Skripsi
Oleh:
ALI ALATAS
109048000012
i
PEMBUKTIAN PERJANJIAN KARTEL MENURUT HUKUM
PERSAINGAN USAHA INDONESIA
(Studi Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Nomor OlIKPPU-I12010)
SKRIPSI
Oleh:
AliAlatas
~. 109048000012
Di Bawah Bimbingan
ii
(lembmtn ioi digunalian setaJah selesai SidaDg sluipsi dilaksanakan)
Mengesabkan
Dekan,
l-~
PANffiA UJIAN:
1. Ketua : Asep SyarifuddinHidayat, 8H.~.
NIP. 196911211994031001
W4~'t"".V;-
I 4. Penguji 1 : Dr. Djawahir Hejazziey, SH.,MH., MA. (.. .........)
~
~• 1 ~.-<-' •••• ,/'
l(
II. NlP.195510151979031002
I!
I
S. Penguji 2 : H. MYasir, SH. MH. (
...
d..)
iii
LEMBARPERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Jakarta.
iv
ABSTRAK
ALI ALATAS.
NIM 109048000012.
Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. xiii +
Kata Kunci : Kartel, KPPU, Bukti Tidak Langsung, Perjanjian, Pasar Oligopoli.
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta
anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PEMBUKTIAN PERJANJIAN KARTEL SEMEN MENURUT HUKUM
PERSAINGAN USAHA INDONESIA (Studi Kasus Putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 01/KPPU-I/2010)” Sholawat serta salam penulis
sampaikan kepada Nabi Besar Muhamad SAW, yang membawa rahmat Allah SWT
dan mengenalkan kita kepada jalan kebenaran, jalan yang diridhai oleh Allah SWT.
Selanjutnya, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum
2. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH selaku ketua program studi Ilmu Hukum
serta Drs. Abu Thamrin, SH, MH. selaku sekretaris program studi Ilmu
4. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. dan H M. Yasir, SH, MH yang telah
bersedia menjadi penguji dalam ujian skripsi ini serta memberikan banyak
vi
5. Segenap Dosen serta staf karyawan fakultas Syariah dan Hukum Universitas
akademik lainnya.
Utama UIN syarif Hidayatullah Jakarta serta staf yang telah memberikan
Saifuddin Abubakar dan Ibunda Siti Nurhasanah, yang selalu berusaha dan
9. Jid Habib Abdullah Alatas dan Almarhumah Jidah Hababah Khadijah Alkaff
serta Almarhum Baba Sain Nahili dan Jidah Nene yang selalu memberikan
doa dan kasih sayang untuk kesuksesan dan menginspirasi penulis. Semoga
mereka baik yang masih hidup maupun yang tidak selalu dibawah naungan
10. Saudara-saudara penulis Muhammad Naquib, Ibrahim, Fikri Syarif atas segala
11. Ammati Wirda, ammi Nuh, ammati Mona, ammi Hanif dan ammi Abbas
beserta segenap keluarga Abdullah Alatas lainnya untuk segala doa dan
13. Imam Besar FPI Al Habib Dr. Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS.
Dan Al Habib Ir. Ali Zainal Abidin bin Hasan Assegaf yang telah menjadi
akhirat.
14. Seluruh keluarga besar Front Pembela Islam dan Majelis Ta’limul Ansab
15. Sahabat Ilmu Hukum angkatan 2008, 2009, 2010, terutama Syafiq
Shalabiyah, Fachrobi, Jajang Indra Fadilah, Irvan, Anto, Jerry, Rizki, Arfandi,
Arif Prasetyo, serta sahabat–sahabat lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
Ali Alatas
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ iv
ABSTRAK....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
BAB I Pendahuluan………………………………………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………………… 1
F. Metode Penelitian………………………………………… 14
G. Teknik Penulisan.................................................................. 18
H. Sistematika Penulisan…………………………………….. 18
A. Aspek Pembuktian.......................………………………... 20
ix
C. Perjanjian Kartel………………………………………….. 39
BAB V PENUTUP.................................................................................. 68
A. Kesimpulan..................................................................... 68
B. Saran............................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 70
LAMPIRAN.......................................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
amatlah pesat. Perkembangan ini dapat dilihat munculnya beragam variasi barang
dan/atau jasa yang tidak sepi dari peminatnya. Terlebih lagi, kuatnya arus
terciptanya iklim usaha di Indonesia menjadi lebih semarak. Kondisi ini tentu pada
Persaingan dalam kegiatan usaha adalah suatu hal yang niscaya dan
merupakan “nafas” dari kegiatan usaha itu sendiri.1 Tidak ada kegiatan usaha yang
dilakukan oleh sesama manusia yang tidak memunculkan suatu persaingan karena
keuntungan. Pada akhirnya para pelaku usaha mencoba berbagai cara untuk menarik
hati konsumen.
Dalam salah satu bentuk pasar yaitu pasar oligopoli,2 disana hanya terdapat
sedikit pelaku usaha dalam pasar tersebut yang mana akibat diterapkan barrier to
entry atau hambatan masuk kedalam pasar tersebut. Dalam pasar jenis ini pula
1
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya di Indonesia
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 1.
2
Selain pasar oligopoli terdapat bentuk pasar lain seperti pasar persaingan sempurna, pasar
persaingan monopolistik dan pasar monopoli, selebihnya dapat dibaca di Leonard S Silk, Prindsip-
Prinsip dan Masalah-Masalah Ilmu Ekonomi Modern, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1970), h. 42-43.
1
2
lainnya yang terdapat dalam pasar tersebut.3Kondisi pasar inilah yang kemudian
dalam pasar tetap, akan berakibat pada naiknya harga produk ketingkat yang lebih
tinggi. Namun apabila jumlah produk di pasar berlimpah maka akan berkaibat pada
penurunan harga.5
antara pelaku usaha untuk memuaskan konsumen dengan menurunkan harga atau
menaikan kualitas produknya. Akan tetapi untuk menghindari kerugian akibat tidak
efisiennya pelaku usaha, justru pelaku usaha terkadang melakukan kerjasama untuk
mengatur harga dengan mengatur jumlah produksi dan/atau wilayah pemasaran untuk
3
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks , (Jakarta:
GTZ, 2009), h. 36.
4
Ibid, h. 106.
5
Ibid, h. 106.
3
Biasanya praktek kartel dapat tumbuh dan berkembang pada struktur pasar
oligopoli, dimana lebih mudah untuk bersatu dan menguasai pangsa pasar.6 Pelaku
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, disebutkan bahwa perjanjian kartel dikategorikan
disini bukan hanya mengenai perjanjian yang tertulis, tetapi juga perjanjian yang
tidak tertulis.9 Pentingnya mengakui perjanjian yang tidak tertulis tersebut karena
Salah satu kasus kartel terakhir yang telah diputuskan oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) adalah kasus dugaan kartel semen yang dilakukan oleh
Asosiasi Semen Indonesia. Dimana saat itu terdapat fakta bahwa harga semen di
6
Ibid, h. 106.
7
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya di Indonesia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 117.
8
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
9
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Antimonopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
10
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks , h. 86.
4
Indonesia cenderung mahal disaat biaya produksi semen yang seharusnya menurun
seiring dengan harga batu bara dan minyak mentah dunia yang cenderung menurun.11
Kondisi ini juga diperkuat dengan pernyataan Menteri Perindustrian saat itu
yaitu Fahmi Idris yang menyatakan bahwa industri semen Indonesia cenderung
mengarah pada praktek oligopoli karena jumlah pemainnya yang sedikit.12 Sehingga
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat pasal 5 tentang perjanjian pengaturan harga dan pasal 11 tentang kartel.
namun pada tanggal 18 Agustus KPPU memutuskan bahwa tindakan para pelaku
usaha semen yang tergabung dalam Asosiasi Semen Indonesia tidak terbukti
Nomor 01/KPPU-I/2010).
1. Identifikasi Masalah
11
http://www.tempo.co/read/news/2010/04/22/090242441/KPPU-Duga-Ada-Kartel-Harga-
Semen-Indonesia, diakses pada tanggal 17 april 2013.
12
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/09/04/08/42586-kppu-sinyalir-
praktek-kartel-industri-semen, diakses pada tanggal 17 april 2013.
5
indentifikasi, yang pada gilirannya akan diteliti sesuai batasan kemampuan penulis,
sehat?
Indonesia?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan dari apa yang telah penulis identifikasi, karena begitu luasnya
cakupan penelitian ini, maka kajian ini hanya akan dibatasi pada perihal pembuktian
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu mengenai kartel, yang
mana juga dibatasi pada studi kasus putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
nomor 01/KPPU-I/2010.
3. Rumusan Masalah
6
atas, maka permasalahan yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
usaha Indonesia?
1. Tujuan Penelitian
putusannya.
2. Manfaat Penelitian
7
Selain tujuan yang ingin dicapai di atas, penulis juga berharap ada manfaat
yang dapat diambil dari penelitian ini. Adapun manfaat yang diharapkan dalam
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
beberapa kajian yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu, Tesis berjudul Kajian
Ananta Aji Guna, 2010, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penilitian ini juga
Perbedaan mendasar kedua studi tersebut dengan apa yang akan penulis bahas adalah
karena penulis melakukan analisis terhadap suatu kasus kartel dengan menggunakan
nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
1. Kerangka Teori
Beberapa teori yang akan digunakan dalam penilitian ini adalah sebagai
berikut:
menjadi pertanyaan adalah kapan suatu ikatan berlaku secara hukum. Hal ini
dibagi dua, yaitu;Ikatan Hukum Suatu pihak terkait dengan hukum jika
dibatalkan.
ikatan ekonomi. Ikatan ekonomi dihasilkan oleh suatu perjanjian jika ada
standar perilaku tertentu yang harus ditaati bukan karena persyaratan hukum,
tetapi dalam rangka mencegah kerugian ekonomi. Salah satu contoh adalah
Dengan bahasa yang lebih sederhana, pelaku usaha harus “ikut arus”
dengan “permainan” yang telah disepakati jika tidak maka ia akan mengalami
kerugian atau “tergilas.” Yang biasa terjadi adalah saling memahami dengan
melihat pasar sehingga dalam perjanjian hukum persaingan usaha ada yang
usaha, baik secara tertulis maupun tidak. Adapun tacit agreement jika perilaku
13
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
86.
10
seorang atau sekelompok pelaku usaha membuat pelaku usaha lain “ikut”
b. Teori Pembuktian
14
Mustafa Kamal Rokan,Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
87-87.
11
Sebagai jalan tengah, muncul sistem atau teori yang disebut pembuktian
undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam KUHAP pasal
184, disertai dengan keyakinan hakim yang diperloeh dari keyakinan tersebut.
sehingga artinya KUHAP menganut sistem atau teori pembuktian secara negatif.15
15
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 251-256.
12
2. Kerangka Konseptual
terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Perjanjian
dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji
b. Kartel
16
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak (Jakarta; Rajawali Press, 2010), h. 2
13
dan/atau jasa sehingga „dapat berakibat‟ pada terjadinya praktek monopoli dan
terjadi apabila suatu kelompok perusahaan dalam suatu industri tertentu yang
seharusnya bersaing satu sama lain, tetapi mereka setuju untuk melakukan
yang kompetitif.17
“a contract among competing seller to fix the price of product they sell
(or, what is the small thing, to limit their output) is likely any other contract in
the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make
them all better of”.18
17
Lampiran, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pelaksanaan pasal 11 tentang Kartel berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
18
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
117.
14
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.21 Sistem norma yang
19
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, h. 107.
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1986), h. 42.
21
Fahmi M. Ahmadi, Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 31.
15
objek penelitian.22
2. Pendekatan Masalah
perundang-undangan (statue approach), karena isu hukum yang ada pada skripsi ini
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang artinya
data yang sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data sekunder antara lain
buku harian, dan lain-lain.23 Data sekunder ini meliputi bahan hukum primer, bahan
22
Zainuddin Ali, Metode Penelilitian Hukum, Cet.Ke-4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.
175.
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.Ke-3, h. 12.
16
c. Bahan Non-Hukum
24
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keenam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), h. 141.
25
Ibid, h.141.
17
Data-data yang telah ada disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara
sumber data dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu
sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh
Selanjutnya sumber data yang telah diolah lalu dianalisis dan dikaji untuk
Perjanjian kartel.
26
Ibid. h. 143.
27
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cet.Ke-2, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2006), h. 393.
18
G. Teknik Penulisan
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan sistematika yang
H. Sistematika Penulisan
Sesuai dengan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:
Penulisan.
BAB III Pada bab ini membahas mengenai tentang posisi kasus kartel
BAB V Bab ini merupakan bab terakhir atau Penutup, yang berisi
A. Aspek Pembuktian
1. Definisi Pembuktian
kedalam bahasa inggris terdapat dua kata yaitu evidence dan proof. Evidence
keyakinan bahwa beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu adalah benar.
Sedangkan kata proof mengacu pada hasil suatu proses evaluasi dan menarik
kesimpulan terhadap evidence atau dapat juga digunakan lebih luas mengacu pada
Karenanya evidence lebih dekat maknanya kepada alat bukti sedangkan proof
dapat diartikan pembuktian yang mengarah pada suatu proses.2 Oleh sebab itu, bukti
merujuk pada suatu alat-alat bukti yang mana termasuk barang bukti yang
1
Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta;Penerbit Erlangga, 2012), h. 2.
2
Ibid, h. 2-3
3
Ibid, h. 4
20
21
2. Teori Pembuktian
(quasi Yudisial) dalam kasus Persaingan Usaha, karenanya dalam membahas tentang
pembuktian suatu perkara perlu juga kiranya dipahami tentang teori-teori pembuktian
dalam menilai alat-alat bukti yang ada, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
pada undang-undang melulu. Artinya, jika suatu perbuatan telah terbukti lewat
undang secara positif. Ini didasari bahwa alat bukti berupa pengakuan
tindakan yang telah didakwakan. Oleh karena itu diperlukan keyakinan hakim
Logis
undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam KUHAP pasal
23
184, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari keyakinan tersebut.
sehingga artinya KUHAP menganut sistem atau teori pembuktian secara negatif.4
Dan dalam hal pembuktian terdapat beberapa teori yang dipakai seperti yang
telah dijelaskan di atas. Jika diamati secara seksama karakter yang ada dalam proses
pembuktian di KPPU masuk pada kategori yang terakhir yaitu teori pembuktian
3. Alat Bukti
Usaha pada dasarnya hampir sama dengan yang ada dalam KUHAP.6 Alat-alat bukti
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
d. Petunjuk
4
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta;Sinar Grafika, 2008), h. 251-256.
5
Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha,
Edisi 6, 2011, h. 131.
6
Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika,
2013), h. 37.
24
a. Keterangan saksi
b. Keterangan/pendapat ahli
7
Ibid, h. 161.
8
Ibid, h. 161.
9
Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, h. 131.
25
d. Petunjuk
bukti petunjuk tidak dapat disamaratakan, harus dilihat kasus per kasus.12
mengenai terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-
Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik yang melakukan tuntutan ganti rugi
maupun tidak. Terlapor adalah pelaku usaha dan/atau pihak lain yang diduga
Alat-alat bukti ini kemudian lebih diperinci lagi oleh KPPU dalam Perkom
Nomor 4 tahun 2010 tentang pedoman pasal 11. Beberapa alat bukti untuk
2. Dokumen atau rekaman daftar harga (price list) yang dikeluarkan oleh
13
Devi Meyliana, Hukum Persaingan Usaha; Studi Konsep Pembuktian Terhadap Perjanjian
Penetapan Harga Dalam Persaingan Usaha, h. 161.
27
berlebih/excessive profit.
perubahannya.
11. Kesaksian dari pelanggan atau pihak terkait lainnya atas terjadinya
perkom.14
14
Dalam perkom dijelaskan mengenai indikator-indikator ekonomi yang digunakan oleh
KPPU untuk menentukan dugaan awal telah terjadinya perilaku kartel, lebih lanjut dapat dibaca di
Perkom
28
digunakan dua Metode pembuktian, yaitu pembuktian lewat direct evidence atau
bukti tidak langsung dan pembuktian lewat circumstancial evidence atau bukti
situasional atau lebih dikenal indirect evidence atau bukti tidak langsung.15
dari berbagai tindakan atau kondisi sistematis yang dilakukan oleh para kompetitor
komoditas barang atau jasa tertentu yang menunjukkan keyakinan kuat bahwa telah
komunikasi dan bukti ekonomi. Dari kedua bukti tersebut, bukti komunikasi atau
fasilitasi lebih penting dibandingkan bukti ekonomi. Bukti komunikasi adalah bukti
dimana pelaku kartel bertemu melakukan komunikasi akan tetapi tidak menjelaskan
(meeting of the minds) yang diharuskan dalam pembuktian adanya perjanjian yang
15
A. Junaidi, “Pembuktian Kartel Dalam UU No. 5/1999” Kompetisi, 11 ( 2008), h. 9.
16
Ibid, h. 9.
17
Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, h. 141.
29
petunjuk adanya kolusi, petunjuk adanya struktur harga yang serupa (dalam kasus
Namun bukti ini tidak bisa diterapkan sama rata, sebagai contoh kadangkala
peningkatan harga secara paralel merupakan petunjuk adanya pasar yang bersaing
pro kontra dalam menggunakan bukti tidak langsung. Mengingat dalam sistem
hukum beracara baik dalam HIR-RBG atau dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak
dikenal dalam alat bukti yang secara eksplisit berbunyi bukti tidak langsung ataupun
bukti ekonomi.20
berupa perjanjian dalam kasus kartel, dimana dalam kenyataannya sangat sulit
kartel.21
1. Definisi Kartel
18
Ibid, h. 132.
19
Anna Maria Tri Anggraini, Penggunaan Analisis Ekonomi dalam Mendeteksi Kartel
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 4, 2010), h. 43.
20
Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, h. 142.
21
Ibid, h. 140.
30
Kartel kadangkala diartikan secara sempit, namun disisi lain juga diartikan
secara luas. Dalam arti sempit, kartel adalah sekelompok perusahaan yang
seharusnya saling bersaing, tetapi mereka justru menyetujui satu sama lain untuk
pengertian luas, kartel meliputi perjanjian antara para pesaing untuk membagi pasar,
yang secara jelas setuju untuk mengatur harga atau jumlah produksinya dengan
produksi dan harga suatu barang dan atau jasa untuk memperoleh keuntungan diatas
koordinasi bersama untuk mengontrol pasar, maka usaha ini disebut sebagai praktek
22
Anna maria Tri Anggraini, ”Penggunaan Analisis Ekonomi Dalam Mendeteksi Kartel
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha”,Jurnal Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan
Usaha edisi 4 (Desember 2010), h. 31.
23
Ganner B.A, Black’s Law Dictionar, (St Paul Minn: West Group, 1999), h. 206.
24
Sukarmi, “Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha”, JurnalPersaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha edisi 6 KPPU (Desember 2011), h. 133.
31
kartel, yang sangat merugikan masyarakat. Koordinasi ini biasa diwujudkan dalam
berbagai cara, yaitu perjanjian pengendalian harga, jumlah yang diproduksi, dan
adalah:
“a contract among competing seller to fix the price of product they sell (or,
what is the small thing, to limit their output) is likely any other contract in the sense
that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better of.”26
Artinya: (Sebuah perjanjian diantara pelaku usaha untuk mengatur harga dari
produk yang mereka jual (atau setidaknya membatasi pengeluaran produknya)
selayaknya sebuah perjanjian yang lain dimana para pihak tidak akan setuju kecuali
hal tersebut akan menguntungkannya; pen)
Menurut KPPU suatu kartel terjadi apabila suatu kelompok perusahaan dalam
suatu industri tertentu yang seharusnya bersaing satu sama lain, tetapi mereka setuju
wilayah, kolusi tender dan kegiatan-kegiatan anti persaingan usaha lainnya, sehingga
mereka dapat menaikan harga dan memperoleh keuntungan diatas harga yang
kompetitif.27
25
Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik; Kebijakan dan Strategi Pembanguna, (Jakarta: Granit,
2004), h. 124.
26
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia,
(Jakarta: RajawaliPers, 2012), h. 117.
27
Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pelaksanaan pasal 11 tentang Kartel berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
32
Kartel merupakan salah satu strategi yang digunakan para pelaku usaha untuk
permintaan pasar tetap maka akan berakibat pada naiknya harga ketingkat yang lebih
tinggi, tetapi sebaliknya, apabila jumlah produknya berlimpah dipasar maka harga
akan turun.28
Agar harga pasaran produksinya tidak terlalu jatuh dan tetap dapat bisa
suatu perjanjian diantaranya untuk mengatur mengenai jumlah produksi yang ada di
pasar sehingga harga dapat dijaga untuk tidak terlalu murah.29 Biasanya perjanjian
kartel tesebut dipraktikan dalam asosiasi dagang, yang mana dalam asosiasi dagang
tersebut para pelaku usaha anggotanya akan mudah untuk menyusun standarisasi dan
usaha sehat.30
antar pelaku usaha. Kedua, melakukan penetapan harga. Ketiga, agar penetapan harga
dapat efektif, maka dilakukan pula alokasi terhadap konsumen, produksi atau wilayah
28
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: AntaraTeksdanKonteks, (Jakarta:
GTZ, 2009), h. 106.
29
Ibid, h.107.
30
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
117.
33
biaya.31
Karena kartel biasanya berujung pada penetapan harga, struktur pasar dapat
a. Market concentration
b. Barrier to entry
c. Sales method
d. Product Homogenity
31
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks , h. 107.
34
e. Facilitation device
serta pengiriman harga pola dasar. Selain itu, sarana dalam asosiasi
harga.32
dimana faktor utama penentunya tergantung pada kerjasama diantara pesaing itu
sendiri. Semakin banyak jumlah pelaku usaha pesaing yang ikut dalam kerjasama
kartel itu, maka control atau pengawasan yang dilakukan akan semakin sulit.33
2. Akibat Kartel
32
A.M. Tri Anggraini, Perspektif Perjanjian Penetapan Harga Menurut Hukum Persaingan
Usaha Dalam Masalah-Masalah Hukum Kontemporer, Dalam Masalah-Masalah Hukum Ekonomi
Kontemporer,editor Ridwan Khairandy, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), h,
262-264.
33
Marshall Sumantri, Dugaan Praktek Kartel yang dilakukan penyedia jasa telepon selular
dalam penetapan tariff SMS (Short Message Service) ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha (Skripsi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2009), h. 32.
35
investor baru, serta menyebabkan kondisi perekonomian negara tidak kondusif dan
Kerugian atas kartel juga dapat dirasakan konsumen, karena konsumen harus
membayar harga atas barang dan atau jasa lebih mahal dari pada harga pasar.
Disamping itu juga terbatasnya barang dan atau jasa yang diproduksi, baik dari sisi
jumlah maupun mutunya, dan yang terakhir adalah terbatasnya pilihan Pelaku
Usaha.35
Akibat lain yang ditimbulkan kartel adalah terciptanya praktek monopoli oleh
Dari sisi konsumen, konsumen akan kehilangan hak atas pilihan harga, kualitas
3. Pelarangan Kartel
Usaha melarang tindakan dari kartel ini mulai dikenal lewat Section 1
34
Jurnal edisi 4 2010, h. 41.
35
Ibid, h. 41.
36
Didik J. Rachbini, Cartel and Merger In Control In Indonesia, Jurnal Hukum
Bisnis,(volume 19 mei-juni 2002), h. 11-12 /4.Khemani R Shyam.
36
(setiap perjanjian, persekutuan dalam bentuk trust atau yang lainnya, atau
negara lain, dengan ini dinyatakan illegal. Setiap orang yang melakukan perjanjian
atau kombinasi atau konspirasi yang telah dinyatakan illegal dianggap bersalah atas
untuk mempengaruhi tingkat harga dan output. Oleh karena itu wajar Sherman Act
memperlakukan kartel sebagai Per Se illegal, demikian juga dengan Australia dan
Uni Eropa. Alasannya menurut mereka, kartel tidak menghasilkan efisiensi sama
sekali atau efesiensi yang didapat tidak sebanding dengan dampak negatifnya.37
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan
sedikit berbeda dengan yang dilakukan dengan sebagaimana yang dianut oleh
rumusan rule of reason yang mana dalam membuktikan kartel yang dilarang, harus
diperiksa alasan-alasan para pelaku usaha apakah kartel yang dilakukan mereka dapat
Dalam Islam pada prinsipnya apabila kita melakukan mu’amalah selain objek
mu’amalah yaitu barang dan/atau jasa yang harus diperhatikan kehalalannya, aspek
١٨٨ ٌَٱۡل ۡث ِى َوأََت ُ ۡى ت َعۡ هَ ًُى ِ ََُّو ََل ت َۡأ ُكهُ ٓىاْ أَيۡ َٰ َىنَ ُكى َب ۡيَُ ُكى ِب ۡٱن َٰ َب ِط ِم َوت ُ ۡدنُىاْ ِب َها ٓ ِإنَى ۡٱن ُح َّك ِاو ِنت َۡأ ُكهُىاْ فَ ِز ٗيقا ِّي ٍۡ أَ ۡي َٰ َى ِل ٱن
ِ ۡ اس ِب
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui40”
٢٩ ِب ُك ۡى َر ِح ٗيًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
39
Pedoman pasal 11, h. 24
40
Q.S. Al Baqarah, 188.
38
Makna dari lafazh بِ ۡٱن َٰبَ ِط ِمmengisyaratkan kepada kita bahwa penguasaan atau
pencurangan, segala cara lain yang mengandung kezaliman atau penipuan, jual beli
diperbolehkan.”42
Kartel juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang terlarang atau haram
dilakukan, ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah SAW yang berbunyi;
عٍ يعًز بٍ عبد هللا رضي هللا عُه عٍ رسىل هللا صهي هللا عهيه وسهى قال َليحتكز
43
اَلخاطئ
“Dari Ma’mar bin Abdillah dari Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:”Tidaklah seorang menimbun (Ihtikar) kecuali dia berdosa”.
padahal sesungguhnya ihtikar tidak identik dengan itu. Dalam Islam seseorang boleh
saja menjadi penjual satu-satunya dipasar demikian pula memiliki stock barang untuk
diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikti barang untuk harga yang
41
Q.S. An Nisa, 29.
42
Yusuf Al Qardhawi, Yusuf Al-Qardhawi, 7 Kaidah Utama Fikih Muamalat, Penerjemah
Ferdian Hasmand, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2014).h. 85
43
Shahih Muslim Hadits Nomor 1605.
39
lebih tinggi.44 Di zaman Rasullulah SAW, salah satu cara melakukan ihtikar adalah
kesamaan dengan perilaku kartel, yang mana keduanya memiliki kesamaan tujuan
yaitu “bermaksud mempengaruhi harga” di pasar agar lebih tinggi dari harga
semestinya. Oleh karena itu, pada dasarnya Islam juga mengharamkan praktek kartel.
C. Perjanjian Kartel
Kartel pada dasarnya merupakan perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tindakan kartel dikategorikan sebagai
suatu perjanjian yang dilarang. Maka dari itu, pemahaman tentang konsep perjanjian
sangatlah penting
44
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), h. 185.
45
Ibid, h. 174.
46
Musnad Ahmad Hadits Nomor 8617.
47
Farid Nasution dan RetnoWiranti, Kartel dan Problematikanya, Majalah Kompetisi (
Jakarta, 2008), h. 4.
40
Undang Hukum Perdata “Suatu Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”Dengan kata lain
perjanjian atau kontrak merupakan peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada
orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.48
Suatu perjanjian atau kontrak terlahir pada saat terjalinnya kesepakatan. Oleh
karena itu, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak maka lahirlah suatu
consensus atau kesepakatan menjadi dasar yang sangat penting bagi suatu perjanjian.
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun baik tertulis maupun tidak tertulis.”
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terlihat sama namun
48
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h.
2.
49
Ibid, h. 3.
41
Menurut Kamal Rokan, perjanjian dalam teori persaingan usaha adalah upaya
atau lebih pelaku usaha dalam konteks strategi pasar. Oleh karenanya, esensi dari
perjanjian dalam persaingan usaha yaitu kesepakatan antara para pelaku usaha, yang
seharusnya bersaing, tentang tingkah laku pasar mereka baik keseluruhannya maupun
sebagian dari keseluruhan tingkah laku pasar.50 Sehingga persaingan diantara pelaku
Kartel merupakan akibat dari struktur pasar yang oligopolis.51Oleh karena itu,
“Perjanjian” pada pasar oligopoli lebih mengarah pada perjanjian yang bersifat
horizontal. Pada struktur pasar ini pun biasanya tidak terjadi perjanjian yang bersifat
tertulis atau lisan antar pelaku usaha, namun biasanya di tentukan oleh “saling
ekonomi untuk menyamakan harga dan mengikuti pola pesaing lainnya. Sehingga tak
jarang perjanjian dapat terjalin tanpa memerhatikan apakah pihak yang menjalin
perjanjian melakukannya dengan suka rela atau tidak. Inilah yang membedakan
monopoli.53
50
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
86.
51
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks , (Jakarta;
GTZ, 2009), h. 106.
52
Mustafa Kamal Rokan,Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
89.
53
Ibid, h. 86.
42
tahun 2010 tentang pedoman pasal 11 Undang-undang nomor 5 tahun 1999, salah
satu syarat terjadinya kartel adalah terjadinya perjanjian atau kolusi antara pelaku
usaha, yang mana terdapat dua bentuk kolusi dalam kartel yaitu kolusi eksplisit dan
kolusi diam-diam.54
mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian,
Biasanya yang dipakai sebagai media adalah asosiasi industri, sehingga pertemuan-
seperti pertemuan asosiasi. Bentuk kolusi yang kedua ini sangat sulit untuk dideteksi
oleh penegak hukum. Namun pengalaman dari berbagai negara membuktikan bahwa
54
KPPU Perkom Nomor 4 Tahun 2010, h. 4.
55
KPPU Perkom Nomor 4 Tahun 2010, h.8.
56
Ibid, h. 8-9.
43
ikatan.57Yang menjadi pertanyaan adalah kapan suatu ikatan berlaku secara hukum.
Hal ini dibagi dua, yaitu; Ikatan Hukum Suatu pihak terkait dengan hukum jika
Selain ikatan hukum, pasal 1 angka 7 UU No. 1999 juga mencakup ikatan
ekonomi. Ikatan ekonomi dihasilkan oleh suatu perjanjian jika ada standar perilaku
tertentu yang harus ditaati bukan karena persyaratan hukum, tetapi dalam rangka
mencegah kerugian ekonomi. Salah satu contoh adalah menentukan harga dibawah
harga pasar.
Dengan bahasa yang lebih sederhana, pelaku usaha harus “ikut arus” dengan
“permainan” yang telah disepakati jika tidak maka ia akan mengalami kerugian atau
“tergilas.” Yang biasa terjadi adalah saling memahami dengan melihat pasar sehingga
(perjanjian secara diam-diam). Contoh express agreement adalah jika terdapat dan
pengakuan telah terjadi kesepakatan antarpelaku usaha, baik secara tertulis maupun
tidak. Adapun tacit agreement jika perilaku seorang atau sekelompok pelaku usaha
57
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
86.
44
membuat pelaku usaha lain “ikut” dengan caranya, sehingga seolah-olah telah terjadi
perjanjian.58
make the same pricing decisions even though they have not explicitly consulted with
pernah secara eksplisit membicarakannya satu sama lain. Para pelaku usaha ini
Kata “just happen” (kebetulan) yang disebut oleh Colander tadi menyiratkan
bahwa sesungguhnya para pelaku usaha (multiple firms) tadi melakukan berbagai cara
terbentuk secara alamiah dan bukan merupakan hasil dari kesepakatan antar pelaku
usaha.
fine edge of the law as they can. For example, many oligopolistic industries allow a
price leader to set the price, and the the others will follow suit. The airline and steel
58
Mustafa Kamal Rokan,Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h.
87-87.
59
David C. Colander, Micro Economics, Sixth Edition, (New York;Mcgraw-Hill/Irwin, 2006)
h. 307.
45
industries take that route. Firms just happen to charge the same price or very close
celah hukum. Sebagai contoh, banyak suatu bidang industri yang telah terjadi
oligopoli, pemimpin di Industri tersebut menetapkan harga dan yang lainnya hanya
tinggal mengikuti. Industri pesawat terbang dan industri baja sebagai contohnya. Di
sana para pelaku usaha hanya kebetulan menetapkan harga yang sama atau
mendekatinya.)
60
Ibid, h. 307.
BAB III
POSISI KASUS
Pada tahun 2010, terdapat kasus kartel yang telah diputuskan oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yaitu tentang kasus dugaan kartel semen yang dilakukan
oleh Asosiasi Semen Indonesia. Dimana saat itu terdapat fakta bahwa harga semen di
Indonesia cenderung mahal disaat biaya produksi semen yang seharusnya menurun
seiring dengan harga batu bara dan minyak mentah dunia yang cenderung menurun.1
semen ini seharusnya diiringi juga dengan menurunnya harga jual semen. Akan
tetapi, kenyataan sebaliknya disaat harga bahan bakarnya cenderung turun harga
1
t.t., KPPU Duga Ada Kartel Harga semen:
http://www.tempo.co/read/news/2010/04/22/090242441/KPPU-Duga-Ada-Kartel-Harga-Semen-
Indonesia, diakses pada tanggal 17 april 2013
2
Nurseffi Dwi Wahyuni, KPPU: 8 Perusahaan Semen Diduga Lakukan
Kartel,http://finance.detik.com/read/2010/01/14/165833/1278631/4/3/kppu-8-perusahaan-semen-
diduga-lakukan-kartel, diakses pada tanggal 1 Juni 2014
46
47
membandingkan harga semen Indonesia yang senilai USD 83,8 per ton dengan
negara lain seperti Malaysia (USD 62,6/ton), Filipina (USD 84,5/ton), Vietnam (USD
57,75/ton), dan Thailand (USD 67,87/ton). Harga semen Filipina, lebih tinggi
itu yaitu Fahmi Idris yang menyatakan bahwa industri semen Indonesia cenderung
perusahaan ini yang kemudian menjadi terlapor pada kasus semen ini antara lain;
Indonesia.
Jakarta, Indonesia.
3
t.t. Semen Mahal, Indikasi Kartel Menguat,
http://www.surabayapagi.com/index.php?read=Semen-Mahal,-Indikasi-Kartel-
Menguat;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b81298296281b4360d204dc7d8b0fb1ddb1070d89a, diakses pada
tanggal 1 Juni 2014
4
Ibid
5
t.t., KPPU Sinyalir Praktek Kartel Industri Semen
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/09/04/08/42586-kppu-sinyalir-
praktek-kartel-industri-semen, diakses pada tanggal 17 april 2013
48
61122, Indonesia;
Selatan, Indonesia.6
6
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor: 01/KPPU-I/2010, hal. 1
7
Ibid hal. 3.
49
Terdapat fakta bahwa terjadi kenaikan permintaan sejak tahun 2004 sampai
dengan 2009 yang mana dapat dilihat dari tabel tentang konsumsi semen nasional8
sebagai berikut;
Tabel
Tahun (ton)
No
Daerah 2004 2005 2006 2007 2008 2009
D.I.
1 417,427 461,528 916,680 1,027,009 1,057,192 958,480
Aceh
Sumater
2 1,687,724 1,783,554 1,678,390 1,936,536 2,181,697 2,317,067
a Utara
Sumater
3 557,937 560,062 500,733 564,859 800,607 704,837
a Barat
Kepulau
5 587,210 628,411 631,872 680,048 756,390 700,649
an Riau
Sumater
7 715,909 781,412 820,949 965,511 1,110,342 1,159,505
a Selatan
Bangka-
8 169,441 203,937 229,349 222,061 263,037 262,784
Belitung
Bengkul
9 261,728 282,144 333,494 370,842 428,027 490,488
u
8
Putusan h. 5-6
50
Lampun
10 722,960 751,603 739,983 895,976 1,069,110 1,020,247
g
Total
DKI
11 3,541,244 3,666,752 3,294,108 3,392,884 3,627,377 3,528,612
Jakarta
Jawa
13 4,965,482 5,201,285 5,022,596 4,792,657 5,338,018 5,479,321
Barat
Jawa
14 3,532,053 3,528,946 3,575,353 3,795,264 4,353,100 4,485,997
Tengah
D.I.
rta
Jawa
16 4,386,958 4,511,634 4,696,457 4,712,761 5,163,773 5,193,776
Timur
Jawa 1 2 3 7 5 5
Kaliman
17 343,293 366,151 390,165 446,396 560,711 553,584
tan Barat
Kaliman
Selatan
tan
Tengah
Kaliman
Timur
Total
ntan
Sulawesi
Sulawesi
22 843,683 894,060 963,708 1,006,614 1,374,347 1,668,974
Selatan
Sulawesi
23 37,593
Barat
Sulawesi
24 263,269 254,628 274,600 333,752 363,687 396,126
Tengah
Sulawesi
25 378,027 343,923 389,192 401,885 473,932 472,293
Utara
Gorontal
26 73,670 71,250 85,200 98,960 130,437 130,669
o
Total
Nusa
a Barat
Nusa
a Timur
TotalNu
sa
1,444,500 1,460,211 1,499,397 1,652,533 2,022,562 2,176,535
Tenggar
Maluku
31 42,240
Utara
Papua
32 11,521
Barat
Total
a Timur
Total
30,208,47 31,432,96 31,975,26 34,148,41 38,092,74 38,416,22
Indonesi
8 5 5 7 0 5
a
Data konsumsi semen nasional dari 2004 sampai dengan 2009 diatas
memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan permintaan dari tahun ke tahun atas produk
53
Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi saat itu yang mengatakan bahwa ketika
demand mengalami kenaikan dan supply stabil maka akan terjadi kenaikan harga.9
Maksudnya apabila jumlah supply tidak berubah baik sengaja maupun tidak, disaat
demand mengalami kenaikan maka yang akan terjadi adalah kenaikan harga,
intens para perusahaan semen yang diwadahi oleh Asosiasi Semen Indonesia
(Selanjutnya disebut ASI).10 ASI yang didirikan pada tanggal 7 Oktober 1960 dan
semen dalam hal komunikasi, konsultasi, kerjasama dan koordinasi antara sesama
konsultasi dan informasi dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang terkait
baik ditingkat nasional, regional dan internasional.Oleh karena itu, anggota ASI wajib
untuk memberikan saran, data dan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk tercapai
presidium. Presidium ini merupakan perangkat organisasi ASI yang bertindak sebagai
terpenting dalam keorganisasian ASI. Dalam rapat Presidium ASI pernah dilakukan
pembahasan tentang:
diperhitungkan pemerintah.
Agro dan Kimia untuk usulan pengenaan bea masuk import semen
sebesar 10% (sepuluh persen) dan clinker sebesar 15% (lima belas
persen).
bantuan kepada ASI untuk secara rutin setiap bulan melaporkan perkembangan
produksi, pemasaran dan stok semen per produsen. menurut pemerintah, peran ASI
11
Putusan, hal. 51.
55
memiliki pasokan yang cukup dan biaya per ton yang cukup rendah
pangsa pasar;
masing Terlapor dan dengan dikaitkan dengan tujuan dari kartel adalah
perbandingan biaya per ton, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun
12
Putusan, h. 380-381
56
2009 diduga terjadi upaya untuk mengatur harga pada level yang
Majelis Komisi berpendapat indikasi ada tidaknya kartel dan penetapan harga
sekurang-kurangnya harus memenuhi kriteria: (1) Harga yang paralel dan eksesif, (2)
Pengaturan produksi dan pemasaran, (3) Keuntungan yang eksesif. Berikut hasil
a. Harga Paralel
57
menemukan terdapat 14 (empat belas) provinsi yang terjadi harga parallel. Terdapat 3
Terlapor yang paling sering terlibat dalam tindakan harga paralel yaitu Terlapor I di
Majelis Komisi menilai dan menyimpulkan berdasarkan analisis hasil uji statistik
b. Harga eksesif
Dalam menentukan harga eksesif atau harga yang berlebih dan tidak wajar,
Majelis Komisi berpendapat bahwa terdapat perbedaan harga yang signifikan antara
harga rata-rata franco pabrik yang lebih rendah daripada harga rata-rata ritel di
Indonesia. Perbedaan harga ini belum temasuk ongkos angkut dan biaya pemasaran
cukup alasan untuk menyatakan harga semen para Terlapor adalah eksesif.14
75% dari kapasitas produksi. Pendapat ini didasarkan pada pertimbangan adanya
pertumbuhan ekonomi dan konsumsi semen dalam negeri yang terus positif selama
13
Putusan, hal. 407-410.
14
Putusan, hal. 424-425.
58
setiap tahunnya dan sejaktahun 2007 utilisasi kapasitas produksi berada padakisaran
73,52% (angka terendah pada tahun 2006) sampai dengan 88,01% (angka tertinggi
pada tahun 2008) dan meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Akan tetapi, selama
lima tahun terakhir, utilisasi kapasitas produksi Terlapor I (ITP) selalu berada dalam
Menurut penilaian Majelis Komisi, angka total produksi para terlapor terus
dengan peningkatan permintaan semen sehingga Majelis Komisi menilai tidak ada
dan konsumsi. Dengan demikian Majelis Komisi menyimpulkan tidak terdapat cukup
d. Keuntungan eksesif
Terlapor dengan suatu angka pembanding yaitu rata-rata kupon (bunga variabel)
investor untuk melakukan investasi atau ekspansi usaha di luar obligasi negara. Rata-
rata bunga obligasi ± 10% (kurang lebih sepuluh persen) dan insentif wajar rata-rata ±
15
Putusan, hal. 412-413.
59
5% (kurang lebih limapersen), maka keuntungan berlebih terjadi apabila ROI para
merupakan akibat dari peningkatan efisiensi. Maka dari itu, Majelis Komisi masih
menilai keuntungan para terlapor sebagai wajar dan oleh karenanya keuntungan para
rapat-rapat ASI merupakan fasilitas untuk mengatur pasokan dan menentukan harga
yang dibuktikan dengan adanya surat undangan rapat, daftar hadir dan notulensi rapat
ASI Bidang Ekonomi dan Bisnis yang dihadiri oleh wakil dari Pemerintah yaitu dari
mengagendakan:
16
Putusan, hal. 413.
17
Putusan, hal. 414.
60
Majelis Komisi kemudian menilai bahwa alat bukti dalam hal ini surat
undangan rapat, daftar hadir dan notulensi rapat ASI merupakan alat bukti yang sah
untuk membuktikan adanya perjanjian di antara para Terlapor untuk mengatur harga
dan pasokan. Ini juga diperkuat dalam pendapat atau pembelaan para Terlapor yang
tidak membantah adanya rapat rutin ASI dan penyampaian data realisasi produksi
mengenai pengaturan produksi maupun harga secara eksplisit yang dilakukan oleh
para Terlapor. Akan tetapi, dengan diketahuinya mengenai informasi data realisasi
rapat ASI dan Laporan Tahunan ASI, maka menurut Majelis Komisi secara
18
Putusan, hal. 414-415.
19
Putusan, hal. 418.
61
dan harga per Propinsi dari Terlapor lain yang merupakan pesaingnya dan
harga paralel (price parallelism), harga yang eksesif (excessive price), pengaturan
produksi dan pemasaran, dan keuntungan yang eksesif (excessive profit), tidak cukup
alasan untuk menyatakan terdapat petunjuk adanya kartel. Oleh karena itu, unsur
tidak terpenuhi, dan memutuskan para terlapor, tidak terbukti secara sah dan
20
Putusan, hal. 419.
21
Putusan, hal. 423-424
62
terjangkau;22
22
Putusan, hal. 424.
BAB IV
Dalam membuktikan bahwa telah terjadi perjanjian kartel dalam rezim hukum
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam pasal 1 angka
7 dikatakan bahwa;
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan
nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis.”
Karena sebagaimana disebut dalam Peraturan Komisi nomor 4 tahun 2010 Tentang
terjadi dengan media Asosiasi Industri agar pertemuan antara para anggota kartel
ASI dan Laporan Tahunan ASI, secara individual, para Terlapor dengan difasilitasi
1
KPPU Perkom Nomor 4 Tahun 2010, hal.8.
63
64
oleh ASI, dapat mengatur harga, produksi dan pemasaran dengan mempertimbangkan
data realisasi produksi dan harga per propinsi dari Terlapor lain yang merupakan
terkoordinasi.2
kartel dapat dilakukan secara diam-diam atau kolusi implisit, yang mana dibuat suatu
kondisi bahwa seolah-olah telah terjadi pergerakan menuju persamaan harga yang
bergerak secara alami, yang disebut Colander sebagai “just happen” atau kebetulan
saja. 3
Namun memang bukti ini belum cukup karena KPPU harus bisa membuktikan
bahwa para Terlapor secara sengaja telah melakukan Perjanjian kartel. Oleh karena
itu, KPPU melakukan analisa ekonomi terhadap harga paralel (price parallelism),
harga yang eksesif (excessive price), pengaturan produksi dan pemasaran, dan
(meeting of the minds),4 yang mana berdasarkan kesimpulan yang diambil dari
berbagai tindakan atau kondisi sistematis yang dilakukan oleh para kompetitor
2
Putusan, hal. 419.
3
David C. Colander, Micro Economics, Sixth Edition,(New York;Mcgraw-Hill/Irwin, 2006)
h., h. 307.
4
Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Persaingan Usaha,
Edisi 6, 2011), hal. 132
65
komoditas barang atau jasa tertentu yang menunjukkan keyakinan kuat bahwa telah
Menurut Majelis Komisi yang menilai bukti-bukti diatas, masih kurang cukup
Sehingga Majelis Komisi memutuskan bahwa seluruh pelaku usaha semen yang
perjanjian kartel.
(price parallelism), harga yang eksesif (excessive price), pengaturan produksi dan
pemasaran, dan keuntungan yang eksesif (excessive profit), tidak cukup alasan untuk
telah terjadi kartel, selain bukti absensi dan notulen, bisa merupakan hasil dari proses
pasar yang alamiah atau pertanda bahwa telah terjadi persaingan yang ketat antar para
pelaku usaha.6 Karena itu, bukti yang ada belum cukup untuk membuktikan
5
Majalah kompetisi edisi 1 2008
6
Anna Maria Tri Anggraini, Penggunaan Analisis Ekonomi dalam Mendeteksi Kartel
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 4, 2010), hal. 43.
66
Karakter yang ada dalam proses pembuktian di KPPU termasuk kedalam teori
ketentuan dalam Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 tentang alat bukti.7 Dalam pasal 42
tersebut, disebutkan bahwa alat bukti yang digunakan adalah keterangan saksi,
keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha.
surat dan atau dokumen absensi pertemuan dari para terlapor yang tergabung dalam
ASI dimana di sana dimungkinan terjadinya perjanjian kartel. Tetapi, bukti tersebut
KPPU masih perlu membuktikan bahwa apakah telah terjadi perjanjian kartel
dengan melihat petunjuk dengan melihat harga paralel (price parallelism), harga yang
eksesif (excessive price), pengaturan produksi dan pemasaran, dan keuntungan yang
eksesif (excessive profit), yang mana merupakan efek ke pasar komoditas semen
Ternyata menurut Majelis Komisi setelah menilai bukti yang ada, tidak cukup
membuktikan telah terjadi kartel. Keputusan yang diambil oleh majelis komisi ini
merupakan keputusan yang tepat dilakukan, sebab dengan tidak ditemukan dua alat
bukti yang sah dan meyakinkan telah terjadi tindakan kartel, berdasarkan teori
7
Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha,
Edisi 6, 2011, h. 131.
67
PENUTUP
A. Kesimpulan
diambil oleh majelis komisi yang memutuskan para terlapor, tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan telah melakukan kartel. merupakan keputusan yang tepat
dilakukan, sebab dengan tidak ditemukan dua alat bukti yang sah dan meyakinkan
memutuskan bahwa para pelaku usaha industri semen yang tergabung dalam Asosiasi
kartel. Ini seakan mencerminkan sesungguhnya KPPU masih menduga bahwa telah
terjadi Kartel yang dilakukan oleh ASI akan tetapi KPPU tidak berhasil menemukan
buktinya, sehingga menimbulkan kesan bahwa KPPU kurang kuat atau cenderung
68
69
B. Saran
para pelaku usaha industri semen yang tergabung dalam Asosiasi Semen
bahwa telah terjadi Kartel yang dilakukan oleh ASI akan tetapi KPPU tidak
kurang kuat atau cenderung lemah dalam menegakan hukum persaingan usaha
bermacam-macam yang dapat menyulitkan para pihak nantinya dimasa yang akan
datang. Akan tetapi, kalau seandainya benar bahwa sesungguhnya KPPU masih
menduga telah terjadi perjanjian kartel diantara perusahaan semen tersebut tapi
tidak dapat menemukan bukti yang cukup, maka berarti perlu ada penguatan
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Ali, Zainuddin. Metode Penelilitian Hukum, Cet.Ke-4. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
B.A, Ganner. Black’s Law Dictionar. St Paul Minn: West Group, 1999.
Fahmi Lubis, Andi. Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks.
Jakarta: GTZ, 2009.
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta: Rajawali Press,
2010.
O.S. Hiariej, Eddy. Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga, 2012.
Putusan KPPU
Maria Tri Anggraini, Anna. Penggunaan Analisis Ekonomi dalam Mendeteksi Kartel
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 4,
2010.
D. INTERNET
http://www.tempo.co/read/news/2010/04/22/090242441/KPPU-Duga-Ada-Kartel
Harga-Semen-Indonesia, diakses pada tanggal 17 april 2013
http://finance.detik.com/read/2010/01/14/165833/1278631/4/3/kppu-8-perusahaan-
semen-diduga-lakukan-kartel, diakses pada tanggal 1 Juni 2014
http://www.surabayapagi.com/index.php?read=Semen-Mahal,-Indikasi-Kartel-
Menguat;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b81298296281b4360d204dc7d8b0fb1ddb1070d8
9a, diakses pada tanggal 1 Juni 2014
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/09/04/08/42586-kppu-
sinyalir-praktek-kartel-industri-semen, diakses pada tanggal 17 april 2013
LAMPIRAN
SALINAN
TENTANG
MEMUTUSKAN
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Putusan dan kebijakan berkaitan dengan Pasal 11, yang diputuskan dan ditetapkan
oleh Komisi sebelum dikeluarkannya Peraturan ini, dinyatakan tetap berlaku.
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
LATAR BELAKANG
Salah satu syarat terjadinya kartel adalah harus ada perjanjian atau kolusi
antara pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi dalam kartel, yaitu:
Terdapat beberapa persyaratan agar suatu kartel dapat berjalan efektif, diantaranya:
a. Jumlah pelaku usaha. Semakin banyak pelaku usaha di pasar, semakin sulit
untuk terbentuknya suatu kartel. Kartel akan mudah dibentuk dan berjalan
lebih efektif apabila jumlah pelaku usaha sedikit atau pasar terkonsentrasi.
b. Produk di pasar bersifat homogen. Karena produk homogen, maka lebih
mudah untuk mencapai kesepakatan mengenai harga.
c. Elastisitas terhadap permintaan barang. Permintaan akan produk tersebut tidak
berfluktuasi. Apabila permintaan sangat fluktuatif, maka akan sulit untuk
mencapai kesepakatan baik mengenai jumlah produksi maupun harga.
d. Pencegahan masuknya pelaku usaha baru ke pasar.
e. Tindakan-tindakan anggota kartel mudah untuk diamati. Seperti telah
dijelaskan, bahwa dalam suatu kartel terdapat kecenderungan bagi anggotanya
untuk melakukan kecurangan. Apabila jumlah pelaku usaha tidak terlalu
banyak, maka mudah untuk diawasi.
f. Penyesuaian terhadap perubahan pasar dapat segera dilakukan. Kartel
membutuhkan komitmen dari anggota-anggotanya untuk menjalankan
kesepakatan kartel sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Kartel
akan semakin efektif jika dapat dengan cepat merespon kondisi pasar dan
membuat kesepakatan kartel baru jika diperlukan.
g. Investasi yang besar. Apabila suatu industri untuk masuk ke pasarnya
membutuhkan investasi yang besar, maka tidak akan banyak pelaku usaha
yang akan masuk ke pasar. Oleh karena itu, kartel diantara pelaku usaha akan
lebih mudah dilakukan.
Selain daripada itu, agar suatu kartel bisa efektif, maka para anggota kartel harus
memenuhi syarat-syarat, diantaranya adalah:
a. Anggota kartel harus setuju untuk mengurangi produksi barang dan kemudian
menaikkan harganya atau membagi wilayah. Perjanjian kartel yang efektif
dapat mengakibatkan kartel itu bertindak sebagai monopolis yang dapat
menaikkan dan atau menurunkan produksi dan atau harga tanpa takut pangsa
pasar dan keuntungannya berkurang.
b. Oleh karena kartel rentan terhadap kecurangan dari anggota kartel untuk
menjual lebih banyak dari yang disepakati atau menjual lebih murah dari
harga yang telah ditetapkan dalam kartel, maka diperlukan monitoring atau
mekanisme hukuman bagi anggota kartel yang melakukan kecurangan.
c. Karena kartel pada prinsipnya melanggar undang-undang, maka perlu
dilakukan langkah-langkah untuk mendorong anggota kartel untuk bekerja
secara rahasia guna menghindari terungkapnya atau diketahuinya kartel oleh
otoritas pengawas persaingan usaha.
d. Agar kelangsungan kartel dapat terjaga, maka para anggota kartel akan
berupaya mencegah masuknya pelaku usaha baru yang tertarik untuk ikut
menikmati harga kartel.
Selanjutnya terdapat juga beberapa kondisi bagi para pelaku usaha melakukan kartel
antara lain:
Walaupun tidak diketahui berapa besar kerugian konsumen sebagai akibat adanya
kartel, namun kecenderungan yang terjadi memperlihatkan, bahwa kelebihan harga
karena kartel cukup besar. Hal ini karena harga dari kesepakatan perjanjian kartel
merupakan harga yang lebih tinggi dari harga yang tercipta karena persaingan.
Pengalaman di berbagai negara, memperlihatkan bahwa harga kartel bisa mencapai
400% (empat ratus persen diatas harga pasar). Oleh karenanya tidak mengherankan
bahwa kerugian akibat kartel dapat mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah.
Lebih lanjut lagi, sebenarnya kartel bukan hanya merugikan konsumen, tetapi
juga merugikan perkembangan perekonomian suatu bangsa, karena kartel
menyebabkan terjadinya inefisiensi sumber-sumber daya baik itu sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi lainnya.
Pembuatan pedoman ini adalah merupakan salah satu tugas dari Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebagai suatu upaya untuk memberikan
pengertian dan pemahaman kepada masyarakat. Selain itu, pedoman ini juga
merupakan upaya dari KPPU untuk menyampaikan pandangannya tentang
pengertian kartel sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 11 UU Nomor 5 tahun
1999. Melalui pedoman ini, diharapkan akan lebih menjamin terciptanya
kepastian hukum dalam bidang Hukum Persaingan Usaha.
Istilah kartel sebenarnya merupakan istilah umum yang dipakai untuk setiap
kesepakatan atau kolusi atau konspirasi yang dilakukan oleh para pelaku usaha.
Pemakaian istilah kartel juga dibagi dalam kartel yang utama dan kartel lainnya.
Kartel yang utama terdiri dari kartel mengenai penetapan harga, kartel
pembagian wilayah, persekongkolan tender dan pembagian konsumen. Suatu
kartel dianggap sangat berbahaya karena para pelakunya sepakat melakukan
konspirasi mengenai hal-hal yang sangat pokok dalam suatu transaksi bisnis yang
meliputi harga, wilayah dan konsumen. Kartel juga sangat berbahaya karena
dapat berperilaku seperti monopolis yang dapat menentukan tingkat harga yang
sangat tinggi atau jumlah produksi, sehingga akan menyebabkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kartel akan menyebabkan
kerugian bagi konsumen karena harga akan mahal dan terbatasnya barang atau
jasa di pasar.
Kartel di berbagai negara dianggap sebagai tindakan yang hanya akan merugikan
konsumen, karenanya penegakan hukumnya dengan menerapkan prinsip per se
illegal. Sedangkan pasal 11 UU Nomor 5 tahun 1999, mengadopsi prinsip rule of
reason. Perumusan kartel sebagai suatu yang diperiksa menurut prinsip rule of
reason sudah sesuai dengan perkembangan penegakan hukum persaingan yang
cenderung untuk melihat dan memeriksa alasan-alasan dari pelaku usaha
melakukan suatu perbuatan yang dianggap melanggar Hukum Persaingan Usaha.
Dengan demikian KPPU harus dapat membuktikan bahwa alasan-alasan dari
pelaku usaha tersebut tidak dapat diterima (unreasonable).
Jadi dalam memeriksa suatu perkara secara rule of reason, maka perlu
ditempuh langkah-langkah tersebut sebelum menyatakan suatu perbuatan
tersebut sebagai sesuatu yang dapat diterima (reasonable restraint) atau tidak
dapat diterima (unreasonable restraint).
Pedoman ini harus dilihat sebagai penjelasan yang bersifat umum dan lebih
difokuskan pada batasan-batasan ketentuan yang dianggap melanggar prinsip-
prinsip Hukum Persaingan Usaha, sehingga dalam prakteknya, penerapan
pedoman ini akan disesuaikan dengan proses penyelidikan dan pemeriksaan
kasus per kasus. Ketentuan dalam pedoman ini juga harus ditinjau secara kritis
dan konstruktif, terutama penerapannya dalam pemeriksaan suatu kasus dan
bukti-bukti yang ada.
Bab ini menjelaskan tentang tujuan pembuatan pedoman dan hal-hal yang
tercakup dalam pedoman
Bab ini menjelaskan tentang pengertian dan cakupan kartel menurut UU Nomor
5 Tahun 1999, penjabaran unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 11 serta pasal-
pasal lain dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berkaitan dengan Kartel.
Bab ini menjelaskan konsep dari kartel, indikasi, dampak dari kartel dan hal hal
yang perlu diperhatikan dalam menganalisa adanya kartel. Selanjutnya untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas, maka akan dijelaskan pula beberapa
contoh kasus.
Bab ini menjelaskan sanksi-sanksi apa saja yang dapat dijatuhkan oleh KPPU
kepada para pelaku kartel.
BAB VI : Penutup
BAB III
Apabila kita teliti perumusan pasal ini, maka yang dilarang adalah perjanjian di
antara para pesaing yang berisi pengaturan terhadap produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa yang ditujukan untuk mempengaruhi harga, yang
dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dilihat dari perumusan pasal 11 yang menganut rule of reason, maka ditafsirkan
bahwa dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian adanya pelanggaran
terhadap ketentuan ini, harus diperiksa alasan-alasan pelaku usaha dan terlebih
dahulu dibuktikan telah terjadi praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Dengan kata lain, dalam memeriksa dugaan adanya kartel akan dilihat
alasan-alasan dari para pelaku usaha yang melakukan perbuatan kartel tersebut
dan akibat dari perjanjian tersebut terhadap persaingan usaha. Dengan demikian,
maka sangat diperlukan adanya pengkajian yang mendalam mengenai alasan
kesepakatan para pelaku usaha dimaksud dibandingkan dengan kerugian ataupun
hal-hal negatif kartel baik bagi persaingan usaha.
Ketentuan mengenai larangan kartel dapat juga ditemukan dalam pasal-pasal lain
yang ada dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu:
Suatu kartel terjadi apabila suatu kelompok perusahaan dalam suatu industri
tertentu yang seharusnya bersaing satu sama lain, tetapi mereka setuju untuk
melakukan koordinasi kegiatannya dengan mengatur produksi, pembagian
wilayah, kolusi tender dan kegiatan-kegiatan anti persaingan lainya, sehingga
mereka dapat menaikkan harga dan memperoleh keuntungan di atas harga
yang kompetitif.
Faktor struktural:
Kartel akan lebih mudah terbentuk jika pendiri atau pelopornya adalah
beberapa perusahaan yang mempunyai ukuran setara. Dengan
demikian pembagian kuota produksi atau tingkat harga yang
disepakati dapat dicapai dengan lebih mudah dikarenakan kapasitas
produksi dan tingkat biaya produksi semua perusahaan tersebut tidak
berbeda jauh.
Pembeli dengan posisi tawar yang kuat akan mampu melemahkan dan
akhirnya membubarkan kartel. Dengan posisi ini, pembeli akan mudah
mencari penjual yang mau memasok dengan harga rendah, yang
berarti mendorong penjual untuk tidak mematuhi harga kesepakatan
kartel. Pada akhirnya kartel tidak akan berjalan secara efektif dan
bubar dengan sendirinya.
Kartel akan mudah terbentuk jika para pelaku usaha terbiasa dengan
pertukaran informasi dan transparansi diantara mereka. Peran asosiasi
yang kuat seringkali terlihat sebagai media pertukaran ini. Data
produksi dan harga jual yang dikirimkan ke asosiasi secara periodik
dapat digunakan sebagai sarana pengendalian kepatuhan terhadap
kesepakatan kartel. Terlebih lagi jika ditemukan terjadinya pertukaran
informasi harga dan data produksi tanpa melalui asosiasi, yang mana
akan terlihat janggal jika sesama pelaku usaha saling memberikan
harga dan data produksi diantara mereka tanpa tujuan tertentu
sehingga kecurigaan akan eksistensi kartel akan menguat.
Secara umum para ahli sepakat bahwa kartel mengakibatkan kerugian baik bagi
perekonomian suatu Negara maupun bagi konsumen.
ATURAN SANKSI
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 terdapat beberapa macam sanksi yang dapat
dikenakan terhadap pelanggar Hukum Persaingan Usaha yaitu dapat berupa tindakan
administratif, pidana pokok dan pidana tambahan. Berdasarkan ketentuan, maka
pelanggaran terhadap pasal 11 UU Nomor 5 tahun 1999 dapat berupa:
PENUTUP
Kartel dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 merupakan salah satu perjanjian yang
dilarang. Suatu kartel dilarang, karena para pelaku usaha yang tergabung dalam suatu
kartel dapat memperoleh keuntungan diatas harga yang kompetitif dengan cara
mengatur jumlah produksi para anggotanya, sehingga akan berpengaruh terhadap
harga barang di pasar. Melalui kartel para pelaku usaha akan mendapatkan
keuntungan seperti layaknya perusahaan yang memonopoli suatu pasar. Namun di
sisi lain, kartel dapat merugikan perekonomian suatu bangsa karena akan
menyebabkan inefisiensi alokasi dan inefisiensi produksi. Kartel juga dapat
merugikan konsumen, karena konsumen dipaksa membayar suatu barang atau jasa
lebih mahal dari seharusnya, bahkan dapat menyebabkan sebagian konsumen tidak
mampu membeli barang atau jasa tersebut, padahal kalau harga sesuai harga pasar
atau harga persaingan mereka mampu untuk membelinya.
Kartel di berbagai negara dianggap sebagai tindakan yang hanya akan merugikan
konsumen, karenanya dalam penegakan hukum terhadap kartel biasanya dengan
menerapkan prinsip per se illegal. Sedangkan pengaturan kartel dalam UU Nomor 5
tahun 1999 pasal 11 mensyaratkan adanya pembuktian telah terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebelum menentukan bersalah atau
tidak para pelaku usaha yang melakukan kartel. Dengan demikian dalam UU Nomor
5 tahun 1999, Penegak Hukum Persaingan Usaha harus memeriksa secara mendalam
alasan-alasan para pelaku usaha melakukan kartel, baru kemudian memutuskan
apakah kartel yang dilakukan para pelaku usaha tersebut adalah tindakan yang
melanggar hukum.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NIM 109048000012
Alamat Rumah Jl. K.S. Tubun Raya, no. 13, RT/RW, 009/01, Kel
Petamburan, Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat
Alamat Domisili Jl. Ayub, no. 21, RT/RW, /, Kel. Pejaten Barat, Kec.
Pasar Minggu, Jakarta Selatan
No. Hp 085888908944/02195364418
Alamat Orang Tua Jl. K.S. Tubun Raya, no. 13, RT/RW, 009/01, Kel
Petamburan, Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat