DISUSUN OLEH:
NAMA NIM
Humaeroh (01017075 )
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehaT fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Praktikum
Mikrobiologi dengan judul “Pembuatan Nata de cassava”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
PENYUSUN
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A .Latar belakang 4
B. Rumusan masalah 5
C .Tujuan 5
BAB V PENUTUP 20
A.Kesimpulan 20
B.Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu bahan makanan pokok di
Indonesia. Banyak sekali produk olahan yang berasal dari singkong, salah satunya
adalah tepung tapioka. Tapioka merupakan hasil olahan dari penepungan umbi
singkong. Dari proses pembuatan tepung tapioka ini menghasilkan limbah, baik
limbah padat maupun limbah cair.
4
B. Rmusan Masalah
A. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembuatan nata de cassava
2. Untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat pada nata de cassava
3. Untuk mengetahui manfaat dari nata de cassava
5
BAB II
DASAR TEORI
Ketela Pohon
Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong Manihot utilissima adalah perdu tahunan tropika
dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan
pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.
Saat ini di Indonesia singkong menjadi makanan pokok nomor tiga setelah padi dan
jagung (Rukmana, 1997) dan produksi singkong Indonesia telah mencapai 19.988.056 ton
pada tahun 2007 (BPS, 2008). Hasil olahan singkong yang sudah dikembangkan di
masyarakat diantaranya adalah singkong rebus, singkong goreng, getuk, tiwul, gatot, dan
kripik.
Umbi singkong dapat dimakan mentah. Kandungan utamanya adalah pati dengan
sedikit glukosa sehingga rasanya sedikit manis. Pada keadaan tertentu, terutama bila
teroksidasi, akan terbentuk glukosida racun yang selanjutnya membentuk asam
sianida (HCN). Sianida ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis
menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50 kali lebih banyak
pada umbi yang rasanya pahit. Proses pemasakan dapat secara efektif menurunkan kadar
racun. Dari pati umbi ini dibuat tepung tapioka (kanji).
Limbah cair tapioka dihasilkan dari proses produksi tapioka. Air merupakan bahan
pembantu utama yang digunakan dalam proses produksi tapioka. Limbah cair dari industri
tapioka jumlahnya berlimpah dan umumnya belum termanfaatkan. Air limbah yang
3 3
dihasilkan dalam jumlah yang relatif besar yaitu mendekati 20 m /ton tapioka atau 5 m /ton
ubikayu yang terdiri dari air proses dan air yang terkandung dalam bahan baku (ubikayu).
Komponen limbah ini merupakan bagian sisa pati yang tidak terekstraksi serta komponen
selain pati yang terlarut dalam air. Beberapa jenis singkong mengandung sianida yang
bersifat toksis. Sianida ini larut dalam air dan menguap apabila ada aerasi terhadap limbah.
Limbah cair tersebut akan mengalami dekomposisi secara alami yang menimbulkan bau. Bau
tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa yang mengandung nitrogen, fosfor, dan
bahan berprotein (Zaitun, 1999).
Limbah cair tapioka yang berasal dari proses pencucian berwarna putih kecoklatan
dengan kisaran pH 6 - 6,5. Kisaran pH ini dapat mengalami penurunan menjadi 4 jika terjadi
6
aktifitas mikroorganisme yang menguraikan bahan-bahan organik menjadi asam-asam
(Prayitno, 2008). Menurut Misgiyarta (2011)
Air hasil samping produksi tapioka mengandung glukosa 0,185 mg/L, nitrogen total
mencapai 182 mg/L, serta pH 5 – 5,5 sehingga dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk
membuat nata de cassava. Untuk kandungan proksimat limbah cair tapoka disajikan pada
tabel 1.
Air 99,25
Abu 0,07
Protein 0,16
Lemak 0,22
Pati 0,29
Produk nata dari singkong belum banyak dikenal oleh masyarakat di Indonesia, karena
umumnya bahan baku nata adalah air kelapa yang dikenal dengan sebutan nata de coco.
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) tahun 1996 karakteristik nata yang harus
diperhatikan adalah aroma, rasa, warna, dan tekstur yang normal serta kandungan seratnya.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik nata adalah lama fermentasi.
Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum merupakan bakteri pembentuk nata. Bakteri ini termasuk dalam
golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri–ciri antara lain sel bulat panjang sampai batang
(seperti kapsul), tidak mempunyai endospora, sel–selnya bersifat gram negatif, bernafas
secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelczar dan Chan, 1988).
Divisi : Protophyta
Ordo : Pseudomonadales
7
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Acetobacter
Acetobacter xylinum membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol,
tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO 2
dan H2O. Sifat utama pada bakteri ini yaitu kemampuan mempolimerisasi glukosa menjadi
selulosa dan kemudian membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor–faktor
dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan
nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan oksigen (Suwijah, 2011).
