KOMUNIKASI KEPERAWATAN 1
KASUS 1
Disusun Oleh :
G1B118055 Elvin Piorano
G1B120017 Putri Fadilla
G1B120021 Dewi Aryani
G1B120024 Rifki Wahyudi
G1B120027 Thresyanty Elsye Sasmita
G1B120028 Andrisa Devitasari
G1B120034 Gusmarta
G1B120038 Anggun Meilani Aulia
G1B120049 Birgita Arta Milawati
G1B120050 Nyimas Aiysah
G1B120063 Fanesa Angela
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.2.4 Ciri-Ciri Komunikasi Efektif .................................................................... 11
2.4.5 Strategi Komunikasi Dengan Klien Dari Kultur Yang Berbeda ............... 16
iii
BAB III KAJIAN KASUS
BAB IV PENUTUP
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah komunikasi tidak asing lagi di telinga kita, berbagai sisi kehidupan tidak lepas dari
perilaku komunikasi baik verbal maupun non verbal. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah
proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan), pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan,
keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Onong, 2011: 11).
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat. Komunikasi sebagai
sebuah proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk
merubah tingkah laku. Memahami komunikasi pun seolah tidak ada habisnya, mengingat
komunikasi sebagai suatu proses yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia, salah satunya
mengenai komunikasi antar budaya.
Manusia hidup dalam sebuah komunitas yang mempunyai kebijakan tentang sesuatu yang
mereka miliki bersama, dan komunikasi merupakan satu-satunya jalan untuk membentuk
kebersamaan itu. Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata, tetapi dua konsep yang
tidak dapat dipisahkan. Budaya itu sendiri adalah sesuatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh suatu kelompok orang dari generasi ke generasi. Komunikasi antar budaya
adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan, atau perasaan diantara mereka yang berbeda
latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis,
juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atupun bantuan hal lain di sekitarnya
yang memperjelas pesan.
1
komunikasi kadang kala merasakan komunikasi itu tidak berjalan efektif di karenakan kesalahan
dalam penafsiran pesan oleh komunikan (penerima pesan) disebabkan oleh setiap persepsi
individu yang berbeda. Menurut Devito dalam buku Mulyana (2001:168), persepsi adalah proses
dimana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita.
Komunikasi apapun bentuk dan konteksnya, selalu menampilkan perbedaan iklim antara
komunikator dengan komunikan. Karena ada perbedaan iklim budaya tersebut, maka pada
umumnya komunikasi yang terjadi selalu difokuskan pada pesan-pesan yang menghubungkan
individu atau kelompok dari dua situasi budaya yang berbeda. Dalam perbedaan itu umumnya
mengimplikasikan bahwa hambatan komunikasi antar budaya sering tampil dalam bentuk
perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola berpikir, struktur budaya, dan
sistem budaya. Semakin besar derajat pebedaan antar budaya, maka semakin besar kehilangan
peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.3.TUJUAN PENULISAN
2
1.3.2.2.Untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang efektif
1.3.2.3.Untuk mengetahui konsep komunikasi dalam konteks sosial dan latar belakang budaya
(cultural diversity) serta keyakinan?
1.3.2.4.Untuk mengetahui alasan perawat mempelajari komunikasi dalam konteks sosial dan
latar belakang budaya (cultural diversity) serta keyakinan.
1.4.MANFAAT PENULISAN
1) Menambah wawasan mahasiswa tentang komunikasi dalam konteks sosial dan latar
belakang budaya (cultural diversity) serta keyakinan.
Diharapkan masyarakat dapat memahami konsep komunikasi dalam konteks sosial dan latar
belakang budaya (cultural diversity) serta keyakinan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin
communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti
membuat sama. Istilah pertama (communis) adalah isyilah yang paling sering disebut sebagai
asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip
(Mulyana, 2005:41).
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti berpartisipasi atau
memberitahukan. Hingga sekarang, definisi komunikasi masih terus didiskusikan oleh para pakar
ilmu komunikasi (Mundakir, 2006:2). Ada beberapa definisi komunikasi, menurut buku
Komunikasi Keperawatan karangan Mundakir, antara lain sebagai berikut (Mundakir, 2006:3) :
1) Menurut Edward Depari Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan
pesan yang disampaikanmelalui lambang tertentu, mengandung arti dilakukan oleh
penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.
2) Menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang terkait
dalam penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Komunikasi adalah proses dimana
seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
3) Menurut J Seiller (1988) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang mana
simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.
4) Hovlan, Janis, dan Kelley adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan bahwa
„‟Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually
verbal) to modify the behavior of other individuals‟‟ dengan kata lain, komunikasi
adalah proses individu dalam mengirim stimulus (umumnya dalam bentuk verbal) untuk
mengubah tingkah laku orang lain.
4
5) Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan mengatakan bahwa
komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga
dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah.
Sedangkan menurut Harold dan CYRIL o‟Donell, dalam buku Komunikasi Keperawatan,
karangan Musliha dan Fatmawati, mengemukakan bahwapengertian komunikasi adalah
pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas percaya atau tidak. Tetapi informasi
yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima. (Muslih dan Fatmawati, 2010:1)
Dari beberapa definisi tersebut diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi
merupakan proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam
bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya
perubahan (baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor) (Mundakir, 2006:4).
5
4) Mendorng untuk bertindak Mendorong atau mengarahkan pasien bertindak atau
melakukan suatu kegiatan.
5) Memberi nasehat
Di dalam komunikasi perawat juga ada yang bersifat member nasehat kepada
pasien/keluarga, masyarakat. Misalnya saja tindakan mobilisasi pasien pasca operasi,
tidak jarang pasien menolak untuk jalan, turun, atau latihan duduk dengan berbagai jenis
alasan. Mungkin juga pasien tidak mengerti pentingnya mobilisasi. Jelaskan pada pasien
tentang tujuan mobilisasi setelah operasi antara lain dengan menjelaskan bahwa dengan
melakukan latihan berjalan, duduk, pasien akan terhindar dari berbagai komplikasi
misalnya, untuk menghindari kontraktur / kekakuan pada sendi.
6
- Perawat harus mampu memahami bahwa kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan
dasar dari hubungan terapeutik
- Perawat harus mampu menjadi role model agar dapat meyakinkan dan sebagai contoh
kepada orang lain tentang perilaku sehat.
- Perawat harus mampu mengungkapkan perasaan dan menyatakan sikap yang jelas
- Perawat mampu memiliki sifat altruisme yang berarti menolong atau membantu
permasalahan klien tanpa mengharapkan imbalan apapun dari klien Perawat harus mampu
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia
- Bertanggung jawab pada setiap sikap dan tindakan yang dilakukan .
a. Komunikasi langsung
7
Komunikasi langsung merupakan komunikasi yang tidak menggunakan alat,
komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan penggunaan
isyarat, misalnya saat seseorang berbicara langsung pada orang lain di hadapannya.
b. Komunikasi tidak langsung
Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipatgandakan jumlah
penerima pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan geografis dan waktu,
misalnya menggunakan radio, buku, dll. Contoh: Penggunaan poster „Buanglah Sampah
pada Tempatnya‟.
Berdasarkan jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi, terdapat empat tipe
komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi yang dilakukan pada diri
sendiri yang terdiri atas sensasi, persepsi, memori, dan proses berpikir (Rahmad J., 1996).
Seorang individu menjadi pengirim pesan sekaligus penerima pesan dan memberikan
umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di
antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan
balik yang bersifat langsung. Tipe komunikasi ini memiliki karakteristik seperti, bersifat
dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, ada unsur dialogis
dan ditujukan kepada sasaran terbatas dan dikenal.
c. Komunikasi Publik
Cangara, H. (2004) mengatakan bahwa komunikasi publik merupakan suatu
prises komunikasi di mana pesan-pesan yang disampaikan oleh pembicara dalam situasi
tatap muka di depan khalayak yang lebih besar dengan tujuan menumbuhkan semangat
kebersamaan, memberikan informasi, mendidik, serta mempengaruhi orang lain dalam
upaya menumbuhkan semangat. Pada tipe komunikasi ini jarang dijumpai feedback,
karena komunikasi bersifat searah.
d. Komunikasi Massa
8
Komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung di mana pesan yang
dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang bersifat massal melalui alat-
alat yang bersifat mekanis. Komunikasi antara sumber dan penerima tidak terjadi dengan
kontak langsung. Unsur yang terkandung dalam komunikasi untuk menyiarkan informasi,
mendidik, dan menghibur. Pesan yang disampaikan berlangsung cepat, serempak, luas,
mampu mengatasi jarak dan waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan.
