Anda di halaman 1dari 104

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH


UMUR
Studi Kasus Putusan Nomor 10K/Pid.Sus/2018/PN.Amt

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh
MIFTAH NURHADI
NIM: 11180480000027

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2022 M
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN
DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH
UMUR
Studi Kasus Putusan Nomor 10K/Pid.Sus/2018/PN.Amt

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh
MIFTAH NURHADI
NIM: 11180480000027

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2022 M

i
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN
DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH
UMUR
Studi Kasus Putusan Nomor 10K/Pid.Sus/2018/PN.Amt

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh
MIFTAH NURHADI
NIM: 11180480000027

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

QOSIM ARSYADANI, M.A. TRESIA ELDA, S.H, M.H.


NIP.19690629 200801 1 019 NUPN. 9920113096

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2022 M

iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA


PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN ANAK
DIBAWABAH UMUR STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 10
K/Pid.Sus/2018/PN. Amt” Oleh Miftah Nurhadi NIM 11180480000027 telah
diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 Februari 2022. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata
Satu (S-1) pada program studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 25 Februari 2022


Mengesahkan
Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H, M.H,M.A.


NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( )


NIP. 19670203 201411 1 101

2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( )


NIP. 19650908 199503 1 001

3. Pembimbing I : Qosim Arsyadani, M.A, ( )


NIP. 19690629 200801 1 019

4. Pembimbing II : Tresia Elda, S.H, M.H. ( )


NUPN. 9920113096

5. Penguji I : Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum ( )


NIP. 19590319 197912 1001

6. Penguji II : Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H ( )


NIP. 19850524 202012 1 006
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Miftah Nurhadi

NIM : 11180480000027

Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : Kp.Kadongdong Buaran, RT 001 RW 003, No.59 Desa


Pematang Kec. Tigaraksa Kab. Tangerang, Banten 15720

Email : miftahnurhadi1503@gmail.com

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Februari 2022

Miftah Nurhadi

iv
ABSTRAK

MIFTAH NURHADI, NIM 11180480000027, “TINJAUAN YURIDIS


TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 10 K/Pid.Sus/2018/PN.Amt”. Konsentrasi Hukum Praktisi Hukum,
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2021 M.
Studi ini menjelaskan permasalahan mengenai pemidanaan terhadap anak
dibawah umur dalam pencurian dengan pemberatan. Skripsi ini bertujuan untuk
memahami kualifikasi perbuatan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang
dilakukan oleh anak dalam pandangan hukum pidana. Serta, Untuk menganalisis
dasar pertimbangan hakim dalam putusan nomor 10 K/Pid.Sus/2017/PN.Amt untuk
menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pencurian yang di lakukakan oleh anak
di bawah umur.
Metode Penelitian ini menggunakanJenis penelitian yang dilakukan dalam
skripsi ini adalah Kualiltatif. Sedangkan, penelitian ini termasuk dalam kategori
jenis penelitian normatif atau dokrinal. Pendekatan penelitian yang diguakan dalam
penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan
penelitian ini adalah studi dokumen. Serta, Teknik pengumpullan data yaitu metode
study dokumen serta metode library research. Data yang diperoleh akan diolah
dengan menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitiaan menunjukan bahwa pertimbangan oleh hakim untuk si anak
tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam system peradilan anak, beberapa
pertimbangan hakim anak tersebut dihukum hanya sepertiga dari hukuman penuh
yang di tuntut oleh jaksa penuntut umum, anak yang seharusnya dihukum selama
10 bulan tetapi atas pertimbangan hakim anak tersebut dihukum hanya 6 bulan.
Serta kualifikasi perbuatan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang
dillakukan oleh anak dalam pandangan hukum pidana.

Kata Kunci: Tindak Pidana Anak, Pencurian

Pembimbing Skripsi : 1. Qosim Arsyadani,M.A.


2. Tresia Elda, S.H. M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1991 sampai Tahun 2020

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat
dan karunia yang tidak terhinggga. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Baginda Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi Wassallam, beserta seluruh
keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman nanti. Dengan
mengucap Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan
tugas akhir pada perkuliahan dalam bentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN
PEMBERATAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR STUDI
KASUS PUTUSAN NOMOR 10 K/Pid.Sus/2018/PN.Am”.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum


pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
tidak dapat peneliti selesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dan dukungan
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini
berlangsung.

Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada para pihak yang telah memberikan peranan secara langsung
maupun tidak langsung atas pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu
antara lain kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Drs. Abu
Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas

vi
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Qosim , M.A. dan Tresia Elda, S.H, M.H,. Pembimbing Skripsi yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta kesabarannya untuk
peneliti. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Yanga telah memberikan banyak ilmu pengetahuan.
4. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberikan fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan
meminjam buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang
diperlukan.
5. Kepada kedua orangtua penulis tersayang dan tercinta Ayah Edi Susanto (Alm)
dan Ibu Siti Zubaedah, S.H yang selalu memberikan dukungan, semangat,
motivasi serta doa yang tiada hentinya selama penulis menempuh perkuliahan
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan umur yang panjang, selalu diberikan kesehatan dan
dilampangkan rizkinya, Aamiin.
6. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaian karya tulis ini.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat yang
berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang hukum tata
negara. Kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan dari seluruh
pembaca, sehingga dapat memperbaiki kesalahan serta menyempurnakan
kekurangan dari hasil penelitian ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iv

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ......................... 5

1. Identifikasi Masalah .................................................................... 5

2. Pembatasan Masalah ................................................................... 6

3. Perumusan Masalah .................................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7

1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

D. Metode Penelitian ............................................................................ 8

1. Pendekatan Penelitian ................................................................. 8

2. Jenis Penelitian ........................................................................... 8

3. Sumber Bahan Hukum ................................................................ 8

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ......................................... 9

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .......................................... 9

6. Teknik Pengelolaan dan Analisis Bahan Hukum ..................... 10

7. Teknik Penulisan ...................................................................... 10

E. Sistematika Pembahasan ............................................................... 10

BAB II PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


A. Kerangka Konseptual .................................................................... 12

viii
B. Kerangka Teori .............................................................................. 20

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu............................................. 23

BAB III TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN


PEMBERATAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR
A. Tinjauan Umum Tindak Pidana..................................................... 30

B. Tinjauan Umum Terhadap Pidana, Pemidanaan Dan Diversi ....... 37

C. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana Pencurian ................... 42

D. Tinjauan Umum Terhadap Anak ................................................... 50

BAB IV KUALIFIKASI PERBUATAN TINDAK PIDANA DAN


PERTIMBANAGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA
NOMOR 10 K/PID.SUS/2018/PN.Amt
A. Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana ............................................ 59

B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Putusan Nomor 10


K/Pid.Sus/2018/PN.Amt................................................................ 67

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 89

B. Rekomendasi ................................................................................. 91

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 92

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara berkembang dimana seluruh aspek


menalami kemajuan. Disatu sisi akibat dari Pengaruh kemajuan baik itu
ilmu pengetahuan, teknologi, kemajuan budaya dan perkembangan
pembangunan pada umumnya berdampak bagi seluruh kehidupan manusia
(masyarakat), tak terkecuali kepada anak-anak. Banyak anak-anak yang
melakukan penyimpangan sebagaimana perbuatan yang tidak lazimnya
anak-anak.
Salah satu jenis kejahatan yang sering terjadi dalam lingkungan
masyarakat adalah tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang
dilakukan oleh anak dibawah umur. Hal ini yang cukup memprihatinkan
baik para orang tua dan guru maupun segenap lapisan masyarakat sehingga
memerlukan perlakuan khusus dalam penegakan hukum yang lebih
mengedepankan aspek edukatif dan mental keagamaan. Dengan demikian
diharapkan sikap dan perilaku anak tersebut dapat direhabilitasi.1
Anak-anak berada dalam pola sosial yang makin lama makin
menjurus pada tindak kriminal (Pidana) seperti; penggunaan narkotika dan
obat-obat terlarang ,pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosaan,
bahkan pembunuhan. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana
dalam UUD 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat (3), hal ini berarti bahwa
seluruh aspek kehidupan di negara ini diatur berdasarkan aturan hukum.
Dalam upaya mewujudkan penegakan supremasi hukum di Indonesia,
diperlukan produk hukum dalam hal ini Undang-Undang yang berfungsi
sebagai pengatur segala tindakan masyarakat sekaligus sebagai alat paksa
kepada masyarakat. Anak sebagai salah satu subjek hukum di

1
Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia. (Bandung. PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h.98.

1
2

Negara ini juga harus tunduk Kejahatan (Crime) yang dilakukan


oleh orang dewasa, tidak dapat disamakan begitu saja dengan perbuatan
anak atau remaja (Juvenile Delinquency) yang biasa dilakukan oleh anak,
sebab harus dibedakan sifat dan bentuk perbuatan seorang anak dengan
perbuatan orang dewasa. Perlindungan terhadap anak dalam kaitannya anak
yang bermasalah dengan hukum, sebagai bagian utama peningkatan kualitas
mutu hidup manusia Sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 yaitu
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Anak di dalam perkembangannya menuju dewasa memasuki masa
remaja yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan yang ada di
sekitarnya Pada masa remaja, seorang anak dalam suasana atau keadaan
peka, karena kehidupan emosionalnya yang sering berganti-ganti. Rasa
ingin tahu yang lebih dalam lagi terhadap sesuatu yang baik, kadang kala
membawa mereka kepada hal-hal yang bersifat negatif.1
Tindak pidana yang dilakukan oleh anak terutama karena faktor
perekonomian keluarganya yang rendah, terlantar, pengaruh pergaulan yang
buruk atau karena putus sekolah. Keterlibatan anak sebagai pelaku
pencurian tentu tidak bisa dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak penting
untuk dikaji, apalagi jika anak dijatuhi pidana penjara walaupun hanya
pencurian yang obyeknya mempunyai nilai tergolong rendah.2
Para remaja pada usia ini merupakan masa peralihan dari kanak-
kanak menuju kedewasaan masih memiliki kemampuan yang sangat rendah
untuk menolak ajakan negatif dari temannya. Penyimpangan tingkah laku
atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan

1
Bambang Mulyono, Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, (Yogyakarta:
Kanisius,1989), h. 24.
2
Novelina MS dan Hutapea,2014, Penerapan Hak Diskresi Kepolisian dalam Perkara Anak
Pelaku Tindak Pidana Pencurian, Jurnal Elektrik DELIK, Vol. 2,No. 1, h. 1.
3

pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan


informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya
dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang
mendasar dalam kehidupan.3
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, telah mengatur sedemikian rupa sehingga ketika ada
kasus anak yang berhadapan dengan hukum dapat dikenakan hukuman Non-
penal istilah dalam hukum adalah Diversi dimana suatu pengalihan
penyelesaian kasus- kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana
tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara
tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi
oleh keluarga dan masyarakat pembimbing kemasyarakatan anak, polisi,
jaksa atau hakim. Oleh karena itu tidak semua perkara anak yang berkonflik
dengan hukum harus diselesaikan melalui jalur peradilan formal, dan
memberikan alternatif bagi penyelesaian dengan pendekatan keadilan
restorative maka, atas perkara anak yang berkonflik dengan hukum dapat
dilakukan diversi demi kepentingan terbaik bagi anak dan dengan
mempertimbangkan keadilan bagi korban.4
Dengan adanya Undang-Undang Tersebut, maka memberikan
landasan hukum yang kuat untuk membedakan perlakuan terhadap anak
yang berhadapan dengan hukum, Perlakuan hukum pada anak dibawah
umur pada perkara tindak pidana pencurian sudah selayaknya mendapatkan
perhatian khusus dari aparat penegak hukum dalam memproses dan
memutuskan keputusan yang akan diambil untuk mengatur dan
mengembalikan masa depan anak sebagai warga negara yang bertanggung
jawab dalam masyarakat.
Semua instrumen hukum nasional ini dimaksudkan untuk
memberikan jaminan perlindungan hak-hak anak secara lebih kuat ketika

3
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Di Hukum Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan
Pidana Anak, (Jakaarta: Sinar Grafika, 2012), h. 137.
4
Bunadi Hidayat, Pemidananan amak dibawah umur (Bandung: PT Alumni, 2010), h.83
4

mereka berhadapan dengan hukum dan harus menjalani proses peradilan.


Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa “Anak yang Berkonflik dengan
Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
diduga melakukan tindak pidana”. Inilah yang kemudian menjadi dasar
mengapa perlu ada perlakuan yang khusus kepada anak baik anak sebagai
korban atau pun sebagai pelaku tindak pidana, makanya perlu ada perhatian
khusus terhadap anak mengingat anak adalah calon generasi pelanjut masa
depan yang sudah seharusnya diberikan perhatian dan perlakuan yang lebih
khusus bukan hanya oleh orang tua tetapi juga oleh pemerintah.
Dalam penelitian ini yakni tentang tindak pidana pencurian yang
dilakukan anak dibawah umur oleh terdakwa NH, pada kasus ini tindak
pidana yang dilakukan oleh anak tersebut dalam putusan nomor 10
K/Pid.Sus/2018/PN. Amt, serta hasil Laporan penelitian Kemasyarakatan
yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang
merekomendasikan pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 81
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak dan pendapat dari orang tua/Ibu kandung Anak, selain itu juga tidak
ada alasan pembenar dan pemaaf terhadap perbuatan anak yang ditemukan
dan terungkap di persidangan, serta tujuan dari pemidanaan atau tindakan
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana
yang dalam hal ini adalah anak melainkan bersifat preventif, edukatif dan
korektif, maka tuntutan pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu berat
dan dipandang lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar kesalahan
Anak serta kepentingan terbaik bagi Anak dan tidak bertentangan dengan
rasa keadilan masyarakat, bila terhadap anak, Hakim memutuskan
menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
5

Pada kasus dalam putusan yang dilakukan oleh majelis hakim yakni
dengan menjatuhkan pidana selama 6 bulan di penjara. Melihat pencurian
yakni tindak pidana yang telah diatur dalam pasal 362 merupakan pencurian
dalam bentuk pokok, adapun unsur-unsurnya, yaitu objektif ada perbuatan
mengambil, yang diambil suatu barang tersebut sebagian atau keseluruhan
atau sebagian kepunyaan orang lain, ada perbuatan dan perbuatan tersebut
dilarang oleh undang-undang, serta mendapatkan sanksi pidana berupa
penjara. Sedangkan unsur-unsur subjektif yaitu, dengan maksud untuk
memiliki secara melawan hukum.
Dengan adanya hasil putusan itu maka peneliti ingin lebih
membahas mengapa putusan hakim seperti itu, akankah dengan putusan itu,
maka orang- orang yang sudah melakukan kejahatan tidak akan mengulangi
perbuatannya atau sebaliknya mereka akan mengulangi perbuatannya
karena hukuman yang mereka dapatkan tidak memberikan mereka jera.
Berdasarkan keadaan di atas maka penulis memilih Judul
Penelitian ‘‘TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN
ANAK DIBAWAH UMUR Studi Kasus Putusan Nomor 10 K/Pid.
Sus/2018/PN.Amt’’.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang masalah di atas
penulis untuk dapat menjawab persoalan-persoalan mengenai tindak
pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur tersebut
maka perlu diadakan suatu pengkajian secara akademis yakni sebagai
berikut:
a. Sistem yang dilakukan dalam proses peradilan pada kasus tindak
pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur memiliki ketentuan
sendiri, sebagimanah diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun
2012 tentang Sistem peradilan pidana anak.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana.
6

c. Perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur.


d. Maraknya tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah tindak
pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak
dibawah umur.
e. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan nomor 10
K/Pid.Sus/2018/PN.Amt.

2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat terarah
kedalam tujuan yang ingin penulis capai serta untuk menghindari
pembahasan yang menyimpang dari fokus penelitian. Maka dalam
penilitian ini penulis membatasi permasalahan tindak pidana pencurian
dengan pemberatan yangdilakukan anak dibawah umur studi kasus
putusan nomor 10 K/Pid.sus/2018/PN.Amt.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas,
maka penulis akan merumuskan masalah terkait “Tinjauan Yuridis
Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang
Dilakukan Anak di bawah Umur Studi Kasus Putusan Nomor 10
K/Pid.Sus/2018/PN.Amt. yang akan penulis rinci dalam bentuk
beberapa pertanyaan penelitian yaitu:
a. Bagaimana kualifikasi perbuatan tindak pidana pencurian dengan
pemberatan yang dilakukan oleh anak dalam pandangan hukum
pidana?
b. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim menjatuhkan putusan
terhadap kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan anak
dibawah umur (Putusan Nomor 10K/Pid.Sus/2018/PN.Amt)?
7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah peneliti rumuskan,
maka tujuan dari penelitian ini ialah:
a. Untuk memahami kualifikasi perbuatan tindak pidana pencurian
dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak dalam pandangan
hukum pidana.
b. Untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim menjatuhkan
putusan terhadap kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan
anak dibawah umur (Putusan Nomor 10K/Pid.Sus/2018/PN.Amt)
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis dapat untuk Mengembangkan studi ilmu hukum
khususnya, bagaimana cara sistem penegakan hukum dalam sistem
pidana di indonesia serta dapat sebagai referensi dalam dunia
akademisi sekaligus menambah Khazanah Kepustakaan dalam
hukum pidana yang terkait dengan tindak pidana pencurian terhadap
anak di bawa umur Serta memberikan sumbangsih dalam
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) Serta
peningkatan sumber daya manusia dalam bidang hukum pidana di
Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat untuk dapat
digunakan sebagai salah satu bahan informasi yang memberikan
banyak manfaat kepada masyarakat, organisasi masyarakat, para
praktisi hukum di Indonesia terkait kualifikasi perbuatan tindak
pidana pencurian agar berkurang bahkan tidak ada lagi kasus tindak
pidana pencurian terkhusus anak di bawa umur agar berkurang
bahkan tidak ada lagi kasus tindak pidana pencurian di kalangan
masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang.
8

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah normatif. Penelitian normatif adalah penelitian yang meletakan
hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
dimaksud ialah mengenai asas-asas, norma kaidah dan perundang-
undangan, putusan pengandilan, peijanjian, serta dokrin terhadap
keilmuan hukum.5
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif.6Dimana dalam metode ini mempunyai karakter deskriptif
analisis untuk memberi gambaran mengenai tindak pidana pencurian
yang dilakukan oleh anak dalam perkara tindak pidana khususnya anak
dibawa umur (studi kasus putusan), sedangkan dilihat dari segi jenis
penelitian hukum, penelitian ini termasuk dalam kategori jenis
penelitian normatif atau dokrinal
3. Sumber Bahan Hukum
Agar penelitian yang dilakukan peneliti berjalan lancar seperti
yang diharapkan maka, data yang dibutuhkan oleh peneliti adalah
informasi terkait pertimbangan hakim bagi pelaku tindak pidana
pencurian yang dilakukan anak dibawah umur. Sumber data yang
digunakan terdiri atas:
a. Bahan Hukum Primer
Bahwa bahan hukum primer yang termasuk dalam penelitian ini
ialah dalam penelitian ini penulis membutuhkan sumber data utama
yaitu salinan putusan Mahkamah Agung nomor 10 K/Pid.Sus/2018/
PN.Amt.

5
Fahmi Muhamad Ahmad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayutullah Jakarta,2010),h.31
6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 3.
9

b. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder yang peneliti jadikan ialah dalam penelitian
ini penulis membutuhkan sumber data pendukung yang telah
terverifikasi dari sumber data primer, yaitu buku, artikel, dan
literatur-literatuer lainya yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum Tersier atau pelengkap ini berupa sumber-sumber
yang berasal dari ensiklopedia atau sumber-sumber yang diakses
melalui internet.

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah studi


dokumen. Metode pengumpulan data ini mencari dan mengumpulkan
dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk nantinya di telah. Dalam
penelitian ini dokumen yang dikumpulkan seperti Salinan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 10 k/Pid.Sus/2018/PN.Amt literatur lainnya
yang berkaitan dengan penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Untuk melengkapi data yang dibutuhkan maka penulis


menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu metode studi
dokumen dikarenakan penulis akan meneliti dokumen tentang Putusan
terhadap kasus tindak pidana pencurian (Putusan Nomor 10
K/Pid.Sus/2018/PN.Amt) Serta metode library research penulis
gunakan untuk menelaah literatur-literatur yang ada kaitannya dengan
tindak pidana pencurian yang dilakukan anak dibawah umur. Untuk itu
maka penulis mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam bentuk
dokumen putusan agar penulis dapat menelaah bahan dan data yang
diambil dan berkas yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencurian
10

yang Dilakukan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Putusan Nomor 10


K/Pid.Sus/2018/PN.Amt).

6. Teknik Pengelolaan dan Analisis Bahan Hukum


Dalam menganalisis data yang diperoleh baik bahan hukum
primer maupun sekunder dan membahas permasalahan yang membahas
secara kualitatif. Yakni dalam penulisan ini menggunakan analisis
kualitatif, yaitu analisis yuridis normatif ini dilakukan secara deskriptif
karena penelitian ini tidak hanya bermaksud mengungkapkan dan
menggambarkan data kebijakan hukum pidana sebagaimana adanya,
tetapi juga bermaksud menggambarkan tentang kebijakan hukum
pidana yang diharapkan dalam Undang-undang yang akan datang.
Sehingga nantinya semua bahan baik dalam hal data kepustakaan dan
data hasil penelitian keduanya senantiasa dipertahankan.

7. Teknik Penulisan
Pedoman yang digunakan peneliti dalam penelitian ini ialah
merujuk pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum 2017”.
E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah peneliti dalam mengkaji dan menelaah


penelitian yang berjudul “ TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK
PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG
DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 10 K/Pid.Sus/2018/PN.Am”, maka dirasa perlu untuk
memaparkan terlebih dahulu sistematika pembahasan sebagai gambaran
singkat dari skripsi ini. Skripsi ini terbagi atas lima bab dan pada setiap bab
terdiri dari sub bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan
inti dari permasalahan yang diteliti.
Bab Pertama berjudul pendahuluan yang memuat secara
keseluruhan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,
11

rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta


metode penelitian.
Bab Kedua berjudul Pengujian Peraturan Perundang-undangan yang
terdiri dari kerangka konseptual, kerangka teori dan tinjauan (review) kajian
terdahulu. Pembahasan dalam bab ini diawali dengan pemaparan kerangka
konsep, dan dilanjutkan dengan menjelaskan teori pengujian peraturan
perundang-undangan yang digunakan untuk menganalisis dan
menginterpretasi data penelitian.
Bab Ketiga menyajikan pemaparan tentang tinjauan umum tindak
pidana dan tindak pidana pencurian, pengertian tindak pidana, jenis-jenis
tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana dan pengertian, jenis-jenis dan
unsur-unsur tindak pidana pencurian, serta pemidanaan dan Diversi. Serta
membahas tinjauan umum tindak pidana anak diantaranya menjelaskan
Pengertian anak ditinjau dari perundang- undangan, pengertian anak
sebagai pelaku tindak pidana,dan Faktor-Faktor anak melakukan tindak
pidana.
Bab Keempat menyajikan tentang kualifikasi perbuatan tindak
pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak dalam
pandangan hukum pidana dan menganalisis Apakah yang menjadi
pertimbangan hakim menjatuhkan putusan terhadap kasus tindak pidana
pencurian (Putusan Nomor 10 K/Pid.Sus/2018/PN.Amt).
Bab kelima menyajikan Penutup, yaitu bab terakhir yang memuat
kesimpulan dan saran. Kesimpulan tersebut merupakan temuan yang
diperoleh dari penelitian dengan memfokuskan pada jawaban atas rumusan
permasalahan penelitian. Saran diberikan penulis setelah memperoleh
temuan dari penelitian yang dilakukan untuk diberikan kepada pihak-pihak
terkait.
BAB II
PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Kerangka Konseptual
1. Anak Dibawah Umur
Anak merupakan amanah yang dianugerahkan oleh Alah SWT
kepada setiap orang tua. Anak merupakan aset yang sangat penting yang
akan menentukan potensi nasib manusia hari mendatang, karena anak
akan ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap
hidup bangsa pada masa mendatang.1 karena hal tersebut banyak dari
tokoh pendidikan dan para ahli yang sangat memperhatikan
perkembangan kejiwaan anak, karena anak tetaplah anak yang tidak bisa
kita samakan dengan orang dewasa. Dan untuk menentukan kriteria
seorang anak disamping ditentukan oleh usia, perkembangan anak juga
dilihat berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang
dialaminya.2
Berdasarkan paralelitas perkembangan jasmani seorang anak dengan
perkembangan jiwa anak, proses perkembangan anak dibagi menjadi 3
fase perkembangan diantaranya:
a. Fase pertama, dimulai ketika anak berumur 0-7 tahun. fase ini disebut
dengan anak kecil, dimana pada fase ini terjadinya perkembangan
mental, fungsi-fungsi tubuh, kehidupan emosional, bahasa bayi dan
arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (trotzalter) pertama dan
tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
Pada saat anak di fase pertama, seorang anak masih dalam
keadaan lemah dan belum mampu untuk menolong dirinya sendiri,
sehingga pada fase pertma ini anak akan sangat bergantung kepada
ibunya.

1
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember , 2014), h.5
2
Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak, (Yogyakarta: CV Budi Utama,Marer,
2016), h.9.

12
13

b. Fase kedua, yaitu fase kanak-kanak yang dimulai ketika anak berusia
7-14 tahun, fase ini dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1) Periode Intelektual, yaitu ketika anak berada di Sekolah Dasar
(usia 7-12 Tahun). Periode ini merupakan masa awal peralihan
dari keluarga ke masyarakat, pada periode intelektual ini
terjadinya pengamatan anak dan hidupnya perasaan, kemauan
dan kemampuan anak dalam berbagai macam potensi, akan
tetapi masih tersimpan atau masa latensi (masa tersembunyi).
2) Periode Pueral, periode pueral ini dikenal dengan masa
pubertas.Pada masa ini terjadinya kematangan fisik jasmaniah
yang ditandai dengan perkembangan fisik, tingkah laku yang
mulai kasar, berandal, kurang sopan, canggung, liar dan lain
sebagainya.
Seiring perkembangan fungsi jasmaniah tidak bisa
dipungkiri juga bahwa pada fase pueral ini fungsi intelektual
pun berkembang dengan sangat intensif ditandai dengan
adanya minat pengetahuan anak untuk menganalisis hal-hal
baru yang bersifat konkret.
c. Fase ketiga, yaitu sering disebut sebagai masa remaja atau fase
pubertas dan adolescents yang dimulai dari anak berumur 14-21
tahun. Masa pubertas ini dibagi menjadi empat fase:
1) Fase Pueral atau Pra-Pubertas, fase ini merupakan masa awal
pubertas.
2) Masa menentang kedua, fase negatif, trotzalter kedua,
periode verneinung.
3) Masa pubertas sebenarnya, dimulai dari umur 14 tahun. Masa
pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih
awal dari pada masa pubertas laki-laki.
4) Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17- 19 tahun bahkan
hingga 21 tahun.

Pada fase ketiga ini terjadi perubahan-perubahan besar yang terjadi


14

pada anak yang membawa pengaruh pada sikap dan tindakan anak akan
lebih agresif sehingga pada fase ini banyak anak yang menunjukkan
perubahan ke arah gejala kenakalan anak.1

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang


perlindungan anak, dijelaskan bahwa pengertian anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Sedangkan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) Anak adalah seseorang yang belum berusia 21 tahun dan
belum kawin. Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan anak adalah setiap orang yang berumur di
bawah 18 (delapan belas) tahun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak adalah mereka yang berumur
dibawah 19 tahun, disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila
pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.

Juvenile delinquency merupakan perilaku kenakalan anak, jika


pelaku adalah orang dewasa maka termasuk kedalam kategori kejahatan
atau pelanggaran.2 Untuk mengantisipasi terjadinya anak nakal, maka perlu
di perhatikan cara mendidik anak itu sendiri. Ada tiga metode untuk
mendidik anak yaitu dengan cara bermain, disiplin dan dialog.
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana terdiri dari dua kata yaitu “sanksi” dan “pidana”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, sanksi
adalah ancaman hukuman, sedangkan pidana adalah perbuatan yang
tidak boleh dilakukan atau perbuatan yang dilarang.3 sedangkan dalam
bahasa Inggris sanksi pidana disebut juga Criminal Sanctions, dan
dalam bahasa belanda disebut strafrechtelijke sancties. Sanksi pidana
artinyapenjatuhan hukuman hukuman kepada pelaku yang melakukan

1
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.7-8.
2
Sharfina Sabila, “Narkotika Anak Pidana dan Pemidanaan” (Depok: Rajawali Pers,PT
Raja Grafindo Persada, Agustus 2020), h.48.
3
S. Wojowasito, et.al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Hasta Karya, 1997),h.61.
15

tindak pidana. Pada dasarnya sanksi pidana dibagi menjadi dua jenis
yaitu:4
a. Pidana Pokok
Pidana pokok merupakan penjatuhan pidana yang langsung
dijatuhkan oleh hakim itu sendiri, pidana pokok dibagi menjadi lima
macam, yaitu:
1) Pidana Mati
Hukuman mati adalah yang paling serius dari semua
kejahatan dan dikenakan pada berbagai kejahatan yang sangat
serius. Ada beberapa pasal dalam hukum pidana yang mengatur
tentang pidana mati. Pasal-pasal tersebut sebagai berikut:5
a) Makar membunuh kepala negara, Pasal 104;
b) Mengajak negara asing guna menyerang Indonesia, Pasal
111 ayat 2;
c) Memberi pertolongan kepada musuh waktu Indonesia
dalam perang, Pasal 124 ayat 3;
d) Membunuh kepala negara sahabat, Pasal 140 ayat 4;
e) Pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, Pasal
140 ayat 3 dan 340;
f) Pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih
berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan
membongkar dan sebagainya, yang menjadikan ada orang
berluka berat atau mati, Pasal 365 ayat 4;
g) Pembajakan di laut, pesisir, di pantai dan di kali, sehingga
ada orang mati, Pasal 444;
h) Dalam waktu perang menganjurkan huru-hara,
pemberontakan dan sebagainya antara pekerja-pekerja
dalam perusahaan pertahanan negara, Pasal 124 bis;

4
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.18-21.
5
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Sukabumi : Politea.Bogor,1988), h. 34.
16

i) Dalam waktu perang menipu waktu menyampaikan


keperluan angkatan perang, Pasal 127 dan 129; dan
j) Pemerasan dengan pemberatan, pasal 368 ayat 2.

2) Pidana Penjara
Pidana Penjara atau bisa disebut Lembaga Pemasyarakatan
merupakan tindak pidana yang membatasi kebebasan gerak
narapidana dan mewajibkan masyarakat untuk mematuhi segala
peraturan dan tata tertib di lembaga pemasyarakatan terkait
dengan tindakan disipliner terhadap pelanggarnya. telah
melanggar peraturan tersebut.6
3) Pidana Kurungan
Pidana kurungan adalah tindak pidana yang membatasi
kebebasan gerak narapidana yang dilakukan dengan cara
disekap di dalam Lapas dengan mewajibkan mereka untuk
mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku di Lapas, yang melanggar peraturan tersebut.7
Penjara lebih ringan dari penjara. Di atas segalanya, lebih
mudah untuk melakukan pekerjaan yang diperlukan dan
membawa peralatan yang dibutuhkan tahanan setiap hari.
Misalnya, tempat tidur, selimut, dll.
Lamanya pidana kurungan ini ditentukan dalam Pasal 18
KUHP yang berbunyi :
a. Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari
dan paling lama satu tahun.
b. Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama
satu tahun empat bulan jika ada pemberatan pidana yang

6
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Jakarta : Sinar
Grafika,2012), h. 54.
7
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Jakarta : Sinar
Grafika,2012), h. 70.
17

disebabkan karena gabungan kejahatan atau


pengulangan, atau ketentuan pada Pasal 52 dan 52 a.
4) Pidana Denda
Pidana Denda, selain ancaman pelanggaran, denda juga
diancam dengan tindak pidana. Ini bisa menjadi alternatif atau
kumulatif. Denda ditetapkan minimal 25 sen, tetapi tidak ada
maksimum yang ditentukan.Mengenai hukuman denda diatur
dalam Pasal 30 KUHP.
5) Pidana Tutupan
Pidana tutupan adalah pidana yang dapat dijatuhkan kepada
seseorang yang melakukan kejahatan yang mana ancaman
hukumnya penjara, dikarenakan orang tersebut terdorong oleh
maksud yang patut dihormati
b. Pidana Tambahan
Pidana Tambahan adalah pidana yang dijatuhkan kepada
pelaku bukan pidana pokok saja akan tetapi ada tambahannya, hal
itu sudah diatur dalam peraturan yang berlaku di Indonesia. Pidana
tambahan terdiri dari:
1) Pencabutan Hak-hak tertentu
Pencabutan Hak-hak Tertentu, berdasarkan Pasal 35
KUHP, yaitu: hak untuk memegang jabatan tertentu, hak untuk
menjani pekerjaan tertentu, hak untuk memilih dan dipilih, hak
menjadi penasihat hukum, atau pengurus menurut penetapan
pengadilan, hak menajdi wali, wali pengawas, pengampu, atau
pengampu pengampu pengawas atas orang yang bukan anak
sendiri.
2) Perampasan barang-barang tertentu
Perampasan Barang-barang Tertentu berdasarkan Pasal 35
KUHP diterangkan bahwa tidak semua barang-barang milik
terpidana di rampas, barang-barang yang dapat dirampas
adalah barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh
18

dari kejahatan tersebut (corpora delicti), dan barang-barang


yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan (instrumental
delicti).
3) Pengumuman putusan hakim
Pengumuman Putusan Hakim dibacakan dalam sidang
terbuka. Walaupun putusan hakim dilakukan dalam sidang
terbuka, adakalanya putusan itu dipandang perlu untuk
diumumkan agar lebih diketahui oleh masyarakat secara luas.
Pengumuman putusan hakim ini perlu dilakukan agar orang
tertentu yang biasa melakukan kejahatan tertentu tidak
membahayakan orang lain lagi. Pengumuman ini dilakukan
biasanya melalui surat kabar dengan membuat ikhtisar dari
putusan hakim tersebut. Biaya pengumuman menurut
ketentuan Pasal 43 KUHP ditanggung oleh terpidana.
Sementara menurut istilah, sanksi adalah ketentuan
hukuman bagi suatu pelanggaran. Sanksi disebut juga dengan
ancaman yaitu menakut-nakuti, sedangkan pidana adalah
hukuman. Sanksi pidana adalah hukuman bagi pelaku yang
melakukan perbuatan yang sudah ada ketentuan dalam
KUHP.8
Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin
untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan tersebut,
namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai
suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri. Adanya
sanksi bertujuan agar hidup seseorang di masyarakat bisa
berjalan semestinya dan tidak ada yang melakukan
pelanggaran norma-norma yang berlaku, terutama disini
adalah norma hukum.

8
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 229.
19

3. Pidana, Pemidanaan dan Diversi


Pidana atau hukuman (straf) merupakan hal terpenting dalam
hukum pidana. Demikianlah sehingga J. Van Kan menyebut hukum
pidana sendiri pada hakikatnya merupakan hukum sanksi (het strafrecht
is wezenlijk sanctierecht).9
Menurut Tri Andrisman pidana diartikan sebagai penderitaan
atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidana mutlak
diperlukan dalam hukum pidana yang bertujuan agar dapat menjadi
sarana pencegahan umum maupun khusus bagi angoota masyarakat
agar tidak melanggar hukum pidana. 10
Menurut Sudarto pemidanaan merupakan sinonim dari
penghukuman. Penghukuman berasal dari kata hukum yang dimana
berarti menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya. Hal
ini berkaitan dengan hukum pidana maupun hukum perdata. Untuk
ranah hukum pidana sendiri, pemidanaan artinya penghukuman atau
pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim yang memiliki makna
yang sama dengan veroordeling atau sentence. Menurut Andi Hamzah
pemidanaan seringkali disebut dengan penjatuhan pidana atau
pemberian pidana. Arti pemidanaan dalam bahasa Belanda yaitu
strafoeming dan dalam bahasa Inggris yaitu sentencing. 11
Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang
diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke
penyelesaian damai antara tersangka/terdakwa pelaku tindak pidana

9
A. Z. Abidin Farid & A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,
Penyertaan dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, (Jakrta : Raja Grafindo Persada, 2010),
h. 277.
10
Tri Andrisman, Asas-asas dan Aturan umum Hukum Pidana Indonesia, (Bandar Lampung
: Universitas Bandar Lampung, 2009), h. 8.
11
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar : Pustaka Pena Press, Cet.
Kesatu, 2016), h. 84.
20

dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan masyarakat,


pembimbing kemasyarakatan anak,polisi, jaksa atau hakim.12

4. Pencurian
Tindak pidana pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda
atau disebut dengan offences against property dan possession. Yang
dimaksud dengan pencurian, ialah perbuatan mengambil sesuatu barang
yang semuanya atau sebagianya kepunyaan orang lain disertai maksud
untuk memiliki dan dilakukan dengan melawan hukum.13
B. Kerangka Teori
1. Teori Keadilan
Keadilan digambarkan dalam Pancasila sebagai dasar negara, yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila lima tersebut
terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan dalam hidup
bersama.Adapun keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat
keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungannya manusia
dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya manusia
dengan masyarakat, bangsa, dan negara, serta hubungan manusia
dengan Tuhannya.14
Menurut Aristoteles keadilan itu terbagi menjadi dua yaitu keadilan
distributif dan keadilan korektif, keduanya memiliki perbedaan yang
signifikan diantaranya:
a. Keadilan Distributif mengacu kepada pembagian barang dan jasa
kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya di masyarakat,
dan perlakuan yang sama terhadap kesederajatan dihadapan hukum
(equality before the law)15

12
M.Nasir Malik. Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika. 2013. Cet.2).h. 137.
13
Gerson W. Bawengan, Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 1979), h. 150.
14
M. Agus Santoso, Hukum, Moral & Keadilan sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:
Kencana Ctk.Kedua, 2014), h.86
15
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori danPraktik),
(Rajawali Pers, 2020) h. 100-102.
21

b. Keadilan korektif berfokus pada pembentukan sesuatu yang salah.


Artinya jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan,
maka keadilan koreaktif berusaha memberikan kompensasi yang
memadai bagi pihak yang dirugikan dan memberikan hukuman
yang pantas kepada si pelaku.16
Teori keadilan disini digunakan untuk menganalisis dan
menganalisis apakah putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap
terdakwa dalam kasus ini bisa diterima dan relevan di masyarakat
serta apakah benar adil menurut keadilan yang sesungguhnya.
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel theory)
Teori relatif berpendapat bahwa negara menjatuhkan hukuman
kepada penjahat sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Tujuan
hukuman adalah untuk menakut-nakuti seseorang dari melaksanakan
perbuatan jahat.17 Teori relatif menjelaskan bahwa dasar pidana itu
adalah untuk menegakkan tertib hukum dalam hidup masyarakat.
Karena itu pada teori relatif ini pemidanaan bukan untuk pembalasan
atas kesalahan pelaku akan tetapi pemidanaan merupakan sebagai
instrumen untuk mencapai ketentraman dan ketertiban dalam hidup
masyarakat. Sanksi pada teori relatif ditekankan pada tujuannya yakni
untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, bukan bertujuan
untuk pemuasan absolute atas keadilan. Teori relatif atau teori tujuan
mencakup dua hal diantaranya: pertama, untuk pencegahan secara
umum (generale preventie) yang ditujukan pada masyarakat, dan yang
kedua, untuk pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan
kepada diri pelaku kejahatan itu sendiri.
Pencegahan umum (generale preventie) ditujukan agar orang-orang
atau masyarakat takut untuk berbuat kejahatan, karena berkaca dari para

16
Muhammad Helmi Jurnal, Konsep Keadilan dalam filsafat hukum dan filsafat hukum
islam, (sharia departement,STIS Samarinda) h.5.
17
Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali pers, 2012) h.
157.
22

penjahat yang telah dijatuhi hukuman pidana, hal itu dijadikan


contoholeh masyarakat agar tidak meniru perbuatan pelaku.
Pencegahan khusus (speciale preventie) ditujukan agar pelaku
kejahatan yang telah dipidana tidak mengulang kembali melakukan
kejahatan dan mencegah terjadinya jika ada orang yang telah berniat
buruk melakukan kejahatn untuk tidak mewujudkan niat buruknya itu
menjadi perbuatan yang nyata.18 pencegahan khusus di dalam teori
relatif ini bertumpu kepada 3 (tiga) tujuan utama yaitu :19
1. Pencegahan (prevention)
Pencegahan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat
dengan cara menempatkan pelaku diluar masyarakat (lembaga
pemasyarakatan).
2. Menakut-nakuti (deterrence)
Bertujuan untuk menakut-nakuti penekanannya pada
psikologis yakni menimbulkan rasa takut pada individu pelaku
agar tidak mengulangi perbuatannya lagi, maupun bagi masyarakat
jangka panjang.
3. Pembaharuan (reformation)
Untuk mengubah sifat si pelaku dengan dilakukannya
pembinaan dan pengawasan oleh institusi yang berwenang untuk
nantinya si pelaku hidup ditengah-tengah masyarakat dapat hidup
menjadi berperilaku sebagai orang baik.
Teori Relatif dalam penelitian ini digunakan bertujuan untuk
adanya upaya preventif (pencegahan) agar tidak marak lagi
terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur.

18
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak
Pidana,Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers,
2020) h.162-166.
19
Dewa gede Atmadja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-teori Hukum, (Malang :Setara
Pers. 2018) h. 176-177
23

3. Teori Gabungan
Teori Gabungan/Modern (Vereniging Theorien), kritik moral intinya
menjelaskan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan jamak, karena
menggabungkan antara prinsip-prinsip “teori relatif” dan “teori absolut”
sebagai satu kesatuan. Karena itu berkarakter ganda yaitu mengandung
karakter pembalasan sejauh ditinjau dari kritik moral dalam
mengantisipasi kejahatan sebagai tindakan yang salah. Namun bila
dilihatpada sisi ide tujuannya kritik moral yakni untuk perubahan ke
arah perbaikan perilaku si pelaku/terpidana di kemudian hari di tengah-
tengah masyarakat. Menurut van Hamel & van List sebagai pelopor
“teori gabungan/modern” ada tiga prinsip utama, yaitu:
a. Tujuan terpenting pemidanaan untuk memberantas kejahatan
sebagai suatu gejala masyarakat;
b. Ilmu Hukum Pidana dan perUndang-Undangan pidana harus
memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologi;
c. Pemidanaan merupakan sarana paling efektif bagi negara/
pemerintah untuk memberantas kejahatan, karena itu penjatuhan
sanksi pidana harus dikombinasikan dengan upaya sosial lainnya.
Teori Gabungan Teori ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1) Teori yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasannya tidak
boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk
dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat.
2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh
lebih berat daripada perbuatan pidana yang dilakukan terpidana.20

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu


Tinjauan terhadap Kajian Terdahulu ialah bertujuan untuk
membandingkan skripsi atau karya ilmiah yang telah ada dengan apa yang

20
Ayu Efritadewi, Modul Hukum Pidana, (Kepulauan Riau: Umrah Press, Universitas
Maritim Raja Ali Haji, 2020), h. 10
24

akan peneliti teliti mengenai penelitian ini supaya bertujuan untuk


menghindari pemahaman bagi pembaca ataupun penulis tersendiri terhadap
duplikasi, replikasi, dan penjiplakan. Berikut beberapa penelitian atau karya
ilmiah yang sebelumnya telah ada:
1. Skripsi ditulis oleh Muhammad Hamka Syahrir21
Skripsi tersebut ditulis oleh seorang mahasiswa bernama
Muhammad Hamka Syahrir, Program studi Hukum Pidana Dan
Ketatanegaraan Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar 2016. Dalam Penelitian ini untuk menganalisis
ketentuan tindak pidana pencurian menurut hukum Islam dan hukum
nasional dengan menggunakan pendekatan Syar’i (Hukum Islam) dan
yuridis normatif (Hukum Nasional).
Berbeda dengan penulis, Dalam penelitian ini yakni tentang tindak
pidana pencurian yang dilakuakan anak dibawah umur oleh terdakwa
anak berhadapan hukum, pada kasus ini tindak pidana yang dilakukan
oleh anak tersebut dalam putusan nomor 10 K/Pid.Sus/2018/PN. Amt,
serta hasil Laporan penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan yang merekomendasikan pidana penjara
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pendapat dari orang
tua/Ibu kandung Anak, selain itu juga tidak ada alasan pembenar dan
pemaaf terhadap perbuatan anak yang ditemukan dan terungkap di
persidangan, serta tujuan dari pemidanaan atau tindakan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana yang
dalam hal ini adalah anak melainkan bersifat preventif, edukatif dan
korektif, maka tuntutan pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu
berat dan dipandang lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar

21
Muhammad Hamka Syahrir, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pencurian Yang Dilakukan
Oleh Anak di bawah Umur (Analisis Komparatif antara Hukum Islam dan Hukum Nasional) ”,
(Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,2016)
25

kesalahan Anak serta kepentingan terbaik bagi Anak dan tidak


bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, bila terhadap anak,
Hakim memutuskan menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Skripsi ditulis oleh Muhammad Galih Prakoso22


Skripsi tersebut ditulis oleh seorang mahasiswa bernama
Muhammad Galih Prakoso, Program Studi Hukum Pidana Islam
(Jinayah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2020, Dalam Penelitian mengenai ketentuan
pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana pencurian dari segi
hukum pidana positif dan hukum pidana Islam, yang kemudian materi-
materi tersebut penulis jadikan sebagai acuan tambahan dalam
menganalisis putusan hakim terhadap Terdakwa anak yang bernama
Riski Pratama Putra Bin Iskandar sebagai pelaku tindak pidana
pencurian pada Pengadilan Negeri Kediri, dalam rangka menentukan
sanksi yang tepat untuk diterapkan.
Berbeda dengan penulis, Dalam penelitian ini yakni tentang tindak
pidana pencurian yang dilakuakan anak dibawah umur oleh terdakwa
anak berhadapan hukum, pada kasus ini tindak pidana yang dilakukan
oleh anak tersebut dalam putusan nomor 10 K/Pid.Sus/2018/PN. Amt,
serta hasil Laporan penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan yang merekomendasikan pidana penjara
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pendapat dari orang
tua/Ibu kandung Anak, selain itu juga tidak ada alasan pembenar dan
pemaaf terhadap perbuatan anak yang ditemukan dan terungkap di

22
Muhammad Galih Prakoso, “Pemidanaan Anak Di Bawah Umur Yang Melakukan
Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Restorative Justice (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Kediri No. 6/Pid.Sus- Anak/2015/PNKdr) ”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta,2020)
26

persidangan, serta tujuan dari pemidanaan atau tindakan dalam Undang-


Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana yang
dalam hal ini adalah anak melainkan bersifat preventif, edukatif dan
korektif, maka tuntutan pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu
berat dan dipandang lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar
kesalahan Anak serta kepentingan terbaik bagi Anak dan tidak
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, bila terhadap anak,
Hakim memutuskan menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3. Skripsi yang ditulis oleh Dewi Rohmayanti 23


Skripsi tersebut ditulis oleh seorang mahasiswa bernama Dewi
Rohmayanti Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2018, Dalam Penelitian ini yakni menjelaskan bagaimana
menetapkan tanggung jawab dalam melalui diversi yang tidak
diterapkan putusan pengadilan Negeri Tangerang dengan nomor,
402/Pid. Sus/2013/PN. TNG.
Berbeda dengan penulis, Dalam penelitian ini yakni tentang tindak
pidana pencurian yang dilakuakan anak dibawah umur oleh terdakwa
anak berhadapan hukum, pada kasus ini tindak pidana yang dilakukan
oleh anak tersebut dalam putusan nomor 10 K/Pid.Sus/2018/PN. Amt,
serta hasil Laporan penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan yang merekomendasikan pidana penjara
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pendapat dari orang

23
Dewi Rohmayanti, “Pertanggunjawaban Pidana Anak Di Bawah Umur Dalam Kasus
Pencurian Ditinjau Dalam Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan
No:402/Pid.Sus/2013/PN. TNG) ”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta,2018)
27

tua/Ibu kandung Anak, selain itu juga tidak ada alasan pembenar dan
pemaaf terhadap perbuatan anak yang ditemukan dan terungkap di
persidangan, serta tujuan dari pemidanaan atau tindakan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana yang
dalam hal ini adalah anak melainkan bersifat preventif, edukatif dan
korektif, maka tuntutan pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu
berat dan dipandang lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar
kesalahan Anak serta kepentingan terbaik bagi Anak dan tidak
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, bila terhadap anak,
Hakim memutuskan menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

4. Artikel Jurnal yang ditulis oleh Ida Bagus Agung Pariama


Manuaba, I Nyoman Sujana, Ni Made Sukaryati Karma24

Artiker Jurnal tersebut ditulis oleh Ida Bagus Agung Pariama


Manuaba, I Nyoman Sujana, Ni Made Sukaryati Karma. Dalam artikel
jurnal tersebut menjelaskan mengenai pertimbangan dan sanksi pidana
yang dijatuhkan oleh hakim pada pidana pencurian dengan pemberatan
yang dilakukan oleh anak.

Berbeda dengan penulis, Dalam penelitian ini yakni tentang tindak


pidana pencurian yang dilakuakan anak dibawah umur oleh terdakwa
anak berhadapan hukum, pada kasus ini tindak pidana yang dilakukan
oleh anak tersebut dalam putusan nomor 10 K/Pid.Sus/2018/PN. Amt,
serta hasil Laporan penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan yang merekomendasikan pidana penjara

24
Ida Bagus Agung Pariama Manuaba, I Nyoman Sujana, Ni Made Sukaryati Karma.
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan
Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak. Jurnal Preferensi Hukum. Vol.1. No.1 (Juli. 2020).
28

sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun


2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pendapat dari orang
tua/Ibu kandung Anak, selain itu juga tidak ada alasan pembenar dan
pemaaf terhadap perbuatan anak yang ditemukan dan terungkap di
persidangan, serta tujuan dari pemidanaan atau tindakan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana yang
dalam hal ini adalah anak melainkan bersifat preventif, edukatif dan
korektif, maka tuntutan pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu
berat dan dipandang lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar
kesalahan Anak serta kepentingan terbaik bagi Anak dan tidak
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, bila terhadap anak,
Hakim memutuskan menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

5. Artikel Jurnal ditulis oleh Verawati25


Artikel Jurnal tersebut ditulis oleh Verawati. Dalam artikel jurnal
tersebut menjelaskan mengenai penjatuhan pidana terhadap pelaku
begal yang dilakukan oleh anak di dawah umur serta faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap
pelaku begal yang dilakukan oleh anak di bawah.
Berbeda dengan penulis, Dalam penelitian ini yakni tentang tindak
pidana pencurian yang dilakuakan anak dibawah umur oleh terdakwa
anak berhadapan hukum, pada kasus ini tindak pidana yang dilakukan
oleh anak tersebut dalam putusan nomor 10 K/Pid.Sus/2018/PN. Amt,
serta hasil Laporan penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan yang merekomendasikan pidana penjara
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun

25
Verawati. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan oleh
Anak di bawah Umur. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan. Vol.4. No.4 (November. 2020).
29

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pendapat dari orang
tua/Ibu kandung Anak, selain itu juga tidak ada alasan pembenar dan
pemaaf terhadap perbuatan anak yang ditemukan dan terungkap di
persidangan, serta tujuan dari pemidanaan atau tindakan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana yang
dalam hal ini adalah anak melainkan bersifat preventif, edukatif dan
korektif, maka tuntutan pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu
berat dan dipandang lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar
kesalahan Anak serta kepentingan terbaik bagi Anak dan tidak
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, bila terhadap anak,
Hakim memutuskan menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pada kasus dalam putusan yang dilakukan oleh majelis hakim yakni
dengan menjatuhkan pidana selama 6 bulan di penjara. Melihat
pencurian yakni tindak pidana yang telah diatur dalam pasal 362
merupakan pencurian dalam bentuk pokok, adapun unsur-unsurnya,
yaitu objektif ada perbuatan mengambil, yang diambil suatu barang
tersebut sebagian atau keseluruha atau sebagian kepunyaan orang lain,
ada perbuatan dan perbuatan tersebut dilarang oleh undang-undang,
serta mendapatkan sanksi pidana berupa penjara. Sedangkan unsur-
unsur subjektif yaitu, dengan maksud untuk memiliki secara melawan
hukum.
BAB III
TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN
PEMBERATAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana


Istilah tindak pidana dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Belanda yaitu “strafbaar feit”. Pembentuk undang-undang
menggunakan kata “strafbaar feit” untuk menyebut apa yang di kenal
sebagai “tindak pidana” tetapi dalam Undang-Undang Hukum Pidana
tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang
dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit”.1
Menurut Andi Hamzah, delik diartikan dengan suatu tindakan yang
terlarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang.
Sedangkan menurut Moeljatno Mengartikan sebagai kelakuan manusia
yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.2
Beberapa pengertian tindak pidana menurut para ahli di antaranya
sebagai berikut:
1. Lamintang berpendapat, dalam bukunya dasar-dasar Hukum
Pidana Indonesia, yakni suatu tindakan melanggar hukum yang
telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakan nya dan yang oleh Undang-
Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum.3
2. Wirjono Prodjodikoro, bahwa tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.4

1
Andi Sofyan & Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makasaar: Pustaka Pena Press, 2016), h. 96.
2
Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2015), h. 6.
3
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1994),
h.97.
4
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung,: Eresco, 1986),
h. 55.

30
31

3. Moeljatno berpendapat, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan


yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar aturan tersebut.1
2. Jenis-jenis Tindak Pidana
Dalam membahas tindak pidana ditemukan beragam tindak pidana
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat baik itu sengaja maupun
tidak sengaja. Tindak pidana itu sendiri dapat dibedakan atas dasar-dasar
tertentu yaitu sebagai berikut:
a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yang dimuat
dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III.
Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah
jenis pelanggaran lebih ringan dari pada kejahatan. Hal ini dapat
diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang
diancam dengan pidana pidana penjara, tetapi berupa pidana
kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih dominasi dengan
ancaman pidana.
Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik
kejahatan dan pelanggaran sebagai berikut :
1) Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang
merupakan kejahatan di Indonesia. Jika seorang Indonesia yang
melakukan delik di luar negeri yang digolongkan sebagai delik
pelanggaran di Indonesia, maka di pandang tidak perlu dituntut.
2) Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak
dipidana.
3) Pada pemidanaan terhadap anak di bawah umur tindak
tergantung pada apakah itu kejahatan atau pelanggaran.
b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana
formil dan tindak pidana materil.

1
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), h. 54.
32

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan


sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang
dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu.
Perumusan tindak pidana formil tidak memerlukan dan/atau tidak
memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai
syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada
perbuatannya.
Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materil, inti larangan
adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu,
siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang
dipertanggungjawabkan dan dipidana. Begitu juga untuk selesainya
tindak pidana materil, tidak bergantung pada sejauh mana wujud
perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya di gantungkan pada
syarat timbulnya akibat larangan tersebut.
c. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana
umum dan tindak pidana khusus.
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat
dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materil (Buku II dan
Buku III). Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua tindak
pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP. Pada umunya
pembedaan ini dikenal dengan istilah delik-delik di dalam KUHP
dan delik-delik di luar KUHP.
d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak
pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan
tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi.
Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya
berupa perbuatan aktif, perbuatan aktif adalah perbuatan yang
mewujudkan diisyaratkan dengan adanya gerakan dari anggota
tubuh orang yang berbuat. Bagian terbesar tindak pidana yang
dirumuskan dalam KUHP adalah tindak pidana.
33

Tindak pidana pasif ada dua macam yaitu tindak pidana pasif
murni dan tindak pidana pasif tidak murni. Tindak pidana yang
dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasar
nyasemata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif.
Sementara itu tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak
pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat
dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau tindak pidana yang
mengandung suatu akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan tidak
berbuat atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar timbul.
e. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana
sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa).
Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam
rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur
kesengajaan. Sedangkan tindak pidana tidak sengaja adalah tindak
pidana yang dalam rumusannya mengandung culpa.
f. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat
dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana
terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.
Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga
untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktuseketika atau waktu
singkat saja, disebut juga dengan aflopende delicten. Tindak pidana
ini disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan
yang terlarang.
g. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dapat dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.
Tindak pidana biasa yang dimaksudkan disini adalah tindak
pidana yang untuk dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya,
tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak, sementara itu
tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan
penuntutan pidana apabila terlebih dahulu adanya pengaduan oleh
34

yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya


dalam perkara perdata.
h. Dilihat dari sudut subjek hukum, dapat dibedakan antara tindak
pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua
orang) dan tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat
dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu).
Pada umumnya tindak pidana itu dibentuk dan dirumuskan
untuk berlaku pada semua orang dan memang bagian terbesar tindak
pidana itu dirumuskan dengan maksud yang demikian. Akan tetapi,
ada perbuatanperbuatan yang tidak patut tertentu yang khusus yang
hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu saja,
misalnya pegawai negeri (pada kejahatan jabatan) atau nahkoda
(pada kejahatan pelayaran) dan sebagainya.
i. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak
pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum
yang dilindungi.
Sistematika pengelompokan tindak pidana bab per bab dalam
KUHP didasarkan pada kepentingan hukum yang dilindungi.
Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi ini maka dapat
disebutkan misalnya dalam Buku II. Untuk melindungi kepentingan
hukum terhadap keamanan negara, dibentuk rumusan kejahatan
terhadap keamanan negara (Bab I), untuk melindungi kepentingan
hukum bagi kelancaran tugas-tugas bagi penguasa umum dibentuk
kejahatan terhadap penguasa umu (Bab VIII), untuk melindungi
kepentingan hukum terhadap hak kebendaan pribadi dibentuk tindak
pidana seperti Pencurian (Bab XII), Penggelapan (Bab XXIV),
Pemerasan dan Pengancaman (Bab XXIII) dan seterusnya.
j. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan
dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai.
Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumuskan
sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana
35

dan dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan


saja, bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP adalah berupa
tindak pidana tunggal. Sementara itu yang dimaksud dengan tindak
pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian
rupa sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dapat
dipidananya pelaku, disyaratkan dilakukan secara berulang.
3. Unsur-unsur Tindak Pidana
Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua
sudut pandang, yakni:
a. dari sudut teoritis; dan
b. dari sudut undang-undang.
Teoritis berarti berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang
tercermin pada bunyi rumusannya. Sementara itu sudut Undang-Undang
adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi
tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan
yang ada.
1. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis
Adami Chazawi menguraikan beberapa unsur tindak pidana
menurut para teoritis sebagai berikut:2
a. Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :
1) Perbuatan;
2) Yang dilarang (oleh aturan hukum);
3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
b. Menurut R. Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur,
yakni:
1) Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);
2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
3) Diadakan tindakan penghukuman.

2
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1.( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2015), h.
79-81
36

c. Menurut Vos, unsur-unsur tindak pidana adalah:


1) Kelakuan manusia;
2) Diancam dengan pidana;
3) Dalam peraturan perundang undangan.
Jika disimpulkan dari semua pendapat para teoritis mengenai unsur-
unsur tindak pidana, pada hakikatnya terdapat kesamaan dari tiap
pendapat yaitu sama-sama mengandung unsur pembuat dan unsur
perbuatan.
2. Unsur Tindak Pidana Menurut Undang-Undang
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP,
dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu;3
a. Unsur tingkah laku;
b. Unsur melawan hukum;
c. Unsur kesalahan;
d. Unsur akibat konstitutif;
e. Unsur keadaan yang menyertai;
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
i. Unsur objek hukum tindak pidana;
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Dari 11 unsur di atas, ada dua unsur yaitu kesalahan hukum dan
pelanggaran. Ini adalah elemen subjektif, dan sisanya adalah elemen
objektif yang dihasilkan dari tindakan dan situasi tertentu yang terkait
dengan subjek tindakan dan kejahatan. Elemen subyektif, di sisi lain,
adalah semua elemen yang mempengaruhi pikiran atau terkait dengan
keadaan batin seseorang.

3
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 1. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.
82.
37

Semua elemen di atas pada dasarnya dibagi menjadi elemen pembuat


dan elemen tindakan. Akibatnya, komponen teori dan hukum masih
menunjukkan kesamaan.
B. Tinjauan Umum Terhadap Pidana, Pemidanaan Dan Diversi

1. Pengertian Pidana dan Jenis-jenis Pidana


Pidana atau hukuman (straf) merupakan hal terpenting dalam hukum
pidana. Demikianlah sehingga J. Van Kan menyebut hukum pidana
sendiri pada hakikatnya merupakan hukum sanksi (het strafrecht is
wezenlijk sanctierecht).4
Menurut Tri Andrisman pidana diartikan sebagai penderitaan atau
nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidana mutlak
diperlukan dalam hukum pidana yang bertujuan agar dapat menjadi
sarana pencegahan umum maupun khusus bagi angoota masyarakat agar
tidak melanggar hukum pidana. 5
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai induk atau sumber
utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana
dirumuskan pada Pasal 10 KUHP, Hukum Pidana di Indonesia hanya
mengenai 2 (dua) penggolongan pidana, yaitu:
a. Pidana Pokok, antara lain:
1) Pidana Mati;
2) Pidana Penjara;
3) Pidana Kurungan;
4) Pidana Denda;
5) Pidana Tutupan.

4
A. Z. Abidin Farid & A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,
Penyertaan dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, (Jakrta : Raja Grafindo Persada, 2010), h.
277.
5
Tri Andrisman, Asas-asas dan Aturan umum Hukum Pidana Indonesia, (Bandar Lampung :
Universitas Bandar Lampung, 2009), h. 8.
38

b. Pidana Tambahan, antara lain:


1) Pencabutan hak-hak tertentu;
2) Perampasan barang-barang tertentu;
3) Pengumuman putusan Hakim
2. Pemidanaan
a. Teori Pemidanaan
Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat
dibagi dalam tiga kelompok teori, yaitu:
1) Teori absolut atau pembalasan (retributive/vergeldings
theorieen);
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena
orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia
peccatumest). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada
sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan
kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada
adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Adapun tujuan utama
(primair) dari pidana meneurut teori absolut ialah, untuk
memuaskan tuntutan keadilan (tosatisfy the clams of justice)
sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang menguntungkan adalah
sekunder.
2) Teori relatif atau teori tujuan (utilitirian/doelthorieen);
Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan
tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak
mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu menurut J.Andenaes,
teori ini disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (the
theory of social defense). Sedangkan menurut Nigel Walker teori
ini lebih tepat disebut teori aliran reduktif (the redictive point of
view)karena dasar pembenaran pidana menurut teori ini ialah
untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Oleh karena itu para para
39

penganutnya dapat disebut golongan “reducers” (penganut teori


reduktif).
3) Teori gabungan (verenigings teorieen);
Di samping pembagian secara tradisionalteori-teori
pemidanaan seperti dikemukakan di atas, ada teori ketiga yang
disebut gabungan (verenigings theorieen). Teori gabungan
mendasarkan pidana pada dasar pertahanan dasar dari penjatuhan
pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi
pembalasan tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu
dan cukup untuk dapat dipertahankannya tata tertib
masyarakat.
b) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhnya pidana tidak
boleh lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan
terpidana.
b. Tujuan Pemidanaan
Konsep KUHP telah menetapkan tujuan pemidanaan pada Pasal
54 yaitu :
1) Pemidanaan bertujuan
a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan
norma hukum demi pengayom masyarakat.
b) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan
sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.
c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkanoleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
dalam masyarakat; dan
d) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan
merendahkan martabat manusia.
40

Tujuan pemidanaan dalam konsep KUHP nampak lebih


cenderung ke pandangan konsekuensialis, falsafah utilitarian
memang sangat menonjol, walaupun dalam batas-batas tertentu
aspek pembalasan sebagai salah satu tujuan pemidanaan masih
dipertahankan. Dalam arti, tujuan pemidanaan di dalamnya juga
mengandung arti adanya aspek pembalasan terhadap pelaku
kejahatan yang melakukan tindak pidana.6
Menentukan tujuan pemidanaan menjadi persoalan yang
dilematis,terutama dalam menetukan apakah pemidanaan
ditujukan untuk melakukan pembalasan atas tindak pidana yang
terjadi atau merupakan tujuan yang layak dari proses pidana
sebagai pencegahan tingkah laku yang anti sosial.
Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak
berhasil dilakukan, memerlukan formulasi baru dalam sistem atau
tujuan pemidanaan dalam hukum pidana.
3. Diversi
Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang
diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke
penyelesaian damai antara tersangka/terdakwa pelaku tindak pidana
dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan masyarakat,
pembimbing kemasyarakatan anak,polisi, jaksa atau hakim.7
Oleh karena itu tidak semua perkara anak yang berkonflik dengan
hukum harus diselesaikan melalui jalur peradilan formal, dan
memberikan alternatif bagi penyelesaian dengan pendekatan keadilan
restoratif maka, atas perkara anak yang berkonflik dengan hukum dapat
dilakukan diversi demi kepentingan terbaik bagi anak dan dengan
mempertimbangkan keadilan bagi korban.8

6
Mahrus, Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cet.Ke-1. (Jakarta: Sinar grafika, 2011), h. 193.
7
M.Nasir Malik. Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika. 2013. Cet.2).h. 137.
8
M.Nasir Malik. Anak BukanUntuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika. 2013. Cet.2).h. 137.
41

Pada pasal 6 UU Nomor 11 tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana


Anak. Disebutkan tujuan diversi, yakni antara lain:9
a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak.
b. Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan
c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan
d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan.
e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa penuntutan pidana
terhadap anak yang bermasalah hukum melalui sistem peradilan pidana
lebih merugikan daripada kebaikan. Kebijakan pemberlakuan hukum
pidana merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan hukum pidana
yang berkaitan dengan pembuatan bahan dan pasal, yaitu terwujudnya
pengaturan yang tepat dalam situasi atau situasi tertentu. Rancangan
/kebijakan legislatif merupakan bagian dari fungsi kebijakan hukum
pidana dalam pencegahan dan penanganan kejahatan. Kebijakan
peresepan adalah pendekatan pertama yang paling strategis untuk
memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban kejahatan. menjadi
akses awal yang paling strategis dalam upaya memberikan perlindungan
dan keadilan bagi korban tindak pidana.10
Diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri. (Putnot)Permasalahan
diversi, bahwa kewajiban mengupayakan diversi dari mulai penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri,
dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: (a) diancam
dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun; dan (b) bukan
merupakan pengulangan tindak pidana.11

9
Lihat Pasal 6 UU No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
10
Adi Hardiyanto Wicaksono, Kebijakan Pelaksanaan Diversisebagai Perlindungan Bagi
Anak Yang Berkonflikdengan Hukim Pada Tingkat Penunnutan Di Kejaksaan Negeri Kudus.(
Program Studi Magister Ilmu Hukum Volume 11, Nomor 1, Tahun 2015T Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro),h.14.
11
M.Nasir Malik. Anak Bukan Unuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Cet.2),h.139.
42

Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan


anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya,
pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan
pendekatan keadilan restoratif. Selain itu juga, dalam hal diperlukin,
musyawarah tersebut juga dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial,
dan/atau masyarakat.
Proses diversi sendiri wajib memperhatikan:12
1) Kepentingan korban.
2) Kesejahteraan dan tanggung jawab anak.
3) Penghindaran stigma negatif.
4) Penghindaran pembalasan
5) Keharmonisan masyarakat; dan
6) Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

C. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Pencurian
Tindak pidana pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda
atau disebut dengan offences against property dan possession. Yang
dimaksud dengan pencurian, ialah perbuatan mengambil sesuatu barang
yang semuanya atau sebagianya kepunyaan orang lain disertai maksud
untuk memiliki dan dilakukan dengan melawan hukum.13
Pencurian secara umum dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang
berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam
poluh rupiah”.14

12
M.Nasir Malik. Anak Bukan Unuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Cet.2),h.141
13
Gerson W. Bawengan, Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 1979), h. 150.
14
Salahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Acara Pidana dan Perdata (KUHP,
KUHAP dan KUHAPdt), Cet-1. (Jakarta : Visimedia, 2008), h. 86.
43

Kaitannya dengan masalah kejahatan pencurian, di Indonesia


mengenai tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP, yang dibedakan
atas 5 (lima) macam pencurian:
b. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP)
c. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
d. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP)
e. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)
f. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP)
a. Unsur-Unsur Pencurian
Unsur-unsur tindak pidana pencurian terbagi atas:
b. Perbuatan mengambil.
Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari tempat
semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah
kekuasaannya yang nyata. Perbuatan mengambil berarti perbuatan
yang mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan pemiliknya.
Tetapi hal ini tidak selalu demikian, hingga tidak perlu disertai
akibat dilepaskan dari kekuasaan pemilik.15
c. Yang diambil harus sesuatu barang.
Yang dimaksud suatu barang yakni Arti produk telah diperluas
untuk mencakup hewan, listrik, gas, dll., Bukan hanya bentuk benda.
d. Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain.
Barang harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.
Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya,
sedangkan sebahagian dari barang saja dapat menjadi objek
pencurian.
e. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum.
Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud
untuk dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain

15
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), (Bandung: Alumni,
1977), h. 17.
44

itu bukan pencurian. Seseorang menemukan barang dijalan


kemudian diambilnya. Bila waktu mengambil itu sudah ada maksud
untuk memiliki barang itu, masuk pencurian. Jika waktu mengambil
barang itu pikiran terdakwa barang akan diserahkan pada polisi, akan
tetapi serentak datang kerumah barang itu dimiliki untuk diri sendiri
(tidak diserahkan kepada polisi), ia salah, penggelapan (Pasal 372),
karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada ditangannya.16
b. Jenis-Jenis Pencurian
Penyusun atau Penulis undang-undang mengklasifikasikan tindak
pidana pencurian dalam klasifikasi pelanggaran properti dari buku kedua
hukum pidana diatur oleh 362 sampai 367 KUHP. Kejahatan pencurian
dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Tindak Pidana Pencurian Biasa
Istilah "pencurian umum" digunakan oleh beberapa ahli hukum
pidana untuk merujuk pada arti "pencurian dalam arti pokok".
Pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP, dan susunannya
sebagai berikut:
“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak Sembilan ratus rupiah”.
2. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan
Pencurian memperburuk ancaman kejahatan, karena bentuk
utamanya memiliki unsur pencurian biasa, dan unsur-unsur lain
ditambahkan dengan cara tertentu dalam keadaan tertentu (lebih
buruk). Jenis pencurian ini diatur oleh 363 KUHP dan kata-katanya
adalah:
1) Pencurian Ternak.

16
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Sukabumi : Politea.Bogor, 1988), h. 250.
45

Ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan yang


memamah biak dan babi.Pencurian hewan dianggap berat
karena hewan milik seorang petani yang terpenting.17
2) Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi
atau gempa laut, lutusan gunung api, kapal karena terdampar,
kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya
perang.
Terjadinya bencana dengan pencurian itu harus ada
hubungannya artinya pencuri betul-betul mempergunakan
kesempatan itu untuk mencuri. Tidak masuk disini misalnya
seorang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan
saja pada saat itu di bagian kota ada terjadi kebakaran.18
3) Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang
yang ada disitu tiada dengan setahunya atau tidak dengan
kemauan yang berhak.
Waktu malam menurut Pasal 98 malam berarti waktu
diantara matahari terbenam dan matahari terbit.
Rumah (woning) = tempat yang dipergunakan untuk
berdiam siang-malam, artinya untuk makan, tidur dsb.
Pekarangan tertutup = suatu pekarangan yang sekelilingnya ada
tanda-tanda batas yang kelihatannya nyata seperti selokan,
pagar bambu, pagar hidup, pagar kawat, dsb. Tidak perlu
tertutup rapat-rapat, sehingga orang tidak dapat masuk sama
sekali. Disini pencuri itu harus betul-betul masuk kedalam
rumah dsb dan melakukan pencurian disitu.

17
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), (Bandung,: Alumni,
1977), h. 250.
18
R. Soesilo, 1988, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Sukabumi : Politea.Bogor, 1988), h. 251.
46

4) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan


bersekutu.
Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja
sama dalam melakukan tindak pidana pencurian, misalnya
mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan
kehendak bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang
mendahului, tetapi tidak cukup apabila secara kebetulan pada
persamaan waktu mengambil barang-barang.
Kolaborasi atau bersekutu terjadi, misalnya, setelah
merencanakan niat untuk bekerja sama dalam pencurian, ketika
hanya satu orang yang masuk untuk menerima barang dan
seorang teman berada di luar untuk melindungi si penyusup dan
memberi tahu mereka jika memang demikian.Tindakannya
diketahui orang lain.
5) Pencurian dengan jalan membongkar, merusak, dan sebagainya.
Jika membuat lubang atau membongkar pada dinding
rumah maka akan dibongkar (hancur), dan jika hanya rantai
pintu yang putus atau kunci peti yang putus maka akan terjadi
kerusakan (patah batang).
Menurut Pasal 99 KUHP, pengertian mendaki gunung
adalah adanya lubang pada tanah di bawah tembok, lubang yang
masuk ke dalam rumah melalui lubang tersebut, dan selokan
atau parit yang diarahkan atau dianggap sebagai terbatas pada
taman. Telah diperluas untuk mencakup. Ini tertutup.
Berdasarkan Pasal 100 KUHP, arti kunci palsu telah
diperluas mencakup semua alat berwujud yang digunakan untuk
membuka kunci, seperti kabel.
3. Tindak Pidana Pencurian Ringan
Pencurian ringan adalah suatu bentuk pencurian yang memiliki
unsur pencurian sebagai bentuk utamanya, dan ditambah dengan
unsur lain (yang meringankan) untuk mengurangi ancaman
47

kejahatan. Pencurian jenis ini diatur dalam Pasal 364 KUHP dan
diatur sebagai berikut:
“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363
butir 4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal
363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang
yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah,
diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah”.
Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP, maka unsur-unsur
pencurian ringan adalah :
1) Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362);
2) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama; atau
3) Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan masuk ke
dalam tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang
hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan
pembongkaran, pengrusakan, pemanjatan atau telah memakai
kunci palsu, perintah palsu atau jabatan palsu. Dengan syarat :
a) Tidak dilakukannya dalam sebuah tempat kediaman/rumah.
b) Tidak dilakukan di atas sebuah pekarangan tertutup yang
diatasnya terdapat sebuah tempat kediaman.
c) Nilai dari benda yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima
puluh rupiah.
Tentang nilai benda yang dicuri semula ditetapkan tidak
lebih dari dua puluh lima rupiah, tetapi kemudian dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 16
tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana telah diubah menjadi dua ratus lima
puluh rupiah.
48

4. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan.


Tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu oleh pembentuk
undang-undang telah diatur dalam pasal 365 KUHP yang berbunyi
sebagai berikut :
1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan
tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan dan dengan ancaman kekerasan terhadap orang-
orang, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan
atau untuk memudahkan pencurian tersebut, atau untuk
memungkinkan dirinya sendiri atau lain-lain peserta dalam
kejahatan dapat melarikan diri jika diketahui pada waktu itu
juga, ataupun untuk menjamin penguasaan atas benda yang
telah dicuri.
2) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun :
a) Jika tindak pidana itu dilakukan pada malam hari di dalam
sebuah tempat kediaman atau di atas sebuah pekarangan
tertutup yang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman,
atau di atas jalan umum, atau di atas kereta api atau trem
yang bergerak.
b) Jika tindak pidana itu dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama.
c) Jika untuk mendapat jalan masuk ke tempat kejahatan,
orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran atau
pemanjatan atau telah memakai kunci-kunci palsu, suatu
perintah palsu atau suatu seragam palsu.
d) Jika tindak pidana itu telah mengakibatkan luka berat pada
tubuh.
3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun,
jika tindak pidana itu telah mengakibatkan matinya orang.
4) Dijatuhkan pidana atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, jika
49

tindak pidana itu mengakibatkan luka berat pada tubuh atau


matinya orang, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama dan disertai dengan salah satu keadaan yang disebutkan
dalam angka 1 dan angka 3.
Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365
KUHP juga merupakan gequalificeerde diefstal atau suatu
pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu
pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan.
Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP
sesungguhnya hanyalah satu kejahatan pencurian dan kejahatan
pemakaian kekerasan terhadap orang, ataupun bukan
merupakan suatu samenloop dari kejahatan terhadap pencurian
dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang.
b. Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga.
Pencurian dalam pengertian Pasal 367 KUHP adalah pencurian
terhadap anggota keluarga. Artinya, baik pelaku maupun korban
masih dalam satu keluarga. Hal ini terjadi misalnya jika suami atau
istri melakukan (memiliki) atau membantu (orang lain) mencuri
harta istri atau suami.
Tindak pidana pencurian dalam keluarga yang diatur dalam
Pasal 367 KUHP yang berbunyi :
1) Jika pelaku atau orang yang membantu melakukan salah satu
kejahatan-kejahatan yang diatur dalam Bab ini ialah seseorang
suami atau istri yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur
atau bercerai harta kekayaan dengan orang, terhadap siapa
kejahatan itu dilakukan, maka tidak dapat dilakukan penuntutan
pidana terhadap pelaku atau orang yang melakukan kejahatan
tersebut,
2) Jika mereka itu merupakan suami atau istri yang bercerai meja
makan dan tempat tidur atau bercerai harta kekayaan, atau
merupakan saudara sedarah atau karna perkawinan baik dalam
50

garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat


kedua orang, terhadap siapa kejahatan itu telah dilakukan, maka
penuntutan terhadap mereka hanya dapat dilakukan, jika ada
pengaduan terhadap mereka dari orang, terhadap siapa telah
dilakukan kejahatan.
3) Jika berdasarkan lembaga-lembaga keibuan, kekeuasaan bapak
itu dilakukan oleh orang lain daripada seorang ayah, maka
ketentuan dalam ayat yang terdahulu itu juga berlaku bagi orang
lain tersebut.

D. Tinjauan Umum Terhadap Anak

1. Pengertian Anak ditinjau Dari Perundang-Undangan


Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak
merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut
berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa
pada masa mendatang.19
Definisi anak secara nasional didasarkan pada batasan usia anak.
Batasan usia anak dari berbagai undang-undang juga berbeda,
diantaranya :
a. Menurut Hukum Pidana.
Dalam Pasal 45 KUHP disebutkan bahwa:
Ketika menuntut anak di bawah umur (setengah hati) karena
melakukan suatu perbuatan sebelum berumur 16 tahun, hakim dapat
memerintahkan: Atau memerintahkan impunitas pelaku kepada
pemerintah. Artinya, jika perbuatan itu merupakan kejahatan atau
salah satu kejahatan yang disebutkan dalam Pasal 489, 490, 492,
496, 497, 503, 505, 514, 517519. , 526, 531, 532, 536, 540, dalam
waktu dua tahun setelah dihukum karena kejahatan atau salah satu

19
Wagiati Soetodjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, (Bandung : Refika Aditama, 2013), h.
5.
51

kejahatan di atas. dan atas putusannya menjadi tetap; atau


menjatuhkan pidana.20
Dengan demikian, seseorang yang melakukan tindak pidana dan
pada waktu ia melakukan suatu perbuatan pada waktu di bawah 16
tahun tidak dapat diadili seperti dalam proses pidana biasa. Namun,
hakim memiliki kekuasaan untuk memutuskan bahwa anak yang
melakukan pelanggaran dikembalikan kepada orang tua atau
walinya karena tindakan apapun yang dilakukan oleh anak dibawah
umur dianggap sebagai tanggung jawab orang tua atau wali.
Namun menurut R. Soesilo menjelaskan bahwa yang
dimaksudkan “belum dewasa” ialah mereka yang belum berumur 21
tahun dan belum kawin. Jika orang kawin dan bercerai sebelum
umur 21 tahun, ia tetap dipandang dengan dewasa.21
b. Menurut Hukum Perdata
Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang disingkat KUHPerdata, dalam sistematik yang dipakai
KUHPerdata terdiri dari empat buku yaitu, Buku I; membahas
tentang perihal orang (person), Buku II; membahas perihal benda,
Buku III; membahas perihal perikatan, Buku IV; membahas perihal
pembuktian dan lewat waktu (Daluarsa).22 Sedang hukum perdata
sendiri ialah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan
antara individu-individu dalam masyarakat.23
Oleh karena itu, setiap peraturan yang diperkenalkan dan
dimasukkan dalam peraturan perundang-undangan tidak dibenarkan
jika bertentangan dengan standar yang terkandung dalam Pancasila,
sumber pembentukan hukum di Indonesia.

20
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,( Jakarta : Bumi Aksara, 2006),Bab III,
pasal 45.
21
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Sukabumi,: Politea.Bogor, 1988), h.61.
22
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cetakan ke-XXXII, (Jakarta: PT. Intermasa, 2009), h.
17.
23
D. Ismatullah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 15
52

Adapun penentuan usia hukum atau usia mayoritas dalam sistem


hukum Indonesia sebenarnya berbeda, hal ini terjadi karena dasar
pembentukan hukum dilihat dari komposisi masyarakat, ras dan
agama.
Oleh karena itu, perbedaan aturan penetapan batas usia hukum
seolah-olah membedakan ketentuan hukum yang lain untuk
merundingkan aturan-aturan dari konsepsi hukum yang berbeda.
Masyarakat Indonesia tetap padat sehingga tidak dapat dipalsukan,
sebagaimana tertuang dalam konsep hukum adat dan hukum islam.
Memperhatikan ketentuan hukum adat dan hukum islam yang
bertujuan untuk memelihara ideologi rakyat yaitu pancasila.
Aturan tentang batasan usia seorang anak tercantum dalam Pasal
330 KUH Perdata, sebagai berikut :
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap 21 tahun dan tidak terlebih dahulu telah kawin. Apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka dua puluh
satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan
bukan dewasa.”
c. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dalam Pasal 98 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam dijelaskan
mengenai batas usia dewasa seseorang, yaitu :
“Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa
adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik
maupun mental atau belum pernah melangsungkan
perkawinan”24
Artinya, pasal 98 ayat 1 di atas menjelaskan bahwa kedewasaan
orang dianggap sepurna dan tidak lagi diawasi oleh jika seseorang
telah mencapai usia 21 tahun. Namun, jika seseorang yang telah
mencapai usia 21 tahun ditemukan cacat mental, mereka tetap

24
Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan
AlHikmah Jakarta, 1993, hal.410-411.
53

dianggap tidak layak secara hukum. Dalam hal yakni orang yang
belum berumur 21 tahun tetapi sudah berkeluarga, maka orang
dianggap cukup umur atau cakap secara hukum karena sudah
mampu mengurus diri sendiri.
d. Menurut Hukum Adat
Hukum Adat tidak menitikberatkan pada persoalan umur, adat
menempatkan criteria cakap sebagai kemampuan untuk melakukan
hubungan hukum, sedangkan dewasa dimaknai sebagai kemampuan
untuk hidup mandiri.
2. Pengertian Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana
Pada Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa:
“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik
dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak
yang menjadi saksi tindak pidana.”
Dijelaskan lebih lanjut pengertian anak dalam Pasal 1 angka 3
Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak menentukan bahwa:
“Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut
Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan
tindak pidana”.
a. Pengertian anak secara psikologis
Dalam fase-fase perkembangan yang dialami seorang anak,
Zakiah Daradjat menguraikan bahwa:25
1) Masa kanak-kanak terbagi dalam:
a) Masa bayi, yaitu masa seorang anak dilahirkan sampai
umur 2 tahun.
b) Masa Kanak-Kanak pertama, yaitu antara usia 2-5 tahun.

25
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta:Ruhama,1994), h., 11.
54

c) Masa Kanak-Kanak, yaitu antara usia 5-12 tahun.


d) Masa remaja antara usia 13-20 tahun.
e) Masa remaja antara usia 13-20 tahun.
3. Faktor-Faktor Anak Melakukan Tindak Pidana Terhadap Anak
Faktor penyebab terjadinya kenakalan anak antara lain faktor
lingkungan, faktor ekonomi/sosial, dan faktor psikologis.26 Sedangkan
menurut Romli Atmasasmita ada dua macam motivasi, yaitu: motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik mengacu pada
dorongan atau keinginan seseorang yang tidak perlu disertai dengan
rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan
yang tersusun dari luar. Motif intrinsik dan ekstrinsik kejahatan anak,
terdiri dari:27
1. Yang dimaksud motivasi intrinsik dari kenakalan anak adalah:
a. Faktor intelegensi
b. Faktor usia
c. Faktor kelamin
d. Faktor kedudukan dalam
2. Yang termasuk motivasi ekstrinsik dan kenakalan anak adalah
a. Faktor rumah tangga
b. Faktor pendidikan dan sekolah
c. Faktor pergaulan anak
d. Faktor mass media
Penjelasan terhadap pembagian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Motivasi intrinsik kenakalan anak
a) Faktor intelegensi
Intelegensi adalah kecerdasan seseorang. Menurut Wundt
dan Eisler, itu adalah kemampuan seseorang untuk mengukur
dan membuat keputusan.

26
M.Nasir Malik, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2), h., 34.
27
Nasirana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012, cet.2), h., 35-44
55

Anak-anak di lingkungan tersebut pada dasarnya memiliki


kecerdasan bahasa yang rendah dan tertinggal dalam
pencapaian prestasi akademik (low academic performance).
Karena kecerdasan mereka yang rendah dan kurangnya
wawasan sosial, mereka mudah diajak untuk berperilaku
buruk.
b) Faktor usia
Stephen Hurwitz mengungkapkan “ege faktor in the
causation of Crime” (usia adalah faktor yang penting dalam
sebuah musabab timbulnya kejahatan).. Jika mengikuti
pandangan ini, maka usia merupakan faktor penting yang
terkait dengan penyebab kejahatan (termasuk kejahatan anak).
c) Faktor kelamin
Paulus W. Tappan mengatakan bahwa kejahatan anak
dapat dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan, meskipun
dalam praktiknya jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak
laki-laki jauh lebih tinggi daripada anak perempuan pada usia
tertentu.Adanya perbedaan jenis kelamin menimbulkan pula
adanya Perbedaan, tidak hanya dari segi kuantitasnya akan
tetapi juga pada segi kualitasnya.28
d) Faktor kedudukan anak dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga adalah kedudukan anak
dalam urutan kelahiran dalam keluarga, misalnya seorang anak
perempuan, dua anak perempuan dan tiga anak perempuan.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Noach di
Indonesia, ia menyatakan bahwa jika menyangkut dilenquency
dan kejahatan di Indonesia, kesimpulannya adalah bahwa di
Indonesia, awal mula dilenquency dan kejahatan utama lemah
karena anak pertama atau satu-satunya atau karena gadis atau

28
Nasirana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. (Jakarta: Raja Grafindo
Persnda, 2012, cet.2), h, 39.
56

dia adalah satu-satunya di antara saudara-saudaranya (saudara


kandung)
2) Motivasi ekstrinsik kenakalan anak
a) Faktor keluarga
Menurut Ms. Molenyatno, pembobolan rumah karena
sebagian besar anak melakukan kejahatan sudah menjadi hal
biasa, terutama karena perceraian atau perpisahan orang tua,
yang sangat mempengaruhi perkembangan anak. Pada
prinsipnya rumah tangga yang rusak adalah keluarga yang
struktur keluarganya tidak lengkap atau tidak lengkap karena
alasan berikut:
Adapun faktor keluarga yang menjadikan sebab terjadinya
kenakalan, Dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken
home) dan keadaan jumlah keluarga yang kurang
menguntungkan.
Menurut Ms. Molenyatno, broken home karena sebagian
besar anak melakukan kenakalan dan kejahatan sudah menjadi
hal biasa, terutama karena perceraian atau perpisahan orang
tua, yang sangat mempengaruhi perkembangan anak. Pada
prinsipnya broken home yang rusak adalah keluarga yang
struktur keluarganya tidak lengkap atau tidak lengkap atau
tidak utuh karena alasan berikut:
1) Salah satu dari kedua orang tua atau kedua-duanya
meninggal dunia.
2) Perceraian orang tua.
3) Salah satu dari orang tua atau keduanya tidak hadir secara
kontinu dan tenggang waktu yang cukup lama.
b) Faktor pergaulan
Dalam hal ini, teori yang dikemukakan oleh E Sutherland
dengan nama “asociation Differenciaf’ menyatakan bahwa
anak menjadi dilinquen karena partisipasinya dalam
57

lingkungan sosial. Ide dan teknik dilenquen digunakan sebagai


cara yang efektif untuk mengatasi kesulitan dalam hidup.
c) Faktor sekolah
Sekolah merupakan sarana mendidik anak tentang
pertumbuhan dan perkembangan otaknya. Dengan kata lain,
sekolah juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak.
Baik pendidikan sains maupun pendidikan perilaku
(carachter). Banyaknya atau kenakalan yang dilakukan oleh
anak menunjukan kurang berhasilnya sistem pembelajaran di
sekolah.
d) Pengaruh masa media
Pengaruh media massa, padahal, jika memperhatikan teori
kebijakan criminal yang ditempuh March Ancel, media massa
merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mencegah
kejahatan. Namun sifat hubungan antara tindakan dilenquen di
media massa memang berpengaruh terhadap terjadinya
kenakalan. Hal ini dapat bisa memahami bahwa pengaruh
kekacauan media mempengaruhi perilaku anak-anak juga.
Terkadang keinginan atau motif anak mencul dari dorongan,
dari apa yang mereka lihat dan mereka tonton. Seperti
membaca atau gambar dan atau film.29
e) Faktor Agama
Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak
pidana adalah ketidakmampuan seseorang untuk memahami
ajaran agama yang dianutnya dan untuk mengamalkan ajaran
agama tersebut. Adapun agama dipandang sebagai bentuk
perlindungan seseorang dari perbuatan yang merendahkan.
Sampai seseorang memahami dan mengamalkan agamanya,
jika pemahaman dan pengamalan ajaran yang dianutnya tidak

29
Nasirana, Perlindangan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2012), Cet.2), h.4.
58

lancar, maka seseorang akan mudah terombang-ambing untuk


berbuat kejahatan.
59

BAB IV

KUALIFIKASI PERBUATAN TINDAK PIDANA DAN


PERTIMBANAGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA NOMOR 10
K/PID.SUS/2018/PN.Amt

A. Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana


Salah satu tindak pidana yang marak terjadi yaitu pencurian. Pencurian
termasuk kejahatan terhadap harta benda atau disebut dengan offences
against property dan possession. Yang dimaksud dengan pencurian, ialah
perbuatan mengambil sesuatu barang yang semuanya atau sebagian
kepunyaan orang lain disertai maksud untuk dimiliki dan dilakukan dengan
melawan hukum.1
Jenis-jenis tindak pidana pencurian dimuat dalam Pasal 362 terdapat
pada buku ke-2 KUHP yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal
367 KUHP sebagai berikut:
1. Pencurian Biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP;
2. Pencurian dengan Pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP;
3. Pencurian Ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP;
4. Pencurian dengan Kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP; dan
5. Pencurian dalam Keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP
Dalam hal ini, penulis menekankan pada jenis Pencurian dengan
Pemberatan. Pencurian dengan Pemberatan adalah jenis pencurian, dan
dalam bentuk utamanya, ancaman kejahatan diperburuk dengan
menambahkan unsur-unsur lain ke dalam pencurian pokok dengan cara
tertentu dan melalui situasi tertentu yang memperburuk.
Berikut adalah unsur-unsur tindak pidana pencurian:
1. Perbuatan mengambil
Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari
tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang

1
Gerson W. Bawenga, Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 1979), h. 150

59
60

dibawah kekuasaannya yang nyata. Perbuatan mengambil berarti


perbuatan yang mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan
pemiliknya. Tetapi hal ini tidak selalu demikian, hingga tidak
perlu disertai akibat dilepaskan dari kekuasaan pemilik.2
2. Yang diambil harus sesuatu barang.
Yang dimaksud dengan barang, arti barang telah diperluas
untuk mencakup hewan, listrik, gas, dll., Bukan hanya bentuk
benda.
3. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.
Barang harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada
keseluruhannya, sedangkan sebahagian dari barang saja dapat
menjadi objek pencurian.
4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum.
Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud
untuk dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang
lain itu bukan pencurian. Seseorang menemukan barang dijalan
kemudian diambilnya. Bila waktu mengambil itu sudah ada
maksud untuk memiliki barang itu, masuk pencurian. Jika waktu
mengambil barang itu pikiran terdakwa barang akan diserahkan
pada polisi, akan tetapi serenta datang dirumah barang itu dimiliki
untuk diri sendiri (tidak diserahkan kepada polisi), ia salah,
menggelapkan (Pasal 372), karena waktu barang itu dimilikinya
sudah berada ditangannya.3
Unsur yang memberatkan :
a. Pencurian Ternak.

2
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), (Bandung : Alumni,
1977) , h. 17
3
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Sukabumi : Politeia Bogor, 1988), h. 250
61

Ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan yang


memamah biak dan babi.4 Pencurian hewan dianggap berat
karena hewan milik seorang petani yang terpenting.
b. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi
atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karena terdampar,
kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya
perang.5
Terjadinya bencana dengan pencurian itu harus ada
hubungannya artinya pencuri betul-betul mempergunakan
kesempatan itu untuk mencuri. Tidak masuk disini misalnya
seorang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan
saja pada saat itu dibagian kota ada terjadi kebakaran.6
c. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang
yang ada disitu tiada dengan setahunya atau tidak dengan
kemauan yang berhak.
Waktu malam menurut Pasal 98 malam berarti waktu
diantara matahari terbenam dan matahari terbit. Rumah yakni
tempat yang dipergunakan untuk berdiam siang-malam, artinya
untuk makan, tidur dsb. Pekarangan tertutup yakni suatu
pekarangan yang sekelilingnya ada tanda-tanda batas yang
kelihatannya nyata seperti selokan, pagar bambu, pagar hidup,
pagar kawat, dsb. Tidak perlu tertutup rapat-rapat, sehingga orang
tidak dapat masuk sama sekali. Disini pencuri itu harus betul-
betul masuk kedalam rumah dsb dan melakukan pencurian disitu.
d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu.

4
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), :Bandung : Alumni,
1977), h. 250
5
Salahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Acara Pidana dan Perdata (KUHP,
KUHAP dan KUHAPdt), Cet-1. (Jakarta : Visimedia, 2008), h. 45
6
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Sukabumi : Politeia.Bogor, 1988), h. 251
62

Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja
sama dalam melakukan tindak pidana pencurian, misalnya
mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan
kehendak bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang
mendahului, tetapi tidak cukup apabila secara kebetulan pada
persamaan waktu mengambil barang-barang.
Kerja sama atau bersekutu ini, misalnya, jika setelah
merencanakan niat untuk bekerja sama dalam pencurian, hanya
satu orang yang membawa barang dan membawanya pulang, dan
satu-satunya masalah adalah tinggal di luar rumah, menjaga, dan
memberi tahu si penyusup. Terjadi. Rumah jika perilaku mereka
diketahui orang lain.
e. Pencurian dengan jalan membongkar, merusak, dan sebagainya.
Pembongkaran (break) terjadi apabila dibuatnya lubang
dalam suatu tembok-dinding suatu rumah, atau perusakan
(verbreking) terjadi apabila hanya satu rantai pengikat pintu
diputuskan, atau kunci dari suatu peti rusak.
Menurut Pasal 99 KUHP, arti memanjat diperluas sehingga
meliputi lubang didalam tanah dibawah tembok dan masuk rumah
melalui lubang itu, dan meliputi pula melalui selokan atau parit
yang ditujukan atau membatasi suatu pekarangan yang demikian
dianggap tertutup.
Menurut Pasal 100 KUHP, arti anak kunci palsu diperluas
hingga meliputi semua perkakas berwujud apa saja yang
digunakan untuk membuka kunci, seperti sepotong kawat.
Dalam unsur-unsur Pasal tersebut, jika yang melakukan adalah orang
dewasa maka diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Berbeda halnya jika yang melakukan tindak pidana adalah anak.
Anak dalam yang dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak adalah:
63

“Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah


berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
Dalam kasus perkara Anak dikenal adanya Diversi. Pada Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa Diversi
merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi secara tegas disebut
dalam Pasal 5 ayat (3) bahwa dalam sistem peradilan pidana anak wajib
diupayakan diversi.
Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 disebutkan
tujuan diversi sebagai berikut:
1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
2. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan;
3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
4. Mengdorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak
permasalahan diversi, bahwa kewajiban mengupayakan diversi dari
mulai penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara ank di pengadilan
negeri, dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: (a) diancam
dengan pidana di bawah 7 (tujuh) tahun; dan (b) bukan merupakan
pengulangan tindak pidana.
Ketentuan ini menjelaskan bahwa anak yang melakukan tindak pidana
yang ancamannya lebih dari 7 (tujuh) tahun dan merupakan sebuah
pengulangan maka tidak wajib diupayakan diversi, hal ini memang penting
mengingat kalau ancaman hukuman lebih dari 7 (tujuh) tahun tergolong
pada tindakan pidana berat, dan merupakan suatu pengulangan, artinya
anak pernah melakukan tindak pidana baik itu sejenis maupun tidak sejenis
termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui diversi. Pengulangan
tindak pidana oleh anak, menjadi bukti bahwa tujuan diversi tidak tercapai
yakni menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak untuk tidak
64

mengulangi perbuatan yang berupa tindak pidana. Oleh karena itu, upaya
diversi terhadapnya bisa saja tidak wajib diupayakan.
Perkara anak yang dapat diupayakan diversi diatur dalam Pasal 7 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu:
1. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
2. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Apabila pada suatu perkara anak tidak memenuhi syarat diversi
sebagaimana pada Pasal 7 ayat (2) maka perkara tersebut akan tetap
dilanjutkan ke pengadilan. Penjatuhan sanksi kepada Anak yang
melakukan tindak pidana berbeda dengan penjatuhan sanksi kepada orang
dewasa. Penjatuhan sanksi kepada anak diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 sebagai berikut:
a. Sanksi Pidana Terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana
Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap anak hanya dapat
dijatuhkan pidana yaitu:
1. Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
2. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat
dikenakan tindakan.
Berikut jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagai
pelaku tindak pidana menurut Pasal 71 Undang-undang No. 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:
1. Pidana Pokok
Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada
anak , yaitu :
a. Pidana Peringatan
Menurut Pasal 72 ayat Undang-Undang No. 11 Tahun
2012 berbunyi :
“Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak
mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.”
65

b. Pidana dengan syarat;


Menurut Pasal 73 Undang-Undang No.3 tahun 1997 .
Kemudian diatur lebih lanjut tentang jenis-jenis pidana
dengan syarat diatur lagi sebagai berikut:
1) Pembinaan di luar lembaga;
Jenis pidana dengan syarat ini diatur dalam Pasal
75 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012.
2) Pelayanan masyarakat;
Jenis pidana dengan syarat ini diatur dalam Pasal
76 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012.
3) Pengawasan.
Jenis pidana dengan syarat ini diatur dalam Pasal
77 ayat Undang-Undang No. 11 Tahun 2012.
c. Pelatihan Kerja;
Menurut Pasal 78 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
berbunyi :
1) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan di lembaga
yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai
dengan usia Anak.
2) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.7
d. Pembinaan dalam Lembaga;
Menurut Pasal 80 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
berbunyi :
1) Pidana pembinaan di dalam lembaga di lakukan di tempat
pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang
diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.

7
Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2015), h. 25.
66

2) Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila


keadaan dan perbuatan Anak tidak membahayakan
masyarakat.
3) Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3
(tiga) bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan
pembebasan bersyarat.8
e. Penjara
Menurut Pasal 81 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
berbunyi :
1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan
dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.
2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling
lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana
penjara bagi orang dewasa.
3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur
18 (delapan belas) tahun.
4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak
mendapatkan pembebasan bersyarat.
5) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai
upaya terakhir.
6) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan
adalah pidana penjara paling lama sepuluh tahun.9

8
Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2015), h. 26.
9
Penjelasan UU.No. 11 Tahun 2012 tentaang Perlindungan Anak.
67

2. Pidana Tambahan
Pidana tambahan yang dapat dijatuhkan terhadap anak
sebagai pelaku tindak pidana diatur dalam Pasal 71 ayat (2)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak sebagai berikut:
1) Pidana tambahan terdiri atas:
a) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana; atau
b) Pemenuhan kewajiban adat.
b. Sanksi Tindakan Terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana
Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal yang
diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
adalah :
a. Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi :
1) Pengembalian kepada orang tua;
2) Penyerahan kepada seseorang;
3) Perawatan di rumah sakit jiwa;
4) Perawatan di LPKS;
5) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan
yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
6) Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
7) Perbaikan akibat tindak pidana.10

B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Putusan Nomor 10


K/Pid.Sus/2018/PN.Amt
1. Kronologi Kasus
Bahwa ia anak NH pada hari Minggu tanggal 11 November 2018
sekitar pukul 14.00 WITA atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam
bulan November tahun 2018, bertempat Ruang Sekolah Madrasyah
Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara Desa Rukam Hilir Kec.

10
Penjelasan UU.No. 11 Tahun 2012 tentaang Perlindungan Anak
68

Amuntai Selatan Kab. Hulu Sungai Utara, atau setidaknya pada suatu
tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Hukum Pengadilan
Negeri Amuntai yang berwenang memeriksa dan mengadili, secara
bersamasama atau bertindak sendiri-sendiri dengan saksi Suhaimi Als
imi dan Saksi Pardiansyah Als Pardi (Penuntutan dilakukan secara
terpisah) telah mengambil barang sesuatu berupa 1(satu) buah Laptop
Merk Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Note book merk Toshiba
warna merah, 1 (satu) buah Handy Camp merk Sony warna hitam, 1
(satu) buah camera merk Sony warna merah, dan 1 (satu) buah kamera
merk Canon warna hitam yang nilai nya ditaksir sekitar Rp. 8.000.000,-
(delapan juta rupiah) atau setidak tidaknya lebih dari Rp.250,- (dua
ratus lima puluh rupiah) yang selurunya atau sebagian kepunyaan orang
lain yaitu milik sekolah Madrasyah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai
Utara dengan maksud memiliki secara melawan hukum, yang untuk
masuk ketempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang
yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat,
atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian
palsu, perbuatan anak NH dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pada waktu dan tempat seperti tersebut diatas, sebelumnya anak
NH datang ke sekolah Madrasyah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai
Utara dan pada saat itu anak NH melihat saksi Suhaimi sedang duduk
dilantai sekolah kemudian terdakwa menghampiri dan tidak lama
kemudian datang saksi Pardiansyah, selanjutnya anak NH bersama-
sama saksi Suhaimi dan saksi Pardiansyah tiduran dilantai sekolah dan
merencanakan untuk mengambil barang yang ada didalam ruangan
sekolah, kemudian saksi Suhaimi menyuruh anak NH untuk masuk
kedalam ruangan dengan cara naik keatas atap sekolah dengan berkata
“ ikam kawalah naik keatas atap” dan anak NH menjawab “kawa ae”
setelah itu anak NH langsung menaiki atap sekolah dan langsung
membuka atap yang terbuat dari seng dengan cara dicabut dengan
menggunakan kedua belah tangan anak NH , setelah terbuka kemudian
69

anak NH masuk dari lobang atap tersebut melalui plafon yang sudah
berlubang, setelah berada didalam ruangan kemudian saksi Pardiansyah
ikut masuk melalui jalan yang anak NH lalui, selanjutnya anak NH
langsung membuka sebuah lemari besi dan pada saat dibuka anak NH
melihat 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam dan `1 (satu)
buah Note Books merek Toshiba warna merah, lalu anak NH
mengambil kedua barang tersebut dengan menggunakan kedua tangan
anak NH selanjutnya anak NH menyerahkan barang tersebut kepada
saksi Suhaimi yang sedang menunggu diluar ruangan untuk menjaga
situasi sekolah apabila ada orang yang datang maka saksi Suhaimi
mengasih kode dengan cara menepuk tangan melalui jendela ruangan
yang anak NH buka dari dalam, kemudian anak NH masih melanjutkan
mencari barang lain dan menemukan 1 (satu) buah Handycamp merek
Sony warna hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna merah
dan menyerahkan kembali barang-barang tersebut kepada saksi
Suhaimi melaui jendela, sedangkan tas Handycamp anak NH bawa
dengan cara digantung pada leher anak NH , setelah selesai kemudian
anak NH keluar ruangan sekolah melalui lobang plafon dan atap seng
yang anak NH bongkar, selanjutnya anak NH bersama dengan saksi
Suhaimi berencana membawa barang-barang tersebut ke Banjarmasin
untuk dijual, setelah itu anak NH sebelumnya pulang kerumah untuk
mengambil tas dan baju, kemudian anak NH bersama saksi Suhaimi
kembali lagi kesekolah untuk mengambil barang-barang yang
sebelumnya disimpan oleh saksi Suhaimi dibawah kolong sekolahan,
setelah itu saksi Suhaimi pulang kerumahnya sedangkan anak NH
mencari teman untuk meminta antar ke terminal muara tapus, kemudian
anak NH bersama saksi suhaimi berangkat ke Banjarmasin dengan
menggunakan angkutan umum, setelah sampai di Banjarmasin anak
NH dan saksi Suhaimi menjaminkan kamera merek Sony warna merah
untuk pembayaran angkutan umum yang anak NH tumpangi, kemudian
anak NH dan saksi Suhaimi menginap dirumah orang tua anak NH ,
70

selanjutnya esok harinya anak NH bersama saksi Suhaimi langsung ke


pasar hanyar (pasar antasari) untuk menjual laptop dan notebooks,
setelah sampai anak NH menjual laptop dan notebooks kepada
seseorang yang anak NH tidak kenal yang sebelumnya anak NH
menawarkan seharga Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) namun
pembeli tersebut menawar barang tersebut seharga Rp. 700.000,- (tujuh
ratus ribu rupiah) untuk kedua barang yang anak NH tawarkan, dimana
anak NH sebelumnya mengakui bawah barang-barang tersebut adalah
milik saksi Suhaimi dan terdakwa sendiri, setelah itu anak NH
menyetujui tawaran orang tersebut karena anak NH dan saksi Suhaimi
buru-buru ingin berangkat ke Balikpapan, selanjutnya anak NH dan
saksi Suhaimi berangkat ke Balikpapan menggunakan Bis angkutan
umum melalui terminal pal 6 (enam) setelah sampai kemudian anak NH
berada di Balikpapan kurang lebih selama satu minggu, selama berada
berada di Balikpapan anak NH dan saksi Suhaimi kehabisan ongkos
lalu anak NH dan saksi Suhaimi menawarkan Handycamp kepada
orang yang tidak saksi kenal seharga Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) setelah mendapatkan uang anak NH dan saksi
Suhaimi berangkat kembali dengan tujuan Samarinda setelah sampai
anak NH menginap di rumah teman saksi Suhaimi selama 3 (tiga) hari,
lalu anak NH meninggalkan saksi Suhaimi untuk mencari pekerjaan di
daerah Samarinda.
2. Pertimbangan Hakim
a. Tuntutan oleh Penuntut Umum
1) Menyatakan Anak NH terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan
pemberatan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 363 ayat (2) ke-4 dan ke-5 KUHP.
2) Menjatuhkan pidana terhadap Anak NH dengan pidana
penjara selama 10 (sepuluh) bulan dipotong masa tahanan
71

selama Anak NH ditahan dan memerinthakan agar Anak NH


tetap ditahan di Rutan.
3) Menyatakan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam,
- 1 (satu) buah Notebook merek Toshiba warna merah
Dikembalikan kepada pihak sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 12 Hulu Sungai Utara melalui saksi H. Hayani (Kepala
Sekolah).
4) Menetapkan supaya Anak dibebani untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu Rupiah).
b. Keterangan Saksi-Saksi
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya
Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi sebagai berikut :
1) H. H dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut :
a) Bahwa saksi H. H pernah memberikan keterangan dihadapan
penyidik dan keterangan tersebut sudah benar;
b) Bahwa Anak bernama NH , serta orang tuanya bernama
Mansyah dan Raudah;
c) Bahwa Anak sebelumnya pernah bersekolah di Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara;
d) Bahwa perkara ini mengenai pencurian yang dilakukan Anak
dan teman-temannya pada hari Minggu tanggal 11
Nopember 2018 sekitar pukul 14.00 Wita di sebuah ruangan
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara
di Desa Rukam Hilir Kec. Amuntai Selatan Kab. Hulu
Sungai Utara yang kebetulan saksi H. H adalah kepala
sekolahnya;
e) Bahwa barang yang hilang dalam peristiwa tersebut adalah
barangbarang inventaris Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 12 Hulu Sungai Utara yaitu 1 (satu) buah Laptop
72

merek Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek


Toshiba warna merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam,
1 (satu) buah kamera Canon warna hitam dan 1 (satu) buah
kamera merek Sony warna merah;
f) Bahwa saksi (Alm) menganalisis peritiwa tersebut setelah
saksi M H selaku honorer bagian staf tata usaha sekolah
tersebut, pada pagi hari Senin tanggal 12 Nopember 2018
akan mengambil Laptop yang berada dalam laci lemari besi
dan ternyata sudah tidak ada dan kemudian
memberitahukannya kepada saksi H. H, saksi R I dan guru
lainnya;
g) Bahwa kesemua barang yang hilang tersebut berada dalam
lemari besi yang berada dalam ruangan tata usaha (TU) dan
terkunci;
h) Bahwa baik saksi H. H, saksi M H, saksi R I maupun seluruh
guru dan staf tata usaha Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
12 Hulu Sungai Utara tidak pernah memberikan ijin kepada
Anak dan temantemannya untuk mengambil barang-barang
yang hilang tersebut;
i) Bahwa akibat peristiwa tersebut Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara mengalami kerugian
sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta Rupiah);
j) Bahwa saksi mengenali barang bukti yang dihadirkan di
persidangan; Terhadap keterangan saksi, Anak memberikan
pendapat benar dan tidak keberatan;
2) M H dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut:
a) Bahwa saksi M H pernah memberikan keterangan dihadapan
penyidik dan keterangan tersebut sudah benar;
b) Bahwa Anak bernama NH , serta orang tuanya bernama
Mansyah dan Raudah;
73

c) Bahwa Anak sebelumnya pernah bersekolah di Sekolah


Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara;
d) Bahwa perkara ini mengenai pencurian yang dilakukan Anak
dan teman-temannya pda hari Minggu tanggal 11 Nopember
2018 sekitar pukul 14.00 Wita di sebuah ruangan Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara di Desa
Rukam Hilir Kec. Amuntai Selatan Kab. Hulu Sungai Utara
yang kebetulan saksi H. H adalah kepala sekolahnya;
e) Bahwa barang yang hilang dalam peristiwa tersebut adalah
barangbarang inventaris Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 12 Hulu Sungai Utara yaitu 1 (satu) buah Laptop
merek Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek
Toshiba warna merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam,
1 (satu) buah kamera Canon warna hitam dan 1 (satu) buah
kamera merek Sony warna merah;
f) Bahwa saksi M H menganalisis peristiwa tersebut setelah
saksi M H selaku honorer bagian staf tata usaha sekolah
tersebut, pada pagi hari Senin tanggal 12 Nopember 2018
akan mengambil Laptop yang berada dalam laci lemari besi
dan ternyata sudah tidak ada dan kemudian
memberitahukannya kepada saksi H. H, saksi R I dan guru
lainnya;
g) Bahwa kesemua barang yang hilang tersebut berada dalam
lemari besi yang berada dalam ruangan tata usaha (TU) dan
terkunci;
h) Bahwa baik saksi H. H, saksi M H, saksi R I maupun seluruh
guru dan staf tata usaha Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
12 Hulu Sungai Utara tidak pernah memberikan ijin kepada
Anak dan temantemannya untuk mengambil barang-barang
yang hilang tersebut;
74

i) Bahwa akibat peristiwa tersebut Sekolah Madrasah


Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara mengalami kerugian
sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta Rupiah);
j) Bahwa saksi mengenali barang bukti yang dihadirkan di
persidangan; Terhadap keterangan saksi, Anak memberikan
pendapat benar dan tidak keberatan;
3) R I dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut
:
a) Bahwa saksi R I pernah memberikan keterangan dihadapan
penyidik dan keterangan tersebut sudah benar;
b) Bahwa Anak bernama NH , serta orang tuanya bernama
Mansyah dan Raudah;
c) Bahwa Anak sebelumnya pernah bersekolah di Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara;
d) Bahwa perkara ini mengenai pencurian yang dilakukan Anak
dan teman-temannya pda hari Minggu tanggal 11 Nopember
2018 sekitar pukul 14.00 Wita di sebuah ruangan Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara di Desa
Rukam Hilir Kec. Amuntai Selatan Kab. Hulu Sungai Utara
yang kebetulan saksi H. H adalah kepala sekolahnya;
e) Bahwa barang yang hilang dalam peristiwa tersebut adalah
barangbarang inventaris Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 12 Hulu Sungai Utara yaitu 1 (satu) buah Laptop
merek Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek
Toshiba warna merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam,
1 (satu) buah kamera Canon warna hitam dan 1 (satu) buah
kamera merek Sony warna merah;
f) Bahwa saksi R I menganalisis peristiwa tersebut setelah
saksi M H selaku honorer bagian staf tata usaha sekolah
tersebut, pada pagi hari Senin tanggal 12 Nopember 2018
akan mengambil Laptop yang berada dalam laci lemari besi
75

dan ternyata sudah tidak ada dan kemudian


memberitahukannya kepada saksi H. H, saksi R I dan guru
lainnya;
g) Bahwa kesemua barang yang hilang tersebut berada dalam
lemari besi yang berada dalam ruangan tata usaha (TU) dan
terkunci;
h) Bahwa baik saksi H. H, saksi M H, saksi R I maupun seluruh
guru dan staf tata usaha Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
12 Hulu Sungai Utara tidak pernah memberikan ijin kepada
Anak dan temantemannya untuk mengambil barang-barang
yang hilang tersebut;
i) Bahwa akibat peristiwa tersebut Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara mengalami kerugian
sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta Rupiah);
j) Bahwa saksi mengenali barang bukti yang dihadirkan di
persidangan; Terhadap keterangan saksi, Anak memberikan
pendapat benar dan tidak keberatan;
4) S dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
a) Bahwa saksi S pernah memberikan keterangan dihadapan
penyidik dan keterangan tersebut sudah benar;
b) Bahwa Anak bernama NH , serta orang tuanya bernama
Mansyah dan Raudah;
c) Bahwa Anak sebelumnya pernah bersekolah di Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara;
d) - Bahwa perkara ini mengenai pencurian yang dilakukan
Anak dan saksi S serta saksi P pada hari Minggu tanggal 11
Nopember 2018 sekitar pukul 14.00 Wita di sebuah ruangan
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara
di Desa Rukam Hilir Kec. Amuntai Selatan Kab. Hulu
Sungai Utara yang kebetulan saksi H. H adalah kepala
sekolahnya;
76

e) Bahwa barang yang diambil Anak dan saksi S serta saksi P


dalam peristiwa tersebut adalah barang-barang inventaris
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara
yaitu 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam, 1
(satu) buah Netbook merek Toshiba warna merah, 1 (satu)
buah Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera Canon
warna hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna
merah;
f) Bahwa peritiwa tersebut berawal pada hari Minggu tanggal
11 Nopember 2018 sekitar pukul 10.00 Wita, saksi S datang
ke Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai
Utara dan duduk di teras sekolah, sekitar 10 (sepuluh) menit
kemudian datang Anak dan tidak berapa lama datang saksi
P, saat duduk-duduk tersebut timbul ide dari saksi S untuk
mengambil abrang di sekolah tersebut dan disetujui oleh
saksi P dan Anak;
g) Bahwa selanjutnya saksi S menyuruh Anak dan saksi P
untuk masuk ke dalam ruangan sekolah lewat atap dengan
cara memanjat tiang sekolah;
h) Bahwa saat itu saksi S berjaga-jaga di luar ruangan;
i) Bahwa setelah berada di atas atap sekolah, Anak dan saksi P
membuka salah satu atap sekolah aygn terbuat dari seng dan
masuk melalui lubangnya dan selajutnya membuka pelapon
yang tepat berada di atas lemari dalam ruangan tersebut dan
turun dari atas lemari, bahwa di dalam ruangan tersebut
Anak dan saksi P membuka lemari-lemari dan mendapatkan
1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam, 1 (satu)
buah Netbook merek Toshiba warna merah, 1 (satu) buah
Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera Canon warna
hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna merah,
77

j) lalu dengan cara melewati jendela yang dibuka dari dalam


Anak dan saksi P menyerahkan 1 (satu) buah Laptop merek
Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek Toshiba
warna merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam, 1 (satu)
buah kamera Canon warna hitam dan 1 (satu) buah kamera
merek Sony warna merah kepada saksi S dan selanjutnya
disimpan di dalam kolong sekolahan;
k) Bahwa setelah itu Anak dan saksi P keluar dari ruangan
tersebut dengan jalan yang sama;
l) Bahwa selanjutnya saksi S berencana menjual barang-barang
tersebut ke Banjarmasin dan disetujui oleh Anak, tetapi saksi
P tidak ikut dan langsung mengambil 1 (satu) buah
Handycam warna hitam;
m) Bahwa selanjutnya Anak dan saksi S pergi ke Banjarmasin
dengan menggunakan angkutan umum dan menjadikan 1
(satu) buah kamera Canon warna hitam jaminan pembayaran
karena saat itu tidak memiliki uang;
n) Bahwa di Banjarmasin Anak dan saksi S menjual 1 (satu)
buah Laptop merek Toshiba warna hitam dan 1 (satu) buah
Netbook merek Toshiba warna merah di Pasar Kasbah
seharga Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu Rupiah) dan uangnya
digunakan oleh Anak dan saksi S untuk pergi ke Balikpapan
melalui terminal Bus di kilometer 6 untuk mencari
pekerjaan;
o) Bahwa selama kurang lebih 7 (tujuh) hari di Balikpapan
Anak dan saksi S tidak juga mendapatkan pekerjaan dan
untuk makan Anak dan saksi S kembali lagi menjual 1 (satu)
buah Handycam warna hitam seharga Rp.250.000,- (dua
ratus lima puluh ribu Rupiah) dan langsung menuju ke
Samarinda untuk mencari pekerjaan dan ternyata tidak juga
78

mendapat pekerjaan sehingga akhirnya pulang ke Amuntai


lagi;
p) Bahwa baik saksi H. H, saksi M H, saksi R I maupun seluruh
guru dan staf tata usaha Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
12 Hulu Sungai Utara tidak pernah memberikan ijin kepada
Anak, saksi S dan saksi P;
q) Bahwa untuk 1 (satu) buah Handycam warna hitam yang
dibawa oleh saksi P sempat dijual seharaga Rp.200.000,-
(dua ratus ribu Rupiah) dan uangnya telah habis
dipergunakan;
r) Bahwa Anak, saksi P dan saksi S sering duduk-duduk di
belakang sekolah karena tidak memiliki pekerjaan dank
arena itu sering melihat barangbarang yang diambil tersbeut
di letakkan di dalam lemari di ruangan Tata Usaha (TU)
sekolah tersebut;
s) Bahwa Anak, saksi P dan saksi S belum pernah dihukum
sebelumnya;
t) Bahwa Anak, saksi P dan saksi S sangat menyesali
perbuatannnya tersebut;
u) Bahwa akibat peristiwa tersebut Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara mengalami kerugian
sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta Rupiah);
v) Bahwa saksi mengenali barang bukti yang dihadirkan di
persidangan; Terhadap keterangan saksi, Anak memberikan
pendapat benar dan tidak keberatan;
5) P dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
a) Bahwa saksi P pernah memberikan keterangan dihadapan
penyidik dan keterangan tersebut sudah benar;
b) Bahwa Anak bernama NH , serta orang tuanya bernama
Mansyah dan Raudah;
79

c) Bahwa Anak sebelumnya pernah bersekolah di Sekolah


Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara;
d) Bahwa perkara ini mengenai pencurian yang dilakukan Anak
dan saksi S serta saksi P pada hari Minggu tanggal 11
Nopember 2018 sekitar pukul 14.00 Wita di sebuah ruangan
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara
di Desa Rukam Hilir Kec. Amuntai Selatan Kab. Hulu
Sungai Utara yang kebetulan saksi H. H adalah kepala
sekolahanya;
e) Bahwa barang yang diambil Anak dan saksi S serta saksi P
dalam peristiwa tersebut adalah barang-barang inventaris
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara
yaitu 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam, 1
(satu) buah Netbook merek Toshiba warna merah, 1 (satu)
buah Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera Canon
warna hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna
merah;
f) Bahwa peritiwa tersebut berawal pada hari Minggu tanggal
11 Nopember 2018 sekitar pukul 10.00 Wita, saksi S datang
ke Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai
Utara dan duduk di teras sekolah, sekitar 10 (sepuluh) menit
kemudian datang Anak dan tidak berapa lama datang saksi
P, saat duduk-duduk tersebut timbul ide dari saksi S untuk
mengambil abrang di sekolah tersebut dan disetujui oleh
saksi P dan Anak;
g) Bahwa selanjutnya saksi S menyuruh Anak dan saksi P
untuk masuk ke dalam ruangan sekolah lewat atap dengan
cara memanjat tiang sekolah;
h) Bahwa saat itu saksi S berjaga-jaga di luar ruangan;
i) Bahwa setelah berada di atas atap sekolah, Anak dan saksi P
membuka salah satu atap sekolah aygn terbuat dari seng dan
80

masuk melalui lubangnya dan selajutnya membuka pelapon


yang tepat berada di atas lemari dalam ruangan tersebut dan
turun dari atas lemari, bahwa di dalam ruangan tersebut
Anak dan saksi P membuka lemari-lemari dan mendapatkan
1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam, 1 (satu)
buah Netbook merek Toshiba warna merah, 1 (satu) buah
Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera Canon warna
hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna merah,
lalu dengan cara melewati jendela yang dibuka dari dalam
Anak dan saksi P menyerahkan 1 (satu) buah Laptop merek
Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek Toshiba
warna merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam, 1 (satu)
buah kamera Canon warna hitam dan 1 (satu) buah kamera
merek Sony warna merah kepada saksi S dan selanjutnya
disimpan di dalam kolong sekolahan;
j) Bahwa setelah itu Anak dan saksi P keluar dari ruangan
tersebut dengan jalan yang sama;
k) Bahwa selanjutnya saksi S berencana menjual barang-barang
tersebut ke Banjarmasin dan disetujui oleh Anak, tetapi saksi
P tidak ikut dan langsung mengambil 1 (satu) buah
Handycam warna hitam;
l) Bahwa selanjutnya Anak dan saksi S pergi ke Banjarmasin
dengan menggunakan angkutan umum dan menjadikan 1
(satu) buah kamera Canon warna hitam jaminan pembayaran
karena saat itu tidak memiliki uang;
m) Bahwa di Banjarmasin Anak dan saksi S menjual 1 (satu)
buah Laptop merek Toshiba warna hitam dan 1 (satu) buah
Netbook merek Toshiba warna merah di Pasar Kasbah
seharga Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu Rupiah) dan uangnya
digunakan oleh Anak dan saksi S untuk pergi ke Balikpapan
81

melalui terminal Bus di kilometer 6 untuk mencari


pekerjaan;
n) Bahwa selama kurang lebih 7 (tujuh) hari di Balikpapan
Anak dan saksi S tidak juga mendapatkan pekerjaan dan
untuk makan Anak dan saksi S kembali lagi menjual 1 (satu)
buah Handycam warna hitam seharga Rp.250.000,- (dua
ratus lima puluh ribu Rupiah) dan langsung menuju ke
Samarinda untuk mencari pekerjaan dan ternyata tidak juga
mendapat pekerjaan sehingga akhirnya pulang ke Amuntai
lagi;
o) Bahwa baik saksi H. H, saksi M H, saksi R I maupun seluruh
guru dan staf tata usaha Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
12 Hulu Sungai Utara tidak pernah memberikan ijin kepada
Anak, saksi S dan saksi P;
p) Bahwa untuk 1 (satu) buah Handycam warna hitam yang
dibawa oleh saksi P sempat dijual seharaga Rp.200.000,-
(dua ratus ribu Rupiah) dan uangnya telah habis
dipergunakan;
q) Bahwa Anak, saksi P dan saksi S sering duduk-duduk di
belakang sekolah karena tidak memiliki pekerjaan dank
arena itu sering melihat barang-barang yang diambil tersbeut
di letakkan di dalam lemari di ruangan Tata Usaha (TU)
sekolah tersebut;
r) Bahwa Anak, saksi P dan saksi S belum pernah dihukum
sebelumnya;
s) Bahwa Anak, saksi P dan saksi S sangat menyesali
perbuatannnya tersebut;
t) Bahwa akibat peristiwa tersebut Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara mengalami kerugian
sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta Rupiah);
82

u) Bahwa saksi mengenali barang bukti yang dihadirkan di


persidangan; Terhadap keterangan saksi, Anak memberikan
pendapat benar dan tidak keberatan;
3. Amar Putusan
a. Menyatakan Anak yang bernama NH , tersebut di atas telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Pencurian dalam keadaan memberatkan”;
b. Menjatuhkan pidana kepada Anak yang bernama NH oleh karena
itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
oleh Anak tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
d. Menetapkan Anak tetap ditahan;
e. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam,
- 1 (satu) buah Notebook merek Toshiba warna merah,
Dikembalikan kepada pihak sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12
Hulu Sungai Utara melalui saksi H. H;
f. Membebankan kepada Anak tersebut untuk membayar biaya
perkara dalam perkara ini sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu Rupiah);
4. Analisi Penulis Terhadap Putusan Majlis Hakim
Berdasarkan pasal-pasal yang dipersangkakan oleh para penyidik
yang telah dituangkan dalam Putusan Nomor 10/Pid.Sus-
Anak/2018/PN.Amt. Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum
dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1)
ke-4 dan ke-5 KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
a. Barang siapa;
b. Mengambil sesuatu barang;
c. Yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain;
d. Dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak;
e. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih;
83

f. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat


kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya,
dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan
jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
Penjelasan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-3 adalah sebagai
berikut:
a. Unsur barang siapa
Barang siapa yang dimaksud disini adalah subjek hukum
pidana, yang kepadanya dapat dimintai pertanggungjawaban
pidana menurut hukum, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
pengakuan tersangka dalam perkara ini yang menjadi terdakwa
adalah NH
Terdakwa dalam proses persidangan dalam keadaan sehat
jasmani dan rohani, dengan demikian dapat dimintai
pertanggungjawaban. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut
diatas maka unsur ini telah terpenuhi.
b. Unsur Mengambil sesuatu barang
Mengambil suatu barang diartikan sebagai suatu tindakan
memindahkan suatu barang penguasaan orang lain kedalam
penguasaan sendiri, seolah-olah sebagai pemiliknya sendiri.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan,
telah terbukti barang tersebut telah diambil oleh Anak, saksi S dan
saksi P pada hari Minggu tanggal 11 Nopember 2018 sekitar pukul
14.00 Wita di sebuah ruangan Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
12 Hulu Sungai Utara di Desa Rukam Hilir Kec. Amuntai Selatan
Kab. Hulu Sungai Utara yang kebetulan saksi H. H adalah kepala
sekolahnya, dengan cara saksi S menyuruh Anak dan saksi P untuk
masuk ke dalam ruangan sekolah lewat atap dengan cara memanjat
tiang sekolah, saat itu saksi S berjaga-jaga di luar ruangan. Setelah
berada di atas atap sekolah, Anak dan saksi P membuka salah satu
84

atap sekolah aygn terbuat dari seng dan masuk melalui lubangnya
dan selajutnya membuka pelapon yang tepat berada di atas lemari
dalam ruangan tersebut dan turun dari atas lemari, bahwa di dalam
ruangan tersebut Anak dan saksi P membuka lemari-lemari dan
mendapatkan 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam, 1
(satu) buah Netbook merek Toshiba warna merah, 1 (satu) buah
Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera Canon warna hitam
dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna merah, lalu dengan
cara melewati jendela yang dibuka dari dalam Anak dan saksi P
menyerahkan 1 (satu) buah Laptop merek Toshiba warna hitam, 1
(satu) buah Netbook merek Toshiba warna merah, 1 (satu) buah
Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera Canon warna hitam
dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna merah kepada saksi S
dan selanjutnya disimpan di dalam kolong sekolahan. Setelah itu
Anak dan saksi P keluar dari ruangan tersebut dengan jalan yang
sama.
Berdasarkan fakta hukum tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa tersangka telah memindahkan barang yang bukan miliknya
ke tempat lain untuk dimiliki seseorang, barang tersebut bernilai
ekonomis. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas maka
unsur ini telah terpenuhi.
c. Unsur yang sama sekali atau sebagian termasuk kepuyaan orang
lain
bahwa dari fakta hukum yang terungkap di persidangan telah
terbukti, barang-barang yang diambil tersebut adalah milik dari
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara dan
bukan milik Anak, S dan saksi P.
Dengan demikian berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur barang yang
diambilnya yang sama sekali atau sebagian termasuk kepuyaan
orang lain. Maka unsur ketiga ini telah terpenuhi.
85

d. Unsur dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan


hak
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan,
telah terbukti adanya kesengajaan dan maksud dari Anak, S dan
saksi P untuk memiliki barang tersebut dengan melawan hak,
terlebih dari fakta hukum tersebut telah terbukti mereka
mengambilnya tanpa ijin dari guru-guru dan staf Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara dan mengakibatkan saksi
dari Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri 12 Hulu Sungai Utara
mengalami kerugian yang ditaksir sebesar Rp.8.000.000,- (delapan
juta Rupiah);
Bahwa fakta hukum tersebut maka dapat disimpulkan
tersangka telah memenuhi unsur dengan maksud akan memiliki
barang itu dengan melawan hak.
e. Unsur pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sma atau lebih
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan,
telah terbukti tindak pidana tersebut dilakukan oleh 3 (tiga) orang
dengan saling bekerja sama, yaitu Anak, S dan saksi P;
Dengan demikian berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur pencurian dilakukan
oleh dua orang bersama-sma atau lebih.
f. Unsur pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke
tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya,
dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan
jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan,
telah terbukti untuk mencapai barang yang diambilnya tersebut
dilakukan oleh Anak, S dan saksi P dengan cara Anak dan saksi P
untuk masuk ke dalam ruangan sekolah lewat atap dengan cara
memanjat tiang sekolah. Saat itu saksi S berjagajaga di luar
86

ruangan. Setelah berada di atas atap sekolah, Anak dan saksi P


membuka salah satu atap sekolah aygn terbuat dari seng dan masuk
melalui lubangnya dan selajutnya membuka pelapon yang tepat
berada di atas lemari dalam ruangan tersebut dan turun dari atas
lemari, bahwa di dalam ruangan tersebut Anak dan saksi P
membuka lemari-lemari dan mendapatkan 1 (satu) buah Laptop
merek Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek Toshiba
warna merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam, 1 (satu) buah
kamera Canon warna hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony
warna merah, lalu dengan cara melewati jendela yang dibuka dari
dalam Anak dan saksi P menyerahkan 1 (satu) buah Laptop merek
Toshiba warna hitam, 1 (satu) buah Netbook merek Toshiba warna
merah, 1 (satu) buah Handycam warna hitam, 1 (satu) buah kamera
Canon warna hitam dan 1 (satu) buah kamera merek Sony warna
merah kepada saksi S dan selanjutnya disimpan di dalam kolong
sekolahan.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan,telah
memenuhi unsur Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan
masuk ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk
diambilnya, dengan jalan memanjat.
Dalam hal ini putusan hakim anak harus memperhatikan
unsur-unsur penuntutan jaksa. Dalam hal ini hakim harus melihat
kepuasan dari unsur-unsur tersebut, karena jika salah satu unsur
tidak terpenuhi atau terbukti, maka anak akan dibebaskan. Hakim
anak harus mengacu pada ketentuan alat bukti yang terdapat dalam
Pasal 184 KUHAP, dan menentukan lamanya pidana berdasarkan
para ahli dan yurisprudensi. Hakim anak juga menjelaskan tentang
yang meringankan dan memberatkan. Dari uraian musyawarah
majelis hakim di atas, penulis sependapat dengan putusan hakim
atas pidana penjara 6 bulan terdakwa. Bahwa dari kenyataan yang
diperoleh selama persidangan, tidak ditemukan hal-hal yang dapat
87

melepaskan Anak dari pertanggung jawaban pidana, baik sebagai


alasan pembenar dan atau alasan pemaaf yang dapat melepaskan
atau membebaskan Anak dari tuntutan hukum, oleh karenanya
perbuatan yang dilakukan Anak harus dipertanggung jawabkan
kepadanya. Deskripsi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, majelis hakim akan mempertimbangkan semua aspek
dalam memutuskan suatu perkara. Baik itu perilaku subjektif
dalam persidangan maupun perilaku terdakwa. Oleh karena itu, isi
yang ditentukan majelis hakim sesuai dengan putusan faktual yang
diperoleh dari persidangan. Pernyataan dari saksi-saksi dan bukti
yang diberikan dalam persidangan.
Kedua, hukuman pasti akan membuat terdakwa menyesal
tidak melakukan tindakan ini di kemudian hari. Ini berarti bahwa
tujuan pembinaan dan pengajaran bagi diri anak, yang pada
gilirannya anak bisa merenungi apa yang telah diperbuatnya. Dari
sana diharapkan pula akan timbul perasaan jera pada diri anak,
yang pada gilirannya bisa mencegah orang lain pula agar tidak
melakukan kesalahan serupa. Jika melihat terdakwa bukan
mahasiswa dan tidak berstatus sebagai pelajar, maka hukuman 6
bulan bukanlah hukuman yang berat. Pelakunya adalah seorang
pekerja yang sebenarnya setiap hari berinteraksi. Oleh karena itu,
menurut penulis, hukuman 6 bulan tidak akan terlalu berat
Ke tiga, bahwa apabila dilihat dari aspek keadilan, maka
pemberian hukuman dengan pertimbangan yang dilakukan oleh
majlis hakim, menurut penulis sudah adil. Karna dimana tuntutan
pidana dari Penuntut Umum dipandang terlalu berat dan dipandang
lebih layak dan adil serta sesuai dengan kadar kesalahan anak serta
kepentingan terbaik bagi anak dan tidak bertentangan dengan rasa
keadilan masyarakat, bila terhadap anak,Hakim memutuskan
menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut sebagaimana
88

diamanatkan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 11 Tahun


2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Keempat, pemidanaan terdakwa oleh majelis hakim
mencerminkan kemanfaatan hukum yang berlaku. Tentunya jika
terdakwa divonis sebagai efek jera agar terdakwa tidak lagi
melakukan perbuatan tersebut di kemudian hari, akan kondusif
bagi ketentraman kehidupan masyarakat. Tentu saja, sebagai
terdakwa dihukum, juga akan menguntungkan bagi calon pelaku
untuk tidak melakukan tindakan yang sama.
89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis menyimpulkan hal-


hal sebagai berikut :
1. Klasifikasi tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang
dilakukan oleh anak termuat dalam Pasal 363 ayat (1) KUHP
dengan unsur-unsur :
• Perbuatan mengambil;
• Yang diambil harus sesuatu barang;
• Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain;
• Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk
memiliki barang itu dengan melawan hukum.
Unsur yang memberatkan yaitu:
• Pencurian Ternak;
• Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa
bumi atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karena
terdampar, kecelakaan kereta api, huruhara, pemberontakan
atau bahaya perang;
• Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan
olehorang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau tidak
dengan kemauan yang berhak;
• Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
• Pencurian dengan jalan membongkar, merusak, dan
sebagainya.

Jika unsur-unsur tersebut terpenuhi maka seseorang akan


dijatuhi pidana paling lama 7 (tujuh) tahun sedangkan bila

89
90

pelakunya adalah anak maka penjatuhan pidana ada 2 (dua)


pidana atau tindakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Pertimbangan yang dilakakan dalam putusan nomr 10/Pid.Sus-


Anak/2018/PN.Amt. Terlkait dakwaan jaksa penuntut umum.
Ketika jaksa penuntut umum mengungkapan kronologi kasus
dengan menghadirkan saksi-saksi untuk dimintai keterangan
dan mendatangkan bukti-bukti sebagai pertimbangan atas
keputusan kasus. Sehingga dari semua fakta-fakta di
persidangan tersebut majelis hakim menyatakan bahwa
perbuatan terdakwa secara terbukti dan menyakinkan telah
melanggar pasar 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 serta Pasal 193
KUHAP. Sehingga hakim mempertimbangkan hal-hal yang
meringankan berupa terdakwa bersikap sopan dan berterus
terang dipersidangan kemudian terdakwa juga belum pernah
dipidana sehingga terdakwa menyesali perbuatanya dan berjanji
tidak akan mengulangi perbuatanya. Mempertimbangkan
bahwa berdasarkan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh
anak tersebut dalam perkara ini, serta hasil laporan penelitian
kemasyarakatan yang dilakuakn oleh pembimbing
kemasyarakatan yang merekomendasikan pidana penjara
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan
pendapat dari orang tua/Ibu kandung anak. Kemudian dari
semua pertimbangan tersebut Hakim memutuskan menjatuhkan
pidana penjara kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara
6 bulan.
91

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan


beberapa rekomendasi yaitu:
1. Menurut penulis aparat penegak hukum diharapkan
menghormati ketentuan aturan yang berlaku bagi terdawa yang
tergolong anak-anak dalam kasus ini. Oleh karena itu agar
mencegah anak mengulangi tindakan itu lagi, sehingga ancaman
pidana penjara menjadi alternative terakhir dalam menjatuhkan
sanksi kepada anak. Sanksi pidana terhadap anak nakal perlu
mendapatkan perhatian khusus terhadap kondisi psikologis dan
sosial anak dan masyarakat. Dengan demikian sehingga putusan
tersebut tidak membuat si anak jadi merasa tertekan dan depresi
sehingga hasil akhirnya akan merugikan dan tidak akan
memperbaiki anak menjadi lebih baik.
2. Penulis menyarankan bahwa orang tua harus lebih
memperhatikan anak-anak mereka dan memberi mereka lebih
banyak pendidikan. Untuk membantu anak memahami apa yang
harus atau tidak dilakukan oleh anak dan apa yang harus
dilakukan. Agar anak lebih memahami norma-norma serta
hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk masyarakat, penulis
menyarankan agar masyarakat lebih memperhatikan anak-anak.
Jika anak melakukan tindak pidana, maka masyarakat harus
memberikan perlindungan dan pendidikan/arahan kepada anak
tersebut. Agar mencegah anak mengulangi tindakan itu lagi.
92

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

A. Z. Abidin Farid & A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik


(Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier,
(Jalakarta: Raja Grafindo Persada, 2010)
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana,
(Jakarta : Rajawali pers, 2020).
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006)
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar : Pustaka Pena Press,
Cet. Kesatu, 2016)
Bambang Mulyono, Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya,
(Yogyakarta: Kanisius,1989)
Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia. (Bandung. PT. Citra Aditya Bakti, 1997)
Dewa gede Atmadja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-teori Hukum, (Malang
: Setara Pers. 2018)
Fahmi Muhamad Ahmad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), (Bandung:
Alumni, 1977)
Ismatullah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011)
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”, (Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 2016)
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004)
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak” (CV Budi Utama,
Yogyakarta, Maret 2016)
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk di Hukum Catatan Pembahasan UU Sistem
Peraadilan Pidana Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1985)
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:
PT.Alumni, 2010)

92
93

Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Jakarta: Mitra


Wacana Media, 2015)
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru,
1994)
S. Wojowasito, et.al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Hasta Karya,
1997)
Salahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Acara Pidana dan Perdata
(KUHP, KUHAP dan KUHAPdt), Cet-1.(Jakarta: Visimedia, 2008)
Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali pers, 2012)
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), (Rajawali Pers, 2020)
Tri Andrisman, Asas-asas dan Aturan umum Hukum Pidana Indonesia, (Bandar
Lampung: Universitas Bandar Lampung, 2009)
Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014)

Artikel Jurnal

Ida Bagus Agung Pariama Manuaba, I Nyoman Sujana, Ni Made Sukaryati Karma.
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Tindak Pidana
Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak. Jurnal
Preferensi Hukum. Vol.1. No.1 (Juli. 2020).

Verawati. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan


oleh Anak di bawah Umur. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan. Vol.4.
No.4 (November. 2020).

SKRIPSI

Rohmayanti, ‘Pertanggungjawaban Pidana Anak Di Bawah Umur Dalam Kasus


Pencurian Ditinjau Dalam hukum Posistif (Analisis Putusan
No:402/Pid.Sus/2013/PN. TNG) ”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta,2018)

Muhammad Galih Prakoso, “Pemidanaan Anak Di Bawah Umur Yang


MelakukanTindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Restorative Justice
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-
Anak/2015/PNKdr) ”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,2020)
94

Muhammad Hamka Syahrir, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pencurian Yang


Dilakukan Oleh Anak di bawah Umur (Analisis Komparatif antara
HukumIslam dan Hukum Nasional) ”, (Makassar: Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar,2016)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Putusan Nomor 10 Pid.Sus-Anak/2018/PN.Amt

Anda mungkin juga menyukai