Anda di halaman 1dari 46

POLA KOMUNIKASI PELATIH DAN ATLET CLUB TAEKWONDO

MANDALA GANESHA KOTA BANDUNG


” Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi pelatih dan atlet Club Mandala
Ganesha Saat berlatih Dalam Membangun Motivasi Pada Saat Akan Bertanding”

SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Gelar Sarjana (S1)
Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh :
Lula Hasya Haryanisa
41816032

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI


JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan Skripsi “Pola Komunikasi Pelatih
Dan Atlet Club Taekwondo Mandala Ganesha Kota Bandung Dalam
Memeberikan Motivasi Pada Saat Akan Bertanding (Studi Deskriptif Kualitatif
Mengenai Pola Komunikasi pelatih dan atlet Club Mandala Ganesha Dalam Proses
Berlatih di Kota Bandung)” tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah metode penelitian di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Komputer Indonesia Bandung.

Dalam melaksanakan penyusunan ini saya telah banyak mendapatkan


bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang tua yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materil,
2. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia
Bandung.
3. Selaku Ketua Program Studi S-1 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Komputer Indonesia Bandung.
4. Tim Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi selaku Dosen Pembimbing Mata kuliah
SUP
Akhir kata saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi pemaparan permasalahan, cara pengungkapan,
metode penulisan, hingga keterbatasan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun sehingga menyempurnakan laporan ini.

Bandung , 3 Oktober 2019

Penyusun
KATAPENGANTAR..............................................................................................i
DAFTARISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................9
1.2.1 Pertanyaan Makro.........................................................................9
1.2.2 Pertanyaan Mikro.........................................................................9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian.............................................................10
1.3.1 Maksud Penelitian.......................................................................10
1.3.2 Tujuan Penelitian.........................................................................10
1.4 Kegunaan Penelitian.............................................................................11
1.4.1 Kegunaan Teoritis.......................................................................11
1.4.2 Kegunaan Praktis........................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................13
2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi..................................................13
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi................................................16
2.2.1.2 Proses Komunikasi.......................................................16
2.2.1.3 Hambatan Komunikasi.................................................18
2.2.1.4 Gaya Komunikasi.........................................................22
2.2.1.5 Tujuan Komunikasi......................................................23
2.2.1.6 Bentuk Komunikasi.....................................................16
2.2.2 Tinjauan Tentang Kelompok dan Komunikasi Kelompok.......24
2.2.2.1 Pengertian Kelompok....................................................24
2.2.2.2 Klasifikasi Kelompok....................................................26
2.2.2.3 Pengertian Komunikasi Kelompok...............................29
2.2.2.4 Ciri Komunikasi Kelompok Kecil................................31
2.2.2.5 Ciri Komunikasi Kelompok Besar................................31
2.2.2.5 Fungsi Komunikasi Kelompok.....................................31
2.2.3 Tinjauan Tentang Komunitas....................................................32
2.2.4 Tinjauan Tentang Motivasi..... .................................................37
2.3 Kerangka Pemikiran..........................................................................39
2.3.1 Kerangka Teoritis.....................................................................39
2.3.2 Kerangka Konseptual...............................................................42
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian.............................................................................43
3.2 Teknik Penentuan Informan............................................................43
3.3 Teknik Pengumpulan Data..............................................................56
3.3.1 Studi Pustaka..........................................................................56
3.3.2 Studi Lapangan.......................................................................57
3.4 Uji Keabsahan Data.........................................................................58
3.5 Teknik Analisa Data........................................................................58
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................58
3.6.1 Lokasi Penelitian.....................................................................59
3.6.2 Waktu Penelitian......................................................................59
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan sebuah proses adanya pertukaran pesan didalamnya

dimana sebuah interaksi antara komunikan dan komunikator yang terjadi secara

langsung seperti tatap muka maupun tidak langsung seperti melalui media

perantara, komunikasi sendiri bisa dikatakan merupakan hal yang paling penting

dalam kehidupan saat ini. Sebuah interaksi sosial bisa tidak berarti apa-apa jika

komunikasi didalamnya tidak berjalan pada semestinya, begitu juga dalam dunia

professional atau dunia kerja.

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan

instruksi dari pemimpin kebawahan atau sebaliknya. Manusia melakukan

komunikasi sepanjang masanya, baik sejak dalam kandungan sampai menjelang

kematiannya. Oleh karena itu komunikasi tidak bisa dipisahkan dari setiap individu

yang hidup di bumi ini. Karena setiap makhluk hidup pasti akan melakukan

komunikasi. Komunikasi juga merupakan hal yang paling penting bagi individu

dalam melakukan interaksi. Kadang kala individu merasakan komunikasi itu tidak

efektif, yang dikarenakan adanya salah penafsiran oleh si penerima pesan

(Komunikan), dan kesalahan penafsiran tersebut dikarenakan persepsi oleh setiap

individu yang berbeda-beda.

Teknik berkomunikasi adalah cara penyampaian suatu pesan yang

dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak

tertentu pada komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan


sebagai paduan pikir dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan,

imbauan, anjuran dan sebagainya .

Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi merupakan suatu tindakan yang

memungkinkan kita mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai

dengan apa yang kita butuhkan. Secara teoritis, tindakan komunikasi berdasarkan

pada konteks terbagi menjadi beberapa macam, yaitu konteks komunikasi

interpersonal, komunikasi intrapersonal, komunikasi kelompok, komunikasi

organisasi, dan komunikasi massa. Jika di lihat dari beberapa konteks komunikasi

di atas, konteks komunikasi yang berhubungan atau sesuai dengan penelitian ini

adalah komunikasi Kelompok.

Komunikasi kelompok Menurut Morissan, (2009: 141) adalah proses

sebagai instrumen yang digunakan kelompok untuk mengambil keputusan 2 dengan

menekankan hubugan antara kualitas komunikasi dan kualitas keluaran (output)

kelompok. Komunikasi kelompok berfungsi dalam sejumlah hal yang akan

menentukan atau memutuskan hasil- hasil yang dicapai kelompok itu sendiri.

Kelompok atau komunitas adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan

objek-objek; orang-orang dalam organisasi yang berusaha mencapai tujuan

bersama. Menurut Kertajaya Hermawan (2008: 34) kelompok adalah beberapa

orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam

sebuah kelompok terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota kelompok

tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.

Ada beberapa arus komunikasi yang berlangsung dalam komunikasi

kelompok, yaitu arus komunikasi vertikal yang terdiri dari atas kebawah
(downward communication) dan arus komunikasi dari bawah ke atas (upward

communication) serta arus komunikasi yang berlangsung antara dan diantara bagian

dalam tingkatan yang sama. Arus komunikasi ini dikenal dengan nama komunikasi

horizontal dan komunikasi diagonal, komunikasi dalam kelompok antara seseorang

dengan lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya.

Sebuah kelompok dapat terbentuk karena mempunyai visi, misi dan tujuan

yang sama. Serta dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan bisa diakui

keeksistensiannya. Sehingga, dalam membangun sebuah kelompok berhasil atau

tidaknya ditentukan oleh individu-individu yang ada dalam kelompok tersebut

secara bersama-sama. Oleh karena itu, yang harus dimiliki individu-individu dalam

sebuah kelompok adalah adanya sebuah ikatan sosial diantara mereka yang

diharapkan akan menimbulkan rasa kepemilikan dan kepedulian individu pada

kelompok yang telah didirikan. Untuk membangun ikatan sosial, dibutuhkan

sebuah kesadaran pada masing-masing individu yang didasari atas masalah dan

kebutuhan bersama. Individu harus mempunyai kesadaran akan ada gerakan

bersama untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan bersama yang

nantinya akan membentuk solidaritas. Solidaritas pada masing-masing individu ini,

akan menjadi suatu ikatan tanggung jawab dalam kelompok.

Bela diri dalam arti sempit merupakan seni bertarung yang secara mendasar

dibentuk oleh Dharma Thaisi (Tatmo Cawsu). Sedangkan arti bela diri dalam arti

luas adalah metode apapun yang yang digunakan manusia untuk mempertahankan

atau membela dirinya bisa memakai senjata atau tidak, seperti salah satu contohnya

seperti bela diri Taekwondo.


Taekwondo adalah olahraga bela diri modern yang berakar pada bela diri

tradisional dari Negara Korea. Taekwondo terdiri dari tiga kata dasar, yaitu: tae

yaitu berarti kaki untuk menghancurkan dengan Teknik tendangan, kwon berarti

tangan untuk menghantam dan mempertahankan diri dengan Teknik tangan,

sedangkan do yang berarti seni atau mendisiplinkan diri. Maka jika dartikan secara

menyeluruh, Taekwondo berarti seni atau cara mendisiplinkan diri atau seni bela

diri yang menggunakan Teknik kaki dan tangan kosong. Taekwondo memiliki

banyak kelebihan. Pola gerakanya sangat indah dan sistematis. Selain itu,

taekwondo juga tidak hanya mengajarkan pada aspek fisik saja, seperti keahlian

dalam bertarung, melainkan juga sangat menekankan pengajaran aspek disiplin

mental yang kuat, dalam beretika yang baik, dan disiplin kebersihan bagi orang

yang secara sungguh-sungguh mempelajarinya dengan benar. Taekwondo sendiri

dapat dipelajari oleh siapa saja dan tidak memandang umur, jenis kelamin, dan

status sosial.

Di Indonesia khususnya di Kota Bandung taekwondo sangat berkembang

pesat, ada sekitar 160 Club Taekwondo yang masih aktif di kota ini salah satunya

Club Taekwondo Mandala Ganesha (MGT). Sudah menginjak umur 28 tahun sejak

berdirinya di tahun 1991 pada bulan September. Kelompok atau club ini telah

berhasil mempertahankan eksistensinya higga saat ini. Pada prosesnya selama

berdiri, Club Taekwondo Mandala Ganesha telah berhasil membentuk kelompok

yang berkembang dan kuat dalam mempertahankan keberadaan mereka di Kota

Bandung. Menurut Pelatih utama pendiri Club Taekwondo Mandala Ganesha,

DRS. Arnold I A. Sanoe E yang akrab dipanggil Sabeom Nim Arnold ini dalam
menjawab pernyataannya, Club Taekwondo Mandala Ganesha adalah suatu bentuk

keluarga kedua bagi dirinya. Club Taekwondo Mandala Ganesha adalah sebuah

wadah bagi para pecinta bela diri Taekwondo di Kota Bandung. Club Taekwondo

Mandala Ganesha ini memiliki lambang Gajah yang memakai baju seragam

Taekwondo yang disebut Doobok gamba gajah tersebut diartikan sebagai club yang

kuat dan besar dengan paduan warna garis hitam dan background berwarna putih

dan merah yang berartikan club ini mencerminkan keberanian, keteguhan,

kekuatan, dan ketenangan. Sedangkan warna putih mencerminkan memberi kesan

kebebasan, keterbukaan, suci, dan bersih. Warna terakhir adalah merah yang

melambangkan keberanian, energi, kehangatan dan juga gairah untuk melakukan

tindakan, serta melambangkan kegembiraan.

Club ini beranggotakan berbagai kalangan dan jenjang usia dari balita

hingga dewasa. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1991 yang dulunya bernama

Taekwondo SMPN 38 Bandung dan menjadi club ternama di Kota Bandung hingga

sekarang tingkat popularitasnya tinggi dan tingginya tingkat minat untuk masuk

club ini tidak hanya dari sekolah SMPN 38 saja namun dari banyak sekolah yang

ingin masuk club ini, akhirnya namanya pun diubah menjadi Club Taekwondo

Mandala Ganesha pada tahun 2015 atas kesepakatan bersama. Akhirnya dari

kesamaan hobi dan aktivitas ini menjalin suatu hubungan yang erat atau

kekerabatan, kekeluargaan dan juga solidaritas diantara anggota Club Taekwondo

Mandala Ganesha. Hingga saat ini anggota Club Taekwondo Mandala Ganesha

mencapai lebih dari 1000 anggota.


Club Taekwondo Mandala sekarang telah tumbuh sebagai kelompok yang

mempunyai tujuan-tujuan positif yang membuat minat sebagian para kalangan

masyarakat yang memiliki jiwa bela diri tertarik untuk bergabung dengan Club

Taekwondo Mandala Ganesha. Menurut pelatih utama pendiri Club Taekwondo

Mandala Ganesha, Sabeom Nim Arnold, untuk berinteraksi dengan sesama anggota

yang lainnya agar terciptanya rasa solid disinilah Club Taekwondo Mandala

Ganesha membentuk pola komunikasi.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa pola komunikasi dapat

dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan

penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat

dipahami (Djamarah, 2004:1). Di dalam sebuah kelompok saling terjadi pertukaran

pesan, dan pertukaran pesan tersebut dilakukan melalui pola komunikasi. Pola

komunikasi merupakan proses komunikasi dalam menyampaikan sebuah pesan dari

anggota satu kepada anggota lain didalam suatu kelompok. Club Taekwondo

Mandala Ganesha melakukan suatu pola komunikasi untuk memperkuat solidaritas

kelompoknya dan mempunyai pencapaian tujuan bersama, karena dengan menjalin

suatu hubungan yang baik dan solid diperlukan komunikasi yang efektif. Pola

komunikasi yang digunakan dalam Club Taekwondo Mandala Ganesha yaitu

menggunakan pendekatan personal dari masing-masing anggota Club Taekwondo

Mandala Ganesha. Dan salah satu upaya Club Taekwondo Mandala Ganesha untuk

mengatasi konflik yang ada dalam kelompok maupun anggotanya diantaranya

mengadakan kegiatan latihan gabungan setiap minggunya, mengadakan refreshing,

fismen dan selalu mengajak semua anggota yang sudah jarang latihan untuk
menjalin kembali persaudaraan sehingga keduanya menjadi seimbang dan rasa

solidaritas akan semakin kuat. Selain itu dengan cara ini Club Taekwondo Mandala

Ganesha tidak hanya menjadi ajang individu anggota untuk berkumpul dan

bersenang-senang saja namun selalu saja ada ilmu yang diambil dalam tiap kali

pertemuan.

Solidaritas dari masing-masing anggota, akan menjadi suatu ikatan

tanggung jawab dalam Club Taekwondo Mandala Ganesha. Tanggung jawab dalam

arti sederhana bisa dimaksudkan sebagai saat dimana dalam sebuah kelompok itu

ada individu yang sakit, maka individu yang lain pun bersimpati kepadanya.

Apabila kelompok yang dibentuk sudah mencapai tingkat kesadaran tersebut,

kelompok ini akan dapat berkembang dan bisa memecahkan masalah-masalah

anggotanya. Pola komunikasi yang terjadi dalam Club Taekwondo Mandala

Ganesha seperti misal pola komunikasi yang bersifat horizontal dan vertikal dari

pola komunikasi tersebut Club Taekwondo Mandala Ganesha, memiliki kelebihan

dibanding dengan club lainnya yaitu mengedepankan semangat kekeluargaan yang

akhirnya membuka rasa solidaritas antar anggota, sehingga mampu bertahan selama

28 tahun. Sebuah kelompok dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa

aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan

eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Kelompok yang

dianggap baik adalah yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat sekitar.

Berdasarkan literatur yang peneliti pelajari bahwa didalam sebuah kelompok sering

terjadi pertukaran pesan dan pertukaran pesan tersebut dilakukan melalui pola

komunikasi.
Pola komunikasi merupakan proses komunikasi dalam menyampaikan

sebuah pesan dari anggota satu kepada anggota lain didalam suatu kelompok.

Komunikasi kelompok dalam Club Taekwondo Mandala Ganesha dapat

berlangsung secara silih berganti dimana setiap anggota menyampaikan pesan

untuk disampaikan kepada anggota Club Taekwondo Mandala Ganesha lainnya,

agar mampu menciptakan suatu komunikasi yang kondusif sebagai salah satu upaya

untuk mempertahankan kelompoknya, yaitu dengan mengikuti kegiatan-kegiatan

baik internal maupun eksternal. Selain itu dengan tingginya solidaritas dan

kekeluargaan dalam club ini menimbulkan seorang anggota yang baru masuk akan

dibuat nyaman berada didalam Club Taekwondo Mandala Ganesha dan disitu ia

akan termotivasi menjadi seperti para seniornya yang lebih dulu masuk, salah satu

contohnya seperti termotivasi untuk menjadi seorang atlet dan bisa menjuarai

pertandingan. Pelatih utama, asisten pelatih, dan para senior di Club Taekwondo

Mandala Ganesha sangat membimbing anggotanya dan hal terpenting yang utama

adalah merubah mental anggotanya yang baru masuk agar menjadi pemberani

ketika turun kelapangan dan giat untuk berlatih. Agar bisa melahirkan banyak atlet

berprestasi.

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penulis tertarik dan memilih

untuk mengkaji pola komunikasi pada Club Mandala Ganesha dengan judul: POLA

KOMUNIKASI PELATIH DAN ATLET CLUB TAEKWONDO MANDALA

GANESHA KOTA BANDUNG (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola

Komunikasi pelatih dan atlet Club Mandala Ganesha Saat berlatih Dalam

Membangun Motivasi Pada Saat Akan Bertanding).


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pertanyaan Makro
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti

merumuskan masalah, yaitu “Bagaimana Pola Komunikasi Pelatih dan Atlet

Club Taekwondo Mandala Ganesha Kota Bandung Dalam Memberikan

Motivasi?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana pola komunikasi anatara pelatih dan atlet di Club

Mandala Ganesha Kota Bandung dalam membangun motivasi?

2. Bagaimana Cara pelatih membentuk mental anggota yang baru

bergabung di Club Mandala Ganesha Kota Bandung ?

3. Bagaimana?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian.

Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui Pola Komunikasi Pelatih

dan Atlet Club Taekwondo Mandala Ganesha Kota Bandung Dalam

Memberikan Motivasi?
1.3.2 Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui Pola Komunikasi Pelatih dan Atlet Club

Taekwondo Mandala Ganesha Kota Bandung Dalam

Memberikan Motivasi.

2. Untuk mengetahui cara pelatih membentuk mental anggota yang

baru bergabung di Club Mandala Ganesha Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan dari penelitian ini peneliti berharap bahwa

penelitian yang dilakukan dapat memberikan pengetahuan serta

wawasan tambahan di dalam bidang kajian ilmu komunikasi,

sehingga menjadi praktis bagi yang mebutuhkannya untuk di

kembangkan di penelitian selanjutnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu agar dapat

bermanfaat di dalam pengaplikasiannya baik itu bagi peneliti,

mahasiswa, dan juga masyarakat luas sehingga dapat di gunakan

untuk mengkaji masalah berkaitan dengan pola komunikasi.

1. Kegunaan untuk peneliti

Peneliti tentunya berharap dengan dilakukannya penelitian ini

maka akan menambah pengetahuan yang bermanfaat di dalam


pengaplikasiaya di masyarakat, serta menjadikan acuan untuk

peneliti di dalam mengembangkan kemampuannya di dalam

menganalisis sebuah permasalahan dan mencari jawaban

mengenai sebuah masalah dalam pembahasannya, peneliti

mengkaji bagaimana Pola Komunikasi Pelatih dan Atlet di Club

Mandala Ganesha Kota Bandung dalam Membangun Motivasi.

2. Kegunaan untuk akademik

Dengan di adakannya penelitian ini peneliti berharap penelitian

yang dilakukan bermanfaat dan berguna dalam mengembangakan

ilmu yang sudah ada bagi para mahasiswa pada umumnya dan

khususnya pada mahasiswa di Universitas Komputer Indonesia

terutama pada bidang ilmu komunikasi, dan dapat menjadi sebuah

literatur bagi peneliti yang ingin meneliti pada bidang kajian yang

sama di dalam mengembangkan atau mengkaji ulang penelitian

yang sudah ada.

3. Kegunaan untuk masyarakat

Peneliti berharap hasil penelitian yang dilakukan akan menambah

wawasan masyarakat atau informasi tentang gambaran Pola

Komunikasi Pelatih dan Atlet di Club Mandala Ganesha Kota

Bandung dalam Membangun Motivasi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

2.1.1.1 Pengertian Ilmu Komunikasi

Pada dasarnya sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa

ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui

lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi di

dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu

berkomunikasi. Dalam hidup masyarakat orang yang tidak pernah

berkomunikasi dengan orang lain maka akan terisolasi dari

masyarakatnya.

Menurut Dr. Everett Kleinjan dari East west Center Hawaii,

komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia

seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu

berkomunikasi. Banyak para pakar menilai komunikasi adalah suatu

kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam kehirupan

bermasyarakat. Profesor Wilbur Schram menyebutnya bahwa

berkomunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak

dapat dipisahkan satu sama lainya. Sebab tanpa komunikasi tidak

mungkin masyrakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka


manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Scramm;

1982:51)

Menurut Harold D. Lasswell salah satu peletak dasar

komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang

menjadi penyebab, mengapa manusia perlu berkomunikasi (Cangara,

Hafied. 2006:47)

Pertama, adalah hasrat manusia untuk mendorong

lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui

peluang-peluang yang ada untuk di manfaatkan, dipelihara dan

menghindar pada hal-hal yang mengancam alam sekitarnya. Melalui

komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau peristiwa.

Bahkan melalui komunikasi manusia dapat mengembangkan

pengetahuannya, yakni belajar dari pengalamnannya, maupun

informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya.

Kedua, adalah upaya manusia untuk beradaptasi dengan

lingkungan. Proses kelanjutan suatu masyarakat sebenarnya

tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi dengan

lingkungannya. Penyesuain disini bukan saja terletak pada

kemampuan manusia memberi tanggapan terhadap gejala alam seperti

banjir, gempa bumi, dan musim yang mempengaruhi prilaku manusia,

tetapi juga dalam masyarakat tempat manusia hidup dalam tantangan.


Dalam lingkungan seperti ini di perlukan penyesuain, agar manusia

dapat hidup dalam suasana yang harmonis.

Ketiga, adalah upaya untuk melakukan transpormasi warisan

sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan

keberadaannya, maka anggota masyarakat yang di anut untuk

pertukaran nilai, prilaku, dan peranan. Misalnya bagaimana orang tua

mengajarkan tatakrama bermasyarakat yang baik kepada anak-

anaknya. Bagaimana sekolah difungsikan untuk mendidik warga

Negara. Bagaimana media masa menyalurkan hati nurani

khalayaknya, dan bagaimana pemerintah dengan kebijaksanaan yang

dibuat untuk mengayomi kepentingan anggota masyarakan yang

dilayaninya.

Tiga fungsi ini menjadi patokan dasar bagi individu dalam

berhubungan dalam sesama anggota masyarakat. Profesor Dvid K.

Berlo dari Michigan State University menyebut secara ringkas bahwa

komunikasi sebagai instrument dari interaksi sosial berguna untuk

mengetahui dan memprediksi orang lain, juga untuk mengetahui

keberadaan diri sendri dalam menciptakan keseimbangan dengan

masyarakat (Byenes,1965:72).
Menurut laswell komunikasi meliputi lima unsur sebagai

jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :

1. Komunikator (comumunicator, source, sender) Nama lain

dari sumber adalah sender, communicator, speaker, encoder

atau originator.Merupakan pihak yang berinisiatif atau

mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi.Sumber bisa

saja berupa individu, kelompok, organisasi, perusahan

bahkan negara.

2. Pesan (message) Merupakan seperangkat simbol verbal atau

non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau

maksud dari sumber (source). Menurut Rudolph F

Verderber, pesan terdiri dari 3 komponen yaitu makna,

simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna dan

bentuk atau organisasi pesan.

3. Saluran (channel, media) Merupakan alat atau wahana yang

digunakan sumber (source) untuk menyampaikan pesannya

kepada penerima. Saluran pun merujuk pada bentuk pesan

dan cara penyajian pesan.

4. Komunikan (communicant) Merupakan alat atau wahana

yang digunakan sumber (source) untuk menyampaikan

pesannya kepada penerima. Saluran pun merujuk pada

bentuk pesan dan cara penyajian pesan.


5. Efek (effect) Nama lain dari penerima adalah destination,

communicate, decoder, audience, listener dan interpreter

dimana penerima merupakan orang yang menerima pesan

dari sumber Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut

komunkasi adalah proses penyampaian pesan oleh

komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi pada

hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

(komunikan).

Membahas tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi

yang yang benar juga tidak ada definisi yang salah. Sama halnya

seperti model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatan untuk

menjelaskan sesuatu yang didefinisikan dan mengevaluasinya.

Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya komunikasi

adalah penyampaian pesan melalui media elektronik. Atau terlalu luas

misalnya komunikasi adalah interaksi antara dua belah pihak atau

lebih sehingga peserta komunikasi memahami pesan yang di

sampaikan.

Dalam penyampaian informasi dari seseorang ke orang lain,

bukanlah hal yang mudah, sebab apabila mudah maka tidak akan

mungkin terjadi komunikasi yang meleset. Pada saat berkomunikasi,


ibarat dua dunia yang berbeda bertemu sebab masing-masing individu

memiliki pengalaman yang berbeda atau latar belakang yang berbeda.

Proses penyampaian juga harus bisa menimbulkan kesamaan

makna mengenai apa yang di bahas. Kesamaan makna dapat terlihat

dari mengerti bahasa yang di gunakan dan mengerti makna dari hal

yang di percakapkan. Dengan adanya persamaan tersebut maka akan

memudahkan penerima informasi dari orang yang kita ajak

berkomunikasi. Dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek

komunikasi dari Onong Uchana Effendy, yang mengutip dari Hovland

mengatakan bahwa komunikasi adalah :

“Proses mengubah perilaku orang lain (communication is the


procces to modify the behaviour of other individuals) Jadi dalam
berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya
mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan
kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan
tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau
perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang
disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam
menyampaikan pesanpesan harus benar-benar dimengerti dan
dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi
yang komunikatif". (Effendy, 2001:10).

2.2.1.2 Proses Komunikasi


Jika komunikasi dipandang sebagai proses, maka komunikasi

yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara

dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-

unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis dan tidak statis.

Demikian Berlo dalam bukunya The Process Communication (1960).


Proses komunikasi, terdiri atas dua tahap. meliputi proses

komunikasi primer dan proses komunikasi sekunder. (Effendy,

2003:31).

1. Proses komunikasi secara primer, merupakan proses

penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang

sebagai media primer dalam proses komunikasi meliputi bahasa, kial

(gesture), gambar, warna, dan sebagainya. Syaratnya secara langsung

dapat “menterjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada

komunikan. Bahasa merupakan sarana yang paling banyak

dipergunakan dalam komunikasi, karena hanya dengan bahasa (lisan

atau tulisan) kita mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada

orang lain, baik yang berbentuk ide, informasi atau opini bisa dalam

bentuk konkret ataupun abstrak. Hal itu bukan hanya suatu hal atau

peristiwa yang sedang terjadi sekarang, tetapi juga pada masa lalu atau

waktu yang akan datang.

2. Proses komunikasi sekunder, merupakan proses

penyampain pesan dari seseorang kepada orang lain dengan

menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah

menggunakan lambang sebagai media pertama. Komunikator

menggunakan media kedua dalam berkomunikasi karena komunikan

sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau dalam

jumlah yang banyak. Sarana yang sering dikemukakan untuk


komunikasi sekunder sebagai media kedua tersebut, antara lain surat,

telepon, faksimili, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, internet,

dan lain–lain.

Setelah pembahasan diatas mengenai proses komunikasi, kini

kita mengenal unsur-unsur dalam proses komunikasi. Penegasan

tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi itu adalah sebagai

berikut:

a. Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada

seseorang atau sejumlah orang.

b. Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran

kedalam bentuk lambang.

c. Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang

bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

d. Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari

komunikator kepada komunikan.

e. Decoding : Pengawasandian, yaitu proses dimana

komunikan menetapkan makna pada lambang yang

disampaikan oleh komunikator kepadanya.

f. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari

komunikator.
g. Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan

setelah diterpa pesan.

h. Feedback : Umpan Balik, yakni tanggapan komunikan

apabila tersampaikan atau disampaikan kepada

komunikator.

i. Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses

komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh

komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan

oleh komunikator kepadanya.

2.2.1.3 Hambatan Komunikasi

Selain proses komunikasi ada hambatan yang terjadi

di dalam pola komunikasi, Hambatan komunikasi menurut

Prof. Onong Uchjana Effendy, MA dalam bukunya “Ilmu,

Teori, dan Filasafat Komunikasi”. Ada 4 jenis hambatan

komunikasi (2003:45-49), yaitu:

1. Gangguan
Ada 2 jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi

yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai

gangguan mekanik dan semantik.

• Gangguan mekanik

Gangguan yang disebabkan oleh saluran komunikasi atau

kegaduhan yang bersifat fisik.

• Gangguan semantik

Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi

yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik

tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih

banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau

konsep yang terdapat pada komunikator, akan lebih banyak

gangguan semantik dalam pesannya. Gangguan ini terjadi

dalam salah pengertian.

2. Kepentingan

Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam

menanggapi atau menghayati suatu pesan.

3. Motivasi terpendam

Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang

sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan

kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan


motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi

itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan.

Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi

yang tak sesuai dengan motivasinya.

4. Prasangka

Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan

berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang

mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga

dan menentang komunikator yang hendak melancarkan

komunikasi.

2.2.1.4 Gaya Komunikasi

Selain proses komunikasi dan hambatan komunikasi terdapat

pula gaya komunikasi, pada ilmu komunikasi, dalam buku Dasrun

Hidayat yang berjudul “Komunikasi Atarpribadi dan Medianya”

(2012:7-9) ada terdapat 6 gaya komunikasi yaitu :

1. The Controlling Style

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan

adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan

mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang

yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama

komunikator satu arah atau oneway communicators. Pihak-pihak yang

memakai Controlling Style of communication ini, lebih memusatkan


perhatian kepada pengiriman pesan disbanding upaya mereka untuk

berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan

perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback

tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.

