Pupu Jamilah
UNPI PRESS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penulisan buku Teori Komunikasi ini. Buku ini disusun untuk
membantu masyarakat umumnya dan juga para mahasiswa khususnya
dalam mempelajari teori-teori komunikasi. Kandungan materi dalam
buku ini memuat tentang penjelasan mengenai teori-teori komunikasi.
Kajian dalam buku ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengenalan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan ilmu
komunikasi.
Dalam penyusunan Buku Teori Komunikasi ini, penulis telah berusaha
semaksimal mungkin menuangkan pemikiran dan pemahaman penulis
yang bersumber dari berbagai referensi yang ada. Dimulai dari teori-
teori para ahli, kemudian referensi dari buku-buku, jurnal ilmiah untuk
menambah pembendaharaan informasi yang bersumber dari berbagai
sudut pandang yang berbeda tetapi memiliki informasi yang saling
terkait. Namun penulis memahami bahwa, masih banyak kesalahan dan
kekurangan baik dari segi penulisan, materi, maupun dalam penggunaan
dan tata bahasa.
Semoga dengan kehadiran buku ini, bisa menjadikan nilai tambah bagi
khazanah keilmuan matematika dan juga bisa menjadi rujukan dan
referensi bagi para pembaca dari semua kalangan (mahasiswa, pengajar,
praktisi, peneliti dan lain-lain). Apresiasi dan ucapan terima kasih
penulis sampaikaikan kepada berbagai pihak yang telah turut
berpartisipasi dalam penyusunan dan penyempurnaan buku ini.
Penulis
........................
i|Kata Pengantar
DAFTAR ISI
TEORI KOMUNIKASI
A. Teori Komunikasi Interpersonal.................................................. 1
1. Definisi Komunikasi Interpersonal ...................................... 1
2. Model Komunikasi Interpersonal ......................................... 3
3. Perspektif Komunikasi Interpersonal................................... 7
B. Teori Komunikasi Antar Budaya ................................................. 10
1. Definisi Komunikasi Antar Budaya ...................................... 10
2. Hubungan Komunikasi dan Budaya ..................................... 15
C. Teori Komunikasi Kelompok ...................................................... 16
1. Definisi Komunikasi Kelompok ........................................... 16
2. Filosofi Komunikasi Kelompok............................................ 18
D. Teori Komunikasi Massa .............................................................. 21
1. Definisi Komunikasi Massa ................................................... 21
2. Karakteristik Komunikasi Massa .......................................... 23
3. Model Komunikasi Massa ...................................................... 25
E. Teori Komunikasi Organisasi....................................................... 28
1. Definisi Komunikasi Organisasi ........................................... 28
2. Konsep Komunikasi Organisasi............................................ 29
ii | T e o r i K o m u n i k a s i
3. Alur Komunikasi Organisasi ................................................. 30
BAB 2
iii | D a f t a r I s i
BAB 3
iv | T e o r i K o m u n i k a s i
1. Definisi Budaya Organisasi .................................................. 98
2. Elemen Budaya Organisasi ................................................... 101
3. Perkembangan Budaya Organisasi ...................................... 103
BAB 4
v|Daftar Isi
1. Definisi Difusi Inovasi ............................................................ 137
2. Tahapan Difusi Inovasi .......................................................... 139
B. Teori Jarum Hipodermik ............................................................... 146
C. Teori Stimulus Respon ................................................................. 149
1. Definisi Stimulus Respon...................................................... 149
2. Prinsip Stimulus Respon ....................................................... 150
3. Konsep Stimulus Respon...................................................... 153
D. Teori Two step flow communication .................................................. 155
1. Definisi Two step flow communication ....................................... 155
2. Prinsip Two step flow communication ......................................... 157
3. Hipotesis Two step flow communication .................................... 158
E. Teori Spiral of silence ....................................................................... 161
1. Definisi Spiral of silence ............................................................ 161
2. Hipotesis Spiral of silence ......................................................... 164
3. Konflik Spiral of silence ............................................................ 166
Daftar Pustaka .............................................................................................. 170
vi | T e o r i K o m u n i k a s i
BAB I TEORI KOMUNIKASI
2|Teori Komunikasi
Dibandingkan dengan komunikasi lainnya komunikasi
interpersonal, dinilai paling efektif dalam kegiatan mengubah sikap,
kepercayaan, opini dan perilaku seseorang. Hal tersebut karena
komunikasi ini berlangsung tatap muka, sehingga dengan adanya
komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal contact) yaitu
adanya kesamaan atau kerterkaitan dengan pribadi komunikan.
Ketika menyampaikan pesan, umpan balik langsung diterima
(immediate feedback) pada saat itu tanggapan komunikan terhadap
pesan yang disampaikan pada ekspresi wajah dan gaya bicara.
Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan,
maka kita cenderung akan mempertahankan gaya komunikasi
sebaliknya jika tanggapan komunikasi negatif, maka kita harus
mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil.
Oleh sebab itu ke-efektifan dalam mengubah sikap,
kepercayaan, opini dan perilaku komunikan menjadikan
komunikasi interpersonal seringkali digunakan untuk
mnyampaikan pesan secara komunikasi persuasif (persuasive
communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis
manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau
rayuan. Dengan demikian maka setiap pelaku komunikasi akan
melakukan empat tindakan yaitu membentuk, menyampaikan,
menerima dan mengolah pesan, keempat tindakan tersebut
lazimnya berlangung secara berurutan dan membentuk sebuah
pesan yang diartikan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan
tujuan tertentu.
2. Model Komunikasi Interpersonal
Dalam proses komunikasi interpersonal arus komunikasi
yang terjadi adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap individu
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator
dan komunikan. Karena dalam komunikasi interpersonal umpan
balik dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui komponen –
komponen yang terlibat dalam komunikasi interpersonal dapat
dijelaskan melalui gambar berikut :
4|Teori Komunikasi
Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat
simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan
keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk
disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi,
pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah
disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan
diinterpretasi oleh komunikan.
4) Saluran
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber
ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain
secara umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal,
penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan
kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara
tatap muka,
5) Penerima/ komunikan
Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan
menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi
interpersonal, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan
melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan
balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang
komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi
yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami
secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan
komunikan.
6) Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri
penerima. Melaui indera, penerima mendapatkan
macammacam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata
dan simbol-simbol yang harus diubah kedalam
pengalamanpengalaman yang mengandung makna. Secara
bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana
indera menangkap stimuli.
7) Respon
Merupakan apa yang telah diputuskan oleh penerima
untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan.
5|Teori Komunikasi Interpersonal
Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif. Respon
positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator.
Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak
keinginan komunikator. Dikatakan respon negatif apabila
tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan
oleh komunikator
8) Gangguan
Gangguan atau noise atau barier beraneka ragam, untuk
itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di
dalam komponen-komponen manapun dari sistem
komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau
membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk
yang bersifat fisik dan phsikis.
9) Konteks Komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu,
paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai.
Konteks ruang menunjuk pada lingkungan konkrit dan nyata
tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan, halaman dan
jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan
komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore,
malam. Konteks nilai, meliputi nilai 14 sosial dan budaya yang
mempengaruhi suasana komunikasi, seperti: adat istiadat,
situasi rumah, norma pergaulan, etika, tata krama, dan
sebagainya.
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses
pertukaran pesan/informasi antara orang-orang yang saling
berkomunikasi. Orang yang saling berkomunikasi tersebut adalah
sumber dan penerima. Sumber melakukan encoding untuk
menciptakan dan memformulasikan menggunakan saluran.
Penerima melakukan decoding untuk memahami pesan, dan
selanjutnya menyampaikan respon atau umpan balik. Tidak dapat
dihindarkan bahwa proses komunikasi senantiasa terkait dengan
konteks tertentu, misalnya konteks waktu. Kemudian hambatan
6|Teori Komunikasi
dapat terjadi pada sumber, encoding, pesan, saluran, decoding,
maupun pada diri penerima.
3. Perspektif Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dapat menjadi efektif dan juga
bisa menjadi tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan adanya
kemungkinan sebuah konflik yang terjadi dalam sebuah hubungan
seperti hubungan rumah tangga misalnya menjadikan komunikasi
interpersonal berjalan tidak efektif. Untuk menumbuhkan dan
meningkatkan hubungan interpersonal perlu meningkatkan kualitas
komunikasi dengan memperbaiki hubungan dan kerjasama dari
kedua pihak.
Secara umum seperti yang dijelaskan oleh Josep Devito
bahwa terdapat tiga perspektif yang membahas tentang
karakteristik komunikasi interpersonal supaya berlajan efektif,
yaitu:
1) Perspektif Sifat Manusia
Perspektif sifat manusia (humanistic) ini menekankan
pada keterbukaan, empati sikap mendukung, sikap positif, dan
kesetaraan menciptakan interkasi yang bermakna, jujur, dan
memuaskan. Berikut penjelasannya :
a. Keterbukaan (openness)
Memiliki pengertian bahwa dalam komunikasi
antarpribadi yang efektif, individu harus terbuka pada
pasangan yang di ajak berinteraksi, kesediaan untuk
membuka diri dan memberikan informasi, lalu kesediaan
untuk mengakui perasaan dan pikiran yang dimiliki, dan
juga mempertanggung jawabkannya. Agar komunikasi
interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan
interpersonal yang efektif dan kerja sama bisa ditingkatkan,
maka kita perlu bersikap terbuka.
b. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk
menempatkan dirinya pada posisi atau perana orang lain.
7|Teori Komunikasi Interpersonal
Dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun
intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan
dialami orang lain
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Komunikasi interpersonal akan efektif apabila
dalam diriseseorang ada perilaku supportiveness. Maksudnya
satu dengan yang lainnya saling memberikan dukungan
terhadap pesan yang disampaikan. Sikap mendukung
adalah sikap yang mengurangi sikap defensive dalam
berkomunikasi yang dapat terjadi karena faktor-faktor
personal seperti ketakutan, kecemasan, dan lain sebagainya
yang menyebabkan komunikasi interpersonal akan gagal,
karena orang defensive akan lebih banyak melindungi diri
sendiri dari ancaman yang ditanggapi dalam komunikasi
dibandingkan memahami orang lain.
d. Sikap positif (positiveness)
Memiliki perilaku positif, salah satunya adalah
berfikir secara positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
e. Kesetaraan (equality)
Keefektifan komunikasi interpersonal juga
ditentukan oleh kesetaraan atau kemiripan-kemiripan yang
dimiliki pelakunya. Seperti nilai, sikap, watak, perilaku,
kebiasaan, pengalama, dan sebagainya.
2) Perspektif Pragmatis
Dalam perspektif pragmatis ini memusatkan pada
manajemen dan kesegaran interaksi yang digunakan oleh
komunikator melalui perilaku yang spesifik untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan. Model ini menawarkan lima kualitas
efektivitas, yakni:
a. Kepercayaan diri (confidence)
Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan
diri dalam bersosialisai, dimana hal tersebut dapat dilihat
pada kemampuanya untuk menghadirkan suasana nyaman
pada saat interkasi terjadi pada orang-orang yang merasa
8|Teori Komunikasi
gelisah, pemalu, atau khawatir dan membuat mereka
merasa lebih nyaman.
b. Kebersamaan (immediacy)
Mengacu pada penggabungan antara komunikan
dan komunikator, dimana terciptanya rasa kebersamaan
dan kesatuan yang mengisyaratkan minat dan perhatian
untuk mau mendengarkan.
c. Manajemen interaksi (interaction management)
Dalam melakukan suatu komunikasi dapat
mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak,
sehingga tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa
menjadi pihak tokoh yang paling penting. Beberapa cara
yang tepat untuk melakukannya adalah dengan menjaga
peran sebagai komunikan dan komunikator melaui gerakan
mata, ekspresi vocal, gerakan tubuh dan wajah yang sesuai,
dan juga dengan saling memberikan kesempatan untuk
berbicara. Hal ini merupakan wujud dari sebuah
manajemen interkasi.
d. Ekspresi (expressiveness)
Mengacu pada kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang ingin disampaikan dengan
aktif, bukan dengan menarik diri atau melemparkan
tanggung jawab kepada orang lain.
e. Orientasi ke pihak lain (other orientation)
Dalam hal ini dimaksudkan untuk lebih
menyesuaikan diri pada lawan bicara dan
mengkomunikasikan perhatian dan minat terhadap apa
yang dikatakan oleh lawan bicara. Mengkomunikasikan
keinginan untuk bekerja sama dalam mencari pemecahan
masalah.
3) Perspektif Lingkungan Sosial
Perspektif lingkungan sosial ini dimisalkan pada model
ekonomi imbalan (reward) dan biaya(cost). Suatu hubungan
daisumsikan sebagai suatu kemitraan dimana imbalan dan biaya
saling dipertukarkan.
9|Teori Komunikasi Interpersonal
Ketiga perspektif ini tidak dapat dipasahkan satu persatu,
melainkan harus saling melengkapi, karena setiap perspektif
tersebut membantu kita untuk dapat memahami komunikasi dalam
menyelesaikan konflik sebuah hubungan secara efektif. Indikator
komunikasi interpersonal dikatakan efektif adalah apabila
komunikasi yang terjadi menimbulkan kesenangan antara kedua
pihak.
10 | T e o r i K o m u n i k a s i
antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya
cukup berbeda dalam suatu komunikasi.
2) Definisi Komunikasi Antar Budaya Menurut Deddy Mulyana
(2011)
Komunikasi antarbudaya (Inter Cultural
Communication) adalah proses pertukaran fikiran dan makna
antar orang-orang yang berbeda budayanya. Komunikasi Antar
Budaya memiliki tiga unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh
besar dan langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam
persepsi kita. sebagai berikut:
a. Nilai
Nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam
prilaku para anggota budaya yang dituntut oleh budaya
tersebut. Nilai ini disebut nilai normatif .
b. Kepercayaan/Keyakinan
Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang
benar atau salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan
kepercayaan. Bila sesorang percaya bahwa suara angina
dapat menuntun prilaku seseorang kejalan yang benar, kita
tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan itu salah, kita
harus dapat mengenal dan menghadapi kepercayaan
tersebut bila kita ingin melakukan komunikasi yang sukses
dan memuaskan.
c. Sikap
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi
pengembangan da nisi sikap. Sikap itu dipelajari dari
konteks budaya bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan
itu akan turut membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk
merespon dan akhirnya prilaku kita.
3) Definisi Komunikasi Antar Budaya Menurut Charley H. Dood
Charley H. Dood mengungkapkan komunikasi
antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta
komunikasi yang mewakili pribadi, antar pribadi atau kelompok
dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan
yang mempengaruhi prilaku komunikasi para peserta.
11 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
Komunikasi antar budaya lebih mengarah kepada sebuah
perbandingan pola komunikasi antarpribadi diantara individu-
individu yang berbeda dan lebih mengarah kepada objek dalam
pendekatan kritik budaya, sebagaimana aspek utama yang diteliti
adalah komunikasi antar pribadi antara komunikator dan
komunikan yang meiliki budaya yang berbeda. Budaya yang
berbeda akan mempengaruhi suatu sikap dan cara menanggapi
orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, contohnya yaitu ketika
orang luar negeri yang datang ke Indonesia pada saat cuaca yang
sangat panas, mereka memakai pakaian yang minimalis dengan
lengan terbuka di tempat umum, sedangkan orang Indonesia
memandang bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan norma di
masyarakat, sehingga penilaian ini membuat suatu budaya saling
bertolak belakang satu sama lain.
Liliweri mengungkapkan bahwa timbulnya komunikasi
budaya ini terjadi karena beberapa faktor yang mengawali dari
terbentuknya komunikasi antar budaya, yaitu :
1) Keterbukaan diri
Komunikasi dimulai dengan kontak, disusul interaksi,
lalu komunikasi terjadi dan diakhri dengan pertukaran pesan.
Membuka diri merupakan awal dari sebuah kontak komunikasi
antarpribadi. Keterbukaan diri dengan memulai percakapan
dengan seseorang membuat sebuah jalan komunikasi yang
dapat berpengaruh besar dalam hidup seorang manusia itu
sendiri. Seseorang tidak akan dapat bisa berubah dari sikap dan
perlakuan diri mereka jika tidak ada rasa terbuka kepada orang
lain. Membuka diri juga akan dapat melihat bagaimana kita
melihat diri sendiri, orang lain melihat kita dan sebaliknya,
sehingga akan memperluas pergaulan dengan individu atau
kelompok yang datang dari kebudayaan yang lain.
2) Kesadaran diri
Kesadaran diri ditentukan oleh konsep diri, yang
terbentuk karena kita melihat keberadaan diri dan bereaksi
terhadap segala sesuatu yang berada pada luar diri kita. Dalam
12 | T e o r i K o m u n i k a s i
psikologi komunikasi, konsep diri mengarah kepada arti
bagaimana kita melihat kelebihan dan kekuarangan diri, apakah
yang dapat kita lakukan dalam melihat kondisi dari kita sendiri,
yang biasa kita sebut dengan persepsi. Kesadaran diri berfokus
pada kita melihat dunia tergantung apa yang kita pikirkan
tentang diri kita dan akan mempengaruhi bagaimana kita
melihat dunia sekeliling. Demikian pula bagaimana kesan kita
terhadap seseorang dari kebudayaan lain tergantung kita
melihat diri kita sendiri mau bagaimana menanggapinya.
3) Etika
Banyak kode etik muncul dengan ide yang berbeda, dan
berasal dari kebudayaan yang berbeda pula. Dengan
memberikan prioritas dan perhatian pada perbedaan etika maka
kita akan mengetahui apa seharusnya dilakukan dan tidak
seharusnya dilakukan, dalam kebudayaan kita maupun terhadap
orang lain. Beberapa aturan mungkin mengandung ambiguitas
atau sesuatu yang belum jelas kebenarannya, misalnya menatap
orang lain yang lebih tua umumnya diperkenankan menurut
suatu budaya, namun dalam kebudayaan lain merupakan hal
tabu. Hal inilah yang disebut dengan konflik etika, yang dapat
menimbul isu etika dalam komunikasi budaya. Timbulnya
konflik etika dapat mengajarkan bagaimana cara untuk menilai
dan menerapkan etika budaya antar kelompok maupun
individu.
4) Dorongan lingkungan
Terjadinya konflik yang terjadi dalam masyarakat sering
kita jumpai dikarenakan banyak yang belum sadar pentingnya
kesadaran dalam melakukan usaha perdamaian dan peredam
konflik di sekitarnya. Komunikasi dapat mengurangi konflik
sosial, kunci untuk memenangkan perdamaian, kebudayaan,
dan masyarakat sangat ditentukan oleh dialog intensif dan terus
menerus, dengan kata lain harus dilakukan secara berkala.
Menurut Snare, konflik dan komunikasi antar budaya dapat
diselesaikan melalui dialog yang baik, antara lain dengan
identifikasi melalui perspektif budaya.
13 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
5) Demografis
Salah satu faktor munculnya komunikasi antarbudaya
adalah factor demografis, yang diisi oleh manusia dari berbagai
suku bangsa dan ras. Migrasi, transmigrasi dan imigrasi dahulu
merupakan hal yang tabu karena memerlukan regulasi yang
ketat, tetapi sekarang bebas memilih tempat tinggal dengan
regulasi yang lebih mudah untuk tinggal di tempat tertentu.
Demografis membuat komunikasi dan budaya dalam
masyarakat sangat beragam dikarenakan latar belakang
masyarakat berasal dari kalangan atau tempat yang berbeda.
6) Ekonomi
Sejak dahulu, kegiatan ekonomi sering menjadi alat
perantara mengantarkan suatu budaya yang berbeda dari daerah
lain ke tempat yang dituju. Proses kegiatan ekonomi yang
dilakukan ini secara tidak langsung merupakan kegiatan
komunikasi, melalui individu atau kelompok yang berbeda latar
belakang, yang membawa budaya sehingga timbul budaya baru
antara masyarakat pendatang dan penduduk asli di daerah
tersebut.
Pendapat mengenai komunikasi antarbudaya di atas,
diperkuat oleh penjabaran ahli Wahlstrom dalam Liliweri (2013:24),
yang menjelaskan bahwa komunikasi antarbudaya dapat dikatakan
berjalan secara interaktif apabila diantara komunikator dengan
komunikan terjalin sebuah komunikasi timbal balik atau berjalan
secara dua arah (two way communication), akan tetapi komunikasi dua
arah yang terjalin pada tahap ini masih dalam tahap rendah. Jika
komunikasi antarbudaya telah memasuki tahap transaksional, maka
proses pertukaran pesan sudah memasuki tahap tinggi karena
komunikator dan komunikan sudah masuk dalam tahap saling
memahami dan saling mengerti terkait perasaan dan tindakan
bersama.
14 | T e o r i K o m u n i k a s i
2. Hubungan Komunikasi dan Budaya
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari
sumber ke penerima, yakni dari komunikator kepada komunikan
melalui media tertentu dan mendapatkan efek dari apa yang
disampaikan baik dalam bentuk respon atau tindakan. Komunikasi
terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada
penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk non
verbal tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa dari kedua
pihak tersebut mempunyai suatu simbol yang sama, misalnya
menyebutkan sesuatu tanpa harus menghadirkan apa yang telah
disebut atau dibicarakan (Deddy Mulyana, 2004).
Sementara itu Budaya menurut Ibnu Khaldun bukanlah
suatu benda tetapi sifat dari perwujudan diri manusia, oleh karena
budaya selalu berkaitan dengan apa yang biasa dilakukan oleh
manusia dengan akal dan pikirannya. Alo Liliweri (2005)
mendefinisikan bahwa komunikasi budaya adalah sebuah proses
interaksi antara interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi
yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Gudykunst dan Kim. Mendefinisikan
bahwa Komunikasi (antar budaya) sebagai proses transaksional,
simbolik yang melibatkan pemberian makna antara orang-orang
(dari budaya yang berbeda).
Seperti menurut pendapat Natsir (2016), yang menjelaskan
bahwa komunikasi yang terjadi antarmanusia terikat oleh budaya,
dalam hal ini apabila jika muncul sebuah perbedaan budaya antara
satu dengan lainnya, maka pasti praktik dan perilaku komunikasi
diantara masing-masing individu yang dibangun juga akan berbeda.
Dapat dilihat pula bahwa melalui pengaruh budaya, manusia dapat
belajar berkomunikasi dan memandang dunianya melalui berbagai
kategorikategori, konsep-konsep, dan simbol-simbol. Selain itu,
setiap orang yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang
berbeda, akan memiliki pandangan yang berbeda juga dalam
memposisikan suatu objek dan keadaan, begitu juga sebaliknya.
15 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
Dua konsep utama yang mewarnai komunikasi antarbudaya
yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan
antara keduanya saling terikat dan kompleks. Budaya
mempengaruhi komunikasi dan pada gilirannya komunikasi turut
menentukan, menciptakan dan memelihara realitas budaya, dengan
kata lain budaya dan komunikasi ibarat dua sisi mata uang yang
tidak terpisah dan saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang dan
bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut
menentukan bagaimana orang mengirim pesan.
17 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
sekunder seperti sekolah, lembaga agama, tempat pekerjaan dan
kelompok sekunder lainnya yang sesuai dengan minat dan
keterikatan kita, ringkasnya kelompok merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan kehidupan kita, karena melalui kelompok,
memungkinkan kita dapat berbagi informasi, pengalaman, dan
pengetahuan kita dengan anggota kelompok lainnya (Bungin,
2013).
2. Filosofi Komunikasi Kelompok
Ada beberapa teori komunikasi kelompok yang
dikembangan untuk mengukur seberapa efektifnya komunikasi
yang dilakukan. Tingkat efektivitas tersebut mempengaruhi
kepuasan tiap anggotanya. Ada beberapa teori penting yang
membahas komunikasi kelompok, seperti teori yang dikemukakan
oleh Littlejohn dkk (2017) berikut di antaranya:
A. Symbolic Converge Theory
Symbolic Convergence Theory atau biasa dikenal sebagai fantasy-
theme analysis, merupakan salah satu teori komunikasi kelompok
yang digagas oleh Ernest Bormann, John Cragan dan Donal
Shields. Teori ini membahas bagaimana setiap orang dalam
kelompok memiliki suatu realitas bersama melalui komunikasi.
Dalam teori ini, penggambaran kita terhadap suatu hal
dapat mempengaruhi kepercayaan bersama. Adanya komunikasi
memungkinkan tiap anggotanya untuk membicarakan
penggambaran tersebut melalui percakapan dengan orang lain.
Semakin sering dibicarakan, lama-lama hal tersebut akan diyakini
bersama. Penggambaran tersebut dikenal dengan konsep
Rhetorical Vision. Pada dasarnya, Rhetorical Vision merupakan
sebuah citra visual yang memuat karakter, cerita, dan kejadian
tertentu. Misalnya, salah satu temanmu pernah mengalami kejadian
memalukan yakni menepuk bahu orang tak dikenal, yang
disangkanya dirimu, sambil memanggilnya “Ayo, Sif.”
18 | T e o r i K o m u n i k a s i
Hingga beberapa tahun setelah kejadian tersebut, temanmu
masih sering diledek dengan kalimat “Ayo, Sif.” Bahkan, ketika
salah satu teman sekumpulanmu melontarkan “Ayo, Sif,” semua
orang akan otomatis tertawa. Bagi orang-orang yang tidak
bergabung dalam kelompok permainanmu, “ayo, Yog” mungkin
tidak memiliki makna apapun. Namun, bagi kamu dan teman-
teman sepermainanmu, “ayo, sif” memuat suatu cerita lucu yang
akan terus tersimpan dalam memori hingga masa akan datang.
B. Effective Intercultural Workgroup Communication
Theory
Effective Intercultural Workgroup Communication Theory
merupakan teori yang dikembangkan oleh John Oetzel dan didasari
dari input process output model (model input proses output). Pada
dasarnya teori ini berfokus pada kelompok dengan anggota yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Dalam teori ini, suatu kelompok dengan keberagaman
budaya (input) memiliki frekuensi berinteraksi yang menciptakan
pengaruh pada tiap anggota kelompok (process) dan menimbulkan
hasil baik kepuasan/ketidapuasan (output). Keberagaman budaya
dalam kelompok terbagi dalam tiga buah kluster yakni individualism-
collectivism (individualism-kolektivisme), self-construal (makna diri) dan
face concerns (perhatian padah wajah).
Kluster pertama, individualism-collectivism (individualism-
kolektivisme) membedakan individu dalam kelompok dengan dua
ciri khas. Anggota kelompok dengan orientasi individualime
merupakan individu yang independen yang cenderung
memprioritaskan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan
kelompok. Biasanya individu dengan orientasi ini bergabung
dengan kelompok karena kepentingan tertentu. Contoh: kelompok
belajar. Sedangkan anggota kelompok dengan orientasi
kolektivisme merupakan individu yang merasa sebagai bagian dari
kelompok dan cenderung mengutamakan tujuan kelompok
dibandingkan tujuan pribadi. Misal, kelompok gerakan perempuan
19 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
penyintas perkosaan yang memperjuangkan pengesahan RUU
KUHP demi keadilan bagi perempuan di Indonesia.
Kluster kedua yakni self-construal (makna diri) merupakan
bagaimana anggota kelompok memaknai dirinya sendiri. Biasanya,
mereka memaknai dirinya dengan dua parameter yakni independen
dan interdependen. Anggota kelompok yang merasa dirinya
independen biasanya berpikir bahwa dirinya unik. Sedangkan
anggota yang merasa interdependen biasanya lebih cenderung
berfokus pada bagaimana mereka berhubungan dengan anggota
lainnya.
Kluster ketiga ialah face concerns (perhatian padah wajah).
Pada dasarnya, kluster ini memuat perbedaan individu dalam
menciptakan personal image (gambaran diri). Anggota kelompok
dapat menciptakan gambaran diri melalui self-face concern yang
berfokus pada gambaran untuk diri sendiri, other face yang
berfokus pada gambaran diri orang lain dan mutual face yang
menyangkut pada hubungan dengan orang lain. Selain membahas
model dan kluster, dalam teori ini Oetzel (Littlejohn, dkk., 2017)
juga menjabarkan faktor pendukung keberhasilan komunikasi
kelompok. Di antaranya adalah:
1) Konflik yang belum selesai antara kelompok dengan
masyarakat. Misal, sejarah konflik antara Suku Dayak dan Suku
Madura di Sampit.
2) Keseimbangan dalam dan luar kelompok yang menyangkut
representasi anggota dengan latar belakang budaya tertentu.
Misal, dalam suatu kelas, anggota kelompok dengan Suku Jawa
lebih banyak ketimbang suku-suku lainnya.
3) Faktor kerjasama atau kompetisi dalam kelompok.
4) Perbedaan status antar anggotanya.
20 | T e o r i K o m u n i k a s i
D. TEORI KOMUNIKASI MASSA
1. Definisi Komunikasi Massa
Sarah Trenholm dalam West, Turner (2008:4), menyatakan
bahwa walaupun studi mengenai komunikasi telah ada selama
berabad-abad, tidak berarti bahwa komunikasi telah dipahami
dengan baik. Mendefinisikan komunikasi merupakan hal yang
menantang. Terdapat banyak sekali definisi tentang komunikasi
dikarenakan kompleks dan kayanya disiplin ilmu komunikasi, jadi
banyak para ahli yang mengemukakan pendapat mereka tentang
komunikasi. Seperti halnya misalkan jika kita mengambil kelas
mengenai komunikasi dari dua ahli. Maka masing-masing akan
memiliki gaya mereka sendiri dalam menyampaikan materi dan
mahasiswa dalam kelas tersebut masing-masing akan memiliki
pendekatan yang unik terhadap teori komunikasi. Hasilnya adalah,
pendekatan-pendekatan dilakukan dengan berbagai metode dalam
memberikan pembelajaran pada sebuah topic yang sama.
Keberagaman metode ini menghasilkan keunikan
tersendiri. Keunikan ini memegang peranan penting dalam
mendefinisikan komunikasi. Para ahli cenderung melihat fenomena
manusia melalui sudut padang mereka sendiri. Bahkan terkadang
mereka menciptakan batasanbatasan ketika berusaha menjelaskan
suatu fenomena kepada oran lain. Ahli dalam bidang komunikasi
akan menggunakan pendekatan yang berbeda dalam
menginterpretsikan komunikasi karena nilai-nilai yang mereka
miliki juga berbeda. Beberapa teori juga akan mempengaruhi
pendefinisian kita terhadap suatu istilah. Adapun yang dimaksud
dengan istilah komunikasi di sini adalah proses sosial di mana
individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan
dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West &
Turner 2008).
Salah satu pembahasan dalam ilmu komunikasi adalah
komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan bagian dari ilmu
komunikasi yang lebih luas, yang masuk kedalam komunikasi
manusia (human communication).
21 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
Komunikasi massa menurut Ardianto (2012) adalah pesan
yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar
orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi
massa harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun
komunikasi itu disampaikan kepada khalayak banyak, seperti rapat
akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan bahkan puluhan
ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, itu bukan
komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa
adalah radio siaran dan televisi keduanya dikenal sebagai media
elektronik, kemudian surat kabar dan majalah keduanya dikenal
sebagai media cetak, serta media film. Film sebagai media
komunikasi adalah film bioskop.
Pada awal perkembangannya komunikasi massa berasal dari
perkembangan kata media of mass communication (media
komunikasi massa). Media massa yang dimaksudkan di sini yakni
media (saluran) yang dihasilkan oleh teknlogi modern. Hal ini perlu
ditekankan sebab terdapat media yang bukan merupakan media
massa yakni media tradisional, seperti kentongan, gamelan dll. Jadi,
di sini jelas yang dimaksud dengan media massa menunjuk pada
hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi
massa. Adapun pengertian komunikasi massa, pada dasarnya adalah
komunikasi melalui media massa, yakni media cetak maupun media
elektronik (Nurudin, 2007).
Nuruddin juga mengungkapkan bahwa dalam komunikasi
massa perlu diperhatikan dalam hal mengartikan kata massa itu
sendiri. Perlu adanya pemahaman tentang perbedaan kata massa
dalam arti umum dengan massa dalam arti komunikasi massa.
Misalkan dalam sebuah berita, seorang pembawa acara mengatakan
“pemirsa, massa yang jumlahnya banyak membuat polisi kewalahan
dalam menertibkan demo yang sedang terjadi”. kata massa dalam
hal ini lebih mendekati arti secara sosiologis. Dengan kata lain,
massa yang dimaksud dalam hal itu adalah kumpulan individu yang
berada di suatu lokasi tertentu. Agar tidak ada kerancuan dan
perbedaan persepsi tentang massa, ada baiknya membedakan arti
massa dalam komunikasi massa dengan massa dalam arti umum.
Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima
22 | T e o r i K o m u n i k a s i
pesan yang berkaitan dengan media massa. Oleh karena itu, massa
di sini menunjuk pada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau
pembaca, dan beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan mengenai media
massa dalam komunikasi massa adalah diperlukannya gatekeeper
(penapis informasi atau palang pintu) yakni beberpa individu atau
kelompok yang bertugas menyampaikan atau mengirimkan
informasi dari individu ke individu lain melalui media massa. Dalam
proses komunikasi massa, di samping melibatkan unsur-unsur
komunikasi sebagaimana mestinya, tapi juga membutuhkan peran
media massa sebagai alat untuk menyampaikan atau menyebarkan
informasi. Media massa tersebut tidak berdiri sendiri. Di dalamnya
ada beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan
informasi sebelum informasi tersebut sampai kepada masyarakat.
Mereka yang bertugas itu sering disebut sebagai gatekeeper dan
disesuaikan dengan visi dan misi media yang bersangkutan,
khalayak sasaran dan orientasi bisnis atau ideal yang menjadi tujuan.
Bahkan tidak menutup kemungkinan disesuaikan dengan
kepentingan penanam modal atau aparat pemerintah yang tidak
jarang ikut campur tangan dalam sebuah penerbitan.
Ada banyak definisi mengenai komunikasi massa yang
dikemukakan oleh para ahli. Namun, dari sekian banyak definisi itu,
terdapat benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada
dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan
dengan perantara melalui media massa (cetak dan elektronik).
2. Karakteristik Komunikasi Massa
Berdasarkan penuturan dari Ardianto (2012)
mengungkapkan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari
komunikasi massa yang menjadi pembeda dengan komunikasi
lainnya, yaitu:
1) Komunikatornya Terdefinisikan
Karakteristik komunikasi massa yang pertama adalah
komunikatornya. Artinya, kita sudah memahami bahwa
komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik cetak
23 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
maupun elektronik. Komunikasi massa melibatkan sebuah
lembaga tertentu, dan komunikatornya bergerak dalam
organisasi yang kompleks.
2) Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi
massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan
untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya pesan
komunikasi bersifat umum. Pesan komunikasi dapat berupa
fakta, peristiwa maupun opini.
3) Komunikannya Anonim dan Heterogen
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal
komunikan (anonim), hal tersebut dikarenakan komunikasinya
menggunakan media dan tidak tatap muka langsung.
Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah
berbeda-beda (heterogen), artinya terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokan
berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.
4) Media Massa Memunculkan Keserempakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan
komunikasi lainnya adalah jumlah sasaran khalayak atau
komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas.
Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara
serempak pada waktu yang sama dapat memperoleh pesan yang
sama pula.
5) Komunikasi Mengutamakan Isi dibanding Hubungan
Dalam konteks komunikasi massa, komunikator tidak
harus selalu kenal dengan komunikannya, dan sebaliknya.
Tetapi yang penting adalah, bagaimana seorang komunikator
menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan jenis
medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan
tersebut.
6) Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah (one way communication)
Salah satu karakteristik yang merupakan keunggulan
komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya,
24 | T e o r i K o m u n i k a s i
ada juga ciri komunikasi massa yang merupakan kelemahannya.
Karena komunikasinya melalui media massa, maka
komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak
langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan sedangkan
komunikannya aktif menerima pesan, namun diantara
keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana hal terjadi
dalam komunikasi anatarpesona. Dengan kata lain, komunikasi
massa bersifat satu arah.
7) Stimulasi Alat Indra Terbatas
Karakteristik komunikasi massa lainnya yang dapat
dianggap salah satu kelemahannya, adalah stimulasi alat indra
yang terbatas. Pada komunikasi antarpesona yang bersifat tatap
muka, maka seluruh alat indra pelaku komunikasi, kamunikator
dan komunikan, dapat digunakan secara maksaimal. Kedua
belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan
mungkin merasa.
8) Umpan Balik Tertunda (delayed) dan Tidak Langsung (indirect)
Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan
sebutan feedback merupakan faktor penting dalam proses
komunikasi antarpesona, komunikasi kelompok, dan
komunikasi massa. Efektivitas komunikasi seringkali dapat
dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. Dalam
komunikasi massa tanggapan khalayak bisa diterima lewat
telepon, e-mail, atau surat pembaca. Dalam proses tersebut,
menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat tidak
langsung (indirect). Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk
menggunakan telepon, menulis surat pembaca, mengirim e-
mail itu menunjukan bahwa feedback komunikasi massa
bersifat tertunda (delayed)
25 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
dikemukakan oleh Morissan (2010) tentang model-model
komunikasi massa, yaitu:
1) Model Transisi
Model ini memiliki pandangan bahwa komunikasi
adalah proses pengirimanatau transmisi sejumlah informasi
atau pesan kepada penerima, dalam hal ini pesan sangat
ditentukan oleh pengirim atau sumber pesan. Menurut model
transmisi, komunikasi massa memiliki sifat yang dapat
mengatur diri sendiri (self-regulation process) yang dipandu oleh
kepentingan atau minat serta permintaan audien yang diketahui
dari seleksi dan respons yang ditunjukkan atas pesan yang
ditawarkan media massa. Proses ini tidak dapat dipandang lagi
sebagai komunikasi linear, komunikasi massa dibentuk oleh
umpan balik dari audience kepada media dan juga kepada
komunikator. Dengan demikian, media massa haruslah
merupakan organisasi yang bersifat netral dan terbuka terhadap
umpan balik. Namun demikian, model ini lebih cocok
digunakan dinegara-negara yang menerapkan sistem media
massa bebas yang dikelola oleh negara (state –rum media system).
Namun, pasar bebas tidak berarti seluruh keinginan audience
dapat terpenuhi atau sebaliknya, tidak berarti media massa
terbebas dari berbagai macam tindakan propaganda.
Model transmisi lebih cocok diterapkan pada institusi
sosial yang sudah lama berdiri seperti institusi pendidikan,
agama dan pemerintahan serta cocok diterapkan pada kegitan
operasional media massa yang bersifat instruksional, informatif
atau tujuan-tujuan propaganda melalui media massa.
2) Model Ritual
Komunikasi ritual kerap digunakan dalam kampanye
komunikasi terencana, missalnya dalam bidang politik atau
iklan, misalnya dalam menggunakan simbol-simbol tertentu.
Model ritual memiliki peran menyatukan dan memobilisasi
sentimen dan tindakan. Contoh dari model ini dapat ditemui
pada lingkungan kesenian, ceramah agama atau pertunjukan
kesenian dari daerah tertentu yang ditayangkan televisi memiliki
26 | T e o r i K o m u n i k a s i
peran menyatukan penganut agama atau penonton yang berasal
dari daerah bersangkutan.
Model komunikasi massa ritual lebih dapat
menggambarkan unsurunsur komunikasi yang terdapat pada
kegiatan atau aktivitas seperti kesenian, drama, hiburan, dan
berbagai kegiatan komunikasi massa yang banyak menggunkan
bahasa lambang (simbol).
3) Model Publisitas
Salah satu aspek penting dalam komunikasi massa, yaitu
model publisitas atau publicity model. Sering kali tujuan media
massa tidak hanya mengirim informasi tertentu atau
menyatukan masyarakat dalam suatu ekspresi, yang bersifat
budaya, kepercayaan, atau nilai-nilai tertentu, tetapi juga untuk
sekedar menangkap atau menahan perhatian orang atas suara
dan gambar. Dalam melakukan ini, media memperoleh tujuan
ekonomi langsung, yaitu untuk mendapatkan keuntungan dari
perhatian yang diberikan media dan tujuan ekonomi tidak
langsung, yaitu menjual perhatian audience kepada pemasang
iklan. Model publisitas menganggap audien media sebagai
penonton daripada penerima informasi. Model ini juga
memiliki hubungan dengan persepsi media bagi audiennya yang
menggunakan media untuk hiburan dan menghabiskan waktu
senggang.
Model komunikasi massa publisitas (perhatian) lebih
cocok diterapkan pada kegiatan media massa yang bertujuan
menarik audien sebanyak mungkin yang tercermin pada rating
yang tinggi dan jangkauan yang luas serta memiliki tujuan untuk
prestige (gengsi) dan pedapatan (income).
4) Model Penerimaan
Model penerimaan memandang bahwa proses
komunikasi massa sangat ditentukan oleh pihak penerima yang
jumlahnya bisa sangat banyak. Dengan demikian, pesan yang
diterima audien tidak selalu sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh pengirim. Esensi dari model penerimaan ini
adalah penempatan atribusi dan kontruksi makna yang berasal
27 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
dari media kepada penerima. Isi media adalah selalu terbuka
dan memiliki banyak makna (polysemic). Maka diberi interpretasi
menurut konteks dan budaya dari penerimanya.
Model penerimaan mengingatkan bahwa kekuatan atau
pengaruh media massa hanya bersifat berpura-pura (ilusi)
karena audienlah yang pada dasarnya menentukan makna yang
diinginkan.
28 | T e o r i K o m u n i k a s i
proses yang berlangsung. Oleh karena itu, sama seperti sirkulasi
darah yang merupakan organ penting untuk membangun
kehidupan manusia. Begitu juga halnya, komunikasi merupakan
bagian penting dalam kehidupan organisasi. Komunikasi dalam
organisasi ini menjadi penting karena di dalamnya ada suatu proses
pertukaran informasi dan membangun saling pengertian diantara
para anggotanya.
Dalam literatur lainnya dikemukakan bahwa, menurut
Morissan (2013) Komunikasi merupakan salah satu aspek
terpenting namun juga kompleks dalam kehidupan manusia.
Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya
dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak
dikenal sama sekali.
Dari beberapa definisi ahli tentang komunikasi organisasi,
bsia dikatakan juga bahwa komunikasi organisasi adalah
komunikasi yang terjadi didalam suatu sistem terbuka yang
dipengaruhi oleh lingkungan internal dari dalam diri manusia,
seperti sikap, perasaan, hubungan dan keterampilan maupun dari
lingkungan eksternal seperti arah dan tujuan, pesan dan media.
2. Konsep Komunikasi Organisasi
Stanley Deetz yang dikutip Poppy Ruliana menyatakan agar
kita memahami tiga cara yang berbeda untuk memahami konsep
komunikasi organisasi, yaitu:
1) Komunikasi Organisasi Sebagai Suatu Disiplin (Organizational
Communication)
Sebagai suatu disiplin ilmu, “komunikasi organisasi”
adalah sub-bidang tertentu dari bidang ilmu komunikasi. Cara
orang dalam organisasi berkomunikasi, bagaimana organisasi
berkomunikasi dan sebagainya adalah bagian-bagian yang
menjadi perhatian (concern) dari komunikasi organisasi.
Mempelajari komunikasi organisasi juga memberi manfaat
29 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
untuk studi-studi di bidang lain seperti ilmu manajemen,
perilaku organisasi, psikologi industri, dan sebagainya.
2) Komunikasi Organisasi Sebagai Deskriptor (Organizational
Communication as Descriptor)
Cara kedua untuk memahami “komunikasi organisasi”
adalah melihat komunikasi organisasi sebagai deskriptor. Ini
artinya komunikasi organisasi dapat memberikan gambaran
bagaimana interaksi, relasi dan komunikasi baik yang bersifat
horizontal maupun vertikal, interpersonal maupun
antarpersonal dan bentuk bentuk lainnya terjadi di sebuah
lingkup organisasi. Apa bila psikologi, sosiologi atau disiplin
ilmu lainnya mampu menjelaskan atau mendeskripsikan proses
organisasi sesuai dengan pendekatan mereka masing-masing,
demikian pula dengan komunikasi organisasi yang
pendekatannya mamapu menjelaskan proses organisasi (Deetz,
2001).
3) Komunikasi Organisasi Sebagai Suatu Fenomena
(Organizational Communication as Phenomena).
Cara ketiga untuk memahami komunikasi adalah dengan
melihat komunikasi sebagai fenomena. Melihat komunikasi
organisasi sebagai sebuah fenomena artinya bahwa komunikasi
tersebut merupakan sebuah peristiwa konkret yang dialami atau
terjadi di antara para anggota di dalam organisasi
30 | T e o r i K o m u n i k a s i
tidak menjadi atasan ataupun bawahan satu dengan yang lainnya
dan mereka menempati bagian fungsional yang berbeda
(komunikasi diagonal). Terdapat beberapa aliran atau bentuk dari
komunikasi organisasi, yaitu:
1) Komunikasi ke Bawah (Downward Communication)
Komunikasi ke bawah adalah komunikasi yang mengalir
ke bawah dari orang-orang yang jenjang hierarkinya lebih tinggi
ke jenjang yang lebih rendah. Bentuk yang paling umum adalah
instruksi, memo resmi, pernyataan tentang kebijakan
perusahaan, prosedur, pedoman kerja, dan pengumuman
perusahaan. Dalam banyak organisasi, komunikasi ke bawah
sering kali kurang tepat dan kurang teliti. Tidak adanya
informasi yang jelas yang berhubungan dengan pekerjaan dapat
menimbulkan tekanan diantara para anggota organisasi.
2) Komunikasi ke Atas (Upward Communication)
Komunikasi ke atas adalah situasi komunikasi yangmana
komunikator berada dalam jenjang yang lebih rendah dalam
organisasi dari pada komunikannya. Organisasi yang efektif
memerlukan jenis komunikasi ini yangmana porsinya sama
banyak dengan komunikasi ke bawah. Beberapa di antaranya
antara lain seperti kontak saransaran, pertemuan kelompok,
prosedur naik banding, atau pengaduan. Jika hal-hal ini tidak
ada, maka orang akan mencari sesuatu cara untuk
mengkomunikasikannya, seperti yang sering terjadi adalah
munculnya siaran gelap pegawai di beberapa organisasi besar.
3) Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication)
Komunikasi horizontal adalah arus komunikasi yang
sering kali dilupakan dalam desain dari kebanyakan organisasi.
Meskipun arus komunikasi vertikal (ke atas dan ke bawah)
merupakan pertimbangan utama dalam desain organisasi,
namun organisasi yang efektif juga sangat memerlukan
komunikasi horizontal. Komunikasi horizontal sangat
diperlukan bagi koordinasi dan integrasi dari fungsi-fungsi
keorganisasian. Ketiga sistem komunikasi inipun juga terjadi
31 | T e o r i K o m u n i k a s i I n t e r p e r s o n a l
dalam sistem komunikasi dalam birokrasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi munculnya komunikasi horizontal ini antara
lain adalah unruk mengkoordinasikan penugasan kerja, untuk
berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan, untuk
memecahkan masalah, untuk memperoleh pemahaman
bersama, untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi
perbedaan, serta untuk menumbuhkan dukungan antar
personal.
4) Komunikasi Diagonal (Diagonal Communication)
Komunikasi Diagonal adalah arus komunikasi yang
timbul akibat keinginan pegawai untuk berbagi informasi
melewati batas-batas fungsional dengan individu-individu yang
tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka.
32 | T e o r i K o m u n i k a s i
BAB 2 TEORI KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
35 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Dalam pendekatan ini, waktu dan perubahan dalam
sebuah hubungan menjadi hal yang penting. Waktu
mempengaruhi pertukaran karena pengalaman-pengalaman
masa lalu menuntun penilaian mengenai penghargaan dan
pengorbanan, kemudian penilaian tersebut mempengaruhi
pertukaran-pertukaran selanjutnya.
B. TEORI PERANAN
1. Teori Peranan dalam Ilmu Komunikasi
Teori peranan atau peran adalah sebuah sudut pandang
dimana setiap orang memiliki aktivitas setiap hari sesuai dengan
peranannya masing-masing. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, peran merupakan perangkat tingkah yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Peran
sosial meliputi serangkaian hak, kewajiban, harapan, norma, dan
perilaku seseorang untuk dihadapi dan dipenuhi. Teori peran
berkaitan dengan komunikasi interpersonal karena setiap individu
yang terlibat dalam komunikasi interpersonal berkewajiban untuk
memainkan perannya sesuai dengan skenario dalam kehidupan
masyarakat. Harmonisasi masyarakat akan tercipta apabila setiap
individu bertingkah laku sesuai dengan peranan yang diharapkan
(role expectation) yang meliputi kewajiban, tugas, dan posisi tertentu;
tuntutan peran (role demands) merupakan desakan sosial yang
mengharuskan individu untuk memenuhi peranannya, apabila tidak
terpenuhi maka ada sanksi-sanki sosial tertentu; memiliki
keterampilan dalam berperan (role skills), dan terhindar dari konflik
peranan.
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli
tentang deifinisi dari peran, berikut diantaranya :
a) Menurut Soekanto (2009) dalam buku Sosiologi Suatu
Pengantar, peran adalah proses dinamis kedudukan (status)
apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya dan menjalankan suatu peranan.
36 | T e o r i K o m u n i k a s i
Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-
pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan
sebaiknya.
b) Menurut Merton peranan didefinisikan sebagai pola tingkah
laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki
status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat
peran. Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan
dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh
orang karena menduduki status-status sosial khusus.
c) Menurut Dougherty dan Pritchard dalam Bauer teori peran ini
memberikan suatu kerangka konseptual dalam studi perilaku di
dalam organisasi mereka menyatakan bahwa peran itu
“Melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan dari
perilaku atau tindakan” (Bauer, 2003).
Teori memiliki peran yang sangat penting, teori berperan
membantu mendapatkan pengertian dan mengorganisasikan
pengalaman. Di dalam teori terdapat posisi yang berperan penting
dalam penyajian informasi sehingga penafsiran, penilaian, dan
pernyataan dapat terlaksana dengan mudah.
Seperti yang diungkapkan oleh Zohurul (2009) dia
mengungkapkan bahwa “The role of Organizational communication are
mainly to inform employees about their task, policy and other organizational
issues, and secondly to create community within organizazion. Communication
reduce uncertainly, increase job within organization”. Artinya Peran
komunikasi organisasi terutama untuk menginformasikan
karyawan tentang tugas mereka, kebijakan, dan isu-isu organisasi
lain, dan kedua untuk membuat komunitas di dalam organisasi.
Komunikasi dapat mengurangi ketidakpastian, meningkatkan
keamanan, kerja dalam organisasi.
2. Hambatan dalam Teori Peranan Ilmu Komunikasi
Hambatan dalam teori peranan dapat terjadi ketika individu
tidak dapat menjalani perannya sendiri dan kurangnya komunikasi
37 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
antar individu lainnya. Adapun hambatan atau ketidakberhasilan
teori peran adalah sebagai berikut:
1) Role Conflict
Konflik peran terjadi karena adanya peranan dan tugas-
tugas yang berbeda, sehingga menimbulkan harapan-harapan
yang bertentangan. Menurut Handoko, konflik peran dalam
diri individu adalah sesuatu yang terjadi bila seorang individu
menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang
diharapakan untuk melaksanakannya, bila semua permintaan
pekerjaan saling bertentangan, bila seorang individu diharapkan
untuk melakukan lebih dari kemampuannya. Misalnya, seorang
ayah dalam bekerja di perusahaan yang sama dengan anaknya.
Di satu sisi ia berperan sebagai seorang ayah, di sisi lain ia
berperan sebagai pemimpin di perusahaan tersebut.
2) Role Strain
Role strain terjadi karena adanya harapan-harapan yang
bertentangan dalam satu peranan yang sama. Selain itu, role
strain terjadi karena peran apapun sering menuntut interkasi
dengan status lain yang berbeda dan harapan yang berbeda.
Misalnya, seorang karyawan yang berperan sebagai marketing
dalam sebuah perusahaan, ia memiliki beberapa pernana seperti
sebagai karyawan yang memiliki pemimpin di perusahaannya,
sebagai marketing penjualan terhadap klien, dan sebagai partner
kerja sesama karyawan.
Terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi individu
untuk menyesuaikan diri sesuai dengan peran yang dijalaninya
adalah sebagai berikut:
a) Seorang individu harus mengetahui informasi tentang kejelasan
perilaku dan pengetahuan sesuai dengan perannya.
b) Seorang indvidu harus bisa menciptakan keselarasan budaya
dan harapan individu terhadap perilaku peran.
c) Seorang individu harus mampu memisahkan ketidaksesuaian
perilaku peran.
38 | T e o r i K o m u n i k a s i
d) Seorang individu harus dapat menyesuaikan peran yang
dilakukan.
e) Seorang individu harus konsisten respon orang yang berarti
terhadap peran yang dilakukan.
C. TEORI PERMAINAN
1. Definisi Teori Permainan (Game Theory)
Teori permainan atua biasa dikenal dengan game theory
merupakan sebuah teori yang dapat memperhitungkan pilihan yang
akan diambil oleh pihak – pihak yang ‘bermain’ di dalamnya. Dalam
perkembangannya sendiri teori game theory ini telah mengalami
berbagai pembaharuan tentang definisinya, seperti beberapa
definisi yang diungkapkan oleh beberapa ahli berikut :
1) Dimiyati (1992), teori permainan (game theory) adalah bagian dari
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pembuatan
keputusan pada saat ada dua pihak atau lebih berada dalam
kondisi persaingan atau konflik. Pihak-pihak yang bersaing ini
disumsikan bersifat rasional dan cerdas, artinya masing-masing
pihak akan melakukan strategi tindakan yang rasional untuk
memenangkan persaingan itu, dan masing-masing pihak juga
mengetahui strategi pihak lawannya. Selanjutnya pihak ini
disebut pemain.
2) Ayu (1996), game theory merupakan suatu pendekatan matematis
untuk merumuskan situasi persaingan dan konflik antara
berbagai kepentingan. Game theory melibatkan dua atau lebih
pengambil keputusan atau yang disebut pemain. Setiap pemain
dalam game theory mempunyai keinginan untuk menang.
3) Myerson (2002) game theory dapat didefinisikan sebagai studi
model matematik dari konflik dan kerjasama di antara
pengambil keputusan yang rasional. Game theory menyediakan
teknik matematik yang umum untuk menganalisis situasi
dimana dua atau lebih orang membuat keputusan yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan mereka.
39 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
4) Ken Binmore (2007), hampir setiap aktivitas yang manusia
lakukan merupakan sebuah game. Lebih tepatnya, ketika
manusia melakukan interaksi satu sama lain maka dapat
dikatakan mereka sedang memainkan sebuah ‘game’. Game
theory dapat berlaku dengan asumsi bahwa pihak yang terlibat di
dalamnya bersikap rasional (theory of rational choice). Theory of
rational choice merupakan salah satu prinsip dalam game theory,
yaitu bahwa pemain akan memilih aksi atau tindakan yang
menurutnya paling baik atau setidaknya sesuai dengan
preferensi pemain tersebut.
Dalam pengimplementasian teori permainan ini terdapat
prosedur yang dapat dilakukan, langkah pertama adalah
menentukan secara jumlah pemain, strategi yang ada, dan juga
menentukan preferensi serta reaksi dari setiap pemain. Terdapat
dua jenis strategi permainan yang dapat digunakan pada game
theory, yaitu:
1) Pure strategy (setiap pemain mempergunakan strategi tunggal).
Pure strategy digunakan untuk jenis permainan yang hasil
optimalnya mempunyai saddle point (semacam titik
keseimbangan antara nilai permainan kedua pemain).
2) Mixed strategy (setiap pemain menggunakan campuran dari
berbagai strategi yang berbeda-beda). Mixed strategy digunakan
untuk mencari solusi optimal dari kasus game theory yang tidak
mempunyai saddle point.
Tujuan dari teori permainan atau game theory ini adalah untuk
menganalisa proses pengambilan keputusan dari persaingan yang
berbeda-beda dan melibatkan dua atau lebih pemain/kepentingan.
Kegunaan dari teori permainan adalah metodologi yang disediakan
untuk menstruktur dan menganalisa masalah pemilihan strategi.
Terdapat beberapa model game theory yang berkembang.
Salah satu model game theory yang terkenal adalah prisoner’s dilemma.
Dalam model ini diceritakan bahwa dua orang penjahat ditangkap
atas sebuah kejahatan namun belum ditentukan seberapa berat
40 | T e o r i K o m u n i k a s i
hukuman yang akan diberikan. Kemudian mereka diberikan pilihan
sebagai berikut:
“Jika salah satu dari mereka bekerja sama dengan polisi (defect) dan
yang lainnya diam (cooperate) maka yang bekerja sama akan
dibebaskan dan yang diam akan dipenjara seumur hidup. Jika
keduanya bekerja sama dengan polisi maka keduanya akan
dipenjara tetapi tidak dijatuhi hukuman seumur hidup. Jika
keduanya diam maka keduanya akan dihukum dalam bentuk
pembayaran denda. Dengan catatan, kedua orang tidak mengetahui
apa yang akan dilakukan pihak lainnya.”
