Anda di halaman 1dari 126

KAJIAN YURIDIS PUTUSAN PERKARA PENGHIMPUNAN SIMPANAN

OLEH KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH


(Studi Kasus Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

UCU SOLIHAH
NIM. 11160490000060

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
KAJIAN YURIDIS PUTUSAN PERKARA PENGHIMPUNAN SIMPANAN
OLEH KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH
(Studi Kasus Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:
UCU SOLIHAH
NIM. 11160490000060

Dosen Pembimbing

AH. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.


NIP. 19740725 200112 1 001

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M

ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis Putusan Perkara Penghimpunan Simpanan
Oleh Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah (Studi Kasus Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Februari 2021. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1)
pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.

Jakarta, 02 Desember 2020


Mengesahkan
Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi, M.A.


NIP. 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH


1. Ketua : A.M. Hasan Ali, M.A. (….…………….)
NIP. 19751201 200501 1 005
2. Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. (….…………….)
NIP. 19731215 200501 1 002
3. Pembimbing : AH. Azharuddin Lathif, M.Ag., M. (….…………….)
NIP. 19740725 200112 1 001
4. Penguji I : Ir. M. Nadratuzzaman, MS., M.Sc., Ph.D. (…………….….)
NIP. 19610624 198512 1 001
5. Penguji II : Indra Rahmatullah, S.HI.,M.H. (….…………….)
NIDN. 2021088601

iii
iv
ABSTRAK
Ucu Solihah. NIM 11160490000060. KAJIAN YURIDIS PUTUSAN
PERKARA PENGHIMPUNAN SIMPANAN OLEH KOPERASI SIMPAN PINJAM
DAN PEMBIAYAAN SYARIAH (Studi Kasus Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg), Skripsi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun
2020 M/1441 H, 1x + 100 halaman.
Latar belakang dilakukannya penelitian ini dikarenakan maraknya
penghimpunan dana berupa simpanan yang dilakukan koperasi dengan kegiatan usaha
simpan pinjam kepada masyarakat umum. Selain itu, penelitian ini juga dilatar
belakangi karena maraknya kasus wanprestasi oleh koperasi yang menghimpun
simpanan kepada masyarakat umum tanpa izin dari otoritas terkait sehingga
mengakibatkan para penyimpan tidak dapat mendapatkan simpanannya kembali.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar putusan dan pertimbangan
hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg terkait
penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman berdasarkan peratuan perundang-undangan terkait kegiatan usaha
simpan pinjam oleh koperasi.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan kasus (case approach) serta pendekatan undang-undang (statue
approach). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder diantaranya Putusan Pengadilan Agama Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg,
peraturan perundang-undangan serta buku terkait kegiatan usaha simpan pinjam oleh
koperasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa putusan hakim yang membenarkan
penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman kepada masyarakat umum telah menyalahi ketentuan yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan atau dengan kata lain hakim telah
melakukan misinterpretasi dalam memberikan putusan. Koperasi dengan kegiatan
usaha simpan pinjam hanya diperbolehkan melakukan pelayanan kepada anggota,
calon anggota, serta koperasi lain dan/atau anggotanya yang telah melakukan
kesepakatan. Penghimpunan simpanan oleh koperasi simpan pinjam yang tidak
memiliki izin Otoritas Jasa Keuangan kepada masyarakat umum juga menyalahi
ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Lembaga
Keuangan Mikro serta dapat dikenakan hukuman pidana.

Kata Kunci : Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah,


Keanggotaan Koperasi, Penghimpunan Simpanan
Pembimbing : AH. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.
Daftar Pustaka : 1990 s.d. 2020

v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah memberikan nikmat sehat jasmani serta rohani, umur dan
kesempatan sehingga atas kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan serta suri
tauladan kita yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, semoga kita
senantiasa diberikan rahmat syafa’atnya hingga akhir zaman.
Proses yang mengiringi penyelesaian skripsi ini tentu saja tidak mudah untuk
dilalui, segala usaha secara maksimal telah penulis lakukan agar hasil dari penulisan
ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum, baik kalangan akademisi maupun
praktisi koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah di Indonesia.
Banyak sekali dukungan serta motivasi yang penulis dapatkan dari berbagai
pihak secara langsung maupun tidak langsung. Penulis rasa, tanpa dukungan serta
motivasi dari berbagai pihak tersebut penulisan skripsi ini akan terasa lebih berat dan
sukar untuk diselesaikan. Untuk itu, izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terima
kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, SH., MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. AM. Hasan Ali, MA., Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Dr.
Abdurrauf, MA., Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini.
3. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., selaku dosen pembimbing dalam penulisan
skripsi ini yang senantiasa meluangkan waktunya, memberikan arahan, bimbingan,
serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ahmad Chairul Hadi, M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu serta mendukung penulis untuk menyelesaikan rangkaian proses
perkuliahan serta kebutuhan administratif di universitas.

vi
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing serta membagi banyak ilmu dan
pengalamannya kepada penulis dan teman-teman lainnya. Tak lupa penulis
sertakan terima kasih kepada Staf Akademik dan Staf Lainnya yang telah
memberikan fasilitas dengan sabar kepada penulis dan teman-teman lainnya dalam
kegiatan surat meyurat untuk kepentingan skripsi maupun kepentingan lain.
6. Seluruh keluarga penulis terkhusus Ayahanda H.Suma dan Ibunda Hj. Suaebah
yang selalu mencurahkan usaha dan doanya untuk keberhasilan dan pencapaian
terbaik putra dan putrinya di dunia dan akhirat dengan penuh kasih sayang. Untuk
kaka tersayang Nani Sumarni, Aep Saepullah, Alm. Amin Suparmin, dan Almh.
Atin Suhartini yang senantiasa mengharapkan keberhasilan adik bungsunya.
7. Seluruh teman-teman Angkatan Tazakka Pondok Pesantren La Tansa yang telah
bersama-sama menimba ilmu dan pengalaman selama masa jenjang SMA.
8. Keluarga Organisasi yang turut serta menambah dan mengembangkan
pengetahuan penulis di luar perkuliahan diantaranya Center For Islamic Economic
Studies (COINS), Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GIBEI), serta Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI).
9. Seluruh teman-teman Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2016, terkhusus kepada
sahabat penulis yaitu Vera Mediana yang senantiasa memberikan motivasi dan
solusi atas kesulitan yang dihadapi.
10. Keluarga besar Kuliah Kerja Nyata (KKN) GEMABARI yang telah bersama-sama
selama 1 bulan menjalani kegiatan KKN yang tidak bisa terlupakan.
11. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman serta pendukung seluruh
kegiatan penulis selama perkuliahan Muhammad Najib Zuhdi semoga segera
menyusul dalam menyelesaikan tugas akhir ini dan tetap selalu semangat.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, untuk itu penulis
menyadari akan kekurangan serta kelemahan dari penelitian ini. Maka penulis amat
terbuka atas segala masukan, kritik serta saran sehingga dapat memperbaiki penelitian
yang dilakukan penulis. Semoga apa yang telah disusun dalam penelitian dapat

vii
bermanfaat bagi masyarakat umum baik mahasiswa maupun pihak praktisi lainnya.
Amiiin.

Jakarta, 02 Desember 2020


Penulis

Ucu Solihah

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9
D. Metode Penelitian 10
E. Sistematika Penulisan 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 17
A. Kajian Teori 17
1. Koperasi Syariah 17
2. Keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan 33
Pembiayaan Syariah
3. Pelayanan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan 45
Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi Kepada Bukan
Anggota
4. Perbandingan Badan Hukum BMT (Baitul Maal 50
Wat Tamwil)
5. Misinterpretasi Hakim 56
B. Kajian Studi Terdahulu 58
BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR 67
402/Pdt.G/2018/PA.Botg
A. Pokok Gugatan 67

ix
B. Jawaban Tergugat 71
C. Putusan Hakim 73
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA 76
NOMOR 402/Pdt.G/2018/PA.Botg
A. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah 76
BMT Baiturrahman
B. Kedudukan Penggugat Dalam Koperasi Simpan Pinjam 83
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
C. Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka Dalam 86
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman
D. Putusan Hakim Atas Penghimpunan simpanan Oleh 95
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman
E. Perbandingan Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg 103
dengan Putusan Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti dan
Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jpa
BAB V PENUTUP 109
A. Kesimpulan 109
B. Rekomendasi 110
DAFTAR PUSTAKA 113

x
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Ketimpangan sosial kerap sekali menjadi permasalahan serius serta tiada
ujung yang sering menimpa negara miskin, berkembang, bahkan negara maju
sekalipun. Koperasi merupakan salah satu wadah yang dengan prinsipnya dicita-
citakan mampu mengentaskan permasalahan tersebut. Prinsip koperasi yang
mementingkan partisipasi anggota dibandingkan dengan nominal penyertaan
modal sebagaimana badan usaha lainnya memberikan peluang bagi masyarakat
dengan tingkat perekonomian rendah untuk turut serta bergabung dalam rangka
meningkatkan taraf ekonominya. Karakteristik koperasi yang memprioritaskan
anggotanya dalam penyaluran pelayanan mengurangi terciptanya diskriminasi
diantara sesama anggotanya. Sifat sosial yang tertuang dalam koperasi menuntut
para anggotanya untuk saling bekerjasama mengembangkan potensi yang dimiliki
masing-masing. Maka, dengan gotong royong tersebut tercapai motif ekonomi
dengan diperolehnya keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota.
Perkembangan koperasi Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda
yaitu pada tahun 1896. Kala itu Raden Aria Wiria Atmadja seorang pegawai
negeri di Purwokerto dengan dorongan dari E. Siedeburgh seorang kepala daerah
Purwokerto mendirikan Hulp en Spaarbank (Bank Bantuan dan Tabungan) yang
selanjutnya berganti nama menjadi Purwokertosche Hulp-Spaar en Land
Bouwcredietbank (Bank Bantuan, Tabungan, dan Kredit Pertanian Purwokerto).
Selanjutnya pada tahun 1900 De Wolf sebagai pengganti E Siedeburgh diberi
tugas khusus untuk membentuk modal Koperasi Kredit Desa. Setelah itu barulah
muncul Perkumpulan Budi Utomo pada tahun 1908 dengan Koperasi Rumah
Tangga (Konsumsi). Disusul pula dengan hadirnya Serikat Dagang Islam yang
dipimpin oleh H. Samanhudi pada tahun 1912 untuk memperkuat posisi pedagang
pribumi terhadap pedagang tionghoa dengan mendirikan toko-toko koperasi.
2

Dalam Rekapitulasi Data Koperasi Kementerian Koperasi dan Usaha


Kecil dan Menengah disebutkan bahwa koperasi per 31 Desember 2019
berjumlah 123.048 koperasi aktif dengan jumlah anggota sebanyak 22.463.738
orang serta asset yang terkumpul sebanyak kurang lebih 152 milyar. 1 Meskipun
jumlah keseluruhan koperasi aktif mengalami penurunan dari rekapitulasi
sebelumnya sebanyak 126.343, namun anggota koperasi mengalami peningkatan
dari yang sebelumnya berdasarkan rekapitulasi tahun 2018 sebanyak 20.049.995
orang dibarengi dengan peningkatan asset dari yang sebelumnya 145.862.066.
Koperasi senantiasa berkembang dari tahun ke tahun, turut serta dalam
pembangunan dan perekonomian rakyat Indonesia dengan menjunjung tinggi asas
kekeluargaan.
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia diikuti dengan
perkembangan koperasi syariah. Hadirnya Baitul Maal Wattamwil (BMT) pada
tahun 1980 an digadang-gadang menjadi titik pertama hadirnya koperasi syariah
di Indonesia. BMT yang berdiri pada saat itu mempunyai filosofi yang sama
dengan koperasi yaitu dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Maka
tercetuslah ide pendirian BMT dengan badan hukum koperasi syariah.2
Hal yang membedakan koperasi syariah dengan koperasi konvensional
terletak pada pengharaman bunga serta mengusung etika kaidah halal dan haram
dalam melakukan usahanya. Koperasi syariah juga berfungsi sebagai salah satu
institusi zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf.3 Selebihnya pedoman serta prinsip
dalam koperasi syariah sama dengan apa yang dianut dalam koperasi
konvensional seperti mengakui hak milik anggota, mekanisme pasar, asas

1
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Laporan Data Koperasi Per 31
Desember 2019. diakses pada 14 November 2020 pukul 10.27 WIB. http://www.depkop.go.id/data-
koperasi
2
Nur S. Buchori dkk, Manajemen Koperasi Syariah (Teori dan Praktik), (Jawa Barat:
Rajagrafindo Persada, 2019), h., 4.
3
Nur S. Buchori dkk, Manajemen Koperasi Syariah (Teori dan Praktik), (Jawa Barat:
Rajagrafindo Persada, 2019), h., 14.
3

kekeluargaan, serta sebagai wadah untuk mendapatkan keuntungan bagi para


anggotanya.
Jenis usaha koperasi syariah yang bergerak di bidang penghimpunan
simpanan dan penyaluran pembiayaan yang disebut dengan koperasi simpan
pinjam dan pembiayaan syariah atau disebut dengan KSPPS. Kegiatan usaha
KSPPS menyerupai kewenangan perbankan syariah namun dengan target usaha
yang berbeda. Dalam KSPPS hanya berwenang untuk melakukan pelayanan
kepada anggota, calon anggota, serta koperasi dan/atau anggota koperasi
tersebut.4
Di Indonesia, koperasi simpan pinjam khususnya KSPPS turut
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai salah satu instrumen untuk
mendapatkan pembiayaan dengan prinsip syariah, sehingga keberadaannya
senantiasa berkembang dari tahun ke tahunnya. Dalam Statistik Koperasi Simpan
PinjamTahun 2019 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik disebutkan bahwa
anggota koperasi di Bali dan Nusa Tenggara menduduki rata-rata anggota
koperasi terbesar di seluruh Indonesia yaitu sebanyak 2.715 orang per koperasi.
Sedangkan Maluku dan Papua sebagai daerah yang memiliki rata-rata anggota
paling sedikit dibandingkan daerah lainnya di Indonesia yaitu sebanyak 346 orang
per koperasi.5 Penguatan kedudukan koperasi simpan pinjam dipertegas dengan
data yang menunjukkan bahwa asset koperasi simpan pinjam yang senantiasa
mengalami peningkatan. Pada tahun 2017 asset keseluruhan koperasi simpan
pinjam sebesar 6,421 milyar yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun
2018 sebesar 6,896 milyar.

4
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam Oleh Koperasi. Pasal 1.
5
Tim Penyusun Badan Pusat Statistik, Statistik Koperasi Simpan Pinjam, (Jakarta: Badan Pusat
Statistik, 2019), h., 24.
4

Anggota Koperasi
3000
2500
2000
1500
1000
500
0 Anggota Koperasi

(Statistik Koperasi Simpan Pinjam 2019 - Badan Pusat Statistik)


Dalam Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi disebutkan bahwa salah satu ruang lingkup
kegiatan usaha KSPPS adalah menghimpun simpanan berjangka dan tabungan
koperasi dari anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya
berdasarkan akad wadiah atau mudharabah6. Hasil dari penghimpunan simpanan
yang dilakukan oleh KSPPS dijadikan salah satu modal KSPPS disamping adanya
simpanan pokok dan modal lainnya untuk menunjang ruang lingkup penyaluran
pembiayaan oleh KSPPS.
Namun, dalam kenyataannya masih banyak koperasi simpan pinjam yang
menghimpun dana berupa simpanan maupun tabungan dari masyarakat umum
tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Hal tersebut terjadi dalam perkara pada
Putusan Pengadilan Negeri Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN.Pti yang menghukum
terdakwa selaku ketua salah satu Koperasi Serba Usaha yang menjalankan Unit
Simpan Pinjam dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sejumlah
Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Hukuman tersebut dijatuhkan

6
Peraturan Kementerian Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi, Pasal 19.
5

karena koperasi serba usaha yang diketuai oleh terdakwa telah menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan.
Selain itu, dalam Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jpa juga
memutuskan perkara terkait penghimpunan simpanan kepada masyarakat umum
oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah tanpa izin dari Otoritas
Jasa Keuangan. Dalam putusan ini Pimpinan koperasi dijatuhkan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan serta denda sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
Perbuatan kedua terdakwa tersebut secara tidak langsung menyalahi
kewenangan koperasi simpan pinjam dalam menghimpun simpanan. Koperasi
simpan pinjam hanya berwenang melakukan penghimpunan simpanan kepada
anggota, calon anggota, serta koperasi dan/atau anggota koperasi tersebut.
Meskipun terdakwa mengelak bahwa nasabah yang menyimpan dananya secara
tidak langsung menjadi anggota, namun persyaratan seseorang untuk menjadi
anggota sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10 Tahun 2015 tentang Kelembagaan
Koperasi tidak terpenuhi.
Apabila seseorang ingin menjadi anggota dalam sebuah koperasi harus
memenuhi beberapa persyaratan diantaranya telah melunasi simpanan pokok,
menyetujui anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi, serta terdaftar dalam
buku daftar anggota dengan menandatangani atau membubuhkan cap jempol di
dalamnya.7 Kegiatan penghimpunan dalam KSU serta KSPPS tersebut tidak
disertai dengan persyaratan keanggotaan sebagaimana dalam peraturan
perundang-undangan. Nasabah hanya menyimpan dananya tanpa didahului
sebelumnya membayar simpanan pokok maupun pencantuman identitas di dalam
buku daftar anggota serta menandatangani atau membubuhkan cap jempol di

7
Pasal 51 Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10 Tahun
2015 tentang Kelembagaan Koperasi.
6

dalamnya. Nasabah juga tidak melakukan kesepakatan untuk bergabung menjadi


anggota dalam koperasi tersebut.
Sedangkan apabila terdakwa berdalih bahwa nasabah merupakan calon
anggota yang diperbolehkan untuk dihimpun dananya. Tetap saja hal tersebut
menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi Pasal 18 ayat 2 bahwa calon
anggota dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok
harus menjadi anggota.8 Bahwa nasabah dalam koperasi tersebut setelah melewati
3 bulan menyimpan dananya tidak segera menjadi anggota dengan tercantum
identitasnya dalam buku daftar anggota serta menandatangani atau membubuhkan
cap jempol di dalamnya.
Putusan lainnya yang juga menjadi perbandingan penulis yaitu Putusan
Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm. Putusan ini merupakan perkara pidana dengan
dakwaan dugaan penipuan dan penggelapan dana oleh Pimpinan Koperasi BMT
L Risma atas dana para nasabahnya yang tidak dapat dilakukan penarikan. Dalam
putusan ini juga terdapat ketidak patuhan Koperasi BMT L Risma atas ketentuan
penghimpunan simpanan sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang.
Koperasi bahwa BMT L Risma telah melakukan penghimpunan simpanan kepada
masyarakat umum yang ditandai dengan tidak terpenuhinya syarat keanggotaan
dalam perekrutan nasabahnya. Nasabah Koperasi BMT L Risma hanya diminta
untuk mengumpulkan kartu identitas serta biaya administrasi sebesar Rp. 5000,00
(lima ribu rupiah) agar dapat menyimpan dananya dalam Koperasi BMT L Risma.
Keadaan tersebut bertentangan dengan ketentuan koperasi dengan kegiatan usaha
simpan pinjam yang hanya memperbolehkan pemberian pelayanan kepada
anggota yang telah memenuhi beberapa persyaratan salah satunya pelunasan
simpanan pokok. Maka dengan adanya putusan ini menandakan masih banyaknya

8
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam Oleh Koperasi, Pasal 18.
7

BMT dengan badan hukum koperasi simpan pinjam yang belum mematuhi
peraturan perundang-undangan dengan melakukan praktek “Bank Gelap”.
Selain tiga putusan tersebut, dalam penelitian yang dilakukan oleh I Gede
Hartadi Kurniawan pada beberapa koperasi simpan pinjam secara acak ditemukan
bahwa masih banyak koperasi simpan pinjam yang melakukan penghimpunan
simpanan kepada masyarakat umum atau bukan anggota koperasi.9 Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya bahwa kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi
yaitu penghimpunan dan penyaluran dana hanya diperuntukkan untuk anggota,
calon anggota, koperasi dan/atau anggota koperasi tersebut yang telah melakukan
kesepakatan. Dalam penelitiannya juga disebutkan bahwa setelah 3 bulan para
nasabah menyimpan dananya dalam koperasi tersebut tidak langsung dilakukan
pengangkatan sebagai anggota. Hal tersebut melanggar tujuan, prinsip, dan dasar
dari koperasi.
Mayoritas dari pelanggaran tersebut diketahui setelah terjadi wanprestasi
atas perjanjian simpanan oleh koperasi dan dituangkan dalam gugatan para
nasabahnya. Hal tersebut disebabkan karena proses pengawasan kegiatan usaha
koperasi khususnya koperasi simpan pinjam belum berjalan dengan baik. Dalam
penelitian ini juga disebutkan bahwa masih banyak terjadi praktek kolusi ketika
dilakukan pengawasan seperti pemberian bingkisan atau uang tanda terima kasih
kepada para oknum pegawai kementerian yang melakukan pengawasan, sehingga
pelanggaran-pelanggaran tersebut sulit untuk dilakukan pendisiplinan.
Hal tersebut juga terjadi dalam sebuah perkara yang tertuang pada Putusan
Pengadilan Agama Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg antara Nasabah Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman yang berkedudukan
sebagai Penggugat melawan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman yang dalam gugatan ini sebagai Tergugat I. Dalam
gugatannya, Penggugat menyatakan bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan

9
I Gede Hartadi Kurniawan, Tindakan Koperasi Simpan Pinjam Yang Mengakibatkan
Perbuatan Tindak Pidana, ( Lex Jurnalica, Vol 10, No. 1, 2013)
8

Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah melakukan perbuatan melawan


hukum dengan melanggar beberapa undang-undang dengan menghimpun dana
dari Penggugat selaku pihak ketiga yaitu bukan anggota atau masyarakat umum.
Namun, dalam putusannya hakim menyatakan bahwa penghimpunan
simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayan Syariah BMT
Baiturrahman kepada Penggugat selaku masyarakat umum telah sesuai dengan
sifat keanggotaan koperasi yang terbuka bagi semua yang bisa dan mampu
menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan.
Sehingga Majelis Hakim menyatakan bahwa penghimpunan simpanan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pertimbangan hukum yang dijadikan landasan Amar Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg bertentangan dengan apa yang tercantum dalam Putusan
Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti dan 102/Pid.B/2020/PN Jpa. Dengan mengacu
pada Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Lembaga Keuangan
Mikro, kedua putusan tersebut menyatakan bersalah penghimpunan simpanan
oleh koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam kepada masyarakat umum
yang bukan anggota tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan.
Maka, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana ketentuan terkait sifat
terbuka dalam keanggotaan sebuah koperasi serta bagaimana ketentuan kegiatan
penghimpunan simpanan oleh koperasi simpan pinjam berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Selain itu, penulis juga tertarik untuk mengetahui
bagaimana kesesuaian pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim
dalam Amar Putusan 402/Pdt.G/2018/PA.Botg serta bagaimana seharusnya
putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim dalam putusan tersebut. Maka
dengan demikian, penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan judul
“Kajian Yuridis Putusan Perkara Penghimpunan Simpanan Oleh Koperasi
Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah (Studi Kasus Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg)”.
9

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
a. Terdapat ketidak sesuaian penggunaan dasar gugatan oleh penggugat
dalam Perkara dengan Putusan Pengadilan Agama
No.402/Pdt.G/2018/PA.Botg terhadap bentuk kerugian yang dialami oleh
Penggugat.
b. Koperasi Syariah telah melanggar peraturan perundang-undangan dengan
menghimpun dana dari bukan anggota atau masyarakat umum.
c. Hakim tidak sesuai dalam menggunakan alat bukti sehingga
mempengaruhi ketidak sesuaian putusan yang dikeluarkan.
d. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
telah lalai akan perjanjian yang telah disepakati dengan penggugat.
e. Pentingnya kedudukan buku daftar anggota dalam kegiatan koperasi
simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
f. Kedudukan kontrak apabila koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah menghimpun dana dari bukan anggota.
g. Sifat terbuka dalam keanggotaan koperasi harus disesuaikan dengan
persyaratan keanggotaan yang ada,
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas
dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Dalam penelitian ini
penulis tidak akan membahas kesalahan dasar gugatan yang dilakukan oleh
penggugat dalam putusan tersebut. Melainkan, hanya melakukan analisis atas
Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Agama
No.402/Pdt.G/2018/PA.Botg terkait penghimpunan simpanan yang dilakukan
oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
berdasarkan alat bukti dan fakta persidangan dengan mengacu pada peraturan
10

perundang-undangan tentang koperasi simpan pinjam dan pembiayaan


syariah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas,
maka penulis menentukan rumusan masalah dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui :
Apakah Putusan dan dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan
Agama Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg terkait penghimpunan simpanan oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tentang koperasi simpan pinjam
dan pembiayaan syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian dasar putusan serta
pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg terkait penghimpunan simpanan oleh Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman dengan
peraturan perundang-undangan terkait koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Akademisi
Menjadi sumber referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan
ketentuan penghimpunan simpanan yang dilakukan oleh koperasi simpan
pinjam dan pembiayaan syariah kepada bukan anggota. Serta dapat
dijadikan bahan perbandingan dari penelitian yang sudah ada maupun
yang akan dilakukan.
11

b. Lembaga Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah


Menjadi acuan bagi koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah untuk senantiasa mematuhi ketentuan terkait penghimpunan
simpanan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Sebagai bahan pertimbangan hukum dan masukan bagi
Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk
mendisiplinkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan simpan pinjam
yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam serta koperasi simpan pinjam
dan pembiayaan syariah.
d. Masyarakat Umum
Memberikan dan menambah pengetahuan masyarakat untuk
berhati-hati dan teliti dalam memahami ketentuan terkait penghimpunan
simpanan oleh koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah serta
ketentuan terkait keanggotaan dalam sebuah koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah.
D. Metode Penelitian
Keberadaan metode penelitian sangatlah penting bagi pelaksanaan
penelitian karena dengan metode penelitian dapat diketahui alur atas proses
penyusunan sebuah penelitian serta menjawab pertanyaan dari rumusan masalah
yang telah penulis kemukakan di atas, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
dan bernilai akademis. Maka dari itu terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan
metode penelitian, diantaranya:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan langkah untuk
menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-
12

doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.10. Dalam penelitian
ini dilakukan telaah kesesuaian Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Pengadilan Agama No.402/Pdt.G/2018/PA.Botg terkait penghimpunan
simpanan yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman terhadap peraturan perundang-undangan terkait
koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach) serta
pendekatan undang-undang (statue approach). Pendekatan kasus bertujuan
untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang
dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah
diputus.11 Kasus yang dijadikan fokus pembahasan dalam penelitian ini yaitu
mengenai penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman kepada masyarakat umum atau
bukan anggota tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan pendekatan
perundang-undangan yang digunakan yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi,
Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10
Tahun 2015 tentang Kelembagaan Koperasi dan Peraturan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh
Koperasi.
3. Sumber Data
Sesuai dengan jenis penelitian berupa penelitian hukum normatif,
maka penulis menggunakan satu sumber data yaitu Sumber Data Sekunder.