2. The Equalitarian Style

The equalitarian style of communication ini ditandai dengan

berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun

tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).

Dalam gaya komunikasi ini, komunikasi dilakukan secara terbuka.

Artinya, setiap anggota dalam kelompok dapat mengungkapkan

gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang demikian,

memungkinkan setiap anggota dalam kelompok mencapai

kesepakatan dan pengertian bersama. Orang-orang yang

menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah

orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta

kemampuan membina hubungan baik dengan orang lain baik dalam

konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.

3. The Structuring

Gaya komunikasi yang terstruktur ini, memanfaat pesan-pesan verbal

secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus

dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur

organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada


keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi

informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur

yang berlaku dalam organisasi tesebut.

4. The Dynamic Style

Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif,

karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan

pekerjaanya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The

dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru

kampanye ataupun supervisor yang membawahi para wiraniaga

(salesmen). Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah

menstimulasi atau merangsang pekerjaan/karyawan untuk bekerja

dengan lebih cepat efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-

persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa

karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk

mengatasi masalah yang kritis tersebut.

5. The Relinguishing Style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima

sara, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk

memberi perintah, meskipun pengiriman pesan (sender) mempunyai

hak untuk memberi perintah dan menguntrol orang lain. Pesan-pesan

dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengiriman pesan atau

sender bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas,


berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas

semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6. The Withdrawal Style

Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya

tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang

memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada

beberapa persoalan ataupun kesulitan antar pribadi yang dihadapi oleh

orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang konkret adalah ketika

seseorang mengatakan: “saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan

ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari

tanggung jawab, tetapi tetap juga mengindikasikan suatu keinginan

untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu,

gaya komunikasi ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi

organisasi.

Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah

bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya

komunikasi yang ideal dan cocok diterapkan dalam Club Taekwondo

Mandala Ganesha, untuk itu peneliti ingin mengetahui apakah gaya

komunikasi Club Taekwondo Mandala Ganesha sesuai dengan gaya

komunikasi equalitarian dalam komunikasi kelompok Club

Taekwondo Mandala Ganesha dalam membangun motivasi

anggotanya. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya : structuring,


dunamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk

menghasilkan efek yang bermanfaat bagi komunitas ataupun

organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan

withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya

interaksi yang bermanfaat dan produktif.

2.2.1.5 Tujuan Komunikasi

Kegiatan komunikasi yang di lakukan sehari-hari oleh

manusia tentu memiliki suatu tujuan tertentu yang berbeda-beda yang

nantunya diharpkan saling tercipta saling pengertian. Dan berikut

adalah tujuan komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy :

1. Perubahan sikap (attitude change)

2. Perubahan pendapat (opinion change)

3. Perubahan prilaku (behavior change)

4. Perubahan sosial (Social change) (Effendy, 2003 : 8)

Dari empat point yang dikemukakan di atas tersebut oleh

Onong Uchjana Effendy, dapat disimpulkan bahwa komunikasi

bertujuan untuk merubah sikap, pendapat, prilaku, dan perubahan

sosial masyarakat. Sedangkan fungsi komunikasi adalah sebagai

penyampai informasi yang utama, mendidik, menghibur dan yang

terakhir mempengaruhi orang lain dalam bersikap maupun bertindak.


2.2.1.6 Bentuk Komunikasi

Di bawah ini dijelaskan Bentuk-bentuk komunikasi yang

meliputi:

1. Komunikasi Personal (Personal Communication)

a) Komunikasi intrapersona (intrapersonal communication)

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri,

baik kita sadari atau tidak. Karena sebelum dengan komunikasi

dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri-sendiri.

b) Komunikasi Antarpersonal (antrapersonal communication)

Komunikasi Antarpersonal adalah komunikasi anatar dua

orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pertnyaan

menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal

ataupun non verbal.

Bentuk komunikasi antarpersonal ini adalah komunikasi diadik

(dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang saja.

2. Komunikasi Kelompok (Group communication)

Kelompok adalah kumpulan manusia dalam lapisan

masyarakat yang mempunyai ciri atau atribut yang sama dan

merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi. (Michael

Burgoon dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi

kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang


atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi

informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota

– anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota –

anggota yang lain secara tepat.

a. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi

kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori

deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat

proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan,

ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan

menjadi tiga:

a. kelompok tugas;

b. kelompok pertemuan; dan

c. kelompok penyadar.

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya

transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.

Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan

diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota

berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di

rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok

penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial


politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada

tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang

harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan

kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format

kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium,

diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur

parlementer.(Rakhmat, 2008:147-148)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai

dua tujuan:

a. melaksanakan tugas kelompok

b. memelihara moral anggota- anggotanya.

Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut

prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat

kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk

saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka

keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang

diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat

memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.(Rahkmat,


2008:149). Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat

dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Ukuran kelompok.

2. Jaringan komunikasi.

3. Kohesi kelompok.

4. Kepemimpinan

2.2.2 Tinjauan Tentang Kelompok dan Komunikasi Kelompok

2.2.2.1 Pengertian Kelompok

Dalam ilmu sosial apakah psikologi, atau sosiologi, yang

disebut dengan kelompok adalah bukan sejumlah orang

berkelompok atau kerumun bersama-sama disuatu tempat, seperti

halnya orang yang berkumpul di pasar, tetapi harus diperhatikan

faktor situasinya. Keberadaannya disitu secara bersamaan hanya

kebetulan saja, kelompok tersebut tidak saling mengenal. Kalaupun

terjadi interaksi atau interkomunikasi, terjadinya hanya saat itu saja,

sesudah itu tidak terjadi kembali komunikasi. Dalam situasi

kelompok terdapat hubungan psikologis, orang-orang yang terkait

hubungan psikologis itu tidak selalu berada secara bersamaan

disuatu tempat, orang dapat saja berpisah tetapi meskipun orang

tersebut berpisah, tetap terikat oleh hubungan psikologis yang


menyebabkan manusia berkumpul bersama-sama secara berulang-

ulang dan bahkan setiap hari.

Untuk dapat memperoleh kejelasan mengenai pengertian

kelompok, terlebih dahulu bisa klasifikasikan kelompok menjadi

dua jenis. Kelompok besar dan kelompok kecil, yang membedakan

besar dan kecilnya itu tidak hanya dilihat dari kuantitas jumlah,

tetapi faktor psikologi yang mengikatnya.

Robert F. Bales, dalam bukunya “Interaction proses

analiysis” mendefinisikan kelompok kecil sebagai:

Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama


lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face-to-
face meeting), di mana setiap anggota mendapat kesan atau
sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat
timbul pertanyaan, maupun sesudahnya dapat memberikan
tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan
(Effendy, 2003:72).
Berdasarkan pengertian tersebut, sejumlah orang dalam situasi

seperti itu harus berada dalam kesatuan psikologis dan interaksi.

Menurut Alvin A Goldberg & Carl E.Larson menjelaskan kelompok

adalah :

Suatu kesatuan social yang terdiri atas dua atau lebih individu
yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif
dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat
pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang
khas bagi kesatuan sosial tersebut (Soemiati, 2007:31).
Kelompok biasanya memiliki tanda-tanda psikologis yang

senantiasa terlihat dalam segala aktifitasnya, seperti anggota-

anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok, ada sense of

belonging yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Selain itu,

nasib-nasib anggota kelompok saling bergantung. Sehingga, hasil

setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain.

Menurut pakar komunikasi Deddy Mulyana, dalam bukunya

“Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” menyatakan bahwa kelompok

adalah :

Sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang


berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
mengenal antara satu sama lainnya, dan memandang mereka
sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini
misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu
komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan
(Mulyana, 2007:74).

Beberapa definisi tersebut menjelaskan mengenai kelompok.

Semua menekankan pada tujuan bersama dan saling mengenal di

dalam sekumpulan orang, dengan artian kelompok merupakan

kumpulan orang banyak yang mempunyai visi dan misi yang sama

untuk kepentingan kelompok. Kelompok ini akan terbangun ketika

orang-orang didalamnya menyamakan mindset berpikir untuk

kemajuan.
2.2.2.2 Klasifikasi Kelompok

Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-

orang yang berkumpul diterminal bus, yang antri di depan loket

bioskop, yang berbelanja di pasar, semuanya disebut agregrat, bukan

kelompok. Supaya agregrat menjadi kelompok diperlukan kesadaran

pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang

mempersatukan mereka, kelompok mempunyai tujuan dan

organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi diantara

anggota-anggotanya. Jadi, dengan kata lain, kelompok mempunyai

dua tanda psikologis.

Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan


kelompok (ada sense of belonging) yang tidak dimiliki orang
yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok
saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam
cara tertentu dengan hasil yang lain (Rakhmat, 2008:142).

 Klasifikasi kelompok :

1. Kelompok primer dan kelompok sekunder.

Walaupun setiap orang bisa menjadi anggota banyak


kelompok, manusia terikat secara emosional pada
beberapa kelompok saja. Hubungannya dengan
keluarganya, kawan-kawan sepermainan, dan tetanggga-
tetangga dekat terasa lebih akrab, lebih personal dan lebih
menyentuh hati kita. Kelompok ini disebut oleh Charles
Horton Cooley (1909) sebagai kelompok primer.
Kelompok sekunder secara sederhana adalah lawan
kelompok primer. Hubungan kita dengannya tidak akrab,
tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Anggota
yang termasuk kedalam kelompok sekunder adalah
organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya.
2. Ingroup dan outgroup

Ingroup adalah kelompok tertentu, dan outgroup adalah


kelompok tidak menentu. Ingroup dapat berupa kelompok
primer maupun kelompok sekunder. Keluarga adalah
ingroup yang kelompok primer. Fakultas kita adalah
ingroup yang kelompok sekunder. Perasaan ingroup
diungkapkan dengan kesetiaan, kesenangan, dan
kerjasama. Untuk membedakan ingroup dan outgroup, kita
membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa yang
masuk orang dalam, dan siapa orang luar. Batas-batas ini
dapat berupa lokasi, geografis, suku bangsa, pandangan
atau ideologi, pekerjaan atau profesi, bahasa, status sosial,
dan kekerabatan. Dengan mereka yang termasuk lingkaran
ingroup kita merasa terikat dalam semangat kekitaan
semangat ini lazim disebut kohesivitas kelompok
(cohesiveness).
3. Kelompok deskriptif dan kelompok prespektif

John F. Cragan dan David W. Wright yang dikutip oleh


Jalaluddin Rakhmat dalam buku psikologi komunikasi
membagi kelompok pada dua kategori yaitu kategori
deskriptif dan kategori perspektif. Kategori deskriptif
menunjukan klasifikasi kelompok dengan melihat proses
pembentukan secara ilmiah, kategori prespektif
mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah
rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk
mencapai tujuannya. Untuk kategori kelompok deskriptif,
manusia dapat mengelompokkan kelompok berdasarkan
tujuannya (Rakhmat, 2008:142-147).

Beberapa kutipan tersebut menjelaskan tentang

pengklasifikasian kelompok yang ditinjau dari beberapa perspektif

dengan menggunakan pendekatan psikologis, sehingga terlihat

anggota kelompok dinilai dari beberapa latar ilmiah dan sikap

anggota menjadikan tolak ukur untuk dijadikan sebagai karakter

kelompok yang bisa dinilai. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk


mengetahui sejauhmana anggota bertinteraksi dengan anggota

lainnya.

2.2.2.3 Pengertian Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah “Suatu bidang studi,

penelitian dan terapan yang tidak menitik perhatiannya pada proses

kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam

diskusi kelompok tatap muka yang kecil” (Mulyana, 2007:6).

Komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala

sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam

kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana

seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat

tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Karena kelak

dapat berpengaruh terhadap proses perkembangan individu dalam

kelompok.

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung

antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang

jumlahnya lebih dari dua orang. Sekelompok orang yang menjadi

komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang
dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil,

komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil

(small group communication).

Jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar

dinamakan komunikasi kelompok besar (large group

communication). Sehubungan dengan itu sering timbul pertanyaan,

yang termasuk komunikasi kecil itu jumlah komunikannya berapa

orang, demikian pula komunikasi kelompok besar. Apakah 100

orang atau 200 orang itu termasuk kelompok kecil atau kelompok

besar.

Secara teoritis dalam ilmu komunikasi untuk membedakan

komunikasi kelompok kecil dari komunikasi kelompok besar tidak

didasarkan pada jumlah komunikan dalam hitungan secara

matematik, melainkan pada kualitas proses komunikasi. Pengertian

kelompok disitu tidak berdasarkan pengertian psikologis, melainkan

pengertian komunikologis.

Komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala

sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam

kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana

seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat

tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Karena kelak


dapat berpengaruh terhadap proses perkembangan individu dalam

kelompok.

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung

antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang

jumlahnya lebih dari dua orang. Sekelompok orang yang menjadi

komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang

dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil,

komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil

(small group communication). Jika jumlahnya banyak yang berarti

kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar (large

group communication). Sehubungan dengan itu sering timbul

pertanyaan, yang termasuk komunikasi kecil itu jumlah

komunikannya berapa orang, demikian pula komunikasi kelompok

besar. Apakah 100 orang atau 200 orang itu termasuk kelompok

kecil atau kelompok besar.

Secara teoritis dalam ilmu komunikasi untuk membedakan

komunikasi kelompok kecil dari komunikasi kelompok besar tidak

didasarkan pada jumlah komunikan dalam hitungan secara

matematik, melainkan pada kualitas proses komunikasi. Pengertian

kelompok disitu tidak berdasarkan pengertian psikologis, melainkan

pengertian komunikologis.
2.2.2.4 Ciri Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang

ditujukan kepada kognisi komunikan dan prosesnya berlangsung

secara dialogis. Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator

menunjukkan pesannya kepada pikiran komunikan, misalnya kuliah,

ceramah, diskusi, seminar, rapat, dan lain-lain. Menurut Onong

Uchjana Effendy menjelaskan sebagai berikut :

Dalam situasi komunikasi seperti itu logika berperan

penting. Komunikan akan dapat menilai logis tidaknya uraian

komunikator. Ciri yang kedua dari komunikasi kelompok kecil ialah

bahwa prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linier melainkan

sirkular. Umpan balik terjadi secara verbal (Effendy, 2003:45).

Komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa

bertanya jika tidak mengerti, dapat menyanggah bila tidak setuju,

dan lain sebagainya. Maka, umumnya komunikasi kelompok kecil

bisa memberikan padangan dan pendapat tentang argument dari

komunikator secara langsung.

2.2.2.5 Ciri Komunikasi Kelompok Besar

Sebagai kebalikan dari komunikasi kelompok kecil,

komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang ditujukan

kepada afeksi komunikan, dan prosesnya berlangsung secara linier.

Pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam situasi


komunikasi kelompok besar, ditujukan kepada afeksi komunikan,

kepada hatinya atau kepada perasaanya. Contoh untuk komunikasi

kelompok besar adalah misalnya rapat raksasa disebuah lapangan.

Komunikasi kelompok kecil umumnya bersifat homogen

(antara lain sekelompok orang yang sama jenis kelaminnya, sama

pendidikannya, sama status sosialnya), maka komunikan pada

komunikasi kelompok besar umumnya bersifat heterogen, mereka

terdiri dari individu-individu yang beraneka ragam dalam jenis

kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, agama dan lain

sebagainya. Proses komunikasi kelompok besar bersifat linier, satu

arah dari titik yang satu ketitik yang lain, dari komunikator ke

komunikan (Effendy, 2003:75-78).

Komunikasi yang linier dari komunikasi kelompok besar

bisa mempengaruhi secara langsung karena membicarakan tentang

keadaan objektif serta pesan yang disampaikan mempunyai

perhatian dan menyentuh perasaan komunikan. Artinya, proses ini

dijadikan proses mempengaruhi secara luas pada komunikan tanpa

batasan dan tentunya pesan yang disampaikan dari komunikator

lebih otoriter.

2.2.2.6 Fungsi Komunikasi Kelompok

Menurut Michael Burgoon yang disadur oleh Pratikto ada

empat fungsi kelompok yaitu :


1. Hubungan sosial, merupakan suatu bentuk interaksi yang
dibangun dari kelompok untuk mengetahui dan saling
mengenal satu sama lainnya. Sehingga kelompok ini
mampu membangun hubungan sosial secara internal dan
eksternal.
2. Pendidikan, memberikan informasi secara edukatif dan
mendorong pada praktek dalam memberikan pendapat,
melakukan tugas kelompok dengan tujuan membangun
kelompok maju dari segi pengetahuan pada anggota.
3. Persuasif, cara dalam berkomunikasi kelompok harus
mengandung persuasif atau mengajak anggota lain untuk
berinteraksi dengan anggota lainnya. Serta memberikan
komunikasi persuasif untuk memberikan pendapat dan
argument dari komunikator.
4. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
(Rakhmat, 2008:67).

Beberapa fungsi komunikasi kelompok memberikan

pemahaman bahwa dalam kelompok tersebut harus mempunyai

hubungan sosial, pendidikan, persuasif, dan problem solving dengan

tujuan kelompok mempunyai dinamika dalam berkomunikasi dan

berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sehingga, fungsi ini

mengikat anggota secara emosional ketika anggota berada di suatu

kelompok.

2.2.3 Tinjauan Tentang Klub

2.2.4 Tinjauan Tentang Mental

2.2.5 Tinjauan Tentang Motivasi

Anda mungkin juga menyukai