KECAKAPAN BERPIKIR
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah KPL yang dibina oleh
Dr. Sri Endah Indriwati, M.Pd dan Dr. Murni Saptasari, M.Si
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang pernyataan “Kecakapan Berpikir”. Adapun tujuan penulisan makalah yang berjudul
“Kecakapan Berpikir” untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Kuliah dan Praktik Lapangan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian ini tidak lepas dari peran serta
beberapa pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, pengarahan, dan petunjuk serta
fasilitas. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih
kepada:
1. Ibu. Dr. Sri Endah Indriwati, M.Pd dan Ibu Dr. Murni Saptasari, M.Si. selaku Dosen mata
kuliah Kuliah dan Praktik Lapangan yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
serta petunjuk dalam penyelesaian tugas makalah ini.
2. Petugas perpustakaan pusat Universitas Negeri Malang yang telah menyediakan
referensi untuk penulis.
3. Teman-teman dan semua yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa resensi yang telah penulis buat ini tidak lepas dari
kekurangan dan jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharap
kritik, saran, dan masukan dari semua pihak demi perbaikan.
Semoga apa yang penulis sajikan dapat bermanfaat guna menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Beberapa keterampilan abad ke-21, seperti literasi digital dan kesadaran global
mugkin dianggap sebagai sesuatu hal yang baru, akan tetapi sebenarnya hal tersebut baiknya
diperbarui dan dikonfigurasikan ulang. Terkait globalisasi, teknologi, jejaring sosial,
proliferasi informasi, dan laju perubahan merupakan hal penting untuk mengubah suatu
proses pengajaran, belajar, dan menilai. Keterampilan abad 21 memiliki tujuan untuk
mendukung, memungkinkan, dan memfasilitasi penerapan keterampilan dasar tersebut,
apabila dilakukan bersama-sama akan memungkinkan siswa untuk menjadi kontributor yang
baik dan sukses untuk dunia mereka yang saat ini berkembang dengan pesat (Greenstain,
2012)
Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat beberapa
kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh SDM abad 21, yaitu (BSNP, 2010):
1. Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem
Solving Skills) – mampu berpikir secara kritis, lateral, dan sistematik, terutama dalam
konteks pemecahan masalah;
2. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills) -
mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;
3. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) – mampu
mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan
yang inovatif;
4. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications
Technology Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari;
5. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas
pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi;
6. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) –
mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan
beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam
pihak.
Kecakapan berpikir pada abad 21 berdasarkan gagasan atau ide dari para ahli di bidang
pendidikan, yaitu terdiri atas berpikir kritis (critical thinking), pemecahan masalah (problem
solving), berpikir kreatif (creating), dan metakognitif (metacognition).
3
4
kritis dalam pendidikan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai, dan d)
berpikir kritis merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam kehidupan demokratis.
Siswa dapat memiliki keterampilan berpikir kritis jika dilakukan pemberdayaan
keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis tersebut penting untuk
pendidikan formal karena sangat penting bagi kunci keberhasilan di dunia saat ini
di mana pengetahuan baru berkembang dengan sangat cepat (Halpren & Marin,
2011).
sesuatu yang tidak biasa atau yang berbeda dari ide-ide sebelumnya (Istianah,
2013). Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kreatif ditandai dengan pola
pikir divergen, yaitu mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban yang
menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional (Greenstein, 2012). Berpikir
kreatif berkaitan dengan menerapkan suatu imajinasi untuk menemukan dengan
menggunakan keseluruhan aktivitas kognitif yang digunakan oleh individu sesuai
dengan objek, masalah, dan kondisi tertentu (Birgili, 2015; Coughlan, 2007).
2.3.2 Pembelajaran yang Memberdayakan Keterampilan Berpikir Kreatif
Keterampilan berpikir kreatif dapat melatih siswa untuk mengembangkan
banyak ide dan argument, mengajukan pertanyaan, mengakui kebenaran argument,
bahkan membuat siswa mampu bersifat terbuka dan responsive terhadap perspektif
yang berbeda (Forrester, 2008). Winarni (2006) menyatakan bahwa keterampilan
berpikir kreatif tidak dapat berubah dengan sendirinya dan diperlukan stimulasi
dalam kegiatan pembelajaran untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan tereampilan berpikir kreatifnya.