Proses fermentasi dibutuhkan sejumlah senyawa sumber nitrogen dan mineral (baik
mineral makro, maupun mikro). Sumber nitrogen dapat digunakan dari senyawa organik
maupun anorganik. Bahan yang baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan
pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Urea yang digunakan pada pembuatan
nata berfungsi untuk membersihkan bahan baku dari berbagai kotoran dan memperlancar
proses pembuatan bibit nata (Warisno, 2004).
Menurut Prihatin (2004), penggunaan sumber nitrogen yang berasal dari NPK sebanyak
0,25% menunjukkan nilai rendemen tertinggi dibandingkan dengan urea dan sumber nitrogen
dari kecambah kedelai. Namun, amonium sulfat dan amonium fosfat merupakan bahan yang
lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata yang dihasilkan (Hati,
2007).
Sumber karbon
8
Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat
yang tergolong monosakarida dan disakarida. Berdasarkan pertimbangan ekonomis yang
banyak digunakan adalah sukrosa atau gula pasir (Suwijah, 2011). Sumber karbon merupakan
faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri membutuhkan sumber karbon bagi proses
metabolismenya untuk menghasilkan nata.
Glukosa akan masuk ke dalam sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang
dibutuhkan dalam perkembang biakannya. Jumlah gula yang ditambahkan harus diperhatikan
sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pelikel nata. Kebutuhan karbon
untuk media umumnya diberikan oleh glukosa, pati, dan laktosa (Hidayat, 2006)
Suhu inkubasi
Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah pada suhu 28 – 31 °C
(Anonim, 2004). Sedangkan menurut Warisno (2004), suhu optimum untuk Acetobacter
xylinum adalah 26 – 27 °C. Pada suhu di bawah 28 °C, pertumbuhan bakteri terhambat.
Demikian juga, pada suhu diatas 31°C, bibit nata akan mengalami kerusakan dan bahkan
mati, meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata
(Astuti, 2011).
Lama fermentasi
Lapisan nata akan terbentuk secara optimum bila waktu fermentasi cukup. Waktu
fermentasi yang terlalu cepat mengakibatkan tekstur nata menjadi lembek dan lapisan nata
yang terbentuk tipis sehingga serat yang dihasilkan juga sedikit. Waktu fermentasi yang
terlalu lama menyebabkan aroma nata sangat asam, lapisan nata tebal, dan tekstur menjadi
keras (Natalia dan Sulvia, 2009). Menurut Putriana (2011), lama fermentasi yang optimum
untuk nata de cassava adalah 13 hari.
pH
Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh
optimal bila pH nya 4,3. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau
meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial
(99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai
tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak
(Anonim, 2008).
Ketersediaan oksigen
9
Acetobacter xylinum adalah jenis mikroorgnisme aerob sehingga dalam merombak gula
dan menyusunnya menjadi nata, bakteri tersebut memerlukan oksigen yang diperoleh dari
oksigen terlarut dalam medium atau oksigen yang berasal dari udara bebas (Widya, 1984).
Acetobacter xylinum sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi tidak perlu
ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat
mengakibatkan kontaminasi (Anonim, 2008).
Starter
Starter merupakan faktor yang penting dalam memproduksi nata karena kualitas starter
sangat menentukan hasil nata yang diperoleh. Pada pembuatan nata, starter yang digunakan
berasal dari kultur cair Acetobacter xylinum yang telah disimpan selama 3 - 4 hari sejak
inokulasi. Pada masa penyimpanan itu, jumlah mikroorganisme akan mencapai maksimal
(Sutarminingsih, 2004).
Nata De Cassava
Menurut SNI 01-4317-1996, nata adalah produk makanan berupa gel selulosa hasil dari
fermentasi air kelapa, air tahu, atau bahan lainnya oleh bakteri asam cuka (Acetobacter
xylinum) yang diolah dengan penambahan gula atau tanpa bahan makanan yang diizinkan
yang dikemas secara aseptik. Menurut Okiyama et al., (1992), nata merupakan selulosa
bakteri hasil sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum yang
membentuk gel pada permukaan air kelapa yang mengandung gula.
Selulosa Bakteri
10
Selulosa adalah polim er dari β-glukosa dengan ikatan β-1-4 antara unit-unit glukosa
(Gambar 3). Selulosa merupakan material penyusun jarin gan tumbuhan dalam bentuk
campurran polimer homolog dan biasanya terdapat bersama-sama dengan polisakarida lainnya
serta lignin dalam jumlah bervariasi (Silitonga, 2011).
