Anda di halaman 1dari 172

PENERAPAN KODE ETIK MAHASISWA

TERHADAP GAYA BERBUSANA


(Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

RETNO PUSPARANI
NIM: 11150150000097

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441H/2020M
ABSTRAK

Retno Pusparani (NIM: 1115015000097). Penerapan Kode Etik Mahasiswa


Terhadap Gaya Berbusana (Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan). Skripsi Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Ilmu Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2020.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Penerapan Kode Etik


Mahasiswa Terhadap Gaya Berbusana di Lingkungan Kampus Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Kualitatif ditunjukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena ataupun sikap yang dilakukan manusia
baik individu maupun kelompok. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa: (1) Penerapan kode etik


mahasiswa pada mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sudah diterapkan
hampir menyeluruh di lingkungan kampus, bahwa sebagian besar mahasiswa sudah
berbusana yang sesuai dengan kode etik dan syariat Islam yang berlaku, mereka
secara sadar menggunakan busana yang sesuai dengan pedoman dan tata tertib busana
bagi mahasiswa keguruan yang ada pada papan informasi tata tertib berbusana
mahasiswa/i FITK. (2) Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi bagaimana
gaya berbusana mahasiswa yaitu, faktor dari diri sendiri, keluarga, organisasi kampus
dan teman sebaya. Artinya, dari setiap ragam gaya berbusana mahasiswa semuanya
terdapat faktor dan peranan penting dari lingkungan sekitarnya. (3) Gaya busana yang
sesuai dengan kode etik yang sudah mahasiswa terapkan saat ini ialah tidak langsung
seperti sekarang, melainkan terdapat perubahan gaya berbusana.

Kata Kunci : Kode Etik, Gaya Berbusana

i
ABSTRACT

Retno Pusparani (NIM: 1115015000097). Application of Student Ethics Code on


Dress Style (Tarbiyah and Teaching Faculty Students). Thesis Social Sciences
Education Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2020.

The purpose of this study was to determine the Implementation of Student


Code of Conduct on the Style of Dressing in the Campus Environment of the Faculty
of Tarbiyah and Teacher Training UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The research
method used in this study is a qualitative method. Qualitative is shown to describe
and analyze phenomena or attitudes made by humans, both individuals and groups.
Data collection procedures in this study using interviews, observation and
documentation..

Based on the results of the study, it was found that: (1) The application of the
student code of ethics to students of the Faculty of Tarbiyah and Teacher Training
has been applied almost comprehensively in the campus environment, that most
students have dressed in accordance with the applicable Islamic code of ethics and
Islamic law, they are aware of wearing clothes that are in accordance with the
guidelines and codes of conduct for teacher students in the information board of the
dress code of students of FITK. (2) There are 4 (four) factors that influence the
student's style of dress, that is, factors of oneself, family, campus organization and
peers. That is, from each of the various styles of student dress there are all factors
and important roles of the surrounding environment. (3) Fashion style that is in
accordance with the code of ethics that students have applied now is not as direct as
it is now, but there is a change in fashion style.

Keywords: Code of Ethics, Style of Dress

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT, karena segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tidak lupa pula shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari jalan jahiliyah menuju
jalan yang terang benderang dengan Agama Islam yang dibawanya menjadi
penyelamat dan mengantarkan pemeluknya menuju kedamaian di dunia maupun di
akhirat. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi
selama penyelesaian skripsi ini, namun atas kemudahan yang senantiasa Allah SWT
berikan dan motivasi serta dukungan dari berbagai pihak penulis dapat mengatasi
kesulitan tersebut. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan
skripsi ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak
Andri Noor Andriansyah selaku Sekertaris Jurusan.
4. Ibu Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si selaku dosen pembimbing satu yang telah
meluangkan waktu dan telah membantu menyelesaikan penyusunan skripsi dari
awal sampai akhir.
5. Bapak Drs. H, Syaripulloh, M.Si selaku dosen pembimbing dua yang telah
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, kritik,
dan saran bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

iii
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan seluruh Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama masa
perkuliahan, semoga ilmu yang telah bapak dan ibu berikan mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT.
7. Kedua orang tua saya yang saya banggakan, Mama dan Bapa yang selalu
memberikan motivasi dan mendukung saya dalam mengerjakan skripsi, juga
terimakasih kepada adik saya Caca yang telah memberikan dukungan dalam
mengerjakan skripsi ini.
8. Partner saya, Dimas Wisa Fadholi terimakasih atas waktu dan perhatianya kepada
penulis selama masa kuliah dan masa selama mengerjakan skripsi, juga terima
kasih sudah memberikan semangat serta motivasi dan sahabat saya Retno
Sariwening yang selalu menghibur saya dalam keadaan apapun.
9. Teman-teman yang saya sangat sayangi sejak awal perkuliahan, Diamar, Ajeng,
Selvi, Dwiky, Mail, Irfan, Deri, Restu, Putri, Dinda, Umay, Ilfi, Jidah, Tahsya dan
Nabila, yang selalu memberi keceriaan dan momen-momen bahagia selama masa
perkuliahan.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angkatan
2015 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan khususnya kelas Sosiologi
terimakasih untuk selama ini telah memberikan arti dalam kehidupan perkuliahan
mohon maaf tidak bisa disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa pertemanan
kita, tetap kompak selalu dan terus jalin tali silaturrahmi.
11. Terimakasih kepada partisipan teman-teman mahasiswa yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu serta mendukung peneliti untuk menyelesaikan skripsi
ini.
12. Terimakasih juga kepada partisipan staf FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah meluangkan waktu dan mendukung peneliti untuk menyelesaikan
skripsi ini.

iv
13. Kepada Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan informasi
yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga penelitian
in dapat bermanfaat bagi penulis khususna dan bagi para pembaca pada umumnya
dan dapat memberikan kontribusi dalam pendidikan.

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan karena apabila bukan karena Allah


SWT penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan di dalamnya, untuk itu penulis memerlukan kritik dan saran dari
pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca serta
bagi masyarakat.

Jakarta, 30 Januari 2020

Penulis

Retno Pusparani

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI
ABSTRAK .................................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah .......................................................................................... 8
D. Perumusan Masalah ........................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORI .......................................................................................... 11
A. Deskripsi Teoritik............................................................................................. 11
1. Teori Tindakan Sosial .................................................................................. 11
2. Teori Struktural Fungsional.......................................................................... 13
3. Kedisiplinan.................................................................................................. 14
4. Mahasiswa .................................................................................................... 15
5. Penampilan Diri ............................................................................................ 17
6. Syariat Islam ................................................................................................. 18

vi
7. Kode Etik ...................................................................................................... 20
6. Gaya Busana atau Fashion ........................................................................... 24
B. Penelitian yang Relevan ................................................................................... 26
C. Kerangka Berpikir ............................................................................................ 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 35
1. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ..................................................... 35
B. Pendekatan dan Metode Penelitian .................................................................. 36
C. Sumber Data dan Jenis Data ............................................................................ 37
1. Data dan Sumber Data .................................................................................. 37
D. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................ 40
1. Wawancara ................................................................................................... 40
2. Observasi ...................................................................................................... 43
3. Dokumentasi ................................................................................................. 44
E. Analisis Data ................................................................................................... 45
1. Reduksi Data ................................................................................................ 45
2. Penyajian Data .............................................................................................. 45
3. Kesimpulan atau Verifikasi .......................................................................... 46
F. Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................... 49
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................. 49
1. Letak Geografis ............................................................................................ 49
2. Profil Singkat Fakultas ................................................................................. 49
3. Visi dan Misi ................................................................................................ 53
4. Sarana dan Prasarana .................................................................................... 54
5. Konsep Kode Etik ........................................................................................ 56
B. Penerapan Kode Etik Mahasiswa Terhadap Gaya Berbusana di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan ........................................................................................... 57
1. Pemahaman Mengenai Kode Etik Berbusana .............................................. 57

vii
2. Ragam Gaya Berbusana Mahasiswa FITK................................................... 60
3. Keadaan Busana Mahasiswa Saat Ini ........................................................... 65
C. Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Kode Etik ....................................... 68
1. Penerapan Sanksi Ringan Pada Pelanggaran Gaya Busana Mahasiswa ...... 68
D. Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Berbusana ....................................... 71
1. Faktor Internal .............................................................................................. 71
2. Faktor Eksternal ........................................................................................... 76
3. Perubahan Gaya Berbusana Selama Kuliah Di FITK .................................. 79
E. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 84
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................................ 86
1. Kesimpulan ...................................................................................................... 86
2. Implikasi ........................................................................................................... 87
3. Saran ................................................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 89
Lampiran-lampiran .................................................................................................. 93

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tata tertib berbusana dan penampilan mahasiswi FITK………………….5

Tabel 2.1 Penelitian Relevan……………………………………………………….28

Tabel 3.1 Waktu Penelitian………………….…………………...………………...35

Tabel 3.2 Informan yang diwawacarai……………………………………………..38

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara………………………………………....41

Tabel 3.4 Instrumen Wawancara………………………………………..………….42

Tabel 3.5 Pedoman Observasi Penelitian…………………………………………..44

Tabel 3.6 Kisi-kisi Dokumentasi Penelitian………………………………………..44

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Pedoman dan Transkip Wawancara Seluruh Informan……….94

Lampiran 2 Lembar Pedoman dan Transkip Observasi……………………………134

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian di FITK……………………………………...137

Lampiran 4 Surat Keterangan Bimbingan Skripsi……………………………….…139

Lampiran 5 Kode Etik Mahasiswa…………………………………………………140

Lampiran 6 Lembar Ujian Referensi……………………………………………….150

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti
bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk
selalu berkembang didalamnya. Pendidikan tidak akan ada habisnya. Pendidikan
secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan
diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Kita dididik
dan diharapkan menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan Negara.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan lembaga


penyedia pendidikan yang berbasis Islami. Universitas ini tidak hanya mendidik
mahasiswa dan alumni akan ilmu yang dipelajarinya, namun juga membentuk
akhlak, aqidah dan iman tetapi juga pendidikan umum, yang merujuk pada
pengubahan sikap dan pengembangan keterampilan yang dimiliki. Tujuan
Pendidikan baik secara Islam dan umum hampir memiliki kesamaan yaitu
mendapatkan kesuksesan. Apabila digabungkan maka tujuan pendidikan adalah
upaya untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat.

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku
dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu
kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh
dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-
orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dan organisasi
tersebut. Kode etik profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang

1
2

menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi


profesi yang bersangkutan.1

Kode etik mahasiswa merupakan seperangkat peraturan yang mengatur


sikap, perkataan, perbuatan, penampilan dan busana mahasiswa selama ia
menjadi mahasiswa. Perkembangan gaya berbusana tidak bisa di pungkiri lagi
akan selalu mengalami perubahan setiap tahun pasti ada mode-mode terbaru
dalam hal berbusana. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pun mengikuti
perkembangan mode busana dari perkembangan mode setiap tahunnya akan
berdampak pada kode etik berbusana bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada pengamatan yang peneliti lakukan pada 24 September 2019 di


lobby dan lorong FITK ditemukan beberapa mahasiswa yang berbusana
tidak sesuai dengan tata tertib busana mahasiswa yang telah ditetapkan, yaitu
terlihat mahasiswa dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris perempuan ada
yang menggunakan celana jeans dan kemeja ketat dan laki-laki ada yang
menggunakan kaos oblong dan celana jeans.

Perkembangan gaya berbusana tidak bisa di pungkiri lagi akan selalu


mengalami perubahan setiap tahun pasti ada mode-mode terbaru dalam hal
berbusana. Pada beberapa tahun belakangan ini trend busana yang sedang
berkembang di Indonesia adalah trend busana muslimah. Busana muslimah yang
sesuai kaidah ajaran agama Islam seyogyanya merupakan busana yang
setidaknya memiliki unsur-unsur seperti busana yang santun, tertutup dan
dirancang dengan bahan yang tidak tipis atau menerawang. Pengaruh negatif dari
mengikuti trend busana muslimah yang berkembang di Indonesia seperti saat ini
akan menjadi sesuatu yang dipermasalahkan jika trend busana muslimah tersebut
tidak sesuai dengan kaidah ajaran agama Islam.

1
Soetjipto dkk, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), hlm. 32.
3

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pun mengikuti perkembangan


mode busana dari perkembangan mode setiap tahunnya secara up to date akan
berdampak pada kode etik berbusana bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam pengamatan terhadap
mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan terlihat bahwasannya
mahasiswa menggunakan gaya busana kuliah muslimah. Penggunaan busana
muslimah yang tidak sesuai dengan kaidah ajaran agama Islam juga banyak
terlihat. Mahasiswa yang mengenakan busana muslimah yang tidak sesuai
dengan kaidah ajaran Islam ini sebagaimana wujud dari dampak negatif yang
ditimbulkan oleh perkembangan trend busana muslimah di masa kini. Banyak
terlihat mahasiswa yang mengikuti adanya perkembangan trend busana
muslimah di Indonesia namun tidak disesuaikan dengan kaidah ajaran agama
Islam.

Terlihat pula ketika peneliti melakukan pengamatan di Gedung PPG


Sawangan pada 25 September 2019, beberapa mahasiswa dari jurusan
Pendidikan IPS berbusana tidak sesuai dengan tata tertib busana, dimana
mahasiswa perempuan ada yang menggunakan alas kaki tidak tertutup
(sepatu sandal terbuka) dan mahasiswa laki-laki menggunakan kaos
berkerah.

Kode etik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdapat dalam


Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 469 Tahun 2016
Tentang Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB IV
Tentang Bentuk Pelangaran Pasal 5 ayat 3 yang berbunyi: melanggar standar
busana, tata cara berbusana dan berpenampilan.2 Termasuk dalam kategori
pelanggaran ringan dengan sanksi teguran lisan dan tertulis.

2
Pedoman Akademik Program Strata Satu Tahun 2018/2019, hlm.107.
4

Gambar 1.1
Kode Etik Mahasiswa

Kategori sanksi ringan hanya berupa teguran lisan dan tertulis, dari
pernyataan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof Dr Yusron Razak:

Mahasiswa yang tertangkap basah melakukan pelanggaran Kode Etik


Mahasiswa (KEM) akan dikenai surat tilang di tempat. Surat peringatan
tertulis tersebut diberikan jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran
5

sedang hingga berat. Jika pelanggaran dalam kategori ringan, pelanggar


cukup dikenai teguran lisan. Tetapi jika pelanggarannya masuk kategori
sedang dan berat, mereka akan dikenai teguran tertulis dalam bentuk surat
tilang. Ia berharap, penyusunan juklak/juknis tersebut selanjutnya akan
menjadi panduan bagi para penegak hukum di lapangan. Mereka adalah
unsur karyawan, dosen, serta para pejabat kampus lain, baik di tingkat
universitas maupun fakultas dan jurusan.3

Tata tertib berbusana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sudah ada
bentuk informasinya dipapan pada setiap lantai fakultas, diantaranya berisi:
Tabel 1.1
Tata tertib berbusana dan penampilan mahasiswi FITK
Tertib busana dan penampilan Tertib busana dan penampilan
mahasiswi FITK: mahasiswa FITK:
1) Memakai busana muslimah 1) Rambut tidak gondrong
(berjilbab) 2) Tidak memakai aksesoris wanita
2) Baju dan celana panjang 3) Tidak boleh memakai celana jeans
3) Baju dan celana tidak ketat 4) Baju dan celana tidak sobek
4) Baju dan celana tidak transparan 5) Tidak memakai kaos oblong
5) Tidak diperkenankan memakai 6) Maupun kaos berkerah
celana jeans Beralas kaki tertutup/bersepatu
6) Mahasiswi dianjurkan memakai rok
panjang
7) Beralas kaki tertutup/bersepatu

Tata tertib berbusana mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan telah
ditetapkan pada tahun 2002 dengan keputusan rektor berdasarkan usulan dekan
fakultas dan atau direktur SPS setelah memperhatikan rekomendasi tim khusus
yang terdiri atas berbagai unsur baik di tingkat fakultas, SPS maupun universitas.
Sanksi mahasiswa yang melanggar ketentuan non-akademik, hukum dan moral
dapat dikenakan sanksi berupa teguran, peringatan keras, skorsing dalam jangka

3
Nanang Syaikhu. Berita Senat FITK, (https://www.uinjkt.ac.id/id/mahasiwa-yang-
melanggar-kem-akan-dikenai-surat-tilang/). Diakses pada tanggal 30 Januari 2020 jam 23.20.
6

waktu tertentu dan dikeluarkan dari UIN (Pemberhentian studi mahasiswa


dengan alasan non-akademik hanya dapat dilakukan dengan keputusan rektor).4

Berpakaian sesuai syariat Islam hukumnya wajib bagi seluruh umat muslim.
Namun budaya berpakaian sesuai syariat Islam pun saat ini sudah memudar, anak
muda mulai terpengaruh oleh budaya pakaian dari barat. Perkembangan dalam
berbusana sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang terkait dengan
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Semakin tinggi tingkat kebudayaan
manusia, maka semakin tinggi pula tingkat pemikiran manusia. Kebudayaan
bersifat akumulasi, maksudnya semakin lama akan semakin bertambah kaya
seperti pemikirannya, kreatifitasnya, dan keterampilannya dari sejak zaman
primitif sampai saat ini dan ke depan.5 Dalam memakai pakaian, seseorang selalu
mengikuti perkembangan mode yang selalu berjalan up to date, sedangkan mode
pakaian akan terpengaruh perubahan budaya serta perkembangan peradaban.

Hal ini harus diperhatikan sebagaimana sebagaimana mahasiswa


berpenampilan seperti yang dikatakan Wakil Dekan FITK Bidang Akademik
Muhammad Zuhdi MEd PhD.
FITK adalah Fakultas terdepan dalam menjunjung kode etik,
mahasiswa diharapkan dapat mematuhi aturan yang berlaku. Pasalnya,
sudah banyak mahasiswa yang dikeluarkan karena melanggar kode etik ini.
Dari pelanggaran besar hingga pelanggaran ringan seperti busana.6

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa busana mahasiswa menjadi


hal yang harus diperhatikan. Tentunya kita sebagai umat manusia dan sebagai
umat muslim, kita patut menjauhi apa saja yang diharamkan dalam agama Islam.
Budaya yang bukan termasuk budaya kita seharusnya kita buang jauh-jauh dari

4
Pedoman Akademik, op.cit., hlm. 91.
5
Arifah A. Riyanto, Sejarah dan Perkembangan Busana, (Bandung: Dinas Pendidikan
provinsi Jawa Barat, 2005), hlm,10.
6
Buya Jilan, Berita Senat FITK, (https://www.uinjkt.ac.id/id/bekali-maba-studi-tepat-waktu-
fitk-gelar-student-days/). Diakses pada tanggal 30 Januari 2020 jam 23.30.
7

hadapan kita. Aurat yang semestinya kita tutup janganlah kita umbar-umbar.
Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal
ini berkaitan dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan
memakai pakaian dengan model apapun, selama pakaian tersebut memenuhi
persyaratan sebagai penutup aurat.

Berbusana yang sesuai dengan kode etik memperhatikan sopan dan tidaknya
dalam berbusana. Hal tersebut mengingat bahwa kampus merupakan lembaga
resmi pendidikan. Sehingga dalam tata berbusana dan pemakaian atribut
kelembagaan tersebut juga harus ditonjolkan. Karena hal tersebut adalah
sebagai identitas suatu lembaga. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan
lembaga pendidikan Islam, sehingga semua atribut yang dipakai oleh civitas
akademika harus mencerminkan nilai-nilai Islam, terutama dalam berbusana.
Sebagai mahasiswa atau mahasiswi harus memperhatikan kode etik kampus
sebagai landasan berpijak selama masa pendidikan. Dalam tata tertib berbusana
sudah ada ketentuannya, kesemuanya adalah untuk menjunjung nama baik
almamater dan Islam sebagai landasan berpikir dan bertindak.

Untuk menjadikan peranan tata tertib busana secara maksimal, dibutuhkan


kerja sama antar pihak yang ada didalam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
agar dapat berkesinambungan satu antar lain, apabila ada mahasiswa yang tidak
berbusana sesuai dengan aturan tata tertib busana mahasiswa maka bisa langsung
diterapkan sanksi ringan, sebagaimana sanksi itu dapat di lakukan oleh pihak
karyawan, dosen, serta para pejabat kampus lain, baik di tingkat universitas
maupun fakultas dan jurusan.

Adapun sedikit hambatan dalam menerapkan kode etik berbusana di


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, diantaranya penerpan sanksi ringan yang
hanya berupa teguran lisan dan tertulis dan kurangnya pihak kampus untuk
melaksanakan teguran tersebut maka dari alasan itu peneliti tertarik mengambil
8

penelitian dengan judul “Penerapan Kode Etik Mahasiswa Terhadap Gaya


Berbusana (Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan)”. Dengan adanya
penelitian ini, diharapkan adanya tata tertib busana yang adadi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan dapat diterapkan secara maksimal dan apabila ada
pelanggaran maka pihak yang berwenang mampu menerapkan sanksi tersebut.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat, terdapat masalah-masalah yang
berkaitan dengan penelitian ini. Masalah tersebut diidentifikasikan sebagai
berikut:
1. Belum semua mahasiswa FITK menerapkan kode etik mahasiswa
2. Ditemukan mahasiswa FITK yang gaya berbusananya tidak sesuai dengan
kode etik mahasiswa
3. Tata tertib busana mahasiswa FITK belum diterapkan secara menyeluruh
4. Kategori sanksi yang berlaku yaitu sanksi ringan hanya berupa teguran lisan
dan tertulis

C. Pembatasan Masalah
Setelah peneliti memaparkan identifikasi masalah yang terjadi, agar
penelitian ini tidak meluas, maka peneliti membatasi permasalahan pada
penerapan kode etik mahasiswa pada gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Perumusan Masalah
Agar dapat memfokuskan penelitian yang dilakukan, peneliti membuat
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana
mahasiswa FITK?
2. Bagaimana penerapan sanksi terhadap pelanggaran kode etik berbusana di
FITK?
3. Faktor yang mempengaruhi gaya berbusana selama berkuliah di FITK?
9

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah di uraikan sebelumnya, maka
terdapat beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk menggambarkan penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya
berbusana mahasiswa FITK.
2. Untuk mengetahui penerapan sanksi terhadap pelanggaran kode etik
berbusana di FITK.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi gaya berbusana selama
berkuliah di FITK.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya
berbusana mahasiswa di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan ini diharapkan
memiliki beberapa manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan:
Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang
pendidikan, khususnya tentang kode etik mahasiswa dan dalam
pelaksanaan tata tertib akademik.
b. Bagi Mahasiswa:
Sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan tentang kode
etik mahasiswa khusunya tata tertib busana FITK.
c. Bagi Peneliti:
Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
penerapan kode etik mahasiswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan:
Sebagai informasi untuk pihak lembaga dalam menentukan kebijakan-
kebijakan pelanggaran kode etik mahasiswa serta melakukan upaya untuk
10

penanggulangan khusunya pelaksanaan tata tertib berpakaian.


b. Bagi Dosen:
Sebagai informasi dan motivasi dosen untuk memperhatikan dan
meningkatkan ketertiban dalam berpakaian mahasiswa terutama dalam
proses perkuliahan.
c. Bagi Mahasiswa:
Sebagai tinjauan yang diharapkan dapat dijadikan informasi untuk
meningkatkan penerapan kode etik mahasiswa dan dapat dijadikan bahan
pertimbangan mahasiswa dalam berpakaian.
d. Bagi Penulis:
Sebagai informasi tentang penerapan kode etik mahasiswa terhadap
gaya berpakaian mahasiswa dan di harapkan dapat membantu peneliti
lain yang akan meneliti hal serupa untuk dapat dijadikan sebagai
sumbangan pemikiran dan alternatif referensi.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoritik

1. Teori Tindakan Sosial


Tindakan adalah suatu perbuatan, perilaku yang dilakukan oleh manusia,
Menurut Max Weber, tindakan sosial diartikan sebagai tindakan manusia yang
dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Dalam
bertindak atau berperilaku seorang individu hendaknya memperhitungkan
keberadaan individu-individu lain, karena tindakan sosial merupakan
perwujudan dari interaksi sosial konsep tindakan sosial menjadi salah satu
konsep dasar yang sangat penting dalam sosial.1

Menurut Weber, menjelaskan tingkah laku adalah memahami untuk


menuntut kita masuk ke dalam pikiran dan perasaan-perasaan para pelaku
sosial.2 Ini berarti bahwa untuk menjelaskan masyarakat kita harus berempati
dengan tingkah laku orang lain dan dengan teori sosial secara bertahap sudah
memperbaiki, mengembangkan dan memperdalam konseptualisasinya tentang
masalah-masalah yang selalu ada, seraya memperluas bidang pandangan.

Ajaran-ajaran Max Webber amat menyumbang perkembangan sosiologi,


sosiologi dikatakannya sebagai ilmu yang berusaha memberikan pengertian
tentang aksi-aksi social.3 Peneliti menggunakan teori tindakan sosial
dikarenakan tindakan yang dilakukan seseorang mengandung makna dan

1
I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. (Jakarta: PT Kharisma Putra
Utama, 2012) , hlm. 98.
2
Thomas W. Champbell, Tujuh Teori Sosial, (Yogyakarta: Kasinius, 1994), hlm. 203.
3
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012),
hlm. 352.

11
12

tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sebagaimana tindakan


dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan hidup. Tindakan sosial
merupakan sesuatu yang lebih daripada sekedar kesamaan di antara tingkah
laku banyak orang walaupun tak perlu mengandung kesadaran timbal balik
karena satu orang bisa bertingkah laku dengan sadar menuju orang lain tanpa
yang lainnya itu sadar akan fakta ini.

Weber membedakannya ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan


sosial itu semakin mudah pula dipahami empat tipe tindakan sosial yang dikaji
oleh Weber antara lain4:

EMPAT TIPE TINDAKAN SOSIAL5

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4


Zweckrationalitat Wetrationalitat Tindakan Tindakan efektif
tradisional
yaitu tindakan yang yaitu tindakan yaitu tindakan yaitu tindakan
dilakukan dengan yang melihat yang dilakukan yang dilakukan
mempertimbangkan alat-alat hanya berdasarkan dan didominasi
tujuan dan alat sekedar kebiasaan tanpa oleh perasaan
yang digunakan pertimbangan perencanaan, atau emosi tanpa
untuk mencapai dan perhitungan tanpa refleksi refleksi
tujuan. Sebuah yang sadar, sebab yang sadar intelektual atau
tindakan yang tujuan yang perencanaan
mencerminkan terkait dengan yang sadar.
efektivitas dan nilai-nilai sudah
efisiensi ditentukan

4
I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. (Jakarta: PT Kharisma Putra
Utama, 2012) , hlm. 101.
5
Ibid, hlm.101.
13

Tindakan sosial, dengan demikian, merupakan sesuatu yang lebih


daripada sekedar kesamaan di antara tingkah laku banyak orang walaupun tak
perlu mengandung kesadaran timbal balik karena satu orang bisa bertingkah
laku dengan sadar menuju orang lain tanpa yang lainnya itu sadar akan .
Menurut Weber, menjelaskan tingkah laku adalah memahaminya dan
memahami untuk menuntut kita masuk ke dalam pikiran dan perasaan-
perasaan para pelaku sosial. Ini berarti bahwa untuk menjelaskan masyarakat
kita harus berempati dengan tingkah laku orang lain

2. Teori Struktural Fungsional

Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem social yang terdiri
atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu
dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi dalam satu bagian akan
membawa perubahan pula terhadap perubahan lain. Asumsi dasarnya adalah
bahwa setiap struktur dalam sistem social, fungsional terhadap yang lain.
Sebaliknya kalau ada fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan
hilang sendirinya. Tujuan utama pemuatan teori structural fungsional
menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat anggota-
anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Pendapat umum ini
memiliki daya yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan
kepentingan di antara para anggota masyarakat. Masyarakat sebagai suatu
sistem sosial, secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrum
(persetujuan diantara keduanya).6

Karakteristik Struktural Fungsional menjelaskan teori ini menekankan


keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam
masyarakat. Konsep-konsep utamanya antara lain: fungsi, disfungsi, fungsi
laten, fungsi manifest dan keseimbangan. Menurut teori ini, masyarakat

6
Ibid., hlm. 40.
14

merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen
yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan
yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap
bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah setiap struktur dalam sistem sosial
fungsional saling seimbang terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak
fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya.
Menurut Lawer, teori ini mendasarkan pada tujuh asumsi, yaitu:7

1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri
atas bagian-bagian yang saling berinteraksi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat
timbal balik.
3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis; penyesuaian yang ada tidak perlu
banyak mengubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.
4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, sehingga di
masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-
penyimpangan, tetapi ketegangan dan penyimpangan ini akan
dinetralisasi lewat proses pelembagaan.
5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan
sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian.
6. Perubahan merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya
diferensiasi dan inovasi.
7. Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.8

3. Kedisiplinan

Disiplin berasal dari bahasa latin yaitu disciplina yang berarti latihan atau
pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Menurut

7
Ibid., hlm. 40.
8
Ibid., hlm. 41.
15

Santoso disiplin berasal dari disciple (dalam bahas inggris) berarti pengikut
atau murid. Pengikut atau murid wajib mengetahui dan menaati tata tertib
sehingga disiplin lebih dikenal dengan tata tertib dari pada pengertian aslinya
dan menurut Poerwadarminta disiplin adalah latihan bathin dan watak dengan
maksud agar segala perubahan yang dilakukan menunjukkan tata tertib,
mentaati ketentuan atau aturan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hal ini berarti bahwa kedisiplin individu merupakan suatu yang


berkembang dan dari beberapa uraian diatas dapat disimpukan bahwa ciri
disiplin adalah taat terhadap norma kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
adanya prilaku terkendali.9 Masyarakat itu merupakan atau kolektivitas
manusia yang melakukan antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal,
berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan
secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Bagaimanapun
kelompok melakukan jalinan sosial dalam waktu yang relatif lama itu pasti
menempati kawasan tertentu. Meskipun pada dua konsep yang terdahulu tidak
dinyatakan tentang kawasan itu, secara eksplisit tersirat pada kontinuitas dan
kekekalan. Hubungan antar manusia itu tidak dapat berkesinambungan dan
kekal, jika tidak terjadi dalam suatu wadah yang kita sebut kawasan atau
daerah. Salah satu unsur masyarakat lainnya yang melekat, yaitu adanya
kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut.10

4. Mahasiswa

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu


ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu
bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi,

9
Soegeng Prijodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses, (Jakarta: PT. Pratnya Praminto, 2004),
hlm. 75.
10
Elly M. Setiadi dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), hlm. 81.
16

institut dan universitas.11 Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas


yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak.
Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang
cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang
saling melengkapi. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap
perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat
digolongkan pada 19 masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat
dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah
pemantapan pendirian hidup.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah
seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan
menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik,
sekolah tinggi, institut dan universitas. Sedangkan dalam penelitian ini,
subyek yang digunakan ialah dua mahasiswa yang berusia 23 tahun dan masih
tercatat sebagai mahasiswa aktif. Karakteristik perkembangan mahasiswa
seperti halnya transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama
yang melibatkan perubahan dan kemungkinan stres, begitu pula masa transisi
dari sekolah menengah atas menuju universitas. Dalam banyak hal, terdapat
perubahan yang sama dalam dua transisi itu. Transisi ini melibatkan gerakan
menuju satu struktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi,
seperti interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang lebih beragam dan
peningkatan perhatian pada prestasi dan penilaiannya.
Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan
pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap
kurikulum yang menawarkan wawasan dan cara berpikir baru seperti;
terhadap mahasiswa lain yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai,

11
Damar A Hartaji. (2012). Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan
Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
17

terhadap kultur mahasiswa yang berbeda dengan kultur pada umumnya, dan
terhadap anggota fakultas yang memberikan model baru.12

5. Penampilan Diri

Penampilan adalah bentuk citra diri yang terpancar dari diri seseorang,
dan juga meupakan sarana komunikasi antara seorang individu dengan
individu lainnya. Tampil menarik dapat menjadi salah satu kunci sukses
dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Orang lain akan merasa nyaman,
betah, dan senang dengan penampilan diri yang enak dipandang mata.
Berpenampilan menarik bukan berati mewah, tetapi tergantung pada diri
individu itu sendiri dalam kaitannya pengembangan diri seutuhnya secara
baik. Penampilan mengandung pengertian, diantaranya (1) enak dan menarik
dipandang mata, (2) kesempurnaan penampilan dalam warna, (3) proporsi
tubuh yang simetris yang menimbulkan kesan menarik. Dengan kata lain,
suatu penampilan akan terlihat menarik manakala penampilan itu pleasing
atau berbentuk sempurna dalam pengertian proporsi dari setiap bagian
terstuktur secara harmonis.13 Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat
berpenampilan menarik meliputi:
a. Sikap atau pembawaan
Sikap yang baik akan menimbulkan kesan yang baik pula. Dalam hal
ini, penampilan fisik seseorang memegang peranan penting melalui cara
berjalan, cara berbicara, cara makan, cara duduk, cara berdiri.
b. Ekspresi wajah dan bahasa tubuh
Hal yang terkait dengan ekspresi wajah dan bahasa tubuh adalah: (1)
cara memandang, yaitu pandangan mata saat melihat atau berbicara dengan

12
Soegeng Prijodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses, (Jakarta: PT. Pratnya Praminto,
2004), hlm. 76.
13
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Rajawali, 2002), hlm. 35.
18

lawan bicara. (2) Sikap tubuh, meliputi sikap kepala (tegak), sikap wajah
(alis mata, bibir).
c. Berbicara
Untuk dapat berbicara dengan baik dituntut bahasa tubuh yang sesuai
dengan pembicaraan yang dilakukan. Suara juga harus disesuaikan dengan
kondisi waktu, tempat, maupun inti pembicaraan. Misal: jika pembicaraan
mengandung makna kemarahan maka ekspresi wajah, intonasi suara juga
menyelaraskan dalam keadaan gusar.
d. Kesehatan
Kesehatan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan
diusahakan agar memberikan penampilan segar dan prima.
e. Kebersihan dan kerapian
Merupakan hal penting yang diperhatikan dan dihindarkan karena
akan mengganggu penampilan secara keseluruhan.14
f. Tata busana
Busana tidak saja berfungsi sebagai pelindung tubuh dan penutup
bagian tertentu pada tubuh, akan tetapi busana mempunyai fungsi lain
yaitu memperindah diri. Kemampuan seseorang untuk dapat berbusana
dengan tepat dan baik akan menampilkan kesan positif yang berkaitan
erat dengan gairah hidup, sehingga menambah percaya hidup. Berbusana
dengan baik akan menampilkan pribadi yang menarik pula.15

6. Syariat Islam

Pada prinsipnya Islam tidak melarang umatnya untuk berpakaian sesuai


dengan mode atau trend masa kini, asal semua itu tidak bertentangan dengan
prinsip islam. Islam membenci cara berbusana seperti busana-busana orang
jahiliyah yang menampakkan lekuk-lekuk tubuh yang mengundang kejahatan

14
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Bandung: Teraju, 2004), hlm. 103.
15
Ibid., hlm. 103.
19

dan kemaksiatan. Konsep Islam adalah mengambil kemaslahatan dan menolat


kemudhoratan.16 Busana dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang kita
pakai mulai dari kepala hingga sampai ujung kaki. Dalam pengertian
berbusana, Al-Quran tidak hanya menggunakan satu istilah saja tetapi
menggunakan istilah yang bermacam-macam sesuai dengan konteks
kalimatnya. Menurut Quraish Shihab paling tidak, ada 3 istilah yang dipakai
yaitu:17

1. Al-Libas (bentuk jamak dari kata Al-Lubsu), yang berarti segala sesuatu
yang menutup tubuh. Kata ini digunakan Al-Quran untuk menunjukkan
pakaian lahir dan batin.
2. Ats-Tsiyah (bentuk jamak dari Ats-Tsaubu), yang berarti kembalinya
sesuatu pada keadaan semula yaitu tertutup.
3. Az-Sarabil yang berarti pakaian apapun jenis bahannya.

Dari pengertian diatas, dapat ditarik pengertian busana muslim sebagai


busana yang dipakai oleh wanita muslimah yang memenuhi kriteria-kriteria
(prinsip-prinsip) yang ditetapkan ajaran agama Islam dan disesuaikan
dengan kebuutuhan tempat, budaya dan adat istiadat.

Syar’i modern merupakan sebuah konsepsi yang diciptakan berdasarkan


pengamatan pasar yang ada di Indonesia saat ini. syar’i modern merupakan
lifestyle yang memiliki pendekatan terhadap syari’at. Konsepsi ini memiliki
beberapa batasan dan aturan yang disesuaikan dengan syari’at islam, namun
tetap mengikuti perkembangan zaman. Beberapa batasan tersebut diantaranya
adalah menutup aurat berdasarkan Al-Qur’an surat An-Nur: 31, menjelaskan
bahwa seorang wanita muslimah hendaknya menutup seluruh bagian
tubuhnya kecuali yang biasa tampak, para ulama telah sepakat bahwa batasan
16
Ahmad Hasan Karzun, Adab Berpakaian Pemuda Islam, (Jakarta, Darul Falah, 2000) cet. 2.
hlm,13
17
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung, Mizan, 1996), cet.4., hlm.161.
20

aurat seorang muslimah adalah seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan.

Pakaian bukan sebagai perhiasan, seorang muslimah dilarang memakai


pakaian yang terlalu menghias dirinya, larangan ini dimaksudkan agar
muslimah dapat terhindar dari hawa nafsu laki-laki yang bukan mahramnya
serta terhindar dari fitnah. Pakaian harus berbahan tebal sebagaimana perintah
syariat untuk menutup aurat, maka seluruh anggota tubuh yang termasuk aurat
tidak boleh terlihat. Maka dari itu, penggunaan bahan yang tebal dan tidak
transparan sangat dianjurkan. Pakaian tidak membentuk lekuk tubuh, lekuk
tubuh termasuk kedalam aurat, setiap wanita muslimah tidak boleh
menggunakan pakaian ketat dan tipis sehingga membentuk lekuk tubuh
karena hal ini dapat mengundang syahwat laki-laki.

Pakaian tidak beraroma, muslimah dilarang menggunakan wewangian


kecuali dihadapan orang yang merupakan mahramnya. Pakaian tidak
menyerupai laki-laki muslimah dilarang menggunakan pakaian yang
menyerupai laki-laki. Pakaian tidak mencolok pakaian hendaknya tidak
mencolok baik dalam segi warna maupun coraknya. Maksud dari mencolok
disini adalah menjadi perhatian orang banyak. Wanita diperbolehkan
menggunakan sutra dan emas senada dengan diperbolehkannya isbal bagi
wanita, namun dilarang bagi kaum laki-laki.18

7. Kode Etik
a. Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai dan juga aturan profesional
tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar, baik, apa yang tidak
benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa

18
Abu Malik Kamal, Fiqh Sunnah Lin Nissa. (Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2016).
21

saja yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan
perbuatan apa yang harus dihindari.19
Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata
cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan atau suatu
pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Pengertian kode etik yang lainnya yaitu, merupakan
suatu bentuk aturan yang tertulis, yang secara sistematik dengan sengaja
dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan ketika dibutuhkan
dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam
tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik tersebut.
Tujuan kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang
sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya
kode etik akan melindungi perbuatan dari yang tidak profesional. Ketaatan
tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan yang naluriah,
yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa serta perilaku tenaga profesional.
Jadi ketaatan tersebut terbentuk dari masing-masing orang bukan karena
suatu paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa jika dia
melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi
dia sendiri.
Kode etik bukanlah merupakan kode yang kaku karena akibat
perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah
tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Seperti misalnya kode etik tentang
euthanasia (mati atas kehendak sendiri), sejak dahulu belum tercantum
dalam kode etik kedokteran tapi kini sudah dicantumkan. Kode etik sendiri
disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing dari profesi
mempunyai kode etik tersendiri. Seperti misalnya kode etik guru,
pustakawan, dokter, pengacara dan sebagainya. Pelanggaran kode etik

19
Adams, dkk; Etika Profesi, (Jakarta: Gramedia, 2007), hlm. 65.
22

tidaklah diadili oleh pengadilan, sebab melanggar kode etik tidak selalu
berarti melanggar hukum. Sebagai contohnya untuk PGRI (Persatuan Guru
Republik Indonesia) terdapat kode etik keguruan. Jika seorang guru
dianggap telah melanggar kode etik tersebut, maka guru diperiksa oleh
Majelis Kode Etik Keguruan Indonesia, bukan diperiksa oleh pengadilan.
Sering kali kita mendengar tentang istilah kode etik, akan tetapi
terkadang masih belum kita ketahui arti kode etik yang sesungguhnya.
Kode etik merupakan suatu sistem norma, nilai serta aturan profesional
secara tertulis yang dengan tegas menyatakan hal baik dan juga benar, serta
apa yang tidak benar dan juga tidak baik bagi profesional. Secara singkat
pengertian kode etik adalah suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman
etis di dalam melakukan suatu kegiatan ataupun suatu pekerjaan. Kode
etik berhubungan dengan perilaku seseorang.
Pengertian kode etik lainnya adalah suatu aturan yang tertulis, secara
sistematik dengan sengaja di buat, berdasarkan prinsip-prinsip moral yang
ada serta ketika dibutuhkan bisa di fungsikan sebagai alat yang dapat
digunakan menghakimi berbagai macam dari tindakan yang pada umumnya
dinilai menyimpang dari kode etik yang ada. Dalam pembentukannya, kode
etik tentu memiliki tujuan didalamnya yaitu, agar profesional dapat
memberikan jasa dengan sebaik-baiknya kepada para pemakai ataupun
para nasabahnya, sebagai pelindung dari perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan dari tenaga profesional terhadap kode etik yang ada
merupakan sebuah ketaatan yang naluriah. Penyelewengan atau
penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu
profesi itu dimata masyarakat dinamakan pelanggaran terhadap kode etik
profesi. Kode etik bagi sebuah profesi adalah sumpah jabatan yang juga
diucapkan oleh para pejabat Negara.
23

Kode etik dan sumpah adalah janji yang harus dipegang teguh.
Artinya, tidak ada toleransi terhadap siapa pun yang melanggarnya.
Berdasarkan pengertian kode etik, dibutuhkan sanksi keras terhadap
pelanggar sumpah dan kode etik profesi. Bahkan, apabila memenuhi unsur
adanya tindakan pidana atau perdata, selayaknya para pelanggar sumpah
dan kode etik itu harus diseret ke pengadilan. Kita memang harus memiliki
keberanian untuk lebih bersikap tegas terhadap penyalahgunaan profesi.
Kita pun tidak boleh bersikap diskrimatif dan tebang pilih dalam
menegakkan hukum di Indonesia. Kode etik dan sumpah jabatan harus
ditegakkan dengan sungguh-sungguh. Profesi apa pun sesungguhnya tidak
memiliki kekebalan di bidang hukum. Kita harus mengakhiri praktik-
praktik curang dan penuh manipulatif dari sebagian elite masyarakat. Ini
penting dilakukan, kalau Indonesia ingin menjadi sebuah Negara dan
Bangsa yang bermartabat. Pelanggaran kode etik profesi merupakan
pelanggaran yang dilakukan oleh sekelompok profesi yang tidak
mencerminkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata
masyarakat. Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-
masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter,
guru, pustakawan, pengacara, Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh
pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar
hukum.20
Berapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa, ada pun
yang menjadi penyebab mengapa terjadi pelanggaran kode etik yaitu;
1. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat
2. Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan

20
Ibid., hlm. 68.
24

3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik


profesi, karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi
sendiri
4. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya
5. Tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengembang
profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya21

6. Gaya Busana atau Fashion

a. Pengertian Gaya Busana


Secara khusus dapat dikatakan fashion ialah gaya berpakaian yang
digunakan setiap hari oleh seseorang, baik itu dalam kehidupan sehari-
harinya ataupun pada saat acara tertentu dengan tujuan untuk menunjang
penampilan.Atau definisi fashion yakni gaya berbusana yang populer
dalam suatu budaya atau sebagai mode. Ada juga yang berpandapat bahwa
fashion merupakan gaya berbusana yang menentukan penampilan dari
seorang individu. Kata fashion sendiri berasal dari bahasa Inggris yang
dapat diartikan sebagai mode, model, cara gaya ataupun kebiasaan.
Fashion tidak haya berkaitan dengan gaya dalam berpakaian saja, akan
tetapi berhubungan juga dengan gaya aksesoris, kosmetik, gaya rambut dan
lain-lain yang dapat menunjang penampilan seseorang.22
b. Fungsi Gaya Busana
Fashion saat ini tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan dalam
kehidupan sehari-hari, namun lebih dari itu fashion menjadi salah satu gaya
hidup. Hal tersebut tidak lepas dari posisi wanita jaman sekarang yang
memiliki peranan yang kompleks dalam kehidupan masyarakat. Dulu
aktivitas wanita hanya didalam rumah saja sehingga kebutuhan fashionnya

21
Ibid., hlm. 70.
22
A. Riyanto, Teori Busana, (Bandung: Yapemdo, 2003), hlm. 88.
25

tidak terlalu banyak dan apa adanya. Sedangkan wanita sekarang memiliki
peranan yang penting dalam kehidupan keluarga maupun sosial.
Wanita tidak lagi identik dengan rumah dan dapur, sekarang banyak
wanita yang turut serta membantu perekonomian keluarga dengan bekerja
sebagai wanita karier atau menjadi pembisnis. Dari situlah muncul fashion
yang menunjang kebutuhan sehari-hari, karier dan pekerjaan wanita.
Dengan demikian wanita bisa berpenampilan modis dan trendy sesuai
dengan kepribadian dan karakternya masing-masing.
c. Manfaat Gaya Busana
Ada beberapa manfaat dalam kehidupan sehari-hari diantaranya ialah
sebagai berikut:
1. Memberikan rasa percaya diri: Secara psikologis setiap wanita yang
penampilannya menarik dan nyaman lebih memiliki percaya diri
dibandingkan dengan wanita yang penampilannya tidak menarik. Rasa
percaya diri mempengaruhi semangat dalam mengerjakan berbagai
macam pekerjaan dan berakitivitas.
2. Memberikan daya tarik tersendiri: Menggunakan pakaian dan
berpenampilan menarik bisa memberikan daya tarik yang memikat.
Apalagi jika dipadu dengan sopan dan ramah akan memunculkan aura
yang menarik membuat orang merasa nyaman saat bicara dan dekat
dengan kalian.
3. Membuat bahagia: Memanjakan diri sendiri tidak hanya dengan belanja
pakaian dan barang-barang baru. Namun rasa kepuasan menggunakan
fashion yang menjadi perhatian bisa membuat perasaan bahagia.23

23
Agus Sachari, Desain Gaya dan Realitas, (Jakarta: CV Rajawali, 1986), hlm. 56.
26

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang terdahulu, ada beberapa penelitian yang


memiliki kesamaan atau relevansi dengan judul yang diteliti oleh penulis, kali ini
seperti yang dijabarkan dalam bentuk naratif dan yang terlibat pada tabel:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hany Sabrina Mumtaz Aziz dengan judul
Respon Mahasiswa Tentang Kode Etik Berpakaian Di Fakultas Ilmu Dakwah
Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertujuan untuk
untuk mengetahui respon mahasiswa tentang kode etik berpakaian di kampus
terutama Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, karena menurutnya
pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah
perhitungan yang tepat, penelitian ini dengan menggunakan metode survey
yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi yang menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama.
Hasil penelitiannya adalah menunjukkan bahwa kategori respon mahasiwa
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi terhadap Kode Etik berpakaian
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berada di kategori rendah yaitu nilai
frekuensi berjumlah 41 dengan presentase 47%
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Hidayat dengan judul Pendidikan
Karakter dan Etika Berbusana (Studi Kasus Terhadap Etika Berbusana
Mahasiswa Prodi PGMI) yang bertujuan untuk melihat pendidikan karakter
mahasiswa dan etika berbusana
Hasil penelitiannya adalah: Pertama, tipe modis, tipe ini mempunyai karakter
religiusitas yang relatif rendah, namun spiritualitasnya realtif lebih tinggi.
Jiwa toleransinnya sangat peka, namun cenderung acuh terhadap perbedaan,
bukan menunjukkan sikap kesadaran kritis atas munculnya perbedaan. Kedua,
tipe formalis, tipe ini mempunyai karakter religiusitas yang sangat tinggi
karena dibentuk iklim akademik yang kuat. Sikap kejujurannya sangat baik
27

karena dirinya dituntut untuk mempunyai integritas diri yang mewadai.


Ketiga, tipe dinamis, tipe ini mempunyai karakter religiusitas yang
memuncak pada spiritualitas yang tidak terikat lagi oleh ritual keagamaan
secara estetuik, namun lebih kepada amlaiah praktis
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lola Rizkila Nur dengan judul Respon
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Terhadap Penggunaan Jilbab Sebagai Pakaian Kampus (Studi Komparasi
Antara Fakultas Syariah dan Hukum dengan Fakultas Sains dan Teknologi)
yang bertujuan untuk mengetahui respon mahasiswa tentang penggunaan
jilbab sebagai pakaian wajib di kampus.
Metode yang digunakan adalah kuantitatif komparatif (dengan cara mengolah
data penelitian komparasi), yaitu dengan membandingkan dua atau tiga
kejadian dengan melihat penyebab-penyebabnya.
Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa sebagian responden dari
Fakultas Syariah dan Hukum dan 68% responden dari Fakultas Sains dan
Teknologi telah mengetahui secara jelas tujuan memakai jilbab yaitu untuk
menutup aurat. Sedangkan 11,4% responden dari Fakultas Syariah dan
Hukum dan 28% responden dari Fakultas Sains dan Teknologi memakai
jilbab hanya sekedar mematuhi peraturan kampus tanpa tujuan untuk bergaya
4. Penelitian yang dilakukan oleh Kiki Rizkiatul Afifah dengan judul Analisis
Penerapan Kode Etik Mahasiswa terhadap Gaya Berbusana Mahasiswa UIN
Sunan Ampel Surabaya Menurut Tindakan Sosial Max Weber dan Islam :
Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang bertujuan untuk
mengetahui penerapan gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat berdasarkan KEM dan mengetahui penerapannya terhadap gaya
berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut tindakan
sosial Max Weber.
Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Researh) dengan
pendekatan kualitatif dengan prosedur penelitian yang menghasilkan data
28

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.
Hasil dari penelitian ini adalah penerapan gaya berbusana mahasiswa Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat berdasarkan kode etik mahasiswa menunjukkan
bahwa sebagian besar belum sepenuhnya terlaksana, terbukti dengan
mayoritas mahasiswa yang belum berbusana sesuai dengan kode etik
mahasiswa. Gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat ada
sekitar 45% yang sesuai dan 55% yang tidak sesuai dengan kode etik
mahasiswa. Dari prosentase tersebut lebih banyak gaya berbusana mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang tidak sesuai dengan kode etik
mahasiswa dikarenakan sanksi belum berjalan dan tidak ditegakkan, hal itu
juga karena tidak semua dosen punya kepeduliaan untuk menegakkannya.

Table 2.1
Penelitian Relevan
No Ringkasan & Hasil Penelitian Persamaan & Perbedaan
1. Nama Peneliti: Hany Sabrina Persamaan: Penelitian ini dengan
Mumtaz Aziz (2016) penelitian saya sama-sama ingin
Judul: Respon Mahasiswa Tentang mengetahui penerapan kode etik
Kode Etik Berpakaian Di Fakultas mahasiswa
Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Perbedaaan: Penelitian ini
Ringkasan: Bertujuan untuk bertujuan untuk mengetahui
mengetahui respon mahasiswa respon mahasiswa sedangkan
tentang kode etik berpakaian di penelitian saya untuk mengetahui
kampus terutama Fakultas Dakwah penerapan kode etik berbusana.
dan Ilmu Komunikasi
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kategori respon mahasiwa
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi terhadap Kode Etik
berpakaian di UIN Syarif
29

Hidayatullah Jakarta ini berada di


kategori rendah yaitu nilai frekuensi
berjumlah 41 dengan presentase
47%24
2. Nama Peneliti: Nur Hidayat (2015) Persamaan: Penelitian ini dan
Judul: Pendidikan Karakter dan penelitian yang saya teliti sama-
Etika Berbusana (Studi Kasus sama tentang kode etik mahasiswa
Terhadap Etika Berbusana
Mahasiswa Prodi PGMI Perbedaan: Penelitian ini untuk
Ringkasan: Bertujuan untuk melihat melihat pendidikan karakter dan
pendidikan karakter mahasiswa dan etika berbusana. Sedangkan
etika berbusana penelitian saya untuk melihat
Hasil: Pertama, tipe modis. Tipe ini penerapan kode etik mahasiswa
mempunyai karakter religiusitas terhadap gaya berbusana.
yang relatif rendah, namun
spiritualitasnya realtif lebih tinggi.
Jiwa toleransinnya sangat peka,
namun cenderung acuh terhadap
perbedaan, bukan menunjukkan
sikap kesadaran kritis atas
munculnya perbedaan. Kedua, tipe
formalis. Tipe ini mempunyai
karakter religiusitas yang sangat
tinggi karena dibentuk iklim
akademik yang kuat. Sikap
kejujurannya sangat baik karena
dirinya dituntut untuk mempunyai
integritas diri yang mewadai. Ketiga,
tipe dinamis. Tipe ini mempunyai
karakter religiusitas yang memuncak
pada spiritualitas yang tidak terikat
lagi oleh ritual keagamaan secara

24
Skripsi Hany Sabrina Mumtaz Aziz Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayarullah Jakarta tahun 2016 dengan judul Respon Mahasiswa Tentang Kode Etik Berpakaian Di
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
30

estetik, namun lebih kepada amlaiah


praktis.25
3. Nama Peneliti: Lola Rizkila Nur Persamaan: Penelitian ini dan
(2007) penelitian saya sama-sama
Judul: Respon Mahasiswa membahas tentang pakaian
Universitas Islam Negeri (UIN) mahasiswa
Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap
Penggunaan Jilbab Sebagai Pakaian Perbedaan: Penelitian ini sangat
Kampus (Studi Komparasi Antara berfokus pada penggunaan jilbab
Fakultas Syariah dan Hukum dengan sedangkan penelitian saya
Fakultas Sains dan Teknologi berfokus pada gaya berbusananya.
Ringkasan: Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui respon
mahasiswa tentang penggunaan
jilbab sebagai pakaian wajib di
kampus
Hasil: Dari hasil data diatas
menunjukkan bahwa sebagian
responden dari Fakultas Syariah dan
Hukum dan 68% responden dari
Fakultas Sains dan Teknologi telah
mengetahui secara jelas tujuan
memakai jilbab yaitu untuk menutup
aurat. Sedangkan 11,4% responden
dari Fakultas Syariah dan Hukum
dan 28% responden dari Fakultas
Sains dan Teknologi memakai jilbab
hanya sekedar mematuhi peraturan
kampus tanpa tujuan untuk
26
bergaya.
4. Nama Peneliti: Kiki Rizkiatul Persamaan: Penelitian ini dan
Afifah (2016) penelitian yang saya teliti sama-

25
Skripsi Nur Hidayat tahun 2015 dengan judul Pendidikan Karakter dan Etika Berbusana
(Studi Kasus Terhadap Etika Berbusana Mahasiswa Prodi PGMI.
26
Skripsi Lola Rizkila Nur tahun 2007 dengan judul Respon Mahasiswa Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Penggunaan Jilbab Sebagai Pakaian Kampus
(Studi Komparasi Antara Fakultas Syariah dan Hukum dengan Fakultas Sains dan Teknologi.
31

Judul: Analisis Penerapan Kode Etik sama tentang kode etik mahasiswa
Mahasiswa terhadap Gaya Berbusana dan gaya berbusana
Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Surabaya Menurut Tindakan Sosial Perbedaan: Penelitian ini lebih
Max Weber dan Islam : Studi Kasus berfokus kepada analisis
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat penerapannya yang tidak
Ringkasan: Untuk mengetahui diterapkan secara maksimal.
penerapan gaya berbusana Penelitian yang saya buat
mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan berfokus pada penerapan kode
Filsafat berdasarkan KEM dan etik mahasiswa dengan gaya
mengetahui penerapannya terhadap berbusananya.
gaya berbusana mahasiswa Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat menurut
tindakan sosial Max Weber.
Hasil: Penerapan gaya berbusana
mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat berdasarkan kode etik
mahasiswa menunjukkan bahwa
sebagian besar belum sepenuhnya
terlaksana, terbukti dengan mayoritas
mahasiswa yang belum berbusana
sesuai dengan kode etik mahasiswa.
Gaya berbusana mahasiswa Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat ada sekitar
45% yang sesuai dan 55% yang tidak
sesuai dengan kode etik mahasiswa.
Dari prosentase tersebut lebih
banyak gaya berbusana mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
yang tidak sesuai dengan kode etik
mahasiswa dikarenakan sanksi belum
berjalan dan tidak ditegakkan, hal itu
juga karena tidak semua dosen punya
kepeduliaan untuk menegakkannya.27

27
Skripsi Kiki Rizkiatul Afifah Jurusan Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2016 dengan judul Analisis Penerapan Kode
32

C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan dan diambil kerangka pemikiran sebagai
berikut. Pada umumnya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan adalah Fakultas
yang mencetak calon-calon guru, baik calon guru yang mengajar dari tingkatan
PAUD sampai dengan tingkatan SMA (sekolah menengah atas). Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan mempunyai kode etik yang paling utama mengenai
penampilan yakni kode etik berbusana, sebagaimana seorang guru
penampilannya harus dapat dijadikan contoh oleh murid-muridnya. Maka dari itu
untuk mengingatkan dan dijadikan sebagai pedoman berbusana dibuatlah Kode
Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Keputusan Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 469 Tahun 2016 BAB IV Pasal 5 Ayat 3
yang berbunyi “melanggar standar busana, tata cara berbusana dan
berpenampilan”. Pacuan tata cara berbusana mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan adalah sebagai berikut:

Etik Mahasiswa terhadap Gaya Berbusana Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Menurut Tindakan
Sosial Max Weber dan Islam : Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
33

Tabel 2.2
Tertib Busana Mahasiswa FITK

Tertib busana dan penampilan Tertib busana dan penampilan


mahasiswi FITK: mahasiswa FITK:
8) Memakai busana muslimah 7) Rambut tidak gondrong
(berjilbab) 8) Tidak memakai aksesoris wanita
9) Baju dan celana panjang 9) Tidak boleh memakai celana jeans
10) Baju dan celana tidak ketat 10) Baju dan celana tidak sobek
11) Baju dan celana tidak 11) Tidak memakai kaos oblong
transparan 12) Maupun kaos berkerah
12) Tidak diperkenankan memakai Beralas kaki tertutup/bersepatu
celana jeans
13) Mahasiswi dianjurkan
memakai rok panjang
14) Beralas kaki tertutup/bersepatu

Bagan kerangka berfikir penerapan kode etik terhadap gaya berbusana


mahasiswa di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan terlihat pada bagan sebagai
berikut:
34

Kode Etik Berbusana

Tata tertib busana FITK

Tertib busana dan penampilan mahasiswa Tertib busana dan penampilan mahasiswi
FITK: FITK:

1) Rambut tidak gondrong 1) Memakai busana muslimah (berjilbab)


2) Tidak memakai aksesoris wanita 2) Baju dan celana panjang
3) Tidak boleh memakai celana jeans 3) Baju dan celana tidak ketat
4) Baju dan celana tidak sobek 4) Baju dan celana tidak transparan
5) Tidak memakai kaos oblong 5) Tidak diperkenankan memakai celana
6) Maupun kaos berkerah jeans
7) Beralas kaki tertutup/bersepatu 6) Mahasiswi dianjurkan memakai rok
panjang
7) Beralas kaki tertutup/bersepatu

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah


Jakarta Nomor: 469 Tahun 2016 Tentang Kode
Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta BAB IV Tentang Bentuk Pelangaran
Pasal 5 ayat 3 yang berbunyi: melanggar
standar busana, tata cara berbusana dan
berpenampilan.

Tindakan individu sepanjang


tindakan itu mempunyai makna
atau arti subjektif bagi dirinya
dan orang lain. (Weber, 1975)

Teori Tindakan Sosial

Penerapan Kode Etik Mahasiswa Terhadap Gaya Berbusana


(Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah lokasi atau tempat dimana penelitian dilakukan.
Adapun tempat penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu
berlokasi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Kampus 1 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95, Cemp. Putih, Ciputat, Kota
Tangerang Selatan, Banten 15412 dan Gedung PPG Kampus 5 Bojongsari,
Sawangan, Depok.

Tabel 3.1
Waktu Penelitian

Bulan
No Kegiatan Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan
1. Studi Pendahuluan
2. Penyusunan
observasi dan
perencanaan
penelitian
3. Merumuskan
instrument penelitian
4. Pengumpulan data
5. Pengolahan dan
analisis data
penelitian
6. Penyusunan laporan
penelitian
7 Penyerahan skripsi
8. Sidang munaqosah

35
36

B. Pendekatan dan Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif
adalah jenis yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai
(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-
cara lain dari kuantifikasi (pengukuhan). Penelitian kualitatif dapat menunjukkan
pada penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, atau
hubungan kekerabatan.1 Berfokus pada fenomena sosial dan pada pemberian
suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan di bawah studi. Hal ini
didasarkan pada kepercayaan bahwa pengetahuan dihasilkan dari seting sosial
dan bahwa pemahaman pengetahuan sosial adalah suatu proses ilmiah yang
sah (legitimate).2 Dari sisi lain dan dengan secara sederhana dapat dikatakan
bahwa tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan jawaban terhadap
suatu fenomena atau pernyataan melalui aplikasi prosedur ilmiah secara
sistematis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.3
Penelitian ini bertujuan menganalisis data sedekat mungkin dengan data-data
yang ada dan sesuai dengan realita di lapangan. Dengan pendekatan kualitatif ini
penulis akan menggunakan gambaran dan perspektif keadaan sosial pada saat
adanya aturan terutama kode etik bagi mahasiswa. Tujuan penelitian ini untuk
menyelidiki suatu proses, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus adalah suatu proses
pengumpulan data dan informasi secara mendalam, mendetail, intensif, holistik,
dan sistematis tentang orang, kejadian, social setting (latar sosial), atau kelompok
dengan menggunakan berbagai metode dan teknik serta banyak sumber informasi

1
Syamsir Salam, dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), hlm. 30.
2
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
hlm.2.
3
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan. (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), hlm. 329.
37

untuk memahami secara efektif bagaimana orang, kejadian, latar alami (social
setting) itu beroprasi atau berfungsi sesuai dengan konteksnya.4
Desain studi kasus yang digunakan peneliti adalah desain kasus tunggal.
Terdapat tiga rasional untuk desain studi kasus tunggal. Pertama, ingat bahwa
studi kasus analog dengan eksperimen tunggal, dan banyak kondisi-kondisi yang
sama yang membenarkan eksperimen tunggal juga membenarkan studi kasus
tunggal. Karenanya, sebuah rasional untuk kasus tungal ialah manakala kasus
tersebut menyatakan kasus penting dalam mrnguji suatu teori yang telah disusun
dengan baik. Kedua, untuk kasus tunggal ialah kasus tersebut menyajikan suatu
kasus ekstrem atau unik. Ketiga, studi kasus tunggal adalah kasus penyingkapan
itu sendiri. ketiga rasional di atas merupakan alasan-alasan utama bagi
penyelenggaraan studi kasus tunggal.5

C. Sumber Data dan Jenis Data


1. Data dan Sumber Data
Data merupakan keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu hal
yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan. Atau suatu fakta yang
digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain6. Data penelitian
dikumpulkan baik lewat instrumen pengumpulan data, wawancara, observasi
maupun lewat data dokumentasi. Sumber data secara garis besar terbagi ke
dalam dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
A. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama melalui
prosedur dan teknik pengambilan data yang dapat berupa wawancara,
observasi. Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara memiliki
tujuan untuk memperoleh informasi mengenai penerapan kode etik
mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa di Fakultas Ilmu

4
Muri Yusuf, op.cit., h. 339.
5
Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta; PT Raja Grafindo, 2014), hlm.47.
6
Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hlm.82.
38

Tarbiyah dan Keguruan. Data primer didapatkan langsung dari


wawancara terhadap informan-informan yang dipilih peneliti melalui
pertimbangan-pertimbangan tertentu, informan tersebut terdiri dari
mahasiswa dan informan tambahan dari staf/pegawai.
Berikut merupakan nama-nama informan yang peneliti ambil sebagai data
primer, informan yang diwawancari oleh peneliti adalah:
Tabel 3.2
Informan yang diwawacarai
No. Nama Jabatan
1. Naiya Masitoh Mahasiswa Jurusan PAI
2. Febri Nurhayati Mahasiswa Jurusan PIPS
3. Muhammad Fatih Mahasiswa Jurusan MP
4. Elisa Fauziah Mahasiswa Jurusan PGMI
5. Regita Nurani Mahasiswa Jurusan PBio
6. Asih Inpriawati Mahasiswa Jurusan PMTK
7. Sarah Muthia Mahasiswa Jurusan PKim
8. Eka Fauziah Mahasiswa Jurusan PIAUD
9. Hilda Wardah H Mahasiswa Jurusan PFis
10. Nita Anggraini Mahasiswa Jurusan PBI
11. Annisa Widya Mahasiswa Jurusan PBSI
12 Dimas Wisa F Mahasiswa Jurusan PBA
13. Bapak Furqon Staf Bagian Umum FITK
14. Bapak Syafrudin Satpam

Nama-nama diatas adalah partisipan yang peneliti peroleh atas


pertimbangan-pertimbangan tertentu dan juga mewakili informasi dari setiap
jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, peneliti akan
39

menjelaskan mengenai partisipan yang peneliti pilih sebagai sumber


informasi.
Naiya Masyitoh (Jurusan Pendidikan Agama Islam) berbusana gamis dan
kerudung yang menutup dada, dan selalu menggunakan kaos kaki, Febri
Nurhayati (Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial) berbusana kaos
longgar, celana bahan dan kerudung yang tidak menutup bagian dada,
Muhammad Fatih (Jurusan Manajemen Pendidikan) berbusana dengan kaos
berkerah, celana jeans dan rambut agak gondrong, Elisa Fauziah (Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayah) berbusana kemeja, rok panjang dan
kerudung yang menutup dada, Regita Nurani (Jurusan Pendidikan Biologi)
berbusana atasan blous, rok panjang, kerudung yang menutup dada dan selalu
memakai kaos kaki, Asih Inpriawati (Jurusan Pendidikan Matematika)
berbusana gamis dan kerudung yang menutup dada, Sarah Muthia (Jurusan
Pendidikan Kimia) berbusana gamis dan kerudung yang menutup dada, Eka
Fauziah (Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini) berbusana kemeja, celana
bahan dan kerudung yang menutup dada, Hilda Wardah Hafidz (Jurusan
Pendidikan Fisika) berbusana atasan blous, celana bahan dan kerudung yang
tidak menutup dada, Nita Angraini (Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris)
berbusana kemeja, celana jeans dan kerudung tidak menutup dada, Annisa
Widya (Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) berbusana gamis
dan kerudung yang menutup dada, Dimas Wisa Fadholi (Jurusan Pendidikan
Bahasa Arab) berbusana kemeja dan celana jeans.

B. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung
yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip arsip resmi.7 Data
sekunder yang diperoleh adalah data berupa dokumen atau berkas sebagai
penunjang penelitian, yang diperoleh dari pihak yang bersangkutan
dengan objek kajian penelitian ini, adapaun data dan berkas dokumen

7
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005), hlm.36.
40

berupa jumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan tahun


angkatan 2015, kode etik mahasiswa UIN Jakarta dan tat tertib berbusana
mahasiswa FITK.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian, teknik pengumpulan data yang


digunakan peneliti adalah:
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik
pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau
self-repor, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan
pribadi.8 Wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung dengan
partisipan, tidak melalui telepon ataupun video. Instrumen yang digunakan
adalah pedoman wawancara dan perekam suara. Tujuan peneliti melakukan
wawancara adalah agar mendapatkan informasi lebih mendetail mengenai
penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya busana mahasiswa Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta.
Oleh karena itu, peneliti menguji keabsahan data hasil penelitian dengan
cara member checking. Member checking berarti bahwa data hasil wawancara
kemudian dikonfrontasikan kembali dengan partisipan atau pemberi
informasi. Partisipan harus membaca, mengoreksi atau memperkuat ringkasan
hasil wawancara yang dibuat oleh peneliti.9
Pada tahapan ini, peneliti akan menguji keabsahan data hasil
penelitiannya dengan cara member checking. Peneliti akan menunjukan hasil

8
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2015), hlm.317.
9
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya, (Jakarta:
Grasindo, 2010), hlm. 134.
41

penelitiannya kepada ke dua belas partisipan tersebut dimana partisipan yang


penulis ajak untuk menguji keabsahan data itu pada penelitian yang dilakukan
pada satu tempat dan waktu yang sama, kemudian partisipan mengoreksi hasil
penelitian. Sehingga hasil penelitian sesuai dengan kejadian dan peristiwa di
lapangan.
Pertanyaan-pertanyaan dimulai dari pertanyaan nomer satu pada pedoman
wawancara (hal.41) lanjut ke pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Partisipan
diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan peneliti dalam penelitian
kali ini. Wawancara ditujukan kepada partisipan yang mengetahui jaaban dari
keseluruhan pertanyaan wawancara pada pedoman wawancara. Wawancara
ini bertujuan untuk mengetahui penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya
berbusana mahasiswa.

Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Wawancara

No Aspek Masalah Sub Aspek Masalah


1. Kode etik a. Pemahaman kode etik berpakaian
mahasiswa/i FITK
2. Gaya berbusana sesuai a. Busana yang sesuai dengan kode
kode etik etik mahasiswa/i FITK
b. Penerapan busana mahasiswa
dengan standar kode etik
mahasiswa/i FITK
c. Gaya berbusana yang dipakai
sehari-hari
3. Gaya berbusana sesuai a. Busana yang sesuai dengan
syariat Islam syariat Islam
b. Penerapan busana mahasiswa/i
dengan syariat agama Islam
42

Tabel 3.4

Instrumen Wawancara
No Daftar Pertanyaan Sumber Data
1. 1. Apa yang anda ketahui tentang kode etik
mahasiswa terutama kode etik berbusana? Mahasiswa
2. Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana FITK (12)
mahasiswa FITK?
3. Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan
kode etik berbusana mahasiswa yang sudah
ditetapkan?
4. Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana
seperti ini?
5. Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai
dengan syariat Islam dan menurut anda apakah
gaya berbusana (muslimah/muslimin) anda sudah
sesuai dengan syariat Islam?
6. Menurut anda apakah kode etik berbusana
mahasiswa sudah diterapakan bagi sebagian
mahasiswa?
7. Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya
berbusana seperti apakah yang disebut sudah
menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
8. Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak
menerapkan kode etik berbusana mahasiswa?
9. Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama
kuliah?
Daftar Pertanyaan Sumber Data
2. 1. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang kode etik
berbusana yang berlaku di FITK?
2. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang gaya busana Staf FITK
mahasiswa FITK?
3. Apakah menurut bapak/ibu gaya berbusana
mahasiswa FITK sudah sesuai dengan kode etik
berbusana yang ditetapkan fakultas?
4. Menurut bapak/ibu apakah sanksi telah ditetapkan
dan berlaku bagi mahasiswa yang berbusana tidak
sesuai kode etik?
5. Bagaimanakah cara yang ampuh agar mahasiswa
yang berbusana tidak sesuai kode etik dapat
berbusana yang sesuai dengan apa yang ditetapkan
FITK?
43

2. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung.10 Peneliti melakukan kegiatan observasi selama dua
hari dalam satu minggu dan dilakukan selama dua minggu, pada minggu
pertama hari selasa 24 September 2019 di FITK Ciputat dan Gedung PPG
Sawangan peneliti mengamati keadaan gaya berbusana mahasiswa, kemudian
di hari selanjutnya rabu 25 September 2019 di FITK Ciputat dan Gedung PPG
Sawangan, peneliti mengamati kesesuaian penerapan gaya berbusana
mahasiswa. Di minggu berikutnya pada hari senin 30 September 2019 FITK
Ciputat dan Gedung PPG Sawangan peneliti mengamati gaya berbusana
individu dengan kelompok pertemanannya, kemudian di hari berikutnya pada
hari selasa 1 Oktober 2019 FITK Ciputat peneliti mengamati mahasiswa yang
lalu lalang pada lorong dan tangga yang terdapat poster tata tertib berbusana
mahasiswa.
Observasi partisipatif adalah peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian.11 Karena peneliti ingin mendapatkan data yang mendalam terkait
mengenai penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana
mahasiswa FITK. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai
kondisi sosial dari objek yang diteliti, peneliti melihat dan mengamati
mahasiswa yang ada di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan terkait
penerapan kode etik yang ada di Fakultas.

10
Sudaryono. Metodologi Penelitian. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2017), hlm 216
11
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 458.
44

Tabel 3.5
Pedoman Observasi Penelitian

No Aspek Yang Diamati Keterangan


1. Mengamati keadaan gaya berbusana Dalam berbusana di FITK
mahasiswa FITK
2. Mengamati penerapan gaya berbusana Dalam berbusana di FITK
mahasiswa yang sesuai dan tidak sesuai
dengan kode etik mahasiswa
3. Mengamati gaya berbusana individu Dalam interaksi bersama
terhadap teman bermain/sebaya mahasiswa lain (teman
bermain)
4. Mengamati peran papan informasi tentang Dalam pengetahuan
cara berpakaian di gedung FITK mahasiswa tentang adanya
tata tertib busana di FITK

3. Dokumentasi
Teknik studi dokumentasi, digunakan untuk mempelajari berbagai sumber
dokumentasi. Penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk mengungkapkan
peristiwa, objek dan tindakan-tindakan yang dapat menambah pemahaman
peneliti terhadap gejala-gejala masalah yang diteliti.12 Dalam penelitian ini,
menggunakan dokumen tertulis, meliputi lembar Kode Etik Mahasiswa dan
tata tertib busana mahasiswa FITK.

Tabel 3.6
Kisi-kisi Dokumentasi Penelitian
No Dokumen Yang Diperlukan Sumber
1. Data Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Pustipanda
Keguruan (Data Sekunder)
2. Kode Etik Mahasiswa Buku Pedoman
Akademik
3. Tata tertib busana mahasiswa FITK Poster tata tertib

12
Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 26.
45

E. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkip, wawancara, observasi, catatan lapangan, dokumen, foto, dan material
lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang data yang telah
dikumpulkan, sehingga memungkinkan temuan penelitian dapat disajikan dan
diinformasikan kepada orang lain.13 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
versi Miles dan Hubermen, mengemukakan bahwa model Miles dan Hubermen
terdapat 3 (tiga) tahap:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian pekerjaan mengumpulkan data bagi penelitian kualiatif harus
langsung diikuti dengan pekerjaan menulis, mengedit, mengklasifikasi,
mereduksi, dan menyajikan data, serta menarik kesimpulan dengan cara
membandingkan sebagai analisis data kualitatif.14
Pada penelitian ini peneliti melakukan tahap reduksi data dengan cara
menyusun transkip wawancara partisipan kemudian setelah wawancara
peneliti transkip, peneliti merangkum isi dari wawancara, memilih hal-hal
tertentu dan memotong isi wawancara yang menurut peneliti tidak perlu.
Kemudian setelah melakukan rangkuman data tersebut, peneliti melakukan
member checking dengan cara meminta partisipan untuk membaca lagi hasil
dari transkip wawancara.
2. Penyajian Data
Data yang tercatat di lapangan selanjutnya diorganisasikan dan disajikan
dalam bentuk teks naratif, matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang

13
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan, (Jakarta:
Preadamedia Group, 2014), hlm. 400.
14
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasia, 1996), hlm. 30.
46

padu dan mudah dipahami sehingga memudahkan untuk dikondensasi


(dirangkum).15 Pada penelitan ini peneliti menggunakan model teks naratif,
teks dalam bentuk transkip hasil wawancara dan hasil observasi yang di
analisis sesuai dengan sub tema bahasan yang dibahas sesuai dengan poin-
poin turunan dari rumusan masalah.
3. Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan di akhir
penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada simpulan untuk melakukan
verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran simpulan yang disepakati
oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan.16 Dalam menarik kesimpulan
peneliti mengacu pada analisis versi Miles dan Hubermen sebagaimana
selama pengumpulan data, kemudian bergerak bolak-balik dan berulang-ulang
antara reduksi data dan verifikasi/penarikan kesimpulan masuk ke dalam
deskripsi yang berurutan.
Agar lebih mudah memahami alur dari analisi data versi Miles dan
Hubermen, maka dapat dilihat pada gambar di bawah ini, jika di dalam
verifikasi data masih ada yang diragukan, maka perlu melakukan pengecekan
kembali pada pengumpulan data.

Gambar 3.1
Model Interaktif Miles and Huberman

15
Husaini Usman dan Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2017), hlm. 133.
16
Ibid., hlm. 135.
47

Langkah-langkah tersebut akan peneliti terapkan secara bertahap, untuk


langkah awal peneliti dan mengumpulkan data-data dan informasi wawancara,
observasi dan dokumentasi, yang kemudian data tersebut diolah oleh peneliti
untuk dapat memperoleh inti atau garis besar dari data yang diperoleh yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Selanjutnya, inti atau garis besar dalam data dan
informasi itu dihubungkan satu sama lain sehingga menghasilkan keterpaduan dan
hasilnya peneliti jabarkan secara menyeluruh untuk memperoleh hasil keseluruhan
dalam proses penelitian. Demikian prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam
pelaksanaan penelitian ini. Dengan melakukan tahapan-tahapan tersebut
diharapkan dapat memperoleh data yang memenuhi kriteria suatu penelitian yaitu
dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Dalam melaksankan pemerikasaan keabsahan (kebenaraan) data peneliti
menggunkan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data
dan sumber data yang telah ada. Peneliti menggunakan triangulasi data.
Triangulasi data untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah
dianalisis oleh peneliti yang menghasilkan kesimpulan selanjutnya dimintakan
kesepakatan (member check) dengan sumber data tersebut.17

Gambar 3.2
Triangulasi Data

17
Sugiyono. op.cit., hlm.373.
48

Jadi dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangualasi data. Teknik


trianggulasi ini dapat di capai dengan cara membandingkan hasil wawancara,
pengamatan dan membandingkan hasil wawancara yang mendalam dari berbagai
informan (sumber data). Peneliti mencari jawaban yang tidak ditemukan dalam
wawancara kemudian peneliti mendapatkannya dalam pengamatan, begitu juga
ketika peneliti tidak menemukan jawaban dari hasil pengamatan namun peneliti
menemukan pada wawancara, dan jawaban yang tidak peneliti dapatkan dalam
wawancara dan observasi maka peneliti menemukannya dalam data dokumentasi.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian


1. Letak Geografis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atau UIN Jakarta
adalah sebuah Universitas Islam Negeri yang terletak di Jl. Ir H. Juanda No.95,
Cempaka Putih, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15121.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan berlokasi di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Kampus 1 dan Kampus 5 Gedung PPG yang
berlokasi di Jl. Raya Parung Ciputat KM 22-23 Bojongsari Baru, Sawangan,
Depok.

Sumber: www.google.com

2. Profil Singkat Fakultas


A. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Kampus 1
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), selain Fakultas Adab
dan Humaniora (FAH), adalah fakultas tertua yang ada di lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Embrio FITK adalah Jurusan Pendidikan
Agama pada Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) yang berdiri pada 1 Juni
1957. Ketika ADIA di Jakarta dan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam

49
50

Negeri) di Yogyakarta digabung menjadi IAIN Al-Jamiâah al-Islamiyah al-


Hukumiyah pada tahun 1960, IAIN Cabang Jakarta diserahi tugas
mengelola Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Adab. Sementara IAIN di
Yogyakarta diberi tugas mengelola Fakultas Ushuluddin dan Fakultas
Syariah.
Fakultas Ilmu Tarbiiyah dan Keguruan (FITK) adalah salah satu
fakultas tertua yang ada di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
FITK bermula dari Jurusan Pendidikan Agama pada Akademi Dinas Ilmu
Agama (ADIA) yang berdiri pada 1 Juni 1957. Ketika ADIA di Jakarta dan
PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) di Yogyakarta digabung
menjadi IAIN Al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah pada tahun 1960,
IAIN Cabang Jakarta diserahi tugas mengelola Fakultas Tarbiyah dan
Fakultas Adab. Sementara IAIN di Yogyakarta diberi tugas mengelola
Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Syariah.
Pada saat didirikan, Fakultas Tarbiyah memiliki tiga jurusan, yaitu
Jurusan Pendidikan Guru Agama, Jurusan Pendidikan Guru Bahasa Arab,
dan Jurusan Khusus (Imam Tentara). Jurusan terakhir ini, yang juga
disebut Jurusan Da’wah wal Irsyad, bergabung dengan Fakultas
Ushuluddin ketika fakultas ini didirikan pada tahun 1962. Pada perjalanan
selanjutnya, Fakultas Tarbiyah mengalami berbagai perubahan, terutama
dalam jumlah dan nomenklatur jurusan. Jurusan Paedagogi, misalnya, dulu
sempat hadir dan kemudian ditiadakan. Demikian juga dengan jurusan-
jurusan pendidikan Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia yang
dikembangkan pada awal tahun 1980-an dengan nama Jurusan Tadris,
dihentikan pada tahun 1986 dengan tidak diperbolehkan untuk menerima
mahasiswa baru. Akan tetapi, karena desakan kebutuhan di lapangan,
jurusan-jurusan tersebut dikembangkan lagi pada dekade 1990-an.
Perubahan IAIN menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Tahun 2002
berimplikasi pada pengembangan jumlag Jurusan dan Program Studi baru.
51

Bahkan sejak tahun 2009, FITK mendapat mandat untuk


menyelenggarakan program pendidikan S2, seiring dengan tuntutan
lionieritas penyelenggara Program Pasca Sarjana.
Saat ini, jurusan dan program studi Strata satu yang dimiliki FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Jurusan/Program Studi Pendidikan Agama Islam
2. Jurusan/Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
3. Jurusan/Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
4. Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika
5. Jurusan Pendidikan IPA, dengan 3 program studi:
a. Program Studi Pendidikan Biologi
b. Program Studi Pendidikan Fisika
c. Program Studi Pendidikan Kimia
6. Jurusan Program Studi Manajemen Pendidikan
7. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
8. Jurusan/Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
9. Jurusan/Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS);
10. Jurusan/Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)
Dalam perjalanan sejarahnya, FITK telah mengalami beberapa kali
perubahan dan pergantian kepemimpinan, yang secara berturut-turut adalah
sebagai berikut: Prof. Dr. H. Mahmud Yunus (1957-1960 dan 1960-1963),
Prof. Drs. Soenardjo (1963-1965), H.M. Anshor Suryohadibroto (1966-
1970), H.M. Nur Asyik, MA (1970-1972), H.M. Salim Fachry, MA (1972-
1974), Drs. Agustiar, MA (1974-1976), Drs. H. Zakaria Hakim (1976-
1979), Drs. H. Muchsin Idham (1980-1984 dan 1987-1994), Prof. Dr.
Aminuddin Rasyad (1984-1987), Prof. Dr. Salman Harun (1994-1996 dan
2000-2005), Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA (1996-2000 dan 2012-
2013), Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (2005-2009 dan 2009-2011), Nurlena
52

Rifa’i, MA, Ph.D (2011-2012 dan 2013-2015), Prof. Dr. Ahmad Thib
Raya, MA (2015-2019).1

B. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Kampus 5 Gedung PPG


Terhitung mulai 1 Maret 2019, empat program studi (prodi) di
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) pindah ke kampus
Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
Perpindahan keempat prodi dilakukan mengingat kampus utama FITK di
Ciputat Tmur, Tangerang Selatan, mengalami. Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan FITK, Fauzan, saat dikonfirmasi, Rabu (27/2/2019),
membenarkan hal itu. Ia mengatakan, empat prodi yang pindah adalah
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI), Manajemen Pendidikan (MP), dan Pendidikan Islam
Anak Usia Dini (PIAUD).
Menurut Fauzan, wacana perpindahan beberapa prodi di FITK
sebenarnya sudah lama, tepatnya sejak gedung PPG akan dibangun.
Namun, saat itu belum dipastikan prodi mana saja yang akan berpindah, ia
juga menjelaskan selain karena alasan serumpun, perpindahan keempat
prodi juga untuk mengurangi beban kapasitas ruang kelas dan kepadatan
kampus 1 dari kendaraan yang parkir. Paling tidak, katanya, tingkat
kepekatan polusi kendaraan di kampus 1 sedikit berkurang karena
berkurangnya kendaraan yang masuk kampus “Tapi setelah
dipertimbangkan, kebijakan pimpinan FITK akhirnya menetapkan empat
prodi yang memiliki rumpun keilmuan sosial saja yang pindah,” katanya.
“Jumlah mahasiswa FITK saat ini paling banyak dan terbesar dibandingkan
fakultas lain. Jadi, perpindahan keempat prodi sedikit mengurangi, selain
tentu dapat mengurangi polusi kendaraan,” kilahnya.

1
https://fitk.uinjkt.ac.id
53

Saat ini, FITK memiliki 12 prodi, baik prodi keagamaan maupun prodi
umum. Jumlah mahasiswanya mencapai lebih dari 5.000 orang. imbuh
Fauzan. Menurut Rektor, pembangunan Gedung PPG/LPTK sendiri
awalnya dibangun untuk memfasilitasi ruang perkuliahan mahasiswa UIN
Jakarta sekaligus mengakomodasi pelatihan pendidik dan tenaga
kependidikan madrasah yang dipercayakan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta. Diketahui, Kementerian Agama RI
melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4736 tahun 2017
menetapkan FITK UIN Jakarta sebagai LPTK penyelenggara sertifikasi.
Pembangunan gedung PPG/LPTK sendiri telah dilakukan secara resmi
sejak 7 Agustus 2015. Pembangunan gedung yang berada persis di lintasan
Ciputat-Bogor tersebut diproyeksikan membutuhkan dana sekira Rp 217
miliar. Namun seiring pengetatan anggaran, pembangunannya sempat
tertunda sebelum kemudian dilanjutkan kembali. Pembangunan kembali
gedung, sambung Rektor, dilakukan dengan menyalurkan pembiayaan dari
dana PNBP UIN Jakarta sekurangnya Rp 80 miliar. Dengan demikian,
jelasnya, gedung dengan spesifikasi 9 lantai dan 52 lokal untuk
perkuliahan, laboratorium, ruang program studi, ruang dosen dan karyawan
bisa kembali dilanjutkan.2

3. Visi dan Misi


Visi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan adalah “Menjadi LPTK yang
unggul, kompetitif, profesional dengan mengintegrasikan keilmuan, keislaman,
kemanusiaan dan keindonesiaan”.
Misi:
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran berwawasan riset.
2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan keilmuan untuk menghasilkan
karya inovasi di bidang pendidikan.

2
https://www.uinjkt.ac.id/
54

3. Mengembangkan pengabdian kepada masyarakat melalui pembinaan


pemberdayaan madrasah/sekolah.
4. Mengembangkan komitmen dan budaya akademik bagi para sivitas
akademika.
5. Mengembangkan layanan berbasis teknologi informatika/ICT.
6. Mengembangkan jenjang dan kemitraan dengan berbagai lembaga nasional
maupun internasional.
7. Melaksanakan evaluasi kinerja kelembagaan secara berkelanjutan.3

4. Sarana dan Prasarana


b. Perpustakaan Fakultas
Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dengan
perpustakaan yang terletak di lantai 7 Fakultas Ilmu Tarbiyah.
Perpustakaan ini merupakan sarana bagi publik yang memiliki cukup
banyak fasilitas, yakni ruang baca yang nyaman, aneka buku, ruang
skripsi dan tesis, ruang multimedia, dan kantor. Di ruang multimedia,
setiap pengunjung bisa mengakses internet, jurnal maupun menonton film
dokumenter, dan mengakses opac (opac.fitk.uinjkt.ac.id) Tak hanya itu,
juga terdapat penitipan barang untuk para pengunjung. Jadi dapat
disimpulkan bahwa di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan terdapat
fasilitas yang cukup nyaman dan lengkap.4
c. Ruang Kelas
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki ruang kelas yang
terletak di lantai 2-7. Adapun lantai 1 diantaranya pusat informasi,
laboratorium, teater dan lift. Menurut Purnamasari, Mahasiswi Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, ruang kelas cukup nyaman, yakni terdiri dari

3
https://fitk.uinjkt.ac.id/
4
Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, “Tata Ruang”
(http://lib.fitk.uinjkt.ac.id/fasilitas/ruang-baca.html)
55

bangku kuliah,papan tulis, projector. Tak hanya itu fakultas tarbiyah


memiliki ruang micro teaching untuk praktek mengajar di dalam kelas.
d. Ruang Laboratorium Komputer
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki ruang laboratorium
komputer yang cukup memadai. Dimana menurut penuturan Purnama
Sari, Pendidikan IPS angkatan 2011, di laboratorium komputer terdapat
banyak komputer, di mana kita belajar dengan aplikasi seperti spss, excel,
edmodo dan lain sebagainya.
e. Laboratorium Fisika
Laboratorium fisika adalah salah satu fasilitas praktikum mahasiswa
prodi IPA (Pendidikan Kimia, Biologi dan Fisika) di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
f. Ruang Praktek Listening dan lain-lain
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki ruang kelas yang di
dalamnya terdapat speaker untuk ruang praktik. Berdasarkan penuturan
dari Firdaus Habibie, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris,
ruang ini terletak di lantai 7, di 7.18.
g. Laboratorium Kimia dan Biologi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki Laboratorium
Biologi dan Kimia. Laboratorium ini berada di lantai 1 Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
h. Fasilitas Wifi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki fasilitas wifi. Bagi
student atau civitas akademika yang ingin mendaftar bisa ke lantai 2 ruang
NOC. Meskipun begitu, menurut penuturan mahasiswa, kini bagi
mahasiswa yang sudah memiliki NIM, sudah bisa menggunakan wifi
otomatis.
i. Jurnal Tarbiyah
Fasilitas lain yang dimiliki dalam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
56

Keguruan adalah jurnal tarbiyah yang terdiri dari jurnal education in


muslim society, jurnal social science education, science education,
kebahasaaraban dan pendidikan bahasa arab, jurnal pendidikan bahasa dan
sastra indonesia yang bisa diakses melalui http://journal.uinjkt.ac.id. Pusat
Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pun juga memiliki fasilitas
lengkap yakni ruang baca, ruang peminjaman, ruang koleksi digital,
ruang jurnal dan lain- lain.7

5. Konsep Kode Etik

Terdapat tiga ujuan dari kode etik, yang pertama agar terciptanya suasana
yang kondusif bagi berlangsungnya proses belajar mengajar di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang kedua terpeliharanya harkat, martabat dan
kewibawaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai perguruan tinggi Islam,
dan yang ketiga untuk menjadikan sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai sarjana muslim yang berakhlak mulia, unggul, kompetitif, profesional
dan berintegrasi tinggi.

Isi kode etik mahasiswa yaitu terdiri atas sambutan Pembantu Rektor
Bidang Kemahasiswaan, 11 (sebelas) bab dan 15 (lima belas) pasal. Kode etik
mahasiswa dilengkapi dengan SOP pemberian sanksi kode etik Mahasiswa.
Sambutan Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan berisi latar belakang,
pokok pikiran dari kode etik mahasiswa: Bab 1 : Ketentuan Umum, Bab 2 :
Maksud dan Tujuan, Bab 3 : Hak dan Kewajiban, Bab 4 : Bentuk
Pelanggaran, Bab 5 : Kategori Sanksi, Bab 6 : Penerapan Kategori Sanksi,
Bab 7 : Proses Penerapan Sanksi, Bab 8 : Sidang Mahkamah Etik Mahasiswa,
Bab 9 : Monitoring dan Evaluasi, Bab 10 : Anggaran, Bab 11 : Penutup5

5
Lampiran Keputusan Rektor, Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, No.
469 Th.2016
57

B. Penerapan Kode Etik Mahasiswa Terhadap Gaya Berbusana di Fakultas


Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

1. Pemahaman Mengenai Kode Etik Berbusana


Kode Etik diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Tujuan
kode etik agar bersikap profesionalisme. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak professional. Seperti peraturan yang sudah ada dan
terpampang jelas tentang bagaimana cara berpenampilan mahasiswa Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yaitu;

Tertib busana dan penampilan Tertib busana dan penampilan


mahasiswi FITK: mahasiswa FITK:
1) Memakai busana muslimah 1) Rambut tidak gondrong
(berjilbab) 2) Tidak memakai aksesoris wanita
2) Baju dan celana panjang 3) Tidak boleh memakai celana jeans
3) Baju dan celana tidak ketat 4) Baju dan celana tidak sobek
4) Baju dan celana tidak transparan 5) Tidak memakai kaos oblong
5) Tidak diperkenankan memakai 6) Maupun kaos berkerah
celana jeans 7) Beralas kaki tertutup/bersepatu.
6) Mahasiswi dianjurkan memakai
rok panjang
7) Beralas kaki tertutup/bersepatu

Sebagian besar mahasiswa sudah mengetahui standar dan peraturan yang


berlaku terutama tentang cara berbusana yang sesuai dengan almamater
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, sebelum mereka benar-benar menjadi
mahasiswa pun mereka mengerti konsekuensi apa yang akan dia dapatkan
apabila berkuliah pada fakultas keguruan. Seperti yang sudah dijelaskan dan
ada pada peraturan kode etik berbusana maka sebagai mahasiswa keguruan,
58

seharusnya dianggap paham dengan apa yang menjadi peraturan yang harus
dipatuhi demi ketertiban bersama.
Mahasiswa yang sadar tentang pemahaman kode etik, aturan dan tata cara
menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dari dalam dirinya
sendiri harus sudah paham terutama dalam kode etik berbusana, karena bagi
mahasiswa terutama fakultas keguruan dalam berpenampilan itu salah satu
faktor penting. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan mencetak dan
menghasilkan calon-calon guru yang dari segi keilmuan serta berpenampilan
harus selaras dengan almamater fakultas terutama Universitas. Seperti yang
diutarakan beberapa mahasiswa yang saya wawancara ini
“yang saya ketahui tentang kode etik itu lebih menjuru ke bagaimana
cara kita berbusana, baik itu perempuan maupun laki-laki dan untuk di
FITK sendiri pun tidak diwajibkan namun dianjurkan menggunakan
rok dan celana boleh asal tidak ketat dan transparan, alas kaki harus
tertutup, sedangkan untuk pemakaian celana jeans tidak diperbolehkan
namun masih banyak teman-teman mahasiswa yang
menggunakannya”6
Jadi menurut pendapat Naiya, kode etik berbusana itu menjuru ke
bagaimana cara kita berbusana, baik perempuan maupun laki-laki sendiri pun
sudah memiliki aturannya masing-masing. Di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan memiliki standar berpakaian yang berbeda dibanding Fakultas lain
yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena FITK adalah fakultas
yang mencetak dan melahirkan calon guru, sehingga dalam berpakaian pun
harus mencerminkan layaknya seorang guru. Seperti yang ada pada peraturan,
apa yang dikatakan Naiya seperti pada point nomor (3) baju dan celana tidak
ketat (4) baju dan celana tidak transparan (5) tidak diperkenankan
menggunakan jeans (6) mahasiswi dianjurkan memakai rok panjang (7)
beralas kaki tertutup/bersepatu. Dari ke tujuh poin pada peraturan kode etik

6
Wawancara dengan Naiya Mahasiswa Jurusan PAI. Tgl 3 September 2019
59

berbusana FITK, lima poin diantaranya sudah sangat dipahami oleh


narasumber. Menurut Pak Furqon staf bagian umum lantai 2 FITK;
“Kode etik berbusana masuk dalam kode etik mahasiswa yang ada
didalam SK Rektor, nah SK Rektor itu kan sifatnya global kemudian
kalau mengatur tata busana seperti itu dibuat secara keseluruhan saja,
kecuali yang di FITK ini turun lagi melalui SK Dekan yang dibuat lagi
oleh Dekan Fakultas”7

“kode etik itu aturan yang biasanya dibuat oleh institusi, kalau ini
kampus berarti aturan yang dibuat oleh kampus tersebut, kalau kode
etik berbusana FITK karena kita sendiri adalah mahasiswa yang
digaungkan menjadi guru busananya setau aku tuh yang pertama tidak
boleh pake celana jeans, ga boleh menggunakan pakaian yang ketat,
harus pakai rok terus juga bajunya harus baju yang berbahan rapi”8

Pendapat selanjutnya diutarakan oleh Regita, yang ia utarakan pula berisi


dari beberapa poin yang ada pada peraturan kode etik berbusana FITK.
Selanjutnya peneliti mewawancarai Febri yang masih membahas tentang
pemahaman kode etik berbusana:
“kode etik itu peraturan yang harus di patuhi yang dibuat oleh suatu
institusi, jadi kalo kita melanggar kode etik maka kita melanggar
peraturan yang udah dibuat, nah kalau kode etik berpakaian sendiri
berarti artinya peraturan menggunakan busana saat kita berada
dikampus”9
Jadi menurut Febri bahwa dia paham tentang apa yang menjadi kode etik
dan aturan yang ada telah dibuat, selanjutnya peneliti mewawancarai Sarah,
“kode etik itu kan dibuat sama kampus ya, jadi kode etik artinya
aturan yang udah dibuat kampus untuk ditaati dan diterapkan sama
mahasiswanya, kaya rule of life dalam hidup gitu, kalo misal kode etik
busana ada berarti itu dibuat sebagai tujuan kampus untuk mahasiswa
tentang bagaimana cara berpakaian mahasiswa dan menurut aku bagus
sih apalagi kita kan di keguruan ya pasti kode etik itu dibuat dengan
tujuan yang jelas yaitu biar kita berpenampilan sopan dan rapi sih”10

7
Wawancara dengan Pak Furqon Staf Bagian Umum. Tgl 16 September 2019
8
Wawancara dengan Regita Mahasiswa Prodi P.Bio. Tgl 10 September 2019
9
Wawancara dengan Febri Mahasiswa Jurusan PIPS. Tgl 3 September 2019
10
Wawancara dengan Sarah Mahasiswa Prodi PKim. Tgl 4 September 2019
60

Menurut Sarah kode etik itu dibuat sebagai aturan, aturan sendiri dibuat
untuk ditaati bagi siapapun yang ada, apalagi mengenai kode etik di kampus
yang sudah jelas dibuat untuk warga kampus terutama mahasiswa sebagai tata
cara berpakaian yang sesuai dengan apa yang sudah ada dalam aturan. Nita
pun menyampaikan hal yang sama,
“kode etik mahasiswa itu bisa dibilang aturan, tata tertib atau rules-
rules kita sebagai mahasiswa di UIN terutama di FITK, sejauh ini aku
ngeliatnya kalo di FITK tuh karena kita fakultas pendidikan ya
harusnya berpakaian rapi, pakai rok bagi perempuan dan kita kan
calon guru artinya gaboleh semena-mena dalam berpakaian, gimana
pun nanti seorang guru pasti diguguh dan ditiru muridnya jadinya sih
kalo dalam berpakaian ya harus sopan contohnya memakai rok
ataupun celana bahan dan buang jauh-jauh celana jeans”11
Berdasarkan kesimpulan dari hasil wawancara dan observasi di atas
bahwa kondisi mahasiswa dengan pemahaman kode etik itu sediripun sudah
berbanding lurus. Mereka mengetahui bagian dari tata tertib berpakaian yang
sudah ada. Karena dari jawaban narasumber rata-rata mereka sudah
memahami apa yang sudah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
mahasiswa lebih khusus mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Jadi untuk sebagian mahasiswa menjaga penampilan sebagai mahasiswa
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sudah menjadi konsekuensi dan
kewajiban dari ketika dirinya memilih untuk masuk di fakultas keguruan.

2. Ragam Gaya Berbusana Mahasiswa FITK


Ragam gaya berbusana mahasiswa FITK yang di maksud adalah macam-
macam pakaian atau busana atau fashion yang di pakai mahasiswa
(perempuan maupun laki-laki) dalam proses pembelajaran di kampus. Busana
sangatlah penting dalam proses pembelajaran di kelas, karena bagi sebagian
dosen atau pengajar sangat menganjurkan mahasiswanya untuk berbusana
sesuai dengan kode etik yang berlaku, dosen itu sendiri pun menyuruh

11
Wawancara dengan Nita Mahasiswa Jurusan PBI. Tgl 4 September 2019
61

mahasiswa menggunakan busana yang sesuai dengan kode etik itu dengan
tujuan untuk melatih mahasiswa sebagai calon guru, seperti yang diungkapkan
oleh salah satu narasumber,
“gaya berbusananya itu di FITK pakaiannya lebih muslimah dan sopan
dibanding mahasiswa fakultas lain karena kita kan fakultas keguruan
yang otomatis mencetak calon guru, yang aku lihat sihh lebih dominan
ke pakaian gamis, rok-rok ya pokonya yang terlihat muslimah gitu tapi
selain itu ada sih jurusan yang mahasiswanya dominan tidak
berpakaian seperti itu, karena masih terlihat yang kuliah menggunakan
jeans dan kaos oblong gitu”12
Menurut Febri gaya berbusana mahasiswa di FITK lebih muslimah
dibanding mahasiswa fakultas lain walaupun masih ada mahasiswa yang
belum berbusana sesuai dengan kode etik yang berlaku. Tidak jauh berbeda
dengan apa yang dikatakan Regita,
“kalau selama ini yaa dari yang aku lihat 80% mahasiswa-mahasiswa
sehari-hari di FITK itu udah sesuai lah dengan kode etik yang tertera
dan udah mematuhi lah istilahnya sebagai mahasiswa calon guru
selebihnya yang 20% yang bandel-bandel lah yang masih pake celana
jeans bajunya agak ketat gitu, tapi selebihnya udah sangat mematuhi
kok apalagi di jurusan aku itu bener-bener gak boleh karena dari
dosennya sendiri itu ngelaran mahasiswanya ikut dalam proses
kegiatan kuliah kalau pakaiannya gak rapi apalagi kalo ada yang pake
celana jeans”13
Menurut Regita sebagian besar busana yang dikenakan mahasiswa sudah
sesuai dengan aturan dan tata tertib berpakaian yang sudah ditetapkan
ditambah lagi dengan aturan yang dibuat dosennya bahwa mahasiswanya
wajib menggunakan pakaian rapi dan melarang penggunaan celana jeans,
namun sebagian kecil lainnya masih ada yang belum berbusana sesuai dengan
kode etik. Hal ini wajar terjadi karena tidak semua mahasiswa nyaman
menggunakan busana yang sesuai kode etik walaupun itu termasuk tindakan
yang melanggar, seperti apa yang disampaikan oleh narasumber Hilda;

12
Wawancara dengan Febri Mahasiswa Jurusan PIPS. Tgl 3 September 2019
13
Wawancara dengan Regita Mahasiswa Prodi P.Bio. Tgl 10 September 2019
62

“kalo keseluruhan dari mahasiswa FITK beda-beda sih berpakaiannya,


ada yang mengikuti rules dari kode etik itu ada juga yang masih
menyimpang dan itu sih balik lagi ke pribadi masing-masing
mahasiswa”14
Hampir sama dengan apa yang dikatakan Naiya, menurut Naiya, busana
yang dipakai mahasiswa itu mencerminkan kepribadian seseorang

“kalau di FITK sendiri sih yang saya lihat tidak dominan kemana-
mana namun lebih random, dan yang saya lihat itu kode etik
dijalankan dengan mahasiswa-mahasiwa yang tidak menjuru kepada
kode etik itu sendiri sih tetapi yang bagaimana menurut mereka pantas
digunakan dan pantas dilihat oleh orang lain, fashion itu menurut aku
ya penggambaran siapa diri kita, karna sebagus apapun pakaian yang
kita gunakan kalau kita merasa tidak pantas atau tidak nyaman itu
sama aja ngerugiin kita”15
Jadi menurut Hilda dan Naiya berbusana itu senyaman si pengguna
busana itu, yang penting penggunaan busana itu masih berbusana yang selaras
dan pantas dengan lingkungan dimana dia berada. Lalu dari hasil observasi
yang saya lakukan hampir sama dengan yang dikatakan Asih bahwa,
“secara umum sih gabisa di generalisasiin ya, kalo aku sih ngeliatnya
perjurusan, nih ya misal di lantai 6-7 itu kan anak-anak mipa ya rata-
rata dan hampir semuanya menggunakan busana yang sangat rapi dan
sangat sopan dan sesuai dengan kode etik, nah trus turun ke bawah
lantai 5 itu kan anak ips dan mp nah ini yang sering saya lihat masih
banyak mahasiswanya terlihat masih pake celana jeans dan agak
jarang berbusana gamis ataupun rok-rok gitu ya walaupun sebagian
juga ada sih”16
Menurut Asih, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan itu sendiri
memiliki tingkat dominansi atau ciri khas yang tinggi, itu terbagi dalam tiap
jurusan. Program studi yang menjurus pada ilmu alam dan sains memiliki
dominan mahasiswa yang berbusana lebih muslimah dibanding program studi
ilmu social. Pengaruh ini bisa terjadi karena faktor lingkungan mahasiswa itu

14
Wawancara dengan Naiya Mahasiswa Jurusan PAI. Tgl 3 September 2019
15
Wawancara dengan Hilda Mahasiswa Prodi PFis. Tgl 4 September 2019
16
Wawancara dengan Asih Mahasiswa Jurusan PMTK. Tgl 5 September 2019
63

sendiri. Apa yang dikatakan Asih selaras dengan observasi atau pengamatan
yang peneliti lakukan selama melakukan penelitian bahwa sebagian
mahasiswa yang dominan memakai busana santai adalah mahasiswa program
studi ilmu sosial dan manajemen pendidikan karena ketika peneliti teliti pada
salah satu narasumber dari jurusan tersebut ialah;
“kebanyakan berbusana santai sih, mereka emang masih merasa kalau
mereka tuh belum pantas berpakaian yang sesuai dengan kode etik,
karna kita juga menyesuaikan dulu dengan sifat dan perilaku kita yang
bersosialisasi”17

“suka aja busana santai, dari pribadi saya sendiri emang gak terlalu
suka pakaian yang terlalu formal kaya kemeja dan celana bahan gitu”18
Jadi menurut Febri dan Fatih dari mereka memiliki karakteristik
berbusana yang hampir sama, yaitu sama-sama senang menggunakan busana
santai, namun pada dasarnya mereka masih berbusana yang sesuai dengan
kode etik yang ada. Namun bagi sebagian narasumber mengatakan bahwa
macam-macam busana mahasiswa di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
ialah beragam seperti yang di katakana,
“mahasiswa FITK gaya berbusananya beragam, di mulai dari yang
biasa aja dan bisa dibilang gak rapi, terus yang agak rapi sampai yang
rapi banget pun banyak”19

“gaya berbusana di FITK sendiri tuh beragam ya, ada yang udah
mencerminkan guru banget, ada yang masih setengah-setengah dan
ada pula ada juga yang belum”20
Pertama, pemahaman keagamaan. Dalam berbusana sebagian berpegang
teguh pada ajaran Islam bahwa menutup aurat rapat-rapat, tidak memakai
busana transparan atau ketat merupakan perintah dalam al-Qur’an maupun
hadîts. Di samping itu, sebagai tuntutan moral Islam, yang akan membawa

17
Wawancara dengan Febri Mahasiswa Jurusan PIPS. Tgl 3 September 2019
18
Wawancara dengan Fatih Mahasiswa Jurusan MP. Tgl 9 September 2019
19
Wawancara dengan Dimas Mahasiswa Jurusan PBA. Tgl 9 September 2019
20
Wawancara dengan Annisa Mahasiswa Jurusan PBSI. Tgl 5 September 2019
64

pemakainya akan lebih hati-hati terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang


agama. Kedua, perwujudan identitas diri. Busana muslimah yang longgar,
ataupun jilbab, juga sebagai identitas wanita muslimah. Seorang muslimah
dianjurkan untuk menampakkan identitas sebagai wanita yang shalihah, salah
satunya dengan pola berbusana.
Dengan berbusana yang menutup rapat aurat, berjilbab lebar disertai
kehati-hatian dalam berperilaku, jelas akan menjadi suri tauladan perempuan.
Secara psikologi pun, busana akan mempengaruhi perilaku seseorang. Begitu
pula bagi mahasiswi yang lebih suka berbusana ketat atau transparan, bagi
mereka yang terpenting bagaimana bisa tampil trendi, dan tidak dikatakan
ketinggalan zaman, sehingga dapat menepis anggapan bahwa mahasiswi
universitas keislaman adalah mahasiswi yang kolot, kumuh dan ketinggalan
zaman. Ketiga, faktor kebiasaan. Kebiasaan terkait dengan lingkungan seperti
kost, latar belakang pendidikan sebelumnya dan keluarga. Mahasiswi yang
terbiasa dengan pola berbusana ketat, maka akan merasa kerepotan jika harus
beradaptasi dengan berganti model busananya. Keempat, faktor budaya
konsumerisme. Inilah yang tampaknya merambah mahasiswi termasuk
mahasiswi yang berbusana ketat atau transparan dengan prinsip mengikuti
mode. Karena budaya konsumerisme banyak mahasiswi yang tanpa pikir
panjang langsung mengikuti mode terbaru dan modern atau bahkan busana-
busana artis.21
Dari hasil observasi dan wawancara mengenai ragam busana mahasiswa
di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dapat diambil kesimpulan bahwa
busana yang dikenakan mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan itu
beragam dan bermacam-macam jenis fashionnya, namun dari hasil penelitian
dan observasi yang peneliti lakukan bahwa di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
21
Ida Suryani Wijaya. 2012. Etika Berbusana Mahasiswa STAIN Samarinda (Studi kasus
terhadap penerapan Keputusan Ketua STAIN Samarinda nomor: 19 tahun 2002 tentang Etika
Pergaulan dan Berbusana Mahasiswa STAIN Samarinda); Jurnal STAIN Samarida. Vol. IV No. 1.
Hlm, 88-89.
65

Keguruan dominan dengan busana sesuai dengan kode etik dan sebagian
masih belum menerapkannya dengan baik.

3. Keadaan Busana Mahasiswa Saat Ini


Keadaan busana yang kerap kali dipakai mahasiswa seperti yang ada pada
zaman sekarang ialah beragam, banyak yang menggunakan pakaian
muslim/muslimah modern dan tidak kalah banyak pula yang menggunakan
pakaian Syar’i. Seperti yang peneliti sedang teliti terhadap gaya berbusana
mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dimana sudah ada peraturan
yang mengatur mahasiswanya dalam berbusana.
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat
terjadi oleh karena bermacam-macam sebab.Sebab-sebab tersebut dapat
berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab intern) maupun dari luar
masyarakat tersebut (sebab-sebab ekstern). Sebagai sebab-sebab intern antara
lain dapat disebutkan, misalnya pertambahan penduduk atau berkurangnya
penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan conflict, atau mungkin
karena terjadinya revolusi. Sebab-sebab ekstern dapat mencakup sebab-sebab
yang berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat
lain, peperangan, dan seterusnya.22
Davis dalam buku Setiadi dan kawan-kawan mengartikan perubahan
sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat.
Perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan sosial
social relationship atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan equilibrium
hubungan sosial tersebut.23 Dalam penelitian yang sudah peneliti lakukan
dengan wawancara, peneliti mendapatkan bahwa gaya berbusana mahasiswa
dibagi menjadi 2 tipe;

22
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 112.
23
Ibid., hlm.262
66

1. Gaya Busana Modern


Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin majunya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat perubahan bagi seseorang, bisa
terjadi dengan perubahan pemikiran, perilaku serta gaya hidupnya.
Semakin pesatnya arus modernisasi memudahkan pengaruh perubahan
social bagi pola pemikiran masyarakat.
Menurut Hanitzch, 2011, hal. 307 Masyarakat Indonesia cenderung
menggunakan pakaian dengan meniru-nirukan gaya orang barat, hal ini
berawal ketika bangsa Eropa melakukan kolonialisasi di Indonesia yang
membuat masyarakat peka terhadap gaya mode terlebih-lebih
perkembangan teknologi informasi saat ini yang menjadi peluang bangsa
Indonesia untuk melakukan peniruan terhadap mode berpakaian bangsa
barat. Jadi banyak sedikitnya mode gaya berbusana orang-orang termasuk
mahasiswa itu ada pengaruhnya dari luar.
“kalau tentang penampilan sebenarnya saya fleksibel, saya
menyesuaikan aja kemana saya pergi, namun kalau kekampus saya
masih sering menggunakan pakaian semi kemeja dan rambut juga
masih agak jadi masalah karna agak gondrong”24

“pakaian santai kayak hoodie atau kaos enak digunakan kemana aja
kak, kadang kalo berpakaian terlalu rapi suka gak nyaman dan gak
pede buat ke tempat-tempat asik gitu”25
Menurut Dimas dan Fatih pakaian yang santai membuatnya nyaman
berpergian kemana saja, namun bagi Dimas rambutnya yang agak
gondrong masih menjadi sedikit permasalahan karena di kode etik sendiri
mahasiswa tidak boleh gondrong, sedangkan menurut Fatih berpakaian
rapih maupun sesuai dengan kode etik itu sulit untuk di sandingkan dalam
suasana santai. Sedangkan menurut Eka;

24
Wawancara dengan Dimas Mahasiswa Jurusan PBA. Tgl 9 September 2019
25
Wawancara dengan Fatih Mahasiswa Jurusan MP. Tgl 9 September 2019
67

“kadang sebenernya aku sih sering ya berpakaian yang agak panjang


gitu, tapi kalau lagi gak terburu-buru tapi kalau lagi datang gitu rasa
malesnya yaudah pake pakaian yang semau aku aja gitu tapi tetep
gaakan pake jeans aku kalo kekampus ya pokoknya sesuai mood aja
deh lagi pengennya berpakaian seperti apa dan aku sendiri pun belum
sepenuhnya sesuai sih dengan pakaian yang syariat Islam itu”26
Menurut Eka dirinya masih sering menggunakan celana Jeans karena
menurutnya celana Jeans simple dan ia suka mengenakannya juga apabila
sedang ke kampus.

2. Gaya Busana sesuai dengan Syariat Islam


Mode busana muslimah dari waktu ke waktu mengalami
perkembangan, saat ini muslimah tetap dapat tampil cantik dan modis
tanpa harus meninggalkan syariat atau hukum agama. Namun idealnya
busana muslim saat ini harus tetap pada jalur-jalur syariat Islam yaitu
longgar, artinya tidak membentuk lekuk tubuh. Bahan pakaiannya pun
diusahakan harus yang tidak tipis. Kemudian jangan sampai busana
muslimah itu menyerupai busana laki-laki dan sebaliknya. Kreativitas
dalam berbusana itu memang harus selalu ditingkatkan namun jangan
sampai bertentangan dengan ajaran dan syariat Islam.

“berpakaian yang sesuai syariat itu bagi perempuan adalah memakai


gamis, kerudung panjang artian kerudungnya meutupi dada, kemudian
kalau yang banyak orang gunakan sekarang adalah memakai niqab
atau cadar, nah kebetulan saya sendiri belum berbusana sesuai dengan
syariat Islam”27
Menurut Elisa berbusana yang sesuai dengan syariat Islam adalah
seperti itu, tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan Regita;
“berbusana sesuai syariat Islam sih paling utama harus pakai rok
karena Allah sendiri melarang kan kalau perempuan menyerupai lelaki
gitu, terus pakaiannya gak ngetat dan gak nerawang”28
26
Wawancara dengan Eka Mahasiswa Jurusan PIAUD. Tgl 4 September 2019
27
Wawancara dengan Elisa Mahasiswa Jurusan PGMI. Tgl 10 September 2019
28
Wawancara dengan Regita Mahasiswa Prodi P.Bio. Tgl 9 September 2019
68

“setau aku berbusana yang sesuai dengan syariat Islam itu sudah
sesuai dengan tata cara berbusana yang telah ditetapkan FITK ini,
karena seperti dalil pun perempuan tidak boleh menyerupai laki-laki
begitupun sebaliknya, karena menurut kesehatan juga pemakaian
celana jeans yang sering pun ga bagus buat kesehatan, apalagi bagi
kita perempuan itu tidak baik untuk rahim kita, dan aku sendiri pun
insyaalloh sudah berpakaian sesuai syariat Islam karena aku ga pernah
pake celana jeans setiap hari kalo beraktivitas di luar aku pun pake
gamis atau rok dan kerudungku juga panjang”29
Kalau menurut Asih, berbusana sesuai dengan syariat Islam pun telah
diterapkan dalam kode etik berbusana mahasiswa, jadi apabila kita telah
mengikuti dan menerapkan kode etik yang telah diterapkan maka secara
otomatis kita akan berbusana sesuai dengan syariat Islam.

Jadi dilihat dari penelitian yang peneliti lakukan bahwa keadaan


berbusana mahasiswa masa kini adalah berbusana modis dan syar’i,
sehingga banyak dari keduanya berkesinambungan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa busana mahasiswa yang berpakaian syar’i itu berbusana
dengan gaya modis juga. Yang terpenting dari berbusana pada era saat ini
adalah sesuai dengan syariat Islam dan tidak ketinggalan mode saat ini.

C. Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Kode Etik

1. Penerapan Sanksi Ringan Pada Pelanggaran Gaya Busana Mahasiswa


Sesuai dengan Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah yang telah
ditetapkan oleh Keputusan Rektor No.469 Tahun 2019, dalam Bab IV Pasal 5
Ayat 3; “melanggar standar busana, tata cara berbusana dan berpenampilan”
maka, termasuk dalam kategori sanksi ringan seperti dijelaskan pada Bab VI
ayat 1 yang berbunyi; “Pelanggaran Kode Etik Mahasiswa sebagaimana
disebut pada Pasal 5 nomor urut 1 sampai dengan 10 adalah pelanggaran

29
Wawancara dengan Asih Mahasiswa Jurusan PMTK. Tgl 5 September 2019
69

kategori sanksi ringan”. Sanksi dari pelanggaran kode etik dengan sanksi
ringan ialah berupa teguran lisan atau tertulis.
Maka sebagaimana yang telah diatur oleh kode etik mahasiswa
seharusnya kita sudah harus tau dan paham bahwa setiap pelanggaran yang
dilakukan dikenakan sanksi walaupun hanya sanksi ringan. Nyatanya
sebagian besar mahasiswa sudah mengetahui betul kode etik yang ada, namun
terkadang penerapannya saja yang belum dilaksanakan secara menyeluruh.
Seperti jawaban narasumber yang sudah peneliti teliti;
“sudah diterapkan sih namun terkadang masih ada yang melanggarnya,
tidak banyak sih, karena kaka kelas adik kelas maupun teman-teman
sendiri pun sudah mengetahui bagaimana sih cara berbusana yang pantas
dan yang enak dilihat”30
“sudah menerapkan, kalau saya presentasi kan yang sudah sesuai dengan
kode etik dan syariat Islam ya 80% lah sisanya yang masih belum sadar
dengan adanya kode etik itu”31
“sebagian besar sudah, tapi sebagian juga banyak yang belum, kaya saya
dan kebanyakan temen-temen saya pun gaya berbusananya sejenis
dengan saya”32
“sudah sih, malahan sebagian besar dan dominan mahasiswa FITK itu
menggunakan busana yang tertutup, sopan, rapi dan sebagian besar pun
berpakaian syar’i dan sisanya yang minoritas atau sebagian kecil aja yang
masih belum menerapkan kode etik berbusana yang telah ditetapkan”33
“seperti yang tadi saya bilang, sebagian besar bahkan menurut saya 80%
dari seluruh mahasiswa FITK sudah menerapkan busana sesuai dengan
kode etik namun sebagian kecil mahasiswanya belum sehingga perlu di
tekankan lagi agar seluruh mahasiswa menerapkan kode etik tersebut”34
“sebagian besar sih udah, tapi masih ada aja yang belum tergerak untuk
berbusana selayaknya calon seorang guru”35

30
Wawancara dengan Naiya Mahasiswa Jurusan PAI. Tgl 3 September 2019
31
Wawancara dengan Febri Mahasiswa Jurusan PIPS. Tgl 3 September 2019
32
Wawancara dengan Fatih Mahasiswa Jurusan MP. Tgl 9 September 2019
33
Wawancara dengan Elisa Mahasiswa Jurusan PGMI. Tgl 10 September 2019
34
Wawancara dengan Regita Mahasiswa Jurusan PBio. Tgl 10 September 2019
35
Wawancara dengan Asih Mahasiswa Jurusan PMTK. Tgl 5 September 2019
70

“sejauh ini sih yang aku rasain Alhamdulillah sebagian besar mahasiswa
sudah menerapkannya sih walaupun diluar itu mungkin mereka tidak
mengikuti kode etik namun yak arena kesadaran mereka sendiri sebagai
calon guru”36
“menurut aku sih udah karena sebagian banyak mahasiswa di FITK itu
sudah berbusana rapi dan sopan”37
“sebagian udah sihh, sebagian lagi belum tapi dominan mahasiswa FITK
sudah berbusana rapi dan sopan”38
“sebagian besar yang aku liat sih udah, ya sebagian kecilnya aja sih yang
belum mengikuti aturan kode etik yang dibuat”39
“sebagian sudah karna di FITK sendiri dominan mahasiswanya berbusana
sesuai dengan apa yang sudah tertera di tata cara berpakaiannya, sisanya
minoritas aja sih yang belum sesuai”40
“sudah sih, karena yang selama ini saya lihat mayoritas mahasiswa FITK
itu busananya sudah rapi dan sopan, yang membedakannya kan cuma
gaya berbusananya aja ada yang ketat ada yang longgar, ada yang pendek
ada yang panjang gitu”41
Jadi kesimpulan dari semua jawaban narasumber, bahwa sebagian besar
mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sudah mengetahui dan
menerapkan busana yang sesuai dengan kode etik. Hal ini dilihat dari
bagaimana cara mahasiswa menggunakan busana dalam kegiatan belajar
mengajar di kampus, mereka paham busana apa yang pantas di gunakan saat
ke kampus, saat melaksakan perkuliahan bahkan saat ke kampus hanya untuk
mendatangi suatu kegiatan.
Ini juga yang membuat mahasiswa tidak begitu memperhatikan
penerapan sanksi apabila berbusana tidak sesuai dengan kode etik, karena
penerapan sanksinya hanya berupa sanksi ringan dimana tindakan untuk

36
Wawancara dengan Sarah Mahasiswa Jurusan PKim. Tgl 4 September 2019
37
Wawancara dengan Eka Mahasiswa Jurusan PIAUD. Tgl 6 September 2019
38
Wawancara dengan Hilda Mahasiswa Jurusan PFis. Tgl 6 September 2019
39
Wawancara dengan Nita Mahasiswa Jurusan PBI. Tgl 4 September 2019
40
Wawancara dengan Anisa Mahasiswa Jurusan PBSI. Tgl 5 September 2019
41
Wawancara dengan Dimas Mahasiswa Jurusan PBA. Tgl 9 September 2019
71

sanksi ringan tersebut adalah teguran lisan dan tertulis. Namun ini juga tidak
begitu diberlakukan bagi semua pihak yang berhak menerapkan sanksi
tersebut.
Seperti yang dikatakan Warek Bidang Kemahasiswaan, “penyusunan
juklak/juknis tersebut selanjutnya akan menjadi panduan bagi para penegak
hukum di lapangan. Mereka adalah unsur karyawan, dosen, serta para pejabat
kampus lain, baik di tingkat universitas maupun fakultas dan jurusan” namun
belum dilaksanakan secara maksimal.
Dari pengamatan peniliti, banyak juga dosen yang menerapkan
kepentingan berbusana, bagi peneliti pun selama kuliah sering merasakan
peraturan yang dibuat dosen bahwa mahasiswa harus berbusana sesuai
dengan tata tertib berbusana. Seperti yang ditegaskan Bapak Iwan
Purwanto, selama dalam mata kuliahnya mahasiswa dilarang
menggunakan celana jeans, lalu pada mata kuliah Bapak Maman
mahasiswa perempuan wajib menggunakan rok dan kaos kaki,
selanjutnya pada mata kuliah Ibu Jakiatin mahasiswi wajib menggunakan
ciput (dalaman kerudung).

Namun masih ada sebagian di antara mahasiswi yang tidak mengetahui


aturan ini karena kurangnya sosialisasi. sosialisasi dapat dilakukan dengan
menempelkan etika berbusana tersebut pada papan-papan pengumuman,
maupun didepan pintu setiap ruangan perkuliahan maupun kantor
dilingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Diharapkan para dosen mensosialisasikan aturan ini pada setiap awal
perkuliahan di kelas dan langsung menerapkannya pada setiap perkuliahan,
terutama kepada seluruh mahasiswa yang mengikuti perkuliahan.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Berbusana


1. Faktor Internal
Tidak dapat dipungkiri bahwa gaya berbusana seseorang didasari dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya, bisa jadi faktor itu timbul dari internal
72

maupun eksternal. Faktor ini muncul didasari oleh kebiasaan yang kita
lakukan, entah karena murni dari dalam diri maupun pengaruh orang lain.
Dengan adanya banyak status dan peranan, maka di masyarakat terdapat
suatu hierarki status, yaitu status hanya mempunyai arti dalam masyarakat
apabila ditinjau dari status yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Karena
manusia adalah anggota dari banyak kelompok, maka dalam setiap kelompok
ia mempunyai status dan peran tertentu. Karena banyaknya peranan yang
harus dipenuhi, maka mudah terjadi pertentangan peranan atau roleconflic,
yaitu apabila seseorang dengan status tertentu di kelompok satu, mengambil
peranan lebih tinggi terhadap orang yang sama dalam kelompok yang lain.42
Dalam penelitian wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan,
faktor intern yang mempengaruhi gaya berbusana mahasiswa diantaranya:
a. Diri Sendiri
Diri sendiri atau kepribadian sangat berperan penting dalam
membangun gaya berbusana seseorang. Hal ini dikarenakan gaya anda
dalam berbusana juga mencerminkan bagaimana kepribadian anda yang
sebenarnya. Percaya atau tidak seseorang dengan kepribadian ceria lebih
sering menggunakan pakaian yang bermotif dan berwarna terang,
sedangkan seseorang dengan kepribadian pemalu cenderung lebih
menyukai pakaian yang berwarna kalem dan netral ataupun monoton.
Menurut Wilson (Dalam Rahmat, 2001), struktur biologis manusia
seperti genetika, sistem syaraf dan sistem hormonal sangat mempengaruhi
perilaku manusia. Seperti struktur genetik mempengaruhi kecerdasan,
kemampuan sensasi dan emosional, Sistem syaraf mengatur pekerjaan otak
dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia, sedangkan sistem

42
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung : Bina
Cipta,1979), hlm.94.
73

hormonal tidak hanya mempengaruhi mekanisme biologis tapi juga proses


psikologis. mempengaruhi mekanisme biologis tapi juga proses psikologis.
Pentingnya memahami pengaruh biologis terhadap prilaku manusia
dapat dilihat pada dua hal sebagai beikut yaitu: Perilaku bawaan, bukan
pengaruh lingkungan atau situasi. Misalnya perilaku menarik lawan jenis
sebagai ungkapan cinta dan motif biologis, ada beberapa peneliti yang
menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap prilaku manusia. Penelitian
yang dilakukan Keys tahun 1950 kepada subjek dalam kondisi lapar, terjadi
perubahan keperibadian yang sangat dramatis. Mereka lebih mudah
tersinggung, suka bergaul, dan tidak bisa konsentrasi.43 Seperti yang
dikatakan Naiya;
“faktor keinginan dan dorongan dari diri sendiri sih yang ingin
menjaga diri dengan berpakaian seperti ini dan penggunaan busana
saya ini tuh bertahap tidak langsung berbusana syar’i seperti ini karena
yang saya rasakan gini loh kak, kan kita berbusana itu melihat kanan
kiri kita juga dan fokus kita ke fashion seperti apa pun kita bakalan
mengikuti kan dan saya sendiri pun bertahap karena melihat teman-
teman sekitar berpakaian seperti ini jadi dalam hati saya tuh bilang
“ohh pantesnya pake pakaian seperti ini ya” khususnya kita kan anak
FITK”44
Menurutnya busana yang ia gunakan itu murni dari keinginannya dan
dorongan dirinya sendiri, pakaian yang Naiya gunakan adalah busana
gamis panjang dengan kerudung panjang yang menutup dada. Biasanya
orang yang menggunakan busana seperti itu faktor utamanya adalah
tuntutan keluarga namun tidak dengan dirinya. Walaupun kedua orang
tuanya tidak memaksanya untuk berbusana seperti itu namun dari dirinya
sendiri timbul rasa kesadaran yang tinggi sebagai muslim dan mahasiswa
keguruan. Sama seperti yang diutarakan narasumber satu ini;

43
Dewi Sukartik. Maret 2015. Efek Penerapan Kode Etik Mahasiswa UIN Suska Riau
Terhadap Perilaku Sosial-Budaya Mahasiswa; Jurnal Risalah. Vol. 26, No. 1. Hlm,19.
44
Wawancara dengan Naiya Mahasiswa Jurusan PAI. Tgl.3 September 2019
74

“karena kita ini calon guru yah, jadinya harus ada kesadaran sih dari
dalam diri sendiri harus berpakaian yang seperti apa, harus rapi dan
sopan gitu dan sebagai calon guru kita harus membiasakan diri sih
buat pake pakaian rapi agar enak dilihat gitu dan di contoh sama
murid-murid kita nanti”45
Menurut Eka, kesadaran karna kita calon guru itu sangat penting
karena jika kesadaran dari dalam diri kita sudah timbul maka menggunakan
pakaian seperti apapun yang sudah ada di peraturan maka tidak akan berat
melaksanakannya.
“Gaya busana mahasiswa FITK selama ini baik-baik saja, sebagian
sudah sesuai dengan standar yang berlaku, sebagian kecil masih ada
juga yang masih berbusana dengan semaunya dan tidak mencerminkan
mahasiswa keguruan namun tidak ada yang begitu nyeleneh dan
nyentrik, jadi selama mahasiswa itu berbusana dengan sopan dan tau
aturan maka sah-sah saja”46

Menurut Pak Furqon sendiri pun, asal busana yang dipakai mahasiswa
itu sopan dan tetap pada aturan maka tidak ada masalah.
Faktor lain terhadap diri sendiri namun tidak dasar kesadaran sebagai
calon guru melainkan karena nyaman dengan gaya berbusana yang
mencerminkan pribadinya diungkapkan oleh beberapa narasumber;
“suka aja sih, dari pribadi saya sendiri emang gak terlalu suka pakaian
yang terlalu formal kaya kemeja dan celana bahan gitu”47
“faktor yang pertama sih kepercayaan diri, karena aku belum pede aja
kalau pakai pakaian yang sesuai dan harus mengikuti kode etik karena
belum biasa juga si, terus faktor lain itu karena banyak temen yang
pakai baju juga gak sesuai gitu jadi makin ikutan aja dan gak mau
berubah dan kebawa”48

“faktor utamanya sih senyamannya aja ya, jadi kalau saya lagi nyaman
pakai baju rapi ya saya rapi dan juga kalau lagi pengen pakai pakaian
santai gitu ya pakai baju semaunya aja”49
45
Wawancara dengan Eka Mahasiswa Jurusan PIAUD. Tgl 4 September 2019
46
Wawancara dengan Pak Furqon Staf Bagian Umum. Tgl 16 September 2019
47
Wawancara dengan Fatih Mahasiswa Jurusan MP. Tgl 9 September 2019
48
Wawancara dengan Nita Mahasiswa Jurusan PBI. Tgl 4 September 2019
49
Wawancara dengan Annisa Mahasiswa Jurusan PBSI. Tgl 5 September 2019
75

“faktornya sih karena pede aja ya kak, soalnya sehari-hari kan


pakaiannya emang kaya gini, justru kalau pake celana bahan gitu
kadang ga pede dan malah biking ga nyaman”50
Jadi menurut Fatih, Nita, Annisa dan Dimas, busana yang mereka
pakai itu faktor yang paling utamanya adalah dari dirinya sendiri dan
karena muncul rasa nyaman ketika memakainya, karena menurutnya rasa
nyaman itu penting untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri.

b. Keluarga
Keluarga memiliki peranan yang besar terhadap kepribadian dan gaya
berbusana bagi seseorang, karna sedari kecil seorang anak mencontoh apa-
apa yang dilakukan oleh orang tuanya, terutama dalam hal berpakaian.
Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang meniru busana yang
digunakan orang tuanya, baik secara alamiah maupun dorongan atau
tuntutan dari orangtuanya itu sendiri. Seperti yang dikatakan narasumber
satu ini;
““sederhananya sih aku sering banget itu yang ke lantai 5 didepan
kajur kan ada kaca besar yang ada tulisannya “sudahkah saya
berpenampilan layaknya seorang guru?” nah disitu aku bisa liat diri
aku udah belom sih penampilan aku kayak seorang guru, nah selain itu
kan sebenenarnya kita sebagai mahasiswa pun diluar dari kode etik
atau peraturan yang ada kan seharusnya juga sudah mengerti dong
gimana berpakaian yang sesuai dan pantas untuk kita kenakan trus
dikuatkan lagi dengan kita di fakultas keguruan yang otomatis akan
menjadi seorang guru maka dari situ ya perlahan tumbuh aja sih dari
dalam diri aku sendiri
faktor lain yang aku dapetin selanjutnya sih dari keluarga ya karena
aku sedari kecil pun emang sudah dibiasain pake kerudung gitu trus
selalu dibimbing dan ditegur sama umi aku
faktor lain juga aku masuk organisasi LDK karena aku ngerasa
nyaman aja masuk komunitas yang selalu berbagi tentang menjadi
muslim seutuhnya gitu, disamping itu karena banyak senior aku juga

50
Wawancara dengan Dimas Mahasiswa Jurusan PBA. Tgl 9 September 2019
76

yang ngajak tapi gak paksaan sih yak arena kau pengen aja dan juga
ada dukungan baik dari mereka gitu”51
Menurut Sarah, busana yang ia pakai adalah hasil bimbingan kedua
orang tuanya sejak kecil, sedari kecil ia sudah dibiasakan dengan pakaian
muslim sehingga ia sudah terbiasa menggunakannya. Kemudian selain itu
ia memang sudah memiliki kesadaran sebagai mahasiswa keguruan.
Jadi gaya berbusana seseorang datang dari faktor oleh bagaimana ia
berbusana sejak kecil, karena keluarga terutama orang tua adalah sebagai
panutan anaknya dalam melaksanakan hal-hal baik maupun sebaliknya.

2. Faktor Eksternal
Adalah faktor yang asalnya dari luar diri seseorang atau indvidu. Faktor
ini meliputi lingkungan di sekitar termasuk orang-orang terdekat.

a. Organisasi Kampus
Organisasi kampus adalah wadah bagi setiap mahasiswa yang ingin
menuangkan ide, gagasan maupun tempat pencarian pengalaman.
Organisasi kampus ada 2 (dua) macam, organisasi intra dan organisasi
ekstra. Organisasi kampus memiliki peran yang cukup besar bagi pribadi
mahasiswanya, dimana di tempat itu mahasiswa dilatih agar mampu untuk
mengunggulkan organisasi yang di jalaninya. Narasumber ini menjadikan
organisasi kampus sebagai faktor penting dalam ia berbusana;
“faktor lain juga aku masuk organisasi LDK karena aku ngerasa
nyaman aja masuk komunitas yang selalu berbagi tentang menjadi
muslim seutuhnya gitu, disamping itu karena banyak senior aku juga
yang ngajak tapi gak paksaan sih yak arena kau pengen aja dan juga
ada dukungan baik dari mereka gitu”52
LDK (Lembaga Dakwah Kampus) adalah organisasi dalam lingkup
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang telah berdiri sejak tahun 1996,

51
Wawancara dengan Sarah Mahasiswa Prodi PKim. Tgl 4 September 2019
52
Wawancara dengan Sarah Mahasiswa Prodi PKim. Tgl 4 September 2019
77

menjadi salah satu faktor terpenting Sarah dalam berbusana yang sesuai
dengan syariat Islam. Ia merasa organisasinya itu sangat mendukung dalam
berbusana yang sesuai dengan syariat Islam.

“pakaian yang sesuai syariat Islam tuh memang gak ada dalil yang
jelas sih namun yang jelas itu pastinya menutup aurat wanita dan aurat
wanita pun seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan ya, dan itu
tuh bentuk kasih saying Allah untuk hambanya agar hambanya
dijauhkan dari perbuatan yang tidak diinginkan karena saking
mulianya perempuan itu Allah ingin ia bisa menjaga bentuk dan lekuk
tubunya dan Allah sendiri pun sudah menjelaskannya disurat An-nisa
dan berbusana sopan itu harusya bukan karna kode etik tapi harusnya
tuh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi umat muslim,
Alhamdulillah aku sendiri sudah dan berusaha untuk istiqomah dalam
berbusana seperti ini”
Menurutnya pakaian yang dipakai itu tidak hanya sekedar rapi atau
sopan namun kita tetap harus mempertimbangkan dengan kewajiban kita
sebagai muslim dan ajaran agama yang telah ada. Selain Sarah ada Asih
juga yang merasa organisasi LDK termasuk dalam faktor utamanya dalam
berbusana;

“faktor lainnya adalah organisasi yaitu LDK karena aku tertarik aja
dan termotivasi liat kakak senior yang memakai busananya tuh
tertutup, gaada paksaan juga dan itu emang keinginan aku karna dulu
pas aku masuk UIN cita-cita aku buat mengubah penampilan aku jadi
lebih tertutup”53
Asih beranggapan bahwa organisasi LDK membawa stigma positif
yang membuatnya tertarik untuk bergabung kemudian dia perlahan
merubah penampilan termasuk gaya berbusananya dengan Syar’i dan
sesuai dengan syariat Islam.
Jadi bagi sebagian mahasiswa yang aktif dalam kegiatan kampus dan
aktif dalam organisasi tertentu, sebuah organisasi dapat menjadi faktor
yang mempengaruhi bagaimana ia berbusana. Karena bagi mahasiswa yang

53
Wawancara dengan Asih Mahasiswa Jurusan PMTK. Tgl 5 September 2019
78

aktif dalam organisasi, mereka menghabiskan waktu sebagian besar pada


organisasinya itu yang menyebabkan ia sering tampil dan berkumpul,
sehingga menimbulkan kecenderungan untuk sama atau satu ragam dengan
anggota lainnya dan dukungan dari teman organisasinya pun menjadi
faktor yang cukup besar yang mampu mempengaruhi bagaimana seseorang
dalam berbusana.

b. Teman Sebaya
Teman sebaya memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi
cara berpakaian seseorang, karena ketika anda melihat teman anda begitu
menarik dengan gaya yang ia gunakan maka secara otomatis anda akan
memiliki perasaan ingin mencoba gaya seperti itu.
Hal ini juga didukung oleh konsep faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi. Menurut Rahman (2004) Persepsi lebih bersifat psikologis oleh
karena itu ada beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah
perhatian yang selektif. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan
menerima banyak sekali ransangan dari lingkungannya. Tapi tidak semua
ransangan yang diterimanya. Tiap individu akan memusatkan perhatiannya
pada ransangan tertentu, sehingga objek atau gejala lain tidak akan tampak
sebagai objek pengamatan. Artinya aspek biologis juga menentukan
seseorang berprilaku di lingkungan dimana dia berada. 54 Seperti yang
dikatakan narasumber ini;
“karena nyaman aja sih, terus belum biasa menggunakan pakaian-
pakaian yang sangat tertutup jadi belum siap aja dan teman-teman juga
masih sama dan jarang ada yang mengingatkan juga jadi masih
berbusana yang semaunya aja”55

54
Ibid,. hlm,19.
55
Wawancara dengan Elisa Mahasiswa Jurusan PGMI. Tgl 10 September 2019
79

Elisa masih melihat teman-teman yang berbusana semaunya dan tidak


terlalu merujuk pada kode etik yang tertera. Hampir sama dengan yang
dikatakan Regita;

“kalau dari diri sendiri merasa bersalah aja gitu kalo misalnya
melanggar, sisanya ya tuntutan aja sihh kadang dari faktor lingkungan
pertemanan, karena dijurusanku itu kebanyakan bahkan hampir semua
mahasiswa itu pakai baju yang sangat rapi sopan bahkan rapi, apalagi
kalau lagi matkul, praktikum, ketemu dosen itu tuh wajib banget
berpakaian rapi”56
Menurut Regita, lingkungan berpakaian yang di gunakan teman-teman
sepermainannya membuatnya merasa malu ketika tidak menyesuaikan
mereka. Karena tuntutan dari dosen pun sama, sehingga ia harus berbusana
yang rapi sesuai dengan kode etik. Tidak jauh beda seperti yang dikatakan
Hilda;

“faktor utama sih dari pribadi aku sendiri ya yang belum mau buat
berbusana yang sesuai dengan kode etik apalagi sesuai dengan syariat
Islam, kedua sih aku ngerasanya faktor lingkungan kuat banget apalagi
temen-temen main ya bawa pengaruh banget”57
Menurutnya faktor teman itu sangat kuat dan berpengaruh besar sehingga
ia pun masih menyesuaikan dengan teman tentang bagimana cara ia
berbusana. Jadi, faktor terakhir yang menjadi pengaruh bagaimana seseorang
berbusana adalah teman sebayanya, karena teman sebaya menjadi cerminan
sebagaimana ia biasa sehari-hari menggunakan busana, secara otomatis bagi
sebagian orang apabila melihat teman sebaya menggunakan busana yang
menarik maka ia pun akan menirunya

3. Perubahan Gaya Berbusana Selama Kuliah Di FITK


Perubahan mode atau gaya busana sah-sah saja apabila terjadi pada setiap
individu. Jika diinterpretasikan secara kreatif, mahasiswi tipe modis

56
Wawancara dengan Regita Mahasiswa Prodi P.Bio. Tgl 10 September 2019
57
Wawancara dengan Hilda Mahasiswa Prodi PFis. Tgl 4 September 2019
80

mempunyai karakter demikian: religiusitasnya relatif rendah, namun


spiritualitasnya relatif lebih tinggi. Jiwa toleransinnya sangat peka, namun
cenderung acuh terhadap perbedaan, bukan menunjukkan sikap kesadaran
kritis atas munculnya perbedaan. Disiplinnya sangat rendah karena sering kali
mahasiswa yang demikian sibuk dengan urusan mode sehingga lupa waktu.
Di samping itu, kemandiriannya agak tidak kokoh karena mudah terombang-
ambing oleh trend yang berkembang. Namun demikian, naluri rasa ingin
tahunya sangat tinggi sehingga ia selalu update informasi terkini, khususnya
melalui dunia maya. Di samping itu, ia sangat komunikatif dan mampu
bekerja secara tim (team work) secara baik karena mereka mempunyai
komunitas tertentu. Jiwa kreatifitasnya juga sangat tinggi, sehingga hampir
setiap hari mereka berubah penampilan. Berikutnya adalah tipe formalis.58
Itu pula yang dirasakan bagi setiap mahasiswa yang telah menempuh
kuliah selama lebih dari 2 tahun di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Karena itu terjadi dari berbagai macam faktor.
1. Perubahan gaya berbusana baik
Adalah gaya berbusana mahasiswa yang mengalami perubahan
kearah yang lebih baik, seperti beberapa narasumber yang telah saya
teliti;
“ada perubahan, waktu masih awal kuliah saya masih suka
menggunakan kaos namun bawahan saya tetap rok, tetapi makin kesini
saya mulai tidak menggunakan kaos melainkan menggunakan kemeja
atau yang paling sering menggunakan gamis”59

“ada, waktu awal mahasiswa baru masih sering banget pake celana
kaos trus seenaknya aja, tapi makin kesini makin agak dibenerin dikit
gaya berbusananya trus dicoba agar sering pake rok, kecuali kalo
kekampus hanya ada rapat biasanya aku pake celana jeans sama kaos
aja gitu yang penting sopan”60
58
Nur Hidayat. 2015. Pendidikan Karakter dan Etika Berbusana (Studi Kasus Terhadap Etika
Berbusana Mahasiswa Prodi PGMI); Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol. 09; No. 01. Hlm,67.
59
Wawancara dengan Naiya Mahasiswa Jurusan PAI. Tgl 3 September 2019
60
Wawancara dengan Febri Mahasiswa Jurusan PIPS. Tgl 3 September 2019
81

“jelas ada banyak, itu dari yang dulu suka dan hobi banget pake kaos
oblong hampir setiap hari, tapi kalo sekarang udah mulai agak sering
pake kemeja atau flannel trus suka juga pake celana bahan tapi yang
model skinny gitu, lain kalo dulu setiap harinya pake jeans”61

“iya ada banget, dulu sebelum masuk UIN aku tuh masih suka pake
jeans dan kerudung aku masih seadanya banget terus pas masuk UIN
aku lebih banyak obser sih ngeliat senior-senior dan temen-temen
yang pakaiannya itu tertutup banget aku jadi kaya tergerak aja buat
pelan-pelan berbaikin penampilan aku, ga langsung berubah sih tapi ya
bertahap gitu, karena pas kuliah di UIN itu suasananya mendukung
banget buat berbusana kaya gini, kalo pas aku SMA kan masih agak
ragu gitu pake pakaian yang syar’i”62

“ada, aku tuh termasuk orang yang santai banget kalau masalah
berpakaian malah awal-awal kuliah tuh selalu dan hampir sering
banget pake kaos gitu kalo kuliah trus masih suka pake calana dulu,
namun kesini-sini kenal temen temen lain sering sharing tentang baju
juga jadi mulai berubah gimana berpakaian yang pantas sebagai
seorang calon guru”63
Jadi mahasiswa yang perubahan gaya berbusananya kearah kemajuan
adalah mahasiswa yang dahulunya berbusana tidak sesuai kode etik
namun lama-lama menyadari dan mulai merubah gaya berbusananya
sesuai dengan kode etik. Namun hal ini tidak serta merta langsung mereka
lakukan, melainkan mereka bertahap dalam melakukannya.

2. Tidak mengalami perubahan gaya berbusana


Adalah perubahan gaya berbusana yang sejajar atau jarang terjadi,
ada dari beberapa narasumber saya;
“enggak sih karena aku dari dulu emang gini-gini aja, dan emang udah
dibiasain sama orang tua, perubahannya paling hanya sekedar
perubahan warna-warna bajunya, yang dulu masih senang warna-

61
Wawancara dengan Fatih Mahasiswa Jurusan MP. Tgl 9 September 2019
62
Wawancara dengan Asih Mahasiswa Jurusan PMTK. Tgl 5 September 2019
63
Wawancara dengan Eka Mahasiswa Jurusan PIAUD. Tgl 4 September 2019
82

warna yang mencolok sekarang lebih ke yang warna-warna netral aja


gitu”64

“ada perubahan tapi gak banyak, dulu sering banget pakai kaos biasa
gitu terus pernah ditegur dosen jadinya sekarang pakainya flannel
sama kemeja-kemeja polos aja sih”65

“kalo perubahan sih gaada yang signifikan banget karena dari semester
1 pun aku udah suka pakai rok tapi atasannya masih sering pakai kaos,
nah kesini-sini aku mulai sering pakai kemeja karna kalo pake kaos
kaya kurang pantes aja gitu sebagai mahasiswa keguruan”66

“perubahan ada sih sedikit, kalau dulu sukanya pakai celana jeans dan
kaos, sekarang lebih seneng aja pakai celana bahan dengan kemeja-
kemeja blous, walaupun masih suka pakai jeans juga, kadang pun saya
suka menggunakan rok ya itu balik lagi dari kemauan saya aja sih”67

“perubahan yang signifikan sih gak terlalu yaa, karena sampai


sekarang pun saya masih sering menggunakan celana jeans tapi sudah
mulai banyak berkurang karena saya ganti dengan celana bahan
ataupun celana kulot gitu terus kadang pun saya pakai rok kalo lagi
pengen (lebih sering menggunakan celana jeans)”68
Dari hasil jawaban narasumber bahwa mereka yang tidak mengalami
perubahan gaya berbusananya adalah mereka yang sejak sebelum masuk
dalam dunia perkuliahan sudah berbusana rapi dan sebagian dari keluarga
yang latar belakang berbusana syar’i dan sebagian memang sudah
terbiasa berbusana seperti itu.

3. Perubahan gaya berbusana kurang baik


Adalah perubahan gaya berbusana yang sifatnya menurun, ada dari
beberapa narasumber yang saya teliti;

64
Wawancara dengan Sarah Mahasiswa Jurusan PKim. Tgl 4 September 2019
65
Wawancara dengan Dimas Mahasiswa Jurusan PBA. Tgl 9 September 2019
66
Wawancara dengan Regita Mahasiswa Jurusan PBio. Tgl 10 September 2019
67
Wawancara dengan Annisa Mahasiswa Jurusan PBSI. Tgl 5 September 2019
68
Wawancara dengan Elisa Mahasiswa Jurusan PGMI. Tgl 10 September 2019
83

“ada sihh, tapi kalo aku perubahannya malah ke arah yang kurang baik
ya hehe, dulu waktu awal-awal semester itu sering banget pakai rok,
gamis dan busana-busana yang sopan tapi makin kesini makin ngerasa
nyantai aja dalam berpakaian jarang banget lagi pakai rok-rok gitu
apalagi gamis”69
Dalam artian Hilda, jarang menggunakan rok ataupun gamis
melinkan ia menggunakan celana jeans.
“ada perubahan tapi perubahan yang menurun sih, awal semester
pertama itu selalu pakai rok dan kemeja karena dulu masih takut-takut
gitu tapi makin kesini karena makin mengenal dunia kampus dan tau
celahnya jadi berpakaian yang seenaknya aja”70
Berbeda dengan sebelumnya, perubahan gaya busana yang terjadi pada
2 (dua) narasumber saya adalah perubahan ke arah kurang baik yaitu
mereka mengalami perubahan gaya berbusana dari yang dulu berbusana
sesuai dengan kode etik, namun semakin lama malah berubah ke busana
yang tidak sesuai dengan tata tertib busana FITK.

Berdasarkan ungkapan narasumber setelah diwawancarai bahwa adanya kode


etik mahasiswa memiliki peranan penting bagi gaya berbusana mahasiswa Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, seperti pada pengertian teori tindakan sosial bahwa
tindakan yang dilakukan seseorang mengandung makna dan tindakan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan sebagaimana tindakan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tujuannya adalah agar kegiatan belajar mengajar tetap kondusif
demi kebutuhan perkuliahan tercapai.

Dari adanya kode etik mahasiswa, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan memiliki jawaban yang sama yaitu bahwa sebagian besar mahasiswa
sudah menerapkan gaya berbusana sesuai dengan kode etik yang ada. Karena pada
dasarnya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memiliki kesadaran
tinggi terhadap gaya berbusananya, terlebih dengan adanya kode etik yang berlaku.

69
Wawancara dengan Hilda Mahasiswa Jurusan PFis. Tgl 4 September 2019
70
Wawancara dengan Nita Mahasiswa Jurusan PBI. Tgl 4 September 2019
84

Lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan syarat dengan busana yang lebih
rapi dibandingkan lingkungan fakultas lain, ini mencerminkan bahwa lingkungan
FITK patut dijadikan sebagai contoh bagi adanya kode etik yang diterapkan
khususnya kode etik tentang gaya berbusana mahasiswa.

Dalam upaya menerapkan kode etik berpakaian di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, fakultas dengan sangat jelas sudah memberikan informasi yang jelas
dengan adanya poster pada setiap lantai, sehingga seluruh mahasiswa pasti tau apa
kewajiban berbusana sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Pemasangan poster itu juga sebagai upaya pihak fakultkas untuk meningkatkan
kesadaran mahasiswa menggunakan busana yang sesuai dan telah ditetapkan,
sehingga penerapannya dapat selaras dengan aturannya.

E. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan di lapangan saat
penelitian. Adapun keterbatasan tersebut antara lain :
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu intansi, yaitu pada mahasiswa
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan saja. Oleh karena itu, untuk penelitian
selanjutnya dapat dilakukan pada beberapa fakultas lain di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk membandingkan bagaimana penerapan kode etik
terhadap gaya berbusana di fakultas lain.
2. Peneliti hanya berfokus pada dampak penerapan kode etik terhadap gaya
berbusana mahasiswa Fakultas Ilmu Tariyah dan Keguruan, sedangkan kode
etik tidak hanya tentang busana.
3. Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan kurang terbuka ketika
peneliti wawancara sehingga peneliti kurang mendapatkan informasi yang
lebih luas lagi.
BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan dan dituangkan dalam
bab-bab sebelumnya, maka dalam bab terakhir dari skripsi ini penulis akan
menyampaikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
Penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa/i
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan terbukti sudah diterapkan oleh
mahasiswa FITK. Artinya bahwa mahasiswa sudah berbusana yang sesuai
dengan kode etik dan syariat Islam yang berlaku, mereka secara sadar
menggunakan busana yang sesuai dengan pedoman dan tata tertib busana
bagi mahasiswa keguruan, seperti yang sudah tertera pada papan informasi
tata tertib berbusana mahasiswa/i FITK. Terdapat 4 (empat) faktor yang
mempengaruhi bagaimana gaya berbusana mahasiswa yaitu, faktor dari diri
sendiri, keluarga, organisasi kampus dan teman sebaya.
Sanksi bagi mahasiswa yang melanggar kode etik gaya berbusana hanya
berupa sanksi ringan dimana penerapan sanksi tersebut hanya berupa teguran
lisan dan tertulis. Sanksi ini dapat diterapkan oleh penegak hukum lapangan
seperti unsur karyawan, dosen dan pejabat kampus lainnya, namun pada
kenyataannya penerapannya masih sangat kurang ditegakkan, kurangnya
penerapan teguran lisan dan tertulis kepada mahasiswa yang berbusana tidak
sesuai dengan tata tertib busana.
Faktor yang mempengaruhi bagaimana gaya berbusana mahasiswa yaitu
faktor internal dan eksternal, faktor internal berasal dari diri sendiri dan
keluarga sedangkan faktor eksternalnya berasal dari organisasi kampus dan
teman sebaya. Artinya, dari setiap ragam gaya berbusana mahasiswa
semuanya terdapat faktor dan peranan penting dari lingkungan sekitarnya,
peranan penting yang pertama datang dari diri sendiri, karena gaya seseorang

86
87

dalam berbusana adalah yang mencerminkan bagaimana kepribadian


seseorang itu sendiri, yang kedua dari keluarga adalah bagaimana seseorang
tersebut mendapat pengaruh dari sejak kecil dan mencontoh apa yang sering
seseorang itu lihat dan diajarkan, yang ketiga datang dari faktor organisasi
kampus yaitu bagi sebagian mahasiswa yang aktif dalam organisasi yang ada
dikampus maka dari sini lah seseorang mendapat pengaruh, bisa karena
peraturan yang ada dan harus dipatuhi bisa juga bawaan dari teman satu
organisasi yang menuntutnya harus berseragam atau hampir sama. Yang
terakhir ada faktor dari teman sebaya yaitu ketika seseorang tertarik melihat
penampilan teman sebayanya maka secara otomatis seseorang itu akan
memiliki perasaan ingin mencoba gayanya tersebut.

2. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dipaparkan sebelumnya terkait
dengan penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa
di FITK. Berikut merupakan temuan yang diperoleh, implikasi dari hasil
penelitian ini adalah:
1. Adanya tata tertib busana dijadikan mahasiswa sebagai patokan
mahasiswa dalam berbusana terutama saat proses belajar mengajar di
kampus.
2. Penegak hukum lapangan seperti unsur karyawan, dosen dan pejabat
kampus lainnya tegas dalam menerapkan sanksi, memberi teguran secara
lisan dan tulisan kepada mahasiswa yang busananya tidak sesuai dengan
kode etik dan tata tertib busana.

3. Saran
Setelah peneliti melakukan pemaparan mengenai kesimpulan dan
implikasi di atas, sebagai tindak lanjut bersama dengan ini peneliti
menyampaikan saran untuk dapat menjadi masukan bagi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dalam upaya penerapan kode etik
88

mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa di FITK, adapun saran yang


diberikan sebagian berikut:

1. Bagi Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, bahwa adanya


dan dibuatnya tata tertib busana bagi mahasiswa/i ialah untuk menjaga
ketertiban bersama sebagai mahasiswa keguruan dan calon pendidik.
Karena seperti yang kita ketahui bagi seorang guru penampilan
sangatlah penting dijadikan sebagai modal utama, karena sebagai contoh
bagi murid yang kita ajarkan, selain itu juga sebagai norma kita sebagai
seorang mahasiswa. Hendaknya mengenakan busana yang sesuai
dengan kode etik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena
sebagai mahasiswa harus menjaga nama baik almamater dan harus
disesuaikan dengan gaya berbusana yang sesuai dengan tata tertib
busana FITK.
2. Bagi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan para penegak hukum
lapangan seperti unsur karyawan, dosen dan pejabat kampus lainnya
supaya menjalankan sanksi kepada mahasiswa sesuai dengan ketentuan
kode etik mahasiswa, sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukan masuk dalam kategori sanksi ringan sehingga penerapannya
harus ditegakkan dengan cara menegur secara lisan dan tulisan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih luas terhadap
penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana tidak hanya di
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan saja.
89

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adams. Dkk. 2007. Etika Profesi. Jakarta: Gramedia.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azhari, Akyas. 2004. Psikologi Umum dan Perkembangan. Bandung: Teraju.

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Champbell, Thomas W. 1994. Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta: Kasinius.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia.

Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Press.

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan
Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Hasan, Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Kamal, Abu Malik. 2016. Fiqh Sunnah Lin Nissa. Depok: Pustaka Khazanah
Fawa’id,

Karzun, Ahmad Hasan. 2000. Adab Berpakaian Pemuda Islam. Jakarta, Darul Falah.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhajir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasia.

Pedoman Akademik Program Strata Satu Tahun 2018/2019.

Prijodarminto, Soegeng. 2004. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: PT. Pratnya
Praminto.
90

Purwoto, Agus. 2015. Metode Penelitian. Bogor: In Media.

Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan


Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.

Riyanto, A. 2003. Teori Busana. Bandung: Yapemdo.

Riyanto, Arifah A. 2005. Sejarah dan Perkembangan Busana. Bandung: Dinas


Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2005.

Rukajat, Ajat. 2018. Pendekatan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Deepublish.

Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran. Bandung, Mizan,

Sachari, Agus. Desain Gaya dan Realitas. Jakarta: CV Rajawali.

Setiadi, Elly M. dkk. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin.. 2006 Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN
Jakarta Press.

Soetjipto. 2011. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Soekanto, Soerjono. 2005. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : Raja Grafindo


Persada.

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Sudaryono. 2017. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
91

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali.

Susanto, Astrid S. 1979. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Bina
Cipta

Usman, Husaini dkk. 2017. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wirawan, I.B. 2012. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: PT Kharisma
Putra Utama.
Yin, Robert K. 2014. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta; PT Raja Grafindo,

Yusuf, Muri. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan.
Jakarta: Prenadamedia Group.

Jurnal

Damar A Hartaji. 2012. Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah


Dengan Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Ida Suryani Wijaya. 2012. Etika Berbusana Mahasiswa STAIN Samarinda (Studi
kasus terhadap penerapan Keputusan Ketua STAIN Samarinda nomor: 19 tahun 2002
tentang Etika Pergaulan dan Berbusana Mahasiswa STAIN Samarinda); Jurnal
STAIN Samarida. Vol. IV No. 1. Hlm, 88-89.

Nur Hidayat. 2015. Pendidikan Karakter dan Etika Berbusana (Studi Kasus Terhadap
Etika Berbusana Mahasiswa Prodi PGMI); Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol.
09; No. 01. Hlm,67.

Dewi Sukartik. Maret 2015. Efek Penerapan Kode Etik Mahasiswa UIN Suska Riau
Terhadap Perilaku Sosial-Budaya Mahasiswa; Jurnal Risalah. Vol. 26, No. 1. Hlm,19.
92

Jurnal Pesona Dasar Universitas Syiah Kuala Vol. 2 No.3, Oktober 2014, hal 65-78
ISSN: 2337-9227 dengan judul Sopan Santun Berpakaian dalam Islam oleh Syarifah
Habibah (Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP
Unsyiah)

Website

https://www.uinjkt.ac.id/

https://fitk.uinjkt.ac.id/

Buya Jilan, Berita Senat FITK, (https://www.uinjkt.ac.id/id/bekali-maba-studi-tepat-


waktu-fitk-gelar-student-days/). Diakses pada tanggal 30 Januari 2020 jam 23.30.

Lampiran Keputusan Rektor, Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
NO. 469 Th.2016

Nanang Syaikhu. Berita Senat FITK, (https://www.uinjkt.ac.id/id/mahasiwa-yang-


melanggar-kem-akan-dikenai-surat-tilang/). Diakses pada tanggal 30 Januari 2020
jam 23.20.

Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, “Tata Ruang”,


(http://lib.fitk.uinjkt.ac.id/fasilitas/ruang-baca.html)

Lampiran Keputusan Rektor, Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
NO. 469 Th.2016
93

Lampiran-lampiran
94

PEDOMAN WAWANCARA

1. Pedoman wawancara untuk mahasiswa


Identitas responden
Wawancara ke :
Hari Tanggal :
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Jurusan :

1. Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama kode etik
berbusana?

…………………………………………………………………………
……………
2. Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa FITK?
…………………………………………………………………………
…………...
3. Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
…………………………………………………………………………
……………
4. Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
…………………………………………………………………………
……………
5. Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan syariat Islam
dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin) anda
sudah sesuai dengan syariat Islam?
95

…………………………………………………………………………
……………
6. Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
…………………………………………………………………………
……………
7. Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti apakah
yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
…………………………………………………………………………
……………
8. Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode etik
berbusana mahasiswa?
…………………………………………………………………………
……………
9. Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
…………………………………………………………………………
……………

2. Pedoman wawancara untuk staf fakultas


Identitas responden
Wawancara ke :
Nama :
Usia :
Hari Tanggal :

1. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang kode etik berbusana yang berlaku
di FITK?
…………………………………………………………………………
……………
96

2. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang gaya busana mahasiswa FITK?


…………………………………………………………………………
……………
3. Apakah menurut bapak/ibu gaya berbusana mahasiswa FITK sudah
sesuai dengan kode etik berbusana yang ditetapkan fakultas?
…………………………………………………………………………
……………
4. Menurut bapak/ibu apakah sanksi telah ditetapkan dan berlaku bagi
mahasiswa yang berbusana tidak sesuai kode etik?
…………………………………………………………………………
……………
5. Bagaimana kah cara yang ampuh agar mahasiswa yang berbusana
tidak sesuai kode etik dapat berbusana yang sesuai dengan apa yang
ditetapkan FITK?

…………………………………………………………………………
97

Wawancara ke : 1 (Satu)
Hari Tanggal : 3 September 2019
Nama : Naiya Masyitoh
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : yang saya ketahui tentang kode etik itu lebih menjuru ke
bagaimana cara kita berbusana, baik itu perempuan maupun laki-laki dan
untuk di FITK sendiri pun tidak diwajibkan namun dianjurkan menggunakan
rok dan celana boleh asal tidak ketat dan transparan, alas kaki harus
tertutup, sedangkan untuk pemakaian celana jeans tidak diperbolehkan
namun masih banyak teman-teman mahasiswa yang menggunakannya
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : kalau di FITK sendiri sih yang saya lihat tidak dominan
kemana-mana namun lebih random, dan yang saya lihat itu kode etik
dijalankan dengan mahasiswa-mahasiwa yang tidak menjuru kepada kode
etik itu sendiri sih tetapi yang bagaimana menurut mereka pantas digunakan
dan pantas dilihat oleh orang lain
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : gaya busana saya sendiri sih tidak melihat ke kode etik pun
saya berusaha untuk berbusana sepantasnya dan memang di UIN sendiri
khususnya di FITK kode etiknya sudah terpampang jelas dan kalau saya
merasa sih saya sudah sesuai
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
98

Narasumber : faktor keinginan dan dorongan dari diri sendiri sih yang
ingin menjaga diri dengan berpakaian seperti ini dan penggunaan busana
saya ini tuh bertahap tidak langsung berbusana syar’i seperti ini karena yang
saya rasakan gini loh, kan kita berbusana itu melihat kanan kiri kita juga dan
fokus kita ke fashion seperti apa pun kita bakalan mengikuti kan dan saya
sendiri pun bertahap karena melihat teman-teman sekitar berpakaian seperti
ini jadi dalam hati saya tuh bilang “ohh pantesnya pake pakaian seperti ini
ya” khususnya kita kan anak FITK
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : yang saya ketahui berbusana sesuai syariat Islam adalah
berpakaian yang menurut aurat kita, dan saya sendiri pun jika dibilang sesuai
tidaknya saya pun berusaha untuk menyesuaikan, nah di Islam sendiri pun
ada yang berkata kalau pakaian sesuai syariat islam pun ada yang harus
sampai menutup punggung tangan dan memakai cadar namun menurut saya
sendiri berpakaian menurut syariat Islam pun harus benar-benar menutup
namun tidak semua kecuali muka dan telapak tangan, dan yang lebih jelasnya
lagi kalau perempuan menggunakan jilbab yang menutup dadanya
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sudah diterapkan sih namun terkadang masih ada yang
melanggarnya, tidak banyak sih, karena kaka kelas adik kelas maupun teman-
teman sendiri pun sudah mengetahui bagaimana sih cara berbusana yang
pantas dan yang enak dilihat
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : gaya busana yang sudah ditetapkan sesuai dengan kode etik
yang berlaku, seperti tidak menggunakan jeans apabila perkuliahan,
99

kemudian memakai sepatu, karna masih ada teman saya pun kalau kuliah
masih menggunakan kaos
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : biasanya sih mereka yang berbusana seperti itu karena
mereka suka, mereka nyaman dan percaya diri apalagi bila memang itu
sudah dari dorongan dirinya sendiri, teman-teman saya pun seperti itu,
mungkin ada alasan lain yang lebih pribadi namun menurut saya tetap
kenyamanan dalam berpakaian sih yang menjadi alasan utama mereka
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : ada, waktu masih awal kuliah saya masih suka menggunakan
kaos namun bawahan saya tetap rok, tetapi makin kesini saya mulai tidak
menggunakan kaos melainkan menggunakan kemeja atau yang paling sering
menggunakan gamis
100

Wawancara ke : 2 (Dua)
Hari Tanggal : 3 September 2019
Nama : Febri Nurhayati
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu peraturan yang harus di patuhi yang dibuat oleh
suatu institusi, jadi kalo kita melanggar kode etik maka kita melanggar
peraturan yang udah dibuat, nah kalau kode etik berpakaian sendiri berarti
artinya peraturan menggunakan busana saat kita berada dikampus
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : gaya berbusananya itu di FITK pakaiannya lebih muslimah
dan sopan dibanding mahasiswa fakultas lain karena kita kan fakultas
keguruan yang otomatis mencetak calon guru, yang aku lihat sihh lebih
dominan ke pakaian gamis, rok-rok ya pokonya yang terlihat muslimah gitu
tapi selain itu ada sih jurusan yang mahasiswanya dominan tidak berpakaian
seperti itu, karena masih terlihat yang kuliah menggunakan jeans dan kaos
oblong gitu
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : belum, karena kalo aku sendiri sih berpakaian seperti itu
tergantung dari dosen yang mengajar pada saat perkuliahan, karena ada
beberapa dosen yang membiarkan mahasiswa yang menggunakan pakaian
semaunya namun ada juga dosen yang sangat melarang mahasiswa yang
memakai jeans dan mewajibkan untuk memakai rok atau celana bahan,
101

karena aku sendiri pun masih lihat dosen siapa yang akan mengajar terus
menyesuaikan dengan gaya berbusana aku pada hari itu
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : faktornya banyak, kaya belum percaya diri dan masih berasa
ribet aja gitu kalo harus pake kerudung panjang karna aku kalo pake
kerudung kan ya udah gini di slemparin ke samping
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : yang pastinya si yang menutup aurat ya, yang gak ngetat dan
sopan karena perempuan itu kan banyak ya auratnya dan disarankan sih buat
gak menunjukan lekuk tubuhnya, terus yang menutup dada tapi dan kalo aku
sendiri sih memang belum sesuai dengan syariat Islam karna percuma sih
menutup aurat namun kelakuan atau bicara kita tuh gak sesuai dengan
busana muslim yang kita gunakan lebih baik sih perbaiki sikap dulu kalo aku
mah
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sudah menerapkan sih, kalau saya presentasi kan yang sudah
sesuai dengan kode etik dan syariat Islam ya 80% lah sisanya yang masih
belum sadar dengan adanya kode etik itu
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : yang sesuai dengan kode etik yang ada dikampus, memakai
rok dan kemeja, gamis, celana bahan dan yang paling penting sih ga pakai
sandal
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
102

Narasumber : alasan mereka kurang lebih sama sih, pernah suatu waktu
sharing tentang gaya berbusana gini, kebanyakan sih mereka emang masih
merasa kalau mereka tuh belum pantas berpakaian yang sesuai dengan kode
etik soalnya kan kita calon guru ya, karna kita juga menyesuaikan dulu
dengan sifat dan perilaku kita jadi kayanya aku sama temen-temen yang
belum sesuai itu lebih milih untuk memperbaiki diri dulu
9. Pewawancara: Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : ada, waktu awal mahasiswa baru masih sering banget pake
celana kaos trus seenaknya aja, tapi makin kesini makin agak dibenerin dikit
gaya berbusananya trus dicoba agar sering pake rok, kecuali kalo kekampus
hanya ada rapat biasanya aku pake celana jeans sama kaos aja gitu kak yang
penting sopan
103

Wawancara ke : 3 (Tiga)
Hari Tanggal : 9 September 2019
Nama : Muhammad Fatih
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki–Laki
Jurusan : Manajemen Pendidikan

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu sama dengan peraturan atau tata cara dalam
melakukan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kode etik
berbusana itu berati peraturan dalam berpakaian yang benar sesuai dengan
peraturan, dan kalau di FITK seperti berpakaian yang sopan, harus tertutup
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : gaya di FITK itu untuk perempuan seharusnya tertutup wajib
berjilbab, memakai baju yang bukan kaos, memakai rok atau celana bahan
dan yang laki-laki tidak memakai kaos oblong tidak memakai celana jeans
bersepatu dan rambut tidak gondrong
3. Pewawancara: Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : terkadang belum, terkadang mengikuti aturan tapi seringan
tidak sih, tergantung dan kondisonal dosen juga sih soalnya ada dosen yang
pearturannya ketat ada juga dosen yang tidak memperdulikan penampilan
mahasiswanya
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : suka aja sih, dari pribadi saya sendiri emang gak terlalu suka
pakaian yang terlalu formal kaya kemeja dan celana bahan gitu
104

5. Pewawancara: Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan


syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : iya tau kalau laki-laki sendiri juga berpakaian yang harus
menutup aurat, sedangkan aurat laki-laki itu tidak sebanyak aurat perempuan
kan, auratnya sebatas dari perut sampai bawah dengkul aja, saya sendiri pun
berpakaiannya belum sesuai syariat islam, masih seringnya dan sukanya
berpakaian santai
6. Pewawancara: Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sebagian besar sudah, tapi sebagian juga banyak yang
belum, kaya saya dan kebanyakan temen-temen saya pun gaya berbusananya
sejenis dengan saya
7. Pewawancara: Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : kalau dikelas saya ada tuh 2 orang yang pakaiannya selalu
bener-bener rapi sesuai kode etik dan sesuai dah dengan syariat Islam, yaitu
selalu pake kemeja celana bahan pake sepatu rambutnya pun rapi
8. Pewawancara: Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : kalau dikampus sih keliatannya ya, mahasiswa yang belum
berbusana sesuai dengan kode etik itu karena mereka masih nyaman
menggunakan pakaian yang santai gitu, apalagi kalau lelaki itu sukanya yang
gak ribet
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : jelas ada banyak, itu dari yang dulu suka dan hobi banget
pake kaos oblong hampir setiap hari, tapi kalo sekarang udah mulai agak
sering pake kemeja atau flannel trus suka juga pake celana bahan tapi yang
model skinny gitu, lain kalo dulu setiap harinya pake jeans
105

Wawancara ke : 4 (Empat)
Hari Tanggal : 10 September 2019
Nama : Elisa Fauziah
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayah

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu tata cara dalam menjalankan aturan, kalau kode
etik berbusana lebih kepada cara mahasiswa berbusana dengan tata cara dan
aturan yang ada yang telah diatur oleh fakultas
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : gaya berbusana mahasiswa tarbiyah itu seharusnya rapi,
sopan, wajib memakai rok dan tidak boleh menggunakan jeans bagi
perempuan tapi realitanya masih ada yang berpakaian tidak seperti yang
sudah ditetapkan
3. Pewawancara: Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : belum sihh karena aku masih sering banget pake celana
jeans, baju yang agak kurang panjang dan jarang banget namanya pake rok
apalagi gamis
4. Pewawancara: Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : karena nyaman aja sih, terus belum biasa menggunakan
pakaian-pakaian yang sangat tertutup jadi belum siap aja dan teman-teman
juga masih sama dan jarang ada yang mengingatkan juga jadi masih
berbusana yang semaunya aja
106

5. Pewawancara: Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan


syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : berpakaian yang sesuai syariat itu bagi perempuan adalah
memakai gamis, kerudung panjang artian kerudungnya meutupi dada,
kemudian kalau yang banyak orang gunakan sekarang adalah memakai niqab
atau cadar, nah kebetulan saya sendiri belum berbusana sesuai dengan
syariat Islam
6. Pewawancara: Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sudah sih, malahan sebagian besar dan dominan mahasiswa
FITK itu menggunakan busana yang tertutup, sopan, rapi dan sebagian besar
pun berpakaian syar’i dan sisanya yang minoritas atau sebagian kecil aja
yang masih belum menerapkan kode etik berbusana yang telah ditetapkan
7. Pewawancara: Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : mahasiswa yang gaya berbusananya sesuai dengan syariat
Islam itu menurut saya sudah tercakup dalam tata cara berbusana yang telah
fakultas tarbiyah terapkan, sehingga apabila kita menerapkannya otomatis
kita sudah berpakaian sesuai dengan kode etik sekaligus sesuai dengan
syariat Islam itu sendiri
8. Pewawancara: Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : mungkin karena nyamannya mereka berpakaian seperti itu,
dari pada dipaksakan menggunakan pakaian yang tidak membuatnya
nyaman, dan yang terpenting adalah pakaian yang ia gunakan masih sopan
dan layak dipakai
9. Pewawancara: Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : perubahan yang signifikan sih gak terlalu yaa, karena sampai
sekarang pun saya masih sering menggunakan celana jeans tapi sudah mulai
banyak berkurang karena saya ganti dengan celana bahan ataupun celana
kulot gitu terus kadang pun saya pakai rok kalo lagi pengen
107

Wawancara ke : 5 (Lima)
Hari Tanggal : 10 September 2019
Nama : Regita Nurani
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Biologi

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu aturan yang biasanya dibuat oleh institusi, kalau
ini kampus berarti aturan yang dibuat oleh kampus tersebut, kalau kode etik
berbusana FITK karena kita sendiri adalah mahasiswa yang digaungkan
menjadi guru busananya setau aku tuh yang pertama tidak boleh pake celana
jeans, ga boleh menggunakan pakaian yang ketat, harus pakai rok terus juga
bajunya harus baju yang berbahan rapi
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : kalau selama ini yaa dari yang aku lihat 80% mahasiswa-
mahasiswa sehari-hari di FITK itu udah sesuai lah dengan kode etik yang
tertera dan udah mematuhi lah istilahnya sebagai mahasiswa calon guru
selebihnya yang 20% yang bandel-bandel lah yang masih pake celana jeans
bajunya agak ketat gitu, tapi selebihnya udah sangat mematuhi kok apalagi di
jurusan aku itu bener-bener gak boleh karena dari dosennya sendiri itu
ngelaran mahasiswanya ikut dalam proses kegiatan kuliah kalau pakaiannya
gak rapi apalagi kalo ada yang pake celana jeans
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
108

Narasumber : pede sih aku udah sesuai dengan aturan yang ada di FITK
karena suka takut aja sih ga bisa masuk kelas saat perkuliahan kalo gak
berbusana yang sesuai
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : kalau dari diri sendiri merasa bersalah aja gitu kalo
misalnya melanggar, sisanya ya tuntutan aja sihh kadang dari faktor
lingkungan pertemanan, karena dijurusanku itu kebanyakan bahkan hampir
semua mahasiswa itu pakai baju yang sangat rapi sopan bahkan rapi, apalagi
kalau lagi matkul, praktikum, ketemu dosen itu tuh wajib banget berpakaian
rapi
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : berbusana sesuai syariat Islam sih paling utama harus pakai
rok karena Allah sendiri melarang kan kalau perempuan menyerupai lelaki
gitu, terus pakaiannya gak ngetat dan gak nerawang, kalau aku sendiri sih
belum begitu sesuai syariat Islam walaupun aku sehari-hari kekampus selalu
pakai rok, kerudung aku masih agak kurang panjang dan kadang masih pake
baju yang lengannya agak kurang panjang juga
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : seperti yang tadi saya bilang, sebagian besar bahkan
menurut saya 80% dari seluruh mahasiswa FITK sudah menerapkan busana
sesuai dengan kode etik namun sebagian kecil mahasiswanya belum sehingga
perlu di tekankan lagi agar seluruh mahasiswa menerapkan kode etik
tersebut
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
109

Narasumber : karena sudah ada kode etik kan yaa berati mahasiswa yang
baik dan benar adalah mahasiswa yang berbusananya sudah sesuai dengan
kode etik yang berlaku jadi kita semua mahasiswa itu seragam dan kompak
pakai rok dan gaada lagi yang pake jeans
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : kalo misalnya aku tanya temen ku dari jurusan lain kenapa
sih masih suka pakai jeans kekampus pasti jawabannya itu karna dia nyaman
aja pake pakaian seperti itu dan emang pengen gaya begini dan kadang
alasan mereka karna mereka kuliah itu bawa motor jadi kalo pakai rok itu
suka ribet
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : kalo perubahan sih gaada yang signifikan banget karena
dari semester 1 pun aku udah suka pakai rok tapi atasannya masih sering
pakai kaos, nah kesini-sini aku mulai sering pakai kemeja karna kalo pake
kaos kaya kurang pantes aja gitu sebagai mahasiswa keguruan
110

Wawancara ke : 6 (Enam)

Hari Tanggal : 1 September 2019

Nama : Asih Inpriawati


Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Matematika

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu yang pertama adalah aturan atau tata cara
dalam kita beretika dalam instutsi yang sedang kita jalankan, kalau kode etik
berbusana yang ada di fakultas ini yang selama ini saya pahami itu tentang
berbusana dengan menggunakan rok, baju yang menutup sampai atas
dengkul, kerudungnya juga menutupi dada
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : secara umum sih gabisa di generalisasiin ya, kalo aku sih
ngeliatnya perjurusan, nih ya misal di lantai 6-7 itu kan anak-anak mipa ya
rata-rata dan hampir semuanya menggunakan busana yang sangat rapi dan
sangat sopan dan sesuai dengan kode etik, nah trus turun ke bawah lantai 5
itu kan anak ips dan mp nah ini yang sering saya lihat masih banyak
mahasiswanya terlihat masih pake celana jeans dan agak jarang berbusana
gamis ataupun rok-rok gitu ya walaupun sebagian juga ada sih
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : sudah sihh, sesuai yang ada di papan setiap lantai itu karena
aku sendiri pun ga suka pake celana jeans
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
111

Narasumber : faktornya yang pertama sih kalo aku ya karna kita


mahasiswa FITK dan tanpa sadar memang pun sudah menjadi calon guru
karna kan kalo kita sendiri mentaati pasti kan nanti ketika kita jadi guru anak
murid kita pun akan mengikuti kita sebagai gurunya, karna dikampus sendiri
pun kita dibiasakan dan membiasakan diri kita untuk selalu berpenampilan
selayaknya seorang guru
faktor lainnya adalah organisasi yaitu LDK karena aku tertarik aja dan
termotivasi liat kakak senior yang memakai busananya tuh tertutup, gaada
paksaan juga dan itu emang keinginan aku karna dulu pas aku masuk UIN
cita-cita aku buat mengubah penampilan aku jadi lebih tertutup
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : setau aku berbusana yang sesuai dengan syariat Islam itu
sudah sesuai dengan tata cara berbusana yang telah ditetapkan FITK ini,
karena seperti dalil pun perempuan tidak boleh menyerupai laki-laki
begitupun sebaliknya, karena menurut kesehatan juga pemakaian celana
jeans yang sering pun ga bagus buat kesehatan, apalagi bagi kita perempuan
itu tidak baik untuk rahim kita, dan aku sendiri pun insyaalloh sudah
berpakaian sesuai syariat Islam karena aku ga pernah pake celana jeans
setiap hari kalo beraktivitas di luar aku pun pake gamis atau rok dan
kerudungku juga panjang
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sebagian besar sih udah, tapi masih ada aja yang belum
tergerak untuk berbusana selayaknya calon seorang guru
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
112

Narasumber : mahasiswa yang menutup aurat pun sebenarnya sudah


menerapkan kode etik berbusana sih, namun kan ada kategori lebih yang
dikatakan tadi misalnya sesuai atau tidaknya dilihat lagi dari cara dia
berpakaian sehari-hari kekampus
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : menurut aku alasan utamanya karena mereka itu sudah
terbiasa untuk memakai jeans, trus alasan selanjutnya karna pergaulan dan
teman-temannya, tapi balik lagi sih ke pribadi mereka sendiri
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : iya ada banget, dulu sebelum masuk UIN aku tuh masih suka
pake jeans dan kerudung aku masih seadanya banget terus pas masuk UIN
aku lebih banyak obser sih ngeliat senior-senior dan temen-temen yang
pakaiannya itu tertutup banget aku jadi kaya tergerak aja buat pelan-pelan
berbaikin penampilan aku, ga langsung berubah sih tapi ya bertahap gitu,
karena pas kuliah di UIN itu suasananya mendukung banget buat berbusana
kaya gini, kalo pas aku SMA kan masih agak ragu gitu pake pakaian yang
syar’i
113

Wawancara ke : 7 (Tujuh)
Hari Tanggal : 6 September 2019
Nama : Sarah Mutia
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Kimia

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu kan dibuat sama kampus ya, jadi kode etik
artinya aturan yang udah dibuat kampus untuk ditaati dan diterapkan sama
mahasiswanya, kaya rule of life dalam hidup gitu, kalo misal kode etik busana
ada berarti itu dibuat sebagai tujuan kampus untuk mahasiswa tentang
bagaimana cara berpakaian mahasiswa dan menurut aku bagus sih apalagi
kita kan di keguruan ya pasti kode etik itu dibuat dengan tujuan yang jelas
yaitu biar kita berpenampilan sopan dan rapi sih
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : secara umum dan kalo kita berkaca dan berpatokan sama
kode etik sih emang belum seluruhnya diterapkan mahasiswa FITK sih
apalagi kalo dilihat dari mahasiswa fakultas lain yang melihat dan
menganggap kalo fakultas keguruan tuh pasti mahasiswanya rapi-rapi
pakaiannya, nah disitu berarti kita sudah ke brand dong sebagai mahasiswa
calon guru tuh pakaiannya rapi sesuai dengan julukannya nah tapi
kenyataannya pun belum sepenuhnya itu seluruh mahasiswa berbusana sesuai
dengan kode etik yang di tetapkan
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
114

Narasumber : kalo diliat secara fisikli sih aku ngerasa sudah sesuai dengan
kode etik
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : sederhananya sih aku sering banget itu yang ke lantai 5
didepan kajur kan ada kaca besar yang ada tulisannya “sudahkah saya
berpenampilan layaknya seorang guru?” nah disitu aku bisa liat diri aku
udah belom sih penampilan aku kayak seorang guru, nah selain itu kan
sebenenarnya kita sebagai mahasiswa pun diluar dari kode etik atau
peraturan yang ada kan seharusnya juga sudah mengerti dong gimana
berpakaian yang sesuai dan pantas untuk kita kenakan trus dikuatkan lagi
dengan kita di fakultas keguruan yang otomatis akan menjadi seorang guru
maka dari situ ya perlahan tumbuh aja sih dari dalam diri aku sendiri
faktor lain yang aku dapetin selanjutnya sih dari keluarga ya karena aku
sedari kecil pun emang sudah dibiasain pake kerudung gitu trus selalu
dibimbing dan ditegur sama umi aku
faktor lain juga aku masuk organisasi LDK karena aku ngerasa nyaman aja
masuk komunitas yang selalu berbagi tentang menjadi muslim seutuhnya gitu,
disamping itu karena banyak senior aku juga yang ngajak tapi gak paksaan
sih yak arena kau pengen aja dan juga ada dukungan baik dari mereka gitu
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : pakaian yang sesuai syariat Islam tuh memang gak ada dalil
yang jelas sih namun yang jelas itu pastinya menutup aurat wanita dan aurat
wanita pun seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan ya, dan itu tuh
bentuk kasih saying Allah untuk hambanya agar hambanya dijauhkan dari
perbuatan yang tidak diinginkan karena saking mulianya perempuan itu Allah
ingin ia bisa menjaga bentuk dan lekuk tubunya dan Allah sendiri pun sudah
menjelaskannya disurat An-nisa dan berbusana sopan itu harusya bukan
115

karna kode etik tapi harusnya tuh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi
umat muslim, Alhamdulillah aku sendiri sudah dan berusaha untuk istiqomah
dalam berbusana seperti ini
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sejauh ini sih yang aku rasain Alhamdulillah sebagian besar
mahasiswa sudah menerapkannya sih walaupun diluar itu mungkin mereka
tidak mengikuti kode etik namun yak arena kesadaran mereka sendiri sebagai
calon guru
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : gaya berbusananya yang sesuai dengan tata cara yang sudah
diterapkan itu, dan terus berkaca lah kira-kira kita sudah pantas atau belum
berbusana seperti yang kita gunakan saat ini
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : biasanya sih karena kebiasaan mereka yang terbawa nyaman
dengan busana seperti itu sehingga sulit sih mengubahnya kalo gak dari
dalam dirinya sendiri dan dia memang mau berubah, kalo temen ku sih aku
tanya dia kayak gitu karna perjalanan dari rumah ke kampus agak jauh dan
harus naik motor jadi gak begitu membahayakan aja pake jeans itu apalagi
kalau lagi macet dan katanya sih banyak juga kejadian kecelakaan karna
pengendaranya itu pakai pakaian panjang yang kadang dia gak sadar atau
kurang hati-hati gitu dengan rok panjangnya
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : enggak sih karena aku dari dulu emang gini-gini aja, dan
emang udah dibiasain sama orang tua, perubahannya paling hanya sekedar
perubahan warna-warna bajunya, yang dulu masih senang warna-warna
yang mencolok sekarang lebih ke yang warna-warna netral aja gitu
116

Wawancara ke : 8 (Delapan)
Hari Tanggal : 6 September 2019
Nama : Eka Fauziah
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Islam Anak Usia Dini

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik adalah aturan yang berlaku pada institusi terutama
kita kan lagi kuliah di UIN ya berati aturan yang ada disini terutama FITK
sendiri, dan kode etik berpakaian sendiri artinya aturan kita dalam
berpakaian selama berkuliah di FITK ini
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : secara umum sih di FITK sendiri sebagian dan hampir
banyak mahasiswa yang sudah pakai rok ya karena emang udah aturannya
kan kita sebagai mahasiswa keguruan, tapi sebagian lagi mahasiswanya
masih ada yang suka pake celana jeans harusnya kan ngga boleh
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : eka sendiri sih sudah merasa iya, karena saya pun
berpakaian yang pantas dan sopan, namun kalo dalam kategori yang sesuai
dengan aturan yang berlaku kayanya sih belum sepenuhnya tapi kalo untuk
pakai rok sih setiap hari saya pakai rok dan jarang bahkan gapernah ke
kampus pakai celana jeans
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
117

Narasumber : karena kita ini calon guru yah, jadinya harus ada kesadaran
sih dari dalam diri sendiri harus berpakaian yang seperti apa, harus rapi dan
sopan gitu dan sebagai calon guru kita harus membiasakan diri sih buat pake
pakaian rapi agar enak dilihat gitu dan di contoh sama murid-murid kita
nanti
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : Islam menuntut kita apalagi sebagai wanita ya untuk
berpakaian yang menutup aurat, sedangkan aurat wanita sendiri pun seluruh
tubuh kecuali muka dan telapak tangan, nah kalaupun kita belum bisa
berpakaian sesuai itu setidaknya kita tidak berpakaian yang ketat dan
transparan agar tidak mengundang orang lain melihat tubuh kita. Kadang
sebenernya aku sih sering ya berpakaian yang agak panjang gitu, tapi kalau
lagi gak terburu-buru tapi kalau lagi datang gitu rasa malesnya yaudah pake
pakaian yang semau aku aja gitu tapi tetep gaakan pake jeans aku kalo
kekampus ya pokoknya sesuai mood aja deh lagi pengennya berpakaian
seperti apa dan aku sendiri pun belum sepenuhnya sesuai sih dengan pakaian
yang syariat Islam itu
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : menurut aku sih udah karena sebagian banyak mahasiswa di
FITK itu sudah berbusana rapi dan sopan
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : sederhana aja sih menurut aku kaya pakai kemeja trus rok
dan kerudung panjang dengan hiasan bros gitu yang bikin kesan kita lebih
enak aja dilihat, dan di papan tata cara berpakaian yang sudah ada di setiap
118

lantai kampus itu ya kaya gitu, itu kan dibuat untuk kita sebagai calon guru
tuh pantasnya pakaiannya kaya gitu loh
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : kayanya sih mereka ngerasa ribet aja gitu kalo harus pakai
rok, kaya temen aku kebanyakan yang berangkat kuliahnya bawa motor itu
suka takut aja katanya kalo roknya itu ngeribetin, sebagian temen aku sih
tetep dikampus ganti rok kalo ada perkuliahan jadi pake jeansnya itu saat dia
ngendarain motor aja
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : ada, aku tuh termasuk orang yang santai banget kalau
masalah berpakaian malah awal-awal kuliah tuh selalu dan hampir sering
banget pake kaos gitu kalo kuliah trus masih suka pake calana dulu, namun
kesini-sini kenal temen temen lain sering sharing tentang baju juga jadi mulai
berubah gimana berpakaian yang pantas sebagai seorang calon guru
119

Wawancara ke : 9 (Sembilan)
Hari Tanggal : 6 September 2019
Nama : Hilda Wardah Hafidz
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Fisika

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik mahasiswa itu bisa dibilang aturan, tata tertib atau
rules-rules kita sebagai mahasiswa di UIN terutama di FITK, sejauh ini aku
ngeliatnya kalo di FITK tuh karena kita fakultas pendidikan ya harusnya
berpakaian rapi, pakai rok bagi perempuan dan kita kan calon guru artinya
gaboleh semena-mena dalam berpakaian, gimana pun nanti seorang guru
pasti diguguh dan ditiru muridnya jadinya sih kalo dalam berpakaian ya
harus sopan contohnya memakai rok ataupun celana bahan dan buang jauh-
jauh celana jeans
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : kalo keseluruhan dari mahasiswa FITK beda-beda sih
berpakaiannya, ada yang mengikuti rules dari kode etik itu ada juga yang
masih menyimpang dan itu sih balik lagi ke pribadi masing-masing
mahasiswa
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : kadang sih, aku selama ini kalau pakai busana yang sesuai
kode etik kalo lagi menyesuaikan mata kuliah dan dosennya aja soalnya ada
dosen yang emang mewajibkan banget buat pakai baju yang rapi tapi ada
120

dosen juga yang gak mementingkan pakaian mahasiswanya jadi aku masih
suka tergantung lagi mata kuliah dengan dosen siapa yang mengajar gitu
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : faktor utama sih dari pribadi aku sendiri ya yang belum mau
buat berbusana yang sesuai dengan kode etik apalagi sesuai dengan syariat
Islam, kedua sih aku ngerasanya faktor lingkungan kuat banget apalagi
temen-temen main ya bawa pengaruh banget
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : berpakaian sesuai dengan syariat Islam pasti kan harus
menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan kan karna aurat
wanita pun kaya gitu, kalau mengikuti aturan tata cara berpakaian FITK ya
itu sesuai dengan syariat Islam tapi aku sendiri sejauh ini pun belum yang
seperti itu karna masih sering banget berpakaian yang semau aku
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sebagian udah sihh, sebagian lagi belum tapi dominan
mahasiswa FITK sudah berbusana rapi dan sopan
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : yang di aturan kode etik berbusana itu tuh udah pas banget,
sebagai seorang calon guru dan mahasiswa yang almamater keguruannya
dari Islam itu sih udah masuk banget berpakaian seperti itu
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : kalau yang aku liat sih mahasiswa yang belum menerapkan
busana sesuai kode etik karena mereka ngerasa kaya gak jelas aja gitu sanksi
yang kita dapat kalau gak berbusana seperti itu tuh apa, jadi makanya selama
121

ini mungkin mereka dan aku pun sendiri jadi masih leluasa aja berbusana
yang tidak sesuai kode etik karena emang belum dapet sanksi yang buat jera
agar kita berbusana yang sesuai dengan aturan yang ada
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : ada sihh, tapi kalo aku perubahannya malah ke arah yang
kurang baik ya hehe, dulu waktu awal-awal semester itu sering banget pakai
rok, gamis dan busana-busana yang sopan tapi makin kesini makin ngerasa
nyantai aja dalam berpakaian jarang banget lagi pakai rok-rok gitu apalagi
gamis
122

Wawancara ke : 10 (Sepuluh)
Hari Tanggal : 6 September 2019
Nama : Nita Anggraini
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Bahasa Inggris

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik yang mencakup semua aturan, tata cara dalam
melaksanakan kegiatan kita sekarang kan kuliah jadi aturan selama kita
kuliah di UIN ini, dan kalau kode etik berbusana sendiri berarti memiliki
artian dalam aturan berpakaian kita selama menjadi mahasiswa FITK ini
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : secara umum sih ada yang mengikuti ada juga yang belum
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : sepenuhnya sih belum, karena belum biasa pakai baju yang
sesuai banget dengann kode etik dan juga karena masih sering banget nih
pake pakaian yang gak longgar, masih hobi pakai jeans dan jarang banget
pake rok paling kalau mau pake rok tuh kalau ada urusan bertemu dosen
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : faktor yang pertama sih kepercayaan diri, karena aku belum
pede aja kalau pakai pakaian yang sesuai dan harus mengikuti kode etik
karena belum biasa juga si, terus faktor lain itu karena banyak temen yang
pakai baju juga gak sesuai gitu jadi makin ikutan aja dan gak mau berubah
dan kebawa
123

5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan


syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : sama sihh dengan kode etik, pakaian yang sesuai syariat
Islam pun harus menutup aurat tidak ngetat dan nerawang, aku sendiri belum
sesuai dengan syariat Islam ya karena itu tadi belum terbiasa
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sebagian besar yang aku liat sih udah, ya sebagian kecilnya
aja sih yang belum mengikuti aturan kode etik yang dibuat
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : banyak sih, seperti mahasiswi yang pakai rok, gamis,
kerudung panjang itu sih yang sesuai kemudian kalau mahasiswanya yang
tidak menggunakan jeans juga
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : kalau menurut aku sih karena kode etik sendiri itu aturannya
gak terlalu di push ya di FITK ini, jadi bagi sebagian orang yang gak sesuai
pakaiannya pun mereka enjoy-enjoy aja karena sanksi yang mereka dapatkan
ya paling hanya teguran saja gaada sanksi yang berat gitu trus yang kedua
itu lingkungan temen-temen yang berpakaiannya sejenis ya membuat
seseorang itu terus merasa nyaman berpakaian seperti itu walaupun itu tidak
sesuai dengan aturan yang ada
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : ada perubahan tapi perubahan yang menurun sih, awal
semester pertama itu selalu pakai rok dan kemeja karena dulu masih takut-
takut gitu tapi makin kesini karena makin mengenal dunia kampus dan tau
celahnya jadi berpakaian yang seenaknya aja
124

Wawancara ke : 11 (Sebelas)
Hari Tanggal : 1 September 2019
Nama : Annisa Widya
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu artinya aturan yang harus di patuhi oleh
seseorang dimana dia sedang berada, kalau kita sebagai mahasiswa berarti
kita harus mengikuti standar aturan yang telah kampus buat yang harus kita
patuhi, kode etik berbusana pun harusnya juga seperti itu, dibuat dengan
tujuan untuk mengarahkan kita agar berbusana yang sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : gaya berbusana di FITK sendiri tuh beragam ya, ada yang
udah mencerminkan guru banget, ada yang masih setengah-setengah dan ada
pula ada juga yang belum
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : kalau saya sendiri sih termasuk yang setengah-setengah ya,
kadang kekampus pakai rok, kadang pakai gamis kadang juga suka pake
jeans, kalo saya lebih fleksibel aja sih tergantung juga saya mau ngapain
kekampusnya, kalau memang sehari itu full ada kuliah saya mengusahakan
agar berpakaian yang lebih rapi namun kalau hanya satu mata kuliah saya
lebih sering pakai pakaian santai aja sih
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
125

Narasumber : faktor utamanya sih senyamannya aja ya, jadi kalau saya lagi
nyaman pakai baju rapi ya saya rapi dan juga kalau lagi pengen pakai
pakaian santai gitu ya pakai baju semaunya aja
5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan
syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : setau saya berbusana sesuai dengan syariat Islam yaitu
berbusana yang menutup aurat, kalau untuk wanita kan auratnya seluruh
tubuh kecuali muka dan telapak tangan jadi menyesuaikan itu, dan kalau laki-
laki kan hanya sebatas dari perut sampai bawah dengkul jadi ya
menyesuaikan dengan itu, dan saya sendiri pun belum berbusana yang sesuai
syariat Islam
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sebagian sudah karna di FITK sendiri dominan
mahasiswanya berbusana sesuai dengan apa yang sudah tertera di tata cara
berpakaiannya, sisanya minoritas aja sih yang belum sesuai
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : mahasiswa yang cara berpakaiannya sudah sama ya minimal
sudah tau apa saja yang dianjurkan, seperti tidak menggunakan jeans, selalu
menggunakan sepatu
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : mahasiswa yang tidak menerapkan kode etik menurut saya
sih ya karena kemaun mereka sendiri, kesadaran mereka sebagai mahasiswa
keguruannya masih rendah dan bisa jadi faktor keluarga yang kurang
mendukung maksudnya tidak pernah mengingatkan bahwasanya kalau
menjadi calon guru itu pantasnya berbusana yang seperti apa
126

9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?


Narasumber : perubahan ada sih sedikit, kalau dulu sukanya pakai celana
jeans dan kaos, sekarang lebih seneng aja pakai celana bahan dengan
kemeja-kemeja blous, walaupun masih suka pakai jeans juga, kadang pun
saya suka menggunakan rok ya itu balik lagi dari kemauan saya aja sih
127

Wawancara ke : 12 (Dua belas)


Hari Tanggal : 9 September 2019
Nama : Dimas Wisa Fadholi
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Laki–Laki
Jurusan : Pendidikan Bahasa Arab

1. Pewawancara : Apa yang anda ketahui tentang kode etik mahasiswa terutama
kode etik berbusana?
Narasumber : kode etik itu peraturan, kalau kode etik mahasiswa artinya
peraturan yang dibuat dekan untuk mahasiswanya, kalau kode etik berbusana
itu aturan bagaimana cara kita berbusana yang baik dan benar sesuai
dengan keguruan kita
2. Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang gaya berbusana mahasiswa
FITK?
Narasumber : mahasiswa FITK gaya berbusananya beragam, di mulai dari
yang biasa aja dan bisa dibilang gak rapi, terus yang agak rapi sampai yang
rapi banget pun banyak
3. Pewawancara : Apakah gaya berbusana anda sudah selaras dengan kode etik
berbusana mahasiswa yang sudah ditetapkan?
Narasumber : belum, karena saya sendiri pun kalau kekampus masih pakai
jeans, ya gimana ya cowo kalau pake celana bahan yang gombrong gitu aneh
aja keliatannya, palingan saya sih pake celana chino gitu kak tapi yang gak
terlalu ngetat dan pake flannel atau kemeja polos gitu, kalau pun pake kaos
kadang saya luarannya pake jaket jeans
4. Pewawancara : Apa faktor anda menggunakan gaya berbusana seperti ini?
Narasumber : faktornya sih karena pede aja ya, soalnya sehari-hari kan
pakaiannya emang kaya gini, justru kalau pake celana bahan gitu kadang ga
pede dan malah biking ga nyaman
128

5. Pewawancara : Apa yang anda ketahui dengan berbusana sesuai dengan


syariat Islam dan menurut anda apakah gaya berbusana (muslimah/muslimin)
anda sudah sesuai dengan syariat Islam?
Narasumber : tau, kalau cowo itu kan berbusana sesuai syariat Islamnya
menutup aurat, aurat cowo kan dari perut sampai setengah betis jadi
Alhamdulillah kalau menutup aurat sih udah, namun kalau yang pakaian
sesuai syariat Islam kayanya belum begitu
6. Pewawancara : Menurut anda apakah kode etik berbusana mahasiswa sudah
diterapakan bagi sebagian mahasiswa?
Narasumber : sudah sih, karena yang selama ini saya lihat mayoritas
mahasiswa FITK itu busananya sudah rapi dan sopan, yang membedakannya
kan cuma gaya berbusananya aja ada yang ketat ada yang longgar, ada yang
pendek ada yang panjang gitu
7. Pewawancara : Lalu mahasiswa yang menggunakan gaya berbusana seperti
apakah yang disebut sudah menerapkan kode etik berpakaian mahasiswa?
Narasumber : mahasiswa yang sudah sesuai dan tahu bagaimana tata cara
berpakaian sebagai calon guru dan berpatokan dengan tata cara berbusana
yang telah ditetapkan fakultas
8. Pewawancara : Menurut anda apa alasan mahasiswa tidak menerapkan kode
etik berbusana mahasiswa?
Narasumber : alasan mereka tidak menggunakan pakaian yang sesuai
dengan kode etik itu karena kayanya sosialisasi tata cara berbusana itu
belum maksimal, saya juga baru engeh kalau ada poster pemberitahuan tata
cara berbusana, terus sanksinya pun saya sendiri belum tau apa jadi
mahasiswa pun santai-santai aja berbusana sesuai apa enggak
9. Pewawancara : Apakah ada perubahan gaya berbusana anda selama kuliah?
Narasumber : ada perubahan tapi gak banyak, dulu sering banget pakai
kaos biasa gitu terus pernah ditegur dosen jadinya sekarang pakainya flannel
sama kemeja-kemeja polos aja sih
129

Wawancara ke: 13 (Tiga belas)


Nama : Bapak Furqon
Usia : 35 th
Profesi : Staf Bagian Umum
Tempat : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Tanggal : 16 September 2019

1. Pewawancara : Apa yang bapak/ibu ketahui tentang kode etik berbusana


yang berlaku di FITK?
Narasumber : Kode etik berbusana masuk dalam kode etik mahasiswa yang
ada didalam SK Rektor, nah SK Rektor itu kan sifatnya global kemudian kalau
mengatur tata busana seperti itu dibuat secara keseluruhan saja, kecuali yang di
FITK ini turun lagi melalui SK Dekan yang dibuat lagi oleh Dekan Fakultas
2. Pewawancara : Bagaimana menurut bapak/ibu tentang gaya busana
mahasiswa FITK?
Narasumber : Gaya busana mahasiswa FITK selama ini baik-baik saja,
sebagian sudah sesuai dengan standar yang berlaku, sebagian kecil masih ada
juga yang masih berbusana dengan semaunya dan tidak mencerminkan
mahasiswa keguruan namun tidak ada yang begitu nyeleneh dan nyentrik, jadi
selama mahasiswa itu berbusana dengan sopan dan tau aturan maka sah-sah
saja
3. Pewawancara : Apakah menurut bapak/ibu gaya berbusana mahasiswa FITK
sudah sesuai dengan kode etik berbusana yang ditetapkan fakultas?
Narasumber : Kalau melihat dari mahasiswa sendiri kan standar ukuran
dalam berbusana tidak begitu diketatkan bagaimana dan kalau dari fakultas
sendiri sudah ditentukan seperti yang ada itu artinya secara subyektif pribadi
saya sebagian besar mahasiswa sudah sesuai, intinya kan kalau berbusana itu
sudah jelas, nah apalagi wanita itu yang agak lebih repot dalam berbusana,
130

yang penting sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak aneh-aneh saya rasa
gaya busana mahasiswa tarbiyah sih sudah baik
4. Pewawancara : Menurut bapak/ibu apakah sanksi telah ditetapkan dan
berlaku bagi mahasiswa yang berbusana tidak sesuai kode etik?
Narasumber : Sebenarnya kan kalau sebagai umat muslim diperintahkan
untuk menutup aurat maka masing-masing mahasiswa harusnya dalam
mendefinisikan dan mengamalkannya sebagai perintah langsung yang tidak
perlu ditegur orang lain, apalagi dalam instansi seperti ini untuk dosen pun
dalam melakukan peneguran harus bersifat personal karena busana itu kan
sifatnya pribadi, dan yang lain apalagi hanya sebatas pegawai biasa tidak
memiliki hak untuk melaksanakan sanksi ringan tersebut. Karena dalam pasal
yang dijelaskan itu pun tidak disebutkan siapa yang akan melaksanakan sanksi
ringan tersebut sehingga tidak ada hak penuh terhadap siapa saja untuk
melakukan sanksi ringan
5. Pewawancara : Bagaimana kah cara yang ampuh agar mahasiswa yang
berbusana tidak sesuai kode etik dapat berbusana yang sesuai dengan apa yang
ditetapkan FITK?
Narasumber : Itu sih balik lagi ke masing-masing pribadi mahasiswa
karena gaya busana itu sifatnya pribadi dan bagi siapapun berhak untuk
berbusana seperti apa saja yang menurut mereka nyaman, namun yang perlu
ditekankan disini kan kita sebagai civitas akademika yang berselimutkan Islam
maka kita harus menghormati dan menjalankan peraturan yang sudah tertera
dan menjadi konsekuensi kita
131

Wawancara ke: 14 (Empat belas)


Nama : Bapak Syafrudin
Usia : 50 th
Profesi : Bagian Kemanan (Satpam)
Tempat : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Tanggal : 16 September 2019

1. Pewawancara : Apa yang bapak/ibu ketahui tentang kode etik berbusana


yang berlaku di FITK?
Narasumber : Kode etik berbusana ya berate aturan dan tata cara dalam
berpakaian, dimana di tarbiyah ini kan fakultas keguruan otomatis busana yang
dipakai mahasiswa harus sesuai dengan almamater fakultas yaitu harus
mencerminkan layaknya seorang guru
2. Pewawancara : Bagaimana menurut bapak/ibu tentang gaya busana
mahasiswa FITK?
Narasumber : Gaya busana mahasiswa Tarbiyah banyak sekali mengalami
peningkatan, saat ini seperti yang saya liat setiap harinya mahasiswa itu
memakai baju yang sesuai dengan aturan yang berlaku, ya ada lah sebagian
kecil mahasiswa yang masih bandel masih berpakaian tidak sesuai namun
sebagian besar lainnya sudah sesuai
3. Pewawancara : Apakah menurut bapak/ibu gaya berbusana mahasiswa FITK
sudah sesuai dengan kode etik berbusana yang ditetapkan fakultas?
Narasumber : Untuk saat ini sudah ya, karena beberapa tahun lalu saya
setiap pagi menegor dan tidak mengizinkan mahasiswa yang memakai jeans
untuk masuk kampus, namun sekarang-sekarang ini jarang mahasiswa yang
menggunakan jeans, ada satu dua orang namun tidak sebanyak beberapa tahun
lalu, banyakan malah mahasiswa perempuan yang hobi memakai celana jeans
namun kalau saya perhatikan sekarang ini seringnya mahasiswa perempuan
menggunakan celana-celana yang longgar atau gamis dan rok
132

4. Pewawancara : Menurut bapak/ibu apakah sanksi telah ditetapkan dan


berlaku bagi mahasiswa yang berbusana tidak sesuai kode etik?
Narasumber : Sanksi untuk mahasiswa yang busananya tidak sesuai
sebenarnya adalah jenis sanksi ringan yang hukumannya adalah hanya teguran
saja, nah pertanyaannya siapa sih yang bisa dan memiliki hak untuk menegur,
dalam peraturannya sendiri pun tidak dijelaskan namun saya sebagai satpam
dan bagian keamanan diluar kampus memiliki andil untuk menegur mahasiswa
yang tidak berbusana sesuai dengan aturan, nah kalau sudah didalam kampus
dosen memiliki hak untuk menegur mahasiswa yang busananya tidak sesua
5. Pewawancara : Bagaimana kah cara yang ampuh agar mahasiswa yang
berbusana tidak sesuai kode etik dapat berbusana yang sesuai dengan apa yang
ditetapkan FITK?
Narasumber : Di FITK sendiri kan udah ada peraturannya ada gambar
dalam posternya juga malah supaya mahasiswa dapat melihat tata tertib busana
yang sesuai dan kalau dengan cara teguran juga masih tidak cukup maka itu
kembali pada kesadaran mahasiswa itu sendiri
133

LEMBAR OBSERVASI

Aktivitas/kejadian : Mengamati keadaan gaya berbusana mahasiswa

Tempat :

Observer/peneliti :

Tanggal :

Deskripsi :

No Aspek Yang Diamati Keterangan


1. Mengamati keadaan gaya berbusana Dalam berbusana di
mahasiswa FITK FITK
2. Mengamati penerapan gaya berbusana Dalam berbusana di
mahasiswa yang sesuai dan tidak sesuai FITK
dengan kode etik mahasiswa
3. Mengamati gaya berbusana mahasiswa Dalam berbusana di
yang sesuai dan tidak dengan syariat Islam FITK
4. Mengamati gaya berbusana individu Dalam interaksi bersama
terhadap teman bermain/sebaya mahasiswa lain (teman
bermain)
5. Mengamati peran papan informasi tentang Dalam pengetahuan
cara berpakaian di gedung FITK mahasiswa tentang
adanya tata tertib busana
di FITK
134

HASIL OBSERVASI PENERAPAN KODE ETIK TERHADAP GAYA


BERBUSANA

Aktivitas/kejadian : Mengamati keadaan gaya berbusana mahasiswa

Tempat : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif


Hidayatulah Jakarta (Ciputat dan Sawangan)

Observer/peneliti : Retno Pusparani

Tanggal : 23-24 September 2019 dan 30 September-1 Oktober 2019

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan dalam penerapan kode etik terhadap gaya
berbusana di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu:

1. Keadaan gaya berbusana mahasiswa FITK


Keadaannya begitu baik, hal ini dilihat peneliti dari bagaimana cara
mahasiswa berbusana, yakni sebagian besar mahasiswa telah menggunakan
busana yang sesuai dengan tata tertib berbusana mahasiswa yang sudah di atur
dalam kode etik mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Penerapan gaya berbusana mahasiswa yang sesuai dengan kode etik
mahasiswa
Penerapan gaya berbusana yang sesuai dengan kode etik ini sudah diterapkan
dengan baik, hal ini peneliti lihat dari penerapan gaya berbusana terhadap tata
tertib berbusana yang ada, dimana penerapan busana mahasiswa dirasa sudah
sesuai dengan kode etik yang berlaku.
3. Penerapan gaya berbusana mahasiswa yang tidak sesuai dengan kode
etik mahasiswa
Sedangakan sebaliknya, penerapan yang tidak sesuai itu tidak begitu
menonjol, hal ini peneliti lihat dari hasil penelitian dan wawancara terhadap
sampel, bahwa mahasiswa yang busananya tidak sesuai dengan tata tertib
135

berbusana hanya sebagian kecil sehingga jika dipresentasikan hanya 20%.


Sisanya mahasiswa telah berbusana menyesuaikan dengan tata tertib yang
sudah berlaku.
4. Gaya berbusana mahasiswa yang sesuai dan tidak dengan syariat Islam
Gaya berbusana mahasiswa terhadap ajaran syariat Islam ini peneliti lihat dari
macam-ragam busana muslimah mahasiswi dan mahasiswa, dan hasilnya
bahwa sebagian besar telah menggunakan busana muslimah dan muslim yang
sesuai dengan syariat Islam, dalam tata tertib busana Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan pun mahasiswa/i sudah sesuai dengan busana syariat Islam.
5. Gaya berbusana individu terhadap teman bermain/sebaya
Teman sebaya memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi cara
berpakaian seseorang, karena dari yang peneliti lihat bahwa ketika seseorang
melihat temannya begitu menarik dengan gaya yang ia gunakan maka secara
otomatis akan memiliki perasaan ingin mencoba gaya seperti itu.
6. Peran papan informasi tentang cara berpakaian di gedung FITK
Peran papan informasi belum begitu efektif dan kurang menarik apabila hanya
sebatas poster bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dan
sanksi yang diterapkan bagi mahasiswa yang tidak menggunakan busana
sesuai dengan tata tertib pun masih belum dilakukan dengan maksimal,
sehingga masih menjadi alasan mahasiswa tidak menggunakan busana yang
sesuai dengan kode etik.
136

DOKUMENTASI

Hilda Wardah Hafidz Febri Nurhayati


(21 tahun Jurusan Pendidikan Fisika) (21 tahun Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial)

Sarah Muthia Annisa Widya


(22 tahun Jurusan Pendidikan Kimia) (22 tahun Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia)

Dimas Wisa Fadholi Eka Fauziah


(22 tahun Jurusan Pendidikan Bahasa Arab) (22 tahun Jurusan PIAUD)
137

Asih Inpriawati Naiya Masyitoh


(22 tahun Jurusan Pendidikan Matematika) (21 tahun Jurusan Pendidikan
Agama Islam)

Regita Nurani Elisa Fauziah


(22 tahun Jurusan Pendidikan Biologi) (22 tahun Jurusan Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidayah)

Muhammad Fatih Nita Angraini


(21 tahun Jurusan Manajemen Pendidikan) (22 tahun Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris)
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157

BIOGRAFI PENULIS

RETNO PUSPARANI, lahir di Kebumen 24 Oktober 1997, putri sulung


Bapak Pasirun dan Ibu Sukarti dari 2 bersaudara, yang beralamat tinggal di Kp. Serua
RT007/04 No. 20 Sawah Baru Ciputat Tangerang Selatan. Penulis memulai
pendidikan di TK Nurul Falah (2003), kemudian penulis melanjutkan ke SDN
Jombang 4 (2003-2009), selanjutnya meneruskan pendidikan di SMP Negeri 6 Kota
Tangerang Selatan (2009-2012), dan melanjutkan kembali pendidikan di SMA Negeri
9 Kota Tangerang Selatan (2012-2015). Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan
pedidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
jurusan Pendidikan Ilmu Pegetahuan Sosial konsentrasi Sosiologi angakatan 2015
melalui jalur SPMB Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai