Anda di halaman 1dari 20

Pentingnya Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bagi

Nasabah di Indonesia
Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas individu pada mata

kuliah “Akuntansi Lembaga Keuangan”.

Dosen Pengampu :

Oryza Ardhiarisca, S.E., S.Si., M.ST

Ponti Primastuti Aulia Nugraheni, S. E., M. Akun.

Disusun oleh :

Dimas Aprilianto Fanani (C/D42191994)

Program Studi Akuntansi Sektor Publik

Jurusan Manajemen Agribisnis

Politeknik Negeri Jember

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan
karuniaNya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Pentingnya Peran
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bagi Nasabah di Indonesia” ini dengan
sebaik mungkin.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari ibu Oryza Ardhiarisca, S.E., S.Si., M.ST dan Ponti Primastuti Aulia
Nugraheni, S. E., M. Akun. selaku pengampu pada mata kuliah Akuntansi
Lembaga Keuangan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang penjelasan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis khususnya dalam bidang studi Akuntansi Sektor
Publik.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Oryza Ardhiarisca, S.E., S.Si.,
M.ST dan Ponti Primastuti Aulia Nugraheni, S. E., M. Akun. selaku pengampu
pada mata kuliah Akuntansi Lembaga Keuangan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
Akuntansi Sektor Publik.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 20 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................7
2.1 Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan................................................................7
2.2 Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan................................................7
2.3 Dasar Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan.....................................................8
2.4 Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan.................................9
2.5 Kriteria simpanan layak bayar oleh Lembaga Penjamin Simpanan........................10
2.6 Pentingnya Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan...........11
2.7 Manfaat dan Tantangan Lembaga Penjamin Simpanan..........................................12
2.8 Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik..............................................13
2.9 Penanganan Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sistemik...................................14
2.10 Kewajiban dan Sanksi Bank Sebagai Peserta Penjaminan....................................16
2.11 Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan..............................17
BAB III PENUTUP.........................................................................................................18
3.1 Kesimpulan............................................................................................................18
3.2 Saran......................................................................................................................18
BAB 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis perbankan yang melanda Indonesia pada 1997 memperlihatkan
adanya kelemahan struktural pada sistem perbankan. Setidaknya terdapat lima
faktor yang mengakibatkan kondisi mikro perbankan menjadi rentan terhadap
gejolak. Pertama, adanya jaminan terselubung (implicit guarantee) dari bank
sentral atas kelangsungan hidup suatu bank. Kedua, sistem pengawasan yang
kurang efektif. Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan baik langsung
maupun tidak langsung kepada individu/kelompok usaha yang terafiliasi dengan
bank. Keempat, lemahnya kemampuan manajerial bank. Kelima, kurang
transparannya informasi mengenai kondisi perbankan. [ CITATION Ban98 \l 1057 ]

Keamanan nasabah dalam penyimpanan uangnya merupakan hal yang


paling penting dijamin oleh setiap lembaga keuangan. Keamanan bagi nasabah
adalah realisasi dari prinsip kepercayaan (trust) yang diberikan nasabah kepada
pihak perbankan. Tujuannya adalah semakin nasabah menaruh kepercayaan
kepada bank, maka akan semakin banyak kuantitasnya nasabah yang
menggunakan jasa perbankan. Pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap bank
telah menciptakan hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya.
seringkali menyebabkan bank berperan sebagai penasehat keuangan (financial
adviser) bagi nasabahnya menciptakan hubungan kepercayaan dan kerahasiaan
(confidentiality) anatara bank dengan nasabah. Hubungan kepercayaan tersebut
pada gilirannya menghasilkan fiduciary duty bagi bank ketika berurusan dengan
nasabahnya. [CITATION Sit14 \l 1057 ]

Dalam rangka mengatasi krisis dan ancaman kehancuran sistem


perbankan, pemerintah Indonesia telah menghentikan sistem penjaminan
berdasarkan blanket guarantee. Pelaksanaan sistem penjaminan berdasarkan
blanket guarantee pada satu sisi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan, namun pada sisi yang lain sistem ini telah membebani dan
menimbulkan moral hazard, khususnya bagi pelaku perbankan. Sistem
penjaminan blanket guarantee kemudian diakhiri dan digantikan dengan sistem
penjaminan limited guarantee melalui pembentukan suatu lembaga penjamin yang
diberi nama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). [ CITATION Sut10 \l 1057 ]

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didirikan dengan UU No.24 Tahun


2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). Berdasarkan UU LPS
tersebut, LPS memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah penyimpan
dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. Kedua fungsi LPS tersebut
penting agar bank dapat melaksanakan fungsi menghimpun dana masyarakat, dan
secara tepat serta cepat menyalurkan kembali dana tersebut kepada penggunaan
atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi seperti itu disebut sebagai fungsi
intermediasi yang merupakan “aliran darah” bagi perkembangan perekonomian
dan peningkatan standar taraf hidup masyarakat. Di samping fungsi intermediasi,
fungsi bank lainnya adalah sebagai lembaga penyedia instrumen pembayaran
untuk barang dan jasa yang cepat, efisien dan aman. Fungsi ini akan berjalan
apabila penjual dan pembeli barang dan jasa meyakini bahwa instrumen yang
digunakan untuk pembayaran tersebut akan diterima dan dibayar oleh semua
pihak dalam suatu transaksi dan transaksi ikutannya. Tanpa adanya kepercayaan,
maka fungsi dimaksud tidak akan berjalan. Singkatnya, bank memainkan peranan
penting dalam menyalurkan dana dari nasabah penyimpan kepada sektor-sektor
produktif dan menjamin sistem keuangan berjalan dengan lancar dan effisien.
Kompleksitas sistem pembayaran termasuk kliring dan electronic fund transfer
membuat keamanan dan kesehatan bank menjadi penting dalam menjaga
integritas sistem tersebut

Kehadiran LPS dipercaya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat


pada industri perbankan. Kepercayaan tersebut tumbuh karena nasabah
penyimpan khususnya nasabah penyimpan kecil tidak perlu khawatir akan
kehilangan simpanan jika sewaktu waktu bank dicabut izin usahanya dan
dilikuidasi. Selain itu, kehadiran LPS juga untuk menciptakan kesetaraan sosial
yaitu dengan memberikan perlindungan kepada nasabah kecil dari bankir yang
tidak bertanggungjawab. Para ahli sepakat bahwa salah satu pendekatan yang
diperlukan untuk membangun suatu sistim perbankan yang sehat dan kuat adalah
dengan memberikan jaminan yang eksplisit kepada nasabah penyimpan.
[ CITATION Sit05 \l 1057 ]

Didalam proses likuidasi bank Lembaga Penjamin Simpanan berperan


penting dalam menyelesaikan pengembalian dana simpanan para nasabah bank
tersebut ketika bank mengalami likuidasi terkait pembayaran klaim penjaminan
simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya, Lembaga Penjamin Simpanan
memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan tersebut (hak
subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank. Pemberian kewenangan dan hak
tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate)
bagi Lembaga Penjamin Simpanan, agar keberlangsungan program penjaminan
simpanan dapat terus dijaga. [ CITATION Hen18 \l 1057 ]

Lahirnya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga


Penjamin Simpanan menandai babak baru sistem perbankan nasional. Keberadaan
Lembaga Penjamin Simpanan ini tidak bisa dilepaskan dari upaya peningkatan
stabilitas sektor keuangan dan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat
terhadap sektor perbankan. Penelitian ini difokuskan pada pentingnya peran
Lembaga Penjamin Simpanan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
kepada nasabah bank dalam lingkup perbankan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah berdirinya LPS dan apa pengertiannya?
2. Apa yang dasar pengaturan LPS?
3. Apa fungsi, tugas dan wewenang LPS?
4. Apa kewajiban dan sanksi Bank sebagai peserta penjaminan LPS?
5. Berapa nilai simpanan yang dijamin LPS?

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan


BAB II LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan


LPS adalah perwujudan dari DPS menggunakan skim perlindungan
simpanan yang eksplisit. Pentingnya keberadaan LPS, guna mencegah kepanikan
nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan
walaupun kondisi keuangan bank memburuk dan ancaman terjadinya risiko
sistemik. Resiko ini terjadi karena kebangkrutan satu bank dapat berakibat buruk
terhadap bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem
perbankan. [ CITATION Irm16 \l 1057 ]

Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS Pasal 2 ayat


menyatakan bahwa lembaga penjamin simpanan adalah lembaga yang
independen, transparan, dan akuntable dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Penjaminan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimalisir
risiko yang membebani anggaran negara. Undang-undang tersebut simpanan yang
mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS sampai Rp 2.000.000.000.

Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga independen yang berfungsi


menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan yang ditetapkan paada 22 September 2004. Undang-Undang
ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan, sehingga pendirian dan
operasional Lembaga Penjamin Simpanan dimulai pada 22 september 2005.
[ CITATION Sut101 \l 1057 ]

Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga


Penjamin Simpanan Pasal 2 ayat 3 menyatakan bahwa keberadaan LPS dalam
sistem perbankan di Indonesia ditegaskan di dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). LPS
bertanggungjawab kepada presiden dan dalam kegiatannya merupakan lembaga
independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, LPS tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk
pemerintah kecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas di dalam Undang-
Undang LPS.

2.2 Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan


Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam
Indonesia, ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis
yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya
memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk
simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam keputusan
presiden nomor 26 tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban Pembayaran
Bank Umum dan keputusan Presiden nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Dalam
pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. [ CITATION Sut101 \l 1057 ]

Realisasi pendirian Lembaga Penjamin Simpanan tersebut bertujuan untuk


menjamin simpanan masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan dan
untuk memberikan kepercayaan serta rasa aman masyarakat pada bank sesuai
dengan amanat Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Pada tahun 2004, industri perbankan ditandai dengan dihapuskannya


program penjaminan yang populer dengan sebutan blanket guarantee dan akan
diganti dengan sistem penjaminan yang lebih permanen. Secara bertahap program
ini akan dikurangi cakupannya dan diturunkan jumlah maksimal yang dijamin.
Blanket guarantee sebagai suatu kebijakan sementara diberlakukan pemerintah
sejak 1998 melalui Keppres 26 tahun 1998. Program ini, dilaksanakan oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang pada tahun 2004 juga akan
dibubarkan. [ CITATION Sut101 \l 1057 ]

Akhirnya setelah satu dekade, pada tanggal 22 September 2004,


pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun
2004 tentang Lembaga penjamin Simpanan. Undang-Undang ini mulai berlaku
efektif sejak Tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) resmi beroperasi. [ CITATION www \l 1057 ]

2.3 Dasar Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan


Yang menjadi dasar pengaturan LPS:

a. Pasal 37B Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998
disebutkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang bersangkutan dan untuk menjamin simpanan
masyarakat tersebut akan dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan, yang diundangkan pada tanggal 22 September 2004. Sesuai
dengan ketentuan, UU tersebut baru mulai efektif 12 (dua belas) bulan
setelah diundangkan atau pada tanggal 22 September 2005, dengan kata
lain LPS akan mulai beroperasi pada tanggal tersebut dan program
penjaminan pemerintah (blanket guarantee) dengan sendirinya akan
berakhir (yakni Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang
Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan
Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat).

2.4 Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan


Menurut UU Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS, fungsi LPS ada dua,
yaitu: menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Adapun tugasnya
dalam fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan adalah merumuskan dan
menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan melaksanakan
penjaminan simpanan. Sementara dalam fungsinya untuk turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya adalah
merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan
kebijakan penyelesaian bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak
sistemik, dan melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

Wewenang LPS menurut pasal Pasal 6 UU Nomor 24 tahun 2004 tentang


LPS adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.


b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali
menjadi peserta.
c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan
keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak
melanggar kerahasiaan bank.
e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut
pada angka 4.
f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak
bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian
tugas tertentu.
h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan.
i. Menjatuhkan sanksi administratif.

Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, LPS


mempunyai tugas sebagai berikut:

a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif


memelihara stabilitas sistem perbankan.
b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian
Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik.
c. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Dalam melaksanakan tugasnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU


Lembaga Penjamin Simpanan, Dewan Komisioner wajib melakukan rapat berkala
yang disebut sebagai Rapat Dewan Komisioner untuk membahas halhal sebagai
berikut:

1. Menetapkan kebijakan penjaminan nasabah.


2. Menetapkan kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan dalam mendukung
stabilitas sistem perbankan.
3. Mengevaluasi pelaksanaan penjaminan simpanan nasabah.

2.5 Kriteria simpanan layak bayar oleh Lembaga Penjamin Simpanan


Lembaga Penjamin Simpanan melakukan pembayaran klaim penjaminan
kepada nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya sepanjang telah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh UU Lembaga Penjamin
Simpanan. Kriteria simpanan layak bayar oleh Lembaga Penjamin Simpanan
adalah (Juanda Mamuaja, 2015):

1. Tercatat dalam pembukuan bank.


2. Tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan.
3. Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank.

Ketiga kriteria layak bayar tersebut di atas dikenal dengan 3T. Namun untuk
tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan tidak berlaku
untuk bank syariah. [ CITATION Hen18 \l 1057 ]

Pembayaran klaim penjaminan dapat dilakukan secara tunai atau pembayaran


lain yang setara dan setiap pembayaran dilakukan dalam mata uang rupiah.
Simpanan dalam mata uang asing dibayarkan berdasarkan kurs tengah bank
Indonesia. Dalam hal nasabah penyimpan pada saat yang bersamaan mempunyai
kewajiban kepada bank, maka pembayaran klaim penjaminan dilakukan setelah
kewajiban nasabah penyimpan kepada bank terlebih dahulu diperhitungkan
(Juanda Mamuaja, 2015).

Pasal 19 UU Lembaga Penjamin Simpanan menentukan, klaim pembayaran


dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil verifikasi :

1. Data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank.


2. Nasabah penyimpan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar.
3. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank
menjadi tidak sehat.

Melalui aset recovery, pembayaran klaim penjaminan tersebut di kemudian


hari diupayakan diperoleh kembali oleh Lembaga Penjamin Simpanan dengan
cara melakukan pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada debitur sesuai
urutan preferensi yang ditentukan UU Lembaga Penjamin Simpanan.

2.6 Pentingnya Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan


Pentingnya peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam sistem perbankan
menurut [ CITATION Hen18 \l 1057 ] dapat didasarkan pada beberapa pertimbangan,
yaitu:

1. Dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara, peranan sektor finansial


yang stabil sangat penting dan inti kestabilan sektor finansial adalah
stabilitas sistem perbankan domestik. Peranan penting sektor perbankan
itu dapat dilihat dalam aspek sistem pembayaran yang memungkinkan
terjadinya transaksi perdagangan. Di samping itu, bank melakukan
penghimpunan dana secara lebih efisien dan untuk seterusnya disalurkan
kepada masyarakat. Sebaliknya, dana masyarakat yang disimpan di bank
sangat menentukan ekstensi dan keuntungan suatu bank.
2. Untuk mencegah terjadinya erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank
yang dapat mengakibatkan terjadinya rush yang sudah tentu dapat
membahayakan bank secara individual dan sistem perbankan secara
keseluruhan.
3. Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dan komputer
telah mengakibatkan terjadinya global market dimana dana bebas bergerak
dari satu negara ke negara lain. Kalau pemilik dana kurang percaya pada
sistem perbankan nasional, maka ia dapat menanamkan dananya di luar
negeri (capital flight) yang dapat mengakibatkan hilangnya atau
berkurangnya kekuatan yang produktif dari suatu negara.

Menurut Rudjito Lembaga Penjamin Simpanan dirancang dan dibentuk


sebagai bagian dari jaring pengaman sistem keuangan (financial safety net) di
Indonesia yang mencakup 4 (empat) elemen yaitu(Rudjito;2008):

1. Pengaturan dan pengawasan terhadap institusi-institusi keuangan dan


pasar;
2. Bertindak sebagai lender of the last resort.
3. Skim penjaminan simpanan.
4. Manajemen krisis.