Berdasarkan sikap dan perilaku pemberi pesan, komunikasi dapat berbentuk tiga tipe
seperti berikut:
a. Komunikasi Agresif
Tipe komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung
merendahkan/mengendalikan orang lain.
b. Komunikasi Pasif
Komunikasi ini merupakan lawan dari komunikasi agresif, di mana seseorang
cenderung untuk mengalah dan tidak mempertahankan kepentingannya sendiri. Bahkan
hak mereka cendrung dilanggar namun dibiarkan.
c. Komunikasi Asertif
Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri sendiri, dan
orang lain. Komunikasi ini tidak menaruh perhatian hanya pada hasil akhir, tetapi juga
hubungan perasaan antarmanusia.
9
5) Pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan bagi pihak komunikan.
10
4) Mengubah sikap dan tindakan
11
2.3 Komunikasi Dalam Konteks Sosial
2.3.1 Pengertian Komunikasi Dalam Konteks Sosial
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia
mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak
bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan
tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja
melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia
tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan
sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan
alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri. Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan
komunikasi adalah persyaratan yang utama dalam kehidupan manusia.
Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk berkomuikasi antar sesama. Dengan
seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya untuk
membantunya berinteraksi dengan sesama, karena manusia tercipta sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis
secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih mendalam dan
terorganisir.
12
dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya
komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari dalam:
pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup, memupuk
hubungan & memperoleh kebahagiaan.
13
sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi lintas budaya adalah
proses pertukaran/penyampaian informasi atau pesan antar individu satu ke individu lainnya
yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
14
Meliputi pakaian, perhiasan, dan dandanan. Pakian ini akan menjadi cirri yang menandakan
seseorang berasal dari daerah mana ia berasal.
c. Makanan dan kebiasaan makan
Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan. Dilarangnya seorang
muslim untuk mengnsumsi daging babi, tidak berlaku bagi mereka orang Cina. Orang Sunda
terkesan senang makan tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi mereka
orang-orang barat.
d. Waktu dan kesadaran akan waktu
Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian
lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang yang tidak mempedulikan jam atau menit tapi
hanya menandai waktunya dengan saat matahari terbit atau saat metahari terbenam saja.
e. Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memerhatikn cara dan metode
memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-
bentuk lain penyelesaian tugas.
f. Hubungan-hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi
berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan dan kebijaksanaan.
Menurut Kozier B. Erb G., dan Blais K. (1997 ) strategi komunikasi dengan klien dari
kultur yang berbeda hendaknya dilakukan dengan cara sebagai Berikut :
15
4. Mengungkapkan pendekatan terbuka dan penuh etensi , sehingga klien mengetahui
bahwa perawat mendengarkan apa yang disampaikan oleh klien.
5. Memberikan waktu yang cukup pada klien untuk dapat menjawab semua pertanyaan
yang terkait dengan kehidupan sosial dan kuktur yang dianutnya , tidak perlu tergesa –
gesa sehingga klien tidak mersa nyaman dengan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan.
6. Menggunakan teknik komunikasi yang baik dalam melakukan validasi pada klien.
7. Diskusi tentang seks agak sulit dibicarakan apalagi dengan jenis kelamin yang berbeda
ada baiknya untuk mencarikan perawat dengan jenis kelamin yang sama.
8. Gunakan altenatif metode komunikasi yang berbeda apabila ada perbesdaan bahasa
antara perawat dan klien , seperti menggunakn penerjemahan , bahasa tubuh yang jelas,
gambar , ekspresi muka yang mudah terbaca , serta suara dan nda bicara yang baik.
9. Pelajari kelompok kata – kata kunci yang dapt membantu memahami dan memperlancar
komunikasi antara perawat dan klien.
16
2.4.7 Strategi Perawat Mengkomunikasikan Terkait Persepsi Dan Keberagaman
Budaya Yang Ada Di Masyarakat.
a. Strategi I : Perlindungan/mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya : budaya berolah raga setiap pagi.
b. Strategi II : Mengakomodasi/negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang
makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
17
2.5.2 Komunikasi Keyakinan Dalam Keperawatan
Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan yang
tepat terhadap klien yang berbeda keyakinan terhadap perawat tersebut.Contoh : Klien yang
menolak memakan dagingdikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki oleh agamanya.Perawat
harus mengambil tindakan yang tepatbagaimana cara membujuk pasien tersebut untukmemakan
daging tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang kuat mengenai alasan kenapa pasien tersebut
harusmakan daging.