41 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
2. Komponen Teori Permainan (Game Theory)
Ada beberapa komponen dasar yang sangat penting dalam
penyelesaian setiap kasus dengan teori permainan. Berikut
diantaranya:
1) Jumlah Pemain
Permainan diklasifikasikan menurut jumlah kepentingan
atau tujuan yang ada dalam permainan tersebut. Dalam hal ini
perlu dipahami, bahwa pengertian “jumlah pemain” tidak selalu
sama artinya dengan “jumlah Orang” yang terlibat dalam
permainan. jumlah pemain disini berarti jumlah kelompok
pemain berdasarkan masing-masing kepentingan atau
tujuannya. Dengan demikian dua orang atau lebih yang
mempunyai kepentingan yang sama dapat diperhitungkan
sebagai satu kelompok pemain.
2) Ganjaran/ Pay-off
Ganjaran / pay-off adalah hasil akhir yang terjadi pada
akhir permainan berkenaan dengan ganjaran ini, permainan
digolongkan menjadi 2 macam kategori, yaitu permainan
jumlah-nol (zero-sum games) dan permainan jumlah-bukan-nol
(non-zero-sum games). permainan jumlah-nol terjadi jika jumlah
ganjaran dari seluruh pemain adalah nol, yaitu dengan
memperhitungkan setiap keuntungan sebagai bilangan positif
dan setiap kerugian sebagai bilangan negatif. Selain dari itu
adalah permainan jumlah – bukan-nol. Dalam permainan
jumlah-nol setiap kemenangan bagi suatu pihak pemain
merupakan kekalahan bagi pihak pemain lain. letak arti penting
dari perbedaan kedua kategori permainan berdasarkan ganjaran
ini adalah bahwa permainan jumlah-nol adalah suatu sistem
yang tertutup. Sedangkan permainan jumlah-bukan-nol tidak
demikian halnya. Hampir semua permainan pada dasarnya
merupakan permainan jumlah-nol. Berbagai situasi dapat
dianalisis sebagai permainan jumlah-nol.
3) Strategi Permainan
42 | T e o r i K o m u n i k a s i
Strategi permainan dalam teori permainan adalah suatu
siasat atau rencana tertentu dari seorang pemain, sebagai reaksi
atas aksi yang mungkin dilakukan oleh pemain yang menjadi
saingannya. Permainan diklasifikasikan menurut jumlah strategi
yang tersedia bagi masing-masing pemain. Jika pemain pertama
memiliki m kemungkinan strategi dan pemain kedua memiliki
n kemungkinan strategi, maka permainan tersebut dinamakan
permainan m x n. letak arti penting dari perbedaan jenis
permainan berdasarkan jumlah strategi ini adalah bahwa
permainan dibedakan menjadi permainan berhingga dan
permainan tak berhingga. Permainan berhingga terjadi apabila
jumlah terbesar dari strategi yang dimiliki oleh setiap pemain
berhingga atau tertentu, sedangkan permainan tak berhingga
terjadi jika setidak-tidaknya seorang pemain memiliki jumlah
strategi yang tak berhingga atau tidak tertentu.
4) Matriks Permainan
Setiap permainan yang dianalisis dengan teori
permainan selalu dapat disajikan dalam bentuk sebuah matriks
permainan. matriks permainan disebut juga matriks ganjaran
yaitu sebuah matriks yang semua unsur berupa ganjaran dari
para pemain yang terlibat dalam permainan tersebut. Baris-
barisnya melambangkan strategi – strategi yang dimiliki pemain
pertama, sedangkan kolom-kolomnya melambangkan strategi-
strategi yang dimiliki pemain lain. dengan demikian, permainan
berstrategi m x n dilambangkan dengan matriks permainan m
x n . Teori permainan berasumsi bahwa strategi yang tersedia
bagi masing-masing pemain dapat dihitung dan ganjaran yang
berkaitan dengannya dapat dinyatakan dalam unit, meskipun
tidak selalu harus dalam unit moneter. Hal ini penting bagi
penyelesaian permainan, yaitu untuk menentukan pilihan
strategi yang akan dijalankan oleh masing-masing pemain,
dengan menganggap bahwa masing masing pemain berusaha
unuk memaksimumkan keuntungannya yang minimum
(maksimin) atau meminimumkan kerugiannya yang maksimum
(minimaks). Nilai dari suatu permainan adalah ganjaran rata-
43 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
rata / ganjaran yang diharapkan dari sepanjang rangkaian
permainan, dengan menganggap kedua pemain selalu berusaha
memainkan strateginya yang optimum. Secara konvensional,
nilai permainan dilihat dari pihak pemain yang
strategistrateginya dilambangkan oleh baris-baris matriks
ganjaran, dengan kata lain dilihat dari sudut pandang pemain
tertentu. pemain dikatakan adil (fair) apabila nilainya nol,
dimana takseorang pemain pun yang memperoleh keuntungan
atau kemenangan dalam permainan yang tidak adil (unfair)
seorang pemain akan memperoleh kemenangan atas pemain
lain, yaitu jika nilai permainan tersebut bukan nol, dalam hal ini
nilai pemain adalah positif jika pemain pertam (pemain baris)
memperoleh kemenangan, sebaliknya nilai permainan negatif
jika pemain lain (pemain kolom) memperoleh kemenangan.
5) Titik Pelana (Saddle Poin)
Titik pelana adalah suatu unsur didalam matriks
permainan yang sekaligus sebagai maksimin baris dan
minimaks kolom. permainan dikatakan bersaing ketat (Strictly
determined) jika matriksnya memiliki titik pelana. Strategi yang
optimum bagi masing-masing pemain adalah strategi pada baris
dan kolom yang mengandung titik pelana tersebut. dalam hal
ini baris yang mengandung titik pelana merupakan strategi
optimum bagi pemain pertama, sedangkan kolom yang
mengandung titik pelana merupakan strategi optimum bagi
pemain lain. Langkah pertama penyelesaian sebuah matriks
permainan adalah memeriksa ada atau tidaknya titik pelana. Bila
terdapat titik pelana permainan dapat segera dianalisis untuk
diselesaikan. Untuk menentukan titik pelana biasanya dilakukan
dengan menuliskan nilai-nilai minimum dan Maksimum
masing-masing kolom, kemudian menentukan maksimun
diantara minimum baris dan minimum diantara maksimum
kolom. jika unsur maksimum dari minimum baris sama dengan
unsur minimum dari maksimum kolom, atau jika maksimin =
minimaks, berarti unsur tersebut merupakan titik pelana.
44 | T e o r i K o m u n i k a s i
D. TEORI PENETRASI SOSIAL (SOCIAL PENETRATION
THEORY)
1. Definisi Penetrasi Sosial
Social Penetration Theory atau biasa dikenal Teori Penetrasi
Sosial muncul pertama kali pada tahun 1973 melalui tulisan Irwin
Altman dan Dalmas Taylor yang dipublikasikan dalam buku yang
berjudul “Social Penetration: The Development Of Interpersonal
Relationships” (Altman & Taylor, 1973). Altman adalah Profesor
dalam bidang psikologi sosial di Universitas Utah dan Tayloradalah
seorang Profesor bidang psikologi di Universitas Lincoln. Bidang
kajian Teori Penetrasi Sosial meliputi studi psikologi sosial dan
komunikasi. Cakupan wilayah bidang studi komunikasi dalam teori
ini menjelaskan suatu kerangka pemikiran bahwasanya proses
komunikasi memainkan peranan penting dalam perkembangan
hubungan sosial. Teori ini mengkaji mengenai proses
perkembangan kedekatan hubungan dalam level interpersonal.
Teori Penetrasi Sosial merupakan sebuah teori yang
menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, yaitu
sebuah proses seperti yang Altman & Taylor identifikasi bahwa
“Interpersonal closeness proceeds in a gradual and orderly fashion from
superficial to intimate level of exchange, motivated by current and projected
future outcomes. Lasting intimacy requires continual and mutual vulnerability
through breadth and depth of self-disclosure” (Griffin, 2006). Melalui
pernyataan Griffin tersebut dapat diketahui bahwa kedekatan
interpersonal merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana
individu-individu yang terlibat bergerak dari komunikasi superfisial
menuju ke komunikasi yang lebih intim. Lebih lanjut Griffin
menyebutkan bahwa keintiman yang bertahan lama membutuhkan
ketidakberdayaan yang terjadi secara berkesinambungan tetapi juga
bermutu dengan cara melakukan pengungkapan diri yang luas dan
dalam.
Keintiman di sini, menurut Altman & Taylor, lebih dari
sekedar keintiman secara fisik; dimensi lain dari keintiman
45 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
termasuk intelektual dan emosional, hingga pada batasan di mana
kita melakukan aktivitas bersama (West & Turner, 2006). Artinya,
perilaku verbal (berupa katakata yang digunakan), perilaku
nonverbal (dalam bentuk postur tubuh, ekspresi wajah, dan
sebagainya), serta perilaku yang berorientasi pada lingkungan
(seperti ruang antara komuni-kator, objek fisik yang ada di dalam
lingkungan, dan sebagainya) termasuk ke dalam proses penetrasi
sosial.
Altman dan Taylor menjelaskan tesis mengenai sebuah
hubungan interpersonal akan berakhir sebagai teman terbaik
(akrab) jika mereka melakukan serangkaian proses secara sistematis
atau teratur dalam sebuah tahapan dan bentuk, di mana proses
pertama ini harus melalui tingkat permukaan awal kemudian
melalui tingkatan pertukaran yang lebih intim sebagai fungsi dari
hasil langsung dan perkiraan (Miller, 2002). Dalam tataran ini
proses penetrasi sosial menjelaskan tahapan hubungan dimana
individu-individu bergerak dari komunikasi supervisial menuju
komunikasi yang lebih intim (Altman & Taylor, 1973 dikutip dalam
Berger, Roloff & Roskos-Ewoldsen, 2009).
2. Filosofi Penetrasi Sosial
Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) dari Thibaut
& Kelley (1959) yang menyatakan bahwa proses pertukaran sosial
melibatkan pertukaran sumber daya antara individu-individu dalam
sebuah hubungan (West & Turner, 2011). Jadi, ide pertukaran
sosial adalah bahwa manusia membuat keputusan berdasarkan
prinsip biaya (cost) dan imbalan (reward). Dengan kata lain, jika untuk
mencapai atau meraih sesuatu membutuhkan biaya besar maka
orang akan berpikir dua kali sebelum melakukannya. Sedangkan
jika hasil yang akan diperoleh dari sesuatu yang akan diraih itu
memberikan imbalan yang besar maka orang akan melakukannya
walaupun biayanya juga besar. Setiap keputusan adalah
keseimbangan antara biaya dan imbalan. Apabila kita menerapkan
46 | T e o r i K o m u n i k a s i
prinsip ini pada interaksi manusia, maka kita melihat suatu proses
yang disebut “pertukaran sosial”.
Berangkat dari konsep tersebut, Taylor & Altman (1987)
berpendapat bahwa hubungan dapat dikonsep-tualisasikan dalam
bentuk penghargaan dan pengorbanan. Penghargaan adalah segala
bentuk peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku yang mendorong
kepuasan, kesenangan, kebahagiaan, sedangkan pengorbanan
adalah segala bentuk peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku
yang mendorong munculnya perasaan negatif.
Untuk memahami hal tersebut Altman & Atman (dalam
West & Turner, 2011) menyimpulkan bahwa :
1) Penghargaan dan pengorbanan memiliki pengaruh besar pada
awal sebuah hubungan daripada setelah hubungan berjalan
lama
Terdapat relatif lebih sedikit pengalaman interpersonal
dalam hubungan tahap awal sehingga individu lebih terfokus
pada keuntungan atau kerugian saja. Pada hubungan tahap
awal, individu tidak memiliki banyak pengalaman terhadap
perilaku masing-masing dan karenanya perhatian lebih
ditujukan pada hal-hal yang dapat langsung dinilai berdasarkan
pengorbanan dan penghargaan.
2) Hubungan yang bersumber dari pengalaman penghargaan atau
pengorbanan yang positif lebih mampu untuk mengatasi
konflik secara efektif
Taylor & Altman menyatakan bahwa sebagian
hubungan terbukti lebih mampu mengelola konflik
dibandingkan lainnya. Hubungan awal yang berkembang ke
hubungan yang lebih lanjut acap kali ditandai dengan
perbedaan pendapat. Semakin lama suatu hubungan, semakin
baik pemahaman satu sama lain, maka masing-masing individu
akan semakin terbiasa dalam menangani berbagai perbedaan
pendapat dan konflik. Hal ini memungkinkan mereka untuk
lebih dapat bekerja sama dalam menghadapi berbagai macam
47 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
isu yang muncul dalam hubungan mereka di masa depan.
Individu akan memiliki kepercayaan yang lebih besar satu sama
lainnya ketika mereka mencoba mengatasi konflik yang terjadi.
Hubungan juga tidak akan mudah terancam dengan adanya satu
konflik yang muncul karena masing-masing memiliki banyak
cadangan pengalaman yang dapat mereka gunakan dalam
mengatasi konflik.
Sederhananya, suatu hubungan sering ditentukan oleh
penilaian masing-masing pihak dalam menentukan
pengorbanan dan penghargaan terhadap apa yang mereka
peroleh. Jika salah satu pihak merasa mendapatkan lebih
banyak manfaat atau penghargaan (positif) maka terdapat
kemungkinan besar hubungan itu akan berlanjut. Jika dirasakan
lebih banyak pengorbanan (negatif) yang muncul maka besar
kemungkinan hubungan itu akan berakhir. Tetapi, harap diingat
dan menjadi perhatian bahwa, masing-masing pihak tidak selalu
sama dalam memandang suatu permasalahan. Adakalanya
penghargaan bagi satu pihak bisa jadi merupakan pengorbanan
bagi pihak lainnya.
51 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
1) Citra Publik (Public Image)
Lapisan terluar adalah citra publik (public image)
seseorang yang dapat dilihat secara langsung. Seperti, data
biografi (biographical data).
2) Resprositas (Reciprocity)
Lapisan kedua adalah resprositas (reciprocity), proses
dimana keterbukaan orang lain akan mengarahkan seseorang
untuk terbuka, yang merupakan komponen utama dalam SPT.
Contoh topik yang menimbulkan reprositas: selera (tastes),
terdiri dari pilihan busana, makanan, dan musik (preferences in
clothes, foods, and music), tujuan serta aspirasi (goal and aspirations)
seperti pelajaran (studies).
3) Keluasan (Breadth)
Kemudian ada keluasan (breadth) yang merujuk kepada
berbagai topik yang didiskusikan dalam suatu hubungan.
Misalnya, keyakinan agama (religious convictions) termasuk cara
pandang (worldview). Waktu keluasan (breadth time) berhubungan
dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam
berkomunikasi satu sama lainnya mengenai berbagai macam
topik tersebut.
4) Kedalaman (Depth)
Selanjutnya ada lapisan kedalaman (depth) merujuk pada tingkat
keintiman yang mengarahkan diskusi mengenai suatu topik,
diantaranya ketakutan dan fantasi terdalam (deeply held fears and
fantasies) yaitu kencan (dating) serta konsep diri (concept of self).
Pada tahap awal, hubungan dapat dikatakan mempu -nyai
keluasan yang sempit dan kedalaman yang dangkal. Begitu
hubungan bergerak menuju kein-timan, kita dapat
mengharapkan lebih luasnya topik yang didiskusikan dan
beberapa topik juga mulai lebih mendalam
Terkait dengan masalah keluasan (breadth) dan kedalaman
(depth), menurut Morrisan (2010) terdapat beberapa hal penting
yang perlu diperhatikan:
52 | T e o r i K o m u n i k a s i
1) Pergantian atau perubahan yang terjadi pada lapisan dalam
memberikan efek lebih besar dibandingkan perubahan yang
terjadi pada lapisan luar. Karena gambaran publik terhadap diri
individu, atau lapisan luar, menunjukkan hal-hal yang dapat
dilihat orang lain secara langsung (superficial) maka jika terjadi
perubahan pada lapisan luar, kita dapat berharap konsekuensi
atau efek yang dihasilkannya minimal.
2) Semakin dalam hubungan yang terjadi maka semakin besar
peluang seseorang untuk merasa tidak berdaya dan lemah
(vulnerable).
54 | T e o r i K o m u n i k a s i
Baxter dan Montgomery mengungkapkan bahwa
pendekatan monologis, dualistik dan dialektik dapat digunakan
untuk memahami visi dari perilaku manusia. Mereka
mengungkapkan bahwa “Pendekatan monologis adalah
pendekatan yang membingkai kontradiksi sebagai hanya/atau
sedangkan pendekatan dualistik adalah pendekatan yang
membingkai kontradiksi sebagai dua bagian yang terpisah dan yang
terakhir pendekatan dialektik adalah pendekatan yang membingkai
kontradiksi”(West & Turner, 2007).
Dari berbagai literasi yang ada dapat dikatakan juga bahwa
teori dealektika relasional menggambarkan hidup hubungan
sebagai pergerakan dan kemajuan yang konstan. Orang orang yang
terlibat di dalam sautu hubungan terus merasakan dorongan dan
tarikan dari keinginan keinginan yang bertolak belakang di dalam
seluruh bagian hidup yang berhubungan. Pada dasarnya orang
menginginkan kebaikan-kebaikan, paling tidak mengarah kepada
perubahan untuk mendapatkan kebaikan dan menjadi lebih baik,
namun dalam hal ini ada konstan yang berlawanan bukan hanya
ketika membicarakan dua tujuan yang berlawanan, tetapi akan
selalu ada kontradiktif dalam mencapai suatu tujuan.
2. Filosofi Dialektika Relasional
Menurut Baxter, hubungan memiliki sifat yang dinamis, dan
komunikasi pada dasarnya adalah upaya bagaimana orang
mengelola persamaan dan perbedaan. Komunikasi juga menuntun
kita untuk bersamasama menuju kesamaan (similarity), namun
komunikasi juga menciptakan, mempertahankan, dan mengelola
berbagai perbedaan. Dengan menggunakan terminologi Bakhtin,
komunikasi menciptakan berbagai kekuatan sentripental yang
memberikan rasa keteraturan, sekaligus mengelola kekuatan
sentrifugal yang mengarah pada perubahan. Menurutnya, gagasan
mengenai hubungan adalah bersifat multidimensional (Morissan,
2013).
55 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Dalam teori dialektika relasional ini terdapat beberapa
asumsi yang bisa dikatakan juga sebagai filosofi dari hidup
berhubungan. Seperi yang sudah banyak diungkapkan oleh para
ahli, terdapat beberapa asumsi pokok dari teori dialektika relasional,
yakni:
1) Hubungan tidak bersifat linear (non-linear relationship)
Asumsi ini adalah asumsi yang paling penting yang
mendasari teori ini. Asumsi ini menyatakan bahwa sebuah
hubungan terdiri atas keinginan-keingan yang sifatnya
kontradiktif sehingga sangat sulit untuk dapat mengatakan
bahwa sebuah hubungan bersifat linear.
2) Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan
(characterized life by presence of changes)
Sebuah hubungan dalam asumsi ini selalu bergerak baik
itu mengalami kemunduran maupun kemajuan. Proses atau
perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan
kuantitatif dan kualitatif. Artinya apa yang dialami oleh kedua
orang yang saling berhubungan pada tahun yang lalu akan
berbeda dengan hubungan yang mereka alami pada tahun ini,
hal ini menunjukan bahwa sebuah hubungan mengalami
perubahan.
3) Kontradiksi sebagai fakta fundamental hidup berhubungan
(contradictions as fundamental facts of life)
Asumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau
ketegangan terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah
hilang dan tidak pernah berhenti menciptakan ketegangan.
Dalam berhubungan, kontradiksi merupakan hal yang tidak
dapat dihindari dan akan selalu ada dan akan menciptakan
ketegangan antara keduanya. Ketegangan ini membuat
hubungan membutuhkan komunikasi agar ketegangan dapat
dikelola dengan baik dalam suatu hubungan.
4) Komunikasi sebagai pengelola kontradiksi hidup berhubungan
(communication as a control of the contradictions life)
56 | T e o r i K o m u n i k a s i
Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan
dengan komunikasi. Seperti yang telah disinggung sebelumnya
bahwa kontradiksi dan ketegangan akan selalu ada dalam suatu
hubungan. Kontradiksi dan ketegangan tidak selalu membawa
dampak yang negatif dalam suatu hubungan hanya saja perlu
dibarengi dengan berlangsungnya komunikasi yang baik agar
dapat mengelola kontradiksi dan ketegangan tersebut menjadi
positif bagi hubungan. Secara khusus teori ini memberikan
posisi yang paling utama pada komunikasi. Sebagaimana yang
telah diamati oleh Baxter dan Montgomery (1996), “dari
perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan
kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka kepada
kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan mereka”.
3) Boundary Turbulence
Boundary turbulence terjadi ketika boundary coordination tidak
jelas atau ketika harapan seseorang untuk mengelola privasinya
berbenturan atau berkonflik antara satu dengan lainnya.
Aturan-aturan dalam boundary coordination memang tidak selalu
berjalan dengan lancar, dan besar kemungkinan orangorang
yang terlibat dapat mengalami benturan atau turbulensi.
60 | T e o r i K o m u n i k a s i
membutuhkan negosiasi dan koordinasi, yang biasa dikenal sebagai
lima asumsi dasar dari teori CPM, yaitu:
1) Informasi Privasi
Informasi privat merujuk pada cra radisional untuk
berpikir mengenai pembukaan: ini merupakan pengungkapan
informasi privat. Petronio (2002) melihat bahwa berfokus pada
isi dari pembukaan memungkinkan kita untuk menguraikan
konsep-konsep mengenai privasi dan keintiman serta
mempelajari bagaimana mereka saling berhubungan.
2) Batasan Privasi
Teori ini bergantung pada metafora batasan untuk
menjelaskan bahwa terdapat garis antara bersikap publik dan
bersikap privat. Pada satu sisi batasan ini, orang menyimpan
informasi privat untuk diri mereka sendiri (Petronio, Giles,
Gallois, & Ellemers, 1998); dan pada sisi yang lain, orang
membuka beberapa informasi privat kepada orang lain dalam
relasi sosial mereka. Ketika informasi privat dibagikan, batasan
di sekelilingnya disebut batasan kolektif, daan informasi itu
tidak hanya mengenai diri, informasi ini menjadi milik
hubungan yang ada. Ketika informasi privat tetap disimpan
oleh seorang individu dan tidak dibuka, maka batasannya
disebut batasan personal. Batasan ini juga dapat bervariasi, ada
yang mudah ditembus dan ada juga yang susah atau kaku, hal
ini berkaitan dengan isu masa hidup.
3) Kontrol dan Kepemilikan
Asumsi ketiga ini bergantung pada ide bahwa orang
merasa memiliki informasi privat mengenai diri mereka sendiri.
sebagai pemilik informasi ini, mereka percaya bahwa mereka
harus ada dalam posisi untuk mengontrol siapa saja yang boleh
mengakses informasi ini.
4) Sistem Manajemen Berdasarkan Aturan
Sistem ini adalah kerangka untuk memahami keputusan
yang dibuat orang mengenai informasi privat. Sistem
manajemen berdasarkan aturan memungkinkan pengelolaan
61 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
pada level individual dan kolektif serta merupakan pengaturan
rumit yang terdiri dari tiga proses, yaitu: karakteristik aturan
privasi, koordinasi batasan, dan turbulensi batasan.
5) Dialektika Manajemen
Dialetika manajemen berfokus pada ketegangan-
ketegangan antara keinginan untuk mengungkapkan informasi
privat dan keinginan untuk menutupinya. Petronio menyatakan
bahwa “tesis dasar dari teori ini berdasarkan kesatuan
dialetika”, yang merujuk pada ketegangan-ketegangan yang
dialami oleh orang sebagai akibat daari oposisi dan kontradiksi.
62 | T e o r i K o m u n i k a s i
BAB 3 TEORI KOMUNIKASI
KELOMPOK
63 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
dikembangkan oleh Wheeler (dalam Van Langeet al., 2012). Dia
menjelaskan bahwa perbandingan sosial dilakukan seseorang
sebagai bentuk dari kognisi sosial. Seseorang berpikir untuk
membuat evaluasi terhadap dirinya serta peningkatan diri yang
bertujuan agar dirinya lebih baik. Selain itu, dalam konteks objek
perbandingan seseorang melakukan perbandingan sosial
tergantung dengan jenis mereka. Dimana setiap wanita akan
membandingkan dirinya dengan wanita juga, begitu pula dengan
pria yang akan membandingkan dirinya dengan sesama pria.
Bahkan perbandingan dilakukan dengan objek yang lebih spesifik.
Sebagai contoh, seorang wanita yang telah menikah akan
membandingkan dirinya dengan wanita yang telah menikah pula,
perbandingan bisa dilakukan dalam hal kebahagiaan dalam
pernikahan dan sebagainya.
Selanjutnya Wheeler mengungkapkan bahwa hal yang
menjadi motif seseorang melakukan perbandingan sosial adalah
evaluasi diri. Seseorang berharap dapat meningkatkan kualitas
dirinya dengan membandingkan diri dengan orang lain. Dalam
perilaku membandingkan ini seseorang akan menemukan dua jenis
perbandingan yaitu ke bawah dan ke atas (downward &upward
comparison). Seseorang melakukan perbandingan ke bawah ketika
dirinya sedang merasa senang sehingga implikasi berikutnya pun
demikian. Sedangkan ketika melakukan perbandingan ke atas,
seseorang tersebut boleh dikatakan ingin mendapatkan reaksi
positif setelah melakukan jenis perbandingan tersebut.
Kemudian Van Langeet al. (2012) berpendapat bahwa
motivasi seseorang dalam melakukan perbandingan meluas tidak
hanya sekedar bentuk evaluasi diri melainkan meningkatkan
kemampuan diri. Seseorang melakukan perbandingan ke bawah
ketika dirinya hendak mengurangi kecemasannya serta
meningkatkan kepercayaan pada dirinya. Sedangkan ketika dia
menginginkan inspirasi dan mendapatkan informasi agar dirinya
terus berkembang maka ia melakukan perbandingan ke atas. Jadi
perbandingan sosial baik itu upward ataupun downward yang
64 | T e o r i K o m u n i k a s i
dilakukan oleh seseorang memiliki tujuan agar dapat meningkatkan
diri menjadi individu yang lebih baik.
Pada dasarnya perbandingan sosial dapat dilakukan dengan
dua cara. Pertama, yaitu membandingkan diri dengan orang lain
yang memiliki level yang lebih rendah dalam hal yang dijadikan
sebagai perbandingan. Perbandingan ini biasa disebut dengan
downward comparison. Perbandingan sosial yang dilakukan secara
downward comparison biasanya dilakukan untuk memperkuat diri
dan menghilangkan stress (self-enhancement). Kedua adalah
membandingkan diri dengan orang yang memiliki level diatasnya
dalam hal yang dijadikan sebagai perbandingan. Perbandingan ini
biasa dikenal juga sebagai upward comparison. Perbansingan sosial
yang dilakukan secara upward dapat biasanya dilakukan untuk
dapat meningkatkan diri, khususnya dalam hal yang dijadikan
sebagai perbandingan. Dalam artian dengan melihat bahwa ada
orang lain yang mampu melebihi dirinya, maka biasanya seseorang
akan terpacu untuk melakukan perbaikan atau pengembangan diri
(self improvement).
2. Pola Perbandingan Sosial
Menurut Festinger (1954), teori perbandingan sosial ini
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
1) Upward comparison atau perbandingan ke atas, yaitu ketika
individu membandingkan dirinya dengan orang lain yang
mereka percaya lebih baik daripada dirinya.
2) Downward comparison atau perbandingan ke bawah, yaitu ketika
individu membandingkan dirinya dengan orang lain yang
mereka percaya lebih buruk daripada dirinya.
Kemudian menurut Wheeler dan Miyake (1992) seseorang
melakukan perbandingan sosial dengan orang lain dalam aspek
yang bervariasi, yaitu:
1) Kepribadian (Personality)
65 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Menurut Feist and Feist (2010) kepribadian adalah pola
yang cenderung permanen dari trait dan karakteristik unik yang
membuat perilaku individu bersifat konsisten dan individual.
