Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai Negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.504 buah dan

panjang pantai yang mencapai 95.181 km, Indonesia memiliki peluang dan potensi

budidaya komoditi laut yang sangat besar untuk dikembangkan. Luas potensi

budidaya laut diperkirakan mencapai 26 juta ha, dan kurang lebih dua juta ha

diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi

produksi rumput laut kering rata-rata 18 ton per Ha. Berdasarkan data DKP

(Departemen Kelautan dan Perikanan) RI tahun 2015, apabila seluruh lahan dapat

dimanfaatkan maka akan diperoleh kurang lebih 35 juta ton per tahun. Apabila harga

harga rumput laut sebesar Rp. 4.5 juta per ton, maka penerimaan yang diperoleh

berkisar Rp. 144 triliun per tahun. Potensi rumput laut Indonesia dapat menjadi salah

satu sumber pemasukan devisa negara, dan juga mampu menjadikan Indonesia

sebagai Negara pengekspor rumput laut kering terbesar dunia.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif jika ditinjau dari

berbagai macam peruntukannya (Supriharyono 2000) dan sumberdaya yang

dimilikinya (Dahuri Dkk, 2001). Kegiatan pembangunan yang dilakukan di wilayah

pesisir antara lain : pemukiman, industry, pengilangan minyak, rekreasi dan

pariwisata, perikanan budidya dan perikanan tangkap (Bengen, 2005), dan

sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi sumberdaya hayati, sumber daya
2

nir-hayati, sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan, sumberdaya hayati terdiri

dari berbagai jenis ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut

lain, sumberdaya nir-hayati meliputi pasir, air laut mineral dasar laut, sumberdaya

buatan meliputi infratruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, jasa-

jasa linkungan berupa keindahan alam, permukaan dasr laut tempat instalasi bawah

air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energy gelombang laut yang

terdapat di wilayah pesisir (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun

2007).

Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa

bagi Negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani dapat menyerap

tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai dikepulauan

Indonesia yang sangat potensial. Sebagai Negara kepulauan, maka pengembangan

rumput laut di Indonesia dapat dilakukan secara luas oleh para petani. Sebagai dasar

hukum dalam mendorong kegiatan usaha budidaya laut maka pemerintah telah

mengeluarkan Keppres No. 23 tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya Laut di

perairan Indonesia.

Budidaya rumput laut (Euchema cottoni) dilakukan sejak tahun 2000 dengan

alasan : (1) Perairan Nusa Tenggara Barat mempunyai potensi yang sangat cocok

untuk budidaya rumput laut, (2) Usaha budidaya rumput laut tidak terlalu sulit

pemeliharaanya sehingga dapat dilakukan oleh setiap petani, (3) Usaha budidaya

rumput laut membuka peluang lapangan kerja masyarakat, (4) Komoditas rumput laut
3

mempunyai peluang pasar yang sangat bagus di pasar luar negeri sebagai bahan baku

industri pengolahan,

Sejalan dengan Misi Kabupaten Dompu Tahun 2015-2021, yaitu

Meningkatkan Pertumbuhan dan Memperkuat Struktur Ekonomi Daerah Berbasis

Potensi Lokal, maka salah satu strategi untuk mencapai misi tersebut dilaksanakan

melalui Program Pengembangan Komoditas Unggulan Tebu Rakyat, Sapi, Jagung

dan Rumput Laut (TERPIJAR). Kegiatan ini dilaksanakan karena dilatarbelakangi

bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih tergolong miskin. Pelaksanaan

TERPIJAR diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Barat 2013-2018, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dompu 2017-2021 dan Rencana Strategis

(Renstra) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan

Perikanan. Oleh karena itu kegiatan pemberdayaan pembudidaya Rumput Laut

dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten Dompu sebagai kelanjutan Program

Pengembangan Komoditas Unggulan Sapi, Jagung, dan Rumput Laut (PIJAR) pada

program kegiatan Kelautan Perikanan tahun 2015-2016 yang dalam hal ini

dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Dompu.

Sasaran utama program TERPIJAR ini, adalah terbentuknya Kelompok Usaha

Pembudidaya Rumput Laut. Kelompok ini adalah badan usaha non badan hukum

ataupun yang sudah berbadan hukum yang berupa kelompok yang dibentuk oleh

pembudidaya berdasarkan hasil kesepakatan/musyawarah seluruh anggota yang


4

dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan

dipertanggungjawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota.

Pembentukan Kelompok sebaiknya dikerangkai oleh pranata-pranata dan

jaringan sosial yang dimiliki masyarakat. Eksistensi pranata-pranata dan jaringan

sosial tersebut sangat berarti dan strategis bagi rumah tangga (Kusnadi,2010)

Kelompok ini nantinya menjadi wadah atau tempat untuk mengembangkan tujuan

dari adanya program ini. Kelompok seperti inipun sudah ada sejak adanya Program

TERPIJAR Kelautan dan Perikanan, sehingga dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari

kelompok sebelumnya. Dengan dibentuknya Kelompok pembudidaya ini, tentunya

menjadi satu langkah baru dalam masyarakat mengembangkan kesejahteraan

hidupnya secara mandiri. Kondisi masyarakat nelayan didaerah ini memang perlu

diperhatikan mengingat sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya dari

penghasilan perikanan.

Pembangunan sektor perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan

ekonomi nasional diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur

bangsa Indonesia dan mewujudkan masyarakat yang adil dan merata, meterial dan

spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah

menetapkan sepuluh komuditas unggulan karena mempunyai potensi untuk ekspor,

komuditas tersebut adalah udang, rumput laut, ikan lele dumbo, ikan kerapu, nila,

gurami, bandeng patin, abolone, dan ikan hias (Mahyuddin, 2011).


5

Salah satu Kecamatan di Kabupaten Dompu yang menjadi prioritas Program

Pengembangan Komoditas Unggulan Tebu, Sapi, Jagung dan Rumput

(TERPIJAR) 2017 adalah Kecamatan Manggelewa. Pertimbangannya, potensi

Kecamatan Manggelewa di bidang Kelautan dan Perikanan sangat besar, terutama

untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Desa Kwangko merupakan salah satu Desa yang mempunyai potensi yang

baik untuk merealisasikan program TERPIJAR. Masyarakat atau Kelompok yang

mendapatkan Program TERPIJAR adalah masyarakat atau kelompok yang berlatar

belakang pembudidaya rumput laut sebanyak 10 orang, dan sampai sekarang masih

eksis menjalankan budidaya rumput laut.

Masyarakat atau kelompok yang mendapatkan Program TERPIJAR bertempat

di Dusun Kampung Baru, Desa Kwangko. Dusun Kampung Baru yang merupakan

daerah yang strategis untuk pengembangan program TERPIJAR, karena ditunjang

oleh keamanan wilayahnya, juga tempat strategis untuk budidaya rumput laut,

sehingga sangat cocok untuk pelaksanaan program TERPIJAR.

Tabel 1. Data Kelompok Permata Bahari penerima bantuan PIJAR tahun 2015 Desa
Kwangko Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu

LUAS LAHAN
NO NAMA JABATAN ALAMAT
Tali Ris Induk/Petakan

1 Fauzi Ketua Kwangko 40 2

2 Taufik Sekretaris Desa Bara 70 2


6

3 Asikin Bendahara Desa Bara 60 2

4 Abakar Daming Anggota Desa Bara 70 1

5 Hamsah Anggota Desa Bara 60 2

6 M. Yamin Anggota Desa Bara 60 5

7 Fatahullah Anggota Desa Bara 70 3

8 Sahrudin Arahman Anggota Desa Bara 60 2

9 Jamaluddin Anggota Desa Bara 70 2

10 Sukardin Anggota Desa Bara 75 2

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu 2015.

Untuk mendapatkan jawaban yang objektif dari permasalahan tersebut di atas,

peneliti menganggap perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan judul:

ANALISIS TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI

PROGRAM PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN TEBU

RAKYAT, SAPI, JAGUNG, RUMPUT LAUT (TERPIJAR) KELOMPOK

PERMATA BAHARI DESA KWANGKO KECAMATAN MANGGELEWA

KABUPATEN DOMPU.

B. Rumusan Masalah
7

Berapa besar pengaruh modal, hari orang kerja, pengalaman kerja, dan luas

lahan berpengaruh terhadap produksi rumput laut di Kecamatan Manggelewa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan

untuk mengukur dan menganalisa berapa besar pengaruh modal kerja, hari orang

kerja, pengalaman kerja, dan luas lahan terhadap produksi petani rumput laut di

Kecamatan Manggelewa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat

produksi petani rumput laut di Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu. Adapun

manfaat yang diharapkan antara lain :

a. Bagi penulis

Merupakan suatu kesempatan untuk menerapkan teori-teori ekonomi yang

diperoleh di bangku perguruan tinggi ke dalam praktik-praktik yang

sesungguhnya.

b. Bagi pengusaha

Akan diperoleh bahan baku yang memiliki kualitas, kuantitas, dan

kontinuitas yang terjamin untuk investasi maupun untuk pembuatan industri

pengolahan rumput laut.

c. Bagi petani rumput laut


8

Bagi para petani dapat memberikan informasi dan wawasan serta dapat

memberikan masukan agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya,

serta dapat memasarkan hasil pertaniannya secara tepat di masa yang akan

datang.

d. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu

Pertama, sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun

perancangan dan merancang beberapa pilihan alternative kebijakan yang

tepat untuk pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Dompu,

sehingga dapat tumbuh dan berkembang di masa yang akan dating. Kedua,

sebagai bahan acuan dalam merumuskan kebijakan pada pengembangan

kegiatan pengolaha rumput laut agar menjadi basis yang dapat diandalkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, utamanya bagi petani

rumput laut yang selama ini masih hidup dalam kemiskinan.


9

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Dasar Teori Variabel X

a. Modal Kerja

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), modal adalah salah satu dari tiga

factor produksi yang utama. Dua lainnya, tanah dan tenaga kerja, sering disebut

factor-faktor produksi primer. Yang berarti penawarannya sangat ditentukan oleh

factor-faktor non ekonomi seperti tingkat kesuburan dan geografi Negara dalam

contohnya dengan perikanan, dengan menggunakan alat pancing ikan (yang

merupakan peralatan modal) waktu menangkap ikan menjadi lebih produktif dalam

kaitannya dengan ikan yang ditangkap perhari.

Menurut Soerkartawi (2002), modal dalam usaha tani dapat diklasifikasikan

sebagai bentuk kekayaan baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk

menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu

proses produksi. Dengan demikian pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu : a)

untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut; dan b) untuk meningkatkan

produksi dan pendapatan usaha tani. Menurut Suadi (2006), peningkatan efisiensi

penggunaan modal dan pengelolaan yang efektif pada sumber daya, dapat

meningkatkan pendapatan petani.

b. Hari Orang Kerja (HOK)


10

Becker (1993) mendifinisikan bahwa human capital sebagai hasil dari

keterampilan, pengetahuan dan pelatihan yang dimiliki seseorang, termasuk

akumulasi investasi meliputi aktivitas pendidikan, job training dan migrasi. Lebih

jauh, Smith dan Enchenberg (1994), melihat bahwa pekerja dengan separuh waktu

akan memperoleh sedikit human capital. Hal ini disebabkan oleh sedikit jam kerja

dan pengalaman kerja. Kemudian ditambahkan oleh Jacobsen (1998) bahwa dengan

meningkatnya pengalaman dan hari kerja akan meningkatkan penerimaan di masa

akan datang.

Menurut Wetik yang dikutip oleh Nur Istiqomah (2004) jam hari kerja

meliputi : Lamanya seseorang mampu bekerja sehari secara baik pada umumnya 6

sampai 8 jam, sisanya 16 sampai 18 jam digunakan untuk keluarga, masyarakat,

untuk istirahat dan lain-lain.

Jadi satu minggu seseorang bisa bekerja dengan baik selama 40 sampai 50

jam. Selebihnya bila dipaksa untuk bekerja biasanya tidak efisien. Akhirnya

produktifitas akan menurun, serta cenderung timbul kelelahan dan keselamatan kerja

masing-masing akan menunjang kemajuan dan mendorong kelancaran produksi usaha

baik individu maupun kelompok.

c. Pengalaman Kerja

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), input tenaga kerja terdiri dari

kuantitas tenaga kerja dan keterampilan angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja,

yaitu ketrampilan, pengetahuan, dan disiplin angkatan kerja, adalah satu-satunya


11

factor penting dari pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal, dapat digunakan

dan dirawat secara efektif hanya oleh tenaga-tenaga kerja yang terampil dan

terlatih.

Menurut Rosyidi (2002), kecakapan (skill) yang menjadi factor produksi

disebut orang dengan sebutan entrepreneurship. Jelas sekali entrepreneurship ini

merupakan factor produksi yang intangible (tak dapat diraba), tetapi sekalipun

demikian tak salah lagi peranannya justru sangat menentukan. Entrepreneurship

atau skill ini adalah amat penting peranannya sehubungan dengan hasil yang akan

dihasilkannya dan juga merupakan factor produksi yang justru paling menentukan

didalam perkembangan perekonomian masyarakat.

Factor penentu produktifitas dari modal manusia merupakan istilah ekonomi

untuk pengetahuan dan keahlian yang diperoleh pekerja melalui pendidikan,

pelatihan, dan pengalaman. Modal manusia meliputi keahlian-keahlian yang

diperoleh, juga pelatihan-pelatihan kerja (Mankiw,2001).

Masih menurut Gitosudarmo (1999), akibat bertambahnya pengalaman

didalam mengerjakan suatu pekerjaan atau memproduksi suatu barang, dapat

menurunkan rata-rata ongkos per satuan barang. Hal ini adalah logis karena dengan

bertambahnya pengalaman seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu, tentu saja

akan diperoleh pelajaran untuk melakukannya dengan lebih baik serta lebih efisien.

Kekeliruan yang yang telah diperbuatnya dapat diketahui dan untuk selanjutnya

tidak diulang lagi terhadap kesalahan yang sama. Jadi, apabila pengalaman kerja
12

meningkat dan mencapai dua kali lipat dari semua maka akan terdapat suatu

penurunan biaya produksi per unit yang cukup berarti besarnya.

Menurut Ahyari (1999), terdapat empat klasifikasi tenaga kerja yaitu : a)

tenaga kerja ahli dan terlatih; b) tenaga kerja ahli tetapi belum terlatih; c) tenaga

kerja tidak ahli tetapi terlatih; d) tenaga kerja tidak ahli dan tidak terlatih.

Dimaksudkan dengan tenaga kerja ahli merupakan tenaga kerja dengan bekal

pendidikan formal tertentu atau pendidikan ahli yang lain. Sedangkan yang

dimaksud dengan tenaga kerja terlatih merupakan tenaga kerja yang mempunyai

pengalaman kerja tertentu dengan jangka waktu tertentu pula (misalnya lima tahun).

d. Luas Lahan

Menurut Soekartawi (2002), pentingnya factor produksi tanah, bukan saja

dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga dari segi lain, misalnya aspek

kesuburan tanah, macam penggunaan lahan dan topografi. Masih menurut Daniel

(2002), luas penguasaan lahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses

produksi ataupun usaha tani maupun usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya

pemilikan dan penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan

yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang

dilakukan. Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan administrasi

yang baik serta tehnologi yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada

penerapan tehnologi. Karena pada luasan yang lebih sempit, penerapan teknologi
13

cenderung berlebihan (hal ini erat hubunganya dengan konversi luas lahan ke hektar)

dan menjadikan usaha tidak efisien.

Menurut Rosyidi (2002), yang dimaksud dengan tanah bukan sekedar untuk

ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk pula didalamnya sumber daya

alam. Istilah tanah maksunya adalah segala sesuatu yang bias menjadi factor

produksi, yang antara lain meliputi: a) tenaga penumbuhan dari pada tanah, baik

untuk pertanian, perikanan dan pertambangan; b) ikan dan mineral, baik ikan mineral

darat (sungai, danau, tambak, kuala dan sebagainya) maupun ikan dan mineral laut.

B. DASAR TEORI VARIABEL Y

a. Teori produksi

Penelitian ini berkaitan dengan konsep produksi yang menunjukan besarnya

tingkat produksi dijelaskan untuk memberikan definisi tentang produk menurut para

pakar ekonomi. Secara umum produksi diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan

atau menambah utility suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Sofyan Assauri (1993:53) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan

menciptakan atau menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau menambah

kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber

(tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dan modal) yang ada.

Sedangkan Wasis (1992:40) menjelaskan bahwa produk adalah merubah

bahan atau komponen (produksi) menjadi barang jadi. I Gusti Ngurah (1994:19)

mengemukakan bahwa produksi adalah sebagai hasil proses aktivitas ekonomi


14

dengan manfaat sumberdaya yang tersedia serta memiliki potensi sebagai faktor

produksi.

Hermanto (1994:32) mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu produksi merupakan tindakan

manusia untuk menciptakan atau menambah nilai guna barang sesuai dengan yang

dikehendaki.

Menurut Mubyarto (1996:25) menyatakan bahwa produksi petani adalah hasil

yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya faktor produksi tanah, modal, tenaga kerja

simultan.

Dalam melakukan usahatani, seorang petani atau pengusaha akan selalu

berfikir untuk mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memproduksi yang

maksimal. Cara berfikir yang demikian adalah wajar, mengingat petani melakukan

konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir

demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan. Dalam

kaitan itu Kartasapoerta (1988:43) mengemukakan bahwa produksi merupakan hasil

yang diperoleh yang berkaitan dengan proses berlangsungnya proses produksi.

Kuantitas dan kualitas hasil (output) tersebut tergantung pada keadaan input yang

telah diberikan. Jadi antara input dan output terdapat kaitan yang jelas.

Dalam bidang pertanian istilah yang dimaksud yaitu hasil pekerjaan beberapa

factor produksi secara sekaligus. Moebyarto (1996:30) oleh karena itu faktor-faktor
15

ekonomi yang berpengaruh terhadap produksi khususnya lahan, dan modal kerja,

tingkat kesuburan, dan factor-faktor lain yang melekat dalam factor lahan itu sendiri.

Soerkartawi dan Patong (1984:78) mengemukakan bahwa dalam menghitung

produksi usahatani biasanya dibedakan antara konsep produksi perunit usahatani

(cabang usahatani) oleh produksi total usaha tani adalah kualitas hasil yang

dipergunakan di suatu jenis usahatani selama periode tertentu.

C. Hubungan antara Variabel X dengan Variabel Y

a. Hubungan antara modal kerja dengan produksi

Modal adalah salah satu factor produksi yang menyumbang pada hasil

produksi, hasil produksi dapat naik karena digunakannya alat-alat mesin produksi

yang efisien. Dalam proses produksi tidak ada perbedaan antara modal sendiri dengan

modal pinjaman, yang masing-masing menyumbang langsung pada produksi.

Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan di tabung dan

diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendpatan

dikemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku

meningkatkan stock modal secara fisik (yakni nilai riil atas seluruh barang modal

produktif secara fisik) dan hal ini jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan

outputdi masa mendatang (Todaro,1998). Modal adalah barang atau uang yang secara

bersama-sama factor produksi, tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang yang

baru.
16

Pentingnya peranan modal kerja dapat membantu menghasilkan produktivitas,

bertambahnya keterampilan dan kecakapan pekerja juga menaikan produktivitas

produk. Modal mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan berhasil tidaknya

suatu usaha produksi yang didirikan. Modal dapat dibagi sebagai berikut : Modal

Tetap : adalah modal yang memberikan jasa untuk proses produksi dalam jangka

waktu yang relatif lama dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah produksi.

Modal Lancar : Adalah modal memberikan jasa hanya sekali dalam proses produksi,

bisa dalam bentuk bahan-bahan baku dan kebutuhan lain sebagai penunjang usaha

tersebut. Dapat dikemukakan pengertian secara klasik, dimana modal mengandung

pengertian sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut.

Modal adalah semua bentuk kekayaan yang bisa digunakan langsung atau

tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah output. Irawan dan

Suparmoko, (1981). Dalam pengertian ekonomi, modal yaitu barang atau uang

bersama-sama dengan factor produksi lainya dan tenaga kerja serta pengelolaan

menghasilkan barang-barang baru. Pada usaha produksi, yang dimaksud dengan

modal adalah lahan/tanah, bangunan-bangunan pertanian, alat-alat pertanian, bahan-

bahan pertanian dan uang tunai.

b. Hubungan antara Hari Orang Kerja dengan Produksi

Hari orang kerja atau HOK merupakan factor yang dapat mempengaruhi

produksi dan pendapatan hal ini dikarenakan petani yang memiliki banyak jam hari

kerja didalam mengontrol dan mengelola lahannya seperti membersihkan hama


17

tanaman dari tikus dan burung pemakan padi, akan lebih banyak menghasilkan

produksi ketimbang petani yang memiliki sedikit jam kerja untuk memotoring

lahannya. Becker (1993) mendefinisikan bahwan human capital sebagai hasil dari

keterampilan, pengetahuan dan pelatihanyang dimiliki seseorang, termasuk

akumulasi investasi meliputi aktivitas pendidikan, job training dan migrasi. Lebih

jauh, Smith dan Echrenberg (1994), melihat bahwa pekerja dengan separuh waktu

akan memperoleh lebih sedikit human capital. Hal ini disebabkan oleh sedikit jam

kerja dan pengalaman kerja. Kemudian ditambahkan oleh Jacobsen ( 1998) bahwa

dengan meningkatnya pengalaman dan hari kerja akan meningkatkan penerimaan di

masa yang akan datang.

Menurut Wetik (1982) jam hari kerja meliputi : Lamanya seseorang mampu

bekerja secara baik, hubungan antara waktu kerja dengan waktu istrahat, jam kerja

sehari meliputi pagi, siang, sore dan malam. Lamanya seseorang mampu bekerja

sehari secara baik pada umumnya 6 sampai 8 jam, sisanya 16 sampai 18 jam

digunakan untuk keluarga, masyarakat, untuk istirahat dan lain-lain. Jadi satu

minggu seseorang bisa bekerja dengan baik selama 40 sampai 50 jam. Selebihnya

bila dipaksa untuk bekerja biasanya tidak efisien. Akhirnya produktifitas akan

menurun, serta cenderung timbul kelelahan dan keselamatan kerja masing-masing

akan menunjang kemajuan dan mendorong kelancaran produksi usaha baik individu

maupun kelompok.

c. Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Produksi


18

Schumpeter (1934) yang mengatakan bahwa pelatihan bagi seorang petani

akan membuat petani itu lebih dinamis dalam memproduksi hasil pertanian untuk

diperdagangkan sehingga memungkinkan adanya tambahan pendapatan. Selain itu

dengan tingkat pelatihan yang dimiliki secara langsung maupun tidak, memberikan

pengaruh kepada hasil produksi. Semakin lama seseorang mempunyai pengalaman

kerja semakin besar hasil dari produksi dan pendapatan yang diperoleh.

Schultz (1961) berpendapat bahwa investasi dalam modal manusia harus

focus pada mendukung individu dalam memperoleh pendidikan, karena keterampilan

dan pengetahuan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan

pekerjaan produktif. Ia percaya bahwa investasi untuk meningkatkan kemampuan ini

mengarah ke peningkatan produktivitas manusia, yang pada gilirannya menyebabkan

tingkat pengembalian positif.

d. Hubungan antara Luas Lahan dan Produksi

Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting

dalam proses produksi atau usaha tanidan usaha pertnian. Dalam usaha tani misalnya

pemilikan atau penguasaan lahan sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani

yang dilakukan. Luas pemilikan atau penguasaan berhubungan dengan efisiensi usaha

tani. Penggunaan masukan akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai

semakin besar.

Di dalam kegiatan usaha tani, sumber daya lahan merupakan salah satu

masukan penting di antara jenis masukan lainnya yang diikutsertakan dalam proses
19

produksi. Namun, semakin luas lahan garapan maka semakin meningkat pula

pendapatan petani dan tingkat kesejahteraan petani ikut meningkat (Reksohadiprojo

dan Pradono, 1988)

D. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini akan dianalisis mengenai tingkat produksi petani rumput

laut di Kecamatan Manggelewa. Untuk dapat menganalisanya dalam penelitian ini

digunakan factor-faktor produksi yaitu : jumlah modal kerja, hari orang kerja, dan

luas lahan. Faktor-faktor produksi tersebut dalam penelitian ini dijadikan sebagai

variabel input, sedangkan variabel output adalah tingkat produksi yang dihasilkan.

Dengan demikian kerangka pikiran hubungan antara modal kerja, hari orang kerja,

pengalaman kerja dan luas lahan terhadap produksi petani rumput laut dapat

digambarkan sebagai berikut :


Modal Kerja
(X1)

Hari orang Kerja


(X2)
Produksi
Pengalaman Kerja (Y1)
(X3)

Luas Lahan
(X4)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


20

Dalam membangun sector kelautan dan perikanan yang maju, tidak hanya

membangun komoditas kelautan dan perikanan menjadi meningkat baik kuantitas

maupun kualitas, tetapi yang lebih pentng adalah membangun sumber daya manusia

agar mampu melakukan usaha tani yang produktif dan efisien serta

berkesinambungan. Kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan diarahkan pada

pada penciptaan system kelautan dan perikanan yang mampu memanfaatkan seluruh

sumber daya yang tersedia secara optimal. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan

produksi dan produktivitas kelautan dan perikanan, peningkatan pendapatan, serta

perbaikan taraf hidup masyarakat petani rumput laut.

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan

pedoman dalam melakukan penelitian. Hipotesis yang diginakan dalam penelitian ini

adalah :

Diduga bahwa, modal kerja, hari orang kerja, pengalaman kerja, dan luas

lahan berpengaruh positif (+) terhadap tingkat produksi petani Rumput Laut di

Kecamatan Manggelewa.
21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan menggunakan

prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya (Strauss dan

Corbin, 2009).

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit atau obyek analisa yang ciri-

ciri karakteristiknya hendak diduga. Populasi (RTP) dalam penelitian ini

berjumlah 212 petani rumput laut yang berada di Desa Kwangko (Dinas

Kelautan dan Perikanan 2017) .

Sampel merupakan bagian dari populasi dan representative (mewakili)

jumlah populasi yang ada pada penelitian ini. Penentuan sampel dilakukan

dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar, (2003) sebagai berikut :

n= N
1 + N (e)2

Dimana : n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

e = Tingkat kelonggaran
22

Tingkat kelonggaran 10% digunakan dari dasar jumlah populasi yang ada.

Sehingga jumlah sampel yang didapat yaitu

n= 212
1 + 212 (10%)2

n= 212
1 + 212 (0,01)

n= 212
1 + 212 (0,01)

n= 9,63 = 10

Jumlah sampel yang diperoleh adalah 10. Pengambilan sampel dilakukan

dengan cara acak sederhana (random sampling).

3.3 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Jenis Data

Jenis data yang diambil adalah data kuantitatif yang merupakan data-data yang

dapat menggambarkan dan menjelaskan variable-variabel penelitian yaitu modal

kerja, hari orang kerja, pengalaman kerja, luas lahan petani rumput laut.

2. Sumber Data

a. Data Primer yaitu data mentah yang diperoleh dan bersumber dari hasil

wawancara langsung dengan pihak responden mengenai jumlah modal kerja,

hari orang kerja, pengalaman kerja, dan luas lahan petani rumput laut.
23

b. Data Sekunder yaitu data yang sudah diolah dan data yang bersumber dari

hasil telaah literatur dan laporan-laporan dinas Kelautan dan perikanan

kabupaten dompu, kantor pemerintahan dan instansi-instansi yang terkait

yang terdiri atas keadaan kondisi alam dan kependudukan.

3.4 Tehnik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :

1. Wawancara yaitu memberikan pertanyaan langsung dengan bantuan kuisioner

terhadap petani rumput laut

2. Studi pustaka yaitu berdasarkan buku sebagai literature dan landasan teori yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Identifikasi Variabel

Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh hubungan antara variable

independen terhadap variable dependen. Variable dependen adalah variable yang

diakibatkan atau yang dipengaruhi oleh variable independen. Keberadaan variable ini

sebagai variable yang dijelaskan dalam focus atau topic penelitian (Bambang

Prasetyo dan Line Miftahul Jannah, 2005). Dalam hal ini yang menjadi variable

dependen antara lain modal kerja, hari orang kerja, pengalaman kerja, dan luas lahan

terhadap produksi rumput laut di Desa Kwangko dengan menggunakan Metode

Regresi Linear Berganda.

Pengaruh modal kerja, hari orang kerja, pengalaman kerja, dan luas lahan

terhadap produksi petani rumput laut di Desa Kwangko dirumuskan sebagai berikut :
24

Y= f (X1,X2,X3,X4)......(1)

Secara eksplisit dapat dinyatakan dalam fungsi Cobb-Douglas berikut :

Y = 0 X11X22X33X44e...(2)

Keterangan :

Y = Produksi per panen (RP)

X1= Modal Kerja (Rp)

X2= Hari orang kerja (Jam/hari)

X3= Pengalaman kerja (tahun)

X4= Luas lahan (m2)

1,2,3,4,5= koefisien regresi parsial

= factor penggangu (distubance error)

Menurut Hernanto (2009:34), besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari

suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya

seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi

penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan ke giatan usahatani, petani berharap

dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat

terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian,

sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani juga

berubah (Soekartawi, 2009:50).

Menurut Gustiyana (2011:104), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua

yaitu pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan


25

pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu

pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan yang

berasal dari kegiatan diluar usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam per bulan,

per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang

diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar usahatani seperti berdagang,

mengojek, dll.

a) Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani menurut Gustiyana (2011:117), dapat dibagi menjadi dua

pengertian, yaitu (1) pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh

petani dalam usahatani selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil

penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga

per satuan berat pada saat pemungutan hasil, (2) pendapatan bersih, yaitu seluruh

pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi

selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil

sarana produksi.

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur

penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil

perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau

biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang

dikeluarkan pada proses produksi tersebut (Ahmadi, 2011:33). Produksi berkaitan


26

dengan penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena

masih harus dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai

dalam proses produksi tersebut (Mubyarto, 2009:43).

Menurut Hernanto (2009:86), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pendapatan usahatani:

(a) Luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas tanaman, luas tanaman rata-rata,

(b) Tingkat produksi, yang diukur lewat produktivitas/ha dan indeks

pertanaman,

- Pilihan dan kombinasi,

- Intensitas perusahaan pertanaman,

- Efisiensi tenaga kerja.

Menurut Soekartawi (2009:35), biaya usahatani adalah semua

pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan

menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya

yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan

dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh volume produksi.

(c) Pendapatan Rumah Tangga

Menurut Mosher (2009:28), tolok ukur yang sangat penting untuk

melihat kesejahteraan petani adalah pandapatan rumah tangga, sebab beberapa

aspek dari kesejahteraan tergantung pada tingkat pendapatan petani. Besarnya


27

pendapatan petani itu sendiri akan mempengaruhi kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi yaitu, pangan, sandang, papan, kesehatan dan lapangan kerja.

Petani di pedesaan khususnya petani kecil sangat tergantung dari

pendapatan di sektor non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor

pertanian dan non pertanian di pedesaan menjadi sangat kental (Soekartawi,

2010:137). Keluarga pada umumnya terdiri dari seorang kepala keluarga dan

beberapa orang anggotanya. Kepala rumah tangga adalah orang yang paling

bertanggungjawab terhadap rumah tangga tersebut, sedangkan anggota keluarga

atau rumah tangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi

tanggungan kepala rumah tangga yang bersangkutan.

Tingkat pendapatan rumah tangga merupakan indikator yang penting

untuk mengetahui tingkat hidup rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah

tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua atau

lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh

pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga petani.

Hernanto (2009:72), menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang

mempengaruhi keberhasilan usahatani, yaitu faktor internal seperti unsur tanah,

air, iklim, tingkat teknologi, manajemen, tenaga kerja, modal, dan jumlah

tenaga kerja. Selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal, yaitu
28

tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, harga, sarana produksi, fasilitas

kredit, dan penyuluhan.

Tingkat pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga

untuk bekerja atau berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya

modal yang dimiliki petani. Semakin besar pendapatan keluarga petani

cenderung lebih berani menanggung resiko. Pendapatan besar mencerminkan

tersedianya dana yang cukup untuk usahatani selanjutnya dan pendapatan yang

rendah menyebabkan menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal.

Menurut Soekirno (2010:22), terdapat empat ukuran pendapatan:

a. Pendapatan Kerja Petani

Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan dan

kenaikan investasi yang kemudian dikurangi dengan pengeluaran baik tunai

maupun bunga modal dan investasi nilai kerja keluarga.

b. Penghasilan Kerja Petani

Pendapatan ini diperoleh dari selisih total penerimaan usahatani setelah

dikurangi dengan bunga modal.

c. Pendapatan Kerja Keluarga


29

Pendapatan yang diperoleh dari balas jasa dan kerja serta pengelolaan

yang dilakukan petani dan anggotanya yang bertujuan untuk menambah

penghasilan rumah tangga.

d. Pendapatan Keluarga

Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber

lain yang diterima petani bersama keluarga disamping kegiatan pokoknya.

Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan kedalam dua sektor, yaitu

sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian

dapat dirincikan lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh petani,

menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor non

pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga,

perdagangan, pegawai, jasa, buruh non pertanian serta buruh subsektor

pertanian lainnya (Sajogyo, 2009:52).

Menurut Soeratno (2009:27), ukuran pendapatan yang digunakan untuk

tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan rumah tangga yang diperoleh

dari bekerja. Tiap anggota keluarga berusia kerja dirumah tangga akan terdorong

bekerja untuk kesejahteraan keluarganya. Beberapa hasil studi menunjukkan


30

bahwa anggota keluarga seperti istri dan anak-anak adalah penyumbang dalam

berbagai kegiatan baik dalam pekerjaan rumah tangga maupun mencari nafkah.

Menurut Hernanto (2010:54), pendapatan petani dialokasikan untuk kegiatan:

a. Kegiatan produktif, yaitu untuk membiayai kegiatan usahataninya,

b. Kegiatan konsumtif, yaitu untuk pangan, papan, kesehatan, pendidikan,

rekreasi, dan pajak,

c. Pemeliharaan investasi, dan

d. Investasi dan tabungan.

c. Pendapatan

Pendapatan merupakan jumlah yang dibebankan kepada langganan atas

barang dan jasa yang dijual, dan merupakan unsur yang paling penting dalam

sebuah perusahaan, karena pendapatan akan dapat menentukan maju-

mundurnya suatu perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha

semaksimal mungkin untuk memperoleh pendapatan yang diharapkannya.

Pendapatan pada dasarnya diperoleh dari hasil penjualan produk atau jasa

yang diberikan.

d. Jenis-jenis Pendapatan

Jenis-jenis pendapatan menurut Kusnadi (2009;19) dalam buku Akuntansi

Keuangan Menengah (Prinsip, Prosedur dan Metode) adalah sebagai berikut :


31

a) Pendapatan operasi.

b) Pendapatan non operasi.

Adapun penjelasaan jenis-jenis pendapatan adalah sebagai berikut

Pendapatan Operasi

Pendapatan operasi dapat diperoleh dari dua sumber yaitu :

(a) Penjualan kotor

Penjualan kotor adalah penjualan sebagaimana tercantum dalam faktur atau

jumlah awal pembebanan sebelum dikurangi penjualan return dan

potongan penjualan.

(b) Penjualan bersih

Penjualan bersih adalah penjualan yang diperoleh dari penjualan kotor

dikurangi return penjualan ditambah dengan potongan penjualan lain-lain.

Pendapatan non operasi

Pendapatan non operasi dapat diperoleh dari dua sumber yaitu :

(a) Pendapatan bunga

Pendapatan bunga adalah pendapatan yang diterima perusahaan karena

telah meminjamkan uangnya kepada pihak lain.

(b) Pendapatan sewa

Pendapatan sewa adalah pendapatan yang diterima perusahaan karena telah

menyewakan aktivanya untuk perusahaan lain.


32

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa jenis-jenis

pendapatan terdiri dari pendapatan operasi yang diperoleh dari penjualan

kotor dan penjualan bersih, pendapatan non operasi diperoleh dari pendapatan

bunga dan poendapatan sewa.

e. Konsep Pendapatan

Menurut Theodorus M.Tuanakotta (2010;153) menyatakan bahwa

pada dasarnya ada dua pendekatan terhadap konsep pendapatan (revenue) yaitu

a) Pendekatan yang memusatkan perhatian kepada arus masuk (inflow) daripada

assets yang ditimbulkan oleh kegiatan operasional perusahaan.

b) Memusatkan perhatian kepada pencapaian barang dan jasa oleh perusahaan

dan transfer dari barang dan jasa kepada konsumen atau produsen lain.

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa konsep pendapatan

harus dipusatkan perhatiannya kepada arus masuk daripada asset yang

ditimbulkan, dan harus dipusatkan kepada pencapaian barang dan jasa oleh

perusahaan.

f. Pengukuran Pendapatan
33

Pengukuran pendapatan menurut PSAK no. 23.3 ( 2012 ; 23.3 ) dibagi

menjadi dua bagian yaitu :

c) Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau

yang dapat diterima

d) Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan

oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli.

Berdasarkan uraian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa pengukuran

pendapatan harus diukur dengan nilai wajar yang diterima, jumlah pendapatan

yang diperoleh dari suatu transaksi ditentukan oleh persetujuan antara kedua

belah pihak yaitu persetujuaan antara penjual dan pembeli.


34

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan

menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya

(Strauss dan Corbin, 2009).

Pendekatan kualitatif dalam hal ini sesungguhnya adalah prosedur penelitian

yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sehingga data yang dikumpulkan
35

adalah data yang berupa kata/ kalimat maupun gambar (bukan angka-angka).

Data-data ini bisa berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video,

dokumen pribadi, memo ataupun dokumen resmi lainnya (Moleong, 2009).

Bogdan dan Taylor (2011) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah

salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan-

ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.

4. Kehadiran Peneliti

Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai pengamat penuh dimana

kehadiran peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai instrument kunci yang

langsung melibatkan diri dalam kehidupan subyek dalam waktu penelitian yang

sudah ditetapkan peneliti untuk memperoleh data.

5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kwangko, Kecamatan Manggelewa,

Kabupaten Dompu. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi adalah, peneliti dapat

menemukan hal-hal yang bermakna dan baru.

6. Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder baik bersifat kuantatif maupun kualitatif . Data primer diperoleh

langsung dari responden melalui teknik wawancara secara mendalam,

penyebaran kuesioner dan observasi lapangan. Sumber data primer berasal dari
36

pihak-pihak yang terkait dengan program TERPIJAR baik langsung maupun

tidak langsung, yaitu KUB, UPR, Kelompok Budidaya Rumput Laut dan Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu. Data sekunder diperoleh melalui

penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumen dari instansi terkait (dinas,

badan, kantor dalam lingkup pemerintah daerah Dompu), laporan hasil penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya, dan berbagai informasi lainnya yang relevan

dengan tujuan Penelitian.

7. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan

informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau

subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini,

wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media

telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk

memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang

diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap

informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain

sebelumnya. Karena merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil


37

wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah diperoleh

sebelumnya. Agar wawancara efektif, maka terdapat berapa tahapan yang

harus dilalui,yakni ; 1). mengenalkan diri, 2). menjelaskan maksud

kedatangan, 3). menjelaskan materi wawancara, dan 4). mengajukan

pertanyaan (Yunus, 2010: 358).

b. Observasi

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik

pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif.

Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan

pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh

informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil

observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana

tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk

memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab

pertanyaan penelitian.

Bungin (2010: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu:

1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3). observasi

kelompok. Berikut penjelasannya:

a. Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian


38

melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam

keseharian informan.

b. Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa

menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan

pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

c. Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim

peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

c. Dokumen

Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat

fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat,

cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini

bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu

memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga

tidak sekadar barang yang tidak bermakna.

8. Teknik Analisis Data

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan

pendapatan atas biaya total dimana semua input milik keluarga juga
39

diperhitungkan sebagai biaya dalam periode tertentu (Soekartawi et al. 2010).

Secara umum pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan

pengeluaran. Dalam hal ini pendapatan usahatani budidaya rumput laut

merupakan selisih antara penerimaan total pembudidaya dengan pengeluaran total

pembudidaya dalam satu siklus produksi. Perhitungan pendapatan usahatani atas

biaya tunai dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut, yaitu:

Y Tunai = TR - Bt

TR = PxQ

Keterangan :

Y tunai = Pendapatan tunai pembudidaya

TR = Penerimaan total pembudidaya rumput laut

Bt = Biaya tunai

Bd = Biaya yang diperhitungkan

P = Harga rumput laut

Q = Jumlah rumput laut

Sedangkan untuk menghitung pendapatan atas biaya total adalah sebagai

berikut:

Y Total = TR - TC
40

TC = Bt+Bd

Keterangan:

Y total = Pendapatan total pembudidaya


TR = Penerimaan total pembudidaya rumput laut
TC = Pengeluaran total
Bt = Biaya tunai
Bd = Biaya yang diperhitungkan

Biaya penyusutan alat-alat budidaya dihitung dengan membagi nilai

pembelian dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur ekonomisnya.

Metode yang digunakan menggunakan metode garis lurus. Rumus dapat

dituliskan secara matematis sebagai berikut:

(Nb Ns)
Biaya Penyusutan =
N
Keterangan

Nb = Nilai pembelian
Ns = Nilai sisa
N = Umur ekonomis

Analisis Rasio (R/C Ratio) Analisis R/C rasio merupakan perbandingan antar

penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. R/C rasio terbagi menjadi dua,

R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Analisis R/C rasio
41

dapat dijadikan gambaran efisiensi dari usahatani. Adapun rumus

matematisnya adalah sebagai berikut:

R TR
Rasio atas biaya tunai =
C Bt

R TR
Rasio atas biaya total =
C ( Bt Bd )

Keterangan:

TR = Penerimaan total pembudidaya rumput laut

Bt = Biaya tunai

Bd = Biaya yang diperhitungkan

Terdapat beberapa kriteria yang dapat ditunjukan dari hasil analisis R/C rasio,

kriteria tersebut menunjukan tingkat keuntungan dari usahatani yang

dilakukan, diantaranya:

a. R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan, karena setiap rupiah

biaya yang dikeluarakan akan menghasilkan penerimaan sebesar lebih dari

satu rupiah.

b. R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap satu

rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar

satu rupiah.
42

c. R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan karena

setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan

sebesar kurang dari satu rupiah.


43

BAB IV

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Geografi , Topografi, dan Klimatologi

Desa Bara memiliki luas wilayah sebesar 52,05 Km2. Secara geografis

Desa Bara terletak di antara 0832'57,72"S11823'34,51'T. Desa Bara

meliputi areal daratan seluas 48,25 Km2, terletak pada bagian barat

Kecamatan Woja. Sebelah Utara berbatasan Persawahan So-Doro Naru,.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mumbu dan Desa Baka Jaya.

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Nowa. Sebelah Barat berbatasan

dengan Desa Buna.

Secara administratif Desa Bara terdiri dari tujuh dusun, yaitu: Dusun

Bara, Dusun Langan, Dusun Mekar Baru, Dusun Kabuntu, Dusun Sipon dan

Dusun Foo Mpongi.

b. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk Desa Bara tahun 2013 berjumlah 7.125 Jiwa. Jumlah

penduduk terbanyak kedua di Kecamatan Woja, penduduk di Desa Bara

sebagian besar berprofesi buruh tani, penggarap dan buruh harian.


44

c. Profil Kelompok Sumber Hidup

a) Sejarah Terbentuknya Kelompok

Pada awalnya kegiatan masyarakat Desa Bara Kecamatan Woja rata-rata

bergerak dibidang pertanian dengan berprofesi sebagai buruh tani,

penggarap dan buruh harian, namun karena masih adanya lahan yang

potensial yang belum tergarap dan atas arahan dari Dinas Kelautan,

Perikanan Kabupaten Dompu, melalui para Penyuluh Perikanan maka

lahan potensial yang belum tergarap tersebut digunakan untuk lahan

budidaya ikan dengan kegiatan pembesaran lele dalam kolam tanah dan

kolam terpal. Hal tersebut selain untuk memanfaatkan lahan juga untuk

meningkatkan taraf pendapatan masyarakat sekitar. Seiring dengan

berjalannya waktu dan perkembangan kegiatan budidaya ikan lele tersebut

maka perlu adanya pembentukan Kelompok Pembudidaya Ikan.

Kelompok Pembudidaya Ikan tersebut diberi nama SUMBER HIDUP

dengan harapan kegiatan usaha budidaya ikan tersebut mengalami

Keabadian dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya yang

tergabung dalam kelompok.

b) Tujuan Kelompok

Pembentukan Kelompok Sumber Hidup ini bertujuan untuk :

(a) Memanfaatkan lahan yang potensial untuk usaha budidaya ikan


45

(b) Penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Bara

Kecamatan Woja

(c) Meningkatkan Produksi Perikanan Budidaya

(d) Meningkatkan Pendapatan dan Kesejahteraan Pembudidaya di Desa

Bara Kecamatan Woja

c) Aktifitas Kelompok

Kelompok Pembudidaya Ikan lele Sumber Hidup selain memiliki kegiatan

usaha dibidang pembesaran ikan lele, kelompok Sumber Hidup memiliki

kegiatan rutin yaitu pertemuan kelompok yang dilakukan setiap 1 - 2 kali

dalam 1 bulan dengan tujuan untuk membahas berbagai aspek yaitu aspek

sosial dan aspek teknis sehingga mampu mengetahui sejauh mana

kegiatan usaha budidaya lele yang dilakukan mengalami perkembangan.

apabila menemui kesulitan kelompok Sumber Hidup senantiasa bertanya

dan berdiskusi dengan penyuluh perikanan pendamping dari Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu.

d) Sarana dan Prasarana

Saran dan prasarana yang dimiliki oleh kelompok adalah berupa

hamparan kolam tanah dan kolam terpal dengan luas lahan 144 m2 dengan

jumlah kolam 24 unit. Selain itu Kelompok juga memiliki sarana berupa

gudang digunakan untuk menyimpan pakan dan peralatan tangkap. Modal

usaha kelompok diperoleh dari swadaya anggota kelompok dengan


46

menyisihkan hasil dari panen sebesar 1,5 % dari hasil usaha. Selain itu

Kelompok Sumber Hidup Juga Memperoleh modal usaha berupa Bantuan

Langsung Masyarakat (BLM) PUMP-PB Perikanan Budidaya Tahun 2013

Sebesar Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah). BLM

tersebut dipergunakan untuk melakukan pembelian pakan, benih, seser

dan perbaikan kolam

e) Pendampingan

Pendampingan pada Kelompok Budidaya ikan lele Sumber Hidup

dilaksanakan oleh Penyuluh Perikanan Wilayah Binaan Kecamatan Woja

dan Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) yaitu Ibu Nursilmi

Ardiansyih,S.Pi dan Nur Laili,S.Pi yang berasal dari lembaga Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu, selain itu juga memperoleh

pembinaan / Pendampingan dari UPTD Balai Benih Ikan Matua,

Pendampingan oleh Penyuluh Perikanan dilakukan 1-2 kali dalam 1 bulan

dengan didominasi menggunakan metode kunjungan lapangan dan diskusi

serta demonstrasi contoh, seperti cara menentukan berat pakan ikan dan

kegiatan teknis lainnya.

B. Analisis Dan Pembahasan

- Penggunaan Input Produksi Budidaya Ikan Lele

Secara umum input yang digunakan dalam budidaya ikan lele di Desa Bara
47

Kecamatan Woja dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel II. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Per Siklus Usaha Tani Budidaya
Ikan Lele Di Desa Bara Kecamatan Woja Tahun 2013.
Harga Rata-rata
Input Produksi Jumlah Satuan Satuan
Kolam Tanah 2 Unit 1.150.000

Tarpal 2 Buah 120.000

Kayu Laut (Wako) 5 Batang 5.000

Bambu 10 Batang 10.000

Ember Bak 2 Buah 50.000

Hapa 2 Buah 100.000

Seser 2 Buah 50.000

Serok 2 Buah 50.000

Timbangan Duduk 1 Unit 200.000

Bibit Lele 2.000 Ekor 1000

Pakan PS-C 5 Kilogram 20.000

Pakan Hiprovit

999 20 Kilogram 22.000

Pakan Bintang 888 100 Kilogram 10.000

Kantong Plastik 1 Pak 100.000

Karet Gelang 1 Bungkus 30.000


48

M4 2 Botol 20.000

Tenaga kerja 2 HOK 50.000

Sumber: Kelompok Budidaya Sumber Hidup Desa Bara (2013)

Berdasarkan Tabel II di atas input produksi budidaya ikan lele di Desa

Bara Kecamatan Woja dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu input variabel

dan input tetap. Penggunaan input yang bersifat tetap diantaranya:

(a) Kolam Tanah, jumlah kolam tanah yang digunakan rata-rata berjumlah 2

unit dengan ukuran 3 x 4 M2, harga rata-rata untuk setiap kolam tanah

yaitu Rp 2.300.000. Sehingga untuk investasi kolam tanah diperlukan

uang sebesar Rp 27.600.000. Kolam tanah digunakan sebagai

tempat/wadah pemeliharaan ikan lele. Benih ikan lele berada di dalam

kolam tanah rata-ratas selama 2-3 bulan.

(b) Tarpal, jumlah tarpal yang digunakan rata-rata berjumlah 24 buah dengan

ukuran 4 x 6 M2, harga rata-rata untuk setiap tarpal yaitu Rp 120.000.

Sehingga untuk investasi tarpal diperlukan uang sebesar Rp 2.880.000.

Tarpal digunakan untuk pembuatan kolam tarpal sebagai tempat/wadah

pemeliharaan dan pembesaran ikan lele. Ikan lele berada di dalam kolam

tarpal rata-ratas selama 2-3 bulan.

(c) Kayu Laut, jumlah kayu laut yang digunakan rata-rata berjumlah 5

batang, harga rata-rata Kayu laut yaitu Rp 5.000. Sehingga untuk

investasi kayu laut diperlukan uang sebesar Rp 300.000. kayu laut


49

digunakan untuk pembuatan kolam tarpal.

(d) Bambu, jumlah bambu yang digunakan rata-rata berjumlah 10 batang,

harga rata-rata bambu yaitu Rp 10.000. Sehingga untuk investasi bambu

diperlukan uang sebesar Rp 1.200.000. bambu digunakan untuk

pembuatan kolam tarpal.

(e) Ember Bak, jumlah ember bak yang digunakan rata-rata berjumlah 2

buah, harga rata-rata ember bak Rp. 50.000. Sehingga untuk investasi

ember bak diperlukan uang sebesar Rp. 1.200.000. alat ini berfungsi

sebagai tempat penampungan ikan lele yang sudah siap untuk di

pasarkan.

(f) Hapa, jumlah hapa yang digunakan rata-rata berjumlah dua buah, Harga

hapa yang digunakan rata-rata Rp 100.000. Sehingga total investasi untuk

pembelian hapa adalah Rp 2.400.000. alat ini befungsi sebagai alat untuk

menangkap ikan lele.

(g) Seser, jumlah seser yang digunakan rata-rata berjumlah 2 buah, Harga

rata-rata serokan yang digunakan adalah Rp. 25.000. Sehingga total

investasi untuk pembelian serokan adalah Rp. 1.200.000. Alat ini

berfungsi sebagai alat bantu menangkap ikan lele.

(h) Serokan, jumlah serokan yang digunakan rata-rata berjumlah 2 buah,

Harga rata-rata serokan yang digunakan adalah Rp. 25.000. Sehingga

total investasi untuk pembelian serokan adalah Rp. 1.200.000 Alat ini
50

berfungsi sebagai alat bantu menangkap ikan lele..

(i) Timbangan duduk, jumlah timbagan duduk yang digunakan rata-rata

berjumlah 1 Unit, Harga rata-rata timbangan duduk yang digunakan

adalah Rp. 200.000. Sehingga total investasi untuk pembelian timbangan

duduk adalah Rp. 2.400.000 Alat ini berfungsi sebagai alat timbangan

ikan lele yang telah siap untuk di pasarkan

Penggunaan input variabel dalam budidaya ikan lele di Desa Bara

Kecamatan Woja, diantaranya:

(a) Bibit Ikan Lele

Bibit Ikan Lele yang digunakan rata-rata 2.000 ekor dengan ukran

5-8 Cm. Harga rata-rata untuk bibit ikan lele yaitu Rp. 1.000 / ekor.

Sehingga untuk investasi diperlukan uang sebesar Rp. 24.000.000

pemilihan bibit ikan lele yang ditebar pada kolam pembesaran harus

sehat dan lincah, sehingga benih ikan lele dapat hidup dalam kondisi

sehat.

(b) Pakan PS-C

Pakan PS-C yang digunakan merupakan pakan jenis apung,

pemberian pakan PS-C pada ikan lele yang masih berumur 4-6 minggu,

rata-rata jumlah ikan lele yang dimiliki oleh pembudidaya adalah 2.000

ekor. Sistem pemberian pakan tidak menggunakan standar feeding rate,

pakan diberikan kepada ikan lele dengan cara ditabur, dan ditinggal.
51

Metode ini lebih mengandalkan pengalaman dalam pemberian pakan.

Pakan yang dihabiskan pembudidaya dalam tiga bulan atau satu siklus

adalah 5 kg dengan harga per kilogramnya Rp. 20.000. Sehingga dalam

satu siklus diperlukan uang sebesar Rp. 1.200.000 untuk pembelian pakan

PS-C.

(c) Pakan Hiprovit 999

Pakan Hiprovit 999 yang digunakan merupakan pakan jenis apung,

pemberian pakan Hiprovit 999 pada ikan lele yang sudah berumur 6-8

minggu, rata-rata jumlah ikan lele yang dimiliki oleh pembudidaya adalah

2.000 ekor. Pakan yang dihabiskan pembudidaya dalam tiga bulan atau

satu siklus adalah 20 kg dengan harga per kilogramnya Rp. 20.000.

Sehingga dalam satu siklus diperlukan uang sebesar Rp. 4.800.000 untuk

pembelian pakan hiprovit 999.

(d) Pakan Bintang 888

Pakan Bintang 888 yang digunakan merupakan pakan jenis

tenggelam, pemberian pakan Bintang 888 pada ikan lele yang sudah

berumur 8-12 minggu, rata-rata jumlah ikan lele yang dimiliki oleh

pembudidaya adalah 2.000 ekor. Pakan yang dihabiskan pembudidaya

dalam tiga bulan atau satu siklus adalah 100 kg dengan harga per

kilogramnya Rp. 10.000. Sehingga dalam satu siklus diperlukan uang

sebesar Rp. 12.000.000 untuk pembelian pakan bintang 888.


52

(e) Kantong Plastik

Jumlah rata-rata kantong plastik yang digunakan berjumlah 1 pak,

harga rata-rata kantong plastik yaitu Rp 100.000. Sehingga untuk

investasi Kantong Plastik diperlukan uang sebesar Rp 1.200.000. Kantong

plastik digunakan untuk membungkus ikan lele yang sudah siap

dipasarkan.

(f) Karet Gelang

Jumlah rata-rata karet gelang yang digunakan berjumlah 1 bungkus,

harga rata-rata karet gelang yaitu Rp 30.000. Sehingga untuk investasi

Kantong Plastik diperlukan uang sebesar Rp 360.000. Karet gelang

digunakan untuk mengikat kantong plastik pembungkus ikan lele yang

telah siap panen atau dipasarkan.

(g) M4

Jumlah rata-rata M4 yang digunakan berjumlah 2 Botol, harga rata-

rata M4 yaitu Rp 20.000. Sehingga untuk investasi Kantong Plastik

diperlukan uang sebesar Rp 480.000, M4 adalah jenis obat-obatan untuk

merangsang pertumbuhan ikan lele dan berfungsi untuk memperbaiki

kualitas air pada kolam pembesaran ikan lele

C. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani pada umumnya terdiri dari penerimaan tunai dan


53

penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung

diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan ikan lele.

Sedangkan penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh petani

tidak dalam bentuk uang tunai melainkan dalam bentuk seperti konsumsi atau

stock ikan lele, namun dalam usahatani ini penerimaan tidak tunai hanya

bersumber dari stock ikan lele. Penerimaan usahatani didapatkan dari hasil

penjualan jumlah ikan lele yang dihasilkan dikalikan dengan harga ikan lele.

Jumlah ikan lele yang dihasilkan rata-rata menghasilkan 250 Kilogram,

dengan harga ikan lele per kilogramnya Rp. 27.000, sehingga penerimaan rata-

rata per siklus panen ikan lele adalah Rp. 81.000.000. Sehingga apabila dalam

satu tahun terdapat 3 kali siklus panen, maka penerimaan pembudidaya ikan lele

di Desa Bara Kecamatan Woja dalam satu tahun Rp. 243.000.000.

D. Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk

menghadirkan input produksi dalam menjalankan usahatani. Pengeluaran dalam

usahatani dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu pengeluaran atas biaya tunai

dan dan biaya diperhitungkan. Pengeluaran atas biaya tunai adalah biaya yang

dikeluarkan petani secara tunai dari kegiatan usahatani sampai penjualan produk

usahatani dalam hal ini adalah ikan lele berukuran 7 9 ekor/Kg. Sedangkan

biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani secara tidak
54

tunai, misalnya tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan, dan penyusutan

alat-alat budidaya ikan lele.

Biaya tunai dalam budidaya ikan lele diantaranya digunakan untuk

membayar Bibit ikan lelel, pakan PS-C, pakan hiprovit 999, pakan bintang 888,

Kantong plasyik, karet gelang, M4. Besar biaya tunai yang dibutuhkan oleh

pembudidaya ikan lele di Desa Bara Kecamatan Woja adalah Rp. 42.840.000.

Sedangkan biaya yang diperhitungkan yaitu Rp. 11.000.000 terdiri dari biaya

penyusutan, biaya tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya sewa lahan. Sehingga

total biaya yang dikeluarkan pembudidaya dalam satu siklus adalah jumlah biaya

tunai ditambah dengan biaya yang diperhitungkan yaitu Rp. 53.840.000. Berikut

ini Tabel mengenai pengeluaran usahatani budidaya ikan lele di Desa Bara

Kecamatan Woja.

Tabel III. Pengeluaran Usaha Tani Budidaya Ikan Lele di Desa Bara Kecamatan
Woja Tahun 2013
No Input Produksi Jumlah Biaya

A Biaya Tunai
1 Bibit Lele 24.000.000

2 Pakan PS-C 1.200.000

3 Pakan Hiprovit 999 4.800.000

4 Pakan Bintang 888 12.000.000

5 Kantong Plastik 1.200.000

6 Karet Gelang 360.000

7 M4 480.000
55

B Total Biaya Tunai 42.840.000

C Biaya Diperhitungkan
1 Penyusutan Alat 4.500.000

2 Tenaga Kerja dalam Keluarga 6.000.000

3 Sewa lahan 500.000

D Total Biaya Diperhitungkan 11.000.000


E Total Biaya 53.840.000
Sumber: Kelompok Budidaya Sumber Hidup Desa Bara (2013)

E. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani

dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua,

yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan

atas biaya tunai yang diperoleh oleh pembudidaya ikan lele setiap siklusnya

adalah Rp. 38.160.000, nilai tersebut didapat dari pengurangan antara

penerimaan dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya totalnya

adalah Rp.27.160.000, nilai tersebut didapat dari pengurangan antara

penerimaan dengan pengeluaran atas biaya total.

Berikut ini Tabel mengenai penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani

budidaya ikan lele di Desa Bara Kecamatan Woja.

Tabel IV. Rata-rata Penerimaan, Biaya Dan Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan
lele di Desa Bara Kecamatan Woja Tahun 2013
No Komponen Nilai (Rp)
56

A Penerimaan 81.000.000

B Biaya Tunai 42.840.000

C Biaya Diperhitungkan 11.000.000

D Biaya Total 53.840.000

E Pendapatan Atas Biaya Tunai 38.160.000

F Pendapatan Atas Biaya Total 27.160.000

Sumber: Data Primer (2014)

F. Analisis R/C Rasio

Analisis R/C rasio merupakan salah satu indikator kelayakan suatu

usahatani. R/C rasio dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu R/C rasio

atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Dalam usahatani budidaya ikan

lele yang dilakukan oleh pembudidaya di Desa Bara Kecamatan Woja,

didapatkan hasil R/C rasio pada Tabel V berikut ini.

Tabel V. Rata-rata Penerimaan, Biaya Dan R/C Rasio Usahatani Budidaya Ikan
lele Di Desa Bara Kecamatan Woja Tahun 2013
No Komponen Nilai

A Penerimaan Rp. 81.000.000

B Biaya Tunai Rp . 42.840.000

C Biaya Diperhitungkan Rp. 11.000000

D Biaya Total Rp. 53.840.000

E
R/C Atas Biaya Tunai 2
F
R/C Atas Biaya Total 3
Sumber: Data Primer (2014)

Berdasarkan Tabel di atas, nilai R/C rasio atas biaya tunai dari usahatani
57

budidaya ikan lele adalah 2, artinya setiap satu rupiah pengeluaran atas biaya tunai

akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 2. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya

total adalah 3, artinya setiap satu rupiah pengeluaran atas biaya total akan

memberikan penerimaan sebesar Rp. 3.

Nilai R/C rasio yang dihasilkan atas biaya tunai dan biaya total adalah 2 dan

3 hal ini menunjukan bahwa usahatani budidaya ikan lele ini menguntungkan untuk

diusahakan karena memiliki R/C rasio yang bernilai lebih dari satu.
58

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Masih rendahnya produksi ikan lele di Kabupaten Dompu dikaji dari sudut

pandang efisiensi teknis menghasilkan tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani

budidaya ikan lele di Kabupaten Dompu sebesar 79,00 persen. Artinya usahatani

budidaya ikan lele di Kabupaten Dompu sudah cukup efisien secara teknis, dan

dalam jangka pendek produksi ikan lele di Kabupaten Dompu masih dapat

ditingkatkan sebesar 21,00 persen.

Dilihat dari tingkat pendapatan, usahatani budidaya ikan lele ini dapat

dikatakan menguntungkan, hal ini dapat dilihat dari pendapatan pembudidaya atas

biaya tunai dan biaya diperhitngkan dari usahatani budidaya ikan lele untuk setiap

siklusnya adalah Rp 38.160.000 dan Rp 27.160.000. Nilai R/C rasio atas biaya

tunai dan biaya diperhitungkan adalah 2 dan 3, hal ini menunjukan bahwa

usahatani budidaya ikan lele di Desa Bara Kecamatan Woja menguntungkan bagi
59

para pembudidaya.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan di atas, maka dapat

dikemukakan beberapa saran, diantaranya:

a. Usaha yang dapat dilakukan pembudidaya dalam meningkatkan efisiensi

teknis pada usahatani budidaya ikan lele adalah dengan meningkatkan

pengetahuan pembudidaya mengenai teknik budidaya dengan cara banyak

berdiskusi dalam kelompok budidaya dan berbagi pengalaman, serta kiat-kiat

sukses dalam menjalankan usahatani budidaya ikan lele.

b. Peran pemerintah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan

lele di Desa Bara Kecamatan Woja adalah dengan mendampingi kelompok

budidaya ikan lele dalam penerapan teknologi baru dalam budidaya ikan lele,

dan merangsang munculnya pembudidaya ikan lele yang handal di Desa Bara

Kecamatan Woja agar produksi ikan lele di Desa Bara Kecamatan Woja dapat

ditingkatkan sehingga tingkat pendapatan masyarakat desa bara terus

bertambah.
60

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, (2011), Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta

AT. Mosher, Menggerakkan dan Membangun Pertanian, terjemahan Ir. Krisnandhi.

CV. Yasa Guna ,Jakarta 2009.

Bungin, M. Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Bogdan, R.C dan Taylor. 2011. Pengantar Metode Penelitian Kuantitatif Suatu

Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Surabaya: Usaha

Nasional.

Hernanto. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hikmat, R. Harry. 2009. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora

Utama Press (HUP).

Kusnadi. 2010. Masalah, Kerjasama, Konflik, dan Konerja. Tanada. Malang.

Kusnadi. Pendampingan Masyarakat, PT. Erlangga, 2010. Jakarta

Kusnadi. Akuntansi Keuangan Menengah (Intermediate). Prinsip, Prosedur, dan

Metode. Universitas Brawijaya. Malang. 2009.

Mahyuddin, Kholish. 2011. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Moleong, Lexy. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja

Rosdakarya.
61

Mubyarto 2009, Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta : Edisi Ke-tiga, LP3S

Sadono Sukirno. 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta:

Rajagrafindo Persada

Sajogyo, Pudjiwati Sajogyo. 2009. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan,

Yogyakarta Gajah Mada University Press.

Straus dan Corbin,(2009) Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Jogjakarta

Soekartawi. 2009.Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb

Douglas. Rajawali Pers: Jakarta.

Soekartawi. 2009. Analisis Usaha Tani.Jakarta : Universitas Indonesia (UI- Press).

Soekartawi. 2010. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Jakarta :

Raja Grafindo Persada.

Taylor dan Bogdan. (2011). introducing to Qualitatife methods

phenomenologika.New York: A Wlley.

Tuanakotta M. Theodorus, 2010. Teori Akuntansi, Edisi Kedelapan, Buku Dua,

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2010.

Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai