Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.504 pulau,
dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta Km (termasuk ZEE) atau 2/3 luas
wilayah RI dan panjang pantai 95,181 Km, merupakan Negara nomor 4 terpanjang
pantainya dan 75% wilayahnya adalah lautan. Negara Indonesia terletak diantara dua
benua yaitu Benua`Asia dan Benua Australia serta berada diantara dua Samudra
yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia memiliki potensi unggulan yang sangat
strategis ditinjau dari sudut geopolitik, geostrategic dan geoekonomi serta merupakan
kawasan yang dinamis dalam percaturan politik, ekonomi, budaya dan pertahanan
serta keamanan dunia (Dirjen Perikanan Budidaya DKP RI, 2003).
Kabupaten Dompu merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Barat
yang letaknya cukup strategis dimana dikelilingi oleh 3 (tiga) Teluk besar yaitu Teluk
Cempi, Teluk Sanggar dan Teluk Saleh. Ketiga Teluk besar ini masing-masing
mempunyai potensi yang melimpah khusus untuk bidang kelautan dan perikanan.
Sebut saja Teluk Cempi dan Teluk Sanggar yang telah dijadikan tata ruang untuk
wilayah penangkapan, dan Teluk Saleh dijadikan tata ruang untuk wilayah
pengembangan budidaya laut salah satunya budidaya rumput laut. Kabupaten Dompu
terdiri dari daerah pantai dan pesisir yang memanjang dari pantai Desa Huu sampai
Desa Nangamiro Kecamatan Pekat dengan garis pantai 272,2 km dengan potensi
sumberdaya laut yang belum dimanfaatkan secara optimal (Bidang Budidaya Dinas
Kelautan dan Perikanan Kab. Dompu, 2008).
Rumput laut sudah dikenal luas baik didalam maupun di luar negeri puluhan
tahun yang lalu, secara alami komoditas ini merupakan makanan hewan-hewan air
laut dan belakangan ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan baku dibidang
kesehatan, industry dan lainnya. Beberapa jenis rumput laut dapat diproduksi dan
diklasifikasi sebagai karagenofit (penghasil karagenan) seperti jenis-jenis Euchema
sp dan agarofit (penghasil agar-agar) seperti jenis Gracilaria sp. Pada awalnya
produksi rumput laut tersebut diperoleh dari usaha pemanfaatannya dialam kemudian
berkembang pesat melalui upaya budidaya baik di laut maupun di tambak (BBPBAP
Jepara, 2007).
Rumput laut Euchema juga sangat penting khususnya dipasaran dunia karena
menghasilkan karagenan dan sekitar 80% kebutuhan dunia diperoleh dari jenis ini.
Diketahui pula bahwa lebih dari 2 doxen jenis rumput laut ini namun yang
mempunyai pasaran utama adalah Euchema Cottoni dan Euchema Spinosum. Jenis-

1
jenis tersebut telah berkembang sekitar 30 tahun lalu untuk tujuan komersial yang
telah dikembangkan lebih dari 20 negara (Sahoo dan Yarish, 2005).
Pada era globalisasi ini, perdagangan hasil-hasil perikanan terutama rumput
laut cukup besar dan persaingan sangat ketat karena persaingan yang cukup ketat ini
diperlukan SDM yang mempunyai keterampilan tinggi dan mempunyai jiwa
wirausaha dalam mempertahankan pengembangan usaha ini.
Kabuapten Dompu merupakan Kabuapten sangat potensial untuk
mengembangkan budidaya rumput laut karena terdapat banyak sekali teluk-teluk
yang merupakan persyaratan untuk usaha ini. Produksi rumput basah di Kabupaten
Dompu mencapai 454.300 Ton dengan potensi tertinggi berada di Kecamatan Kempo
sekitar 175.000 ton, Manggelewa 122.500 ton, Pekat 87.500 ton, Kilo 35.00 ton,
Huu 26.250 ton, Dompu 1.389,0 ton dan sisanya adalah Kecamatan Dompu dan
Pajo untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Potensi Rumput Laut Basah Tiap Kecamatan di Kabupaten Dompu

Potensi
No Kecamatan
Lahan (Ha) Produksi (Ton)
1. Dompu - 0
2. Woja 23 8,050
3. Pajo - -
4. Huu 75 26,250
5. Manggelewa 350 122,500
6. Kempo 500 175,000
7. Kilo 100 35,000
8. Pekat 250 87,500
Total 1,298 454,300
Sumber : Laporan Studi Banding Tim Prospek Kabupaten Dompu Tahun 2005.

Kecamatan Manggelewa merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten


Dompu dengan tingkat penghasil rumput laut terbesar dan merupakan sentral usaha
budidaya rumput laut di Kabupaten Dompu. Dari jumlah produksi 1.389,0 ton/tahun
yang dihasilkan Kabupaten Dompu dengan periode penanaman 4 kali setahun, 450
ton/tahun dihasilkan dari kecamatan Manggelewa, sementara pangsa pasarnya
mencapai 500 ton/bulan (Rasyad, 2006).
Kecamatan Manggelewa ini memiliki potensi lahan untuk pengembangan
usaha budidaya rumput laut dengan luas + 3.250 Ha. Lahan potensial untuk kegiatan
perikanan sekitar .298 Ha, sementara tingkat pemanfaatannya baru mencapai 38,1%
atau 494,5 Ha (Laporan Studi Banding Tim Prospek Dompu, 2005). Dari data

2
tersebut menunjukan peluang untuk dilakukan upaya pengembangan usaha budidaya
rumput laut masih sangat terbuka (Rasyad, 2006).
Produksi rumput laut kering untuk lahan 0,2 (8 Ha blok atau + 48 rentang tali
ris dengan panjang 50 meter) adalah 7.467 kg (Anggadiredja, et.al 2006). Sedangkan
produksi rumput laut di Kabupaten Dompu pada tahun 2005 baru mencapai 1.389,0
ton pertahun dengan pemanfaatan lahan seluas 283,5 Ha. Upaya pemanfaatan lahan
yang maksimal belum menjamin meningkatnya produksi karena tergantung dari pola
dan metode penanaman yang digunakan. Begitu juga sebaliknya pada upaya
peningkatan produksi belum menjamin meningkatnya pendapatan pembudidaya.
Karena tinggi rendahnya pendapatan pembudidaya dipengaruhi banyak faktor
diantaranya biaya produksi, harga jual, system pemasaran dan keterampilan
pembudidaya dalam mengelola usaha taninya. Oleh sebab itu perlu diketahui berapa
besar pendapatan pembudidaya rumput laut, rumput laut itu, apakah layak
diusahakan dan apakah sudah efisien dalam pemasaran (BPS, 2001; Dinas Pertanian
NTB, 2001).
Kebutuhan rumput laut pasar dunia tahun 2006 yaitu sebanyak 281.500 ton
untuk euchema cottoni dan 79.200 ton untuk glacilaria Sp. Sementara produksi
Indonesia belum memenuhi permintaan pasar domestic. Dengan melihat kondisi
yang ada, maka kesempatan bagi masyarakat Dompu dan daerah lain diseluruh
Indonesia untuk dapat melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi usaha rumput laut
sehingga dapat meraih hasil dan keuntungan yang lebih besar dengan demikian
kemungkinan permintaan pasar dapat terpenuhi. Upaya peningkatan produksi dan
pengembangan usaha dapat menjamin peningkatan pendapatan bila harga jual dan
system pemasaran dilakukan dengan baik. Oleh sebab itu perlu diketahui tingkat
pendapatan pembudidaya, apakah usaha rumput laut layak untuk diusahakan dan
apakah sudah efisien dalam pemasarannya. Atas pertimbangan tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian tentang Studi Pendapatan dan Pemasaran Rumput Laut
(Euchema Cottoni) di Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu Provinsi Nusa
Tenggara Barat.

I.2. Perumusan Masalah


Usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Manggelewa sudah dilakukan oleh
masyarakat pesisir dan nelayan sejak tahun 1995. Namun hingga saat ini belum
diketahui secara pasti berapa besar tingkat pendapatan pembudidaya dari biaya

3
produksi yang dikeluarkan, bagaimana pola pemasaran dan efisiensi pemasaran
rumput laut dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.3.1. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pendapatan pembudidaya rumput laut di Kecamatan
Manggelewa
2. Menganalisis tujuan pemasaran rumput laut di Kecamatan Manggelewa
3. Untuk mengetahui permasalahan yang dialami dalam hal memasarkan
rumput laut.
I.3.2. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi tentang sistem usaha dan pemasaran rumput
laut pada pembudidaya di Kecamatan Manggelewa sehingga menjadi
acuan dalam memasarkan rumput laut.
2. Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan
untuk membantu memasarkan rumput laut
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Dasar Teori Variabel X
Rumput laut Euchema Cottoni adalah salah satu dari jenis rumput laut
yang paling banyak diusahakan dikarenakan jenis ini mengandung karaginan
yang tinggi yang banyak mendukung industry makanan, farmasi dan
kosmetika (Meiyana, 2001). Usaha budidaya rumput laut meliputi : subsistem
praproduksi, subsistem proses produksi, penangnan pasca panen/pengolahan,
subsistem pemasaran dan subsistem layanan pendukung.
Sarana dan prasarana produksi yang diperlukan dalam budidaya
rumput laut meliputi penyediaan bibit dan peralatan meliputi semua peralatan
yang diperlukan dalam proses produksi mulai dari rakit, bamboo, kayu, tali
raffia, tali pengikat, tali ris, tali rentang, karung plastic, tempat penjemuran,
peralatan pembudidaya (keranjang, pisau, gergaji, parang, timbangan, masker,
pemberat`(jangkar), pelampung, dan perahu) (Ditjen Perikanan, 1992).
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut perlu dipertimbangkan faktor-faktor
biologis, kimiawi, dan social budaya serta ketentuan dari peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, perlu juga
dipertimbangkan penembangan sector lain, seperti pertanian, pelayaran,
pariwisata, pertambangan, pengawetan, dan sifat-sifat perlindungan
sumberdaya alam serta kegiatan alam lainnya (Afrianto dan liviawati, 1993).
Bibit dapat diperoleh dengan memanfaatkan sifat-sifat reproduksi
vegetative dan generative. Bila pemilihan bibit dari hasil pengembangan
vegetative dengan cara ambil bagian ujungnya dan potong kira-kira
sepanjang 10-20 cm karena bagian ini terdiri dari sel dan jaringan mudah
sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal.
Pemanenan dilakukan apabila rumput laut sudah mencapai berat
sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5-2 bulan).
Rumput laut jenis Euchema Cottoni bila telah mencapai berat 500-600 gram
sudah bias dipanen (Indriani dan Emi Sumiarsih, 2004).
II.1.1.Biaya dan Pendapatan Dalam usaha Tani
Pendapatan pembudidaya diperoleh dengan mengurangi pendapatan
kotor dengan total biaya yang dikeluarkan. Perlunya mengetahui pendapatan
pembudidaya adalah agar bijak dalam mengambil keputusan mengenai
penggunaan teknologi baru dan kemudian memilih cara yang tepat untuk

5
guna menyusun rncana kerja pada tahun yang akan dating dengan tujuan
untuk meningkatkan produksi usaha sekaligus meningkatkan pendapatan
pembudidaya (Harisapoetro, 1977).
Suatu kegiatan ekonomi seperti halnya perusahaan atau sebuah usaha
tani umumnya bertujuan memperoleh produksi dengan tujuan akhir untuk
memperoleh keuntungan atau pendapatan bersih atas penggunaan inputnya.
Demikian pula pada usaha tani, dengan pendapatan yang diperoleh kebutuhan
pembudidaya untuk hidup bersama keluarganya akan terpenuhi. Dilain pihak
pendapatan dapat digunakan untuk menilai keberhasilan suatu usaha tani.
Pada kegiatan usaha tani dikenal dengan adanya biaya produksi yaitu
semua pengeluaran yang digunakan untuk proses produksi. Biaya produksi
terdiri atas biaya total, rata-rata dan marginal. Biaya Total (BT) yaitu
keseluruhan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap (BTp) dan Biaya
Variabel (BV). Rumusnya adalah :
BT = BTp + BV
Biaya rata-rata (BR) yaitu biaya yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu unit output. Rumusnya adalah :
BR = BT/Y
Biaya marginal (BM) adalah kenaikan biaya untuk menghasilkan satu
output yang terakhir. Rumusnya adalah :
BM = dBT / dY

Dimana : BT = Biaya Total


BTp = Biaya Tetap
BV = Biaya Variabel
Y = Total Produksi
BM = Biaya Marginal
dBT = Pertambahan Biaya Total
dY = Pertambahan Produksi

selain biaya-biaya tersebut diatas, terdapat biaya yang turut


diperhitungkan dalam kegiatan usaha tani tersebut dengan biaya yang
diperhitungkan (Caunted Cost) adalah biaya yang tidak dibayar secara cash
tetapi digunakan untuk menggerakan kegiatan usaha atau biaya yang
dikeluarkan dari input yang dimiliki sendiri.
Pendapatan pembudidaya adalah besarnya keuntungan yang diperoleh
pembudidaya dengan cara mengurangi jumlah dengan total biaya yang
dikeluarkan. Penerimaan adalah nilai seluruh produksi baik dijual maupun
dikonsumsi oleh pembudidaya dan keluarganya atau yang diberikan pada

6
orang lain, sedangkan pengeluaran adalah sejumlah pengorbanan berupa uang
yang dikeluarkan pembudidaya untuk membiayai usaha tani (Hadisapoetra,
1977).
II.1.2.Pemasaran
Pemasaran produk perikanan merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan pengelolaan usaha, dan
mendapatkan keuntungan. Pemasaran adalah kegiatan atau tindakan yang
berhubungan dengan penyediaan dan bergeraknya barang dan jasa dari
produsen ke konsumen melalui proses distribusi (Said dan Intan, 2001).
Pemasaran meliputi keseluruhan system yang berhubungan dengan kegiatan
usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga
mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang akan
memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang actual, maupun yang potensial
(Husen, 1999).
Sedangkan menurut Wasrob (2002), pemasaran atau tataniaga
(Marketing) ialah suatu proses social manajerial dimana suatu individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain. Distribusi pemasaran ada 3 macam, yaitu 1) penyaluran langsung
adalah produsen menyalurkan hasil produksinya langsung ketangan
konsumen, 2) penyaluran semi langsung adalah produsen menyalurkan hasil
produksinya ke tangan pedagang eceran, baru disalurkan ke konsumen, 3)
penyaluran tidak langsung adalah dipengaruhi oleh jarak produsen ke
konsumen, semakin jauh jarak konsumen, semakin panjang dan semakin rumit
jalur tataniaga yang dilalui (Rahardi, 1993). Pemasaran adalah segala kegiatan
yang dilakukan untuk menyalurkan barang-barang hasil produksi dari
produsen ke konsumen kekonsumen secara lancer (Karta Sapoetra, 1986).
Menurut Swastha (1988) Pemasaran adalah system keseluruhan
dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan,menentukan harga,
memproduksikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan pada pembeli yang ada maupun pembeli yang ada
maupun pembeli yang potensial.
Pada pelaksanaan pemasaran, pengetahuan yang perlu diketahui
meliputi pengetahuan ekonomi secara keseluruhan yaitu tentang bagaimana
barang diperjual belikan, cara memproduksi, sifat fisik dan lain-lain. Peranan

7
pemasaran semakin penting karena setiap komiditas yang diproduksi akan
diharapkan ke pasar. Begitu juga komoditas sector pertanian, dengan
perubahan orientasi pasar, maka peranan pemasaran pertanian menempati
prioritas pertama dalam mengembangkan komoditas pertanian
(Supartiningsih, 2000).
II.1.3.Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran adalah berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan
yang dapat memperlancar proses-proses penyampaian barang atau jasa
bersangkutan. Menurut Azzaino (1982). Fungsi pemasaran dapat digolongkan
dalam tiga golongan yaitu :
1. Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak
milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran meliputi
penjualan, fungsi pertukaran menciptakan kegunaan hak milik.
2. Fungsi Fisik (Phisikal Function)
Fungsi fisik meliputi fungsi-fungsi pengangkutan, bongkar muat dan
pergudangan. Fungsi ini menciptakan kegunaan tempat dan waktu
3. Fungsi Pelancar (Facilitataing Fungction)
Fungsi pelancar meliputi kegiatan-kegiatan yang menyangkut masalah
standarisasi dan grading, penggunaan resiko, pembiayaan dan kredit serta
informasi pasar dan harga.
II.1.4.Saluran Pemasaran dan Pedagang
Saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga penyalur yang
mempunyai kegiatan untuk menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke
konsumen (Nitisemito, 1981). Sebagian besar hasil produksi yang diperoleh
produsen tidak langsung dijual kepada para pemakai akhir. Antara produsen
dan pemakai akhir terdapat sekelompok perantara pemasaran yang
memerankan bermacam-macam fungsi. Perantara akan membentuk sebuah
saluran pemasaran. Badan/ lembaga tersebut yang menggerakkan barang dan
jasa dari titik produksi ke titik konsumen. Menurut (Nitisemito, 1981) bahwa
saluran pemasaran yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran
barang-barang dan jasa dari produsen ke konsumen haruslah dipih secara
tepat.
Faktor yang berpengaruh dalam pemilihan saluran pemasaran
adalah (Swastha, 1979) :
1. Pertimbangan pasar, meliputi konsumen, jumlah pembeli potensial dan
kebiasaan dalam pembelian.

8
2. Pertimbangan barang meliputi nilai unit, besar dan berat barang serta
rusaknya barang.
3. Pertimbangan perusahaan, meliputi sumber pembelajaran serta
pengalaman dan kemampuan manajemen.
4. Pertimbangan perantara, meliputi pelayanan yang diberikan oleh perantara
atau pedagang serta volume penjualan dan biaya pemasaran.
Pedagang adalah lembaga-lembaga penyalur yang kegiatan untuk
menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen akhir (Nitisemito,
1981). Menurut Winardi (1981), pedagang adalah organisasi yang
mengspesialisasikan diri untuk melakukan transfer barang milik dari produsen
sampai konsumen. Selain itu juga mempunyai fungsi pokok pembeli atau
membantu dalam mentransfer barang atau jasa antara pembeli dan penjual.
Berdasarkan tahap dalam proses pemasaran, maka pedagang terdiri
dari (Karta Sapoetra, 1986):
1. Pedagang pengumpul, yaitu pedagang yang membeli hasil-hasil pertanian
dari produsen dan mengumpulkan hasil-hasil tersebut pada satu tempat
atau dijual kepedagang lain.
2. Pedagang penerima dan penyebar yaitu pedagang yang membeli barang
dari pedagang pengumpul dalam jumlah besar, kemudian barang tersebut
disimpan untuk dikemudian dijual kepada pengecer. Sedangkan mereka
yang tidak langsung menjual kepada pedagang pengecer disebut pedagang
penerima.
3. Pedagang pengecer yaitu pedagang yang secara langsung menjual atau
mengecerkan barang dagangannya ke konsumen.
II.1.5.Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah selisih harga ditingkat pembudidaya
sebagai produsen dengan harga ditingkat pengecer/konsumen (Azzaino, 1982).
Perbedaan harta itu terjadi karena adanya biaya yang dikeluarkan selama
proses pemindahan barang dari produsen kekonsumen, juga jasa yang dibayar
kepedagang karena itu Margin Pemasaran (MP) terdiri dari Biaya Pemasaran
(BP) dan keuntungan pedagang ()
II.1.6.Efisiensi Pemasaran

II.2. Kerangka Pendekatan Masalah

III.

Anda mungkin juga menyukai