Anda di halaman 1dari 102

PRAKTEK MEDIASI DALAM PENYELESAIAN CERAI GUGAT

( STUDI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN TAHUN


2019)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Disusun oleh:

Ramadhan Adi Chandra


11160440000053

PRODI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIE HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

PRAKTEK MEDIASI DALAM PENYELESAIAN CERAI GUGAT

( STUDI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN TAHUN 2019)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

RAMADHAN ADI CHANDRA

NIM : 11160440000053

Pembimbing :

Dr. FITRIYANI, MH

NIP:197403212002122005

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M/ 1443 H

ii
LEMBAR PENGESAHAN

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Strata 1 di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26, September, 2021

Ramadhan Adi Chandra


11160440000053

iv
ABSTRAK
RAMADHAN ADI CHANDRA. NIM: 11160440000053 “Praktek
Mediasi Dalama Penyelesaian Cerai Gugat ( Studi Di Pengadilan Agama
Jakarat Selatan Tahun 2019)”. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta 1443 H/2021 M. x + 102 halaman.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana praktek mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan gagal mediasi.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana praktik
mediasi dalam penyelesaian cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
Dan faktor apa saja yang menyebabkan berhasil dan gagalnya mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Jenis Penelitian ini adalah penelitian
empiris yaitu penelitian yang terjun langsung kelapagan untuk mencari data
baik itu data skunder ataupun data primer untuk mengkaji bagaimana praktik
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan faktor apa saja yang
menyebabkan berhasil dan gagalnya mediasi di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.penelitian ini bersifat deskriptif analitik. Teknik pengumpulan data
yang di lakukan dalam skripsi ini yaitu dokumentasi, peneletian
lapagan/observasi dan wanwancar terutama wawancara terhadap Hakim
Mediator dan Mediator non Hakim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik mediasi di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan sudah sesuai dengan ketetntuan PERMA no 1 Tahun
2016 Tentang Pelaksaan Prosedur Mediasi Di Dalam Pengadilan Agama.
Hanya saja terkait batas waktu mediasi 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
penetapan perintah melakukan mediasi tidak diberlakukan secara general 30
(tiga puluh) hari dalam semua perkara, ini dikarenakan disisi lain peradilan
menganut asas cepat, sederhana, dan biaya ringan yang tujuan utamanya
mengurangi penumpukan perkara di pengadilan. Artinya waktu mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sifatnya kondisional. Terkait penerapan atau
pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan sudah sejalan
dengan hukum Islam. Dimana para pihak menjadikan seseorang atau pihak
ketiga yang disebut hakam sebagai penengah atau juru damai. Kedua,
penerapan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta selatan masih belum efektik di
karnakan dari data mediasi yang di dapat pada tahun 2017 hanya 2,05%, pada
tahun 2018 hanya 2,95% dan pada tahun 2019 hanya 2,93% hal ini di sebabkan
oleh beberapa faktor dan faktor para pihak yang penyebab gagalnya mediasi
dan faktor penegak hukum yang menjadi faktor pendukung atas keberhasilan
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta selatan

Kata Kunci : Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Mediasi, Mediaitor , Cerai


Gugat
Pembimbing : Dr. Fitriyani, M.H

v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt,
yang telah memberikan nikmat kepada hamba-nya. Atas segala nikmatNya,
nikmat kesehatan, kekuatan, kesempatan dan waktu kepada penulis dalam
menyelesaikan setiap tahapan dalam skripsi ini. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang telah
membimbing umatnya untuk menempuh kepada agama yang diridhai oleh
Allah Swt. dan kepada jalan yang benar, guna meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada program studi Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis menerima bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan atas izin Allah Swt. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun
materil, khususnya kepada kedua orang tua yang selalu sabar mendidik saya
dari kecil sampai saat ini. Dan terimakasih juga kami ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, L.c,M.A., selaku
rector Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakartapertiode 2023
2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,M.A.,M.H selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Mesraini, S.H., M.Ag. selaku ketua program studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tak
pernah henti memberikan semangat dan motivasi untuk
keberhasilan anak didiknya. Karena berkat bantuan dan
nasihatnyalah kami selalu semangat untuk menyelesaikan

vi
skripsi ini

4. Ahmad Chairul Hadi, M.A. Selaku sekertaris program


studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Fitriyani, M.H. selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan kami nasihat, dan meluangkan
waktunya untuk keberhasilan penulisan skripsi ini.
6. Sri Hidayati, M.AG. selaku dosen penasihat akademik
yang sangat membantu saya dibidang akademik sehingga
penulisan skripsi ini berjalan lancar.
7. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, segenap dosen,
karyawan dan staff yang telah banyak membantu baik
secara langsung maupun secara tidak langsung dengan
menyediakan fasilitas belajar yang baik dan professional.
8. Jajaran Keluarga Besat Dewan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas (DEMA-F) Syariah dan Hukum serta Jajaran
Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Program Studi
(HMPS) Hukum Keluarga Periode 2020-2021
9. Kepada Keluarga Besar AZ: Abie Kumis, Mirza Jo Fuadi,
Muhammad Amif Miftahurrahman, Iqbal Muqsith Borneo
dan Asrama Banjarnya, Eris Xeon, Syahdan el, Haidar,
Gus Hifni, Adul Muharrom, Muhammad Ardiyansyah.
Terimakasih kalian sahabat terbaik.
10. Segenap teman- teamn saya yang telah membantu saya
dalam mengerjakan skripsi ini, Fadhilah Alwi, Muhammad
Farhan, Ary Herlambang
11. Untuk kelurag saya yang selalu membantu dan memberi
semnagat dalam menyelesaiakan skripsi ini terutama

vii
kepada kedua orang tua saya.
12. Segenap Senior yang telah membimbing saya berproses
di kampus dari awal sampai akhir, Reza Fahlevi, S.H,
Arrabiatul Aidawiyyah, S.H, Al-Ahsan Sakino, S.H,
Muhammad Kahfi, S.H

13. Dan Segenap Keluarga Besar, Semua bentuk


pengorbanan demi melihat anak-anaknya sukses.
Do’akan anakmu selalu agar suatu saat ibu dan ayah bisa
melihat anak-anakmu sukses dan dapat membanggakan
keluarga. Dan terakhir, penulis ucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang turut membantu, mensupport,
dan mendukung lahir dan batin Semoga Allah SWT balas
kebaikankalian semua. Amin Ya Rabbal alamin
Ciputat 7,September , 2021
Penulis

Ramadhan Adi Chandra

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I ............................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
G. Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................................. 7
H. Metode Penelitian .............................................................................. 9
I. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12
BAB II .......................................................................................................... 12
UPAYA MEWUJUDKAN MEDIASI DALAM PERKARA
PERCERAIAN ............................................................................................ 12
A. Kerangka Konseptual ................................................................................ 12
1. Mediasi .................................................................................................... 12
2. Mediasi Dalam Islam .............................................................................. 15
3. Asas Umum Dalam Mediasi ................................................................... 19
4. Mediasi Di Pengadilan ............................................................................ 20
5. Mediator .................................................................................................. 25
B. Kerangka Teoritis ................................................................................... 28
BAB III ........................................................................................................ 39

ix
PENYELESIAN PRAKTEK MEDIASI CERAI GUGAT DI
PENGADILAN AGAMA JAKARATA SELATAN TAHUN 2019 ........... 39
A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ................................................ 39
1. Letak Geografis ........................................................................................ 39
2. Visi Dan Misi ........................................................................................... 40
3. Struktur Organisasi ................................................................................... 40
4. Sarana Dan Prasarana ............................................................................... 41
5. Kewenangan Pengadilan ........................................................................... 43
B. Laporan Perkara Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. ....................... 45
C. Data Perkara Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ................ 47
BAB IV ........................................................................................................ 52
ANALISI TATA CARA PELAKSANAAN CERAI GUGAT DAN
PENYEBAB KEBERHASILAN DAN GAGALNYA MEDIASI DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN ..................................... 52
A. Analisis Praktik Mediasi Dalam Penyelesaian Cerai Gugat Di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan ..................................................................................... 52
B. Faktor apa saja yang menyebabkan berhasil dan gagalnya mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan .................................................................. 64
BAB V .......................................................................................................... 81
PENUTUP ................................................................................................... 81
A. Kesimpulan ................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 84
Alat Pengumpul Data (APD)....................................................................... 88

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengadilan Agama adalah salah satu badan peradilan Indonesia
yang ada dibawah Mahkamah Agung yang kompetensi absolutnya adalah
menerima, memeriksa dan mengadili perkara–perkara yang diajukan oleh
orang-orang yang beragama Islam dalam hal perceraian, waris, hibah,
ekonomi syari’ah dan lain sebagainya. Dan perkara yang didominasi di
Pengadilan Agama adalah perkara perceraian. Adapun hukum acara yang
berlaku dalam lingkungan peradilan agama adalah sama dengan hukum
acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum (Pasal 54
Undang-undang Nomor 07 Tahun 1989). Berdasarkan hukum acara yang
berlaku di Pengadilan Agama, perdamaian selalu diupayakan di tiap kali
persidangan, bahkan pada sidang pertama suami istri harus hadir secara
pribadi tidak boleh diwakilkan untuk menempuh proses perdamaian atau
mediasi. 1

Untuk pertama kalinya, mediasi secara formal diatur dalam HIR


pasal 130 jo RBG pasal 154, yang secara umum mewajibkan para hakim
terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum
perkaranya diperiksa. Kemudian mediasi diatur lebih lanjut dalam Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 01 tahun 2002 tentang
pemberdayaan lembaga perdamaian dalam Pasal 130 HIR/154 RBG. Lalu
dikeluarkan lagi Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 02 tahun 2003
tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga
damai dalam bentuk mediasi. Berdasarkan evaluasi dan perbaikan dari
mekanisme mediasi berdasarkan PERMA No. 02 tahun 2003, PERMA ini
kemudian direvisi kembali pada tahun 2008, untuk memberikan akses yang

1
M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewen ngan dan Acara Peradilan Aga ma UU. No. 7
Tahun 1989, Cet. 2, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), h. 327

1
2

lebih besar kepada para pihak dalam rangka menemukan penyelesaian


perkara secara damai yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.2

Dengan dikeluarkannya PERMA No. 01 tahun 2008 tentang


prosedur mediasi pengadilan ini telah terjadi perubahan fundamental dalam
praktik peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya berwenang dan
bertugas memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang
diterimanya, tetapi juga berkewajiban mengupayakan perdamaian antara
pihak-pihak yang berperkara. Pengadilan yang selama ini terkesan sebagai
lembaga penegakan hukum dan keadilan, tetapi setelah munculnya PERMA
ini pengadilan juga menampakkan diri sebagai lembaga yang mencarikan
solusi damai antara pihak-pihak yang bertikain, dan PERMA ini telah di
rivisi kembali pada tahun 2016 yaitu dengan ketentuan PERMA No 1 Tahun
2016 yang dijadikan sebagai dasar dalam pelaksanaan mediasi saat ini. 3

Upaya mediasi disebuah lembaga Pengadilan Agama memang


betul-betul sangat membantu dalam hal proses berperkara. Namun
keberhasilan atau tidaknya dari suatu mediasi atau perdamaian itu tidak jauh
dari hakim yang menjadi mediator ditengah-tengah konflik para pihak,
selanjutnya diserahkan kembali kepada para pihak apakah mau berdamai
apa tidak, inilah mungkin faktor yang paling penting dalam proses
perdamaian. Menurut Soerjono Soekanto, “faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berfungsinya hukum dalam masyarakat atau efektivitas
penegakan dan penerapan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas,

2
Abbas Syahrizal.Mediasi Dalam Hukum Sya ria h, Hukum Ada t, da n Hukum Na
siona l.(jakarta:khrisma putra utama, 2009), h. 44
3
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa -Fatwa Maalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta:
Elsas, 2008),h 53
3

serta faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku


dan diterapkan, dan faktor kebudayaan yang ada pada masyarakat.4

Soerjono Soekanto menegaskan bahwa peraturan hukum yang


dibuat sudah baik, sempurna, namun apabila para penyelengara negara
(petugas hukum) tidak semangat atau buruk dalam melaksanakannya, maka
peraturan tersebut tidak ada artinya dalam praktik. Sebaliknya, walaupun
peraturan hukum dibuat tidak sempurna tetapi bila semangat para
penyelengaranya baik, maka hukum tersebut akan terlaksana dengan baik
pula, Agar mediator hakim dapat menjalankan peran tersebut dengan baik
maka mereka tidak hanya harus memahami norma-norma tertulis dalam
Perma, akan tetapi juga “semangat” dan “nalar” yang melatar belakangi
kebijakan tersebut lahir. Selain itu, para mediator juga harus menjalankan
fungsi dan perannya dengan baik, sesuai dengan filosofi dan tujuan mediasi
yaitu menyelesaikan perkara dengan cara damai dan menghasilkan
kesepakatan yang bersifat win-win solution. Untuk menuju itu semua, para
mediator harus mempunyai pengetahuan, pemahaman, pengalaman dan skill
sebagai mediator inilah yang menjadi faktor penegak hukum dalam
mencapai keberhasilan mediasi. 5

Maka peran mediator ini berkewajiban untuk melaksanakan tugas


dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walau
demikian ada suatu pola umum yang dapat diikuti dan pada umunya
dijalankan oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
Sebagai suatu pihak di luar perkara, yang tidak memiliki kewenangan
memaksa, mediator ini berkewajiban untuk bertemu dan mempertemukan
para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok
persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. Mediator harus mampu

4
Soekanto, Soejono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PenegakkanHukum, (Jakarta:
CV Rajawali, 1983), h. 4
5
Triana sofiani, efektifitas mediasi perkara perceraian pasca perma no 1 tahun 2008 di
Pengadilan Agama, vol. 7, no. 2, nopember 2010, h 50
4

menciptakan suasana dan kondsi yang kondusif bagi terciptanya kompromi


di antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang
saling menguntungkan (win-win). 6

Dalam hal ini semua meditor harus mempunyi sifat yang


bijaksana dan karakteristik yang mampu dapat menilai masalah atau perkara
dengan objektif sehingga para pihak mempunyai rasa kepercayaan yang
tinggi terhadap mediatior dan merasa bahwa mediator tersebut mampu
bersikap adil dan mampu meyelesaikan perkara mereka terkhusus dalam
maslah percerian yang berada di pengadialan agama.

Dari data yang peneliti dapatkan di Pengadilan Agama Jakarat


Selatan bahwa jumlah perkara yang di terima pada tahun 2017 berjumlah
5056 perkara, dari jumlah tersebut untuk mengenai cerai talak berjumlah
1.115 perkara dan cerai gugat yang berjumalah 3.185 perkara. Untuk tahun
2018 berjumlah 5341 perkara, dari jumlah tersebut untuk mengenai cerai
talak berjumlah 1.137 perkara dan cerai gugat berjumlah 3.255 perkara.
Untuk tahun 2019 bejumlah 5957 perkara dari jumlah tersebut untuk
mengenai cerai talak berjumlah 1.194 dan cerai gugat berjumlah 3.615

Dari data yang penulis dapatkan setaip tahunya perkara perceraian


makin bertambah banyak terutama pada tahun 2017, 2018, dan 2019 berarti
ada masalah dalam hal penanganan mediasi khususnya untuk perkara cerai
gugat yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Yang mana bertolak
belakang dengan asas mediasi yaitu berdamaian. maka perlu ada penelitian
dalam maasalah ini yang di angkat dalam judul penelitian. “PRAKTEK
MEDIASI DALAM PENYELESAIAN CERAI GUGAT( STUDI DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN TAHUN 2019)”.

6
Gunawan dkk, Hukum Arbitrase(Cet. III; Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h. 36-37
5

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana cara proses dan penerapan mediasi di Pengadilan


Agama?
2. Langkah apa yang dilakukan oleh salah satu pihak jika berkas
perkara perceraiannya di tolak oleh Pengadilan Agama?
3. Bagaimana langakah- langkah seorang hakim mediator dalam
upaya keberhasialan dalam menyelesaiakan perkara perceraian?
4. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gagalnya mediasi
dalam penyelesaian kasus perceraian?
5. Apa saja kendala-kendala yang di hadapi seorang mediator
hakim dalam proses mediasi dalam kasus perceraian yang ada di
Pengadilan Agama?
6. Bagaimana praktik mediasi dalam penyelesaian cerai gugat di
Pengadilan Agama Selatan?
7. Faktor apa saja yang menyebabkan berhasil dan gagalnya
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Benci?

C. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi permasalahan agar lebih jelas dan terarah, maka
penulis akan membatasi masalah dengan mejabarkan alasan pemilihan
tempat, tahun dan perkara yang harus di teliti alasan penulis memilih tempat
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan karena Pengadilan Agama Jakarta
Selatan adalah pengadilan yang mana semua perkaranya lebih banyak dari
pada pengadilan yang ada di seluruh DKI Jakarta.

Penulis memeilih tahun 2019 karna penulis mempunyai data yang


kongkrit dari tahun 2017,2018 dan 2019 ternyata perkara setiap tahunya
bertambah cukup banyak dan terkahir di tahun 2019 yaitu ber jumlah 5957
perkara maka dari itu penulis memilih tahun 2019, dan terakhir penulis
6

memiih perkara perceraian karna penulis mempunyai data bahwa perkara


yang paling banyak pada tahun 2019 adalah perkara perceraian baik itu cerai
gugat ataupun cerai talak.

