Anda di halaman 1dari 100

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(Studi putusan nomor : 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt)

Skripsi

Didi Fuad Nurbadrian


11160454000025

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2020 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul, KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi


Putusan Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt) telah diujikan dalam siding
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Huku Pidana Islam
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 September
2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) Program Strata Satu (S.-1) pada Program Studi
Hukum Pidana Islam.

Jakarta, 30 September 2020


Mengesahkan
Dekan

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H.,M.A

NIP: 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Qosim Arsadani, M.A (.…………….…)


NIP: 196906292008011016
2. Sekertaris : Mohammad Mujibur Rohman, M.A (...………….….)
NIP: 197604082007101001
3. Pembimbing I : Dra.Ipah Farihah, S.H., M.H (.........................)
NIP: 195908191994032001
4. Pembimbing II : Dr. Nahrowi, S.H., M.H
NIP: 197302151999031002
5. Penguji I : Dr. Alfitrs, S.H., M.Hum
NIP: 1997202032007011034
6. Penguji II : Hj. Rosdiana, M.A (………….……)
NIP: 196906102003122001

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi syarat dalam memperoleh gelar strata suatu pada Universitas
Islam Negeri Syarf Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penyusunan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullaj Jakarta.
3. Jika dikemudian hari diketahui bahwa skripsi ini bukanlah hasil karya asli
saya atau merupakan hasil karya orang lain atau hasil jiplakan dari karya
orang lain, maka saua bersedia enerima saksi sebagaimana ketentuan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 September 2020

Didi fuad nurbadrian

ii
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi putusan nomor : 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Hukum (S.H.)

Disusun Oleh:

DIDI FUAD NURBADRIAN

NIM : 11160454000025

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2020 M

iii
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi putusan nomor : 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H)

Oleh.

DIDI FUAD NURBADRIAN

NIM : 11160454000025

Dibawah Bimbingan

Dosen Pembimbing I Dosen pembimbingII

Dra. IP MH Dr. NAHROWI S.H.

NIP: 195908191994032001 NIP: 197302151999031002

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2020 M

iv
ABSTRAK
Didi Fuad Nurbadrian (11160454000025) “KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA DALAM (Studi Putusan Nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt)” Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah),
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tahun 2020 M/ 1441 H.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah tentang perbuatan tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga dengan objek analisis pada perkara kasus pada
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt. Pada
kasus ini terdakwa yang bernama Anto Mahaputra, S.E., telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
terhadap istrinya yang bernama Septi Hermawaty Anggraeni. Sehingga Majelis
Hakim memvonis terdakwa Anto Mahaputra, S.E., dengan sanksi penjara selama 2
(dua) bulan. Sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Tujuan Skripsi ini untuk
mengetahui tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga baik secara hukum pidana
Islam maupun secara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kemudian mengetahui
penerapan pertimbangan hukum yang dilakukan oleh Hakim dalam menjatuhkan
hukuman kepada terdakwa.

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian ini,


pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, dimana penulis melakukan
identifikasi secara Sistimatis dari sumber yang berkaitan dengan objek kajian yang
penulis lakukan. Setelah memperoleh dan mengumpulkan data tersebut, kemudian
penulis menganalisis secara yuridis-normatif data yang diperoleh dengan objek kajian
penulis yaitu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri


Jakarta Barat Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt. Bahwa pertimbangan hukum

v
hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa sudah sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Dimana vonis yang diberikan oleh Majelis Hakim kepada terdakwa
diperoleh dari fakta-fakta dan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di dalam
persidangan. Kemudian dari penelitian ini penulis menemukan bahwa dalam Hukum
Pidana Islam, tindakan yang dilakukan oleh pelaku termasuk dalam perbuatan
jarimah yang membuat korban mengalami luka dan hukuman yang dijatuhkan kepada
pelaku tersebut adalah hukuam takzir, yaitu penjatuhan hukuaman yang diberikan
oleh pemerintah setempat. Sedangkan dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2004,
vonis yang diberikan oleh Majelis Hakim berupa sanksi pidana penjara selama 2
(dua) bulan, maka dalam kasus perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
dalam perkara Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt,
sudah tercapainya asas keadilan terhadap kedua belah pihak dilihat dari Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga pasal 44 ayat (4).

Kata Kunci : Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Hukum Pidana Islam, Hukum Positif,
Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Putusan Perkara
Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Pembimbing I : Dra. Ipah Farihah, M.H.

Pembimbing II : Dr. Nahrowi, S.H.,M.H.

DAFTAR PUSTAKA: 2008 s/d 2019.

vi
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala,


berkat rahmat dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalwat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Muhammad Shalallahu
‘Alaihi wa Salam yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang
berilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Selanjutnya penulis ingin sampaikan kebahagian dengan penuh syukur dan
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu penulis dalam
menyusun skripsi ini. Penulis tidak menafikan bahwa banyak kendala dan rintangan
dalam penyusunan skripsi ini, tetapi karena semangat dari diri pribadi serta bantuan
dan dukungan dari lingkungan sekitar, Alhamdulillah semua dapat dilewati dan
skripsi ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih secara khusus kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M. A. Selaku Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H. Selaku Dekan Fakultas Syariah
Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Qasim Arsadani, M.A., Selaku Ketua Prgram Studi Hukum Pidana Islam
(Jinayah) Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Mohamad Mujib Rohman, M.A. selaku Sekretaris Prgram Studi Hukum
Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dra. Ipah Farihah, M.H selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa
memberikan arahan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Syariah
Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

vii
6. Dr. Nahrowi, S.H., M.H. sebagai Pembimbing skripsi yang selalu bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan kepada penulis
dalam menyusun skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Syari’ah dan Hukum, semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat dan menjadi amal jariyah.
8. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis ayahanda Badrudin Irfani dan
Ibunda Komariyah, atas perjuangan dan pengorbanannya sehingga penulis
dapat mengenyam dan menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta berkat doa dari keduanya hingga segalanya dipermudah sampai
selesai.
9. Sahabat dan teman tercinta Hukum Pidana Islam angkatan 2016 untuk banyak
ilmu dan pengalaman serta dukungan yang penulis dapat selama masa
perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Dan pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, hal tersebut tidak
mengurangi rasa terima kasih dan syukur penulis. Semoga segala kebaikan
akan terbalaskan dengan kebaikan yang lebih oleh Allah Subhanallahu wa
Ta’ala. Dan semoga skripsi ini berguna bagi penulis pribadi dan dibidang
hukum khususnya serta masyarakat pada umumnya.

Bogor, 18 Agustus 2020


Penulis

Didi Fuad Nurbadrian

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. iii

LEMBAR PEMBIMBING ....................................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

a. Permasalahan ............................................................................................ 9

1 Identifikasi Masalah ............................................................................ 10


2 Pembatasan Masalah .......................................................................... 10
3 Rumusan Masalah ............................................................................... 10
4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 10
B. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 10
C. Studi terdahulu ........................................................................................... 11
D. Metode Penelitian ...................................................................................... 12
1 Jenis Penelitian ................................................................................... 12
2 Pendekatan Penelitian ........................................................................ 12
3 Sumber Data ........................................................................................ 13
4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 13
5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 14
E. Sistematis Penulisan ................................................................................. 16

ix
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA .............................................................................................................. 16

A. Teori-Teori Perbuatan Pidana ................................................................... 16

1. Teori Absolut ......................................................................................... 16

2. Teori Relatif (Teori Tujuan) .................................................................. 18

3. Teori Gabungan (Gabungan Teori Absolut dan Teori Relatif) ............. 19

B. Konsep Perbuatan Pidana Kekerasan Dala Rumah Tangga ...................... 22


1 Pengertian Hukum Pidana ........................................................................ 22
2 Tindak Pidana Kekerasan ......................................................................... 23
3 Bentuk-Bentuk Kekerasan .................................................................. 26
4 Pengertian Rumah Tangga ................................................................. 30

BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN MENURUT UNDANG-
UNDANG NO 23 TAHUN 2004 ................................................................... 34

A. Perbuatan Pidana Menurut Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah) ........ 34


1. Pengertian Qishash ................................................................................. 34
2. Pengertian Hudud .................................................................................... 36
3. Pengertian Takzir .................................................................................... 37
B. Macam-Macam Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana Islam .......... 40
1. Kekerasan Fisik ........................................................................................ 40
2. Kekerasan Psikis ..................................................................................... 42
3. Kekerasan Seksual .................................................................................. 43
4. Kekerasan Ekonomi ................................................................................ 46
C. Pokok-Pokok Perbuatan Pidana Dalam Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................................... 46

x
BAB IV PENERAPAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MEMUTUS PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
NOMOR : 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt MENURUT HUKUM
PIDANA ISLAM ............................................................................................... 51

A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Konsep Kekerasan Dalam


Rumah Tangga dalam UU Nomor 23 Tahun 2004. ................................. 51
B. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim
Dalam Putusan Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt ......................... 56
1. Landasan Yuridis, Landasan Sosiologis, dan Landasan Filosofis 58
2. Pertimbangan Hukum Hakim Pada Putusan Nomor :
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt Perspektif Hukum Pidana Islam ..... 59

BAB V PENUTUP .................................................................................................... 63

A. Kesimpulan ............................................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................................ 64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu perintah agama
bagi orang yang mampu untuk segera melaksanakannya, sesuai perintah Allah
dalam surat ar-Rum ayat 21 yang berarti: “Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijalan-Nya
diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, maka di Indonesia masalah perkawinan diatur dalam bentuk
Undang-Undang Perkawinan (UUP) No.1 tahun 1974, sesuai dengan pasal 1
disebutkan bahwa: “perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kelahiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pekawinan
menurut Hazairin dan Mahadi merupakan ajal atau kematian teori receptie.
Maksudnya, hukum adat hanya berlaku bila tidak bertentangan dengan hukum
agama yang dipelik oleh masyarakat. Karena pasal 2 ayat (1) menyatakan
bahwa “perkawnian adalah sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum
masing-masing agama dan kepercayaan itu. Dalam hal ini menurut Daud Ali,
bahwa sejak lahirnya undang-undang perkawinan nasional, maka:
1. Hukum Islam menjadi sumber hukum yang langsung tanpa
harus melalui hukum adat dalam menilai apakah sah
perkawinan sah atau tidak.

1
2 Hukum Islam sama kedudukannya dengan hukum adat dan
hukum barat.
3 Negara Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah
sesuai dengan hukum islam sepanjang pengaturan itu untuk
memenuhi kebutuhan hukum umat islam.1

Selanjutnya berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991


tanggal 10 juni 1991 diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Kompilasi Hukum Islam diberlakukan di lingkugan peradilan agama di
Indonesia yang berfungsi sebagai petunjuk dalam memeriksa, mengadili dan
memutus perkara-perkara yang berhubungan dengan keperdataan orang-orang
Islam. Kompilasi Hukum Islam tidak dihasilkan melalui proses legislasi
Dewan Perwakilan Rakyat sebagimana peraturan perundang-undangan
lainnya yang dijadikan sebagai hukum positif, tetapi merupakan hasil diskusi
para ulama yang digagas oleh Mahkamah Agung dan Departemen Agama
yang melibatkan berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia beserta
komponen masyarakat lainnya.2

Dalam Hukum Islam masalah perkawinan diatur dalam Kompilasi


Hukum Islam (KHI) pasal 2 disebutka “perkawinan adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat (mithaqon ghalizan) untuk mentaati perintah Allah
melaksanakannya merupakan ibadah.”

Mengenai tujuan pernikahan atau perkawinan yang begitu suci dan


kokoh diantara sesama anak manusia, yang diharapkan mampu menjalin
sebuah ikatan lahir batin antara suami istri dalam rangka untuk menciptakan
rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, keluarga bahagia dan

1
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2011, hlm. 95
2
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2011, hlm. 96

2
diridhoi oleh Allah SWT. Oleh karen itu, langgengnya sebuah pernikahan
merupakan suatu tujuan yang sangat diingikan Islam.3

Keluarga terbentuk dari sebuah perkawinan. Perkawinan merupakan


babak baru bagi individu untuk memulai suatu kewajiban dan berbagi peran
yang sifatnya baru dengan pasangannya. Fungsi peran akan menentukan
tugas dan kewajiban individu dalam suatu keluarga yang harmonis. Dengan
lembaga tersebut akan diperoleh aturan hukum yang menlindungi keberadaan
hubungan tersebut di dalam masyarakat. Pada mana selanjutnya, kemudian
pasangan tersebut menjadi sebuah keluarga yang di dalamnya terdiri dari
seorang ayah, ibu, dan anak atau tanpa anak sekalipun dalam menjalani
kehidupan berkeluarga tentunya tidak semudah dan semulus yang
dibayangkan, pasti banyak lika-liku masalah yang harus dihadapi oleh
keluarga tersebut. Disini pengertian dan rasa kebersamaan kekeluargaan
sangat dibutuhkan agar pada nantinya semua dapat dihadapi dan sesuai
dengan harapan dari masing-masing anggota keluarga tersebut.4
Rumah tangga sebagai insitusi sosial, diharapkan menjadi tempat
beriteraksi yang hangat dan intensif antara para anggotanya, tempat
menanamkan nilai-nilai sosial. Sebagai institusi hukum, rumah tangga
diharapkan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua anggotanya,
saling melindungi, saling menghormati, saling mencintai sehingga tumbuh
kebahagiaan yang kekal. Namun sebaliknya justru rumah tangga menjadi
ajang tindak kekerasan. Perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak itu,
digolongkan sebagai perbuatan pidana, yang disebut dengan tindak pidana
kekerasan dam rumah tangga (TPKDRT). Istilah tindak pidana kekerasan
dalam rumah tangga berasal dari bahasa Inggris, yaitu criminal domestic
3
Abdul Aziz, Islam dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Nurul Iman, KORDINAT Vol.XVI, No.1 april 2017, hlm.161
4
Rendi Amanda Ramadhan, Pengaruh Kekerasan dalm Rumah Tangga (KDRT) Terhadap
Tingkat Keharmonisan dalam Keluarga Di Kelurahan Umban Sari Kecamatan Rumbai kota
Pekanbaru, Universitas Riau, JOM FISIP, Vol.5, No.1, april 2018, hlm.3

3
violence, sedangkan bahasa Belanda disebut dengan crimineel huiselijk
geweld terdiri atas tiga suku kata, yang meliputi:
a. Tindak pidana;
b. Kekerasan; dan
c. Rumah tangga5.
Tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tidak dianggap
sebagai peristiwa hukum, melainkan sebagai dinamika perkawinan, dengan
demikian orang yang mengalami tindak kekerasan oleh sesama anggota
keluarganya tidak berhak atas perlindunga dari negara dan masyarakat.
Tiadanya perlindungan hukum ini secara sistematis menyebabkan kekerasan
dalam rumah tangga dianggap sebagai perlakuan wajar6.
Kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi salah satu isu dibidang
hukum keluarga muslim. Sebagian besar ulama memperbolehkan suami
memukul istri jika ia tidak mau melaksanakan kewajibannya. Pandangan ini
seolah dilegitimasi AlQur’an sebagaimana tergambar dalam Q.S. al-Nisa
[4]:34 yang artinya: “kaum ;laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dari ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Dan wanita-wanita yang kaum
kekhawatiran nusyuznya, maka nasehatilah dan pisahkan mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka di tempat tidur mereka, dan pulihlah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatmu, maka janganlah kaum mencari

5
Rodliyah, Salim HS, Hukum Pidana Khusus,PT. RajaGrafindo Persada, Depok: 2017, hlm.
239.
6
Abdul Aziz, Islam dan Kekerasan dalam Ruah Tangga, Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Nurul Iman. 162.

4
cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar.”
Pembentuk Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga itu memiliki landasan, yaitu
landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Secara filosofis, pembentukan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah untuk melindungi wanita atau ibu rumah tangga
dari kekerasan dalam rumah tangga, hal ini tertuang dalam pertimbangan
hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, yang berbunyi: “Bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari bentuk
kekerasan sesuai dengan falsafah pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Dalam konsideran ini yang dilindunginya, yaitu warga negara. Warga
negara termasuk di dalamnya wanita. Hak warga negara adalah untuk
mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan dalam rumah
tangga.
Landasan yuridis, pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah karena
segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalm rumah tangga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan
serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.
Landasan sosiologis diterapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu karena tingginya tingkat
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pelaku atau suami atau
istri, dimana sanksi pidananya sangat rendah sehingga menimbulkan
ketidakadilan bagi korban, khususnya istri. Sementara itu, dalam sistem

5
hukum Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasn
dalam rumah tangga.7
Sebagian kalangan menilai bahwa tindakan pemukulan terhadap istri
tidak boleh dilakukan sama sekali. Pemukulan adalah salah satu bentuk
kekerasaan dan termasuk tindak pidana sebagaimana ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam rumah tagga (selanjutnya disebut UU PKDRT). Pasal 1 UU PKDRT
menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah “setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang akibatnya timbul kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau menelantarkan
rumah tangga, termasuk ancaman untuk perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan huukum dalam lingkup rumah
tangga..”8 Dengan demikian kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah
satu tindakam pidana (jarimah) yang tidak hanya sekedar urusan pribadi
antara suami istri namun telah berkembang menjadi ranah publik.
Dari penjelasan undang-undang diatas dapat dipahami bahwa tindakan
seseorang baru dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga
jika tindakan tersebut menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan baik
secara fisik, seksual, psikologi, maupun ekonomi, serta dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain dalam lingkup rumah tangga. Tegasnya, antara
perlaku dengan korbannya terhadap hubungan hukum dalam lingkup rumah
tangga, misal suami kepada istri atau sebaliknya, orang tua kepada anak atau
sebaliknya, majikan terhadap pembantu rumah tangga atau sebaliknya, serta
pihak lain yang berada dalam tanggungjawabnya. Jika tidak memenuhi unsur-
unsur dimaksud, maka tindakan tersebut bukanlah kekerasan dalam rumah
tangga.
7
Rodliyah, Salim HS, Hukum Pidana Khusus,PT. RajaGrafindo Persada, Depok: 2017, hlm.
242.
8
Abdul Haq Syawqi, Hukum Isslam dan Kekerasan dalam Rumah Tangga,Pascasarjana UIN
Malang, Vol. 7, No. 1, juni 2015, hlm.69

6
Menurut pasal 5 Undang-undang tersebut bentuk kekerasan dalam
rumah tangga ada empat, yakni: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
seksual, dan penelantaran rumah tangga (kekerasan ekonomi).
a. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang megakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya atau penderita psikis berat
pada seseorang. Kekerasan seksual adalah pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut atau pemaksaan
hubungan seksual terhadap seseorang dalam lingkup rumah
tangga dengan orang lain untuk bertujuan komersil dan/atau
tujuan tertentu.
c. Kekerasan ekonomi adalah menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang
berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Hal itu juga bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergatugan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang
tersebut.9
Di tingkat intrnasional memiliki sistem hukum yang disebut dengan
CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination)
yang mengatur tentang perlindungan perempuan yang mengalami diskriminasi
baik dalam publik maupun non-publik, yaitu rumah tangga.

