Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TEORI KOMUNIKASI

“Teori Komunikasi dalam Media”

OLEH

KELOMPOK 11

Tasya Maiyura 2110862015


Algivary Fadli 2110863007
Henni Haris Rifai 2110863013
M. Zikhri 2110863015

DOSEN PENGAMPU :

Elva Ronaning Roem, Dr. M.Si


Sarmiati, Dr. M.Si

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. karena rahmat dan karunianya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“Teori Komunikasi dalam Media”. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah tak lain untuk membantu pembaca memahami terkait Teori
Komunikasi dalam media.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teori Komunikasi dan
untuk memahami Teori Komunikasi dalam media serta hal-hal yang berkaitan tentangnya dalam
penerapan dalam kehidupan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sarmiati, Dr. M.Si
dan Ibu Elva Ronaning Roem, Dr. M.Si selaku dosen pengampu pada mata mata kuliah Teori
Komunikasi dalam bimbingannya mengarahkan dan memberikan kami ilmu terkait pembelajaran
ini. Selain itu, ucapan terimakasih kasih turut kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Makalah ini kami susun semaksimal mungkin dengan segala kemampuan yang kami
miliki. Namun, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
mohon kritik dan saran yang membangun sebagai koreksi bagi kami agar lebih baik ke
depannya. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Padang, 28 Mei 2023

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 2
2.1 Tradisi Semiotik ............................................................................................................... 2
2.1.1 Jean Baudrillard dan Semiotika Media ..................................................................... 2
2.2 Tradisi Sosiokultural ........................................................................................................ 3
2.2.1 Teori Media ............................................................................................................... 4
2.2.2 Fungsi Penyusunan Agenda ...................................................................................... 4
2.2.3 Penelitian Media ....................................................................................................... 4
2.3 Tradisi Sosiopsikologis .................................................................................................... 5
2.3.1 Tradisi Pengaruh ....................................................................................................... 5
2.3.2 Teori Pengembangan ................................................................................................ 7
2.3.3 Penggunaan, Kepuasan, dan Ketergantungan ........................................................... 8
BAB III......................................................................................................................................... 10
PENUTUP.................................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 10
3.2 Saran ............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi media telah menjadi bagian utama dari kehidupan modern kita.
Perkembangan teknologi dan kemajuan dalam media telah mengubah cara kita
berinteraksi, mendapatkan informasi, dan mengonsumsi konten. Media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dan internet telah menjadi sarana utama dalam
menyampaikan pesan kepada khalayak yang lebih luas. Komunikasi media memainkan
peran penting dalam membentuk persepsi, sikap, dan perilaku individu dan masyarakat
dalam konteks sosial, budaya, dan politik.
Dalam ilmu komunikasi sendiri, ada beberapa tradisi komunikasi yang berkaitan
dengan komunikasi media ini seperti tradisi semiotika yang berfokus kepada simbol dan
makna dalam analisis dan representasi konten yang ada di media, tradisi sosiokultural
yang membahas tentang konteks sosial dan budaya dalam produksi dan konsumsi
media, dan tradisi sosiopsikologis yang memahami interaksi individu dengan media
menggunakan pendekatan psikologis. Tradisi-tradisi ini tentunya akan membantu kita
memahami bagaimana media menciptakan, menyampaikan, dan mempengaruhi pesan
serta bagaimana audiens merespons dan memaknainya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dikaji, maka dapat ditarik ruumusan
masalah dalam penulisan ini yaitu adalah “Apa saja tradisi dalam komunikasi media
beserta teori-teori yang terdapat di dalamnya?”