Pembentukan selulosa bakteri terjadi karena proses pengambilan glukosa dari media yang
mengandung gula oleh sel-sel Acetobacter xylinum . Glukosa tersebut kemudian digabungkan
dengan asam lemak membentuk bahan pendahulu nata (prekursor) pada membran sel.
Prekursor ini selanjutnya disekresi dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi
11
selulosa di luar sel (Susanto dkk., 2000). Menurut Krystinowicz (2001) selulosa bekteri
mempunyai keunggulan, diantaranya kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi,
3
mempunyai kerapatan antara 300 – 900 kg/m , kekuatan tarik tinggi, elastisitas dan
terbiodegradas.
12
BAB III
METODE
Alat – alat
1. Kompor
2. Panci
3. Gelas ukur
4. Koran
5. Karet gelang
6. Nampan
7. Saringan
8. pengaduk
9. Parutan
10. Sendok makan
11. Sendok teh
12. Timbangan
Bahan – bahan
1. Singkong
2. Cuka
3. Urea makanan
4. Gula
5. Air kelapa
6. Bakteri ( acetobacter xylinum )
B. Metode penelitian
Nata de Cassava adalah jenis makanan pencuci mulut berbentuk gel, berwarna putih
agak transparan, memiliki tekstur kenyal terbuat dari substrat atau cair yang berasal dari hasil
samping pengolahan ubi kayu atau cassava. Tapioka adalah pati dari ubi kayu.
Proses pembuatan tapioka adalah sebagai berikut: ubi kayu dikupas kulit ari, diparut,
dicampur air bersih dengan perbandingan 2:3 diperas hingga keluar santannya, pati yang
keluar bersama air disaring memisahkan pati dengan ampas ubi kayu (onggok), pati
diendapkan selama satu hari, air dibuang dan pati dikeringkan, pati kering berbentuk
gumpalan di tepungkan dan diayak. Air hasil samping produksi tapioka mengandung
karbohidrat mencapai 2,5%, glukosa 0,185 mg/L, nitrogen total mencapai 182 mg/L, serta pH
5 – 5,5 sehingga dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk membuat nata de cassava.
Produk nata yang umum dikenal adalah nata de coco, terbuat dari air kelapa yang
difermentasi oleh Acetobacter xylinum. Perbedaan antara nata de cassava dengan nata de coco
adalah jenis substrat yang digunakan untuk pertumbuhan A. xylinum.
Proses pembuatan nata de cassava adalah sebagai berikut: air hasil samping produksi
tapioka disaring untuk memisahkan kotorannya, ambil sebanyak 3 liter direbus hingga
mendidih selama 15 menit, ditambahkan gula ( 2,5% ) sebanyak 75 gram, urea ( 0,2% )
sebanyak 6 gram, cuka dapur (25%) sebanyak 750 ml diaduk hingga rata, didihkan selama 15
menit diangkat, panci yang berisi substrat tetappada keadaan tertutup agar tidak terkena debu
dan terkontaminasi, substrat cair didinginkan hingga suhu di bawah 40oC, setelah dingin
tuangkan substrat ke dalam nampan yang sudah steril, substrat diinokulasi bibit A. xylinum
MGCa 10.5 cair sebanyak 10%, kemudian tutup nampan tersebut dengan kertas koran yang
sudah steril, diinkubasi selama 8 hari pada suhu ruang (28 – 35oC) pada wadah nampan yang
steril serta ditutup kertas koran steril atau kain kasa steril. Kedalaman substrat cair dalam
nampan adalah 2 cm. Setelah delapan hari inkubasi terbentuk lapisan nata de cassava
ketebalan berkisar 1,25 – 1,5 cm.
BAB IV
A.HASIL
Setelah didiamkan selama 8 (delapan) hari masih terbentuk endapan cair agak
mengental keruh dan tidak terbentuk nata de cassava.
B.PEMBAHASAN
a. Sumber nitrogen
b. Sumber karbon
Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa
karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Berdasarkan pertimbangan
ekonomis yang banyak digunakan adalah sukrosa atau gula pasir (Suwijah, 2011).
Sumber karbon merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri
membutuhkan sumber karbon bagi proses metabolismenya untuk menghasilkan nata.
Glukosa akan masuk ke dalam sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang
dibutuhkan dalam perkembang biakannya. Jumlah gula yang ditambahkan harus
diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pelikel nata.
Kebutuhan karbon untuk media umumnya diberikan oleh glukosa, pati, dan laktosa
(Hidayat, 2006)
c. Suhu inkubasi
Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah pada suhu 28 –
31 °C (Anonim, 2004). Sedangkan menurut Warisno (2004), suhu optimum untuk
Acetobacter xylinum adalah 26 – 27 °C. Pada suhu di bawah 28 °C, pertumbuhan
bakteri terhambat. Demikian juga, pada suhu diatas 31°C, bibit nata akan mengalami
kerusakan dan bahkan mati, meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap
bekerja membentuk nata (Astuti, 2011).
d. Lama fermentasi
Lapisan nata akan terbentuk secara optimum bila waktu fermentasi cukup. Waktu
fermentasi yang terlalu cepat mengakibatkan tekstur nata menjadi lembek dan lapisan
nata yang terbentuk tipis sehingga serat yang dihasilkan juga sedikit. Waktu fermentasi
yang terlalu lama menyebabkan aroma nata sangat asam, lapisan nata tebal, dan tekstur
menjadi keras (Natalia dan Sulvia, 2009). Menurut Putriana (2011), lama fermentasi
yang optimum untuk nata de cassava adalah 13 hari.
e. pH
Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4,3. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk
menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah
asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan,
namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5
dibutuhkan dalam jumlah banyak (Anonim, 2008).
f. Ketersediaan oksigen
g. Starter
Starter merupakan faktor yang penting dalam memproduksi nata karena kualitas
starter sangat menentukan hasil nata yang diperoleh. Pada pembuatan nata, starter yang
digunakan berasal dari kultur cair Acetobacter xylinum yang telah disimpan selama 3 -
4 hari sejak inokulasi. Pada masa penyimpanan itu, jumlah mikroorganisme akan
mencapai maksimal (Sutarminingsih, 2004).
Pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula
kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri nata) pada
membrane sel. Precursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan
bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa yang merupakan bahan
dasas pembentukan slime (Palungkun,1993).
i. tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari unsur logam karena mudah
korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembuat nata, yang
akhirnya dapat mengganggu pembuatan nata. Disamping itu tempat fermentasi
diupayakan untuk tidak mudah terkontaminasi, tidak terkena cahaya matahari secara
langsung, jauh dari sumber panas, dan jangan sampai langsung berhubungan dengan
tanah. Hasil penelitian Hubeis dkk (1996) tempat fermentasi yang mempunyai
permukaan lebih luas akan menghasilkan nata lebih tebal dari pada tempat fermentasi
yang mempunyai permukaan sempit.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatan Nata De Cassava tidaklah begitu rumit. Hanya saja ketika pembutan
stater yang harus memperhatikan pH-nya secara teliti, apalagi ketika musim hujan
jamur akan mudah tumbuh. Bahan dasar pembuat Nata De Cassava memang berbau
tidak sedap, tetapi Nata De Cassava ini bermanfaat untuk melancarkan proses
pencernaan serta memiliki kandungan serat tinggi dan kandungan kalori rendah yang
cocok untuk makanan diet. Dalam pengolahan Nata De Cassava ini tidak menghasilkan
limbah, karena sisa-sisa pengolahannya dapat dijadikan untuk makanan ternak,
sehingga tidak berefek. Kemudian waktu pemberian bakteri Acetobacter Xylinum juga
berpengaruh terhadap berhasil tidaknya sebuah pembuatan Nata de Cassava. Yaitu
setelah didiamkan selama satu hari setelah penuangan adonan ke dalam nampan.
B. Saran
Pada percobaan ini diperlukan ketelitian dalam melakukannya, karena jika ada
salah satu cara kerja yang tidak dilakukan dengan baik maka dapat menimbulkan
kegagalan dalam pembuatan Nata de Cassava tersebut. Selain cara kerja, hal lain yang
membutuhkan ketelitian adalah ketika proses pencampuran bahan. Yaitu perbandingan
dari limbah dan ampas ketela pohon.
Kesabaran juga diperlukan ketika proses perebusan bahan, karena proses
perebusan bisa memakan waktu maksimal satu hari. Takaran atau ukuran dari adonan
yang akan dimasukkan ke dalam nampan juga harus sesuai. Setelahnya, adonan yang
telah dimasukkan ke dalam nampan harus dijaga dari air, minyak dan udara luar
nampan yang telah terkontaminasi bakteri. Karena hal tersebut dapat menyebabkan
kegagalan terhadap pembuatan Nata de Cassava.
DAFTAR PUSTAKA
http://etd.eprints.ums.ac.id/4310/
http://natadecassava.wordpress.com/about/
http://natadecassava.wordpress.com/2008/06/11/hello-world/
Indah Putriana dan Siti Aminah. Mutu Fisik, Kadar Serat dan Sifat Organoleptik Nata de
Cassava Berdasarkan Lama Fermentasi.2013
https://media.neliti.com/media/publications/116149-ID-mutu-fisik-kadar-serat-dan-sifat-organol.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Ketela_pohon
https://konsultasiskripsi.com/2018/04/13/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-pembuatan-nata-
skripsi-dan-tesis/
www.litbang.pertanian.go.id
LAMPIRAN
Ke dalam nampan