9
La Jama, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fikih, IAIN Ambon, AHKAM: Vol.
XIII, No. 1, Januari 2013, hlm. 66-67

7
Dalam hal ini, CEDAW melindungi kaum perempuan yang
mengalami ketidakadilan terhadap kaum laki-laki, dimana kaum perempuan
dianggap sebagai kaum yang lemah sehingga dapat mudah mengalami
diskriminasi, terutama diskriminasi yang sering dialami oleh kaum perempuan
adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap
isteri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Dalam
konvensi tersebut memiliki tujuan yang sebagai mana tercantum dalam
Bagian I Pasal 1 “Untuk tujuan Konvensi yang sekarang ini, istilah
“diskriminasi terhadap perempuan” berarti setiap perbedaan, pengucilan atau
pembatasan yang disebut atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh
atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan atau
penghapusan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum
perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan
antara laki-laki dan perempuan”. Dengan demikian, dalam konvensi tersebut
sudah menjadi dasar hukum yang menjadi pelindung bagi kaum perempuan
agar tidak mengalami lagi dikriminasi dimana pun.

Secara yuridis telah banyak kajian terhadap persoalan KDRT


sebagaimana tergambar di atas, namun fakta selalu ada banyak korban yang
setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya
kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor
dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor
dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena
trasformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata
suami, bila istri mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih

8
dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap
masalah prifasi, masyarakat tidak boleh ikut campur.10

Berdasarkan latar belakang di atas, sudah terlalu banyak kasus yang


menangani masalah tentang kekerasan dalam rumah tangga, oleh karena itu
kemudian penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi putusan
nomor:199/PidSus/2018/PN.Jkt.Brt)”
B. Permaasalah
a) Indentifikasi Masalah.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis menemukan
beberapa masalah dan melakukan analisis dalam putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat Nomor: 199?Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt, diantaranya:
1. Konsep KDRT menurut Perundang-undangan dan penerapannya
oleh Hakim.
2. Konsep KDRT menurut Hukum Pidana Islam.
3. Perbuatan-perbuatan pembangkangan isteri dalam konsep Fiqih
Jinayah Klasik belum tentu masalah dengan konsep KDRT.
4. Pnerapan Hukum Hakim dalam putusan-putusan perkara di
Pengadilan harusnya memenuhi unsur pertimbangan Yuridis,
Sosiologis, dan Filosofis.
5. Singkroisasi KDRT dalam konsep UU No.23 Tahun 2004 dengan
konsep KDRT dalam Pidana Islam.
6. Kejelasan subjek dan tindakan dalam konsep KDRT.
7. Putusan Hakim harus berpedoman pada Perundang-undangan yang
dapat memenuhi Hukum.

10
M.Thoriq Nurmandiansyah, “Membina Keluarga Bahagia Upaya Penurunan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam Perspektif Agama Islam dan Undang-Undang”, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, Musawa, Vol.10, No.2, juli 2011, hlm.216

9
b) Pembatasan Masalah.
Seperti telah penulis uraikan dalam identifikasi masalah diatas, agar
pembahasan skripsi ini tidak keluar pokok pembahasan, disamping
keterbatasan yang penulis miliki maka penulis membatasi masalah
Kekerasan dalam Rumah Tangga studi putusan di Pengadilan Negeri
Jakarta Barat dengan merujuk serta mengkaji putusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Nomor :199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.
Karenanya dalam penelitian ini, penulis mengambil judul Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt).
c) Rumusan Masalah.
1. Bagaimana pandangan Hukum Pidana Islam tentang perbuatan
pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diatur dalam
Undang-Undang RI No.23 tahun 2004 ?
2. Bagaimana penerapan hukum dan pertimbangan hakim pada
Putusan Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt menurut Hukum
Pidana Islam (Fiqih Jinayah) ?
d) Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pandangan Hukum pidana Islam tentang
perbuatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diatur dalam
Undang-Undang RI No 23 tahun 2004.
2. Untuk mengetahui penerapan hukum dan pertimbangan hakim
pada Putusan Nomor?199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt menurut
Hukum Pidana Islam.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan dalam
upaya terhadap Penghapusan Kekekrasan Dalam Rumah Tangga
dalam hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004.

10
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan
pelajar, mahasiswa, akademisi lainnya dan terutama bagi penegak
hukum.
3. Manfaat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada para penegak hukum khususnya hakim, terkait perkara
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam perspektif hukum pidana
Islam dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004.
D. Studi Terdahulu
Setelah penulis telusuri pada perpustakaan fakultas Syariah dan
Hukum, penulis mendapatkan skripsi terdahulu yang hampir mendekati
judul penulis, skripsi pertama ditulis oleh Farhan Hilaluddin Jurusan
Peradilan Agama tahun 2008 mengenai Efektifitas Pelaksanaan Undang-
Undang No.23 tahun 2004 tengtang PKDRT ( Studi di wiayah kotamadya
Jakarta Selatan ). Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan Undang-
Undang no 23 tahun 2004 tentang PKDRT oleh aparat penegak hukum di
wilayah kotamadya Jakarta Selatan serta putusan hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan dalam menyelesaikan kasus KDRT. Temuan
penting dalam skripsi ini adalah pekaksanaan Undang-undang No.23
tahun 2004 tentang PKDRT sudah berjalan efektif, skripsi ini
menggunakan jenis penelitian empiris dan normatif melalui pendekatan
kualitatif.
Skripsi kedua ditulis oleh Mimi Maftuha Jurusan Peradilan
Agama tahun 2006 mengenai Efektifitas Pelaksanaan Undang-undang
No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga Sebagai Pelindugan Sosial Terhadap Perempuan ( Studi pada
kota Bekasi Jawab Barat ). Skripsi ini membahas tentang
penanggulangan kekerasan dalm rumh tangga oleh kepolisian Resort
Metro Bekasi, serta dijelaskan pula mengenai hakim Pengadilan Negeri
Bekasi yang baru menggunakan Undang-undang PKDRT sebagai rujukan

11
dalam mengambil keputusan dalam kasus KDRT padahal undang-undang
tersebut sudah lama berlaku. Temuan penting dalam skripsi ini adalah
pelaksanaan undang-undang PKDRT belum efekti secara maksimal,
butuh kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat baik pemerintah,
agamawan serta insan akademisi khususnya di wilayah Bekasi.
Skripsi ketiga ditulis oleh Halimatus Sa’adah jurusan Administrasi
Kepadatan Islam tahun 2008 mengenai Cerai Gugat Krena Penganiayaan
Suami ( Studi kasus di Pengadilan Agama Tanggerang ). Skripsi ini
membahas pengertian kekerasan dalam rumah tangga dan cerai gugat
karena penganiayaan suami di Pengadilan Agama Tanggerang, dari
tahun2003-2007 yang berujung pda cerai gugat. Temuan penting dalam
skripsi ini adalah alasan tertinggi terjadi penganiayaan dari tahun 2003-
2007 yang berujung pada cerai gugat karena penelantaran ekonoi yang
menempati urutan teringgi sebanyak 26 kasus. Etode yang digunakan
dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum non dokrinal melalui
observasi di lapangan dan studi perpustakaan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada tulisan ini adalah penelitian Yuridis
Normatif dengan studi pada kasus hukum ( yudicial case study), yaitu
studi kasus yang tanpa konflik sehingga ada campur tangan dengan
pengadilan. Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendektan
yudicial case study, yaitu pendekatan studi kasus hukum dikarenakan
adanya konflik sehingga akan melibatkan campur tangan pengadilan
untuk dapat memberikan keputusan penyelesaian.
2. Pendekatan Penelitian.
Penelitian ini menggunakan studi pada kasus hukum dengan
Pendekatan Kualitatif dengan melihat dari kerancuan Undang-Undang
tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan CEDAW (The

12
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination) statute
approach, yaitu menelaah semua peraturan Perundang-undangan
dengan pandangan Hukum Pidana Islam (Fiqih jinayah).
3. Sumber Data.
a. Data sekunder
1) Bahan Hukum Primer.
Bahan hukum primer yang digunakan sebagai data adalah :
UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, Putusan pengadilan Negeri Jakarta
Barat Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt Perbuatan tentang
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, CEDAW (The Convention
on the Elimination of All Forms of Discrimination) yang telah
diretifikasi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2) Bahan Hukum Sekunder.
Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan sebagai
data adalah buku-buku dan jurnal-jurnal hukum mengenai
Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, Aspek
hukum pada perbuatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kontruksi Hukum dan putusan-putusan serta buku-buku dan
jurnal lain yang terkait.
3) Bahan Hukum Tersier.
Bahan hukum tersier yang penulis gunakan sebagai
data adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum,
dan Kamus Hukum Islam.
4. Teknik Pengumpulan Data.
a. Penulusuran Ke Pustakaan.
Penulis menelusuri data penelitian dengan cara mendatangi
Perpustakaan pusat UIN Jakarta, Perpustakaan Fakultas Syariah

13
dan Hukum UIN Jakarta, Perpustakaan Nasional, dan
Perpustakaan Universitas Indonesia.
b. Penulusuran Dokumen.
Penulisa menelusuri dokumen yang berada dalam portal
Mahkamah Agung.Republik Indonesia.go.id
5. Teknik Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, Peneliti mengolah dan
mengelompokannya menjadi data-data yang menyangkut aspek
Hukum Pidana pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Kekerasan
Dalam Rumag Tangga menurut Hukum Pidana Isalam (Fiqih Jinayah),
lalu Peneliti mendeskripsikan secara Kualitatif terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor : 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt
perbuatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Peneliti menggunakan isi
putusan pada bagian Pertibangan Hakim.
F. Sistematikan Penulisan.
Penelitan ini menggunakan data analisis komparatif. Data yang
sudah dikumpulkan dari berbagai dokumen, buku, dan artikel yang
relevan dengan permasalahan dalam obyek penelitian dibandingkan
satu sama lain, kemudian mencari persamaan dan perbedaan diantara
kedua sistem hukum.
Dalam sistematika penyusunan, penulis membagi pembahasannya
menjadi lima bab selanjutnya dari tiap bab di rinci menjadi sub-bab,
dengan susunan sebagai berikut.
Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan berupa latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan, dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, serta sistematika
penulisan.

14
Bab II : Tinajauan Umum Tetang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Pokok pembahasan dalam bab ini tentang teori-teori
perbuatan pidana dan konsep dalam tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga.
Bab III : Tindak Pidana kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Hukum Pidana Islam dan Menurut Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004. Bab ini menjelaskan bagaimana pandangan hukum
pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 mengenai
kekerasan dalam rumah tangga.
Bab IV : Penerapan Hukum dan Pertimbangan Hakim Dalam
Memutus Perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt menurut Hukum Pidana Islam. Berisi
tentang analisis pertimbangan hakim menurut undang-undang dan
menganalisis hukum pidana Islam.
Bab V : Bab ini merupakan penutup, berisi kesimpulan yang
berisikan urutan jawabanan akhir dari permasalahan yang ada dan
saran.

15
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Teori – Teori Perbuatan Pidana


Mengenai teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokan
dalam tiga golongan besar, yaitu teori absolut atau teori pembalasan, teori
relatif atau teori tujuan, dan teori gabungan ( teori absolut dan teori
relatif).
1. Teori Absolut.
Teori absolut atau teori pembalasan. Menurut teori ini, pidana
dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu
kejahatan atau tindak pidana. Pidana dalam hal ini merupakan
akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada
orang yang melakukan kejahatan. Jadi, dasar pembenaran di pidana
terletak pada adanya atau tidak adanya kejahatan itu sendiri.11
Teori yang pertama muncul pada akhir abad ke-18, dianut
antara lain oleh Immanuel Kant, Hegel, Herbart, Stahl, Leo Polak,
dan beberapa sarjana yang mendasari teorinya pada filsafat Katolik
dan sudah tentu juga sarjana hukum Islam yang mendasarkan
teorinya pada ajaran qisas dalam Alqur’an12.
Menurut Immanuel Kant dalam bukunya Philosophy Of Law,
sebagai berikut: “... pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata
sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik
bagi si pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat, tetapi dalam
semua hal harus dikenakan hanya karena orang yang bersangkutan
telah melakukan suatu kejahatan, bahkan walaupun seluruh anggota

11
Zainab Ompu Jainah, Kapita Selekta Hukum Pidana, Tanggerang: Tira Smart, 2018, hlm.
30.
12
Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hlm. 29

16
masyarakat sepakat untuk menghancurkan dirinya sendiri
(membubarkan masyarakat) pembunuh terakhir yang masih berada
dalam penjara harus dipidana mati sebelum resolusi/keputusan
pembubaran masyarakat itu dilaksanakan. Hal ini harus dilakukan
karena sertiap orang seharusnya menerima ganjaran dari
perbuatannya dan perasaan balas dendam tidak boleh tetap ada pada
anggota masyarakat, karena apabila tidak demikian mereka semua
dapat dipandang sebagai orang yang ikut ambil bagian dalam
pembunuhan itu merupakan pelanggaran terhadap keadilan umum”.
Jadi, menurut Kant, pidana merupakan suatu tuntutan kesusilaan.
Kant memandang pidana sebagai Katagorische Imperatief, yakni
seseorang harus dipidana oleh hakim karena ia telah melakukan
kejahatan. Pidana bukan merupakan suatu alat untuk mencapai
tujuan, melainkan mencerminkan keadilan.13
Dalam perkembangannya, teori absolut mengalami modifikasi
dengan munculnya teori absolut modern yang menggunakan konsep
“ganjaran yang adil” (just desert) yang didasakan atas filsafat Kant.
Menurut konsep tersebut, seseorang yang melakukan kejahatan telah
memperoleh suatu keuntungan yang tidak fair dari anggota masyarakat
lain. Hukuman membatalkan keuntungan itu khususnya jika pengadilan
memerintahkan penyitaan, restitusi atau kompensasi, dan pada waktu yang
sama, hukuman menegaskan kembali nilai-nilai masyarakat tersebut
dengan mengatakan ketidaksetujuan moral atau percobaan kembali

13
Zainab Ompu Jainah, Kapita Selekta Hukum Pidana, Tanggerang: Tira Smart, 2018, hlm.
31.

17
dari pelaku. Konsep ganjaran yang adil dari absolut modern menekankan
bahwa orang harus dihukum hanya karena telah melakukan suatu tindak
pidana yang hukumannya telah disediakan oleh negara.14
Jadi garis besar dari teori absolu itu sendiri adalah seseorang yang
melakukan pelanggaran harus di berikan sanksi yang dapat memberian
efek jera bagi si pelaku tersebut.
2. Teori Relatif (Teori Tujuan)
Teori relatif atau teori tujuan juga disebut teori utilitarian, lahir
sebagai reaksi terhadap teori absolut. Secara garis besar, tujuan
pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan
tetapi unruk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.
Prevensi khusus yang di anut oleh van Hamel (Belanda) dan
von Liszt (Jerman) mengatakan bahwa tujuan prevensi khusus ialah
mencegah niat buruk pelaku (dader) bertujuan mencegah pelanggar
mengulangi perbuatannya atau mencegah bakal pelanggar
melaksanakan perbuatan jahat yang direncanakanya.
Van Hamel menunjukan bahwa prevensi khusus suatu pidana
ialah:
1) Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya
mencegah penjahat mempunyai kesempatan untuk tidak
melaksanakan niat buruknya;
2) Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana;
3) Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang
tidak mungkin diperbaiki

14
Mahsur Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm.190.

18
4) Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan
tata tertib hukum.15

Jadi, tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk


mencegah ketertiban di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan
kata lain, pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan
bukanlah untuk membalas kejahatannya, melaikan untuk
mempertahankan ketertiban umum.

3. Teori Gabungan (Gabungan Teori Absolut dan Teori Relatif)


Menurut Mahsur Ali, teori gabungan secara teoritis, teori
gabungan berusaha untuk menggabunggkan pemikiran yang
terdapat pada teori absolut dan teori relatif. Disamping mengakui
bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas
perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki
sehingga bisa kembali ke masyarakat.16 Teori ini menggunakan
kedua teori absolut dan teori relatif sebagai dasar pemidanaan,
dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki
kelemahan-kelemahan, yaitu:
1) Kelemahan teori absolut adalah menimbulakan
ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman perlu
mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan
pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang
melaksanakan.
2) Kelemaha teori relatif yaitu dapat menimbulkan
ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan tidak

15
Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hlm. 32-33.
16
Mahsur Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm.191

19
dijatuhkan hukuman berat; kepuasan masyarakat
diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki
masyarakat; dan mencegah kejahatan dengan
menakutnakuti sulit dilaksanakan. Walaupun terdapat
perbedaan dikalangan sarjana mengenai tujuan pidana
itu, namun ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu
bahwa pidana itu merupakan salah satu sarana untuk
mencegah kejahatan serta memeperbaiki narapidana.

Dalam naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP


tahun 2005, mengenai tujuan pemidanaan diatur dalam pasal 54,
yaitu:

1) Pemidanaan bertujuan:
a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakan norma hukum demi pengayoman
masyarakat;
b) Memasyarakatkan narapidana dengan mengadakan
pembinaan sehinga menjadi orang yang baik dan
bergua;
c) Meyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana, memulihkan keseimbangan, dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, dan
d) Memebebaskan rasa bersalah pada terpidana,
e) Memaafkan terpidana.
2) Pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan
merendahkan martabat manusia.17

17
Mulyatni Pawenneu dan Rahmauddin Tomalili, Hukum Pidana, Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2015, hlm 45 & 47.

20
Dalam litertur berbahasa Inggris tujuan pidana disingkat dengan
tiga R dan satu D. Tigas R itu ialaah Reformation, Restraint, dan
Retribution, sedangkan satu D ialah Deterrrence yang terdiri atas
individual deterrence (pencegahan khusus dan pencegahan umum).

Reformasi berarti mempebaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi


orang baik dan bergua bagi masyarakat. Masyarakat memperoleh
keuntungan dan tiada seorang pun yang merugi jika penjahat menjadi
baik. Reformasi perlu digabung dengan tujuan lain seperti pencegahan.
Reformasi tidak bisa menjadi landasan teori pemidanaan, karena itu sama
saja membuat para residivis tindak pidana dapat mengulangi kembali
perbuatan yang sudah ia lakukan.

Restraint maksudnya mengasingkan pelanggaran dari masyarakat.


Dengan tersingkirnya pelanggaran hukum dari asyarakat berarti
masyarakat itu akan menjadi lebih aman.

Retribution ialah pembalasan terhadap pelanga kerena telah


melakukan kejahatan. Sekarang ini banayak kritikan sebagai sistem
barbar dan tidak sesuai dengan masyarakat beradab. Maksdnya adalah
masyarakat lebih melakukan pembalasan langsung terhadap seseorang
yang melakukan pelanggaran yang dapat merugikan orang banyak.

Deterrence, berarti menjara atau mencegah sehingga baik terdakwa


sebgai individual maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat
akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, mlihat pidana yang
dijatuhkan kepada terdakwa.18

Maka dapat penulis simpulkan, bahwa teori yang pantas dalam


kejahatan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dengan

18
Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hlm.27-28.

21
menggunakan teori hukum gabungan, dimana bukan hanya untuk
menyalahkan si pelakunya saja akan tetapi untuk menlindungi
masyarakat dan mewujudkan ketertiban umum.

B. Konsep Perbuatan Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


1. Pengertian Hukum Pidana.
Strafbaar fiet merupakan istilah asli bahasa Belanda yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti di
antaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana
maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata strafbaar fiet terdiri dari
tiga kata, yakni straf, baar, dan fiet. Berbagai istilah yang digunakan
sebagai terjemahan dari strafbaar fiet itu, ternyata straf diterjemahkan
sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar, diterjemahkan dengan dapat
dan boleh, sedangkan untuk fiet diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,
pelanggaran dan perbuatan.19
Dalam kepustakaan hukum pidana, tidak ditemukan pengertian
yang seragam tentang hukum pidana. Masing-masing ahli merumusan
pengertian hukum pidana berdasarkan alam pikiran yang berpengaruh
pada saat para ahli tersebut merumuskan pengertian hukum pidana. Itu
sebabnya, sehingga belum ada pengertian hukum pidana yang disepakati
sebagai pengertin yang lengkap dan sempurna.20
Menurut G.A.van Hamel, hukum pidana adalah semua dasar dan
aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban

19
Siswanto Sunarso, Filsafat Hukum Pidana, Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2015, hlm.165.
20
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus (Memahamai Delik-delik di Luar KUHP),
Jakarta: PRENANDAMEDIA GROUP, 2016, hlm.11.

22
hukum (rechtsorde),21 yaitu dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar
larangan-larangan tersebut.22
Berdasarkan pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa hukum
pidana mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri, yaitu: 1) pidana itu pada
dasarnya memberikan suatu penderitaan atau nestapa yang tidak
menyenangkan; 2) pidana itu diberikan tidak sengaja oleh penguasan
(lembaga yang berwenang); 3) pidana itu di berikan kepada seseorang
yang melanggar peraturan yang sudah ada dalam undang-undang; dan 4)
pidana itu merupakan pencelaan yang diberikan oleh negara kepada
seseorang yang melakukan tidak pidana.
2. Tindak Pidana Kekerasan
Sampai sejauh ini kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu
bentuk perbuatan yang dianggap baru. Meskipun pada dasarnya bentuk-
bentuk kekerasan ini dapat ditemui dan terkait pada bentuk perbuatan
pidana tertentu, seperti pembunuahan, penganiayaan,perkosaan dan
pencurian. Mula-mula pengertian kekerasan dapat kita jumpai pada pasal
89 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: “membuat orang
pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan”.23
Kata kekerasan setara dengan kata violence dalam bahasa Inggris
yang diartikan suatu serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas
mental seseorang, sementara kata kekerasan dalam bahasa Indonesia
umumnya dipahami hanya serangan fisik belaka. Dengan demikan, bila

21
Frans Maramis, Hukum Pidana Umuum dan Tertulis di Indonesia, Depok: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012, hlm. 6.
22
Jonaedi Efendi, Ismu Gunandi Widodo, DKK, Kamus Hukum Populer, Jakarta:
KENCANA, 2016, hlm.354.
23
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm.58

23
pengertian violence sama dengan kekerasan, maka kekerasan di sini
merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis.24
Menurut Santoso, kekerasan juga bisa diartikan sebagai serangan
memukul (Assault and Battery) merupakan kategori hukum yang
mengacu pada tindakan ilegal yang melibakan ancaman dan aplikasi
aktual kekerasan fisik kepada orang lain. Serangan dengan memukul dan
pembunuhan secara resmi dipandang sebagai tindakan kolektif. Jadi,
tindakan induvidu ini terjadi dalam konteks suatu kelompok, sebagaimana
kekerasa kolektif yang uncul dari situasi kolektif yang sebelumnya
diketahui gagasan, nilai, tujuan, dan masalah bersama dalam periode
waktu yang lebih lama.25
Kejahatan kekerasan menurut Arif Gosita adalah tindakan-tindakan
yang melawan hukum, yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang
terhadap orang lain baik untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain,
dan yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial.26
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ada
berbagai pasal-pasal yang mengatur tentang kekerasan, baik kekerasan
yang dilakukan kepada orang atau benda, hingga kekerasan yang
dilakukan dimuka umum yang menyebabkan orang lain terancam.
Sedangkan yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah tangga
(KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik
oleh suami maupun oleh istri. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor
23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(UU PKDRT), Kekerasan Dalam Ruah Tangga, adalah:

24
Soejono Sukanto, Kriminologi ( Pengantar Sebab-Sebab Kejahatan), Bandung: Politea,
1987, hlm. 125
25
Topo Santoso, Krimologi, Jakarta: Grafindo Persada, 2002, hlm.24
26
Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, , Yogyakarta:
GRAHA ILMU, 2013, hlm. 7.

24
“setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau pelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.”27
Undang-undang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga,
selain mengatur mengenai pencegahan dan perlindungan terhadap korban
kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu juga menetapkan secara
spesifik unsur-unsur tindak pidana yang berada dengan tindak pidana
penganiayaan yang diatur dalam KUHP. Undang-undang ini juga memuat
terobosan hukum dengan mengatur peran dan kewajiban aparat penegak
hukum, khususnya kepolisian, advokat dan pengadilan dalam
perlindungan dan pelayanan pengadilan demi keamanan korban. Undang-
Undang ini juga mengatur peran tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping, pembimbing rohanni dalam memberikan perlindungan.
Menurut Temmanengnga, kekerasan dalam rumah tangga
mencakup segala bentuk yang disebabkan oleh kerana adanya relasi
kekuasaan yang tidak seimbang antara pelaku dan korban yang terjadi
dalam rumah tangga. Tindak kekerasan ini sering dianggap sebagai
urusan pribaddi yang tidak dapat docampuri oleh orang lain atau pihak
lain, namun karena kekerasan adalah bentuk kejahatan dan melanggar
hak-hak asasi, maka kekerasan dalam rumah tangga merupakan
pelanggaran hukum.28
Terminologi kekerasan terhadap perempuan memepunyai ciri
bahwa tindakan tersebut:

27
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga pasal 1.
28
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ham.go.id/2014/05/09/kekerasan-dalam-rumah-tangga-
kdrt.

25
a) Dapat berupa fisik maupun nonfisik (psikis).
b) Dapat dilakukan secara aktif maupun pasif (tidak berbuat).
c) Dikhendaki/diminati oleh pelaku.
d) Ada akibat/kemungkinan akibay yang merugikan pada korban
(fiski atau psikis), yang tidak dikhendaki oleh korban.

Seiring dengan perkembangan masalah kekerasan dalam rumah


tangga dan kekerasan terhadap perempuan, maka Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) perlu memebrrikan suatu batasan tentang pengertian
kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.

Menurut pasal 2 Deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan


terhadap perempuan dijelaskan bahwa:

“kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan


berdasarkan perbedaan kelamin yang berakibat atau mungkin
berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik,
seksual, atau psikologism termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan
pribadi.”29
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan
Kekerasan dalam berbagai bentuk menjadi motif sebagian perilaku
budaya masyarakat Indonesia yang hingga kini merupakan mainsteam
yang mereduksi tata nilai kepribadian bangsa dan memberikan kesan
betapa iklim solidaritass masusia belum sepenuhnya mampu memiliki
kepribadian mawas diri secara politis, ekomoni dan sosial. Kekerasan

29
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm. 60.

26
juga merupakan hal yang bersifat atau berciri kerasa yang menyebabkan
cidera atau matinya orang lain, kekerasan fisik, barang, atau paksaan.30
Berdasarkan penggolongannya bentuk kekerasan terbagi lagi ke
dalam tiga golongan, yaitu:
a. Kekerasan Fisik
Bentuk ini yang paling mudah dikenali, kategori kekerasan jenis
ini adalah melempar, menendang, memukul atau menapar,
mencekik, mendorong, menggigit, memebenturkan ,
mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban
kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik
korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan
bentuk yang kondisininya lebih berat. Kekerasan nyata yang
dapat dilihat dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik
berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh,
sampai penghilangan nyawa seseorang.31
Contoh kekeran fisik yang di alami oleh anggota keluarga:
1) Pembunhuan
a) Suami terhadap istri atau sebaliknya;
b) Ayah terhadap anak dan sebaliknya;
c) Ibu terhdap anak atau sebaliknya ( termasuk
pembunuhan bayi oleh ibu);
d) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya;
e) Anggota keluarga terhadap pembantu;
f) Bentuk campuran selain tersebut diatas.

30
M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, Surabaya: Reality Pubisher, 2009, hlm.343
31
Johan gaitung, Kekuasaan dan Kekerasan, Yogyakarta: Kansius, 1992, hlm. 62

27
2) Peganiayaan
a) Suami terhadap istri atau sebaliknya;
b) Ayah terhadap anak dan sebaliknya;
c) Ibu terhdap anak atau sebaliknya ( termasuk
pembunuhan bayi oleh ibu);
d) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya;
e) Anggota keluarga terhadap pembantu;
f) Bentuk campuran selain tersebut diatas.
3) Perkosaan
a) Ayah terhadap anak perempuan; ayah kandung atau ayah
tiri dan anak kandung atau anak tiri
b) Suami terhadap adik atau kakak ipar;
c) Kakak terhadap adik
d) Suami atau anggota keluarga laki-laki terhadap pebantu
rumah tangga.
e) Bentuk campuran selain tersebut diatas.32
b. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi
istri untuk berkerja di dalam atau di luar rumah yang
menghasilkan uang atau barang dan atau membiarkan istri
berkerja untuk di ekploitasi; atau melantarkan anggota keluarga,
dalam arti tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.33
Contoh kekerasan ekonomi yang dilakukan kepada keluarga,
yaitu:
1) Tidak memberi nafkah kepada istri;

32
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm. 81
33
Fahrul Djannah DKK, Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: LKS, 2007, hlm.14

28
2) Memanfaatan ketergantungan istri secara ekonomis untuk
mengontrol kehidupan istri;
3) Membiarkan istri bekerja untuk kemudian penghasilannya
dikuasai oleh suami. Misalnya memaksa istri “wanita
panggilan”.34
c. Kekerasan Psikis
Kekersan ini tidak begitu mudah dikenali, akibat yang dirasakan
korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang
lain. Dampak kekerasan ini akan berpengaruh pada situasi
perasaan yang tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri
serta martabat korban. Wujud kongkrit kekerasan atau
pelanggaran jenis ini adalah penggunaan kata-kata kasar,
penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan
orang lain atau di depan umum, melantarkan ancaman dengan
kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut
biasanya korban akan merasa rendah diri, minder, merasa tidak
berharga, dan lemah dalam membuat keputusan. Kekerasan
yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehigga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan normal jiwa.35
Contoh kekerasan psikis yang dilakukan kepada keluarga,
yaitu:
1) Penghinaan;
2) Komentar-komentar yang dimaksudkan untuk merendahkan
dan melukai harga pihak istri;
3) Melarang istri bergaul;

34
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm.82
35
Johan gaitung, Kekuasaan dan Kekerasan, Yogyakarta: Kansius, 1992, hlm. 62

29
4) Ancaman-ancaman berupa akan mengembalikan istri kepada
orang tua;
5) Akan menceraikan;
6) Memisahkan istri dari anak-anaknya dan lain-lain.36
d. Kekerasan Seksual
Kekersaan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencakup
pelecehan seksual, memaksa istri, baik secara fisik untuk
melakukan hubungan seksual dan atau melakukan hubungan
seksual tanpa sepertujuan dan disaat istri tidak menghendaki,
melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar
atau tidak disukai istri, maupun menjauhkan atau tidak
memenuhi kebutuhan seksual istri.37
Contoh kekerasan yang di lakukan kepada keluarga, yaitu:
1) Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya;
2) Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak
dikehendaki atau di setujui oleh istri; Pemaksaan hubungan
seksual ketika istri tidak menghendaki, istri sedang sakit
atau menstruasi;
3) Memaksan istri menjadi pelacur dan sebaginya.38

4. Pengertian Rumah Tangga


Pengertian rumah tangga secara umum dapat diketahui bahwa
rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang
berbentuk karena adanya ikatan perkawinan. Biasanya rumah tangga
terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Namun di Indonesia sering kali

36
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm. 81
37
Fahrul Djannah DKK, Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: LKS, 2007, hlm.15
38
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm. 81

30
dalam rumah tangga juga ada sanak saudara yang ikut bertempat tinggal
misalanya, orang tua, baik dari suami atau istri, saudara kandung atau tiri
dari kedua belah pihak, keponakan dan keluarga yang lain, yang
mempunyai hubungan darah.39
Pengertian dalam hukum Indonesia terdapat dalam ketentuan
khusus tetapi yang dapat kita jumpai adalah pengertian keluarga yang
tercantum dalam pasal 1 ke 30 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana berbunyi, “keluarga adalah
mereka yang mempunyai hubungan darang sampai derajat atau hubungan
perkawinan.”40
Di dalam hukum Indonesia pengertian tersebut tercantum dalam
pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah
“ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.”41
Sedangkan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) tertuang dalam 2 pasal,
yaitu yang pertama adalah pasal 2, yang berbunyi “perkawinan menurut
hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akan yang sangat kuat atau
miitsaaqon gholiidan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.” Dan pasal 3, berbunyi
“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah.”42
Pengertian rumah tangga atau keluarga hanya dimaksudkan untuk
memberikan gambaran terhadap apa yang menjadi objek pembicaraan

39
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm.61
40
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm.62.
41
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1.
42
Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 dan 3.

31
tentang kekerasan terhadap perempuan. Karena terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga sebenrnya bukan merupakan hal yang baru. Namun
selama ini selalu masyarakat dirahasiakan oleh keluarga, maupun oleh
korban sendiri. budaya masyarakat ikut campur dalam hal ini, karena
tindak kekerasan apappun dalam senuah rumah tangga atau keluarga
adalah merupakan masalah keluarga, dimana orang luar tidak boleh
mengetahuinya, apalagi ada anggapan bahwa hal tersebut merupakan aib
keluarga dan harus ditutupi.43
Mengenai korban kekeran dalam rumah tangga dapat berasal dari
berbagai latar belakang usia, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, agama
dan suku bangsa. Korban menurut UU No 23 tahun 2004 tentang
penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah orang yang
mengalami kekerasan dan/atau acaman kekerasan dalam lingkup rumah
tangga.44 Dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tetang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengatur mengenai hak-
hak korban yang terdapat dalam pasal 10, yang berbunyi :
“ korban berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan perintah perlindungan dari
pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan
korban;
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada
setiap tingkap proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
e. Pelayanan bimbingan rohani.45

43
Moerti Hadiat Suroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologi, Jakarta: Sinar Grafika,2012, hlm.61.
44
Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, , Yogyakarta:
GRAHA ILMU, 2013, hlm. 10.
45
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.

32
Dengan adanya pasal yang memuat tentang hak-hak korban ini
maka diharapkan korban kekerasan dalam rumah tangga akan
mendapatkan perlindungan dari negara dan/atau masyarakat sehingga
tidak mengakibatkan dampak traumatis yang berkepanjangan. Sesuai
dengan konsidran Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan
perempuan harus mendapatkan perlindungan dari negara dan/atau
masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat manusia.46

46
Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, , Yogyakarta:
GRAHA ILMU, 2013, hlm. 11.

33
BAB III

TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT


HUKUM PIDANA ISLAM DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 23
TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Perbuatan Pidana Menurut Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah)


1. Pengertian Qishash
Secara bahasa, qishash berasal dari kata qashsh-yaqushshu-
qishashan yang berarti mengungkit dan menulusuri jejak kaki. Makna
qishash secara bahasa ini ada kaitannya dengan kisah. Qishash berarti
menulusuri jejak kaki manusia atau hewan, di mana antara jejak kaki
dan telapak kaki pasti memiliki kesamaan bentuk. Sementara itu, kisah
mengandung makna bahwa ada hubungan antara peristiwa asli dan
kisah yang ditulis atau diceritakan oleh generasi berikutnya. Kesamaan
antara peristiwa nyata dan telapak kaki - di sisi lain - dan kesamaan
anatara jejak kaki dan telapak kaki – di sisi lain – merupakan bukti
adanya relevan antara kata qishash dan kisah dalam bahasa.
Kalau secara bahasa saja ada korelasi arti antara kata qishash dan
kisah, dipastikan terdapat korelasi erat dengan makna qishash secara
terminologi, yaitu kkesamaan antara perbuatan pidana dan sanksi
hukumannya, seperti hukuman mati akibat membunuh dan dianiaya
akibat menganiaya. Arti qishash secara terminologi antara lain
dikemukakan oleh Al-Jurjani, yaitu mengenakan sebuah tindakan
(sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan
oleh pelaku terhadap korban.47

47
M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, Jakarta:SinarGrafika Offset, 2016, hlm. 30.

34
Sementra itu dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan mengenai
qishash itu sendiri di dalam surat Al Baqarah ayat 178 :

ِ‫اص ِِف ا لْقا تْ لا ى ۖ ا ْْلُ ُّر ِِب ْْلُر‬ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ب عا لايْ كُ مُ ا لْق صا‬
‫ين آما نُوا ُك ت ا‬
‫اَي أايُّ اه ا ا ل ذ ا‬

ٌ‫أاخ يهِ اش ْي ءٌ فااتِبااع‬ ِ ‫ع فِ ي لاه ِم ن‬ ‫اوا لْعا بْ ُد ِِب لْعا بْ دِ او ْاْلُنْ ثا ٰى ِِب ْْلُنْ ثا ٰى ۚ فا ام ْن‬
ْ ُ ‫ُ ا‬
ِ‫يف مِ ْن اربِكُ ْم او ار ْْحاةٌ ۗ فا ام ن‬ ِ ِ ٍ ‫وف وأاد اء إِلاي هِ ِبِِح س‬
ِ ‫ِِب لْم ع ر‬
ٌ ‫اَتْف‬ ‫ان ۗ ذاٰ ل ا‬
‫ك‬ ‫ْ ا‬ ْ ٌ ‫ا ا‬ ُْ ‫ا‬
ِ ِ
ٌ‫اب أال يم‬ ‫ى با عْ اد ذاٰ ل ا‬
ٌ ‫ك فا لاهُ عا اذ‬ ٰ ‫اعْ تا اد‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash


berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.

Menurut Ahmad Hanafi, Jarimah qisas ada lima, yaitu:48

a. Pembunuhan sengaja (al-qathlu al-amdu),


b. Pembunuhan semi sengaja (al-qahtlu syibhul al-amdi),
c. Pembunuhan karena kesalahan (tidak sengaja, al-qathlu
khata),
d. Penganiayaan sengaja (al-Jarhu al-amdu),
e. Penganiayaan tidak sengaja (al-Jarhu al-khata).

48
Mardani, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kencana, 2019, hlm. 12.

35
2. Pengertian Hudud
Hudud adalah semua jenis tindak pidana yang telah ditetapkan
jenis, bentuk, dan sanksinya oleh Allah SWT, dalam Al-Qur’an dan
oleh Nabi SAW dam hadits. Dengan definisi ini, had atau hudud
mencakup semua jarimah – baik hudud itu sendiri, qishash, maupun
diyat – sebab sanksi keseluruhannya telah ditentuka oleh syara’. Dari
definisi inilah ada sebagian ahli hukum pidana Islam yang berpendapat
bahwa hudud tidak hanya meliputi tujuh macam jarimah, tetapi
sembilan, termasuk pembunuhan dan penganiayaan. Menurut Syekh
Nawaswi Al-Bantani, hudud adalah saksi yang ditentukan dan wajib
diberlakukan kepada seseorang yang mlanggar yang akibatnya sanksi
itu dituntut, baik dalam rangka memberikan peringatan kepada pelaku
maupun memaksanya.49
Menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, hudud, jamak dari had,
artinya batas antara dua hal. Menurut bahasa bisa juga berarti
mencegah. Adapun menurut syariat hudud adalah hukuman yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an sebagai hak Allah. Hukuman yang
termasuk hak Allah ialah setiap hukuman yang dikehendaki untuk
kepentingan umum (masyarakat), seperti untuk manfaat penjatuhan
hukuman tersebut akan dirasakan oleh semua masyarakat.50
Menurut Qanun No.6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat,
hudud adalah jenis hukuman yang bentuk dan besarnya telah
ditentukan dalam qanun secara tegas.51
Al-Sayyid Sabiq menyebutkan sanksi tersebut dengan hudud
karena pada umumnya bisa mencegah pelaku dari tindakan

49
M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2016, hlm. 48
50
Mardani, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kencana, 2019, hlm. 9.
51
Pemerintahan Aceh, Qanun Aceh No.6 Tahun 2014 tentang Hukuman Jinayat, Bab I
Ketentuan Umum, Pasal 1 angka (18).

36
mengulang. Secara umum arti kata hudud menunjukan laranagan
sebagaimana firman Allah Q.S. Al Baqarah [2] : 187.

‫وها‬ َِّ ‫تِلْك ح ُدود‬


‫اَّلل فاال تا ْقاربُ ا‬ ُ ُ ‫ا‬

Itulah larangan Allah dan janganlah kamu mendekatinya.

Selanjutnya, ia mengemukakan bahwa hudud secara terminologi


adalah sanksi yang telah ditentukan secara jelas dalam berbagai nash,
baik Al Qur’an maupun Hadits. Sementara itu, takzir tidak termasuk
kedalam cakupan definisi ini karena penentuannya diserahkan kepada
ijtihad hakim setempat. Begitupula dengan qishash, ia tidak termasuk
dalamcakupan hudud karena merupakan hak sesama manusia untuk
menuntut balasan dan keadilan.52

3. Pengertian Takzir
Secara etimologi takzir berarti menolak dan mencegah. Tim
penyusun kamus Al Mu’jam Al Wasith, mendefinisikan takzir sebagai
pengajaran yang tidak sampai pada ketentuan hak syar’i seperti
pengajaran terhadap seseorang yang menaci-maki (pihak lain), tetapi
bukan berupa tuduhan berzina.
Secara terminologis, tazir, yaitu:
a. Menurut Syaid Sabiq, takzir yaitu hukaman yang tidak ada
ketentuannya dalam nash, ia merupakan kebijakan pemerintah.
b. Menurut Muhammad Daud Ali, jariah tazir yaitu perbuatan
pidana yang bentuk dan ancamannya ditentukan oleh penguasa
sebagai pelajaran bagi pelakunya (takzir = ajaran atau
pengajaran).

52
M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2016, hlm. 48.

37
c. Menurut Rusjdi Ali Muhammad, takzir yaitu perbuatan pidana
yang jenis dan hukumannya tidak ditentukan lebih dahulu dalam
nash. Jenis perbuatan dan ancaman hukumannya didasakan pada
ijma’ (konsensus) berkaitan dengan hak negara untuk
menetapkan ketentuan umum dan menghukum semua perbuatan
yang menyebabkan kerusakan fisik, sosial, finansial dan moral
bagi individu atau masyarakat secara keseluruhan.53
d. Menurut Qanun No.6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat,
takzir adalah jenis ‘uqubat yang telah ditentukan dalam qanun
yang bentuknya bersifat pilihan dan besarnya dalam batas
tertinggi dan/atau terendah.54
Dasar hukum disyariatkannya takzir terdapat beberapa hadits
Nabi dan tindakan sahabat. Hadits-hadits tersebut, antara lain dari
Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi SAW,
pernah menahan seseorag karena disangka melakukan kejahatan.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al Tirmidzi, Al Nasa’i, dan
Al Baihaqi.55
Klasifikasi jarimah kepada hudud, qishash-diyat dan takzir
mempunyai beberapa urgensi, di antaranya yaitu:
Pertama, dari segi pengampunan. Pada jarimah hudud tidak ada
pengampunan sama sekali, baik dari si korban atau dari pemerintah
(penguasa). Pengampunan dari seseorang atau penguasa tidak
mempengaruhi hukuman. Akan tetapi pada jarimah qishash-diyat,
pengampunan bisa diberikan oleh si korban. Pengampunan yang
diberikan mempunyai pengaruh dan oleh karena itu si korban bisa

53
Mardani, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kencana, 2019, hlm. 13.
54
Pemerintahan Aceh, Qanun Aceh No.6 Tahun 2014 tentang Hukuman Jinayat, Bab I
Ketentuan Umum, Pasal 1 angka (19).
55
M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2016, hlm. 93.

38
memaafkan hukuman qishash, unruk diganti dengan hukuman diyat,
bahkan ia bisa membebaskan si pelaku dari hukuman diyat.
Dalam jarimah takzir, penguasa diberi hak unruk membebaskan
pelaku dari hukuman, dengan syarat tidak mengganggu hak pribadi
korban. Korban juga bisa memberikan pengampunan dalam batas-
batas yang berhubungan dengan hak peribadinya. Oleh kerna itu
jarimah-jarimah yang menyinggung hak masyarakat, maka
pengampuna diberikan oleh korban tidak menghapuskan hukuman
sama sekali, tetapi dapat meringankan hukuman bagi pelaku. Seorang
hakim mempunyai kekuasaan luas pada jarimah takzir dalam
mempertimbangkan unsur-unsur yang dapat meringankan hukuman.
Kedua, dari segi kekuasaan hakim. Dalam jarimah hudud apabila
sudah dapat dibuktikan, maka hakim tinggal melaksanakan hukaman
yang ditentukan, tanpa dikurangi atau melebihkan atau menggantinya
dengan hukuman lain, atau pun menunda pelaksanaanya. Dengan
perkataan lain, kekuasaan hakim dalam jarimah hudud terbatas pada
pengucapan putusan yang telah ditentukan.
Pada jarimah qishash kekuasaan hakim terbatas kepada
penjatuhan hukuman yang telah ditetapkan, apabila perbuatan yang
dituduhkan kepada si pelaku telah dapat dibuktikan. Namun apabila
hukuman qishash itu dimaafkan oleh korban atau keluarga korban,
maka qishash tersebut tidak dapat dilaksanakan, namun diberikan
hukuman diyat. Apabila hukuman diyat juga dimaafkan, maka hakim
bisa menjatuhkan hukuman takzir.
Ketiga, dari segi keadaan-keadaan yang meringankan. Hukuman
jarimah hudud dan qishash-diyat, bagaimana pun keadaan si pelaku,
tetap dilaksanakan tanpa dikurangi atau diperingan. Akan tetapi pada
jarimah takzir, keadaan si korban atau suasanaketika jarimah itu
dilakukan bisa mempengaruhi berat ringannya hukuman.

39
Keempat, dari segi alat pembuktian. Untuk jarimah hudud, dan
qishash, syara’ menetapkan, jumlah saksi telah ditentukan. Dalam
jarimah zina diperlukan empat orang saksi yang menyaksikan
langsung terjadinya perbuatan tersebut. Untuk jarimah hudud lain dan
jarimah qishash ditentukan dua orang saksi. Untuk jarimah takzir
ditentukan seorang saksi saja.56

B. Macam-Macam Pidana Dalam Hukum Pidana Islam


1. Kekerasan Fisik
Hukum Islam dalam menyikapi masalah kekerasan fisik yang
dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap kaum perempuanyang dimaksud
dalam surat An Nissa: [4] :34.

ُ ُ‫اض رِب‬
‫وه َّن‬ ْ ‫و‬...
‫ا‬
Dan pukullah mereka.
Potongan ayat ini diturunkan untuk merespon permasalahan yang
timbul dari Shabat Sa’ad Ibn Rabi pada saat istrinya yang bernama Habibah
bin Zayd ibn Kharjah ibn Abi Zuhary durhaka, kemudian dia dipukul. Ayah
Habbah tidak terima pelakuan Saad lalu diadukan kepada Rasululah SAW,
seraya berkata “Betapa rendahnya saya ini, karena suami anakku telah
menampar wajahnya.” Rasulullah SAW. bersabda, “balaslah!” namum
sebelum Habibah membalas tamparan suaminya, turunlah ayat tersebut.
Keputusan Nabi SAW, memperbolehkan Habibah membalas pukulan
suaminya, mendapatkan protes kaum laki-laki di masa turunnya ayat ini.57
Nabi muhammad SAW telah melarang bagi umatnya melakukan perbuatan
yang menyakiti seorang istri:

56
Mardani, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kencana, 2019, hlm. 14.
57
La Jamaa, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fiqih, IAIN Ambon,
Ahkam:Vol.XIII, No.1, Januari 2013, hlm.68.

40
‫ اع ْن اعْب ُد اَّلل بْ ِن‬,‫ اع ْن أا بِْي ِه‬,‫ اح َّد ثاناا ُس ْفياا ُن اع ْن ِه اشا ِم‬: ‫ف‬
‫اح َّد ثاناا ُُما َّم ٌد بْ ُن يُو ُس ا‬
ِ ‫ الا اَيلِ ُد أاح ُد ُكم امرأاتاه جلْ اد الْعب ِد ُُثَّ َُيا ِمعها ِف‬:‫زمعةا ع ِن النَِِّب صلى اهللا عليه وسلم قال‬
‫آخ ِر‬ ‫ا ُا‬ ْ‫ْ ا ْ ا ُ ا ا‬ ‫اْ ا ا‬
‫الْياو ِم‬

Muhammad bin Yususf menyampaikan kepada kami dari Sufyan, dari


Hisyam, dari ayahnya, dari Abdullah bin zam’ah bahwa Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬
bersabda, Janganlah seorang dari kalian memukul istrinya lalu
mencampurinya di penghujung hari! (H.R. Bukhori).58
Jadi artinya, memukul yang dimaksudkan pada surat An Nissa ayat 34
tersebut bukanlah memberikan kekuasaan kepada suami untuk melakukan
pemukulan terhadap istri tanpa batas, melainkan pemukulan sebagai sarana
eduktif. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan oleh suami, sebagai berikut:
a. Dilarang memukul menggunakan alat seperti tongkat dan
sejenisnya;
b. Dilarang memukul pada bagian wajah;
c. Dilarang memukul hanya pada bagian tertentu, dan
d. Dilarang memukul yang dapat menimbulakan cedera, apalagi
hingga cacat.59
Dalam hukum Islam kekerasan fisik merupakan tindak pidana
(jarimah) dan perbuatan atas selain jiwa dalam pidana hukum pidana islam.
Artinya unsur tindak pidana atas selain jiwa atau penganiayaan, seperti
perbuatan menyakiti, yakni seperti jenis pelanggaran yang bersifat menyakiti

58
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kairo: Maqtabah al
Syuruq al Dauliyah, 2017, jilid ke-2, hlm.322
59
H.Amran Saudi & Mardi Candra, Politik Hukum Perspektif Hukum Perdata dan Hukum
Pidana Serta Ekonimi Syariah, Jakarta: KENCANA, 2016, hlm. 134

41
atau merusak anggota badan manusia, seperti pelukaan, pemukulan,
pencekikan, pemotongan dan penempelengan.60

2. Kekerasan Psikis
Islam sudah menegaskan untuk para suami untuk berprilaku baik
kepada istri-istrinya dan tidak menyakitinya. Bentuk kekerasan psikis yang
dilakukan suami kepada istri, diantaranya ila’.Iila’ adalah enggan memenuhi
nafsu seksula naluriah istri tanpa alasan syar’i dengan maksud semata-mata
menyakiti. Hukum Islam membatasi ila’ maksimal empat bulan, selanjutnya
suami diwajibkan menggauli istinya dan jika tidak mau, suami wajib
menceraikan istri.61 Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Al Baqarah:
[2]: 226-227.

‫يم اوإِ ْن اعازُموا‬ ِ ‫اَّلل اغ ُف‬ ِ ِ ِ ِ ِِ


ٌ ‫ص أ ْاربا اعة أا ْش ُه ٍر فاإِ ْن فااءُوا فاإِ َّن َّا‬
ٌ ‫ور ارح‬ ُ ُّ‫ين يُ ْؤلُو ان م ْن ن اسائ ِه ْم تا ارب‬
‫للَّذ ا‬
ِ ‫اَّلل اَِس‬
‫يم‬ ٌ ‫الق فاإِ َّن َّا‬
ٌ ‫يع اعل‬ ‫الطَّ ا‬
Kepada orang-orang yang meng-ila' istrinya diberi tangguh empat
bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika
mereka berazam (bertetap untuk) talak, sesungguhnya Allah lagi Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Menurut Abu Ja’far berkata; Alasan yang mengatakan bahwa i’la
hanya dalam kondisi marah dan merugikan, karena Allah menjadikan waktu
yang ditetapkan dalam i’la, sebagai jalan keluar bagi istri dari kekangan laki-
laki dan perbuatan suami yang merugikan haknya yang berupa perlakuan yang

60
Didi Sukardi, Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam
dan Hukum Positif, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Mahkamh: Vol.9, No. 1 Januari-Juni, 2015, hlm. 46.
61
La Jamaa, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fiqih, IAIN Ambon,
Ahkam:Vol.XIII, No.1, Januari 2013, hlm. 71.

42
baik dari suaminya , jika sumpah laki-laki untuk tidak menggauli, tidak
menyebabkan tekanan dan derita bagi istriya, akan tetapi dengan permintaan
dan keridhaan istrinya, agar istrinya menyelesaikan kebutuhan, maka
sumpahnya tidak termasuk ila’, karena perbuatan suaminya tidak
menyebabkan bagi perempuan tersebut kesusahan dan penderitaan, maka
Allah menjadikan waktu sebagai jalan keluar bagi perempuan dan suaminya.62
Selain itu, hukum Islam juga melarang seorang suami melakukan cerai
dalam keadaan seorang istri yang sedang haid, karena ketika seorang istri
dalam keadaan haid psikologis seorang istri sedang dalam keadaan tidak
setabil. Dalam keadaan istri yang sedang menjalani haid umumnya mudah
untuk emosi. Secara kimiawi tubuh mereka turut mempengaruhi sikapnya
yang cenderung tidak menyenangkan seorang suami.
Jadi, apabila suami melakukan perbuatan yang menyakiti hati istrinya
dengan cara tidak ingin menggauli istrinya dan bahkan menceraikannya dalam
keadaan haid tersebut, maka perbuatan tersebut termasuk dengan perbuatan
kekerasan dengan mennyerang psikis.

3. Kekerasan Seksual
Islam sudah menjelaskan untuk para suami berperilaku baik kepada
para istri mereka dan bukan untuk menyakiti para istri mereka. Sebagaimana
firman Allah SWT Q.S. An Nissa [4] :19.

‫اَّللُ فِ ِيه اخ ْ ًْيا اكثِ ًْيا‬ ِ


ُ ‫وه َّن ِِبلْ ام ْع ُروف فاإِ ْن اك ِرْهتُ ُم‬
َّ ‫وه َّن فا اع اسى أا ْن تاكاْرُهوا اشيْ ئًا اواَْي اع ال‬ ِ
ُ ‫او اعاش ُر‬
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

62
Abu Ja;far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjemah, Ahsan Aska, Tafsir Ath-
Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm. 737.

43
‫‪Ayat diatas menjelaskan bahwa seorang suami harus memeperlakukan‬‬
‫‪istrinya dalam berhubungan badan dengan cara yang baik, bukan dengan cara‬‬
‫‪yang hanya memenuhi nafsu suami saja.‬‬
‫انس ب ِن ما لِ ِ‬ ‫اح ااَب اَن اَث بِ ٌ‬
‫ك ‪ :‬أ َّ‬
‫ان‬ ‫ت الْبُناا ِِنُّ اع ْن أ ِ ْ ا‬ ‫اح َّد ثاناا ُمو اسى بْ ُن إِ َْسا ال ‪ :‬اح َّد ثاناا اْحَّا ٌد ‪ :‬أ ْ‬
‫وها اواَلْ يُ اش ِر بُو اها اواَلْ َُياا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫الْي هود إِ ذاا ح ا ض ِ‬
‫اخار ُجو اها م ْن الْبا ْيت ِواَلْ يُ اؤا كلُ ا‬
‫ت منْ ُه ُم ْامارأا ةٌ أ ْ‬
‫ا ا ُ‬ ‫اُ ا‬
‫ِ‬
‫يت‪ ,‬فا ُسئِ ال ار ُسو ُل اَّلل صلى هللا عليه وسلم اع ْن ذا ل ا‬
‫ك؟ فاأانْ از هللاُ اعَّز او اج ال ‪[:‬‬ ‫ِمعو ها ِف الب ِ‬
‫ا‬ ‫ُ ا‬
‫آخ ِر اآل ياِة [‬ ‫يض قُ ْل ُه او أاذًّى فاا ْعتا ِزلُوا الْنِ اس ِاء ِف الْ ام ِح ِ‬
‫يض ] إِ اَل ِ‬ ‫ك اع ِن الْ ام ِح ِ‬
‫اويا ْسأا لُو نا ا‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ول هللا صلى هللا عليه وسلم ‪ (( :‬اجا معُو ُه َّن ِف الْبُيُوت‪ ,‬او ْ‬
‫صنا عُوا ُك َّل‬ ‫ال ار ُس ُ‬
‫البقرة‪ ,] 222:‬فا اق ا‬

‫ع اشيْ ئًا ِم ْن أ ْام ِراَن إِ الَّ احا لاافناا‬ ‫ود‪ :‬اما يُِريْ ُد اه اذا َّ‬
‫الر ُج ُل أا ْن يا اد ا‬
‫ِ‬ ‫اش ْي ٍء اغ ْ اْي النِ اك ِ‬
‫اح))‪ ,‬فا اقا لات اليا ُه ُ‬
‫ول هللاِ صلى هللا عليه وسلم فا اقا الا‪ :‬اَي‬
‫ض ٍْْي و اعبَّادث بن بِ ْش ٍر إِ اَل ر س ِ‬ ‫ِِ‬
‫ا ُ‬ ‫ُْ‬ ‫أسْي ُد بْ ُن ُح ا ا‬
‫فيه‪ ,‬فا اجاءا ا‬
‫ول هللاِ‬
‫يض‪ .‬فاتام َّعر وجه رضس ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ول هللاِ! إِ َّن اليا ُهو اد تا ُق ُ‬
‫ول اك اذا او اك اذا‪ ,‬أافاالا نانءك ُح ُه َّن ِف املاح ِ ا ا ا ْ ُ ُ‬ ‫ار ُس ا‬

‫تض ْْبضلا ُه اما اه ِديَّةٌ آ اَث ِم ْن‬


‫صلى هللا عليه وسلم اح ََّّت ظانا نَّا ا ْن قا ْد او اج اد اعلاْي ِه اما فا اخار اجا فاا ْس ٌ‬
‫ث ِِف آ اَث ِر ِِهاا فاظانا نَّأ أانَّهُ اَلْ اَِي ْد اعلاْي ِه اما‪.‬‬
‫ول هللاِ صلى هللا عليه وسلم‪ ,‬فابا اع ا‬
‫لابنس إِ اَل ر س ِ‬
‫ا ُ‬ ‫ا‬
‫‪Musa bin Ismail menyampaikan kepada kami dari Hammad, dari‬‬
‫‪Tsabit al-Bunani yang mengabarkan dari Anas bin Maliik, “Kebiasaan kaum‬‬
‫‪Yahudi‬‬ ‫‪adalah‬‬ ‫‪ketika‬‬ ‫‪seorang‬‬ ‫‪istri-istri‬‬ ‫‪mereka‬‬ ‫‪haid,‬‬ ‫‪mereka‬‬
‫‪mengeluarkannya dari rumah. Merkea tidak makan dan minum bersamanya,‬‬
‫‪serta tidak mencampuri di dalam rumah. Hal itu ditanyakan kepada Rasulullah‬‬
‫‪ , kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, ‘mereka‬صلى هللا عليه وسلم‬
‫‪menanyakan kepada mu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, ‘itu adalah‬‬

‫‪44‬‬
sesuatu yang kotor’. Karena itu jauhilah istri pada waktu haid,’ hingga akhir
ayat, (Q.S. al-

44
Baqarah: 222). Kemudian Rasulullah‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ bersabda,
‘Kumpulkanlah mereka di dalam rumah (tidak meneluarkan dari rumah) dan
lakukan apa saja (untuk bersenang-senang) dengannya kecuali bersetubuh.’
Orang-orang Yahudi berkata, ‘Laki-laki ini (Rasulullah ‫) صلى هللا عليه وسلم‬
tidaklah meninggalkan suatu perkara dari agama kita kecuali dia selalu ingin
menyelisihinya.’ Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr lantas menemui
Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kaum Yahudi
mengatakan seperti ini dan itu, apakah kami boleh mencampuri mereka (istri
kami) saat sedang haid.’ Sekita itu raut wajah Rasululah ‫صلى هللا عليه وسلم‬
berubah, kami menduga beliau marah kepada keuanya. Kemudian, kedua
orang itu keluar. Tidak berapa lama seseorang datang membawakan hadiah
berupa susu kepada Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬, beliau lantas menyuruh
seseorang untuk mencari dan memanggil mereka berdua. Setelah datang.
Rasulullah memberikan susu tersebut kepada keduanya, saat itu kami tahu
bahwa beliau tidak marah kepada mereka berdua. (H.R. Abu Dawud)63
Tegasnya, suami mengauli istri harus sesuai dengan tabiatnya yang
nyata dan diperlukan dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebab, suatu tujuan
yang baik tidak memberikan hasil yang baik pula tanpa memperhatikan cara
melakukannya. Begitu pula dalam kehidupan rumah tangga, suami dituntut
untuk bersikap arif dan lapang dada terhadap istrinya.64
Selain itu, seorang suami tidak boleh memaksa istri untuk melakukan
hubungan biologis, walau pun istri tidak sedang mengalami alesan kesehatan,
seperti sakit kerasa, sangat kelelahan, atau alasan syar’i seperti hai atau nifas,
melakukan hubungan biologis dengan cara anal, dan sampai menjual istrinya
untuk menjadi seorang pelacur dan bertujuan untuk suaminya saja. Karena itu
semua merupakan perbuatan kekerasan seksual dalam ranah rumah tangga.
63
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Lebanon: Dar
al Kutub al Ilmiah, 2019, jilid ke-2, hlm.116
64
La Jamaa, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fiqih, IAIN Ambon,
Ahkam:Vol.XIII, No.1, Januari 2013, hlm. 71.

45
4. Kekerasan Ekonomi
Hukum Islam sangat memperlidungkan kaum wanita khusunya para
istri, dimana seorang suami wajib hukumnya untuk memberikan hak-hak
kepada istrinya, seperti nafkah, pakaian, dan tempat tinggal.
Kewajiban suami memberikan nafkah kepada istri diitegaskan oleh
Allah SWT dalam Q.S Al Baqarah: [2] ayat 233.
ِ ِ ِ
‫س إِال ُو ْس اع اها ال تُ ا‬
‫ض َّار‬ ُ َّ‫او اعلاى الْ ام ْولُود لاهُ ِرْزقُ ُه َّن اوك ْس اوُُتُ َّن ِِبلْ ام ْع ُروف ال تُ اكل‬
ٌ ‫ف نا ْف‬
ِ‫والِ ادةٌ بِولا ِدها وال مولُود لاه بِولا ِده‬
‫ا ا ا ا اْ ٌ ُ ا‬
Dan kewajiban ayah memberikan makan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.
Maka dalam ayat diatas sudah jelas, bahwa seorang suami wajib
memeberikan nafkah kepada istrinya mulai dari ijab qobul pada saat
pernikahan. Seorang suami wajib memeberikan nafkah kepada istrinya sesuai
dengan kesanggupan suami.

C. Pokok-Pokok Perbuatan Pidana Dalam Undang-Undang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang disahkan tangga
22 September 2004, saat ini sudah berusia 15 tahun dan mulai digunakan
sebagai payung hukum penyelesaaian kasus-kasus kekerasan dalam rumah
tangga. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dianggap sebagai salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum

46
karena terdapat beberapa pembaruan hukum pidana yang belum pernah diatur
oleh Undang-Undang sebelumnya.65
Terobosan dalam Undang-Undang kekerasan dalam rumah tangga
tidak hanya menjelaskan bentuk-bentuk tindak pidananya saja, akan tetapi di
dalam Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam
pembuktiannya sudah menjadikan korban sebagai saksi utama dan dibantu
dengan satu alat bukti petunjuk. Sehingga, dengan adanya terobosan baru ini
membantu pihak kepolisian dalam melakukan penyidikan walaupun kasus
tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga tersebut di ranah domestik.
Didalam Undang-Undang nomoe 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, memiliki 4 (empat) asas, yaitu : (a)
penghormatan HAM, (b) keadilan dan kesetaraan gender, (c) nondiskriminasi,
dan (d) perlindungan korban. Maka dari 4 (empat) asas tersebut seharusnya
sudah dapat melindungi perempuan dalam lingkup rumah tangga dari semua
tindak pidana kekerasan.
Permasalah yang sekarang dihadapi adalah apakah UndangUndang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini dalam pelaksanaannya
sudah diaplikasikan di dalam peradilan di Indonesia dan bisa menjawab semua
kebutuhan-kebutuhan bagi korban yang mengalami tindak pidana kekerasan
tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga yang biasa disebut dengan Hidden
Crime ini sudah memakan banyak korban dari berbagai kalangan masyarakat.
Hal ini terjadi dalam berbagai bentuk dan disebabkan dengan berbagai faktor.
Sebagai akibatnya bukan hanya istri atau suami saja yang menjadi korban,
akan tetapi anak pun bisa menjadi korban dalam tindak pidana kekerasan yang
dilakukan di ranah domestik tersebut.

65
Emei Dwinanarhati Setiamandani dan Agung Suprojo, Tinjauan Yusridis Terhadap UU
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Universitas
Tribhuwana Tunggadewi, REFORMASI: Vol. 8 Nomor 1 (2018), hlm. 39.

47
Di dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga juga menjelaskan berbagai bentuk-bentuk kekerasan, sebagaimana
yang dicantumkan pasal 5, yaitu:
“setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. Kekerasan fisik; perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit, atau luka berat.66
b. Kekerasan Psikis; perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan pada psikis
berat pada seseorang.67
c. Kekerasan Seksual; pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut.68
d. Penelantaran rumah tangga; setiap orang dilarang menelantarkan
orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada
orang tersebut.69
Di dalam Putusan Nomor : 199/Pid.Sus/2018/PN.JKT.Brt, pelaku
melakukan tindak pidana kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap
istrinya yang mengakibatkan luka. Maka dalam Undang-Undang nomor 23
tahun 2004 juga memberikan pemulihan pada korban tindak pidana
kekerasandalam rumah tangga yang sebagaimana dicantumkan pada BAB VII
pasal 39 yang berbunyi :

“untuk kepentingan pemulihan korban dapat memperoleh pelayanan


dari;

66
Pasal 6 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
67
Pasal 7 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
68
Pasal 8 (a) Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
69
Pasal 9 (1) Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.

48
a. Tenaga kesehatan; wajib memeriksa korban sesuai dengan standar
oprasional dan dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga
kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan
korban.70
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping, dan/atau;
d. Pembimbing rohani.”
Dan Pekerja Sosial, Relawan Pendamping, dan/atau Pembimbing
Rohani wajib memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian
konseling untuk menguatkan dan/atau memeberikan rasa aman bagi korban.71

Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini melibatkan juga warga masyarakat
untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana kekerasan dalam ranah
rumah tangga, yaitu:

“setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya


kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai
dengan batas kemampuannya untuk: Mencegah berlangsungnya tindak
pidana;
a. Memberikan perlindungan pada korban;
b. Memberikan pertolongan darurat, dan;
c. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan
perlindungan.”72
Maka oleh karena itu, sudah kewajiban bagi warga masyarakat untuk
saling melindungi satu sama lain dalam mencegah suatu pelanggaran tindak

70
Pasal 40 (1) dan (2) ) Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

71
Pasal 41 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.

72
Pasal 15 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.

49
pidana kekerasan dalam rumah tangga, agar korban kekerasan dalam ranah
rumah tangga tersebut dapat tertolong.

50
BAB IV

PENERAPAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM


MEMUTUS PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA NOMOR
: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Konsep Kekerasan Dalam Rumah


Tangga dalam UU Nomor 23 Tahun 2004.
Dalam putusan pengadilan nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt,
pelaku atas nama Anto Mahaputra, S.E, usia 46 tahun, kelahiran 30 agustus
1971, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, yang bertempat tinggal di
Jl.Obsidian No.58 Rt.003/Rw.008, kelurahan kapuk, kecamatan cengkareng
jakarta barat, beragama Islam.
Pada pokok perkara nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt, pelaku telah
melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam ranah rumah tangga terhadap
istrinya yang bernama Septi Hermawaty Anggraeni yang menyebabkan istri
atau korban tersebut mengalami luka pada luka lecet pada dahi korban.
Kronologi kejadian pada kasus tersebut, dimulai dari pelaku mengetuk
pintu kamar meminta korban untuk membukakan pintu kamar karena kedua
anaknya menangis di dalam kamar, lalu setelah pintu kamar dibuka terjadi
cekcok mulut antara pelaku dan korban sehingga pelaku menjadi emosi lalu
memukul dahi korban hingga mengakibatkan luka.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah sebuah terobosan bagi pelaku
perbuatan kekerasan yang dilakukan dalam ranah rumah tangga untuk
melindungi para korban, terutama kaum perempuan. Akibatnya timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikoligis, seksual, dan atau bisa
mengakibatkan pelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.

51
Dalam putusan perkara nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt, penulis
melihat bahwa pelaku Anto Mahaputra, S.E., telah terbukti dan meyakinkan
melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam ranah rumah tangga terhadap
istrinya selaku korban Septi Hermawaty Anggraeni sebagaimana yang telah
diatur dan diancam dalam pasal 44 ayat (4) UU RI nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dilakukan oleh suami
terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan abatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-hari. Oleh karena itu sahnya pelaku melakukan perbuatan kekerasan
fisik yang dilakukan terhadap korban adalah dengan keterangan-keterangan
yang dihadirkan dalam persidangan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP
pasal 183. Keterasangan-keterangan tersebut antara lain yaitu, keterangan para
saksi dan keterasan ahli.
Maka perbuatan atas perbuatan pelaku, korban mengalami luka lecet
pada dahi sebelah kiri. Akan tetapi luka tersebut tidak mengakibatkan
halangan dalam melakukan perkerjaan atau aktivitas lain terhadap korban.
Dan pelelaku diancam pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
Akan tetapi penulis setuju dengan putusan Majelis Hakim atas
penjatuhan pidana penjara yang hanya 2 (dua) bulan penjara, karena dengan
dilihat dari keadaan si pelaku yang mengidap penyakit TBC dan sedang
melakukan pengobatan berjalan. Maka dengan demikian putusan yang
diberikan oleh Majelis Hakim sudah mencapai asas keadilan terhadap semua
pihak.
Di dalam putusan nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt, penulis
melihat bahwa perbuatan suami terhadap istrinya dalam pandangan hukum
Islam sudah melanggar syrai’at. Karena di dalam syari’at Islam setiap
manusia dilarang untuk mendzolimi sesama manusia, sebagaimana Allah
SWT berfirman dalam Q.S. An-Nissa [4]: 168 dan Q.S. Yunus [10]:13.

52
ِ ِ ِ ِ َّ ‫إِ َّن الَّ ِذين اك افروا وظالاموا اَل ي ُك ِن‬
ً ‫اَّللُ ليا ْغفار اَلُْم اوال ليا ْهديا ُه ْم طا ِر‬
‫يقا‬ ‫ا ُ ا ُ ْا‬
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman,
Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) akan menunjukan
kepada mereka ke jalan (yang lurus).
ِ ‫ولااق ْد أاهلاكْناا الْ ُقرو ان ِمن قابلِ ُكم لا َّما ظالاموا وجاء ُْتُم رسلُهم ِِبلْبيِنا‬
‫ات اواما اكانُوا لِيُ ْؤِمنُوا‬ ‫ُ ا ا ا ْ ُُ ُْ ا‬ ْ ْ ْ ُ ْ ‫ا‬
ِ ِ
‫ك اَْن ِزي الْ اق ْوام الْ ُم ْج ِرم ا‬
‫ي‬ ‫اك اذل ا‬
Dan sesungguhnya kami telah membinasakan umat-umat sebelum
kamu, ketika mereka berbuat kezhaliman, padahal rasul-rasul mereka telah
datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata,
tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah kami memberi
pembalasan kepada orang-orang berbuat dosa. Sabda Nabi Muhammad SAW:
ِ ‫َّد ا‬
‫لد‬ ٍ ‫ ي ع ِِن ابن ُُم‬,‫ ح َّد ثانا مر ؤا ان‬:‫الر ْْح ِن ب ِن َبرام الدَّا ِرِمي‬
َّ ‫اح َّد ثاناا اعْب ُد هللاِ بْ ُن اعْب ِد‬
ُ ْ ْ‫ا‬ ‫ُّ ا ا‬ ‫ْ اْا ا‬
‫ اع ْن أا‬,‫س اخلاو الا ِِِن‬ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫بد ا‬ِ ‫ ح َّد ثانا سعِ ُد بن ع‬:‫مشءقِي‬
‫ اع ْن أابب إا ْدريْ ا‬,‫ اع ْن اربْيعةا بْن يازيْ اد‬,‫العزيْز‬ ‫ا َّ ا ا ا ْ ُ ا‬

‫ي اع ِن هللاِ تاباا اراك اوتا اعا اَل أانَّهُ قا ا‬ ِ ٍ


‫ اَي‬:‫ال‬ ‫ ف ا‬,‫ اع ْن الناِ ِِب صلي هللا عليه وسل‬,‫ِِب ذار‬
‫يما اراو ا‬
ِ ِ ِ
‫إاِِن احَّرْم ا‬,‫عباادي‬
‫ت الظُّلْ ام اع ال نا ْفسي او ا‬
.‫ فاالا تاظاألا ُموا‬,‫ج اعلْتُهُ بايْ نا ُك ْم ُُماَّرًما‬

Abdullah bin Abdurahman bin Bahram Ad-Darimi telah


menceritakan kepada kami: Marwan bin Muhammad Ad-Dimasyqi
menceritakan kepada kami: Sa’id bin ‘Abdul ‘Aziz menceritakan kepada
kami, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Abu Idris Al-Khaulani,dari Abu Dzaar, dari
Nabi SAW, bahwa dia berkata, “Wahai hambaku, sesungguhnya Aku
melarangkan kezaliman bagi diriku dan aku pun menjadikannya diharamkan

53
dianatara kalian, makan janganlah kalian saling menzalimi. (H.R Muslim)73
Maka demikian, Islam sangat melarang bagi setiap manusia melakukan
perbuatan kezaliman terhadap sesama manusia. Sedangkan dalam kasus
kekerasan dalam rumah tangga, Islam sangat melarang bagi setiap suami istri
melakukan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad SAW:

‫ اع ْن اعْب ُد اَّلل بْ ِن‬,‫ اع ْن أا بِْي ِه‬,‫ اح َّد ثاناا ُس ْفياا ُن اع ْن ِه اشا ِم‬: ‫ف‬
‫اح َّد ثاناا ُُما َّم ٌد بْ ُن يُو ُس ا‬
ِ ‫ الا اَيلِ ُد أاح ُد ُكم امرأاتاه جلْ اد الْعب ِد ُُثَّ َُيا ِمعها ِف‬:‫زمعةا ع ِن النَِِّب صلى اهللا عليه وسلم قال‬
‫آخ ِر‬ ‫ا ُا‬ ْ‫ْ ا ْ ا ُ ا ا‬ ‫اْ ا ا‬
‫الْياو ِم‬

Muhammad bin Yususf menyampaikan kepada kami dari Sufyan, dari


Hisyam, dari ayahnya, dari Abdullah bin zam’ah bahwa Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬
bersabda,”Janganlah seorang dari kalian memukul istrinya lalu
mencampurinya di penghujung hari! (H.R. Bukhori).74 Maka dengan itu,
Islam melarang bagi para suami melakukan perbuatan kekerasan terhadap
para istri. Di dalam Hukum Pidana Islam perbuatan kekerasan dalam rumah
tangga tergolong dalam jarimah takzir.

Maka peulis melihat ada sebuah persamaan dan perbedaan antara


Hukum Pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 terkait
konsep Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

73
http://ismailibnuisa.blogspot.com/2015/06/shahih-muslim-hadits-nomor-2577 ( minggu, 16
Februari 2020).
74
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kairo: Maqtabah al
Syuruq al Dauliyah, 2017, jilid ke-2, hlm.322.

54
KONSEP KDRT KONSEP KDRT
NO. HUKUM PIDANA UU NO.23 TAHUN PERSAMAAN PERBEDAAN

ISLAM 2004

1. Setiap perbuatan yang Setiap perbuatan Baik Hukum Hukum Pidana

menglanggar syrai’at terhadap seseorang Pidana Islam Islam tidak

Islam terhadap kaum terutama dan Undang- menjelaskan

perempuan dan perempuan, yang Undang, Sama- secara spesifik

merugikan kaum berakibat timbulnya sama terkait

perempuan dalam kesengsaraan atau melindungi penjelasan

lingkup rumah tangga. penderitaan secara perempuan dari tentang

fisik, seksual, perbuatan yang KDRT.

psikologis, dan/atau dapat


penelantaran rumah merugikannya.

tangga.

2. Pelaku KDRT adalah Pelaku adalah Melakukan Hukum Pidana


seseorang yang seseorang baik perbuatan Islam tidak
melakukan perbuatan suami kepada istru
kekerasan menjelaskan
kekerasan atau sebaliknya
dalam rumah secara spesifik
terhadapkaum yeng telah
tangga. terkait pelaku
perempuan dalam melakukan
ranah rumah tangga perbuatan kekerasan kekerasan

dalam ranah rumah dalam rumah


tangga. tangga.

55
KONSEP KDRT KONSEP KDRT
NO. HUKUM PIDANA UU NO.23 TAHUN PERSAMAAN PERBEDAAN

ISLAM 2004

3. Sanksi pidana bagi Saksi pidana bagi memeberikan hukum Pidana

pelaku KDRT yaitu pelaku KDRT efek jera bagi Islam

Jarimah Takzir minimal penjara para pelaku memberikan

selama 4 (empat) KDRT kepada ijtihad

bulan dan maksimal hakim dalam

20 (dua puluh) tahun kadar ketentuan

penjara. berat-ringannya

hukuman

Maka dilihat dari tabel diatas bahwa konsep Hukum Pidana Islam
sangat mengatur segala bentuk perbuatan pidana yang menyangkut tentang
perlindungan bagi kaum perempuan, baik dalam ranah rumah tangga atau
prifasi seseorang dan juga dalam ranah publik.

B. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim


Dalam Putusan Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.
Pertimbangan hakim merupakan suatu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping
itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila
pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang
berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh pengadilan

56
tinggi/Mahkamah Agung.75 Hakim menjadi penentu akhir dalam proses
peradilan, karena dari mereka akan lahir putusan yang menentukan dan
menyatakan terdakwa bersalah atau tidak, sehingga layak dijatuhkan vonis
atau dibebaskan.76
Hakim dalam mengkontruksikan suatu putusan, tidak berangkat dari
titi nol (tabularasa), akan tetapi dikondisikan oleh konteks tertentu, yakni
dipengaruhi oleh tradisi (budaya) yang bermuatan nilai-nilai,
wawasan,pengertian, asas-asas, arti, kaidah, pola perilaku,dan sebagainya,
yang terbentuk dan berkembang oleh dan dalam perjalanan sejarah.77
Menurut Yahya Harahap, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
hakim dalam membuat putusannya, dibagi menjadi faktor subjektif dan faktor
objektif. Faktor subjektif meliputi: (i) sikap prilaku apriori, yakni adanya
sikap hakim yang sejak semula sudah menganggap bahwa terdakwa yang
diperiksa dan diadili adalah orang yang memang bersalah dan harus dipidana;
(ii) sikap perilaku emosional, yakni putusan pegadilan akan dipengaruhi oleh
perangai hakim. Hakim yang mempunyai perangai mudah tersinggung akan
berbeda dengan perangai hakim yang tidak mudah tersinggung. Dengan
demikian pula putusan hakim yang mudah marah dan pendendam akan
berbeda dengan putusan hakin yang sabar; (iv) sikap arrogence power, yakni
sikap lain yang mempengaruhi suatu putusan adalah “kecongkakan
kekuasaan”, di sini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melebihi orang
lain (jaksa, pembelaan apalagi terdakwa); (iv) moral, yakni moral seorang
hakim karena bagaimanapun juga seorang hakim diliputi oleh tingkah laku

75
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2004, hlm. 140
76
M.Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Edisi
Kedua, Jakarta, KENCANA, 2012, hlm.181
77
M.Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Edisi
Kedua, Jakarta, KENCANA, 2012, hlm. 162

57
yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa
serta memutuskan suatu perkara.
Faktor-faktor objektif meliputi: (i) latar belakang budaya, yakni
kebudayaan, agama, pendidikan seseorang tentu ikut mempengaruhi suatu
putusan hakim. Meskipun latar belakang hidup budaya tidak bersifat
determinis, tetapi faktor ini setidaknya ikut mempengaruhi hakim dalam
mengambil suatu putusan; (ii) profesionalisme, yakni kecerdasan serta
profesionalisme seorang hakim ikut memepengaruhi putusannya. Perbedaan
suatu putusan pengadilan sering dipengaruhi oleh profesionalisme hakim
tersebut.78
Beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh hakim dalam proses
pengambilan putusan meliputi: (i) tahap analisis pidana, yaitu menganalisis
perbuatan yang dilarang dan diancam pidana yang diatur dalam hukum
(criminal art); (ii) tahap analisis tanggungjawab pidana, yakni analisis
terhadpa kesalahan terdakwa apakah perbuatan terdakwa dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum atau tidak; dan (iii) tahap penjatuhan
putusan, yakni vonis pengadilan dapat berupa putusan pemidanaan, putusan
lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan bebas dari dakwaan.79
Pada analisis penulis terhadap pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan harus melakukan beberapa landasan, antara lain:

1. Landasan Yuridis, Landasan Sosiologis, dan Landasan Folosofis.

a. Landasan Yuridis
Hakim dalam menimbang dakwaan yang dijatuhkan oleh jaksa
penuntut umum terhadap terdakwa telah melanggar pasal 44 ayat
(4) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004

78
M.Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Edisi
Kedua, Jakarta, KENCANA, 2012, hlm. 93
79
M.Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Edisi
Kedua, Jakarta, KENCANA, 2012, hlm.181

58
tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang unsur-
unsurya meliputi: a) unsur barang siapa; b) unsur melakukan
perbuatan kekerasan fisik; c) unsur dalam lingkup rumah tangga;
d) unsur yang menimbulkan penyakit akan halangan unruk
melakukan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-hari. Maka oleh karena itu, terdakwa secara hukum telah sah
melakukan perbuatan tindak pidana kekerasan terhadap korban
dalam ranah rumah tangga. maka berdasarkan pasal 193 ayat (1)
KUHAP, dimana jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,
maka pengadilan menjatuhkan pidana. Maka dengan hal ini, dasar
hukum yang digunakan oleh hakim dalam perkara nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt sesuai dengan teori hukum
pemidanaan, yaitu teori gabungan. Menurut Mansur ali, bahwa
penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas perbuatan
pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga
bisa kembali ke masyarakat.
b. Landasan Sosiologis
Dalam pertimbangan hakim dalam perkara nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt hakim berpendapat bahwa terdakwa
terdapat kemampuan untuk bertanggungjawab atas perbutan yang
melawan hukum. Kemampuan bertanggungjawab adalah keadaan
psikis seseorang yang sehat pada waktu melakukan perbuatan
pidana. Hal ini meliputi tiga hal, yaitu: (i) tentang keadaan psikis
yang sakit; (ii) tentang keadaan psikis seseorang yang terlalu
muda, sehingga kondisi psikisnya belum matang; (iii) tentang
keadaan psikis yang fungsinya tergangu sehingga tidak dapat

59
berkerja sebagaimana mestinya.80 di dalam persidangan terdakwa
mengajuakn permohonan agar diringankan pidana kepadanya
dengan menunjukan bukti bahwa terdakwa dalam keadaan kurang
sehat, yaitu terdakwa mengidap penyakit TBC patu dan Diabetes
Melitus dan masih dalam proses rawat jalan.
c. Landasan Filosofis.
Dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman, BAB IV pasal 28 (1): “hakim wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Dalam menggali
kebenaran, harus sesuai dengan pasal 183 KUHAP, yaitu “hakim
tidak boleh menjatukan pidana kepada seseorang kecuali papabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dalam persidangan perkara nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt,
alat bukti yang ditampilkan dalm persidangan adalah keterangan
saksi dan keterangan surat. Keterangan saksi yang tercantum
dalam pasal 185 KUHAP, yaitu “ Keterangan saksi sebagai alat
bukti ialah yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.” Dan
keterangan surat yang tercantum dalam pasal 187 butir c KUHAP,
yaitu “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan
yang diminta secara resmi kepadanya.” Pada proses analisis
perbuatan pidana, langkah hakim pertama-tama adalah
mempelajari berkar perkara terutama pasal-pasal yang didakwakan
oleh JPU kepada terdakwa. Pasal-pasal tersebut berfungsi sebagai

80
M.Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Edisi
Kedua, Jakarta, KENCANA, 2012, hlm.183.

60
hipotesis yang akan dicocokan atau dicari verifikasinya berdasaran
hasil pemeriksaan dan pembuktian di persidangan yang didasarkan
alat-alat bukti yang diajukan.81 Maka dalam perkara nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt, hakim dapat menemukan fakta-fakta
persidangan, dimana hakim memebenarkan bahwa terdakwa benar-
benar sah menurut hukum telah melakukan perbuatan tindak
pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dimana saksi korban
mengalami luka dan bengkak bagian-bagian tubuhnya

2. Pertimbangan Hukum Hakim Pada Putusan Nomor:


199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt Perspektif Hukum Pidana Islam.
Penerapan pertimbangan hakim dalam Hukum Pidana Islam yang
sesuai dengan hukuman yang dijatuhkan oleh hakim adalah jarimah takzir.
Jarimah takzir menurut Sayid Sabiq adalah hukuman yang tidak ada ketentuan
dalam nash, ia merupakan kebijakan pemerintah (penguasa). Sifat fleksibilitas
aturan takzir menjadi hukum pidana Islam dapat mengisi setiap ruang dan
zaman secara sempurna, karena permasalahan pidana apapun yang luput dari
aturan hudud dan qishash dapat ditangani secara maksimal dengan aturan
takzir. Aturan takzir dimaksudkan melengkapi aturan hudud dan qishash
dalam memelihara kemaslahatan manusia dari segala macam tindakan pidana
yang dapat merusaknya.82
Aturan takzir dalam hukum pidana Islam demikian lengkapnya
sehingga mampu menangani semua jenis tindak pidana yang luput dari
ketentuan hudud dan qishash. Dalam hal ini, ketentuan jarimah takzir pada
perkara nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt, yaitu jenis takzir yang berasal
dari aturan hudud dan qishash yang tidak memenuhi syarat atau didalamnya
81
M.Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Edisi
Kedua, Jakarta, KENCANA, 2012, hlm.182
82
Muhammad Tahmid Nur, Menggapai Hukum Pidana Ideal, Cet.1, Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA, 2018, hlm. 257.

61
terdapat syubhat sehingga dalam kasus tersebut aturan hudud dan qishash
tidak dapat diterapkan.

62
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pandangan Hukum Pidana Islam melarang perbuatan kezholim kepada
sesama manusia, baik kepada orang lain atau pun kepada anggota
keluarga. Sebagaimana yang sudah di atur dalam Undang-Undang
nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga, bahwa segala peruatan kekerasan itu hanya mendatangkan
kerugian antara pelaku dan korban. Hukum Pidana Islam dan Undang-
Undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga sudah mengatur perlindungan terhadap kaum wanita
agar kaum wanita sudah tidak lagi mengalami diskriminasi yang
dilakukan oleh kaum laki-laki.
2. Dalam penerapan dan pertimbangan penjatuhan pidana terhadap
pelaku kekerasan dalam rumah tangga perkara nomor:
199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt menurut Hukum Pidana Islam lebih
menekankan kepada asas keadilan. Segala aspek dalam persidangan
harus diperhatikan mulai dari aspek hukum demi mewujidkan suatu
keadilan yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat, meskipun
keadilan sifatnya relatif berbeda dari sudut pandang satu dengan
lainnya. Dan dalam pertimbangan hakim menurut Hukum Pidana
Islam (Jinayah), hakim menggunakan hukuman takzir, dimana
hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dalam rumah
tangga sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena arti dari hukuman
takzir tersebut adalah hukuman yang diberikan penuh kepada
penguasa.

63
B. Saran

Berdasarkan simpulan, makan saran yang dapat penulis sampaikan


adalah:
1. Seharusnya setiap peraturan yang berkait tentang pekawinan harus
disampaikan kepada para calon pelaku rumah tangga setelah
melakukan ijab qabul dan menjelaskan kepada mereka semua hal-hal
yang berkait tentang kekerasan dalam rumah tangga, dan konsep
KDRT dalam Huku Pidana Islam harus lebih ditekankan.
2. Setiap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, lembaga
penegak hukum harus lebih memperhatikan hak-hak terdakwa atau
pelaku, jangan hanya memeperhatikan hak-hak korban saja. Karena
pelaku juga mempunyai hak yang sama dimata hukum yaitu rasa
keadilan.

64
DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU
Al Quranul Karim
Achie, Sudiarti, Luhulima. CEDAW: Menegagkan Hak Asasi
Perempuani. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Affandi, Ahmad. Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad bin Jarir


Ath-Thabari. Pustaka Azzam: Jakarta, 2008.

Al-Mubarakfuri, Syekh Shafiyyurrahman. Al-Mishbaahul Munir fi


Tahdziibi Tafsiri Ibni Katsiir. ed, Penerjemah Abu Ihsan al-
Atsari. Pustaka Ibnu Katsir. Jakarta: 2018.

Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII


Press, 2011.

Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Al Buukhari, Islmail, bin Muhammad, Abdillah, Abi Abdillah, Shahih


al-Bukhari, Kairo: Maqtabah al Syuruq al Dauliyah, 2017, jilid
ke-2.

As-Sijistani, al-Azdi, al-Asy’ats, bin Sulaiman, Abu Dawud, Sunan


Abu Dawud, Lebanon: Dar al Kutub al Ilmiah, 2019, jilid ke-2

Effendi, Ismu, dkk. Kamus Hukum Populer. Jakarta: Kencana, 2016.

Fahrul, dkk. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta: LKS, 2007.

Gintung, Johan. Kekuasaan dan Kekerasan. Yogyakarta: Kansius,


1992.

Hamzah, Adi. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2017.

HS, Rodliyah Salim. Hukum Pidana Khusus. Depok: PT. RajaGrafindo


Persada, 2017.

Irfan, M. Nurul. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset,


2016.

65
Jainah, Zainab Ompu. Kapita Selekta Hukum Pidana. Tangerang: Tira
Smart, 2018.

Kodir, Abdul Fakihudin dan Azizah Mukarnawati. Referensi Bagi


hakim Peradilan Agama Tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Jakarta: Komnas Perempuan, 2008.
Kompilasi Hukum Islam.

Maramis, Frans Maramis. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di


Indonesia. Depok: Raja Grafindo Persada, 2012.

Mardani. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Kencana, 2019.

Marwan dan Jimmy. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Pubisher, 2009.

Moerti, Hidiati Soeroso. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam


Perspektif Yuridis-Viktimologis, Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika.
2012.

Muhammad, Abu Abdullah. ed, Penerjemah Subhan Abdullah, Idris,


Irma Ghozali. Ensiklopedia Hadits: Al Bukhori. Jakarta:
Almahira, 2012.

Nur, Muhammad Tahmid. Menggapai Hukum Pidana Ideal, Cet. 1,


Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018.

Pawenneu, Mulyatni dan Rahmauddin Tomalili. Hukum Pidana.


Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015.

Renggong, Ruslan. Hukum Pidana Khusus (Memahami Delik-delik di


Luar KUHP). Jakarta: Prenada Medi Group, 2016.

Rocky, Deni, dkk. Kamus Hukum Lengkap. Jakarta: Transmedia


Pustaka, 2012.

Santoso, Topo. Kriminologi. Jakarta: Grafindo Persada, 2002.

Sukanto, Soejono. Kriminologi (Pengantar Sebab-sebab Kejahatan).


Bandung: Politea, 1987.

Sulaiman, Abu Dawud. ed, Penerjemah Muhamad Ghazali dkk,


Ensiklopedia Hadits 5, Sunan Abu Dawud. Jakarta: Almahira,
2013.

66
Sunarso, Siswanto Sunarso. Filsafat Hukum Pidana. Depok: PT Raja
Grafindo Persada, 2015.

Suyanto. Pengantar Hukum Pidana. Yogyakarta: CV Budi Utama,


2018.Syamsudin, M. Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim
Berbasis Hukum Progresif, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana,
2012.

Yulia, Rena. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban


Kejahatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

2. JURNAL
Aziz, Abdul. “Islam dan Kekerasan dalam Rumah Tangga”. Kordinat.
Vol. XVI, 1, (April 2017).

Ernita. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Musawa. Vol. 7, 2,


(2015).

Farhan, Hilaluddin. “Efektifitas Pelaksanaan Undang-undang No.23


Tahun 2004 tentang PKDRT (Studi di wilayah kotamadya
Jakarta Selatan). “Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001.

Halimatus, Sa’adah. “Cerai Gugat Karena Penganiayaan Suami ( Studi


Kasus di PA Tanggerang )”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008.

Hasyim, Moch. Wahid. “Penganiayaan tentang Ibu Hamil Yang


Mengakibatkan Kematian Janin Menurut Madzhab Syafi’i dan
Madzhab Maliki”. STAI Darussalam krempyang, Nganjuk.

Jama, La. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fikih”.


Ahkam. Vol. XIII, 1, (2013).

Kurnia Muhajarah, Kurnia. “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam


Rumah Tangga (Perspektif Sosial-Budaya,Hukum dan Agama).
Sawwa. Vol. 11, 2, (April 2016).

Mimi, Mafthuha. “Efektifitas Pelaksanaan UU No.23 Tahun 2004


tentang Penghapusan Kekerasana dalam Rumah Tangga
Sebagai Perlindungan Terhadap Perempuan (Studi pada kota

67
Bekasi Jawa Barat)“. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Nurmandiansyah, M. Thoriq. “Membina Keluarga Bahagia Upaya


Penurunan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam
Perspektif Agama Islam dan Undang-Undang”. Musawa. Vol.
10, 2, (2011).

Ramadhan, Rendi Amanda. “Pengaruh Kekerasan dalm Rumah


Tangga (KDRT) Terhadap Tingkat Keharmonisan dalam
Keluarga Di Kelurahan Umban Sari Kecamatan Rumbai kota
Pekanbaru”. JOM FISIP. Vol. 5, 1, (April 2018).

Setiamandani, Emei Dwinanarhati dan Agung Suprojo, “Tinjauan


Yusridis Terhadap UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Reformasi:
Vol. 8, 1, (2018).

Sukardi, Didi. “Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam


Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”. Mahkamah. Vol.
9, 1, (Januari-Juni 2015).

Syawqi, Haq, Abdul. “Hukum Isslam dan Kekerasan dalam Rumah


Tangga”. Pascasarjana UIN Malang. Vol. 7, 1, (2015).

Wahied, Abd. “Analisis Hukum Islam Terhadap Masalah Kekerasan


Dalam Rumah Tangga (KDRT)”. Al Ihkam. Vol. IV, 1, (Juni
2009).

3. PORTAL
http://ham.go.id/2014/05/09/kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt/
http://putusan.mahkamahagung.go.id
http://ismailibnuisa.blogspot.com/2015/06/shahih-muslim-hadits-
nomor-2577.

68
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
PUTUSAN

Nomor: 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara pidana
dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama, menjatuhkan putusan seperti
tersebut dibawah ini dalam perkara Terdakwa:

Nama lengkap : ANTO MAHAPUTRA,SE.

Tempat lahir : Jakarta


Umur/ tanggal lahir : 46 tahun/ 30 Agustus 1971 Jenis
kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Obsidian No.58 Rt.003/Rw.008, Kel. Kapuk,
Kec. Cengkareng, Jakarta Barat
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan : S-1

Terdakwa tidak ditahan;

Terdakwa tidak didampingi Penasihat Hukum;

Pengadilan Negeri tersebut;

Setelah membaca:

- Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor:


199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt., tanggal 06 Februari 2018, tentang penunjukan
Majelis Hakim;

- Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Pertama Nomor


199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt., tanggal 08 Februari 2018 tentang Penetapan hari
sidang;

- Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Kedua Nomor


199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt., tanggal 28 Februari 2018 tentang Penetapan hari
sidang lanjutan;

- Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;

Setelah mendengar pembacaan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg. Perk.:
PDM-71/JKT.BR/01/2018 tanggal 31 Januari 2018;

Halaman 1 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan Terdakwa serta memperhatikan
barang bukti yang diajukan di persidangan;
Setelah mendengar pembacaan Surat Tuntutan pidana Nomor Reg. PDM-
71/JKT.BRT/01/2017 tanggal 14 Maret 2018, pada pokoknya menuntut supaya Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara ini
memutuskan:
1. Menyatakan terdakwa ANTO MAHAPUTRA,SE telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana “Melakukan Kekerasan Fisik Dalam Lingkup
Rumah Tangga”, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 44 ayat (4) UU.RI.
No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sesuai
dalam Surat Dakwaan;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANTO MAHAPUTRA,SE, oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dengan Masa Percobaan 4(empat) bulan;
3. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu
rupiah);
Setelah mendengar pembelaan Terdakwa pribadi tanggal 29 Maret 2018, yang pada
pokoknya mohon agar kiranya Terdakwa bisa diberikan kesempatan untuk berkumpul
dengan keluarga ditengah-tengah kesehatan Terdakwa yang terganggu sebab penyakit TBC
Paru dan Diabetes, dengan memberikan Putusan Bebas atau setidak-tidaknya Putusan
Hukuman yang paling ringan;
Menimbang, bahwa terhadap Pembelaan Terdakwa tersebut, Penuntut Umum
menyatakan tidak mengajukan tanggapan tertulis, namun secara lisan menyatakan tetap
pada Tuntutannya, demikian pula Terdakwa secara lisan menyatakan tetap dengan
Pembelaan/Permohonannya;

Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan kedepan persidangan oleh Penuntut Umum


didakwa berdasarkan Surat Dakwaan Nomor Reg. Perk.: PDM 71/JKT.BR/01/2018
tanggal 31 Januari 2018, sebagai berikut:

DAKWAAN:

--------Bahwa terdakwa ANTO MAHAPUTRA, SE, pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016
sekitar jam 20.00 Wib atau setidaknya pada waktu lain pada bulan Mei tahun 2016,
bertempat di Sebuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat atau setidaknya disuatu tempat yang masih termasuk
dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri

Halaman 2 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Jakarta Barat, telah “dengan sengaja melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari” dilakukan dengan cara sebagai berikut;

--------Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, terdakwa ANTO
MAHAPUTRA, SE mengetuk pintu kamar meminta istrinya yaitu saksi korban SEPTI
HERMAWATY ANGGRAENI untuk membukanan pintu kamar karena kedua anaknya
menangis di dalam kamar lalu setelah pintu kamar di buka terjadi cekcok mulut antara
terdakwa ANTO MAHAPUTRA, SE dengan istrinya yaitu saksi korban SEPTI
HERMAWATY ANGGRAENI sehingga terdakwa menjadi emosi lalu memukul dahi saksi
korban SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI hingga mengakibatkan luka. Selanjutnya
saksi korban SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI pergi meninggalakan rumah dan
melaporkan perbuatan terdakwa ke kantor Polres Jakarta Barat guna dilakukan proses lebih
lanjut;
--------Bahwa pada saat terdakwa ANTO MAHAPUTRA, SE melakukan perbuatan
kekerasan fisik kepada saksi korban korban SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI
dilakukan dalam lingkup rumah tangga diamana saksi korban masih dalam status
perkawinan sebagai istri terdakwa berdasarkan Surat Kutipan Akta Nikah Nomor:
687/15/V/2013 Tanggal 03 Mei 2013 dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebon Jeruk
Jakarta Barat Tanggal 02 Juni 2016;
--------Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan saksi korban SEPTI
HERMAWATY ANGGRAENI mengalami luka sebagaimana Visum et Repertum Nomor :
B/354/RSBM/V/2016 tanggal 30 Mei 2016 yang dibuat oleh Dr. Raymond Surya, dokter
pemeriksa pada Rumah Sakit Bhakti Mulia menerangkan sebagai berikut:
Hasil Pemeriksaan luar:
Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sedang, korban mengeluhkan
nyeri pada dahi sebelah kiri. Pada korban ditemukan:

1. Pakaian yang dikenakan dalam kondisi cukup baik;

2. Pada dahi, lima sentimeter dari garis tengah tubuh, tiga sentimeter dari atas alis kanan,
didapatkan luka lecet berukuran satu kali satu sentimeter dengan bengkak daerah
sekitarnya;

Halaman 3 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Terhadap korban telah diberikan penanganan berupa perawatan luka;
Kesimpulan :
Pada pemeriksaan Korban Perempuan berusia dua puluh empat tahun ini ditemukan luka
lecet pada dahi sebelah kiri. Cedera tersebut tidak mengakibatkan halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan/ pencarian untuk sementara waktu;
---------Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 44 ayat
(4) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tetang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;

Menimbang, bahwa atas dakwaan Penuntut Umum tersebut Terdakwa tidak


mengajukan keberatan/eksepsi;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah


mengajukan saksi-saksi:

1. Saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI, dibawah sumpah dipersidangan


menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa saksi membenarkan semua ketenangannya yang ada dalam BAP yang dibuat
oleh Penyidik;
- Bahwa benar saksi mengenal terdakwa dan terdakwa adalah masih suami
saksi hingga saat ini;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 20.00 Wib bertempat di
Sebuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamatan
Cengkareng, Jakarta Barat, telah terjadi tindak pidana kekerasan dalam lingkup rumah
tangga yang dilakukan oleh Terdakwa
ANTO MAHAPUTRA, SE., dan yang menjadi korban adaIah saksi sendiri;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 20.00 WIR ketika saksi sedang
tiduran di dalam kamar, anak saksi menangis karena tidak diijinkan saksi keluar karena
sudah malam takut masuk angin, kemudian terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE
mengetuk pintu kamar meminta saksi korban SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI
untuk membukakan pintu kamar karena kedua anaknya menangis di dalam kamar lalu
setelah pintu kamar di buka, terjadi cekcok mulut antara terdakwa ANTO
MAHAPUTRA. SE dengan saksi korban SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI
sehingga, terdakwa menjadi emosi lalu memukul dahi saksi korban SEPTI
HERMAWATY
ANGGRAENI dengan tangan kanan terdakwa yang menggunakan cincin hingga
mengakibatkan luka lecet dan bengkak di dahi saksi, lalu terdakwa
memukul kepala bagian belakang satu kali, memukul punggung belakang

Halaman 4 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
satu kali lalu menedang pipi kanan satu kali dengan menggunakan kaki kanan dan
rambut saksi di jambak dengan kedua tangan terdakwa sambil
menyeret saksi dari ruang tamu;
- Bahwa karena kesel dengan perbuatan terdakwa kemudian saksi membakar baju
terdakwa diatas kompor namun perbuatan saksi tersebut membuat terdakwa kembali
emosi lalu saksi mukanya di pukul lagi oleh terdakwa muka saksi kemudian ditendang
lalu rambut saksi dijambak sambil diseret ke luar dari ruang tamu karena malu lalu
saksi kembali kedalam kamar sambil menelpon saudara saksi yaitu saksi AMBON
untuk menjemput saksi dan setelah bapak AMBON datang lalu saksi pergi
meninggalkan terdakwa lalu
melapor ke Polres Jakarta Barat;
- Bahwa akibat perbuatan terdakwa kepala belakang saksi bengkak dan pusing, dahi
sebelah kanan dan kiri memar, pipi kanan memar dan dari kejadian tersebut saksi
tetap terpaksa kerja meskipun kepala pusing dan
sakit;
- Bahwa penyebab pertengkaran saksi dengan terdakwa karena hal-hal yang kecil
terlebih terdakwa tidak terbuka dengan saksi masalah keuangan dan adanya chat di
handphone terdakwa yang isinya terdakwa mengajak wanita
lain yang saksi tidak kenal;
- Bahwa setelah kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan terdakwa terhadap saksi
mengakibatkan saksi tidak tinggal serumah lagi dengan terdakwa dan anak saksi dan
baru dua bulan terakhir dari persidangan ini
baru tinggal serumah lagi;
- Bahwa pada saat terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. melakukan perbuatan
kekerasan fisik kepada saksi dilakukan dalam Iingkup rumah tangga dimana saksi
masih dalam status perkawinan sebagai istri terdakwa berdasarkan Surat Kutipan Akta
Nikah Nornor: 687/15/V/20l3 Tanggal 03 Mei 2013 dan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat Tanggal 02
Juni 2016;
- Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan saksi korban mengalami luka
sebagaimana Visum et Reperturn Nomor : B/354/RSBM/V/2016 tanggal 30 Mei 2016
yang dibuat oleh Dr. Raymond Surya dokter pemeriksa pada Rumah Sakit Bhakti Mulia
menerangkan sebagai berikut:
Hasil Pemeriksaan luar:
Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sedang, korban
mengeluhkan nyeri pada dahi sebelah kiri. Pada korban ditemukan:
1. Pakaian yang dikenakan dalam kondisi cukup baik;

Halaman 5 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
2. Pada dahi, lima sentimeter dan garis tengah tubuh, tiga sentimeter dari atas alis
kanan, didapatkan luka lecet berukuran satu kali satu sentimeter dengan bengkak
daerah sekitarnya;
Terhadap korban telah diberikan penanganan berupa perawatan luka. Kesimpulan :
Pada pemeriksaan Korban Perempuan berusia dua puluh empat tahun ini ditemukan
luka lecet pada dahi sebelah kiri. Cedera tersebut tidak mengakibatkan halangan
dalam menjalankan pekerjaan jabatan pencarian untuk sernentara waktu;
- Bahwa dipersidangan di depan majelis hakim terdakwa meminta maaf kepada saksi
kernudian saksi memaafkan perbuatan terdakwa dan terdakwa herjanji tidak akan
mengulangi lagi perbuatan penganiayaan kepada saksi;.
Bahwa atas keterangan saksi tersebut. terdakwa menerangkan tidak keberatan dan
membenarkan keterangan saksi;
2. Saksi MARNI HERAWATY, dibawah sumpah dipersidangan menerangkan pada
pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa saksi membenankan semua ketcrangannya yang ada dalam BAP yang
dibuat oleh Penyidik.
- Bahwa saksi mengenal dengan terdakwa dan terdakwa adalah masih suami dari
saksi SEPTl HERMAWATY ANGGRAENI hingga saat ini.
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 20.00 Wih bertempat di
Sebuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamatan
Cengkareng Jakarta Barat. telah tenjadi tindak pidana kekerasan dalam lingkup
rumah tangga yang dilakukan oleh terdakwa ANTO MAIIAIUTRA. SE. dan yang
menjadi korhan adalah saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI.
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 10.00 WIB saksi sedang
beres-beres di rumah saksi konban SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI
mendengar cekcok mulut antara terdakwa dengan saksi SEPTI HERMAWATY
ANGGRAENI lalu pukul 12:00 saksi pulang kerumah untuk mengaji dan pada
waktu sekitar jam 18.00 WIB saksi kembali kerumah saksi SEPTI untuk
menyetrika dan pada saat menyetrika saksi mendengar anak saksi SEPTI menangis
karena tidak diizinkan saksi keluar karena sudah malam, kemudian tendakwa
ANTO MAHAPUTRA, SE.,mengetuk pintu kamar meminta saksi korban SEPT!

Halaman 6 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
HERMAWATY ANGGRAENI untuk membukarian pintu kamar karena kedua
anaknya menangis di dalam kaman lalu saksi kembali pulang sebelum pintu kamar
saksi SEPTI di buka dan saksi tidak melihat perbuatan kekerasan yang dilakukan
terdakwa terhadap saksi SEPT!;
- Bahwa setelah kejadian kekerasan dalam rurnah tangga tersebut saksi SEPTI tidak
tinggal serumah lagi dengan terdakwa dan anak-anaknya.
Bahwa atas keterangan saksi tersebut. terdakwa menyatakan tidak keberatan dan
membenarkan keterangan saksi;
3. Saksi JUMADI, dibawah sumpah didepan persidangan pada pokoknya memberikan
keterangan sebagai berikut:
- Bahwa saksi membenarkan semua keterangannya yang ada dalarn BAP yang dibuat
oleh Penyidik.
- Bahwa saksi mengenal dengan terdakwa dan terdakwa adalah masih suami dan
saksi SEPTI HERMAWATY ANGQJRAENI hingga saat ini;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mel 2016 sekitar jam 20.00 Wib bertempat di
Sebuah rurnah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamatan
Cengkareng Jakarta Barat. telah terjadi tindak pidana kekerasari dalam lingkup
rumah tangga yang dilakukan oleh terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. dan yang
menjadi korban adalah saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI;
- Bahw pada hari Sabtu tanggal 28 Mel 2016 sekitar jam 2 I .00 W113 saksi
mendengar dari warga bahwa ada keributan dirumah pak RW yaltu terdakwa
ANTO, sesarnpainya di rumah terdakwa saksi melihat terdakwa sedang bertengkar
mulut dengan saksi SEPT! dan melihat saksi SEPTI sedang berkemas pakaian dan
pergi meninggalkan rumah;
- Bahwa setelah kejadian kekerasan dalam rumah tangga tersebut saksi SEPTI tidak
iinggal serumah lagi dengan terdakwa dan anak-anaknya;
Bahwa atas keterangan saksi tersehut, terdakwa menyatakan tidak keberatan dan
membenarkan keterangan saksi;

4. Saksi HAMSANI Alias NIK, dibawah sumpah didepan persidangan pada pokoknya
memberikan keterangan sebagai berikut:

- Bahwa saksi membenarkan semua keterangannya yang ada dalam BAP yang dibuat
oleh Penyidik;

Halaman 7 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
- Bahwa benar saksi mengenal dengan terdakwa dan terdakwa adalah masih suarni
dan saIsi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI hingga saat ini;
- Bahwa pada han Sabtu tanggal 28 Mel 2016 sekitar jam 20.00 Wib bertempat di
Sebuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamatan
Cengkareng Jakarta Barat. telah terjadi tindak pidana kekerasan dalam lingkup
rumah tangga yang dilakukan oleh terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. dan yang
menjadi korhan adalah saksi SEPTI HFRMAWATY ANGGRAENI;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 21.00 WIB saksi melihat
ada baju terhakar di dapur dan pada saat saksi tanya ke saksi SEPTI dijawab jangan
iikut campur urusan keluarga;
- Bahwa setelah kejadian kekerasan dalam rumah tangga tersebut saksi SEPT! tidak
tinggal serumah lagi dengan terdakwa dan anak-anaknya;
Bahwa atas keterangan saksi tersebut, terdakwa tidak keberatan dan membenarkan
keterangan saksi;
5. Saksi EKO SUPRIYANTO, dibawah sumpah didepan persidangan pada pokoknya
memberikan keterangan sebagai berikut:

- Bahwa saksi membenarkan sernua keterangannya yang ada dalam BAP yang dibuat
oleh Penyidik;
- Bahwa saksi mengenal dengan terdakwa dan terdakwa adalah masih suami dan
saksi SEPT! HERMAWATY ANGGRAENI hingga saat ini;
- Bahwa benar pada han Sabtu tanggal 28 Mel 2016 sekitar jam 20.00 Wib bertempat
di Scbuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamatan
Cengkaneng Jakarta Barat. telah terjadi tindak pidana kekerasan dalam Iingkup
rumah tangga yang dilakukan oleh terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. Dan yang
menjadi korban adalah saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI;
- Bahwa saksi tidak rnelihat bagairnana terdakwa melakukan kekerasan terhadap
saksi korban SEPTI;
- Bahwa setelah kejadian kekerasan dalam rumah tanga tersehut saksi SEPTI tidak
tinggal serumah lagi dengan terdakwa dan anak-anaknya;

Bahwa atas keterangan saksi tersebut, terdakwa tidak keberatan dan membenarkan
keterangan saksi;

Halaman 8 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa selanjutnya dipersidangan telah didengar keterangan Terdakwa
ANTO MAHAPUTRA,SE., pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa terdakwa tidak mempergunakan haknya unituk didampingi Penasihat
Hukum dan terdakwa rnenghadapi pensidangannya sendini;
- Bahwa saat memberikan ketenangan terdakwa membenankan sernua
kètenangannya yang ada dalam Berita Acara Pemerikasaan yang dibuat oleli
Penyidik Poiri;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 20.00 Wib bertempat di
Sebuah rumah di Jalan Bani Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamaan
Cengkareng Jakarta Barat, telah terjadi tindak pidana kekerasan dalam Iingkup
rumah tangga yang dilakukan oleh terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. dan yang
menjadi konban adalah saksi SEPT! HERMAWATY ANGGRAENI;
- Bahwa terdakwa ANTO MA! IAPUTRA. SE mengetuk pintu karnar meminta
istrinya yaitu saksi korban SEPTI IIERMAWATY ANGGRAENI untuk
membukanan pintu kamar karena kedua anaknya menangis di dalam kamar IaIu
setelah pintu kamar di buka terjadi cekcok mulut antara terdakwa ANTO
MAHAI1JTRA. SE dengan istrinya yaitu saksi korhan SEPTI HERMAWATY
ANGGRAINI sehingga terdakwa menjadi emosi lalu memukul dahi saksi korhan
SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI hingga mengakihatkan luka. Selanjutnya
saksi korhan SEPT! HERMAWATY ANGGRAENI pergi meningaIakan rumah dan
melaponkan perbuatan terdakwa ke kanior Polres Jakarta Barat guna dilakukan
proses Iebih lanjut;
- Bahwa pada saat terdakwa memukul saksi korhan SEPTI sedang memakai cincin
dan terdakwa mengakui telah menedang saksi SEPTI satu kali;
- Bahwa pada saat terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. melakukan perbuatan
kekerasan fisik kepada saksi dilakukan dalam Iingkungan rumah tanga dimana
saksi masih dalam status perkawinan sebagai istri terdakwa, berdasarkan Surat
Kulipan Akta Nikah Nomor: 687 15 V 2013 Tanggal 03 Mei 2013 dan Kantor
Urusan Agama Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat tanggal 02 Juni 2016;
- Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan saksi korban mengalami
luka sebagaimana Visum et Repertum Nomor: B/354/RSBM/V/2016 tanggai 30
Mei 2016 yang dibuat oieh Raymond Surya. Dokter;

Halaman 9 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Penuntut Umum tidak mengajukan barang bukti dalam perkara
ini;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah membacakan Bukti Visum et Reperturn
Nomor : B/354/RSBM/V/2016 tanggal 30 Mei 2016 yang dibuat oleh Dr. Raymond Surya
dokter pemeriksa pada Rumah Sakit Bhakti Mulia menerangkan sebagai berikut:
Hasil Pemeriksaan luar:
Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sedang, korban
mengeluhkan nyeri pada dahi sebelah kiri. Pada korban ditemukan:
1. Pakaian yang dikenakan dalam kondisi cukup baik;
2. Pada dahi, lima sentimeter dan garis tengah tubuh, tiga sentimeter dari atas alis
kanan, didapatkan luka lecet berukuran satu kali satu sentimeter dengan bengkak
daerah sekitarnya;
Terhadap korban telah diberikan penanganan berupa perawatan luka. Kesimpulan:

Pada pemeriksaan Korban Perempuan berusia dua puluh empat tahun ini ditemukan
luka lecet pada dahi sebelah kiri. Cedera tersebut tidak mengakibatkan halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan untuk sementara waktu;

Menimbang, bahwa atas pembacaan Bukti Visum et Repertum tersebut, Terdakwa


menerangkan telah mengerti isinya dan menyatakan tidak keberatan;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan


Surat bukti Visum yang diajukan dan atau dibacakan dipersidangan, dalam hubungannya
antara satu dengan yang lainnya ternyata saling bersesuaian, sehingga Majelis Hakim
memperoleh fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan sebagai berikut;

- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 20.00 Wib bertempat di
Sebuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan Kapuk Kecamatan
Cengkareng, Jakarta Barat, telah terjadi tindak pidana kekerasan dalam lingkup rumah
tangga yang dilakukan oleh Terdakwa ANTO MAHAPUTRA, SE., dan yang menjadi
korban adaIah saksi korban SEPTI HERMAWTY isteri Terdakwa sendiri;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 sekitar jam 20.00 WIR ketika
saksi korban sedang tiduran di dalam kamar, anak saksi menangis karena tidak
diijinkan saksi korban keluar karena sudah malam takut masuk angin,

Halaman 10 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
kemudian terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE mengetuk pintu kamar meminta saksi
korban SEPTI HERMAWATY untuk membukakan pintu kamar karena kedua anaknya
menangis di dalam kamar lalu setelah pintu kamar di buka, terjadi cekcok mulut
antara terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE dengan saksi korban SEPTI
HERMAWATY sehingga, terdakwa menjadi emosi lalu memukul dahi saksi korban
SEPTI HERMAWATY dengan tangan kanan terdakwa yang menggunakan cincin
hingga mengakibatkan luka lecet dan bengkak di dahi saksi, lalu terdakwa memukul
kepala bagian belakang satu kali, memukul punggung belakang satu kali lalu menedang
pipi kanan satu kali dengan menggunakan kaki kanan dan rambut saksi korban di
jambak dengan kedua tangan terdakwa
sambil menyeret saksi korban dari ruang tamu;
- Bahwa karena kesel dengan perbuatan terdakwa kemudian saksi korban membakar baju
terdakwa diatas kompor namun perbuatan saksi korban tersebut membuat terdakwa
kembali emosi lalu saksi korban mukanya di pukul lagi oleh terdakwa kemudian
ditendang lalu rambut saksi korban dijambak sambil diseret ke luar dari ruang tamu
karena malu lalu saksi kembali kedalam kamar sambil menelpon saudara saksi korban
yaitu saksi AMBON untuk menjemput saksi korban dan setelah bapak AMBON datang
lalu saksi korban pergi meninggalkan terdakwa lalu melapor ke Polres
Jakarta Barat;
- Bahwa akibat perbuatan terdakwa kepala belakang saksi korban bengkak dan pusing,
dahi sebelah kanan dan kiri memar, pipi kanan memar dan dari kejadian tersebut saksi
korban tetap terpaksa kerja meskipun kepala pusing
dan sakit;
- Bahwa pada saat terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. melakukan perbuatan
kekerasan fisik kepada saksi dilakukan dalam Iingkup rumah tangga dimana saksi
masih dalam status perkawinan sebagai istri terdakwa berdasarkan Surat Kutipan Akta
Nikah Nornor: 687/15/V/20l3 Tanggal 03 Mei 2013 dan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat Tanggal 02 Juni 2016;
- Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan saksi korban mengalami luka
sebagaimana Visum et Reperturn Nomor : B/354/RSBM/V/2016 tanggal 30 Mei 2016
yang dibuat oleh Dr. Raymond Surya dokter pemeriksa pada Rumah Sakit Bhakti Mulia
menerangkan sebagai berikut:
Hasil Pemeriksaan luar:

Halaman 11 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sedang, korban
mengeluhkan nyeri pada dahi sebelah kiri. Pada korban ditemukan:
1. Pakaian yang dikenakan dalam kondisi cukup baik;
2. Pada dahi, lima sentimeter dan garis tengah tubuh, tiga sentimeter dari atas alis
kanan, didapatkan luka lecet berukuran satu kali satu sentimeter dengan bengkak
daerah sekitarnya;
Terhadap korban telah diberikan penanganan berupa perawatan luka. Kesimpulan :
Pada pemeriksaan Korban Perempuan berusia dua puluh empat tahun ini ditemukan
luka lecet pada dahi sebelah kiri. Cedera tersebut tidak mengakibatkan halangan
dalam menjalankan pekerjaan jabatan pencarian untuk sernentara waktu;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, apakah
Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan
Penuntut Umum?;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan kesalahan Terdakwa, maka perbuatan
Terdakwa haruslah memenuhi unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan kepadanya;

Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa dengan Dakwaan Tunggal melanggar Pasal


44 ayat (4) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tetang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Unsur “Barang Siapa”;


2. Unsur “Unsur MeIakukan Perbuatan Kekerasan Fisik;
3. Unsur “Dalam Lingkup Rumah Tangga”;
4. Unsur “Yang tidak menimbulkan penyakit akan halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegialan sehari-hari:

Ad.1. Unsur “Barang siapa”:

- Bahwa yang dimaksud dengan unsur ini adalah setiap orang sebagai pendukung hak
dan kewajiban sebagal subjek hukum yang sehat jasmani dan rohani, kepadanya
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang diiakukannya. serta dapat
membedakan antara perhuatan baik dan perbuatan buruk, antara perbuatan yang
sesuai dengan hukum dengan yang bertentangan dengan hukurn. mampu berbuat
dan bertindak sesuai dengan keinsyafannya, bahwa yang diajukan sebagal terdakwa
dalam

Halaman 12 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
perkara ini adalah yang diketahul bernama ANTO MAHAPUTRA, SE.. terdakwa
yang selama dipersidangan telah menyatakan sehat jasmani dan rohani dapat
mengikuti persidangan sehingga tidak ditemukan adanya alasan pemaaf ataupun
pembenar yang dapat menghiIangkan sifat tanggung jawab dan perbuatan pidana
yang telah dilakukan serta telah pula membenarkan identitas dirinya sebagaimana
dalam surat dakwaan;
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka unsur “Setiap Orang” telah terpenuhi dan
terbukti menurut hukum;
Ad. 2. Unsur “MeIakukan Perbuatan Kekerasan Fisik”;
- Bahwa yang dimaksud dengan kekerasan fisik menurut Pasal 6 (Undang- undang
Nomor 23 Taliun 2004. ada!ah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit. jatuh
sakit. atau luka berat;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. baik keterangan
saksi-saksi. keterangan terdakwa. petunjuk dan dihuhungkan dengan barang bukti
yang ada. Bahwa pada hari Sabtu tangaI 28 Mel 2016 sekitar jam 20.00 Wib
bertempat di Sebuah rumah di Jalan Batu Bulan RT.008 RW.008 Kelurahan
Kapuk Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat, telah
terjadi tindak pidana kekerasan dalam Iingkup rumah tangga yang dilakukan oleh
terdakwa ANTO MAHAPUTRA,SE. dan yang menjadi korhan adalah istri
terdakwa yaitu saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI, Bahwa perbuatan
tersehut diawali ketika ketika saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI sedang
tiduran di dalam kamar anaknya menangis karena tidak diizinkan saksi, keluar
karena sudah malam takut nanti anaknya masuk angin, kemudian terdakwa ANTO
MAHAPUTRA. SE mengetuk pintu kamar merninta saksi korban SEPTI
HERMAWATY ANGGRAENI untuk membukanan pintu kamar karena kedua
anaknya menangis di dalam kamar lalu setelah pintu kamar di buka terjadi
cekcok mulut antara terdakwa ANTO
MAHAPUTRA. SE dengan istrinya yaitu saksi korban SEPTI HERMAWATY
ANGGRAENI sehingga terdakwa menjadi emosi lalu memukul dahi saksi korban
SEPTIHERMAWATY ANGGRAENI dengan tangan kanan terdakwa yang
rnenggunakan cincin hingga mengakibatkan luka lecet dan bengkak di dahi saksi
SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI selain itu terdakwa memukul kepala hagian
belakang satu kali. memukul punggung belakang satu kali lalu

Halaman 13 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
menendang pipi kanan satu kali dengan menggunakan kaki kanan dan rambut saksi
SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI di jambak dengan kedua tangan terdakwa
sambil menyeret saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI dari ruang tamu.
Selanjutnya karena kesel dengan perbuatan terdakwa kemudian saksi SEPTI
HERMAWATY ANGGRAENI membakar bajii terdakwa diatas kompor namun
perbuatan saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI tersebut membuat terdakwa
kembali emosi lalu saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI rnukanya di pukul
lagi oleh Terdakwa muka saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAINI kemudian
ditendang dan rambut saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI dijambak sambil
diseret keluar dari ruang tamu kemudian saksi SEPTI HERMAWATY
ANGGRAENI kembali kedalam kamar sambli menelpon saudarana yaitu saksi
AMBON untuk menjemput saksi dan setelah bapak AMBON datang, saksi pergi
meninggalkan terdakwa lalu melapor ke Poires Jakarta Barat;
- Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan saksi korban mengalami
luka sebagaiinana Visum et Repertum Nomor: B/354/RSBM/V/2016 tanggai 30
Mel 2016 yang dihuat oleh Dr. Raymond Surva. dokter pemeriksa pada Rumah
Sakit Bhakti Mulia menerangkan sebagal berikut:
Hasil Perneriksaan luar:
Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sedang. korban mengeluhkan
nyeni pada dahi sebelah kiri. Pada korban ditemukan:
1. Pakaian yang dikenakan dalam kondisi cukup baik.
2. Pada dahi. lima senti meter dari ganis tengah tubuh. tiga sentirneter dari atas alis
kanan. didapatkan luka lecet berukuran satu kali satu sentimeter dengan bengkak
daerah sekitarnya.
Terhadap korban telah diberikan penanganan berupa perawatan luka. Kesimpulan:
Pada pemeriksaan Korban Perempuan berusia dua puIuh empat tahun ini ditemukan luka
lecet pada dahi sebelah kiri. Cedera tersebut tidak mengakibalkan halangan dalam
menjalankan pekenjaan jabatan’ pencarian untuk sementara waktu;

Bahwa akibat perbuatan terdakwa kepala belakang saksi bengkak dan pusing. dahi sebelah
kanan dan kiri memar. pipi kanan memar dan atas kejadian tersehut saksi tetap terpaksa
kerja meskipun kepala pusing dan sakit;

Halaman 14 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa penhuatan terdakwa merupakan perhuatan meiaan hukum dan dilakukan oieh
terdakwa dengan sadan atau memang dikehendaki oieh terdakwa karena terdakwa
mçnuruti naisu amanahnya.
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka unsur “Melakukan
Perbuatan Kekerasan Fisik” telah terpenuhi dan terbukti menurut Hukum;
Ad.3. Unsur “Dalam Lingkup Rumah Tangga”;
- Bahwa menurut Pasal 2 Ayat (1) huruf a UU No. 23 Tahun 2004. antara lain
meliputi suami. isteri dan anak;
- Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan saksi-saksi
dan keterangan/pengakuan terdakwa diperoleh hal-hal sebagal berikut:
- Bahwa pada saat terdakwa ANTO MAHAIUIRA. SE. melakukan perbuatan
kekerasan fisik kepada saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI dilakukan
dalam lingkup rumah tangga diamana saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI
masih dalam status perkawinan sebagai istri terdakwa berdasarkaii Surat Kutipan
Akta Nikah Nomon: 687/15/V’2013 Tanggal 03 Mel 2013 dan Kantor Unusan
Agarna Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat tanggal 02 Juni 2016;

Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka unsur “Melakukan


Perbuatan Kekerasan Fisik” telah terpenuhi dan terbukti menurut Hukum;

Ad.4. Unsur ” Yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari;

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dan keterangan saksi dan


keterangan pengakuan terdakwa diperoleh hal-hal sehagai berikut:

Bahwa pada saat terdakwa ANTO MAHAPUTRA. SE. melakukan perbuatan kekerasan
fisik kepada saksi SEPTI HERMAWATY ANGGRAENI mengakibatkan saksi korban
mengalami luka sebagaimaha Visum et Repertum Nomor: B/354/RSBM/V12016 tanggal
30 Mei 2016 yang dibuat oleh Dr. Raymond Surya. dokter pemeriksa pada Rumah
Sakit Bhakti Mulia menenangkan sehagal berikut:
Hasil Pemeriksaan luar:

Halaman 15 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Korban datang dalam keadaan sadan dengan keadaan umum sedang. korban mengeluhkan
nyeri pada dahi sebelah kiri. Pada korban ditemukan:
1. Pakaian yang dikenakan dalam kondisi cukup baik.
2. Pada dahi. lima senti meter dari ganis tengah tubuh. tiga sentirneter dari atas alis
kanan. didapatkan luka lecet berukuran satu kali satu sentimeter dengan bengkak
daerah sekitarnya.
Terhadap korban telah diberikan penanganan berupa perawatan luka. Kesimpulan:
Pada pemeriksaan Korban Perempuan berusia dua puIuh empat tahun ini ditemukan luka
lecet pada dahi sebelah kiri. Cedera tersebut tidak mengakibalkan halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan’ pencaharian untuk sementara waktu;
Bahwa akibat perbuatan terdakwa kepala belakang saksi bengkak dan pusing. dahi sebelah
kanan dan kiri memar. pipi kanan memar dan atas kejadian tersehut saksi tetap terpaksa
kerja meskipun kepala pusing dan sakit;
Bahwa perbuatan terdakwa merupakan perhuatan meiaan hukum dan dilakukan oieh
terdakwa dengan sadar atau memang dikehendaki oieh terdakwa karena terdakwa menuruti
nafsu amarahnya.
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka unsur “Yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari”, telah terpenuhi dan terbukti menurut Hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan unsur- unsur


dakwaan Tunggal tersebut diatas, maka Majelis sependapat dengan Penuntut Umum
sebagaimana yang uraikan dalam Tuntutannya, bahwa Terdakwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana “Melakukan Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga”,
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 44 ayat (4) UU.RI. No.23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagaimana yang didakwakan
dalam Dakwaan Tunggal;

Menimbang, bahwa tentang pembelaan Terdakwa pribadi tanggal


29 Maret 2018, yang pada pokoknya mohon agar kiranya Terdakwa bisa diberikan
kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga ditengah-tengah kesehatan Terdakwa yang
terganggu sebab penyakit TBC Paru dan Diabetes,

Halaman 16 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
dengan memberikan Putusan Bebas atau setidak-tidaknya Putusan Hukuman yang paling
ringan;
Menimbang, bahwa terhadap Pembelaan/Permohonan Terdakwa tersebut, karena
tidak menyinggung materi perkara, maka Majelis akan mempertimbangkan
Pembelaan/Permohonan Terdakwa tersebut dalam bagian hal-hal yang meringankan
hukuman bagi Terdakwa sebagaimana berikut dibawah ini;
Menimbang, bahwa Majelis berpendapat pada diri Terdakwa terdapat kemampuan
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya bersifat melawan hukum, serta tidak
adanya alasan pembenar ataupun pema’af yang dapat menghapuskan kesalahan Terdakwa,
maka berdasarkan ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP kepada Terdakwa haruslah
dijatuhi pidana;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka
berdasarkan pasal 222 ayat (1) KUHAPidana, biaya perkara dibebankan kepada
Terdakwa;

Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa,


terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan
hukuman bagi Terdakwa sebagai berikut;

Hal – hal yang memberatkan:


- Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan Tugas-tugas seorang suami sebagai Kepala
Rumah Tangga, yang seharusnya mengayomi dan melindungki keluarganya;

Hal-hal yang meringankan:


- Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;
- Terdakwa mengakui secara terus terang dan menyesali perbuatannya;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa masih dalam rawat jalan atas penyakit TBC Paru dan Diabetes Melitus yang
di deritanya (Surat Keterangan Dokter terlampir);
Mengingat Pasal 44 ayat (4) Undang-undang RI. No.23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Peraturan Perundang-undangan lain
yang bersangkutan;

M E N G A D I L I:

Halaman 17 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
1. Menyatakan Terdakwa ANTO MAHAPUTRA.SE, telah terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan Kekerasan Fisik Dalam
Lingkup Rumah Tangga”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ANTO MAHAPUTRA,SE oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 2 (dua ) bulan;
3. Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada
putusan Hakim yang menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana
lain, sebelum habis “masa percobaan selama 4 (empat) bulan”;
4. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu
rupiah);
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, pada hari: Selasa, tanggal 03 April 2018, oleh kami: Ivonne Wudan
Kaes Maramis,S.H.,M.H.,sebagai Hakim Ketua Majelis, Agus Setiawan, S.H.,M.H., dan
Sarjiman,S.H.,M.Hum., masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan tersebut
diucapkan pada hari Selasa, tanggal 10 April 2018 dalam sidang yang terbuka untuk
umum, oleh Majelis Hakim tersebut dibantu Beti Nurbaeti,S.H., Panitera Pengganti pada
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dihadiri oleh Febby Salahuddin,
S.Kom.,S.H., selaku Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dan
Terdakwa.

Hakim-hakim Anggota, Hakim Ketua Majelis,

Agus Setiawan,S.H.,M.H. Ivonne Wudan Kaes Maramis,S.H.,M.H.

Sarjiman, S.H.,M.Hum.

Panitera Pengganti, Beti

Nurbaeti,S.H.,

Halaman 18 dari 18 Halaman Putusan Nomor 199/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Brt.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
m

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Anda mungkin juga menyukai