Anda di halaman 1dari 73

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Syariah

Oleh :
Ahmad Rosyadi
1111045100010

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016
SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR


DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

AHMAD ROSYADI

1111045100010

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK


TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF” telah diajukan dalam sidang munaqosyah Fakultas Syariah dan
Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Mei 2016 Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelah Sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi
Hukum Pidana Islam

Jakarta, 26 Mei 2016


Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A


NIP.196912161996031001

PANITIA UJIAN

1. Ketua :Dr. M. Nurul Irfan, M. Ag (...............................)


NIP. 197308022003121001

2. Sekretaris :Nur Rohim, LLM (...............................)


NIP. 197904182011011004

3. Pembimbing :Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum (...............................)


NIP. 196111011993031002

4. Penguji I :Dr. Isnawati Rais, MA (...............................)


NIP. 195720271985032001

5. Penguji II :Dr. Alfitra, SH. MH (...............................)


NIP. 197202032007011034
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 14 April 2016

Ahmad Rosyadi

1111045100010
ABSTRAK

Ahmad Rosyadi. NIM 1111045100010. PERLINDUNGAN HUKUM


TERHADAP ANAK TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF. Konsentrasi Pidana Islam, Program Studi
Jinayah Siyasah, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1437/2016 M. + 70 halaman.
Masalah utama dari skripsi ini adalah mengenai kajian hukum Islam dan hukum
positif terhadap fenomena sosial yang terjadi tentang penelantaran anak dan
bagaimana perlindungan yang harus diberikan oleh orangtua, keluarga,
masyarakat, Negara dan pemerintah serta siapa saja yang harus bertanggung
jawab dalam pemenuhan hak dan bertanggung jawab dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak yang terlantar. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap
perlindungan hukum oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara dan pemerintah
terhadap anak terlantar. Apakah yang harus dilakukan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, Negara, pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak
terlantar serta bagaimana hukum islam dan hukum positif mengatur tentang anak
terlantar dan bagaimana hukum islam dan hukum positif memberikan
perlindungan hukum terhadap anak terlantar. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang berarti pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan,
dan penulis melakukan pengidentifikasian secara sistematis dari sumber yang
berkaitan dengan objek kajian. Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui secara
spesifik mengenai perlindungan hukum terhadap anak terlantar dalam hukum
islam dan hukum positif, mengetahui bentuk perlindungan yang diberikan orang
tua, masyarakat, keluarga, Negara dan pemerintah terhadap anak terlantar dan apa
hukuman yang harus diterima oleh orang tua yang menelantarkan anak.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar


Pembimbing : Dedy Nursamsi, SH, M. Hum
Daftar Pustaka : Tahun 1987 s.d. Tahun 2013

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa tersirah untuk Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan sahabatnya. Aamiin.

Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar

Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” ini merupakan salah satu

komponen penting dalam persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) pada

bidang Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan ini banyak sekali pihak yang terlibat yang membantu

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dengan rasa syukur serta

hormat penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan serta dukungan moril dan

materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak. Dr. Asep Saepudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana

Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

ii
3. Bapak Dedy Nursamsi, SH, M.Hum. selaku pembimbing yang secara

bijaksana dan kooperatif telah memberikan bimbingan,ilmu, pengarahan,

motivasi, dan semangat.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

ilmunya khususnya kepada penulis.

5. Kedua Orangtua yang terus memberikan motivasi dan semangat untuk

menyelesaikan skripsi ini. Kalian merupakan motivasi dan semangat terbesar

dalam pembuatan skripsi ini, karena tanpa kalian penulis tidak akan ada apa-

apanya. Kalian mengajarkan banyak hal yang membuat penulis menjadi orang

yang kuat sampai saat ini. Kalian selalu ada menemani disaat penulis

membutuhkan bantuan.

6. Kaka, Adik sekalian yang selalu mensupport penulis agar selalu semangat dan

terus berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat seperjuangan Pidana Islam 2011 (PI Power 11). Kalian sahabat yang

luar biasa baik dalam menuntut ilmu dalam bangku perkuliahan ataupun diluar

perkuliahan. Semangat dan kebersamaan yang kita ukir selama ini tidak akan

pernah penulis lupakan.

8. Terimakasih juga kepada Afrizal Fathoni Amnan, Sam‟ul Anam, Abunidal Al

Kahfi, Jalu Aji Pamungkas, Abee Maharullah, Azka Fahri yang selama ini

telah berjuang bersama dalam sebuah ikatan persahabatan, dalam sebuah

semangat Pergerakan dan juga telah memberikan semangat dan motivasi untuk

giat mengerjakan skripsi ini.

iii
9. Sahabat-sahabati PMII KOMFAKSYAHUM yang banyak mengajarkan penulis

tentang bagaimana perjuangan organisasi untuk bergerak ke arah yang lebih baik lagi

dan menjadikan saya pribadi yang selalu ingin bergerak. Salam Pergerakan!

10. Terimakasih juga kepada Muchammad Ickwan Santoso, Indra Kurniawan,

Framadi Gumilar, Novi Hilyantih, Eka Priyanto, Taufik Hidayat Karepesina

yang selama ini telah berjuang bersama dalam sebuah ikatan persahabatan,

dalam sebuah pekerjaan (Tim Khusus Kementerian Desa) dan juga telah

memberikan semangat dan motivasi untuk giat mengerjakan skripsi ini.

11. Dan pihak-pihak yang terkait dan berjasa dalam proses pembuatan skripsi ini yang

mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa terima kasih

sedikitpun dari penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan, serta

berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 14 April 2016

Penulis.

iv
DAFTAR ISI

LEMBER PERSETEJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ....................................................... iii


LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................... iv
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 9

C. Tujuan Penulisan........................................................................... 9

D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 10

E. Metode Penelitian ........................................................................ 10

F. Review Studi Terdahulu ............................................................. 14

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 15

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK DAN HAKNYA
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Anak dalam hukum Islam dan Positif ................... 17

1. Anak Menurut Hukum Islam ........................................................................ 17


2. Anak Menurut Hukum Positif ....................................................................... 20
B. Hak-Hak Anak............................................................................. 22

1. Hak-Hak Anak Dalam Islam .......................................................................... 22


2. Hak-Hak Anak Dalam Hukum Positif ............................................................ 26

v
BAB III
FENOMENA SOSIAL PENELANTARAN ANAK
DAN FAKTOR PENYEBABNYA
A. Anak Terlantar ............................................................................ 34

B. Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Terlantar ............ 39

C. Dampak Dari Anak Terlantar.................................................... 42

BAB IV
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR
DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut
Hukum Islam ............................................................................... 45

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut


Hukum Positif .............................................................................. 48

C. Analisis Perbandingan Perlindungan Anak Hukum Islam Dan


Hukum Positif. ............................................................................. 55

1. Persamaan .................................................................................................... 55
2. Perbedaan .................................................................................................... 56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 58

B. Saran ............................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian pemerintah dan

publik terhadap kehidupan anak-anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

berkembangnya organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang perlindungan

anak sebagai salah satu bukti masih tingginya tingkat perasaan kemanusiaan yang

ada di masyarakat. Namun dibalik itu semua ternyata semakin tingginya perhatian

yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat ini tidak berdampak berbanding

lurus terhadap penurunan jumlah anak terlantar, tingkat kekerasan terhadap anak,

perburuhan anak dibawah umur dan lain sebagainya. Kondisi anak-anak Indonesia

yang kurang beruntung ini kian hari semakin kurang menggembirakan terutama

bila dilihat dari sektor ekonomi dan pendidikan yang didapatnya.

Kondisi ini disebabkan karena perhatian yang selama ini diberikan hanya

sebatas tampilan fisiknya saja. Padahal di balik tampilan fisik itu ada kondisi yang

memprihatinkan, bahkan kadang-kadang lebih dahsyat. Hal ini disebabkan oleh

makin rumitnya krisis di Indonesia : krisis ekonomi, hukum, moral, dan berbagai

krisis lainnya.

Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya

pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan

anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak

jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya,

1
2

seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan

Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak)1. Mereka

perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu

hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan,

kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, dan

perlindungan khusus.

Konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the

Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36

tahun 1990, menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-

anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan.

Anak terlantar sendiri pada umumnya merupakan anak-anak yang berasal

dari latar belakang keluarga yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga tidak

mampu, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan latar belakang

kehidupan jalanan yang akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya

kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.

Bahkan yang lebih miris lagi adalah ada anak terlantar yang tidak memiliki sama

sekali keluarga (hidup sebatang kara).

Ada anak terlantar yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat

tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang

masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering

1
H. Muladi, Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif
hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005, hal. 231
3

pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama

keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.

Selain itu kegiatan pembangunan yang pesat di perkotaan juga ternyata

memberikan efek negatif terhadap kehidupan anak terlantar. Keadaan kota justru

mengundang maraknya anak terlantar. Kota yang padat penduduknya dan banyak

keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang

pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk

bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan

mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, dan

teman.

Anak terlantar, pada hakikatnya, adalah "anak-anak", sama dengan anak-

anak lainnya yang bukan anak terlantar. Mereka membutuhkan pendidikan.

Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik

dan mental mereka2. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil.

Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak

cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah

rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah fundamen

pendidikan.

Rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik

dari berbagai elemen masyarakat. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah

sejauh mana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan (hukum) pada

anak sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan

2
Rina Yunita, Kumpulan Artikel Anak Penelantaran, di Expos Pada Tanggal 24 Agustus
2015,Koran Tempo.com
4

penghidupannya sebagai bagian dari hak asasi manusia. Padahal, dalam pasal 20

UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Negara, Pemerintah,

Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua, atau Wali

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan

anak.

Hukum internasional melalui pembentukan Konvensi Hak Anak (convention

on the right of the children) telah memosisikan anak sebagai subjek hukum yang

memerlukan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Negara-negara peserta

konvensi (contracting parties) memiliki kewajiban untuk menyepakati isi

konvensi tersebut dan melaksanakannya, terutama dalam jaminan terhadap

kepentingan hak-hak anak.

Perlindungan HAM Anak menurut Deklarasi PBB Tahun 1986, hak asasi

manusia merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Telah menjadi

kesepakatan berbagai bangsa persoalan anak ditata dalam suatu wadah Unicef

(United International Children Education of Fund) bagi Indonesia sendiri, anak

dikelompokkan sebagai kelompok yang rentan. Dalam pasal 1 KHA/Keppres No.

36 Tahun 1999, “ Anak adalah setiap orang yang berusia 18 Tahun kecuali

berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi yang ditentukan bahwa usia

dewasa dicapai lebih awal”, sedangkan Menurut pasal 1 ayat (5) UU No. 39

Tahun 1999 Tentang HAM, “ Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah

18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan

apabila tersebut dalam kepentingannya”.dalam Pasal 65 UU RI No. 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia “Setiap anak berhak untuk memperoleh
5

perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,

perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya”3.

Bicara mengenai perlindungan anak tidak terlepas dari pembahasan hak

asasi manusia, sebab anak merupakan manusia kecil yang sepatutnya harus

diindungi. Disebut anak, yakni orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas)

tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak merupakan

bentuk implementasi penyelenggaraan hak asasi manusia, sebab hak anak

termasuk bagian integral dari hak asasi itu sendiri.