10
Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2017, Cet. Ketiga Belas), h., 3.
11
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2007), h., 321.
13

Sumber Data Sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh


penulis secara tidak langsung atau melalui media perantara terkait
keanggotaan dan penghimpunan simpanan dalam koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah, diantaranya:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang berarti memiliki otoritas12. Bahan hukum primer terdiri
dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa bahan hukum primer diantaranya:
a) Peraturan Perundang-Undangan
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi
(4) Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi
(5) Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Koperasi.
b) Putusan Pengadilan Agama Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks serta jurnal-

12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2017, Cet. 13), h., 181.
14

jurnal hukum terkait keanggotaan dan penghimpunan simpanan dalam


koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan penulis
dalam mendapatkan data di lapangan. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yaitu studi kepustakaan. Studi
kepustakaan merupakan cara pengumpulan data melalui berbagai literatur
terkait seperti buku, artikel, jurnal, skripsi, tesis, dan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan keanggotaan serta penghimpunan simpanan
oleh koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
5. Teknik Pengolahan Data
Berdasarkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
telah diperoleh, penulis akan menguraikan masing-masing bahan hukum
tersebut kemudian menghubungkan keterkaitan keduanya sehingga tersusun
lebih sistematis dan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
Pengolahan bahan hukum yang didapatkan dilakukan secara deduktif, yaitu
pengolahan data dengan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum
kepada kasus yang bersifat khusus. Dalam penelitian ini akan mengkaji
bagaimana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan terkait
penghimpunan simpanan oleh koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah kemudian ditarik kesesuaiannya dengan kasus dalam Putusan
Pengadilan Agama 402/Pdt.G/2018/PA.Botg.
6. Teknik Penelitian Skripsi
Dalam penyusunan penelitian ini penulis merujuk ketentuan yang telah
disusun oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang tertuang dalam Buku Pedoman Penelitian Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
15

Agar pembahasan dalam penelitian ini menjadi lebih terarah, maka


diperlukan sistematika yang dibagi menjadi lima bab. Adapun susunannya adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan,
dan Perumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian yang terdiri dari Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian,
Data Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengolahan Data
dan Teknik Penelitian Skripsi. Selain itu juga terdapat Sistematika
Penelitian pada akhir Bab Pendahuluan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini terdapat pemaparan terkait teori-teori yang berkaitan
dengan penelitian. Bab ini terbagi menjadi 3 (tiga) sub bab, sub bab
pertama yaitu gambaran umum terkait koperasi syariah, sejarah
koperasi syariah di Indonesia serta jenis-jenis dari koperasi syariah.
Sub bab yang kedua yaitu terkait gambaran umum keanggotaan
dalam koperasi syariah, syarat-syarat menjadi anggota koperasi
syariah, hak dan kewajiban anggota koperasi syariah, serta
pemberhentian anggota koperasi syariah.
Kemudian sub bab ketiga terkait pelayanan kegiatan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi kepada bukan anggota.
Pada bagian kedua bab ini terdapat Review Studi Terdahulu yang
merupakan pemaparan kajian atau riset yang telah dilakukan
sebelumnya tentang pembahasan yang berkaitan dengan penelitian
yang penulis lakukan. Selain untuk melihat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan peneliti, Review Studi Terdahulu
juga untuk memperkuat penelitian yang dilakukan penulis sehingga
menambah luas wawasan akan penelitian yang dilakukan peneliti.
16

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR


402/Pdt.G/2018/PA.Botg
Bab ini mendeskripsikan dasar gugatan yang diajukan oleh
penggugat, jawaban dari para tergugat, bukti-bukti terkait yang
dilampirkan, serta pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.
BAB IV ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR
402/Pdt.G/2018/PA.Botg
Bab ini terdiri dari 5 (lima) sub bab yang berkaitan. Sub bab pertama
yaitu terkait Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman. Sub bab kedua terkait kedudukan penggugat dalam
Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman. Kemudian sub bab ketiga terkait Simpanan Berjangka
dan Pendanaan Berjangka dalam Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. Selanjutnya, sub bab ke
empat terkait Putusan Hakim atas penghimpunan simpanan oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman . Yang terakhir yaitu sub bab kelima terkait
perbandingan Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg dengan
Putusan Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti dan Putusan Nomor
102/Pid.B/2020/PN.Jpa.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi. Kesimpulan
merupakan jawaban secara singkat dari rumusan-rumusan masalah
yang telah disusun. Sedangkan rekomendasi merupakan saran dan
harapan penulis terhadap semua pihak yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti agar penelitian yang telah dilakukan penulis
memberikan manfaat.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Koperasi Syariah
a. Konsep Dasar Koperasi Syariah
Secara etimologi koperasi berasal dari bahasa Inggris yaitu
cooperation (co: bersama dan operation: kerja) yang artinya
1
bekerjasama. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa dari segi bahasa
secara umum koperasi berasal dari bahsa latin yaitu cum yang berarti
dengan dan apareri yang berarti kerja. Dalam bahasa belanda disebut
dengan istilah Cooperation Veregening yang berarti bekerjasama dengan
orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.2
Sedangkan secara terminologi koperasi merupakan suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan badan hukum atau
orang-orang yang bekerjasama dengan penuh kesadaran untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara
kekeluargaan.3
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Koperasi (ko.pe.ra.si)
sebagai kata benda yang memiliki arti yaitu perserikatan yang bertujuan
memenuhi keperluan para anggota dengan cara menjual barang keperluan
sehari-hari dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung).4
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa:

1
M.Ali.Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), h., 161
2
R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, Cet. Kedua), h., 1.
3
M.Ali.Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 161
4
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h., 53.

17
18

“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau


badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar
atas asas kekeluargaan”.1
Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang berbadan hukum
dengan keanggotaan yang terbuka dan sukarela menjalankan usaha
bersama untuk memenuhi kebutuhan dibidang ekonomi secara bersama
berdasarkan undang-undang, mempunyai ciri khas dalam keanggotaan
(baik anggota pendiri maupun anggota-anggota baru).2
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa koperasi merupakan
sebuah perkumpulan manusia yang menyepakati dirinya untuk menjadi
anggota dengan visi misi yang sama dalam rangka meningkatkan
perekonomiannya. Dalam koperasi terdapat asas kekeluargaan serta
terbebas dari adanya diskriminasi pelayanan kepada anggota yang satu
dengan anggota yang lainnya3.
Prinsip-prinsip koperasi serta asas yang digunakan sebagaimana
tertuang dalam peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan
ajaran-ajaran yang dianut dalam syariah islam. Secara umum, prinsip
operasional koperasi adalah membantu kesejahteraan para anggota dalam
bentuk kerjasama sesama anggotanya. Prinsip tersebut sesuai dengan
sudut pandang syariah, yaitu prinsip gotong royong (ta’awun ala birri)
dan bersifat kolektif (berjamaah) dalam membangun kemandirian hidup.4
Koperasi dalam Fikih Islam dikenal dengan Syirkah Ta’awuniyyah
atau semakna dengan kata al-ikhtilat, yaitu perserikatan/perkongsian
dalam ekonomi yang berorientasi kepada kebersamaan. Adapun dilihat
1
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 1.
2
Andjar Pachta, dkk. Hukum Koperasi Indonesia (Pemahaman, regulasi, pendirian, dan modal
usaha), (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), h., 80.
3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 1.
4
Nur. S. Buchori, dkk, Manajemen Koperasi Syariah (Teori dan Praktik), (Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2019), h., 9.
19

dari segi istilah, koperasi adalah akad antara orang-orang untuk berserikat
modal dan keuntungan.5
Nur S. Buchori dalam bukunya memberikan pengertian terkait
koperasi syariah bahwa “koperasi syariah adalah usaha ekonomi yang
terorganisir secara mantap, demokratis, otonomi partisipatif, dan berwatak
sosial yang operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip yang mengusung
etika moral dengan memperhatikan halal atau haramnya sebuah usaha
yang dijalankan dalam agama Islam”.6
Meskipun tidak menutup kemungkinan penggunaan akad-akad
syariah dalam seluruh kegiatan usaha koperasi syariah, namun sejauh ini
koperasi syariah masih didominasi oleh kegiatan simpan pinjam
berdasarkan akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Kegiatan simpan pinjam dalam koperasi syariah lazim dikenal dengan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang kemudian diubah menjadi Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah atau biasa dikenal dengan Baitul
Maal Wa Tamwil.
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Baitul Maal Wa
Tamwil adalah usaha balai mandiri terpadu yang kegiatannya
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha kecil, bawah dan
menengah dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya7.
Dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah Nomor 91 Tahun 2004 yang dimaksud Koperasi Jasa
Keuangan Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di

5
Junaedi B.SM, Islam dan Enterpreneurialisme : Suatu Study Fiqih Ekonomi Bisnis Modern
(1-1), (Jakarta: Kalam Mulia, 1993), h. 147.
6
Nur. S. Buchori, Koperasi Syariah, (Jakarta: Pustaka Aufa Media, 2012), h., 4.
7
Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2013), h. 12.
20

bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil


(syariah).
Koperasi khususnya koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah dalam ayat Al-Qur’an mendapat justifikasi dengan legitimasi
normatif-teologis8. Maka sebagaimana lembaga keuangan syariah lainnya
dalam koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah tidak
diperkenankan adanya unsur maishir, gharar serta riba dalam kegiatan
usahanya. Sehingga hal tersebut lah yang menjadi perbedaan secara
mendasar dengan koperasi simpan pinjam konvensional.
Mengacu pada konsep dan prinsip dasar yang telah dijelaskan di
atas maka koperasi syariah memiliki sejumlah karakteristik, antara lain:9
1) Mengakui hak milik anggota terhadap modal usaha.
2) Tidak melakukan transaksi dengan menetapkan bunga (riba).
3) Berfungsinya institusi ziswaf.
4) Mengakui mekanisme pasar yang ada.
5) Mengakui motif mencari keuntungan.
6) Mengakui kebebasan berusaha.
7) Mengakui adanya hak bersama.
b. Sejarah Koperasi Syariah
Apabila membahas sejarah koperasi syariah di Indonesia, tentunya
tidak dapat dipisahkan dari awal mula keberadaan koperasi konvensional
pada umumnya. Kesamaan prinsip, asas, serta sifat antara koperasi syariah
dengan koperasi konvensional menjadikan awal mula yang sama
terbentuknya koperasi sebagai pertentangan atas permasalahan
individualism dan kapitalisme secara fundamental. Sedangkan prinsip-

8
Muhammad, Lembaga Ekonomi Syariah, (Jakarta : Graha Ilmu, 2007), h. 94.
9
Nur. S. Buchori, dkk, Manajemen Koperasi Syariah (Teori dan Praktik), (Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2019), h., 14.
21

prinsip syariah dalam koperasi syariah berkembang bersamaan dengan


berkembangnya ekonomi islam di tanah air.
Perkembangan gerakan ekonomi islam di Indonesia berawal pada
tahun 1905 sejak berdirinya Sjarikat Dagang Islam (SDI), namun pada
perjalanannya gerakan ini tidak begitu berkembang serta terkalahkan
dengan tekanan dari para penjajah yang menguasai berbagai sektor di
Indonesia. Kemudian pada tahun 1980 ekonomi islam kembali
menemukan jalannya untuk berkembang dengan kehadiran Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT) yang bernama BMT Teknosa di Bandung. Setelah itu
disusul dengan kehadiran BMT Ridho Gusti di Jakarta. Meskipun
keberadaannya tidak bertahan lama namun berdirinya BMT tersebut
ternyata mampu memberi warna bagi perekonomian kalangan akar rumput
khususnya para pengusaha mikro.
Agar terhindarnya BMT dari jerat hukum sebagai bank gelap yang
dilarang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang menyebutkan bahwa “Segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan
dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk
kredit harus berbentuk bank”, maka BMT yang berkembang di Indonesia
mengadopsi sistem sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang
pada dasarnya merupakan program Pola Hubungan Kerja Sama antara
Bank Indonesia dengan KSM (PHBK) sebagai hasil kerjasama Bank
Indonesia dengan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit
(GTZ). GTZ merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dari Jerman.
Keberadaan BMT dengan sistem KSM mengalami perkembangan
yang kian pesat terutama setelah dibentuknya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil (Pinbuk) yang dimotori oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
(ICMI) dan Forum Ekonomi Syariah (FES) yang digagas Dompet Dhuafa
22

Republika. Perkembangan tersebut didukung dengan difasilitasinya


penyaluran bantuan dana pembiayaan dari Bank Muamalat Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1994 berdiri sebuah Forum Komunikasi
(Forkom) BMT Se-Jabobetabek yang beranggotakan BMT-BMT di
Jakarta. Dalam forkom ini dicetuskan ide pendirian BMT dengan badan
hukum koperasi syariah sebagaimana dengan harapan Departemen
Koperasi pada waktu itu. Dengan diberlakukannya ide tersebut maka
sebagian besar BMT yang ada mulai membuat badan hukum koperasi.
Gaung BMT semakin meluas setelah Presiden Soeharto pada tahun
1995 berkenan untuk mencanangkan Gerakan Balai Usaha Mandiri
Terpadu BMT sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang dapat menopang
pendanaan bagi para usaha kecil mikro dan masyarakat akar rumput.
Kemudian pada tahun 1998 dari hasil beberapa pertemuan Forkom
BMT se-Jabodetabek, terjadi sebuah kesepakatan untuk mendirikan
Koperasi Syariah Indonesia (Kosindo), koperasi sekunder pertama di
Indonesia dengan Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 028/BH/M.I/XI/1998. Kosindo
diketuai oleh Dr. H. Ahmat Hatta, M.A. tersebut beranggotakan BMT-
BMT se-Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Lampung. Kemudian
banyak bermunculan koperasi sekunder syariah lainnya.
c. Dasar Hukum Koperasi Syariah
Dalam Islam diatur berbagai macam sendi kehidupan termasuk di
dalamnya bidang perekonomian. Kegiatan koperasi merupakan salah satu
jalan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian, maka kegiatan tersebut
haruslah sesuai dengan landasan syariah yang terdapat dalam Al-Quran
dan Hadits sebagaimana yang tertuang dalam Q.s. Al-Baqarah (2): 208
yang berbunyi:
ُ ‫ﺧ ﻠ ُ ﻮا ﻓ ِ ﻲ اﻟ ﺴ ِّ ﻠ ْ ِﻢ ﻛَﺎ ﻓ ﱠ ﺔ ً َو َﻻ ﺗ َﺘ ﱠﺒ ِ ﻌ ُ ﻮا‬
ِ ‫ﺧ ﻄ ُ َﻮ ا‬
ُ ‫ت اﻟ ﺸ ﱠ ﯿ ْ ﻄَ ﺎ ِن ۚ إ ِ ﻧ ﱠ ﮫ‬ ُ ْ ‫ﯾ َ ﺎ أ َﯾ ﱡ ﮭَ ﺎ اﻟ ﱠ ﺬِ ﯾ َﻦ آ َﻣ ﻨ ُ ﻮا ا د‬
‫ﻟ َ ﻜ ُ ﻢْ ﻋَ ﺪ ﱞُو ﻣُ ﺒ ِ ﯿ ٌﻦ ۝‬
23

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam


keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Selain itu, prinsip dasar gotong royong (ta’awun al birri) dan sifat kolektif
(berjamaah) koperasi syariah tertuang dalam Q.s. Al-Maidah (5): 2 yang
berbunyi:
‫ﱠ َ ۖ إ ِ ﱠن‬ ‫اﻹِ ﺛ ْ ِﻢ َو اﻟ ْ ﻌ ُ ﺪ َْو ا ِن ۚ َو اﺗ ﱠﻘ ُ ﻮا‬ َ َ ‫َو ﺗ َ ﻌ َ ﺎ َو ﻧ ُ ﻮا ﻋَ ﻠ َ ﻰ اﻟ ْ ﺒ ِ ِّﺮ َو اﻟ ﺘ ﱠﻘ ْ َﻮ ٰى ۖ َو َﻻ ﺗ َﻌ‬
ْ ‫ﺎو ﻧ ُ ﻮا ﻋ َ ﻠ َ ﻰ‬
‫ﱠ َ ﺷَ ﺪِ ﯾ ﺪ ُ اﻟ ْ ِﻌ ﻘ َ ﺎ ب ِ ۝‬
Artinya: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.
Berbeda dengan perbankan syariah, dasar hukum koperasi syariah
masih sama dengan dasar hukum yang digunakan oleh pelaksanaan
koperasi konvensional yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.
Selain itu terdapat beberapa Peraturan Kementerian Koperasi yang khusus
mengatur terkait koperasi syariah, diantaranya:
a) Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman Akuntansi Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
b) Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
c) Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
d) Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Kualifikasi Nasional
Indonesia Bidang Pengelola Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
24

Syariah atau Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh


Koperasi.
Selain itu terdapat regulasi lainnya yang berlaku bagi koperasi
konvensional juga berlaku pada koperasi syariah seperti Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam Oleh Koperasi, Peraturan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10 Tahun 2015 tentang Kelembagaan
Koperasi serta masih banyak peraturan perundang-undangan lainnya.
d. Jenis dan Produk Koperasi Syariah
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian disebutkan bahwa koperasi dapat berbentuk sebagai
koperasi primer atau dalam bentuk koperasi sekunder. Koperasi primer
adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang10.
Sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan koperasi11.
Sedangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan serta kesamaan
aktivitas anggotanya, koperasi dapat bertransformai menjadi beberapa
jenis, diantaranya:12
1) Koperasi Produsen
Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya-
anggotanya adalah para produsen. Anggota koperasi ini adalah pemilik
(owner) dan pengguna pelayanan (user), dimana dalam kedudukannya
sebagai produsen, anggota koperasi produsen mengolah bahan
baku/input menjadi barang jadi/output, sehingga menghasilkan barang
yang dapat diperjual-belikan, memperoleh sejumlah keuntungan
dengan transaksi dan memanfaatkan kesempatan pasar yang dapat
10
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
11
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
12
Tim Penyusun Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah, Buku Saku Perkoperasian, (Jakarta: 2010).
25

diperjual-belikan, memperoleh sejumlah keuntungan dengan transaksi


dan memanfaatkan kesempatan pasar yang ada. Koperasi produsen
berperan dalam pengadaan bahan baku, input, atau sarana produksi
yang menunjang ekonomi anggota sehingga anggota merasakan
manfaat keberadaan koperasi karena mampu meningkatkan
produktivitas usaha anggota dan pendapatannya. Koperasi ini
menjalankan beberapa fungsi, di antarannya :
a) Pembelian ataupun pengadaan input yang diperlukan anggota
b) Pemasaran hasil produksi (output) yang dihasilkan dari usaha
anggota
c) Proses produksi bersama atau pemanfaatan sarana produksi secara
bersama
d) Menanggung resiko bersama atau menyediakan kantor pemasaran
bersama
2) Koperasi Konsumen
Koperasi konsumen adalah koperasi yang melaksanakan
kegiatan bagi anggota dalam rangka penyediaan barang atau jasa yang
dibutuhkan anggota. Koperasi konsumen berperan dalam
mempertinggi daya beli sehingga pendapatan riil anggota meningkat.
Pada koperasi ini, angggota memiliki identitas sebagai pemilik
(owner) dan sebagai pelanggan (customer). Dalam kedudukan anggota
sebagai konsumen, kegiatan mengkonsumsi (termasuk konsumsi oleh
produsen) adalah penggunaan mengkonsumsi barang/jasa yang
disediakan oleh pasar. Adapun fungsi pokok koperasi konsumen
adalah menyelenggarakan :
a) Pembelian atau pengadaan barang/jasa kebutuhan anggota yang
dilakukan secara efisien, seperti membeli dalam jumlah yang lebih
besar.
26

b) Inovasi pengadaan, seperti sumber dana kredit dengan bunga yang


lebih rendah, diantaranya pemanfaatan dana bergulir, pembelian
dengan diskon, pembelian dengan kredit.
3) Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi ini sering kali juga disejajarkan dengan nama
koperasi kredit, koperasi ini menyelenggarakan layanan tabungan dan
sekaligus memberikan kredit bagi anggotanya. Layanan-layanan ini
menempatkan koperasi sebagai pelayan anggota memenuhi kebutuhan
pelayanan keuangan bagi anggota menjadi lebih baik dan lebih maju.
Dalam koperasi ini anggotanya memiliki kedudukan identitas ganda
sebagai pemilik (owner) dan nasabah (customers). Dalam kedudukan
sebagai nasabah, anggota melaksanakan kegiatan menabung dan
meminjam dalam bentuk kredit kepada koperasi. Pelayanan koperasi
kepada anggota yang menabung dalam bentuk simpanan wajib,
simpanan sukarela dan deposito, merupakan sumber modal bagi
koperasi. Penghimpunan dana dari anggota itu menjadi modal yang
selanjutnya oleh koperasi disalurkan dalam bentuk pinjaman atau
kredit kepada anggota dan calon anggota. Dengan cara pinjam (KSP)
dan atau Unit Usaha Simpan Pinjam (USP) Koperasi. Dengan cara
itulah koperasi melaksanakan fungsi intermediasi dana milik anggota
untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada anggota yang
membutuhkan. Penyelenggaraan kegiatan simpan pinjam oleh
koperasi dilaksanakan dalam bentuk/wadah koperasi simpan pinjam.
4) Koperasi Pemasaran
Koperasi pemasaran seringkali disebut koperasi penjualan.
Identitas anggota sebagai pemilik (owner) dan penjual (seller) atau
pemasar. Koperasi pemasaran mempunyai fungsi menampung produk
barang maupun jasa yang dihasilkan anggota untuk selanjutnya
memasarkannya kepada konsumen. Anggota berkedudukan sebagai
27

pemasok barang atau jasa kepada koperasinya. Dengan demikian bagi


anggota, koperasi merupakan bagian terdepan dalam pemasaran
barang ataupun jasa anggota produsen. Sukses fungsi pemasaran ini
mendukung tingkat kepasatian usaha bagi anggota untuk tetap dapat
berproduksi.
5) Koperasi Jasa
Adalah koperasi dimana identitas anggota sebagai pemilik dan
nasabah konsumen jasa dan atau produsen jasa. Dalam status anggota
sebagai konsumen jasa, maka koperasi yang didirikan adalah koperasi
pengadaan jasa. Sedangkan dalam status anggota sebagai produsen
jasa, maka koperasi yang didirikan adalah koperasi produsen jasa atau
koperasi pemasaran jasa. Sebagai koperasi pemasaran, bilamana
koperasi melaksanakan fungsi memasarkan jasa hasil produksi angota.
Dalam praktek dikenal pula penjenisan koperasi atas dasar
cakupan pengelolaan bisnis (usaha), yaitu jenis koperasi Single Purpose
(satu usaha) dan Multi Purpose (banyak usaha). Koperasi dengan satu
kegiatan usaha, misalnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi
Produsen Susu, Koperasi tahu tempe (Primkopti), Koperasi Bank
Perkreditan Rakyat dan sebagainya. Koperasi dengan lebih dari satu
kegiatan usaha, sering disebut sebagai koperasi serba usaha. Jenis koperasi
ini misalnya Koperasi Pemasaran, dimana koperasi melaksanakan
pemasaran produk barang dan jasa.
Dikarenakan lingkup penerapan prinsip syariah dalam pelaksanaan
koperasi baru mencakup usaha koperasi simpan pinjam, maka jenis
koperasi syariah secara literatur hanyalah Koperasi Simpan Pinjam Dan
Pembiayaan Syariah (KSPPS) serta Unit Simpan Pinjam Dan Pembiayaan
Syariah (USPPS). Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(KSPPS) adalah koperasi yang kegiatan usaha simpan, pinjam dan
pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infak,
28

sedekah, dan wakaf. Sedangkan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan


Syariah (USPPS) Koperasi adalah unit usaha koperasi yang bergerak di
bidang usaha simpan, pinjam dan pembiayaan sesuai prinsip syariah,
termasuk mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai bagian dari
kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.
Sebagaimana lembaga keuangan lainnya, Koperasi Simpan Pinjam
Dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau Unit Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (USPPS) memiliki 2 (dua) produk inti yaitu
penghimpunan dan penyaluran dana.13 Produk penghimpunan dana dalam
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) maupun Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) terdiri dari beberapa
jenis, diantaranya:
1) Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang
disetorkan pada koperasi. Besar simpanan pokok tersebut sama dan
tidak boleh dibedakan antar anggota.
Jenis akad syariah simpanan pokok adalah musyarakah. Akad
musyarakah adalah transaksi penanaman dana untuk menjalankan
usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha para pihak
berdasarkan pembagian hasil dan kerugian yang disepakati sesuai
porsi penanaman modal.
Hak dan kewajiban anggota koperasi syariah atas simpanan
pokok adalah sebagai berikut:
a) Anggota bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang
memiliki satu suara dalam pengambilan keputusan kepemilikan
usaha koperasi syariah.

13
Nur. S. Buchori, dkk, Manajemen Koperasi Syariah (Teori dan Praktik), (Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2019), h., 17.
29

b) Anggota memiliki hak pengawasan pengelolaan terhadap dana-


dana yang diinvestasikan oleh koperasi syariah.
c) Anggota berhak atas keuntungan hasil usaha yang disebut Sisa
Hasil Usaha (SHU) dan dibagikan setiap tahunnya berdasarkan
kesepakatan dalam Rapat Anggota (RAT).
d) Kerugian koperasi merupakan kerugian anggota juga selaku
pemilik.
2) Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam kategori modal koperasi yang
mana penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai
seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi syariah. Besar
jumlah simpanan wajib diputuskan berdasarkan hasil syuro
(musyawarah) anggota.
Secara akad, simpanan wajib sama dengan simpanan pokok.
Yang membedakannya adalah anggota membayar simpanan wajib
setiap bulan sampai anggota menyatakan dirinya berhenti dari
keanggotaan koperasi. Sedangkan simpanan pokok dibayar hanya
sekali pada saat pertama kali menjadi anggota koperasi syariah.
3) Simpanan Sukarela
Simpanan sukarela merupakan bentuk investasi dari anggota
atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana dan kemudian
menyimpannya di koperasi syariah. Simpanan sukarela anggota
koperasi syariah sebagaimana merujuk pada Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) Nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan
terdapat dua jenis simpanan sukarela, diantaranya:
a) Simpanan Sukarela Akad Wadi’ah
Simpanan wadi’ah yaitu keadaan dimana anggota koperasi
menitipkan dana kepada koperasi syariah dan sewaktu-waktu dapat
mengambil kembali dana tersebut. Simpanan sukarela wadi’ah
30

terbagi atas dua macam yaitu simpanan sukarela wadi’ah amanah


dan simpanan sukarela wadi’ah yad dhamanah. Simpanan sukarela
wadi’ah amanah merupakan titipan dari anggota kepada koperasi
yang tidak boleh dipergunakan, baik untuk kepentingan koperasi
maupun untuk investasi usaha. Pihak koperasi hanya menjaga
titipan tertsebut sampai diambil oleh si pemiliknya. Simpanan
sukarela wadi’ah amanah biasanya berupa dana ZIS (Zakat, Infaq
dan Shadaqoh) untuk disalurkan kepada mustahik (golongan yang
berhak menerima ZIS), baik kegiatan yang produktif maupun
konsumtif.
Sedangkan simpanan sukarela wadi’ah yad dhomanah
adalah dana titipan anggota kepada koperasi yang diizinkan untuk
dikelola dalam usaha riil, sepanjang dana tersebut belum diambil
oleh si pemiliknya. Biasanya, karena telah diberi hak untuk
mengelola dana maka koperasi syariah diperbolehkan (tidak wajib)
memberi bonus kepada si penitip.
Simpanan sukarela akad wadi’ah memiliki karakteristik sebagai
berikut:
(1) Koperasi syariah bertindak sebagai penerima titipan dana dan
untuk anggota bertindak sebagai penitip dana.
(2) Koperasi syariah tidak diperkenankan menjanjikan pemberian
imbalan berupa bonus kepada anggota.
(3) Koperasi syariah dapat menetapkan kepada anggota biaya
administrasi berupa biaya-biaya terkait langsung dengan biaya
pengelolaan rekening, baik pembukaan rekening simpanan
maupun penutupan rekening simpanan.
(4) Koperasi syariah menjamin sepenuhnya dalam pengembalian
titipan anggota jika sewaktu-waktu akan diambil.
b) Simpanan Sukarela Akad Mudharabah
31

Jenis simpanan sukarela ini memang ditujukan untuk


kepentingan bisnis atau usaha dengan mekanisme bagi hasil
(mudharabah). Konsep simpanan yang diberlakukan dapat berupa
simpanan berjangka Mudharabah Mutlaqoh maupun simpanan
berjangka Mudharabah Muqayadah.
Mudharabah Mutlaqoh adalah bentuk kerja sama antara
pemilik dana (shahibul maal) dengan koperasi syariah selaku
pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah usaha.
Mudharabah Muqayadah adalah bentuk kerja sama antara
pemilik dana dengan koperasi syariah selaku pengusaha, di mana
penggunaan dana dibatasi oleh ketentuan yang dipersyaratkan oleh
pemilik dana. Jadi, bisa dikatakan kebalikan dari Mudharabah
Mutlaqoh.
Simpanan sukarela akad mudharabah memiliki karakteristik
sebagai berikut:
(1) Koperasi syariah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib)
dan anggota bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal).
(2) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati.
(3) Penarikan dana oleh anggota hanya dapat dilakukan sesuai
waktu yang disepakati.
(4) Koperasi syariah dapat membebankan biaya kepada
anggotanya, seperti biaya administrasi pembukaan dan
penutupan rekekning simpanan.
(5) Koperasi syariah tidak diperkenankan mengurangi nisbah
simpanan tanpa persetujuan anggota.
c) Investasi Pihak Lain
32

Investasi pihak lain adalah pembiayaan yang diterima


koperasi syariah dan bukan berasal dari anggota, dengan
menggunakan akad mudharabah atau musyarakah, di mana
pengembalian dana tersebut dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian bersama dengan koperasi syariah.
Investasi pihak lain dengan akad mudharabah sebagaimana
merujuk pada Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah, memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Koperasi syariah bertindak sebagai pengelola dana dan pihak
lain (non anggota) bertindak sebagai investor.
(2) Koperasi syariah tidak diperkenankan menggunakan investasi
terikat (mudharabah muqoyadah) pada usaha-usaha lain selain
yang dipersyaratkan investor. Sedangkan pada investasi tidak
terikat (mudharabah mutlaqoh) koperasi syariah
diperkenankan menggunakannya untuk usaha yang dianggap
menguntungkan.
(3) Koperasi syariah menanggung biaya-biaya yang timbul terkait
langsung dengan diterimanya investasi pihak lain seperti biaya
notaris, administrasi, dan provisi.
(4) Koperasi syariah menjamin sepenuhnya dalam pengembalian
investasi pihak lain sesuai dengan jadawal pengembalian yang
disepakati.
Agar dana yang telah dihimpun berkembang serta memberikan
nilai tambah bagi para anggotanya maka dilakukan sistem penyaluran atas
dana-dana tersebut. Penyaluran dana harus dilakukan kepada anggota
maupun calon anggota. Sifat penyaluran dananya ada yang bersifat
komersial ada pula sebagai pengemban fungsi sosial. Dalam bentuk
komersial koperasi syariah dapat menyalurkan dana dalam bentuk jual beli
dengan menggunakan akad murabahah, salam, dan istishna. Dalam
33

bentuk kerja sama dengan akad mudharabah atau musyarakah. Dalam


bentuk multijasa dengan akad ijaroh, dan lain-lain. Sementara dalam
bentuk kebajikan atau penyaluran dana yang bersifat sosial bisa
menggunakan akad qardh atau qardhul hasan.
2. Keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
a. Konsep Dasar Keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah
Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasar atas asas kekeluargaan.14 Tujuan koperasi adalah untuk
memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat umum
pada umumnya.15 Kesejahteraan anggota merupakan prioritas utama
dalam pelaksanaan usaha koperasi.
Anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa
koperasi16. Berbagai macam jenis usaha dari sebuah koperasi disediakan
serta dinikmati juga oleh para anggotanya. Partisipasi anggota sebagai
pemilik dapat diwujudkan berupa keikutsertaan anggota dalam
pengambilan keputusan, kontribusi modal (berupa simpanan pokok dan
simpanan wajib), pengelolaan, serta partisipasi di bidang pengawasan dan
pengendalian. Sedangkan partisipasi anggota sebagai pengguna jasa dalam
pemanfaatan pelayanan seperti peminjaman, pembelian, maupun
pemasaran yang diselenggarakan oleh koperasi.
Dalam KSPPS atau USPPS, anggota koperasi merupakan pemilik
dalam artian seseorang yang berkuasa atas dana ataupun sejumlah aset.
Selain itu, sebagai pengguna jasa KSPPS atau USPPS tersebut yaitu

14
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
15
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
16
Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
34

seseorang yang melakukan penyimpanan dana maupun yang mendapatkan


penyaluran dana sebagaimana produk yang dijual oleh KSPPS maupun
USPPS.
Anggota koperasi merupakan setiap warga negara Indonesia yang
mampu melakukan tindakan hukum dan memiliki kepentingan ekonomi
yang sama dengan sesama anggota lain. Kepentingan ekonomi yang sama
para anggotanya menjadi syarat pembentukan sebuah koperasi serta
tercantum dalam anggaran dasar. Untuk itu, keanggotaan koperasi tidak
dapat dipindah tangankan, melainkan apabila anggota koperasi meninggal
maka keanggotaannya dapat diteruskan oleh ahli waris yang memenuhi
syarat dalam anggaran dasar.
Dalam prinsip koperasi, keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi mengandung makna
bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan siapapun.
Anggota koperasi juga dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai
dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Sedangkan sifat
terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan
pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun17.
Selain kepada anggota, KSPPS atau USPPS diperluas
kewenangannya untuk melakukan pelayanan berupa penghimpunan serta
penyaluran dana kepada calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya.
Calon anggota adalah orang seorang atau badan hukum koperasi
yang telah menerima pelayanan dari koperasi tetapi belum memenuhi
semua persyaratan sebagai anggota koperasi yang ditetapkan dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi. 18 Untuk menjadi
calon anggota, seseorang harus melunasi pembayaran simpanan pokok

17
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
18
Pasal 48 Peraturan Kementerian Koperasi Nomor 10 Tahun 2015 tentang Kelembagaan
Koperasi.
35

dan simpanan wajib sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan


perundang-undangan. Kedudukan calon anggota hanyalah sebatas
pengguna jasa yang memperoleh pelayanan yang sama dengan anggota
lainnya melainkan bukan sebagai pemilik koperasi. Calon anggota
memiliki hak bicara untuk menyampaikan pendapat atau saran, tetapi
tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan serta tidak
memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai pengurus atau Pengawas.
Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok dan
simpanan wajib serta persyaratan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undang maka calon anggota tersebut menjadi bagian dari
anggota koperasi dengan dicantumkan identitasnya dalam buku daftar
anggota.
Dalam penjelasan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa koperasi dapat memberikan
pelayanannya kepada bukan anggota, selama koperasi tersebut memiliki
kemampuan pelayanan yang lebih setelah diberikan kepada para
anggotanya. Peluasan kewenangan tersebut diperbolehkan dengan maksud
dan tujuan untuk menarik seseorang yang bukan anggota untuk menjadi
anggota. Contohnya dalam koperasi konsumen yang menyediakan barang-
barang kebutuhan, apabila persediaan barang telah memenuhi kebutuhan
anggotanya maka masyarakat yang bukan anggota diperbolehkan untuk
memenuhi kebutuhannya melalui koperasi tersebut.
Kewenangan melayani kepada bukan anggota serta bukan calon
anggota oleh koperasi berbeda ketentuannya dalam koperasi dengan
kegiatan usaha simpan pinjam. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam Oleh Koperasi disebutkan bahwa “Apabila anggota sudah
mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon anggota dapat
dilayani. Kemudian apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat
36

pelayanan sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat dilayani


berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang bersangkutan”.
Atas ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa kewenangan
pelayanan oleh koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam baik itu
penyimpanan maupun peminjaman dana hanyalah mencakup anggota,
calon anggota serta koperasi lain dan/atau anggotanya yang telah
melakukan kesepakatan. Begitupula dalam KSPPS maupun USPPS,
kelebihan pelayanan baik berupa penghimpunan maupun penyaluran dana
tidak diperkenankan diberikan kepada bukan anggota.
Kelebihan dana KSPPS atau USPPS setelah melaksanakan
kegiatan pemberian pinjaman dan pembiayaan syariah kepada anggota,
calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya sebagaimana dalam
anggaran dasar dapat ditempatkan dalam beberapa bentuk19:
1) Simpanan pada KSPPS sekundernya
2) Giro, tabungan pada bank syariah dan lembaga keuangan syariah
lainnya.
3) Mengembangkan dana melalui sarana investasi lainnya meliputi
pembelian saham, obligasi, reksadana, surat perbendaharaan negara
dan investasi di sektor keuangan berdasarkan prinsip syariah dengan
persetujuan rapat anggota.
Maka, keanggotaan seseorang dalam sebuah koperasi khususnya
koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS) atau unit
simpan pinjam dan pembiayaan syariah (USPPS) sangatlah penting.
Apabila seseorang menginginkan pelayanan dari koperasi tersebut maka
harus terlebih dahulu bergabung menjadi anggota atau calon anggota

19
Pasal 26 Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11
Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh
Koperasi.
37

dengan melakukan pelunasan simpanan pokok sebagaimana telah


ditetapkan dalam anggaran dasar masing-masing koperasi.
b. Syarat Keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah (KSPPS)
Syarat keanggotaan dalam koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah tak jauh berbeda dengan syarat keanggotaan koperasi
pada umumnya. Terkait syarat keanggotaan tercantum dalam Peraturan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10 Tahun
2015 tentang Kelembagaan Koperasi Pasal 51 Bab Syarat Keanggotaan
bagi koperasi primer atau koperasi yang beranggotakan orang seorang,
diantaranya:
1) Warga negara Indonesia
2) Mampu melakukan perbuatan hukum
3) Mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dalam lingkup usaha
koperasi.
4) Telah melunasi simpanan pokok.
5) Menyetujui anggaran dasar atau anggaran rumah tangga koperasi yang
bersangkutan.
6) Telah terdaftar dalam buku daftar anggota dan telah menandatangani
atau membubuhkan cap jempol buku daftar anggota.
7) Daftar anggota dapat dibuat dalam bentuk elektronik, dengan tetap
melengkapi dokumen permohonan menjadi anggota yang
ditandatangani atau dibubuhi cap jempol.
c. Hak Dan Kewajiban Anggota Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah
Seseorang yang telah bergabung dan menjadi anggota sebuah
koperasi harus menerima dan menjalankan konsekuensi keanggotaannya.
Konsekuensi yang harus dipenuhi berupa hak beserta kewajibannya.
Anggota diperbolehkan melakukan beberapa kewenangan yang tertuang
38

dalam klausul hak-hak anggota. Sedangkan ketentuan yang harus dipenuhi


oleh seorang anggota disebut dengan kewajiban.
1) Hak Anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, seorang anggota
memiliki beberapa hak yang difasilitasi oleh koperasi, diantaranya:
a) Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam
rapat anggota.
Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
dalam koperasi20. Dalam rapat anggota membahas serta
menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
koperasi. Mekanisme menuju mufakat dalam rapat anggota
dilakukan dengan cara musyawarah ataupun pengambilan suara
terbanyak. Para anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah baik sebagai pengurus, pengawas ataupun anggota biasa
berhak untuk menghadiri, menyatakan pendapat serta memberikan
suara untuk pengambilan keputusan dalam rapat anggota.
Kewenangan anggota dalam beberapa ketentuan diatas
menguatkan kedudukan anggota sebagai pemilik koperasi. Lain
halnya dengan calon anggota yang hanya sebagai pengguna jasa
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah. Meskipun
berhak untuk mendapatkan pelayanan yang sama dengan anggota
lainnya, calon anggota hanya memiliki kewenangan untuk
menyampaikan pendapat atau saran tanpa disertai dengan hak
suara dalam pengambilan keputusan sampai disahkannya
keanggotaan seorang calon anggota dalam sebuah koperasi. Maka
semakin terlihat perbedaan bahwa calon anggota bukan sebagai

20
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 22.
39

pemilik Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah selama


keanggotaannya belum disahkan.
Sedangkan ketentuan terkait koperasi lain atau anggotanya
yang telah melakukan kesepakatan untuk menggunakan jasa dari
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah tersebut tidak
tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Koperasi lain
atau anggotanya yang telah menyepakati penggunaan jasa dari
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah bersangkutan
hanya berhak mendapatkan pelayanan sebagaimana yang
tercantum dalam kesepakatan perjanjian, sehingga kedudukannya
terbatas dibandingkan dengan anggota dan calon anggota yang
telah disampaikan sebelumnya.
b) Memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus atau
Pengawas.
Pengurus adalah anggota koperasi yang diangkat dan
dipilih dalam rapat anggota untuk mengurus organisasi dan usaha
koperasi21. Segala macam tindakan koperasi diinisiasi serta
dilaksanakan oleh pengurus, maka pengurus bertanggung jawab
atas segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada
rapat anggota.
Pengawas adalah anggota koperasi yang diangkat dan
dipilih dalam rapat anggota untuk mengawasi pelaksanaan
kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi22. Pengawas tentunya
berbeda dengan dewan pengawas syariah, dewan pengawas syariah
melakukan pengawasan atas penerapan prinsip syariah dalam
pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah tersebut. Dewan pengawas syariah diangkat

21
Undan-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 29.
22
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
40

dari Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia


untuk melakukan pengawasan syariah dalam kegiatan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah23. Sedangkan pengawas
berasal dari anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah tersebut.
Seorang anggota dilarang memiliki jabatan rangkap sebagai
pengurus sekaligus pengawas dalam sebuah koperasi simpan
pinjam dan pembiayaan syariah. setiap anggota memiliki
kesempatan untuk menjadi pengurus atau pengawas. Pengurus dan
pengawas diberhentikan dari jabatannya atas kesepakatan para
anggota dalam rapat anggota.
Calon anggota serta koperasi lain atau anggotanya yang
telah melakukan kesepakatan untuk menggunakan jasa dari
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah bersangkutan
tidak diperbolehkan untuk menjadi pengurus serta Pengawas dari
pelaksanaan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
tersebut.
c) Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam
anggaran dasar.
Kedudukan anggota sebagai pemilik serta pengguna jasa
koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah menjadikan
anggota sebagai penentu berjalannya sebuah koperasi simpan
pinjam dan pembiayaan syariah. Meskipun bukan sebagai
pengurus atau pengawas dari sebuah koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah, seorang anggota berhak untuk mengajukan
diadakannya rapat anggota. Pengajuan diadakannya rapat anggota
dilandaskan perihal keorganisasian maupun terkait produk

23
Pasal 1 Peraturan Kementerian Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi dengan Prinsip Syariah.
41

koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang digunakan


oleh anggota tersebut. Ketentuan terkait persyaratan pengajuan
diadakannya rapat anggota dituangkan dalam anggaran dasar serta
harus dipenuhi oleh seluruh anggota yang ingin mengajukan
diadakannya rapat anggota.
Seseorang yang kedudukannya masih sebagai calon
anggota tidak berwenang untuk mengajukan diadakannya rapat
anggota. Begitupula bagi koperasi lain atau anggotanya yang
melakukan kesepakatan untuk menggunakan jasa Koperasi Simpan
Pinjam Dan Pembiayaan Syariah bersangkutan tidak
diperkenankan untuk mengajukan diadakannya rapat anggota.
Apabila terjadi permasalahan atas produk koperasi simpan pinjam
dan pembiayaan syariah yang disepakatinya maka keduanya dapat
mengabarkannya terlebih dahulu kepada pengurus yang ada,
selanjutnya menjadi kewenangan pengurus untuk mengadakan
rapat anggota berdasarkan kewenangan yang dimiliki pengurus
untuk mengajukan diadakannya rapat anggota.
d) Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat
anggota baik diminta maupun tidak diminta.
Dalam kegiatan sehari-hari, anggota dapat memberikan
pendapat atau saran kepada pengurus atas kegiatan yang dilakukan
dalam koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah tersebut.
Hal tersebut dikarenakan prosedur dari pengajuan diadakannya
rapat anggota syarat akan ketentuan, maka apabila seorang anggota
memiliki saran atau pendapat akan hal yang sifatnya mendadak
maka hal tersebut dapat dilakukan tanpa diadakannya rapat
anggota. Ketentuan tersebut menjauhkan koperasi simpan pinjam
dan pembiayaan syariah dari stigma kekakuan sehingga
42

memberikan kesempatan bagi koperasi tanpa disertai prosedur


yang berbelit.
e) Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara
sesama anggota.
Keanggotaan dalam koperasi bersifat terbuka yang
memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan
pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun24. Tidak
diperbolehkannya diskriminasi dalam kegiatan koperasi diterapkan
juga pada pendistribusian pelayanan kepada anggota. Dalam
Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah, seluruh
anggota berhak mendapatkan pelayanan berupa penyimpanan dan
penyaluran dana yang sama dengan anggota lainnya.
Selain itu, seorang anggota yang telah sah menjadi
pengurus ataupun pengawas tidak diperbolehkan mendapatkan
pelayanan yang lebih dibandingkan anggota biasa lainnya. Seorang
anggota berhak mendapatkan pelayanan yang sama dengan apa
yang diberikan pada pengurus serta pengawas Koperasi Simpan
Pinjam Dan Pembiayaan Syariah.
Kesamaan pelayanan dalam Koperasi Simpan Pinjam Dan
Pembiayaan Syariah pun berlaku bagi calon anggota yang
kedudukannya belum sah menjadi anggota. Masyarakat umum
yang telah melunasi simpanan pokok dan simpanan wajib namun
belum tercatat sebagai anggota berhak mendapatkan pelayanan
yang sama dengan anggota, pengurus bahkan pengawas.
Hal tersebut yang membedakan Koperasi Simpan Pinjam
Dan Pembiayaan Syariah dengan lembaga keuangan lainnya.
Seluruh masyarakat dengan latar belakang ekonomi serta status

24
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
43

beragam tetap bisa merasakan pelayanan yang diberikan oleh


Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah.
f) Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi
menurut ketentuan dalam anggaran dasar.
Pengurus bertindak atas nama koperasi dan sebagai wakil
dari anggotanya. Pengurus diwajibkan melaporkan laporan
pertanggung jawabannya dalam rapat anggota. Di dalamnya
pengurus melaporkan rincian tugas yang telah dilakukan serta
perkembangan dari sebuah koperasi.
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk transparansi
pengurus atas koperasi yang di dalamnya terdapat dana milik
anggota berupa simpanan pokok dan simpanan wajib. Sehingga
anggota berkedudukan sebagai pemilik dari koperasi tersebut maka
berhak mengetahui bagaimana perkembangan usaha serta kegiatan
yang tentunya sebagai bagian dari kepemilikan anggota. Sejatinya
kegiatan koperasi senantiasa dalam pantauan kementerian terkait,
pengawas serta para anggota.
2) Kewajiban Anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah
a) Mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta
keputusan yang telah disepakati dalam rapat anggota.
Anggaran dasar koperasi adalah aturan tertulis sebagai
dasar pengelolaan koperasi yang disusun berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Dalam anggaran dasar memuat berbagai
macam ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan usaha koperasi.
Kedudukan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
sangatlah penting dalam sebuah koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah. Seorang anggota wajib mematuhi serta
menjalankan apa saja yang diamanatkan dalam anggaran dasar
44

serta anggaran rumah tangga sebuah koperasi simpan pinjam dan


pembiayaan syariah salah satunya yaitu syarat keanggotaan. Salah
satu syarat keanggotaan yang harus dipenuhi oleh anggota serta
calon anggota yaitu melunasi simpanan pokok dan simpanan wajib
yang besarnya ditentukan dalam anggaran dasar.
b) Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh
koperasi.
Koperasi melaksanakan kegiatan usaha untuk memenuhi
kebutuhan anggota dan masyarakat dibidang produksi, distribusi,
pemasaran, jasa, simpan pinjam serta bidang usaha lainnya.
Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan
usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang
bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi
lain dan atau anggotanya. Dalam Koperasi Simpan Pinjam Dan
Pembiayaan Syariah ruang lingkup kegiatan usaha yang dilakukan
di dalamnya yaitu:
(1) Menyelenggarakan kegiatan maal untuk pemberdayaan
anggota dan masyarakat di bidang sosial dan ekonomi.
(2) Menghimpun simpanan berjangka dan tabungan koperasi dari
anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya
berdasarkan akad wadiah atau mudharabah.
(3) Menyalurkan pinjaman kepada Anggota, Calon Anggota,
Koperasi lain dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Qardh.
(4) Menyalurkan pembiayaan Anggota, Calon Anggota, Koperasi
lain dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Murabahah,
Salam, Istishna, Musyarakah, Mudharabah, Ijarah, Ijarah
Muntahiya Bittamlik, Ijarah Maushufah Fi Zimmah,
Musyarokah
45

(5) Mutanaqishoh, Ju’alah, Wakalah, Kafalah, Hawalah dan


Rahn, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
Anggota Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan
Syariah diprioritaskan untuk mendapatkan pelayanan yang utama
dibandingkan dengan calon anggota dan koperasi lain dan/atau
anggotanya. Maka hal tersebut harus dimanfaatkan secara
maksimal oleh seseorang yang telah menjadi anggota dalam
Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah25.
c) Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas
kekeluargaan.
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1)
menyatakan bahwa “Perekonomian Indonesia disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Selanjutnya
penjelasan pasal tersebut antara lain menyatakan bahwa
kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran
orang seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
koperasi. Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru
perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata
perekonomian nasional.
Dalam koperasi saling bahu membahu bergotong royong
mensejahterakan seluruh anggota satu sama lain. Tidak saling
menjatuhkan bahkan saling memberikan masukan diantara seluruh
anggotanya. Untuk itu anggota harus tetap memegang teguh asas
ini agar terciptanya kesejahteraan bagi seluruh lapisan anggota.
3. Pelayanan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah
Oleh Koperasi Kepada Bukan Anggota

25
Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam Oleh Koperasi
46

Dalam Peraturan Kementerian Koperasi Nomor 11 Tahun 2017


tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
Oleh Koperasi disebutkan bahwa ruang lingkup kegiatan usaha Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah diantaranya yaitu menghimpun simpanan berjangka dan
tabungan koperasi, menyalurkan pinjaman, menyalurkan pembiayaan kepada
anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya berdasarkan akad
dan prinsip syariah. Dalam ketentuan tersebut secara tidak langsung
menyatakan bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta
Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dilarang melakukan
penghimpunan dan penyaluran pinjaman serta pembiayaan dana kepada bukan
anggota atau masyarakat umum sebagaimana praktek dalam perbankan.
Sebagaimana koperasi dengan kegiatan usaha lainnya, seseorang yang
menjadi anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah merupakan masyarakat Indonesia
yang telah memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam bab sebelumnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada. Keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah bersifat sukarela
dan terbuka sehingga tidak ada paksaan dalam keikutsertaannya. Serta dalam
keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah tidak ada batasan bagi siapa saja
yang ingin turut serta dalam kegiatan koperasi tersebut selagi menyetujui apa
saja yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah atau Unit Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah.
Sebelum menjadi anggota, seseorang harus melunasi pembayaran
berupa simpanan pokok dan simpanan wajib yang nominal serta mekanisme
pembayarannya ditentukan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
47

Setelah melakukan pelunasan serta melengkapi persyaratan lainnya maka


akan dilakukan pencantuman nama anggota serta dilakukan penandatanganan
dalam buku daftar anggota yang menjadi bukti sahnya keanggotaan seseorang.
Setelah tercantum dalam buku daftar anggota dan sah menjadi anggota
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah maka orang tersebut berwenang untuk mendapatkan
pelayanan berupa penghimpunan dan/atau penyaluran pinjaman dan
pembiayaan.
Sedangkan kewenangan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah untuk melakukan
pelayanan pada seseorang yang berkedudukan sebagai calon anggota apabila
orang seorang atau badan hukum koperasi yang telah melakukan pelunansan
simpanan pokok dan simpanan wajib serta menerima pelayanan dari koperasi,
tetapi belum memenuhi semua persyaratan sebagai anggota koperasi yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok dan
simpanan wajib maka calon anggota diangkat menjadi anggota26. Setelah
dilakukannya pelunasan simpanan pokok dan simpanan wajib, Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah atau Unit Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah berwenang untuk melakukan pelayanan berupa
penghimpunan maupun penyaluran dana kepada calon anggota.
Kemudian, kewenangan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah untuk
memberikan pelayanan kepada koperasi lain dan/atau anggotanya apabila
telah menyepakati perjanjian dengan koperasi bersangkutan. Setelah
dilakukannya kesepakatan tersebut, maka Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah atau Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

26
Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan
Pinjam Oleh Koperasi.
48

berwenang untuk memberikan pelayanan kepada koperasi lain dan/atau


anggotanya.
Maka dapat diketahui bahwa, Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
hanya berwenang melakukan penghimpunan dan penyaluran pinjaman serta
pembiayaan kepada seseorang yang telah memiliki ikatan dengan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah bersangkutan. Seseorang yang memiliki ikatan tersebut
diantaranya yaitu anggota, calon anggota, serta koperasi lain dan/atau
anggotanya.
Ketentuan tersebut harus senantiasa dijunjung tinggi dalam kegiatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah sesuai dengan prinsip koperasi simpan pinjam
pertama dunia yang lahir pada pertengahan abad ke-19. Pada saat itu koperasi
dengan kegiatan usaha simpan pinjam biasa disebut dengan credit union yang
didirikan oleh Friedrich William Raiffeisen memiliki beberapa prinsip,
diantaranya27:
a. Dana koperasi hanya diperoleh dari anggota-anggotanya saja.
b. Pinjaman juga harus diberikan kepada anggota-anggotanya saja.
c. Jaminan yang terbaik bagi peminjam adalah watak si peminjam itu
sendiri.
Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
tidak dapat berkembang apabila pelayanannya terbatas pada anggota, calon
anggota, serta koperasi lain dan/atau anggotanya saja. Namun keterbatasan
tersebut justru memberikan dampak yang sebaliknya. Jika Koperasi Simpan

27
Pusat Koperasi Kredit Bali Artha Guna. Dasar-Dasar Manajemen Koperasi Kredit (Credit
Union), diakses pada 02 Desember 2020 Pukul 07.14 WIB, http://puskopditbag.org/wp-
content/uploads/2014/02/bab-21.pdf.
49

Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah hanya melayani individu atau badan hukum yang memiliki ikatan
hukum maka berdampak pada pelayanan yang akan terfokus untuk
kesejahteraan ruang lingkup anggota, calon anggota serta koperasi lain
dan/atau anggotanya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan koperasi untuk
menciptakan kesejahteraan bagi anggotanya. Kemungkinan tersebut
disebabkan karena koperasi akan terbebas dari kewajiban penyaluran Sisa
Hasil Usaha kepada bukan anggota sehingga hanya anggota dan keuangan
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah lah yang mendapatkan bagian dari Sisa Hasil Usaha.
Dari segi pengawasan, apabila Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
berwenang melakukan pelayanan kepada bukan anggota atau masyarakat
umum, maka otoritas lembaga keuangan terkait lah yang berwenang
melakukan pengawasan yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Hal tersebut
dikarenakan kewenangan tersebut menyangkut keamanan dana masyarakat
umum. Sedangkan sampai saat ini pengaturan dan pengawasan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah hanya sebatas oleh Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah karena ruang lingkupnya hanya sebatas anggota dan
koperasi lainnya.
Penyimpanan dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah juga tidak
dilengkapi dengan Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dunia
perbankan. Hal tersebut dilatar belakangi oleh asas kekeluargaan dan
kepercayaan sesama anggota menjadi landasan keberlangsungan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah serta Unit Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah. Maka dengan ini dapat dipastikan bahwa penghimpunan
dan penyaluran dana kepada masyarakat umum secara luas atau bukan
50

anggota tidak diperbolehkan serta dilarang berdasarkan peraturan perundang-


undangan serta landasan filosofis koperasi dengan kegiatan usaha simpan
pinjam.
4. Perbandingan Badan Hukum BMT (Baitul Maal Wat Tamwil)
Sebagaimana kepanjangannya, BMT atau Baitul Maal Wat Tamwil
merupakan lembaga yang menjalankan 2 (dua) fokus kerja yang berbeda.
Fokus kerja yang pertama yaitu Baitul Maal sebagai lembaga yang
berorientasi pada keuntungan (Profitable), sedangkan fokus kedua berupa
Baitut Tamwil yang berorientasi pada aspek sosial.
Sejak awal berdirinya pada tahun 1980, BMT mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Perkembangannya pun banyak memberikan
kontribusi yang cukup signifikan bagi permodalan masyarakat dengan taraf
perekonomian menengah ke bawah.
Ditengah kabar baik tersebut, aspek legalitas menjadi sebuah masalah
yang cukup serius bagi keberlangsungan BMT. Keberadaan BMT dibayang-
bayangi ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa:
Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) dan paling
banyak Rp. 200.000.000.000 (dua ratus milyar rupiah).
Atas ancaman tersebut terdapat celah yang juga tercantum dalam dasar
hukum perbankan tersebut yaitu pada Pasal 16 mengatakan bahwa instansi
selain Bank dan Bank Perkreditan Rakyat diperbolehkan melakukan
penghimpunan dan dari masyarakat apabila telah diatur dengan undang-
undang tersendiri. Untuk itu, koperasi yang memiliki tujuan untuk
51

kesejahteraan anggotanya dirasa sesuai dengan apa yang dijadikan landasan


dalam BMT.
Dengan berlandaskan pada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI
c.q Dirjen Pembangunan Daerah Nomor 538/PKKN/IV/1997 tetanggal 14
April 1997 tentang Status Badan Hukum Untuk Lembaga Keuangan Syariah,
BMT dianjurkan untuk berbadan hukum koperasi dengan sebutan Koperasi
Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang sekarang ini diubah menjadi Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Anjuran tersebut
diperkenankan apabila BMT tersebut telah memenuhi kelayakan kelembagaan
dan kelayakan ekonomi. BMT dengan badan hukum koperasi berpedoman
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian serta
berbagai peraturan pelaksana lainnya yang berkaitan dengan kegiatan BMT.
Alternatif badan hukum lainnya yang dapat dijadikan landasan oleh
BMT yaitu sebagai yayasan. BMT dengan badan hukum yayasan berpedoman
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
BMT dengan badan hukum yayasan dinilai tidak sesuai dengan
panduan BMT yang dikeluarkan oleh PINBUK28. Dengan mengacu pada
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Yayasan, maka BMT
dengan badan hukum yayasan tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang
berorientasi pada keuntungan (Profit Oriented) seperti kegiatan simpan
pinjam sebagaimana perbankan maupun koperasi. BMT dengan badan hukum
yayasan hanya diperbolehkan beroperasi untuk pelayanan dengan oreintasi

28
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil atau Center For Mikro Enterprise Incubation yang
didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 di Jakarta oleh Prof r. B.J. Habibie Ketua Umum ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim se Indonesia), K.H. Hasan Basri (Ketuan Umum MUI) dan Zainul Bahar Noor
(Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia). PINBUK didirikan dengan mengembangkan model
Lembaga Keuangan Mikro-Baitul Maal Wat Tamwil (LKM-BMT) sebagai strategi pemberdayaan
masyarakat melalui penumbuh kembangan keswadayaan dan kelembagaan sosial ekonomi yang dapat
menjangkau dan melayani lebih banyak unit usaha mereka yang tidak mungkin djangkau langsung
oleh perbankan umum.). PINBUK harus mendapatkan pengakuan dari Bank Indonesia sebagai
Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat (LPSM) yang mendukung Program Proyek Hubungan
Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia (PHBK-BI).
52

sosial (Social Oriented) saja seperti kegiatan zakat, infaq, shadaqah dan
wakaf.
Selain pilihan untuk berbadan hukum, BMT pun dapat memilih untuk
tidak berbadan hukum. Pilihan tersebut dapat terealisasi apabila BMT yang
didirikan berbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). 29
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Lembaga Keuangan Mikro yang juga dampak atas berlakunya Pasal 16
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
maka semakin banyak variasi lembaga keuangan yang ada di Indonesia.
Karakteristik LKM memiliki beberapa persamaan dengan pelayanan yang
terdapat dalam BMT. Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dijelaskan bahwa LKM secara
tersirat merupakan institusi yang memiliki motif material dan motif sosial
sebagaimana BMT. Dengan mengacu pada Aturan Peralihan regulasi ini,
BMT dan beberapa lembaga keuangan mikro lainnya yang telah didirikan
namun tidak memiliki kedudukan badan hukum yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
undang-undang ini disahkan BMT tersebut harus segera menyesuaikan dengan
ketentuan yang ada di dalamnya. Maka berdasarkan regulasi ini dapat
diketahui bahwa BMT merupakan bagian dari LKM.
Salah satu syarat pendirian LKM-BMT yaitu berbentuk badan
hukum30. Bentuk badan hukum LKM-BMT dapat berupa koperasi atau
perseroan terbatas. LKM-BMT dengan badan hukum koperasi memiliki
karakteristik yang cukup berbeda dengan KSPPS BMT yang telah berbadan

29
Fadillah Mursid, Kebijakan Regulasi Baitul Maal Wat Tamwil di Indonesia, (Jurnal Nurani,
Vol. 18, No. 2, 2018
30
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
53

hukum koperasi sebagaimana anjuran Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri


RI c.q Dirjen Pembangunan Daerah Nomor 538/PKKN/IV/1997 tetanggal 14
April 1997 tentang Status Badan Hukum Untuk Lembaga Keuangan Syariah.
Perbedaan tersebut diantaranya:
a. Cakupan Kegiatan Usaha
Apabila KSPPS BMT diperbolehkan melakukan pelayanan berupa
penghimpunan simpanan dan pemberian pinjaman dan pembiayaan
dengan prinsip syariah kepada anggota, calon anggota dan koperasi lain
dan/atau anggotanya yang telah melakukan kesepakatan. Sedangkan
LKM-BMT dengan badan hukum koperasi kegiatan usahanya mencakup
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat baik melalui
pinjaman atau pebiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan
masyarakat secara umum.
b. Permodalan
Sumber permodalan LKM-BMT dengan badan hukum koperasi
mengacu pada Undang-Undang Perkoperasian yang berasal dari modal
sendiri dan modal pinjaman. Namun terdapat kontradiksi dimana dalam
Undang-Undang LKM melarang sumber modal yang berasal dari
pinjaman. Sehingga, sumber modal bagi LKM-BMT dengan badan hukum
koperasi hanya berasal dari modal sendiri. Dalam Undang-Undang
Perkoperasian modal sendiri terdiri dari:
1) Simpanan pokok
2) Simpanan wajib
3) Dana cadangan
4) Hibah
Terkait besaran modal antara LKM-BMT berbadan hukum koperasi
memiliki perbedaan dengan KSPPS BMT. Dalam Pasal 17 Peraturan
Kementerian Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 tentang Kegiatan Usaha
54

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi dicantumkan


modal awal pendirian KSPPS Primer31, diantaranya:
1) Modal awal usaha KSPPS Primer dengan wiayah keanggotaan dalam
daerah kabupaten atau kota ditetapkan paling sedikit Rp.
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2) Modal awal usaha KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah provinsi ditetapkan
paling sedkit Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
3) Modal awal usaha KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah provinsi ditetapkan paling sedikit Rp. 375.000.000,00 (tiga
ratus tujuh puluh lima juta rupiah).
Sedangkan untuk modal awal usaha KSPPS Sekunder32 memiliki rincian
sebagai berikut:
1) Modal awal usaha KSPPS sekunder dengan wilayah keanggotaan
dalam daerah kabupaten atau kota ditetapkan paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2) Modal awal usaha KSPPS sekunder dengan wilayah keanggotaan
lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah provinsi
ditetapkan paling sedkit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
3) Modal awal usaha KSPPS sekunder dengan wilayah keanggotaan
lintas daerah provinsi ditetapkan paling sedikit Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Sedangkan untuk LKM-BMT berbadan hukum koperasi terdapat minimal
modal awal tersendiri, diantaranya:

31
KSPPS Primer adalah KSPPS yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.
32
KSPPS Sekunder adalah KSPPS yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi yang
melaksanakan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
55

1) Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk cakupan wilayah


usaha desa atau kelurahan.
2) Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk cakupan wilayah usaha
kecamatan.
3) Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk cakupan wilayah
usaha kabupaten atau kota.
Selain dari anggota pendirinya, KSPPS BMT berpeluang
mendapatkan tambahan modal dari anggota yang mendaftarkan diri
setelah pendiriannya. Tambahan modal tersebut didapatkan karena
seseorang yang mendapatkan pelayanan dari KSPPS BMT diharuskan
untuk menjadi anggota dan melunasi pembayaran simpanan pokok.
Simpanan pokok termasuk ke dalam salah satu jenis modal bagi KSPPS
BMT. Maka KSPPS BMT memiliki peluang penambahan modal seiring
dengan bertambahnya anggota.
Sedangkan dalam LKM BMT dengan badan hukum koperasi tidak
ada persyaratan untuk menjadi anggota bagi siapa saja masyarakat yang
ingin mendapatkan pelayanan dari LKM BMT dengan badan hukum
koperasi. LKM BMT dengan badan hukum koperasi dapat melakukan
pelayanan kepada bukan anggota atau masyarakat umum sehingga LKM
BMT dengan badan hukum koperasi tidak berpeluang untuk mendapatkan
tambahan modal yang berasal dari simpanan pokok anggota baru. Maka
dapat dketahui bahwa modal LKM BMT dengan badan hukum koperasi
hanya berasal dari para pendirinya.
c. Izin Pendirian, Pembinaan, Pengaturan, dan Pengawasan
LKM BMT dengan badan hukum koperasi mendapatkan izin
pendirian, pengaturan, pembinaan dan pengawasan dari Otoritas Jasa
Keuangan dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Dalam pembinaan, pengaturan
dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan
56

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan


didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan
bagi KSPPS BMT perizinannya, pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
d. Penjaminan Simpanan
Untuk menjamin simpanan dalam LKM BMT dengan badan hukum
koperasi, Pemerintah Daerah dan/atau LKM BMT dengan badan hukum
koperasi dapat membentuk lembaga penjamin simpanan. Sedangkan
dalam KSPPS BMT tidak ada ketentuan terkait kewenangan pembentuk
lembaga penjamin simpanan karena sistem dalam koperasi berlandaskan
pada sistem kepercayaan yang dibentuk antar anggotanya.
5. Misinterpretasi Hakim
Salah satu aspek yang menjadi landasan hakim dalam memutus sebuah
perkara yaitu dengan berpatokan pada hukum tetulis atau peraturan
perundang-undangan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem
hukum yang menganut paham “Civil Law” (Eropa Kontinental) yang diwarisi
dari pemerintahan Kolonial Belanda semenjak ratusan tahun penjajahan.
Peraturan perundang-undangan selaku hukum tertulis yang diakui secara sah
oleh negara keberadaannya sangat penting dalam menentukan nasib seseorang
yang mencari keadilan atau menuntut haknya di lembaga peradilan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pentingnya
landasan peraturan perundang-undangan dalam memutuskan perkara disebut
dengan asas legalitas. Dalam Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana disebutkan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Asas legalitas ini
tidak hanya berlaku bagi perkara pidana melainkan juga mencakup perkara
perdata, militer, tata usaha negara serta perdata agama. Penerapan asas
legalitas dalam pencarian keadilan di Indonesia dilandaskan untuk mencapai
kepastian hukum sebagai ciri khas dari sebuah negara hukum.
57

Karena hakim juga merupakan manusia yang merupakan tempat


terjadinya kesalahan dan lupa, maka hakim berpeluang untuk memutuskan
perkara yang keliru atau bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang ada. Untuk mengantisipasi kesalahan tersebut, dilakukanlah
pelatihan dan pembekalan tekait materi perkara seperti pemahaman atas
peraturan perundang-undangan yang ada berdasarkan kamar hukum masing-
masing lembaga yurisdiksi.
Penelaahan peraturan perundang-undangan dalam dunia peradilan
disebut dengan interpretasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Interpretasi memiliki makna sebagai pemberian kesan, pendapat atau
pandangan teoritis terhadap sesuatu atau biasa disebut dengan tafsiran. Hakim
dituntut untuk dapat mempertemukan peristiwa hukum yang konkret dengan
aturan hukum yang ada. Sebelumnya hakim menentukan aspek apa saja yang
menjadi penopang dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan
kemudian mengaitkannya dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
Kesalahan penafsiran peraturan perundang-undangan ini disebut
dengan Misinterpretasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
misinterpretasi memiliki arti sebagai kesalahpahaman atau kekeliruan. Karena
lembaga peradilan hanya mengenal hasil dengan putusan kalah-menang (Win
Lose Solution), maka apabila hakim melakukan salah penafsiran atau
misinterpretasi maka hasildari putusan tersebut sangat berpengaruh dan
merugikan pihak yang kalah. Selain itu, dalam beberapa kasus besar yang
menyangkut kepentingan negara, misinterpretasi dapat memberikan dampak
bagi perekonomian dan poitik sebuah negara. Sehingga dapat diketahui bahwa
pemahaman hakim akan peraturan perundang-undangan sangat penting
kedudukannya.
Atas perbuatan misinterpretasi seorang hakim tidak dapat dilakukan
gugatan secara perdata kepada hakim yang bersangkutan. Ketentuan tersebut
dilatar belakangi untuk menjaga marwah serta kehormatan lembaga peradilan.
58

Selain itu, untuk menghindari kekhawatiran hakim yang dibayang-bayangi


gugatan dalam setiap memutus perkara.
Untuk meminimalisir kerugian yang dialami, para pihak yang merasa
dirugikan atas sebuah putusan seorang hakim dapat melakukan upaya hukum
berupa banding, kasasi, bahkan peninjauan kembali. Meskipun upaya hukum
tersebut banyak yang tidak mengakomodir keinginan dari para pemohonnya,
namun upaya hukum dirasa lebih efisien dalam memperbaiki misinterpretasi
yang dilakukan oleh hakim dibandingkan dengan dilakukannya gugatan
kepada masing-masing hakim yang memutus perkara.