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalahnya, yaitu adalah untuk
mengetahui tradisi-tradisi di dalam komunikasi media beserta teori-teori yang terdapat
di dalam masing-masing tradisi tersebut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tradisi Semiotik


2.1.1 Jean Baudrillard dan Semiotika Media

Istilah simulacra merupakan sebuah sebuatan teori untuk menjelaskan sebuah


simbol atau tanda dan citra yang tampak dalam realitas yang tidak ada rujukan dalam
kebenaran keberadaannya. Akan tetapi simulasi ini menciptakan sebuah citra, tanda, dan
simbol yang kemudian menjadi bagian dari sebuah realitas. Menurut Baudrillard pada
saat ini komunikasi interaksi yang ditampilkan oleh media massa cenderung
mengabaikan realitas yang susungguhnya. Setiap orang dapat dengan mudah menerima
informasi yang dihasilkan dalam dunia virtual yang berbentuk iklan dengan
menampilkan hasil yang sempurna sehingga orang tergiur untuk dapat meniru apa yang
disampaikan dalam iklan. Iklan menjadi model dari simulcra karena komunikasi yang
ditampilkan seolah-olah adalah sebuah realitas sebenarnya sehingga masyarakat yang
melihatnya mengikuti gaya komunikasi yang diserap dalam iklan media massa yang
sesungguhnya itu adalah manipulasi. Tidak ada kebenaran yang absolut yang
ditampilkan dalam iklan, semua itu adalah simulasi. Simulacra membentuk sebuah citra
yang tidak memiliki proses referensi oleh Baudrillrad disebut dengan simulacrum.
Simulacrum adalah tahapan pembentukan citra yang sama sekali tidak memiliki
hubungannya terhadap kenyataan realitas. Baudrillard memberikan contoh citra
simulacra yang hadir di dunia adalah kehadiran Disneyland,

Baudrillad menulis dalam bukunya "Disneyland adalah model sempurna semua


gambaran dari simulacra. Di dalamnya terdapat sebuah permainan ilusi dan permaianan
bayangan impian seperti banyak laut dan gambaran masa depan. Dunia khayalan mampu
dan sukses mengoperasikan dunia” (Baudrillard 1985). Sangat jelas sekali pendapat
Baudrillrad tentang Disneyland adalah refresentasi dari dunia ilusi dan fantasi yang tidak
pernah ada sebelumnya. Kehadairannya dalam realitas dalam sebuah bentuk pikiran
imajiner yang tercipta sebagai simulacrum, sebagai simulacra disneylad memperlihatkan
kenyataannya bahwa ia mampu menapilkan dunia yang terlihat nyata bahkan kenyataannya

2
melibihi realitas sesungguhnya. Dan Perkembangan teknologi yang sangat canggih dan
luar biasa kini mampu memudahkan setiap individu yang terpisah oleh ruang dan jarak
bahkan waktu untuk berkomunikasi langsung, hal ini juga menjadi bentuk dari simulasi
dan simulacra. Maraknya pengguna media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Twitter dan
Instagram, dan yang lainnya adalah media masa yang menjadi sarana yang digunakan oleh
masyarakat saat ini untuk nelakukan berkomunikasi dan berinteraksi berbagi informasi
antara individu dengan individu yang lain, yang berkomunikasi di dunia maya secara
langsung, pada waktu yang sama tetapi mereka bisa berada di tempat yang berbeda.

Dalam teori simulacra Jean Baudrillard masyarakat kontemporer di bawa kepada


realitas virtual, fenomena seperti ini menjadi budaya konsumsi citra yang di tawarkan oleh
media massa. Simulasi yang ditampilkan membuat masyarakat menjadi terpurung.
Masyarakat di giring pada kenyataan realitas yang palsu yang diciptakan oleh simulasi.
Realitas yang bukan keadaan sebenarnya yang kemudian dicitrakan dalam bentuk realitas
yang mendeterminasikan kesadaran masyarakat, inilah yang disebut dengan realitas semu
(hyper-reality). Realitas seperti ini tercipta oleh jennis-jenis media yang dijadikan acuan
referensi untuk masyarakat pada umumnya. Dengan media, dunia imajinasi terbentuk dan
disusughkan oleh simulator dan pak akhirnya menggiring masyarakat pada suatu kesadaran
palsu di ciptakan oleh simulator tersebut. Keadaan seperti inilah yang dikatakan oleh
Baudrilard ruang simulacra.