Yang termasuk ke dalam sistem jaring pengaman sistem keuangan adalah


Departemen Keuangan selaku pemegang kekuasaan finansial, Bank Indonesia
selaku pengawas dan lender of the last resort, dan Lembaga Penjamin Simpanan
selaku pemegang kewenangan mengenai penjaminan simpanan nasabah.
Departemen Keuangan, Bank Indonesia, serta Lembaga Penjamin Simpanan
bersamasama menentukan kerangka dan prosedur jaring pengaman sistem
keuangan yang dapat menggambarkan secara jelas tugas-tugas dan kewenangan
setiap institusi yang terkait sekaligus mekanisme koordinasi terhadap pencegahan
dan penanganan krisis financial. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
diharapkan dapat lebih menjamin dana simpanan masyarakat di bank-bank.
Dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan yang berperan sebagai penjamin
terhadap simpanan nasabah bank, maka apabila terdapat bank yang mengalami
kesulitan usaha, kemudian dicabut izin usahanya dan dilikuidasi, kedudukan
nasabah tetap terjamin. Dengan kata lain, Lembaga Penjamin Simpanan
merupakan bentuk nyata dari adanya penjaminan dan perlindungan terhadap dana
simpanan masyarakat. Dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan
menunjukkan terdapat jaminan secara eksplisit bagi nasabah penyimpan apabila
bank dilikuidasi. [ CITATION Hen18 \l 1057 ]

2.7 Manfaat dan Tantangan Lembaga Penjamin Simpanan


Sistem penjaminan nasabah penyimpan, banyak menghasilkan manfaat,
meski juga mengandung kelemahan, seperti timbulnya kemunduran dalam disiplin
pasar (moral hazard). Untuk itu, pengawasan dan pengaturan yang efektif
merupakan elemen penting dari financial safety net dalam mengendalikan masalah
moral hazard. Secara empiris, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Demirguc-Kunt dan Detragiarche (antara tahun 1980-1997) dengan sample
61 negara berkembang (emerging) dan maju. Dalam temuannya terlihat bahwa
ketiadaan sistem peraturan kehati-hatian (prudential regulation) dan pengawasan
yang efektif meningkatkan krisis perbankan, apalagi dengan adanya sistem
penjaminan nasabah seperti skim asuransi simpanan. [ CITATION Det00 \l 1057 ]

Pembentukan lembaga penjamin simpanan dapat menimbulkan moral


hazard, sehingga harus dilakukan dengan tepat dan hati-hati. Perlu diperhatikan
bahwa LPS bukanlah “obat mujarab” yang dapat mengobati semua penyakit pada
industri perbankan. Akan tetapi tidak juga ada pilihan lain yang dapat
menyediakan “obat mujarab.” Singkat kata, LPS merupakan sesuatu yang
diperlukan tetapi tidak cukup (necessary but not enough) dalam memecahkan
persoalan-persoalan perbankan. Pengawas bank harus berani bertindak tegas
terhadap pengurus bank yang mengelola banknya secara sembrono. Fit and Proper
test terhadap pengurus dan eksekutif bank juga harus dilakukan dengan ketat agar
mencegah masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam industri perbankan.
[CITATION Sit14 \l 1057 ]

Ketegasan tindakan otoritas perbankan sangat dibutuhkan karena apabila


dilihat dari krisis yang lalu, penyebab utama kegagalan bank di Indonesia adalah
karena kelalaian, penipuan dan penggelapan oleh pengurus bank yang nasabah
sangat sulit untuk mendeteksinya (market discipline). Fred Galves mengatakan
“the best way to rob a bank is to own one.” Pengawasan dan pengaturan adalah
instrumen penting untuk menekan bank dalam pengambilan risiko – bila hal ini
tidak dijalankan sebagaimana mestinya akan dapat mengancam stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan. Dengan demikian, maka sistem perlindungan
nasabah (deposit protection system) seperti LPS yang dilengkapi dengan
pengaturan dan pengawasan effektif dapat mengurangi risiko sistemik meskipun
tidak dapat menghilangkannya sama sekali. 24 Kehadiran LPS dapat lebih
berhasil apabila sistem perbankan berjalan baik. Kehadiran LPS yang efektif dapat
memberikan kontribusi terhadap stabilitas sistem keuangan suatu Negara, terlebih
bila sistem yang ada merupakan bagian dari suatu jaring pengaman sistem
keuangan yang disusun secara baik. [CITATION Gle01 \l 1057 ]

2.8 Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik


Mekanisme penanganan bank gagal yang berdampak sistemik sesuai
dengan Pasal 22 ayat (1) huruf b UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan ditegaskan bahwa penanganan Bank Gagal yang berdampak
sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan
pemegang saham lama atau tanpa mengikut sertakan pemegang saham lama.

Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan


mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank assistance) hanya dapat
dilakukan apabila:

1. Pemegang saham Bank Gagal telah menyetor modal sekurangkurangnya


20% dari perkiraan biaya penanganan.
2. Ada pernyataan dari RUPS bank sekurang-kurangnya memuat kesediaan
untuk:
a. Menyerahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan hak dan
wewenang RUPS.
b. Menyerahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan kepengurusan
bank.
c. Tidak menuntut Lembaga Penjamin Simpanan atau pihak lain yang
ditunjuk Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal proses
penanganan tidak berhasil, sepanjang Lembaga Penjamin
Simpanan atau pihak yang ditunjuk Lembaga Penjamin Simpanan
melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3. Bank menyerahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan, dokumen
mengenai:
a. Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
b. Data keuangan nasabah debitur.
c. Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 tahun
terakhir.
d. Informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban, dan
permodalan bank yang dibutuhkan Lembaga Penjamin Simpanan.
Lembaga Penjamin Simpanan bertanggung jawab atas kekurangan biaya
penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah pemegang saham lama
melakukan penyetoran modal sekurang-kurangnya 20% dari perkiraan biaya
penanganan. Untuk selanjutnya, biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan
oleh Lembaga Penjamin Simpanan menjadi penyertaan modal sementara
Lembaga Penjamin Simpanan pada bank tersebut.

Lembaga Penjamin Simpanan wajib menjual seluruh saham bank dalam


penanganan secara terbuka dan transparan paling lama 3 tahun dan dapat
diperpanjang sebanyakbanyaknya 2 kali dengan masing-masing perpanjangan
selama 1 tahun untuk memperoleh tingkat pengembalian yang optimal. Namun,
apabila dalam jangka waktu tersebut tingkat pengembalian yang optimal tidak
dapat diwujudkan, Lembaga Penjamin Simpanan harus menjual saham bank
dalam jangka waktu 1 tahun berikutnya.

Seluruh biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh Lembaga


Penjamin Simpanan menjadi penyertaan modal sementara Lembaga Penjamin
Simpanan pada bank. Penjualan seluruh saham bank dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 3 tahun dan dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 kali
dengan masing.masing perpanjangan selama 1 tahun, dalam hal pengembalian
optimal (sekurangkurangnya sama dengan penyertaan modal sementara Lembaga
Penjamin Simpanan) tidak dapat diwujudkan selanjutnya, Lembaga Penjamin
Simpanan harus menjual dalam satu tahun berikutnya dengan harga terbaik. Tentu
saja, penjualan saham bank ini harus dilakukan secara terbuka dan transparan.
Namun, apabila dalam jangka waktu tersebut, tingkat pengembalian yang optimal
tidak dapat diwujudkan, maka sesuai Pasal 42 ayat (5) UU No. 24 Tahun 2004,
Lembaga Penjamin Simpanan harus menjual saham bank dalam jangka waktu 1
tahun berikutnya.

2.9 Penanganan Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sistemik


Pasal 22 ayat (1) huruf a UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS ditegaskan
bahwa penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemikdilakukan dengan
melakukan penyelamatan atau tidakmelakukan penyelamatan terhadap Bank
Gagal dimaksud. Selanjutnya menurut pasal 24 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004
tentang LPS bahwa LPS menetapkan untuk menyelamatkan Bank Gagal yang
tidak berdampak sistemik jika dipenuhi persyaratan sebagai berikut (Diana Ria
Winati Napitulu;2010):

a) Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari


perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank dimaksud.
b) Setelah diselamatkan, bank masih menunjukkan prospek usaha yang baik.
c) Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat
kesediaan untuk :
a) Menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS.
b) Menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS.
c) Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila
proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau
pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai
dengan peraturan perundangundangan
d) Bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai :
a) Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia.
b) Dana keuangan Nasabah Debitur.
c) truktur permodalan dan susunan pemegang saham 3(tiga) tahun
terakhir.
d) Informasi lainnya yang terkait dengan asset, kewajiban termasuk
permodalan bank yang dibutuhkan oleh LPS.

