SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)
Disusun Oleh:
MAUDI MARDIYATI
NIM: 11170510000027
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Maudi Mardiyati
11170510000027
Pembimbing :
SIDANG MUNAQOSAH
Ketua Sekretaris
Penguji I Penguji II
Burhanuddin, MA
NIP.196902052014111002
Dosen Pembimbing
NIM : 11170510000027
Maudi Mardiyati
11170510000027
ABSTRAK
Maudi Mardiyati
NIM: 11170510000027
Akomodasi Komunikasi Antar Budaya Pada Penyesuaian Diri
Mahasiswa Perantauan Asal Sumatra Di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Perbedaan budaya bisa menjadi hambatan dalam berkomunikasi
dengan adanya kesalahan persepsi disetiap individu. Bagi orang-orang
yang baru keluar dari tempat nyamannya yaitu daerah asalnya, mereka
akan cukup sulit dalam menyesuaikan diri dilingkungan yang baru, hal
ini juga sering dialami mahasiswa UIN Jakarta asal Sumatra.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini
bermaksud menjawab sebuah pertanyaan yaitu Bagaimana Akomodasi
Komunikasi Yang Terjadi Pada Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantauan
Asal Sumatra Di Uin Syarif Hidayatullah Jakarta? Seperti Apa Fase-Fase
Adaptasi Budaya Yang Terjadi Pada Penyesuaian Diri Mahasiswa
Perantauan Asal Sumatra Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif dan tertulis, peneliti melakukan
wawancara, observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Penelitian
ini menggunakan teori akomodasi komunikasi yang mencakup tiga
tahapan adaptasi yaitu konvergensi, divergensi, akomodasi berlebihan.
Peneliti juga menggunakan teori adaptasi budaya memiliki empat fase
yaitu Honeymoon, Frustation, Readjustment, Resolution.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Akomodasi
komunikasi terlihat para informan cenderung memilih konvergensi
sebagai tindakan yang mereka ambil, mereka lebih berusaha
menyesuaikan dirinya di tempat mereka merantau. Sedangkan pada teori
adaptasi budaya penyesuaian diri para informan sudah menerapkan fase-
fase Honeymoon, Frustation, Readjustment, Resolution. Dalam
adaptasinya setiap perantau memiliki hasil yang berbeda, baik dalam
proses adaptasi, maupun cara adapatasi yang dipilih.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
ii
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu selama
penulis melakukan studi.
4. Ade Rina Farida, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing, yang
sudah dengan sabar membimbing penulis dan meluangkan
waktu, energi dan juga ilmu yang ibu berikan kepada saya
selama proses pengerjaan skripsi ini berlangsung.
5. Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang senantiasa memberikan masukkan dan nasehat
dalam bimbingan akademik.
6. Seluruh dosen Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif
Hidayathullah Jakarta yang tidak dapat penulis tuliskan satu per
satu, terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang didapat
selama perkuliahan.
7. Orang tua penulis papa dan mama yang senantiasa mendukung
dan memberikan segala doa, kasih sayang, dan motivasi kepada
penulis.
8. Teman-teman UKM Bahasa-FLAT UIN Jakarta yang sudah
menemani perjalanan penulis selama 4 tahun menuntut ilmu di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Teruntuk teman-teman KPI 2017 yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu namanya yang sudah menjadi bagian dari
penulis semasa menuntut ilmu perguruan negeri.
10. Para responden yang sudah bersedia penulis wawancarai.
11. Teman-teman yang sudah sangat bersedia menjadi teman dekat
penulis yaitu Bazlin Fadilah, Nurlela, Nur Aliyah, Fakhrazade
iii
Kafabihi atas dukungan sekaligus bersabar dalam menghadapi
sikap penulis selama perkuliahan berlangsung.
12. Teruntuk kak Agung Apriliani, Nurlela dan juga Rena Aprilia
yang telah mengingatkan dan memberikan masukan serta do’a
kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Demikian ucapan terimaksih yang dapat penulis
sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu mulai
dari awal penulisan hingga skripsi ini dapat terselesaikan,
semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis juga seluruh
pihak yang membaca Aamiin yarabbalalamin.
(Maudi Mardiyati)
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN.........................................................
ABSTRAK .................................................................................... i
v
BAB III GAMBARAN UMUM .................................................. 45
A. Karakteristik Masyarakat Sumatra ......................................... 45
B. Data Jumlah Mahasiswa UIN Jakarta .................................... 55
C. Deskripsi Informan Penelitian ................................................ 55
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat, Komunikasi Antar Budaya,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 24.
1
2
2
Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar budaya: Satu Perspektif
Multidimensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h.13.
3
Joseph A. Devito, Komunikasi Antar manusia, (Jakarta: Profesional Books,
1997). h.7.
3
4
Benandra Masryah Sasdana, “Pengaruh Efektivitas Komunikasi Antar
Budaya Terhadap Adabtasi Mahasiswa (Studi Terhadap Mahasiswa Perantau Di
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya Angkatan 2015 - 2016)”
h. 7.
5
Artikel Pendidikan Generasi Millennial | IDN Times
5
6
Richard West dan Lynn H. Turner , terj Maria Natalia dan Damayantu
Maer, PengantarTeori Komunikasi (Jakarta, Salemba Humanika, 2008), h. 217.
6
atau SMK. Bahkan sebagian dari mereka ada yang berasal dari
pesantren yang memiliki ijazah sederajat dengan SMA. Disamping
itu, latar belakang ekonomi juga berbeda-beda, dari menengah
kebawah sampai menengah keatas dengan variasi profesi yang
berbeda pula.
Tabel 1.17
1 LAKI-LAKI 10406
2 PEREMPUAN 15814
Jumlah 26.220
7
Website PPDIKTI-Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
(https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_pt/NEEwMTc4NTgtMDU5RS00NkY1LUI3Qz
EtMzY5NjUwMURGQTA0)
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis menemukan
identifikasi masalah yaitu banyaknya Mahasiswa perantauan yang
sulit untuk berkomunikasi dengan baik ketika mulai keluar dari zona
nyamannya atau lokasi tempat tinggalnya sehingga banyak pula
pengaruh yang didapatkan baik positif maupun negatif bagi
mahasiswa perantauan terkait budaya yang berbeda dari yang ia
pelajari saat kecil. Sehingga mengakibatkan pembentukan konsep
diri bagi para perantau melalui komunikasi yang terjalin.
8
Departemen Agama RI, “Al-Qur’an dan terjemahannya”, (Bandung: CV.
Penerbit Jummatul Ali, 2005). h. 229.
9
C. Pembatasan Masalah
Agar batasan masalah lebih terarah, maka peneliti
memfokuskan penelitian pada “Mahasiswa perantauan asal Sumatra
di UIN Jakarta”. Pembatasan ini dilakukan agar penulis menjadi
fokus dan terarah dalam memproses pencarian data. Selain itu,
pembatasan masalah ini berguna untuk menghindari perluasan
pembahasan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana Akomodasi Komunikasi Yang Terjadi Pada
Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantauan Asal Sumatra Di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta?
2. Seperti Apa Fase-Fase Adaptasi Budaya Yang Terjadi Pada
Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantauan Asal Sumatra Di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka dapat
dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui Proses Akomodasi Komunikasi Terhadap
Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Melihat Fase-Fase Adaptasi Budaya Yang Terjadi Pada
Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantauan Asal Sumatra Di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
F. Manfaat Penelitian
1. Signifikansi Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman mengenai bagaimana perbedaan budaya
mempengaruhi adaptasi individu lebih dari yang kita bayangkan.
Proses adaptasi bukan hanya proses penyelarasan nilai yang
dimiliki, tetapi lebih kepada pengakuan dan penerimaan nilai-
nilai asing yang dimiliki dan diterima. Adaptasi bukanlah suatu
proses yang mudah untuk dilakukan. Sehingga khalayak secara
umum serta kalangan akademisi khususnya mampu melihat
proses ini sebagai hal yang menentukan perkembangan hubungan
dalam komunikasi seseorang.
2. Signifikansi Akademis
Dengan adanya kajian dan penelitian ini, diharapkan bisa
diketahui ceruk-ceruk penting dalam komunikasi antar budaya
sehingga bisa dilakukan komunikasi yang baik. Lebih jauh, hasil
penelitian ini bisa menjadi bahan identifikasi gejala-gejala sosial
tentang komunikasi antar budaya yang berhubungan dengan pola
komunikasi, adaptasi dan komunikasi budaya.
11
G. Kajian Terdahulu
2018
14
H. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitiannya adalah analisis
deskriptif. Obyek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah
makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan
kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh
gambaran mengenai kategorisasi tertentu.9
Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif
analitik, yaitu mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka. Data yang berasal dari
naskah, wawancara, catatan lapangan, dokuman, dan sebagainya,
kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan
terhadap kenyataan atau realitas.10
Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan)
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.11
9
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey,
(Jakarta: LP3ES, 1995), h. 220.
10
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1997), h. 66.
11
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.
2.
15
12
HB Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan
Terapannya Dalam Penelitian. (Surakarta: UNS Press,2002). h. 35-36.
13
Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik
Klasik. (Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, 2003), h.
3.
16
14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009). h.
334.
15
Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1992), h. 16.
17
16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 11.
17
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), h. 83.
19
c. Dokumentasi
Dokumen beragam bentuknya, dari yang tertulis sederhana
sampai yang lebih lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-
benda lain. Dalam penelitian ini dalam mengumpulkan data
yaitu dengan cara melihat kembali literatur atau dokumen
serta foto-foto dokumentasi yang relevan dengan tema yang
diangkat dalam penelitian ini.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai
April 2021. Lokasi penelitian di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan juga tempat tinggal mahasiswa/I rantau
asal Sumatra.
6. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber tempat memperoleh
keterangan.18 Adapun subjek dalam penelitian ini adalah
Mahasiswa perantauan asal Sumatra yang menempuh
pendidikan di UIN Jakarta. Sedangkan objek adalah bagian dari
subjek yang ditetili secara terperinci.19 Objek penelitian merinci
fenomena yang akan diteliti sekaligus merupakan deksripsi dari
penelitian yang diangkat yaitu strategi komunikasi antar budaya
dalam penyesuaian diri mahasiswa asal Sumatra yang merantau.
Agar lebih spesifik dan mudah dalam pemilihan
informan, peneliti memberikan syarat khusus dalam pemilihan
informan dengan kriteria sebagai berikut:
18
Tatang M Arifin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali,2003),
h.92.
19
Tatang M Arifin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali,2003),
h.93.
20
I. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang
diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis membagi sistematika
penyusunan ke dalam enam bab. Di mana masing-masing bab dibagi
ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
BAB I menjelaskan latar belakang masalah, batasan
masalah, dan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.
BAB V PEMBAHASAN
BAB V menganalisis dan menjelaskan dari perspektif
peneliti dan hasil data-data yang sudah didapatkan,
dengan menyesuaikan rumusan masalah pada penelitian
ini, yaitu : Rumusan Masalah I (Bagaimana Akomodasi
Komunikasi Yang Terjadi Pada Penyesuaian Diri
Mahasiswa Perantauan Asal Sumatra Di Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta?) dan rumusan masalah II (Seperti
Apa Fase-Fase Adaptasi Budaya Yang Terjadi Pada
22
BAB VI PENUTUP
BAB VI menjelaskan penutup dari penelitian ini yang
berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1
West Richard & Tunner Liynn H, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta : Salemba Humnaika, 2007), h. 217.
23
24
2. Asumsi Dasar
Dengan mengingat bahwa akomodasi dipengaruhi oleh
2
West Richard & Tunner Liynn H, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta : Salemba Humnaika, 2007), h. 217.
25
3
West Richard & Tunner Liynn H, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta : Salemba Humnaika, 2007), h. 219.
26
4
A.M, Morissan. Periklanan komunikasi pemasaran terpadu, (Jakarta :
Penerbit Kencana,2010), h. 112.
5
A.M, Morissan. Periklanan komunikasi pemasaran terpadu, (Jakarta :
Penerbit Kencana,2010), h. 113.
27
3. Tahap Beradaptasi
Teori akomodasi komunikasi menyatakan bahwa dalam
sebuah interaksi, seseorang memiliki pilihan. Mereka mungkin
menciptakan komunitas percakapan yang melibatkan
penggunaan bahasa atau sistem nonverbal yang sama, mereka
mungkin akan membedakan diri mereka dari orang lain, atau
mereka akan berusaha keras untuk beradaptasi. Pilihanpilihan
ini diberi label konvergensi, divergensi, dan akomodasi
berlebihan.
Dalam Teori Akomodasi Komunikasi, saat proses
komunikasi dan interaksi berlangsung satu sama lain, setiap
individu berhak memiliki pilihan bagaimana mereka
beradaptasi. Dimana strategi adapatasi atau akomodasi
komunikasi tersebut terdiri dari tiga pilihan yaitu konvergensi,
divergensi, dan akomodasi berlebihan.6
a) Konvergensi/Melebur Pandangan
Konvergensi adalah proses adaptasi gaya
komunikasi agar menjadi lebih mirip dengan gaya
6
Morrisan & Wardhany Andy Corry, Teori Komunikasi, (Jakarta: Ghalia
Indonesia , 2009), h. 135.
28
7
Charles R. Berger, Michael E. Roloff dan David R. Roskos, , terj. Derta Sri
Widowatie,The Handbook of communication science, (Bandung: Nusa Media, 2014),
h.133.
29
b) Divergensi/Hiduplah Perbedaan
Divergensi sangat berbeda dengan konvergensi.
Alih-alih menyamakan, Divergensi malah menunjukkan
tidak adanya usaha untuk menunjukkan persamaan antara
para pembicara. Divergensi tidak bisa diartikan sebagai
tanda adanya ketidaksepakatan, hanya saja orang-orang
memutuskan untuk mendisasosiasikan diri mereka
dengan berbagai macam alasan tertentu. Kasarnya, bisa
dikatakan sebagai suatu kesengajaan untuk membedakan
diri dengan lawan bicaranya dengan alasan tertentu.
Divergensi berbeda dengan kovergensi. Apabila
konvergensi adalah strategi bagaimana dia dapat
beradaptasi dengan orang lain. Divergensi adalah ketika
dimana tidak adanya usaha dari para pembicara untuk
menunjukan persamaan diantara mereka. Atau tidak ada
kekhawatiran apabila mereka tidak mengakomodasi satu
sama lain.
Tetapi, perlu adanya perhatian bahwa, divergensi
bukanlah dalam pengertian bahwa tidak adanya
kepedulian ataupun respons terhadap komunikator lain.
Melainkan, mereka memutuskan untuk mendisosiasikan
diri mereka terhadap komunikator lain dengan alasan-
8
Dr. Suheri, M. I Kom. 2019. "Akomodasi Komunikasi" Jurnal: Network
Media Vol: 2 No. 1, Hal 43
30
alasan tertentu.
Beberapa alasan pun bervariasi, apabila dari
komunitas budaya maka mereka beralasan ingin
mempertahankan identitas sosial, kebanggaan budaya
ataupun keunikannya. Adapun yang kedua, mereka
melakukan divergensi karena alasan kekuasaan dan juga
perbedaan peranan dalam percakapan. Kemudian yang
terakhir ini adalah alasan yang jarang digunakan , ialah
apabila lawan bicara adalah orang yang tidak diinginkan
oleh komunikator. Karena dianggap ada sikap-sikap yang
tidak menyenangkan ataupun berpenampilan buruk.
Jadi, divergensi disini adalah strategi untuk
memberitahukan akan keberadaan mereka dan juga ingin
mempertahankannya, karena alasan tertentu. Tanpa
mengkhawatirkan akan akomodasi komunikasi antara
dua komunikator untuk memperbaiki percakapan.
c) Akomodasi Berlebihan
Pilihan terakhir adalah akomodasi berlebihan.
Akomodasi berlebihan adalah “label yang diberikan
kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu
berlebihan.9 Akomodasi berlebihan terjadi ketika
pembicara beradaptasi secara berlebih pada lawan
bicaranya yang dianggap terbatas dalam hal tertentu.
9
West, Richard dan Turner, Lynn H, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi (Introducing Communication Theory: Analysis and Application), (Jakarta:
Salemba Humanika,2009), h. 227.
31
10
Morissan, Teori Komunikasi Organisasi, (Bogor: Ghalia Indonesia,2009),
H. 135.
33
a) Fungsi Menjelaskan
Teori ini menjelaskan tentang kemampuan untuk
menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku
seseorang dalam responnya terhadap orang lain.
Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Kita
cenderung memiliki naskah kognitif internal yang kita
gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain.
b) Fungsi Meramalkan
Teori ini meramalkan bahwa seseorang
menyesuaikan komunikasi mereka dengan orang lain.
Teori ini berpijak pada premis bahwa ketika seseorang
berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola
vocal, dan atau tindak tanduk mereka untuk
mengakomodasi orang lain.
c) Fungsi Memberikan
Pandangan Teori akomodasi komunikasi menurut
pandangan Howard Giles dan koleganya, berkaitan
dengan penyesuaian interpersonal dalam interaksi
komunikasi. Hal ini didasarkan pada observasi bahwa
komunikator sering kelihatan menirukan perilaku satu
sama lain
d) Fungsi Memberikan Strategi
Teori akomodasi komunikasi memberikan
strategi tentang konflik yang rasional meskipun
mengakui adanya konflik antara komunikator.Teori ini
telah mengabaikan kemungkinan sisi gelap dari
komunikasi.Misalnya, bagaimana ketika seseorang
34
11
Wilbur Schramm, the process and Effects of Mass Communication,
(University Of Illinois Press Urbana, 1995), h. 2.
12
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in
Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, h.
118.
13
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2003), h. 7.
35
14
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2003), h.
182.
15
Stewart. L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication konteks-konteks
komunikasi antar budaya, (Bandung: PT. Remaja Rosda karya buku ke-2, 2001), h.
182.
36
16
Samovar, Larry A. dan Richard Porter, Intercultural Communication. A
Reader. 7th ed, (New York: International Thomson Publ, 1994), h. 19
37
a) Persepsi
Persepsi adalah di mana individu menyeleksi,
mengevaluasi, dan merangkai stimuli dari luar diri
individu. Adapun persepsi kultural dipengaruhi oleh
kepercayaan, nilai dan system yang mengatur individu.
b) Proses verbal
Proses verbal mengarah kepada bagaimana kita
berbicara kepada orang lain melalui kata-kata dan juga
proses berfikir dalam diri (komunikasi interpersonal)
c) Proses Non-Verbal
Proses nonverbal mengarah pada pengguna tanda-
tanda nonverbal seperti bahasa tubuh, nada suara, ekpresi
dan jarak fisik ketika berkomunikasi. Tanda-tanda
komunikasi non-verbal berbeda maknanya sesuai dengan
17
Gudykunst, W. B., & Kim, Y. Y. (2003). Communicating With Strangers.
(New York: McGraw-Hill, 2003). h 269-270.
18
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Communication Between
Culture. Belmont (California: Wadsworth, 1991), h. 96.
38
19
Chaney, D. Life Style, Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta:
Jalasutra,2004), h. 11.
20
LaRay M. Barna, Stumbling Blocks in Intercultural Communication,
(http://archive.aacu.org/summerinstitutes/igea/documents/Allresources_000.pdf, 2 Juli
2018)
39
prasangka.
Prasangka adalah suatu istilah yang memiliki banyak
makna. Namun dalam komunikasi antarbudaya, prasangka
mengacu pada sikap permusuhan yang ditujukan kepada
suatu kelompok lain yang berbeda budaya dengan dugaan
dasar bahwa kelompok tersebut memiliki ciri yang tidak
menyenangkan. Prasangka disebabkan karena kurangnya
dasar pengetahuan, pengalaman dan bukti terhadap orang
atau kelompok lain.21
e) Kecenderungan untuk menghakimi/menilai
Faktor penghalang lainnya untuk memahami orang-orang
yang berbeda budaya adalah kecenderungan untuk
menghakimi, untuk menerima, atau menolak pernyataan dan
tindakan dari orang atau kelompok lain, sebelum memahami
pikiran dan perasaan yang disampaikan oleh orang itu sesuai
sudut pandangnya.
f) Kecemasan tinggi
Untuk dapat disebutkan sebagai orang yang cakap atau
kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya, seseorang
harus mampu mengatasi berbagai masalah yang ada,
termasuk rasa khawatir atau cemas ketika berinteraksi
dengan individu dari budaya yang berbeda.
Gegar budaya atau culture shock merupakan salah satu
contoh adanya kecemasan dalam komunikasi antar budaya.
Gegar budaya akan dialami oleh seseorang saat dirinya
21
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi, 2004), h. 155-156.
41
22
Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel,
Intercultural Communication: A Reader, Thirteenth Edition, (Boston: Cengage
Learning, 2012), h. 88.
42
23
Ting-Toomey, Stella. Communicating Across Culture. (New York : The
Guilford Publications, 1999), h. 233.
24
Ruben Brent D dan Lea P Stewart, Communication and Human Behavior,
(United States: Allyn and Bacon, 2006), h. 342.
43
25
Ruben Brent D dan Lea P Stewart, Communication and Human Behavior.
(United States: Allyn and Bacon, 2006), h. 340.
45
GAMBARAN UMUM
A. Pulau Sumatra
1
Profil Pulau Sumatera. http://www.gosumatra.com/seputar-sumatera-
indonesia/ diakses pada 25Desember 2015 pukul 21:40 WIB
2
Ibid
46
47
3
Ibid
48
Salah satu sifat unik orang Aceh yang tak kalah menarik
adalah jiwa perantaunya yang tinggi. Sebelum merantau biasanya
dibekali dengan tiga skill khusus, diantaranya pinter memasak,
atau pandai menjahit, serta berdagang. Bila memiliki salah satu
dari skill tersebut, maka orang tersebut dipercaya dapat bertahan
baik dimasa perantauaannya.
2. Sumatera Utara
Karakter orang Sumatera Utara adalah, mereka sangat
mendominasi. Ya, mereka sangat aktif dalam sebuah grup.
Mereka jarang mau mengalah ketika dalam obrolan atau diskusi.
Namun juga paling ringan tangan dibanding yang lain. Namun di
antara semua karakter ini, yang paling dikenal dari orang
Sumatera Utara adalah kebaikan mereka. Ya, mereka dikenal
sangat baik hati dan gampang menolong. Satu lagi, persaudaraan
orang-orang Medan juga sangat kuat terutama mereka yang
berada di perantauan.5
4
https://www.fokusaceh.com/2020/06/5-sifat-umum-orang-aceh-yang-
paling.html Diakses pada 23 Juni 2020.
5
https://www.google.com/amp/kissfmmedan.com/ciri-khas-orang-
medan/%3famp Diakses pada 4 Desember 2017
49
3. Sumatera Barat
Orang Sumatra barat atau sering dikenal Minang, tak
takut mendobrak zona nyamannya dan melakukan perubahan
untuk hidup yang lebih mapan. Karena itulah, mereka banyak
yang menjadi perantau, meski di kampung halamannya lebih
nyaman dan enak. Itulah sebabnya mereka tumbuh menjadi
pribadi yang berani mengambil risiko. Tentu saja dengan disertai
perhitungan yang matang.7
6
Ibid
7
Alhamdu. 2018. "Karakter Masyarakat Islam Melayu Palembang." Jurnal:
Psikologi Vol: 1 No. 1, hal 4
50
4. Riau
Orang Riau, dalam sehari-hari harus secara bersama-
sama mengiplementasikan budaya Melayu dalam kehidupan
sehari-hari. Orang riau terkenal dengan sifat pemalunya, UU.
Hamidy mengatakan "Orang melayu riau punya penampilan
pemalu, malu dipandang sebagai harga diri, kalau malu sudah
hilang hidup bisa seperti bidlnatang" bagi mereka sifat pemalu
menghasilkan tingkah laku yang terpelihara. Tingkah laku yang
terpelihara dimiliki orang riau menunjukkan bahwa orang itu
tidak mau berbuat semena-mena.9
8
https://www.google.com/amp/s/www.kabarsumbar.com/berita/5-mitos-vs-
fakta-menarik-tentang-orang-minang/%3famp Diakses pada 14 Desember 2020 pukul
19. 36
9
UU. Hamidy, Orang melayu di riau, pekanbaru, 1995 hal 36
51
5. Jambi
Pengaruh budaya Melayu sangat terasa dalam budaya
Jambi. Hal ini disebabkan latar belakang sebagian besar suku asli
Jambi berasal dari suku bangsa Melayu. Mayoritas suku bangsa
Melayu menganut agama Islam. Oleh sebab itu, pengaruh budaya
Islam sangat terlihat pada kebudayaan suku-suku bangsa di
Jambi. Ada juga pengaruh agama-agama lain seperti Hindu dan
Buddha. Pemberian sesaji, membakar kemenyan, bentuk stupa
candi, dan berbagai bentuk upacara adat yang mempercayai
adanya dewa adalah bukti pengaruh tersebut. Khusus pada
masyarakat Kerinci, kebudayaannya dipengaruhi oleh budaya
Minangkabau.
6. Bengkulu.
Sifat orang bengkulu biasanya mau cepat dan ringkas.
Walaupun ada sistem yang mengatur harus prosedural,
bertingkat, maka orang itu akan berusaha melakukannya dengan
cepat dan ringkas. Meskipun dalam moment tertentu, ia akan
lamban dan bermalas-malasan dalam beraktivitas.
Penduduk asli daerah Bengkulu mudah menyesuaikan
diri dalam penggunaannya bahasa Indonesia. Di daerah
Bengkulu tidak mengenal kelas bahasa seperti di pulau Jawa.
Kehalusan bahasa diketahui pada irama bahasa dan penggunaan
kata-kata antara lain kata ganti diri. Hal buruknya orang bengkulu
biasa dikenal dengan pemalas, tapi pada kenyataannya orang
bengkulu bukan malas, mereka lebih cenderung mengambil
langkah yang lebih mudah dalam mengekpresikan diri.11
7. Sumatera Selatan
Jika pada umumnya orang akan langsung membuka diri,
lebih mudah akrab dan lebih terbuka menyambut kepada orang
yang baru-baru dikenalnya, berbeda dengan karakter yang
dimiliki orang Palembang. Ia cenderung membutuhkan proses
10
https://www.senibudayaku.com/2018/05/mengenal-kebudayaan-daerah-
jambi.html?m=1# Diakses pada 12 Mei 2018
11
Drs. Hanafi dan M. lkram BA., Adat Istiadat Daerah Bengkulu, (Jakarta :
Proyek Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, 1980), h. 45.
53
8. Bangka Belitung
Pada umumnya orang-orang yang tinggal di Pulau
Bangka akan memiliki kendaraan sendiri, entah itu motor
ataupun mobil. tidak adanya angkutan umum yang bisa dinaiki
dengan mudah. Bangka belitung juga memiliki banyak tempat
12
https://www.molzania.com/beberapa-ciri-khas-ini-hanya-dimiliki/
Diakses pada 15 Agustus 2017
13
Ibid
54
9. Lampung
Keberanian yang pantang mundur sudah menjadi prinsip
hidup orang Lampung. Masyarakatnya mengenal paham “mak
nyerai ki mak karai, mak nyedor ki mak bador”, apapun
tantangannya akan dihadapi dengan berani pantang menyerah
dan mundur. Orang Lampung memiliki sifat yang khas,
keberanian mumpuni dan ketekunan yang tiada tanding. Hal itu
karena mereka dididik untuk memiliki cita-cita yang besar dan
pendirian yang teguh. Harga diri juga penting untuk
14
https://www.google.com/amp/s/desmaster.wordpress.com/2015/08/03/yu
k-kita-ketahui-lebih-banyak-tentang-bangka/amp/ Diakses pada 03 Agustus 2015
15
Ibid
55
16
https://palangkanews.co.id/saat-digandeng-orang-lampung-pasti-kamu-
akan-merasakan-7-hal-ini/ Diakses pada 8 September 2020
17
Ibid
56
Tabel 3.1
Data Jumlah Mahasiswa UIN Jakarta yang berasal dari masing-
masing Provinsi Sumatra pada tahun 2020/2021
JUMLAH
NO PROVINSI
MAHASISWA
1 Nanggroe Aceh Darussalam 179
2 Sumatera Utara 491
3 Sumatera Barat 633
4 Riau 189
5 Kepulauan Riau 77
6 Jambi 169
7 Bengkulu 109
8 Sumatra Selatan 215
9 Bangka Belitung 85
10 Lampung 394
11 Jumlah 2541
18
Data hasil survei langsung di Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan
Data UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29 April 2021
57
Tabel 3.2
Data singkat informan
Tabel 3.3
Data singkat informan Pendukung
Informan 4 :
“UIN Jakarta itu kan kampus islam unggulan, yang bagus, terus favorit.
Secara kalau kampus bagus itu berarti punya fasilitas yang menunjang
perkuliahan itu bagus, soalnya pengen ngerasain juga gimanasih
fasilitas-fasilitas itu bisa digunain. Soalnya pas di MTS, sama MAN di
64
65
kampung itu fasilitasnya itu gak ada, kayak kurang memadailah kak.”1
Informan 7 :
“Persepsinya diawal itu orang-orangnya itu kayaknya berintelek semua,
karena sempat liat juga di Google, cari-cari informasi banyak juga
lulusan yang udah berhasil gitu Kayak misalnya Ustadzah Oki Setiana
Dewi terus tuh Mama Dede, jadi persepsi awalnya itu kayak Universitas
yang Wah lah gitu karena udah mencetak orang-orang hebat.”2
Informan 8 :
‘Jurusannya sesuai yang saya minati, makanya saya memilih UIN.”3
Informan 9 :
“Aku 6 tahun sekalah Madrasah waktu itu aku berpikir aku masih
pengen kuliah yang mana lingkungannya itu masih islami, pas nyari
ternyata UIN Jakarta tuh menduduki peringkat pertama, kalau UIN ya
Universitas Islam terbaik di Indonesia.”4
Melakukan perantauan bukanlah suatu hal yang mudah
dikarenakan mahasiswa Sumatera diharuskan hidup mandiri tanpa ada
keluarga yang mendampingi, apalagi perantauan dilakukan ke luar pulau
1
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
2
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
3
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
4
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
66
Informan 1 :
“Perbedaan yang pang paling menonjol adalah bahasa. Sehingga
gaya bahasa, intonasi bicara, bahasa slank atau dialek yang dipakai
itu sangat berbeda.”6
Informan 2 :
“Orang-orang disini ternyata kalau ngomong itu suka frontal, di
bangka rata-rata orangnya gak frontal kalau ngobrol, harus hati-
5
West Richard & Tunner Liynn H, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta : Salemba Humnaika, 2007), h. 217.
6
Wawancara bersama Nur Fithri Qomariah Rambe sebagai informan 1
Mahasiswi asal Sumatera Utara, pada 25 April 2021 pukul 14.17 WIB via Google Meet
67
Informan 3 :
Informan 4 :
“Bismi cenderung ragu-ragu kalau mau berinteraksi takut salah
karna di lingkupan yang bedakan ya. Jadi suka mikir-mikir kalau
mau mulai obrolan duluan, ya lebih ke liat orangnya dulu aja sih
kak. Kalau menurut bismi tepat untuk disapa duluan bismi sapa.”9
Informan 5 :
“karena kurangnya info sih kak, kayak kalau kita mau ngomong
itukan biasanya ada topik percakapan dan biasanya biar enak
komunikasi harus saling tau terkait topik pembicaraannya kan. Nah
sedangkan orang-orang di UIN itu gak tau apa yang saya obrolin
mereka gak paham sama topik pembicaraan saya, saya juga kadang
gak paham sama percakapan mereka, akhirnya kalau ngobrol ya
7
Wawancara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
8
Wawancara bersama Ilham Anugrah sebagai informan 3 Mahasiswa asal
Palembang, pada 27 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
9
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
68
Informan 8 :
Informan 7 :
10
Wawancara bersama Mifta Dwi Kardo sebagai informan 5 Mahasiswa asal
Palembang, pada 24 April 2021 pukul 11.23 WIB via Google Meet
11
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
69
Informan 9 :
“kalau di kelas tuh masih suka diejekin, karena aku panggilnya aku
atau enggak pakai nama itu tuh suka diejekin kayak dicie-ciein,
dianggapnya kalau disini pakai aku kamu tuh beberapa orang
nganggapnya nya buat seseorang yang spesial gitu, padahal di
tempat aku emang enggak gitu.”
“Sama ada satu kejadian kalo misalkan di Aceh kita nanya 'ini lucu
atau enggak?' artinya 'ini tuh aneh atau enggak', jadi teman aku
waktu itu yang orang sini pernah makai baju dan dia tuh nanya ke
aku ini lucu nggak sih karena aku mikirnya itu tuh aneh atau nggak,
jadinya aku jawabnya 'nggak lucu' jadi temen aku berkali-kali ganti
baju akhirnya aku nanya kenapa diganti terus, temen aku bilang
'kata kamu nggak lucu' terus aku bilang 'berarti bagus dong enggak
lucu, berarti enggak aneh' baru disitu kita ketawa dan Oh ternyata
emang salah paham, disini lucu itu dianggep bagus gitu bukan
aneh.”13
12
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
13
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
70
Informan 1 :
“Aku selalu berusaha menyesuaikan dengan lingkungan baru.
Seperti gaya bahasa, nada dan intonasi bicara, jadi karna
ditempat asalku mengggunakan Bahasa daerah, aku mencoba
belajar Bahasa Indonesia biar temanku di UIN mengerti yang
aku ucapkan. Sehingga ketika berinteraksi dan berkomunikasi
14
Morrisan & Wardhany Andy Corry, Teori Komunikasi, (Jakarta: Ghalia
Indonesia , 2009), h. 135.
15
Charles R. Berger, Michael E. Roloff dan David R. Roskos, , terj. Derta
Sri Widowatie, The Handbook of communication science, (Bandung: Nusa Media,
2014), h.133.
71
Informan 5 :
“Awal-awal saya ngikut temen, tapi lama-lama saya nyadarin
diri saya sendiri supaya gak bergantung sama temen. Ya
memberanikan diri saya sendiri kak, dari segi mulai obrolan
duluan yang biasanya saya sulit buat memulai, nyesuain diri
sama lingkupan baru, saya belajar bahasa indonesia biar gak
ada salah-salah penyebutan, saya juga harus mahamin orang-
orang lainnya juga kalau mereka gak bisa seperti apa yang saya
mau, jadi ya mengerti lah kak..”17
Informan 7 :
“Yang paling nada rasain itu, kebawa kebiasaan pulang malem
yang dulunya nada risih kalau pulang malem, sekarang kalau
ada kegiatan organisasi yang di adain malem hari jadi ngikut gitu
kak, karna ngerasanya gak enak kalau pulang duluan, terus kalau
dari segi interaksi yang tadinya aku di Lampung gak terbiasa
ngomong Bahasa gaul kayak lu gue, karna ngeliat temen-temen
disini pake Bahasa gaul jadi aku mulai ngikutin.18
16
Wawancara bersama Nur Fithri Qomariah Rambe sebagai informan 1
Mahasiswi asal Sumatera Utara, pada 25 April 2021 pukul 14.17 WIB via Google Meet
17
Wawancara bersama Mifta Dwi Kardo sebagai informan 5 Mahasiswa
asal Palembang, pada 24 April 2021 pukul 11.23 WIB via Google Meet
18
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
72
Informan 8 :
“Kitakan orang rantau, sebisa mungkin kita harus bisa
bersosialisasi atau beradaptasi, serta meminimalisir adanya
kesenjangan sosial di masyarakat, ranah pertemanan,
kehidupann kampus maupun organisasi agar hidup kita tidak
merasa tertekan, dan terganggu dalam rantauan kita saat ini.
Kalau saya pribadi ngerasa harus nyesuaian diri dari setiap
orang yang karakternya beda-beda, saya fikir saya gak boleh
egois gak mau nyesuaian sama kebiasaan temen-temen saya yang
di lingkungan tempat rantau.”19
Informan 9 :
“Kalau di Aceh tuh kurang sopan kalau berinteraksi santai sama
yang lebih tua, tapi kalau di sini tuh B aja gitu dan aku tuh bakal
mahamin itu nggak akan mempermasalahkan, malah aku kalau
ngomong sama senior sekarang lebih nyantai gak kaku kayak pas
di Aceh karna ngeliat temen-temen disini ngobrol sama senior
santay banget.”20
e) Divergensi
Divergensi adalah ketika dimana tidak adanya usaha dari
para pembicara untuk menunjukan persamaan diantara mereka.
Atau tidak ada kekhawatiran apabila mereka tidak
19
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
20
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
73
Informan 4 :
“Walaupun di kampus rata-rata pada pake Bahasa gaul, bismi
tetep canggung buat ngikutinnya, ya jadi berusaha ngebedain diri
sendiri dengan gak ngikut ngomong Bahasa gaul, kalau temen-
temen bismi pake lo gue, dan karna bismi nggak terbiasa
ngomong lo gue jadinya lebih sering nyebut nama aja sama
kamu.”21
Informan 6 :
“Aku rasa, aku gak terbawa arus di lingkupan kampus ya kak, aku
masih nerapin kebiasaan aku di kampung. Kalau di kampuskan
pergaulannya bebas banget ada yang sering keluar malem,
21
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
74
f) Akomodasi Berlebihan
Akomodasi berlebihan terjadi ketika pembicara
beradaptasi secara berlebih pada lawan bicaranya yang
dianggap terbatas dalam hal tertentu. Akomodasi berlebihan
menimbulkan miskomunikasi. Walaupun pembicara jelas-jelas
berniat menunjukan rasa hormat, pendengar mengaggapnya
sebagai hal yang tidak menyenangkan dan tidak menghargai
dirinya. Akomodasi berlebihan biasanya menyebabkan
pendengar untuk mempersepsikan diri mereka tidak setara.
Sebagai contoh, beberapa mahasiswa Sumatra ada yang
menggunakan Bahasa asli mereka atau intonasi berbicara dengan
porsi yang sangat berlebihan pada saat berkomunikasi dengan
mahasiswa lainnya. Mahasiswa yang memang berasal dari daerah
Pulau Jawa yang sama sekali tidak mengetahui Bahasa yang
dipakai hanya mampu menjawab seadanya, dengan mengira-
ngira apa yang sebenarnya dibicarakan oleh mahasiswa yang
berasal dari Sumatra tersebut.
Hal ini disebut berlebihan karena mahasiswa Sumatra
melihat respon ketidaktahuan oleh mahasiswa yang perasal dari
22
Wawancara bersama Dwi Aryani sebagai informan 6 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 26 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
75
Informan 2 :
“Karena di daerah berbicaranya Bahasa daerah jadi pas disini
aku berusaha belajar Bahasa Indonesia, terus meyla itu kalau
ngomong bahasa indonesia suka terbelit-belit kak, kadang-
kadang tuh gak sengaja nyampur bahasa indonesia sama bahasa
kampung, pernah sih kejadian beberapa kali, kayak temen pada
nanya maksudnya yang aku omongin itu apa, terus meyla itu suka
ngulang ngejelasinnya. Terlebih lagi temen-temen meyla pas
awal itu pada gak ngerti sama apa yang meyla omongin,
akhirnya mereka nanya “lu pake bahasa melayu ya? Bahasa
yang kayak upin ipin gitu”, jadi pas awal suka diejek gitu. Tapi
ya meyla iya iya aja ngeresponnya, dalem hati itu ngebatin mulu.
Nah itu jadi bikin meyla mikir, takutnya tuh orang-orang gak
bakal paham maksud meyla, jadi lebih sering banyak diemnnya
kan.”23
23
Wawancara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
76
Informan 3 :
24
Wawancara bersama Ilham Anugrah sebagai informan 3 Mahasiswa asal
Palembang, pada 27 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
77
25
Wawancara bersama Sakbano sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa
Lampung, pada 13 Juli 2021 pukul 14.05 WIB di Sekret Himpunan Mahasiswa
Lampung.
78
a) Honeymoon
Fase honeymoon merupakan fase dimana seseorang telah
berada dilingkungan baru, menyesuaikan diri dengan budaya
baru dan lingkungan. Tahap ini adalah tahap dimana seseorang
masih memiliki semangat dan rasa penasaran yang tinggi serta
menggebu-gebu dengan suasana baru yang akan dijalani. Pada
fase honeymoon ini, mahasiswa asal Sumatra masih terlena
dengan suasana baru, seperti merasa senang berada di kawasan
ibukota Jakarta, serta mahasiswa asal Sumatra sangat antusias
dengan segala aktifitas yang akan mereka jalani. Seperti yang
diungkapkan oleh para informan :
Informan 1 :
Informan 2
26
Wawancara bersama Nur Fithri Qomariah Rambe sebagai informan 1
Mahasiswi asal Sumatera Utara, pada 25 April 2021 pukul 14.17 WIB via Google Meet
79
Informan 3 :
“Lebih ngerasa senang gitu, bisa pergi dan keluar pulau yang
berbeda.”28
Informan 4 :
“Diawal bismi ngerasa seneng aja sih, ngerasanya ya bisa hidup
tanpa harus bergantung sama orangtua dari segi masak sendiri,
bersih-bersih sendiri, terus bisa nemuin kehidupan yang lebih
luas.”29
Informan 5 :
“setidaknya ngerasa seneng lebih semangat ngerantau daripada
di tempat saya, yang enaknya ya seperti itu tadi seneng bisa
keluar dari pulau, juga belajar hal-hal baru.”30
Informan 6 :
27
Wawancara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
28
Wawancara bersama Ilham Anugrah sebagai informan 3 Mahasiswa asal
Palembang, pada 27 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
29
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
30
Wawancara bersama Mifta Dwi Kardo sebagai informan 5 Mahasiswa asal
Palembang, pada 24 April 2021 pukul 11.23 WIB via Google Meet
80
Informan 7 :
“Jadi kalau misalnya ditanya tentang presepsi itu yang pertama
deket sama kota sih jadi kayak 'oh di Jakarta, terus UIN Jakarta
wow nih kayaknya' terus ada rasa seneng jugakan karna bakal
hidup di Jakarta dan memang aku pengen ngerantau juga.”31
Informan 8 :
“Menarik, karena saya akan mempelajari hal-hal baru lagi di
lingkungan saat ini.”32
Informan 9 :
“Pastinya ada rasa cemas, khawatir, tapi juga exited karena ini
memang pilihan aku. Aku dari dulu emang selalu pengen nyari
ilmu tuh sejauh mungkin gitu kan, aku suka kata-kata Imam
Syafi'i ibaratnya kalau misalkan kamu mau bagus kamu harus
keluar dari tempat tinggalmu untuk mencari ilmu sejauh
mungkin”33
31
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
32
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
33
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
81
b) Frustation
Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan
penasaran yang menggebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa
frustasi, cemas, jengkel dan bahkan permusuhan serta tidak
mampu berbuat apa-apa karena realita yang sebenarnya tidak
sesuai dengan ekspetasi yang di miliki pada awal tahapan. Pada
fase ini, mahasiswa asal Sumatra mengalami kejadian atau
pengalaman culture shock yang meliputi masalah perbedaan
sosial, budaya, bahasa, iklim, gaya hidup, sehingga merasa tidak
nyaman, trauma, marah, frustasi terhadap lingkungan baru.
Informan 1 :
Informan 2 :
34
Wawancara bersama Nur Fithri Qomariah Rambe sebagai informan 1
Mahasiswi asal Sumatera Utara, pada 25 April 2021 pukul 14.17 WIB via Google Meet
82
Informan 3 :
35
Wawancara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
36
Wawancara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
83
Informan 4 :
Informan 5 :
37
Wawancara bersama Ilham Anugrah sebagai informan 3 Mahasiswa asal
Palembang, pada 27 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
38
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
84
Informan 6 :
“Di Minang itu nggak biasa cewek keluar malam. Nah di kampus
kan biasa banget cewek keluar malam. Jadi pas ngasih tahu ke
temennya susah karna aku gak suka keluar malem. Kebebasan
bergaul kadang aku kurang nyaman, cewek cowok dempet
banget sentuh-sentuhan aku gak suka banget. Sama pengucapan
kata kasar kayak binatang, mengutuk orang tua, cara aku
ngatasinnya aku ngingetin, mungkin ada yang kalo aku deket aku
ingetin, kalau nggak deket ya udah aku abaikan.”40
Informan 7 :
39
Wawancara bersama Mifta Dwi Kardo sebagai informan 5 Mahasiswa asal
Palembang, pada 24 April 2021 pukul 11.23 WIB via Google Meet
40
Wawancara bersama Dwi Aryani sebagai informan 6 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 26 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
85
Informan 8 :
Informan 9 :
41
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
42
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
43
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
86
c) Readjustment
Fase readjustment adalah tahap penyesuaian kembali,
dimana seseorang akan mulai untuk mengembangkan berbagai
macam cara-cara untuk bisa beradaptasi dengan keadaan yang
ada. Seseorang mulai menyelesaikan krisis yang dialami di fase
frustation. Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian
ulang dari seseorang untuk mencari cara, seperti mempelajari
bahasa, dan budaya setempat. Mahasiswa asal Sumatra mulai
melakukan adaptasi, dan cara penyelesaian masalah yang
informan lakukan juga berbeda-beda, tergantung pada masalah
yang dialami. :
Informan 1 :
“ Aku susah berinteraksi dengan orang baru, tapi jika sudah
mengenal lingkungannya dan kenal orangnya maka sifat asliku
akan timbul dengan sendirinya sehingga berkomunikasi seperti
44
Wawancara bersama Sakbano sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa
Lampung, pada 13 Juli 2021 pukul 14.05 WIB di Sekret Himpunan Mahasiswa
Lampung.
87
biasa tanpa merasa ini lingkungan baru. Aku butuh proses lama
untuk menyesuaikan, tapi setelah aku bisa menyesuaikan diri
dengan teman maupun lingkungan sekitar aku akan mulai
merasa nyaman.”45
Informan 2 :
“Ngeliat dari sisi Latar belakang orangnya atau budaya
orangnya, meyla mikirnya dia seperti itu ngomongnya, cara
berbicaranya, sikapnya, karna mungkin budayanya dia memang
gitu dan meyla juga berusaha buat bilang ke diri sendiri biasa
aja jangan mudah kesinggung lagi. Harus bisa beradabtasi dan
ngenal karakter setiap temen-temen meyla..”46
Informan 3 :
“Aku harus tau siapa yang aku ajak bicara, apakah sesama
Sumatra, apa orang Jawa, orang Sunda atau orang Jakarta
sendiri. Saya selalu di notice sama orang-orang, mereka bilang
kalau saya itu ngomongnnya gak sopan. Jadi saya harus tau saya
berbicara sama orang yang berasal darimana, kalau misalnya
lawan bicara saya orang Jawa, saya akan belajar untuk
menyesuaikan cara berbicara saya dengan intonasi yang lebih
45
Wawancara bersama Nur Fithri Qomariah Rambe sebagai informan 1
Mahasiswi asal Sumatera Utara, pada 25 April 2021 pukul 14.17 WIB via Google Meet
46
Wawa ncara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
88
Informan 4 :
“Bismi itu lebih tipe pendiem dan pendengar. Jadi lebih sering
ngedenger apa yang temen bismi bilang dan nyesuain, misalnya
kayak cara ngomongnya dia oh ternyata gini. Aku juga mulai
nyesuain. Merekanya juga mencoba menyesuaikan dirinya ke
aku..“48
Informan 5 :
“Yah kemarin itu saya cari info, ya paling enaknya langsung ke
temen jadi saya tanya ketemen saya dulu kalau ngerasa bingung,
jadi solusi saya harus bisa bergaul sama temen yang bisa ngasih
informasi dan sabar ngejawab apa yang saya tanyain kak.”49
Informan 6 :
“Aku mengatasi perbedaan budaya dengan sabar, kalau emang
sesuatu harus disampaikan atau dikomunikasiin, yaudah aku
harus sabar dan harus tetap berinteraksi sama dia walaupun
lingkupan pergaulannya bebas, aku harus bertahan di situ
47
Wawancara bersama Ilham Anugrah sebagai informan 3 Mahasiswa asal
Palembang, pada 27 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
48
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
49
Wawancara bersama Mifta Dwi Kardo sebagai informan 5 Mahasiswa asal
Palembang, pada 24 April 2021 pukul 11.23 WIB via Google Meet
89
Informan 7 :
“misalnya di Lampung cara nada ngomongnya tuh emang tinggi
tapi bukan berarti marah cuman emang gayanya seperti itu, aku
mencoba untuk tidak meninggikan suara agar mahasiswa Jawa
ini tidak tersinggung dari perkataan nada. Sama cara nada
mengatasinya juga dengan mengenal karakter masing-masing
temen atau masyarakat disana kak, nadanya juga harus peka.”51
Informan 8 :
“kalo ada masalah atau hal yang dirasa saya tidak nyaman, saya
berfikir jangan menutup diri, dan memendam sendiri nanti bisa
frustrasi, dan sakit sendiri, saya harus tetap baik kepada
siapapun, meski orang lain jahat jangan dibalas jahat, tetap baik
aja tapi baiknya bukan berarti mau dibodohi, saya memastikan
50
Wawancara bersama Dwi Aryani sebagai informan 6 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 26 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
51
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
90
Informan 9 :
“Karena is just a different, yang aku pelajari juga di kuliah,
kebetulan aku juga ada mata kuliah cross culture understanding
tentang komunikasi di mana perbedaan budaya, memang untuk
menyelesaikan perbedaan itu kita harus maklum. Mungkin
selama itu nggak ganggu aku, ya nggak apa-apa.”53
d) Resolution
52
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
53
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
91
Informan 2 :
“awal-awal oh ternyata orang ini frontal banget,
ngomongnya tuh berisik banget, jadi ngerasa risih, kok orang
ini kenapa ya kayak gitu sikapnya. Tapi abis itu, akhirnya
kayak mulai mahamin diri sendiri dulu, baru mulai ngerti mau
paham karakter orang-orang di UIN, sebenernya masih
ngerasa risih, tapi aku coba ngerti kalau karakter mereka
seperti itu.”54
Informan 4 :
“Nyesuain sih bisa, paling aku udah bisa nyesuaian diri sama
kehidupan disini, yang tadinya di padang kalau duduk di
motor nyamping sekarang nggak, terus lebih berani buat
pergi-pergi sendiri, cuman kalau dari segi interaksi aku masih
ragu, cuman ya aku jadi belajar karakter orang berbeda-
beda. Pas di semester 1 2 bener-bener ngerasa susah buat
nyesuain, masih kaget ngeliat karakter temen yang beda
banget.”55
54
Wawancara bersama Meyla Rehulina Boru Sitepu sebagai informan 2
Mahasiswi asal Bangka Belitung, pada 20 April 2021 pukul 07.10 WIB via Google
Meet
55
Wawancara bersama Bismiyati sebagai informan 4 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 19 April 2021 pukul 15.49 WIB di Yayasan Cinta Yatim dan
Dhuafa , Jl. Inpres no.50 RT 002 Rw 009, Pisangan Barat, Kec. Ciputat timur, Banten
92
Informan 5 :
“Saya ngerasa yang jadi penghambat itu kebiasan sehari-hari
saya yang berbeda, kalau di Palembang biasa mempererat
silaturahmi harus dilaksanakan, tapi di tempat rantau lu lu
gua gua. Perbedaan Bahasa juga, juga banyak yang saya gak
tau di lingkupan baru ini, jadi pas awal ngikut sama temen
aja, sama saya harus berhati-hati, dalam percakapan, saya
gak berani ceplas-ceplos takut ada yang tersinggung. Faktor
pendukungnya temen kak, ada temen saya yang ngebantu juga
buat beradaptasi di lingkungan kampus kak. ”56
Informan 6 :
“Aku suka yang biasa aja, gaul cuman masih dalam batas tau
sopan santun, tahu adab. Nah yang bikin menghambat Itu tuh
orang-orang yang melebihi batas menurut aku. Cuman ya
akunya juga belajar mengerti, kalau menurut aku memang
bener-bener dijauhi ya akan aku jauhi,tapi kalau masih batas
wajar aku maklumi.”
56
Wawancara bersama Mifta Dwi Kardo sebagai informan 5 Mahasiswa asal
Palembang, pada 24 April 2021 pukul 11.23 WIB via Google Meet
57
Wawancara bersama Dwi Aryani sebagai informan 6 Mahasiswi asal
Sumatera Barat, pada 26 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
93
Informan 1 :
“Alhamdulillah hanya di awal saja aku merasa kurang
nyaman pas mulai merantau kurang lebih 1 bulan, karena aku
termasuk orang yang cepat menyesuaikan diri dalam
lingkungan yang baru. Sehingga, aku dapat memposisikan
diriku di mana aku berpijak.”58
Informan 3 :
“nggak ada perbedaan yang bener-bener mempengaruhi saya
kak, saya juga lancar dalama berbahasa Indonesia walaupin
bukan bahasa ibu. Cuman dari cara intonasi berbicara agak
saya turunin sedikit, di Sumatra orang ngomongnya keras
sedangkan di pulau Jawa cara berbicaranya lebih lembut.
Jadi kalau masih ada temen saya yang nganggap saya kasar
dalam berbicara sedangkan saya merasa sudah menurunkan
nada bicara, yasudah saya masa bodokan saja, sekarang sih
lebih ngerasa nyaman aja karna saya juga pilih-pilih kalau
mau berinteraksi dengan orang-orang.”59
Informan 7 :
58
Wawancara bersama Nur Fithri Qomariah Rambe sebagai informan 1
Mahasiswi asal Sumatera Utara, pada 25 April 2021 pukul 14.17 WIB via Google Meet
59
Wawancara bersama Ilham Anugrah sebagai informan 3 Mahasiswa asal
Palembang, pada 27 April 2021 pukul 08.51 WIB via Google Meet
94
Informan 8 :
“Kalau sulit menyesuaikan diri sih enggak terlalu, hanya saat
pertama kali ngampus saya cukup menperhatikan dan
menganalisis keadaan, karakter orang, dan rutinitas baru
yang akan saya hadapi di hari berikutnya, jadi saya tidak
begitu mengalami kesulitan.”61
Informan 9 :
60
Wawancara bersama Qothratinnada sebagai informan 7 Mahasiswi asal
Lampung, pada 25 April 2021 pukul 20.11 WIB via Google Meet
61
Wawancara bersama Anisa Ulfadilla sebagai informan 8 Mahasiswi asal
Bengkulu, pada 21 April 2021 pukul 10.01 WIB via WhatsApp
62
Wawancara bersama Hurul Asyifa sebagai informan 9 Mahasiswi asal
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 23 April 2021 pukul 16.21 WIB di Saung Pojok
Jawara Ciputat
BAB V
PEMBAHASAN
95
96
1
West Richard & Tunner Liynn H, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta : Salemba Humnaika, 2007), h. 217.
98
2
Morrisan & Wardhany Andy Corry, Teori Komunikasi, (Jakarta: Ghalia
Indonesia , 2009), h. 135.
3
Charles R. Berger, Michael E. Roloff dan David R. Roskos, , terj. Derta Sri
Widowatie,The Handbook of communication science, (Bandung: Nusa Media, 2014),
h.133.
99
4
West, Richard dan Turner, Lynn H, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi (Introducing Communication Theory: Analysis and Application), (Jakarta:
Salemba Humanika,2009), h. 227.
101
5
Ting-Toomey, Stella. Communicating Across Culture. (New York : The
Guilford Publications, 1999), h. 233.
103
6
Hamad, Ibnu. Komunikasi dan Perilaku Manusia.(Depok : PT. Raja
Grafindo Persada, 2013). h.376
104
disaat ilham ingin menyampaikan sesuatu hal yang baik tetap saja
teman-temannya menganggapnya ilham kasar dalam berbicara
karna temannya tidak terbiasa dengan intonasi berbicara ilham,
hal ini yang membuat ilham selama 1 tahun lebih merasa tidak
nyaman saat berkomunikasi dengan teman-teman kampusnya.
Informan ke 4 bismiyati, merasa bingung ketika melihat
perempuan yang ada di Jakarta kalau duduk diatas motor saat
menggunakan rok tidak menyamping, hal ini membuatnya
mengikuti cara duduk tersebut yang pada awalnya merasa sangat
risih. Kemudian dalam segi komunikasi hingga sekarang bismi
masih kaget saat melihat teman-temannya menggunakan lu gua
karna didaerah asalnya lebih cenderung menyebutkan nama.
Pada informan 5, ia masih kebingunan dan kesulitan
dalam mengenal transportasi umum yang ada di wilayah Jakarta,
mifta merasa aneh karna banyak jenis transportasi umum yang
ada di Jakarta dan kesulitan dalam memahami rute, hal ini
membuat mifta lebih sering bergantung pada temannya.
Informan 6, Ani mengungkapkan bahwa dia mengikuti
organisasi yang sering kumpul malam hari, hal ini membuat ani
merasa tidak nyaman saat pulang malam karena dikampung
halamannya sangat jarang perempuan diperbolehkan pulang
malam, ia kesulitan dalam meminta izin untuk pulang terlebih
dahulu karena merasa tidak enak dengan teman-temannya. Selain
itu, ani juga tidak Nyaman dengan pergaulan bebas mahasiswa
kampus antara perempuan dan laki-laki yang sangat mudah
berdempetan dan mereka merasa bukan masalah besar, ia juga
merasa risih dengan teman-temannya yang berbicara kasar.
107
A. Simpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan
tentang Akomodasi Komunikasi Antar Budaya Pada Penyesuaian
Diri Mahasiswa Perantauan Asal Sumatra Di Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut :
111
112
B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah:
1. Untuk setiap individu yang akan merantau, sebelumnya
diharapkan mempelajari lingkungan baru tempat tinggalnya
dengan mengenal kebiasaan dan karakteristik masyarakat tepat
merantau secara umum sehingga bisa menghindari rasa ketidak
nyamanan di lingkungan baru. Selain itu, diusahakan dapat
menerima dan bersikap terbuka terhadap perbedaan-perbedaan
yang ada, karena hal tersebut merupakan suatu identitas budaya.
113
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Hanafi & M. lkram BA. 1980. Adat Istiadat Daerah Bengkulu.
Jakarta : Proyek Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Richard West & Lynn H. Turner , terj Maria Natalia dan Damayantu
Maer. 2008. Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta, Salemba
Humanika.
Jurnal
Skripsi
Website
Saat digandeng orang Lampung pasti kamu akan merasakan 7 hal ini
https://palangkanews.co.id/ / Diakses pada 8 September 2020
Observasi
Asal : Palembang
Ilham Anugrah
Informan 4 : Bismiyati
Bismiyati
Informan 5 : Mifta Dwi Kardo
Asal : Palembang
1. Kemudian persepsi awal kamu tentang UIN Jakarta, itu apa ni?
Ngerasanya sih rezeky dari Allah aja dikasihnya UIN Jakarta. Aku
mikir UIN kayak pesantren, anak-anaknya alim, sopan-sopan,
bahkan aku mikirnya cowok cewek dipisah gitu, ternyata nggak.
2. Bagaimana perasaanmu saat berada dilingkungan yg berbeda?
Pertama aku sempet deg-degkan pasti ya, terus aku membiasakan
diri dengam hawa polusi sih paling, soalnya kalau disini itu damai
banyak hijau-hijau adem, kalau di Jakarta yang menjulang
tingginya bukan bukit, pohon tapi gedung-gedung.
3. Apakah kamu orang yang sulit atau mudah dalan berinteraksI?
Menurut aku, nggak sulit berinteraksi ya. Cuman aku mengamati
sejenak, gimana caranya aku biar bisa nyambung sama temen aku.
Tapi kalau dibilang mudah banget, nggak juga sih.
4. Diliat dari perbedaan budaya antara tempat tinggal kamu dan
tempat kamu merantau, kamu pernah ngalamin kesulitan?
Ngerasa cemas ditinggal ortu itu ada, aku coba ngebentuk karakter
sendiri supaya gak terdorong di kebebasan tersebut. Di Minang itu
nggak biasa cewek keluar malam. Nah di kampus kan biasa banget
cewek keluar malam. Jadi pas ngasih tahu ke temennya susah karna
aku gak suka keluar malem. Aku toleransi sama diri aku keluar
malem cuman dengan alasan tertentu aja jadi dikomunikasiin ke
temennya, kalau keluar malam penting ya udah nggak apa-apa.
5. Perbedaan budaya apa antara Minang sama tempat rantau ?
Disini yang paling jelas banget nggak ada cewek pakai hotpants
keluar, pakaian mini Itu nggak ada, rata-rata perempuan tuh
berhijab. Kalau di Jakarta cara berpakaiannya bebas banget kan.
Kalau di sini masih kental banget peduli sama orang lain, peduli
sama orang lain nya tuh pengen tau urusan orang lain juga. Tapi
kalau di Jakarta kan udah kayak lu lu gua gua gitu ya. Sama belum
ada nikah di gedung jadi pasti nikah di tempat rumah perempuan
atau nggak sebalikya. Sama kalau disini pakai bahasa Minang terus
kalau di Jakarta kan umumnya bahasa Indonesia, rata-rata hampir
nggak ada ya pakai bahasa Betawi tapi pakai Bahasa Indonesia, di
sini kadang sekolah pun pakai bahasa Minang.
6. Adakah hal-hal yang membuat kamu kurang nyaman ketika
berinteraksi dengan lingkupan tempat kamu merantau?
Kebebasan bergaul kadang aku kurang nyaman, cewek cowok
dempet banget sentuh-sentuhan aku gak suka banget. Sama
pengucapan kata kasar kayak binatang, mengutuk orang tua, cara
aku ngatasinnya aku ngingetin, mungkin ada yang kalo aku deket
aku ingetin, kalau nggak deket ya udah aku abaikan.
7. Kamu ngerasa terbawa gak sama kebiasaan di sekitar kampus?
Aku gak terbawa arus di lingkupan kampus,masih nerapin
kebiasaan aku di kampung. Kalau di kampuskan pergaulannya
bebas ada yang sering keluar malem, terus banyak banget temen-
temen itu yang ngomong kasar seolah-olah itu Bahasa gaul, nah hal
itu gak terfikirkan sama aku buat ngikutin kebiasaan mereka, aku
bakal nyaman sama kebiasaan yang aku terapin di kampung.
8. Apasih yang menjadi faktor penghambat dan pendukung kamu
saat berkomunikasi dengan mahasiswa lainnya?
Faktor penghambatnya, gak nyaman ngedenger ucapan kasar jadi
kayak males gitu loh ngomong sama dia. Aku suka yang biasa aja,
gaul cuman masih dalam batas tau sopan santun, tahu adab. Nah
yang bikin menghambat Itu tuh orang-orang yang melebihi batas
menurut aku. Pendukungnya bahasa Indonesia, teman-teman
Minang aku lainnya kadang susah ngomong bahasa Indonesianya,
nah aku gampang dari lahir bahasa ibu aku bahasa Indonesia.
9. Bagaimana cara kamu mengatasi perbedaan2 yang terjadi agar
interaksi tetap berjalan dengan baik?
Aku mengatasi perbedaan budaya dengan sabar, kalau emang
sesuatu harus disampaikan atau dikomunikasiin, yaudah aku harus
sabar dan harus tetap berinteraksi sama dia walaupun lingkupan
pergaulannya bebas, aku harus bertahan di situ sampai urusannya
selesai. misalnya ada perbedaan cara berpakaian sehari-hari yang
gak sesuai syariat islam atau gak sesuai yang diterapin di kampus,
yaudah mencoba memahami aja dia mungkin tipe orang yang
kurang nyaman memakai pakai
an syar’i. Mencoba memahami sabar, terus fokus pada tujuan dari
interaksi itu sendiri itu.
Dwi Aryani
Informan 7 : Qothratinnada
Asal : Lampung
Qothratinnada
Informan 8 : Anisa Ulfadilla
Asal : Bengkulu
Anisa Ulfadilla
Informan 9 : Hurul Asyifa
Hurul Asyifa
Informan 10 : Sakbano
Asal : Lampung
Sakbano
Lampiran 2
Lampiran 3