Hukum islam telah memberikan isyarat perlindungan anak yang

dikehendaki Allah SWT tertuang dalam firman-Nya,

َُْٕ ‫َجْشِيََُّكُىْ ضََُآٌُ َلْٕوٍ عَهَٰٗ أَنَّب رَْْذِنُٕا اعْذِنُٕا‬ٚ ‫ط ۖ َٔنَب‬


ِ‫س‬ْ ‫ٍَ نِهَّ ِّ ضَُٓذَاءَ ثِبنْ ِم‬ِٛ‫ٍَ آيَُُٕا كَُُٕٕا َلَّٕاي‬ِٚ‫َُّٓب انَّز‬َٚ‫َب أ‬ٚ

ٌَُٕ‫شٌ ثًَِب رًََْْه‬ِٛ‫أَلْ َشةُ نِهزَّ ْمَٰٕٖ ۖ َٔارَّمُٕا انهََّّ إٌَِّ انهََّّ خَج‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-


orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuiapayangkamuperbuat.”4

Ayat diatas turun berawal dari peristiwa yang menimpa Nu‟man bin Basyir.

Pada suatu ketika Nu‟man bin Basyir mendapat sesuatu pemberian dari ayahnya,

kemudian Umi Umrata binti Rawahah berkata “aku tidak akan ridha sampai

peristiwa ini disaksikan oleh Rasulullah.” Persoalan itu kemudian dibawa ke

hadapan Rasulullah SAW. Untuk disaksikan. Rasul kemudian berkata “apakah

3
H. Muladi, Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif
hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005, hal. 231
4
QS. Al-Maidah : 8
6

semua anakmu mendapat pemberian yang sama?” Jawab ayah Nu‟man “tidak”.

Rasul berkata lagi “takutlah engkau kepada Allah dan berbuat adillah engkau

kepada anak-anakmu”. Sebagian perawi menyebutkan, “sesungguhnya aku tidak

mau menjadi saksi dalam kecurangan.” Mendengar jawaban itu lantas ayah

Nu‟man pergi dan membatalkan pemberian kepada Nu‟man. (HR. Bukhari

Muslim)5.

Esensi ayat diatas adalah semangat menegakkan keadilan dan perlindungan

terhadap anak. Islam memiliki standar yang mutlak dengan penggabungan norma

dasar ilahi dengan prinsip dasar insani.. Jangankan menelantarkan manusia,

menelantarkan kucing dengan mengurung dan tidak memberi makan dan minum

saja sudah dilarang dalam islam.

Rasulullah bersabda:

‫ فَهَب‬،‫ ِْ َشحٍ سَ َثطَزَْٓب‬ِٙ‫ " دَخََهذِ ايْشََأحٌ انَُبسَ ف‬:َ‫ْ ِّ َٔسَهَىَ لَبل‬َٛ‫ عٍَْ َسسُٕلِ اهللِ صَهَٗ انهَُّ عَه‬،َ‫ْ َشح‬َٚ‫ ُْش‬ِٙ‫عٍَْ أَث‬

ُ‫ َٔعَجْذ‬،ٍ‫خطَبشِ انْؤَسْضِ حَزَٗ يَب َرذْ " َٔ َسَٔاُِ ُيسْهِىٌ عٍَْ يُحًََذِ ثٍِْ سَافِع‬
َ ٍِْ‫َ أَ ْسسَهَزَْٓب رَؤْكُمُ ي‬ِْٙ ‫ َٔنَب‬،‫َ َأطًََْْزَْٓب‬ِْٙ

ِ‫ عٍَْ عَجْذِ انشَصَاق‬،ٍ‫ْذ‬ًَُٛ‫ثٍُْ ح‬

Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: “Seorang wanita masuk

Neraka karena seekor kucing yang ia kurung kemudian tidak memberi makan dan

membiarkannya sehingga ia memakan serangga sampai mati.”(Diriwayatkan

oleh Muslim dari Muhammad bin Rafi‟ dan Abdu bin Khumaid dari Abdul

Razaq) hadist ini dikutip dari artikel jurnal hukum Islam, sebagai bahan rujukan

dalam pengantar proposal saya.

5
http://wordpress.com. PenelantaranAnak –, Diakses pada 21 Agustus 2015 , pkl 11:25
7

Hadits ini berkenaan adanya seorang wanita yang mengurung seekor kucing

tanpa memberinya makan dan minum.6 Maka balasan baginya adalah ia akan

masuk neraka karena ia menganiaya kucing tersebut, tidak memberinya makan,

atau melepaskannya sehingga si kucing tidak diberikan kebebasan mencari

makanannya sendiri. Alasan mengapa Islam melarang menelantarkan anak,

diantaranya adalah karena anak merupakan penerus dari orang tuanya yang akan

melanjutkan apa yang dimiliki oleh orang tuanya terutama untuk menjaga

keturunan keluarganya supaya tidak punah dan anak juga merupakan harapan

agama dan bangsa yang akan melanjutkan perjuangan di masa depan, oleh karena

itu hendaklah orang tua itu menjaga, memelihara, serta mendidik anaknya supaya

menjadi generasi yang kuat sehingga mampu memajukan dan memperjuangkan

agama dan bangsa dengan baik bukannya menelantarkan anaknya sehingga anak-

anaknya menjadi generasi yang lemah. (QS. Annisa: 9) Firman Allah Swt:

‫ْذًا‬ِٚ‫ال سَذ‬
ً ْٕ‫َمُُٕنْٕا َل‬ْٛ‫هلل َٔن‬
َ ‫َزَمُٕا ا‬ْٛ‫ِْٓىْ فَه‬َٛ‫َخً ضَِْبفًب خَبفُٕا عَه‬ِٚ‫ٍَْ َنْٕرَشَ ُكْٕا يٍِْ خَهْفِِٓىْ رُس‬ِٚ‫خصَ انَز‬
ْ َْٛ‫َٔن‬

Artinya: “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar” (Qs. Annisa:9)

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiwaban bagi orang tua terutama ayah

menafkahi anaknya. Islam mewajibkan seorang laki-laki untuk menafkahi dirinya

sendiri, keluarganya, istrinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, kerabat

dekatnya, dan tetangga depan, kanan & kiri, “Mulailah dari dirimu. Maka

nafkahilah dirimu. Apabila ada suatu kelebihan, maka peruntukkan bagi

6
Hadist Muslim dari Muhammad bin Rafi‟ dan Abdu bin Khumaid dari Abdul Razaq
8

keluargamu”. Jika masih ada sisa dari kelebihan (setelah memberi nafkah)

terhadap keluargamu, maka peruntukkan bagi kerabat dekatmu, maka beginilah.

Dan begitulah (yang seharusnya) dia katakan. Maka, (mulailah) dari yang di

depanmu, lalu terhadap kananmu, serta kemudian terhadap kirimu.” (HR.

Muslim).

Jadi mengenai penelantaran anak baik menurut aspek yuridis maupun Islam

sama-sama melarang terjadinya penelantaran anak dan bagi pelaku penelantaran

anak menurut yuridis akan dikenakan pasal 77B Dari Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 perubahan dari UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

yaitu: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 76B (Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan,

menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran),

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Sedangkan menurut islam, jelas

melarang terjadinya penelantaran terhadap anak, jangankan menelantarkan

manusia, menelantarkan kucing dengan mengurung dan tidak memberi makan dan

minum saja sudah dilarang dalam islam dan hukumannya jika tidak bertaubat

maka akan disiksa di neraka.

Meskipun demikian kenyataanya masih banyak terdengar anak terlantar

yang ditelantarkan oleh orang tuanya sebagaimana kasus yang terjadi di Cibubur

yang mana orang tua tidak mengizinkan anaknya masuk kerumah selama 1 bulan

dan terpaksa anaknya tidur di pos satpam, dengan alasan bahwa anaknya bandel
9

dan tidak bisa diatur oleh orang tuanya7. Dan masih banyak kasus-kasus

penelantaran anak yang lainya terjadi di Indonesia.

Maka secara lebih dalam penulis akan membahasnya dalam bentuk skripsi

dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK

TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF.

Masalah perlindungan anak merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat di

selesaikan secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama dan tanggung

jawab kita semua.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka menjadi pokok permasalahan penulis

membatasi alasan-alasan mengapa perlindungan hukum terhadap anak korban

kekerasan dikaji lebih mendalam, dan penulis merumuskannya sebagai berikut :

1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi terlantar sebagai

fenomena sosial?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap anak terlantar dalam

hukum islam dan hukum positif?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya anak terlantar

sebagai fenomena sosial.

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak

terlantar menurut hukum islam dan hukum positif.

7
http://news.liputan6.com/read/2398135/5-kisah-anak-korban-kekerasan-paling-
memilukan-sepanjang-2015
10

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat member manfaat untuk :

1. Manfaat Teoritis

Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan

dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia

akademis, serta khasanah dalam ilmu pengetahuan hukum islam dan

hukum positif, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan perlindungan

hukum terhadap anak terlantar. Dan dapat dijadikan bahan kajian lebih

lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan

sumbangan bagi perkembangan hukum islam dan positif di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang kasus-

kasus penelantaran anak yang berujung kematian yang sekarang ini banyak

terjadi dan bagaimana upaya pencegahan sehingga kasus-kasus korban anak

penelantaran tidak akan terjadi lagi. Dan juga sebagai pedoman dan

masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam

menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas kasus

penelantaran anak.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yanag sangat penting dalam penelitian

skripsi ini karena metode penelitian dapat menentukan langkah-langkah dari suatu
11

penulisan. Adapun penelitian yang dipakai sebagai dasar penulisan ini adalah

sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum ada dua penelitian yaitu : penelitian normatif dan

penelitian empiris/sosiologis atau penelitian lapangan. Penelitian normatif adalah

penelitian kepustakaan, dimana dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka

merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder.

Data sekunder tersebut memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga

meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai pada dokumen-

dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah8.

Sedangkan penilitian empiris atau sosiologis adalah penelitian data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat mengenai prilaku masyarakatnya 9.

Penelitian empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap identifikasi

hukum (tidak tertulis) penelitian terhadap efektifitas hukum.

Oleh karena itu penulis akan menggunakan jenis penelitian normatif

karena dalam hal ini penulis akan meneliti tentang perlindungan hukum anak

terlantar melalui penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini saya lakukan

melalui pendekatan yuridis normatif yang mempunyai pengertian bahwa

penelitian ini didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan erat

dengan hukum pidana.

8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan
singkat), Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 23
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta : UI Press, 1986,
hal.51
12

2. Sumber data

Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian skripsi ini adalah data kualit

atif bukan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang data umumnya

dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. Sedangkan datakuantitatif, data yang

dapat diukur sehingga data dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya10.

Dalam pengumpulan data kualitatif ada data yang berupa bahan hukum

yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Sumber Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang terdiri atas

peraturan perundang-undangan secara hierarki dan putusan-putusan

pengadilan. Data primer diperoleh melalui bahan yang mendasari dan

berkaitan dengan penulisan ini, yaitu

 Al-Quran

 Hadist

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

 UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, artinya menganalisa rumusan masalah dengan mengambil materi

10
Ronny Kountur, Metode Penelitian (untuk penulisan skripsi dan tesis), Cet. II, Jakarta:
PPM, 2004, hal. 16.
13

yang terdiri dari buku atau literatur-literatur hukum, jurnal ilmu hukum,

koran, tabloid, laporan penelitian hukum, televisi, internet semua bahan yang

terkait dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Adalah bahan hukum yang menguatkan penjelasan dari sumber hukum

primer dan sumber hukum sekunder yaitu berupa kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data

yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan

wawancara atau interview. Dalam hal ini penelitian menggunakan menggunakan

teknik studi dokumen atau bahan pustaka yaitu alat pengumpulaan data yang

dilakukan melalui data tertulis yang bisa ditemukan dalam bahan pustaka yang

terdiri dari buku-buku atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

pembahasan ini.

