Anda di halaman 1dari 185

UNIVERSITAS PROF. DR.

MOESTOPO (BERAGAMA)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

SKRIPSI

ANALISIS TENTANG MEMBANGUN KOMUNIKASI


INTERNAL KELUARGA DALAM MENCIPTAKAN
KONSEPSI SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH

Diajukan Oleh :

Nama : AL HIKMAH MUTIARA


NIM : 2008 – 41 – 244
Konsentrasi : Hubungan Masyarakat

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mencapai


Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi
Jakarta
2013
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini dengan judul “Analisis Tentang Membangun Komunikasi Internal

Keluarga dalam Menciptakan Konsepsi Sakinah, Mawaddah, Warohmah”

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Komunikasi, Jurusan Public Relations (Humas) pada

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujudnya tanpa bantuan bimbingan serta

dorongan dari banyak pihak, hingga semua ini dapat terselesaikan. Penulis

mengharapkan kritik dan saran, guna penyempurnaan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua yang membacanya.

Jakarta, Agustus 2013

Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT

dan bantuan yang tidak terhingga dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang tua (Bapak Muhammad Yunus Jafar dan Ibu Nur Sidah),

terimakasih atas doa, kasih sayang, dan dukungan kalian dalam setiap langkah

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Sunarto, M.Si. Rektor Universitas Prof.Dr.Moestopo

(Beragama), Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Hanafi Murtani, MM. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama).

4. Bapak Dr. Hendri Prasetyo, S.Sos, M.Si. Ketua Program Studi Fakultas ilmu

Komunikasi Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama), sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing II. Terima kasih atas arahan, masukan, serta waktu yang diberikan

kepada penulis untuk melakukan bimbingan.

5. Bapak Dr. Amin Saragih Manihuruk, MS. Dosen Pembimbing I, terima kasih

atas kesabaran dalam bimbingan, waktu, serta ilmu yang bermanfaat selama

proses penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen-dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

7. Staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Prof. Dr. Moestopo

(Beragama).
8. Muhammad Amraks Persiawar, terimakasih atas segala cinta kasih , dukungan

penuh dan doa serta semangat yang kau berikan kepadaku.

9. Adikku Anis Permata Sari yang selalu memberikan dukungan penuh dan doa

serta semangat kepadaku.

10. Anggriawan okky, S.Ikom, terima kasih atas segala bantuanmu didalam

penyelesaian skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu tanpa mengurangi

rasa terima kasih atas bantuan didalam penyelesaian skripsi ini.

Jakarta, Agustus 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vi
ABSTRAK.......................................................................................................... vii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Pembatasan Masalah........................................................... 10
1.2.1 Pembatasan materi...................................................... 10
1.2.1.1 Pola Komunikasi............................................. 10
1.2.1.2 Komunikasi Keluarga...................................... 11
1.3 Perumusan Masalah............................................................. 13
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................. 14
1.5 Manfaat Penelitian................................................................ 14

BAB II : TINJAUAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN


2.1 Tinjauan Literatur............................................................... 16
2.1.1 Konsepsi Keluarga.................................................. 16
2.1.2 Fungsi Keluarga....................................................... 25
2.1.3 Konsepsi Keluarga Sakinah Mawaddah, Waromah. 27
2.1.4 Faktor Yang Berhubungan dengan Pembentukan
Keluarga Sakinah..................................................... 39
2.1.5 Aspek-Aspek Keluarga Sakinah............................... 42
2.1.6 Konsepsi Komunikasi Keluarga............................... 49
2.1.7 Pola Komunikasi...................................................... 64
2.2 Kerangka Pemikiran............................................................. 67
2.2.1 Fenomologi............................................................... 67
2.2.2 Komunikasi Interpersonal....................................... 69
2.2.3 Model Komunikasi Interpersonal............................ 75
2.2.4 Teori Komunikasi Antarpribadi.............................. 78
2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Self Disclouse ......................................................... 81
2.2.6 Tujuan Self Disclouse…………………………………. 83
2.2.7 Resiko Self Disclouse……………………………….… 84
2.2.8 Tahapan Self Disclouse………………………………. 85
2.2.9 Attraction Theory………………………………………. 88
2.2.10 Social Penetration Theory………………………….. 92
2.2.11 Kekuatasan Teori Penetrasi Sosial………………. 97
2.3 Bagan Kerangka Pemikiran………………………………. 98

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Paradigma Penelitian……………………………………… 99
3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian…………………………… 101
3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………….. 102
3.4 Tahapan-Tahap Penelitian…................................................. 104
3.5 Teknik Pengumpulan Data.................................................... 106
3.6 Teknik Analisis Data............................................................. 108
3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data................................... 110

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Deskripsi Obyek Penelitian....................................................111
4.1.1 Pola Interaksi Komunikasi Keluarga di
Masa Kini....................................................................111
4.1.2 Kerawanan Hubungan Antara Anggota
Keluarga......................................................................112
4.1.3 Membina Keluarga Bahagia menjadi Tuntutan
Wajib Dalam Islam......................................................114
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian......................................................115
4.2.1 Data Informan................................................................115
4.2.2 Data Lapangan...............................................................119
4.2.3 Keluarga Sehat Menurut Islam......................................129
4.3 Pembahasan...........................................................................149

BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...........................................................................179
5.2 Saran......................................................................................180

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN

1. Transkrip Wawancara
2. Foto-foto
UNIVERSITAS PROF.DR MOESTOPO (BERAGAMA)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

ABSTRAK

Nama : Al Hikmah Mutiara


NIM : 2008-41-244
Konsentrasi : Humas
Judul Skripsi : Analisis Tentang Membangun Komunikasi Internal Keluarga
dalam Menciptakan Konsepsi Sakinah, Mawaddah,
Warohmah”
Jumlah Bab/ Halaman : V bab/182 Halaman
Bibliografi : 18 Buku + 6 Sumber lain
Pembimbing I : Dr. Amin Saragih Manihuruk, MS
Pembimbing II : Dr. Hendri Prasetyo, S.Sos, M.Si

Dalam penelitian ini penulis mengangkat judul “ Analisis Tentang


Membangun Komunikasi Internal Keluarga dalam Menciptakan Konsepsi
Sakinah, Mawaddah, Warahmah. Sedangkan perumusan masalahnya adalah
pernyataan yang terperinci mengenai latar belakang masalah tersebut. Sedangkan
perumusan masalah dalam penelitian ini : :”Bagaimana komunikasi internal
keluarga dan kendalanya dalam menciptakan konsepsi Sakinah, Mawaddah,
Warohmah?”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
komunikasi internal keluarga dan kendalanya dalam menciptakan konsepsi
Sakinah, Mawaddah, Warahmah?”

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori adalah Teori


Fenomenologi, teori ini mengungkapkan makna konsep atau fenomena yang
didasari oleh kesadaran yang secara subyektifitas, bersama dengan keadaan-
keadaan yang relevan akan suatu pengalaman. Selain itu penulis juga
menggunakan Teori Self disclosure dimana teori ini membahas proses
pengungkapan informasi diri pribadi seseorang kepada orang lain atau
sebaliknya. Pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan
keluar atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya. Teori lain yang digunakan
yaitu Teori Attraction yaitu suatu dasar bagi seseorang dalam membentuk sebuah
hubungan adalah ketertarikan. Kita dapat tertarik pada seseorang dan tidak
tertarik pada orang lain. Hal yang sama juga dapat terjadi, yaitu saat seseorang
dapat tertarik pada kita dan tidak tertarik pada orang lain. Dan Teori Penetrasi
social digunakan untuk mempelajari bagaimana proses individu saling megenal
satu sama lainya didalam suatu hubungan sosial. Jenis penelitian yang penulis
gunakan adalah kualitatif dengan pendekata Deskriptif-Kualitatif, dimana
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan terhadap
subyek. Pengalaman pribadi subyek penelitian menjadi sumber utama bagi
peneliti untuk kemudian ditafsirkan dan disimpulkan.
Hasil penelitian yang diperoleh untuk mengetahui bagaimana seharusnya
seorang wanita dan laki-laki yang sudah menikah menjadi pasangan dan orang
tua yang bertanggung jawab dengan bisa menciptakan keluarga yang bahagia
seperti konsepsi dalam islam. Dan juga tau bagaimana seharusnya komunikasi di
dalam keluarga yang baik, supaya keluarga tetap harmonis. Kesimpulan yang
didapat peneliti pada skripsi ini adalah Membentuk keluarga sakinnah,
mawaddah warahmah dengan cara Kehidupan beragama dalam keluarga,
Kesehatan keluarga yang meliputi kesehatan anggota keluarga, lingkungan
keluarga, ekonomi keluarga, dan hubungan antara anggota keluarga yang
harmonis. Saling mencintai, menyayangi, terbuka, menghormati, adil, saling
membantu, saling percaya, saling bermusyawarah, dan saling memaafkan,
hubungan dengan kerabat dan tetangga harus pula terbentuk.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta "kulawarga". Kata kula berarti

"ras" dan wargayang berarti "anggota". Keluarga adalah lingkungan di mana

terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai

kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu memiliki hubungan antar individu,

terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut. Untuk

membentuk suatu keluarga diawali dengan adanya ikatan pernikahan.

Pernikahan dalam Islam itu adalah dimana hubungan antara laki laki dan

perempuan terikat dengan adanya ijab qobul.

Nikah adalah salah satu ajaran Allah swt yang tercantum dalam Al-

Qur‟an, maka tujuan pernikahan adalah untuk mencapai kesenangan, percintaan

dan kasih sayang dan juga untuk menyambung keturunan serta untuk menjaga

kesucian diri dari godaan nafsu. Untuk mencapai kesenangan, percintaan dan

kasih sayang sebagaimana diungkapkan oleh Allah dalam surat Ar Rum 21,

maka sudah barang tentu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua

calon mempelai dalam mengarungi samudra kehidupan. Tanpa menjalani syarat

syarat yang diuraikan oleh Allah yang tercantum dalam Surat An Nisa ayat 34

sampai dengan 36, akan sangat mustahil kesenangan, percintaan dan kasih

sayang itu akan dicapai. Untuk lebih jelasnya mari kita simak kandungan arti

daripada surat An Nisa ayat 34 sampai dengan 36 sebagai berikut:

1
“34)Laki laki itu pengurus atas perempuan, karena Allah telah
melebihkan sebagian darimereka atas sebagiannya dan dengan sebab
nafkah yang mereka belanjakan dari harta harta mereka. Maka
perempuan yang baik itu ialah mereka yang taat, yang memelihara
(perkara-perkara) yang tersembunyi dengan cara yang dipeliharakan
oleh Allah. Dan perempuan yang kamu takuti kedurhakaannya
hendaklah kamu nasehati mereka, hendaklah kamu tinggalkan mereka
di tempat tidur dan hendaklah kamu pukul mereka. Tetapi jika mereka
taat kepadakamu, maka janganlah kamu mencari cari jalan buat
menyusahkan mereka, karena sesungguhnya Allah itu Maha Tinggi
dan Maha Besar.
35) Jika kamu takut ada perselisihan diantaranya (mereka), maka
hendaklah kamu adakan seorang hakam dari ahlinya (laki laki) dan
seorang hakam dari ahlinya (perempuan). Jika mereka mau membuat
perdamaian, niscaya Allah akan memberi taufik diantara keduanya,
karena sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui dan sangat Tahu.
36) Dan hendaklah kamu berbakti kepada Allah dan jangan kamu
sekutukan Dia dengan sesuatu. Dan hendaklah kamu berbuat baik
dengan sesungguhnya kepada kedua orangtua, keluarga dekat, anak
yatim, orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, sahabat
sejalan, anak jalan dan siapa siapa yang dimiliki oleh tangan kanan
kamu. Sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada orang yang
sombong dengan perbuatannya dan sombong dengan perkataannya”.

Ke-3 ayat surat An Nisa tersebut sangatlah lengkap untuk didalami dan

laksanakan dalamkehidupan sehari hari. Dengan menempatkan seorang laki laki

sebagai pemimpin rumahtangga yang membawa misi sebagaimana tercantum

surat An Nisa ayat 36, dan menempatkan seorang wanita sebagai isteri yang taat

serta mau mensupport misi suaminya tersebut, akan tercapailah tujuan semula

yaitu kebahagiaan, percintaan dan kasih sayang yang dalam bahasa arabnya lebih

dikenal dengan keluarga sakinah, mawaddah warahmah.

Konsep islam dalam mengatur kehidupan berumah tangga adalah sangat

sempurna dan tidak merugikan siapa pun, malahan banyak menguntungkan

berbagai pihak lahir dan batin. Untuk membawa misi sebagaimana dimaksud

surat An Nisa 34 sampai 36 akan sangat diperlukan diskusi yang sangat


mendalam. Hal ini merupakan sesuatu yang perlu dikaji dan didiskusikan oleh

suami isteri dalam menjalani kehidupan rumah tangganya sampai akhir hayat.

Rujukanayat- ayat yang lain dalam al Qur‟an, sunnah rasulullah dan berbagai

macam peraturan perundangan yang berlaku di negara Republik Indonesia

tercinta ini akan sangat membantu dalam menciptakan konsep berumah tangga

sakinah, mawaddah, warahmah .Dengan adanya kegiatan tersebut, suasana

rumah tangga akan selalu hangat, progresif dan menyenangkan disebabkan

adanya pembahasan atau diskusi yang berkepanjangan tentangvisi dan misi

rumah tangga. Mengapa demikian? Hasil penelitian terhadap kehidupan rumah

tangga yang dijalani oleh manusia dari kelas bawah sampai yang papan atas,

menunjukkan bahwa setelah 2 tahun atau paling lama 5 tahun pernikahan,

sebagian besar anak manusia kehilangan sesuatu yang sangat penting dalam

kehidupannya yaitu dialoq atau pembicaraan sepasang suami istri yang hangat

tentang apa saja, khususnya tentang visi dan misi kehidupan rumah tangga

mereka untuk kepentingan dunia dan akherat. Dialoq antara suami isteri yang

sangat mengasyikkan dan berkepanjangan akan membawa nuansa tersendiri yang

sangat istimewa. Oleh karenanya, tidak ada jalan lain untuk mengarungi

kehidupan dan dinamikanya ini dengan baik, kecuali kembali kepada Allah SWT

dengan cara melaksanakan segala kehendakNya dan menghindari segala

larangan-Nya. Karena Dialah yang memberikan kebahagiaan kepada manusia

yang taat dan berbaktikepada-Nya.

Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan,

pengertian dan tujuan perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1

menetapkan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah
tangga, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”. Dengan demikian jelas bahwa diantara tujuan pernikahan adalah

membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

Sebuah masyarakat di negara manapun adalah kumpulan dari beberapa

keluarga. Apabila keluarga kokoh, maka masyarakat akan bersih dan kokoh.

Namun apabila rapuh, maka rapuhlah masyarakat. Menikah memang tidaklah

sullit, tetapi membangun keluarga sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan

membangun, pertama harus didahului dengan adanya gambar yang merupakan

konsep dari bangunan yang diinginkan. Demikian juga membangun keluarga

sakinah, terlebih dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah.

Budaya bangsa yang kokoh bersumber dari keluarga yang kokoh.

Keluarga yang kokoh bersumber dari pribadai-pribadi yang mantap. Pribadi

yang mantap bersumber dari pendidikan Islami oleh keluarga. Pendidikan Islami

dilaksanakan melalui tahapan-tahapn yang Islami pula.

Perjalanan keluarga diawali dengan pemilihan calon pasangan. Landasan

pemilihan yang keliru sangat berdampak untuk selanjutnya. Kecantikan dan

ketampanan bukanlah landasan yang kokoh, karena bisa hilang/luntur sejalan

dengan usia. Turunan akan menyebabkan keretakan antar manusia. Kekayaan

sifatnya temporer, dapat musnah tanpa diduga. Maka landasan yang seharusnya

digunakan adalah agama. Perjalanan kedua adalah akad nikah, harus melalui

prosedur islami. Perjalanan ketiga adalah kehamilan, masa kehamilan

berpengaruh pada kehidupan anak selanjutnya. Pengalaman ruhiyah ibu hamil,

doa dan kedekatan dengan Allah akan mempengaruhi kehidupan anak dalam

kandungan dan seterusnya.


Begitu anak itu lahir, ia menangis, terkejut padahal orang disekitarnya

bahagia menyambutnya. Selanjutnya anak tersebut perlu kasih sayang dengan

ikhlas dan pendidikan Islami. Berikan wawasan dan ketauhi dan yang mendalam.

Dengan demikian tidak akan terjadi demoralisasi seperti yang banyak terlihat

sekarang ini. Terjadinya demoralisasi itu dikarenakan buruknya pendidikan

dalam keluarga.

Suami hanya sekedar memberi nafkah (sandang, pangan dan papan) tetapi

tidak memberikan bimbingan agama kepada istri dan anak-anaknya, serta jarang

berkomunikasi dengan mereka.Istri asyik mengejar karir (mubah) sehingga

melupakan tugas utamanya (kewajiban) dalam melayani suami, mengasuh dan

mendidik anak-anaknya. Mereka asyik dengan aktifitas dan hobinya masing-

masing sehingga anak-anak hidup tanpa bimbingan orang tua, kemudian menjadi

anak-anak yang sulit di atur, melawan kepada orang tuanya dan hidup bebas

sesukanya.

Selanjutnya, sangat penting menjaga pintu dialog. Dialog dimaksudkan

untuk menghilangkan hambatan-hambatan psikis. Kadang masalah muncul

bukan karena tidak ada kecocokan pada kedua belah pihak, melainkan karena

sangat kurangnya kesempatan bagi keduanya untuk berbincang-bincang. Boleh

jadi hanya dengan dialog persoalan yang kelihatannya sulit akan mampu

dipecahkan. Di sinilah dibutuhkan komunikasi yang baik antar suami-istri.

Untuk membangun komunikasi yang baik, pasangan harus menyadari

bahwa mereka merupakan dua pribadi yang unik dan berbeda. Pasangan tidak

akan pernah bisa membangun sebuah kesamaan tanpa menyadari atau mengenali

perbedaan yang ada. Mereka mungkin menyadari bahwa mereka berbeda, namun

tidak tahu bagaimana cara menjembatani perbedaan yang ada dengan bijaksana

sehingga konflik pun tak bisa dihindarkan lagi.


Jika konflik antara suami-istri memang sudah tidak mampu diatasi

berdua, sementara keadaan semakin runcing, maka kehadiran pihak ketiga

sebagai penengah sangat diperlukan.

“Jika kalian khawatir ada persengketaan di antara keduanya, maka


kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Tahu lagi Maha Mengenal (QS an-Nisa‟ [4]:
35)”.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia

dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi

dengan kelompoknya. (Kurniadi,2001:271).

Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang

harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang ada di dalamnya

serta saling membutuhkan.Keluarga merupakan kelompok primer paling

penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan

perempuan, perhubungan hal ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni

merupakan kesatuan social yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. (Murdok

1949 dikutip oleh Dloyana, 1995:11).

Menurut Rae Sedwig Komunikasi Keluarga adalah suatu peng-

organisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara,

tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling

membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997:30)


Dilihat dari pengertian diatas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi

suara,dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan

memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah

memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota

lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan

membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan

masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam

kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan

hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan

komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap

anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi

diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

Proses Komunikasi dalam Keluarga

Di dalam komunikasi keluarga pun terdapat faktor-faktor yang

menunjang terjadinya proses komunikasi keluarga adalah:

a. Respek untuk mencari kemungkinan lain untuk menyatakan perasaan

personal adanya respek terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri,

mengarahkan seseorang untuk lebih menerima perbedaan antar keluarga,

memberikan tempat bagi pertumbuhan kepedulian dan penerimaan.

Disamping itu pula, tumbuh kepercayaan terhadap diri sendiri, mendengar,


bertanya saling membagi pengertian dan memberi jalan bagi perubahan

komunikasi keluarga yang hangat.

b. Adanya kebebasan dalam memilih respon para anggota keluarga memiliki

kebebasan dalam memilih respon yang diinginkannya. Setiap individu dalam

keluarga berhak atas segala sesuatu yang dianggap benar oleh dirinya.

Kebebasan disini berarti mempunyai hak-hak dalam memilih respon tetapi

dapat mempertanggung jawabkan setiap pilihannya.

c. Empati antar satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya,

Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa

orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat,

merasakan seperti orang lain ikut merasakan.

d. Wewenang; para anggota menyuarakan perasaan dan pendapat mereka, tetapi

pimpinan atau kepala rumah tangga membuat keputusan akhir

e. Aturan mayoritas; keluarga menyetujui untuk mematuhi keputusan mayoritas

dan mengijinkan adanya pemungutan suara untuk mencari penyelesaian suatu

masalah.

f. Konsensus; keluarga hanya akan sampai pada suatu keputusan, jika semua

anggota menyetujuinya.

g. Saling membagi pengalaman dan mempertahankan tujuan bersama yaitu

dengan mengerahkan kemampuan, pengetahuan dan pikiran sehingga dapat

membantu pencapaian tujuan keluarga dan meningkatkan kepuasan para

anggota. Jaringan Komunikasi adalah saluran yang digunakan untuk

meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain.

h. Adanya pola dan gaya komunikasi yang dapat diketahui oleh anggota

keluarga dalam melakukan komunikasi dalam keluarga, terdapat beberapa

gaya komunikasi yang sering digunakan oleh keluarga yaitu:


1) Autocratic

2) Democratic

3) Egaliter

Sebenarnya banyak teori mengenai komunikasi didalam keluarga yang

menyatakan bahwa anggota keluarga dapat menjalankan pola interaksi yang sama

secara terus menerus. Pola ini bisa negatif ataupun positif, tergantung dari sudut

pandang dan akibat yang diterima anggota keluarga.

Keluarga membuat persetujuan mengenai apa yang boleh dan yang tidak

boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi itu diinterpretasikan.

Keluarga juga menciptakan peraturan kapan bisa berkomunikasi, seperti tidak

boleh bicara bila orang sedang mencoba tidur, dan sebagainya.

Semua peraturan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

dikomunikasikan melalui cara yang sama secara terus menerus sehingga

membentuk suatu pola komunikasi keluarga. Berdasarkan latar belakang tersebut,

peneliti ingin menelaah skripsi dengan judul “Analisis Tentang Membangun

Komunikasi Internal Keluarga dalam Menciptakan Konsepsi Sakinah,

Mawaddah, Warahmah”

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan suatu usaha untuk menetapkan batasan-

batasan masalah dari penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah dibuat

dengan tujuan agar penuls dapat mengetahui faktor mana saja yang termasuk

dalam ruang lingkup masalah penelitian tentang, Analisis Tentang Membangun


Komunikasi Internal Keluarga dalam Menciptakan Konsepsi Sakinah,

Mawaddah,Warohmah maka pembatasan masalah dibagi atas:

1.2.1 Pembatasan Materi

Penelitian dilakukan terhadap “Analisis pola komunikasi internal

keluarga dalam konsepsi sakinah mawadah warahmah (studi fenomenologi

pada keluarga dengan tingkatan sosial ekonomi)”, yang bertujuan untuk

menciptakan dan membina keluarga yang sakinah, mawadah , warahmah.

1.2.1.1 Komunikasi Keluarga

Komunikasi keluarga mengacu pada pertukaran informasi secara

verbal (ujaran) dan non verbal (bahasa tubuh) antar anggota keluarga.

Komunikasi melibatkan kemampuan untuk memerhatikan apa-apa yang

disampaikan, dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Dengan kata

lain, bagian terpenting dari komunikasi tidaklah semata-mata hanya

berbicara, tetapi menyimak apa yang akan dikatakan oleh orang lain.

Komunikasi dalam keluarga sangat penting karena menyediakan

media bagi anggota keluarga di dalam mengekspresikan keperluannya,

keinginannya, dalam dimensi saling peduli. Dalam hal ini, komunikasi

yang terbuka dan jujur menghasilkan suasana yang memungkinkan

anggota keluarga untuk mengekpresikan perbedaan mereka seperti

halnya perasaan saling sayang dan saling respek. Melalui komunikasi

anggota keluarga dapat mensolusikan masalah-masalah yang timbul

dalam semua keluarga.


Seperti halnya komunikasi efektif selalu ditemukan dalam relasi

keluarga yang kokoh dan sehat maka komunikasi buruk akan juga

tercerminkan pada relasi keluarga yang buruk. Penasehat Perkawinan

dan Keluarga acap melaporkan bahwa komunikasi buruk merupakan

keluhan utama dari keluarga yang bermasalah. Komunikasi buruk, tidak

jelas dan tidak langsung mengarah pada sejumlah masalah keluarga,

termasuk konflik keluarga yang ekstrim, penyelesaian masalah yang

tidak efektif, kurang akrab, dan melemahkan kaitan emosi dalam

keluarga. Hasil penelitian menemukan adanya ikatan kuat antara pola

komunikasi (assertive comunication) dan kenyamanan dengan relasi

keluarga, dimana keluarga berkomunikasi dalam posisi I am, you are

OK. Bahkan komunikasi buruk ditenggarai berkaitan erat dengan

meningkatnya resiko perceraian dan atau perpisahan serta masalah

perilaku pada anak.komunikasi tidak nyambung, komunikasi negatif,

dan komunikasi rumah keong (rumahnya mungkin tetap ada, tetapi

keongnya belum tentu ada di dalamnya).

1.2.1.2 Sakinah, Mawadah dan Warahmah

1. Sakinah :

Sakinah menurut bahasa berarti kedamaian, ketenteraman,

ketenangan, dan kebahagiaan. Dalam sebuah pernikahan, pengertian

sakinah berarti membina atau membangun sebuah rumah tangga yang

penuh dengan kedamaian, ketentraman, ketenangan dan selalu

berbahagia.
2. Mawaddah :

Mawaddah menurut bahasa berarti Cinta atau harapan.

Dalam sebuah Pernikahan, Cinta adalah hal penting yang harus ada

dan selalu ada pada sebuah pasangan suami Istri. Dan Mawaddah

berarti selalu mencintai baik dikala senang maupun sedih.

3. Warrahmah :

Warrahmah memiliki kata dasar rohmah yang artinya kasih

sayang.dan kata wa disini hanya sebagai kata sambung yang

maknanya dan. Di dalam sebuah keluarga, kasih sayang adalah hal

penting yang harus ada dan selalu di jaga agar impian menjadi

keluarga bahagia bisa tercapai.

Jika arti sakinah mawaddah warrahmah digabungkan berarti

Keluarga yang selalu diberikan kedamaian, ketentraman, selalu penuh

dengan cinta dan kasih sayang. Kunci utama untuk mendapatkan

keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah adalah meluruskan niat

kita berkeluarga karena ingin mendapat Ridho dari Allah. Banyak orang

yang berkeluarga dengan niat yang kurang lurus, sehingga keluarga yang

di bina akan mejadi keluarga yang kurang bahagia.

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah pernyataan yang terperici mengenai latar

belakang masalah tersebut. Maka perumusan masalah dalam penulisan ini

penulis rumuskan sebagai berikut:” Analisis Tentang Membangun Komunikasi

Internal Keluarga dalam Menciptakan Konsepsi Sakinah, Mawaddah,

Warahmah”
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi internal

keluarga dan kendalanya dalam menciptakan konsepsi Sakinah, Mawaddah,

Warahmah?”

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

pada bidang ilmu komunikasi, khususnya dalam komunikasi interpersonal.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta bahan

referensi bagi mahasiswa Universitas Prof.Dr.Moestopo (B), konsentrasi

Humas.

2. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini bermanfaat untuk penulis dalam memperkaya

pengetahuan dan wawasan pada bidang yang telah di pilih oleh penulis yaitu

membina dan menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.

Selain itu penelitian ini diharapkan berguna untuk masyarakat dalam

membina dan menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah,warahmah


BAB II

TINJAUAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Literatur

2.1.1. Komunikasi

Komunikasi merupakan hal penting dan mendasar dari suatu

hubungan dalam kehidupan manusia. Inti hubungan antar manusia terletak

pada hubungan timbal balik secara langsung, yang memungkinkan seseorang

mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai

kebutuhannya. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses

penyampaian pesan atau informasi oleh seseorang (komunikator) kepada

orang lain (komunikan). Dengan berkomunikasi dapat diterka sejauh mana

kita berkehendak dan sejauh mana kita dapat mengerti dan dimengerti oleh

orang lain sehingga terjadi suatu pengertian timbal balik, yang menghasilkan

perubahan dalam pemikiran, tingkah laku, perubahan sikap ataupun perilaku

sesuai dengan konsep yang dimiliki.

“Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau


pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator
kepada penerima pesan sebagai komunikan, dalam proses komunikasi
tersebut bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengertian
(mutual understanding) antara kedua belah pihak.” (Ruslan, 1999:69)

Sedangkan menurut Hovland yang dikutip oleh Wiryanto,

mendefinisikan komunikasi sebagai, “the process by which an individual (the

communicator) transmits stimuli (ussualy verbal symbols) to modify, the

behaviour of other individu”. (Komunikasi adalah proses dimana

14
individu/komunikator mentrasmisikan stimuli untuk merubah prilaku

individu yang lain.” (Wiryanto, 2004:6)

Sementara itu Sasa Djuarsa Sendjaja memandang komunikasi sebagai

“suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan

yang terjadi di dalam diri seseorang dan/atau di antara dua orang atau lebih

dengan tujuan tertentu”. (Djuarsa, 1994:8) Dari pengertian tersebut, ada enam

karakteristik komunikasi yang diuraikan Sasa Djuarsa Sendjaja, antara lain:

a. “Komunikasi adalah suatu proses, artinya komunikasi merupakan


serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan
(ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan,
artinya komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar,
disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari
pelakunya;
c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para
pelaku yang terlibat, artinya kegiatan komunikasi akan
berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua
orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama
mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang
dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis, artinya komunikasi merupakan
tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang.
e. Komunikasi bersifat transaksional, artinya komunikasi pada
dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua
tindakan tersebut perlu dilakukan secara seimbang atau
proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam
komunikasi.
f. Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang, maksudnya para
peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus
hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya
berbagai produk teknologi komunikasi faktor waktu dan tempat
bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam
berkomunikasi.“ (Djuarsa, 1994:8)

Setelah menelaah beberapa pengertian komunikasi yang diungkapkan

oleh para ahli di atas, maka terlihat bahwa komunikasi merupakan salah satu

kebutuhan mendasar manusia. Komunikasi juga merupakan kebutuhan

integral dan tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.


Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi yang dapat

diungkapkan melalui banyak cara, seperti bahasa lisan, simbol-simbol,

gerakan, maupun melalui gambar-gambar tertentu.

Intinya, proses komunikasi tidak akan terjadi apabila tidak ada

komponen-komponen yang terlibat di dalamnya, oleh karena itu untuk

mencapai proses komunikasi yang efektif perlu diperhatikan unsur atau

komponen-komponen penting yang sudah mutlak harus ada.

Komponen komunikasi tersebut terdiri dari :

a. ”Sumber, yaitu pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan


untuk berkomunikasi.
b. Pesan, yaitu seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang
mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi.
c. Media atau saluran, yaitu sarana atau alat yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima.
d. Penerima, yaitu orang yang menerima pesan dari sumber.
e. Umpan balik, yaitu apa yang disampaikan penerima pesan kepada
sumber pesan.
f. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima
pesan tersebut.” (Djuarsa, 1994:8)

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

proses komunikasi adalah penyampain pesan dari komunikator ke

komunikan. Tujuan utamanya agar komunikan mengerti pesan yang

disampaikan komunikator.

2.1.2 Komunikasi Interpersonal

Manusia telah berkomunikasi selama ribuan tahun. Sebanyak 75

persen waktu juga manusia digunakan untuk berkomunikasi (Tubbs & Moaa,

2001:37). Meskipun demikian, ketika manusia dilahirkan, ia tidak serta –

merta dibekali dengan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif,


yaitu komunikasi saat makna yang ditangkap oleh penerima pesan sama

dengan makna yang diinginkan oleh pengirim pesan. Keterampilan dalam

berkomunikasi bukanlah merupakan bawaan melainkan harus dipelajari agar

manusia dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara berkualitas.

Meskipun seseorang telah melakukan aktivitass berbicara dan mendengarkan,

namun belum tentu ia telah berkomunikasi secara efektif. Seperti yang

dikatakan oleh Romeo dalam Romeo and Juliet karya Shakespeare : “ia

berbicara, namun ia tidak mengatakan sesuatu pun”.

Manusia sering tidak menyadari bahwa dirinya turut andil dalam

menciptakan kegagalan komunikasi, yaitu terkait perannya sebagai pengirim

atau pun penerima pesan. Butuh kepekaan dan keterampilan untuk dapat

berkomunikasi secara efektif. Dengan mempelajari proses komunikasi dan

adanya kesadaran akan apa yang dirinya dan orang lain lakukan ketika

sedang berkomunikasi, maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas

komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi antara dua individu

(Devito,2009:37). Komunikasi bukanlah semata sebagai sebuah ilmu

pengetahuan, melainkan juga sebuah seni dalam bergaul. Manusia tidak saja

harus memahami proses komunikasi, tetapi juga mampu menerapkan secara

kreatif dalam pergaulannya sehari-hari, sehingga makna pesan dapat dimiliki

secara bersama di antara individu yang berkomunikasi.

Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal

Konteks merupakan salah satu unsur dalam komunikasi. Konteks

dalam komunikasi adalah lingkungan di mana komunikasi terjadi.

Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik, seperti ditempat pesta, ruang
rapat, dan ruang tunggu dokter yang tentunya akan mempengaruhi topic

ataupun cara berbicara orang-orang yang berkomunikasi di sana. Di tempat

pesta, seseorang akan berbicara tersebut pada umumnya akan berbeda. Dalam

sebuah pesta, seseorang biasanya akan membahas masalah-masalah ringan

yang membahas masalah pekerjaan secara serius.

Pengirim dan penerima pesan merupakan unsur komunikasi

berikutnya yang sangat penting dalam komunikasi. Adanya keinginan dari

pengirim untuk menyampaikan pesan kepada seseorang (dalam hal ini

penerima pesan) memungkinkan terjadinya sebuah komunikasi. Devito

(2009:39) mengatakan bahwa komunikasi bersifat transaksional yang artinya

dalam sebuah komunikasi pengirim dapat berfungsi sebagai penerima

sekaligus. Ketika seseorang berbicara kepada temannya bahwa ia baru saja

bertengkar dengan kekasihnya, maka ia tidak hanya berperan sebagai

pengirim pesan, tetapi juga berperan sebagai penerima pesan atas reaksi

verbal dan nonverbal yang diberikan oleh temannya sebagai penerima pesan.

Jadi, ketika ia bercerita lebih tentang pertengkarannya yang besar dengan

kekasihnya. Melihat reaksi temannya yang menggeleng-gelengkan kepala

tersebut, maka ia dapat menahan untuk bercerita lebih lanjut tentang

pertengkarannya dengan kekasihnya. Hal inilah yang dimaksud dengan

komunikasi yang bersifat transaksional, yaitu saat seseorang berperan sebagai

pengirim pesan sekaligus sebagai penerima pesan yang dapat terpengaruh

oleh reaksi dari orang lain.

Seseorang yang memiliki self-monitoring yang tinggi, yaitu

kemampuan “membaca” apa yang dianggap baik atau tidak baik oleh lawan
bicara atau lingkungan (Baron, Byrne, & Branscombe,2006:39), dapat

mengubah pesan yang ia berikan ketika melihat bahwa apa yang

dikemukakannya kurang mendapat tanggapan positif dari orang lain.

Misalnya, ketika seseorang bercerita pada temannya bahwa bahwa ia telah

menampar kekasihnya dan pada saat bersamaan ia melihat reaksi temannya

yang menampakkan ekspresi wajah terkejut dan kurang suka, lalu temannya

berkomentar “Ah, kasar sekali kamu,” maka ia segera menambahkan

informasi “ya, saya menamparnya dengan pelan sih, tidak sungguh-sungguh.”

Di sini, terlihat bahwa ia telah memperbaiki pesan sebelumnya karena

melihat reaksi temannya yang kurang setuju dengan perilakunya yang

menampar kekasihnya tersebut. Keinginan untuk dinilai baik telah membuat

seseorang mengubah informasi yang telah ia berikan sebelumnya.

Devito (2009:38) mengatakan komuniksi merupakan tingkah laku satu

orang atau lebih yang terkait dengan proses mengirim dan menerima pesan.

Dalam proses penyampaian pesan hingga penyimpulan makna dari pesan

tersebut, dapat terjadi kerusakan (distortion)karena adanya gangguan (noise).

Berikutnya merupakan unsur-unsur komunikasi dan kaitannya antara satu

dengan yang lainnya.

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan

setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal

maupun nonverbal (Mulyana, 2004 : 73).

”Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah


proses pengiriman dan penerimaan pesan – pesan antara dua orang
atau diantara sekelompok kecil orang – orang dengan beberapa efek
dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi didalam diri sendiri, didalam diri manusia
terdapat komponen – komponen komunikasi seperti sumber, pesan,
saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya
seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu
masing–masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi
komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Suatu pesan yang
dikomunikasikan, bermula dari diri seseorang” (Muhammad, 1995 :
158).

Setelah melalui proses interpersonal tersebut, maka pesan – pesan

disampaikan kepada orang lain. Komunikasi interpersonal merupakan proses

pertukaran informasi antara seseorang dengan seseorang lainnya atau

biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.

Dengan bertambahnya orang – orang yang terlibat dalam komunikasi menjadi

bertambah kompleks lah komunikasi tersebut (Muhammad, 1995 : 159).

”Komunikasi antar pribadi juga didefiniskan sebagai komunikasi yang


terjadi diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat
jelas diantara mereka, misalnya percakapan seseorang ayah dengan
anak, sepasang suami istri, guru dengan murid, dan lain sebagainya.
Dalam definisi ini setiap komunikasi baru dipandang dan dijelaskan
sebagai bahan – bahan yang teritegrasi dalam tindakan komunikasi
antar pribadi”. (Devito, 2009 : 37).

Pentingnya suatu komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya

memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk

komunikasi antar pribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka

yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing–masing

menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses

komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi

untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Dari

proses ini terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial

melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing–masing adalah manusia


yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai

manusia.

Komunikasi interpersonal dibandingkan dengan komunikasi lainnya,

dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan

perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap

muka, oleh karena dengan komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal

contact) yaitu pribadi anda menyentuh prbadi komunikan. Ketika

menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate

feedback) mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan

yang dilontarkan pada ekspresi wajah dan gaya bicara. Apabila umpan balik

positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan mempertahankan

gaya komunikasi sebaliknya jika tanggapan komunikasi negatif, maka harus

mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini

dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi interpersonal sering

kali digunakan untuk mnyampaikan komunikasi persuasif (persuasive

communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi

yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Dengan

demikian maka setiap pelaku komunikasi akan melakukan empat tindakan

yaitu membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan, keempat

tindakan tersebut lazimnya berlangsung secara berurutan dan membentuk

pesan diartikan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan tujuan tertentu.

2.1.3 Model Komunikasi Interpersonal

Dalam proses komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal

arus komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap
individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan

komunikan. Karena dalam komunikasi atarpribadi efek atau umpan balik

dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui komponen – komponen yang

terlibat dalam komunikasi antar pribadi dapat dijelaskan melalui gambar

berikut :

Bagan Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum.Adaptasi dari Gottman et al., 1976, dalam Miller, 2007:41

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa komponen – komponen

komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut :

1. Pengirim – Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang

terlibat dalam komunikasi antar prbadi memfokuskan dan mengirimkan

serta mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami

pesan. Istilah pengirim–pengirim ini digunakan untuk menekankan

bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini dilakukan oleh setiap orang

yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi, contoh komunikasi antara

orang tua dan anak.


2. Encoding – Decoding

Encoding adalah tindakan menghasilkan pesan, artinya pesan – pesanyang

akan disampaikan dikode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan

menggunakan kata–kata simbol dan sebagainya. Sebaliknya tindakan

untuk menginterpretasikan dan memahami pesan–pesan yang diterima,

disebut juga sebagai Decoding. Dalam komunikasi antarpribadi, karena

pengirim juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi

encoding–decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam

komunikasi antar pribadi.

3. Pesan – Pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan–pesan ini bsa terbentuk verbal

(seperti kata – kata) atau non verbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan

antara bentuk verbal dan non verbal.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara

pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi

personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih

persuasif dibandingkan dengan saluran media massa. Hal ini disebabkan

pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat

dilakuka secara langsung keada khalayak. Contoh dalam komunikasi

antar pribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran indera pendengar

dengan suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak

tubuh, ekpresi wajah dan lain sebagainya).


5. Gangguan atau Noise

Sering kali pesan–pesan yang dikirim berbeda dengan pesa yang diterima.

Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsung komunikasi, yang

terdiri dari :

a. ”Gangguan Fisik
Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu
transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan
sebagainya.
b. Gangguan Psikolgis
Ganggan ini timbul karna adanya perbedaan gagasan dan
penilaian subyektif diantara orang yang terlibat diantara orang
yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai –
nilai, sikap dan sebagainya.
c. Gangguan Semantik
Gangguan ini terjadi kata–kata atau simbol yag digunakan dalam
komunikasi, seringkali memiliki arti ganda, sehingga
menyebabkan penerima gagal dalam menangkap dari maksud –
makusud pesan yang disampaikan, contoh perbedaan bahasa
yang digunakan dalam berkomunikasi.
d. Umpan Balik
Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam
proses komunikasi antar pribadi, karena pengirim dan penerima
secara terus menerus dan bergantian memberikan umpan balik
dalam berbagai cara, baik secara verbal maupun nonverbal.
Umpan balik ini bersifat positif apabila dirasa saling
menguntungkan. Bersifat positif apabila tidak menimbulkan
efek dan bersifat negatif apabila merugikan.
e. Bidang Pngalaman
Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting
dalam komunikasi antar pribadi. Komunikasi akan terjadi
apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai
bidang pengalaman yang sama.
f. Efek
Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar
pribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku
kepercayaan dan opini komunikasn. Hal ini disebabkan
komunikasi dilakukan dengan tatap muka (Devito, 2007 : 10).
2.1.4 Teori Komunikasi Antarpribadi

2.1.4.1 Membuka Diri (Self-disclosure)

Membuka Diri (Self-disclosure) menurut Johnson (A. Supratiknya,

1995:14) menjelaskan bahwa membuka diri (Self-disclosure) adalah meng-

ungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta

memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna

untuk memahami tanggapan di masa kini tersebut.

Membuka Diri (Self-disclosure) menurut Morton (Sears, 1985:254)

mengungkapkan bahwa pengungkapan diri atau keterbukaan diri merupakan

kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.

Pengungkapan diri dapat bersifat baik deskriptif maupun evaluatif.

Self Disclosure

Self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu

terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi

tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan

individu tersebut (Johson, dalam Supratiknya, 1995).

Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh Devito, (1986), yang

mengartikan self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi dimana,

informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang

diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar

orang tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi

yang biasanya disimpan/dirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi tersebut

harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan.
Rogers (dalam Baron, 1994) mendefinisikan self disclosure sebagai

suatu keuntungan yang potensial dari pengungkapan diri kita kepada orang

lain. Menurut Morton (dalam Baron, dkk,.1994) self disclosure adalah

kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Jadi

dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah bentuk komunikasi

interpersonal yang didalamnya terdapat pengungkapan ide, perasaan, fantasi,

informasi mengenai diri sendiri yang bersifat rahasia dan belum pernah

diungkapkan kepada orang lain secara jujur.

2.1.4.2 Dimensi Self Disclosure

Self disclosure berbeda bagi setiap individu dalam hal kelima dimensi

di bawah ini (Devito, 1986):

1. Amount

Kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui

frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari

pesan self-disclosing atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan

statemen self disclosure individu tersebut terhadap orang lain.

2. Valence

Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari penyingkapan diri.

Individu dapat menyingkapkan diri mengenai hal-hal yang menyenangkan

atau tidak menyenangkan mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada

dalam dirinya atau menjelek-jelekkan diri individu sendiri. Faktor nilai

juga mempengaruhi sifat dasar dan tingkat dari pengungkapan diri.


3. Accuracy/Honesty

Ketepatan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri. Ketepatan

dari pengungkapan diri individu dibatasi oleh tingkat dimana individu

mengetahui dirinya sendiri. Pengungkapan diri dapat berbeda dalam hal

kejujuran. Individu dapat saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan,

melewatkan bagian penting atau berbohong.

4. Intention

Seluas apa individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkan,

seberapa besar kesadaran individu untuk mengontrol informasi-informasi

yang akan dikatakan pada orang lain.

5. Intimacy

Individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim dari hidupnya,

hal-hal yang dirasa sebagai periperal atau impersonal atau hal yang hanya

bohong.

2.1.4.3 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosure

Menurut Devito (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi Self

disclosure yaitu :

1. Menyingkapkan diri kepada orang lain

Secara umum Self Disclosure adalah hubungan timbal balik. Dyadic

effect dalam pengungkapan diri menyatakan secara tidak langsung bahwa

dalam proses ini terdapat efek spiral (saling berhubungan), dimana setiap

pengungkapan diri individu diterima sebagai stimulus untuk penambahan


pengungkapan diri dari yang lain. Dalam hal ini, pengungkapan diri antar

kedua individu akan semakin baik jika pendengar bersikap positif dan

menguatkan. Secara umum, individu cenderung menyukai orang lain

yang mengungkapkan cerita rahasianya pada jumlah yang kira-kira sama.

2. Ukuran audiens

Pengungkapan diri, mungkin karena sejumlah ketakutan yang dirasakan

oleh individu karena mengungkapkan cerita tentang diri sendiri, lebih

sering terjadi dalam kelompok yang kecil daripada kelompok yang besar.

Dengan pendengar lebih dari satu seperti monitoring sangatlah tidak

mungkin karena respon yang nantinya bervariasi antara pendengar.

Alasan lain adalah jika kelompoknya lebih besar dari dua, pengungkapan

diri akan dianggap dipamerkan dan terjadinya pemberitaan publik. Tak

lama kemudian akan dianggap hal yang umum karena sudah banyak

orang yang tahu.

3. Topik

Topik mempengaruhi jumlah dan tipe pengungkapan diri. Menemukan

bahwa pengungkapan diri mengenai uang, kepribadian dan fisik lebih

jarang dibicarakan dari pada berbicara tentang rasa dan minat, sikap dan

opini, dan juga pekerjaan. Hal ini terjadi karena tiga topik pertama lebih

sering dihubungkan dengan self-concept seseorang, dan berpotensi

melukai orang tersebut.

4. Valensi

Nilai (kualitas positif dan negatif) pengungkapan diri juga berpengaruh

secara signifikan. Pengungkapan diri yang positif lebih disukai daripada


pengungkapan diri yang negatif. Pendengar akan lebih suka jika

pengungkapan diri orang lain yang didengarnya bersifat positif.

5. Seks

Banyak penelitian mengindikasikan secara umum, bahwa wanita lebih

terbuka dari pada pria tapi keduanya membuat disclosure (penyingkapan)

negatif yang hampir sama dari segi jumlah dan tingkatannya.

6. Ras, kewarganegaraan, dan umur

Terdapat perbedaan ras dan kebangsaan dalam pengungkapan diri. Murid

kulit hitam lebih jarang mengungkapkan diri mereka dibandingkan murid

kulit putih. Murid di USA lebih sering disclose (mengungkapkan diri)

dari pada kelompok yang sama di Puerto Rrico, Jerman, Inggris dan di

Timur Tengah. Juga terdapat perbedaan frekuensi pengungkapan diri

dalam grup usia yang berbeda. Pengungkapan diri pada teman dengan

gender berbeda meningkat dari usia 17-50 tahun dan menurun kembali.

7. Penerimaan hubungan (Receiver Relationship)

Seseorang yang menjadi tempat bagi individu untuk disclose

mempengaruhi frekuensi dan kemungkinan dari pengungkapan diri.

Individu cenderung disclosure pada individu yang hangat, penuh

pemahaman, memberi dukungan dan mampu menerima individu apa

adanya.

2.1.4.4 Tujuan Self Disclosure

Kita mengungkapkan informasi ke orang lain dengan beberapa alasan.

Menurut Derlega & Grzelak (dalam Taylor, 2000), lima alasan utama untuk

pengungkapan diri adalah :


1. Expression

Kadang-kadang individu membicarakan perasaannya untuk pelampiasan.

Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan untuk penyingkapan

diri.

2. Self Clarification

Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman dengan orang lain,

individu mungkin mendapat self-awareness dan pemahaman yang lebih

baik. Bicara kepada teman mengenai masalah dapat membantu individu

untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada.

3. Social Validation

Dengan melihat bagaimana reaksi pendengar pada pengungkapan diri

yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan

ketepatan pandangannya.

4. Social Control

Individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi

tentang dirinya, sama seperti arti dari kontrol sosial. Individu mungkin

menekan topik, kepercayaan atau ide yang akan membentuk pesan yang

baik pada pendengar. Dalam kasus yang ekstrim, individu mungkin

dengan sengaja berbohong untuk mengeksploitasi orang lain.

5. Relationship Development

Banyak penelitian yang menemukan bahwa kita lebih disclosure kepada

orang dekat dengan kita, seperti : suami/istri, keluarga, sahabat dekat.

Penelitian lain mengklaim bahwa kita lebih disclosure pada orang yang

kita sukai daripada orang yang tidak kita sukai. Kita lebih sering untuk

terbuka kepada orang yang sepertinya menerima, memahami, bersahabat,

dan mendukung kita.


2.1.4.5 Resiko Self Disclosure

Valerian Derlega (dalam Taylor 2000) menyatakan ada beberapa

resiko yang mungkin dialami individu saat mereka sedang mengungkapkan

diri, antara lain:

1. Indefference.

Individu berbagi informasi dengan orang lain untuk memulai hubungan.

Terkadang, hal itu dibalas oleh orang tersebut dan hubungan pun terjalin

Hal yang sebaliknya dapat terjadi bilamana individu menemui orang yang

tidak membalas dan kelihatan tidak tertarik mengetahui tentang individu

tersebut.

2. Rejection.

Informasi yang diungkapkan individu mungkin akan berakibat penolakan

sosial.

3. Loss of Control.

Kadang-kadang orang lain menggunakan informasi yang diberikan

sebagai alat untuk menyakiti atau mengontrol perilaku individu.

4. Betrayal.

Ketika individu mengungkapkan informasi pada seseorang, individu

sering mengingatkan bahwa informasi ini rahasia. Tapi sering kali

informasi ini tidak dirahasiakan dan diberitahu kepada orang lain.

2.1.4.6 Tahapan Self Disclosure

Self disclosure melibatkan konsekuensi positif dan negatif. Keputusan

untuk mengungkapkan diri bersifat individual dan didasarkan pada beberapa

pertimbangan. Adapun tahapan dalam melakukan pengungkapan diri adalah

sebagai berikut :
1. Pertimbangan akan motivasi melakukan pengungkapan diri

Setiap pengungkapan diri ditimbulkan oleh motivasi yang berbeda-beda

pada setiap individu. Pengungkapan diri sebaiknya didorong oleh

pertimbangan dan perhatian yang ada terhadap hubungan yang dijalani

oleh individu, terhadap orang lain yang berada disekeliling individu dan

terhadap diri sendiri. Pengungkapan diri sebaiknya berguna bagi semua

orang yang terlibat.

2. Pertimbangan pantas atau tidaknya pengungkapan diri

Pengungkapan diri sebaiknya sesuai dengan konteks dan hubungan yang

terjalin antara pembicara dan pendengar. Individu harus memperhatikan

waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan diri. Pendengar yang

dipilih biasanya adalah orang yang memiliki hubungan yang dekat dengan

individu. Penting untuk dipertimbangkan apakah pendengar mau

mendengarkan pengungkapan diri individu. Apakah pendengar dapat

mengerti hal yang diungkapkan oleh individu. Menurut DeVito (dalam

Dayakisni & Hudaniah, 2003), jika pendengar merupakan orang yang

menyenangkan dan membuat individu merasa nyaman serta dapat

membangkitkan semangat maka kemungkinan untuk membuka diri akan

semakin besar. Sebaliknya, individu akan menutup diri pada orang-orang

tertentu karena merasa kurang percaya.

3. Pertimbangan akan respon yang terbuka dan jujur.

Pengungkapan diri sebaiknya dilakukan di lingkungan yang mendukung

adanya respon yang jujur dan terbuka. Hindari pengungkapan diri jika
pendengar berada sedang terburu-buru atau ketika mereka berada pada

situasi yang tidak memungkinkan adanya respon yang jujur dan terbuka.

4. Pertimbangan akan kejelasan dari pengungkapan diri

Tujuan dari pengungkapan diri adalah untuk menginformasikan bukan

membuat orang lain kebingungan. Sering kali individu hanya

mengungkapkan informasi yang tidak lengkap yang membingungkan

pendengar. Sebaiknya individu mempertimbangkan informasi apa yang

hendak diungkapkan, dan mempersiapkan diri pada konsekuensi untuk

mengungkapkan diri lebih dalam lagi supaya pendengar dapat mengerti.

5. Pertimbangan kemungkinan pengungkapan diri pendengar

Selama mengungkapkan diri, berikan pendengar kesempatan untuk

mengungkapkan dirinya. Raven & Rubin (dalam Dayakisni & Hudaniah,

2003) menyatakan bila individu menceritakan sesuatu yang bersifat

pribadi, pendengar akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan.

Pada umumnya individu mengharapkan orang lain memperlakukannya

sama seperti individu memperlakukan orang lain tersebut. Pengungkapan

diri pendengar merupakan suatu tanda pengungkapan diri individu

diterima atau sesuai.

6. Pertimbangan akan resiko yang mungkin terjadi akibat pengungkapan diri

Pengungkapan diri sebaiknya diikuti dengan pertimbangan konsekuensi

yang terjadi dari pengungkapan diri tersebut. Pengungkapan diri tidak

selalu menghasilkan konsekuensi yang positif seperti pemahaman dan

penerimaan dari pendengar tetapi juga kemungkinan akan adanya

konsekuensi negatif seperti penolakan dan ketegangan. Franke & Leary


(dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000) menyebutkan, bahwa individu

dengan orientasi seksual yang berbeda berkeinginan untuk

mengungkapkan diri, tetapi mereka takut bahwa pengungkapan yang

mereka lakukan akan menyebabkan kemarahan, penolakan dan atau

diskriminasi. Tahapan pengungkapan diri ini bukan merupakan suatu

aturan kaku yang harus dilewati tahap demi tahap. Individu dapat

mengungkapkan diri mengikuti tahap per tahap atau tidak secara

berurutan.

2.1.4.7 Attraction Theory

Berdasarkan attraction theory, dasar bagi seseorang dalam

membentuk sebuah hubungan adalah ketertarikan (Devito,2003:12). Kita

dapat tertarik pada seseorang dam tidak tertarik pada orang lain. Hal yang

sama juga dapat terjadi, yaitu saat seseorang dapat tertarik pada kita dan

tidak tertarik pada orang lain. Ada empat factor yang mempengaruhi

ketertarikan seseorang dengan orang lain, yaitu sebagai berikut:

1. Similarity

Sesuai dengan prinsip similarity (kesamaan), maka seseorang akan

memilih teman, pacar, dan pasangan hidup yang memiliki kesamaan

dengan dirinya baik dalam hal penampilan, perilaku, cara berfikir, dan

lain-lain. Pada umumnya, orang memang menyukai orang lain yang sama

dengan dirinya dalam beberapa aspek, seperti kebangsan, ras, kemampuan

dalam bidang tertentu, daya tarik fisik, kecerdasan atau sikap. Namun, ada

juga orang yang justru tertarik pada orang-orang yang berkebalikan

dengan dirinya yang disebut dengan complementarity, misalnya seorang


yang dominan memilih pacar yang bersifat submisif, kesamaan dalam

beberapa hal dengan pasangan dapat mempermudah komunikasi di antara

keduanya, namun perbedaan juga dapat membantu kelanggengan sebuah

hubungan bila sifatnya saling melengkapi.

2. Proximity

Miller, Perlman, dan Brehm (2009:5) dalam proximity (kedekatan)

dikatakan bahwa orang akan lebih mudah tertarik dengan orang-orang

yang memiliki kedekatan secara fisik dengan dirinya. Cobalah perhatikan

orang-orang yang menarik bagi kita. Mereka pada umumnya adalah

orang-orang yang tinggal di sekitar kita, teman kuliah atau teman kerja

kita. Kedekatan secara fisik memberikan kemungkinan yang lebih besar

pada orang-orang untuk saling bertemu dan akhirnya saling menyukai

seperti pepatah jawa yang mengatakan „witing tresno jalaran soko

kulino‟. Dengan demikian, kedekatan merupakan faktor yang sangat

penting untuk terjadinya tahapan awal dari sebuah hubungan, yaitu

“kontak” (terjadinya interaksi). Misalnya, dalam sebuah asrama seseorang

akan lebih berpotensi berkenalan dengan dengan teman-teman sekamar

atau satu lantai dibandingkan berkenalan dengan teman-teman dari kamar

atau lantai yang berbeda. Kedekatan tersebut membuat orang menjadi

„biasa‟bertemu (familiar) dan saling menyukai. Pepatah jawa mengatakan

„witing tresno jalaran soko kulino‟ (jatuh cinta karena biasa bertemu).

Ada beberapa alasan mengapa kedekatan fisik (proximity) merupakan

faktor yang penting dalam hubungan interpersonal, sehingga dapat

memprediksi terjadinya persahabatan di antara dua orang, yaitu:


a. Familiarity

Beberapa penelitian membuktikan bahwa alasan seseorang menyukai

orang lain adalah fakta bahwa mereka merasa sudah familiar (sudah

kenal, sudah merasa biasa) dengan orang tersebut. Menurut Zajonc

(1968:6), more exposure (sering bertemu) sudah cukup membuat

seseorang dapat menyukai orang lain. Moreland dan Beach (1992:6)

melakukan sebuah penelitian dimana ia meminta sejumlah teman

peneliti (confederates) wanita untuk hadir selama lima kali, sepuluh

kali, lima belas kali atau hadir sama sekali dalam suatu pertemuan.

Selanjutnya, peneliti memberikan foto dari confederates tersebut

kepada peserta penelitian untuk dinilai seberapa jauh peserta

penelitian menyukai confederates. Hasilnya, semakin sering

confederates hadir maka semakin ia dinilai positif.

b. Exposure

Factor terlihat atau terpaparkan (exposure) merupakan faktor yang

penting dalam menarik perhatian seseorang. Para politisi sangat

menyadari bahwa semakin sering mereka tampil atau terlihat

dihadapan masyarakat pemilih sebelum acara pemilihan, maka akan

membantu keberhasilan seorang politisi untuk mendapatkan suara dari

masyarakat.

c. Low Cost

Bila kita secara teratur sering bertemu dengan seseorang, maka akan

membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk saling mengenal pada

pertemuan berikutnya. Dengan demikian, potensi untuk saling


mengenal adalah lebih besar karena telah bertemu pada waktu-waktu

sebelumnya.

d. Expectation of Continued Interaction

Jika kita mempunyai perkiraan akan bertemu atau bersama-sama

seseorang secara teratur untuk rentang waktu tertentu, maka kita akan

berusaha untuk melihat sisi baik dari orang tersebut, sehingga

membuka peluang untuk menjadi sahabat.

e. Predictability

Manusia cenderung lebih menyukai situasi yang dapat diramalkan

(diantisipasi) dari pada situasi yang tidak dapat diramalkan. Demikian

pula dalam menghadapi orang lain. Seseorang yang sudah kita lihat

(karena adanya proximity) akan membantu kita untuk dapat

meramalkan seperti apa orang tersebut, sehingga kita akan merasa

lebih nyaman atau siap untuk membina interaksi dengannya.

f. Expectation of Continued Interaction

Jika kita mempunyai perkiraan akan bertemu atau bersama-sama

seseorang secara teratur untuk rentang waktu tertentu, maka kita akan

berusaha untuk melihat sisi baik dari orang tersebut, sehingga

membuka peluang untuk menjadi sahabat.

3. Reinforcement

Melalui reinforement (dalam hal ini hadiah), seseorang akan tertarik

kepada orang lain yang memberikan hadiah pada dirinya, yaitu berupa

hadiah kecil (pujian) atau hadiah yang cukup mewah (barang tertentu

yang mahal).
4. Physical attractiveness and personality

Daya tarik fisik dan kepribadian tidak dapat dipungkiri merupakan hal

yang disukai orang. Hal ini membuat orang tertarik untuk membina

interaksi dengan orang yang memiliki fisik dan kepribadian menarik.

2.1.4.8 Social Penetration Theory

Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas

Taylor (1973:15). Teori penetrasi sosial secara umum membahas tentang

bagaimana proses komunikasi interpersonal. Teori yang menjelaskan proses

terjadinya pembangunan hubungan interpersonal secara bertahap dalam

pertukaran sosial. Terdapat 3 level, yaitu artificial level (awal hubungan),

intimate level (hubungan dalam proses), very intimate level (hubungan yang

lebih intim). Di sini dijelaskan bagaimana dalam proses berhubungan dengan

orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana terjadi semacam proses

adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa Altman dan Taylor: penetrasi

sosial.

The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya

hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang paling dangkal,

mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke tingkatan yang

terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan penjelasan

ini, maka teori penetrasi sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah model

yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang

saling mengenal satu sama lain melalui tahap pengungkapan informasi.


Altman dan Taylor (1973:15) membahas tentang bagaimana

perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada

dasarnya mereka akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain

sejauh mereka mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from

superficial to intimate levels of exchange as a function of both immediate and

forecast outcomes.”

Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah.

Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau

lapisan kepribadian, bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi

lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Jika mengupas kulit

terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya.

Begitu pula kepribadian manusia.

Model Social Penetration Theory (Altman & Taylor, 1973)

1. Tahap Pertama (Lapisan Pertama Atau Terluar Kulit Bawang)

Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang

terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain

secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan

yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak

terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat

semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu

saja, orang terdekat misalnya.maka informasinya bersifat superficial.

Informasi yang demikian wujudnya antara lain seperti nama, alamat,

umur, suku dan lain sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap


mengalir saat kita berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal.

Tahapan ini sendiri disebut dengan tahap orientasi.

2. Tahap Kedua (Lapisan Kulit Bawang Kedua)

Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua) disebut dengan tahap

pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap ekspansi awal

dari informasi dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih

dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut, di antara dua orang yang

berkomunikasi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal

informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan masing-masing.

Misalnya kesenangan dari segi makanan, musik, lagu, hobi, dan lain

sejenisnya.

3. Tahap Ketiga (Lapisan Kulit Bawang Ketiga)

Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap pertukaran afektif.

Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi,

misalnya tentang informasi menyangkut pengalaman-pengalaman

privacy masing-masing. Jadi, di sini masing-masing sudah mulai

membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi,

misalnya seperti kesediaan menceritakan tentang problem pribadi.

Dengan kata lain, pada tahap ini sudah mulai berani “curhat”.

4. Tahap Ke empat (Lapisan Kulit Bawang Keempat)

Tahap ke empat merupakan tahapan akhir atau lapisan inti, disebut juga

dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut sifatnya sudah

sangat intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk mem-


prediksikan tindakan-tindakan dan respon mereka masing-masing dengan

baik. Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi inti

dari pribadi masing-masing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri,

atau perasaan emosi terdalam.

Kedekatan seseorang terhadap orang lain, menurut Altman dan Taylor,

dapat dilihat dari sejauh mana penetrasi mereka terhadap lapisan-lapisan

kepribadian tadi. Dengan membiarkan orang lain melakukan penetrasi

terhadap lapisan kepribadian yang kita miliki artinya kita membiarkan

orang tersebut untuk semakin dekat dengan kita. Taraf kedekatan

hubungan seseorang dapat dilihat dari sini.

Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor

menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:

1. Seseorang lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada

lapisan terluar dari dirinya . mereka lebih mudah membicarakan atau

ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam dirinya kepada orang

lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat pribadi

dan personal. Semakin ke dalam merea berupaya melakukan penetrasi,

maka lapisan kepribadian yang di hadapi juga akan semakin tebal dan

semakin sulit untuk ditembus. Semakin mencoba akrab ke dalam wilayah

yang lebih pribadi, maka akan semakin sulit pula.

2. Keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat resiprokal (timbal-balik),

terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori ini, pada

awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias
untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan

tetapi semakin dalam atau semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi,

biasanya keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat, tidak secepat

pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak bersifat

timbal balik.

3. Penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang ketika

semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada istilah

“langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu proses

yang panjang. Dan biasanya banyak dalam hubungan interpersonal yang

mudah runtuh sebelum mencapai tahapan yang stabil. Pada dasarnya

akan ada banyak faktor yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan

tersebut mudah runtuh, mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu

untuk melewati tahapan ini, biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil,

lebih bermakna, dan lebih bertahan lama.

4. Depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin memudar.

Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka

keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak

bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat

bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.

Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu hubungan adalah

penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Maksudnya adalah

mungkin dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi bisa sangat

terbuka kepada seseorang yang dekat . Akan tetapi bukan berarti juga mereka
dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin mereka bisa

terbuka dalam urusan asmara, namun mereka tidak dapat terbuka dalam

urusan pengalaman di masa lalu. Atau yang lainnya.

Karena hanya ada satu area saja yang terbuka bagi orang lain

(misalkan urusan asmara tadi), maka hal ini menggambarkan situasi di mana

hubungan mungkin bersifat mendalam akan tetapi tidak meluas (depth

without breadth). Dan kebalikannya, luas tapi tidak mendalam (breadth

without depth) mungkin ibarat hubungan “halo, apakabar?”, suatu hubungan

yang biasa-biasa saja. Hubungan yang intim adalah di mana meliputi

keduanya, dalam dan juga luas.

Keputusan tentang seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut

teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs

analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita

menghitung faktor untung-rugi dalam hubungan kita dengan orang tersebut,

atau disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of relational

satisfaction). Begitu juga yang orang lain tersebut terapkan ketika

berhubungan dengan kita. Jika hubungan tersebut sama-sama menguntungkan

maka kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar, dan proses penetrasi

sosial akan terus berkelanjutan.

2.1.4.9 Kekuatan Teori Penetrasi Sosial

Salah satu kekuatan dalam teori ini adalah fakta bahwa ia dapat

digunakan untuk melihat wajah kedua untuk menghadapi interaksi

interpersonal serta interaksi online antara individu. kekuatan lain melibatkan


kegunaan dari teori ini dalam memandang dan menilai risiko dalam suatu

hubungan interpersonal tergantung pada jenis hubungan serta tingkat saat

pengungkapan diri dan keintiman di dalamnya.

2.1.5 Konsepsi Keluarga

Dari pengertian sederhana, istri adalah merupakan pasangan dari

suami sedangkan suami adalah pasangan dari istri. Suami istri secara ideal

tidak terpisah tetapi bahu membahu segala hal di dalam keluarga. Istri adalah

perempuan yang mesti menjadi pendamping dan mendampingi suami dalam

bahtera rumah tangganya. Istri harus mampu menjadi sahabat dan kawan

dalam suka maupun lara bagi suaminya. Kewajiban dan tugas seorang istri

adalah menjadi “psikolog” bagi suaminya yang sedang resah, stress dan

dipresi dalam persaingan dan kompetisi bisnis dan pekerjaan kantor. Begitu

pentingnya fungsi istri sebagai pendamping kebahagiaan suami (Mohammad

Monib dan Ahmad Nurkholis, 2008:193-194).

Suami dapat diibaratkan sebagai tiang dalam keluarga karena suami

yang bertanggung jawab penuh kepada keluarga terutama istri. Suami pula

yang bertanggung jawab atas biaya hidup keluarga, sehingga setiap orang

ingin hidup bahagia secara lahir maupun batin.

Adapun peranan masing-masing suami istri dalam keluarga adalah :

1. Kewajiban Suami

Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi

keluarganya, tetapi disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah

tangga atau pemimpin dalam rumah tangga. Allah SWT dalam hal ini

berfirman:
“Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Alloh telah
melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan
karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka”. (Qs.
an-Nisaa‟: 34).

Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun

ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja

keras membanting tulang memeras keringat untuk mencari rezeki yang

halal tetapi ternyata tidak mampu menjadi pemimpin bagi keluarganya.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu. (Qs. at-Tahriim: 6).

Suami juga harus mempergauli istrinya dengan baik:

Dan pergauilah isteri-isteri kalian dengan baik. Kemudian bila


kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak. (Qs. an-Nisaa‟: 19).

Barang siapa menggembirakan hati istri, (maka) seakan-akan

menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis takut kepada Allah,

maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka. Sesungguhnya ketika

suami istri saling memperhatikan, maka Allah memperhatikan mereka

berdua dengan penuh rahmat. Manakala suami merengkuh telapak tangan

istri (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami-istri itu dari

sela-sela jarinya. [HR. Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Al-

Khudzri].

Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul

berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, “Diantara istri-istri Rasul,

siapakah yang paling disayangi?” Rasulullah Saw hanya tersenyum lalu

berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti.“


Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah

memberikan sebuah kepada istri-istrinya masing-masing sebuah cincin

seraya berpesan agar tidak memberitahu kepada istri-istri yang lain. Lalu

suatu hari hari para istri Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan

pertanyaan yang sama. Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Yang paling

aku sayangi adalah yang kuberikan cincin kepadanya.” Kemudian, istri-

istri Nabi Saw, itu tersenyum puas karena menyangka hanya dirinya saja

yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya tidak terasing.

Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh

sejauh mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri

baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika perlakuan

terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk.

Hendaklah engkau berikan makan istri itu bila engkau makan dan

engkau berikan pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan

janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia

dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam rumah. [al-Hadits].

Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik

perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah

yang paling baik diantara kalian dalam memperlakukan keluargaku.

Begitulah, suami janganlah kesibukannya mencari nafkah di luar

rumah lantas melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga.

Suami berkewajiban mengontrol dan mengawasi anak dan istrinya, agar

mereka senantiasa mematuhi perintah Allah, meninggalkan larangan

Allah swt sehingga terhindar dari siksa api neraka. Ia akan dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah jika anak dan istrinya meninggalkan

ibadah wajib, melakukan kemaksiatan, membuka aurat, khalwat, narkoba,

mencuri, dan lain-lain.

2. Kewajiban Istri

Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak

dan menjaga kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.).

Ketaatan yang dituntut bagi seorang istri bukannya tanpa alasan. Suami

sebagai pimpinan, bertanggung jawab langsung menghidupi keluarga,

melindungi keluarga dan menjaga keselamatan mereka lahir-batin, dunia-

akhirat. Tanggung jawab seperti itu bukan main beratnya. Para suami

harus berusaha mengantar istri dan anak-anaknya untuk bisa memperoleh

jaminan surga. Apabila anggota keluarganya itu sampai terjerumus ke

neraka karena salah bimbing, maka suamilah yang akan menanggung

siksaan besar nantinya. Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka

taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia dan

akhirat.

Istri boleh membangkang kepada suaminya jika perintah suaminya

bertentangan dengan hukum syara, misalnya disuruh berjudi, dilarang

berjilbab, dan lain-lain. Perempuan apabila sembahyang lima waktu,

puasa bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat akan

suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana saja yang dikehendaki.

Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita

shalihah. [HR. Muslim, Ahmad dan an-Nasa'i]. Wanita yang shalihah

ialah yang ta‟at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak

ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).


Ta‟at kepada Allah, ta‟at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian)

yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan

(tabarruj) seperti wanita jahiliyah. (Qs. an-Nisaa‟: 34).

Sekiranya aku menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain.

Maka aku akan menyuruh wanita bersujud kepada suaminya karena

besarnya hak suami terhadap mereka. (Qs. al-Ahzab: 32).

Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika

engkau memandangnya dan mentaatimu jika engkau memerintahkan

kepadanya, dan jika engkau bepergian dia menjaga kehormatan dirinya

serta dia menjaga harta dan milikmu. [al-Hadist].

Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan juga sebagai seorang

ibu dalam lingkungan sebuah keluarga memiliki arti yang sangat penting,

bahkan bisa dikatakan istri merupakan satu tiang yang menegakkan

kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak

"orang-orang besar". Sehingga tepat sekali bila ada yang mengatakan

bahwa : "Di balik setiap orang besar ada seorang wanita yang mengasuh

dan mendidiknya".

Berikut beberapa kewajiban seorang istri dalam sebuah rumah

tangga adalah :

a. Taat kepada suami dalam hal serta perkara bukan dalam rangka

maksiat kepada Allah SWT. Taat ini karena seorang suami adalah

seorang pemimpin dalam rumah tangga. Dan ketaatan ini lebih

didahulukan dari pada melakukan ibadah sunnah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tidak boleh


seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di
tempat kecuali setelah mendapatkan izin suaminya."(HR. Al-
Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
Kewajiban dalam menaati suami ini dalam perkara yang ia

perintahkan sebatas kemampuan seorang istri, karena hal ini juga

merupakan keutamaan seorang lelaki terhadap kaum wanita.

b. Mengerjakan pekerjaan rumah sebagai seorang ibu rumah tangga

seperti halnya memasak, mencuci, membersihkan rumah dan

sebagainya. Seorang istri sudah semestinya melakukan pekerjaan

rumah tangga seperti di atas dengan penuh kerelaan dan kelapangan

hati dan kesadaran bahwa hal itu merupakan salah satu ibadah kepada

Allah.

c. Menjaga harta suami.

Dalam hal menjaga harta suami ini, Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam bersabda :

"Sebaik-baik wanita penunggang unta, wanita Quraisy yang


baik, adalah yang sangat penyayang terhadap anaknya ketika
kecilnya dan sangat menjaga suami dalam apa yang ada di
tangannya." (HR. Al-Bukhari no. 5082 dan Muslim no. 2527)

d. Menjaga rahasia suami dan juga kehormatannya sehingga hal tersebut

akan menumbuhkan kepercayaan sang suami secara penuh

terhadapnya.

e. Bergaul dengan suami dengan cara yang baik.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara membuatnya ridha

ketika suami marah, menunjukkan rasa cinta dan sayang kepadanya

dan juga penghargaan, mengucapkan kata-kata yang baik dan wajah

yang selalu penuh senyuman, dan memaafkan kesalahan suami bila ia

bersalah. Hal yang tidak kalah penting adalah dalam hal

memperhatikan makanan,minuman, serta pakaian dari suami.


f. Mengatur waktu dengan sebaik mungkin.

Sehingga dengan mengatur waktu ini semua pekerjaan

terselesaikan pada waktunya, menjaga kebersihan dan juga

keteraturan didalam rumah sehingga selalu tampak rapi dan juga

bersih hingga hal tersebut menimbulkan sesuatu yang menyenangkan

pandangan bagi sang suami dan membuat buah hati menjadi betah di

dalam rumah.

g. Bersikap dan berkata jujur terhadap suami dalam segala sesuatu,

khususnya ketika ada sesuatu yang terjadi sementara suami tidak

berada dalam rumah. Jauhi sifat dusta karena hal ini akan

menghilangkan kepercayaan suami.

3. Peran Anak Dalam Keluarga

Setiap keluarga sangat mengharapkan datangnya seorang anak di

dalam keluarga mereka. Secara umum banyak yang berpendapat bahwa

peran anak didalam sebuah keluarga hanyalah untuk membahagiakan,

berbakti kepada orang tua mereka, dan lain-lain. Memang pendapat itu

tidaklah salah namun apakah pernah disadari jika dirinya selama ini

hanyalah menjadi beban didalam keluaganya sendiri? Peran seorang anak

dalam sebuah keluarga menjadi sangat beragam ketika seorang anak

melihat perannya dari sudut pandang usia. Ketika anak itu masih berumur

balita, dirinya memang tidak mempunyai peran apa-apa didalam keluarga

karena anak mempunyai hak untuk diasuh dan dirawat oleh kedua orang

tuanya. Menginjak umur remaja sudah sepatutnya anak dapat


meringankan beban kedua orang tuanya dengan cara membantu mengurus

pekerjaan yang berhubungan dengan pribadinya seperti mencuci sepatu,

mencuci piring, mencuci baju, membereskan kamar kita, dan lain-lain.

Menginjak umur dewasa barulah peran sebagai anak menjadi bertambah

banyak mengingat dirinya pada umur dewasa telah berkembang menjadi

seorang manusia yang dapat hidup mandiri dan tidak lagi membebankan

pekerjaan rumah pada kedua orang tuanya.

Namun bila dilihat peran seorang anak dari sudut pandang sosial,

banyak sekali anak-anak yang masih kecil bisa mencari penghasilan

mereka sendiri, seperti pada kalangan menengah ke bawah banyak sekali

anak-anak yang mengamen di jalan-jalan besar karena mereka inigin

membantu keluarganya dalam mencari nafkah. Kemudian dari kalangan

menengah ke atas banyak juga anak-anak kecil yang sudah bisa mencari

uang mereka sendiri dengan cara bekerja seperti "Baim" yang bekerja

sebagai aktor dalam acara-acara televisi.

Jadi sudah seharusnya sebagai anak dalam keluarga sudah tahu

persis bagaimana dalam mengambil tindakan dan peranannya didalam

keluarganya sendiri. Jangan sampai anak terlalu menjadi beban atau terlalu

tergantung pada keluarganya. Karena suatu saat nanti anak akan beranjak

dewasa dan terlepas dari tanggung jawab kedua orang tua.

2. Keterlibatan Kakek dan Nenek

Di negara yang sudah maju, orang merupakan peranan nenek dan

kakek oleh karena para orang tua dari keluarga itu cenderung untuk bebas
dari ibu dan ayah mereka, baik ditinjau dari segi letak jarak geografis

maupun dari segi emosionalnya. Oleh karena itu mereka lantas merasa

kasihan kepada satu pasangan suami-istri jika mereka itu tinggal dekat-

dekat dengan sejumlah anggota keluarga mereka dari golongan generasi

tua.

Sebenarnya, peran kakek dan nenek dalam keluarga akan sangat

menentukan hubungan antara mereka sendiri dengan anak-anak dan cucu-

cucunya. Selain itu, dengan bertambahnya usia si cucu, reaksinya terhadap

kakek dan neneknya pun akan berubah.

Bagi anak-anak balita, kakek dan nenek yang memanjakan akan

membuat mereka senang dan bahagia. Di usia ini kakek dan nenek menjadi

tokoh yang senantiasa dirindukan kehadirannya. Dan memang dipihak

kakek dan nenek sendiri tercetus suatu keinginan untuk memanjakan cucu-

cucunya yang belum sekolah, lebih dari orang tua si cucu. Biasanya mereka

menunjukan kesenangan yang luar biasa untuk bermain-main dengan cucu-

cucu tercinta. Dan hubungan mereka pun ditandai oleh kegembiraan serta

kelucuan-kelucuan yang memang sengaja dilakukan oleh kakek dan nenek

untuk cucunya.

Menurut Dra. Tita Sobari, (1991:26), memang ada kecenderungan

bahwa pihak nenek merasa terpanggil untuk ikut campur merawat dan

membesarkan cucu-cucunya menurut pola dan pengalamannya. Dan tingkat

keikut campuran itu bermacam-macam dari yang sekadarnya sampai

menjadi penentu segala sesuatu yang berhubungan dengan sang cucu. Lagi

pula kenyataan ini bukan hanya terjadi disini; dimana pun dapat saja terjadi.
Namun karena pola keluarga di Indonesia ini adalah pola keluarga besar (di

dalamnya termasuk nenek dan kakek juga adik-adik), masa peluang ikut

campur sang nenek lebih besar. Tambahan lagi pandangan tradisionalnya

menempatkan kakek dan nenek di tempat yang tinggi karena mereka orang

tua dari ibu atau ayah si anak. Sedangkan pada zaman modern ini pun

kedudukan nenek atau kakek bertambah „kuat‟ bagi ibu-ibu yang jarang

berada di rumah karena bekerja atau terlibat kegiatan organisasi.

2.1.6 Fungsi Keluarga

Menurut Yusuf (2001:39) menyebutkan beberapa fungsi keluarga dari

sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam

fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan

legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk

memenuhi kebutuhan dasar bilogisnya. Kebutuhan itu meliputi:

1) Pangan, Sandang, Papan,

2) Hubungan Seksual Suami Istri Dan

3) Reproduksi Atau Pengembangan Keturunan.

b. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar

masyarakat primitif. Para anggota keluarga bekerja sebagai tim untuk

menghasilkan sesuatu.
c. Fungi Pendidikan

Keluarga merupakan lingkunagn pendidikan pertama dan utama.

Keluarga berfungsi sebagai “trasmiter budaya atau mediator” sosial

budaya. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut

penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya

dan keterampilan yang bermamfaat bagi anggota keluarga.

d. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluaga merupakan faktor penentu (determinant

factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang.

Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan

nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus

dilaksaakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang

mempengaruhi perkembangan kemampuan untuk mentaati peraturan

(disipin), mau bekerja dengan orang lain, mau bertanggung jawab dan

bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, gama dan

budaya).

e. Fungsi perlindungan

Sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan,

ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidak nyamanan (fisik-

psikologis) bagi para anggotanya.

f. Fungsi Rekkreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan

kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya.

Maka dari itu, maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti
menyangkut aspek dekorasi interior rumah, komuniasi yang tidak kaku,

makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan

sebagainya.

g. Fungsi Agama

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada

anggotanya agar mereka memilki pedoman hidup yang benar. Keluarga

berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk

mempelajari dan mengamalkan ajaran agamanya.

2.1.7 Konsepsi Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

2.1.7.1 Keluarga Sakinah

Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti

kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah

mengandung makna keluarga yang diliputi rasa damai, tentram dan

bahagia. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal. Dalam

kehidupan keluarga. Keluarga sakinah juga sering disebut sebagai

keluarga yang bahagia. Menurut pandangan barat, keluarga bahagia atau

keluarga sejahtera ialah keluarga yang memiliki dan menikmati segala

kemewahan material. Anggota-anggota keluarga tersebut memiliki

kesehatan yang baik yang memungkinkan mereka menikmati limpahan

kekayaan material. Bagi mencapai tujuan ini, seluruh perhatian, tenaga

dan waktu ditumpukan kepada usaha merealisasikan kecapaian

kemewahan kendaraam yang dianggap sebagai perkara pokok dan

prasyarat kepada kesejahteraan (Dr.Hasan Hj.Mohd Ali,1993: 15).


Pandangan yang dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan

konsep keluarga bahagia atau keluarga sakinah yang diterapkan oleh

Islam. Menurut Dr.Hj. Mohd Ali (1993:18-19) asas kepada kesejahteraan

dan kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan

kepada Allah SWT.

Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat keridhaan Allah

SWT. Allah SWT ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah

SWT.

Firman Allah SWT:


“Allah ridha kepada mereka dan mereka redha kepada- Nya, yang
demikian itu, bagi orang yang takut kepada-Nya”. (Surah Al-
Baiyyinah [98] : 8).

Menurut Paizah Ismail (2003 : 147), keluarga bahagia ialah suatu

kelompok sosial yang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak pinak, cucu

cicit, sanak saudara yang sama-sama dapat merasa senang terhadap satu

sama lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira, mempunyai

objektif hidup baik secara individu atau secara bersama, optimistic dan

mempunyai keyakinan terhadap sesama. Dengan demikian, keluarga

sakinah ialah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang

berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai kebahagiaan di

dunia dan di akhirat. Mempunyai barang mewah bukanlah sebagai

ukuran untuk membentuk keluarga bahagia sebagaimana yang telah

dinyatakan oleh Negara Barat.


2.1.7.2. Ciri-ciri Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar diukur karena merupakan

satu perkara yang abstrak dan hanya boleh ditentukan oleh pasangan yang

berumah tangga. Namun, terdapat beberapa ciri-ciri keluarga sakinah,

diantaranya:

1. Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah

Asas yang paling penting dalam pembentukan sebuah keluarga

sakinah ialah rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa,

berpandukan Al-Quran dan Sunnah dan bukannya atas dasar cinta

semata-mata. Ia menjadi panduan kepada suami istri sekiranya

menghadapi perbagai masalah yang akan timbul dalam kehidupan

berumah tangga. Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa‟ [4] ayat

59 yang artinya

“Kemudian jika kamu selisih faham/pendapat tentang sesuatu,


maka kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasulullah
(Sunnah)”.

2. Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)

Tanpa „al-mawaddah‟ dan „al-Rahmah‟, masyarakat tidak

akan dapat hidup dengan tenang dan aman terutamanya dalam

institusi kekeluargaan. Dua perkara ini sangat-sangat diperlukan

kerana sifat kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga

dapat melahirkan sebuah masyarakat yang bahagia, saling

menghormati, saling mempercayai dan tolong-menolong. Tanpa kasih

sayang, perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya akan menjadi

angan-angan saja.
3. Mengetahui Peraturan Berumah tangga

Setiap keluarga seharusnya mempunyai peraturan yang patut

dipatuhi oleh setiap ahlinya yang mana seorang istri wajib taat kepada

suami dengan tidak keluar rumah melainkan setelah mendapat izin,

tidak menyanggah pendapat suami walaupun si istri merasakan

dirinya betul selama suami tidak melanggar syariat, dan tidak

menceritakan hal rumah tangga kepada orang lain. Anak pula wajib

taat kepada kedua orangtuanya selama perintah keduanya tidak

bertentangan dengan larangan Allah. Lain pula peranan sebagai

seorang suami. Suami merupakan ketua keluarga dan mempunyai

tanggung jawab memastikan setiap ahli keluarganya untuk mematuhi

peraturan dan memainkan peranan masing-masing dalam keluarga

supaya sebuah keluarga sakinah dapat dibentuk. Firman Allah SWT

dalam Surat An-Nisa‟ [4] : 34 yang artinya :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh


Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-
laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab
itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah
Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
4. Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak

Perkawinan bukanlah semata-mata menghubungkan antara

kehidupan kedua pasangan tetapi ia juga melibatkan seluruh


kehidupan keluarga kedua belah pihak, terutamanya hubungan

terhadap ibu/bapak kedua pasangan. Oleh itu, pasangan yang ingin

membina sebuah keluarga sakinah seharusnya tidak menepikan ibu

bapak dalam urusan pemilihan jodoh, terutamanya anak lelaki. Anak

lelaki perlu mendapat restu kedua ibu bapaknya karena perkawinan

tidak akan memutuskan tanggungjawabnya terhadap kedua ibu

bapaknya. Selain itu, pasangan juga perlu mengasihi ibu bapak supaya

mendapat keberkatan untuk mencapai kebahagiaan dalam berumah

tangga. Firman Allah SWT yang menerangkan kewajiban anak

kepada ibu bapaknya dalam Surah al-Ankabut [29] : 8 yang artinya :

“Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua


orang ibu- bapanya. dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku
khabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”

5. Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar

Antara tujuan ikatan perkawinan ialah untuk menyambung

hubungan keluarga kedua belah pihak termasuk saudara ipar kedua

belah pihak dan kerabat-kerabatnya. Karena biasanya masalah seperti

perceraian timbul disebabkan kerenggangan hubungan dengan kerabat

dan ipar.

2.1.7.3 Membangun Keluarga Sakinah

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan

keluarga yang sakinah bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah


arus kehidupan seperti ini, janganlah untuk mencapai bentuk keluarga

yang ideal, bahkan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga saja

sudah merupakan suatu prestasi tersendiri, sehingga sudah saat-nya

setiap keluarga perlu merenung apakah mereka tengah berjalan pada

koridor yang diinginkan oleh Allah dalam mahligai tersebut, ataukah

mereka justru berjalan bertolak belakang dengan apa yang diinginan oleh-

Nya.

Islam mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi

institusi yang aman, bahagia dan kokoh bagi setiap ahli keluarga, karena

keluarga merupakan lingkungan atau unit masyarakat yang terkecil yang

berperan sebagai satu lembaga yang menentukan corak dan bentuk

masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk membincangkan

semua hal sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan yang

dihadapi di samping menjadi tempat nilai-nilai kekeluargaan dan

kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan bahagia serta perhatian yang

dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga akan

memberi kepadnya keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk

menghadapi berbagai persoalan hidupnya. Ibu dan bapak adalah orang

pertama yang diharapkan dapat memberikan bantuan dan petunjuk dalam

menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu adalah lambang

kasih sayang. Ketenangan dan juga ketentraman Al-Quran merupakan

landasan dari terbangunnya keluarga sakinah, dan mengatasi

permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat.

Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu :

1. Memiliki kecenderungan kepada agama


2. Yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang

muda

3. Sederhana dalam belanja

4. Santun dalam bergaul

5. Dan selalu introspeksi.

Sedangkan Konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah adalah :

1. Memilih kriteria calon suami atau istri dengan tepat

Agar terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam

menentukan kriteria suami mau pun istri haruslah tepat. diantara

kriteria tersebut misalnya beragama Islam dan shaleh maupun

shalehah; berasal dari keturunan yang baik-baik; berakhlak mulia;

sopan santun dan bertutur kata yang baik; mempunyai kemampuan

membiayai kehidupan rumah tangga (bagi suami).

Rasulullah SAW bersabda,


“Perempuan dinikahi karena empat faktor : Pertama. Karena
harta; Kedua, karena kecantikan; Ketiga. Kedudukan; dan
Keempat, karena agamanya. Maka hendaklah engkau pilih yang
taat beragama, engkau pasti bahagia.”
2. Dalam keluarga harus ada mawadah dan warahmah

Mawadah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu,

sedangkan warahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban

dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rasa damai dan tentram

hanya dicapai dengan saling mencintai. Maka rumah tangga muslim

punya ciri khusus, yakni bersih lahir bathin, tentram, damai dan penuh

hiasan ibadah.

Firman Allah SWT Surat Ar-Rum [30] : 21 yang artinya :


“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir ”.

3. Saling Mengerti Antara Suami – Istri

Seorang suami atau istri harus tahu latar belakang pribadi

masing-masing. Karena pengetahuan terhadap latar belakang pribadi

masing-masing adalah sebagai dasar untuk menjalin komunikasi

masing-masing. Dan dari sinilah seorang suami atau istri tidak akan

memaksakan egonya. Banyak keluarga hancur, disebabkan oleh sifat

egoism. Ini artinya seorang suami tetap bertahan dengan keinginannya

dan begitu pula istri. Seorang suami atau istri hendaklah mengetahui

hal-hal sebagai berikut :

a. Perjalanan hidup masing-masing

b. Adat istiadat daerah masing-masing (jika suami istri berbeda suku

dan atau daerah)

c. Kebiasaan masing-masing

d. Selera, kesukaan atau hobi

e. Pendidikan

f. Karakter/sikap pribadi secara proporsional (baik dari masing-

masing, maupun dari orang-orang terdekatnya, seperti orang tua,

teman ataupun saudaranya, dan yang relevan dengan ketentuan

yang dibenarkan syari‟at.

d. Saling Menerima

Suami istri harus saling menerima atau sama lain. Suami istri itu

ibarat satu tubuh dua nyawa. Tidak salah kiranya suami suka

warna merah, si istri suka warna putih, tidak perlu ada penolakan.
Dengan keridhaan dan saling pengertian, jika warna merah

dicampur dengan warna putih, maka aka terlihat keindahannya.

e. Saling Menghargai

Seorang suami atau istri hendaklah saling menghargai:

1. Perkataan dan perasaan masing-masing

2. Bakat dan keinginan masing-masing

3. Menghargai keluarga masing-masing. Sikap saling

menghargai adalah sebuah jembatan menuju terkaitnya

perasaan suami-istri

f. Saling Mempercayai

Dalam berumah tangga seorang istri harus percaya kepada

suaminya, begitu pula dengan suami terhadap istrinya ketika ia

sedang berada di luar rumah. Jika diantara keduanya tidak

adanya saling percaya, kelangsungan kehidupan rumah tangga

berjalan tidak seperti yang dicita-citakan yaitu keluarga yang

bahagia dan sejahtera. Akan tetapi jika suami istri saling

mempercayai, maka kemerdekaan dan kemajuan akan meningkat,

serta hal ini merupakan amanah Allah.

g . Suami – Istri Harus Menjalankan Kewajiban masing - masing

“Barang siapa yang tabah dan sabar atas perlakuan buruk


istrinya. Allah akan memberikan pahala seperti yang Dia
berikan kepada Nabi Ayyub alaihi sallam yang tabah dan sabar
menghadapi ujian–ujian Allah yang berat. (Makarim Al –
Akhlaq : 213)
“Barang siapa yang menampar pipi istrinya satu kali, Allah
akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas
tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka
jahanam.”(Mustadrak Al – Wasail 2 : 550)
i. Hubungan Antara Suami Istri Harus Atas Dasar Saling

Membutuhkan seperti pakaian dan yang memakai (hunna libasun

lakum wa antum libasun lahunna (Al – Qur‟an surat Al- Baqarah

[2] ayat : 187), yaitu menutup aurat, melindungi diri panas dan

dingin, dan sebaginya perhiasan. Suami terhadap istri dan

sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika

istri mempunyai suatu kekurangan. Suami tidak mencari obat atau

membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Jika istri sakit,

suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga

sebaliknya. Istri harus selalu tampil membanggakan suami, suami

juga harus tampil membanggakan istri, jangan terbalik di luaran

tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot”

menyebalkan.

j. Suami Istri Harus Senantiasa Menjaga Makanan yang Halal

Menurut hadis Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia

yang berasal dari makanan haram, cenderung mendorong pada

perbuatan yang haram juga (qith‟at al lahmi min al haramahaqqu

ila annar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil,

pakaian dan lain-lainnya.

k. Suami Istri Harus Menjaga Aqidah yang Benar

Aqidah yang keliru atau sesat, misalnya mempercayai

kekuatan dukun, magic, dan sebangsanya. Bimbingan dukungan

dan sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup tidak


rasional, tetapi juga bisa menyesatkan pada bencana yang fatal.

Membina suatu keluarga yang bahagia memang sangat sulit.

Akan tetapi jika masing-masing pasangan mengerti konsep-

konsep keluarga sakinah seperti yang telah diuraikan diatas, insya Allah

cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal dalam aturan

syari‟at Islam, yang disebutkan dengan “Rumahku adalah surgaku“ akan

terwujud. Disamping konsep-konsep diatas masih ada beberapa cara

yang lain bagaimana menjadi keluarga sakinah, diantaranya :

1. Selama menempuh hidup berkeluarga, sadarilah bahwa jalan yang

akan dilalui tidaklah melalui jalan yang bertabur bunga kebahagiaan

tetapi juga semak belukar yang penuh onak dan duri.

2. Ketika biduk rumah tangga oleng, janganlah saling berlepas tangan,

tetapi sebaliknya justru semakin erat berpegangan tangan.

3. Ketika sepasasang suami istri belum dikaruniai anak, cintailah istri

atau suami dengan sepenuh hati.

Ketika sudah mempunyai anak, jangan bagi cinta kepada suami atau

istri dan anak-anak dengan beberapa bagian tetapi cintailah suami-istri

dan anak-anak dengan masing-masing sepenih hati.

4. Ketika ekonomi keluarga belum membaik, yakinlah bahwa pintu rizki

akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami

istri kepada Allah SWT.

5. Ketika ekonomi sudah membaik, jangan lupa akan jasa pasngan hidup

yang setia mendampingi ketika menderita (justru godaan banyak

terjadi disini, ketika hidup susah, suami selalu setia namun ketika
sudah hidup mapan dan bahkan lebih dari cukup, suami sering melirik

yang lain dan bahkan berbagi cinta dengan wanita yang lain).

6. Suami boleh bermanja-manja bahkan bersifat kekanak-kanakan

kepada istri dan segeralah bangkit menjadi pria perkasa secara

bertanggung jawab ketika istri membutuhkan pertolongan.

7. Istri, tetaplah kita berlaku elok, tampil cantik dan gemulai serta lemah

lembut, tetapi harus selalu siap menyelesaikan semua pekerjaan

dengan sukses.

8. Ketika mendidik anak, janganlah pernah berfikir bahwa orang tua

yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak,

karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur kepada anak.

9. Wanita, ketika ada PIL, janganlah diminum, cukuplah suami kita

yang menjadi “obat”.

10. Lelaki, ketika ada WIL, janganlah pernah ajak berlayar sebiduk

berdua kesamudra cinta, cukuplah istri kita sebagai pelabuhan hati.

2.1.8 Faktor yang Berhubungan dengan Pembentukan Keluarga Sakinah

Membina sebuah keluarga bahagia dalam rumah tangga bukanlah

suatu perkara yang mudah. Terdapat banyak faktor yang mendorong

pasangan suami istri boleh membentuk keluarga bahagia yang di ridhai Allah

SWT. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor suami istri, faktor

keilmuan, faktor hubungan ahli kerabat, dan faktor ekonomi.

a. Faktor Suami dan Istri

Suami istri merupakan penunjang utama dalam pembentukan

sebuah keluarga bahagia. Damainya sebuah sebuah institusi perkawinan

itu bergantung kepada hubungan dan peranan suami istri untuk


membentuk keluarga masing-masing. Ibu bapak atau kepala keluarga

perlu memainkan peranan terutamanya saling hormat-menghormati di

antara satu sama lain. Karena anak-anak akan mudah terpengaruh dengan

tingkah laku mereka. Walaupun ketentraman rumah tangga tanpa krisis

dan kesepahaman merupakan materi penyumbang kepada kebahagiaan

rumah tangga, tetapi tanggung jawab suami istri seharusnya tidak

ditepikan.

Suami istri perlu menjalankan tanggung jawabnya sebagai suami,

istri, dan tanggung jawab bersama suami merupakan kepala keluarga

yang memainkan peranan paling penting untuk membentuk sebuah

keluarga bahagia. Suami yang bahagia ialah suami yang sanggup

berkorban dan berusaha untuk kepentingan keluarga dan rumah tangga

yaitu memberi makan makanan yang baik untuk anak-anaknya dan istri,

menjaga hak istri, memberi pakaian yang bersesuaian dengan pakaian

islam, mendidik anak-anak dan istri dengan didikan Islam yang benar

serta memberi tempat perlindungan. Istri solehah ialah yang tahu menjaga

hak suami, harta suami, anak-anak, menjaga maruah diri dan juga maruah

suami serta membantu menjalankan urusan keluarga dengan sifat ikhlas,

jujur, bertimbang rasa, amanah, dan bertanggung jawab. Tanggung jawab

istri terhadap ahli keluarganya amatlah besar dan ia hendaklah taat

terhadap segala perintah suaminya selagi tidak bertentangan dengan

larangan Allah.
b. Faktor Keilmuan

Membentuk sebuah keluarga bahagia bukanlah bergantung kepada

pengalaman semata-mata. Setiap pasangan hendaklah mempunyai ilmu

pengetahuan yang kokoh dalam semua aspek dan bukannya hanya

mengutamakan ilmu perkawinan semata-mata. Pasangan perlu

memahirkan diri dalam berbagai bidang ilmu antaranya ilmu ekonomi,

materi, akhlak, ibadah dan sebagainya. Ilmu pengetahuan mampu

menyelesaikan segala masalah yang melanda dalam rumah secara

rasionalnya. Membina sebuah keluarga bahagia dengan asas yang kokoh

terutamanya dengan pengetahuan keagamaan dapat menjadikan individu

berfikir dan bertindak sesuai dengan fitrah insaniah yang diberikan oleh

Allah SWT. Keluarga Islam harus selalu meningkatkan kualitas

pemikiran Islam yang sebenarnya sesuai dengan perubahan zaman.

c. Faktor Ahli Kerabat

Setiap pasangan yang telah menikah perlu menyesuaikan diri

dengan keadaan keluarga pasangan masing – masing. Perkara ini sangat

penting supaya tidak menimbulkan salah faham yang bisa mengeruhkan

keharmonian rumah tangga yang baru dibentuk. Asas yang paling utama

ialah mengadakan hubungan yang erat dengan ibu bapak kedua belah

pihak. Al – Imam, Al – Nawawi menjelaskan bahwa selain ibu bapak,

seorang anak juga perlu menjaga hubungan kekeluargaan dengan kerabat

– kerabat sebelah ibu dan bapak. Al – Nawawi menjelaskan bahwa

seorang anak berbakti kepada ibu bapaknya jika dia menjaga hubungan

yang baik dengan kerabat – kerabat mereka (Kamarul Azmi Jasmi,2004


:11). Islam juga turut menggalakkan supaya diutamakan kaum kerabat

terdahulu sekiranya ingin memberikan sedekah karena melalui cara ini ia

akan dapat membantu mengeratkan hubungan kekeluargaan disamping

mendapat ganjaran pahala bersedekah.

d. Faktor Ekonomi

Pengurusan ekonomi dalam rumah tangga seharusnya tidak

dipandang remeh oleh setiap pasangan.menurut Dr. Johari bin Mat

(1998:12), kedudukan ekonomi yang tidak stabil menyebabkan masalah

yang akan timbul dalam rumah tangga. Masalah akan terjadi jika suami

tidak dapat memberi nafkah yang secukupnya, atau istri terlalu

mementingkan aspek material diluar kemampuan suami atau keluarga

harus mengukur kemampuan masing – masing agar jangan sampai aspek

ekonomi rumah tangga menjadi penyebab bergolaknya keluarga dan

penghalang untuk membentuk sebuah keluarga bahagia.

Suami istri sepatutnya bijak dalam menyusun, mengatur, dan

merancang keluarga. Oleh karena itu, pasangan perlu merancang

setiap perbelanjaan dan bukannya hanya mengikut tuntutan nafsu yang

ingin memenuhi kehidupan material. Perbelanjaan tanpa perancangan

menyebabkan kehidupan senantiasa terasa terhimpit.

2.1.9 Aspek-Aspek Keluarga Sakinah

1. Aspek Agama

Agama memiliki peran penting dalam membina keluarga sejahtera.

Agama yang merupakan jawaban dan penyelesaian terhadap fungsi

kehidupan manusia adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Allah Swt serta tata kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Oleh karena itu, sebuah keluarga haruslah memiliki dan berpegang pada

suatu agama yang diyakininya agar pembinaan keluarga sejahtera dapat

terwujud sejalan dengan apa yang diajarkan oleh agama.

Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinah yakni keluarga yang

tenteram di mana suami-istri dituntut menciptakan kehidupan rumah tangga

yang harmonis antara kebutuhan fisik dan psikis.Yang dimaksud psikis

adalah menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan sekaligus

penghayatan agama anggota keluarga. Kesakinahan merupakan kebutuhan

setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang

terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan

yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak

dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana

mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum

ayat 21 yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu


pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang
kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying.
Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah
bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)

2. Aspek Pendidikan

Kehidupan dimulai di dalam lingkungan keluarga. Besar dan

dididik di dalam keluarganya. tumbuh dari kecil dalam lingkungan

keluarga. Orang tua mengajarkan bagaimana anaknya harus bertindak.


Orang tua juga yang membesarkan anaknya dengan pendidikan dan etika.

Jika melihat seorang anak kecil sering mengucapkan kata-kata kasar,

apakah mereka sadar bahwa anak tersebut tumbuh di lingkungan

keluarga, sehingga terkadang mereka malah menyalahkan anak tersebut,

padahal yang seharusnya disalahkan adalah pendidikan dalam

keluarganya. Sering kali orang tua menyalahkan anak kecil yang berbuat

salah, padahal bukankah anak kecil belajar dan mencontoh tindakan atau

perilaku dari orang dewasa.

Pendidikan keluarga sangat penting namun seringkali dianggap

tidak penting. Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak

kecil, sehingga ketika seorang anak menjadi dewasa, ia akan berperilaku

baik. Tentu saja perilaku orang tua juga harus baik dan benar sebagai

contoh untuk anaknya. Jikalau semenjak kecil seorang anak diajarkan

dengan baik dan benar maka keluarga tersebut akan harmonis. Dan

seandainya setiap keluarga mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka

semua manusia akan hidup berdampingan dan damai.

Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk

menyampaikan kepada orang atau pihak lain segala hal untuk

menjadikannya mampu berkembang menjadi manusia yang lebih baik,

lebih bermutu, dan dapat berperan lebih baik pula dalam kehidupan

lingkungannya dan masyarakatnya.

Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam

pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan


karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di

luar keluarga (sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga

dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya

masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus

memilki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada

pendidikan karakter anak di rumah.

Keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada

anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua

pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara

anak dan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti

makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa

aman, kasih sayang, dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang

berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan

lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi

orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.

3. Aspek Sosial Ekonomi

Jika dicermati secara mendalam, selama ini pemerintah

mengelompokkan keluarga di Indonesia ke dalam dua tipe, yaitu:

1. Tipe keluarga pra-sejahtera.

Yang dibayangkan ketika mendengar keluarga tipe ini adalah

keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan

dasar hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. Keluarga pra-

sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya banyak, tidak dapat

menempuh pendidikan secara layak, tidak memiliki penghasilan tetap,

belum memperhatikan masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap


penyakit, mempunyai masalah tempat tinggal dan masih perlu

mendapat bantuan sandang dan pangan.

2. Tipe keluarga sejahtera.

Yang terbayang ketika mendengar keluarga tipe ini adalah

sebuah keluarga yang sudah tidak mengalami kesulitan untuk

memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Keluarga sejahtera identik

dengan keluarga yang anaknya dua atau tiga, mampu menempuh

pendidikan secara layak, memiliki penghasilan tetap, sudah menaruh

perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap

penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat

bantuan sandang dan pangan.

Selama ini konsentrasi pembinaan terhadap keluarga yang

dilakukan oleh pemerintah adalah menangani keluarga pra-sejahtera.

Hal itu terlihat dari program-program dasar pembinaan keluarga

seperti perencanaan kelahiran (KB), Pos Pelayanan Terpadu

(POSYANDU), pelayanan kesehatan gratis, pembinaan lansia,

pengadaan rumah khusus keluarga pra-sejahtera dan sejenisnya.

Namun demikian, jika dicermati dari tahun ke tahun terkesan

bahwa program pembinaan keluarga menjadi jalan di tempat. Jika

kita berani melakukan refleksi atas hasil pembinaan yang selama ini

dilakukan, dapat terlihat beberapa gejala sebagai berikut:

a. Walaupun sudah dilakukan pembinaan bertahun-tahun masih

banyak keluarga yang mengikuti program-program secara pasif

partisipatif.

b. Masyarakat menganggap bahwa program pembinaan keluarga

identik dengan program pemberian bantuan tertentu.


c. Program pembinaan keluarga identik dengan program pembinaan

keluarga miskin.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat,

kiranya perlu dilakukan pembenahan dimana keluarga diarahkan

untuk menjadi keluarga yang secara sadar dan proaktif berjuang

menjadi keluarga yang sehat dan sejahtera. Istilah yang kiranya tepat

dan berbau promotif adalah membangun keluarga kreatif, yaitu

keluarga yang mampu mengenali permasalahan keluarganya masing-

masing, mencari alternative dalam mengatasi masalah, dan secara

proaktif merencanakan masa depan sendiri sesuai situasi dan kondisi

masing-masing.

Persoalannya adalah bagaimana pasangan suami-istri mampu

melakukan pembinaan terhadap keluarga agar berkembang menjadi

keluarga kreatif. Ada beberapa yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Melakukan pembinaan dan pendampingan manajemen ekonomi

keluarga.

b. Pembinaan kewirausahaan.

c. Pemberian bantuan usaha modal usaha.

d. Pendidikan kreativitas.

Jika saja banyak keluarga Indonesia yang berkembang ke arah

keluarga kreatif, dapat diyakini bahwa semakin hari semakin banyak

keluarga Indonesia yang mampu mewujudkan diri menjadi keluarga

yang sehat, sejahtera, sekaligus mandiri. Jika demikian, pemerintah


tidak perlu lagi banyak mengeluarkan anggaran yang bersifat

konsumtif untuk masyarakat. Jika anggaran konsumtif yang selama

ini dikenal sebagai subsidi dapat ditekan seminimal mungkin, maka

secara perlahan-lahan perekonomian negara menjadi lebih kuat. Dan

pada akhirnya keluarga sehat, sejahtera, mandiri dapat terwujud,

negara yang sehat, sejahtera, dan mandiri perlahan-lahan dapat

terwujud pula.

4. Aspek Sosial Budaya

Perkembangan anak pada usia antara tiga-enam tahun adalah

perkembangan sikap sosialnya. Konsep perkembangan sosial mengacu

pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk

mandiri dan dapat berinteraksi atau untuk menjadi manusia sosial.

Interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain, suatu hubungan yang

menimbulkan perasaan sosial yang mengikatkan individu dengan sesama

manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti tolong menolong, saling

memberi dan menerima, simpati dan empati, rasa setia kawan dan

sebagainya.

Melalui proses interaksi sosial tersebutlah seorang anak akan

memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku-perilaku penting

yang diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak; dikenal juga

dengan sosialisasi. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Zanden (1986)

bahwa seseorang terlahir bukan sebagai manusia, dan baru akan menjadi
manusia hanya jika melalui proses interaksi dengan orang lain. Artinya,

sosialisasi merupakan suatu cara untuk membuat seseorang menjadi

manusia (human) atau untuk menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya

(social human being).

Terdapat tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu:

1) Status sosial, dimana dalam keluarga distrukturkan oleh tiga struktur

utama, yaitu bapak/suami, ibu/istri dan anak-anak. Sehingga

keberadaan status sosial menjadi penting karena dapat memberikan

identitas kepada individu serta memberikan rasa memiliki, karena ia

merupakan bagian dari sistem tersebut.

2) Peran sosial, yang menggambarkan peran dari masing-masing

individu atau kelompok menurut status sosialnya.

3) Norma sosial, yaitu standar tingkah laku berupa sebuah peraturan

yang menggambarkan sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam

kehidupan sosial.

2.1.9. Konsepsi Komunikasi Keluarga

1. Komunikasi Keluarga

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi

dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan

keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang.

Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga sukar dihindari,

oleh karena itu komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara
orang tua dengan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangaka

membangun hbungan yang baik dalam keluarga (Djamarah, 2004 : 38).

Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan

keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan

sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak

(Hurlock, 1997 : 198).

Dalam dunia modern ini menyebabkan perubahan dalam berbagai

aspek kehidupan keluarga, akbatnya pola keluarga telah berubah secara

radikal (drastis). Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada

keluarga tersebut dampaknya dapat terjadi pada seluruh komponen

keluarga yang ada yaitu dipihak ayah, ibu, anak maupun keluarga

yangikut didalamnya seperti nenek atau anggota lainnya. Dilihat dari

uraian diatas, maka anak pun memikul dampak dari perubahan yang

terjadi pada keluarga.

“Ikatan dengan keluarga yang renggang dan kontak keluarga yang


berkurang, berkurangnya pekerjaan yang dilakukan dirumah, anak
lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah dari pada
didalam rumah, perceraian atau pernikahan kedua atau ketiga
semakin meningkat, para ayah memegang peran lebih besar alam
pengasuhan anak, orang tua mempunyai ambisi lebih besar bagi
anak dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi mereka
demi pendidikan anak dalam mempersiapkan mereka dimasa
depan dan ada kalanya lebih banyak interaksi dengan orang luar
dar pada anggota keluarga” (Hurlock, 1997 : 200).

Selanjutnya Hurlock (1997 : 200) menyatakan bahwa hubungan

dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan

kehidupan secara umum. Dengan demikian maka seseorang akan belajar

menyesuaikan diri pada kehidupan atas dasar peraturan dalam keluarga.


Peranan keluarga sangat penting terhadap perkembangan social

anak, tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan

struktur dan interaksinya saja. Hal ini mudah diterima apabila kelompok

sosial dengan tujuan–tujuan, norma–norma, dinamika kelompok termasuk

kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang

menjadi kelompok tersebut diantara anak. Keluarga memiliki peran yang

sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak.

Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan


tentang nilai–nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya
yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk memper-
siapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang
sehat”. (Yusuf, 2007 : 37).

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

menanamkan nilai–nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh

orangtua tidak harmonis misalnya, ketidak tepatan orang tua dalam

memilih pola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya

permusuhan serta pertentangan dalam keluarga, maka akan terjadi

hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila

hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu dan anak (Gunarsa,

2002 : 205).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunisi yang efektif,

karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian,

kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan

tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina

komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, sehingga akan

terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan
harmonis antara orang tua dan remaja, diharapkan adanya keterbukaan

antara orang tua dan remaja dalam membicarakan masalah dan kesulitan

yang dialami oleh remaja (Mulandar,2003: 23). Maka disinilah diperlukan

komunikasi dalam keluarga yang sering diebut komunikasi keluarga.

Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap

muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota–anggota dalam

keluarga pad umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk

mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia

remaja tidak mudah karena ada faktor – faktor yang menjadi penghambat,

yaitu :

1. ”Orang tua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi dari


pada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.
2. Orang tua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang
sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.
3. Orang tua hanya memberikan informasi, akan tetapi tidak ikut
serta memecahkan masalah yang dihadapi remaja.
4. Hubungan antara orang tua dan remaja hanya terjadi secara
singkat dan formal, karena selalu sibuknya orang tua.
5. Remaja tidak diberi kesempatan mengembangkan
kreativitasnya serta memberikan pandangan–pandangan secara
bebas” (Soekanto, 2003 : 15).

2. Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga

Komunikasi interpersonal dalam keluarga harus berlangsung

secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak ata dari

anak ke orang tua. Awal terjadinya komunikasi karena ada sesuatu pesan

yangingin disampaikan, sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi

yang efektif. (Djamarah, 2004 : 1).

Komunikasi interpersonal adalah suatu pengiriman dan

penerimaan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil


orang dengan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap

efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku

seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka (face

to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehigga terjadi kontak pribadi

atau personal contact (Effendy, 2002 : 8). Dengan demikian mereka

yang terlibat dalam komunikasi ini masing–masing menjadi pembicara

dan pendengar. Nampaknya adanya upaya untuk terjadinya pengertian

bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati berdasarkan

anggapan bahwa masing– masing adalah manusia utuh yang wajib,

berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia. Dalam

proses komunikasi ini, ketika pesan disampaikan umpan balik pun terjadi

saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana

reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikannya (Effendy, 2003 :

15).

Umpan balik itu sendiri melainkan peran dalam proses

komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau

berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator, selain itu

umpan balik dapat memberikan komunikator bahan informasi bahwa

sumbangan–sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik atau

tidak bagi komunikan (Effendy, 2003 : 14). Umpan balik dapat bersifat

positif dan dapat pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan bersifat

positif ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator,

sehingga komunikasi berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya


umpan balik dikatakan negatif ketika respon komunikan tidak

menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan untuk

selanjutan komunikasi tersebut.

”Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui


komunikasi orang tua memberikan dan mengerjakan tentang nilai,
norma, pengetahuan, sikap dan harapan terhadap anak–anak.
Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal tersebut
dapat diterima dan dipahami oleh remaja. Komunikasi yang
efektif akan menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin
baik antara kedua belah pihak”. (Irwanto, 2001 : 79).

Komunikasi yang baik di dalam keluarga bersifat dialog dan

bukan monolog. Komunikasi yang monolog tidak menimbulkan

tantangan dalam diri anak untuk mengembangkan pikiran, kemampuan

bertanggung jawab dan anak tidak dimintai pendapat atas usul bila ada

masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog, orang tua

mendapat kesempatan mengenal anaknya atau dapat berkomunikasi

secara langsung sehingga dapat memberikan pengaruh langsung kepada

anak. Orang tua dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan

berkomunikasi dengan anak–anak (Kartono, 1994 : 153).

Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk

keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan

bernegosiasi, menghargai kebebasan dan rahasia antar anggota keluarga.

Sedangkan menurut Rahkmat (2002 : 129) tidak benar anggapan

orang bahwa semakin sering seseorang melakukan komunikasi

interpersonal dengan orang lain, maka makin baik hubungan mereka.

Persoalannya adalah bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi

bagaimana komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti penting bahwa


dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari

komunikasinya, akan tetapi seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.

3. Aspek – Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal DalamKeluarga

Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam

keluarga. Beberapa faktor penting untuk menentukan jelas tidaknya

informasi yang dikomunikasikan didalam keluarga dapat mengarahkan

pada komuikasi yang efektif, yaitu : (Irwanto, 2001 : 85).

1. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya

dan relatif lebih jelas dibandingkan dengan informasi yang selalu

berubah. Ketidak konsistensian yang membuat anak–anak bingung

dalam menafsirkan informasi tersebut.

2. Ketegasan (Assertiveness)

Ketegasan tidak berarti otoriter ketegasan membantu meyakinkan

anak–anak atau anggota keluarga yang lain bahwa komunikator benar

–benar meyakini nilai atau sikapnya. Bila perilaku orang tua ingin

ditiru oleh anak, maka ketegasan akan memberi jaminan bahwa

mengharapkan anak–anak yang berperilaku yang sesuai yang

berprilaku yang sesuai diharapkan.

3. Percaya (Thurs)

Faktor percaya (Thurs) adalah yang palig penting karena percaya

menentukan efektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi

interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas

pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang

komunikan untuk mencapai maksudnya, hingga kepercayaan


padaorang lain akan menghambat perkembangan hubungan

interpersonal yang akrab.

Ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap percaya yaitu

: (Rakhmat, 2002 : 131).

a. “Menerima
Menerima adalah kemampuan berhuungan dengan orang
lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan,
sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai
individu yang patut dihargai, terapi tidak berarti
menyetujui semua perilaku orang lain atau rela
menanggung akibat – akibat perilakunya (Rakhmat, 2002 :
132).
b. Empati
Empati dianggap sebagai memahami orang lain dan
mengembangkan diri pada kejadian yang menimpa orang
lain. Melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti
orang lain rasakan (Rakhmat, 2002 : 132).
c. Kejujuran
Manusia tidak menaruh kepercayaan kepada orang lain
yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan
pendapatnya, kejujuran dapat mengakibatkan perilaku
seseorang dapat diduga.Ini mendorong untuk percaya
antara satu dengan yang lain (Rakhmat, 2002 : 133).
b. Sikap sportif
Sikap sportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif
dalam komunikasi. Sikap defensif akan menyebabkan
komunikasi interpersonal akan gagal, karena lebih banyak
melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam
suatu situasi komunikasi dari pada pesan yang didapat dari
orang lain (Rakhmat, 2002 : 133).
c. Sikap Terbuka
Sikap terbua mendorong terbukanya saling pengertian,
saling menghargai, saling mengembangkan kualitas
hubungan interpersonal (Rakhmat, 2002 : 16).
d. Bersikap Positif
Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atau
pandangan positif terhadap diri orang, perasaan positif
untuk berkomunikasi dan“menyerang” seseorang yang
diajak berinteraksi. Perilaku“menyerang” dapat dilakukan
secara verbal seperti kata “kamu nakal”. Sedangkan
perilaku “menyerang” yang bersifat non verbal berupa
senyuman, pelukan bahkan pukulan. Perilaku “menyerang”
dapat bersifat positif yang merupakan bentuk
penghormatan atau pujian dan mengandung perilaku
yang diharpkan dan dihargai.“Menyerang” negatif bersifat
menentang atau menghukum hati seseorang secara fisik
maupun psikologis (Devito, 1997 : 59).

Pentingnya “menyerang” positif perlu diberikan kepada anak jika

memang pantas menerimanya. “Menyerang” secara negatif itu jika

diperlukan asal dalam batas yang wajar seperti menegur atau memarahi

anak bila memang perlu dan orang tua tetap memberikan penjelasan

alasan bersikap demikian (Kartono, 1994 : 153).

Faktor komunikasi merupakan kunci terpenting dalam menjaga

hubungan dalam keluarga dan menjamin kebahagiaan yang dicita-citakan

bersama. Keindahan hubungan personal dalam keluarga dapat terwujud

jika masing-masing anggotanya mengambil posisi dan peran yang tepat,

dalam bingkai ibadah kepada Allah dan berkomitmen menjaga hubungan

terbaik di antara mereka.

Keberhasilan berkomunikasi dalam keluarga sangat menentukan

baiknya kualitas hubungan dan akan menumbuhkan tanggung jawab

bersama dalam meraih tujuan pernikahan, yakni kebahagiaan di dunia

dan akhirat. Sebaliknya kegagalan berkomunikasi berujung pada ketidak

nyamanan bagi semua; ketidak harmonisan keluarga; jatuhnya

kepercayaan; timbulnya perselisihan dan perceraian; dan akhirnya

menyisakan penyesalan.

Berikut ini beberapa hal pokok agar komunikasi dalam keluarga

makin lancar dan mudah, sederhana tetapi kokoh, sekaligus mengantarkan

kepada kebahagiaan yang langgeng antara suami dan istri, orang tua dan

anak-anaknya, dan orang-orang yang terdekat di sekelilingnya.


1. Mendengarkan

Allah SWT. menciptakan dua telinga dan satu lidah, menjadi isyarat

agar manusia suka mendengarkan ketimbang banyak bicara. Dengan

mendengar, manusia dapat membaca apa keinginan lawan bicara nya

dengan benar dan obyektif. mereka dapat menilai kualitas

pembicaraan yang ingin disampaikan kepadaya, dan mereka tahu arah

percakapan serta meluruskannya jika keliru. Sekali-sekali menyela

pembicaraan untuk meluruskan atau menunjukkan perhatian dengan

lawan bicara , bolehlah.

Mendengarkan istri atau suami adalah kunci komunikasi yang

paling pokok agar dapat selalu “nyambung” yang menjadi kebutuhan

dan harapan mereka. Istri akan mudah melihat capainya suami dari

nada bicaranya. Suami melihat istrinya sedang dalam tekanan dan

kegalauan. Suami dapat melihat pasangannya begitu bahagia setelah

ia mengungkapan perasaan atau masalahnya, walaupun dirinya hanya

mendengarkan tanpa memberikan solusi apapun.

Hal terpenting agar setiap pasangan mampu melihat

perubahan sikap atau kebiasaan yang dialami pasangannya. Jangan

sampai pasangan “blank” (tanpa peta) dan tidak mengerti apa harapan

dan keinginan pasangannya, dan tidak nyambung dengan perilaku dan

ungkapan perasaannya. Ini fatal, dan bisa-bisa dan banyak terjadi,

perselisihan dan berujung pada perceraian dalam rumah tangga karena

minimnya komunikasi. Walhasil, jangan mengira ada garansi bahwa

pasangannya mengerti tanpa mau mendengar ungkapan dan

keluhannya.
2. Terbuka

Tidak perlu ada yang “disembunyikan” dari pasangan.

Sebaliknya, berlakulah terbuka dalam semua hal. Biasakan

pasangan suami-istri lurus dalam bicara dan berperilaku hasilnya,

selalu ada kedamaian dan kenyamanan. Keyakinan dan kepercayaan

selalu menggelora dalam jiwa pasangan dan anak-anak kita. Kunci

kedua adalah sederhana dalam bicara dan berperilaku. Dengan

sederhana orang menjadi mudah beradaptasi dan mudah dipahami

oleh pasangannya. Yang pokok dalam membangun keluarga

seyogyanya segera diselesaikan. Seperti bagaimana agar segera

mandiri; memiliki rumah; penghasilan yang cukup untuk

kesejahteraan keluarga; pendidikan keluarga; untuk berhaji; dan

capaian-capaian positif lainnya.

Yang perlu dihindari dalam konteks keterbukaan bersama

pasangan adalah sikap “sok”. Sok kaya, sok hebat, sok mandiri, sok

berduit , padahal kantong kempis. Tidak bergaya “mewah dan kaya”

agar dipandang orang sebagai orang hebat dan terpandang. Setiap

tindakan dan ucapan yang berharap orang menilai bahwa dirinya lah

hebat, justru akan mencelakakan diri sendiri dan membuat pasangan

hilang kepercayaan.

Termasuk di dalamnya aspek kepercayaan. Jika suami atau

istri hadir dan berkomunikasi dengan landasan praduga dan penilaian

yang keliru (su'udzan), percayalah, orang-orang di sekitar seperti

isteri atau anak-anak akan segera mengetahuinya (insting) dan segera


komunikasi dengan cepat menjadi rusak. Bercakaplah dengan pikiran

terbuka sehingga pasangan dapat benar-benar mendengarkan dan

selaras dengan apa yang sebenarnya dikatakan anak mereka. Tidak

berarti bahwa mereka harus setuju atau menyerah, ini menunjukkan

mereka sudah memberikan ruang bebas untuk berkomunikasi.

Memang dalam kondisi tertentu tidak semua perlu dibicarakan

secara terbuka, agar persoalan tidak makin ruwet dan susah dicari

solusinya. Membutuhkan kearifan dan kecerdasan untuk memilih dan

memilah kepada siapa, dengan cara apa, dan kapan, agar hasilnya

efektif dan baik untuk semua.

3. Musyawarah

Rasulullah saw. mengajarkan bahwa tidak ada ruginya jika

semua urusan dimusyawarahkan bersama. Semua anggota

musyawarah menjadi terikat kebersamaan dalam menjalankan

program yang diputuskan bersama. Semua bertanggung jawab dan

menerima konsekuensinya; legowo dan tidak saling menyalahkan.

Semua puas dan bahagia karena merasa dilibatkan dan dihargai

perannya. Inilah di antara berkah musyawarah. Allah swt berfirman :

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-


lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”(QS Ali
Imran : 159)
4. BahasaTubuh

Bahasa tubuh sangat penting dalam konteks komunikasi.

Sebagai contoh, orang Timur Tengah sangat familiar dengan hal ini.

Ketika mereka berkomunkasi dengan lawan bicaranya; nada dan

tekanan huruf demi huruf sedemikian jelas; mimik muka, gerakan

tangan dan anggota badan lain membantu mengungkapkan maksud

dan tujuannya. Demikian juga Al-Qur'an. Perbedaan cara melafalkan

dan mengucapkan huruf a dan 'a; antara huruf dal dan dzal; antara ts

dengan sa, akan membedakan maksud dan arti. Dampaknya bisa

sangat fatal dalam berkomunikasi.

Seorang suami berkomunikasi dengan istri dan anak-anaknya

juga harus jelas (sarih) dan tidak menjadikan mereka multi tafsir. Dan

bagaimana pun canggihnya alat komunikasi tidak akan dapat

menggantikan peran kehadiran fisik. Gerakan bola mata, mimik raut

muka, cara berbicara sangat membantu isteri memahami suami;

apakah dalam keadaan senang, cemas, stress, dan lain sebagainya. Ini

menjadi penting karena sering terjadi perselisihan dipicu persangkaan

jelek dari pasangan yang terpisah (jarak jauh). Sekedar ingin

mengajak makan bersama atau rileks, tapi harus menunggu pasangan

pulang kerja dua pekan sekali. Maka Rasulullah saw. pernah

mengajarkan bahwa di antara tanda kebahagiaan pasangan suami

isteri adalah tempat mencari ma'isyah (penghasilan dan penghidupan)

yang tidak jauh dari tempat tinggalnya (keluarga).

Begitu juga dengan pengaruh sikap. Sikap perhatian dalam

mendengarkan, tidak menyela pembicaraan sebelum tuntas

mengutarakan kalimat demi kalimat, dan gaya tubuh dalam


mendengarkan harus benar-benar jangan dianggap enteng. Salah-salah

bisa dianggap tidak peduli, suka meremehkan, dan seenaknya sendiri.

Jika ingin percakapan berlangsung lancar, pastikan bahasa tubuh

positif dan menyambut dengan antusias. Selalu pertahankan kontak

mata ketika berbicara. Ini mengajarkan kebiasaan komunikasi yang

baik dan menyatakan bahwa keserius dengan apa yang dikatakan.

Hindari melipat lengan dan kaki karena itu merupakan simbol dari

pertahanan dan keras kepala. Duduk tegak dan perlihatkan perhatian

sehingga anaknya tahu bahwa orang tua fokus kepada apa yang

mereka katakan. Dan tolong, apapun yang dilakukan jangan memutar

bola mata kecuali mereka ingin mengalami efek bumerang.

5. Jujur

Keberhasilan sebuah pekerjaan sangat ditentukan oleh

benarnya proses dan kesinambungan amal sekecil apapun. Benar dan

jujurlah yang mengarahkan kearah lurusnya apa yang dikehendaki

Allah swt. Dan semua orang berharap dan berdoa meminta petunjuk

yang lurus dalam amalnya saat membaca surat Al-Fatihah. Nabi saw.

pernah bersabda :

“Hendaklah kalian selalu dalam kebenaran, karena benar


dalam langkah itu akan mendorong kepada kebajikan (semua
hal yang baik); dan kebajikan akan menuntun kalian kepada
surga….” (H.R. Muslim).
Ketika orang tua mendidik keluarganya benar dan jujur,

sesungguhnya orang tua sedang mewariskan nilai yang berlaku

sepanjang masa dan selalu teriang-ngiang di hati mereka. Ingatan


mereka lebih tajam dari orang tuanya. Ketika pasangan suami-istri

membuat janji, pastikan pasangan suami-istri dapat menepatinya. Jika

sekali tidak jujur dengan keluarga, segera akan terekam dalam

memori mereka dan sewaktu-waktu dapat dibuka secara reflektif.

Dampak yang lebih jauh adalah ketika orang tua memulai

tidak jujur, maka hal itu akan mendorong mereka tidak hanya untuk

tidak jujur kepadanya, tapi juga dengan orang lain. Kejujuran dan

perilaku benar tersebut akan mendorong kepercayaan mereka. Ketika

itu rusak karena orang tuanya, mereka akan mencari cara

memperbaiki sakit hati yang mungkin membutuhkan waktu yang lama

dan menjadi tidak produktif.

6. Tiga kata ajaib adalah minta tolong, minta maaf dan ucapan terima

kasih.

Ungkapkan ketiga kata ini secara tulus agar makin terjalin

komunikasi yang baik dan sekaligus memberikan penghargaan karena

mereka merasa diperhatikan perasaan hati dan kerja kerasnya. Tidak

ada yang merasa selalu benar dan yang lainnya dalam posisi

termarginalkan (dipinggirkan). Akan selalu ada komunikasi yang

seimbang dan saling kontrol yang berbuah pada sikap tolong

menolong dan bekerja sama untuk suksesnya semua urusan.

Ungkapan terimakasih mengindikasikan bahwa banyak hal yang tidak

bisa dikerjakan secara pribadi. Membutuhkan orang lain untuk

menolong kita; kalaupun bisa hasilnya tentu tidaklah optimal. Dengan


kebersamaan, urusannya menjadi ringan dan mudah serta lebih

produktif.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Fenomenologi

Pengertian Fenomenologi

Fenomenologi merupakan salah satu metode penelitian dalam studi

kualitatif. Kata Fenomenologi (Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani

phainomenon dan logos.Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti

memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan.

Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian

terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak.

Pekembangan fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859 –

1938: 15), yang mematok suatu dasar tidak terbantahkan dengan

menggunakan metode fenomenologis. Sebelumnya fenomenologi sebenarnya

telah diperkenalkan untuk pertama kaliya oleh J.H. Lambert (1764), dengan

memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai gejala

(fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan

objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman inderawi (fenomen).

Fenomenologi dapat digolongkan dalam penelitian kualitatif murni

dimana dalam pelaksanaannya yang berlandaskan pada usaha mempelajari

dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-

fenomen itu sendiri. Peneliti harus bertolak dari subjek (manusia) serta

kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “kesadaran murni” dengan

membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan sehari-hari

dalam pelaksanaan penelitian.


Fenomenologi Sebagai Tradisi Penelitian

Fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana

keseharian, dunia inter subyektif (dunia kehidupan) atau juga disebut

Lebenswelt terbentuk. Fenomenologi bertujuan untuk menginterpretasikan

tindakan sosial kita dan orang lain sebagai sebuah yang bermakna (dimaknai)

serta dapat merekonstruksi kembali turunan makna (makna yang digunakan

saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna pada komunikasi intersubjektif

individu dalam dunia kehidupan sosial. (Rini Sudarmanti, 2005)

Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap

makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang

terjadi pada beberapa individu.Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang

alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami

fenomena yang dikaji.

Menurut Creswell (1998:54), Pendekatan fenomenologi menunda

semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu.

Penundaan ini biasa disebut Epoche (jangka waktu). Konsep Epoche adalah

membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep

epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan

dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan

oleh responden.

Metode Fenomenologi, menurut Polkinghorne (Creswell,1998: 51-52)

Studi fenomenologi menggambarkan arti sebuah pengalaman hidup untuk

beberapa orang tentang sebuah konsep atau fenomena. Orang-orang yang

terlibat dalam menangani sebuah fenomena melakukan eksplorasi terhadap

struktur kesadaran pengalaman hidup manusia. Sedangkan menurut Husserl

(Creswell, 1998: 52) peneliti fenomenologis berusaha mencari tentang, Hal-


hal yang perlu (esensial), struktur invarian (esensi) atau arti pengalaman

yang mendasar dan menekankan pada intensitas kesadaran dimana

pengalaman terdiri hal-hal yang tampak dari luar dan hal-hal yang berada

dalam kesadaran masing-masing berdasarkan memori, image dan arti.

Fenomonologi mencari pemahaman seseorang dalam membangun

makna dan konsep kunci yang intersubyektif. Karena itu, menurut

Kuswarno “…penelitian fenomenologis harus berupaya untuk menjelaskan

makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau

gejala…”

2.3 Bagan Kerangka Pemikiran

Kontruktivisme

Metode Teori
1. Kualitatif Komunikasi Internal 1. Self
2. Fenomenologi Keluarga Disclosure
3. Data lapangan Sakinnah,Mawaddah, 2. Attraction
4. observasi 3. Penetration
Warahmah

Komunikasi keluarga
dalam kerangka Sakinnah,
Mawaddah , Warahmah

Kendala-kendala
komunikasi dalam
kerangka keluarga Sakinah,
Mawaddah, Warahmah
BAB III

METODE PENELITIAN

Paradigma Penelitian

Bermacam-macam definisi yang mengartikan paradigma. Namun secara

umum, paradigm dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau

keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan

sehri-hari.

Dalam paradigma, ilmuan berupaya mengembangkan sejumlah perangkat

keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat ilmu yang

sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Bagian-bagian

berhubungan atau bagaimana bagian-bagian itu berfungsi.

Bisa ditarik benang merah bahwa sebuah paradigm bisa diartikan sebagai

suatu cara bagaimana kita memandang dunia ini. Dan karena setiap manusia

berbeda satu sama lain, maka didunia ini terdapat berbagai jenis paradigma.

Di dalam penelitian ini, peneliti memakai paradigma penelitian

konstruktivis. Paradigma konstruktivis adalah sebuah jawaban atau bisa

dikatakan sebagai sebuah pertentangan dari paradigma postivisme.

Agus salim menyatakan bahawa, paham ini berpendapat bahwa realitas

itu ada dalam bentuk bermacam-macam konstruksi mental,berdasarkan

pengalaman social, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung pada orang yang

melakukan. Oleh karna itu, salah satu alasan peneliti memilih untuk memakai

94
paradigma konstruktivis karna penelitian setuju dengan paham ini, bahwa sebuah

realitas yang ada di masyarakat tidak bisa digeneralisasikan ke setiap orang

seperti yang dilakukan oleh penganut paham paradigma positivis.

Paradigma konstruktivis bisa dijelaskan melalui empat dimensi seperti

yang diutamakan oleh Deddy N Hidayat (1998:102) sebagai berikut:

1. ”Ontologis: Relativism, Realitas merupakan konstruksi social.


Kebenaran suatu realitas bersifat relative, berlaku sesuai konteks
spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku social.
2. Epistemologis: Subjectivis, pemahaman suatu realitas atau temuan
suatu penelitiam merupakan produk interaksi antara penelitian dengan
yang diteliti.
3. Axiologis: Nilai etika dan pilihan moral merupakan bagian tak
terpisahkan dari suatu penelitian. Penelitian sebagai passionate
participant, fasilitator yang menjembatani karagaman subjektivitas
pelaku social. Tujuan penelitian: Rekonstruksi realitas soaial secara
dialektis antara penelitian dengan pelaku social yang diteliti.
4. Metodelogis: Menekankan empati, interaksi dialeksi antara peneliti
responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalu metode-
metode kualitatif seperti participant observation.

Dalam paradigma ini, hubungan antara pengamat dan objek merupakan

suatu kesatuan, subyektif dan merupakan hasil pemaduan interaksi antara

keduannya. Dengan pernyataan di atas, maka peneliti menggunakan paradigma

konstruktivis, karena didalam penelitianini, penelitian in, peneliti lebih banayak

mengedepankan subyektifitas informan dengan memperhatikan realitas dan fakta

yang ada didalam menggali informasi sedalam-dalamnya. Selain itu penelitian

juga melihat teori-teori darp pada ahli guna memahami motif dan latar belakang

terjadinya fenomena yang menjadi kajian penelitaian.


3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada hakekatnya penelitian merupakan wadah untuk mencari kebenaran

atau untuk memberikan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

oleh para filosof, peneliti maupun praktisi, melalui model tertentu yang biasanya

disebut sebagai paradigma. Dalam melakukan sebuah penelitian banyak macam

metode yangdigunakan oleh peneliti, yang sesuai dengan masalah, tujuan dan

kegunaandari penelitian itu sendiri. Sehingga penelitian itu bisa dianggap valid

dandapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Pada penelitian

yang berjudul ”Analisis Tentang Membangun Komunikasi Internal Keluarga

dalam Menciptakan Konsepsi Sakinah, Mawadah, Warahmah” peneliti

menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bermakna kualitas

data yang dihimpun dalam bentuk konsep pengolahan data langsung, dikerjakan

di lapangan dengan mencatat dan mendeskripsikan gejala-gejala sosial,

dihubungkan dengan gejala-gejala lain.

Menurut Lexy J. Moleong dengan mengutip pendapatnya Bogdan dan

Taylor yang mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata -kata tertulis atau lisan dari Wardi

Bachtiar.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mencari informasi aktual secara

rinci yang menggambarkan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah dan

praktek yang berlaku, membuat evaluasi, menentukan sesuatu yang dilakukan

oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari

pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan di masa yang

akan datang. Pendekatan deskriptif merupakan metode penelitian yang


mengambarkan, situasi, sehingga data-data yang dikumpulkan berupa kata-

katadan gambar-gambar. Penelitian ini mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat tentang tata cara yang berlaku dimasyarakat dalam situasi tertentu,

diantaranya tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang

sedang berlangsung dari suatu fenomena. Dengan begitu, jelas bahwa

menggunakan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan penelitian deskriptif,

peneliti ingin mengetahui komunikasi internal keluarga dalam menciptakan

konsepsi Sakinnah Mawadah dan Warahmah.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Menurut Lexy J. Moleong dengan mengutip pendapatnya Lofland (1984:

47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sedangkan jenis data pada penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diambil pada lokasi atau lapangan

(dari sumbernya), atau data yang masih asli dan masih memerlukan analisis

lebih lanjut.

Dalam hal ini, data yang dihimpun adalah:

a. Bagaimana peran dan fungsi komunikasi diantara anggota keluarga dalam

membina keluarga sakinah, mawadah, warahmah

b. Kendala-kendala komunikasi keluarga apa saja yang dihadapi selama

proses menciptakan dan membina keluarga sakinah, mawadah,

warahmah

c. Konsep dan cara membentuk keluarga sakinah, mawadah dan warahmah

melalui komunikasi keluarga


Data ini diperoleh dari interview dan observasi keluarga yang berhubungan

dengan data tersebut dan data-data lain yangada kaitannya dengan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan

perpustakaan dan peneliti secara tidak langsung melalui media perantara.

Sedangkan data sekunder yang digunakan oleh peneliti adalah untuk

menghimpun data tentang:

a. Keluarga sakinnah, mawadah, warahmah

b. Komunikasi Keluarga

c. Pernikahan

d. Tugas seorang suami,istri, anak ,kakek dan nenek

e. Aspek-aspek keluarga

Sedangkan untuk sumber data pada penelitian ini, yaitu:

a. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan dalam penelitian

iniminimal berjumlah 4 keluarga yang bertujuan untuk mendapatkan

kevalitan data.

1) Ibu Nur adalah seorang istri yang sudah menikah selama 27 tahun dan

di karuniai 2 orang putri yang berusia 23-18 tahun. Beliau juga aktif

dalam kegiatan PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan keluarga).

2) Bapak Galih adalah seorang suami,ayah dan juga seorang dosen

disalah satu Fakultas swasta di Jakarta, dan telah menikah selama 26

tahun dan dikaruniai 1 putra berusia 20 dan seorang putri berusia 23

tahun.
3) Ibu Lenny adalah seorang istri, ibu dan sebagai ibu rumah tangga,

telah menikah selama 28 tahun memiliki 2 putri dan 2 putra. anak

pertama ibu lenny putri berusia 24, putra kedua berumur 22 tahun,

putri ke tiga berusia 18 tahun dan putra yang ke empat berusia 15

tahun.

b. Dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian, yaitu data yang

berupaarsip, jurnal yang berhubungan dengan pola komunikasi internal

keluarga dalam konsepsi Sakinnah, Mawadah, Warahmah

3.4 Tahap-Tahap Penelitian

1. Tahap Pra Lapangan

Ada enam kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini, ditambah

dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian

lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan sebagaiberikut :

a. Menyusun rencana penelitian

Rancangan penelitian kualitatif berisi antara lain: Latar belakang

masalah dan alasan pelaksanaan penelitian, kajian pustaka yang

menghasilkan: pokok-pokok kesesuaian paradigma dengan fokus

rumusan atau masalah penelitian, hipotesis kerja dalam hal-hal tertentu

hipotesis kerja baru mulai disususn ketika sudah berada di lapangan,

pemilihan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, pemiihan alat

penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur data,

rancangan perlengkapan yang diperlukan dalam penelitian, rancangan

pengecekan data.
b. Mengurus perizinan

Dalam penelitian ini, peneliti cukup mengurus perizinan pada keluarga

di daerah Depok untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti

tentang membangun keluarga yang sakinnah mawadah warahmah

c. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Pada tahun ini, peneliti menuju lapangan 3 Keluarga yang berada di

sekitar peneliti sertamempelajari kehidupan di sekitar peneliti.

d. Memilih dan memanfaatkan informan

Untuk mengetahui informasi mengenai keluarga sakinah mawadah

warahmah tersebut, maka dibutuhkan informan yang mengerti dan

paham tentang keluarga sakinah mawadah warahmah.

e. Menyiapkan peralatan penelitian

Peneliti menyiapkan alat-alat penelitian seperti bolpoin, buku catatan dan

alat perekam tape recorder.

f. Persoalan etika penelitian

Dalam hal ini, peneliti menjaga etika penelitian karena hal ini

menyangkut hubungan dengan orang lain. Dalam menghadapi persoalan

etika tersebut, peneliti mempersiapkan diri baik secara fisik maupun

mental. Secara seyogyanya memahami peraturan norma, nilai sosial

masyarakat melalui kepustakaan, teman yang berasal dari latar tersebut

dan orientasi latar penelitian. Dengan dijaganya etika diharapkan tercipta

suatu kerja sama yang menyenangkan.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi dalam tiga bagian,yaitu:


a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri. Pembahasan latar

penelitian penampilan, pengenalan hubungan penelitian, jumlah waktu

studi.

b. Memasuki lapangan meliputi: keakraban hubungan, mempelajari bahasa,

dan peranan penelitian.

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data meliputi: pengarahan batas

studi, mencatat data, petunjuk cara mengingat data, kejenuhan, kelebihan

dan istirahat meneliti suatu latar yang di dalamnya terdapat analisa

lapangan.

3.5 Lokasi Penelitian

Peneliti memilih lapangan penelitian pada Keluarga di Jln Jati Rt 003 Rw

009 Kel Cilangkap Kec Tapos Kota Depok, Propinsi Jawa Barat.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pada pengumpulan data pelaksanaan penelitian ini, akan digunakan

beberapa teknik, diantaranya:

1. Interview

Interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat

yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Interview yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas atau wawancara

bebas, hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang akan diajukan dapat
dijawab oleh obyek secara benar dantidak dibuat-buat. Dengan menggunakan

interview ini, peneliti mendapatkan data tentang:

a. Proses perumusan tujuan, merumuskan keadaan saat ini pada Keluarga.

b. Identifikasi kemudahan dan hambatan pada keluarga.

c. Bagaimanakah proses komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan

efektif.

2. Observasi Terlibat (Partisipant Observation)

Pada observasi terlibat ini diharapkan agar peneliti dapat langsung mengamati

serta mencatat gejala-gejala yang terjadi terhadap obyek penelitian. Sebagai

metode ilmiah observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki. Dari hasil

observasi ini peneliti menghasilkan data tentang:

a. Komunikasi Keluarga

b. Keterbukaan.ketertarikan pada pasangan

c. Latar belakang keluarga

d. Sikap dan sifat dari masing-masing anggota di keluarga tersebut

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berupa catatan, transkip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti notulen dan sebagainya. Data-data yang

dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan data

sekunder, sedangkan data-data yang yang dikumpulkan dengan teknik

observasi dan wawancara cenderung merupakan data primer atau data yang
langsung di dapat dari pihak pertama. Dari hasil dokumentasi ini, peneliti

menghasilkan data tentang : Foto pada saat penelitian berlangsung

3.7 Teknik Analisis Data

Analisa data merupakan pengorganisasian dalam kepengurusan data

dari uraian dasar hingga dapat ditemukan tema yang diinginkan, kemudian dari

hasil pengelolaan data tersebut bersifat non hipotesis. Proses analisa data ini

dimulai dengan seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu interview,

dokumentasi dan observasi yang pernah ditulis dalam catatan lapangan. Dan

analisis data ini mempunyai tujuan diantaranya sebagai berikut:

1. Data dapat diberi arti makna yang berguna dalam memecahkan masalah-

masalah peneliti

2. Memperlihatkan hubungan-hubungan antara fenomena yang diajukan dalam

penelitian

3. Untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang diajukan dalam

penelitian

4. Bahan untuk membuat kesimpulan serta implikasi-implikasi dan saran-saran

yang berguna untuk kebijakan penelitian.

Adapun tujuan analisis data yang lain adalah untuk mengungkap data apa

yang masih perlu dicari, pertanyaan apa yang perlu dijawab, metode apa yang

digunakan, untuk memperoleh informasi baru, dan kesalahan apa yang perlu

diperbaiki. Untuk langkah selanjutnya dari data yang telah terkumpul dan

selanjutnya dilakukan adalah mengelola data tersebut secara induktif dan

deskriptif, artinya setelah semua data terkumpul kemudian diolah atau dianalisis
secara induktif, yaitu pengelolaan data dengan menyimpulkan dari data yang

bersifat khusus kemudian disimpulkan menjadi data yang umum. Nantinya hasil

dari data ini dapat dipahami akan maksudnya. Analisis data secara induktif ini

digunakan karena beberapa alasan.

1. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai

yang terdapat dalam data.

2. Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan responden

menjadi eksplisit, dapatdikenal, dan akuntabel.

3. Analisis induktif lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat

membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu

latar lainnya.

4. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang

mempertajam hubungan-hubungan.

5. Analisis induktif juga dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit

sebagai bagian dari struktur analitik.

Selanjutnya pengelolaan data tersebut mengambarkan kondisi riil akan

lapangan atau obyek yang diteliti dengan bentuk penulisan, hal tersebut tentu

juga berlandaskan kepada teori-teori yang telah disebutkan diatas, yaitu

antaralain mengambarkan atas kondisi lapangan melalui proses interview

langsung dengan 4 pihak keluarga Rt 003 Rw 009 Kota Depok.

3.8 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar data dalam penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan, maka

dalam penelitian ini dibutuhkan teknik pengecekan keabsahan data, sehingga

penulis berusaha mengadakan pemeriksaan keabsahan data tersebut dengancara:


1. Perpanjangan Keikutsertaan

Adanya keikutsertaan peneliti di lokasi penelitian, sangat menentukan untuk

mengumpulkan data. Keikutsertaan tersebut, tidak hanya dilakukan dalam

waktu singkat, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini

dimaksudkan agar data yang diperoleh valid.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur -

unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara

rinci.

3. Triangulasi

Teknik ini digunakan dengan maksud data yang telah diperoleh, diperiksa

keabsahannya dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dari data yang diperoleh.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Pola Interaksi Komunikasi Keluarga di Masa Kini

Tujuan penulis meneliti tentang pola komunikasi dalam konsepsi

keluarga sakinnah, mawaddah dan warahmah adalah untuk alasan ingin

mengetahui bagaimana konsepsi ini diaplikasikan di era globalisasi, yang

mana seperti diketahui dalam era ini memungkinkan setiap individu untuk

bersaing dalam rangka memanfaatkan setiap peluang yang ada, lalu

dampaknya bagi suatu keluarga mungkin saja waktu kebersamaan akan

dikorbankan.

Penelitian ini menggugah keinginan penulis untuk mengetahui

bagaimana seharusnya seorang wanita atau seorang laki-laki yang sudah

menikah menjadi pasangan dan orang tua yang bertanggung jawab dengan

bisa menciptakan keluarga yang bahagia seperti konsepsi dalam islam. Dan

juga tahu bagaimana seharusnya pola komunikasi di dalam keluarga yang

baik, supaya tetap harmonis.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menemukan beberapa

fenomena di masyarakat yang cukup unik, paling sering penulis menemukan

kasus keluarga yang melupakan tugas masing-masing karna diperbudak

teknologi.

Bermula ketika penulis bersama keluarga hendak makan malam di

sebuah restoran di Jakarta. Sementara kami menunggu makanan pesanan

datang, meja sebelah kami kemudian diisi oleh sebuah keluarga yang terdiri

dari bapak ibu dan dua anak.


106
Sang bapak, sekitar umur 40 tahun, duduk berjajar dengan anak laki-

lakinya, mungkin sekitar umur 12 tahun dan sang ibu, dengan dandanan yang

modis dan rambut ala "sasak" duduk berdampingan dengan anak gadisnya,

kira-kira si ibu berumur 35 tahun dan anaknya antara 7 - 8 tahunan.

Ketika mereka sudah duduk dan kemudian memesan makanan, ada

satu hal yang menarik yang penulis perhatikan dari keluarga tersebut, yakni

selama mereka duduk, mulai dari memesan makanan sampai akhirnya

pesanan tiba dan mulai makan, tidak ada satu percakapan pun yang penulis

dengar dilakukan diantara mereka berempat.

Si anak laki, begitu duduk terus mengeluarkan buku dari tas nya, dan

asyik membaca, sedangkan si anak perempuan mengeluarkan ipod (gadget)

dan menutup kuping nya dengan headphone. Si bapak, mulai duduk kelihatan

asyik dengan ponsel BlackBerry (BB). Lalu si ibu setelah agak lama diam,

akhirnya mengeluarkan suatu obrolan tentang gosip dari BBM (aplikasi

percakapan di ponsel BlackBerry), dan akhirnya larut dalam keasyikan

sendiri. Bahkan ketika makanan pesanan mereka datang, si bapak makan

dengan satu tangan sementara tangan lain masih sibuk dengan BB-nya.

4.1.2 Kerawanan Hubungan Antara Anggota Keluarga

Secuplik kisah di atas, mengingatkan kembali pada apa yang telah

dijelaskan dalam definisi komunikasi keluarga, penulis dapat mencatat kisah

di atas sebagai contoh perilaku yang kerap terjadi di masyarakat, yang mana

bila terus dipupuk maka akan menciptakan kerawanan hubungan antara

anggota keluarga.
Porsi komunikasi yang seharusnya disadari oleh masing-masing

anggota keluarga, tidak ditempatkan seperti seharusnya, masing-masing

justru terlalu larut dalam „dunia‟-nya masing-masing. Ini mengingatkan

kembali pada sebuah fenomena yang masih terjadi di masyarakat, yakni

perilaku anti-sosial, namun tentu tidak separah perilaku anti-sosial yang

sebenarnya terjadi di masyarakat bila mengartikan dari definisi anti-sosial itu

sendiri.

Pengertian dari perilaku anti-sosial menurut pandangan psikologi

adalah perilaku yang kurang pertimbangan terhadap orang lain. Sesuatu yang

mengkhawatirkan adalah apabila perilaku kurang peduli di lingkungan

keluarga diaplikasi dikehidupan bermasyarakat. Maka dapat ditebak, akan

banyak pribadi yang kurang rasa sosialnya.

Hurlock (1997 : 200) menyatakan bahwa hubungan dengan anggota

keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan kehidupan secara

umum. Dengan demikian maka seseorang akan belajar menyesuaikan diri

pada kehidupan atas dasar peraturan dalam keluarga.

Berangkat dari pendapat Hurlock, penulis sedikit mendapat gambar

bahwa cikal bakal sikap pribadi di lingkungan masyarakat adalah cerminan

dari apa yang dipelajari di lingkungan keluarganya. Maka, ketika kita

menginginkan membentuk suatu masyarakat yang terdiri dari mereka yang

bisa peduli terhadap sesama, harus disadari langkah jitunya adalah memulai

memantapkannya dari lingkungan keluarga. Ini akan kembali ke masing-

masing individu dalam masyarakat itu, satu keluarga menginspirasi

keluarga lain untuk membina sebaik mungkin.


Bagi keluarga baru, mungkin akan terasa sulit, namun asalkan

komunikasi antara keluarga ini terjalin, dan adanya sikap sadar dari masing-

masing anggota keluarga bahwa berkomunikasi adalah hal terbaik untuk

menyampaikan perasaan (timbal-balik), minimal ini akan mengurangi

hambatan komunikasi.

Komunikasi interpersonal dalam keluarga harus berlangsung secara

timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak atau dari anak ke

orang tua. Awal terjadinya komunikasi karena ada sesuatu pesan yang ingin

disampaikan, sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi yang efektif

(Djamarah, 2004 : 1).

4.1.3 Membina keluarga bahagia menjadi tuntutan wajib dalam Islam

Konsep keluarga bahagia atau keluarga sakinah yang diterapkan oleh

Islam, menurut Dr. Hasan Hj. Mohd Ali (1993: 18 – 19) asas kepada

kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak kepada

ketaqwaan kepada Allah SWT. Keluarga bahagia adalah keluarga yang

mendapat keridhaan Allah SWT. Allah SWT ridha kepada mereka dan

mereka riidha kepada Allah SWT.

Firman Allah SWT:


“Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada- Nya, yang
demikian itu, bagi orang yang takut kepada-Nya”. (Surah Al-
Baiyyinah : 8).

Berangkat dari konsep keluarga bahagia ini, menggiring penulis

untuk mencari tahu lagi lebih dalam mengenai pola komunikasi yang seperti

apa di dalam keluarga muslim yang mendekati kategori bahagia dalam

pandangan Islam (sakinah, mawadah, warahmah).


4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1Data Informan

Didalam penelitian ini penulis melakukan wawancara mendalam

dengan 4 (empat) orang key informan. Dalam menentukan key informan

penulis menggunakan purpose sampling dimana pemilihan sampel

berdasarkan karakteristik yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan

penelitian ini, yakni mereka yang sudah berkeluarga lebih dari 20 tahun dan

beragama Islam.

Key informan pertama adalah Ibu Nur, seorang istri sekaligus ibu

rumah tangga yang juga beraktivitas dalam kegiatan sosial PKK. Beliau telah

berkeluarga selama 25 tahun, memiliki 2 orang anak, kedua anak ibu Nur

seorang putri. Suami ibu Nur seorang tukang ojek.

Kemudian narasumber kedua, Ibu Lenny, seorang istri sekaligus ibu

rumah tangga yang sudah menikah selama 25 tahun dan memiliki 4 anak,

terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan.

Lalu berikutnya, bapak Galih Setiyo, seorang suami yang sudah

berkeluarga selama 24 tahun dan telah dikaruniai dua orang anak (1 putra

berusia 20 tahun dan 1 putri berusia 23 tahun), beliau bekerja sebagai dosen

di sebuah Universitas Swasta di Jakarta.

Dan yang terakhir, bapak Manta adalah guru mengaji di Depok,

berkeluarga sejak tahun 1990 dan memiliki 1 Putra dan 1 Putri. Alasan

penulis memilih narasumber dengan kriteria lamanya menikah telah lebih dari

20 tahun, adalah untuk alasan „kematangan pandangan‟ yang dapat

membantu penulis menemukan arah kemana jalannya penelitian ini.


Pada dasarnya keluarga adalah unit terkecil lembaga sosial dalam

sebuah struktur besar yang dinamakan masyarakat. Maka bisa dimaklumi jika

dikatakan, keluarga yang tenteram berperan penting dalam menciptakan

masyarakat yang sejahtera. Keluarga demikianlah yang termasuk dalam

kategori keluarga sakinah.

Untuk menuju keluarga demikian, sudah barang tentu pernikahan

adalah pintunya. Pernikahan dalam Islam bukan sekadar media untuk

pemenuhan kebutuhan biologis. Lebih dari itu, pernikahan adalah sebuah

kehormatan dalam beragama. Dalam konteks ini, Al-Qur‟an menyebut

pernikahan sebagai perjanjian yang sangat berat di hadapan Allah.

Mengingat betapa besar signifikansi pernikahan ini, Al-Qur‟an dalam

beberapa tempat menganjurkan untuk menikah. Perintah ini dapat dilihat

dalam Surat ar-Rum [30] ayat 21.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,”
Maka kian jelas, keluarga menjadi media untuk menempa diri secara

berkesinambungan hingga mencapai derajat insan kamil. Namun demikian,

upaya membentuk keluarga sakinah jelas tidaklah semudah membalik telapak

tangan. Secara konseptual, keluarga sakinah mudah dipelajari. Dalam

perspektif Fauzil Adhim, keluarga sakinah adalah keluarga yang di

dalamnya kedap dengan ketulusan cinta (rahmah), kasih sayang (mawaddah),

dan kedamaian hati (sakinah). Dalam keluarga ini, perasaan cinta dan kasih

sayang telah membangkitkan semangat optimistis dalam menatap kehidupan.

Singkatnya, dalam keluarga sakinah ketenangan hati mudah ditemui,


ketentraman jiwa dapat terjaga, dan masing-masing elemen keluarga (baca:

suami-istri) saling melengkapi dalam mengupayakan kemaslahatan.

Namun demikian, implementasi konsep keluarga sakinah pada

praktiknya acap kali menemui banyak kendala, sehingga tak sedikit bahtera

rumah tangga yang karam di tengah perjalanan mengarungi samudera

kehidupan. Ini merupakan indikasi gagalnya pembentukan keluarga sakinah.

Faktor penyebabnya memang beragam. Namun keseluruhan faktor penyebab

tersebut bermuara pada lemahnya kesadaran suami-istri dalam memahami

segala perbedaan yang melekat dalam karakter masing-masing.

Hal ini yang memicu ketidakmampuan mereka untuk mengelola

potensi masalah sebagai media pembelajaran bagi kedewasaan berpikir. Alih-

alih demikian, potensi masalah tersebut justru melemahkan ikatan yang telah

terikrar melalui akad nikah. Adanya masalah dalam kehidupan berkeluarga

memang tak terelakan. Suami-istri sudah semestinya mau membuka diri

menerima karakter masing-masing, sehingga konflik yang muncul nantinya

bisa diselesaikan dengan dialog yang terbuka, bukan malah saling

menyalahkan satu sama lain.

Fenomena tersebut mestinya diinsafi oleh setiap pasangan suami-istri.

Kesungguhan membentuk keluarga sakinah harus diteguhkan sejak awal.

Pasalnya, hidup berkeluarga merupakan dambaan setiap orang. Manusia

diciptakan Allah berpasang-pasangan. Maka, ketika seseorang telah menikah,

berarti ia telah mengukuhkan identitas dalam sebuah ikatan yang suci. Dalam

hal ini, Quraish Shihab berpendapat bahwa pernikahan merupakan

manifestasi fitrah manusia yang merindukan pasangan sebelum dewasa dan


hasrat yang meluap-luap setelah beranjak dewasa. Untuk itulah, sebagai

fasilitator Islam mensyariatkan pernikahan yang akan menentramkan jiwa.

Ketentraman jiwa yang dijanjikan oleh pernikahan tentu bisa terjadi

bila masing-masing eksponen keluarga dapat berfungsi dan berperan

sebagaimana mestinya, berpegang teguh pada nilai-nilai yang telah

ditanamkan agama Islam, serta mampu membangun interaksi yang sinergis

dalam komunitas sosial yang sehat. Karena itu, tujuan pernikahan dalam

Islam bukan semata-mata pemenuhan hasrat biologis (seksual), tetapi juga

untuk merangkai kepuasan psikis-emosional (jiwa). Bila pernikahan diniatkan

hanya untuk melegalkan hubungan seksual, maka orientasi pernikahan tak

lebih daripada kebahagiaan jasmani. Akan tetapi, jika dimaksudkan untuk

kepuasan rohani, tentunya kepuasan jasmani dengan sendirinya tergapai.

Persoalan keluarga merupakan persoalan yang menarik untuk diteliti,

maka selanjutnya setelah menelusuri beberapa konsep keluarga sakinah dari

para peneliti sebelumnya, kini penulis mencoba untuk merangkainya ke

dalam fakta yang penulis temukan dari para narasumber. Apakah

implementasi konsep keluarga sakinah tak semudah pada praktiknya?

4.2.2 Data Lapangan

Ciri-ciri keluarga Samawa (Sakinnah, mawadah dan warahmah) adalah:

1. Mengharap keridhaan Allah. Pembentukan keluarga yang di dasari

harapan keridhaan Allah tanpa yang lain. Kedua belah fihak saling

melengkapi dan menyempurnakan, memenuhi panggilan fitrah dan

sunnah, menjalin persahabatan dan kasih sayang, serta meraih


ketentraman dan ketenangan jasmani. Dalam menentukan standar jodoh

keduanya hanya bertolak pada keimanan dan ketaqwan.

2. Saling konsisten. Keluarga yang Sakinnah, mawadah dan warahmahakan

terwujud apabila kedua pasangan saling konsisten terhadap perjanjian

yang mereka tetapkan bersama. Tujuan utama mereka adalah menuju

jalan yang telah digariskan Allah dan mengharap ridha-Nya. Dalam

segala tindakan mereka yang tertuju hanyalah Allah semata.

3. Menciptakan suasana penuh kasih sayang. Dalam keluarga yang sakinnah

upaya yang selalu dipelihara adalah suasana yang penuh kasih sayang dan

masing-masing anggotanya menjalankan peran secara sempurna.

Lingkungan keluarga merupakan tempat untuk berteduh dan berlindung,

tempat dimana perkembangan dan susah-senang dilalui bersama.

4. Saling Melengkapi. Dalam hubungan rumah tangga yang harmonis dan

seimbang (samawa) sakinnah, mawadah dan warahmah suami istri

berupaya saling melengkapi dan menyempurmakan. Mereka menyatu dan

ikut merasakan apa yang dirasakan anggota keluarga yang lain. Mereka

saling mengobati, saling membahagiakan dan menyatukan langkah dan

tujuan, keduanya menyiapkan sarana untuk mendekatkan diri kepada

Allah.

5. Mencintai anak-anaknya. Keluarga (Samawa) sakinnah, mawaddah dan

warahmah menganggap anak sebagai bagian darinya mereka membangun

hubungan atas dasar penghormatan, penjagaan hak, pendidikan,

bimbingan yang layak, pemurnian kasih sayang serta pengawasan akhlak

dan perilaku anak.


6. Tenggang rasa dalam keluarga. Keluarga yang sakinah, mawaddah dan

warahmah selalu siap duduk bersama dan berbincang dengan para

anggota keluarganya, mereka berupaya saling memahami dan

menciptakan hubungan mesra. Islam mengajarkan agar yang tua

menyayangi dan membimbing yang muda, dan yang muda menghormati

dan mematuhi nasehat yang tua.

7. Kerjasama saling membantu. Dalam kehidupan rumah tangga yang

sakinnah, mawaddah dan warahmah setiap anggota rumah tangga

memiliki tugas tertentu. Mereka bersatu untuk memikul beban bersama.

Dalam bangunan ini tampak jelas persahabatan, saling tolong-menolong,

kejujuran, saling mendukung dalam kebaikan, saling menjaga sisi

jasmani dan rohani masing-masing.

8. Berusaha saling membahagiakan. Dalam kehidupan keluarga yang

sakinnah, mawaddah dan warahmah mereka berusaha saling

membahagiakan. Mereka saling berupaya untuk memenuhi keinginan

dan memperhatikan selera pasangannya. Saling menjaga dan

memperhatikan cara berhias dan berpakaian. Untuk kepentingan

bersama mereka selalu bermusyawarah dan berkomunikasi untuk

meminta pendapat, pada waktu anak telah mampu memahami masalah

tersebut ia diikutkan dalam musyawarah tadi. (Ali Qaimi, Menggapai

Langit Masa Depan Anak.,hal 16-21)

Dari uraian tersebut, berarti ada indikasi bahwa keluarga yang

sakinnah tidaklah hanya bercirikan atas keberhasilannya dalam penguasaan

awal atas salah satu atau beberapa fungsi keluarga, karena hal itu tidak akan
langgeng. Dengan kata lain, pelaksanaan pada beberapa fungsi keluarga

tidak akan sanggup untuk membentuk keluarga harmonis, kalau fungsi-

fungsi lainnya belum dapat dilaksanakan. Karena itu agar keluarga sakinnah

dapat terwujud, keluarga yang bersangkutan mampu menjadi pelindung yang

pertama dan utama bagi anggota-anggotanya.Artinya, setiap keluarga sebagai

lembaga yang terkecil dalam masyarakat harus bisa mampu mendapat

kepercayaan seluruh anggota-anggotanya, bahwa keluargalah lembaga yang

pertama dan utama yang sanggup menjadi pelindung untuk segala sesuatu

yang berhubungan dengan kehidupan sosial budaya, sosial ekonomi dan

sebagainya. Kemampuan tersebut harus nyata dalam bentuk dukungan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai aspek kehidupan

keluarga dalam suasana masyarakat yang bergolak dinamis mengikuti

perubahan dunia dewasa ini.

Aziz Mushoffa,2001:12-14 dalam bukunya “Untaian Mutiara buat

Keluarga”, menjelaskan indikator keluarga Samawa (sakinnah, mawaddah

dan warahmah) menurut islam adalah:

1. Kehidupan beragama dalam keluarga. Yaitu:

a. Segi keimanan, keislaman dan keihsanannya.

b. Dari segi pengetahuan agama mereka memiliki semangat belajar,

memahami, serta memperdalam ajaran agama, dan taat melaksanakan

tuntunan akhlak mulia.

c. Saling memotivasi dan mendukung agar keluarga dapat

berpendidikan.

2. Kesehatan keluarga. Meliputi kesehatan anggota keluarga, lingkungan

keluarga, dan sebagainya.


3. Ekonomi keluarga. Terpenuhinya sandang pangan, papan yang cukup, dan

dapat mendapatkan dan mengelola nafkah dengan baik.

4. Hubungan antar anggota keluarga yang harmonis. Saling mencintai,

menyayangi, terbuka, menghormati, adil, saling membantu, saling

percaya, saling bermusyawarah, dan saling memaafkan. Hubungan

dengan kerabat dan tetangga harus pula terbentuk.

Untuk menilai narasumber apakah mereka termasuk yang

memperdulikan kesehatan anggota keluarganya, penulis mengambil acuan

dari ahli untuk dapat menyimpulkan apakah para narasumber masuk dalam

kriteria ini.

Menurut James T Ryadi, seorang pengusaha yang juga pendiri

Sekolah Pelita Harapan, dalam seminar bertajuk Educating for Global

Engagement di Jakarta, Sabtu 21 Maret 2009 membeberkan rahasia

membentuk keluarga yang sehat, yakni:

1. Memiliki nilai-nilai kuat yang dianut oleh seluruh anggota keluarga.

2. Tahu bagaimana berkomunikasi satu terhadap yang lain.

3. Mempunyai orang tua yang tidak takut untuk mengatakan "saya salah".

4. Mempunyai anak yang bersedia menerima jawaban "tidak".

5. Mempunyai orang tua yang bisa diajak bicara untuk membahas kesalahan

mereka sendiri.

6. Menjaga perkawinan sebagai prioritas yang diakui untuk kelangsungan

keluarga sehat.

7. Menyediakan waktu yang satu terhadap yang lain dan mau menghadiri

acara kegiatan anggota keluarga yang lain.


8. Mempunyai orang tua yang tidak takut menghadapi anaknya.

9. Mempunyai anak yang yakin bahwa orang tuanya percaya terhadap

mereka.

10. Mempunyai anggota keluarga yang setia terhadap yang lain.

11. Mempunyai rencana untuk acara-acara keluarga.

12. Lebih mementingkan penyelesaian masalah daripada menghindari

konflik.

13. Mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat terhadap semua anggota

keluarga.

14. Mengganti atau menukarkan aturan-aturan keluarga dengan sopan santun

keluarga ketika anak-anak beranjak dewasa.

15. Mendasari tindakan pada keyakinan bahwa kesatuan keluarga lebih

penting daripada individual.

Dari empat narasumber yang kehidupannya beragama dalam

membangun keluarga hanya dua keluarga yang bisa dikatakan keluarga yang

beragama yaitu bapak Manta dan bapak Galih, keluarga ibu Nur dan ibu

Lenny juga bisa dikatakan keluarga yang beragama namun belum mendekati

keluarga beragama. Keluarga yang sesuai dengan keluarga beriman yaitu

keluarga bapak manta dan bapak Galih, keluarga beragama juga harus

memiliki keterbukaan kepada keluarga, di saat penulis menanyakan

pertanyaan kepada beberapa narasumber yang terkait, sebagai berikut :

Apakah anda terbuka dengan kekurangan yang ada didiri istri/suami anda?

“Terbuka mba, tapi lihat situasinya kalo lagi enak ya saya bilang ke
dia dengan bercanda tapinya , kalau lagi ga enak ya ga mba” ujar pak
manta”1.

1
Wawancara dengan Bapak Manta, Depok, pada tanggal 1 Juni 2013.
“Terkadang, karena takut tersinggung, habis orangnya terlalu emosi
dan kalo berbuat salah dia ga merasa bersalah atau ga merasa ada
kekurangan didirinya, kalo saya ngomong dia marah dan yang ada
jadi rebut. Jadi mending saya diam aja mba” ujar ibu Nur”.2

Dari uraian bapak manta dan ibu nur di atas menandakan mereka

selalu mengutarakan apa yang ingin mereka sampaikan dengan melihat

situasi pasangannya, karena mereka takut jika langsung di ucapkan membuat

pasangannya tersinggung dan marah. Di dalam keluarga keterbukaan itu

mutlak diperlukan supaya hubungan di dalam keluarga dapat terjadin

hubungan yang harmonis. Keterbukaan atau kejujuran dalam keluarga itu

sangat penting , meski kejujuran akan melukai tapi janganlah sengaja melukai

dengan berkata hal-hal yang jujur. dan keterbukaan berkaitan erat dengan

kepercayaan dan kedewasaan hubungan itu sendiri.

Seseorang yang memiliki self-monitoring yang tinggi, yaitu

kemampuan “membaca” apa yang di anggap baik atau tidak oleh lawan

bicara atau lingkungan menurut Baron, Byrne & Branscombe, dapat

mengubah pesan yang ia berikan ketika melihat bahwa apa yang

dikemukakannya kurang mendapat tanggapan positif dari orang lain.

Misalnya, ketika seseorang bercerita pada temannya bahwa ia telah

menampar kekasihnya dan pada saat bersamaan ia meihat reaksi temannya

yang menampakan ekspresi wajah terkejut dan kurang suka, lalu temannya

berkomentar “Ah, kasar sekali kamu,” maka ia segera menambahkan

informasi “ya, saya menamparnya dengan pelan sih, tidak sungguh-sungguh.”

Disini, terlihat bahwa ia telah memperbaiki pesan sebelumnya karena melihat

2
Wawancara dengan Ibu Nur, Depok, pada tanggal 30 Mei 2013
reaksi temannya yang kurang setuju dengan perilakunya yang menampar

kekasihnya tersebut. Keinginan untuk dinilai baik telah membuat seseorang

mengubah informasi yang telah ia berikan sebelumnya.

Penulis pun menanyakan kepada empat narasumber tentang factor apa

yang membuat narasumber enggan untuk terbuka dengan pasangan,

pendapatnya pun serupa juga yaitu :

“Sama dengan yang tadi saya bilang, yaitu gak ada sikap saling
percaya, pasangan cenderung untuk emosi, pasangan cenderung acuh,
pasangan cenderung gak peduli, dan pasangan menanggap remeh, ya
kalau pasangan saja seperti yang saya bilang tadi bagaimana kita mau
terbuka yang ada gak adanya hubungan yang mencerminkan keluarga
sejahtera” ujar bapak Galih3.
Dari uraian 4 narasumber dapat diartikan kejujuran adalah kunci

untuk menjadikan suatu hubungan menjadi harmonis, tetapi jika suatu

hubungan adanya kebohongan dan saling tidak percaya satu sama lain

hubungan yang berjalan baik-baik saja akan berubah menjadi ketidak

nyamanan didalalam suatu hubungan. Rumah tangga merupakan perpaduan

antara berbagai karakter. Dan tidak satu pun di dunia ini manusia yang

memiliki karakter sempurna, disinilah dibutuhkan keharmonisan dalam

keluarga yang tercipta dengan adanya keterbukaan dan rasa saling percaya

diantaranya.

Keterbukaan dan rasa saling percaya merupakan factor penting dalam

sebuah hubungan rumah tangga. Terlebih jika sang suami atau istri terpisah

jarak dan waktu dengan anggota keluarganya yang disebabkan oleh tugas

kantor, atau memiliki aktivitas diluar rumah yang menurut perhatian tidak

kalah besarnya dengan apa yang harus kita berikan pada keluarga tercinta.

3
Wawancara dengan Bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013.
Tanpa rasa saling percaya antara suami istri, perkawinan tentu tidak

akan berjalan mulus. Terlebih jika sang suami misalnya yang selalu

mengawasi gerak gerik istrinya karena ketidakpercayaannya, ataupun

sebaliknya. Yang muncul ialah gelisah, kecuriggaan, tidak pernah merasa

tentram dan sebagainya. Dan pada akhirnya kita akan saling menyalahkan

dan menuduh.

Menurut Baron-Cohen &Wheelwright,2004. Empati memungkinkan

individu untuk memahami maksud orang lain, memprediksi perilaku mereka

dan mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka.

Saat penulis menanyakan pertanyaan berikutnya tentang tingkat

keterbukaan yang sama dengan pasangan atau sebaliknya jawaban dari

keempat narasumber pun serupa juga yaitu,

“Masing-masing pihak harus mempunyai tingkat keterbukaan yang


sama, ya karena untuk mempertahankan hubungan rumah tangga yang
baik, kalau tidak adanya keterbukaan yang ada rumah tangga hancur”
ujar bapak Galih.4
Dari uraian beberapa narasumber tersebut menyatakan suatu

hubungan diharuskan adanya kesamaan dalam keterbukaan, untuk menjaga

keutuhan rumah tangga. Agar tidak adanya rasa curiga dan dicurigai satu

sama lain dan tercapai keluarga yang bahagia, tidak adanya yang ditutup-

tutupi dalam keluarga maka dari itu narasumber selalu terbuka dengan

pasangannya. Hal tersebut membuat mereka semakin nyaman dalam

mengutarakan apa yang ingin disampaikan.

Sesuai dengan prinsip similarity (kesamaan), maka seseorang akan

memilih teman, pacar, dan pasangan hidup yang memiliki kesamaan dengan

4
Wawancara dengan Bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013.
dirinya baik dalam hal penampilan, perilaku, cara berfikir, dan lain-lain. Pada

umumnya, orang memang menyukai orang lain yang sama dengan dirinya

dalam beberapa aspek, seperti kebangsan.ras, kemampuan dalam bidang

tertentu, daya tarik fisik, kecerdasan atau sikap. Namun, ada juga orang yang

justru tertarik pada orang-orang yang berkebalikan dengan dirinya yang

disebut dengan complementarity, misalnya seorang yang dominan memilih

pacar yang bersifat submisif, kesamaan dalam beberapa hal dengan pasangan

dapat mempermudah komunikasi di antara keduanya, namun perbedaan juga

dapat membantu kelanggengan sebuah hubungan bila sifatnya saling

melengkapi.

Membangun keluarga yang sakinnah, mawaddah dan warahmah juga

perlu adanya kesehatan keluarga. Anggota keluarga yang sehat tentunya bisa

membuat kehidupan keluarga menjadi lebih harmonis.Namun, sehat di sini

bukan hanya jasmani tapi juga rohani.Kesehatan rohani sangat perlu dimiliki

anggota keluarga agar dijauhkan dari segala marabahaya.Saat ini, banyak

berita kriminalitas mengenai penganiayaan terhadap anggota keluarganya

sendiri.Kejadian-kejadian tersebut tentunya membuat sebagian besar orang

merasa prihatin.Ketahuilah bahwa kejadian tersebut bisa saja terjadi pada kita

jika anggota keluarga tidak memiliki kesehatan rohani yang baik.Memiliki

keluarga yang sehat jasmani dan rohani memang bukan suatu hal yang mudah

untuk dilakukan.Untuk memulainya, diperlukan kerjasama antar anggota

keluarga. Lalu, bagaimana cara menciptakan keluarga yang sehat jasmani

maupun rohani? Penulis mendapatkan cara membangun keluarga yang sehat

yang bisa kita terapkan dalam kehidupan keluarga:


1. Mengonsumsi makanan sehat. Mengonsumsi makanan sehat sangat

diperlukan untuk anggota keluarga. Jika dibiaskaan untuk mengonsumsi

makanan sehat setiap harinya, maka anggota keluarga akan dijauhkan dari

segala macam penyakit. Untuk itu, konsumsilah berbagai jenis sayuran

dan buah-buahan setiap hari demi kesehatan jasmani anggota keluarga.

olahraga dengan keluarga.

2. Biasakan untuk meminum air putih. Ajak dan ajarkan si anak-anak

mengenai pentingnya mengonsumsi air putih. Salah satu cara ini untuk

memiliki kehidupan keluarga yang sehat secara jasmani. Selain

mengonsumsi makanan yang sehat, pastikan juga anggota keluarga

meminum air putih 2 liter per harinya.

3. Berolahraga . Jadikan olahraga sebagai kebiasaan rutin yang harus

dilakukan setiap hari. kita bisa mengajak olahraga anggota keluarga setiap

akhir pekan ke luar rumah. Misalnya, bersepeda, berenang, jogging,

bermain bulu tangkis, dan lolahraga lainnya. Namun, biasakan juga

berolahraga satu jam setiap harinya. Dengan begitu keluarga kita akan

sehat secara jasmani dan menjadi sebuah keluarga yang harmonis.

4. Menerapkan ajaran agama. Menerapkan ajaran agama merupakan sebuah

pondasi agar kehidupan keluarga selalu harmonis dan bahagia. Alangkah

baiknya untuk beribadah bersama-sama anggota keluarga. Misalnya

shalat berjamaah bagi yang muslim dan pergi ke gereja bersama-sama

bagi yang non-muslim. Selain itu, terapkan juga ajaran agama kepada

anak agar mereka memiliki akhlak yang baik.


Itulah cara membangun keluarga yang sehat. Keluarga yang sehat

tidak akan melukai atau bahkan sampai mebunuh anggota keluarga lainnya.

Untuk itu, sangatlah penting menciptakan keluarga yang sehat jasmani dan

rohani. Jika ada masalah, maka sebaiknya diselesaikanlah secara baik-baik

saja.

4.2.3 Keluarga Sehat menurut Islam

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang

pemenuhannya bersifat pasti.Sehat dalam pandangan Islam tidak hanya

secara fisik, tetapi juga dalam berpikir dan bersikap yang dilandaskan pada

akidah Islam.

Keluarga sehat bermakna bahwa seluruh anggota keluarga dapat

menjalani kehidupan secara sehat, baik yang terkait dengan fisik (makanan,

pakaian, rumah dan tubuh) yang pemenuhannya menggunakan pola pikir dan

pola sikap berlandaskan akidah Islam.

Islam telah menetapkan kewajiban kepada orangtua untuk

membangun keluarga yang sehat dan kuat, di antaranya:

1. Kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak.

Allah Swt. berfirman:


Kewajiban ayahlah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf. (QS al-Baqarah [2]: 233).

Rasulullah saw. bersabda:


Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar untuk
memerdekakan hamba, satu dinar yang engkau sedekahkan
kepada seorang miskin dan satu dinar yang engkau nafkahkan
untuk keluargamu, maka pahala yang paling besar adalah yang
engkau nafkahkan untuk keluargamu. (HR Muslim).
Karena ayah mempunyai pahala yang besar dalam memberi

nafkah kepada keluarga, maka jika ia tidak mau memberikan nafkah

kepada anak-anak dan keluarga, padahal mampu, ia akan berdosa besar.

Rasulullah saw. bersabda:

Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menahan (nafkah)


terhadap orang yang menjadi tanggungannya. (HR Muslim).

Di antara nafkah yang wajib diberikan ayah kepada keluarga

adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal yang baik kepada

keluarganya sehingga fisik mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit.

2. Menerapkan aturan-aturan Islam terkait dengan makanan, minuman dan

tidur.

Allah Swt. telah berfirman:


Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi. (QS al-Baqarah [2]: 168).

Hembing mengatakan bahwa tidak ada makanan atau minuman

yang dinyatakan haram oleh ajaran Islam, tiba-tiba dinyatakan sehat oleh

dunia kedokteran. Survey membuktikan bahwa makanan merupakan

faktor yang paling dominan; menduduki 90% dalam menimbulkan hampir

semua penyakit yang diderita oleh seseorang, terutama terhadap penyakit

jantung, stroke, kencing manis, kanker, asam urat dan jenis-jenis penyakit

lainnya.

Kehalalan makanan akan berpengaruh, paling tidak, dalam:

Pertama, menjaga keseimbangan jiwa manusia yang hakikatnya suci

(fitrah) sebagaimana baru dilahirkan ke dunia. Kedua, menumbuhkan


daya juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi.

Ketiga, membersihkan hati dan menjaga lisan dari pembicaraan yang

tidak perlu. Keempat, menumbuhkan sikap percaya diri di hadapan Allah.

Dengan demikian, kehalalan makanan dalam Islam dan pengharamannya

sangat berpengaruh terhadap kesehatan, baik jasmani ataupun rohani.

Rasulullah saw. telah memberikan panduan dalam masalah

makanan, yaitu menghindarkan makanan yang mengandung racun dan

melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum sehingga melampaui

kebutuhan. Rasulullah saw. bersabda:

Tidak ada suatu tempat yang dipenuhi oleh Anak Adam yang lebih
buruk daripada perutnya.Cukuplah bagi anak Adam beberapa
suap saja, asal dapat menegakkan tulang rusuknya. Namun, jika
ia terpaksa melakukannya, hendaklah sepertiga (dari perutnya)
diisi dengan makanan, sepertiganya dengan minuman dan
sepertiganya lagi dengan nafas. (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Rasulullah saw. juga memberikan panduan dalam masalah minuman:

Janganlah kalian minum dengan sekali tegukan seperti minumnya


unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali tegukan.
Ucapkanlah “Bismillah” jika kalian minum dan ucapkanlah
“Alhamdulillah” jika kalian selesai minum.(HR at-Tirmidzi).
Janganlah salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri.
Siapa saja yang lupa, hendaklah ia memuntahkannya. (HR
Muslim).

Adapun terkait dengan pola tidur, Rasulullah saw. menganjurkan

untuk tidur di atas sisi badan sebelah kanan. Sebab, tidur di atas badan

sebelah kiri itu akan membahayakan hati dan mengganggu pernafasan.

Rasulullah saw., bersabda (yang artinya):

Jika kamu mendatangi tempat berbaringmu, berwudhulah


sebagaimana kamu berwudhu untuk shalat, kemudian,
berbaringlah di atas sisi badan sebelah kanan dan berdoalah.
(HR al-Bukhari dan Muslim).

3. Mencegah diri dari berbagai penyakit.

Kewajiban para orang tua, pada saat salah seorang di antara anak-

anak terkena penyakit menular, adalah mengasingkan anak-anak mereka

yang lainnya.Dengan begitu, penyakit itu tidak menular kepada yang

lainnya. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Larilah dari orang yang

berpenyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa. (HR al-Bukhari).

Alangkah agungnya panduan Rasulullah ini dalam menjaga

kesehatan dari berbagai penyakit.

4. Pengobatan terhadap penyakit.

Pengobatan ini berpengaruh sangat besar dalam menolak penyakit

dan memproses kesembuhan. Masalah pengobatan ini diperintahkan oleh

Rasulullah saw. dalam beberapa haditsnya,di antaranya:

”Setiap penyakit itu ada obatnya. Jika obat itu mengenai penyakit
maka akan sembuhlah dengan Izin Allah „Azza wa Jalla”. (HR
Muslim dan Ahmad).

5. Membiasakan anak untuk berolahraga.

Allah Swt. berfirman:


”Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang
kalian sanggupi”. (QS al-Anfal [8]: 60).

Rasulullah saw. bersabda:

”Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih disukai oleh
Allah daripada Mukmin yang lemah”.(HR Muslim).

Untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu, Islam

menyerukan untuk mempelajari renang, memanah dan menunggang kuda;

sebagaimana yang petunjuk Rasulullah saw. (yang artinya):


Segala sesuatu yang tanpa menyebut asma Allah adalah senda
gurau belaka, kecuali empat perkara: berjalannya seorang antara
dua tujuan (untuk memanah), latihan dalam menunggang kuda,
bermain dengan keluarganya dan belajar berenang. (HR ath-
Thabrani).

6. Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak tenggelam dalam kenikmatan.

Pembiasaan ini dimaksudkan agar pada masa dewasa nanti, anak-

anak dapat melaksanakan kewajiban jihad dan dakwah dengan sebaik-

baiknya.Banyak sekali hadis yang memerintahkan untuk hidup sederhana

(tidak bermewah-mewah).

Rasulullah saw adalah teladan dalam kehidupan. Beliau yang

sederhana dalam makanan, pakaian dan tempat tinggalnya, yang harus

diteladani oleh generasi-generasi Muslim juga diikuti petunjuk dan

sunnahnya. Dengan itu, mereka selalu siap menghadapi berbagai

peristiwa yang merintanginya. Sangat banyak contoh yang dapat kita

saksikan, bahwa saat umat Islam tenggelam dalam kesenangan,

kehidupan mewah dan tergiur oleh kemilau budaya materialistis, maka

cepat sekali mereka akan roboh, pasrah terhadap serangan musuh, hilang

kesabaran dan jihad di jalan Allah Swt. terasa kecut bagi Muslim.

Ternyata dari semua sampling dari 4 narasumber termasuk

keluarga yang sehat jasmani dan rohani, karena dari hasil penelitian 4

keluarga tersebut selalu menjalankan ajaran islam didalam keluarga

maupun dilingkungan rumahnya, para bapak yang selalu berbondong-

bondong ke mushola didekat rumahnya untuk melaksanakan shalat 5

waktu meskipun tidak setiap hari para bapak shalat 5 waktu di musholah
dikarenakan kesibukan masing-masing para bapak ditempat mereka

bekerja. Di hari jumat pagi jam 09:00 wib para ibu melakukan pengajian

di musholah dan saat waktu shalat jum‟at tiba para bapak dan kaum laki-

laki menunaikan shalat jum‟at dan juga para remaja sampai anak di usia 6

tahun setiap hari setelah magrib melaksanakan pengajian rutin di

musholah, Ibu dan bapaknya pun selalu mengajarkan kepada anak-

anaknya ilmu agama kepada anak-anakya disaat kumpul bertujuan untuk

membentuk kepribadian yang lebih baik dan berakhlak. Hari sabtu sore

para bapak dan remaja melakukan olahraga bola pingpong di lapangan

dekat mushola dan malam jam 20:00 olahraga bulu tangkis. Hari minggu

para ibu melakukan kegiatan rutin yang tidak kalah serunya dengan para

bapak yaitu melakukan kegiatan olahraga voly di lapangan yang berada

didepan rumah bapak RW .

Membangun keluarga yang sakinnah, mawaddah dan warahmah

juga perlu adanya ekomoni keluarga yang baik. Setelah dilakukan

observasi terhadap kehidupan beberapa keluarga yang hasilnya telah

dianalisis, dan ditulis secara konsepsional, rinci dan sistematis, dapat

dijelaskan beberapa konsep keluarga sejahtera, yaitu :

1. Hidup makmur

2. Dalam kelompok teratur

3. Berdasarkan sistem nilai

4. Bebas dari penyakit

5. Tidak ada gangguan

6. Menyenangkan

Banyak sekali faktor untuk menjelaskan hidup sejahtera,

diantaranya politik, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, keamanan, dan


hiburan yang saling berkorelasi antara satu dengan yang lain. Keluarga

sejahtera dalam arti yang paling sempurna atau lengkap merupakan

keluarga sejahtera yang sangat ideal, tetapi sangat jarang sekali dijumpai.

Dari keempat narasumber penulis menyimpulkan tiga orang memenuhi

kriteria keluarga yang sejahtera dan hanya satu narasumber yang

keluarganya kurang sejahtera dan tingkat sosial ekonomi bawah

dikarenakan dalam keluarganya si narasumber (Ibu Nur) menjadi tulang

punggung keluarga. Ibu nur mencari nafkah untuk menyambung hidup

keluarganya dengan berwirausaha dipagi sampai jam 10 pagi menjual

sayuran yang masih mentah , dan dari jam 12 siang sampai jam 8 malam

menjual sayuran matang dan menurut ibu nur dengan berwirausaha sudah

mencukupi kebutuhan keluarganya, meskipun beliau yang menggantikan

suamimnya untuk mencari nafkah beliau tidak pantang menyerah untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya, meskipun keadaan perekonomian

rumah tangganya kurang anak-anak ibu nur tidak ada yang mengeluh

mereka selalu bersyukur dengan keadaan yang seperti itu , kedua anak ibu

nur selalu membantu ibunya di saat mereka melihat ibunya letih karena

kurang tidur, keduanya saling bekerja sama menyelesaikan tugas

membersihkan rumah, memasak dan menjaga warung dikala ibu nur

istirahat sejenak. Ibu nur selalu mendahulukan kepentingan anak-

anaknya dari pada kepentingan dirinya sendiri seperti di saat anak nomer

2 yang ingin membeli sepatu, ibu nur sebisa mungkin menyisihkan uang

dagangannya untuk membelikan sepatu meskipun anaknya tidak meminta

kepadanya. karena ibu nur tidak ingin anaknya merasakan sedih karena

tidak memiliki sepatu seperti beliau dimasa kecil maka dari itu ibu nur
menyisihkan uang dagangannya untuk membelikan sepatu baru dan niat

bu nur untuk membelikan sepatu baru bukan untuk memanjakan anaknya

tetapi menurut ibu Nur itu kewajiban dia sebagai ibu untuk

membahagiakan anaknya bukan memanjakannya. Meskipun ekonomi

keluarga yang minim ibu nur bisa mengatur keuangan keluarga sehingga

kebutuhan keluarga tercukupi ibu Nur juga selalu mengajarkan ke anak-

anaknya untuk tetap hidup sederhana dan mensyukuri apa yang

dimilikinya sekarang. Karena kesungguhan ibu Nur untuk berusaha dalam

kemampuannya mengelola keuangan dan menerima berkah dari Allah,

meskipun ekonominya pas-pasan tetapi hidup ibu nur bahagia dan anak-

anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang tinggi.

Menurut Teori Kebutuhan Abraham Maslow manusia mempunyai

lima kelompok kebutuhan. Kelima kelompok kebutuhan tersebut

disusunnya berbentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki

kebutuhan. Susunannya mulai dari yang paling penting hingga yang tidak

penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau

didapat. Oleh sebab itu motivasi manusia kata Maslow sangat dipengaruhi

oleh kebutuhan mendasar yang perlu terlebih dahulu dipenuhi. Untuk

dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu

kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.

Dalam membangun keluarga yang sakinnah, mawaddah dan

warahmah juga perlu adanya Hubungan antar anggota keluarga yang

harmonis. Saling mencintai, menyayangi, terbuka, menghormati, adil,

saling membantu, saling percaya, saling bermusyawarah, dan saling

memaafkan.Hubungan dengan kerabat dan tetangga harus pula terbentuk.


Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara, yaitu

berunding, berembuk, atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Makna

dasar dari kata musyawarah adalah mengeluarkan dan menampakan (al-

istihkhraju wa al-izhar). Secara terminologis, musyawarah diartikan

sebagai upaya memunculkan sebuah pendapat dari seorang ahli untuk

mencapai titik terdekat pada kebenaran demi kemaslahatan umum.

Rosyanti, Imas., 2002:235.

Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja

syawara yang dari segi jenisnya termasuk kata kerja mufa‟alah

(perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka musyawarah haruslah

bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas

mengemukakan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah

diharapkan dapat diketahui kelemahan pendapat yang dikemukakan,

sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi mengandung kelemahan.

Menurut Cahyadi Takariawan Penulis Buku "Wonderful Family",

Senior Editor PT Era Adicitra Intermedia, Anggota IKAL-XLV,

Pengasuh Pengajian Permata (Pernik-pernik Rumah Tangga) Keterbukaan

adalah kunci awal yang efektif untuk menghadapi tantangan dan

memecahkan persoalan dalam kehidupan berumah tangga. Hendaknya

suami dan isteri saling terbuka dan menyampaikan perasaan serta

keinginan dirinya secara leluasa. Jangan ada hambatan komunikasi antara

pasangan sejak dari awalnya. Biasakan diri berkomunikasi dengan penuh

keterbukaan dan kelegaan hati.

Itulah cara saling mengenal yang amat efektif. Dengan

keterbukaan, kita bisa menyingkat masa pengenalan kita dalam waktu


yang lebih cepat dibandingkan dengan apabila tidak bersikap terbuka.

Tentu saja pengenalan yang diperlukan antara suami isteri tidak terbatas

pada hal-hal yang bersifat permukaan saja, diperlukan pengenalan yang

mendalam dan tuntas. Mengenalkan segala hal yang diperlukan,

meskipun tentu saja ada hal-hal tertentu yang berkaitan dengan

ketidakbaikan masa lalu yang tak perlu diceritakan demi menjaga

perasaan pasangan kita.

Menganalisa empat narasumber sesuai dengan kriteria hubungan

anggota, tiga informan dapat dikatakan sakinnah, mawadah dan

warahmah dan hanya satu keluarga (Ibu Nur) yang tergolong kurang dari

keluarga sakinnah, mawaddah dan warahmah karena tidak adanya

keterbukaan, tidak dapat bermusyawarah dengan keluarga. Karena

menurut bu Nur suaminya tidak dapat di ajak berdiskusi, selalu marah

saat bertukar pikiran dan suami ibu Nur tidak terbuka dengan dirinya dan

anak-anaknya. Disaat penulis menanyakan kepada informan tentang

penerapkan keterbukaan di dalam keluarga, jawabannya sebagai berikut

“Saya menerapkannya ke anak saya, tetapi gakk dengan suami,


karena hanya dengan anak-anak saya saja bisa saya biasakan
terbuka karena suami saya susah diatur selalu melakukan sesuatu
sesuka hatinya dan dia juga gak pernah terbuka dengan saya dan
anak-anaknya dia juga gak bisa diajak berdiskusi atau susah
bertukar pikiran kalau bertukar pikiran dia selalu emosi dan
galakan dia.” Ujar ibu Nur5
Karena tidak adanya keterbukaan dari suami ibu Nur , beliau pun

menjadi enggan untuk terbuka kepada suaminya, tetapi ibu Nur selalu

menerapkan keterbukaan terhadap kedua anaknya dan hasilnya pun anak-

5
Wawancara dengan Ibu Nur, Depok, pada tanggal 30Mei 2013.
anak ibu Nur selalu terbuka dengan ibunya tidak pernah membohongi

orang tuanya, sehingga kedua anak ibu nur seperti sahabat kalau sedang

berkumpul dengan orang tuanya sambil bercerita ,kadang ibu nur bertukar

pikiran dengan anak-anaknya mau tentang usahanya, atau apapun yang

ibu nur ingin ceritakan kepada anaknya, yang paling sering ibu nur

bicarakan tentang perkembangan usahanya yang kadang naik dan kadang

turun . tentang suaminya pun ibu nur selalu bercerita kepada anaknya,

meskipun mereka tahu ayahnya seperti itu mereka tidak berubah menjadi

anak yang kurang ajar dan tidak patuh, tetapi mereka tetap memberikan

semangat kepada ibunya agar selalu bersabar dan mendoakan ayahnya

agar berubah dengan kemauannya sendiri tidak dengan ibunya ikut keras

menghadapi ayahnya yang seperti itu, dari rangkulan kedua anaknya ibu

nur menjadi kuat dan pantang menyerah menghadapinya.

Komunikasi dialogis menurut De Vito (1976) komunikasi

interpersonal adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima

oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung

(Liliweri,1997,p.12). jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif

dalam upaya membentuk sikap, pendapat atau perilaku seseorang

berhubung sifatnya yang dialogis. Perilaku dialogis tersebut ditujukkan

melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik

yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikator

pada saat itu juga, dan komunikator mengetahui dengan pasti apakah

pesan yang dikirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau

negative. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang

menunjukan adanya interaksi. Mereka yang terlibat komunikasi bentuk ini


berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar

secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis Nampak adanya

upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama

(mutual understanding ) dan empati.

Disini terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan pada

anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, dan

wajib dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Membentuk keluarga yang sakinnah, mawaddah dan warahmah

juga memerlukan hubungan antar anggota keluarga yang harmonis .

Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap pasangan suami-istri

karena dalam keharmonisan itu terbentuk hubungan yang hangat antar

anggota keluarga dan juga merupakan tempat yang menyenangkan serta

positif untuk hidup. Adapun pengertian tentang keharmonisan keluarga,

dibawah ini akan dipaparkan menurut beberapa tokoh.

Secara terminologi keharmonisan berasal dari kata harmonis yang

berarti serasi, selaras. Titik berat dari keharmonisan adalah keadaan

selaras atau serasi.Keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan

dan keserasian dalam kehidupan.Keluarga perlu menjaga kedua hal

tersebut untukmencapai keharmonisan.(Tim Penyusun Kamus. 1989.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan).

Basri mengatakan, “keluarga yang harmonis dan berkualitas yaitu


keluarga yang rukun bahagia, tertib, disiplin, saling menghargai,
penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos
kerja yang baik,bertetangga dengan saling menghormati, taat
mengerjakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu
pengetahuan, dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang
positif dan mampu memenuhi dasar keluarga”.(Basri, Hasan.
1996: 111)

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Qaimi,“bahwa keluarga

harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan ketenangan,

ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan generasi

masyarakat, belas-kasih dan pengorbanan, saling melengkapi, dan

menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama.(Qaimi Ali.

2002:14) Selain itu, Drajat juga berpendapat bahwa keluarga yang

harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila kedua pasangan tersebut

saling menghormati, saling menerima,saling menghargai, saling

mempercayai, dan saling mencintai.( Djarajat, Zakiyah. 1975:9)

Sedangkan Gunarsah berpendapat bahwa keluarga bahagia adalah

apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

berkurangnya rasa ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh

keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang

meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial.(Gunarsa, Singgih D &

Yulia Singgih D. Gunarsa.1991 : 51)

Menurut Sarlito bahwa keluarga harmonis hanya akan tercipta

kalau kebahagiaan salah satu anggota berkaitan dengan kebahagiaan

anggota-anggota keluarga lainnya. Secara psikologi dapat berarti dua hal

(Sarlito Wirawan Sarwono. 1982 : 2):

1. Terciptanya keinginan-keinginan, cita-cita dan harapan-harapn dari

semua anggota keluarga.

2. Sedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing maupun

antar pribadi.
Suami istri yang bahagia menurut Hurlock adalah suami istri

yang memperoleh kebahagiaan bersama dan membuahkan keputusan

yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama, mempunyai

cinta yang matang dan mantap satu sama lain, dan dapat melakukan

penyesuaian seksual dengan baik, serta dapat menerima peran sebagai

orang tua. (Hurlock, Elizabeth B. 1980 :299).

Dlori berpendapat keharmonisan keluarga adalah bentuk

hubungan yang dipenuhi oleh cinta dari kasih, karena kedua hal tersebut

adalah tali pengikat keharmonisan. (Dlori, Muhammad M. 2005 : 30-32).

Kehidupan keluarga yang penuh cinta kasih tersebut dalam islam disebut

mawaddah-warahma. Yaitu keluarga yang tetap menjaga perasaan cinta;

cinta terhadap suami/istri, cinta terhadap anak,juga cinta pekerjaan.

Perpaduan cinta suami-istri ini akan menjadi landasan utama dalam

berkeluarga. Islam menganjarkan agar suami memerankan tokoh utama

dan istri memerankan peran lawan yaitu menyeimbangkan karakter

suami. Allah berfirman dalam Q.S Ar-Rum: 21

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Dari beberapa definisi tentang keharmonisan keluarga yang

dikemukakan para tokoh di atas, maka dapat disimpulkan keharmonisan

keluarga adalah keadaan keluarga di mana para anggotanya merasa

bahagia, saling mencintai dan saling menghormati serta dapat

mengaktualisasikan diri sehingga perkembangan anggota keluarga


berkembang secara normal. Penulis menyimpulkan dari empat

narasumber hanya tiga keluarga saja yang sesuai dengan kriteria keluarga

yang harmonis dan satu keluarga yang keharmonisannya kurang terjalin

antara si narasumber (Ibu Nur) dengan suaminya. Dikarenakan menurut

paparan bu Nur suaminya tidak terbuka dari awal kenal sampai sekarang

sampai-sampai ibu Nur pun tidak diberikan uang oleh suaminya

dikarenakan ibu Nur sewaktu belum memiliki anak ibu nur bekerja dan

sampai sekarang pun suaminya tidak terbuka dengan pendapatannya.

Setelah memiliki 2 putri ibu Nur berhenti bekerja dan suami bu nur pun

berkenti bekerja dan berganti profesi sebgai tukang ojek di depok, tetapi

suaminya tidak memberikan penghasilannya kepada bu Nur sepenuhnya

hanya memberikan Rp 10.000 itu pun tidak menentu bisa sehari dan bisa

10.000 untuk 2 hari, ibu Nur hanya bisa bersyukur dan tidak mengeluh

dengan keadaan keluarganya yang seperti itu. Ibu Nur tidak pernah

mempermasalahkan keadaan suaminya sebisa mungkin ibu Nur

menabung dari sisa uang tersebut, dan sampai akhirnya putri ibu nur yang

pertama mendapatkan pekerjaan di pabrik dan bisa menambahkan rezeki

untuk kebutuhan keluarganya dan uang yang di berikan anaknya ibu nur

tabung untuk membuat usaha kecil-kecilan agar bisa menyambung hidup

karena suami yang tidak lagi bekerja hanya mengandalkan anak dan

istrinya.

Suami ibu Nur selalu menutupi dan tidak terbuka dengan

penghasilannya kepada ibu Nur, dan ibu Nur selalu di kasih uang yang
menurutnya sangat minim sekali yaitu Rp 10.000 perhari. Dan tidak

terbuka atas semua penghasilannya karena uang penghasilannya langsung

di masukan ke dalam dompet yang berwarna hitam itu dan saat

memberikan uang kepada ibu Nur saja dengan cara ngumpet dahulu,

keluar dari kamar dan memberikan uangnya pun dengan dilipat-lipat, saat

ibu nur menerima hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum kecil.

Ibu Nur hanya bisa sabar dan sabar tidak mengeluh dan tidak

mengeluarkan sepata katapun. Apa lagi sekarang ibu Nur membuka

usaha suaminya tidak memberikan nafkah lagi malah suaminya pernah

bilang kalau bisa ibu Nur yang memberikan uang untuk bensin motor

karena untuk mengantarnya ke pasar untuk membeli keperluan

warungnya. Ibu Nur tidak marah dan hanya terdiam. Saat penulis

menanyakan tentang kesulitan dalam pengemasan pesan saat

menyampaikan keterbukaan perasaan ibu Nur menjawab:

“Iya karena suami saya gak bisa mendengarkan pendapat saya


dulu, baru juga ngomong dia udah emosi. Sabar, santai, terima
saja dan hadapi sajalah” ujar ibu Nur6.

Meskipun keadaan suaminya yang seperti itu ibu nur selalu

menjaga keharmonisan keluarganya, selalu menjaga perasaan

pasangannya dan anak-anaknya meskipun hatinya terluka karna memiliki

suami yang keras. Ibu Nur selalu menjaga komunikasi dengan anggota

keluarganya,meskipun kondisi suaminya seperti itu. Sebisa mungkin

beliau tidak berkata kasar kepada keluarganya, memiliki suami yang keras

dan jarang terdengar kata-kata yang enak di dengar tetapi ibu nur selalu

6
Wawancara dengan Ibu Nur, Depok, pada tanggal 30 Mei 2013.
menjaga ucapannya agar orang lain tetap nyaman didekatnya dan menurut

ibu Nur juga komunikasi yang baik itu adalah hal yang sangat penting

untuk menjaga hubungan keluarga agar tetap hangat meskipun ibu nur

kadang kesulitan mengutarakan apa yang ingin beliau sampaikan kepada

suaminya tetapi ibu nur selalu mencari dan menunggu waktu yang tepat

untuk mengutarakan pendapatnya agar tidak terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan dan merusak suasana rumah yang tadinya syurga menjadi

neraka, maka dari itu ibu nur selalu mencari waktu yang tepat untuk

mengkomunikasikan sesuatu mau yang baik atau yang kurang baik agar

keharmonisan keluarga tetap terjaga.

Proses pengemasan pesan dalam komunikasi pada tahapan

encoding. Encoding Menurut Devito, Joseph A adalah proses mengubah

gagasan atau informasi ke dalam rangkaian symbol atau isyarat. Dalam

proses ini, gagasan atau informasi diterjemahkan ke dalam symbol-simbol

(biasanya memiliki kesamaan arti dengan symbol-simbol yang dimiliki

penerima.

Dalam membentuk keluarga harus adanya keterbukaan dan

ketertarikan satu sama lain agar keutuhan keluarga tetap terjaga dan

masing-masing anggota keluarga saling merasa di hargai dan dihormati.

Dengan adanya nilai-nilai keagamaan juga membuat moral dan akhlak

anggota keluarga menjadi baik dan penuh dengan cinta kasih dapat juga

memperkuat hubungan keluarga dalam membentuk keluarga yang

sakinnah,mawadah dan warahmah.

Di dalam keterbukaan itu adanya saling membuka diri yang

dimana Menurut Teori Self Disclosure, membuka diri adalah

mengungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang


dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau

yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini tersebut.

Pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan keluar

atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya.

Dalam sebuah keluarga juga perlu adanya suatu komunikasi yang

baik dan perlu juga keterbukaan antar sesama anggota keluarga. Konflik

yang terjadi didalam keluarga sering dikarenakan oleh kurangnya

keterbukaan didalam berkomunikasi. Seharusnya, konflik seperti tadi

dapat dicegah apabila ada komunikasi yang benar dan terbuka yaitu jika

masing-masing yang bersangkutan, sepertri suami, istri dan atau anak-

anak memberitahukan hal-hal yang perlu diperhatikan.

Jadi di dalam setiap hubungan keluarga dibutuhkan keterbukaan

dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terbuka akan mempererat

kehangatan hubungan antar inndividu. Dengan membuka diri , tidak

menutup-nutupi, menerima apa adanya, pastilah hubungan satu dengan

yang lainnya akan terjalin dengan baik. Dengan komunikasi yang terbuka

maka hubungan keluarga akan semakin bahagia dan harmonis.

Saat penulis menanyakan kepada informan apabila menerapkan

keterbukaan didalam keluarga tidak akan terjadi suatu masalah atau

konflik?, infirman menjawab sebagai berikut

“Menurut saya, ya harus dengan mendiskusikannya baik-baik.


Mengkomunikasikannya atau menerangkan pendapat tetapi tidak
dengan emosi” ujar ibu Nur.7

7
Wawancara dengan Ibu Nur, Depok, pada tanggal 30 Mei 2013.
Menurut ibu Nur sesuatu yang dibicarakan haruslah dengan baik-

baik agar pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik juga,

sehingga tidak menimbulkan konflik diantara anggota keluarga. Karena

menyampaikan sesuatu tidak harus dengan marah atau dengan emosi,

menyampaikan pesan bisa dengan dikomunikasikan secara baik dan

kepala dingin. Kesalah pahaman bisa terjadi dikarenakan pesan yang

diterima tidak dapat diterima dengan baik sebagai contoh percecokan

dengan teman atau suami. Percecokan mungkin dimulai dari kita atau

suami kita yang tengah bercanda tetapi candaan tersebut ditangkap

dengan maksud lain oleh kita atau suami kita . sehingga, dengan “salah

tangkap maksud” tersebut dapat terjadi sebuah adu mulut, lalu berakibat

kepada pertengkaran.

Perbedaan pendapat dalam komunikasi antar individu juga

termasuk konflik. Menurut Stoner dan Freeman konflik adalah membagi

pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old View)

dan pandangan modern (Current View):

1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwaa

konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat

mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang

optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik

harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan

manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.

2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan

banyak factor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan,

persepsi, nilai-nilai, dan sebagainya.


4.3 Pembahasan

Berdasarkan temuan-temuan dari lapangan dan keterkaitan dengan

konsep-konsep teori maka aspek komunikasi keluarga dalam kacamata sakinnah,

mawaddah dan warahmah dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu:

1. Sakinnah

Sakinah menurut bahasa berarti kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan

kebahagiaan.Dalam sebuah pernikahan, Pengertian sakinah berarti membina

atau membangun sebuah rumah tangga yg penuh dengan kedamaian,

ketentraman, ketenangan dan selalu berbahagia.

Aspek komunikasi yang terkait dengan sakinnah adalah

a. Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang

dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain

itu, melalui kacamata orang lain itu.

b. Self Disclosure

Mengungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang

dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau

yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini tersebut.

Pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan keluar

atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya.

2. Mawaddah dan warahmah

Mawaddah menurut bahasa berarti Cinta atau harapan. Dalam sebuah

Pernikahan, Cinta adalah hal penting yang harus ada dan selalu ada pada

sebuah pasangan suami Istri. Dan Mawaddah berarti Selalu mencintai baik
dikala senang maupun sedih.dan Warrahmah memiliki kata dasar rohmah

yang artinya kasih sayang.dan kata wa disini hanya sebagai kata sambung

yang maknanya dan. Didalam sebuah keluarga, kasih sayang adalah hal

penting yang harus ada dan selalu di jaga agar impian menjadi keluarga

bahagia bisa tercapai.

Aspek komunikasi yang terkait dengan mawaddah dan warahmah adalah :

a. Similarity

Sesuai dengan prinsip similarity (kesamaan), maka seseorang akan

memilih teman, pacar, pasangan hidup yang memiliki kesamaan dengan

dirinya baik dalam hal penampilan, prilaku, cara berfikir, dan lain-lain.

Pada umumnya, orang memang menyukai orang lain yang sama dengan

dirinya dalam beberapa aspek, seperti kebangsaan, ras, kemampuan dalam

bidang tertentu, daya tarik fisik, kecerdasan dalam sikap.

b. Attraction

Bagi dalam membentuk sebuah hubungan adalah ketertarikan pada

seseorang dan tidak tertarik pada orang lain. Hal yang sama juga dapat

terjadi, yaitu saat seseorang dapat tertarik pada kita dan tidak tertarik pada

orang lain.

Jika digabung arti sakinah, mawaddah, warrahmah berarti Keluarga

yang selalu diberikan kedamaian, ketentraman, selalu penuh dengan cinta dan

kasih sayang. Kunci utama untuk mendapatkan keluarga yang sakinah,

mawaddah, warrahmah adalah meluruskan niat kita berkeluarga karena ingin

mendapat Ridho dari Allah. Banyak orang yang berkeluarga dengan niat yang

kurang lurus, sehingga keluarga yang di bina akan mejadi keluarga yang

kurang bahagia.
Menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah adalah

salah satu tujuan dari sebuah pernikahan. Terbentuknya keluarga sakinah,

yang mana keluarga sakinah memiliki peran yang sangat besar dalam

menciptakan generasi-generasi penerus yang berkualitas, mampu berperan di

tengah-tengah masyarakat, sehingga dapat membawa kejayaan sebuah

bangsa. Untuk dapat menciptakan sebuah keluarga sakinah diperlukan

hubungan yang baik antar anggota keluarga, terpenuhinya hak-hak dan

kewajiban masing- masing, fungsi keluarga terlaksana dengan baik, dan

terciptanya hubungan yang harmonis di dalam keluarga.

Islam sendiri telah menjelaskan tentang masalah keluarga seperti

didisebutkan di dalam al-Qur‟an surat At-Tahrim (66) ayat 6 berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-
Tahrim (66): 6).
Melalui ayat di atas Allah menyuruh kita untuk selalu menjaga atau

memelihara diri dan keluarga dari api neraka, dengan melaksanakan dan

menjauhi segala yang di larang oleh Allah. Hal ini bisa diwujudkan ketika

didalam keluarga tercipta suatu hubungan yang harmonis, sehingga seorang

ayah,ibu dan anak-anaknya bisa menjalankan peran dan fungsinya masing-

masing dengan baik, saling menjaga, melindungi dan mengingatkan satu

sama lain.

Selain itu juga seorang ibu harus memahami fungsinya sebagai

seorang ibu dan pengatur rumah tangga, begitu pula suami memahami dan
melaksananakan perannya sebagai ayah dan pemimpin di dalam rumah

tangga. Semua ini bisa terjadi di dalam keluarga sakinah.

Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga yang memang didalamnya

senantiasa diikat dengan aturan-aturan Allah, sehingga sakinah itu bisa

diperoleh, juga didalamnya tercipta sebuah hubungan yang harmonis yang

senantiasa menjadikan syari‟at Islam sebagai standar dalam segala

aktifitasnya, Suami istri mempunyai visi dan misi yang sama, saling

memahami kelebihandan kekurangan masing-masing, Suami istri

menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah baik kewajiban rumah

tangga maupun diluar rumah tanggadan hukum yang lain. Keluarga sakinah

juga memiliki suatu bentuk komunikasi yang baik untuk meminimalkan

perselisihan.

Mengenai hal ini juga dijelaskan di dalam al-Qur‟an Surat Ar-Rum

(30)ayat 21 berikut:

”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmuistri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentramkepadanya, dan menjadikan-Nya diantara kamu rasa
kasih sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagiorang yang berfikir.” (QS. Ar-Rum (30): 21).
Melalui ayat di atas Allah menjelaskan bahwa Allah menjadikan rasa

kasih sayang di antara suami istri, dan menciptakan perasaan tentram diantara

mereka. Ketentraman ini akan terwujud jika diantara mereka saling

menyadari hak dan kewajiban masing masing, begitu juga terlaksananya

fungsi keluarga dengan baik.

Allah mengamanatkan seorang suami untuk menjadi qawwam

(pemimpin) bagi keluarganya, ia bertanggung jawab terhadap kehidupan


rumah tangganya, wajib melindungi, mengayomi dan mencukupi segala

kebutuhannya,mendidik istri dan anak-anaknya karena yang bertanggung

jawab adalah dia,dan mempergauli istrinya dengan ma‟ruf. Seorang suami

wajib memberikan nafkah kepada keluarganya sesuai dengan kemampuannya

(batas maksimalsampai terpenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya), karena

itulah Allah menetapkan suami berada di sektor publik. Sementara istri lebih

kepada sektor domestik karena peran utamanya adalah ummun wa rabbatul

bait, menjadi ibu bagi anak-anaknya, mengatur rumah tangga suaminya.

Tugas utamanya adalah mendidik anak-anaknya, namun dalam hal ini juga

menjadi kewajiban suami karena pendidikan anak merupakan tanggung

jawab bersama. Istri juga memiliki kewajiban berbakti kepada suami selama

tidak untuk bermaksiat kepada Allah, misalnya suami melarang istri untuk

berdakwah, maka istri tidak wajib mentaatinya, karena dakwah merupakan

kewajiban, istri tidak harus mentaati suami selama bertentangan dengan

syari‟at Allah. Ketika suaminya pergi wajib menjaga diri dan hartanya.

Jadi pada dasarkan kewajiban utama seorang istri adalah sebagai ibu,

mendidik anak-anaknya dan mengatur rumah tangga dalam menciptakan

generasi penerus yang berkualitas agar dapat berperan dalam kehidupan

masyarakat dan dapat terjun dalam pemerintahan, peran ibu ialah sebagai

pendidik anak-anaknya menjadi sumber daya manusia yang tangguh dalam

sistem politik, pembinaan yang dilakukan oleh ibu lebih pada pembentukan

landasan berfikir dan pembentukan mental kader politik. Kemudian yang

melanjutkan adalah sekolah maupun partai politik Islam.


Beberapa diantara fungsi keluarga yang sangat mempengaruhi pada

terciptanya keluarga sakinah, yaitu terlaksananya fungsi keagamaan.

Keluarga merupakan madrasah pertama bagi generasi penerus bangsa, untuk

menciptakan generari penerus yang religius, perlu adanya penerapan aqidah

yang benar, pembiasaan ibadah dengan disiplin, dan pembentukan

kepribadian sebagai seorang yang beriman. Selain itu kedua orang tua

memiliki peran yang amat besar dalam pendidikan anak. Melalui keluarga,

nilai-nilai agama diteruskan pada anak cucu. Sehingga melalui fungsi ini

diharapkan terciptanya masyarakat yang Islami yang nantinya membawa

kemajuan bangsa.

Penerapan fungsi keagamaan dalam keluarga dengan membangun

aqidah sedini mungkin, kemudian mengenalkan syari‟at Allah sedini

mungkin, dari aspek-aspek yang mudah, selanjutnya melatih anak untuk

menetapi kewajiban-kewajiban kepada Allah. Kemudian dalam fungsi

pendidikan, mengingat aktifitas asal seorang wanita adalah ummun wa

rabbatulbait. Sebagai ibu bagi rumah tangga suaminya, otomatis akan

menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, itu saat yang tepat

memberikan pendidikan awal, bagaimana anak-anak itu dapat berkembang

dengan potensi yang dimilikinya, sekarang kebanyakan orang tua, dua-

duanya sibuk dengan aktifitas bisnisnya dan melupakan anak-anaknya, dan

lebih memilih menitipkan anak-anaknya ketempat penitipan anak atau

pembantu, seharusnya ibu mengetahui bagaimana perkembangan anak-

anaknya.
Salah satu fungsi keluarga yaitu fungsi sosial adalah bagaimana

sebuah keluarga mampu melakukan hubungan yang baik satu sama lain, cinta

kasih, saling menghormati, menyayangi, selain itu bagaimana anggota

keluarga bisa bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya, artinya disitu ada

nilai dakwah di dalam rumah tangga kepada masyarakat.

Pernikahan sejak awal dibangun membentuk keluarga sakinah,

dimulai pada saat sebelum pernikahan, dengan tidak melalui pacaran, betul-

betul memilih pasangan hidup karena agamanya. Upaya yang pertama kali

dilakukan dalam menciptakan keluarga sakinah adalah senantiasa

meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan menjadikan al-Qur‟an

sebagai naungan keluarga seperti membiasakan shalat berjama‟ah, dan

bershadaqoh, memberikan kontribusi untuk memahamkan keluarga kepada

Islam, karena semua anggota keluarga harus memahami dan melaksanakan

hak-hak dan kewajibannya, menerima segala kekurangan suami/ istri dan

berupaya menutupi kekurangannya itu, saling nasehat-menasehati, begitu

pula dengan anggota keluarga yang lain. Selain itu juga bisa dilakukan

dengan senantiasa memegang komitmen, membangun hubungan

persahabatan dan komunikasi yang baik didalam keluarga. Memandang

permasalahan bukan sebagai beban tetapi sebagai proses pembelajaran,

dengan mengembalikan permasalahan kepada yang diaturoleh Islam.

Perjalan hidup rumah tangga tidak selamanya berjalan dengan mulus,

namun sering kali muncul berbagai macam persoalan yang harus dipecahkan

bersama-sama, untuk itu perlu adanya pemahaman yang matang terhadap


Islam, serta perlu adanya komunikasi yang baik diantara anggota keluarga,

selain itu didalam keluarga dibangun kehidupan persahabatan, diantara

anggota keluarga senantiasa bersikap terbuka, jika terjadi persoalan

secepatnya dimusyawarahkan bersama, dan dalam menghadapi masalah yang

muncul tidak ditanggapi dengan emosional.

Setiap pribadi adalah sesuatu yang unik dan sangat sulit di imitasi,

setiap individu pun tertarik pada hal-hal yang berbeda-beda termasuk juga

pada individu lainnya, dan pada saat yang sama juga menarik individu

lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya ketertarikan ini, tetapi

secara umum ada empat determinan yang menimbulkan daya tarik antar

pribadi: daya tarik fisik, kedekatan, keakraban, kemiripan dan perbedaan

yang saling melengkapi.

1. Daya tarik fisik

Daya tarik fisik memiliki persentase yang dominan dalam

ketertarikan interpersoal.Tetapi penelitian telah menunjukan bahwa daya

tarik fisik memang berpengaruh. Pada sebuah eksperimen dimana

mahasiswa dan mahasiswi dipasangkan dengan acak pada suatu "acara

dansa" lalu pada pertengahan mereka mengisi kuisoner anonim yang

menilai teman dansanya. Sebelumnya, peneliti telah melakukan beberapa

tes kepribadian untuk setiap orang serta penilaian independen tentang

daya tarik fisiknya. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya daya tarik

fisik yang memiliki peranan dalam berapa besar seseorang disukai

pasangan dansanya, tidak ada satupun parameter intelegensi, kecakapan

sosial atau kepribadian yang diasosiasikan dengan kesukaan satu sama


lain. Penelitian lainnya meminta seorang subjek wanita membaca

deksripsi tindakan agresif seorang anak disertai dengan foto anak yang

menarik dan tidak menarik, subjek percaya bahwa anak yang menarik

lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan tindakan agresif itu

dibanding anak yang tidak menarik. Dunia memang tidak adil... tetapi

untungnya kekuatan daya tarik fisik akan melemah jika yang dicari adalah

hubungan jangka panjang.

2. Kedekatan

Kedekatan disini dalam arti dekat secara fisik/lingkungan. berbeda

dengan keakraban yang dijelaskan setelah ini. Suatu penelitian terhadap

5000 buku nikah di philadelphia pada tahun 1930 menunjukan bahwa

sepertiga pasangan tinggal dalam jarak hanya 5 blok satu sama lain.

Sayangnya kedekatan hanya membantu pada reaksi awal saja. Hal ini

dapat menjelaskan kasus tetangga yang saling membenci dikarenakan

proses reaksi awalnya yang tidak baik, tetapi walaupun begitu kedekatan

yang terjadi terus-menerus dapat meningkatan hubungan menjadi

persahabatan. Jika anda salah satu yang percaya bahwa ada seseorang

yang menunggu anda di luar sana, bisa saja orang itu ada di dekat anda.

Keakraban Salah satu alasan mengapa kedekatan dapat menciptakan rasa

suka karena meningkatkan keakraban. Efek keakraban menimbulkan

ketertarikan adalah fenomena yang sangat umum, sebuah penelitian

tentang efek keakraban dilakukan dengan mengambil foto seorang

mahasiswi lalu mencetak wajah asli dan bayangan cerminnya lalu

diperlihatkan kepada mahasiswi tersebut dan teman-teman dekatnya.

Mahasiswi itu lebih menyukai foto cerminnya sementara hasil yang


terbalik terjadi pada teman-temannya. Ini dikarenakan mahasiswi itu lebih

sering melihat wajah "cerminnya" sementara teman-temannya melihat

wajah "aslinya".

3. Kemiripan

Sering ada yang bilang bahwa orang yang berlawanan

menimbulkan daya tarik. Tetapi ada yang dilupakan ketika orang

mengatakan ,"saya bekerja dibelakang meja dan dia pekerja lapangan",

"saya orang IT dan dia sejarahwan". Mereka lupa bahwa mereka adalah

pekerja profesional, mereka memiliki kebangsaan yang sama, tingkat

pendidikan yang sama, agama, kelas sosial, usia, dan intelegensi yang

hanya berbeda beberapa point. Jadi anda salah jika hanya melihat 1 atau

2 perbedaan dan menghilangkan persamaan yang begitu banyak, lalu

menyimpulkan bahwa perbedaanlah yang menyatukan. Sebuah penelitian

menunjukan bahwa 99 persen pernikahan di amerika adalah dari ras yang

sama. Salah satu alasan mengapa kemiripan dapat menghasilkan rasa

suka karena orang lebih menghargai opini dan pilihan mereka sendiri dan

senang bersama orang yang mengabsahkan pilihannya. Walaupun

demikian, kepribadian yang berlawanan dapat juga menarik jika saling

melengkapi (komplementer) misalnya: orang yang dominan akan lebih

menyukai pasangan yang seringnya mengalah. Perbedaan yang saling

melengkapi akan membuat interaksi kedua individu lebih dekat,dan

merasa sempurna atas adanya pelengkap di atas kekurangan.

Didalam hubungan perlu adanya ketertarikan antar individu,

yang dimana akan terjalinnya suatu hubungan yang baik bisa juga
melangkah lebih jauh ke jenjang pernikahan. Suatu kenyataan bahwa

seseorang selalu ingin berhubungan dengan yang lainnya, yang berarti

tertarik pada mereka atau dirinya ingin menarik mereka dalam hal ini

akan muncul istilah menyukai, mencintai, persahabat

an dan lain-lain. Dasar utama seseorang tertarik pada orang lain

yang belum saling menganal adalah hal-hal yang nampak (appearance).

Disaat peneliti menanyakan tentang hal apa yang membuat informan

tertarik dengan pasangan, beliau menjawab

“Hal yang membuat saya tertarik diantaranya, karena pasangan


saya jujur, terbuka, mau memberi perhatian, toleransi, dapat
mengendalikan emosi, dan dewasa dalam menyelesaikan masalah”
ujar bapak Galih8.

Menurut bapak galih beliau tertarik dengan pasangannya karena

pasangannya itu selalu jujur, terbuka dan sebagainya, dari awal mengenal

pasangannya beliau tidak pernah merasakan pasangannya itu berbohong

dan selalu menutupi hal apapun darinya, kejelekannya yang kecil hingga

yang besar selalu di tunjukan. Makanya beliau menjadi tertarik dengan

pasangannya itu dan menikah. Kedekatannya yang membuat bapak galih

menyukai dan menjadi merasa nyaman, dahulu bapak galih dan istrinya

teman satu sekolah di SMU swasta Solo selama mereka dekat dan

menjadi sahabat tumbuh rasa nyaman dan menyukai, saling curhat dan

saling berbagi cerita tentang keluarga satu sama lain dan akhirnya mereka

menjadi tambah akrab.

8
Wawancara dengan bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013
Dalam proximity (kedekatan) dikatakan bahwa orang akan lebih

mudah tertarik dengan orang-orang yang memiliki kedekatan secara fisik

dengan dirinya. Cobalah perhatikan orang-orang yang menarik bagi diri

mereka. Mereka pada umumnya adalah orang-orang yang tinggal di

sekitar lingkungannya, teman kuliah atau teman kerja kita.Kedekatan

secara fisik memberikan kemungkinan yang lebih besar pada orang-orang

untuk saling bertemu dan akhirnya saling menyukai seperti pepatah jawa

yang mengatakan „witing tresno jalaran soko kulino‟.Dengan demikian,

kedekatan merupakan faktor yang sangat penting untuk terjadinya tahapan

awal dari sebuah hubungan, yaitu “kontak” (terjadinya interaksi).

Misalnya, dalam sebuah asrama seseorang akan lebih berpotensi

berkenalan dengan dengan teman-teman sekamar atau satu lantai

dibandingkan berkenalan dengan teman-teman dari kamar atau lantai

yang berbeda. Kedekatan tersebut membuat orang menjadi „biasa‟bertemu

(familiar) dan saling menyukai.Pepatah jawa mengatakan „witing tresno

jalaran soko kulino‟ (jatuh cinta karena biasa bertemu).

Interaksi antara kita dengan orang lain dapat terjadi dimana saja,

misalnya di asrama, pasar, acara pesta, dansa, kampus, bahkan di kantor .

akan tetapi, kebutuhan untuk saling berinteraksi atau need for affilation

dengan orang-orang disekitarnya. Ketertarikan pasangan juga biasanya

karena sering mendengar kata-kata manis dari pasangannya. Saat peneliti

menanyakan tentang Apakah anda kerap mengungkap rasa ketertarikan

anda pada pasangan?, berikut jawaban dari para informan

“Iya dong mba, saya sebisa mungkin selalu merayu dia kalo dia
lagi ngambek” ujar bapak Manta9

9
Wawancara dengan Bapak Manta, Depok, pada tanggal 1 Juni 2013
“Iya pasti karena dengan cara itu rasa sayang saya dan pasangan
saya tetap seperti dulu, dan bisa jadi makin sayang dengan
pasangan kita” ujar ibu Lenny.10
“Hal ini juga sangat perlu diungkapkan dan tidaklah kekuramgan
pasangan yang diungkapkan. Karena dengan kita mengungkapkan
ketertarikan terhadap pasangan maka pasangan tersebut akan
merasa dihargai” ujar bapak Galih.11

Dari ketiga informan menyatakan bahwa mengungkapkan hal-hal

yang indah itu adalah perlu dalam hubungan agar rasa sayang di antara

pasangan bisa semakin kuat dan menjadikan rumah tangga harmonis,

sebuah hubungan akan terjalin jika salah seorang dari kedua belah pihak

memulai untuk mengungkapkan perasaannya. Berbagai perasaan lain juga

sudah seharusnya untuk diungkapkan kepada pasangannya seperti

perasaan khawatir, cemburu ataupun perasaan ketidaksukaan mengenai

sesuatu hal yang terjadi. Hal ini akan membantu pasangan untuk lebih

memahami satu sama lain.

Dalam sebuah penemuan menunjukan bahwa orang asing akan

lebih menyukai kita jika kita mengungkapkan kalimat yang

menyenangkan (Baron, Byrne, & Branscombe, 2008:4). Misalnya,”Wah!

Kamu terlihat cantik dengan baju bermotif bunga-bunga tersebut”.

Dibandingkan dengan mengucapkan kalimat negative seperti “Kamu

terlihat buruk dengan baju berwarna gelap tersebut.” Impresi pertama saat

bertemu dengan orang lain juga ditentukan oleh bagaimana kita

menghargai perasaan orang tersebut, sehingga ia menyukai atau tidak.

10
Wawancara dengan Ibu Lenny, Depok, pada tanggal 31 Mei 2013
11
Wawancara dengan Bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013
Proses ketertarikan dapat bergerak ke tahapan yang terakhir.

Yaitu, dua orang mulai menemukan sejauh mana kesamaan mereka

disbandingan ketidaksamaan sehubungan dengan sikap, keyakinan, nilai-

nilai, minat dan banyak hal lainnya. Ketertarikan meningkat terkait

dengan sejauh mana kesamaan melebii ketidaksamaan. Saat penulis

menanyakan pendapat tentang kesamaan “Apakah anda akan merasa

senang saat menemukan pasangan anda memiliki kesamaan atau

kemiripan dengan diri anda (hobi, berpakaian, memilih makanan ataupun

berolahraga)?” ke empat informan memiliki pendapat sebagai berikut

“Pastinya mba” ujar bapak Manta.12


“seharusnya senang tetapi hal ini sangat kecil kemungkinan, yang
terpenting bisa saling menyesuaikan” ujar bapak Galih13
“ya tentu saja senang, karena bisa melakukan hobby bersama-
sama” ujar ibu Lenny.14
“kadang-kadang merasa senang, tetapi kebanyakan tidak samanya
mba” ujar ibu Nur.15

Menurut kesamaan dalam beberapa hal dengan pasangan dapat

mempermudah komunikasi diantara keduanya, namun perbedaan juga

dapat membantu kelanggengan sebuah hubungan bila sifatnya saling

melengkapi.

Similarity-Dissimilarity penelitian dari Miller dan Kolega 2009:8

mengemukakan bahwa sangat menyenangkan ketika pasangan

menemukan orang yang mirip dengan dirinya di mana mereka dapat

saling berbagi asal-usul, minat, dan pengalaman yang sama. Semakin

12
Wawancara dengan Bapak Manta, Depok, pada tanggal 1 Juni 2013
13
Wawancara dengan Bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013
14
Wawancara dengan Ibu Lenny, Depok, pada tanggal 31 Mei 2013
15
Wawancara dengan Ibu Nur, Depok, pada tanggal 30 Mei 2013
banyak kesamaan antara satu sama lain, maka mereka semakin saling

menyukai. Penemuan menjelaskan bahwa pasangan suami dan istri yang

memiliki kepribadian yang mirip, memiliki pernikahan yang lebih

bahagia daripada pasangan suami istri yang memiliki kepribadian yang

berbeda (Gaunt,2006:8). Ternyata perbedaan juga dapat lebih

menyenangkan daripada persamaan.

Saat ini, banyak orang lari dari hubungan pernikahan karena

"perasaan istimewa" itu sudah tidak ada lagi. Cinta dan romansa telah

pudar karena banyak pasangan yang menganggap kisahnya harus terjadi

seperti di novel-novel percintaan. Pada sikon kekinian, banyak hal terjadi

dalam masyarakat, yang secara langsung dan tidak, mempengaruhi setiap

anggota keluarga. Ketidaksiapan dan ketidaksanggupan menanggapi serta

mengatasi setiap permasalahan tersebut, berdampak pada hancurnya

keluarga, termasuk putusnya ikatan perkawinan atau perceraian.

Dinamika dalam perkawinan dan keluarga, memunculkan hal-hal

membangun, sejahtera, kebahagiaan, dan juga keributan, dan berbagai

ancaman terhadap keutuhan keluarga. Ada banyak faktor

yang menyumbangkan terputusnya suatu perkawinan, hal tersebut antara

lain;

1) Kehilangan cinta kasih. Pada umumnnya laki-laki dan perempuan

memasuki hidup dan kehidupan sebagai suami-isteri dengan alasan

cinta. Namun, cinta tersebut hanya sekedar kata cinta dan tanpa

makna mendalam serta ikatan yang kuat. Cinta seperti itu tidak berisi

kasih-sayang sejati atau agape. Jika seperti itu, maka suami-isteri

mudah kehilangan cinta yang berdampak pada retaknya hubungan


mereka, kemudian berujung pada perceraian. Kasih sejati mampu

menutup segala bentuk kekurangan dan sebagai pengikat yang

mempersatukan suami-isteri sampai maut memisahkan mereka.

2) Ketidakmampuan menyesuaikan diri. Setiap laki-laki dan perempuan,

sebelum mereka menjadi suami-isteri, mempunyai berbagai latar

belakang; misalnya, budaya, agama, pendidikan, tingkat dan status

sosial, ekonomi, gaya hidup, agama. Ketika masih pacaran dan

bertunangan, mereka belajar untuk mencapai kesepadanan dan

kesusaian antar keduanya. Akan tetapi, ketika proses tersebut belum

mencapai tingkat maksimal atau memadai, mereka sudah menikah dan

menjadi suami-isteri. Pada sikon seperti itu, ditambah dengan

perkembangan dan pengaruh dari luar keluarga, suami atau isteri

terjebak dalam dunianya (sesuai latar belakangnya) sambil tidak mau

menyesuaikan diri dengan sikon pasangannya. Jika hal itu, terus

menerus terjadi maka semakin lama memunculkan pemisahan dalam

berbagai hal yang berujung pada perceraian.

3) Hidup yang monoton. Suami-isteri yang telah lama menjalani hidup

dan kehidupan keluarga, kadang-kadang terjerumus ke dalam sesuatu

[kondisi hidup dan kehidupan] yang monoton dan membosankan.

Akibat, suami-isteri inginkan sesuatu yang bernuansa baru; namun

kadang-kadang justru meninggalkan suami atau isterinya. Kesepian

hidup dan kehidupan. Biasanya, pada suami-isteri yang anak-anaknya

sudah dewasa dan telah membangun keluarga sendiri, memasuki hari-


hari kesendirian dan kesepian. Dengan itu, memudahkan munculnya

kebosanan.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta


kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir
kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka
mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun
[63]: ayat 9)

Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah

tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus

diperjuangkan, dan yang lebih utama, adalah menyiapkan kalbu.

Sakinah, mawaddah dan warahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu

terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam

keluarga maupun dalam masyarakat.

Bagaimana mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah

itu?

Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu

melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:

1) Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk

menghidari hubungan yang dilarang Allah SWT

2) Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami

dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah,

memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya,

memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin

keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha

Allah dan surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya

dari siksa api neraka.


3) Istri berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan

dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani

suami, mendidik putra-putrinya tentang agama islam dan ilmu

pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga

kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan

membahagiakan suaminya.

4) Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya,

saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi,

menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing,

saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.

5) Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu

bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.

6) Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah

bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada

fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar

bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersyukur kepada

Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-

qur‟an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk

melihat keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.

7) Suami istri selalu memohon kepada Allah agar diberikan keluarga

yang sakinah, mawaddah, warahmah.

8) Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan

instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang.

9) Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan

musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota


keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari

keburukan nafsu amarahnya.

Hubungan yang mesra dan harmonis sangat diidamkan oleh setiap

pasangan suami istri, namun dengan berjalanya waktu rasa cinta bisa

hilang dikarenakan kurangnya variasi dalam hubungan tersebut.

Mencoba sesuatu yang baru tidak ada salahnya guna menjaga

keharmonisan berumah tangga, cobalah menjadi pribadi yang lebih kreatif

munculkan ide-ide baru untuk menggairahkan suasana jika sudah ada

tanda-tanda kebosanan.

Tanpa adanya sesuatu yang baru dalam suatu hubungan bisa

menyebabkan kebosanan atau yang lebih parah adalah terjadinya

perpisahan. Usahakan hubungan anda tidak monoton agar hubungan anda

bertahan lebih lama. Saat penulis menanyakan kepada informan tentang

apa yang akan dilakukan untuk mengembalikan hubungan yang mulai

memudar menjadi kembali harmonis, informan menjawab

“Mengajak pasangan untuk membicarakan masalah ini dengan


kepala dingin dan dengan kemauan masing-masing pihak untuk
memecahkan masalah. Hindari timbulnya emosi. Emosi hanya lah
memperkeruh suasana” ujar bapak Galih.16
“Mengajak pasangan berlibur ketempat yang dia suka, dan
mengingat hal-hal indah maba, saya sih selalu memberikan
bercandaan yang membuat istri saya tersipu malu” ujar bapak
Manta17

Menurut bapak Galih dan bapak manta saat hubungan memudar

perlu adanya pembicaraan antar suami dan istri berdua, mengajaknya

16
Wawancara dengan Bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013
17
Wawancara dengan Bapak Manta, Depok, pada tanggal 1 Juni 2013
berlibur ketempat yang romantis atau tempat-tempat kenangan berdua dan

sebagainya, mengembalikan suatu hubungan yang mulai memudar itu

perlu karena menurut mereka hubungan yang harmonis adalah idaman

setiap pasangan dalam membangun berumah tangga. Kenyamanan dan

keintiman akan berjalan beriringan jika kedua pasangan berusaha untuk

menjaga suasana cinta seperti di awal hubungan.

Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah

pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105).

Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept)

tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri

terdiri dari bagaimana bisa melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana

dapat merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana dapat menginginkan diri

sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan.

Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat

disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara

menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki,

perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan

terdekatnya.

Dalam sebuah keluarga pasti tak luput terjadi masalah, masalah

bukan untuk dihindari tetapi dihadapi dan diselesaika. Pada awalnya

memang banyak orang yang memikirkan bahwa pernikahan adalah hal

yang jauh dari masalah. Yang ada hanyalah kesenangan dan kegembiraan

romansa yang tiada batas. Tetapi, memasuki beberapa bulan kedepan,

ternyata banyak hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya maupun


pasangannya. Mulai dari kelakuannya yang menjadi berubah ketika

menikah, bagaimana harus menghadapi tingkah laku dengan

pasangannya, dan belum lagi masalah mengurus anak yang pada akhirnya

mereka merasa bahwa menikah ternyata pilihan yang sulit. Namun,

menanggapi hal tersebut, bukan berarti mereka harus menyerah bahkan

memutuskan untuk berpisah satu dengan yang lainnya. Segala masalah

yang ada, termasuk masalah rumah tangga, adalah untuk diselesaikan

secara bijaksana dan bukan untuk dihindari atau membuat mereka

menyerah. Jika pasangan suami-istri memilih untuk bercerai, sebenarnya

hal tersebut merupakan wujud dari pelarian dari suatu masalah, karena

bagaimanapun di dalam rumah tangga, tidak ada masalah yang tidak

dapat terselesaikan jika pasangan suami-istri memiliki kebijaksanaan di

dalam menyelesaikan masalah tersebut. Disaat penulis menanyakan

pendapat kepada informan tentang bagaimana cara menyelesaikan tentang

isu yang terjadi pada pasangan atau keluarga , keempat informan

memiliki pendapat yang serupa.

“Ya ga usah di dengar lah mba dan saya cari tahu dulu sebelum
saya menanyakan itu kepada istri saya dan harus dengan kepala
dingin” ujar bapak Manta.18
“Bicarakan baik baik dengan pasangan dan diharapkan suami/istri
harus jujur” ujar bapak Galih.19
“Saya tidak menanggapinya, cukup di dengar, mencari tau tentang
isu tersebut, jadi tidak langsung emosi, namanya mulut orang itu
kan usil” ujar ibu Nur20

18
Wawancara dengan Bapak Manta, Depok, pada tanggal 1 Juni 2013
19
Wawancara dengan Bapak Galih, Depok, pada tanggal 2 Juni 2013
20
Wawancara dengan Ibu Nur, Depok, pada tanggal 30 Mei 2013
Menurut mereka bila menemukan masalah, pertama yang harus

dilakukan adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, mengingat visi awal

sebelum pernikahan, dan mencari jalan keluar dengan kepala dingin.

Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan maka kita akan mendapatkan

pencerahan dan jalan keluar di dalam menyelesaikan masalah rumah

tangga . Setelah itu, ingat kembali visi bersama disaat sebelum menikah.

Dengan mengingat akan visi tersebut, pasangan suami-istri akan menjadi

lebih dapat berpikir jernih di dalam menyelesaikan masalah . Hal lain

yang harus di lakukan adalah cobalah untuk menyelesaikan persoalan atau

masalah dengan kepala dingin. Jangan terlalu subyektif atau emosional

dalam melihat satu masalah, tetapi cobalah untuk mendengar dari pihak

lain dan mau untuk merendahkan diri serta melakukan introspeksi diri.

Hal tersebut akan mempermudah suami-istri untuk mencari jalan keluar di

dalam menyelesaikan masalah. Pantang bersikap “is me” terhadap

pasangan maupun anaknya. Bersikap “isme” yang dimaksud adalah

bersikap terlalu memperhatikan tetapi lebih ke arah posesif dan cenderung

sangat melindungi, sehingga apapun yang dilakukan oleh pasangan atau

anak akan mengakibatkan kita menutup-nutupi dan memakluminya.

Mungkin pada awalnya berpikir hal tersebut tidak akan mengakibatkan

hal apapun, Tetapi, jika hal tersebut dibiarkan maka akan memberikan hal

negatif, seperti pasangan dan anak menjadi pribadi yang liar, karena

mereka tidak pernah mau bersikap tegas dan selalu menutupi bahkan

memaklumi perilaku mereka.sehingga mereka pada akhirnya menjadi


pusing sendiri dengan masalah keluarga bersepakat sebelum menikah

untuk menyamakan visi dan menjalankan visi tersebut setelah menikah.

Sebelum menikah dengan pasangan , hal yang paling harus dipegang

oleh pasangan suami-istri adalah visi bersama. Jangan pernah menikah

dengan motivasi yang tidak tulus dan visi yang berbeda, karena pada

akhirnya akan menimbulkan masalah di dalam rumah tangga . pasangan

harus menjalankan fungsinya masing-masing di dalam rumah tangga.

Seorang suami harus menjalankan fungsinya sebagai kepala rumah tangga

yang bertanggung jawab, sedangkan seorang istri harus menjalankan

fungsinya sebagai penolong yang baik di dalam berumah tangga. Semua

fungsi tersebut harus dijalankan dengan baik agar membentuk suatu

bahtera rumah tangga yang kokoh dan sanggup untuk mengatasi segala

badai permasalahan yang ada di dalam rumah tangga.

Intention adalah seluas apa individu mengungkapkan tentang apa

yang ingin diungkapkan, seberapa besar kesadaran individu untuk

mengontrol informasi-informasi yang akan dikatakan pada orang lain.

Kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus.

Sesekali, pasti ada saja gelombang yang menerpa. Seberapa besar

masalah yang datang, semua tergantung bagaimana istri dan suami

menyikapinya. Komunikasi yang kurang bagus sering menjadi pangkal

utama masalah muncul antara pasangan suami istri.

Banyak hal bisa menjadi sumber konflik dan menyebabkan sebuah

persoalan dalam rumah tangga. Bahkan, masalah yang seharusnya tidak


diributkan pun bisa menjadi persoalan besar yang tak kunjung selesai.

Namanya juga menyatukan dua kepribadian, pasti tidak gampang. Yang

penting adalah, bagaimana suami-isrti menjadikan perbedaan itu menjadi

sesuatu yang indah. Di bawah ini ada beberapa sumber konflik yang perlu

diketahui pasangan dan bagaimana menyelesaikannya:

1. Penghasilan

Penghasilan suami lebih besar dari penghasilan istri adalah hal

yang biasa. Namun, bila yang terjadi kebalikannya, sang istri yang

lebih besar, bisa-bisa timbul masalah. Suami merasa minder karena

tidak dihargai penghasilannya, sementara istri pun merasa dirinya

berada di atas, sehingga jadi sombong dan tidak hormat lagi pada

pasangannya.

Solusinya adalah walaupun penghasilanistri lebih besar dari

suami, cobalah untuk bersikap bijaksana dan tetap menghormatinya.

Hargai berapa pun penghasilannya, sekalipun secara nominal memang

sedikit. Pasalnya, jika istri terus menerus mempersoalkan penghasilan

suami, persoalan bisa malah semakin besar.

2. Anak

Ketidak hadiran anak di tengah-tengah keluarga juga sering

menimbulkan konflik berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika

suami selalu menyalahkan isri sebagai pihak yang mandul. Padahal,

butuh pembuktian medis untuk menentukan apakah seseorang

memang mandul atau tidak.


Solusinya adalah daripada membiarkan masalah tersebut

berlarut terus-menerus, lebih baik bicarakan dengan suami. Ajaklah

suami untuk bersama memeriksakan kedokter. Jika dokter

mengatakan bahwa istri dan suami sehat, berarti kesabaran istri dan

pasangan tengah diuji oleh yang Maha Kuasa. Namun, bila memang

sudah bertahun-tahun kehadiran si kecil belum datang juga, istri dan

suami bisa menempuh cara lain, misalnya dengan adopsi anak.

3. Kehadiran Pihak Lain

Kehadiran orang ketiga, misalnya adik ipar ataupun famili

yang lain, keluarga kadangkala juga bisa menjadi sumber konflik

dalam rumah tangga. Hal sepele yang seharusnya tidak diributkan bisa

berubah menjadi masalah besar. Misalnya soal pemberian uang saku

kepada adik ipar oleh suami yang tidak transparan.

Solusinya dengan keterbukaan adalah soal yang utama.

Sebelum istri dan suami memberikan bantuan, baik ke pihak istri

ataupun suami, sebaiknya terlebih dulu dibicarakan, berapa dana yang

akan dikeluarkan, dan siapa saja yang bisa dibantu. Dan ini harus atas

dasar kesepakatan bersama. Agar jangan saling curiga, adakan sistem

silang.

Artinya, untuk bantuan kepada keluarganya, suami-lah yang

memberikan, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian, semuanya

akan transparan dan tidak ada lagi jalan belakang.

4. Mertua

Kehadiran mertua yang terlalu ikut campur dalam urusan

rumahtangga anak dan menantunya seringkali menjadi sumber


konflik. Timbul rasa kesal boleh-boleh saja, namun tetap harus

terkendali. Bila istri atau suami tidak berkenan dengan komentar

ataupun teguran dari mertua, jangan langsung mengekspresikannya di

depan mertua. Cobalah berpikir tenang, ajaklah suami atau istri

bertukar pikiran untuk mengatasi konflik dengan orangtua. Ingat,

segala sesuatu, jika diselesaikan dengan pikiran tenang, hasilnya akan

baik.

Dari beberapa sumber konflik di atas penulis menanyakan

pendapat informan tentang apa efek terhadap komunikasi suami/istri,

bilamana orang tua terlalu mencampuri atau mencoba mengendalikan

rumah tangga anaknya, jawaban dari informan pun serupa yaitu

“Menjadi sering rebut dan saling emosi, karena adanya ikut


campur mertua, menjadi tidak mandiri” ujar ibu nur.
“Efeknya yang jelas akan terjadi keretakan rumah tangga
tersebut” ujar bapak galih.
” Ya rumah tangganya tidak akan harmonis karena orang tua
yang mengikutcampurkan keluarga anaknya” ujar bapak
manta.

Dari uraian beberapa informan tersebut jelas mengetakan

bahwa kehadiran orang ketiga atau keikut campuran mertua dalam

keluarga akan mengganggu keefektifitasan komunikasi, karena mertua

yang selalu mengatur rumah tangga anaknya dan menjadikan rumah

tangga tidak harmonis.

Kehadiran orang ketiga dalam sebuah rumah tangga tentunya

akan memperumit masalah karena biasanya orang ketiga hadir saat di

dalam rumah tangga itu sendiri dalam masalah. Banyak contoh

dimana rekan atau sahabat yang berlainan jenis kelamin yang menjadi
tempat curhat malah menjadi pasangan selingkuh, baik

perselingkuhan fisik maupun sekedar perselingkuhan secara emosi.

Membicarakan orang ketiga, baik itu sekedar gosip yang

berujung menjadi fitnah atau perselingkuhan yang benar-benar nyata

memang salah satu topik yang sangat menarik. Namun di sini yang

hendak dibicarakan bukanlah orang ketiga yang bermakna hubungan

perselingkuhan tetapi orang ketiga dalam kaitannya dengan campur

tangan keluarga atau saudara dalam sebuah rumah tangga.

Ikut campurnya keluarga atau saudara lain dalam sebuah

rumah tangga sangat banyak dijumpai di masyarakat luar. Hal ini tak

lepas dari pola kekerabatan yang sangat lekat di sebagian besar

wilayah di negeri ini, terlebih bagi mereka yang tinggal di pedesaan.

Apalagi ketika satu pasangan tinggal seatap dengan orang lain,

biasanya orang tua/mertua, akan semakin memperbesar peluang hal

itu terjadi. Kadang hal ini tidak bisa dihindari karena belum kuatnya

ekonomi pasangan itu atau karena kewajiban anak harus

mendampingi orang tuanya saat mereka sudah sepuh atau sakit-

sakitan dan tinggal sendirian.

Namun, seperti apapun kondisinya, kehadiran keluarga ikut

mencampuri sebuah rumah tangga tentunya bisa dihindari. Kunci

pokoknya adalah memahami kondisi kejiwaan keluarga lain, terutama

orang tua dan mertua, dan tidak membuka apapun masalah yang

terjadi dalam rumah tangga kepada siapapun. Jelasnya, apapun


masalah yang menerpa pasangan itu tidak boleh diketahui orang lain

karena cara orang lain memandang masalah itu belum tentu obyektif

sehingga malah berpeluang menjadikannya semakin rumit. Memang

bukan hal yang mudah untuk memendam kekesalan dan rasa tidak

nyaman kepada pasangan namun jika mengumbar masalah hanya

akan memperburuk keadaan tentunya lebih baik untuk

menghindarinya.

Hal lain yang sepatutnya diperhatikan adalah batasan

bagaimana seseorang dianggap mencampuri urusan keluarga. Seorang

mertua mengajarkan sesuatu kepada menantunya soal mengasuh anak

tentunya tidak dapat dianggap mencampuri urusan, juga saat seorang

nenek berkasih sayang kepada cucunya tidak bisa disebut

mengganggu rumah tangga anaknya. Namun, jika seorang menantu

banyak berkonflik dengan mertuanya, maka hal yang seperti inipun

dengan enteng bisa dijadikan alat menjatuhkan nama mertua di depan

pasangannya. Akan semakin runyam bila sang pasangan menelan

mentah-mentah informasi yang didapatkannya sehingga mungkin

masalah semakin melebar antara anak dan orang tuanya, sesuatu yang

sebisa mungkin harusnya dihindari.

Selain itu, pasangan suami-istri juga harus menghindari

konflik yang tidak perlu dengan keluarga besar. Harus diingat bahwa

orang tua dan keluarga besar tentunya menginginkan yang terbaik

bagi anak-anak atau saudaranya. Saat sebuah rumah tangga hancur


dan harus berpisah, beban berat bukan hanya disandang oleh pasangan

itu tetapi juga oleh segenap keluarga. Tanpa ada kesalahan fatal yang

tak termaafkan dari seorang suami atau istri, tentunya tidak ada

seorang anggota keluargapun yang mengingini perceraian menimpa

rumah tangga milik seseorang yang masih memiliki ikatan keluarga

dengannya. Inilah yang seharusnya menjadi landasan berpikir untuk

menghindari timbulnya konflik dan tumbuhnya kebencian.

Jadi sebenarnya kunci utama menjaga keutuhan sebuah

keluarga dari campur tangan pihak lain adalah dengan cara

menyelesaikan masalah-masalah yang menerpa dan tidak perlu

mengundang pihak lain untuk turun tangan. Jika salah satu dari

pasangan suami –istri menceritakan masalah yang sedang terjadi

didalam rumah tangganya kepada pihak lain, maka bisa jadi hal itu

menjadi jalan masuk bagi orang ketiga dalam rumah tangga .

Sering kali pesan-pesan yang dikirim berbeda dengan pesan

yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan atau noise saat

berlangsung komunikasi, gangguan psikologis ini adalah gangguan

yang timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif

diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi,

perbedaan nilai-nilai, sikap dan sebagainya.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa pembahasan yang telah

dilakukan, maka peneliti menyimpulkan bahwa membentuk keluarga sakinnah,

mawaddah warahmah yaitu dengan cara kehidupan beragama dalam keluarga

dan kesehatan keluarga, yang meliputi:

Kesehatan anggota keluarga, lingkungan keluarga, ekonomi keluarga,

hubungan antara anggota keluarga yang harmonis dan saling mencintai,

menyayangi, terbuka, menghormati, adil, saling membantu percaya, saling

bermusyawarah, serta saling memaafkan dan hubungan dengan kerabat juga

tetangga harus pula terbentuk

5.2 Saran

Dari kesimpulan tersebut, maka peneliti menyarankan kepada warga

Depok khususnya RT.003/09 bahwa untuk menuju keluarga Sakinah,

Mawaddah, Warahmah perlu perjuangan yang cukup berat hal ini sesuai dengan

teori Self Discloser, dalam teori tersebut mengungkapkan reaksi atau tahapan

terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa

lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggaan di masa kini.
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan.1996. Merawat Cinta Kasih. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dlori, Muhammad M. 2005. Dicintai Suami (Istri) Samoai Mati. Yogyakarta : Kata
Hati

Hasan Basri, 1996. Membina Keluarga Sakinah, Jakarta : Pustaka Antara.

Hurlock, Elizabeth B.1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Hidayat, Dedy N. 1998. Paradigma dan Methodology.

Imas, Rosyanti. 2002. Esensi Al-Quran. Bandung : Pustaka Setia

Junaedi, Dedi, 2003. Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut


al-qur‟an dan as sunnah. Jakarta : Akademika Pressindo,edisi pertama.

Mahmud Mathlub, Abdul Majid. April 2007. Panduan Hukum Keluarga Sakinah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mulyadi, Elie. Mei 2011. Buku Pintar Membina Rumah Tangga yang Sakinah,
Mawadah, Warahmah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mulyana, Deddy. 2001 . Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mustoffa, Aziz. 2001. Untaian Mutiara Buat Keluarga . Yogyakarta : Pustaka


Pelajar

Moleong , J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif , PT Remaja Rosdakarya,


Bandung 2004

Nurcholish Madjid. 2004. Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam


dalam Kehidupan Masyarkat. Jakarta: Paramadian.

Rakhmat, Jalaluddin.1985. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remadja Rosdakarya.

Salim, Agus, 2003. Teori Paradigma Penelitian Sosial, PT. Bina Aksara, Jakarta,

Zahwa, Abdu & Haikal Ahmad. Oktober 2010. Buku Pintar Keluarga Sakinah.
Bandung:Mizan.
Willian J. Goode, Sisiologi Keluarga. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007

Wisnuwardhani Dian, Mashoedi Sri Fatmawati. Mei 2012. Hubungan Interpersonal.


Jakarta : Salemba Humanika.

Sumber Lain :

http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-islam/

http://www.melindacare

http://www.agussyafii/agussyafii@yahoo.com

http://www.telaga.org

http://www.hanny21 blogger
jalius12.wordpress.com/2001/06/19/realitas-piramida-maslow
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Al Hikmah Mutiara


Tempat./ Tgl lahir : Jakarta, 22 Juli 1990
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Bukit Raya, Kelapa Gading, Apartemen Paladian
Park, Tower A1005, Jakarta Utara
Telp. : 081808203337

PENDIDIKAN

2009 – sekarang : Mahasiswi Universitas Prof.Dr.Moestopo (B)


Fakultas Ilmu Komunikasi, Konsentrasi HUMAS
2006 – 2009 : SMA Bisnis Indonesia , Jakarta
2003 – 2006 : SMP Tritura, Bogor
1997 – 2003 : SD Negeri 03 Pagi, Jakarta Timur

Anda mungkin juga menyukai