Asesmen untuk berpikir kritis berupa penilaian portofolio serta penilaian
produk. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian
portofolio (Kemendikbud, 2014):
Peserta didik merasa memiliki portofolio sendiri;
Tentukan bersama hasil kerja apa yang akan dikumpulkan;
Kumpulkan dan simpan hasil kerja peserta didik dalam 1 map atau folder;
Beri tanggal pembuatan;
Tentukan kriteria untuk menilai hasil kerja peserta didik;
Minta peserta didik untuk menilai hasil kerja mereka
secara berkesinambungan;
Bagi yang kurang beri kesempatan perbaiki karyanya, tentukan
jangka waktunya
Bila perlu, jadwalkan pertemuan dengan orang tua
Penilaian produk biasanya menggunakan cara analitik atau holistik
(Kemendikbud, 2014):
Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan
terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses
pengembangan (tahap: persiapan, pembuatan produk, penilaian produk).
10
2.4 Metakognisi
2.4.1 Definisi Metakognisi
Metakognisi pada umumnya didefinisikan sebagai pengetahuan dan kesadaran
tentang seluruh objek kognitif (Flavell, 1987). Secara sederhana, metakognisi
memiliki definisi berpikir tentang apa yang dipikirkan (thinking about thinking)
(Lai, 2011). Metakognisi mengacu pada aktivitas berpikir tingkat tinggi yang
melibatkan kontrol aktif selama proses kognitif yang terlibat dalam kegiatan
belajar (Livingston, 1997). Sedangkan menurut Schraw (1994) metakognisi adalah
istilah yang mengacu pada kemampuan untuk merefleksikan, memahami, dan
mengontrol belajarnya sendiri. Pengertian tersebut mirip dengan pengertian yang
disampaikan Vockell (2001) yang menyatakan bahwa metakognisi mengacu pada
kesadaran otomatis peserta didik terhadap pengetahuan mereka sendiri dan
kemampuan mereka untuk memahami, mengontrol, dan memanipulasi proses
kognitif mereka sendiri.
Hal tersebut sangat membantu siswa dalam keberhasilan belajarnya.
Metakognisi terdiri dari dua komponen, yaitu pengetahuan metakognisi dan
pengalaman metakognitif (Flavell, 1979). Pengetahuan metakognitif mengacu pada
pengetahuan yang diperoleh tentang proses kognitif, pengetahuan yang dapat
digunakan untuk mengontrol proses kognitif. Pengalaman metakognitif melibatkan
strategi metakognitif atau regulasi metakognitif merupakan proses berurutan yang
digunakan untuk mengontrol aktivitas kognitif dan untuk memastikan bahwa
tujuan kognitif telah terpenuhi Flavell (1987). Proses ini membantu untuk
mengatur dan mengawasi belajar, serta terdiri dari perencanaan dan pemantauan
kegiatan kognitif, serta memeriksa hasil dari kegiatan tersebut. Pengetahuan
metakognitif dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan tentang
variabel-variabel individu, variabel-variabel tugas, dan variabel-variabel strategi
(Flavell, 1987). Livingston (1997) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang
variabel-variabel personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa
belajar dan memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar
yang dimilikinya.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian literatur yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut
3.1.1 Berpikir kritis adalah berpikir rasional tentang sesuatu, mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin tentang sesuatu sebelum mengambil keputusan dan melakukan
tindakan. Asesmen untuk berpikir kritis berupa paper and pencil test yang
menggunakan indikator berpikir kritis, yaitu dengan membuat pertanyaan yang
menggunakan kata kerja operasional C3 ke atas, seperti: menganalisis. 4 indikator
berpikir kritis dalam penelitian ini yang mengacu pada definisi dan indikator yang
dikemukakan oleh Greenstain (2012), yaitu berpikir kritis, menganalisis informasi,
menggunakan data untuk mengembangkan berpikir kritis, dan mensintesis.
3.1.2 Problem solving atau pemecahan masalah merupakan bagian dari ketrampilan atau
kecakapan intelektual yang dinilai sebagai hasil belajar yang penting dan
signifikan dalam pendidikan. Asesmen untuk berpikir kritis berupa paper and
pencil test dan penilaian projek yang dilakukan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai pelaporan. Penerapan problem solving meliputi
mengidentifikasi dan memahami masalah, mendeskripsikan masalah dengan
kejelasan dan dukungan bukti-bukti yang ada.
3.1.3 Kreatif merupakan proses yang mendasar untuk lebih sensitif terhadap masalah,
mengidentifikasi kesulitan, menemukan solusi, membuat pertanyaan untuk
pemahaman yang lebih mendalam melalui banyak tipe teknik kreatif termasuk
kepasihan, elaborasi, dan keaslian. Keterampilan berpikir luwes yang berarti
mencari banyak alternatif yang berbeda sehingga menghasilkan berbagai gagasan,
jawaban atau pertanyaan yang bervariasi.
3.1.4 Metakognitif dapat diartikan sebagai jalan untuk berpikir tentang berpikir terhadap
suatu pemikiran. Kondisi ini memungkinkan seseorang untuk mengatur dan
melihat suatu pemikiran. Metakognitif juga berkaitan dengan pengenelan
keberagam tipe belajar, belajar melalui semua indra. Bertindak berdasarkan
pemikiran dan terus menerus belajar dan mengevaluasi setiap prosesnya.
16
17
3.2 Saran
Disarankan kepada pembaca agar dapat memahami topik kecakapan berpikir
sehingga dapat melakukan atau menerapkan karakteristik dari kecakapan berpikir dalam
proses pendidikan secara jelas sesuai dengan arah tujuan pendidikan nasional dan penulis
memberikan saran agar mengkaji literatur lebih banyak lagi untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Baker, M. Rudd, R. & Pomeroy, C. 2001. Relationships between Critical and Creative
Thinking. Journal of Southern Agricultural Education Research, 51(1): 173-188.
BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Badan Standar
Nasional Pendidikan.
Duron, R., Limbach, B., & Waugh, W. 2006. Critical Thinking Framework For Any
Discipline. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 17
(2): 160-166.
Ennis, R. H. 2011. The Nature of Critical Thinking: an Outline of Critical Thinking
Dispositions and
Facione, P. A. 2013. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. (Online).
(http://spu.edu/depts/health-sciences/grad/documents/CTbyFacione.pdf), diakses
tanggal 2 September 2018.
Flavell, J.H. (1979). Metacognition and Cognitive Monitoring. A new area of cognitive
developmental inquiry. American Psychologist, 34(10), 906-911.
Flavell, J.H. (1987). Speculations about the nature and Development of Metacognition. In F.
Weinert & R. Kluwe, eds., Metacognition, motivation, and understanding, 21-29,
Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Greenstein, L. 2012. Assessing 21st Century Skills: A Guide to Evaluating Mastery and
Authentic Learning. (Online): https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/assessing-21st-
century-skills/book237748#description diakses 31 Agustus 2016.
Halpern, D. F. & Marin, L. M. 2011. Pedagogy for Developing Critical Thinking in
Adolescents: Explicits Instruction Produces Greatest Gains. Thinking Skills and
Creativity, 6(-): 1-13.
Istianah, E. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan
Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) pada Siswa SMA. Infinity: Jurnal
Ilmiah Program Studi Pendidikan STKIP Siliwangi Bandung, 2(1): 43-54.
Jacobs, J.E. & Paris, S.G., (1987). Children’s Metacognition About Reading Issues in
Definition, Measurement, and Instruction. Educational Psychology, 22, 255-278.
Lau, J. & Chan, J. 2016. What is Critical Thinking?. (Online):
http://philosophy.hku.hk/think/critical/ct.php diakses 2 September 2018.
Livingston, J. A. 1997. Metacognition. (Online):
http://gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/metacog.htm, diakses tanggal 1 SePtember
2018.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
Schraw, G., & Dennison, R. (1994) Assessing metacognitive awareness.
Contemporary Educational Psychology,19(4), 460-475 .
Schraw, G., & Mochman, D. (1995). Metacognition Theory. Educational Psychology Review,
7(4), 351-371.
Tilaar, H.A.R. 2011. Pedagogik Kritis, Perkembangan Substansi, & Perkembangannya di
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Trefingger, D., Young, G., Selby, E., Shepardson, C. 2002. Assessing Creativity: A Guide for
Educators. The National Research Center On The Gifted And Talented, (Online),
(http://nrcgt.uconn.edu/wp-content/uploads/sites/953/2015/04/rm02170.pdf), diakses
3 September 2018.
18