2.2 Tradisi Sosiokultural


Tradisi sosiokultural mengacu pada pendekatan studi komunikasi dan media yang
menekankan hubungan antara budaya, masyarakat, dan konteks sosial dalam memahami
produksi, distribusi, dan konsumsi media. Tradisi ini mencakup berbagai teori dan
pendekatan yang mengakui peran budaya dan konteks sosial dalam membentuk dan
mempengaruhi media dan interaksi sosial di dalamnya. Dalam konteks ini, ada beberapa
konsep yang relevan seperti teori media, fungsi konfigurasi dan penelitian media aksi
sosial.

3
2.2.1 Teori Media
Teori media adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk memahami dan
menjelaskan peran media dalam masyarakat. Ini termasuk memeriksa bagaimana media
membentuk opini publik, memengaruhi perilaku, dan berkontribusi pada pembentukan
identitas sosial. Beberapa contoh teori media yang relevan dengan tradisi sosiokultural
adalah teori kultivasi, teori pemrosesan sosial, dan teori ketergantungan media.
2.2.2 Fungsi Penyusunan Agenda

Fungsi penalaan merupakan konsep penelitian komunikasi yang berkaitan


dengan kekuatan media untuk memutuskan isu-isu yang dibicarakan dan diperdebatkan
di depan umum. Media memiliki kemampuan untuk memilih, memprioritaskan, dan
memberikan perhatian yang berbeda pada isu-isu tertentu, sehingga memengaruhi apa
yang menjadi kepentingan umum. Dalam tradisi sosiokultural, fungsi agenda berkaitan
dengan pengaruh budaya, politik, dan kekuatan sosial dalam menetapkan agenda media.

2.2.3 Penelitian Media

Penelitian tindakan media sosial (media action research) adalah metode penelitian
yang melibatkan intervensi atau tindakan langsung di masyarakat dengan tujuan
mempengaruhi atau mengubah praktik media yang tidak adil atau tidak pantas. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mempromosikan perubahan sosial yang positif melalui
pemberdayaan masyarakat dalam konteks media. Penelitian media sosial
menggabungkan dimensi teoretis dan praktis untuk membawa perubahan sosial melalui
partisipasi aktif masyarakat dalam proses produksi dan konsumsi media. Secara umum,
tradisi sosiokultural dalam kajian komunikasi dan media menekankan pentingnya
memandang media sebagai produk sosial yang dibentuk oleh budaya dan konteks sosial.
Hal ini memungkinkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang peran media
dalam masyarakat dan bagaimana interaksi sosial dan pengaruh budaya terkait dengan
produksi, distribusi, dan konsumsi media.

4
2.3 Tradisi Sosiopsikologis
2.3.1 Tradisi Pengaruh
Teori - teori mengenai pengaruh pada komunikasi massa sudah mengalami
perubahan dan perkembangan yang pesat. Teori pertama, yaitu teori “jarum suntik” atau
Hypodermic. yang mana pesan - pesan yang disampaikan oleh media dapat
mempengaruhi audiens tanpa filter, dan diyakini sangat berpengaruh kuat dalam
membentuk opini masyarakat. Teori ini mengansumsikan pesan yang disampaikan oleh
media itu ibaratnya sebuah peluru yang ditembakkan kepada audiens, lalu menembus
pikiran audiens tanpa menolaknya. Teori ini awal mulanya berkembang saat perang
dunia I dan II, dimana pada dekade 1920-an Harold Lasswell mengembangkan tulisan
mengenai teknik propaganda politik yang bertujuan untuk membangun opini publik agar
percaya dengan langkah dan kebijakan yang diambil oleh negara pada saat itu. Setelah
itu, pada dekade 1950-an teori Hypodermic dikembangkan oleh Willbur Schramm, yang
asumsinya sangat mirip yaitu audiens disini merupakan sasaran media yang bersifat
pasif.
Namun, ilmu komunikasi berkembang dari masa ke masa. 20 tahun kemudian
tepatnya tahun 1970-an, Raymond Bauer memiliki pendapat yang bertentangan dengan
teori Hypodermic yang mengansumsikan audiens itu pasif. Raymond Bauer mengatakan
bahwa audiens dalam menerima pesan dari media itu bersifat aktif bukanlah pasif. Ia
menekankan juga dalam menerima pesan dari media, audiens juga dipengaruhi oleh
variabel - variabel yang berinteraksi dan memberikan pengaruh. Bauer yakin akan ada
banyak penelitian yang membahas tentang pengaruh media. Tidak lama dari itu, teori
“Jarum Suntik” diikuti oleh teori “Hipotesis arus dua langkah” yang beranggapan bahwa
media itu memiliki pengaruh yang kecil karena sudah dipengaruhi berbagai variabel.
Audiens disini dipandang sebagai perorangan yang berinteraksi. Mudahnya, hipotesis
dua langkah ini dapat diasumsikan seperti berikut : Pesan disampaikan melalui media
oleh komunikator kepada opinion leader, lalu dari mereka pesan disampaikan kepada
audience lainnya. Misalnya saat kita hendak berbelanja suatu produk, Seorang
influencer akan membuat konten berdasarkan pesan yang ia dapat dari media, lalu dari
pengetahuan tersebut ia akan me-review produk tersebut dan membuat kita tertarik
untuk membeli produk. Influencer disini menjadi opinion leader yang mempengaruhi