2.6 Alasan Perawat Mempelajari Komunikasi Dalam Konteks Sosial, Latar Belakang
Budaya dan Keyakinan
Budaya, dan Keyakinan Pertama perawat haruslah terlebih dahulu memiliki pengetahuan
seputar budaya agar dapat memberikan pelayanan terbaik. Oleh karena itu ketika perawat
memberikan asumsi yang salah atau berkebalikan dengan mereka yang berbeda (budaya) hal
tersebut akan mengakibatkan pelayanan keperawatan menjadi tidak efektif dan tidak berkualitas
(Galatin, 2000). Perawat perlu mempelajari budaya yang dianut oleh pasien karena beberapa
alasan sebagai berikut :
1) Untuk tercapainya keefektifan pengiriman dan penerimaan pesan antara seorang perawat
dengan klien ataupun keluarga klien. Sehingga apa yang ingin disampaikan oleh perawat
akan dapat diterima oleh klien tersebut.
2) Karena budaya yang dimiliki klien akan mempengaruhi bagaimana klien tersebut
mempersepsikan asuhan keperawatan yang diberikan, mempengaruhi bagaimana mereka
merespon untuk menyelesaikan masalah kehidupan termasuk masalah kesehatannya, dan
mempengaruhi interaksi dengan yang lain termasuk interaksi dengan tenaga kesehatan
ataupun perawat.
3) Agar perawat dapat mengidentifikasi, menguji, mengerti, dan menggunakan pemahaman
keperawatan transcultural untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada klien/pasien.
4) Mengurangi cultural shock yang akan dialami oleh klien pada kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan klien. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
disorientasi. Contohnya pengekspresian nyeri yang berbeda-beda di setiap daerah.
18
Perawat mungkin akan memarahi pasien dengan kebudayaan yang menurut perawat
tersebut tidak sesuai dengan kebudayaannya. Kebutaan budaya yang di alami perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
19
BAB III
KAJIAN KASUS
SKENARIO 1
Pada saat perawat melakukan survey dan observasi di masyarakat tentang kesehatan ibu dan
bayi. Perawat mendapatkan beberapa kebiasaan atau budaya yang sering dilakukan oleh
masyarakat tersebut. Ny A berasal dari suku jawa mempercayai bahwa tali pusat bayi yang sudah
lepas harus ditindih dengan koin agar tidak bodong. Ny.Z mempunyai tradisi bahwa wanita
habis melahirkan tidak boleh makan ikan karena ASI akan berbau amis, sehingga ibu nifas akan
pantang makan ikan. Tradisi pakpak juga sering dilakukan yaitu ibunya mengunyah nasi terlebih
dahulu sebelum di kasih ke bayi baru lahir agar bayinya tumbuh sehat dan kuat.
Pada saat di komunikasikan tentang persepsi terhadap kebiasan tersebut, masyarakat mengatakan
kebiasaan ini sudah ada sejak dahulu dan turun temurun dan masyarakat mengganggap kebiasaan
ini tidak bertentangan dengan kesehatan
LO
20
STEP 1 (Identifikasi Kata Sulit)
1. Persepsi
Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau berarti juga proses
seseorang mengetahui beberapa halmelalui panca inderanya.
2. Bodong
Bodong adalah suatu kondisi ketika usus menonjol melalui otot-otot perut di pusar tanda
umum dari bodong adalah pusar yang menonjol. Pada bayi, bodong paling terlihat saat
bayi menangis.
3. Observasi
Observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan
dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan
dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi
yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian
4. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim seorang ibu setelah melahirkan (Lamanya 40-
60 hari)
5. Tradisi
Tradisi adalah sikap dan cara berpikir serta tindakan yang selalu berpegang teguh pada
norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun pada suatu tempat atau wilayah
tertentu.
21
kesehatan dengan masyarakat yang tetap bersikeras mempertahankan kebiasaan dan
budayanya tersebut?
5. Eduksi apa yang harus diberikan pada masyarakat yang memang masih mempercayai hal
seperti itu , melalui metode apa agar efektif apakah melalui vidio atau face to face?
6. Bagaimana hubungan interpersonal antara perawat dengan Ny. Z
7. Berdasarkan kasus, kegiatan survey dan observasi seperti apa yang dapat dilakukan
seorang perawat untuk memperoleh data.
22
3. Bagaimana komunikasi kita terhadap Ny.Z dengan maksud bahwa ada kekeliruan
dengan ibu hamil yang pantang makan ikan?
4. Bagaimana menanggapi jika sudah terjadi konflik antara tenaga kesehatan yang
mengatakan bahwa sabagian kepercayaan tersebut akan mengakibatkan akibat
buruk bagi kesehatan dengan masyarakat yang tetap bersikeras mempertahankan
kebiasaan dan budayanya tersebut?
Strategi pemecahan konflik yang paling banyak digunakan dari sudut pandang
perawat adalah strategi mengindar diikuti dengan berkolaborasi, kompromi, akomodasi
dan bersaing. Menurut Haryati (2014) bahwa strategi menghindar hanya digunakan pada
masalah yang tidak gawat. Biasanya seorang penengah akan memberikan waktu antara
kedua belah pihak untuk memikirkan masalah dipertemuan selanjutnya. Strategi
penyelesaian konflik dengan menghindar hanya digunakan pada persoalan konflik yang
sangat kecil yang hanya melibatkan dua orang dan tidak memberikan dampak yang besar.
23
Gaya manajemen konflik yang yang paling banyak digunakan oleh perawat
manajer dari persepsi perawat adalah menghindar, kemudian diikuti dengan kolaborasi
dan terakhir dengan gaya bersaing. Oleh karena itu disarankan kepada pihak rumah sakit
agar memberikan pelatihan kepada para perawat yang turun langsung mengedukasi
masyarakat terkait strategi pemecahan konflik sehingga dapat dapat menciptakan
lingkungan yang kondusif, saling menghargai, dan membangun organisasi menjadi lebih
kuat untuk mencapai tujuan.
Seorang Kepala Perawat sebagai pemimpin tenaga kesehatan yang terjun
langsung ke masyarakat harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik yang positif. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan,
komunikasi, lingkaran kualitas (Kuntoro, 2017).
Secara umum pemecahan masalah dalam manajemen menggunakan tahap
pemecahan masalah menyelidiki situasi, mengembangkan alternatif, mengevaluasi
berbagai alternatif dan menentukan pilihan yang terbaik, melaksnakan keputusan dan
melakukan tindak lanjut (Suarli dan Bahtiar, 2009). Dalam pemecahan konflik juga harus
memperhatikan kode etik keperawatan. Kode etik sebagai bagian dari pengetahuan dasar
etik berisi bagaimana perawat seharusnya berperilaku etik sebagai sebuah profesi,
bagaimana seharusnya membuat keputusan saat mengalami hambatan, bagaimana
mencegah terjadinya permasalahan etik, serta bagaimana berusaha memenuhi kewajiban
profesional sersuai tujuan, nilai dan standar keperawatan. Selain perawat kode etik juga
bermanfaat bagi tim kesehatan lainnya dan bagi penerima pelayanan kesehatan.
5. Eduksi apa yang harus diberikan pada masyarakat yang memang masih
mempercayai hal seperti itu , melalui metode apa agar efektif apakah melalui vidio
atau face to face?
Dari kebiasaan dan perilaku masyarakat yang sudah percaya dengan budayanya
tersebut, cara yang paling efektif adalah face to face. Perawat sebagai tenaga kesehatan
bisa memberikan edukasi kesehatan dengan sasaran ibu hamil, ibu yang baru melahirkan,
ibu menyusui cara merancang program komunikasi melalui pendidikan dan promosi
kesehatan melalui penyuluhan secara langsung tentang kesehatan ibu dan bayi audio
24
visual (video, film), radio, media cetak seperti poster leaflet. Tenaga kesehatan juga bisa
berkerjasama dibantu oleh tokoh masyarakat ataupun tokoh agama setempat agar
mengajak mulai mencoba suatu budaya baru yang sudah diedukasi kan oleh tenaga
kesehatan yang lebih ahli.
Upaya menambah tenaga kesehatan yang berasal dari daerah atau suku setempat
merupakan hal yang harus tetap diupayakan untuk meningkatkan aksesibilitas sosial
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan (Williams, 2001). Hal ini merupakan salah satu
upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan kompetensi
budaya pada tenaga kesehatan agar masyarakat setempat lebih percaya dengan orang
orang sesame suku dan ras nya. (Betancourt, Green, Emilio Carrillo, & Park,
2005;Betancourt et al., 2005).
Adapun menurut Menurut Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek, saat
memberikan keterangan pers usai pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Nasional
(Rakerkesnas) tahun 2018 di International Convention Center (ICE) BSD Tangerang,
Selasa siang (6/3), budaya tentunya juga termasuk salah satu faktor determinan yang
mempengaruhi status kesehatan masyarakat.
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah
tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masayarakat ada
kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk
dilakukan.
25
Adapun fungsi komunikasi interpersonal yang dilakukan perawat dengan pasien
adalah mendorong dan menganjurkan untuk menjalin kerjasama antara perawat dengan
pasien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, menjalankan tugas, mengidentifikasi
dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.
7. Berdasarkan kasus, kegiatan survey dan observasi seperti apa yang dapat
dilakukan seorang perawat untuk memperoleh data.
Pada kasus, data diperoleh dari data subjektif . Data subjektif adalah data yang
didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian
(Nursalam,2008). Metode yang dilakukan masyarakat untuk memperoleh data subjektif
masyarakat pada kasus ialah dengan survey dan observasi.
a) Metode pertama yaitu survey yang dilakukan perawat biasanya dengan wawancara
langsung dengan klien. Dalam berkomunikasi saat survey wawancara ini, perawat
mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaannya yang
diistilahkan teknik komunikasi terapeutik. Teknik tersebut mencakup keterampilan
verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal
termasuk pertanyaan terbuka maupun tertutup, jawaban dan memvalidasi respon
klien. Teknik non verbal termasuk mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan
kontak mata.
b) Metode kedua yaitu observasi yang merupakan pengamatan terhadap perilaku dan
keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan
klien. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang
dimiliki klien melalui kepekaan alat panca indra. Tidak selalu pemeriksaan yang
akan kita lakukan secara rinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap
harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat meningkatkan laporan klien atau
mengaburkan data (data yang diperoleh tidak murni). Contoh kegiatan observasi
pada kasus misalnya: Perawat melihat sendiri ibu yang baru melahirkan
melakukan sesuatu terhadap tali pusat bayi yang sudah lepas harus ditindih dengan
koin agar tidak bodong, lalu tradisi pakpak juga dilakukan oleh seorang ibu yang
mengunyah nasi terlebih dahulu sebelum di kasih ke bayi baru lahir agar bayinya
tumbuh sehat dan kuat.
26
Adapun Menurut Janu Purwono, 2010:
Dengan metode kelompok kecil Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan
metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaan pemimpin kelompok memancing
dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan
(curah pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart atau papan tulis. Sebelumsemua peserta mencurahkan pendapatnya tidak boleh
dikomentari oleh siapapun. Baru setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya tiap
anggota dapat mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi.
Menurut Tarwoto, & Wartono. (2015) :
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu dengan cara
mengumpulkan sebanyak-banyaknya data untuk dianalisis. Tulisan ini didasarkan dengan
menganalisis berbagai karya penelitian, tulisan ilmiah yang berfokus pada „Metode
Pengkajian serta Pengumpulan Data dalam Keperawatan‟.
27
STEP 4 (Mind Mapping)
Perawat melakukan
survey dan observasi
28
STEP 5 ( Learning Objective)
Kita sebagai perawat juga tidak bisa menyalahkan penuh atas mitos mitos yang
sudh beredar di daerah tersebut, yang mana itu adalah keyakinan mereka yang harus kita
hargai walaupun itu keliru dalam dunia kesehatan, contohnya bayi yang baru lahir pusar
nya di tutup koin supaya pusarnya tidak bodong, kemudian ibu hamil tidak boleh makan
ikan. Itu semua adalah hal yang tidak dibenarkan didalam dunia kesehatan, yang dimana
contoh, ibu hamil tidak boleh makan ikan, tetapi kita tahu ikan adalah salah satu sumber
protein, tentu sangat penting untuk kesehatan janin. Itulah pentingnya edukasi dan
pendekatan bagi orang orang yang memang memerlukan edukasi contoh nya ibu
menyusui dan ibu hamil , supaya paham bagaimana dampak kedepannya jika mitos
tersebut masih dipatuhi.