D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah, penulis merumuskan dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik mediasi dalam penyelesaian cerai gugat di


Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan berhasil dan gagalnya
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui praktik mediasi dalam penyelesaian cerai
gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan berhasil
dan gagalnya mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

F. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan di bidang hukum keluarga.
2. Hasil penelitian di harapkan dapat menambah wawasan
keilmuan kepada calon-calon Hakim mediator dalam upaya
mencapai keberhasilan mediasi didalam perkara cerai gugat.
3. Hasil penelitian ini di harapkan juga bermanfaat bagi penulis
dalam menambah wawasan, pengalaman, dan pengetahuan
tentang materi kajian yang akan dibahas dalam permasalahan
tersebut.
4. Hasil penelitian ini agar dapat di jadikan sebagai acuan untuk
peneletian selanjutnya.
7

G. Tinjauan Kajian Terdahulu


Pada kenyataannya kehidupan berkeluarga tidaklah selalu
harmonis seperti yang diinginkan. Bahwa memelihara untuk hidup bersama
suami istri bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Dari beberapa
penelitian yang penulis teliti terdapat beberapa penelitian dari tulisan yang
relefan. Di antaranya sebagai berikut:

1. Siti Nurjannah, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, judul


penelitian “PERAN HAKIM MEDIASI DALAM PERKARA
PERCERAIAN (Studi di Pengadilan Agama Jakarta Pusat Tahun 2012-
2014) skripsi tahun 2015, dari perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini tentang proses
pelaksanaan mediasi, tingkat keberhasilan mediasii, dan faktor-faktor
yang penghambat mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan
Agama Jakarta Pusat.
2. Hilman Fauzi, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, judul
penelitian“EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM
MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN
AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI IMPLEMENTASIPERMA NO. 1
TAHUN 2016). Skripsi tahun 2018, , dari perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini lebih fokus
membahas tentang mediasi dari segi pengertian, pelaksanaan, dan
tatacara bermediasi yang berpedoman kepada PERMA No. 1 Tahun
2016 dan hanya membahas tentang ke efektifitasan mediator dalam
menangani kasus perceraian, dalam membahasa hakim mediator kurang
mendalam.
3. Achmad Mubarok, mahasiswa IAIN Salatiga, judul penelitian PERAN
DAN EFEKTIFITAS MEDIATOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA
PERCERIAN ( Studi Kasus Di Pengadilan Agama SalaTiga Tahun
2017-2918) penelitian ini hanya membahas pengertian mediasi, peran
dan upaya hakim dalam menekan angka percerian di Pengadilan Agama
8

Kota Salatiga dan juga faktor-faktor penghambat keberhasilan mediasi


dengan praturan yang telah di perbaruhui PERMA NO.1 Tahun 2016.
4. Rahmawati, Jurnal , judul penelitian Implikasi Mediasi Bagi Para Pihak
Di Pengadilan Agama Malang Tahun 2016 , penelitian ini hanya
membahas pengertian mediasi, peran dan upaya hakim dalam memdiasi
para pihak di Pengadilan Agama Malang dan juga factor-faktor
penghambat keberhasilan mediasi dengan peraturan PERMA No.1
Tahun 2008 tentang mediasi menurut penulis bahwa pembahasan dalam
skripsi ini tentang hakim mediator kurang mendalam.
5. TommyAswinanda Adhamhaq, Kami Hartono, S.H. M.H, jurnal
penelitian PELAKSANAAN MEDIASI PENYELESAIAN PERKARA
PERCERAIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA KUDUS),
Tahun 2019, penelitian ini fokus kepada pelaksanaan mediasi yang ada
di Pengadilan Agama Kudus dan dalam pembahasan peran Hakim
mediator dan mediator non Hakim dalam perkara cerai gugat kurang
mendalam.
6. Febri Handayani dan Syafliwar, jurnal penelitian IMPLEMINTASI
MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN
AGAMA, Tahun 2017, penelitihan ini hanya fokus kepada pelaksanaan
mediasi yang ada di pengadilan dan dalam pembahasan peran Hakim
mediator dan mediator non Hakim kurang mendalam.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penelitian


yang dilakukan diatas hanya terfokus pada satu kasus dan tempat yang
berbeda. Akan tetapi tetap pada objek penelitiannya yaitu lembaga mediasi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih fokus kepada
Hakim mediator ataupun mediator non hakim sebagai faktor pendukun
dalam menangai perkara cerai gugat untuk mencapai keberhasilan di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
9

H. Metode Penelitian
Adapun metode penilitian digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian


empiris. Penelitian hukum empiris merupakan istilah lain yang
digunakan dalam penelitian hukum sosiologis, dan dapat disebut pula
dengan penelitian lapangan. 7 Karena penulis terjun langsung ke lokasi
penelitian untuk mencari data primer melalui penelitian lapangan baik
melalui pengamatan (observasi) ataupun wawancara untuk menganalisa
praktek mediasi yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan
faktor apa saja yang menjadi penyebab berhasil dan gagal mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Berdasarkan hal tersebut, yang paling sering menjadi topik di


dalam penelitian sosiologis adalah efektifitas aturan hukum, kepatuhan
terhadap aturan hukum, peranan lembaga atau isntitusi hukum dalam
penegakan hukum, implementasi aturan hukum, pengaruh aturan
hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya, pengaruh
masalah sosial tertentu terhadap aturan hukum8.

2. Pendekatan Masalah
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang di lakukan dengan
memakai pendekatan studi kasus. Adalah suatu penelitian yang bersifat
pendekatan survei fakta dan melakukan observasi langsung serta
mewawancarai hakim mediator tentang keberhasilan dan gagalnya
mediasi dalam perkara cerai gugat.

7
Suratman, Metodologi Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2015), h 53
8
Suratman, Metodologi Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm 88
10

3. Sumber Data

Jenis data dalam penulisan skripsi ini terdiri dari data primer
dan sekunder, dengan teknik pengumpulan data dilakukan dengan
metode dokumentasi dan wawancara.

a. Bahan Hukum Primer

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama


yaitu, yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui
wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang berkaitan
dengan penelitian terutama hakim mediasi di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Data sekunder, antara lain, mencakup dokumen-


dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan, buku harian, makalah umum dan bacaan lain
yang berkaitan dengan judul peneliti. 9

4. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka


teknik yang digunakan adalah dengan metode wawancara. Wawancara
dilakuakn kepada pihak yang terlibat dalam proses mediasi. Dan
melakukan observasi langsung ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Selain itu penelitian ini menggunakan metode documenter untuk


mendapatkan data yang lebih lengkap. Teknik ini sanagat penting,
karena beberapa materi terdapat dalam buku, jurnal, arsip, dan
dokumen.Dalam upaya pengumpulan data yang dikumpulkan,
digunakanlah metode sebagai berikut:

9
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-press, 2015), Cet. 3, h.
12
11

a. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal variable


berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, media online,
majalah prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya. 10

b. Metode Interview

Metode interview adalah sebuah dialog yang dilakukan


oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. Dalam penyusunan skripsi ini penulis akan
melakukan wawancara kepada hakim mediator dan juga kepada
para pakar hukum lainnya.

5. Metode Analisis Data

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi


kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan karya ilmiah yang terkait
dengan penelitian ini penulis uraikan dan gabungkan sedemikian rupa,
sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan disertai wawancara
dengan sumber terkait dalam memenuhi topik bahasan. Bahwa
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum


terhadap masalah konkret yang dihadapi11.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis


berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan

10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
Cet. 3, h. 201
11
Johnny Ibrahim, Teori Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang:Bayumedia
Publishing, 2006) Cet. II, h. 393
12

dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

I. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyusunnya dalam lima bab yaitu:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar


belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, review studi
terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang peneranpan mediasi menckup


pengertian, dasar hukum mediasi, proses mediasi dalam perkara cerai
gugat dan mencakup juga pembahasan peran dan fungsi mediator.

Bab ketiga penulis membahas tentang kewenangan Pengadilan


Agama Jakarta Selatan dalam Melaksanakan Mediasi. Latar belakang
mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, profil Mediator serta
tugas pokok dan fungsi mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Bab keempat penulis membahasa tentang analisis praktek


mediasi dalam penyelesaian cerai gugat dan faktor apa saja yang
menyebabkan berhasil dan gagal mediasi di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan .

Bab kelima penulis membahas tentang kesimpulan dari skripsi


yang penulis tulis dan penutup dari skripsi ini.
BAB II
UPAYA MEWUJUDKAN MEDIASI DALAM PERKARA
PERCERAIAN

A. Kerangka Konseptual
1. Mediasi
Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare
yang berarti berada di tengah. Makna dari arti kata tersebut di atas
menunjukkan kepada peran mediator sebagai pihak ketiga yang
berusaha menengahi permasalahan yang tengah dihadapi oleh dua
pihak. Makna dari kata berada di tengah menunjukkan bahwa posisi
mediator ialah netral dan tidak memihak dalam menyeleseaikan
sengketa atau permasalahan. Mediator dituntut mampu menjaga
kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil sehingga
menumbuhkan kepercayaaan dari diri para pihak yang bersengketa12
Menurut Gerry Goopaster, mediasi sebagai proses negoisasi
pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak
(imparsial)bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepatan perjanjian yang memuaskan.
Sementara menurut Mahkamah Agung mediasi pada dasarnya adalah
negoisasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian
mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi
konflik untuk mengoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif
dalam proses tawar menawar 13, Sedangkan menurut Zaeni Asyhady
Mediasi adalah prosesnegoisasi pemecahan masalah dimana pihak luar
yang tidak memihak(impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang

12
Syahrizal Abbas, Medasi Dalam Prepektif syariah, Adat, Dan Hukum Nasiaonal,
Cet. 1 (Jakarta: Kencan Prenada Media, 2009), h 1-2.
13
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata D
iPengadilan, (Jakarta : Rajawali pers, 2011), h. 28.

12
13

bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesempatan dengan


memutuskan14
Dalam kamus besar Indonesia mediasi diartikan sebagai suatu
proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Sedang kata mediator itu sendiri adalah
berarti penengah, perantara (penghubung atau penengah).15 Mediasi
adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih
melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral
yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut
disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan
substansial. Dengan demikian dari definisi atau pengertian mediasi ini
dapat di dentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi yaitu:
1. Mediasi merupakan cara pnyelesaian sengketa melalui
perundingan berdasrkan pendekatan mufakat para pihak.
2. Para pihak meminta batuan pihak lain yang bersifat tidak
memihak yang di sebut dengan mediator.
3. Mediator tidak memiliki kewengan untuk memuutus, tetapi
hanya membantu para pihak yang brsengketa dalam mencari
penyelesaian yang dapat diterima oleh para pihak. 16
Mediasi sebagai di cantumkan pada pasal 1851 KUHPerdata
adalah, suatu persetujuan kedua belah pihak dengan menyerahkan,
menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara
yang sedang bergatung atau mencegah timbulnya suatu perkara.17

14
Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009),
h.56.
15
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,
Cet II, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 276.
16
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat,(Jakarta:PT RajaGrafindoPersada, 2011),h 11-12.
17
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata,(Jakarta:Pradyna Paramitha,2004), h. 468.
14

Dalam PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi di


Pengadilan menyatakan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperolek kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh hakim mediator atau mediator non
hakim, dari beberapa defenisi di atas bahwa, mediasi dan negosiasi
memiliki hubungan yang erat yaitu mediasi merupakan intervensi dari
proses negosiasi yang dilakukan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam
pengertian ini memiliki keweangan terbatas atau bahkan tidak memiliki
kewenangan sama sekali untuk mengambil sebuah keputusan atau
membantu para pihak mencapai penyelesaian sengketa yang dapat
diterima kedua belah pihak.
Tujuan mediasi itu sendiri adalah untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat di terima pihak-pihak yang
bersengketa yang di lakukan oleh seorang mediator sebagai pihak netral
yang tidak berpihak kepada pihak manapun.18 Dapat diketahui bahwa
keterlibatan seorang mediator sangat penting dalam proses negosiasi
atau perundingan adalah membantu para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaiakan permasalahan yang sedang dialami para pihak.
A. Pola Mediasi di Peradilan Indonesia.
Berikut beberapa landasan yuridis upaya damai pada lembaga
peradilan hingga diwajibkannya mediasi dalam setiap penyelesaian
perkara perdata di Indonesia;
1. Pancasila dan UUD 1945, disiratkan dalam filosofinya
bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah dan
mufakat.
2. HIR pasal 130 (Pasal 154 RBg.=Pasal 31 Rv)
3. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo Pasal 39,
UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama jo.

18
Amriani Nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,

Jakarta: Raja Grafindo, 2012, h. 61-62


15

UU Nomor 3 Tahun 2006 jo. UU Nomor 50 Tahun 2009


Tentang Pengadilan Agama Pasal 65 dan 82, PP Nomor 9
Tahun 1975 tentang perkawinan Pasal 31 dan KHI Pasal
115, 131 ayat (2), ayat (1) dan (2), dan 144.
4. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun
2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154
RBg).
5. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
6. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan;
7. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

2. Mediasi Dalam Islam


Mediasi dalam literatur hukum islam dapat disamakan dengan
Tahkim yang secara etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak
ketiga yang disebut hakam sebagai penengah suatu sengeketa. Tahkim
adalah “menjadikan hakim” atau dapat juga diartikan “berlindungnya
dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan
setujui serta rela menerima keputusannya menyelesaikan
persengketaanya mereka.19 Bentuk tahkim ini sudah dikenal orang
Arab pada masa jahilliyah. Apabila terjadi sengketa, maka para pihak
pergi kepada hakam.
Pada zaman Rasulullah saw. Peradilan diformulasikan sebagai
diri Rasulullah saw. Dalam jabatan hakim dan beliau melarang
persengketaan sahabat sampai ke tangannya, karena apabila hal itu

19
Abdul Aziz, Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Pt Ichtiar Baru Van

Hoeve,2001), h. 750
16

terjadi, maka beliau akan memutuskan sesuai dengan hukum yang


berlaku. Hal ini sejalan dengan mediasi yang tidak memutus.
Dasar hukum mediasi sebagai usaha untuk mencapai
perdamaian, firman Allah swt. Dalam surah Al-Hujurat: 9

Artinya :“Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang mukmin


berperang, maka damaikanlah antar keduanya. Jika salah satu dari
keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang berbuat zalim itu,
sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu
telah (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-
orang yang berlaku adil.
Tafsir ayat ini memerintahkan untuk melakukan perdamaian
diantara dua kelompok orang yang beriman. Seruan itu menggunakan
lafadz “ashlihu” berasal dari kata “ishlah-shaluha” yang artinya
manfaat, tiadanya atau terhentinya kerusakan atau diraihnya manfaat.
Ishlah adalah upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan
kualitas sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Dalam kontek
hubungan manusia, nilai-nilai itu tercermin dalam keharmonian
hubungan. Jika hubungan diantara dua pihak retak atau terganggu, akan
terjadi kerusakan dan hilang atau berkurangnya kemanfaatan yang
dapat diperoleh dari mereka. Sehingga menuntut adannya ishlah, yakni
perbaikan agar kembali harmonis sehingga akan menimbulkan
kemaslahatan. 20
Kata damai dalam bahasa Arab juga dikenal dengan al-Sulhu,
yang artinya perdamian, penghentian perselisihan, pengehentian
peperangan. Al-Sulhu dikategorikan sebagai salah satu akad yang berisi

20
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Terj. Dalam Buku Tafsir, Resolusi Konflik, h. 75
17

perjanjian antara kedua orang yang berselisih atau mereka yang sedang
berperkara untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara
keduanya.21

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat [49]: 10

Artinya :“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena


itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.

Berdasarkan dua ayat di atas memberikan petunjuk bahwa Allah


swt. Sangat menganjurkan penyelesaian perkara atau sengketa di antara
keluarga atau masyarakat pada umumnya secara damai melalui
musyawarah untuk mencari jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak.
Salah satu kegiatan dalam mediasi adalah pada hakekatnya para pihak
melakukan musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan. 22
Landasan Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang anjuran menyelesaikan
konflik dengan cara mediasi juga terdapat dalam QS. An-Nisa‟ ayat 35

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara


keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga lakilaki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal23

21
Tafsir, Resolusi Konflik, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), h. 71
22
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, (Semarang: Fatawa Publishing,
2014), h 41-42
23
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro,
2003), h. 123
18

Juru damai dalam ayat di atas adalah lafadz “hakam”, fungsi


utamanya adalah mendamaiakan. Menurut satu riwayat hakam disini
kedudukannya hanya sebagai penengah yang mendamaikan antara
suami dan istri yang sedang bertingkai. Hakam tidak memiliki
kewenangan untuk mengambil keputusan bercerai atau tidak,
kewenangan tetap berada ditangan pasangan tersebut.24
Selain dalil al-Qur‟an yang menerangkan tentang perdamaian
atau mediasi di atas dalam hadist juga diterangkan mengenai
perdamaian. Diantaranya;

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud


alMahry menceritakan kepada kami Ibnu Wahbin menceritakan
kepadaku Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami Ahmad bin
Abdul Wahid Menceritakan kepada kita Sulaiman bin Bilal „Abdul
Aziz bin Muhammad ada keraguan banyak dari Ibnu Zaid Ibnu Walid
bin Rabbah dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Perdamaian antara kaum muslim dibolehkan, kecuali perdamaian yang
menghalalkan perkara yang haram dan perdamaian yang
mengharamkan perkara yang halal. Dan Sulaiman bin Dawud memberi
tambahan Rasulullah bersabda: seseorang muslim yang menepati sesuai
syarat-syaratnya. (HR. Abu Dawud)15.

24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, Cet. V. 2012). h. 521-522
19

3. Asas Umum Dalam Mediasi


Dalam menjalankan proses mediasi tentu ada asas-asas yang
menjadi prinsip dasar dalam menjalankan mediasi. Dalam PERMA No
1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan pada Pasal 35
menyatakan bahwa mediasi terpisah dengan proses litigasi, artinya
proses mediasi belum termasuk pada substansi persidangan, karena
pada dasarnya hakim yang menjadi mediator adalah berbeda dengan
hakim pemeriksa perkara namun kewenangannya sudah menjadi
kewenangan pengadilan. untuk mengetahui bahwa ciri khas mediasi
maka dalam PERMA No 1 Tahun 2016 menyatakan bahwa:
A. Mediasi pada umumnya bersifat tertutup, pada Pasal 5 ayat 1
kecuali para pihak menghendaki lain.
B. Itikad baik para pihak. Pada Pasal 5 ayat 2 perma ini itikad baik
para pihak juga menjadi pertimbangan para pihak untuk bisa
melanjutkan proses mediasi atau mengakhiri proses mediasi
dengan menolak gugatan dikarenakan para para pihak tidak
beritikad baik. 25
C. Mediasi bersifat informal, artinya tidak serta merta mediasi
harus dilaksanakan di ruang mediasi namun bisa dilaksanakan
diluar ruang sidang sesuai kesepakatan26 agar terciptanya
kenyamanan sehingga menimbulkan komunikasi yang baik
antar kedua belah pihak. Hal tersebut bisa dilakukan oleh
seorang mediator non hakim. Untuk mediator yang menjadi
hakim pengadilan atau pegawai pengadilan dilarang untuk
melakukan mediasi di luar ruang mediasi. 27
D. Mediasai bersifat wajib. Kecuali dalam sengketa yang
diselesaikan melalui peradilan niaga, hubungan indutrial,

25
Pasal 22 Ayat 1 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
26
Pasal 11 Ayat 1 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
27
Pasal 11 Ayat 2 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
20

keberatan atas putusan badan penyelenggaraan konsumen dan


lain sebagainya. 28
E. Biaya ringan. Dalam menjalankan mediasi yang menggunakan
jasa mediator maka biaya yang digunakan hanya biaya
pemanggilan para pihak, namun apabila menggunakan jasa
mediator non hakim atau pegawai pengadialan biaya tergantung
saat proses mediasi berlangsung.
F. Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksaan mediasi sangat
singkat yaituselama 30 hari.
G. Kesepakatan damai merupakan akhir proses mediasi, artinya
apabila pihak sepakat untuk damai maka gugatan dicabut dan
dituangkan dalam bentuk akta perdamaian.
H. Mediasi menggunakan pola komunikasi, jadi antara kedua
belah pihak berdialog aktifdengan dipimpin oleh mediator
I. Hasil mediasi bersifat win-win solution, tidak menang atau
kalah harus bisa menerima kesepakatan yang telah dibuat.
J. Perdamaian sukarela, dalam PERMA No 1 Tahun 2016,
hakimpemeriksa perkara tetapmembuka peluang para pihak
untuk berdamai sebelum membacakan putusan, apabila sesaat
sebleum dibacakan putusan keduabelah pihak ingin berdamai
maka hakim pemeriksa perkara menunjuk hakim pemeriksa
perkara untuk menjalankan fungsi mediator dengan
mengutamakan hakim yang bersertifikat 29.
4. Mediasi Di Pengadilan
Adapum prosedur mediasi menurut Perma No.1 Tahun 2016
adalah sebagai berikut:
A. Tahap PraMediasi

28
Pasal 4 Ayat 2 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
29
Dede Anggraini Elda, Skripsi,:Efektifitas Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang prosedur
Mediasi Di Pengadilan Terhadap Perkara Cerai Ggugat Di Pengadilan Agama I
Palembang”(Palembang, UIN Raden Fatah, 2017).
21

Pasal 17 PERMA No. 1 Tahun 2016 menerangkan bahwa: “


Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para
pihak, hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk
menempuh mediasi.” Yang dimana harus disertai dengan iktikad
baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), kemudian
hakim wajib menunda proses sidang perkara untuk memberi
kesempatan para pihak menempuh proses mediasi. Disamping itu
hakim pemeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur mediasi
kepada para pihak.
Dalam Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (2) dijelaskan
para pihak berhak memilih seorang atau lebih mediator yang
tercatat dalam daftar mediator di Pengadilan. Jika dalam proses
mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas
mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator.Honorarium
mediator (biaya mediator) di jelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) dan(2)
yang menerangkan apabila para pihak menggunakan jasa mediator
hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya, tetapi
apabila para pihak menggunakan jasa mediator nonhakim dan
bukan pegawai pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan
kesepakatanpara pihak.
Batas waktu pemilihan mediator diatur dalam Pasal 20 ayat
(1) sampai dengan (7) , yaitu setelah para pihak hadir pada sidang
pertama, hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak pada
hari itu juga, atau paling lama 2 (dua) hari berikutnya untuk
berunding gunan memilih mediator termasuk biaya yang mugkin
timbul akibat pilihan penggunaan mediator nonhakim dan bukan
pegawai pengadilan. Jika sampai dengan batas waktu yang
ditentukan 2 (dua) hari para pihak tidak dapat sepakat memilih
mediator yang dikehendaki, para pihak wajib menyampaikan
kegagalan mereka kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima
pemberitahuan kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim
22

pemeriksa segera menunjuk mediator hakim atau pegawai


pengadilan yang telah bersertifikat untuk menjalankan fungsinya
sebagai mediator.
Apabila para pihak telah memilih mediator, ketua hakim
pemeriksa perkara menerbitkan penetapan yang memuat perintah
untuk melakukan mediasi dan menunjuk mediator. Hakim
pemeriksa perkara memberitahukan penetapan mediator melalui
panitera pengganti. Hakim wajib menunda proses persidangan
untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh
mediasi. 30
B. Tahap Proses Mediasi
Pasal 24 ayat (1) sampai (4) menerangkan, dalam waktu
paling lama 5 (lima) hari sejak penetapan mediasi, para pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada pihak lain dan mediator.
Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi dan atas
dasar kesepakatan para pihak, jangka waktumediasi dapat
diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu mediasi.
Kewajiban beriktikad baik dalam menempuh mediasi diatur
dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2), para pihak atau kuasa hukumnya
wajib menempuh mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak
atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak
beriktikad baik oleh mediator dalam hal yang bersangkutan;
1. Tidak hadir setelah dipanggil secara patun 2 (dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah.
2. Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah

30
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
23

dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa


alasan sah.
3. Ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah.
4. Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan
dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain.
5. tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian
yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Pasal 26 ayat (1) dan (2) atas persetujuan para pihak dan
atau kuasa hukum, mediator dapat menghadirkan seorang atau
lebih ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat. Para
pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan tentang
kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau
penilaian ahli dan atau tokoh masyarakat.31
C. Mediasi Mencapai Kesepakatan
Pasal 27 ayat (1) sampai dengan (6) menjelaskan jika
mediasi berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan
mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam
kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan
mediator. Dalam proses mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum,
penandatanganan kesepakatan perdamaian hanya dapat dilakukan
apabila terdapat pernyataan para pihak secara tertulisyang memuat
persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Kemudian para pihak
melalui mediator dapat mengajukan kesepakatan perdamaian
kepada hakim pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam akta
perdamaian.
Dalam Pasal 28 ayat (1) sampai (5) setelah menerima
kesepakatan perdamaian, hakim pemeriksa perkara segera
mempelajari dan menelitinya dalam waktu paling lama 2 (dua) hari,

31
Peraturan Mahkamah Agung Nomor1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
24

jika akta perdamaian belum memenuhi ketentuan, hakim pemeriksa


perkara wajib mengembalikan kesepakatan perdamaian kepada
mediator dan para pihak disertai petunjuk tentang hal yang harus
diperbaiki.
Setelah mengadakan pertemuan dengan para pihak,
mediator wajib mengajukan kembali kesepakatan perdamaian yang
telah diperbaiki kepada hakim paling lama 7 (tujuh) hari, dan
paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima kesepakatan yang telah
memenuhi ketentuan, hakim pemeriksa perkara menerbitkan
penetapan hari sidang untuk membacakan akta perdamaian.
Dalam hal kesepakatan perdamaian sebagian diatur dalam
Pasal 29 ayat (1) sampai (5) menerangkan dalam proses mediasi
mencapai kesepakatan antara penggugat dan sebagian pihak
tergugat, penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi
mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan
sebagian pihak lawan.
Kesepakatan perdamaian sebagian antara pihak
sebagaimana dimaksud dibuat dan ditandatangani oleh penggugat
dengan sebagian pihak tergugat yang mencapai kesepakatan dan
mediator. Kesepakatan perdamaian sebagian dapat dikuatkan
dengan akta perdamaian sepanjang tidak menyangkut aset, harta
kekayaan dan/atau kepentingan pihak yang tidak mencapai
kesepakatan. 32
D. Mediasi Tidak Berhasil atau Tidak dapat Dilaksanakan
Apabila mediasi tidak berhasil atau tidak dapat
dilaksanakan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1)
sampai (3), mediator wajib menyatakan mediasi tidak berhasil
mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis
kepada hakim pemeriksa perkara, dalam hal:

32
Peraturan Mahkamah Agung Nomor1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
25

a) Para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas


waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut
perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) dan ayat (3); atau.
b) Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e.
Mediator wajib menyatakan mediasi tidak dapat dilakukan
dan memberitahukannyasecara tertulis kepada hakim pemeriksa
perkara, dalam hal;
a) Melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang
nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain.
b) Melibatkan wewenang kementrian/lembaga/instansi di
tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik
Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara,
kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihak-pihak
tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis dari
kementrian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik
Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses
mediasi.
c) Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan
huruf c.
Dan setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), hakim pemeriksa perkara
segeramenerbitkan 33penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan
perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
5. Mediator
Mediator yang dimaksud dalam Perma No.1Tahun 2016 ini
adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator
sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses
perundingan guna mencari kesepakan dari berbagai kemungkinan
26

penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau


memaksakan sebuah penyelesaian. 33
Pada dasarnya, seorang mediator berperan sebagai penengah
yang membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang
dihadapinya. Seorang mediator juga akan membantu para pihak untuk
membingkai persoalan yang ada agar menjadi masalah yang perlu
dihadapi secara bersama.
Selain itu, untuk menghasilkan kesepakatan, sekaligus
seoarang mediator harus membantu para pihak yang bersengketa untuk
merumuskan berbagai pilihan penyelesaian sengketanya. Tentu saja
pilihan penyelesaian sengketanya harus dapat diterima dan
memuaskan kedua belah pihak. Setidaknya peran utama yang mesti
dijalankan seorang mediator adalah mempertemukan kepentingan-
kepentingan yang saling berbeda, agar mencapai titik temu yang
dapat dijadikan sebagai pangkal tolak pemecahan masalahnya. 34
Dalam melaksanakan fungsinya, mediator wajib menaati
pedoman prilkaku mediator yanng ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
Juga tidak dibolehkan seorang mediator merangkap sebagai hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Ketentuan ini dapat
disimpulkan dari pasal yang menyatakan bahwa hakim memeriksa
suatu perkara, baik sebagai ketua majelis maupun anggota majelis,
dilarang bertindak sebagai mediator bagi perkara yang bersangkutan.
Setiap orang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib
memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelahmengikuti pelatihan
yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akrditasi
oleh Mahkamah Agung Indonesia. Kecuali jika dalam wilayah
pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat,

33
Nita Triana, Urgensitas Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di
Pengadilan Agama Purbalingga, (Volume 15, Nomor 2, Tahun 2019). h 245
34
Robi Maulana dkk, Optimalisasi Peran Mediator Dalam Memediasi Kasus
Perceraian di Pengadilan Agama Cibinong Bogor,( Vol 4, No 1, Februari 2020). h 271
27

semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan


dalam daftar mediator. Jika dalam wilayah pengadilan tidak ada
hakim, advokat, akademisi hukum, dan profesi bukan hukum yang
bersertifikat mediator, hakim di lingkungan pengadilan yang
bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediator.
Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, ketua
pengadilan menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-
kurangnya lima nama mediator disertai dengan latar belakang
pendidikan fatau pengalaman mediator. Ketua pengadilan
menempatkan nama-nam hakim mediator yang telah memiliki sertifikat
dalam daftar mediator. Jika dalam wilayah pengadilan yang
bersangkutan tidak ada meiator yang bersertifikat, semua hakim pada
pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar
mediator.
Mediator bukan hakim yang berserifikat dapat mengajukan
permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan
dalamdaftar mediator pada pengadilan yang bersangkuta. Setelah
memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, ketua pengadilan
menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
Dari ketentuan Pasal 13 ayat 1 PERMA No 1 Tahun 2016
penulis menyimpulkan bahwa kecuali hakim mediator, semua yang
menjalankan fungsi mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang
diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.
Tugas mediator juga diatur dalam Perma ini, antara lain
mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak. Dan, mediator juga wajib mempersiapkan
usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak utuk dibahas dan
28

disepakati. Apabila dianggap perlul, mediator dapat melakukan


kaukus.35
Secara umum tugas mediator dalam proses mediasi secara
deskripsi yaitu:
a. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar.
b. Mempertahakan struktur dan momentum dalam
negosiasi.
c. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan
diantara para pihak.
d. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam
komunikasi yang baik.
e. Menguatkan suasana komunikasi.
f. Membantu para pihak untuk menghadap situsi dan
kenyataan.
g. Memfasilitasi creative problem solving diantara para
pihak.
h. Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif. 36

B. Kerangka Teoritis
1. Teori Islah (Perdamaian)
Islah menurut bahasa berasal dari kata sulhu, berasal dari kata dasar
aslaha, yuslihu, islah, artinya baik, tidak rusak, tidak binasa, saleh, bermanfaat.
Sedangkan sulh berarti perdamaian. Sulaiman Nujairimi menyebut arti islah
adalah menyelesaikan persengketaaan. Ada juga yang memberikan pengertian
islah adalah memperbaiki, mendamaikan, dan menghilangkan sengketa atau
kerusakan.

35
Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan Penerapan Hukumnya,
(Jakarta: Kencana, 2015), h.59-60
36
Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan Penerapan Hukumnya,
(Jakarta: Kencana, 2015), h. 63
29

Arti lain kata islah adalah berusaha menciptakan perdamaian,


membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu
dengan lainnya, melakukan perbuatan baik, dan berperilaku sebagai orang suci
(baik). Pengertian yang beragam dari makna islah terdapat dalam Alquran,
yaitu dalam surat Baqarah: 220 dan 228, an-Nisa: 35 dan 113, A’raf: 55 dan
142, Anfal: 1, Hujurat: 9 dan 10.937
Secara terminologi islah didefinisikan oleh beberapa penulis kedalam
beberapa pengertian diantaranya :
A. Suatu perjanjian untuk menyelesaikan pertikaian
B. Suatu upaya antar pihak manusia dengan maksud perbaikan
C. Suatu upaya untuk menyelesaikan perselisihan dan mencapai
persetujuan antar pihak manusia.
D. Suatu upaya Mediasi untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan
antar pihak yang bertikai melalui cara consensus dan rekonsiliasai
sebagai pencegahan terjadinya permusuhan dan tumbuhnya rasa dengki
Praktek Mediasi atau sulh sudah sering dipraktekan Nabi Muhammad
SAW, baik sebelum ia pernah menjadi rasul maupun sesudah menjadi rasul.
Proses penyelesaian konflik (sengketa) dapat ditemukan pristiwa peletakan
kembali hajar aswad, dan perjanjian hudaibiyah. Kedua pristiwa ini dikenal
baik oleh kaum Muslimin di seluruh dunia 38
Untuk mengatasi kemelut Rumah Tangga yang meruncing antar suami
dan istri, Islam memerintahkan kedua belah pihak mengutus kedua orang
hakam/juru damai. Pengutusan hakam bermaksud untuk berusaha mencari
jalan keluar terhadap kemelut Rumah Tangga yang dihadapi suami istri. Proses
penyelesaian sengeta melalui pihak ketiga yang dikenal dengan hakam
didasarkan pada Quran suta an-nisa Ayat 35

37
Masburiyah & Bakhtiar Hasan, Upaya Islah dalam Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Kota Jambi,( Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 2013). h. 72.
38
Syahrizal abbas, mediasi; dalam perspektif Hukum syariah, Hukum adat, dan Hukum
nasioonal h 175.
30

Dalam ayat ini menganjurkan pihak ketiga atau Mediator yang dapat
membantu suami istri untuk mencari jalan penyelesaian sengekta antara
keduanya, anjuran tersebut sangat sesuai dengan konsep Mediasi yang di
terapkan dalam PERMA No 01 tahun 2016 yang mengenal adanya pihak ketiga
atau Mediator.
Penyelesaian perkara dengan cara islah sangat dianjurkan dalam Islam.
Surat Hujurat: 10 menyatakan,
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu
damaikanlah antara keduasaudaramu itu dan takutlah terhadap Allah supaya
kamu mendapat rahmat.”
Al-quran dan Hadits di atas jelas mengungkap pentingnya perdamaian
antara ke dua belah pihak yang bersengketa. Hal ini dapat dipahami karena
walau bagaimanapun adilnya keputusan hakim, jangan samapai merugikan
pihak manapun
Sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang diharapkan,
dibutuhkan kesungguhan hakim dalam mengupayakan imbauan perdamaian.
Hakim merupakan perumus dan penggali nilai nilai Hukum yang hidup di
kalangan masyarakat dan mampu menyelami perasaan dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat tersebut.
Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai
dengan Hukum dan rasa keadilan. Di samping itu, sifat-sifat yang jahat
maupun yang baik dari pihak-pihak yang berperkara wajib diperhatikan dalam
mempertimbangkan keputusan yang akan dijatuhkan. Hakim juga dapat
memberikan resep penyelesaiannya yang melegakan kedua belah pihak, yang
dapat diupayakan dengan penguasaan bidang materi Hukum Islam dan
peraturan perundangan yang berlaku.39
Konsep islah/sulh dalam Islam menekankan untuk menjaga keutuhan
Rumah Tangga, oleh karena itu Islam selalu memerintahkan kepada umatnya

39
Masburiyah & Bakhtiar Hasan, Upaya Islah dalam Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Kota Jambi, (Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi). h. 71
31

untuk untuk selalu menghindari konflik yang dapat menyebabkan perpecahan


Rumah Tangga dan mengedepankan persatuan dan keutuhan bahterah Rumah
Tangga.

2.Teori Efektifitas Hukum


Secara etimologi kata efektifitas berasal dari kata efektif dalam bahasa
inggris effective, dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektif artinya dapat
membawa hasil, berguna guna” tentang usaha atau tindakan. Dapat berarti
:sudah berlaku” tentang undang-undang atau peraturan.40
Adapun secara terminologi para pakar Hukum dan sosiologi Hukum
memberikan pendekatan tentang makna efektivitas sebuah Hukum beragam,
bergantung pada sudut pandang yang diambil. Soerjono Soekanto sebagaimana
dikutip oleh Nurul Hakim berbicara mengenai derajat efektivitas suatu Hukum
ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap Hukum,
termasuk para penegak Hukumnya. Sehingga dikenal suatu asumsi, bahwa:
“Taraf kepatuhan Hukum yang tinggi merupakan suatu indicator berfungsinya
suatu sistem Hukum. Dan berfungsinya Hukum merupakan pertanda bahwa
Hukum tersebut telah mencapai tujuan Hukum, yaitu berusaha untuk
mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup” 41
Di dalam berbagai hal, Hukum memilik pengaruh yang langsung
maupun tidak langsung terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan. Artinya
Hukum memiliki peran dalam perubahan sosial dalam masyarakat. Cara-cara
untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan
terlebih dahulu, menurut Soerjono Soekanto dinamakan social engineering atau
social planning. 42

40
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta; balai
pustaka, 2002). h 284
41
Nurul Hakim, Efektivitas Pelaksanaan Sistem Arbitrase dan Alternatif Penyelesaia
Sengketa Dalam Hubungannya Dengan Lembaga Peradilan. Artikel diakses pada tanggal 10
Maret 2021 dari http://badilag.net/data/ARTIKEL/efektifitas.pdf
42
Soerjono soekanto, pokok-pokok sosiologi hukum, cet, V, (Jakarta: Raja Grafindo
persada, 2006), h.122
32

Lawrence M. Friedman berpendapat paling tidak ada tiga unsur utama


setiap sistem hukum, yaitu struktur hukum, subtansi hukum, dan budaya
hukum. Untuk lebih jelasnya dirinci unsur-unsur tersebut sebagai beriku:
1. Struktur hukum (legal Struktur), berkaitan dengan bentuk atau
format yang mencakup unsur-unsur kelembagaan, penegakan,
pelayanan, pengelolaan hukum pada umumnya, seperti badan
pembentuk undang-undang, peradilan, kepolisian, kejaksaan, dan
administrasi negara yang mengelola pembentukan atau pemberian
pelayanan hukum dan lain sebagainya.
2. Subtansi hukum (legal Subtance), mencakup berbagai aturan
formal, aturan yang hidup dalam masyarakat (the living Law) dan
berbagai produk yang timbul akibat penerapan hukum.
3. Budaya Hukum ( Legal Cultur), berkenaan dengan sikap-sikap dan
nilai-nilai terhadap hukum, sikap tersebut berkaitan dengan sikap
budaya pada umumnya, karenanya akan memberi pengaruh baik
positif maupun negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan
hukum.31 Budaya hukum seperti yang dilukiskan oleh Friedman
adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, suasana
pikiran dan kekuatan sosial atau masyarakat yang menentukan
bagaimana hukum itu digunakan. Artinya, hukum dilihat tidak saja
yang diatur secara eksplisit dalam buku tetapi juga bagaimana
konteks dan dalam prakteknya. Setiap sistem masyarakat
mempunyai strukturnya sendiri dan struktur ini bertahan karena
perilaku sosial dan sikap sosial-adat, budaya, tradisi dan norma
informal. Dalam masyarakat yang dinamis, sistem hukum akan
berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat.43
Menurut teori validitas dan efektivitas hukum yang dikemukakan Hans
Kelsen, agar hukum dapat menjadi valid, hukum tersebut haruslah dapat
diterima oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, bahwa agar dapat

43
Hatta Ali, Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan Restoratif,
(Bandung: ALUMNI, 2012), h. 99
33

diberlakukan terhadap masyarakat, maka suatu kaidah hukum haruslah


merupakan hukum valid dan legitimate.
Namun demikian, suatu kaidah hukum yang valid belum tentu
merupakan suatu kaidah yang efektif. Dalam hal ini, validitas suatu norma
merupakan hal yang tergolong ke dalam yang seharusnya (das Sollen),
sedangkan “efektivitas” suatu norma merupakan sesuatu dalam kenyataan (das
Sein).
Hans Kelsen mempersyaratkan hubungan timbal balik antara unsur
“validitas” dan “efektivitas” dari suatu kaidah hukum. Menurutnya, sebelum
berlaku secara efektif, suatu norma hukum harus terlebih dahulu valid, karena
jika suatu kaidah hukum tidak valid, maka hakim misalnya tidak akan
menerapkan hukum tersebut, sehingga kaidah hukum tersebut tidak pernah
efektif berlaku. Tetapi sebaliknya adalah benar juga bahwa efektivitas
merupakan syarat mutlak bagi sebuah kaidah hukum yang valid. Adapun agar
suatu kaidah hukum dapat efektif, haruslah memenuhi dua syarat utama, yaitu
(1) kaidah hukum tersebut harus dapat diterapkan; dan (2) kaidah hukum
tersebut harus dapat diterima oleh masyarakat.44
Jadi, menurut Hans Kelsen, suatu aturan harus dalam keadaan valid
terlebih dahulu baru diketahui apakah aturan tersebut dapat menjadi efektif.
Jika setelah diterapkan ternyata peraturan yang sebenarnya sudah valid tersebut
ternyata tidak dapat diterapkan atau tidak dapat diterima oleh masyarakat
secara meluas dan atau secara terus-menerus, maka ketentuan hukum tersebut
menjadi hilang unsur validitasnya, sehingga berubah sifat dari aturan yang
valid menjadi aturan yang tidak valid.
Soerjono soekanto mengunggkapkan agar sebuah peraturan dapat
berfungsi dalam tatanan kehidupan masyarakat, maka peraturan/kaidah Hukum
haarus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :45

44
Kelsen Hans, Pure Theory of Law, Terj. Fuady Munir, Teori-teori Besar Grand
Theory Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013),h.116-117
45
Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, cet.V,
(Bandung, Citra Aditya Bakti, 1989), h.56-57.
34

1. Hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan


pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya, atau bila terbentuk
menurut cara yang telah ditentukan/ditetapkan, atau apabila
menunjukan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan
akibatnya.
2. Hukum berlaku secara sosiologis,apabila kaidah tersebut efektif,
artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa
(teori kekuasaan), atau diterima dan dakui oleh masyarakat (teori
pengakuan).
3. Hukum tersebut berlaku secara filosofis,
Berdasarkan teori efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, efektif tidaknya suatu Hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor yaitu: 46
1. Faktor Hukumnya sendiri (undang-undang).
Maksud faktor Hukumnya dalam poin pertama ini menurut Soerjono
Soekanto dengan undang-undang dalam arti materil adalah peraturan tertulis
yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah.
Ukuran efektifitas pada faktor yang pertama adalah
a. apakah peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan
tertentu sudah cukup sistematis ?
b. apakah peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan
tertentu sudah cukup sinkron, secara hirarki dan horizontal tidak ada
pertentangan ?
c. apakah secara kualitatif peraturan-peraturan yang mengaturbidang-
bidang kehiduan tertentu udah mencukupi ?
d. apakah penerbitan peraturan -peraturan tertentu sudah sesuai dengan
persyaratan yuridis yang ada?

2. Faktor Penegak Hukum

46
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2012) h .8.
35

Ruang lingkup dari istilah “penegak Hukum” adalah luas sekali, oleh
karena itu mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung
berkecimpung di bidang penegakan Hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki
adanya aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat melakukan
tugasnya dengan baik kehandalan dalam kaitanya disini adalah meliputi
keterampilan professional dan mempunyai mental yang baik dan Dalam
penelitian ini, yang dimaksudkan dengan aparatur Maka mereka ini adalah para
pegawai Hukum pengadilan di lingkungan Pengadilan Agama Jakarat Selatan,
baik pada strata atas, menengah, dan bawah diantaranya para hakim, panitera,
jurusita, dan pegawai non-justisial lainnya.
Menurutu soerjono soekanto47 bahwa masalah yang berpengaruh
terhadap efektifitas Hukum tertulis ditinjau dari segi aparat karna tergantung
pada hal berikut :
A. Sampai sejauh mana petugas terika oleh peraturan-peraturan yang
ada.
B. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan
kebijaksanaan
C. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada
masyarakat.
D. Sampai sejauh mana derajat singkronisasi penugasan-penugasan
yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas
yang tegas pada wewenangnya.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan Hukum.


Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin
penegakan Hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas
tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup
guna untuk menunjang tercapainya efektifitas Hukum itu sendiri.

47
Soekanto, soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008) h.82
36

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana Hukum tersebut berlaku


atau diterapkan.
Kepatuhan Hukum masyarakat sangat dipengaruhi oleh ketiga factor
sebelumnya, yaitu Hukum, penegak Hukum, dan sarana atau fasilitas.
Masyarakat kebanyakan biasanya tidak peduli dengan aturan Hukum yang
diberlakukan, namun mereka hanya ingin mendapatkan keadilan dan kepastian
Hukum terhadap perkara yang sedang mereka hadapi.
Begitu pula dalam hal proses Mediasi, kedua belah pihak yang
bersengketa akan memiliki harapan kepada penegak Hukum yakni Mediator
agar sengketa di antara mereka dapat selesai dengan baik. Sehingga peran
Mediator sangat penting dalam perjalanan proses Mediasi di antara kedua belah
pihak.
Kemampuan Mediator tentang nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang
berlaku di suatu masyarakat sangat penting untuk diketahui, agar Mediator
dapat mencari solusi atas sengketa dan bukan malah menambah keruh suasana
akibat ketidaktahuannya akan nilai dan kaidah yang hidup di masyarakat.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor
masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan
masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau
material. Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari system kemasyarakatan),
maka Hukum mencakup struktur, substansi, dan kebudayaan.
Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang
umpamanya mencakup tatanan lembaga-lembaga Hukum formal, hubungan
antara lembaga-lembaga tersebut, hak hak dan kewajibannya, dan seterusnya.
Substansi mencakup isi norma-norma Hukum beserta perumusannya maupun
acara untuk menegakkannya yang berlaku bagi pelaksana Hukum maupun
pencari keadilan.
37

Kebudayaan (sistem) Hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang


mendasari Hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang
dianggap buruk (sehingga dihindari).
Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang
mencerminkan dua keadaaan ekstrim yang harus diserasikan. Hal itulah yang
akan menjadi pokok pembicaraan di dalam bagian mengenai factor kebudayaan
ini. Dalam hal Mediasi di Pengadilan Agama yang kita ketahui para pencari
keadilan disana adalah umat Islam, nilai- nilai Islam menjadi sarat akan
pedoman karena telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Menurut soerjono Soekanto48 efektif adalah taraf sejauh mana suatu
kelompok dapat mencapai tujuanya. Hukum dapat dikatakan efektif jika
terdapat dampak Hukum yang positif, pada saat itu Hukum mencapai sasaranya
dalam mebimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi
perilaku Hukum.
Adapun keterkaitan antara Mediasi dengan teori efektifitas ini adalah
berdasarkan pada 5 (lima) faktor yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor penegak
hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
apabila keseluruhan faktor tersebut dapat terpenuhi maka penerapan mediasi
akan berjalan secara efektif, karna tolak ukur suatu hukum dapat berjalan
dengan efektifinya dalam hal ini Mediasi ditentukan oleh 5 (lima) faktor ini.
Adapun teori efektifitas ini bersifat netral. akan dikatakan efektif bila mediasi
itu berhasil dan dikatakan tidak efektif bila mediasi tidak berhasil.

48
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi (Bandung: CV.
Ramadja Karya, 1988),h 80.
38
BAB III
PENYELESIAN PRAKTEK MEDIASI CERAI GUGAT DI PENGADILAN
AGAMA JAKARATA SELATAN TAHUN 2019

A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan

1. Letak Geografis

Wilayah Yurisdiksi. 49

49
http://www.pn-jakartaselatan.go.id/wilayah-yurisdiksi.html. Minggu, 14/02/2021. Pkl.
23:25 WIB

39
40

2. Visi Dan Misi


A. Visi
Mewujudkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang bersih, ramah,
berwibawa dan melayani menuju peradilan Indonesia yang agung.
B. Misi
1. Meningkatkan integritas dan profesionalisme hakim dan seluruh
aparatur Pengadilan Agama Jakarta Selatan;
2. Mewujudkan manajemen perkara yang modern dan pelayan yang
bersifat prima;
3. Meningkatkan kualitas sistem pemberkasan perkara, minutasi,
banding, kasasi dan peninjauan kembali;
4. Meningkatkan kajian syari’ah hukum acara dan materil yang
berkenaan dengan kewenangan Peradilan Agama;
5. Mewujudkan pelayanan prima bagi para pencari keadilan. 50

3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung nomor KMA/004/II/92 tentang
organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama, KMA Nomor 5 tahun 1996 tentang Struktur Organisasi
Peradilan, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan. 51

50
http://www.pn-jakartaselatan.go.id/visi-dan-misi-pengadilan.html. Minggu, 14/02/2021.
Pkl. 23:53 WIB
51
https://www.pa-jakartaselatan.go.id/tentang-pengadian/profil-pengadilan/struktur-
organisasi.html. Minggu, 14/02/2021. Pkl. 24:00 WIB
41

4. Sarana Dan Prasarana

Dalam Gedung

Lantai I Lantai II

1. Ruang Informasi 1. Ruang Ketua

2. Ruang Pendaftaran Perkara 2. Ruang Wakil Ketua

3. Ruang Kasir 3. Ruang Panitera/Sekretaris

4. Ruang Kepaniteraan 4. Ruang Wakil Panitera

Ruang Panitera Muda


5. 5. Ruang Wakil Sekretaris
Permohonan

Ruang Panitera Muda


6. 6. Ruang Hakim 1
Hukum

Ruang Panitera Muda


7. 7. Ruang Hakim 2
Gugatan
42

8. Ruang Mediasi 8. Ruang Hakim 3

9. Ruang Sidang Utama 9. Ruang Hakim 4

10. Ruang Sidang 1 10. Ruang Kesekretariatan

11. Ruang Sidang 2 11. Ruang Kepala Sub Bagian Umum

Ruang Kepala Sub Bagian


12. Ruang Sidang 3 12.
Kepegawaian

Ruang Kepala Sub Bagian


13. Ruang Sidang 4 13.
Keuangan

14. Ruang Tunggu Sidang 14. Ruang Panitera Pengganti

15. Ruang Antrian Sidang 15. Ruang Jurusita/Jurusita Pengganti

16. Ruang Menyusui 16. Ruang Server Komputer

17. Ruang Pos Bantuan Hukum 17. Ruang Perpustakaan

18. Ruang Arsip Berkas Perkara 18. Gudang

19. Ruang Arsip Perkara Digital 19. Kamar Mandi Pegawai

20. Ruang Koperasi

21. Kamar Mandi Umum

Luar Gedung

1. Masjid

2. Bank Syariah Mandiri

3. Pos Satpam

4. Area Parkir Kendaraan Beroda Empat

5. Area Parkir Kendaraan Beroda Dua Khusus Tamu/Umum

6. Area Parkir Kendaraan Beroda Dua Khusus Pegawai


43

5. Kewenangan Pengadilan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peadilan Agama merupakan salah
satu lingkungan peradilan yang berada di abwah Mahkamah agung bersama
badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata
Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan
pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggerakan hukum dan keadilan
bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang
beragama Islam.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan Pengadilan


Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
meyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,
infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UNdang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Di samping tugas pokok dimaksud diatas, Pengadilan Agama Jakarta


Selatan mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

1. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa,


mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan
Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006).

2.Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan


petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik
menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi
umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan (vide: Pasal
53 ayat (3) Undang-undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).
44

3.Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas


pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera
Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan
(2) Undang-undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan
administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).

4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang


hukum islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
diminta (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan


(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan,
dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

6. Fungsi lainnya:

 Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan


instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain
(vide: Pasal 52 A Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
 Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya
serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era
keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007
tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan52

52
https://pa-jakartaselatan.go.id/tentang-pengadian/tugas-dan-fungsi.html. Minggu,
14/02/2021. Pkl. 24:10 WIB
45

B. Laporan Perkara Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.


Laporan perkara yang di dapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dari
tahun 2017, 2018, 2019 menujukan bahwa dalam 3 tahun tersebut ternyata
perkara cerai gugat lah yang menjadi angka tertinggi dalam semua perkara yang
ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan setiap tahunya perkara pada cerai
gugat makin bertambah dengan angka di tahun 2017 mencapai 3.185 perkara,
tahun 2018 mencapai 3.255 perkara, pada tahun 2019 mencapai 3.615..
1. Perkara Pada Tahun 2017

Perkara pada tahun 2017 menunjukan bahwa pada bulan januari sampai bulan
desember perkara pada kasus cerai gugat paling tinggi dengan angka mencapai
3.185 perkara dalam satu tahun.
46

2. Perkara Pada Tahun 2018

Perkara pada tahun 2018 menunjukan bahwa pada bulan januari sampai
bulan desember perkara pada kasus cerai gugat paling tinggi dengan angka
mencapai 3.255 perkara dalam satu tahun
47

3. Perkara Pada Tahun 2019

Perkara pada tahun 2019 menunjukan bahwa pada bulan januari sampai
bulan desember perkara pada kasus cerai gugat paling tinggi dengan angka
mencapai 3.615 perkara dalam satu tahun

Hasil Data Perakara Cerai Gugat Pada Tahun 2017, 2018, Dan 2019

No Tahun Jumlah Perkara Cerai Gugat


1. 2017 3.185
2. 2018 3.225
3.3 2019 3.615

C. Data Perkara Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan


Data yang di dapat dalam perkara mediasi di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2017, 2018, 2019, menunjukan bahwa pada setiap tahunnya
perkara mediasi sangat banyak dan antara tingkat keberasilan dan kegagalnaya
ternyata tingkat kegagalanya lebih banyak di bandingkan tingkat keberasilannya
48

seperti pada tahun 2017 mencapai angaka 1.039 kasus, tingkat kegagalanya
mencapai 1.021 kasus dan tingkat keberhasilanya mencapai 18 kasus, pada tahun
2018 mencapai angka 1.031 kasus, tingkat kegagalanya mencapai 995 dan tingkat
keberhasilan 36, pada tahun 2019 mencapai 948 kasus, tingkat kegagalannya
mencapai 932 kasus dan tingkat keberhasilnya 31 kasus:

1. Perkara Mediasi Pada Tahun 2017

Dari laporan mediasi tahun 2017 yang berjumalah 1039 perkara yang bisa di
mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi dengan jumlah perkara
mencapai 684 perkara dengan jumlah yang tidak berhasil mencapai 670 perkara
49

dan jumlah yang berhasil di mediasi 14 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

2. Perkara Mediasi Pada Tahun 2018

Dari laporan mediasi tahun 2018 yang berjumalah 1031 perkara yang bisa di
mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi dengan jumlah perkara
mencapai 676 perkara dengan jumlah yang tidak berhasil mencapai 656 perkara
dan jumlah yang berhasil di mediasi 20 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
50

3. Perkara Mediasi Pada Tahun 2019

Dari laporan mediasi tahun 2019 yang berjumalah 948 perkara yang bisa
di mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi dengan jumlah
perkara mencapai 615 perkara dengan jumlah yang tidak berhasil mencapai 597
51

perkara dan jumlah yang berhasil di mediasi 18 perkara, hasil ini di dapat dari
buku arsip yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Hasil Data Mediasi Pada Tahun 2017, 2018 dan 2019 Pada Tabel Berikut

No Tahun Medias Mediasi Yang Jumlah Keseluruhan


Yang Tidak Berhasil Mediasi Dalam Perkara
Berhasil Cerai Gugat
1. 2017 14 670 684
2. 2018 20 656 678
3. 2019 18 597 615
BAB IV
ANALISI TATA CARA PELAKSANAAN CERAI GUGAT DAN
PENYEBAB KEBERHASILAN DAN GAGALNYA MEDIASI DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Analisis Praktik Mediasi Dalam Penyelesaian Cerai Gugat Di Pengadilan


Agama Jakarta Selatan

Guna mencapai kebijakan umum yang akan dilaksanakan, maka perlu


ditetapkan visi dan misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai pedoman
acuan dalam meraih tujuan yang telah ditetapkan.

Visi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada Visi


Mahkamah Agung Republik Indonesia yakni:

“TERWUJUDNYA PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN


YANG AGUNG”

Visi Pengadilan Agama Jakarta Selatan tersebut merupakan kondisi


yang diharapkan dapa termemotivasi seluruh karyawan/i Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dalam menjalankan aktivitas. Pernyataan visi Pengadilan
Agama Jakarta Selatan tersebut memiliki pokok pengertian sebagai berikut:

Bahwa yang ingin dicapai melalui visi ini adalah menjadikan


Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai lembaga Pengadilan yang dihormati,
yang di kelola dan diawasi oleh hakim dan pegawai yang memiliki kemuliaan,
kebesaran dan keluhuran sikap dan jiwa dalam melaksanakan tugas pokoknya
memutus perkara.

Praktik mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu kepada


Perman no 1 tahun 2016 tentang prosedur pelaksanaan mediasi di dalam
pengadilan, Secara umum tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
penerapan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang mengacu
kepada perma no 1 tahun 2016.

52
53

1. Tahapan Pra Mediasi

Pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditentukan dan dihadiri
kedua belah pihak, majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan menjelaskan
tentang kewajiban para pihak untuk menempuh proses mediasi dan keharusan
adanya itikad baik selama menempuh proses mediasi serta menjelaskan prosedur
mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung. Ketua Majelis mewajibkan pada
hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari berikutnya kepada para pihak untuk
memilih mediator yang dikehendaki bersama dan berunding tentang pembebanan
biaya yang timbul jika memilih mediator non hakim. Untuk itu, majelis hakim
menskors persidangan.

Jika para pihak memilih hakim mediator, para pihak berhak memilih salah
satu atau lebih mediator yang tertera di dalam Daftar Mediator. Hakim yang
memeriksa perkara tidak boleh ditunjuk sebagai mediator kecuali dalam hal tidak
terdapat mediator lain. Setelah para pihak telah memilih mediator, ketua majelis
hakim pemeriksa perkara menerbitkan penetapan yang memuat perintah untuk
melakukan mediasi dan menunjuk mediator. Hakim pemeriksa perkara
memberitahukan penetapan kepada mediator melalui panitera pengganti.
Selanjutnya sidang ditunda untuk memberikan kesempatan menempuh proses
mediasi. 53

Dalam penjelasan diatas penerapan proses mediasi di Pengadilan Agama


Jakarta Selatan sudah sesuai dengan apa yang ada di dalam Perma No.1 Tahun
2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pasal 17 ayat (1) berbunyi: “ Pada
hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para pihak, hakim pemeriksa
perkara mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Keharusan para pihak
menempuh mediasi dengan iktikad baik dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2),
para pihak atau kuasa hukumnya wajib menempuh mediasi dengan iktikad baik.

53
Wawancara dengan ibu Dra. HJ.Taslimah, M.H. selaku hakim mediator di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, pada 23 juni tahun 2021, pukul 10:00 WIB.
54

Salah satu pihak atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak
beritikad baik oleh mediator dalam hal yang bersangkutan;

a. tidak hadir setelah dipanggil secara patun 2 (dua) kali berturut-turut


dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;

b. menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada


pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua)
kali berturut-turut tanpa alasan sah;

c. ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan


mediasi tanpa alasan sah;

d. menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak


menanggapi resume perkara pihak lain;

e. tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah


disepakati tanpa alasan sah.

Dengan adanya iktikad baik inilah diharapkan proses mediasi akan


berjalan dengan efektif dan efesien. Dan adanya akibat hukum dari pihak yang
tidak beriktikad baik tersebut diharapakan tingkat keberhasilan mediasi semakin
tinggi dan penumpukan perkara di Pengadilan bisa teratasi.

Kemudian mengenai ketentuan hak para pihak memilih mediator diatur


dalam pasal 19 ayat (1) dan (2) menjelaskan para pihak berhak memilih seorang
atau lebih mediator yang tercatat dalam daftar mediator di pengadilan. Jika dalam
proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator
ditentukan dan disepakati oleh para mediator.54

2. Pelaksanaan Mediasi

54
Wawancar dengan bapak. DR. Hariadi Hasan, S.H. M.H. selaku hakim mediator di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada 24 juni 2021, pukul 11:00 wib
55

Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan


mediator, para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada mediator.
Mediasi dilaksanakan di ruang mediasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan, atau di
tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati oleh para pihak, apabila mediator
bukan dari hakim.

Mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau
ditunjuk bersama-sama dengan mediator hakim atau pegawai pengadilan dalam
satu perkara wajib menyelenggarakan mediasi bertempat di pengadilan. Proses
mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan
perintah melakukan mediasi dan atas persetujuan bersama dapat diperpanjang 30
(tiga puluh) hari. Dan atas persetujuan para pihak/atau kuasa hukum, mediator
dapat mengahdirkan seorang atau lebih ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau
tokoh adat.

Pada hari pelaksanaan mediasi yang dihadiri oleh kedua pihak, terlebih
dahulu mediator melakukan hal-hal diantaranya berikut :

a. Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak


untuk saling memperkenalkan diri;

b. Menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak


mengambil keputusan;

c. Menyusun jadwal mediasi berdasarkan kesepakatan;

d. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan


permasalahan dan usulan perdamaian;

e. Mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak

Dalam hal kedua belah pihak tidak hadir maka mediasi ditunda untuk
memanggil para pihak. Apabila telah dipanggil 2 kali berturut-turut tidak hadir
tanpa alasan yang sah, tidak menanggapi atau mengajukan resume, dan tidak
menandatangani konsep kesepakatan perdamaian dapat dinyatakan tidak beriktikat
56

baik oleh mediator dalam hal yang bersangkutan, maka mediator menyatakan
mediasi gagal.

Proses mediasi diawali dengan identifikasi masalah. Untuk itu Mediator


memberi kesempatan kepada kedua pihak/pihak yang hadir untuk menyiapkan
„resume perkara‟ baik secara lisan maupun tertulis. Dan jika diperlukan biasanya
mendatangkan para ahli atau tokoh masyarakat atas kesepakatan para pihak untuk
dimintai pendapat mencari solusi terbaik bagi para pihak guna tercapainya
kesepakatan damai. Setelah mengidentifikasi permasalahan dan alternatif
penyelesaian yang disampaikan para pihak, mediator menawarkan kepada pihak
tergugat alternatif solusi yang diajukan penggugat dan sebaliknya, untuk dimintai
pendapat.55

Dalam pelaksanaan pelaksanaan mediasi diatas, waktu mediasi juga


sejalan dengan Pasal 24 ayat (1),(2), dan (3) menerangkan dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari terhitung penetapan mediasi para pihak dapat menyerahkan
resume perkara kepada pihak lain dan mediator. Proses mediasi paling lama 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi.

Dan atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka
waktu penetapan perintah melakukan mediasi. Pengaturan waktu mediasi ini lebih
singkat dengan ketentuan yang terdapat dalam Perma No 1 tahun 2008 yang
mengatur jadwal mediasi selama 40 hari. Namun perpanjangan waktu untuk
mediasi atas kesepakatan para pihak lebih lama lagi yaitu 30 hari, sedangkan
dalam Perma No 1 tahun 2008 hanya 14 hari.

Walaupun dalam kenyataanya waktu mediasi tidak sampai 30 hari, karena


sifatnya kondisional tergantung kesepakatan para pihak. Dan didalam Pasal 26

55
Dr. Fadhila Ahmad, M.A. selaku mediator non hakim di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, pada 24 juni 2021, pukul 14:00 wib
57

ayat (1) dan (2) atas persetujuan para pihak dan/atau kuasa hukum, mediator dapat
menghadirkan seorang atau lebih ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh
ahli guna menunjang proses mediasi di pengadilan

3. Laporan mediasi

Jika mediasi mencapai kesepakatan atau kesepakatan perdamaian


sebagian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan kesepakatan
tersebut secara tertulis dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh
para pihak dan mediator. Setelah kesepakatan tersebut disetujui dan
ditandatangani para pihak dan mediator, mediator wajib melaporkan secara
tertulis keberhasilan mediasi kepada majelis hakim.

Dalam hal tidak diperoleh kesepakatan, mediator menyatakan proses


mediasi gagal, mediator memberitahukannya secara tertulis kepada hakim
pemeriksa perkara. Setelah menerima pemberitahuan tersebut hakim pemeriksa
perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjukan perkara lewat
persidangan

Sama seperti yang diatur di dalam Perma, apabila mediasi mencapai


kesepakatan dalam Pasal 27 ayat (1) menjelaskan, para pihak dengan bantuan
mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam kesepakatan
perdamaian yang ditanda tangani oleh para pihak dan mediator. Jika tercapai
kesepakatan tapi hanya sebagian Pasal 29 ayat (2) menjelaskan kesepakatan
perdamaian sebagian dibuat dan ditandatangani oleh penggugat dengan sebagian
pihak tergugat yang mencapai kesepakatan dan mediator. 56

Dalam hal proses Mediasi mencapai kesepakatan antara penggugat dan


sebagian pihak tergugat, penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi
mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak

56
Wawancara dengan Bpk. Nawawi S.H. Selaku mediator non hakim di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan, pada 25 juni 2021, pukul 14:00 WIB
58

lawan. Jika mediasi gagal dalam Pasal 32 ayat (1), mediator wajib menyatakan
mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukan secara tertulis
kepada hakim pemeriksa perkara.

Dari penerapan tahapan proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta


Selatan yang sudah dijelaskan di atas, secara garis besar proses penerapan atau
prosedur mediasi sudah sesuai dengan apa yang ada didalam Perma No.1 Tahun
2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Hanya saja dalam hal waktu
mediasi 30 (tiga puluh) hari tidak diterapkan secara utuh, ini dikarenakan disisi
lain peradilan menganut asas cepat, sederhana, dan biaya ringan yang tujuan
utamanya mengurangi penumpukan perkara di pengadilan.

Dulu sebelum diterbitkannya Perma tahun 2016 Pengadilan Agama Jakarta


Selatan pernah mempunyai kebijakan mengeneralisasikan semua kasus perkara
yang dimediasi menunggu sampai batas waktu 40 (empat puluh) hari.

Namun dampak dari kebijakan tersebut adalah semakin menumpuknya


perkara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, sehingga kebijakan tersebut dirubah
yang dulu menunggu sampai 40 (empat puluh) hari sekarang waktu mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sifatnya kondisional tergantung kesepakatan
para pihak dalam proses mediasi.57

Didalam ajaran Islam istilah perdamaian atau mediasi bukanlah hal yang
baru, di dalam Al-Qur‟an, hadist, dan ijma‟ ulama proses penyelesaian sengketa
melalui perdamaian biasa disebut dengan tahkim (ishlah-shulh). Makna ash-
Shulhu secara bahasa adalah menyelesaikan perselisihan.

Sedangkan definisinya secara syara‟ adalah akad yang diadakan untuk


mendamaikan dua orang yang berselisih. Ash-Shulhu adalah akad yang sangat

57
Wawancar dengan bapak. Dr, Sholahuddin, S.H. M.H. selaku hakim mediator di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada 30 Agustus 2021, pukul 11:00 wib
59

besar faedahnya.58 Al-Qur‟an dan Hadist menawarkan proses penyelesaian


sengketa di pengadilan melalui dua cara, yaitu pembuktian fakta hukum
(adjudikasi), dan penyelesaian melalui perdamian (ishlah). 59

Allah memerintahkan kepada pihak yang bersengketa agar menempuh


jalur ishlah dalam penyelesaian sengketa, baik dipengadilan maupun diluar
pengadilan sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat [49]: 9-10

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu
kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku
adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.

Artinya :“Sesungguhnya orang-orang muknin itu bersaudara, karena itu


damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada
Allah agar kamu mendapat rahmat.”
Berdasarkan dua ayat di atas memberikan petunjuk bahwa Allah swt.
Sangat menganjurkan penyelesaian perkara atau sengketa di antara keluarga atau
masyarakat pada umumnya secara damai melalui musyawarah untuk mencari
jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak. Salah satu kegiatan dalam mediasi

58
Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Penerjemah, Ahmad Ikhwani, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2005), Cet.1., h. 449
59
Syahrizal Abbaz, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 157
60

adalah pada hakekatnya para pihak melakukan musyawarah untuk mencapai suatu
kesepakatan60

Dalam hadist Rasulullah :

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud al-Mahry


menceritakan kepada kami Ibnu Wahbin menceritakan kepadaku Sulaiman bin
Bilal menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Wahid Menceritakan kepada
kita Sulaiman bin Bilal „Abdul Aziz bin Muhammad ada keraguan banyak dari
Ibnu Zaid Ibnu Walid bin Rabbah dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Perdamaian antara kaum muslim dibolehkan, kecuali perdamaian yang
menghalalkan perkara yang haram dan perdamaian yang mengharamkan perkara
yang halal. Dan Sulaiman bin Dawud memberi tambahan Rasulullah bersabda:
seseorang muslim yang menepati sesuai syarat-syaratnya. (HR. Abu Dawud)
Hadist ini memberi penegasan kepada kaum muslimin agar melakukan
shulh dalam menyelesaikan sengketa mereka, kecuali shulh yang menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal. Bahkan Umar ibn Khattab
mewajibkan hakim pada masanya untuk mengajak para pihak melakukan
perdamian (ishlah). Penegasan khalifah Umar ini diketahui dari surat yang
ditulisnya kepada Abu Musa as-„Asyari, seorang hakim di Kuffah.

Umar ibn Khattab menulis surat yang berisi prinsip pokok beracara di
pengadilan. Salah satu prinsip yang dibebankan kepada hakim adalah prinsip
shulh. Hakim wajib menjalankan shulh kecuali shulh yang menghalalkan yang

60
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam,( Semarang: Fatawa Publishing, 2014), h
41-42
61

haram atau yang mengharamkan yang halal. Umar berpandangan bahwa


kewajiban ini harus dilakukan hakim, karena melalui upaya damai (ishlah)
keadilan dapat diwujudkan bagi para pihak 61

Untuk mencegah terjadinya perceraian dalam rumah tangga, maka perlu


adanya penyelesaian sebagai langkah mendamaikan dan menghindarkan
perpecahan antara suami isteri. Bentuk perdamaian antara suami isteri yang
sedang berselisih terdapat dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟, firman Allah dalam
Q.S An-Nisa‟ ayat 35

Artinya:”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,


maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

Apabila dalam suatu hubungan rumah tangga terjadi persengketaan antara


suami isteri, Allah memerintahkan untuk mendatangkan juru damai (hakam). Jadi
hakam atau hakamain adalah juru damai yang dikirim oleh dua belah pihak suami
isteri apabila terjadi persengketaan antara keduanya, tanpa diketahui keadaan
siapa yang benar dan siapa yang salah diantara kedua suami isteri tersebut.62

Hakam ada ditengah-tengah untuk mendamaiakan dan menyatukan


kembali suami isteri yang sedang bersengketa. Syarat dari masing-masing

61
Muhammad Mahmud Arnus, Tarikh al-Qafha‟ fil Islam, dalam Buku Syahrizal Abbaz,
Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta:
Kencana,2009), h. 162
62
Slamet Abidin, Fiqh Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 189
62

keluarga tidak menutup kemungkinan mengambil hakam dari orang lain, utusan
pemerintah, utusan suami isteri, atau utusan orang-orang shaleh63

As-Sya‟bi dan Ibn Abbas mengatakan bahwa pihak ketiga atau hakam
dalam kasus syiqaq diangkat oleh hakim atau pemerintah, karena kata “fab‟atsu--
maka hendaklah engkau mengutus” dalam surat an-Nisa‟ ayat 35 ditujukan
kepada seluruh kaum muslimin. Oleh karena itu, urutan orang yang berwenang
mengutus juru damai adalah keluarga kedua belah pihak dan pem erintah. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa mengangkat atau mengutus mediator adalah
suatu kewajiban, karena pengutusan itu bermaksud membasmi dan mencegah
kezaliman suami isteri, dan hal itu menjadi kewajiban pemerintah, dalam hal ini
adalah pengadilan64

Terkait wewenang hakam, para ulama fiqh sepakat bahwa kedua juru
damai itu dikirimkan dari keluarga suami dan isteri. Kecuali kalau dari pihak
keduanya tidak ada orang yang pantas menjadi juru damai, maka dapat dikirim
orang lain yang bukan dari keluarga suami isteri65

Ulama fiqh berbeda pendapat mengenai kekuatan hukum bagi putusan


ishlah atau shulh. Menurut ulama Mazhab Hanafi, apabila hakam telah
memutuskan perkara pihak-pihak yang bertahkim dan mereka menyetujuinya,
maka pihak-pihak yang bertahkim terikat dengan putusan tersebut. Apabila
mengadukannya kepengadilan dan hakim sependapat dengan putusan hakam,
maka hakim pengadilan tidak boleh membatalkan putusan hakam tersebut.

Akan tetapi, jika hakim pengadilan tidak sependapat dengan putusan


hakam, maka hakim berhak membatalkannya. Sedangkan menurut pendapat
ulama Mazhab Maliki dan Hambali apabila putusan yang dihasilkan oleh hakam
63
Muhammad Ustman Al-Khusyt, Penyelesaian Problema rumah Tangga Secara Islami,
(Solo: Pustaka Mantiq, 1994), h. 96.
64
Abduurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh „ala Mazhabib al-Arba‟ah, dalam buku Syahrizal
Abbaz, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan hukum Nasional, (Jakarta:
Kencana,2009), h. 187
65
Slamet Abidin, Fiqh Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 190
63

melalui tahkim tidak bertentangan dengan kandungan Al-Qur‟an, hadist, dan


ijmak, maka hakim pengadilan tidak berhak membatalkan putusan hakam
dimaksud. 66

Rukun shulh adalah ijab dan qabul dengan segala bentuk ungkapan atau
perkataan yang mengisyaratkan perdamaian. Jika akad shulh telah disepakati,
maka ia menjadi akad yang wajib dijalankan oleh dua pihak bertikai. Dengan
berlakunya akad shulh, pihak penggugat memiliki apa yang disebut badal shulh
(alternatif pengganti perdamaian), sementara pihak tergugat tidak berhak meminta
kembali dan menggugurkan gugatan. Adapun syarat-syarat shulh yaitu ada yang
berkaitan dengan mushalih (pihak pelaku akad shulh), ada yangberkaitan dengan
mushalih bihi (objek atau barang yang diperselisihkan), dan ada yang berkaitan
dengan mushalah „anhu (hak yang diperselisihkan).67

Berdasarkan paparan tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa


penerapan atau pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan sudah
sejalan dengan hukum islam. Dimana para pihak menjadikan seseorang atau pihak
ketiga yang disebut hakam sebagai penengah untuk berusaha atau membantu
mencarikan jalan keluar yang terbaik bagi para pihak yang bersengketa dalam
mengakhiri persengketaan secara damai.

Terkait dengan penerapan mediasi di Pengadilan Agama yaitu adanya


upaya perdamaian para pihak dengan segala bentuk ungkapan atau perkataan yang
mengisyaratkan perdamaian dalam proses mediasi juga sesuai dengan rukun shulh
yaitu ijab dan qabul dalam hukum Islam. Jika akad perdamaian (shulh) telah
disepakati, maka ia menjadi akad yang wajib dijalankan oleh dua pihak yang
bertikai.

66
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, (Semarang: Fatawa Publishing, 2014). h.
94-95
67
Syaikh Sulaiman Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2009, Cet.1)., h. 882
64

Sama seperti mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang diatur di


dalam Perma, apabila mediasi mencapai kesepakatan dalam Pasal 27 ayat (1)
menjelaskan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan
kesepakatan secara tertulis dalam kesepakatan perdamaian yang ditanda tangani
oleh para pihak dan mediator. Para pihak melalui mediator dapat mengajukan
kesepakatan perdamaian kepada hakim agar dikuatkan akta perdamaian tersebut
dalam putusan hakim sehingga bersifat mengikat dan harus diataati kedua belah
pihak.

B. Faktor apa saja yang menyebabkan berhasil dan gagalnya mediasi di


Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Dalam memepengerahui tingkat keberhasilan dan gagalnya mediasi di


Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdapat banyak faktor- faktor yang menjadi
acuan untuk mecapai keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama jakarta selatan
dan adapun faktor yang menjadi kegagalan mediasi di Pengadilan Agama jakarta
selatan.

1. Faktor Perkara

Perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama biasanya sudah


melalui penyelesaia oleh para pihak sebelum di bawa ke Pengadilan Agama baik
itu melalui penyelesaian dari para pihak itu sendiri maupun menggunakan pihak
lain dari kalangan keluarga ataupun seseorang yang dituakan, jadi pada dasrnya
perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama biasanya sudah sangat
rumit atau sudah tidak bisa didamaikan lagi dan lebih parahnya setiap orang yang
mengajukan perkara ke Pengadilan Agama menganggap bahwa Pengadilan
Agama adalah jalan keluar untuk mencapai perpisahan, ini sangat salah dan tidak
sesuai dengan visi dan misi Pengadilan Agama terutama di Pengadilan Agama
Jakrat Selatan.

Perkara perceraian yang dimediasi yang mengalami kegagalan biasanya


adalah Perkara yang di sebabkan oleh KDRT karna suami yang mengkonsumsi
barang2 yang di haramkan seperti narkoba, meminum minuman yang beralkohol
65

yang menyebabkan terjadinya KDRT dalam rumah tangga dan proses


penyelesaianya melalui mediasi biasanya akan gagal karna faktor tersebut.68

selain itu perkara perceraian yang dikarnakan sudah tidak ada rasa cinta lagi
dan Perselingkuhan merupakan kasus yang sering mengalami kegagalan dalam
mediasi. namun kadang kala ada beberapa perkara yang berhasil dimediasi,
Perkara perceraian yang biasanya berhasil dimediasi biasanya perkara yang
dilatarbelakangi oleh rasa cemburu,tidak mampu menafkahi, perlakuan yang
buruk kepada pasangan dan tersinggung atas perilaku dan ucapan dari salah satu
pihak merupakan perkara yang biasanya bias dimediasi.

2. Kemampuan Mediator

Kemampuan mediaitor sangat berbengaruh karna berhasil tidaknya suatu


mediasi sangat dipengaruhi oleh peran mediator agar dapat terciptanya
perdamaian di antara para pihak, Oleh karna itu peran penting mediator dalam
keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama khususnya di pengadilan jakarta
selatan sangat di butuhkan.

Mediatorpun harus mampu menciptakan pengadilan yang nyaman dan


tentram sehingga para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama merasa bahwa
dirinya sedang tidak melakukan persengketaan melainkan sedang melakukan
acara kumpul keluarga yang meninbulkan para pihak mau mengutarakan semua
permasalahan yang ada dalam rumah tangganya. 69

Hal ini lah yang harus ada pada diri mediator baik itu mediator hakim
ataupun mediator non hakim karna dengan adanya ketentraman dan kenyaman
dalam penangan mediasi di Pengadilan Agama mampu meningkatkan
keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama terutama di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.

68
Wawancara dengan ibu Dra. HJ.Taslimah, M.H. selaku hakim mediator di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, pada 23 juni tahun 2021, pukul 10:00 WIB.
69
Wawancar dengan bapak. DR. Hariadi Hasan, S.H. M.H. selaku hakim mediator di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada 24 juni 2021, pukul 11:00 wib
66

3. Faktor para pihak

Keinginan dari para pihak sangat berpengaruh terhadapap tingkat


keberhasilan mediasi, jika keinginan dari para pihak untuk bercerai kuat apalagi
para pihak beranggapan bahwa Pengadilan Agama adalah jalan yang terbalik
untuk menempuh perpisahan, tentu saja upaya dalam perdamaian atau mediasi
yang dilakukan hanya akan menjadi formalitas belaka dan akan menyulitkan
mediator sendiri dalam mengupayakan perdamaian.

namun jika dalam hati para pihak masih menyimpan rasa sayang, cinta dan
ingin berbaikan maka kemungkinan perdamaian itu akan terlaksana dan jika parak
pihak beranggapan bahwa Pengadilan Agama adalah jalan keluar untuk mencari
perdamaian atas masalah yang ada pada rumah tangganya maka seorang hakim
mediator atau mediator non hakim mampu berupaya untuk mencapai keberhasilan
dalam mediasi. 70

4. Itikad Baik para pihak

Proses mediasi harus dilakukan dengan Itikad Baik, artinya, para pihak tidak
boleh menyelundupkan maksud yang buruk dibalik proses mediasi yang sedang
berjalan. Proses mediasi harus ditunjukan hanya untuk menyelsaikan sengketa
secara damai dan tidak boleh ada intrik atau maksud-maksud lain dibalik
kehendak untuk menyelesaiakan sengketa.

Berdasarkan dari data di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun


2017,2018 2019, keberhasilan mediasi sangat sedikit terutama pada kasusu cerai
gugat ini yang tiap bulanya paling banyak hanya 2 sampai 3 yang berhasil di
mediasi bahkan paling parahnya dalam satu bulan tidak ada yang berhasil di
mediasi. 71

70
Dr. Fadhila Ahmad, M.A. selaku mediator non hakim di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, pada 24 juni 2021, pukul 14:00 wib
71
Wawancara dengan Bpk. Nawawi S.H. Selaku mediator non hakim di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan, pada 25 juni 2021, pukul 14:00 WIB
67

Menujukn masih rendahnya tingkat keberhasilan mediasi di pengaruhi oleh


itikad baik para pihak dimana para pihak seharusnya patuh guna dan mau
bekerja sama Karna tujuan dari penerapan itikad baik ini guna terlaksanaya
mediasi yang berjalan dengan efektif.

Untuk masalah baik ini sudah di atur dalam PERMA No. 1 tahun 2016 tidak
memberikan pengertian tentang iktikad baik melainkan PERMA No 1 tahun
2016 hanya menjelaskan apa yang dinyatakan tidak berItikad Baik dalam Pasal 7
Ayat 2 (dua) yaitu :

a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam
pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada


pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut tanpa alasan sah;

c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan


Mediasi tanpa alasan sah;

d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak


menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau

e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah


disepakati tanpa alasan sah.72

Berdasarkan teori efektifitas hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.


Friedman73 efektif tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 3 (tiga) unsur atau
faktor. Pertama, berkaitan dengan bentuk atau format yang mencakup unsur-
unsur kelembagaan, penegakan, pelayanan, pengelolaan hukum pada umumnya,
seperti badan pembentuk undang-undang, peradilan, kepolisian, kejaksaan, dan

72
Wawancar dengan bapak. Dr, Sholahuddin, S.H. M.H. selaku hakim mediator di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada 26 juni 2021, pukul 11:00 wib
73
Lawrence M. Friedman, Law and Society, Kut. Wirhanuddin, (Semarang: Fatawa
Publishing, 2014), h. 78
68

administrasi negara yang mengelola pembentukan atau pemberian pelayanan


hukum dan lain sebagainya.

Kedua, subtansi hukum (legal Subtance), dalam hal ini adalah Perma No.1
tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Ketiga, budaya hukum (
Legal Cultur), nilai-nilai terhadap memberi pengaruh baik positif maupun
negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum berkenaan dengan
sikap-sikap dan hukum, sikap tersebut berkaitan dengan sikap budaya pada
umumnya, karenanya akan.

Dari ketiga unsur tersebut bisa menjadi alat ukur tingkat keberhasilan mediasi
di Pengadilan Agama jakarta. Berikut adalah penguraian mengenai analisa
efektifitas mediasi:

1. Struktur Hukum (Legal Struktur)

Struktur hukum berkaitan dengan bentuk atau format yang mencakup


unsur-unsur kelembagaan, penegakan, pelayanan, pengelolaan hukum pada
umumnya, seperti badan pembentuk undang-undang, peradilan, kepolisian,
kejaksaan, dan administrasi negara yang mengelola pembentukan atau pemberian
pelayanan hukum dan lain sebagainya. yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum, dalam hal ini adalah hakim mediator dan pelayanan
hukum yang ada.

Asas kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara,


sangat sejalan dengan tuntunan dan ajaran Islam. Islam selalu menyuruh
menyelesaikan setiap perselisihan dan persengketaan melalui pendekatan Ishlah
(fa aslikhu baina akhwaikum). Karena itu, layak sekali para hakim Peradilan
Agama menyadari dan mengemban fungsi “mendamaikan”. Sebab bagaimanapun
adilnya putusan, namun akan lebih baik dan lebih adil hasil perdamaian. Seadil-
adilnya putusan yang dijatuhkan hakim, akan dianggap dan dirasa adil oleh pihak
yang menang.
69

Lain halnya dengan perdamaian, hasil perdamaian yang tulus berdasarkan


kesepakatan bersama dari pihak yang bersengketa, terbebas dari kualifikasi
menang dan kalah. Mereka sama-sama menang dan sama-sama kalah atau win-
win solution, sehingga kedua belah pihak pulih dalam suasana rukun dan
persaudaraan.74

Mediator memiliki peran menentukan dalam suatu proses mediasi. Gagal


tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh peran yang ditampilkan mediator.
Didalam Perma No.1 Tahun 2016 Pasal 13 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap
mediator pada asasnya wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah
mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikat mediator yang
diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahkamah Agung.75

Namun dalam prakteknya Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih belum


bisa memenuhi apa yang menjadi amanat dari pasal tersebut karena sebagian besar
hakim yang ditunjuk sebagai mediator belum memiliki sertifikat mediator dari
Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari
Mahkamah Agung.

Salah satu unsur keberhasilan mediasi adalah kemampuan profesional


mediator. Keadaan mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan sampai saat ini
masih didominasi oleh hakim yang diberi tugas untuk menjalankan fungsi
mediator berdasarkan surat penetapan ketua pengadilan, dalam hal tidak ada atau
terdapat keterbatasan jumlah mediator bersertifikat tanpa keterampilan yang
mumpuni dalam melaksanakan tugas mediator terutama yang belum pernah
mendapatkan pelatihan mediator secara profesional.

74
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika,2001), h. 65
75
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan, Pasal 13 ayat (1)
70

Dari jumlah hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang ditetapkan


menjadi hakim mediator 16 (enam belas) orang yang telah memiliki sertifikat
mediator hanya 6 ( enam) orang dan jumlah mediator non hakim berjumlah 3 (
tiga ). Hakim yang melaksanakan fungsi mediator dan telah bersertifikat paling
tidak memiliki tingkat kemampuan dan keberhasilan lebih dibanding yang
melaksanakan fungsi mediator namun tidak bersertifikat.

Sedangkan dalam pelayanan hukum dalam hal ini kaitannya dengan


fasilitas ruang mediasi. Pengadilan Agama Jakarta Selatan hanya terdapat 3 ruang
yang menurut hakim yang telah saya wawancarai mengatakan bahwa harus
adanya penmabahan dalam ruang mediasi tersebut dan 2 ruangan mediasi untuk
mediator non hakim, yang mungkin ukurannya tidak terlalu luas, luas ruang
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan kira-kira 3,5x4 m2 dimana di
dalamnya hanya terdapat satu meja panjang dan kursi menyesuaikan para pihak
yang akan dimediasi tanpa tersedia fasilitas penunjang lainnya. dan tidak
sebanding dengan jumlah para pihak berperkara yang akan melakukan mediasi,
para pihak sering terlihat mengantri, Dari faktor tersebut bisa menjadi kendala
belum optimalnya proses mediasi di Pengadilan Agama Jakart Selatan.

2. Subtansi Hukum (Legal Subtance)

Subtansi hukum (legal substance) mencakup berbagai aturan formal,


aturan yang hidup dalam masyarakat (the living Law) dan berbagai produk yang
timbul akibat penerapan hukum. Subtansi hukum (legal substance) dalam hal ini
adalah Perma No.1 tahun 2016. Landasan yuridis Perma No.1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah peraturan perundang-undangan,
sehingga diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Perma merupakan pelengkap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
yaitu Undang-Undang tentang Mahkamah Agung.

Salah satu kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Agung yang berkaitan


dengan pengawasan tidak langsung ialah membuat peraturan. Kekuasaan dan
kewenangan itu diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
71

tentang Mahkamah Agung sebagaimanan telah diubah dengan Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung. Menyebutkan bahwa; “Mahkamah Agung dapat mengatur
lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini”.

Dimana dalam penjelasannya berbunyi, “Apabila dalam jalannya peradilan


terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal, Mahkamah Agung
berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan hukum dalam jalannya peradilan”.76 Dalam hal ini peraturan yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dibedakan dengan peraturan yang disusun
oleh pembentukan Undang-undang. Penyelenggaraan peradilan yang
dimaksudkan Undang-undang ini hanya merupakan bagian dari hukum acara
secara keseluruhan.

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Budaya hukum (legal culture), berkenaan dengan sikap-sikap dan nilai-


nilai terhadap hukum, sikap tersebut berkaitan dengan sikap budaya pada
umumnya, karenanya akan memberi pengaruh baik positif maupun negatif kepada
tingkah laku yang berkaitan dengan hukum.

Kepatuhan masyarakat terhadap hukum sangat dipengaruhi oleh kesadaran


masyarakat terhadap hukum itu sendiri. dalam hal ini kesadaran para pihak
mengenai pentingnya perdamaian atau mediasi di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan masih rendah. Ada suatu kecenderungan yang kuat dalam masyarakat
untuk mematuhi hukum oleh karena rasa takut terkena sanksi apabila hukum itu
dilanggar. Banyak dari para pihak yang kooperatif, namun sikap tersebut mereka
lakukan agar proses mediasi cepat selesai hingga dapat dilanjutkan ke proses

76
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pasal 79
72

persidangan selanjutnya. Karena para pihak banyak yang mengikuti mediasi


hanya sebagai formalitas saja. 77 Sehingga esensi dari mediasi atau perdamaian itu
tidak ada.

Dalam hal mediasi di Pengadilan Agama kita ketahui pencari keadilan


adalah umat islam, nilai-nilai islam menjadi sarat pedoman dalam kehidupan
masyarakat muslim. Namun budaya masyarakat yang rendah terhadap upaya
damai menyebabkan pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
kurang efektif.

Masyarakat sebagai pendukung berjalannya sistem hukum mediasi di


pengadilan bersikap enggan untuk melaksanakan mediasi. Berdasarkan peneliti
keengganan para pihak untuk dimediasi karena permasalahan yang sudah
komplek sehingga sulit untuk didamaikan. Dalam agama islam perceraian adalah
perbuatan yang dibolehkan namun dibenci oleh Allah. Masyarakat (para pihak)
beranggapan penyelesaian perkara dengan jalan damai dan hasilnya adalah
perceraian dipandang lebih bermaslahat dan menjadi jalan terbaik bagi para pihak
ketimbang terus terjadi percecokan terus-menerus yang akan menyebabkan tindak
kekerasan dalam rumah tangga.

Demikian 3 (tiga) unsur utama keberhasilan mediasi yang dijadikan


penulis sebagai alat ukur penelitian ini. Konsep efektivitas sistem hukum yang
dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang telah diuraikan diatas paling tidak
merupakan tawaran ide yang apabila diterapkan akan mampu menunjang kinerja
lembaga peradilan di Indonesia. Efektif tidaknya penegakan hukum ini, terkait
erat dengan efektif tidaknya 3 (tiga) unsur atau faktor tersebut dijalankan. Apabila
ketiga unsur tersebut tidak berjalan efektif maka penegakan hukum akan sulit
terealisasikan.

Melihat tiga (tiga) unsur utama dalam sistem hukum diatas tidak semua
unsur memenuhi konsep sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.

77
Wawancar dengan bapak. Dr Sholahuddin, S.H. M.H. selaku hakim mediator di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada 26 juni 2021, pukul 11:00 wib
73

Friedman, sehingga sulit untuk tercapai keberhasilan mediasi. Ketidak efektifan


mediasi tersebut terlihat jelas dari laporan data mediasi, jumlah perkara yang
masuk di Pengadilan Agama Jakarta Barat dan jumlah perkara mediasi yang ada
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Dalam terori komunikasi yang di kemukakan oleh Patrick C.L.Heaven,


dan Joseph Ciarrochi yang berjudul “Trait emotional intelligence, conflict
communication patterns, and relationship satisfaction.”10 Bertujuan untuk
mengetahui pentingnya kecerdasan emosional dan pola komunikasi dalam
kepuasan hubungan. Hasilnya pasangan yang puas mereka yang tidak
menghindari diskusi tentang hubungan masalah dan siapa yang memberi nilai
tinggi. Pasangan yang puas lebih cenderung tingkat emosional serupa dengan
pasangan dibandingkan pasangan yang tidak puas. 78

Aristoteles berpendapat teori komunikasi adalah kegiatan variabel melalui


pembicaraan yang berusaha membujuk untuk mencapai tujuan yang dimiliknya
dengan seorang pendengar melalui penyusuna argumen secara mahir dan melalui
penyampain pidato.79

Menurut Stephen W Little John mengelompokan teori komunikasi menjadi


4 kelompok, yang pertama prespektif prilaku (behavioral science), yang kedua
prespektif kognitif (cognitive prespectives ), yang ketiga perspektif structural (
structural presepective ), yang ke empat prespektif interaksionis ( interactionits
prespektif ).

Prespektif prilaku (behavioral science) menekankan bahwa untuk lebih


dapat memahami prilaku seseorang, seyogianya kita mengabaikan informasi apa
yang difikirkan oleh seseorang. Lebih baik kita memfokuskan pada prilaku
seseorang yang dapat di uji oleh pengamatan kita.

78
Fitri Sayidati Mukaromah, Akif Khilmiyah, Aris Fauzan, Pola Komunikasi Orang Tua Dalam
Pembentukan Kecerdasan Sosial Di Kalangan Remaja Milenial, vol. 5, no. 1, 2020, h. 100.
79
Poppy Ruliana dan Puji Lestari, Teori Komunikasi, ( Depok: Rajawali Pers, cet 1, 2019) h.5
74

Prespektif kognitif ( cognitive prespectives ) menekankan pada pandangan


bahwa kita tidak bisa memahami perilaku seseorang tanpa mempelajari proses
mental mereka, manusia tidak menanggapi lingkungannya secara
otomatis,perilaku mereka tergantuk pada bagaimana mereka berpikir dan
mempersepsi lingkungan, jadi untuk memperoleh informasi yang bisa di percaya
maka proses mental seseorang merupakan hal yang utama yang bisa menjelaskan
perilaku sosial seseorang.

Perspektif structural ( structural presepective ) menekankan bahwa


perilaku seseorang dapat di mengerti dengan sangat baik jika di ketahui peran
sosialnya. Hal ini terjadi karena prilaku seseorang merupakan reaksi terhadap
harapan orang-orang lain.

Prespektif interaksionis ( interactionits prespektif ) lebih menekankan


bahwa merupakan agen yang aktif dalam menempatkan perilakunya sendiri, dan
mereka yang membangun harapan-harapan sosial. Manusia bernegosiasi satu
sama lainnya untuk mebnetuk intraksi dan harapannya. 80

Dari teori komunikasi di atas jika di kaitakan dalam mediasi di Pengadilan


Agama yaitu adalah hubunga antara mediator Hakim atau mediator non Hakim
kepada para pihak yang beperkara seingga timbul intraksi sosial anatara keduanya
yang mengakibtakan terbentuknya keberhasilan dalam mediasi.

Dalam hal ini komukasi antara penegak hukum dan para pihak juga sangat
di butuhkan karena apabila komukasi antara hakim mediator atau mediator non
hakim kepada para pihak tidak baik maka penyelesaian sengketa mediasi ini akan
cukup sulit karena perihal permasalahannya adalah perasaan.

Jadi apabila komukasi berjalan dengan baik anatara penegak hukum dan
para pihak maka tingkat keberhasilan mediasi akan lebih tinggi karena pendekatan
hati ke hati antara penegak hukum deangan komunikasi yang baik sehingga para
pihak bisa menceritakan semua permaslahan yang ada pada rumah tangganya dan

80
Poppy Ruliana dan Puji Lestari, Teori Komunikasi, ( Depok: Rajawali Pers, cet 1, 2019) h.50
75

kesepakatan bisa berjalan dengan baik dan para pihak bisa mendengarkan saran-
saran dari mediator agara keutuhan dalam rumah tangganya bisa kembali seperti
semula, baik mediator hakim ataupun mediator non hakim dengan terjalinnya
komunikasi yang baik dengan para pihak maka penerapan tingkat keberhasilan
mediasi bisa lebih tinggi dengan adanya komukasi yang baik anatar penegak
hukum dan para pihak.

Dari data tabel yang ada pada bab sebelumnya dapat diliat data perkara
yang masuk dan data perkara mediasi yang ada di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan terkhusus pada perkara cerai gugat pada tahun 2017,2017 dan 2019.

Pada tahun 2017 perkara yang masuk pada cerai gugat mencapai 3.185
perkara yang masuk dan jumlah perkara mediasi yang masuk pada tahun 2017,
dari laporan mediasi pada tahun 2017 yang berjumalah 1039 perkara yang bisa di
mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi dengan jumlah perkara
mencapai 684 perkara dengan jumlah yang tidak berhasil mencapai 670 perkara
dan jumlah yang berhasil di mediasi 14 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan dari hasil ini diketahui tingkat
keberhasil mediasi mencapai 2,05%.

Pada tahun 2018 perkara yang masuk pada cerai gugat mencapai 3.225
perkara yang masuk dan jumlah perkara mediasi yang masuk pada tahun 2018,
dari laporan mediasi tahun 2018 yang berjumalah 1031 perkara yang bisa di
mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi dengan jumlah perkara
mencapai 676 perkara dengan jumlah yang tidak berhasil mencapai 656 perkara
dan jumlah yang berhasil di mediasi 20 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan dari hasil ini diketahui tingkat
keberhasilan mediasi mencapai 2,95%

Pada tahu 2019 perkara yang masuk pada cerai gugat mencapai 3.615
perkara yang masuk dan jumlah perkara mediasi yang masuk pada tahun 2019,
Dari laporan mediasi tahun 2019 yang berjumalah 948 perkara yang bisa di
mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi dengan jumlah perkara
76

mencapai 615 perkara dengan jumlah yang tidak berhasil mencapai 597 perkara
dan jumlah yang berhasil di mediasi 18 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan dari hasil ini diketahui tingkat
keberhasil mediasi mencapai 2,93%,

Dan dari data mediasi yang di dapat di Pengadilan Agama Jakarat Selatan
seharusnya data mediasi ini di bagi menjadi 3 kelompok yaitu data mediasi yang
berhasil, data mediasi yang berhasil sebagain dan data mediasi yang tidak berhasil
agar pendataan pada perkara mediasi ini, jelas setiap tahunya. Karna hasil dari
tabel perkara mediasi yang di dapapatkan angka perkara yang tidak berhasil
sangat tidak masuk akal yang tingkat keberhasilnya sangat sedikit maka dari itu
harus ada data data perkara mediasi yang berhasil sebagaian sehingga dapat
menekan angka pada tingkat tidak berhasilnya mediasi.

Dari data ini diketahui bahwa tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan


Agama Jakarata Selatan, terkhusus pada perkara cerai gugat masih sangat minim
sekali keberhasilannya yang hanya mencapai 2,05%. Pada tahun 2017, 2,95%
pada tahun 2018 dan 2,93% pada tahun 2019 hal ini di pengaruhi dari beberapa
faktor seperti faktor perkara, faktor kemampuan mediator, faktor para fihak, faktor
itikad baik para fihak..

Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan keberhasilan dan gagalnya


mediasi faktor para pihak lah yang paling banyak menyebabkan gagalnya
mediasi di karnakan para pihak yang memang sudah ingin terjadi perceraian dan
kemampuan mediator lah yang menjadi faktor pendukung yang sangat penting
dalam perkara mediasi ini terutama untuk mencapai kebrhasilan mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, seperti yang di kemukakan oleh Soerjono
soekanto dalam teori efektivitasnya tentang penegak hukum.

Soerjono soekanto berpendapat bahwa ruang lingkup dari istilah “penegak


Hukum” adalah luas sekali, oleh karena itu mencakup mereka yang secara
langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan Hukum.
Dalam hubungan ini dikehendaki adanya aparatur yang handal sehingga aparat
77

tersebut dapat melakukan tugasnya dengan baik, kehandalan dalam kaitanya disini
adalah meliputi keterampilan professional dan mempunyai mental yang baik dan
Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan aparatur Maka mereka ini adalah
para pegawai Hukum pengadilan di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan , baik pada strata atas, menengah, dan bawah diantaranya para hakim,
panitera, jurusita, dan pegawai non-justisial lainnya.
Menurutu soerjono soekanto81 bahwa masalah yang berpengaruh terhadap
efektifitas Hukum tertulis ditinjau dari segi aparat karna tergantung pada hal
berikut :
1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada.
2. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan
3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada
masyarakat.
4. Sampai sejauh mana derajat singkronisasi penugasan-penugasan yang
diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas
pada wewenangnya.
Soerjono Soekanto menegaskan bahwa peraturan hukum yang dibuat
sudah baik, sempurna, namun apabila para penyelengara negara (petugas hukum)
tidak semangat atau buruk dalam melaksanakannya, maka peraturan tersebut tidak
ada artinya dalam praktik. Sebaliknya, walaupun peraturan hukum dibuat tidak
sempurna tetapi bila semangat para penyelengaranya baik, maka hukum tersebut
akan terlaksana dengan baik pula,
Agar mediator hakim dapat menjalankan peran tersebut dengan baik maka
mereka tidak hanya harus memahami norma-norma tertulis dalam Perma, akan
tetapi juga “semangat” dan “nalar” yang melatar belakangi kebijakan tersebut
lahir.
Selain itu, para mediator juga harus menjalankan fungsi dan perannya
dengan baik, sesuai dengan filosofi dan tujuan mediasi yaitu menyelesaikan
perkara dengan cara damai dan menghasilkan kesepakatan yang bersifat win-win

81
Soekanto, soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008) h.82
78

solution. Untuk menuju itu semua, para mediator harus mempunyai pengetahuan,
pemahaman, pengalaman dan skill sebagai mediator inilah yang menjadi faktor
penegak hukum dalam mencapai keberhasilan mediasi. 82
Dalam hal ini baik hakim midiator ataupun mediator non hakim harus
mampu menjadi penegak hukum yang baik dan handal yang mampu menyiptakan
suasana yang nyaman dan tentram di dalam pengadilan, dan mampu menggali
permasalan yang ada pada para pihak sehingga para pihak mampu mempunyai
kepercayaan yang utuh kepada mediator sehingga tercapailah keberhasilan
mediasi di pengadialan.
Dari 5 wawancara yang dilakukan penulis kepada 3 orang hakim mediator
dan 2 orang medioator non hakim penulis membandingkan dari ke 4 wawancara
ini ternyata Wawancar dengan bapak. DR. Hariadi Hasan, S.H. M.H. selaku
hakim mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang paling banyak
menangi kasus mediasi dalam perkara cerai gugat dan paling banyak menyapai
keberhasilan dalam perkara mediasi ini.
Bapak. DR. Sholahuddin, S.H. M.H. ternyata beliau mempunyai trik
khusus dalam penagan dalam perkara mediasi terkhusus pada perkara cerai gugat
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan beliau berpendapat bahwa untuk
mencapai keberhasialan dalam mediasi kita harus mampu menciptakan ruang
sidang yang nyaman dan tentram sehingga para pihak yang berperkara merasa
nyaman dan tentram, tidak lupa kita menyapa kepada para pihak perihal
menanyakan kabar para pihak yang berperkara untuk mencairkan suasana.
Apabalia para pihak sudah merasa nyaman dan tentram dan suasana dalam
pengadilan tidak menegangkan barulah disitu para pihak bisa mengutarakan
semua permasalahan yang ada dan barulah kita bisa menggali permasalahan
samapai ke pada titik utama permasalan yang ada pada para pihak dan mencarikan
solusi pada permasalan tersebut sehingga para pihak mau berdamai dan mediasi
pun berhasil.

82
Triana sofiani, efektifitas mediasi perkara perceraian pasca perma no 1 tahun 2008 di
Pengadilan Agama, vol. 7, no. 2, nopember 2010, h.50
79

Beliau juga menawarkan solusi kepada para pihak apabila para pihak
merasa tidak nyaman untuk mengutarakan permasalannya di dalam ruang sidang
pengadilan, maka belaiu menawarkan untuk melakuakn mediasi di luar
pengadilan yang mana tempat tersebut mampu menciptakan kenyaman anatar
kedua belah pihak sehingga tercapailah keberhasilan dalam mediasi.
Beliau menabahkan faktor penegak hukum ( mediator) menjadi faktor
pendukung yang sangat penting dalam mencapai tingkat keberhasilan mediasi
antara lain, mediator harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada para pihak,
karena dengan komunikasi yang baik kepada para pihak dan mampu berbicara
dari hati kehati anatar kedua belah pihak, karna dalam mediasi ini adalah masalah
tentang perasaan yang mana dari salah satu pihak menyakiti pihak yang lainnya,
karana dengan bicara dari hati ke hati kepada para pihak dan di selingi dengan
behasan rohani ( agama) yang mampu menyentuh hati para pihak maka
permasalahn yang ada kepada kedua belah pihak bisa di selesaikan dengan baik-
baik.
Harus mempunyai ititude yang baik sehingga mampu menciptakan
kenyaman dalam ruang mediasi sehingga para pihak merasa bahwa mereka
sedang dalam acara kumpul keluaraga dan bisa mengutarakan permasalahan yang
ada. Selain itu mediator harus mempunyai nalar dan pemikaran yang baik
sehingga mampu menilai permasalahan yang ada anatara kedua belah pihak
dengan objektif dan mampu memberikan saran dan solusi kepada para pihak
sehingga saran dan solusi tersebut bisa di terima oleh kedua bela pihak, sehingga
mediasi tersebut bisa mencapai kesepakan anatara kedua belah pihak dan mediasi
dapat dikatan berhasil.
Selain itu beliau menambahkan bahwa faktor penegak hukum adalah
faktor pendukung yang sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan mediasi
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan juga harus mampu di dampingin dengan
faktor- faktor liannya yam mampu meningkatkan keberhasilan mediasi dengan
baik anatar lain adalah faktor dari para pihak, karena apabila para pihak bisa
mampiu di ajak berkomunisaksi dengan baik dan mampu menpunyai etikad baik
dalam mejalankan mediasi dan mempunyai pemikiran bahwa Pengadilan Agama
80

Jakarta Selatan adalah tempat untuk menyelesaiakn masalah dan mecari solusi
yang ada pada rumah tangganya, dengan demikan mediasi bisa berjalan dengan
lancar.
Penulis berharap banyak hakim mediator ataupun mediator non hakim
yang bersungguh- sungguh menangani perkara mediasi karena faktor penegak
hukum adalah faktor pendukung yang sanagat penting agar dapat meningkatan
keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama sehingga penangan mediasi di
Pengadilan Agama berjalan dengan lancar dan dapat menekan angka percerian
yang ada di Pengadilan Agama terkhusus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Prosedur Mediasi di Pengadilan secara umum sudah diterapkan di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Hanya saja terkait batas waktu mediasi
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi
tidak diberlakukan secara general 30 (tiga puluh) hari dalam semua
perkara, ini dikarenakan disisi peradilan menganut asas cepat, sederhana,
dan biaya murah yang tujuan utamanya mengurangi penumpukan perkara
di pengadilan. Dengan kata lain waktu mediasi di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan sifatnya kondisional tergantung kesepakatan para pihak
dalam proses mediasi. Kedua, penerapan atau pelaksanaan mediasi di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sudah sesuai dengan hukum Islam.
Dimana para pihak menjadikan seseorang atau pihak ketiga yang disebut
hakam sebagai penengah atau juru damai. Terkait dengan penerapan
mediasi di Pengadilan Agama yaitu adanya upaya perdamaian para pihak
dengan segala bentuk ungkapan atau perkataan yang mengisyaratkan
perdamaian dalam proses mediasi juga sesuai dengan rukun shulh yaitu
ijab dan qabul dalam hukum Islam.
2. Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum efektif berdasarkan
data yang di dapat dari tahun 2017,2018,2019, yang mana pada tahun
2017, dari laporan mediasi pada tahun 2017 yang berjumalah 1039 perkara
yang bisa di mediasi dan perkara cerai gugat yang paling mendominasi
dengan jumlah perkara mencapai 684 perkara dengan jumlah yang tidak
berhasil mencapai 670 perkara dan jumlah yang berhasil di mediasi 14
perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip yang ada di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dan dari hasil ini diketahui tingkat keberhasil mediasi
mencapai 2,05%.

81
82

Pada tahun 2018, dari laporan mediasi tahun 2018 yang berjumalah 1031
perkara yang bisa di mediasi dan perkara cerai gugat yang paling
mendominasi dengan jumlah perkara mencapai 676 perkara dengan jumlah
yang tidak berhasil mencapai 656 perkara dan jumlah yang berhasil di
mediasi 20 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip yang ada di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan dan dari hasil ini diketahui tingkat keberhasilan
mediasi mencapai 2,95%
Pada tahun 2019, Dari laporan mediasi tahun 2019 yang berjumalah 948
perkara yang bisa di mediasi dan perkara cerai gugat yang paling
mendominasi dengan jumlah perkara mencapai 615 perkara dengan jumlah
yang tidak berhasil mencapai 597 perkara dan jumlah yang berhasil di
mediasi 18 perkara, hasil ini di dapat dari buku arsip yang ada di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan dan dari hasil ini diketahui tingkat keberhasil
mediasi mencapai 2,93%. Jika di kaitkan dengan beberapa faktor- faktor
yang meneyebabkan gagal dan berhasilnya mediasi di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan adalah faktor dari para pihak lah yang menjadi banyaknya
kegagalan mediasi karena perceraian yang di inginkan oleh para pihak dan
faktor penegak hukum lah yang menjadi faktor pendukung yang paling
penting dalam meningkatkan keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dengan menerapkan komukasi yang baik karena
permasalahan yang ada adalah menyakut perasaan sesorang maka dari itu
mediator harus mampu berkomunikasi dengan baik sehingga mampu
berbicara dari hati ke hati antara mediator kepada para pihak sehingga
penerapan mediasi berjalan dengan lancar dan terciptalah keberhasilan
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
B. Saran
Berdasarkan paparan yang hal-hal yang telah diuraikan di atas penulis
menyarankan.
1. Kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi peradilan di
Indonesia agar meningkatkan mutu pelatihan mediasi dan mewajibkan para
hakim mediator untuk mengikuti pelatihan mediasi. Karena sebagian besar
83

hakim mediator di Pengadilan masih belum memiliki kemampuan yang


mumpuni dalam hal mediator, hanya sedikit yang telah mengikuti pelatihan
dan memiliki sertifikat mediator.
2. Kepada peradilan Indonesia khususnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pentingnya sosialisasi manfaat dari mediasi dalam penyelesaian sengketa
perdata berdasarkan Perma No.1 tahun 2016, misalnya dengan diadakannya
penyuluhan-penyuluhan di masyarakat dengan mengggandeng para
akademisi atau tokoh masyarakat.
3. Kepada para hakim mediator yang menangani perkara supaya lebih
independen dan berperan lebih aktif dalam hal mendamaikan dengan
mendorong para pihak mencari alternatif-alternatif penyelesaian perkara
guna terwujudnya kesepakatan dan perdamaian bagi pihak berperkara.
4. Adanya pembatasan usia untuk mediator non hakin karna menurut saya
umur di atas 70 tahun kurang efektif dalam menangani perkara mediasi
untuk tercapainya keberhasialan mediasi itu sendiri.
5. Harus ada pembagian data antar mediasi berhasil, mediasi berhasil
sebagian, mediasi gagal karna yang penulis dapatkan hanya data mediasi
berhasil dan mediasi gagal saja untuk mediasi berhasil sebagian tidak
DAFTAR PUSTAKA

M. Yayan Harahap., Kedudukan, Kewen ngan dan Acara Peradilan Agama UU.
No. 7 Tahun 1989, Cet. 2, Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

Abbas Syahrizal., Mediasi Dalam Hukum Sya ria h, Hukum Ada t, da n Hukum
Na siona l.jakarta:khrisma putra utama, 2009.

Asrorun. Ni’am Sholeh., , Fatwa -Fatwa Maalah Pernikahan dan Keluarga,


Jakarta: Elsas, 2008.

Soekanto Soejono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,


Jakarta: CV Rajawali, 1983.

Gunawan dkk, Hukum Arbitrase Cet. III; Jakarta: Rajawali Pers, 2003.

Sukanto. Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-press, 2015.

Suratman, Metodologi Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta, 2015.

Jonny Ibrahim, Teori Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang:Bayumedia


Publishing, 2006.

Abbas Syahrizal, Medasi Dalam Prepektif syariah, Adat, Dan Hukum Nasiaonal,
Cet. 1 Jakarta: Kencan Prenada Media, 2009.

Amriani Nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata D


iPengadilan, Jakarta : Rajawali pers, 2011.

Asyhadie Zaeni, Peradilan Hubungan Industrial, Jakarta : Rajawali Pers, 2009.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga, Cet II, Jakarta: Balai Pustaka, 2002

Rahmadi Takdir, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,


Jakarta:PT RajaGrafindoPersada, 2011.

Subekti R. dan R. Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


Jakarta:Pradyna Paramitha,2004.

Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,


Jakarta: Raja Grafindo, 2012

84
85

Aziz Abdul, Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Pt Ichtiar Baru Van
Hoeve,2001

Quraish Shihab M., Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Terj. Dalam Buku Tafsir, Resolusi Konflik. Tafsir, Resolusi Konflik,
Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015.

Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: Fatawa Publishing,


2014.

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro,


2003.

Quraish Shihab M., Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
Jakarta: Lentera Hati, Cet. V. 2012

Pasal 22 Ayat 1 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan.

Pasal 11 Ayat 1 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan.

Pasal 11 Ayat 2 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan.

Pasal 4 Ayat 2 PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan.

Anggraini Elda Dede, Skripsi,:Efektifitas Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang


prosedur Mediasi Di Pengadilan Terhadap Perkara Cerai Ggugat Di
Pengadilan Agama I Palembang”Palembang, UIN Raden Fatah, 2017.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan.

Triana Nita, Urgensitas Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah


di Pengadilan Agama Purbalingga, Volume 15, Nomor 2, Tahun 2019.

Maulana Robi dkk, Optimalisasi Peran Mediator Dalam Memediasi Kasus


Perceraian di Pengadilan Agama Cibinong Bogor, Vol 4, No 1, Februari
2020.
86

Adi Nugroho Susanti , Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan Penerapan


Hukumnya, Jakarta: Kencana, 2015.

Masburiyah & Bakhtiar Hasan, Upaya Islah dalam Perkara Perceraian di


Pengadilan Agama Kota Jambi, Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi 2013

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta;
balai pustaka, 2002.

Hakim Nurul, Efektivitas Pelaksanaan Sistem Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaia Sengketa Dalam Hubungannya Dengan Lembaga Peradilan.
Artikel diakses pada tanggal 10 Maret 2021 dari
http://badilag.net/data/ARTIKEL/efektifitas.pdf

Soekanto Soerjono, pokok-pokok sosiologi hukum, cet, V, (Jakarta: Raja


Grafindo persada, 2006.

Ali Hatta, Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan
Restoratif, Bandung: ALUMNI, 2012.

Kelsen Hans, Pure Theory of Law, Terj. Fuady Munir, Teori-teori Besar Grand
Theory Dalam Hukum, Jakarta: Kencana, 2013.

Soekanto Soerjono, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, cet.V,


Bandung, Citra Aditya Bakti, 1989.

Soekanto Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Soekanto Soerjono, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi (Bandung: CV.


Ramadja Karya, 1988.

Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Penerjemah, Ahmad Ikhwani, Jakarta: Gema


Insani Press, 2005.

Arnus Muhammad Mahmud, Tarikh al-Qafha‟ fil Islam, dalam Buku Syahrizal
Abbaz, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Hukum Nasional, Jakarta: Kencana,2009.

Abidin Slamet, Fiqh Munakahat I, Bandung: Pustaka Setia, 1999.


87

Ustman Al-Khusy Muhammad t, Penyelesaian Problema rumah Tangga Secara


Islami, Solo: Pustaka Mantiq, 1994.

al-Jaziri Abduurrahman, Al-Fiqh „ala Mazhabib al-Arba‟ah, dalam buku


Syahrizal Abbaz, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan hukum
Nasional, Jakarta: Kencana,2009.

Sulaiman Yahya Al-Faifi Syaikh, Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2009, Cet.1.

M. Friedman Lawrence, Law and Society, Kut. Wirhanuddin, Semarang: Fatawa


Publishing, 2014

Harahap Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta:


Sinar Grafika,2001.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan, Pasal 13 ayat (1).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-


Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pasal 79.

sofiani Triana, efektifitas mediasi perkara perceraian pasca perma no 1 tahun 2008
di Pengadilan Agama, vol. 7, no. 2, nopember 2010.

Fitri Sayidati Mukaromah, Akif Khilmiyah, Aris Fauzan, Pola Komunikasi Orang
Tua Dalam Pembentukan Kecerdasan Sosial Di Kalangan Remaja Milenial,
vol. 5, no. 1, 2020.

Poppy Ruliana dan Puji Lestari, Teori Komunikasi, Depok: Rajawali Pers, cet 1,
2019.
88

Alat Pengumpul Data (APD)

“Praktek Mediasi Dalama Penyelesaian Cerai Gugat (Studi Di Pengadilan


Agama Jakarat Selatan Tahun 2019)”

A. WAWANCARA

Wawancara kepada 3 Hakim Mediator dan 2 Mediator Non Hakim

1. Dalam perkara cerai gugat bapak dan ibu sudah berapa kali memediasi
para pihak?
2. Dalam waktu satu bulan berapa kali bapak dan ibu bisa memediasi
para pihak?
3. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya perceraian dalam
perkara cerai gugat?
4. Bagaiman penangan bapak dan ibu menangi faktor-faktor penyebab
terjadinya perkara cerai gugat?
5. Faktor apa saja yang bisa mencapai keberhasilan?
6. Faktor apa saja yang menyebabkan gagalnya mediasi?
7. Apakah Bapak dan Ibu mempunyai trik khusus untuk menciptakan
keberhasilan mediasi?
8. Apa saja kesulitan Bapak dan Ibu menangani mediasi dalam perkara
cerai gugat ?
9. Bagaiaman praktik mediasi di dalam Pengadilan Agama Jakarta
Selatan?
89

B. DOKUMENTASI
1. Dra, Hj. Taslimah. M.H. ( Selaku Hakim Mediator )

2. Dra, Fadhila Ahmad. M.A. ( Selaku Mediator Non Hakim )


90

3. Nawawi. S.H. ( Selaku Mediator Non Hakim )

4. Dr, Hariadi Hasan S.H. M.H.( Selaku Hakim Mesiator )


91

5. Dr, Sholahuddin S.H. M.H. ( Selaku Hakim Mediator )

Anda mungkin juga menyukai