B. Kajian Studi Terdahulu


1. I Wayan Wahyu Putra Utama dan I Wayan Novy Purwanto33
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang
dilakukan untuk meneliti bagaimana kekuatan hukum perjanjian pinjaman
uang oleh bukan anggota Koperasi Paneca Rahayu berdasarkan ketentuan
yang tercantum dalam KUH Perdata. Penelitian ini dilatar belakangi karena
adanya kesenjangan antara norma dan kenyataan, dimana masih banyak
koperasi yang memberikan pelayanannya berupa pinjaman kepada bukan
anggota.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perjanjian antara Koperasi
Serba Usaha Paneca Rahayu dengan nasabah yang kedudukannya seabagai
bukan anggota merupakan perjanjian dalam bentuk perjanjian autentik (dibuat
di depan notaris) serta perjanjian di bawah tangan. Perjanjian autentik
dilakukan apabila jumlah pinjaman relatif besar sebagaimana yang ditentukan
dalam anggaran dasar. Sedangkan perjanjian di bawah tangan dilakukan
apabila jumlah pinjaman yang diberikan relatif kecil.

33
I Wayan Wahyu Putra Utama dan I Wayan Novy Purwanto, Kekuatan Hukum Perjanjian
Peminjaman Uang Oleh Bukan Anggota Koperasi Paneca Rahayu,(Jurnal Bagian Hukum
Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Udayana)
59

Meskipun menyalahi peraturan perundang-undangan yang ada namun


perjanjian antara nasabah dengan Koperasi Serba Usaha Paneca Rahayu
tersebut memiliki kekuatan hukum karena telah memenuhi ketentuan syarat
sahnya sebuah perjanjian dalam KUH Perdata. Selain itu, penyerahan
pinjaman kepada bukan anggota merupakan perwujudan dari perjanjian yang
bersifat riil atau nyata, sehingga dapat dipastikan sah atau tidaknya sebuah
perjanjian.
Antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan terletak
kesamaan pada objek penelitian, yaitu pelayanan koperasi dengan kegiatan
usaha simpan pinjam kepada masyarakat umum atau bukan anggota.
Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian, dimana penelitian ini
meneliti kekuatan hukum dari perjanjian yang dilakukan antara nasabah
(bukan anggota) dengan koperasi, sedangkan penelitian yang penulis lakukan
meneliti kesesuaian putusan hakim terkait penghimpunan dana oleh Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah kepada bukan anggota.
2. Tuti Hartati PW. dan M. Jafar34
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian yuridis empiris yang
bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan pemberian
pinjaman kepada bukan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam Jaya Perkasa.
Selain itu juga untuk mengetahui kesesuaiannya dengan regulasi terkait
pelayanan koperasi simpan pinjam. Serta untuk mengetahui faktor apa saja
yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pemberian pinjaman pada
bukan anggota serta upaya apa yang dilakukan untuk menyelesaikan
wanprestasi tersebut.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh perbuatan Koperasi Simpan
Pinjam Jaya Perkasa yang memberikan pelayanan pinjaman kepada
34
Tuti Hartati PW. dan M. Jafar, Wanprestasi Dalam Pemberian Pinjaman Kepada Bukan
Anggota Pada Koperasi Simpan Pinjam Jaya Perkasa Cabang Blangkejeren, (Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Vol. 3, No. 1,
2018)
60

masyarakat umum atau bukan anggota. Selain itu, juga disebabkan banyaknya
penerima pinjaman dari bukan anggota yang tidak memenuhi kewajibannya
atau melakukan wanprestasi.
Hasil penelitian ini disebutkan bahwa pelaksanaan kesepakatan
pinjaman antara peminjam (bukan anggota) dengan koperasi berpedoman
pada Pasal 1745 KUH Perdata. Prosedur pengajuan pinjaman diawali dengan
pengajuan permohonan, kemudian analisis pemberian pinjaman, keputusan
pinjaman, selanjutnya pemberian pinjaman. Sedangkan faktor yang
menyebabkan terjadinya wanprestasi yang dilakukan peminjam (bukan
anggota) diantaranya seperti usaha yang dijalankan peminjam tidak berjalan
lancar, kemudian karena peminjam yang menunda-nunda pembayaran, serta
pendapatan peminjam yang tidak menentu. Sedangkan upaya yang dilakukan
koperasi untuk menyelesaikan permasalahan wanprestasi yang dilakukan
kepada bukan anggota sebagaimana dengan penyelesaian wanprestasi kepada
anggota diantaranya pemberitahuan secara langsung kepada peminjam,
selanjutnya diberikan peringatan kepada peminjam. Namun keseluruhan
perkara wanprestasi bukan anggota diselesaikan secara kekeluargaan danpa
dilakukannya pelaporan kepada Koperasi Konsumen Jaya Perkasa Pusat di
Banda Aceh.
Persamaan dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada objek
penelitian dimana keduanya meneliti praktek pelayanan koperasi dengan
kegiatan usaha simpan pinjam kepada masyarakat umum atau bukan anggota.
Sedangkan perbedaan diantara keduanya terletak pada fokus penelitian yang
menjadi dasar penelitian. Fokus dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis
kekuatan hukum dari sebuah perjanjian antara koperasi dengan bukan anggota
serta prosedur perjanjian pinjaman. Sedangkan penelitian yang dilakukan
penulis berfokus pada kesesuaian putusan hakim terkait penghimpunan
simpanan oleh koperasi kepada bukan anggota berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
61

3. I Gede Hartadi Kurniawan35


Penelitian ini dilatar belakangi oleh dugaan terdapatnya pengendali
terselubung atas kepemilikan koperasi yang ditandai dengan pengumpulan
Kartu Tanda Penduduk para anggotanya tanpa disertai dengan pembayaran
simpanan pokok maupun simpanan wajib. Kemudian, masih banyak
ditemukan koperasi yang menghimpun dana dari pihak ketiga atau
menyalurkan pinjaman kepada bukan anggota.
Dalam penelitian ini disebutkan bahwa koperasi simpan pinjam
diperbolehkan melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana
sebagaimana dunia perbankan melainkan hanya pada anggotanya saja.
Pembatasan tersebut untuk menjaga prinsip dasar koperasi untuk tidak
bergantung pada modal dari pihak luar koperasi. Anggota dituntut untuk
mandiri dalam mengembangkan arus perekonomian koperasi.
Selain itu, masih banyak ditemukan pelanggaran ketentuan terkait
calon anggota yang apabila telah sampai 3 bulan setelah melakukan pelunasan
simpanan pokok dan simpanan wajib maka diharuskan menjadi anggota.
Namun para penerima layanan dari koperasi tidak segera diangkat menjadi
anggota sebagaimana ketentuan tersebut.
Kemudian, anggapan bahwa koperasi tidak akan berkembang apabila
hanya melayani anggota saja terbantahkan. Karena apabila koperasi hanya
terfokus pada pelayanan anggota saja, maka akan berdampak pada
terbebasnya koperasi dari penyaluran sebagian sisa hasil usahanya kepada
bukan anggota sehingga sisa hasil usaha hanya terfokus untuk dibagikan
kepada para anggotanya.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan
penulis, dimana keduanya meneliti tindakan koperasi dengan kegiatan usaha
simpan pinjam yang memberikan pelayanan kepada bukan anggota.

35
I Gede Hartadi Kurniawan, Tindakan Koperasi Simpan Pinjam Yang Mengakibatkan
Perbuatan Tindak Pidana, ( Lex Jurnalica, Vol 10, No. 1, 2013)
62

Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian, dimana dalam


penelitian ini hanya menjabarkan teori yang berkaitan dengan pelayanan
koperasi simpan pinjam kepada bukan anggota. sedangkan penelitian yang
dilakukan penulis berfokus pada analisis kesesuaian putusan hakim terkait
Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan pelayanan penghimpunan dana
terhadap bukan anggota.
4. Kamaludin Pane, Bismar Nasution, Sunarmi, Mahmul Siregar36
Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif yang menganalisis
dasar hukum Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam untuk
menghimpun dana dari masyarakat luas atau bukan anggota. Selain itu untuk
mengetahui kewenangan pengawasan dan penindakan Bank Indonesia serta
Otoritas Jasa Keuangan terhadap koperasi yang melangsungkan kegiatan
usaha simpan pinjam. Serta penelitian ini untuk mengetahui ketentuan dalam
Peraturan Menteri terkait pengawasan serta penjaminan atas dana yang
dikelola koperasi.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan banyaknya
penyimpangan dalam kegiatan simpan pinjam dalam koperasi yang
mengakibatkan hilangnya dana masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan hasil yang
menyatakan berdasarkan regulasi terkait bahwa Koperasi Simpan Pinjam atau
Unit Simpan Pinjam hanya diperbolehkan melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana kepada anggota, calon anggota, serta koperasi lain atau
anggotanya yang telah menyepakati kerjasama. Kegiatan penghimpunan dana
oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam kepada bukan
anggota merupakan sebuah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan.
Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk melakukan penindakan kepada

36
Kamaludin Pane. Bismar Nasution. Sunarmi. Mahmul Siregar, Pengawasan dan Penindakan
Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Dana Masyarakat Yang Disimpan Di Lembaga
Koperasi Simpan Pinjam (KSP), (USU Law Journal, Vol. 27, No. 2, 2019).
63

koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam yang tidak


mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan apabila sebelumnya telah
dilakukan aduan. Atas kewenangan ini OJK telah menutup kegiatan usaha
beberapa Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang telah
menimbulkan permasalahan hukum.
Sedangkan pengawasan kegiatan koperasi oleh Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah dilakukan melalui perangkatnya yaitu Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tingkat provinsi dan kabupaten
kota. Pengawasan oleh kementerian terkait berpedoman pada Peraturan
Deputi Bidang Pengawasan Nomor 02/Per/Dep.6/IV/2017 tentang Pedoman
Pengawasan Kepatuhan Koperasi dan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM
Nomor 17//Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi.
Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa masih terjadi dualisme
pengaturan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan
Pinjam oleh Kementerian Koperasi dan UKM serta OJK.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak
pada salah satu objek penelitian. Keduanya meneliti penghimpunan dana oleh
koperasi kepada masyarakat umum atau bukan anggota. sedangkan
perbedaannya terletak pada fokus penelitian, dimana dalam penelitian ini
dilakukan analisis atas ketentuan dalam regulasi terkait penghimpunan dana
oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh penulis berfokus pada analisis kesesuaian putusan hakim
terkait kegiatan penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam
kepada bukan anggota.
5. Oxsha Julian37

37
Oxsha Julian, Tinjauan Hukum Islam Tentang Larangan Peminjaman Uang Bagi Yang
Bukan Anggota Koperasi (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera), Skripsi S-1 Fakultas
Syari’ah, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018.
64

Penelitian dengan jenis penelitian empiris ini dilatar belakangi oleh


maraknya kasus yang berasal dari tawaran yang menggiurkan oleh Koperasi
Simpan Pinjam kepada masyarakat umum untuk menyimpan dananya dengan
janji akan diberikan hasil ataupun bunga yang jumlahnya besar dibandingkan
dengan lembaga keuangan lainnya. Maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana sistem peminjaman uang bagi bukan anggota pada
Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera. Selain itu, penelitian ini juga untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam atas larangan peminjaman uang oleh bukan
anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera.
Berdasarkan hasil penelitian disebutkan bahwa sistem peminjaman
uang bagi seseorang yang bukan anggota dengan cara menggunakan nama
anggota aktif di Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera tersebut. Kegiatan ini
menggunakan kepercayaan yang dijaminkan oleh keanggotaan aktif pada
Koperasi Simpan Pinjam tersebut. Sedangkan penyaluran dana kepada bukan
anggota koperasi berdasarkan Undang-Undang Perkoperasian dilarang.
Namun apabila mengacu pada hukum Islam yang tercantum dalam Al Qur’an
Surat Al-Maidah ayat 2 bahwa penyaluran dana oleh Koperasi Simpan Pinjam
diperbolehkan dengan landasan tolong menolong sesama manusia.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada
objek penelitian, dimana keduanya meneliti pelayanan Koperasi Simpan
Pinjam kepada bukan anggota. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus
permasalahan dimana dalam penelitian ini memfokuskan pada prosedur
pemberian pinjaman kepada bukan anggota serta tinjauannya dalam hukum
Islam. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan untuk meneliti kesesuaian
putusan pengadilan terkait penghimpunan dana oleh koperasi simpan pinjam
kepada bukan anggota serta tinjauannya berdasarkan hukum positif di
Indonesia.
65

6. Dessy Lina Oktaviani Suendra38


Penelitian ini merupakan penelitian nomatif yang dilatar belakangi
oleh maraknya koperasi yang menjalankan praktek perbankan dengan
menghimpun dana dari pihak ketiga. Selain itu, juga terjadi ketidak sejalanan
ketentuan pertanggung jawaban atas perbuatan tersebut antara yang tercantum
dalam Undang-Undang Perkoperasian dengan Undang-Undang Perbankan.
Dalam Undang-Undang Perkoperasian disebutkan bahwa konsekuensi bagi
koperasi yang menjalankan penghimpunan kepada pihak ketiga akan
dibebankan tanggung jawab berupa pembubaran. Sedangkan dalam Undang-
Undang Perbankan bagi siapa saja yang memerintahkan atau Pimpinan dari
perbuatan tersebut maka harus bertanggung jawab dengan ancaman sanksi
pidana. Maka fokus penelitian dalam penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana pertanggung jawaban koperasi atas tindakan pidana dengan
melakukan penghimpunan dana oleh koperasi kepada pihak ketiga.
Berdasarkan asas lex specialis derograte legi generali bahwa tindak
pidana perbankan oleh koperasi lebih tepat digunakan pedoman berdasarkan
Undang-Undang Perbankan. Sedangkan terkait individu yang bertanggung
jawab atas perbuatan tersebut dalam penelitian ini mengacu pada teori
pertanggung jawaban pidana korporasi yaitu Identification Theory dan
Vicarious Liability. Berdasarkan teori ini Pimpinan korporasi atau dalam
kasus ini ketua pengurus koperasi sebagai penanggung jawab utama atas
pelanggaran tersebut.
Sebagaimana penelitian sebelumnya bahwa kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek penelitian yaitu tindakan
koperasi simpan pinjam yang melakukan pelayanan kepada bukan anggota
atau pihak ketiga. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian,
dimana dalam penelitian ini menganalisis harmonisasi antara Undang-Undang

38
Dessy Lina Oktaviani Suendra, Pertanggungjawaban Pidana Koperasi Dalam Tindak Pidana
Melakukan Kegiatan Perbankan Tanpa Ijin, (Udayana Magister Law Journal, Vol. 4, No. 2, 2015)
66

Perkoperasian dengan Undang-Undang Perbankan serta individu yang


bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Sedangkan dalam penelitian yang
dilakukan penulis yaitu analisis kesesuaian putusan yang ditetapkan majelis
hakim atas perkara pelayanan Koperasi Simpan Pinjam kepada bukan
anggota.
67

BAB III
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR 402/Pdt.G/2018/PA.Botg
A. Pokok Gugatan
Dalam perkara antara Penggugat (Antonius Ibi Lebuan) dengan Tergugat I
(Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman),
Tergugat II (Ketua Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman) serta Tergugat III (Suami Tergugat II) diajukan sebuah gugatan
dengan dasar perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Para
Tergugat.
Gugatan perbuatan melawan hukum kepada Tergugat I berlandaskan pada
perbuatan Tergugat I yang telah sengaja menghimpun dana berupa simpanan
berjangka dan pendanaan berjangka kepada Penggugat yang kedudukannya bukan
sebagai anggota atau hanya masyarakat umum. Perikatan yang dilakukan antara
Penggugat dengan Tergugat I diantaranya:
1. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0130-014/SB/VIII/14 tertanggal
28 Agustus 2014 dengan total dana Rp.200.000.000,-
2. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0146-015/SB/IX/15 tertanggal
03 September 2015 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
3. Akad Pendanaan Berjangka Nomor 0075-005/SB-P/III/2015 tertanggal 31
Maret 2016 dengan total dana Rp. 10.000.000,-
4. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0020-006/SB-P/II/2016
tertanggal 12 Februari 2016 dengan total dana Rp. 210.000.000,-
5. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0051-006/SB-P/VI/2016
tertanggal 04 Juni 2016 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
Kegiatan tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana oleh koperasi
dengan kegiatan usaha simpan pinjam diantaranya:

67
68

1. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI No.


16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Pasal 21 yang berbunyi :
“Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah meliputi:
a. Menghimpun simpanan dari anggota yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dengan akad wadiah atau mudharabah.
b. Menyalurkan pinjaman dan pembiayaan syariah kepada anggota, calon
anggota dan koperasi lain dan atau anggotanya dalam bentuk pinjaman
berdasarkan akad qard dan pembiayaan dengan akad murabahah, salam,
istishna, mudharabah, musyarakah, ijarah, muntahiya bittamlik, wakalah,
kafalah dan hiwalah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
syariah.
c. Mengelola keseimbangan sumber dana dan penyaluran pinjaman dan
pembiayaan syariah”.
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bab I Pasal 1 Angka 5 yang
berbunyi:
“simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan dana atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengannya”.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 16 ayat 1
yang berbunyi:
“Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai
Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari pimpinan bank Indonesia,
kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur
dengan undang-undang tersendiri”.
Bahwa didalam penjelasannya disebutkan :

68
69

“Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya


merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait
kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang
menghimpun dana tersebut. Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan
bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
hanya dapat dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai
bank umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Namun, di masyarakat
terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam
simpanan, misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiunan,
atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak
dicakup sebagai kegiatan usaha. Kegiatan penghimpunan dana dari
masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut diatur dengan UU
tersendiri”.
Atas pelanggaran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan oleh
Tergugat I sebagaimana disebutkan diatas, menurut Penggugat menjadi penyebab
terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat I. Tergugat I dianggap
melakukan wanprestasi karena telah ingkar janji terhadap perjanjian yang telah
dibuatnya dengan Penggugat. Setelah datangnya waktu jatuh tempo masing-
masing akad yang telah disepakati Penggugat tidak dapat melakukan penarikan
dana yang telah disimpannya sebagaimana yang telah disepakati dalam perikatan.
Maka keadaan tersebut menimbulkan kerugian bagi Penggugat, sehingga dengan
berpedoman pada Pasal 1365 KItab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa: “Tiap Perbuatan Melanggar Hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Berdasarkan pada fakta dan dasar
hukum yang digunakan Tergugat I terbukti telah melakukan perbuatan melawan
hukum yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat berupa dana pokok yang
disimpan serta keuntungan berupa bunga sebagaimana disepakati dalam akad-

69
70

akad dengan jumlah kerugian sebesar Rp. 637.000.000,00 (enam ratus tiga puluh
tujuh juta rupiah).
Selain itu, Penggugat juga mendalilkan bahwa Tergugat I telah melanggar
prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana oleh Tergugat I
kepada Penggugat. Pelanggaran tersebut berupa pencantuman dan penggunaan
metode bunga dalam salah satu akad yang disepakati yaitu pada Point 5 Akad
Perjanjian Simpanan Berjangka yang berbunyi: “Keuntungan yang dibagi KJKS
BMT Baiturrahman 22% dan Penyimpan 78% atau Rp. 3.000.000,00”.
Pencantuman nominal yang pasti sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
sebagai keuntungan yang akan didapatkan oleh penyimpan dalam hal ini
Penggugat menjadikan perikatan yang dilakukan antara Tergugat I dengan
Penggugat didasarkan pada sistem bunga yang dilarang dalam prinsip syariah.
Terkait keikutsertaan Tergugat II (Ketua Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman) dalam perkara ini berlandaskan pada
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
berbunyi:
1. Pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian
yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan
atau kelalaiannya.
2. Di samping penggantian kerugian terdebut, apabila tindakan itu dilakukan
dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk
melakukan penuntutan.
Atas ketentuan tersebut, Tergugat II selaku Pimpinan atau Ketua dari
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman yang
mengetahui secara pasti serta menandatangani perbuatan penghimpunan dana
oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
kepada Penggugat selaku masyarakat umum tanpa izin otoritas terkait yaitu Bank
Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan serta perbuatan ingkar janji atas

70
71

perikatan tersebut, maka secara sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan


tersebut.
Sedangkan Tergugat III selaku Suami dari Ketua Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman atau Tergugat II yang ikut serta
menjadi salah satu lawan dari Penggugat dikarenakan jaminan yang diserahkan
oleh Tergugat II dengan didampingi Tergugat III kepada Penggugat merupakan
atas nama Tergugat III yaitu Insinyur Hasyim. Jaminan tersebut berupa sebidang
tanah dan bangunan tempat tinggal yang terletak di jalan Delta Pelangi 1 No. 44
RT 16/RW. 06 Desa Ngingas Kec. Waru Kab. Sidoarjo Provinsi Jawa Timur,
seluas 150 M2 sebagaimana termuat di dalam sertifikat Hak Guna Bangunan No.
297/Desa Ngingas sesuai surat ukur No. 38/Ngingas/1998 tertanggal 04 Maret
1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kab. Sidoarjo pada tanggal 16
April 1998 an. Tergugat III dengan batas batas :
Utara : Bapak Bucek
Selatan : jalan Delta Pelangi I
Barat : Bapak Himawan
Timur : Bapak Jery
Penyerahan jaminan tersebut menandakan pengakuan kesalahan yang
dilakukan oleh Tergugat I,II serta III dengan melakukan penghimpunan dana
kepada Penggugat berupa simpanan berjangka dan pendanaan berjangka sehingga
menimbulkan kerugian karena Para Tergugat telah melakukan wanprestasi atas
perjanjian-perjanjian yang telah disepakati.
B. Jawaban Tergugat
Atas gugatan yang diajukan oleh Penggugat sebagaimana disebutkan
sebelumnya, Para Tergugat memberikan tanggapannya dalam sebuah jawaban.
Tergugat I, Tergugat II serta Tergugat III beranggapan bahwa Penggugat tidak
memenuhi syarat formalitas gugatan (Eksepsi Prosesual). Selain itu, Penggugat
juga telah keliru dalam menentukan para pihak yang diikut sertakan dalam
perkara ini (Cacat Error In Persona). Para Tergugat pun memberikan masing-

71
72

masing jawabannya yang berkaitan dengan pokok gugatan yang diajukan


Penggugat.
Tergugat I berdalil bahwa kegiatan penghimpunan dana oleh Tergugat I
telah sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pada romawi V yang menyatakan bahwa:
“Dalam melaksanakan kegiatan usaha penghimpunan dana, ada 2 (dua) bentuk
simpanan yang diperbolehkan yaitu tabungan koperasi dan simpanan berjangka.
Untuk melayani kebutuhan penyimpanan, koperasi dapat menciptakan berbagai
jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka. Pemberian nama dan ketentuan
mengenai jenis-jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka merupakan
wewenang pengurus koperasi.”. Tergugat I selaku koperasi dengan kegiatan usaha
simpan pinjam berwenang untuk melakukan pelayanan berupa penyimpanan dan
penyaluran dana dalam bentuk simpanan dan tabungan yang nama serta ketentuan
jenisnya menjadi wewenang koperasi. Selain itu, kegiatan penghimpunan
simpanan oleh Tergugat I berlandaskan pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
menyebutkan bahwa salah satu bentuk suatu bank yaitu koperasi.
Kegiatan penghimpunan serta penyaluran dana yang dilakukan oleh
Tergugat I juga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
dibuktikan dengan dilampirkannya Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman Nomor 518/13/01/IX/2002 tertanggal 27
September 2002.
Dalam jawabannya, Tergugat I juga mengatakan bahwa Penggugat bukan
orang yang berhak untuk melakukan gugatan (gemis aanhoedanigheid). Hal
tersebut dikarenakan hubungan Penggugat dengan Tergugat I hanyalah sebatas
pada produk yaitu Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka, maka untuk
penyelesaian masalah terkait produk tersebut seharusnya Penggugat mengajukan

72
73

penyelesaian permasalahan melalui Rapat Anggota selaku kekuasaan tertinggi


dalam koperasi maupun melalui Dewan Perwakilan Anggota (DPA) yang
kemudian diteruskan kepada Badan Pengawas.
Maka atas beberapa poin Jawaban Tergugat I diatas dapat dipastikan
bahwa Penggugat telah keliru dalam gugatannya (Fundamentum Pertendi),
dimana antara dasar hukum (rechtelijke grond) dengan dasar fakta (feitelijke
grond) tidak memiliki hubungan yang menjadi dasar atau uraian sehingga
Tergugat I menolak seluruh dalil gugatan yang diajukan oleh Penggugat kecuali
hal-hal yang telah dengan jelas diakui oleh Tergugat I.
Terkait gugatan Penggugat yang melibatkan Tergugat II (Ketua Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman) juga dianggap telah
keliru serta tidak berdasarkan hukum (exceptie onrechmatig of ongegrond).
Berdasarkan Bukti Struktur Kepengurusan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman dapat diketahui bahwa masih banyak
jajaran pengurus yang seharusnya diikut sertakan dalam gugatan ini. Sehingga,
keterlibatan Tergugat II dalam gugatan ini dianggap tidak sesuai dengan fakta
yang ada.
Kekeliruan tersebut juga diperparah dengan diikut sertakannya Tergugat
III yang kedudukannya hanyalah Suami dari Tergugat II (Ketua Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman). Tergugat III bukan anggota
maupun pengurus dari Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman, sehingga Tergugat III tidak memiliki keterkaitan sama sekali
dengan gugatan yang diajukan oleh Penggugat.
C. Putusan Hakim
Dalam Amar Putusannya disebutkan bahwa Majelis Hakim menilai dalil-
dalil Gugatan Penggugat tidak terbukti serta tidak beralasan hukum sehingga
seluruh Gugatan Penggugat dinyatakan ditolak. Atas putusan tersebut terdapat
beberapa pertimbangan yang dijadikan landasan oleh Hakim diantaranya yaitu
bahwa akad yang dilakukan antara Tergugat I (Koperasi Simpan Pinjam dan

73
74

Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman) dengan Penggugat (Antonius Ibi


Lebuan) telah menggunakan prinsip-prinsip syariah. putusan tersebut ditetapkan
sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 (ayat 1) dan Pasal 22 sampai dengan Pasal
25 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Dalam perikatan ini Tergugat II (Ketua
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman) yang
bertindak untuk dan atas nama Tergugat I telah memenuhi rukun dan syarat sah
suatu perjanjian secara syariah. Putusan ini menolak Gugatan Penggugat yang
berdasarkan pada Point 5 Akad Simpanan Berjangka yang mengandung nominal
pasti atas keuntungan yang didapatkan oleh Penggugat atas akad-akad yang telah
disepakati antara Penggugat dengan Tergugat I. Pencantuman nominal pasti
tersebut oleh Penggugat dikategorikan sebagai metode bunga sehingga telah
melanggar prinsip syariah.
Gugatan Penggugat lainnya yang dilakukan penolakan juga terkait
gugatan perbuatan melawan hukum oleh Para Tergugat berupa pelanggaran
beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dengan melakukan
pelayanan berupa penghimpunan dana kepada Penggugat sebagai masyarakat
umum atau bukan anggota. Atas perbuatan tersebut Penggugat merasakan
beberapa kerugian yang dialami oleh Penggugat. Penolakan tersebut berlandaskan
pada pertimbangan bahwa berdasarkan Bukti T.1 (Foto Copy Akta Pendirian
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman Nomor
518/13/01/IX/2002 tertanggal 27 September 2002), Bukti T.3 (Foto Copy
Pengesahan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman Nomor 518/13/01/IX/2002 tertanggal 27 September 2002), serta
Bukti T.7 (Foto Copy Tanda Daftar Perusahaan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman Nomor: 171226500015 tertanggal 04
Mei 2006). Atas beberapa bukti tersebut Majelis Hakim beranggapan bahwa
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah
mendapatkan izin dari lembaga terkait yaitu Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah. Sehingga dapat diketahui bahwa Koperasi Simpan Pinjam

74
75

dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah mentaati peraturan perundang-


undangan.
Atas dalil Gugatan Penggugat yang menyatakan bahwa Penggugat
hanyalah masyarakat umum atau bukan bagian dari keanggotaan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman sepenuhnya ditolak
oleh Majelis Hakim. Terhadap penolakan tersebut Majelis Hakim berlandaskan
pada keanggotaan koperasi yang bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan
mampu menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab
keanggotaan. Maka Penggugat yang telah mampu menggunakan jasa Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman berupa Produk
Simpanan Berjangka dan Produk Pendanaan Berjangka menjadi dalil bahwa
Penggugat secara tidak langsung menerima tanggung jawab untuk menjadi
seorang anggota. Maka Majelis Hakim menilai bahwa penghimpunan dana oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman kepada
Penggugat yang kedudukannya sebagai masyarakat umum sah dilakukan serta
tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Namun, dalam putusan ini Majelis Hakim juga mengakui keberadaan
akad-akad yang telah disepakati antara Penggugat dengan Tergugat I melalui
perantara Tergugat II sehingga dapat diketahui hubungan hukum diantara mereka
benar adanya. Selain itu, Majelis Hakim pun mengakui bahwa Tergugat I dan
Tergugat II telah melakukan wanprestasi yang menimbulkan kerugian bagi
Penggugat secara materiil maupun immateriil.
Atas penolakan terhadap sebagian besar Gugatan Penggugat dalam
perkara ini maka Majelis Hakim menetapkan bahwa kedudukan Penggugat dalam
perkara ini dipersamakan sebagai pihak yang kalah, sehingga berdasarkan Pasal
192 Reglement Buiten Govesten (RBg) Penggugat dibebankan untuk membayar
biaya perkara.

75
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR
402/Pdt.G/2018/PA.Botg
A. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
Koperasi merupakan badan hukum yang dapat melakukan perbuatan
hukum, begitu pula jenis Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah atau
biasa disebut dengan KSPPS. Untuk menciptakan kepastian hukum, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian koperasi
memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh
Pemerintah. Akta pendirian ini diberikan melalui salah satu lembaga pemerintah
yang sekarang ini berada pada kewenangan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
sah sebagai badan hukum melalui Akta Pendirian Nomor : 518/13/01/IX/2002
tertanggal 27 September 2002. Kemudian untuk menyesuaikan dengan regulasi
terbaru maka dilakukan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman yang dibuat oleh seorang notaris atas
nama Johnny Frans De Lannoy Nomor 05 tertanggal 21 Juni 2007. Sebelum
adanya perubahan tersebut Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman telah dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) Nomor : 047/SIUP-M/V/2006 yang dikeluarkan pada tanggal 03 Mei
2006 serta Tanda Daftar Perusahaan Koperasi Nomor : 171226500015 tertanggal
4 Mei 2006.
Pemenuhan syarat untuk menjadi sebuah badan hukum yang sah oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
menandakan ketaatan koperasi tersebut atas peraturan perundang-undangan
terkait kegiatan perkoperasian. Selain sebagai tanda ketaatan, pemenuhan Akta
Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
yang diberikan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga

76
77

menandakan kejelasan patokan regulasi yang seharusnya dijadikan pijakan oleh


Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman yaitu Undang-
Undang Perkoperasian dan beberapa peraturan turunannya. Dapat juga kita ketahui
bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman bukan
termasuk kedalam golongan Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hukum
koperasi sebagaimana telah penulis jabarkan pada bab sebeumnya. Untuk itu, Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman berwenang untuk
melakukan beberapa kegiatan usaha seperti:
1. Menyelenggarakan kegiatan maal untuk pemberdayaan anggota dan masyarakat di
bidang sosial dan ekonomi.
2. Menghimpun simpanan berjangka dan tabungan Koperasi dari anggota, calon
anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya berdasarkan prinsip syariah
3. Menyalurkan pinjaman kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau
anggotanya berdasarkan prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau
anggotanya berdasarkan prinsip syariah.
Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-seorang serta
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Kedudukan
anggota dalam pendirian koperasi sangatlah penting keberadaannya. Koperasi berbeda
dengan praktek badan usaha lainnya yang mewajibkan terpenuhinya batas minimal
modal yang dimiliki. Dalam koperasi hanya diwajibkan terpenuhinya batas minimal
anggota yang telah sepakat untuk mendirikan koperasi.
Koperasi yang beranggotakan orang-seorang (koperasi primer) dibentuk
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. Dalam perkara ini, sebagaimana keterangan
penggugat yang tercantum dalam bukti buku daftar anggota Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman disebutkan bahwa jumlah anggota
koperasi tersebut terdapat 24 (dua puluh empat) orang. Namun jumlah anggota tersebut
senantiasa mengalami penurunan.
78

Apabila dilihat kembali pada waktu awal berdirinya Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman dengan pada saat putusan perkara ini
ditetapkan pada tahun 2018, maka terpaut jarak waktu yang cukup lama yaitu sekitar
kurang lebih 16 tahun. Anggota pada Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman tidak mengalami peningkatan yang signifikan dari syarat
jumlah anggota pada saat pendirian minimal 20 (dua puluh) orang dengan jumlah yang
tercantum dalam Bukti Buku Daftar Anggota sebanyak 24 (dua puluh empat) orang
anggota. Maka hanya bertambah 4 (empat) orang anggota selama 16 tahun pendirian
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang turut
mendukung sedikitnya kuantitas anggota dalam sebuah koperasi. Salah satu faktor
yang dapat menyebabkan keadaan tersebut yaitu tidak diterapkannya secara maksimal
sifat keterbukaan dalam keanggotaan sebuah koperasi. Dalam sebuah koperasi
seseorang dapat bebas keluar masuk sebagai anggota. Anggota koperasi dituntut untuk
memiliki kepentingan dan tujuan yang sama sebagaimana yang tercantum dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sehingga dalam keanggotaan sebuah
koperasi tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi bagi siapa saja yang
menghendaki keikut sertaannya dalam keanggotaan sebuah koperasi.
Selain itu, ketidak maksimalan peningkatan kuantitas anggota Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman kemungkinan
dipengaruhi oleh faktor manajemen perekrutan keanggotaan yang lemah serta kurang
sesuainya kepentingan dan tujuan koperasi dengan kepentingan masyarakat secara
umum. Sehingga sedikit dari masyarakat yang menyetujui untuk menjadi bagian dari
keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
Dengan adanya jumlah anggota dalam Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman maka terdapat perangkat organisasi koperasi
tertinggi yaitu Rapat Anggota. Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam koperasi. Keberadaan Rapat Anggota dalam Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman ditandai dengan Bukti Tergugat terkait
79

Berita Acara Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
Untuk mengelola seluruh kegiatan usaha sebuah koperasi maka dibentuk
struktur kepengurusan. Pengurus bertugas menyusun rencan-rencana kerja serta
melakukan pertanggung jawaban atas kegiatan apa saja yang dilakukan dalam koperasi
tersebut. Dalam Pasal 21 Point b Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman disebutkan bahwa salah satu tugas dan
kewajiban pengurus adalah melakukan seluruh perbuatan hukum atas nama koperasi
tersebut. Berdasarkan Pasal 20 Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman disebutkan bahwa pengurus terdiri dari :
1. Seorang atau beberapa orang ketua.
2. Seorang sekretaris
3. Seorang bendahara
Jumlah pengurus dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman terdapat 28 struktur yang terdiri dari:
1. Pengurus Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman:
a. Ketua
b. Wakil Ketua I
c. Wakil Ketua II
d. Bendahara I
e. Bendahara II
f. Sekretaris I
g. Sekretaris II
2. Pengurus Internal Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman:
a. Ketua
b. Wakil Ketua I
c. Wakil Ketua II
d. Kantor Wilayah
80

1) Indo Niaga
2) Rawa Indah
3) Telihan
4) Bontang Kuala
5) Lok Tuan
6) Guntung
7) Simpang Senggeta
3. Pengurus Eksternal Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman:
a. Ketua
b. Wakil Ketua I
c. Wakil Ketua II
d. Koordinator Wilayah
1) Rawa Indah
2) Telihan
3) Bontang Kuala
4) Lok Tuan
5) Guntung
6) Simpang Senggeta
7) Indo Niaga
Terkait pembagian beberapa bentuk pengurus dalam Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman tidak diberikan penjelasan oleh Tergugat
II selaku Ketua dalam koperasi tersebut.
Anggota dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman yang berjumlah 24 (dua puluh empat) orang jika keseluruhannya
menempati satu bagian dalam struktur kepengurusan, maka terdapat 4 (empat) struktur
pengurus yang tidak ditempati oleh anggota. Namun apabila terdapat anggota yang
menduduki dua atau lebih struktur kepengurusan maka jumlah 28 (dua puluh delapan)
struktur pengurus dapat diterima kebenarannya. Dua kemungkinan tersebut
81

mengindikasikan ketidak pastian struktur kepengurusan dalam Koperasi Simpan


Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman untuk dijadikan pelengkap
pembuktian dalam perkara tersebut. Ketidak pastian tersebut disebabkan karena tidak
dicantumkannya nama-nama anggota yang menduduki bagian dalam struktur
kepengurusan.
Selain Pengurus, dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman juga terdapat Pengawas serta Dewan Pengawas Syariah. Pengawas
merupakan anggota koperasi yang diangkat dan dipilih dalam rapat anggota untuk
mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Sedangkan Dewan
Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih melalui keputusan rapat anggota yang
menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengawas syariah. Meskipun keduanya sama-
sama mengawasi namun memiliki perbedaan pengawasan diantara keduanya.
Dalam perkara tersebut tidak disebutkan keterangan rinci terkait jumlah serta
siapa saja yang menjadi Pengawas serta Dewan Pengawas Syariah. Namun kembali
menjadi sorotan penulis terkait pengawas yang berasal dari anggota maka
menimbulkan ketidak sinkronan antara jumlah anggota, struktur kepengurusan, serta
pengawas dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman.
Berdasarkan keterangan saksi yang disertakan Penggugat atas nama Mirnawati
bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman memiliki
nasabah yang jumlahnya kurang lebih 100 (seratus) orang nasabah. Kedudukan saksi
yang sebelumnya pernah bekerja sebagai staf administrasi umum di Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2017 menguatkan kebenaran akan keterangan tersebut karena seluruh kegiatan
transaksi antara koperasi dengan nasabah dibawah pengetahuan saksi.
Merujuk pada istilah “nasabah” dalam keterangan saksi tersebut lazimnya
jarang digunakan dalam dunia perkoperasian. istilah “nasabah” biasa digunakan dalam
kegiatan dunia perbankan. Dalam regulasi terkait koperasi maupun koperasi dengan
kegiatan usaha simpan pinjam tidak ditemukan istilah “nasabah” yang menjadi
82

pengguna jasa koperasi simpan pinjam. Istilah “nasabah” terdapat dalam Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan bahwa “nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank”.
Sedangkan pengguna jasa koperasi simpan pinjam tetap disematkan istilah “anggota”,
karena anggota merupakan pemilik serta pengguna jasa koperasi. Meskipun tidak
terdapat larangan atas penggunaan istilah “nasabah” dalam koperasi simpan pinjam,
namun hal tersebut tidak sesuai dengan ciri khas koperasi yang pengguna jasanya
disebut dengan “anggota”.
Apabila dibandingkan antara jumlah anggota yang 24 (dua puluh empat) orang
dengan jumlah nasabah yang 100 (seratus) orang dalam Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman, maka terdapat selisih yang cukup banyak
diantara keduanya yaitu 76 (tujuh puluh enam) orang. Kedudukan 76 (tujuh puluh
enam) orang ini bukan termasuk anggota dalam Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. 76 (tujuh puluh enam) orang ini
kedudukannya hanya sebagai nasabah atau pengguna jasa Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman karena nama serta identitasnya tidak
tercantum dalam buku daftar anggota.
Hal tersebut mengindikasikan pemberian pelayanan koperasi kepada bukan
anggota atau masyarakat umum. Pelayanan dapat berupa pemberian pinjaman dan
pembiayaan atau penghimpunan simpanan. Keadaan tersebut bertentangan dengan
ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi Pasal 1 Ayat 1 bahwa
“Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun
dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk
anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan/atau anggotanya”. Maka dapat diketahui bahwa Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.
83

B. Kedudukan Penggugat Dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah


BMT Baiturrahman
Buku daftar anggota penting kedudukannya dalam kegiatan koperasi dengan
kegiatan usaha simpan pinjam. Koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam adalah
kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan,
calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan/atau anggotanya1.
Anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi dan tercatat dalam
buku daftar anggota2. Maka, koperasi tidak dapat memberikan pelayanannya kepada
siapa saja yang identitasnya tidak tercantum dalam buku daftar anggota.
Berdasarkan pokok gugatan Penggugat dalam perkara ini disebutkan bahwa
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah
memberikan pelayanan simpanan berjangka dan pendanaan berjangka kepada
penggugat yang kedudukannya sebagai masyarakat umum atau bukan anggota.
Keterangan tersebut diperkuat dengan bukti yang dilampirkan penggugat berupa Buku
Daftar Anggota yang tidak mencantumkan identitas dari Penggugat.
Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya terkait syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk menjadi anggota sebuah koperasi salah satunya yaitu melunasi
pembayaran simpanan pokok. Simpanan pokok merupakan sejumlah uang yang sama
banyaknya yang wajib dibayarkan kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota,
yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.3
Dalam perkara ini tidak dilampirkan bukti yang memberikan keterangan pembayaran
simpanan pokok yang dilakukan Penggugat, baik oleh Penggugat maupun Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.

1
Pasal 1Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam Oleh Koperasi.
2
Pasal 1 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
3
Pasal 1 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
84

Kemudian, terkait kedudukan Penggugat yang dianggap sebagai calon anggota


sehingga Penggugat berhak mendapatkan pelayanan dari Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman, maka dalam Peraturan Menteri Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi disebutkan bahwa calon
anggota merupakan orang perorangan/koperasi yang telah melunasi pembayaran
simpanan pokok kepada koperasinya, tetapi secara formal belum sepenuhnya
melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum menandatangani Buku Daftar
Anggota. Maka asumsi tersebut dapat secara langsung diketahui ketidak sesuaiannya.
Hal tersebut diperkuat dengan fakta persidangan yang tidak memberikan keterangan
pelunasan simpanan pokok oleh Penggugat.
Kemudian dalam Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi disebutkan bahwa calon anggota koperasi dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menjadi anggota koperasi. Perjanjian
simpanan pertama yang disepakati antara Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman pada tahun 2014 memiliki rentang waktu
4 (empat) tahun sampai dilampirkannya Bukti Buku Daftar Anggota dalam perkara ini
pada tahun 2018. Selama rentang waktu tersebut, identitas serta tanda tangan
Penggugat dalam Buku Daftar Anggota tidak kunjung dicantumkan. Hal tersebut tidak
sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang mewajibkan calon anggota
untuk menjadi anggota koperasi seutuhnya dengan dibuktikan pencantuman
identitasnya dalam buku daftar anggota.
Maka, berdasarkan kedua penemuan tersebut dapat dipastikan bahwa
Penggugat bukan sebagai calon anggota yang berhak mendapatkan pelayanan
penyimpanan maupun penyaluran dana oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman.
Hubungan hukum antara Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman hanyalah sebatas nasabah atau kreditur
85

dengan debitur. Hubungan hukum tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa


perjanjian simpanan dan pendanaan, diantaranya:
1. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0130-014/SB/VIII/14 tertanggal 28
Agustus 2014 dengan total dana Rp.200.000.000,-
2. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0146-015/SB/IX/15 tertanggal 03
September 2015 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
3. Akad Pendanaan Berjangka Nomor 0075-005/SB-P/III/2015 tertanggal 31 Maret
2016 dengan total dana Rp. 10.000.000,-
4. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0020-006/SB-P/II/2016 tertanggal
12 Februari 2016 dengan total dana Rp. 210.000.000,-
5. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0051-006/SB-P/VI/2016 tertanggal
04 Juni 2016 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
Hal tersebut dikuatkan dengan jawaban Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman yang menyatakan bahwa Penggugat tidak
memiliki kedudukan hukum yang berhak menggugat karena hubungan antara
Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman hanya sebatas dalam kegiatan produk usaha simpanan dan pendanaan.
Kedudukan anggota yang tidak hanya sebagai pengguna jasa sebuah koperasi
melainkan juga sebagai pemilik seluruh kegiatan usaha di dalamnya juga menguatkan
bahwa Penggugat bukan Anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman. Berdasarkan jawaban Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman tersebut yang menunjukkan bahwa Penggugat hanya
sebagai nasabah atau Pengguna Jasa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman bukan sebagai pemilik kegiatan usaha dalam Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. Atas seluruh fakta dan bukti
persidangan tersebut maka dapat diketahui bahwa Penggugat bukan anggota, calon
anggota serta anggota dari koperasi lain serta tidak berhak mendapatkan pelayanan dari
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. Maka
86

penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman telah melanggar peraturan perundang-undangan.
C. Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka Dalam Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
merupakan koperasi yang dapat memberikan pelayanan kegiatan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan dengan prinsip syariah. Selain itu Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman juga dapat mengelola zakat, infaq, sedekah,
dan wakaf.
Dalam Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor :
351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi Romawi V disebutkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan usaha
penghimpunan simpanan, ada 2 (dua) bentuk simpanan yang diperbolehkan yaitu
tabungan koperasi dan simpanan berjangka. Ketentuan tersebut juga sejalan dengan
ruang lingkup Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang tercantum dalam
Pasal 19 Ayat 5 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11
Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah Oleh Koperasi bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dapat
menghimpun simpanan berjangka dan tabungan koperasi dari anggota, calon anggota,
koperasi lain dan/atau anggotanya berdasarkan akad Wadiah atau Mudharabah.
Kewenangan tertsebut untuk melayani kebutuhan penyimpanan,
Simpanan berjangka adalah simpanan pada koperasi yang penyetorannya
dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut
perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan. Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah mempunyai wewenang untuk memberikan nama dan
ketentuan mengenai jenis simpanan berjangka melalui pengurus dengan ketentuan
tidak melanggar prinsip koperasi serta prinsip syariah yang harus senantiasa dipenuhi
oleh koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
87

Dalam perkara ini, hubungan hukum antara Penggugat dengan Koperasi


Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah adalah sebagai nasabah kreditur dengan
debitur. Hubungan hukum tersebut ditandai dengan dilampirkannya bukti beberapa
kontrak akad terkait produk usaha yang diterbitkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah, diantaranya:
1. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0130-014/SB/VIII/14 tertanggal 28
Agustus 2014 dengan total dana Rp.200.000.000,-
2. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0146-015/SB/IX/15 tertanggal 03
September 2015 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
3. Akad Pendanaan Berjangka Nomor 0075-005/SB-P/III/2015 tertanggal 31 Maret
2016 dengan total dana Rp. 10.000.000,-
4. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0020-006/SB-P/II/2016 tertanggal
12 Februari 2016 dengan total dana Rp. 210.000.000,-
5. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0051-006/SB-P/VI/2016 tertanggal
04 Juni 2016 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
Dalam perkara tersebut tidak diberikan pengertian secara khusus terkait Produk
Pendanaan Berjangka. Dalam peraturan perundang-undangan tidak juga ditemukan
penggunaan kata “pendanaan” dalam kegiatan penyimpanan oleh anggota. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pendanaan [pen-da-na-an] memiliki arti sebagai
penyediaan dana4. Pendanaan merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pihak tertentu
baik perusahaan ataupun bisnis untuk memperoleh sejumlah dana yang dibutuhkan
sebagai modal utama atau hanya tambahan yang nantinya akan dialokasikan ke
berbagai bidang demi berjalannya perusahaan atau bisnis tersebut.5 Sedangkan

4
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h., 89.
5
Modal Rakyat, Simak! Ini Perbedaan Investasi dengan Pendanaan, diakses pada 25 November 2020
pukul 09.30 WIB, https://www.modalrakyat.id/blog/simak-ini-perbedaan-investasi-dengan-pendanaan
88

simpanan merupakan dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi
lain dan/atau anggotanya kepada koperasi6.
Simpanan berjangka yang telah dipercayakan oleh anggota, calon anggota, atau
koperasi lain dan/atau anggotanya kepada koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah dapat digunakan untuk kegiatan usaha koperasi berdasarkan kesepakatan
diantara keduanya. Sedangkan, pendanaan berjangka dapat diasumsikan sebagai dana
yang dipercayakan kepada koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah secara
mutlak untuk penyediaan dana dalam kegiatan produk usahanya. Jadi dalam Produk
Perjanjian Pendanaan Berjangka dipastikan bahwa dana yang dititipkan akan dikelola
sedemikian rupa oleh koperasi sehingga penyimpan dapat mendapatkan bagi hasil atas
pengelolaan tersebut. Namun dalam kasus perkara ini dapat ditentukan dengan pasti
bahwa Produk Simpanan Berjangka dan Produk Pendanaan Berjangka memiliki
ketentuan yang sama yaitu sebagai dana yang dipercayakan oleh anggota, calon
anggota, atau koperasi lain dan/atau anggotanya kepada Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
Akad Simpanan Berjangka dan Akad Pendanaan Berjangka termasuk kedalam
jenis produk usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman. Kedua akad tersebut berbeda kedudukannya dengan simpanan pokok,
simpanan wajib, serta modal penyertaan.
Simpanan pokok merupakan sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib
dibayarkan kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota, yang tidak dapat
diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota7. Simpanan wajib
adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar anggota
kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang tidak dapat diambil

6
Pasal 1 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
7
Pasal 1 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
89

kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota8. Kedua simpanan tersebut
merupakan syarat seseorang untuk menjadi seorang anggota koperasi serta termasuk ke
dalam modal sendiri koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah. Akad-akad yang
telah disepakati oleh Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman bukan termasuk ke dalam simpanan pokok maupun
simpanan wajib. Antara simpanan pokok dan simpanan wajib dengan simpanan
berjangka memiliki karakteristik serta kedudukan yang berbeda.
Sedangkan Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang
dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal, untuk menambah dan
memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usaha
koperasi. Kedudukan modal penyertaan sama dengan Equity atau juga dikenal
pendanaan berupa investasi. Modal penyertaan ini dapat diperoleh dari berbagai
sumber, diantaranya:
1. Perjanjian pinjaman dari lembaga lain/pihak ketiga.
2. Obligasi dan surat utang.
3. Kerjasama dengan pihak ketiga untuk usaha tertentu.
4. Masyarakat umum melalui media masa atau pasar modal.
Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara sama sekali dalam rapat
anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan. Ketentuan
tersebut dikarenakan hubungan hukum antara pemilik modal penyertaan dengan
anggota merupakan dua istilah yang berbeda.
Dalam Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman BAB XI Pasal 35 Ayat 4 disebutkan bahwa “Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman dapat melakukan pemupukan
modal yang berasal dari modal penyertaan”. Hal tersebut dibenarkan sebagai usaha
untuk peningkatan kualitas kegiatan usaha yang diberikan oleh Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. Namun apabila ketentuan

8
Pasal 1Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
90

tersebut dijadikan alasan diperbolehkan penghimpunan simpanan kepada masyarakat


umum oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
melalui Produk Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka, maka hal tersebut
tidak dapat dibenarkan. Antara Produk Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka
dengan modal penyertaan memiliki karakteristik yang berbeda diantara masing-
masingnya. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
diperbolehkan mendapatkan modal penyertaan dari masyarakat umum, namun dilarang
melakukan pelayanan Produk Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka kepada
masyarakat umum atau bukan anggota.
Menurut peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa simpanan berjangka
dapat menggunakan akad syariah berupa Wadiah dan Mudharabah. Ketentuan terkait
kedua akad syariah tersebut dalam produk koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah disesuaikan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Berdasarkan jawaban Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman bahwa Produk Simpanan Berjangka dan Produk Pendanaan Berjangka
menggunakan akad Mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan sebagaimana
terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
Akad Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal
(malik/shahib al-mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola
(‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai nisbah yang
disepakati dalam akad9. Dalam Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah disebutkan bahwa Simpanan Mudharabah
Berjangka adalah tabungan anggota pada koperasi dengan akad Mudharabah
Muthlaqah yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan koperasi

9
Ketentuan Umum Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor 115/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah.
91

yang bersangkutan. Nisbah bagi hasil adalah nisbah atau perbandingan yang
dinyatakan dengan angka seperti presentase untuk membagi hasil usaha. Sebagaimana
akad-akad syariah lainnya, dalam simpanan berjangka dengan akad mudharabah tidak
diperkenankan adanya mekanisme yang tidak sesuai dengan prinsip syariah seperti
maisir, gharar, riba, dan haram.
Namun prinsip-prinsip tersebut dilanggar dalam Produk Simpanan Berjangka
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. Dalam Point 5
Akad Simpanan Berjangka disebutkan bahawa “Keuntungan yang dibagi Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman 22% dan penyimpan 78%
atau Rp. 3.000.000,-/bulan”. Ketentuan tersebut yang mencantumkan pembagian secara
pasti yang didapatkan oleh Penggugat melanggar sistem bagi hasil yang ada dalam
akad mudharabah. Bagi hasil semestinya berpatokan pada hasil dari pengelolaan dana
yang telah disimpan oleh Penggugat. Sehingga dengan demikian, Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman melalui Ketentuan dalam Akad
Simpanan Berjangka telah melanggar prinsip syariah yang seharusnya diterapkan
dalam koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
Atas pelanggaran ini, Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman telah melakukan pembelaan yang menjadi satu kesatuan dalam perkara
tersebut. Dalam Gugatan Rekonpensi yang diajukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman disebutkan bahwa dalam Akad Simpanan
Berjangka dan Akad Pendanaan Berjangka, Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman tidak ada istilah “bunga” berdasarkan pernyataan
Keputusan Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman Nomor 05 Tahun 2007 yang dibuat oleh
Notaris Johnny Frans De Lannoy Bab VI Pengurus Pasal 24 Ayat 4 yang berbunyi
“Melakukan upaya-upaya dalam rangka mengembangkan usaha koperasi”. Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman membantah bahwa dalam
Produk Simpanan Berjangka dan Produk Pendanaan Berjangka telah diterapkan
92

ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis


Ulama Indonesia terkait Mudharabah.
Bantahan tersebut terpatahkan dengan asas hukum yang melekat dalam sebuah
perjanjian. Dalam perjanjian berlaku Asas Pacta Sunt Servanda yang harus senantiasa
dipenuhi oleh pihak-pihak yang melakukan kesepakatan. Dalam Pasal 1338 ayat 1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya10. Dalam
perkara ini memiliki arti bahwa Penggugat dan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian
yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Maka kedudukan
ketentuan bagi hasil yang mencatumkan nominal yang sudah pasti dalam Akad
Simpanan Berjangka lebih kuat kedudukannya dibandingkan dengan Keputusan Rapat
Anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman yang menyatakan penggunaan bunga dalam kesepakatan tersebut.
Berdasarkan pengertian Simpanan Mudharabah Muthlaqah yang dicantumkan
dalam perkara tersebut dapat diketahui bahwa Simpanan Berjangka dan Pendanaan
Berjangka dapat dimanfaatkan secara produktif dalam bentuk pembiayaan kepada
anggota koperasi, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya. Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor 115/DSN-MUI/IX/2017
tentang Akad Mudharabah disebutkan bahwa dalam Mudharabah Muthlaqah adalah
akad mudharabah yang tidak dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau
tempat usaha. Maka tujuan penyaluran dana dari Simpanan Berjangka dan Pendanaan
Berjangka tidak dibatasi dengan ketentuan-ketentuan khusus yang harus dipenuhi
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
Penggugat dan Saksi atas nama Nurisdan Binti Kamaruddin yang
kedudukannya juga sebagai salah satu nasabah Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman menyebutkan bahwa keduanya tidak

10
Subekti R dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita,
2003),h., 202.
93

mengetahui sistem pengelolaan dana dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman. Keduanya hanya dilihatkan semacam brosur berupa tabel
berapa keuntungan yang akan diterima atas simpanan yang dilakukan oleh keduanya.
Meskipun tidak ada batasan penyaluran atas simpanan yang disepakati oleh
Penggugat dan Saksi, namun sifat transparansi harus senantiasa dijunjung tinggi dalam
pelaksanaan simpan pinjam dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman. Hal tersebut harus senantiasa dipenuhi karena pelayanan jasa
keuangan sangat menjunjung tinggi tingkat kepercayaan atas sebuah produk yang
disepakati.
Selain ketentuan terkait presentase dan nominal hasil yang didapatkan atas
Produk Simpanan Berjangka dan Produk Pendanaan Berjangka yang disepakati oleh
Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman, dalam akad-akad tersebut juga disebutkan ketentuan terkait jangka
waktu jatuh tempo simpanan dalam akad-akad tersebut. Dalam gugatan Penggugat
disebutkan beberapa keterangan terkait waktu jatuh tempo dari akad-akad yang telah
disepakati, diantaranya:
1. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0130-014/SB/VIII/14 tertanggal 28
Agustus 2014 dengan total dana Rp.200.000.000,- jatuh tempo pada tanggal 28
Agustus 2016.
2. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0146-015/SB/IX/15 tertanggal 03
September 2015 dengan total dana Rp. 100.000.000,- jatuh tempo pada tanggal 03
September 2017.
3. Akad Pendanaan Berjangka Nomor 0075-005/SB-P/III/2015 tertanggal 31 Maret
2016 dengan total dana Rp. 10.000.000,- jatuh tempo tanggal 16 Juli 2016.
4. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0020-006/SB-P/II/2016 tertanggal
12 Februari 2016 dengan total dana Rp. 210.000.000,- jatuh tempo pada tanggal 27
Mei 2016.
94

5. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0051-006/SB-P/VI/2016 tertanggal


04 Juni 2016 dengan total dana Rp. 100.000.000,- jatuh tempo pada tanggal 19
September 2016.
Dalam Point 7 Akad Simpanan Berjangka menyatakan bahwa “Kadar nisbah
bagi hasil dan pokok dana akan dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo”.
Kemudian dalam Akad Simpanan Berjangka dan Akad Pendanaan Berjangka juga
disebutkan bahwa satu bulan sebelum jatuh tempo Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman akan mengirim surat ke nasabah dalam hal ini
Penggugat untuk pemberitahuan perpanjangan atau ditariknya simpanan tersebut.
Namun setelah jatuh tempo, Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman tidak kunjung mengirimkan surat pemberitahuan tersebut. Sehingga
mengakibatkan Penggugat tidak bisa mendapatkan bagi hasil serta dana pokok yang
disimpan dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman.
Dalam Jawaban Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman membantah akan tuduhan tersebut, bahwasanya Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah menjalankan prestasi dengan
melakukan beberapa kali pengiriman uang secara transfer melalui bank dengan rincian
sebagai berikut:
1. Tanggal 19 Nopember 2016 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri
atas nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
40.000.000,-
2. Tanggal 30 Desember 2016 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri
atas nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
20.000.000,-
3. Tanggal 13 Januari 2017 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri atas
nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
50.000.000,-
95

4. Tanggal 30 Januari 2017 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri atas
nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
10.000.000,-
5. Tanggal 2 Februari 2017 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri atas
nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
15.000.000,-
Pokok Gugatan Penggugat disebutkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman harus melunasi dana pokok yang disimpan
sebesar Rp. 620.000.000,- ditambah sisa bunga sebesar Rp. 17.000.000 yang
sebelumnya telah dikurangi dengan jumlah pelunasan yang sudah dilakukan oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman, sehingga sisa
yang harus dibayarkan sebesar Rp. 637.000.000,-. Atas gugatan ini seharusnya segera
dilakukan pelunasan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman, karena ketentuan tersebut tercantum dalam Akad Simpanan Berjangka
dan Akad Pendanaan Berjangka antara Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
D. Putusan Hakim Atas Penghimpunan Simpanan Oleh Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
Seluruh Warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama dihadapan hukum.
Ketentuan tersebut tercantum dalam dasar hukum Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945. Tidak ada diskriminasi bagi siapa saja yang merasa tercoreng hak serta
kewenangannya dalam berkehidupan sebagai warga negara di Indonesia untuk
mempertahankan haknya dihadapan persidangan. Dalam perkara perdata, seluruh pihak
yang merasa hak-haknya ternodai berwenang untuk mengajukan gugatan asal tidak
melanggar hak-hak warga negara lainnya. Tujuan utama diajukannya gugatan tersebut
untuk mendapatkan putusan hakim yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
Penggugat.
Dalam perkara yang diajukan oleh Penggugat atas nama Antonius Ibi Lebuan
melawan Para Tergugat diantaranya Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
96

BMT Baiturrahman, Ketua Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman serta Suami dari Ketua Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman ditetapkan hasil akhir berupa putusan dengan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg. Dalam putusan tersebut ditetapkan beberapa pertimbangan
hakim yang berkaitan dengan gugatan Penggugat. Dalam pembahasan ini penulis
hanya akan membahas pertimbangan hakim yang berkaitan dengan penghimpunan
simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
yang dilakukan kepada Penggugat.
Pada pertimbangan hakim yang tercantum dalam Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg disebutkan bahwa:
“Berdasarkan bukti tertulis P1, T.25, dan T.26 yang kesemuanya merupakan Akta
Otentik serta didukung dengan keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian, maka
terbukti bahwa Penggugat telah melakukan 5 (lima) akad berupa Akad Perjanjian
Simpanan Berjangka dan Akad Pendanaan Berjangka yang dilakukan oleh Penggugat
sebagai nasabah dengan Tergugat II sebagai Ketua dari Koperasi Jasa Keuangan
Syariah BMT Baiturrahman”
Pertimbangan hakim tersebut telah sesuai dengan fakta serta bukti-bukti yang
dilampirkan dalam persidangan. Hubungan hukum penggugat dengan Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman ditandai dengan disepeakatinya
beberapa perjanjian, diantaranya:
1. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0130-014/SB/VIII/14 tertanggal 28
Agustus 2014 dengan total dana Rp.200.000.000,-
2. Akad Perjanjian Simpanan Berjangka Nomor 0146-015/SB/IX/15 tertanggal 03
September 2015 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
3. Akad Pendanaan Berjangka Nomor 0075-005/SB-P/III/2015 tertanggal 31 Maret
2016 dengan total dana Rp. 10.000.000,-
4. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0020-006/SB-P/II/2016 tertanggal
12 Februari 2016 dengan total dana Rp. 210.000.000,-
97

5. Akad Perjanjian Pendanaan Berjangka Nomor 0051-006/SB-P/VI/2016 tertanggal


04 Juni 2016 dengan total dana Rp. 100.000.000,-
Selain itu, keberlanjutan atas kesepakatan tersebut dibuktikan dengan adanya
transfer bagi hasil atas simpanan yang dilakukan oleh Penggugat atas beberapa
perjanjian di atas diantaranya:
1. Tanggal 19 Nopember 2016 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri
atas nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
40.000.000,-
2. Tanggal 30 Desember 2016 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri
atas nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
20.000.000,-
3. Tanggal 13 Januari 2017 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri atas
nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
50.000.000,-
4. Tanggal 30 Januari 2017 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri atas
nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
10.000.000,-
5. Tanggal 2 Februari 2017 telah dilakukan transfer ke Rekening Bank Mandiri atas
nama Antonius Ibi Lebuan (Penggugat) A/C : 1480098082368 sebesar Rp.
15.000.000,-
Maka gugatan ini sah dilakukan oleh Penggugat atas dasar hubungan hukum
yang terwujud antara Penggugat dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman.
Pada pertimbangan hakim selanjutnya terkait penerapan bunga dalam
mekanisme penyaluran hasil atas pengelolaan simpanan yang dilakukan oleh
Penggugat. Pertimbangan hakim tersebut berbunyi:
“Bahwa akad yang dilakukan oleh Penggugat dengan Tergugat II sebagai Ketua dari
Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Baiturrahman menggunakan prinsip-prinsip
syariah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 20 (ayat 1) dan Pasal 22 sampai
98

dengan Pasal 25 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dimana Penggugat dengan


Tergugat II yang bertindak atas nama Tergugat I (Koperasi Jasa Keuangan Syariah
BMT Baiturrahman) telah melakukan perikatan yang telah memenuhi rukun dan syarat
sah suatu perjanjian secara syariah, dan oleh karena itu Majelis Hakim menilai bahwa
kedudukan Penggugat dan Tergugat I serta Tergugat II dalam kapasitas sebagai pihak-
pihak (persona standi in judicio) dalam perkara ini dapat diterima”
Pertimbangan hakim ini berlandaskan pada ketentuan dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah yang berkaitan dengan prinsip-prinsip syariah dalam akad yang
mengharuskan sebuah perjanjian dalam Lembaga Keuangan Syariah untuk menerapkan
prinsip-prinsip syariah. Pertimbangan hakim tersebut tidak berlandaskan pada
ketentuan dalam Akad Simpanan Berjangka Point 5 yang berbunyi:
“Keuntungan yang dibagi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman 22% dan Penyimpan 78% atau Rp. 3.000.000,-/bulan”
Keuntungan tersebut mencantumkan nominal yang pasti atas bagi hasil yang
akan didapatkan oleh Penyimpan atau Nasabah atau Penggugat. Hal tersebut menyalahi
prinsip-prinsip yang ada dalam akad mudharabah. Dalam akad mudharabah bagi hasil
yang diterima oleh penyimpan berdasarkan pendapatan dengan sistem presentase atas
hasil pengelolaan simpanan yang nominalnya tidak disebutkan dalam akad perjanjian.
Apabila terdapat nominal yang pasti atas bagi hasil yang didapatkan oleh penyimpan,
maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai bunga yang kedudukannya dilarang
dalam prinsip-prinsip syariah.
Maka pertimbangan hakim terkait penggunaan prinsip-prinsip syariah dalam
produk simpanan yang diterbitkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman telah keliru dengan fakta dan bukti dalam persidangan.
Majelis hakim tidak berlandaskan pada bukti berupa ketentuan dalam perjanjian antara
Penggugat dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman yang ditetapkan sebagai Akta Otentik, melainkan hanya berpatokan pada
regulasi berupa Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang seharusnya ditepati oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
99

Dalam putusan ini Majelis Hakim juga membenarkan perbuatan wanprestasi


yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman terhadap Penggugat dengan pertimbangan hakim sebagai berikut:
“Bahwa Penggugat sebagai nasabah Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT
Baiturrahman telah menyimpan dananya pada koperasi tersebut dalam bentuk Akad
Perjanjian Simpanan Berjangka dan Akad Pendanaan Berjangka, namun sampai saat
ini Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Baiturrahman belum mengembalikan dana
tersebut sedangkan akad-akad tersebut telah jatuh tempo sehingga mengakibatkan
Penggugat mengalami kerugian baik materiil maupun immateriil”
Putusan tersebut sesuai dengan fakta di persidangan yang dibuktikan dengan
lampiran pembayaran berupa transfer dari Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah ke rekening atas nama Antonius Ibi Lebuan dengan rincian sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya. Total dari pembayaran tersebut berjumlah sebesar Rp.
137.000.000,- maka masih terdapat sejumlah uang yang belum dibayarkan dengan dana
pokok yang disimpan sebesar Rp. 620.000.000,-. Selain itu, perbuatan wanprestasi
yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman dikuatkan dengan penyerahan jaminan berupa sebidang tanah dan
bangunan tempat tinggal atas nama Insinyur Hasyim (Suami Ketua Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman) yang terletak di Jalan Delta
Pelangi 1 Nomor 44 RT 16/RW. 06 Desa Ngingas Kecamatan Waru Kabupaten
Sidoarjo Provinsi Jawa Timur seluas 150 M2 sebagaimana termuat di dalam sertifikat
Hak Guna Bangunan No. 297/Desa Ngingas sesuai surat ukut Nomor 38/Ngingas/1998
tertanggal 04 Maret 1998 yang diterbitkan oleh kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.
Jaminan tersebut diserahkan secara langsung oleh Ketua Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman beserta suaminya (Insinyur
Hasyim) kepada Penggugat. Penyerahan tersebut dapat diartikan sebagai pengakukan
Para Tergugat atas ketidak mampuannya memenuhi ketentuan yang tercantum dalam
perjanjian. Maka dapat diketahui bahwa putusan hakim terkait pengakuan perbuatan
100

wanprestasi oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT


Baiturrahman telah sesuai dengan fakta dan bukti persidangan yang ada.
Terkait gugatan Penggugat atas Perbuatan Melawan Hukum oleh Para Tergugat
dengan menghimpun dana melalui Produk Simpanan Berjangka dan Produk Pendanaan
Berjangka kepada Penggugat selaku masyarakat umum yang ditolak oleh Majelis
Hakim memiliki pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Bahwa berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian menerangkan bahwa pemilik dan pengguna jasa koperasi
disebut sebagai anggota dimana keanggotaan koperasi bersifat terbuka bagi semua
yang bisa dan mampu menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung
jawab keanggotaan, maka Majelis Hakim menilai bahwa penghimpunan simpanan
yang dilakukan oleh Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Baiturrahman yang
melibatkan masyarakat secara umum dengan perikatan sebuah akad telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
“Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim
menilai bahwa dalil gugatan Penggugat yang menyatakan Para Tergugat telah
melakukan Perbuatan Melawan Hukum tidak beralasan hukum dan oleh karenanya
harus dinyatakan ditolak.”
Dalam putusan tersebut Majelis Hakim telah keliru atau misinterpretasi dalam
memahami kewenangan penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi disebutkan bahwa Kegiaan
Usaha Simpan Pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota
koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain
dan/atau anggotanya.
Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
terdapat ketentuan yang menyebutkan bahwa kelebihan kemampuan pelayanan
koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota
101

koperasi. Namun atas ketentuan tersebut berlaku asas lex specialis derogate legi
generali yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan
hukum yang bersifat umum. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi disebutkan
bahwa apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon
anggota dapat dilayani. Kemudian apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat
pelayanan sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat dilayani berdasarkan
perjanjian kerjasama antar koperasi yang bersangkutan.
Kewenangan pelayanan tersebut untuk penyaluran dana oleh koperasi dengan
kegiatan usaha simpan pinjam. Terkait penghimpunan simpanan oleh koperasi simpan
pinjam kepada masyarakat umum yang kedudukannya bukan sebagai anggota, calon
anggota, maupun anggota dari koperasi lain secara tidak langsung dilarang dalam
Peraturan Perundang-Undangan. Penghimpunan simpanan oleh lembaga keuangan
menjadi hak dan kewenangan bank maupun lembaga keuangan mikro yang telah
memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan koperasi dengan kegiatan usaha
simpan pinjam mendapatkan izin pendirian serta pengawasan dari Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tidak berwenang melakukan penghimpunan
simpanan kepada masyarakat umum.
Dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Lembaga Keuangan
Mikro juga melarang serta menjatuhkan sanksi pidana bagi sebuah lembaga atau
individu yang melakukan penghimpunan simpanan kepada masyarakat umum tanpa
memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.
Maka dapat diketahui bahwa koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam
dengan prinsip syariah maupun konvensional dilarang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum sebagaimana yang dicantumkan dalam pertimbangan hukum
tersebut.
Pertimbangan hakim yang menyebutkan bahwa keanggotaan koperasi bersifat
terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa koperasi dan bersedia
menerima tanggung jawab keanggotaan sepenuhnya telah sesuai dengan regulasi serta
102

literature yang ada. Namun perlu dketahui juga oleh hakim bahwa sifat terbuka dalam
keanggotaan koperasi memiliki arti bahwa tidak ada pembatasan atau diskriminasi
dalam bentuk apapun bagi siapa saja yang menghendaki untuk bergabung dalam
keanggotaan sebuah koperasi11. Meskipun tidak ada batasan bagi seluruh warga
Indonesia yang ingin menjadi anggota sebuah koperasi namun terdapat hal lain yang
patut Majelis Hakim ketahui, bahwa untuk menjadi anggota sebuah koperasi bukan
hanya mampu serta bertanggung jawab atas penggunaan jasa sebuah koperasi,
melainkan harus memenuhi beberapa persyaratan yang tercantum dalam Peraturan
Perundang-Undangan.
Salah satu syarat untuk menjadi anggota maupun calon anggota dari sebuah
koperasi harus melunasi simpanan pokok. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib
dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota, simpanan
ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
Dalam fakta persidangan tidak ditemukan bukti pembayaran simpanan pokok
oleh Penggugat. Beberapa akad perjanjian yang telah dilampirkan sebagai bukti dalam
persidangan tersebut pun bukan termasuk ke dalam simpanan pokok. Berdasarkan
nama dari perjanjian tersebut yaitu Simpanan Berjangka dan Pendanaan Berjangka
dapat diketahui bahwa perjanjian tersebut tergolong sebagai produk penghimpunan
simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
bukan sebagai simpanan pokok. Maka dapat diketahui berdasarkan fakta persidangan
bahwa Penggugat sebagai nasabah Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman belum melunasi pembayaran simpanan pokok, sehingga tidak bisa
disebut sebagai anggota maupun calon anggota.
Dalam rangkaian persidangan juga tidak dicantumkan bukti yang memberikan
keterangan bahwa Penggugat merupakan anggota dalam koperasi lain yang melakukan
kesepakatan untuk mendapatkan pelayanan penghimpunan simpanan oleh Koperasi

11
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Penjelasan Pasal 5.
103

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman. Maka dapat dipastikan
kembali bahwa Penggugat bukan sebagai anggota dari koperasi lain yang melakukan
kesepakatan dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman.
Selain pelunasan pembayaran simpanan pokok, untuk menjadi anggota dari
sebuah koperasi terdapat persyaratan lain yang harus dipenuhi. Dalam Peraturan
Kementerian Koperasi Nomor 10/Per/M.KUKM/ 2015 tentang Kelembagaan Koperasi
disebutkan bahwa seseorang dikatakan sah menjadi anggota sebuah koperasi harus
tercantum namanya serta menandatangani atau membubuhkan cap jempol dalam Buku
Daftar Anggota. Dalam Bukti Buku Daftar Anggota yang dilampirkan dalam perkara
tersebut tidak tercantum identitas serta tandatangan atau cap jempol dari Penggugat.
Maka dapat dipastikan bahwa kedudukan Penggugat sebagai nasabah atau masyarakat
umum bukan sebagai anggota dari Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Baiturrahman. Sehingga dapat diketahui bahwa pertimbangan hukum yang
digunakan Majelis Hakim yang membenarkan penghimpunan simpanan oleh Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman kepada Penggugat selaku
masyarakat umum dengan berlandaskan pada sifat keanggotaan yang terbuka telah
keliru dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
E. Perbandingan Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg Dengan Putusan Nomor
72/Pid.Sus/2019/PN Pti, Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jpa dan Putusan
Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm.
Selain dalam Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg, perkara penghimpunan
dana oleh koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam kepada masyarakat umum
yang bukan anggota tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan juga terdapat dalam perkara
dengan nomor putusan 72/Pid.Sus/2019/PN Pti, Putusan Nomor
102/Pid.B/2020/PN.Jpa. dan Putusan Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm. Antara ketiga
putusan tersebut dengan putusan yang penulis teliti dalam skripsi ini memiliki beberapa
perbedaan serta persamaan.
104

Perbedaan pertama terletak pada lembaga kehakiman yang bertugas


memutuskan masing-masing perkara tersebut. Dalam Putusan Nomor
72/Pid.Sus/2019/PN Pti, Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jp dan Putusan Nomor
220/Pid.B/2018/PN Agm diputuskan oleh pengadilan negeri dengan jenis perkara
tindak pidana. Sedangkan dalam Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg ditetapkan
putusan oleh Hakim Pengadilan Agama tentunya dengan jenis perkara perdata agama
(ekonomi syariah).
Atas perbedaan lembaga yurisdiksi yang dipilih dalam beberapa perkara diatas
maka dasar perkara yang diajukan masing-masing perkara pun berbeda. Dalam Putusan
Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti, Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jp dan Putusan
Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan dengan
dasar tindak pidana baik itu tindak pidana biasa maupun tindak pidana khusus.
Sedangkan dalam Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg Penggugat mengajukan
gugatan perbuatan melawan hukum. Perbedaan tersebut juga berdampak pada jenis
hukuman yang diajukan oleh masing-masing perkara. Penggugat dalam Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg menggugat Para Tergugat untuk membayar beberapa
kerugian diantaranya kerugian materiil dan immateriil. Sedangkan dalam Putusan
Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti dan Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jp Jaksa
Penuntut Umum menuntut Terdakwa (Pimpinan atau yang memberikan perintah
terhadap kegiatan koperasi) dengan sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang Perbankan serta Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro.
Hukuman tersebut berkisar pada penjara selama 8-9 (delapan-sembilan) tahun serta
denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Sedangkan untuk
Putusan Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm tuntutan hukum yang diajukan Jaksa
Penuntut Umum berupa pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikarenakan dakwaan
yang diajukan berupa Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang
Penipuan atau Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penggelapan.
Selain pokok perkara yang sama, dalam Putusan Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN
Pti, Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jp dengan Putusan Nomor
105

402/Pdt.G/2018/PA.Botg ditemukan beberapa persamaan yaitu terkait dasar hukum


yang digunakan. Dalam ketiga putusan tersebut berlandaskan pada peraturan
perundang-undangan terkait koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam, Undang-
Undang Perbankan, Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro, Undang-Undang
Bank Indonesia, Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan serta peraturan perundang-
undangan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan usaha simpan pinjam dalam
koperasi. Sedangkan antara Putusan Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm dengan Putusan
Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg terletak perbedaan dasar hukum yang digunakan,
dimana dalam Putusan Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm berlandaskan pada Pasal 378
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penipuan dan Pasa 372 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana tentang Penggelapan.
Persamaan lainnya juga terdapat dalam jenis bukti-bukti yang dilampirkan
dalam masing-masing putusan tersebut. Keempat putusan tersebut melampirkan
dokumen-dokumen yang berkaitan seperti sertifikat atau akad perjanjian simpanan,
buku daftar anggota, akta pendirian, serta keterangan saksi-saksi yang berkaitan dengan
kegiatan simpan pinjam dalam masing-masing koperasi.
Meskipun terdapat kesamaan pokok perkara, dasar hukum serta bukti dan
keterangan saksi yang turut menguatkan gugatan maupun tuntutan, namun amar
putusan masing-masing putusan tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan.
Dalam Putusan Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti dengan berlandaskan pada Pasal 46
Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 ditetapkan bahwa Terdakwa (Ketua
Koperasi Simpan Pinjam Mapan Karya) telah melakukan kegiatan penghimpunan dana
kepada masyarakat umum tanpa izin dari otoritas terkait. Selain Undang-Undang
Perbankan, Majelis Hakim dalam putusan ini juga berpedomana pada peraturan
perundang-undangan terkait kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi yang
menyatakan bahwa koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam hanya dapat
memberikan pelayanannya (penghimpunan serta penyaluran dana) kepada anggota,
calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya yang telah melakukan kesepakatan.
106

Atas pertimbangan tersebut maka Terdakwa selaku Pimpinan Koperasi Simpan


Pinjam Mapan Karya bertanggungjawab atas perbuatan tersebut. Sehingga, atas
penetapan tersebut Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun serta
denda sejumlah Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Dalam Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jp terdapat amar putusan yang tak
jauh berbeda dengan Putusan Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN Pti. Namun, Majelis Hakim
yang memutuskan perkara ini menggunakan dasar hukum yang berbeda dengan
putusan yang penulis uraikan sebelumnya. Dalam Putusan Nomor
102/Pid.B/2020/PN.Jp Majelis Hakim berlandaskan pada Pasal 9 Ayat 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Majelis Hakim
menetapkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Citra
Mandiri Syariah telah terbukti melakukan kegiatan usaha Lembaga Keuangan Mikro
tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Terdakwa selaku Manajer yang memberikan
perintah untuk melakukan pelayanan tersebut bertanggung jawab sepenuhnya atas
pelanggaran yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
BMT Citra Mandiri Syariah. Atas putusan tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan
hukuman kepada Terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam)
bulan serta denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Kedua putusan pengadilan negeri tersebut menyatakan bahwa pihak yang
memberikan perintah atau pimpinan sebuah badan hukum dalam perkara ini koperasi
simpan pinjam untuk melakukan penghimpunan simpanan kepada masyarakat umum
atau bukan anggota tanpa izin dari otoritas terkait (Bank Indonesia atau Otoritas Jasa
Keuangan) telah bersalah dan dinyatakan melanggar peraturan perundang-undangan.
Putusan tersebut berdasarkan pada bukti—bukti yang dilampirkan seperti sertifikat atau
akad simpanan beberapa nasabah, akta pendirian, buku daftar anggota, serta keterangan
saksi lainnya yang berkaitan.
Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg memiliki amar putusan yang berbeda
dengan kedua putusan diatas. Dalam putusan tersebut telah dilampirkan bukti berupa
akad simpanan berjangka dan pendanaan berjangka milik Penggugat, akta pendirian,
107

buku daftar anggota serta keterangan saksi karyawan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman yang menyatakan bahwa Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman memilki jumlah nasabah yang
jumlah nasabahnya melebihi jumlah anggotanya.
Namun Majelis Hakim tetap menolak Gugatan dari Penggugat. Pertimbangan
yang dijadikan landasan Majelis Hakim dalam menolak Gugatan Penggugat yaitu
bahwa keanggotaan koperasi bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu
menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggungjawab keanggotaan. Atas
pertimbangan tersebut Majelis Hakim beranggapan bahwa Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman berwenang untuk melibatkan masyarakat
umum dalam perikatan akad penghimpunan dana. Majelis Hakim beranggapan bahwa
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman tidak
memerlukan izin Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
penghimpunan simpanan kepada masyarakat secara umum karena Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman telah mendapatkan pengesahan
melalui Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman Nomor : 518/13/02/IX/2002 tertanggal 27 September 2002. Maka
Majelis Hakim menyatakan bahwa kegiatan penghimpunan dana berupa simpanan
berjangka dan pendanaan berjangka oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman kepada Penggugat tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu, Penggugat selaku pihak yang kalah dalam perkara ini
dibebankan biaya perkara sebesar Rp. 886.000,00 (delapan ratus enam puluh enam
ribu). Selanjutnya Para Tergugat selaku pemenang atas perkara ini terbebas dari
gugatan kerugian yang diajukan Penggugat dan biaya perkara yang dibebankan.
Sedangkan dalam Putusan Nomor 220/Pid.B/2018/PN Agm diputuskan bahwa
Terdakwa Pimpinan Koperasi BMT L Risma telah bersalah melakukan tindak pidana
penggelapan dalam jabatan. Atas perbuatannya tersebut, terdakwa dihukum dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 10 (sepuluh) bulan. Meskipun tidak secara
langsung berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis, namun dapat diketahui
108

bahwa Pimpinan Koperasi BMT L Risma telah melanggar peraturan perundang-


undangan tekait koperasi simpan pinjam yang melarang koperasi simpan pinjam untuk
menghimpun simpanan dari bukan anggota.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis dapat diketahui bahwa Putusan
Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg yang membenarkan penghimpunan simpanan yang
dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman
yang melibatkan masyarakat secara umum dengan perikatan sebuah akad telah keliru
serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau secara istilah hakim
telah melakukan perbuatan misinterpretasi. Majelis Hakim berlandaskan pada sifat
keanggotaan koperasi yang terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan
jasa koperasi serta bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan. Sifat terbuka
dalam koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan
pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun. Untuk menjadi anggota sebuah
koperasi tidak hanya mampu untuk menggunakan jasa yang diberikan melainkan harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi. Dalam kegiatan usaha
simpan pinjam koperasi hanya bisa melakukan pelayanan berupa penghimpunan dan
penyaluran dana kepada anggota, calon anggota, serta koperasi lain dan atau
anggotanya yang telah melakukan kesepakatan sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Penggugat (Antonius Ibi Lebuan) selaku Nasabah
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman tidak memenuhi
persyaratan untuk menjadi anggota, calon anggota, maupun anggota dari koperasi lain
yang melakukan kesepakatan. Penggugat belum melakukan pembayaran simpanan
pokok sebagaimana salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota
maupun calon anggota sebuah koperasi. Selain itu, dalam Bukti Buku Daftar Anggota

109
110

tidak tercantum identitas dan tanda tangan atau cap jempol Penggugat sehingga syarat
yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota pun belum terpenuhi. Dalam fakta
persidangan juga tidak tercantum status keanggotaan Penggugat dalam koperasi lain
yang telah melakukan kesepakatan untuk menyimpan dananya di Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman.
Sebagaimana dalam putusan-putusan sebelumnya yaitu Putusan Nomor
72/Pid.Sus/2019/PN.Pti dan Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jpa bahwa
penghimpunan simpanan oleh koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam dengan
prinsip syariah maupun konvensional kepada masyarakat umum tanpa izin dari otoritas
terkait yaitu Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan telah melanggar beberapa
peraturan perundang-undangan selain terkait kegiatan usaha simpan pinjam oleh
koperasi. Kegiatan tersebut bertentangan dan melanggar Pasal 46 Ayat 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 serta Pasal 9 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Atas pelanggaran tersebut diancam hukuman
pidana berupa penjara serta denda yang jumlahnya telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
Maka dapat diketahui bahwa Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor
402/Pdt.G/2018/PA.Botg terkait penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah kepada masyarakat umum tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Perundang-Undangan terkait kegiatan
usaha simpan pinjam oleh koperasi, Undang-Undang Perbankan serta Undang-Undang
Lembaga Keuangan Mikro.
B. Rekomendasi
Atas penelitian ini penulis memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Dalam mengajukan gugatan, Penggugat seharusnya dapat memahami dan
menggunakan dasar gugatan yang sesuai dengan jenis kerugian yang dialami. Atas
kerugian Penggugat berupa tidak didapatkannya pengembalian dana pokok yang
disimpan beserta bunganya sebagaimana tercantum dalam perjanjian-perjanjian
111

disebabkan oleh perbuatan ingkar janji Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah BMT Baiturrahman, maka dasar gugatan yang seharusnya digunakan yaitu
gugatan wanprestasi.
Apabila Penggugat ingin menindak kegiatan penghimpunan simpanan oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman kepada
masyarakat umum yang bukan anggota, maka sebagaimana perkara dalam Putusan
Nomor 72/Pid.Sus/2019/PN.Pti dan Putusan Nomor 102/Pid.B/2020/PN.Jpa dapat
diajukan kepada Pengadilan Negeri dengan landasan hukum Undang-Undang
Perbankan dan/atau Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro sehingga dapat
dibebankan hukuman pidana beserta dendanya.
2. Dengan berpatokan pada fakta dan bukti dalam persidangan perkara dengan
Putusan Nomor 402/Pdt.G/2018/PA.Botg seharusnya Majelis Hakim membenarkan
gugatan Penggugat terkait penghimpunan simpanan oleh Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah BMT Baiturrahman kepada Pengugat yang bukan
anggota. Atas kewenangan Pengadilan Agama maka Majelis Hakim dapat
berpatokan pada Undang-Undang Perkoperasian serta membebankan sanksi
administratif perbuatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT
Baiturrahman tersebut.
3. Penghimpunan simpanan oleh koperasi dengan kegiatan usaha simpan pinjam
kepada masyarakat umum yang bukan anggota sekarang ini marak dilakukan. Atas
perbuatan tersebut terdapat ketidak harmonisan ancaman hukuman yang dapat
dibebankan kepada pelaku perbuatan tersebut.
Dalam Undang-Undang Perkoperasian disebutkan bahwa konsekuensi bagi
koperasi yang menjalankan penghimpunan simpanan kepada masyarakat umum
akan dibebankan tanggung jawab berupa pembubaran. Sedangkan dalam Undang-
Undang Perbankan dan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro disebutkan
bahwa bagi siapa saja yang memerintahkan atau Pimpinan dari perbuatan tersebut
harus bertanggung jawab dengan ancaman sanksi pidana.
112

Atas kenyataan tersebut, besar harapan penulis bagi Pemerintah yang


bertugas dalam perancangan peraturan perundang-undangan untuk segera
menyelaraskan ketentuan yang berkaitan dalam Undang-Undang Perkoperasian
dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Lembaga Keuangan
Mikro. Dengan tercapainya keselarasan tersebut maka akan tercipta kepastian
regulasi yang dapat digunakan oleh para praktisi.
DAFTAR PUSTAKA
Agama RI, Kementerian. Al-Quran dan Terjemahan Dilengkapi Dengan Kajian Ushul
Fiqh dan Intisari Ayat. Bandung: Syaamil Quran, 2011.
Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, dkk. Hukum Koperasi Indonesia : Pemahaman,
Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha. Jakarta: Kencana Prenada, 2008.
Aniisa Steffi. “Simak, ini Perbedaan Investasi dengan Pendanaan!”. Modal Rakyat. 2019.
diakses pada 25 November 2020 pada pukul 09.30 dari
https://www.modalrakyat.id/blog/simak-ini-perbedaan-investasi-dengan-pendanaan
Buchori, Nur S. Koperasi Syariah. Jakarta: Pustaka Aufa Media, 2012.
Buchori, S Nur. Manajemen Koperasi Syariah (Teori dan Praktik). Jawa Barat:
Rajagrafindo Persada, 2019.
Buku Saku Perkoperasian. Tim Penyusun Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Bidang
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah, 2010.
Dessy Lina Oktaviani Suendra. “Pertanggungjawaban Pidana Koperasi Dalam Tindak
Pidana Melakukan Kegiatan Perbankan Tanpa Ijin”.Udayanan Magister Law
Journal. Vol. 4. No. 2. 2015
Hadikusuma, R.T. Sutantya Rahardja. Hukum Koperasi Indonesia. cet. 2. Jakarta: PT Raja
Grafindo Presada, 2002.
Hasan, M Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003.
I Gede Hartadi Kurniawan. “Tindakan Koperasi Simpan Pinjam Yang Mengakibatkan
Perbuatan Tindak Pidana”. Lex Jurnalica. Vol. 10. No. 1. 2013.
I Wayan Wahyu Putra Utama, I Wayan Novy Purwanto. “Kekuatan Hukum Perjanjian
Peminjaman Uang Oleh Bukan Anggota Koperasi Paneca Rahayu”. Journal Ilmu
Hukum. Vol. 6. No. 9. 2019.
Ibrahim, Johnny. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
Publishing, 2007.

113
114

Kamaludin Pane, Bismar Nasution, dkk. “Pengawasan dan Penindakan Sebagai Upaya
Perlindungan Hukum Terhadap Dana Masyarakat Yang Disimpan Di Lembaga
Koperasi Simpan Pinjam (KSP)”. USU Law Journal. Vol. 27. No. 2. 2019.
Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. “Laporan Data Koperasi
Per 31 Desember 2019”. 2019. diakses pada 14 November 2020 pukul 10.27 WIB.
http://www.depkop.go.id/data-koperasi.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. cet. 13. Jakarta: Kencana, 2017.
Oxsha Julian. “Tinjauan Hukum Islam Tentang Larangan Peminjaman Uang Bagi Yang
Bukan Anggota Koperasi (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera)”. Skripsi
S1 Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018.
Putusan Pengadilan Agama Bontang Nomor : 402/Pdt.G/2018/PA.Botg
Putusan Pengadilan Negeri Jepara Nomor : 102/Pid.B/2020/PN Jpa
Putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor : 72/Pid.Sus/2019/PN Pti
Tim Penyusun Badan Pusat Statistik Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah. Statistik Koperasi Simpan Pinjam . Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2019.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1990.
Tuti Hartati PW, M. Jafar. “Wanprestasi Dalam Pemberian Pinjaman Kepada Bukan
Anggota Pada Koperasi Simpan Pinjam Jaya Perkasa Cabang Blangkejeren”. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Syiah
Kuala. Vol. 3. No. 1. 2018.

Sumber Peraturan Perundang-undangan dan Fatwa DSN-MUI


Fatwa DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia) Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah
Fatwa DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia) Nomor 115/DSN-
MUI/IX/2017 Tentang Akad Mudharabah.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
115

Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017.
Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10 Tahun 2015
tentang Kelembagaan Koperasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 1992.

Anda mungkin juga menyukai