Berdasarkan dari kata trait, bahwa setiap orang memiliki
kepribadian yang unik, sehingga ketika seseorang melihat orang
lain dengan kepribadian yang berbeda dengan dirinya, orang
tersebut senantiasa akan membandingkan kepribadiannya
dengan orang lain.
2) Kekayaan (Wealth)
Kekayaan (wealth) adalah kelimpahan harta maupun
benda yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, seseorang
terkadang melakukan perbandingan sosial dengan orang lain
dalam aspek ekonomi/kekayaan.
3) Gaya Hidup (Lifestyle)
Sama halnya dengan kepribadian dan kekayaan, gaya
hidup setiap orang juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan di
mana dan bagaimana ia hidup dan menetap.
4) Daya Tarik Fisik (Physical Attractiveness)
Setelah seseorang terbentuk karena kepribadiannya,
kemudian berlanjut dengan pembentukan penampilan fisik.
Setiap orang memiliki daya tarik fisik yang berbeda-beda.
Karena berbedanya cara orang menarik orang lain terhadap
penampilan fisiknya, maka orang tersebut akan
membandingkan dirinya dengan orang lain mengenai
penampilan dan daya tarik fisik.
Selanjutnya menurut Gibbons and Buunks (1999)
perbandingan sosial dibagi menjadi dua dimensi, yaitu:
1) Abilities (Kemampuan)
Setiap orang melakukan perbandingan sosial mengenai
kemampuan diri sendiri dengan orang lain. Hal tersebut
dilakukan agar seseorang dapat meningkatkan performansi
serta self-esteem pada dirinya.
66 | T e o r i K o m u n i k a s i
2) Opinion (Pendapat)
Setiap orang memiliki opini atau pendapat yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap orang selalu melakukan
perbandingan sosial mengenai pendapat atau opini dirinya
dengan orang lain. Hal tersebut bertujuan untuk menilai opini
atau pendapatnya agar lebih diterima di sekitarnya.
67 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
1) Mencari informasi sosial
Dalam proses ini, individu mencari informasi sosial
dengan memilih target atau tipe dari informasi sosial untuk
observasi lebih lanjut. Aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan
ini terdiri dari memilih orang lain yang berhubungan dengan
diri sendiri (misalnya adalah mencari orang yang serupa dengan
suatu hal yang nantinya akan dibandingkan dengan diri sendiri).
Pencarian ini dilakukan secara :
a) Tidak langsung, dimana pencarian tidak langsung berarti
mencari target atau orang lain dengan hanya
mengobservasi.
b) Langsung, dimana pencarian langsung berarti mencari
orang lain yang sesuai dengan tujuan apa yang ingin
dibandingkan dengan dirinya
2) Encountering sosial information
Setelah melakukan pencarian target secara langsung
maupun tidak langsung, seseorang kemudian melakukan
aktivitas Encountering Social Information, atau disebut juga
menghadapi informasi sosial yang didapat tersebut. Dimana
dalam aktivitas ini, hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Menyaring/memilih orang lain untuk dihubungkan atau
dibandingkan;
b) Jika terdapat lebih dari satu orang yang dijadikan subjek
untuk dibandingkan, hanya memilih satu orang yang
dijadikan subjek.
3) Membangun informasi sosial
Tahap selanjutnya dalam aktivitas mencari informasi
sosial adalah membangun informasi sosial, yaitu kegiatan
mengumpulkan segala bentuk informasi yang didapat
kemudian dihubungkan dengan diri sendiri.
4) Memikirkan hal-hal yang didapat dari informasi sosial tersebut
dan dihubungkan dengan diri sendiri
Pada tahap ini, seseorang mencari kesamaan, perbedaan,
atau keduanya antara diri sendiri dengan orang lain. Dalam
tahapan ini, aktivitas yang dilakukan seseorang adalah:
68 | T e o r i K o m u n i k a s i
a) Hanya mengenali orang yang memiliki kesamaan atau yang
berhubungan dengan diri sendiri, baik upward ataupun
downward.
b) Secara intens berfokus pada orang lain serta mencermati
persamaan dan perbedaan yang dimiliki dengan dirinya
sendiri.
c) Membuat keputusan dan mengonfirmasi mengenai
pendirian relatif diri sendiri dan orang lain.
d) Menginterpretasikan pendirian tersebut dengan melakukan
perbandingan dengan atribut atau dimensi yang
berhubungan (seperti gender dan usia).
5) Bereaksi akan informasi sosial tersebut
Setelah seseorang telah mengumpulkan informasi secara
sosial yang dicarinya, kemudian mencari kesamaan dan
perbedaan dari orang lain tersebut, munculah sikap seseorang
dimana ia berekasi terhadap informasi-informasi tersebut.
Dalam tahap ini, terdapat tiga komponen seseorang bereaksi
terhadap informasi yang didapat, yaitu:
a) Kognitif, komponen pertama merupakan bagaimana
individu mengevaluasi diri, membuat seseorang menjadi
disonansi, danmenyangkal perbandingan tersebut.
b) Afektif, setelah seseorang bereaksi terhadap informasi dari
kognitifnya, individu akan berekasi pada afektifnya. Hal
tersebut ditandakan seperti apakah setelah melakukan
evaluasi pada diri, muncul perasaan seperti iri, bangga, dan
lain-lain.
c) Psikomotor, tahap bereaksi terkahir adalah pada tahap
psikomotor dimana telah adanya tindakan yang dilakukan
oleh individu tersebut. Tindakan yang menggambarakan
tahap ini adalah seperti mulai mengubah sikap atau
perilaku. Apakah akan mengikuti perilaku orang lain yang
menjadi pembanding, atau menjauhi perilaku tersebut.
69 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
B. TEORI SOSIOMETRIK
1. Definisi Sosiometrik
Sosiometri pada mulanya dipopulerkan oleh Jacob Levy
Moreno sejak tahun tiga puluhan. Ia seorang psikiatris dari Austria
yang berimigrasi ke Amerika setelah Perang Dunia Kedua. J. L.
Moreno telah menggunakan metode sosiometri sebagai alat analisis
“interpersonal-relation” dalam suatu kelompok masyarakat atau
kelompok sosial.
Kata “sociometry” berasal dari bahasa Latin “socius,” berarti
sosial dan “metrum,” berarti pengukuran, yang secara harfiah
bermakna pengukuran sosial. Oleh karena itu, sosiometri adalah
sebuah cara mengukur derajat hubungan antar-orang/manusia.
Sosiometri adalah cara untuk mengukur tingkat keterkaitan antara
orang-orang. Pengukuran keterkaitan dapat berguna tidak hanya
dalam penilaian perilaku dalam kelompok, tetapi juga untuk
intervensi yang membawa perubahan positif dan untuk
menentukan tingkat perubahan. Dalam kelompok kerja, sosiometri
dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengurangi konflik dan
meningkatkan komunikasi karena memungkinkan kelompok untuk
melihat dirinya secara obyektif dan menganalisis dinamika
tersendiri. Ini juga merupakan alat yang ampuh untuk menilai
dinamika dan perkembangan dalam kelompok dikhususkan untuk
terapi atau pelatihan.
Jacob Levy Moreno menciptakan istilah sosiometri dan
melakukan studi sosiometri sejak tahun 1932-1938 di New York
State Training School for Girls di Hudson, New York. Sebagai
bagian dari studinya, Moreno menggunakan teknik sosiometri
untuk menentukan tempat tinggal penduduk pada berbagai variasi
perumahan /tempat tinggal. Tanpa menggunakan studi yang benar,
pada umumnya penempatan penduduk di lokasi tertentu sering
menimbulkan masalah. Banyak penduduk setelah pindah atau
menempati rumah baru karena program tertentu akhirnya
70 | T e o r i K o m u n i k a s i
meninggalkan rumah barunya dengan berbagai alasan. Moreno
menemukan bahwa penentuan yang berbasis pada sosiometri
secara substansi mampu mereduksi jumlah penduduk yang
meninggalkan fasilitas yang tersedia (Moreno, 1953).
Moreno juga mengemukakan bahwa sosiometri didasarkan
pada kenyataan bahwa orang membuat pilihan dalam hubungan
interpersonal. Setiap kali orang berkumpul, mereka tentu akan
membuat pilihan di mana seseroang dapat diterima dalam suatu
kelompok, dapat menentukan pilihan tentang siapa yang dianggap
ramah dan yang tidak, yang merupakan pusat perhatian untuk
diperhitungkan dalam suatu kelompok, atau ditolak, dan yang
terisolasi. Moreno mengatakan, pilihannya adalah fakta mendasar
dalam semua hubungan manusia yang sedang berlangsung, pilihan
orang dan pilihan suatu hal. Suatu pilihan tidak tergantung apakah
ada motivasi atau tidak, apakah rasional atau tidak rasional, dan
tidak memerlukan justifikasi khusus, yang terpenting adalah urutan
fakta.
Selain daripada pendapat atau teori yang dikemukakan oleh
Moreno, terdapat juga beberapa ahli yang mengemukakan
pendapatnya tentang apa itu sosiometri yang berkembang dari
tahun ke tahun.
1) Wayan Nur Kencana, (1993) sosiometri adalah suatu metode
untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan
antara individu-individu dalam kelompok. Metode ini mula-
mula dikembangkan oleh Moreno an Jenning. Metode ini
didasarkan atas postulat-postulat bahwa kelompok mempunyai
struktur yang terdiri dari hubungan-hubungan interpersonal
yang kompleks. Hubungan-hubungan ini dapat diukur secara
kuantitatif maupun secara kualitatif. Posisi tiap-tiap individu
dalam struktur kelompoknya dan hubungannya yang wajar
dengan individu yang lain dapat diukur dengan metode ini.
2) Hotman M. Siahaan, (2005) sosiometri adalah suatu metode
pengumpulan serta analisis data mengenai pilihan, komunikasi,
71 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
dan pola interaksi antar-individu dalam kelompok. Dapat
dikatakan bahwa sosiometri adalah kajian dan pengukuran
pilihan sosial. Sosiometri disebut pula sebagai sarana untuk
mengkaji “tarikan” (attraction) dan tolakan (repulsion)
anggota-anggota suatu kelompok.
3) Sutoyo (2014) sosiometri adalah teknik untuk memetakan relasi
daya tarik dan daya tolak antar anggota dalam satu kelompok.
Sosiometri juga dapat digunakan untuk mengetahui popularitas
seseorang dalam kelompok, menyelidiki kesukaran seseorang
terhadap teman sekelompoknya, baik dalam pekerjaan, sekolah
maupun teman bermain, menyelidiki ketidak sukaan terhadap
teman sekelompoknya.
Meskipun sosiometri tidak langsung berkepentingan
dengan komunikasi, akan tetapi struktur sosiometri dari suatu
kelompok tidak bisa di sangkal berbungan dengan beberapa hal
yang terjadi dalam komunikasi kelompok. Mungkin cukup masuk
akal untuk menggap bahwa individu-individu yang merasa tertarik
satu sama lain dan yang saling menempatkan diri pada peringkat
yang tinggi, akan lebih suka berkomunikasi sedemikan rupa
sehingga membedakan mereka dari berkomunikasi dengan anggota
anggota kelompok yang saling membenci. Berikut adalah contoh
Teori Sosiometris dalam kehidupan sehari-hari:
1) Ketertarikan (Attraction)
Contoh ada 4 orang mahasiswa yang baru saja
memasuki jenjang universitas yaitu Andi, Rani, Adi dan Rina.
Pada awalnya ke empat orang ini tidak mengenal 1 sama lain,
akan tetapi pada suatu waktu mereka berempat mendapatkan
kesempatan menjadi 1 kelompok untuk mengerjakan tugas,
seiring mereka mengerjakan tugas kelompok tersebut, mereka
saling berkenalan dan menceritakan latar belakang dan hobi
masing masing, sehingga tanpa di sadari mereka mempunyai
ketertarikan dalam suatu hal yang sama yaitu seni musik.
Sehingga mereka menjadi sebuah kelompok yang kemana mana
menjadi sering bersama.
72 | T e o r i K o m u n i k a s i
2) Ketidakserasian (Repulsion)
Contoh ada 4 orang mahasiswa baru yang berasal dari
suatu sekolah menengah atas yang sama yaitu Ali, Dani, Firda
dan Gany. Kemudian mereka bertemu lagi di sebuah
universitas dengan jurusan dan kelas yang sama dan sudah
saling mengenal sejak lama, akan tetapi mereka tidak
mempunyai keterkaitan yang sama dan menolak satu sama lain,
Ali adalah seseorang yang senang bermain futsal, Dani adalah
seseorang yang gemar memodifikasi sepeda motor, Firda
adalah seseorang yang gemar menari dan Gany adalah
seseorang yang gemar melukis setelah pulang kuliah, sehingga
mereka tidak dapat terbilang menjadi susatu kelompok yang
bersatu di karenakan mereka saling menolak.
2. Bentuk Sosiometrik
Terdapat beberapa bentuk dari teori sosiometrik ini, berikut
diantaranya:
1) Sosiometri Nomination
Dalam tipe ini setiap individu dalam kelompok ditanyai,
siapa-siapa kawan yang disenangi / tidak disenangi untuk diajak
melakukan suatu aktivitas tertentu atau siapa kawannya dalam
suatu pola hubungan tertentu. Pilihan itu harus ditulis
berurutan dari pilihan pertama (paling disenangi), pilihan kedua
dan seterusnya. Contoh-contoh pertanyaan untuk sosiometri
tipe nominatif antara lain sebagai berikut :
a) Dengan siapakah anda ingin duduk dalam satu bangku ?
b) Dengan siapa anda senang bermain ?
c) Siapakah kawan yang terbaik ?
d) Dengan siapakah anda senang bekerjasama ?
e) Apabila anda mendapatkan kesulitan-kesulitan, kepada
siapakah anda biasanya meminta pertolongan ?
f) Apabila kelas anda akan melakukan kerja kelompok,
dengan siapakah anda senang berkelompok ?
73 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Jawaban- jawaban dari pertanyaan tersebut kita susun
dalam suatu tabel. Dalam tabel yang disusun, akan dapat kita
ketahui dua hal, yaitu : pertama akan dapat diketahui luas
tidaknya hubungan sosial seseorang berdasarkan banyak
sedikitnya ia mendapat pilihan dari teman-temannya. Kedua,
dapat diketahui intensitas hubungan seseorang berdasarkan
nomor pilihan yang ditujukan kepadanya.
Nama-nama pemilih ditulis di tepi sebelah kiri berturut-
turut dari atas ke bawah, sedangkan nama-nama yang dipilih
ditulis di sebelah atas dari kiri ke kanan. Siswa putra dan putri
sebaiknya disusun secara terpisah untuk memudahkan analisis
apakah ada perpecahan antara siswa putra dan putri. Pilihan
pertama kita beri skor 3, pilihan kedua kita beri skor 2, dan
pilihan ketiga kita beri skor 1.
74 | T e o r i K o m u n i k a s i
kami. Saya dapat bekerja sama dan bemain dengan teman
ini dalam kegiatan- kegiatan sekolah, walaupun di luar
sekolah saya jarang sekali berhubungan dengannya. Teman
tersebut adalah...........................
d) Saya tidak begitu akrab dengan teman ini. Di sekolah saya
hanya bicara seperlunya saja. Kalau bertemu di jalan
biasanya kami hanya saling mengangguk atau sekedar saling
senyum atau saling menegur dengan ucapan “hallo” saja.
Teman yang saya maksud tersebut adalah ..........................
e) Saya tidak menyukai teman ini. Saya selalu berusaha untuk
menghindari pertemuan dengan teman ini. Saya keberatan
kalau ia dimasukkan ke dalam kelompok kami. Teman yang
saya maksud tersebut adalah .........................
Jawaban atau isian terhadap statemen- statemen
tersebut disusun dalam suatu tabulasi arah pilih. Pilihan
pertama diberi skor 2, pilihan kedua diberi skor 1, pilihan ketiga
diberi skor 0, pilihan keempat diberi skor -1 dan pilihan kelima
diberi skor -2.
3) Sosiometri Who’s They
Dalam tipe ini disediakan sejumlah statement tentang
sifat-sifat individu. Sebagian dari statemen-statemen tersebut
mengungkapkan sifat yang positif dan sebagian lagi
mengungkapkan sifat yang negatif. Kepada masing-masing
anggota kelompok diminta memilih kawan-kawannya yang
mempunyai sifat yang cocok dengan yang diungkapkan oleh
statemen tersebut. Sosiometri tipe ini sering juga disebut tipe
“terkalah dia” (guess who). Dan karena pada setiap statemen ada
kemungkinan pilihan lebih dari seorang, maka tipe ini sering
juga disebut tipe “siapa mereka” (who are they).
Perlu diperhatikan juga bahwa teori sosiometri merupakan
metode pengumpulan data yang makin banyak digunakan.
Walaupun demikian, sudah seharusnya digunakan secara hati-hati.
Mengapa demikian, karna ada beberapa item-item sosiometrik
dapat memberikan efek yang kurang baik terhadap beberapa siswa
75 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
karena merasa terkucilkan setelah tau bahwa ia tidak disukai oleh
teman-temannya. Metode ini dapat menyadarkan bahwa ia
terkucilkan dan tidak disukai oleh teman-temannya yang
sebelumnya tidak disadari.
C. GROUPTHINK
1. Definisi Groupthink
Groupthink theory pertama kali dikemukakan oleh Irvings
Janis (1972), Irvings mengemukakan bahwa istilah itu digunakan
untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang
tidak masuk akal untuk menolak sebuah anggapan / opini publik
yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan
kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam
kelompok yang pragmatis tetapi berhasil mempengaruhi kelompok
dan menjadi keputusan kelompok / organisasi.
Janis mengatakan bahwa terdapat tiga faktor pendorong
timbulnya groupthink pada suatu kelompok yaitu :
1) Kohesivitas kelompok, anggotanya merasa dimampukan untuk
melaksanakan tugas-tugas tambahan, karena kelompok mereka
sangat kompak atau kohesif. Dalam hal ini, Janis berpendapat
bahwa kelompok dengan kohesivitas yang tinggi memberikan
tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk menaati
standar kelompok.
2) Faktor struktural, termasuk di dalamnya isolasi kelompok,
kurangnya kepemimpinan imparsial, kurangnya prosedur yang
jelas dalam mengambil keputusan, dan homogenitas latar
belakang anggota kelompok.
3) Tekanan internal dan eksternal yang dialami kelompok dapat
menuntun kepada groupthink, mereka cenderung tidak dapat
menguasai emosi sehingga dapat mencari segala cara agar
masalah dapat cepat diselesaikan tanpa memikirkan akal sehat,
76 | T e o r i K o m u n i k a s i
maka kelompok tersebut sedang menuju groupthink (Janis,
dalam West dan Turner, 2008).
Selain teori groupthink menurut janis, terdapat juga beberapa
teori yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya adalah
Goldhaber. Menurut Goldhaber (1993) komunikasi dalam sebuah
kelompok memusatkan perhatian pada proses komunikasi dalam
kelompok-kelompok kecil serta merupakan sebuah studi tentang
segala sesuatu yang terjadi pada interaksi individu-individu dalam
kelompok. Seringkali ditemui dalam pemenuhan kebutuhannya,
beberapa individu saling berkumpul dan menjalin relasi, pada
akhirnya disebut sebagai sebuah kelompok. Kelompok menjadi
sebuah sistem sosial, dimana dalam pembentukannya dibutuhkan
adanya saling ketergantungan (interdependence) dan saling
berhubungan (interrelated).
Goldhaber juga mengatakan ada beberapa variabel kunci
yang dianggap sebagai faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas
kelompok dikemukakan dalam Goldhaber (1993), berhubungan
dengan masukan (input) dan perubahan dalam kelompok, yaitu:
1) Peran Fungsional (fungsional roles)
Terdapat dua peran utama yang ditemukan dari beberapa
anggota dalam sebuah kelompok, yaitu:
a) Peran tugas (task role) yang berkaitan untuk menyelesaikan
tujuan kelompok misalnya membuat keputusan,
menyelesaikan masalah, atau menyelesaikan sebuah proyek.
b) Peran pemeliharaan (maintenance role) yang berkaitan dengan
menjaga perasaan dari anggota kelompok daripada
pencapaian kesuksesan terhadap tujuan kelompok.
2) Kecocokan (comformity)
Seorang individu biasanya merasakan kecocokan
terhadap norma-norma dalam kelompok yang memberikan
dampak yang cukup besar terhadap 10 mereka dalam waktu
tertentu. Dalam kata lain, conformity didefinisikan sebagai
kepaduan (cohesion), dengan melibatkan rasa bangga individu
77 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
terhadap kelompok, komitmen, pemaknaan, kebersamaan,
kemampuan menghadapi krisis, dan memeliharanya dari waktu
ke waktu.
3) Kepemimpinan (leadership)
Pemimpin dalam kelompok ada untuk memfasilitasi
interaksi antar anggota dan memotivasi kelompok dalam upaya
penyelesaian tugas. Dalam beberapa kasus organisasi tanpa
pemimpin, mereka akan lebih berpotensi gagal dalam
penyelesaian tugas dalam kelompok.
4) Jaringan (networks)
Pola dari penyampaian pesan dan jarak fisik antar
anggota akan berpengaruh terhadap produktivitas kelompok.
Arus pesan menunjukkan jaringan kelompok yang ditunjukkan
dari garis-garis yang terbuka yang menandakan pesan
mengalami pergerakan
5) Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan (problem
solving and decision making)
Biasanya rata-rata kelompok akan menghasilkan banyak
ide dan akan lebih berkualitas dibandingkan dengan mereka
yang rata-rata bekerja secara individual.
6) Konflik (conflict)
Ketika kelompok dengan beberapa anggota melakukan
interaksi baik formal maupun informal, maka kemungkikan
adanya perbedaan pendapat tentang suatu permasalahan tidak
dapat dihindarkan.
Pada praktiknya proses pengambilan keputusan dengan
pengajuan gagasan atau pendapat dalam suatu tim atau kelompok,
seringkali diwarnai dengan adanya beberapa anggota tim yang
menahan atau bahkan mengabaikan segala pendapat dan
pemikirannya sendiri demi mengikuti pendapat mayoritas.
Mayoritas pun terkadang terkesan memberikan tekanan pada
anggota tim untuk dapat menyetujui keputusan mayoritas, dengan
tanpa memikirkan pemikiran dan keinginan anggota yang ragu-ragu
atau bahkan tidak setuju. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat
78 | T e o r i K o m u n i k a s i
sebuah teori komunikasi yang meneliti mengenai adanya tekanan
yang kuat dalam sebuah kelompok menentukan keputusan untuk
menuju pada ketaatan, yaitu Groupthink Theory atau teori pemikiran
kelompok yang dikemukakan oleh Irving Janis.
2. Dinamika Groupthink
Komunikasi merupakan sebuah faktor penting yang
bersifat dinamis, hal tersebut menjadikannya sebagai garis yang
menghubungkan anggota-anggota dalam sebuah kelompok, hal
inilah yang menimbulkan adanya dinamika komunikasi. Goldhaber
(1993) mengatakan bahwa dinamika komunikasi pada sebuah
kelompok didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan ketika dua
atau lebih orang menyampaikan pesan secara tatap muka dan
mereka menyadari keberadaan anggota lain di dalam kelompok
serta adanya kesamaan kepentingan yang dinyatakan sebagai tujuan
untuk mencapai kesepakatan bersama. Kemudian Sofyandi (2007)
mengatakan bahwa interaksi yang melibatkan satu individu dengan
yang lain dalam penyampaian pesan yang terjadi pada kelompok,
akan memungkinkan adanya kohesi yang diupayakan dalam
mencapai tujuan-tujuan kelompok. Hal itu sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Goldhaber bahwa dengan adanya interaksi dan
pertukaran pesan yang terjadi dalam kelompok tersebut, juga dapat
dilihat adanya pergerakan pesan yang berpindah dari satu pihak ke
pihak lainnya sehingga membentuk sebuah pola atau jaringan
(networks). Jaringan dalam kelompok menjelaskan garis-garis yang
terbuka dalam arus pesan yang disampaikan (Goldhaber, 1993).
Dengan adanya pergerakan arus pesan ini menghasilkan
garis-garis yang menentukan pola dari komunikasi dalam sebuah
kelompok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bavelas dan
Leavitt (dalam Goldhaber, 1993), bahwa terdapat macam-macam
pola dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang terjadi
dalam sebuah kelompok, yaitu :
79 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
1) Pola Circle
Dalam pola ini, digambarkan adanya proses siklis dalam
pemindahan pesan. Pola ini menghasilkan tingkat kepuasan
kelompok yang tinggi, karena tidak ada satu orang yang menjadi
dominan dalam arus pesan yang berjalan.
80 | T e o r i K o m u n i k a s i
Gambar Pola Y
4) Pola Wheel
Dalam pola ini, komunikasi berjalan bergantung pada
pimpinan yang bertindak selaku pemimpin yang sentral bagi
seluruh anggota yang langsung berada di bawah
kepemimpinannya. Pemimpin menjadi yang terdepan dalam
setiap keputusan di kelompok.
81 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Gambar Pola All-Chanel
3. Hipotesis Groupthink
Irving Janis (dalam West dan Turner, 2008)
mengungkapkan bahwa teori groupthink memfokuskan pada
kelompok pemecahan masalah (problem-solving group) dan kelompok
yang berorientasi pada tugas (task-oriented group). Tujuan utamanya
kedua kelompok tersebut adalah untuk mengambil keputusan dan
memberikan rekomendasi kebijakan. Tiga asumsi penting
dikemukakan Irving Janis yang muncul dalam menuntun teori
groupthink ini, yaitu:
1) Terdapat kondisi-kondisi dalam kelompok yang menyebabkan
tingginya tingkat kohesivitas. Dalam asumsi ini dapat diamati
bahwa anggota-anggota dalam suatu kelompok seringkali
memiliki perasaan yang sama atau. Menurut Janis dalam
Bernthal (1993), kohesivitas kelompok dapat memfasilitasi
adanya pengambilan keputusan, dan terjadinya groupthink lebih
sering ditemui pada konteks dimana sebuah kelompok
didominasi adanya aspek kohesi secara sosial-emosional, yang
berorientasi untuk meningkatkan dan mempertahankan
hubungan sosial di dalam kelompok. Kohesi kelompok sendiri
didefinisikan sebagai sebuah tingkatan yang tinggi dari anggota
dalam menilai keanggotaan mereka dalam kelompok dan ingin
terus bergabung di dalamnya.
2) Proses pemecahan masalah di dalam kelompok biasanya
merupakan proses yang menyatu. Menurut Gouran (dalam
82 | T e o r i K o m u n i k a s i
West dan Turner, 2008), ketika anggota kelompok benar-benar
berpartisipasi, karena mereka takut ditolak, pada akhirnya
mereka memiliki ketertarikan untuk mengikuti pemimpin
ketika saat pengambilan keputusan tiba.
3) Sifat dasar dari kebanyakan kelompok pengambilan keputusan
dan kelompok yang berorientasi pada tugas, bersifat kompleks.
Marvin Shaw, Janet Fulk, dan Joseph McGrath (dalam West
dan Turner, 2008) mengemukakan bahwa terdapat banyak
pengaruh dalam kelompok, di antaranya adalah perbedaan usia,
sifat kompetitif individu, ukuran kelompok, kecerdasan
anggota, komposisi gender, dan gaya kepemimpinan yang ada,
serta latar belakang budaya dari tiap individu yang ada di dalam
kelompok tersebut. Oleh karena itulah, kelompok dan
keputusan kelompok dapat menjadi sulit dan menantang, tetapi
melalui kerja kelompok, mereka dapat mencapai tujuan dengan
lebih baik dan efisien.
Janis (dalam Littlejohn, 2009) pun mengungkapkan adanya
sejumlah gejala dalam fenomena teori pemikiran kelompok, yaitu:
1) Solusi kebal (illusion of invulnerability), ditunjukkan dari upaya
anggota menciptakan optimisme yang kuat dalam kelompok.
2) Kelompok menciptakan usaha kolektif untuk merasionalkan
serangkaian tindakan yang diputuskan.
3) Kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan
dalam moralitas bawaannya, dan membuat kelompok
termotivasi dan bekerja untuk hasil yang terbaik.
4) Kelompok memiliki stereotipe yang negatif terhadap
kelompok-kelompok luar, kelompok saingan atau musuh.
5) Tekanan langsung (direct pressure) mendesak anggota untuk tidak
mengungkapkan pendapat yang berbeda.
6) Sensor diri (self-censorship), membuat individu mengurungkan
niat untuk menyampaikan pendapat yang berlawanan dan
akhirnya menekan mereka untuk diam.
83 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
7) Ilusi mufakat (illusion of unanimity) terjadi dengan keputusan
yang seolaholah disepakati bersama, dan membuat kelompok
merapatkan solidaritas.
8) Munculnya pikiran waspada (mindguards) untuk melindungi
kelompok dan pemimpin dari opini maupun informasi yang
berlawanan dan tidak diinginkan.
84 | T e o r i K o m u n i k a s i
kelompok yang dominan. Karenanya, artikulasi bagi kelompok
bungkam merupakan hal yang tidak langsung dan rusak.
Shirley Ardener pada 1978 mengamati bahwa
kebungkaman wanita merupakan pasangan dari ketulian pria.
Ardener menjelaskan bahwa wanita memang berbicara, tetapi kata-
kata mereka berjatuhan pada telinga yang tuli, dan ketika ini terjadi
sejalan dengan waktu, mereka cenderung berhenti untuk mencoba
untuk mengemukakan pendapat mereka, dan mereka bahkan mulai
berhenti untuk memikirkannya. Dalam kata- kata Adner, “Kata -
kata yang selalu jatuh pada telinga yang tuli pada akhirnya dapat,
tentu saja, menjadi tidak diucapkan, atau bahkan tidak dipikirkan”.
Munculnya kelompok bungkam di sebabkan tekanan dan
tindasan terhadap suatu kelompok baik dalam bentuk ras, gender,
pekerjaan dll. Tekenan-tekanan yang di arahkan pada suatu
kelompok tertentu yang menyebabkan terjadinya pembungkaman.
Namun tidak semua pembungkaman disebabkan oleh suatu
penindasan ada juga pembungkaman muncul sebagai akibat ke
tidak mampuan suatu kelompok atau individu untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan apa yang sedang dan akan
di alaminya.
Kelompok kelompok bungkam biasanya terjadi pada
wanita wanita yang tidak bisa menghadapi perubahan perubahan
maunpun wanita-wanita yang tidak bsia memperjuangkan
emansipasi hal tersebut dikarenakan terkadang wanita tidak sebebas
laki laki dalam mennyampaikan sebuah ide dan gagasan tertentu,
seperti yang disampaikan oleh Cheris Kramarea, bahasa dari sebuah
budaya tidak mendukung semua penuturnya dengan setara wanita
tidak sebebas dan semampu pria untuk mengatakan apa yang
mereka ingginkan kapan dan dimana mereka
menginginkanya,karena kata kata dan norma bagi pengguna mereka
telah difomulasikan oleh kelompok dominan pria. Contoh:
beberapa kegiatan sosial yang menyangkut urusan pengambilan
keputusan dalam sebuah perundingan atau rapat seperti rapat desa
85 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
maupun kecamatan kebanyakan yang mendapat kesempatan hanya
di berikan kepada kaum pria sehingga wanita kehilangan
peranannya untuk turut menyuarakan dan mengekspresikan
pendapatnya. Fenomena seperti ini akan menimbulkan tekanan
sehingga pada akhirnya munculah sebuah gerakan yang kita kenal
dengan istilah feminisme. Feminisme adalah sebuah gerakan yang
menuntut emansipasi atau kesetaraan dan keadilan hak-hak
perempuan dalam hal politik, sosial, dan ekonomi.
2. Hipotesis Kelompok Bungkam
Teori Kelompok Bungkam ini menjelaskan bahwa
perempuan berusaha untuk menggunakan bahasa yang diciptakan
laki-laki untuk mendeskripsikan pengalaman mereka dalam cara
yang sama seperti halnya penutur asli bahasa Indonesia belajar
bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Untuk melakukan hal
tersebut, mereka harus melalui proses penerjemahan internal,
mencari kosakata asing untuk mendapatkan terbaik untuk
mengungkapkan pikiran mereka. Proses ini membuat mereka ragu
dan sering kali tidak lancar ketika mereka tidak mampu
menggunakan bahasa dengan fasih demi tujuan mereka (West dan
Turner, 2008). Cheris Kramae selanjutnya mengemukakan teori
Kelompok bungkam dengan beberapa asumsi sebagai berikut :
1) Perempuan mempersepsikan dunia secara berbeda
dibandingkan pria karena pengalaman pria dan perempuan
yang berbeda serta adanya kegiatan-kegiatan yang berakar pada
pembagian pekerjaan.
Asumsi ini menegaskan penjelasan sebagai
pembedaannya, yaitu mengenai pembagian pekerjaan yang
mengalokasikan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, misalnya
perempuan bertanggung jawab untuk tugas-tugas di rumah
(privat) dan pria bertanggung jawab untuk pekerjaan di luar
rumah (publik) (West dan Turner, 2008: 201). Ketika pekerjaan
orang berbeda maka mereka cenderung untuk melihat dunia
dengan cara-cara yang berbeda. Penjelasannya terletak pada
86 | T e o r i K o m u n i k a s i
pembagian pekerjaan yang mengalokasikan pekerjaan
berdasarkan jenis kelamin, misalkan wanita bertanggung jawab
untuk tugas-tugas di rumah dan pria bertanggung jawab untuk
pekerjaan di luar rumah. Pemisahan tempat kerja dari rumah
menyebabkan pengakuan akan keduanya sebagai dua dunia
yang terpisah; konseptualisasi publik dan privat muncul, dan
keluarga dikelompokkan sebagai kehidupan privat. Hasil dari
pembagian ini adalah menempatkan peranan wanita di rumah,
atau kehidupan privat, dan peranan pria di tempat kerja, atau
kehidupan publik.
2) Karena dominasi politik mereka, sistem persepsi pria dominan,
menghambat ekspresi bebas dari model alternatif perempuan
mengenai dunia.
Secara khusus, pria bertugas untuk memberikan nama
dan label pada kehidupan sosial, dan sebagai akibatnya
pengalaman perempuan sering kali tidak memiliki nama. Teori
Kelompok Bungkam menyatakan bahwa masalah tersebut
bukan hasil dari ketidakmampuan perempuan, melainkan
disebabkan tidak responsifnya bahasa yang dimiliki perempuan
untuk mengekspresikan dirinya (West dan Turner, 2008).
3) Agar dapat berpartisipasi di masyarakat, perempuan harus
mentransformasi model mereka sendiri sesuai dengan sistem
ekspresi pria yang diterima.
Tugas perempuan adalah mengkonseptualisasi sebuah
pemikiran dan kemudian mencari kosakata, yang lebih sesuai
dengan pemikiran pria, agar mendapatkan kata-kata yang
terbaik untuk menyampaikan pesan tersebut (West dan Turner,
2008). Sebagai contoh, pada sekitar tahun 1970, istilah
pelecehan seksual (sexual harassment) tidak ada, perempuan yang
mengalami apa yang kini disebut dengan pelecehan seksual
tidak memiliki kata apapun untuk mendeskripsikan
pengalaman mereka. Wanita yang mengalami apa yang sekarang
kita sebut sebagai pelecehan seksualtidak memiliki kata apa pun
untuk menamai pengalaman mereka ini. Sebagaimana
dikatakan oleh Gloria Steinem, sebelum istilah ini diterima ke
87 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
dalam kosakata, wanita hanya menerima pelecehan sebagai
bagian dari kehidupan. Berbeda dengan jaman sekarang dimana
pelecehan seksual telah menjadi pembahasan yang penting,
sehingga dibuatlah peraturan yang mengatur tentang pelecehan
seksual sebagai perlindungan bagi kaum wanita.
89 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
dari berbagai kelas profesi. Terdapat 3 kelas profesi yaitu kelas
pengambilan keputusan, kelas teknologi sosial, dan kelas
institusional atau kelas reguler. Ternyata, perspektif dari masing-
masing kelas terhadap teknologi berbeda. Dari informasi tersebut,
DeSantics dan Pole menerapkan beberapa konsep yang dapat
mendukung teori ini.
Pada awalnya teori ini berfokus pada strukturasi
(structuration) dan kesesuaian (appropriation). Strukturasi adalah
susunan atau pola tertentu yang dapat dijadikan acuan sebagai
pengambilan keputusan. Sedangkan kesesuaian yang dimaksud
disini adalah penerapan dari struktur-struktur yang sudah
ditentukan sebelumnya, apakah cocok dengan konsep-konsep dari
appropriation tersebut. Kesesuaian strukturasi akan mendapatkan
kesimpulan berupa interaksi sosial yang akan mendukung proses
pengambilan keputusan oleh suatu perusahaan untuk mengadaptasi
teknologi terbaru. Analisis dilakukan dengan cara menyesuaikan
berbagai struktur yang didapatkan dengan berbagai variabel konsep
appropriation untuk mendapatkan keluaran dan kesimpulan yang
mengakibatkan suatu teknologi terbaru dapat digunakan atau tidak.
Sebuah struktur akan mempengaruhi hasil akhir suatu teknologi
dapat digunakan atau tidak.
Selanjutnya seorang ilmuan bernama Poole menerapkan
dan memperluas teori strukturasi yang dikemukakan Giddens, ke
dalam level lebih spesifik atau mikro pada kelompok kecil yang
selanjutnya menghasilkan teori strukturasi adaptif. Poole menyebut
teorinya strukturasi adaptif, karena dia mengamati anggota
kelompok dalam suatu kelompok kerja secara yang sengaja
mengadaptasi aturan dan sumber daya agar menyelesaikan tujuan
untuk membuat keputusan kelompok (Griffin, 2008). Kemudian,
Poole bersama DeSanctis menerapkan teori tersebut untuk
menganalisis proses strukturasi dalam memotret kompleksitas
penggunan TI di suatu organisasi.
90 | T e o r i K o m u n i k a s i
Poole dan DeSanctis menggunakan teknologi aplikasi
Group Decision Support System (GDSS) untuk mengilustrasikan
penerapan prinsip teori strukturasi adaptif dalam penggunaan TI di
organisasi. Kendati demikian, Poole dan DeSantics menyatakan
konsep dan hubungan-hubungan yang terdapat dalam konsep teori
strukturasi adaptif dapat diaplikasikan ke dalam konteks
kemajuan/penggunaan teknologi lainnya di dalam suatu organisasi
atau kelompok. struktur sosial yang terdapat dalam sebuah
perangkat TI dapat dijelaskan dalam dua cara (DeSanctis dan
Poole, 1994), yaitu: fitur struktur (structural features) yang terdapat
dalam teknologi dan the spirit. Structural features adalah jenis dari
aturan, sumber daya, dan kapabilitas yang disediakan atau terdapat
dalam sistem. Fitur (feature) membawa makna apa yang disebut
Giddens sebagai signifikasi dan kontrol atau dominasi. (DeSanctis
dan Poole, 1994).
Pada akhirnya teori strukturasi adaptif mengajarkan konsep
mengenai individu yang disebagai agen (agency) yang berperan untuk
memproduksi dan mereproduksi struktur dalam tatanan sosial yang
tepat. Sehingga agen mampu merubah dan menghasilkan struktur
baru jika tidak menemukan kepuasan dari struktur yang telah ada
sebelumnya. Struktur sendiri merupakan seperangkat aturan (rule)
dan sumber daya (resource) yang digunakan untuk mempertahankan
suatu kelompok atau organisasi (West dan Turner, 2009:297).
2. Pola Adaptive Structuration Theory
Perlu diketahui bahwa teori strukturasi adaptif ini
merupakan teori yang berfisat kualitatif dan mempunyai bebrapa
struktur, seperti yang diungkapkan oleh Poole (1994) bisa dilihat
pada gambar dibawah ini, berikut penjelasannya:
91 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Gambar Structure Adaptive Theory menurut Poole (1994)
1) Structure of advanced information technology
Komponennya berupa struktur dari fitur-fitur teknologi
tersebut (Struktur Fitur) dan spirit. Struktur Fitur membahas
tentang keterbatasan, kerumitan, dan tingkat komprehensif
fitur dari teknologi tersebut. Sedangkan spirit lebih membahas
tentang sikap suatu organisasi terhadap teknologi meliputi
pengambilan keputusan, kepemimpinan, efisiensi, manajemen
konflik, serta atmosfir organisasi.
2) Other source of structure
Komponennya meliputi tugas dan dan lingkungan
organisasi. Penilaian tentang tugas dapat berupa karakteristik,
manajemen waktu, serta pembagian tugas. Sedangkan penilaian
tentang lingkungan organisasi dapat berupa struktur organisasi
itu sendiri serta berbagai sifat organisasi.
3) Emergent source of structure
Merupakan struktur yang membahas tentang bagaimana
cara organisasi berinteraksi dengan teknologi baru itu sendiri.
Strukturasi ini meliputi hasil dari teknologi baru itu sendiri,
tugas yang terselesaikan oleh teknologi baru tersebut, serta hasil
dari lingkungan organisasi terhadap teknologi baru tersebut.
92 | T e o r i K o m u n i k a s i
4) New social structure
Struktur sosial berupa aturan baru dan sumber daya
yang baru yang timbul karena adanya proses interaksi sosial.
Social interaction
5) Hasil yang didapatkan kemudian disesuaikan kepada 4 aspek
kesesuaian meliputi:
a) Appropriation Moves, sebuah hasil dari struktur teknologi
dapat memberikan pilihan kepada organisasi untuk
menggunakan struktur tersebut secara langsung,
menghubungkan suatu struktur dengan struktur lainnya,
menginterpretasikan struktur dengan sesuatu yang biasa
dilakukan, serta membuat justifikasi tentang struktur
tersebut.
b) Faithfulnes of appropriation, sebuah bentuk kepercayaan
terhadap kesesuaian yang terbentuk. Hal ini didapatkan dari
spirit pada strukturasi kedua.
c) Instrumental uses, bentuk kebutuhan suatu organisasi untuk
menggunakan teknologi tersebut. Kebutuhan yang
dimaksud adalah sebuah aksi nyata (fisik) suatu organisasi
dalam menggunakan teknologi tersebut.
d) Persistent attitudes toward appropriation, sebuah sikap suatu
organisasi dalam menggunakan teknologi sehari-harinya
sesuai dengan kesesuaian yang dirumuskan. Sejauh mana
mereka percaya dan nyaman dalam menggunakan
teknologi, mengerti teknologi, serta keamauan untuk
menggunakan teknologi. Sikap ini dapat mendukung
organisasi untuk mengadaptasi teknologi baru.
6) Group’s internal system
Suatu bentuk yang akan mempengaruhi hasil interaksi
sosial adalah sistem internal pada suatu organisasi. Hal ini
meliputi cara mereka berinteraksi, pengetahuan dan
pengalaman terhadap struktur organisasi, cara menganggapi
persepsi orang atau anggota organisasi lain, serta kesamaan
dalam menyikapi kesesuaian strukturasi terhadap interaksi
sosial. Bentuk ini tidak disebut sebagai strukturasi karena
93 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
dianggap faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi
interaksi sosial.
7) Decision outcomes
Keluaran dari kesimpulan interaksi sosial ini adalah
berupa penilaian secara nyata yaitu efisiensi pengambilan
keputusan, kualitas pengambilan keputusan, kesepakatan serta
komitmen dari keputusan tersebut. Hal ini membuktikan
bahwa dari berbagai macam strukturasi serta beberapa faktor
lain; khususnya tingkat adaptasi suatu teknologi baru, dapat
menghasilkan kesimpulan yang berguna sebagai dasar evaluasi
untuk kemajuan sebuah organisasi.
95 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Elemen ini menjelaskan mengenai aturan dan sumber
daya yang digunakan oleh suatu perusahaan yang menuntun
individu dalam perusahaan dalam menentukan keputusan
mengenai perilaku dan tindakan mereka. Dalam hal ini perlu
dipahami perbedaan antara aturan dan sumber daya. Aturan
merujuk pada rutinitas umum yang diikuti perusahaan atau
kelompok dalam mencapai tujuannya atau dapat juga dikatakan
mengatur hasil akhir. Sementara sumber daya lebih merujuk
kepada atribut atau barang material yang dapat digunakan
untuk menjalankan kekuasaan dalam suatu perusahaan.
Sehingga dalam elemen ini juga dapat dipahami bahwa orang
yang memproduksi aturan merupakan orang yang memiliki
sumber daya. Terdapat dua tipe sumber daya yang dapat
digunakan oleh organisasi yaitu:
a) Sumber daya Alokatif
Sumber daya ini merujuk pada bantuan material
yang digunakan untuk membantu kelompok-kelompok
untuk mencapai tujuannya. Secara sederhana dalam sumber
daya ini anggota atau individu dalam organisasi berupaya
untuk mencari bantuan material berupa dana.
b) Sumber daya Otoritas
Berbeda dengan sumber daya alokatif, pada sumber
daya ini lebih merujuk kepada bantuan interpersonal yang
digunakan untuk membantu kelompok dalam mencapai
tujuannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam sumber
daya ini, komunikasi interpersonal yang dilakukan untuk
berinteraksi mampu mempengaruhi orang lain lain untuk
terlibat dalam proses aktivitas. John French dan Bertrand
Raven (1959), dalam buku “Pengantar Teori Komunikasi,
Analisis dan Aplikasi” (West dan Turner, 2009)
mengidentifikasi lima dasar kekuasaan untuk
menggambarkan berbagai tipe sumber daya otoritas yang
digunakan dalam kelompok dan organisasi yaitu :
96 | T e o r i K o m u n i k a s i
No Tipe Kekuasan Definisi
1 Kekuasaan Orang yang memiliki
Penghargaan kemampuan untuk
memberikan penekanan
positif bagi organisasi
2 Kekuasaan Koersif Orang yang memiliki
kemampuan untuk
memberikan hukuman
3 Kekuasaan Orang yang memiliki
Referen kemampuan untuk
mendapatkan ketaatan
karena hubungan personal
4 Kekuasaan Orang yang memiliki
Legitimasi kemampuan untuk
menggunakan pengaruhnya
karena posisi/gelar
5 Kekuasaan Pakar Orang yang memiliki
kemampuan untuk
menggunakan pengaruhnya
karena pengetahuan datau
keahlian yang dimiliki
97 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
sendiri yang mampu membuat anggota-anggota dalam suatu
perusahaan terlibat dalam suatu proses komunikasi
98 | T e o r i K o m u n i k a s i
Terdapat beberapa pendapat para ahli yang mendefinisikan
tentang teori budaya organisasi ini, sehingga teori ini berkembang
dari tahun pertamanya ditemukan sampai dengan sekarang.
Robbins dalam bukunya Perilaku Organisasi (1996) mendefinisikan
budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasiorganisasi lainnya. Definisi lain menurut Kreitner dan
Kinicki (2005) budaya organisasi adalah suatu wujud anggapan yang
dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan
bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi
terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Definisi lain diungkapkan oleh, Schein (1999)
mendefinisikan budaya organisasi adalah “the culture of a group can now
be defined as a pattern of shared basic assumptions learned by a group as it
solved its problems of external adaptation and internal integration, which has
worked well enough to be considered valid and therefore, to be taught to new
members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those
problem”. Artinya budaya organisasi adalah pola asumsi bersama
sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah eksternal dan
integrasi internal, kemudian diajarkan kepada anggota baru sebagai
cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasa terhadap
masalah tersebut.
Berkaitan dengan teori budaya organisasi ini, Pada tahun
1987 Smircich dan Calas mempertanyakan apakah gagasan budaya
mengemukakan sesuatu yang berbeda dalam penelitian organisasi
atau apakah gagasan budaya ini hanya keisengan sambil lalu dan
proyek yang gagal. Mereka berdua berpendapat bahwa literatur
mengenai konsep-konsep tersebut harus ditempatkan dalam suatu
konferensi yang lebih luas, yang tidak hanya mempertanyakan
tradisi-tradisi tetapi juga logika dan politik menjuluki sesuatu
sebagai tradisi. Budaya dibentuk dari sebuah interaksi selama
beberapa waktu, setiap budaya dapat mengembangkan harapan –
harapan yang tertulis maupun yang tidak tertulis tentang perilaku
aturan dan norma-norma yang mempengaruhi para anggota budaya
99 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
itu. Setiap organisasi memiliki satu budaya atau lebih yang memuat
perilaku-perilaku yang diharapkan yang tertulis atau tidak tertulis
dan implisitnya ialah dalam konsep budaya ialah suatu apresiasi
tentang cara organsasi dibentuk oleh perangkat-perangkat khas
nilai, ritus, dan kepribadian.
Kemudian timbul pertanyaan apabila pemahaman tentang
budaya organisasi telah kita pahami, lantas “Bagaimana tingkat
analisis budaya yang tepat?”. Tingkat Analisis, budaya organisasi
dapat dipahami pada tingkat-tingkat yang berbeda, mulai dari
perspektif makro-analitik dan mikro-analitik. Setelah itu muncul
pertanyaan “Apakah tujuan analisis budaya?” tujuannya adalah
sebagai pengetahuan dalam menjalankan sebuah organisasi yang
didalamnya terdapat interaksi dan menjadi suatu budaya, analisis
budaya dapat dipandang sebagai alat untuk mengefektifkan
berjalannya organisasi serta memandang analisis budaya sebagai
suatu pemahaman. Kemudian timbul pertanyaan ketiga “Apakah
nilai analisis budaya?”, dalam hal ini budaya dianggap sebagai
sebuah variabel kuat yang berpengaruh dalam kinerja organisasi.
Dalam arti pragmatik, mengerti proses-proses pemahaman dalam
sebuah organisasi, sekaligus mengerti dasar bagi keputusan dan
pengelolaan sebuah organisasi. Analisis budaya lebih menyoroti
perilaku yang dianggap menyisihkan bagian-bagian ilmiah yang
dikonsepkan sebelumnya dan kadang analisis budaya ini memiliki
banyak kekurangan. Analisis budaya berguna dalam arti membantu
kita mengerti apa yang sedang terjadi dalam keadaan-keadaan
tertentu.
Mereka yang berada dalam suatu organisasi harus
mengenali dan berurusan dengan budaya organisasi sehingga
mereka paham dan mampu menjadi seorang yang berguna dalam
organisasi tersebut. Dari sudut pandang tradisional, suatu
organisasi tentu mungkin tampak tidak rasional dan tidak
berorganisasi, tetapi organisasi ini mungkin telah membentuk suatu
budaya yang bermanfaat bagi organisasinya. Bahkan komunikasi
yang tampak dalam organisasi tersebut terbilang sembarangan,
100 | T e o r i K o m u n i k a s i
bertentangan, dan konyol dapat menjalankan fungsi-fungsi
pentingnya bagi para anggota sebuah organisasi.
2. Elemen Budaya Organisasi
Di dalam suatu organisasi yang besar tentunya memiliki
suatu budaya yang dominan. Budaya dominan ini mengungkapkan
nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh mayoritas anggota untuk
mencerminkan masalah, situasi atau pengalaman bersama yang
dihadapi para anggota. Jika suatu organisasi tidak memiliki budaya
dominan, nilai budaya organisasi sebagai suatu variabel yang bebas
akan sangat berkurang karena tidak ada penafsiran yang seragam
atas apa yang menggambarkan perilaku yang tepat dan tidak tepat,
namun juga tidak dapat diabaikan realitas bahwa banyak organisasi
juga mempunyai anak budaya yang dapat mempengaruhi perilaku
anggotanya. Dengan demikian budaya mempunyai kekuatan pada
prestasi kerja organisasi, yaitu (Rivai, 2003):
1) Budaya organisasi (perusahaan) dapat mempunyai dampak
signifikan pada prestasi kerja perusahaan dalam jangka panjang.
2) Budaya organisasi bahkan mungkin merupakan faktor yang
lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya
perusahaan di masa mendatang.
3) Budaya organisasi yang menghambat prestasi keuangan yang
kokoh dalam jangka panjang sering terjadi dan budaya tersebut
berkembang dengan mudah.
4) Walaupun sulit untuk diubah, budaya organisasi dapat dibuat
untuk lebih meningkatkan prestasi kerja.
Selain itu, kultur budaya dalam sebuah organisasi didukung oleh
elemen-elemen pendukungnya, seperti yang dijelaskan oleh Sobirin
(2007) terdapat elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang
bersifat behavioral.
1) Elemen idealistik
Dikatakan idealistik karena elemen ini menjadi ideologi
organisasi yang tidak mudah berubah walaupun disisi lain
101 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
organisasi secara natural harus selalu berubah dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Elemen ini bersifat terselubung (elusive),
tidak tampak ke permukaan (hidden), dan hanya orang-orang
tertentu saja yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan
mengapa organisasi tersebut didirikan. Elemen idealistik
melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup,
atau nilai-nilai individual para pendiri atau pemilik organisasi
biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan visi
dan misi organisasi.
2) Elemen behavioral
Elemen behavioral adalah elemen yang kasat mata,
muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari para
anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan
arsitektur organisasi, elemen ini mudah diamati, dipahami, dan
diinterpretasikan meskipun kadang tidak sama dengan
interpretasi dengan orang yang terlibat langsung dalam
organisasi. Cara paling mudah mengidentifikasi budaya
organisasi adalah dengan mengamati bagaimana para anggota
organisasi berperilaku dan kebiasaan yang mereka lakukan.
3) Hubungan antara elemen idealistik dan behavioral
Kedua elemen antara elemen idealistik dan elemen
behavioral bukan elemen yang terpisah. Seperti dikatakan
Jacono keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan sebab keterkaitan kedua elemen itulah yang
membentuk budaya, hanya saja elemen behavioral lebih rentan
terhadap perubahan karena bersinggungan langsung dengan
lingkungan eksternal organisasi, sedangkan elemen idealistik
jarang mengalami perubahan karena letaknya terselubung.
Dibawah ini adalah gambaran tentang tingkat sensitif masing-
masing elemen budaya organisasi terhadap kemungkinan
terjadinya perubahan oleh Rousseau.
102 | T e o r i K o m u n i k a s i
Artefak
Perilaku
Norma
Nilai
Asumsi
Dasar
104 | T e o r i K o m u n i k a s i
1) Keyakinan dan nilai-nilai pendiri organisasi dapat menjadi
pengaruh kuat pada penciptaan budaya organisasi. Selama
kedudukan, keyakinan dan nilai-nilai dapat ditanamkan dalam
kebijakan, program, dan pernyataan informal organisasi yang
dihidupkan terus-menerus oleh anggota organisasi selanjutnya.
2) Norma social organisasi juga dapat memainkan peran dalam
menentukan budaya organisasi. Budaya masyarakat sekitarnya
memengaruhi budaya organisasi yang ada di dalamnya
3) Masalah adaptasi eksternal dan sikap terhadap kelangsungan
hidup merupakan tantangan bagi organisasi yang harus
dihadapi anggotanya melalui penciptaan budaya organisasi.
4) Masalah integrasi internal dapat mengarahkan pada
pembentukan budaya organisasi.
Sementara itu perlu diperhatikan juga teori dari Jerald
Greenberg dan Robert A. Baron (2003) dimana dia memberi
perhatian pada tiga hal yang dapat menciptakan budaya organisasi,
yaitu:
1) Company founder (pendiri perusahaan)
Budaya oragnisasi dapat dilacak, paling tidak sebagian,
pada pendiri perusahaan. Individu ini sering mempunyai
kepribadian yang dinamis, strong values, dan visi yang jelas
tentang bagaimana organisasi harus bekerja, Karena dia
memainkan peran penting dalam menerima staf pada awalnya,
maka sikap dan nilai-nilai siap disampaikan pada pekerja baru.
Sebagai hasilnya, pandangan mereka diterima orang dalam
organisasi dan tepat seperti diinginkan selama pendiri masih
berperan.
2) Experience with the environment (pengalaman dengan lingkungan)
Budaya organisasi sering berkembang diluar
pengalaman organisasi dengan lingkungan eksternal. Setiap
organisasi harus menmukan celah bagi dirinya dalam industry
dan di pasar.
3) Contact with others (hubungan dengan orang lain)
105 | B A B 3 T e o r i K o m u n i k a s i K e l o m p o k
Budaya organisasi juga berkembang di luar kontak
antara kelompok individu dalam organisasi yang dating berbagi
interpretasi kejadian dan tindakan dalam organisasi.
106 | T e o r i K o m u n i k a s i
BAB 4 PENGARUH KOMUNIKASI
MASSA TERHADAP MASYARAKAT
DAN BUDAYA
107 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
Sudah seharusnya media berfungsi bukan untuk
mempengaruhi pikiran masyarakat dengan memberitahu apa yang
mereka pikirkan dan apa saja ide atau nilai yang mereka miliki,
namun memberi tahu hal dan isu apa yang harus dipikirkan.
Masyarakat luas cenderung menilai bahwa apa-apa yang
disampaikan melalui media massa adalah hal yang memang layak
untuk dijadikan isu bersama dan menjadi cakupan ranah publik.
Dengan begitu, masyarakat pun menilai apa yang dianggap penting
oleh media adalah hal yang penting juga dan memang harus
dipikirkan atau minimal mempengaruhi persepsi mereka terhadap
hal tersebut.
Meskipun demikian, McCombs dan Shaw tidak menutup
pandangan mereka terhadap apa yang menghargai dan meyakini
bahwa audience juga memiliki kekuatannya sendiri, yaitu dengan
hipotesis selective exposure. Hipotesis ini menjelaskan bahwa
manusia cenderung hanya akan melihat dan membaca informasi
serta berita yang sejalan dan tidak mengancam atau bertentangan
dengan kepercayaan yang selama ini mereka miliki dan bangun. Hal
ini menunjukkan kekuatan dan kebebasan manusia dalam memilih,
menyortir, dan menerima pesan yang disampaikan oleh media
massa.
Selain McCombs dan Shaw ada banyak juga para ahli yang
mengemukakan pendapatnya tentang teori agenda setting, berikut
diantaranya:
1) Bernard C. Cohen (2007), agenda setting theory adalah teori
yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat
penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk
mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke
dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik
serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh
media massa. Dikemukakannya bahwa “pers mungkin tidak
berhasil banyak waktu dalam menceritakan orang-orang yang
108 | T e o r i K o m u n i k a s i
berfikir, tetapi berhasil mengalihkan para pemirsa dalam
berpikir tentang apa.
2) Stephan W. Littlejohn dan Karen A. Foss (2009)
mengemukakan bahwa agenda setting theory adalah teori yang
menyatakan bahwa media membentuk gambaran atau isu yang
penting dalam pikiran. Hal ini terjadi karena media harus
selektif dalam melaporkan berita. Saluran berita sebagai penjaga
gerbang informasi membuat pilihan tentang apa yang harus
dilaporkan dan bagaimana melaporkannya. Apa yang
masyarakat ketahui pada waktu tertentu merupakan hasil dari
penjagaan gerbang oleh media.
Sebagai ilmuwan yang pertama sekali menguji teori ini,
Maxwell McComb dan Donald L Shaw kemudian menjadi tokoh
utama dibalik teori ini, yang empat tahun setelah penelitiannya
(1968-1972) baru mengumumkan ke publik, bahwa risetnya itu
menguatkan hipotesis hingga keduanya sepakat menamakan teori
tersebut sebagai agenda setting theories. Penelitian menjelang
pemilu Presiden Amerika Serikat Tahun 1968 itu juga sekaligus
menjadi latar belakang sejarah kelahiran teori agenda setting.
Meskipun, jauh sebelumnya sudah ada gagasan/pandangan para
ilmuan yang cenderung sama dengan fungsi teori agenda setting,
sebagai hasil observasi pengaruh media terhadap khalayak. Hanya
saja saat itu belum sampai memproklamirkan teori seperti teori
agenda setting.
Aplikasi teori agenda setting pertama sekali digunakan pada
penelitian perubahan sikap pemilih dalam kampanye pemilu
Presiden AS tahun 1968, memberikan hasil penelitian berbalik
dengan teori efek media terbatas (the limited media effect theories)
sebelumnya. Dengan kata lain teori agenda setting menganggap
media memiliki kekuatan untuk menarik perhatian dan
mempengaruhi khalayak terhadap suatu isu. Fungsi teori ini
berlangsung karena media sangat selektif dalam menyiarkan berita,
yang menarik bagi publik baik dilihat dari aspek nilai berita (news
value) maupun nilai jual (sell value). Sehingga model agenda setting
109 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
ini mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang
diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian khalayak
pada persoalan yang sama (Rahmat, 1993).
Berdasarkan teori agenda setting, pemberitaan positif dan
negatif media massa terhadap para kandidat selama massa
kampanye akan sangat menentukan nasib kandidat dalam pemilu.
Dengan demikian muncullah anggapan bahwa “menguasai media
berarti menguasai publik” atau “menguasai media berarti
menguasai massa (politik)”. Jauh sebelum teori agenda setting
diperkenalkan oleh McCombs dan Shaw, Bernard Cohen telah
mengemukakan “pers lebih penting daripada sekedar penyedia
informasi dan opini, barangkali mereka (media) tidak terlalu sukses
dalam menyuruh apa yang dipikirkan seseorang tetapi mereka
sukses dalam menyuruh orang apa yang seharusnya dipikir”. Dunia
akan terlihat berbeda menurut orang yang berbeda pula, tergantung
bukan hanya pada visi mereka pribadi tetapi juga peta yang
diberikan media massa kepada mereka (Stanley dan Dennis, 2007).
Teori agenda setting merupakan salah satu dari sekian
banyak teori tentang efek media massa bagi khalayak, baik yang
termasuk kategori teori klasik seperti teori stimulus respon yang
dikemukakan oleh Hovland, et al (1953) dan teori SOR (Stimulus
Organisme Response) yang dikemukakan Melvin DeFleur (1970)
sebagai modifikasi dari teori Stimulus Response sebelumnya,
maupun yang masuk kategori teori kontemporer seperti teori
Difusi Inovasi, teori Uses and gratification, teori Defendensi Efek
Komunikasi massa, teori Spiral of Silance, teori Uses and Effects, teori
Spiral of silence, teori Uses and Effect, teori The Limited Media Effects, The
Bullet Theory atau teori Jarum Hipodermik, dan lain-lain. Kehadiran
teori Agenda Setting, telah membantah banyak teori sebelumnya
seperti teori peluru (the bullet theory) yang dikemukakan Wilbur
Shramm (1950-an), yang berasumsi efek media massa sangat luar
biasa, karena khalayak bersifat pasif dan tidak berdaya, meskipun
teori ini telah dibantah sendiri oleh Schramm pada tahun 1970
dengan meminta supaya teori peluru ajaib itu dianggap tidak ada,
110 | T e o r i K o m u n i k a s i
sebab ternyata khalayak media massa tidak pasif (Lubis, 2007).
Teori lain yang dibantah oleh teori agenda setting adalah teori
media terbatas (the limited media effects) yang mengemukakan media
massa hanya memiliki pengaruh sedikit terhadap khalayak.
2. Hipotesis Agenda Setting
Secara singkat menurut Nuruddin (2011) teori penyusunan
agenda ini mengatakan media (khususnya media berita) tidak selalu
berhasil memberi tahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut
benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media
massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan.
Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya,
sedangkan masyarakat mengikutinya. Menurut asumsi teori ini
media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan
mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa
tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa
yang tidak penting. Mediapun mengatur apa yang harus kita lihat,
tokoh siapa yang harus kita dukung.
Stephen W. Littlejohn (2007) mengatakan bahwa, terdapat
dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang
penentuan agenda setting adalah : 1) masyarakat pers dan mass
media tidak mencerminkan kenyataan, mereka menyaring dan
membentuk isu, 2) konsentrasi media massa hanya pada beberapa
masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih
penting daripada isu-isu lain. Stephen W. Littlejohn juga
mengatakan, bahwa agenda setting beroperasi dalam tiga bagian
sebagai berikut:
1) Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan
memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi
pada waktu pertama kali;
2) Agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau
berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu
tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan,
111 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
seberapa besar kekuatan media mampu memengaruhi agenda
publik dan bagaimana publik itu melakukannya;
3) Agenda publik memengaruhu atau berinteraksi ke dalam
agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan
kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu.
Sementara itu Weimann dan Brosius (Eriyanto, 2018)
membuat sebuah tinjauan mengenai asumsi teori agenda setting
yang mengalami perubahan di era internet.
1) Asumsi pertama, media memilih isu tertentu untuk dihadirkan
kepada khalayak. Asumsi ini secara teoritis mengalami
perubahan diera internet, dimana lingkungan media lebih
banyak menghadirkan agenda dibandingkan sebelumnya.
Berbagai macam media baik media offline tradisional, online
tradisional dan media sosial bersaing menghadirkan agenda
atau dapat mendukung agenda tertentu, menyebarkan dan
mendukung isu.
2) Asumsi kedua, publik akan mencari petunjuk atas peristiwa dan
kejadian penting melalui media.
3) Asumsi ketiga, hubungan langsung antara topik yang
dipandang penting oleh media (agenda media) dengan topik
yang dinilai penting oleh publik (agenda publik). Pilihan media
yang beragam, khalayak mempunyai peluang untuk mengakses
banyak media. Yang terjadi bukan lagi hubungan yang searah,
tetapi pencampuran, dimana publik menggabungkan agenda
dari banyak sumber. Asumsi mengenai hubungan kausal ini
lebih kompleks di era internet.
4) Asumsi keempat, peranan gatekeeper dalam menyeleksi topik
yang dipandang penting. Dalam media baru, pengguna media
dapat melewati proses ini dan menentukan sendiri apa yang
mereka anggap perlu dan penting. Posisi teori agenda setting di
era internet, tidak terjadi kesepakatan di kalangan ahli
komunikasi.
112 | T e o r i K o m u n i k a s i
Dari beberapa asumsi tentang efek komunikasi massa, satu
yang bertahan dan berkembang saat ini menganggap bahwa media
massa memberikan perhatian pada issue tertentu dan mengabaikan
yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap public opinion
(pendapat umum). Orang akan cenderung mengetahui akan hal-hal
yang diberitakan oleh media massa dan menerima susunan prioritas
yang disajikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda. Asumsi
ini berhasil menepis keraguan yang ditujukan pada hasil penelitian
komunikasi massa yang menganggap media massa mempunyai efek
yang sangat kuat (powerful), terutama karena asumsi ini berkaitan
dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau
pendapat. Studi empiris terhadap komunikasi massa telah
mengkonfirmasikan bahwa efek yang cenderung terjadi adalah
dalam hal informasi. Teori Agenda Setting menawarkan suatu cara
untuk menghubungkan temuan ini dengan kemungkinan terjadinya
efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang ditawarkan
adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Masyarakat belajar
mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun
berdasarkan tingkat kepentingannya.
Maxwell McCombs dan Donald Shaw merupakan dua
teoritisi dari model agenda setting. Mereka mengatakan bahwa
audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya
melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti
penting yang diberikan terhadap suatu issue atau topik dari cara
media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.
Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para
kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa terlihat
sangat menentukan mana topik yang dianggap penting, terlebih lagi
bila media itu bersifat partisan ataupun didanai oleh kepentingan
suatu partai. Dengan kata lain, media massa yang menetapkan
agenda kampanye tersebut. Padahal bagi sebagian besar pendapat
masyarakat bahwa agenda harga sembako adalah yang lebih penting
diberitakan dari pada pemberitaan kampanye kandidat gubernur
misalnya.
113 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif
individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi
massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika
para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu,
maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan
paling berkompeten dalam menangani isu tersebut. Asumsi-asumsi
agenda setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan
relatif mudah pula untuk diujikan. Dasar pemikirannya adalah,
diantara berbagai topik yang dimuat oleh media massa, topik lebih
banyak mendapat perhatian dari media akan menjadi lebih akrab
bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu kurun
waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang
mendapat perhatian media massa, maka menjadi asing atau kurang
diketahui dalam pikiran audiens. Lihat saja misalnya kasus Covid 19
yang terjadi di lebih 200 negara, maka media mempublikasikannya
secara bertubitubi, maka kasus ini menjadi booming dalam pikiran
dan ingatan kita. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan
hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan
dalam pendapat umum yang diukur melalui survei dua atau lebih
waktu yang berbeda.
3. Konsep Agenda Setting
Secara umum, Eriyanto (2018) berpendapat bahwa terdapat
3 skenario atau konsep dari teori agenda setting, yaitu:
1) Skenario pertama
Chaffee dan Metzger berargumen mengenai kurang
relevannya teori agenda setting di era internet. Ada dua alasan
yang dikemukakan mereka. Alasan pertama, teori agenda
setting didasarkan pada asumsi orang mendapatkan berita dari
sumber terbatas. Meskipun jumlah media banyak, tetapi media
yang dominan dan dikonsumsi publik jumlahnya sedikit. Alasan
kedua, teori agenda setting mengasumsikan individu terlibat
dalam wacana publik dengan cara memperhatikan isu-isu yang
sedang dibicarakan oleh publik luas. Asumsi ini tidak relevan
114 | T e o r i K o m u n i k a s i
pada masa internet yang ditandai oleh khalayak yang
terfragmentasi, khalayak semakin spesifik dan lebih tertarik
dengan isuisu yang spesifik pula. Alasan ketiga, teori agenda
setting dikaitkan dengan proses gatekeeping, di media
tradisional seperti surat kabar dimana para profesional/pekerja
media menyeleksi peristiwa yang dianggap penting. Proses
gatekeeping ini media seolah memilih isu yang seharusnya
diperhatikan oleh publik. Di era internet asumsi proses
gatekeeping bisa berubah, khalayak saat ini bersifat aktif dalam
memilih isu yang dipandang penting. Perubahan ini didukung
oleh jumlah dan keragaman isi media yang bisa memenuhi
kebutuhan khalayak. Pada era internet, publik bisa memilih isu
apa yang seharusnya diliput oleh media. Kelahiran media baru
bisa mengubah agenda publik. Kelahiran media baru
mengubah peran pembentukan agenda publik yang sebelumnya
dilakukan oleh media lama.
2) Skenario kedua
Pada skenario kedua, teori agenda setting tetap relevan
dengan kehadiran internet dan media sosial. Perbedaan teori
agenda setting pada era sebelumnya (tahun 1970-an) yaitu
sumber informasi publik dalam menentukan agenda publik.
Pada tahun 1970-an pertama muncul teori agenda setting,
media relatif terbatas. Agenda publik ditentukan oleh sejumlah
media terutama televisi. Di era internet, terjadi perubahan besar
dimana jumlah media sangat banyak dan publik mempunyai
beragam alternatif sumber informasi. Adanya sumber informasi
yang makin beragam tidak membuat teori agenda setting tidak
bekerja. Hanya saja teori agenda setting ini harus direvisi
dengan memasukan media baru sebagai salah satu sumber
informasi publik. Berbeda pada skenario pertama, skenario
kedua masih menempatkan media tradisional
(televisi/radio/surat kabar) sebagai sumber informasi, selain
media baru.
Althaus dan Tewksbury seorang ahli yang dikategorikan
skenario kedua ini membuat studi mengenai bagaimana agenda
115 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
seseorang (isu yang dianggap penting) sangat ditentukan oleh
media yang dikonsumsi. Perbedaan terjadi pada format media.
Pada media cetak, formatnya bersifat hierarkis. Isu yang
dianggap penting oleh redaksi media akan ditempatkan di
halaman utama. Sementara pada media online, susunan berita
umum dibuat dalam format kronologis. Berita yang baru
diunggah akan diletakan di bagian atas, dan posisi ini akan
digantikan oleh berita yang lebih baru lagi dan begitu
seterusnya. Selain itu, pembaca media online lebih aktif dalam
memilih berita, tidak tergantung kepada berita yang disediakan
oleh redaksi media seperti pada pembaca media cetak.
3) Skenario ketiga
Skenario tiga sama dengan skenario kedua, skenario
ketiga tidak menolak keberadaan teori agenda setting pada
masa internet. Teori ini masih relevan, hanya saja harus
dikembangkan agar bisa menjelaskan fenomena komunikasi
media yang semakin kompleks. Selain sumber informasi yang
semakin banyak dan beragam, juga karena kekuatan media
dalam membentuk agenda mengalami perubahan. Hubungan
antara agenda media dan publik jika sebelumnya digambarkan
searah, pada masa internet digambarkan timbal balik. Media
tradisional mengakui keberadaan internet dan media sosial yang
semakin punya posisi penting. Salah satu pengembangan dari
teori ini adalah intermedia agenda setting dan reversed agenda
setting. Di era media baru, tidak bisa lagi dipisahkan antara
media tradisional dan media baru, keduanya saling
mempengaruhi (intermedia). Selain itu, agenda yang muncul
dipublik tidak bisa lagi dilihat akibat agenda yang ditentukan
oleh media, karena agenda media juga bisa ditentukan oleh apa
yang sedang ramai diperbincangkan oleh publik (reversed).
Keterkaitan agenda setting media massa dengan proses
mengambil suatu keputusan dapat dilihat dalam konteks
pembentukan pendapat umum (public opinion). Peranan media
116 | T e o r i K o m u n i k a s i
massa dalam mekanisme menghubungkan publik dengan
pengambil kebijakan dianggap penting. Artinya masyarakat
dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan dengan meminta
pendapat mereka yang tercermin dalam tulisan artikel, coloum,
bahkan surat pembaca, dan komentar masyarakat lainnya yang
disajikan dalam media massa. Ini berarti media massa menjadi
media yang bersifat demokrasi di mana gradasi penting menurut
pendapat masyarakat sebagaimana kategorisasi De George menjadi
acuan media massa dalam menentukan tingkat kepentingan suatu
isu.
Dengan begitu, studi tentang agenda kebijaksanaan sebagai
pengaruh dari agenda media dan atau agenda publik tidak bisa
dipandang sebagai suatu proses kognitif semata. Proses
memutuskan suatu kebijaksanaan organisasi merupakan akumulasi
proses komunikasi di dalam organisasi. Organisme dalam
organisasi memiliki struktur tertentu yang terdiri dari beberapa
bagian atau unsur yang turut serta dalam pengambilan suatu
kebijaksanaan. Dalam perspektif teoritis sebagaimana dikemukakan
oleh DeFleur dan Rokeach (1982), hal itu termasuk dalam
perspektif fungsionalisme struktural dari model agenda setting.
Dalam perspektif ini studi efek agenda setting melihat keterkaitan
agenda media, agenda publik, dan agenda kebijaksanaan yang
dibuat oleh kelompok elit. Setiap agenda merupakan sub sistem dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam sistem yang lebih luas,
sistem politik, agenda media merupakan sub sistem dari sub sistem
media massa. Demikian pula agenda kebijaksanaan yang
merupakan sub sistem dari sub sistem suatu organisasi.
Artinya, arus efek dari agenda setting dalam jangka waktu
tertentu merupakan konsep yang menunjukkan dari mana dan ke
mana efek mengalir. Status variabel independen (bebas/yang
mempengaruhi) dan variabel dependen (terikat/yang dipengaruhi)
dapat dimiliki oleh agenda media, agenda publik, maupun agenda
kebijaksanaan. Dalam kaitan ini, media massa atas berbagai
pertimbangan menyajikan suatu isu menjadi lebih menonjol.
117 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
Penyajian media terhadap suatu isu dapat mempengaruhi agenda
publik, sehingga agenda media dan agenda publik berpeluang.
120 | T e o r i K o m u n i k a s i
semakin banyak orang bergantung pada media, maka institusi
media akan mengalami perubahan, pengaruh media keseluruhan
akan muncul, dan peran media di tengah-tengah masayarakat akan
menjadi lebih besar. Oleh karena itu, seharusnya ada hubungan
langsung antara jumlah ketergantungan secara umum dengan
tingkat pengaruh atau kekuatan media di setiap waktu. Melvin
DeFleur dan Sandra Ball Rokeach (1975) memberikan penjelasan
yang lebih utuh kedalam beberapa pernyataan berikut.
1) Hubungan sistem sosial
Pertama, dasar pengaruh media terletak pada hubungan
antara sistem sosial yang lebih besar, peranan media di dalam
sistem tersebut dan hubungan khalayak dengan media. Efek
terjadi bukan karena semua media berkuasa atau sumber yang
kuat mendorong kejadian tersebut, tetapi karena media bekerja
dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan tertentu dan
kebutuhan khalayak.
2) Derajat ketergantungan
Kedua, derajat ketergantungan khalayak terhadap
informasi media adalah variable kunci dalam memahami kapan
dan bagaimana pesan media mengubah keyakinan, perasaan
atau perilaku khalayak. Kejadian dan bentuk efek media
akhirnya bergantung pada khalayak serta berhubungan dengan
seberapa penting sebuah medium atau pesan tertentu terhadap
mereka. Penggunaan media oleh orang-orang menentukan
pengaruh media. Jika kita bergantung pada banyak sumber
selain media untuk mendapatkan informasi mengenai suatu
peristiwa, maka peranan media lebih sedikit dari pada jika kita
bergantung sepenuhnya pada sumber media yang sedikit.
3) Masyarakat
Ketiga, dalam masyarakat industri, kita menjadi semakin
bergantung pada media (a) untuk memahami dunia sosial (b)
untuk bertindak dengan benar dan efektif di dalam masyarakat,
serta (c) untuk fantasi dan pelarian. Ketika dunia semakin rumit
dan berubah semakin cepat, maka kita tidak hanya semakin
121 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
besar membutuhkan media untuk membantu kita memahami
dan mengerti respon terbaik yang bisa kita berikan serta
membantu kita untuk santai dan bertahan, tetapi juga kita pada
akhirnya tahu sebagian besar dunia melalui media tersebut.
Teman-teman dan keluarga barang kali tidak tahu banyak
mengenai apa yang terjadi di dunia sosial yang lebih besar
kecuali dari apa yang mereka pelajari di media. Perhatikan
mengenai penekanan pemaknaan dalam pernyataan ini. Ketika
kita menggunakan media untuk memaknai dunia sosial, maka
kita mengizinkan media membentuk pengharapan kita
4) Kebutuhan
Keempat, “semakin besar kebutuhan sehingga semakin
besar ketergantungan semakin besar kemungkinan bahwa
media dan pesan yang mereka produksi akan memiliki efek”.
Tidak semua orang akan dipengaruhi secara sama oleh media.
Mereka yang memiliki kebutuhan yang lebih, yang lebih
bergantung pada media, akan paling terpengaruh.
Teori Ketergantungan mengusulkan hubungan yang
integral antara penonton, media dan sistem sosial yang lebih luas.
Teori ini memprediksi bahwa anda tergantung pada informasi
media untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan mencapai tujuan
tertentu, seperti teori Penggunaan dan Gratifikasi. Tapi anda tidak
bergantung pada semua media yang sama. Dua faktor yang
mempengaruhi tingkat ketergantungan media yaitu: Pertama, anda
akan menjadi lebih tergantung pada media yang memenuhi sekian
banyak kebutuhan anda dari pada media yang hanya menyediakan
sebahagian kecil kebutuhan anda. Sumber kedua dari
ketergantungan adalah stabilitas sosial. Ketika perubahan sosial dan
konflik lembaga tinggi, memaksa anda untuk mengevaluasi kembali
dan membuat pilihan baru.
Pada saat seperti ini ketergantungan anda pada media untuk
informasi akan meningkat. Di lain waktu, kondisi yang lebih stabil
mengakibatkan ketergantungan anda pada media dapat menurun.
Kebutuhan seseorang tidak selalu bersifat pribadi tetapi mungkin
122 | T e o r i K o m u n i k a s i
dibentuk oleh budaya atau oleh kondisi sosial. Teori ini dapat
digambarkan secara sederhana dalam model sebagai berikut:
Gambar model konseptual ide umum dari teori ketergantungan
Sumber Ball-Rokeach & DeFleur (1976)
3. Dampak Media System dependency theory
Inti dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern
Effects cognitive
affective behavioural
123 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
Ketergantungan terhadap informasi yang berasal dari media
massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan
serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media tersebut
menimbulkan efek yang menjadi tahapan kenapa khalayak bisa
menjadi ketergantungan. Untuk melihat tahapan ketergantungan
media tersebut dapat dilihat dari 3 efek tahapan yaitu :
1) Efek Kognitif
Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang
diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Dalam efek
kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat
membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang
bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.
Menurut Mc Luhan, media massa adalah perpanjangan alat
indra kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi
tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat
atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Karena kita
tidak dapat, bahkan tidak sempat, mengecek peristiwa-peristiwa
yang disajikan media, kita cenderung memperoleh informasi
tersebut semata-mata bersandarkan pada apa yang dilaporkan
media massa. Dengan kata lain, dampak ini berkaitan dengan
penyampaian informasi, pengetahuan, keterampilan maupun
kepercayaan oleh media massa. Dalam dunia modern, dampak
kognitif penyebaran media massa terhadap khalayak semakin
kuat. Pengaruh media massa terassa lebih kuat pada masyarakat
modern karena mereka memperoleh banyak informasi dari
media massa.
Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah
realitas yang sudah terseleksi. Pesan-pesan yang disampaikan
melalui media massa adalah pesan-pesan yang sudah tersaring
dengan membuang pesan-pesan yang dianggap tidak perlu,
sehingga khalayak cenderung memperoleh informasi tersebut
semata-mata bersandarkan pada apa yang dilaporkan media
massa, tanpa sempat untuk mengecek peristiwa-peristiwa yang
disajikan media tersebut.
124 | T e o r i K o m u n i k a s i
2) Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif.
Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberi tahu
khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak
diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih,
gembira, marah dan sebagainya. Dampak pesan media massa
sampai pada tahap afektif terjadi bila pesan yang disebarkan
media mengubah apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci
khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, penilaian,
rangsangan emosional, dan sikap. Sikap itu sendiri memiliki arti
reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup pada suatu
stimulus atau objek, sehingga perbuatan yang dilakukan
manusia tergantung pada permasalahan dan berdasarkan
keyakinan atau kepercayaan masing-masing individu.
Manifestasi sikap tidak langsung terlihat, akan teteapi dapat
ditafsirkan dahulu dalam perilaku yang tertutup. Dengan
demikian, sikap merupakan gambaran dari sesuatu kesiapan
atau kesediaan individu untuk bertindak, bukan pelaksanaan
motif tertentu.
Disisi lain media massa menciptakan ketakutan atau
kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan
moral; ketika sebuah peristiwa yang menyebabkan kekacauan
dan ketidakpastian terjadi, individu membutuhkan informasi
guna mengambil sikap yang tepat tentang apa yang harus
mereka kerjakan dan juga untuk mencari rasa aman dalam
situasi yang kacau tersebut. yebarkan informasi terhadap warga
masyarakat. Di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya
rawan bencana alam, media massanya harus menempatkan diri
pada posisi sebagai penerang sekaligus penenang masyarakat.
Sebagai salah satu faktor terjadinya perubahan dalam sistem
sosial, terjadinya bencana alam otomatis akan meningkatkan
kebutuhan masyarakat Indonesia pada media massa.
Menyadari hal itu, para pengelola media hendaknya
tidak menjadikan bencana alam sebagai momen untuk
meningkatkan oplah atau menaikkan rating. Kesadaran untuk
125 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
menyajikan informasi yang akurat, sekaligus menanamkan
optimisme untuk saling menolong saat terjadi bencana,
seharusnya merupakan kesadaran yang melandasi setiap
pemberitaan tentang bencana. Apabila kesadaran itu tumbuh,
maka ketergantungan masyarakat saat terjadi bencana terhadap
media massa bukanlah ketergantungan yang perlu ditakutkan.
3) Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat timbulnya pada diri
khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.
Pernyataan ini mencoba mengungkapkan tentang efek
komunikasi massa pada perilaku, tindakan dan gerakan
khalayak yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Adegan
kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang
menjadi beringas.
Menurut Kuswandi (1993), pesan-pesan yang
disampaikan media massa yang secara terus menerus akan
sangat mempengaruhi perilaku khalayak. Adegan kekerasan
dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi
beringas. Begitu juga sinetron-sinetron remaja yang
bertemakan sekolah yang selalu ditayangkan di televisi dengan
menampilkan beberapa gaya kehidupan remaja di sekolah
menyebabkan para remaja sekolah juga bergaya seperti yang
dalam sinetron tersebut. Mengapa hal tersebut terjadi? Menurut
teori belajar sosial dari Bandura bahwa orang cenderung
meniru perilaku yang diamatinya, stimuli menjadi teladan untuk
perilakunya. Orang belajar bahasa Indonesia yang baik setelah
mengamatinya dalam televisi. Para wanita juga meniru
potongan rambut Lady Diana yang disiarkan dalam media
massa. Dengan demikian, diduga bahwa penyajian cerita atau
adegan kekerasan dalam media massa menyebabkan orang
melakukan kekerasan pula (Rahmat, 1992).
126 | T e o r i K o m u n i k a s i
C. PENDEKATAN USES AND GRATIFICATION
1. Definisi Pendekatan Uses and Gratification
Teori uses and gratification ini mulai berkembang sekitar tahun
1940, yakni ketika sejumlah peneliti mencoba mencari tahu motif
yang melatarbelakangi audiens mendengarkan radio dan membaca
surat kabar. Mereka meneliti siaran radio dan mencari tahu
mengapa orang tertarik terhadap program yang disiarkan seperti
kuis dan serial drama radio. Kepuasan apa yang diperoleh sehingga
mereka senang mendengarkan program tersebut. Herzog
dipandang sebagai orang pertama yang mengawali riset penggunaan
dan kepuasan. Ia mencoba mengelompokkan berbagai alasan
mengapa orang memilih mengonsumsi surat kabar daripada radio.
Kemudian herzog mempelajari peran keinginan dan kebutuhan
audiens terhadap pilihan media.
Teori ini merupakan pengembangan dari teori atau model
jarum hipodermik. Teori ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer
dan Elihu Kartz pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass
Communication: Current Perspectives on Grativication Research. Teori ini
mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk
memilih dan menggunakan suatu media. Pengguna media berusaha
untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratification
mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif
untuk memuaskan kebutuhan.
Teori uses and gratification ini mengalami perkembangan dari
awal penemuannya sampai sekarang terlihat dari beberapa literatur
penelitian yang mengkaji penggunaan media digital dan khususnya
internet. Tipologi variabel pola penggunaan dan gratifikasi
berkembang cukup pesat. Ebersole (2000) menyebutkan tipe
gratifikasi, yaitu gratifikasi meneliti dan belajar (research & learning),
mencari hiburan (access to entertainment), berkomunikasi dan interaksi
sosial (communication and social interaction); menghilangkan rasa bosan,
mendapatkan informasi barang, bermain gim, transaksi jual-beli,
127 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
dan mengunjungi situs yang memuat konten porno. Gratifikasi
yang terakhir ini di Indonesia diatur oleh Undang-Undang
Pornografi. Kementerian komunikasi dan informatika sendiri
mengampanyekan internet sehat. Namun, gratifikasi tersebut
secara empiris sering ditemukan.
Charney & Greenberg (2002) memperkenalkan tipologi
gratifikasi, yaitu gratifikasi agar pengguna media tidak ketinggalan
informasi (keep informed), pengalihan diri dan hiburan
(diversionentertainment), identifikasi teman sebaya (peer identity),
pencarian perasaan nyaman (good feelings), aktivitas komunikasi
(communication), atau gratifikasi terkait dengan karir/pekerjaan.
Sementara itu, Rubin (1979) berupaya mengetahui mengapa orang
menonton televisi. Ia melakukan dengan cara mengelompokkan
motif-motif tadi secara lebih rinci. Motif dimaksud terdiri dari
motivasi mendapatkan perasaan nyaman (relaxation), motivasi
untuk menciptakan hubungan pertemanan (companionship),
menghabiskan waktu (pass time), belajar mengenai suatu hal, belajar
mengenal diri Sendiri, motivasi untuk lari atau melupakan persoalan
yang dihadapi (Infante, Rancer dan Womack 1990).
Gratifikasi yang dapat diperoleh khalayak dari penggunaan
media dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah
motivasi dasar, situasi sosial, dan latar belakang individu, seperti
pengalaman, kepentingan, dan pendidikan. Proses penggunaan
media dan evaluasi khalayak terhadap penggunaan media yang
mereka lakukan dijelaskan oleh Palmgreen dan Rayburn dengan
preposisi gratifikasi yang dicari (gratifications sought) dan gratifikasi
yang diperoleh (gratifications obtained). Dalam penelitiannya,
Palmgreen dan Rayburn menyimpulkan bahwa jika didorong oleh
motivasi tertentu, pengguna media secara sadar akan mencari
gratifikasi, tipe media, dan isi media atau program tertentu. Hal ini
menyebabkan gratifikasi bisa diperoleh dari obyek tersebut
sehingga para pengguna media dapat membentuk keyakinan atau
melakukan evaluasi terhadap obyek media yang mereka pilih, hal
tersebut dapat mengarahkan perilaku pengguna media.
128 | T e o r i K o m u n i k a s i
Dengan banyaknya variasi tipologi gratifikasi seperti terlihat
pada tabel di atas, tentunya dipengaruhi oleh perkembangan
internet sebagai media baru yang menimbulkan timbulnya
beragam-ragam tipologi gratifikasi tersebut. Pengertian media baru
yang ditujukan kepada kata internet secara umum merujuk kepada
teknologi komunikasi yang muncul serta aplikasinya (Tomasselo
2010). Terry Flaw menjelaskan bahwa unsur media baru adalah
kombinasi dari komputer, komunikasi, dan isi atau yang sering
disingkat tiga C. Sesuatu yang baru menurut Denis McQuail (2010)
adalah karena unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Denis
McQuail mengatakan bahwa unsur media baru sebagai berikut:
1) Digitalisasi dan konvergensi semua aspek media (digitalization
and convergence of all aspect of media);
2) Interaktivitas dan konektivitas jaringan yang meningkat
(increased interactivity and network connectivity);
3) Mobilitas dan delokasi pengiriman dan penerimaan (mobility and
delocation of sending and receiving);
4) Adaptasi publikasi dan peran khalayak (adaptation of publication
and audience role);
5) Munculnya aneka bentuk gateway media (appearance of diverse new
forms of media gateway).
Selain itu, dijelaskan juga bahwa sesuatu yang muncul dari
media baru adalah fragmentasi dan kaburnya institusi media
(Santosa 2011, 42). Roger (1986) menjelaskan bahwa terdapat ciri-
ciri dari media baru, sebagai berikut:
1) Interactivity
Kehadiran media sosial yang interaktif oleh
perkembangan web yang terus berkembang menjadi faktor
enabler bagi warganya (netter/netizen) berkomunikasi secara
interaktif. Kemampuan sistem komunikasi baru ini (berupa
komputer sebagai komponennya) memfasilitasi individu
bekomunikasi hampir seperti dalam percakapan tatap muka
(face to face). Tingkat keinteraktifan internet mendekati level
129 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
komunikasi antarpribadi sehingga para partisipannya bisa
berkomunikasi secara lebih akurat, lebih efektif, dan lebih
memuaskan.
2) Demassification
Suatu pesan khusus dapat dipertukarkan secara
individual di antara para partisipan yang terlibat dalam jumlah
besar. Demassification juga berarti kontrol atau pengendalian
sistem komunikasi massa biasanya berpindah dari produsen
pesan kepada konsumen pesan
3) Asynchronous
Karakteristik ini bermakna bahwa teknologi komunikasi
baru mempunyai kemampuan mengirimkan dan menerima
pesan pada waktu-waktu yang dikehendaki oleh setiap peserta
(Rahadjo 2011). Hal ini yang membedakan dengan media lama
(old media) yang bersifat synchronous yang meniscayakan
komunikasi terjadi pada waktu bersamaan oleh kedua belah
pihak seperti perbincangan melalui telefon ataupun komunikasi
face to face (Hybel 2006).
Berikut ini adalah simplifikasi ciri-ciri media baru (new media)
menurut para ahli.
Terry Flew Roger Densi McQuail
• Komputer • Interaktivitas • Digitalisasi dan
(computer); (interactivity); konvergensi;
• Komunikasi • Demasifikasi • Peningkatan
(communication); (demassification); interaktivitas dan
• Isi (content) • Asinkronis konektivitas;
(asynchronous) • Mobilitas
pengiriman dan
penerimaan
pesan;
• Delokasi;
• Adaptasi
publikasi dan
peran khalayak;
130 | T e o r i K o m u n i k a s i
• Munculnya aneka
bentuk gateway
media;
• Kaburnya
institusi media.
131 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
1) Asal usul kebutuhan.
2) Kebutuhan sosial dan psikologis.
3) Pengharapan yang timbul akibat kebutuhan sosial dan
psikologis.
4) Media massa atau sumber-sumber lainnya yang digunakan.
5) Perbedaan pola terpaan media akibat keterlibatan dalam
aktivitas lain.
6) Timbulnya pemenuhan kebutuhan.
7) Timbulnya akibat-akibat yang mungkin tidak direncanakan.
Jay G. Blumler juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
khalayak yang aktif dalam pendekatan uses and gratification adalah
aktif dalam hal berikut:
1) Utility atau penggunaan – media digunakan khalayak dan
khalayak dapat menempatkan media ke dalam berbagai fungsi
penggunaan
2) Intentionally atau kesengajaan – motivasi utama khalayak
dalam mengkonsumsi isi media
3) Selectivity atau selektivitas – penggunaan media oleh anggota
khalayak merefleksikan adanya minat dan preferensi
4) Imperviousness to influence atau ketahanan terhadap pengaruh
– anggota khalayak membentuk arti sendiri terhadap isi yang
kemudian mempengaruhi apa yang ia pikirkan dan lakukan.
Mereka dapat menghindari berbagai macam pengaruh media.
Teori uses and gratification ini menjelaskan tentang sifat
khalayak yang aktif dalam mengkonsumsi media sehingga mereka
dapat selektif dalam memfilter pesan media yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya. Pemilihan media yang dilakukan oleh
audiens merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan mereka
dalam menerima informasi. Khalayak mengkonsumsi suatu media
didorong oleh motif tertentu guna memenuhi kebutuhan mereka.
Inti teori uses and gratification sebenarnya adalah pemilihan media
pada khalayak berdasarkan kepuasan, keinginan, kebutuhan, atau
motif dari khalayak. Pada dasarnya komunikasi terutama pada
132 | T e o r i K o m u n i k a s i
media massa tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
khalayak. Teori ini menggangap bahwa khalayak aktif dan selektif
dalam memilih media, sehingga menimbulkan motif-motif dalam
menggunakan media dan kepuasan terhadap motif-motif tersebut.
Khalayak memiliki sejumlah alasan dan usaha untuk
mencapai tujuan tertentu ketika menggunakan media. Mcquail dan
rekannya mengemukakan empat alasan mengapa audiens
menggunakan media, yaitu:
1) Pengalihan (disversion), yaitu melarikan diri dari rutinitas atau
aktivitas sehari-hari.
2) Hubungan personal, terjadi ketika orang menggunakan media
sebagai pengganti teman.
3) Identitas personal, sebagai cara memperkuat nilai-nilai individu.
4) Pengawasan (surveillance), yaitu informasi mengenai bagaimana
media membantu individu mencapai sesuatu
Menurut Rakhmat (2001) efek yang timbul dari diri
khalayak seperti emosi dan perilaku dapat dioperasionalisasikan
sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberi kepuasan.
Pendekatan uses and gratification tertuju pada khalayak yang berperan
aktif dan selektif dalam memilih dan menggunakan media sesuai
kebutuhannya. Khalayak sudah menentukan media mana yang
sesuai dengan kebutuhannya, merupakan gambaran nyata dari
upaya pemenuhan kebutuhan sesuai dengan motif. Khalayak aktif
memilih media karena masing-masing pengguna berbeda tingkat
pemanfaatan medianya.
3. Model Pendekatan Uses and Gratification
Berdasarkan para peneliti uses and gratifications, khalayak
secara aktif melakukan pemilihan media untuk memuaskan
kebutuhannya. Misalnya, jika ia membutuhkan infromasi, maka ia
akan memilih membaca surat kabar, menonton televisi,
mendengarkan radio, atau media apa pun yang menurutnya dapat
memuaskan kebutuhannya akan informasi. Hal ini berlaku juga bagi
133 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
khalayak yang melakukan pemilihan media untuk memenuhi
kebutuhannya akan hiburan dan lain-lain. Dengan kata lain,
khalayak menggunakan media karena didasari oleh motif-motif
tertentu. Perbedaan pola pemilihan media pada akhirnya menuju
pada perbedaan pola terpaan media media serta efek yang
ditimbulkan. Berikut beberapa motif penggunaan media yang
diutarakan oleh para ahli :
1) William J. McGuire seorang psikolog motivasional
menyebutkan terdapat 16 motif penggunaan media yang
dirangkum ke dalam dua motif utama dalam hubungannya
dengan gratifikasi media yaitu motif kognitif dan motif afektif.
a) Motif kognitif – menitikberatkan pada kebutuhan manusia
akan informasi dan mencapai tingkat ideasional tertentu.
b) Motif afektif – menitikberatkan pada aspek perasaan dan
kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu.
2) Denis McQuail, Jay G. Blumler, dan Joseph Brown (1972)
Denis McQuail, Jay G. Blumler, dan Joseph Brown
menggambarkan interaksi media dengan khalayak ke dalam
suatu model guna mengklasifikasikan 4 (empat) gratifikasi
media yang penting yaitu :
a) Pengalihan (diversion) – lari dari rutinitas sehari-hari atau
masalah yang dihadapi sehari-hari.
b) Hubungan pribadi (personal relationship) – menggunakan
media untuk menjalin pertemanan.
c) Identitas pribadi atau psikologi individual (personal identity or
individual psychology) – mencari media untuk menguatkan
nilai-nilai individu.
d) Pengawaan (surveillance) – mencari informasi untuk
membantu seorang individu mencapai sesuatu.
3) Elihu Katz, Michael Gurevitch, dan Hadassah Hass (1973)
Elihu Katz, Michael Gurevitch, dan Hadassah Hass
mengembangkan 35 macam kebutuhan yang diperoleh dari
fungsi sosial dan psikologis media massa dan
menempatkannnya kedalam 5 (lima) kategori, yaitu :
134 | T e o r i K o m u n i k a s i
a) Kognitif (Cognitive), yang meliputi informasi atau
pengetahuan.
b) Afektif (Affective), yang mencakup emosi, kesenangan,
perasaan.
c) Integrasi pribadi (Personal integrative), meliputi peningkatan
status atau kredibilitas.
d) Integrasi sosial (Social integrative), misalnya interaksi antara
anggota keluarga dan teman.
e) Melepaskan tegangan (Tension release), misalnya pelarian.
Selain terdapat motif yang digunakan dalam pendekatan uses
and gratification, Denis McQuail (1987) juga menjelaskan tentang
alasan-alasan khalayak menggunakan media, sebagai berikut:
1) Informasi (Information)
a) Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan
dengan lingkungan terdekat, masyarakat, dan dunia.
b) Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis,
pendapat, dan hal-hal lain berkaitan dengan penentuan
pilihan.
c) Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum.
d) Belajar, pendidikan diri sendiri.
e) Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan.
2) Identitas pribadi (Personal identity)
a) Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi.
b) Menemukan model perilaku.
c) Mengidentifikasikan diri dengan nlai-nilai.
d) Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri.
3) Integrasi dan interaksi sosial (Integration and social interaction)
a) Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain,
empati sosial.
b) Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan
meningkatkan rasa memiliki.
c) Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial.
d) Memperoleh teman selain dari manusia.
e) Membantu menjalankan peran sosial.
135 | B A B 4 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
f) Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak
keluarga, teman, dan masyarakat.
4) Hiburan (Entertainment)
a) Melepaskan diri dari permasalahan.
b) Bersantai.
c) Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis.
d) Mengisi waktu luang. Penyaluran emosi.
e) Membangkitkan gairah seks.
Di sisi lain, para peneliti menemukan bahwa gratifikasi yang
diperoleh khalayak tidak selalu berbanding lurus dengan pencarian
gratifikasi yang dilakukan oleh khalayak. Penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh Wenner (1982) lebih jauh memperlihatkan bahwa
gratifikasi yang diperoleh khalayak memiliki tingkatan gratifikasi
yang berbeda berdasarkan pencarian gratifikasi manakala khalayak
diterpa oleh program cara berita.
136 | T e o r i K o m u n i k a s i
BAB 5 PENGARUH KOMUNIKASI
MASSA TERHADAP INDIVIDU
138 | T e o r i K o m u n i k a s i
suatu sistem sosial. Dia menggambarkan sebuah inovasi sebagai ide
baru, praktek, atau objek dianggap baru untuk individu. Dia
menjelaskan bahwa teknologi adalah desain untuk tindakan
instrumental yang mengurangi ketidakpastian dalam hubungan
sebab akibat yang terlibat dalam mencapai hasil yang diinginkan.
Dia menjelaskan bahwa teknologi adalah informasi, bukan hanya
peralatan. Kebanyakan teknologi memiliki komponen hardware
dan software. Aspek hardware terdiri dari “alat yang mewujudkan
teknologi sebagai ibjek material atau fisik,” dan aspek software
terdiri dari “basis informasi untuk alat”.
2. Tahapan Difusi Inovasi
Salah satunya adalah model difusi inovasi yang banyak
dijadikan sebagai rujukan untuk studi komunikasi pembangunan
dan komunikasi. Model difusi inovasi ini dapat diaplikasikan dalam
bidang lain, bahkan banyak digunakan dalam bidang komunikasi
pendidikan, kesehatan, industri, kependudukan, dan keluarga
berencana. Model ini dapat digolongkan sebagai model
perencanaan komunikasi karena meiliki tahapan dalam
penyebarluasan sebuah gagasan atau ide-ide baru (inovasi). Karena
itu disebut sebagai model difusi inovasi. Rogers menjelaskan bahwa
proses pengenalan suatu inovasi (suatu ide, gagasan, atau barang)
ditentukan oleh tiga hal, yaitu:
1) Tahap Awal
Pada tahap awal (antecedent) khalayak dalam menerima
ide atau gagasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kepribadian penerima untuk berubah dengan menerima
sesuatu yang baru, wawasan sosial yang lebih luas (cosmopolitism)
daripada lingkungan sekitarnya, dan kebutuhan untuk memiliki
barang baru tersebut.
2) Proses
Dalam proses yang berkaitan dengan nilai-nilai sistem
sosial (social system), bahwa inovasi itu tidak bertentangan
dengan sistem sosial dan budaya khalayak (penerima), sehingga
139 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
mereka bisa toleran jika terjadi penyimpangan dari kebiasaan,
serta terjadinya komunikasi dengn barang baru tersebut. Kita 6
memahami proses inovasi pengambilan keputusan sebagai
permulaan dengan tahap pengetahuan yang bermula apabila
individu (atau keputusan lain untuk membuat unit) berfikir ke
keberadaan inovasi dan beberapa pemahaman tentang
bagaimana cara kerjanya.
Tahap selanjutnya adalah persuasi (persuasion). tahap
dalam proses pengambilan keputusan inovas, individu
membentuk sikap yang menyenangkan maupun tidak ke arah
inova yang akan dibuat, Pada tahap ini ide, barang, gagasan atau
inovasi dipertanyakan tentang kegunaannya (advantages),
Keuntungan relatif adalah tingkat inovasi yang dianggap
sebagai lebih baik dari gagasan sebelumnya ini sering
mengungkapkan dalam keuntungan ekonomi, status, atau
dengan cara lain. Keserasian (compatability), konsisten dengan
nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan memenuhi
kebutuhan calon konsumen dinilai dari sebuah ide yang lebih
kompatibel kurang dipastikan untuk potensi adopter kerumitan
(complexity), tingkat dimana inovasi yang dianggap sulit untuk
dipahami dan digunakan Ketercobaan (trialability), adalah
tingkat inovasi yang mungkin bereksperimen dengan dasar
yang terbatas. Ide-ide baru yang dapat mencoba pada rencana
akan secara umum akan diambil dan lebih cepat daripada
inovasi yang tidak dapat dibagi. Keterlihatan (observability),
adalah tingkat hasil inovasi yang terlihat oleh orang lain. Hasil
dari beberapa ide-ide diamati dengan mudah dan disampaikan
kepada orang lain, sementara beberapa inovasi sulit untuk
menerangkan kepada orang lain.
3) Konsekuensi
Sesudah tahap persuasi, selanjutnya tiba pada tahap
pengambilan keputusan (decision) untuk memiliki barang atau
menerapkan ide, gagasan, atau inovasi tersebut. Pada tahap
pengambilan keputusan, tejadi konsekuensi (consequences) pada
diri khalayak, yaitu menerima (adoption) atau menolak (rejection)
140 | T e o r i K o m u n i k a s i
sebagai bentuk konfirmasi (confirmation). Artinya jika ia
menerima ide, gagasan atau inovasi tersebut kemungkinannya
terus menggunakan jika ia sudah merasakan manfaatnya atau
tidak melanjutkan dengan mengganti jenis barang lain tapi
dengan fungsi yang sama (replacement), atau sama sekali tidak
melanjutkan karena tidak memenuhi harapannya
(disenchantment). Sebaliknya jika ia menolak, bisa terjadi karena
sejak awal penerima (khalayak) tidak melihat manfaatnya, dan
nanti ia menerima setelah orang lain berhasil, ataukah ia
menolak terus ide, gagasan atau inovasi tersebut karena tidak
sesuai dengan pikirannya atau bertentangan dengan sistem nilai
yang mereka anut. (Changara, 2013).
Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yaitu
komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk
fisik dari ide). Penerimaan suatu inovasi yang hanya mempunyai
komponen ide saja, pada hakikatnya merupakan suatu putusan
simbolis. Pandangan masyarakat terhadap penyebarluasan inovasi
memiliki lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara baru,
yaitu keuntungan relatif, keserasian, kerumitan, dapat dicobakan,
dan terlihat. Dari lima atribut yang sudah disebutkan diatas
menentukan bagaimana tingkat penerimaan suatu inovasi yang
didifusikan ditengah masyarakat. Penerimaan oleh masyarakat
tidaklah terjadi secara serempak, tetapi berbeda-beda sesuai dengan
pengetahuan dan keseimbangan menerima hal tersebut.
Dalam buku komunikasi inovasi, Vitalaya (2010)
menyebutkan proses difusi inovasi, terdapat empat unsur utama
yang penting untuk dipertimbangkan.
1) Inovasi
Dalam inovasi ini Rogers (1983) mengungkapkan lima
karakteristik inovasi meliputi:
a. Keuntungan relatif (Relative advantage)
Keuntungan relatif adalah suatu tingkatan di mana
ide baru (apabila diadopsi) dianggap sebagai sesuatu yang
141 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
lebih baik daripada ide lama yang telah diadopsi atau yang
telah ada sebelumnya. Tingkat keuntungan di sini biasanya
diukur dari keuntungan secara ekonomi walaupun mungkin
ada keuntungan lainnya. Adapun aspek-aspek yang didapat
adalah sebagai berikut:
a) Aspek ekonomi dan kecepatan adopter individu,
masyarakat, dan organisasi biasanya melakukan inovasi
atas pertimbangan agar di masa yang akan datang tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terutama kerugian
secara material. Adopsi inovasi semacam ini disebut
sebagai inovasi yang bersifat preventif (preventive
inovation).
b) Aspek status dan inovasi, keuntungan relatif lainnya
yang sering dipertimbangkan oleh para adopter adalah
keuntungan yang diperoleh akibat mengadopsi inovasi,
yaitu status sosialnya meningkat/naik.
c) Efek insentif bagi tingkat adopsi, pemerintah atau
lembaga swasta, sering memberikan insentif bagi
adopter dalam upaya mempercepat adosi inovasi bagi
individu atau masyarakat. Insentif ini dapat berupa
pembayaran dalam bentuk tunai atau bentuk lain yang
langsung maupun yang tidak langsung.
b. Keserasian (Compatibility)
Keserasian adalah level kesesuaian sebuah inovasi
dengan nilainilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan
kebutuhan adopter. Keserasian adalah tingkat keserasian
antara inovasi yang akan didifusikan dengan nilai-nilai,
pengalaman masa lalu dan kebutuhan potensi dari adopter.
Sesuai ide yang memiliki keserasian maka akan mengurangi
ketidak pastiannya bagi calon adopter sehingga tidak ada
kerugian untuk mengadopsi. Suatu inovasi harus memiliki
keserasian dengan, sistem nilai dan kepercayaan dari sosial
budaya setempat, ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya,
kebutuhan adopter untuk melakukan inovasi.
c. Kerumitan (Complexity)
142 | T e o r i K o m u n i k a s i
Derajat mudah atau tidaknya inovasi untuk
dipahami dan digunakan menurut adopter. Kerumitan
adalah tingkat di mana suatu inovasi dipersepsikan sebagai
relatif sulit untuk dimengerti atau digunakan.
d. Ketercobaan (Trialability)
Ketercobaan adalah derajat dimana suatu inovasi
dapat diuji coba pada batas tertentu pada skala yang
terbatas. Dengan dilakukannya uji coba maka adopter
potensial dapat melihat terlebih dahulu tingkat keberhasilan
atau peluang keberhasilan dari inovasi yang akan di adopsi.
Jika suatu inovasi dapat diuji cobakan maka akan dapat
mengurangi ketidak pastian pada calon adopter.
e. Keterlihatan (Observability).
Keterlihatan adalah tingkat di mana hasil suatu
inovasi dapat dilihat (visible) bagi orang lain. Keterlihatan
hasil inovasi yang dapat dilihat dengan mata maka
memungkinkan seseorang dapat mmpertimbangkan untuk
menerimanya, dari pada inovasi yang berupa abstrak yang
hanya 11 diwujudkan dalam pikiran, atau hanya dapat
dibayangkan.
2) Saluran Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia sejak lahir dan selama proses kehidupannya. Tindakan
komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan
manusia, mulai dari kegiatan yang bersifat individu, diantara
dua orang atau lebih, kelompok, keluarga, dan organisasi.
Menurut Rogers dan Kincaid (1981) bahwa komunikasi
merupakan suatu proses dimana partisipan membuat dan
berbagi informasi satu sama lain dalam upaya mencapai saling
pengertian.
Saluran komunikasi sebagai bagian dari proses
komunikasi merupakan salah satu elemen penting dan cukup
menentukan keberhasilan proses difusi inovasi. Komunikasi
merupakan suatu proses dimana partisipan menciptakan dan
143 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
berbagi informasi antara mereka untuk mencapai pemahaman
bersama. Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses
komunikasi yaitu:
a. Inovasi
b. Seorang individu atau satu unit adopsi lain yang memiliki
pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan
inovasi.
c. Orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai
pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi.
d. Saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit
tersebut.
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami dalam proses
difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh
seseorang atau unit tertentu yang telah memiliki pengetahuan
dan pengalaman menggunakan inovasi (inovator) kepada orang
atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan
pengalaman tentang inovasi tersebut (potensial adaptor)
melalui sebuah saluran komunikasi Saluran komunikasi
terdapat dua kategori yaitu: saluran media massa dan saluran
antar pribadi.
3) Waktu
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam
proses difusi. Dimensi waktu dalam proses difusi berpengaruh
dalam hal:
a. Proses keputusan inovasi, yaitu sejak saat orang menerima
informasi pertama sampai ia menerima atau menolak
informasi tersebut.
b. Keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori
relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir).
c. Jumlah rata-rata adopter dalam suatu sistem, yaitu seberapa
banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu
inovasi dalam periode waktu tertentu.
4) Sistem Sosial
144 | T e o r i K o m u n i k a s i
Menurut Widjajati (2010) menjelaskan bahwa sistem
sosial adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang
mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan
sejumlah orang dan kegiatannya itu berlangsung terus menerus.
Sistem sosial memengaruhi perilaku manusia, karena di dalam
suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan normanorma
yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat.
Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu
mempertahankan batasbatas yang memisahkan dan
membedakan dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain
itu, di dalam sistem sosial ditemukan juga mekanisme-
mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi
mempertahankan sistem sosial
Kemudian Rogers (1983) menyebutkan adanya empat
faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat
faktor tersebut adalah:
a. Struktur sosial (social structure), yaitu susunan suatu unit
sistem yang memliki pola tertentu.
b. Norma sistem (system norms, dapat menjadi faktor
penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat
berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility)
inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam
suatu sistem sosial.
c. Pemimpin opini (opinion leaders), dapat dianggap sebagai
pihak yang memiliki pengaruh, yaitu orang- orang tertentu
yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara
informal dalam suatu sistem sosial.
d. Agen perubahan (agent of change), merupakan orang yang
berpengaruh. Mereka sama-sama orang yang mampu
mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima atau
menolak suatu inovasi. Jadi pengaruh ini terjadi karena
orang lain yang mempengaruhi memiliki tingkatan yg tinggi
contohnya memiliki jabatan tinngi atau memiliki menjadi
tokoh desa dll. Tetapi agen perubahan lebih bersifat formal
145 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
yang ditugaskan oleh suatu agen (lembaga) tertentu untuk
mempengaruhi kliennya (Setyabudi, 2014).
148 | T e o r i K o m u n i k a s i
Teori Stimulus Respons (S-R) adalah model komunikasi
yang paling dasar. Teori ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi yang
menghubungkan Stimulus Respon. Teori ini mengasumsikan
komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana,
dimana kata – kata verbal, isyarat nonverbal, gambar – gambar, dan
tindakan – tindakan tertentu dapat merangsang orang lain untuk
memberikan respons dengan cara tertentu (Mulyana, 2008).
Menurutnya proses ini dianggap sebagai pertukaran atas
pemindahan informasi dan bersifat timbal balik, serta memiliki
banyak efek, dimana setiap efek dapat mengubah tindakan
komunikasi yang selanjutnya. Teori S-R juga berasumsi bahwa
perilaku (respons) manusia dapat diramalkan, sehingga komunikasi
dianggap statis. Manusia dianggap berperilaku karena kekuatan dari
luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan, atau
kemauan bebasnya. Teori ini juga mengasumsikan suatu pesan yang
telah dipersiapkan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam
skala yang sangat luas, sehingga secara serempak pesan tersebut
tersampaikan kepada sejumlah individu, dan bukan ditunjukkan
kepada orang perorang, (Effendy, 2003). Dalam awal munculnya
model – model komunikasi massa selalu digambarkan sebagai satu
arah saja. Hal ini dikarenakan pada saat itu khalayak masih dianggap
terlalu pasif dan menerima segala pesan yang disampaikan. Dalam
komunikasi massa, model stimulus respons melibatkan dua
komponen, yaitu media massa dan khalayak
Stimulus respons (S - R) adalah model komunikasi paling
dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya
yang beraliran behavioristic. Teori Stimulus respon merupakan
suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi
terhadap stimulus tertentu.Dengan demikian dapat dipahami
adanya antara kaitan pesan pada media dan reaksi audien (Hidjanto
Djamal, Andi Fachrudin, 2011). Dalam model stimulus respons,
setiap individu menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi
stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.
149 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
Asumsi dasar dari model ini adalah : media massa menimbulkan
efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan.
Stimulus Respon Theory atau SR Theory. Model ini menunjukan
bahwa komunikasi merupakan proses aksi komunikasi. Artinya
model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,
simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan
respon dengan cara tertentu. Teori ini merupakan prinsip yang
sederhana dimana efek merupakan reksi terhadap stimulus tertentu.
Dengan demikian, seorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat
antara pesan-pesan media dan reaksi audience.
Barger dan Lambert mengemukakan bahwa istilah S-R
sebenarnya merupakan sebutan yang salah karena mengabaikan
variasi yang lebih baru dari teori S-R yaitu O. Lebih lanjut para
pengarang ini mengemukakan bahwa teori S-R seharusnya adalah
teori S-O-R. Dengan kata lain, penjelasan psikologi yang lengkap
dalam kerangka S-R memerlukan adanya penambahan keadaan
internal dari Organisme (komunikan) dan respons pada prilaku dari
konsep S-R yang semula. Daripada mengacaukan istilah feedback
(umpan balik) dari Barger dan Lambert dengan istilah yang sama
sebagaimana digunakan dalam konsep komunikasi, lebih baik
menggunakan istilah peneguhan atau reinforcement untuk
mengartikan respons pada respons organisme (komunikan), yakni
menggunakan respon pada R saja (Effendy, 2003).
2. Prinsip Stimulus Respon
Menurut Fisher pendekatan psikologi komunikasi memiliki
empat ciri-ciri: yang pertama, penerimaan stimuli secara inderawi
(Sensory Reception of Stimuly), kedua, proses yang mengantarai stimuli
dan respons (Internal Mediation of Stimuly), ketiga, prediksi respons
(Prediction of Response), keempat, peneguhan respons (Reinforcement of
Response). Psikologi melihat komunikasi dimulai dengan dikenainya
masukan kepada organ-organ pengindra kita yang berupa data.
Stimuli berbentuk orang, pesan, suara, warna, dan segala hal yang
mempengaruhi kita.
150 | T e o r i K o m u n i k a s i
Bungin (2006) menjelaskan bahwa prinsip stimulus-respons
ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik
mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat
berpengaruh. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori jarum
hipodermik memandang bahwa sebuah pemberitaan media massa
diibaratkan sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh
darah audience, yang kemudian audience akan beraksi seperti yang
diharapkan. Dalam masyarakat massa, dimana prinsip stimulus-
respons mengasumsikan bahwa pesan informasi dipersiapkan oleh
media dan didistribusikan secara sistematis dan dalam skala yang
luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh
sejumlah besar individu, bukan ditujukan pada orang per orang.
Kemudian sejumlah besar individu itu akan merespon pesan
informasi tersebut. Pengguna teknologi telematika yang semakin
luas dimaksudkan untuk reproduksi dan distribusi pesan informasi
itu sehingga diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerima
dan respons oleh audience, sekaligus meningkatkan respons oleh
audience. Menurutnya prinsip stimulus-response ini merupakan
dasar teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses
terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Teori jarum
hipodermik memandang bahwa sebuah pemberitaan media massa
diibaratkan sebagai obat yang obat disuntikkan kedalam pembuluh
darah audience, yang kemudian audience akan bereaksi seperti yang
diharapkan. Dalam masyarakat massa, dimana prinsip
stimulusrespons mengasumsikan bahwa pesan informasi
dipersiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dan
dalam skala yang luas, sehingga secara serempak pesan tersebut
dapat diterima oleh sejumlah besar individu, bukan ditujukan pada
orang per orang, kemudian sejumlah besar individu itu akan
merespons informasi tersebut.
Perilaku seseorang dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus
semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti
stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam
151 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang
peranan penting. Proses perubahan sikap tampak bahwa sikap
dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar
melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley
yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga
variabel penting yaitu:(a) perhatian, (b) pengertian, dan (c)
penerimaan. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada
komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi
akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses
berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah
yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan
mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk
mengubah sikap.
Hosland et al (1953), mengatakan bahwa proses perubahan
perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses
perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada
individu yang terdiri dari :
1) Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat
diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima
atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi
perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus
diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
2) Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme
(diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada
proses berikutnya.
3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga
terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah
diterimanya (bersikap).
4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari
lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan
dari individu tersebut (perubahan perilaku).
152 | T e o r i K o m u n i k a s i
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya
perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus)
yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari
sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan,
gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat.
3. Konsep Stimulus Respon
Stimulus respon merupakan suatu prinsip belajar yang
sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus
tertentu. Dengan demikian dapat dipahami adanya antara kaitan
pesan pada media dan reaksi audien. Dalam teori stimulus respon
terdapat unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga unsur
tersebut adalah stimulus (pesan), Organism (komunikan) dan efek
(Respon). Masing-masing unsur memiliki pengertian sebagai
berikut :
1) Stimulus (Pesan)
Pesan atau message merupakan elemen penting dalam
komunikasi. Sebab pesan merupakan pokok bahasan yang ingin
disampaikan oleh kemunikator kepada komunikan. Dalam
komunikasi publik, pesan bernilai sangat besar. Karena inilah
yang menjafi inti dari terjalinnya komunikasi. Tanpa adanya
pesan maka kamunikasi baik antara komunikator dan
komunikan tidak akan dapat berjalan.
2) Organism (Komunikan)
Komunikan merupan elemen yang akan menerima
stimulus yang diberikan oleh komunikator. Sikap komunikan
dalam menyikapi stimukus yang diteria akan berbeda-bea.
Tergantung kepada masing-masing pribadi menyikapi bentuk
stimulus tersebut. Dalam mempelajari sikap ada tiga variabel
yang penting menunjang proses belajar tersebut yaitu:
perhatian, pengertian, penerimaan. Ketiga variabel imi menjadi
penting sebab akan menentukan bagaimana kemudian respon
yang akan diberikan oleh komunikan setelah menerima
153 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
stimulus. Sikap yang dimaksud disini adalah kecendrungan
bertindakan, berpikir, berpersepsi, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah
perilaku, tetapi lebih merupakan kecendrungan untuk
berprilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap, dengan
demikian pada kenyataan tidak ada istilah sikap yang berdiri
sendiri. Sikap juga bukanlah sekedar rekaman masa lalu, tetapi
juga menentukan apakah seseorang harus setuju atau tidak
setuju terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai,
diharapkan.
3) Respon (Efek)
Hosland et al (1953), mengatakan bahwa proses
perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses
belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan
proses belajar pada individu yang terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat
diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak
diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif
mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini.
Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme
(diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan
kepada proses berikutnya.
c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga
terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah
diterimanya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari
lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek
tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
e. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat
berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar
melebihi semula. Stimulus atau pesan yang disampaikan
kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin
ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian
154 | T e o r i K o m u n i k a s i
dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti.
Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses
berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan
menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah
sikap.
158 | T e o r i K o m u n i k a s i
kemudian disebut sebagai multi step flow communications atau
komunikasi banyak tahap (Schramm, 1973). Menurut Wiryanto
dalam bukunya teori komunikasi menyatakan bahwa pesan-pesan
media massa tidak seluruhnya mencapai mass khalayak secara
langsung, sebagian besar berlangsung secara bertahap. Tahap
pertama dari media massa kepada orang-orang tertentu di antara
massa audience (opinion leaders) yang bertindak selaku gate-
keepers (penyaring pesan) dan dari sini pesan-pesan media
diteruskan kepada anggota-anggota mass khalayak yang lain sebagai
tahap yang kedua sehingga pesan-pesan media akhirnya mencapai
seluruh penduduk (Wiryanto, 2000).
Asumsi-asumsi yang melatarbelakangi model komunikasi
dua tahap ini adalah :
1) Warga masyarakat pada dasarnya tidak hidup secara terisolasi,
melainkan aktif berinteraksi satu sama lainnya, dan menjadi
anggota dari satu atau beberapa kelompok sosial;
2) Tanggapan dan reaksi terhadap pesan-pesan media massa tidak
terjadi secara Iangsung dan segera, tetapi melalui perantara
yakni hubungan-hubungan sosial;
3) Para pemuka pendapat umumnya merupakan sekelompok
orang yang aktif menggunakan media massa serta berperan
sebagai sumber dan rujukan informasi yang berpengaruh.
Teori komunikasi dua tahap ini memiliki kelebihan dalam
penggunaannya, sebagai berikut:
1) Dapat membantu kita dalam memusatkan perhatian atas
adanya hubungan yang komplementer atau saling melengkapi
antara komunikasi massa dengan komunikasi antarpribadi;
2) Adanya peran aktif dari pemuka pendapat dan cara-cara
berkomunikasi tatap muka yang di pandang mempunyai
peranan penting dalam setiap situasi komunikasi, khususnya
bagi masyarakat di Negara berkembang;
159 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
3) Memberikan kerangka kerja yang secara konseptual dapat
dipakai guna meneliti gejalagejala komunikasi yang bersifat
kompleks;
4) Model dua tahap ini memperlihat dua hal yang menonjol, yaitu:
a. Diberikan perhatian khusus pada peranan pemuka
pendapat sebagai sumber informasi;
b. Beberapa penyempurnaan dari model komunikasii dua
tahap, sebagaimana dikenal dalam model komunikasi satu
tahap dan model komunikasi banyak tahap.
Selain itu, teori komunikasi dua tahap ini juga memiliki
kekurangan dalam penggunaannya, yaitu:
1) Model tersebut menyatakan bahwa individu yang aktif dalam
mencapai informasi hanyalah pemuka pendapat, sedangkan
masyarakat yang lain hanya bersikap pasif. Kegiatan pemuka
pendapat dianggap sebagai usaha untuk memperoleh
kesempatan berperan sebagai pemrakarsa komunikasi. Tapi
kenyataannya ada pemuka pendapat yang bersifat pasif pula;
2) Pandangan bahwa dalam proses komunikasi massa pada
hakikatnya terjadi dua tahap ternyata membatasi proses
analisisnya, sebab komunikasi dapat terjadi dalam dua tahap
atau lebih. Dalam kasus tertentu dapat saja terjadi proses
komunikasi satu tahap misalnya media massa langsung
mempengaruhi khalayak. Dalam kasus lain media massa
menimbulkan proses komunikasi banyak massa;
3) Proses komunikasi dua tahap menunjukan bahwa betapa
tergantungannya pemuka pendapat akan informasi yang
disebarkan oleh media massa. Sekarang informasi itu di dapat
bukan hanya dari media massa akan tetapi dari media lain;
4) Model komunikasi dua tahap mengabaikan perilaku khalayak
berdasarkan “waktu” pengenalan ide baru;
5) Model ini tidak menunjukkan adanya perbedaan peranan dari
pelbagai saluran komunikasi dalam hubungannya dengan
tahap-tahap inovasi;
160 | T e o r i K o m u n i k a s i
6) Adanya pemisahan khalayak antara pemuka pendapat dengan
masyarakat pengikut (followers). Padahal tidak selamanya
mereka yang bukan pemimpin (non leaders) adalah pengikut
dari pemuka pendapat.
164 | T e o r i K o m u n i k a s i
membicarakan suatu topik tertentu (Moy, Domke, & Stamm,
2001). Oleh karena itu, Noelle-Neumann tertarik dengan
kemungkinan pengujian dari asumsi ini.
2) Perasaan takut akan isolasi menyebabkan individu-individu
untuk setiap saat mencoba menilai iklim opini.
Asumsi yang kedua dari teori ini menyatakan bahwa
orang secara terus-menerus menilai iklim dari opini publik.
NoelleNeumann berpendapat bahwa individu menerima
informasi mengenai opini publik berasal dari dua sumber yaitu
observasi personal dan media. Noelle-Neumann (1991)
menyatakan bahwa orang terlibat di dalam kemampuan kuasi-
statistik untuk mengevaluasi opini publik. Indra kuasi-statistik
(quasi-statistical sense) berarti bahwa orang mampu untuk
memperkirakan kekuatan dari sisi-sisi yang berlawanan di
dalam sebuah debat publik. Mereka mampu melakukan ini
dengan mendengarkan pendapat orang lain dan
menggabungkan pengetahuan itu ke dalam pandangan mereka
sendiri. Sebagai contoh, indra kuasistatistik Carol Johansen
membuatnya percaya bahwa ia satu-satunya orang di tempat
tersebut yang menentang pemukulan terhadap anak. Ia dapat
melihat bahwa ia jelas kalah suara mengenai topik itu dan
mampu untuk menilai opini publik lokal mengenai topik
tersebut. Noelle-Neumann menyebutkan hal ini sebagai organ
frekuensi kuasi-statistik karena ia yakin bahwa orang seperti
Carol mampu memperkirakan secara angka di mana orang
berpihak pada suatu topik. Para teoretikus menyatakan bahwa
organ ini sedang “sangat waspada” selama masa-masa
ketidakstabilan. Jadi, indra kuasistatistik kita bekerja sangat
keras ketika melihat bahwa opini kita mengenai suatu topik
berbeda dengan pendapat mereka yang mayoritas dan berada di
sekeliling kita.
3) Perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik.
Asumsi yang terakhir dari teori ini adalah bahwa
perilaku publik dipengaruhi evaluasi opini publik. Noelle-
Neumann (1991) mengemukakan bahwa perilaku publik dapat
165 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
berupa berbicara mengenai suatu topik atau tetap diam. Jika
individu merasakan adanya dukungan mengenai suatu topik,
maka mereka akan cenderung mengkomunikasikan hal itu,
tetapi apabila mereka merasa bahwa orang lain tidak
mendukung suatu topik, maka mereka akan tetap diam. Selain
itu, Noelle-Neumann juga berpendapat bahwa kekuatan sinyal
dari sekelompok pendukung dan kelemahan dari kelompok lain
merupakan tenaga pendorong yang menggerakkan sebuah
spiral. Secara keseluruhan, orang bertindak sesuai dengan
perasaan orang lain. Noelle-Neumann percaya bahwa manusia
memiliki keengganan untuk mendiskusikan suatu topik yang
tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas. Kesediaan
untuk mengemukakan pendapat mungkin memiliki kaitan
dengan keyakinan-keyakinan seseorang dan penilaian dari tren
keseluruhan di dalam masyarakat.
166 | T e o r i K o m u n i k a s i
Fear of Social Isolation: Testing an Assumption from the Spiral of
silence adalah salah satu penelitian yang menolak teori spiral of silence
dan hanya memandangnya sebagai suatu asumsi saja. Penelitian
karya Shoemaker, et.al, 2000 menyebutkan bahwasannya ada yang
janggal dari teori ini. Ada dua variable yang hilang namun dirasa
penting sebagai variabel dalam teori ini antara lain variabel
komunikasi, dari mana dominan persepsi komunikasi itu muncul
dan variabel ketakutan isolasi. Mereka menemukan masih belum
ada yang mengetes teori ini dan menjadikan fear of isolation sebagai
dimensi atau indikator. Dalam penelitian mereka yang mengangkat
opini publik tentang aborsi guna mengetes teori spiral of silence masih
belum memberikan hasil yang memuaskan. Teori spiral of silence
masih meragukan dan minimal.
Akan tetapi berbeda halnya dengan salah satu penelitian
karya Susanna Hornig Priest yakni Public Discourse and Scientific
Controversy: A Spiral-of-Silence Analysis of Biotechnology
Opinion in the United States. Penelitian yang mengangkat tentang
isu-isu bioteknologi yang berkembang di masyarakat Amerika ini
berkata lain mengenai spiral of silence. Teori spiral of silence masih
relevan dalam menjelaskan bagaimana opini public itu berkembang.
Dalam kasus bioteknologi di Amerika, teori spiral of silence
menganggap bahwasannya seseorang akan memberikan argumen
yang berbeda atau bahkan diam jika berada dalam pendapat
minoritas, khususnya dalam sebuah budaya yang sangat
mendukung ilmu pengetahuan dan teknologi. Suatu review di
Harvard business review karya Leslie Perlow and Stephanie
William juga membahas hal yang sama seputar spiral of silence. Dalam
suatu perusahaan fenomena diam sering terjadi. Diam diasosiasikan
dengan banyak hal seperti kerendahan hati, penghormatan kepada
yang lain, suatu adat, terkadang juga sebagai bentuk rasa malu.
Dalam dunia bisnis diam (silence) adalah suatu langkah yang paling
tepat untuk menghindari konfrontasi dan bahaya sebagaimana
suatu perkataan. Sehingga arti kata diam disini tidak sesederhana
apa yang dijelaskan oleh spiral of silence. Review tidak secara langsung
167 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
mematahkan teori spiral of silence melainkan mengganti konsepnya
menjadi spiral of communication.
Peran media yang dijelaskan oleh teori spiral of silence sebagai
pembentuk opini dan mengarahkan perhatian khalayak untuk
meyakini suatu pandangan, pada saat ini kekuatannya mulai
diragukan. Saat ini sudah banyak khalayak yang aktif, selektif dan
cerdas dalam menilai setiap isu yang disajikan oleh media. Banyak
khalayak yang sadar bahwa betapa media saat ini sangat tidak
objektif. Berbagai kepentingan yang dilatarbelakangi oleh motif
bisnis, politik dan idiologis telah mengendalikan perilaku media.
Teori spiral of silence kurang mempertimbangkan aspek-aspek sosial
budaya dan tradisi yang ada dalam masyarakat yang tradisional,
dimana pada sistem budayanya mereka memiliki tradisi yang lebih
mengutamakan kesamaan pandangan maupun pendapat dalam
memandang sesuatu. Kemauan untuk memiliki kesamaan ini
bukanlah disebabkan oleh rasa takut untuk memiliki pandangan
yang berbeda, tetapi merupakan suatu tradisi dan sekaligus upaya
mereka dalam memelihara harmonisasi maupun menjaga sistim
yang telah mereka ciptakan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan adanya desakan
untuk melakukan reformasi telah merubah ketakutan menjadi
keberanian untuk menyatakan pendapat yang berisikan kebenaran
dan keadilan. Dalam kondisi ini, keberadaan teori spiral of silence
tidak mampu lagi menjelaskan fenomena yang ada secara lebih
lengkap, karena ada beberapa hal yang justru telah berubah. Detaq
(2019) mengemukakan dalam artikelnya bahwa teori spiral of silence
menjadi lebih menarik ketika berada dalam lingkungan media
sosial. Pembeda antara kelompok minoritas dan mayoritas semakin
sulit ditemukan karena sama-sama memiliki kesempatan yang sama
untuk berkomentar. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Thorvy
dan Nurcahyo (2017) bahwa dalam media sosial setiap orang
memiliki kebebasan mengutarakan pendapatnya tanpa harus
merasa takut pendapatnya berbeda dengan orang lain. Hal ini tentu
bertentangan dengan teori spiral of silence. Dalam kondisi ini dapat
168 | T e o r i K o m u n i k a s i
dikatakan bahwa teori spiral of silence semakin terlihat kelemahannya.
Kelemahan teori spiral of silence juga dibuktikan oleh Eriyanto
(2012). Berdasarkan penelitiannya ia mengemukakan bahwa teori
ini tidak sesuai dalam negara transisi demokrasi karena lahir dalam
konteks negara maju yang berasumsi bahwa warga negaranya
memiliki akses media dan kebebasan mengeluarkan pendapat.
169 | B A B 5 P e n g a r u h K o m u n i k a s i M a s s a
DAFTAR PUSTAKA
171 | T e o r i K o m u n i k a s i
Charley, H., dan Weaver, C. (1998). Foods (A. Scientific Approach).
Prentice Hall Inc., New Jersey. Halaman 76.
Cohen, Bernard C. (1969). The Press and Foreign Policy, 3th ed ,
New Jersey : Princeton University Press
Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., (2005). Komunikasi
Bisnis dan Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Darmastuti, Rini. (2013). Mindfulness Dalam Komunikasi Antar
Budaya, Yogyakarta: Buku Litera
Deddy Mulyana, (2011). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Rosdakarya.
Deetz, S. (2001). Conceptual foundations. In M. Jablin & L. Putnam,
The New Handbook of Organizational Communication (pp. 3-
46). California: Sage publication Inc.
Defleur, M.L., dan S. Ball Rokeach. (1975). Theories of Mass
Communication, 3th ed. New York: David McKay.
DeSanctis, G. and Poole, M. S. (1994). Capturing the Complexity in
Advanced Technology Use : Adaptive Structuration Theory,
Organization Science, 5(2), p. 121–147.
Detaq, A, (2019). Spiral of Silence Dalam Kasus Intoleransi di
Indonesia.
Devito, Joseph. (1997). Komunikasi Antarmanusia. Professional Books:
Jakarta
Dimyati T.T. dan Dimyati A. 1992. Operation Research : Model-model
Pengambilan Keputusan, CV. Sinar Baru Bandung : Bandung.
Dina, (2013). Teori Sosiometris.
http://dinavirginitie.blogspot.com/2013/07/teori-
sosiometris.html diakses pada 18 Desember 2022.
Effendy. (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
172 | D a f t a r P u s t a k a
Eriyanto. (2018). Media dan Opini Publik. Depok: PT RajaGrafindo
Persada.
Everett M. Rogers. (1983). Diffusion of Innovations. London: The Free
Press.
Fazatin, Nila. (2021). Teori Spiral of Silence dalam Kajian Gender di
New Media. SELASAR KPI: Referensi Media Komunikasi dan
Dakwah, Vol 1 No. 1, 45-54.
Feist, J. & Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian (Edisi ketujuh).
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Gibbons, F. X., & Buunk, B. P. (1999). Individual Differences In Social,
Comparison: Development And Validation Of A Measure Of
Comparison Orientation. Journal of Personality and Social
Psychology, 76(1), 129–142.
Goldhaber, G.S. (1993). Organizational Communication. New York:
Mc Graw-Hill.
Greenberg, Jerald dan Robert A. Baron. (2003). Behavior in
Organization. Prentice Hall. New Jersey.
Greenberg. J. S. (2002). Comprehensive Stress Management.(7 ED).
United State: Mc Graw Hill Company Inc.
Griffin, R. W., & Ebert, R. J. (2006). Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Hendra, Y. (2019). Spiral of Silence Theory Versus Perkembangan
Masyarakat sebuah Penjelasan dan Kritik Teori. Jurnal
Simbolika: Research and Learning in Comunication Study, 5 (2):
106-117.
Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin. (2011). Dasar-Dasar
Penyiaran. Jakarta, Kencana, Prenada Media Group.
Hosland, et al (1953) dalam Notoatmodjo, Soekidjo, 1997, Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
173 | T e o r i K o m u n i k a s i
Katz, E., Gurevitch, M., & Haas, H. (1973). On the Use of the Mass
Media for Important Things. American Sociological Review, 38
(2), 164-181.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. (2005). Perilaku Organisasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Leon Festinger.(1954). A Theory of Social Comparison Processes.
London: SAGE.
Lianawati, Lianawati (2008). "Perbandingan Sosial." Metamorfosis, vol.
2, no. 11.
McQuail, D. (2010). McQuail's Mass Communication Theory.
Netherlands: SAGE Publications, Ltd.
Moreno, J.L. 1953. Who shall survive? New York: Beacon House.
Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Morrison, Allastair M. (2002). Hospitality and Travel Marketing 3 rd
Edition. Delmar : New York.
Muhammad, Arni. (1995). Komunikasi Organisasi. Jakaerta : Bumi
Aksara.
Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. (2008). Komunikasi efektif “Suatu pendekatan lintas
budaya”. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. Cetakan-1, (2004). Komunikasi Populer, Kajian
Komunikasi Dan Budaya Kontemporer. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.
Muniruddin, (2019) KOMUNIKASI PENGEMBANGAN
MASYARAKAT ISLAM ANALISIS TEORI DIALEKTIKA
RELASIONAL. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 7 No. 1
Tahun 2019, 62-74.
174 | D a f t a r P u s t a k a
Natsir, Fahri (2016) Komunikasi Pasangan Pernikahan Antar Etnis
Bugis dan Etnis Tionghoa Di Sengkang Kabupaten Wajo (Studi
Komunikasi Antar Budaya). Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Noelle Neumann, E. (1973). Return to the concept of powerful mass
media. In H. Eguchi and K. Sata, eds., Studies of Broadcasting:
An International Annual of Broadcasting Sciene. Tokyo:
Nippon Hoso Kyokai.
Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Raja Gafindo Persada:
Jakarta.
Nurudin. (2011). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Petronio, S. (2002). Boundaries of Privacy:Dialectic of Disclosure.
United States of America: State University of New York.
R. Wayne Pace, Don F. Faulos. (2006). Komunikasi Organisasi: Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan (editor Deddy Mulyana, MA,
Ph.D.). Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Rafiq, Mohd. (2012). Dependency Theory (Melvin L. DeFleur dan
Sandra Ball Rokeach). HIKMAH, Vol. VI, No. 01 Januari 2012,
01-13.
Rahmawati, Rahmawati, et al. (2018). "Spiral Of Silence Theory dalam
Pemilihan Kepala Daerah." Hermeneutika, vol. 4, no. 1,
doi:10.30870/hermeneutika.v4i1.4819.
Rivai, Veitzal., (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT.Rajagrafindo
Persada.
Rogers, E. M. dan F. F Shoemaker. (1971). Communication of
Innovations. New York. The Free Press.
Ruliana, Poppy. (2014). Komunikasi Organisasi : Teori dan Studi Kasus.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
175 | T e o r i K o m u n i k a s i
Rusmiarti, Dewi A, (2015). "Analisis Difusi Inovasi dan Pengembangan
Budaya Kerja pada Organisasi Birokrasi." Masyarakat
Telematika dan Informasi, vol. 6, no. 2, pp. 85-100.
Saidah, Musfiah. (2021). Manajemen Privasi Komunikasi di Era
Transparansi Informasi (Studi Pada Pelanggaran Privasi Dalam
Hubungan Pertemanan). Jurnal INTERAKSI PERADABAN,
Vol. 1 No. 2 2021, 193-217.
Schein, Edgar H, (2004). Organizational Culture and Leadership, Third
Edition, Jossey –Bass Publishers, San Francisco.
Severin, Werner J. & James W. Tankard, Jr., (2011). Teori Komunikasi
Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa edisi
kelima, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Siahaan, Marihot P, S.E. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soerjono Soekanto, (2009), Peranan Sosiologi Suatu Pengantar,
EdisiBaru, Rajawali Pers, Jakarta.
Tambunan, N., (2018), Pengaruh Komunikasi Massa terhadap
Khalayak, SIMBOLIKA, 4 (1): 24-31.
Tiara Kharisma, Firman Kurniawan Sujono. (2018). ANALISIS
STRUKTURASI ADAPTIF: IMPLIKASI PENGGUNAAN
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PELAYANAN
INFORMASI PUBLIK ORGANISASI PEMERINTAHAN.
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 22 No.2,
Desember 2018,110-125.
West, Ricard & Lynn H. Turner. 2012. Pengantar TeoriKomunikasi
Analisis dan Aplikasi. Terjemahan dari Introducing
Communication Theory: Analysis and Application. Jakarta:
Salemba Humanika.
West, Richard, Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.
176 | D a f t a r P u s t a k a
Wibowo. (2010). Manajemen Kinerja. Rajawali Pers. Jakarta.
Wood et al. (2001). Organizational Behavior An asia Pacific Perspective.
First Edition. John Willey & Sons. USA.
Zohurul. (2009). Does ob Matter on Organizational Change ? Evidence
From Depz. Bangladesh: Journal of South asian.
177 | T e o r i K o m u n i k a s i