SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat
untuk gelar kesarjanaan pada
Program Studi Hubungan Internasional
Jenjang Pendidikan Strata-1
Oleh
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya, Christine Maria Masniari dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
adalah benar hasil karya saya dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah,
sebagian atau seluruhnya, atas nama saya atau pihak lain
1901507660
D5866
iii
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
ABSTRACT
The main focus of this research is to look at the background and efforts of the local
government in handling the case of human trafficking in Bogor Regency. Findings on
this study saw that the local government of Bogor Regency has made various efforts
to prevent human trafficking such as establishment of Task Force for the Prevention
of criminal acts of trafficking, socialization, and other Etc. This research saw that
the efforts made by the local government of Bogor regency have been in accordance
with what is contained in the theory of national security and also human security. In
this study also mentioned various motives, mode, from the perpetrators of human
trafficking as well as the punishment of what will be accepted by the perpetrator in
accordance with Law No. 21 of 2007.
Fokus utama penelitian ini adalah melihat latar belakang dan upaya pemerintah
daerah dalam menangani kasus perdagangan manusia di Kabupaten Bogor. Temuan
pada penelitian ini melihat bahwa pemerintah daerah Kabupaten Bogor telah
melakukan berbagai upaya untuk melakukan pencegahan perdagangan manusia
seperti pembentukan gugus tugas untuk pencegahan tindak pidana perdagangan
orang, sosialisasi, dan lain sebagainya. Penelitian ini melihat bahwa upaya yang di
lakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor telah sesuai dengan apa yang
terkandung di dalam teori Keamanan Nasional dan juga Keamanan Manusia. Dalam
penelitian ini juga disebutkan berbagai motif, modus dari pelaku perdagangan
manusia serta hukuman apa yang akan diterima oleh pelaku sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
dan tepat waktu. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai satu persyaratan untuk
gelar kesarjanaan pada Program Studi Hubungan Internasional Jenjang Pendidikan
Strata-1. Dalam penyusunan Skripsi yang berjudul “Upaya Pemerintah Daerah dalam
Menangani Kasus Perdagangan Manusia: Studi Kasus Kabupaten Bogor”, saya
menyadari bahwa tidak terlepas dari dukungan dan semangat, serta bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Kepada Allah SWT, yang senantiasa memberikah rahmat-Nya dan juga
perlindungan kepada penulis.
2. Kepada kepada kedua orangtua penulis terutama Ibu Dyah Marina Handayani,
yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materiil.
3. Prof. Dr. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Hubungan
Internasional Bina Nusantara
4. Muhammad Fajar Ikhsan, B.A(hons)., M.Sc., selaku pembimbing utama yang
telah memberikan bimbingan, masukan serta waktunya selama penelitian dan
penulisan skripsi ini
5. Seluruh dosen, dan staf-staf Program Studi Hubungan Internasional
Universitas Bina Nusantara
6. Kepada teman seperjuangan skripsi Hubungan internasional, Evi Yutikasari,
Anisa Permata Harlinda, Safira Ifriani, Arwin, Aliani Andrea, Herning Puspita
Dewi, yang selalu senantiasa membantu penulis dan mengingatkan penulis
jika ada kekurangan dalam pengerjaan skripsi ini dan seluruh teman-teman
yang ada di jurusan Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara.
7. Kepada A Leo Valisa yang senantiasa memberikan dukungan tiada henti
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebaik baiknya.
8. Kepada teman penulis yang selalu mendukung penulis dan mengingatkan
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, Deas Sukma Triaji, Andini
Sandinomo, Mochamad Rizky Fadhillah, Deva Wiguna, Muhammad Satrio
Pinandito, Rengga Brata Arisa Yudha, Raiz, Ardianto Samudro, Agusyah
Putra, Zulfandi Abbas, Naufal Mowandy, Ferry Harsyani, Afriansyah.
v
9. Semua pihak yang tidak tersebutkan namanya satu persatu.
Jakarta
Penyusun
Syifa Hevana Chaerunnisa
vi
DAFTAR ISI
vii
3.1 Pengenalan ........................................................................................................... 25
3.2 Perdagangan Manusia di Kabupaten Bogor ......................................................... 25
3.3 Upaya Penanganan dan Pencegahan Perdagangan Manusia di Kabupaten ......... 27
3.4 Analisis Upaya Pemerintah Daerah Menggunakan Teori Keamanan .................. 31
3.5 Kesimpulan .......................................................................................................... 33
BAB 4 PENUTUP..................................................................................................... 35
4.1 Pengenalan ........................................................................................................... 35
4.2 Implikasi Penelitian / Kajian ................................................................................ 35
4.2.1 Implikasi Teoritis .......................................................................................... 35
4.2.2 Implikasi Praktikal untuk Kebijakan ............................................................. 35
4.3 Limitasi Kajian dan Keterbatasan dalam Kajian .................................................. 36
4.4 Saran Penelitian .................................................................................................... 36
4.5 Penutup................................................................................................................. 36
REFERENCES ......................................................................................................... 39
LAMPIRAN .............................................................................................................. L1
SURAT SURVEI
RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pengenalan
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang tentang apa itu
perdagangan manusia seperti bagaimana dapat terjadinya perdagangan manusia ,
jenis-jenis dari perdagangan manusia, serta ciri-ciri dari target perdagangan manusia.
Pada bab ini juga terdapat Literature Review sebagai data pendukunguntuk tulisan
ini.
1
2
(Bagaimana praktik ini terjadi), The Purpose (Tujuan dari praktik ini). The Acts
meliputi rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyimpanan atau penerimaan
manusia. The Means meliputi ancaman atau penggunaan kekerasan, pemaksaan,
penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, memberikan bayaran atau
keuntungan lainnya kepada seorang yang ‘mengendalikan’ korban. Sedangkan The
Purpose meliputi eksploitasi, yang dimana kegiatan eksploitasi tersebut terbagi
menjadi beberapa hal seperti pekerja seks komersial, perbudakan, kerja paksa,
eksploitasi seksual, dan juga pengambilan organ dalam (tubuh) manusia(UNODC).