Setelah RUPS menyerahkan hak dan wewenang, maka LPS dapat


melakukan tindakan sebagai berikut (Diana Ria Winati Napitulu) :

a. Menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset


milik atau yang menjadi hak-hak bank dan/atau kewajiban bank.
b. Melakukan Penyertaan Modal Sementara (PMS).
c. Menjual atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan nasabah debitur
dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan nasabah kreditur (purchase and
assumption).
d. Mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain.
e. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
f. Melakukan pengalihan kepemilikan bank.
g. Meninjau ulang membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak
bank yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut LPS
merugikan bank.

Jika semua ketentuan diatas dipenuhi, maka Lembaga Penjamin Simpanan


dengan segala Kewenangan yang dimilikinya akan berusaha keras untuk
menyelamatkan bank tersebut. Namun sebaliknya jika tidak terpenuhi, maka
Lembaga Penjamin Simpanan akan mengusulkan kepada LPP untuk mencabut
izin usaha bank tersebut untuk selanjutnya dillikuidasi. Jadi jelas bahwa tindakan
penyelamatan bank gagal dalam bentuk penyuntikan modal atau Penyertaan
Modal Sementara (PMS) bukanlah satusatunya tindakan penyelamatan yang bisa
dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan. Bisa dipahami bahwa banyaknya
tindakan penyelamatan yang diberikan UU Lembaga Penjamin Simpanan karena
Lembaga Penjamin Simpanan merupakan upaya terakhir dalam rangka
penyelamatan sebuah bank gagal. Namun demikian, Lembaga Penjamin
Simpanan juga dapat tidak melanjutkan proses penyelamatan Bank Gagal.
2.10 Kewajiban dan Sanksi Bank Sebagai Peserta Penjaminan
Sebagai peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan menurut
[ CITATION Ind05 \l 1057 ], sebagaimana yang dimaksud dalam:

a. Pasal 8 ayat 1 UU LPS 2004, berbunyi:

“Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik


Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan”

Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank
campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

b. Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang


Perbankan:

“Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk
LPS.”

c. Dan selanjutnya dalam pasal 9 UU No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS,


setiap Bank wajib:
a) Menyerahkan dokumen sebagai berikut:
 Salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank.
 Salinan dokumen perizinan bank.
 Surat keterangan dari LPP mengenai tingkat kesehatan bank.
 Surat pernyataan dari pemegang saham, pengendali bagi yang
berbadan hukum koperasi, kantor pusat dari cabang bank asing,
direksi dan komisaris.
b) Membayar kontribusi kepesertaan.
c) Membayar premi penjaminan.
d) Menyampaikan laporan secara berkala.
e) Memberikan data, informasi dan dokumen yang dibutuhkan dalam
rangka penyelenggaraan penjaminan.
f) Menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor
bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah
oleh masyarakat.

Untuk sanksi bagi bank disebutkan sesuai dalam pasal 92 UU LPS 2004,
yaitu LPS menjatuhkan sanksi administratif pada bank yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9c dan 9d di atas.

Sanksi administratif berupa denda dministratif dan/ atau bunga. Pengenaan


sanksi administratif tersebut menurut [ CITATION Ind05 \l 1057 ] harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9c,
ditetapkan paling tinggi 150% (seratus lima puluh perseratus) dan jumlah
premi yang seharusnya dibayar untuk setiap periode termasuk bunga.
b. Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 9d,
dekenakan denda Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari
keterlambatan penyampaian laporan.

2.11 Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan


Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin
LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok
dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari
hasil likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut
adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data
distribusi simpanan per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang
dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.

Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian


mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah
nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp 2.000.000.000 (dua milyar
rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau
mereda.

Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS paling tinggi sebesar Rp 2 milyar
per nasabah per bank sejak tanggal 13 Oktober 2008. Apabila seorang nasabah
mempunyai beberapa rekening simpanan pada satu bank, maka untuk menghitung
simpanan yang dijamin, saldo seluruh rekening tersebut dijumlahkan. Nilai
simpanan yang dijamin tersebut meliputi pokok ditambah bunga untuk bank
konvensional, atau pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah
untuk bank syariah. [ CITATION Kom \l 1057 ]
BAB III PENUTUP
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
LPS adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan
nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan UU Nomor 24
tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004.
Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga
pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005. LPS adalah
perwujudan dari DPS menggunakan skim perlindungan simpanan yang eksplisit.
Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib
menjadi peserta penjaminan LPS.

Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan yaitu menjamin simpanan nasabah


dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.Penjaminan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan diterapkanpada bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), baik bank konvensional maupun bank syariah dan ketika terjadi penutupan
bank gagal, melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah dari
bank yang dicabut izin usahanya.

Mengingat fungsinya yang sangat penting, LPS harus independen,


transparan dan akuntabel dalm menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena itu,
status hukum, governance, pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan
akuntabilitas LPS serta hubungannya dengan organisasi lain, seluruhnya diatur
secara jelas dalam undang-undang.

Lembaga Penjamin Simpanan melakukan penyelesaian Bank Gagal yang


tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite Koordinasi menyerahkan
penyelesaiannya kepada Lembaga Penjamin Simpanan.

Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan


dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamtan terhadap
Bank Gagal tersebut. Selanjutnya keputusan untuk melakukan penyelamatan atau
tidak melakukan penyelamatan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan
biaya terrendah antara melakukan penyelamatan dan tidak melakukan
penyelamatan.

3.2 Saran
Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank
tergantung kepada kesediaan masyarakat menempatkan dana di bank sehingga
dapat digunakan oleh bank untuk membiayai kegiatan produktif. Menipisnya
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan akan menimbulkan masalah
signifikan, tidak saja terhadap industri perbankan itu sendiri, tetapi juga terhadap
perekonomian secara luas yang menyebabkan timbulnya kerugian ekonomi dan
kemudian diikuti dengan munculnya gejolak sosial dan politik yang harus dibayar
mahal. Kehadiran LPS diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan yang pada gilirannya akan menciptakan industri
perbankan yang kokoh. Dengan hadirnya LPS juga diharapkan masyarakat tidak
ragu lagi untuk menyimpak sejumlah dananya ke bank dengan berinvestasi.
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Diambil kembali dari www.lps.go.id.

(t.thn.). Diambil kembali dari Kompasiana:


http://www.kompasiana.com/channel/ekonomi

Bank Indonesia. (1998). Laporan Tahunan 1997/1998. Jakarta: Bank Indonesia.

Detragiache, D.-K. a. (2000, Januari). “Does Deposit Insurance Increase Banking


SystemStability,”. IMFWorking Paper.

Hendri, J. (2018). FUNGSI LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM HUKUM PERBANKAN


DI INDONESIA. JURNAL KOMUNIKASI HUKUM (JKH), VOLUME 4 NOMOR 2
AGUSTUS 2018 , 1.

Indonesia. (2005). UU Lembaga Penjamin Simpanan 2004. Jakarta: Sinar Grafika.

Irma, R. (2016). TINJAUAN TEORITIS DAN YURIDIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. 5.

Sitompul, Z. (2005). Problematika Perbankan. (Bandung: Books Terrace & Library), 311-
312.

Sitompul, Z. (2014). PENTINGNYA KEBERADAAN LPS BAGI NASABAH PENYIMPAN, 01.

Soussa, Glenn Hoggarth and Farouk. (2001). “Crisis Management, Lender of Last Resort
and the Changing Nature of the Banking Industry". Dalam F. S. Perspective.
London: Routledge.

Sutedi, A. (2010). Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan. Jakarta: Sinar Grafika.

Sutedi, A. (2010). Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Jakarta: Sinar
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai