Anda di halaman 1dari 152

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS) TERHADAP

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTAR INDIVIDU DENGAN INDIVIDU YANG


LAIN DI PANTI SOSIAL BINA INSAN (PSBI ) BANGUN DAYA II
CEGER – CIPAYUNG

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Nila Mahmudah
NIM : 108052000003

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
 
 
 
Abstrak

Nila mahmudah (108052000003)


Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) Terhadap
Kemampuan Interaksi Sosial Antar Individu Di Panti Sosial Bina Insan
 
(PSBI) Bangun Daya II Ceger-Cipayung

Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang


muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di Negara
berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya upaya pemecahan masalah
secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya
pemecahan kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat proses
pembangunan yang selama ini sedang dilakukan.
Terkait dengan kemiskinan yang kian hari kian mengingat kemudian
tantangan kehidupan semakin berkembang dan mempengaruhi faktor stresor
dikarenakan oleh ketidakmampuan penyesuaian diri dengan keadaan situasi di
sekitarnya mengakibatkan mereka tertinggal pada perubahan sosial serta tidak
memiliki kemampuan dan keterampilan dalam pengembangan diri, maka
mengakibatkan kesehatan jiwa mereka terganggu.
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang artinya
kecenderungan khusus ke arah suatu keadaan atau perkembangan tertentu. Untuk
mengatasi gangguan interaksi pada klien gangguan jiwa. Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi sangat efektif dalam mengubah perilaku karena di dalam
kelompok terjadi interaksi yang satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.
Dalam kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan
menjadi tempat klien berlatih prilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan menganalisis tingkat
pengaruh terapi kelompok sosialisasi terhadap kemampuan interaksi sosial
individu dengan individu Warga Bina Sosial serta untuk mengetahui dan
menganalisis faktor penentu keberhasilan Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi
dalam interaksi sosial Warga Bina Sosial.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif eksperimen dengan jenis
penelitian Pre-Eksperimental dengan bentuk One Group Pretest-Posttest Design.
Tujuan pendekatan ini adalah dapat membandingkan keadaan sebelum diberi
perlakuan dan setelah diberi perlakuan yang melibatkan 40 responden sebagai
sampel yang telah mengikuti karantina di PSBI Bangun Daya II Ceger-Cipayung.
Hasil penelitian ini memperoleh hasil uji T-test (parsial) dengan nilai
signifikansinya Sig = 46,3 yang berarti lebih dari < 0,05, dan nilai koefisien beta
untuk TAKS = 0,082 yang artinya setiap ada upaya peningkatan kemampuan
interaksi sosial maka akan diikuti dengan kenaikan sebesar 0,082, maka dengan
kata lain variabel TAKS tidak signifikan sehingga variabel Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi berpengaruh positif terhadap Kemampuan Interaksi Sosial.
Dengan demikian berdasarkan hasil uji hipotesis maka Ho di tolak dengan nilai
α=46,3% .
Kata Kunci: Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi, Kemampuan Interaksi
Sosial

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
  Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan nikmat-Nya serta bimbingan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi (TAKS) Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Antar Individu
Dengan Individu Yang Lain Di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya
II Ceger-Cipayung”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah ikhlas dan sabar dalam membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi ini terutama orang tua, kakak, dan adik penulis, serta teman-teman penulis
baik yang berbentuk moril maupun materil, khususnya kepada :
1. Terima kasih kepada Dr. H. Arief Subhan M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Dra. Rini Laili Prihatini M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam sekaligus sebagai Dosen Pembimbing. Terima kasih atas
kesabaran dan keikhlasan ibu yang telah banyak memberikan arahan serta
waktunya dalam membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Drs. Sugiharto M.A selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam. Terima kasih atas dukungan dan bimbingannya selama ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan banyak ilmunya kepada penulis.
5. Dr. Suhaimi M.A. selaku Dosen Penasihat Akademik, yang telah
membimbing penulis dalam seminar proposal, sehingga proposalnya dapat di
terima dengan baik.
6. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah membantu serta memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi
dalam penulisan skripsi ini.
7. Abdul Khair, S.Ag.M.Si selaku pamong di lembaga beserta staf dan
jajarannya yang telah meluangkan waktunya, serta membantu penulis dalam

ii
melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya
hingga pada waktunya, penulis tidak bisa membalas dengan apa-apa hanya
do’a yang penulis berikan.
8.  Trima kasih kepada Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si dan Amirudin. M.Si yang
telah membantu dalam mengerjakan statiskik sehingga penulis dapat
terselesaikan skripsi ini dengan baik.
9. Terima kasih kepada beasiswa BUMN yang telah memberi tunjangan dalam
akademis dan bimbingan selama di asrama, sehingga penulis dapat
terselesaikan dengan baik.
10. Special thanks to Try Prasetyo Aprianto terimakasih atas cinta, kasih sayang,
waktu, omelan, dan motivasinya yang telah kau berikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. I Will Always Love You
Forever.
11. Terima kasih untuk sahabatku Eka Camalia N dan Siti Sofia M yang selalu
memotivasi penulis hingga terselesaikan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat seperjuangan di kos-kosan & TIM MANGEMENT
KEPOMPONG (Try Prasetyo Aprianto, Oki Rakhmat P, M Boy Kusoon
Capah, Abd. Rasyid, Enan Nurzaman), serta adik-adik kosan (Siti Nurlaila
Awaliyah, Elva Restiawan, Millaty Hanifah) merekalah yang mengisi hari-
hari hingga berwarna sehingga timbul solidaritas kekeluargaan,
13. Terima kasih teman-teman kamarku di asrama yaitu Masruroh, Fitrian Eka
Paramita, Rini Khairani, Anisa Rahmayanti, Hanifaah Zarfan, Iftah Baridah,
kemudian teman-teman seperjuangan anak-anak BUMN dan BIDIK MISI
yang selalu menemani dalam kegiatan pembinaan serta musyrif-muyrif
ASRAMA PUTRI UIN SYARIF HIDAYATULLAH.
14. Kawan-kawan senior 2002 hingga 2007 serta adik-adik BPI 2009, 2010,
2011, dan 2012 serta BEM FIDKOM, HMI KOMFAKDA, HMI Cabang
Ciputat, BEMJ BPI, BEMJ KPI, BMJ MD, BEMJ PMI, BEMK Jurnalistik,
BEMK Kessos terima kasih atas doa, dukungan dan motivasinya yang
diberikan kepada penulis.

iii
15. Teman-teman kos-kosan Salsabila Dua, upeh, iam, ria, yang selalu
menceriakan hari-hari penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
16.
  Saudara, kerabat, teman, sahabat yang namanya tidak dapat disebutkan satu

persatu. Terima kasih atas segala doa dan dukungannya.


Semoga hasil karya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Peneliti juga berharap ilmu yang didapat selama dalam perkuliahan bisa
memberikan inspirasi positif bagi pembaca serta dapat mengaplikasikan kepada
masyarakat dikemudian harinya. Selanjutnya penulis kemabalikan dan serahkan
segala urusan ini kepada-Nya.

Jakarta, 03 April 2013

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................... ii


 

DAFTAR ISI ................................................ v

DAFTAR TABEL ............................................ viii

BAB I PENDAHULUAN ................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................. 14

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................... 14

D. Tinjauan Pustaka ................................ 15

E. Sistematika Penulisan ............................. 18

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi . . . . . . . . 21

B. Model Terapi Aktivitas Kelompok .................. 23

1. Model Fokal Konflik ........................... 23

2. Model Komunikasi ............................. 23

3. Model Interpersonal ............................ 24

4. Model Psikodarma ............................. 25

C. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi ........ 25

D. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi .......... 27

E. Aktivitas dan Indikasi ............................. 28

F. Tahapan-tahapan dalam TAKS ...................... 28

G. Pengertian Interaksi Sosial ......................... 31

H. Macam-macam Interaksi Sosial ...................... 37

v
I. Komunikasi Verbal ............................... 38

1. Pengertian Komunikasi verbal ................... 38

2. Jenis-jenis Komunikasi Verbal ................... 39


 

J. Komunikasi Non-Verbal ........................... 40

1. Pengertian Komunikasi Non-Verbal ............... 40

2. Fungsi dan Jenis Pesan Non-Verbal ................ 41

K. Pengertian dan Jenis-jenis PMKS ..................... 45

L. Kelompok Marginal dalam Perspektif Islam ............ 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...................... 63

B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................... 64

C. Populasi dan Sampel .............................. 65

D. Desain Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66

E. Variabel Penelitian ............................... 67

F. Definisi Oprasional dan Indikator Penelitian ........... 68

G. Teknik Pengumpulan Data ......................... 69

H. Instrumen Penelitian .............................. 70

I. Uji Validitas ..................................... 70

J. Uji Realibilitas ................................... 71

K. Uji Validitas dan Realibilitas ........................ 72

L. Teknik Analisis Data .............................. 73

1. Menghitung Rata-rata ........................... 74

2. Uji Regresi Linier Sederhana ..................... 74

3. Uji Koefisien determinasi ....................... 74

vi
4. Uji T-test Sederhana ............................ 75

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah PSBI Bangun Daya II ....................... 77


 

B. Visi dan Misi .................................... 77

C. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78

D. Dasar Hukum .................................... 78

E. Program PSBI Bangun Daya II ...................... 78

F. Prosedur Penerimaan WBS ......................... 79

G. Sarana dan Prasarana PSBI Bangun Daya II ............ 80

H. Permasalah dan Usul Pemecahan Masalah .............. 81

BAB V TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Klasifikasi Responden ............................. 83

B. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..... 85

C. Hasil Uji Analisis Skor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85

D. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan .................................... 131

B. Saran .......................................... 132

DAFTAR TABEL ............................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................... x

DAFTAR ISTILAH .......................................... xi

DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data WBS di Panti PSBI Bangun Daya II Ceger-Cipayung ..... 2


Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 61
 
Tabel 3. Definisi Oprasional dan Indikator Penelitian ................. 66
Tabel 4. Hasil Uji validitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 71
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia .................. 81
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 83
Tabel 7. PRE TEST Indikator Kerjasama Responden Tentang TAKS ..... 84
Tabel 8. POST TEST Indikator Kerjasama Responden Melalui Metode
TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. 85
Tabel 9. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Kerjasama Responden Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 87
Tabel 10. PRE TEST Indikator Bertukar Perasaan Responden Melalui
Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
Tabel 11. POST TEST Indikator Bertukar Perasaan Responden Melalui
MetodeTAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
Tabel 12. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Bertukar Perasaan Responden Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . 90
Tabel 13. PRE TEST Indikator Memperkenalkan Diri dengan Orang lain
Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
Tabel 14. POST TEST Indikator Responden Memperkenalkan Diri dengan
Orang lain Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Tabel 15. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Memperkenalkan Diri dengan Orang lain Melalui Metode TAKS .. . 94
Tabel 16. PRE TEST Indikator Kemampuan Responden Berhubungan
dengan Orang Lain Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
Tabel 17. POST TEST Indikator Kemampuan Responden Berhubungan
dengan Orang Lain Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96
Tabel 18. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Kemampuan Responden Berhubungan dengan Orang Lain
Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
Tabel 19. PRE TEST Indikator Imitasi Melalui Metode Interaksi Sosial . . . . . . 98
Tabel 20. POST TEST Indikator Imitasi Tentang Inteaksi Sosial . . . . . . . . . . . . 99
Tabel 21. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Imitasi
Melalui Metode Interaksi Sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100
Tabel 22. PRE TEST Indikator Sugesti Melalui Metode Interaksi Sosial . . . .. . 101
Tabel 23. POST TEST Indikator Sugesti Melalui Metode Interaksi Sosial . . . . 102
Tabel 24. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Sugesti
Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 103
Tabel 25. PRE TEST Indikator Identifikasi Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . 104
Tabel 26. POST TEST Indikator Identifikasi Melalui Metode TAKS . . . . . . . . 105

viii
Tabel 27. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Identifikasi Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 106
Tabel 28. PRE TEST Indikator Simpati Melalu Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . 107
Tabel 29. POST TEST Indikator Simpati Melalui Metode . . . . . . . . . . . . . . . . . 108
 
Tabel 30. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Simpati
Melalui Metode TAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109
Tabel 31. Hasil Rata-rata Growth Dari Setiap Indikator-Indikator
Variabel X . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110
Tabel 32. Hasil Rata-rata Growth Dari Setiap Indikator-Indikator
Variabel Y. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110
Tabel 33. Hasil Persamaan Regresi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 112
Tabel 34. Hasil Uji Koefesien Kolerasi dan Determinasi . . . . . . . . . . . . . . . 113

ix
LAMPIRAN- LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Bimbingan Skripsi ............................ i


Lampiran 2. Surat Penelitian/wawancara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
 
Lampiran 3. Surat Telah Melakukan Penelitian ..................... iii
Lampiran 4. Piagam Penelitian Dinas Sosial ........................ iv
Lampiran 5. Organisasi PSBI Bangun Daya II Ceger-Cipayung ......... v
Lampiran 6. Hasil Pre-Test ..................................... vi
Lampiran 7. Hasil Post-Test . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii
Lampiran 8. Hasil Uji Validitas ................................ viii
Lampiran 9. Hasil Uji Realibilitas ................................ ix
Lampiran 10. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana ................... x
Lampiran 11. Foto-foto Kegiatan ................................ xi

x
DAFTAR ISTILAH

Istilah Pengertian
Adaptif yaitu sifat yang mudah menyesuaikan diri dengan
 
keadaan lingkungan sekitar
Aloplastis Usaha seseorang untuk mengubah lingkungannya
sesuai dengan keadaan (keinginannya)
Autoplastis Usaha seseorang untuk mengubah diri sesuai
dengan lingkungannya
GOR Gangguan Orientasi Realita
Kompetitif yaitu berhubungan dengan kompetisi (persaingan),
yang bersifat kompetisi (persaingan)
Oral Communication Komunikasi lisan
Pemimpin Sebutan dalam kegiatan Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi (TAKS)
PMKS Sebutan seseorang atau kelompok masyarakat
yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi
sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan
hidupnya baik jasmani maupun rohaninya
1 Per Mil adalah 1 per 1.000 penduduk
SDL Sumber Daya Lingkungan
TAKS Metode yang digunakan dengan menggunakan
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
WBS Sebutan warga binaan yang di karantina
Written Communication Komunikasi tulisan

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Pada masyarakat modern yang kompleks kemiskinan menjadi problema

sosial, seorang merasa miskin bukan karena kurang makan, pakaian atau

perumahan akan tetapi harta miliknya dianggap kurang cukup untuk memenuhi

kebutuhan taraf kehidupan yang ada.1

Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problem yang

muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di Negara

berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya upaya pemecahan

masalah secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang

singkat. Upaya pemecahan kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk

mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilakukan. Salah satu

faktor yang dapat menunjang keberhasilan adalah data informasi tentang

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta Potensi dan Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS). 2

Berikut adalah data Warga Binaan Sosial (WBS) tahun 2011 hinggan 2012

yang telah didapat dari Dinas Sosial Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II

Ceger-Cipayung:

1
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 18.
2
Ibid, h. 3.

1
2

Tabel.1. Data Warga Bina Sosial di Panti PSBI Bangun Daya II Ceger-Cipayung3

No Tahun Jumlah WBS


1 2008 2.545 WBS
2 2009 4.756 WBS
 
3 2010 2.453 WBS
4 2011 4.756 WBS
5 2012 3.236 WBS

Data pada tabel 1 adalah sebagai bukti untuk menunjukan fenomena

bahwa tantangan yang dihadapi pada tahun yang akan mendatang adalah upaya

untuk perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dimana kurangnya tenaga

lapangan terdidik, terlatih dan berkemampuan di bidang kesejahteraan sosial,

serta masih lemahnya jaringan tenaga kerja sosial masyarakat yang masih

menjadi kendala. Hal itu disebabkan oleh lemahnya pembinaan koordinator kerja

antar instansi dan belum tertatanya sistem dan standar pelayanan minimal bidang

kesejahteraan sosial.

Data tersebut juga merupakan penunjang suksesnya pembangunan

kesejahteraan sosial, karena pembangunan kesejahteraan sosial pada umumnya

dimaknai dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan level

pendidikan, dan memperbaiki kondisi pemukiman serta kesehatan jiwa

masyarakat.4

Kesejahteraan sosial juga perlu dilakukan secara bersama-sama.

Kesejahteraan masyarakat perlu diusahakan oleh seluruh anggota masyarakat.

Tidak mungkin masyarakat itu sejahtera apabila hanya dikuasai oleh sekelompok

orang-orang kaya, atau kelompok orang kaya menghambat usaha-usaha golongan

orang-orang miskin untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu


3
Rekapitulasi Data WBS di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II Ceger-Cipayung
tahun 2008-2012.
4
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 1-2.
3

kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial perlu diusahakan bersama-sama

secara gotong-royong dan tolong-menolong dari golongan orang kaya dan orang

miskin.
 

Seperti sabda rasulallah SAW yang berbunyi:

ُ‫اَﻟْﯿَﺪ‬:َ‫ﷲ ﻋََﻠﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎل‬


ُ ‫ﻰ ﺻَﻠﱠﻰ ا‬
‫ﻋﻨْ ُﮫ ﻋَﻦِ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢ‬
َ ُ‫ﺿﻰَ اﷲ‬
ِ َ‫ﻋَﻦْ أَ ِﺑﻲْ ُھ َﺮﯾْﺮَةَ ر‬

ْ‫ وَﺧَﯿْﺮُ اﻟﺼﱠﺪَ ﻗَﺔِ ﻣَﺎ ﻛَﺎنَ ﻋَﻦ‬,ُ‫وَاﺑْﺪَا ﺑِ َﻤﻦْ ﺗَ ُﻌﻮْل‬,‫اﻟْﻌُﻠْﯿَﺎ ﺧَﯿْﺮٌﻣِﻦَ اﻟَْﯿﺪِ اﻟﺴﱡﻔْﻠَﻰ‬

(‫)رواه اﻟﺒﺨﺎرى‬.ُ‫ وَﻣَﻦْ ﯾَﺴْ َﺘﻐْﻦِ ُﯾﻐْﻨِﮫِ اﷲ‬,ُ‫ﻇَﮭْﺮِ ﻏِﻨًﻰ وَ َﻣﻦْ ﯾَﺴْﺘَﻌْﻔِﻒْ ُﯾﻌِﻔﱡﮫُ اﷲ‬
Artinya: “ Dari Abi Hurairah r.a,dari Nabi SAW, beliau bersbda: “Tangan
yang di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan yang di bawah (diberi) dan
dahulukan orang yang menjadi tanggunganmu. Sebaik-baik shadakah adalah
shadakah yang diberikan oleh orang yang mempunyai kelebihan. Barangsiapa
yang berusaha untuk menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaga
kehormatan dirinya, dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka Allah
akan mencukupkannya”. (Riwayat Bukhari).5

Penjelasan di atas mengajarkan kepada kita agar menjadi orang yang

pemurah dan berbudi pekerti yang luhur, orang yang pemurah yaitu orang yang

suka memberi bukan menerima atau meminta, pemberian itu dapat berupa infak,

shadaqah, atau sumbangan lainnya. Sebaliknya hadits ini memberikan petunjuk

agar kita tidak menjadi peminta-minta, sebab peminta-minta itu dapat

merendahkan martabat seseorang apalagi peminta-minta dalam keadaan tidak

sopan atau dengan memaksa, hal ini dilarang oleh Agama.

Islam juga mengajarkan manusia untuk bersungguh-sungguh dalam

bekerja dan berusaha mencari rizki, meraih harta karunia Allah yang halal. Hanya

dengan hartalah kita dapat melaksanakan perintah Agama dengan sempurna.


5
Muslich Shabir, Tarjamah Riyadlus Shalihin, (Jakarta: CV.Toha Putra Semarang, 1981),
h. 273.
4

Untuk melaksanakan shalat diperlukan pakaian, alat-alat, dan tempat ibadah yang

hanya dapat dipenuhi dengan harta. Untuk dapat melaksanakan zakat dan zakat

fitrah, terlebih dahulu kita selaku manusia harus menjadi orang yang mampu, dan
 

seterusnya.6

Orang Islam harus berusaha menjadi orang yang mampu, orang yang kaya

yang shaleh, sehingga dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban keagamaan,

baik yang ditujukan kepada Allah maupun yang ditujukan untuk kesejahteraan

masyarakat. Jika kaum muslim hidup melarat dan miskin, bukan saja dipandang

rendah oleh golongan lain, akan tetapi juga tidak akan dapat merealisir tugas-

tugas agamanya dengan baik.

Oleh karena itu bagi kaum muslimin tidak ada alasan untuk bermalas-

malasan dan bekerja seenaknya saja, akan tetapi mereka dituntut untuk giat

bekerja, berusaha dan bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kesejahteraan,

yang akan membawa kita pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti di dalam

mahfuzhat yang berbunyi:

َ‫ﻣَﻦْ ﺟَ ﱠﺪ وَﺟَﺪ‬

“Siapa yang bersungguh-sungguh maka dapatlah ia”7

Terkait dengan hal tersebut di atas mengingat tantangan kehidupan

semakin berkembang dan mempengaruhi pula pada kebutuhan manusia semakin

bertambah, serta semakin banyak pula faktor stresor dikarenakan oleh

ketidakmampuan penyesuaian diri, maka keadaan dan situasi di sekitarnya

mengakibatkan mereka tertinggal pada perubahan sosial serta tidak memiliki

6
Chatibul Umam, Fiqh, (Jakarta: Menara kudus, 1994), h. 194.
7
Bait-bait Hikmah, Nasihat-nasihat Ulama, dan Para Pujangga, Mahfuzhat Bunga Sampai
Pribahasa Arab, (Jakarta: Turos, 2011), h. 170.
5

kemampuan dan keterampilan dalam pengembangan diri, sehingga kesehatan

jiwa mereka terganggu.

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi perasaan sejahtera secara


 

subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri,

kebugaran dan kemampuan pengenalan diri. Indikator mengenai keadaan sehat

mental, psikologis, jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa tertekan atau

depresi.8

Menurut WHO sehat diartikan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik

fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.9

Sehat mengandung 3 karakteristik antra lain:

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh

2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan

eksternal

3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

Menurut WHO terdapat empat komponen penting yang merupakan satu

kesatuan dalam definisi sehat yaitu:

1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya,

berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut

8
Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009). h. 1.
9
Yahmin Setiawan, Memahami Definisi Sehat, diakses pada 29 November 2012, jam
19:07, http: // kesehatan. kompasiana. Com/ medis/ 2012/11/29/ memahami-definisi-sehat-
512845.html,
6

tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan

baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.10

2. Sehat Mental
 

Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam

pepatah kuno “Dalam jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “Men

Sana In Corpore Sano”. Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat

adalah sebagai berikut :

a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernah

menyesal dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan

menyenangkan serta tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.

b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak

mudah tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap

kebutuhan emosi orang lain.11

c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut,

cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah

secara cerdik dan bijaksana.

3. Kesejahteraan Sosial

Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit

diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran

masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah

suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan,

sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat

10
Yahmin Setiawan, Memahami Definisi Sehat, diakses pada 29 November 2012, jam
19:07, dari http: // kesehatan. kompasiana. Com/ medis/ 2012/11/29/ memahami-definisi-sehat-
512845.html,
11
Ibid.
7

hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat

umum.12

4. Sehat Spiritual
 

Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO

dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap

individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk

berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah

agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak

monoton.

Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai

“Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang

hanya bersifat idealistik semata-mata.13

Upaya kesehatan jiwa dapat didukung oleh manusia, lingkungan,

kesehatan dan keperawatan.14 Lingkungan tersebut selain menunjang upaya

kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa

seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam

kondisi gangguan jiwa.

Gangguan jiwa di Indonesia sekarang mengalami peningkatan di era

globalisasi ini, Kecenderungan ini tampak dari data Departemen Kesehatan tahun

2007, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan

11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat atau 46

12
Yahmin Setiawan, Memahami Definisi Sehat, diakses pada 29 November 2012, jam
19:07, http: // kesehatan. kompasiana. Com/ medis/ 2012/11/29/ memahami-definisi-sehat-
512845.html,
13
Ibid.
14
Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009). h. 3.
8

per mil15. Sementara untuk prevalensi penderita gangguan jiwa di DKI terbesar

sebanyak 2,03 persen atau 20 per mil. 16

Salah satu faktor meningkatnya gangguan jiwa ini disebabkan oleh stres
 

yang berlebihan dengan kondisi lingkungan sosial dan ekonomi yang semakin

keras sehingga menekan masyarakat dalam perkembangan sosial.17 Selain itu,

peran keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi perkembangan sosial

seseorang, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam

kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial

dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.18

Melalui kelompok itulah individu dapat memuaskan keseluruhan

kebutuhan yang fundamental dan memperoleh kesempurnaan yang besar. Tetapi

sebaliknya melalui kelompok itu pula mereka dapat merasakan kekecewaan dan

mengalami kesulitan-kesulitan yang amat sangat.19 Ketika individu mengalami

suatu hal kekecewaan yang dapat mengakibatkan timbulnya tidak percaya diri,

tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap

orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan

ini dapat mengakibatkan seseorang berperilaku tidak ingin berinteraksi dengan

orang lain, dan lebih menyukai berdiam diri, serta tidak dapat menyesuaikan diri

dengan orang lain, sehingga kegiatan sehari-hari akan terabaikan.

15
1 per mil adalah 1 per 1.000 penduduk.
16
Vien Dimyati, Penderita Gangguan Jiwa Meningkat Tiap Tahunnya Sosial Budaya
Kesehatan, diakses pada 05 Oktober 2010, Jam 19 : 17, dari http: // www. jurnas. Com /news /
10188 / Penderita_Gangguan_Jiwa_Meningkat_Tiap_Tahunnya/1/Sosial_Budaya/Kesehatan
17
Nusantara, Penderita Gangguan Jiwa di Kediri Meningkat, diakses pada Rabu, 10
Oktober 2012 06:35:35 WIB, http://www.poskotanews.com/2012/10/10/penderita-gangguan-jiwa-
di-kediri-meningkat.
18
Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 195.
19
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 93.
9

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi merupakan suatu rangkaian

kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien

atau Warga Binaan Sosial yang kurang dalam berinteraksi untuk mampu
 

bersosialisasi secara bertahap, melalui tahapan-tahapan untuk melatih

kemampuan sosialisasi klien. Tiap sesi tahapan tersebut diarahkan kepada tujuan

khusus yaitu TAKS antara lain kemampuan bekerja sama, kemampuan bertukar

perasaan, kemampuan memperkenalkan diri dengan orang lain, kemampuan

berhubungan dengan orang lain, kemampuan berimitasi, sugesti, identifikasi, dan

kemampuan bersimpati.

Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam TAKS yaitu tahap

persiapan, orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi dengan menggunakan

metode dinamika kelompok, diskusi atau tanya jawab serta bermain peran atau

stimulasi.

Salah satu gangguan yang diderita di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya

II adalah gangguan penyesuaian diri. Penyesuian diri yang dimaksud adalah

mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, dan mengubah lingkungan

sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri.20 Pengertian tersebut

merupakan bagian dari interaksi sosial karena individu yang satu dapat

menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain, dimana dirinya

dipengaruhi oleh orang lain atau sebaliknya individu yang satu dapat

menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu yang lain, dimana individu

yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama. Dengan demikian,

hubungan antar individu yang berinteraksi merupakan hubungan timbal-balik.21

20
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 59-60.
21
Ibid, h. 62.
10

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang artinya

Untuk mengatasi gangguan interaksi pada klien gangguan jiwa. Terapi Aktivitas

Kelompok Sosialisasi sangat efektif dalam mengubah perilaku karena di dalam


 

kelompok terjadi interaksi yang satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.

Dalam kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan

menjadi tempat klien berlatih prilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki

perilaku lama yang maladaptif.22

Terapi aktivitas kelompok sering diperlukan dalam praktek keperawatan

kesehatan jiwa karena merupakan keterampilan terapeutik. Terapi aktivitas

kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas yang berupaya meningkatkan

psikoterapi dengan sejumlah klien dalam waktu yang bersamaan dengan tujuan:

1. Klien mampu memperkenalkan diri,

2. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok,

3. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok,

4. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan,

5. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada

orang lain,

6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.23

Terkait dengan menariknya penelitian di atas yang berfokus pada

kesejahteraan komunitas dan individu, melalui sebuah pendekatan penyuluhan

dan Terapi kelompok dalam memecahkan masalah yang bersangkutan pada

perilaku manusia dalam upaya pengembangan manusia yang memanfaatkan

Sumber Daya Lingkungan (SDL), secara potensial dapat memberikan kontribusi


22
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2004), h. 3.
23
Ibid, h. 16.
11

pada upaya pencegahan atau mengurangi masalah yang didesain dengan cara

mengkolaborasikan antara displin ilmu penyuluhan dan ilmu psikologi.

Melihat fenomena-fenomena gangguan yang diderita pada PMKS


 

(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), maka penulis merasa tertarik untuk

meneliti tentang “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Antar Individu Di Panti Sosial Bina

Insan (PSBI) Bangun Daya II Ceger-Cipayung”.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penulis agar lebih fokus dalam melakukan

penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu:

Batasan pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) dilihat

dari aspek upaya terapis dalam meningkatkan konformitas seperti kerjasama,

bertukar perasaan, memperkenalkan diri dengan orang lain, dan kemampuan

berhubungan dengan orang lain

Batasan kemampuan interaksi sosial dalam mengubah prilaku dari

maladaptif menjadi adaptif antara lain Imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.

2. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi

terhadap interaksi sosial di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II?

2. Apa faktor penentu keberhasilan Terapi Kelompok Sosialisasi dalam

interaksi sosial Warga Bina Sosial di Panti Sosial Bina Insan Bangun

Daya II?
12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat pengaruh terapi kelompok


 

sosialisasi terhadap kemampuan interaksi sosial individu dengan

individu Warga Bina Sosial.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor penentu keberhasilan

Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi dalam interaksi sosial Warga

Bina Sosial.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan

wawasan yang dapat dijadikan bahan acuan dalam kegiatan terapi

kelompok bagi Universitas dan Prodi BPI melalui kegiatan praktikum

profesi penyuluhan mikro dan makro pada Warga Binaan Sosial di

PSBI I, dan PSKW Mulya Jaya.

b. Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi empirik dan pengetahuan yang meliputi Ilmu terapi

kelompok, dinamika kelompok, ilmu sosiologi yang berkaitan dengan

interaksi sosial, ilmu komunikasi, psikologi sosial, psikoplogi

perkembangan, dan lain-lain.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tambahan

bagi para pengambil kebijakan dalam upaya program pelayanan dan

rehabilitasi sosial serta dapat memberikan masukan dan rancangan

program-program kegiatan di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun


13

Daya II dengan efisien dan efektif pada bidang bimbingan dan

penyaluran di PSBI Bangun Daya II Ceger-Cipayung.

D. Tinjauan Pustaka
 

Dalam melakukan tinjauan pustaka, penulis perlu untuk mencantumkan

beberapa skripsi atau karya ilmiah lainnya, agar tidak terjadi spekulasi yang

menyatakan bahwa skripsi ini bukan karya asli atau “plagiat” dari skripsi atau

karyya ilmiah orang lain. Adapun beberapa skripsi tersebut antara lain:

1. Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh Maria Ulfa mahasiswa Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menulis skripsi S1 tahun 2011

dengan judul “Metode Terapeutic Communty Bagi Residen Narkotika di

Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido-Bogor”.

Skripsi tersebut mengungkapkan semua metode TC ini dalam

penerapannya oleh para konselor sesuai dengan metode terapeutic

community dari beberapa sumber tentang TC. Dari mulai kegiatan dan

pertemuan-pertemuan morning meeting, morning briefing, open house

dan lain-lain. Keunggulan dan kelemahan dari metode terapeutic

community (TC) ini dirasakan langsung oleh para residen, keunggulannya

memberikan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik, dapat

mengontrol emosi, dapat bersosialisasi dengan baik dan menambah

kepercayaan diri yang sebelumnya kurang. Kelemahan dari dalam diri

residen saja, akan tetapi mereka dapat mengatasinya. Respon para residen

tentang metode TC ini baik, karena mereka mengalami perubahan secara

langsung dari dalam diri residen, kemudian kelemahan dalam skripsi ini
14

yaitu peneliti kurang menggali residen ketika pada tahap sesi intropeksi

diri, padahal tahap ini merupakan sesi teguran kepada para residen yang

melakukan kesalahan di setiap harinya selama di karantina atau di


 

rehabilitasi.

2. Penelitian yang ditulis oleh Gina Marlianita mahasiswa Fakultas Psikologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menulis skripsi S1 tahun 2008, dengan

judul “Kemamampuan Interaksi Sosial dan Kecerdasan Emosi Anak

Home Schooling” pendekatan yang dilakukan peneliti yaitu menggunakan

pendekatan kuantitatif, dengan metode deskriptif komparatif, dan hasil

yang ditemukan oleh peneliti bahwa dalam penelitian ini peneliti tidak

melihat adanya perbedaan kemampuan interaksi sosial dan kecerdasan

emosi berdasarkan jenis kelamin, yang berarti antara laki-laki dan

perempuan memiliki kemampuan interaksi sosial dan kecerdasan emosi

yang sama. Jadi, perilaku yang di tunjukkan oleh anak laki-laki dan anak

perempuan tidak terdapat perbedaan. Hasil tersebut sama dengan

penelitian yang di lakukan oleh Dra. Netty Hartati, dkk (2001) terhadap

mahasiswa Fakultas Psikologi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari

angkatan 1997-2001, dengan hasil yang diperoleh yaitu perilaku proposial

antara laki-laki dengan perempuan hampir sama yaitu kedua kelompok

berada pada taraf kurang positif. Kelemahan dari penelitian ini yaitu

kurangnya memperdalam kajian permasalahan, menambah jumlah sampel

penelitian agar hasil yang diperoleh bisa lebih dapat digeneralisasikan,

serta lebih meningkatkan kevaliditasan dan kerealibitasannya. Selanjutnya

peneliti juga belum membandingkan antara subjek yang mengikuti


15

homeschooling tunggal majemuk, dan komunitas mengenai tingkat

kemampuan interaksi sosial dan kecerdasan emosi yang mereka miliki.

3. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Winarti mahasiswa


 

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menulis skripsi S1

tahun 2011dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Orang

Tua Terhadap Pembentukan Akhlak Anak Usia 7-12 Tahun di Ketapang

Tangerang”. Pola asuh orang tua berpengaruh positif terhadap

pembentukan akhlak. Realita dilapangan membuktikan bahwa setiap

keluarga tidak hanya terpaku pada satu jenis pola asuh yaitu (demokratis,

permisif, otoriter, dan penelantar), karena orang tua menyadari bahwa

pola asuh harus disesuaikan dengan konteks kebutuhan dan kemampuan

yang di miliki oleh anak, untuk itu terkadang satu pola asuh yang berhasil

ditepakan oleh sebuah keluarga belum tentu bisa diterapkan dengan baik

oleh keluargga lainnya. Karena setiap keluarga memiliki nilai-nilai

tersendiri. Kelemahan dalam penelitian ini, peneliti kurang memberikan

penyuluhan tentang bagaimana cara orang tua menanamkan akhlak

kepada diri anak mulai dari sedini mungkin, karena, hal ini merupakan

pendapingan kepada orang tua agar dapat membimbing, mendidik, serta

dapat mananamkan nilai-nilai agama dan norma-norma yang berlaku di

masyarkat.

Berbeda dengan tiga penulis sebelumnya, penulis lebih memfokuskan

pada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan

interaksi sosial Warga Bina Sosial (WBS) karena interaksi sosial menuntun kita
16

mengenal lingkungan di sekitar kita serta peran WBS yang tinggi dalam

berhubungan disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa

memiliki, kerja sama, hubungan timbal balik yang sinkron, kemudian berbeda
 

pula dari penulis yang lainnya peneliti menggunakan pendekatan eksperimen

dengan bentuk One Group Pretest-Posttest Design. Maka melalui metode terapi

aktivitas kelompok sosialisasi ini diharapkan WBS dapat meningkatkan

kemampuan dalam berinteraksi sosial dengan baik.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri atas

beberapa sub bab yang saling berkaitan, sehingga menjadi satu kesatuan utuh.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Isi dari Bab Pendahuluan ini berisi latar belakang

masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori. Dalam bab ini, penulis membahas tentang

pengertian PMKS, Jenis-jenis PMKS, pengertian TAKS, jenis-jenis

TAKS, tujuan TAKS, tahapan-tahapan TAKS. Selain itu tentang

komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, interaksi sosial,

macam-macam interaksi sosial, pengertian dan jenis-jenis

penyandang masalah kesejahteraan sosial, serta kelompok marjinal

dalam persepktif Islam.

BAB III Metodologi Penelitian berisi pendekatan dan jenis penelitian,

tempat dan waktu penelitian, desain penelitian, populasi dan

sampel, variabel penelitian, decinisi oprasional, teknik


17

pengumpulan data, instrumen penelitian, uji validitas, uji

realibilitas, hasil uiji validitas dan realibilitas, teknik analisis data,

yang berisi uji rata-rata, uji validitas, uji regresi linier, uji-t test, uji
 

koefisien determinasi.

BAB IV Profil Lembaga. Pada bab ini berisi tentang gambaran umum

sejarah berdirinya Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya II

Ceger-Cipayung, visi misi, tujuan dan program Panti Sosial Bina

Insan (PSBI) Bangun Daya 2 Ceger, serta sarana dan prasarana

PSBI Bangun Daya II Ceger-Cipayung.

BAB V Temuan dan Analisis Data. Yang terdiri dari data-data hasil

penelitian lapangan yang meliputi klasifikasi responden,

karakteristik responden berdasarkan usia, karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin, hasil uji analisis skor, hasil uji analisis

regresi linier sederhana.

BAB VI Penutup. Berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)


 

Di dalam buku psikologi umum karangan Laura A. King, dijelaskan terapi

biasanya diarahkan pada usaha untuk melegakakan gejala-gejala psikologis.

Sebuah terapi dianggap efektif apabila hal ini memungkinkan seseorang untuk

bebas dari efek-efek negatif gangguan psikologis. Ada banyak potensi hubungan

antara psikoterapi dengan fisik. Sebagai contoh, mengetahui diagnosis kanker

dapat menjadi pengalaman yang menimbulkan stres untuk individu yang

didiagnosis. Fungsi dari psikoterapi yaitu untuk membantu mengurangi stres dan

meningkatkan kemampuan pasien melawan kanker. 1

Budi Anna Keliat menjelaskan istilah terapi kelompok yaitu kumpulan

individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantungan dan

mempunyai norma yang sama. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai

latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,

takut, kebencian, kompetitif2, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik.

Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota

kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai

interaksi yang terjadi dalam kelompok.3

Menurut pandangan Warren C. Bonney dalam kamus istilah konseling,

terapi kelompok sama dengan Group Counseling yaitu suatu jenis aktivitas

1
Laura A. King, Psikologi Umum Sebuah Pengantar Appresiatif, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010). h. 392.
2
Kompetitif berhubungan dengan kompetisi (persaingan), yang bersifat kompetisi
(persaingan), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: BALAI PUSTAKA, 2007), h. 584.
3
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok), (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), h. 3.

18
19

kelompok, yang berciri proses antar pribadi, dinamis, berfokus pada kesadaran

pikiran dan tingkah laku, melibatkan fungsi-fungsi terapi, menyediakan bantuan

konseling secara serentak pada 4-12 orang klien, mengelola masalah-masalah


 

penyesuaian dan keprihatinan perkembangan, pemecahan bersama berbagai

bidang masalah sosiopsikis individu dalam kelompok.4

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat

kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang

sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan

sebagai target asuhan. 5 Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi

ya ng saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium

tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif6 untuk memperbaiki perilaku

lama yang maladaptif.

Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi 4, salah satunya adalah terapi

aktivitas kelompok sosialisasi. Yang dimaksud terapi aktivitas kelompok

sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien

dengan masalah hubungan sosial. 7

Adapun menurut kamus ilmiah populer sosialisasi yaitu suatu proses

pembentukan sikap atau perilaku seorang anak seusia dengan perilaku atau

norma-norma dalam kelompok atau keluarga.8 Isolasi sosial adalah keadaan

4
Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), h. 148.
5
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok, ,
(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004) h. 1.
6
Adaptif adalah sifat mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitar
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BALAI
PUSTAKA, 2007), h. 6.
7
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok), h.16.
8
Pius A Partanto dan M dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta:
ARKOLA Surabaya, 2001), h. 725.
20

ketika seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak

mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.

Dengan demikian pengertian terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)


 

dalam penelitian ini adalah sebuah upaya aktivitas untuk memfasilitasi

kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang di

dalamnya terjadi interaksi sosial dan membentuk dinamika kelompok.

B. Model Terapi Aktivitas Kelompok

1. Model Fokal Konflik

Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada

kelompok dari pada individu. Prinsipnya yaitu, terapi kelompok dikembangkan

berdasarkan konflik yang tidak disadari. Pengalaman kelompok secara

berkesinambungan muncul kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian

masalah, tugas terapis membantu anggota kelompok memahami konflik dan

mencapai penyelesaian konflik.9

Menurut model ini pimpinan kelompok atau leader harus memfasilitasi

dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekpresikan perasaan

dan mendiskusikan perasaan dalam penyelesaian masalah.

2. Model Komunikasi

Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan

komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak efektif

dalam kelompok akan menyebabkan ketidakpuasan anggota kelompok, umpan

balik tidak sekuat dari kohesi atau keterpaduan kelompok menurun. Dengan

menggunakan model ini, leader memfasilitasi komunikasi efektif, masalah

9
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 2003-204
21

individu atau kelompok dapat diidentifikasi dan diselesaikan. 10 Leader

mengajarkan pada kelompok bahwa:

a. anggota perlu berkomunikasi


 

b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya

komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup

c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain

d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu

dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif

Model ini bertujuan membantu meningkatkan ketrampilan interpersonal

dan sosial anggota kelompok. Selain itu, teori komunikasi membantu anggota

merealisasi bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif. Selanjutnya leader

perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip komunikasi dan bagaimana

menggunakan didalam kelompok serta menganalisa proses komunikasi tersebut.

3. Model Interpersonal

Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan, tindakan)

digambarkan melalui hubungan interpersonal. Contohnya adalah interaksi dalam

kelompok dipandang sebagai proses sebab akibat dari tingkah laku anggota lain.

Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota kelompok

ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis. Melalui ini kesalahan persepsi

dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang efektif dipelajari.11

Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi

dan merubah tingkah laku/perilaku. Misalnya tujuan salah satu aktivitas

kelompok untuk meningkatkan hubungan interpersonal. Pada saat konflik


10
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 204.
11
Ibid.
22

interpersonal muncul, pemimpin menggunakan situasi tersebut untuk mendorong

anggota untuk mendiskusikan perasaan mereka dan mempelajari konflik apa yang

membuat anggota merasa cemas dan menentukan perilaku apa yang digunakan
 

untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat terjadi konflik.

4. Model Psikodrama

Dengan model ini anggota kelompok termotivasi untuk berakting sesuai

dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang pernah lalu. Anggota

memainkan peran sesuai dengan yang pernah dialami. Misalnya, klien

memerankan ayahnya yang dominan atau keras. 12

C. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimuli kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,

terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

1. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi

Terapi stimulasi kognitif/persepsi ialah upaya membantu klien yang

mengalami kemunduran orientasi, stimulasi persepsi dalam upaya memotivasi

proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptive. Tujuannya

adalah meningkatkan kemampuan orientasi realita, memusatkan perhatian,

intelektual, mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain serta

mengemukakan perasaannya. Karakteristik klien berupa gangguan persepsi yang

berhubungan dengan nilai-nilai, menarik diri dari realita, inisiatif atau ide-ide

12
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), 204.
23

yang negatif, kondisi fisik yang sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif

dan mengikuti kegiatan.13

2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensoris


 

Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris klien. Kemudian

diobservasi reaksi sonsoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa

ekspresi perasaan secara non-verbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya

klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi

dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai

stimulus yaitu musik, seni, menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui

sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat

digunakan sebagai stimulus.14

3. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas

Terapi realitas adalah pemberian terapi aktivitas kelompok yang

mengalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Tujuannya

adalah klien mampu mengidentifikasi stimulus internal (pikiran, perasaan, dan

sensasi somatik), dan stimulus eksternal berupa iklim, bunyi dan stiuasi alam

sekitar. Klien mampu mengenal diri sendiri dan klien mampu mengenal orang

lain, waktu dan tempat. Karakteristik klien ialah Gangguan Orientasi Realita

(GOR), halusinasi, waham atau menyangka, ilusi, dan depersonalisasi yang sudah

dapat berinteraksi dengan orang lain, kliien kooperatif, dapat berkomunikasi

verbal dengan baik, dan kondisi fisik dalam keadaan sehat.15

13
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009) h. 205.
14
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), h.14
15
Ibid, h. 204-205
24

4. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di

sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal
 

(satu dan satu), kelompok dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi

dalam kelompok.16

D. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

Terapi kelompok bertujuan untuk memfasilitasi individu agar dapat

beradaptasi baik secara sosial, tingkah laku, dan emosional melalui proses

kelompok. Biasanya, anggota kelompok dari terapi kelompok adalah mereka

yang mengalami kesulitan emosional kesulitan prilaku maupun interaksi dengan

orang lain.17

Adapun tujuan khusus dari TAKS yaitu :

1. Klien mampu meningkatkan identitas diri

2. Klien mampu menyalurkan emosi secara konstruktif

3. Klien mampu meningkatkan keterampilan hubunan interpersonal atau

sosial.18

Tujuan metode ini menghendaki agar setiap anak yang di terapi melakukan

komunikasi timbal balik dengan teman-temannya, melakukan hubungan

interpersonal satu sama lain dan bergaul melalui kegiatan-kegiatan yang

bermanfaat bagi peningkatan pembinaan pribadi masing-masing serta dilatih

kembali untuk bersikap sosial yang memungkinkan ia dapat melakukan

penyesuaian diri dengan lingkungannya self adjustment atau social adjustment.

16
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), h.14
17
Ibid, h. 16.
18
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 203.
25

Penyesuaian diri dengan lingkungannya dapat diartikan mengubah diri

sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai

dengan keadaan (keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam artinya yang pertama di
 

sebut juga penyesuaian diri yang autoplastis (auto = sendiri, plastis = dibentuk),

sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga di sebut penyesuaian diri yang

aloplastis (alo = yang lain, platis = dibentuk). Jadi, penyesuaian diri bisa di

artikan “pasif”, di mana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan, dan bisa di

artikan “aktif”, di mana kita dipengaruhi lingkungan.19

E. Aktivitas dan Indikasi

Aktivitas TAKS dilakukan tujuh sesi yang melatih kemampuan sosialisasi

klien. Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan

hubungan sosial berikut:

1. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.

