Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Dosen Pengampu :

Drs. Adi Putra. M.Pd

Disusun Oleh :

1. Muhammad Saddam W 1523422061


2. Sevia Nuraeni 1504622053
3. Brivia Pratiwi 1503622013
4. Alfandi Ziqri 1503622039

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan ridho-Nya
sehingga penulis dapat menyelasaikan penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Wawasan Pendidikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi
besar Muhammad SAW, sahabat, dan kaum muslimin yang istiqomah menegakkan kebenaran
hingga akhir zaman.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan
dari berbagai pihak yang membantu kami selama proses pengerjaan makalah ini. Atas segala
bantuan yang tiada ternilai harganya, semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang
berlipat ganda. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
masih banyak kekuragan kami baik dalam teknis penyusunan maupun materi. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca dan
pihak lainnya. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan merangkul kita dalam dekapan
mulianya dan juga meridhoi segala usaha kita, aamiin ya rabbal’alamin.

Jakarta, 27 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3

2.1 Pemikiran Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar.......................................................... 3

2.2 Pemikiran Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. ................................................................ 3

2.3 Pemikiran Prof. Dr. Conny R. Semiawan ............................................................... 7

2.4 Pemikiran Brigadir Jenderal TNI (Purn.) R.M.A. Latief Hendraningrat .......... 8

2.5 Pemikiran Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed. .................................... 8

BAB III .................................................................................................................................... 11

PENUTUP ............................................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 11

3.2 Saran.............................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah Perlakuan yang dapat mengubah serta menentukan kehidupan manusia
selanjutnya, baik untuk pengajar maupun peserta didik. Bagi peserta didik, Pendidikan
merupakan sarana yang dapat memungkinkan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang
seperti manusia umumnya. Sementara untuk pengajar, mendidik merupakan suatu sikap dan
bentuk hidup yang dapat diyakini merealisasikan prinsip-prinsip serta nilai-nilai insan dan
Nurani yang diperlukan untuk kehidupannya. (Denis Guritno Sri Sasongko, 2018).

Pendidikan adalah proses seseorang untuk mengembangkan kemampuan, sikap dan berbagai
tingkah laku yang beragam di dalam masyarakat khususnya di tempat mereka tinggal. Institusi
Pendidikan adalah contoh kecil dari kumpulan masyarakat yang menggambarkan seluruh
masyarakat. Sistem Pendidikan membuat anak mejadi suskses dalam kehidupannya di masa
depan dengan cara memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat dalam
kehidupan serta dapat bermanfaat untuk masyarakat. (Hani Subakti et al, 2022)

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Universitas Negeri Jakarta menurut Prof. Henry


Alexis Rudolf Tilaar ?
2. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Universitas Negeri Jakarta menurut Prof. Dr. H.
Soedijarto, M.A.?
3. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Universitas Negeri Jakarta menurut Prof. Dr. Conny
R. Semiawan?
4. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Universitas Negeri Jakarta menurut Brigadir
Jenderal TNI (Purn.) R.M.A. Latief Hendraningrat?
5. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Universitas Negeri Jakarta menurut Prof. Dr. H.
Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed.?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dibuat nya makalah ini yaitu untuk mengetahui pemikiran para tokoh
Universitas Negeri jakarta

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemikiran Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar

Seorang tokoh pendidikan, Prof. Dr. Henry Alexis Rudolf Tilaar, M.Sc.Ed. (H.A.R. Tilaar),
suami dari Martha Tilaar, dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan, Kebudayaan, dan
Masyarakat Madani Indonesia” (1999), menggolongkan hakekat pendidikan dari dua jenis
pendekatan, yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan holistik integratif. Kedua
jenis pendekatan tersebut mempunyai kesamaan di dalam memberikan jawaban terhadap
persoalan hakikat pendidikan, ialah bahwa pendidikan tidak dapat dikucilkan dari proses
pemanusiaan.

Tidak ada suatu masyarakatpun yang dapat eksis tanpa pendidikan. Pendekatan
reduksionisme melihat proses pendidikan, peserta didik dan keseluruhan perbuatan
pendidikan, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, telah menampilkan
pandanganpandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pendidikan.
Pandanganpandangan tersebut tidak menampilkan hakikat pendidikan secara utuh tapi
sepihak berdasarkan sudut pandang yang digunakan. Dengan demikian proses pendidikan
tidak dilihat secara keseluruhan.

Sedangkan pendekatan holistik integratif memandang pendidikan secara menyeluruh, tidak


parsial. Hakekat pendidikan dalam pandangan ini adalah suatu proses
menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam
tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan universal. Dalam hal ini, Pendidikan
merupakan suatu proses berkesinambungan, proses pendidikan berarti menumbuh
kembangkan eksistensi manusia yang memasyarakat dan membudaya, dimana proses
bermasyarakat dan membudaya tersebut mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.

2.2 Pemikiran Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A.

3
Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. merupakan Guru Besar Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta/UNJ pada
tahun 1989. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia (ISPI) selama 2 periode yaitu tahun 1999-2009 dan 2009-2014.

Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. merupakan salah satu tokoh pendidikan yang memperjuangkan
kebijakan anggaran pendidikan yang mencapai sekurang-kurangnya sebesar 20%. Alasan
beliau memperjuangkan kebijakan anggaran pendidikan untuk perbaikan mutu pendidikan
Indonesia, namun kebijakan anggaran pendidikan harus dikaji ulang dan disesuaikan dengan
kebutuhan lapangan. Sayangnya, anggaran pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan di
lapangan, hal ini dapat Anda baca pada link artikel berikut silahkan buka link ini. Karena
menurut beliau untuk mendukung pendidikan yang benar, harus ada anggaran yang besar.
Untuk menjalankan proses pendidikan, diperlukan dukungan fasilitas seperti siswa harus diberi
buku, adanya lapangan luas untuk bisa berolahraga, lingkungan sekolah yang asri, dan
sebagainya. Hal ini didukung oleh pernyataan beliau yang tertuang dalam artikel yang dapat
dibaca pada link berikut. Pemerintah diharapkan mampu berpartisipasi dalam pembiayaan
pendidikan di tengah masyarakat yang kurang mampu agar tercapai cita-cita nasional bangsa,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Akseslah link artikel berikut ini untuk mengetahui
mengenai keprihatinan seorang pendidik dalam sudut pandang Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A.

Menurut Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. menjawab pertanyaan “Pendidikan seperti apa yang
dapat berperan menghadapi tantangan zaman atau pembangunan suatu bangsa?” Jawaban
beliau adalah bahwa hanya pendidikan yang bermutu yang mampu menunjang proses
pembangunan bangsa. Salah satu strategi pengembangan mutu pendidikan dimulai dari
sekolah. Bagaimana manajemen pengembangan mutu sekolah yang baik? Silahkan anda
cermati pada artikel berikut (silahkan buka link ini). Pertanyaan lainnya apakah indikator
pendidikan yang bermutu itu? Menurut Beliau:

“Pendidikan yang bermutu sesungguhnya dapat ditarik dari berbagai ketentuan dalam UU No.
20 Tahun 2003. Bila kita mendalami UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas kita akan
menemukan sumber nilai yang dapat dijadikan ukuran bermutu tidaknya program pendidikan.”

Menurut Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. hanya proses pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang dapat dipandang bermutu. Karena
tanpa proses pendidikan yang demikian tidak mungkin dapat mendukung fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

4
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Masih menurut Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A., rumusan tentang fungsi dan tujuan pendidikan
nasional menunjukkan betapa “berkembangnya kemampuan” dan “terbentuknya watak”
merupakan fungsi yang harus diemban oleh proses pendidikan, terutama di sekolah. Dan itu
hanya mungkin kalau proses pendidikan yang bermakna sebagai proses pembudayaan sehingga
mutu pendidikan terutama harus dilihat dari “kemampuan” dan “watak lulusan” yang bermakna
bagi pembangunan peradaban banga yang bermartabat.

Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A., berpendapat bahwa hanya pendidikan yang bermutu, yaitu yang
mampu mengembangkan kompetensi dan membentuk watak lah yang relevan dengan upaya
menghadapi tantangan zaman. Pendidikan yang demikian adalah pendidikan yang bermakna
sebagai proses pembudayaan, yaitu membudayakan kemampuan memecahkan masalah,
kemampuan bekerja dan beretos kerja, kemampuan meneliti dan mengembangkan IPTEK, dan
membudayakan sikap mandiri, bertanggung jawab, demokratis, jujur, dan bermoral.

Masih menurut Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A., bila pembelajaran dapat merangsang,
menantang, dan menyenangkan, seperti yang dikemukakan oleh Whitehead sampai pada
tingkat “joy of discovery”, diharapkan proses pembelajaran itu dapat bermakna sebagai proses
pembudayaan dan proses penguasaan seni menggunakan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini
Unesco, melalui International Commission on Education for The 21st Century, yang antara lain
bertujuan untuk mengubah dunia “from technologically divided world where high technology
is privilege of the few to technologically united world” mengusulkan empat pilar belajar.

Menerapkan empat pilar belajar tersebut berarti bahwa proses pembelajaran memungkinkan
peserta didik menguasai cara memperoleh pengetahuan, berkesempatan menerapkan
pengetahuan yang dipelajarinya, dan berkesempatan berinteraksi secara aktif sesama peserta
didik sehingga dapat menemukan dirinya. Model pembelajaran seperti ini hanya dapat
berlangsung dengan tenaga guru yang penuh konsentrasi, peralatan yang memadai, materi yang
terpilih, dan waktu yang cukup tanpa harus mengejar target ujian nasional. Ujian nasional akan
mengurangi kreativitas belajar sampai tingkatan “joy of discovery”

Kita bisa melihat, betapa tingginya tuntutan terhadap peran yang diharapkan dari pendidikan
dalam membentuk karakter dan mental generasi muda agar dapat melakukan transformasi

5
budaya. Suatu tuntutan yang pada hakekatnya telah digariskan oleh para pendiri Republik
Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional. Tetapi
untuk melaksanakan peran itu, kondisi pendidikan di negara berkembang pada umumnya,
termasuk Indonesia, jauh dari memadai.

Akibat dari perkembangan ini, yaitu perluasan kesempatan belajar yang terjadi adalah
sekolah dengan terlalu banyaknya guru yang secara profesional kurang memenuhi syarat, dan
proses pembelajaran tidak lebih dari mencatat, menghafal, dan mengingat kembali. Mufti yakin
bahwa tidak adanya kesempatan bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu akan merugikan masyarakat, karena sumber daya manusia yang baik untuk
pembangunan masyarakat sukar diperoleh.

Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. setuju dengan apa yang UNESCO perkenalkan sebagai empat
pilar belajar, yaitu: Learning to know, Learning to do, Learning to live together, dan Learning
to be. Menurut beliau penjelasan mengenai 4 pilar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Learning to Know adalah proses pembelajaran yang memungkinkan


pelajar/mahasiswa menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-
mata memperoleh pengetahuan.
2. Learning to do, sasarannya adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung
dan memasuki ekonomi industri. Dalam masyarakat industri atau ekonomi industri
tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku
melainkan diperlukan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti
controlling, monitoring, maintaining, designing, organizing, yang dengan kemajuan
teknologi pekerjaan yang sifatnya fisik telah diganti dengan mesin.
3. Learning to live together, kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang
berbeda dengan penuh toleransi, pengertian, dan tanpa prasangka. Dalam kaitan ini
adalah tugas pendidikan untuk pada saat yang bersamaan setiap peserta didik
memperoleh pengetahuan dan memiliki kesadaran bahwa hakikat manusia adalah
beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan.
4. Learning to be yaitu muara akhir dari tiga pilar belajar. Pendidikan yang berlangsung
selama ini pada umumnya tidak mampu membantu peserta didik (pelajar/mahasiswa)
mencapai tingkatan kepribadian yang mantap dan mandiri atau manusia yang utuh
karena proses pembelajaran pada berbagai pilar tidak pernah sampai kepada tingkatan
“joy of discovery”

6
2.3 Pemikiran Prof. Dr. Conny R. Semiawan

Prof. Dr. Conny R. Semiawan merupakan Guru Bangsa dan tokoh pendidik nasional yang
berasal dari FIP UNJ. Selain itu, Prof. Dr. Conny R. Semiawan juga merupakan mantan
Rektor IKIP Jakarta/UNJ Periode 1984-1992. Pada tahun 2015 Prof. Dr. Conny R.
Semiawan pernah menerima penghargaan dari UNESCO sebagai tokoh nasional yang
berjasa di bidang pendidikan, kebudayaan, sains, dan komunikasi.

Prof. Dr. Conny R. Semiawan berjasa besar dalam penerapan student-centered learning,
yakni pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam paradigma tersebut, ditegaskan
bahwa siswa bukanlah objek dalam pembelajaran, melainkan subjek dalam pembelajaran.
Maka, saat itu populerlah “CBSA” (Cara Belajar Siswa Aktif), yang juga menjadi istilah
bagi kurikulum yang berlaku saat itu. Akseslah link berikut untuk lebih mengetahui CBSA
secara lebih mendalam

Saat itu pemikiran dan agenda pemajuan pendidikan yang mengutamakan peserta didik
dengan CBSA menjadi milestone perubahan paradigma Pendidikan modern Indonesia.
Kurikulum berdiversifikasi juga merupakan pemikiran Prof. Dr. Conny R. Semiawan yang
lain, yang membongkar paradigma pendidikan dari yang sentralistik ke desentralistik. UNJ
menjadi basis pengembangan pemikiran pendidikan beliau, termasuk Labschool di
dalamnya.

Prof. Dr. Conny R. Semiawan pernah menyindir model pendidikan taman kanak-kanak di
Indonesia karena lebih banyak memaksa anak untuk belajar. Beliau juga mengkritik model
pendidikan di tanah air yang terlalu menjejali anak dengan begitu banyak hal:

“Anak-anak kita terlalu dipaksa untuk menghafal ini dan itu. Anak disuruh untuk belajar,
belajar untuk mengejar ranking, tetapi dia kehilangan masa bermain. Padahal bermain itu
merupakan kebutuhan paling penting buat anak”.

menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, pendidikan usia dini muncul karena dalam
perkembangannya bersinggungan dengan ilmu lain (common ground) yang menjadi objek
penelaahan yaitu perilaku anak usia 0-8 tahun dalam situasi pendidikan, sehingga muncul
ilmu baru yang bernama Pendidikan anak usia dini. Menurut Beliau, Anak berkembang
(from within) dan belajar (dari lingkungan). Keduanya selalu mengalami perubahan. Tiga

7
fase utama merupakan interaksi antara faktor genetis (nature), lingkungan (nurture) dan
individu (self generating trend).

Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan pendidikan bagi anak pada usia-usia ini adalah
belajar sambil bermain. Bagi anak, bermain adalah kegiatan yang serius, namun
mengasyikkan. Melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan.
Dengan bermain secara bebas, anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat
hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan anak juga
dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun
mental, intelektual, dan spiritual.

2.4 Pemikiran Brigadir Jenderal TNI (Purn.) R.M.A. Latief Hendraningrat

Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat (lahir di Jakarta, 15
Februari 1911) beliau merupakan Rektor IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan)
Jakarta yang pertama sejak resmi didirikan pada tanggal 16 Mei 1964 berdasarkan
Keputusan Presiden RI No. 1 Tahun 1963. Beliau menjadi Rektor IKIP Jakarta Pertama
Pada tahun 1964 – 1965. Beliau pernah mengabdikan dirinya sebagai pengajar di beberapa
sekolah menengah swasta, seperti yang dikelola oleh Muhammadiyah dan Perguruan
Rakyat. Beliau pernah dikirim oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai ketua rombongan
tari ke World Fair di New York.

Pada masa pendudukan Jepang, beliau giat dalam Pusat Latihan Pemuda yang bernama
Seinen Kunrenshoo, kemudian beliau menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air atau
disingkat Peta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Latief Hendraningrat juga yang kala itu
usianya masih 34 tahun ditugaskan sebagai pengibar bendera Pusaka Merah Putih pada
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
Ketika itu beliau juga ditunjuk sebagai penanggungjawab keamanan Upacara Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berbekal pengalaman sebagai mantan Chudacho Peta di Jakarta.

2.5 Pemikiran Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed.

8
Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., adalah guru besar Universitas Negeri Jakarta.
Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., menjabat sebagai Rektor IKIP Jakarta (kini
menjadi UNJ) periode 1975-1980. Selain itu, Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed.,
juga pernah menjabat sebagai Pembina Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) dan
Penasihat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Menurut Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., meskipun sudah berpuluh tahun
kebijakan dan praktik pendidikan nasional tak punya arah yang jelas lantaran nihilnya
filosofi pendidikan. Praktik pendidikan yang didasarkan pada filosofi yang relevan
senantiasa akan dapat memberi pembenaran, arah, tujuan dan makna pada seluruh spektrum
kegiatan pendidikan. Bagi Beliau, guru yang punya paradigma filosofis, dapat mengajarkan
kebahagiaan yang abadi pada muridnya, karena guru tersebut mampu berpendapat bahwa
kebahagiaan adalah hal yang ingin dicapai dari sebuah proses pendidikan.

Dalam buku Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi, Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad,
M.Sc., Ed., mengatakan:

“Memang pada saat tertentu, dalam konteks tertentu, bisa muncul problem pendidikan yang
lebih dominan bersifat teknis dan di saat yang lain lebih bersifat finansial, infrastruktural,
institusional, ketenagaan, kultural atau politik. Tetapi apakah problem yang mengemuka
pada suatu saat bersifat teknis, politis, yuridis, ekonomis atau gabungan dari semuanya,
pada saat yang sama problematik pendidikan itu juga selalu bersifat normatif, yakni terkait
dengan norma, standar atau nilai-nilai yang mendasar yang memberikan relevansi dan
makna kepada sifat problematik pendidikan yang teknis dan pragmatis?”

Bagi Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., Keduanya tak bisa dipisah, sebab
praktik pendidikan yang didasarkan pada filosofi yang relevan senantiasa dapat memberi
pembenaran, arah, tujuan dan makna pada seluruh spektrum kegiatan pendidikan.

Dalam istilah Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., kita butuh manusia-manusia
Indonesia yang mampu berfilosofi. Apa itu berfilosofi? Bagi Prof. Dr. H. Winarno
Surakhmad, M.Sc., Ed., secara sederhana berfilosofi adalah kemampuan untuk bertanya.
Mempertanyakan hidup untuk menemukan kebenaran. Namun, kini akan sulit ditemui
manusia Indonesia yang mampu berfilosofi. Bagi mereka yang berkecimpung di dunia
pendidikan, khususnya para guru, filosofi pendidikan seringkali disimpulkan sebagai
pengetahuan yang sukar dipahami dan dalam praktik, kegunaannya pun sangat disangsikan.

9
Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., menganalisis, kondisi ini tercipta berkat
beberapa hal. Pertama, ilmu filsafat yang memang sudah hadir lebih dari 2000 tahun lalu
dianggap sudah usang oleh para pemelajar. Kedua, kita sedang hidup dalam dunia yang
semakin pragmatis. Oleh karena itu, pemeriksaan kekurangan pada kondisi pendidikan
selalu mengarah pada perangkat pengetahuan yang diberikan, yakni kurikulum bukan
filosofi. Akseslah link youtube berikut untuk mengenal filsafat yang memiliki cabang
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.

Sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., filosofi
pendidikan lahir sebagai bentuk kemampuan manusia untuk memahami tujuan hidup,
hakikat manusia dan untuk mencari tumpuan yang universal mengenai nilai dan tujuan
pendidikan.

Menurut Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., pembelajaran dengan landasan
epistemologis akan membuka peluang kepada setiap murid untuk mencari, mengeksplorasi,
menguji coba atau bereksperimen dan mengembangkan pengetahuannya. Dengan begitu,
murid pun akan belajar untuk membongkar relasi yang ada di balik pengetahuan yang
sehari-hari dipelajari, sehingga ia tidak pernah memahami pengetahuan sebagai hal yang
dogmatis. Karena ketumpulan epistemologis itu pula, banyak guru berkesimpulan hanya
pengetahuan objektif, terkendali dan terukur seperti Matematika dan Fisika lah yang harus
menjadi inti program pendidikan. Belajar dari hal tersebut, maka dibutuhkan satu lagi
landasan yang tak kalah penting yakni aksiologi. Landasan aksiologi adalah landasan yang
memusatkan perhatian pada hakikat, makna dan peran nilai dalam kehidupan ini menjadi
penting karena pendidikan nasional cenderung mengorbankan nilai kehidupan yang
manusiawi.. Karena pendidikan yang merupakan pembelajaran tentang kehidupan dan
untuk kehidupan, maka jelas praktik pendidikan pun tidak lain dari menyiapkan anak
bangsa menghadapi kehidupan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Begitu banyak para tokoh pendidikan yang berjuang untuk mengembangkan pendidikan yang
ada di negaranya. Baik tokoh pendidikan luar maupun dalam negeri. Mereka mengorbankan
waktu tenaga dan pikiran demi memajukan bangsanya agar tidak ketinggalan dari bangsa lain.
semangat juang tokoh pendidikan zaman dahulu sangat berpengaruh terhadap perkembangan
pendidikan yang ada sekarang. Karena mereka adalah para pelopor sekolah, madrasah dan
perguruan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang membuka pintu pendidikanuntuk generasi
penerus agar tidak putus dengan dunia pendidikan.

3.2 Saran
Dengan mengetahui pemikiran tokoh-tokoh pendidikan Universitas Negeri Jakarta diharapkan
calon pendidik dapat memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang pemikiran setiap
tokoh mengenai pendidikan. Sehingga di masa ini peserta didik juga tahu bahwa banyak
permikiran mengenai pendidikan di Indonesia, selain itu disetiap masa/waktu ada perbedaan
mengenai pemikiran setiap tokoh tentang pendidikan. Diharapkan para pendidik paham
mengenai pemikiran-pemikiran pendidikan terserbut agar dapat beradaptasi di masa depan
nanti. Serta dapat membekali para pendidik mengenai pemikiran tokoh-tokoh pendidikan dari
Universitas Negeri Jakarta yang berpengaruh bagi Indonesia dengan tujuan untuk menumbuh
kembangkan potensi kemanusiaan dapat dilakukan dengan tepat dan benar.

11
DAFTAR PUSTAKA

Conny, R. (2007). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

Faridah, F. PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG SEJARAH


PERSIAPAN KEMERDEKAAN RI DI SD MELALUI METODE
DEMONSTRASI. Jurnal Pembelajaran Prospektif, 7.

Napitupulu, W. (2001). Universitas yang Kudamba. Komisi Nasional


Indonesia Untuk UNESCO.

Sujiono, Y. N. (2009). Konsep Dasar Semiawan.

12

Anda mungkin juga menyukai