiknya di Pengadilan Indonesia”, Islamika: Jurnal

717
Agama, Pendidikan dan Sosial Budaya, Vol.13, No.1,
2019, hlm.

718
BIODATA PENULIS

Sabela Gayo, Ph.D.


Studi di Fakultas Hukum Universitas Tjut Nyak
Dhien, Medan; Magister Hukum di Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh, serta melanjutkan studi Doktor di Bidang
Hukum Bisnis pada Universitas Utara Malaysia. Memulai
karir di Centre for Poverty Analysis (CEPA) Project
Evaluation Consultan; Public Private Partnerships (PPP)
Trainer/Advisor; ISO 20400 on Sustainable Procurement
Trainer/Advisor; Executive Director Indonesian Public
Procurement Institute/Institut Pengadaan Publik Indonesia
(IPPI); Public Procurement Law Trainer/Advisor; Technical
Evaluation Panel (TEP) Millennium Challenge Account-
Indonesia for Supply and Distribution of Multiple
Micronutrients; Technical Evaluation Panel (TEP)
Millennium Challenge Account-Indonesiafor Legal Services.

719
BIODATA PENULIS

Dr. Wagiman Martedjo


Studi Filsafat Hukum pada Fakultas Filsafat UGM,
Studi di Hukum pada Fakultas Hukum dan Magister Hukum
Unpad. Melanjutkan studi Doktor Hukum di UI, tidak selesai
dan melanjutkannya di Universitas Jayabaya. Karir diawali
menjadi tenaga edukatif, peneliti hukum, sekaligus praktisi
hukum. Saat ini menjadi Dekan di FH Universitas 17 Agustus
1945 Jakarta dan Peneliti lepas di Elza Syarief Law Center
(ESLC).

720

Anda mungkin juga menyukai