Menurut Stuart & Sundeen (1950) dalam Suciata menyatakan bahwa dalam sebuah
komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik tertentu. Teknik-teknik tersebut
antara lain:
a) Mendegarkan (listening)
29
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa perawat
memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal
dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan penuh
perhatian adalah dengan: pandang klien ketika sedang bicara, pertahankan kontak
mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan, sikap tubuh yang
menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan, hindarkan
gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting
atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
b) Bertanya (question)
c) Penerimaan
d) Klarifikasi
30
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
31
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Perawat haruslah terlebih dahulu memiliki pengetahuan seputar budaya agar dapat
memberikan pelayanan terbaik. Oleh karena itu ketika perawat memberikan asumsi yang
salah atau berkebalikan dengan mereka yang berbeda (budaya) hal tersebut akan
mengakibatkan pelayanan keperawatan menjadi tidak efektif dan tidak berkualitas,
perawat perlu mempelajari budaya yang dianut oleh pasien.
4.2. Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
Anjaswarni, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Sarfika Rika, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan. Padang: Universitas Andalas.
Wahyu Nugroho,Abraham. 2009. Komunikasi Interpersonal Antara Perawat Dan Pasien. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Hanifah Fiidin, Hasna. 2017. Mitos Kesehatan Dan Komunikasi Kesehatan. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah.
Suryani,Wahida. 2013. “Komunikasi Antar Budaya Yang Efektif” dalam Jurnal Dakwah Tabligh,
Vol. 14, No. 1, Juni 2013 : 91 - 100. Gorontalo: IAIN Sultan Amai.
Rahma,Nur. 2016. “Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien Di Puskesmas Antang
Perumnas Makassar”
Alo, Liliweri. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Anonim, 1990. American Nurses Association, 1990. Cultural Diversity in Nursing, ANA House of
Delegates.
Santrock, J. W. (1991), Pychology the Science of Mind and Behavior Third Edition. USA: Wm. C.
Brown Publicher.
https://kbbi.web.id/bodong
33
Warner Oswald, & Schoepfle, G. Mark, Systematic Fieldwork: Ethnographic Analysis and Data
Management, Journal of Ethnographic Analysis and Data Management, Vol. 1, Julie Ahern:
Sage Publication, 1987, hlm. 1-15.
Etik Anjar Fitriarti, Komunikasi terapeutik dalam konseling, Skripsi, (Yogyakarta:Fakultas Ilmu
Sosisal dan Humaniora Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga)
Amru, 2012
(Clancy, C., & Tornber, D. (2007). TeamSTEPPS: assuring optimal teamwork in clinical settings.
Am J Med Qual, 22 (3): 214-217.)
Tarwoto, & Wartono. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Yogyakarta:
Salemba Medika Metode
Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek, saat memberikan keterangan pers usai pembukaan Rapat
Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) tahun 2018 di International Convention Center (ICE)
BSD Tangerang, Selasa siang (6/3)
Sudiharto, 2007, asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan transkultural, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Clancy, C., & Tornber, D. (2007). TeamSTEPPS: assuring optimal teamwork in clinical settings. Am
J Med Qual, 22 (3): 214-217.
Atiqah Hamid (2013). Buku Lengkap Fiqh Wanita. DIVA Press. hlm. 170–179
34
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 1, Juni 2013 : 91 – 100 di No author,Intercultural
Communication Tips, center for intercultural learning Canadian Foreign Service Institute, diakses
tanggal 28 oktober 2012.
Atik Catur Budiati (2009). Sosiologi Kontekstual Untuk SMA & MA (PDF). Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 35. ISBN 978-979-068-219-1.
Clancy, C., & Tornber, D. (2007). TeamSTEPPS: assuring optimal teamwork in clinical settings. Am
J Med Qual, 22 (3): 214-217.
Krueger, R.A, 1988. Focus Group, A practical Guide for Applied Research, Sage Publication, The
International Professional Publisher, Newbury Park, London.
Debora Silalahi (2019), Jurnal Penelitian Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Media Litbang Kesehatan Volume XIII Nomor 2 Tahun 2003 dan Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 18 No. 4 Oktober 2015: 347–354
35