5
kita.
Pada bukunya di tahun 1949, Joseph Klapper menjelaskan rasa prihatinnya
terhadap masih banyaknya orang yang percaya bahwa media itu memiliki kekuatan yang
sangat besar yang di tuangakan ke dalam teori Fenomenistik. Teori Fenomenistik
menyatakan bahwa sebuah media jika dibandingkan dengan faktor psikologis, status
sosial, fanatisme, keanggotaan kelompok, pendidikan dan lainnya akan memiliki efek
langsung yang cenderung lemah. Teori Klapper ini sering disebut juga dengan teori
Penguatan (reinforcement theory) yang fokus utamanya yaitu pengaruh media untuk
menguatkan, bukannya mengubah sikap dan prilaku seseorang. Klapper
mengembangkan tesis bahwa komunikasi massa tidak langsung menyebabkan pengaruh
pada audiens, tetapi termediasi oleh variabel lain. Jadi, media itu adalah salah satu alasan
pendukung.
Kemudian juga ada Teori Keterbukaan Selektif. Teori ini adalah teori lainnya
yang muncul untuk menjelaskan pengaruh media,selain dari teori peluru dan teori
penguatan tadi. Asumsi di dalam teori ini yaitu adanya pengaruh pada audiens itu
ternyata dimediasi oleh selektifitas, misalnya seperti factor kelompok dan interpersonal
yang berarti bahwa anggota audiens disini bersifat selektif dalam keterbukaan mereka
terhadap berbagai informasi. Teori ini memperkirakan bahwa variabel - variabel mediasi
akan menghalangi pengaruh dari media.
Namun, makin kesini banyak peneliti yang kembali kepada model atau teori yang
memiliki pengaruh yang kuat, yaitu Teori Pengaruh Terbatas yang dikemukkan oleh
Elisabeth Noelle - Neumann. Ia berpendapat bahwa teori pengaruh terbatas ini telah
mengubah pengertian dan penafsiran penelitian selama bertahun - tahun dan juga bahwa
pengajaran tentang ketidakberdayaan media itu tidak lagi dapat dipertahankan, yang
merujuk kepada teori peluru, teori penguatan, dan teori keterbukaan selektif tadi. Noelle
- Neumann melalui teori ini secara tidak langsung menyatakan pemikirannya ini
berlawanan dengan pemikiran Joseph Klapper yang berasumsi media itu lemah jika
disandingkan dengan variabel mediasi lainnya. Teori pengaruh terbatas disini lebih
memberikan perhatian khusus pada pengaruh dari menonton televisi pada eranya.

6
2.3.2 Teori Pengembangan
Teori pengembangan atau yang biasanya disebut dengan Teori Kultivasi ini
dikemukakan oleh George Gerbner bersama rekan-rekannya pada tahun 1969. Munculnya
teori ini dilatarbelakangi oleh penelitian tentang “indikator budaya” untuk mempelajari
pengaruh menonton televisi. Teori ini muncul ketika adanya perdebatan antara kelompok
ilmuwan komunikasi yang mempercayai efek kuat media massa dengan kelompok yang
mempercayai keterbatasan efek media dan juga antara kelompok yang menganggap efek
media massa bersifat langsung dengan kelompok yang menganggap efek media massa
bersifat kumulatif atau tidak langsung.
Kemudian, Gerbner bersama rekan-rekannya melanjutkan penelitian ini dengan
berfokus pada efek media massa dalam kehidupan sehari-hari melalui Cultivation Analysis.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa penonton televisi
dalam kategori berat (heavy viewers) cenderung mempercayai bahwa dunia ini merupakan
tempat yang berbahaya dan menakutkan daripada penonton televisi kategori ringan (light
viewers). Menurut Gerbner, media massa mampu menanamkan nilai dan sikap tertentu
dalam masyarakat. Media juga mempengaruhi penonton untuk meyakini sikap dan nilai
yang ditanamkan oleh media tersebut, sehingga heavy viewers memiliki kecenderungan
untuk memiliki sikap yang sama.
Terdapat 6 asumsi dari teori ini, yaitu:
1. Televisi merupakan media yang unik karena memiliki sifat Persasive (tersebar dan
hampir dimiliki semua keluarga), Assesible (mudah diakses karena tidak memerlukan
kemampuan literasi), dan Coherent (adanya dasar yang sama dalam penyampaian
pesan walaupun program dan waktunya berbeda).
2. Menurut Teori Kultivasi ini, semakin lama seseorang menonton televisi maka akan
semakin kuat kecenderungan mereka untuk menyamakan realitas televisi dengan
realtias sosial. Sederhananya, penonton menganggap bahwa kenyataan apapun yang
ditampilkan di televisi merupakan kenyataan sebenarnya. Namun, pengaruh ini lebih
cenderung dialami oleh heavy viewers.
3. Light viewers cenderung memiliki akses untuk sumber informasi dari berbagai jenis
media. Sedangkan, heavy viewers cenderung hanya memiliki televisi sebagai sumber

7
utama informasi mereka. Dapat disimpulkan bahwa, keterbatasan akses dan
kepemilikan media yang dialami oleh heavy viewers mengakibatkan mereka hanya
mengandalkan televisi saja sebagai sumber utama informasi. Begitu pula sebaliknya,
light viewers yang memiliki sumber informasi dari media yang variatif menyebabkan
pengaruh televisi tidak begitu kuat terhadap mereka.
4. Terpaan televisi yang bersifat intens dan juga terus menerus mengakibatkan pesan
yang disampaikan diterima oleh masyarakat sebagai pandangan konsensus
masyarakat. Misalnya adalah ketika media terus menerus menayangkan bahwa
kelompok etnis tertentu memiliki gambaran yang negatif. Maka penonton akan
mengadopsi kenyataan tersebut sebagai realitas yang sebenarnya dan kemudian
perlahan-lahan akan diterima oleh masyarakat sebagai pandangan konsensus.
5. Televisi membentuk mainstreaming dan resonance. Mainstreaming adalah proses
dimana terjadi penyeragaman berbagai pandangan masyarakat tentang dunia di sekitar
mereka. Sedangkan resonance berarti pengaruh pesan media terhadap persepsi realita
masyarakat akan semakin kuat apabila apa yang dilihatnya di televisi adalah hal-hal
yang mereka lihat di kehidupan nyata.
6. Perkembangan teknologi baru akan memperkuat pengaruh dari televisi. Banyaknya
teknologi-teknologi komunikasi yang baru saat ini tidak akan mengurangi dampak
televisi sebagai sebuah media, malahan pada kenyataannya akan memperkuat dampak
tersebut.

Contoh dari Teori Kultivasi ini adalah penayangan film-film bergenre aksi yang
penuh dengan kekerasan. Penayangan ini mengakibatkan penontonnya menganggap
bahwa kehidupan di luar sangatlah berbahaya dan penuh kekerasan. Oleh karena itu,
penonton akan cenderung untuk merasa waspada dan berhati-hati ketika berada di luar
agar terhindar dari kekerasan yang ada. Fenomena ini disebut juga dengan Mean World
Syndrome (sindrom dunia kejam), dimana adanya keyakinan bahwa dunia ini merupakan
tempat yang berbahaya sehingga kita harus waspada dan berhati-hati menjaga diri.

2.3.3 Penggunaan, Kepuasan, dan Ketergantungan


Teori Penggunaan, Kepuasan, dan Ketergantungan ini lebih sering disebut sebagai

8
Teori Uses and Gratification. Berbeda dengan Teori kultivasi, teori ini lebih berfokus kepada
audiens dari sebuah media daripada pesan yang terdapat di dalamnya. Teori ini dikemukakan
oleh tiga ilmuwan, yaitu Elihu Katz, Jay G. Blumlerm, dan Michael Guvericth. Teori ini
dilatarbelakangi oleh pandangan ketiga ilmuwan tersebut yang menganggap bahwa audiens
memiliki keinginan tersendiri dalam memilih terpaan media mana yang mereka inginkan.
Menurut Dainton, Marianne (2018), di Teori Uses and Gratification bukanlah mengenai
pilihan media apa yang digunakan oleh audiens namun lebih kepada alasan mengapa audiens
memilih media tersebut untuk digunakannya. Hal ini dikarenakan ada banyaknya media yang
bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak sehingga muncul lah preferensi
individu terhadap media apa yang digunakan berdasarkan kebutuhannya masing-masing.
Terdapat 3 asumsi mengenai Teori Uses and Gratification menurut Katz et al. (1973), yaitu:
1. Ada banyaknya media-media yang bisa dijadikan pilihan atau opsi bagi audiens.
Munculnya banyak media ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan
audiens yang beragam, baik itu kebutuhan psikologis (hiburan dan menghindari stress)
maupun sosialnya (interaksi sosial).
2. Teori Uses and Gratification ini digunakan juga untuk mengidentifikasi kebutuhan tiap-
tiap audiens yang beragam.
3. Adanya kompetisi antara media untuk memenuhi kebutuhan audiens.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam ilmu komunikasi, terdapat beberapa tradisi komunikasi yang berkaitan
dengan komunikasi media, salah satunya adalah tradisi semiotika, sosiokultural, dan
sosiopsikologis. Pemahaman terhadap tradisi-tradisi ini sangat penting untuk menggali
wawasan yang lebih dalam mengenai komunikasi media. Teori-teori yang terkait
dengan masing-masing tradisi komunikasi memberikan dasar yang kuat dalam
menganalisis fenomena media, baik dari segi konten, konteks sosial, maupun interaksi
individu dengan media.

3.2 Saran
Tentunya penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan ataupun
kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Nantinya penulis akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah ini melalui pedoman serta kritik yang membangun dari
para pembaca. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran
mengenai pembahasan makalah di atas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Latif, D. (2022). Media Sosial, Suatu Alternatif. Jakarta: Elex Media Komputindo Kompas
Gramedia.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2014). Teori Komunikasi: Theories of Human Communication
(9 ed.). Jakarta: Salemba Humanika.
Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa (1 ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
H, H. K., Ashri, N., & Irwansyah. (2021). Fenomena Penggunaan Media Sosial: Studi pada Teori
Uses and Gratification. JTEKSIS, 3(1), 92-104.

Imansyah, F., Arsyad, I., Ratiandi, R., Marpaung, J., & Sirait, B. (2021). Penyuluhan dan Praktek
Penggunaan Internet dan Media Sosial Sehat, Aman dan Positif Bagi Pelajar SMKN 1 di
Kota Singkawang. Al-Ribbath, 18(1), 67-74.
Saumantri, T., & Zikrillah, A. (2020). Teori Simulacra Jean Baudrillard Dalam Dunia Komunikasi
Media Massa. ORASI Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 11(2), 247-260.
Syahputra, I. (2016). Ilmu Komunikasi: Tradisi, Perspektif dan Teori. Yogyakarta: Calpulis.

11

Anda mungkin juga menyukai