4. Teknis Analisis Data

Data hasil penelitian dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk deskriptif

yaitu penulis menggambarkan hasil penelitian yakni tentang penelantaran anak

dengan sejelas-jelasnya. Adapun tujuan dari penyajian seperti ini tidak lain adalah

agar pembaca dapat memahami dengan jelas tentang penelantaran anak dalam

perspektif hukum positif dan hukum Islam menurut UU RI No. 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak.

Sedangkan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut :
14

a. Content Analysis, yaitu melakukn analisa isi dokumen secara terperinci

dengan mengambil sari dari dokumen yang menjadi sumber data baik dari

buku-buku atau dokumen-dokumen yang berisi tentang hukum positif dan

hukum islam yang sesuai dengan kajian skripsi ini.

b. Comperative Analysis, yaitu melakukan analisis perbandingan dalam dua hal

yang berbeda pada substansi yang sama. Dalam penelitian ini adalah hukum

pidana positif dan hukum Islam yang sama-sama berbicara tentang

perlindungan hukum anak terlantar. Maka dari itu penulis penulis melakukan

Analisis perbandingan mengenai tentang perlindungan hukum anak terlantar

mengenai hukum tersebut.

F. Review Studi Terdahulu

Dalam skripsi yang ditulis oleh Farhan Subhi, Fakultas Syari‟ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan Judul

“Penelantaran Terhadap Anak Dalam Hukum Islam Dan UU No.23 Tahun

2002” Penulis melihat bahwa skripsi yang ditulis oleh Farhan Subhi ini hanya

melihat terkait penelantaran anak saja, tidak menjelaskan bagaimana bentuk

perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak terlantar. Serta jurnal skripsi

yang dibuat oleh Benedichta Desca Prita Octalina, Fakultas Hukum Universitas

Atmajaya Yogyakarta, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Korban Eksploitasi Ekonomi” penulis memperhatikan dalam jurnal yang ditulis

oleh Benedichta Desca Prita Octalina dalam jurnalnya hanya menjelaskan tentang
15

perlindungan hukum yang diberikan dalam hukum positif dan tidak menjelaskan

perlindungan terhadap anak korban eksploitasi dalam hukum islam.

Dari dua contoh baik skripsi atau jurnal yang menjadi bahan review

penulis, maka perbedaan skripsi penulis adalah bahwa penulis akan melakukan

penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Sebagai landasan bagi para penegak hukum untuk memberikan hukuman terhadap

pelaku penelantaran anak dan juga penyebab faktor terjdinya penelantaran anak

dengan menerapkan Undang-Undang tersebut. Selain itu penulis tidak hanya

meneliti Undang-Undang tersebut akan tetapi penulis akan membahas bagaimana

kerangka normatif perlindungan korban penelantaran anak dan juga penulis akan

membahas perlindungan hukum terhadap anak terlantar dalam hukum islam.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam

bentuk bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan satu

kebulatan dari masalah yang diteliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis

membagi menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat, tinjauan pustaka, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II. Tinjauan Umum Tentang Anak Terlantar Menurut Hukum Islam

Dan Hukum Positif


16

Bab ini menguraikan beberapa masalah yang berkaitan dengan tinjauan

umum tentang Anak terlantar dalam hukum islam dan hukum positif.

BAB III. Fenomena Sosial Penelantaran Anak Dan Faktor Penyebabnya

Dalam bab ini, penulis membahas tentang Anak Terlantar, Faktor-faktor

Penyebab penelantaran anak, dan Dampak yang terjadi akibat penelantaran anak.

BAB IV. Analisis Perlindungan Hukum Anak Terlantar Dalam Hukum

Islam Dan Hukum Positif.

Bab ini membahas tentang Analisis hukum positif dan hukum Islam

mengenai Perlindungan Anak serta perbandingan Hukumnya.

BAB V. Penutup

Pada bab terakhir ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari keseluruhan

serangkaian pembahasan atau permasalahan yang di paparkan sebelumnya.

Disamping itu dikemukakan saran-saran yang diperlukan penulis.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK DAN HAKNYA

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Anak dalam hukum Islam dan Positif

1. Anak Menurut Hukum Islam

Di dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa asal-usul seorang anak yaitu melalui

sebuah pernikahan yang sah, suami istri saling berjanji membentuk suatu keluarga

yang baik sakinnah, mawaddah dan rohmah. Kemudian setelah terbentuknya

keluarga yang baik, penuh kasih sayang dan rahmat, mulailah Allah menitipkan

amanat kepada pasangan suami istri dengan di karuniai keturunan untuk masa

depan yaitu seorang anak yang menjadi buah hatinya.

Rasulullah Saw menggambarkan anak dalam hadisnya yang diriwayatkan

oleh Abu Ya‟la dari Abi Said, Rasulullah Saw bersabda:

‫أَ نَٕ نَذُ ثًَ َش حُ انمُــهُٕ ة‬

Artinya : “ Anak itu adalah buah hati.” (HR. Abu Ya‟la dari Abi Sa‟id)

Anak adalah suatu karunia yang diberikan Allah Swt pada hambanya Kalau

tidak punya anak, suatu rumah tangga merasa sepi karena tidak ada hiburan si

buah hati sebagai salah satu unsur yang sangat kuat untuk memperkokoh jalinan

kemesraan dan kasih sayang antara ibu dan ayahnya11.

Anak adalah sebuah perhiasan dunia yang dilahirkan oleh orang tuanya,

sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-kahfi ayat 46 :

17
18

ۖ ‫ب‬َُّٛ‫ٰٕحِ انذ‬َٛ‫َُخُ انح‬ٚ‫ل َٔانجٌََُٕ ص‬


ُ ‫انًب‬

Artinya: Harta dan Anak-anak adalah perhiasan dunia.

Anak adalah salah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh pasangan yang sudah

menjadi suami istri, karena anak adalah keturunan untuk menjadi penerus kedua

orang tuanya dan juga anak dapat menjadi penyejuk hati orang tua, sebagaimana

Allah berfirman dalam surat Al-furqan ayat: 74

‫ٍَ إِيَبيًب‬ِٛ‫ٍ َٔاجَْْهَُْب نِهًَُْزم‬


ٍ ُْٛ‫َبرَُِب لُ َشحَ أَع‬ِٚ‫َمُٕنٌَُٕ سَثََُب َْتْ نََُب يٍِْ أَ ْصَٔاجَُِب َٔرُس‬ٚ ٍَِٚ‫َٔانَز‬
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwaAnak adalah
tumpuan harapan masa depan suatu bangsa, maka bila dalam suatu generasi
terjadi persoalan kesehatan menimpa anak-anak, akan hancurlah bangsa itu di
masa depan.

Untuk itu anak-anak sebagai cikal bakal penopang berdirinya suatu bangsa,

sedini mungkin harus mendapat perhatian yang serius. Karena itu Islam

memberikan perhatian pada anak dimulai sejak dalam kandungan. Allah Swt telah

memberikan peringatan dini kepada para orang tua agar tidak meninggalkan

generasi-generasi yang tidak berkualitas, sebagaimana disebutkan dalam Firman

Allah Swt:

.‫ْذًا‬ِٚ‫ال سَذ‬
ً ْٕ‫َمُُٕنْٕا َل‬ْٛ‫هلل َٔن‬
َ ‫َزَمُٕا ا‬ْٛ‫ِْٓىْ فَه‬َٛ‫َخً ضَِْبفًب خَبفُٕا عَه‬ِٚ‫ٍَْ َنْٕرَشَ ُكْٕا يٍِْ خَهْفِِٓىْ رُس‬ِٚ‫خصَ انَز‬
ْ َْٛ‫َٔن‬

Artinya : “ Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. Orang-orang yang


seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).
11
Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, PT. Ghalia Indonesia,
Bandung 2010, hal. 148.
19

Orang tuanya mempunyai kewajiban utama untuk menyiapkan putra putri

yang sehat dan kuat, baik secara fisik maupun psikis12 . Pertumbuhan dan

perkembangan anak serta kesehatannya, baik fisik maupun psikisnya, sangat

dipengaruhi oleh rawatan, asuhan, dan didikan yang diberikan orang tua kepada

mereka, tugas penting orang tua ini telah di firmankan Allah Swt

‫َْْصٌَُٕ انهََّ يَب‬ٚ ‫ظ ضِذَادٌ نَب‬


ٌ ‫َْٓب يَهَبئِكَخٌ غِهَب‬َٛ‫ط َٔانْحِجَب َسحُ عَه‬
ُ ‫كُىْ ََبسًا َٔلُٕدَُْب انَُب‬ِٛ‫ٍَ آيَُُٕا لُٕا أََ ُفسَكُ ْى َٔأَْْه‬ِٚ‫َُٓب انَز‬َٚ‫َب أ‬ٚ

ٌَُٔ‫ؤْيَش‬ُٚ ‫َفَْْهٌَُٕ يَب‬َٚٔ ‫أَيَشَُْ ْى‬

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjagaannya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkannya, kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim : 6)

Ayat di atas kita diingatkan supaya senantiasa memelihara dan menjaga diri

serta keluarga kita, dari bahaya dan ancaman api neraka yang penjagaanya adalah

malaikat-malaikat yang tidak bisa diajak kompromi, bersikap tegas yang keras.

Oleh karena itu arahan orang tua harus jelas, di samping keteladanan yang

mendorong setiap anggota keluarga untuk memiliki pribadi yang kuat, bersikap

disiplin, memiliki pola hidup yang benar, sesuai petunjuk Agama. Dan orang tua

wajib menyediakan sarana dan perlengkapan untuk dapat berlangsungnya

pembinaan dan pendidikan dalam keluarga seperti tempat Ibadah, belajar

membaca al-Qur‟an alat tulis belajar, buku-buku, alat belajar modern seperti

komputer dan lainnya.

12
Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik , Seri ke -2(Al-Qur‟an dan Isu-isu
Kontemporer 1), :Lajnah Pentashihan Mushap Al-Qur‟an Badan Litbang dan Diklat , Jakarta 2012,
Hal. 76-78.
20

Amanat kelahiran anak yang akan melanjutkan generasi manusia ini

memang telah disanggupinya sejak Azali yaitu masa sebelum penciptaan manusia,

sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an Surah Al-Ahzab : 72 yaitu :

ٌَ‫َحًِْهََُْٓب ََٔأضْفَمٍَْ يَُِْٓب َٔحًََهََٓب انْئِ َْسَبٌُ ۖ إَُِّ كَب‬ٚ ٌَْ‫ٍَْ أ‬َٛ‫ض َٔانْجِجَبلِ فَؤَث‬
ِ ْ‫د َٔانْؤَس‬
ِ ‫إََِب عَشَضَُْب انْؤَيَب َخَ عَهَٗ انسًََبَٔا‬

‫ظَهُٕيًب جَُٕٓنًب‬

Artinya: “ Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit,


bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangaat bodoh.” (QS. Al-
Ahzab : 72).

Demikian peringatan Allah Swt kepada seluruh manusia, bahwa manusia

telah sanggup untuk menerima amanat keturunan berupa anak-anak yang harus

dididiknya dengan baik, jika tidak ingin menjadi manusia-manusia yang amat

zalim dan sangaat bodoh. Memang berat menerima amanat tersebut, tetaapi sesuai

fitrah manusia, semua calon ayah dan calon ibu merasa senang dan bahagia akan

menerima amanat tersebut. Rasa senang dan bahagia ini memberikan semangat

hidup yang sangat berarti bagi mereka, memberikan arti hidup yang sebenarnya.

2. Anak Menurut Hukum Positif

Pengertian anak secara umum yang dipahami masyarakat adalah keturunan

kedua setelah ayah dan ibu.13 Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam

kacamata hukum. Ia tetap dinamakan anak, sehingga definisi ini tidak dibatasi

dengan usia. Sedangkan dalam pengertian Hukum Perkawinan Indonesia, anak

13
WJS. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka:1992),
hal. 38-39
21

yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan

perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya. Selama mereka tidak dicabut

dari kekuasaan.14Pengertian ini disandarkan pada kemampuan anak, jika anak

telah mencapai umur 18 tahun akan tetapi dia belum mampu mandiri atau

menghidupi dirinya sendiri maka ia dikategorikan sebagai anak. Namun berbeda

jika ia telah melakukan perbuatan hukum, dan ia dapat menghidupi dirinya

sendiri, maka ia telah dikenai peraturan hukum atau perUndang-Undangan.

Anak menurut undang-undang kesejahteraan anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin15. Dalam perspektif

Undang-undang Peradilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara anak

nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan

belum pernah kawin16. Sementara dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP), tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat

dijumpai antara lain pada pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16

tahun. Pasal 45 berbunyi17 :

Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya
ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan supaya si
tersalah itu dikembalikan kepada kedua orang tuanya, walinya, atau
pemeliharaannya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman; atau memerintahkan
supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu
hukuman; yakni jika perbuatan itu termasuk bagian kejahatan atau salah satu
pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 503-505, 514, 517-519, 526, 536
dan 540 dan perbuatan itu dilakukan lalu, dua tahun sesudah keputusan terdahulu
yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran itu atau suatu kejahatan,
atau menghukum anak yang bersalah itu.
14
Pasal 47, UU. No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
15
Pasal 1(2), UU. No.4 Tahun 1974 Tentang Kesejahteraan Anak
16
Pasal 1(1), UU. No.3 Tahun 1977 Tentang Peradilan Anak
17
Dengan berlakunya UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak pasal, 45, 46, dan 47
KUHP sudah tidak berlaku
22

Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,

dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) maka anak adala seseorang yang belum

mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin. Menurut Undang-undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dalam pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa

anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan. Menurut Konvensi Hak-hak anak (KHA) yang diartifikasi

melalui Keppres No. 36 tahun 1990, setiap manusia dibawah usia 18 tahun,

kecuali berdasarkan aturan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia

dewasa mencapai lebih awal.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 98(1) dikatakan bahwa batas usia

anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21 tahun, sepanjang

anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum perbah

melangsungkan perkawinan18.

B. Hak-Hak Anak

1. Hak-Hak Anak Dalam Islam

Dalam Islam hak-hak anak dimulai sejak anak dalam kandungan hingga

mencapai kedewasanya secara fisik maupun psikis. Ada delapan macam hak anak

terhadap orang tuanya, yaitu:

a. Hak mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan dalam kandungan maupun

setelah lahir (Hak hadhanah)

b. Hak mengetahui nasab (keturunan)


23

c. Hak menerima yang baik

d. Hak mendapat ASI dari Ibu atau penggantinya

e. Hak mendapat asuhan

f. Hak mendapat harta warisan

g. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran

h. Hak mendapatkan perlindungan hukum19

Sedang menurut Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Fiqih Al-islam Wa

Adillatuhu jilid 10 tentang hak-hak anak ada lima macam, seperti:

a. Hak nasab (keturunan)

Nasab adalah salah satu pondasi kuat yang menopang berdirinya sebuah

keluarga, karena nasab mengikat antar anggota keluarga dengan pertalian darah.

Seorang anak adalah bagian dari ayahnya dan ayah adalah bagian dari anaknya.

Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-quran surah Al-furqon ayat 54:20

‫شًا‬ِٚ‫َٔ َُْٕ انَزِ٘ خََهكَ يٍَِ انًَْبءِ َثطَشًا فَجََْهَُّ َسَجًب َٔصِْٓشًا ۗ َٔكَبٌَ سَُثكَ لَذ‬

Artinya: Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia

jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu

Maha Kuasa.

Dalam Tafsir jalalyn dijelaskan ayat diatas ditafsirkan bahwa (Dan Dia pula

yang menciptakan manusia dari air) yakni dari air mani; lafal Basyar adalah

18
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagan
Agama Islam Departemen Agama Islam, 2010), hlm, 50.
19
Mufidah, Haruskan perempuan dan anak dikorbankan? Panduan pemula untuk
pendampingan korban terhadap perempuan dan anak, (Malang:PSG Publishing dan pilar media,
2006), H. 63
20
Abdul Hayyie al-kattani, dkk, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema
Insani,2007)hal.25
24

sinonim dari lafal Insaan (lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan) punya

hubungan nasab (dan mushaharah) punya hubungan mushaharah, misalnya

seorang lelaki atau perempuan melakukan perkawinan dengan pasangannya untuk

memperoleh keturunan, maka hubungan kekeluargaan dari perkawinan ini

dinamakan hubungan Mushaharah (dan adalah Rabbmu Maha Kuasa) untuk

menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.21

b. Hak Radla (menyusui)

Radla‟ adalah hak menyuysui anak, ibu bertanggung jawab dihadapan Allah

menyusui anaknya ketika masih bayi hingga umur dua tahun, baik masih dalam

tali perkawinan dengan ayah si bayi ataupun sudah bercerai. Sebagaimana Allah

berfirman:

َ‫ُزِىَّ انشَّضَبعَخ‬ٚ ٌَْ‫ٍِْ ۖ نًٍَِْ أَسَادَ أ‬َٛ‫ٍِْ كَبيِه‬َٛ‫حْٕن‬


َ ٍََُّْ‫ُشْضٍَِْْ َأْٔنَبد‬ٚ ُ‫َٔا ْنَٕانِذَاد‬

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa seorang ibu wajib menyusui bayinya

jika memang statusnya masih sebagai isteri atau dalam masa iddah dari cerai roj‟i.

Dan jika ia menolak untuk menyusui tanpa adanya uzur maka pihak pengadilan,

dalam hal ini hakim, berhak memaksanya untuk menyusui bayinya, kecuali jika

wanita tersebut berstatus social tinggi dan kaya maka tidak wajib baginya untnuk

menyusui jika memang bayinya menerima disusui oleh wanita lain.22

21
http://tafsirq.com/25-al-furqan/ayat-54#tafsir-jalalayn
22
Abdul Hayyie al-kattani, dkk, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema
Insani,2007)hal.44
25

Para ulama memahami bahwa ayat tersebut diatas adalah perintah untuk

setiap isteri atau lainya untuk menyusui, dan itu hak atasnya. Kemudia para ulama

mengecualikan wanita yang status sosialnya tinggi karena adat dan kemaslahatan.

c. Hak Hadlanah (pemeliharaan)

Hadhanah diambil dari kata al-hidnu yang artinya samping atau merengkuh

kesamping. Adapun secara syara‟ hadhanah artinya pemeliharaan anak bagi orang

yang berhak untuk memeliharanya. Atau, bias juga diartikan memelihara atau

menjaga orang yang tidak mampu mengurus kebutuhanya sendiri karena tidak

mumayyiz seperti anak-anak, orang dewasa tetapi gila. Pemeliharaan disini

mencakup urusan makanan, pakaian, urusan tidur, membersihkan, memandikan,

mencuci pakaian dan sejenisnya.

d. Hak Walayah (wali)

Perwalian adalah pengaturan orang dewasa terhadap urusan orang yang

“kurang” dalam kepribadian dan hartanya. Yang dimaksud kurang disini adalah

orang yang tidak sempurna ahliyatul ada‟ nya, baik itu kehilangan ahliyatul ada‟

nya sama sekali, seperti anak yang belum mumayyiz maupun yang ahliyatul ada‟

nya kurang, seperti anak yang mumayyiz. Orang ini untuk disebut al-qaashir atau

orang yang tidak sempurna ahliyatul ada‟ nya.

Menurut ulama Hanafiyyah, perwalian adalah melaksanakan ucapan atas

orang lain, baik ia setuju maupun tidak.23

e. Hak Nafkah

23
Abdul Hayyie al-kattani, dkk, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema
Insani,2007)hal.82
26

Orang tua wajib memberikan nafkah kepada anaknya agar anaknya dapat

berkembang dengan baik dan dapat terpenuhi semua kebutuhan hidupnnya,

sebgaimana Allah berfirman:

ِ‫سَٕرٍَُُٓ ثِبنًَْْْشُٔف‬
ْ ‫ٍ َٔ ِك‬
َ ُُٓ‫َٔعَهَٗ انْ ًَْٕنُٕدِ نَُّ سِصْل‬

Artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

dengan cara ma'ruf.

Sudah jelas bahwa anak mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh orang

tuanya agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, pinter dan mandiri

jika sudah besar nanti, oleh karena itu jika hak-hak anak yang sudah dijelaskan

tidak terpenuhi dengan baik maka dapat dikatakan anak yang kurang mendapatkan

hak-haknya menjadi anak yang di telantarkan oleh orang tuanya.

2. Hak-Hak Anak Dalam Hukum Positif

Anak memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Dalam

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menjelaskan

hak-hak anak yang tertuang pada pasal 2 sampai 8.

Dari bunyi yang dijelaskan dalam pasal 2 sampai dengan 8 Undang-undang

tersebut, maka dapat dirangkum bahwa paling tidak ada kurang lebih 10 hak-hak

anak sebagai berikut24 :

Pasal 2 :
a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus.
24
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak
dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 18.
27

b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan


kehidupansosialnya.
c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
e. Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak
mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.
f. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh
negara atau orang atau badan.
g. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam
lingkungankeluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
h. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang
bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya dan juga diberikan kepada anak yang
telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan
keputusan hakim.
i. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan
anak yang bersangkutan.
j. Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak
menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama,
pendirian politik, dan kedudukan sosial.

Sebagai tambahan informasi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun

1959 telah mensyahkan Deklarasi Hak-hak Anak (Declaration of the Right of the

Child), dari apa yang dikemukakan dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tentang hak anak tersebut, maka ada 10 hak-hak anak sebagai berikut:25

a. Anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum di dalam deklarasi ini.

Semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini,

tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

pendapat dibidang politik atau dibidang lainya, asal-usul bangsa atau tingkatan

25
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak
dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 19-20.
28

sosial, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik dilihat dari segi dirinya

sendiri maupun dari segi keluarganya.

b. Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus, dan

harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan

sarana lain sehingga secara jasmani, mental, akhlak, rohani dan sosial, mereka

dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan

bermartabat.

c. Sejak dilahirkan, anak-anak harus memiliki nama dan kebangsaan.

d. Anak-anak harus mendapat jaminan. Mereka harus tumbuh dan berkembang

dengan sehat. Untuk maksud ini, baik sebelum maupun sesudah dilahirkan,

harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi si anak dan ibunya. Anak-

anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan

kesehatan.

e. Anak-anak yang cacat tubuh dan mental atau yang mempunyai kondisi sosial

lemah akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan,

dan perlakuan khusus.

f. Anak-anak memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin

mereka harus dibesarkan dibawah asuhan dan tanggung jawab orang tua

mereka sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar mereka tetap berada

dalam suasana yang penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak-anak

di bawah usia lima tahun tidak dibenarkan terpoisah dari ibunya. Masyrakat

dan penguasa yang berwenang, berkewajiban memberikan perawatan khusus

kepada anak-anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak-anak yang
29

tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak yang lain memberikan

bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang bersasal dari keluarga besar.

g. Anak-anak berhak mendapat pendidikan, wajib secara Cuma-Cuma sekurang-

kurangnya ditingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat pendidikan yang

dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan

meraka, atas dasar kesempatan yang sama, untuk mengembangkan

kemampuanya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan

sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.

Kepengtingan-kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh

mereka yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak

yang bersangkutan : pertama-tama tanggung jawab terserbut terletak pada

orang tua mereka. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa

untuk bermain dan berkreasi yang harus diarahkan untuk tujuan pendidikan,

masyarakat dan penguasa yang berwenang harus berusaha meningkatkan

pelaksana hak ini.

h. Dalam keadaan apapun anak-anak harus didahulukan dalam menerima

perlindungan dan pertolongan.

i. Anak-anak harus dilindungin dari segala bentuk penyia-nyian, kekejaman dan

penindasan. Dalam bentuk apapun, mereka tidak boleh menjadi bahan

perdagangan. Tidak dibenarkan mepekerjakan anak-anak dibawah umur.

Dengan alasan apapun mereka tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang

dapat merugikan kesehatan atau pendidikan mereka, maupun yang dapat

mempengaruhi perkembangan tubuh, mental atau akhlak mereka.


30

j. Anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah kedalam bentuk

diskriminasi rasial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainya. Mereka

harus dibesarkan didalam semangat yang penuh perhatian, toleransi dan

persahabatan anatar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dan

dengan penuh kesadaran tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama

manusia.

Dari ketentuan pasal 4 sampai dengan pasal 18 UU No.35 Tahun 2014

tentang perlindungan anak, maka paling tidak ada 21 hak anak sebagai berikut26:

1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan.

3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan

orang tua atau wali.

4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh

oleh orang tuanya sendiri.

5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

kembang banak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak

diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


31

6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan social.

7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan

bakatnya.

8. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan disatuan pendidikan dari

kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga

kependidikan, sesame peserta didik, dan/atau pihak lain.

9. Khusus bagi anak penyandang disabilitas juga berhak memperoleh pendidikan

luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak

mendapat pendidikan khusus.

10. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan

usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan

kepatutan.

11. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul

dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi, dan berkreasi sesuai dengan

minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

12. Setiap anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitas, bantuan

sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

13. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain

manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat

26
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak dan
32

perlindungan dari perlakuan; a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi

maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidak adilan; dan f. perlakuan salah lainya.

14. Setiap anak berhak untuk diasuh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hbukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah

demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir

15. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak tetap

berhak: a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan

kedua Orang Tuanya. b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan

dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dan kedua Orang Tuanya

sesuai dengan kemampuan bakat, dan minatnya, c. memperoleh pembiayaan

hidup dari kedua Orang Tuanya, dan, d. memperoleh hak anak lainya.

16. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a. penyalahgunaan

dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan

dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur

kekerasan; e. pelibatan dalam peperangan, dan; f. kejahatan seksual.

17. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

18. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

19. Setiap anak yang dirampas kebebasanya berhak untuk: a. mendapatkan

perlakuan secara manusiawi secara penempatanya dipisahkan dari orang

dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainya secara efektif

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 108.
33

dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan

memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang objektif dan tidak

memihak dalam siding tertutup untuk umum.

20. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

21. Setiap anak yang menjadi korban atau pelku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainya.


BAB III

FENOMENA SOSIAL PENELANTARAN ANAK

DAN FAKTOR PENYEBABNYA

A. Anak Terlantar

Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab

tertentu (karena beberapa kemungkinan: kemiskinan, salah seorang dari orang

tua/wali sakit, salah seorang/kedua orang tua/wali pengasuh meninggal,keluarga

tidak harmonis, tidak ada pengasuh)sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan

dasar dengan wajar baik jasmani, rohani , maupun sosial.27

Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya

melalaikan dan atau tidak mampu melaksanakan dan memenuhi kewajibannya

sehingga kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosialnya tidak terpenuhi.

Jadi anak terlantar ialah anak yang tidak terpenuhi dasarnya atau kebutuhan

hidupnya baik sandang, pangan dan papan.

Dalam Undang-undang No 35 tahun 2014 juga dijelaskan bahwa Anak

Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik,

mental,spiritual, maupun sosial28. Anak terlantar termasuk dalam kategori anak

rawan atau anak yang membutuhkan perlindungan khusus, dalam buku pedoman

pembinaan anak terlantar yang dikeluarkan oleh dinas sosial provinsi Jawa Timur

(2001) disebutkan bahwa anak terlantar adalah, anak yang karena suatu sebab

27
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html
28
UU No 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 6 tentang anak terlantar

34
35

tidak dapat terpenuhi dasar kebutuhanya dengan wajar, baik secara rohani,

jasmani dan sosial29.

Anak terlantar pada umumnya adalah anak-anak yang berasal dari latar

belakang keluarga yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga yang tidak

mampu, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan latar belakang

kehidupan jalanan yang akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, kekerasan dan

hilangnya kasih sayang, sehingga berperilaku negative yang bisa mengancam

jiwanya30.

Anak terlantar, pada hakikatnya "anak-anak", sama dengan anak-anak

lainnya yang bukan anak terlantar. Mereka membutuhkan pendidikan. Pemenuhan

pendidikan, oleh karena itu orang tua haruslah memperhatikan aspek

perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang

berukuran kecil. Anak mempunyai dunianya sendiri. Kita tak cukup memberinya

makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah rumah, karena anak

membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa

kasih,sayang serta pendidikan yang ideal tak mungkin akan dijalankan31.

Penelantaran anak adalah sebuah tindakan baik disengaja maupun tidak

disengaja yang membiarkan anak tidak terpenuhi dasarnya (Sandang, pangan, dan

papan).32Orang tua tidak boleh menelantarkan kebutuhan anaknya baik sandang

29
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.227
30
Balitbang Diknas. Satuan Biaya Pendidikan. (Dikutip Oleh Media Indonesia) Jakarta
2004.
31
Balitbang Diknas. Satuan Biaya Pendidikan. (Dikutip Oleh Media Indonesia) Jakarta
2004.
32
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.229
36

maupun pangan sebagaimana Allah SWT Berfirman dalam Al-qur‟an surah (Al-

baqoroh ayat 233)

ِ‫سَٕرٍَُُّٓ ثِبنًَْْْشُٔف‬
ْ ‫ٍَ َٔ ِك‬
ّ ُُٓ‫َٔعَهَٗ انْ ًَْٕنُٕدِ نَُّ سِصْل‬

Artinya : Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

dengan cara yang baik.

Penelantaran anak suatu perbuatan yang harus di jauhi dan dihindari oleh

orang dewasa terhadap anak, seperti keadaan perhatian yang tidak memadai

kepada anak, baik fisik, mental, emosi maupun sosial. Penelantaran anak bisa

berupa penyiksaan terhadap anak kurangnya perhatian, dan kasih sayang dari

orangtua serta kebutuhan anak yang tidak tercukupi sehingga kewajiban untuk

anak diabaikan33.

Penelantaran anak dapat juga dikatakan jika orang dewasa, orang tua atau

wali orang tua yang gagal bertanggung jawab menyediakan kebutuhan yang

memadai untuk berbagai keperluan seperti fisik (kegagalan menyediakan

makanan yang cukup, pakaian atau kebersihan), emosional (gagal memberikan

perhatian dan kasih sayang), pendidikan (gagal mendaftarkan anak di sekolah),

atau medis (gagal memberikan kesehatan, kebersihan, mengobati atau membawa

ke dokter).

Di indonesia, diperkirakan jumlah anak terlantar sekitar 3,5 juta jiwa. Inipun

terbatas pada kelompok anak-anak yatim piatu, dimana dari jumlah itu hanya

33
Wordpres. Artikel Rotsania Damayanti “ Anak Terlantar” Edisi tahun 2013, hal. 8
37

sedikit diantara mereka yang terjangkau pelayanan sosial (Irwanto dkk, 1998).34

Akan tetapi tahun 2015 Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan

dalam rilisnya yang dimuat berita online Detik.com bahwasanya di Indonesia ada

sekitar 4,1 juta anak terlantar dimana diantaranya ada 5.900 anak yang bermasalah

dengan ditelantarkan orang tuanya seperti kasus anak yang ditelantarkan oleh

orang tuanya di cibubur. Ada 3.600 anak yang bermasalah dengan hukum, 1,2 juta

balita yang ditelantarkan oleh orang tuanyua serta 34 ribu anak jalanan.35

Contoh kasus penelantaran anak yang terjadi di Indonesia biasanya sering

kita lihat di lampu merah jalanan baik di siang hari atau di malam hari, anak-anak

yang menjajakan koran, mengamen, dan meminta-minta demi mendapatkan rezeki

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ini adalah contoh fenomena sosial yang

terjadi.

Kemudian penelantaran anak yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap

lima anaknya di perumahan Citra Gran, Cibubur, Jakarta Timur. orang tua yang

tidak boleh mengizinkan anaknya masuk dan pulang kerumah selama satu bulan

hingga anaknya tidur di pos satpam komplek perumahan tersebut, menyiksa anak-

anaknya dengan kekerasan yang mengakibatkan luka-luka di tubuh anak-anaknya,

tidak memberikan anak-anaknya kebutuhan hidupnya baik sandang, pangan dan

papan. Hingga akhirnya kedua orang tuanya dilaporkan oleh masyarakat dengan

tuduhan tindak pidana penelantaran anak36.

34
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.229
35
.http://news.detik.com/berita/2916183/mensos-ada-41-juta-anak-terlantar-di indonesia
36
http://news.liputan6.com/read/2398135/5-kisah-anak-korban-kekerasan-paling-
memilukan-sepanjang-2015
38

Kemudian penelantaran anak yang mengakibatkan anak meninggal

sebagaimana contoh kasus yang menyebabkan kematian atas Angelin di Bali.

Orang tua angkat Angelin yaitu Margareth yang kurang memenuhi kebutuhan

Angelin dengan tidak memberikan hidup yang layak karena seringnya Angelin

tidak diberikan makanan yang cukup, kemudian juga orang tua angkat Angelin

melakukan penyiksaan terhadap Angelin yang menyebabkan Angelin kehilangan

nyawanya karena mendapatkan perlakuan kasar dan bahkan tubuh Angeline

dikubur di dalam rumahnya. Sementara Agus selaku pembunuh Angelin yang

disuruh oleh orang tua angkat Angelin sudah divonis bersalah oleh hakim dan

mendapatkan hukuman penjara 10 Tahun penjara, sementara Margareth selaku

orang tua angkat Angelin yang menjadi aktor dan dalang pembunuhan Angeline

mendapatkan hukuman penjara 20 tahun37.

Selain kasus Angelin masih banyak lagi kasus penelantaran anak yang

terjadi di kota-kota diantaranya contoh kasus penelantaran yang baru saja terjadi

di kota Depok, hebuhnya kasus 4 anak yang di telantarkan orang tua kandungnya

sendiri, yaitu Wasinem dan Dadan warga Jln SMP Segar, Rt 01 Rw 03, Kelurahan

Suka Maju, Kecamatan Sukma Jaya. Hal ini terjadi diduga karena si orang tua

mempunyai hutang, karena takut ditagih mereka nekat meninggalkan anak mereka

dengan menajuhkan diri dari si penagih hutang. Saat ditemukan warga, ke empat

anak tersebut tidak dibekali apa-apa. Untuk makan sehari-hari, mereka mendapat

37
http://regional.liputan6.com/read/2446513/akhir-tragis-adopsi-bocah-cantik-
angeline?p=2
39

bantuan dari para tetangga. Bahkan saat di tinggalkan, Siti sedang sakit panas dan

dirawat oleh pemilik kontrakan38.

Walaupun orang tua meninggalkan seorang anaknya dikarenakan suatu

sebab tetapi orang tua mempunyai suatu kewajiban yang tidak boleh

menelantarkan anaknya begitu saja. Berikut ini data terakhir yang menunjukan

bahwa jumlha anak terlantar telah mencapai 5,4 juta orang anak, yang hamper

terlantar mencapai 12 jt orang anak, atau ada 17 juta anak-anak yang terlantar dan

hamper terlantar. Dari jumlah tersebut, 230 rb diantarnya menjadi anak jalanan di

berbagai kota besar di Indonesia.39

Ini fenomena sosial yang terjadi di Indonesia tentang penelantaran anak oleh

orang tuanya, baik dengan cara di eksploitasi untuk menjadi pekerja, di didik

dengan kekerasan yang mengakibatkan luka-luka, tidak dipenuhi kebutuhan

hidupnya oleh orang tua dan di usir oleh orang tua dengan sebab yang tidak

dipertanggung jawabkan.

B. Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Terlantar

Anak terlantar pada dasarnya adalah anak-anak sama dengan anak-

anak pada dasarnya, ada faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi

terlantar.

Adapun faktor-faktor yang menjadi sebab kenapa anak menjadi

anak terlantar antara lain:40

38
http://news.okezone.com, Megapolitan
39
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Warta KPAI, edisi 1 (Jakarta: 2010), h.9.
40
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html diakses
desember 2015.
40

1. Faktor keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya

(UU no 10 tahun 1992). dimana keluarga ini merupakan faktor yang

paling penting yang sangat berperan dalam pola dasar anak. kelalaian

orang tua terhadap anak sehingga anak merasa ditelantarkan. Faktor yang

sangat berperan dalam menumbuhkembangkan anak, faktor yang sangat

berperan dalam menjadikan anak sebagai generasi pemimpin bangsa.

Anak-anak sebetulnya hanya membutuhkan perlindungan, tetapi juga

perlindungan orang tuanya untuk tumbuh berkembang secara wajar.

Mendapatkan pendidikan yang baik dan gizi yang baik.

2. Faktor pendidikan

Di lingkungan masyarakat miskin pendidikan cenderung

diterlantarkan karena krisis kepercayaan pendidikan dan juga

ketidakadaan biaya untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini yang

menyebabkan anak menjadi terlantar biasanya karena keinginan dan

apatisme terhadap pendidikan, karena mereka hanya menginginkan dan

membutuhkan materi semata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari mereka

3. Faktor sosial, politik dan ekonomi

Akibat situasi krisis ekonomi yang tak kunjung usai, pemerintah

mau tidak mau memang harus menyisihkan anggaran untuk membayar

utang dan memperbaiki kinerja perekonomian jauh lebih banyak daripada


41

anggaran yang disediakan untuk fasilitas kesehatan, pendidikan, dan

perlindungan sosial anak. Yang seharusnya harus juga menjadi prioritas

utama dalam menjadikan anak sebagai generasi penerus bangsa. Harga-

harga yang terus melambung tinggi yang biasanya menjadikan kebutuhan

pokok untuk memenuhi hidupnya menjadi sangat mahal.

4. Kelahiran diluar nikah

Seorang anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya

sangat rawan untuk ditelantarkan dan bahkan diperlakukan salah (child

abuse). pada tingkat yang ekstremperilaku penelantaran anak bisa berupa

tindakan pembuangan anak untuk menutupi aib atau karena ketidak

sanggupan orang tua untuk melahirkan dan memelihara anaknya secara

wajar. Hal yang biasanya terjadi sekarang karena pergaulan bebas yang

mereka lakukan karena kesenangan semata.

5. Faktor Ketidak Pekaan Keluarga dan Pemerintah

Kurang pekanya keluarga dan pemerintah, dengan kondisi seperti

ini dengan kesibukan mereka masing-masing, sehingga kasus

penelantaran anak meningkat. Anak terlantar yang hidup dijalanan hidup

mengandalkan penghasilan mengamen, menjajakan makanan kecil, atau

berjualan koran. Mereka rata-rata bekerja dari pagi sampai sore hari dan

mendapat penghasilan Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per hari. Jika tidak

diantisipasi, kondisi ini bisa menurunkan kualitas sumber daya manusia

generasi muda pada masa mendatang.


42

C. Dampak Dari Anak Terlantar

Setiap anak terlantar pasti memiliki dampak yang akan terjadi baik

bagi individunya, keluarga ataupun masyarakat. Dampak yang akan

terjadi jika anak ditelantarkan oleh orang tuanya antara lain:

1. Dampak bagi individu (anak terlantar)

Anak akan merasakan bahwa kasih sayang orang tua yang

didapatkannya tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain

atau bahkan ada yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak

tersebut umumnya mencari pelarian dan tidak jarang yang akhirnya

terjerat dengan pergaulan bebas. Selain itu juga mengakibatkan anak

kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang

dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira,

bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan mengakibatkan anak-

anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain

lebih dewasa. Dampak yang terjadi bagi individu ini juga sangat banyak

dampaknya, sebagaimana Robert D. Levaitan dkk. Dari hasil studinya

memberikan sugesti adanya hubungan antara pengalaman yang traumatis

pada usia dini dan timbulnya kelompok gejala depresi, mania pada masa

dewasa. Pada anak yang mengalami penelantaran bisa terjadi: gangguan

pengendalian impuls, “bizar eating” misalnya minum air toilet, makan

sampah dan sebagainya, tidak dapat membedakan kasih sayang, walaupun

dengan orang yang masih asing baginya, mungkin mereka tidak

menunjukan respon sosisal meskipun dengan situasi yang mereka sudah


43

kenali. Pada anak-anak yang mengalami penelantaran didapati juga

adanya gejalan “runaway” (melarikan diri) dan conduct disorder

(gangguan pengendalian diri)41.

Reaksi jangka panjang dari anak-anak yang mengalami penelantaran

berdasarkan hasil analisis retrospective (sebuah studi yang didasarkan

pada catatan medis, mencari mundur sampai waktu peristiwanya terjadi di

masa lalu. Kontras dengan studi prospektif.) menunjukan bahwa apabila

penelantaran dan hal itu terjadi sejak masa awal dari kehidupan anak,

maka efeknya bisa menyebabkan terjadinya depresi yang serius pada

kehidupan dikemudian harinya, kecemasan yang berlebihan, gangguan

identitas yang disosiatif (bentuk interaksi sosial yang mengarah pada

suatu perpecahan dan merenggankan rasa solidaritas kelompok) dan juga

meningkatnya resiko terjadinya bunuh diri untuk menghindari tekanan

psikologis yang dinilai anak terlalu berat diluar kapasitas mereka42.

2. Dampak bagi keluarga

Dampak bagi keluarga yaitu keluarga menjadi tidak harmonis

(khususnya orang tua), keluarga menjadi tidak utuh, anak tidak diberikan

haknya oleh orang tua (hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan

kasih sayang orang tua,dll), mementingkan kepentingan masing-masing,

tidak berfungsinya control keluarga terhadap anak sehingga anak

41
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.105
42
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.106
44

cenderung bebas dan berperilaku sesuai keinginannya bahkan sampai

melanggar norma.

3. Dampak terhadap masyarakat

Masyarakat memandang bahwa setiap anak terlantar itu pastilah

sama halnya dengan anak nakal yang selalu melanggar norma-norma

yang ada di masyarakat. Yang biasanya terjadi dimasyarakat terhadap

anak terlantar menjadi image yang buruk karena biasanya mereka terkenal

menjadi anak berandalan. Selain itu kontrol masyarakat secara terus

menerus kepada anak terlantar inijuga masih kurang dan cenderung hanya

mementingkan kepentingan masing-masing43.

43
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html Diposkan
oleh kurniawan ramsen di 6/03/2013
BAB IV

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR

DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut Hukum

Islam

Islam memberikan perhatian pada anak dimulai sejak dalam kandungan.

Allah Swt telah memberikan peringatan dini kepada para orang tua agar tidak

meninggalkan generasi-generasi yang tidak berkualitas, sebagaimana disebutkan

dalam Firman Allah Swt:

.‫ْذًا‬ِٚ‫ال سَذ‬
ً ْٕ‫َمُُٕنْٕا َل‬ْٛ‫هلل َٔن‬
َ ‫َزَمُٕا ا‬ْٛ‫ِْٓىْ فَه‬َٛ‫َخً ضَِْبفًب خَبفُٕا عَه‬ِٚ‫ٍَْ َنْٕرَشَ ُكْٕا يٍِْ خَهْفِِٓىْ رُس‬ِٚ‫خصَ انَز‬
ْ َْٛ‫َٔن‬

Artinya : “ Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. Orang-orang yang


seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).

Melihat ayat diatas jelas bahwa Islam sangat memperhatikan perlindungan

anak, bahkan perhatian yang harus diberikan oleh orang tua sejak anak dalam

kandungan, akan tetapi bagaimana perlindungan hukum terhadap anak terlantar

yang diatur dalam islam.

Rosulullah SAW bersabda yang diriwayatkan dari Imam Bukhori:

ِِّ‫ز‬َِّٛ‫ع َٔكُهُّكُىْ َيسْئُٕلٌ عٍَْ سَع‬


ٍ ‫َمُٕلُ كُهُّكُىْ سَا‬ٚ َ‫ْ ِّ َٔسَهَّى‬َٛ‫ل سًَِْْذُ َسسُٕلَ انهَِّّ صَهَّٗ انهَُّّ عَه‬
ُ ُٕ‫َم‬ٚ َ‫أٌََّ عَجْذَ انهَِّّ ثٍَْ عًَُش‬

‫ذِ َصْٔجَِٓب‬ْٛ َ‫ ث‬ِٙ‫َخٌ ف‬ِٛ‫َّزِ ِّ َٔانًَْشْأَحُ سَاع‬ِٛ‫ أَْْهِ ِّ َٔ َُْٕ َيسْئُٕلٌ عٍَْ سَع‬ِٙ‫َّزِ ِّ َٔانشَّجُمُ سَاعٍ ف‬ِٛ‫ع َٔ َيسْئُٕلٌ عٍَْ سَع‬
ٍ ‫انْئِيَبوُ سَا‬

ِٙ‫ل َٔانشَّجُمُ سَاعٍ ف‬


َ ‫حسِ ْجذُ أٌَْ لَذْ لَب‬
َ َٔ ‫ل‬
َ ‫َّزِِّ لَب‬ِٛ‫ِّ ِذِ َٔيَسْئُٕلٌ عٍَْ سَع‬َٛ‫ل س‬
ِ ‫ يَب‬ِٙ‫َّزَِٓب َٔانْخَبدِوُ سَاعٍ ف‬ِٛ‫َٔ َيسْئُٕنَخٌ عٍَْ سَع‬

ِِّ‫َّز‬ِٛ‫ع َٔ َيسْئُٕلٌ عٍَْ سَع‬


ٍ ‫َّزِ ِّ َٔكُهُّكُىْ سَا‬ِٛ‫ ِّ َٔ َيسْئُٕلٌ عٍَْ سَع‬ِٛ‫يَبلِ أَث‬

45
46

Artinya: Bahwa 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah


shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.
Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.
Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga
suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga
tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan
akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.\"
Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin
atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung
jawaban atas yang dipimpinnya."(Hr Bukhari)

Pada dasarnya, hadis di atas berbicara tentang etika kepemimpinan dalam

islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan

adalah tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai

pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung

jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri.

Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna

melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar)

bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di

sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan

kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra „a sendiri secara bahasa

bermakna gembala dan kata ra-„in berarti pengembala. Ibarat pengembala, ia

harus merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang

gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk

mensejahterakan binatang gembalanya.

Perlindungan hukum atas anak terlantar adalah tanggung jawab pemimpin,

karena seorang pemimpin harus mensejahterakan rakyatnya Imam Syafi‟i


47

mengatakan dan memberlakukan satu kaidah yang terkenal dalam menjawab

problem itu yaitu, „tasharruf al imam „ala al- ro‟iyah manuthun bi al- maslahah

(Kitab al-ashbah wa al-nadhair, hal. 278) artinya, kebijakan yang dilakukan

pemerintah pada rakyatnya harus sesuai dengan maslahah (kebaikan bersama).

Bahkan kedudukan seorang imam (kepala negara) itu seperti walinya anak yang

yatim, ini mengandaikan kemutlakan pemerintah menjamin kesejahteraan

rakyatnya. Sebelum Imam Syafi‟i, Umar bin Khatab juga pernah berkata hal yang

serupa, inilah nampaknya yang menjadi tendensi Imam Syafi‟i melakukan hal

yang sama. Selain itu ada hadis; Al-Sulthonu Waliyyu man la waliyya lahu,

seorang penguasa itu adalah pelindung bagi orang yang tidak mempunyainya.

Memperkuat itu, Imam Mawardi (al-Ahkam al-Sulthoniyah, hal.16 ) mengatakan

bahwa sebagian tugas pemerintah adalah menjaga masyarakat dari kerusakan dan

dirusak (diganggu) orang lain.44

Perlindungan hukum terhadap anak terlantar tidak hanya menjadi kewajiban

negara dan pemimpnya saja, akan tetapi keluarga dan masyarakat pun juga

memiliki kewajiban dalam hal memberikan perlindungan terhadap anak terlantar

sebagaimana dijelaskan

‫َٔاِرَا اِيزَََُْـذِ انضَٔجَخُ يٍِ حَضـبَ َ ِخ َٔنَذِْــبَ اَِزَمَـهذِ انحَضـبَ َخُ إِنَٗ أُيَِٓب‬

Artinya: Jika istri (ibu kandung) menolak untuk mengasuh anaknya, maka

hak mengasuh berpindah kepada ibu istri.

44
https://id-id.facebook.com/notes/media-islam-online/anak-terlantar-tanggung-jawab-
siapa/10150262319059549/ diakses pada 18 juli 2011, pukul 22:59.
48

Jelas bahwa keluarga memiliki kewajiban dalam memberikan

pemeliharaan dan perlindungan terhadap anak agar anak dapat terpenuhi segala

kebutuhan hidupnya sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan untuk

memenuhi pendidikan terhadap anak.

kemudian juga dijelaskan dalam kitab Fathul Qorib siapa saja yang berhak

memberikan perlindungan dalam islam ialah:

ُ‫ألة‬
َ ‫َكٍُِ ا‬ٚ ‫ َٔاِرَا نى‬.ِِّ‫ٍِ ََمــصٌ كَجٌٍُُٕ فـبَ انحَـكُ ِنألَ خَشِ يــبَدَاوَ انَُمــصُ لــبَئًِـبً ث‬ََٕٚ‫ أَ حَذِ األَ ث‬ٙ‫فَبٌِ كـبٌََ ف‬

.ٍ‫َخِ ان َُسَـتِ كَؤَخٍ َٔ عَى‬ِٛ‫ حـَب ض‬ٙ‫ٍَ األُ ِو ٔيٍ عَه‬َٛ‫شُ ث‬ِٛٛ‫َمَــعُ انزخ‬ٚ َ‫ٍَ انجَ ِذ ٔاالُ ِو َٔكَزا‬َٛ‫ِشَ انَٕنذُ ث‬ٛ‫يَٕجـُـٕداً خُـ‬

Artinya: Apabila salah seorang dari bapak dan ibu ada kekurangan,
misalnya gila, maka hak mengasuh jatuh ketangan pihak lain selama kekurangan
itu masih ada. Jika bapak tidak ditempat, maka anak disuruh memilih antara ibu
dan kakek. Demikian juga anak disuruh memilih antara ibu dan orang yang
berada pada nasab pinggiran, misalnya saudara dan paman.45

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut Hukum

Positif

Hukum perlindungan anak merupakan hukum yang menjamin hak-hak dan

kewajiban anak, hukum perlindungan anak berupa: hukum adat, hukum perdata,

hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, peraturan lain yang

menyangkut anak, perlindungan anak, menyangkut berbagai aspek kehidupan dan

penghidupan, agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar

sesuai dengan hak asasinya. Bisma siregar mengatakan bahwa:

“Masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan salah satu sisi

pendekatan untuk melindungi generasi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak

45
Asy-Syekh Muhammad Qasim Al-Ghazy, Fathul Qorib dan Tarjamahanya, (Husaini
Bandung:2003), hal.93-94.
49

semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatan yang lebih luas,

yaitu ekonomi, sosial, dan budaya46.”

Secara yuridis anak memang harus mendapatkan perlindungan hukum agar

dapat tumbuh kembang dengan baik. Jika anak diterlantarkan oleh orang tua maka

mendapatkan perlindungan hukum juga karena secara hukum hak-hak dan

kewajiban anak yang tidak terpenuhi baik oleh orang tua, keluarga, masyarakat

dan lainya harus mendapatkan perlindungan.

sebagaimana dalam pasal 59 Undang-undang No. 35 Tahun 2014

menjelaskan tentang perlindungan hukum khusus yaitu:

Pemerintah dan lembaga negara lainya berkewajiban dan bertanggung jawab


untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psiokotropika, dan
zat adiktif lainya (napza), anak korban pennculikan, penjualan dan perdagangan,
anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental, anak yang menyandang cacat,
dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Salah satu perlindungan khusus yang diberikan oleh pemerintah dan

lembaga negara lainya ialah memberikan perlindungan terhadap anak korban

perlakuan salah dan penelantaran, bentuk perlindunganya dijelaskan dalam pasal

71 Undang-undang No. 35 Tahun 2014 bahwa:

Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran


sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemeritah dan masyarakat. Setiap
orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan
anak dalam situasi perlakuan salah, dan penelantaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).

46
Bismar Siregar dkk, Hukum dan Hak-hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal.22.
50

Jelas bahwa anak terlantar mendapatkan perlindungan hukum khusus dari

pemerintah, jika merujuk pada pasal 71 UU No. 35 Tahun 2014 tentang

perlindungan hukum terhadap anak terlantar maka salah bentuk perlindunganya

pun dijelaskan bahwa anak terlantar harus mendapatkan pengawasan dari

pemerintah agar terpenuhi semua hak dan kewajiban anak. Penjelasan

pengawasan ini diatur dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2014:

1. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap

warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang

merupakan hak asasi manusia;

2. Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

3. Bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga

wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang

mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak terlantar pemerintah

juga harus melakukan tindakan preventif atau pencegahan terhadap anak agar

tidak menjadi anak terlantar, pencegahan ini harus berbentuk perlindungan kepada

anak yang dilakukan terhadap pemerintah. Kewajiban dan tanggung jawab Negara

dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam UU No 35 Tahun

2014 pasal 21 sampai 24 jika di rangkum ialah:


51

1. Dalam UU diatas tentang kewajiban Negara, pemerintah dalam memberikan

perlindungan terhadap anak ialah Negara, Pemerintah, dan Pemerintah

Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak

Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,

budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik

dan/atau mental serta memiliki tanggung jawab untuk mendukung kebijakan

nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

2. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam

memberikan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan

anak.

3. Negara, pemerintah, dan pemerintah daerah wajib memberikan jaminan

perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak serta memberikan

pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak

4. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk

menjamin anak dalam mempergunakan haknya untuk menyampaikan

pendapat sesuai tingkat kecerdasan anak dan usianya

Berdasarkan beberapa pasal diatas, jelas bahwa Pemerintah sebagai organ

penyelengara negara harus mampu mengemban amanat pasal ini dan harus siap

mengatasi segala permasalahan dengan sebuah strategi-stetegi dan kebijakan yang

jitu sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah. Tugas pemerintah adalah

harus memberikan perlindungan dan pemeliharan terhadap anak terlantar karena

ini adalah merupakan tanggung jawabnya..


52

Setelah mendapatkan pengawasan dan pencegahan anak terlantar harus

mendapatkan perawatan dan rehabilitasi dari pemerintah. Pada pasal 55 Undang-

undang No. 35 Tahun 2014 tentang perawatan anak terlantar dijelaskan kewajiban

atas pemeliharaan dan perawatan anak terlantar yaitu:

(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak

terlantar, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga.

(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.

(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar,

lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2), dapat mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak yang

terkait.

(4) Dalam hal penyelenggaran pemeliharaan dan perawatan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3), pengawasanya dilakukan oleh Menteri Sosial.

Tidak hanya pemerintah yang memiliki kewajiban dalam memberikan

perawatan terhadap anak terlantar, dalam ayat (1) yang dimaksud dengan frasa

dalam lembaga adalah melalui system panti pemerintah dan panti swasta,

sedangkan frasa diluar lembaga adalah system asuhan keluarga/ perseorangan.47

Akan tetapi masalah perlindungan dan pemeliharaan anak khususnya anak

terlantar, bukan semata-mata tanggung jawab negara dan pemerintah saja,

melainkan tanggung jawab kita bersama. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menetukan bahwa “negara, pemerintah,


53

masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab

terhadap penyelengaraan perlindungan anak.

Masyarakat memiliki kewajiban atas perlindungan terhadap anak terlantar.

Adapun kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak

dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan

perlindungan anak, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No 35 Tahun

2014 Pasal 25 menjelaskan bahwa:

(1) Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak

dilaksanakan melalui kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan

Perlindungan Anak.

(2) Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan

pemerhati Anak.”

Tidak hanya masyarakat orang tua dan keluarga juga memiliki kewajiban dan

tanggung jawab dalam usaha perlindungan anak khususnya anak terlantas

sebagaimana dijelaskan pada Pasal 26 Undang-undang No 35 Tahun 2014:

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh,


memelihara, mendidik, dan melindungi Anak; b. menumbuhkembangkan Anak
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya
perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan
penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
(2) Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau
karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih
kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”

47
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak dan
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 146
54

Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota

masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam

situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga negara ikut bertangungjawab terhadap

dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak

merupakan kebahagiaan bersama, kebahagian yang dilindungi adalah kebahagiaan

yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak

dilaksanakan dengan baik dan anak menjadi sejahtera. Kesejahteraan anak

mempunyai pengaruh positif terhadap orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah dan negara. Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Koordinasi kerjasama kegiatan

perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidak seimbangan

kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.

Dalam memberikan perawatan pemerintah, orangtua, keluarga, dan

masyarakat memiliki kewajiban dalam memberikan perlindungan hukum terhadap

anak terlantar agar mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup baik pemenuhan

kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukuiman, pendidikan,

kesehatan, belajar dan berkreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan

terhadap anak terlantar.48

Pemerintah pun harus memberikan upaya terhadap anak terlantar dalam

memenuhi pemeliharaan dan perawatan terhadap anak terlantar Pasal 56 Undang-

undang No. 35 Tahun 2014 menjelaskan:

48
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak dan
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 147
55

(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib

mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat bepartisipasi, bebas

menyatakan pendapat dan berfikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya, bebas

menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan

perkembangan anak, bebas berserikat dan berkumpul, bebas beristirahat,

bermaian, berkreasi, berekreasi, dan berkarya seni budaya, dan memperoleh

sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.

(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan

disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkunganya agar tidak

menghambat dan mengganggu perkembangan anak.

Adapun sanksi yang akan didapatkan oleh orang tua yang melakukan

penelantaran anak menurut aspek yuridis akan dikenakan pasal 77B Dari Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan dari UU No 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yaitu: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 76B (Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,

melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan

penelantaran), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

C. Analisis Perbandingan Perlindungan Anak Hukum Islam Dan Hukum

Positif.

1. Persamaan

Persamaan antara hukum Islam dan hukum positif ialah kewajiban

memeilihara dan melindungi anak adalah kewajiban orang tua dan keluarga dari
56

anak. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hukum islam dan hukum positif

bahwa kewajiban melindungi anak ialah kewajiban orang tua, dalam hukum islam

jika ibu dari anak tidak bisa memelihara dan melindungi anak maka kewajiban

memelihara dan melindungi anak jatuh kepada nenek (ibu dari ibu anak), jika

nenek tidak sanggup atau tidak bisa maka yang berhak memelihara dan

melindungi ialah bibi, kemudian saudara perempuan dan seterusnya.

Dalam hukum positif juga dijelaskan bahwa orang tua memiliki kewajiban

mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak serta wajib menumbuh

kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya serta mencegah

terjadinya perkawinan pada usia anak.

Jika orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau karena

suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,

kewajiban dan tanggung jawab dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Perbedaan

Jika kita cermati perlindungan dan pemeliharaan yang diatur dalam undang-

undang anak dan dalam hukum Islam memang ada beberpa perbedaan yang

terjadi.

Pertama bahwa hukum Islam dalam hal memelihara dan melindungi anak hanya

menjadi kewajiban orang tua dan keluarga saja, akan tetapi negara hanya memiliki

kewajiban untuk membantu memberikan materi agar terpenuhnya kebutuhan anak

tersebut.
57

Sedangkan dalam hukum positif sudah dijelaskan bahwa Negara,

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua, atau Wali

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan

anak, jadi tidak hanya dibebankan terhadap orang tua dan keluarga saja dalam

memberikan perlindungan terhadap anak melainkn seluruh elemen memliki hak

yang sam dalam memberikan perlindungan terhadap anak.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Yang menyebabkan anak menjadi terlantar tidak lepas dari bebrapa factor

yang terjadi sehingga anak menjadi terlantar. Faktor-faktor yang

menyebabkan anak menjadi terlantar pertama ialah faktor keluarga yang

mana keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang sangat berperan

dalam pola dasar anak, berperan dalam menumbuh kembangkan anak

untuk menjadikan anak sebagai generasi pemimpin bangsa. Kedua bahwa

faktor pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak

menjadi terlantar karena dilingkungan masyarakat miskin pendidikan

cenderung ditelantarkan karena krisis kepercayaan pendidikan dan juga

ketidak adaan biaya untuk mendapatkan pendidikan, hal inilah yang

menjadi faktor anak menjadi terlantar. Ketiga faktor sosial, politik dan

ekonomi menjadi faktor penyebab anak menjadi terlantar akibat situasi

krisis ekonomi yang tak kunjung usai, pemerintah mau tidak mau memang

harus menyisahkan anggaran untuk membayar utang dan memperbaiki

kinerja perekonomian jauh lebih banyak dari perlindungan sosial anak. Ke

empat anak menjadi terlantar karena kelahiran diluar pernikahan yang

diatur dalam undang-undang, biasanya seorang anak yang kelahiranya

tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan untuk ditelantarkan dan

bahkan diperlakukan salah. Pada tingkat ekstrim perilaku penelantaran

58
59

anak bisa berupa tindakan pembuanagan anak untuk menutupi aib. Ke

lima ialah faktor ketidak pekaan keluarga dan pemerintah terhadap tumbuh

kembang anak karena kondisi seperti sekarang yang menyebabkan mereka

sibuk dengan urusan masing-masing menyebabkan anak kurang

mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan pemerintah..

Itulah faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi terlantar.

2. Untuk menjauhkan anak dari penelantaran, perlindungan hukum menjadi

hal wajib yang harus dilakukan oleh orang tua, keluarga, masyarakat,

negara, pemerintah dalam menjaga anak agar tidak menjadi terlantar.

Dalam hukum islam dan hukum positif juga memberikan aturan

perlindungan terhadap anak terlantar. Adapun bentuk perlindungan hukum

yang harus diberikan terhadap anak terlantar ialah orang tua, keluarga,

masyarakat, negara dan pemerintah harus memberikan perlindungan

kebutuhan pokok terhadap anak terlantar yang harus dipenuhi antara lain:

sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, kesehatan dan hukum. Juga

harus diberikan perlindungan meliputi hal-hal yang jasmaniah dan

rohaniah. Adapun analisis perbandingan hukum perlindungan anak

terlantar baik dalam hukum Islam dan hukum positif, persamaannya

adalah bahwa dalam hukum Islam dan hukum positif orang tua sama-sama

memiliki kewajiban untuk memelihara dan melindungi anak, kemudian

baik orang tua, keluarga dan masyarakat memiliki kewajiban untuk

mengasuh, mendidik, memlihara, menumbuh kembangkan anak sesuai

dengan kemampuan. Adapun analisis perbedaannya terletak pada


60

kewajiban pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak.

Dan juga bahwa anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya harus diasuh,

dipelihara, dididik dan dilindungi oleh keluarga atau masyarakat atau juga

oleh negara yang memiliki tugas yang sama dengan orang tua anak

tersebut. Perlindungan terhadap anak terlantar menjadi hal yang wajib

yang harus dipenuhi agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik

sebagai generasi penerus bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin

negara Indonesia ini. Kemudian juga dalam undang-undang no 35 tahun

2014 dijelaskan anak harus ditumbuh kembangkan sesuai dengan

kemampuan, bakat, dan minatnya.

B. Saran

1. Ekonomi jangan menjadi alasan orang tua untuk menelantarkan anakknya,

karena anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah terhadap orang tua

untuk dijaga, ditumbuh kembangkan, didik menjadi penerus bangsa,

agama dan negara selanjutnya, karena pemuda hari ini ialah pemimpin

yang akan datang. Orang tua juga harus memberikan waktunya lebih untuk

anak agar anak merasa mendapatkan kasih sayang yang utuh dari orang

tua, jangan sampai anak mencari kasih sayang dari orang lain, apalagi

dizaman sekarang kasih sayang orang tua sangat dibutuhkan untuk

menjaga anak dari pergaulan yang tidak karuan. Orang tua juga harus

memperhatikan pergaulan dan pendidikan anak, sekarang sudah banyak

bantuan-bantuan yang memudahkan orang tua untuk mendidik anak, Ibu


61

adalah pendidikan utama pada anak-anaknya oleh karena itu didiklah anak

menjadi anak yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara.

2. Perlindungan anak itu tanggung jawab semuanya bukan hanya tanggung

jawab orang tua, meskipun yang lebih utama dalam melindungi dan

memelihara anak adalah orang tua kandung anak itu sendiri. Dalam

regulasi yang ada orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara

memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak. Saran yang penulis

berikan ialah semoga regulasi yang sudah dibuat bisa di implementasikan

oleh masyarakat, pemerintah, Negara dan Orang tua khususnya untuk

melindungi anak. Karena pemimpin yang akan datang lahir dari anak yang

kita didik sekarang. Karena hukum atau regulasi yang dijalankan sesuai

aturan menjadi pondasi awal orang tua untuk tidak menelantarkan

anaknya.

3. Untuk menjaga generasi anak yang baik nantinya, menjaga generasi

pemimpin negeri yang akan datang ini semoga orang tua, keluarga,

masyarakat dan pemerintah lebih peka lagi terhadap anak-anak yang akan

menjadi pemimpin negeri ini kelak dengan cara memperhatikan tumbuh

kembang anak, memperhatikan gizi anak, memperhatikan pendidikan

anak, memperhatikan kesehatan anak pun juga harus memperhatikan

pergaulan anak agar anak-anak kita kelak menjadi pemimpin yang

dibutuhkan oleh negeri tercinta ini. Jangan sampai anak kita nantinya

hanya menjadi sampah masyarakat yang tidak ada manfaatnya sama sekali

bagi bangsa dan negara.


62

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazy, Muhammad Qasim. Fathul Qorib dan Tarjamahanya, Husaini

Bandung:2003.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Malang:Gema Insani,2007.

Dikdik, Muhammad, dkk. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (antara

norma dan realita), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007.

Gultom, Maidin. Perlindungan hukum terhadap anak dalam system peradilan

pidana anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2013.

Gosita, Arif. Masalah perlindungan anak. Jakarta: Akademi Pressindo, 1998.

Makaro, Mohammad Taufiq,dkk. Hukum perlindungan anak dan penghapusan

kekerasan dalam rumah tangga.Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013.

Muladi. Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif

hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005.

Mufidah. Haruskan perempuan dan anak dikorbankan? Panduan pemula untuk

pendampingan korban terhadap perempuan dan anak, Malang:PSG

Publishing dan pilar media, 2006

Ronny Kountur, Metode Penelitian (untuk penulisan skripsi dan tesis), cet. II,

Jakarta: PPM, 2004.

Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta.2010.

Sumitro, Irma Setyowati. Aspek hukum perlindungan anak. Jakarta: Bumi Aksara,

1990.
63

Siregar, Bismar, dkk. Hukum dan Hak-hak Anak, Jakarta: Rajawali, 1986

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan

singkat), cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Yango, Huzaemah Tahido. Fiqih Perempuan Kontemporer, PT. Ghalia Indonesia,

Bandung 2010.

KUHP dan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,

Lembaran Negara Republik Indonesia diterbitkan oleh Citra Umbara

Bandung Tahun 2003.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Warta KPAI, edisi 1 Jakarta: 2010.

Artikel PDSKJI, Stop Kkekerasan Pada Anak, I expos pada tanggal 15 Oktober

2015, Sindo.com.

Effendi, Satria. Makna Urgensi dan Kedudukan Nasab Dalam Perspektif

Keluarga Islam, (Artikel jurnal mimbar hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan

DITBINBAPERA islam No 42 tahun X 1999), Hal. 7-9.

Balitbang Diknas. 2004. Satuan Biaya Pendidikan. (Dikutip Oleh Media

Indonesia) Jakarta.

http://wordpress.com. Penelantaran Anak –, Diakses pada 21 Agustus 2015 , pkl

11:25.

http://news.liputan6.com/read/2398135/5-kisah-anak-korban-kekerasan-paling-

memilukan-sepanjang-2015

http://wordpres-faktor penyebab penelantaran anak diakses desember 2015.

http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html.

Diposkan oleh kurniawan ramsen di 6/03/2013

Anda mungkin juga menyukai