Anda di halaman 1dari 171

KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM

PENGEMBANGAN
PARIWISATA HALAL DI PROVINSI BANTEN

TESIS
Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Master
Sosial (M.Sos)

Oleh:
Syifa Mutiara Ummah
2121051000003

PROGRAM MAGISTER
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMUKOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023 M/ 1445 H
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM


PENGEMBANGAN PARIWISATA HALAL DI PROVINSI
BANTEN

Tesis
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunnikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Sarjana
Sosial (M.Sos)

Oleh:
Syifa Mutiara Ummah
NIM 2121051000003

Pembimbing,

Dr. Tantan Hermansah, M.Si


NIP: 197606172005011006

PROGRAM MAGISTER
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMUKOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023 M/ 1445 H
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG TESIS

Tesis berjudul "Komunikasi Partisipatif dalam


Pengembangan Pariwisata di Provinsi Banten" disusun oleh
Syifa Mutiara Ummah, NIM 21210510000003, telah diujikan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan IImu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 24 Agustus 2023. Tesis initelah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Magister Sosial (M.Sos).

Tim Ujian Munaqasyah Tanggal Tanda Tangan


Ketua
Dr. Tantan Hermansah, M.Si 24 Agustus 2023
NIP. 19760617200511006
Sekretaris
Muhammad Fanshoby, M.Sos 24 Agustus 2023
NIDN, 2005079103
Penguji I
Dr. Syamsul Yakin, MA 24 Agustus 2023
NIP.
Penguji II
Dr. Sihabudin Noor, M.Ag 24 Agustus 2023
NIP. 19602211997031001

Mengetahui,
Dekan FDIKOM

Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si


NIP, 19760812200501005
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :Syifa Mutiara Umnmah
NIM :2121051000003

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul Komunikasi


Partisipatif Dalam Pengembangan Wisata Halal Provinsi
Banten secara keseluruhan adalah hasil penelitian karya sendiri
dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.
Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku jika ternyata tesis
inisebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang
lain. demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan
seperlunya.

Jakarta. 4 Amcte 2023

METERA
7TEMPEL
10F8EAKX535527577
Sy h vauldid UMmah
2121051000003
ABSTRAK

Provinsi Banten memiliki potensi wisata yang beragam


sehingga menjadi peluang yang baik untuk pengembangan wisata
halal. Pariwisata halal merupakan wisata yang pelaksanaannya
mengacu pada syariat Islam. Namun permasalahan berupa
kurangnya literasi masyarakat mengenai konsep wisata halal,
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap produk dan wisata
halal, dan belum optimalnya koordinasi pada pemangku kebijakan
dan pelaku industri pariwisata pada pengembangan wisata halal,
menjadi hambatan pada pengembangan wisata halal. Dalam hal ini
diperlukannya komunikasi partisipatif yang melibatkan setiap
pelaku wisata untuk pengembangan wisata halal di Provinsi
Banten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
komunikasi partisipatif dalam pengembangan pariwisata halal di
Provinsi Banten. Teori yang digunakan adalah model konvergensi
komunikasi dan konsep komunikasi partisipatif.
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif dengan teknik observasi, wawancara,
dokumentasi dan studi pusataka. Hasil Penelitian menunjukkan
Komunikasi partisipatif pada pengembangan pariwisata halal di
Provinsi Banten terjadi pada konsep heteroglasia, dialogis, dan
poliponi. Pada konsep heteroglasia pengembangan wisata halal
Banten melibatkan berbagai unsur stakeholder pariwisata
diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsii Banten,
MUI, LPH, dan Pengelola destinasi wisata. Pada konsep dialogis
dilakukan melalui forum dialog, rapat koordinasi, seminar, dan
bimbingan teknis. Poliponi pada komunikasi partisipatif
stakeholder pariwisata belum terlihat, sebab koordinasi dan
komunikasi antar pihak stakeholder pariwisata masih berjalan
masing-masing.

Kata Kunci: Komunikasi Partisipatif, Komunikasi Pariwisata,


Pariwisata Halal, Provinsi Banten

i
ABSTRACT

Banten Province has diverse tourism potential so that it


becomes a good opportunity for the development of halal tourism.
Halal tourism is tourism whose implementation refers to Islamic
law. However, the obstacles are in the form of lack of public
literacy regarding the concept of halal tourism, lack of public
awareness of halal products and tourism, and not yet optimal
coordination between policy makers and tourism industry players
in the development of halal tourism, which are obstacles in the
development of halal tourism. In this case, participatory
communication is needed which involves every tourism actor for
the development of halal tourism in Banten Province.
This study aims to find out how participatory communication
is in the development of halal tourism in Banten Province. The
theory used is the communication convergence model and the
concept of participatory communication.
The methodology in this study uses a descriptive qualitative
approach with observation techniques, interviews, documentation
and research centers. The results of the study show that
communicative participation in the development of halal tourism
in Banten Province occurs in the concepts of heteroglasia,
dialogue and polyphony. In the concept of heteroglasia, the
development of Banten halal tourism involves various elements of
tourism stakeholders including the Banten Province Tourism and
Culture Office, MUI, LPH, and tourist destination managers. The
dialogue concept is carried out through dialogue forums,
coordination meetings, seminars, and technical guidance.
Polyphony in tourism stakeholder participatory communication
has not been seen, because coordination and communication
between tourism stakeholder parties are still running separately.

Keywords: Participatory Communication, Tourism


Communication, Halal Tourism, Banten Province.

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu


Wata’ala tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan
hidayat Nya kepada kaita semua, khususnya kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa
dalam pengerjaan penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan, baik dalam hal pengolahan data, analisis penelitian,
serta dalam penyususnannya. Maka dari itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan, sebagai pembelajaran
pada penelitian selanjutnya. Dalam proses penyususnan tugas
akhir, penulis sangat bersyukur karena telah memperoleh bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep
Saepudin Jahar MA, Ph.D
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si
3. Ketua Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran
Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing tesis penulis,
Dr. Tantan Hermansah, M.Si, yang telah memberi arahan
dan bimbingan dalam proses penulisan tesis ini.
4. Sekretaris Program Studi Magister Komunikasi dan
Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Muhammad Fanshoby,
M.Sos.

iii
5. Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si
yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada
penulis.
6. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi Magister
Komunikasi dan penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Kepada orang tua terkasih, Ibunda Dr. Yuyun Rohmatul
Uyuni, M.Ag. Papa Dr. Agus Gunawan, M.Pd, Papa Dicky
Oktaviani yang selalu memberikan doa, kasih sayang,
semangat, dukungan moril maupun materil sehingga
penulis dapat terus optimis dan semangat dalam meraih
cita-cita yang diinginkan.
8. Kepada kakak dan adik tersayang Ahmad Faiq Mu’tasyim
Billah, Arika Pratiwi, dan Zaky Dhiaulhaq Rahman, yang
telah mendukung penulis.
9. Kepada Bapak Fauzi yang telah membantu memberikan
ide-ide dalam pembuatan tesis ini.
10. Kepada Muhammad Fauzi Rais Lutfi yang telah membantu
dan memberikan dukungan kepada penulis.
11. Teruntuk teman seperjuangan Program Studi Magister
Komunikasi dan Penyiaran Islam Tahun 2021 yang telah
menjadi teman berdiskusi, belajar, dan berbagi informasi
seputar akademik selama perkuliahan.

Jakarta, 24 Agustus 2023

Syifa Mutiara Ummah

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING


LEMBAR PENGESAHAN SIDANG TESIS
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK .................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................ viii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................... 15
C. Batasan Masalah ........................................................... 16
D. Rumusan Masalah ......................................................... 17
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .................... 17
F. Penelitian Terdahulu ..................................................... 18
G. Metodologi Penelitian ................................................... 25
H. Sistematika Penulisan ................................................... 36
BAB II : LANDASAN TEORI ................................................. 39
A. Landasan Teori.............................................................. 39
1. Model Komunikasi Konvergensi ..................................... 39

B. Tinjauan Konsep .............................................................. 43


1. Komunikasi Pembangunan .............................................. 43

2. Komunikasi Partisipatif ................................................... 45

v
3. Pariwisata ........................................................................ 49

4. Pariwisata Halal............................................................... 56

C. Kerangka Berpikir ........................................................ 60


BAB III : GAMBARAN UMUM ............................................. 64
A. Gambaran Umum Provinsi Banten ............................... 64
B. Gambaran Umum Pariwisata Provinsi Banten ............. 72
C. Peluang Pariwisata Halal Provinsi Banten ................... 78
D. Profil Informan Penelitian ............................................ 83
BAB IV : HASIL PENELITIAN ............................................. 86
A. Komunikasi Partisipatif Fasilitator dan Partisipan dalam
Pengembangan Pariwisata Halal Provinsi Banten ........ 86
B. Dampak Komunikasi Partisipatif dalam Pengembangan
Wisata Halal di Provinsi Banten ................................. 110
BAB V : PEMBAHASAN ....................................................... 114
A. Komunikasi Partisipatif Fasilitator dan Partisipan dalam
Pengembangan Wisata Halal di Provinsi Banten........ 114
B. Dampak Komunikasi Partisipatif dalam Pengembangan
Wisata Halal di Provinsi Banten ................................. 120
BAB VI : PENUTUP ............................................................... 125
A. Kesimpulan ................................................................. 125
B. Saran ........................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 128

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Luas Wilayah dan Jumlah Kecamatan/Kelurahan Menurut
Kabupaten dan Kota Di Provinsi Banten Tahun 2022 ....... 68
Tabel 3.2 Jumlah Sungai, dan Situ/Waduk dirinci menurut
Kabupaten/Kota di Banten Tahun 2022 ............................. 69
Tabel 3.3 Jumlah Populasi Penduduk Berdasarkan Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2022 .............................................. 71
Tabel 3.4 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Provinsi
Banten 2018-2022 .............................................................. 72
Tabel 3.5 Jumlah Objek Wisata Menurut Jenis Wisata di Provinsi
Banten ................................................................................ 75
Tabel 3.6 Identitas Informan ................................................................ 83

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kawasan Kesultanan Banten ............................................... 79


Gambar 2 Masjid Al-Azhom................................................................ 81
Gambar 3 Galeri Islam Al-Azhom ....................................................... 82
Gambar 4 Forum Dialog ...................................................................... 89
Gambar 5 Rapat Koordinasi................................................................. 91
Gambar 6 Diskusi Grup Whatsapp ...................................................... 95
Gambar 7 Sosialisasi Sertifikat Halal .................................................. 97
Gambar 9 Stand Sertfikasi Halal.......................................................... 98
Gambar 10 Bimtek Pendampingan LPH ............................................ 100
Gambar 11 Rangking 10 Besar Sertifikasi Halal Provinsi ................. 111

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Wisata menjadi salah satu kegiatan yang menyenangkan bagi
setiap orang. Kegiatan wisata dilakukan sebagai upaya untuk
memenuhi kepuasan diri dan juga sebagai hiburan dari segala
macam kesibukan pada pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
Kegiatan wisata tidak lagi menjadi sebuah keinginan melainkan
sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat. Salah
satu jenis wisata yang tengah berkembang diberbagai wilayah
bahkan berbagai negara saat ini yaitu wisata halal. Meningkatnya
jumlah wisatawan muslim dengan cepat dalam lingkup global
menjadi suatu peluang bagi industri pariwisata untuk membuka
segmentasi khusus bagi para wisatawan muslim secara global.1
Pariwisata memiliki peran penting dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini sebab sektor pariwisata
melibatkan banyak kegiatan ekonomi di dalamnya yang dapat
dikembangkan menjadi pusat industri besar. Perjalanan wisata
telah menjadi gaya hidup masyarakat modern untuk memenuhi
kebutuhan hiburan bagi diri sendiri maupun keluarga.2 Kegiatan
wisata yang menawarkan berbagai hiburan dan keindahan

1
Wildan Insan Fauzi, Murdiyah Winarti, and Ayi Budi Santosa, “Islamic
Tourism: A Form of Harmonization of Religion, Politics, Social, Culture and
Economy,” in Advances in Social Science, Education and Humanities Research,
vol. 259, 2019, 355–359.
2
Katerina Angelevska-Najdeska and Gabriela Rakicevik, “Planning of
Sustainable Tourism Development,” Procedia - Social and Behavioral Sciences
44 (2012): 210–220.

1
2

didalamnya tentu menjadi daya tarik kunjungan wisatawan.


Kebutuhan masyarakat untuk melakukan kegiatan wisata ini
secara langsung menjadi mata rantai ekonomi yang saling
berkesinambungan. Wisatawan umumnya banyak melakukan
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan selama aktivitas
wisatanya, kebutuhan akan akomodasi, makanan, penginapan,
tiket masuk wisata dan penunjang wisata lainnya menjadi peluang
usaha bagi masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal dan pemasukan pendapatan daerah.3
Perkembangan pariwisata yang kian gencar dilakukan oleh
setiap daerah pada akhirnya memunculkan hal-hal baru yang dapat
menarik dan memenuhi segala keinginan dan kebutuhan
masyarakat dalam berwisata, termasuk didalamnya kebutuhan
masyarakat muslim.4 Kebutuhan muslim dalam berwisata
menciptakan fenomena wisata baru yang disebut dengan istilah
wisata halal. Wisata halal menjadi variasi atau jenis baru dalam
dunia kepariwisataan yang telah banyak diperhatikan berbagai
negara. Trend wisata halal ini tidak hanya terjadi dan
dikembangankan oleh negara dengan mayoritas penduduk muslim
saja, melainkan juga mulai merambah ke berbagai negara dengan
mayoritas penduduk non muslim seperti, Korea, Jepang, China,
Hongkong, Thailand, dan Autralia.5

3
D. Azhari et al., “Achieving Sustainable and Resilient Tourism: Lessons
Learned from Pandeglang Tourism Sector Recovery,” IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science 704, no. 1 (2021).
4
Hatem El-Gohary, “Halal Tourism, Is It Really Halal?,” Tourism
Management Perspectives 19 (2016): 124–130.
5
Muhammad Yasir Yusuf et al., “The Determinants of Tourists’ Intention
to Visit Halal Tourism Destinations in Aceh Province,” Samarah 5, no. 2 (2021):
3

Konsep wisata halal tidak dikhususkan bagi satu golongan


saja melainkan juga terbuka bagi semua ras etnis dan agama.
Konsep halal dalam pariwisata menekankan kepada nilai-nilai
kebaikan dan menghilangkan hal-hal yang membahayakan bagi
setiap pelaku wisata. Oleh sebab itu diperlukannya lebih banyak
pengembangan produk dan layanan pada wisata halal untuk
melayani pasar yang dinamis dan berkembang saat ini.6
Pada hakikatnya wisata halal tidak jauh berbeda dengan
wisata pada umumnya, akan tetapi terdapat indikator-indikator
khusus yang wajib terpenuhi dalam basis industri wisata halal.
Indikator tersebut telah dirumuskan dalam fatwa (MUI) Majelis
Ulama Indonesia Nomor 108 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah.
Wisata halal harus didukung dengan fasilitas penunjang
pariwisata yang juga mengedepankan nilai- nilai islam dalam
pelaksanaannya, mulai dari restoran, travel, tourguide, fasilitas
penunjang ibadah, dan lain sebagainya.
Bagi setiap masyarakat muslim aturan atau tuntutan
mengenai kehalalan atau keharaman segala sesuatu, baik yang
dapat dikonsumsi seperti makanan dan minuman minuman
ataupun segala sesuatu yang tidak dikonsumsi menjadi hal yang
sangat urgent dan diperhatikan. Dalam ajaran Islam tertuang
jelas mengenai aturan ini, seperi dalam Al-Qur’an surat Al-
Maidah ayat 88 yaitu:
“Dan makanlah yang halal lagi baik dari apa yang Allah

892–912.
6
Joan C. Henderson, “Sharia-Compliant Hotels,” Tourism and Hospitality
Research 10, no. 3 (2010): 246–254.
4

telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah


yang kamu beriman kepadanya”

Ayat di atas memberikan anjuran kepada umat muslim


untuk mengkonsumsi segala sesuatu yang bersifat halal baik
secara materil maupun non materil. Makna dari konsumsi yang
halal artinya diperbolehkan, dan makna dari baik dalam konteks
ayat di atas yaitu berkualitas dan memiliki nilai manfaat apabila
di konsumsi. Istilah halal tidak hanya menyangkut
diperbolehkan atau tidak diperbolehkannnya suatu hal namun
lebih dari itu konsep halal dalam Islam memberikan
kebermanfaatan dan keselamatan di dalamnya. Oleh sebab itu
suatu hal yang halal tidak hanya menjadi persoalan bagi
masyarakat muslim saja, melainkan juga bagi masyarakat non
muslim telah memahami bahwasanya kosep halal adalah sesuatu
hal yang baik dan perlu diperhatikan.
Kebutuhan masyarakat muslim membuka peluang baru
bagi Industri halal yang sekarang ini tidak hanya berfokus pada
sektor makanan, dan minuman, melainkan juga terhadap aspek
lain seperti pada pakaian fashion, obat-obatan, juga pada sektor
pariwisata. Pada laporan State of Global Islamic Economy tahun
2022, Pariwisata halal menjadi urutan pertama yang diperkirakan
akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 2025
mendatang. Faktor tersebut diakibatkan karena adanya pandemi
covid 19 yang menimpa seluruh dunia, sehingga masyarakat tidak
dapat melakukan perjalanan wisata selama masa pandemic.7

7
DinarStandard, “State of the Global Islamic Economy Report
2021/2022,” State of the Global Islamic Economy Report 2020/21 (2022): 4–
5

Berdasarkan data Global Muslim Travel Index (GMTI) tahun


2022, rekor tertinggi kedatangan wisatawan muslim global tercatat
pada tahun 2019 di masa sebelum pandemi covid 19 yaitu
mencapai 160 juta jiwa, dan akan kembali ke level pra pandemi
pada tahun 2024. Pada 2026 diprediksikan terdapat 230 juta
kedatangan wisatawan muslim global dengan estimasi pengeluaran
belanja sebesar 225 Miliar US dollar.8 Pariwisata halal menjadi
tempat perputaran roda ekonomi yang besar dalam peluang ini
untuk memenuhi segala kebutuhan wisatawan muslim dalam
perjalanan wisatanya. Hal ini dapat memberikan manfaat serta
dampak yang luas bagi banyak pihak mulai dari masyarakat umum
penduduk sekitar, para pelaku usaha UMKM kuliner dan souvenir,
pelaku bisnis perhotelan, tourguide, bahkan dapat memberikan
dampak pendapatan daerah yang besar.
Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan
sektor industri halal. Hal ini tercermin dari populasi muslim di
Indonesia yang diperkirakan sebanyak 237,56 juta jiwa atau
sebesar 86,7% dari populasi di dalam negeri. Jika dibandingkan
secara global Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia yang menyumbang sebanyak 12,30%
dari total 1,93 miliar jiwa penduduk muslim di dunia.9 Populasi
masyarakat muslim di Indonesia menjadi peluang besar pada
aspek sumber daya manusia untuk mewujudkan pariwisata halal

202.
Mastercard-Crescentrating, “Global Muslim Travel Index 2022 Report,”
8

no. June (2022): 31–62.


9
Viva Budy Kusnandar, “Sebanyak 86,88% Penduduk Indonesia
Beragama Islam,” Bisnis Indonesia Resources Center, last modified 2021,
accessed February 28, 2023.
6

di setiap wilayah Indonesia yang dapat mendukung pertumbuhan


ekonomi nasional. Hal ini sejalan dengan tujuan Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 yaitu
“Meningkatnya kontribusi Prawisata dan Ekonomi Kreatif
terhadap ketahanan ekonomi nasional.”
Penyelenggaraan pariwisata halal di Indoensia telah
dikembangkan sejak tahun 2015 oleh Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Peluang wisata halal
diperhatikan dan digarap secara serius dengan menjadikan wisata
halal sebagai salah satu program prioritas Kemenparekraf.10
Pemerintah mempunyai visi menjadikan Indonesia sebagai
destinasi wisata halal kelas dunia dengan menetapkan sembilan
strategi untuk mencapai visi tersebut diantaranya: Pertama,
memberikan fasilitas dan pelayanan yang memudahkan
wisatawan. Kedua, meningkatkan daya tarik atau atraksi muslim.
Ketiga, mengembangkan konektivitas destinasi wisata halal.
Keempat, melakukan pemasaran berdasarkan tujuan, asal, dan
waktu. Kelima, mengambangkan promosi dan marketing
komunikasi untuk penjualan wisata halal. Keenam, mendorong
penggunaan media digital untuk pemasaran. Ketujuh,
mengembangkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
Kedelapan, memperkuat kebijakan dan kelembagaan,
mensinergikan pemangku kepentingan, dan melakukan penelitian.

10
Riska Destiana and Retno Sunu Astuti, “Pengembangan Pariwisata Halal
Di Indonesia,” COPAS: Conference on Public Administration and Society 01
(2011): 331–353.
7

Kesembilan, meningkatkan kompetensi industri melalui


pengembangan destinasi ramah muslim.11
Pariwisata halal di Indonesia mengalami peningkatan
peringkat dan tercatat menduduki posisi kedua dalam Global
Travel Muslim Index (GTMI) 2022. Hal ini menunjukkan
Indonesia memiliki potensi dan daya saing yang besar pada wisata
halal di dunia. Sedangkan menurut laporan State of the Global
Islamic Economy (SGIE) 2022 Indonesia menempati posisi ke
empat setelah Malaysia, Arab, Saudi, dan Uni Emirate pada The
Global Islamic Economy Indicator. Pada laporan tersebut, tercatat
bahwa pengeluaran masyarakat muslim untuk perjalanan
pariwisata meningkat dari 58 miliar US Dollar menjadi 102 miliar
US Dollar pada tahun 2021 dan diperkirakan akan tumbuh sebesar
50% pada tahun 2022 menjadi 154 miliar US Dollar dan akan
mencapai 189 milar US Dollar pada tahun 2025. Melihat potensi
disektor wisata halal atau wisata ramah muslim yang kian
berkembang, semakin banyak negara yang berlomba-lomba
membuat paket destinasi dan tour yang berstandar halal untuk
menarik minat wisatawan muslim mancanegara.
Terdapat beberapa kota dan provinsi di Indonesia yang telah
berhasil merealisasikan wisata halal diantaranya yaitu: Lombok,
Aceh, Riau DKI Jakarta, dan Sumatera Barat. Lombok
menduduki peringkat pertama sebagai Indonesia Muslim Travel
Index (IMTI) pada tahun 2018 dan 2019.12 Hal ini tentu menjadi

11
KNEKS, “Sembilan Strategi Jadikan Indonesia Destinasi Wisata Halal
Kelas Dunia,” Https://Knks.Go.Id, last modified 2019, accessed February 28,
2023,
12
Muhammad Endriski Agraenzopati Haryanegara, Muhamad Adibagus
8

peluang bagi setiap daerah untuk meningkatkan jumlah


pengunjung pada tempat pariwisata yang terdapat pada daerahnya
masing-masing. Melihat peluang tersebut pemerintah Provinsi
Banten menargetkan Banten untuk ikut serta tergabung dalam
merealisasikan dan menargetkan Banten agar dapat masuk
sebagai peringkat 10 besar daerah Indonesia yang memiliki
destinasi pariwisata halal.
Pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini melihat besarnya
potensi wisata halal yang dapat dikembangkan di wilayah Banten,
hal ini dilihat dari latar belakang masyarakat Banten yang masih
mengedapankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial
masyarakatnya. Di samping itu Banten juga terkenal dengan
julukan “kota seribu santri” yang dimana terdapat banyaknya
fasilitas pendidikan berbasis pesantren. Ditambah dengan historis
sejarah berdirinya provinsi Banten yang berasal dari wilayah
kejayaan islam pada masa kesultanan Banten.
Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memliki banyak potensi wisata, mulai dari pantai, pegunungan,
hingga religi. Banten juga memiliki letak strategis yang berada
dekat dengan Ibu Kota Negara yaitu DKI Jakarta. Di samping
itu, Banten terkenal dengan masyarakatnya yang relegius dan
masih mengedepankan aspek keagamaan yang kuat, sehingga
dapat menjadi faktor penunjang pariwisata berbasis halal di
Provinsi Banten.

Ilham Akbar, and Evi Novianti, “Peran Label Pariwisata Halal Sebagai Daya
Tarik Wisata Budaya Di Lombok, Nusa Tenggara Barat,” Tornare: Journal of
Sustainable Tourism Research 3, no. 1 (2021): 35–39,
9

Provinsi Banten tercatat memiliki ribuan potensi dan daya


tarik wisata yang beraneka ragam. Banten memiliki warisan
budaya berupa situs peninggalan sejarah kejayaan Islam di
Banten pada masa kesultanan Banten pra kemerdekaan
Indonesia. Situs peninggalan yang hingga kini masih terus ramai
dan menjadi pusat kunjungan wisatawan lokal dari berbagai
macam wilayah di Indonesia dan menjadi wisata religi yaitu
Masjid Agung Banten, sebab pada sekitar wilayah masjid ini
terdapat makam Sultan Maulana Hassanuddin yang terkenal
sebagai sosok penyebar agama Islam yang tersohor pada masa
itu. Selain itu situs peninggalan lainnya yang terdapat di Banten
antara lain yaitu: Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Danau
Tasikardi, Benteng Speelwijk, dan cagar budaya lainnya yang
tersebar diseluruh wilayah Banten.
Di sisi lain, Banten juga memiliki beragam macam seni dan
tradisi budaya. Seni budaya yang popular dan telah banyak
diketahui yaitu seni budaya debus. Seni budaya ini kerap kali
dilakukan pada sebuah acara besar yang diadakan oleh
masayarakat atau pemerintah daerah. Selain itu seni dan tradisi
lainnya yang terdapat di wilayah Banten ini seperti: Seni Rudat,
Terbang Gede, Patingtung, Wayang Golek, Angklung Buhun,
Saman, Kasidah, Gambus, Tari Wewe, Adu Beduk, dan lain
sebagainya.
Selain kebudayaan, terdapat berbagai macam potensi wisata
alam yang tersebar pada setiap wilayah Banten. Tanjung Lesung
menjadi salah satu wisata alam yang termasuk kedalam Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK). Tanjung Lesung memiliki potensi
10

wisata yang beragam dengan keindahan alam pantainya,


keberagaman flora dan fauna yang tersebar menjadikan wilayah
ini memiliki daya tarik wisata yang besar. Selain itu, Banten juga
memiliki potensi wisata alam lainnya yang tidak kalah indah
seperti, Pantai Anyer, Taman Nasional Ujung Kulon, Pantai
Sawarna, Pulau Sangiang, Pulau Oar, Pulau Tunda, dan lain-lain.
Daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata buatan
yang dimiliki Banten memiliki potensi besar untuk menarik
minat wisatawan. Apabila dijumlah secara keseluruhan Banten
memiliki sekitar 344 jenis potensi wisata alam, 591 jenis potensi
wisata religi, serta 231 jenis potensi wisata buatan.13 Seluruh
objek wisata tersebut memiliki nilai tambah dan nilai jual untuk
pengembangan pariwisata dan menjadi peluang investasi bagi
provinsi Banten untuk mengambangakan pariwisata halal di
provinsi Banten. Pariwisata menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan pendapatan dan perekonomian daerah, dengan
dikelolanya pariwisata yang baik dan benar maka perekonomian
masyarakat daerah juga dapat ikut bertambah.
Di balik banyaknya potensi wisata yang pada provinsi
Banten, terdapat pula masalah dan kendala pada industri wisata
di wilayah ini. Kondisi pembangunan wilayah yang belum
merata membuat pariwisata disetiap wilayah provinsi Banten
belum seluruhnya dapat memenuhi indikator halal untuk
mewujudkan pariwasita berbasis halal. Akomodasi penunjang

13
Sutisna, “Targetkan Jadi 10 Besar Destinasi Wisata Halal, Provinsi
Banten Punya Ribuan Potensi Wisata, Apa Saja?,” Kabar Banten, last modified
2021, accessed February 28, 2023.
11

wisata religi disekitar wilayah Banten Lama masih jarang


ditemukan sehingga akses akomodasi wisatawan sulit untuk
dijangkau dengan transportasi umum.14
Selain itu promosi wisata yang belum berjalan efektif dan
efisien oleh pemerintah Provinsi Banten juga menjadi salah satu
faktor kurangnya minat kunjungan wisatawan ke tempat wisata
Banten.15 Kemudian belum terciptanya regulasi daerah yang
mengatur pengembangan pariwisata halal dan masih banyaknya
produk maupun usaha yang belum tersertifikasi halal.
Selanjutnya, pada hasil penelitian Rizky Adhitya
menunjukkan wisatawan lokal masih menempatkan wisata halal
sebagai urutan terakhir dibandingkan dengan atraksi, fasilitas,
persepsi wisatawan, dan keterjangkauan lokasi wisata.16
Ditambah dengan adanya hambatan pada promosi wisata halal
yaitu minimnya sumberdaya manusia yang kompeten di bidang
kepariwisataan dan kurangnya pemahaman masyarakat akan
pengetahuan wisata halal itu sendiri.17 Hal tersebut
menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai

14
Rizky Adhitya Pradani, Suryono Herlambang, and Suryadi Santoso,
“Studi Integrasi Wisata Religius Dan Wisata Bahari (Objek Studi: Kawasan
Banten Lama Dan Pelabuhan Karangantu),” Jurnal Sains, Teknologi, Urban,
Perancangan, Arsitektur (Stupa) 2, no. 2 (2020): 2743.
15
Nadhira Shafira Salsabila, “Pengelolaan Promosi Destinasi Mice
Melalui Media" ISSN : 2775-7374” (2019): 391–398.
16
Wati Susilawati et al., “Evaluasi Kesadaran Wisatawatan Lokal
Mengenai Wisata Halal Pemandian Air Panas Garut,” Jurnal Pariwisata
Indonesia 2, no. Vol 2 No 2 (2020): Jurnal ALTASIA (Edisi Khusus)-
Acceptance (2020): 199–207.
17
Arif Ramdan Sulaeman and Humaira Afaza, “Strategi Komunikasi
Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Aceh Melalui Program Wisata
Halal Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Dan Sabang,” Jurnal Al-Bayan 25, no.
1 (2019): 92–115.
12

konsep wisata halal.


Pengembangan pariwisata dapat dilakukan dengan
membentuk destinasi wisata melalui kelompok sadar wisata dan
mengembangankan partisipasi masyarakat pada daerah destinasi
wisata.18 Paradigma masyarakat yang membangun kepedulian
terhadap kepentingan masyarakat lainnya akan menciptakan
hubungan yang kuat. Perlu adanya strategi yang dilakukan
pemerintah daerah untuk mengaplikasikan kegiatan komunikasi
yang bersifat partisipatif untuk menumbuhkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pariwisata halal di
provinsi Banten.
Komunikasi partisipatif adalah proses komunikasi yang terjadi
dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman
yang sama pada pesan yang disampaikan. Secara historis, gagasan
mengenai komunikasi partisipatif diawali oleh pemikiran Kincaid
pada tahun 1979 pada hasil penelitiannya yang dikenal dengan
model komunikasi konvergensi. Model komunikasi konvergensi
menggambarkan komunikasi komunikasi berlangsung secara
berputar (siklus) dan interaktif. Tidak ada perbedaan yang dibuat
antara sumber dan penerima, antara pesan dan umpan balik.
Dengan kata lain, para peserta dalam proses komunikasi dipandang
memiliki posisi yang sama atau setara.19

18
Lintang Zeny Setyaningrum, Andre N. Rahmanto, and Basuki Agus
Suparno, “Komunikasi Pariwisata Dalam Pengembangan Destinasi Wisata Di
‘Nepal Van Java’ Dusun Butuh, Kabupaten Magelang,” Seminar Nasional
Pariwisata dan Kewirausahaan (SNPK) 1 (2022): 94–103.
19
D. Laurence Kincaid, The Convergence Model Communnication (New
York: East-West Center, 1979).
13

Komunikasi partisipatif menekankan kontribusi dan peran


masyarakat sebagai aktor pembangunan pariwisata.20
Komunikasi partisipatif sebagai tanda atau respon akan sesuatu
yang dianggap dapat memberikan kontribusi besar bagi
masyarakat dan lingkungannya. Penelitian Muchtar menjelaskan
komunikasi partisipatif merupakan salah satu pendekatan untuk
mewujudkan tujuan pembangunan melalui partisipasi aktif
masyarakat.21 Sehingga pendekatan ini dapat digunakan sebagai
salah satu cara bagi pemerintah untuk memanfaatkan respon
yang diberikan oleh masyarakat untuk melibatkan masyarakat
secara aktif dalam setiap proses pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program.
Terdapat empat konsep komunikasi partisipatif yang akan
mendorong terbangunnya pemberdayaan menurut Rahim pada
penelitiannya, yaitu heteroglasia, dialogis, poliponi, dan
karnaval.22 Komunikasi dengan pendekatan dialogis atau
partisipatif memberikan dampak positif yaitu terciptanya saling
berbagi informasi dan pengetahuan serta solusi dalam
penyelesaian permasalahan secara bersama.23 Sehingga dengan

20
Riky Rakhmadani, “Komunikasi Pembangunan Partisipatif Dalam
Pengembangan Desa Wisata Sajen Edu Adventure Melalui Pemberdayaan
Masyarakat,” Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan 25, no. 1
(2021): 33–44.
21
Karmila Muchtar, “Penerapan Komunikasi Partisipatif Pada
Pembangunan Di Indonesia,” Jurnal Makna. 1, no. 1 (2016): 20–32,
https://doi.org/10.33558/makna.v1i1.795.
22
Rahim SA. 2004. Participatory Development Communication as a
Dialogical Process. Dalam White SA (Ed) Participatory Communication
Working for Change and Development. London: Sage Publication Ltd., n.d.
23
I Satriani, P Muljono, and R W E Lumintang, “Komunikasi Partisipatif
Pada Program Pos Pemberdayaan Keluarga,” Jurnal Komunikasi Pembangunan
9, no. 2 (2011): 17–27.
14

demikian komunikasi partisipatif akan memberikan dampak


solutif yang menjadi stimulan mencapai tujuan wisata halal.
Pengembangan komunikasi partisipatif sangat diperlukan
dalam wisata halal, hal ini sebagai wujud membangun kesadaran
masyarakat akan pentingnya wisata halal yang sebagian muslim
harapkan. Prinsip pelaksanaan komunikasi partisipatif yakni
menggunakan dialog dengan tujuan untuk dapat menampung
solusi dari permasalahan bersama yang dihadapi dan untuk
mencapai kesepakatan bersama.
Dengan adanya komunikasi partisipatif maka akan
terjadinya komunikasi dua arah. Sehingga dengan demikian
setiap pelaku pembangunan baik pemerintah daerah dan juga
masyarakat, dapat sama-sama berjalan dengan pemahamaan dan
tujuan yang sama dalam mewujudkan dan mengembangakan
pariwisata halal.
Komunikasi partisipatif menekankan pada keterlibatan
masyarakat dalam berpartisipasi pada suatu program
pembangunan. Wisata merupakan industri besar yang memiliki
banyak keterlibatan dari berbagai pihak dalam pelaksanaannya
mulai dari pemerintah, stakeholder, pelaku bisnis dan umkm,
tourguide, serta masyarakat. Perlu adanya kesadaran pada setiap
pelaku pembangunan, dengan hadirnya kesadaran tersebut maka
akan terciptanya komunikasi yang terintegrasi yang dengan
demikian akan lebih mudah untuk mengembangkan pariwisata
halal di provinsi Banten.
Komunikasi partisipatif pada pengembangan wisata halal
harus melibatkan setiap pelaku wisata baik dari pemerintah
15

daerah, MUI, swasta, hingga masyarakat umum pada proses


perencanaan hingga evaluasi secara menyeluruh sebagai upaya
pada pengembangan wisata halal di provinsi Banten. Masyarakat
sebagai sumber daya manusia yang menjadi akomodasi
pariwisata harus tersosialisasi dan teredukasi dalam memahami
konteks wisata halal, sehingga tujuan untuk tercapainya
implementasi wisata halal di provinsi Banten dapat terwujud.
Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui proses
komunikasi partisipatif pada pihak-pihak yang terlibat dalam
pengembangan wisata halal di Provinsi Banten dengan judul
“Komunikasi Partisipatif dalam Pengembangan Wisata Halal di
Provinsi Banten.”
B. Identifikasi Masalah
Permasalah yang ditemui dan menjadi hambatan pada
pengembangan wisata halal terjadi pada beberapa hal seperti
ketidaktahuan masyarakat mengenai konsep wisata halal,
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap produk dan wisata
halal, dan belum optimalnya koordinasi pada pemangku kebijakan
dan pelaku industri pariwisata pada pengembangan wisata halal.
Adapun identifikasi masalah yang terjadi pada penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Rendahnya literasi masyarakat mengenai konsep wisata halal.
Masyarakat pada umumnya belum memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai wisata halal. Hal ini karena wisata halal
merupakan jenis wisata baru yang sedang dikembangkan di
berbagai destinasi wisata nasional maupun internasional.24

24
Antara, “Kendala Implementasi Wisata Halal Indonesia Menurut
16

2. Kesadaran masyarakat mengenai wisata dan produk halal


masih sangat minim, hal ini terjadi karena persepsi masyarakat
yang beranggapan bahwa produk yang terdapat disekitar
termasuk pada objek wisata diwilayahnya aman dan halal
untuk dikonsumsi karena mayoritas masyarakat Indonesia
yang merupakan muslim. Padahal untuk mengembangkan
wisata halal perlu adanya sertifikasi halal pada produk wisata,
baik pada makanan, minuman, restoran hotel, dan fasilitas
pada objek wisata.25
3. Kurangnya kerjasama yang dilakukan antar pihak pemegang
kebijakan, regulasi pada instansi dalam upaya pengembangan
pariwisata halal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Desi
Maulida yang menyatakan bahwa pelaku industri pariwisata
kurang kooperatif dalam meyediakan fasilitas sertifikasi halal
sebagai salah satu prasyrat dari praktek wisata halal.26
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang
telah dipaparkan, maka batasan masalah yang penulis angkat
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Komunikasi Partisipatif

Wapres Ma’ruf Amin,” Travel.Okezone.Com, last modified 2021, accessed


August 18, 2023,
https://travel.okezone.com/read/2021/09/16/406/2472092/ini-kendala-
implementasi-wisata-halal-indonesia-menurut-wapres-ma-ruf-amin?page=2.
25
Wahyu Adityo Prodjo, “Tiga Hambatan Pengembangan Wisata Halal Di
Indoensia,” Kompas.Com, last modified 2016, accessed August 18, 2023,
https://travel.kompas.com/read/2016/08/06/170400727/Tiga.Hambatan.Penge
mbangan.Wisata.Halal.di.Indonesia.
26
Desi Maulida, “Tourism Destination Branding: Analisis Strategi
Branding Wisata Halal ‘The Light of Aceh’ (Studi Kasus Pada Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh Tahun 2015-2016),” SOURCE : Jurnal Ilmu
Komunikasi 5, no. 1 (2019): 1–16.
17

dalam Pengembangan Pariwisata Halal di Provinsi Banten.


D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dapat diuraikan
rumusan masalah masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi partisipatif pada upaya
pengembangan wisata halal di provinsi Banten
2. Bagaimana dampak komunikasi dalam pengembangan
wisata halal di provinsi Banten
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis komunikasi partisipatif pada upaya
pengembangan wisata halal di provinsi Banten
2. Untuk menganalisis dampak komunikasi dalam
pengembangan wisata halal di provinsi Banten
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang luas baik secara teoritis mapun praktis, manfaat yang
diharapkan penulis yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
berupa wawasan dan pengetahuan mengenai konsep ilmu
komunikasi pembangunan partisipatif sebagai konsep yang
dapat dimanfaatkan untuk perkembangan pembangunan suatu
program, wilayah, pemberdayaan masyarakat, serta
perubahan dan pembangunan sosial khususnya, dan pada
umumnya terhadap masyarakat luas dalam segala aspek
kehidupan.
18

2. Manfaat Praktis
1) Bagi praktisi diharapkan dapat menjadi wawasan dan
pengetahuan baru mengenai bagaimana komunikasi
partisipatif dalam pengembangan pariwisata halal di
provinsi Banten, serta dapat menjadi referensi dan rujukan
untuk bahan penelitian yang lebih mendalam.
2) Bagi pemerintah daerah dan sekitarnya, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan serta bahan evaluasi
bagi Pemerintah Provinsi Banten dalam pengembangan
pariwisata halal di Provinsi Banten melalui konsep
komunikasi pembangunan partisipatif.
3) Bagi instansi dan cendikiawan/i diharapkan dapat menjadi
sumber referensi dan pemikiran baru terkait penulisan,
penelitian, pembelajaran, dan lain-lain
F. Penelitian Terdahulu
Pariwisata halal menjadi peluang strategis untuk di
kembangkan di berbagai daerah Indonesia. Mayoritas
masyarakat Indonesia yang beragama Islam menjadi kekuatan
besar untuk menciptakan pariwisata halal yang kini telah gencar
direncanakan oleh banyak negara untuk mendatangkan
wisatawan ke wilayahnya masing-masing. Pariwisata halal tidak
hanya menjadi perhatian bagi pemerintah saja, melainkan juga
menjadi perhatian bagi par apeneliti untuk mengakaji lebih
lanjut mengenai prospek fenomena yang tengah berkembang ini.
Lingkup kajian mengenai pariwisata halal tidak hanya dikaji dari
sisi ekonomi saja melainkan harus dikaji dari berbagai macam
19

lingkup ilmu pengetahuan, salah satunya seperti yang dilakukan


dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaji pariwisata halal
dari sisi ilmu pengetahuan komunikasi, yang dimana dalam
penelitian ini peneliti merujuk pada berbagai macam literatur
penelitian terdahulu yang sejenis dengan objek dan tema yang
diteliti. Peneliti menelaah hasil penelitian terdahulu guna
mengetahui perbandingan mengenai kelebihan serta kekurangan
yang terdapat pada hasil penelitian terdahulu.
Terdapat lima penelitian terdahulu yang menjadi rujukan
penulis, Berikut merupakan penelitian sejenis dari beberapa
jurnal dan tesis yang relevan dengan penelitian ini:
Pertama, “Strategi Komunikasi dalam Membangun
Awareness Wisata Halal di Kota Bandung” yang ditulis oleh
Soraya Ratna Pratiwi, Susanne Dida, Nuryah Asri Sjafirah27.
Penelitian ini menjelaskan bahwa wisata halal saat ini menjadi
fenomena baru dalam dunia pariwisata dan mulai
dikembangkan di beberapa negara. Wisata halal merupakan
wisata yang pada pelaksanaannya mengacu pada syariat Islam,
baik akomodasi, atraksi, dan objek wisata itu sendiri. Di Kota
Bandung, wisata halal belum banyak dikenal dan masih pada
tahap persiapan pengembangan, sehingga perhatian dan
kepedulian terhadap wisata halal di kota ini masih belum
terbangun. Dalam menangani masalah tersebut, diperlukan
sebuah strategi komunikasi untuk membangun perhatian dan

27
Soraya Ratna Pratiwi, Susanne Dida, and Nuryah Asri Sjafirah, “Strategi
Komunikasi Dalam Membangun Awareness Wisata Halal Di Kota Bandung,”
Jurnal Kajian Komunikasi 6, no. 1 (2018): 78.
20

kepedulian di kalangan para pemangku kepentingantermasuk


masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi
komunikasi dalam rangka membangun perhatian dan
kepedulian para pemangku kepentingan termasuk masyarakat
terhadap pengembangan wisata halal di Kota Bandung.
Penelitian ini menggunakan teori Konstruksi Sosial Atas
Realita yang dicetuskan oleh Burger dan Luckmann. Penelitian
ini juga menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan
studi kasus instrumental tunggal. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa wisata halal di Kota Bandung
dikembangkan melalui dukungan dari berbagai lintas lembaga,
yang disebut strategi penta helix. Strategi komunikasi yang
dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Jawa Barat dalam mempersiapkan Kota Bandung sebagai
destinasi wisata halal dengan melakukan sosialisasi untuk
menumbuhkan kesadaran (awareness) kepada SKPD terkait.
Selain Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat,
beberapa lembaga lain seperti Enhai Halal Tourism Center
(EHTC) dan Salman Halal Center melakukan awareness
building kepada para pemangku kepentingan dan juga
masyarakat. Diperlukan strategi komunikasi yang lebih
kompleks untuk mengkomunikasikan wisata halal kepada
stakeholders dan juga masyarakat.
Kedua, yaitu penelitian Yani Tri Wijayanti dengan judul
“Komunikasi Pemasaran Wisata Halal di Banyuwangi dan
21

Gunung Kidul”28 Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa


konsep Wisata Halal mulai diadopsi di Indonesia pada 2014,
dan semakin menguat sejak Indonesia mengikuti World Halal
Tourism Award 2016 di Dubai. Beberapa wilayah atau
kabupaten menyikapi hal tersebut dengan membuka wisata
halal, di antaranya Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Gunung kidul. Kabupaten Banyuwangi membuka kawasan
wisata yang di-branding sebagai ‘wisata pantai syariah
pertama di Indonesia’ yaitu pantai Pulau Santen, dan
Kabupaten Gunung kidul di pantai Torohudan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kasus. Pembahasan meliputi strategi
pemasaran dan bauran komunikasi pemasaran, serta
menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan wisata halal di
pantai Pulau Santen pada awal berhasil yang dibuktikan
brandingyang kuat. Praktik komunikasi pemasaran telah
memaksimalkan strategi pemasaran dan bauran komunikasi.
Di Pantai Torohudan, masyarakat lebih memilih prinsip
‘muslim friendly tourism’, dan dalam pelaksanaannya perlu
dukungan pemerintah setempat.
Ketiga, yaitu penelitian Atie Rachmiatie, Rahma Fitria,
Karim Suryadi, dan Rahmat Ceha dengan judul penelitian
“Strategi Komunikasi Pariwisata Halal Studi Kasus

28
Yani Tri Wijayanti, “Komunikasi Pemasaran Wisata Halal Di
Banyuwangi Dan Gunungkidul,” Jurnal Komunikasi 16, no. 1 (2021): 63–72.
22

Implementasi Halal Hotel di Indonesia dan Thailand.”29


Penelitian ini mengungkapkan bahwa Indoensia menempati
rangking pertama pada sepuluh destinasi favorit untuk berlibur
dengan indeks 78 pada GMT tahun 2019. Dengan itu
pemerintah gencar merencanakan pengembangan pariwisata
halal. Namun perkembangan Hotel Halal di Indonesia tidak
semarak di Thailand, yang dianggap memiliki masalah
komunikasi antara pemerintah dengan industri.
Tujuan dalam penelitan ini mengkaji strategi komunikasi
yang efektif dalam mensosialisasikan konsep halal. Metode
yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan pendekatan
studi kasus, dan teknik purposive sampling. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan
pemerintah memeiliki peran penting dalam memperkuat
persepsi tentang product value dan benefit dari pariwisata
halal. Latar belakang terbentuknya hotel halal karena faktor
intrinsic yaitu agama dari pemilik dan extrinsic yaitu,
permintaan wisatawan dan biaya. Perbedaan perkembangan
hotel halal, di Bangkok minat wisatawan muslim sangat tinggi,
sehingga inisiatif datang dari pengusaha, sedangkan di
Bandung, standar dasar halal dianggap sudah menyatu dalam
kehidupan masyarakat, sehingga tidak urgent untuk
menerapkan “branding” hotel halal. Model strategi komunikasi
pariwisata efektif diperlukan dalam pengembangan wisata

29
Atie Rachmiatie et al., “Strategi Komunikasi Pariwisata Halal Studi
Kasus Implementasi Halal Hotel Di Indonesia Dan Thailand,” Amwaluna:
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah 4, no. 1 (2020): 55–74.
23

halal.
Keempat, yaitu Penelitian tesis Fuad Muchlis dengan judul
“Analisis Komunikasi Partisipatif dalam Program
Pemberdayaan Masyarakat.” 30
Penelitian ini menjelaskan
bahwa pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas
pengalaman pembangunan yang didasari oleh kebijakan yang
terpusat. Proses pembangunan yang tidak partisipatif dan
cenderung melupakan kebutuhan rakyat menyebabkan matinya
inovasi dan kreasi rakyat untuk memahami kebutuhannya
sendiri. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peran
fasilitator dalam aktivitas PNPM MPd, mengungkapkan
makna kredibiltas fasilitator menurut perspektif partisipan dan
pelaku PNPM MPd, serta menganalisis aktivitas komunikasi
yang berlangsung.
Hasil penelitian ini yaitu merujuk pada konsep akses,
heteroglasia, dan dialog. Komunikasi antara fasilitator dengan
sesama partisipan dalamm aktivitas PNPM MPd berlangsung
secara tidak partisipatif. Hal ini disebabkan oleh situasi dimana
fasilitator tidak dapat menjalankan perannya secara optimal.
Fakta dimana peran fasilitator tidak optimal dan kredibilitas
menurun ini terjadi karena kebijakan pemerintah terhadap
program tidak mendorong visi pemberdayaan.
Kelima, yaitu penelitian R. Restama Gustar
Hastosaptyadhan, Sumardjo, Dwi Sadono dengan judul

30
Fuad Muchlis, “Analisis Komunikasi Partisipatif Dalam Program
Pemberdayaan Masyarakat.” Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Petanian
Bogor (2009),
24

“Komunikasi Partisipatif Kelompok Sadar Wisata dalam


Pengelolaan Wisata Gunung Api Purba Nganggeran, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.”31 Penelitian ini menjelaskan
bahwa komunikasi partisipatif memiliki prinsip komunikasi
horizontal untuk mendorong partisipasi masyarakat melalui
dialog. Pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
diawali dengan proses dialog para pemuda yang memiliki
kesamaan visi dalam mengembangkan potensi alam Gunung
Api Purba Nglanggeran. Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan komunikasi partisipatif Pokdarwis; 2.
Menganalisis hubungan antara karakteristik individu,
kredibilitas fasilitator, dukungan kelembagaan dan komunikasi
partisipatif; dan 3. Menganalisis hubungan komunikasi
partisipatif Pokdarwis dengan pengelolaan Gunung Api Purba
Nglanggeran. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Pokdarwis
mampu menerima informasi baru dengan baik, pengetahuan
yang lebih tinggi, dan motivasi yang tinggi. Kejujuran,
keahlian, daya tarik dan keakraban fasilitator mampu
mendukung pengelolaan pariwisata yang lebih baik. Modal,
sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mendukung
kegiatan pengelolaan wisata; 2) Terdapat hubungan yang
signifikan dan positif antara karakteristik individu, kredibilitas

31
R Restama Gustar; Hastosaptyadhan, Sumardjo;, and Dwi Sadono,
“Komunikasi Partisipatif Kelompok Sadar Wisata Dalam Pengelolaan Wisata
Gunung Api Purba Nglanggeran Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,” Jurnal
Komunikasi Pembangunan 14, no. 1 (2016): 65–77.
25

fasilitator, dukungan kelembagaan dan komunikasi partisipatif


dan 3) Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara
pengelolaan pariwisata dan komunikasi partisipatif.
G. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma dapat diartikan sebagai suatu cara pandang
mengenai banyak hal dengan dasar tertentu. Dalam
penggunaan paradigma yang berbeda pada sebuah
penelitian akan menghasilkan makna yang berbeda pula
dalam prosesnya. Hal ini terjadi sebab setiap paradigma
mempunyai asumsi dasar yang berbeda- beda. Paradigma
merupakan kerangka pikir secara umum mengenai teori dan
fenomena yang mengandung asumsi beberapa hal
diantaranya: asumsi dasar, isi utama, desain penelitian, dan
serangkaian metode untuk menjawab suatu penelitian.32
Adapun pengertian lain paradigma adalah cara pandang
seseorang mengenai suatu pokok permasalahan yang bersifat
fundamental untuk memahami suatu ilmu maupun
keyakinan dasar yang menuntun seseorang untuk bertindak
sehari-hari.33
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigma kontruktivis. Paradigma kontruktivisme dapat
diartikan sebagai paradigma yang antithesis dari paham
yang menggunakan pengamatan dan objektivitas dalam

32
Asfi Manzilati, Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma, Metode, Dan
Aplikasi (Malang: Malang: Universitas Barawijaya Press, 2017).
33
Erlina Diamastuti, “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis”
(2006): 61–74.
26

menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.


Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis
sistematis melalui pengamatan langsung dan terperinci
terhadap perilaku sosial yang bersangkutan.34
Pada awal perkembangan paradigma kontruktivisme
terdapat sejumlah indikator sebagai landasan dalam
melakukan penelitian, antara lain yaitu: (1) Mengedepankan
penggunaan metode kualitatif dalam proses pengumpulan
dan analisis data. (2) Teori yang dikembangkan harus
bersifat membumi atau (graunded theory). (3) Kegiatan
penelitian dilakukan dengan pengamatan yang dinamis dan
tidak kaku. (4) Penelitian yang dilakukan bersifat
partisipatif dan tidak bersifat mengontrol sumber peneliti. 35
Penulis menggunakan paradigma kontruktivisme
karena penulis ingin mendapatkan pengembangan
pemahaman yang membantu proses interpretasi. Dalam hal
ini penulis ingin mengetahui secara holistik mengenai proses
komunikasi partisipatif dalam pengembangan pariwisata
halal di Provinsi Banten.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

34
Dedy N. Hidayat, Paradigma Dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik
Klasik (Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia,
2003).
35
Agus Salim, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: PT
Tiara Wacana, 2006).
27

kata tertulis maupun lisan dari lingkungan sekitar. Kemudian


setelahdata terkumpul, selanjutnya melakukan analisis data.
Pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah suatu keggiatan
sistematis untuk melakukan eksplorasi atas teori dari fakta
di dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau melakukan
hipotesis. Penelitian kualitatif mengakui fakta empiris
sebagai sumber pengetahuan, tetapi tidak menggunakan
pendekatan teori yang ada sebagai landasan untuk
melakukan verifikasi.36
Penelitian kualitatif berusaha untuk mengangkat secara
ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial.
Pembangunan dan pengembangan teori sosial dapat dibentuk
dari empiris melalui berbagai fenomena atau kasus yang
diteliti. Dengan demikian teori yang dihasilkan mendapatkan
pijakan yang kuat pada realitas, bersifat kontekstual dan
historis.37
Tujuan metode kualitatif adalah mencari pengertian
yang mendalam tentang suatu gejala, fakta, atau relita. Fakta,
realita, gejala serta peristiwa hanya dapat dipahami bila
peneliti menelusurinya secara mendalam dan tidak hanya
terbatas pada pandangan di permukaan saja. Kedalaman ini
yang mencirikhaskan metode kualitatif, sekaligus sebagai
faktor unggulannya.38

36
Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research
Approach), 1st ed. (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2018).
37
Gumilar Rusliwa Somantri, “Memahami Metode Kualitatif,” Makara
Human Behavior Studies in Asia 9, no. 2 (2005): 57.
38
Conny R Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik,
Dan Keunggulannya, 1st ed. (Jakarta: Grasindo, 2010).
28

Jenis penelitian ini menggunakan kualitatif-deskriptif


yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai
situasi dan kondisi, atau fenomena realitas sosial yang terjadi
di masyarakat sebagai objek penelitian. Serta berupaya
menarik realitas tersebut kepermukaan sebagai ciri, karakter,
sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi atau
fenomena tertentu.39
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian pada dasarnya adalah orang atau
sesuatu yang diteliti. Pada penelitian kualitatif, subjek
penelitian disebut dengan istilah informan, yaitu orang
yang memberi informasi tentang data yang diinginkan
dengan penelitian yang sedang dilaksanakan. Subjek
penelitian dapat berupa perilaku, persepsi, motivasi,
Tindakan, dan lain-lain secara holistic dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata atau bahasa dalam suatu
konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.40 Subjek pada penelitian ini
dipilih dengan teknik purposive sampling yaitu pemilihan
subjek penelitian dengan cara sengaja oleh peneliti
berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu 41.
Pada penelitian ini penulis menekankan pemilihan
subjek berdasarkan kualitasnya, subjek/informan yang

39
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007).
40
Muh Fitrah and Luthfiyah, Metodologi Penelitian (Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas & Studi Kasus (Sukabumi: CV Jejak, 2017).
41
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: Grafindo
Persada, 2007).
29

dipilih berjumlah 6 orang, yang terdiri dari dua orang


pegawai pemerintah Dinas Pariwisata Provinsi Banten, satu
orang pegawai MUI Provinsi Banten, dua orang pengelola
pariwisata, dan satu orang pengelola Lembaga Pendamping
Halal,
Objek penelitian merupakan hal pertama yang harus
diperhatikan, karena dalam objek penelitian tersebut
terkandung masalah yang akan dijadikan bahan penelitian
untuk dicari pemecahannya. Objek penelitian adalah dasar
dari persoalan dan atau yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian yang kemudian hendak diteliti untuk mendapatkan
data secara lebih terarah. Titik perhatian tersebut berupa
subtansi atau materi yang diteliti atau dipecahkan
permasalahnnya menggunakan teori-teori yang
bersangkutan 42
Objek dalam penelitian ini mengenai komunikasi
Partisipatif dalam Pengembangkan Pariwisata Halal di
Provinsi Banten. Alasan peneliti memilih objek penelitian ini
karena pariwisata halal merupakan konsep yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah maupun masyarakat khusunya
daerah Banten untuk terus dikembangkan sebagai upaya
memberikan kesejahteraan bagi semua pihak.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah standar prosedur yang
sitematik untuk mempermudah data yang diperlukan.

42
Faisal, Format-Format Penelitian Sosial.
30

Sedangkan data adalah bahan keterangan tentang suatu


objek penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian.43
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data
skunder. Data primer didapatkan dengan melakukan
wawancara langsung kepada key infoman yang dianggap
memiliki banyak pengetahuan mengenai objekpenelitian,
serta dapat memberikan banyak jawaban kepada peneliti.
Sedangkan Teknik sekunder didapatkan melalui dokumen
berupa data-data dan hasil wawancara dengan informan
pendukung yang berkaitan dengan penelitian yang
diperoleh dari hasil observasi dan penelitian. Untuk
mencari informasi guna mendapatakan data-data yang
diperlukan, penulis menggunakan empat Teknik
pengumpulan data diantaranya yaitu:
Pertama, yaitu observasi ilmiah. Berbeda dengan
observasi biasa, ini terletak pada sistemasi prosedur dan
kaidah ilmiah yang harus terpenuhi dalam proses kegiatan
observasi. Terdapat empat tipe pengamat (observer),
pertama menjadi partisipan penuh, kedua partisipan
sebagai pengamat, ketiga pengamat sebagai partisipan,
keempat menjadi pengamat penuh.44 Berdasarkan definisi
diatas, maka dapat diartikan observasi merupakan proses
dasar dalam melakukan sebuah penelitian, yang dilakukan

43
Muhammad Rijal Fadli, “Memahami Desain Metode Penelitian
Kualitatif,” Humanika 21, no. 1 (2021): 33–54.
44
Hasyim Hasanah, “Teknik-Teknik Observasi” 8, no. 1 (2017): 21.
31

dengan mengamati berbagai unsur yang dapat dijadikan


sebagai sebuah data. Berdasarkan definisi diatas, maka
dapat diartikan observasi merupakan proses dasar dalam
melakukan sebuah penelitian, yang dilakukan dengan
mengamati berbagai unsur yang dapat dijadikan sebagai
sebuah data. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di
Dinas Pariwisata Provinsi Banten. Dengan metode
observasi, diharapkan peneliti dapat memperoleh infomasi
dan pandangan yag menyeluruh pada kondisi yang terjadi
di lapangan, serta dapat mencari tahu mengenai
Komunikasi Partisipatif dalam Pemngembangan
Pariwisata Halal di Provinsi Banten
Kedua, yaitu teknik wawancara. Teknik ini merupakan
salah satu cara pengumpulan data dalam suatu penelitian.
Wawancara menjadi salah satu elemen penting dalam
proses penelitian karena didalam prosesnya menyangkut
data. Wawancara dapat dipergunakan untuk mendapatkan
informasi dari responden dengan cara bertanya langsung
dengan bertatap muka.45 Penulis menggunakan teknik
wawancara karena dianggap menjadi salah satu teknik
pengumpulan data yang akurat dan efektif dalam
mendapatkan suatu informasi mengenai objek penelitian.
Ketiga, yaitu teknik dokumentasi. Teknik ini adalah
instrument pengumpulan data yang sering digunakan
dalam berbagai metode pengumpulan data. Data dari hasil

45
Hasanah, “Teknik-Teknik Observasi.”
32

dokumentasi dapat melengkapi metode observasi,


kuesioner atau wawancara. Tujuannya untuk mendapatkan
informasi yang mendukung dan interpretasi data. 46
Penulis memperoleh dokumentasi di tempat penelitian
berupa foto-foto mengenai aktivitas di lingkungan sekitar
objek penelitian.
Keempat, yaitu teknik studi kepustakaan. Teknik ini
adalah suatu survei studi deskriptif yang dilakukan oleh
peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan
topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti dengan
kepustakaan sebagai sumber utama.47 Pada proses
pencarian dan pengumpulan data, penulis juga
menggunakan studi kepustakaan dari berbagai macam
sumber informasi dan literatur. Sumber-sumber informasi
yang penulis dapatkan diperoleh dari buku-buku ilmiah,
laporan penelitian, dan sumber-sumber tertulis baik cetak
maupun elektronik.
5. Informan Penelitian
Informan penelitian merupakan seseorang yang faham
mengenai objek penelitian yang diteliti. Untuk
menentukan informan penlitian harus berpacu pada
kriteria yang benar agar mendapatkan data yang valid
mengenai suatu objek penelitian. Informan penelitian
harus memiliki beberapa kriterian yang perlu

46
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta:
Kencana, 2006).
47
I. Made Indra and Ika Cahyaningrum, Cara Mudah Memahami
Metodologi Penelitian (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019).
33

dipertimbangkan, yaitu: 1) Subjek yang telah lama secara


intens menyatu dengan suatu kegiatan atau medan
aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian
dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberi
informasi tentang suatu yang ditanyakan. 2) Informan
masih terikat penuh secara aktif pada lingkungan dan
kegiatan yang menjadi sasaran penelitian. 3) Informan
mempunyai cukup waktu dan banyak kesempatan untuk
dimintai informasi. 4) Subjek yang memberi informasi
tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu dan
relatif natural dalam memberikan informasi.48
Informan yang ditetapkan untuk menjadi subjek
dalam penelitian ini terdiri dari beberapa pihak yang
berkaitan dengan pengembangan pariwisata halal
diantaranya yaitu: Dinas Pariwisata Provinsi Banten,
Majleis Ulama Indonesia Provinsi Banten, Akademisi
Pariwisata, Pelaku UMKM makanan dan minuman.
6. Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan proses mereview dan
memerikasa data, menyintesis, dan menginterpretasikan
data yang terkumpul sehingga dapat menggambarkan dan
menerangkan fenomena atau situasi sosial yang diteliti.
Proses bergulir dan peninjauan kembali selama proses
penelitian sesuai dengan fenomena dan strategi penelitian
yang dipilih, peneliti memberi warna analisis data yang

48
Lexy. J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya,
2002).
34

dilakukan, namun tidak akan terlepas dari kerangka


pengumpulan data,reduksi data, penyajian (display) data,
dan kesimpulan verifikasi.49
Analisis data kualitatif dapat diartikan juga sebagai
analisis yang berbasis pada kerja pengelompokan symbol-
simbol selain angka. Symbol itu berupa kata, frase, atau
kalimat yang menunjukan beberapa kategori. Input
maupun output analisi data kualitatif berupa symbol,
dimana outputnya disebut dengan deskripsi verbal.50
Proses analisis data dalam pendekatan kualitatif dapat
dilakukan selama proses pengumpulan data dilakukan
sampai laporan penelitian selesai dikerjakan. Berdasarkan
pernyataan tersebut penulis melakukan analisis data
penelitian dengan tiga kegiatan, yaitu reduksi data,
penyajian data dankesimpulan. Tujuan dilakukannya ialah
untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang data
yang telah dikumpulan, sehingga memungkinkan temuan
penelitian dapat disajikan dan diinformasikan.
Tahap pertama, yaitu reduksi data dilakukan sejak
sebelum pengumpulan data di lapangan, yaitu pada proses
awal pembuatan proposal ingga akhir penelitian. Pada
tahap ini penulis memilih data-data yang relevan dengan
focus penelitian dan mengeleminasi (membuang) data
yang tidak relevan dengan fokus penelitian.

49
Ahmad Rijali, “Analisis Data Kualitatif,” Alhadharah: Jurnal Ilmu
Dakwah 17, no. 33 (2019): 81.
50
Mohammad Mulyadi, “Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian,”
Jurnal Studi Komunikasi dan Media 16, no. 1 (2013): 71.
35

Tahap kedua, yaitu mendisplay data yang dilakukan


dengan cara mengorganisasikannya dengan
mengelompokan data kedalam tema-tema yang sesuai
degan permasalahan yang diteliti, sehingga akan
membentuk pengkategorian data yang dapat dipahami
dengan mudah, penyajian data dilakukan dalam bentuk
teks naratif, uraian singkat, began, flowcart, dan jenis
lainnya.
Tahap ketiga, yaitu kesimpulan dan verifikasi.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif tidak
dilakukan secara terpisah, reduksi data, display data, dan
kesimpulan dapat dilakukan sejak awal penelitian. Akan
tetapi kesimpulan yang telah dilakukan dalam ketiga
kegiatan ini masih dapat berubah, dan bersifat sementara
apabila belum sesuai.
7. Teknik Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif peneliti harus berusaha
mendapatkan datayang valid, untuk itu dalam pengumpulan
data perlu mengadakan validitas data agar data yang
diperoleh tidak invalid (cacat).51 Teknik validitas data yang
digunakan dalam penelitian dilakukan dengan triangulasi
data. Triangulasi data adalah pengecekan data dengan cara
mengecek atau memeriksa ulang. Triangulasi data dilakukan
dengan tiga cara, yaitu: Triangulasi sumber, triangulasi
metode, dan triangluasi waktu.

51
Bachtiar S Bachri, “Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi
Pada Penelitian Kualitatif,” Teknologi Pendidikan 10 (2010): 46–62.
36

Triangulasi dengan menggunakan sumber berarti


membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kualitatif, hal ini dapat dicapai
dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan
data hasil wawancara dan kemudian membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.52
Triangulasi metode adalah usaha mencek keabsahan
data atau keabsahan temuan penelitian. Triangulasi metode
dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu Teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama,
pelaksanaannya dapat juga dengan cara cek dan recek.
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang
berkaitan dengan pengamatan dapat berbeda dalam
mengamati fenomena yang sama. Pengamatan dan
wawancara dengan menggunakan dua atau lebih
pengamat/pewawancara akan dapat memperoleh data yang
lebih absah. Sebelumnya tim peneliti perlu mengadakan
kesepakatan dalam menentukan kriteria /acuuan pengamatan
dan wawancara.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini disusun
sebagaimana dengan pedoman penulisan pada SK Rektor Nomor
507 tahun 2017 yang berlaku pada Program Magister Komunikasi
dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta untuk memudahkan

52
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif.
37

pemahaman dalam penyusunan penelitian ini. Dengan demikian


peneliti membuat sistematika penulisan dari tahap awal hingga
akhir penelitian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penelitian terdahulu, dan sistematika
penulisan pada penelitian Komunikasi Partisipatif
dalam Pengembangan Pariwisata Halal di Provinsi
Banten.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis membahas tentang teori-teori
dan konsep yang berkaitan dengan permasalahan dan
tema yang diangkat dalam penelitian ini. Pada bab ini
penulis menjelaskan landasan teori penelitian dengan
menggunakan teori model konvergensi komunikasi
dan teori komunikasi partisipatory. Adapun konsep
yang dijabarkan dalam penelitian ini yaitu komunikasi
pembangunan, komunikasi partisipatif, Komunikasi
pariwisata, pariwisata halal. Kemudian, pada bab ini
juga dijabarkan kerangka berpikir yang diolah oleh
penulis untuk memudahkan dalam menganalisis
permaslahan dalam penelitian ini.
BAB GAMBARAN UMUM
III Pada bab ini, penulis menjelaskan gambaran umum
mengenai sejarah singkat provinsi Banten, kondisi
38

pariwisata di Banten, dan potensi wisata halal di


Banten. Kemudian penulis juga menambahkan
penjelasan mengnai profil informan pada penelitian
ini.
BAB DATA DAN TEMUAN
IV Pada bab ini menjelaskan pokok bahasan mengenai
hasil realitas penelitian yang terjadi di lapangan.
Pembahasan pada bab ini di uraikan sesuai dengan
rumusan masalah penelitian mengenai komunikasi
partisipatif dan dampaknya yang terjadi pada
pengembangan wisata halal di provinsi Banten.
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan analisis hasil dan temuan yang
diperoleh penulis dengan cara menganalisa dan
menginterpretasikan data dari informan sehingga
dapat ditemukan simpulan penelitian dan juga dapat
menghasilkan bahan diskusi mengenai Komunikasi
Partisipatif dalam Pengembangan Pariwisata Halal di
Provinsi Banten.
BAB SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
VI Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian Komunikasi
Partisipatif dalam Pengembangan Pariwisata Halal di
Provinsi Banten. Serta saran yang diharpkan dapat
menjadi rujukan pada penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Model Komunikasi Konvergensi
Model komunikasi konvergensi digagas oleh Kincaid yang
naskahnya diterbitkan pada tahun 1978 oleh East-West
Communication Center Institute. Kincaid mengembangkan
model proses komunikasi berdasarkan prinsip konvergensi
yang diambil dari hasil kajian teori informasi dan cybernetics.
Model ini mencoba memutar balik model komunikasi linier
yang selama ini banyak mendominasni riset-riset komunikasi.
Dalam kajiannya tentang model komunikasi yang bersifat linier
dan mekanistis itu, Kincaid melihat ada sesuatu yang
tersembunyi dan bias dari sisi psikologi. Karena itu Kincaid
lebih jauh menganalisisnya dengan memakai pendekatan
cybernetic, sehingga ia berhasil membuat paradigma baru
bahwa komunikasi adalah proses konvergensi dan divergensi
yang berputar dari waktu ke waktu. 1
Kincaid menunjukkan beberapa kesalahan (bisa) yang yang
terdapat dlam model linier yaitu: 1) Pandangan yang melihat
komunikasi sebagai suatu proses linier, satu arah, dna sifatnya
vertical. Ia tidka melihat komunikasi sebagai suatu proses yang
berputar sebagai lingkaran, dua arah, dan bisa berlangsung darii
waktu ke waktu. 2) Sumber jadi dominan dimana khalayak atau
penerima sangat tergantung pada dirinya, dan tidak melihat

1
D. Laurence Kincaid, The Convergence Model Communnication (New
York: East-West Center, 1979).

39
40

proses komunikasi pada dasarnya dibangun atas hubungan dan


saling ketergantungan. 3) Ada kecenderungan melihat objek
komunikasi (penerima) berada dalam ruang hampa dan
terisolasi dari sumber. 4) Pesan dilihat sebagai unsur tersendir
dengan penekanan pada isi sehingga, kadang tidak
memperhatikan tanda baca dan waktu dimana pesan
disampaikan. 5) Ada kecenderungana melihat tujuan utama
komunikasi adalah memersuasi, dan bukan saling pengertian,
kesepakatan, dan tindakan kolektif. 6) Ada kecenderungan
melihat proses komunikasi terkonsentrasi pada efek psikologis
dari pada efek ssosial dan hubungan antar individu. 7) jadinya
sebuah kepercayaan dibangun dengan memandang komunikasi
sebagai proses satu arah yang mekanistis dan tidak melihat
komunikasi sebagai suatu sistem informasi manusia secara
cybernetic yanng berlangsung kapan dna dimana saja.
Dalam membangun model konvergensi komunikasi yang
bisa memadai dari model-model komunikasi sebelumnya,
terutama untuk mengatasi kesalahan-kesalahan pandang (bias)
yang terjadi selama ini, Kincaid dan rekannya Schamm
mencoba meminjam konsep-konsep teori informasi dan
sibernetika. Dari hasil kajian kedua pakar ini akhirnya berhasil
membuat sebuah model komunikasi yang dikenal dengan nama
model konvergensi komunikasi.
Komunikasi sering kali direpresentasikan berlangsung
secara linier, satu arah, dan vertical, dimana sumber
mengirimkan pesan melalui saluran ke receiver (SMCR). Disini
komunikasi menempatkan sumber sebagai pemegang otoritas
41

yang dominan, dimana penerima sangat tergantung padanya.


Pendangan ini didasarkan pada prinsip ketergantungan
(dependency) dan bukan pada hubungan atau saling
ketergantungan (interdepency) diantara para peserta
komunikasi.
Model komunikasi konvergensi menggambarkan
komunikasi komunikasi berlangsung secara berputar (siklus)
dan interaktif. Tidak ada perbedaan yang dibuat antara sumber
dan penerima, antara pesan dan umpan balik. Dengan kata lain,
para peserta dalam proses komunikasi dipandang memiliki
posisi yang sama atau setara.
Kincaid menjelaskan proses komunikasi yang berlangsung
menurut model konvergensi adalah sebagai berikut:
Komunikasi selalu dimulai dengan “dan kemudian..” untuk
mengingatkan bahwa sesuatu telah terjadi sebelum kita mulai
berkomunikasi. Peserta A tidak atau mungkin menyadari
peristiwa atau masalah tersebut sebelum dia berbagi informasi
(1.1) dengen peserta B. B harus berusaha memahami dan
kemudian menginterpretasikan informasi yang A sampaikan
sesuai kerangka pikirnya, lalu B menanggapi dan menciptakan
informasi (1.2) untuk berbagi dengan A. Selanjutnya A
menfsirkan informasi informasi baru tersebut (1.3) ke dalam
topik yang sama. B menafsirkan informasi itu, lalu melanjutkan
pembicaraan tentang topik tersebut. (1.4…n) sampai salah satu
atau keduanya menjadi puas bahwa mereka telah mencapai
saling pengertian satu sama lain tentang masalah yang
dibicarakan itu. Setiap peserta menafsirkan informasi yang dia
42

miliki dan berusaha memahami dan menemukan cara yang baik


untuk mengekspresikannya. Dengan demikian tidak ada panah
yang mengarakan “ke… dan dari …” setiap informasi.
Informasi menjadi milik bersama oleh kedua peserta. Model ini
menekankan bahwa tujuan utama atau fungsi dari proses
komunikasi adalah saling pengertian.
Program komunikasi tidak harus menjadi sumber oriented
dan Media-sentris. Komunikasi harus mendorong dan
memungkinkan terjadinya partisipasi yang lebih besar dari
penerima. Bahkan program komunikasi harus mengaktifkan
dan memberdayakan para khalayak untuk tidak tinggal diam
sebagai penerima pasif. Tetapi ia bisa menjadi sumber
informasi yang aktif setiap saat. Program komunikasi tidak
boleh ditentukan oleh otoritas pemerintah dari atas ke bawah
secara exclusive. Pada paradigma ini, komunikasi tidak hanya
terbatas pada media komunikasi mainstream yang selama ini
banyak digunakan seperti radio, buku cetak, atau televisi, tetapi
harus bisa menggali saluran-saluran komunikasi interpersonal
dan juga saluran komunikasi alternatif lainnya.2
Adapun keterkaitan dengan penelitian ini yaitu Pelaku
pebangunan dan setiap pihak yang terlibat baik dari pemerintah
daerah sebagai fasilitator dan juga masyarakat umum atau
pelaku pariwisata mulai dari pelaku usaha UMKM,
Stakeholder, dan komunitas, sebagai partisipan yang sama-

2
Alexander G. Flor and Hafied Cangara., Komunikasi Lingkungan:
Penanganan Kasus-Kasus Lingkungan Melalui Strategi Komunikasi (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018).
43

sama harus memeliki keterlibat aktif dalam pengembangunan


dan pengembangan wisata halal di provinsi Banten.
B. Tinjauan Konsep
1. Komunikasi Pembangunan
Dalam konteks komunikasi pembangunan, Nair dan White
merumusakan paradigma pembangunan dan komunikasi
berdasarkan kajian teori dan kurun waktu. Pada penerapan
model komunikasi terbagi menjadi tiga periode. Periode
pertama pada era 1940-1980 model komunikasi yang populer
yaitu model linier yang terdiri dari unsur-unsur: Sourch-
Medium-Channel-Recaiver. Kemudian, periode kedua pada era
1960-1980 mengalami perubahan menjadi model komunikasi
interaksional yang terdiri dari: Sourch-Medium-Channel-
Reciver-Effect. Dan bergeser pada periode ketiga di era 1980-
2000 menjadi model konvergensi.3
Media massa dianggap memiliki peranan yang sangat
penting dalam era modernisasi. Media massa mampu untuk
menyebarkan informasi dan memberikan pengaruh yang besar
kepada individu-individu dalam menciptakan iklim
modernisasi.4 Perbedaan masyarakat modern dan tradisional
dilihat dari pendidikannya, media massa dianggap sebagai
produk yang dihasilkan dari pendidikan dan pemikiran modern
yang diciptakan melalui teknologi-teknologi canggih. Oleh

3
Sitti Aminah et al., “Perubahan Model Komunikasi Dan Pergeseran
Paradigma Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah,” Paramita: Historical
Studies Journal 24, no. 1 (2014): 92–103.
4
Rinta Arina Manasikana and Ratna Noviani, “Peran Media Massa Dan
Teknologi Dalam Transformasi Keintiman Di Indonesia,” Calathu: Jurnal Ilmu
Komunikasi 3, no. 1 (2021): 7–19.
44

sebab itu teknologi dikembangkan dan diperkenalkan kepada


negara maju dinilai dapat memacu pertumbuhan ekonomi.5
Perkembangan berikutnya pada tahun 1970-an lahir teori
difusi inovasi yang ditulis oleh Rogers yang beranggapan
bahwa pembangunan terjadi melalui penyebaran (difusi)
inovasi dari agen pembangunan ke dalam sistem sosial
masyarakat melalui berbagai macam saluran dan media
komunikasi. Kemudian terdapat kritik pada teori ini, para ahli
komunikasi pembangunan berpendapat bahwa teori difusi
inovasi tidak memiliki umpan balik yang dimana umpan balik
ini diperlukan untuk mengetahui respon dan menjadi parameter
keberhasilan dari komunikasi pembangunan yang dilakukan.
Sedangkan paradigma alternatif dalam komunikasi
pembangunan mencoba mengisi kekurangan dari paradigma
dominan atau modernisasi. Paradigma alternatif melihat perlu
adanya kesamaan, keselarasan, dan koordinasi yang dilakukan
oleh setiap pelaku pembangunan. Terdapat dua jalur dalam
pendekatan alternatif atau komunikasi partisipatori, yaitu: PAR
(Participatory Action Research) dan pemberdayaan. Basis
pendekatan partisipatori adalah penekanan kepada msayrakat.
Visi pembangunan dan perhatian terhadap isu kekuasaan yang
dapat dilihat melalui ciri khusus yaitu adanya komunikasi
dialogis dan komunikasi horizontal. Pendekatan ini sangat
bertolak belakang dengan paradigma modernisasi dengan

5
Ali Alamsyah Kusumadinata, Pengantar Komunikasi Perubahan Sosial
(Sleman: Deepublish, 2016).
45

pendekatan top down.6


Sedangkan pendekatan pemberdayaan lebih banyak
dipraktikkan pada lingkup individu hingga komnitas. Pada
level individu pemberdayaan didefinisikan sebagai perasaan
psikologis dan kontrol pada diri setiap individu dari berbagai
macam pengaruh sosial, kekuasaan politik dan juga aturan
hukum. Pada level komunitas, pemberdayaan diartikan sebagai
kontrol kelompok terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada
pada setiap anggota didalamnya.
Pembangunan hakikatnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, dengan demikian dalam hal ini
dibutuhkannya peran komunikasi agar dapat mewujudkan
tujuan pembangunan yang tepat sasaran.7
2. Komunikasi Partisipatif
Pada model komunikasi partisipatif peran komunikasi
sangat berkegantungan dengan standar dan tujuan normatif
komunitas. Menurut model ini, komunikasi partisipatif
memiliki kekuatan yang jauh lebih baik dalam membangun
paradigma pembangunan. Komunikasi partisipatif dapat
membantu pengembangan identitas kultural, dan bertindak
sebagai wahana ekspresi diri masyarakat dalam sebuah
komunitas atau kelompok, kemudian menjadi sarana sebagai
alat untuk menganalisis masalah-masalah komunitas, dan juga

6
Aminah et al., “Perubahan Model Komunikasi Dan Pergeseran
Paradigma Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah.”
7
Yetty Oktarina and Yudi Abdullah, Komunikasi Dalam Perspektif Teori
Dan Praktik (Seleman: Deepublish, 2017).
46

dapat memfasilitasi artikulasi problem-problem komunitas.8


Terdapat empat konsep komunikasi partisipatif yang akan
mendorong terbangunnya pemberdayaan, yaitu heteroglasia,
dialogis, poliponi, dan karnaval.9 Pertama, heteroglasia konsep
ini menunjukkan fakta bahwa sistem pembangunan selalu
dilandasi oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berbeda-
beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor
budaya yang saling mengisi satu sama lain.
Kedua, dialog adalah komunikasi transaksional dengan
pengirim dan penerima pesan saling berinteraksi dalam satu
periode waktu tertentu hingga sampai makna-makna saling
berbagi. Dalam dialog setiap orang memiliki hak yang sama
untuk berbicara atau didengar, dan mengharap bahwa suaranya
tidak akan ditekan dan disatukan dengan suara yang lain.
Ketiga, poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog
dimana suara-suara yang tidak menyatu atau terpisah dan
meningkat menjadi terbuka, memperjelas satu sama lain, dan
tidak menutupi satu sama lain. Poliponi terbangun dari suatu
proses dialog sehingga otonomi suatu suara selalu
diartikulasikan dengan yang lain, dan mendirikan ikatan saling
ketergantungan yang saling menguatkan.
Keempat, karnaval konsep ini bagi komunikasi
pembangunan membawa semua varian dari semua ritual seperti

8
Daryanto, Teori Komunikasi (Malang: Penerbit Gunung Samudera,
2014).
9
Rahim SA. 2004. Participatory Development Communication as a
Dialogical Process. Dalam White SA (Ed) Participatory Communication
Working for Change and Development. London: Sage Publication Ltd.
47

festival, permainan, parodi dan hiburan. Anggota komunitas


didorong berpartisipasi dalam karnaval secara bebas. Karnaval
dan pembangunan bermain secara berdampingan, masing-
masing saling mengartikulasikan dan mengisi satu sama
lainnya.10
Pendekatan partisipatif telah diidentifikasi sebagai arah
pendekatan komunikasi berbasis masyarakat, bertujuan untuk
melibatkan orang- orang dengan cara lebih antar pribadi untuk
menentukan masalah dan solusi yang dihadapi masyarakat.
Komunikasi partisipatif mendukung pendekatan pembangunan
partisipatif dimana keterlibatan orang di berbagai tingkat dan
kapasitas dalam identifikasi dan konseptualisasi masalah dan
desain, implementasi dan evaluasi program pembangunan atau
proyek yang memainkan peran penting.11
Komunikasi partisipatif berlandaskan pada dialog yang
membuka akses informasi, persepsi, dan pendapat dari berbagai
pemangku kepentingan dengan tujuan pemberdayaan,
khususnya masyarakat yang terpinggirkan. Berperan penting
dalam pertukaran informasi, pengetahuan, dan pengalaman.12
Komunikasi partispatif bermula dari teori kristis-radikal
yang dimaksudkan untuk menstrukturasi pendekatan
komunikasi berbasis modernisasi dan sebagai alternatif
perbendaharaan untuk mereformasi pola dan praktek

10
Nurul Fadzar Sukarni, “Peran Komunikasi Partisipatif Masyarakat
Dalam Upaya Memperkenalkan Kampung Inggris Di Desa Pare Kediri Jawa
Timur,” Jurnal Pustaka Komunikasi 1, no. 2 (2018): 289–301.
11
Kusumadinata, Pengantar Komunikasi Perubahan Sosial.
12
Andi Kardian Riva’i, Komunikasi Pembangunan: Tinjauan Teori
Komunikasi Dalam Pembangunan Sosial (Pekanbaru: Hawa dan Ahwa, 2016).
48

komunikasi dalam paradigma yang dominan. Pendekatan


partisipatif telah diidentifikasi sebagai arah pendekatan
komunikasi berbasis masyarakat yang bertujuan untuk
melibatkan orang-orang dengan cara yang lebih antar pribadi
untuk menentukan masalah dan solusi yang dihadapi
masyarakat. Komunikasi partisipatif adalah pendekatan
berlandaskan pada dialog yang membuka akses informasi,
persepsi, dan pendapat dari berbagai pemangku kepentingan
dengan tujuan pemberdayaan, khususnya masyarakat yang
terpinggirkan. berperan penting dalam pertukaran informasi,
pengetahuan dan pengalaman.
Pada model komunikasi partisipatif peran komunikasi akan
sangat tergantung pada standar dan tujuan normative
komunitas. Akan tetapi, menurut model ini, komunikasi
partispatif setidaknya dapat membantu pengembangan identitas
kultural, bertindak sebagai wahana ekspresi diri masyarakat
dalam komunitas, menyediakan sarana sebagai alat untuk
mendiagnosis masalah-masalah komunitas.
Prinsip dasar model ini adalah partisipasi anggota. Dalam
konteks komunikasi pembangunan, partisipasi tersebut terkait
beberapa hal, yaitu akses, partisipasi, serta swakelola dan
swadaya. Pertama, soal akses, secara singkat akses dapat
diartikan sebagai kesempatan untuk menikmati sistem
komunikasi yang ada. Dalam prakteknya hal ini dua tingkatan
yaitu kesempatan untuk ikut memilih dan memperoleh umpan
balik dari sistem komunikasi yang ada.
Kedua, soal partisipasi. Partisipasi mengandung pengertian
49

pelibatan anggota komunitas dalam proses pembuatan dan


pengelolaan sistem komunikasi pembangunan yang ada. Dalam
penerapannya pelibatan ini dilaksanakan pada semua tingkatan
mulai dari perencanaan, tingkat pengambilan keputusan, serta
tingkat produksi.
Ketiga soal swakelola dan swadaya. Dalam konteks ini
anggota komunitas mempunyai kekuasaan dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut komunikasi. Kekuasan ini tidak
hanya berkenaan dengan akses untuk memperoleh informasi
dan untuk berperan dalam mengelola sarana produksi,
melainkan juga menyangkut pengelolaan komunitas terhadap
sistem komunikasi dan pengembangan kebijakan komunikasi.13
3. Pariwisata
a. Konsep Pariwisata
Secara estimologis, pariwisata berasal dari bahasa
Sansekerta, yaitu “pari” berarti banyak, berkali-kali,
berputar-putar, dan “wisata” berarti perjalanan atau
bepergian. Berdasarkan arti kata ini, pariwisata
didefinisikan sebagai perjalanan atau bepergian.
Berdasarkan arti kata ini, pariwisata didefinisikan sebagai
perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke
tempat yang lain dengan maksud dan tujuan tertentu.
Seorang ahli turisme asing terkenal bernama G.A Schmoll
menyatakan bahwa usaha tourisme itu tergolong industri
yang dibedakan atas beberapa tipe yaitu ukuran, tempat dan
pelayanannya. Industri yang dimaksud yaitu pemberian

13
Daryanto, Teori Komunikasi.
50

atau pelayanan yang disediakan dalam perjalanan wisata


yang memiliki nilai ekonomis, dan berusaha memberikan
pelayanan yang menyenangkan.14
Menurut Yoeti (2003), syarat suatu perjalanan disebut
sebagai perjalanan pariwisata apabila: (1) Perjalanan
dilakukan dari satu tempat ke tempat yang lain, di luar
tempat kediaman orang tersebut biasa tinggal. (2) Tujuan
perjalanan semata-mata untuk bersenang-senang, dan tidak
mencari nafkah di tepat atau negara yang dikunjunginya.
(3) Semata-mata sebagai konsumen di tempat yang
dikunjungi. Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau
mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana
pariwisata dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut.15
Definisi tentang pariwisata yang berkembang di dunia
sangat beragam, multidemnsi, dan sangat terkait dengan
latar belakang keilmuan pencetusnya. Pada dasarnya
definisi wisata dapat dikelompokkan kedalam tiga
katagori. Kategori pertama merupakan definisi pariwisata
yang didekati dari sisi wisatawan, sangat kental dengan
dimensi spasial yaitu tempat dan jarak. Kategori kedua
merupakan definisi pariwisata yang dipandang dari
dimensi industri dan bisnis, sedangkan kategori ketiga

14
B.A Simanjuntak, Flores Tanjung, and Rosramadhana Nasution, Sejarah
Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2015).
15
I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar Industri Pariwisata (Yogyakarta:
Deepublish, 2014).
51

memandang pariwisata dari dimensi akademis dan sosial


budaya.16
Pertama, definisi wisata dari sudut pandang spasial.
Merupakan definisi yang berkembang lebih awal
dibandingkan definisi-definisi lainnya. dimensi ini
menekankan definisi pariwisata pada pergerakan
wisatawan ke suatu tempat yang jauh dari lingkungan
tempat tinggal dan tempat kerjanya untuk waktu yang
sementara. Definisi pariwisata yang dikemukakan oleh
World Tourism Organization memfokuskan pada sisi
demand dan dimensi spasial, dengan menetapkan dimensi
waktu untuk perjalanan yang dilakukan wisatwan, yaitu
tidak lebih dari satu tahun berturut-turut.
“Tourism comprises activities of persons trevelling to
and staying in places outside their usual environment
for not more than one concecutive yearfor leisure,
business and other purposes not related to exercise of
an activity remunerated from within the place visited”
(www.worls-tourism-org)

Definisi ini menekankan pada tujuan perjalanan yang


dilakukan, yaitu untuk leisure, bisnis, dan tujuan lain yang
tidak terkait dengan kegiatan mencari uang di tempat yang
dikunjunginya. Definisi pariwisata dari dimensi spasial
tercantum dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10
tahun 2009 pasal 1, yaitu kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

16
Utama, Pengantar Industri Pariwisata.
52

pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya


tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.17
Kedua, definisi wisata dari sudut pandang Industri.
Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai
industri/bisnis. Definisi pariwisata yang dipandang dari
dimensi ini memfokuskan pada keterkaitan antara barang
dan jasa untuk memfasilitasi perjalanan wisata. Smith
(Seaton dan Bennett 1996) mendefiniskan pariwisata
sebagai kumpulan usaha yang menyediakan barang dan
jasa untuk memfasilitasi kegiatan bisnis, bersenang-
senang, dan memanfaatkan waktu luang yang dilakukan
jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Sementara itu,
Smith and French (1994) mendefinisikan pariwisata
sebagai keterkaitan antara barang dan jasa yang
dikombinasikan untuk menghasilkan pengalaman
berwisata. Definisi pariwisata sebagai industri/bisnis ini
sesuai dengan Undang-Undang Kepariwisataan No. 10
tahun 2009 , yaitu berbagai kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah
daerah.18
Ketiga, definisi wisata dari sudut pandang sosial
budaya, pengertian wisata dari sudut pandang ini
menitikberatkan perhatian pada upaya: 1) memenuhi

17
Utama, Pengantar Industri Pariwisata.
18
Utama, Pengantar Industri Pariwisata.
53

kebutuhan wisatawan dengan berbagai karakteristiknya. 2)


interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan
sosial budaya. 3) Kerangka sejarah dan budaya. Definisi
pariwisata dari dimensi ini memandang pariwisata secara
lebih luas, di Indonesia dikenal dengan istilah
kepariwisataan (UU No 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan), yaitu keseluruhan kegiatan yang terkait
dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengusaha.19
Pariwisata merupakan sektor unggulan yang
mempunyai manfaat ganda (multiplier effect) bagi semua
sektor pembangunan dan dapat memberikan keuntungan
bagi ekonomi daerah juga untuk kesejahtaraan penduduk.
Tujuan dan manfaatat pariwisata berdasarkan Undang-
undang nomor 10 tahun 2009 dapat dibagi menjadi empat
bagian yaitu: manfaat ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup, dan manfaat dalam berbangsa dan bernegara.
Manfaat ekonomi pariwisata antara lain dapat
meningkatkan atau menambah devisa negara, pendapatan
daerah dan pendapatan masyarakat di sekitar lokasi wisata.
Manfaat sosial budaya antara lain peningkatan kualitas dan
pelestarian seni, budaya, dan kearifan lokal masyarakat.

19
Utama, Pengantar Industri Pariwisata.
54

Manfaat lingkungan hidup antara lain menjaga kebersihan,


dan kelestarian lingkungan (konservasi) alam sekitarnya.
Manfaat berbangsa dan bernegara yaitu menumbuhkan rasa
cinta akan tanah air, serta meningkatkan rasa persatuan dan
kesatuan bangsa.20
Terdapat beberapa jenis pariwisata yang menjadi
faktor wisatawan melakukan kunjungan wisata. Jenis-jenis
pariwista berhubungan atau sesuai dengan minat
wisatawan dalam melakukan kunjungan wista, antara lain
yaitu: pariwisata budaya, pariwisata bahari, pariwisata
olahraga, pariwisata cagar alam, pariwisata agro,
pariwisata kuliner, pariwisata religi, pariwisata lokal,
pariwisata regional, pariwisata nasional, pariwisata
internasional.21
Kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama
diantaranya adalah: 1) Wisatawan, yaitu aktor dalam
kegiatan wisata. Berwisata menjadi sebuah pengalaman
manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan
mengingatkan masa-masa di dalam kehidupan. 2) Elemen
geografi, yaitu pergerakan wisatawan berlangsung yang
terbagi menjadi tiga area geografi anatara lain: Daerah Asal
Wisatawan (DAW), Daerah Transit (DT), Daerah Tujuan
Wisata (DTW).

20
Erika Revida, Sherly Gaspersz, and Kuku Jola Uktolseja, Pengantar
Pariwisata (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2020).
21
Revida, Gaspersz, and Uktolseja, Pengantar Pariwisata.
55

b. Sarana dan Prasarana Pariwisata


Sarana pariwisata adalah perusahaan-perusahaan yang
memberikan pelayanan kepada wisatawan secara langung
dan tidak langsung bergantung dari wisatawan yang
berkunjung. Jenis-jenis sarana pokok pariwisata, yaitu:
perusahaan perjalanan (travel agent atau biro perjalanan
wisata), perusahaan angkutan wisata, perusahaan
akomodasi, perusahaan makanan dan minuman,
perusahaan daya tarik wisata dan hiburan, perusahaan
cindramata atau art shop.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan tersebut
merupakan fasilitas yang harus tersedia pada suatu daerah
tujuan wisata. Jika salah satunya tidak ada, maka dapat
diakatakan perjalanan wisata yang dilakukan oleh
wisatawan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Dengan tersedianya sarana pada pariwisata ini, sebenarnya
belum sepenuhnya dianggap mencukupi kebutuhan
wisatawan sehingga perlu adanya industri lain sebagai
industri pendukung, antara lain: Bank atau ATM, money
charger, kantor pos, rumah sakit, dan fasilitas umum
lainnya.
Sedangkan prasarana pariwisata adalah semua fasilitas
yang mendukung agar saranan pariwisata dapat hidup dan
berkembang dalam memberikan pelayanan pada
wisatawan guna memenuhi kebutuhan pengunjung wisata
yang beraneka ragam., antara lain: prasarana perhubungan
(seperti jaringan jaya raya, stasiun kereta api, bandara,
56

pelabuhan laut), instalasi tenaga listrik dan penjernihan air


bersih, sistem pengairan, sistem bank, sistem
telekomunikasi, dan pelayanan kesehatan serta
keamanan.22
4. Pariwisata Halal
Wisata halal saat ini menjadi fenomena baru dalam
dunia pariwisata dan mulai dikembangkan di berbagai negara.
Wisata Halal merupakan wisata yang pada pelaksanaannya
mengacu pada syariat Islam, akomodasi, atraksi, dan objek
wisata itu sendiri.23 Wisata halal memiliki definisi yang
berbeda jika dibandingkan dengan konsep-konsep lainnya,
yaitu berakar dari konsep “halal”. Kata halal itu sendiri berasal
dari bahasa Arab yang berarti “diijinkan”atau “dibolehkan”.
Dalam Islam konsep halal tidak hanya berkaitan dengan
produk makanan atau minuman, melainkan semua aspek
dalam kehidupan orang Islam baik laki-laki maupun
perempuan.24 Akhir-akhir ini, wisata halal, memang sedang
menjadi tren di industri pariwisata internasional, wisata halal
dibedakan dari wisata religi (reiligous tourism) ataupun wisata
Islami (Islamic tourism atau biasa disebut wisata syari’ah di
Indonesia/Malaysia).25
Perkebangan konsep wisata halal berawal dari adanya
jenis wisata religi dan kebiasaan ziarah. Hal tersebut menjadi

22
Faizul Abrori, Pariwisata Halal Dan Peningkatan Kesejahteraan
(Malang: Literasi Nusantara, 2020).
23
Abrori, Pariwisata Halal Dan Peningkatan Kesejahteraan.
24
Lufi Wahidati and Eska Nia Sarinastiti, “Perkembangan Wisata Halal Di
Jepang,” Jurnal Gama Societa 1, no. 1 (2018): 9.
25
Wahidati and Sarinastiti, “Perkembangan Wisata Halal Di Jepang.”
57

perhatian penting pada konferensi di Cardoba, Spanyol oleh


World Tourism Organization (UNWTO) pada tahun 2007
dengan judul “International Conference on Tourism,
Religions, and Dialogue of Culture”. Hasil pembahasan pada
konferensi ini menekankan aspek penting mengenai urgensi
dari pelestarian budaya dan keagamaan dalam industri
pariwisata. Adapun urgensi khusus yang dibahas yaitu: a)
Kebutuhan untuk mengembangkan hubungan dinamis antara
nilai-nilai warisan agama dan budaya untuk melayani
penduduk, wisatawan, dan komunitas agama; b) Kebutuhan
untuk menjaga keaslian dan fitur inti dari situs-situs
keagamaan dan rute-rute budaya; c) Kebutuhan untuk
menyebarkan informasi tentang warisan budaya dan tradisi
kuno yang bertujuan untuk membawa pengunung lebih dekat
pada nilai-nilai dan spiritualitas.26
Definisi halal tourism memiliki makna yang luas dari
sekedar wisata religi. Wisata halal menerapkan nilai-nilai
islam di dalamnya, namun wisatawan yang terlibat tidak hanya
dikhususkan bagi wisatawan muslim saja, melainkan juga
wisatawan non muslim yang ingin menikmati kearifan lokal di
dalamnya.27 Nilai-nilai yang diimplementasikan sebagai
landasan dalam melakukan perjalanan wisata halal tidak
mendiskriminasi wisatawan non muslim. Di samping itu
wisata halal juga merupakan salah satu jenis pariwisata yang

26
Azhari Akmal Tarigan, Dari Etika Ke Spiritualitas Bisnis (Medan:
Penerbit IAIN Press, 2014).
27
R Sofyan, Prospek Bisnis Pariwisata Syariah (Jakarta: Republika,
2012).
58

sedang gencar dikembangkan oleh banyak negara di dunia.28


Wisata halal pada dasarnya merupakan jenis wisata yang
ramah terhadap wisatawan muslim dan nyaman bagi
wisatawan non muslim.29
Dengan demikian singkatnya wisata halal menjadi pilihan
baru yang dapat dinikmati oleh seluruh wisatawan global baik
wisatawan muslim maupun non muslim yang telah
menyediakan segala kebutuhan khusus bagi wisatawan
muslim yang tidak dimiliki pada pariwisata konvensional.
Adapun tujuan pengembangan wisata halal tidak lain yaitu
untuk memudahkan wisatawan muslim dalam menjalankan
kewajiban-kewajiban yang perlu dilakukan selama perjalanan
wisata berlangsung.
Dalam sejarah, pariwisata halal telah diperkenalkan sejak
tahun 2000 dari pembahasan pertemuan OKI. Pariwisata halal
juga merupakan suatu permintaan wisata yang didasarkan
pada gaya hidup wisatawan muslim selama liburan, selain itu,
pariwisata halal merupakan pariwisata yang fleksibel rasional,
sederhana dan seimbang. Menurut kementerian Pariwisata dan
Ekonomi kreatif, pasriwisata Syariah mempunya kriteria
umum yaitu: (1) Berorientasi pada kemaslahatan umat, (2)
Berorientasi pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan. (3)
Menghindari kemusyrikan dan khurafat. (4) Menghindari

28
Demeiati Nur Kusumaningrum et al., “South Korea Halal Tourism Trend
(Trend Pariwisata Halal Korea Selatan),” Seminar Nasional dan Gelar Produk
(2017): 855–865.
29
Sri Maryati, “Persepsi Terhadap Wisata Halal Di Kota Padang,”
Maqdis : Jurnal Kajian Ekonomi Islam 4, no. 2 (2019): 117.
59

maksiat. (5) Menjaga perilaku, etika, dan nilai luhur


kemanusiaan seperti menghindari perilaku hedonis dan
asusila. (6) Menjaga amanah, kemanan dan kenyamanan. (7)
Bersifat universal dan inklusif. (8) Menjaga kelesatarian
lingkungan, dan (9) Menghormati nilai-nilai sosial-budaya
dan kearifan lokal.
Wisata halal pada strategi pengembangannya mengacu
pada standar yang telah ditetapkan oleh Global Muslim Travel
Islamic Index (GMTI). Crescentrating merupakan institusi di
Singapura berfokus pada penelitian wisata halal yang setiap
tahunnnya mengeluarkan laporan dan juga pemeringkatan
wisata halal dari 57 negara di dunia yang tergabung dalam
Organiasasi Kerjasama Islam (OKI). Crecentrating membuat
lembaga GMTI sebagai tolak ukur dalam ajang wisata halal
untuk wisatawan muslim.
Kriteria GMTI mengacu pada Model CrecentRating
ACES yang mencakup empat aspek utama dan dapat
memungkinkan peningkatan daya tarik wisatawan muslim
untuk berkunjung diantaranya adalah: (1) Akses (2)
Komunikasi (3) Lingkungan (4) Pelayanan.
Pertama, kriteria akses yaitu meliputi persyaratan visa,
konektivitas trasportasi udara dan trasnportasi darat ke
destinasi wisata tujuan, serta infrastruktur dan trasnportasi
yang memudahkan pengunjung atau wisatawan ke berbagai
fasilitas pelayanan umum di sekitar kawasan wisata tujuan.
Kedua, kriteria komunikasi, meliputi kemampuan
berbahasa berdasarkan bahasa yang digunakan wisatawan.
60

Kemudian upaya para pemangku kepentingan akan kesadaran


wisata halal seperti, mengadakan penyelenggaraan sosialisasi
mengenai wisata halal yang dilakukan ditempat tujuan melalui
bebrapa kegiatan komunikasi seperti: konferensi, loka karya,
seminar, dan kegiatan pendidikan lainnya yang berkaitan
dengan wisata halal, makanan halal, konsumen muslim,
promosi wisata halal, dan lain sebagainya.
Ketiga, kriteria lingkungan, sub-kriteria dalam kategori
ini yaitu kemanan wisatawan, kebebasan dalam pakaian
muslim, kedatangan wisatawan, iklim yang mendukung
inovasi dan moderenisasi objek wisata, dan keberlanjutan
lingkungan dalam meminimalisir sampah, serta kebersihan
lingkungan.
Keempat, kriteria layanan, merupakan kriteria yang paling
penting dalam indeks penilaian ini, untuk menarik dan
mempertahankan pertumbuhan wisatawan muslim, fasilitas
khusus bagi kebutuhan wisatawan muslim harus terpenuhi.
Adapun fasilitas pelayanan yang dimaksud yaitu: makanan
minuman halal dan tempat ibadah, hotel, dan pengalaman unik
yang menunjukkan sejarah, budaya atau aktivitas keagamaan
Islam.30
C. Kerangka Berpikir
Komunikasi partisipatif adalah bentuk komunikasi pada
suatu kegiatan yang berdasarkan kepada keterlibatan
masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Tahapan
komunikasi partisipatif diawali dengan penggalian ide,

30
Mastercard-Crescentrating, “Global Muslim Travel Index 2022 Report.”
61

perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dan pengawasan.31


Arah pendekatan komunikasi partisipatif merupakan wujud dari
model komunikasi konvergensi yang menggambarkan
komunikasi komunikasi berlangsung secara berputar (siklus)
dan interaktif. Tidak ada perbedaan yang dibuat antara sumber
dan penerima, antara pesan dan umpan balik. Dengan kata lain,
para peserta dalam proses komunikasi dipandang memiliki
posisi yang sama atau setara.
Komunikasi partisipatif Pada penelitian ini penulis mencoba
mengenalisis pengembangan wisata halal di Provinsi Banten
melalui pendekatan komunikasi partisipatif berdasarkan empat
konsep komunikasi partisipatif menurut Rahim (2004) yang akan
mendorong terbangunnya pemberdayaan, yaitu heteroglasia,
dialogis, poliponi, dan karnaval.32
Heteroglasia pada berlandaskan pada keberagaman latar
belakang anggota komunikasi atau pelaku wisata yang terlibat
pada pengembangan wisata halal Banten. Dialogis, pada konsep
ini berdasarkan pada kegiatan komunikasi transaksional yang
terjadi pada setiap pelaku wisata. Poliponi, pada konsep
berdasakan pada perbedaan-perbedaan pendapat yang terjadi pada
setiap pelaku wisata yang terlibat. Dan karnaval berdasarkan pada
terdapat atau tidaknya kegiatan festival atau perayaan dari yang
diadakan pelaku wisata dalam upaya-upaya pengembangan wisata

31
R Restama Gustar; Hastosaptyadhan, Sumardjo, Dwi Sadono, “Komunikasi
Partisipatif Kelompok Sadar Wisata Dalam Pengelolaan Wisata Gunung Api
Purba Nglanggeran Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,” Jurnal Komunikasi
Pembangunan 14, no. 1 (2016): 65–77.
32
Rahim SA. Participatory Development Communication as a Dialogical
Process.
62

halal Banten.
Komunikasi partisipatif dalam hal ini bertujuan untuk
memberikan dampak positif pada pembangunan daerah dan
perubahan sosial ke arah yang lebih baik melalui pengembangan
wisata halal di provinsi Banten, Oleh sebab itu diperlukannya
kerjasama antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat
dalam pelaksanaannya. Kesadaran wisata halal bagi Masyarakat
dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata halal ini
dapat dilakukan melalui pendekatan komunikasi partisipatif yang
melibatkan unsur masyarakat itu sendiri dalam setiap prosesnya.
63

Masalah penelitian:
- Masyarakat belum memiliki kesadaran
(awareness) dan kepedulian pada labelisasi
halal dalam suatu produk dan aktivitas sehari-
hari.
- Komunikasi dan sosialisasi menganai wisata
halal belum dimaksimalkan

Model Komunikasi Konvergensi

Komunikasi Partisipatif

Heteroglasia Dialogis Poliponi Karnaval

1. Paradigma : Kontruktivisme
2. Pendekatan : Kualitatif Deskriptif
3. Teknik : Observasi, Wawancara,
Studi Pustaka

Terciptanya sadar wisata dan


partisipasi masyarakat dalam
pengembangan wisata halal di
provinsi Banten
BAB III
GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Provinsi Banten


1. Sejarah Singkat Provinsi Banten
Banten pada masalalu merupakan sebuah pusat Pelabuhan
yang ramai, mayarakat dahulu memiliki tingkat kemakmuran
dan kesejahteraan yang baik. Pada tahun 1525-1526 M Sunan
Gunung Jati berhasil menguasai wilayah Banten dan
mendirikan kerajaan Islam dengan pusat pemerintahan yang
terletak di ujung barat Pulau Jawa atau pada saat ini lebih
dikenal dengan Banten Lama. Pada tahun 1552 M, kekuasaan
Banten diserahkan kepada Sultan Maulana Hasanuddin, putra
dari Sunan Gunung Jati. Pada masa kekuasaannya Kesultanan
Banten berhasil mengusai wilayah Lampung karena dianggap
menghasilkan banyak rempah-rempah. Pada tahun 1570-1580
M Sultan Maulana Hasanuddin wafat dan digantikan oleh
Sultan Maulana Yusuf, pada masa pemerintahannya Banten
berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran dan membuat Islam
semakin tersebar luas di Jawa Barat. Banten kemudian
mencapai puncak kejayaannya di tahun 1651-1683 M pada
masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa 1.
Pada abad ke 16 Banten yang terletak di pertengahan pesisir
teluk memiliki lebar sampai dengan 3 mil dan panjang 850
depa, dengan tepi laut kota sepanjang 400 depa dan luas sekitar
10.000 km2. Jumlah penduduknya pada saat itu sekitar 800.000

1
Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam Di Indonesia
(Yogyakarta: Relasi Inti Media, 2017).

64
65

sampai dengan 100.000 orang pada penghujung abad ke 16.


Banten di klaim memiliki luas wilayah yang hampir sama
dengan Amsterdam kuno di Belanda. Kejayaan kesultanan
Banten mulai terlihat pada abad ini. Hal terebut karena Banten
memiliki salah satu pelabuhan besar di Nuantara dan menjadi
tempat perdagangan Internasional yang mempertemukan
pedagang lokal dengan pedangang Eropa. Pelabuhan tersebut
berkembang sangat pesat karena terletak di jalur dagang
Nusantara yang merupakan bagian dari jalur dagang Asia dan
dunia dan terletak diujung pulau Jawa dekat dengan dekat
dengan selat Sunda. Selain itu, potensi alamnya yang berupa
beras dan rempah-rempah lada menjadi penunjang kemajuan
pada sektor ekonomi di wilayah ini. Melihat besarnya potensi
dan peluang pada wilayah ini, VOC ingin mengusai Banten 2.
Sehingga pada tahun 1962-1683 pada pemerintahan ini
terjadinya pelawanan dan peperangan antara kesultanan Banten
dan VOC, yang diakhiri dengan penagkapan Sultan Ageng
Tirtayasa pada tahun 1683. Sejak saat itu kesultanan Banten
berada dibawah kekuasaan monopoli Belanda. Pada tanggal 17
April 1684, terdapat perjanjian dalam Bahasa belanda, Jawa,
dan Melayu yang berisi 10 pasal. Perjanjian inilah yang
mengawali berakhirnya kesultanan Banten. Hingga pada
akhirnya Banten dikuasi oleh Belanda atau VOC selama kurang
lebih 3 Abad lamanya3.

2
Manor Usman, “Meninjau Kembali Sejarah Banten,” Salus Cultura:
Jurnal Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (2021): 105–116.
3
Usman, “Meninjau Kembali Sejarah Banten.”
66

Pada tahun 1926 pemerintah Belanda mengeluarkan


peraturan untuk pembaharuan sistem dengan pembentukan dan
peresmian pemerintahan otonom provinsi untuk pertama
kalinya di provinsi Jawa Barat dengan urat keputusan tanggal 1
Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran
negara) 1926 No 326, 1928, No 27 jo No. 28, 1928 No. 432, dan
1932 No. 507. Banten menjadi salah satu keresidenan yaitu
Bantam Regentschaoppen dalam Provinsi Jawa Barat
(Provincie West Java).
Pasca kemerdekaan dan reformasi pada tanggal 4 Oktober
tahun 2000 berdasarkan keputusan Undang-undang Nomor 23
Tahun terjadinya perubahan sistem politik yang pada akhirnya
terbentuk provinsi Banten yang berdiri sendiri dan terpisah dari
bagian provinsi Jawa Barat.4 Provinsi Banten memiliki visi dan
misi untuk terus mengembangkan daerahnya agar dapat
menjadi provinsi yang maju dan mampu bersaing dengan
provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Adapun Visi pemerintah
provinsi Banten yaitu “Banten yang maju, Mandiri, Sejahtera
Berlandaskan Iman dan Takwa”. Dan Misinya yaitu: 1)
Mewujudkan masyarakat sejahtera yang berakhlak mulia,
berbudaya, sehat, dan cerdas. 2) Mewujudkan perekonomian
yang maju dan berdaya saing secara merata dan berkeadilan. 3)
Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan ligkungan
hidup yang lestari. 4) Mewujudkan penyelenggaraan

4
BPS Provinsi Banten, Pariwisata Banten Dalam Angka Tahun 2019
(Dinas Pariwisata Provinsi Banten, 2019).
67

pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.5


2. Kondisi Geografis
Banten merupakan sebuah provinsi yang terletak di ujung
pulau Jawa bagian barat. Provinsi Banten dahulu adalah bagian
dari Provinsi Jawa Barat, namun pada tahun 2000 Banten
mengalami pemekaran sehingga menjadi Provinsi baru. Hal
tersebut tercantum dalam keputusan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2000 dengan pusat pemerintah atau ibu kota
provinsinya yang berada di Kota Serang.
Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah
dengan ketinggian 0-257,93 meter diatas permukaan laut, serta
memiliki beberapa gunung dengan ketinggian mencapai
2000meter diatas permukaan laut. Provinsi Banten secara
astronomis terletak antara 0057’50” dan 07001’01” Lintang
Selatan, serta 105001’11” dan 106007’12” bujur Timur. Luas
wilayah Banten yaitu 9.662,92 km2 dan panjang garis pantai
mencapai 509 km.
Secara administratif, bagian barat provinsi Banten
berbatasan dengan Selat Sunda, bagian selatan berbatasan
dengan Selat Hindia, bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa,
dan bagian timur berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan
DKI Jakarta.
Kondisi topologi di Banten beraneka ragam berupa dataran,
lereng perbukitan dan pantai. Banten memiliki wilayah laut
yang potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu

5
Bantenprov.go.id, “Profil Provinsi,” accessed August 18, 2023,
https://bantenprov.go.id/profil-provinsi/sejarah-banten.
68

lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang
menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan
Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Disamping itu Banten merupakan jalur penghubung anatara
Jawa dan Sumatera. Wilayah Banten terutama daerah
Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan
Kota Tangerang Selatan) menjadi wilayah penyangga Jakarta
sebagai Ibu Kota Negara.6
Tabel 3.1 Luas Wilayah dan Jumlah
Kecamatan/Kelurahan Menurut Kabupaten dan Kota Di
Provinsi Banten Tahun 2022
Kabupaten/Kota Luas Area (km2) Kecamatan Kelurahan
Kab. Pandeglang 2.771,414 35 339
Kab. Lebak 3.312,180 28 345
Kab. Tangerang 1.027,757 29 274
Kab. Serang 1.469,908 29 326
Kota Tangerang 178,347 13 104
Kota Cilegon 162,514 8 43
Kota Serang 265,787 6 67
Kota Tangsel 164,860 7 54
Banten 9.352,767 155 1552
Sumber: BPS Provinsi Banten 2023
Merujuk pada tabel 3.1 Banten memiliki empat kabupaten
dan empat kota yaitu: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang, Kota
Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan kota Tangerang
Selatan. Dari seluruh kabupaten/kota terbagi menjadi 155
kecamatan dan 1552 desa/kelurahan. Kabupaten Lebak
merupakan wilayah terluas di Banten yaitu sebesar 35,41 persen

6
Bantenprov.go.id, “Profil Provinsi.”
69

dari seluruh total luas wilayah provinsi. Sebaliknya Kota


Cilegon merupakan wilayah terkecil di Banten dengan luas
wilayah sebesar 1,74 persen dari luas wilayah provinsi.
Selanjutnya berdasarkan data dari BPS Provinsi Banten
tahun 2023, terdapat sebanyak 138 situ/waduk/danau/rawa
dengan 222 sungai yang melintasinya, serta 81 pulau yang
tersebar di wilayah Bnaten. Kurang lebih dari 80 persen
situ/waduk/danau/rawa berada di wilayah kabupaten, dengan
jumlah terbanyak di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang.
Lebih lanjut, wilayah yang dilintasi oleh sungai terbanyak
adalah Kabupaten Pandeglang yang mencapai 96 aliran,
kemudian disusul dengan Kabupaten Lebak sebanyak 38 aliran
Sungai.7
Tabel 3.2 Jumlah Sungai, dan Situ/Waduk dirinci menurut
Kabupaten/Kota di Banten Tahun 2022
Kabupaten/Kota Sungai Situ/Waduk/ Pulau
Danau/Rawa
Kab. Pandeglang 96 24 51
Kab. Lebak 38 27 5
Kab. Tangerang 10 26 1
Kab. Serang 25 39 19
Kota Tangerang 3 9 -
Kota Cilegon 30 - 5
Kota Serang 17 4 -
Kota Tangerang Selatan 3 9 -
Banten 222 138 81
Sumber: BPS Provinsi Banten 2023

7
Badan Pusat Statistik Banten, Provinsi Banten Dalam Angka 2023
(Laporan Statistik, Badan Pusat Statistik, 2023),
https://banten.bps.go.id/publication/2023/02/28/482ee839483674f34dd96faf/pr
ovinsi-banten-dalam-angka-2023.html.
70

3. Gambaran dan Analisis Kependudukan


Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2022, jumlah
penduduk Provinsi Banten mencapai 12,2 juta jiwa yang terdiri
6,24 juta jiwa penduduk laki-laki dan 6,01 juta jiwa penduduk
perempuan sesui hasil proyeksi interim 2020-2023
(pertengahan tahun/juni). Sementara itu, laju pertumbahan
penduduk pertahun 2020-2022 di provinsi Banten adalah
sebesar 1,66 persen.
Jika merujuk pada data tahun 2022, dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlah penduduk
perempuan yaitu sebesar 50,9 persen penduduk laki-laki, dan
sebesar 49,06 persen jumlah penduduk perempuan di provinsi
Banten. Rasio jenis kelamin penduduk Banten sebesar 104.
Dengan kata lain, terdapat 104 orang laki-laki per 100 orang
perempuan di provinsi Banten pada tahun 2022.
Kepadatan penduduk di provinsi Banten tahun 2022
mencapai 1.310 jiwa/km. Kepadatan penduduk di delapan
kabupaten/kota cukup beragam dengan kepadatan penduduk
tertinggi terletak di Kota Tangerang dengan kepadatan sebesar
10.825 jiwa/km2 dan terendah di kabupaten Lebak sebesar 433
jiwa/km. Adapun Jumlah penduduk berdasarkan setiap
wilayahnya adalah sebagai berikut:8

8
Banten, Provinsi Banten Dalam Angka 2023.
71

Tabel 3.3 Jumlah Populasi Penduduk Berdasarkan


Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2023
Kabupaten/Kota Populasi Kepadatan
Penduduk Penduduk per km
Kab. Pandeglang 1 307 090 472
Kab. Lebak 1 433 853 433
Kab. Tangerang 3 352 472 3 263
Kab. Serang 1 678 915 1 142
Kota Tangerang 1 930 556 10 825
Kota Cilegon 450 271 2 771
Kota Serang 720 362 2 710
Kota T. Selatan 1 378 466 8 361
Banten 12 251 985 1 310
Sumber: BPS Provinsi Banten 2023
Sakernas 2022 mencatat bahwa terdapat 6,46 juta jiwa atau
52,75 persen penduduk Banten tergolong sebagai Angkatan
kerja. Dari Angkatan kerja tersebut, 5,94 juta jiwa atau 91,91
persen bekerja, dan sisanya yaitu sebanyak 8,09 persen
merupakan pengangguran. Atau dengan kata lain, satu dari
sepuluh orang Angkatan kerja di provinsi Banten tahun 2022
tergolong sebagai pengangguran. Jika dilihat berdasarkan
sebaran kabupaten/kota, kota Serang memiliki tingkat
pengangguran terbuka paling tinggi yaitu mencapai 10,61
persen. Sebagian besar dari penduduk yang bekerja merupakan
lulusan Sekolah Menengah Atas, yaitu
sebanyak 2.072.684 orang (34,89 persen) dan lulusan
Perguruan Tinggi sebanyak 851.588 orang (14,34 persen).
Sementara itu, menurut lapangan pekerjaan utamanya, industri
Pengolahan memiliki pekerja terbanyak yaitu sebanyak
1.368.588 orang (23,03 persen), diikuti oleh perdangan Besar
72

dan Eceran sebanyak 1.240.325 orang (20,87 persen) dan


pertanian, Kehutanan, Perikanan sebanyak 670.880 orang
(11,30 persen).9
B. Gambaran Umum Pariwisata Provinsi Banten
1. Kondisi Pariwisata Banten
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pariwisata,
sepanjang tahun 2022 terdapat 60,82 juta wisatawan yang
mengunjungi lokasi wisata di Banten, yang terdiri dari 60,51
juta wisatawan domestik, dan 0,30 juta wisatawan
mancanegara. Kunjungan wisatawan ini meningkat 5 kali lipat
atau 471 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat dikaitkan
dengan perkembangan kasus covid 19 yang semakin mereda di
tahun 2022 dan Indonesia telah memasuki fase pemulihan
ekonomi pasca covid 19. Berikut merupakan tabel jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik yang
berkunjung ke provinsi Banten diurutkan dari tahun 2018-2022:
Tabel 3.4 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik di
Provinsi Banten 2018-2022
Tahun Wisatawan Jumlah
Mancanegara Domestik
2018 327 003 17 982 140 18 309 143
2019 311 131 19 353 727 19 664 858
2020 37 946 22 348 023 22 421 969
2021 185 759 10 457 707 10 643 466
2022 305 739 60 511 652 60 817 391
Sumber: BPS Provinsi Banten 2023
Pada tahun 2022 terdapat 156 hotel berbintang di provinsi
Banten yang menyediakan sebanyak 114.145 kamar dan 20.489

9
Banten, Provinsi Banten Dalam Angka 2023.
73

tempat tidur. Sementara itu, jumlah hotel non berbintang dan


akomodasi lainnya di provinsi Banten pada tahun 2022 adalah
sebanyak 362 tempat yang menyediakan 7.418 kamar dan
10.196 tempat tidur. Hotel tersebut digunakan oleh tamu asing
maupun tamu domestic dengan rata-rata lama menginap selama
1,96 hari untuk tamu asing dan 1,32 hari untuk tamu domestik.
Sementara itu tingkat penghunian kamar hotel selama tahun
2022 adalah 51,30 persen untuk hotel berbintang dan 15,85
persen untuk hotel non berbintang.
2. Daya Tarik Pariwisata Banten
Banten merupakan wilayah penyangga antara pulau Jawa
dan Sumatra yang memiliki potensi wisata yang besar. Terdapat
banyak daya tarik wisata Banten yang dapat dikembangkan dan
dikelola untuk menarik minat wisatawan. Jenis wisata Banten
umumnya banyak dijumpai pada objek wisata bahari, hal ini
disebabkan karena kondisi letak Banten yang berada di ujung
pulau Jawa, dimana Banten memiliki garis pantai yang
menjuntai dengan jarak yang cukup luas yaitu sepanjang 509
km.
Selain itu Banten juga memiliki warisan budaya yang kuat
secara historis dari sejarah berdirinya wilayah ini. Warisan
budaya tersebut merupakan peninggalan-peninggalan berupa
benda, situs, makam, masjid, dan cagar budaya lainnya pada
masa penjajahan dan kejayaan kerajaan islam di Banten. Banten
juga memiliki kekayaan dan kekhasan budaya yang beraneka
ragam seperti: seni bela diri pencak silat, debus, rudad, umbruk,
tari saman, tari topeng, tari cakek, dog-dog, palingtung, dan
74

lojor. Kemudian terdapat juga Suku Baduy yang merupakan


suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi budayanya.
Suku Baduy tidak mengadaptasi dan melarang adanya budaya-
budaya modern yang masuk kedalam kehidupannya, sehingga
hal ini membuat Suku Baduy masih terjaga keaslian tradisi daa
budayanya.
Secara umum daya tarik wisata Banten terbagi menjadi
beberapa jenis objek wisata diantaranya yaitu: wisata alam,
wisata buatan, wisata budaya, wisata religi, serta wsisata minat
khusus. Objek wisata Banten di dominasi oleh wisata alamnya,
khususnya wisata bahari yang berada di wilayah kabupaten
Pandeglang, Lebak, dan Serang. Kemudian jenis wisata yang
mendominasi setelah wisata alam di Banten yaitu wisata religi,
yang dimana hal ini disebabkan karena Banten telah melekat
dengan sejarah penyebaran agama Islam pada masa kesultanan
Banten. Hal ini menjadi peluang besar bagi Banten untuk terus
mengembangkan pariwisatanya, khususnya dalam
pengembangan pariwisata halal yang dapat menjadi jenis wisata
baru di Banten.
Menurut Laporan Pariwisata Banten Dalam Angka Tahun
2019, seluruh obyek wisata yang tersebar di setiap wilayah
Banten yaitu sebanyak 572. Adapun jumlah tersebut terbagi
dalam beberapa kategori jenis obyek wisata yaitu: 279 wisata
alam, 110 wisata religi, 61 wisata buatan, 49 wisata minat
budaya, 48 wisata minat khusus, dan 25 wisata lainnya.10

10
Banten, Pariwisata Banten Dalam Angka Tahun 2019.
75

Tabel 3.5 Jumlah Objek Wisata Menurut Jenis Wisata di


Provinsi Banten

Kab. Pandeglang

Kota Tangerang
Kab. Tangerang

Kota Tangsel
Kota Cilegon
Jenis Wisata

Kota Serang
Kab. Serang
Kab. Lebak

Total
Wisata Alam 115 20 39 80 5 6 14 0 279
Wisata 15 2 6 5 11 2 1 19 61
Buatan
Wisata 42 3 1 0 0 0 2 1 49
Budaya
Wisata Religi 87 2 3 4 0 1 0 13 110
Minat 10 1 4 9 0 3 18 3 48
Khusus
Lain-lain 2 2 0 3 1 0 0 17 25
Banten 271 30 53 101 17 12 35 53 572
Sumber: Dinas Pariwisata Banten
Untuk melihat lebih detail, berikut merupakan jenis-jenis
wisata yang menjadi daya tarik pariwisata Banten, dapat dilihat
dibawah ini:
1. Wisata Alam
Merujuk pada Tabel 3.4 populasi daya tarik wisata di
banten adalah wisata alam, terdapat 279 wisata alam yang
tersebar di wilayah Banten. Setiap daerah kabupaten /kota
di Banten terdapat wisata alam, kecuali di Kota Tangerang
Selatan karena daerah tersebut berbatasan langsung dengan
Kota Jakarta Selatan, sehingga hampir seluruh lahannya
76

digunakan untuk pemukiman penduduk dan pusat bisnis.


Sebaliknya, daerah kabupaten Pandeglang adalah daerah
yang paling banyak memiliki daya tarik wisata alam.
Objek wisata alam yang paling banyak ditemui di
Banten adalah wisata bahari. Wisata bahari merupakan
suatu kegiatan untuk menghabiskan waktu dengan
menikmati keindahan dan keuinikan wilayah di sepanjang
pesisir pantai, dan juga lautan. Pesona wisata bahari di
Banten memiliki keunggulan tersendiri karena keindahan
pantainya memiliki pasir pantai yang putih, dan juga
terumbu karang yang beragam. Selanjutnya wisata alam
lainnya yang dapat dijumpai yaitu air terjun atau curug dan
juga pemandian air panas, selain itu terdapat juga objek
wisata alam lainnya seperti: goa, hutan, gunung, bukit serta
perkebunan. Adapun wisata alam yang paling popular di
provinsi Banten antara lain yaitu: Tanjung Lesung, Pantai
Sawarna, Gunung Karang, Air Terjun Gunung Putri, Pulau
Peucang, Curug Putri, dan lain-lain.
2. Wisata Buatan
Beralih pada daya tarik wisata buatan di provinsi
Banten, dapat diketahui sebagaimana yang tertera pada tabel
3.4 Banten memiliki total seluruh wisata buatan sebanyak 61
objek wisata. Jumlah tersebut lebih sedikit apabila
dibandingkan dengan wisata alam yang terdapat di daerah
ini. Umumnya wisata buatan yang paling banyak ditemukan
di wilayah Banten seperti: objek wisata kolam renang,
waduk, taman buatan, dan wahana bermain. Wisata jenis ini
77

banyak ditemukan di daerah perkotaan, seperti kota


Tangerang dan kota Tangerang Selatan, sebab pada daerah
perkotaan tidak terdapat adanya wisata alam. Sehingga
dengan demikian wisata buatan menjadi jalan alternatif
untuk meningkatkan pariwisata di masing-masing daerah.
Adapun wisata buatan yang paling popular di provinsi
Banten seperti: Citra raya World of Wonders Theme Park,
Wisata Air Ocean Park Water Adventure, Taman wisata
MBS, Cisadane Walk, Istana Taman Cadas, Jeletreng River
Park, dan lain-lain.
3. Wisata Budaya
Wisata budaya merupakan jenis wisata yang
menawarkan pengalaman berwisata ke tempat-tempat yang
memiliki nilai-nilai budaya dan sejarah. Provinsi Banten
memiliki daya tarik budaya yang kental dengan sejarah
daerahnya. Nilai-nilai sejarah dan latar belakang berdirinya
Banten menjadi warisan sebagai daya tarik wisata budaya
di provinsi ini.
Di kota Serang terdapat situs kesultanan tepatnya
terletak di Kawasan Banten lama yang merupakan salah
satu contoh daya tarik wisata budaya yang selalu ramai
dikunjungi wisatawan dari luar daerah. Kawasan banten
lama dahulu adalah tempat kerajaan pada masa kesultanan
Banten, oleh sebab itu tempat ini memiliki nilai sejarah
terbentuknya provinsi Banten. Terdapat banyak
peninggalan-peninggalan berupa situs-situs, benteng, dan
juga artefak yang dapat ditemukan oleh para wisatawan.
78

Selain itu di kabupaten Lebak terdapat juga wisata


budaya seperti wisata budaya suku adat Baduy, yang
hingga kini masih terus melestarikan dan mempertahankan
nilai dan budaya suku aslinya dalam kehidupannya sehari-
hari. Pada objek wisata ini, wisatawan dapat mengetahui
adat dan tradisi masyarakat Baduy, selain itu wisatawan
juga dapat merasakan pengalaman secara langsung menjadi
bagian dari suku Baduy dengan menginap dan mengikuti
aktivitas kebiasaan orang-orang Baduy.
Kemudian, di Kabupaten Pandeglang terdapat objek
wisata budaya Batu Quran yang terletak di kaki gunung
karang desa Kadu Bumbang, Objek wisata budaya ini
termasuk kedalam budaya religi sebagai tempat pemandian
dan juga ziarah masyarakat setempat maupun luar daerah
karena tempat ini diyakini sebagai tempat penyebaran
Islam oleh Syekh Maulana Mansyur.
C. Peluang Pariwisata Halal Provinsi Banten
Pada penelitian ini penulis mengambil dua destinasi
wisata sebagai objek wisata yang memiliki peluang
dijadikannya pengembangan wisata halal di Banten, kedua
destinasi tersebut yaitu berlokasi di Kesultanan Banten Lama
dan Masjid Raya Al-Azhom Tangerang. Alasan peneliti
memilih dua objek wisata ini karena, tempat tersebut
memiliki daya tarik wisata yang dapat menunjang wisata
halal mulai dari fasilitas sarana dan prasarana pendukung,
sejarah dan budaya, serta kegitan aktivitas wisata yang
mengarah pada budaya Islami.
79

1. Kawasan Kesultanan Banten

Gambar 1 Kawasan Kesultanan Banten

Kawasan kesultanan Banten atau dahulu lebih


dikenal dengan objek wisata Banten Lama merupakan
salah satu wisata religi yang paling popular di Banten.
Pergantian nama pada objek wisata ini dilakukan pasca
revitalisasi oleh pemerintah daerah sebagai suatu harapan
baru untuk mengingat dan membangkitkan kembali
kejayaan pada masa kesultanan Banten di kawasan ini.
Lokasi wisata kawasan kesultanan Banten atau kini
biasa disebut KSB oleh Masyarakat sekitar berada di
Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Akses transportasi
pada kawasan Kesultanan Banten dapat dijangkau melaui
jalur udara, darat, dan laut dengan jarak tempuh yang
relatif dekat. Akses melalui jalur udara dapat dilakukan
dari kedatangan di Bandara Internasional Soekarno Hatta
Tangerang, kemudian dapat diteruskan melalui jalur darat
dengan jarak tempuh sekitar kurang lebih 84 Km dari
bandara menuju kawasan Kesultanan Banten, atau sekitar
80

1 Jam 30 Menit. Akses melalui jalur laut dapat dilakukan


melalui keberangkatan tujuan Pelabuhan Merak, dan
diteruskan melaui jalur darat dengan jarak tempuh 37 Km
atau sekitar 48 menit.
Kawasan kesultanan Banten menjadi salah satu
ikon destinasi wisata religi yang cukup popular di
kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Latar
belakang sejarah kesultanan Banten yang dahulu
merupakan kerajaan megah dan makmur menjadikan
objek wisata ini dikenal oleh masyarakat luar wilayah
Banten. Terdapat beberapa tempat cagar budaya yang
dapat dikunjungi wisatawan di sekitar objek wisata,
diantaranya yaitu: Masjid Agung Banten, Keraton
Surosowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, Vihara
Avalokitesvara, dan Museum Situs Kepurbakalaan.
Objek wisata KSB selalu ramai dikunjungi oleh
wisatawan lokal baik dari dalam maupun luar daerah
Banten, khususnya wisatawan muslim yang ingin
berziarah ke makam-makam keluarga kesultanan Banten.
Pengunjung dapat berziarah sambil berlibur dan
menikmati pemandangan cagar budaya yang masih tersisa
pada masa kesultanan Banten.
81

2. Masjid Raya Al Azhom Kota Tangerang

Gambar 2 Masjid Al-Azhom

Masjid Raya Al Azhom merupakan masjid terbesar


di Kota Tangerang. Peletakan batu pertama pada
pembangunan masjid ini dilakukan oleh walikota
Tangerang pada tanggal 07 Juli 1997 oleh Bapak Drs. H.
Djakaria Machmud dan diresmikan oleh Bapak Menteri
Agama RI Prof. Dr. H Said Agil Husain Al Munawar, MA
pada Tanggal 28 Februari 2003. Masjid ini terletak di
pusat pemerintahan kota Tangerang di Jalan Satria
Sudirman. Masjid ini memiliki ciri khas lima kubah besar
serta empat menara. Saat ini masjid Al-Azhom menjadi
ikon wisata religi kota Tangerang. Dimasjid ini seringkali
diadakan festival keislaman setiap tahunnya.
82

Gambar 3 Galeri Islam Al-Azhom

Salah satu fasilitas yang terdapat di Masjid Al-


Azhom yaitu Galeri Islami. Galeri ini menyajikan
beragam bingkai dan gambar yang berisi dan
menginformasikan tentang sejarah-sejarah Islam. Selain
itu terdapat juga ukiran-ukiran kaligarafi yang berisi
Asmaul Husna di sekeliling sudut galeri. Galeri Islam Al-
Azhom juga menyediakan buku-buku tentang
pengetahuan Islam, sehingga pengunjung yang dating
dapat menikmati visualisasi beragam pajangan bingkai
mengenai Sejarah islam sekaligus membaca buku-buku
yang tersedia pada galeri tersebut. Galeri ini juga
memiliki area yang terpisah antara pria dan Wanita. Area
Wanita berada di sisi kiri lantai dua masjid, sedangkan
area pria berada di sisi kanan lantai dua area masjid.
83

D. Profil Informan Penelitian


Peneliti mewawancarai informan yang terpilih sesuai
dengan kriteria untuk mendapatkan data penelitian yang
lengkap. Informan dalam penelitian ini terbagi dua yaitu key
informan sebanyak dua orang daninforman pendukung
sebanyak lima orang, dengan jumlah total sebanyak tujuh
orang informan. Peneliti dalam melakukan wawancara
menggunakan alat bantu voice recorder yang ada di
smartphone dan juga alat tulis untuk mencatat hal-hal
penting yang diungkapkan informan.
Tabel 3.6 Identitas Informan
No Nama Informan Keterangan
1 Tb. Ence Fahrurozi Key Informan
2 Endah Kurniawati Key Informan
3 Basuni Key Informan
4 Idam Key Informan
5 Ahmad Hidayat Informan Pendukung
6 Rodani Informan Pendukung

1. Informan 1 : Tb. Ence Fahrurozi


Key informan yang pertama adalah Pak Tb. Ence
Fahrurozi. Beliau mememiliki tugas dan tanggung jawab
dalam perencanaan dan pengelolaan destinasi wisata di
provinsi Banten. Beliau menjabat sebagai Sekretaris Dinas
Pariwisata Provinsi Banten sejak tahun 2020 yang
sebelumnya, beliau pernah menjabat sebagai Kepala Dinas
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)
Provinsi Banten.
84

2. Informan 2 : Endah Kurniawati


Informan kedua yaitu Endah Kurniawati, beliau menjabat
sebagai bagian Kasubag Umum dan Kepegawaian. Tugas
yang diembannya lebih kepada urusan internal dinas dan
kepegawaian. Selain itu beliau juga sebagai sekretaris
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten. Beliau
membantu setiap kegiatan dan perjalanan dinas yang
dilakukan oleh kepala dinas. Sebelum menjabat pada
bagian ini, beliau juga pernah bertugas pada sub bagian
pemasaran produk pariwisata sehingga beliau memiliki
cukup pengalaman dan pengetahuan mengenai kondisi dan
juga perkembangan pariwisata di provinsi Banten.
3. Informan 3 : Basuni
Informan ketiga yaitu Basuni, beliau merupakan ketua
koordinator Satgas Kawasan Banten Lama yang berada
dibawah naungan Dinas PUPR Provinsi Banten. Tugas
beliau yaitu mengatur pengelolaan tata tertib dan tata letak
serta mengawasi segala bentuk aktivitas di kawasan Banten
Lama. Beliau bertugas sejak bulan januari, setelah
peralihan pengelolaan kawasan Banten lama yang semula
di kelola oleh Dinas Perkim (Perumahan dan Pemukiman).
Selain itu beliau juga merupakan Ketua Umum Lembaga
Peduli Banten Lama (LPBL), yang dimana fokus pada
komunitas lembaga ini yaitu pelestarian kawasan Banten
Lama.
4. Informan 4 : Idam
Informan keempat yaitu Idam, beliau merupakan pengurus
85

DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) Al-Ahzom Kota


Tangerang. Beliau memiliki tugas dalam mengatur segala
kegiatan dan aktivitas di Masjid Al-Azhom, mulai dari
jadwal ibadah sholat, pengajian, dan kegiatan lainnya.
Beliau bertugas mengkoordinir dan mengorganisir segala
sumber daya yang dimiliki masjid termasuk sumberdaya
jamaah, karyawan masjid, dan juga pengurus DKM masjid
itu sendiri.
5. Informan 5: Ahmad Hidayat
Informan kelima yaitu Ahmad Hidayat, beliau merupakan
ketua LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) UIN Banten. beliau
memiliki tugas dalam mengawasi setiap kegiatan dalam
pelaksanaan layanan sertifikasi halal dan implementasi
jaminan produk halal di LPH UIN Banten. Beliau juga
merupakan seorang akademisi yang menjabat sebagai
ketua prodi magister program studi hukum keluarga di UIN
Sultan Maulana Hasunuddin Banten.
6. Informan 6 : Rodani
Informan keenam yaitu Rodani, beliau merupakan Direktur
LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan,
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Provinsi Banten.
Tugasnya yaitu mengkoordinasikan dan
mengorganisasikan seluruh penyelenggaraan lembaga
LPPOM MUI dalam menjalankan fungsinya sebagai
lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji,
menganalis dan memutuskan kehalalan suatu produk-
produk konsumtif
86

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan memaparkan temuan hasil


penelitian yang didapatkan di lapangan berupa hasil dari
wawancara penelitii dengan narasumber dan pengambilan data
dari objek penelitian. Penelitian ini dilakukan pada beberapa pihak
pelaku pariwisata halal di Provinsi Banten yang diantaranya:
pemerintah daerah, pengelola objek wisata, dan komunitas
Masyarakat.
Pengambilan informasi pada pemerintah daerah yaitu
dilakukan pada Dinas Pariwisata Provinsi Banten dan MUI
Provinsi Banten. Kegiatan wawancara ditunjukan kepada Bapak
Ence Fahrurozi selaku Sekertaris Dinas Pariwisata Provinsi
Banten, Ibu Endah Kurniawati selaku Kasubag Umum, dan Bapak
Rodani selaku Ketua Direktur LPPOM MUI Provinsi Banten.
Selanjutnya, pengambilan data pada pihak komunitas yaitu
dilakukan dengan mewawancarai Bapak Ahmad Hidayat selaku
Lembaga Pendamping Halal UIN Banten. Dan pengambilan
informasi pada destinasi wisata dilakukan oleh Bapak Basuni
selaku pengelola objek wisata Kawasan Kesultanan Banten, dan
Bapak Idam selaku DKM Masjid Raya Al-Azhom.
A. Komunikasi Partisipatif Fasilitator dan Partisipan
dalam Pengembangan Pariwisata Halal Provinsi Banten
1. Komunikasi Partisipatif Dinas Pariwisata Provinsi
Banten
Komunikasi yang dilakukan dalam pengembangan
wisata halal di Provinsi Banten melibatkan banyak pihak
87

diantaranya yaitu Dinas Pariwisata Provinsi Banten, MUI,


LPH (Lembaga Pendamping Halal), pengelola destinasi
wisata, hingga masyarakat umum. Dinas Pariwisata Provinsi
Banten dalam hal ini sebagai pihak fasilitator yang memiliki
kewenangan dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata
belum memiliki konsep mengenai wisata halal. Namun
demikian, perencanaan dan persiapan untuk pengembangan
wisata halal di Banten telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata
Provinsi Banten. Proses-proses perencanaan pengembangan
wisata halal dilakukan melalui beberapa kegiatan
komunikasi seperti rapat kerja, fasilitas sertifikasi halal, dan
melakukan forum dialog.
“Untuk kebijakan de facto, kita tentu menunggu
kebiijakan dari pusat dulu, karena sebagai yang
memiliki hak kebijakan strategis. Setelah pusat, provinsi
kemudian kabupaten dan kota harus ada dasarnya tetap
dari sana. Tapi kalau untuk strategi, bukan de facto
kebijakan secara tertulis wisata halal sudah kita jalankan
dari dua tahun yang lalu.” (Wawancara dengan Endah
Kurniawati pada Tanggal 16 Maret 2023).

Wisata halal Banten telah diupayakan proses


pengembangannya dengan melakukan perencaanaan dan
kerjasama antara setiap pihak yang terlibat. Dalam
perencanaannya, Dinas Pariwisata Provinsi Banten
melakukan rapat koordinasi dan kerjasama dengan OPD
(Organisasi Prangkat Daerah) Provinsi Banten khususnya
dengan MUI selaku Lembaga yang berwenang dalam
mengeluarkan fatwa halal. Adapun beberapa bentuk
partisipasi yang dilakukan dinas Pariwisata dalam upaya
88

pengembangan wisata halal di Provinsi Banten diantaranya


yaitu:
a. Menyelenggarakan Forum Dialog Mengenai Destinasi
Wisata Halal
Dinas Pariwisata Provinsi Banten dalam hal ini
sebagai fasilitator dari pihak pemerintahan ikut serta
berpartisipasi dengan menyelenggarakan forum dialog
dengan tema Banten Menuju Destinasi Wisata Halal
Dunia. Forum dialog ini bertujuan untuk mendapatkan
berbagai masukan dan strategi dari banyak pihak. Pada
penyelenggaraan forum dialog ini mengundang dan
melibatkan beberapa kalangan baik dari pemerintah
pusat, akademisi, hingga lembaga swasta.
“Kita sudah mulai bersiap-siap untuk pengembangan
destinasi wisata halal dalam beberapa hal, tapi
bentuknya masih dalam rapat koordinasi dengan
beberapa OPD dan stakeholder, waktu dua tahun lalu
kita pernah mengadakan forum diskusi di Baduy
Outbond, mengenai pengembangan wisata halal di
Banten. Target dari pak wakil gubernur, Banten
diharapkan bisa mendapatkan 10 besar daerah
dengan destinasi halal.” (Wawancara dengan Endah
Kurniawati pada Tanggal 16 Maret 2023).
89

Gambar 4 Forum Dialog

Adapun pihak-pihak yang hadir dan ikut terlibat


dalam forum ini diantarnya yaitu: Ketua Dewan Pembina
Insan Pariwisata Indonesia, OPD (Organisasi Perangkat
Daerah) provinsi Banten. Ketua Komisi III DPRD
Banten, Ketua MUI Banten, Rektor Universitas Sultan
Agung Tirtayasa, Ketua Harian PHRI Provinsi Banten,
Direktur Utama PT Banten West Java Tourism
Development, dan Founder CEO Gaido Group.
b. Melakukan Penyelenggaraan Sertifikasi Halal Usaha Jasa
Pariwisata
Dinas Pariwisata Provinsi Banten saat ini lebih
memfokuskan pada bidang usaha dan para pelaku
UMKM agar produk yang dipasarkan di kawasan objek
wisata memiliki sertifikasi halal. Dalam hal ini Dinas
Pariwisata Banten melakukan kerjasama dengan beberapa
pihak terkait untuk dapat memberikan fasilitas sertifikasi
halal bagi para UMKM yang berada dibawah binaan
90

Dinas Pariwisata Banten.


“Dibidiknya dalam bidang usaha, berarti kita kan
fokusnya ke sertifikasi halal, dan sudah masuk ke
program kita. Sudah berjalan 2-3 tahun ini untuk
memfasilitasi sertifikasi halal, tahun kemarin kita
sudah memfasilitasi lima atau enam umkm untuk
sertifikasi halal” (Wawancara dengan Endah
Kurniawati pada Tanggal 16 Maret 2023).

Program sertfikasi halal bagi pelaku UMKM ini telah


berjalan selama kurang lebih 2 sampai dengan 3 tahun.
Pada tahun lalu, dinas Parwisata Banten telah membantu
dan memfasilitasi penerebitan sertifikat halal kepada lima
atau 6 pelaku UMKM. Program pendampingan sertfikasi
halal bagi para pelaku usaha bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan konsumen atau wisatawan
dalam penjualan produk UMKM yang berada di sekitar
destinasi wisata Banten.
“Waktu itu kami bekoordinasi dengan Dinas
Pariwisata kabupaten/kota se-provinsi Banten,
kementerian pariwisata pusat dan juga SUCOFINDO
Persero, dengan tujuan meningkatkan kualitas dan
juga pelayanan usaha jasa pariwisata yang ada di
wilayah Banten dan juga sebagai bentuk dukungan
terhadap pak wagub yang menargetkan Banten
menjadi 10 besar pariwisata halal di Indonesia”
(Wawancara dengan Endah Kurniawati pada Tanggal
16 Maret 2023,).
91

Gambar 5 Rapat Koordinasi

Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ini


yaitu pelaku usaha UMKM, Dinas Pariwisata Kabupaten dan
Kota se-provinsi Banten, Kementerian Pariwisata, dan
SUCOFINDO Persero. Pendampingan sertfikasi halal
bekerjasama degan lembaga SUCOFINDO Persero, lembaga
tersebut yang membantu pelaku UMKM untuk mendapatkan
sertifikat halal pada produk UMKM yang dipasarkan.
2. Komunikasi Partisipatif LPPOM MUI Provinsi Banten dan
Lembaga Pendamping Halal (LPH) UIN Banten
LPPOM MUI sebagai lembaga pemerintahan yang
berfokus pada percepatan sertifikasi produk halal memiliki
peran dalam mewujudkan pengembangan wisata halal di
Provinsi Banten, khususnya pada indikator pelayanan.
LPPOM MUI melakukan pendampingan sertifikat halal bagi
para pelaku UMKM di wilayah Banten.
“Kalau kita sih bukan objek wisatanya ya, tapi fokusnya
ke produk wisatanya. Kalau misalnya sudah ada
destinasi yang digagas untuk dijadikan wisata halal
92

misalnya di caringin, lalu peran LPH dan MUI itu dari


produk wisatanya, contoh makanan di destinasi tersebut
harus sudah dipastikan halal” (Wawancara dengan
Rodani pada Tanggal 21 Maret 2023).

LPPOM MUI Provinsi Banten berfokus pada produk


wisata yang dapat dikonsumsi seperti makanan, minuman,
obat-obatan dan juga produk fashion. LPPOM membantu
para pelaku usaha pariwisata untuk dapat memiliki sertifikat
halal pada produk yang dipasarkannya. Untuk melakukan
penerbitan sertifikat halal pada suatu produk perlu adanya
kerjasama melalui beberapa proses yang dilakukan oleh
pihak lain yang terlibat yaitu: BPJPH (Badan Pendamping
Jaminan Produk Halal), MUI, dan juga LPH.
“Jadi ada tiga Lembaga yeng melakukan penerbitan
sertifikasi halal yaitu BPJPH, MUI, dan LPH. Jadi
masing-masing punya peran yang berbeda-beda dan
saling bekerjasama. LPH itu dibentuk oleh
masyarakat atau pemerintah, yang ingin ikut
berpartisipasi dalam mensukseskan program halal).
Jadi syarat mengajukan sebagai LPH itu melalui
BPJPH harus ada auditor 4 orang yang dari
saintifiknya, yang sudah tersertifikasi, punya
pengurus dan kantor atau tempatnya” (Wawancara
dengan Rodani pada Tanggal 21 Maret 2023).

BPJPH, MUI, dan LPH memiliki tugas dan fungsi yang


berbeda-beda dalam proses pendampingan halal produk,
BPJPH berperan dalam menerbitkan sertifikat halal dan
memeriksa kelengkapan dokumen pelaku usaha pada produk
yang didaftarkan untuk permohonan sertifikasi halal. LPH
berperan dalam memeriksa dan menguji standarisasi halal
produk. MUI berfungsi dalam menetapkan kehalalan produk
93

melalui sidang fatwa halal.


LPPOM MUI Provinsi Banten dan LPH dari berbagai
universitas dan lembaga swasta yang ada di wilayah Banten
saling bekerjasama dalam mensukseskan Banten menjadi 10
besar wisata halal di Indonesia. Salah satu LPH dari lembaga
pendidikan di wilayah Banten yaitu LPH UIN Banten.
Lembaga Pendamping halal ini berasal dari kesadaran pihak
universitas dan para akademisi, untuk turut berperan dan
berpartisipasi aktif yang sama-sama kolaborasi baik antar
dosen, mahasiswa, dan masyarakat Banten yang peduli dan
ingin berpartisipasi dalam program sertifikasi halal produk
UMKM.
Komunikasi yang dilakukan LPH UIN Banten dalam
pengembangan wisata halal Banten juga berfokus pada
program sertfikasi halal produk UMKM. Bentuk partisipasi
yang dilakukan LPH Banten terlihat dari kegiatan-kegiatan
komunikasi dan koordinasi yang solid antar setiap
anggotanya. LPH UIN Banten melakukan komunikasi dan
koordinasi melalui komunikasi tatap muka secara langsung
dan juga komunikasi melalui media online. Kegiatan
komunikasi tatap muka yaitu seperti konsultasi ke kantor
LPH UIN Banten, dan juga menghadiri dan mengikuti event-
event yang memfasilitasi program sertfikasi halal.
Sedangkan untuk komunikasi melalui media online yaitu
melalui group whatsapp LPH UIN, bimtek alur
pendampingan sertfikasi halal, dan sosialisasi digital.
94

a. Melakukan koordinasi dan komunikasi antar pengurus


dan anggota LPH UIN Banten
LPH UIN Banten melakukan koordinasi dan
komunikasi antar anggotanya baik secara langsung
maupun tidak langsung. LPH UIN Banten memberikan
ruang dan tempat bagi setiap anggotanya dari berbagai
kalangan mulai dari mahasiswa, Staff KUA, Guru, dan
juga masyarakat umum lainnya untuk siapa saja yang
ingin berkonsultasi dan berdiskusi di kantor LPH UIN
Banten. Kantor LPH UIN Banten berfungsi sebagai
tempat media komunikasi antara pengurus dan juga
anggota LPH UIN Banten yang ingin berkomunikasi dan
berdiskusi secara langsung mengenai proses
pendampingan produk halal.
“Komunikasinya melalui dua cara ya, offline dan
online, mereka bisa datang langsung ke sekertariat,
dan temen-temen yang sudah terbiasa melakukan
pendampingan, baik dari unsur alumni ataupun
mahasiswa. Yang kedua online kemarin dilakukan
kegiatan dengan BPJPH sekaligus penguatan
kapasitas para pendamping agar lebih siap
melakukan pendampingan pelaku usaha. Selain itu
kita melakukan komunikasi melalalui grup LP3H
yang kita buat”. (Wawancara dengan Ahmad Hidayat
pada Tanggal 15 Juni 2023)

Selain itu komunikasi yang dilakukan antar anggota


dan pengurus LPH UIN Banten juga dilakukan melalui
media sosial whatsapp. Pengurus LPH UIN Banten
membuat grup whatsapp, agar setiap anggota dapat tetap
berkomunikasi, dan saling berbagi informasi dengan
95

mudah melalui media sosial. Anggota pada whatsapp


group yang tergabung berjumlah sebanyak 144 anggota,
yang maing-masing berasal dari berbagai macam
kalangan masyarakat di berbagai wilayah provinsi
Banten.
“Selain itu kita melakukan komunikasi melalalui
grup LP3H yang kita buat. Jadi alhamdulillah LP3H
yang berada di bawah naungan uin semuanya ada di
grup itu, jadi apabila ada yang perlu dikoordinasikan
kami bisa berkomunikasi melalui itu. Agar
silaturahmi jadi erat, dan mereka ada kesiapan untuk
melalukan verval”. (Wawancara dengan Ahmad
Hidayat pada Tanggal 15 Juni 2023)

Gambar 6 Diskusi Grup Whatsapp

Anggota LPH UIN Banten hampir setiap harinya


aktif untuk berbagi informasi baik berupa pesan laporan
atau gambar seputar kegiatan proses pendampingan
pelaku usaha yang dilakukan oleh masing-masing
anggota. Hal ini sebagai bentuk dukungan bagi setiap
96

anggota grup agar termotivasi untuk melakukan


pendampingan sertifikat halal dengan para pelaku usaha.
Anggota yang masih belum memahami atau
memiliki kendala dan masalah terkait proses
pendampingan produk dapat bertanya dan berkomunikasi
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
mendatangi kantor LPH UIN Banten ataupun melalui
grup whatsapp tersebut. Permasalahan yang dihadapi oleh
anggota umumnya terjadi karena adanya hambatan
komunikasi digital pada proses bimbingan teknis yang
dilakukan melalui via Zoom meeting. Contoh hambatan
komunikasi tersebut diantaranya yaitu: 1) Sebagian dari
anggota yang masih belum memahami alur proses
pendampingan sertifikasi produk yang dilakukan melalui
aplikasi Sihalal. 2) Sinyal atau jaringan internet anggota
yang tidak stabil saat penyampaian informasi. 3) dan
hambatan teknis pada alat komunikasi handphone atau
laptop yang digunakan anggota.
b. Melakukan sosialisasi sertifikat halal
Anggota LPH UIN Banten aktif dalam melakukan
sosialisasi sertifikat halal di berbagai kegiatan. Sosialisasi
tersebut dilakukan dengan berabagai macam cara, antara
lain yaitu: 1) Menjemput bola kepada para pelaku
UMKM. 2) Melakukan sosialisasi digital melalui media
sosial 3) Membuka stand atau booth untuk memfasilitasi
sertifikat halal di berbagai event.
“Iya kami melakukan sosialisasi melaui Instagram
97

kami ya, juga kami lakukan kerjasama dengan pihak-


pihak eksternal lainnya pada event-event tertentu.
Disitu kami melakukan sosialisanya. Dan
bekerjasama dengan KUA kabupaten kota di Banten
sosialisasi langsung ke lapangan, sepertii di alun-alun
kota serang, kramatwaatu, dan stadion maulana
yusuf” (Wawancara dengan Ahmad Hidayat pada
Tanggal 15 Juni 2023)

Gambar 7 Sosialisasi Sertifikat Halal

Pertama, menjemput bola para pelaku UMKM.


Anggota LPH UIN Banten melakukan jemput bola
dengan mendatangi secara langsung kepada pelaku
UMKM untuk menwarkan pendampingan sertifikat halal.
Hal ini dilakukan sebab masih kurangnya informasi dan
sosialiasi yang diketahui oleh para pelaku usaha
mengenai adanya program sertfikasi halal gratis yang
difasilitasi oleh pemerintah. Sosialisasi dengan cara
jemput bola ini juga berdampak positif untuk percepatan
jumlah produk UMKM bersertifikat halal.
98

Gambar 8 Sosialiasi Digital

Kedua, melakukan sosialisasi dengan membuat


poster atau flayer digital. LPH UIN Banten membuat
poster atau flyer yang berisikan informasi dan ajakan bagi
para pelaku UMKM agar dapat mendaftarkan produknya
untuk sertfikasi halal. Poster atau flayer digital tersebut
kemudian diunggah ke berbagai media sosial masing-
masing anggota LPH UIN Banten.

Gambar 9 Stand Sertfikasi Halal

Ketiga, membuka stand atau booth pada sebuah


99

event. LPH UIN Banten seringkali ikut berpartisipasi


mensosialisakan sertfikasi halal pada event-event yang
mendukung program sertfikasi halal. Kegiatan sosialisasi
dilakukan dengan membuka stand untuk pelayanan bagi
para pelaku usaha atau UMKM yang ingin mendaftarkan
produknya. Salah satu event yang diikuti oleh LPH UIN
Banten yaitu Pada Festival Rampak Bedug dan Sholawat
2023 di Plaza Aspirasi KP3B Curug Kota Serang.
c. Mengikuti pelatihan Bimtek yang diselenggarakan oleh
BPJPH dan Kementerian Agama.
LPH UIN Banten ikut berpartisipasi pada setiap
pelatihan dan Bimbingan teknis yang diselenggarakan
oleh BPJPH (Badan Pendamping Jaminan Produk Halal)
pusat dari Kementerian Agama. Pelatihan tersebut
bisanya dilakukan secara daring melalui media Zoom
Meeting. Peserta yang ikut bergabung dalam bimtek ini
tidak hanya diikuti oleh LPH UIN Banten melainkan juga
LPH lainnya yang tersebar di setiap wilayah provinsi
Banten.
“Kita juga melakukan pertemuan investigasi oleh
pihak lain sekaligus melakukan pelatihan dan bimtek,
diantaranya difasilitasi oleh anggota DPR RI, MPR
RI, dan BI wilayah Banten. Kita juga bekerjasama
dengan LP3H lain yang ada di beberapa wilayah
Banten seperti LP3H di Tangerang, Pandeglang,
Cilegon” (Wawancara dengan Ahmad Hidayat pada
Tanggal 15 Juni 2023).
100

Gambar 10 Bimtek Pendampingan LPH

Pelaksanaan bimtek tersebut merupakan hasil


koordinasi dan kerjasama yang dilakukan dengan pihak
pemerintahan Banten dan diisi oleh narasumber dari
pihak pemerintahan pusat dalam hal ini BPJPH. Tujuan di
adakanya pelatihan dan bimtek bagi LPH yaitu sebagai
bentuk sosialisasi pemerintah dan penguatan kapstitas
anggota LPH dalam mendampingi setiap pelaku usaha
untuk melakukan sertfikasi halal pada produk yang
dijualnya.
3. Komunikasi Partisipatif Pada Objek Wisata Kawasan
Kesultanan Banten
Kawasan Kesultanan Banten dikelola oleh Satgas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi
Banten. Pengelolaan kawasan Banten Lama sebelumnya
dilakukan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Pemukiman (Perkim), namun sejak bulan Januari
pengelolaan kawasan ini dialihkan kepada Satgas PUPR.
Kawasan Kesultanan Banten merupakan salah satu objek
wisata yang menjadi ikon Banten, sebab kawasan ini
101

memiliki latarbelakang sejarah, dan sisa-sisa peninggalan


dari Kesultanan Banten pada masa kejayaan Islam.
Meskipun Dinas Pariwisata Banten belum menetapkan objek
wisata untuk pengembangan wisata halal, namun kawasan
kesultanan Banten telah direncanakan sebagai salah satu
objek wisata yang akan dijadikan sebagai objek wisata halal
di Provinsi Banten.
Satgas PUPR kawasan kesultanan Banten melakukan
koordinasi dengan melibatkan beberapa pihak, baik dari
pihak pemerintah maupun masyarakat. Keterlibatan antar
pemerintah dan lembaga masyarakat ini dilakukan dengan
tujuan agar terciptanya pengelolaan wisata kawasan
kesultanan Banten yang lebih baik dari segi pelayanan,
lingkungan, dan komunikasi. Adapun kegiatan komunikasi
yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi dengan OPD
Pada pengelolaan kawasan kesultanan Banten Satgas
PUPR Provinsi Banten melakukan komunikasi dan
koordinasi dengan pihak pengelola di kawasan
Kesultanan Banten lainnya. Adapun pihak-pihak yang
terlibat dalam pengelolaan di kawasan kesultanan
Banten antara lain yaitu: Satgas PUPR Provinsi Banten,
Kenadzirah Kesultanan Banten, Badan Pelestarian
Cagar Budaya (BPCB), Dinas Lingkungan Hidup.
“Ya kita melakukan koordinasi dengan dinas PUPR
itu sendiri dan Dinas Lingkungan Hidup, karena
disini juga ada anggota LH, yang diperbantukan
untuk ikut mengelola kebersihan objek wisata ini,
102

kemudian juga ada dari pihak kenadziran yang


khusus sebagai pihak pengurus dan pengelola
ziarah kubur kesultanan Banten. Ada juga dari
pihak BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya)
dibawah naungan kemedikbud biasanya ini untuk
memandu apabila ada kunjungan anak- anak
sekolah” (Wawancara dengan Basuni pada Tanggal
19 Juni 2023)

Setiap pihak yang terlibat pada pengelolaan


kawasan kesultanan banten memiliki peranan masing-
masing antara lain yaitu: 1) Satgas PUPR Provinsi
Banten berperan dalam pengelolaan dan pengawasan
kawasan kesultanan Banten, 2) Kenadziran berperan
dalam pengelolaan ziarah kubur kesultanan Banten 3)
Dinas Lingkungan berperan dalam pengelolaan
kebersihan dan kelestarian kawasan kesultanan Banten
4) Badan Pelestarian Cagar Budaya berperan dalam
pengelolaan dan pelayanan cagar budaya yang terdapat
di sekitar kawasan kesultanan Banten seperti Keraton
Kaibon, Keraton Surosowan, Benteng Speelwijk, Dan
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Satgas PUPR kawasan kesultanan Banten
berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, melalui
kegiatan komunikasi musyawarah dan rapat koordinasi.
Kegiatan komunikasi tersebut biasanya terjadi apabila
ada acara penting atau kegiatan yang berlangsung di
sekitar kawasan kesultanan Banten, terutama pada hari-
hari besar Islam.
“Banten lama ini kan termasuk kedalam kategori
103

wisata religi itu ramainya biasanya kalo di hari-hari


di bulan biasa itu malam jumat, malam minggu, hari
sabtu, minggu, malam senin dan libur nasional. Yang
berkunjung setiap harinya selalu ramai 24 jam,
karena tidak ada batasan waktu berkunjung.
Makanya kami juga sebagai pengurus dan pengelola
dari dinas PUPR melakukan koordinasi, dibagi sift
untuk tugas ada sift malam, dan sift pagi. Disini ada
bulan-bulan tertentu yang pengunjungnya ramai
seperti bulan idul fitri syawal, maulid, bulan roah
menjelang Ramadhan, dan di bulan haji”
(Wawancara dengan Basuni pada Tanggal 19 Juni
2023)

Pengunjung atau wisatawan di kawasan kesultanan


Banten biasanya akan melonjak pada hari-hari dan bulan
bulan tertentu, hal ini disebabkan karena objek wisata
ini merupakan objek wisata religi. Pelonjakan
pengunjung wisata biasanya terjadi pada bulan
Ramadhan bertepatan dengan puasa, Syawal bertepatan
dengan hari raya Idul Fitri, Sya’ban bertepatan dengan
bulan menjelang Ramadhan, Robiul Awal betepatan
dengan maulid Nabi, dan Dzulhijah bertetapan dengan
bulan haji. Sehingga untuk mengantisipasi lonjakan
pengunjung perlu adanya koordinasi dan pembagian
tugas dengan pihak-pihak terkait untuk keamanan dan
kenyamanan para pengunjung.
Selain itu komunikasi yang dilakukan Satgas PUPR
kawasan kesultanan Banten dalam pengembangan
wisata juga dilakukan dengan mengikuti rapat dinas
dengan beberapa OPD lainnya seperti Dinas Pariwisata
Provinsi Banten, Dinas Pemuda Olahraga dan
104

Pariwisata Kota Serang, Dinas Perhubungan, Dinas


Perindustrian dan Perdagangan Koperasi, dan Satpol PP.
Rapat dinas yang diselenggarakan biasanya membahas
mengenai perencanaan pembangunan dan
pengembangan wisata di kawasan kesultanan Banten.
“Biasanya kami melakukan rapat di dinas dengan
semua opd yang memang terkait, seperti dinas
pariwisata, disperindagkop, dishub, satpol pp, dan
dinas pupr itu sendiri, banyak yang memang harus
dilibatkan disini, bukan hanya satu OPD tapi juga
semua yang terlibat”. (Wawancara dengan Basuni
pada Tanggal 19 Juni 2023).

Namun seringkali hasil diskusi dari rapat dinas,


khususnya dengan dinas pariwisata provinsi Banten
yang diadakan tidak ditindaklanjuti dengan
implementasi di lapangan. Sehingga hal ini berdampak
pada pengelolaan dan perkembangan kawasan
kesultanan Banten yang belum terlihat optimal.
“Sejauh ini belum ada tindak lanjut, dan geliatnya
untuk pengelolaan wisata, sebetulnya dari dulu juga
dinas perkim sudah mengajak pada dinas pariwisata
tapi belum kelihatan” Wawancara dengan Basuni
pada Tanggal 19 Juni 2023).

Komunikasi yang dilakukan Satgas PUPR kawasan


kesultanan Banten dalam pengembangan wisata halal
yaitu dengan melakukan rapat koordinasi bersama Bank
Indonesia Kpw Banten. Pada rapat tersebut dilakukan
pembahasan perencanaan mengenai sertifikasi halal
bagi para pelaku UMKM yang berada di kawasan
kesultanan Banten.
105

“Waktu itu saya pernah diundang rapat oleh pihak


BI untuk sertifikasi halal itu untuk pelaku UMKM,
Cuma abis rapat itu, kami tunggu juga, tindak
lanjutnya belum ada, karena sebenarnya sebelum
dilakukan sertifikasi halal itu, pelaku umkm disini
belum mendapatkan tempat yang layak untuk
berjualan.” (Wawancara dengan Basuni pada
Tanggal 19 Juni 2023).

Namun Satgas PUPR kawasan kesultanan Banten


menilai, sebelum dilaksanakannya kegiatan sertifikasi
halal, perlu adanya pembenahan UMKM. Para pelaku
UMKM di objek wisata tersebut belum memiliki tempat
yang layak untuk melakukan penjualan produknya.
b. Membentuk Lembaga Masyarakat Peduli Wisata
Pengembangan wisata di kawasan kesultanan
banten tidak hanya dilakukan oleh OPD saja,
Masyarakat di sekitar objek wisata juga ikut
berpartisipasi dalam pengembangan wisata ini. Terdapat
komunitas dan lembaga yang dibuat oleh masyarakat
sekitar objek wisata, LPBL (Lembaga Peduli Banten
Lama). Lembaga ini dibentuk atas dasar kesadaran dan
kepedulian masyarakat terhadap perkembangan
kawasan kesultanan Banten.
Objek wisata kawaan kesultanan Banten dipandang
oleh LPBL, tidak hanya sebagai tempat wisata religi
saja, melainkan juga sebagai tempat sakral yang
memiliki nilai-nilai keislaman yang kuat didalamnya,
oleh sebab itu LPBL sebagai bagian dari masyarakat
yang sadar akan objek wisata tersebut mendukung
106

kawasan kesultanan Banten untuk dijadikan sebagai


salah satu destinasi halal di Provinsi Banten.
LPBL melihat adanya peluang yang dapat memberi
manfaat bagi masyarakat dari adanya kawasan
kesultanan Banten. Anggota LPBL tergabung dari
beberapa paguyuban pelaku usaha baik dibidang jasa
maupun makanan seperti paguyuban fotografer, bingkai
foto, pedagang air mineral dan pedagang lainnya di
kawasan kesultanan Banten
“LPBL disini sebagai bentuk kepedulian
masyarakat, membantu pemerintah dan merangkul
para umkm, yang ada disini supaya bisa
memanfaatkan kedatangan pengunjung, kita
biasanya melakukan musyawarah untuk
membimbing mereka supaya lebih tertib mentaati
peraturan dan menjaga keamanan, kebersihan, dan
kenyamanan pengunjung di kawasan kesultanan
Banten” (Wawancara dengan Basuni pada Tanggal
19 Juni 2023)

LPBL ikut berpartisipasi dalam pengembangan


objek wisata kawasan kesultanan Banten dengan
melakukan pendekatan kepada para pelaku usaha.
Komunikasi yang dilakukan LPBL biasanya dengan
cara bermusyawah. Upaya LPBL melakukan
pendekatan musyawarah dengan anggotanya memiliki
dampak positif. Hal tersebut terlihat dari perubahan
sikap pelaku usaha yang lebih rapih dan tertib.
4. Komunikasi Partisipatif Pada Objek Wisata Kawasan Masjid
Al-Azhom
Masjid Al-Azhom dikelola oleh pemerintah pusat kota
107

Tangerang. Masjid Al-Azhom tidak hanya dijadikan sebagai


tempat ibadah melainkan juga sebagai tempat wisata religi.
Di sekitar kawasan tersebut terdapat beberapa tempat wisata
yang difasilitasi oleh pemerintah kota Tangerang. Di depan
kawasan masjid terdapat Taman Elektrik, dan disamping
kawasan masjid terdapat berbagai umkm sebagai tempat
wisata kuliner. Tidak hanya itu di dalam kawasan masjid Al-
Azhom itu sendiri juga terdapat Galery Islam dan juga
Taman Bermain Anak yang menjadi daya tarik wisata.
Taman elektrik yang berlokasi bersebelahan dengan
masjid Al-Azhom merupakan objek wisata yang dikelola
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang.
Taman elektrik merupakan taman yang dibuat sebagai ruang
publik yang terbuka untuk masyarakat umum yang ingin
berkunjung. Taman elektrik memilki konsep yang bernuansa
Islami, terdapat ornament pohon elektrik, dan lampu lighting
yang berbentuk Asmaul Husna pada tampak depan taman.
Selain itu terdapat juga rumput sintetik yang dapat dinikmati
pengunjung wisatawan untuk bersantai bersama kerabat
ataupun keluarga. Kemudian, taman ini juga dihiasi dengan
air mancur pada bagian tengah taman.
Di sekitar masjid Al-Azhom terdapat banyak akomodasi
penginapan baik hotel maupun homestay yang disewakan
oleh banyak lembaga swasta. Trasnsportasi di sekitar objek
wisata kawasan masjid Al-Azhom juga banyak tersedia dan
ditemukan untuk melakukan perjalanan ke Masjid Al-
Azhom. Akses perjalanan ke masjid Al-Azhom melalui
108

perjalanan udara dapat ditempuh hanya dengan jarak 10


menit. Dan untuk perjalanan darat apabila ditempuh dari
daerah ibu kota Jakarta berkisar 60 menit. Objek wisata pada
kawasan Masjid Al-Azhom memiliki letak yang strategis,
sehingga masjid ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan.
Kunjungan wisatawan akan melonjak pada akhir pekan dan
hari libur nasional. Jumlah pengunjung yang datang pada
hari-hari tersebut dapat mencapai lebih dari 500 pengunjung
per harinya.
“Sebenaarnya gak ada event pun di hari biasa dan
weekend banyak jamaah yang datang dari luar banten,
karena memang secara letak geografis masjid ini dekat
dengan bandara hanya sekitar 10 menit dari bandara
Soekarna Hatta. Makanya kita jam 3 pagi sudah dibuka
gebang masjid, karena biasanya orang-orang yang ke
bandara transitnya kesini terlebih dahulu untuk sholat
shubuh dan istirahat. Biasanya setiap harinya ada sekitar
500 pengunjung, tapi kalo jumat, sabtu minggu itu lebih
dari 500 pengunjung”. (Wawancara dengan Idam pada
Tanggal 17 Juni 2023).

Komunikasi yang dilakukan pengurus masjid Al-


Azhom dalam hal ini DKM Masjid melalui beberapa
kegiatan diantaranya yaitu dengan berkoodinasi langsung
dengan OPD Kota Tangerang. Koordinasi antara DKM
Masjid dan OPD Kota Tangerang biasanya dilakukan apabila
terdapat penyelenggaraan kegiatan atau program yang telah
direncanakan. Salah satu agenda rutin tahunan yang
diselenggarakan yaitu festival masjid Al-Azhom.
Festival ini diadakan untuk menyambut tahun baru Islam
pada bulan Muharram. Festival masjid Al-Azhom
109

melibatkan banyak pihak dalam penyelenggarannya. Pihak-


pihak yang terlibat dalam agenda ini diantaranya yaitu Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pemuda dan Olahraga
Kota Tangerang, dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja
Masjid Indonesia (BKPRMI). Kegiatan komunikasi
dilakukan dengan mengadakan rapat koordinasi dan juga
berkoordinasi melalui media sosial.
“Disini biasanya kita mengadakan event pada
perayaan hari besar Islam nah dari penyelenggaraan
event tersebut biasanya kita melakukan kerjasama
dengan opd-opd terkait seperti dispar dan dispora”.
(Wawancara dengan Idam pada Tanggal 17 Juni 2023).

Festival Masjid Al-Azhom juga melibatkan masyarakat


dan pelaku UMKM baik pada kategori makanan ataupun
pakaian. Pada peraayaan tersebut terdapat foodcart dan juga
bazzar fashion yang difasilitasi untuk para pelaku UMKM.
Selain itu terdapat juga pameran artefak berupa benda
peninggalan-peninggalan sejarah keisalaman di Indonesia
agar dapat menarik minat wisatawan yang berkunjung
perayaan festival biasanya berlangsung selama kurang lebih
sepuluh hari. Media promosi wisata pada festival masjid Al-
Azhom melalui media sosial Instagram yang dikelola oleh
BKPRMI yang ikut berpartisipasi dari organisasi
masyarakat. BKPMRI membuat akun Instagram festival Al
Azhom Tangerang dengan tujuan mempromosikan kegiatan
festival ini kepada masyarakat yang ingin berkunjung dan
berpartisipasi pada acara ini.
110

B. Dampak Komunikasi Partisipatif dalam Pengembangan


Wisata Halal di Provinsi Banten
Komunikasi partisipatif yang dilakukan antara
pemerintah daerah dan juga lembaga masyarakat Banten
memberikan dampak pada beberapa kelompok masyarakat
seperti pelaku UMKM dan juga Lembaga Pendamping Halal
UIN Banten. Dampak komunikasi yang dirasakan yaitu
keterbukaan informasi dan kesadaran masyarakat mengenai
konsep wisata halal.
Partisipasi yang dilakukan oleh Lembaga Pendamping
Halal UIN Banten dalam pendampingan produk halal bagi
para pelaku UMKM memberikan dampak keterbukaan
informasi dan pemberdayaan baik bagi anggota LPH UIN
Banten maupun bagi para pelaku UMKM di wilayah Banten.
“Banyak ya dampak positifnya walaupun kita fokusnya
lebih ke produk wisata yaitu produk UMKM makanan
dan minuman, salah satu nya kita bisa sama-sama berbagi
informasi dan pengetahuan baru mengenai proses
pendampingan produk halal sehingga kita juga bisa ikut
terlibat dan berperan dalam pengembangan wisata halal
di Provinsi Banten” (Wawancara dengan Ahmad Hidayat
15 Juni 2023)

LPH UIN Banten aktif dalam mengikuti kegiatan-


kegiatan komunikasi seperti seminar sosialisasi wisata halal
dan bimtek pendampingan produk halal. Kegiatan-kegiatan
tersebut meberikan dampak pada keterbukaan informasi serta
pengetahuan baru mengenai wisata dan produk halal.
111

Gambar 11 Rangking 10 Besar Sertifikasi Halal Provinsi

Informasi baru yang di dapatkan oleh para anggota LPH


UIN Banten juga memberikan dampak pemberdayaan
masyarakat khususnya bagi para anggota LPH untuk ikut
terlibat langsung dan mengambil perannya dalam membantu
para UMKM yang ingin mendaftarkan sertifikat halal pada
produknya.
Saat ini Banten telah menduduki peringkat ke-7 dari 33
provinsi yang ada di Indonesia pada percepatan sertifikat
halal. Hal ini tidak lain merupakan hasil dari partisipasi LPH
yang ada di seluruh wilayah Banten. Jumlah UMKM yang
telah memiliki sertifikat halal sebanyak 11.493 terhitung
sampai dengan 23 juni 2023, jumlah tersebut akan terus
bertambah setiap harinya.
Namun di sisi lain komunikasi antar pelaku pariwisata
di Provinsi Banten belum berdampak baik pada destinasi
wisata yang berpotensi pada pengembangan wisata halal
112

dalam hal ini pada objek wisata Kawasan Kesultanan Banten


dan Masjid Al-Azhom. Komunikasi yang dilakukan antar
pelaku wisata belum terintegrasi satu sama lainnya.
Kegiatan komunikasi masih berfokus pada masing-masing
Lembaga atau institusi. Adapun komunikasi yang telah
berlangsung hanya sebatas diskusi dan belum teralisasi
dalam bentuk tindakan.
“Kemarin kita sudah mencoba berkomunikasi dengan
dinas provinsi, tapi mereka juga harus ada komunikasi
dengan pihak yang lain, karena aspek wisata halal itu
kan banyak tidak hanya tempat atau destinasinya saja,
tapi juga transportasi, makanan, hotel dan sarana
pendukung lainnya harus mendukung konsep halal itu.
Jadi sekarang ini baru wacana saja, tapi belum
terkoneksi antara dinas pariwisata, pemerintah daerah,
dinas perindustrian, mui, itu belum terkoneksi”
(Wawancara dengan Rodani pada tanggal 21 Maret
2023).
Belum adanya komunikasi yang terkoneksi antar dinas
dan OPD terkait pengembangan wisata halal. Sedangkan,
untuk mewujudkan wisata halal diperlukannya sinergitas
pada setiap pihak, pelaksanaan pariwisata halal tidak hanya
dapat dilakukan oleh Dinas Pariwisata saja, melainkan juga
OPD terkait sebagai pendukung wisata halal seperti
pemerintah daerah, Disperindagkop, Dishub, Disperkim, dan
lain sebagainya.
Selain itu, komunikasi antar pemerintah daerah pada
pengelolaan destinasi wisata yang berpotensi pada
pengembangan wisata halal seperti kawasan kesultanan
banten dan Masjid Al-Azhom juga belum dilakukan. Hal ini
113

disebabkan belum adanya program dan kebijakan undang-


undang peraturan daerah yang dibuat mengenai wisata halal
di Provinsi Banten.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Komunikasi Partisipatif Fasilitator dan Partisipan


dalam Pengembangan Wisata Halal di Provinsi Banten
Berdasarkan temuan hasil penelitian yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, komunikasi partisipatif dalam
pengembangan wisata halal di Provinsi Banten melibatkan
banyak pihak mulai dari unsur pemerintah Provinsi Banten,
OPD yang terlibat, MUI, pelaku usaha, lembaga masayarakat
hingga masyarakat umum. Dalam hal ini pemerintah sebagai
fasilitator dan masyarakat sebagai partisipan, keduanya tengah
berupaya dalam pengembangan wisata halal di Provinsi Banten.
Penulis menggunakan teori komunikasi partisipatif yang
dikemukakan oleh Rahim suntuk menganalisis Komunikasi
partisipatif dalam pengembangan parwisata halal di Provinsi
Banten. Pendekatan komunikasi partisipatif diidentifikasi
sebagai arah pendekatan komunikasi berbasis masyarakat, yang
bertujuan untuk melibatkan orang- orang dengan cara lebih
antar pribadi untuk menentukan masalah dan solusi yang
dihadapi masyarakat. Rahim mengungkapkan terdapat empat
konsep komunikasi partisipatif yaitu, heteroglasia, dialogis,
poliponi, dan karnaval.1
Komunikasi partisipatif dalam pengembangan wisata halal
provinsi Banten dikaji berdasarkan empat konsep komunikasi
partisipatif yaitu: heteroglasia, dialogis, poliponi, dan karnaval,

1
Rahim SA. 2004. Participatory Development Communication as a Dialogical
Process. In White SA (Ed) Participatory Communication Working for Change
and Development. London: Sage Publication Ltd.

114
115

namun pada realitasnya komunikasi partisipatif dalam


pengembangan wisata halal hanya terjadi pada konsep
heteroglasia, dan dialogis, sedangkan pada konsep poliponi
terjadinya hanya pada LPH UIN Banten.
1. Heteroglasia
Dalam penelitian ini, pengembangan wisata halal di
provinsi Banten mempraktikan konsep komunikasi partisipatif
yang melibatkan banyak pihak dan bekerjasama dengan setiap
unsur pelaku pariwisata, baik dari pemerintah, stakeholder, dan
juga masyarakat. Kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat
membantu terciptanya pengembangan wisata halal yang
mampu berdaya saing dengan objek wisata halal lainnya yang
telah sukses diimplementasikan. Keterlibatan komunikasi
partisipatif secara efektif dari masyarakat menjadi sebuah
dukungan untuk membangun suatu tempat dan berdampak pada
keuntungan pertumbuhan diberbagai bidang.2
Komunikasi partisipatif pada konsep heteroglasia yang
dimaksud yaitu keberagaman latar belakang yang berbeda-beda
baik dari sosial, ekonomi, politik, dan budaya pada setiap orang
yang terlibat dalam kegiatan komunikasi. Heteroglasia pada
penelitian ini terletak pada kelompok sosial dan peran pelaku
wisata yang terlibat dalam pengembangan pariwisata halal di
Provinsi Banten yaitu: pemerintah daerah, kelompok
masyarakat, pengelola objek wisata, dan sektor swasta.
Pemerintah daerah provinsi Banten dalam hal ini Dinas

2
Sukarni, “Peran Komunikasi Partisipatif Masyarakat Dalam Upaya
Memperkenalkan Kampung Inggris Di Desa Pare Kediri Jawa Timur.”
116

pariwisata dan MUI memiliki peranannya masing-masing


dalam pengembangan wisata halal. Dinas pariwisata berperan
dalam membuat kebijakan pengelolaan wisata halal di provinsi
Banten. MUI berperan sebagai lembaga pemerintah yang
memiliki wewenang dalam memberikan fatwa menentukan
arah dan panduan umum mengenai wisata halal harus ikut
terlibat untuk mensertifikasi kehalalan pariwisata dari aspek
penyediaan pangan yang disajikan restoran dan hotel,
ketersediaan tempat ibadah, dan juga travel. LPH sebagai
lembaga masyarakat, berperan dalam berpartisipasi mendukung
kebijakan pemerintah untuk mensosialisakan sertfikasi halal
produk. Dan, pengelola wisata berperan dalam mengkoordinir
seluruh kegiatan-kegiatan wisata. Setiap pelaku wisata
memiliki perannya masing-masing yang berbeda satu sama
lainnya, namun dalam praktiknya seluruh pelaku wisata harus
memiliki persamaan persepsi dan tujuan dalam pengembangan
wisata halal.
2. Dialogis
Selanjutnya komunikasi partisipatif pada konsep dialogis.
Pada pengembangan wisata halal Banten, dialogis terjadi dalam
bentuk forum, rapat koordinasi, seminar, dan pelatihan. Dinas
pariwisata telah melakukan upaya komunikasi dan koordinasi
dengan menyelenggarakan forum dialog untuk perencanaan
pengembangan wisata halal Banten. Forum dialog tersebut
melibatkan pemerintah pusat, civitas akademisi, PHRI, MUI,
dan pelaku bisnis travel.
Aktivitas komunikasi pada pelaksanaan forum dialog
117

Banten menuju wisata halal dunia berlangsung dua arah/ timbal


balik. Artinya komunikasi berlangsung secara buttom up, Dinas
Pariwisata tidak mendominasi pembicaraan, namun juga
mendengar dan mengakomodasi berbagai pendapat dan
masukan dari stakeholder pariwisata lainnya.
Kegiatan rapat yang dilakukan sesuai dengan teori
komunikasi partisipatif dimana pada kegiatannya bertujuan
untuk memfasilitasi dialog diantara pemangku kepentingan
yang berbeda. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian
Wiliam yang mengungkapkan bahwa dialog yang berjalan
efektif berlangsung dengan memberikan edukasi, klarifikasi,
dan merangkul pihak yang bersebrangan pendapat.3
Disamping itu, komunikasi dialogis juga dilakukan oleh
LPH UIN Banten sebagai lembaga pendamping halal pada
kategori makanan dan minuman. LPH UIN Banten dibentuk
atas inisiatif dan kepedulian akademisi akan peluang industri
halal, rutin melakukan komunikasi dialogis melalui media
online pada grup whataspp. Jumlah anggota LPH UIN Banten
yang cukup banyak, dengan berbagai profesi anggota yang
berbeda-beda menjadi alasan pengelola LPH UIN dalam
memanfaatkan media online. Grup whatsapp pada suatu
komunitas atau organisasi memiliki banyak kegunaan
diantaranya yaitu: 1) Efesiensi waktu, ruang dan sumber daya.
2) Memudahkan dalam partisipasi, pemahaman, dan

3
Waluyo Handoko, Adhi Iman Sulaiman, and Andi Ali Said Akbar,
“Komunikasi Partisipatif Dalam Proses Pembagunan Bendungan Matenggeng
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah,” Jurnal Penelitian Komunikasi 17, no. 2
(2014): 141–152.
118

penerimaan pesan. 3) Kepuasan dalam penggunaan grup


whatsapp.4
Kegiatan komunikasi tersebut dilakukan untuk saling
berbagi informasi dan pengetahuan baru, memberikan saran dan
pendapat, serta untuk menyatukan persepsi dan pandangan yang
sama dalam rangka mendukung pengembangan wisata halal
yang dapat diimplemantasikan di provinsi Banten. Dialog yang
terbuka dan penyampaian aspirasi yang rutin dengan
melibatkan setiap pihak dapat memberikan dampak yang baik
dalam pengelolaan wisata.5
Komunikasi dialogis yang dilakukan LPH Banten pada
grup whatsapp tersebut umumnya membahas mengenai
informasi agenda pelatihan atau bimtek dari BPJPH dan Satgas
Halal, sharing hambatan atau masalah yang terjadi dalam proses
pendampingan produk halal, hingga memberikan pesan
dukungan dan motivasi untuk para anggota grup dalam
melakukan sertifikasi halal pada produk UMKM.
3. Poliponi
Keterbukaan informasi antar sesama anggota LPH UIN
Banten merupakan bentuk dari komunikasi partisipatif pada
konsep poliponi. Poliponi merupakan bentuk tertinggi
komunikasi partisipatif yang dimana, setiap anggota yang

4
Muhammad Hamdan Yuwafik, “ISLAM, MEDIA SOSIAL DAN MILENIAL:
Penggunaan Grup Whatsapp Sebagai Media Komunikasi Remaja Islam
Wonorejo Malang,” IJoIS: Indonesian Journal of Islamic Studies 1, no. 01
(2020): 39–50.
5
Hastosaptyadhan, Sumardjo;, and Sadono, “Komunikasi Partisipatif
Kelompok Sadar Wisata Dalam Pengelolaan Wisata Gunung Api Purba
Nglanggeran Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.”
119

terlibat memilki satu pemahaman dan tujuan yang sama pada


komunikasi yang dilakukan. Dalam hal ini anggota LPH UIN
Banten memiliki tujuan yang sama yaitu saling bekerjasama
dalam mensosialisasikan dan memotivasi satu sama lainnya
untuk dapat mencapai taget sertifikasi halal produk UMKM di
wilayah Banten. Produk UMKM yang telah tersertifikasi halal
merupakan penunjang sekaligus bentuk dukungan dalam
pengembangan wisata halal di Banten.
Di lain sisi, komunikasi partisipatif pada konsep poliponi
belum terlihat dari Dinas Pariwisata Banten sebagai faisilitator
dalam pengembangan wisata halal. Komunikasi yang dilakukan
baru sebatas komunikasi dialogis pada proses perencanaan.
Pengembangan wisata halal di provinsi Banten belum memiliki
konsep dan kebijakan peraturan wisata halalnya sendiri. Proses
pengembangan wisata halal baru terjadi pada tahap perencanaan
dan belum sampai pada tahap implementasinya. Perencanaan
yang dilakukan masih berupa dialog dan rapat koordinasi yang
dilakukan bersama dengan OPD terkait pengembangan wisata
halal. Namun demikian perencanaan merupakan bagian dari
tindakan penyusunan strategi komunikasi yang perlu ditetapkan
kemudian dilanjutkan dengan tujuan komunikasi, peran
komunikasi, media komunikasi hingga evaluasi.6
Komunikasi partisipatif dalam pengembangan wisata halal
ini mengacu pada strategi penta helix dimana terdapat lima

6
Nita; Triyandra Rimayanti Annisa Citra, “Perencanaan Komunikasi
Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik Dan Persandian Kota Pekanbaru
Dalam Mensosialisasikan Program Smart City,” Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4, no. Vol 4, No 2 (2017): 1–13.
120

unsur stakeholder pariwisata yaitu: akademisi, industri bisnis,


komunitas, pemerintah dan media menjalin hubungan antar
sesama, meskipun hubungan komunikasi dan koordinasi antar
stakeholder ini belum dilakukan secara optimal.7
B. Dampak Komunikasi Partisipatif dalam
Pengembangan Wisata Halal di Provinsi Banten
Dampak yang timbul dari proses komunikasi mejadi tiga
kategori yaitu: dampak kognitif, dampak afektif, dan dampak
konatif. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul pada
komunikan berupa meningkatnya pengetahuan dan
intelektualitasnya. Dampak afektif yaitu dampak yang
menimbulkan perasaan emosional seperti iba, terharu, sedih,
bahagia, marah, dan sebagainya. Sedangkan dampak konatif
yaitu dampak yang timbul pada komunikan berupa perilaku,
Tindakan atau kegiatan.8
Komunikasi partisipatif pada pengembangan wisata halal
Banten berdampak pada dampak positif dan negatif. Dampak
positif pada komunikasi partisipatif yang dilakukan pelaku
wisata dalam pengembangan wisata halal di Banten
menimbulkan dampak kognitif dan konatif. Dimana pada
dampak kognitif yang terjadi yaitu bertambahnya pengetahuan
dan kesadaran mengenai konsep halal pada masyarakat yang
tergabung dalam anggota Lembaga Pendamping Halal UIN

7
Resa Vio Vani, Sania Octa Priscilia, and Adianto Adianto, “Model
Pentahelix Dalam Mengembangkan Potensi Wisata Di Kota Pekanbaru,”
Publikauma : Jurnal Administrasi Publik Universitas Medan Area 8, no. 1
(2020): 63–70.
8
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008).
121

Banten dan LPH lainnya serta para pelaku UMKM. Meskipun


kesadaran mengenai konsep halal baru terjadi pada konsep halal
produk, namun hal ini menjadi langkah awal bagi pemerintah
dan juga masyarakat untuk terus mensosialisasikan industri
halal yang salah satunya termasuk pariwisata halal. Hal tersebut
sejalan dengan hasil penelitian Satriani yang mengungkapkan
bahwa dampak komunikasi partisipatif meliputi saling berbagi
informasi, dan pengetahuan, menyelesaikan permasalahan
secara bersama dan terjalinnya keakraban anggota komunikasi.9
Kesadaran menganai konsep industi halal ini terjadi karena
adanya proses-proses yang dilakukan melalui kegiatan
komunikasi seperti seminar, bimtek, dan sosialisasi sertifikasi
halal melalui media sosial yang dilakukan oleh BPJPH dan
Lembaga Pendamping Halal. Penyebaran informasi melalui
kegiatan komunikasi tersebut menjadi sebuah pengetahuan dan
pemahaman baru mengenai fungsi dan manfaat yang terdapat
pada konsep halal. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya
pelaku usaha yang telah mendaftarkan produknya pada program
sertifikasi halal. Provinsi Banten dalam hal ini berada pada
peringkat ke-7 dari 33 provinsi di Indoneasia dengan jumlah
sebanyak 11.493 penerbitan sertifikasi halal.
Selain itu, adanya dampak konatif dari komunikasi
partisipatif dalam pengembangan wisata halal di Banten.
dampak konatif tersebut berupa adanya gerakan dan partisipasi
masyarakat untuk ikut terlibat dalam mensosialisasikan dan

9
Satriani, Muljono, and Lumintang, “Komunikasi Partisipatif Pada Program
Pos Pemberdayaan Keluarga.”
122

tergabung dalam program sertifikasi halal. LPH UIN Banten


bersama-sama degan LPH lainnya juga LPPOM MUI aktif
dalam melakukan kegiatan sosialisasi pendampingan produk
halal melalui berbagai macam bentuk komunikasi, baik
komunikasi antar pribadi dengan pelaku usaha ataupun melalui
pemanfaatan media sosial.
Secara umum dampak positif tersebut baru terjadi pada satu
komponen pariwisata saja yaitu pada komponen masyarakat
yang tergabung dalam Lembaga Pendamping Halal. Sedangkan
dampak komunikasi pada destinasi wisata halal cenderung
menimbulkan dampak negatif. Komunikasi yang tidak efektif
dapat menimbulkan dampak negatif yaitu salah satunya
terjadinya ketidaksamaan persepsi mengenai pesan atau
informasi yang disampaikan. Pemerintah Provinsi Banten
sampai saat ini belum mengeluarkan kebijakan dan juga
peraturan daerah yang mengenai wisata halal sebab, masih
adanya perbedaan pandangan mengenai konsep wisata halal
apabila diberlakukan. Perbedaan pendapat ini terjadi pada
pertama, hukum syari pada jaminan penetapan produk halal.
dan yang kedua, terbatas pada peluang kunjungan wisatawan
muslim.
Dampak negatif pada komunikasi partisipatif antar pelaku
wisata di Banten yaitu komunikasi partisipatif yang belum
terlihat berjalan secara efektif. Komunikasi antar stakeholder
pariwisata yaitu pemerintah daerah dalam hal Dinas Pariwisata
Banten belum melakukan koordinasi dan menjalin kerjasama
secara spesifik mengenai pengembangan wisata halal dengan
123

pihak-pihak pelaku pariwisata lainnya. Untuk membangun


pariwisata halal diperlukannya keterlibatan aktif dari setiap
pihak, dalam hal ini pemerintah seharusnya bekerjasama dan
melibatkan OPD, MUI Provinsi Banten, LPH, LPPOM,
Akademisi, Pengelola Wisata, Komunitas Wisata, Pelaku
Bisnis, dan Media.
Saat ini pelibatan MUI Provinsi Banten hanya sebatas pada
sertifikasi halal bagi UMKM Binaan Dinas Provinsi Banten
yang tidak secara spesifik dikhususkan pada UMKM di tempat
objek wisata yang berpotensi pada pengembangan wisata halal
seperti pada objek wisata Kesultanan Banten dan juga UMKM
di sekitar kawasan Masjid Al-Azhom. Belum adanya
keterlibatan dan kerjsama dengan LPH dalam melakukan
pendampingan sertifikat halal pada UMKM di sekitar kawasan
objek wisata, sehingga dampaknya UMKM di sekitar objek
wisata belum mendapatkan sosialisasi mengenai sertifikat halal
untuk produk yang dipasarkannya.
Selain itu, keterlibatan dengan pelaku bisnis dalam
mendukung pelayanan pada pengembangan wisata halal belum
terlihat. Pelaku bisnis dapat berperan dalam mendukung
pencapaian tujuan wisata halal. Dengan melibatkan pihak bisnis
penyedia akomodasi perhotelan dan restaurant juga menjadi
aspek penting dalam mewujudkan wisata halal di provinsi
Banten. Data dan informasi mengenai ketersediaan hotel dan
restaurant yang telah tersertifikasi halal belum dapat dijumpai
oleh wisatawan pada objek wisata kawasan kesultanan Banten
dan Masjid Al-Azhom.
124

Lebih lanjut, komunikasi antar pemerintah dan juga


pengelola objek wisata belum berjalan efeketif, khususnya pada
objek wisata kawasan kesultanan Banten. Pengelolaan pada
objek wisata ini masih pada pada proses pengembangan
revitaslisasi dan belum dikelola secara professional dengan
melibatkan stakeholder dan pelaku bisnis. Kawasan kesultanan
Banten berada di bawah pengelolaan pemerintah yaitu Dinas
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Banten di
area daya tarik wisata. Sedangkan pemerintah kota serang yaitu
dinas pariwisata kota serang fokus kepada kawasan penunjang
wisata yaitu penyedian fasilitas parkir, kios PKL, toilet,
mushola, dan Tourist Informasi Center (TIC). Hal ini
mewujudkan bahwa sistem komunikasi masih dilakukan secara
top down komunikasi yang hanya berjalan apabila terdapat
instruksi dari pemerintah pusat saja, dan tidak melibatkan unsur
masyarakat untuk pengembangan wisata halal.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai
Komunikasi Partisipatif dalam Pengembangan Pariwisata Halal di
Provinsi Banten” maka penulis memberikan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Komunikasi partisipatif pada pengembangan pariwisata halal
di Provinsi Banten menunjukkan adanya komunikasi
partisipatif pada konsep heteroglasia, dialogis, dan poliponi.
a. Konsep heteroglasia terjadi dengan menerapkan model
pentahelix yang melibatkan berbagai macam unsur
stakeholder pariwisata diantaranya yaitu: Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Banten, MUI dan LPPOM MUI
Provinsi Banten, dan LP3H UIN Banten. Dimana masing-
masing pihak memiliki perbedaan peran dan fungsinya
dalam pengembangan wisata halal provinsi Banten.
b. Pada konsep dialogis, komunikasi partisipatif yang
dilakukan setiap unsur stakeholder pariwisata Banten
melalui kegiatan komunikasi berupa forum dialog, rapat
koordinasi, bimbingan teknis, dan sosialisasi mengenai
perencanaan pengembangan wisata halal.
c. Pada konsep poliponi, komunikasi partisipatif antara dinas
pariwisata dan kebudayaan provinsi Banten, pengelola
objek wisata Kawasan Kesultanan Banten dan juga masjid
Al-Azhom belum terjadi kesamaan persepsi dalam
menentukan konsep wisata halal, sehingga belum

125
126

ditetapkannya kebijakan yang menjadi payung hukum


tentang pariwisata halal. Komunikasi partisipatif pada
konsep poliponi baru terjadi salah satunya pada LPH UIN
Banten sebagai lembaga yang didirikan atas iniasiatif dan
kepedulian masyarakat akan produk makanan dan
minuman halal
2. Dampak komunikasi partisipatif terjadi pada dampak
kognitif dan konatif. Dampak kognitif terjadi pada unsur
masyarakat yaitu anggota LPH UIN Banten dan pengelola
Kawasan kesultanan Banten. Intensites komunikasi yang
dilakukan antar anggota LPH UIN Banten berdampak pada
bertambahnya pengetahuan dan informasi mengenai produk
halal bagi LPH pelaku UMKM di wilayah Banten. Selain itu
adanya kegiatan komunikasi melalui seminar dan rapat
koordinasi antar stakeholder pariwisata juga berdampak
pada kesadaran mengenai wisata halal pada pengelola
Kawasan Kesultanan Banten. Meskipun dampak kesadaran
dan pengetahuan atau informasi mengenai wisata halal
belum secara kesuluruhan dirasakan oleh masyarakat umum.
C. Saran
1. Perlu adanya sinergitas dan kolaborasi yang dilakukan
setiap unsur stakeholder pariwisata dalam mewujudkan
pengembangan wisata halal. Pemerintah, pelaku bisnis,
akademisi, komunitas, dan media hendaknya saling
bekerjasama, dan berkoordinasi satu sama lainnya untuk
melakukan upaya komunikasi partisipatif pada setiap
tahapannya mulai dari tahap perencanaan hingga
127

evaluasi pada pengembangan pariwisata halal di


provinsi Banten. Dinas Pariwisata Provinsi Banten
hendaknya bekerjasama dengan OPD terkait dan juga
akdemisi untuk membuat program-program sosialisasi
mengenai potensi pariwisata halal kepada masyarakat
untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai manfaat dan dampak wisata halal
pada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Perlunya sosialisasi yang dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat yang dapat
dilakukan Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Provinsi
Banten dengan bekolaborasi Bersama LPH yang berada
di wilayah Banten untuk melakukan sosialisasi dan
pendampingan kepada UMKM di wilayah objek wisata,
khususnya objek wisata yang berpotensi untuk
pengembangan wisata halal seperti Kawasan
Kesultanan Banten dan Masjid Al-Azhom.
DAFTAR PUSTAKA

Abrori, Faizul. Pariwisata Halal Dan Peningkatan Kesejahteraan.


Malang: Literasi Nusantara, 2020.
Amarseto, Binuko. Ensiklopedia Kerajaan Islam Di Indonesia.
Yogyakarta: Relasi Inti Media, 2017.
Aminah, Sitti, Sumardjo, Djuara Lubis, and Djoko Susanto.
“Perubahan Model Komunikasi Dan Pergeseran Paradigma
Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah.” Paramita:
Historical Studies Journal 24, no. 1 (2014): 92–103.
Angelevska-Najdeska, Katerina, and Gabriela Rakicevik.
“Planning of Sustainable Tourism Development.” Procedia -
Social and Behavioral Sciences 44 (2012): 210–220.
Antara. “Kendala Implementasi Wisata Halal Indonesia Menurut
Wapres Ma’ruf Amin.” Travel.Okezone.Com. Last modified
2021. Accessed August 18, 2023.
https://travel.okezone.com/read/2021/09/16/406/2472092/ini
-kendala-implementasi-wisata-halal-indonesia-menurut-
wapres-ma-ruf-amin?page=2.
Azhari, D., A. Rosyidie, S. Sagala, A. Ramadhani, and J. F.
Karistie. “Achieving Sustainable and Resilient Tourism:
Lessons Learned from Pandeglang Tourism Sector
Recovery.” IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science 704, no. 1 (2021).
Bachri, Bachtiar S. “Meyakinkan Validitas Data Melalui
Triangulasi Pada Penelitian Kualitatif.” Teknologi
Pendidikan 10 (2010): 46–62.
Banten, Badan Pusat Statistik. Provinsi Banten Dalam Angka
2023. Laporan Statistik, Badan Pusat Statistik, 2023.
https://banten.bps.go.id/publication/2023/02/28/482ee83948
3674f34dd96faf/provinsi-banten-dalam-angka-2023.html.
Banten, BPS Provinis. Pariwisata Banten Dalam Angka Tahun
2019. Dinas Pariwisata Provinsi Banten, 2019.
Bantenprov.go.id. “Profil Provinsi.” Accessed August 18, 2023.
https://bantenprov.go.id/profil-provinsi/sejarah-banten.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008.
Daryanto. Teori Komunikasi. Malang: Penerbit Gunung Samudera,
2014.
Destiana, Riska, and Retno Sunu Astuti. “Pengembangan
Pariwisata Halal Di Indonesia.” COPAS: Conference on
Public Administration and Society 01 (2011): 331–353.
Diamastuti, Erlina. “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah
Kritis” (2006): 61–74.
DinarStandard. “State of the Global Islamic Economy Report
2021/2022.” State of the Global Islamic Economy Report
2020/21 (2022): 4–202.
https://haladinar.io/hdn/doc/report2018.pdf.
El-Gohary, Hatem. “Halal Tourism, Is It Really Halal?” Tourism
Management Perspectives 19 (2016): 124–130.
http://dx.doi.org/10.1016/j.tmp.2015.12.013.
Fadli, Muhammad Rijal. “Memahami Desain Metode Penelitian
Kualitatif.” Humanika 21, no. 1 (2021): 33–54.
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta:
Grafindo Persada, 2007.
Fauzi, Wildan Insan, Murdiyah Winarti, and Ayi Budi Santosa.
“Islamic Tourism: A Form of Harmonization of Religion,
Politics, Social, Culture and Economy.” In Advances in Social
Science, Education and Humanities Research, 259:355–359,
2019.
Fitrah, Muh, and Luthfiyah. Metodologi Penelitian (Penelitian
Kualitatif, Tindakan Kelas & Studi Kasus. Sukabumi: CV
Jejak, 2017.
Flor, Alexander G., and Hafied Cangara. Komunikasi Lingkungan:
Penanganan Kasus-Kasus Lingkungan Melalui Strategi
Komunikasi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.
Handoko, Waluyo, Adhi Iman Sulaiman, and Andi Ali Said Akbar.
“Komunikasi Partisipatif Dalam Proses Pembagunan
Bendungan Matenggeng Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.”
Jurnal Penelitian Komunikasi 17, no. 2 (2014): 141–152.
Haryanegara, Muhammad Endriski Agraenzopati, Muhamad
Adibagus Ilham Akbar, and Evi Novianti. “Peran Label
Pariwisata Halal Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di
Lombok, Nusa Tenggara Barat.” Tornare: Journal of
Sustainable Tourism Research 3, no. 1 (2021): 35–39.
http://jurnal.unpad.ac.id/tornare/article/view/29839.
Hasanah, Hasyim. “Teknik-Teknik Observasi” 8, no. 1 (2017): 21.
Hastosaptyadhan, R Restama Gustar;, Sumardjo;, and Dwi
Sadono. “Komunikasi Partisipatif Kelompok Sadar Wisata
Dalam Pengelolaan Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.” Jurnal Komunikasi
Pembangunan 14, no. 1 (2016): 65–77.
Henderson, Joan C. “Sharia-Compliant Hotels.” Tourism and
Hospitality Research 10, no. 3 (2010): 246–254.
http://dx.doi.org/10.1057/thr.2010.3.
Hidayat, Dedy N. Paradigma Dan Metodologi Penelitian Sosial
Empirik Klasik. Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi
FISISP Universitas Indonesia, 2003.
Indra, I. Made, and Ika Cahyaningrum. Cara Mudah Memahami
Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019.
Kincaid, D. Laurence. The Convergene Model Communnication.
New York: East-West Center, 1979.
KNEKS. “Sembilan Strategi Jadikan Indonesia Destinasi Wisata
Halal Kelas Dunia.” Https://Knks.Go.Id. Last modified 2019.
Accessed February 28, 2023.
https://knks.go.id/berita/197/sembilan-strategi-jadikan-
indonesia-destinasi-wisata-halal-kelas-dunia?category=1.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:
Kencana, 2006.
Kusumadinata, Ali Alamsyah. Pengantar Komunikasi Perubahan
Sosial. Sleman: Deepublish, 2016.
Kusumaningrum, Demeiati Nur, Aulia Mawaddah Fairuz, Erima
Puspita Putri, and Erdina Putri Amalia. “South Korea Halal
Tourism Trend (Trend Pariwisata Halal Korea Selatan).”
Seminar Nasional dan Gelar Produk (2017): 855–865.
Manasikana, Rinta Arina, and Ratna Noviani. “Peran Media Massa
Dan Teknologi Dalam Transformasi Keintiman Di
Indonesia.” Calathu: Jurnal Ilmu Komunikasi 3, no. 1 (2021):
7–19.
Manzilati, Asfi. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma,
Metode, Dan Aplikasi. Malang: Malang: Universitas
Barawijaya Press, 2017.
Maryati, Sri. “Persepsi Terhadap Wisata Halal Di Kota Padang.”
Maqdis : Jurnal Kajian Ekonomi Islam 4, no. 2 (2019): 117.
Mastercard-Crescentrating. “Global Muslim Travel Index 2022
Report,” no. June (2022): 31–62.
https://www.crescentrating.com/download/thankyou.html?fil
e=j-EXWnF4_GMTI_2022_Report_-_FINAL.pdf.
Maulida, Desi. “TOURISM DESTINATION BRANDING:
ANALISIS STRATEGI BRANDING WISATA HALAL
‘THE LIGHT OF ACEH’ (Studi Kasus Pada Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh Tahun 2015-2016).”
SOURCE : Jurnal Ilmu Komunikasi 5, no. 1 (2019): 1–16.
Moleong, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosdakarya, 2002.
Muchlis, F. “Analisis Komunikasi Partisipatif Dalam Program
Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Implementasi
Musyawarah Dalam PNPM Mandiri Perdesaan Di Desa …”
(2009). https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/4409.
Muchtar, Karmila. “Penerapan Komunikasi Partisipatif Pada
Pembangunan Di Indonesia.” Jurnal Makna. 1, no. 1 (2016):
20–32. https://doi.org/10.33558/makna.v1i1.795.
Mulyadi, Mohammad. “Riset Desain Dalam Metodologi
Penelitian.” Jurnal Studi Komunikasi dan Media 16, no. 1
(2013): 71.
Oktarina, Yetty, and Yudi Abdullah. Komunikasi Dalam
Perspektif Teori Dan Praktik. Seleman: Deepublish, 2017.
Pradani, Rizky Adhitya, Suryono Herlambang, and Suryadi
Santoso. “Studi Integrasi Wisata Religius Dan Wisata Bahari
(Objek Studi: Kawasan Banten Lama Dan Pelabuhan
Karangantu).” Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan,
Arsitektur (Stupa) 2, no. 2 (2020): 2743.
Pratiwi, Soraya Ratna, Susanne Dida, and Nuryah Asri Sjafirah.
“Strategi Komunikasi Dalam Membangun Awareness Wisata
Halal Di Kota Bandung.” Jurnal Kajian Komunikasi 6, no. 1
(2018): 78.
Prodjo, Wahyu Adityo. “Tiga Hambatan Pengembangan Wisata
Halal Di Indoensia.” Kompas.Com. Last modified 2016.
Accessed August 18, 2023.
https://travel.kompas.com/read/2016/08/06/170400727/Tiga.
Hambatan.Pengembangan.Wisata.Halal.di.Indonesia.
Rachmiatie, Atie, Rahma Fitria, Karim Suryadi, and Rahmat Ceha.
“Strategi Komunikasi Pariwisata Halal Studi Kasus
Implementasi Halal Hotel Di Indonesia Dan Thailand.”
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah 4, no. 1
(2020): 55–74.
Rakhmadani, Riky. “Komunikasi Pembangunan Partisipatif
Dalam Pengembangan Desa Wisata Sajen Edu Adventure
Melalui Pemberdayaan Masyarakat.” Jurnal Penelitian Pers
dan Komunikasi Pembangunan 25, no. 1 (2021): 33–44.
Revida, Erika, Sherly Gaspersz, and Kuku Jola Uktolseja.
Pengantar Pariwisata. Medan: Yayasan Kita Menulis, 2020.
Rijali, Ahmad. “Analisis Data Kualitatif.” Alhadharah: Jurnal
Ilmu Dakwah 17, no. 33 (2019): 81.
Rimayanti Annisa Citra, Nita; Triyandra. “Perencanaan
Komunikasi Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik Dan
Persandian Kota Pekanbaru Dalam Mensosialisasikan
Program Smart City.” Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4, no. Vol 4, No 2:
WISUDA OKTOBER 2017 (2017): 1–13.
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/1557
5/15117.
Riva’i, Andi Kardian. Komunikasi Pembangunan: Tinjauan Teori
Komunikasi Dalam Pembangunan Sosial. Pekanbaru: Hawa
dan Ahwa, 2016.
Rukajat, Ajat. Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative
Research Approach). 1st ed. Yogyakarta: Deepublish
Publisher, 2018.
Salim, Agus. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta:
PT Tiara Wacana, 2006.
Salsabila, Nadhira Shafira. “ISSN : 2775-7374 PENGELOLAAN
PROMOSI DESTINASI MICE MELALUI MEDIA ISSN :
2775-7374” (2019): 391–398.
Satriani, I, P Muljono, and R W E Lumintang. “Komunikasi
Partisipatif Pada Program Pos Pemberdayaan Keluarga.”
Jurnal Komunikasi Pembangunan 9, no. 2 (2011): 17–27.
Semiawan, Conny R. Metode Penelitian Kualitatif Jenis,
Karakteristik, Dan Keunggulannya. 1st ed. Jakarta: Grasindo,
2010.
Setyaningrum, Lintang Zeny, Andre N. Rahmanto, and Basuki
Agus Suparno. “Komunikasi Pariwisata Dalam
Pengembangan Destinasi Wisata Di ‘Nepal Van Java’ Dusun
Butuh, Kabupaten Magelang.” Seminar Nasional Pariwisata
dan Kewirausahaan (SNPK) 1 (2022): 94–103.
Simanjuntak, B.A, Flores Tanjung, and Rosramadhana Nasution.
Sejarah Parawisata Menuju Perkembangan Parawisata
Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015.
Sofyan, R. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta: Republika,
2012.
Somantri, Gumilar Rusliwa. “Memahami Metode Kualitatif.”
Makara Human Behavior Studies in Asia 9, no. 2 (2005): 57.
Sukarni, Nurul Fadzar. “Peran Komunikasi Partisipatif Masyarakat
Dalam Upaya Memperkenalkan Kampung Inggris Di Desa
Pare Kediri Jawa Timur.” Jurnal Pustaka Komunikasi 1, no.
2 (2018): 289–301.
Sulaeman, Arif Ramdan, and Humaira Afaza. “Strategi
Komunikasi Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi
Aceh Melalui Program Wisata Halal Wilayah Banda Aceh,
Aceh Besar, Dan Sabang.” Jurnal Al-Bayan 25, no. 1 (2019):
92–115.
Susilawati, Wati, Dini Turipanam Maoludin, Agus Maoludin, and
Risma Muhamad Ramdani. “Evaluasi Kesadaran
Wisatawatan Lokal Mengenai Wisata Halal Pemandian Air
Panas Garut.” Jurnal Pariwisata Indonesia 2, no. Vol 2 No 2
(2020): Jurnal ALTASIA (Edisi Khusus)-Acceptance (2020):
199–207.
http://journal.uib.ac.id/index.php/altasia/article/view/563.
Sutisna. “Targetkan Jadi 10 Besar Destinasi Wisata Halal, Provinsi
Banten Punya Ribuan Potensi Wisata, Apa Saja?” Kabar
Banten. Last modified 2021. Accessed February 28, 2023.
https://kabarbanten.pikiran-rakyat.com/pariwisata/pr-
591670696/targetkan-jadi-10-besar-destinasi-wisata-halal-
provinsi-banten-punya-ribuan-potensi-wisata-apa-saja.
Tarigan, Azhari Akmal. Dari Etika Ke Spiritualitas Bisnis. Medan:
Penerbit IAIN Press, 2014.
http://repository.uinsu.ac.id/86/1/DARI ETIKA KE
SPIRITUALITAS BISNIS.pdf.
Usman, Manor. “Meninjau Kembali Sejarah Banten.” Salus
Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(2021): 105–116.
Utama, I Gusti Bagus Rai. Pengantar Industri Pariwisata.
Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Vani, Resa Vio, Sania Octa Priscilia, and Adianto Adianto. “Model
Pentahelix Dalam Mengembangkan Potensi Wisata Di Kota
Pekanbaru.” Publikauma : Jurnal Administrasi Publik
Universitas Medan Area 8, no. 1 (2020): 63–70.
Viva Budy Kusnandar. “Sebanyak 86,88% Penduduk Indonesia
Beragama Islam.” Bisnis Indonesia Resources Center. Last
modified 2021. Accessed February 28, 2023.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/seban
yak-8688-penduduk-indonesia-beragama-islam.
Wahidati, Lufi, and Eska Nia Sarinastiti. “Perkembangan Wisata
Halal Di Jepang.” Jurnal Gama Societa 1, no. 1 (2018): 9.
Wijayanti, Yani Tri. “Komunikasi Pemasaran Wisata Halal Di
Banyuwangi Dan Gunungkidul.” Jurnal Komunikasi 16, no.
1 (2021): 63–72.
Yusuf, Muhammad Yasir, Innayatillah, Isnaliana, and Hafizh
Maulana. “The Determinants of Tourists’ Intention to Visit
Halal Tourism Destinations in Aceh Province.” Samarah 5,
no. 2 (2021): 892–912.
Yuwafik, Muhammad Hamdan. “ISLAM, MEDIA SOSIAL DAN
MILENIAL: Penggunaan Grup Whatsapp Sebagai Media
Komunikasi Remaja Islam Wonorejo Malang.” IJoIS:
Indonesian Journal of Islamic Studies 1, no. 01 (2020): 39–
50.
Rahim SA. 2004. Participatory Development Communication as a
Dialogical Process. Dalam White SA (Ed) Participatory
Communication Working for Change and Development.
London: Sage Publication Ltd., n.d.
LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA

Berikut peneliti lampirkan trasnskip wawancara yang telah


dilakukan oleh peneliti dan narasumber.

Tb. Ence Fahrurozi, S.IP : Sekretaris Dinas Pariwisata Banten


Hari/Tanggal : 23 Maret 2023

Peneliti : Apakah ada destinasi wisata yang sudah menuju wisata


halal?
Naraumber : Saat ini, kita fokus pada pengembangan objek-objek
wisata di seluruh wilayah Banten, karena Banten ini
memiliki potensi wisata yang banyak, sangat sayang
sekali apabila tidak dikembangkan dan dikelola
secara baik dari infrastruktur dan fasilitasnya. Untuk
jenis wisata halal itu kan sangat kompleks ya, tidak
bisa kita buat kebijakannya dengan mudah, berbeda
dengan jenis-jenis wisata lainnya. Perlu banyak
dukungan dan kesiapan dari segala faktor, mulai dari
faktor makannnya, fasilitas wisatanya yang harus
bersih dan memenuhi standar indikator halal,
akomodasi hotel, transportasi dan lainnya. Dari segi
sumberdaya manusianya juga harus sudah
memahami konsep halal ini jadi perlu banyak sekali
aspek-aspek yang perlu di perhatikan. Mungkin kalo
wisata yang berpotensi untuk wisata halal yang
berbasis religi seperti Banten lama, banten lama itu
menjadi salah salah satu kawasan strategis parwisata
nasional. Kalau di daerah anyer kan itu sudah
bercampur msyarakat perempuan laki-laki berenang
nya dipantai. Jadi lebih sulit kalo diterapkan konsep
halal itu.
Peneliti : Apakah ada kerjasama yang dilakukan dinas
pariwisata dengan dinas lainnya atau pihak eksternal
untuk mengembangkan pariwisata halal di Banten?
Narasumber: Kita melakukan kerjasama dengan mui untuk
sertifikasi halal umkm yang kami bina. Jadi itu
sebenarnya ada di bagian ekonomi kreatif ya. Setau
saya sudah ada beberapa umkm yang kita fasilitasi
bersama dengan mui untuk sertifikasi halanya.
Peneliti : Apakah ada kegiatan komunikasi yang dilakukan dinas
parwisata dalam pengembangan pariwisata banten?
Narasumber : Untuk kegiatan yang menyangkut wisata halal ini
ada beberapa kali kami ikuti, waktu itu tahun lalu
kami dinas pariwisata mengikuti kegiatan Shafara
Sharia dan Halal festival Jawara namanya. Kegiatan
itu salah satunya untuk mendorong ekonomi daerah
melalui industry halal, salah satunya wisata halal ini.
Kegiatan itu waktu itu juga dihadiri banyak pihak
lainnya, ada dari pemerintahan daerah kabupaten
kota, MUI, LPH UIN Banten, pelaku umkm, dan juga
akademisi.
Peneliti : Apakah ada sosialisasi atau promosi kepada
masyarakat mengenai perencanan kedapannya untuk
pengembangan wisata halal?
Narasumber: Untuk promosi kami tentu selalu memaksimalkan
promosi melalui media sosial, masyarakat sekarang
kan semua sudah punya hp ya, jadi itu untuk
mempermudah promosi juga sebetulnya. Kami punya
akun Instagram disitu tersedia semua informasi
destinasi wisata yang ada di banten, nama akun
instagramnya visitbanten.id. mungkin nanti
kedepannya untuk promosi wisata halal juga akan
disosialisasikan seperti itu. Jadikan supaya orang itu
tau oh ternyata banyak tempat wisata di daerahnya,
gak perlu lagi harus jauh-jauh wisata keluar Banten.
Peneliti : Apa saja hambatan komunikasi yang ada dalam
perencanaan dan implementasi pariwisata halal ?
Narasumber : Wisata halal ini kan merupakan gagasan baru, jadi
masyarakat juga mungkin belum aware mengenai hal
ini. Kemudian konsep dasar wisata halal ini
foundasinya belum jelas. Jadi menurut saya
konsepnya harus jelas dulu secara detail, dan jaminan
halal yang diberlakukan juga dapat
dipertanggungjawabkan. Harus ada diskusi secara
jelas antara pemangku kepentingan khususnya
kementerian pariwisata yang mengagasnya.
Bagaimana kita bisa menjamin kehalalan suatu
produk. Dan tujuan dari wisata itu sebenarnya apa.
Apa yang perlu kita fasilitasi untuk para wisatawan
itu sebenarnya kebutuhannya apa. karena menurut
saya halal itu sulit untuk diukur dan dijamin.
Endah Kurniawati, A.Md. : Kasubag Umum Kepegawaian Dinas
Pariwisata Provinsi Banten
Hari / Tanggal : 16 Maret 2023

Peneliti :Apakah provinsi Banten sudah memiliki rencana untuk


mengembangkan pariwisata halal?
Narasumber : Baik, terkait wisata halal mungkin harus ada awalan,
provinsi ini kami tidak punya objek, kalo objek ini
ssngkutannya nanti kaitannya dengan banten lama,
kan ikonnya banten lama ya, kalau kita kan punya
yang paling baik disitu, ada yang lain juga seperti
vihara dan lain-lain, vihara juga kan konteksnya
masih religi ya tapi dengan segmen yang berbeda.
Kalau keraton kesultanan banten sebenarnya
fokusnya kota Serang. Kalau kita provinsi sifatnya,
mengakomodir, memfasilitasi, kalo misalnya ada
eventnya disana, atau promosinya disana, karena kan
kita punya delapan kabupaten dan kota. Begitupun
halnya sama dengan kementerian, mereka punya
program prioritas tapi tidak punya wilayah, sifatnya
memfasilitasi, mengkodinir, mendorong,
menstrategikan dengan skemanya sendiri-sendiri.
Karena yang punya destinasi, yang punya wilayah itu
kabupaten dan kota.
Peneliti : Apakah ada daya tarik wisata yang potensial untuk
dikembangkan sebagai wisata halal di provinsi
Banten?
Narasumber : Di provinsi Banten yang paling besar dan menjadi
ikon tentu keraton kesultanan Banten. pertama
karena sejarah kesultanan Banten yang sangat kuat,
kedua kesultanan Banten ini kalau dilihat dari segi
religi kuat sekali, karena kerajaan islam yang kuat
waktu itu, secara historis kan Belanda masuk ke
Indonesia juga dari Banten, kemudian punya sistem
dan pasukan yang bagus di kerajaan Banten. Bahkan
untuk peninggalan-peninggalannya pun kita punya
banyak sekali. Untuk wisata religi bisa di cek
diwebsite kami alamat websitenya di www.
Excitingbanten.go.id. Disitu kamisudah menyiapkan
aksesnya, dari akses jalan, penbginapa, makanan,
bahkan kalua mau mencari apotek terdekat atau
minimarket terdekat juga sudah bisa dicek disana
juga, bisa memberikan kenyamanan bagi wisatawan
untuk secara keseluruhan. Terus kalo dikaitkan
dengan potensi sebenarnya banyak sekali, kita punya
banyak situs, banyak makom, kaitannya dengan
kesultanan Banten juga, daftarnya juga ada disana,
bisa cek disana. Tapi untuk pengembangan priorittas
yang kita jadikan ikon di kesultanan Banten,
disamping itu kita juga masih melakukan penataan-
penataan untuk destinasi yang lain seperti di makom
Aryawangsakara, atau makom-makom yang lain kan
banyak ada panglimanya. Karena tempatnya banyak,
kita belum bisa sentuh secara keseluruhan karena
fokus kita kan banyak tidak hanya di kota Serang,
tapi juga di kabupaten dna kota lainnya.
Peneliti : Apakah ada kebijakan mengenai pariwisata halal di
provinsi Banten? jika belum, adakah rencana untuk
membuat kebijakan tersebut?
Narasumber : Untuk kebikajakan de facto, kita tentu menunggu
kebiijakan dari pusat dulu, karena sebagai yang
memiliki hak kebijakan strategis. Setelah pusat,
provinsi kemudian kabupaten dan kota harus ada
dasarnya tetap dari sana. Tapi kalau untuk strategi,
bukan de facto kebijakan secara tertulis wisata halal
sudah kita jalankan dari dua tahun yang lalu. Terus
kita juga sudah mulai bersiap-siap dalam beberapa
hal, tapi bentuknya masih dalam rapat koordinasi.
Untuk wisata halal sebenanya kementerian sudah
agresif, mereka sudah mulai membuat rancangan e-
book untuk wisata halal, kita punya destinasi apasaja
untuk wisata religi.
Peneliti : Pihak-pihak apa saja yang terlibat dalam perencanaan
pengembangan wisata halal di provinsi Banten?
Narasumber : Kalo misalnya untuk wisata halal, kita ada bidang
industri ekonomi kreatif, kita sudah mulai melakukan
sertifikasi halal, kita juga sudah mulai memfasilitasi
sertifikasi halal dari MUI, yang kita fasilitasi dalam
hal ini itu UMKM, kalau industri yang besar mah
mereka sudah bisa melakukan sendiri. Kita fokus
pada umkm agar dapat menjadi industri yang
menghasilkan kenaikan PDB (penapatan domestik
bruto) dan juga menaikan perekonomian masyarakat
dan pelaku pariwisata. Biasanya kita bekerjasama
dengan dinkopukm (dinas koperasi usaha kecil
menegah), karena target kerja kita itu di ekonomi
kreatif pariwisata.
Peneliti : Upaya apa sja yang dilakuakan dinas pariwisata
dalam mengembangkan wisata halal di Banten?
Narasumber : Dibidiknya dalam bidang usaha, berarti kita kan
fokusnya ke sertifikasi halal, dan sudah masuk ke
program kita. Sudah berjalan 2-3 tahun ini untuk
memfasilitasi sertifikasi halal, tahun kemarin kita
sudah memfasilitasi lima atau enam umkm untuk
sertifikasi halal, tapi balik lagi wilayah kerjanya kita
delapan kabupaten kota. Selain itu, kita juga fokus ke
pemberdayaan masyarakat dengan tujuan
kemandirian para pelaku usaha ini, agar mereka dapat
lebih kreatif dan inovatif dalam menangkap setiap
peluang-peluang usaha di industri wisata.
Peneliti : Langkah apa saja yang dilakukan dinas pariwisata
untuk memberdayakan dan menyiapkan para pelaku
usaha pariwisata Banten?
Narasumber : Pariwisata itu kan sebenarnya sabuk yang mengikat,
artinya semua roda ekonomi dapat berputar disitu
(eat, travel, shop) kalau misalkan itu diputar di
Banten dengan baik, pasti masyarakat banten lebih
berdaya dan makmur semua. Kita ada pelatihan
terkait umkm, pelatihan membuat kemasan produk
sesuai dengan tuntutan pasar, itu kita lakukan. Setiap
tahun, satu kali pelatihan kapasitas kita kan 30
sampai 40 orang untuk kabupaten dan kota. Kita
mengundang setiap umkm dari masing-masing
daerah untuk mengikuti pelatihan yang kita fasilitasi.
Kita juga mengadakan event-event untuk
memamerkan produk-produk umkm, seperti nanti
yang paling dekat akan diadakan seba baduy, nah
nanti disitu akan ada both-both umkmnnya.
Peneliti : Hambatan apa saja yang terjadi dalam pengembangan
wisata halal di provinsi Banten?
Narasumber : Sebenarnya sih kalau berbicara hambatan itu ya
pasti ada, contohnya dalam segi anggaran ya, kita
mau membuat perencanaan kan pasti perlu
mempertimbangkan dari segi anggarannya juga,
sedangkan wilayah kerja kita ini kan luas pastinya
memerlukan anggaran yang cukup juga. Terus juga
untuk wisata halal ini kan perlu banyak berkoordinasi
dengan banyak pihak, tidak bisa dilakukan oleh kami
saja, sseperti kerjasama dengan pemerintah pusat,
mui, umkm, pelaku wisata bahkan masyarakat banten
itupun sendiri. Kalau kita lihat kan sekarang ini
masyarakat kita karna mayoritas muslim, jadi tidak
teralu peduli dengan label halal dimakanan, jadi
masih kurangnya kepedulian dan kesadaran
masyarakat untuk memilih makanan yang sudah
berlabel halal. Masyarakat kita ini justru yang lebih
dipentingkan itu dari rasa makanannya ya bukan
label halalnya, jadi itu dulu sih yang menjadi pr untuk
kita semua, kalau dari kesadaran masyarakatnya
tentang label halal sudah ada, mungkin kedepannya
akan lebih mudah untuk mengembangkan wisata
halal di Banten.
Peneliti : Bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh dinas
komunikasi yang dilakukan dinas pariwisata kepada
pihak-pihak yang terlibat termasuk juga masyarakat
dalam mengenalkan wisata halal?
Narasumber : Komunikasi yang kami lakukan biasanya lebih ke
bidang pemasaran dan promosi ya, bisa memalui
komunikasi langsung melalui tadi rapat koordinasi
antar dinas-dinas terkait yang bekerjasama dengan
kami.
Dr. H. Rodani, M.Si : Direktur LPPOM MUI Provinsi Banten
Hari/Tanggal : 21 Maret 2023

Peneliti : Apakah terdapat kerjsama antar mui dan dispar untuk


pengembangan wisata halal di Bnaten?
Narasumber : Wisata halal itu baru gagasan pak wagub, banten itu
memungkinkan menjadi 10 besar wisata halal di
Indonesia, tapi untuk memilih destinasi mana saja
yang akan dikembangkan sebagai tempat wisata
halal. Di Banten itu terkenal dengan wisata religi,
wisata ziarah yang itu termasuk kedalam wisata halal.
Kemarin kita sudah mencoba berkomunikasi dengan
dinas provinsi, tapi mereka juga harus ada
komunikasi dengan pihak yang lain, karena aspek
wisata halal itu kan banyak tidak hanya tempat atau
destinasinya saja, tapi juga transportasi, makanan,
hotel dan sarana pendukung lainnya harus
mendukung konsep halal itu. Jadi sekarang ini baru
wacana saja, tapi belum terkoneksi antara dinas
pariwisata, pemerintah dareah, dinas perindustrian,
mui, itu belum terkoneksi. Sekarang juga dengan
undang-undang 33 tahun 2014 yang dulu full halal itu
ditangani oleh mui sekarang kan sudah dibagi-bagi.
Ada LPH (Lembaga Pendamping Halal) itu
fungsinya sama dengan LPPOM untuk sertifikasi
produk halal, tapi itu juga belum terkoneksi oleh
pemerintah daerah. Berapa jumlah pelaku usaha halal
yang sudah melakukan sertfikasi halal di setiap LPH
itu belum ada. Sekalipun kita kasih data misalnya
sepuluh ribu, itukan baru dari LPPOMMUI.
Sementara yang LPH lain belum ada datanya.
Peneliti : Langkah atau strategi apasaja yang menurut bapak
perlu diperhatikan oleh pemerintahan banten untuk
mengembangkan wisata halal?
Narasumber : Pertama harus adanya koordinasi itu dari pemerintah
daerah, paling tidak misalnya dari gubernur, kedinas
pariwisata, lph di Banten itu ada berapa, masing-
masing LPH sudah memfasilitasi berapa pelaku
usaha. Nah baru nanti bisa terlihat proses
perkembangannya. Pemerintah harus mempetakan
dan menetapkanwilayah destinasinya, bukan hanya
produknya saja, karena sebenarnya potensinya ada
untuk wisata halal itu contohnya wisata ziarah di
banten caringin, pandeglang bisa dijadikan wisata
religi sekaligus wisata halal. Kemudian membuat
kebijakannya terlebih dahulu, baru untuk pengambil
kebijakan dikomunikasikan oleh dinas-dinas terkait.
Harus ada kerjasama dengan disperindakop yang
membawahi umkm, dinas perhubungan terkait
transportasi, dan juga pemerintah daerah kota dan
kabupaten.
Peneliti : Apa saja fungsi dan peran MUI dalam pengembangan
wisata halal?
Narasumber : Kalau kita sih bukan objek wisatanya ya, tapi
fokusnya ke produk wisatanya. Kalau misalnya
sudah ada destinasi yang digagas untuk dijadikan
wisata halal misalnya di caringin, lalu peran LPH dan
MUI itu dari produk wisatanya, contoh makanan di
destinasi tersebut harus sudah dipastikan halal.
Peneliti : Bagaimana persepsi dan pandangan bapak mengenai
kesadaran masyarakat mengenai produk/ wisata
halal?
Narasumber : Kalau yang saya lihat masyarakat kita kan yang
penting bahan makanannya halal itu sudah di anggap
halal. Padahal konsepnya tidak semudah itu,
contohnya air kemasan. Yang Namanya air kan halal,
tapi kan kita belum tau proses dalam pengemasannya
seperti apa, apakah ada alat-alat pabrik yang mungkin
terkontaminasi Najis atau kotoran, atau pada saat air
itu diproses filterasi apakah zat yang digunakannya
terbuat dari unsur apa? Kalau zat nya dari unsur
hewani, hewannya seperti apa. Nah itu masyarakat
kita, pokoknya kalau makanannnya enak, menarik
yasudah dimakan saja. Kaya dalam makanan yang
menggunakan pewarna. Apakah pewarna itu untuk
makanan atau pakaian yang dapat menimbulkan
bahaya penyakit?
Peneliti : Bagaiamana standarisasi suatu produk dikategorikan
sebagai produk yang halal?
Narasumber: Di kita itu ada namanya SJH (Sistem Jaminan Halal)
atau halal assurance system yang diukur bukan hanya
sekedar bahan atau produk. Tapi juga fasiltas proses
yang dilakukan pelaku usaha itu harus streril semua
tidak boleh terkontaminasi. Karena tidak menutup
kemungkinan bahannya halal, terkena benda atau
tempat yang kotor bisa menjadi haram.
Peneliti : Bagaimana peran MUI untuk memberi pemahaman
dan kesadaran masyarakat dalam menggunakan dan
mengkonsumsi produk halal?
Narasumber : Sebenernya untuk msalah ini tidak cukup hanya
dengan peran mui, makanya sekrang pemerintah
membentuk LPH (Lembaga Pendamping Halal). Nah
LPH itu lah yang wajib untuk memberikan sosialisasi
halal kepada masyarakat. Harusnya setiap pihak dari
pemerintah, kemenag, mui, kawil daerah, LPH secara
kompak mensosialisakan mengenai produk halal.
Dulu mui melakukann itu, tapi sekarang sedikit
demikin peran mui diambil alih oleh pemerintah, jadi
sekarang mui hanya sebagai penetap fatwa saja.
Makanya biasanya kami diundang sebagai
narasumber oleh LPH lain untuk menetapkan fatwa,
fatwa produk yang diajukan oleh LPH.
Peneliti : Apa perbedaan peran dan fungsi MUI serta LPH
dalam program sosialisasi produk halal?
Narasumber: Jadi LPH dan BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal) yang ada di bawah naungan
kementerian agama. Jadi kalo di MUI itu ada
LPPOM, ada sucopindo, untirta, uin, karena kan
mereka ada unsur pemeriksaan saintifiknya. Mereka
yang tahu tentang kimia, biologi dan lain-lain. Kalo
MUI di unsur syarinya, jadi ini perpaduan antara
saintifik dan hukum syari. LPH yang menangani
proses sertifikasi secara proseduralnnya mulai dari
pendaftaran hingga peneribtan sertifikat halal.
Kemudian dalam prosesnya nanti ketika diperiksa
oleh LPH dan di sidang fatwa oleh mui dari pihak
pemeriksa produk berkoordinasi dan berkomunikasai
dengan mui menganai bahan-bahan yang digunakan
pada suatu produk tertentu. Kalau ada bahan yang
tidak memenuhui unsur syari yang halal. MUI nanti
akan mengeluarkan fatwa halal, kemudian nanti yang
mengeluarkan sertifikat halalnya berdasarkan dari
verifikasi BPJPH. Jadi ada tiga Lembaga yeng
melakukan penerbitan sertifikasi halal yaitu BPJPH,
MUI, dan LPH. Jadi masing-masing punya peran
yang berbeda-beda dan saling bekerjasama. LPH itu
dibentuk oleh masyarakat atau pemerintah, yang
ingin ikut berpartisipasi dalam mensukseskan
program halal). Jadi syarat mengajukan sebagai LPH
itu melalui BPJPH harus ada auditor 4 orang yang
dari saintifiknya, yang sudah tersertifikasi, punya
pengurus dan kantor atau tempatnya.
Peneliti : Apasaja tugas dan fungsi BPJPH?
Narasumber: Tugas nya yaitu mengareditasi setiap LPH dan
LHLN (Lembaga Halal Luar Negeri), jadi mungkin
kalo ada perusahaan luar negeri seperti contohnya
pizza hut, Atau MC Donal’s kalau mau masuk ke
Indonesia nanti mereka bawa sertifikat halal dari
negaranya, tapi nanti kita cek dulu, Lembaga
sertifikat halal dari negara tersebut sudah ada
kerjasama belum dengan Indoensia? bagaimana
mereka mensertifikasi halalnya? Sama tidak dengan
kita. Kalau sama oke masih bisa, tapi kan kita pasti
ada sisi yang berbeda dengan mereka. Misalnya kalau
disana halal itu dari segi pemotongan hewannya
memakai mesin, kalau dikita kan pakai syariat Islam.
Makanya itu Lembaga halal luar nenegrinya kita cek
juga.
Dr. Ahmad Hidayat, Lc, M.Ag : Ketua LPH UIN SMH Banten
Hari/ Tanggal : Kamis, 15 Juni 2023

Peneliti : Apa perbedaan LP3H uin Banten dan L3PH lainnya?


Apakah ada pembagiansetiap wilayah di Banten
untuk sertfikasi halal?
Narasumber : Umumnya tugas LP3H itu sama saja, tidak ada
pembagian wilayahnya, namun untuk LP3H ini
berbeda dengan LPH, kalau LPH untuk usaha besar,
kalau LP3H untuk menjangkau UMKM. Saat ini uin
banten sendiri masih melakukan proses pengajuan
menjadi LPH, sehingga kedepannya kami bisa
melakukan sertfikasi halal untuk palaku bisnis
makanan yang sudah besar. Kalau sudah menjadi
LPH nanti harus sudah ada bangunan kantornya
sendiri seperti itu.
Peneliti : Untuk LP3H di banten ini sudah ada berapa
jumlahnya?
Narasumber : Tidak hanya uin Banten, tetapi juga ada Untirta,
Universitas Matlahul Anwar di pandeglang, di
Tangerang raya, ada Universitas Paramita. Dari
LP3H yang ada di Banten itu rata-rata bahkan hampir
semuanya dulu kita yang melakukan TOT mereka,
mereka mengikuti kegiatan TOT yang
diselenggarakan secara bertahap pada tahun lalu.
Peneliti : Bagaimana proses komunikasi antar anggota LP3H
UIN Banten?
Narasumber : Komunikasinya melalui dua cara ya, offline dan
online, mereka bisa datang langsung ke sekertariat,
dan temen-temen yang sudah terbiasa melakukan
pendampingan, baik dari unsur alumni ataupun
mahasiswa. Yang kedua online kemarin dilakukan
kegiatan dengan BPJPH sekaligus penguatan
kapasitas para pendamping agar lebih siap
melakukan pendampingan pelaku usaha. Selain itu
kita melakukan komunikasi melalalui grup LP3H
yang kita buat. Jadi alhamdulillah LP3H yang berada
di bawah naungan uin semuanya ada di grup itu, jadi
apabila ada yang perlu dikoordinasikan kami bisa
berkomunikasi melalui itu. Agar silaturahmi jadi erat,
dan mereka ada kesiapan untuk melalukan verval.
Peneliti : Apakah ada kerjasama yang dilakukan LP3H uin oleh
pihak-pihak terkait ?
Narasumber: Tentunya ada ya, ada kerjasama dari beberapa pihak,
yang paling ituma itu dengan satgas halal yang ada di
kanwil provinsi Banten. kita juga melakukan
pertemuan investigasi oleh pihak lain sekaligus
melakukan pelatihan dan bimtek, diantaranya
difasilitasi oleh anggota DPR RI, MPR RI, dan BI
wilayah Banten.kita juga bekerjasam dengan LP3H
lain yang ada di beberapa wilayah Banten seperti
LP3H di Tangerang, Pandeglang, Cilegon
Peneliti : Apakah ada program sosialisasi halal kepada
masyarakat?
Narasumber: iya kami melakukan sosialisasi melaui Instagram
kami ya, juga kami lakukan kerjasama dengan pihak-
pihak eksternal lainnya pada event-event tertentu.
Disitu kami melakukan sosialisanya. Dan
bekerjasama dengan KUA kabupaten kota di Banten
sosialisasi langsung ke lapangan, sepertii di alun-alun
kota serang, kramatwaatu, dan stadion maulana
yusuf.
Peneliti : Masyarakat apa saja ikut berpartisipasi untuk menjadi
pendamping halal ini?
Narasumber: banyak ya, hampir semua unsur masyarakat ada di
LP3H ini, ada dari guru madrasah, ada mahasiswa,
dosen, masyarakat umum yang mereka semua sudah
tersertifikasi untuk menjadi pendamping halal.
Peneliti : Apakah mereka semua sudah aktif berpartisipasi
dalam kegiatan ini?
Narasumber : Ada yang sudah sangat aktif, sampai ada yang
mencapai 90 penerbitan sertifikasi halal tahun ini.
Tapi juga ada sebagian yang masih belum melakukan
pendampingan sama sekali.
Peneliti : Hambatan komunikasi apasaja yang ada dan terjadi
dari setiap anggota LP3H ini?
Narasumber : Untuk hambatannya ini, biasanya mereka yang
belum paham mengenai materi sistematis proses
pendampingan halal. Karna kan materinya
disampaikan melalui video online. Jadi belum
semuanya paham. Tapi kalau yang sudah paham
mereka bisa cepet mendamping pelaku usahanya.
Ditambah bbiasanya website sihalalnya kadang suka
eror dari pusatnya, jadi terkandala oleh sistem.
Peneliti : Apakah ada kerjasama yang dilakukan dengan dinas
pariwisata untuk menjangkau sertifikat halal para
umkm yang berada di daerah destinasi wisata banten?
Narasumber: Untuk kerjasam dengan dinas pariwisata sih belum
ada, kami baru bekerjasama dengan dinas koperasi
dan umkm di kabupaten kota provinsi Banten ya.
Mungkin nanti kedepannya ada tapi, untuk sekarang
belum ada.
Peneliti : Apa saja dampak diadakannya kegiatan sertifikasi halal
produk usaha dan pariwisata halal untuk masyarakat?
Narasumber: suksesnya sertifikasi halal di Provinsi Banten ini,
tentu kedepannya akan sangat besar dampak yang
akan dirasakan oleh masyarakat, yang pertama
mungkin akan menambah rasa nyaman dan aman
untuk produk-produk yang mereka konsumsi.
Masyarakat juga akan lebih terjamin untuk kehalalan
yang mereka konsumsi. Kedua juga untuk para
pelaku usahanya akan mendapatkan kepercayaan
yang lebih besar dari masyarakat dari apa yang
mereka jual. Kalau untuk pariwisata halal tentu
dampaknya akan lebih besar lagi. Pastinya akan
menambah kesejahteraan para pelaku usaha di
tempat-tempat wisata. Orang-orang yang berkunjung
juga akan banyak yang merasa lebih aman dan
terjamin dari segi makan dan tempat wisatanya.
Basuni : Koordinator umum satgas PUPR Provinsi
Banten Kawasan Banten Lama
Hari/ Tanggal : Kamis, 19 Juni 2023

Peneliti : Bagaimana dampak dari adanya wisata Banten Lama?


Narasumber : kalo dampak sangat positif, karena pengunjung juga
merasa senang, nyaman dengan adanya revitalisasi
ini, karena lebih tertata dari yang sebelumnya.
Karena memang bukan hanya berkunjung untuk
wisata saja tapi juga mereka berwisata religi, karena
disini banyal objek untuk bersantai dan wisata.
Apalagi kalo di bulan Ramadhan itu ramai untuk
jalan-jalan sore dan ngabuburit.
Peneliti : Apakah ada kerjasama yang dilakukan dalam
pengelolaan wisata banten lama?
Narasumber : Terkait kerjasama dalam hal ini memamng
pemerintah provinsi menggandeng pemkot dan
kabupaten serang. Tapi yang melakukan revitalisasi
ini dilakukan oleh dinas PUPR Provinsi Banten, yang
awalnya dinas Perkim, setelah adanya peralihan dari
Perkim ke PUPR belum lama ini bulan januari
kemarin lah baru ada peraturan dari kementerian
untuk tingkat sekala Kawasan untuk pembangunan
itu dilakukan oleh PUPR untuk perawatan dan
pemeliharaannya.
Peneliti : Apakah ada kerjasama yang dilakukan oleh dinas
Pariwisata dalam pengelolaan wisata banten lama?
Narasumber : Sejauh ini belum ada tindak lanjut, dan geliatnya
untuk pengelolaan wisata, sebetulnya dari dulu juga
dinas perkim sudah mengajak pada dinas pariwisata
tapi belum kelihatan
Peneliti : Apakah wisata Banten lama ini selalu ramai oleh
pengunjung setiap harinya?
Narasumber : Banten lama ini kan termasuk kedala kategori wisata
religi itu ramainya biasanya kalo di hari-hari di bulan
biasa itu malam jumat, malam minggu, hari sabtu,
minggu, dan malam senin dan libur nasional. Yang
berkunjung setiap harinya selalu ramai 24 jam,
karena tidak ada Batasan waktu berkunjung.
Makanya kami juga sebagai pengurus dan pengelola
dari dinas PUPR dibagi sift untuk tugas ada sift
malam, dan sift pagi. Disini ada bulan-bulan tertentu
yang pengunjungnya ramai seperti bulan idul fitri
syawal, maulid, bulan roah menjelang Ramadhan,
dan di bulan haji.
Peneliti : Apakah ada sosialisasi mengenai wisata halal atau
sertfikasi halal yang diikuti oleh pengelola ataupun
umkm di Banten lama?
Narasumber : Waktu itu saya pernah diundang rapat oleh pihak BI
untuk sertifikasi halal itu untuk pelaku UMKM,
Cuma abis rapat itu, kami tunggu juga, tindak
lanjutnya belum ada, karena sebenarnya sebelum
dilakukan sertifikasi halal itu, pelaku umkm disini
belum mendapatkan tempat yang layak untuk
berjualan. Artinya kami sangat mendorong pemkot
untuk membenahi pelaku UMKM agar bisa
beraktifitas dengan benar. Karena tempat UMKM
dan pedagang di Banten lama ini sudah ada tapi
belum maksimal. Karena kan yang diinginkan oleh
para pelaku umkm itu kan dapat dilalalui dan di
kunjungi oleh pengunjung. Katanya sih tahun ini mau
di benahi tapi belum terlihat upayanya
Peneliti : Bentuk komunikasi apasaja yang dilakukan oleh
pengelola Kawasan wisata banten lama dengan OPD
terkait untuk pengembangan wisata ini?
Narasumber : Biasanya kami melakukan rapat di dinas dengan
semua opd yang memamng terkait, seperti dinas
pariwisata, disperindagkop, dishub, satpol pp, dan
dinas pupr itu sendiri, banyak yang memang harus
dilibatkan disini, bukan hanya satu OPD tapi juga
semua yang terlibat.
Peneliti : Kerjasama dan komunikasi yang paling intens
dilakukan oleh dinas apa saja?
Narasumber : Ya paling dengan dinas PUPR dan Dinas
Lingkungan Hidup, karena disini juga ada anggota
LH, yang diperbantukan untuk ikut mengelola
kebersihan objek wisata ini, kemudian juga ada dari
pihak kenadziran yang khusus sebagai pihak
pengurus dan pengelola ziarah kubur kesultanan
Banten. Ada juga dari pihak BPCB (Badan
Pelestarian Cagar Budaya) dibawah naungan
kemedikbud biasanya ini untuk memandu apabila ada
kunjungan anak- anak sekolah.
Peneliti : Apakah pengelolaan di Banten lama sudah ada yang
memenuhi standarisasi wisata halal seperti dari aspek
pelayanan, lingkungan, akomodasi, dan komunikasi?
Narasumber : Saat ini mungkin, yang memenuhi baru dari aspek
lingkungan kebersihan, karna sekarang untuk area
objek wisatanya dari mulai area masjid, benteng
keraton, dan lingkungan sekitarnya dan sudah bersih
dan terawat karena dilakukan kontroling setiap
harinya. Sekarang juga ada gedung baru yaitu Banten
Islamic Center atau nama lainnya gedung Baitul
Qur’an tempatnya masih di sekitar KKB ini, gedung
ini sebagai tempat kegiatan masyarakat di banten
lama. Kedepannya tempat ini atau Gedung ini
difungsikan untuk pusat kajian-kajian seperti kajian
kitab kuning, terus juga sebagai tempat penyimpanan
benda atau peninggalan sejarah. Karena memang
pemerintah pusat ingin membangkitkan Kembali
kejayaan dan kepopuleran Banten sebagai tempat
penyebaran Islam yang sudah cukup terkenal pada
kala itu, makanya di bangunlah gedung ini dengan
tujuan seperti itu.
Peneliti : Apakah ada kerjasama dengan OPD terkait dalam
pengelolaan pelayanan seperti tourguide untuk
wisatawan?
Narasumber : untuk tourguidenya saat ini dilakukan oleh dinas
purbakala, untuk sementara ini dari dinas purbakala
sendiri, dari orang dinasnya. Karena memang saat ini
belum diberdayakan dari kelompok POKDARWIS
dan HPI (Himpunan Pariwisata Indonesia) dan
masyarakat sekitar. Sebenarnya ada disini dari
kelompok POKDARWIS tapi mereka belum secara
aktif, tapi belum terlihat keaktifan dan
keikutsertaannya.
Idam : Pengelola Masjid Al Azom
Hari/ Tanggal : Kamis, 17 Juni 2023

Peneliti : Siapa saja pengelola masjid Al Azom ini?


Narasumber : Untuk masjid ini sebenarnya diketuai langsung oleh
pak walikota, karena kan
Masjid ini ada di kawasan pemerintahan kota
Tangerang.
Peneliti : Apa saja fasilitas yang wisata religi di sekitar masjid?
Narasumber : Masjid ini kan sebenarnya ikonicnya kota Tangerang
ya, dan jadi sebagai tempat wisata religi juga dsini
jadi alhamdulillah pemerintah kota juga
menyediakan fasilitas yang membuat pengunjung
atau jamaah masjid merasa nyaman ketika datang
kesini contohnya seperti ada area taman bermain
anak di pinggir kanan masjid, ada juga gallery islam
yang merupakan semacam perpustakaan yang berisi
kajian-kajian islam. Kalau untuk diluar area
masjidnya ada tempat umkm untuk kuliner dan juga
taman elektrik, pengelolaan taman elektrik yang ada
di depan masjid itu dikelola oleh disbudpar (dinas
kebudayaan dan pariwisata), jadi memang tempatnya
sangat strategis dan membuat banyak ppengunjung
yang dating kesini.
Peneliti : Bagaimana bentuk komunikasi yang dilakukan dalam
pengelolaan masjid al azom dnegan opd lainnya?
Narasumber : Karna masjid ini masjid pemda jadi memang
berbicara dan berkoordinasi dengan dinas-dinas
lainnya, seperti kalau ada event atau perayaan yang
diselenggarakan di area masjid. Disini biasanya kita
mengadakan event pada perayaan hari besar Islam
nah dari penyelenggaraan event tersebut biasanya
kita melakukan kerjasama dengan opd-opd terkait
seperti dispar dan dispora. Contohnya nanti kita pada
tanggal satu muharam 18 juli ada festival al azom
untuk memperingati tahun baru Islam. Biasanya kita
mengadakan acara ini selama sepuluh hari, nanti
disana ada foodcart dan bazzar fashion kita
mengundang umkm yang ada di di kota Tangerang,
ada pameran artefak juga. Nah disitu kami
bekerjasama dengan dispora (dinas kepemudaan dan
olahraga) untuk penyelenggaraannya dan promotor
atau penggeraknya yaitu bkpmri (badan komunikasi
pemuda remaja masjid Indonesia.
Peneliti : Sejauh ini bagaimana antusias para pengunjung yang
datang ke masjid al-azhom pada acara tersebut dan
pada hari-hari lainnya?
Narasumber : Sebenaarnya gak ada event pun di hari biasa dan
weekend banyak jamaah yang datang dari luar
banten, karena memang secara letak geografis masjid
ini dekat dengan bandara hanya sekitar 10 menit dari
bandara Soekarna Hatta. Makanya kita jam 3 pagi
sudah dibuka gebang masjid, karena biasanya orang-
orang yang ke bandara transitnya kesini terlebih
dahulu untuk sholat shubuh dan istirahat. Biasanya
setiap harinya ada sekitar 500 pengunjung, tapi kalo
jumat, sabtu minggu itu lebih dari 500 pengunjung.
Peneliti : Apa yang membuat masjid al-azhom akhirnya banyak
dikunjungi oleh jamaah ataupun sehingga menjadi
salah satu tempat wisata religi?
Narasumber : sebenarnya yang membuat masjid ini ramai
dikunjungi itu karna dari segi infrastruktur masjidnya
ya, kubahnya termasuk kategori kubah masjid
terbesar se asia tenggara, kemudian masjid ini juga
tidak punya tiang tengah kaya masjid pada umumnya,
lalu juga dekat dengan taman elektrik dan setiap
minggunya kita mengadakan sholawat sughro, kaya
hadroh gitu.
Peneliti : Apakah ada kerjasama yang dilakukan dengan
disbudpar dalam pengembangan wisata religi di
masjid al-azhom ini?
Narasumber : Kalau untuk kerjasama dengan disbudpar itu kita
mengadakan perencanaan untuk megadakan tempat
peninggalan-peninggalan bersejarah di kota
Tangerang semacam museum gallery, walaupun
belum teralisasi tapi sudah direncanakan seperti itu.
Peneliti : Media komunikasi apa yang digunakan untuk
berkoordinasi dengan opd atau dinas-dinas terkiat?
Narasumber : Biasanya kita berkomunikasi melalui whatsapp kalo
atau pertemuan langsung mengadakan rapat-rapat
koordinasi.
Peneliti : Bagaimana pengelolaan kebersihan sarana prasarana
dalam beribadah dan fasilitas yang terdapat di masjid
al azom?
Narasumber : Untuk kebersihan kami selalu menjaga kebersihan
setiap fasilitas yang ada di lingkungan masjid ya, ada
karyawan khusus yang membersihkannnya, kita
melakukan kontroling kebersihan fasilitas yang ada
di masjid setiap harinya dua kali yaitu setiap jam 7
pagi dan jam 1 siang setelah waktu zuhur.
Peneliti : Apakah ada fasilitas transportasi yang disediakan
pemkot untuk pengunjung yang ingin datang ke
masjid al azom?
Narasumber : Kalau di Tangerang itu kan ada Namanya bus
benteng atau bus jawara tapi biasanya sih
terkenalnya bus benteng itu biasanya di pakai oleh
anak-anak sekolah yang mau keliling tempat-tempat
wisata di kota Tangerang, nah itu biasanya salah
satunya ke al-azhom. Terus juga pas festival al-
azhom biasanya kita melakukan ziarah ke makam-
makam para wali menggunakan bus benteng.

Anda mungkin juga menyukai