Di Indonesia, perdagangan manusia adalah masalah yang mendesak. Dengan
lebih dari 32 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan di negara kepulauan
yang luas ini, ribuan orang Indonesia setiap tahun berakhir dalam kondisi kerja yang
mengindikasikan perdagangan manusia. Dan begitu seorang korban perdagangan
manusia kembali ke rumah, siksaan terjadi karena terjebak dalam perbudakan
modern terlalu sering diikuti dengan perjuangan pribadi yang menakutkan untuk
menyatukan kembali kehidupan mereka(Nexus Human Trafficking, 2017).
Seringkali, para korban perdagangan manusia tidak tahu layanan apa yang
menjadi hak mereka dan bagaimana mengaksesnya. Mereka yang menerima bantuan
dari pemerintah atau masyarakat sipil tidak selalu menerima bantuan yang
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing atau secara memadai guna
mendukung upaya mereka untuk berintegrasi.Orang Indonesia terperangkap sebagai
korban perdagangan di banyak negara di dunia.Korban dari perdagangan orang
(Indonesia) termasuk pria, wanita dan anak-anak yang di eksploitasi secara seksual
atau untuk kerja. Layanan dan dukungan reintegrasi perlu disesuaikan dengan
pengalaman dan kebutuhan bantuan masing-masing individu yang unik dan
spesifik(Nexus Human Trafficking, 2017).
Orang Indonesia di perdagangkan di dalam negeri atau dieksploitasi di luar
negeri, di negara-negara tetangga dan negara lainnya termasuk Timur Tengah, Afrika
dan Amerika Latin. Karena terbatasnya pemahaman tentang perdagangan manusia di
antara banyak praktisi dan pejabat pemerintah, banyak korban perdagangan manusia
tidak teridentifikasi.korban seringkali tidak teridentifikasi karena polisi dan penyedia
layanan sering tidak mengakui bahwa laki-laki dapat di perdagangkan atau bahwa
korban dapat di perdagangkan untuk kerja. Korban sendiri seringkali tidak
mengetahui bahwa pengalaman mereka tentang eksploitasi sementara sebagai
3
1.5 Signifikansi
Signifikansi penulis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
signifikansi secara teoritis dan signifikansi secara praktis. Secara teoritis, penelitian
ini akan memberikan analisis lebih lanjut tentang keterkaitan antara gender dan
perdagangan manusia dalam pengembangan ilmu Hubungan Internasional dengan
menggunakan teori keamanan nasional dan kemanan manusia. Secara praktis,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa
Hubungan Internasional dan masyarakat serta menjadi sumber informasi berkaitan
dengan gender dan perdagangan manusia.
4
Setiap tahun, puluhan ribu perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak
laki-laki dari Jabar bermigrasi untuk mencari pekerjaan ke luar daerah dan ke luar
negeri. Hal ini tentunya memiliki implikasi positif dan negatif, meski pada akhirnya
kecenderungan implikasi negatif inilah menjadi lebih dominan seperti misalnya
terjadinya tindak pidana trafficking. Jabar sendiri merupakan daerah pengiriman
utama buruh migran internasional khususnya terjadi dari Kabupaten Indramayu.
Banyak dari mereka yang mengalami perlakuanperlakuan tidak adil dan kejahatan
yang dilakukan oleh banyaknya perantara yang terlibat dalam proses migrasi
(misalnya para calo, PJTKI, dan agen-agen penempatan di luar negeri) juga oleh para
majikan mereka di negara tujuan(Djustiana, 2015).
Kelima, tulisan yang dibuat oleh Putri Utami dengan judul “Upaya
Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi Human Trafficking di Batam” tulisan
tersebut menjelaskan bahwa dalam menangani kejahatan Perdagangan Manusia di
Batam, telah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Upaya
internal, antara lain, yang dibagi menjadi upaya lokal dan nasional, serta upaya
eksternal. Berdasarkan upaya ini, banyak yang belum menyadari dan
mengimplementasikan kebijakan ini. Kebijakan ini sebenarnya telah mengatur
strategi dan penanganan korban anggaran tentang trafficking termasuk manusia
tentangpencegahan untuk memberikan layanan kepada para korban, tetapi dengan
upaya yang tidak memadai menyebabkan pelayanan di antara lembaga-lembaga yang
bertanggung jawab untuk menangani ini tidak berjalan dengan baik. Ini menunjukkan
belumbefektifnya kebijakan pemerintah dalam penanganan dan pencegahan
perdagangan manusia(Utami, 2016).
Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum
penghapusan perdagangan, tetapi Pemerintah sedang melakukan upaya signifikan
untuk mematuhinya. Pemerintah harus menghukum perdagangan orang 199 orang,
mengembalikan 5.668 Warga Negara Indonesia yang diidentifikasi sebagai korban
perdagangan orang di luar negeri, serta memberikan perlindungan sementara dan
menyediakan layanan untuk lebih dari 441 korban perdagangan orang. Koordinasi
antar lembaga pemerintah yang tidak memadai telah menghambat implementasi
strategi anti-perdagangan orang secara nasional. Korupsi yang merajalela di antara
tindakan keras penegakan hukumnya telah menghambat perdagangan orang dan
memungkinkan pelaku memiliki kekebalan hukum dalam melakukan
kejahatan(Utami, 2016).
7
Seiring dengan meningkatnya pekerja migran yang dimulai sejak tahun 1980-
andiduga terjadi juga peningkatan kasus perdagangan melalui wilayah perbatasan.
