Anda di halaman 1dari 138

hKOMUNIKASI ANTARBUDAYA

ETNIS TIONGHOA DAN SUNDA


DI KOMUNITAS PERSAUDARAAN GIE SAY
KOTA SUKABUMI

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Siti Robiah
NIM. 11160510000025

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M
ABSTRAK
Siti Robiah
11160510000025
Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi
Komunikasi antarbudaya menjadi sebuah isu yang beragam
konfliknya di Indonesia, pasalnya setiap budaya memiliki sikap
yang selalu ingin unggul dengan budaya lainnya. Lalu bagaimana
jika dalam sebuah komunitas budaya terdapat beragam budaya
yang berbeda, dan bagaimana antar etnis dalam komunitas budaya
dapat saling mendukung untuk mewujudkan tujuan yang sama.
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif
dengan pendekatan Etnografi Komunikasi. Adapun implementasi
dari pendekatan Etnografi Komunikasi dalam penelitian ini
terwujud dalam rumusan masalah penelitian yang penulis susun
sebagai berikut 1. Bagaimana proses adaptasi budaya antar etnis
Tionghoa dan Sunda di komunitas Persaudaraan Gie Say, 2.
Bagaimana pola komunikasi antar pribadi etnis Tionghoa dan
Sunda di komunitas Persaudaraan Gie Say.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Anxienty/Uncertainty Management (AUM) oleh William
Gudykunst. Teori ini penulis gunakan untuk mengungkapkan
bagaimana proses komunikasi yang terjadi di komunitas
Persaudaraan Gie Say Sukabumi. Kemudian penulis
menggunakan teknik pengambilan data dengan cara observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini berupa 1. Proses adaptasi budaya
etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas Persaudaraan Gie Say
adalah, fase perencanaan, fase bulan madu, fase frustasi, fase
penyesuaian ulang, dan fase resolusi. 2. Pola komunikasi antar
pribadi Etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas Persaudaraan
Gie Say meliputi aspek komunikasi verbal, komunikasi non
verbal, sikap yang ditunjukkan, isi pesan dalam komunikasi,
kegiatan yang sering dilakukan, media yang digunakan, serta efek
komunikasi.
Kata Kunci : Komunikasi Antarbudaya, Teori
Anxiety/Uncertainty Management (AUM), Komunitas
Persaudaraan Gie Say.

i
KATA PENGANTAR

‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱل َّر ِح ِيم‬


Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT. yang
Maha Rahim dan yang Maha Pengasih karena atas limpahan
Rahmat serta karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan
Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi”
meskipun dalam penyusunannya penuh lika liku dan pahit manis,
namun Alhamdulillah dapat selesai sebagaimana mestinya. Tidak
lupa juga selawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Rasul penuntun umat yang menjadikan
kehidupan cerah benderang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, namun tidak mengurangi sedikitpun rasa
terimakasih penulis kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan skripsi ini hingga dapat selesai sebagaimana
mestinya. Untuk itu penulis haturkan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Ammany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S. Ag, BWS. MSW
sebagai Wakil Dekan I bidang Akademik. Dr. Sihabudin
Nour, M. Ag, sebagai Wakil Dekan II vi bidang Administrasi
Umum. Drs. Cecep Castrawijaya, M.A, sebagai Wakil Dekan
III bidang Kemahasiswaan.

ii
3. Dr. Armawati Arbi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. H. Edy
Amin, M.A, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kalsum Minangsih, M.A. selaku Dosen Pembimbing
Akademik (PA) yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis selama menjadi mahasiswi.
5. Drs. S. Hamdani, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan arahan, kritik dan saran yang membangun
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan kepada beliau,
diberikan kesehatan dan kelancaran rejeki, Amin.
6. Segenap seluruh Staff dan Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu, wawasan, dan pengalamannya serta
membimbing selama penelitian dan menjalani studi.
7. Pimpinan, Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Ketua komunitas Persaudaraan Gie Say, Ko Ciwih yang telah
mengizinkan saya untuk melakukan penelitian, juga kepada
Rey Mahendra yang telah baik hati untuk membantu penulis
dengan tulus dan responsif tanpa pamrih, kepada Ko Sabar
dan Ko Rendri yang senantiasa membimbing saya dalam
mendapatkan data di lapangan, kepada Ko Putra yang cepat

iii
tanggap merespon DM saya di instagram, kepada Ko Deni
dan Nico yang sangat terbuka dalam menyambut saya di
sekretariat komunitas.
9. Teruntuk kedua orang tua yaitu Ibu Yoyoh atas doa doa yang
luar biasa dan senantiasa dipanjatkannya, sehingga penulis
bisa sampai pada titik ini, juga kepada bapak Oleh yang
senantiasa memberikan kasih sayang yang tidak pernah orang
lain berikan kepada saya, terimakasih atas segalanya.
10. Kepada sahabat sahabat saya, Difa, Fitri, Tara yang sudah
melukiskan kisah perjalanan indah selama di bangku kuliah.
11. Kepada keluarga LTTQ yang senantiasa memberikan suport
yang tiada henti kepada saya.
12. Kepada teman teman seperjuangan, Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Semoga Allah mudahkan semua urusan teman teman
dan sukses di kemudian hari.
Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kekurangan
dalam skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh masyarakat juga Universitas dalam bidang pengetahuan
Komunikasi Antarbudaya.

Jakarta, 07 September 2020

Siti Robiah
NIM. 11160510000025

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK.....................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................ix
BAB I.............................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................1

B. Identifikasi Masalah..............................................................5

C. Batasan Masalah...................................................................6

D. Rumusan Masalah.................................................................6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................7

F. Tinjauan Kajian Terdahulu...................................................8

G. Metodologi Penelitian........................................................12

H. Kerangka Pemikiran..........................................................21

I. Sistematika Penulisan...........................................................23

BAB II.........................................................................................25
KAJIAN PUSTAKA...................................................................25
A. Pengertian Komunikasi Antarbudaya.................................25

B. Pola Komunikasi Antarbudaya...........................................32

C. Komunitas Budaya..............................................................37

D. Konsep Adaptasi Budaya....................................................38

v
E. Teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM)...............43

F. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Komunikasi


Antarbudaya.......................................................................47

BAB III........................................................................................52
GAMBARAN UMUM KOMUNITAS PERSAUDARAAN GIE
SAY.............................................................................................52
A. Letak Geografis Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie
Say......................................................................................52

B. Sejarah Berdirinya Komunitas Persaudaraan Gie Say.......53

C. Profil Komunitas Persaudaraan Gie Say.............................59

D. Stuktur Organisasi Komunitas Persaudaraan Gie Say.......61

E. Program Kerja/Bentuk Kegiatan Komunitas Persaudaraan


Gie Say...............................................................................67

F. Prestasi Komunitas Persaudaraan Gie Say........................72

BAB IV........................................................................................73
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN......................................73
A. Proses Adaptasi Budaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say......................................77

B. Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota Komunitas


Persaudaraan Gie Say.........................................................85

C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Komunikasi


Antarbudaya Pada Komunitas Persaudaraan Gie Say dan
Solusinya............................................................................94

BAB V.........................................................................................99

vi
PEMBAHASAN..........................................................................99
A. Analisis Proses Adaptasi Budaya etnis Tionghoa dan Sunda
di Komunitas Persaudaraan Gie Say...............................102

B. Analisis Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota


Komunitas Persaudaraan Gie Say Sukabumi...................107

BAB VI......................................................................................116
PENUTUP.................................................................................116
A. Simpulan...........................................................................116

B. Implikasi...........................................................................117

C. Saran.................................................................................117

DAFTAR PUSTAKA................................................................119
LAMPIRAN..............................................................................124

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1...........................................................................................9

Tabel 3.1...........................................................................................59

Tabel 4.1 ..........................................................................................84

Tabel 4.2 ..........................................................................................92

Tabel 4.3 ..........................................................................................98

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1.......................................................................................52

Gambar 3.2.......................................................................................59

Gambar 3.3.......................................................................................59

Gambar 3.4.......................................................................................64

Gambar 3.5.......................................................................................64

Gambar 3.6.......................................................................................71

Gambar 4.1.......................................................................................74

Gambar 4.2.......................................................................................83

Gambar 4.3.......................................................................................89

Gambar 4.4 ......................................................................................90

Gambar 4.5.......................................................................................90

Gambar 4.6.......................................................................................92

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Budaya adalah pola pikir, cara hidup, kepercayaan pada
individu atau sekelompok orang berupa prilaku yang di ulang
ulang atau kebiasaan. Budaya menurut Matsumo adalah
seperangkat sikap, nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang
dibagi kepada sekelompok orang, tetapi berbeda dalam tiap
individu dari generasi ke generasi berikutnya.0
Budaya dipengaruhi oleh pengetahuan dan kondisi
lingkungan sehingga budaya dapat berkembang seiring dengan
kemajuan zaman. Kondisi geografis atau iklim juga dapat
mempengaruhi budaya dalam suatu kelompok atau daerah.
sehingga tidak heran jika negara Indonesia dengan jumlah
penduduk 200 jt lebih disebut sebagai negara multikultural
karena memiliki budaya yang sangat beragam.
Kemajemukan etnik atau budaya ini merupakan sunnatullah
sebagaimana dijelaskan firmanNya dalam surah Al-Hujurat Ayat
13 sebagai berikut :

‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَ لَ ۡق ٰنَ ُكم ِّمن َذ َك ٖر َوأُنثَ ٰى َو َج َع ۡل ٰنَ ُكمۡ ُش ُعوبٗ ا َوقَبَٓائِ َل‬
١٣ ‫ير‬ ٞ ِ‫ارفُ ٓو ۚ ْا إِ َّن أَ ۡك َر َم ُكمۡ ِعن َد ٱهَّلل ِ أَ ۡتقَ ٰى ُكمۡۚ إِ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخب‬
َ ‫لِتَ َع‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
0
Moh Faidol Juddi, Komunikasi Budaya dan Dokumentasi Kontemporer,
(Bandung : Unpad Press, 2019), h. 129

1
2

takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha


Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk
2010 menyebut ada 1.331 kelompok suku di Indonesia. Kategori
itu merupakan kode untuk nama suku, nama lain alias suatu suku,
nama subsuku, bahkan nama sub dari subsuku. Terkait jumlah
bahasa di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Badan
Bahasa telah memetakan dan memverifikasi 652 bahasa daerah
yang berbeda. Jumlah ini diperoleh dari proses verifikasi sejak
1991-2017.0
Berbicara budaya tidak akan lepas dari komunikasi. Karena
budaya itu sendiri di pengaruhi oleh komunikasi dan komunikasi
sendiri mempengaruhi budaya. Dengan adanya ragam budaya di
Indonesia ini menjadi sebuah gejala ketika proses komunikasi
terjadi dengan orang yang memiliki latar kebudayaan yang
berbeda. Gejala ini kita ketahui dengan istilah komunikasi
antarbudaya. Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi
yang terjadi antara dua budaya yang berbeda yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung, baik individu maupun
kelompok. Komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara
orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup
berbeda dalam suatu komunikasi.0
0
Luthfia Ayu Azanella, CEK FAKTA : Jokowi Sebut Ada 714 Suku dan
1001 Bahasa di Indonesia,
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/30/21441421/cek-fakta-jokowi-
sebut-ada-714-suku-dan-1001-bahasa-di-indonesia, diakses pada 12 Juli 2020

0
Larry A Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, Komunikasi
Lintas Budaya Edisi 7, (Jakarta : Salemba Humanika, 2020), h. 13
3

Tingginya angka konflik antarbudaya di Indonesia


menunjukkan bahwa persoalan budaya menjadi sangat penting
untuk dikaji demi kerukunan dan kesejahteraan bangsa. Beberapa
konflik antarbudaya yang pernah terjadi di Indonesia adalah
Konflik Ambon-Maluku 1999 merupakan konflik terburuk yang
terjadi di Indonesia setelah reformasi yang memakan korban jiwa
sekitar 10.000 orang, konflik Sampit 2001 terjadi karena
persaingan ekonomi hingga menelan korban hingga 469 orang,
kerusuhan Mei 1998 yang dilatarbelakangi terpilihnya kembali
Soeharto sebagi presiden pada 11 Maret 1998
dan yang lainnya. 0
Konflik budaya ini terjadi karena persoalan budaya yang
begitu kompleks. Dilihat dari konflik di atas terjadinya konflik
dari dua komunitas budaya yang berbeda, namun bagaimana
jadinya jika dalam suatu komunitas terdiri dari beragam budaya
yang berbeda. Seperti Komunitas Persaudaraan Gie Say yang
akan penulis kaji dalam penelitian ini.
Komunitas Persaudaraan Gie Say merupakan komunitas
budaya Tionghoa (Barongsay) di Sukabumi. “Gie” berarti Sifat
kepahlawanan yang berbakti, jujur, setia dan pembela kebenaran.
“Say” berarti Mahluk suci mitologi kebudayaan cina kuno yang
saat ini dikenal sebagai “Barongsay”. Persaudaraan Gie Say
didirikan pada tahun 1952 (Tanggal 23 Bulan 5 penanggalan
Imlek). Oleh pendiri antara lain Bpk. Lie Gie Ken, Bpk. Tan Eng

0
Ari Welianto, Kasus Kekerasan dipicu Masalah Keberagaman di
Indonesia, https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/kasus-
kekerasan-yang-dipicu-masalah-keberagaman-di-indonesia?page=all. Diakses
pada 12 Juli 2020
4

Liang, Bpk. Tan Ho Sen (Encek Hwe Sio), Bpk. A Cen, Bpk.
Coa Wie Tie.0 Adapun beberapa bentuk kegiatan komunitas ini
seperti latihan barong Gie Say, latihan liong, latihan barong
Shamsi, latihan Wushu, dll. Hasil dari latihan latihan itu
kemudian untuk ditampilkan pada berbagai event seperti
perayaan Cap Go Meh dan perlombaan.
Penulis menemukan fakta bahwa komunitas ini sangat
terbuka kepada siapapun yang ingin bergabung tanpa melihat
suku, ras, bahkan agama. Komunitas ini juga telah memperoleh
prestasi kejuaran dalam berbagai ajang perlombaan. Menarik bagi
penulis untuk mengetahui bagaimana interaksi antar sesama
anggota berlangsung hingga tercipta sebuah kekompakan dan
bisa meraih prestasi. Dengan adanya penulisan ini diharapkan
mampu memperkaya khazanah komunikasi antarbudaya dan
dapat bermanfaat bagi pengembangan prilaku sosial antarbudaya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini
penulis memberikan judul “KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
ETNIS TIONGHOA DAN SUNDA DI KOMUNITAS
PERSAUDARAAN GIE SAY KOTA SUKABUMI”

B. Identifikasi Masalah
Komunitas merupakan sebuah wadah atau tempat
berkumpul bagi individu individu yang memiliki kepentingan
atau tujuan yang sama. Dalam hal ini Komunitas Persaudaraan
Gie Say merupakan komunitas budaya Tionghoa yang didirikan
dengan tujuan untuk melestarikan serta menjunjung tinggi nilai
0
Deskripsi laman grup Facebook Gie Say,
https://facebook.com/groups/giesay/about, diakses pada 22 Juli 2020.
5

nilai budaya Tionghoa, serta mengenalkan budaya Tionghoa


kepada masayarakat Sunda di Sukabumi.
Penulis melihat Komunitas Persaudaraan Gie Sayini
merupakan komunitas budaya Tionghoa yang semestinya
pelestari budaya nya pun merupakan orang Tionghoa sendiri.
Namun komunitas ini ternyata terbuka kepada siapa saja yang
ingin bergabung tanpa memandang suku, agama, dan ras.
Anggota yang ingin gabung dalam komunitas ini hanya perlu
berkunjung ke sekretartiat komunitas dan langsung di
perbolehkan untuk bergabung.
Berdasarkan hasil pra peneltian dalam bentuk wawancara
penulis bersama salah satu anggota komunitas (suku sunda) yang
baru bergabung, menunjukkan bahwa peristiwa gegar budaya
terjadi ketika awal mula bergabung. Ada rasa takut, khawatir dan
terkejut saat melihat aksesoris budaya Tionghoa (Barong Gie
Say), namun di saat anggota yang lain bersikap terbuka dengan
anggota baru, dan juga atas dasar ketertarikan anggota baru
terhadap budaya Tionghoa, anggota Sunda yang baru bergabung
tersebut merasakan kesan kesan yang baik selama satu tahun
bergabung dalam komunitas tersebut.
Hambatan lain yang terjadi dalam komunkasi pada
komunitas ini adalah kurangnya kekompakan ketika latihan
barong berlangsung, kemudian sulitnya berkumpul dalam formasi
yang lengkap dan juga masih ada anggota komunitas yang
merendahkan/menjelekkan anggota lain seperti menyinggung
anggota lain dengan perkataan yang kurang baik.
6

Dalam hal ini penulis ingin mengkaji lebih dalam apakah


hambatan hambatan yang terjadi pada komunitas ini akan
menjadi kegagalan dalam berkomunkasi, atau kah justru
komunitas tersebut dapat mengatasi nya dengan baik sehingga
komunikasi berjalan harmonis. penulis mengkaji menggunakan
pendekatan etnografi komunikasi dengan batasan masalah nya
yaitu komunikasi antar Etnis Tionghoa dan Etnis sunda Saja.
Penulis juga akan mendapatkan data tambahan dari pengurus
komunitas untuk menyempurnakan data.

C. Batasan Masalah
Anggota Komunitas Persaudaraan Gie Say sendiri terdiri
dari beberapa anggota budaya yang berbeda, ada yang dari
Tionghoa Totok, Tionghoa Peranakan, Sunda, Jawa, dan Batak.
Agar penulisan dapat lebih terarah maka penulis memfokuskan
penulisan nya pada komunikasi antarbudaya pada Etnis Tionghoa
dan Sunda nya saja di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Sukabumi.

D. Rumusan Masalah
Fokus penulisan di atas dimaksudkan untuk membatasi
penulisan guna memilih data yang relevan dan baik. Berdasarkan
fokus penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses adaptasi budaya Etnis Tionghoa dan
Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota
Sukabumi ?
7

2. Bagaimana pola komunikasi Antar pribadi antar Etnis


Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Kota Sukabumi ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Mengetahui bagaimana proses adaptasi budaya Etnis
Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Kota Sukabumi.
b. Mengetahui bagaimana pola komunikasi antar pribadi
Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie
Say Kota Sukabumi.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Universitas
Adanya penulisan ini dapat menjadi referensi kelimuan
bagi Universitas khususnya Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi dalam ranah keilmuan Komunikasi
Antarbudaya.
b. Bagi Penulis
Penulisan ini dapat memberikan wawasan pengetahuan
tentang cara pandang bagaimana berprilaku terhadap
budaya asing.
c. Bagi Masyarakat
Dapat membantu masyarakat budaya dalam
pengembangan prilaku sosial antarbudaya, juga sebagai
8

referensi keilmuan untuk para tokoh budaya di


masyarakat.

F. Tinjauan Kajian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi acuan penulis dalam
menyusun penelitian ini sehingga penulis dapat mengembangkan
teori maupun pembahasan penelitian. Berikut penulis cantumkan
tabel referensi penelitian rujukan sebagai salah satu referensi
dalam penyusunan penelitian ini.

Penelitian Sebelumnya
TINJAUAN
PERBEDA
AN
Jeane Aryandani Suherli Puji Indah Lestari

Bentuk Skripsi Skripsi Skripsi


9

Dinamika
Interaksi Sosial
pada Komunikasi
Komunitas Antarbudaya (Studi
Marginal di pada Pola
Pola Komunikasi
pedesaan Komunikasi Etnis
Judul Antarbudaya pada
(Studi Tionghoa dengan
Penulisa Komunitas Korea
Etnografi Pribumi di RT
n Hansamo di
Komunikasi 13/RW 05
Bandung
Masyarakat Kelurahan
Tallas di Desa Cilenggang Kota
Samasundu Tangeran Selatan)
Sulawesi
Barat)

Tahun 2016 2017 2019

Metode
dan
Kualitatif,
Pendeka Kualitatif
Studi Etnografi Kualitatif Deskriptif
tan Deskriptif
Komunikasi
Penelitia
n
10

Pola Interaksi
Pola Komunikasi
Pola Komunikasi Komunikasi
Antarpribadi dan
Antarbudaya Antarpribadi
Fokus Pola Komunikasi
pada Komunitas dan Kelompok
Kajian kelompok pada etnis
Korea Hasanamo pada
Tionghoa dan
di Bandung Masyarakat
Pribumi
Tallas

Teori Konsep Pola


Konsep
Teori Anxiety/Uncertai Komunikasi
Interaksi Sosial
nty Management antarbudaya

Masyarakat etnis
Tionghoa dan
Komunitas Korea Masyarakat masyarakat Pribumi
Subjek
di Bandung yang Tallas dan yang ada diwilayah
Penelitia
bernama masyarakat RT 13 RW 05,
n
Hansamo. Samsudu kelurahan
Cilenggang, Kota
Tangerang Selatan.
11

Interaksi sosial
to Tallas masih
jarang
dilakukan
Komunitas dengan
Pola komunikasi
Hansamo hadir kelompok lain.
yang terjadi antara
sebagai wadah Perasaan
masyarakat
atau media yang berada pada
Tionghoa dengan
menjembatani kelas sosial
pribumi adalah
antar masyarakat yang lebih
komunikasi
dan kebudayaan rendah
antarpribadi dan
di antara orang memosisikan
komunikasi
Indonesia dan sebagai
Hasil kelompok.
orang Korea. masyarakat
Mengenai stereotip
Komunitas ini minoritas . dan
atau prasangka
juga membantu terjadi
tidaklah terlalu besar
untuk pengenalan komunikasi
sehingga tidak
dan pembelajaran yang tidak
menimbulkan
mengenai terbuka sesama
konflik antar etnis
kebudayaan kelompoknya,d
Tionghoa dengan
Indonesia dan an bersikap
Pribumi.
Korea. tertutup
dengan
masyarakat
luar
kelompoknya.

Persama Metode
Teori Fokus Penelitian
an Penelitian

Perbeda Variabel dan Teori, Metode


Metode Penelitian
an Teori, Penelitian

Tabel 1.1
12
13

H. Kerangka Pemikiran

Proses Adaptasi (Kim Young Yun)

Fase Perencanaan

Fase Bulan Madu

Fase Frustasi

Fase Penyesuaian Ulang

Fase Resolusi

Pola Komunikasi Antar Pribadi Etnis Tionghoa dan


Sunda

Teori Anxienty/Uncertainty Management (AUM)

Konsep Diri Kategori Sosial Proses Koneksi


Situasional
Motivasi
Reaksi

Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa


dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
14

Bagan 1.1
Kerangka Pemikiran
Sumber : Hasil Pengolahan Penulis

Kerangka pemikiran atau konsep adalah abstraksi dari suatu


realitas agar dapat di komunikasikan dan membentuk suatu teori
yang menjelaskan ketertarikan antar variabel (baik variabel yang
diteliti maupun yang tidak diteliti).0 Untuk memudahkan
penyusunan maka dapat dicermati pada batasan masalah nya.
Penelitian ini mengkaji komunikasi antarbudaya pada
Komunitas Persaudaraan Gie Say meliputi Poses adaptasi dan
pola komunikasi antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say. Penulis membatasi kajian pada
anggota Etnis Tionghoa dan etnis Sunda saja di komunitas
tersebut. Untuk mengkaji komunikasi antarbudaya pada anggota
Etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas, penulis menggunakan
teori Anxienty/Uncertainty Management (AUM) sebagai alat atau
instrument untuk mengumpulkan data. Teori
Anxienty/Uncertainty Management (AUM) diperkenalkan oleh
Gudykunst, seorang professor dari Universitas California.
Konsep dasar dari teori ini memfokuskan pada kajian komunikasi
0
Nursalam, Konsep dan Metode Keperawatan, (Jakarta :Salemba, 2008),
h. 55
15

antarbudaya dalam satu kelompok atau berbeda kelompok. Teori


ini mengkaji dua mengenai kecemasan (Anxiety) dan
ketidakpastian (Uncertainty). Adapun konsep dari teori
Anxienty/Uncertainty Management adalah sebagai berikut :
1. Konsep diri dan diri
2. Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk didalam
kelompok (motivasi)
3. Kategori Sosial dari Orang Asing
4. Reaksi Terhadap Orang Asing
5. Proses Situasional
6. Koneksi dengan Orang Asing

I. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar
mempermudah penulisan skripsi, maka penulis membagi menjadi
enam bab sesuai dengan merujuk pada pedoman penulisan,
berikut rinciannya :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari teknik atau tahapan tahapan
penitian berupa latar belakang, identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, tinjauan kajian terdahulu,
metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menjelaskan tentang landasan
teori, dan kajian pustaka yang berkaitan dengan
16

objek penelitian. Adapun sub bab dalam penelitian


ini yaitu pengertian komunikasi antarbudaya, jenis
jenis pola komunikasi antarbudaya, pengertian
komunitas budaya, konsep adaptasi budaya, teori
Anxiety/Uncertainty Management (AUM), faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam
komunikasi antarbudaya .

BAB III GAMBARAN UMUM KOMUNITAS


PERSAUDARAAN GIE SAY
Bagian ini berisi tentang gambaran geografis,
historis, sosial budaya pada Komunitas
Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bagian ini berisi uraian penyajian data dan temuan
hasil penelitian. Penulis menggunakan teori Anxiety/
Uncertainty Management (AUM) sebagai alat atau
instrumen penulisan untuk mendapatkan data
penelitian. Pada bab ini berisi sub bab yang
berkaitan dengan rumusan masalah.
BAB V PEMBAHASAN
Bagian ini berisi uraian yang mengaitkan latar
belakang, teori, dan hasil dari penulisan. Bab ini
berisi analisis penulis mengenai proses adaptasi
budaya etnis Tionghoa dan Sunda serta pola
komunikasi antar pribadi antar Etnis Tionghoa dan
Sunda.
17

BAB VI PENUTUP
Pada Bab ini ditarik kesimpulan dari pembahasan
dan hasil penelitian, serta berisi saran untuk
perkembangan penelitian selanjutnya maupun saran
untuk subjek penelitian dan masyarakat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Komunikasi Antarbudaya


1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang
berarti ‘pemberitahuan’ atau ‘pertukaran pikiran’. Menurut KBBI
komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami; hubungan; kontak.0
Harold D Laswel mengatakan komunikasi adalah siapa
mengatakan apa, kepada siapa menggunakan saluran apa, dan
dengan dampak apa (Who says what to whom in what channel
with what effect)0
Hovland, Janis dan Kelley mengatakan bahwa komunikasi
adalah “communication is the process by which an individual
transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other
individuals” dengan kata lain bahwa komunikasi adalah sebuah
proses komunikasi antar individu yang cenderung berbentuk
verbal dan saling memberikan stimulus atau respon satu sama
lainnya.0
Brent D Ruben mendefinisikan komunikasi adalah suatu
proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam
0
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI Daring
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2006),
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komunikasi, diakses pada 24 Juli 2020,
07.00 WIB
0
Ahmad Sutra Rustan dan Nurhakki Hakki, Pengantar Ilmu Komunikasi,
(Yogyakarta : DeePublish, 2017), h. 28
0
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara,
1995), h. 2

25
26

kelompok, dalam organisasi, dan dalam masyarakat menciptakan,


mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk
mengkoordinasi lingkungan dan orang lain.0

0
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara
1995), h. 3
27

5. Fase Fase Resolusi (resolution)


tahap terakhir dari proses adaptasi budaya ini berupa jalan
terakhir yang diambil seseorang sebagai jalan keluar dari
ketidaknyamanan yang dirasakannya.
Dalam tahap resolusi, ada beberapa hal yang dapat
dijadikan pilihan oleh orang tersebut, seperti :
a. Flight adalah reaksi yang ditimbulkan ketika seseorang tidak
tahan dengan lingkungannya yang baru dan dia merasa tidak
dapat melakukan usaha untuk beradaptasi yang lebih dari apa
yang telah dilakukannya. Pada akhirnya dia akan
memutuskan untuk meninggalkan lingkungan tersebut.
b. Fight adalah reaksi yang ditimbulkan ketika orang yang
masuk pada lingkungan dan kebudayaan yang baru dan dia
sebenarnya merasa sangat tidak nyaman, namun dia
memutuskan untuk tetap bertahan dan berusaha menghadapi
segala hal yang membuat dia merasa tidak nyaman itu.
c. Accomodation adalah reaksi yang ditimbulkan ketika
seseorang mencoba untuk menerima dan menikmati apa yang
ada pada lingkungannya yang baru. Awalnya orang tersebut
mungkin merasa tidak nyaman. Namun karena dia sadar
bahwa memasuki budaya dan lingkungan yang baru memang
akan menimbulkan sedikit ketegangan, maka dia pun
berusaha berkompromi dengan keadaan baik eksternal
maupun internal dirinya.
d. Full Participation adalah reaksi yang ditimbulkan ketika
seseorang sudah mulai merasa enjoy dengan lingkungannya
yang baru dan pada akhirnya bisa mengatasi rasa frustasi
28

yang dialaminya dahulu. Pada saat ini, orang mulai merasa


nyaman dengan lingkungan dan budaya baru. Tidak ada lagi
rasa khawatir, cemas, ketidaknyamanan ataupun keinginan
yang sangat kuat untuk pulang ke lingkungannya yang lama.

E. Teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM)


Anxiety/Uncertainty Management Theory (AUM)
dikembangkan oleh William Gudykunst melalui penelitiannya
pada tahun 1985 dengan menggunakan teori yang ada sebagai
titik awal. Gudykunst merupakan profesor komunikasi dari
California University. Teori ini merupakan sebuah teori yang
berbicara mengenai keefektifan komunikasi antar budaya.
Teori Anxiety/Uncertainty Management Theory (AUM)
Mengatakan bahwa untuk melahirkan sebuah komunikasi
antarbudaya yang efektif maka anggota budaya tersebut harus
mampu meneglola kecemasan dan ketidakpastian dalam dirinya
ketika menghadapi budaya asing.
Anxiety merupakan sebuah respon afektif, bukan kognitif
seperti uncertainty. Anxiety ini dapat menciptakan motivasi untuk
berkomunikasi dan apabila dikelola dengan baik dapat
menciptakan suatu komunikasi yang efektif. Dalam kondisi
intergroup communication, anxiety cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi interpersonal communication.
Uncertainty atau ketidakpastian terjadi ketika kita berada di
antara dua kondisi: di satu sisi, kita sangat percaya pada perdiksi
kita, sedangkan di sisi lain, apa yang akan terjadi bisa sangat
tidak terprediksi Uncertainty ini bersifat kognitif dan mengurangi
29

keefektifan komunikasi sehingga harus dikelola dengan baik.


Apabila situasi tidak dapat mengurangi ketidakpastian tersebut,
maka kita harus dapat menguranginya sendiri. Ketidakpastian
akan dirasakan dengan lebih besar apabila berkomunikasi dengan
orang asing dibandingkan dengan anggota ingroup kita sendiri.0
Teori AUM menyatakan mindfulness sebagai kemampuan
seseorang baik bagian dari sebuah kelompok maupun orang asing
mengurangi kecemasan dan ketidakpastian sampai tahap optimal
sehingga pada akhirnya mampu mencapai komunikasi efektif.
Kecemasan muncul di tingkat afektif yang mengacu pada
perasaan seperti kegelisahan, kecanggungan, kebingungan, stress
yang muncul ketika seseorang mulai berhadapan dengan orang
asing.0
Menurut Gudykunst komunikasi yang efektif disebabkan
oleh adanya mindfulness dan uncertainty/anxiety management.
Mindfulness adalah keadaan kognitif yang diperlukan sebagai
proses moderasi dalam pengelolaan anxiety dan uncertainty agar
menciptakan komunikasi yang efektif. Mindfulness membuat
prediksi kita terhadap perilaku seseorang menjadi lebih baik dari
sekedar menggunakan prasangka dan stereotip. Ketika
berhadapan dengan orang asing dan kita merasakan adanya
uncertainty dan anxiety, kedua hal tersebut harus dikelola dengan
baik untuk berada di dalam ambang batas. Salah satu cara adalah
0
Lusia Savitri Setyo Utami , Teori Teori Adaptasi Antarbudaya, Jurnal
Komunikasi ISSN 2085-1979 Vol. 7, No. 2, Desember 2015, h. 186
0
Bima Satria, Apa Yang di Maksud dengan Teori Kecemasan dan
Ketidakpastian Anxiety/Uncertainty Management Theory, (Dictio :
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-pengelolaan-
kecemasan-ketidakpastian-anxiety-uncertainty-management-theory/8925,
ditulis pada 2 Agustus 2017), diakses pada 25 Agustus 2020.
30

dengan menjadi mindfull sehingga kita dapat memberikan respon


yang benar dan menciptakan keefektifan komunikasi. 0
Teori ini mempunyai konsep-konsep dasar yang
melandasinya, yaitu : 0
1. Konsep Diri dan Diri
Meningkatkan harga diri atau kebanggaan ketika
berinteraksi dengan orang lain diyakini akan mengurangi sebuah
kecemasan dalam diri dan dapat meningkatkan kemampuan dalam
mengelola kecemasan tersebut.
2. Motivasi Untuk Berinteraksi Dengan Orang Asing
Meningkatkan kebutuhan diri untuk masuk dalam kelompok
ketika kita berinterkasi dengan orang lain akan menghasilkan
sebuah peningkatan kecemasan.
3. Reaksi Terhadap Orang Asing
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk
memproses informasi yang kompleks mengenai orang asing akan
menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita dalam
memprediksi secara tepat perilaku mereka. Peningkatan untuk
mentolelir dan berempati ketika kita berinteraksi dengan orang
asing dapat menghasilkan sebuah peningkatan mengelola
kecemasan kita dan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi
secara akurat perilaku orang asing.

4. Kategori Sosial Dari Orang Asing


0
Lusia Savitri Setyo Utami , Teori Teori Adaptasi Antarbudaya, Jurnal
Komunikasi ISSN 2085-1979 Vol. 7, No. 2, Desember 2015, h. 186
0
Adi Prakosa, Teori Komunikasi Antar Budaya, (Komunikasi
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html,
ditulis pada 26 Desember 2007), di akses pada 25 Agustus 2020.
31

Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi


antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan
kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan
memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi:
pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika
orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan
kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran
orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan
menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan
menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam
memperkirakan perilaku mereka.
5. Proses Situasional
Meningkatnya situasi informal saat kita berinteraksi dengan
orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan, lalu
adanya peningkatan rasa percaya kita terhadap perilaku mereka.
6. Koneksi Dengan Orang Asing
Meningkatnya ketertarikan terhadap orang asing akan
menghasilkan penurunan kecemasan dan meningkatnya percaya
diri kita dalam hal memprediksi perilaku orang lain.

F. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Komunikasi


Antarbudaya
1. Faktor Pendukung dalam Komunikasi Antarbudaya
32

Agar komunikasi antar budaya bisa berjalan efektif De


Vito mengungkapkan : 0
a. Keterbukaan
Bersikap terbuka dengan perbedaan budaya dengan orang
asing khususnya terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap
juga perilaku yang dimilikinya.
b. Empati
Menempatkan diri pada posisi orang yang berbeda budaya
cara ini akan memberikan Anda cara yang lebih baik dalam
memandang dunia dari sudut pandang yang berbeda, misalnya
mengisyaratkan empati dengan ekspresi wajah gerak-gerik yang
penuh minat dan perhatian serta tanggapan yang mencerminkan
saling pengertian dan saling memahami perbedaan budaya yang
ada.
c. Saling Mendukung
Bersikap saling mendukung antara perbedaan yang ada
sehingga sikap tersebut dapat menciptakan komunikasi yang
efektif.

d. Sikap Positif
Tunjukkan atau komunikasikan sikap positif khususnya
situasi antar budaya karena begitu banyak yang tidak dikenal dan

0
Ansar Suherman, Buku Ajar TeoriTteori Komunikasi, (Yogyakarta :
Deepublish, 2020), h.87
33

tidak diketahui. misalnya memperkirakan Apa yang dipikirkan


dan dirasakan oleh orang lain.
e. Kesetaraan
Senantiasa menganggap bahwa semua orang meskipun
dengan budaya yang berbeda memiliki kesetaraan antara budaya
yang satu dengan lainnya.
f. Percaya Diri
Kedekatan manajemen interaksi bersikap sensitif dan daya
ekskresi.