2. Klien mempunyai kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons

sesuai dengan stimulus.20

F. Tahapan-tahapan dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, fase-fase dalam

Terapi Aktifitas Kelompok adalah sebagai berikut:

1. Pre kelompok

Terapi mememulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang

menjadi pemimpin, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut

dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dari kelompok, menjelaskan sumber-

19
W. A Gerungan DIPL, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco Bandung, 1988), h. 55
20
Lilik Ma’rifatul Azizah, Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik), (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h. 231.
26

sumber yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika memungkinkan

biaya dan keuangan.21

2. Fase Awal
 

Pada fase ini terdapat tiga kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu

orientasi, konflik atau kebersamaan

a. Orientasi

Anggota mulai mengembangkan sistem sosial masing-masing, dan

leader mulai melanjutkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan

anggota.

b. Konflik

Merupakan masa sulit pada klien dalam proses kelompok, anggota

mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran

anggota, tugas anggota dan yang akan terjadi para anggota akan saling

ketergantungan.

c. Kebersamaan

Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, dan

anggota mulai menemukan siapa dirinya.22

3. Fase Kerja

Pada tahapan ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan

negatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama

untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun, kelompok

21
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 206.
22
Ibid, h. 207.
27

lebih stabil dan realistis, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan

tugas kelompok serta penyelesaian masalah yang kreatif. 23

4. Tahap Kerja
 

a. Terapis menjelaskan kepada klien apabila kaset pada tape recorder

dihidupkan, maka bola yang dipegang anggota kelompok segera

diedarkan kepada anggota kelompok yang lain searah dengan arah

jarum jam (yaitu kearah kiri).

b. Pada saat tape dimatikan oleh terapis, salah satu anggota kelompok

yang memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan salam,

nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal, dimulai oleh terapis

yang sebagai contoh.

c. Klien menuliskan nama panggilan pada kertas/papan nama di

tempel/dipakai.

d. Selanjutnya klien mengulangi perintah b, c, dan d sampai semua

anggota kelompok mendapat giliran.

e. Terapis memberi pujiaan untuk tiap keberhasilan anggota kelompok

dengan memberi tepuk tangan.24

5. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS

2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok

23
Sujono Riayadi dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 207.
24
Lilik Ma’rifatul Azizah, Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik), (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h. 231-232.
28

b. Rencana tindak lanjut

1. Menganjurkan tiap kelompok melatih memperkenalkan diri

kepada orang lain di kehidupan sehari-hari


 

2. Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan

harian pasien

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota

kelompok

2. Menyepakati waktu dan tempat

6. Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi dilakukan pada saat proses Terapi Aktivitas Kelompok

berlangsung, khususnya pada tahap kerja untuk menilai kemampuan klien

melakukan Terapi Aktivitas Kelompok. Aspek yang dievaluasi adalah

kemampuan klien sesuai dengan tujuan Terapi Aktivitas Kelompok. Untuk

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 1, evaluasinya adalah kemampuan

klien dalam memperkenalkan diri dari segi aspek verbal maupun non-verbal

dengan menggunakan formulir evaluasi. Untuk sesi selanjutnya metodenya akan

sama, hanya ada sedikit perubahan dalam tahapannya. 25

G. Pengertian Interaksi Sosial

Dalam kehidupan, seorang individu selalu berhubungan dengan

lingkungan fisik, lingkungan psikis, atau lingkungan rohaniahnya. Menurut

Woodworth seperti yang dikutip oleh WA. Gerungan, pada dasarnya terdapat

empat jenis hubungan antara individu dengan lingkungannya, yaitu:

25
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004) 18-19.
29

1. Individu bertentangan dengan lingkungan

2. Individu menggunakan lingkungannya


 

3. Individu berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya, dan

4. Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam proses

penyesuaian diri dengan lingkungan, hubungan ini dapat mengambil

bentuk autoplastis ataupun aloplastis26

Interaksi sosial adalah suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih,

di mana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain.27 Interaksi

sosial merupakan kunci dalam sendi-sendi kehidupan sosial karena tanpa

berlangsungnya proses interaksi tidak mungkin terjadi aktivitas dalam kehidupan

sosial. Secara sederhana interaksi sosial dapat terjadi apabila dua orang saling

bertemu, saling menegur, saling berkenalan, dan mempengaruhi. Pada saat itulah

interaksi sosial terjadi.28

Bagi Blumer interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis antara

lain sebagai berikut:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasakan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang

lain.

26
Autoplastis usaha seseorang untuk mengubah diri sesuai dengan lingkungannya
sedangkan aloplastis usaha seseorang untuk mengubah lingkungannya sesuai dengan keadaan
(keinginanannya). Lihat, WA. Gerungan Psikologi Sosial, h. 54
27
Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi dakwah, (Jakarta: PRENADA MEDIA,
2006). h. 130.
28
Ibid, h. 130.
30

3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial

berlangsung.29

Dari ketiga premis tersebut merupakan tiga terminologi kunci dalam


 

memahami kehidupan sosial.

Menurut beberapa pakar pengertian interaksi sosial sebagai berikut:

1. Menurut Boner, interaksi sosial ialah suatu hubungan anatara dua

orang atau lebih sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan

sebaliknya.30

2. Menurut young, interaksi sosial ialah kontak timbal balik antar dua

orang atau lebih

3. Menurut Psikologi Tingkah Laku (behavioristic psychology), interaksi

sosial berisikan saling perangsang dan pereaksian antar kedua belah

pihak individu.31

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan yang

dimaksud interaksi sosial adalah proses berlangsungnya interaksi antar individu

dengan perorangan, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok

lainnya yang terjadi karena adannya kontak timbal balik. Dengan demikian,

proses berlangsungnya interaksi sosial ini, sekalipun dalam bentuk yang

sederhana, merupakan proses yang kompleks, tetapi dapat kita bedakan dari

beberapa faktor yang mendasarinya, baik secara tunggal maupun bergabung. 32

29
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: PUSTAKA JAYA, 1995), h.
48.
30
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 54.
31
M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Lembaga Sosiologi
Agama, 2008), h. 57.
32
W. A Gerungan DIPL, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco Bandung, 1988), h. 58
31

Faktor yang mendasari berlangsungnya suatu proses interaksi antara lain,

faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan faktor simpati. Faktor-faktor tersebut

dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung.


 

1. Faktor imitasi, mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses

interaksi sosial. Salah-satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat

mendorong sesorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai--nilai

yang berlaku. Salah satu faktor imitasi dari segi negatif yaitu, imitasi

yang ditiru adalah tindakan yang menyimpang. Kecuali daripada itu,

imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan

daya kreasi sesorang.

2. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu

pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian

diterima oleh pihak lain. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena

pihak yang menerima dilanda emosi, dimana seseorang menghambat

daya berrfikir secara rasional.33

3. Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-

keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.

Identifikasi bersifat lebih mendalam daripada imitasi, oleh karena itu,

kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. 34

4. Faktor simpati, faktor di mana seseorang merasa tertarik pada pihak

lain dalam proses memegang keinginan peran yang sangat penting,

walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk

memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Inilah


33
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), h. 63.
34
Ibid.
32

perbedaan identifikasi yang didorong oleh keinginan untuk belajar dari

pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus

dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-


 

kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh.35

Faktor-faktor tersebut di atas merupakan faktor minimal yang menjadi

dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial.

Dalam kehidupan manusia di masyarakat terdapat 2 macam fungsi yaitu

fungsi sebagai obyek dan fungsi sebagai subyek. Dengan adanya dua macam

fungsi yang dimiliki itu, timbullah kemajuan-kemajuan dalam hidup

bermasyarakat. Jika manusia ini hanya sebagai obyek semata, maka hidupnya

tidak mungkin lebih tinggi daripada kehidupan benda-benda mati, sehingga

kehidupan manusia tidak mungkin timbul kemajuan. Sebaliknya apabila manusia

ini hanya sebagai subyek semata, maka ia tak mungkin bisa hidup bermasyarakat

(tak bisa bergaul dengan manusia lain) sebab pergaulan baru bisa terjadi apabila

ada give and take dari masing-masing anggota masyarakat itu. Jadi jelas bahwa

hidup individu dan masyarakat tidak dapat pisahkan dan selalu berinteraksi antara

yang satu dengan yang lain. 36

Adapun interaksi sosial terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Adanya Kontak Sosial (Sosial Contact)

Kontak sosial adalah suatu hubungan antara satu pihak dengan pihak lain,

yang memberikan informasi kepada masing-masing pihak tentang kehadiran

pihak lain. Sehingga masing-masing pihak tersebut dapat mengetahui dan sadar

akan kedudukan masing-masing dan siap untuk mengadakan interaksi sosial.


35
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), h. 64.
36
Abu Ahmdi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 55.
33

Maka kontak merupakan tahap pertama dari terjadinya “kontak” atau hubungan

antara suatu pihak dengan pihak yang lain. 37

Reaksi yang menandai berlangsungnya interaksi sosial berupa:


 

a. Imitasi, yaitu proses peniruan sesuatu

b. Sugesti, yaitu memberi pandangan terhadap orang lain sehingga di

terima oleh pihak lain, dan

c. Identifikasi, yaitu kecenderungan keinginan dalam diri seseorang

untuk menjadi sama atau identik dengan pihak lain.

2. Adanya Komunikasi (Communication)

Komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang

lain. Tafsiran tersebut dapat berwujud melalui pembicaraan, gerak-gerik badan

atau sikap perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal dua

orang atau lebih.

b. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial.

c. Adanya timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dan yang

lainnya.

d. Interaksi cenderung bersifat positif, dinamis, dan berkesinambungan.

e. Interaksi cenderung menghasilkan penyesuaian diri bagi subyek-subyek

yang menjalin interaksi.

f. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah sebagai acuan dalam

37
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1982), h. 65
34

interaksi.38

H. Macam-macam Interaksi Sosial

Di lihat dari sudut subyeknya, ada tiga macam interaksi sosial, yaitu:
 

1. Interaksi antar orang perorangan (individu dengan individu),

2. Interaksi antar orang dengan kelompoknya,

3. Interaksi antar kelompok.39

Manusia dalam memberikan reaksi proses interaksi di suatu kelompok

menunjukan berbagai tingkah laku berbeda-beda. Perbedaan reaksi tersebut

menurut RF. Bales dan Stroadtbeck dapat dikategorikan menjadi empat macam:

a. Tindakan integratif-ekspresif, yaitu tingkah laku yang bersifat terpadu dan

menyatakan dorongan kejiwaan seseorang. Termasuk kategori ini ialah

perbuatan menolong orang lain, memberikan pujian kepada orang lain,

menunjukkan rasa setia kawan.

b. Tindakan yang menggerakkan kelompok ke arah penyelesaian suatu

problem yang dipilihnya, seperti memberi jawaban terhadap pertanyaan,

memberi sugesti, memberi pendapat, memberi penjelasan.

c. Tindakan mengajukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi,

sugesti, dan pendapat.

d. Tindakan integrative-ekspresif yang bersifat negative, yakni tingkah laku

terpadu yang menyatakan dorongan kejiwaan yang bersifat menghindar.

Termasuk kategori ini adalah pernyataan tidak setuju, menimbulkan

38
M Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Lembaga Sosiologi
Agama, 2008), h. 59
39
Ibid , h. 59.
35

ketegangan, antagonism (pertentangan), dan pengunduran diri. 40

I. Komunikasi Verbal

1. Pengertian Komunikasi Verbal


 

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbol-

simbol verbal. Simbol verbal bahasa merupakan pencapaian manusia yang paling

impresif. Saat ini terdapat sekitar 10.000 bahasa dan dialog digunakan umat

manusia di dunia. Setiap bahsa memiliki aturan-aturan:

a. Fenologi yaitu cara bagaimana suara dikombinasikan untuk

membentuk kata.

b. Sintaksis yaitu cara bagaimana kata dikombinasikan hingga

membentuk kalimat.

c. Semantik yaitu arti kata.

d. Pramatis yaitu cara bagaimana bahsa digunakan.41

Komunikasi verbal juga bisa diartikan sebagai bentuk komunikasi yang

disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan (oral) atau denga

tulisan (written).

Dari pengertian komunikasi verbal tersebut sebagian besar proses

komunikasi berlangsung dengan komunikasi verbal ide-ide, pemikiran atau

keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal dibandingankan nonverbal.

Pada pengertian komunikasi verbal ini komunikan juga lebih mudah memahami

pesan-pesan yang disampaikan dengan komunikasi verbal ini.

40
Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi dakwah, (Jakarta: PRENADA MEDIA,
2006), h.136.
41
Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2005), Cet ke-8, h. 3.11.
36

2. Jenis Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal lebih banyak digunakan dengan kata-kata, opini, dan

juga lisan dan juga menggunakan simbol-simbol, atau kode yang berupa tulisan.
 

a. Komunikasi lisan (Oral Communication), komunikasi lisan yang

menjadikan bahasa sebagai media yang menyampaikan pesan. Pikiran

dan perasaan seseorang disampaikan melalui kata-kata yang

dianggapnya tepat dan mewakili apa yang ada dalam dirinya.

b. Komunikasi tulisan (Written Communication), komunikasi tulisan

menjadikan simbol yang dituliskan kepada kertas atau tempat lain

sebagai alat penyampaian ide atau perasaan. Komunikasi tulisan sangat

penting jika kita ingin mengetahui secara keseluruhan gagasan,

pernyataan atau perasaan seseorang. Pesan tulisan memiliki sistematis

yang jelas, pilihan kata dan tanda baca, yang dapat membantu pihak

lain memahami apa yang ingin kita sampaikan. 42

Komunikasi verbal yang dimaksud peneliti yaitu menyampaikan pesan

menggunakan simbol-simbol atau lambang yang merujuk pada obyek tertentu.

1. Contoh umum dalam komunikasi verbal yang berbentuk lisan adalah

bahasa kaum waria seperti akika/ike (aku), cakra (ganteng), diana

(dia).

2. Contoh khusus dalam komunikasi verbal yang berbentuk tulisan adalah

teks yang masyarakat baca sehari-hari, seperti buku, koran, majalah,

dan lain-lain.

42
Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi (Pendekatan Taksonomi Konseptual),
(Bogor; Ghalia Indonesia, 2004), h. 62.
37

J. Komunikasi Non-Verbal

1. Pengertian Komunikasi Non-Verbal

Pengertian komunikasi non-verbal adalah semacam “evaluasi” atau


 

sesuatu yang sulit dipahami. Hal ini bisa dimengerti, karena komunikasi non-

verbal menyangkut “rasa” atau “emosi”. Disamping itu, jenis dan jumlah

tindakan-tindakan non-verbal sangat beraneka ragam dan banyak, tetapi di dalam

kehidupan sehari-hari, perilaku non-verbal sangat membantu pembentukan

makna pada setiap pesan komunikasi yang ada. 43

Di lain pihak, Judee K Burgoon dan Thomas J. Saine dalam bukunya “The

Unspoken Dialoque: An Introduction to Non verbal Communication”.

Memberikan definisi kerja sebagai berikut: “komunikasi non-verbal adalah

tindakan-tindakan manusia yang secara sengaja dikirimkan dan diinterprestasikan

seperti tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik (feed back) dari

yang menerimanya.

Komunikasi non-verbal juga bisa diartikan pesan-pesan yang

diekspresikan dengan sengaja atau tidak sengaja melalui gerakan-gerakan,

tindakan-tindakan, perilaku atau suara-suara vokal yang berbeda dari penggunaan

kata-kata dalam bahasa atau komunikasi verbal. Di dalam buku materi pokok

modul pengantar komunikasi, komunikasi non-verbal yaitu berupa lambang-

lambang seperti gestur (gerakan tangan, kaki atau bagian lainnya dari tubuh),

warna, sikap duduk atau berdiri, jarak dan berbagai bentuk lambang yang lain. 44

43
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005),
Cet ke-9, h. 6.3.
44
Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2005), Cet ke-8, h. 3.11.
38

Kode-kode non-verbal dan verbal ini merupakan komponen dasar dari

komunikasi manusia. Setiap peristiwa komunikasi yang terjadi di dalam

kehidupan nyata akan mencakup dua komponen itu.


 

Oleh karena itu, mempelajari komunikasi non-verbal merupakan usaha

untuk memahami apa-apa yang dirasakan secara nyata oleh orang lain.

Sedangkan, untuk memahami perasaan orang lain adalah sulit. Selain karena

mereka tidak menceritakan apa yang dirasakannya, juga pikiran-pikiran mereka

tidak mudah diketahui hanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

sederhana. Dan dengan cara yang baik untuk memahami perilaku orang lain

adalah dengan memperhatikan mereka. Memperhatikan, tidak sekedar melihat,

tetapi mengamati dengan cermat.

Dengan demikian komunikasi non-verbal yang di maksud peneliti yaitu

mengubah pesan atau menyampaikan pesan yang orang lain tidak tahu di apa

yang dipikirkan dan dirasakan dengan mewujudkan pesan ke dalam satu bentuk

lambang atau kode komunikasi berupa mimik, gerakan tangan, kaki atau bagian

lainnya dari tubuh, warna, sikap duduk atau berdiri.

1. Contoh umum dalam komunikasi non-verbal seperti tersenyum berarti

bahagia, menangis berarti sedih, intonasi yang tinggi berarti sedang

marah.

2. Contoh khusus dalam komunikasi non-verbal seperti jalan lalulintas,

merah (stop), kuning (hati-hati), hijau (jalan).

2. Fungsi dan Jenis-jenis Pesan Non-Verbal

Menurut Mark L. Knapp dalam bukunya Jalaludin Rakhmat terdapat lima

fungsi pesan non verbal antara lain adalah:


39

a. Repetisi yaitu, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan

secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakan saya,

saya menggelengkan kepala berkali-kali.


 

b. Subtitusi yaitu, menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya,

tanpa sepatah kata pun Anda berkata. Anda dapat menunjukkan

perssetujuan dengan mengangguk-angguk.

c. Kontradiksi yaitu, menolak pesan verbal atau memberikan makna yang

lain terhadap pesan verbal. Misalnya, Anda memuji prestasi kawan

Anda dengan mencibirkan bibir Anda, “Hebat, kau memang hebat”.

d. Komplemen yaitu, melengkapi dan memperkaya makna pesan

nonverbalnya. Misalnya, air muka Anda menunjukkan tingkat

penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.45

e. Aksentuasi yaitu, menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.

Misalnya, mengungkapkan betapa jengkelnya Anda dengan memukul

mimbar. 46

Penulis buku Non-verbal Communication Systems Dale G. Leathers

menyebutkan enam alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting.

1) Faktor-faktor non-verbal sangat menentukan makna dalam komunikasi

interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatapmuka,

kita banyak menyampaiakan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-

pesan non verbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak

“membaca” pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbalnya.

Menurut Birdwhistell. ”barangkali tidak lebih dari 30% sampai 35%


45
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
2005), Cet ke- 23, h. 287.
46
Ibid. h. 287.
40

makna sosial percakapan atau interaksi dilakuakan dengan kata-kata”.

Sisanya dilakukan dengan pesan nonverbal. Mehrabian, penulis The

Silent Message, bahkan memperkirakan 93% dampak pesan


 

diakibatkan oleh pesan non verbal. Dalam konteks ini juga kita dapat

memahami mengapa kalimat-kalimat yang tidak lengkap dalam

percakapan masih dapat diberi arti.

2) Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal

dibandingkan pesan verbal. Misalnya, Anda akan tertegun, Anda tidak

menemukan kata-kata yang tepat untuk menyyatakan sesuatu yang

begitu mudah diungkapkan melalui pesan non verbalnya. Bagaimana

Anda tuliskan dalam surat Anda getaran suara, tarikan napas,

kesayuan mata, dan detak jantung? Menurut Mahrabian hanya 7%

perasaan kasih sayang dapat dikomunikasikan dengan kata-kata.

Selebihnya, 38% dikomunikasikan lewat suara, dan 55%

dikomunikasikan melalui ungkapan wajah (senyum, kontak mata, dan

sebagainya).47

3) Pesan non-verbal sangat penting karena dalam menyampaikan makna

dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan

kerancuan. Pesan non verbal jarang dapat diatur oleh komunikator

secara sadar. Sejak zaman pra-sejarah wanita selalu mengatakan

“tidak” dengan lambang verbal, tetapi pria jarang tertipu. Mereka tahu

ketika tidak “tidak” diucapkan, seluruh tubuh anggota tubuhnya

mengatakan “ya”. Kecuali aktor-aktor yang terlatih, kita semua lebih

47
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
2005), Cet ke- 23, h. 287.
41

jujur berkomunikasi pesan non- verbal. Komunikate pada gilirannya,

juga lebih percaya pada pesan non- verbal dibandingkan pesan verbal.

Dalam situasi komunikasi yang disebut “double binding” pesan verbal.


 

Ketika pesan non verbal bertentangan dengan pesan verbal orang akan

bersandar pada pesan nonverbal.

4) Pesan non-verbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat

diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi

metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang

memperjelas maksud dan makna pesan. 48

5) Pesan non-verbal merupakan cara kumunikasi yang lebih efesien

dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal

sangat tidak efesien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi

(lebih banyak lambang dari yang diperlukan), repetisi, ambiguity

(kata-kata yang berarti ganda), dan abstraksi. Diperlukan lebih banyak

waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal daripada

secara non-verbal.

6) Pesan non-verbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada

situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan

atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan

menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (secara

tersirat).49

48
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
2005), Cet ke- 23. h. 288.
49
Ibid, h. 288-289.
42

Duncan menyebutkan dalam buku psikologi komunikasi terdapat enam

jenis pesan nonverbal antara lain yaitu:

1. Kineksik atau gerakan tubuh


 

2. Paralinguistik atau suara

3. Proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial

4. Olfakasi atau penciuman

5. Sensitivitas kulit, dan

6. Faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmestik.50

K. Pengertian dan Jenis-jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seorang

keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau

gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi

kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan

wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,

ketelantaran, kecacatan, ketunaaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/

ketertinggalan, dan bencana alam ataupun bencana sosial. 51

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah kelompok

yang jarang tersentuh oleh strategi pembangunan yang bertumpu pada

mekanisme pasar. Kelompok rentan ini karena hambatan fisiknya (orang cacat),

kultural (suku terasing) maupun strukturalnya (penganggur), tidak mampu

merespon secepat perubahan sosial di sekitarnya, sehingga tertinggal pinggir

dalam proses pembangunan.

50
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
2005), Cet ke- 23 h. 289.
51
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 5.
43

Saat ini jenis PMKS berkembang menjadi 25 jenis, namun baru terdata

dari Kementerian Sosial RI Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial ada 22

jenis PMKS sesuai dengan kondisi PMKS yang terdapat di daerah, sebagai
 

berikut:

1. Anak-anak

Anak-anak terbagi menjadi 6 golongan antara lain:

a. Anak Balita Terlantar

Anak balita terlantar yaitu, anak berusia 0-4 tahun yang karena

sebab tertentu, orangtuanya tidak dapat melakukan kewajibannya

(karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang

sakit, salah seorang/kedua-duanya meninggal, anak balita sakit)

sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan

perkembangannya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. 52

Kriteria anak balita terlantar antara lain:

1. Anak (laki-laki/perempuan)usia 0-4 tahun.

2. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya atau balita yang tidak

pernah mendapat ASI/susu pengganti atau balita yang tidak

mendapat makanan bergizi (4 sehat 5 sempurna) 2x dalam satu

minggu atau balita yang tidak mempunyai sandang yang layak

sesuai dengan kebutuhannya.

3. Yatim Piatu atau tidak dipelihara, ditinggalkan oleh orangtuanya

pada orang lain, ditempat umum, rumah sakit, dan sebagainya.

52
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 5.
44

4. Apabila sakit tidak mempunyai akses kesehatan modern (dibawa

ke Puskesmas dan lain-lain).53

b. Anak Terlantar
 

Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk

kategori anak rawan atau anak-anak membutuhkan perlindungan

khusus (children in need o special protection). Dalam Buku Pedoman

Anak Terlantar yang dikeluarkan Dinas Sosial Provinsi jawa Timur

disebutkan bahwa yang disebut anak terlantar adalah anak yang karena

sesuatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar,

baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.54

Kriteria anak terlantar antara lain:

1. Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun.

2. Anak yatim, piatu, yatim piatu.

3. Tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

4. Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang

mengurus dan tidak mendapat pendidikan

c. Anak yang menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan

Salah

Anak yang berusia 5-18 tahun yang terancam secara fisik dan

non fisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak

semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial

53
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 5.
54
Bagong Suyanto, Masalah Anak Sosial, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 212.
45

terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan

wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.55

Kriteria anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau


 

diperlakukan salah:

1. Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun.

2. Sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang

berakibat menderita secara psikologis.

3. Pernah dianiaya atau diperkosa.

4. Dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya).

d. Anak Nakal

Anak nakal adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang

berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku

dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya,

keluarganya dan orang lain, akan mengganggu ketertiban umum, akan

tetapi (karena usia) tidak dapat dituntut secara hukum.56

Kriteria anak nakal yaitu:

1. Anak (laki-laki/perempuan) usia 8 sampai kurang dari 18 tahun

dan belum menikah.

2. Melakukan perbuatan (secara berulang) yang menyimpang atau

melanggar norma masyarakat seperti:

a) Sering bolos sekolah.

b) Sering bohong, ingkar/menipu.

c) Sering mencuri dilingkungan keluarga.


55
Bagong Suyanto, Masalah Anak Sosial, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 216.
56
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6.
46

d) Sering merusak barang/peralatan/sarana umum.

e) Sering mengganggu orang lain, memancing keributan atau

perkelahian.
 

f) Sering meminta uang/barang dengan paksa.

g) Perokok dan peminum.

h) Melakukan perkelahian massal (tawuran).

i) Melakukan tindak kriminal seperti perjudian, penodongan,

perampokan, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan,

pembunuhan dan pelacuran (membayar/dibayar).57

e. Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang

menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan

atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum.

1. Anak (laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun.

2. Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan

berkeliaran di jalanan atau di tempat umum minimal 4 jam/hari

dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan,

pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanjaan di

pasar dan lain-lain.

3. Kegiatannya dapat membahayakan dirinya sendiri atau

mengganggu ketertiban umum.58

57
Bagong Suyanto, Masalah Anak Sosial, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 186-187.
58
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6.
47

f. Anak Cacat

Anak yang berusia 5-18 tahun yang mempunyai kelainan fisik

dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan


 

dan hambatan baginya untuk melakukan aktivitas secara layak, yang

terdiri dari: penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental,

penyandang cacat fisik dan mental. 59

Kriteria anak cacat yaitu:

1. Cacat Fisik

a. Anggota tubuh tidak lengkap putus/amputasi tungkai, lengan

atau kaki

b. Cacat tulang/persendian

c. Cacat sendi otot dan tungkai, lengan atau kaki

d. Lumpuh

2. Cacat Mata

a. Buta Total (buta kedua mata).

b. Masih mempunyai sisa penglihatan atau kurang awas (low

vision).

3. Cacat Rungu Wicara

a. Tidak dapat mendengar atau memahami perkataan yang

disampaikan pada jarak 1 meter tanpa alat Bantu dengar

b. Tidak dapat bicara sama sekali atau berbicara tidak jelas

(pembicaraannya tidak dapat dimengerti)

59
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6.
48

c. Mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi

dengan orang lain.

4. Cacat Mental Eks Psilotik


 

a. Eks penderita penyakit gila

b. Terkadang masih mengalami kelainan tingkah laku

c. Sering menggangu orang lain.

5. Cacat mental retardasi

a. Idiot: Kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat

dengan anak normal idiot usia 2 tahun, wajahnya terlihat

seperti wajah dungu.

b. Embisil: kemampuan mental dan tingkah laku nya setingkat

dengan anak normal usia 3–7 tahun.

c. Debil: Kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat

dengan anak normal usia 8–12 tahun.

2. Wanita

a. Wanita Rawan Sosial Ekonomi

Wanita rawan sosial ekonomi adalah seorang wanita dewasa

belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup

untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. (Keputusan

Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996).60

Kriteria wanita rawan sosial ekonomi adalah sebagai berikut:

1. Wanita usia 18 - 59 tahun

60
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6.
49

2. Berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan

fisik minimum (sesuai kriteria fakir miskin).

3. Tingkat pendidikan rendah (umumnya tidak tamat/maksimal


 

pendidikan dasar).

4. Istri yang ditinggal suami tanpa batas waktu dan tidak dapat

mencari nafkah.

5. Sakit sehingga tidak mampu bekerja.

b. Wanita yang menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan

Salah

Wanita yang menjadi Korban Tindak Kekerasan atau

Diperlakukan Salah adalah wanita yang terancam secara fisik atau non

fisik (psikologis) karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau

tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial

terdekatnya.61

Kriteria Wanita yang menjadi Korban Tindak Kekerasan atau

Diperlakukan Salah:

1. Wanita usia 18 - 59 tahun atau kurang dari 18 tahun tetapi sudah

menikah.

2. Tidak diberi nafkah atau tidak boleh mencari nafkah.

3. Diperlakukan secara keras, kasar dan kejam (dipukul, disiksa)

dalam keluarga.

4. Diancam secara fisik dan psikologis (diteror, ditakut-takuti,

disekap) dalam keluarga atau ditempat umum.

61
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6.
50

5. Mengalami pelecehan seksual (dikantor, di RT, ditempat umum

antara lain diperkosa atau dipaksa menjual diri/dieksploitir).62

3. Lanjut Usia
 

a. Lanjut Usia Terlantar

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor

tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara

jasmani, rohani maupun sosialnya.

Kriteria lanjut usia terlantar antara lain:

1. Usia 60 tahun ke atas (laki-laki/perempuan)

2. Tidak Sekolah/tidak tamat/tamat SD.

3. Makan 2 x perhari

4. Makan-makanan berprotein tinggi (4 sehat 5 sempurna) 4 kali

perminggu.

5. Pakaian yang dimiliki kurang dari 4 stel.

6. Tempat tidur tidak tetap.

7. Jika sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan.

8. Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang

mau dan mampu mengurusnya.63

b. Lanjut Usia yang menjadi Korban Kekerasan atau Diperlakukan Salah.

Lanjut Usia (60 tahun keatas) yang mengalami tindak kekerasan,

diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga

atau lingkungan terdekatnya dan terancam baik secara fisik maupun

nonfisik.
62
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6
63
Ibid.
51

Kriteria lanjut usia yang menjadi korban kekerasan atau

diperlakukan salah antara lain:

1. Wanita usia 18 – 59 tahun kurang dari 18 tahun tetapi sudah


 

menikah.

2. Tidak diberi nafkah atau tidak boleh mencari nafkah.

3. Diperlakukan secara keras, kasar dan kejam (dipukul, disiksa)

dalam keluarga.

4. Diancam secara fisik dan psikologis (diteror, ditakut-takuti,

disekap) dalam keluarga atau ditempat umum.

5. Mengalami pelecehan seksual (dikantor, di RT di tempat umum

antara lain di perkosa atau dipaksa menjual.64

4. Penyandang Cacat

Kementrian Sosial mengartikan penyandang cacat adalah setiap

orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat

mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk

melakukan secara layaknya yang terdiri dari penyandang cacat fisik,

penyandang cacat mental, dan penyandang cacat fisik dan mental (UU

Nomor 4 tahun 1997) terdekatnya dan terancam secara fisik maupun

nonfisik.65

Kriteria:

1. Penyandang cacat fisik

2. Penyandang cacat mata

3. Penyandang cacat tuna rungu wicara


64
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 6.
65
Ibid.
52

4. Penyandang cacat mental

5. Penyandang cacat mental reterdasi

6. Penyandang cacat fisik dan mental


 

7. Penyandang cacat bekas penderita penyakit kronis

5. Tuna Sosial

Seseorang yang karena faktor–faktor tertentu, tidak atau kurang

mampu untuk melaksanakan kehidupan yang layak atau sesuai dengan

norma agama, sosial atau hukum serta secara sosial cenderung terisolasi

dari kehidupan masyarakatnya. Termasuk tuna sosial adalah: tuna sosila,

pengemis, gelandangan dan bekas narapidana.

a. Tuna Susila

Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau

lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan

yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.66

Kriteria:

1. Seseorang (laki-laki/perempuan) usia 19 tahun ke atas atau lebih.

2. Menjajakan diri ditempat umum,di lokasi atau tempat pelacuran

(bordil), dan tempat terselubung (warung remang-remang, hotel,

mall, dan diskotik).

b. Pengemis

Orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta

ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan

belas kasihan orang lain.67

66
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 7.
53

Kriteria :

1. Anak sampai usia dewasa

2. Meminta-minta dirumah-rumah penduduk, pertokoan,


 

persimpangan jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan

tempat umum lainnya.

3. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-pura

sakit, merintih, dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-

bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.

4. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur

dengan penduduk pada umumnya. 68

c. Gelandangan

Orang–orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan

norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak

mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta

mengembara di tempat umum.69

Keriteria :

1. Anak sampai usia dewasa, tinggal di sembarang tempat dan hidup

mengembara atau menggelandangan ditempat–tempat umum,

biasanya di kota–kota besar.

2. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku

kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat

pada umumnya .

67
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 7.
68
Ibid.
69
Ibid.
54

3. Tidak mempunyai pekerjaan tetap meminta–minta atau mengambil

sisa makanan atau barang bekas, dan lain–lain.

d. Eks Narapidana
 

Seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera

mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan

keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan

diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat

kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan

kehidupannya secara normal.

Kriteria :

1. Usia 18 tahun sampai usia dewasa

2. Telah selesai atau segera keluar dari penjara karena masalah

pidana.

3. Kurang diterima dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan

masyarakat.

4. Sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap.

6. Korban Penyalahgunaan NAPZA

Seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat–zat

adiktif lainya termasuk minuman keras di luar pengobatan atau tanpa

sepengetahuan dokter yang berwenang.70

Kriteria :

a. Usia 10 tahun sampai usia dewasa.

70
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 7.
55

b. Pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat – zat adiktif

lainya termasuk minuman keras, yang dilakukan sekali, lebih sekali

atau dalam taraf coba–coba.


 

c. Secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantunngan obat oleh

dokter yang berwenang. 71

7. Keluarga

a. Keluarga Fakir Miskin

Seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak

mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang

mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat

memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.72

Kriteria :

1. Penghasilan rendah atau berada di bawah garis kemiskinan seperti

tercermin dari tingkat pengeluaran perbulan, yaitu pengeluaran

biaya hidup tidak melebihi Rp. 62.000,- untuk perkotaan, dan Rp.

50.000,- untuk pedesaan setiap orang perbulan (tahun 2000)

2. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah: tidak tamat SLTP,

tidak ada keterampilan tambahan.

3. Derajat kesehatan dan gizi rendah

4. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, termasuk tidak

memiliki MCK

5. Pemilikan harta sangat terbatas jumlah atau nilainya


71
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h.7.
72
Ibid.
56

6. Hubungan sosial terbatas, belum banyak terlibat dalam kegiatan

7. kemasyarakatan.

8. Akses informasi terbatas (baca koran, radio).73


 

b. Keluarga Berumah Tak Layak Huni

Keluarga yang kondisi Perumahan dan lingkungannya tidak

memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara

fisik, kesehatan maupun sosial.

Kriteria Kondisi rumah:

1. Luas lantai perkapital kota < 4 m2, desa <10 m2

2. Sumber air tidak sehat , akses memperoleh air bersih terbatas

3. Tidak mempunyai akses MCK

4. Bahan bangunan tidak permanen atau atap / dinding dari bambu

rumbia.

5. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara

6. Tidak memiliki pembagian ruangan

7. Lantai dari tanah dan rumah lembab atau pengap

8. Letak rumah tidak teratur dan berdempetan

9. Kondisi rusak.

c. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana

Masyarakat yang bertempat tinggal diwilayah rawan bencana

atau disekitar daerah rawan bencana yang mengakibatkan korban jiwa,

penderitaan manusia, kerugian harta benda. Kerusakan alam

73
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 7.
57

lingkungannya, kerusakan fasilitas umum serta menimbulkan

gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan.74

Kriteria:
 

1. Daerah aliran sungai yang sering banjir/mungkin banjir

2. Daerah yang kemungkinan besar bisa terjadi bencana longsor

3. Daerah padat penduduk dan kumuh diperkotaan yang rawan

bencana kebakaran

4. Daerah pantai yang rawan gelombang pasang/Tsunami

5. Daerah rawan bencana gempa bumi dan wilayah gunung berapi.

L. Kelompok Marjinal dalam Perspektif Islam

Kelompok marjinal adalah mereka yang melakukan jenis pekerjaan yang

tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak

menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan karena resiko yang harus di

tanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari segi kesehatan

maupun sosial yang sangat rawan.75

Menurut peneliti definisi kelompok marjinal yaitu orang yang tidak dapat

terpenuhi kebutuhan dasar sandang, pangan, hak-hak individualnya dikarenakan

oleh suatu ketimpangan sosial ekonomi, politik dan suatu budaya.

Kasus kemiskinan yang menimpa bangsa Indonesia saat ini merupakan

contoh konkret bagaimana sistem dan struktur sosial yang menindas telah

mengakibatkan bangsa ini mengalami krisis multidimensi. Bergulirnya kekayaan

hanya di tangan sekelompok kaum kapitalis pusat, dalam hal ini para pemilik

Lembaga-Lembaga Finansial Internasional, International Financial Institutions


74
Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011), h. 8.
75
Bagong Suyanto, Masalah Anak Sosial, (Jakarta: Kencana, 2010), h.186.
58

(IFIs), seperti Bank Dunia (World Bank) dan IMF (International Monetary

Fund), dua organisasi yang paling berkuasa di abad XX maupun di tangan

kapitalis pinggiran, seperti para konglomerat lokal dan kelompok borjuis lainnya,
 

telah memarjinalkan jutaan penduduk miskin di Indonesia dan menciptakan

ketidakseimbangan sosial yang berdampak pada terjadinya berbagai konflik dan

tindakan anarkis di tanah air.76

Demikian pula Islam, Islam menentang keras perlakuan sewenang-wenang

terhadap kaum lemah. Oleh karena itu, Islam yang mengatur hubungan Allah

dengan hambanya dan hubungan manusia dengan sesama manusia, harus

ditampilkan sebagai ideologi pembebas bagi kaum yang lemah dari cengkeraman

kaum penindas dan penguasa yang zalim Dengan demikian, masyarakat Islami

tidak memberikan tempat bagi penindasan dan pemerasan terhadap yang lemah

oleh yang kuat. Perjuangan orang-orang mustad`afîn akan terus berlangsung

melawan mereka yang berkuasa dan arogan atau kelompok mustakbirîn, selama

mereka melakukan penindasan terhadap kaum lemah mustad’afîn.77 Hal ini

sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:

( ٩-١٠ : ٩٣ : ‫ﻞ ﻓَﻼ َﺗﻨْ َﮭﺮْ )ا اﻟﻀّﺤﻲ‬


َ ‫َﻓﺄَﻣﱠﺎ اﻟْ َﯿﺘِﯿﻢَ ﻓَﻼ ﺗَﻘْ َﮭﺮْ وَأَﻣﱠﺎ اﻟﺴﱠﺎ ِﺋ‬

Allah ta’ala telah berfirman: “sebab itu, terhadap anak yatim janganlah

kamu berlaku sewenang-wenang dan terhadap orang yang minta-minta, maka

janganlah kamu menghardiknya.” (QS. Adduha: 93: 9-10)78

76
Lukman S. Thahir, Islam Ideologi Kaum Tertindas: Counter Hegemony Kaum
Marginal dan Mustad’afîn, di akses pada 3 Maret 2009, jam 11 9:10 PM, dari http: // jurnalhunafa.
multiply. Com / journal/ item/2.
77
Lukman S. Thahir, Islam Ideologi Kaum Tertindas: Counter Hegemony Kaum
Marginal dan Mustad’afîn, di akses pada 3 Maret 2009, jam 11 9:10 PM, dari http: // jurnalhunafa.
multiply. Com / journal/ item/2.
78
Departemen Agama RI, Al-„Aliyy: Al-Qur an dan Terjemahnya, (Bandung: CV
Penerbit Diponegoro, 2005), Cet ke-10. halaman 478.
59

Ayat tersebut di atas menganjurkan kepada kita larangan untuk tidak

berlaku sewenang-wenang, atau mengganggu dan menyakiti terhadap orang-


 

orang yang lemah dan miskin. Karena Islam mengajarkan kepada manusia untuk

saling menyayangi terhadap kaum yang lemah dan miskin. Seperti Sabda Nabi

SAW yang berbunyi:

‫ﻋﻠَﻰ ا ﻷَرْﻣَﻠَﺔ وَاﻟْ ِﻤﺴْﻜِﯿﻦ‬


َ ‫ اﻟﺴﱠﺎﻋِﻲ‬: ‫ل‬
َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬
َ ‫ﻋَﻠﯿْﮫِ َو‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲ‬
َ ‫ﻲ‬
‫ﻦ اﻟﱠﻨ ِﺒ ﱢ‬
ِ‫ﻋ‬
َ ُ‫ﻋﻨْﮫ‬
َ ‫ﻲ اﷲ‬
َ‫ﺿ‬
ِ ‫ﻋﻦْ َأ ِﺑﻲْ ھُ َﺮﯾْ َﺮ َة َر‬
َ

( ‫ ) ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ‬. ُ‫ َو ﻛَﺎﻟﻘَﺎ ِﺋ ِﻢ اﱠﻟﺬِيْ ﻟَﺎ َﯾﻔْﺘُﺮُ َو ﻛَﺎﻟﺼﱠﺎﺋِ ِﻢ اﱠﻟ ِﺬيْ ﻟَﺎ ﯾُﻔْﻄِﺮ‬: ‫ل‬
َ ‫ﺴُﺒﮫُ ﻗَﺎ‬
ِ ْ‫ َو َأﺣ‬، ‫ﺳﺒِﯿﻞ اﻟﱠﻠ ِﮫ‬
َ ‫ﻛَﺎﻟْﻤُﺠَﺎھِ ِﺪ ﻓِﻲ‬

Yang Artinya: dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi SAW, beliau bersabda:

“orang yang mengurusi janda dan orang miskin adalah bagaikan orang yang

berjuang pada jalan Allah”. Dan kalau tidak salah beliau bersabda pula: “dan

seperti orang yang selalu shalat malam yang tidak pernah letih, serta seperti

orang yang puasa yang tidak pernah berbuka”. (Riwayat Bukharri dan

Muslim).79

79
Muchlis Shabir, tarjamah Riyadlus Shalihin, (Jakarta: CV, Toha Putra Semarang,
1981), h. 256.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


 

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kuantitatif eksperimen

dengan jenis penelitian Pre-Eksperimental dengan bentuk One Group Pretest-

Posttest Design. Tujuan pendekatan ini adalah dapat membandingkan keadaan

sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Maka peneliti akan

mengetahui apakah Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi berpengaruh terhadap

kemampuan interaksi sosial mereka.

Eksperimental yang dimaksud yaitu observasi yang objektif terhadap suatu

fenomena yang dibuat agar terjadi dalam suatu kondisi yang terkontrol ketat,

dimana satu atau lebih faktor divariasikan dan faktor yang lain dibuat konstan.

Solso dan Maclin juga memberikan definisi singkat mengenai penelitian

eksperimental, yaitu penyelidikan dimana minimal salah satu variabel

dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat.1

Di dalam buku Metodologi Penelitian Sosial definisi penelitian

eksperimen ialah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab

akibat variabel penelitian. Dalam implementasinya, penelitian eksperimen

memerlukan konsep dan variabel terukur.2

Dari definisi sebelumnya, penelitian eksperimental ini dilakukan untuk

mengetahui hubungan kausal atau sebab-akibat. (cause-effect realitionship)

antara Variabel Bebas (VB) dan Variabel Terikat (VT). Variabel Bebas

1
Liche Seniati, Aries Yulianto, dan Bernadette N. Setiadi, Psikologi Eksperimen,
(Jakarta: PT Indeks,2005). Cet ke-5, h. 23.
2
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta:
BUMI AKSARA, 2006), Cet ke-6, h. 6.

60
61

(independent variable) adalah variabel penyebab yang akan dilihat pengaruhnya

terhadap Variabel Terikat (dependent variabele). Ini berarti variabel terikat

merupakan variabel akibat dari variabel bebas.


 

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei 2012 hingga bulan hingga

Februari 2013 di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya II Ceger -

Cipayung Adapun yang dijadikan alasan dan pertimbangan pemilihan lokasi

penelitian ini adalah :

1. Peneliti belum menemukan hasil penelitian tentang pengaruh Metode

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) terhadap kemampuan

interaksi sosial di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya II Ceger-

Cipayung.

2. Peneliti mendapatkan hasil observasi yang berkaitan dengan kriteria judul


yaitu:
a. Terdiri dari 60 orang

b. Telah mengikuti program pembinaan selama dikarantina

c. WBS berusia 13-22 tahun baik laki-laki maupun perempuan dengan

perincian tabel sebagai berikut:

Tabel. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuenssi Persentase

1 Laki-laki 23 Responden 57,5%

2 Perempuan 17 Responden 42,5%

d. WBS ketika di awal sebelum diberikan perlakuan kurang mampu

dalam bersosialisasi seperti menjalin kerjasama, bertukar perasaan,


62

memperkenalkan diri dengan orang lain, dan kemampuan berhubungan

dengan orang lain

3. Pihak lembaga bersedia untuk diadakan penelitian dan memberikan data


 

dan informasi sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang ada.

4. Peneliti juga telah melakukan observasi dari berbagai tempat lembaga

yang memakai metode Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Namun,

dikarenakan kondisi WBS yang sedang di rujuk ke berbagai lembaga lain,

maka penelti mengambil lokasi di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun

Daya II Ceger-Cipayung sebagai bahan penulisan skripsi, sesuai dengan

kriteria yang peneliti cari dan memenuhi kriteria persyaratan untuk

dijadikan penelitian sesuai dengan jurusan peneliti.

C. Populasi dan Sampel

Ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga.

Populasi dapat dibedakan pula antara populasi sampling dengan populasi sasaran.

Dalam setiap penelitian populasi yang dipilih erat hubungannya dengan masalah

yang ingin dipelajari.3

Populasi dalam penelitian ini adalah para WBS yang sedang dalam proses

terapi aktifitas kelompok sosialiasi yang berjumlah 60 orang. Adapun yang

dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah para WBS yang memiliki kriteria

sebagai berikut:

a. Terdiri dari 60 orang

b. Telah mengikuti program pembinaan selama dikarantina

3
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: Lembaga
Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), 2011), h. 152.
63

c. WBS berusia 13-22 tahun baik laki-laki maupun perempuan

d. WBS ketika di awal sebelum diberikan perlakuan kurang mampu

dalam bersosialisasi seperti menjalin kerjasama, bertukar perasaan,


 

memperkenalkan diri dengan orang lain, dan kemampuan berhubungan

dengan orang lain.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas, maka penentuan sampel

penelitian ini menggunakan teknik Purposive Random Sampling yaitu teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.4 Peneliti meggunakan teknik

Purposive Random Sampling dikarenakan batas normal dalam penelitian

kuantitatif yaitu 30 responden dengan persentase sebanyak 8% dari 60 responden,

sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel sebanyak 40

responden dengan rumus sebagai berikut:

n= N

1 + Ne2

Keterangan:

n = jumlah sample yang dicari

N = jumlah populasi

e = nilai presisi (10 %)

Berdasarkan rumus di atas kemudian diperoleh jumlah sample sebagai

berikut:

4
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulalitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA
BANDUNG, 2009), cet ke- 8, h. 68.
64

n= 60 = 60

1 + 60 (0,1)2 1 + 0,6

 
n = 60

1.6

= 37,5 mendekati 38

Jadi, sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 38 responden

akan tetapi di dalam tabel tidak ada populasi sebesar 38 responden maka peneliti

membulatkan menjadi 40 responden.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Pre-Eksperimental dengan bentuk One

Group Pretest-Posttest Design. Dengan simbol sebagai berikut:

O1X O2

O1= Nilai pretest (sebelum diberi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi)

O2 = nilai posttest ( setelah diberi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi)

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi = (O2- O1)

Dalam desain ini peneliti melakukan pretest sebelum diberi perlakuan,

kelompok diberi pretest sebanyak satu kali, dengan tujuan dapat membandingkan

dengan keadaan sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Maka

peneliti akan mengetahui adakah Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

berpengaruh terhadap kemampuan interaksi sosial. Desain ini hanya


65

menggunakan satu kelompok saja, sehingga tidak memerlukan kelompok

kontrol.5

E. Variabel Penelitian
 
1. Variabel Independen (Variabel Pengaruh) yaitu: Terapi Aktivitas

Kelompok Sosialisasi yang meliputi

Upaya terapis dalam meningkaatkan kemampuan konformitas antara lain:

a. Kerjasama

b. Bertukar perasaan

c. Memperkenalkan diri dengan orang lain

d. Kemampuan berhubungan dengan orang lain.

2. Variabel Dependen (Variabel Terpengaruh) yaitu: kemampuan interaksi

sosial meliputi:

Upaya terapis dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial dalam

mengubah prilaku maladaptif menjadi adaptif antara lain:

a. Imitasi

b. Sugesti

c. Identifikasi

d. Simpati

5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulalitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA
BANDUNG, 2009), cet ke- 8, h. 78.
66

F. Definisi Oprasional dan Indikator Penelitian

Tabel. 3
Definisi Oprasional dan Indikator Penelitian
Variabel Dimensi Indikator Definisi Oprasional
 

Pengaruh - Upaya terapis - Upaya terapis - Upaya terapis dalam

Terapi dalam dalam meningkatkan

Aktivitas meningkatkan meningkatkan konformitas seperti

Kelompok konformitas konformitas. kerjasama, bertukar

Sosialisasi. a. Kerjasama perasaan,

(Variabel X) b. Bertukar memperkenalkan diri

perasaan sendiri dengan orang

c. Memperkenalkan lain dan kemampuan

diri dengan orang berhubungan dengan

lain orang lain terhadap

d. Kemampuan hubungan sosial.

berhubungan

dengan orang lain

Kemampuan - Upaya terapis - Upaya terapis - Upaya terapis

Interaksi dalam meningkatkan meningkatkan

Sosial meningkatkan kemampuan kemampuan

(Variabel Y) kemampuan interaksi sosial interaksi sosial

interaksi sosial dalam mengubah dalam mengubah

sehingga prilaku prilaku maladaptif

mengubah maladaptif menjadi adaptif

prilaku menjadi adaptif. seperti imitasi,


67

Variabel Dimensi Indikator Definisi Oprasional

seseorang dari 1. Imitasi, seperti sugesti,

 
maladaptif mendorong identifikasi,dan

menjadi seseorang untuk simpati merupakan

adaptif. meniru tokoh bagian dari proses

idola yang interaksi sosial.

dikagumi dari Sehingga

segi hal memperbaiki

positifnya. kelakuan individu.

2. Sugesti, seperti

memberi

pandangan atau

sikap, motivasi

yang berasal dari

dirinya kemudian

diterima oleh

pihak lain.

3. Identifikasi,

seperti keinginan

dari dalam diri

seseorang untuk

menjadi sama

dengan pihak

lain.
68

Variabel Dimensi Indikator Definisi Oprasional

4. Simpati, seperti

 
seseorang

memahami

keadaan di

sekeliling

temannya.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Observasi, ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik

pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan

dan dicatat secara sistematis, dan dapat dikontrol keandalannya

(realibilitasnya) dan kesahihannya (validitasnya).6 Alat bantu yang

digunakan dalam observasi antara lain adalah daftar riwayat kelakuan

(anecdotal record), catatan berkala, datar catatan (check list), rating scale

yaitu pencatatan gejala menurut tingkatannya, dan alat-alat optik serta

elektronik.7

b. Angket hanya di berikan kepada 40 responden atau WBS yang dijadikan

sampel yaitu berupa daftar pernyataan tertulis yang disodorkan pada

responden melalui angket. Tiap sesinya responden diberikan 40

6
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta:
BUMI AKSARA, 2006), Cet ke-6, h. 54.
7
Ibid, h. 56.
69

pernyataan dan nilai yang di berikan kepada responden mulai dari 1-5

apabila menjawab sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak

setuju dengan kriteria semi likert, dikarenakan untuk melihat


 

kecenderungan dari segi postif dan negatif.

c. Dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpul data dengan cara

mencari sumber dari buku, majalah, literature, website yang telah

dianalisis yang ada relevensinya dan berkaitan dengan materi penelitian

dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan penelitian.

H. Instrument Penelitian

Instrument yang dugunakan peneliti pada saat penelitian berupa angket.

I. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang valid berati

memiliki validitas rendah.8 Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas

instrument penelitian ini adalah rumus Pearson Product Moment.

r = kolerasi Pearson Product Moment

N = banyaknya responden

X = sikap tiap item pertanyaan

Y = skor total responden

8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), Edsi Revisi, h. 211.
70

XY = skor tiap item pertanyaan dikali skor total responden

∑XY = jumlah hasil perkalian skor tiap item dengan skor total responden

 
∑X = jumlah seluruh skor tiap item pertanyaan

∑Y = jumlah seluruh skor total responden

Berdasarkan hasil uji validitas yang telah dlakukan pada 40 orang

responden, maka diperoleh skor sebesar 0, 312 Pada taraf signifikansi sebesar 5%,

yang artinya apabila kolerasi pada butir-butir pertanyaan postif dan besarnya

mencapai 0,312 ke atas, maka butir-butir pertanyaan tersebut merupakan konstruk

yang kuat. Jadi berdasarkan analisis butir-butir pertanyaan tersebut dapat di

simpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik.

J. Uji Reliabilitas

Dalam menghitung realiabilitas peneliti harus melalui langkah membuat

tabel analisis butir soal atau butir pertanyaan. Dari analisis ini skor-skor

dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian soal. Ada dua cara

membelah yaitu belah ganjil-genap dan belah awal-akhir. Teknik Spearman

Brown dalam mencari realibilitas juga disebut teknik belah dua.9 Dengan rumus:

r. tot = angka reliabilitas kesulurah item

r. tt = angka kolerasi belahan pertama dan belahan kedua.10

9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), Edsi Revisi, h. 223.
10
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: Lembaga
Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), 2011), h. 144.
71

berdasarkan hasil uji reliabilitas instrumen yang dilakukan, peneliti

mendapatkan skor sebesar 0,60 denga hasil valid dan reliabel, maka instrumen ini

dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka penumpulan data.


 

K. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas

Dalam uji validitas angket terdapat hasil di dalam lampiran 3 dan telah

ditemukan jumlah butir-butir pernyataan yang valid terhadap 40 responden

dengan keseluruhan yang dianggap valid dan reliabell. Selanjutnya pada uji

instrumen tersebut penulis menggunakan software SPSS 16,00 for windows

release.

Reliability

Scale: ALL VARIABLES


Tabel. 4. Hasil Uji validitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 40 100.0
Excluded a 0 .0
Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.606 40
72

Pada pengujian validitas dan reliabilitas dapat dilihat nilai koefisien alpha

sebesar 0,60 dan jika dibandingkan dengan kolom koefisien reliabilitas maka

dapat diketahui bahwa sudah tidak ada lagi item yang memiliki nilai diatas
 

koefisien alphanya.

L. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis pengaruh Variabel Independen terhadap variabel

dependen peneliti dapat melakukan analisis data statistik menggunakan

correlated data t-test/paired-samples t-test. Karena peneliti melihat pengaruh

pemberian Terapi Kelompok Sosisalisasi dengan cara membandingkan

kemampuan interaksi sosial pada awal di karantina (pre test) dengan hasil

kemampuuan interaksi sosial pada saat sekarang (post test). Dimana skor post test

lebih tinggi dan lebih signifikan.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan rumus:

1. Menghitung Rata-rata

2. Uji Regresi Linier Sederhana

Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal

satu variabel independen dengan satu variabel dependen.11 Persamaan umum

regresi linier sederhana adalah:

Y = a + bX

11
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: ALABETA, 2010), h. 261.
73

Dimana:

Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan.

a  = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan).

b = Angka arah atau koeisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan

ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada perubahan

variabel independen. Bila (+) arah garis naik, dan bila (-) maka arah

garis turun.

X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.

3. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output

SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summary dan tertulis R

Square. Namun untuk regresi berganda sebaiknya menggunakan R Square yang

telah disesuaikan Adjusted R Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel

independen yang digunakan dalam penelitian.

Nilai R Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square

berkaisar antara 0 sampai 1. Pada umumnya sampel dengan deret waktu (time

series) memiliki R Square maupun Adjusted R Square dikatakan cukup tinggi

dengan nilai di atas 0,5.12

12
Singgih Santoso, SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Proesional, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 1999), h. 50-51.
74

4. Uji T-test Sederhana

T-test ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masaing-masing

variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen.13


 

Adapun nilai tara signifikannya sebesar α = 1 % sampai dengan 10 %.

Untuk melakukan uji hipotesis, ada beberapa ketentuan yang perlu

diperhatikan, yaitu merumuskan hipotesis nol (Ho) dan harus disertai pula dengan

hipotesis alternatif (Ha). Seperti berikut ini:

a. Ho : βo = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Terapi

Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap Kemampuan

interaksi sosial

b. Ha : βo ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara Terapi Aktivitas

Kelompok Sosialisasi terhadap Kemampuan interaksi

sosial

Jika sig t > 0,1 maka artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan

antara variabel independen terhadap variabel dependen. Jika sig t < 0,1 artinya

terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel

dependen.

13
Singgih Santoso, SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Proesional, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 1999), h. 54.
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A.  Sejarah PSBI Bangun Daya II

Pemerintah DKI Jakarta Melalui Dinas Sosial membangun sebuah panti

dengan nama “Panti Pengemis Cipayung“. Dalam perkembangan selanjutnya

melalui keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor: 736 Tahun 1996, menjadi Panti

Sosial Bina Karya Bangun Daya 01 Ceger.

Kemudian dengan keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 163

Tahun 2002, menjadi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 02 Ceger, berfungsi

sebagai penampungan sementara bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) antara lain: Gelandangan Pengemis, Wanita Tuna Susila, Waria,

Pedagang Asongan, Jompo, Anak Jalanan, Joky Tree In One, Parkir Liar,

Psikotyk, dan lain-lain.1

B. Visi dan Misi


1. Visi
“Terentasnya warga binaan sosial dalam kehidupan yang layak, normative

dan manusiawi”.

2. Misi
a. Menyelenggarakan perawatan penyantunan dan asuhan

b. Menyelenggarakan pembinaan mental sosial dan keagamaan

c. Menyelenggarakan pelatihan keterampilan kemandirian

d. Melaksanakan penyaluran kemandirian/rujukan sosial

e. Penggalangan peran serta masyarakat

f. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan

1
Company Profile, Panti Sosial Bina Insan bangun daya II Ceger-Cipayung, 2012.

75
76

C. Tujuan
1. Tumbuhnya kesadaran mematuhi peraturan-peraturan tentang ketertiban

umum dan tertib sosial.


 
2. Tumbuhnya motivasi dan kemauan untuk mengikuti pembinaan dan

rehabilitasi sosial di dalam panti.

3. Terkendalinya PMKS jalanan dan terlantar.2

D. Dasar Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor II tahun 2009,Tentang

Kesejahteraan Sosial.

2. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum.

3. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Organisasi Perangkat

Daerah Provinsi DKI Jakarta.

4. Peraturan Daerah Nomor 104 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Dinas Sosial Pergub tentang UPT Dinas Sosial.

5. Peraturan Gubernur Nomor.76 Tahun 2010 Tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja PSBI BD.3

E. Program PSBI Bangun Daya II

1. Identifikasi dan Assesment

2. Terapi sosial perorangan, kelompok, dan masyarakat

3. Bimbingan Latihan Keterampilan

4. Bimbingan Psykologis

5. Bimbingan mental dan fisik

6. Penyaluran Bina Lanjut dan Terminasi

2
Company Profile, Panti Sosial Bina Insan bangun daya II Ceger-Cipayung, 2012.
3
Ibid.
77

F. Prosedur Penerimaan WBS

Gambar. 1. Prosedur Penerimaan WBS

Penjangkauan hasil penertiban dari Penampungan sementara:


 

1. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta 1. Identifikasi

2. Satpol PP Provinsi DKI Jakarta 2. Seleksi

3. Polda Metropolitan 3. Motivasi

4. Walikota Administrasi 4. Pembinaan Sosial (Bimbingan Sosial,

5. Suku Dinas Kota Administrasi Terapi Kelompok, Bimbingan

6. Polres Metropolitan Keagamaan, Fisik, Kesehatan,

7. Polsek Metropilitan Kesenian, Kesadaran Hukum dan

8. Kecamatan Keterampilan Sosial)

9. Instansi Lainnya

MENGKLASIFIKASI JENIS-JENIS
PERMASALAHAN WBS DAN
PENDALAMAN PERMASALAHAN WBS
(WARGA BINAAN SOSIAL)

RUJUKAN
1. Kepada Keluarga
2. PSTW Budi Mulia Cengkareng
3. PSBL Harapan Sentosa
4. PS Asuhan Anak Putra Utama
5. PSBD Budi Bhakti Cengkareng
6. PSBG Belaian Kasih Pegadungan
7. BN Cahaya Bathin
8. PSBKW Harapan Mulia Kedoya
9. PSPP Khusnul Khotimah Serpong
10. PSBK Harapan Jaya Balaraja
11. PSBR Taruna Jaya Tebet
12. PSP Bhakti Kasih Kebon Kosong
13. RSUD terdekat
14. Pemulangan ke daerah asal dan orang terlantar oleh Dinas
15. Dan lain-lain.

Sumber: Company Profile, Panti Sosial Bina Insan bangun daya II Ceger-Cipayung, 2012.
78

G. Sarana dan Prasarana Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya II

Ceger-Cipayung

Kelancaran pelaksanaan kegiatan layanan sosial dapat berjalan dan sangat


 

bergantung pada perlengkapan sarana dan prasarana yang ada, PSBI Bangun Daya

II, saat ini memiliki bangunan fisik yaitu:

a. Ruang kantor

b. Ruang tungggu/pengunjung/ruang besuk

c. Ruang identifikasi dan pemeriksaan kesehatan

d. Ruang asrama, ruang aula dan musholla, ruang makan, ruang dinas, dan

e. Saran olahraga

Adapun sarana penunjang lainnya berupa:

1. Kendaraan operasional roda 2 ( 2 unit ) dan roda 4 ( 1 unit )

2. Fasilitas penunjang lainnya


 
 
BAB V

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A.  Klasifikasi Responden

Dalam penelitian ini, peneliti menyebarkan angket kepada 40 responden

yang merupakan Warga Binaan Sosial yang dikarantina dan mengikuti Terapi

Aktivitas Kelompok Sosialisasi di PSBI Bangun Daya II. Angket tersebut berisi

40 butir pernyataan. Dalam menyebarkan angket peneliti melakukan penyebaran

sebanyak 2 kali, yaitu sebelum di beri perlakuan Terapi Aktivitas Kelompok

Sosialisasi (pre-test) dan sesudah di beri perlakuan Terapi Kelompok Sosialisasi

(post-test).

Dari 40 angket yang telah terkumpul, peneliti mendapatkan data mengenai

identitas responden berupa karakteristik responden berdasarkan usia dan

karakteristik berdasarkan jenis kelamin. Berikut di bawah ini tabel yang akan di

jelaskan oleh peneliti.

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel. 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia Frekuenssi Persentase


1 13 Tahun 27 Responden 67,5%
2 14 Tahun 3 Responden 7,5%
3 15 Tahun 3 Responden 7,5%
4 16 Tahun 2 Responden 5%
5 17 Tahun 1 Responden 2,5%
6 18 Tahun 3 Responden 7,5%
7 19 Tahun 1 Responden 2,5%

81
82

Berdasarkan tabel 5 di atas, diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan usia 13 tahun sebanyak 27 responden, kemudian usia 14 tahun

sebanyak 3 responden, kemudian usia 15 tahun sebanyak 3 responden, kemudian


 

usia 16 tahun sebanyak 2 responden, kemudian usia 17 tahun sebanyak 1

responden, lalu usia 18 tahun sebanyak 3 responden, dan terakhir usia 19 tahun

sebanyak 1 responden.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa responden yang mengikuti

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi mayoritas berusia 13 tahun, hal ini di

duga pada usia remaja merupakan kematangan atau kecukupan dalam mencapai

kemandirian mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini sejalan dengan

yang dikemukakan oleh Piaget bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia

di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak

tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi

dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih

berhubungan dengan masa puber termasuk juga perubahan intelektual yang khas

dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam

hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang

umum dari periode perkembangan ini.1

1
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), Edisi Kelima, h. 206.
83

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel. 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No
  Jenis Kelamin Frekuenssi Persentase

1 Laki-laki 23 57,5%

2 Perempuan 17 42,5%

Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin laki-laki sebanyak 23 responden dan jenis kelamin perempuan

sebanyak 17 responden. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa responden

yang mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi berjenis kelamin laki-laki.

Peneliti menduga karakter laki-laki bersifat labil mudah dipengaruhi oleh

lingkungan, rasa keinginan tahu tentang sesuatu yang tinggi, sulit mengendalikan

emosi, hidupnya tidak ingin diatur.

Hasil tersebut sesuai dengan Penelitian di University Of California, Los

Angeles yang diterbitkan pada Psychological. Penelitian ini menemukan bahwa

wanita cenderung untuk mencari kontak dan dukungan sosial dengan pihak lain

ketika mereka sedang mengalami stres, yang tentunya merupakan cara yang lebih

baik dalam menangani stress dibandingkan dengan pria yang cenderung

menggunakan emosinya.2

2
Artikel Fonny,Terungkap Alasan Wanita Lebih Hebat dari Pria, di posting pada 9 maret
2013 melalui http://luxorgamat.vaganza.web.id/terungkap-alasan-wanita-lebih-hebat-dari-pria-
pid812.html
84

B. Hasil Uji Analisis Skor

Berdasarkan hasil penyebaran angket sebanyak 40 responden mengenai

Pengaruh
  Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) Terhadap Kemampuan

Interaksi Sosial Antar Individu Dengan Individu Yang Lain Di Panti Sosial Bina

Insan (PSBI) Bangun Daya II Ceger-Cipayung, maka diperoleh data sebagai

berikut:

1. Kerjasama
Tabel. 7. PRE TEST Indikator Kerjasama Responden Melalui TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

Saya dapat bergaul atau bermain dengan teman-teman 8 15 17 - 134 2


1
saya.
Saya merasa sulit ketika menyesuaikan diri dengan - 6 27 7 85 5
2
teman saya.
Saya merasa sulit dalam membangun hubungan 2 10 18 10 96 4
3
pertemanan.

4 Saya lebih suka bareng-bareng dibandingkan sendirian. 7 23 - - 127 3

Saya merasa nyaman dengan suasana kekompakan dan 25 14 1 - 183 1


5
kerjasama sekarang.
JUMLAH 625

MEAN 15,625

Dari analisis tabel 6 peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan

tentang responden merasa nyaman dengan suasana dan kerjasama sekarang

dengan hasil skor 183 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa responden merasa

nyaman disebabkan oleh responden menghilangkan rasa cemas, takut sehingga

responden ketika diberikan TAKS responden merasa senang dan bahagia.

Hasil dugaan penelitian ini dalam teori Abraham H. Maslow yang

mengungkap bahwa kebutuhan manusia pada dsarnya bertingkat-tingkat, mulai

dari tingkatan yang paling bawah sampai ke tingkatan yang paling tinggi.
85

Kebutuhan pada tingkatan yang lebih tinggi tidak mungkin timbul sebelum

kebutuhan yang lebih mendasar terpenuhi. Tingkat kebutuhan manusia

diantaranya adalah pertama, kebutuhan fisiologis seperti makan, minum,


 

istirahat, dan lain-lain. Kedua kebutuhan rasa aman (safety) setelah mendapatkan

makan, minum, istirahat, selanjutnya berkembang keinginan untuk memperoleh

rasa aman. Orang ingin bebas dari rasa takut, dan kecemasan. Ketiga, kebutuhan

akan rasa kasih sayang, yaitu perasaan memiliki dan dimiliki oleh orang lain

atau kelompok masyarakat adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap manusia.

Keempat, kebutuhan akan harga diri. Bila kebutuhan di tingkat ketiga telah

terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan harga diri. Agar harga dirinya di akui

sebagai masyarakat dan manusia. Kelima, kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan pada tingkatan adalah kebutuhan yang paling tinggi, menurut

Abraham Maslow, pada tingkatan ini manusia ingin berbuat sesuatu semata-mata

karena dari dorongan dalam. Dia tidak lagi mennuntut atau mengharapkan

penghargaan orang lain atas apa yang diperbuatnya. Sesuatu yang ingin dikejar di

dalam kebutuhan tingkat ini adalah keindahan (beauty), kesempurnaan

(perfeection), keadilan (justice), dan kebermaknaan.3

Tabel. 8. POST TEST Indikator Kerjasama Responden Melalui Metode TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking


Saya dapat bergaul atau bermain dengan teman-teman 28 12 - - 188 2
1 saya.
Saya merasa sulit ketika menyesuaikan diri dengan 5 33 2 - 161 4
2 teman saya.
Saya merasa sulit dalam membangun hubungan 12 22 3 3 157 5
3 pertemanan.

3
Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam Atas
Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), Cet ke- IV, h. 49-50.
86

4 Saya lebih suka bareng-bareng dibandingkan sendirian. 29 11 - - 189 1

Saya merasa nyaman dengan suasana kekompakan dan 26 13 1 - 184 3


5 kerjasama sekarang.
JUMLAH 879
 
MEAN 21,975

Berkenaan dengan tabel 7 dapat diambil kesimpulan bahwa rangking yang

tertinggi adalah pada butir nomor empat dengan pernyataan responden lebih suka

bareng-bareng dibandingkan sendirian. Hal tersebut diduga responden memiliki

tujuan yang sama yaitu pemimpin telah menyepakati tahapan kerja yang akan di

lakukan reponden, kemudian responden telah menjadi kelompok atau tim, maka

responden menimbulkan rasa saling percaya, sehingga kecemasan responden

menurun, kelompok menjadi lebih stabil dan realistis, selanjutnya tim dapat

mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, serta

dapat menyelesaikan masalah secara kreatif.

Dugaan tersebut sejalan dengan teori Henry A. Murray bahwa kebutuhan

seseorang berkembang karena faktor lingkungan dan faktor belajar, seperti

kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan untuk memiliki (yang di

tandai dengan berkembangnya “aku” manusia kecil), kebutuhan harga diri,

kebutuhan kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan munculnya kebutuhan untuk

bersaing dengan orang lain. Kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Henry A.

Murray dinyatakan sebagai need for offilation atau disingkat n’Aff dan need for

achievement sebagai n’Ach. Carl Roges dan Abrahm Maslow menyebut n’Aff ini

sebagai self actualizing need. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri yang


87

ditandai oleh berkembangnya kemampuan mengekspresikan diri, yaitu

menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten. 4

Tabel. 9. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Kerjasama
 
Responden Melalui Metode TAKS

No Pernyataan Pre Test Post Test Growth (%)

1 Saya dapat bergaul atau bermain dengan teman-teman saya. 134 188 40,29%

2 Saya merasa sulit ketika menyesuaikan diri dengan teman saya. 85 161 89,41%

3 Saya merasa sulit dalam membangun hubungan pertemanan. 96 157 63,54%

4 Saya lebih suka bareng-bareng dibandingkan sendirian. 127 189 48,81%

Saya merasa nyaman dengan suasana kekompakan dan 183 184 0,54%
5
kerjasama sekarang.
JUMLAH 242,59

MEAN 48,518%

Dari tabel 8 kita dapat mengetahui perbandingan perolehan Pre Test dan

Post Test dari indikator kerjasama beserta growt percent dengan rumus (pos-test -

pre-test : pre-test = growt percent) dari variabel tersebut. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa setelah diberikan treatmen terapi kelompok sosialisasi

responden merasakan perubahan pada dirinya dengan growt percent sebesar

89,41 %. Hal ini menunjukan bahwa model yang disampaikan oleh seorang

pemimpin yaitu model interpersonal dengan menggunakan perasaan cemas dan

kesepian merupakan sasaran pemimpin untuk mengidentifikasi dan merubah

tingkah laku atau perilaku dengan tujuan meningkatkan kemampuan hubungan

interpersonal ketika pada saat konflik interpersonal muncul, pemimpin

menggunakan situasi tersebut untuk mendorong anggota atau responden

mendiskusikan perasaan mereka. Maka setelah diberikan treatmen oleh

4
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), (Bandung:
Pustaka Setia, 2006). h.135.
88

pemimpin responden merasa sudah mengenal satu sama lain serta mampu bekerja

sama dengan responden yang satu dengan yang lainnya.

Berkaitan dengan hasil penelitian di atas, maka teori psikologi


 

mengungkap bahwa hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang

saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan

terbatas sampai pada tingkat yang luas dan kompleks. Semakin dewasa dan

bertambah umur, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi sangat luas

dan kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja

memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi untuk

berpartisipasi dan berkontribusi memajukan kehidupan masyarakatnya. Dengan

hasil penelitian memang benar bahwa responden mengalami perubahan yang

signifikan sebesar 89,41 %.5

2. Bertukar Perasaan
Tabel. 10. PRE TEST Indikator Bertukar Perasaan Responden
Melalui Metode TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

Saya selalu curhat tentang masalah saya dengan teman 9 24 4 3 152 2


1 dekat saya di sini.

2 Saya selalu ada ketika teman saya butuh. 11 23 6 - 159 1

Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan teman- 3 23 10 4 131 3


3 teman saya.
JUMLAH 442

MEAN 11,05

5
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), (Bandung:
Pustaka Setia, 2006). h. 89.
89

Dari hasil tabel 9 di atas yang menempati rangking pertama yaitu

responden selalu ada ketika temannya sedang butuh. Peneliti mendapatkan dari

hasil lapangan bahwa pemimpin memakai modal fokal konflik yaitu pemimpin
 

memberikan kesempatan kepada anggota atau responden untuk mengekspresikan

perasaan dalam menyelesaikan masalah.

Dugaan tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Whiteaker dan

Liebermen’s bahwa prinsip terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik

yang tidak disadari. Pengalaman kelompok secara berkesinambungan muncul

kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas pemimpin yaitu

membantu anggota kelompok memahami konflik dan mencapai penyelesaian

konflik.

Tabel. 11. POST TEST Indikator Bertukar Perasaan Responden


Melalui MetodeTAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

Saya selalu curhat tentang masalah saya dengan teman 15 25 - - 175 1


1 dekat saya di sini.

2 Saya selalu ada ketika teman saya butuh. 10 30 - - 170 2

Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan teman- 14 19 7 - 160 3


3 teman saya.
JUMLAH 505

MEAN 12,625

Berdasarkan data pada tabel 10 maka diduga adanya keterbukaan

responden untuk selalu bercerita kepada temannya ketika menghadapi masalah-

masalah. Seperti mereka terkekang ketika responden berada di karantina,

kemudian tingkat dalam mengenal satu sama lain sudah mulai terjalin dengan

bercerita antar yang satu dengan yang lainnya maka timbulah kepercayaan

dengan kondisi mereka yang terdesak sehingga mereka bercerita-cerita tentang


90

masalah yang dihadapinya. Hal ini sejalan dengan teori dengan yang

dikemukakan dalam buku psikologi sosial oleh W. A Gerunan DIPL bahwa

penyesuaian diri dengan lingkungan dapat mengubah sesuai keadaan diri sendiri. 6
 

Tabel. 12. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Bertukar
Perasaan Responden Melalui Metode TAKS

Growth
No Pernyataan Pre Test Post Test
(%)

Saya selalu curhat tentang masalah saya dengan teman dekat


152 175 15,13%
1 saya di sini.

2 Saya selalu ada ketika teman saya butuh. 159 170 6,91%

Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan teman-teman


131 160 22,13%
3 saya.

JUMLAH 44,17

MEAN 14,72%

Pada tabel 11 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator bertukar perasaan telah mengalami perubahan growt percent pada

butir pernyataan nomor tiga sebesar 22,13 %. Adanya perubahan skor responden

menjadi lebih besar dari pre-test 131 menjadi 160 pos-test dengan selisih 29. Hal

ini diduga responden sering menyendiri dan jarang berkomunikasi dengan

responden yang lain selama di karantina, dikarenakan ketidakmenerimanya

responden ketika di razia sehingga membuat responden tertekan dan ingin

menyendiri, kemudian responden menjadi bosan. Akibat dari kebosanannya

tersebut yang pada akhirnya membuat responden ingin mengenal yang satu

dengan yang lain. Serta didukungnya pemimpin untuk membantu dalam

melakukan sosialisai dalam mengenal seseorang di lingkungan sekitar mereka.

6
W. A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco Bandung, 1988), h. 55
91

Dugaan tersebut sebagaimana dengan tujuan Terapi Aktivitas Kelompok

Sosialisasi yaitu untuk membantu klien mengenal lingkungan di sekitar klien

dengan tahapan interpersonal (satu dengan satu), kelompok, dan massa yang
 

kemudian aktivitas nya dapat berbentuk latihan sosialisasi dalam kelompok.7

3. Memperkenalkan Diri dengan Orang lain


Tabel. 13. PRE TEST Indikator Memperkenalkan Diri dengan Orang lain
Melalui Metode TAKS
No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangkig
1 Saya dapat memahami perilaku teman-teman saya. 6 24 8 2 144 1
Saya mampu mengenal kelebihan dan kekurangan
3 1 31 5 86 5
2 teman-teman saya.
3 Saya suka menolong teman-teman saya. 11 14 14 1 140 2
Saya sulit menghafal nama-nama sebagian teman-teman
4 12 22 2 114 4
4 saya.
5 Saya jarang menyapa teman-teman saya. 5 14 15 6 117 3
JUMLAH 601

MEAN 15,025

Terkait dengan hasil observasi melihat tingginya kemampuan Warga

Binaan Sosial pada tabel 12 dalam memahami perilaku temannya diduga model

yang diberikan oleh pemimpin berupa model komunikasi yang mana pemimpin

mengajarkan kepada kelompok atau responden perlunya dalam berkomunikasi

dan responden harus bertanggung jawab terhadap pesan yang disampaikan dan

dapat dipahami oleh orang lain, sehingga membantu responden dalam memahami

perilaku orang lain.

7
Budi Anna Keliat dan Akemat, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), h. 14.
92

Hal tersebut di atas telah di kemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa

tejadinya interaksi sosial apabila adanya kontak sosial hubungan antara satu

pihak dengan pihak lain yang memberikan informasi kepada masing-masing


 

pihak dan adanya komunikasi di mana seseorang memberikan tafsiran pada

perilaku orang lain. Tafsiran tersebut dapat berwujud melalui pembicaraan,

gerak-gerik badan atau sikap perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh

orang tersebut.8

Tabel. 14. POST TEST Indikator Responden Memperkenalkan Diri dengan


Orang lain Melalui Metode TAKS
No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

1 Saya dapat memahami perilaku teman-teman saya. 6 34 - - 166 4

Saya mampu mengenal kelebihan dan kekurangan 9 30 1 - 167 3


2 teman-teman saya.

3 Saya suka menolong teman-teman saya. 22 18 - - 182 1

Saya sulit menghafal nama-nama sebagian teman-teman 4 30 4 2 150 5


4 saya.

5 Saya jarang menyapa teman-teman saya. 13 25 1 1 168 2

JUMLAH 833

MEAN 20,825

Terkait pada tabel 13 peneliti menduga responden suka menolong

dikarenakan responden berada dalam masalah yang sama dan ia akan

menginginkan kehadiran orang lain. Terkait dengan hasil penelitian di atas

Stanley Schachter membuktikan pernyataannya di atas dengan sebuah

eksperimen. Ia mengumpulkan dua kelompok mahasiswi. Kepada kelompok

pertama diberitahukan bahwa mereka akan menjadi subjek eksperimen yang

meneliti efek kejutan listrik sangat menyakitkan. Kepada kelompok kedua

8
Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1982), h. 64-65.
93

diberitahukan bahwa mereka hanya akan mendapat kejutan ringan saja. Schachter

menemukan di antara ubjek pada kelompok pertama (kelompok tingkat

kecemasannya tinggi), 63 persen ingin menunggu bersama orang lain, dan di


 

antara subjek pada kelompok kedua hanya 33 persen yang memerlukan sahabat.

Schachter menyimpulkan bahwa situasi penimbul cemas (anxiety-producing

situation) meningkatkan akan kebutuhan kasih sayang. Orang-oranag yang

pernah mengalami penderitaan bersama-sama akan membentuk kelompok yang

bersolidaritas tinggi.9

Di dalam buku psikologi umum juga telah dijelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pembentukan sikap sesorang. Pertama, adanya akumulasi

pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama. Seseorang mungkin

berinteraksi dengan berbagai pihak yang mempunyai sikap yang sama terhadap

suatu hal. Kedua, pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda, seseorang dapat

menentukan sikap pro atau anti terhadap gejala tertentu. Ketiga, pengalaman

(buruk atau baik) yang pernah dialami. Keempat, hasil peniruan terhadap sikap

pihak lain (secara sadar atau tidak sadar). Efektivitas pengendalian sangat

bergantung pada kesiapan seseorang dan penyelesaiannya dengan keadaan mental

yang bersangkutan. 10

9
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
Edisi Revisi, h. 112.
10
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 363.
94

Tabel. 15. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Memperkenalkan Diri dengan Orang lain Melalui Metode TAKS
Growth
Pernyataan Pre Test Post Test
No (%)
 
1 Saya dapat memahami perilaku teman-teman saya. 144 166 15,27%

Saya mampu mengenal kelebihan dan kekurangan teman-teman 86 167 94,18%


2 saya.

3 Saya suka menolong teman-teman saya. 140 182 30%

4 Saya sulit menghafal nama-nama sebagian teman-teman saya. 114 150 31,57%

5 Saya jarang menyapa teman-teman saya. 117 168 43.58%

JUMLAH 214,6

MEAN 42,92%

Pada tabel 14 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator memperkenalkan diri dengan orang lain dengan hasil growt percent

tertinggi pada butir pernyataan nomor tiga sebesar 94,18 %. Hal ini diduga

responden mampu menyesuaikan diri demi tercapainya hubungan yang harmonis

antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Responden menyatakan sepenuhnya

siapa diri dia sebenarnya, apa kelebihan dan kekuranganya dan mampu bertindak

objektif sesuai dengan kondisi dan potensi dirinya sehingga responden mampu

menempatkan orang tersebut menjadi pemimpin. Apabila temannya melihat

kekurangan responden lebih menutup diri, maka responden yang lain

memberikan bantuan agar temanya berbicara, berbagi, dan lain-lain. Hal tersebut

dikarenakan sudah terjadinya kontak sosial dan komunikasi yang efektif bila

pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila

responden berkumpul dalam satu kelompok yang memiliiki kesamaan maka anda

akan senang, gembira, dan terbuka. sehingga responden dapat mengenal

kelebihan dan kekurangan temanya. Dengan diperkuat hasil pre-test sebesar 86,
95

kemudian setelah di berikan TAKS responden mengalami peningkatan sebesar

167 dengan selisih 81. Keadaan tersebut telah dibuktikan oleh Wolosin bahwa

komunikasi akan lebih efektif bila para komunikan saling menyukai.11


 

4. Kemampuan Berhubungan dengan Orang Lain


Tabel. 16. PRE TEST Indikator Kemampuan Responden Berhubungan dengan
Orang Lain Melalui Metode TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

1 Saya mampu berbincang-bincang dengan teman saya. 10 20 9 1 149 2

2 Saya suka memperhatikan teman-teman saya. 10 24 6 - 158 1

3 Saya percaya pada teman saya. 1 4 27 8 83 6

4 Saya mampu menyampaikan pesan dengan jelas. 4 12 23 1 115 3

5 Saya sering menerima informasi dari teman saya. 1 13 23 3 106 5

6 Saya jarang ngobrol dengan teman-teman saya. 3 16 15 6 115 4

JUMLAH 726

MEAN 18, 15

Tingginya angka pre-test pada tabel 15 mengenai Warga Bina Sosial

sering memperhatikan teman dengan skor 158 dan berbanding terbalik dengan

percaya pada teman hal tersebut di duga kurangnya keyakinan pada diri

responden yang tidak tebangun dengan baik sehingga ia tidak memiliki rasa

kepercayaan yang utuh atas kemungkinan-kemungkinan dari pilihannya sendiri

agar keluar dari masalah yang di hadapinya sehingga menimbulkan mekanisme

penyesuaian diri seperti isolasi, supresi, dan membuat sikapnya bertolak belakang

terhadap lingkungan di sekitarnya. Tipe-tipe tingkah laku tersebut yang

dinamakan mekanisme pertahanan ego yang dikemukakan oleh Freud sebagai

11
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
Edisi Revisi, h. 118.
96

teknik-teknik dasar dalam penyesuaian diri atau bisa di sebut dengan istilah

pelindung-pelindung konsep-diri (self-concept).12

Tabel 17. POST TEST Indikator Kemampuan Responden Berhubungan


 
dengan Orang Lain Melalui Metode TAKS
No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

1 Saya mampu berbincang-bincang dengan teman saya. 18 21 1 - 176 2

2 Saya suka memperhatikan teman-teman saya. 8 31 1 - 160 5

3 Saya percaya pada teman saya. 8 32 - - 168 3

4 Saya mampu menyampaikan pesan dengan jelas. 10 29 1 - 168 4

5 Saya sering menerima informasi dari teman saya. 18 22 - - 178 1

6 Saya jarang ngobrol dengan teman-teman saya. 8 29 1 2 160 6

JUMLAH 1010

MEAN 25,25

Adanya perubahan pada skor pre-test (106) dan pos-test (178) mengenai

responden sering menerima informasi dari temannya. Di duga Terapi Aktivitas

kelompok Sosialisasi membentuk responden berhubungan sosial dengan

responden yang lain sehingga terjadi stimulus dan responden. Pada awal bertemu

responden belum percaya atau kurangnya keyakinan pada diri responden

terhadap responden yang lain, kemudian setelah di berikan stimulus yaitu berupa

TAKS, responden sering menerima informasi dari temannya. seperti yang di

kemukakan di dalam teorinya Gestalt bahwa setiap kegiatan S-R mempunyai

organisasi sendiri. Hal ini disebabkan masing-masing orang mempunyai “cara”

sendiri dalam persepsi, belajar, berprestasi, dan memecahkan masalah. oleh

12
Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 1 (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 426.
97

karena itu, setiap individu adalah Gestalt tersendiri, dan dari hubungan atau

interaksi dua orang terjadi pola pengorganisasian tersendiri.13

Tabel 18. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
 
Kemampuan Responden Berhubungan dengan Orang Lain Melalui Metode
TAKS

Growth
Pernyataan Pre Test Post Test
No (%)

1 Saya mampu berbincang-bincang dengan teman saya. 149 176 18,12%

2 Saya suka memperhatikan teman-teman saya. 158 160 1,26%

3 Saya percaya pada teman saya. 83 168 102,40%

4 Saya mampu menyampaikan pesan dengan jelas. 115 168 46,08%

5 Saya sering menerima informasi dari teman saya. 106 178 67,92%

6 Saya jarang ngobrol dengan teman-teman saya. 115 160 39,13%

JUMLAH 274,91

MEAN 45,81%

Pada tabel 17 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator kemampuan responden berhubungan dengan orang lain dengan

hasil growt percent tertinggi pada butir pernyataan nomor tiga sebesar 102,40 %.

Hal ini diduga responden percaya terhadap temannya untuk bekerjasama, dari

skor pre test responden memproleh nilai sebesar 83, kemudian setelah di berikan

TAKS responden mengalami peningkatan sebesar 168 dengan selisih 85, Gestalt

mengemukakan bahwa setiap kegiatan mempunyai stimulus dan respon. Hal ini

disebabkan masing-masing orang mempunyai “cara” sendiri dalam persepsi,

belajar, berprestasi, dan memecahkan masalah. Sehingga responden harus

13
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 118).
98

menerima stimulus terlebih dahulu, maka informsai yang didapat akan lebih

banyak dan terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. 14

 
5. Imitasi
Tabel. 19. PRE TEST Indikator Imitasi Melalui Metode Interaksi Sosial

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking


Saya meniru gaya tokoh yang saya kagumi. Seperti
21 18 - 1 178 1
1 pemain sepak bola atau artis-artis.
Saya selalu mendengarkan teman saya yang sedang
3 3 24 10 85 5
2 berbicara.
Saya selalu memperhatikan teman saya yang sedang
3 11 22 4 107 3
3 berbicara.
4 Saya mengikuti kegiatan yang dilakukan teman saya. 2 6 28 4 94 6
5 Saya tidak suka meniru perilaku teman saya yang baik. 13 15 5 7 142 2

6 Saya jarang melihat perilaku teman saya yang baik. 2 11 20 7 101 4


JUMLAH 707
MEAN 17,675

Dari tabel 18 Peneliti menduga dari hasil lapangan bahwasannya

pertumbuhan pada remaja merupakan masa transisi dalam menyesuaikan diri

dengan kelompok untuk mencari identitas diri dan ingin menjadi sama seperti

tokoh tokoh idolanya yang membuat responden tidak terlihat identitas dirinya.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Erikson tentang pencarian identitas ini

mempengaruhi pada remaja dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan

kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan

meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secara artifisial orang-

orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh dan mereka selalu siap untuk

14
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 118.
99

menempatkan idola dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam mencapai

identitas akhir.15

Tabel. 20. POST TEST Indikator Imitasi Tentang Inteaksi Sosial


 

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking


Saya meniru gaya tokoh yang saya kagumi. Seperti
10 11 12 6 128 6
1 pemain sepak bola atau artis-artis.
Saya selalu mendengarkan teman saya yang sedang
21 12 7 - 167 4
2 berbicara.
Saya selalu memperhatikan teman saya yang sedang
13 24 2 1 166 5
3 berbicara.
4 Saya mengikuti kegiatan yang dilakukan teman saya. 28 9 2 1 181 1

5 Saya tidak suka meniru prilaku teman saya yang baik. 19 18 3 - 173 2
6 Saya jarang melihat prilaku teman saya yang baik. 12 28 - - 172 3
JUMLAH 987

MEAN 24,675

Peneliti menduga dari tabel 19 responden mengikuti kegiatan yang

dilakukan oleh temannya dikarenakan responden mencoba untuk mengangkat diri

sendiri sebagai individu atau ingin di akui dan dipandang sebagai indivu akan

keberadaannya dengan mencapai hubungan baru, serta pada saat yang sama

responden tetap mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya.

Seperti yang telah dijelakan dalam buku Psikologi Perkembangan Suatu

Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan bahwa remaja cenderung memandang

kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan

orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya,

terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistis ini tidak hanya bagi

dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan

15
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), Edisi Kelima, h. 208.
100

meningginya emosi yang merupakan ciri-ciri dari awal masa remaja. Semakin

tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit dan

kecewa apabila orang lain mengecewakannya. 16


 

Tabel. 21. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Imitasi
Melalui Metode Interaksi Sosial

Growth
Pernyataan Pre Test Post Test
(%)
Saya meniru gaya tokoh yang saya kagumi. Seperti pemain 178 128 -28,08%
1 sepak bola atau artis-artis.

2 Saya selalu mendengarkan teman saya yang sedang berbicara. 85 167 96,47%

3 Saya selalu memperhatikan teman saya yang sedang berbicara. 107 166 55,14%

4 Saya mengikuti kegiatan yang dilakukan teman saya. 94 181 92,55%

5 Saya tidak suka meniru perilaku teman saya yang baik. 142 173 21,83%

6 Saya jarang melihat perilaku teman saya yang baik. 101 172 70,29%

JUMLAH 308,2

MEAN 51,37

Pada tabel 20 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator imitasi tentang interaksi sosial dengan hasil growt percent. Disini

dapat kita lihat bahwa hampir semua butir pernyataan mengalami kenaikan skor.

Namun pada butir pernyataan nomor 1 yang mengalamu penurunan. Pada hasil

pre test butir penyataan nomor 1 memperoleh skor berjumlah 178 dan pada hasil

post test berjumlah 128 dengan selisih -50. Hal ini diduga responden ingin

menjadi diri sendiri, tidak ingin meniru seperti gaya tokoh yang dikagumin

responden. Karena responden telah terbentuk konsep diri atau telah menjadi jati

16
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), Edisi Kelima, h. 208-209.
101

diri (identity), orang lain dapat mempengaruhi konsep diri seseorang yang

bergantung pada spek tertentu yaitu tokoh idola responden.

Dugaan tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Clara R.


 

Pudjijogyanti bahwa konsep diri terbentuk atas dua komponen, yaitu komponen

kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitifmerupakan penjelasan dari

“siapa saya” yang memberikan tentang gambaran diri saya (self-picture) dan akan

tebentuk citra-diri (self-image). Adapun komponen afektif merupakan penilaian

individu terhadap diri, penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap

diri (self-acceptance), serta penghargaan diri (self-asteem) individu.17

6. Sugesti
Tabel. 22. PRE TEST Indikator Sugesti Melalui Metode Interaksi Sosial

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking


1 Saya menjalankan nasihat dari orang lain. 5 4 26 5 98 4
Sikap optimis saya dalam menjalankan hidup membuat
13 22 4 1 162 1
2 teman saya lebih bersemangat.
Saya sangat bersemangat menjalani hidup karena
14 16 7 3 151 2
3 dukungan teman-teman saya.
Nasihat yang di berikan dari ketua kelompok saya,
2 7 23 8 92 5
4 diterima oleh teman teman saya.
Saya tidak mau menjalankan nasihat yang di berikan 10 6 21 3 119 3
5 oleh teman saya.
JUMLAH 622

MEAN 15,55

Dugaan peneliti dari hasil lapangan melihat tabel 21 disebabkan oleh

faktor imitasi, dikarenakan pada awal dugaan responden mengalami masa transisi

dalam mencari identitas diri untuk menjadi sama seperti tokoh idola yang

dikaguminya. Perubahan sikap pada indvidu ada yang terjadi dengan mudah, dan

17
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 511.
102

ada yang sukar. Hal ini bergantung pada kesiapan seseorang untuk menerima atau

menolak rangsangan yang datang kepadanya. Selain itu, perubahan sikap tidak

hanya menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri seseorang, tetapi juga
 

menyebabkan perubahan yang terjadi pada masyarakat dan kebudayaan. Seperti

yang dikemukakan dalam pandangannya Krech, Crutchfield, dan Ballachhey

bahwa “The modifiability of an attitude depends upon the characteristic of the

attittude system, and the personality and group affiliations of the individual”

(perubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem sikap, kepribadian

individu, dan afiliasi individu terhadap kelompoknya).18

Tabel. 23. POST TEST Indikator Sugesti Melalui Metode Interaksi Sosial

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

1 Saya menjalankan nasihat dari orang lain. 19 20 - 1 176 3


Sikap optimis saya dalam menjalankan hidup membuat
25 12 3 - 179 2
2 teman saya lebih bersemangat.
Saya sangat bersemangat menjalani hidup karena
28 11 1 - 186 1
3 dukungan teman-teman saya.
Nasihat yang di berikan dari ketua kelompok saya,
18 21 1 - 176 4
4 diterima oleh teman teman saya.
Saya tidak mau menjalankan nasihat yang di berikan 12 24 4 - 164 5
5 oleh teman saya.
JUMLAH 881

MEAN 22,025

Peneliti menduga dari tabel 22 bahwa setelah diberikan pos-test reponden

telah mempunyai identitas diri (jati diri), responden telah mengetahui siapa

dirinya. Dengan membuka diri, sehingga konsep diri akan menjadi lebih terbuka

untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih

18
Alex Subur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 365.
103

cenderung menghindar sikap defensif, dan lebih ceermat dalam memandang diri

kita dan orang lain.

Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan
 

Johari Window. Dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan

tingkat kesadaran tentang diri kita untuk menunjukan aspek diri kita yang

diketahui orang lain dan tidak diketahui orang lain. 19

Tabel. 24. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Sugesti
Melalui Metode TAKS

Growth
Pernyataan Pre Test Post Test
No (%)

1 Saya menjalankan nasihat dari orang lain. 98 176 79,59%

Sikap optimis saya dalam menjalankan hidup membuat teman 162 179 10,49%
2 saya lebih bersemangat.
Saya sangat bersemangat menjalani hidup karena dukungan 151 186 23,17%
3 teman-teman saya.
Nasihat yang di berikan dari ketua kelompok saya, diterima oleh 92 176 91,30%
4 teman teman saya.
Saya tidak mau menjalankan nasihat yang di berikan oleh 119 164 37,81%
5 teman saya.
JUMLAH 242,36

MEAN 48,47%

Pada tabel 23 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator sugesti tentang interaksi sosial dengan hasil growt percent. Disini

dapat kita lihat bahwa hampir semua butir pernyataan mengalami kenaikan skor.

Skor tertinggi diperoleh pada butir pernyataan 91,30 %. Hal ini mungkin di duga

pada awal responden masih ingin menjadi sama seperti tokoh yang di kagumkan

atau diidolakan responden. Sehingga nasihat yang di berikan oleh pemimpinnya

diterima atau diikuti begitu saja tanpa memilah-milih atau menolak pesan yang
19
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
Edisi Revisi, h.107.
104

disampaikan. Dugaan tersebut berdasarkan teori Cognitive Consistency dari Fritz

Heider bahwa manusia selalu berusaha untuk mencapai konsistensi dalam sikap

dan perilakunya. Kata Heider “kita cenderung menyukai orang, kita ingin mereka
 

memilih sikap yang sama dengan kita,” kita ingin memiliki sikap yang sama

dengan orang yang kita sukai, supaya seluruh unsur kognitif kita konsisten. 20

Don Byrne menunjukan hubungan linier atraksi dengan kesamaan, dengan

menggunakan teori peneguhan diri behaviorisme. Persepsi tentang adanya

kesamaan mendatangkan ganjaran, dan perbedaan tidak mengenakkan. Kesamaan

sikap orang lain dengan kita memperteguh kemampuan kita dalam menafsirkan

realitas sosial.21

7. Identifikasi
Tabel. 25. PRE TEST Indikator Identifikasi Melalui Metode TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

1 Saya ingin menjadi seperti tokoh idola saya. 32 5 3 - 183 1

2 Saya akan bergaya seperti tokoh idola saya. 18 19 1 2 170 2

Saya selalu memperhatikan keadaan di sekeliling teman 7 14 16 3 126 5


3 saya.

4 Saya tidak suka berdandan seperti tokoh idola saya. 5 28 6 1 150 3

Kegagalan teman saya membuat teman saya 6 16 16 2 128 4


5 memperhatikan saya.
JUMLAH 757

MEAN 18,925

Peneliti menduga dari hasil lapangan ketika responden telah mengidolakan

seseorang, tentunya ada suatu keingintahuan responden untuk dapat mengenal

identitas tokoh yang dimaksud. Identitas itu dapat diperoleh dari berbagai macam

20
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
Edisi Revisi, h. 111.
21
Ibid, 1h. 112.
105

sumber. Selain itu, responden juga bisa mengetahui keunggulan apa yang dimiliki

tokoh idola tersebut, mungkin dari segi keahliannya dalam bernyanyi, sifatnya

yang baik hati, wajah yang menarik, dan lain sebagainya. Maka perilaku
 

responden akan terbentuk dengan mengidentifikasi keunggulan tokoh idolanya.

Seperti yang dikemukakan oleh Albert Bandura bahwa perilaku anak terbentuk

melalui proses pembelajaran social (social learning process) terutama melalui

mekanisme Imitasi (modeling) dan Identifikasi. Karena dengan proses

pembelajaran social anak mulai menemukan idialitas lain yang lebih sesuai

dengan hasrat perkembangan sosialnya. Anak akan menemukan tokoh

idialitasnya melalui televisi, bacaan, iklan, internet, sinetron, film yang belum

tentu sesuai dengan nilai cultural, agama dan konsep pendidikan kita. Jika hal ini

telah mulai terjadi pada anak-anak, maka hak orang tua adalah

melakukan”filterisasi” dan intervensi secukupnya untuk mengarahkan agar anak-

anak tidak terperosok pada pemilihan idola yang salah. Namun demikian orang

tua tidak berhak untuk mencegah atau melarang anak menemukan idialitas dan

identitasnya yang ia pungut dari kehidupan di sekitarnya. 22

Tabel. 26. POST TEST Indikator Identifikasi Melalui Metode TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

1 Saya ingin menjadi seperti tokoh idola saya. 15 7 12 6 133 3

2 Saya akan bergaya seperti tokoh idola saya. 2 8 21 9 93 5

Saya selalu memperhatikan keadaan di sekeliling teman 9 31 - - 169 1


3 saya.

4 Saya tidak suka berdandan seperti tokoh idola saya. 10 15 8 7 133 4

5 10 24 6 - 158 2
Kegagalan teman saya membuat teman saya

22
Lenterak, Teori Belajar Sosial Menurut Bandura, di posting dari http:// lenterakecil.
com /teori-belajar-sosial-menurut-bandura/, pada tanggal 17 April 2012
106

memperhatikan saya.
JUMLAH 686

MEAN 17,15

Peneliti menduga pada butir pernyataan mengenai reponden selalu

memperhatikan temannya disebabkan oleh keingintahuan responden untuk

menjadi sama seperti temannya. Menurut Bandura seorang individu untuk belajar

sesuatu, mereka harus memperhatikan fitur dari perilaku yang dimodelkan.

Termasuk kekhasan, afektif valensi, prevalensi, kompleksitas, nilai fungsional.

Karakteristik seseorang (kapasitas sensoris misalnya, tingkat gairah, mengatur

persepsi, penguatan sebelumnya) juga mempengaruhi perhatian. 23

Tabel. 27. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator
Identifikasi Melalui Metode TAKS

Growth
Pernyataan Pre Test Post Test
No (%)

1 Saya ingin menjadi seperti tokoh idola saya. 183 133 -27,32%

2 Saya akan bergaya seperti tokoh idola saya. 170 93 -45,29%

3 Saya selalu memperhatikan keadaan di sekeliling teman saya. 126 169 34,12%

4 Saya tidak suka berdandan seperti tokoh idola saya. 150 133 -11,33%

Kegagalan teman saya membuat teman saya memperhatikan 128 158 23,43%
5 saya.
JUMLAH 26,39

MEAN 5,278

Pada tabel 26 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator identifikasi tentang interaksi sosial dengan hasil growt percent.

Disini dapat kita lihat bahwa hampir semua pernyataan terjadi penurunan.

23
Lenterak, Teori Belajar Sosial Menurut Bandura, di posting dari http: // lenterakecil.
com/teori-belajar-sosial-menurut-bandura/, pada tanggal 17 April 2012.
107

Peneliti menduga terjadinya penurunan disebabkan oleh responden telah

menemukan identitas dirinya untuk tidak ingin menjadi sama seperti idolanya.

Dikarenakan model terapi yang digunakan pemimpin adalah model terapi


 

orientasi realitas dengan tujuan responden mampu mengidentifikasi atau

mengenal diri sendiri dan responden mampu mengenal orang lain. Dugaan

tersebut sesuai dengan teori di atas pada tabel 21 menurut Krech, Crutchfield, dan

Ballachhey bahwa “The modifiability of an attitude depends upon the

characteristic of the attittude system, and the personality and group affiliations of

the individual” (perubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem

sikap, kepribadian individu, dan afiliasi individu terhadap kelompoknya). 24

8. Simpati
Tabel. 28. PRE TEST Indikator Simpati Melalu Metode TAKS

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

Ketika saya melihat teman saya yang sedang sakit, saya 16 11 12 1 149 2
1 merasa sedih.
Ketika teman saya mendapat masalah, saya 4 10 24 2 110 5
2 menolongnya.

3 Saya ingin memahami prilaku teman saya. 1 19 19 1 120 4

4 Saya senang apabila dapat membantu teman saya. 25 14 1 - 183 1

5 Saya ingin memahami teman saya. 4 24 11 1 139 3

JUMLAH 701

MEAN 17,525

Dugaan peneliti pada butir pernyataan mengenai responden senang apabila

dapat membantu temannya dikarenakan jika responden menyenangi orang yang

memberikan ganjaran (Reward) berupa bantuaan, dorongan moril, pujian, atau

hal-hal yang meningkatkan harga diri responden. Kita akan menyukai orang yang

24
Alex Subur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 365.
108

menyukai kita, kita akan menyenangi orang yang memuji kita. Menurut teori

pertukaran sosial (Sosial Exchange Theory), interaksi sosial adalah semacam

transaksi dagang. Kita akan melanjutkan interkasi bila laba lebih banyak dari
 

biaya. Atraksi demikian timbul pada interaksi yang banyak mendatangkan laba.

Bila pergaulan saya dengan Anda sangat menyenangkan, sangat menguntungkan

dari segi psikologis atau ekonomis, kita akan saling menyenangi (lihat, Thibault

dan Kelley, 1959, Homans, 1974, Lott dan Lott, 19744).25

Tabel. 29. POST TEST Indikator Simpati Melalui Metode

No Pernyataan SS S TS STS SKOR Rangking

Ketika saya melihat teman saya yang sedang sakit, saya 14 25 1 - 172 3
1 merasa sedih.
Ketika teman saya mendapat masalah, saya 2 8 21 9 184 2
2 menolongnya.

3 Saya ingin memahami prilaku teman saya. 8 27 4 1 157 4

4 Saya senang apabila dapat membantu teman saya. 36 4 - - 196 1

5 Saya ingin memahami teman saya. 6 29 5 - 156 5

JUMLAH 865

MEAN 21,625

Dugaan peneliti alasan mengapa responden ingin memahami temannya

menjadi menurun di duga karena responden telah mempunyai kepercayaan diri

yang tinggi sehingga responden telah mampu memilih tindakan yang tepat serta

pengendaliaan diri secara tepat. Dugaan tersebut seperti yang di ungkapkan oleh

Sigmud Freud bahwa hati nurani (super ego), akan berusaha mengendalikan

kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola

25
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
Edisi Revisi, h. 115.
109

perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi

hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakatnya.26

Tabel. 30. Perbandingan Perolehan Pre Test dan Post Test Indikator Simpati
 
Melalui Metode TAKS

Growth
Pernyataan Pre Test Post Test
No (%)
Ketika saya melihat teman saya yang sedang sakit, saya merasa 149 172 15,43%
1 sedih.

2 Ketika teman saya mendapat masalah, saya menolongnya. 110 184 67,27%

3 Saya ingin memahami prilaku teman saya. 120 157 30,83%

4 Saya senang apabila dapat membantu teman saya. 183 196 7,10%

5 Saya ingin memahami teman saya. 139 156 12,23%

JUMLAH 132,86

MEAN 26,572

Pada tabel 29 menunjukan perbandingan perolehan Pre Test dan Post Test

dari Indikator simpati tentang interaksi sosial dengan hasil growt percent. Disini

dapat kita lihat bahwa semua pernyataan mengalami kenaikan skor dengan nilai

tertinggi 67,27% pada buitr pernyataan nomor 2 dan nilai terendah dengan

perolehan skor terjadi pada butir pernyataan nomor 5 dengan skor 12,23%. Hal

ini di duga responden seseorang merasa sedih melihat penderitaan orang lain

yang ditimpa musibah, ia akan mereproduksikan dirinya sendiri kedalam

perasaan pihak lain berupa rasa iba atau rasa sayang dan diperlukan adanya saling

pengertian antara kedua belah pihak. Pihak yang satu terbuka mengungkapkan

pikiran ataupun isi hatinya. Sedangkan pihak yang lain mau menerimanya. Itulah

sebabnya, simpati menjadi dasar hubungan persahabatan. Dugaan tersebut sejalan

26
Enung Fatimah, M.M, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik),
(Bandung: Pustaka Setia, 2006). h. 208.
110

dengan yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto bahwa simpati akan dapat

berkembang di dalam suatu keadaan di mana faktor saling mengerti terjamin.

Sehingga perasaan memegang peranan penting walaupun dorongan utama adalah


 

keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya tanpa

memandang setatus atau kedudukannya. 27

Tabel di bawah ini menunjukan hasil perolehan nilai rata-rata tertinggi

yaitu pada variabel X (kerjasama) sebesar 48,518% dengan hasil sebagai berikut:

Tabel. 31. Hasil Rata-rata Growth Dari Setiap Indikator-Indikator Variabel X

Variabel No Iindikator Mean Rangking


1 Kerjasama 48,518% 1

2 Bertukar perasaan 14,72% 4


X
3 Memperkenalkan diri dengan orang lain 42,92 3

Kemampuan berhubungan dengan orang 2


4 45,81%
lain

Kemudian pada tabel 31 yang memperoleh nilai terendah pada variabel Y

dengan hasil rata-rata dari indikator identifikasi sebesar rata-rata sebesar 5,278%

dengan hasil sebagai berikut:

Tabel. 32. Hasil Rata-rata Growth Dari Setiap Indikator-Indikator Variabel Y

Variabel No Indikator Mean Rangking

Y 1 Imitasi 51,37% 1

2 Sugesti 48,47% 2

3 Identfikasi 5,278% 4

4 Simpati 26,572% 3

27
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 64.
111

Hal ini di duga responden mampu bekerja sama dengan baik melalui

model yang disampaikan pemimpin dengan pendekatan interpersonal dan

menggunakan perasaan cemas, kesepian merupakan sasaran pemimpin untuk


 

mengidentifikasi dan merubah tingkah laku atau perilaku dengan tujuan

meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal ketika pada saat konflik

interpersonal muncul, pemimpin menggunakan situasi tersebut untuk mendorong

anggota atau responden dengan mendiskusikan perasaan mereka. Namun hal ini

tidak terjadi pada responden, dikarenakan imitasi responden yang sangat tinggi

maka menyebabkan pemimpin sulit untuk mengubah perilaku responden dengan

waktu yang cukup singkat dalam jangka waktu 5 bulan sehingga terapi yang

diberikan pemimpin hanya berpengaruh sedikit.

Dugaan tersebut digambarkan oleh Charles H. Cooley bahwa kerjasama

timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya)

dan kelompok lainnya (out-grup-nya). Kerjasama mungkin akan bertambah kuat

apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang

menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institutional telah tertanam

di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau golongan orang. Kerjasama dapat

bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami

kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginana-keinginan

pokoknya tidak dapat terpenuhi oleh karenanya adanya rintangan-rintangan yang

bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam
112

apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem

kepercayaan atau dalam salah-satu bidang sensitif dalam kebudayaan.28

C.  Hasil Uji Regresi Linier Sederhana


Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dengan menggunakan

software SPSS 16,00 for windows release, maka dapat di lihat pada tabel berikut

ini:

Tabel. 33. Hasil Persamaan Regresi


Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 156.575 17.851 8.771 .000
Y .082 .109 .179 .751 .463
a. Dependent Variable: X
Persamaan regresi linier sederhana yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Y (Kemampuan Interaksi Sosial) = 156,575 + 0,082 TAKS (X1)

Untuk menentukan taraf signifikansi atau linieritas dari regresi.

Kriterianya dapat ditentukan berdasarkan dengan Nilai Sig < 0,05 pada variabel

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Berdasarkan pada tabel 33 di atas,

diperoleh nilai Sig = 46,3 yang berarti < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa Ho

ditolak atau dengan kata lain variabel tidak signifikan sehingga variabel Terapi

Aktivitas Kelompok Sosialisasi mempengaruhi Kemampuan Interaksi Sosial.

Dari model tersebut diatas hasilnya adalah model signifikan dengan nilai

28
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 73.
113

konstanta sebesar 156,575 dan nilai koefisien beta untuk TAKS = 0,082 yang

artinya setiap ada upaya peningkatan kemampuan interaksi sosial maka akan

diikuti dengan kenaikan sebesar 0,082.


 

Kenaikan tersebut di duga peneliti model yang diberikan oleh pemimpin

berupa model komunikasi yang mana pemimpin mengajarkan kepada kelompok

atau responden perlunya dalam berkomunikasi dan responden harus bertanggung

jawab pada semua level, misalnya komunikasi verbal, non-verbal, terbuka,

tertutup, pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh orang lain, sehingga

membantu responden dalam memahami perilaku orang lain. Sehingga mengalami

kenaikan skor sebesar 0,082.

Tabel. 34. Hasil Uji Koefesien Kolerasi dan Determinasi

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .179 a .032 -.025 11.02926
a. Predictors: (Constant), Y

Hasil dari tabel 34 yaitu keofesien determinasi yang terletak pada tabel

Model Summary dan diketahui dengan nilai R Square adalah 0,179 yang

merupakan koefiien korelasi antara Variabel Independen (Kemampuan Interaksi

Sosial) dan Variabel Dependen (Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi). Nilai ini

dapa diinteprestasikan dalam katagori lemah.29 Sementara itu nilai R square

merupakan koefisien determinasi sebesar 0,032. Hal ini menunjukkan bahwa

sekitar 99,968% keragaman variabel interaksi sosialnya dapat dipengaruhi oleh

29
Singgih Santoso, SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Proesional, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 1999), h. 50-51.
114

variabel Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Sisanya (100% - 0,032% =

99,968%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain.

Sebab-sebab lainnya dikarenakan oleh faktor imitasi responden yang


 

sangat tinggi maka menyebabkan pemimpin sulit untuk mengubah perilaku

responden dengan waktu yang cukup singkat dalam jangka waktu 5 bulan

sehingga terapi yang diberikan pemimpin hanya berpengaruh sedikit dengan

kenaikan signifikannya sebesar 0,082.

Adjusted R square merupakan nilai R2 yang disesuaikan sehingga

gambarannya lebih mendekati mutu model dalam populasi yang bernilai - 0,25.

Std. Error of the Estimate merupakan kesalahan standar dari penaksiran, bernilai

11,02926.
115

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan di Panti Sosial Bina Insan Bangun

Daya di Ceger-Cipayung mengenai “Pengaruh Terapi Aktivittas Kelompok

Sosisalisasi Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Antar Individu Dengan

Individu Yang Lain”, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa:

1. Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi berpengaruh positif terhadap interaksi

sosial di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II meskipun tidak signifikan

(α=46,3%), dengan diperkuat hasil uji T-test (parsial) dengan nilai

signifikansinya sebesar 46,3% yang artinya terdapat pengaruh Terapi

Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap kemampuan interaksi sosial sebesar

0,032 atau 3,2%. Sehingga hipotesis peneliti yaitu terdapat pengaruh yang

tidak signifikan antara Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi terhadap

kemampuan interaksi sosial pada pengaruh imitasi dengan nilai skor 51,37%,

sugesti bernilai 48,47%, dan simpati bernilai 26,572%. Namun secara

keseluruhan terjadi perubahan namun tidak signifikan dikarenakan hasil

analisis peneliti yaitu faktor imitasi responden yang sangat tinggi maka

menyebabkan pemimpin sulit untuk mengubah perilaku responden dengan

waktu yang cukup singkat dalam jangka waktu 5 bulan sehingga terapi yang

diberikan pemimpin hanya berpengaruh sedikit dengan kenaikan

signifikannya sebesar 0,082.


116

2. Faktor penentu keberhasilan interaksi sosialnya adalah reponden mempunyai

imitasi yang tinggi yang menyebabkan daya kreasi seseorang melemah,

sehingga responden mensugesti dirinya untuk menumbuhkan sikap yang


 

berasal dari dalam dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.

Selanjutnya responden mempunyai rasa simpati terhadap pihak lain yang telah

memberikan rewerd berupa bantuaan, dorongan moril, pujian, atau hal-hal

yang meningkatkan harga diri responden yang pada akhirnya timbul dorongan

atau keinginan untuk bekerjasama.

A. Saran
1. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II agar meningkatkan program

pengembangan diri melalui keterampilan kerajinan tangan dan juga

mengajarkan kepada para WBS bagaimana cara memasarkan hasil

kerajinan tangannya dengan cara memasukan hasil kerajinannya ke dalam

media online, bekerjasama kepada para pedagang, dan memperbaiki soft

skill WBS agar dapat mingkatkan pengetahuan para WBS dalam

mengembangkan hasil karyanya.

2. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II agar terus melakukan kerjasama

kepada perguruan tinggi untuk pendekatan sosial atau penyuluhan di

kalangan masyarakat maupun di kalangan PMKS agar mampu mengurangi

terjadinya gangguan interakasi sosial.


DATAR PUSTAKA
A. Buku
Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
 
Andi, Mappiare, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006).
Anna Keliat, Budi dan Akemat, Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004).
A Partanto, Pius dan M dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta:
ARKOLA Surabaya, 2001).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), Edsi Revisi.
B. Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), Edisi Kelima.
Departemen Agama RI, Al-, Aliyy: Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV
Penerbit Diponegoro, 2005), Cet ke-10.
Fatimah, Enung, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik),
(Bandung: Pustaka Setia, 2006).
Gerungan, W. A, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco Bandung, 1988).

Kementeriaan Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial


(Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2011).
Ma’rifatul Azizah, Lilik, Keperawatan Jiwa, (Aplikasi Praktik Klinik),
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011).
Muchsin Effendi, Lalu dan Faizah, Psikologi dakwah, (Jakarta: PRENADA
MEDIA, 2006).
Mutmainah, Siti dan Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2005), Cet ke-8.
Nashori Suroso, Fuat dan Djamaludin Ancok, Psikologi Islami Solusi Islam Atas
Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2000).
Pranowo, M. Bambang, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Lembaga
Sosiologi Agama, 2008).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: BALAI PUSTAKA, 2007).
Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2005), Cet ke- 23.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto, Asuhan Keperawatan Jiwa, (Jakarta: Graha
Ilmu, 2009).
Santoso, Singgih, SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Proesional, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 1999).
 
Semiun, Yustinus Kesehatan Mental 1 (Yogyakarta: Kanisius, 2006).
Sendjaja, Sasa Djuarsa, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2005), Cet ke-9.
Seniati, Liche , dkk, Psikologi Eksperimen, (Jakarta: PT Indeks,2005). Cet ke-5.
Shabir, Muslich, Tarjamah Riyadlus Shalihin, (Jakarta: CV.Toha Putra Semarang,
1981).
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta:
Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES),
2011).
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: PUSTAKA JAYA, 1995).

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2005) Cet ke-38.
Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1982).
Subur, Alex, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 20)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulalitatif dan R&D, (Bandung:


ALFABETA BANDUNG, 2009), cet ke- 8.
Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: ALABETA, 2010).
Suyanto, Bagong, Masalah Anak Sosial, (Jakarta: Kencana, 2010).

Umam, Chatibul, Fiqh, (Jakarta: Menara kudus, 1994).


Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial,
(Jakarta: BUMI AKSARA, 2006), Cet ke-6.
Vardiansyah, Dani, Pengantar Ilmu Komunikasi (Pendekatan Taksonomi
Konseptual), (Bogor; Ghalia Indonesia, 2004).
B. Internet
Artikel Fonny,Terungkap Alasan Wanita Lebih Hebat dari Pria, di posting pada 9
maret 2013 melalui http://luxorgamat.vaganza.web.id/terungkap-alasan-
wanita-lebih-hebat-dari-pria-pid812.html
 
Dimyati, Vien, Penderita Gangguan Jiwa Meningkat Tiap Tahunnya Sosial
BudayaKesehatan,http://www.jurnas.Com/news/10188/Penderita_Ganggu
an_Jiwa_Meningkat_Tiap_Tahunnya/1/Sosial_Budaya/Kesehatan. 2010.
Lenterak, Teori Belajar Sosial Menurut Bandura, di posting dari
http://lenterakecil.com/teori-belajar-sosial-menurut-bandura/, pada tanggal
17 April 2012.
Nusantara, Penderita Gangguan Jiwa di Kediri Meningkat,
http://www.poskotanews.com/2012/10/10/penderita-gangguan-jiwa-di-
kediri-meningkat. 2012.
Setiawan, Yahmin, Memahami Definisi Sehat, http://kesehatan.kompasiana.Com/
medis/2012/11/29/memahami-definisi-sehat-512845.html. 2012.
Thahir, Lukman S, Islam Ideologi Kaum Tertindas: Counter Hegemony Kaum
Marginal dan Mustad’afîn, http: // jurnalhunafa. multiply. Com/ journal /
item/2. 2009.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi


 

2. Surat Penelitian/wawancara

3. Surat Telah Melakukan Penelitian

4. Piagam Penelitian Dinas Sosial

5. Struktur Organisasi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II Ceger-Cipayung

LAMPIRAN HASIL TEMUAN LAPANGAN

1. Hasil Pre-Test

2. Hasil Post-Test

3. Hasil Uji Validitas

4. Hasil Uji Realibilitas

5. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana

6. Foto-foto Kegiatan
 
 
 
 
 
STRUKTUR ORGANISASI PANTI SOSIAL BINA INSAN (PSBI) BANGUN DAYA II CEGER-CIPAYUNG

KEPALA PANTI

Drs.H Akmal T,M.Si

KA. SUB BAG TU KASIE. KASIE. BIMBINGAN SUB KELOMPOK


KEPERAWATAN DAN PENYULUHAN
Ruminto, Aks, Mm JABATAN FUNGSIONAL
Saifudin, AKS Drs. Aji Pribadi
NO B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23 B24 B25 B26 B27 B28 B29 B30 B31 B32 B33 B34 B35 B36 B37 B38 B39 B40
1 2 2 4 2 4 4 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4
2 2 2 4 2 4 4 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 4 4 4 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4
3 2 2 5 4 2 4 4 2 4 2 2 4 5  5 2 2 2 2 4 2 4 2 2 5 2 4 2 2 2 2 2 4 4 2 2 4 2 2 2 4
4 2 4 2 4 4 5 4 4 4 4 2 2 4 4 2 1 4 4 2 5 5 2 2 5 4 4 4 5 4 4 4 5 2 4 2 5 4 2 2 5
5 2 2 5 2 4 4 4 4 4 2 1 4 5 4 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 4 2 4 2 5 4 4 2 4 4 2 4 4
6 2 2 5 2 2 4 4 2 2 2 2 5 2 4 2 2 2 2 2 2 4 1 5 4 2 4 1 4 2 4 4 5 4 5 2 2 5 2 5 5
7 2 2 4 2 4 4 5 2 1 4 2 4 5 4 2 2 2 2 4 4 4 5 4 4 2 4 2 5 2 4 2 5 4 2 2 2 2 2 2 4
8 2 2 5 1 5 4 4 1 2 1 5 5 5 1 1 1 4 2 4 1 5 1 1 5 2 1 5 1 4 2 1 5 1 2 4 2 2 1 4 5
9 2 2 4 2 1 4 5 2 4 2 1 4 5 4 1 2 2 1 4 4 5 5 1 5 2 4 2 5 2 4 1 4 4 2 2 4 2 1 4 5
10 4 4 4 5 5 4 2 4 2 4 5 4 4 2 4 2 4 4 2 4 4 2 4 5 2 4 2 4 2 5 2 4 4 2 2 4 4 5 2 5
11 4 2 5 4 4 5 5 4 2 4 2 2 4 2 4 2 4 2 2 2 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 2 2 2 5 5 5
12 5 2 2 2 4 4 5 2 4 4 4 4 5 4 2 5 2 4 2 5 5 4 2 5 2 5 2 4 5 4 2 5 4 4 4 4 2 2 4 5
13 2 1 5 1 5 5 4 2 5 2 4 4 5 4 1 2 5 4 1 5 5 2 2 5 5 4 2 5 2 4 2 5 2 5 4 5 2 1 5 5
14 4 2 4 1 2 4 4 2 4 2 1 4 5 2 1 2 4 2 2 4 4 2 2 4 2 4 2 4 2 4 2 5 4 2 4 2 2 2 4 5
15 2 2 4 2 2 5 2 1 4 2 4 4 5 4 2 2 4 2 2 4 5 2 2 5 2 5 2 5 2 4 2 4 5 4 5 4 2 4 4 4
16 2 4 4 4 4 5 4 4 2 5 4 4 5 5 4 2 2 2 2 4 5 4 2 5 5 2 2 4 2 4 2 2 4 4 4 2 2 2 2 4
17 5 2 4 2 4 5 4 2 2 5 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 2 2 4 2 4 5 2 4 4 4 2 2 2 2 5
18 2 1 5 2 4 5 4 5 5 5 4 5 5 2 5 2 2 2 5 5 5 1 1 5 5 5 5 4 1 2 2 2 2 2 2 5 5 1 5 5
19 2 2 4 4 5 4 4 4 2 4 4 5 4 5 1 2 2 4 4 4 5 2 2 5 5 4 2 5 4 4 1 4 2 2 4 2 2 2 4 5
20 4 2 4 2 4 4 4 2 4 1 4 5 4 5 2 2 4 5 2 1 5 1 2 5 5 4 4 5 5 4 1 5 5 2 4 4 2 2 2 4
21 4 2 4 1 4 4 4 4 4 2 4 5 5 4 2 1 2 5 2 5 4 2 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 2 2 2 4 5
22 4 2 4 1 4 5 4 4 4 2 4 4 4 4 2 2 2 5 2 4 4 2 2 5 5 4 5 4 2 4 1 4 4 2 2 4 2 2 5 2
23 4 1 5 1 4 5 5 5 4 2 5 4 5 4 2 2 1 4 2 4 5 1 1 5 1 5 2 5 1 5 2 1 4 1 2 1 2 1 2 5
24 4 1 4 1 4 5 4 4 4 5 4 5 5 4 2 2 2 5 1 5 5 2 2 5 5 5 5 4 2 4 1 4 2 2 4 5 2 1 5 5
25 4 2 4 2 5 5 4 2 4 1 4 5 4 1 2 1 4 5 2 2 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 2 5 4 2 4 2 2 4 2 4
26 4 1 4 1 4 5 4 4 4 2 2 4 4 4 2 2 4 5 4 4 4 2 4 5 4 4 5 4 2 4 1 4 4 2 2 4 2 2 5 5
27 5 2 4 2 5 4 5 2 4 4 2 4 5 4 1 2 2 5 2 2 4 2 2 4 5 4 5 5 5 1 2 4 2 2 4 5 1 4 2 5
28 5 2 4 5 5 4 5 2 4 1 2 4 5 4 2 5 5 4 4 1 4 2 2 5 4 5 2 4 4 2 2 5 4 5 4 4 2 4 4 5
29 5 4 4 2 4 5 5 2 4 4 2 4 5 4 2 2 2 5 2 5 5 2 2 5 4 4 1 5 4 4 2 4 5 4 4 2 4 2 2 5
30 5 4 5 2 5 4 5 2 4 4 2 4 4 4 2 2 2 4 2 1 5 2 2 5 2 2 2 5 4 4 2 4 5 4 2 2 4 2 4 5
31 5 2 4 4 5 4 5 2 4 4 4 4 5 2 2 2 4 4 4 5 4 2 2 5 4 4 2 4 4 4 2 5 4 2 4 2 4 2 4 4
32 4 1 1 1 4 5 4 4 4 1 2 4 5 4 2 4 5 5 1 5 5 4 2 5 5 2 2 5 2 4 2 4 2 2 2 4 2 4 4 5
33 4 1 1 4 2 5 5 5 1 4 4 5 5 4 2 2 4 4 2 5 1 5 1 5 5 5 5 1 2 2 2 5 4 4 1 4 1 4 4 5
34 2 2 2 2 2 4 4 2 1 5 1 4 4 2 1 2 4 5 4 1 5 2 4 5 5 5 2 5 2 4 1 2 4 2 2 5 2 2 1 5
35 4 4 4 4 4 5 4 2 1 4 2 2 5 4 2 1 2 4 2 5 5 2 2 5 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 4 2 2 4 1 4
36 4 2 4 4 2 4 4 5 2 2 4 4 4 4 2 2 2 5 2 5 4 2 1 5 2 5 2 5 2 4 2 4 4 2 4 2 1 1 2 5
37 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 2 2 2 4 4 5 4 2 1 2 4 4 5 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 2 2 4
38 5 2 2 1 2 4 2 2 5 1 1 2 5 5 1 2 2 2 4 1 5 5 5 5 5 5 1 5 2 5 2 1 2 1 2 4 1 2 1 5
39 4 2 1 2 5 5 2 4 4 4 4 5 5 4 2 2 2 4 2 1 5 2 4 5 2 5 2 4 2 4 1 5 4 1 4 2 2 2 2 4
40 2 2 4 2 2 4 4 2 4 2 1 4 5 4 2 2 2 2 4 4 5 2 4 5 5 5 4 5 2 4 1 1 4 1 2 1 2 1 4 4
41 134 85 152 96 149 177 159 114 131 117 115 158 183 144 83 86 115 140 106 142 178 98 101 186 149 162 119 170 110 150 85 151 139 107 120 128 94 92 126 183
NO B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23 B24 B25 B26 B27 B28 B29 B30 B31 B32 B33 B34 B35 B36 B37 B38 B39 B40
1 5 4 4 5 4 4 5 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 2 4 4 4 1 4 1 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4
2 5 5 4 5 4 4 5 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
3 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4  4 4 5 4 4 4 4 2 5 4 2 5 5 4 2 5 4 4 5 2 4 2 4 5 5 4 5
4 5 2 4 2 4 5 4 2 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 1 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5
5 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 5 4 4 4 2 5 4 2 4 5 5 2 4 1 5 4 4 4 2 4 5 5 4 5
6 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 2 4 5 5 4 2 5 4 1 4 5 5 2 5 1 5 5 2 4 2 4 5 5 4 5
7 5 5 4 5 4 4 5 4 2 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 1 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
8 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 5 2 4 5 2 5 4 5 5 5 5 4 5 4
9 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5
10 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 1 5 4 2 5 5 4 1 5 2 2 5 2 4 4 5 5 5 4 5
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 1 5 5 1 4 4 5 1 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 5
12 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 1 5 5 4 2 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5
13 5 5 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 2 5 4 4 4 5 5 2 5 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 5
14 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 1 5 4 2 4 5 5 2 4 5 2 5 2 4 4 4 5 4 4 5
15 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 2 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5
16 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 2 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 2 4 4 4 5 5 4 5
17 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 2 4 4 1 4 5 5 1 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4
18 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 4 4 5
19 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 1 4 5 2 4 4 4 1 5 2 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5
20 5 5 4 5 2 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 1 2 1 5 4 5
21 5 2 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 2 4 5 4 5
22 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 1 5 5 1 5 5 4 1 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5
23 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 2 5 4 2 5 5 4 2 5 2 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5
24 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 2 4 5 5 2 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 5
25 5 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 2 5 4 2 5 4 4 4 5 5 4 5 5
26 5 4 4 2 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 2 4 2 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5
27 5 4 5 4 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 2 2 4 5 4 2 5 5 2 5 2 2 4 4 5
28 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 2 5 4 5 4 5 4 2 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5
29 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 1 4 5 4 2 4 2 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5
30 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 2 5 1 5 4 4 4 2 4 2 4 5 5
31 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 1 5 1 5 5 4 1 5 4 5 5 4 5
32 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 2 4 4 2 5 5 4 5 4 2 4 4 4 5
33 4 4 4 1 5 5 4 2 2 4 1 5 5 4 5 4 2 5 5 2 5 4 4 5 5 5 4 2 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5
34 5 4 5 5 5 4 4 1 4 1 2 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 2 5 4 5 5 4 5 5 5 5
35 5 4 5 1 5 5 4 2 2 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 5 2 4 2 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4
36 5 5 5 5 4 5 4 5 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 5 5 4 2 5 4 5 2 4 4 4 2 4 4 4 5
37 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5
38 4 4 4 1 5 5 4 1 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 2 4 5 4 2 5 5 2 4 4 5 4 4 5
39 5 4 4 2 5 5 5 2 2 2 1 4 4 4 4 4 5 5 4 2 2 1 4 4 2 5 2 2 5 2 5 4 5 4 5 4 5 2 4 5
40 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 1 4 5 2 4 4 4 1 5 2 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5
JML 188 161 175 157 176 189 170 150 160 168 160 166 184 166 168 167 168 182 178 173 128 176 172 133 172 179 164 93 184 133 167 186 156 166 157 158 181 176 169 196
HASIL UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS

Reliability

 
[DataSet0]

Warnings
The determinant of the covariance matrix is zero or approximately zero. Statistics based on its inverse
matrix cannot be computed and they are displayed as system missing values.

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 40 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items
.606 .659 40
HASIL UJI REGRESI LINIER SEDERHANA

Regression
 
[DataSet0]

Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
a
1 Y . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: X

Model Summary
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .179a .032 -.025 11.02926
a. Predictors: (Constant), Y

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
a
1 Regression 68.567 1 68.567 .564 .463
Residual 2067.960 17 121.645
Total 2136.526 18
a. Predictors: (Constant), Y
b. Dependent Variable: X

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 156.575 17.851 8.771 .000
Y .082 .109 .179 .751 .463
a. Dependent Variable: X
HASIL UJI VALIDITTAS r – HITUNG 0,312 (5%)

Nomor Butir r – Hitung Keterangan


B1 0,100 Tidak valid
B2 -0, 123 Tidak Valid
B3 0,341 Valid
 
B4 0,176 Tidak Valid
B5 0,157 Tidak Valid
B6 0,080 Tidak Valid
B7 -0,109 Tidak Valid
B8 0,270 Tidak Valid
B9 0,479 Valid
B10 0,405 Valid
B11 0,476 Valid
B12 0,318 Valid
B13 0,190 Tidak Valid
B14 0,416 Valid
B15 0,288 Tidak Valid
B16 0,266 Tidak Valid
B17 0,167 Tidak Valid
B18 0,211 Tidak Valid
B19 0,282 Tidak Valid
B20 0,435 Valid
B21 0,322 Valid
B22 0,566 Valid
B23 0,428 Valid
B24 0,298 Tidak Valid
B25 0,542 Valid
B26 0,174 Tidak Valid
B27 0,382 Valid
B28 0,242 Tidak Valid
B29 0,069 Tidak Valid
B30 0,359 Valid
B31 -0,049 Tidak Valid
B32 0,462 Valid
B33 0,091 Tidak Valid
B34 0,233 Tidak Valid
B35 0,271 Tidak Valid
B36 0,299 Tidak Valid
B37 0,153 Tidak Valid
B38 0,243 Tidak Valid
B39 0,394 Valid
B40 -0,029 Tidak Valid
Lampiran 11. Foto Kegiatan

DEPAN KANTOR PROSEDUR PELAYANAN

Gambar . 1. Menunjukan lokasi depan kantor Gambar .2. Menunjukan Prosedur


Pelayan PSBI Bangun Daya II.

MENUNGGU RUJUKAN

Gambar. 3 dan 4 Menunjukan WBS Sedang Menunggu Rujukan Pada Pukul 13.00
KENDARAAN OPRASIONAL

Gambar .5. Meunjukan kendaraan oprasional milik Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta

KEGIATAN TERAPI KELOMPOK SOSIALISASI

Gamabr .6. menunjukan WBS sedang melakukan kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi (TAKS) pada pukul 09.00 WIB.
PEMBINAAN AGAMA

Gamabr .7. menunjukan WBS sedang melakukan kegiatan Pembinaan Agama

pada pukul 13.00 WIB.

PEMULANGAN KE TEMPAT ASAL

Gamabr .8. menunjukan WBS sedang dipulangkan ke tempat asal


SURAT PERMOHONAN

Assalamualaikum Wr. Wb.


 
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT semoga saudara/i selalu
berada dalam lindungan dan maghfirah-Nya. Amin.

Dengan ini saya bermaksud memberikan kuesioner kepada saudara/i dengan tujuan
untuk melengkapi data skripsi saya. Saya harap saudara/i berkenan meluangkan waktunya
untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan tanpa paksaan.

Adapun manfaat dari pemberian kuesioner ini adalah untuk mengetahui seberapa
seberapa besar validitas angket yang diberikan kepada panti. Sekaligus sebagai
pengembangan disiplin ilmu pengetahuan dan menambah wawasan peneliti khususnya dan
responden pada umumnya.

Demikian surat permohonan ini saya buat, atas perhatian dan kerjasama saudara/i saya
ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Februari 2013


KUESIONER
“Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Interaksi
Sosial Antar Individu Dengan Individu Yang Lain Di Panti Sosial Bina Insan (PSBI)
Bangun Daya II Ceger-Cipayung”
 

No. Responden :
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Petunjuk Pengisian

1. Berilah tanda silang ( X ) pada pilihan jawaban


SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
2. Jawablah sesuai dengan hati nurani anda.
3. Jawablah pernyataan yang tersedia dengan jujur.
4. Tulislah inisial atau kode, bukan nama anda.
5. Jawaban anda dirahasiakan oleh peneliti.

NO PERNYATAAN SS S TS STS
Saya dapat bergaul atau bermain dengan teman-teman
1 saya.
Saya merasa sulit ketika menyesuaikan diri dengan
2 teman saya.
Saya selalu curhat tentang masalah saya dengan teman
3 dekat saya di sini.
Saya merasa sulit dalam membangun hubungan
4 pertemanan.

5 Saya mampu berbincang-bincang dengan teman saya.

6 Saya lebih suka bareng-bareng dibanding sendirian.


7 Saya selalu ada ketika teman saya butuh.
Saya sulit menghafal nama-nama sebagian teman-
8 teman saya.
Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan teman-
9 teman
  saya.

10 Saya jarang menyapa teman-teman saya.

11 Saya jarang ngobrol dengan teman-teman saya.

12 Saya suka memperhatikan teman-teman saya.


Saya merasa nyaman dengan suasana kekompakan dan
13 kerjasama sekarang.

14 Saya dapat memahami prilaku teman-teman saya.

15 Saya percaya pada teman saya.


Saya mampu mengenal kelebihan dan kekurangan
16 teman-teman saya.

17 Saya mampu menyampaikan pesan dengan jelas.

18 Saya suka menolong teman-teman saya.

19 Saya sering menerima informasi dari teman saya.

20 Saya tidak suka meniru prilaku teman saya yang baik.


Saya meniru gaya tokoh yang saya kagumi. Seperti
21 pemain sepak bola atau artis-artis.

22 Saya menjalankan nasihat dari orang lain.

23 Saya jarang melihat prilaku teman saya yang baik.

24 Saya ingin menjadi seperti tokoh idola saya.


Ketika saya melihat teman saya yang sedang sakit,
25 saya merasa sedih.
Sikap optimis saya dalam menjalankan hidup membuat
26 teman saya lebih bersemangat.
Saya tidak mau menjalankan nasihat yang di berikan
27 oleh teman saya.

28 Saya akan bergaya seperti tokoh idola saya.


Ketika teman saya mendapat masalah, saya
29 menolongnya.

30 Saya tidak suka berdandan seperti tokoh idola saya.


Saya selalu mendengarkan teman saya yang sedang
31 berbicara.
Saya sangat bersemangat menjalani hidup karena
32 dukungan teman-teman saya.

33 Saya
  ingin memahami teman saya.

Saya selalu memperhatikan teman saya yang sedang


34 berbicara.

35 Saya ingin memahami perilaku teman saya.


Kegagalan teman saya membuat teman saya
36 memperhatikan saya.

37 Saya mengikuti kegiatan yang dilakukan teman saya.


Nasihat yang di berikan dari ketua kelompok saya,
38 diterima oleh teman teman saya.
Saya selalu memperhatikan keadaan di sekeliling
39 teman saya.

40 Saya senang apabila dapat membantu teman saya.

Anda mungkin juga menyukai