Namun demikian, bagaimana perkembangan kasus-kasus perdagangan melalui
wilayah perbatasan hingga saat ini, menurun atau sulit diprediksi karena kurangnya
data dan informasi tentang perdagangan. Namun, fenomena ini masih berlanjut dan
pelaku mengeksploitasi pengelolaan imigrasi kawasan perbatasan lebih mudah
karena ‘fasilitas’ dan ‘praktik’ manipulasi identitas yang sudah berlangsung lama.
Mempertimbangkan kompleksitas masalah perdagangan, perlu ditangani
melalui kebijakan yang komprehensif, ini berarti kebijakan yang telah dilakukan oleh
lembaga atau lembaga tertentu tidak boleh bertentangan dengan penanganan yang
dilakukan oleh lembaga lain. Begitu juga perlunya kerja sama bilateral atau
multilateral untuk mengatasi perbedaan kepentingan dan pendekatan dalam
menangani masalah perdagangan(Utami, 2016).
Keenam, tulisan oleh Maslihati Nur Hidayati yang berjudul “Upaya
Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui Hukum Internasional
dan Hukum Positif Indonesia” menjelaskan bahwa di Indonesia, perdagangan orang
telah berlangsung lama. Namun, karena kurangnya undang-undang komprehensif
untuk penegakan hukum dan ditambah dengan kurangnya kepekaan pejabat
pemerintah serta kesadaran publik, kejahatan ini terus menjadi masalah dan
tantangan utama yang dihadapi oleh Pemerintah dan masyarakat. Sejak tahun
2005International of Migration (IOM) telah mengidentifikasi dan membantu para
korban perdagangan orang di Indonesia sebanyak 3.339 orang. Di mana hampir 90%
korban adalah perempuan, dan lebih dari 25% adalah anak-anak(Hidayati, 2012).
Indonesia tidak hanya diakui sebagai pengirim, tetapi juga negara transit dan
tujuan bagi para korban. Hal ini terjadi karena fakta bahwa beberapa daerah di
negara tersebut dikenal sebagai daerah tempat para korban perdagangan manusia
berasal. Sementara daerah lain adalah tempat di mana korban dieksploitasi atau
memperdagangkan jalan mereka ke tujuan akhir. Perempuan dan anak-anak adalah
yang paling rentan terhadap kejahatan ini. Mereka berdagang tidak hanya di dalam
negeri tetapi juga di luar negeri, termasuk ke Malaysia, Arab Saudi, dan
Jepang.Indonesia berada di bawah pengawasan komunitas internasional ketika
Pemerintah AS dalam laporan tahunannya tentang orang-orang perdagangan
menempatkan Indonesia pada Tingkat III, yaitu menunjuk sebagai negara-negara
yang tidak memenuhi standar minimum dalam menekan perdagangan orang dan
8
keamanan nasional dapat dikatakan sebagai amanat konstitusi sehingga tidak ada
pilihan lain bagi negara kecuali wajib untuk melaksanakannya(Darmono, 2010).
Dalam kasus ini, gagasan human security memang tampak lebih jelas dalam
laporan UNDP tentang Laporan Pembangunan Manusia Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1994. Dalam laporan tersebut UNDP
menyatakan “The concept of security must change-from an exclusive stress on
national security to a much greater stress on people security, from security through
armaments to security through human development, from territorial to food,
employment and environmental security” Ada tujuh komponen human security
menurut UNDP (2004) yang pemenuhannya harus menjadi tanggung jawab
pemerintah masing-masing negara. Ketujuh komponen tersebut adalah; Keamanan
ekonomi (economic security), keamanan pangan (food security), keamanan kesehatan
(health security), keamanan lingkungan (environment security), keamanan pribadi
(personal security), keselamatan masyarakat (community security), dan keamanan
Keamanan politik (political security). Ketujuh komponen di atas dapat disimplifikasi
menjadi dua komponen utama, yaitu freedom from fear(bebas dari ketakutan) dan
freedom from want (bebas dari ketidakmampuan untuk dimiliki)(UNDP, 1994)
UNDP (1994) merinci tujuh komponen keamanan manusia yang harus
diwaspadai, 1) Economic Security: bebas dari kemiskinan dan jaminan pemenuhan
kebutuhan hidup. 2) Food Security: kemudahan akses ke kebutuhan pangan. 3)
Health Security: Kemudahan mendapatkan perawatan kesehatan dan perlindungan
dari penyakit. 4) Environment Security: perlindungan dari polusi udara dan polusi
lingkungan, dan akses ke air dan Udara bersih. 5) Personal Security: keselamatan
dari ancaman fisik yang disebabkan oleh perang , kekerasan dalam rumah tangga,
kriminalitas penggunaan obat-obatan terlarang, dan bahkan kecelakaan lalu lintas.
6)Community Security: keberlanjutan identitas budaya dan tradisi budaya. 7)
Political Security:perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan dari
tekanan politik(UNDP, 1994)
Human secutity dianggap penting dalam studi keamanan kontemporer.
Semakin banyak masalah kemanusiaan yang muncul ke permukaan saat ini.
Masalah-masalah ini mulai dari pengungsi karena konflik fisik dan kekerasan,
penjualan anak-anak dan perempuan, masalah makanan, terorisme, perdagangan
senjata ilegal, pelanggaran hak asasi manusia, dan sebagainya. Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) menekankan perubahan konsep dan fokus keamanan dari keamanan
10
yang berfokus pada keamanan negara menjadi keamanan masyarakat, dari keamanan
melalui kekuatan militer ke keamanan melalui pengembangan masyarakat, dari
keamanan regional ke keamanan manusia berkenaan dengan keamanan, pangan,
pekerjaan dan jaminan lingkungan. Maka dari itu di dalam jurnalnya Anne
Hammerstad berpendapat “Security is about attaining the social, political,
environmental and economicconditions conducive to a life in freedom and dignity for
the individual”(Hammerstad, 2000)
Setelah melihat tingginya tingkat korban dari perdagangan manusia di
Indonesia hal ini mendorong penulis untuk melihatupaya dari pemerintah daerah
kota/kabupaten Bogor untuk mengatasi terjadinya perdagangan manusia. Penulis
ingin menganalisis hal tersebut melalui konsep national security dan human
securitysetelah membaca beberapa tinjauan literatur. Penulis melihat banyak
indikator yang berkaitan erat dengan penerapan konsep national security dan human
security
1.7 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang sudah dilakukan, maka
hipotesis penulis adalah guna mengatasi perdagangan manusia di kabupaten Bogor
tentunya perlu ada upaya dari pemerintah daerah, untuk mewujudkan hal tersebut
tentu diperlukan dukungan dan partisipasi dari seluruh elemen masyarakat kabupaten
11
1.9 Pembabakan
Penulis akan membagi ke dalam empat bagian sebagai berikut:
1.10 Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari bab ini terdapat banyak sekali kasus perdagangan
manusia yang terjadi di Indonesia. Masalah-masalah utama yang menjadi factor
pendorong dari terjadinya perdagangan manusia ialah ekonomi, social, dan juga
budaya. Dimana kebanyakan korban berasal dari keluarga yang kurang mampu, serta
kurangnya pengetahuan dari korban tentang apa itu perdagangan manusia.
BAB 2
SEJARAH DAN KONTEKS
2.1 Pengenalan
Bab ini akan menjelaskan bagaimana sejarah perdagangan manusia dimulai di
dunia dan juga perdagangan manusia di Indonesia selain itu dijelaskan pula sejarah
dari Kabupaten Bogor. Kemudian, akan di jelaskan juga demografi dari Kabupaten
Bogor dan juga Undang-Undang dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
13
14
Wanita dan Anak-anak, A / 55/383 dan diberi wewenang oleh General Board pada 2
November 2000(Harkrisnowo, 2003).
Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman AS dan
PBBpublikasi, data kasar yang ditemukan mengenai perdagangan manusia adalah
700 ribu hingga 4 juta orang diperdagangkan di dunia (dibeli, dijual, dikirim, dan
dipaksa untuk bekerja atas kemauan mereka), sebagian besar orang yang
diperdagangkan berasal dari negara berkembangyang memiliki pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah, untuk dibawa ke negara-negara maju, sebagian besar
korbannya adalah perempuan dan anak-anak, para korban terpikat oleh mimpi-mimpi
yang menjanjikan akan kehidupan yang lebih baik, pekerjaan bergaji lebih baik yang
ditawarkan oleh pedagang.Mirip dengan kondisi perdagangan manusia di dunia,
untuk Indonesia, informasi yang diambil dari media massa dan studi yang dilakukan
oleh universitas dan LSM menunjukkan bahwa sebagian besar korban perdagangan
manusia adalah perempuan dan anak-anak. Berbagai penelitian menemukan bahwa
perlakuan tidak adil terhadap wanita dan anak-anak adalah berkelanjutanancaman
terhadap perempuan di dunia, terutama di negara-negara berkembang(Harkrisnowo,
2003).
Masalahnya sekarang semakin serius karena perdagangan perempuan dan
anak-anak terjadi di seluruh dunia. Pada dasarnya, ada dua masalah utama mengenai
perdagangan manusia - terutama perdagangan perempuan dan anak-anak, yaitu
pembangunan sosial perempuan dan anak-anak dan masalah ekonomi (misal Tingkat
ekonomi sosial negara yang rendah) terutama di negara-negara berkembang. Perilaku
terhadap perempuan dan anak-anak pada dasarnya terikat pada masalah konstruksi
sosial di masyarakat setempat mengenai perempuan dan anak-anak. Dalam rentang
yang lebih luas, berbagai peristiwa baru-baru ini telah membuktikan bahwa
diskriminasi terhadap perempuan tidak hanya terjadi dalam novel atau cerita waktu,
tetapi juga terjadi di Indonesia(Harkrisnowo, 2003).
Diakui secara luas bahwa Indonesia adalah komunitas patriarkal, demikian
juga dengan sebagian besar negara di dunia. Patriarkal adalah struktur komunitas di
mana pria mengambil kendali, dalam persepsi sebagai struktur yang merendahkan
wanita, yang dapat dilihat dengan jelas baik dalam kebijakan pemerintah atau
perilaku masyarakat. Ambil contoh sederhana, rumusan tentang peran istri dalam
hukum perkawinan, kecenderungan untuk membayar upah perempuan di bawah upah
laki-laki, dan kecenderungan berpikir bahwa anak laki-laki harus mendapatkan lebih
15
Kondisi ini tidak hanya terjadi di tingkat kota dan desa, tetapi juga telah
mencapai tingkat transnasional. Kondisi pahit ini dialami oleh perempuan yang
bekerja sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri, yang diungkapkan oleh media
massa, hanya sebagian kecil dari penderitaan mereka karena kondisi mereka sebagai
perempuan. Hal ini memperdalam kekhawatiran ketika diketahui bahwa mereka
dikirim ke luar negeri untuk menjadi pekerja seks komersial tanpa pengakuan mereka
ketika mereka melamar pekerjaan tersebut. Yang terakhir inilah yang disebut sebagai
kegiatan perdagangan manusia. Sayangnya, tidak ada data yang komprehensif dan
akurat tentang kegiatan ini di Indonesia, terutama karena kesulitan untuk mendeteksi
fenomena ini yang benar-benar dilakukan secara tersamar(Harkrisnowo, 2003).
Unsur dasar perdagangan manusia meliputi proses, cara, dan tujuan. Dalam
prosesnya biasanya pelaku perdagangan manusia memindahkan korban jauh dari
komunitasnya dengan merekrut, mengangkut, mengirim, memindahkan atau
menerima korban. Cara yang dilakukan menggunakan ancaman, kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan/posisi rentan, atau
jeratan hutang untuk mendapat kendali atas diri korban sehingga dapat memaksa
korban. Tujuan dari perdagangan manusia adalah mengeksploitasi atau menyebabkan
korban tereksploitasi untuk keuntungan finansial dari pelaku, eksploitasi disini dapat
berarti membuat korban bekerja dalam prostitusi, mengurung korban dengan
kekerasan fisik atau psikologis (kerja paksa), menempatkan korban dalam situasi
jeratan hutang atau bahkan perbudakan. Dalam beberapa kasus, eksploitasi dapat
juga berarti pemanfaatkan atau transpalansi organ tubuh(Leaflet Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007).
Berbagai modus operandi dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia,
berbagai cara yang dikakukan perdagangan manusia yaitu; pengiriman tenaga kerja,
duta seni budaya, perkawinan pesanan, pengangkatan anak (adopsi), pemalsuan
dokumen seperti kartu keluarga/kartu tanda penduduk dan juga surat-surat lain,
menggunakan perusahaan Non Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS), menggunakan visa pelajar ke negara tertentu, melaksanakan pelatihan di
tempat kerja, memindahkan dari suatu daerah/negara ke daerah/negara lainnya secara
illegal, penjeratan hutang, kerja paksa, dan penculikan(Leaflet Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007).
Siapapun bisa menjadi pelaku kejahatan manusia, bisanya pelaku dari
perdagangan manusia terdiri dari germo/mucikari/mami/papi, orang terdekat seperti
orangtua/paman/bibi/tante/tetangga/kenalan di kampong, sponsor/calo, pegawai atau
pemilik perusahaan, oknum aparat pemerintah, oknum guru, sindikat perdagangan
orang. Hukuman bagi pelaku atau orang yang membantu pihak lain dalam
melakukan perdagangan manusia adalah ancaman hukuman penjara bagi pelaku
TPPO minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan di denda sebesar minimal
Rp.120.000.000,00 dan maksimal Rp.600.000.000,00. Hukuman penjara dab debda
ini dapat bertambah bilamana mengakibatkan timbulnya penyakit yang
membahayakan jiwa atau bahkan kematian bagi korban(Leaflet Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007).
22
Untuk individu yang rentan menjadi korban dari perdagangan manusia adalah
orang miskin, orang dengan pola hidup yang konsumtif, orang yang tidak memiliki
keterampilan, orang yang berpendidikan rendah, orang yang buta aksara, orang yang
memimpikan gaji atau upah tinggi dengan bekerja di luar daerah/negeri tanpa
informasi yang jelas, korban dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan
juga orang yang telah kehilangan anggota keluarganya. Korban dari perdagangan
manusia memiliki hak seperti; layanan pengaduan, layanan rehabilitasi kesehatan,
layanan rehabilitasi sosial, layanan bantuan hukum, dan juga pemulangan kembali
kepada keluarga(Leaflet Waspdai Perdagangan Orang).
Penyebab terjadinya perdagangan manusia meliputi kemiskinan, tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah, buta aksara, terbatasnya lapangan pekerjaan,
tingkat pengangguran yang tinggi, tidak memiliki keteramoilan, konflik atau bencana
alam, kurangnya informasi tentang kota atau negara tujuan korban bekerja, terlalu
percaya kepada agen/perekrut/calo, dan ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan
perempuan. Pencegahan dan penanganan dari perdagangan manusia meliputi;
pencegahan tindak pidana perdagangan orang yang bertujuan mencegah sedini
mungkin terjadinya tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat dan keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pidana
perdagangan orang, pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat kebijakan,
program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan
dan penanganan masalah perdagangan manusia (Leaflet Waspdai Perdagangan
Orang).
2.6 Kesimpulan
Dalam bab ini dapat diketahui bahwa perdagangan manusia sudah ada sejak
dahulu kala dimulai dari zaman perbudakan. Indonesia merupakan negara yang
sangat luas dan memiliki penduduk yang sangat banyak, jika dilihat kembali banyak
sekali kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia. Dilihat dari
gambaran umum Kabupaten Bogor yang memiliki banyak sekali kecamatan
Kabupaten Bogor memiliki penduduk sebanyak 5.459.668 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sekitar 2,41% (data tahun 2015) dengan jumlah penduduk
yang banyak dan juga tingkat pengangguran serta banyaknya penduduk miskin
menjadikan Kabupaten Bogor memiliki kasus perdagangan manusia. Pencegahan
perdagangan manusia dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
23
masyarakat dan juga keluarga . Dalam rangka melindungi korban dari TPPO diatur
dalam Undang-Undang No.21 tahun 2007 juga telah diatur hak dari korban
perdagangan manusia.
24
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pengenalan
Bab ini akan menjelaskan analisis terhadap upaya pemerintah daerah Kabupaten
Bogor menangani kasus perdagangan manusia menggunakan teori keamanan
nasional dan juga keamanan manusia. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang
bagaimana garis besar upaya dari pemerintah, pihak kepolisian daerah ,siapa saja
yang terlibat dalam upaya pencegahan perdagangan manusia di Kabupaten Bogor. Di
bab ini pula penulis akan melakukan analisa dari upaya pemerintah daerah
Kabupaten Bogor dengan menggunakan teori keamanan nasional dan juga keamanan
manusia.
25
26
terungkapnya 5 korban yang berasal dari Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat. Data-data tersebut dapat di lihat pada tabel 3.1.
penulis dengan Ibu Maya selaku petugas perlindungan dan pemberdayaan perempuan
dari DP3AP2KB Kabupaten Bogor upaya yang telah dilakukan oleh DP3AP2KB
Kabupaten Bogor berupa Sosialisasi tentang PP-TPPO ( Pencegahan Penanganan
Tindak Pidana Perdagangan Orang), Membentuk gugus perlindungan perlindungan
perempuan & anak terhadap kecamatan dan satgas perlindungan perempuan & anak,
Melaksanakan rapat kordinasi PP- TPPO ( Pencegahan Penanganan Tindak Pidana
Perdagangan Orang), Menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) PP-TPPO (
Pencegahan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang)(Maya, 2019).
