Anda di halaman 1dari 113

DINAMIKA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL

BERSKALA BESAR DI KECAMATAN PANDEGLANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H) pada Program Studi Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

CHACHA KHOIRUNISA

NIM: 11170453000028

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/2021 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

DINAMIKA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL


BERSKALA BESAR DI KECAMATAN PANDEGLANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum(S.H)
pada Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan HukumUniversitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

CHACHA KHOIRUNISA
NIM: 11170453000028

Pembimbing:

Fathudin, S.HI, SH, MA.Hum, MH


NIP. 198506102019031007

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/2021 M

i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

ii
LEMBAR PERNYATAAN

iii
ABSTRAK

Chacha Khoirunisa, NIM. 1117045300028, “DINAMIKA


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA
BESAR DI KECAMATAN PANDEGLANG”, Program Studi Hukum Tata
Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2021 M/1443 H. Ix + 76 halaman 20 halaman
lamporan.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) di Kecamatan Pandeglang dengan dinamika
pengimplementasian yang cukup signifikan, baik terhadap sosialisasi dan
pembatasan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan beberapa masalah diantaranya
Bagaimana kebijakan Pemerintah dalam penerapan pembatasan sosial berskala
besar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku? serta bagaimanakah
dinamika implementasi dari kebijakan Pemerintah dalam penerapan Pembatasan
Sosial berskala besar pada masa pandemi Covid-19 di Kecamatan Pandeglang.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif empiris menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus
(case approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer berupa peraturan-peratura yang berkaitan dengan penelitian ini,
bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, artikel, situs resmi dan hasil
wawancara dengan pemerintah dan narasumber, serta bahan hukum tersier yang
digunakan oleh penulis untuk memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, diantaranya Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukan bagaimana potret pelaksanaan kebijakan
PSBB di kecamatan Pandeglang, dimana terdapat beberapa faktor kendala yang
menjadi hambatan dalam dinamika pelaksanaannya serta. Terutama dalam hal
budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat. Bersamaan dengan itu
pemerintah kabupaten Pandeglang melakukan berbagai upaya untuk
menanggulangi permasalahan yang ada, seperti pembuatan Peraturan Bupati,
sosialisasi serta operasi yustisi yang dilakukan bekerjasama dengan stakeholder.

Kata kunci : Kebijakan Hukum, Pembatasan Sosial Berskala Besar,


Kecamatan Pandeglang

Pembimbing : Fathudin, S.HI, SH, MA.HUM, MA.


Daftar Pustaka : Dari tahun 1982 sampai 2021

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. Berkat nikmat, rahmat, dan ridha-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI
KECAMATAN PANDEGLANG”. Shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad saw. yang telah memimpin umat Islam menuju jalan
yang diridhai Allah swt.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada pihak-
pihak yang senantiasa sabar dan setia membantu, membimbing serta mendoakan
penulis dalam proses penelitian skrips ini, terutama kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.Ag., Rektor Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Ahmad Tholabi Karlie, S.H., M.A., M.H., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara dan Dr. Hj.
Masyrofah, S.Ag., M.Si., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Fathudin, S.HI, SH, MA.Hum, MH, Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang
dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, mentransfer
ilmunya kepada penulis sejak awal perkuliahan sampai saat ini;
5. Dr. Ria Safitri M.Hum., Dosen Penasihat Akademik penulis yang sudah
selalu sabar dan memberikan semangat, nasehat, masukan, serta motivasi
hingga saat ini;
6. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu. Rasa terima kasih dan hormat atas segala ilmu, pengalaman,
bimbingan, dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh

v
pendidikan Strata Satu (S1);
7. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kontribusi berupa literasi
dan pustaka guna menyelesaikan skripsi ini;
8. Seluruh pihak narasumber yang sudah berkenan memberikan informasi
melalui wawancara pribadi, yakni Ibu Hj. Melly Dyah Rahmalia selaku
Camat Pandeglang, bapak Ramadani selaku ketua Satuan Gugus Tugas
Penanganan Covid-19 kabupaten Pandeglang, bapak Juhanas Waluyo selaku
Kabid Ketertiban Umum dan ketertiban masyarakat Satpol PP kabupaten
Pandeglang, Ifanudin selaku Headbar Sarasa Coffe dan ibu Nurhamah selaku
masyarakat kecamatan Pandeglang;
9. Kedua orang Tua tersayang Ayahanda Apud Saepudin dan Ibunda Nurjanah
yang menjadi garda terdepan dalam memberikan dukungan baik moral
maupun moril, baik doa maupun materi. Dan juga kakak-kakak penulis,
Neneng Nahdhiatul Ummah, Siti Hafsah, Nurazizah, Ai Qurotul Aini serta
adik Nova Musyarofah, yang selalu memberi dukungan penuh dan motivasi
kepada penulis selama proses pembuatan skripsi;
10. Keluarga besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta,
kawan seperjuangan Hukum Tata Negara angkatan 2017 yang telah melewati
perkuliahan bersama dari awal kuliah hingga saat ini. Khususnya sahabat dan
teman-teman terdekat (Harun al-Rasyid, Hasni Saskia, Tasya Aurellia,
Fikriyyah Asrinovit, Nusratul Himetris, Kamila Rahmati Najiha, Nashiha
Ulya, Chairy Safira, Dendi Hutama, Rizki Fauzan, dan Dandy Esviansyah,)
yang selalu membersamai dan sama-sama berjuang dalam proses pembuatan
skripsi ini;
11. Sahabat-sahabat BKMKT, Dina Fatmawati, S.E., Rusminah, A.Md Kep., Mia
Sumiasih, A.Md, Keb., dan Euis Suhartini, S.Pd. yang selalu mendukung dan
berjuang bersama sejak sekolah sampai saat ini;
12. Teman-teman seperjuangan SMKN 1 Pandeglang, Mutiara Indah Antariksa,
S.E., Bella Ayu Pratiwi, S.E., Dias Syaban Adi Triputra, S.H., M. Miftahul
Khoir, S.AB., dan Najibullah, yang senantiasa menemani perjuangan penulis

vi
dalam membuat skripsi;
13. Dan terutama untuk diri sendiri, terima kasih untuk diri ini karena telah
percaya bahwa kamu bisa dan tak pernah menyerah, telah melakukan ini
semua dengansungguh-sungguh dan tak pernah mundur, selalu kuat, dan jadi
diri sendiri apa adanya.

Semoga bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak senantiasa menjadi
amal ibadah yang terus mengalir pahalanya dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, 24 Desember 2021

Chacha Khoirunisa
NIM. 1117045300028

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iii
ABSTRAK......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
BAB 1 ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................8
D. Tinjauan Kajian Terdahulu .....................................................................................8
E. Metode Penelitian ................................................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 14
BAB II .............................................................................................................. 15
KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................ 15
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PUBLIK DALAM TINJAUAN TEORITIK 15
A. Kerangka Konsep .............................................................................................. 15
1. Kebijakan Publik ........................................................................................... 15
2. Pembatasan Sosial Berskala Besar ................................................................. 23
3. Konsep Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Tinjauan Syariah ..
...................................................................................................................... 31
B. Kerangka Teoritik .............................................................................................. 34
1. Teori Efektivitas Hukum ................................................................................ 34
BAB III ............................................................................................................. 46
POTRET PENERAPAN PSBB DI KECAMATAN PANDEGLANG ........... 46
A. Data Kecamatan Pandeglang .............................................................................. 46
1. Latar Sosial Masyarakat Kecamatan Pandeglang ................................................ 46
B. Data penerapan PSBB di Kecamatan Pandeglang ............................................... 54
BAB IV ............................................................................................................. 60

vi
PEMBERLAKUAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI
KECAMATAN PANDEGLANG .................................................................... 60
A. Faktor Kendala Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) di kecamatan Pandeglang.............................................................................. 60
B. Tingkat Kesadaran Masyarakat Kecamatan Pandeglang Dalam Penerapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar ............................................................................. 68
C. Upaya Pemerintah dan Peran Stakeholder dalam Penerapan Pembatasan Sosial
Berskala Besar di Kecamatan Pandeglang.................................................................. 70
BAB V............................................................................................................... 75
PENUTUP ........................................................................................................ 75
A. KESIMPULAN ................................................................................................. 75
B. SARAN ............................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 78

vii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi virus corona atau corona virus disease 2019 (COVID-19) mulai
menggemparkan dunia sejak 2019 lalu. Virus ini pertama kali muncul di Wuhan,
China, pada tahun 2019. Penyebarannya yang cepat membuat virus corona ini
mudah meluas hingga ke seluruh dunia termasuk Indonesia. World health
organization (WHO) telah menetapkan Covid-19 ini sebagai ancaman pandemi.
Sehingga seluruh dunia sangat mewaspadai dan menanggapi penyebaran virus ini
sebagai wabah berbahaya. Sejak permulaan 2020 virus ini mulai memasuki negara
Indonesia, tepatnya pada permulaan Maret 2020.

Diawali oleh beberapa kasus pasien positif Covid-19 pada akhir Maret
2020, masyarakat Indonesia mulai panik dan merasa khawatir yang cenderung
berlebihan saat itu. Kekhawatiran ini semakin terasa dengan melihat lonjakan
kasus yang sangat cepat di Negeri ini. Karena hal ini, Pemerintah tidak diam dan
segera mengambil tindakan dengan membuat beberapa kebijakan. Seperti pada 31
Maret 2020, Presiden Jokowi mengadakan Konferensi pers dengan tujuan untuk
mengumumkan kepada publik mengenai kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah
guna menyikapi Covid-19 ini. Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa
kebijakan yang Pemerintah buat ialah berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) dalam merespon kedaruratan kesehatan. Yang menjadi dasar hukum dari
kebijakan ini ialah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan
kesehatan. Dalam menanggapi bencana wabah covid-19 ini selanjutnya
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019, yang
kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini maksudnya adalah


pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga

1
2

terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk


mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)1.
Pada saat Konferensi Pers (31 Maret 2020), presiden Jokowi menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah tidak boleh menerapkan kebijakan sendiri-sendiri di
wilayahnya yang tidak sesuai dengan protokol Pemerintah Pusat. Pemerintah
daerah dan pihak swasta harus tunduk pada PSBB yang ditentukan oleh
Pemerintah pusat, apabila tidak mematuhi atau menghalang-halangi
penyelenggaraan PSBB maka dapat dijerat dengan sanksi pidana 2.

Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara yang tampak


mengalami keraguan dalam penanganan Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dari
lambatnya pengambilan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
pada 31 Maret 2020, hampir 1 bulan sejak kasus positif Covid-19 pertama kali
diumumkan 2 Maret 2020 . Implementasi PSBB-pun tampak tidak seragam,
mengingat terjadi perbedaan pendapat di internal Pemerintahan, misalnya
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan dalam soal kebijakan
penumpang kendaraan bermotor. Demikian juga, kebijakan larangan mudik
menjelang perayaan Idul Fitri, namun angkutan umum tidak dilarang beroperasi.
Kebijakan yang dapat dikatakan kontradiktif. Namun dibalik itu, ada maksud
bahwa walau mudik dilarang, namun perekonomian tidak boleh berhenti berputar.
Pemerintah sendiri mengaku, mengapa kerap terjadi kontradiksi, karena belum
adanya pengalaman menghadapi situasi pandemi akibat Covid-19.14 Persoalan
mendasarnya, upaya penyelamatan Covid-19 telah berdampak pada sektor
perekonomian secara masif3.

Menyusul kebijakan Pemerintah yang berupa Peraturan Pemerintah No. 21


Tahun 2020, Pemerintah mengeluarkan kebijakan lain mengenai Pembatasan

1
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
2
Aprista Ristyawati, Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam
Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945,
Administrative Law & Governance Journal. Volume 3 Issue 2, June 2020, h 242
3
Mei Susanto, Teguh Tresan Puja Asmara, Ekonomi Versus Hak Asasi Manusia Dalam
Penanganan Covid-19: Dikotomi Atau Harmonisasi (The Economy versus Human Rights In
Handling Covid-19: Dichotomy or Harmonization). Jurnal HAM, Volume 11, Agustus 2020, h 303
3

Sosial Berskala Besar, yakni Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES)


Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Kebijakan
PSBB hanyalah salah satu opsi dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor
risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Opsi lainnya
yakni dilakukan karantina rumah, karantina wilayah, atau karantina rumah sakit.
Langkah mana yang diambil oleh Pemerintah didasarkan pada beberapa
pertimbangan, seperti besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya,
teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Pejabat
yang berwenang untuk menetapkan hal tersebut yaitu menteri yang
menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.

Terkait dengan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dan ditentukan oleh


Pemerintah pusat, selebihnya Pemerintah pusat menyerahkan kepada Pemerintah
daerah agar menindaklanjuti bagaimana selanjutnya kebijakan-kebijakan yang
harus dibuat dan dilaksanakan sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
Namun, meskipun demikian, kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah daerah tetap
harus sesuai dan tidak melanggar kebijakan Pemerintah pusat. Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun
20204.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020


untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar suatu
wilayah/Kota/Kecamatan harus memenuhi kriteria seperti, jumlah kasus dan/atau
jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan
cepat ke beberapa wilayah, dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian
serupa diwilayah atau Negara lain5. Lalu pada Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2020 dijelaskan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit

4
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
5
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
4

meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan;


dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum6.

Bunyi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Pasal 59 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 terlihat sama. Padahal hakikatnya
Peraturan Pemerintah memiliki peran untuk menjelaskan pelaksanaan atas aturan
Undang-Undang yang mendelegasikannya. Namun di dalam Peraturan Pemerintah
tersebut tidak disebutkan secara jelas terutama mengenai penjelasan adanya
peliburan dalam rangka mengantisipasi penularan Covid-19 yang pada
kenyataannya sekolah maupun tempat kerja tidak diliburkan, melainkan belajar
jarak jauh untuk sekolah dan bekerja dari rumah / Work From Home (WFH), hal
tersebut membuat kejelasan dalam klausul dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2020 belum tercapai7.

Secara prosedural, penetapan PSBB diputuskan melalui surat keputusan


menteri kesehatan yang didahului oleh permohonan penetapan PSBB oleh kepala
daerah. Di dalam peraturan pemerintah PSBB, diatur lebih lanjut berbagai bentuk
pembatasan yang berimplikasi bagi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
HAM. Hal ini diantaranya ialah hak untuk berkumpul, hak untuk bergerak, hak
untuk beribadah, hak atas pendidikan, hak sosial dan budaya, dan hak atas
pekerjaan. Namun disaat yang bersamaan, pada saat kebijakan ini mempengaruhi
dan membuat berbagai bentuk pembatasan hak-hak tersebut, Pemerintah tidak
mengatur mekanisme pemulihan jika terjadi pelanggaran HAM sebagai akibat
dari pembatasan. Jalan keluar yang diciptakan oleh Pemerintah ialah pemberian
bantuan sosial (Bansos) berupa Uang tunai maupun makanan pokok sebagai
penunjang kehidupan masyarakat selama PSBB berlangsung.

Bersamaan dengan itu, upaya Pemerintah juga besar untuk menyelamatkan


kesejahteraan masyarakat dengan mendahulukan hak-hak kesehatan bagi

6
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
7
Aprista Ristyawati, Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam
Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945,
Administrative Law & Governance Journal. Volume 3 Issue 2, June 2020, h 245
5

masyarakat. Penanganan Pemerintah pada masa pandemi ini cukup dilematik.


Tidak mudah membuat kebijakan yang disatu sisi ingin menyelamatkan nyawa
(kesehatan) sedangkan di sisi lain juga tidak ingin menghentikan roda
perekonomian.

Penulis pada penelitian kali ini akan menganalisis dinamika pelaksanaan


kebijakan Pemerintah terkait penerapan PSBB di Kecamatan Pandeglang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Melihat fenomena penyebaran kasus
Covid-19 yang sangat fluktuatif di kecamatan Pandeglang, penulis ingin
menganalisis serta mengamati lebih jauh mengenai bagaimana pelaksanaan
Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah daerah Kecamatan Pandeglang berupa
Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan
penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan upaya
pengendalian COVID-19, yang tidak lain merupakan turunan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Bagaimana peraturan ini bekerja serta
bagaimana respon masyarakata dalam menjlankannya. Peraturan Bupati ini
menjelaskan lebih rinci tentang kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah
Pandeglang untuk semua masyarakatnya, baik perseorangan, pelaku usaha, tempat
dan sebagainya.

Kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah daerah Kabupaten


Pandeglang bertujuan untuk mengatur lebih rinci terkait kewajiban dan keharusan
seluruh masyarakat Kabupaten Pandeglang dalam menjalankan protokol
kesehatan dan upaya pencegahan Covid-19. Namun, apakah kebijakan ini berjalan
sesuai dengan yang seharusnya atau tidak, penulis akan menganalisis
keefektifitasan implementasi kebijakan ini. Beberapa asumsi perlu divalidasi
karena akan sangat mempengaruhi hasil akhir prediksi. Dengan begitu, penulis
perlu melihat dan turun langsung kelapangan untuk melihat keadaan bagaimana
implementasi kebijakan terkait penerapan PSBB ini berjalan di Kecamatan
Pandeglang. Sejauh ini yang terlihat penerapan kebijakan PSBB di Kecamatan
Pandeglang ini sepertinya kurang optimal, namun untuk memvalidasi itu,
tentusaja perlu dilakukan penelitian yang jauh lebih dalam untuk memastikannya.
6

Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penelitian yang akan melibatkan berbagai
macam pihak di dalamnya. Bagaimana praktik penerapan kebijakan PSBB di
kecamatan Pandeglang akan terjawab dalam penelitian ini, apasaja yang menjadi
kendala dalam penerapannya, upaya. Dalam penerapannya, terdapat beberapa
asumsi bahwa pemerintah juga belum terlihat begitu tegas dalam penegakkan
sanksi untuk setiap orang atau badan yang melanggar kebijakan ini. Dilain sisi
penulis yang juga sebagai warga Kecamatan Pandeglang ingin menganalisis
mengenai kebijakan ini dalam mengatur budaya hukum di Kecamatan
Pandeglang, dimana memang budaya hukum masyarakat yang sulit diatur. Maka
dari itu penulis perlu meneliti lebih lanjut untuk dapat memastikan bagaimana
berjalannya implementasi kebijakan PSBB di Kecamatan Pandeglang ini.

Dengan alibi kurangnya pemenuhan Hak-hak pokok dari Pemerintah


Daerah, masyarakat menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk tetap
berkegiatan tanpa memperhatikan kebijakan PSBB tersebut. Oleh karenanya,
negara dan seluruh daerahnya diberikan kewajiban untuk memenuhi hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya secara progresif meskipun dalam keadaan penerapan
pembatasan sosial berskala besar. Setiap Negara wajib melakukan langkah-
langkah konkret dengan segala sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
daerah tersebut untuk melakukan realisasi secara penuh dalam hal pemenuhan
hak-hak secara layak. Bersamaan dengan hal tersebut, hak atas kesehatan
ditetapkan sebagai salah satu hak dasar yang melekat pada setiap individu, dalam
hal tersebut Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap
hak atas kesehatan berdasarkan sebagimana ditegaskan dalam konstitusi8. Maka
dari itu Pemerintah Kecamatan Pandeglang harus tetap bekerja keras dalam
keterbatasannya untuk tetap memenuhi kebutuhan Masyarakatnya.

Dari persoalan-persoalan tersebut penulis akan mengkaji beberapa hal


dalam skripsi ini. Pertama, Apakah implementasi kebijakan Pemerintah
Kecamatan Pandeglang pada masa pandemi ini sudah efektif dan sesuai dengan

8
Komnas HAM, Tata kelola Penanggulangan Covid-19 dalam Perspektif HAM, Oktober
2020, h 126
7

kebutuhan? Kedua, bagaimanakah dinamika pelaksanaan kebijakan Pembatasan


Sosial Berskala Besar (PSBB) ini diterapkan di Kecamatan Pandeglang? yang
Selanjutnya penulis akan menganalisis permasalahan tersebut dalam skripsi ini.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
a. Keefektivitasan kebijakan yang dijalankan Pemerintah Kecamatan
Pandeglang terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
b. Keselarasan kerjasama antara Pemerintah daerah dan masyarakat belum
terjalin dengan baik dalam penerapan kebijakan PSBB
c. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya virus Covid-19
2. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan dibahas peneliti terarah dan sistematis sehingga
menjadi lebih fokus dalam pembahasan masalah, maka peneliti membatasi
masalah kajian kepada analisis implementasi kebijakan Pemerintah
Kecamatan Pandeglang dalam penerapan PSBB, lebih lanjut lagi masalah
pada skripsi ini dibatasi sebagai berikut:
a. Efektivitas dibatasi pada keefektifan yaitu keberhasilan tindakan yang
diambil oleh Pemerintah Kecamatan Pandeglang dalam penerapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar
b. Kebijakan hukum dibatasi pada aturan hukum yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kabupaten Pandeglang yang berkaitan dengan upaya
pencegahan penyebaran Covid-19
c. Pembatasan Sosial berskala besar dibatasi implementasinya hanya pada
daerah Kecamatan Pandeglang
d. Data yang diteliti dibatasi pada tahun 2020-2021 sesuai dengan
fenomena Covid-19 dan semenjak kebijakan terkait PSBB di
Kecamatan Pandeglang dibuat hingga selama pelaksanaannya.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
ditarik beberapa point di dalam rumusan masalah :
8

a. Bagaimana kebijakan Pemerintah dalam penerapan pembatasan sosial


berskala besar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?
b. Bagaimanakah dinamika implementasi dari kebijakan Pemerintah
dalam penerapan Pembatasan Sosial berskala besar pada masa pandemi
Covid-19 di Kecamatan Pandeglang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk :
a. Untuk menganalisis implementasi kebijakan Pemerintah Kecamatan
Pandeglang terkait dengan PSBB pada masa pandemi Covid-19.
b. Untuk mengetahui dinamika kebijakan Pemerintah dalam penerapan
PSBB di Kecamatan Pandeglang.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek yaitu manfaat secara
teoritis dan manfaat secara praktis. Pertama, manfaat teoritis dari penelitian ini
dapat menjadi bahan referensi pustaka dan menjadi pengembangan materi
yang berkaitan dengan analisis kebijakan Pemerintah mengenai PSBB. Kedua,
manfaat praktis yang dapat menjadi bahan masukan bagi para pembaca baik
masyarakat atau Pemerintah untuk lebih mengetahui kaitan antara kebijakan
PSBB.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu


Dalam skripsi ini peneliti meninjau penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang berkaitan dengan topik pembahasan dalam penelitian ini baik
yang mengkaji secara umum maupun secara spesifik agar dapat dijadikan
pembanding dan menjamin tidak adanya kesamaan pembahasan dalam penelitian
ini. Berikut tinjauan kajian terdahulu baik berupa buku, tesis, skripsi, maupun
jurnal karya ilmiah:
Jurnal karya ilmiah dengan judul “Efektifitas Kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh
Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945” yang ditulis oleh Aprista
9

Ristyawati. Jurnal ini berisi mengenai penilaian penulis untuk mengetahui


keefektifan kebijakan Pemerintah pada masa pandemi dan bagaimana upaya yang
dilakukan agar kebijakan yang diberikan selama masa Pandemi efektif sesuai
UUD NRI Tahun 1945. Penulis menyimpulkan Apabila dilihat dari beberapa
tinjauan kebijakan PSBB yang dipilih oleh Pemerintah dalam menyikapi kasus
Covid-19 yang ada saat ini, memang masih dalam proses pelaksanaan, namun
memang di beberapa daerah di Indonesia juga ada yang mengalami perkembangan
dengan kebijakan yang ada. Tetapi, jika dikaitkan dengan amanat Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebijakan PSBB banyak
yang kurang efektif karena pasti masyarakat merasa bahwa belum mendapatkan
perlindungan hukum dalam hal ini yaitu kebijakan yang ada yang dibuat oleh
Pemerintah saat ini. Terutama berkaitan dengan tanggung jawab negara terhadap
kesehatan masyarakat dan tenaga medis khususnya yang ada pada Pasal 28 H ayat
(1) dan Pasal 33 ayat (3) yang menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan adalah
hak setiap orang yang menjadi tanggungjawab negara atas penyediaannya. Setiap
orang berhak dan wajib mendapat kesehatan dalam derajat optimal, tidak hanya
menyangkut masalah individu tetapi meliputi semua faktor yang berkontribusi
terhadap hidup yang sehat dan juga hak atas kesehatan serta hak atas pelayanan
medis.
Jurnal karya ilmiah dengan judul “Aspek Hukum Pemberlakuan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)” yang ditulis oleh Muh. Hasrul. Dalam
penelitian ini penulis mengkaji dan membahas aspek hukum yang berkaitan
dengan Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB). Dalam tulisannya penulis
memaparkan pertimbangan persetujuan PSBB oleh Menteri Kesehatan. Sehingga
berkesimpulan pada aturan tersebut, terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi
untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yaitu pertama,
jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar
secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan kedua, terdapat kaitan
epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Penulis juga
10

memaparkan pendapatnya dari perspektif Pancasila dan menjabarkannya dari sila


pertama sampai sila kelima.
Artikel dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI dengan judul
“Implikasi Hukum Pembatasan Sosial Berskala Besar Terkait Pencegahan
Covid-19” yang ditulis oleh Prianter Jaya Hairi. Pada penelitian ini penulis
membahas implikasi hukum dari ditetapkannya kebijakan tersebut. Dalam
pembahasan ditemukan adanya kewenangan terpusat dalam pengambilan
kebijakan terkait tindakan PSBB sehingga Pemerintah daerah membutuhkan
persetujuan menteri sebelum melakukan langkah pencegahan Covid-19. Dengan
kesimpulan yang dibuat ialah Pemerintah akan sangat selektif dalam menetapkan
PSBB di wilayah tertentu, terutama untuk PSBB berupa kegiatan di tempat atau
fasilitas umum, karena dengan demikian Pemerintah diwajibkan memperhatikan
pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Pemerintah daerah dan pihak swasta harus
tunduk pada PSBB yang ditetapkan Menteri. Lalu, kepala daerah wajib
melaksanakan PSBB yang diusulkan oleh Ketua Pelaksana Gugus Tugas apabila
disetujui menteri. Setiap orang yang tidak mematuhi atau menghalang halangi
penyelenggaraan PSBB dapat dijerat dengan sanksi pidana. DPR sebagai lembaga
yang memiliki fungsi pengawasan dapat berperan dalam mengawasi kinerja
Pemerintah agar hak-hak masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan dasar dapat
terjamin saat penerapan PSBB. Demikian pula pengawasan terhadap kinerja
POLRI dalam melaksanakan langkah penindakan dan penertiban di masyarakat.
Karya-karya ilmiah diatas berbeda dengan penelitian yang penulis
lakukan. Karya yang telah disebutkan diatas tidak membahas tentang Analisis
kebijakan Pemerintah dalam penerapan PSBB menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 dan keterkaitannya dengan HAM.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif- empiris yang merupakan penggabungan antara pendekatan
hukum normatif dan hukum empiris. Metode penelitian normatif-empiris
mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam
11

aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu
masyarakat. Dimana Penelitian hukum empiris merupakan salah satu jenis
penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya hukum di
dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji menjelaskan,
bahwa penelitian hukum empiris atau sosiologis adalah penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti data primer 9. Dalam penelitian ini
penulis menganalisis keefektifan sebuah hukum yang berlaku di masyarakat.
Sedangkan normatif merupakan suatu metode penelitian untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.
Penelitian ini menggunakan bahan pustaka dengan menelaah teori, asas,
konsep hukum serta peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
penelitian ini.

2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian hukum ini terdapat beberapa pendekatan yang
digunakan, diantaranya adalah : pendekatan perundang- undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan
kasus (case approach). Pendekatan Undang-Undang (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani10. Pendekatan
perundang-undangan dalam bentuk melihat peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah dalam melakukan Pembatasan
Sosial berskala Besar dan penanganan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Misalnya Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Covid-19. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB
dalamrangka percepatan penanganan Covid-19. Dan Peraturan Bupati Nomor
55 Tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol

9
Ishaq, Metode Penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi,
(Bandung: Alfabeta, 2017). h.70
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Cet-14, 2019), h. 133
12

kesehatan sebagai upaya pencegahan dan upaya pengendalian COVID-19.


Adapun pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum11. Dalam hal ini pendekatan konseptual digunakan untuk melihat
konsepsi-konsepsi mengenai kebijakan publik, teori efektivitas dan kesadaran
hukum masyarakat. Dan pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan
cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang
dihadapi12. Pendekatan kasus ini digunakan untuk melihat bagaimana
penanganan kasus Covid-19 di Indonesia terutama di kecamatan Pandeglang,
apakah kebijakan yang dijalankan efektif atau tidak.
3. Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian
hukum dikenal istilah bahan hukum primer. Menurut Peter Mahmud bahan
hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif atau
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perUndang-
Undangan, catatan-catatan resmi dalam pembuatan perUndang-Undangan dan
putusan-putusan hakim13. Bahan hukum primer yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain:
a. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Covid-19.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 09 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka
percepatan penanganan Covid-19.
c. Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2020 tentang penerapan
disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya
pencegahan dan upaya pengendalian COVID-19.

11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum…h. 135
12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,… h. 134
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, … h. 181
13

Sedangkan bahan hukum sekunder menurut Peter Mahmud ialah semua


bahan yang berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen
resmi14. Kemudian yang penulis gunakan ialah buku-buku, jurnal-jurnal
hukum dan artikel hukum yang berkaitan dengna tema penelitian ini.
Selanjutnya terdapat Bahan non hukum yang penulis gunakan ialah
wawancara bersama narasumber dari pihak pemerintah yakni Camat
Kecamatan Pandeglang, masyarakat, pelaku usaha dan stakeholder yang
bersangkutan diantaranya, Ketua Satuan Gugus Tugas (Satgas) Penanganan
Covid-19 Kabupaten Pandeglang, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan
Ketertiban Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten
Pandeglang.

4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi pustaka dan Observasi. Pengumpulan data dengan menggunakan studi
pustaka ini merupakan proses pengindentifikasian secara sistematis dengan
cara mengumpulkan, membaca, menelaah ketentuan peraturan perUndang-
Undangan, pendapat para pakar, jurnal, serta hasil-hasil penelitian dan artikel
yang memuat informasi yang berkaitan dengan tema penelitian. Sedangkan
pengumpulan data dengan observasi dilakukan dengan wawancara beberapa
pihak yang berkaitan langsung dengan implementasi kebijakan terkait
pembatasan Sosial berskala besar, mengamati keadaan dan kondisi lapangan
yang sedang terjadi.
5. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Metode
penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang lebih menekankan
pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada
melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini
lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (indepth analysis), yaitu
mengkaji masalah secara kasus per kasus karena metodologi kualitatif yakin

14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum… h. 181
14

bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah
lainnya15. Pada proses analisis data ini penulis menghubungkan teori dengan
masalah sehingga menimbulkan sebuah kesimpulan.
6. Teknik Penulisan
Skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab.
Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan materi
yang diteliti.
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini dibahas latar belakang masalah,
identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan dalam penelitian ini.
BAB II Efektivitas Kebijakan Publik Dalam Tinjauan Teoritik .
Meliputi kajian pustaka dan teoritis mengenai kebijakan hukum dan dan teori
efektivitas.
BAB III Potret Penerapan PSBB Di Kecamatan Pandeglang. Meliputi
data-data wawancara dan observasi yang dilakukan penulis mengenai
implementasi kebijakan penerapan PSBB di Kecamatan Pandeglang.
BAB IV Penerapan PSBB Di Kecamatan Pandeglang. Pada bab ini
meliputi analisis penulis mengenai keefektifan implementasi kebijakan
penerapan PSBB di Kecamatan Pandeglang.
BAB V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan penulis dan kemudian diberi saran sesuai dengan pokok masalah yang
dikaji.

15
Sandu Siyoti, Ali Sodik, Dasar Metodelogi Penelitian, (Jogjakarta: Literasi Media
Publishing, cet.-1, 2015) h. 28
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PUBLIK DALAM TINJAUAN TEORITIK

A. Kerangka Konsep
1. Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik berasal dari bahasa inggris, yaitu public policy.
Dalam artian policy ialah kebijakan dan kebijaksanaan, sehingga public
policy ialah kebijakan publik 1. Kebijakan dibuat oleh pejabat administrasi
Negara dalam rangka untuk melaksanakan tugas-tugas Pemerintah.
Keberadaan dari sebuah kebijakan merupakan sebuah konsekuensi dari
Negara hukum yang membebankan tugas kepada Pemerintah yang tidak lain
untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Sedangkan definisi kebijakan
menurut Sri Soemantri yang dikutip oleh Dedi Mulyadi dalam bukunya
adalah konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak. Di lain sisi
Klein, menjelaskan bahwa kebijakan adalah tindakan secara sadar dan
sistematis, dengan menggunakan sarana-sarana cocok, dengan tujuan politik
yang jelas sebagai sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah 2.
Ada beberapa syarat tertentu dalam sebuah kebijakan untuk kemudian
dapat berlaku, sebagaimana yang dikatakan oleh Van Kreveld antara lain 3:
a. Tidak dapat bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung
wewenang diskresioner yang dijabarkannya.
b. Tidak dapat bertentangan dengan nalar sehat.
c. Harus dipersiapkan dengan cermat, perlunya meminta saran teknis dari
instansi yang berwenang, rembukan dengan para pihak yang terkait dan
mempertimbangkan alternatif yang ada.

1
Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014) h.35
2
Dedi Mulyadi, Kebijakan Legislasi: Tentang Sanksi Pidana Pemilu Legislatif di
Indonesia dalam Perspektif Demokrasi, (Bekasi: Gramata Publishing, 2012) h.60
3
Sunggono Bambang, Hukum dan Kebijakan Publik (Jakarta: Sinar Grafika, 1994) h.155

15
16

d. Isi kebijakan harus jelas memuat hak dan kewajiban warga masyarakat
yang terkena dan ada kepastian tindakan yang akan dilakukan oleh
instansi yang bersangkutan.
e. Pertimbangan tidak harus rinci, namun jelas tujuan dan dasar
pertimbangannya, dan
f. Harus memenuhi syarat kepastian hukum materiil, artinya hak yang telah
diperoleh dari warga yang terkena harus dihormati, kemudian harapan
yang telah ditimbulkan jangan sampai diingkari.

Menurut Bagir Manan, wewenang tidak sama dengan kekuasaan


dalam bahasa hukum. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat. Sedangkan dalam hukum, wewenang sekaligus berarti
hak dan kewajiban. Wewenang mengandung arti kemampuan untuk
melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah
kemampuan bertindak yang diberikan oleh Undang-Undang yang berlaku
untuk melakukan hubungan-hubungan hukum4.

Kebijakan publik menurut Kraft dan Furlong adalah “A course of


government action (or inaction) taken in response to social problems. Social
problems are conditions the public widely perceives to be unacceptable and
therefor requiring intervention”5. Dapat diartikan sebuah tindakan yang
dibuat Pemerintah untuk menyetujui atau tidak sesuatu hal yang diambil
sebagai respon terhadap suatu masalah sosial, masalah sosial tersebut
merupakan kondisi yang dialami masyarakat luas dan dianggap sebagai
sebuah masalah, oleh karena itu memerlukan intervensi atau campur tangan
Pemerintah.

Pada pengertiannya, banyak ahli yang telah mendefinisikannya.


Salah satunya dikutip oleh Sahya Anggara, menurut Thomas R. Dye,
kebijakan publik merupakan sebuah tindakan dari Pemerintah, baik tindakan

4
SF Marbun, Peradilan Administratif Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,
(Yogyakarta: FH UII Press, 2011), h.190
5
Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.3

16
17

untuk melakukan atau tidak kebijakan tersebut. Pemerintah harus


mengetahui alasan dan manfaatnya ketika kebijakan tersebut dibuat untuk
masyarakat dan juga harus mempertimbangkan apakah dapat diterapkan
atau tidak6. Sejalan dengan James E. Anderson masih dalam buku Sahya
Anggara, ia mendefinisikan kebijakan publik sebagai sebuah kebijakan yang
dibuat dan dirumuskan oleh pejabat Pemerintah, sehingga dapat dijadikan
sebagai arah untuk mengatasi masalah yang ada di masyarakat. Dalam hal
ini berarti Pemerintah berperan penting dalam pembentukan kebijakan
dengan melihat keadaan masyarakatnya. Apakah masalah yang ada dapat
diatasi dengan kebijakan yang telah dibuat.

Kebijakan publik berperan sebagai perangkat dari tindakan


Pemerintah, dengan itu kebijakan publik menjadi sebuah peraturan atau
kebijakan yang sah dan legal, Karena dibuat dan diturunkan oleh
Pemerintah sebagai sebuah lembaga yang memang memiliki kewenangan
dan legitimasi untuk melakukannya. Dibuatnya sebuah kebijakan publik
tidak akan terlepas dari teori, model, hipotesis dan hubungan sebab akibat
dengan juga melihat asumsi-asumsi pada perilaku di masyarakat 7.

Menurut Anderson sebagaimana dikutip oleh Budi Winarmo,


terdapat empat konsep dari kebijakan publik, yaitu pertama, orientasi utama
dari sebuah kebijakan publik berasal pada maksud dan tujuan kebijakan,
bukan dari perilaku yang biasa atau serampangan. Kebijakan publik
direncanakan oleh pejabat Pemerintahan yang terlibat dalam sebuah
kebijakan. Kedua, kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat Pemerintah, bukan berasal dari kepentingan individu atau
perseorangan. Ketiga, kebijakan dilakukan oleh Pemerintah untuk
membantu ekonomi atau perdagangan yang dapat membantu kebutuhan
masyarakat, sehingga dapat menjadi sebuah kebutuhan masyarakat itu
sendiri. Keempat, kebijakan dapat memungkinkan menjadi hal yang bersifat

6
Sahya Anggara, Kebijakan Publik…, h.35
7
Sahya Anggara, Kebijakan Publik… h.36

17
18

positif, hal ini bergantung pada bagaimana sikap dari Pemerintah mengenai
sebuah gejala atau fenomena yang terjadi di masyarakat 8.

Dengan konsep-konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa


dalam membuat kebijakan publik, tidak bisa sembarang orang
melakukannya. Harus memiliki legitimasi dan kewenangan untuk membuat
sebuah kebijakan. Tidak cukup sampai disitu, seorang yang membuat
kebijakan pun harus memiliki keahlian di bidangnya, tidak boleh serta merta
hanya karena ia bagian dari Pemerintahan. Dalam proses pembuatan sebuah
kebijakan juga harus melihat keadaan masyarakat, mengukur masalah
dilapangan dan tidak boleh mengedepankan kepentingan pribadi. Kebijakan
dibuat dengan tujuan utama kesejahteraan rakyat bukan pribadi.

Berdasarkan sifatnya, peraturan kebijakan dapat dikategorikan


menjadi dua. Pertama, kebijakan yang bersifat terikat (gabonden beleids)
yang merupakan kebijakan yang ditetapkan pejabat administrasi negara
sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Sehingga
kebijakan yang diambil oleh pejabat tersebut tidak menyimpang dari
persyaratan yang telah ditetapkan. Kebijakan ini dibuat demi memenuhi
tuntutan asas legalitas sebagai salah satu unsur negara hukum9.

Kedua, kebijakan yang bersifat bebas. Artinya ialah kebijakan yang


ditetapkan berdasarkan pertimbangan pejabat negara semata. Kebijakan
yang bersifat bebas ditetapkan dan dijalankan oleh pejabat negara dalam
rangka menyelesaikan suatu keadaan (masalah konkret) yang pada dasarnya
belum ada aturannya dalam Undang-Undang10.

Dalam tahapannya, untuk membuat atau menetapkan sebuah


kebijakan, lembaga Pemerintah harus melakukan sebuah rangkaian proses.

8
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, (Jakarta: CAPS, 2014)
h.19
9
Hotman P. Sibuea, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), h.90
10
Hotman P. Sibuea, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik… h.93

18
19

Mengutip pendapat William N. Dunn, Sahya Anggara menuliskan dalam


bukunya beberapa tahap pembuatan sebuah kebijakan, diantaranya ialah 11:
pertama, penyusunan agenda. Dalam tahap ini perumusan masalah dari
pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan kebijakan. Di
dalamnya terdapat asumsi yang tersembunyi, mengetahui penyebab
terjadinya masalah, dan merancang peluang dari kebijakan.

Kedua, formulasi kebijakan. Tahap ini menimbang atau


memperkirakan penyediaan dari informasi yang sesuai dengan kebijakan,
terkait pada permasalahan yang dapat timbul di kemudian hari, dapat
mengestimasi akibat dari kebijakan yang akan diusulkan, serta mengetahui
kendala yang akan terjadi.

Ketiga, adopsi kebijakan. Tahap ini menghasilkan informasi


mengenai manfaat dan biaya dari pelaksanaan kebijakan dan
memperkirakan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Dengan itu dapat
membantu untuk memperkirakan tingkat resiko dan ketidakpastian yang
dapat muncul dan menentukan pertanggungjawaban administratif bagi
implementasi kebijakan.

Keempat, implementasi kebijakan atau tahap pemantauan. Pada


tahap ini untuk melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan yang telah
diambil sebelumnya, serta dapat pula mengetahui hambatan yang terjadi
dari pelaksanaan kebijakan dan akibat yang tidak diharapkan dari kebijakan
tersebut.

Kelima, penilaian kebijakan atau evaluasi. Tahap ini menghasilkan


informasi mengenai kebijakan yang tidak sesuai antara kinerja yang
diterapkan dengan yang dihasilkan. Selanjutnya, dapat memunculkan kritik-
kritik terhadap nilai-nilai dari kebijakan yang dibuat sehingga dapat kembali
menjadi sebuah perumusan masalah.

11
Sahya Anggara, Kebijakan Publik… h.172-173

19
20

Tahap-tahap ini merupakan komponen penting yang harus saling


berkesinambungan untuk membuat kebijakan yang efektif. Sehingga saat
diimplementasikan tidak banyak kesalahan ataupun kekurangan, meskipun
tidak efektif secara sempurna. Setidaknya dengan tahap-tahap yang
beraturan bisa meminimalisir ketidaksempurnaan sebuah kebijakan publik.

Implementasi kebijakan ialah bagian dari cara penerapan sebuah


kebijakan yang sudah dijalankan. Pihak-pihak yang terlibat dalam
implementasi yaitu (1) pembuat kebijakan, (2) pejabat-pejabat pelaksana
lapangan, dan (3) aktor-aktor perorangan di luar badan Pemerintah atau
kelompok sasaran12. Salah satu tokoh yang mendefinisikan tentang
implementasi kebijakan yaitu George Edwards, dikutip dalam tulisan Budi
Winarno, menurutnya implementasi kebijakan merupakan bagian dari tahap
kebijakan publik, yaitu bagaimana pengaruh dan dampak untuk
masyarakat13.

Meskipun sudah dirumuskan, kebijakan bisa saja disebut gagal


apabila dalam pengimplementasiannya tidak tepat sasaran. Meskipun
kebijakan sudah dirumuskan dengan baik, ataupun sudah dijalankan
kegagalan masih bisa terjadi apabila implementasinya tidak dilakukan
sebagaimana mestinya. Sehingga sangat penting untuk merumuskan dengan
matang dan mengimplementasikan sebuah kebijakan sesuai dengan tujuan
dan sasaran kebijakan. Untuk dapat mewujudkan implementasi yang
berhasil, ada empat beberapa faktor yang bisa diterapkan dalam
pengimplementasiannya, yaitu :

1. Komunikasi
Dalam pelaksanaan sebuah kebijakan, komunikasi harus
dilakukan secara jelas dan menyeluruh kepada sasaran kebijakan
dan pelaksana kebijakan. Sehingga, pada pelaksanaannya dapat

12
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-
model Implementasi Kebijakan Publik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012) h.131
13
Budi Winarno, Kebijakan Publik era Globalisasi: Teori, Proses, dan Studi Kasu
Komparatif…, h.156

20
21

sesuai dengan harapan pembuat kebijakan14. Mengutip pendapat


Budi Winarno, komunikasi dibagi menjadi tiga hal yaitu transmisi
atau keputusan yang telah dikeluarkan oleh pembuat kebijakan
kepada pelaksana kebijakan. Kejelasan, yaitu berupa kejelasan
komunikasi yang diberikan oleh pelaksana kebijakan sehingga
tidak akan menimbulkan persepsi dan kesalahpahaman yang
dapat bertentangan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Dan
konsistensi dari Pemerintah, karena apabila Pemerintah tidak
konsisten dalam memberikan kebijakan maka dapat
memunculkan banyak penafsiran dan tindakan pelaksana
kebijakan yang tidak ketat15.
2. Sumber Daya
Sebuah kebijakan akan menjadi kurang berpengaruh
apabila kurangnya sumber daya yang dimiliki. Sehingga
pengimplementasian kebijakan dapat menjadi kurang efektif16.
Harus ada beberapa sumber yang diperlukan dalam implementasi
kebijakan yakni, staf yang kompeten dan memiliki keahlian
dalam melaksanakan tugasnya, informasi yang jelas mengenai
bagaimana pelaksanaan kebijakan dan data ketaatan personel
mengenai peraturan kepada pelaksana kebijakan, wewenang
pelaksana kebijakan yang dimana dalam menjalankannya setiap
posisi memiliki wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-
beda, dan fasilitas fisik sebagai pendukung untuk segala kegiatan
staf dan wewenang yang dimiliki17.
3. Disposisi
Sebuah kebijakan dapat berjalan dengan efektif jika adanya
dukungan dari berbagai pihak, baik itu dari pelaksana kebijakan

14
AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), h.90
15
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi…, h.156-158
16
AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi)…,h. 91
17
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi…, h.161-166

21
22

dan sasaran kebijakan, namun juga dapat menimbulkan


pertentangan jika dimunculkan pandangan dan kepentingan
pribadi atau kelompok dari pelaksana kebijakan18. Disposisi ini
bisa menjadi kemudahan pun sebaliknya bisa menjadi bumerang
bagi pelaksanaan kebijakan. Jika dijalankan dengan baik
sebagaimana seharusnya maka akan mempermudah jalannya
kebijakan hingga menjadi efektif, namun jika dijalankan dengan
adanya kepentingan pribadi maka akan membuat kebijakan
berjalan tidak sesuai yang diharapkan.
4. Struktur Birokrasi
Dalam hal ini, struktur birokrasi sengaja dibuat untuk
menjalankan sebuah kebijakan agar dapat membantu pelaksanaan
kebijakan. Namun, menurut AG. Subarsono struktur birokrasi
yang terlalu panjang dapat berakibat pada melemahnya
pengawasan kebijakan, karena prosedur birokrasi yang rumit 19.
Ada dua karakteristik dalam birokrasi menurut Edwards yang
dikutip oleh Budi Winarno, yaitu: pertama, prosedur ukuran kerja
atau Standard Operating Procedures (SOP) ialah sebuah prosedur
yang digunakan para pelaksana kebijakan, dengan adanya SOP
dapat menyamakan setiap tindakan para pejabat yang berada
dalam lingkup luas, sehingga memberikan fleksibilitas yang besar
dan kesamaan dalam penerapan kebijakan20. Dan kedua,
fragmentasi yaitu tanggung jawab di suatu kebijakan yang banyak
dan tersebar, serta adanya desentralisasi kekuasaan untuk
mencapai tujuan kebijakan.

Setelah terlaksananya kebijakan dengan pengimplementasian yang


diharapkan sesuai, selanjutnya perlu adanya evaluasi untuk menilai dan
mengetahui apakah kebijakan yang diberlakukan sudah sesuai ataukah belum.

18
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi…, h.170
19
AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi)…, h.92
20
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi…, h.177

22
23

Selain itu juga sebagai bahan perbandingan dan pelajaran untuk pembuatan
kebijakan yang selanjutnya. Untuk mengevaluasi sebuah kebijakan tidak bisa
dengan waktu yang singkat dari sejak pengimplementasian kebijakan tersebut,
butuh waktu setidaknya bertahun-tahun untuk kebijakan itu diberlakukan terlebih
dahulu sehingga pada saat evaluasi dapat mengetahui apa yang sesuai dan tidak
sesuai dari kebijakan yang sudah dijalankan tersebut.

Ada beberapa tujuan dari evaluasi sebuah kebijakan menurut Subarsono,


yaitu21 :

1. Untuk dapat mengetahui tingkat kinerja yang sudah dilakukan oleh


pelaksana kebijakan, sehingga dapat terlihat apakah sasaran kebijakan
sudah sesuai dengan rumusan kebijakan.
2. Untuk mengetahui efisiensi dari kebijakan tersebut, sehingga dapat
diketahui biaya serta manfaat yang sudah dirasakan oleh sasaran
kebijakan kepada pelaksana kebijakan.
3. Untuk melihat dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang sedang
berjalan, apakah kebijakan tersebut berdampak baik atau buruk untuk
sasaran kebijakan atau lingkungan.
4. Untuk mengetahui apa saja masalah-masalah yang muncul dari
berjalannya kebijakan, apakah sudah sesuai dengan sasaran dan tujuan
yang dituju atau tidak.
5. Untuk sebagai bahan masukan pada kebijakan yang akan dibuat di
masa mendatang, sehingga dapat menjadi rumusan masalah kembali
dan menghasilkan kebijakan baru yang diharapkan bisa lebih baik dan
lebih efektif.

2. Pembatasan Sosial Berskala Besar

Sejak maret 2020 Pemerintah mulai membuat ragam kebijakan terkait


penanganan masalah kesehatan dan kekarantinaan. Terdapat setidaknya 3
(tiga) dasar hukum dalam pelaksanaan kebijakan PSBB, yaitu Undang-

21
A.G. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik…, h.120

23
24

Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan kesehatan, Undang-


Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Sebagai dasar
hukum peraturan-peraturan ini antara lain mengatur tentang tanggung jawab
Pemerintah Pusat dan daerah, hak dan kewajiban, kedaruratan kesehatan
masyarakat, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, wabah dan
sebagainya yang bersangkutan dengan karantina kesehatan. Lalu, Pemerintah
menerbitkan regulasi sebagai turunan dari Undang-Undang Kekarantinaan
Kesehatan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Covid-1922.
Terbitnya Peraturan Pemerintah ini juga dikarenakan adanya
peningkatan jumlah kasus penyebaran Covid-19 yang berdampak pada aspek
politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Pembatasan
Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam
suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran Covid-1923.
Istilah PSBB muncul dari Presiden Joko Widodo sebagai upaya yang
harus dilakukan untuk melawan pandemi Covid-19. Dalam video pada 30
Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa beliau meminta
pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas,
disiplin dan efektif. Kebijakan mengenai PSBB ini di Indonesia pertama kali
diterapkan pada April 2020 di Jakarta kemudian diikuti oleh beberapa daerah
lainnya. Selanjutnya, sesuai amanat Pemerintah maka Menteri Kesehatan
menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 tahun 2020 Tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Covid-19. Peraturan ini mengatur kelanjutan mengenai
mekanisme penerapan PSBB.

22
Muh. Nasrul, Aspek Hukum Pemberlakuan PSBB dalam Rangka Penanganan Covid-
19, Jurnal Legislatif UNHAS, 2020, h. 387
23
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19

24
25

Pada penerapannya PSBB dilakukan di berbagai daerah memiliki


syarat, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 disebutkan dalam
pasal 3, Pembatasan Sosial Berskala Besar setidaknya harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu, dituliskan bahwa kriteria tersebut ialah jumlah kasus
dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara
signifikan dan cepat keberbagai wilayah dan terdapat kaitan epidemiologis
dengan kejadian serupa di wilayah atau Negara lain24. Itu berarti tidak semua
daerah atau wilayah bisa menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Apabila daerah tersebut tidak termasuk dalam kriteria yang disebutkan dalam
pasal 3 tersebut, maka tidak diberlakukan PSBB di daerah tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 ini, tidak menjadi satu-
satunya aturan yang melandasi penerapan PSBB, terutama di masing-masing
wilayah. Tentunya, setiap daerah harus membuat peraturan untuk daerahnya
masing-masing secara lebih detail dan rinci. Sesuai dengan pasal 2 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 dituliskan bahwa : Dengan
persetujuan Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang
kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala
Besar atau Pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu
Provinsi atau kabupaten/ kota tertentu25.
Dapat disimpulkan bahwa secara mekanisme syaratnya dapat
dijabarkan bahwa beberapa kriteria yang telah disebutkan harus diajukan oleh
kepala daerah, baik gubernur, bupati ataupun walikota dengan mengajukan
data dengan adanya kenaikan jumlah kasus, peningkatan jumlah penyebaran
menurut waktu dan data lain yang mendukung kriteria harus diberlakukannya
penerapan PSBB. Kemudian data tersebut harus disertai dengan kurva
epidemiologi yang menyatakan telah terjadinya penularan di wilayah tersebut.

24
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
25
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19

25
26

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 juga


dijelaskan bahwa dalam penetapanmya menteri menetapkan PSBB di suatu
wilayah berdasarkan permohonan Gubernur/ Bupati/ Walikota. Dalam
mengajukan permohonan PSBB kepada Menteri harus disertai dengan
sejumlah data seperti peningkatan jumlah kasus menurut waktu, penyebaran
kasus menurut waktu, dan kejadian transmisi lokal. Untuk peningkatan
jumlah kasus menurut waktu harus disertai dengan kurva epidemiologi dan
peta penyebaran menurut waktu. Selain itu juga dalam mengajukan
permohonan PSBB kepala daerah juga harus menyampaikan informasi
mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar
rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring
pengaman sosial serta aspek keamanan26. Setelah permohonan tersebut
diajukan, Menteri Kesehatan akan membentuk tim khusus yang bekerjasama
dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona untuk
melaksanakan tugasnya dengan melakukan kajian epidemiologis dengan
mempertimbangkan kesiapan daerah yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaannya Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana
tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 pasal 4 ayat (1)
ialah :
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi
a. Peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. Pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum 27.

Bunyi pasal tersebut hampir sama dengan mekanisme pelaksanaan


Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 pada pasal 13 ayat (1). Hanya saja ada
penambahan, pembatasan dilakukan juga dalam kegiatan sosial dan budaya,
moda transportasi dan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan

26
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
27
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19

26
27

keamanan. Selanjutnya untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai


pelaksanaan PSBB terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9
Tahun 2020. Peraturan ini menjelaskan detail peraturannya lebih rinci
dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Namun
untuk lebih rincinya peraturan masing-masing daerah tentu saja lebih rinci
karena disesuaikan secara khusus dengan keadaan daerah masing-masing.

Peraturan-peraturan mengenai Pembatasan ini tak hanya sampai pada


Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 saja, seiring berjalannya waktu dan semakin
berkembang pesatnya penyebaran virus Covid-19 tentu saja membuat banyak
terlahir peraturan-peraturan baru yang menyesuaikan dengan keadaan terkini.
Pengetatan tingkat Pembatasan Sosial Berskala Besar terus berubah
sepanjang tahun 2020 hingga saat ini. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kebutuhan dan mengatasi penyebaran wabah Covid-19 ini Pemerintah terus
melakukan pembaharuan regulasi. Melalui Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri, Peraturan Gubernur, Surat Edaran, Adendum, Instruksi Menteri
dalam Negeri dan peraturan lainnya, jika disimpulkan upaya Pemerintah terus
berubah. April 2020 peraturan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar
mulai dikeluarkan. Wilayah DKI Jakarta memulai penerapan PSBB karena
melihat kasus penyebaran yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah-
wilayah lain. Namun, tidak hanya Jakarta, provinsi Jawa Barat dan Banten
juga mengajukan PSBB kepada Menkes namun hanya sejumlah
kabupaten/kota saja, seperti kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota
Tanggerang Selatan untuk Banten, serta kota dan kabupaten Bekasi, Bogor
dan kota Depok di Jawa Barat. Pembatasan Sosial Berskala Besar ini
setidaknya meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan
keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum. Pembatasan kegiatan
sosial budaya, moda transportasi serta pertahanan dan keamanan. Namun,
dilain sisi juga masih ada kegiatan yang berjalan karena kondisi yang krusial,
seperti instansi Pemerintah, layanan kesehatan, bahan pangan, energi,

27
28

komunikasi, teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, dan bidang


lain yang tidak bisa diberhentikan28.

Pembatasan Sosial Berskala Besar ini mengalami perpanjangan yang


tadinya hanya untuk 14 hari, namun terus diperpanjang karena kasus
penyebaran virus Covid-19 belum juga mereda. Juni hingga September PSBB
masih berlanjut dengan pola yang baru. Masa ini menjadi masa transisi bagi
masyarakat untuk berlatih dan membiasakan kehidupan normal baru dengan
pelonggaran beberapa aktivitas dengan syarat mematuhi protokol kesehatan
yang telah ditentukan oleh Pemerintah pusat maupun daerah. PSBB transisi
ini melonggarkan izin buka tempat umum seperti taman, pelaku usaha dan
tempat ibadah dengan syarat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), menggunakan masker dan menjaga jarak. Pembukaan beberapa
tempat ini pun dibatasi dengan kapasitas isi hanya 50% baik jamaah untuk
masjid maupun pelanggan bagi pelaku usaha.

Pemprov DKI Jakarta kembali menerapkan kebijakan PSBB seperti


sebelum masa kehidupan normal baru pada Pertengahan September hingga
Oktober. Hal ini dilakukan karena meningkatnya kembali angka kematian,
penambahan kasus dan kekurangan tempat isolasi dan ruang perawatan pasien
covid di Rumah Sakit. Pembatasan pada masa ini menjadi lebih ketat
sehingga hanya ada beberapa sektor esensial yang diperbolehkan untuk
beroperasi, itupun dengan kapasitas maksimal 50 persen. Usaha rumah makan
yang sebelumnya sudah diperbolehkan makan ditempat dengan kapasitas 50
persen, saat PSBB ketat ini tidak boleh makan di tempat. Tempat beribadah
pun mengalami penyesuain dengan ketentuan jamaah tidak diperbolehkan
dari luar lokasi ibadah. Bahkan kegiatan hiburan ditutup. Namur untuk
beberapa kantor yang bersifat esensial dapat beroperasi dengan maksimal 25
hingga 50 persen dari kapasitas29.

28
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
29
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala

28
29

Sejak PSBB ketat ini diberlakukan kembali penambahan kasus positif


Covid-19 harian terpantau stabil hingga menjadi awal penurunan kasus. Atas
dasar itu Pemerintah memutuskan kembali menerapkan PSBB transisi pada
pertengahan oktober hingga Januari. Lalu pada pertengahan Januari
Pemerintah mengeluarkan peraturan baru terkait pembatasan ini dengan
melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
untuk Jawa dan Bali. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak saat itu
menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini
dilakukan secara serentak di sebagian besar daerah Jawa dan Bali. Hal ini
diharapkan bisa mencegah penularan virus Covid-19 dengan aksi terpadu
antara pusat dan daerah hingga ke level paling terkecil. Dalam Instruksi
Menteri Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2021, Presiden Indonesia
menginstruksikan agar kebijakan PPKM untuk diperpanjang dengan berbasis
mikro dan membentuk posko penanganan Covid-19 di level Desa dan
Kelurahan. Seluruh kepala daerah diinstruksikan untuk mengatur PPKM
sampai dengan tingkat Rukun Tetangga (RT)/ Rukun Warga (RW). PPKM
Mikro ini dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi. Terdapat
zona Hijau dengan kriteria terendah kasus terpapar Covid-19, zona kuning
dengan kriteria jika terdapat 1-5 rumah terkonfirmasi positif dalam satu RT,
zona orange dengan kriteria jika terdapat 6-10 rumah dengan kasus
konfirmasi positif dalam satu RT, dan zona merah dengan kriteria jika
terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus terkonfirmasi positif dalam satu
RT30.

PPKM Mikro ini dilakukan bersamaan dengan PPKM


Kabupaten/Kota dengan membatasi tempat kerja, melaksanakan kegiatan
belajar mengajar secara daring, kegiatan restoran, pusat perbelanjaan, tempat
ibadah, fasilitas umum, transportasi umum dan untuk sektor esensial tetap
bisa beroperasi 100% dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan

Besar Dalam Penanganan Covid-19 Di Provinsi DKI Jakarta


30
Instruksi Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro Dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 Di Tingkat
Desa Dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19

29
30

penerapan protokol kesehatan. Hal ini diberlakukan selama 14 hari dan


memepertimbangkan berakhirnya masa berlaku pembatasan berdasarkan
pencapaian target selama 4 (empat) minggu berturut-turut. Namun setelah
dijalani pemberlakuaan PPKM berskala mikro ini terus mengalami
perpanjangan hingga Juni 2021.

Pada permulaan bulan Juli 2021 Pemerintah kembali memberlakukan


kegiatan PPKM dengan intensitas lebih tinggi, yakni PPKM Darurat di
wilayah Jawa dan Bali sesuai dengan kriteria level situasi pandemi
berdasarkan assesmen. Terdapat level 1 (satu) sebagai level terendah hingga 4
(empat) sebagai level tertinggi. Penetapan level wilayah sebagaimana
dimaksud berpedoman pada indiKator penyesuaian upaya kesehatan
masyarakat dan pembatasan sosial dalam penanggulangan pandemi Covid-19
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Kebijakan PPKM Darurat Jawa dan
Bali ini diantaranya untuk aktivitas bekerja sektor non-esensial 100% bekerja
di rumah. Untuk sektor esensial diperbolehkan 50% kecuali esensial pada
sektor Pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa
ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25% dan untuk sektor kritikal 100%
staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan secara ketat. Untuk
aktivitas perdagangan seperti supermarket dan sejenisnya dibatasi jam
operasionalnya dengan kapasitas maksimum pengunjung 50 persen. Apotek
dan toko obat dapat beroperasi 24 jam. Tempat makan/ restoran hanya
menyediakan layanan antar/ delivery/ take away dan tidak menerima makan
ditempat. Sedangkan pusat perbelanjaan/ mall/ pusat perdagangan ditutup.
Aktivitas sosial seperti tempat ibadah, kegiatan seni budaya dan olahraga,
fasilitas area publik ditutup untuk sementara31.

Pemerintah terus melakukan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan


Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini sesuai dengan keadaan di masing-masing
wilayah. Menteri Dalam Negeri terus mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam

31
Instruksi Menteri Dalam Negeri Noor 15 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 Di Wilayah Jawa Dan Bali

30
31

Negeri untuk pembaruan peraturan dan perpanjangan. Kasus Covid-19 ini


mengalami naik turun dengan mempertimbangakan jumlah penambahan
kasus positif, angka kematian dan kesembuhan. Namun sejauh ini kasus
penyebaran Covid-19 semakin menurun, sehingga regulasi yang dikeluarkan
semakin memudahkan kembali masyarakat dalam berinteraksi. Kebanyakan
aktivitas bekerja pun sudah lebih banyak Work from Office (WFO)
dibandingkan Work From Home (WFH). Beberapa Sekolah pun sudah belajar
di Sekolah dengan ketentuan tertentu sesuai dengan keadaan wilayah di
tempat sekolah itu berada. Restaurant atau tempat makan, pusat perdagangan
dan pusat perbelanjaan sudah mulai dibuka dan ramai pengunjung, namun
harus tetap memperhatikan protokol kesehatan dan tetap mengikuti ketentuan
yang diarahkan oleh Pemerintah.

3. Konsep Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Tinjauan


Syariah

Dalam penerapan kebijakan PSBB ini tentu saja tidak lepas dari
pertimbangan syariah, dimana dalam mengambil sebuah langkah dan
menciptakan sebuah kebijakan membutuhkan pertimbangan syariah untuk
melihat apakah kebijakan ini sesuai atau tidak, baik atau buruk menurut
konsep islam. Terkait dengan kebijakan PSBB yang dilakukan oleh
pemerintah, hal ini mempertimbangkan salah satu qaidah Ushul Fiqh yang
berbunyi :

‫ِح‬ َ ‫ب ْال َم‬


ِ ‫صال‬ ِ ‫على َج ْل‬
َ ‫دَ ْف ُع ْال َمفَا ِس ِد ُمقَدَّ ٌم‬

“Menolak mafsadah didahulukan daripada meraih maslahat”

Adapun sebagian kemaslahatan dunia dan kemafsadatan dunia dapat


diketahui dengan akal sehat, dengan pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan
manusia. Sedangkan kemaslahatan dunia dan akhirat serta kemafsadatan
dunia dan akhirat tidak bisa diketahui kecuali dengan syariah, yaitu melalui

31
32

dalil syara’ baik Al-Qur’an As-Sunnah, Ijma, Qiyas yang diakui (mu’tabar)
dan istislah yang sahih 32.

Menurut al-Subki menolak kerusakan (dar al-mafasid) diutamakan


apabila kedudukan antara kerusakan (mafsadah) dan kemaslahatan
(maslahah) seimbang. Adapun menurut azam, apabila bertentangan antara
mafsadah dan maslahah maka didahulukan menolak kerusakan (mafsadah).
Menurutnya hal ini karena perhatian syara’ kepada meninggalkan yang
dilarang itu lebih besar dari pada melakukan yang diperintahkan, karena
didalam sesuatu yang dilarang terdapat hikmah di dalamnya 33.

Mengenai ukuran yang lebih konkret dari kemaslahatan ini, dijelaskan


oleh imam Al-Ghazali dalam al-Mustashfa, Imam al-Syatibi dalam al-
Muwafaqat serta beberapa ulama seperti Abu zahrah, dan Abdul Wahab
Khalaf. Yang apabila disimpulkan, maka persyaratan kemaslahatan itu ialah:

a. Kemaslahatan itu harus sesuai dengan maqashid al-syariah,


semangat ajaran, dalil-dalil kullindan dalil qoth’i baik wurud
maupun dalalahnya
b. Kemaslahatan itu harus meyakinkan
c. Kemaslahatan itu membawa kemudahan dan bukan mendatangkan
kesulitan yang diluar batas, dalam artian kemaslahatan itu bisa
dilaksanakan
d. Kemaslahatan itu memberi manfaat kepada sebagian besar
masyarakat bukan kepada sebagian kecil masyarakat

Adapun bentuk maslahat dibagi kepada dua bentuk yaitu pertama,


mewujudkan manfaat, kebaikan dan kesenangan untuk manusia yang disebut
‫( جلب المنافع‬membawa manfaat). Kebaikan dan kesenangan itu ada yang
langsung dirasakan ada juga yang dirasakannya dikemudian hari. Kedua,
menghindari umat manusia dari kerusakan dan keburukan yang disebut
32
A. Dzaluli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana Media Group, 2007)
33
Shubhan Shodiq, penanganan Covid-19 Dalam Pendekatan Kaidah Fikih dan Ushul
Fikih; Analisis Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dibidang Keagamaan, Jurnal Hukum
dan Politik Islam, Vol. 5 No. 2, 2020, h. 125

32
33

‫( درءالمفاسد‬menolak kerusakan). Sama seperti kebaikan, keburukan juga ada


yang langsung dirasakan setelah melakukan perbuatan yang dilarang, ada
yang dirasakannya dikemudian hari34.

Kaitan antara kaidah ini dengan kebijakan yang dilakukan oleh


pemerintah berupa pembatasan sosial berskala besar yakni pemerintah lebih
mengutamakan menghindari kemafsadatan berupa penularan virus covid-19
dari pada mendahulukan kemaslahatan. Seperti dalam hal penutupan tempat
ibadah selama pandemi covid-19 ini, melakukan ibadah secara berjamaah di
tempat ibadah memiliki maslahat, akan tetapi beribadah secara berjamaah
ditengah wabah penyakit dapat mendatangkan mafsadat, yakni penularan
akan semakin besar kemungkinannya karena adanya kerumunan. Oleh karena
itu, kegiatan di tempat ibadah sementara ditutup dalam rangka menghindari
kemafsadatan, yang lebih besar efek negatifnya dibandingkan maslahatnya.

Berdasarkan kaidah ushul fiqh di atas, maka dapat dipahami, bahwa


tujuan syariat adalah untuk kemaslahatan kehidupan manusia, baik di dunia
maupun di akhirat dan untuk menghindari mafsadat bagi kehidupan manusia.
Menurut al-Syatibi ada lima tujuan pokok syariat Islam, yaitu dalam rangka
melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Dalam menetapkan hukum, kelima tujuan pokok tersebut dikategorikan


menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a. Dharuriyat, yaitu memelihara kebutuhan yang bersifat esensial bagi


kehidupan manusia. Kebutuhan yang esensial itu adalah memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, dengan batas jangan sampai
terancam.
b. Hajiyat, yaitu kebutuhan yang tidak bersifat esensial, melainkan
termasuk kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan
dalam hidupnya.

34
Ahmad Sanusi, Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafinfo Persada, 2019) h. 248

33
34

c. Tahsiniyat, yaitu kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat


seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Tuhannya, sesuai dengan
kepatuhan35.

Jika dikaitkan dengan kebijakan PSBB, salah satu maqashid syariah


yang erat kaitannya dengan kebijakan pembatasan ini ialah memelihara jiwa
(Hifzh Al-Nafs). Dalam memelihara jiwa ini juga terdapat tingkat
kepentingan lagi, yakni memelihara jiwa dalam peringkat daruriyyat, seperti
memenuhi kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidup. Jika kebutuhan
ini diabaikan , maka akan mengancam jiwa. Selanjutnya, memelihara jiwa
dalam peringkat hajiyyat, dimana apabila hal ini diabaikan maka tidak akan
mengancam jiwa, melainkan hanya mempersulit hidupnya. Dan yang terakhir
ialah memelihara jiwa dalam peringkat tahsiniyyat, kegiatan ini hanya
berhubungan dengan kesopanan dan etika, tidak akan samasekali mengancam
jiwa ataupun mempersulit kehidupan36.

Untuk memelihara jiwa yang telah diberikan oleh Allah SWT, manusia
harus melakukan banyak hal, seperti makan, minum, menutup badan dan
mencegah penyakit. Hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah dalam
membuat kebijakan PSBB, dimana kebijakan pembatasan sosial berskala
besar ini bertujuan untuk memelihara kesehatan dan jiwa masyarakat. Maka
dari itu, kebijakan PSBB ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh dan salah satu
maqashid syariah.

B. Kerangka Teoritik
1. Teori Efektivitas Hukum

Secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif, dalam


bahasa Inggris effective. Arti kata tersebut adalah “having the intended or
expected effect; serving the purpose” yang dalam bahasa Indonesia berarti
“memiliki efek yang dimaksudkan atau mencapai tujuan sesuai yang

35
Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2013) h. 337
36
Mardani, Ushul Fiqh,... h. 339

34
35

diharapkan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 37, efektivitas adalah


keefektifan, yaitu keberhasilan suatu usaha, tindakan. Efektivitas selalu
terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang
sesungguhnya dicapai. Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas
dan fungsi daripada suatu kegiatan atau aturan dan sejenisnya yang dalam
pelaksanaannya ternilai berjalan dengan sesuai harapan.
Menurut Martoyo, efektivitas yaitu dapat diartikan sebagai suatu
kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan
sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat,
sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang
memuaskan38. Adapun pendapat lain terkait dengan definisi efektivitas
diuraikan oleh Soewarno, ia berpendapat bahwa efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sependapat dengan Soewarno, Caster I. Bernard mengatakan bahwa
efektivitas ialah tercapainya tujuan atau sasaran yang telah disepakati
bersama 39.
Adapun menurut beberapa ahli sebagai mana dikutip oleh samudra wibawa 40,
efektivitas adalah:
a. Richard M. Steers, efektivitas itu paling baik dapat dimengerti jika
dilihat dari sudut sejauh mana suatu organisasi berhasil mendapatkan
dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mengerjakan tujuan
organisasi.
b. J.L. Gibson, konsep efektivitas dapat didekati dari dua segi, yaitu
tujuan dan teori sistem. Pendekatan tujuan memandang bahwa
organisasi itu dibentuk dengan suatu tujuan dan oleh Karena itu
orang-orang di dalamnya berusaha secara rasional agar tujuan

37
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus online. Diakses dari aplikasi KBBI Online pada
5 Agustus 2021
38
Martoyo, Managemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke-5, (Yogyakarta: BPFE, 2000)
h.4
39
Soewarno Hadayadiningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Menegement,
(Jakarta: Yayasan Idayu, 1980), h.2
40
Samodra Wibawa dkk, Evaluasi Kebijakan Publik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1992). h.32

35
36

tercapai. Dengan demikian, efektivitas diartikan sebagai pencapaian


yang telah disepakati bersama.
c. Etzioni mendefinisikan efektivitas sebagai tingkat terwujudnya
sasaran dan tujuan organisasi.

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat
dikatakan efektif apabila telah sesuai dengan yang diharapkan dan
dikehendaki. Suatu usaha atau kegiatan dapat dinyatakan efektif apabila telah
mencapai tujuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa indikator dari efektivitas
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya
merupakan dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah
direncanakan.

Sedangkan, efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai


keberhasilgunaan hukum, hal ini bermakna bahwa hukum itu berhasil dalam
pelaksanaannya, sejauh mana hukum atau sebuah peraturan itu dapat berjalan
optimal dan efisien. Efektivitas hukum dalam tindakan atau realita dapat
diketahui apabila suatu kaidah hukum dinyatakan berhasil atau gagal dalam
mencapai tujuannya. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut biasanya upaya
yang dilakukan agar masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan
mencantumkan sanksi-sanksi. Sanksi ini dibuat untuk menimbulkan
rangsangan agar manusia memiliki rasa enggan untuk melanggar sehingga
cenderung untuk tidak melakukan tindakan yang dilarang dan mematuhi
kaidah hukum yang telah dibuat.

Berbicara mengenai efektivitas hukum dalam masyarakat berarti


membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur atau memaksa masyarakat
untuk taat terhadap hukum. Menurut hans kelsen, efektivitas hukum berarti
hal yang mengenai dengan validitas hukum. Validitas hukum berarti bahwa
norma- norma hukum itu mengikat, bahwa orang / masyarakat harus berbuat
sesuai dengan yang diharuskan dalam norma tersebut, bahwa mereka harus
mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum itu. Efektivitas hukum
berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma-norma hukum

36
37

sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar diterapkan


dan dipatuhi41. Menurut zainudin ali, efektivitas hukum berarti mengkaji
kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis,
sosiologis dan filosofis. Oleh karena itu, baginya ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat, yaitu (1) kaidah
hukum atau peraturan itu sendiri; (2) petugas/ penegak hukum; (3) saran atau
fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum; (4) kesadaran masyarakat 42.

Kesadaran masyarakat terhadap hukum tentu berpengaruh terhadap


tingkat kepatuhan masyarakat kepada peraturan perundang-undangan.
Semakin tinggi kesadaran masyarakat terhadap hukum semakin besar pula
kepatuhannya, sebaliknya, apabila kesadaran masyarakat terhadap hukum
rendah, maka derajat kepatuhannya juga rendah. Kesadaran hukum
merupakan konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara
ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran
hukum sering dikaitkan dengan penataan hukum, pembentukan hukum, dan
efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran nilai-nilai yang
terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang
diharapkan. Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum dan
merujuk pada sikap masyarakat terhadap keberadaan hukum. Sikap terhadap
hukum tersebut dapat berupa penerimaan (acceptance), penolakan (denial),
ataupun pengabaian (ignorance). Kesadaran hukum dapat juga berarti adanya
keinsafan, keadaan seseorang yang mengerti betul apa itu hukum, fungsi dan
peranan hukum bagi dirinya dan masyarakat sekelilingnya. Itu berarti
kesadaran hukum ialah sadar bahwa hukum merupakan perlindungan
kepentingan manusia dimana manusia mempunyai banyak kepentingan yang
memerlukan perlindungan itu sendiri43.

41
Nur Fitriyani Siregar, Efektivitas Hukum, (E-Jurnal STAI Barumun Raya, 2018), h.2
42
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2005), h.62
43
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018) h. 192

37
38

Terkait dengan kesadaran hukum, menurut H.C. Kelman dan Leopold


Pospisil terdapat tiga faktor masyarakat mematuhi hukum, yaitu44:
a) Compliance
Kepatuhan yang didasarkan pada harapan jika adanya imbalan dan
usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin
dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum
b) Identification
Kepatuhan hukum terhadap kaidah hukum ini terjadi agar
keanggotaan kelompok tetap terjaga sebagai sebuah identitas yang
harus selalu dipelihara dengan baik serta ada hubungan baik
dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-
kaidah hukum tersebut bukan karena nilai intrinsiknya. Daya tarik
untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-
hubungan tersebut, sehingga kepatuhan tergantung pada baik
buruknya interaksi.
c) Internalization
Kaidah hukum dipatuhi apabila secara intrinsic kepatuhan tadi
mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan nilai-nilai dari pribadi
yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Amran Suadi, efektivitas hukum merupakan proses


bertujuan untuk menjadikan hukum efektif (bekerja) dalam menata kehidupan
masyarakat. Efektif atau tidak hukum setidaknya dapat dilihat dari dua hal,
yaitu hukum ditaati (dijalankan) oleh masyarakat dan penegak hukum dengan
penuh kesadaran serta nilai-nilai hukum dalam peraturan selaras dengan nilai-
nilai yang hidup (diyakini) oleh masyarakat 45.

44
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum,…
h. 25
45
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum, …
h.22

38
39

Sependapat dengan itu, sedangkan menurut Soerjono Soekanto, faktor-


faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum ialah46:

a. Hukum / Undang-Undang dan peraturannya


Hukum berfungsi sebagai alat untuk mencapai keadilan,
kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktiknya hukum di lapangan ada
kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.
Kepastian hukum bersifat nyata dan konkret sedangkan keadilan
bersifat abstrak, sehingga adakalanya dalam penerapan sebuah
peraturan atau Undang-Undang keadilan itu tidak merata dirasakan
oleh seluruh pihak. Jika tujuan dari sebuah hukum hanya sekedar
keadilan, maka kesulitannya ialah bahwa keadilan itu bersifat
subjektif, sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif dari
masing-masing orang47. Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat
dibedakan tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai
kaidah. Yakni kaidah hukum berlaku secara yuridis dimana
penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya,
lalu kaidah hukum berlaku secara sosiologis, artinya kaidah dimaksud
dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima
oleh warga masyarakat atau kaidah ini berlaku Karena adanya
pengakuan dari masyarakat, dan terakhir kaidah hukum berlaku secara
filosofis, yaitu sesuai dengan nilai cita hukum sebagai nilai positif
yang tinggi. Menurut Zainudin Ali, agar hukum itu berfungsi maka
setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur tersebut,
karena bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada
kemungkinan maka kaidah itu merupakan kaidah mati, namun jika
hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan maka
kaidah itu menjadi aturan pemaksa, dan apabila hanya berlaku secara

46
Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta:
CV. Rajawali, 1982), h.15
47
Nur Fitriyani Siregar, Efektivitas Hukum…, h.8

39
40

filosofis, kemungkinan kaidah itu hanya merupakan hukum yang


dicita-citakan48.
b. Penegak Hukum
Faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan kebijakan atau hukum itu sendiri. Penegak hukum atau
orang yang bertugas menerapkan hukum ruang lingkupnya sangat
luas, karena menyangkut petugas pada strata atas, menengah hingga
bawah. Penegak hukum ini harus mampu memberikan kepastian,
keadilan, dan kemanfaatan hukum secara proporsional. Aparatur
penegak hukum ialah berarti institusi penegak hukum dan aparat
(orangnya) penegak hukum. Sedangkan untuk arti dari aparat itu
sendiri dalam arti sempit bisa dimulai dari kepolisian, kejaksaan,
kehakiman, penasehat hukum dan petugas dalam lembaga penegakan
hukum. Setiap aparatur ini memiliki kewenangan dalam melaksanakan
tugasnya masing-masing. Dengan kata lain berarti di dalam
melaksanakan tugasnya, seyogianya harus memiliki suatu pedoman,
diantaranya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup
tugas-tugasnya.
Penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh
berbuat sesuka hati mereka juga harus memperhatikan etika yang
berlaku dalam lingkup profesinya, terdapat etika untuk
memperhatikan dan mempeetimbangakan tingkah laku manusia atau
masyarakat dalam pengambilan keputusan moral. Dalam masing-
masing profesinya penegak hukum sudah memiliki kode etik yang
telah diatur tersendiri. Namun, dalam menjalankannya masih ada
beberapa penegak hukum yang melanggar kode etik tersebut.
Akibatnya, penegak hukum yang tidak berintegritas itu membuat
lambatnya laju pembangunan hukum sehingga menimbulkan pikiran-

48
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum…, h.62

40
41

pikiran negatif dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap


kinerja penegak hukum49.
Menurut Jimmly Asshidiqie dikutip oleh Nur Fitriyani Siregar
dalam tulisannya ada tiga elemen penting yang mempengaruhi
bekerjanya para penegak hukum, elemen tersebut antara lain: (1)
institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan
prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2)
budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya; dan (3) perangkat peraturan yang
mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur
materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya
maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum harus
memperhatikan ketiga aspek tersebut sehingga proses penegakan
hukum dan keadilan secara internal dapat diwujudkan secara
maksimal.
c. Sarana atau Fasilitas
Sarana atau fasilitas amat penting untuk mengefektifkan suatu
aturan tertentu. Ruang lingkupnya terutama sarana fisik yang
berfungsi sebagai faktor pendukung. Misalnya, bagaimana petugas
kepolisian dapat bertugas dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan
kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Jika peralatan
yang di maksud sudah ada, maka faktor-faktor pemeliharaannya juga
memegang peran yang sangat penting. Sering pula terjadi bahwa suatu
peraturan sudah difungsikan , padahal fasilitasnya belum tersedia
lengkap. Sehingga membuat peraturan yang semula bertujuan untuk
memperlancar proses kebijakan malah mengakibatkan kendala 50.
Fasilitas atau sarana yang mendukung dalam penegakan
hukum juga meliputi tenaga manusia yang memiliki keterampilan
dalam bidangnya, organisasi yang baik dan mumpuni, peralatan yang

49
Nur Fitriyani Siregar, Efektivitas Hukum…, h.10
50
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum…, h.64

41
42

memadai, serta keuangan yang cukup dan sebagainya. Jika fasilitas


pendukung ini tidak terpenuhi maka sulit dan hampi mustahil
penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Dalam menegakkan
hukum dibutuhkan kepastian juga kecepatan dan ketepatan untuk
menyelesaikan perkara, sehingga membutuhkan fasilitas yang
maksimal. Bagaimana bisa penegakan peraturan akan berjalan lancar
sementara aparat penegaknya memiliki kemampuan yang tidak
memadai, tata kelola organisasi yang buruk, ditambah dengan
keuangan yang minim51.
Akan tetapi fasilitas yang memadai pun tidak bisa menjadi
satu-satunya faktor penting, karena jika aparat penegaknya sendiri
masih buruk hal itu pun akan tetap menjadi sia-sia.
d. Masyarakat
Masyarakat menjadi salah satu faktor penting karena
menyangkut kesadarannya untuk mematuhi suatu kebijakan atau
peraturan perundang-undangan. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan
salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan52.
Masyarakat mempunyai kecenderungan yang besar untuk
mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasi petugas. Sehingga
akibatnya bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan
perilaku penegak hukum itu sendiri yang merupakan sebagai cerminan
dari hukum sebagai struktur dan proses. Dalam hal ini perlu adanya
penyuluhan hukum yang teratur sehingga masyarakat mendapat
pengetahuan mengenai hukum secara maksimal untuk meminimalisir
kebutaan hukum. Pemberian teladan yang baik juga harus dilakukan
oleh petugas di dalam hal kepatuhan terhadap hukum dan rasa hormat
terhadap hukum untuk mencontohkan kepada masyarakat yang
cenderung menilai dan melihat bagaimana perilaku para penegak

51
Nur Fitriyani Siregar, Efektivitas Hukum…, h.13
52
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum…, h.65

42
43

hukum. Dengan begitu masyarakat akan terbiasa dan sadar bahwa


hukum itu penting dan harus dipatuhi karena pengetahuan yang cukup
dan teladan dari para penegak hukumnya.
Perubahan masyarakat juga mempengaruhi faktor
berlakunya hukum itu sendiri, karena realitas hukum merupakan
realitas yang mengalir, dinamis, dan senantiasa berubah seiring
dengan perubahan tatanan sosial di masyarakat. Menurut Satjipto
Rahardjo ada beberapa perubahan masyarakat yang dapat
mempengaruhi perubahan hukum, yaitu:
1. Perubahan masyarakat yang lambat (incremental)
Perubahan masyarakat yang lambat merupakan perubahan
di masyarakat yang terjadi secara perlahan dan meliputi
sejumlah kecil aspek kehidupan masyarakat yang
terakumulasi pada satu periode tertentu. Sejumlah
perubahan kecil ini kemudian mendesak sistem hukum
untuk berubah dan menata sejumlah lini yang dipandang
perlu untuk menjawab perubahan yang dimaksud.
Perbaikan pada sejumlah lini ini dapat mencakup
perubahan atau penambahan aturan-aturan hukum tertentu
atau penggunaan sekaligus perluasan penggunaan metode
penafsiran dan konstruksi hukum dalam memecahkan
persoalan hukum yang dihadapi.
2. Perubahan masyarakat yang cepat (revolusi)
Perubahan yang bersifat revolusioner terjadi ketika di
masyarakat terjadi suatu perubahan sistem sosial yang
sedemikian massif akibat perkembangan teknologi yang
pesat. Perubahan demikian melahirkan sejumlah konsep
hukum baru yang sama sekali tidak dikenal di sistem
hukum sebelumnya53.

53
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum,…
h. 303

43
44

e. Budaya Hukum
Faktor kebudayaan ini sebenarnya bersatu dengan faktor
masyarakat, yakni berkaitan dengan kesadaran dan kebiasaan serta
budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Kebudayaan hukum pada
dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku,
nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Sehingga
mengetahui apa yang harus diikuti dan apa yang harus dihindari54.
Budaya atau kebiasaan dalam masyarakat ini juga dapat
menjadi salah satu sumber hukum. Pada mulanya hukum disebut
sebagai folkways (kebiasaan) yang merupakan perilaku yang
diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Perilaku ini kemudian
dikenal dengan adat kebiasaan yang kemudian berubah dan apabila
dilanggar ada sanksinya lalu menjadi norma yang kemudian menjadi
nilai-nilai yang dipertahankan. Agar kebiasaan ini memiliki kekuatan
yang berlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka setidaknya
harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulang
kali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang yang banyak/umum.
Lalu, harus juga ada keyakinan hukum dari orang-orang/ golongan-
golongan yang berkepentingan. Artinya, harus terdapat keyakinan
bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan ini memuat
hal-hal yang baik dan layak untuk ditaati serta memiliki kekuatan
yang mengikat55. Kondisi ini pada akhirnya menjadi sebuah
kesimpulan bahwa tingkah laku manusia serta kebiasaan dan budaya
nya dapat menjadi sebuah hukum yang mengikat.
Menurut Erlich dalam buku Amran Suadi, hukum positif
hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Oleh karena itu hakim tidak boleh hanya sekedar

54
Nur Fitriyani Siregar, Efektivitas Hukum…, h.15
55
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum,…
h. 312

44
45

condong kepada Undang-Undang tapi juga harus professional dan


menggali nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.

Berdasarkan teori dan faktor-faktor tersebut, maka suatu usaha dapat


dikatakan efektif apabila sudah memenuhi hal-hal diatas. Apabila tidak
memenuhi hal tersebut maka belum dapat dikatakan suatu usaha itu efektif.

45
BAB III

POTRET PENERAPAN PSBB DI KECAMATAN PANDEGLANG

A. Data Kecamatan Pandeglang


1. Latar Sosial Masyarakat Kecamatan Pandeglang

a. Demografi

Peta wilayah kecamatan Pandeglang (sumber: BPS Kabupaten Pandeglang)

Kecamatan Pandeglang merupakan salah satu kecamatan yang berada di


pusat kabupaten pandeglang, sehingga menjadikannya pusat Pemerintahan
kabupaten Pandeglang. Terdiri dari empat kelurahan, kecamatan Pandeglang
ini sering menjadi sebagai contoh dalam penerapan peraturan. Dengan luas
wilayah sekitar 16.85 Km, kecamatan ini berbatasan dengan kecamatan
Karangtanjung, kecamatan Majasari dan kecamatan Kaduhejo. Letak
geografis tiap-tiap desa/kelurahan di kecamatan Pandeglang sendiri berupa
dataran secara keseluruhan, meskipun kabupaten Pandeglang sebagian besar
bagian selatan ialah lautan dan pantai namun untuk kecamatan Pandeglang
berada jauh dari kawasan pantai1. Untuk jumlah penduduk kecamatan

1
https://pandeglangkab.bps.go.id/publikation, diakses pada 1 November 2021 Pukul
10.00

46
47

Pandeglang memiliki total populasi sekitar 44586 orang dengan jumlah Laki-
laki 22827 dan perempuan 217592.

Berikut table-tabel kependudukan terkait laju pertumbuhan penduduk,


distribusi persentase penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin,
Pendidikan, industri dan sosial lainnya:

Tabel kepadatan Penduduk3

Desa/Kelurahan Persentase Kepadatan


Penduduk Penduduk
(per km2 )
1. Kadomas 14.43 2484
2. Babakan KalangAnyar 13.64 1154
3. Kabayan 24.65 2529
4. Pandeglang 47.28 4435

Total 100 2629

Tabel penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di kecamatan


Pandeglang

Kelompok Laki - Perempua Jumlah


Umur laki n

0-14 6047 5679 11726

15-64 15347 14527 29874

65+ 1088 1209 2297

Jumlah 22482 21415 43897

2
https://disdukcapil.pandeglangkab.go.id/index.php/jumlah/jmlpenduduk, diakses pada
20 November 2021 Pukul 10.00
3
https://pandeglangkab.bps.go.id/publikation, diakses pada 1 November 2021 Pukul
10.00
48

Tabel Jumlah keluarga menurut Tahap Keluarga Sejahtera di kecamatan


Pandeglang

Desa/Kel Pra Ks I Ks II Ks III Ks IIIB


urahan ks

(1 (2) (3) (4) (5) (6)


1. Kadomas 133 274 234 732 66
2. Babakan 141 404 252 389 72
KalangAnyar
3. Kabayan 225 382 609 664 352
4. Pandeglang 253 1.950 776 1.086 552

Jumlah 752 3.010 1.871 2.871 1.042

Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan


Pandeglang4

No Uraian Jenjang Pendidikan Jumlah

1 Pandeglang <SD/ MI/Sederajat 3439


2 Pandeglang SD/MI/Sederajat 4673

3 Pandeglang SMP/MTs/Sederajat 2926

SMA/MA/SMK/Se
4 Pandeglang 5864
derajat

5 Pandeglang S1/D4 2061

6 Pandeglang S2 115

7 Pandeglang S3 61

4
https://satudata.pandeglangkab.go.id/opdkecamatan, diakses pada 20 Oktober 2021
pukul 14.30
49

Tabel Jumlah Lembaga Pendidikan Umum di Kecamatan Pandeglang

Lembaga Pendidikan
No Uraian Jumlah
Umum

1 Pandeglang PAUD/TK/RA 24
2 Pandeglang SD/MI 26

3 Pandeglang SMP/MTs/Sederajat 12

SMA/MA/SMK/Se
4 Pandeglang 7
derajat

5 Pandeglang Universitas 1

Tabel Jumlah Lembaga Pendidikan Non Formal

Pusat Kegiatan
No Uraian Lembaga Kursus
Masyarakat

1 Pandeglang 8 20

Tabel Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Pandeglang

No Uraian Masjid Mushola Gereja

1 Pandeglang 43 125 0

Tabel Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Pandeglang

No Uraian Sarana Kesehatan Jumlah

Puskesmas Non Rawat


1 Pandeglang 2
Inap

2 Pandeglang Posyandu 57
50

Tabel Penduduk Miskin di Lingkungan Kecamatan Pandeglang

Jumlah Status
Jumlah
Jumlah Rumah Kepemilikan
No Uraian Penduduk
Tangga Miskin Keluarga
Miskin
Miskin

1 Pandeglang 2764 1442 0

Tabel Jumlah Lembaga Kemasyarakatan Kecamatan Pandeglang

Lembaga
No Uraian Krang Taruna PKK Pemberdayaa
n Masyarakat

1 Pandeglang 6 18 4

Tabel Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Pandeglang

No Uraian Mata Pencaharian Jumlah

Pegawai Negeri Sipil


1 Pandeglang 1932
(PNS)

2 Pandeglang TNI 149

3 Pandeglang POLRI 18

4 Pandeglang BUMN/BUMD 22

5 Pandeglang Wiraswasta 5497

6 Pandeglang Petani 3147

7 Pandeglang Buruh 867

8 Pandeglang Lainnya 9132


51

Tabel Jumlah Permasalahan sosial menurut jenis di kecamatan


Pandeglang5

Jenis 2021
PMKS
(1) (2)

Anak Terlantar -

Anak Nakal -

Lansia/Jompo -
Korban Narkotika -

Penyandang Cacat 18
Gelandangan dan Pengemis -

Wanita Pekerja Sex Komersial -

Fakir Miskin/Keluarga Miskin -

Anak Jalanan -

Wanita Rawan Sosial Ekonomi -

Anak Balita Terlantar -

Anak Korban Kekerasan -

Wanita Korban Tindak Kekerasan -

Lansia Korban Tindak Kekerasan -

Eks narapidana -

Keluarga Berumah Tidak Layak Huni -

Tabel Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumah
Tangga Menurut Desa di kecamatan Pandeglang

Desa/ Kelurahan Industri Kecil Industri Rumah Tangga

5
https://pandeglangkab.bps.go.id/publikation, diakses pada 1 November 2021 Pukul
10.00
52

Usaha/ Tenaga Usaha/ Tenaga


Perusahaan Kerja Perusahaan Kerja
(1) (2) (4) (5) (6)

1. Kadomas 1 5 45 240
2. Babakan - - 7 15
KalangAnyar
3. Kabayan 8 10 8 4

4. Pandeglang - - - -

Jumlah 9 29 28 24

Menurut tingkat perkembangannya kecamatan Pandeglang terbagi


kedalam kategori swadaya untuk kelurahan Kadomas, swakarsa untuk
kelurahan Babakan Kalanganyar dan Pandeglang, serta swasembada untuk
kelurahan Kabayan6.

b. Sejarah
Asal-usul nama Pandeglang memiliki beberapa versi, pertama adalah
cerita tentang pembuatan gelang pada meriam Ki Amuk, sebuah meriam
besar yang berada di Banten Lama, bekas pusat Pemerintahan Kesultanan
Banten. Menurut cerita, Meriam Ki Amuk awalnya memiliki bentuk yang
hampir sama dengan bentuk meriam Ki Jagur, meriam yang kini berada di
museum Fatahillah, Jakarta.
Seperti meriam Ki Jagur pada bagian pangkalnya atau bagian
belakangnya memiliki bentuk yaitu bentuk jari tangan yang mana ibu jari
diselipkan diantara jari telunjuk dan jari tengah, bentuk ini biasanya
disimbolkan sebagai bentuk senggama, demikian pula meriam Ki Amuk.
Oleh karena bentuk seperti itu dianggap kurang etis bagi masyarakat di
lingkungan Kesultanan Banten yang islami, maka kemudian muncul cerita

6
https://pandeglangkab.bps.go.id/publikation, diakses pada 1 November 2021 Pukul
10.00
53

di masyarakat yang menyampaikan bahwa bagian belakang meriam Ki


Amuk dipotong dan kemudian material potongan dilebur kembali menjadi
bentuk gelang sebanyak lima pasang atau sejumlah sepuluh gelang.
Pembuat gelang-gelang itu selanjutnya diceritakan dibuat oleh pande besi
dari Pandeglang yang bernama Ki Buyut Papak, sekitar 30 Km ke arah
selatan Banten Lama.
Versi kedua menceritakan seorang putri dari sebuah kerajaan yang
bernama Putri Arum. Diceritakan Putri Arum sedang bersedih karena akan
dilamar oleh seorang pangeran yang memiliki paras tampan namun
memiliki perilaku jahat bernama Pangeran Cunihin. Lamaran sang Pangeran
sulit untuk ditolak karena jika ditolak maka kerajaan sang putri akan
dihancurkan.
Singkat cerita Putri Arum lalu bersemedi meminta petunjuk agar
terbebas dari Pangeran Cunihin dan setelah itu sang putri didatangi seorang
kakek bernama Pande Gelang. Kakek Pande Gelang menyarankan agar
putrid menerima lamaran Pangeran Cunihin dengan tapi dengan syarat yaitu
Pangeran Cunihin harus membuatkan lubang pada sebuah batu keramat
yang tingginya setara dengan tubuh manusia. Pangeran Cunihin
menyanggupi persyaratan tersebut dan berhasil, hal ini membuat Putri Arum
gelisah. Ki Pande kemudian menyuruh Putri Arum (Cadasari) untuk
meminta Pangeran Cunihin melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah
meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu, setelah melewati lubang di
batu keramat itu seluruh kesaktian Pangeran Cunihin langsung hilang dan
seketika itu pula berubah menjadi sosok kakek yang tua.
Sebuah versi lain yang tidak berbentuk cerita, namun berdasarkan
topografi daerah Pandeglang yang berada di daerah yang lebih tinggi dari
lingkungan sekitarnya. Berdasarkan topografi tersebut Pandeglang berasal
dari kata Paneglaan yang mengandung makna tempat tersebut orang dapat
54

melihat ke berbagai arah, pengucapan paneglaan lama kelamaan berubah


menjadi Pandeglang 7.

B. Data penerapan PSBB di Kecamatan Pandeglang


Setelah dikeluarkannya keputusan Presiden mengenai Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dan dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21
tahun 2020 seluruh wilayah di Indonesia tidak dengan dengan serentak
menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun secara teknis,
seluruh wilayah di Indonesia menjalankan Pembatasan dengan ketentuan
Lockdown yang disarankan oleh pemerintah untuk menekan angka penyebaran
covid-19. Pemberlakuan PSBB ini diawali oleh DKI Jakarta yang diusulkan oleh
Gubernur DKI Jakarta, karena kasus penyebaran Covid-19 yang sudah sangat
meningkat di DKI Jakarta. Selanjutnya Provinsi Banten menyusul Pemberlakuan
PSBB untuk beberapa daerah, seperti Kota Tanggerang Selatan, Kota Tanggerang
dan kabupaten Tanggerang.
Kabupaten Pandeglang sendiri mulai menerapkan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) semenjak peraturan PSBB dikeluarkan, namun
mekanisme dilakukannya PSBB secara rinci baru dijalankan sejak dikeluarkannya
Peraturan Bupati Nomor 55 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan
Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Covid-19. Menurut pak Ramadani, selaku ketua Satuan Gugus
Tugas penanganan Covid-19 Kabupaten Pandeglang, mengatakan bahwa PSBB di
kabupaten Pandeglang mulai efektif dilaksanakan sejak April 2020. Maka
semenjak dikeluarkan peraturan Bupati ini secara otomatis seluruh kecamatan di
kabupaten Pandeglang juga menerapkan PSBB8.
Kecamatan Pandeglang sebagai wilayah pusat Pemerintahan dan
kecamatan yang berada di pusat kota, menjadi kecamatan dengan penerapan
PSBB paling ketat di kabupaten Pandeglang. Semenjak diberlakukannya

7
Pemerintah Kecamatan Pandeglang, “Sejarah Kecamatan Pandeglang” diakses tanggal
20 Oktober 2021 pukul 14.30 WIB dari https://satudata.pandeglangkab.go.id/
8
Ramadani, Ketua Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, Interview
Pribadi, 04 Mei 2021 (Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang, pukul 11.15 WIB)
55

pembatasan, kecamatan Pandeglang juga menjadi contoh untuk kecamatan


lainnya di kabupaten Pandeglang. Camat kecamatan Pandeglang, Dra. Hj. Melly
Dyah Rahmalia mengatakan semenjak pemberlakuan PSBB dimulai, seluruh
kegiatan secara otomatis berubah. Masyarakat dengan kebiasaan berinteraksi yang
aktif menjadi terbatas dan lebih banyak berkegiatan di rumah. Namun untuk
Pemerintahan sendiri membagi tugas, beberapa pimpinan kecamatan tetap bekerja
di kantor sedangkan untuk beberapa staf bekerja di rumah9.
Dalam penerapannya upaya pemerintah kecamatan Pandeglang selama
penerapan PSBB menganut pada Peraturan Bupati Nomor 55 tahun 2020.
Pemerintah kecamatan mulai membentuk tim penanganan covid pada tingkat
kecamatan, kelurahan/desa, sampai RT/RW. Bekerja sama dengan SATGAS
Covid, seluruh tim ini melakukan berbagai kegiatan. Kebanyakan kegiatan ini
pada tahap awal ialah sosialisasi. Sosialisasi ini dilakukan secara bertahap dan
menyeluruh. Dimulai dari pegawai, Kepala Desa/Lurah, ketua RT/RW, Guru
mengaji dan Masyarakat. Tujuan dari sosialisasi ini ialah untuk menumbuhkan
terlebih dahulu pengetahuan masyarakat terhadap bahaya Covid-19. Setelah
sosialisasi ini secara rutin dan merata dilakukan, selanjutnya pemerintah
kecamatan bekerjasama dengan Satuan Gugus Tugas Covid, Polisi, Militer, BPBD
dan Satpol PP mengadakan operasi Yustisi. Camat kecamatan Pandeglang
menegaskan dalam penerapannya, operasi ini dilakukan secara sembarang dengan
sidak dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Operasi yustisi ini dilakukan
terutama di tempat-tempat ramai, untuk membatasi dan mengurangi keramaian
dan kerumunan, karena PSBB di kecamatan Pandeglang ini tidak dilakukan total
seperti di kota-kota besar maka pemerintah kecamatan hanya membatasi dan
mengurangi, mengawasi kegiatan masyarakat dalam menerapkan protokol
kesehatan yang sudah ditentukan dan tidak secara total memberhentikan kegiatan
masyarakat.
Selanjutnya karena terus adanya peningkatan penyebaran Covid-19 di
seluruh wilayah Indonesia, termasuk pada kecamatan Pandeglang, maka

9
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00)
56

pemberlakuan PSBB dilakukan dengan intensitas yang lebih ketat. Oleh karena
itu, kecamatan Pandeglang sempat melakukan Lockdown total dengan tidak ada
kegiatan sama sekali diluar rumah, termasuk penutupan tempat hiburan dan
restoran. Pengosongan fasilitas umum juga dilakukan seperti alun-alun dan
seluruh kepentingan masyarakat dilakukan dirumah dengan berbagai cara. Sesuai
dengan instruksi pemerintah pusat, hanya sektor esensial yang dapat beroperasi
100%, seperti kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi
informasi, keuangan, perbankan, sistem pembayaran dan industri lain yang
ditetapkan sebagai objek vital nasional. Namun, meskipun dapat beroperasi 100%
para pekerja di sektor sensual ini pun tetap harus menerapkan protokol kesehatan
secara lebih ketat dan dengan pengaturan jam operasional serta kapasitas.
Untuk kasusnya sendiri Camat Pandeglang mengatakan bahwa kecamatan
Pandeglang ini sempat landai. Pada grafik sejak tahun 2020 kecamatan
Pandeglang melandai sejak September hingga awal tahun 2021. Dalam proses
landainya kasus ini juga merupakan hasil dari upaya pemerintah kabupaten
Pandeglang yang bekerjasama dengan masyarakat dalam menjalankan PSBB.
Namun sejak awal tahun 2021 kenaikan kasus Covid-19 ini mulai kembali
melonjak. Menurut Camat Pandeglang, masyarakat mulai bosan dalam penerapan
Pembatasan ini, sehingga mulai sulit untuk menerapkan kebijakan yang telah di
tentukan oleh pemerintah daerah maupun pusat. Kebosanan masyarakat dalam
menjalankan PSBB ini berujung pada memudarnya kesadaran masyarakat dalam
mematuhi protokol kesehatan yang telah ditentukan. Oleh karena itu pemerintah
kecamatan yang bekerjasama dengan pemerintah kabupaten dan dibantu oleh TNI,
POLRI dan lain sebagainya terus mengadakan sosialisasi untuk meningkatkan
kembali kesadaran masyarakat 10.
Berbarengan dengan itu, pemerintah pusat mulai menerapkan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro pada
Februari 2021. Maka semenjak pemberlakuan PPKM ini, Camat kecamatan
Pandeglang memutuskan untuk membatasi kembali seluruh kegiatan masyarakat.

10
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00)
57

Sesuai dengan peraturan Pemerintah Pusat dan Peraturan Bupati Nomor 55 tahun
2020. Karena PPKM ini berskala mikro, maka pemerintah kecamatan menentukan
zona tertentu pada setiap RT/RW di seluruh Desa/Kelurahan di kecamatan
Pandeglang sesuai dengan tingkat dan intensitas keparahan penyebarannya.
Keputusan Pemerintah Pusat dalam memberlakukan PPKM ini terus mengalami
perpanjangan, maka tiap-tiap daerah pun terus melakukan perpanjangan
Pembatasan pada wilayahnya masing-masing.
Kecamatan Pandeglang terus melakukan usaha terbaiknya dengan bekerja
sama dengan seluruh aspek dan perangkat keamanan serta kesehatan di kecamatan
Pandeglang. Sosialisasi tetap terus dilakukan dibarengi dengan operasi yustisi dan
penyemprotan. Untuk teknisnya, ketua Satuan Gugus Tugas kabupaten
Pandeglang menambahkan, bahwa untuk teknis pemerintah mengutus Satpol PP
untuk berkeliling ke tempat-tempat ramai dan rawan kerumunan, pasar, dan alun-
alun. Juhanas Waluyo, selaku Kabid Ketertiban Umum dan Ketertiban
Masyarakat Satpol PP Kabupaten Pandeglang membenarkan bahwasanya beliau
dan timnya diutus oleh pemerintah daerah untuk melakukan beberapa tugas
selama PPKM berlangsung. Tidak hanya berkeliling dan melakukan operasi
yustisi, namun juga ikut dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ia
memaparkan bahwa terdapat agenda yang menjadi rutinitas harian dan mingguan.
Untuk agenda mingguan para Satpol PP ini melakukan operasi yustisi secara acak
dan mendadak di tempat umum dan rawan kerumunan. Sedangkan untuk agenda
harian yaitu berkeliling di tempat-tempat ramai untuk menyampaikan dan
mengingatkan masyarakat agar tetap menjalankan protokol kesehatan yang telah
dianjurkan pemerintah, seperti memakai masker, menjaga jarak, tidak berkerumun
dan lain sebagainya11. Hal ini juga dilakukan terhadap para pelaku usaha. Para
petugas Satpol PP juga berkeliling untuk memantau para pelaku usaha. Karena
terdapat ketentuan tertentu selama PPKM berlangsung untuk para pelaku usaha.
seperti menerapkan pengaturan batas jumlah pengunjung/pembeli dengan batas
maksimal 50% dari kapasitas tempat usahanya, memasang tanda jarak,

11
Juhanas Waluyo, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Masyarakat Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten Pandeglang, Interview Pribadi, 04 Mei 2021 (Kantor Satpol PP
kabupaten Pandeglang, pukul 16.00 WIB)
58

menyediakan hand sanitaizer dan tempat cuci tangan dengan air mengalir dan
sabun serta pengaturan maksimal jam operasional12. Satpol PP juga diberikan
kewenangan untuk memberi sanksi kepada siapa saja yang melanggar peraturan
yang telah ditentukan. Terdapat beberapa sanksi yang diberikan kepada para
pelanggar. Pertama, sanksi administrasi berupa teguran tertulis dan lisan. Kedua,
sanksi sosial dapat berupa kegiatan fisik seperti push up dan melakukan kegiatan
kebersihan hingga menyanyikan lagu-lagu Nasional. Sementra untuk sanksi
berupa denda ditiadakan.
Regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat terus mengalami
perubahan, hingga Juli 2021 kabupaten Pandeglang mengalami kenaikan level
penyebaran Covid-19 menjadi level 3, dimana seluruh wilayah di kabupaten
Pandeglang terancam mengalami kembali PPKM dengan ketat terutama
kecamatan Pandeglang. Setelah meneliti pada beberapa pelaku usaha dan
masyarakat, mereka membenarkan adanya pemberlakuan PPKM ini dengan
intensitas yang lebih ketat. Salah satu headbar di salah satu caffe di kecamatan
Pandeglang mengatakan bahwa semenjak PPKM ini caffe nya hanya boleh
menerima pelanggan untuk take away padahal sebelumnya boleh menerima dine
in dengan kapasitas tertentu. Untuk jam operasional pun dibatasi menjadi hanya
sampai jam 20.0013. Hal ini terus berlaku hingga agustus 2021. Hingga pada 3
agustus 2021 Kabupaten Pandeglang mengalami kenaikan kembali menjadi level
4. Pada saat itu, peraturan tidak jauh berbeda seperti saat level 3, sektor non
esensial tetap menjalankan Work from Home (WFH) sedangkan untuk sektor
esensial dan kritikal menjalankan Work From Office (WFO) dengan penerapan
protokol kesehatan yang jauh lebih ketat. Untuk restoran masih dengan peraturan
yang sama seperti pada saat di level 3, namun untuk kegiatan masyarakat
dihentikan. PPKM ketat ini hanya berlaku selama satu minggu, karena
Pandeglang kembali dinyatakan turun level pada 10 Agustus 2021.

12
Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 55 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin Dan
Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19
13
Ifanudin, Headbar Sarasa Coffe, Interview Pribadi, 05 Mei 2021, (Sarasa Coffe pukul
19.30 WIB)
59

Semenjak saat itu, kabupaten Pandeglang terus mengalami penurunan


level hingga level 2 pada 7 September 2021. Kini seluruh peraturan mulai
dilonggarkan. Kegiatan masyarakat mulai diperbolehkan dengan tetap
memperhatikan protokol kesehatan. Para pelaku usaha pun sudah diperbolehkan
untuk menerima pelanggan untuk makan ditempat. Kantor non esensial pun sudah
mulai kembali bekerja dan sekolah pun sudah mulai memberlakukan sift, berupa
shift pagi dan siang sebagai salah satu upaya mengurangi kerumunan di
lingkungan sekolah.
BAB IV

PEMBERLAKUAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI


KECAMATAN PANDEGLANG

A. Faktor Kendala Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala


Besar (PSBB) di kecamatan Pandeglang
Dalam implementasinya, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) ini berupa sebuah kebijakan yang berisikan himbauan, ajakan sekaligus
peraturan kepada masyarakat. Dimana, pemerintah meminta kepada seluruh
masyarakat untuk patuh dan taat demi kepentingan bersama seluruh masyarakat
Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui, dalam hukum pada dasarnya adalah
kemauan publik, jadi tidak hanya sekedar hukum dalam pengertian saja. Menurut
mazhab sociological jurisprudence, hukum yang baik adalah hukum yang hidup
di dalam masyarakat. Roscoe pound menganggap bahwa hukum sebagai alat
rekayasa sosial dan alat kontrol masyarakat ( law as a tool of social engineering
and social control) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar
secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam
masyarakat1. Dalam hal ini pemerintah harus membuat kebijakan yang sesuai
dengan kebiasaan masyarakat, agar hukum itu dapat diterima dan hidup di
wilayah tersebut. Terdapat banyak sekali implikasi dari dampak pandemi covid-19
ini, mulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan penerimaan negara,
bahkan peningkatan belanja negara sebagai upaya dari pemerintah baik itu pusat
maupun daerah dalam melakukan tindakan penyelamatan kesehatan serta
kesejahteraan masyarakat di masa pandemi covid-19 ini. Oleh sebab itu,
dikeluarkannya peraturan-peraturan dalam rangka penanggulangan penyebaran
covid-19 diharapkan sesuai dengan kebutuhan dan mampu untuk mengantisipasi
implikasi dari pandemi covid-19.
Kebijakan PSBB secara spesifik bertujuan untuk membatasi kegiatan tertentu
dan pergerakan orang dan/atau badan organisasi dalam menekan penyebaran

1
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum, …
h.69

60
61

covid, meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran covid-19,


memperkuat upaya penanganan kesehatan akibat covid-19 dan menangani
dampak ekonomi, sosial dan keamanan dari penyebaran covid-19. Kebijakan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah bukanlah solusi pasti terselesaikannya pandemi
covid-19 ini, artinya kebijakan yang ditetapkan bukanlah jaminan kebijakan
tersebut akan berhasil dalam implementasinya. Implementasi kebijakan ini
tergantung juga dengan bagaimana masyarakat dalam melaksanakan kebijakan.
Sebaik apapun kebijakan yang telah dibuat, jika dalam penerapannya masyarakat
tidak dapat bekerjasama, maka kebijakan tersebut hanyalah sebagai sebuah aturan
tertulis dan himbauan saja.
Terdapat beberapa Indikator yang dapat mempengaruhi Implementasi
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang didalamnya terdapat masing-
masing variabel yang berinteraksi sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan. Variable ini meliputi karakteristik dari masalah,
karakteristik kebijakan, pelaksana kebijakan, hubungan antar organisasi dan
lingkungan kebijakan2. Berdasarkan indikator ini terdapat beberapa faktor yang
menjadi kendala dalam penerapan PSBB di kecamatan Pandeglang.
1. Karakteristik dari masalah
Kebijakan PSBB dalam penanganan Covid-19 menimbulkan dampak sosial
yang relatif sulit ditangani. Di kecamatan Pandeglang sendiri kemiskinan dan
pengangguran sudah menjadi masalah tersendiri, terlebih lagi dengan pembatasan
yang dilakukan pemerintah yang berdampak pada perekonomian masyarakat kecil
terutama. Banyak masyarakat Pandeglang yang bekerja sebagai pedagang yang
mengharuskan mereka bekerja keluar rumah untuk mendapatkan pemasukan.
Sedangkan, kebijakan ini sangat bertolak belakang dengan aktivitas kebanyakan
masyarakat. Bagi masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah, minimnya
pemasukan ialah masalah yang juga besar. Sehingga masalah yang berkaitan
dengan ekonomi masyarakat ini menjadi sebuah kendala dalam
pengimplementasian kebijakan PSBB.

2
Khairul Rahman, Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Penanganan Corona Virus Deseas 2019 (Covid-19) di Indonesia, (Indonesian Governance
Journal,Vol. 04, 2021) h. 29
62

Selain itu, dalam kebijakan PSBB pemerintah berharap dapat mengubah


perilaku masyarakat selama masa pandemic Covid-19. Perubahan sikap dan
perilaku seperti melaksanakan hidup bersih dan sehat, menggunakan masker,
melakukan physical distancing dan social distancing, serta melakukan
pembatasan kegiatan diluar rumah. Perubahan perilaku ini cukup sulit dilakukan
jika melihat kebiasaan masyarakat Pandeglang. Karena, untuk melakukan physical
distancing ataupun social distancing misalnya berarti mengharuskan masyarakat
tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat lainnya. Jangankan untuk menjaga
jarak, kebiasaan berkumpul di kecamatan Pandeglang sulit untuk dihilangkan,
seperti beberapa pesta perayaan pernikahan, khitan dan pesta lainnya. Masyarakat
dengan wilayah tinggal di perkampungan cenderung sulit untuk membatasi diri
dalam menjaga jarak dan berkumpul karena baginya hal itu dapat merenggangkan
tali silaturahmi3.
Hal-hal tersebut ialah kendala yang terjadi dalam penerapan PSBB di
kecamatan Pandeglang. Faktor yang mempengaruhi ialah kebiasaan dan budaya
masyarakat yang tidak sejalan dengan kebijakan yang ada.
2. Karakteristik Kebijakan
Karakteristik kebijakan bisa diartikan juga sebagai isi kebijakan. Variable ini
berarti telaah terhadap kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
terkait dengan kebijakan PSBB dalam penanganan Covid-19. Ruang lingkup isi
kebijakan seharusnya berisi tentang pelaksanaan PSBB, hak dan kewajiban serta
jaminan ketersediaan kebutuhan dasar masyarakat, pemberdayaan masyarakat,
pembinaan dan pengawasan, evaluasi, pendanaan dan sanksi 4.
Dalam hal ini kebijakan yang dijadikan sebagai dasar pelaksanaan PSBB di
kecamatan ialah Peraturan Bupati Nomor 55 tahun 2020. Secara keseluruhan yang
menjadi kekurangan dalam kebijakan ini ialah tidak adanya aturan yang menjamin
ketersediaan kebutuhan penduduk dan sanksi yang tidak jelas bentuk
pelaksanaannya. Dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat selama masa

3
Nurhamah, Masyarakat, Interview Pribadi, 05 Mei 2021 (Kampung Kadugajah, pukul
11.00)
4
Khairul Rahman, Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Penanganan Corona Virus Deseas 2019 (Covid-19) di Indonesia,… h. 62
63

penerapan kebijakan PSBB tidak berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.


Meskipun terdapat bantuan pokok dari pemerintah, tidak adanya pengawasan dan
aturan tersendiri tentang hal ini membuat penyaluran bantuan ini menjadi tidak
tepat sasaran sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan. Hal ini lumrah terjadi di beberapa desa/ kelurahan di kecamatan
Pandeglang. Namun, tidak adanya balai pengaduan bagi masyarakat, membuat
masalah ini terus terjadi.
Selanjutnya terkait dengan ketegasan sanksi dalam penerapan PSBB, camat
Pandeglang mengatakan bahwa memang tidak ada sanksi yang berupa denda
ataupun sanksi berat untuk masyarakat yang melanggar. Ia menjelaskan hanya
terdapat sanksi ringan berupa sanksi sosial, seperti melakukan kegiatan bersih-
bersih di area sekitar pelanggaran, menyanyikan lagu nasional, hingga melakukan
kegiatan fisik seperti push up dan sit up. Hal ini dilakukan karena pemerintah
takut memberatkan masyarakat jika sanksi terlalu berat. Terlebih lagi jika
diadakan denda, sedangkan masyarakat kecamatan Pandeglang kebanyakan
tingkat ekonominya cenderung menengah kebawah5. Setelah melakukan
pengamatan secara langsung di salah satu tempat ramai di wilayah kecamatan
Pandeglang, memang masyarakat kurang taat dalam melaksanakan protokol
kesehatan dan penerapan PSBB. Banyak dijumpai masyarakat yang enggan
memakai masker di pasar dan alun-alun Pandeglang sebagai tempat rawan
kerumunan. Setelah ditanyai beberapa dari masyarakat yang melanggar ini
menjawab bahwa apa yang mereka lakukan tidak masalah karena sejauh ini
biasanya hanya mendapati teguran biasa, Pihak Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) sendiri, mengatakan bahwa pihak mereka memang hanya memberikan
sanksi ringan saja sesuai dengan himbauan pemerintah. Sanksi ini dapat berupa
sanksi fisik seperti push up dan sit up ataupun membersihkan area sekitar saja 6.
Berbeda dengan warga biasa, pada pelaku usaha yang melanggar kebijakan PSBB

5
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00 WIB)
6
Juhanas Waluyo, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Masyarakat Satpol
PP Kabupaten Pandeglang, Interview Pribadi, 04 Mei 2021, (Kantor Satpol PP Kabupaten
Pandeglang, Pukul 16.00 WIB)
64

ini, mendapati sanksi yang sedikit lebih tegas. Pada pelanggaran ringan berupa
kelebihan jam operasi, petugas memberikan sanksi peringatan dan teguran.
Namun, ketika pelaku usaha ini melakukan pelanggaran yang lebih berat seperti
tidak membatasi jumlah pengunjung sebagaimana aturan pemerintah, maka
pelaku usaha tersebut mendapati Surat Peringatan dan bila melanggar lagi akan
ditutup sementara. Untuk mengetahui hal ini, petugas Satpol PP berkeliling pada
jam berakhirnya operasional usaha. namun hal ini hanya berlangsung di awal
masa pandemic covid-19 saja. Karena, setelah beberapa bulan petugas hanya
berkeliling di tempat-tempat usaha yang berada di sekitaran kota saja, dan untuk
pelaku usaha yang berada di tempat yang tidak dijangkau menjadi lebih sering
melanggar karena tidak lagi ada petugas yang berkeliling ke wilayah tersebut 7.
Hal ini jelas menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan PSBB. Karena
seharusnya masyarakat taat dan mendapati efek jera setelah mendapati sanksi.
Namun, sanksi yang rendah ini justru menjadi faktor kendala yang membuat
masyarakat merasa tidak peduli dengan himbauan pemerintah dan petugas,
sehingga pelaksanaan kebijakan PSBB tidak berjalan sesuai dengan harapan.
3. Pelaksana Kebijakan
Hal berikutnya yang mempengaruhi implementasi kebijakan ialah pelaksanaan
kebijakan yang meliputi sumber daya yang melaksanakan kebijakan, komunikasi
yang dilakukan dan strategi yang digunakan. Dalam melaksanakan kebijakan
membutuhkan sumber daya pelaksana yang cukup. Jika sumber daya tidak cukup
implementasi kebijakan PSBB akan berjalan kurang optimal. Misalnya saja, jika
kebijakan PSBB hanya diimplementasikan di tempat tertentu saja maka
dampaknya tidak akan seberapa. Kebijakan ini harus didukung dengan kontrol
dan sanksi yang tegas. Pemerintah harus bekerjasama melibatkan unsur-unsur
yang ada seperti TNI, Kepolisian, BPBD, Satgas Penanganan Covid dan
organisasi yang ada dalam masyarakat untuk menjalankan kebijakan PSBB.
Dalam hal ini seluruh unsur harus dapat bekerjasama dengan serius dan konsisten.
Sedangkan dalam pelaksanaannya, pemerintah dan stakeholder yang berperan

7
Ifanudin, Headbar Sarasa Coffe, Interview Pribadi, 05 Mei 2021, (Sarasa coffe
Pandeglang, Pukul 19.30 WIB)
65

tidak secara konsisten dan menyeluruh dalam melakukan pengawasan selama


PSBB berlangsung. Contohnya dalam melakukan sosialisasi kebijakan.
Dalam wawancara yang telah dilakukan penulis, pemerintah dan Satgas covid-
19 kecamatan Pandeglang telah melakukan sosialisasi sejak awal secara rutin
mengenai bahaya virus corona maupun bagaimana mekanisme pelaksanaan
PSBB. Namun dalam hal ini, yang menjadi kendala dalam sosialisasi kebijakan
ini ialah bahwa baik pemerintah maupun Satgas tidak melakukannya secara
menyeluruh. Dalam artian bahwa sosialisasi ini hanya dilakukan di wilayah-
wilayah tertentu saja, seperti wilayah-wilayah yang mudah dijangkau dan pusat
kota sebagai wilayah yang rawan terjadi kerumunan. Namun, meskipun demikian,
seharusnya sosialisasi ini dilakukan secara merata hingga ke wilayah pedalaman
sekalipun. Hal ini dijelaskan oleh Camat Pandeglang sendiri, bahwasanya beliau
dan timnya telah melakukan sosialisasi secara berkala hanya di tempat-tempat
ramai dan tidak keseluruh Desa yang ada di Kecamatan Pandeglang, karena beliau
menganggap bahwa tempat-tempat tertentu menjadi prioritas tertinggi sehingga
rawan akan penyebaran covid-19 dan untuk daerah-daerah lainnya tidak terlalu
berpotensi8. Karena hal itu justru masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan
terkait bahaya penyebaran covid-19 dan pentingnya pelaksanaan PSBB menjadi
tidak terlalu peduli dan tidak begitu tau harus bagaimana melaksanakan kebijakan
PSBB ini. Seperti yang terjadi di kampung Kadugajah kelurahan Pandeglang, saat
dilakukan wawancara dengan masyarakat sekitar, kebanyakan masyarakat enggan
menggunakan masker jika hanya untuk keluar rumah dalam jarak kurang dari satu
kilometer, mereka beranggapan bahwa tidak berbahaya jika tidak menggunakan
masker dalam jarak yang dekat meskipun terdapat pendatang dan orang asing di
wilayah tersebut9. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat kurang memahami
himbauan yang disampaikan pemerintah tentang bagaimana melaksanakan
protokol kesehatan, karena hanya mengandalkan himbauan pemerintah pusat
melalui media elektronik dan tidak mendapat penjelasan yang jelas melalui

8
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00 WIB)
9
Nurhamah, Masyarakat, Interview Pribadi, 05 Mei 2021 (Kampung Kadugajah, pukul
11.00 WIB)
66

sosialisasi langsung yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah kecamatan


Pandeglang dan para satuan gugus tugas covid-19.
Dalam melakukan operasi yustisi, pemerintah dan para petugas melakukannya
secara berkala namun tidak setiap hari. Operasi ini dilakukan secara mendadak
dan dilakukan di beberapa tempat secara bergantian10. Jadi memungkinkan warga
melanggar pada hari-hari saat tidak ada operasi yustisi tersebut. Selain tidak
dilakukan secara berkala, operasi ini juga cenderung lebih sering dilakukan di
tempat-tempat rawan kerumunan saja. Seperti beberapa jalan raya yang ramai
pengendara, pasar, taman dan fasilitas umum. Mekanisme pelaksanaan operasi
yustisi ini ialah sidak yang dengan menegur dan memberi sanksi kepada
masyarakat yang tidak melaksanakan protokol kesehatan11. Tidak konsistennya
para petugas dalam melakukan pengawasan ini, menjadi salah satu faktor kendala
dalam penerapan kebijakan PSBB di kecamatan Pandeglang ini, sehingga
masyarakat menjadi tidak taat dan rentan melanggar kebijakan yang ada.
4. Lingkungan Kebijakan
Lingkungan kebijakan merupakan tempat dimana kebijakan tersebut diadakan.
Keberhasilan pengimplementasian kebijakan PSBB dalam penanganan covid-19
ini ditentukan oleh sejauh mana lingkungan kebijakan ini mampu menerima
kebijakan PSBB. Hal ini dapat ditentukan oleh kondisi sosial, politik, ekonomi
dan geografis, serta tingkat kepatuhan dan respon masyarakat.
Beberapa kelurahan/ desa di kecamatan Pandeglang berada pada letak yang
jauh dari perkotaan. Hal ini menjadikan masyarakat setempat sulit untuk
mendapat pengetahuan. Kurangnya pengetahuan ini menjadi faktor kendala dalam
penerapan kebijakan PSBB di wilayah tersebut. Kurangnya pengetahuan ini dapat
mengurangi kesadaran hukum masyarakat.
Tidak hanya di wilayah yang jauh dari pusat kota, kebanyakan masyarakat
kecamatan Pandeglang memang memiliki kesadaran hukum yang rendah. Dalam

10
Juhanas Waluyo, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Masyarakat Satpol
PP Kabupaten Pandeglang, Interview Pribadi, 04 Mei 2021, (Kantor Satpol PP Kabupaten
Pandeglang, Pukul 16.00 WIB)
11
Ramadani, Ketua Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, Interview
Pribadi, 04 Mei 2021 (Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang, pukul 11.15)
67

wawancara yang dilakukan dengan Camat Pandeglang, beliau memastikan


bahwasanya kebijakan ini akan sangat efektif bila masyarakat mau diajak bekerja
sama dengan meningkatkan kesadaran nya terhadap bahaya covid-19 dan
pentingnya mematuhi kebijakan PSBB ini. Namun, beliau menyayangkan bahwa
masyarakat Pandeglang ini sangat kurang kesadaran hukumnya sehingga tidak
peduli dengan himbauan pemerintah12.
Letak geografis yang cenderung berada jauh dari kota-kota besar dan
cenderung pedalaman, membuat masyarakat pandeglang cenderung
berpendidikan tidak terlalu tinggi. Budaya masyarakat dan Orang tua dulu yang
cenderung berpemikiran tidak luas dan terbuka, kebanyakan meminta anaknya
langsung bekerja setelah lulus sekolah. Bahkan tak sedikit yang tak sampai
SMA/SMK/ sederajat sudah bekerja dan tidak melanjutkan sekolah bahkan
menikah muda. Hal ini menjadi salah satu faktor kendala yang membuat
masyarakat Pandeglang memiliki kesadaran hukum yang kurang karena minimnya
pengetahuan dan pendidikan yang seharusnya dapat membuat pola piker
masyarakat lebih terbuka. Namun tidak hanya itu, tingkat kepatuhan dan respon
masyarakat terhadap kebijakan PSBB belum sesuai harapan juga dikarenakan
masyarakat Pandeglang dihadapkan dengan faktor ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan dasar. Kebijakan ini berbenturan dengan keadaan masyarakat dan
sulitnya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan penduduk, sehingga pada
akhirnya sulit untuk mencapai tujuan.
Beberapa faktor kendala yang telah dijelaskan, dapat menjadi evaluasi untuk
pemerintah dalam membuat kebijakan nantinya. Evaluasi diperlukan untuk
melihat dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan setelah diimplementasikan.
Evaluasi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, evaluasi dapat dilihat dari
hasilnya. Sedangkan ukuran keberhasilannya ialah sejauh tujuan dari kebijakan ini
telah dicapai. Dengan demikian, semakin tinggi pencapaian tujuan tersebut, maka
tingkat keberhasilannya semakin besar dan sebaliknya. Kedua, evaluasi dapat
dilihat dari prosesnya, dimana evaluasi ini mendasarkan pada petunjuk

12
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00 WIB)
68

pelaksanaan dan petunjuk teknis. Ukuran keberhasilan sudut pandang ini


berdasarkan keseluruhan proses implementasi suatu kebijakan. Mulai dari
pemikiran, teori, pelaksanaan, hasil, pengawasan bahkan hingga
pertanggungjawaban13.

B. Tingkat Kesadaran Masyarakat Kecamatan Pandeglang Dalam Penerapan


Pembatasan Sosial Berskala Besar
Berbicara mengenai tingkat kesadaran masyarakat, maka membicarakan daya
kerja hukum dalam mengatur dan memaksa masyarakat untuk taat terhadap
hukum. Pada umumnya bahwa kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap hukum
mengakibatkan masyarakat patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sebaliknya,
kesadaran masyarakat terhadap hukum yang rendah, derajat kepatuhannya juga
menjadi rendah. Namun tingkat kesadaran masyarakat ini tidak hanya semata-
mata karena keinginan masyarakat itu sendiri, namun juga dapat bergantung pada
ketentuan hukumnya juga. Apakah ketentuan hukum ini benar-benar berfungsi
atau tidak didalam masyarakat. Seperti, dalam penerapan PSBB di kecamatan
Pandeglang ini, apakah kebijakan yang berlaku sesuai dengan kebiasaan dan akan
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kecamatan Pandeglang atau tidak.
Dengan demikian, masalah kesadaran hukum masyarakat menyangkut factor-
faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai?
Apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf
kesadaran hukumnya akan lebih rendah dari yang masyarakat yang lebih
memahaminya dan seterusnya. Hal ini yang kemudian disebut dengan legal
consciousness atau knowledge and opinion about law14.
Berdasarkan teori diatas, dengan pemahaman masyarakat kecamatan
Pandeglang yang tergolong rendah, bahkan untuk mentaati sebuah kebijakan pun
masih sangat terpaksa dan sulit, penulis menyimpulkan bahwa kesadaran
masyarakat kecamatan Pandeglang terhadap hukum masih rendah. Karena selaras

13
Dody Setiawan, Pengantar Kebijakan Publik, (Malang: Inteligensia Media, 2017)
h.142
14
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, … h.66
69

dengan ini, Camat Pandeglang pun mengeluhkan bahwa masyarakat nya sulit
untuk diajak bekerja sama. Beliau mengatakan bahwa andai saja masyarakat dapat
bekerjasama dengan baik dengan mau meningkatkan kesadarannya terhadap
bahaya covid-19 dan pentingnya menerapkan PSBB ini maka kebijakan ini akan
menjadi sangat efektif. Beliau menilai bahwa peraturan yang ada sudah sangat
baik, hanya saja kesadaran warga nya yang masih sangat rendah15. Hal ini pun
disampaikan oleh pihak Satpol PP Kabupaten Pandeglang, beliau menerangkan
bahwa peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah sudah sangat
efektif, hanya saja respon masyarakat yang masih abai, terutama dalam mencegah
kerumunan. Ia menambahkan, bahwa meskipun belum seluruhnya taat, dalam
memakai masker masyarakat Pandeglang sudah lebih baik daripada berkerumun.
Kesadaran masyarakat masih sangat kurang dalam mencegah kerumunan.
Terutama di tempat-tempat rawan kerumunan, seperti Pasar, Taman, tempat
wisata dan pengadaan acara-acara hajat di wilayah perdesaan. Beliau
menyimpulkan bahwa regulasi yang sudah dibuat oleh pemerintah sudah baik
namun kesadaran masyarakat yang kurang ini menjadi penyebab kebijakan ini
menjadi kurang efektif16. Sedikit berbeda dengan Camat dan pihak Satpol PP,
Ketua Satgas Covid Kabupaten Pandeglang berpendapat bahwa kurang efektifnya
pemberlakuan kebijakan ini didasari oleh kejenuhan yang dirasakan bukan hanya
oleh masyarakat, tapi juga oleh petugas. Dalam hal ini beliau menyimpulkan
bahwa apabila ingin menaikan kesadaran masyarakat, maka pemerintah dan
petugas terkait harus lebih dulu meningkatkan rasa tanggung jawab nya agar dapat
lebih maksimal dalam mengedukasi dan melakukan operasi yustisi 17.
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat kecamatan Pandeglang terhadap kebijakan terkait penerapan PSBB ini
masih kurang dengan berbagai pertimbangan dan hasil pengamatan langsung.

15
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00 WIB)
16
Juhanas Waluyo, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Masyarakat Satpol
PP Kabupaten Pandeglang, Interview Pribadi, 04 Mei 2021, (Kantor Satpol PP Kabupaten
Pandeglang, Pukul 16.00 WIB)
17
Ramadani, Ketua Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, Interview
Pribadi, 04 Mei 2021 (Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang, pukul 11.15 WIB)
70

C. Upaya Pemerintah dan Peran Stakeholder dalam Penerapan Pembatasan


Sosial Berskala Besar di Kecamatan Pandeglang
Pemerintah kabupaten Pandeglang sudah mengatur terkait mekanisme dan
pelaksanaan PSBB di kabupaten Pandeglang, pemerintah pusat sudah lebih dulu
mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk seluruh wilayah di Indonesia terkait
dengan upaya pencegahan penyebaran covid-19. Diterapkannya kebijakan PSBB
ini ialah salah satu pilihan dalam rangka melakukan tindakan mengurangi resiko
penyebaran covid-19 dengan membatasi kegiatan seluruh masyarakat dengan
intensitas yang beragam. Kebijakan pembatasan ini dianggap upaya yang paling
efektif dalam mengurangi penambahan kasus penyebaran covid-19. Dengan
melakukan pembatasan untuk kegiatan-kegiatan tertentu dan melakukan protokol
kesehatan secara ketat, hal ini menjadi meminimalisir keramaian sehingga
kemungkinan penularan virus menjadi lebih sedikit.
Dalam upaya penerapan PSBB ini Pemerintah tidak sendiri, melainkan
juga dalam praktiknya dibantu oleh berbagai pihak, seperti Satuan Gugus Tugas
Covid (Satgas Covid), TNI/POLRI, Satpol PP, BPBD dan organisasi masyarakat
lainnya. Adapun upaya-upaya yang dilakukan agar kebijakan PSBB ini menjadi
lebih efektif, pemerintah kecamatan Pandeglang dan para stakeholder melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Membuat produk hukum terkait mekanisme pelaksanaan PSBB
Seperti yang kita ketahui, peraturan perundangan menjadi sangat penting
sebagai dasar hukum pemberlakuan suatu kebijakan. Dalam hal ini pemerintah
kabupaten Pandeglang menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 55 tahun 2020
tentang Penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai
upaya pencegahan dan pengendalian covid-19. Dalam Perbup ini, pemerintah
menjelaskan bagaimana mekanisme pelaksanaan PSBB di Kabupaten Pandeglang
berlangsung, apa saja kewajiban yang harus dilakukan oleh perorangan, pelaku
usaha maupun pengelola, penyelenggara ataupun penanggungjawab tempat dan
fasilitas umum. Dalam peraturan ini pemerintah meminta masyarakat melakukan
berbagai penyesuaian baru sesuai dengan himbauan pemerintah pusat. Baik itu
71

berupa pembatasan kegiatan tertentu, pembatasan penggunaan tempat dan fasilitas


hingga sanksi yang diberikan untuk siapa saja yang melanggar.
Camat Pandeglang menjelaskankan bahwa untuk wilayah kecamatan
Pandeglang melakukan PSBB ini berdasar pada aturan pemerintah pusat dan
perbup ini. Beliau menegaskan bahwasanya pemerintah kecamatan dan Tim nya
sudah melakukan penerapan PSBB sesuai dengan Perbup Nomor 55 Tahun 2020
ini, adapun aturan aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah Pusat,
pemerintah kecamatan akan ikut serta menyesuaikan dan tetap mengikuti sesuai
dengan anjuran18.
Isi kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah setidaknya harus memenuhi
aspek kejelasan baik dari maksud maupun tujuan dan ruang lingkup dari kebijkan.
Ruang lingkup isi kebijakan telah menggambarkan pelaksanaan PSBB, hak dan
kewajiban serta jaminan ketersediaan kebutuhan dasar penduduk selama PSBB,
pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan pengawasan, pemantauan, evaluasi
dan pelaporan serta pendanaan dan sanksi. Sehingga memungkinkan kebijakan
akan mudah diimplementasikan karena isi kebijakan yang mudah dipahami dan
dapat diterjemahkan dalam tindakan nyata 19. Dalam hal ini kebijakan yang
diimplementasikan oleh pemerintah kecamatan sudah tergolong jelas dan dapat
dilaksanakan. Karena, melalui peraturan Bupati dan beberapa Inmendagri terkait
perpanjangan PSBB sudah dijelaskan rinci dari mekanisme hingga sanksi
didalamnya.
Setidaknya terdapat satu peraturan Bupati dan 24 peraturan pemerintah pusat
berupa instruksi menteri dalam negeri yang berpengaruh terhadap mekanisme
pelaksanaan PSBB di kecamatan Pandeglang 20.
2. Sosialisasi dan Partisipasi
Dalam masa pelaksanaan PSBB di kecamatan Pandeglang setidaknya ada
dua hal wajib yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah dan stakeholder.

18
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00 WIB)
19
Khairul Rahman, Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Rangka Penanganan Covid-19…, h. 63
20
https://covid19.go.id/p/regulasi
72

Yakni, sosialisasi pada awal mula penyebaran virus covid-19 dan penerapan
kebijakan PSBB serta operasi yustisi yang dilakukan secara berkala hingga saat
ini.
Dalam Peraturan Bupati Nomor 55 tahun 2020 pasal 24 ayat (1) dan (2)
pemerintah meminta agar satgas penanganan covid-19 kabupaten Pandeglang
melakukan sosialisasi terkait informasi/edukasi cara pencegahan dan pengendalian
Covid-19 kepada masyarakat. Sosialisasi ini dilaksanakan dengan melibatkan
unsur-unsur masyarakat21. Ketua satgas penanganan covid-19 kabupaten
Pandeglang juga menjelaskan bahwasanya beliau dan timnya serta dibantu oleh
petugas terkait sudah melakukan sosialisasi sejak awal masa pandemi covid-19
hingga enam bulan pertama untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada
masyarakat mengenai bahaya covid-19 dan pentingnya menerapkan protokol
kesehatan sesuai dengan himbauan pemerintah. Sosialisasi ini dilakukan secara
berkala dan bergantian, dari satu kecamatan ke kecamatan lain. Sosialisasi ini
dilakukan secara berkala dengan jangka waktu per satu minggu untuk tiap-tiap
Kelurahan/Desa22.
Selanjutnya dalam mekanisme pelaksanaan protokol kesehatan,
pemerintah melakukan berbagai macam cara agar masyarakat mau dan taat serta
disiplin dalam menjalankan himbauan pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah
kecamatan membuat Tim penanganan Covid-19 hingga ke tingkat RT/RW. Hal
ini dilakukan agar penyuluhan dan operasi yustisi dapat dilakukan secara merata,
sehingga seluruh masyarakat mendapati pengetahuan secara menyeluruh 23.
Operasi yustisi ini ada yang dilakukan secara acak dan juga rutin.
Pemerintah dan para petugas yang berwenang melakukan kegiatan berupa
pembagian masker, penyemprotan disinfektan, serta pemberian sanksi bagi yang
melanggar aturan. Untuk operasi yustisi yang dilakukan secara dadakan bertujuan
untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwasanya melaksanakan

21
Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 55 Tahun 2020, Tentang Penerapan Disiplin dan
Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19
22
Ramadani, Ketua Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, Interview
Pribadi, 04 Mei 2021 (Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang, pukul 11.15 WIB)
23
Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan Pandeglang, Interview Pribadi, 03 Mei 2021
(Kantor Kecamatan Pandeglang, pukul 11.00 WIB)
73

protokol kesehatan dan membatasi kegiatan sebagaimana seharusnya PSBB


dilakukan itu harus dilakukan kapanpun dan dimanapun. Masyarakat harus
memiliki kesadaran bahwa pemberlakuan Pembatasan ini bukan semena-mena
hanya karena takut kepada petugas dan pemerintah, melainkan demi kepentingan
seluruh warga. Sedangkan untuk operasi yustisi yang dilakukan dengan rutin,
dilaksanakan besar-besaran oleh seluruh petugas baik dari pihak pemerintah, TNI
dan POLRI, Satgas penanganan Covid-19, BPBD dan organisasi lainnya. Operasi
ini biasanya dilakukan setiap satu bulan sekali dengan berupa kegiatan pembagian
masker, hand sanitizer, penyemprotan gedung-gedung sekolah, masjid dan
pemerintahan serta rumah-rumah warga serta terus memberikan peringatan
kepada masyarakat mengenai bahaya melanggar protokoler kesehatan yang telah
ditentukan24.
Selain operasi yang dilakukan seperti tadi, terdapat satu lagi operasi yang
dilakukan oleh petugas Satpol PP di waktu-waktu tertentu untuk mengawasi para
pelaku usaha. Para petugas biasanya beroperasi pada malam hari dengan waktu
yang tidak ditentukan. Operasi ini bertujuan untuk menertibkan para pelaku usaha
yang enggan mentaati pemerintah dengan ketentuan yang sudah diatur. Sehingga
untuk beberapa pelaku usaha yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai
dengan aturan yang berlaku 25.
Upaya-upaya pemerintah dan para stakeholder ini tentu harus sesuai
dengan karakter dan kebiasaan masyarakat Pandeglang agar masyarakat mau dan
taat terhadap aturan yang berlaku. Karena pada kenyataannya masih banyak
masyarakat kecamatan Pandeglang yang dengan pendiriannya tidak percaya pada
keberadaan covid-19 hingga enggan melaksanakan apa yang dihimbau oleh
pemerintah. Hal ini tentu sangat menyulitkan upaya-upaya yang sedang
dilakukan. Oleh karena itu, upaya-upaya seperti sosialisasi dan beberapa operasi
gabungan harus dilakukan secara terus menerus dan berkala, guna mengingatkan

24
Ramadani, Ketua Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, Interview
Pribadi, 04 Mei 2021 (Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang, pukul 11.15 WIB)
25
Juhanas Waluyo, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Masyarakat Satpol
PP Kabupaten Pandeglang, Interview Pribadi, 04 Mei 2021, (Kantor Satpol PP Kabupaten
Pandeglang, Pukul 16.00 WIB)
74

dan memberi pengetahuan kepada masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati
demi kepentingan bersama.
Ditinjau dari konsepsi islam terkait kebijakan PSBB di kecamatan Pandeglang ini
sesuai dengan kaidah ushul fiqh yakni kaidah :

‫ِح‬ َ ‫ب ْال َم‬


ِ ‫صال‬ ِ ‫على َج ْل‬
َ ‫دَ ْف ُع ْال َمفَا ِس ِد ُمقَدَّ ٌم‬

“Menolak mafsadah didahulukan daripada meraih maslahat”

Dan juga pada salah satu dari lima tujuan pokok syariat islam (maqashid syariah)
yakni memelihara jiwa (hifdz nafs).
Pemerintah kecamatan Pandeglang membuat kebijakan dan melaksanakan
kebijakan PSBB lebih mengutamakan penghentian sementara kegiatan
masyarakat demi menghentikan penyebaran penularan kasus covid-19, meskipun
terdapat banyak kendala dalam melaksanakannya, seperti harus menyelamatkan
perekonomian masyarakat, namun bagi pemerintah kecamatan Pandeglang
menolak kemafsadatan berupa penyebaran kasus lebih utama dibandingkan
mengambil kemaslahatan dengan menyelamatkan perekonomian Maupun
kebiasaan masyarakat di kecamatan Pandeglang. Hal ini juga dilakukan guna
menyelamatkan jiwa/ nyawa masyarakat Pandeglang lebih dulu, karena
penyebaran kasus yang terus meningkat jika tidak dihentikan dengan membatasi
kegiatan masyarakat akan membuat wabah ini semakin tak terkendali dan akan
memperparah keadaan dan mengancam jiwa seluruh masyarakat kecamatan
Pandeglang.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagaimana dianjurkan dalam peraturan pemerintah pusat,
bahwasanya setiap daerah wajib mengeluarkan peraturan untuk
daerahnya masing-masing dalam penanggulangi bencana wabah
Covid-19. Untuk memenuhi anjuran pemerintah pusat, Pemerintah
daerah kabupaten Pandeglang telah membuat Peraturan Bupati
Pandeglang nomor 55 tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan
penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan
upaya pengendalian covid-19. Dalam pelaksanaannya peraturan
tersebut tentu didistribusikan ke masing-masing daerah di kabupaten
pandeglang, termasuk kecamatan pandeglang untuk dilaksanakan. Di
dalamnya kebijakan secara jelas dan rinci memaparkan mekanisme
pelaksanaan PSBB, hak dan kewajiban serta sanksi. Hal ini
menunjukkan bahwasanya kebijakan yang dilekuarkan pemerintah
kabupaten Pandeglang sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Dinamika Implementasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) di kecamatan Pandeglang telah berjalan cukup efektif. Dengan
penurunan kasus penyebaran covid-19 di kecamatan Pandeglang,
sebagai tujuan yang di cita-citakan dalam kebijakan yang sudah dibuat.
hal ini merupakan sebuah bukti nyata bahwa upaya-upaya yang
dilakukan pemerintah dalam membuat kebijakan dan melakukan
pengawasan sudah berjalan cukup efektif. Meskipun sulit dalam
penerapannya karena kesadaran masyarakat yang masih sangat rendah,
namun upaya yang dilakukan oleh keseluruhan unsur yang terkait
dalam pelaksana kebijakan, pada akhirnya menjadi buah manis dengan

75
76

tercapainya tujuan dari pelaksanaan kebijakan PSBB ini, yakni


pengurangan kasus penyebaran Covid-19. Hanya saja rendahnya
kesadaran hukum masyarakat ini memperlambat untuk penurunan
kasus penyebaran covid-19 di kecamatan Pandeglang, namun upaya
yang dilakukan pemerintah dan seluruh unsur yang terkait
membuahkan hasil baik. Meskipun tidak menghilangkan covid dengan
sepenuhnya, namun kasus yang landai dengan konsisten ialah juga
sebuah keberhasilan.

B. SARAN
Sebagai usulan tindak lanjut dari penulisan skripsi ini, penulis
merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar ini lebih condong
kepada kota-kota besar karena cenderung mengatur tentang mall
serta tempat-tempat keramaian. Sedangkan untuk daerah
Pandeglang sendiri dapat dikatakan bukan kota besar, mengalami
kesulitan untuk menginrprestasikan dalam kehidupan interksi
sosial yang lebih tradisional. Oleh karena itu, penulis
menyarankan agar peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat
tidak mengatur sesuatu yang lebih spesifik, karena agar dapat lebih
maksimal dilaksanakan di pemerintahan daerah.
2. Pemerintah kecamatan Pandeglang dan stakeholder agar lebih
merata dan jelas dalam melakukan sosialisasi dan pemberian
informasi terkait mekanisme pelaksanaan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), agar masyarakat dapat memahami dan
mengerti apa yang harus dilakukan selama pemberlakuan PSBB di
kecamatan Pandeglang serta pemerintah juga harus lebih tegas
dalam pemberian sanksi bagi siapa saja yang melanggar kebijakan.
Hal ini juga seharusnya dipaparkan dengan jelas dalam kebijakan
yang ada. Karena kesadaran hukum masyarakat kecamatan
77

Pandeglang yang relatif rendah dan saksi yang tidak tegas dari
pemerintah membuat masyarakat yang melanggar tidak jera, dan
mengulangi kesalahannya kembali.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul Wahab, Solihin. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan


Model-Model Implementasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012

Anggara, Sahya. Kebijakan Publik, Bandung: CV Pustaka Setia, 2014.2012.

Ali, Zainudin. Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2005

Bambang, Sunggono. Hukum dan Kebijakan Publik, Jakarta: Sinar Grafika,


1994.

Dzazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,


2007.

Ishaq. Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi,
Bandung: Alfabeta, 2017.

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group, 2019.

Marbun, SF. Peradilan Administratif Negara dan Upaya Administratif Di


Indonesia, Jogjakarta: FH UII Press, 2011.

Mardani.Ushul Fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Martoyo. Managemen Sumber Daya Manusia, Jogjakarta: BPFE, 2000.

Mulyadi, Dedi. Kebijakan Legislasi: Tentang Sanksi Pidana Legislatif di


Indonesia dalam Perspektif Demokrasi, Bekasi: Gramata Publishing, 2012

Mustafa, Abdullah dan Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,


Jakarta: CV Radjawali, 1982.

Nugroho, Riant. Metode Penelitian Kebijakan, Jogjakarta: Pustaka Belajar,


2013.

78
79

P. Sibuea, Hotman. Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas


Umum Pemerintahan yang Baik, Jakarta: Erlangga, 2010.

Sanusi Ahmad dan Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafinfo Persada,
2019)

Setiawan, Dodi. Pengantar Kebijakan Publik, Malang: Intelegensia Media,


2017.

Siyoti, Sandu dan Ali Sodik. Dasar Metodologi Penelitian, Jogjakarta: Literasi
Media Publishing, 2015.

Suadi, Amran. Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas


Hukum, Jakarta: Prenamedia Grup, 2018.

Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi),


Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Wibawa, Samodra dkk. Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 1992.

Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, Jakarta:
CAPS, 2014.

JURNAL

Fitriyani Siregar, Nur. Efektivitas Hukum, E-Jurnal STAI Barumun Raya, 2018

Komnas HAM, Tata kelola Penanggulangan Covid-19 dalam Perspektif HAM,


Oktober 2020, h 126.

Nasrul, Muh. Aspek Hukum Pemberlakuan PSBB dalam Rangka Penanganan


Covid-19, Jurnal Legislatif UNHAS, 2020.

Rahman, Khairul. Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar


dalam Rangka Penanganan Covid-19, Indonesian Governance Journal,
2021.
80

Ristyawati, Aprista. Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar


Dalam Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai
Amanat UUD NRI Tahun 1945, Administrative Law & Governance
Journal. Volume 3 Issue 2, Juni 2020.

Susanto,Mei, Teguh Tresan Puja Asmara, Ekonomi Versus Hak Asasi Manusia
Dalam Penanganan Covid-19: Dikotomi Atau Harmonisasi (The Economy
versus Human Rights In Handling Covid-19: Dichotomy or
Harmonization). Jurnal HAM, Volume 11, Agustus 2020

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Instruksi Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan
Posko Penanganan Covid-19 Di tingkat Desa dan Kelurahan Untuk
Pengendalian Penyebaran Covid-19, Februari 2021
Instruksi Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa
dan Bali, Juli 2021.
Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 55 Tahun 2020 Tentang Penerapan
Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya
Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Berita Daerah Kabupaten
Pandeglang Tahun 2020 Nomor 55.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19 di DKI
Jakarta, Berita Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020 Nomor 75012.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan
Penanganan Covid-19, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 326.
81

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial


Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2020 Nomor 91 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Nomor 6487.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019, Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2020 Nomor 87 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Nomor 6485.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19)
Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan
Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi
Undang-Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun
2020 Nomor 87 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
(LNRI) Nomor 6485.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah
Penyakit Menular, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun
1984 Nomor 20 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
(LNRI) Nomor 3273.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Kekarantinaan Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 2018 Nomor 128 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia (LNRI) Nomor 6236
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2009 Nomor 144
dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Nomor 5063

WAWANCARA
82

Interview Pribadi dengan Dra. Hj. Melly Dyah Rahmalia, Camat Kecamatan
Pandeglang, Pandeglang 03 Mei 2021.
Interview Pribadi dengan Ramadani, Ketua Satuan Gugus Tugas Penanganan
Corona Virus Desease 19 Kabupaten Pandeglang, Pandeglang 04 Mei
2021
Interview Pribadi dengan Juhanas Waluyo, Kepala Bidang Ketertiban Umum
dan Ketertiban Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Pandeglang, Pandeglang, 04 Mei 2021
Interview Pribadi dengan Ifanudin, Headbar Sarasa Coffe, Pandeglang 05 Mei
2021
Interview Pribadi dengan Nurhamah, Masyarakat, Pandeglang 06 Mei 2021.

WEBSITE
https://covid19.go.id/p/regulasi
https://disdukcapil.pandeglangkab.go.id/index.php/jumlah/jmlpenduduk diakses
pada tanggal 20 November 2021 pukul 10.00 WIB
https://pandeglangkab.bps.go.id/publikation diakses pada tanggal 1 November
2021 pukul 10.00 WIB
https://satudata.pandeglangkab.go.id/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2021
pukul 14.30 WIB
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus online. Diakses dari aplikasi KBBI
Online pada 5 Agustus 2021 pukul 11.00
83

Lampiran
Transkrip Wawancara Skripsi
Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Kecamatan
Pandeglang
Nama : Dra. Hj. Melly Dyah Rahmalia
Jabatan : Camat Kecamatan Pandeglang
Hari/Tanggal : Senin, 03 Mei 2021
Waktu : 11.00 s/d 12.00 WIB
Tempat : Kantor Kecamatan Pandeglang

Pewawancara (P)
Narasumber (N)
P : Sejak kapan mulai dilaksanakan PSBB di kecamatan Pandeglang ini
?
N : Sesuai dengan peraturan Bupati, PSBB dilakukan semenjak tahun lalu,
tepatnya tahun 2020 kita sudah memberlakukan pembatasan, sepertinya
sekitar bulan Maret yah menyamakan dengan Jakarta, tapi waktu itu kita
belum punya regulasi sendiri, jadi hanya mengikuti intruksi pemerintah
pusat saja. kemudian sudah mulai adanya wabah pandemi kita semua
otomatis berubah. Dari aktif menjadi lebih banyak dirumah. Pemerintahan
sendiri kita bagi tugas, tapi untuk pimpinan dan sekmat itu tetap bekerja di
kantor.
P : Lalu, kebijakan apa saja yang pada akhirnya digunakan khususnya
untuk wilayah kecamatan Pandeglang ini ?
N : Untuk kebijakan yang kami pakai mengacu pada PERBUP Nomor 55
tahun 2020 dan peraturan-peraturan dari pusat lainnya. Nah perbup ini
akhirnya dikeluarkan sekitar bulan agustus, dengan perbup ini kita
mengacu pada perbup ini untuk mekanisme pelaksanaan PSBB di
Pandeglang ini
P : Selanjutnya, setelah adanya Peraturan Bupati ini bu, apa upaya
nyata yang dilakukan Pemerintah selama Penerapan PSBB ?
84

N : Kita membentuk tim (tim penanganan covid), saat itu sebelum PSBB ada
tingkat kecamatan juga tingkat kelurahan. Untuk tingkat RT/RW nya itu
satgas covid. Dari pembentukan tim ini kita melakukan berbagai kegiatan.
Kebanyakan kegiatan saat itu ialah sosialisasi. Saat itu banyak dilakukan
sosialisasi kepada pegawai, kepada rt/rw, kepada kader, baru ke guru ngaji
dan masyarakat, jadi dilakukan secara bertahap agar semua mengetahui
bagaimana bahaya covid ini. Sosialisasi ini rutin kami lakukan, kami
bekerja sama dengan tim kesehatan, BPBD, Satgas bahkan TNI dan
POLRI. Setelah sosialisasi kita mengadakan operasi yustisi bekerja sama
dengan kapolsek dan koramil. Bentuk operasi ini kita lakukan sembarang,
berarti sidak, tidak ada pemberitahuan di beberapa titik terutama tempat-
tempat ramai. Nah, operasi ini difokuskan untuk menjaring para pelanggar,
namun diselal-sela itu kami juga membagikan masker, dan handsanitaizer
sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada masyarakat. PSBB di
kecamatan Pandeglang ini dilakukan tidak total seperti di kota-kota besar
seperti Jakarta. Kita melakukannya dengan cara tetap WFH,
mempromosikan 3M, kemudian sosialisasi dan pembatasan kerumunan.
Seperti kafe boleh buka, tapi dibatasi, jam juga tidak boleh terlalu malam.
Setelah PSBB yang pertama tadi, kita memberlakukan PSBB dengan lebih
ketat karena adanya peningkatan kasus di kabupaten Pandeglang ini. Lalu
peraturannya oun lebih ketat sehingga kafe-kafe tidak buka sama sekali.
Kemudian kasus kembali menurun dan terus landai, kami berfikir bahwa
roda ekonomi harus tetap berputar, lalu Bupati memutuskan untuk tidak
melakukan Lockdown, hanya memberlakukan pembatasan namun tidak
terlalu tertutup dan ketat. Hanya saja tetap terus menerus pemerintah
melakukan sosialisasi 3M setiap ada kesempatan. Dan operasi yustisi juga
tetap berjalan. Hanya saja ada beberapa titik yang sulit , seperti pasar.
Pemerintah kecamatan juga melakukan monitoring dengan cara sidak ke
tiap kelurahan. Dan juga melakukan penyemprotan disinfektan secara rutin
di beberapa wilayah dari yang paling urgent, seperti sekolah, posyandu,
kantor pemerintahan sampai perumahan warga. Petugas penyemprotan
85

sendiri bisa dari RT/RW, tokoh pemuda, petugas BPBD, TNI, hingga
petugas kelurahan. Untuk kecamatan pandeglang Alhamdulillah swadaya
nya cukup tinggi. Kemudian untuk sekolah kita lakukan daring. Dengan
cara pada mulanya diberi kebebasan kepada pihak sekolah untuk
menentukan, apakah guru yang berkeliling kerumah murid atau lainnya.
Namun seiring berjalannya waktu menjadi daring sepenuhnya karena
adanya kenaikan kasus covid. Namun untuk kelas 1 dan 2 SD rata-rata
orang tua ke sekolah untuk mengambil tugas dengan protokol kesehatan.
Lalu, untuk fasilitas umum kita tegaskan wajib menyediakan tempat cuci
tangan dan handsantizer. Terutama di kantor kantor pemerintahan,
pelayanan kesehatan, tempat makan, sekolah dan sebagainya. Dan kini
semenjak pemberlakuan PPKM sekala mikro ini, segala sesuatu mulai
dibatasi lagi, bermula karena lebaran dikhawatirkan adanya kenaikan
kasus karena penumpukan masa mudik. Nah PPKM Mikro ini sebenarnya
sama saja dengan PSBB hanya saja lingkupnya lebih kebawah. Penentuan
zona merah atau tidak lebih kebawah, zona nya ada di RT/RW. Jadi lebih
mengerucut ke bawah. Sama dengan PSBB, PPKM mikro ini
kerjasamanya bernama musfika,yaitu kerjasama antara kecamatan,
koramil dan kapolsek, semua harus berintegrasi untuk menurunkan angka
covid ini. Untuk kasusnya sendiri, di kecamatan Pandeglang ini sempat
landai. Grafik sejak tahun 2020 kita melandai di bulan September,
oktober, kemudian sejak april kembali naik namun tidak terlalu signifikan.
Maka dari itu pandeglang disebutnya resiko rendah untuk penularan covid,
tapi untuk masyarakatnya kesadaran dirinya pun bisa kami katakan rendah
dalam pemberlakuan 3M tadi. Jadi pemerintah tidak berhenti melakukan
sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, jangan sampai
resiko rendah ini menjadi tinggi karena kesadaran masyarakat yang
kurang. Bahkan upaya pemerintah tidak hanya sampai berbentuk
sosialisasi saja, kami juga mengadakan tes SWAB secara gratis secara
bertahap, meskipun sempat tidak mau kami tetap terus
mensosialisasikannya hingga kini adanya vaksin masal secara gratis pula.
86

P : Lalu bagaimana Sanksi untuk masyarakat yang melanggar bu?


Apakah alam regulasi yang kita pakai didalamnya ada peraturan
mengenai sanksi ?
N : Ada ya. Tentu ada untuk sanksi. Hanya saja sanksi ini kami sepakat tidak
memberi denda atau apapun yang meminta uang kepada masyarakat.
Kenapa ? karena kita tau ya neng, masyarakat Pandeglang ini cukup sulit
dalam bidang ekonomi, sehingga akan memberatkan. Jadi kami hanya
memberikan sanksi sosial saja, untuk teknisnya itu kami serahkan kepada
petugas yang berkeliling.
P : Kalo begitu akan sulit dong bu untuk menertibkannya, karena tidak
ada efek jera nantinya jika sanksinya hanya sanksi ringan ?
N : Ini menjadi struggle untuk pemerintah sendiri ya, bagaimanapun caranya
asalkan kita tidak memberatkan masyarakat, sudah sangat berat mereka
dibatasi, jadi kami sesuai permintaan bupati hanya memberi sanksi sanksi
ringan saja seperti push up, membersihkan taman dan sebagainya.
P : Kalo begitu, apakah ada mandate lain yang diterima oleh kecamatan
dari pemerintah kabupaten bu ?
N : Itu tadi kami bekerjasama antara kabupaten, kecamatan sampai RT/RW
dalam melakukan sosialisasi, penyemprotan, operasi yustisi hingga
pengadaan swab dan vaksin gratis.
P : Baik bu. Terakhir, bagaimana menurut ibu mengenai tingkat
keberhasilan kebijakan PSBB ini di kecamatan Pandeglang, apakah
efektif atau tidak ?
N : Sejauh ini saya rasa peraturan ini sudah efektif. Dari pihak pemerintah
yang terus menerus mengawasi, hanya saja kembali kepada masyarakat
dan kesadarannya. Selama kerjasama antara masyarakat dan pemerintah
baik, maka peraturan ini akan menjadi sangat efektif. Karena sejauh ini
pun meskipun kesadaran masyarakat kurang namun dengan kasus positif
yang tidak terlalu tinggi, maka kami simpulkan bahwa peraturan yang
dibuat oleh pemerintah kabupaten ini cukup efektif, apalagi jika
87

masyarakatnya mau diajak bekerja sama. Jadi masalahnya hanya pada


kesadarn masyarakat itu saja. Untuk selebihnya cukup efektif ya.
88

Transkrip Wawancara Skripsi


Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Kecamatan
Pandeglang
Nama : Ramadani
Jabatan : Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 kabupaten Pandeglang
Hari/Tanggal : Selasa, 04 Mei 2021
Waktu : 11.15 s/d 12.00 WIB
Tempat : Kantor Kesekretariatan Daerah Kabupaten Pandeglang

Pewawancara (P)
Narasumber (N)
P : sejak kapan pak dilaksanakan PSBB di Kabupaten Pandeglang?
N : Diberlakukan PSBB di kabupaten pandeglan ini efektifnya sejak bulan
april 2020, walaupun penetapan daruratnya pada 14 Maret 2020.
P : bagaimana awal mula Satgas ini dibentuk dan bentuk kerjasama
antara Pemerintah dan Satgas penanganan Covid-19 ini pak ?
N : Gugus tugas ini di SK kan oleh keputusan Bupati, jadi adanya
pembentukan gugus tugas. Bekerjasama juga dengan kapolres, dandin,
kajari, sekdes hingga BPBD beserta bidang-bidangnya. Berdasarkan
instruksi presiden, ada tiga pembidangan dalam rangka penanganan covid.
Pertama, penanganan bidang kesehatan. Kedua, penanganan bidang
ekonomi. Ketiga, perlindungan sosial. Untuk bidang kesehatan dibawahi
oleh dinas kesehatan didalamnya terdapat Puskesmas, RSUD Berkah dan
RSUD Aulia termasuk kita menyiapkan tempat isolasi mandiri di wisma
PKPRI bagi yang OTG. Hanya saja Rumah Sakit kita bukan RS rujukan
Covid. Dalam pelaksanaannya penanganan di bidang kesehatan ini kita
kewalahan di barang pakai habis, dari mulai hazmat sekali pakai cukup
banyak membutuhkan biaya. Sedangkan untuk gugus tugas atau SATGAS
ini kita buat sampe ke level desa/ kelurahan termasuk RW. Jadi ada satgas
penanganan covid tingkat Kabupaten, kecamatan, kelurahan hingga RW.
P : untuk dasar hukum pelaksanaan PSBB ini apa pak ?
89

N : Kita ada PERBUP Nomor 55 Tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan
penegakan protokol kesehatan. Dalam peraturan ini lengkap ditujukan
untuk perorangan, pelaku usaha, penyelenggara kegiatan atau pengelola
tempat hiburan.
P : Untuk aparatur sendiri siapa saja yang membersamai Satgas dalam
penerapan PSBB ini?
N : Gabungan, bukan hanya OPD teknis, itukan perangkat daerah, Dinas
kesehatan sudah pasti terlibat, dari mulai penyiapan APD, disinfektan dan
sebagainya. Lalu ada BPBD, Dinas perhubungan, SATPOL PP, ditambah
unsur TNI dan POLRI. Karena satgas ini berisikan gabungan. Untuk teknis
seperti SATPOL PP itu keliling ke tempat-tempat kerumunan, pasar, alun-
alun. Mereka wawar dan menyampaikan perihal kewajiban jaga jarak dan
pakai masker. Dan dibeberapa waktu ada petugas gabungan juga yang
melakukan tugas yang sama, ada petugas POLRI, TNI, DISHUB,
POLSEK, KORAMIL dan sebagainya. Tapi, untuk operasi yustisi itu
khusus biasanya, ada pencegatan di jalan untuk yang tidak mematuhi
protokol kesehatan. Nanti kita kenakan sanksi non denda untuk yang
melanggar tadi.
P : Untuk tugas Satgas ini secara khusus apa saja?
N : Tidak banyak sebenarnya, karena kami menaungi petugas-petugas yang
melakukan operasi, petugas kesehatan hingga petugas relawan. Jadi, ya
kami bekersaja saja dengan petugas yang lain juga dengan pemerintah
melakukan sosialisasi sejak awal sampai masyarakat mengerti, lalu operasi
yustisi tadi dan juga sekarang sedang menyelenggarakan SWAB gratis,
dan nanti akan Vaksin gratis juga.
P : Setelah dilaksanakan kebijakan PSBB ini, bagaimana kurva kasus
positif Covid-19 di Kabupaten Pandeglang?
N : Sampai Mei 2021 ini kita mengalami penurunan, dimana artinya kita
cukup landai Alhamdulillah dengan zona kuning dari provinsi. Meskipun
ada beberapa kasus positif di kabupaten itupun dengan historis perjalan
dari luar daerah dan kebanyakan dari mereka memang yang tinggal di luar
90

daerah terutama kota-kota besar lalu merasa sakit, dan pulang ke


Pandeglang. Ada juga yang memang terkena melalui acara hajat, pesta dan
acara ramai yang tidak terkendali.
P : Lalu bagi bapak pribadi, bagaimana tingkat kefektifan kebijakan
PSBB ini untuk kabupaten Pandeglang sendiri?
N : Untuk kebijakan menurut saya sudah cukup baik dalam masalah regulasi,
hanya saja masalahnya ada dua. Pertama, petugas itu kalau terlalu lama
akan timbul kejenuhan. Kedua, masyarakat pun sama akan merasakan
jenuh. Akhirnya mau tidak mau kita harus intensifkan lagi bukan hanya
edukasi sosialisasi tapi memang akhirnya kita ketat kan lagi operasi
yustisi. Jadi yang melanggar itu kita kenakan sanksi. Dan bentuk sanksi ini
sanksi sosial bisa berupa membersihkan trotoar, hormat bendera, push up
dan sebagainya.
91

Transkrip Wawancara Skripsi


Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Kecamatan
Pandeglang
Nama : Juhanas Waluyo
Jabatan : Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Masyarakat
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pandeglang
Hari/Tanggal : Selasa, 04 Mei 2021
Waktu : 16.00 s/d 17.00 WIB
Tempat : Kantor Satpol PP Kabupaten Pandeglang

Pewawancara (P)
Narasumber (N)
P : Apa tugas Satpol PP selama kebijakan PSBB dilakukan?
N : Satpol PP ini merupakan salah satu anggota di Satgas, kita masuk
kedalam bidang penegakan hukum dan pengamanan. Tetapi dalam rangka
kegiatan PSBB ini kita melakukan upaya – upaya. Pertama, sosialisasi
kepada masyarakat, terutama sosialisasi mengenai peraturan Bupati
Nomor 55 Tahun 2020 tentang penegakan disiplin dan upaya pencegahan
penyebaran covid 19 di kabupaten Pandeglang. Kedua, melakukan
penegakan aturan tersebut, yang ada di dalam PERBUP tadi. Diantaranya
melakukan operasi yustisi, penegakan hukum terhadap para pelanggar
yang melakukan pelanggaran sebagaimana PERBUP No 55 Tahun 2020
tersebut. Dalam operasi yustisi ini juga melibatkan pihak lain, yaitu unsur
TNI, POLRI, Dinas Kesehatan dan juga BPBD.
P : Sejak kapan pihak Satpol PP ini ditugaskan?
N : Penugasan ini dimulai sejak 17 Maret 2020 sampai dengan sekarang
masih berlangsung. Jadi, pasca ditetapkannya covid sebagai bencana non
alam kemudian muncul PERBUP No 55, setelah itu mulai dilakukan
penegakan. Jadi semenjak Maret 2020 ini kita sudah mulai melakukan
sosialisasi – sosialisasi terhadap kegiatan penerapan protokol kesehatan
lalu pada saat muncul PERBUP Nomor 55 Tahun 2020 pada bulan
92

Oktober kita memulai penegakannya, berupa operasi yustisi dengan


menjaring masyarakat yang tidak memakai masker, berkerumun, dan tidak
melakukan protokol kesehatan, lalu selanjutnya diberikan sanksi berupa
teguran, hukuman fisik dan sanksi sosial.
P : Dalam melaksanakan tugas, apakah ada ketentuan tertentu untuk
petugas dalam menindak masyarakat selama PSBB berlangsung?
N : Ada, di dalam PERBUP Nomor 55 Tahun 2020 ini dibunyikan bahwa
Satpol PP melakukan penegakan dengan cara melakukan operasi yustisi
terhadap para pelanggar protokol kesehatan. Dalam operasi ini ada dua
objek, yakni perorangan dan badan usaha/ kelompok. Selain dalam
PERBUP ada juga peraturan lain dalam SK Satuan Tugas Covid 19
Kabupaten Pandeglang. Sejak 2020 sampai dengan Maret 2021 pihak
Satpol PP masih melakukan sosialisasi juga sekaligus penegakan. Dan
untuk kegiatan tertentu yang mingguan, ada operasi gabungan penerapan
protokol kesehatan yang dilakukan setiap malam minggu dengan
POLRES, DISHUB dan KODIM di tempat tempat tertentu.
P : untuk waktunya apakah ada pembagian waktu dalam melakukan
tugas ini?
N : Satpol PP sendiri dalam pembagian waktu diadakan piket, dan juga
beberapa kegiatan yang mingguan. Dalam mekanismenya sesuai dengan
peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2020 tersebut. Melakukan sosialisasi,
penegakan dengan operasi yustisi lalu mengawasi masyarakat dan pelaku
usaha dan kelompok. Sampai saat ini focus pada vaksinasi untuk
masyarakat.
P : Lalu apa saja ketentuan yang harus dilakukan masyarakat dan
pelaku usaha selama PSBB ini?
N : Untuk pelaku usaha pada surat edaran yang pertama melarang
pembukaan tempat hiburan, kafe, atau restaurant sampai dengan batas
pukul 20.00 saat itu. Setelah itu, pada surat edaran Bupati yang kedua
menjadi lebih longgar hingga pembukaan tempat-tempat tersebut bisa
sampai jam 21.00. dalam hal itu kita melakukan pembubaran jika
93

melakukan pelanggaran, baik untuk pelaku usaha maupun perorangan


yang kumpul-kumpul dan sebagainya. Masyarakat tidak boleh berkumpul,
harus memakai masker jika keluar itupun jika ada keperluan penting. Dan
untuk tempat-tempat umum atau usaha tidak boleh melanggar ketentuan
yang sudah saya sebutkan tadi, mengenai jam operasional pembukaan
restaurant, kapasitas pengunjung, pengadaan alat kebersihan di tempat dan
sebagainya. Semua ada di Perbup itu teh.
P : Lalu untuk sanksi secara spesifik apa saja yang ddiberikan kepada
para pelanggar ?
N : Ada beberapa sanksi yang diberikan dengan berbagai macam
pelanggaran. Pertama, sanksi administrasi. Yaitu berupa teguran – teguran
tertulis kemudian teguran lisan. Kedua, sanksi social. Sanksi ini bisa
berupa kegiatan fisik, seperti push up, melakukan kegiatan kebersihan dan
bisa juga menyanyikan lagu Indonesia Raya ataupun lagu Nasional
lainnya, bahkan ada juga yang membacakan doa- doa tertentu dan ayat
suci Al-Qur’an. Sedangkan untuk denda, kabupaten Pandeglang tidak
mengadakannya, karena tidak ada peraturan yang memuatnya.
P : Apakah kebijakan PSBB ini sudah efektif menurut bapak ?
N : Untuk peraturannya sebagai landasan hukum ini sebetulnya cukup
efektif. Tetapi hanya saja respon masyarakat yang masih abai, terutama
dalam mencegah kerumunan. Jika dalam hal memakai masker kesadaran
masyarakat sudah cukup, tetapi yang belum cukup kesadarannya ialah
dalam mencegah kerumunan. Seperti, pasar, di bank, di tempat wisata
dengan tidak menjaga jarak dan abai seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jadi
jika berbicara efektifitas berdasarkan regulasi dan ketentuan sudah sangat
efektif, hanya saja tidak dibarengi oleh kesadaran masyarakat yang cukup
baik.
94

Transkrip Wawancara Skripsi


Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Kecamatan
Pandeglang
Nama : Ifanudin
Jabatan : Headbar Sarasa Coffe
Hari/Tanggal : Rabu, 05 Mei 2021
Waktu : 19.00 s/d 19.30 WIB
Tempat : Sarasa Coffe Pandeglang

Pewawancara (P)
Narasumber (N)
P : Apakah pihak Caffe tahu adanya pemberlakuan PSBB dan sejak
kapan diberlakukan?
N : Tahu sedang ada dilakukan pemberlakuan pembatasan di kecamatan ini,
karena memang sedang masa pandemi. Dan diberlakukan sejak April 2020
sampai sekarang itu mulai ada pengecekan pengecekan ke tempat-tempat
makan.
P : Apakah ada peraturan tertentu untuk pelaku usaha selama PSBB
berlangsung?
N : setau saya ada ya, Dalam hal ini mengacu pada Peraturan Bupati. Disana
dijelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh seluruh pelaku usaha,
terutama mengenai pembatasan pengunjung menjadi sekian persen,
penyediaan hand sanitizer, dan batas waktu buka dan tutup. Dan untuk
peraturan itu semua caffe kami insyaAllah sudah cukup taat peraturan dan
melakukan semua aturannya. Dengan membatasi pengunjung menjadi
50%, penyediaan hand sanitizer dan air dan sabun untuk mencuci tangan
di dekat pintu masuk, dan sudah menutup kedai pada 20.00. itu saja yang
saya tau, karena untuk aturan sendiri tidak terlalu dijelaskan petugas, saya
cari tahu sendiri saja peraturan bupati ini.
P : Berbicara mengenai petugas, apakah ada aparatur yang berkeliling
dan mengontrol selama kebijakan PSBB ini diterapkan?
95

N : Untuk aparatur yang berkeliling ada. Namun, tidak terlalu sering juga.
Sejak saat diberlakukan PSBB di tahun 2020 ada aparatur yang keliling,
namun semenjak 2021 sampai mei ini untuk aparatur yang ke kedai Sarasa
ini belum ada lagi. Mungkin karena kedai ini juga tempatnya tidak di
jalan-jalan utama yang terlihat. Jadi petugas hanya diawal PSBB aja
berkeliling ke seluruh tempat. Untuk tempat-tempat yang tidak strategis
seperti ini, sudah tidak lagi didatangi, padahal kami sering tutup lebih
malam dan pengunjung sedikit lebih banyak dari aturan. Sebenernya ga
boleh ya, tapi karena tidak ada yang sidak yasudah.
P : Tapi mas tau ada sanksi untuk yang melanggar?
N : Mungkin ada ya, namun untuk kedai Sarasa sendiri belum pernah
mendapati teguran ataupun sanksi apapun, karena sampai saat ini sudah
sesuai dengan ketentuan. Hanya sedikit molor di waktu saja. Karena saya
kira peraturan sudah longgar sekarang.
P : Lalu sejauh ini bagaimana efek dari kebijakan PSBB ini terhadap
usaha?
N : Efek yang paling dirasakan yaitu pengurangan pengunjung jadi
berpengaruh juga ke pendapatan. Karena kedai kan biasanya memang
sampai tengah malam, nah ini pengunjung datang kami sudah harus tutup.
P : Untuk tingkat kefektifan kebijakan menurut pihak kedai bagaimana
?
N : Menurut kami sebagai pelaku usaha, tidak terlalu signifikan terlihat
efektif. Karena selama PSBB masih banyak masyarakat yang tetap
berkumpul di tempat makan seperti ini, jadi sebenernya efektif mungkin
kalo sebagai regulasi, kembali lagi ke bagaimana kesadaran masyarakat itu
sendiri. Dan juga karena kurang tegasnya petugas jadi masyarakat yang
kurang kesadarannya menjadi lebih tidak sadar.
96

Transkrip Wawancara Skripsi


Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Kecamatan
Pandeglang
Nama : Nurhamah
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
Hari/Tanggal : Rabu, 05 Mei 2021
Waktu : 11.00 s/d 11.15 WIB
Tempat : Kampung kadu gajah, Pandeglang

Pewawancara (P)
Narasumber (N)
P : Apakah ibu tahu sedang dilaksanakan PSBB di kecamatan
Pandeglang dan sejak kapan tahu?
N : Tahu teh awalnya dari tv. Terus, ada sosialisasi dari pemerintah sejak
tahun 2020
P : Bagaimana menurut ibu terkait pelaksanaan PSBB di wilayah
kecamatan Pandeglang ini?
N : Menurut saya pembatasan di wilayah ini sudah cukup, namun belum
maksimal. Karena yang saya lihat pembatasan hanya dilakukan disekitaran
pusat kota, alun- alun dan sekitarnya. Tapi, dengan pembatasan di wilayah
kota tersebut jadi banyak juga manfaatnya, karena memang di wilayah-
wilayah tadi itu yang selalu ramai, jadi lebih terkontrol. Bagi saya,
terutama untuk para pekerja yang mencari nafkah harian, program
pembatasan ini cukup menyulitkan kami dalam mencari nafkah. Karena,
usaha menjadi terbatas oleh waktu dan tempat. Namun, meskipun
demikian kalau saya lihat dari sisi keefektifan, PSBB ini cukup berjalan
baik, karena Pandeglang sempat ada di zona merah namun kini sudah
kembali di zona kuning. Tapi sepertinya ketat nya hanya pada awal-awal
saja, karena sekarang-sekarang sudah mulai longgar. Apalagi masyarakat
97

kampung sini memang susah untuk memakai masker tambah sekarang


tidak ada petugas yang keliling lagi jadi tidak merasa diawasi
P : Tapi petugas memang ada yang berkeliling bu?
N : Ada neng, di awal itu tahun lalu lumayan sering ada sosialisasi, lalu ada
petugas yang mengawasi berkeliling mencari yang berkerumun. Tapi saat
ini sudah tidak ada. Tapi di kampung lain atau tidak jauh jauh neng, di
kampung ini juga tidak semua RT terjamah pemerintah itu tidak ada
petugas atau pemerintah sejak awal, mungkin karena daerahnya yang tidak
terjangkau kali ya neng.
P : Apakah pernah ada yang dikenai sanksi saat melakukan
pelanggaran bu?
N : Pernah, waktu itu ada hajat penganten sudah diberi tahu hanya sampai
sore, tapi keluarganya ingin sampai malam, jadi dibubarkan sama petugas,
itu tahun 2020. Tapi acara nikah ditahun 2021 ini sudah banyak yang
sampai malam.
P : Menurut ibu sendiri kebijakan PSBB ini sendiri sebenarnya efektif
atau tidak di kecamatan Pandeglang ini?
N : Kalau efektif menurunkan kasus positif mungkin saya tidak tahu ya, tapi
sejauh ini saya di kampung melihat masyarakat itu hanya taat kalau ada
petugas saja, tetapi kalau tidak ada mereka biasa saja. Tidak memakai
masker, berkumpul seperti itu. Jadi mungkin efektif jika masyarakat sadar
sendiri dan pemerintah bisa lebih tegas dan sering bertugas mengawasinya.
98

Surat Menyurat
1. Surat permohonan Wawancara Camat Pandeglang
99

2. Surat Wawancara Ketua Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19


Kabupaten Pandeglang
100

3. Surat Wawancara Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pandeglang


101

4. Surat Wawancara Pelaku Usaha


102

Dokumentasi

1. Photo pasca wawancara bersama Camat Pandeglang

2. Photo pasca wawancara bersama ketua Satgas penanganan Covid-19


kabupaten Pandeglang
103

3. Photo paca wawancara bersama petugas Satpol PP

4. Photo pasca wawancara bersama pelaku usaha

5. Photo pasca wawancara bersama salah satu masyarakat kecamatan


Pandeglang

Anda mungkin juga menyukai