Anda di halaman 1dari 81

i

PENGGUNAAN GANJA SEBAGAI OBAT PERSPEKTIF HUKUM


PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

(Analisis Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir di Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Agus Nuryadi

11140450000070

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2020
ii

PENGGUNAAN GANJA OBAT PERSPEKTIF HUKUM PIDANA


INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM
( Analisis Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika )

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:

Agus Nuryadi
11140450000070
Pembimbing:

Pembimbing 1 : Pembimbing 2:

Prof.Dr.H.A.Salman Maggalatung, S.H.,M.H Muhammad Ishar Helmi, S.Sy., S.H.,M.H

NIP. 195403031976111001 NIP. -

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI


Berjudul PENGGUNAAN GANJA SEBAGAI OBAT PERSPEKTIF HUKUM
PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Pasal 7 dan 8
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Narkotika) telah
diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 bulan Juli tahun 2020.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum
(S.H) pada Program Studi Hukum Pidana Islam.

Jakarta, 23 Juli 2020

Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H


NIP; 1977608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Qasim Arsadani, M.A (……………….)


NIP : 196906292008011016

Sekretasis : Mohammad Mujibur Rahman, M.A (……………….)


NIP: 197604082007101001

Pembimbing I: Prof.Dr.H.A.Salman Manggalatung, S.H., M.H (……………….)


NIP: 195403031976111001
Pembimbing II: Muhammad Ishar Helmi, S.H., M.H (……………….)
NIP: -

Penguji I : Dr.Alfitra, S.H,.M.Hum (……………….)


NIP: 197202032007011034

Penguji II : Mohamad Mujibur Rohman, M.A (……………….)


NIP: 197604082007101001
iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Agus Nuryadi
NIM : 11140450000070
Fakultas : Syariah dan Hukum

Program studi : Hukum Pidana Islam (Jinayah)


Tempat Tangga Lahir : Tangerang, 10 Agustus 1996
Nomor HP : 089630627786

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar setrata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karena ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
konsekuensin yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Jakarta, 23 Agustus 2020


4 Muharram 1442 H

Agus Nuryadi
v

ABSTRAK
Agus Nuryadi. NIM 11140450000070. “Penggunaan Ganja Sebagai Obat
Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam ( Analisis
Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).
Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masalah utama dalam penelitin
ini adalah bahwa adanya pertentangan dalam Pasal 7 dan pasal 8. Dimana pasal 8
Larangan Penggunaan Narkotika Golongan 1 Untuk Kepentingan Pelayanan
Kesehatan, sedangkan di dalam pasal 7 Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan. Pasal yang ada didalam Undang-Undang Narkotika saat ini ada
yang berbenturan dengan pasal yang lainnya, menyebabkan banyaknya penafsiran
serta adanya ketidak pastian hukum dalam penegakan terhadap Penggunaan Tanaman
Ganja sebagai Obat di dalam masyarakat.
Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Hukum Normative dan Metode
pendekatan Case Approach dan Statue Approach dengan menggunakan pengkajian
terhadap peraturan perundang-undangan, buku, jurnal-jurnal, dan kitab-kitab Fiqh
yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian tentang Penggunaan Ganja
Sebagai Obat Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam.
Dapat disimpulkan dalam penelitian Hukum Pidana Indonesia tentang
Penggunaan Ganja Sebagai Obat, saat ini pasal-pasal yang terkait dengan Narkotika
masih banyak yang berbenturan dengan pasal yang lain, menyebabkan adanya ketidak
kepastian dalam hukum terhadap penggunaan Ganja sebagai obat. Negara harus dapat
mengkodifikasi Undang-Undang tentang Narkotika, agar dalam pasal-pasal tersebut
tidak berbenturan dengan pasal yang lain, dan agar tidak semakin banyaknya kerugian
yang dialami oleh masyarakat dan Negara dalam perang terhadap narkoba. Sedangkan
dalam Hukum Pidana Islam mengacu pada Alquran dan Hadis serta ijtihad ulama.
Tanaman ganja dapat digunakan selama bertujuan untuk kepentingan pengobatan, dan
memberi hukuman berupa ta’zir terhadap segala bentuk penyalahgunaan. Sedangkan
dalam ijtihad ulama melalui metode qiyas yang menyamakan tanaman ganja dengan
khamar tidak memenuhi unsur qiyas, dimana dalam menyamakan dengan khamar
yang jelas-jelas berbeda baik kandungannya, zat, atau efek yang dihasilkan. Sehingga
qiyas yang menyamakan ganja dengan khamar tidak dapat menentukan keharaman
atas tanaman ganja sebagai obat. Sedangkan dalam metode maslahah al-mursalah,
selama penggunaan ganja sebagai obat itu diatur dalam penggunaannya sehingga
mendapatkan manfaat, penggunaan ganja sebagai obat halal digunakan, karena sudah
aturan penggunaan sebagai obat terhadap para ahli.
Kata Kunci: Pemidanaan, Aturan Penggunaan dan Pendistribusi, Ganja Untuk Obat.
Pembimbing I : Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H., M.H.
Pembimbing II : Muhammad Ishar Helmi, S.H., M.H.

Daftar pustaka : 1994 – 1019


vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah tuhan semesta alam yang telah
selalu melimpahkan Rahmat, Hidayah, Taufik, Kasih dan Sayangnya, serta
petunjuk jalan yang Allah Ridhai-nya. Sehingga penulis mampu meneyesaikan
tugas akhir dalam menempuh Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakutlas
Syariah dan Hukum Universiras Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam tak lupa tercurahkan selalu kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman jahliiyah ke zaman yang
penuh dengan Ilmu Pengetahuan untuk petunjuk umatnya dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selanjutnya dalam proses penyelesaian tugas akhir ini, penulis mengucapkan


terimakasih banyak kepada pihak-pihak yang telah berjasa membantu,
memotivasi, mendukung, yakni yang terhormat:

1. Pertama orang tua yang saya tercinta, sayangi dan hormati, Bapak Erman
dan Ibu Nur Lela yang telah merawat, membesarkan serta mendidik saya
dengan sabar dan penuh kasih sayang serta tak pernah lelah memberikan
do’a yang terbaik serta mendukung untuk menasehati dan memotivasi
untuk dapat menyelesaikan tugas akhir saya. Semoga Allah selalu
membalas semua kebaikan dan pengorbanan Bapak dan Ibu saya, serta
selalu Allah tercurahkan Rahmat, Kasih dan Sayang serta perlindungan
untuk kedua orang tua saya.
2. Rifatun Nailah yang insya Allah menjadi pendamping dan teman hidup
saya yang banyak membantu, mendukung, memberi semangat,
memotivasi, memberikan bantuan untuk menyelesaikan karya ilmiah saya.
3. Dr.H. Ahmad Tholabi Kharkie, S.Ag.,S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vii

4. Qosim Arsadani, M.A. Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam yang
membantu, menasehati, memotivasi saya dalam semangat untuk
menyelesaikan kuliah saya, serta bimbingan dalam memberikan
pengajaran.
5. Muhammad Mujibur Rahman, M.A. Sekretaris Prodi Hukum Pidana Islam
yang telah banyak membantu dan memberikan arahan serta bimbingaanya
dengan ikhlas.
6. Prof.Dr.H.A.Salman Manggalatung,S.H.,M.H. Dosen Pembimbing 1 dalam
penulisan skripsi ini Yang telah banyak memberikan masukan, arahan serta
bersedia meluangkan waktu dengan penuh keikhlasan kepada penulis untuk
dapat menyelesaikan karya ilmiah.
7. Muhammad Ishar Helmi, S.H., M.H. Dosen Pembimbing II dalam
penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan masukan, arahan serta
bersedia meluangkan waktu dengan penuh keikhlasan kepada penulis untuk
dapat menyelesaikan karya ilmiah.
8. Dr. Isnawati Dosen Akademi sekaligus guru saya yang selalu memberikan
arahan dan motifasi terhadap penulis.
9. Seluruh Dosen Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hudayatullah Jakarta.
10. Sahabat Sejurusan dam seangkatan yang telah banyak mendukung,
membantu, dan memotivasi saya dalam menyelesaika karya ilmiah.
11. Sahabat dan kawan-kawan organisasi, komunitas, PMII, HMI, IMM, GMI,
GPPI, DJAVU yang banyak membantu serta memberikan dukungan dan
motikasi.
12. Keluarga besar Segitiga, DPP, DPR UIN Jakarta yang selalu mendukung
serta memberi semangat untuk terus selalu berjuang dalam menyelsaikan
karya ilmiah.
viii

Akhirnya hanya kata syukur Alhamdulillah dan terima kasih. Besar


harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya. Aamiin yarabbal’alamin…

Jakarta, 23 Agustus 2020


4 Muharram 1442 H

Agus Nuryadi
ix

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. iv

ABSTRAK ....................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix

BAB I............................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

D. Kerangka Teori dan Konseptual .............................................................................. 8

E. Review Studi Terdahulu ........................................................................................ 11

F. Metode Penelitian ................................................................................................. 13

G. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 16

BAB II ........................................................................................................................... 18

PENGGUNAAN GANJA SEBAGAI OBAT ................................................................. 18


x

A. Pengertian Ganja ................................................................................................... 18

B. Penggunaan Narkotika .......................................................................................... 23

BAB III .......................................................................................................................... 32

GANJA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM ....................................................... 32

A. Pengertian Khamar ................................................................................................ 32

B. Narkotika Sabagai Khamar .................................................................................... 40

C. Dampak Narkotika dalam Masyarakat ................................................................... 45

D. Pengguaan Ganja Sebagai Obat dalam Hukum Islam............................................. 48

BAB IV .......................................................................................................................... 53

PENGGUNAAN NARKOTIKA JENIS GANJA SEBAGAI OBAT............................... 53

A. Analisis Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Penggunaan


Ganja Sebagai Obat ............................................................................................... 53

B. Pendapat Ulama Tentang Penggunaan Ganja Sebagai Obat Dalam Analisis Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 7 Dan Pasal 8 .............................................. 59

BAB V ........................................................................................................................... 67

PENUTUP ..................................................................................................................... 67

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 67

B. Rekomendasi......................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 69
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1976, Indonesia mengesahkan Konvensi Tunggal Narkotika


Internasional tahun 1961, dimana Ganja dan koka dimasukan ke Narkotika
golongan 1, melalui Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976.
Sebelumnya, konvensi-konvensi Internasional terkait Napza hanya mengatur
Opium: pembatasan perdagangan (1912) dan pembatasan distribusi hanya
untuk medis dan penelitian (1931). Disamping pengesahan konvensi
internasional tersebut, Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika dan penerapannya. 1

Undang-Undang Narkotika yang dilandasi semangat pemberantasan


dan pelarangan hasil adopsi kesepakatan Internasional di DenHaag, Belanda
yang didukung perangkat militer dalam penerapannya, praktis membuat
tanaman ganja menjadi barang terlarang di tanah air. Pada tahun1997, Undang-
Undang Narkotika direvisi dengan hukuman yang semakin berat, dan pada
tahun 2009 keluar Undang-Undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 35
tentang Narkotika, dengan isi naskah yang sama dengan Undang-Undang
sebelumnya namun hukuman kurungan dan denda semakin berat.

Pembentukan Undang-Undang ini di dasari pada pertimbangan antara


lain, bahwa Narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat
di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbukan ketergantungan yang

1
Patri Handoyo, War On Drugs, Refleksi Transformative Penerapan Kebijakan
Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia, Bandung Sva Tantra, 2014, h 119.
sangat merugikan apabila disalahgunakan tanpa pengendalian dan pengawasan
yang ketat dan seksama. 2

Cap buruk tentang napza sesungguhnya sengaja diciptakan. Banyak


jalur digunakan untuk melahirkan cap buruk itu, misalnya sekolah, spanduk
dan poster jalanan, seminar, media masa, lomba lukis anak-anak, dan lain-lain.
Khususnya napza ilegal, yang dikisahkan hanya efek buruknya, misalnya
dengan slogan “sekali mencoba sulit melupakannya, masuk penjara, nyawa
taruhannya”. 3 Dengan adanya cap buruk terhadap Narkotika Golongan 1 Jenis
Ganja, membuat pemahaman tentang Narkotika menjadi sesuatu yang
mendekati dengan kematian dan kehancuran terhadap yang menggunakannya.
Padahal Narkotika adalah zat yang dapat digunakan untuk kesehatan yang
banyak digunakan untuk beberapa penyakit.

Banyak yang mengetahui informasi tersebut, namun ketika seseorang


mencoba mengkonsumsinya mereka mengalami ternyata napza dapat
digunakan dan ditinggalkan tidak ditangkap polisi dan tidak langsung mati,
berbeda dengan informasi yang diberikan oleh pemerintah untuk menghindari
polisi, pengguna napza harus membeli dan menggunakannya secara sembunyi-
sembunyi. Tak heran banyak orang tua, sahabat, guru, pacar tidak mengetahui
orang yang sehari-hari bersamanya adalah pengguna napza ilegal, seorang
kriminal dimata negara. Berbagai kerugian dapat muncul ketika mengkonsumsi
obat apapun secara berlebihan dan tidak adanya batasan dosis yang digunakan
terhadap penggunanya. Kerugian secara individu maupun masyarakat sangat
beragam, baik untuk napza legal maupun ilegal, tergantung dari zat dan efek
farmakologis, kandungan, cara penggunaan.

Pada tahun 1998 UNODC melaporkan, bisnis ini paling tidak memiliki
omset global tahunan sebesar U$$400 Miliyar, atau jika dikonvensi menjadi
sekitar RP 4 ribu Triliun. Realisasi Belanja Negara kita untuk tahun 2005 saja

2
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Kencana, 2017, h 121.
3
Patri Handoyo, War On Drugs, Refleksi Transformative Penerapan Kebijakan
Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia, Bandung, Sva Tantra, h7.

2
hanya 1/8 dari jumlah tersebut, yaitu sebesar RP 509,4 Triliun dari yang
dianggarkan RP 565 Triliun. Maka jaringan yang terlibat dalam bisnis ini pun
tak segan-segan melakukan pembunuhan, penyuapan, pencucian uang, dan
rentan kejahatan lainnya guna mengamankan keuntungan yang nilainya
selangit.4

Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang


Narkotika, ini diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyababkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang. Penggunaan Narkotika Golongan 1 Jenis Ganja paling banyak
digunakan di Indonesia, karena tanaman ganja tumbuh di berbagai daerah di
Indonesia. Dan lagi banyak sebagaian masyarakat yang pernah menggunakan
dan merasakan khasiat dari tanaman ganja, seperti untuk melepas lelah dengan
cara menghisap untuk mendapatkan ketenangan serta merasa lebih rilex dalam
melepasas lelah. Atau remaja dari kalangan menengah ke bawah yang tidak
bisa bersenang-senang seperti remaja dari kalangan menengah keatas, sehingga
ia hanya dapat berkumpul bersama dengan teman-temannya dengan tempat
yang sederhana lalu membeli sepaket kecil ganja untuk dapat bersenang-
senang dengan teman-temannya. Serta beberapa kasus penggunan ganja
sebagai obat seperti kasus Fidelis yang memberi extrak ganja untuk istrinya
yang menderita sakit langka sumsum tulang bekang (Silingomyelia). Sanksi
bagi Pengguna Ganja Narkotika Golongan 1 itu ada dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009, Pasal 127 ayat 1 menayatakan;

Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara


paling lama 4 (empat) tahun.5 Sedangkan dalam Pasal 111 ayat 1 Menanam,
Memelihara, Memiliki, Menyimpan, Menguasai atau Menyediakan Narkotika

4
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif,
Jakarta: Kedokteran EGC, 2003, h 83.
5
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Kencana, 2017, h 130.

3
Golongan 1 dalam bentuk tanaman dipidana dengan pidana paling singkat 4
tahun atau paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
800.000.000.00 dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00.

Pasal 111 ayat 2 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi


1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan
pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 112 ayat 1 mimiliki, menyimpan,
menguasai atau menyediakan Narkotika golongan 1 bukan tanaman dipidana
dengan pidana penjara 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda Rp
500.000.000,00 dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00. Pasal 112 ayat 2
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan, beratnya melebihi 5
gram dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 5 tahun
dan paling lama 20 tahun dan denda maksimum 1/3 (sepertiga).

Pasal 113 Ayat 1 Memproduksi, Mengimpor, Mengekspor, atau


Menyalurkan Narkotika Golongan 1 dipidana paling singkat 5 tahun dan paling
lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 dan paling
banyak Rp 10.000.000.000,00. Pasal 113 Ayat 2 Memproduksi, Mengimpor,
Mengekspor, atau Menyalurkan Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk
bukan tanaman berarnya melebihi 5 gram dipidana dengan pidana mati,
penjara seumur hidup atau paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun
serta denda 1/3 (sepertiga).

Pasal 114 Ayat 1 Menawarkan untuk Dijual, Menjual, Membeli,


Menerima, menjadi Perantara dalam Jual Beli, Menukar, atau Menyerahkan
Narkotika Golongan 1 dipidana seumur hidup atau pidana paling singkat 5
tahun atau paling lama 20 tahun dan pidana denda Rp 1.000.000.000,00 dan
paling banyak Rp 10.000.000.000,00. Pasal 114 Ayat 2 Menawarkan untuk
Dijual, Menjual, Membeli, mejadi Prantara dalam Jual Beli, Menukar,
Menyerahkan, atau Menerima Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 kilogram atau 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan
tanaman beratnya 5 gram pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun dan
denda maksimum 1/3 (sepertiga).

Dalam penggunaan Narkotika Golongan 1 Jenis Ganja, dimana dalam


penggunaan sebagai obat seharusnya dapat diberikan terhadap masyarakat
yang sakit. Mengingat dalam Pasal 7 Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan tentang penggunaan
tanaman ganja sebagai obat, karena tanaman ganja adalah tanaman obat herbal
untuk berbagai macam penyakit, melihat sudah banyaknya penelitian tentang

4
penggunaan ganja yang dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Tetapi penggunaan Narkotika Golongan 1 Jenis Ganja tidak
dapat digunakan sebagai obat untuk masyarakat, sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 8 Ayat 1 Narkotika Golongan 1 Dilarang Digunakan Untuk
Kepentingan Pelayanan Kesehatan. 6 Larangan yang dibuat karena menganggap
tanaman ganja tidak memiliki manfaat medis untuk menyembuhkan penyakit,
serta anggapan tentang tanaman ganja yang dianggap berbahaya.

Aturan terkait Tindak Pidana Narkotika Golongan 1 ada didalam


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, pasal 127 ayat 1, pasal 127 ayat 2,
pasal 127 ayat 3, pasal 128 ayat 1, pasal 128 ayat 2, pasal 128 ayat 3, pasal 128
ayat 4, pasal 129, pasal 130 ayat 1, pasal 130 ayat 2,pasal 131, pasal 132 ayat
1, pasal 132 ayat 2, pasal 132 ayat 3, pasala 133 ayat 1, pasal 133 ayat 2, pasal
134 ayat 1, pasal 134 ayat 2, pasal 135, pasal 136, pasal 137, pasal 138, pasal
139, pasal 140 ayat 1, pasal 140 ayat 2, pasal 141, pasal 142, pasal 143, pasal
144 ayat 1, pasal 144 ayat 2, pasal 145, pasal 146 ayat 1, pasal 146 ayat 2,
pasal 146 ayat 3, pasal 147, pasal 148.7

Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam, Narkoba (Narkotika dan


obat/bahan berbahaya) tidak dijelaskan secara gamblang, Alquran hanya
menyabutkan istilah khamar. Meskipun demikian, jika suatu hukum belum
ditemukan statusnya, dapat diselesaikan melalui Metode qiyas.8 Tanaman
ganja yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan dikalangan ulama, karena
memiliki pandangan yang berbeda terkait tanaman ganja sebagai obat baik
dilihat dalam bentuknya maupun didalam kandungan zatnya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Sayyid Sabiq, ”sesungguhnya ganja


itu haram”. Diberikan sanksi had terhadap orang yang menyalah gunakannya,
sebagaimana diberikan Sanksi Had terhadap peminum khamar. Ganja itu lebih
keji dibandingkan dengan khamar, ditinjau dari sifatnya, ganja dapat merusak
akal sehingga dapat menjadikan laki-laki seperti banci dan dan memberikan
pengaruh buruk lainya. Ganja dapat menyababkan seorang berpaling dari

6
Hadi Setia Tunggal, Kompilasi Peraturan Narkotikadan Pisikotropika, Harvarindo,
2012, h 34.
7
Ruslan Renggong,Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Kencana, 2017, h 130.
8
Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, Jakarta, Amzah, 2015, h 172.

5
mengingat Allah dan shalat. Disamping itu, ganja termasuk kategori khamar
yang secara lafal dan maknawi telah diharamkan oleh Allah dan Rasul nya”.

Hal-hal kompleks dan urgen, Islam juga mengatur setiap aspek


kehidupan hinggal hal-hal terkecil yang tiap kali terabaikan. Oleh sebab itu,
Cendikiawan Muslim mencoba merumuskan suatu disiplin ilmu yang
memudahkan kita mengetahui sekian banyak hukum suatu permasalahan
dengan langkah yang lebih praktis. Di bentuklah disiplin ilmu yang dikenal
dengan nama Qawaid Al-Fiqh atau kaidah-kaidah fiqih. Salah satu cabang
penerapannya dari kaidah tersebut, yaitu kaidah Adh-Dharurat Tubihu Al-
Mahzhurat yang artinya “dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang
diperbolehkan”. Sedangkan sebagian ulama semisal As-suyuthi memasukkkan
kaidah ini sebagai cabang dari kaidah “Adh-harar Yuzalu” yang berarti segala
yang membahayakan itu harus dihilangkan. Kaidah ini merupakan cabang dari
kaidah Al-musyaqqah Tajilibu at-taisir, karena kaidah Adh-dharar Yuzalu
cakupannya lebih luas dan umum hingga meliputi segala macam seperti harta,
jiwa, dan lain sebagainya. 9 Sebagaimana Kaidah Fiqh pada umunya, kaidah ini
pun berlandaskan beberapa ayat dari Alquran. Diantaranya “Dan sesungguhnya
Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang dia haramkan, kecuali yang
terpaksa kalian makan”. Dan “Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya
sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia
tidak berdosa. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang”.

Darurat secara bahasa bermakna keperluan yang sangat mendesak atau


teramat dibutuhkan, sedangkan yang dimaksud darurat dalam Kaidah ini
adalah seseorang apabila tidak melakukan hal tersebut maka ia akan binasa
atau hampur binasa. Sebagian besar masyarakat di Indonesia saat ini
beranggapan bahwa ganja adalah tanaman yang berbahaya yang bisa
menjerumuskan manusia dalam kehidupan penuh dosa, penyakit, dan
kecanduan. Ganja juga dikenal secara negatif oleh masyarakat banyak sebagai

9
Roni Nuryusmansyah, Dalam Kondisi Darurat Hal Yang Terlarang Dibolehkan,
Muslim.or.id, 26 Des,2013, h 1.

6
tanaman yang mendekatkan kematian, tanaman yang dicari dan diburu oleh
pemakainya, hanya demi kesenangan yang sifatnya sesaat. Padahal saat ini
sudah banyak penelitian-penelitian di Negara-Negara lain tentang tanaman
ganja yang ternyata memberikan informasi yang berlawanan dengan informasi
yang sudah ada sejak dahulu. Dan lagi banyaknya kasus tentang penggunaan
ganja sebagai obat didalam masyarakat Indonesia yang menjadi permasalahan
baru ketika ternayata tanaman ganja dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit. 10

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penggunaan Ganja sebagai Obat dalam perspektif Hukum


Pidana Indonesia?
2. Bagaimana penggunaan Ganja sebagai obat dalam perpektif Hukum Pidana
Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan tentang Penggunaan Ganja Sebagai Obat dalam


Perspektif Hukum Pidana Indonesia yang ada di dalam Undang-Undang
tentang Narkotika dan aturan yang terkait.
b. Untuk menjelaskan pandangan Hukum Pidana Islam tentang Penggunaan
Ganja sebagai Obat.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat penelitian ini untuk menjadikan bahan pembelajaran serta kajian
dan tambahan pengetahuan bagi peneitian-penelitan dalam masalah
Penggunaan Ganja sebagai Obat di Indonesia.
b. Manfaat penelitian ini untuk mengetahui aturan-aturan tentang Penggunaan
Ganja sebagai Obat dalam Perpektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum
Pidana Islam.

10
Tim Lgn, Hikayah Pohon Ganja, 12000 Tahun Menyuburkan Peradapan Manusia,
Jakarta: Karya Gemilang,Cet 5, 2016, h 120.

7
D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

A. Teori Maslahah Al-mursalah

Sebelum membicarakan Maslahah Al-mursalah dan penggunaannya


sebagai dalil hukum, maka pada bagian ini akan dibicarakan terlebih dahulu
makna dan hakikat maslahah itu sendiri. Secara etimologi, kata "‫ص َه َحح‬
ْ ًَ ‫"ان‬,
jamaknya "َ‫صانَح‬
ََ ًََ ‫ان‬berarti suatu yang baik, yang bermanfaat, dan ia merupakan
lawan dari keburukan atau kerusakan dan didalam Bahasa Arab sering pula
disebut dengan “‫ص ََٕاب‬
َ ‫“ان َخىْش َٔان‬, yaitu yang baik dan benar.

MaslahahAl-mursalah kadang-kadang dibuat pula dengan ( َ‫لَح‬


َ َ‫ست‬
َْ َ‫)ال‬
ْ ‫طهَة َال‬
yang berarti mencari yang baik ( َْ‫صلَح‬ َ ). Jalaludin Abdurrahman secara
tegas menyebutkan bahwa Maslahah dengan pengertian yang lebih umum dan
yang dibutuhkan itu ialah semua apa yang bermanfaat bagi manusia, baik yang
bermanfaat untuk meraih kebaikan dan kesenangan maupun yang sifatnya
untuk meraih kebaikan dan kesenangan maupun yang sifatnya untuk
menghilangkan kesulitan dan kesusahan. Dengan kata lain, dapat dipahami
bahwa esensi Maslahah itu ialah terciptanya kebaikandan kesenangan dalam
kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang bisa merusaknya. Namun
demikian kemaslahatan itu berkaitan dengan tatanan nilai kebaikan yang patut
dan layak yang memang dibutuhkan oleh manusia. 11

Menurut ahli Ushul Fiqh, Maslahah Al-mursalah ialah kemaslahatan


yang telah diisyaratkan oleh syar’i dalam wujud hukum. Dalam rangka
menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapatnya dalil yang
membenarkan atau menyalahkan, karena itu disebut mutlak lantaran tidak

11
Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, Cimanggis,Depok: Kencana,2017, h 189.

8
terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah. 12 Adapun dalil tentang
Maslahah Al-mursalah yaitu:

1. Sesungguhnya permasalahan tentang perbaikan manusia selalu


muncul dan tidak pernah berhenti, jika seandainya tidak
menggunakan Maslahah Al-mursalah maka tidak dapat mengatur
permasalahan-permasalahan yang baru yang timbul untuk
memperbaiki manusia.
2. Sesungguhnya sudah banyak orang yang menggunakan Maslahah
Al-mursalah, yakni dari para Sahabat, para Tabi’in, dan para
Mujtahid. Mereka menggunakan Maslahah Al-mursalah untuk
kebenaran yang dibutuhkan, seperti para sahabat Abu Bakar
mengumpulkan mushaf-mushaf lalu dibukukan menjadi Alquran.

2. Kerangka Konseptual
a. Penggunaan Ganja Sebagai Obat
Ganja (marijuana, marihuana, hashish) adalah tanaman yang sudah
dikenal manusia sekitar 8000 tahun lalu, sebagai tanaman yang dapat
menghasilkan serat untuk membuat benang, tali, dan tekstil. Jenis-jenis Ganja
itu sendiri terbagi menjadi 3 jenis, ada Cannabis Sativa, Cannabis Indica, dan
Cannabis Ruderalis. Jenis sativa adalah jenis ganja yang paling banyak
digunakan untuk tujuan rekreasional, sedangkan jenis cannabis indica ada
kandungan CBD yang dimiliki lebih banyak dari sativa yang membuat orang
merasa lebih rileks setelah mengkonsumsinya. Sedangkan cannabis ruderalis
adalah salah satu jenis yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sandang maupun pangan, karena zat psikoaktifnya sangat rendah. Bhang
adalah rebusan atau campuran untuk dihisap dengan rokok yang berasal dari
pucuk tanaman betina ganja yang tumbuh liar, sedangkan yang dinamakan
ganja adalah jenis tanaman yang sama, tetapi yang dibudidayakan sehingga

12
Sayfuddin Abi Hasan Al Amidi, Al-Ahkam Fi Usul Al-Ahkam, Jus 3, Riyad:
Muassasah Alhalibi, 1972, h 142.

9
kadar zat aktif didalamnya lebih tinggi. Charas“churus, churrus” adalah hasil
ekstrak getah murni yang berasal dari pucuk tanaman ganja betina.13

Di antara masing-masing tanaman ada kandungan di dalamnya seperti


Cannabis Indica memiliki ciri fisik tinggi pohon 90-180 cm, lebih lebih
rimbun, berdaun lebat, tebal, dan lebih pendek, kandungan CBD lebih tinggi
dibandingkan THC. Cannabis Sativa ciri fisik, tinggi pohon 240-360 cm, lebih
jarang-jarang, berdaun ramping, tipis dan panjang.Berasal dari Meksiko,
Kolombia, Amerika Tengah, Asia Tenggara, kandungan THC lebih tinggi
dibanding CBD. Cannabis Ruberalis ciri fisik, tinggi pohon 60 cm, daun
bagian tengah berukuran lebih panjang sedangkan daun dikedua sisinya
berukuran kecil. Berasal dari Meksiko, Kolombia, Amerika Tengah, dan Asia
Tenggara, kandungan CBD nya lebih tinggi dibandingkan THC. 14

Ganja mulai digunakan dalam dunia pengobatan di Tiongkok pada


tahun 2737 SM. Marco Polo menulis bahwa ganja sudah dikenal pada masa itu
sebagai bahan untuk dinikmati dan bersenang-senang. ganja, mariyuana, suatu
tanaman perdu yang tingginya mencapai 4 meter mengandung zat fisikoaktif
Delta-9 Tetra-hidro Cannabinol (THC). Kadar tertinggi THC terdapat pada
pucuk tanaman betina yang sedang berbunga, tetapi juga terdapat pada daun
dan rantingnya. Terdapat lebih dari 100 spesies, antara lain Cannabis sativa,
Cannabis indica, dan Cannabis ruderalis. Cannabis tungguh didaerah Tropis
dan Sup-tropis. Kadar THC bergantung pada jenisnya, kesuburan, dan
kelembaban tanah, iklim ditempat tanaman itu tumbuh, dan saat pucuk
tanaman, daun, atau ranting tanaman itu dipetik. Selain THC, tanaman ganja
juga mengandung Canabinoid lain, seperti Cannabidiol dan Asam Tetra
Hidro-Canabidiolat. Bila disimpan pada suhu ruangan biasa, kekuatan daun

13
Satya Joewana,Gangguan Mentaldan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif,
Jakarta, Kedokteran EGC, 2003, h 8.
14
Kumparan News, Mengenal Jenis-Jenis Tanaman Ganja, 31 Maret 2017, h 1.

10
ganja berkurang 5% setiap bulan. Dalam asap ganja terdapat lebih dari 60
Cannabinoid dan dalam kimia lain, tetapi yang terpenting adalah THC.15

Ganja dapat dikonsumsi sebagai makanan dalam bentuk manisan, diseduh


seperti teh atau kopi, tetapi kebanyakan dirokok seperti merokok tembakau.
Bagi yang belum berpengalaman, ia akan batuk. Setiap batang rokok ganja
mengandung THC sebanyak 5-20 mg ( sebelum dibidudayakan hanya sekitar
2,5-5,0%, hanya 50% yang diabsorbsi. Pada penggunaan secara oral (dimakan)
hanya 3-6% yang diabsorbsi. THC cepat menunggalkan plasma dan masuk ke
jaringan yang mengandung lemak, terutama keotak dan testis. THC
dimetabolisasi di haper dan di ekstrasi terutama memalui tinja dan air seni.
Waktu paruh THC adalah 2-7 hari.

CBD bukan zat Psikoaktif, kandungan yang bisa dibantu oleh CBD
adalah Epilepsi, Skizofrenia, dan Gangguan Psikotik, sedangkan nilai
medisnya adalah seperti Anti Inflamasi, Antoksidan, Neuroprotektan, Anti
Depresan, Analgesik, Anti Psikotik, Anti Tumoral Agent dan Anxiolytic.
Sedangkan THC adalah zat psikoaktif yang kandungannya bisa menyebabkan
bersemangat, tertawa, rasa lapar, mengurangi rasa sakit, mata merah, dan
meningkatkan detak Jantung, berpotensi mengobati Kanker dan Anti
Inflamasi.16

E. Review Studi Terdahulu

Adapun penelitian yang telah dilakukan tentang pembahasan ini, di antaranya


adalah:

1. Skripsi yang berjudul Gaya Hidup Penguna Ganja (Studi Pada Pengguna
Ganja Di Kota Bandar Lampung) yang di tulis oleh Emilia Kusuma Anjani
pada tahun 2016. Dari fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bandar
Lampung. Hasil skripsi ini diklasifikasikan penggunaan ganja, yaitu

15
Satya Joewana,Gangguan Mentaldan PerilakuAkibat Penggunaan Zat Psikoaktif,
jakarta,kedokteran EGC, 2003, h 106.
16
Kumparan News, Mengenal Jenis-Jenis Tanaman Ganja, 31 Maret 2017, h 1.

11
lingkungan yang berasal dari pergaulan pertemanan dan pengaruh lingkungan
keluarga yang Broken Home. Minat ingin tau terhadap ganja, ingin
menggunakan ganja. kebutuhnan sebagai seorang seniman yang dituntut harus
kreatif dan focus menjalankan pekerjaannya. 17
2. Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika
Yang Dilakukan Oleh Seorang Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Nomor :
15/Pen.Pid.Sus/2012/Pn.Br) tahun 2015. Ditulis oleh Rahmat Wijaya.
Mahasiswa Jurusan Hukum Pidana Fakuktas Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar. Hasil skripsi ini dimana hukum pidana matril terhadap kasus
penyalahgunaan Narkotika golongan 1 oleh pegawai negeri sipil. Penerapan
hukumnya sudah sesuai dengan Undang-Undang dalam Pasal 127 ayat 1
huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. berdasarkan fakta hukum
baik dari keterangan saksi dan terdakwa yang di anggap sehat jasmani rohani,
tidak ada ganggguan mental sehingga mampu mempertanggung jawabkan
perbuatannya. Pertimbangan hakim menjatuhkan putusan oleh pegawai negeri
sipil telah sesuai berdasarkan penjabaran keterangan saksi, keterangan
terdakwa dan alat bukti serta adanya pertimbangan-pertimbangan yuridis hal-
hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa 18
3. Skripsi yang berjudul Pemidanaan Pelaku Penanam Ganja Untuk Pengobatan
Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan
Pengadilan Negeri Sanggau Nomor 111/Pid.Sus/1017/PnSag) yang di tulis
oleh Egi Yuni Rakhmawati. Mahasiswa Program Studi Hukum Pidana Islam
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah.
Hasil skripsi ini adalah faktor yang menyebabkan terdakwa Fidelis melakukan
penanaman Ganja di halaman belakang rumahnya merupakan upayanya untuk
merawat dan menyembuhkan penyakit yang diderita istrinya Yeni Riawati
yang terkena penyakit Syringomyelia (tumbuhnya kista berisi cairan didalam

17
Emilia Kusuma Anjani, Gaya Hidup Pengguna Ganja, Studi pada Pengguna Ganja
di Kota Bandar Lampung, Lampung: Universitas Lampung, 2016, h 90.
18
Rahmat Wijaya, Tinjauan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika yang
dilakukan oleh Seorang Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Nomor: 15/Pen.Pid.Sus / 2012 /
PN. BR,Makassar: Universitas Hasanuddin Makasar, 2015, h 88.

12
sumsum tulang belakang). Dalam putusan hakim tentang larangan pananaman
ganja untuk pengobatan. Fidelis dipidana dengan ketentuan yang
berlaku,namun didalam kasus ini membutuhkan pertimbangan hukum yang
didasari oleh aka budi, keadilan, serta hati nurani, kasus yang harus
mempertimbangkan asas kemanfaatan hukum dan keadilan saangat diperlukan
guna penegakan keadilan selanjutnya. 19

Dari penelitian-penelitian sebelumnya, penulis tidak menemukan


adanya penelitian tentang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan dalam
perspektif hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islamsecara mendalam.
Untuk itu, penulis ingin meneliti lebih dalam tentang permasalahan ini.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis metode penelitan
normatif adalah suatu metode penelitian yang melalu pendekatan yang
dilakukan dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat
teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma hukum yang
berkaitan dengan pembuktian perkara pidana. Penelitian ini menggunakan
data-data berupa, dokumen yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, Undang-Undang tentang
Kesehatan, Putusan-putusan Pengadilan tentang pengunaan ganja, buku-buku
Teori Hukum Pidana, hukum pidana di Indonesia, dan buku-buku Hukum
Pidana Islam, Ilmu Ushul Fiqh, Alquran dan Hadis. Dan dapat berupa pendapat
para sarjana serta jurnal-jurnal tentang penelitianNegara-Negara yang telah
melegalkan ganja, seperti jurnal tentang dampaknya-dampaknya, manfaat
medis yang dirasa, tentang sosial.

19
Ega yuni rakhmawati, Pemidanaan Pelaku Penanam Ganja Untuk Pengobatan
Dalam Perpektif Hhukum Islam dan Hukum Positif, Analisis Putusan Pengadilan Negeri
Sanggau Nomor 111/Pid.Sus/1017/PnSag, Jakarta: Universitas Uin Syarif Hidayatullah, 2018,
h 93.

13
2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


study dokumentasi atau pustaka library research, dan Undang-Undang
Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dan sebelumnya, Peraturan Mentri
Kesehatan, Undang-Undang Narkotika Internasional atau Konvensi Narkotika
Internasional 1971, alat ini dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis
perlukan, yaitu dengan cara melihat buku-buku, jurnal, media, dan Undang-
Undang yang terkait lainnya dengan pokok permasalahan yang akan diteliti. 20

3. Pendekatan Penelitian
Suatu Penelitian Normatif tentu harus menggunakan pendekatan
perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum
yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Namun analisis
hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) akan lebih
baik dibantu oleh satu atau lebih pendekatan yang cocok, hal ini berguna untuk
memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat dalam
menghadapi problem hukum yang dihadapi. Pendekatan yang dilakukan
berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori hukum
pidana, konsep-konsep hukum pidana di Indonesia, asas-asas hukum serta
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini seperti
dengan mempelajari Alquran dan Hadis, buku-buku, dan dokumen lain seperti
dokumen hasil-hasil penelitan tentang ganja sebagai obat, dokumen aturan
tentang penggunaannya, atau dokumen dampak buruk atas pelegalan terhadap
negara yang melegalkan.

4. Sumber Bahan Hukum


Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulam
data yaitu dengan menggunakan study pustaka dalam penelitian ini dilakukan

20
Johni Ibrahim,Teori& Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet lll, Bayu Media
Publishing: Malang, 2007, h 300.

14
guna mengeksplorasi sumber-sumber bahan hukum seperti, teori-teori dan
konsep serta dasar-dasar dalam pembahasan khususnya terkait dengan
penelitian yakni Pengunaan Ganja sebagai Obat Perspektif Hukum Pidana
Indonesia dan Hukum Pidana Islam. Data-data yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu;

a. Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam hal ini adalah
seperti Alquran dan hadis pandangan ulama, kitab fiqh jinayah, buku-
buku seperti buku fiqh jinayah, buku hukum pidana islam, buku ilmu
ushul fiqh, kaidah-kaidah fiqh terkait penggunaan ganja sebagai obat
dan litelatur-litelatur tentang sosial masyarakat terhadap ganja sebagai
obat, yang berkaitan dengan hukum pidana islam dan hukum pidana
Indonesia
b. Sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti misalnya, hasil-hasil penelitian seperti hasil skripsi
mahasiswa lain yang berkaitan, hasil karya dari kalangan hukum, serta
beberapa pendapat yang bisa mendukung penelitian ini dan seterusnya.
c. Tersier, yaitu bahwa yang memeberikan petunjuk maupun penejelasan
mengenai bahan hukum primer dan sekunder, contohnya seperti; kamus
bahasa Arab, Terjemahan kitab, ensiklopedia, dan media elektronik
seperti informaasi tentang penggunaan ganja sabagai obat, atau
dampak-dampak lain yang berkaitan dengan pembahasan.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum yang dilakukan dalam penelitian
ini menggunakan analisis dengan metode studi pustaka. Data kepustakaan yang
diperoleh melalui penelitian studi pustaka yang bersumber dari Undang-
Undang tentang Narkotika Nomor 35 tahun 2009 dan terdahulunya, Kebijakan
Konvensi Internasional dimasukannya Ganja kedalam Narkotika Golongan 1,
Peraturan mentri kesehatan, buku yang berkaitan, jurnal-jurrnal terkait dengan
ganja baik manfaatnya seabagai obat atau dampak-dampak lain, hasil penelitin
serta kajian dibidang kesehatan, kajian dampak sosial atau kajian tentang

15
aturan ganja sebagai obat, dokumen-dokumen resmi, dan hasil penelitian dari
para sarjana hukum yang terkait dengan teknik pengumpulan bahan hukum.

6. Teknik Analisis Data Bahan Hukum


Teknik analisis data yang dipakai dalam skripsi ini adalah
menggunakan Teknik Analisis Normative, yang mengkaji Study Skunder
seperti Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika khususnya
golongan 1 jenis Ganja, Pasal 7 dan pasal 8, Ketetapan Mentri Kesehatan
terkaitGanja sebagai Obat, ketetapan Konvensi Narkotika Internasional Tahun
1971, putusan pengadilan terkait dengan analisis, teori hukum pidana, teori
hukum pidana islam seperti merujuk pada Alquran dan Hadis, dalam
Penggunaan Ganja sebagai Obat, serta pada kitab-kitab, dalam litelatir yang
diterjehkan kedalam bahasa Indonesia, untuk menambah data bahan hukum
dalam teknik analisis data bahan hukum yang dipakai.

7. Teknik Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah & Hukum” yang di terbitkan oleh Fakultas
Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
cetakan tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini lebih sistematik dan terarah, maka penulis akan
menjelaskan sistematika penulisan dalam skripsi ini. Pada dasarnya skripsi ini
terdiri dari lima bab yang saling berkaitan, yaitu:

BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, pembatasan dan


rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan review studi
terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Penggunaan Ganja Sebagai Obat. Dalam babini, penulis


membahas tentang Pengertian Narkotika, Jenis-Jenis Narkotika, dan
Pengunaan Narkotika.

16
BAB III Pembahasan tentang Ganja Perspektif Hukum Pidana Islam,
yang menjelaskan tentang Pengertian Khamar, Jenis-Jenis Khamar, Narkotika
sebagai Khamar, dan Dampak Narkotika dalam Masyarakat serta Penggunaan
Ganja sebagai Obat dalam Hukum Pidana Islam.

BAB IV pembahasan tentang Penggunaan Narkotika Jenis Ganja


sebagai Obat Analisis Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Penggunaan ganja sebagai obat, dan Pendapat Ulama Tentang
Penggunaan Ganja sebagai obat dalam Analisis Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Pasal 7dan 8.

BAB V Dalam bab kelima merupakan bab penutup berisi tentang


kesimpulan dan saran atas hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis tekait hukum Penggunaan Ganja sebagai Obat.

17
18

BAB II

PENGGUNAAN GANJA SEBAGAI OBAT

A. Pengertian Ganja
Ganja adalah tanaman yang di golongkan sebagai Narkotika golongan
1, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika meliputi
zat yang tergolong Opioida, Daun Koka dan Ganja. Sedangkan Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyari, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam
beberapa golongan.21
Menurut Farmakologi, yang dimaksud Narkotika adalah “zat yang
dapat menghilangkan rasa nyeri dan membius”. Jadi menurut Farmakologi,
yang termasuk Narkotika adalah Opioida. Sedangkan Ganja dan Daun Koka
bukan Narkotika. Napza adalah akronim dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lain. ZA adalah pendekatan dari zat adiktif lain yang perlu
dicantumkan karena selain tiga kelompok di atas, masih terdapat senyawa lain
yang juga bersifat adiktif. NAZA adalah akronim dari Narkotika, Alkohol, dan
Zat Adiktif lain.22

A. Jenis-Jenis Narkotika

Jenia-jenis Narkotika menurut Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam pasal 6 ayat 1 sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 digolongkan ke dalam:
1. Narkotika golongan I;

21
Hadi Setia Tunggal, Kompilasi Peraturan Narkotika dan Psikotropika, Jakarta:
Harvarindo, 2012, h 31.
22
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004, h 21.
- Opiat, Heroin, atau Putauw, Petidin, Candu.
- Ganja: Cannabis, Mariyuana, Hashis.
- Kokain: Serbuk Kokain, Pasta Kokain, Daun Koka.

2. Narkotika golongan II; Petidin, Morphin, Fentanil, atau Metadon.


3. Narkotika golongan III,23 Kodein, Difenoksilat.

Opioida adalah nama golongan zat, baik alamiah, semi sintetik maupun
sintetik yang mempunyai khasiat seperti morfin. Opioida dibagi dalam tiga
golongan menurut asalnya:

a. Opioida alamiah, seperti Opium, Morfin, dan Kodein.


b. Opioida semisintetik, yaitu Opioida yang diperoleh dari Opium
yang diolah melalui proses/ perubahan kimiawi. Contoh, Heroin
(Diasetil-Morfin) dan Hidromorfin.
c. Opioida sintetik, yang dibuat di pabrik, misalnya Meperidin,
Propoksifen, Levorfanol, dan Levalorfan.

Opium adalah getah yang berwarna putih, seperti air susu, keluar dari
kotak biji tanaman papaver somniferum yang belum matang. Bila biji kotak ini
diiris, keluarlah getah putih yang bila dikeringkan, akan menjadi masa seperti
karet berwarna kecoklat-coklatan. Morfin, adalah Opium mentah mengandung
4-21%. Morfin adalah prototipe analgesik yang kuat, tidak berbau, rasanya
pahit, berupa kristas putih, yang semangkin lama semakin berubah menjadi
kecoklat-coklatan. 24

Kodein, merupakan alkaloida alamiah yang terdapat dalam Opium


mentah sebanyak 0,7-2,5%. Kodein adalah opioida alamiah yang paling
banyak digunakan dalam pengobatan. Tebain adalah opioida alamiah, terdapat
dalam Opium, tetapi jumlahnya sedikit, dapat diolah menjadi senyawa yang
berguna dalam bidang kedokteran, seperti Kodein, Hidrokodon (dilaudid),
Oksikodon (perkodan), Oksimorfon, Nalbufin, dan Nalokson. Heroin atau
diasetilmorfin adalah opioida semi-sintetik, heroin berupa bubuk putih yang
23
Hadi Setia Tunggal, Kompilasi Peraturan Narkotika dan Psikotropika, Jakarta:
Harvarindo, 2012, h 34.
24
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004,h 97.

19
rasanya pahit. Dipasar gelap, warnanya bermacam-macam, bergantung pada
bahan yang dicampurkan. Biasanya dalam bubuk yang tercampur itu, kadar
heroin hanya berkisar 2-4%.

Candu kasar (Ruw Opium) getah, didapat dari kotak buah daru
tumbuhan-tumbuhan Papaver Somriferum L, dan telah dapat (dilakukan)
pengolahan sekadar untuk dapat dibungkus dan diangkut, tanpa melihat kepada
kadar Morphine-nya. Candu olahan (Beried Opium) candu hasil diperoleh dari
candu kasar dengan beberapa pengolahan khusus, terutama dengan peraturan,
penyulingan, pemanggangan, peragian untuk medapatkan atau mencampurkan
bahan-bahan lain dalam bentuk sari untuk dihisap. Jicing sisa atau bekas-bekas
dari candu yang telah diisap baik yang telah ataupun yang tidak dicampur
dengan dedaunan atau bahan-bahan lain. Jicingko hasil dari pengolahan jicing
dari jicing yang dipersiapkan untuk dihisap. Candu medis (Medicinal Opium)
candu kasar yang telah diolah seperlunya yang akhirnya digunakan sebagai
obat, baik dalam bentuk serbuk atau butir-butir kecil ataupun bentuk-bentuk
lain, baik yang telah di campur dengan bahan-bahan netral lain, sesuai dengan
syarat-syarat farmasi. 25

Ganja, Mariyuana, berasal dari tanaman Cannabis, suaatu tanaman


perdu yang tingginya dapat mencapai 4 meter, mengandung zat psikoaktif
Delta-9 Tetra Hidro-Cannabinol (THC). Kadar tertinggi THC terdapat pada
pucuk tanaman betina yang sedang berbunga, tetapi juga terdapat pada
daundan rantingnya. Terdapat lebih dari 100 spesies, antara lain Cannabis
Sativa, Cannabis Indika, dan Cannabis Rederalis. Cannabis tumbuh didaerah
Tropis dan Sub-tropis, seperti India, Thailand, Sumatra, Nepal, Jamaika,
Kolombia, Korea, Lowa (AS), dan Rusia bagian Selatan. Diantara banyak
sepesies itu, ada yang tergolong fiber type, dengan kadar THC kurang dari
1,0% dan yang tergolong drug type, yang mengandung THC sampai 5%
bahkan dengan cara penanaman yang diperbaiki, kadarnya bisa mencapai lebih

25
Zulkarnain Nasution, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Narkotika, Jakarta: Kencana, 2006,h6.

20
dari 10%. Kadar THC bergantung pada jenisnya, kesuburan, dan kelembaban
tanah, iklim ditempat tanaman itu tubuh, dan saat pucuk tanaman, daun, atau
ranting tanaman itu dipetik. Selain THC, tanaman ganja juga mengandung
Canabinoid lain, seperti Canabidiol dan Asam Tetrahidro-kanabidilat. Bila
disimpan pada suhu ruangan biasa, kekuatan daun ganja berkurang 5% setiap
bulan. Dalam asap ganja terdapat lebih dari 60 Cannabinoid dan bahan kimia
lain, tetapi yang terpenting adalah THC.

Hashish merupakan getah tanaman Ganja yang dikeringkan dan


dimampatkan menjadi lempengan seperti kue atau bulat seperti bola. Di Timur
Tengah, hashish disebut charas, sedangkan di India dalam Bahasa Hindu
disebut Bhang. Charas mengandung kira-kira 10% THC. Minyak hashish
adalah ekstrak Cannabis yang mempunyai kadar THC sampai 15-30%. Majoon
adalah manisan buah yang diberi bumbu, antara lain Ganja. Bhang adalah
minuman yang diproses dari serbuk ganja yang telah diberi bumbu, bhang
mengandung 1-5% THC. Sinsemilla adalah preparat herbal yang terbuat dari
bunga tanaman Ganja betina yang belum dibuahi oleh serbuk sari dari tanaman
GanjaJantan. Sinsemilla terdapat di Thailand, Hawai, dan California,
mengandung 7-14% THC. Nabilon adalah senyawa sintetik yang analog
dengan THC, mempunyai khasiat anti muntah, mempunyai sedikit efek euforia
dan menyebabkan rasa kantuk. Nabilon antara lain Dronabinol atau Marinol
untuk mengobati muntah akibat kemoterapi pada pasien dengan kanker atau
pada pasien AIDS.26

Indischen Hennep baik tumbuh-tumbuhan sari Cannabis Sativa L


maupun ujung-ujung dari yang sedang berkembang atau berbuah yang sedang
dikeringkan dari tumbuh-tumbuhan jenis betina yang daunnya belum diambil,
tanpa memperhatikan nama-nama yang digunakan dalam perdagangan. Damar
Indische Hennep damar yang dimbil dari Indische Hennep termasuk hasil

26
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004, h 107.

21
pengolahannya, dimana damarnya merupakan bahan dasar, seperti Hashiys,
Bang, Ganja, Escar, Chira, Charras, dan jambu.27

Kokain adalah zat yang merangsang saraf pusat, seperti Amfetamin,


Kokain, Nikotin. Ada dua jenis kokain, yaitu Kokain HCI dan Kokain
Freebase, kokain HCI rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut dalam air
dibandingkan dengan bentuk Freebase. Kokain yang beredar dipasar gelap
biasanya tidak murni, melainkan dicampur dengan Gula, Kafein, atau
Amfetamin agar volumenya kelihatan besar sehingga keuntungan dalam
penjualannya lebih banyak karena gula, kafein atau amfetamin harganya lebih
murah.Kokain biasanya juga di campur juga dengan anastetik lokal (Lidokain
atau Prokain) agar menimbulkan rasa beku sehingga dipercaya oleh pembeli
sebagai kokain murni. Biasanya kandungan kokain di pasar gelap hanya
sebesar 10%.28

Daun Koka baik yang dikeringkan ataupun tidak atau dalam bentuk
serbuk dari Erythroxylon coca Lamarck, Erythroxylon novogranatense
(Morris) hieronymus dan varietas-varietasnya, keluarga Erythroxylaca juga
dari daunnya, baik yang dikeringkan maupun yang tidak atau dalam bentuk
serbuk dari jenis-jenis lain dan turunan-turunan ini, yang mana langsung
dengan diolah menjadi cocaine atau melalui proses kimia. Cocaine kasar:
segala hasil yang didapat (diolah) dari daunKoka, yang dapat segera atau
langsung digunakan untuk pengolahan cocaine.

Amfetamin adalah suatu senyawa sintetik yang tergolong perangssang


susuanan saraf pusat, seperti Efedrin yang terdapat dalam tanaman Ephedra
trifurkaka, kafein yang terdapat dalam kopi, nikotin yang terdapat dalam
tembakau, dan katin yang terdapat dalam tanaman khat (Catha Edulis). Ada
tiga jenis emfetamin yaitu; Laevo-amfetamin (Berzendrin), Dekstro-amfetamin
(Deksedrin), dan Metil-amfetamin (Meterdin). Amfetamin, Dekstro-mafetamin,
27
Zulkarnain Nasution, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Narkotika,Jakarta: Kencana, 2006, h 7.
28
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004,h 112.

22
dan Metil-amfetamin adalah bubuk Kristal putih yang tidak berbau, pahit
rasanya, larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Di pasar gelap,
warnanya bisa bermacam-macam bergantung pada bahan pencampurnya.

B. Penggunaan Narkotika

Penggunaan Narkotika menurut Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, didalam pasal 7 menyatakan;
Narkotika hanya dapat digunakan untuk Kepentingan Pelayanan Kesehatan dan
atau Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 9 Ayat 1 Menteri
menjamin ketersediaan Narkotika untuk Kepentingan Pelayanan Kesehatan
dan atau untuk Pengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ayat 2
Untuk keperluan Ketersediaan Narkotikasebagaimana dimaksud pada Ayat 1
Disusun Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika.

Pasal 10 Ayat 1 menyatakan; Narkotika untuk kebutuhan dalam Negeri


diperoleh dari Impor, Produksi dalam Negeri, dan/ atau sumber lain dengan
berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 Ayat 3. Dan dalam Ayat 2 Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan kebutuhan Narkotika dalam Negeri, sebagaimana
dimaksud pada Ayat 1 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 12 Ayat 1
Narkotika golongan 1 dilarang diproduksi dan/ atau digunakan dalam proses
produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. 29
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penggunan
Ganja sebagai Alat Kesehatan, yang menyatakan; Narkotika Hanya Dapat
Digunakan untuk Kepentingan Pelayanan Kesehatan dan/atau Pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam Hal Pelayanan Kesehatan Narkotika
dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan manfaat
lainnya.Pasal 4 Undang-Undang tentang Narkotika Bertujuan; a. Negara
Menjamin Ketersediaan Narkotika untuk Kepentingan Pelayanan Kesehatan
dan/atau Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

29
Zulkarnain Nasution, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Narkotika,Jakarta: Kencana, 2006, h 36.

23
Pasal 9 Ayat 1menjelaskan bahwa; Mentri Kesehatan menjamin
ketersediaan Narkotika untuk kepentingan Pelayanan Kesehatan dan/atau
untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 12 Ayat 1
Narkotika golongan 1 dilarang diproduksi, kecuali dalam jumlah yang sangat
terbatas untuk kepentingan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Dan Ayat 2 Pengawasan Produksi Narkotika golongan 1 untuk kepentingan
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagaimana dimaksud
dalam Ayat 1 dilakukan secara ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Keputasan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 196/
MENKES/ SK/ VIII/ 1977 Tentang Narkotika yang Dilarang Digunakan untuk
Kepentingan Pengobatan. Menimbang; bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3
Ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika Perlu
ditetapkan Narkotika tertentu yang dilarang digunakan untuk kepentingan
pengobatan. Pertama; Menunjuk Narkotika yang namanya tercantum dalam
daftar tersebut di bawah, termasuk garam, dan sediaannya, sebagai Narkotika
yang dilarang digunakan untuk kepentingan pengobatan seperti: Acetorphinum,
Alphacenthyl methadolum Heroinum, Hydromorphonum, Ketobernidonum,
Nocomorphunum, Oxymorphunum, Racemorphanum, Thebaconum.30
Sepanjang sejarah umat manusia, masyarakat di seluruh dunia secara
sengaja mengkonsumsi zat-zat yang dapat mengubah proses bio kimia dan/atau
psikologis. Zat-zat itu dikonsumsi untuk beragam keperluan. Banyak orang
menggunakannya untuk memperbaiki suasana hati (Mood), untuk keluar dari
atau melepaskan ketegangan psikologis, dan/atau sebagian dari proses
ketergantungan seperti minum kopi di pagi hari. Opium merupakan salah satu
zat tertua yang ditemukan umat manusia yang digunakan sebagai obat. Zat ini
terkandung dalam tanaman papaver somniferum (opium poppy), tercatat dalam
sejarah telah menjadi bahan Pengobatan dan Rekreasi bagi Bangsa Sumeria di
daerah daratan rendah Mesopotamia padaTahun 3400-an SM. Seni
mengumpulkan dan meramu opium ini kemudian menyebar ke Babilonia
hingga Mesir. Bangsa Mesir Kuno, khususnya penduduk Kota Thebes, mulai
menanam opium di ladang-ladang mereka, dan turut meramaikan perdagangan
bunga opium padaTahun 1300-an SM.

Pada tahun 460, Hippocrates, Bapak Pengobatan Dunia, berhasil


menghilangkan efek negatif opium dan mengakuinya sebagai obat penghilang

30
Zulkarnain Nasution, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Narkotika,Jakarta: Kencana, 2006, h 452.

24
rasa nyeri pada saat pendarahan, penyakit dalam, serta wabah. Selain
Hoppocrates, Risalah Kedokteran India Kuno menulis penggunaan opium
sebagai obat diare dan disfungsi Seksual pada Tahun 1200-an M. Opium
biasanya digunakan secara oral sampai Abad ke-17. Di wilayah Asia, termasuk
Jawa, opium disebarkan oleh Dutch East India Company (Vereenigdeoost
Indische Compagnie-VOC), perusahaan dagang Belanda yang juga
mengeksplorasi kekayaan alam sebagai sebagian kepulauan di Nusantara.

Pada Abad 18, opium menjadi komoditas dagang utama di seantero


dunia. Dan sepanjang Abad 19 penggunaan opium meningkat di Amerika
Serikat serta Inggris Raya, dimana zat ini dinobatkan sebagai obat serba guna,
seperti saat diperkenalkan beberapa abad sebelumnya. Hal ini juga terjadi di
Jawa, dimana opium digunakan secara meluas oleh masyarakat sebagai
penangkal wabah penyakit yang disebabkan sanitasi yang buruk serta sebagai
penghilang lelah setelah seharian bekerja di perkebunan (obattjipe).31 Di
Indonesia, kebiasaan menghisap candu dengan pipa sudah ada sejak sebelum
Perang Dunia II, yaitu oleh sebagian imigran yang datang dari daratan
Tiongkok.
Kokain adalah Alkaloida yang berasal dari daun tanaman Eritrosilon
koka yang tumbuh di Bolivia dan berupa lereng-lereng Pegunungan Andes,
Amerika Serikat. Nama Koka berasal dari Bahasa Inka untuk tanaman koka,
yaitu Kuka. Daun koka telah digunakan manusia sejak 5000 Tahun SM.
Ditemukannya daun koka dalam kuburan yang berasal dari 2500 Tahun SM di
daerah yang sekarang Peru, diperkirakan sebagai bekal di akhirat bagi orang
yang meninggal dunia. Para ahli purbakala juga menemukan cairan daun koka
untuk Anastesi pada operasi otak 1500 SM. Penggunaan koka di pegunungan
Andes tak lepas dari manfaat daun itu sendiri bagi manusia. Di daerah
pegunungan kadar kadar oksigen lebih tipis, dan ketika bekerja di ketinggian
tersebut manusia menjadi mudah lelah, mengunyah dauh koka dapat mengatasi
keadaan tersebut. Koka kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tubuh ketika bekerja

31
Patri Handoyo, War on Drugs,Bandung: Rumah Cemara, 2014, h 19.

25
di daerah seperti itu, terlebih untuk menghindari penyakit-penyakit dataran
tinggi, termasuk mudah lelah.
Pada Tahun 1859, Albert Niemann, seorang ilmuan Jerman berhasil
mengekstrasi alkaloida dari daun koka dan memberinya nama Kokain.
Sigmund Freud menggunakan kokain untuk mengobati dirinya, tunangannya,
dan pasiennya. Pada Tahun 1884, Freud memublikasikan makalahnya yang
menyatakan bahwa kokain dapat dipakai untuk mengobati Depresi,
Kecemasan, Ketergantungan Morfin, Alkoholisme, Gangguan Cerna, bahkan
Asma.32
Kokain biasa dikonsumsi melalui suntikan Intravena (Mainlining),
disedot melalui hidung Intranasal, Snaffing, Snorting, atau Inhalasi seperti
orang merokok tembakau (Smoking). Daun koka biasanya dikunyah
(Chewing). Bila disedot melalui hidung, kadar tertinggi kokain dalam plasma
dicapai sesudah 30 menit. Kokain yang disedot melalui hidung akan
menyebabkan Vaasokonstriksi pada selaput lender hidung sehingga jumlah
kokain HCI yang dapat diserap melalui hidung terbatas 60% saja.

Bila kokain HCI dikonsumsi melalui suntikan intravena, efek kokain


akan terasa dalam waktu yang pendek. Euphoria tercapai dalam waktu dua
menit, waktu paruh kokain HCI adalah 40-60 menit. Freebase Cocain biasanya
dihisap bersama ganja atau tembakau, atau melalui sedotan gelas atau plastik
pada sisi botol plastik (dalam bahasa gaul disebut (bong). Crack memberikan
peluang kepada penggunaannya untuk mengalami euphoria yang cepat tercapai
(rush) seperti yang dialami pada penggunaan secara intravena. Kadar tertinggi
kokain dalam darah dicapai dalam waktu singkat, tetapi berlangsung dalam
waktu yang pendek pula. Efek euphoria pada penggunaan dengan cara
menghisap dicapai dalam waktu 8-10 detik dan berlangsung selama 20 menit.

32
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba,Jakarta: Gramedia, 2004, h 9.

26
Pada penggunaan intravena, efek euphoria dicapai dalam waktu 30-45 detik.
Pada penggunaan Intranasal, efek euphoria berlangsung 1-1,5 jam. 33
Penggunaan secara oral membutuhkan waktu absorbsi (penyerapan)
selama 30-60 menit, dengan bioavailibilitas sebesar 30-40% saja, sedangkan
sisanya yang 60-70% langsung dieliminasi sesudah dimetabolisasi di hati.
Penggunaan secara inhalansi lebih cepat menimbulkan ketergantungan dari
pada secara intranasal (melalui hidung). ganja, cannabis sativa, juga dikenal
juga sebagai ganja atau hamp, digunakan manusia karena seratnya, potensi
Fisiologis dan Psikologis sebagai bahan obat, dan kandungan gizi serta minyak
dari bijinya. Tanaman jamu ini memiliki beragam jenis dan kegunaan.
Perbedaan kegunaan itu juga melahirkan cara penanaman dan waktu panen
yang berbeda. Serat yang kuat dari tanaman ini, ditanam sebagai hemp,
menghasilkan berbagai macam bahan tekstil. Biji-bijinya merupakan sumber
makanan yang kaya akan protein. Bunganya mengandung cannabinoid yang
dikonsumsi untuk tujuan rekreasional, medis, dan spiritual.34
Penggunaan ganja tradisional di Indonesia kebanyakan ditemukan di
bagian Utara Pulau Sumatra, khususnya Wilayah Aceh. Ganja adalah zat
terlarang yang paling banyak digunakan di Indonesia, dengan sekitar 2 juta
pengguna pada Tahun 1014. Pada 2014 , Badan Narkotika Nasional (BNN)
melaporkan bahwa ada sekitar dua juta pengguna ganja di Indonesia,
menjadikan ganja sebagai zat yang paling banyak digunakan. Hampir semua
ganja yang dikonsumsi di Indonesia di produksi di Aceh, bagian paling Utara
Pulau Sumatra, yang kemudian di distribusikan ke seluruh negeri. Budidaya
ganja sekala kecil juga mungkin ditemukan di dan diangkat dari Garut, Jawa
Barat, serta Papua, sebagaimana yang disampaikan oleh Lemabaga Advokasi
Lingkar Ganja Nusantara (LGN).
Meskipun dikategorikan sebagai golongan 1 (yakni zat yang sangat
berbahaya yang tak mempunyai nilai medis), banyak sekali penggunaan Napza
yang menganggap ganja tidak begitu berbahaya dibandingkan dengan zat
33
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004, h 113.
34
Patri Handoyo, War on Drugs,Bandung: Rumah Cemara, 2014, h 29.

27
terlarang lainnya, terutama jika dibandingkan dengan zat-zat yang lebih adiktif
seperti Heroin. Walaupun ganja biasanya tumbuh di bagian Utara Pulau
Sumatra, beberapa dokumen mengemukakan bahwa tanaman ganja juga
tumbuh di wilayah lain Hindia Belanda seperti di Wilayah Batavia (Jakarta),
Buitenzorg (Bogor) dan Ambon.
Tampaknya selama akhir Abad ke- 19, tanaman ganja masih belum
dikenal di kalangan masyarakat Jawa, namun ada asumsi bahwa tanaman itu
mungkin saja telah di budidayakan di Pulau tersebut mengingat ke akraban
masyarakat setempat dengan istilah-istilah seperti; ganja, gandja, atau gendji.
Disisi lain budidaya dan penggunaan ganja di Ambon di dokumentasikan oleh
Ahli Botani Jerman-Belanda, G. E, Rumphius, yang menulis tentang
pengggunaan rekreasi dan medis dari cannabis indica dan terkadang dari
cannabis sativa di dalam bukunya Herbarium Amboinense (diterbitkan pada
Tahun 1741). Meskipun kebudayaan ganja di kepulauan Indonesia dikatakan
kurang umum dari pada di daratan Hindia, ganja masih di tanam di Ambon
dengan biji yang didapatkan dari Jawa. Di wilayah itu, akar ganja di konsumsi
untuk mengobati gonorea, sementara itu bagian daunnya kadang-kadang
dicampur dengan Pala dan diseduh sebagai teh untuk tujuan mengurangi
Gangguan Asma, Nyeri Dada Pleuritik dan Sekresi Empedu. Selain itu, ganja
yang diolah dengan daun ganja kering, secara Rekreasional dikonsumsi untuk
meningkatkan rasa kesejahteraan yang oleh penduduk setempat disebut sebagai
hayal, mirip dengan kata Indonesia modern khayal (keadaan berimajinasi atau
berfantasi). Rumphius mengamati bahwa di antara umat Muslim, daun ganja,
yang diabakar dengan tembakau, bisa menghasilkan efek bervariasi mulai dari
agresi sampai dengan rasa sedih dan melankoli.35
Cetakan-cetakan serat ganja di puing-puing kramik berusia lebih dari
10 ribu Tahun ditemukan di Cinadan Taiwan. Orang-orang Asia Kuno juga
menggunakan serat yang sama untuk membuat baju, sepatu, Tali dan Bahan

35
Dania Putri and Tom Blickman, Ganja di Indonesia, Drug Policy Briefing, 44
januari 2016, h 1.

28
Mentah Kertas.36 Ganja dapat di konsumsi sebagai makanan dalam bentuk
Manisan, disebut sebagai Teh atau Kopi, tetapi kebanyakan dirokok seperti
merokok tembakau. Ganja yang dirokok biasanya berupa tanaman yang sudah
dikiringkan dan dirajang, kemudian dilinting seperti tembakau. Asap ganja di
masukan kedalam paru dan ditahan untuk beberapa detik sebelum dikeluarkan,
bagi yang belum berpengalaman, ia akan batuk.
Setiap batang rokok ganja mengandung THC sebanyak 5-20% mg
(sebelum di budidayakan hanya sekitar 2,5-5,0%), hanya 50% yang diabsorbsi.
Pada penggunaan secara oral (dimakan) hanya 3-6% yang diabsorbsi. THC
cepat meninggalkan plasma dan masuk kejaringan yang mengandung lemak,
terutama keotak dan testis. THC dimetabolisasi di haper dan diekskresi
terutama melalui tinja dan air semi, waktu paruhTHC adalah 2-7 hari.37
Sebuah artikel yang berjudul “The Brain’s Own Marijuana” yang ditulis oleh
Roger Nicoll dan Bradley Alger di Majalah Scientific American pada Tahun
2004 mengungkap sebuah temuan yang luar biasa dari berbagai dimensi.
Artikel tersebut menyebutkan bahwa; ternyata otak manusia memperoleh zat
yang berfungsi sama persis dengan THC, zat psikoaktif utama yang
terkandung oleh ganja.
Dimensi pertama dari pernyataan ini adalah fakta yang mengingatkan
kesadaran kita sebagai manusia bahwa kita adalah bagian yang terikat dan
terkait erat dengan alam semesta dan seluruh mahluk didalamnya. Dimensi
kedua adalah pernyataan bahwa otak manusia, yang merupakan benda paling
rumit di alam semesta yang kita kenal sampai sekarang, adalah juga ahli kimia
yang luar biasa dalam bertahan mengurangi ombak dan gelombang perjalanan
evolusi. Molekul misterius hasil produksi otak yang di beri nama endo-
cannabinoid ini ternyata berperan dalam hampir semua proses fisiologis
manusia. Kenyataan ini menarik saat kita membandingkan, bahwa cannabinoid
yang hanya dihasilkan oleh tanaman ganja memiliki fungsi yang sama dengan
Endo-cannabinoid yang dihasilkan oleh otak manusia. Karena temuan-temuan
36
Patri Handoyo, War on Drugs,Bandung: Rumah Cemara, 2014, h 30.
37
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004, h 107.

29
baru ini, bukanlah pernyataan yang mengherankan bila ganja disebut sebagai
tanaman obat yang memiliki fungsi medis paling banyak dibanding tanaman
obat lainnya.38
Molekul THC yang memabukkan dikenal sebagai anti biotik dan anti
bakteri yang bahkan lebih kuat dari pada penisilin. THC juga dibuktikan lewat
penelitian-penelitian medis sebagai zat yang dapat menghambat, bahkan
menghentikan laju berbagai penyakit saraf, dari Alzheimer, Parkinson, hingga
Multiple Sclerosis. Reseptor cannabinoid pada otak manusia berjumlah 10
hingga 50 kali lebih banyak dari pada reseptor yang sudah lebih terkenal di
dunia kedokteran seperti dopamine dan opioid. Ini menunjukan bahwa secara
evolusi, manusia lebih dekat dengan tanaman ganja dari pada tanaman obat-
obatan lainnya. Cannabinoid dan Endocannabinoid diketahui memiliki peran
mengatur transmisi antar sel saraf.
Bahkan menurut penelitian, cannabinoid dan endocannabinoid menjadi
penghubung jalur komunikasi antar sel saraf yang sebelunya tidak diketahui
keberadaanya oleh para ilmuan. Cannabinoid juga berperan pada sistem
produksi, pemulihan stress dan penjaga keseimbangan homeostasis,
perlindungan sel saraf, reaksi terhadap stimulat rasa sakit, regulasi aktifitas
Motorik, juga dalam respons kekebalan dan Imunitas tubuh, bahkan
berpengaruh dalam sistem Kardiovaskular dan Pernafasan dengan mengatur
detak Jantung, tekanan Darah, dan fungsi Saluran Pernafasaan.
Saat ini terdapat lebih dari 4,5 juta warga Amerika yang mengidap
Alzheimer. Belum ada pengobatan yang dapat menghentikan penyakit
ini.Namun pada Tahun 2005, Jurnal of Neuroscience memuat penelitian dari
Complutense University dan Cajal Institute Spanyol yang melaporkan bahwa
pemberian sintetis zat aktif ganja dapat mencegak kerusakan kognisi dengan
mengurangi Neurotoksitas (sifat racun pada sel saraf) pada tikus yang di
injeksi Amyloid-beta, Peptide-protein yang diyakini menjadi salah satu
penyebab penyakit ini pada jaringan sel-sel otak. Para ilmuan dari Spanyol ini

38
Tim Lgn, Hikayah Pohon Ganja, 12000 Tahun Menyuburkan Peradapan Manusia,
Jakarta: Karya Gemilang,Cet 5, 2016, h 170.

30
menyimpulkan bahwa Cannabinoid berhasil mencegah proses semakin
rusaknya sel saraf akibat penyakit Alzhaimer. Pada 2006, Ilmuan dari Scripps
Research Institute di California melaporkan bahwa zat THC menghambat
berkembangnya enzim penyebab gejala utama Alzhaimer dengan lebih baik
dibandingkan obat-obatan pupuler untuk mengtasi penyakit ini seperti
Donepezil dan Tacrine. Ilmuan-ilmuan ini menyatakan bahwa THC mengobati
secara bersamaan baik gejala maupun proses berkembangnya Alzhaimer.39
Amfetamin dikonsumsi dengan cara ditelan (oral) dan akan diabsorbsi
seluruhnya ke dalam darah. Pada penggunaan secara intravena, amfetamin
akan sampai ke otak dalam beberapa detik. Penggunaan melalui inhalasi uap
amfetamin, mula-mula uap amfetamin akan mengendap di paru, kemudian
diabsorbsi secara cepat ke dalam darah. Amfetamin juga bisa diabsorbsi
melalui selaput lendir hidung pada penggunaan dengan menyedot melalui
hidung (snorting). MDMA (ekstasi) pada umumnya dikemas dalam bentuk
tablet atau kapsul untuk penggunaan secara oral. Tablet atau kapsul ini
mengandung 60-250 mg ( rata-rata 120 mg) MDMA. Ada juga MDMA dalam
bentuk serbuk untuk di sedot melalui hidung, atau disuntikan secara intravena
atau sub-kutan, ada pula dalam bentuk Supositoria. Preparat yang dijual
sebagai MDMA sering tidak murni, melainkan dicampur dengan bahan lain,
seperti Aspirin, Kafein, Amfetamin, Met-amfetamin, atau MDA. Dulu
amfetamin digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain depresi
Ringan, parkinsonisme, skizofrenia, penyakit menierre, buta malam,
kolonIritabel, dan hipotensi.40

39
Tim Lgn, Hikayah Pohon Ganja, 12000 Tahun Menyuburkan Peradapan Manusia,
Jakarta: Karya Gemilang,Cet 5, 2016, h 176.
40
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004, h 133.

31
32

BAB III

GANJA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Khamar
Ganja adalah salah satu tanaman yang di anggap sebagian ulama sama seperti
khamar, di lihat dari zat yang ada didalam tumbuhan tersebut. Tetapi dalam Ilmu
Farmakologi Ganja dan alkohol atau khamar adalah sesuatu yang berbeda, baik
dalam bentuknya maupun zat yang terkandung didalamnya. Kata َ‫خ ًَْش‬
ََ ‫ ان‬berasal dari
kata ‫خ ًَْشَا‬ ََ yang berarti َِْ ‫سَتْ ََش‬
ََ َ -‫ ٌَََ ْخًََ َش‬-‫خ ًََ ََش‬ ََ menutup. Dalam menjelaskan arti kata
khamar ini, Al-Qurthubi mengemukakan: Kata khamar berasal dari kata khamara
atau setara yang berarti menutup. Oleh karena itu, ada istilah kerudung wanita.
Setiap benda yang menutup sesuatu yang lain, selalu disebut khamar seperti dalam
kalimat “tutuplah wadah-wadah kalian”. Jadi, khamar dapat menutup akal,
Menyumbat, dan Membungkusnya. Secara Etimologi, Narkoba diterjemahkan
kedalam Bahasa Arab dengan kata ‫اخ‬ َ ‫خذَ ََس‬ َْ ٌَََ -‫خ َذَ َ ََس‬
ََ ًَ‫ان‬yang berasal dari akar kata َ -َ‫خذَس‬ ََ
َْ َ ‫ َت‬yang berarti Hilang Rasa, Bingung, Membius, Tidak Sadar, Menutup, Gelap,
‫خ َذٌَْ َْش‬
atau Mabuk. Narkoba (Narkotika dan Obat/ Bahan Berbahaya) tidak dijelaskan
secara gamblang dalam Islam, Alquran hanya menyebutkan istilah Khamar.
Sementara itu secara Terminologi Narkoba ialah “Setiap zat yang apabila
dikonsumsi akan merusak Fisik dan Akal, juga membuat orang menjadi Mabuk
atau Gila”. Narkoba memang termasuk kategori khamar (minuman keras), tetapi
bahanya lebih berat dibanding zat itu sendiri. 41

َ َ‫ٍ ٌََ َْع ََشفََ َحََقٍَْقََتََّ َانزيٌَََْقََثَهَ ََّانح‬


َ‫سَ َيَ ََعَ ََيا‬ َْ َ‫سَت ََْفذَ َََاََِ َي‬
َْ َ‫ٍ َ ََكلََوَ َي‬ َْ َ‫ٕلَانهزَيَا‬
َ َ‫ان ًَََْث َحَثَ َانثَ َاَنَثََفَىَتَ َعشَ ٌََْفَ َانكَح‬
َ َ‫ش َشَتََ َََّفََثََٕج‬
َ‫ٕدَََِفٍَْ ََٓا‬ َْ َ‫ل‬ َ ‫سَ ََك ََشاخََيٍََََا‬ َ ًَ‫اخَان‬ َْ ‫خًَ ََش‬ ََ َ َ‫خ َذَفًَانًَت‬ ََ ٌََٕ‫خاسَي‬ ََ َ‫صَشََت‬ َ َُْ‫ع‬ ََ ‫ََساَ ٌََََُْاََِيٍََََالََخََصََُا‬
ََ ََٕ َََْٔ َََّ َ‫عت‬
َ ًََ ْ‫خًَ ََشاخَ ََََقٍَْعَ َالََ َْص ََْ َش َ ََٔالَََث‬
ََ‫اس َانَ َز ٌََََتَخَز‬ َْ َ‫ش ََشتََحَ َي‬
ََ َ ‫ٍ َ َيَت‬ َْ ََ‫غٍَْشَال‬ َ ٌََْ ‫ٕج َذ َ ََْذََاَانكَحَ َْٕلَ ََا‬
ََ ًََ‫ضاَف‬ َْ ََ‫صمَ َال‬
ََ ‫س ََك‬
َ ٌَََٔ َ ‫اس‬ َ َْ‫ٌََح‬
ٌََََ ‫ح َْٕلَ َ ََك ًََاََا‬ َْ َ ‫صحَ َ ََٔ ََْ َزَاَالََخٍََْ َْش ََا‬
َ َ‫ص ََعفَ َانك‬ ََ َْٕ ‫ص‬ َْ َ‫شةَ َتَالََخَ َ َحَذٌََْذٌََْ َّ َ َي‬
َ ‫خ‬ ََ ‫خ‬ َْ َ‫ج َذي‬
ََ ‫ٍ َ ََي َْعقَ َْٕدَ َان‬ َ َْٕ ٌََ‫غٍَْ ََشَِ َ ََك ًََا‬
ََ َٔ‫ا‬ ََ
ََ َ‫طٍَث‬
‫ة‬
َ ََُ‫خ ًَْ َشَان َع‬
ََ ًَ ََ َْٕ ٌََ‫َا ََْق ََٕاََِانَ َزي‬
َْ ‫ج َذََف‬

41
Nurul Irfan, Fiqh Jinayah,Jakarta: Amzah,2015, h 172.
َْ ًََ ْ‫سٍَذََعََث‬
( ‫اٌَانثَََت َأَي‬ ََ ‫انَٕفٍَََحََنَه‬
ََ ََ‫حث‬
ََ َ‫(َان ًََثََا‬

Artinya: Pengertian Alkohol sebagaimana yang kami dapatkan dari


pernyataan orang yang mengetahui hakikatnya serta yang kami lihat dari
peralatan industri pembuatannya adalah, merupakan suatu unsur yang dapat
menguap yang terdapat pada minuman yang memabukkan. Keberadaannya
akan mengakibatkan mabuk. Alkohol ini juga terdapat pada selain minuman,
seperti pada Rendaman Air Bunga dan Buah-Buahan yang dibuat untuk
Wewangian dan lainnya. Sebagaiaman juga terdapat pada kayu-kayuan yang
diproses dengan mempergunakan peralatan khusus logam. Dan yang terakhir
ini merupakan Alkohol dengan kadar paling rendah, sedangkan yang terdapat
pada perasan Anggur merupakan Alkohol dengan kadar tinggi. 42

Syariat Islam melarang mengkonsumsi minuman keras atau khamar dan


zat-zat sejenisnya. Awal mula munculnya ayat tentang khamar, Allah SWT
menurunkan ayat tentang khamar yang bersifat informatif semata. Ayat yang
diturunkan pertama kali adalah sebagai berikut:

ٌََ ٕ‫سُاََۗإٌَفًَ َٰرَنكَ ٌََََحَنقَ ْٕوٌَََ ْعقه‬


َ ‫أَس ْصقاَ َح‬ َ َُّْ ‫َٔ ْاْل َ ْعَُابَت َتخزٌَٔ َي‬
َ ‫سكَش‬ َ ‫َٔي ٍَْث َ ًَ َشاخَانُخٍم‬
Yang artinya; dan dari buah kurma dan anggur, kami buat minuman
yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
memikirkannya. (QS. Al-Nahl (16):67)

Kedua, diturunkannya ayat yang menjelaskan secara lebih lanjut


mengenai khamar, Allah SWT berfirman:

َ‫َٔإثًْٓ ًَاَأ َ ْكثَشَيٍََ ْفعٓ ًَا‬


َ ‫َٔ َيَُافعَنهُاس‬ ٌ ‫َٔ ْان ًٍََْسشَق ْمَفٍٓ ًَاَإثْ ٌىَكَث‬
َ ‫ٍش‬ ْ ٍ‫ع‬
َ ‫َان َخ ًْش‬ َ َ َ‫ٌَ ْسأَنََٕك‬

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah,


“pada kedunya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,

42
Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar,
Munas Dan Konbes Nahdlatul Ulama1926 – 2004 M, Surabaya: lajnah Ta’lif Wan Nasyr ltn
Nu Jawa Barat,2004, h 314.

33
tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah (2):
219)

Apabila dibandingkan isi dan kandungan kedua ayat diatas, tampak


jelas bahwa ayat yang kedua sudah menyentuh isi manfaat dan mudharat.
Ketika diturunkan ayat ini, tradisi meminum khamar masih tetap berlangsung
tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Kafir, tatapi juga dilakukan oleh
Sahabat-Sahabat Nabi. Mengenai hal ini, Al-Suyuthi memaparkan bahwa Ali
bin Abi Thalib menceritakan, Abdurahman bin Auf mengundang kami untuk
berpesta dan memberikan jamuan berupa khamar. Ketika itu, banyak diantara
kami yang meminum kahamr. Selanjutnya, datanglah waktu shalat dan kami
pun Shalat. Salah seorang diantara kami menjadi Imam, karena sang Imam
masih setengah mabuk, maka tiga ayat pertama dibaca seperti ini:

ْ َٓ ٌَُّ‫قَ ْمٌََاَأ‬
ٌْٔ ‫اَانكَافشٌَٔ َلَأَعْثذَ َياَت َ ْعثذٌَٔ َََٔحٍَََْ ْعثذَ َياَت َ ْعثذ‬
Artinya :Wahai orang-orang kafir, saya tidak menyembah tuhan yang
kalian sembah, dan kami menyembah tuhan yang kalian semabah.

Ketiga, diturunkannya ayat yang menerangkan tentang proses


pengharaman khamar. Allah berfirman;

ٌََٕ‫طاٌََفَا ْجت َُثَِٕنَعَهك ْىَت ْفهح‬


َ ٍْ ‫ع ًَمَانش‬ ٌ ‫َٔ ْاْل َ ْص َلوَسج‬
َ ٍَْ ‫ْسَي‬ َ ‫صاب‬ َ ‫َٔ ْان ًٍَْسش‬
َ ََ‫َٔ ْاْل‬ ْ ًَ َ‫ٌَاَأٌَُّ َٓاَانزٌٍَ َآ َيُٕاَإ‬
َ ‫اَان َخ ًْش‬

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,


sedang kamu dalam keadaan mabuk. (QS.Al-Nisa (4);43) .

Mengenai proses pengharaman khamar ini; Imam Ahmad, Abu Dawud,


dan Al-Tirmidzi sebagaimana dikutip oleh Al-Shabuni; Umar Bin- Khatab
berdoa kepada Allah agar hukum tentang Khamar dipertegas. Menurut
Qatadah, Allah mengharamkan Khamar dalam Surah Al-Maidah Ayat 90;

َ ٍْ ‫ع ًَمَانش‬
َ ِٕ‫طاٌََفَا ْجت َُث‬ ٌ ‫َٔ ْاْل َ ْص َلوَسج‬
َ ٍَْ ‫ْسَي‬ َ ‫صاب‬ َ ‫َٔ ْان ًٍَْسش‬
َ ََ‫َٔ ْاْل‬ ْ ًَ َ‫ٌَاَأٌَُّ َٓاَانزٌٍَ َآ َيُٕاَإ‬
َ ‫اَان َخ ًْش‬
ٌٕ‫نَ َعهك ْىَت ْفهح‬

34
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah,
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-
perbuatan) itu agar kamu beruntung”. (QS.Al-Maidah (5);90).

ini setelah terjadinya perang Ahzab pada tahun keempat atau kelima
Hijriah. Terdapat pula Hadis yang memperkuat larangan terhadap Khamar ini
dan sekaligus menjelaskan hukumannya. Hadis-Hadis tersebut antara lain
sebagai berikut.43

َ ‫كُ ّلٌٌ ُم ْسكِرٌٌ َخ ْمر‬:َ‫ملسو هيلع هللا ىلصَقَا َل‬-َ‫ع ٍَْاتٍَْع ًَ َشََسضىَهللاَعًُٓاَأٌََانُثى‬
ٌَ‫ٌٌوكُ ّلٌٌ ُم ْسكِرٌٌ َح َرام‬ َ َٔ
)‫(اجشجًٓسهى‬

Dari Ibn Umar RA, Bahwa Nabi saw Bersabda: Setiap yang memabukkan
adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah maram. (Hadis ini
dikeluarkan oleh Muslim).

Para Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian Asy-Syurbu


(meminum). Menurut Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad,
sebagaiamana dikutip oleh Abdul Qadir Audah bahwa pengertian Asy-Syurbu
(meminum) adalah sebagai berikut.

َ‫ي‬ َ َ َْٔ َ ‫صٍَْ َشاَنََْه ََعَُةَََا‬


َْ َ‫لء‬ ََ ٌَََ‫س ََٕاءََ ََكا‬
َ ‫ع‬ ََ َٔ‫ا‬ ََ َ‫خ ًَْ ََشاوََنََ ْىٌََََسَ ََى‬
ََ َ‫خ ًَْش‬ ََ َ‫س ََٕاءََسَ ًََى‬
ََ ََ‫سكَش‬
َْ ًَ‫ش َشَبََان‬
ََ
ََٕ َََٓ‫ش َشَبََف‬ َْ َ‫ََيا َدَجَا‬
ََ ‫خ ََشى ًََ َْعَُىَان‬

Artinya; Pengertian minum ini adalah minum-minuman yang


memabukkan, baik minuman tersebut dinamakan khamar maupun bukan
khamar, baik berasal dari perasan anggur maupun berasal dari buah-buahan
yang lain.

Sedangkan menurut Asy-Syurbu menurut Imam Abu Hanifah adalah


sebagai berukut;

َ ٍََْ‫ش ََشبََ ََكثٍَْشَاََا َ َْٔقََه‬


‫ل‬ ََ َ‫س ََٕاءََ ََكاٌََََ ََيا‬ َْ ََ‫خ ًَْشََفََق‬
ََ َ‫ظ‬ ََ َ‫عهََى‬
ََ ‫ش ََشبََان‬ ََ َ‫شَشَبََعََُْ َذَََِقََاصَش‬
َ ‫فََان‬

43
Ahmad Wardi Muslich,HukumPidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h 73.

35
Meminum menurut Abu Hanifah adalah meminum minuman khamar
saja,baik yang diminum itu banyak maupun sedikit.

Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa Khamar munurut


Imam Abu Hanifah adalah muniman yang diperoleh dari perasan anggur.
Dengan demikian, Imam Abu Hanifah membadakan antara “khamar’ dan
“muskir.”Khamar hukum meminumnya tetap Haram baik sedikit maupun
banyak. Adapun selain Khamar, yang muskir yang terbuat dari bahan-bahan
selain perasan Buah Anggur yang sifanya memabukkan, baru dikenakan
hukuman apabila orang yang meminumnya mabuk. Apabila tidak mabuk maka
pelaku tidak dikenakan hukuman. Sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa unsur
ini (Asy-Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang
memabukkan. Dalam hal ini tidak diperhatikan nama dari minuman itu dengan
bahan apa minuman itu diproduksi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan
apakah yang diminum itu di buat dari perasan Buah Anggur, Gandum, Kurma,
Tebu, maupun bahan-bahan yang lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan
kadar kekuatan memabukannya, baik sedikit maupun banyak, hukumannya
tetap haram.

Apabila Pendapat Jumhur Ulama tersebut kita ikuti maka semua jenis
bahan yang memabukkan hukumannya tetap haram seperti; Ganja, Koka,
opium. Hanya saja karena meminum merupakan unsur penting dalam jarimah
minum Khamar maka bahan-bahan yang dikonsumsi tidak dengan jalan
diminum, seperti Ganja, Koka, Opium, dan semacamnya tidak mengakibatkan
hukuman Had, lelainkan hukuman Ta’zir. 44

A. Jenis-Jenis Khamar

Alkohol adalah nama untuk senyawa Hidrokabon, Alkohol yang


terdapat dalam minuman beralkohol atau minuman keras adalah Etil-alkohol
atau etanol. Alkohol adalah zat kimia yang paling banyak dinikmati orang

44
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h 75.

36
selain Nikotin (yang terdapat pada tembakau) dan Kafein (yang terdapat dalam
kopi). Alkohol yang terdapat dalam minuman beralkohol berasal dari Biji-
Bijian dan Umbi-Umbian sehingga sering dinamakan Grain Alkohol,
sedangkan yang dimaksud dengan Wood Alkohol adalah Metil-alkohol atau
Metanol yang sangat Toksis terutama terhadap Saraf Mata. Metanol banyak
digunakan dalam Bidang Indutri. Alkohol adalah cairan tidak berwarna dan
pahit rasanya. Alkohol dapat di peroleh melalui fermentasi oleh
mikroorganisme (Sel Ragi) dari Gula, Sari Buah, Biji-Bijian, Madu, Umbi-
Umbian, dan Getah Kaktus tertentu.45

Alkohol telah ada jauh sebelum era pencatatan, walaupun tidak ada
seorangpun yang tau kapan minuman beralkohol pertama kali di konsumsi,
diperkirakan khasiat zat tersebut ditemukan secara tidak sengaja paling tidak
puluhan ribu tahun yang lalu. Penemuan Teko Bir Zaman Batu memantapkan
fakta, minuman yang difermentasi secara tidak sengaja telah ada sejak priode
Neolitikum, pada 10.000 SM. Selain itu Wine tampak jelas sebagai produk jadi
dalam piktograf Mesir Sejak 4.000 SM. Minuman-minuman beralkohol pada
awalnya disinyalir terbuat dari Beri atau Madu, dan pembuatan wine berasal
dari daerah tempat banyak tumbuh Tanaman Anggur di Timur Tengah. Di
Sumeria, Bir dan Wine digunakan untuk keperluan pengobatan Sejak 2.000
SM.46

Menurut catatan Arkeologis, minuman beralkohol sudah dikenal


manusia sejak kurang lebih 5000 Tahun yang lalu. Pertama kali manusia
mengenal minuman yang mengandung alkohol mungkin secara tidak sengaja,
yaitu minum sari buah yang telah di buat lama sebelumnya dan tercemar
bakteri ragi. Sari buah itu mengalami proses fermentasi oleh bakteri ragi
sehingga menghasilkan Etanol atau Etil-alkohol. Bangsa Persia Kuno dan
Mesir Kuno telah mengenal proses fermentasi untuk membuat minuman
beralkohol dari Buah-Buahan, Biji-Bijian, Madu, Umbi, bahkan dari Kaktus.
45
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba,Jakarta: Gramedia, 2004, h 154.
46
Patri Handoyo, War on Drugs, Bandung: Rumah Cemara, 2014, h26.

37
Pada zaman kuno, minuman alkohol dengan kadar etanol rendah (Bir atau
Anggur) merupakan penghilang dahaga sehari-hari karena air biasa (yang tidak
direbus) dapat menumbulkan penyakit. Sampai Abad ke-12, minuman berkadar
alkohol tinggi belum ada karena belum dikenal cara penyulingan (distilasi).
Minuman beralkohol dikenalkan oleh Bangsa Arab ke Eropa pada Abad ke-12.

Ditemukannya cara penyulingan, dapat diperoleh minuan beralkohol


dengan kadar yang lebih tinggi. Sejak itu, minuman beralkohol bukan lagi
hanya sekedar minuman dan sumber kalori, melainkan sebagai minuman yang
bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak, bisa merugikan. Produksi
Alkohol dengan kadar yang tinggi baru meluas pada Abad ke-17. Minuman
beralkohol merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari di kebudayaan Barat
sehingga istilah Drinking mempunyai arti minum minuman beralkohol dan
drunk bararti mabuk karena alkohol. Untuk setiap jenis minuman beralkohol
biasannya diminum dengan gelas model dan ukuran tertentu, begitu juga besar
dan bentuk botol kemasnya berbeda-beda. Daftar berbagai macam minuman
beralkohol dan kadar yang tekandung didalamnya. 47

Jenis minuman berAlkohol Kadar Alkohol (dalam vol.1%)

Bir 2-4 %

Table wine 4,5-12 %

Ale 6-8 %

Sampanye 14-20 %

Wisky 45-55 %

Rum 40-45 %

47
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, h157.

38
Brendi 40-45 %

Vodka 40-45 %

Gin 35-40 %

Berbagai daerah di Indonesia memiliki minuman beralkohol tradisional,


sejumlah daerah di tanah air memiliki tradisi panjang dalam minuman dengan
kandungan zat memabukkan. Masing-Masing daerah mepunyai minuman
beralkohol tradisonal yang dihasilkan dengan dari beragam fermentasi buah-
buahan atau tumbuh-tumbuhan.

Sopi merupakan Minuman Tradisonal asal Maluku dan Flores. Bahan


utamanya adalah enau atau aren, disuling dan dibiarkan berfermentasi dalam
sebuah batang bambu.Swansrai minuman yang berasal dari Papua, minuman
ini hanya disajikan warga setempat untuk menghormati tamu yang dianggap
penting, penyajiannya menggunakan Tempurung Kelapa. Minuman yang
dihasilkan dari fermentasi Air Pohon Kelapa yang sudah tua. Ballo, minuman
ini sering disajikan masyarakat Toraja ketika sedang mengadakan pertemuan
atau menggelar Ritual Keagamaan. Ballo dibuat dari Getah Pohon Lontar dan
termasuk salah satu minuman Khas Sulawesi Selatan, sering disajikan dalam
Gelas Bambu.

Ciu merupakan minuman beralkohol yang banyak beredar di Jawa


Tengah. Ada dua jenis Ciu yaitu; Ciu Bekonang yang berasal dari Sukoharjo
dan Ciu Banyumas. Masyarakat tradisional Banyumas sanggup membuat
racikan miras menggunakan bahan baku Ketela Pohon, ciu di Daerah
Banyumas masih tergolong sangat tradisonal. Ciu Bekonang berkembang Sejak
1950-an di Mojolaban, Sukoharjo, ciu Bekonang berasal dari Tetesan Tebu
dengan cara Penyulingan. Cap Tikus minuman Tradisional orang Minahasa,

39
minuman yang dibuat dari Air Nira, mirip seperti Sopi yang ada di Flores.48
Lapen minuman dari Yogyakarta, dibuat dari cairan alkohol murni yang
kadarnya mencapai 80 persen. Cairan itu dicampur dengan air biasa dengan
komposisi 1:4 atau 1:5 baru setelahnya lapen dicampur dengan cairan perasa
buah-buahan. Tuak dibuat dengan bahan dasar Gula Aren, sejumlah varian bisa
ditemui dengan mudah di berbagai wilayah di Indonesia. Di Sumatra Utara
yang dicampur dengan Buah-Buahan kering, sementara masyarakat Lombok
justru senang mengombinasikannya dengan Akar-Akaran dan Rempah. Arak
Bali, minuman ini dipakai untuk keperluan Upacara Adat dengan Ritual
tertentu. Arak dibuat dari fermentasi Sari Kelapa dan buah-buahan, umumnya
arak diminum dengan campuran seperti Jus atau Sirup supaya rasanya lebih
nikmat.

B. Narkotika Sabagai Khamar


Alkohol adalah salah satu jenis dari Narkoba. Narkoba adalah singkatan
dari Narkotika, dan bahan berbahaya. Richard C. Stephen dalam Mind-Altering
Drugs mempercayai bahwa Narkoba memberi pengaruh kuat pada fisik dan
psikis pemakai, seperti rangsangan (stimulasi) Semangat, atau Gembira.
Namun jika melebihi dosis yang ditetapkan medis, pemakai potensial penderita
ketergantungan hebat. Masalahnya adalah penyalagunaan Narkoba telah
menjadi hal biasa sehingga kontrol medis sama sekali tidak ada. Oleh sebab
itu, pemerintah dan masyarakat banyak disibukkan oleh prilaku penyimpangan
seperti ini. 49 Di katakan bahwa alkohol itu najis, sebab memabukkan,dan juga
di katakan bahwa alkohol itu tidak najis, sebab tidak memabukkan, tidak
mematikan seperti racun. Dan Mukhtamar berpendapat najis hukumnya,
karena alkohol itu adalah Arak. “Adapun minyak wangi yang dicampur dengan
alkohol itu, kalau campurannya hanya sekedar menjaga kebaikannya, maka
dimaafkan”, Begitupun halnya obat-obatan. Hadis yang membahas tentang
khamar:

48
Danang Nur Ihsan, Jenis 8 Minuman BerAlkohol Tradisional di Indonesia, jeda.id. 2
Agustus 2019, h 1
49
Budiono, Kriminologi Sayariah,Jakarta: Rm Books, 2007, h 15.

40
َ ‫كُ ّلٌٌ ُم ْسكِرٌٌ َخ ْمر‬:َ‫ملسو هيلع هللا ىلصَقَا َل‬-َ‫ع ٍَْاتٍَْع ًَ َشََسضىَهللاَعًُٓاَأٌََانُثى‬
ٌَ‫ٌٌوكُ ّلٌٌ ُم ْسكِرٌٌ َح َرام‬ َ َٔ
)‫(اجشجَّيسهى‬

Dari Ibn Umar ra. Bahwa Nabi saw. Bersabda: Setiap yang
memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah maram.
(Hadis ini dikeluarkan oleh Muslim).50

Pengertian alkohol sebagaimana yang akan didapatkan dari pernyataan


orang yang mengetahui hakikatnya serta yang kami lihat dari peralatan industri
pembuatannya, adalah merupakan suatu unsur yang dapat menguap yang
terdapat pada minuman yang memabukkan. Keberadaanya akan
mengakibatkan mabuk, alkohol ini juga terdapat pada selain minuman, seperti
pada rendaman air bunga dan buah-buahan yang dibuat wewangian dan lainnya
sebagaimana juga terdapat pada kayu-kayuan yang diproses dengan
mempergunakan peralatan khusus dari logam.

Ini merupakan alkohol dengan kadar paling rendah, yang terdapat pada
Perasan Anggur merupakan alkohol dengan kadar tinggi. Termasuk najis yang
dima’fu (toleransi) adalah, cairan-cairan najis yang dicampurkan untuk
komposisi obat-obatan dan parfum. Cairan tersebut bisa ditoleransi dengan
kadar yang memang diperlukan untuk komposisi yang seharusnya. Sedangkan
Narkotika adalah zat yang digunakan sebagai obat, yang bukan berasal dari
khamar atau alkohol. Jika kita melihat Narkotika adalah suatu zat yang dipakai
untuk dijadikan sebagai obat, islam tidak melarangnya. Jumhur Ulama
mengharamkan kita berobat dengan obat-obatan yang najis dan yang
diharamkan.Kata “Al-Musauwa” kebanyakan Ulama membolehkan kita
berobat dengan benda yang najis, kecuali arak.

ْ ِ‫ض ْعٌ َدا ًء َواح‬


ٌ‫داَال َه َر ُم‬ َ َ‫ٌو َج َّلٌلَ ْمٌي‬
َ ‫ع َّز‬
َ ٌَ‫ٌفَإ ِ َّنٌهللا‬،‫ت َ َد َاو ْوا‬

50
Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mukhtamar,
Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2004 M,Surabaya: LTN NU jawa Timur,2004, h
314.

41
Berobatlah wahai hamba Allah, karena Allah tidak menimpakan suatu
penyakit kecuali dia pula menjadikan obat baginya, kecuali satu penyakit, yaitu
kematian. (HR: Bukhari).

Bangsa Arab adalah Bangsa yang sebelum Abad XX memiliki catatan


kegunaan dan pemakaian medis dari tanaman ganja dengan jumlah terbesar di
seluruh dunia. Sebagai obat-obatan herbal, ganja telah dikenal oleh dunia Arab
sejak lama yang dibuktikan dengan jumlah litelatur yang sangat banyak. Tahun
751 M adalah tahun dimana Kekhalifahan Abbasiyah mengalahkan Dinasti
Tang pada “Perang Talas” yang memperebutkan wilayah sekitar Sungai
Syrdarya di Asia Tengah, tepatnya di Daerah Kazakhstan, Uzbekistan,
Tajikistan, dan Kirgizstan sekarang. Tawanan dari Cina pada perang tersebut
dibawa ke Samarkan dan dipaksa untuk membuka rahasia mengenai bahan dan
proses pembuatan kertas. Pada Tahun 794 Pabrik Kertas pertama berdiri di
Baghdad dan menyebar ke seluruh wilayah kekuasaaan Bangsa Arab. Ibnu
Masawayh, yang wafat pada Tahun 857 M, adalah Dokter yang pertama
menyebutkan Kegunaan Medis Ganja dalam litelatur pengobatan Arab.
Menyebutkan bahwa minyak yang didapat dari Biji Ganja bila diteteskan ke
dalam lubang Telinga dapat menyembuhkan sakit di Telinga yang disebabkan
oleh kelembapan (Rutuba) yang diproduksi oleh Lubang Telinga.

Pada Abad ke X, Ishak bin Sulaiman menyatakan hal yang sama


dengan tambahan Minyak Ganja itu juga dapat mengeluarkan benda-benda
asing yang menghalangi atau menutupi lubang telinga. Pada Abad ke XIII,
seorang Ahli Botani dari Malaga, Ibnu Al-Baithar menganjurkan minyak biji
ganja sebagai pengobat untuk menyembuhkan “gas” (rih) pada telinga. Pada
Abad ke XIV, Ibnu Al-Khatib dari Granada Merekomendasikan Minyak Biji
Ganja yang dicampur dengan Getah dari Felura galbaniflua (sejenis tanaman
bertangkai) untuk menyembuhkan “Sakit Panas” (Al-waharr) yang berkaitan
dengan penyakit telinga bernama Tinnitus aurium. Lalu di Abad XVI, Al-
Antaki membuat catatan mengani hemp atau Ganja dari Anatolia yang ia sebut
“Al-qunnab Al-rumi” (Daun Roma), yang dapat membunuh Cacing yang

42
tinggal dan berkembang biak di dalam lubang Telinga, bila diteteskan dalam
lubang Telinga sampai penuh dapat mengeluarkan semua Benda Asing dan
Kotoran.51

Dalam Dekade terakhir, ganja telah diproduksi secara luas sebagai


tanaman masa depan. Ide itu dirangsang Teknologi-Teknologi baru yang
membuat ganja cocok untuk industry kertas, sebagai sumber energy yang dapat
biperbaharui (biofuel), dan sebagai pengganti Produk-Produk Petro-kimia,
termasuk produk plastik dan obat perawatan tubuh, seiring dengan
meningkatnya harga minyak dan kepedulian dunia pada lingkungan. 52 Pada
Tahun 2006, Ilmuan dari Scripps Research Institute di California melaporkan
bahwa zat THC menghambat berkembangnya enzim penyebab gejala utama
Alzheimer dengan lebih baik dibandingkan dengan obat-obatan yang popular
untuk mengatasi penyakit ini seperti donepezil dan tacrine.

Ilmuan-Ilmuan ini menyatakan bahwa THC mengobati secara


bersamaan baik gejala maupun proses berkembangnya alzhaeimer. Para
Ilmuan dari Ohio State University dan Departemen Psikologi dan Neurosains
melaporkan bahwa Tikus berumur tua yang mendapatkan dosis Cannabinoid
sintetis dalam waktu tiga minggu menunjukan hasil yang jauh lebih baik dalam
tes memori labirin air. Tulisan dalam Jurnal Of Neuroscience 2007 juga
melaporkan bahwa Tikus yang diberikan Cannabinoid ini mengalai perbaikan
memori sebesar 50% dan penurunan tingkat peradangan sebesar 40-50%
dibandingkan Tikus lain yang digunakann sebagai control atau perbandingan.
Lou Gibrig’s Disease ini adalah penyakit saraf Neuro-degeneratife yang fatal.
Gejala penyakit yang ditandai kehilangan sel-sel saraf Motorik pada Tulang
Belakang, Batang Otak, dan Korteks otak yang menengani fungsi Motorik.
Menurut survei pemakaian Ganja pada penderita ALS yang dibuat The
Amerikan Jurnal Of Hospice and Palliative Care pada edisi 21 Tahun 2004,

51
Tim Lgn, Hikayah Pohon Ganja, 12000 Tahun Menyuburkan Peradapan Manusia,
Jakarta: Karya Gemilang, Cet 5, 2016, h 58.
52
Patri Handoyo, War on Drugs, Bandung: Rumah Cemara, 2014, h 32.

43
zat Cannabinoid pada Ganja dapat memperlambat laju als serta efektif
memoderasi perkembangan penyakit tersebut, dapat juga mengurangi gejala-
gejala yang menyertai als seperti rasa sakit, hilangnya Nafsu Makan, Depresi,
dan meneteskan Air Liur secara tidak terkendali. 53

Di Eropa sekarang terdapat pilihan untuk bahan bakar Bio diesel pada
stasiun-stasiun pengisian bbm. Lebih dari 1.000 Stasiun pengisian bbm di
Jerman menawarkan biodiesel kepada pelanggannya. Sementara di Prancis,
lebih dari 5% total kebutuhan Energinya dipenuhi dari biodiesel. Metode
Pilolisis merupakan salah satu proses konvensi paling efisien dari segi rasio
bahan baku dengan bahan bakar yang dihasilkan. Teknik prolisis dilakukan
dengan memanaskan materian organik atau material lignoselulosik dengan
jumlah udara yang sangat minim. Proses ini bisa menghasilkan Briket Arang,
Pyrolitic Fuol Oil (cairan organik), gas tidak termampatkan, asam asetrat, dan
metanol. Efesiensi rata-rata yang di proleh dari proses ini adalah 95,5%.
hampir 68% dari energy yang terkandung dalam biomassa dapat diperoleh
dalam bentuk arang dan minyak hasil proses pirolisis, sementara sisi energy
potensialdari bio masssa tadi terdapat dalam bentuk gas tidak termampatkan
yang biasanya dipakai untuk memproduksi uap dan listrik dalam konvensi
biomassa itu sendiri. Teknologi pirolisis sudah digunakan sejak masa purba.
Masyarakat Mesir telah melakukan praktik distilasi kayu sejak berabad-abad
lalu dengan mengumpilkan tar dan asam pirolygneous untuk membalsam
Mumi. Sedangkan pirolisis kayu untuk membuat briket arang adalah industry
utama pada Abad XIX sampai pada Abad XX. Pirolisis digunakan untuk mesin
pemanas tungku pada pabrik-pabrik. Pada Abad ke-19, Belanda sengaja
mendatangkan tanaman Ganja dari India ke Aceh sebagai tumbuhan Anti
Hama Kopi di Gayo Aceh Tengah, serta untuk Melindungi Tanaman
Tembakau dari hama ulat dengan ditanam berdampingan. Hingga Tahun 1945,
sisa daun ganja untuk membalut tembakau agar tetap kering dan tidak berulat,
ditemukan dibuang begitu saja di Pasar Aceh yang bersisian dengan Masjid
53
Tim Lgn, Hikayah Pohon Ganja, 12000 Tahun Menyuburkan Peradapan Manusia,
Jakarta: Karya Gemilang, Cet 5, 2016, h 177.

44
Raya Baiturrahman Banda Aceh. Masyarakat Aceh sendiri memandang ganja
sebagai tanaman multiguna untuk mengendalikan gulma, hama, dan Penyakit-
Penyakit pada tanaman utama seperti tembakau, cabai, atau tanaman budidaya
lainnya untuk melindungi tanaman utamanya seluruh lapisan petani menjadi
penanam ganja. Masyarakat Aceh memanfaatkan biji ganja (kaskus) sebagai
bumbu masak untuk jenis manakan tradisional tertentu.54

C. Dampak Narkotika dalam Masyarakat


Secara medis, orang bisa tahan terhadap makan selama 5 sampai 7 hari,
tetapi untuk tidak minum (komsumsi) Narkoba, orang hanya bisa tahan sampai
3 hari. Menurut H. M. Rusli Ngatimin, sesuai dari pengalaman intograsi,
pasien akan sangak tersiksa dan merasakan kelelahan yang luar biasa setelah
melakukan triping, akibat mengkonsumsi Narkoba. Memang jarang terdengar
orang mati karena mabuk, tetapi mati terbunuh sangat sering terjadi. Untuk itu,
menggunakan minuman keras atau yang di sebut dengan Narkoba jelas sangat
merugikan.55

Memang harus diakui bahwa minuman keras atau Narkotika dan obat
terlarang itu mempunyai kegunaan, dari sudut pandang ilmu medis disebutkan,
bahwa Khasiat amfetamin sebagai psikotropika menjadikan seseorang merasa
Superioritas, bahkan pada orang yang sangat penakut sekalipun. Ketika
mengkomsumsi atau menggunakan Narkotika dan obat-obat terlarang akan
menghilangkan rasa takut dan memilki tingkat kepercayaan diri yang
berlebihan tergantung pada jenis yang digunakan. Akan tetapi jika
dibandingkan antara manfaat dan mudharat-nya, maka mudharat-nya jauh
lebih besar, dan dapat menimbulkan berbagai macam masalah seperti
kriminalitas, serta masalah kesehatan. Secara umum pemakaian napza di
masyarakat ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

54
Patri Handoyo, War on Drugs, Bandung: Rumah Cemara, 2014, h 119.
55
Rusli Ngatimin, Hidup sehat tanpa miras dan Ekstasi, Makalah, Ujang
Pandang,Fakultas Syariah IAIN Alauddin, 1996,h 6.

45
a. Khasiat,zattersebut harus memiliki khasiat terhadap penggunaannya.
Misal; parasetamol yang memiliki khasiat mengurangi nyeri akan
dikonsumsi seseorang yang sedang sakit kepala.
b. Individu, sebelum mengkonsumsi suatu zat, seorang individu umumnya
mengalami kondisi atau sedang berada dalam kondisi tertentu, baik
biologis maupun psikologis. Kondisi-kondisi yang mungkin bisa diatasi
dengan mengkonsumsi suatu zat, misalnya Mengantuk, sakit kepala,
bengkak (biologis), rasa penasaran,tertantang, kecemasan (psikologis).
c. Lingkungan sosial juga turut menentukan zat yang dikonsumsi seorang
individu. Sebagai contoh; seseorang yang tinggal di daerah yang
masyarakatnya lebih akrab dengan menggunakan daun jambu untuk
mengatasi penyakit diare. Pengaruh lingkungan sosial ini tidak hanya
berupa kebiasaan masyarakat, namun bisa saja berbentuk rekomendasi
Tabib, Pengiklanan, Ritual, dan lain-lain.

Ketiga faktor ini saling berkaitan. Dengan kata lain satu faktor tidak
dapat berdiri sendiri ketika suatu zat sudah teridentifikasi khasiatnya oleh suatu
masyarakat. Khasiat itu kemudian menjadi daya tarik bagi seseorang untuk
menggunakan suatu zat napza. Sebagai contoh konsumsi kopi, dikenal
memiliki khasiat membuat orang tidak mengantuk, penggunaannya bisa terjaga
selama beberapa jam setelah mengkonsumsinya (khasiat). Kecuali dalam napza
penggunaan Eksperimental, tidak akan digunkan jika memilki khasiat yang
sudah dibuktikan dan tidak pula digunakan tanpa biologis atau psikologis awal
seorang individu. Dalam contoh diatas, perlu diperiksa kondisi apa yang
melatar belakangi konsumsi kopi pertama si A sebagai individu ketika ditawari
temannya. Bisa saja si A penasaran karena belum pernah mengkonsumsi kopi,
merasa perlu menemani temannya mengkonsumsi kopi, mengantuk, atau haus.
Macam-macam Latar penggunaan Napza berikut ini :

1. Tidak pakai ( abstitensi)

2. Eksperimental ( coba-coba), Menggambarkan penggunaan untuk


pertama kalinya atau, kalau berulang, jangka pendek, kebanyakan
napza yan digunakan anak-anak remaja masuk ke kategori ini. Anak
muda sering mencoba suatu zat karena penasaran atau untuk
mengetahui sesuatu yang baru dan berbeda.

46
3. Rekreasional, Penggunanya memilih zat-zat yang sesuai degan
tujuan untuk bersenang- senang dan obat-obatan Pesta seperti
ekstasi, alkohol, dan ganja biasanya digunakan untuk tujuan ini.
Beberapa orang yang karena sudah bekerja dari senin hingga jum’at,
diakhir pekan datang ke bar atau diskotik untuk mengkonsumsi
alkohol atau ekstasi bersama teman-temnnya. Senin paginya
kembali bekerja hingga jum’at.
4. Kebiasan, konsumsi zat-zat legal seperti rokok, alkohol, kopi, sering
menjadi kebiasaan seseorang. Kategori penggunaan ini khususnya
ketika penggunaan mengkonsumsi dosis yang terukur selama satu
hari, misal: sebungkus rokok atau dua cangkir kopi sehari.
5. Keadaan/ situasional, kategori penggunaan ini ditentukan keadaaan
seseorang, missal: Sakit Perut, ingin terjaga karena sedang ronda
(siskamling), ingin memuaskan pasangan seks, sakit kulit, dan lain-
lain.
6. Ketergantungan, seseorang yang ketergantungan tidak dapat
berhenti menggunakan suatu zat tanpa mengalami bentuk
penderitaan mental atau fisik. Ini dikategorikan penggunaan yang
paling sering dipublikasikan. Hal ini bisa terjadi pada peminum
kopi, perokok, alkohol, dan pecandu.56

Penggunaan zat psikoaktif dapat dipandang sebagai suatu fenomena


kultural. Dalam suatu kultur, penggunaan zat psikoaktif dapat dipandang
sebagai suatu prilaku yang normal atau prilaku yang menyimpang, bergantung
pada siapa yang menggunakan dan jenis zat psikoaktif yang digunakan, serta
banyaknya (sampai intoksikasi atau tidak). Anak-anak yang merokok pada
umumnya tidak dapat diterima dalam masyarakat, tetapi orang dewasa yang
merokok dapat diterima dalam masyarakat. Perempuan dewasa yang merokok
tidak begitu diterima dalam masyarakat dibandingkan laki-laki yang merokok.
Penolakan masyarkat terhadap penggunaan heroin lebih kuat dari pada
penolakan masyakarat terhadap pengunaan ekstasi. Minum beralkohol ditolak
sama sekali dalam agama tertentu, sebaliknya agama lain dapat menoleransi
sejauh tidak sampai terjadi intoksikasi.

56
Patri Handoyo, War on Drugs,Bandung: Rumah Cemara, 2014, h 45.

47
Penolakan atau penerimaan (akseptabilitas) terhadap penggunaan zat
psikoaktif tidak hanya dipengaruhi oleh pengaruh buruk zat psikoaktif tersebut,
terhadap tubuh dan prilaku pengguna. Tetap ijuga oleh faktor sosio-kultural
dan politik, sama seperti penolakan atau akseptabilitas prilaku konplisif lain,
seperti berjudi, pecandu film atau acara televisi, pecandu seks, pecandu
olahraga tertentu, membeli lotre, dan mengisi Teka-Teki silang. Pendekatan
sosio-kultural menandang gangguan mental dan prilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif sebagai prilaku menyimpang yang merugikan pengguna sendiri,
keluarga, maupun masyarakat. Perilaku menyimpang ini sebagai akibat kondisi
sosio-kultural tertentu, seperti industrialisasi, urbanisasi, sulitnya mencari
pekerjaan atau sekolah, perumahan yang tidak baik dan bejubel. Perilaku yang
menyimpang ini biasanya terdapat pada orang yang mempunyai masalah yang
lebih bersifat pribadi, seperti keluarga yang tidak Harmonis, Komunikasi yang
kurang efektif antara orang tua dan anak.57

D. Pengguaan Ganja Sebagai Obat dalam Hukum Islam

Penyalahgunaan tembakau gorilla dan ganja sintetis adalah ketentuan pidana


yang menerapkan sanksi hukum Islam, dalam hukum Islam pelaku Jarimah
Khamr atau Narkotika dipidana dengan hukuman ta’zir yang diperberat dengan
jilid. Kasus ini memberatkan sanksi seharusnya pengguna cukup di cambuk,
akan tetapi putusan Ulil Amri memberikan sanksi hukuman cambuk tambahan
dilihat dari pengulangan pada kesalahan yang sama. Hukuman bagi pelaku,
penjual, pengedar Narkotika, atau penggunaan Narkotika golongan I, berupa
ganja dalam perumusannya harus mempunyai dasar, baik Alquran, Hadis atau
keputusan penguasa yang mempunyai wewenang menetapkan hukum
berupata’zir. 58

Ta’zir adalah jenis sanksi syar’i yang tidak termasuk Hudud dan
Qishash atau Diyat. Ta’zir bersifat memberikan pelajaran dan koreksi

57
Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan Napza/Narkoba, Jakarta: Gramedia, 2004, h 92.
58
Wardi Ahmad, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h 91.

48
(Tahdzib) yang sifatnya memperbaiki perilaku tersalah (Tahdzib). Setiap
Tindak Pidana yang ditentukan sanksinya oleh Alquran maupun oleh Hadis
disebut Jarimah Hudud dan Qishash atau Diyat. Adapun Tindak Pidana yang
tidak ditentukan oleh Alquran maupun Hadis disebut sebagai Jarimah Ta’zir
misalnya, tidak melaksanakan amanah, menghina orang, menghina agama,
suap, menjual atau mengedarkan Narkotika dalam bentuk lain dari Jarimah
Ta’zir adalah Tindak Pidana yang hukumannya ditentukan oleh Ulul Amri atau
Hakim dan tidak bertentangan dengan Nilai-Nilai, Prinsip-Prinsip dan tujuan
Syari’ah. Sanksi Ta’zir merupakan otoritas Hakim untuk menentukan berat
atau ringannya hukuman, walaupun ia harus mempertimbangkan keadaann
pelakunya, jarimah-nya, korban kejahatannya, waktu dan tempat kegiatan
59
sehingga putusan hakim besifat preventif, refresif, edukatif dan kuratif.
Dalam Hukum Islam selain Alquran dan Hadis adalah Ijma atau Qiyas, karena
tidak ada dalil tertentu untuk Narkoba, maka Narkotika dapat di qiyas-kan
pada khamar. Karena Narkotika merupakan bahasan dan permasalahan
modern, terutama dalam bidang kesehatan khususnya tentang obat-obatan atau
Farmasi didalam masyarakat yang menggunakan. Menurut bahasa kata khamar
berasal dari kata Khamara yang artinya tertutup, menutup.

Dalam Alquran dan Hadis kata Khamar mempunyai arti benda yang
mengakibatkan mabuk, oleh karena itu secara Bahasa Khamar meliputi semua
benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baik berupa zat cair maupun
padat.60 Kata khamara pada dasarnya adalah minuman keras yang berasal dari
Anggur dan lainnya yang potensial memabukan dan biasa digunakan untuk
mabuk-mabukan.61 Dengan memperhatikan pengertian kata khamar dan
esensinya tersebut kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya
(Khamar, amfetamin, ganja, ekstasi dan sejenisnya) yang dapat memabukan,
menutupi akal atau menjadikan seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan

59
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,h17.
60
As- Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Madinah:Dar Al-Fath, 1995M/1410H, h. 474.
61
Departement Agama RI, Pandangan Islam Tentang Penyalahgunaan
Narkoba,Jakarta; Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2004, h.45.

49
akal pikirannya adalah haram. 62 Haramnya Narkoba bukan karena di Qiyas kan
dengan khamar, melainkan karena dua alasan: Pertama, nash yang
mengharamkan Narkoba, kedua menimbulkan bahaya bagi manusia. Pendapat
ulama mengenai pengertian khamar. Imam Al-alusi didalam Tafsirnya
menyebutkan bahwa makna Khamar“ Ialah zat yang memabukan dan terbuat
dari Sari Anggur atau semua zat (Minuman) yang dapat menutupi dan
menghilangkan akal”. 63

Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifa, yang dimaksud khamr


adalah “jenis nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah
dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi
bersih kembali, sari dari buih itulah yang memabukan”, pendapat ini juga
didukung oleh Ulama-Ulama kuffah. Al-nakha’i, Al-tsauri dan Abi laila
adapun menurut Ulama Maliki, Syafi’i dan Hambali yang dimaksudkan dengan
khamr“ ialah semua zat atau barang yang memabukan baik sedikit maupun
banyak”. Berbeda dengan para pendapat Mazhab, dan Bertitik tolak dari uraian
dampak yang ditimbulkan oleh Narkotika/ Narkoba yang sampai pada
terjadinya kematian. Dan bagi kesehatan pun sangak fatal, tentu sanksi
hukumnya harus lebih berat, meskipun dalam Alquran tidak ada Ayat yang
secara tegas tentang sanksi atau hukuman bagi pemakai Narkotika/ Narkoba.
Dalam Alquran terdapat larangan meminuman Khamar yang menunjukan
keharamanya, hal ini dapat dilihat dari Alquran Surah Al-Maidah (5:90)

ٌََٕ‫طاٌََفَا ْجت َُثَِٕنَ َعهك ْىَت ْفهح‬


َ ٍْ ‫ع ًَمَانش‬ ٌ ‫َٔ ْاْل َ ْص َلوَسج‬
َ ٍَْ ‫ْسَي‬ َ ‫صاب‬ َ ‫َٔ ْان ًٍَْسش‬
َ ََ‫َٔ ْاْل‬ ْ ًَ َ‫ٌَاَأٌَُّ َٓاَانزٌٍَ َآ َيُٕاَإ‬
َ ‫اَان َخ ًْش‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminuman)


khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengabdi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan”.64

62
Al-alusi, Ruth Al-Ma’ani, Al-Maktabah Al-syamilah, Pustaka Ridwan;2008, h. 123.
63
Ibnu Jarir Al-Thabari, Tafsir al-Thabari al-maktabah al-syamilah,Pustaka
Ridwan;2008, h.32.
64
Departement Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan
Penyelenggara dan Penerjemah Al-qur’an, 1985, h 179.

50
Ayat yang diatas menerangkan tentang larangan memiuman khamar,
sifat khamar itu memabukan, demikian juga dengan Narkotika dan obat-obatan
terlarang juga mempunyai sifat yang sama dengan khamar, makanya
hukumnya sama dengan hukuman khamar yaitu haram. Ibnu Taimiyah secara
panjang lebar menjelaskan tentang keburukan benda yang memabukan,
termasuk dalam hal ini Narkotika, Narkoba atau ganja. Orang-orang yang
memakai termasuk orang yang dimurkai oleh Allah SWT, Rasul-nya dan kaum
Muslimin. Benda-benda itu mengandung keburukan baik bagi agama, akal,
moral dan watak pelakunya, benda memabukan itu juga merusak watak
sehingga timbul Manusia-Manusia menjadi tidak waras akalnya dan rendahnya
budi, serta bermacam-macam penyakit akhlak lainnya. Bagi orang yang
melanggar dan menganggapnya halal dikenakan hukuman mati sebagai orang
murtad. Jika orang itu bertaubat dan tidak mau meninggalkan kebiasan itu,
maka ia tidak disembahyangkan dan tidak boleh dimakamkan bersama dengan
kuburan orang-orang Muslim.

Pada bagian lain, Ulama Fiqih sepakat bahwa menghukum pemakai


Narkoba wajib, dan hukumnnya berbentuk deraan. Ulama hanya berbeda
pendapat tentang jumlah deraan, penganut Mazhab Hanafi dan Maliki
“mengatakan 80 kali dera”, sedangkan Imam Syafi’I “menyatakan 40 kali
dera”. Imam Ahmad mengatakan terdapat dua riwayat, salah satu riwayat itu
“adalah 80 kali pukulan”, ia sepakat dengan mengikuti Imam Hanafi dan Imam
Maliki, dasarnya adalah Ijma sahabat, bahwa Umar bin Khathab pernah
mengadakan musyawarah dengan masyarakat mengenai hukuman peminum
khamar. Padawaktu Abdurahman bin Auf “mengatakan bahwa minuman yang
dimaksud harus disamakan dengan hukuman yang teringan dalam bab
hukuman 80 kali pukulan”.
Riwayat lain mengatakan hukuman itu 40 kali pukulan, ini dipegang
oleh Abu Bakar dan Imam Syafi’i, di dasarkan pada Rasulullah dihadapkan
kepada seorang yang meminum khamar, orang itu di pukul oleh beliau
sebanyak 40 kali. Keadilan ini berlangsung atau berulang sebanyak 4 kali. Dan

51
mencabut hukuman mati atau orang itu.65 Meskipun hukuman yang pernah
dilakukan oleh Nabi sebanyak 40 kali pukulan, kemudian Umar mempunyai itu
menjadi 80 kali cambukan. Dengan harapan agar kebiasan negative itu betul-
betul hilang di masyarakat, sebagaimana penjelasan Anas R.A sebagai berikut:
Artinya: Dari Anas RA, “dia berkata Rasulullah mendatangi seorang
laki-laki yang telah minum khamr, lalu memukulnya dengan sendal sebanyak
40 kali, kemudian Abu Bakar juga melakukan hal yang sama, namun Umar
(pada saat menhghadapi persoalan tersebut) bermusyawarah dengan para
sahabat yang lain tentang hukumannya itu, lalu Abdurahman bin Auf
mengusulkan agar hukuman orang yang minum khamar itu paling rendah
dicambuk sebnayak 80 kali, dan Umar menerimanya serta mengusulkan
Abdurahman bin Auf tersebut”.66

65
Ahamd Hanafi ,Asaz-Asaz Hukum pidana Islam, Jakarta; Bulan Bintang, 1987, h
270.
66
Muhammad bin Ismail al-kahlani al-shan’ani, subul al-salam, Bandung: Dahlan, h
28.

52
53

BAB IV

PENGGUNAAN NARKOTIKA JENIS GANJA SEBAGAI OBAT

A. Analisis Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang


Penggunaan Ganja Sebagai Obat

Jika melihat dalam awal Single Convention on Narcotic Drugs pada


tahun 1961 hanya mengatur tentang opium, dan dalam Single Convention on
Narcotic Drugs pada tahun 1972 dimasukannya Koka dan Cannabis. Indonesia
yang mengadopsi Single Convention on Narcotic Drugs, lalu membuat
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976. DPR RI dalam rapat Paripurna
Tanggal 27 Januari 1997, telah mengesahkan menjadi Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Dipertimbangkan pula bahwa, Tindak Pidana Narkotika telah bersifat


transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus eperandi yang
tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan
sudah banyak menimbulkan korban, terutama digenerasi muda bangsa dan
masyarakat. Pada Tanggal 12 Oktober 2009 disahkan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang lebih represif secara berlebihan, jika
disandingkan dengan tujuan awalnya. Merevisi Undang-Undang, serta
Pendelegasiannya kepada Komisi IX dalam Perlindungan Kesehatan
Masyarakat tidak memiliki kotribusi dalam mengetur penggunaan serta
batasan penggunaannya untuk masyarakat yang sakit.

Indonesia telah beberapa kali mengubah Undang-Undang Narkotika,


tetapi masih tidak dapat menyelesaikan permasalahan penyalahgunaan dalam
masyarakat. Padahal telah jelas bahwa Conventional Narkotic internasional
yang hanya mengatur tentang “Pembatasan Perdagangan dan pemberantasan
distribusi hanya untuk Medis dan Penelitian”. Walau sudah beberapa kali
mengubah Undang-Undang, tetapi Indonesia masih sajah salah dalam
penanganan masalah penggunaan Narkotika jenis ganja. Karena tidak
melaksakan dan memperdulikan kesepakatan Konvention Narkotic
International dalam penanganannya.

Pembentukan Undang-Undang yangmasih mengandalkan Hukuman


Pidana Penjara serta denda,sebagai contoh dalam Pasal 111 ayat 1 dipidana
dengan Pidana Penjara paling singkat 4 tahun dan paling kama 12 tahun, dan
denda Rp 800.000.000,00 dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan
milyar). Atau Pasal 112 ayat 1 Pidana Penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 12 tahun, serta denda Rp 500.000.000,00 dan paling bayak Rp
8.000.000.000,00. Pasal 112 ayat 2 beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara
seumur hidup atau paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda
maksimal pada ayat 1 ditambah 1/3 (sepertiga).

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang telah direvisi berapa kali


dengan naskah yang sama, hanya menambah hukumannya menjadi semakin
berat serta denda yang besar masih tidak dapat mengurangi dan menghilangkan
penggunaan ganja di dalam masyarakat, justru semakin meningkat penggunaan
ganja didalam masyarakat. Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009
saat ini sudah gagal untuk mengatur dan melindungi kesejahtaraan
masyarakatnya, dalam mencapai kesehatan. Semakin banyaknya masyarakat
yang menggunakan ganja sebagai obat harus dipenjara serta denda yang sangat
besar yang harus ditanggung oleh terpidana, itu terjadi karena tidak adanya
aturan yang mengatur tentang penggunaan ganja sebagai obat.

Dalam merevisi Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009


tentang Penggunaan Ganja Narkotika Golongan 1, banyak ketentuan-ketentuan
yang tidak dipengaruhi dalam kesepatan Convention Narkotic International
yang tidak dipakai untuk menyelesaikan permasalahan penyalagunaan
Narkotika, serta peredarannya di pasar gelap. Jika kita lihat tujuan awal revisi
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, didalam merevisi adanya
pendelegasian kepada komisi IX Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Tetapi
dalam Undang-Undang Narkotika atau Undang-Undang tentang Perlindungan
Kesehatan Masyarakat, tidak ada yang benar-benar melindungi kesehatan

54
masyarakat, dalam penggunaann ganja sebagai obat. Jika ada, seharusnya
perlindungan terhadap Pengguna Narkotika Golongan 1 jenis ganja ada
Undang-Undang yang mengatur penggunaan serta batas kepemilikan dalam
penggunaan sebagai Obat. Perlindungan yang diberikan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana tentang Pengguna Narkotika baru hanya sebatas
rehabilitasi terhadap pengguna yang ada didalam pasal 127 ayat 3, belum
sampai pada tahap mengatur penggunaan serta batasan terhadap penggunaan
yang legal sebagai obat. Ketiadaan aturan tentang penggunaan dan batasan,
menyebabkan semakin banyaknya masyarakat menggunaan ganja sebagai obat,
dapat dihukum dengan hukupan pidana penjara dan denda yang besar.

Peredaran pasar gelap, serta jaringan yang bermain didalamnya, dan


tidak adanya Undang-Undang yang mengatur tentang batasan, kepemikikan,
serta penggunaanganja sebagai obat. Menyebabkan menjamurnya peredaran
pasar gelap yang merugikan pemerintah dan masyarakat, dan setiap orang yang
memiliki ganja untuk kebutuhan obat dengan jumlah yang sedikit dapat
dikenakan Hukuam Pidana berupa Pidana Penjara. Hal ini yang menyebabkan
banyaknya narapidana kasus Narkotika didalam penjara, atas keterlibatannya
dalam kepemilikan atau penggunan ganja. Peredaran pasar gelap yang dikuasai
oleh para bandar dengan jaringannya menjadi semangkin meluas, ditambah
keterkaitan aparat penegak hukum dalam memobilisasi Narkotika yang akan
diloloskan dengan menderi jatah uang dari hasil penjualan Narkotika.

Tanaman ganja adalah tanaman yang di sebagian daerah Indonesia


digunakan sebagai obat, bumbu masakan, atau campuran rempah-rempah
lain.Pandangan yang salah yang di informasikan oleh masyarakat, serta
propaganda terhadap tanaman ganja yang berbahaya dan mematikan, membuat
sebagian masyarakat berpandangan sama seperti yang dipropagandakan
pemerintah. Dilarangdan dicap sebagai tanaman yang tidak memiliki manfaat
bagi pengobatan oleh pemerintah serta Lembaga Kesehatan dan Para Ulama
dan sebagian masyarakat. Pendapat yang menjadi pemahaman oleh
Pemerintah, Mentri Kesehatan, Para Ulama serta sebagian masyarakat tersebut

55
berdasarkan atas pendapat WHO (Horld Health Organization) pada Tahun
1971 yang “menyatakan ganja tidak dapat digunakan untuk kepentingan
kesehatan dan tidak memiliki manfaat serta dapat membut kecanduan”,
pendapat yang belum adanya penelitian serta dianggap adanya kepentingan
Negara- Negara atas peredaran ganja sebagai obat. Setelah adanya penelitian
lebih lanjut, ternyata banyak manfaat serta khasiat dalam penggunaan sebagai
obat. Sehingga ada beberapa Negara yang keluar dalam Convensi Narkotic
International untuk dapat mengatur sendiri kebutuhan negaranya agar dapat
dikendalikan.

Pemerintah seharusya dalam meregulasi Undang-Undang Narkotika


Nomor 35 Tahun 2009, harus melihat dari sudut pandang kebudayaan yang ada
di Indonesia. Disertai dengan peraturan Konvensi-Konvensi Narcotic
Intrnasional1961, 1972, 1978, terkait Narkotika golongan 1 Ganja yang
mengatur “tentang Distribusi, Pedagangan, Kesehatan dan Penelitian”.
Pemerintah harus mengatur dengan tepat dan sesuai dengan kebudayaan yang
ada serta petunjuk konverensi internationalagar dalam penaganannya dalam
masyarakat bisa diatur baik dalam distribusi, penggunaan untuk kesehatan dan
penelitian dapat diawasi sepenuhnya oleh pemerintah. Sehingga pemerintah
mendapat keuntungan dari Undang-Undang yang tepat serta dapat memantau
pendistribusian dan penggunaanya dalam masyarakat.

Jika kita melihat aturan yang sudah dibuat oleh Kementrian Kesehatan
terkait Narkotika, dalam Putusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 196/Menkes/sk/VIII/1977 Tentang Narkotika yang dilarang digunakan
untuk kepentingan pengobatan. Dalam penetapannya menunjuk Narkotika
yang namanya tercantum dalam daftar tersebut di bawah, termasuk garam dan
sediaannya, sebagai Narkotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan
pengobatan; Acetorphinun, alphacenthyl methadolum, heroinum,
Hydromoprhonum, Ketobernidonum, Nicomorphunum, Oxymorphunum,
Racemorphanum, Thebaconum. Tanaman ganja atau zat yang terkandung Tetra
Hidro-Cannabinolyang dianggap Kementrian Kesehatan tidak termasuk
sebagai tanaman atau zat yang dilarang digunakan untuk kepentingan
pengobatan.

Sedangkan jika kita melihat dalam Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun


2018 tentang Pengawasan Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursos.

56
“Menyatakan bahwa Masyarakat perlu dilindungi dari resiko obat, bahan obat,
Narkotika, Psikotropika, dan prekursos farmasi yang tidak tejamin
keamanannya, khasiat dan mutu serta penyimpangan pengolahan obat, bahan
obat, Narkotika, Psikotropika, dan precursor farmasi”. Bertujuan untuk
mencegah penyimpangan pengelolahan obat, bahanobat, Narkotika,
psikotropika dan precursor farmasi di fasilitasi pelayanan kefarmasian perlu
dilakukan pengawasan. Pasal 4 pengelolahan obat, bahan obat, Narkotika,
Psikotropika dan prekursos farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi
kegiatan sebagai pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan,
pengendalian, pemusnahan, pelaporan.

Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Khusus tentang


Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dalam 2009 tentang dibolehkannya ada
didalam pasal 7 menyatakan “Narkotika dapat digunakan sebagai alat
kesehatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, tetapi selanjutnya
melarang didalam pasal 8 “menyatakan Narkotika golongan 1 tidak dapat sama
sekali digunakan dalam kepentingan kesehatan”, pasal yang bertentangan
dengan pasal sesudahnya menyebabkan banyaknya penafsiran serta kerugian
baik dari masyarakat atau negara, oleh karena itu pemerintah harus berani
meregulasi Undang-Undang yang ada dan menyesuaikannya baik dalam segi
peraturan kesehatan, pengawasan obat serta aturan larangan penyelahgunaan.

Jika Mentri kesehatan serta BPOM serius ingin melindungi


masyarakatnya dari resiko serta bahan-bahan Narkotika dan agar terjaminnya
bahan-bahan tersebut. Seharusnya Menteri kesehatan dan BPOM dapat bekerja
sama dalam membuat peraturan yang bertujuan untuk melindungi serta
menjamin masyarkatnya, terhadap pengawasan penggunaan bahan-bahan
Narkotika, agar masyarakat yang menggunakan ganja sebagai obat dapat
terlindungi dari penyalahgunaan. Karena telah adanya aturan tentang
penggunaan dan batasan dengan bahan-bahan yang terjamin mutu, kualitas,
harga, serta ketersediaannya yang dikuasai negara untuk mengatur
pengendalian dan pengawasan dalam penggunaan di masyarakat.
Dalam langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, yang pertama; perlunya
keberanian Negara dan rakyatnya untuk Mereformasi kebijakan guna

57
mengatasi dampak dari penerapan kebijakan pelarangan atas penggunaan
gagnja sebagai obat, yang selama initelah terbukti gagal. Untuk memperbaiki
keadaan yang diakibatkan “Perang Terhadap Narkotika” selama lebih dari 40
tahun. Negara perlu berani mengambil alih produksi dan ditribusi Narkotika
dari tangan para penjahat dengan menerapkan Kebijakan Regulasi Pasar untuk
meminimalkan dampak-dampak buruk terhadap kesehatan dan kehidupan
sosial masyarakatan dengan di Indonesia.
Dengan negara mengambil alih produksi dan distribusi oleh negara
dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, sehingga para banda-bandar
menjadi lebih sedikit peluang untuk mengedarkan Narkotika. Karena negara
telah mengambil alih penjualan yang terjamin kualiatas serta mutu dan harga
oleh negara, serta adanya pengawasan negara dalam setiap produksi dan
distribusi pembelian dan penggunaan ganja sabagai obat, peredaran pasar
gelam menjadi kehilangan konsumen. Dalam hal mengambil alih produksi dan
distribusi, pemerintah harus mengawasi benar-benar mengambil alih dan
menyerakan kepada lembaga ahli yang terjamin untuk dapat memproduksi dan
mendistribusikan dalam pengawasan.
Yang kedua; dalam hal kebutuhan ganja untuk obat, Mentri Kesehatan
harus benar-benar mengatur tentang batasan serta dosis atas kepemilikan
penggunaan ganja sebagai obat. Agar dalam penggunaan ganja, dapat
digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan untuk menyembuhkan
penyakit yang di derita dengan memiliki surat yang dibuat oleh dokter atas
penggunaan ganja sebagai obat. Di Indonesia ada budaya yang menggunakan
ganja untuk dimanfaatkan, seperti halnya rempah-rempah, atau jamu untuk
menjaga kesehatan, karena dianggap sebagai remapah-rempah yang memiliki
manfaat dan dapat menyembuhkan beberbagai penyakit kesehatan. Kerena
bagaimanapun jika tanaman itu memiliki manfaat, dan ada didalam
kebudayaan suatu masyarakat tanaman tersebut akan terus dicari atau berusaha
menanan. Ditambah dengan orang tersebut merasakan khasian dan kecocokan
atas tanaman ganja sebagai obat yang digunakan ketika sakit tertentu.

58
Karena itu pengendalian dan mengawasi dalah hal kesehatan, harus
dapat diterapkan oleh semua elemen masyarakat. Keterlibatan negara dalam
melindungi warga negara, mentri kesehatan yang harus dapat mengatur
penggunaan masyarakat terhadap tanaman ganja, aparat kepolisian yang harus
mengamankan jika adanya penyalahgunaan ganja, dan masyarakat yang harus
memiliki kesadaran untuk melarang atau melaporkan jika ada yang ketahuan
menggunakan tanaman tersebut secara ilegal. Seperti anak dibawah umur, atau
seseorang yang memiliki di atas ketentuan yang ditentukan negara.
Yang ketiga; badan pengawas obat dan makanan, harus dapat mengatur
dalam pengawasan yang benar. Baik itu dalam produksi, distribusi, serta
sampai kepada seserang yang menggunakan ganja sebagai obat. Penyawasan
ini pun harus mengkaitkan antara masyarakat, aparat kepolisian, serta seluruh
elemen negara dalam mengasi semuanya. Karena jika tidak diawasi dengan
seksama dari semua sistem negara, kebijakan tersebut akan sulit menjadi
peluang bagi bandar-bandar dipasar gelap.
Keempat, melakukan sosialisasi dengan tetap agar pemahaman yang
benar di dapat oleh masyarakat. keterkaitan negara, aparat kepolisian,
kementrian kesehatan, atau BPOM serta masyarakat untuk dapat membantu
dalam mensosialisasikan dalam penggunaan yang benar serta penyalahgunaan
dan pelanggaran untuk melapor kepada apara kepolisian.

B. Pendapat Ulama Tentang Penggunaan Ganja Sebagai Obat Dalam


Analisis Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 7 Dan Pasal 8

Di Indonesia Penggunaan Ganja sebagai Obat dilarang oleh pemerintah


dan para ulama, didalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009
pasal 8 menyatakan “Narkotika golongan 1 Tidak dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan dan kesehatan”. Berdasarkan atas pendapat WHO yang
manyatakan “bahwa ganja adalah tanamana yang tidak memiliki kegunaan di
bidang kesehatan dan membuat candu”, tetapi sekarang ini ada penelitian dari
WHO yang menyatakan “bahwa ganja memiliki banyak kegunaan dibidang
kesehatan”. Karena aturan yang sudah lama ditambah propaganda berlebihan

59
oleh pemerintah “Perang Terhadap Narkoba” sehingga banyak yang
memahami tanaman ganja sebagai sesuatu yang ketika dikonsumni dapat
merusak dan memabukan sertakecanduan. Pandangan ulama terhadap tanaman
ganja yang diadopsi dari hasil pendapat WHO tahun 1974, menyebabkan
ulama menganggap zat yang terkandung dalam tanaman ganja sama seperti zat
yang ada di minuman aklohol atau khamar. Dalam ilmu kefarmasian
kandungan atau zat yang terkandung antara tanaman ganja dengan alkohol
jelas berbeda, alkohol adalah minuman yang sudah difermentasi atau yang
mengandung zat alkaloida sedangkan tanaman ganja mengandung zat thc yang
ketika dikonsumsi memiliki efek yang berbeda. Telah ada penelitian yang
mendapati bahwa dosis fatal untuk thc adalah 15 hingga 70 gram, untuk
mendapatkan thc sebanyak itu diperlukan rokok ganja sebanyak 238 hingga
1113 batang, jumlah yang hampir tidak mungkin dilakukan dalam satu waktu.

Jika kita melihat Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Tentang


Penyalahgunaan Narkotika. Prinsip dalam agama Islam, atas larangan
memasukkan sesuatu benda atau bahan yang merugikan kesehatan jasmani,
akal dan jiwa dalam tubuh manusia. Akibat buruk dan berbahaya serta
kerugian yang ditimbulkan dan semacamnya oleh seseorang untuk selain dari
pada pengobatan itu dilarang. Pendapat tersebut menunjukan bahwa ulama
membolehkan jika tanaman ganja digunakan sebagai obat, selama dalam
penggunaannya ada ketentuan dari ahli tentang bagaimana cara mengkonsumsi
obat tersebut dan batasan tentang penggunaannya.

Sedangkan jika melihat dalam Hukum Pidana Islam yang menjatuhkan


hukuman ta’zir terhadap penyalahguna, karena penyalahgunaan narkotika tidak
ada nash didalam Alquran dan Hadis sehingga hukuman ditetapkan oleh ulil
mamri atau kepala pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menentukan
hukumann ta’zir. Jika dalam penggunaan ganja sebagai obat benar dan tidak
disalahgunakan, Hukum Islam tidak melarang karena penggunaan tanaman
ganja sebagai obat sudah diatur tentang dosis dan takaran serta batasan untuk
digunakan sebagai obat. Majelis Ulama Indonesia dapat membolehkan

60
penggunaan Narkotika sebagai obat, dan larangan berupa hukuman ta’ziratas
penyalahgunaan Narkotika. Jika dengan Undang-Undang Narkotika, Undang-
Undang Mentri Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan mengatur
tentang produksi, pendistribusian, cara penggunaaan, batasan dan hukuman
terhadap segala tindak pidana Narkotika yang melanggar. Tanaman ganja yang
dapat digunakan dengan benar melalui petunjuk dokter dan ahli dibidang
kefarmasian. Dibantu kesadaran masyarakat untuk tidak menyalahgunakan,
ditambah lagi kesadaran untuk melarang atau melaporkan ketika melihat
seseorang memiliki atau menggunakan dalam batasan yang tidak wajar, kepada
pihak berwajib untuk ditindak lanjuti masalah penyalahgunaan.

Dalam Islam Larangan berobat dengan sesuatu yang haram, itu


dilarang. Dalam Hadis telah menjelaskan, bahwa yang dilarang digunakan
sebagai obat adalah sesuatu yang haram seperti khamar yang sudah ada
ketetapannya didalam Alquran dan Hadis. Jika kita melihat pendapat Jumhur
Ulama tentang obat yang diharamkan hanya mengharamkan obat-obatan yang
diharamkan karena najis, seperti khamar yang dihamarkan dan menajiskan.
Tetapi karena yang najis itu bukan hanya khamar, jadi sesuatu yang najis itu
dapat digunakan sebagai obat tetapi bukan khamar.

Dalam qiyas yang dilakukan ulama menyamakan suatu masalah atas


masalah yang lain ternyata berbeda, maka qiyas tersebut tidak memenuhi
Unsur-Unsur dalam melakukan qiyas, karena objek yang disamakan ternyata
berbeda baik dalam bentuk, kandungan zat, serta efek yang dihasilkan.
Sehingga qiyas tersebut tidak bisa menjadi patokan tentang penetapan hahal
atau maramatas penggunaan ganja sebagai obat, membuat qiyas terhadap
Tanaman ganja sebagai khamar menjadi gugur karena tidak memenuhi unsur.

Akibat pemerintah memberi stigma buruk terhadap tanaman ganja dan


mempropagandakan terlalu berlebihan, menyebabkan para ulama menganggap
tanaman ganja sama dengan khamar dan lebih berbahaya. Karena propaganda
yang sudah terlalu lama menyebabkan stigma burh melekat atas para ulama

61
dalam membuat suatu ketetapan pengharaman tentang tanaman ganja, dan
menyamakan zatnya dengan khamar lalu meng-qiyaskan-nya melalu nash
yang ada di dalam Alquran dan Hadis tentang khamar. Lalu membuat
ketetapan dengan mengharamkan tanamanan ganja yang dianggap sama dalam
zatnya, sifatnya, dan efeknya sama dengan khamar.
Padahal sekarang sudah banyanya penelitian terhadap tanaman ganja,
yang menginformasikan zat-zat serta kandungan yang ada di dalam tanaman
ganja yang jelas berbeda dengan khamar, baik dalam zat nya, kandungananya
ataupun efek yang ditimbulkan. Jika ulama mengacu pada aturan terdahulu
yang menyatakan bahwa ganja berbahaya dan dapat mematikan, informasi itu
sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang yang ternayata didalam
penelitian terhadap tanaman ganja dapat bermanfaat dibidang ilmu
pengetahuan dan obat. Jika pendapat dari bidang kesehatan menyatakan bahwa
tanaman ganja dapat digunakan sebagai obat, para ulama membolehkan dengan
adanya ketentuan dari para ahli terhadap batasan-bataan penggunaannya.
Ulama harus melakukan Ijtihad lagi, agar benar-benar tepat dalam
menentukan halal dan haram-nya terhadap tanaman ganja sebagai obat, yang
ternyata berbeda kandungan, zatnya, dan efek yang timbulkan dengan khamar.
Jika kita melihat dalam Ilmu Ushul Fiqh ada beberapa metode seperti qiyas dan
maslahah al-mursalah. Metode qiyas diartikan mengukur sesuatu atas sesuatu
yang lain dan kemudian menyamakannya. Dan menghubungkan atau
memberlakukan ketentuan hukum, suatu persoalan yang sudah ada
ketetapannya di dalam nash kepada persoalan baru karena keduanya
mempunyai persamaan illat. Apabila nash telah menjelaskan ketentuan hukum
suatu persoalan dan di dalamnya ada illat penetapan hukumnya, kemudian
terdapat persoalan baru (peristiwa) yang illat nya sama dengan apa yang
dijelaskan oleh nash, maka keduanya berlaku ketentuan hukum yang sama.
Dengan kata lain, pemberlakuan hukum yang sama antara persoalan yang
sudah pasti ketetapan hukumnya dapat dilakukan jika terdapat persaman atau
perlakuan illat antara keduanya. Tetapi ternyata ulama dalam melakukan qiyas,
tidak tepat dalam menyamakan tanaman ganja dengan khamar, karena

62
kandungan zat serta efek yang ditimbulkan terhadap penggunya berbeda sekali
dengan kandungan yang ada didalam khamar.
Jika pemerintah benar dalam menginformasikan tanaman ganja
terhadap masyarakat, membuat stigma terhadap ulama yang tadinya
menyamakan tanaman ganja dengan khamar karena zatnya dan memiliki
mudharad, menjadi berubah akan pandangannya. Ulama akan menganggap
ganja sebagai obat alami atau makanan yang memiliki manfaat bagi tubuh dan
memiliki manfaat lain dan akan menjadi haram jika disalahgunaan. Sedangkan
sebagian ulama yang menganggap tanaman ganja bukan khamar, melainkan
sebagai tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan
penyakit. Para ulama membolehkan penggunaan tanaman ganja, dengan
melihat nash-nash-nya didalam Alquran dan Hadis tentang tanaman yang
dijadikan sebagai makanan atau sebagai obat-obat alamiah dengan keadaan
tertentu.
Ulama yang sepakat untuk membolehkan tanaman ganja sebagai
sebagai obat yang dapat menyembuhkan merujuk pada penadapat kalangan
Madzhab Asy-Syafi’iyah, Imam Nawawi berkata: “Seandainya dibutuhkan
untuk mengkonsumsi sebagain untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi
tangan, maka ada dua pendapat dikalangan syafi’iyah yang tepat adalah
dibolehkan”. Al-khatib Asy-syarbini yang juga dari kalangan Syafi’iyah
berkata: ”Boleh menggunakann sejenis Narkotika dalam pengobatan ketika
tidak didapati obat lainnya walau nantinya menimbulkan efek memabukan
karena kondisi ini adalah kondisi darurat”. Keadaan yang digunakan dalam
pembolehan ini adalah keadaan Fiqh yang berbunyi, “keadaan darurat
membolehkan sesuatu yang dilarang”. Narkotika sendiri sebenarnya hanya
mengacu pada suatu jenis tanaman yang membius, berupa opium dan bukan
ganja atau koka.
Dalam kalangan Syafi’iyah dijelaskan bahwa Narkotika dapat
digunakan sebagai obat, walau nantinya dapat menimbulkan mudharat.
Keadaan yang di bolehkan dalam Fiqh yaitu keadaan Darurat membolehkan
sesuatu yang dilarang. Mengenai faktor rasa, gizi, kebersihan dan keamanan

63
suatu makanan, terdapat aspek lain yang tidak kalah penting yaitu status halal
dan haram makanan. Islam memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap
makanan halal, haram, atau syubhat (meragukan). Memperhatikan sumber
makanan, kebersihan, cara pengolahan, penyajian, sampai cara membuang
makanan. Pada dasarnya segala makanan dan minuman yang berada di bumi
adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Wilayah keharaman sangat sempit jika dibandingkan dengan wilayah


kehalalan, sehinggan ketika tidak ada dalil yang mengharamkannya atau
menghalalkan maka kembali pada hukum asal yaitu boleh. Di antara jenis-jenis
makanan yang diharamkan itu telah diisyaratkan dalam Alquran
diharamkannya memakan bangkai, darah, daging babi, baging hewan yang
disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.

Dalam penjelasan tersebut, tidak adanya pengharaman terhadap tanaman


ganja. Yang diharamkan hanyalah memakan bangakai, darah, daging babi,
hewan yang disembelih tidak dengan nama Allah, hewan yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang di tanduk, yang diterkam hewan buas kecuali masih
sempat untuk disembelih dan yang dapat menghilangkan akal. Pengharaman
dalam Islam hanyalah mengharamkan tentang makanan atau daging hewan
yang disembelih atau untuk dikonsumsi, dan atau hewan-hewan yang
disembelih bukan atas nama Allah serta yang dapat memabukkan atau
merusak.

Seorang Muslim ditekankan untuk mengkonsumsi makanan halal lagi


baik halalan thayyiban, konsep Thayyibah menandai kualitas dari makanan
itu, apakah makanan berbahaya bagi seseorang atau tidak. Konsep ini sejalan
dengan Surat Al Maidah Ayat 4: “mereka menanyakan kepadamu, “apa yang
dihalalkan bagi mereka? “katakanlah, “dihalalkan bagi mereka Thayyibah
(segala yang baik). Sebab, tidak thayyibnya makanan dapat menjadi sebab
ketidak halalannya”.

64
Tidak ada penjelasan yang lebih gamblang tentang pengharaman atau
pelarang dari segi penggunaan ganja sebagai obat dalam Alquran dan Hadis,
tetapi karena efek atas suatu zat yang dihasilkan oleh tanaman ganja yaitu zat
THC yang dianggap sama dengan alkohol atau khamar yang kandungaanya
adalah alkaloida. Efek yang dihasilkan dari kedua nya jelas berbeda, alkohol
memiliki dampak yang ketika dikonsumsi akan mengubah seseorang menjadi
lebih agresif dan berani serta dapat melakukan kejahatan dibawah pengaruh
alkoholdan sampai hilangnya akal atau mabuk. Sedangkan seseorang yang
mengkonsumsi ganja tidak menyebabkan agresif bahkan cendrung sebaliknya,
orang tersebut akan menjadi lebih tenang, merasa euforia, dan dapat
menyesuaikan suasana hati, bertambah nafsu makan dan dapat menyembuhkan
beberapa penyakit.

Jika kita melihat dalam pandangan Dlarar sendiri bermakna


“menimpakan kepada orang lain sesuatu yang menyakitkan dan tidak di sukai”.
Sehingga istilah ini mengacu pada kandungan yang tidak disukai, dapat
menimbulkan penyakit serta dampak buruk lainnya. Dlarar pertama dari aspek
bahaya menurut prinsip Syariat Islam Maqashid Asy-syariah, produk pangan
bisa menjadi tidak halal jika terdapat dlarar berupa menimbulkan bahaya atas
5 hal, agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Dlarar kedua, berbahaya dari
aspek dampak yang timbul. Dlarar ketiga dilihat dari kondisi penggunanya,
bahaya mengkonsumsi makanan muncul pada penggunanya sehingga sifatnya
mutlak. Keempat, jika produk pangan halal secara zatnya, maka itu bisa
diharamkan dengan kondisi tertentu.

Sebagian ulama yang mengetahui dengan benar informasi tentang


tanamana ganja, karena telah dapat membedakan antara zat yang dihasilkan
oleh keduanya itu berbeda, menyebabkan sebagian ulama dalam berpandangan
dan berpendapat terhadap tanaman ganja menjadi berbeda. Akan menjadi
haram jika disalahgunakan, ulama yang menganggap ganja itu tidak haram dan
dapat digunakan untuk pengobatan, mengiliki landasan nas-nya baik didalam
Alquran ataupun Hadis yang telah dijelaskan diatas. Para ulama yang

65
membolehkan penggunaan ganja sebagai obat melihat dari sudut pandang
kemaslahatan serta informasi dari kefarmasian atau kedoteran tentang
kadungan-kandungan serta efek yang ditimbulkan dan manfaat terhadap
tanaman ganja tidak bisa disamakan denga khamar.

Jika kita melihat di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009


Tentang Narkotika, ditambah dengan ketetapan ulama melalui MUI yang
memberi hukuman ta’zir terhadap penyalahgunaan dan tidak melarang jika
penggunaan ganja itu untuk kebutuhan obat. Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 Pasal 7: Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan, yang berarti menjelaskan bahwa Narkotika dapat digunakan sebagai
pelayanan kesehatan sebagai obat termasuk (ganja).

Paraulama membolehkan penggunaan ganja sebagai obat ketika


memang dalam keadaan tertentu untuk dapat menyembuhkan suatu penyakit.
Karena dalam prinsip dalam agama Islam “larangan memasukkan sesuatu
benda atau bahan yang merugikan kesehatan jasmani, akal dan jiwa dalam
tubuh manusia. Akibat buruk dan berbahaya serta kerugian yang ditimbulkan
dan semacamnya oleh seseorang untuk selain dari pada pengobatan itu
dilarang. Dalam kemaslaharan tanaman ganja yang diatur untuk pengobatan
sehingga menutup setiap penyalahgunaan, dalam kemaslahatan tanaman ganja
dapat digunakan selama untuk kepentingan pengobatan, serta setiap
penyalahgunaan terhadap tanaman ganja diberikan hukuman berupa ta’zir.

66
67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penggunaan Ganja sebagai Obat dalam Hukum Pidana Indonesia, Undang-


Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dalam pasal 7 “Narkotika
dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”. Dalam pasal 8
“Narkotika golongan 1 dialarang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan”, dan Pasal 8 ayat 2 “dalam jumlah terbatas dapat digunakan dengan
mendapatkan persetujuan menteri atas rekomendasi kepala badan pengawas
obat dan makanan. Pasal 7 dan pasal 8 adanya aturan yang bertolak belakang
diantara keduanya, sehingga memiliki banyak penafsiran. Negara harus
merifisi undang-undang yang berkaitan dengan Narkotika, agar setiap pasal
berkesinambungan dengan pasal yang sudah ada dan tidak bertolak belakang
dengan yang lain. Sehingga aturan atas penggunaan ganja sebagai obat dengan
penyalahgunaan dapat ditindak dengan tepat, sehingga aturan tersebut memiliki
target yang tepat terhadap penggunaan dan penyalahgunaan serta mengurangi
kerugian terhadap masyarakat dan negara dalam menagani masalah
penyalahgunaan.
2. Penggunaan Ganja sebagai Obat dalam Hukum Pidana Islam, dimana setiap
penyalahgunaan dapat dikenakan hukuman ta’zir yang ditetapkan oleh ulil
amri atau pemimpin. Sedangkan dalam penggunaan ganja sabagai obat islam
tidak melarang selama dalam penggunaannya bertujuan untuk mengobati
dengan melalui pentunjuk para ahli dalam menggunakannya, demi untuk
kemaslahatan masyarakat dalam mencapai kesehatan. Karena islam
berpedoman kepada Alquran dan Hadis, yang diamana didalamnya tidak ada
larangan penggunaan tanaman ganja sebagai obat, karena yang ditetapkan
didalam Alquran dan Hadis hanya menetapkan pengharaman untuk berobat
dengan sesuatu yang najis seperti khamar yang memiliki ketetapan didalam
Alquran dan Hadis.

B. Rekomendasi

1. Pemerintah harus merifisi Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009,


karena telah gagal dalam penanganan terhadap penyalagunaan, dan kerugian
atas negara karena tidak mendapat keuntungan dan semakin banyaknya
masyarakat yang dipidana karena menggunakan ganja sebagai obat.
2. Harus dapat merefitalisasi Undang-Undang yang bersangkutan, seperti
Kementrian Kesehatan, BPOM, dan Pidana Khusus tentang Narkotika yang
harus menyesuaikan dengan peraturan yang lain. Agar dalam membuat
ketetapan dan kebijakan dapat berjalan dengan baik karena tidak adanya
peraturan yang berbenturan.
3. Kementrian kesehatan harus dapat membuat peraturan yang menjamin atas
penggunaan ganja sebagai obat, dengan membuat aturan tentang penggunaan
yang tepat diserta petunjuk atas penggunaannya sebagai obat. Sehingga aparat
kepolisian dalam penegakan, hanya menangkap seseorang yang
menyalahgunakan atau keterlibatan dalam penyalahgunaan Narkotika. Dan
BPOM harus dapat mengawasi dengan seksama atas setiap perbuatan
penyalahgunaan, baik dalam produksi, pendistribusian, serta kepada
masyarakat yang menggunakannya sebagai obat.
4. Dibantu kesadaran masyarakat untuk tidak menyalahgunakan Narkotika dan
membantu aparat ketika mengetahui ada penyalahgunaan atau pelanggaran atas
keterkaitannya dengan Narkotika.

68
69

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU
1. Ahmad Wardi Muslich, HukumPidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2005.
2. Andi Hamzah, Asas asas Hukum Pidana Indonesia Dan Perkembangannya,
Jakarta, Sofmedia, 2007.
3. As- Sayyid, Sabiq, Fiqh as-sunnah, Madinah:Dar Al-Fath, 1995M/1410H.
4. Al-alusi, Ruth Al-Ma’ani, Al-Maktabah Al-syamilah,Pustaka Ridwan, 2008.
5. Ahamd Hanafi ,Asaz-asaz Hukum pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1987.
6. Budiono, Kriminologi Sayariah, Jakarta: Rm Books, 2007.
7. Emilia Kusuma Anjani, Gaya Hidup Pengguna Ganja (Studi pada Pengguna
Ganja di Kota Bandar Lampung), Lampung: Universitas Lampung, 2016.
8. Hadi Setia Tunggal, Kompilasi Peraturan Narkotika dan Psikotropika,Jakarta:
Harvarindo, 2012.
9. Ibnu Qoyyim Al-Jauziah,Praktek Kedokteran Nabi,Jogjakarta,Hikam Pustaka,
2012.
10. Ibnu Jarir Al-Thabari, Tafsir Al-Thabari Al-maktabah Al-syamilah, h 32.
11. Johni Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet lll,
(Bayumedia Publishing: Malang, 2007)
12. J. Supratno, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta, PT.Rineka
Cipta,2003.
13. Muhammad bin Ismail Al-kahlani Al-shan’ani, Subul Sl-salam, Bandung,
Dahlan, 2018.
14. Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2015.
15. Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, Depok: Kencana, 2017.
16. Rahmat Wijaya, Tinjauan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika yang
Dilakukan oleh Seorang Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Nomor :
15/Pen.Pid.Sus / 2012 / PN. BR, (Makassar : Universitas Hasanuddin Makasar,
2015)
17. Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Kencana, 2017.
18. Rusli Ngatimin,“Hidup sehat tanpa miras dan Ekstasi”, Ujang Pandang,
Fakultas Syariah IAIN Alauddin, 1996.
19. Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penerapan Hukum Islam,
(Depok; Kencana),2017.
20. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Kediri, Pustaka Setia. 2000.
21. Satya Joewana, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif, Jakarta: Kedokteran EGC, 2003.
22. Sayfuddin Abi Hasan Al Amidi, Al-Ahkam Fi Usul Al-Ahkam, Jus 3, Riyad,
Muassasah Alhalibi, 1972.
23. Patri Handoyo, War On Drugs, Refleksi Transformative Penerapan Kebijakan
Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia, Bandung: Sva Tantra, 2014.
24. Zulkarnain Nasution, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Narkotika,Jakarta: Kencana, 2006.
25. Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Narkotika & Pisikotropika, Jakarta,
Sinar grafika, 2007.

PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.


2. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Konvensi Narkotika Internasiaonal tahun 1961.
4. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nmor 196/MENKES/
SK/ VIII/ 1997 tentang Narkotika yang dialarang digunakan untuk
Kepentingan Pengobatan.
5. Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Obat
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor.
6. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Penyalahgunaan Narkotika,
(Jakarta,10 Shafat 1396 H).
7. Departement Agama RI, Pandangan Islam Tentang Penyalahgunaan
Narkoba,Jakarta, Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama
RI, 2004.
8. Departement Agama RI, Alquran dan terjemahnya, Jakarta, Yayasan
Penyelenggara dan Penerjemah Alquran, 1985.
9. Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan
Muktamar, Munas Dan Konbes Nahdlatul Ulama1926–2004 M, Surabaya:
Lajnah Ta’lif Wan Nasyr Ltn NU, Jawa Barat,2004.

JURNAL

1. Ahmad Baiquni, Ada Empat Kriteria Dlarar Yang Bisa Membuat


Makanan Halal Tidak Baik Dikonsumsi, Dream Muslim Lifestyle.co.id,
November 2019.
2. Baiquni, Penyebab Makanan Halal Bisa Jadi Tak Baik, Dream Muslim
Lifestyle.co. 4 id, November 2019.
3. Dania Putri and Tom Blickman, Ganja di Indonesia, Drug Policy
Briefing, 44 Januari 2016.

70
4. Danang Nur Ihsan, Jenis 8 Minuman BerAlkohol Tradisional di
Indonesia, Jeda.id.2 Agustus 2019.
5. Tim Lgn, Hikayah Pohon Ganja, 12000 Tahun Menyuburkan
Peradaban Manusia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
6. Ipmafa, Qiyas Sebagai Sumber Hukum Keempat, Bangkit Media.com,
28 April 2018.
7. Kumparan News, Mengenal Jenis-Jenis Tanaman Ganja, 31 Maret
2017.
8. Liputan6 KSAD, Penyalahgunaan Narkoba Memiliki Keterkaitan,
Pro\\]xy War, 11okt 2014.
9. Roni Nuryusmansyah, Dalam Kondisi Darurat Hal Yang Terlarang
Dibolehkan, Muslim.or.id, 26 Des,2013.
10. Shabra Syatila, Hukum Pengkonsumsi Dan Memanfaatkan Ganja,
Madani Cyber Media, April 23, 2013
11. Nasrul Wathoni, Peraturan Bpom No 4 Tahun 2018; Pengawasan Obat
Narkotika, Psikotropika, dan Precursor, www Cnd.Ampproject.Org,
2018.
12. https://jeda.id/real/jejak-8-minuman-berAlkohol-tradisional-di-
indonesia-898
13. https:www.Bphn.go.id, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.

71

Anda mungkin juga menyukai