2. Faktor Penghambat dalam Komunikasi Antarbudaya


Hambatan dalam komunikasi antarbudaya bersumber dari
tiga faktor , yaitu faktor psikologis, ekologis dan faktor mekanis.
Faktor psikologis berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang
yang mempengaruhi baik secara positif maupun negatif terhadap
jalannya komunikasi. Faktor ekologis berkaitan dengan kekuatan
kekuatan eksternal yang mempengaruhi peserta komunikasi,
seperti perbedaan sosial ekonomi atau kondisi lingkungan seperti
riuh, bising, hujan, petir dan faktor alam lain yang mempengaruhi
terjadinya komunikasi. Sedangkan faktor mekanis berkaitan
dengan media atau teknologi yang digunakan dalam
berkomunikasi, seperti pertemuan, festival, telekonferensi, chat,
dsb. 0
Hambatan-hambatan dalam komunikasi yang berkaitan
dengan faktor budaya dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Perbedaan Norma Sosial
0
Mohammad Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya Dalam Dinamika,
(Bandung: Simboisa Rekatama Media, 2015), H. 17-18
34

Norma sosial merupakan suatu cara, kebiasaan, tata karma,


adat istiadat, dan kepercayaan yang dianut secara turun temurun
yang dapat memberikan petunjuk bagi seseorang untuk bersikap
dan bertingkah laku dalam pergaulan masyarakat. Keragaman
etnik menyebabkan terjadinya keragaman norma sosial yang
tidak menutup kemungkinan terjadinya pertentangan nilai.
Kebiasaan dan adat istiadat yang dianggap baik suatu masyarakat
belum tentu dianggap baik pula oleh masyarakat lain. Agar tidak
terjadi hambatan maka komunikator perlu mengkaji apakah pesan
yang akan disampaikan tidak melanggar norma tertentu.
b. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah penilaian terhadap kebudayaan lain
atas dasar nilai dan standar budaya sendiri. Dalam etnosentrisme
sebuah komunitas menganggap budaya superior dibanding
budaya lain. Peserta komunikasi yang berbeda budaya dapat
menggagalkan komunikasi.
c. Stereotip dan Prasangka
Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan
masyarakat berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.
Stereotip mampu menghambat komunikasi antarbudaya. Orang
yang bersikap strereotip cenderung menempatkan orang di luar
kelompoknya sebagai out group.
d. Perbedaan Perspektif
Perspektif adalah cara pandang suatu objek, benda atau
peristiwa berdasarkan pengamatan seseorang. Cara pandang
seseorang sangat ditentukan oleh budaya yang dianutnya.
35

Persepsi yang sama akan memudahkan dan melancarkan


komunikasi.
SESEPUH/
KETUA UMUM
BAB III PENASEHAT
Ciwih
GAMBARAN UMUM KOMUNITAS PERSAUDARAAN
Lie Tjoang Beng
GIE SAY Harry. T.S
Apit Susanto
WAKIL KETUA
A. Letak Geografis Sekretariat Komunitas
Wan Persaudaraan
Gust Halim
Ong Tjong Pek Wilyanto
Gie Say

SEKRETARIS
BENDAHARA
Wida Widya
Chaiky Budianto
Ira Rahmawati

LION
SAMSI YoFan
GIE SAY WU SHU
Sabar Halim PERALATAN
Heryanto Sabar
Thamura
O Rendri Permana
Gambar 3.1
Andri Kurniawan
Peta Lokasi Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
Sumber : Google My Maps
ALTAR HUMAS DOKUMENTA
http://bit.ly/PetaLokasiSekretariatGieSay
Lie Soei Dede Iwan SI
Lian TapakJimmy Arieffin KEAMANAN
Batas
Juhanda M. Riva Mulya
 Jalan Utama : Jalan Pajagalan No.20
Ferry
 Sebelah Utara
Darmawa: Jalan Pasundan dengan jarak 110,15
m (361,40n kaki)
 Sebelah Timur : Jalan Kelenteng dengan jarak 8,31
m (27,27 kaki)
53

Say sejak tahun 2015. Adapun tugas dan tanggung jawab dari
ketua umum komunitas adalah mewadahi anggota nya untuk
mendapatkan ilmu yang ada di dalam komunitas, juga mengatur
segala tugas dan peran setiap anggota agar tetap berjalan sesuai
prosedurnya.
3. Wakil ketua umum
Wakil ketua umum komunitas ini bernama Ong Tjong Pek
ini tetap setia mendapingi ketua umum untuk menjadikan
komunitas persaudaraan Gie Say menjadi semakin berprestasi.
Tugas dari wakil selain mendapingi juga mewakili atau
menggantikan ketua jika sewaktu waktu ketua berhalangan dalam
kegiatan komunitas. Ketua umum dan wakil ketua umum
memiliki peran utama dalam menjadikan komunitas persaudaraan
Gie Say ini semakin maju dalam berbagai hal, baik dalam bentuk
prestasi maupun eksis di masyarakat sebagai komunitas yang
menjadi salah satu dari identitas Tionghoa ini.
4. Sekretaris
Sekretaris ini beranggotakan 2 orang yaitu Wida Widya, Ira
Rahmawati, Wida Widya merupakan wanita Muslim dan menjadi
guru di sekolah Dewikora dan Ira rahmawati merupakan istri dari
ko Rendri yang sudah menikah di tahun 2019 lalu. Sekretaris

0
Diskusi penulis bersama Ko Sabar Darmawan di Sekretariat Gie Say
pada 11 Agustus 2020
0
Deskripsi Grup Facebook Gie Say

0
Buku Peringatan 100 Tahun Vihara Widhi Sakti (kelenteng Bie Hian
Khong) Sukabumi (1912-2012) di tulis di Sukabumi tahun 2012.
0
Deskripsi Grup Facebook Gie Say,
https://web.facebook.com/groups/giesay diakses pada 01 Agustus 2020
0
Wawancara Bersama Ko Sabar , Selasa 11 Agustus 2020 di Sekretariat
Komunitas Gie Say
54

mengurusi berbagai hal yang berkaitan surat menyurat maupun


yang berhubungan dengan pendataan seluruh anggota komunitas
selain itu juga membuat surat undangan kepada anggota melalui
grup WhatApp atau Facebook seperti berikut :

Gambar 3.4 Gambar 3.5


Bentuk undangan kegiatan komunitas Gie Say
Sumber : Linimasa Facebook Grup Gie Say
5. Bendahara
Bendahara komunitas persaudaraan Gie Say ini bernama
Chaiky Budianto bertugas mengatur sirkulasi keluar masuk
keuangan komunitas. Pemasukan keuangan komunitas di dapat
dari berbagai perlombaan Barong atraksi, angpau yang dikasih
dari penonton saat atraksi barong. Adapun bentuk pengeluaran
komunitas untuk menjenguk jika ada yang sakit, dll.
6. Pelatih Barong Gie Say
Pelatih barong Gie Say ini bernama Heryanto sudah ahli
sekali dalam ilmu bela diri kungfu nya, karena pada dasarnya
semua gerakan barong Gis say adalah dari gerakan gerakan
55

Kungfu. Pelatih barong Gie Say memastikan bahwa 2 orang yang


memainkan barong Gie Say ini dapat kompak saat atraksi.
7. Pelatih Barong Samsi
Pelatih dari barong samsi adalah ko Sabar. Ko sabar
merupakan anggota yang beragama Muslim yang juga orang
sunda ini ahli sekali dalam ilmu beladiri nya. Selain jadi pelatih
barong samsi dan Wu Shu di komunitas Gie Say, ko Sabar juga
menjadi guru kelas tiga di sekolah SD Budi Luhur ko Sabar
sendiri sudah bergabung di komunitas Gie say sejak 20 tahun
silam. Waktu yang cukup lama tersebut membuat ko Sabar di
percaya menjadi pelatih barong samsi dan pelatih Wu Shu di
komunitas.0
8. Pelatih Wu Shu
Pelatih dari Wu Shu ini bernama ko Sabar. Sebagaimana
telah di jelaskan sebelumnya bahwa ko Sabar ini juga merupakan
pelatih barong samsi. Karena gerakan gerakan pada beladiri Wu
Shu tidak jauh berbeda dengan gerakan yang disuguhkan pada
barong samsi.
9. Pelatih Liong
Liong merupakan nama jenis barong yang bentuk nya
panjang atau biasa disebut dragon. Pelatihnya bernama Yofan
Halim, memiliki peran membuat para pemain liong untuk
kompak mengingat para pemain nya berjumlah banyak tidak
seperti barong atraksi yang berjumlah sekitar 2-3 orang, barong
liong beranggotakan lebih dari tiga orang untuk memainkan nya,

0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
56

oleh karena itu membutuhkan kekompakan di antara sesama


pemainnya.
10. Pengelola Altar
Lie Soei Lian bertugas menyiapkan Altar setiap tanggal 1
dan 5 penanggalan imlek untuk ibadah ritual atau biasa disebut
Ce It Ce Go. Selain ditanggal itu ritual sembahyang barong juga
dilakukan pada saat ada acara acara khusus lainnya seperti ulang
tahun atau ketika ada barong baru yang masuk. 0
11. Divisi Peralatan
Anggota dari divisi peralatan ini berjumlah 3 orang Yaitu
Thamura, Rendri Permana, dan Andri Kurniawan yang bertugas
merapihkan dan menjaga peralatan serta aksesoris komunitas,
seperti barong Gie Say, barong Samsi, Tambur, musik, bendera,
dll. Divisi ini diperlukan mengingat peralatan ini sangat penting
demi menjaga keutuhan peralatan dan meminimalisir cepat
rusaknya peralaan dan aksesoris komunitas. Jika ada perlombaan
atau atraksi divisi perlatan lah yang mempersiapkan semua
kelengkapan atraksi nya.
12. Divisi Humas
Anggota divisi humas adalah Dede Iwan, Jimmy Juhanda,
dan Ferry Darmawan. Divisi humas ini bertugas sebagai media
penghubung antara internal dan eksternal komunitas, seperti
mengirim dan menerima surat menyurat, dll.
13. Divisi Dokumentasi

0
Diskusi mengenai Altar Bersama Ko Putra di Komunitas Persaudaraan
Gie Say Tanggal 11 Agustus 2020.
57

Divisi dokumentasi ini bernama Arieffin bertugas


mendokumentasikan berbagai kegaiatan komunitas seperti pada
saat perlombaan, latihan, rapat pertemuan santai, dll.
14. Divisi Keamanan
Divisi keamanan yang bernama M. Riva Mulya ini bertugas
mengatur ketertiban pada saat atraksi dilapangan maupun
mengatur ketertiban anggota di dalam komunitas.

E. Program Kerja/Bentuk Kegiatan Komunitas


Persaudaraan Gie Say
1. Latihan Barong

Sebagaimana bentuk dari komunitas itu sendiri yang


merupakan komunitas budaya tionghoa berupa barongsay.
Latihan barong menjadi kegiatan utama komunitas ini, adapun
barong yang sering digunakan utuk latihan adalah barong Gie
Say, Barong Samsi, dan Barong Liong.
Barong Gie Say merupakan barong ritual komunitas ini
karena berkaitan dengan ibadah etnis tionghoa itu sendiri, barong
gie say sering digunakan untuk ritual keagamaan, dan perayaan
perayaan acara besar seperti Tahun baru imlek, dan Cap Go Meh,
jadi barong Gie Say ini tidak sembarangan dimainkan
nyamelainkan untuk acara tertentu saja.0
Sedang barong Samsi adalah barong atraksi untuk berbagai
penampilan acara maupun perlombaan. Sama seperti barong
Liong barong Liong pun merupakan barong atraksi namun
bentuknya saja yang berbeda, barong liong atau biasa disebut
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
58

Dragon merupakan barong berbentuk naga yang panjang


0
perawakan nya.
Untuk latihan barong Gie Say, Barong Samsi, dan Barong
Liong berbeda, karna dari fungsi dan bentuk barongnya pun
berbeda, oleh karena itu pelatih nya pun juga berbeda namun
pada dasar nya gerakan gerakan pada masing masing barong
merupakan gerakan pada bela diri Wu Shu/kungfu.
2. Kompetisi Barongsay
Sebagai bentuk lestari budaya Tionghoa dan untuk
mempertahan eksistensi nya komunitas persaudaraan Gie Say
seringkali mengikuti perlombaan baik tingkat Nasional maupun
Internasional. Seiring berkembangnya zaman kesenian barongsay
bukan hanya sebagai wujud budaya Tionghoa saja namun sudah
menjadi salah satu cabang olahraga paling bergengsi di dunia.
Barongsai dianggap sebagai salah satu cabang olahraga di
dunia, sejak diadakannya perlombaan Barongsai bertaraf
internasional Genting World Lion Dance Championship, yang
pertama kali diselenggarakan Malaysia pada tahun 1994. Saat ini,
meskipun telah diadakan berbagai macam ajang perlombaan
Barongsai bertaraf internasional lainnya, namun
perlombaan Genting World Lion Dance Championship dianggap
ajang perlombaan Barongsai tertua, dan paling bergengsi diantara
negara negara partisipan. Hingga saat ini, Malaysia secara rutin
menyelenggarakan perlombaan tersebut setiap dua tahun sekali.0
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Tionghoa.Info, Simak 6 Fakta Seru Tentang Barongsay a.k.a Tarian
Singa di Indonesia!, (Tionghoa.Info 17 Agustus 2017),
https://www.tionghoa.info/simak-6-fakta-seru-mengenai-barongsai-a-k-a-
59

Sebenarnya komunitas persaudaraan gie say ini sudah banyak


sekali mengikuti ajang perlombaan barongsay tingkat Nasional
maupun Internasional namun pada saat itu belum ada yang
mewadahi ny sehingga banyak yang belum mengetahui. Namun
sejak berdirinya FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia)
pada tanggal 9 Agustus 2012, komunitas persaudaraan gie say ini
menjadi dibawah naungan FOBI. Dan sejak ada KONI (Komite
Olahraga Nasional Indonesia) pada tanggal 11 Juni 2013
barongsai diakui sebagai salahsatu cabang olahraga di Indonesia,
tenunya ini membuat semanagat untuk para anggota komunitas
agara semakin terus berprestasi dicabang olahraga barongsay ini.
Semenjak diakui nya barongsai sebagai salahsatu cabang
olahraga di Indonesia, para pemain barongsay disebuat sebagai
Atlet Barongsai. 0

3. Menghadiri Undangan Perayaan Sebuah Acara


Adapun inti dari tujuan latihan barong adalah untuk
menampilkan sebuah atraksi barongsay untuk masyarakat umum,
setiap tahun selalu ada acara festival budaya di sukabumi atau
Cap Go Meh, komunitas ini selalu eksis menghadiri acara festival
budaya tersebut. Festival budaya di Sukabumi tersebut
merupakan sebuah acara dalam rangka perayaan tahun baru Cina
atau Imlek Cap Go berarti 15 dan Meh Perayaan, yang berarti
perayaan tahun baru imlek dirayakan setiap tanggal 15 di awal
tahun baru yang jatuh di tahun 2020 ini pada tanggal 14 Februari.

tarian-singa-di-indonesia/
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
60

Selain acara festival budaya komunitas gie say juga pernah


diundang untuk menghadiri acara buka puasa di pesantren Al
Masthuriyah yang berlokasi di Jl. Nasional III Cibolang,
kecamatan Cisaat Sukabumi, Al Masthuriyah merupakan salah
satu pesantren besar di Sukabumi yang para santri juga juga
banyak dari luar kota. Pimpinan pesantren pada saat itu yang
memiliki jaringan atau hubungan dengan petinggi komunitas gie
say yang mengundang barong gie say untuk menghadiri acara
buka puasa bersama. Demikian sebagai wujud toleransi para
anggota komunitas yang dominan Chinese berbaur mengikuti
kegiatan buka bersama tersebut. 0

4. Kegiatan lainnya
Selain kegiatan inti latihan barong di komunitas, komunitas
ini juga sering melakukan liburan bareng meskipun cuma sekedar
makan makan bersama, ini bertujuan agar disetiap anggota
semakin akrab. Pengurus komunitas juga mengadakan kegiatan
sosial kepada anggota gie say yakni pada saat ada anggota yang
sakit, menjenguk dengan menggunakan uang kas komunitas dan
juga memberikan bantuan pada saat covid kepada anggota
komunitas yang memerlukan bantuan.

0
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 18 Agustus 2020 pukul
19.20 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
61

Gambar.3.6
Sreenshoot ajakan pengurus kepada anggota untuk makan makan
bersama.
Sumber : Linimasa Facebook Grup Gie Say0

F. Prestasi Komunitas Persaudaraan Gie Say


1. Barong Samsi Tonggak – Juara 4 World International
Dragon & Lion Dance Tournament 2002 di Jiangdu,
China
2. Liong - Ranking 6 Kejuaraan Dunia 2002 di Malaysia.
3. Liong – Ranking 7 Singapore Open 2003 di Singapura.
4. Liong – Juara 1 Kejuaraan Nasional 2002
5. Liong – Juara 1 Kejuaraan Nasional 2003
6. Barong Samsi Lantai – Ranking 4 Kejuaraan Nasional
Presiden Cup 2006 di Sragen.

0
http://bit.ly/datagiesay diakses pada 24 Agustus 2020
62

7. Dan beberapa kejuaraan daerah lainnya.0

0
Studi dokumentasi penulis pada buku sejarah Vihara Widhi Sakti dan
juga ditulis dalam deskripsi Grup Facebook Gie Say,
https://web.facebook.com/groups/giesay
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Komunitas Persaudaraan Gie Say merupakan sebuah
komunitas budaya Tionghoa yaitu Barongsay. Barong Say
merupakan sebuah kesenian budaya Tionghoa yang sudah diakui
ke dalam kesenian olahraga di FOBI (Federasi Olahraga Barong
Say Indonesia) sejak tahun 2012. Sejak saat itu para pemain
barong Saydi sebut sebagai Atlet Barongsay, karena pada
dasarnya gerakan gerakan pada atraksi Barongsai merupakan
gerakan beladiri Wu Shu dan Kungfu. Sejak saat itu pula barong
Say diakui sebagai salah satu budaya di kota Sukabumi dan
menjadi identitas budaya Tionghoa di Sukabumi.
Dalam komunitas ini terdiri dari berbagai anggota budaya
yang berbeda beda, yaitu dari etnis Tionghoa Totok, Tionghoa
Peranakan, Sunda, Jawa, dan Batak. Berikut bagan anggota
komunitas persaudaraan Gie Say berdasarkan jumlah etnisnya.

Persentase Jumlah Anggota Komunitas Persaudaraan


Gie Say

10% Etnis Tionghoa


25% Totok
10%
Etnis Tionghoa
Peranakan
25%
Etnis Sunda
30%
Etnis Jawa
Etnis Batak

Bagan 4.1
Persentase Jumlah Anggota Gie Say berdasarkan Etnisnya
Sumber : Olahan Data Primer Penulis (2020)
74

Senior komunitas Persaudaraan Gie Say yang beretnis


Tionghoa dan berlatar agama Budha tidak memandang etnis,
budaya, ataupun agama dalam merekrut anggota. Sebagaimana
dituturkan oleh Reyhan Mahendra salah satu anggota komunitas
etnis Sunda Muslim.

“Ada ke ko Dede (Rendri) di DM Instagra. Ko boleh ikut Gie


Sayga, datang aja minggu latihan aja disini berdua sama
Nico. Kita pas masuk ga ditanya dari suku mana agama nya
apa, Cuma latihan hobi serius belajar disini”.0

Data hasil wawancara tersebut juga didukung dengan


temuan data penulis melalui Interner Searching sebagai berikut :

Gambar 4.1
Postingan Orang yang bertanya cara gabung di Gie Say
Sumber : Linimasa Facebook Grup Gie Say

0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Komunitas Persaudaraan Gie Say
75

Gambar tersebut menunjukkan bahwa ada orang lain yang


berusaha gabung ke komunitas Gie Say dengan cara join grup
facebook komunitas Gie Say dan bertanya melalui linimasa
facebook grup Gie Say, terlihat interaktif juga dalam kolom
komentar pengurus Gie Say yang berusaha menjawab bagaimana
caranya untuk bisa gabung di komunitas Gie Say.
Meskipun begitu dalam praktik nya dalam komunitas ini
tidak terlepas dari permasalahan, yakni mengenai fanatisme
agama, keluwesan serta keterbukaan pengurus komunitas dalam
menerima anggota menyebabkan kemajemukan anggota lintas
agama dan budaya. Ko Rendri selaku pengurus komunitas
menuturkan bahwa fanatisme agama terjadi ketika salah satu
anggota yang beragama Kristen tidak disetujui oleh pendeta nya
untuk mengikuti budaya barongsay, karna khawatir akan
mempengaruhi agama yang dianutnya. Padahal di komunitas Gie
Say sendiri tidak ada anggota yang diharuskan untuk berpindah
agama untuk mengkuti kesenian barong Say ini. Adapun wujud
penolakan orang kristen terhadap budaya barong Say itu adalah
tidak boleh sama sekali memegang dupa pada saat ritual
sembahyang barongsay. Begitupun serupa dengan anggota lain
yang beragama Katolik. Pendeta nya yang terlalu fanatik terhadap
agama membuat mereka keluar dari komunitas Persaudaraan Gie
Say dan pengurus pun tidak menahan dan tidak
mempermasalahkan hal itu.0

0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana, tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
76

Selain anggota yang beragama Kristen dan Katolik ada juga


anggota komunitas yang beragama islam tidak dizinkan oleh
orang tuanya untuk ikut di komunitas ini, namun anggota itu
begitu kekeh ingin mengikuti kegiatan barongsay, sehingga untuk
latihan barong dan segala aksesoris Gie Say yang dia punya harus
disembunyikan dari orangtuanya. Dari pihak pengurus Gie Say
pun tidak bisa memaksakan kehendak anggota itu karna memang
betul betul ingin bergabung di komunitas Persudaraan Gie Say
untuk mendapatkan ilmu dan juga prestasi. 0
Persoalan lainnya dalam komunitas Gie Say adalah
keegoisan anggota pada saat seleksi para pemain barong. Ketika
akan mengadakan suatu perlombaan atau kompetensi barong Say
pengurus akan memilih anggota terbaik untuk mengikuti
kompetisi yaitu dengan cara seleksi. Pengurus tidak membedakan
mana anggota baru dan mana yang lama, tetapi yang pengurus
pilih adalah anggota yang benar benar sudah mumpuni dan layak
untuk mengikuti perlombaan. Dalam kasus ini ada anggota yang
baru beberapa kali latihan, namun atas kesungguhan dan
keuletannya dipilih untuk ikut kompetisi, sedangkan anggota lain
yang sudah lama bergabung tidak dipilih karena memang belum
layak. Begitulah terjadi ketimpangan pemikiran di pihak anggota
yang merasa disisikan. 0
Untuk mengatasi masalah diatas pengurus Gie Say
mengatasi nya dengan cara komunikasi tatap muka ke anggota

0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana, tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan, tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
77

yang bersangkutan secara langsung, dan melalui komunikasi


publik dengan cara menasehati anggota dan menjelaskan nya
secara baik baik. Sebagaimana dituturkan oleh Ko sabar dalam
wawancara bersama penulis,
“biar ga ngambek lagi tergantung mereka juga, ada anak
yang nerima ada anak yang ga nerima juga ada yang
menyerah ada, latihan ga sampai ilmu mah banyak disini itu,
Melakukan pendekatan personal kenapa tidak ngerti
langsung ga melalui media, kumpul juga, jelaskan kenapa
yang lain belum terpilih. Karna kita menjaga nama baik”.0
Penulis mengumpulkan data selama kurang lebih dua
minggu di tempat penelitian yaitu di Odeon Sukabumi dengan
mengumpulkan data dengan cara triangulasi sumber yaitu dengan
memilih enam informan, tiga diantaranya merupakan etnis
Tionghoa Totok dan tiga lainnya merupakan etnis Sunda asli.

A. Proses Adaptasi Budaya Etnis Tionghoa dan Sunda di


Komunitas Persaudaraan Gie Say
Terdapat empat fase dalam proses adaptasi ditambah
dengan fase perencanaan. Tahapan dalam proses pengadaptasian
budaya adalah sebagai berikut :
1. Fase Perencanaan
Fase ini adalah tahap ketika seseorang masih berada pada
kondisi asalnya dan menyiapkan segala sesuatu, mulai dari
ketahanan fisik sampai kepada mental, termasuk kemampuan

0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
78

komunikasi yang dimiliki untuk dipersiapkan, yang nantinya


0
digunakan pada kehidupan barunya.
Dalam proses gabung di komunitas Persaudaraan Gie Say,
mereka dibantu pihak anggota keluarga atau saudara Chinese jadi
ada unsur kekerabatan sehingga mereka bisa berbaur. Ditambah
juga mereka dari dulu kepercayan komunitas nya melaksanakan
sumpah setia persaudaraan dengan menetes kan darah , jadi
kepercayaan itu yang dipegang teguh komunitas sehingga
komunitas bisa terlihat lebih solid bahkan dri penduduk pribumi.
Sebenarnya proses adaptasi mereka sebelum masuk komunitas
sudah berproses di lingkungan nya sehingga ketika sudah di
komunitas berbaur seperti biasa dan berjalan lebih mudah.
“Enggak, dibawa sama orangtua kesini, pada hari Minggu
kesini langsung bertanya, boleh ga ikut latihan disini.
Mereka ga nanya orang Sunda atau agama juga engga,
serius pas saya nanya ada biaya nya pun untuk masuk ga ada
disini itu bentul betul gratis. Tujuan utama nya mereka nyari
persaudaraan tidak ada biaya malah kita disini dapat ilmu
dalam segi olahraga, dan belajar organisasi. Terus terang
saya ngerti organisasi disini di Gie Say. Mulai saya jadi
anggota sampai di percaya jadi pelatih”0

“Karena hobi, dan dari kecil sudah sering lihat barong Say
sewaktu acara Cap Go Meh, jadi penasaran aja sama budaya
mereka”0

“Dari kecil sering liat Cap Go Meh, jadi suka dan tertarik
untuk gabung di komunitas nya”0

0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai Dapur Anugrah
79

Dua kutipan terakhir di atas dari Reyhan dan Nico, proses


adaptasi terhadap budaya barong Say sudah terjadi di
lingkungannya, jauh sebelum mereka gabung di komunitas
mereka sudah sering melihat atraksi barong Say ketika ada acara
Cap Go Meh, sehingga itu yang membuat mereka merasa tertarik
dan berpandangan terbuka terhadap komunitas ini.
2. Fase Periode Bulan Madu (honeymoon)
Fase ini merupakan fase seseorang telah berada di
lingkungan barunya dan merasa bahwa ia dapat menyesuaikan
diri dengan budaya baru yang menyenangkan karena penuh
dengan orang-orang baru, serta lingkungan dan situasi baru.
Tahap ini adalah tahap seseorang masih memiliki semangat dan
rasa penasaran yang tinggi serta menggebu-gebu dengan suasana
baru yang akan dijalani. 0
Dalam tahap ini setelah etnis Sunda mempersiapkan mental
dengan bertanya dan dukungan keluarga, etnis Tionghoa atau
senior yang mendominasi komunikasi pada mulanya, senior etnis
Tionghoa berusaha membuat anggota baru merasa nyaman
bergabung di komunitas baru nya. Adapun cara yang dilakukan
oleh etnis Tionghoa adalah dengan mengajak ngobrol atau
komunikasi santai membicarakan soal sejarah Gie Say, sejarah
barongsay, hingga tentang kompetensi barongsay, senior
berkomunikasi dengan gaya bicara yang rileks dan terkadang
menggunakan Bahasa Sunda untuk menyesuaikan. Kemudian

0
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai Dapur Anugrah
0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
80

pada tahap kedua setelah senior berhasil membuat anggota baru


merasa nyaman, mereka para anggota baru itu akan bersikap
luwes dan terhadap senior nya, sikapnya sudah tidak
menunjukkan rasa malu lagi, tapi sudah seperti ke keluarga atau
teman dekat sendiri. Etnis Sunda sebagai anggota baru di
komunitas sudah merasakan perbedaan budaya dan mampu
menerima dan mengimplikasikannya dengan baik.0
Pada saat itulah senior dapat melihat sikap asli dari para
anggotanya, sehingga dapat lebih bisa mengontrol sikap dan
menimalisir terjadinya sebuah konflik di komunitas. Dapat
terbukti hingga saat ini hampir tidak ada konflik yang berkaitan
dengan perbedaan budaya.
3. Fase Frustasi (frustration)
Sebuah periode ketika daya tarik akan hal-hal baru dari
seseorang perlahan-lahan mulai berubah menjadi rasa frustasi,
bahkan permusuhan, ketika terjadi perbedaan awal dalam hal
bahasa, konsep, nilai-nilai simbol-simbol yang familiar.0
Pada fase ini, di komunitas Gie Say tidak se ekstrim
penjabaran diatas, namun ketika proses adaptasi etnis Sunda ke
budaya Tionghoa atau barong Say itu hanya terjadi dalam
perbedaan bahasa, banyak sekali etnis Tionghoa totok yang
kesulitan memahami Bahasa Sunda. Begitupun etnis Sunda yang
kesulitan memahami Bahasa Mandarin.

0
Wawancara bersama ko Rendri dan ko Deni tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
81

Namun itu tidak menjadi permasalahan yang begitu besar,


ketidak fahaman mengenai perbedaan bahasa tersebut tidak
membuat mereka untuk menghindari komunikasi, bahkan
terkadang menjadi bahan candaan yang tentunya membuat
mereka menjadi lebih dengan hubungannya.
Pada awalnya mereka tertawa ketika mendengar bahasa
asing bagi mereka, pada saat itu perasaan mereka adalah
kebingungan, jika menjawab menggunakan bahasa asing takut
salah, kekhawatiran dalam kesalahan menafsirkan makna bahasa
asing juga menjadi ciri dari fase frustasi dalam tahap ini.
Seperti dituturkan oleh ko Rendri (Etnis Tionghoa) dalam
wawancara,
“ya kalau lagi ga ngerti bahasa Sunda saya ketawa, mau
jawab pakai bahasa Sunda takut salah, tapi mau jawab pakai
bahasa Indonesia juga takut salah mengartikan maknanya”

4. Fase Penyesuaian Ulang (readjustment)


Fase penyesuaian yaitu ketika seseorang mulai
menyelesaikan krisis yang dialami pada fase frustasi.
Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian ulang dari
seseorang untuk mulai mencari cara, seperti mempelajari bahasa,
simbol-simbol yang dipakai, dan budaya dari penduduk
setempat.0
Kemudian untuk mengatasi ini mereka bertanya dan
memberikan informasi tentang bahasa asing yang tidak diketahui
makna dan artinya tersebut. Pada tahap ini juga mereka
menyadari bahwa mereka dengan ini mendapatkan sebuah
0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, Komunikasi dan Perilaku Manusia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
82

wawasan dna pengalaman baru, dan ini membuat mereka merasa


lebih nyaman dalam menghargai perbedaan.
“ya bertanya langsung kalau ga ngerti, tapi kadang di iyain
aja sih”0
“bersama saling bertanya, saling mempelajari, pencak silat
kolebs barongsay, budaya Sunda dan budaya Tionghoa
sama sama budaya yang di Sukabumi, jalan bersama”0
“bertanya langsung maksud kata yang gak faham”0
“menerimanya dan jadi pengetahuan baru untuk saya”0

“lebih sering ngobrol dan saling ngasih wawasan”0

5. Fase Resolusi (resolution)


Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses adaptasi
budaya. Tahap ini berupa jalan terakhir yang diambil seseorang
sebagai jalan keluar dari ketidaknyamanan yang dirasakannya.0
Dalam tahap ini, etnis Tionghoa menjadi lebih terbiasa
menggunakan Bahasa Sunda yang umum dalam berkomunikasi,
meskipun etnis Tionghoa ini belum pandai berbicara bahasa
Sunda tetapi mereka mencoba mengunakan Bahasa Sunda itu
sebagai pendekatan ke anggota lain yang juga merupakan etnis
Sunda.
0
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 17 Agustus 2020 pukul 14.18
WIB di DM Instagram.
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai dapur Anugrah
0
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai dapur Anugrah
0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, Komunikasi dan Perilaku Manusia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
83

“Sering manggil teteh akang. Sering bilang teteh atau akang


ke orang Sunda, kadang jadi agak lebih luwes sama orang
orang disini.”0
Begitupun sama ketika etnis Tionghoa menyapa dengan
Bahasa Mandarin, setelah etnis Sunda mengerti makna dan arti
Bahasa Mandarin tersebut, orang Sunda tersebut bisa mengikuti
dan menyesuaikan.
Namun dalam hal lain hasil wawancara penulis bersama salah
satu etnis Tionghoa melalui DM instagram menyatakan bahwa, ia
ketika tidak mengerti bahasa Sunda, memutuskan untuk meng-
iyakan saja, sehinga jarang ada obrolan lebih sama orang Sunda
karna faktor bahasa.

Gambar 4.2
(sumber : Wawancara melalui DM Instagram)

Proses Adaptasi Anggota Etnis


Anggota Etnis Sunda
NO Budaya Tionghoa

0
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 17 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
84

Dibantu oleh keluarga


Memerhatikan budaya Tionghoa,
1. Fase Perencanaan
lingkungan sekitar Bertanya melalui media
sosial DM Ig
Melakukan
pendekatan personal
kepada etnis Sunda
dengan membuka
obrolan, cerita tentang
sejarah komunitas,
dll., setelah anggota Merasa nyaman dengan
baru etnis Sunda sikap terbuka dari
Fase Bulan Madu merasa nyaman, akan senior, dan bisa
2.
(Honeymoon) keluar karakter dari menyesuaikan dengan
masing masing perbedaan budaya dari
anggota, kemudian etnis Tionghoa.
pengurus bersikap
sebagaimana karakter
masing masing untuk
menghindari konflik
dan harmonisasi
komunoitas.
Perbedaan agama
membuat salah satu
Ada rasa khawatir dan
anggota komunitas
takut saat ingin
etnis Sunda yang
Fase Frustasi menjawab anggota
3. beragama islam harus
(Frustation) etnis Sunda yang
mengikuti kegiatan
mengajak komunikasi
secara sembunyi
dengan bahasa Sunda.
sembunyi dari
orangtuanya.
Melakukan kegiatan
Fase Penyesuaian Mulai mempelajari komunitas dengan cara
4. Ulang bahasa Sunda dengan
(Readjusment) cara bertanya langsung sembunyi sembunyi
dari izin orangtuanya.
85

Ada dua karakter etnis


Tionghoa yang
mengalami fase ini,
Mencoba
diantaranya :
mempraktikan Bahasa
1. lebih memilih untuk
Mandarin dalam bentuk
mengangguk saja dan
salam sapa, dan
berusaha menghindar
menggunakan
Fase Resolusi tidak berkomunikasi,
5. panggilan Ko untuk
(Resolution) 2. Anggota etnis
anggota laki laki di
Tionghoa lebih sering
komunitas dan
menggunakan bahasa
panggilan Ci untuk
Sunda dalam
perempuan di
kehidupan sehari
komunitas.
harinya, hingga dialek
atau nada bicara nya
mengikuti.

Tabel 4.1
Proses Adaptasi Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas Gie Say

B. Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota Komunitas


Persaudaraan Gie Say
Pola komunikasi antar pribadi dalam komunitas Gie Say
meliputi komunikasi verbal, non verbal, isi pesan yang
disampaikan, kemudian menggunakan media apa, kegiatan yang
dilakukan apa saja, dan menimbulkan efek komunikasi yang
seperti apa.
Komunikasi verbal dalam komunitas persaudaraan Gie
Say antar etnis Cina dan Sunda menggunakan Bahasa Indonesia,
Sunda, dan Mandarin. Dominan nya mereka menggunakan
Bahasa Indonesia namun dalam siatusi non formal menggunakan
Bahasa Sunda. Mereka juga menggunakan Bahasa Mandarin
seperti Ni hao, Ni hao Ma,
86

“Memperkenalkan diri, baik baik respon nya bagus kalau


ketemu ucapkan salam, Ni hao, Ni hao ma,”0
Dalam komunitas ini lazimnya laki laki dipanggil Ko dan
Ci untuk panggilan perempuan. Terkadang menggunakan akang
teteh kepada orang Sunda untuk memperakrab dan
menyesuaikan.
Kemudian komunikasi non verbal yang terlihat adalah
pada saat orang Tionghoa tidak mengerti bahasa Sunda yang
diungkapkan menunjukannya dengan tertawa, mengangguk dan
mengerutkan kening dengan tatapan mata yang tajam
menandakan kebingungan. Begitu pula dengan orang Sunda
mengerutkan kening atau kepala mengangguk ketika tidak
mengerti bahasa mandarin yang diucapkan itu apa. Berikut ujaran
Rey salah satu anggota etnis Sunda ketika tidak mengerti Bahasa
Mandarin.
“ya kalau lagi ga ngerti awalnya kebingungan dan langsung
nanya, hah artinya apa” 0
Ko Rendri juga sebagai etnis Tionghoa mengatakan saat dia
tidak faham dengan Bahasa Sunda,
“kalau lagi ga ngerti sama Bahasa Sunda paling saya ketawa
ketawa mau jawab pakai Bahasa Sunda takut salah, tapi mau
jawab pakai Bahasa Indonesia juga takut salah menafsirkan
katanya saya juga”0
Bahasa non verbal yang diungkapkan di komunitas adalah
salam pertemuan, salam pertemuan menggunakan salam

0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.05 WIB di kedai Dapur Anugrah
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
87

persaudaraan (budaya Tionghoa) disini etnis Sunda mengikuti


budaya dominan, walaupun etnis Tionghoa juga mengetahui
budaya salam sapa entis Sunda. Salam sapa persaudaraan ini
biasa dilakukan di awal pertemuan atau di akhir pertemuan.
Demikian hal ini tidak hanya dilakukan kepada etnis Sunda saja
melainkan juga kepada seluruh anggota Gie Say.
Adapun sikap yang ditunjukkan etnis Tionghoa selaku
tuan rumah atau senior di komunitas adalah dengan cara terbuka,
humble, dan berusaha membuat anggota nya merasa nyaman.
Begitupun orang Sunda berusaha berbaur dengan etnis Tionghoa
atas dasar ketertarikan mereka terhadap budaya Tionghoa. Etnis
Tionghoa yang dominan adalah senior di komunitas tidak pernah
memdang aneh tentang budaya lain, mereka menganggap semua
anggota sama ketika sudah di persatukan di dalam komunitas.
Etnis Tionghoa dan etnis Sunda memiliki satu perspektif yang
sama, yaitu saling terbuka dalam menerima budaya asing dan
jika terdapat sebuah perbedaan, mereka jadikan itu sebagai
wawasan baru bagi mereka.
“baik, terbuka dengan senyum dan sedikit candaan jadi ya
lebih mudah berbaur. Sempat takut juga melihat barongnya
sampai nangis. Tapi karena niat yang kuat motivasi dalam
diri untuk bisa berbaur dengan mereka akhirnya bisa juga
melawasan kecemasan itu” 0
“baik, dan biasa saja sama seperti ketemu orang chinise
lainnya sapa laki laki dengan panggilan ko dan perempuan
dengan panggilan ci”0

0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 21 Juli 2020 pukul
11.30 WIB di DM Instagram
0
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
88

“yaa.. canggung engga, terbuka, salam kabar, malu malu,


lama lama malu maluin” 0
Sebuah prespektif mengenai semua anggota dalam
komunitas adalah satu saudara atau keluarga menurut pandangan
penulis juga berdasarkan hasil observasi dan wawancara itu
berkaitan dengan sejarah komunitas itu sendiri, yakni dahulu para
pendiri komunitas Gie Say melakukan janji persaudaraan atau
sumpah setia yang bermaksud semua anggota dalam komunitas
adalah satu saudara, para pendiri terdahulu membuat kesepakatan
itu dengan sebuah ritual meneteskan darah masing masing
anggota pada saat itu kemudian di taruh di sebuah mangkok,
setelah darah terkumpul kemudian di minum bersama sama. Itu
dilakukan sebagai wujud janji setia persaudaraan sesama anggota.
Menurut pandangan penulis pola pikir itulah yang senantiasa
dibudakaan anggota Gie Say dalam melihat perbedaan budaya
bahkan agama antar sesama anggota di komunitas.0
Terkait dengan isi pesan yang sering ungkapkan adalah
tentang sejarah komunitas persaudaraan Gie Say, kemudian
tentang barongsay, tentang perlombaan barongsay, hingga
percakapan santai tentang liburan, ini menandakan bahwa
hubungan mereka sudah sangat dekat. Kemudian disaat waktu
senggang mereka juga melakukan atraksi kolaborasi antara
budaya Sunda (pencak silat) dan budaya Tionghoa (barongsay).

0
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara penulis bersama Ko Sabar Darmawan, 11 Agustus pukul
16.50 WIB , Sekretariat komunitas Persaudaraan Gie Say
89

Jelas disini terlihat kerukunan anggota budaya antara etnis


Tionghoa dan etnis Sunda.
“Makan bareng, ka mall , tempat wisata dll”0
Hal serupa juga di ungkapkan oleh ko Rendri ,
“Ngobrolin masa lampau, yang senior cerita ke yang junior
pengalaman tentang gis say, latihannya harus ditingkatkan
lagi, makan makan masak”0

“Banyak bidang bidang , senam, liong, latihan barong samsi,


kalau ada waktu senggang ngobrol. Kalau lagi serius serius,
kalau lagi becanda becanda kekeluargaan nya lebih terasa”0
Berikut penulis tambahkan foto kegaitan makan bersama etnis
Tionghoa dengan salah satu anggota Gie Say Sunda Muslim yang
bernama Muhammad Yusup Ihsan,

Gambar 4.3
Sumber : Dokumentasi Perjuangan Utomo Putra

Selain itu ada juga dokumentasi lainnya tetang hubungan


komunikasi budaya etnis Sunda dan Tionghoa yang penulis
0
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 11 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
90

temukan di media sosial Facebook milik Muhammad Yusup


Ihsan dengan komentar nya,

Gambar 4.4 Gambar 4.5


Sumber : Linimasa Facebook Muhammad Yusuf Ihsan

Dalam gambar tersebut terlihat ko Rendri (Informan Etnis


Tionghoa) bersama salah satu anggota Gie Sayber etnis Sunda
yang bernama Muhammad Yusuf Ihsan, dengan Caption “ini
kami hidup apa adanya tanpa kemewahan tapi bahagia /m/”
seolah menunjukkan bahwa di antara mereka tidak ada sama
sekali terlintas perbedaan agama, dan etnis atau budaya.
Selain itu mereka juga melakukan interaksi komunikasi
melalui media sosial yaitu grup WhatsApp, disana mereka saling
berinteraksi dengan harmonis, tanpa ada yang mendominasi baik
etnis Tionghoa maupun Sunda. Mereka juga melalukan interaksi
di kolom komentar Facebook dan Instagram dan terlihat begitu
interaktif.
91

Gambar 4.6
Sumber : Screenshoot Grup WhatsApp Komunitas Gie Say (diambil
dari handphone Nico Sebastian)

Terlihat dari diskusi diatas sesama anggota Sunda dan etnis


Tionghoa begitu cair walaupun melalui media grup, Reyhan
Mahendra yang dalam kontak nya Nico dinamai Cilok itu terlihat
santai menanggapi gurauan dari anggota etnis Tionghoa yang
bernama ~Han itu.
Kemudian efek komunikasi budaya yang dihasilkan setelah
seringnya terjadi komunikasi antar etnis Tionghoa dan Sunda
adalah orang Tionghoa menjadi lebih terbuka dan lebih luwes
dalam berkomunikasi dengan orang Sunda, lebih banyak
mengerti tentang bahasa dan budaya Sunda sehingga secara
praktik dapat bermanfaat ketika orang Tionghoa tersebut
berkomunikasi dengan orang Sunda di luar anggota komunitas
yakni masyarakat sukabumi. Kemudian efek komunikasi yang
dirasakan oleh orang Sunda setelah banyak melakukan interaksi
dengan orang Tionghoa adalah mereka lebih open minded dan
92

pola pikir mereka lebih terbuka budaya luar sehingga dapat lebih
menghargai perbedaan.
Sebagaimana dituturkan ole informan sebagai berikut,
“lebih bisa menerima perbedaan perbedaan yang ada
sehingga merubah pola pikir saya tentang perbedaan saya
jadi lebih menghargai pendapat orang lain. Kalau main lion
ga boleh egois. Harus sehati aja kompak.”0
“lebih open minded lebih bisa menghargai orang lain jadi
lebih bisa melihat dari sudut pandang orang lain itu
gimana”0
“jadi lebih belajar lagi, dari awalnnya nakal jadi lebih baik,
bicara yang senior gimna, sikap terbuka mencari jati diri” 0
“saling menghargai, menghormati sesama yang lain, jail jail
serius serius bisa menyesuaikan.”0

Bentuk
NO Etnis Tionghoa Etnis Sunda
Komunikasi
Menggunakan Bahasa Menggunakan Bahasa
Indonesia dalam Indonesia dan Sunda
berkomunikasi, untuk untuk menyampaikan
Komunikasi
menyampaikan informasi, meluapkan
1. Verbal (lisan dan
informasi, meluapkan perasaan, dan
tulisan)
perasaan, dan pemikiran. pemikiran,
Terkadang menggunakan Menggunakan pangilan
bahasa Sunda kasar Ko untuk laki laki dan

0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020 pukul
18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
93

sebagai simbol atau


wujud keakraban.
Menggunakan pangilan Ci untuk perempuan
Ko untuk laki laki dan Ci
untuk perempuan
Senyum, tertawa,
mengerutkan kening saat Mengerutkan kening,
tidak mengerti bahasa menggelengkan kepala.
Sunda. Salam pertemuan Salam pertemuan
Komunikasi Non
2. dengan mengepalkan dengan merapatkan
Verbal
tangan kanan kemudian kedua tangan dan
tangan kanan dikepal membungkukkan
oleh tangan kiri dan badan.
membungkukkan badan
Bersikap terbuka, tidak
Sikap yang Terbuka, dan berusaha
3. memandang aneh aneh
ditunjukkan berbaur.
budaya asing (Sunda)
Tentang sejarah komunitas Tionghoa (senior ke
Isi pesan dalam
4. junior), tentang barongsay, kehidupan sehari hari,
komunikasi
fun dan liburan.
Latihan, kolaborasi budaya (pencak silat dan
Kegiatan yang
5. barong), jalan jalan ke mall, dan temphat wisata
sering dilakukan
lainnya.
Media yang
Komunikasi tatap muka, media grup whatsApp,
6. digunakan untuk
facebook, dan Instagram.
komunikasi
94

Lebih terbuka, dan lebih Open minded, lebih


7. Efek komunikasi
luwes. menghargai perbedaan.

Tabel 4.2
Tabel Pola Komunikasi Antar Pribadi Etnis Tionghoa dan Sunda
di Komunitas Persaudaraan Gie Say

C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Komunikasi


Antarbudaya Pada Komunitas Persaudaraan Gie Say
dan Solusinya.
1. Faktor Pendukung Komunikasi
Ada beberapa faktor yang menjadi pendukung komunikasi
antar pribadi etnis Tionghoa dan etnis Sunda yaitu keterbukaan,
kesamaan hobi, Persamaan perspektif/cara pandang/pola pikir,
sering mengadakan pertemuan nonformal, dan juga mereka
mampu memahami kondisi kapan mereka harus serius ataupun
kapan mereka harus bercanda.
a. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan awal dari kunci berhasilnya sebuah
komunikasi, sebagaimana hal ini dilakukan oleh etnis Tionghoa
dan etnis Sunda yang sama sama terbuka dalam menyambut
kehadirannya di komunitas. Sebagaimana diungkapkan :
“Keterbukaan, mereka kadang ketakutan pindah agama lah
enggak, justru agama saya silahkan jalankan. Ya masing
masing solat solat, silahkan masing masing makanya kita
mah mereka sebab akibat . tanam baik tumbuh baik. Jadi
nggak kamu harus agama Budha jadi harus mempelajari
agama ini. Lebih rajin lebih bagus, Bercandanya juga
mereka tidak dibawa ke hati, udah jadi sodara sih maksudnya
dalam segi apapun menurut saya pribadi lebih terbuka aja.
95

Malah saya juga akrab sama orang tuanya kita juga datang
ke rumahnya Walaupun mereka asli totok”0
“Baik terbuka dengan senyum dan sedikit candaan jadi ya
lebih mudah berbaur. Sempat takut juga melihat barongnya
sampai nangis. Tapi karena niat yang kuat motivasi dalam
diri untuk bisa berbaur dengan mereka akhirnya bisa juga
melawasan kecemasan itu”0
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwasanya
senior dari etnis Tionghoa ketika menyambut anggotanya tidak
pernah dibiarkan begitu saja, tetapi diajak ngobrol dan dibuatnya
merasa nyaman. Hal lainnya juga diungkapkan serupa oleh ko
Rendri :
“Disini yang tua tua nya bisa ngikutin yang senior nya
terbuka sama anggota baru”0
b. Kesamaan Hobi dan Tujuan yang sama
Setelah dilakukan wawancara mendalam, unsur pendukung
komunikasi antar etnis Tionghoa dan Sunda adalah mereka
memiliki ketertarikan yang sama atau satu hobi, mereka sama
sama menyukai olahraga yakni gerakan gerakan beladiri kungfu
barongsay. Selain itu mereka juga meiliki tujuan yang sama yaitu
untuk berprestasi. Setelah diakuinya barong Saydi FOBI
(Federasi Olahraga Barong SayIndonesia) mereka semakin
semangat untuk berprestasi di komunitas Persaudaraan Gie Say.

0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
96

“sehobi dengan mereka, mau terbuka, ga membeda


bedakan”0
“sama sih sehobi, sama pengen sama sama berprestasi
juga” 0
c. Persamaan Pola Pikir/Perspektif
Dalam proses adaptasi dari Etnis Tionghoa maupun Etnis
Sunda sama sama memiliki pola pikir/perspektif yang sama,
sebagaimana di ungkapkan :
“baik, dan biasa saja sama kayak ketemu orang chinise
lainnya sapa ke laki laki dengan panggilan Ko dan
perempuan dengan panggilan Ci” 0

“biasa aja tidak berpikir aneh aneh, sudah seperti keluarga


sendiri”0
“menurut saya pribadi sangat berharga sekali ya buat
pribadi saya juga kebetulan mempelajari budaya ini mereka
juga pada nyari ayok pengen sama sama belajar”0

“saya pribadi ga pernah nanggepin perbedaan semua sama


cuma mungkin saya kadang ngerti kadang ga ngerti pakai
bahasa Sunda ga lancar, suka nanya nanya ini apa itu apa”0
“saya pribadi sih ga pernah diambil hati kalau dia mau a ya
a kalau dia mau b ya b kalau saya mah ga diambil pusing
woles saja santuy” 0

0
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 17 Agustus 2020 pukul
19.00 WIB di Kedai Dapur Anugrah
0
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 11 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
97

d. Sering Mengadakan Pertemuan Non Formal


Agar sebuah anggota bisa lebih akrab lagi antar anggota
yang lain juga, senior atau pengurus seringkali mengadakan acara
makan makan bersama sehingga mereka dapat saling bertukar
informasi yang lebih banyak lagi.

“karena sering kumpul jalan jalan, Makan bareng, ka mall ,


tempat wisata dll.”0
“suka kolaborasi, sempet kolaborasi sama budaya Sunda
pencak silat juga ada jadi bagus juga sih, ingin mendekatkan
dari yang namanya perbedaan saling menghargai”0
“bercandanya mereka tidak dibawa ke hati, udah jadi sodara
sih maksudnya dalam segi apapun menurut saya pribadi
lebih terbuka aja. Malah saya juga akrab sama orang tuanya
kita juga datang ke rumahnya, walaupun mereka asli Totok”
0

2. Faktor Penghambat Komunikasi dan Solusinya


Adapun faktor penghambat dalam komunikasi antar Etnis
Tionghoa dan Sunda adalah pada perbedaan Bahasa. Perbedaan
bahasa membuat mereka merasa kesulitan untuk melakukan
komunikasi yang lebih lanjut, terkadang salah mengartikan dan
terkadang juga salah menafsirkan. Kemudian untuk mengatasi itu
solusinya dengan cara bertanya langsung apa yang tidak di

0
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020 pukul
18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 11 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
0
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
98

mengerti ke budaya asing atau memilih menggunakan bahasa


utama (Indonesia).

Faktor Penghambat dan


NO Faktor Pendukung
Solusinya
1. Keterbukaan Bahasa
Solusinya : dengan cara
Kesamaan hobi dan tujuan yang bertanya langsung apa yang
2.
sama tidak di mengerti ke budaya
Persamaan persfektif/cara asing atau memilih
3.
pandang/pola pikir menggunakan bahasa
Sering mengadakan pertemuan utama (Indonesia).
4.
nonformal
5. Mengerti kondisi

Tabel 4.3
Faktor pendukung dan faktor penghambat komunikasi
antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda serta solusinya.
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menggunakan
pendekatan Etnografi komunikasi dengan metode penlitian
kualitatif deskriptif, menurut penulis etnografi komunikasi
dengan kualitatif deskriptif saling mendukung dan berkaitan baik
dalam proses pengambilan data maupun teknis penyusunan nya.
Etnografi komunikasi merupakan sebuah pendekatan
penelitian dengan mendeskripsikan kegiatan atau pola prilaku
budaya dalam suatu masyarakat secara sistematis. Etnografi
merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami
cara orang orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena
teramati dalam kehidupan sehari hari. Etnografi lazimnya
bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik,
yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material.0 Adapun
implementasi dari pendekatan Etnografi Komunikasi dalam
penelitian ini terwujud dalam rumusan masalah penelitian yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
Untuk mendapatkan data penulis menggunakan teori
Anxiety/Ancertainty Management (AUM) teori ini menjelaskan
bagaimana pengurangan kecemasan dan ketidakpastian seseorang
dalam komunikasi antar budaya dapat meningkatkan kualitas
komunikasi. Penulis memilih teori ini karena memang dimensi
atau aspek aspek dalam teori ini berhubungan dengan pendekatan
penelitian tentunya rumusan masalah penulis dalam penelitian ini,

0
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, 2012), h. 50-51

99
100

berikut aspek aspek dari penelitian ini berdasarkan teori


Anxiety/Ancertainty Management (AUM).
1. Diri dan Konsep Diri
Konsep diri ini bermakna seberapa bangga atau percaya
diri seorang anggota budaya ketika berkomunikasi dengan
orang asing, untuk itu penulis membuat pertanyaan sebagai
berikut :
a. Apa motivasi anda untuk bergabung di komunitas
Persaudaraan Gie Say?
b. Bagaimana perasaan atau kesan anda saat pertama kali
berkomunikasi dengan orang asing ?
2. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing
Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing akan
mempengaruhi kualitas komunikasi atau pola komunikasi.
Dalam hal ini penulis ingin mengetahui faktor apa yang
membuat etnis Tionghoa termotivasi untuk berkomunikasi satu
sama lain dengan pertanyaan, bagaimana anda bisa termotivasi
untuk berkoomunikasi dengan mereka ? apa penyebabnya ?
3. Reaksi terhadap orang asing
Reaksi terhadap orang asing akan mempengaruhi seberapa
kuat motivasi seseorang dalam berkomunikasi. Dalam poin ini
penulis ingin mengetahui aspek verbal dan nonverbal ketika
etnis Tionghoa dan Sunda saling berkomunikasi dengan
membuat beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Saat pertama kali berkomunikasi dengan orang asing apa
yang pertama kali anda sampaikan/ tunjukkan
(verbal/nonverbal )?
101

b. Apa saja kegiatan yang anda lakukan ketika bekomunikasi


dengan orang asing ?
c. Adakah hal hal yang membuat anda tidak nyaman ketika
berkomunikasi dengan orang asing ?
d. Apabila anda tidak nyaman saat berkomunikasi dengan
orang asing bagaimana anda menujukan nya ?
4. Kategori sosial dari orang asing
Kategori sosial dalam poin ini yaitu pandangan atau
perspektif seseorang terhadap budaya asing. Pandangan atau
prespektif terhadap budaya asing yang memandang aneh aneh
atau unsur negatif tentunya akan mempengaruhi jalannya
komunikasi, untuk itu penulis ingin mengetahui :
a. Apa prespektif anda terhadap budaya orang asing?
b. Apakah anda mencari informasi terlebih dahulu sebelum
berkomunikasi dengan orang asing ? jika Ya, Jelaskan
dengan cara apa anda mencari Informasi.
5. Proses situasional
Proses situasional adalah bagaimana proses komunikasi
yang terjadi antar etnis etnis Tionghoa dan etnis Sunda.
Mengenai bahasa apa yang digunakan, melakukan apa saja dan
lainnya, berikut beberapa pertanyaannya :
a. Bagaimana anda menggunakan bahasa dengan orang
asing ?
b. Berdasarkan pengalaman anda apa saja yang membuat
anda bisa lebih akrab dengan mereka ?
c. Apakah ada persamaan dan perbedaan prespektif (berbeda
prilaku/ sikap/ kepercayaan) dengan orang asing ?
102

d. Bagaimana/ apa saja persamaan dan perbedaan


kebudayaan mereka dengan anda ?
e. Apakah perbedaan itu menjadi penghambat dalam
interaksi mereka dengan anda ?
f. Bagaimana anda mengatasi perbedaan tersebut ?
6. Koneksi dengan orang asing
Poin terakhir ini adalah bagaimana etnis Tionghoa dan
Sunda melakukan komunikasi yang lebih lanjut apakah
melalui media sosial atau lainnya, untuk mengetahui seberapa
dekat hubungan komunikasi mereka, berikut pertanyaan nya :
a. Apakah anda melakukan komunikasi yang lebih lanjut
melalui media lain dengan orang asing (Tionghoa/Sunda)
seperti media sosial ? jika ya, sebutkan melalui media apa,
dan bagaimana caranya.
b. Adakah perubahan sikap setelah lama berkomunikasi
dengan orang asing ?

A. Analisis Proses Adaptasi Budaya etnis Tionghoa dan


Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Menurut Gerungan adaptasi adalah penyesuaian diri
terhadap lingkungan. Penyesuaian diri berarti mengubah diri
pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan atau bisa juga berarti
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan yang diinginkan. 0
Proses adaptasi budaya menjadi hal utama dalam
terciptanya harmonisasi dalam sebuah komunitas budaya. jika
dalam awal proses adaptasinya dapat berjalan baik, maka dapat
0
W.A. Gerungan 2004. Psikologi Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama,
2004), h. 55
103

dipastikan komunikasi antarbudaya dalam komunitas itu juga


akan berjalan baik kedepannya. Hasil dari proses adaptasi budaya
akan menentukan sebuah iklim dalam komunitas itu sendiri.
Sebagaimana penulis paparkan proses adaptasi budaya antar
etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas Gie Say ini. Terdapat 5
Fase dalam proses adaptasi komunikasi antarbudaya diantaranya
fase perencanaan, fase bulan madu (honeymoon), fase frustasi
(frustration), fase penyesuaian ulang (redjusment), fase resolusi
(resolution).
1. Fase Perencanaan
Fase perencanaan adalah tahap ketika seseorang masih
berada pada kondisi asalnya dan menyiapkan segala sesuatu,
mulai dari ketahanan fisik sampai kepada mental, termasuk
kemampuan komunikasi yang dimiliki untuk dipersiapkan,
yang nantinya digunakan pada kehidupan barunya. 0
Dalam fase perencanaan ini, yang dilakukan etnis
Tionghoa adalah lebih memerhatikan kondisi lingkungan
sekitar masyarakat, sehingga ketika di komunitas sudah bisa
berkomunikasi dengan baik. Etnis Tionghoa dalam proses ini
juga memerhatikan sikap dan karakter anggota etnis sunda
sehingga tau bagaimana dia harus bersikap.
Kemudian dengan etnis Sunda juga demikian melakukan
proses perencanaan dengan mecari tahu kepada saudara nya
yang sesama etnis Tionghoa sehingga orang Sunda juga sudah
banyak tau melalui kerabat nya yang ber etnis Tionghoa, selain

0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
104

itu etnis Sunda disini juga sudah sering melihat atraksi barong
sebelum gabung di komunitas sehingga lebih terbiasa.
Fase perencaan dalam tahap ini masing masing anggota
antar etnis sudah saling lebih mengenal kebudayaan asing nya
bagi mereka.
2. Fase Bulan Madu (honeymoon)
Fase bulan madu (honeymoon) Fase ini merupakan fase
seseorang telah berada di lingkungan barunya dan merasa
bahwa ia dapat menyesuaikan diri dengan budaya baru yang
menyenangkan karena penuh dengan orang-orang baru, serta
lingkungan dan situasi baru. Tahap ini adalah tahap seseorang
masih memiliki semangat dan rasa penasaran yang tinggi serta
menggebu-gebu dengan suasana baru yang akan dijalani.0
Dalam tahap ini etnis Tionghoa memberikan stimuli
kepada anggota etnis Sunda untuk bisa akrab dan berbaur
dengan mereka, etnis Tionghoa melakukan berbagai
pendekatan baik personal maupun secara kelompok sehingga
etnis Sunda merasa nyaman berkomunikasi dengan mereka.
Pada tahap ini etnis Tionghoa sangat terbuka dengan etnis
Sunda dan anggota etnis Sunda pun merasa nyaman dan dapat
menerima perbedaan budaya dalam komunitas.
3. Fase Frustasi (frustration)
fase frustasi (frustration) atau sebuah periode ketika daya
tarik akan hal-hal baru dari seseorang perlahan-lahan mulai
berubah menjadi rasa frustasi, bahkan permusuhan, ketika

0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
105

terjadi perbedaan awal dalam hal bahasa, konsep, nilai-nilai


simbol-simbol yang familiar.0
Dalam fase ini etnis Tionghoa meskipun sduah terbiasa
mendengar Bahasa Sunda namun rupanya tidak semua
mengerti dan paham dengan Bahasa Sunda dalam hal kata
maupun makna nya terkadang perbedaan dialek juga membuat
makna kata berbeda. Kemudian dengan etnis Sunda yang
beragama Islam merasakan fase ini pada saat ritual
sembahyang dimana mereka dituntut untuk bersikap toleran
terhadap adat mereka.
4. Fase Penyesuaian Ulang (redjusment)
Fase penyesuaian ulang (readjustment) yaitu ketika
seseorang mulai menyelesaikan krisis yang dialami pada fase
frustasi. Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian
ulang dari seseorang untuk mulai mencari cara, seperti
mempelajari bahasa, simbol-simbol yang dipakai, dan budaya
dari penduduk setempat.0
Etnis Tionghoa yang terkadang kesulitan mempelajari
Bahasa Sunda menengahi nya dengan bertanya menggunakan
bahasa Indonesia, sehingga perkara mengenai perbedaan
bahasa disini tidak telalu menjadi penghambat yang besar.
Sedangkan etnis Sunda yang merasa Frustasi dengan
perbedaan adat dalam hal kepercaayn itu pun memutuskan

0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375

0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
106

untuk lebih mendukung dan menghormati budaya adat di


komunitas dengan tanpa meyangkut pautkan dengan agama.
5. Fase Resolusi (resolution)
Fase resolusi (resolution) atau tahap terakhir dari proses
adaptasi budaya. Tahap ini berupa jalan terakhir yang diambil
seseorang sebagai jalan keluar dari ketidaknyamanan yang
dirasakannya.0
Ada dua karakter etnis Tionghoa yang mengalami fase ini,
diantaranya :
a. Lebih memilih untuk mengangguk saja dan berusaha
menghindar tidak berkomunikasi,
b. Anggota etnis Tionghoa lebih sering menggunakan bahasa
Sunda dalam kehidupan sehari harinya, hingga dialek atau
nada bicara nya mengikuti.
Sedangkan Etnis Sunda dalam fase ini adalah
mempraktikan Bahasa Mandarin dalam bentuk salam sapa, dan
menggunakan panggilan ko untuk anggota laki laki di
komunitas dan panggilan untuk perempuan di anggota
komunitas.
Tercapainya adaptasi antar budaya yang maksimal adalah
ketika masing-masing individu pendatang dan individu budaya
setempat saling menerima budaya mereka satu sama lain.

0
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
107

B. Analisis Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota


Komunitas Persaudaraan Gie Say Sukabumi
Komunikasi  Antar Pribadi adalah komunikasi yang
dilakukan dengan akrab dan sangat mengenal antara orang orang
yang di dalamnya terbatas dan kecil, yang mana diantaranya lebih
saling kenal mengenal.0
Devito mengungkapkan ada beberapa elemen dalam
komunkasi antar Pribadi diantara nya Sumber-Penerima (Source-
Receiver), Encoding-decoding, Kompetensi, Pesan,
Channel (saluran), Noise (gangguan), Konteks, Effects (akibat),
Etika. 0
Berdasarkan elemen menurut Devito diatas, penulis akan
mengklasifikasikan beberapa bentuk komunikasi yang terjadi di
komunitas Persaudaraan Gie Say antar etnis Tionghoa dan Sunda.
Berikut beberapa bentuk komunikasi yang terjadi :
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal yang terjadi antar etnis Tionghoa dan
Sunda di Sukabumi adalah mereka menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa utama ketika berkomunikasi namun
mereka juga sering menggunakan Bahasa Mandarin mereka juga
menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa kedua, karena
memang kondisi lingkungan yang menggunakan bahasa Sunda,

0
Silvia Hanani, Komunikasi Antarpribadi Teori dan Praktik,
(Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2017) , h. 16

0
Diodiputra, Apa Saja Unsusr Unsur dari Komunikasi Interpersonal?,
Dictio, https://www.dictio.id/t/apa-saja-unsur-unsur-dari-komunikasi-
interpersonal/16241, ditulis pada 1 Desember 2019 diakses pada 3 September
2020.
108

meskipun tidak semua kata bisa di mengerti oleh anggota etnis


Tionghoa.
Meskipun begitu tidak jarang orang Tionghoa yang
bercanda dengan orang Sunda menggunakan bahasa Sunda kasar
dan dijadikan bahan candaan bersama orang sunda itu sendiri,
keadaan ini membuat hubungan mereka semakin akrab. Orang
sunda pun sudah terbiasa dengan etnis Tionghoa yang sering
menyapa menggunakan bahasa Mandarin seperti Ni hao, Ni hao
Ma, dll.
Di komunitas, baik pada saat latihan, rapat maupun
pertemuan lainnya mereka mengunakan panggilan Ko untuk laki
laki dan panggilan Ci untuk perempuan meskipun di dalam nya
terdapat anggota dari budaya lain, namun nampaknya budaya
asing dapat menyesuaikan budaya dominan yang menjadi budaya
utama di komunitas ini.
2. Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi nonverbal antar etnis Tionghoa dan
Sunda di komunitas ini adalah pertama, ketika di awal pertemuan
mereka saling bertemu mereka menggunakan salam sapa yaitu
salam persaudaraan salam persaudaraan ini adalah etika salam di
komunitas ini dengan mengepalkan tangan kanan kemudian
tangan kiri mengepal tangan kanan, di awal pertemuan mereka
seringkali melakukan salam persaudaraan meskipun dalam adat
sunda salam pertemuan adalah hanya merapatkan atau
menempelkan kedua telapak tangan di depan dada dan kemudian
bungkukkan, namun etnis Sunda disini menghargai budaya
komunitas dan menerimanya.
109

Selain itu, unsur komunikasi non verbal yang terjadi adalah


pada saat etnis Tionghoa maupun etnis sunda tidak mengerti
dalam hal perbedaan bahasa, etnis Tionghoa menunjukkannya
dengan tertawa, mengerutkan kening dan menggelengkan kepala
bahkan memilih diam pada saat tidak mengerti bahasa sunda.
Kemudian orang Sunda saat tidak mengerti Bahasa Mandarin
yaitu dengan cara mengeritkan kening dan menggelengkan
kepala.
Pengungkapan secara nonverbal sangat berguna dalam
penegasan penegasan, pengulangan, pengayaan, pengayaan atau
pelengkap, dan penyindiran dalam komunikasi kita sehari hari. 0
3. Sikap yang ditunjukkan
Sikap yang ditunjukkan oleh etnis Tionghoa adalah
terbuka karena mereka memiliki sebuah presprektif atau pola
pikir yang sama yakni mereka tidak memandang budaya asing itu
asing bagi mereka, mereka baik itu dari etnis Tionghoa maupun
Sunda tidak beranggapan aneh aneh terhadap budaya asing
meskipun pada hakikat nya mereka tetap waspada terhadap
perbedaan budaya diantara mereka dan kemudian menyesuaikan.
Adapun sikap yang di tunjukkan etnis Sunda adalah
ketertarikan dan rasa ingin tau yang tinggi terhadap budaya asing
(Tionghoa) mereka terbuka dengan segala perbedaan, baik itu
perbedaan prilaku, norma, maupun agama. Etnis Tionghoa tetap
menghargai dengan mengikuti segala bentuk kegiatan di

0
Silfia Hanani, Komunikasi Antarpribadi Teori dan Praktik,
(Yogyakarta : A-Ruzz Media, 2017), h. 158
110

komunitas ini, hanya satu yang mereka jaga yaitu kepercayaan


agama nya.
4. Isi pesan dalam komunikasi
Isi pesan dalam komunikasi menunjukkan seberapa dekat
hubungan mereka di komunitas itu. pada saat pertama kali
anggota Sunda masuk komunitas ini, etnis Tionghoa cenderung
menjadi komunikator dan etnis Sunda sebagai komunikan. Pada
saat etnis Tionghoa memerankan tugas nya ia menjadi
komunikator yang berusaha membuat komunikan (etnis Sunda)
merasa nyaman. Pada saat etnis sunda sudah merasa nyaman
mereka berkomunikasi dengan baik tanpa ada yang mendominasi.
Adapun percakapan yang sering mereka meliputi sejarah
komunitas, sejarah barongsay, tentang perlombaan barongsay, dll.
Mereka memulai obrolan dengan hal hal yang berkaitan dengan
komunitas tetapi pada saat suasana komunikasi sudah mengalir
tak jarang mereka membicarakan hal hal yang berkaitan dengan
liburan, masak masak, tentang komunitas ikan,tempat wisata dll.
Menurut pandangan penulis isi pesan antar etnis Tionghoa
dan Sunda ini sudah termasuk dekat karena penulis juga
menemukan data di internet yang sudah penulis paparkan di bab
sebelumnya terkait hubungan anggota Sunda dan Tionghoa yang
di posting di sosial media Facebook. Pada saat observasi, penulis
juga melihat komunikasi mereka lancar dan tidak kaku.
5. Kegiatan yang sering dilakukan
Poin ini juga penulis paparkan untuk melihat hubungan
antar etnis Tionghoa dan Sunda di Sukabumi. Adapun kegiatan
yang sering etnis Tionghoa dan Sunda lakukan di komunitas
111

adalah yang pertama tentunya latihan barong, kemudian bercerita


tentang barongsay, dan kegiatan lain seperti liburan, makan
makan, jalan jalan ke Mall, hingga kolaborasi budaya.
Mereka pernah melakukan kolaborasi budaya antar
budaya Sunda dan Tionghoa pada saat itu etnis Sunda dengan
budayanya yaitu pencak silat dan etnis Tionghoa dengan
barongsay itu sendiri. kegiatan mereka lakukan ini mencerminkan
sikap saling mendukung antarbudaya.
6. Media yang digunakan
Untuk media komunikasi mereka tidak hanya secara
langsung bertatap muka di komunitas mereka juga melakukan
komunikasi di media sosial atau di grup WhatsApp. Di media
sosial seperti Facebook dan Instagram mereka lebih sering
berkomunikasi di kolom komentar.
Jika dalam pertemuan langsung mereka dapat
menghindari konflik dan hambatan budaya, maka komunikasi
antarbudaya melalui media juga dapat lebih meminimalisir
terjadinya konflik. Karena dapat lebih berhati hati karena sifat
media dengan jarak yang tidak mengharuskan memberikan
feedback secara langsung.
7. Efek komunikasi
Efek komunikasi yang dimaksud dalam poin ini adalah
sebuah sikap atau prilaku yang berubah dari masing individu
budaya setelah melalui proses komunikasi bersama orang asing.
Adapun sikap orang Tionghoa setelah lama berkomunikasi
dengan orang Sunda di komunitas adalah lebih terbuka dan lebih
112

luwes menerima budaya Sunda, mereka lebih mudah berbaur


dengan masyarakat.
Sedangkan perubahan sikap etnis Sunda setelah lama
berkomunikasi dengan orang Tionghoa adalah lebih Openminded
dan bisa lebih menghargai perbedaan. Setelah beberapa konflik di
komunitas yang berkaitan dengan agama anggota etnis Sunda
bisa lebih luas menerima perbedaaan dan menyadari bagaimana
ia harus bersikap dan menghargai adat dan perbedaan tersebut.
Berdasarkan pemaparan penulis mengenai proses adaptasi
dan pola komunikasi Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas
Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi maka penulis menemukan
sebuah fakta bahwa ada beberapa budaya dari Sunda maupun
budaya Tionghoa yang mengalami perubahan atau pun
pergeseran. Beberapa budayanya yaitu :
a. Bentuk Salam Sapa
Etnis Sunda yang sudah terbiasa melakukan salam dengan
merapatkan kedua telapak tangan di depan dada kemudian
membungkukkan sedikit badan, ketika di komunitas etnis
Sunda harus menggunakan salam persaudaraan. Yakni
dengan cara mengepalkan tangan kanan dan tangan kiri
mengepal tangan kanan di depan dada kemudian
membungkukkan badan. Hal ini menjadi wajar karena
memang budaya di komunitas yang mengharuskan anggota
etnis Sunda menghargai apa yang menjadi budaya dominan.
b. Bahasa
Untuk bahasa utama di komunitas Gie Say menggunakan
Bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Bahasa Mandarin yang
113

seharusnya menjadi bahasa utama sebagai budaya dominan di


komunitas ini sudah tidak lagi digunakan. Bahasa Mandarin
hanya di gunakan untuk istilah tertantu saja missal nama
komunitas juga berbahasa Mandarin, salam Sapa Ni Hau, Ni
Hau Ma sebagai formalitas di budaya ini itu masih sering
digunakan oleh orang Tionghoa maupun Orang Sunda di
Komunitas ini.
Panggilan nama pun etnis sunda di komunitas ini
menggunakan istilah Ci untuk Perempuan dan Ko untuk laki
laki. Istilah Akang dan teteh di komunitas ini tidak
digunakan.
c. Budaya makan
Pada saat kumpul dan makan bersama terlihat budaya Sunda
yang seringkali makan menggunakan tangan dan piring
berbeda dengan etnis Tionghoa yang makan nya
menggunakan sumplit dan mangkuk. Dalam perbedaan ini
etnis Sunda menghargai dan menjadikannya sebagai wawasan
baru dan ini menjadi corak perbedaan kebudayaan Tionghoa
dan Sunda tidak mengharuskan untuk etnis Sunda dan yang
lainnya mengikuti budaya ini.

d. Kepercayaan
Etnis Tionghoa dan Sunda memiliki latar kepercayaan yang
berbeda namun sama sama tidak saling mempengaruhi.
Kepercayaan etnis dominan tidak memaksakan untuk gabung
dan pindahg kepercayaan kepada anggota yang berbeda
agama. Namun tetap harus menghomati budaya dominan.
114

Seperti misalnya pada saat acara ritual sembahyang


barongsay dimana ritual ibadah nya itu menggunakan
kepercayaan agama Budha (budaya dominan) maka etnis
Sunda harus menghargai dan mengikuti kepercayaan atau
ritual ibadah budaya dominan tersebut.
Beberapa poin di atas terbentuk tidak lain karena proses
faktor pendukung dan penghambat yang terjadi dalam komunitas
yang telah penulis paparkan di Bab Sebelumnya seperti saling
menghargai dan menghormati, keterbukaan antar masing masing
anggota budaya, dan dapat meminimalisir atau tidak membesar
besarkan sebuah konflik. Berikut penulis rangkum hasil dari
penelitian ini yang menyangkut proses adaptasi budaya dan pola
komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan Sunda sebagai
berikut :

Nilai Dakwah
Budaya Budaya Yang
No Etnis dalam
Yang Hilang Bertahan
Penulisan
115

Bentuk
Bahasa komunikasi
Mandarin Salam Sapa,
Nilai Nilai
Sebagai Budaya Makan,
1. Tionghoa Toleransi yang
bahasa utama kepercayaan,
ditunjukan
etnis kata panggilan
oleh Etnis
Tionghoa orang kedua
Tionghoa dan
Cici dan Koko
Sunda seperti
Bentuk Keterbukaan,
komunikasi saling
Salam Sapa, Bahasa Sunda Menghormati
kata sebagai bahasa dan
2. Sunda panggilan sehari hari, Menghargai
orang kedua Budaya Makan, (Q.S Al-
akang teteh Kepecayaan. Hujarat : 13)
menjadi Cici
dan Koko
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan Kajian teoritis, hasil temuan data dan
pembahasan penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses adaptasi budaya yang terjadi di komunitas
Persaudaraan Gie Say adalah, fase perencanaan, fase bulan
madu (honeymoon), fase frustasi (frustation), fase
penyesuaian ulang (redjustment), dan fase resulusi
(resolution).
2. Pola komunikasi antar pribadi yang terjadi di komunitas
Persaudaraan Gie Say meliputi aspek komunikasi verbal,
komunikasi non verbal, sikap yang ditunjukkan, isi pesan
dalam komunikasi, kegiatan yang sering dilakukan, media
yang digunakan, serta efek komunikasi nya seperti apa.
3. Dari proses adaptasi dan dan pola komunikasi etnis Tionghoa
dan Sunda dapat diketahui bahwa ada beberapa budaya yang
hilang dan budaya yang masih bertahan dari masing masing
etnis di komunitas ini. Adapun budaya etnis Tionghoa yang
masih bertahan adalah Bentuk komunikasi Salam Sapa,
Budaya Makan, kepercayaan, kata panggilan orang kedua
yaitu Cici dan Koko, sedangkan budaya etnis Sunda yang
masih bertahan adalah Bahasa Sunda sebagai bahasa sehari
hari, Budaya Makan, Kepercayaan. Kemudian budaya etnis
Tionghoa yang hilang adalah Bahasa Mandarin Sebagai
bahasa utama etnis Tionghoa, sedangkan etnis Sunda Bentuk

116
117

komunikasi Salam Sapa, kata panggilan orang kedua akang


teteh menjadi Cici dan Koko
4. Beberapa Faktor perubahan budaya tersebut di pengaruhi oleh
faktor pendukung dan penghambat nya yaitu sebagai berikut
keterbukaan, kesamaan hobi dan tujuan, persamaan
perspektif/cara pandang/ pola pikir, sering mengadakan
pertemuan non formal, serta saling mengerti kondisi dan
situasi. Serta faktor penghambatnya adalah Bahasa.

B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Penulis menyetujui dengan teori Anxiety/Uncertanity
Management (AUM) bahwasanya semakin rendah nya tingkat
kecemasan dan ketidakpastian seseorang dalam komunikasi
antarbudaya akan membuat komunikasi lebih harmonis dan
berjalan baik. Dapat terlihat dari proses adaptasi dan pola
komunikasi antar pribadi etnis Tionghoa dan Sunda yang
telah penulis paparkan dalam bab bab sebelumnya.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai rujukan untuk
Universitas dan komunitas Persaudaraan Gie Say , serta
menambah pengetahuan dan wawasan untuk masyarakat
dalam pengembangan prilaku komunikasi antarbudaya.

C. Saran
1. Untuk Komunitas Persaudaraan Gie Say
Dalam rangka memperluas dan mengenalkan lagi nama
komunitas Persaudaraan Gie Say di Sukabumi kiranya dapat
118

memasifkan kembali sebaran sebaran kegiatan komunitas Gie


Say di media sosial, sehingga akan lebih banyak masyarakat
sunda yang lebih mengenal komunitas Persaudaraan Gie Say
yang sangat berperan sebagai identitas budaya Tionghoa yang
unggul di kota Sukabumi.
2. Untuk Peneliti Selanjutnya
Komunitas ini menurut pandangan peneliti unik untuk
dikaji namun selain komunikasi antarbudaya, komunikasi
agama juga menarik untuk dikaji. Sehingga penulis
menyarankan untuk peneliti selanjutnya mengkaji ranah
komunikasi antar agama dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Ahmad Sutra Rustan, d. N. (2017). Pengantar Ilmu Komunikasi.


Yogyakarta: DeePublish.

Akbar, H. U. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT.


Bumi Aksara.

Aminuddin. (2000). Sosiologi : Suatu Pengenalan Awal. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Bagus, L. (1996). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Buku Peringatan 100 Tahun Vihara Widhi Sakti Kelenteng Bie


Han Khong. (2012). Sukabumi.

Bungin, B. (2009). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana


Prenada Media Grup.

Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.


Radja Grafindo Persada.

Clifford Geertz, M. (1986). Dinamika Sosial Sebuah Kota di


Jawa. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.

Dedi Mulyana, J. R. (2005). Komunikasi Antarbudaya. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Djamarah. (2004). Pola Komunikasi Orangtua dan Anak Dalam


Keluarga. Jakarta: PT. Renaka Cipta.

Effendi, O. U. (2007). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Endraswara, S. (2012). Metodologi Penelitian Kebudayaan .


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

119
120

Gerungan, W. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT Reflika


Aditama.

Haviland, W. A. (1985). Antropologi, Jilid 1 . Jakarta: Erlangga.

Herdiansyah, H. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:


Salemba Humanika.

Juddi, M. F. (2019). Komunikasi Budaya dan Dokumrntasi


Kontemporer. Bandung: Unpad Publisher.

Kebudayaan, D. P. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Keesing, R. M. (1989). Antropologi Budaya, Suatu Prespektif


Kontemporer, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Koentjaraningrat. (1993). Kebudayaan Mentalitas dan


Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Liliweri, A. (2004). Dasar Dasar Komunikasi Antarbudaya.


Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Liliweri, A. (2009). Makna Budaya Dalam Komunikasi


Antarbudaya. Yogyakarta: Pt. LKis Prinitng Cemerlang.

Muhammad, A. (1995). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi


Aksara.

Mulyana, D. (2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.


Bandung: PT. Remadja Rosda Karya.

Nasrullah, R. (2018). Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya


Siber. Jakarta: Prenada Media Group.

Nasution, Z. (1993). Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Nursalam. (2008). Konsep dan Metode Kepperawatan. Jakarta:


Penerbit Salemba.
121

Nuruddin. (2008). Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT.


Rdja Grafindo Persada.

Philep M. Regar, E. K. (2014). Pola Komunikasi Antarbudaya


dan Identitas Etnik. Jurnal Acta Diuma.

Ruliana, P. (2004). Komunikasi Organisasi Teori dan Studi


Kasus. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada.

Setiawan, A. A. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi:


Jejak Publisher.

Shoelhi, M. (2015). Komunikasi Lintas Budaya Dalam


Dinamika. Bandung: Simboisa Rekatama Media.

Sihabudin, A. (2013). Komunikasi Antarbudaya Satu Perspeltif


Multi dimensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi (Judul Asli the


Etnografi Interview). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, A. (2020). Buku Ajar Teori Teori Komunikasi.


Yogyakarta: Deepublish.

Widiawati, N. (2020). Metodologi Penelitian : Komunikasi


Penyiaran Islam. Tasikmalaya: Edu Publisher

JURNAL

Iswatiningsih, D. (n.d.). Etnografi Komunikasi : Sebuah


Pendekatan Dalam Mengkaji Masyarakat Tutur
Perempuan Jawa. SEMINAR NASIONAL PRASASTI
(Pragmatik: Sastra dan Linguistik) , 38.
122

Oktolina Simatupang, L. A. (2015). Gaya Berkomunikasi dan


Adaptasi Budaya Mahasiswa Batak di Yogyakarta. Jurnal
Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 5, Juli 2015,
321.

Pengertian Pola. (2020, 04 14). Retrieved 03 03, 2020, from


Wikipedia Ensiklopedia Bebas:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pola

Utami, L. S. (2015). Teori Teori Adaptasi Antarbudaya. Jurnal


Komunikasi ISSN 2085-1979 Vol. 7, No. 2, Desember
2015, 186.

INTERNET

(2009, 04 11). Retrieved 07 22, 2020, from Deskripsi Grup


Facebook: https://facebook.com/groups/giesay/about

Azanella, L. A. (2019, 03 30). CEK FAKTA : Jokowi Sebut ada


714 Suku dan 1001 Bahasa di Indonesia. Retrieved 07 12,
2020, from Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/30/21441421/c
ek-fakta-jokowi-sebut-ada-714-suku-dan-1001-bahasa-di-
indonesia.

Diodiputra. (2019, Desember 1). Apa Saja Unsur Unsur dari


Komunikasi Interpersonal. Retrieved September 03, 2020,
from Dictio: https://www.dictio.id/t/apa-saja-unsur-unsur-
dari-komunikasi-interpersonal/16241

Pengertian dan Jenis Jenis Komunitas Menurut Ahli. (n.d.).


Retrieved Agustus 2, 2020, from Binus University
Community Development Academic:
https://comdev.binus.ac.id/pengertian-dan-jenis-jenis-
komunitas-menurut-ahli/#:~:text=Menurut%20McMillan
%20dan%20Chavis%20(1986,berkomitmen%20untuk
%20terus%20bersama%2Dsama.
123

Prakosa, A. (2007, Desember 26). Teori Komunikasi Antar


Budaya. Retrieved Agustus 25, 2020, from Komunikasi:
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-
antarbudaya.html

Satria, B. (2017, Agustus 2). Apa Yang dimaksud dengan teori


kecemasan dan ketidakpastian Anxienty/Uncertainty
Management Theory? Retrieved Agustus 25, 2020, from
Dictio: https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-
dengan-teori-pengelolaan-kecemasan-ketidakpastian-
anxiety-uncertainty-management-theory/8925

Tionghoa.Info. (2017, 8 17). Simak 6 Fakta Seru Mengenai


Barongsai a.k.a Tarian Singa di Indonesia! Retrieved 8
15, 2020, from Tionghoa.Info:
https://www.tionghoa.info/simak-6-fakta-seru-mengenai-
barongsai-a-k-a-tarian-singa-di-indonesia/

Welianto, A. (2020, 02 06). Kasus Kekerasan yang dipicu


Masalah Keberagaman di Indonesia. Retrieved 07 12,
2020, from Kompas.com:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/1900005
69/kasus-kekerasan-yang-dipicu-masalah-keberagaman-
di-indonesia?page=all.

Windratie. (2015, Feberuari 18). Asal Usul Barongsay si


Pengusir Roh Jahat. Retrieved September 3, 2020, from
CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20150218122625-269-33073/asal-usul-barongsai-
si-pengusir-roh-jahat
LAMPIRAN

124
1. Lampiran. 1
2. Lampiran.2

PEDOMAN OBSERVASI 1

Tanggal : Senin, 27 Januari 2020


Waktu : 10.00 WIB
TemPat : Vihara Widhi Sakti
Objek : Mengetahui lingkungan Sekretariat Komunitas
Persaudaraan Gie saya di Pecinan Sukabumi.

Pada tahap observasi pertama, penulis mencari beberapa


informasi terkait lokasi yang akan penulis datangi dengan cara
bertanya ke keluarga serta tetangga yang memiliki hubungan
dengan orang Tionghoa. Lokasi yang akan pertama kali penulis
kunjungi untuk observasi adalah Odeon, di Jl. Pajagalan No. 20.
Di Odeon inilah tempat komunitas persaudaraan gie say
tumbuh sejak 68 tahun lalu. Komunitas gie say bernaung di
sebuah Vihara, yaitu Vihara Widhi Sakti, sebuah tempat
peribadatan agama Budha. Adapun sekretariat komunitas
persaudaraan gie say sendiri tepat berada di samping Vihara
Widhi Sakti dengan gerbang merah dan lampion merah juga
sebagai identitas budaga Tionghoa.
Pada hari pertama observasi penulis tidak langsung
berkunjung ke sekretariat komunitas persaudaraan gie say, tetapi
penulis lebih ingin mengetahui kondisi dan situasi lingkungan
sekitarnya terlebih dahulu.
Saat penulis mulai memasuki lingkungan pecinan di
Sukabumi tersebut (Odeon), penulis menemukan bahwa disana
banyak sekali warga Tionghoa yang membuka toko mulai dari
toko listrik, furniture rumah, ikan hias, dll. Di sekitar Vihara,
banyak kuliner dan jajanan yang penjual nya ga hanya Tionghoa
saja, tetapi juga orang Sunda ada beberapa yang jualan disana.
Namun sayang sekali dominan penjual disana tidak melebeli halal
dan non haram nya, sehingga sulit membedakan bagi warga
Sunda atau muslim yang baru pertama kali berkunjung kesana.
Kemudian dengan bismillah penulis mulai melangkahkan
kaki dan masuk ke Vihara Widhi Sakti dan di sambut oleh
penjaga Vihara Pa Oei Khing Hok yang sangat ramah sekali dan
terbuka menyambut saya.
Pada awalnya saya terkejut melihat lilin lilin yang besar
setinggi saya berada di hadapan saya, juga melihat patung patung
ibadah mereka, tetapi dengan hati lapang dan terbuka saya
berusaha terbuka dan tenang untuk mendapatkan informasi.
Disana Pa Oei Khing Hok menjelaskan bahwa disetiap hari
Minggu banyak orang yang datang ke Vihara untuk beribadah,
tidak hanya di hari minggu saja, tetapi di hari yg biasa juga
banyak orang yg melakukan ibadah. Bapak Ahmad Fahmi
Walikota Sukabumi juga sering berkunjung ke Vihara Widhi
Sakti. Ini merupakan wujud toleransi dari budaya Tionghoa juga
Pa Ahmad Fahmi sebagai Walikota Sukabumi.
Pa Oei Khing Hok Juga menjelaskan kegiatan ibadah agama
Budha kepada saya melalui handphone nya kegiatan ibadah
agama Budha di kota lain, karna pada saat itu lagi sedikit yang
berkunjung ke Vihara.
Kemudian Pa Oei Khing Hok juga menjelaskan bahwa
bulan depan kita akan adain Cap Go Meh yang sudah 8 tahun
vacuum, dan acara akan dibuat meriah, diluar Vihara juga terlihat
pengurus lilin mempersiapkan lilin lilin yg besar untuk
dinyalakan Pada acara Cap Go Meh, dan tentu salah satu yg
memeriahkan acara itu adalah barong gie say, senang bukan main
para anggota komunitas persaudaraan gie say bisa tampil di acara
Cap Go Meh yang sudah 8 tahun vacuum tersebut.
Pa Oei Khing Hok juga menuturkan bahwa di komunitas
persaudaraan gie say itu bukan hanya orang Tionghoa saja tapi
banyak orang Sunda, batak, jawa dll. Komunitas persaudaraan gie
say pada cap gomeh akan menampilkan atraksi barong gie say
itu dan barong liong.
Di akhir pertemuan Pada observasi hari ini adalah saya
dikasih oleh oleh buku ibadah agama budaya yg berjilid merah
dan berisikan nyanyian nyanyian agama Budha berbahasa
Mandarin dan bahasa Indonesia.
Kemudian di perjalanan pulang dengan arah yg berbeda
saya melihat ada sebuah masjid berdiri di belakang Vihara itu,
seketika saya berpikir bahwa ini merupakan wujud toleransi
sekali, yang mendirikan masjid itu merupakan muallaf Tionghoa.
Dan hidup rukun dikawasan pecinan Sukabumi (Odeon).
PEDOMAN OBSERVASI 2

Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2020


Waktu : 16.00 WIB
TemPat : Sekretariat komunitas persaudaraan gie say
Objek : Mengetahui proses komunikasi antar etnis
Tionghoa dan Sunda di Komunitas.

Setelah konsep penelitian rampung saya buat saya


memutuskan untuk mencari data langsung ke sekretariat
komunitas nya, diawali dari meminta izin terlebih dahulu melalui
chat di WhatsApp, ketua komunitas yang bernama ko Ciwih Pada
saat itu menerima saya untuk melakukan penelitian dan observasi
ke sekretariat nya, namun pada saat itu ia alihkan ke pengurus
nya karna kondisi yang sedang covid dan ketua komunitas betul
betul menjaga kesehatan tubuh dan menghindari covid nya.
Alhamdulillah saya disana diterima dengan sangat terbuka.
Awal mula saya memasuki ruangan gie say saya langsung
terpukai dengan ruangan nya, bau harum dupa di sekitar ruangan
nya seolah menambah ciri khas budaya peribadatan mereka,
disana terlihat sebuah barong gie say yang nampak sudah tua di
suguhi dupa dan minuman (air teh) rupa nya, setiap malam
kegiatan penyuguhan itu selalu dilakukan oleh pengurus
komunitas, sebagai wujud ritual ibadah mereka mereka terhadap
barong gie say (barong ritual). Di sekitar saya lihat juga banyak
foto foto dokumentasi sejarah mereka, ada foto salah satu pendiri
gie say juga namanya Bpk. A Cen, Ada juga tambur, tambur ialah
sebuah alat untuk musik gie say, kemudian ada juga 2 bendera
gie say yg berbeda bentuk nya menandakan bahwa gie say ini yg
sudah 68 tahun usia nya sudah sangat Panjang melewati sejarah
hingga terjadi peralihan bentuk bendera. (Terlampir), saya juga
melihat ada 3 bentuk barong disana, yg pertama barong gie say
itu sendiri, yang kedua barong liong atau bisa di sebut barong
dragon (karna bentuk nya panjang mengerupai naga), yang ketiga
barong atraksi yang jumlah pemain nya sama seperti barong gie
say yaitu sekitar 2-3 orang.
Di hari pertemuan pertama itu saya disambut oleh ko Sabar,
ko Putra, dan ci Ira. Ko Sabar merupakan pelatih wushu dan
barong samsi, ko Putra sebagai pengurus sekretariat komunitas,
dan ci Ira selaku bendahara komunitas. ko Sabar menuturkan
kePpda saya dengan sejelas jelas nya tentang sejarah gie say, dan
apa itu barongsay, dengan sangat khusyuk saya memerhatikan
dan berusaha me record nya agar tak tertinggal satu informasi
pun, namun sayang sekali kondisi pada saat itu banyak bising
suara motor dan hujan sehingga suara rekaman tidak terlalu jelas,
Namun penulis tetap mengupayakan agar hasil record nya bisa
terdengar yaitu dengan sebuah aplikasi android yg berguna untuk
meninggikan suara audio.
Kemudian setelah ko Sabar menjelaskan Panjang lebar
tentang sejarah gie say ituu, datanglah Para anggota yang lainnya,
yaitu ko Rendri biasa di sebut ko dede, ko deni, rey, dan niko.
Mereka sangat menyambut saya dengan hangat tawa dan canda.
saya jadi merasa nyaman Pada saat itu dengan mereka, disini saya
menyimpulkan bahwa hal inilah yang mereka lakukan juga Pada
anggota baru komunitas untuk bisa nyaman gabung di komunitas
persaudaraan gie say ini.
Ko Sabar adalah orang sunda beragama Islam dan sudah 20
tahun di komunitas gie say, ko Rendri juga sama sudah 20 tahun
di gie say namun dia keturunan Tionghoa asli dan beragama
Budha, kemudian ko Putra juga sama Tionghoa, Rey dan Niko
beragama Islam dan baru sekitar satu tahun gabung di komunitas.
Pada awal mereka bertemu mereka, salam sapa dengan
berjabatan tangan, saling senyum dan sapa, ada juga yang salam
pertemuan nya yaitu dengan salam persaudaraan, yaitu dengan
tangan kanan mengepal dan tangan kiri berdiri atau mengepal di
atas tangan kanan. Terkadang mereka juga salam sapa menyapa
dengan bahasa Mandarin seperti Ni Hao / Ni Hao Ma mereka
memanggil ko kepada laki laki atau ci kepada perempuan dalam
kondisi lain mereka juga memanggil nama langsung. Dalam hal
lain mereka juga bisa menyesuaikan keadaan seperti ke orang
Sunda memanggil akang atau teteh, tidak mesti di komunitas itu
memanggil dengan panggilan ko atau ci saja. Mereka sangat
terbuka dan saling berkomunikasi dengan baik.
PEDOMAN OBSERVASI 3

Tanggal : Selasa, 18 agustus 2020


Waktu : 19.00 WIB
TemPat : Sekretariat komunitas persaudaraan gie say
Objek : Mengetahui ritual sembahyang barong gie say
dan pengaruhnya terhadap proses komunikasi.

Untuk observasi ketiga ini berbeda dari sebelumnya, penulis


ingin mengetahui tentang kebiasaan orang Tionghoa dalam
ibadah ritual nya yang melibatkan barong gie say untuk
disembahyangkan, sehingga penulis ingin tau apakah proses
ritual ini berpengaruh terhadap proses komunikasi antar Etnis
Tionghoa dan Sunda di komunitas persaudaraan gie say.
Penulis merasa heran mengapa barong gie say itu dilakukan
ritual ibadah atau kenapa di sembahyang kan. Padahal jika dilihat
dari sejarah barongsay nya itu tidak ada kaitan nya dengan
masalah kepercayaan atau keagamaan. Dan apakah ini ada
berpengaruh terhadap perbedaan kepercayaan dari sesama
anggota gie say yang tentunya akan mempengaruhi pola
komunikasi mereka.
Tepat di malam itu adalah tanggal 18 Agustus itu
merupakan malan awal bulan penanggalan Imlek atau biasa di
sebut Ce It. Malam dimana besok nya barong gie say di
sembahyang kan, mereka memang sudah biasa mempersiapkan
dupa, buah buahan, lilin dan air teh untuk disuguhkan di barong
ritual gie say itu. Kemudian besok pagi nya di penanggalan
pertama awal bulan Imlek akan di sembahyangkan.
Kemudian terjadinya komunikasi penulis bersama ko
Rendri yg merupakan orang kepercayaan ketua gie say di
komunitas, ko Rendri yang kini sebagai pelatih juga logistik
dalam struktur organisasi komunitas menjelaskan bahwa sanya
dari dulu turun temurun memang barong gie say di ritual
ibadahkan sudah kepercayaan warga Tionghoa sendiri seperti itu,
dan bukan hanya barong gie say saja yang diibadahi tetapi barong
barong lain yang baru masuk juga diibadahi untuk menghormati
barong sebelumnya.
Kemudian jika melirik hasil wawancara penulis di
instagram bersama salahsatu anggota gie say yang muslim konon
katanya barong gie say itu memiliki ruh. Karena berat barong gie
say itu sendiri sangat berat mencapai 30 kg, namun untuk
memudahkan di modifikasi lagi lah oleh pembuat nya sehingga
atau dibuatkan lagi yang baru menjadi yang lebih ringan, saat ini
barong gie say sendiri ada lima, tiga yang sudah jadi dan dua
disimpan dan sedang diperbaiki. Yang tiga itu berat salah satu
nya 18 kg, kemudian 7 kg total bersama baju jadi 12 kg,
kemudian mentok barong gie say itu 8 kg paling ringan, karena
memang dalam proses pembuatan nya barong itu sendiri bukan
dari bahan yg sembarangan tetapi dari bahan bahan yang kokoh
sehingga tahan dan kuat.
Kalau dibayangkan jika mengangkat barong gie say yang
seberat itu seperti sebuah ke niscayaan, bagaimana mungkin
seseorang bisa mengangkat beban seberat itu dengan memainkan
atraksi atraksi bela diri wushu dengan waktu yg tidak sebentar.
Makanya tidak heran jika salah satu anggota bilang bahwa barong
itu setelah di ritual kan dan dimainkan sama yang ahli barong itu
menjadi terasa ringan.
Penulis juga bertanya apakah ada kaitan nya sama anggota
gie say yang berbeda agama, beliau ko Rendri menuturkan bahwa
ada anggota yang agama nya katolik dan kristen yang fanatik
terhadap barong gie say, sebenarnya orang yang beragama
Kristen tersebut ingin ikut komunitas gie say tanpa memerhatikan
perbedaan agama, namum orang Kristen tersebut tidak diizinkan
oleh pendeta nya untuk memegang dupa dan ikut barong gie say,
hingga akhirnya karna perbedaan pendapat itu anggota yg
beragama Kristen tersebut memilih untuk keluar darri komunitas.
Ada juga anggota muslim yang fanatik terhadap barong gie
say, persoalan mengenai ridak diizinkannya untuk gabung gie
say, namun anggota itu tetap ingin gabung di gie say dan
sembunyi sembunyi untuk latihan Padahal dari senior gie say pun
tidak memaksa kan. Dan tidak ada unsur saling mempengaruhi
untuk ikut agama Budha. Ya mereka sama prinsip dengan kita,
lakum diinukum waliyadiinn.
Dan sejauh inii konflik konflik soal fanatisme tadi tidak
berpengaruh terhadap pola komunikasi antar sesama anggota
komunitas, karna di komunitas gie say semua nya menjadi
menyatu satu saudara.
3. Lampiran. 3

PEDOMAN WAWANCARA

Tangga
11 Agustus 2020
l :

Tempat : Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say

Pukul : 16.45 - 18.30 WIB

Identitas Informan
Informan 1

Nama Lengkap : Perjuangan Utomo Putra

TTL : Bali, 31 Oktober 2000

Alamat : Jl. Pejagalan No.20

Agama : Budha

Status : Belum Menikah

Pekerjaan/Pendidikan : Pengurus Sekretariat Komunitas Gie Say

Sudah berapa lama di


: 3 Tahun
komunitas

Bahasa sehari hari : Indonesia

Bahasa di komunitas : Indonesia, Mandarin

Media Sosial
: Instagram :@perjuangan.utomo.putra31
: Facebook : Perjuangan Utomo Putra 31

Posisi di Komunitas : Anggota

Informan 2

Nama Lengkap : Sabar Darmawan

TTL : Sukabumi, 07 Agustus 1982

Alamat : Jl. Nyomplong Gg. Mahrif RT 03/03

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan/Pendidikan : Guru SD Budi Luhur Sukabumi

Sudah berapa lama di


: 20 Tahun
komunitas

Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda

Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda, Mandarin


: Instagram : sabardarma
Media Sosial
: Facebook : Gybran Darmawan
Posisi di Komunitas : Pelatih Wushu dan Barong Samsi

Informan 3

Nama Lengkap : Rendri Permana

TTL : Sukabumi, 20 September 1994


Alamat : Jl. Pajagalan

Agama : Budha

Status : Sudah Menikah

Pekerjaan/Pendidikan : Wiraswasta

Sudah berapa lama di


: 20 Tahun
komunitas

Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda

Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda, Mandarin

: Instagram : rendry_permana
Media Sosial
: Facebook : Rendry Permana

Posisi di Komunitas : Pelatih, Logistik.

Informan 4

Nama Lengkap : Reyhan Mahendra

TTL : Sukabumi, 29 September 2003

Alamat : Jl. Kabandungan No. 1

Agama : Islam

Status : Pelajar

Pekerjaan/Pendidikan : SMAN 3 Kota Sukabumi


Sudah berapa lama di
: 1 Tahun
komunitas

Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda

Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda

: Instagram : @rey.danendara
Media Sosial
: Facebook : rehankirito

Posisi di Komunitas : Anggota

Informan 5

Nama Lengkap : Nico Sebastian

TTL : Sukabumi, 24 Februari 2004

Alamat : Jl. Parigi No.55

Agama : Islam

Status : Pelajar

Pekerjaan/Pendidikan : SMA Mardi Yuana

Sudah berapa lama di


: 1 Tahun
komunitas

Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda

Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda

: Instagram : @Nico.sbstn
Media Sosial
: Facebook : Nicosbstn

Posisi di Komunitas : Anggota


Informan 6

Nama Lengkap : Deni Herwanto

TTL : Sukabumi, 13 Desember 1995

Alamat : Jl. Parigi

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan/Pendidikan : Wiraswasta

Sudah berapa lama di


: 20 Tahun
komunitas

Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda

Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda

: Instagram : @denidraw
Media Sosial
: Facebook : Deni Herwanto

Posisi di Komunitas : Pelatih, anggota

Pertanyaan Wawancara
c. Apa motivasi anda untuk bergabung di komunitas
Persaudaraan Gie Say?
Putra : Ingin memperdalam ilmu budaya Tionghoa,
seperti barong itu seperti apa, dan tradisi nya
bagaimana.

Sabar : Mempelajari budaya Tionghoa dan berolahraga.

Rendri : Mencari kekeluargaan, tali persaudaraan, dan


prestasi.

Rey : Karena hobi, dan dari kecil sudah sering lihat


barongsay sewaktu acara Cap Go Meh, jadi
penasaran aja sama budaya mereka.

Nico : Dari kecil sering liat Cap Go Meh, jadi suka dan
tertarik untuk gabung di komunitas nya.

Deni : Ingin melestarikan budaya etnis Tionghoa,


pengen menambah prestasi.

d. Bagaimana perasaan atau kesan anda saat pertama kali


berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda) ?

Putra : Lumayan agak bingung ketika diajak berbicara


Bahasa Sunda, tapi sedikit sedikit paham.

Sabar : Kagok, karna saya dari Sunda begitu melihat


budaya Tionghoa lebih bersikap hati hati dengan
cara berusaha memahami lingkungan sekitar
bagaimana saya harus bersikap. Tapi dari orang
Tionghoa nya sendiri ga membeda bedakan mana
orang Sunda dan yang lainnya. welcome saja,
saling menghargai. Pertama sedikit kaget juga
karna beda kan, canggung, tapi lama kelamaan
bisa cair juga.

Rendri : Seneng, bisa belajar Bahasa Sunda juga. Dan


orang Sunda nya enak enak.

Rey : Sama kayak Nico soalnya keluarga juga ada


yang chinesse. Kalau perasaan sih pertamanya
malu, beda gitu pergaulannya. Caranya dikenalin
sama keluarga yang orang cina. Dan diawal
ketemu mereka sikapnya Baik.

Nico : Kalau saya sih emang udah terbiasa dari kecil


jadi ya ga kaget, soalnya keluarga juga ada yang
keturunan orang chinese jadi emang udah biasa
aja.

Deni : Biasa aja sih, tidak terlalu memikirkan apa apa


yaa, lancar dan jalan saja komunikasinya karna
di Sukabumi juga sudah lama kan jadi sudah
terbiasa sama Bahasa Sunda. Saya berusaha
untuk menyesuaikan dan berusaha memahami
kebiasaan orang sunda.
e. Saat pertama kali berkomunikasi dengan orang
(Tionghoa/Sunda) apa yang pertama kali anda
sampaikan/ tunjukkan (verbal/nonverbal )?

Putra : Awal ketemu ya Salam sapa, kadang Bahasa


Sunda, atau juga Indonesaia.

Sabar : Memperkenalkan diri, baik baik dan respon nya


bagus kalau ketemu ucapkan salam, Ni hao ma,
Ni Hao.

Rendri : Kaget, ditambah lagi Bahasa Sunda sehari hari.

Rey : Baik dan terbuka mereka menyambut dengan


senyum dan sedikit candaan jadi ya lebih mudah
berbaur. Sempat takut juga melihat barongnya
sampai nangis. Tapi karena niat yang kuat
motivasi dalam diri untuk bisa berbaur dengan
mereka akhirnya bisa juga melawaan kecemasan
itu.

Nico : Baik, dan biasa saja sama kayak ketemu orang


chinese lainnya, sapa ke laki laki dengan
panggilan Ko dan perempuan dengan panggilan
Ci.

Deni : Yaa.. canggung engga, terbuka, salam kabar,


malu malu, lama lama malu maluin.

f. Bagaimana anda bisa termotivasi untuk berkomunikasi


dengan mereka? apa penyebabnya?.
Putra : Karna enak aja, bisa berkumpul kayak keluarga
sendiri.

Sabar : Karna ingin menambah wawasan tentang


kebudayaan Tiongkok.

Rendri : Karna Papah orang Jawa Barat, Sehari hari


Bahasa Sunda, jadi ingin lebih kenal dengan
budaya Sunda.

Rey : Karna ingin lebih tau budaya barongsay apa


artinya dan juga bagaimana kebudayaannya.

Nico : Agar bisa lebih mengenal sudut pandang budaya


asing.

Deni : Karena pengen akrab, gak ada kejelekan, dan


saling menghargai satu sama lain.

g. Apa saja hal hal yang anda lakukan ketika


berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda)?

Putra : Makan bareng, ke Mall , tempat wisata dll.

Sabar : Ngobrolin masa lampau, yang senior cerita ke


yang junior pengalaman tentang Gie Say,
latihannya harus ditingkatkan lagi, makan makan
dan masak bersama.

Rendri : Banyak bidang bidang , senam, latihan liong,


latihan barong samsi, kalau ada waktu senggang
ngobrol. Kalau lagi serius serius, kalau lagi
becanda, becanda kekeluargaan nya lebih terasa.

Rey : Ngobrol tentang sejarah Gie Say, Sekolah SMA


gimana, dll.

Nico : Bagi bagi cerita tentang sejarah Gie Say,


Liburan, pergi Cap Go Meh ke luar Kota.

Deni : Latihan, acara acara, dll.

h. Adakah hal hal yang membuat anda tidak nyaman ketika


berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda)?

Putra : Tidak ada

Sabar : Tidak ada, malah sebaliknya disini kita


diperhatikan, mendatangkan tamu dari Malaysia,
dari Tiongkok,dan yang lainnya juga.

Rendri : Tidak ada

Rey : Tidak ada

Nico : Tidak ada

Deni : Engga ada sama sekali

i. Apa prespektif anda terhadap budaya


(Tionghoa/Sunda) ?

Putra : Biasa aja tidak berpikir aneh aneh, sudah seperti


keluarga sendiri.

Sabar : Mmenurut saya pribadi sangat berharga sekali ya


buat pribadi saya juga kebetulan mempelajari
budaya ini mereka juga pada nyari ayok pengen
sama sama belajar.

Rendri : pribadi ga pernah nanggepin peredaan semua


sama cuma mungkin saya kadang ngerti kadang
ga ngerti dan pakai bahasa sunda ga lancar, suka
nnanya nanya ini apa itu apa.

Rey : Seru, asyik, justru saya bisa mengetahui budaya


tionghoa dengan itu saya bisa sharing ke teman
teman saya yang juga orang sunda agar lebih
terbuka dengan budaya Tionghoa.

Nico : Keliatan nya seru, Asyik, bisa memiliki penikiran


yang luas.

Deni : Suka kolebs, sempet kolebs sama budaya Sunda


pencak silat juga ada jadi bagus juga sih, ingin
mendekatkan dari yang namanya perbedaan
saling menghargai.

j. Apakah anda mencari informasi terlebih dahulu sebelum


berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda) ? jika Ya,
Jelaskan dengan cara apa mencari Informasi.

Putra : Tidak, tapi langsung komunikasi karna ga ragu


juga sih dan langsung bisa cair.

Sabar : Enggak, dibawa sama orangtua kesini, pada hari


Minggu kesini langsung bertanya, boleh ga ikut
latihan disini. Mereka ga nanya orang Sunda atau
engga, serius pas saya nanya ada biaya nya pun
untuk masuk ga ada disini itu bentul betul gratis.
Tujuan utama nya mereka nyari persaudaraan
tidak ada biaya malah kita disini dapat ilmu
dalam segi olahraga, belajar organisasi. Terus
terang saya ngerti organisasi disini di Gie Say.
Mulai saya jadi anggota sampai di percaya jadi
pelatih.

Rendri : Tidak sih tapi lebih mengamati saudara dan


keluarga yang orang sunda nya, jadi lama lama
terbiasa.

Rey : Ada ke ko dede (Rendri) di DM Instagram ko


boleh ikut gie say ga, datang aja minggu latihan
aja disini berdua sama Nico. Kita pas masuk ga
ditanya dari suku mana agama nya apa, Cuma
latihan hobi serius belajar disini.

Nico : Bertanya tentang komunitas di DM instagram

Deni : Di sekolah SD ada perkumpulan barongsai wajib


ikut karna udah ada di eskul sekolah. Jadi sudah
tau.

k. Bahasa apa yang anda gunakan ketika berkomunikasi


dengan orang (Tionghoa/Sunda)?

Putra : Indonesia, Sunda


Sabar : Indonesia, Sunda

Rendri : Indonesia, Sunda

Rey : Indonesia, Sunda

Nico : Indonesia, Sunda

Deni : Saya ngikutin sih, kadang belajar bahasa sunda


campur sih Indonesia juga iya.

l. Berdasarkan pengalaman anda apa saja yang membuat


anda bisa lebih akrab dengan mereka ?

Putra : Karena Sering kumpul jalan jalan

Sabar : Bercandanya mereka tidak dibawa ke hati, udah


jadi sodara sih maksudnya dalam segi apapun
menurut saya pribadi lebih terbuka aja. Malah
saya juga akrab sama orang tuanya kita juga
datang ke rumahnya. Walaupun mereka asli
Totok.

Rendri : Disini yang tua tua nya bisa ngikutin yang senior
nya terbuka sama anggota baru.

Rey : Sehobi dengan mereka, mau terbuka, ga membeda


bedakan.

Nico : Mereka terbuka dengan kita dan tidak membeda


bedakan.
Deni : Asyik dibwa becanda ga pundungan, ga dibawa
kehati, di bawa have fun aja.

m. Apakah ada persamaan dan perbedaan prespektif


(berbeda prilaku/ sikap/ kepercayaan) dengan orang
asing ?

Putra : Sama sama sih karena ketika di Gie Say


semuanya menyatu

Sabar : Persamaanya kalau misalnya ketemu suka sama


sama saling menyapa dan tanya kabar baik itu
pakai bahasa mandarin atau Bahasa Indonesia,
kalau perbedaan nya dalam segi bahasa dan
agama tapi tetap saling menghargai dan
menghormati.

Rendri : Iya ada dari segi karakter

Rey : Ada pasti, seperti beda agama, budaya

Nico : Dari fisik juga beda beda sih

Deni : Iya ada sih setiap orang orang punya ego masing
masing

n. Bagaimana/ apa saja persamaan dan perbedaan


kebudayaan mereka dengan anda ?
Putra : Bahasa ya yang paling menonjol karna sampai
sekarang saya belum bisa bahasa Sunda
Sabar : Gaya bicara beda yang Tionghoa kadang panggil
loe gue, tapi kembali ke sifat orangnya masing
masing juga sih.

Rendri : Kalau di budaya Tionghoa sekali nya udah


kecewa sama seseorang itu ga akan di percaya
lagi, terus kalau minjemin uang ga akan berani
nagih sudah nganggap uang itu hilang, prinsip
orang Tionghoa kalau udah buka usaha, usaha itu
yang akan terus dijalankan meski lagi sepi
usahanya karna ga mau mulai lagi semuanya dari
nol lagi.

Rey : Mereka kalau makan di mangkok, kalau kita di


piring, terus kalau nyapa Ni hao, kalau makasih
Shie Shie

Nico : Kalau makan mie mereka seringnya pakai sumplit

Deni : Fisiknya sih, kalau Chinese kan putih dan juga


sipit.

o. Apakah perbedaan itu menjadi penghambat dalam


interaksi mereka dengan anda ?
Putra : Tidak

Sabar : Tidak

Rendri : Tidak

Rey : Tidak

Nico : Tidak
Deni : Tidak

p. Bagaimana anda mengatasi perbedaan tersebut ?


Putra : Ya bertanya langsung kalau ga ngerti, tapi
kadang di iyain aja sih.

Sabar : Bersama saling bertanya, saling mempelajari,


pencak silat kolebs barongsay, budaya sunda dan
budaya tionghoa sama sama budaya yang di
sukabumi jalan bersama.

Rendri : Bertanya langsung maksud kata yang gak faham

Rey : Menerimanya dan jadi pengetahuan baru untuk


saya.

Nico : Lebih sering ngobrol dan saling ngasih wawasan.

Deni : Saya pribadi sih ga pernah diambil hati kalau dia


mau a ya a kalau dia mau b ya b kalau saya mah
ga diambil pusing woles saja santuy.

q. Apakah anda melakukan komunikasi yang lebih lanjut


melalui media lain dengan orang asing (Tionghoa/Sunda)
seperti media sosial ? jika ya, sebutkan melalui media
apa, dan bagaimana caranya.
Putra : Jarang sih, kalau iya pun paling di grup WA

Sabar : di Chat WhatsApp, dan grup nya juga.


Rendri : Di grup WA, Facebook sih, kalau di ig jarang
jarang

Rey : Ada di Instagram

Nico : Kalau saya di WA sama ko Dede dan lainnya juga

Deni : Ada, di dalam grup Wa, Ig, fb aktif di komunitas


ikan , motor yang positif. Mereka juga tertarik.
Mereka juga oh iya bagus yaa.. malah ada satu
guru tadinya teman ada satu menarik sampai
ikutan gabung di komunitas.

r. Apakah ada perubahan prilaku setelah anda cukup lama


membangun komunikasi dengan mereka ? missal, cara
berbicara/cara pandang, dll.
Putra : Sering manggil teteh akang. Sering bilang teteh
atau akang ke orang sunda, kadang jadi agak
lebih luwes sama orang orang disini.

Sabar : Keterbukaan, mereka kadang ketakutan pindah


agama lah enggak, justru agama saya silahkan
jalankan. Ya masing masing solat solat, silahkan
masing masing makanya kit amah mereka sebab
akibat . tanam baik tumbuh baik. Jadi nggak
kamu harus agama budha jadi harus mempelajari
agama ini. Lebih rajin lebih bagus.
Rendri : Saling menghargai, menghormati sesama yang
lain, jail jail serius serius bisa menyesuaikan.

Rey : Lebih bisa menrima perbedaan perbedaan yang


ada sehingga merubah pola pikir saya tentang
perbedaan saya jadi lebih menghargai pendapat
4. Lampiran.4

Foto Perubahan Bendera Gie Say sejak 20 Tahun yang lalu

Foto pengesahan Gie Say masuk FOBI Foto Medali dan Piagam Prestasi Gie Say
Dokumentasi Foto Komunitas Gie Say Tahun 1930 Pada saat
kegiatan sosial bantuan bencana alam Gunung Merapi

Dokumentasi Anggota Komunitas Gie Say Di Depan Vihara


Widhi Sakti
Foto penulis bersama anggota komunitas Gie Say saat Observasi
dan wawancara

Foto barong Gie Say saat akan di sembahyangkan Pada tanggal 1


pengganggalan Imlek (Ce It)
Foto Tambur yang dimainkan saat atrakri Barongsay

Foto tampak depan Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say


Sukabumi
Foto penulis bersama ko Sabar setelah Foto penulis bersama ko Rendri
pengesahan transkip wawancara setelah pengesahan transkip
wawancara dan observasi

Foto penulis saat observasi di Vihara Widhi Sakti Foto penulis bersama Ko Putra
saat wawancara

Anda mungkin juga menyukai