Dalam menanggapi kasus perdagangan manusia DP3AP2KB Kabupaten
Bogor akan melakukan koordinasi bersama gusus tugas PP TPPO ( Pencegahan
Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang) Kabupaten Bogor dalam upaya
pemulangan korban dari daerah di mana korban ditemukan sampai kepada
keluarganya jikalau DP3AP2KB Kabupaten Bogor mendapat laporan telah
ditemukan korban yang berasal dari Kabupaten Bogor di daerah lain. Untuk kasus
perdagangan manusia yang sering terjadi di Kabupaten Bogor ialah kasus
perdagangan manusia yang di pekerjakan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial)
yang di iming-imingi akan di pekerjakan di rumah makan atau restaurant.(Maya,
2019).
Menurut Ibu Maya masyarakat Kabupaten Bogor harus aktif dalam
berpartisipasi untuk berupaya melakukan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO). Masyarakat harus berupaya melakukan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya kasus perdagangan orang dengan cara menyebarluaskan
informasi tentang perdagangan manusia serta lebih waspada jika mendapatkan
informasi atau lowongan pekerjaan.Pemerintah kabupaten bogor melalui
DP3AP2KB telah berupaya melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisai tentang
pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan dengan sasaran masyarakat ,
perangkat / aparat desa , forum anak(Maya, 2019).
Dalam menjalankan tugas pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) DP3AP2KB Kabupaten Bogor tidak bekerja sendirian, akan tetapi juga
dibantu oleh dinas-dinas lain terkait seperti Dinas Sosial Kabupaten Bogor dan juga
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Dinas Sosial berfungsi untuk memulihkan
kondisi psikologi (rehabilitasi) korban serta memberikan keterampilan kepada
korban yang dapat digunakan setelah korban di kembalikan kepada keluarganya.
Sedangkan untuk Dinas Kesehatan berfungsi untuk memberikan fasilitas kesehatan
29
apabila korban mendapatkan kekerasan fisik atau mendapat penyakit pasca terjadinya
perdagangan manusia yang dialaminya(Maya, 2019)
Narasumber kedua penulis ialah Briptu Dodi Romansyah selaku penyidik dari
Unit Perlindungan Perempuan Anak Polres Kabupaten Bogor. Menurutnya TPPO
merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran dengan tujuan
eksploitasi seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Suatu
kasus dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jikalau
terjadi tindak eksploitasi pada tubuh korban untuk mendapatkan keuntungan secara
finansial bagi pelaku TPPO baik itu dengan atau tanpa persetujuan dari korban TPPO
tersebut(Romansyah, 2019)
Modus yang dilakukan oleh pelaku biasanya membujuk korban untuk kerja
yang sebelumnya diberitahu akan dipekerjakan sebagai terapis, dan lain sebagainya.
Segala bentuk eksploitasi yang meliputi organ tubuh korban, mengeksploitasi secara
seksual merupakan suatu tindak pelacuran dan juga pencabulan. Dalam menetapkan
kasus TPPO di perlukan bukti yang kuat seperti uang, alat kontrasepsi, telepon
genggam. Seperti yang terjadi beberapa bulan lalu terdapat kasus TPPO yang dialami
oleh warga Kabupaten Bogor kasus tersebut dialami oleh 2 anak dibawah umur yang
dimana keduanya dijual kepada lelaki hidung belang di salah satu hotel di kawasan
Jakarta. Pelaku pun memasang tarif yang berbeda kepada setiap korbannya, korban
pertama dibanderol Rp.30.000.000,00 rupiah sedangkan korban kedua dibanderol
dengan harga Rp.20.000.000,00 dengan motif mau sama mau atau dapat dikatakan
dengan persetujuan korban(Romansyah, 2019)
Untuk kasus perdagangan manusia di kabupaten sendiri Unit PPA Polres
Bogor mencatat lebih kurangnya terdapat 10 kasus dari tahun 2016 hingga 2019.
Perbedaan data antara Polres Kabupaten Bogor dan juga DP3AP2KB Kabupaten
Bogor dapat berbeda dikarenakan ada beberapa kasus perdagangan orang yang
diselesaikan dengan cara kekeluargaan da nada pula yang lanjut hingga ke jalur
hukum. Hukuman yang diterima oleh pelaku berupa penahanan seperti yang tertera
pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan tergantung pasal-pasal yang
disanggakan dan vonis dari hakim. Namun, apabila pelaku masih dibawah umur
hukuman yang diberikan ialah setengah dari hukuman yang diterima oleh pelaku
30
dengan usia dewasa. Untuk pelaku dibawah umur sudah ada yang terungkap dengan
kasus prostitusi 2 orang anak dibawah umur yang dijual seharga Rp.30.000.000,00
dan Rp.20.000.000,00(Romansyah, 2019)
Sedangkan untuk daerah yang sering terjadinya TPPO ada di daerah Kota
Wisata, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Kasus lainnya adalah penculikan seorang anak
di daerah Ciawi, yang dimana anak tersebut dijadikan pengemis dan hasil dari
kegiatan mengemis tersebut diserahkan kepada pelaku penculikan dalam hal ini
korban di eksploitasi tenaga serta fisiknya. Untuk kasus warga negara asing (WNA)
Polres Kabupaten Bogor belum pernah menangani serta mengungkap kasusnya
dikarenakan kendala dari operasional, jarak, personil, dan sulitnya mendapatkan
informasi dari luar negeri namun apabila mendapatkan kasus tersebut Polres
Kabupaten Bogor akan berkoordinasi dengan Mabes Polri serta pemerintah pusat
guna menindak lanjuti kasus TPPO tersebut(Romansyah, 2019)
Upaya pencegahan perdagangan manusia yang dilakukan oleh Polres
Kabupaten Bogor berupa sosialisasi yang bekerjasama dengan Dinas Sosial,
DP3AP2KB, serta dinas terkait dan juga perangkat desa guna memberikan informasi
kepada warga tentang bahaya dari perdagangan manusia. Ketika sudah terjadi kasus
perdagangan manusia maka Polres Kabupaten Bogor melakukan Penyelidikan yang
dilakukan dengan cara penyamaran, pembuntutan, wawancara, serta analisis data dan
dokumen. Setelah dilakukan penyidikan Polres Kabupaten Bogor melakukan
penyidikan dengan cara penetepan tersangka, barang bukti, penahanann, serta
ancaman pidana diatas 5 tahun. Jikalau korban tertangkap lebih dari satu kali korban
akan di rehabilitasi di Kementerian Sosial di Cijantung untuk mendapatkan
keterampilan kerja untuk bekal setelah masa rehabilitasi. Dalam pencegahan
perdagangan manusia ada tujuh kementerian dan lembaga tinggi diantaranya
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kepolisian RI,
Kejaksaan RI, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI). Selain ketujuh lembaga tersebut masyarakat pun perlu turut
aktif dalam pencegahan perdagangan manusia(Romansyah, 2019)
31
Teori lain yang digunakan penulis adalah teori Keamanan Manusia, menurut
UNDPkonsep keamanan harus berubah - dari tekanan eksklusif pada keamanan
nasional ke tekanan yang jauh lebih besar pada keamanan rakyat, dari keamanan
melalui persenjataan ke keamanan melalui pengembangan manusia, dari teritorial ke
pangan, pekerjaan dan keamanan lingkungan, yang dimana di dalamnya ada tujuh
komponen human security menurut UNDP yang pemenuhannya harus menjadi
tanggung jawab pemerintah masing-masing negara. Ketujuh komponen tersebut
adalah; Keamanan ekonomi (economic security), keamanan pangan (food security),
keamanan kesehatan (health security), keamanan lingkungan (environment security),
keamanan pribadi (personal security), keselamatan masyarakat (community security),
dan keamanan Keamanan politik (political security). Ketujuh komponen di atas dapat
disimplifikasi menjadi dua komponen utama, yaitu freedom from fear(bebas dari
ketakutan) dan freedom from want (bebas dari ketidakmampuan untuk
dimiliki)(UNDP, 1994)
Jika dilihat dari teori Keamanan Manusia, upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Bogor sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh
teori Keamanan Manusia. Pemerintah daerah Kabupaten Bogor bekerjasama dengan
Polres Kabupaten Bogor berupaya untuk memberikan ketujuh komponen yang ditulis
oleh UNDP. Untuk menciptakan keamanan lingkungan, pemerintah daerah dan juga
Polres Kabupaten Bogor melakukan pengawasan serta sosialisasi tentang bahaya dari
perdagangan manusia guna menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif.
Selain itu dari aspek kesehatan serta keselamatan masyarakat korban dari
perdagangan manusia diberikan kesempatan untuk rehabilitasi di Dinas Sosial
sebelum dikembalikan kepada keluarganya selain dilakukan rehabilitasi korban dari
perdagangan manusia juga mendapatkan banyak keterempalan yang dapat mereka
gunakan untuk bekerja setelah mereka kembali kepada keluarganya. Apabila korban
terjangkit penyakit pasca terjadinya perdagangan manusia maka korban diberikan
pelayanan kesehatan oleh Dinas Kesehatan untuk mendapatkan kelayakan serta
keamanan bagi kesehatannya, selain rehabilitasi dan juga kesehatan korban pun
mendapat perlindungan hukum. Dengan upaya-upaya tersebut tentunya untuk
memenuhi komponen keamanan manusia Keamanan ekonomi, keamanan pangan,
keamanan kesehatan, keamanan lingkungan, keamanan pribadi, keselamatan
masyarakat.
33
3.5 Kesimpulan
Dari apa yang sudah dijelaskan dalam bab ini, dapat di simpulkan bahwa
upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor yang
bekerjasama dengan Polres Kabupaten Bogor telah memenuhi kriteria dari teori
Keamanan Nasional dan Keamanan Manusia. Upaya yang dilakukan untuk
mencegah perdagangan manusia berupa pembentukan Gugus Tugas Pencegahan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, sosialisasi ke desa-desa dengan mengundang
aparat desa, dan juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat Kabupaten Bogor.
Jika tindakan perdagangan manusia sudah terjadi maka pemerintah daerah
Kabupaten Bogor dan juga Polres Kabupaten Bogor berupaya dengan cara
memberikan rehabilitasi kepada korban, dan juga memproses pelaku secara hukum
yang berlaku.
34
BAB 4
PENUTUP
4.1 Pengenalan
Dalam bab ini, akan menjelaskan bagaimana penelitian ini memiliki implikasi
secara teoritis dan praktis untuk kebijakan dalam menangani masalah perdagangan
manusia di Kabupaten Bogor. Selanjutnya, selama penelitian ini tentunya ada
limitasi kajian dan keterbatasan penulis dalam melakukan penelitian. Bagian
berikutnya adalah saran penelitian untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan
dengan penelitian ini dan kemudian menyimpulkan dengan ringkasan sebagai
keseluruhan ringkasan dari bab 1 sampai bab 3.
35
36
4.5 Penutup
Dari apa yang telah dijelaskan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemerintah daerah Kabupaten Bogor telah berupaya secara maksimal untuk
mencegah dan mengurangi perdagangan manusia akan tetapi hasil yang dicapai
belum maksimal. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor
telah mencakup segala aspek yang diungkapkan oleh teori Keamanan Nasional dan
juga Keamanan Manusia. Dalam teori Keamanan Nasional dikatakan bahwa
Keamanan Nasional merupakan kondisi atau keadaan yang bersifat nasional dan
menggambarkan terbebasnya negara, masyarakat dan warga negara dari segala
bentuk ancaman atau tindakan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor
internal. Untuk mewujudkan keadaan tesebut harus ada aktivitas yang dilakukan oleh
pemerintahan Indonesia. Aktivitas tersebut adalah fungsi dari keamanan nasional,
maka dari itu keamanan nasional tidak hanya sebagai kondisi namun juga sebagai
fungsi.
37
Darmono, B. (2010). Konsep Dan Sistem Keamanan Nasional Indonesia. Jurnal Ketahanan
Nasional XV(1), 27-28.
Hammerstad, A. (2000). Whose Security?: UNHCR, Refugee Protection and State Security
After the Cold War. SAGE Publications Vol: 31(4), 391-403.
Homeland Security. (n.d.). What Is Human Trafficking? Retrieved from Blue Campaign:
https://www.dhs.gov/blue-campaign/what-human-trafficking diakses pada 9
Janauari 2019
Maya. (2019, July 3). Petugas Unit PPA DP3AP2KB Kabupaten Bogor. (S. H. Chaerunnisa,
Interviewer)
Minin, H. D. (2011). Strategi Penanganan Trafficking di Indonesia. Kanun Jurnal Ilmu Hukum
, 22-31.
Muis, R. A. (2013). Studi Tentang Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Pada Remaja
Putri Jenjang Sekolah Menengah di Kota Surabaya. Jurnal BK UNESA Volume. 4
Nomor. 1, 68-77.
Munthe, R. (n.d.). Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 184-192.
Najemy, L. B. (2010). South Africa's Approach to the Global uman Trafficking Crisis: An
Analysis of the Proposed Legislation and the Prospects of Implementation.
Washington University Global Studies Law Review Vol.9 Issue.1, 175-176.
Nexus Human Trafficking. (2017, June 16). Human Trafficking In Indonesia: The Difficult
Road Home. Retrieved from Nexus Institute:
https://nexusinstitute.net/2017/06/16/human-trafficking-in-indonesia-the-difficult-
road-home/ diakses pada 9 Januari 2019
39
40
Pemerintah Kabupaten Bogor. (n.d.). Sejarah Kabupaten Bogor. Retrieved from Pemerintah
Kabupaten Bogor: http://bogorkab.go.id/index.php/page/detail/1/sejarah-
kabupaten-bogor diakses pada 7 Juni 2019
Romansyah, D. (2019, July 3). Penyidik Unit PPA Polres Kabupaten Bogor. (S. H.
Chaerunnisa, Interviewer)
UNHR. (2014). Human Rights and Human Trafficking. New York and Geneva: United
Nations.
Sumber Lain
LAMPIRAN 1 WAWANCARA
Transkrip Wawancara
Pertanyaan : Apa saja upaya yang telah dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten
Bogor untuk menangani perdagangan manusia di Kabupaten Bogor?
L1
L2
Pertanyaan : Apakah ada instansi atau lembaga lain yang membantu DP3AP2KB
untuk menangani kasus perdagangan manusia?
Transkrip Wawancara
Jawaban : Ada
Jawaban : Kurang lebih da sekitar 10 nkasus dari tahjun 2019 hingga saat ini
Pertanyaan : Bagaimana suatu kasus dapat dikatakan sebagai kasus dari tindak
pidana perdagangan orang?
Pertanyaan : Biasanya apa saja modus yang dilakukan oleh pelaku untuk menjerat
korban?
Jawaban : Dalam menetapkan kasus TPPO di perlukan bukti yang kuat seperti
uang, alat kontrasepsi, telepon genggam.
Jawaban : Ada, beberapa bulan lalu terdapat kasus TPPO yang dialami oleh
warga Kabupaten Bogor kasus tersebut dialami oleh 2 anak dibawah umur yang
dimana keduanya dijual kepada lelaki hidung belang di salah satu hotel di kawasan
Jakarta. Pelaku pun memasang tarif yang berbeda kepada setiap korbannya, korban
pertama dibanderol Rp.30.000.000,00 rupiah sedangkan korban kedua dibanderol
dengan harga Rp.20.000.000,00 dengan motif mau sama mau atau dapat dikatakan
dengan persetujuan korban
Pertanyaan : Hukuman apa yang akan diberikan kepada pelaku dari perdagangan
manusia?
Jawaban : Hukuman yang diterima oleh pelaku berupa penahanan seperti yang
tertera pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan tergantung pasal-pasal yang
disanggakan dan vonis dari hakim. Jika pelaku masih dibawah umur hukuman yang
diberikan ialah setengah dari hukuman yang diterima oleh pelaku dengan usia
dewasa
Pertanyaan : Adakah kasus yang terungkap dan pelakunya adalah anak dibawah
umur?
Jawaban : Untuk pelaku dibawah umur sudah ada yang terungkap dengan kasus
prostitusi 2 orang anak dibawah umur yang dijual seharga Rp.30.000.000,00 dan
Rp.20.000.000,00
Pertanyaan : Sejauh ini daerah mana (di Kabupaten Bogor) yang sering terjadi
transaksi perdagangan manusia?
Jawaban : Untuk daerah yang sering terjadinya TPPO ada di daerah Kota
Wisata, Cileungsi, Kabupaten Bogor.
Jawaban : Ada, Kasus lainnya adalah penculikan seorang anak di daerah Ciawi,
yang dimana anak tersebut dijadikan pengemis dan hasil dari kegiatan mengemis
tersebut diserahkan kepada pelaku penculikan dalam hal ini korban di eksploitasi
tenaga serta fisiknya
L5
Jawaban : Untuk kasus warga negara asing (WNA) Polres Kabupaten Bogor
belum pernah menangani serta mengungkap kasusnya dikarenakan kendala dari
operasional, jarak, personil, dan sulitnya mendapatkan informasi dari luar negeri
namun apabila mendapatkan kasus tersebut Polres Kabupaten Bogor akan
berkoordinasi dengan Mabes Polri serta pemerintah pusat guna menindak lanjuti
kasus TPPO tersebut