Anda di halaman 1dari 136

SANKSI PIDANA BAGI PRAJURIT TNI PEMAKAI NARKOBA

(KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN PUTUSAN PERADILAN


MILITER NOMOR 55-K/PM I-02/AD/IV/2017)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

BURHANUDDIN
NIM: 11150450000042

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ii
iii
ABSTRAK
Burhanuddin. NIM 11150450000042. SANKSI PIDANA BAGI
PRAJURIT TNI PEMAKAI NARKOBA (KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM
DAN PUTUSAN PERADILAN MILITER NOMOR 55-K/PM I-02/AD/IV/2017).
Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H / 2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan mengenai apa saja yang menjadi
faktor pemicu seorang prajurit TNI melakukan tindak pidana penyalahgunaan
narkoba, yang dalam hal ini pelaku menyalahgunakan narkoba jenis sabu-sabu
dengan cara mengkonsumsinya secara langsung. Dalam penelitian ini, penulis juga
menjelaskan pengaturan sanksi pidana bagi prajurit TNI pemakai narkoba dari segi
Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, yang kemudian materi tersebut
penulis jadikan acuan untuk menganalisis putusan hakim terhadap Terdakwa
Muliady sebagai salah satu prajurit TNI yang telah menyalahgunakan narkoba
jenis sabu-sabu pada Pengadilan Militer Medan untuk menentukan sanksi yang
tepat untuk diterapkan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, normatif


pragmatis, dan library research, dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangan, buku-buku, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan
objek kajian. Setelah data diperoleh, penulis menganalisis secara kualitatif data
yang diperoleh terhadap objek kajian (Putusan Nomor 55-K/PM I-
02/AD/IV/2017).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pemicu utama Terdakwa


Muliady mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu yaitu dari faktor dari diri sendiri,
Terdakwa di nilai memiliki kepribadian mental yang lemah. Selain itu, faktor
lingkungan dalam hal ini juga menjadi faktor utama, karena Terdakwa memiliki
pergaulan yang buruk, yang telah mengajaknya untuk mengkonsumsi narkoba
jenis sabu-sabu. Kemudian dalam hal penjatuhan sanksi yang dijatuhkan oleh
Majelis Hakim Militer, seharusnya Terdakwa Muliady dapat dijatuhkan sanksi
yang lebih berat lagi dari putusan yang ada sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, karena mengingat bahwa Terdakwa Muliady merupakan
seorang prajurit TNI yang seharusnya menjadi tauladan bagi masyarakat, dan juga
menjadi pelopor utama negara dalam memerangi segala macam kejahatan narkoba.

Kata Kunci : Sanksi Pidana, Prajurit TNI, Penyalahgunaan Narkoba.

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Yunasril Ali, M.A.


Pembimbing II : Dr. Asmawi, M.Ag.
Daftar Pustaka : 1981 s.d. 2019

iv
KATA PENGANTAR

‫بسم ٰ ّالل الرمحن الرحمي‬

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa Umat Islam dari zaman kebodohan,
hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Dengan selesainya skripsi ini yang berjudul “SANKSI PIDANA BAGI


PRAJURIT TNI PEMAKAI NARKOBA (KAJIAN HUKUM PIDANA
ISLAM DAN PUTUSAN PERADILAN MILITER NOMOR 55-K/PM I-
02/AD/IV/2017)”, yang disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk
menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini
dapat memberikan manfaat keilmuan khususnya di Fakultas Syari’ah dan Hukum
Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah). Karya ini tidaklah dapat
terselesaikan tanpa adanya dukungan dari kawan-kawan serta pihak-pihak yang
terkait dalam memberikan dukungan dan memberikan sumbangsih ide serta waktu
untuk berdiskusi dengan penulis. Oleh karena itu, penulis merasa sangat perlu
untuk mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan kepada :

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, S.Ag, S.H, M.H, M.A, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Qosim Arsadani, M.A., selaku Ketua Prodi Hukum Pidana Islam
yang selalu berkenan meluangkan waktu dan mencurahkan segala
perhatiannya untuk memberikan pencerahan serta pengarahan yang
begitu baik bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Mohammad Mujibur Rohman, M.A, selaku Sekretaris Prodi
Hukum Pidana Islam, yang telah banyak membantu penulis
menyelesaikan penulisan skripsi ini, menjadi tempat untuk bercerita

v
jika terdapat kendala selama penulisan skripsi ini, juga banyak
membantu dalam hal mengurus administrasi yang penulis butuhkan.
4. Ketua Prodi Hukum Pidana Islam periode tahun 2015-2019 yakni
Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., yang selama kepemimpinannya
merupakan pribadi yang baik, tegas dan humoris kepada penulis.
5. Sekretaris Prodi Hukum Pidana Islam periode tahun 2015-2018 yakni
Bapak Nurohim Yunus, L.LM., yang merupakan pribadi yang baik, dan
selama masa pengabdiannya senantiasa membantu dan memberikan
solusi kepada penulis.
6. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya,
sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.
7. Bapak Prof. Dr. H. Yunasril Ali, M.A. dan Dr. Asmawi, M.Ag., selaku
dosen pembimbing yang senantiasa sabar, peduli, dan selalu
memberikan pengarahan yang begitu baik bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibu Dr. Isnawati Rais, M.A., selaku dosen Penasihat Akademik yang
dalam hal ini selalu memberikan arahan dan motivasi demi
terselesainya skripsi ini.
9. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang banyak mencurahkan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama menjalani masa pendidikan
berlangsung.
10. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Bapak (Alm) H. Abdillah
Wasjud dan Ibunda tercinta Ibu Sapuro, yang selalu memberikan
dukungan, semangat, nasihat, dan doa yang tiada henti-hentinya selama
penulis menempuh kuliah Strata 1 (S1). Semoga diberikan umur yang
panjang dan kesehatan selalu oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

vi
11. Siti Suhhailah, sebagai kakak penulis yang dalam hal ini banyak
membantu dan memberikan solusi kepada penulis hingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
12. Maulana Hasanuddin, selaku om penulis yang dalam hal ini tidak henti-
hentinya memberikan arahan dan nasihat kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi kuliah Strata 1 (S1).
13. Kawan-kawan Hukum Pidana Islam Angkatan 2015, yang selama di
bangku perkuliahan selalu mengajarkan arti sebuah pertemanan, yang
selalu ada di saat suka, duka, ceria, tawa, dan bahagia kepada penulis.
Terimakasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita alami
bersama, semoga kelak kita dipertemukan kembali sebagai orang yang
sukses di berbagai posisi.
14. Sahabat seperjuangan NANO-NANO CREW (NNC), Sahabat (Ali
Maksum Asngari, Muhammad Galih Prakoso, Riyadhul Fikri,
Muhammad Nur Oktapian, Awaludin Fikri, Muhammad Rifqi Adjomi,
Muhammad Aldi Fayed S. Arief, Hasin Abdullah, Muhammad Anggi
Prabowo, Adam Ridho Muzakki, Kaharudin Aldian Saputra dan Rifqi
Faris) yang dalam hal ini telah memberikan arti sebuah persahabatan.
Suka, duka, dan tertawa bersama sudah menjadi hal yang rutin untuk
dilakukan, dan menjadi sebuah penghibur dikala penat melanda penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sahabat atas dukungan,
motivasi, dan nasihat yang selama ini telah dicurahkan, semoga kita
dapat dipertemukan kembali sebagai orang yang sukses dengan
pekerjaan yang ditekuni.
15. Seluruh anggota organisasi penulis, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum (PMII
KOMFAKSYAHUM), yang telah banyak memberikan sebuah proses
dan pengalaman dalam keorganisasian kepada penulis.
16. Seluruh anggota Kuliah Kerja Nyata penulis, yakni kawan-kawan KKN
MENARA 009, yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

vii
17. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga selain ucapan


Alhamdulillahirabbil ‘Alamiin dan Terima Kasih yang sebesar-besarnya. Besar
harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca pada umumnya, Aamiin yaa Rabbal ’aalamiin...

Jakarta, 22 Desember 2019 M


25 Rabi’ul Akhir 1441 H

Burhanuddin

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... i


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

BAB I: PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ..................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 6
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ....................................................... 7
F. Metode Penelitian...................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 11

BAB II: SISTEM PEMIDANAAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM....... 13


A. Kerangka Konsep dan Teori...................................................... 13
B. Tindak Pidana (Jarimah) Menurut Hukum Pidana Islam ......... 19
1. Pengertian Jarimah ............................................................. 19
2. Dasar Hukum Jarimah ........................................................ 20
3. Unsur-unsur Jarimah .......................................................... 22
4. Bentuk-bentuk Jarimah ....................................................... 23
C. Hukuman (Uqubah) Menurut Hukum Pidana Islam ................. 24
1. Pengertian Uqubah .............................................................. 24
2. Dasar Hukum Uqubah......................................................... 25
3. Syarat-syarat Uqubah .......................................................... 26
4. Macam-macam Uqubah ...................................................... 27
5. Tujuan Uqubah ................................................................... 30
D. Konsep Uqubah Syurb al-Khamr (Meminum Minuman Keras) ........ 31

ix
BAB III: PENGATURAN SANKSI PIDANA BAGI PRAJURIT TNI
PEMAKAI NARKOBA MENURUT HUKUM PIDANA
POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM................................ 35
A. Tindak Pidana Dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)............. 35
1. Pengertian Tindak Pidana ................................................... 35
2. Unsur-unsur Tindak Pidana................................................. 36
3. Pengertian TNI .................................................................... 37
4. Fungsi TNI .......................................................................... 39
5. Tugas Pokok TNI ................................................................ 39
B. Pengaturan Tindak Pidana Militer Dan Sanksi Pidana Yang
Terdapat Dalam Hukum Pidana Militer Indonesia ................... 40
1. Pengertian dan Jenis-jenis Tindak Pidana Militer ............... 40
2. Ketentuan Hukum Pidana Militer ....................................... 42
3. Ketentuan Sanksi Pidana Militer Dalam Hukum Pidana
Militer.................................................................................. 43
C. Pengertian Penyalahgunaan Narkoba Dalam Undang-Undang ........ 45
1. Pengertian Narkoba ............................................................. 45
2. Jenis-jenis Narkoba ............................................................. 47
3. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba............................ 51
D. Pandangan Hukum Islam Mengenai Sanksi Pemakai Narkoba ........ 58
1. Definisi Narkoba Dalam Islam............................................ 58
2. Konsep Dasar Status Keharaman Narkoba Dalam Islam .... 61
3. Pandangan Ulama Dalam Mengharamkan Narkoba ........... 73
4. Sanksi Pidana Pemakai Narkoba Menurut Hukum Pidana
Islam .................................................................................... 75

BAB IV: ANALISIS PUTUSAN PERADILAN TENTANG


PENYALAHGUNAAN NARKOBA OLEH PRAJURIT TNI.......... 83
A. Tinjauan Tentang Susunan Pengadilan Dan Proses Penyelesaian
Perkara Dalam Lingkungan Peradilan Militer .......................... 83
1. Susunan Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan

x
Militer.................................................................................. 83
2. Proses Penyelesaian Perkara Dalam Lingkungan
Peradilan Militer.................................................................. 84
B. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkoba Oleh Anggota TNI Berdasarkan
Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan Nomor
55-K/PM I-02/AD/IV/2017....................................................... 87
1. Posisi Kasus ........................................................................ 87
2. Tuntutan Hukum Oditur Militer .......................................... 89
3. Amar Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan ................... 90
C. Analisis Putusan Menurut Hukum Pidana Positif Dan Hukum
Pidana Islam .............................................................................. 91

BAB V: PENUTUP.................................................................................... 100


A. Kesimpulan ............................................................................. 100
B. Rekomendasi ........................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 103

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal ini
ditegaskan dalam pernyataan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) yang
menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Membicarakan
hukum pidana berarti tidak terlepas dari permasalahan pokok dalam hukum pidana
itu sendiri. “Hukum pidana apabila dipandang secara objektif, di dalamnya ada
tiga permasalahan pokok, yaitu: (1) Perbuatan yang dilarang; (2) Seseorang atau
perusahaan (korporasi) yang melakukan perbuatan yang dilarang itu; (3) Pidana
yang diancamkan dan dikenakan kepada seseorang atau perusahaan (korporasi)
yang melanggar larangan itu.1

Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa “hukum pidana, sebagai objek


ilmu hukum pidana, pada dasarnya lebih merupakan objek yang abstrak”. 2 Objek
hukum pidana yang lebih konkrit, sama dengan ilmu hukum pada umumnya, ialah
tingkah laku (perbuatan) manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Hanya
saja yang menjadi objeknya ialah perbuatan manusia yang termasuk di dalam
ruang lingkup sasaran (adressat) dari hukum pidana itu sendiri, perbuatan dari
warga masyarakat pada umumnya maupun perbuatan dari penguasa / aparat
penegak hukum.

Dalam hal penegakan hukum di bidang pidana haruslah benar-benar


diperhatikan, sebab seringkali muncul adanya kejahatan-kejahatan baru yang
dahulu belum di atur di dalam undang-undang, seperti kejahatan kartu kredit,
kejahatan dunia maya, yang pada tahun 2008 barulah di buat undang-undang yang
mengakomodir semua bentuk kejahatan dunia maya, yakni Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008. Yang kemudian diperbarui menjadi Undang-Undang

1
Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Hukum Pidana, (Surakarta: Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005), hlm. 5.
2
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana
(Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia), Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu
Hukum Pidana Fakultas Hukum UNDIP, (Semarang, 25 Juni 1994), hlm. 3 dst.

1
2

Nomor 19 Tahun 2016. Bahkan untuk kejahatan-kejahatan yang telah di atur


dalam perundang-undangan pun sering mengalami perkembangan, seperti
kejahatan (tindak pidana) di bidang narkotika dan obat-obatan terlarang, seperti
dulu hanya dikenal yang namanya candu, tetapi dalam perkembangannya sekarang
muncul seperti heroin, morfin dan belum lagi hasil dengan bahan kimia yang
menghasilkan bahan seperti sabu-sabu (amphetamine) dan lain sebagainya (yang
tergolong psikotropika).

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, maka semakin banyak pula


fenomena-fenomena ataupun masalah-masalah yang akan di hadapi di dunia ini.
Permasalahan dalam bidang ekonomi, sosial, kesehatan, dan lain sebagainya. Salah
satunya yang akan saya bahas yakni berkaitan dengan masalah kesehatan, yakni
suatu barang yang dapat bermanfaat bagi tubuh kita jika memang kita
mengkonsumsi nya secara benar dan sesuai ukuran, atau bahkan sebaliknya yakni
bisa menimbulkan suatu kemudharatan bagi yang mengkonsumsinya secara
berlebihan tanpa memperhatikan dosis dan efek yang akan di timbulkan nantinya.

Pada dasarnya, Narkoba hanya diperbolehkan digunakan dalam dunia


kesehatan yakni berguna untuk beberapa pengobatan. Apalagi di zaman yang
modern seperti ini, Narkoba juga dapat dimanfaatkan sebagai alat pembiusan bagi
seorang dokter kepada pasiennya yang akan melakukan proses operasi. Akan
tetapi, akhir-akhir ini kasus yang berhubungan dengan zat yang bermanfaat
tersebut berubah menjadi suatu zat atau barang yang menimbulkan kemudharatan
dan menimbulkan efek yang sangat berbahaya bagi penggunanya.

Hal ini disebabkan karena banyak sekali orang-orang yang mengkonsumsi


Narkoba dalam jumlah yang tidak terbatas tanpa memikirkan efek yang akan di
timbulkan nantinya. Bahkan sudah banyak sekali orang-orang yang mengalami
ketergantungan akibat seringnya mengkonsumsi barang tersebut. Penelitian ini
berawal dari kegelisahan akademik penulis tentang maraknya kasus tindak pidana
yang berkaitan dengan bermacam-macamnya penyalahgunaan obat-obatan yang
beberapa tahun ini sangat banyak sekali kasusnya.
3

Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak terlepas dari godaan
narkoba. Saat ini di Indonesia pelaku penyalahgunaan narkoba hampir semua
kalangan. Mulai dari artis, Anggota Dewan, pegawai negeri sipil, pilot,
mahasiswa, pelajar, polisi hingga anggota TNI terjerat kasus narkoba. Tentunya
hal tersebut menjadi perhatian kita semua bahwa bahaya narkoba telah masuk ke
sendi-sendi anak bangsa.

Padahal telah kita ketahui bahwasanya para prajurit TNI merupakan suatu
elemen terpenting di dalam sistem keamanan dan pertahanan pada suatu negara.
Banyaknya kasus pidana yang terjadi pada seorang militer merupakan suatu tugas
untuk para penegak hukum agar penegakan hukum di bidang Hukum Militer
semakin dimaksimalkan. Karena dirasa seorang militer adalah alat pertahanan
negara, dimana militer yang seharusnya menjaga ketentraman dan keamanan
negara berdasarkan dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara
Nasional Indonesia, malah berbuat suatu tindakan yang bertentangan dengan
hukum.3

Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian dari masyarakat umum yang


dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas dan pembelaan negara.
Selain itu TNI dibatasi oleh undang-undang dan peraturan militer sehingga semua
perbuatan yang dijalani harus berdasarkan pada landasan undang-undang dan
peraturan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang
amat berat dan khusus maka TNI di didik dan di latih untuk mematuhi perintah-
perintah atau putusan dan melaksanakannya dengan tepat dan berdaya guna.4

Telah banyak pula beberapa penelitian ilmiah mulai dari skripsi hingga
tesis yang membahas tentang beberapa prajurit TNI yang telah terjerumus ke
dalam tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Akan tetapi, dari sekian banyak
hasil penelitian tersebut ternyata masih hanya membahas sebatas sanksi yang

3
Suhadi, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional Tentang Militer
dan Bela Negara, Badan Pembinaan Hukum Nasional Tentang Hukum Militer dan Bela Negara,
(Jakarta, 1996), hlm. 2.
4
Suhadi, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional Tentang Militer
dan Bela Negara, Badan Pembinaan Hukum Nasional Tentang Hukum Militer dan Bela Negara,
(Jakarta, 1996), hlm. 4.
4

dijatuhkan dari segi Hukum Positif nya saja. Padahal telah kita ketahui jauh
sebelum Hukum Positif diberlakukan di dunia, maka telah ada ketentuan Hukum
Islam yang datangnya dari Allah SWT yang lebih jauh telah mengakomodir
berbagai permasalahan pada masanya.

Pada penelitian kali ini, penulis akan mengangkat sebuah kasus


penyalahgunaan narkoba yang pelakunya salah satu prajurit TNI bernama
Muliady, yang mana perkaranya sudah tercantum di dalam Putusan Pengadilan
Militer Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017. Terdakwa merupakan seorang prajurit
TNI berpangkat Serda dan menjabat Babinsa Ramil 04/Labuhan Bilik di Asmil
Kodim 0209/LB di daerah yang bernama Rantauprapat, Medan, Sumatera Utara.
Terdakwa menyalahgunakan narkoba jenis sabu-sabu dengan cara dihisap
menggunakan alat dari pipa kaca dan botol bekas.

Oleh karena itu, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
dalam konteks yang sama yaitu penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh
prajurit TNI. Namun disini penulis mencoba untuk menyajikan pembahasan yang
agak berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya, yaitu penulis mencoba untuk
menambahkan sanksi pidana yang dijatuhkan dari segi Hukum Pidana Islam. Dan
dengan adanya penelitian ini saya berharap agar para penguasa ataupun hakim
nantinya dapat membandingkan dan menyetarakan sanksi yang akan dijatuhkan
kepada para pelaku, baik dari segi Hukum Positif nya maupun segi Hukum Islam
nya.

Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk


melakukan penelitian skripsi yang berjudul “SANKSI PIDANA BAGI
PRAJURIT TNI PEMAKAI NARKOBA (Kajian Hukum Pidana Islam Dan
Putusan Peradilan Militer Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Masalah perbedaan pemberian hukuman terhadap pemakai Narkoba itu
terjadi karena sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku bertumpu pada jenis-jenis
5

golongan Narkoba yang mereka konsumsi ataupun disalahgunakan. Oleh sebab


itu akan dikumpulkan alternatif-alternatif penyebab dari masalah tersebut yang
nantinya akan di teliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti. Masalah
yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian kali ini, masalah yang menjadi penyebab salah


seorang prajurit TNI yang telah menyalahgunakan narkoba yaitu
karena faktor kepribadian pelaku dan juga faktor pergaulan yang
tidak baik.
2. Penulis menilai sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim
terhadap Terdakwa masih terbilang ringan.
3. Kurangnya perhatian dari pihak keluarga pelaku yang seharusnya
selalu mengingatkan Terdakwa agar selalu menjauhi semua bentuk
penyalahgunaan narkoba. Dan juga kurangnya ketegasan dari pihak
atasan si pelaku di lingkup TNI.
4. Terdapat pertimbangan hakim yang tidak komprehensif dalam
memutuskan sanksi pidana penyalahgunaan narkotika di dalam
putusan Pengadilan Militer Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017.

2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis hanya akan memfokuskan terhadap
pertimbangan hakim yang tidak komprehensif, dan juga penjatuhan sanksi oleh
Majelis Hakim yang penulis nilai masih terbilang ringan dalam putusan
Pengadilan Militer Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017 menurut ketentuan
Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi dan Pembatasan yang telah di tulis di atas,
maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Mengapa terjadi pertimbangan hakim yang tidak komprehensif


dalam menjatuhkan sanksi terhadap prajurit TNI pemakai narkoba
berdasarkan putusan Peradilan Militer Nomor 55-K/PM I-
6

02/AD/IV/2017 menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana


Islam ?

Kemudian rumusan masalah tersebut penulis buat dalam bentuk


Pertanyaan Penelitian sebagai berikut :

1. Mengapa terjadi pertimbangan hakim yang tidak komprehensif


terhadap putusan Pengadilan Militer Nomor 55-K/PM I-
02/AD/IV/2017 ?
2. Mengapa sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap
Terdakwa masih terbilang ringan ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab pertimbangan hakim yang tidak
komprehensif terhadap putusan Pengadilan Militer Nomor 55-K/PM I-
02/AD/IV/2017.
2. Untuk mengetahui penjatuhan sanksi yang tepat yang akan dijatuhkan
terhadap Terdakwa menurut ketentuan Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam.

D. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat digunakan dan bermanfaat dalam
penegakan hukum, sehingga memberikan kemanfaatan dan keadilan bagi
masyarakat, antara lain :

1. Manfaat Teoritis :
a. Untuk menambah khazanah perpustakaan.

b. Memberikan suatu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas


akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta secara khusus dan masyarakat secara
umum.

c. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi


pengembangan hukum khususnya yang berhubungan dengan
7

pertanggungjawaban pemidanaan penyalahgunaan narkoba di


Indonesia.

d. Untuk menjadi acuan bagi para mahasiswa dalam melakukan


penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis :
a. Memberikan kegunaan bagi para praktisi-praktisi hukum dalam
menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba.
b. Agar pemerintah dapat terus memerangi segala bentuk
kejahatan narkotika di negera Indonesia ini.
c. Agar masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mencegah
maraknya kejahatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan
narkoba.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu


Pada penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian terdahulu
seperti skripsi, tesis, dan juga jurnal-jurnal hukum yang didalam nya mencakup
materi yang akan dibahas yang kemudian penulis jadikan sebagai bahan
pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Adapun kajian terdahulu
yang menjadi acuan antara lain :

Tari Mujoko, dalam tesis nya yang berjudul “Analisis Penegakan


HukumTerhadap Anggota TNI – Angkatan Darat Yang Terlibat Dalam Tindak
Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Hukum Denpom I/1 Pematangsiantar)”,
berkesimpulan bahwa seorang anggota militer yang telah menyalahgunakan
narkoba tidak bisa terlepas dari berbagai faktor-faktor yang dapat dianggap
sebagai pemicu utama, seperti faktor sosial, ekonomi, dan sebagainya.5

Tumbur Palti D. Hutapea, dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan


Rehabilitasi Medis Dan Sosial Bagi Prajurit TNI Dalam Putusan Pengadilan”,
berkesimpulan bahwa konsep dari rehabilitasi, baik itu medis maupun sosial

5
Tari Mujoko, Tesis: Analisis Penegakan HukumTerhadap Anggota TNI – Angkatan
Darat Yang Terlibat Dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Hukum Denpom I/1
Pematangsiantar), (Medan: Universitas Medan Area, 2014).
8

haruslah melewati beberapa proses terlebih dahulu yaitu, penyusunan regulasi


khusus agar penetapan rehabilitasi medis maupun sosial dapat diterapkan kepada
para anggota TNI yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.6

Fransiska Novita Eleanora, dalam penelitiannya yang berjudul “Bahaya


Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan Dan Penanggulangannya”,
berkesimpulan bahwa pencegahan dan penanggulangan narkoba merupakan usaha-
usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat luas, agar dapat
mewujudkan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya, khususnya dibidang
pengobatan dan pelayanan kesehatan, serta perlu adanya pengawasan yang ketat
dalam penggunaan suatu obat-obatan agar tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang yang berlaku.7

Rustam, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Yuridis Penerapan


Sanksi Dari Instansi Kepolisian Terhadap Anggota Kepolisian Yang
Menyalahgunakan Narkotika”, berkesimpulan bahwa jika seorang anggota
kepolisian melakukan penyalahgunaan narkotika maka terdapat alternatif beberapa
sanksi yang dapat dijatuhkan, antara lain seperti: 1). Dijerat dengan Peraturan
Kepolisian, 2). Dibawa ke sidang profesi atau sidang disiplin dimana dalam hal ini
ancaman hukuman dijatuhkan sesuai dengan hasil keputusan sidang, 3).
Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Jika oknum tersebut dijatuhkan
hukuman oleh Hakim dengan hukuman 5 (tahun) penjara atau lebih maka oknum
tersebut dapat dipecat dari instansi tetapi jika hukuman yang dijatuhkan kurang
dari 5 (lima) tahun maka oknum tersebut dapat dipertimbangkan lagi oleh instansi,
dan 4). Penurunan pangkat.8

Aditia Purnama Tarigan, dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian


Hukum Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anggota Militer Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009”, berkesimpulan bahwa seorang anggota

6
Tumbur Palti D. Hutapea, Penerapan Rehabilitasi Medis Dan Sosial Bagi Prajurit TNI
Dalam Putusan Pengadilan. Jurnal Hukum dan Peradilan. Vol. 7 No. 1, Maret 2018.
7
Fransiska Novita Eleanora, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan
Dan Penanggulangannya. Jurnal Hukum. Vol XXV. No. 1, April 2011.
8
Rustam, Analisis Yuridis Penerapan Sanksi Dari Instansi Kepolisian Terhadap Anggota
Kepolisian Yang Menyalahgunakan Narkotika. Jurnal PETITA. Vol. 3. No. 2, Desember 2016.
9

militer yang terbukti telah menyalahgunakan narkotika maka dapat diberhentikan


dari pekerjaannya secara tidak hormat. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan telah diatur pula dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang kedisiplinan para anggota TNI.9

Berdasarkan acuan dari beberapa bahan penelitian yang telah dikemukakan


di atas, disini penulis mencoba untuk membandingkan dan menambahkan. Penulis
mencoba membandingkan dari beberapa alternatif sanksi yang dapat dijatuhkan
terhadap para prajurit TNI yang menyalahgunakan narkoba, dan disisi lain penulis
juga menambahkan dari aspek sanksi Hukum Pidana Islam nya yang kebanyakan
dari beberapa penelitian diatas belum ada yang membahasnya.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis
normatif, normatif pragmatis, yaitu metode atau cara yang digunakan dalam
penelitian bahan pustaka yang ada dan sumber datanya melalui penelitian buku
yang relevan dengan persoalan pertanggungjawaban pidana dalam kasus tindak
pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI. Norma-
norma, kaidah-kaidah, atau asas-asas dalam prinsip yang terkandung dalam
perudang-undangan, landasan filosofi dan sosiologis dan yuridis. Dengan
demikian, penulis mencoba mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber
pustaka atau bacaan-bacaan yang kemudian penulis paparkan dan jelaskan.10

2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Yaitu penelitian yang menghasilkan kesimpulan berupa data yang
menggambarkan secara rinci, bukan data yang berupa angka-angka. Hal ini
karena pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

9
Aditia Purnama Tarigan, Kajian Hukum Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Oleh
Anggota Militer Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Jurnal Lex Crimen. Vol. VI. No.
3, Mei 2017.
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.
10

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.11

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah studi
dokumenter, yaitu penulis mencari dan mengumpulkan beberapa bahan dan
sumber bacaan, baik itu di perpustakaan ataupun di dalam jurnal ilmiah yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menelaah terhadap bahan pustaka yang bersifat:

a. Data primer: yaitu sumber data yang menjadi rujukan utama


penelitian ini adalah Al-Qur’an, Hadits, Kitab-kitab Fiqh Jinayah,
putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 (tentang Narkotika), Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Militer, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1997 (tentang Sistem Peradilan Militer), dan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
b. Data sekunder: yaitu juga digunakan sumber-sumber berupa aturan
hukum Islam dan hukum positif, serta karya-karya hukum yang
berkenaan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang
dilakukan oleh prajurit TNI. Dan terdapat juga buku-buku, jurnal,
karya tulis ilmiah atau artikel yang berkaitan dengan judul
penelitian.

4. Analisis Data
Pada penelitian ini, analisis data yang penulis gunakan yaitu analisis
deskriptif kualitatif, dimana peneliti selain mengolah dan menyajikan data,
juga melakukan analisis data kualitatifnya.12 Penulis melakukan penelitian
secara deskriptif mengenai sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan

11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 4.
12
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), hlm. 125.
11

penyalahgunaan narkoba dan kemudian mencoba untuk menganalisisnya. Data


yang digunakan yaitu data-data yang memuat teori dan penjelasan.
Hal ini dimaksudkan agar dapat mensinergikan antara beberapa data
yang telah didapatkan dengan berbagai literatur maupun data-data lain yang
telah dipersiapkan.

5. Teknik Penulisan
Penyusunan penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yang
merujuk kepada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
terbit 2017.

G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, yang pada masing-masing bab
tersebut mempunyai sub-sub bab. Secara sistematis bab-bab tersebut terdiri dari :

Bab I, yaitu merupakan bagian yang mencakup mengenai struktur


penulisan penelitian, yang di dalamnya terdapat latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode
penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, yaitu membahas mengenai studi pustaka yang menjelaskan


mengenai sistem pemidanaan dalam Hukum Pidana Islam, yang mencakup definisi
dari Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), definisi jarimah beserta macam-
macamnya, serta konsep uqubah di dalam Hukum Pidana Islam.

Bab III, yaitu menguraikan mengenai pengaturan sanksi pidana bagi


anggota TNI menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

Bab IV, yaitu memaparkan mengenai susunan yang ada di pengadilan


militer dan juga proses penyelesaian perkara di lingkungan peradilan militer,
menganalisis putusan hakim Nomor 55-K/PM I 02/AD/IV/2017, serta
12

menjabarkan pertimbangan hakim dan analisis menurut Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam.

Bab V, yaitu merupakan bab penutup yang berisi mengenai kesimpulan


dari seluruh pembahasan materi yang telah diuraikan di dalam bab-bab
sebelumnya dan juga terdapat beberapa rekomendasi yang sekiranya penulis perlu
sampaikan.
BAB II
SISTEM PEMIDANAAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Kerangka Konseptual dan Teori


Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang di bangun
berdasarkan hasil-hasil studi empiris terdahulu sebagai pedoman dalam melakukan
penelitian.1

Adapun mengenai kerangka konsep yang akan penulis gunakan pada


penelitian ini mencakup :
1. Sanksi; yaitu suatu langkah hukuman yang dijatuhkan oleh negara atau
kelompok tertentu karena terjadi pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok.
2. Pidana; yaitu suatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana telah
dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu
putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.
3. Prajurit; yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan di angkat
oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas
keprajuritan.
4. TNI (Tentara Nasional Indonesia); yaitu nama sebuah angkatan perang
dari negara Indonesia.
5. Pemakai Narkoba; yaitu orang yang menggunakan zat atau obat yang
berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
6. Putusan Peradilan; yaitu pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas

1
Kusumayati, Materi Ajar Metodologi Penelitian. Kerangka Teori, Kerangka Konsep dan
Hipotesis, (Depok: Universitas Indonesia, 2009), hlm. 15.

13
14

dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di atur
dalam undang-undang.

Dalam membahas permasalahan penelitian didasarkan pada kerangka


teoritik yang merupakan landasan teoritis, dan landasan ini adalah upaya untuk
mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, azas-azas
hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas
permasalahan penelitian.2 Kerangka teori adalah berupa uraian tentang dasar teori
atau model yang digunakan sebagai acuan penelitian.

Sebagai suatu kegiatan ilmiah, maka dalam suatu penelitian diperlukan


teori yang berupa asumsi, konsep, definisi dana proposisi untuk menerangkan
suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep.3 Teori-teori yang akan penulis gunakan yaitu :

1. Teori Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Positif


Pemidanaan adalah tahap penetapan sanksi atau pemberian sanksi
dalam hukum pidana atau dapat dikatakan sebagai penghukuman. Secara
sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum
yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku.4

Menurut Prof. Sudarto bahwa istilah “penghukuman” dapat


disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang
kerap kali bersinonim dengan “pemidanaan” yang biasa disebut sebagai
pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam arti
yang demikian, mempunyai makna sama dengan sentence atau

2
Supasti Dharmawan Ni ketut, Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm. 6.
3
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 8.
4
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 6.
15

voorwaardelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat


atau di pidana bersyarat.5

Pemidanaan bisa kita artikan sebagai sanksi dalam pelanggaran


hukum, kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum. Sedangkan
pemidanaan diartikan sebagai penghukuman. Secara tradisional teori-teori
pemidanaan (dasar-dasar pembenaran dan tujuan pidana) pada umumnya
dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

a. Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings),


yaitu setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana (tidak boleh
tidak, tanpa tawar menawar). Seseorang mendapat pidana
karena telah melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat
apapun yang mungkin timbul dari dijatuhkannya pidana.6 Maka,
pemberian pidana disini ditujukan sebagai bentuk pembalasan
terhadap orang yang telah melakukan kejahatan atau sebagai
bentuk pembalasan yang diberikan oleh negara yang bertujuan
untuk memberikan efek jera bagi penjahat, akibat dari
perbuatannya.

b. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen), yaitu


berprinsip terhadap penjatuhan pidana, guna menyelenggarakan
tertib masyarakat, yang bertujuan untuk membentuk suatu
prevensi kejahatan atau upaya agar dikemudian hari kejahatan
yang telah dilakukan tidak terulang lagi.7

2. Teori Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Islam


a. Teori absolut atau teori pembalasan

5
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: PT
Alumni, 2010), Cet IV, hlm. 1.
6
Wirjono Prodjodikiro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2008), hlm. 23.
7
Djoko Prakoso, Hukum Panitensier di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hlm. 47.
16

Teori pembalasan di dalam Hukum Pidana Islam adalah qisash,


secara etimologi qisash berasal dari kata ‫صاص‬
َ ِ‫ ق‬- ‫ص‬ َّ َ‫ ق‬yang
ُّ َ‫ص – يُق‬
berarti ‫ تَتَبَّ َعه‬mengikuti, menelusuri jejak atau langkah. Adapun qisash
secara terminologi yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum)
kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku
tersebut kepada korban.8 Qisash juga diartikan dengan menjatuhkan
sanksi hukum kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak
pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh
dibalas dengan anggota tubuh. Jadi, didalam Hukum Islam pada
hukuman qisash menerapkan teori pembalasan juga.

b. Teori relatif atau teori tujuan


Di dalam Hukum Pidana Islam juga terdapat teori tujuan atau
teori relatif yaitu dalam sanksi ta’zir, ta’zir merupakan bentuk masdar

َ yang secara etimologis berarti ُّ‫ َواال َم ْن ُّع الرَّ د‬yaitu


dari kata ‫عزَ َر – يُ ْع ِز ُر‬
menolak atau mencegah.9 Tujuan dan syarat sanksi ta’zir diantaranya
sebagai berikut :

1) Preventif (pencegahan) yang ditujukan kepada orang lain


yang belum melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
2) Represif (membuat pelaku jera) yang dimaksudkan agar
pelaku tidak mengulangi perbuatan jarimah dikemudian
hari.
3) Kuratif (islāh) ta’zir mampu membawa perbaikan perilaku
terpidana dikemudian hari.
4) Edukatif (pendidikan), ta’zir diharapkan dapat mengubah
pola hidupnya ke arah yang lebih baik.

8
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta, Amzah, 2015), hlm. 4.
9
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta, Amzah, 2015), hlm. 136.
17

3. Teori Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan


Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama, ialah berupa
penderitaan. Perbedaannya hanya terletak, penderitaan pada tindakan lebih
kecil atau ringan dari pada penderitaan yang diakibatkan oleh penjatuhan
pidana. Menjalani pendidikan/pembinaan anak karena putusan hakim yang
menjatuhkan tindakan adalah lebih ringan dari pada menjalani pidana
penjara.
a. Sanksi Pidana
Sanksi Pidana didefnisikan sebagai suatu penderitaan yang
sengaja diajtuhkan/diberikan oleh Negara pada seseorang atau
beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas
perbuataannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.10
Beberapa jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan yaitu: 1).
Pidana Pokok (berupa pidana mati, pidana penjara, pidana
kurungan, pidana denda dan pidana tutupan), dan 2). Pidana
Tambahan (berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan
barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim).

b. Sanksi Tindakan
Sanksi Tindakan merupakan penjatuhan sanksi tindakan
kepada seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memberikan
pembinaan, perawatan dan tindakan tertentu lainnya.

4. Teori Interpretasi Hukum Dalam Hukum Positif


Menurut Sudikno Mertokusumo, interpretasi atau penafsiran
merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan
penjelasan luas tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup kaidah
dalam undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum
tertentu. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju

10
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 24.
18

kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai


peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkret. Tujuan akhir penjelasan
dan penafsiran aturan tersebut untuk merealisasikan fungsi agar hukum
positif itu berlaku.11
Arti penafsiran sebagai suatu kesimpulan dalam usaha memberikan
penjelasan atau pengertian atas suatu kata atau istilah yang kurang jelas
maksudnya, sehingga orang lain dapat memahaminya, atau mengandung
arti pemecahan atau penguraian akan suatu makna ganda, norma yang
kabur (vage normen), antinomi hukum (konflik norma hukum), dan
ketidakpastian dari suatu peraturan perundang-undangan. Tujuannya tidak
lain adalah mencari serta menemukan sesuatu hal yang menjadi maksud
para pembuatnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode interpretasi adalah metode
untuk menafsirkan teks perundang-undangan yang tidak jelas, agar
perundang-undangan tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret
tertentu. Ajaran interpretasi dalam penemuan hukum ini sudah lama
dikenal yang disebut dengan hermeneutika yuridis. Metode interpretasi
meliputi (interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis, interpretasi
historis, interpretasi sosiologis, interpretasi komparatif, interpretasi
antisipatif, interpretasi restriktif, interpretasi ekstensif, interpretasi
subsumtif, interpretasi interdisipliner dan interpretasi multidisipliner).12

5. Teori Interpretasi Hukum Dalam Hukum Islam


Sumber Hukum Islam merupakan istilah baru di kalangan para ahli
fiqh. Istilah ini kita jumpai pada kitab-kitab ushul fiqh yang terbit pada
akhir abad ke-14 Hijriyah, atau pertengahan abad ke-20 Masehi, seperti
kitab 'Ilm Usulal-Fiqh karya ‘Abd al-Wahhab Khallaf. Pada kitab tersebut
disebut masadir al-ahkam, yang berarti sumber-sumber hukum. Kata

11
Sudikno Mertokusumo dan A.Pitlo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 13.
12
Riyanta, METODE PENEMUAN HUKUM (Studi Komparatif antara Hukum Islam
dengan Hukum Positif), Jurnal Penelitian Agama. Vol. XVII. No. 2. Mei - Agustus 2008. hlm. 415.
19

tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab Hukum Islam yang di tulis oleh
ulama fiqh dan ushul fiqh klasik. Untuk menjelaskan arti “sumber hukum
Islam” mereka menggunakan istilah dalil-dalil syar’iyyah (al-adillah al-
syar'iyyah). Penggunaan istilah masadir al-ahkam oleh ulama sekarang ini
tentu yang dimaksudkannya adalah searti dengan istilah al-adillah al-syar
'iyyah.13
Memperhatikan batasan di atas, kata sumber hanya berlaku untuk
al-Qur'an dan hadits, karena hanya dari keduanya di gali norma-norma
hukum, dan tidak mungkin kata itu digunakan untuk ijma', qiyas, istihsan,
dan istislah karena keempatnya bukanlah wadah yang dapat di timba.
Kesemuanya termasuk dalil hukum. Kata dalil di samping dapat digunakan
untuk al-Qur'an dan hadits, juga berlaku untuk ijma', qiyas, istihsan dan
istislah karena memang semuanya menuntun kepada penemuan hukum.
Oleh karena itu dapat disimpulkan, sumber hukum Islam ada dua yaitu al-
Qur'an dan Sunnah.
Dalam Hukum Islam, para juris muslim telah mengembangkan
model penemuan hukum secara seksama. Penemuan hukum (istinbat)
tersebut meliputi penemuan hukum melalui metode interpretasi literal,
kausasi (ta'lili) - meliputi qiyasi dan teleologis - dan sinkronisasi.14

B. Tindak Pidana (Jarimah) Menurut Hukum Pidana Islam


1. Pengertian Jarimah
Ada beberapa macam pengertian jarimah (tindak pidana), menurut
bahasa Jarimah adalah melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang di
pandang tidak baik, di benci oleh manusia karena pertentangan dengan
keadilan, kebenaran dan jalan yang lurus (agama).15 Pengertian secara umum

13
Riyanta, METODE PENEMUAN HUKUM (Studi Komparatif antara Hukum Islam
dengan Hukum Positif), Jurnal Penelitian Agama. Vol. XVII. No. 2. Mei - Agustus 2008. hlm. 410.
14
Riyanta, METODE PENEMUAN HUKUM (Studi Komparatif antara Hukum Islam
dengan Hukum Positif), Jurnal Penelitian Agama. Vol. XVII. No. 2. Mei - Agustus 2008. hlm. 411.
15
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 9.
20

jarimah adalah pelanggaran terhadap perintah dan larangan agama, baik


pelanggaran tersebut mengakibatkan hukuman duniawi maupun ukhrawi.16

Dalam definisi yang lain, Abdul Qadir Audah memiliki pandangan


tersendiri mengenai definisi jarimah. Menurutnya, dalam syariat Islam yang di
maksud dengan jarimah adalah larangan-larangan syar’iyyah yang diancam
oleh Allah dengan hukuman hudud atau ta’zir, larangan-larangan ini ada
kalanya berupa melakukan larangan atau meninggalkan perintah.17

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa jarimah adalah segala


perbuatan, baik berupa melakukan sesuatu maupun tidak, dimana hal itu
dilarang oleh Allah dan diancam dengan hukuman had (hudud) atau ta’zir.18

2. Dasar Hukum Jarimah


Sedangkan dasar hukum dari tindak pidana (jarimah) adalah bersumber
dari ayat-ayat atau nash al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut :

a. Q.s Al-Qashash [28] ayat 77 yang berbunyi :

َ ۡ‫ۡح‬ ‫َّ َّ َ َ ح‬ َۡ َ َ َۡ َۡ ََ
ِۖ ِ ‫وَل تبغِ ٱلفساد ِِف ٱۡل‬...
٧٧ ‫ۡرض إِن ٱَّلل َل ُيِب ٱلمفسِ دِين‬
Artinya: “… Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi,
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orag-orang yang berbuat
kerusakan”.

b. Q.s Al-Isra’ [17] ayat 15 yang berbunyi :


‫ا‬ َ َ ٰ َّ َ َ َ ‫َ َ ح َّ ح‬
١٥ ‫َّت ن ۡب َعث َر حسوَل‬ ‫وما كنا معذِبِني ح‬...

Artinya: “... Dan kami tidak menghukum manusia, sebelum kami


mengutus seorang rasul”.

16
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 9.
17
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. 1, hlm. 9.
18
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. 1, hlm. 12.
21

Selain ayat-ayat atau nash al-Qur’an yang menjadi dasar hukum


tindak pidana tersebut di atas, juga bersumber dari kaedah-kaedah yang
penting dalam syari’at Islam adalah sebagai berikut :

‫ا أ َْل أص ُل يِف أ أاْل أش يا يء أاْلَبح ُة ح ىٌت يدُ ل ادل يل أي ُل عَل الت أح ير أ يْي‬
ِ
Artinya: “Pada dasarnya semua perkara diperbolehkan, sehingga
ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

Kaedah tersebut mempunyai pengertian bahwa semua perbuatan


dan sikap tidak berbuat diperbolehkan dengan kebolehan asli, artinya
bukan kebolehan yang dinyatakan oleh syara’. Dengan demikian selama
belum ada nash yang melarangnya maka tidak ada tuntutan terhadap semua
perbuatan dan sikap tidak berbuat tersebut.19

‫َصيأح ُي ُّر ُم الأ يف أعل‬


‫ْل ي ُ أم يك ُن يا أع يتب ُار يف أعل َأ أو ت أركُ ج يريأمة اْل بين ّص ي‬
ِ
‫الَتك فَل م أس ُؤلية وْل‬ ‫ فا ذا ل أم ي ير أد نص ُي ّ ير ُم الأ يف أعل َأ أو أ‬.‫الَتك‬‫َأ يو أ‬
ِ
.‫يعقاب عَل فا يعل َأ أو َت يرك‬
Artinya: “Suatu perbuatan atau sikap tidak berbuat tidak boleh
dianggap sebagai jarimah, kecuali karena adanya nash (ketentuan)
yang jelas yang melarang perbuatan dan sikap tidak berbuat
tersebut. Apabila tidak ada nash yang demikian sifatnya, maka
tidak ada tuntutan atau hukuman atas pelakunya”.

Oleh karena itu, perbuatan dan sikap tidak berbuat tidak cukup
dipandang sebagai jarimah hanya karena dilarang saja melainkan juga
harus dinyatakan hukumannya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
semua kaedah tersebut adalah bahwa menurut syari’at Islam tidak ada
jarimah dan tidak ada hukuman kecuali dengan adanya nash.20

19
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 29.
20
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 30.
22

3. Unsur-unsur Jarimah
Suatu perbuatan baru dianggap sebagai tindak pidana apabila unsur-
unsurnya telah terpenuhi. Unsur-unsur jarimah secara umum yang harus
dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan dalam menetapkan suatu
perbuatan jarimah, yaitu :

a. Unsur Formil (Rukun syar’i), yaitu nas yang melarang perbuatan


dan mengancamkan hukuman terhadapnya. Suatu perbuatan dapat
disebut pelanggaran terhadap syari’at manakala perbuatan tersebut
telah terkandung pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
ditetapkan. Ketentuan yang telah ditetapkan tersebut mencakup
ketentuan syari’at yang ditetapkan oleh Allah maupun ketetapan
hukum yang dibuat oleh manusia seperti perundang-undangan.

b. Unsur Materiil (Rukun maddi), yaitu tingkah laku yang membentuk


jarimah, baik berupa perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak
berbuat. Unsur materiil meliputi perbuatan yang melawan hukum.
Secara sederhana, perbuatan dalam unsur materiil dapat disebut
sebagai tindak pidana (jarimah) manakala dalam perbuatan yang
dilakukan tersebut terkandung unsur melawan hukum. Aspek
melawan hukum dalam Hukum Pidana Islam dapat dinilai dari niat,
perbuatan, dan akibat yang dihasilkan dari perbuatannya.

c. Unsur Moril (Rukun adabi), yaitu pembuat, adalah seorang


mukallaf (orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap
jarimah yang diperbuatnya. Perbuatan yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana (jarimah) adalah perbuatan yang dilakukan
oleh orang yang telah mukallaf. Secara garis besar, mukallaf adalah
orang yang telah mengetahui hukum dan memiliki tanggung jawab
hukum.21

21
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 28.
23

4. Bentuk-bentuk Jarimah
Dalam Fiqh Jinayah, jarimah (tindak pidana) dibagi menjadi
bermacam-macam bentuk. Adapun bentuk-bentuk jarimah (tindak pidana)
terbagi atas :

a. Ditinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman


Dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi
kepada tiga bagian antara lain :

1) Jarimah Qishash, yaitu memberikan balasan kepada pelaku


sesuai dengan perbuatannya. Karena perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang
lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah
dibunuh atau hukuman mati. Didalam jarimah qishash itu
sendiri terdapat beberapa jenis, yaitu: 1). Pembunuhan
sengaja, 2). Pembunuhan semi sengaja, 3). Pembunuhan
tersalah, 4). Pelukaan sengaja, dan 5). Pelukaan semi
sengaja.

2) Jarimah Hudud, yaitu jarimah yang diancam dengan


hukuman had. Hukuman had adalah hukuman yang telah
ditetapkan jenis, bentuk, dan sanksinya oleh Allah SWT
dalam Al-Qur’an dan hadits. Jarimah hudud itu sendiri
terbagi menjadi 7 jenis, yaitu: 1). Jarimah perzinaan, 2).
Jarimah qadzaf, 3). Jarimah syurb al-khamr, 4). Jarimah
pemberontakan, 5). Jarimah murtad, 6). Jarimah pencurian,
7). Jarimah perampokan.22

3) Jarimah Ta’zir, yaitu suatu istilah untuk hukuman atas


jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditentukan oleh
syari’at.23 Dengan kata lain ketentuannya diserahkan oleh

22
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. 1, hlm. 49-88.
23
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 249.
24

Uli al-Amri, baik penentuan maupun pelaksanaannya,


artinya perbuatan undang-undang tidak menetapkan
hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan
hanya menetapkan sekumpulan hukuman dari yang seringan
ringannya sampai yang seberat-beratnya.

b. Ditinjau dari segi niatnya


Ditinjau dari segi niatnya, Jarimah (tindak pidana) itu dapat
dibagi kepada dua bagian, yaitu :
1) Jarimah sengaja, yaitu pelaku melakukan tindak pidana
yang sudah direncanakan. Misalnya: seseorang masuk
kerumah orang lain dengan maksud untuk mengambil
sesuatu dari rumah tersebut, dan sebagainya.

2) Jarimah tidak sengaja, yaitu pelaku tidak sengaja untuk


melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut
terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya).
Misalnya: seseorang melempar batu untuk mengusir
binatang (anjing), akan tetapi batu tersebut mengenai orang
lain, dan sebagainya.

C. Hukuman (Uqubah) Menurut Hukum Pidana Islam


1. Pengertian Uqubah
Di dalam konsep Hukum Pidana Islam, hukuman di kenal dengan
َ َ‫عاق‬
sebutan ‘uqubah. Secara bahasa, kata ‘uqubah di ambil dari lafaz (‫ب‬ َ ) yang
sinonim dengan: (‫س َواء بِ َما فَعَ َل‬
َ ُ‫) َجزَ اه‬, artinya “membalasnya sesuai dengan apa
yang dilakukannya”.24

24
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 136.
25

Adapun secara istilah, Abdul Qodir Audah25 mendefinisikan hukuman


sebagai berikut :
َّ ‫َأالأ ُع ُق أوب ُة يِه الأجزا ُء الأ ُمق َّر ُر يلم أصلح ية الأجماع ية عَل يع أصي يان أَ أم ير‬
‫الش يار يع‬
Artinya : “Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memlihara
kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan syara’.”

Para fuqaha mendefinisikan uqubah sebagai balasan yang


dijatuhkan pada orang yang melakukan kejahatan atas dosa yang dia
lakukan sebagai sanksi atas dirinya dan pencegah atau penghalang untuk
orang lain dari tindak kejahatan.26

Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan di atas, penulis


menarik kesimpulan bahwa hukuman merupakan tindakan yang tidak
menyenangkan diberikan terhadap seseorang yang telah melakukan
kesalahan atau kejahatan dengan tujuan mendapatkan efek jera atas suatu
kejahatan/pelanggaran yang telah diperbuatnya.

2. Dasar Hukum Uqubah


Dasar-dasar penjatuhan hukuman tersebut di antaranya :

a. Q.s An-Nisa [4] ayat 135 :

‫ح‬
ۡ‫كم‬ ‫ح َ َ َ َّ َ َ ۡ َ َ َٰٓ َ ح‬ ۡ ۡ َ َّ َ ْ ‫َ َ َ َّ َ َ َ ح ْ ح ح‬
َٰٓ
ِ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا كونوا قوٰمِني بِٱلقِس ِط شهداء َِّلل ِ ولو لَع أنف‬
‫س‬
ْ ‫َ ح ۡ َ ًّ َ ۡ َ ا َ َّ ح َ ۡ َ َ َ َ َ َّ ح‬ َ ‫أَو ۡٱل َو ٰ ِ َِليۡن َو ۡٱۡلَ ۡق َرب‬
‫نيَۚ إِن يكن غن ِيا أو فقِيا فٱَّلل أو َٰل ب ِ ِهماۖ فَل تتبِعوا‬ِ ِ ِ
‫ا‬ َ َ ‫َ ۡ ح ْ َ ۡ ح ۡ ح ْ َ َّ َّ َ َ َ َ َ ۡ َ ح‬ ْ ‫ۡ َ َ َٰٓ َ َ ۡ ح‬
١٣٥ ‫ٱلهوى أن تعدِل َۚوا ِإَون تلوۥا أو تع ِرضوا فإ ِن ٱَّلل َكن بِما تعملون خبِيا‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang


benar-benar sebagai penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah

25
Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-
‘Araby, 1992), hlm. 609.
26
Zulkarnain Lubis, Dasar-dasar Hukum Acara Jinayah, (Jakarta: Prenamedia Group,
2016), hlm. 4.
26

baik terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dari kerabatmu. Jika ia
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih mengetahui kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Janganlah kamu memutarbalikkan kata-kata atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala apa yang kamu kerjakan”.

b. Sabda Rasulullah Nabi Muhammad SAW :

‫ أألقضاة‬: ‫ أأن النيب صَل ٰ ّالل عليه وسمل قال‬،‫ عن أأبيه‬،‫عن ابن بريدة‬
‫ ر ُج ىل ق ٰٰض بيغ أ يْي الأح ّ يق فع يمل‬: ‫ قاضيان ىف النار وقاض ىف اجلنة‬،‫ثَلثة‬
.‫ وقاض ْل ي أع ُمل فأَهأَل ُح ُق أوق النَّ ياس فهُو يىف النَّا ير‬.‫ فذاك يىف النَّا ير‬،‫ذاك‬
‫وقاض ق ٰٰض يَبلأحق فذاك يىف الأجنَّ ية‬
27﴾ ‫الَتميذي‬ ‫﴿ رواه‬
Artinya: Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya, sesungguhnya Rasulullah
SAW. bersabda “Qadhi-qadhi” (hakim-hakim) itu ada tiga golongan,
dua golongan di neraka dan satu golongan di surga. Seorang hakim
yang memutus dengan curang (tidak benar) sedangkan dia mengetahui
kebenaranya, maka dia di neraka. Dan seorang memutus dengan
kebodohan dan merusak hak orang lain, dia juga di neraka. Dan
seorang hakim yang memutus dengan jujur (benar) maka dia di
surga”. (H.R. At-Turmudzi).

3. Syarat-syarat Uqubah
Berkaitan dengan pemberian hukuman, hukuman itu sendiri harus
memiliki syarat-syarat sebagai bentuk adanya hukum itu sendiri. Dengan kata
lain agar hukum itu dapat diakui keberadaanya. Adapun di antara beberapa
syarat tersebut diantaranya :28

27
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Al-Jami’u Al-Shohih Wahuwa Sunan At-
Turmudzi, (Beirut: Dar Al-Kutb Al-‘Alamiyah, t.t), Juz III hlm. 613.
28
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 141.
27

a. Hukuman harus ada dasarnya dari syara’


Hukuman dianggap mempunyai dasar (syar’iyah) apabila ia
didasarkan kepada sumber-sumber syara’, seperti Al-Qur’an, As-
Sunnah, Ijma’, atau undang-undang yang ditetapkan oleh lembaga yang
berwenang (ulil amri) seperti dalam hukuman ta’zir. Yang hukuman
tersebut disyaratkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
syara, karena apabila bertentangan maka ketentuan hukuman tersebut
batal.

b. Hukuman harus bersifat pribadi (perorangan)


Hukuman disyaratkan harus bersifat pribadi atau perorangan.
Ini mengandung arti bahwa hukuman harus dijatuhkan kepada orang
yang melakukan tindak pidana dan tidak mengenai orang lain yang
tidak bersalah. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai
pertanggungjawaban pidana.

c. Hukuman harus berlaku umum


Selain kedua syarat yang telah disebutkan di atas, hukuman juga
disyaratkan harus berlaku umum. Ini berarti hukuman harus berlaku
untuk semua orang tanpa adanya diskriminasi, apapun pangkat, jabatan,
status dan kedudukannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
didalam hukum semua orang statusnya sama.

4. Macam-macam Uqubah
Didalam ketentuan Hukum Pidana Islam itu sendiri, hukuman dibagi
kedalam 3 jenis menurut segi tinjauannya, yaitu :29
a. Ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman
yang lainnya, maka hukuman dapat dibagi sebagai berikut :
1) Hukuman pokok (‘uqubah ashliyah), yaitu hukuman yang
ditetapkan untuk jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman

29
Ahmad Mawardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), cet. 1, hlm. 142.
28

yang asli, seperti hukuman qishas untuk jarimah pembunuhan,


hukuman dera seratus kali untuk jarimah zina, atau hukuman
potong tangan untuk jarimah pencurian.

2) Hukuman pengganti (‘uqubah badaliyah), yaitu yang


menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak
dapat dilaksanakan karena alasan yang sah, yaitu hukuman diyat
sebagai pengganti hukuman qishash, atau hukuman ta’zir
sebagai pengganti hukuman hadd atau hukuman qishash yang
tidak bisa dijalankan.

3) Hukuman tambahan (‘uqubah taba’iyah), yaitu hukuman yang


mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara
tersendiri, seperti larangan menerima warisan bagi orang yang
membunuh orang yang akan diwarisinya, sebagai tambahan
untuk hukuman qishas atau diyat, atau hukuman pencabutan hak
untuk menjadi saksi bagi orang yang melakukan jarimah qadzaf
(menuduh orang lain berbuat zina), di samping hukuman
pokoknya yaitu jilid (dera) delapan puluh kali.

4) Hukuman pelengkap (‘uqubah takmiliyah), yaitu hukuman yang


mengikuti hukuman pokok dengan syarat harus ada keputusan
tersendiri dari hakim dan syarat inilah yang membedakannya
dengan hukuman tambahan. Contohnya seperti mengalungkan
tangan pencuri yang telah dipotong dilehernya.30

b. Ditinjau dari segi keharusan untuk memutuskan dengan hukuman


tersebut, maka hukuman dapat dibagi sebagai berikut :
1) Hukuman yang sudah ditentukan ('uqubah muqaddarah), yaitu
hukuman-hukuman yang jenis dan kadarnya telah ditentukan

30
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1993),
cet. 5, hlm. 261.
29

oleh syara’ dan hakim berkewajiban untuk memutuskannya


tanpa mengurangi, menambah, atau menggantinya dengan
hukuman yang lain. Hukuman ini disebut hukuman keharusan
('uqubah lazimah). Dinamakan demikian, karena ulil amri tidak
berhak untuk menggugurkannya atau memaafkannya.

2) Hukuman yang belum ditentukan ('uqubah ghair muqaddarah),


yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih
jenisnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang ditetapkan
oleh syara’ dan menentukan jumlahnya untuk kemudian
disesuaikan dengan pelaku dan perbuatannya. Hukuman ini
disebut juga Hukuman Pilihan ('uqubah mukhayyarah), karena
hakim dibolehkan untuk memilih diantara hukuman-hukuman
tersebut.31

c. Ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman, maka hukuman


dapat dibagi sebagai berikut :
1) Hukuman badan ('uqubah badaniyah), yaitu hukuman yang
dikenakan atas badan manusia, seperti hukuman mati, jilid
(dera), dan penjara.
2) Hukuman jiwa ('uqubah nafsiyah), yaitu hukuman yang
dikenakan atas jiwa manusia, bukan badannya, seperti ancaman,
peringatan, atau teguran.
3) Hukuman harta ('uqubah maliyah), yaitu hukuman yang
dikenakan terhadap harta seseorang, seperti diyat, denda, dan
perampasan harta.32

31
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 144.
32
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1993),
cet. 5, hlm. 262.
30

5. Tujuan Uqubah
Esensi dari pemberian hukuman bagi pelaku suatu jarimah menurut
Islam adalah pertama, pencegahan serta balasan (ar-rad’u wazzajru) dan
kedua, adalah perbaikan serta pengajaran (al-islah wat-tajdzib). Dengan tujuan
tersebut, pelaku jarimah (terpidana) tidak mengulangi perbuatan jeleknya. Di
samping itu, juga merupakan tindakan preventif bagi orang lain untuk tidak
melakukan hal yang sama.

Selain mencegah dan menakut-nakuti, syari’at Islam tidak lupa


memberikan perhatian terhadap pelaku jarimah (terpidana). Karena hukuman
(sanksi) juga bertujuan mengusahakan kebaikan dan pengajaran bagi pelaku
jarimah. Selain itu diharapkan juga dengan adanya hukuman ini dapat
membentuk masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh rasa saling
menghormati dan mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui
batas-batas hak dan kewajiban masing-masing. Dalam aplikasinya, hukuman
dapat dijabarkan menjadi beberapa tujuan, sebagai berikut :
Pertama, untuk memelihara masyarakat (prevensi umum),
menyelamatkan masyarakat dari perbuatannya. Pelaku sendiri sebenarnya
bagian dari masyarakat, tetapi demi kebaikan masyarakat yang banyak, maka
kepentingan perseorangan dapat dikorbankan. Sebagaimana ketentuan umum
(kaidah), kepentingan yang lebih banyak harus didahulukan daripada
kepentingan perseorangan.

Kedua, sebagai upaya pencegahan atau preventif khusus bagi pelaku.


Apabila seseorang melakukan tindak pidana, dia akan menerima balasan yang
sesuai dengan perbuatannya. Yang harapannya pelaku menjadi jera karena rasa
sakit dan penderitaan lainnya, sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatan
yang sama di masa datang. Dan juga orang lain tidak meniru perbuatan si
pelaku sebab akibat yang sama juga akan dikenakan kepada peniru.

Ketiga, sebagai upaya pendidikan dan pengajaran (ta’dib dan tahdzib).


Hukuman bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya agar
31

menjadi orang baik dan anggota masyarakat yang baik pula. Dia diajarkan
bahwa perbuatan yang dilakukannya telah mengganggu hak orang lain, baik
materil ataupun moril dan merupakan perkosaan terhadap hak orang lain.

Keempat, hukuman sebagai balasan atas perbuatan. Pelaku jarimah


(terpidana) akan mendapatkan balasan atas perbuatan yang dilakukannya.
Karena pada intinya menjadi kepantasan jika suatu perbuatan dibalas dengan
perbuatan lain yang sepadan, baik dibalas dengan perbuatan baik dan jahat
dibalas dengan kejahatan pula dan itu sesuatu yang adil.

Dari aplikasi tujuan-tujuan hukum, tujuan akhirnya atau tujuan


pokoknya adalah meyadarkan semua anggota masyarakat untuk berbuat baik
dan menjauhi perbuatan jelek, mengetahui kewajiban dirinya, dan menghargai
hak orang lain dan sehingga apa yang diperbuatnya di kemudian hari
berdasarkan kesadaran tadi, tidak selalu dikaitkan dengan ancaman hukuman.
Dalam ungkapan lain, perbuatan baiknya semata-mata karena kesadaran
hukumnya yang meningkat, bukan karena takut hukum.

D. Konsep Uqubah Syurb al-Khamr (Meminum Minuman Keras)


Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa hukuman adalah perbuatan
yang dibebankan kepada seseorang. Pengertian di sini dibatasi kepada hukuman
cambuk bagi peminum minuman keras.
Al-Qur’an mengharamkan khamr secara tegas, tetapi tidak ditemukan
adanya nash Al-Qur’an yang menentukan kadar hukuman bagi peminumnya,
seperti zina, pencurian, dan tuduhan zina. Hukuman bagi peminum minuman keras
(khamr), ditemukan dalam Hadits Rasulullah SAW dan para sahabatnya, karena
Nabi Muhammad SAW sendiri beserta para Khulafaurrasyidin memberikan
hukuman bagi peminum minuman keras berupa cambuk. Dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Anas r.a yang berbunyi :
32

‫الل عل أي يه وس َّمل أُ يِت‬


ُ ّ ٰ ‫الل ع أن ُه ا َّن النَّ ي َّيب ص ََّل‬ ُ ّ ٰ ‫ع أن ان يس أب ين م ياِل ر يِض‬
‫َشب الأخمر فجَل ُه يِب يريأد ت أ يْي أَنو ا أرب يع أْي‬ ‫يبر ُجل ق أد ي‬
33﴾ ‫﴿ رواه مسمل‬

Artinya : “Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. Katanya: sesungguhnya seorang
lelaki yang meminum arak telah dihadapkan kepada Nabi saw. Kemudian baginda
telah memukulnya dengan dua pelepah kurma sebanyak empat puluh kali”. (HR.
Muslim).

‫َشب الأخمر فَضب ُه يَب‬ ‫ اَت ر ُسو ُل ٰ ّ ي‬،‫وع أن انس قال‬


‫م يبر ُجل ق أد ي‬.‫الل ص‬
‫ ُ َُّث اَت يب يه ُُع ُر فا أستشار‬،‫ ُ َُّث اَت يب يه اب ُ أو ب أكر فصنع يمثأل ذ يِل‬،‫النيّع يال أَنو ا أرب يع أْي‬
34‫ فَضب يب يه ُُعر‬،‫ثما ن ُون‬ ‫ اق ُّل الأ ُحدُ أو يد‬،‫الْب ا أو يف‬
‫ فقال أ ي‬،‫النَّاس يىف الأ ُحدُ أو يد‬
ُ ‫أ‬
Artinya : “Dari Anas r.a., dia berkata, Rasullullah mendatangi seorang laki-laki
yang telah minum khamr, lalu memukulnya dengan sandal sebanyak 40 kali.
Kemudian Abu Bakar juga melakukan hal yang sama. Namun Umar (pada saat
menghadapi persoalan tersebut) bermusyawarah dengan para sahabat yang lain
tentang hukumannya itu. Lalu Abdu al-Rahman bin’Auf mengusulkan agar
hukuman orang minum khamr tersebut paling rendah cambukan sebanyak 80 kali,
dan Umar menerimanya serta menjalankan usulan Ibnu ‘Auf tersebut”. (HR.
Bukhari dan Muslim).

Di dalam ketentuan Hukum Pidana Islam, sanksi bagi pelaku jarimah


meminum khamr berupa hukuman cambuk sebanyak 40 atau 80 kali. Menurut
Hukum Pidana Islam, tidak ada aturan teknis hukuman bagi pelaku jarimah ini
kecuali hukuman cambuk tersebut sebab khamr pada saat itu masih sangat terbatas
dan cara mengonsumsinya hanya dengan diminum.35

33
Al-Imam Aby al-Husaini Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusairy an-Naisabury, Shahih
Muslim, (Arabiyah: Darul Kutubi As-Sunnah, 136 M), Juz 3, no. hadits. 1266, hlm. 1330.
34
Al-Shan’ani Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, Subul Al-Salam, (Bandung: Dahlan),
hlm. 28
35
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. 1, hlm. 64.
33

Para ulama dari kalangan Hanafiyah, sebagaimana dipaparkan Al-Zuhaili,


membedakan antara sanksi sekadar meminum khamr dan sanksi mabuk. Karena
sedikit atau banyak meminum khamr tetap saja haram, maka peminum yang tidak
sampai mabuk juga bisa dikenai sanksi hukum.36 Jadi, meminum atau
mengonsumsi khamr saja sudah bisa dikenai sanksi, apalagi kalau pelaku sampai
mabuk, tentu sanksi yang dikenakan lebih berat.

Sementara itu, jumhur ulama tidak memisahkan antara sanksi sekadar


meminum dan sanksi mabuk. Bagi jumhur ulama, meminum khamr dalam jumlah
banyak atau sedikit tetap saja haram, baik mabuk maupun tidak.37 Pendapat
kalangan Hanafiyah inilah yang tampaknya dianut oleh undang-undang pidana di
Mesir. Disana orang yang mabuk di tempat umum bisa dituntut pidana, tetapi
kalau sembunyi-sembunyi tidak bisa dituntut. Hal inilah yang perlu dikritisi bahwa
Islam tidak hanya menghukum pemabuk, tetapi juga peminum sekalipun tidak
sampai mabuk sebab dampak negatif dari khamr, narkoba, dan zat-zat adiktif
lainnya sangat berbahaya bagi jasmani dan rohani.38

Selanjutnya, terdapat dua riwayat yang menjelaskan tentang sanksi hukum


bagi pelaku jarimah meminum khamr. Ada riwayat yang menyebut sanksinya 40
kali cambuk dan ada yang menyebut 80 kali cambuk. Dari sinilah para fuqaha
berbeda pendapat. Kalangan jumhur fuqaha berpendapat bahwa sanksinya 80 kali
cambuk, sedangkan ulama kelompok Syafi'iyah berpendapat bahwa sanksinya 40
kali cambuk.39
Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku jarimah meminum
khamr adalah 40 kali cambuk. Alasan mereka antara lain hadits Anas bin Malik
bahwa Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar melaksanakan sanksi hukuman ini
berupa 40 kali cambuk. Sementara itu, tambahan 40 kali cambuk sebagaimana

36
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr Al-Ma’ashir,
1997), Cet. 4, jilid 7, hlm. 5487.
37
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. 1, hlm. 64.
38
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wadh’i,
(Beirut: Mu’assasah Al-Risalah, 1992), Cet. 11, jilid 1, hlm. 496.
39
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr Al-Ma’ashir,
1997), Cet. 4, jilid 7, hlm. 5487.
34

yang dilakukan Umar bukanlah sebagai hudud, melainkan sebagai ta’zir yang
merupakan kebijakan Umar sendiri. Masalah ta’zir ini sepenuhnya menjadi
kompetensi penguasa setempat. Jika ingin, bisa dilakukan, tetapi jika tidak ingin,
bisa ditinggalkan. Hal itu tergantung tinjauan kemaslahatan. Kebetulan Umar
melihat ada kemaslahatan sehingga ia menambahkan sanksi. Sementara itu,
Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Ali tidak melihat ada unsur kemaslahatan
sehingga mereka tidak menambahkan sanksi. Oleh karena itu, Imam Al-Syafi'i
berpendapat bahwa penambahan sanksi dari 40 menjadi 80 kali cambuk
merupakan wewenang penguasa.40

40
Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1987), Cet. 3, jilid 7, hlm.
1096.
BAB III
PENGATURAN SANKSI PIDANA BAGI PRAJURIT TNI PEMAKAI
NARKOBA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM
PIDANA ISLAM

A. Tindak Pidana Dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)


1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “straafbaar feit”, yang
juga merupakan istilah yang digunakan dalam Hukum Pidana Belanda. Istilah-
istilah lain yang biasa digunakan sebagai terjemahan dari istilah “straafbaar
feit” adalah perbuatan pidana, delik, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, dan
perbuatan yang dapat dihukum.1

Tindak pidana merupakan bentuk terjemahan dari strafbaarfeit, di


dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak termuat suatu
keterangan dengan yang dimaksud strafbaarfeit tersebut. Biasanya tindak
pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata
“delictum”. Dalam kamus hukum pembatasan delik termaktub sebagai berikut
:

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena


merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana)”.2

Sedangkan secara terminologis, kata tindak pidana memiliki banyak


pengertian sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa pakar hukum
sebagai berikut :

Menurut Moeljatno, pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu


pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu
pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau

1
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I: Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-teori Pemidanaan dan Batas-Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet. ke I, hlm. 67.
2
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: P.T Rineka Cipta, 2007), hlm. 92.

35
36

pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk
memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana.
Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian
pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan dengan
dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori tentang tujuan
pemidanaan. Perlu disampaikan di sini bahwa, pidana adalah merupakan
suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari
bahasa Belanda “straf” yang dapat diartikan sebagai “hukuman”.3

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang


dan diancam dengan pidana, di mana pengertian perbuatan di sini selain
perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang
oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang
sebenarnya diharuskan oleh hukum).4

2. Unsur-unsur Tindak Pidana


Untuk menjatuhkan pidana itu sendiri harus dipenuhi syarat-syarat
tertentu, syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak
pidana. Jadi, seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang
dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak pidana (strafbaarfeit). Menurut
Sudarto, pengertian unsur tindak pidana hendaknya dibedakan dari pengertian
unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan undang-
undang.5

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang


Hukum Pidana itu menurut Lamintang pada umumnya dapat kita jabarkan ke
dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam
unsur, yakni unsur-unsur Subyektif dan unsur-unsur Obyektif.6 Yang dimaksud
dengan unsur-unsur Subyektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si

3
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 37.
4
Teguh Prastyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 47.
5
Sudarto, Hukum Pidana 1 A - 1B. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,
(Purwokerto, 1990), hlm. 3.
6
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984), hlm.
173-174.
37

pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke


dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedang yang
di maksud dengan unsur-unsur Obyektif itu adalah unsur-unsur yang ada
hubunganya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana
tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.7
Menurut Lamintang unsur-unsur Subyektif dari suatu tindak pidana itu
adalah:
a. Kesengajaan atau tidak kesengajaan (dolus atau culpa).
b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti
yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat
misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,
pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti
misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal
340 KUHP.
e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam
rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Sedangkan Moeljatno berpendapat bahwa unsur tindak pidana meliputi :


a. Perbuatan.
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum).
c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar hukum).8

3. Pengertian TNI
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia tujuan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas
melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan

7
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984), hlm.
183.
8
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 79.
38

negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan


bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain
perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional
dan internasional.
Prajurit adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan di angkat oleh
pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan
(Pasal 21 UU Nomor 34 Tahun 2004). Prajurit TNI terdiri atas prajurit Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat, prajurit Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut, dan prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang
melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan
Panglima.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, jati diri
Tentara Nasional Indonesia (TNI), yaitu :
a. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga
negara Indonesia.
b. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.
c. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas
demi kepentingan negara dan di atas kepentingan daerah, suku, ras,
dan golongan agama.
d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik,
diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis,
dan di jamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik
negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi
manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang
telah diratifikasi.
39

4. Fungsi TNI
Fungsi dari TNI yaitu bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara,
berfungsi sebagai di antaranya penangkal terhadap setiap bentuk ancaman
militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Penindak terhadap setiap bentuk
ancaman, pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat
kekacauan keamanan. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana di maksud di
atas, TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan Negara sebagaimana
pasal 6 Undang-Undang TNI.

5. Tugas Pokok TNI


Tugas dan wewenang TNI sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004 Tentang TNI Pasal 7 ayat (1) dan (2), sebagai berikut :9
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan :
a. Operasi militer untuk perang.
b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk :
1. mengatasi gerakan separatisme bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan
kebijakan politik luar negeri;

9
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 7 ayat (1) dan (2).
40

7. mengamankan Presiden dan wakil presiden beserta


keluarganya;
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan
semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang
diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan
perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di
Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam,
pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan
(search and rescue);
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan
penyelundupan.

B. Pengaturan Tindak Pidana Militer Dan Sanksi Pidana Yang Terdapat


Dalam Hukum Pidana Militer Indonesia
1. Pengertian dan Jenis-jenis Tindak Pidana Militer
Tindak pidana/delik dibedakan antara lain tindak pidana umum
(Commune delicta) yang dapat dilakukan oleh setiap orang, yang merupakan
lawan dari tindak pidana khusus (Delicta proparia) yang hanya dapat
dilakukan oleh orang tertentu saja, dalam hal ini dilakukan oleh seorang
militer. Tindak pidana militer adalah tindak pidana khusus yang hanya dapat
dilakukan oleh orang tertentu saja yaitu seorang militer.
41

Tindak Pidana Militer di dalam KUHPMiliter dibagi menjadi dua jenis


tindak pidana, yaitu :
a. Tindak Pidana Militer Murni (TPM Murni)
Tindak Pidana Militer Murni adalah tindakan-tindakan yang
dilarang dan diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin
dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat
khusus, atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan
tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.

Ada 4 (empat) contoh yang digolongkan didalam tindak pidana


militer murni yaitu :
1. Militer yang pergi dengan maksud untuk menarik diri dari
kewajiban-kewajiban dinasnya.
2. Militer yang pergi dengan maksud melarikan diri dari
bahaya perang.
3. Militer yang pergi dengan maksud menyeberang ke musuh.
4. Militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas
militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa
dibenarkan untuk itu.

b. Tindak Pidana Militer Campuran (TPM Campuran)


Tindak Pidana Militer Campuran adalah tindakan-tindakan yang
dilarang atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam
perundang-undangan lain, akan tetapi di atur lagi dalam KUHPMiliter
atau Undang-Undang Pidana Militer lainnya, karena adanya sesuatu
keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain,
sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat, bahkan mungkin
lebih berat dari ancaman pidana pada kejahatan semula dengan
pemberatan, tersebut dalam pasal 52 KUHP. Contohnya: pencurian
dalam pasal 362 KUHP di atur pula dalam pasal 140 KUHPM.
42

2. Ketentuan Hukum Pidana Militer


Hukum Pidana Militer (HPM) termasuk Hukum Pidana Khusus
(bijzondere strafrecht), karena hukum pidana ini, berlaku untuk subjek hukum
tertentu, atau perbuatan tertentu yang dapat dilakukan subjek hukum tertentu.

Dengan adanya Hukum Pidana Militer tidaklah berarti Hukum Pidana


Umum (HPU) tidak berlaku bagi militer. Jadi bagi militer berlaku HPU
(Hukum Pidana Umum) maupun HPM (Hukum Pidana Militer), sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1 KUHPMiliter yang menyatakan: “untuk menerapkan
Kitab Undang-Undang ini berlaku ketentuan-ketentuan Hukum Pidana Umum,
termasuk Buku I Bab IX KUHPidana, kecuali ada penyimpangan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang”.

Ini berarti KUHPMiliter sebagai tambahan terhadap KUHPidana,


KUHPMiliter berlaku bagi anggota tentara dan orang-orang lain yang tunduk
pada kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer. Mengenai pengertian
militer dapat dilihat dalam Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 49 KUHPMiliter.
Hukum Pidana Militer dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Hukum Pidana Militer dalam arti materiil
Merupakan kumpulan peraturan tindak pidana, yang berisi
perintah dan larangan untuk menegakkan ketertiban, yang kalau
dilanggar dikenakan sanksi.

b. Hukum Pidana Militer dalam arti formil


Atau Hukum Acara Pidana merupakan kumpulan peraturan
hukum yang memuat ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan peradilan
dan cara pemeriksaan, pengusutan, penuntutan, dan penjatuhan
hukuman bagi militer yang melanggar hukum pidana materiil.

Sebagaimana diuraikan diatas bahwa Hukum Pidana terdiri dari Hukum


Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil, dalam Hukum Pidana Militer yang
dimaksud dengan hukum pidana dalam arti materiil selain KUHP (yang juga
43

berlaku terhadap militer) adalah KUHPMiliter sebagaimana yang diatur dalam


Undang-Undang Nomor 39 dan 40 tahun 1947. Sedangkan Hukum Pidana
dalam arti formil adalah Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang
Peradilan Militer yang memuat cara-cara bagaimana melakukan hak untuk
menyidik, menuntut, menjatuhkan dan melaksanakan bagi aparat penegak
hukum di lingkungan peradilan militer yaitu Polisi Militer, Oditur (Jaksa
Penuntut Umum) Militer, dan Hakim Militer. Dengan catatan bahwa ada
beberapa tindak pidana tertentu yang dianggap ringan sifatnya dan dapat
diselesaikan melalui Hukum Disiplin Prajurit berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit.

3. Ketentuan Sanksi Pidana Militer Dalam Hukum Pidana Militer


a. Pengertian Sanksi Pidana Militer
Sanksi pidana adalah suatu nestapa atau penderitaan yang diberikan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan oleh
hukum pidana, sanksi juga merupakan suatu sebab akibat yang
ditimpahkan pada seorang yang bersalah karena melakukan perbuatan yang
tidak dibenarkan dalam Hukum Positif Indonesia. Sanksi pidana terdiri dari
pidana dan tindakan.10
Sanksi pidana militer sama dengan sanksi pidana pada umumnya,
yaitu merupakan nestapa atau pembalasan terhadap militer yang melakukan
tindak pidana yang tidak dibenarkan oleh KUHPMiliter. Sanksi pidana
militer dalam pelaksanaannya selain nestapa atau penderitaan juga
menekankan pada pendidikan dan pembinaan, dilakukan pendidikan
dikarenakan bisa saja seorang militer yang di pidana tidak disertai dengan
pidana pemecatan atau dalam hal ini akan menjadi anggota militer kembali,
lain halnya dengan masyarakat umum yang memiliki jabatan di instansi
negara apabila telah menyelesaikan pidananya ia tidak dapat ditarik
kembali di instansi dimana ia ditempatkan, sedangkan pembinaan

10
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 182.
44

dilakukan terhadap militer yang di pidana dengan disertakan pidana


pemecatan yang mana dijalankan di LAPAS.

b. Fungsi Sanksi Pidana Militer


Sanksi pidana berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat
agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia dalam
usaha untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya yang
berbeda-beda terkadang mengalami pertentangan antara satu dengan yang
lainnya, yang dapat menimbulkan kerugian atau mengganggu kepentingan
orang lain. Agar tidak menimbulkan kerugian dan mengganggu
kepentingan orang lain dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya
tersebut maka hukum memberikan aturan-aturan yang membatasi
perbuatan manusia, sehingga ia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya.

Fungsi sanksi pidana militer tidak jauh berbeda dengan fungsi


sanksi pidana pada umumnya. Sanksi pidana terhadap anggota militer
berfungsi agar anggota militer tidak mengulangi perbuatan tindak pidana
yang dilakukan, yang mana dalam hal ini setiap anggota militer di tuntut
selalu siap siaga serta siap ditempatkan dimana saja dalam kedinasannya
serta memberikan efek jera terhadap anggota militer yang telah melakukan
tindak pidana tersebut.

c. Jenis-jenis Sanksi Pidana Berdasarkan KUHP dan KUHPM


Adapun ketentuan pidana dalam KUHPMiliter diatur dalam Pasal 6
sampai dengan Pasal 31 bab II buku I KUHPMiliter, sedangkan ketentuan
pidana di atur pada KUHP di atur dalam Pasal 10 bab II buku I,11 yaitu
sebagai berikut :
1) Jenis Sanksi Menurut KUHP
Pidana Pokok :
a) Pidana Mati

11
Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Bandung: CV Mandar Maju,
2006), hlm. 58.
45

b) Pidana Penjara
c) Pidana Kurungan
d) Pidana Denda
e) Pidana Tutupan.

Pidana Tambahan :
a) Pencabutan Beberapa Hak Tertentu
b) Perampasan Barang Tertentu
c) Pengumuman Putusan Hakim.

2) Jenis Sanksi Menurut KUHPM


Pidana Utama :
a) Pidana Mati
b) Pidana Penjara
c) Pidana Kurungan
d) Pidana Tutupan.

Pidana Tambahan :
a) Pemecatan Dari Dinas Militer Dengan Atau Tanpa
Pencabutan Haknya Untuk Memasuki Angkatan Bersenjata
b) Penurunan Pangkat
c) Pencabutan Hak-Hak Yang Disebut Pada Pasal 35 ayat (1)
Pada Nomor 1, 2, dan 3 KUHP.

C. Pengertian Penyalahgunaan Narkoba dalam Undang-Undang


1. Pengertian Narkoba
Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan
Adiktif. Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum
seperti polisi (termasuk di dalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim
dan petugas pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada
ketiga zat tersebut adalah NAPZA yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif. Istilah NAPZA biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi
46

kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua
istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama.
Secara etimologi, narkoba berasal dari bahasa inggris yaitu “narcotics”
yang berarti “obat bius”, yang artinya sama dengan “narcosis” dalam bahasa
Yunani yang berarti “menidurkan atau membiuskan”. Sedangkan dalam kamus
inggris indonesia narkoba berarti bahan-bahan pembius, obat bius atau
penenang.12 Secara terminologis narkoba adalah obat yang dapat menenangkan
syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau
merangsang.13
Selanjutnya pengertian Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka
1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang
dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.14
Lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika dijelaskan ada tiga jenis golongan narkotika,
yaitu :
a. Narkotika Golongan I adalah narkotika hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Koka, Opium,
Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan lebih dari 65 macam
jenis lainnya.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk


pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan

12
Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm. 390.
13
Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
hlm. 609.
14
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 butir 1.
47

dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu


pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon dan
lain-lain.

c. Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif


ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan
penelitian. Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina,
Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk beberapa
campuran lainnya.

2. Jenis-jenis Narkoba
a. Jenis Narkoba Berdasarkan Bahannya
Jenis Narkoba berdasarkan bahannya dapat dibedakan menjadi 3
bagian, narkoba alami, semi sintesis dan narkoba sintesis.

1) Narkoba Alami
Narkoba alami merupakan jenis narkoba yang masih alami
dan belum mengalami pengolahan. Berikut ini penulis uraikan
contoh narkoba alami, yaitu :
a) Ganja
Hari Sasangka menjelaskan bahwa ganja berasal dari
tanaman cannabis sativa, cannabis indica dan cannabis
Americana. Tanaman tersebut termasuk keluarga
Urticaceae atau Moraceae. Tanaman Canabis merupakan
tanaman yang mudah tumbuh tanpa perawatan khusus.
48

Tanaman ini tumbuh pada daerah beriklim sedang dan


tumbuh subur di daerah tropis.15
Ada tiga jenis ganja, yaitu cannabis sativa, cannabis
indica, dan cannabis ruderalis. Ketiga jenis ganja ini
memiliki kandungan THC berbeda-beda. Jenis cannabis
indica mengandung THC paling banyak, disusul cannabis
sativa, dan cannabis ruderalis. Karena kandungan THC
inilah, maka setiap orang menyalahgunakan ganja terkena
efek psikoaktif yang membahayakan.
Bahaya penyalahgunaan ganja secara teratur dan
berkepanjangan akan berakibat fatal berupa radang paru-
paru, iritasi dan pembengkakan saluran nafas. Lalu
kerusakan aliran darah koroner dan berisiko menimbulkan
serangan nyeri dada, terkena kanker, menurunya daya tahan
tubuh sehingga mudah terserang penyakit, serta menurunnya
kadar hormone pertumbuhan seperti tiroksin.

b) Opium
Opium atau candu (poppy: dalam bahasa inggris)
atau (opos/Juice dalam bahasa Yunani) adalah getah bahan
baku Narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver
somniferum L atau P paeoniflorum) yang belum matang.
Opion (Poppy Juice), Poppy Juice opium disebut juga
dengan poppy adalah getah bahan baku narkotika yang
diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum L. atau P.
paeoniflorum) yang belum matang.

2) Narkoba Semi Sintesis


Narkotika Semi Sintetis adalah berbagai jenis narkotika
alami yang di olah dan di ambil zat adiktifnya (Intisarinya) agar

15
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana: Untuk Mahasiswa,
Praktisi dan Penyuluh masalah narkoba, (Jakarta: CV. Mandar Maju, 2003), hlm. 48.
49

memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan


untuk kepentingan kedokteran. Beberapa jenis Narkotika Semi
Sintesis yang disalahgunakan adalah sebagai berikut :
a) Morfin
Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat
dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada
opium. Umumnya opium mengandung 10% morfin. Kata
“morfin” berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam
mitologi Yunani.
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan
organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada
system syaraf pusat mempunyai dua sifat, yaitu depresi dan
stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi,
perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk
stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif
reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika
(ADH).16

b) Heroin
Heroin merupakan senyawa narkotika yang sangat
keras dengan sifat adiktif yang tinggi, berbentuk butiran,
tepung atau cairan. Jenis heroin yang populer saat ini adalah
“putauw”. Heroin diperoleh dari morphin melalui suatu
proses kimiawi yang dikenal dengan istilah “acetylion”
(karena menggunakan acetica anhidrida dan acety chloride).
Heroin (diacetylmorphine) adalah obat illegal yang sangat
adiktif dan penggunaannya merupakan masalah serius di
Amerika. Heroin adalah golongan opiat yang paling banyak
disalahgunakan dan paling adiktif. Heroin di proses dari

16
Latief dkk, Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang, (Jakarta: Rajawali Press, 2001),
hlm. 24.
50

morphin, suatau zat alami yang di ekstrak dari biji varietas


tanaman poppy tertentu.17

3) Narkotika Sintesis
Narkotika Sintetis adalah Narkotika yang di buat dari bahan
kimia dan digunakan untuk pembiusan atau pengobatan bagi
mereka yang mengalami ketergantungan narkoba. Narkotika
sintesis berfungsi sebagai pengganti sementara untuk mencegah
rehabilitasi sehingga penyalahgunaan dapat menghentikan
ketergantungannya. Adapun contoh dari narkotika sintetis adalah :
a) Sabu (Amphetamine)
Amfetamin merupakan kelompok obat psikoaktif
sintetis yang disebut sistem saraf pusat (SSP) stimulan.
Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat
secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara.
Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun
coklat, bubuk putih kristal kecil. Merek amfetamin lain,
seperti Metedrin, Deksamil dan Benzedrin, kemudian
membanjiri pasaran.
Cara yang paling umum dalam menggunakan
amfetamin adalah dihirup melalui tabung. Amfetamin dapat
membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin
termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang
merasa lebih percaya diri. Perasaan ini bisa bertahan sampai
12 jam, dan beberapa orang terus menggunakan untuk
menghindari turun dari obat. Obat-obat yang termasuk
kedalam golongan amfetamin adalah Amfetamin,
Metamfetamin dan Metilendioksimetamfetamin (MDMA,
ecstasy atau Adam).

17
Latief dkk, Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang, (Jakarta: Rajawali Press, 2001),
hlm. 24.
51

b) Ekstasi (MDMA)
MDMA (methylenedioxy-N-methylamphetamine)
biasanya dikenal dengan nama Ekstasi, E, X, atau XTC
adalah senyawa kimia yang sering digunakan sebagai obat
rekreasi yang membuat penggunanya menjadi sangat aktif.
Ekstasi merusak neuron yang melepaskan serotonin,
bahan kimia otak yang mengatur daya ingat dan fungsi-
fungsi lain. Penelitian lain menunjukkan bahwa bekas
pemakai yang sudah tidak memakai ekstasi selama enam
bulan masih terpengaruh secara mental, yang berarti bahwa
kerusakannya bersifat jangka panjang dan tidak dapat
diperbaiki.

c) Cocain
Cocain adalah suatu alkloida yang berasal dari daun
Erythroxylum coca Lam. Kokain merupakan salah satu jenis
narkoba, dengan efek stimulan. Kokain diisolasi dari daun
tanaman Erythroxylum coca Lam. Zat ini dapat dipakai
sebagai anastetik (pembius) dan memiliki efek merangsang
jaringan otak bagian sentral. Pemakaian zat ini menjadikan
pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat menjadi
gaduh dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut
nyeri, mual, dan muntah. Seperti halnya narkotika jenis lain,
pemakaian kokain dengan dosis tertentu dapat
mengakibatkan kematian.18

3. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba


a. Pengertian Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menyatakan bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak berhubungan secara

18
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pdana: Untuk Mahasiswa,
Praktisi dan Penyuluh masalah narkoba, (Jakarta: CV. Mandar Maju, 2003), hlm. 55.
52

langsung maupun tidak langsung dengan narkotika adalah bagian dari


tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan narkotika hanya boleh
digunakan untuk kepentingan pengobatan serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan di luar kepentingan-
kepentingan sebagaimana disebutkan di atas, maka perbuatan tersebut
dikualifikasikan sebagai tindak pidana narkotika. Hal tersebut ditegaskan
oleh ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika menyatakan bahwa :

“Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan


pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi”.

Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam segi
perbuatannya ketentuan pidana yang diatur oleh undang-undang tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) antara lain :
1. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika
2. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika
3. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan trasito narkotika
4. Kejahatan yang mengangkut penguasaan narkotika
5. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika
6. Kejahatan yang menyangkut tidak melapor pecandu narkotika
7. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika
8. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika
9. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan
narkotika.19

Penyalahgunaan merupakan pemanfaatan sesuatu hal yang mana


tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Penyalahgunaan yang di
maksud adalah bentuk penyalahgunaan terhadap obat-obatan atau segala

19
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 154.
53

bentuk zat yang tergolong dalam narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif
lain, yang disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan
ketentuan dan kegunaannya. Jadi, penyalahgunaan narkotika dapat
diartikan sebagai proses, cara, perbuatan yang menyeleweng terhadap
narkotika.
Secara yuridis pengertian dari penyalahguna narkotika di atur
dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika adalah :
“Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika
tanpa hak atau melawan hukum”.20

Sedangkan tujuan Undang-Undang Narkotika ini adalah :


1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan
pelayanan kesehatan, dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari bahaya penyalahgunaan narkotika.
3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika.
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial
bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.21

b. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Narkotika Yang


Dilakukan Oleh Prajurit TNI
Dalam kasus seorang prajurit TNI yang telah melakukan tindak
pidana narkotika, tentu saja tidak terlepas dari beberapa faktor yang

20
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 butir 15.
21
Anang Iskandar, Penegakan Hukum Narkotika (Rehabilitatif Terhadap Penyalah Guna
dan Pecandu, Represif Terhadap Pengedar), (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2019), hlm.
29-30.
54

mendorong seorang prajurit TNI dapat melakukan tindak pidana tersebut.


Beberapa faktor tersebut antara lain :22
1. Faktor pribadi, yaitu mental yang lemah yang menyebabkan
goyah dan mudah terpengaruh ajakan keburukan. Mental yang
sepertinya selalu merasa sendiri dan terasingkan, tidak memiliki
tanggungjawab kurang mampu bergaul dengan baik, dan lain-
lain.
2. Faktor keluarga, yaitu kurang perhatian orang tua terhadap anak
ini juga salah satu penyebab dari faktor keluarga, orang tua
terlalu sibuk bekerja atau bahkan kurang peduli dengan
pendidikan dan moral anak.
3. Faktor sosial, yaitu salah bergaul. Jika seorang prajurit TNI
memiliki teman buruk maka ia akan terjerat dalam jaring-jaring
keburukan, bahkan untuk masalah narkoba.
4. Faktor kelompok, sebenarnya masih terkait dengan faktor
penyebab dari segi sosial.
5. Faktor ekonomi, yaitu kemiskinan atau kesusahan masalah
finansial yang terjadi di keluarga dan di sekitar kita.

c. Jenis-jenis Perbuatan Yang Dilarang Dalam Undang-Undang


Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Ruang lingkup Hukum Pidana mencakup tiga ketentuan yaitu
tindak pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 111 sampai
dengan Pasal 148. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, terdapat empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang

22
Aditia Purnama Tarigan, Kajian Hukum Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Oleh
Anggota Militer Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Jurnal Lex Crimen. Vol. VI. No.
3, Mei 2017. hlm. 14.
55

dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana,


yakni :23
1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan
prekursor narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika
golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan Pasal
122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (a)).
2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa
memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
narkotika dan precursor narkotika (Pasal 113 untuk narkotika
golongan I, Pasal 118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal
123 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (b)).
3. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan
untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan
prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika
golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika golongan
II, Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta
Pasal 129 huruf (c)).
4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa
membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika
dan prekursor narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I,
Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk
narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (d)).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah


mengatur jenis-jenis sanksi yang diberikan pada tindak pidana narkotika
antara lain :

23
Siswanto Sunarso, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2012), hlm. 256.
56

1. Tindak Pidana bagi penyalah guna atau sebagai korban


penyalahgunaan narkotika, penyalah guna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
2. Tindak Pidana Orang Tua / Wali dari Pecandu Narkotika,
Narkotika yang Belum Cukup Umur (Pasal 128) di pidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3. Tindak pidana bagi Orang yang Tidak Melaporkan Adanya
Tindak Pidana Narkotika (Pasal 131). Di pidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
4. Tindak Pidana terhadap Orang yang Menghalangi atau
Mempersulit Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perkara
(Pasal 138). Di pidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
5. Tindak Pidana bagi PPNS, Penyidik Polri, Penyidik BNN yang
Tidak Melaksanakan Ketentuan tentang Barang Bukti (Pasal
140) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
6. Tindak Pidana bagi Petugas Laboratorium yang Memalsukan
Hasil Pengujian (Pasal 142) di pidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).24

Pasal 136 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 memberikan


sanksi berupa narkotika dan prekursor narkotika serta hasil-hasil yang

24
Anang Iskandar, Penegakan Hukum Narkotika (Rehabilitatif Terhadap Penyalah Guna
dan Pecandu, Represif Terhadap Pengedar), (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2019), hlm.
47.
57

di peroleh dari tindak pidana narkotika, baik itu aset bergerak atau tidak
bergerak maupun berwujud atau tidak berwujud, serta barang-barang
atau peralatan yang di gunakan untuk tindak pidana narkotika di
rampas untuk negara. Pasal 146 juga memberikan sanksi terhadap
warga negara asing yang telah melakukan tindak pidana narkotika
ataupun menjalani pidana narkotika yakni dilakukan pengusiran
wilayah negara Republik Indonesia dan dilarang masuk kembali ke
wilayah negara Republik Indonesia. Sedangkan pada Pasal 148 bila
putusan denda yang di atur dalam undang-undang ini tidak dibayarkan
oleh pelaku tindak pidana narkotika maka pelaku dijatuhi penjara
paling lama dua tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat
di bayar.25

d. Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009


Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, telah di atur
beberapa ketentuan mengenai sanksi pidana dan pemidanaan terhadap
tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Beberapa ketentuan tersebut yaitu :
1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan,
penjara dalam waktu tertentu/seumur hidup, dan pidana mati),
pidana tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak
tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi Warga Negara Asing).
2. Jumlah atau lamanya pidana bervariasi, untuk denda berkisar
antara Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) sampai
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) untuk tindak
pidana Narkotika, untuk pidana penjara minimal 2 tahun sampai
20 tahun dan seumur hidup.
3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara
kumulatif (terutama penjara dan denda).

25
Anton Sudanto, Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia. Jurnal Hukum.
Vol.7. No. 1. hlm. 154.
58

4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang di ancam dengan pidana


minimal khusus (penjara maupun denda).
5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului
dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi,
dilakukan oleh korporasi dilakukan dengan menggunakan anak
belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive).
6. Untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap tindak pidana narkotika
dengan unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum
dari tiap-tiap pasal yang dilanggar di tambah dengan 1/3 (satu
pertiga).

D. Pandangan Hukum Islam Mengenai Sanksi Pemakai Narkoba


1. Definisi Narkoba Dalam Islam
Istilah narkoba dalam konteks Hukum Islam tidak disebutkan secara
langsung di dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya
menyebutkan istilah khamr. Meskipun demikian, dalam teori ilmu fiqh bila
suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan
melalui metode qiyas (analogi hukum).26 Dan adapun jenis qiyas yang
digunakan yaitu qiyas jali, yang artinya bahwa “sesuatu yang disamakan
ternyata lebih besar akibat buruknya daripada sesuatu yang menjadi
bandingannya”. Dalam hal ini, narkoba lebih besar akibat buruknya daripada
khamr.27 Atas dasar itu, maka penulis akan menguraikan definisi khamr.

َ (yang
Secara etimologi, khamr )‫ (خمر‬berasal dari kata “khamara” )‫خ َم َر‬
artinya adalah “penutup dan menutupi”.28 Maksud penutup adalah bahwa
khamr dapat menutup akal fikiran dan logika seseorang bagi yang
meminumnya atau mengkonsumsinya. Sedangkan secara terminologi, al-

26
Nasrun Harun, Ushul Fiqh, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997), Cet. ke-1, hlm. 64.
27
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 177.
28
Jamluddin Muhammad Ibn Al-Manzhur Al-Anshari, Lisan al’Arab, (Libanon: Dar al
Ma’arif, 1981), Juz V, hlm. 339.
59

Isfihani menjelaskan khamr berarti minuman yang dapat menutup akal atau
memabukkan, baik orang yang meminumnya itu mabuk ataupun tidak.29

Sedangkan, Ibnu Taimiyah mendefinisikan khamr sebagai berikut :

‫الأخ أم ُر يِف لُغ ية الأعر يب ا َّ يّل أي ُخ يطب يَبلأ ُق أر َأ ين كن يتناو ُل الأ ُم أس يك ُر يم أن ت أمر و غ أ يْي يه‬
30
‫وْل أيتص يَب لأ ُم أس يك ير يمن الأ يعن يب‬
Artinya: “Khamr adalah sesuatu yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an
yang apabila di konsumsi bisa membuat mabuk, baik yang terbuat dari
kurma maupun dari zat lainnya, dan tidak ada batasan bahwa yang
memabukkan hanya terbuat dari anggur saja”.

Wahbah Al-Zuhaili mengutip Abu Hanifah (Hanafiyah) bahwa


khamr adalah suatu minuman tertentu yang terbuat dari sari buah anggur
murni atau kurma yang di masak sampai mendidih dan keluar gelembung
busanya kemudian dibiarkan sampai bening dan hilang gelembung
busanya.31
Di lihat dari definisi di atas, salah satu sebab diharamkannya khamr
karena dapat memabukkan (menutup kesadaran berfikir). Dalam bahasa
Arab, makanan atau minuman yang memabukkan itu diistilahkan dengan
kata muskir )‫س ِك ٍر‬
ْ ‫( ُم‬. Kata muskir ini adalah isim fail dari kata dasar sakara
َ (, maknanya adalah kebalikan dari shahwu )‫(أَلصَّحْ ُو‬, yang maknanya
)‫س َك َر‬
“sadar atau jaga”. Jadi sakr atau mabuk itu bermakna tidak sadar atau tidak
dalam keadaan jaga.

Adapun definisi atau batasan orang mabuk menurut para ulama


berbeda-beda, namun pada intinya tetap sama. Imam Asy-Syafi’i
menyebutkan bahwa orang yang mabuk itu adalah :

29
Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 171.
30
Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa Ibnu Taimiyah, (Beirut: dar al-Arabiyah,
1987), hlm. 34.
31
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, (Beirut: Dar al Fikr, 1998), Juz VI,
hlm. 152.
60

ُّ ‫َأل َّس أكر ُان هُو َّ ياّلي اخأتلط لَك ُم ُه الأم أن ُظ أو ُم وا أنكشف ي‬
‫ِس ُه الأم أك ُتو ُم‬
Artinya: “Orang mabuk adalah orang yang seharusnya perkataan teratur
menjadi rancu, dan terbukalah rahasia yang disembunyikannya”.

Sedangkan menurut Al-Hanafiyah khamr adalah makanan atau


minuman yang apabila di konsumsi akan membuat pelakunya kehilangan
akalnya, sehingga tidak bisa memahami sesuatu. Dia tidak bisa
membedakan antara laki-laki dan perempuan, antara langit dengan bumi,
antara istrinya, ibu atau pembantu.32 Secara umum dapat dikatakan bahwa
mabuk adalah hilang akal atau hilangnya kemampuan berfikir. Dengan
begitu, seseorang yang mabuk tidak bisa berfikir normal dengan akal
sehatnya. Akalnya hilang berganti halusinasi atau khayalan. Orang mabuk
juga sulit membedakan mana yang nyata mana yang tidak nyata.

Dalam mendefinisikan narkoba, Sayyid Sabiq memiliki pendapat


bahwa “Sesungguhnya ganja itu haram, diberikan had atau sanksi terhadap
orang yang menggunakannya sebagaimana diberikan had bagi peminum
khamr, ditinjau dari zatnya yang dapat merusak otak, sehingga
pengaruhnya bisa menjadikan lelaki seperti banci dan pengaruh jelek
lainnya. Ganja dapat menyebabkan seseorang berpaling dari mengingat
Allah dan menunaikan shalat. Dan ia termasuk kategori khamr yang secara
lafadz dan makna telah diharamkan Allah dan Rasulnya”.33

Maka, berdasarkan uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa


setiap yang bisa membuat mabuk dan menutupi, mengganggu
keberfungsian akal atau menghilangkan akal pikiran termasuk dalam
kategori khamr, baik yang terbuat dari anggur, kurma, maupun bahan
lainnya, maka dalam hal ini termasuk didalamnya narkoba. Meskipun
istilah narkoba belum di kenal pada zaman Rasulullah SAW, namun

32
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Juz
VII, hlm. 487.
33
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 38.
61

narkoba bisa disamakan dengan khamr, sebab antara khamr dan narkotika
sama-sama menyebabkan tertutupnya atau hilang akal orang yang
mengkonsumsinya, bahkan narkotika lebih berbahaya, sehingga status
hukum narkoba disamakan dengan status hukum khamr.

2. Konsep Dasar Status Keharaman Narkoba Dalam Islam


Dalam melihat dan menganalisa konsep dasar mengharamkan narkoba
perlu merujuk pada firman Allah SWT (Al-Qur’an) yang tertera pada beberapa
surat. Di samping itu, dalam menganalisa status hukum narkoba perlu juga
merujuk pada hadits atau sabda Rasulullah SAW. Di dalam ketentuan Islam,
pelarangan mengkomsumsi khamr (narkoba) tentunya dilakukan secara
bertahap.
Konsep dasar mengharamkan narkoba dalam sudut pandang Hukum
Islam mengacu pada ketentuan khamr. Menurut Abdullah lbn Ahmad lbn
Mahmud al-Nasafi, terdapat 4 (empat) ayat Al-Qur’an dalam beberapa surat
yang berbeda berkaitan dengan khamr. Pertama yaitu surat An-Nahl ayat 67.
Kedua surat Al-Baqarah ayat 219. Ketiga surat An-Nisa ayat 43, Keempat
tertera dalam surat Al-Maidah ayat 90-91.34 Sedangkan menurut pendapat
Abdullah lbnu Umar al Syabi, Mujahid, Qatadah, Rabi’ lbnu Anas, dan
Abdurrahman lbn Zaid Ibn Aslam, seperti yang di kutip oleh Muhammad
Jamaluddin al-Qasimi, bahwa surat Al-Baqarah ayat 219 merupakan ayat
pertama yang berkaitan dengan khamr, lalu di susul dengan An-Nisa ayat 43,
baru kemudian setelah itu turun surat Al-Maidah ayat 90-91 yang menjadi
klimaks atau pamungkas berkaitan dengan khamr.35
Maka dari itu, untuk lebih memahami dan mendalami ketentuan khamr,
penulis akan uraikan dan menjelaskan ayat-ayat tersebut di atas. Mengingat
antara khamr dan narkoba memiliki sisi kesamaan dan perbedaan. Persamaan
antara khamr dan narkoba di antaranya yaitu keduanya (khamr dan narkoba)

34
Abdullah Ibn Ahmad Al-Nasafi, Tafsir al Nasafi, (Beirut: Dar al Kutub al ‘Ilmiyah,
2001), hlm. 120-121.
35
Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Tafsir al Qasimi, (Beirut: Dar al fikr, 1998), Jilid II,
hlm. 110-111.
62

sama-sama memabukkan serta dapat menghilangkan kesadaran akal pikiran,


sementara sisi perbedaannya di antaranya kalau narkoba, jenis dan bahan yang
digunakan cenderung lebih modern, sedangkan kalau khamr jenis dan bahan
yang digunakan untuk meracik lebih condong pada hal-hal yang bersifat
“tradisional”.

Pertama, Al-Qur’an menjelaskan bahwa dari buah kurma dan unggur


dapat di buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Allah SWT
berfirman di dalam Q.s An-Nahl [16] ayat 67 :
ً َ َ ‫َ ۡ َ ۡ َ ٰ َ َّ ح‬ َ ‫َومِن َث َم‬
‫خذون م ِۡن حه َسك ارا َورِ ۡزقا َح َس ًن َۚا‬
ِ ‫ب تت‬ِ ‫يل وٱۡلعن‬ ِ ‫خ‬
ِ َّ‫ت ٱنل‬
ِ ٰ ‫ر‬

َ ‫ح‬ َ ‫ا‬ َ َ َّ
٦٧ ‫إِن ِِف ذٰل ِك ٓأَليَة ل ِق ۡو ٖم َي ۡع ِقلون‬

Artinya: “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
memikirkan”. (Q.S. An-Nahl [16] : 67).

Setelah turunnya firman Allah (Q.S. An-Nahl: 67) kaum muslimin


ketika itu mengkonsumsi atau meminum khamr. Karena memang
berdasarkan teks (nash) dari ayat 67 surat An-Nahl, tidak terkandung
hukum keharaman khamr. Dalam ayat ini Allah menyebut semacam
minuman yang dihasilkan oleh buah-buahan seperti kurma dan anggur,
yaitu yang kamu jadikan minuman yang memabukkan dan juga dari kedua
pohon itu terdapat rizki yang baik, yakni dari buah-buahan yang sudah
kering. Dan itulah terdapat tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah.

Kedua, Al-Qur’an menjelaskan bahwa di samping khamr


mengandung dosa besar juga mengandung manfaat, akan tetapi dosanya
lebih besar di banding manfaatnya. Allah SWT berfirman di dalam Q.s Al-
Baqarah [2] ayat 219 :

ۡ َ َ‫ۡحح‬
‫ك َبح‬ َّ ‫ي َو َم َنٰف حع ل‬ َ ۡ ‫ك َعن‬
ٌ ‫ٱۡل ۡمر َوٱل ۡ َم ۡي ِس قح ۡل فِيه َما إ ۡث ٌم َكب‬ َ َ ‫َْ َح‬
ِ ‫ِلن‬
‫اس ِإَوثمهما أ‬ ِ ِ ِ ِ ِِۖ ِ ِ ‫يسئلون‬
63

َ ‫َّ ۡ َ َ َ ْ َ ح َ َ َ َ ح ح َ ح ۡ َ ۡ َ َ َ ٰ ِ َ ح َ ح َّ ح َ ح‬
ِ ٰ ‫ٱَّلل لك حم ٱٓأۡلي‬
‫ت‬ ‫مِن نفعِ ِهماۗ ويسئلونك ماذا ينفِقونۖ ق ِل ٱلعفو ۗ كذلك يب ِني‬

َ َّ َ َ ‫َ َّ ح‬
٢١٩ ‫ل َعلك ۡم ت َتفك حرون‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.


Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (Q.S. Al-
Baqarah [2] : 219).

Asbab an-nuzul ayat ini terdapat beberapa pendapat di kalangan


ulama. Pendapat pertama menyatakan bahwa diturunkannya Q.S. Al-
Baqarah ayat 219 karena Umar lbn al-Khatthab suatu ketika berkata: “Ya
Allah, berikan penjelasan kepada kami dengan penjelasan yang sejelas-
jelasnya mengenai ketentuan hukum khamr, maka turunlah firman Allah
Surat Al-Baqarah ayat 219. Sedangkan pendapat kedua menyatakan
diturunkannya ayat 219 dari surut Al-Baqarah lantaran suatu ketika
sekelompok sahabat Anshar datang kepada nabi Muhammad SAW, di
antara mereka terdapat Umar lbn al Khatthab dan Mu’adz lbn Jabal,
mereka meminta fatwa kepada Rasulullah SAW mengenai status khamr,
karena menurut pendapat mereka khamr dapat merusak akal dan dapat
menyebabkan harta benda terbuang secara sia-sia.36

Sayyid Quthub menjelaskan bahwa sampai waktu itu belum turun


ayat yang mengharamkan khamr (minuman keras dan segala sesuatu yang
memabukkan) dan judi. Tetapi, tidak juga terdapat nash dalam Al-Qur’an
yang menghalalkannya. Sebenarnya Allah SWT hendak membimbing
kaum muslimin yang baru tumbuh ini (baru mengamalkan nilai-nilai
‘ubudiyah) untuk melangkah selangkah demi selangkah (step by step) pada
jalan yang dikehendaki-Nya. Masih menurut pendapat beliau, nash yang

36
Muhammad Ibnu Yusuf Al-Andalusi Al-Ghirnaati, Al-Bahr Al-Muhih fi Al-Tafsir,
(Beirut: Dar al Fikr, 1992), Juz II, hlm. 402.
64

ada (Q.S. Al-Baqarah: 219) merupakan langkah pertama dalam


mengharamkan khamr dan judi. Karena, sesuatu atau perbuatan itu
adakalanya bukan kejahatan murni dan kebaikan itu adakalanya berbaur
dengan kejelekan, dan kejelekan bercampur dengan kebaikan di muka
bumi ini. Hal yang terpenting yaitu yang menjadi acuan penghalalan atau
pengharaman itu ialah dominannya kebaikan atau kejelekan. Apabila dosa
dalam khamr dan judi itu lebih besar dari pada manfaatnya, maka hal itu
menjadi “illat” alasan pengharaman dan pelarangannya, meskipun
pengharaman dan pelarangan itu tidak disebutkan secara eksplisit
(tersurat). Melalui hal ini, Islam menampakkan salah satu bentuk manhaj
(metode) pendidikan yang tertuang dalam Al-Qur’an yang bijaksana dan
dapat dijadikan acuan dalam banyak hal.37

Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa pada khamr dan judi


terdapat atau memiliki manfaat. Mengenai sisi manfaat dari khamr, Imam
Abu Abdillah Muhammad lbn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi menjelaskan
diantaranya adalah memperoleh profit (keuntungan) dalam usaha
perniagaan khamr, di mana ketika itu orang-orang yang menekuni bisnis
khamr membeli khamr dari negeri Syam dengan harga yang relatif murah
untuk kemudian diperdagangkan kembali di daerah Hijaz dengan
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Muhammad Husayn al-
Thabathaba’i menjelaskan bahwa manfaat yang terdapat pada khamr dan
judi yaitu berupa upaya manusia dalam mengambil manfaat atau
keuntungan yang di peroleh bersifat kebendaan dengan jalan jual-beli serta
pekerjaan yang bisa mendatangkan kesenangan dan dapat menghibur diri.
Ada juga sebagian orang yang mengatakan bahwa khamr rnemiliki manfaat
dapat menambah gairah atau nafsu makan, dapat memberikan kekuatan
fisik. Bisa membentuk sikap dermawan, serta membuat orang menjadi

37
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 45.
65

berani meskipun hipotesa ini perlu dibuktikan otentinitasnya


(keabsahannya) secara medis dan ilmiah.38

Ketiga, Al-Qur’an menjelaskan larangan untuk melaksanakan shalat


jika dalam keadaan mabuk karena dikhawatirkan akan mengacaukan
bacaan dalam shalat. Tertera di dalam Q.s An-Nisa [4] ayat 43 :

َ َ ‫َ َ َ َّ َ َ َ ح ْ َ َ ۡ َ ح ْ َّ َ ٰ َ َ َ ح ۡ ح َ َ ٰ َ َّ َ َ ْ َ ح ح‬
‫َّت ت ۡعل حموا َما تقولون َوَل‬
ٰ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا َل تقربوا ٱلصلوة وأنتم سك ٰرى ح‬
َٰٓ

ٞ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ٰ َ َ ۡ َ َٰٓ َ ۡ َّ ْ ‫َ َّ ٰ َ ۡ َ ح ْ ْ ح ح‬ َ ‫حج حن ًبا إ ََّل ََعبري‬


‫سل َۚوا ِإَون كنتم مرَض أو لَع سف ٍر أو جاء أحد‬ ِ ‫يل حَّت تغت‬ ٍ ِ ‫ب‬‫س‬ ِِ ِ

‫ا‬ ْ َ ْ َ ۡ َ َ َ َ ‫َ ۡ َٰ َ ۡ ح ح‬ َۡ َ ْ ‫ح‬
‫ت حدوا َما اء ف َت َي َّم حموا َص ِعيدا َطي ِ ابا‬
ِ ‫مِنكم مِن ٱلغائ ِ ِط أو لمستم ٱلنِساء فلم‬
‫ح ۡ َّ َّ َ َ َ َ ح ًّ َ ح‬ ۡ ََ ۡ ‫ح‬ ْ ‫َ ۡ َ ح‬
٤٣ ‫حوا ب ِ حو حجوهِكم وأيدِيكمۗ إِن ٱَّلل َكن عفوا غفورا‬
ً ‫فٱمس‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang


kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun”. (Q.S. An-Nisa [4] : 43).

Asbabun nuzul dari ayat di atas adalah Abu Dawud, at-Tirmidzi,


dan al-Hakim, meriwayatkan bahwa Ali berkata: “Pada suatu hari
Abdurahman bin Auf membuatkan makanan untuk kami. Lalu dia
mengundang kami untuk makan dan menyediakan khamr sebagai
minumannya. Lalu saya meminum khamr itu. kemudian tiba waktu shalat
dan orang-orang menyuruhku untuk menjadi imam. Lalu saya membaca
ayat :

38
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 46.
66

‫ح‬ ‫ح‬ ۡ َ َ َ ‫َ َ َ ح ۡ َٰ ح‬ َ ‫َ َ ۡحح َ َۡحح‬ َ ‫ح ۡ َ َٰٓ َ َ ۡ َ ٰ ح‬


٣ ‫ وَل أنتم عبِدون ما أعبد‬٢ ‫ َل أعبد ما تعبدون‬١ ‫قل يأيها ٱلك ِفرون‬
Artinya: “Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah”. (Q.S Al-Kafiruun [109] : 1-3).

Ketika waktu shalat tiba, mereka menunjuk Ali bin Abi Thalib
untuk berdiri sebagai imam dalam melakukan shalat jama’ah. Pada waktu
Ali bin Abi Thalib membaca surat Al-Kafirun terjadi kesalahan, yaitu: “Qul
yaa ayyuhal kaafiruun. Laa a’budu maa ta’budun. Wa-nahnu na’budu maa
ta’buduun”, “(katakanlah: wahai orang-orang kafir! Aku tidak menyembah
apa yang menjadi sesembahanmu. Dan kami menyembah apa yang kamu
sembah). Sehubungan dengan kejadian itu, Allah SWT menurunkan surat
An-Nisa ayat 43 sebagai peringatan bagi kaum muslimin dan sekaligus
larangan melakukan shalat di kala sedang mabuk. Mereka diperbolehkan
melakukan shalat setelah sadar dan sehat kembali, yaitu sampai
mengetahui dan paham apa yang diucapkan di dalam hati dan sadar
terhadap ucapan itu secara akal fikiran yang sehat.

Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Wahai orang yang beriman!


Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk,
sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan”. (ayat 43 dari surat An-Nisa).
Setelah turunnya ayat ini kaum muslimin tidak lagi meminum khamr
menjelang waktu ditunaikannya shalat. Akan tetapi diluar waktu shalat
mereka masih meminm khamr.39

Secara umum, ayat ini bermaksud untuk memberi peringatan


kepada kaum mu’min untuk menjauhi shalat jika ia dalam keadaan mabuk.
Hal ini berbeda dengan tafsir ayat sebelumnya, yaitu surat Al-Baqarah ayat
219, di mana orang mu’min diwajibkan mengerjakan shalat walaupun
dalam keadaan mabuk setelah minum khamr. Karena hukum wajibnya
shalat lebih dulu dibandingkan haramnya khamr bagi umat Muslim.
39
Muhammad Ali Al-Shabuni, Rawa’i Al-bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Qur’an,
(Beirut: dar al-Fikr, 1999), Jilid I, hlm. 481.
67

Namun setelah ayat An-Nisa turun, para sahabat masih belum


sepenuhnya bisa meninggalkan khamr dalam kesehariannya, karena ayat
tersebut hanya menyuruh umat Muslim menjauhi shalat jika ia dalam
keadaan mabuk. Jadi para sahabat meminum khamr hanya pada waktu-
waktu tertentu, seperti setelah waktu shalat Isya’ dan Shubuh. Karena di
waktu-waktu itu jarak waktu shalat masih relatif panjang untuk
menghilangkan efek dari khamr yang memabukkan dan menyebabkan
umat Muslim meninggalkan wajibnya shalat.

Keempat, Al-Qur’an menetapkan larangan minum khamr dengan


penegasan bahwa khamr, judi, berhala dan undian adalah perbuatan keji
dan termasuk perbuatan setan yang harus dijauhi. Ditegaskan bahwa
dengan keempat macam perbuatan itu setan bermaksud menciptakan
permusuhan dan kebencian, serta menghalangi orang untuk ingat kepada
Allah dan melakukan shalat. Tercantum di dalam Q.s Al-Maidah [5] ayat
90-91 :

َ َ ۡ ٌ ۡ ‫ح‬ ٰ َ ۡ َ ۡ َ ‫َ َٰٓ َ َ َّ َ َ َ ح ْ َّ َ ۡ َ ۡ ح َ ۡ َ ۡ ح َ ۡ َ َ ح‬
‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا إِنما ٱۡلمر وٱلمي ِس وٱۡلنصاب وٱۡلزلم رِجس مِن عم ِل‬

‫َّ َ ح ح َّ ۡ َ ٰ ح َ ح َ َ ۡ َ ح‬ َ ۡ ‫َّ ۡ َ ٰ َ ۡ َ ح ح َ َّ ح ح‬
‫كمح‬ ‫ إِنما ي ِريد ٱلشيطن أن يوق ِع بين‬٩٠ ‫وه ل َعلك ۡم تفل حِحون‬‫ٱلشيط ِن فٱجتنِب‬
َ َّ َ َّ ۡ َ ‫ح‬
‫س َو َي حص َّدك ۡم ع ْن ذِك ِر ٱَّلل ِ َوع ِن‬ ۡ ۡ َۡ َ ۡ ۡ َ ََۡ
ِِۖ‫ٱلصل ٰوة‬ ِِ ‫ٱلعد ٰ َوة َوٱۡلَغضا َء ِِف ٱۡل ۡم ِر َوٱل َمي‬

َ ‫ََۡ َ حْ َح‬
٩١ ‫فهل أنتم منتهون‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)


khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan. “Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu)”. (Q.S. Al-Maidah [5] : 90-91).
68

Larangan secara bertahap ini dilakukan karena minuman khamr


sudah menjadi tradisi yang digandrungi atau disenangi dan menjadi gaya
hidup (life style) masyarakat Arab ketika itu. Jika larangan ditetapkan
secara spontan (serta merta) dan sekaligus, niscaya akan terasa
memberatkan. Karena itu, larangan ditetapkan secara bertahap (mutadarrij)
agar tidak memberatkan, karena ketika itu banyak orang yang
menggandrungi atau banyak menyukai dan hidup dalam tradisi yang hobi
mengkonsumsi khamr. Dalam hal ini Sayyidah Khadijah r.a. memberikan
suatu ungkapan, yang di kutip oleh Muhammad Ali al-Shabuni, “Awal atau
permulaan yang diturunkan dari Al-Qur’an yaitu surat yang didalamnya
memaparkan surga dan neraka, hingga ketika munusia sadar atau kembali
kepada lslam barulah diturunkan (dijelaskan) perkara yang halal dan
perkara yang haram. Andaikan permulaan yang diturunkan dalam Al-
Qur’an ini berbunyi: “Janganlah kalian meminum khamr”, niscaya mereka
berkata; “.. Kami tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya”.40

Sebenarnya dalam surat Al-Baqarah ayat 219 Allah SWT sudah


menegaskan larangan khamr ini. Pertama ditegaskan bahwa khamr
mengandung dosa besar (itsmun kabir), padahal sesuatu yang di anggap
dosa adalah haram. Selaras dengan firman Allah Q.s Al-A’raf [7] ayat 33 :

َ ۡ ‫ۡغ ب َغ ۡي‬ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َّ َ َ َّ ۡ ‫ح‬


َ ۡ َ‫ٱۡل ۡث َم َو ۡٱۡل‬
‫ٱل ِق‬ ِ ِ ِ ‫قل إِنما حرم ر ِّب ٱلفوٰحِش ما ظهر مِنها وما بطن و‬
َ َ َ َ َّ َ َ ْ ‫َ َ ح ح‬ ۡ ۡ َ ‫َ َ ح ۡ ح ْ َّ َ َ ۡ ح‬
٣٣ ‫نل بِهِۦ حسل َطٰ انا َوأن تقولوا لَع ٱَّلل ِ َما َل ت ۡعل حمون‬ِ ‫ۡشكوا بِٱَّللِ ما لم ي‬
ِ ‫وأن ت‬
Artinya: “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan),
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah
apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-A’raf [7] : 33).

40
Muhammad Ali Al-Shabuni, Rawa’i Al-bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Qur’an,
(Beirut: dar al-Fikr, 1999), Jilid I, hlm. 273.
69

Namun demikian, pasca turunnya ayat ini (Q.S. Al-Baqarah: 219),


tidak semua orang pada waktu itu meninggalkan khamr (ternyata masih ada
yang meminum khamr). Memang sebagian dari mereka ada yang tidak lagi
mengkonsumsi khamr dengan dalih “kami tidak lagi (membutuhkan atau
minum) khamr karena pada khamr itu terdapat dosa besar”. Akan tetapi,
ada juga orang yang masih meminum khamr dengan dalih “kami meminum
khamr karena mengambil manfaat yang terkandung didalamnya, sementara
mengenai dosa yang terkandung pada khamr, kau tinggalkan”.

Kedua, karena khamr mengandung dosa, sedang dosa itu haram dan
sudah tentu mengandung siksa. Ketiga, penegasan bahwa dosa khamr dan
maysir (judi) lebih besar daripada manfaatnya lebih mempertegas dosa dan
siksa itu sendiri. Dengan demikian sebelum penegasan dalam surat Al-
Maidah ayat 90-91, sebenarnya sudah dapat di tarik kesimpulan bahwa
khamr adalah haram, namun tidak terbukti kesimpulan itu dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Masih ada kalangan sahabat yang mabuk karena
minum khamr, terbukti dengan turunnya ayat yang melarang shalat dalam
kondisi mabuk (Q.S. An-Nisa ayat 43).

Dan ternyata masih ada orang yang meminum khamr diluar waktu
shalat, mereka beranggapan bahwa larangan yang terkandung dalam surat
An-Nisa hanya mencakup larangan melakukan shalat dalam keadaan
mabuk, dikhawatirkan akan mengacaukan bacaan shalat, sementara untuk
di luar waktu shalat tidak ada larangan meminum khamr. Kalau konteks
judi jelas, meskipun dari ayat 219 surat Al-Baqarah sudah dapat
disimpulkan bahwa khamr adalah haram, tetapi karena tidak terbukti
kesimpulan itu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW maka mayoritas
ulama menyetujui bahwa khamr dinyatakan haram setelah turun ayat 90-91
dari surat Al-Maidah setelah perang Uhud.41

41
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir, (Beirut: Dar al Fikr al Mu’ashir, 1991), Juz VII,
hlm. 43-44.
70

Adapun terdapat pendapat lain yang dapat menopang atau


menguatkan pendapat bahwa status keharaman khamr jelas-jelas dikatakan
berdasarkan surat Al-Maidah ayat 90-91 dengan pengukuhan Allah Ta’ala
dalam ayat tersebut bahwa :
1. Khamr itu termasuk “najis”. Najis adalah suatu ungkapan atau
kalimat yang menunjukkan pada klimaksasi (puncak) dari
keburukan dan kejelekan.
2. Allah SWT mensejajarkan khamr dengan perbuatan berkorban
atau menyembah berhala dan mengundi nasib dengan panah
yang mana keduanya merupakan termasuk perbuatan syirik
(menyekutukan Allah).
3. Terkandung perintah Allah untuk menjauhinya dalam kata
“fajtanibuhu” dan perintah untuk menjauhi di sini bersifat
wajib.
4. Khamr termasuk perbuatan syaitan, yang mana khamr
menimbulkan berbagai kejelekan, kesewenang-wenangan, dan
menyebabkan murka Allah SWT.
5. Menjauhi khamr rnenjadikan manusia menuju jalan
kebahagiaan dan kemenangan.
6. Akibat atau efek yang ditimbulkan khamr yaitu timbulnya
permusuhan dan kebencian.
7. Khamr menyebabkan orang berpaling dari ingat kepada Allah
dan shalat.

Dalam Al-Qur’an, pengharaman khamr disebutkan secara


mutadarrij atau bertahap dalam beberapa surat yang berbeda, akan tetapi di
dalam Al-Qur’an itu sendiri tidak disebutkan dan tidak dijelaskan apa itu
pengertian khamr. Al-Qur’an hanya menyebutkan melarang mengkonsumsi
khamr seperti yang tertera pada ayat 90-91 surat Al-Maidah.
71

Khamr di artikan sebagai sesuatu yang dapat menutupi akal atau


memabukkan.42 Orang yang meminum khamr dampak buruk yang
ditimbulkannya adalah akal sehatnya terkontaminasi dan terhalang dengan
khamr sehingga tidak jarang peminum khamr normalitas akal sehatnya
terganggu dan mengakibatkan si peminumnya menjadi tidak sadar.

Selain memaparkan konsep pengharaman narkoba di dalam firman


Allah (Al-Qur’an) yang tertera pada beberapa surat, dalam menganalisa
status hukum narkoba perlu juga merujuk pada hadits atau sabda
Rasulullah SAW. Berikut ini beberapa kutipan hadits Rasulullah SAW
mengenai status keharaman khamr :

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar :

ُّ ُ : ‫الل عل أي يه وس َّمل قال‬


‫ك ُم أس يكر‬ ‫ع أن ا أب ين ُُعر أَ َّن ر ُس أول ٰ ّ ي‬
ُ ّ ٰ ‫الل ص ََّل‬
ِ
43﴾ ‫خر حرا ىم ﴿ رواه مسمل‬ ‫ك أ‬ ُّ ُ ‫أخ ىر و‬
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap
khamr adalah haram”. (H.R. Muslim).

2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dari Jabir lbn


Abdillah :

‫ ما‬: ‫الل عل أي يه وس َّمل قال‬ ‫الل أَ َّن ر ُس أول ٰ ّ ي‬


ُ ّ ٰ ‫الل ص ََّل‬ ‫ع أن جا يبر ا أب ُن ع أب يد ٰ ّ ي‬
ِ
44﴾ ‫اسكر كثي أ ُْيه فق يلي ُ ُل حرام ﴿ رواه الَتميذي‬
‫ى‬ ‫ُ أ‬ ‫أ‬
Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah: bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda: “Segala sesuatu yang memabukkan dalam (kadar)

42
Jamaluddin Muhammad Ibn Al-Manzhur Al-Anshari, Lisan Al ‘Arab, (Libanon: Dar al
Ma’arif, 1981), hlm. 339.
43
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Muassat al-Risalah, t.th), no.
hadits. 1273, hlm. 362.
44
Muhammad ibn Isa Al-Tirmidzi, Sunan Al-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1992),
hlm. 237.
72

banyak, maka yang sedikit pun haram (hukumnya)”. (H.R.


Turmudzi).

3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Ummu


Salamah :

ّ ‫الل عل أي يه وس َّمل ع أن ُ ي‬
﴿ ‫ك ُم أس يكر و ُمف ي َّت‬ ُ ّ ٰ ‫الل ص ََّل‬
ُ ّ ٰ ‫َنى ر ُس أو ُل‬
45﴾ ‫رواه أأبو داود‬

Artinya: “Rasulullah SAW melarang setiap sesuatu yang


memabukkan dan yang membuat kelesuan badan/tidak sadarkan
diri”. (H.R. Abu Dawud).

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa setiap sesuatu


yang memabukkan adalah khamr dan hukumnya haram. Hal ini
berarti, pendapat ulama yang mengatakan bahwa khamr itu hanya
terdiri dari minuman tertentu yang terdiri dari sari buah anggur
murni atau kurma yang di masak sampai mendidih dan keluar
gelembung busanya kemudian dibiarkan sampai bening dan hilang
gelembung busanya, sedangkan sesuatu yang memabukkan yang
terbuat dari selain buah kurma murni atau buah anggur murni tidak
dinamakan khamr, akan tetapi dinamakan “nabidz”, tidak berdasar
atau tidak kuat dengan merujuk pada beberapa argumentasi yang
telah dikemukakan sebelumnya.

Dari uraian Al-Qur’an dan hadits di atas, sudah begitu jelas


bahwasanya syari’at Islam memerangi dan mengharamkan segala
hal yang memabukkan dan segala bentuk narkoba dengan berbagai
macam dan jenisnya yang beragam. Karena barang-barang itu
mengandung bahaya yang nyata bagi manusia yaitu kesehatan, akal,
kehormatan, reputasi, prestis, dan nama baiknya. Jadi, penamaan
khamr di sini tidak melihat dari sisi bahan baku yang dijadikan

45
Abu Dawud Sulaiman Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar al-Muassat al-
Risalah, 1984), hlm. 198.
73

untuk membuat khamr, akan tetapi stressingnya atau penekanannya


terletak pada “setiap yang memabukkan dinamakan khamr dan
status hukumnya adalah haram”. Singkat kata, segala sesuatu yang
dapat memabukkan dinamakan khamr tanpa melihat bahan
dasarnya.
Setelah mencermati kronologi pelarangan khamar di atas,
maka dapat di ambil pelajaran bahwa Islam sangatlah bijaksana.
Islam tidak serta merta mengharamkan tradisi yang telah lama
“mengakar” dalam suatu budaya (Quraisy). Islam melakukannya
secara perlahan-lahan dengan terlebih dahulu memaparkan bahaya
yang terkandung dalam khamr. Seperti halnya dalam konteks
narkoba dan obat-obatan terlarang yang sangat berbahaya bagi akal
pikiran, merusak jiwa, hati nurani, dan perasaan pemakainya.

3. Pandangan Ulama Dalam Mengharamkan Narkoba


Narkoba dan kerusakannya telah banyak di kupas oleh beberapa orang
ulama’, seperti Dr.Yusuf al-Qardhawi, al-Hafiz al-Zahabi, al-Hafiz al-Makki,
Ibnu Taimiah, dan Ibnu Baitar dalam kitabnya al-Jami’ liqawi al-adawiyyah
wa al-aghziyyah. Oleh karena tiadanya ayat Al-Qur’an atau hadits Nabi
Muhammad SAW yang menyebut secara khusus perkataan narkoba (al-
Mukhaddirat). Para ulama silam juga tidak menyebut perkataan ini, karena ia
merupakan perkara yang baru timbul yang tidak ada pada zaman Nabi
Muhammad SAW atau para sahabat. Yang ada dalam kitab para ulama silam
adalah perkataan al-afyun (opium) dan al-Hashish. Mereka menggunakan dalil
umumnya nash hadits Nabi Muhammad SAW atau secara qiyas terhadap arak
karena kedua-duanya mempunyai ‘illah (sebab) yang sama yaitu al-iskar
(memabukkan). Semua perkara baru termasuk Narkoba tetap ada hukumnya.
Imam al-Qurtubi menyatakan :
“Jika kita mewajibkan agar tidak menghukum sesuatu sehinggalah
kita jumpa dalilnya (secara khusus), niscaya akan rusaklah syariat, karena
nash-nash (dalil) itu sedikit. Maka sesungguhnya ia termasuk dari
74

perkara-perkara dzohir dan umum serta boleh di qiyas kan. (al-Qurtubi,


Jami’ li Ahkam al-Qur’an).46

Al-Zahabi berkata :
“Narkoba yang berasal dari daun, hukumnya haram seperti arak.
Yang mengambilnya dikenakan hukum hudud sebagaimana peminum
arak”. (al- Zahabi, al-Kaba’ir).47

Manakala Ibn al-Qaiyim menegaskan pula bahwa :


“Termasuk dari arak itu semua perkara yang memabukkan sama
ada cecair atau pepejal, perahan atau yang di masak. Ia juga merangkumi
suapan kefasikan dan maksiat (maksudnya Narkoba), karena semuanya
adalah arak dengan nash hadits Nabi Muhammad SAW yang jelas dan
shahih. (Ibn al-Qaiyim, Zaad al-Ma’aad).48

Maka dapat disimpulkan pendapat mereka yang menyatakan bahwa


tiada dalil yang mengharamkan narkoba dan yang seumpama dengannya.
Menghisap narkoba menyebabkan akal tidak dapat berfungsi dengan baik,
sedangkan kita wajib menjaga akal karena ia merupakan puncak
pentaklifan seorang hamba Allah SWT. Para ulama mengkategorikan
narkoba sebagai dosa besar yang menyebabkannya mendapat hukuman di
dunia dan di akhirat.
Dr. Fu’aad Ali Mukhaimar telah menyebut dalam Kitab al-
Mukhaddirat waba’a al-Syu’uub wa saratan al-‘ukul karangan beliau
sendiri tentang pendirian al-Sunnah dalam mengharamkan perkara-perkara
yang memabukkan adalah berdasarkan pengharaman arak secara qath’ie
dalam Al-Qur’an. Rasullulah SAW mengetahui bahaya yang akan
menimpa atas umat Islam jika mereka menghalalkan perkara-perkara yang

46
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 46-47.
47
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 47.
48
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 47.
75

memabukkan dan segala benda yang di peroleh darinya seperti obat-obatan


yang dapat memabukkan jika disalahgunakan. Baginda Rasulullah SAW
telah memberi panduan yang lengkap dan terperinci tentang penggunaan
obat-obatan serta segala bentuk kedokteran yang digunakan dengan cara di
makan, minum, suntik, hirup dan sebagainya. Jika ia memberi pengaruh
kepada akal dan memabukkan, maka ia seperti khamr baik bahayanya
seperti bahaya meminum arak maupun lebih bahaya darinya, maka
pengharamannya adalah sama setiap keadaan.49

Mahmud al-Hamsyari mengupas tentang hukum narkoba menurut


pandangan empat madzhab yang menyamakan khamr (arak) dan muskir
(perkara yang memabukkan). Imam Abu Hanifah telah berpendapat bahwa
minum arak adalah haram tidak mengecualikan dari mana datangnya arak
tersebut. Manakala penyalahgunaan narkoba pula di kira haram apabila ia
memabukkan dan memberi ‘iqab atasnya. Imam Malik berpendapat
pengharaman arak dalam Islam ialah pengharaman narkoba secara itlaq
tidak memperdulikan ia dinamakan arak atau bukan arak, apabila ia
memabukkan maka hukumnya adalah haram. Pendapat ini adalah sama
juga dengan dua imam lagi dari madzhab Syafi’i dan Ahmad.50

4. Sanksi Pidana Pemakai Narkoba Menurut Hukum Pidana Islam


Seluruh aturan yang telah ditentukan dalam ajaran lslam, baik yang
bersifat perintah, larangan, kebolehan, anjuran, ataupun sesuatu yang harus
dihindari pada dasarnya bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia. Tidak
ada satu pun perintah kecuali untuk kebaikan, dan tidak ada satu pun larangan
kecuali memang perbuatan tersebut akan merusak. Ada lima hal pokok
kemaslahatan yang harus senantiasa terjaga dan terpelihara, sebab jika tidak,
kehidupan manusia akan rusak, kacau dan tidak menentu. Kelima hal pokok itu
disebut dengan kebutuhan “dharuuriyat” yang mencakup keselamatan jiwa

49
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 46-47.
50
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 46-47.
76

(jiwa, raga, dan kehormatan), keselamatan akal pikiran, keselamatan


nasab/keturunan, keselamatan pemilikan harta, dan keselamatan pelaksanaan
ajaran agama.
Syari’at Islam mengharamkan khamr kurang lebih sejak 14 abad yang
lalu dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia
yang merupakan anugerah Allah SWT yang harus di pelihara sebaik-baiknya,
dan ternyata di zaman mutakhir seperti sekarang ini manusia mulai menyadari
meminum khamr ternyata membawa mudharat (dampak negatif) bagi
kelangsungan hidup manusia itu sendiri.

Untuk mengetahui sanksi apa yang dikenakan bagi pemakai narkoba


diperlukan pencarian dalil melalui sabda Rasulullah SAW. Dan dalil yang
dapat dijadikan landasan dalam mencari dan menemukan sanksi hukum
berkenaan dengan penggunaan/penyalahgunaan narkoba tetap merujuk pada
sanksi hukum yang dijatuhkan kepada peminum khamr, mengingat status
keharaman narkoba mengacu pada status keharaman khamr, maka untuk
melihat sanksi apa yang dikenakan kepada konsumen narkoba, tetap dilakukan
rujukan pada ketentuan/sanksi yang berlaku terhadap peminum khamr.

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat (ikhtilaf) atau juga dapat
disebut tidak ada kecocokan dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku
pemakai narkoba, ada yang berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku pemakai
narkoba adalah had, dan ada yang berpendapat ta’zir.

a. Sanksi Had
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sanksi bagi pemakai
narkoba adalah had, seperti sanksi bagi peminum khamr. Ibnu
Taimiyah menjelaskan dalam kitabnya :
51
‫ا َّن الأح يشيأشة حرا ىم ُي ُّد ُمتنا يولُها َك ُي ُّد شا ير ُب الأخ أم ير‬

51
Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa Ibnu Taimiyah, (Beirut: dar al-Arabiyah,
1987), hlm. 34.
77

Artinya: “Sesungguhnya ganja itu haram, dikenakan sanksi bagi


orang yang menyalahgunakannya sebagaimana dijatuhkan had
bagi peminum khamar”.

Dari uraian hadits di atas terlihat bahwa Ibnu Taimiyah


menetapkan sanksi had bagi pemakai narkoba karena
menganalogikan narkoba dengan khamr, dengan illat bahwa khamr
dan narkoba sama-sama dapat memabukkan dan merusak akal.
Sehingga dengan demikian hukum yang melekat pada khamr juga
melekat pada narkoba.

Lebih lanjut Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa hadits-


hadits mengenai had bagi peminum khamr banyak sekali. Lebih
jauh Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Rasulullah SAW telah
memukul secara sama terhadap orang yang meminum segala jenis
yang dapat merusak akal dan memabukkan, baik dimakannya
ataupun diminumnya.52

Berikut ini penulis uraikan hadits-hadits Rasulullah SAW


yang berkenaan dengan sanksi hukum bagi peminum khamr :
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Anas lbnu Malik :

‫ج ََّل النَّ ي ُّيب ص ََّل ﷲ عل أي يه وس َّمل يىف الأخ أم ير يَبلأج ير يأ يد والنيّع يال‬
53﴾ ‫عليه‬ ‫و ج ََّل أَب ُو ب أكر أَ أرب يع أْي ﴿ متفق‬
Artinya: "Nabi Muhammad SAW pernah
mendera/mencambuk (terhadap peminum khamr) dengan
menggunakan pelepah daun kurma dan alas kaki, begitu
pula Abu Bakar meneruskan hukuman dera tersebut
(terhadap peminum khamr dengan dera sebanyak empat
puluh kali)”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

52
Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa Ibnu Taimiyah, (Beirut: dar al-Arabiyah,
1987), hlm. 184.
53
Imam Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar Muassat al-Risalah, t.th), hlm. 148.
78

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim


dari Anas lbnu Malik, memberikan penjelasan bahwa Rasulullah
SAW pernah memberi sanksi dera kepada orang yang terkait kasus
konsumsi khamr dengan menggunakan pelepah daun kurma sebagai
sarana pemukul. Tidak disebutkan dalam hadits tersebut berapa
jumlah/bilangan dera yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap
orang yang mengkonsumsi khamr. Sampai suatu saat ketika Abu
Bakar ash-Shiddiq tampil menggantikan Rasulullah SAW sebagai
khalifah, beliau menerapkan sanksi dera terhadap peminum khamr
sebanyak 40 kali.
Hadits tersebut dijadikan landasan oleh kalangan Syafi'iyah
dalam menerapkan sanksi bagi peminum khamr, yaitu dengan
memberi pukulan sebanyak 40 kali. Kalangan ulama Syafi’iyah
yang menyatakan bahwa hukuman yang dikenakan kepada
peminum khamr berupa dera sebanyak 40 kali beralasan bahwa
praktek yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW
merupakan hujjah syar’i yang tidak boleh ditinggalkan dengan
perbuatan yang lain. Sementara itu, suatu ijma’ dianggap tidak
efektif apabila bertentangan dengan praktek/perbuatan Rasulullah
SAW.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas
lbnu Malik :

‫ع أن أَنس أَ َّن ان ي َّيب ص ََّل ﷲ عل أي يه و س َّمل كن ي أ ي‬


‫َض ُب يِف‬
‫الأخ أم ير يَب ين ّع يال واجل يريأ يد أَ أرب يع أْي وج َّ َُل أَب ُو ب أكر َأ أرب يع أْي‬
54﴾ ‫﴿ رواه مسمل‬

Artinya: “Dari Anas Ibnu Malik Bahwasanya Nabi


Muhammad SAW pernah memukul orang yang terkait

54
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Muassat al-Risalah, t.th), hlm. 87.
79

masalah khamr dengan alas kaki dan pelepah daun kurma


sebanyak empat puluh kali, dan Abu Bakar pun mendera
sebanyak empat puluh kali (terhadap orang yang meminum
khamr)”. (H.R. Muslim).

Sementara pada hadits kedua yang diriwayatkan oleh Imam


Muslim dari Anas lbnu Malik, baru disebutkan jumlah atau
bilangan dera yang pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW kepada
peminum khamr. Jumlah bilangan dera tersebut yaitu sebanyak 40
kali dengan menggunakan alas kaki dan pelepah daun kurma
sebagai sarana pemukul. Adapun praktek ini (sanksi dera bagi
peminum khamr sebanyak 40 kali) kemudian diteruskan oleh Abu
Bakar ash-Shiddiq ketika beliau menjadi khalifah.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad,


Abu Dawud dan Turmudzi dari Anas lbnu Malik :

‫َشب الأخ أمر‬


‫أَ َّن النَّ ي َّيب ص ََّل ﷲ عل أي يه وس َّمل ُا يِت يبر ُجل ق أد ي‬
‫فج ََّل يِب يريأد ت أ يْي أَنو أَ أرب يع أْي قال وفع ُل أَب ُو ب أكر ف َّمل كن ُُع ُر‬
‫يا أستشار النَّاس فقال ع أبدُ َّالر أ ٰمح ين اخ َّف الأ ُحدُ أو يد ثما ين أْي فأَمر‬
55﴾ ‫أأمحد و أأبو داود و الَتمذي‬ ‫يب يه ُُع ُر ﴿ رواه مسمل و‬
Artinya: “Pernah suatu ketika didatangkan kepada Nabi
Muhammad SAW seseorang yang telah minum (khamr), lalu
Nabi SAW mendera/mencambuk orang itu dengan dua
pelepah daun kurma sebanyak empat puluh kali. Lalu Anas
berkata: “Abu Bakar pun melakukan hal yang sama (dera
terhadap peminum khamr sebanyak empat puluh kali).
Ketika Umar (menjadi khalifah), ia bermusyawarah kepada
manusia (kalangan sahabat), lalu Abdurrahman berkata
had/sanksi paling ringan sebanyak delapan puluh kali,
kemudian Umar menyuruh menerapkan had tersebut

55
Al-Imam Aby Al-Husaini Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusairy Al-Naisabury, Shahih
Muslim, (Arabiyah: Darul Kutubi As-Sunah, 136 M), Juz 3, no. hadits. 1266, hlm. 1330.
80

(terhadap peminum khamr sebanyak delapan puluh kali)”.


(H.R. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi).

Pada hadits di atas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,


Ahmad, Abu Dawud, dan Turmudzi dari Anas lbnu Malik, nampak
disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendera peminum
khamr sebanyak 40 kali dengan menggunakan dua pelepah daun
kurma sebagai sarana pemukul, praktek ini (sanksi dera sebanyak
40 kali kepada peminum khamr) kemudian dilanjutkan oleh
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Namun ketika tampuk
pemerintahan beralih pada sayyidina Umar r.a. penerapan sanksi
dera bagi peminum khamr dilipatgandakan menjadi 80 kali.

Dari beberapa hadits di atas, nampak terdapat perbedaan


substansial berkenaan dengan penerapan sanksi apa yang diterapkan
kepada peminum khamr dan jumlah sanksi dera terhadap peminum
khamr. Di satu sisi terdapat hadits yang menyebutkan bahwa
jumlah kepastian sanksi bagi peminum khamr berupa pukulan, di
sisi lain terdapat hadits yang menyatakan bahwa sanksi yang
dikenakan kepada peminum khamr berupa dera sebanyak 40 kali.
Sementara terdapat hadits yang menjelaskan bahwa sanksi yang
dikenakan kepada peminum khamr yaitu dera sebanyak 80 kali.

b. Ta’zir
Diantara ulama yang berpendapat bahwa hukuman bagi
pemakai narkoba berupa hukuman ta’zir adalah Wahbah al-Zuhali. Al-
Zuhaili menjelaskan :

‫َشب ية الأمائيع ية كلأبن يج‬


‫ك ما يُ يزيأ ُل الأع أقل يم أن غ أ يْي أ َاْل أ ي‬
ُّ ُ ‫أي ُر ُم‬
‫والأح يشيأش ية و أ َاْلفأ ُي أو ين يلما يف أيا يم أن ضر ُمح يقّق وْل ضر وْل يضار يِف‬
81

‫أاْل أسَل يم ول يك أن ْل ُي ُّد يف أيا و َأَنَّ ا ليأس يف أيا َّّل ىة وْل طر ىب وي أد ُع أو ق يل أيلُها و‬
ِ
‫كثي أ ُْيها وان َّما يف أيا ت أع يزأي ىر‬
56

ِ
Artinya: “Diharamkan setiap yang dapat menghilangkan akal
(mabuk) walaupun tanpa diminum, seperti ganja, opiate, karena
jelas-jelas berbahaya. Adalah Islam telah melarang hal-hal yang
dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, tetapi tidak
dikenakan sanksi had bagi pelakunya, penyalahgunaan narkoba,
karena narkoba mengandung adiksi, karena itu hukumannya
adalah ta’zir”.

Wahbah al-Zuhaili menetapkan sanksi bagi penyalahguna


narkoba dengan argumen sebagai berikut :
a) Narkoba tidak ada pada masa Rasul
b) Narkoba lebih berbahaya dibandingkan khamr
c) Narkoba bukan diminum seperti halnya khamr
d) Narkoba mempunyai jenis dan macam yang banyak
sekali, masing-masing mempunyai jenis yang berbeda,
baik mabuk yang ditimbulkannya maupun bahayanya.

Pandangan ini berargumen dengan hadits yang diriwayatkan


oleh Imam Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi dari Anas
lbnu Malik seperti yang sudah disebutkan di atas. Lebih dari itu,
hadits tersebut juga dijadikan dasar/landasan oleh kalangan
Malikiyah, Hanafiyah dan kalangan Hanabilah, bahwa sanksi yang
dijatuhkan kepada peminum khamr berupa dera sebanyak 80 kali.

Sedangkan ulama Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanabilah


yang berpendapat bahwa sanksi bagi peminum khamr yaitu dera
sebanyak 80 kali mengemukakan pandangan/pendapat telah terjadi
ijma’ (kesepakatan dari para sahabat), dimana ketika itu dalam
musyawarah yang didalamnya di hadiri oleh kalangan sahabat dan

56
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Juz
VII, hlm. 184.
82

di antara sahabat yang hadir terdapat Abdurrahman lbn Auf. Ketika


itu Umar lbn al Khattab r.a. meminta pendapat/pandangan para
sahabat mengenai sanksi bagi peminum khamr. Lantas
Abdurrahman lbn Auf memberikan pandangan bahwa had yang
paling ringan/rendah sebanyak 80 kali. Lantas dalam forum
musyawarah tadi menyepakati (terjadi ijma’) hukuman 80 kali dera
kepada peminum khamr. Sedangkan ijma’ merupakan salah satu
dalil hukum yang dapat dijadikan landasan hukum.57

Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa terjadinya


musyawarah tersebut dilatarbelakangi oleh sepucuk surat yang di
kirim oleh Khalid Ibn al-Walid kepada Umar Ibn al Khattab r.a.,
dan Umar r.a. membacakan isi surat itu dihadapan sahabat Anshar
dan Muhajirin. Inti dari isi surat itu bahwa ketika itu orang-orang
kian terlena dengan minuman keras (khamr), dan mereka kian
menganggap remeh hukuman/sanksi meminum khamr. Lalu timbul
ide bagaimana seandainya hukuman bagi peminum khamr
ditambah/dilipatgandakan.58

Mengingat bahwa status hukum narkoba mengacu pada


ketentuan yang terdapat dalam status hukum khamr, maka
pemberlakuan sanksi bagi pengguna narkoba juga mengacu pada
sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan sanksi bagi peminum
khamr. Artinya, pengguna narkoba dikenakan sanksi dera sebanyak
40kali.

57
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba: Dalam Perspektif Hukum Islam dan Pidana
Nasional, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm. 78.
58
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba: Dalam Perspektif Hukum Islam dan Pidana
Nasional, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm. 78.
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PERADILAN TENTANG PENYALAHGUNAAN
NARKOBA OLEH PRAJURIT TNI

A. Tinjauan Tentang Susunan Pengadilan Dan Proses Penyelesaian Perkara


Dalam Lingkungan Peradilan Militer
1. Susunan Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Militer
Mengenai susunan pengadilan yang terdapat didalam lingkungan
peradilan militer dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1. Pengadilan Militer, yaitu berwenang memeriksa dan memutus pada
tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya berpangkat
Kapten kebawah. Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, bahwa kekuasaan
pengadilan militer yaitu pengadilan militer memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya
adalah :
a. Prajurit yang berpangkat kapten kebawah
b. Mereka yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1
huruf b dan huruf c yang terdakwanya termasuk dalam
tingkat kepangkatan kapten kebawah
c. Mereka berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili
oleh pengadilan militer.

2. Pengadilan Militer Tinggi, yaitu berwenang memeriksa dan


memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya
berpangkat Mayor keatas dan memeriksa serta memutus pada
tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan
Militer yang dimintakan banding, selain itu Pengadilan Militer
Tinggi berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

83
84

3. Pengadilan Militer Utama, yaitu berwenang memeriksa dan


memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata
Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat
pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.

4. Pengadilan Militer Pertempuran, yaitu berwenang memeriksa dan


memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang
dilakukan di daerah pertempuran, Pengadilan Militer Pertempuran
bersifat mobile, mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta
berdaerah hukum di daerah pertempuran. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 45
dan Pasal 46, bahwa kekuasaan pengadilan militer pertempuran
yaitu :
a. Pasal 45, bahwa pengadilan militer pertempuran memeriksa
dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir perkara
pidana yang telah dilakukan oleh mereka sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 di daerah pertempuran.
b. Pasal 46, bahwa pengadilan militer pertempuran bersifat
mobile mengikuti gerakan pertempuran dan berkedudukan
serta berada di daerah pertempuran.

2. Proses Penyelesaian Perkara Dalam Lingkungan Peradilan Militer


Dalam hal prosedur penyelesaian perkara di lingkup Peradilan Militer
pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan proses di pengadilan pidana pada
umumnya, yaitu meliputi tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di depan
Pengadilan dan yang terakhir adalah tahap eksekusi.

Namun, di lingkup peradilan militer, dalam setiap tahap tersebut


memiliki ciri khas yang menandakan kekhasan dari peradilan militer itu
sendiri. Misalnya, dalam proses penyidikan, tidak hanya dilakukan oleh Polisi
Militer akan tetapi penyidikan dapat juga dilakukan oleh Oditur, Ankum. Dan
85

dapat pula dilakukan oleh kepolisian atau pegawai negeri sipil yang diberikan
kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

Peranan penegak hukum sendiri dalam proses penyelesaian perkara


tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh Anggota Militer, dibagi atas
beberapa tahap yaitu: 1) Penyidikan; 2) Penuntutan; 3) Pemeriksaan di depan
Pengadilan Militer; 4) Eksekusi.

1) Tahap Penyidikan
Proses penyelidikan dan penyidikan dalam Hukum Acara
Pidana Militer (HAPMIL) tidak membedakan secara pengertian, jadi
pada hakikatnya tidak ada perbedaannya dengan penyelidikan dan
penyidikan pada pidana umum. Pada tahapan pelaksanaan penyelidikan
tidak secara khusus juga diatur dalam Hukum Acara Pidana Militer
(HAPMIL), karena dalam militer yang memegang fungsi penyelidikan
adalah Komandan yang pelaksanaannya dipegang oleh Polisi Militer
(POM), namun disisi lain Perwira Penyerah Perkara (Papera) juga
mempunyai peran untuk melakukan penyelidikan akan tetapi ditujukan
kepada atasan yang berhak menghukum (Ankum).

2) Tahap Penuntutan
Wewenang penuntut pada umumnya dipegang oleh penuntut
umum sebagai monopoli, artinya tidak ada badan lain yang boleh
melakukan itu atau dikenal dengan istilah “Dominus Litis”, asas
tersebut menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak
melakukan penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolut dan
monopoli, karena Penuntut Umum lah satu-satunya lembaga yang
memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara
pidana, Hakim sekalipun tidak bisa meminta supaya perkara pidana
yang terjadi diajukan kepadanya, Hakim dalam penyelesaian perkara
hanya bersifat pasif dan menunggu tuntutan dari penuntut umum.
Dalam lingkup Pengadilan Militer sendiri dalam tahap penuntutan di
86

pegang oleh Oditur, yaitu penuntut umum, terutama dalam pengadilan


militer. Fungsinya seperti jaksa dalam peradilan militer yang dilain hal
mempunyai kewenangan juga untuk melakukan penyidikan. Akan
tetapi oditur dalam proses penuntutan tidak sepenuhnya menjadi
kewenangannya. Seperti halnya pada tahap pelimpahan perkara ke
pengadilan, dalam lingkup Peradilan Militer penyerahan perkara
dipegang oleh Perwira Penyerah Perkara atau disebut sebagai
“PAPERA”.

3) Tahap Pemeriksaan di Pengadilan


Dalam tahapan pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika
terdapat ketentuan yang harus diperhatikan, karena didalam Peradilan
Militer berlaku beberapa jenis peradilan yang telah ditentukan perannya
masing-masing. Kepala Pengadilan Militer sebagai penentu dalam
pemeriksaan, apakah ini termasuk wewenang Pengadilan Militer
ataukah Pengadilan Tinggi. Kewenangan Pengadilan Militer untuk
mengadili ada pada anggota militer yang berpangkat Kapten kebawah,
sedangkan Pengadilan Militer Tinggi mengadili tingkat pertama
terdakwa yang berpangkat Mayor keatas dan mengadili tingkat kedua
perkara banding dari Pengadilan Militer.

4) Tahap Eksekusi atau Putusan


Tahap pelaksanaan putusan pengadilan setelah putusan hakim
berkekuatan hukum tetap, maka eksekusi bagi terpidana militer yang
tidak dikenakan hukuman tambahan berupa pemecatan dilaksanakan di
Pemasyarakatan Militer, sedangkan bagi terpidana yang mendapat
hukuman tambahan berupa pemecatan, eksekusinya dilaksanakan di
Lembaga Pemasyarakatan Umum.
87

B. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Tindak Pidana


Penyalahgunaan Narkoba Oleh Anggota TNI Berdasarkan Putusan
Pengadilan Militer I-02 Medan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017
1. Posisi Kasus
Berdasarkan putusan Pengadilan Militer Medan, bahwa terdakwa
Muliady pada tahun 1989 masuk Militer melalui pendidikan Secata di Rindam
I/BB Pematangsiantar, setelah lulus di lantik dengan pangkat Prada dan
ditugaskan di Yonif Linud 100/PS, pada tahun 2003 dimutasikan ke Yonif
121/MK, pada tahun 2004 dimutasikan ke Yonif 126/KC dan pada tahun 2007
dimutasikan ke Kodim 0209/LB kemudian pada tahun 2013 mengikuti
pendidikan Secaba di Rindam I/BB Pematangsiantar lulus di lantik dengan
pangkat Serda dan kembali ditempatkan di Kodim 0209/LB sampai dengan
melakukan tindak pidana dalam perkara ini masih berdinas aktif dengan
pangkat Serda NRP 632492 jabatan Babinsa Koramil 04/Labuhan Bilik.1

Sesuai dengan kronologis kejadian yang telah dicantumkan dalam


putusan pengadilan bahwa terdakwa Muliady pada tanggal 10 Januari 2016
sekira pukul 15.00 WIB hendak ingin berkunjung kerumah temannya yang
bernama Ahmad Saidi Pasaribu (yang bertindak pula sebagai saksi di
pengadilan), awalnya memang terdakwa tidak ada niatan untuk melakukan
perbuatan yang terlarang itu (mengkonsumsi narkoba). Ketika terdakwa
sampai di rumah saudara Ahmad Saidi Pasaribu, lalu temannya itu mengajak
terdakwa ke belakang rumahnya untuk sekedar mengobrol, dan kebetulan juga
di belakang rumah saudara Ahmad Saidi Pasaribu terdapat kandang ayam
miliknya yang kebetulan ada beberapa ayam miliknya yang akan diadu.2

Setelah pembicaraan yang cukup lama, maka timbullah pikiran saudara


Ahmad Saidi Pasaribu yang tiba-tiba secara iseng menawarkan kepada
terdakwa apakah mau mencoba memakai sabu-sabu. Dan pada saat itu
kebetulan si terdakwa langsung merespon dengan menerimanya tanpa berpikir

1
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 3.
2
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 6.
88

panjang terlebih dahulu dengan pertimbangan karena terdakwa adalah seorang


yang di pandang masyarakat, dan terlebih lagi terdakwa adalah perangkat
negara yaitu anggota TNI. Akhirnya, saudara Ahmad Saidi Pasaribu
meninggalkan terdakwa yang masih duduk di sekitar kandang ayam sambil
nenunggu saudara Ahmad Saidi Pasaribu untuk membeli sebuah paket sabu-
sabu. Kemudian saudara Ahmad Saidi Pasaribu pergi menemui Sdr. Boy di
desa Pulau Jantan Kec. NA IX-X Kab. Labuhanbatu Utara guna membeli 1
(satu) paket kecil sabu seharga Rp. 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah).3

Setelah paket sabu-sabu tersebut didapatkan, kemudian saudara Ahmad


Saidi Pasaribu kembali menemui terdakwa yang masih duduk di belakang
rumahnya dekat kandang ayam. Dan akhirnya pada pukul 15.00 saudara
Ahmad Pasaribu beserta terdakwa langsung menggunakan sabu-sabu tersebut
dengan cara di hisap secara bergantian menggunakan alat hisap sabu (bong)
yang saudara Ahmad Pasaribu rakit sendiri yang terbuat dari botol larutan
penyegar cap kaki tiga dan kaca pirex.

Hingga pada akhirnya di tanggal 15 Maret 2016 Kodim 0209/LB


bekerjasama dengan RSUD Rantauprapat melaksanakan test urine terhadap
anggota Kodim 0209/LB dan jajarannya berjumlah sekitar 70 (tujuh puluh)
orang dengan menggunakan alat rapit tes Narkoba Multi Screen yang
disiapkan oleh satuan Kodim 0209/LB, sedangkan pihak RSUD daerah hanya
menyiapkan botol ukuran kecil/tabung sebanyak 70 (tujuh puluh) tabung
sebagai wadah untuk menampung urine anggota yang akan di periksa dan pada
saat pemeriksaan disaksikan langsung oleh Kapten Czi PH. Purba Dandenintel
Kodim 0209/LB dan Dr. Hj. Ernawaty Hasibuan, Sp. PK, dokter dari RSUD
Rantauprapat.4
Sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Dr. Hj. Ernawaty
Hasibuan, Sp. PK, dari pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh puluh) orang
personil Kodim 0209/LB hasilnya hanya urine milik Serda Muliady yang

3
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 6.
4
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 7.
89

positif mengandung Amphetamine. Maka selanjutnya pada tanggal 19 Maret


2016, terdakwa diserahkan ke Subdenpom I/1-2 Rantauprapat untuk di proses
sesuai dengan ketentuan hukum.5

2. Tuntutan Hukum Oditur Militer


Di dalam ketentuan peradilan militer ada sedikit perbedaan dengan
peradilan umum yang biasa kita kenal, apabila dalam peradilan umum yang
menyusun surat dakwaan adalah jaksa penuntut umum, maka dalam peradilan
militer yang menyusun surat dakwaan adalah oditur militer (jaksa penuntut
umum di lingkup peradilan militer).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1997


Tentang Peradilan Militer, menyebutkan Oditur Militer dan Oditur Militer
Tinggi yang selanjutnya disebut Oditur adalah pejabat yang diberi wewenang
untuk bertindak sebagai penuntut umum, sebagai pelaksana putusan atau
penetapan Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum dalam perkara pidana, dan sebagai penyidik
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Dalam Undang-Undang tersebut
sangat jelas bahwa dalam penyelesaian perkara di lingkungan peradilan militer,
tidak di kenal penuntut umum namun lebih di kenal sebagai oditur, namun
dalam pelaksanaannya tugas oditur sama dengan penuntut umum.

Dalam perkara ini terdakwa di dakwa oleh penuntut umum (oditur


militer) dengan pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika. Maka dari itu Oditur Militer memohon agar Majelis
Hakim menghukum terdakwa dengan :
1) Pidana pokok : Penjara selama 1 (satu) 6 (enam) bulan.
Dikurangkan selama terdakwa menjalani penahanan sementara.
2) Pidana tambahan : Di pecat dari dinas militer. Dan memohon agar
terdakwa di tahan.6

5
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 4.
6
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 2.
90

Dengan juga melampirkan beberapa barang bukti yang berupa :


1) Barang, berupa 1 (satu) buah rabit test Narkotika Multi Screen An.
Serda Muliady.
2) Surat-surat :
a) 3 (tiga) lembar daftar hasil pemeriksaan test urine personil
Kodim 0209/LB yang dikeluarkan oleh Direktur RSUD
Rantauprapat tanggal 15 Maret 2016.
b) 2 (dua) lembar Berita Acara Analisis Laboratorium barang
bukti urine Nomor Lab : 3326/NNF/2016 tanggal 28 Maret
2016 an. Serda Muliady.
c) 1 (satu) lembar foto/gambar barang bukti 1 (satu) buah rapit
test Narkoba Multi Screen an. Serda Muliady.7

3. Amar Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan


Adapun dalam hal putusan Majelis Hakim, terdakwa Muliady terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, yaitu “Tanpa
hak dan melawan hukum menyalahgunakan Narkotika Golongan I bagi diri
sendiri”. Yang kemudian pada akhirnya terdakwa Muliady di pidana dengan
ketentuan :
Pidana pokok : Penjara selama 1 (satu) Tahun. Menetapkan selama
Terdakwa berada dalam tahanan perlu dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan.

Pidana tambahan : Di pecat dari dinas Militer. Dengan alat bukti yang
sama yang menjadi acuan Majelis Hakim.8

7
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 2.
8
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 16.
91

C. Analisis Putusan Menurut Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana


Islam

Pemidanaan merupakan suatu proses, proses tersebut diartikan sebagai


tahap penetapan sanksi dan tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana, yang
mana diperlukan suatu peranan Hakim. Hakim bertugas untuk mengkonkritkan
sanksi pidana yang ada pada suatu peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi
orang tertentu dengan kasus tertentu demi terwujudnya suatu tujuan pemidanaan. 9
Maka menurut penulis bahwa pemidanaan militer berupa penghukuman terhadap
para anggota TNI pelaku tindak pidana di lingkup militer.

Sebagai suatu hukum pidana khusus, sistem pemidanaan dalam


KUHPMiliter menetapkan pidana utama dan pidana tambahan dengan tidak
adanya penjatuhan pidana denda. Sistem pemidanaan mulai bekerja pada saat
hakim menjatuhkan pidana pada seorang pelaku tindak pidana sampai ia
dinyatakan bebas dari pidananya tersebut. Akan tetapi seorang anggota TNI yang
tindak pidananya jenis pidana narkotika, maka berlaku peraturan perundang-
undangan yang mengakomodir segala bentuk tindak pidana narkotika, dikarenakan
peraturan perundang-undangan yang tidak diatur dalam KUHPMiliter masih tetap
berlaku bagi anggota militer. Maka dalam hal ini jenis undang-undang yang sesuai
untuk memberikan sanksi yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Adapun di dalam putusan dengan terdakwa Muliady, pasal yang digunakan
oleh Majelis Hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa yakni pasal 127
ayat (1) huruf “a”, yang berbunyi “Setiap Penyalah Guna: Narkotika Golongan I
bagi diri sendiri di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
Terdakwa Muliady dalam hal ini sudah jelas bahwa terdakwa telah melakukan
penyalahgunaan narkotika dengan cara mengkonsumsi secara langsung tanpa ada
tujuan untuk pengobatan dan juga tanpa ada surat izin yang melegalkan. Terdakwa
Muliady dalam hal ini telah mengkonsumsi narkoba jenis sintetis, yang mana pada

9
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,
1987), hlm. 86-87.
92

ketentuan Undang-Undang Narkotika jenis narkoba ini masuk kedalam narkotika


golongan I yang berefek sangat tinggi bagi penggunanya. Terdakwa Muliady telah
mengkonsumsi narkotika jenis sabu-sabu, atau istilah latinnya dinamakan dengan
“Amphetamine”. Maka dalam ketentuan Pasal 127 ayat (1) huruf “a” pelaku
penyalahguna narkoba dapat di pidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun.
Dalam putusan Pengadilan Militer Medan Nomor 55-K/PM I-
02/AD/IV/2017 tentang tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Muliady
sebagai anggota kesatuan Kodim 0209/ Labuhan Bilik Babinsa Ramil 04/Labuhan
Bilik yang dijatuhi pidana penjara oleh Majelis Hakim selama 1 (satu) tahun, dan
juga berupa pemecatan dari dinas militer. Yang menjadi pertimbangan hakim
dalam memutus perkara ini yaitu :
Hal-hal yang meringankan :
a. Terdakwa berterus terang sehingga memperlancar jalannya sidang.
b. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi
lagi.

Hal-hal yang memberatkan :


a. Perbuatan Terdakwa terlibat menyahgunakan Narkotika tidak
mendukung program pemerintah yang menyatakan perang terhadap
Narkoba.
b. Perbuatan Terdakwa dapat berpengaruh buruk terhadap disiplin satuan
dan prajurit yang lain serta merusak citra TNI di masyarakat.10

Menurut penulis, mengenai putusan tersebut sangatlah ringan, melihat


seorang hakim dalam memutus perkara ini harus mengikuti dan memahami nilai-
nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sedangkan hukum yang hidup dalam
masyarakat tentang narkotika sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009. Padahal sudah jelas bahwasanya di dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada pasal 127 ayat (1) huruf “a”
menyebutkan bahwa setiap pelaku pelaku penyalah guna narkoba pada Golongan I
10
Berdasarkan putusan pengadilan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017, hlm. 15.
93

di pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, itu artinya Majelis Hakim
diperbolehkan memilih jarak waktu penahanan penjara dari waktu yang tidak
ditentukan secara minimal hingga waktu maksimal yakni 4 (empat) tahun.

Menurut penulis, sanksi pidana penjara yang dijatuhkan oleh Hakim


terbilang masih ringan. Terlebih lagi, ketika proses pemeriksaan di pengadilan ada
fakta lain yang menguatkan bahwasanya terdakwa sering mengkonsumsi
Narkotika jenis sabu-sabu dan jika mengkonsumsi narkotika pikiran Terdakwa
menjadi tenang. Di sini sudah jelas bahwasanya perilaku terdakwa sudah termasuk
parah, seharusnya dengan status terdakwa yang sebagai anggota TNI menjadi
tauladan bagi masyarakat, dan juga menjadi pelopor utama negara dalam
memerangi segala macam kejahatan narkoba. Maka penulis menilai bahwa
Terdakwa masih dapat dijatuhkan sanksi pidana yang lebih berat lagi.

Menjatuhkan sanksi pidana yang efektif terhadap anggota militer


bermaksud agar pelaku anggota TNI merasa takut akan hukum yang berlaku di
Indonesia, dan juga bertujuan memberikan efek jera yang membuat para pelaku
tindak pidana oleh anggota TNI tidak akan pernah mengulangi perbuatannya lagi.
Adapun tujuan pemidanaan militer yaitu sebagai berikut :11
1. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan
norma hukum demi pengayoman anggota militer.
2. Untuk melakukan pembinaan kepada pelaku tindak pidana agar
menjadi militer yang baik, berguna dan berdisiplin.
3. Memasyarakatkan terpidana dengan suatu pembinaan sehingga menjadi
orang yang lebih baik dan berguna, dengan cara mendidiknya agar
berpedoman pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang berlaku di
kalangan TNI.
4. Untuk memberikan efek jera terhadap terpidana agar di kemudian hari
tidak melakukan kejahatan lagi.

11
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana,
2011), hlm. 141.
94

5. Membebaskan rasa bersalah pada militer yang telah melakukan tindak


pidana.

Sesuai dengan beberapa teori yang terdapat di dalam ketentuan


pemidanaan, maka penulis menilai teori yang sesuai yang dapat diterapkan pada
putusan pengadilan tersebut yaitu menggunakan teori absolut (pembalasan). Yang
di mana ketentuannya yaitu setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana (tidak
boleh tidak, tanpa tawar menawar). Seseorang mendapat pidana karena telah
melakukan kejahatan. Maka, pemberian pidana di sini ditujukan sebagai bentuk
pembalasan terhadap orang yang telah melakukan kejahatan atau sebagai bentuk
pembalasan yang diberikan oleh negara yang bertujuan untuk memberikan efek
jera bagi penjahat, akibat dari perbuatannya.

Di dalam putusan pengadilan tersebut, Majelis Hakim juga mejatuhkan


sanksi pidana tambahan, yakni berupa pemecatan dari dinas militer, dikarenakan
hukuman tambahan tidak mungkin dapat dijatuhkan tanpa hukuman pokok. Hal ini
telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam KUHPMiliter mengenai
beberapa jenis sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anggota TNI yang
melakukan tindak pidana. Janis pidana tambahan di dalam KUHPMiliter
disebutkan diantaranya yaitu: 1) Pemecatan Dari Dinas Militer Dengan Atau
Tanpa Pencabutan Haknya Untuk Memasuki Angkatan Bersenjata, 2) Penurunan
Pangkat, dan 3) Pencabutan Hak-Hak Yang Disebut Pada Pasal 35 ayat (1) Pada
Nomor 1, 2, dan 3 KUHP.
Menurut penulis, penjatuhan sanksi pidana tambahan yang berupa
pemecatan dari dinas militer di nilai sudah sangat tepat. Ukuran penjatuhan pidana
pemecatan dikarenakan pertimbangan Hakim Militer mengenai kejahatan yang
dilakukan oleh terdakwa atau terpidana yang di nilai tidak layak lagi untuk
bergabung dalam kehidupan militer. Penulis menilai bahwasanya seorang mantan
terpidana narkotika sangat sulit untuk sembuh dari penyakit narkotika tersebut, dan
bila seorang prajurit TNI mantan terpidana narkotika kembali ke kesatuan setelah
menjalani pidana penjaranya dan tidak dipisahkan dari kehidupan masyarakat
militer, maka keberadaan mantan terpidana narkotika di kesatuan militer akan
95

menggoncangkan sendi-sendi ketertiban masyarakat militer, dan adanya potensi


menularkan penyakit narkotika kepada anggota-anggota satuan lainnya. Oleh
karena itu, terdakwa harus dipisahkan dari kehidupan masyarakat militer, untuk
mencegah potensi-potensi yang akan menggoncangkan ketertiban disiplin
masyarakat militer dikemudian hari.

Adapun tindak pidana yang dapat dijatuhkan pidana tambahan pemecatan


dari dinas militer sesuai dengan penekanan Pimpinan TNI adalah sebagai berikut :
1. Tindak pidana narkotika
2. Penyalahgunaan senjata api
3. Tindak pidana illegal loging
4. Desersi
5. Insubordinasi
6. Pelanggaran susila dengan keluarga besar TNI
7. Perkelahian antar angkatan
8. Pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun ke atas.

Berdasarkan klasifikasi di atas, jenis tindak pidana narkotika berada di


urutan pertama, itu artinya kejahatan narkotika di lingkungan militer menjadi
tindak pidana yang paling serius untuk diawasi dan sebisa mungkin di cegah
keberadaannya di kehidupan para prajurit TNI. Maka dengan analisis yang telah
penulis paparkan di atas, penulis memiliki cara pandang tersendiri dalam
menyikapi kejahatan narkotika yang telah dilakukan oleh terdakwa Muliady.
Penulis menilai bahwasanya penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kejahatan
yang telah dilakukan oleh terdakwa Muliady yaitu sesuai dengan pasal 127 ayat
(1) huruf “a”, dengan pidana pokok pidana penjara yakni 2 (dua) tahun 6 (enam)
bulan penjara, dan juga pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.

Adapun menurut ketentuan Hukum Pidana Islam, istilah narkoba tidak


disebutkan secara langsung di dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah. Dalam Al-
Qur’an hanya menyebutkan istilah khamr. Meskipun demikian, dalam teori ilmu
fiqh bila suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan
96

melalui metode qiyas (analogi hukum).12 Namun menurut sebagian ulama status
keharamannya disamakan dengan khamr. Ibnu Taimiyah mendefinisikan khamr
sebagai sesuatu yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an yang apabila dikonsumsi
bisa membuat mabuk, baik yang terbuat dari kurma maupun dari zat lainnya, dan
tidak ada batasan bahwa yang memabukkan hanya terbuat dari anggur saja.
Sedangkan Sayyid Sabiq memiliki pendapat bahwa sesungguhnya ganja itu haram,
diberikan had atau sanksi terhadap orang yang menggunakannya sebagaimana
diberikan had bagi peminum khamr, di tinjau dari zatnya yang dapat merusak otak,
sehingga pengaruhnya bisa menjadikan lelaki seperti banci dan pengaruh jelek
lainnya. Ganja dapat menyebabkan seseorang berpaling dari mengingat Allah dan
menunaikan shalat. Dan ia termasuk kategori khamr yang secara lafadz dan makna
telah diharamkan Allah dan Rasul Nabi Muhammad SAW.13

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat (ikhtilaf) atau juga dapat disebut
tidak ada kecocokan dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku pemakai narkoba,
ada yang berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku pemakai narkoba adalah had, dan
ada yang berpendapat ta’zir. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sanksi bagi
pemakai narkoba adalah had, seperti sanksi bagi peminum khamr. Ibnu Taimiyah
menjelaskan dalam kitabnya :

14‫الأخم ير‬
‫أ‬ ‫َأ َّن الأح يشيأشة حرا ىم ُي ُّد ُمتنا يولُها َك ُي ُّد شا ير ُب‬
Artinya: “Sesungguhnya ganja itu haram, dikenakan sanksi bagi orang yang
menyalahgunakannya sebagaimana dijatuhkan had bagi peminum khamar”.

Dari uraian hadits di atas terlihat bahwa Ibnu Taimiyah menetapkan sanksi
had bagi pemakai narkoba karena menganalogikan narkoba dengan khamr, dengan
illat bahwa khamr dan narkoba sama-sama dapat memabukkan dan merusak akal.

12
Nasrun Harun, Ushul Fiqh, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997), Cet. ke-1, hlm. 64.
13
Lateefah Kasamasu, dkk, Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-karya
Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah. Vol. 18. No. 1, 2017. hlm. 44.
14
Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa Ibnu Taimiyah, (Beirut: dar al-Arabiyah,
1987), hlm. 34.
97

Sehingga dengan demikian hukum yang melekat pada khamr juga melekat pada
narkoba.
Ulama fiqh telah sepakat bahwa menghukum pemakai narkoba wajib, dan
hukumnya berbentuk deraan. Ulama hanya berbeda pendapat tentang jumlah
deraan. Penganut Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan 80 kali dera, sedangkan
Imam Syafi'i menyatakan 40 kali dera.

Imam Ahmad mengatakan terdapat dua riwayat, salah satu riwayat itu
adalah 80 kali pukulan, ia sepakat dengan mengikuti Imam Hanafi dan Maliki.
Dasarnya adalah ijma’ sahabat. Bahwa Umar pernah mengadakan musyawarah
dengan masyarakat mengenai hukuman peminum khamr. Pada waktu
Abdurrahman bin ‘Auf mengatakan bahwa minuman yang dimaksud harus
disamakan dengan hukuman yang teringan dalam bab hukuman yakni 80 kali
pukulan.
Riwayat lain menyatakan hukuman itu 40 pukulan. Ini di pegang oleh Abu
Bakar dan Imam Syafi’i. Didasarkan pada saat Rasulullah SAW dihadapkan
kepada seseorang yang meminum khamr, orang itu di pukul oleh beliau sebanyak
40 kali. Keadaan ini berlangsung/berulang sebanyak 4 kali, dan mencabut
hukuman mati atas orang itu.15

Selain itu, ada pula sebagian ulama yang berpendapat hukuman bagi
pemakai narkoba adalah hukuman ta’zir. Di antara ulama yang berpendapat bahwa
hukuman bagi pemakai narkoba berupa hukuman ta’zir adalah Wahbah al-Zuhali.
Al-Zuhaili menjelaskan :

15
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm.
270.
98

‫َشب ية الأمائيع ية كلأبن يج والأح يشيأش ية‬


‫ك ما يُ يزيأ ُل الأع أقل يم أن غ أ يْي أ َاْل أ ي‬
ُّ ُ ‫أي ُر ُم‬
‫و أ َاْلفأ ُي أو ين يلما يف أيا يم أن ضر ُمح يقّق وْل ضر وْل يضار يِف أاْل أسَل يم ول يك أن ْل‬
ِ
16‫ب وي أد ُعو ق يليلُها و كثي أ ُْيها وان َّما يف أيا تع يزير‬
‫ُي ُّد يف أيا وأََنَّ ا ليأس يف أيا َّّل ىة وْل طر ى‬
‫أ أى‬ ‫أ أ‬
ِ
Artinya: “Diharamkan setiap yang dapat menghilangkan akal (mabuk) walaupun
tanpa diminum, seperti ganja, opiate, karena jelas-jelas berbahaya. Adalah Islam
telah melarang hal-hal yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain,
tetapi tidak dikenakan sanksi had bagi pelakunya, penyalahgunaan narkoba,
karena narkoba mengandung adiksi, karena itu hukumannya adalah ta’zir”.

Wahbah al-Zuhaili menetapkan sanksi bagi penyalahguna narkoba dengan


argumen sebagai berikut :
a. Narkoba tidak ada pada masa Rasul
b. Narkoba lebih berbahaya dibandingkan khamr
c. Narkoba bukan diminum seperti halnya khamr
d. Narkoba mempunyai jenis dan macam yang banyak sekali, masing-
masing mempunyai jenis yang berbeda, baik mabuk yang
ditimbulkannya maupun bahayanya.

Dalam analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Militer


Medan Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017 tentang tindak pidana narkotika yang
dilakukan oleh anggota militer, penulis berpendapat bahwa sanksi yang tepat yang
dapat dijatuhkan terhadap Terdakwa yaitu sanksi berupa dera sebanyak 80 kali.
Karena Terdakwa tidak hanya menyalahgunakan Narkotika, tetapi pekerjaannya
sebagai anggota militer yang seharusnya memberikan contoh baik kepada
masyarakat, menjadi salah satu alasan memperberat hukumannya.

Karena menurut penulis, Terdakwa tidak hanya menyalahgunakan


narkotika, tetapi pekerjaannya sebagai anggota militer yang seharusnya
memberikan contoh baik kepada masyarakat, menjadi pelopor utama dalam

16
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Juz
VII, hlm. 184.
99

memerangi kejahatan narkotika, menjadi tercoreng dan merusak nama baik sendiri
maupun instansi.
Dengan demikian, penulis berpendapat bahwasanya tinjauan berdasarkan
ketentuan Hukum Pidana Islam terhadap tindak pidana narkotika pada putusan
Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017 adalah mendapatkan sanksi Had berupa 80 kali
dera.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan juga
analisis penulis mengenai putusan peradilan tentang kasus tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI, maka penulis dapat
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada penelitian kali ini, penulis menilai bahwasanya apa yang telah
dipertimbangkan oleh Majelis Hakim di dalam putusan Pengadilan
Militer Nomor 55-K/PM I-02/AD/IV/2017 tidaklah komprehensif.
Majelis Hakim tidak memperhatikan fakta-fakta lain yang telah
terungkap di persidangan yang telah Terdakwa Muliady jelaskan dan
berterus terang. Terdakwa Muliady mengakui bahwasanya ia sudah
sangat sering mengkomsumsi narkoba jenis sabu-sabu jauh sebelum
kejadian hingga sampai perbuatan Terdakwa terungkap karena adanya
pemeriksaan dari pihak atasan.

2. Adapun dalam hal penjatuhan sanksi oleh Majelis Hakim terhadap


Terdakwa Muliady, penulis menilai masih sangatlah ringan. Majelis
Hakim menjatuhkan sanksi Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun, dan
Pidana Tambahan berupa pemecatan dari dinas militer, sedangkan di
dalam ketentuan Pasal 127 ayat (1) huruf “a” Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah jelas bahwasanya hukuman
maksimal yang dapat djatuhkan yaitu 4 (empat) tahun. Apalagi dengan
status Terdakwa sebagai prajurit TNI yang notabene memerangi segala
bentuk kejahatan narkotika malah terjerumus ke dalam penyalahgunaan
narkotika, hal tersebut mengindikasikan bahwa Terdakwa bukanlah
seorang prajurit yang baik karena memiliki sikap mental yang tidak
baik yang cenderung melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku.

100
101

Maka penulis memiliki pendapat lain dengan apa yang telah dijatuhkan
oleh Majelis Hakim, penulis berpendapat bahwa sanksi yang sangat
tepat bagi Terdakwa Muliady yaitu Pidana Penjara 2 (dua) tahun 6
(enam) bulan, dan Pidana Tambahan berupa pemecatan dari dinas
militer. Kemudian dalam hal konteks sanksi yang tepat menurut
Hukum Pidana Islam yaitu hukuman Had berupa cambuk sebanyak 80
kali.

B. Rekomendasi
Setelah memaparkan beberapa kesimpulan di atas, penulis menilai sangat
perlu untuk memberikan beberapa rekomendasi dari permasalahan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika di lingkungan militer yang telah banyak dipaparkan
pada pembahasan di skripsi ini, agar tidak ada lagi nantinya para prajurit TNI yang
terjerumus ke dalam kejahatan narkotika di kemudian hari. Di antaranya yaitu :

1. Menurut penulis, pihak aparat penegak hukum dalam hal ini yaitu
Majelis Hakim seharusnya lebih jeli ketika melihat fakta-fakta yang
terungkap selama persidangan. Dan juga Majelis Hakim harus lebih
berani dalam menjatuhkan sanksi yang lebih berat lagi berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku, agar para pelaku penyalahgunaan
narkoba benar-benar jera.

2. Dalam hal pemerintah, penulis menyarankan agar lebih berkontribusi


dan berperan aktif dalam memerangi segala bentuk kejahatan narkotika
di negara Indonesia ini, di mulai dari sosialisasi bahayanya hingga
pemberantasan para bandar narkoba, baik yang berada di dalam negeri
atau bahkan yang berasal dari luar negeri.

3. Penulis juga menyarankan agar segenap masyarakat turut serta dalam


memberantas kejahatan narkotika yang terdapat di sekitar lingkungan
tempat tinggalnya. Masyarakat harus lebih berani melaporkan setiap
jenis kejahatan narkotika yang ada di lingkungan tempat tinggalnya
102

kepada pihak kepolisian, maka dengan begitu segala bentuk kejahatan


narkotika dapat di minimalisir keberadaannya bahkan sampai benar-
benar habis.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Al, Anshari, Jamluddin Muhammad Ibnu Al-Manzhur. (1981). Lisan al 'Arab.


Libanon: Dar al Ma’arif.
Al, Ghirnaati, Muhammad Ibnu Yusuf Al-Andalusi. (1992). Al Bahr al Muhih fi al
Tafsir. Beirut: Dar al Fikr.
Al, Nasafi, Abdullah Ibn Ahmad. (2001). Tafsir al Nasafi. Beirut: Dar al Kutub al
‘Ilmiyah.
Al, Qasimi, Muhammad Jamaluddin. (1998). Tafsir al Qasimi. Beirut: Dar al fikr.
Al, Shabuni, Muhammad Ali. (1999). Rawa’i al bayan Tafsir Ayat al Ahkam min
Al-Qur’an. Beirut: dar al-Fikr.
Al, Bukhari, Imam. (t.th). Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar Muassat al-Risalah.
Al, Hajjaj, Muslim. (t.th). Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Muassat al-Risalah.
Al, Sijistani, Abu Dawud. (1984). Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar al-Muassat al-
Risalah.
Al, Zuhaili, Wahbah. (1997). Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh. Beirut: Dar Al-Fikr
Al-Ma’ashir.
Al, Zuhaili, Wahbah. (1998). Al Fiqh al-Islami Wa Adillatuh. Beirut: Dar al Fikr.
Al, Zuhaili, Wahbah. (1998). Al Fiqh al-Islami Wa Adillatuh. Beirut: Dar al Fikr.
Al, Naisabury, Al-Imam Abi Husaini. (136 M). Shahih Muslim. Arabiyah: Darul
Kutubi As-Sunah.
Arief, Barda Nawawi. (2011). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta:
Kencana.
Arief, Barda Nawawi. (1994). Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum
Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia).
Semarang.
Ashofa, Burhan. (2008). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Al, Tirmidzi, Muhammad ibn Isa. (1992). Sunan at-Tirmidzi. Beirut: Dar al-
Ma’rifah.
Audah, Abdul Qodir. (1992). At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab
Al-‘Araby.
Chazawi, Ahmad. (2002). Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

103
Chazawi, Ahmad. (2007). Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Djazuli, Ahmad. (2006). Kaidah-Kaidah Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
dkk, Latifah. (2001). Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang. Jakarta: Rajawali
Press.
Hamzah, Andi. (2008). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Hanafi, Ahmad. (1993). Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: P.T Bulan
Bintang.
Harun, Nasrun. (1997). Ushul Fiqh. Jakarta: Sinar Grafika.
Irfan, M. Nurul. (2016). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.
Irfan, M. Nurul. (2015). Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah.
Iskandar, Anang. (2019). Penegakan Hukum Narkotika (Rehabilitatif Terhadap
Penyalah Guna dan Pecandu, Represif Terhadap Pengedar. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Kusumayati. (2009). Materi Ajar Metodologi Penelitian. Kerangka Teori,
Kerangka Konsep dan Hipotesis. Depok: Universitas Indonesia.
Lamintang. (1984). Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.
Lubis, Zulkarnain. (2016). Dasar-dasar Hukum Acara Jinayah. Jakarta:
Prenamedia Group.
Mardani. (2008). Penyalahgunaan Narkoba: Dalam Perspektif Hukum Islam dan
Pidana Nasional. Jakarta: Rajawali Press.
Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo. (1993). Penemuan Hukum Sebuah
Pengantar. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Moeljatno. (1987). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
Moleong, Lexy J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhammad, A. (t.thn.). Al-Jami’u Al-Shohih Wahuwa Sunan At-Turmudzi. Beirut:
Dar Al-Kutb Al-‘Alamiyah.
Muhammad, Al-Shan'ani bin Ismail al-Kahlani. (t.thn.). Subul al-Salam. Bandung:
Dahlan.
Mujoko, Tari. (2014). Analisis Penegakan HukumTerhadap Anggota TNI –
Angkatan Darat Yang Terlibat Dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi
Kasus di Wilayah Hukum Denpom I/1 Pematangsiantar). Medan:
Universitas Medan Area.

104
Muladi Arief, Barda Nawawi. (2010). Teori-teori dan Kebijakan Pidana.
Bandung: PT Alumni.
Mulyono, Anton. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Muslich, Ahmad Wardi. (2004). Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih
Jinayat. Jakarta: Sinar Grafika.
Muslich, Ahmad Wardi. (2005). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muslich, Ahmad Wardi. (2006). Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih
Jinayah). Jakarta: Sinar Grafika.
Muslim, Al-Imam Aby Husaini. (136 M). Shahih Muslim. Arabiyah: Darul Kutubi
As-Sunnah.
Nawawi, Ahmad. (1987). Syarh Shahih Muslim. Beirut: Dar Al-Fikr.
Ni ketut, Supasti Dharmawan. (2006). Metodologi Penelitian Hukum Empiris.
Jakarta: Rineka Cipta.
Prakoso, Djoko. (1987). Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia. Yogyakarta:
Liberty.
Prakoso, Djoko. (1998). Hukum Panitensier di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Prastyo, Teguh. (2012). Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Prodjodikiro, Wirjono. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung:
PT Refika.
Quthub, Sayyid. (1992). Fi Zhih al Qur’an. Qahirah: Dar al Syuruq.
Sabiq, Sayyid. (1981). Fiqh Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.
Sadly, Hasan. (2000). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Salam, Moch. Faisal. (2006). Hukum Pidana Militer di Indonesia. Bandung: CV
Mandar Maju.
Sasangka, Hari. (2003). Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pdana: Untuk
Mahasiswa, Praktisi dan Penyuluh masalah narkoba. Jakarta: CV. Mandar
Maju.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2003). Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sudarsono. (2007). Kamus Hukum. Jakarta: P.T Rineka Cipta.
Sudarto. (1990). Hukum Pidana 1 A - 1B. Purwokerto: Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
Suhadi. (1996). Pembahasan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional
Tentang Militer dan Bela Negara, Badan Pembinaan Hukum Nasional
Tentang Hukum Militer dan Bela Negara. Jakarta.

105
Sunarso, Siswanto. (2012). Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sunggono, Bambang. (2003). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Supramono, Gatot. (2001). Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Surbakti, Sudaryono Natangsa. (2005). Hukum Pidana. Surakarta: Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Taimiyah, Ahmad Ibnu. (1987). Majmu’ al-fatawa Ibnu Taimiyah. Beirut: dar al-
Arabiyah.
Waluyo, Bambang. (2008). Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Yusuf, Kadar M. (2011). Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum.
Jakarta: Amzah.
Zuhaili, Wahbah. (1991). Al Tafsir al Munir. Beirut: Dar al Fikr al Mu’ashir.

Jurnal :
Eleanora, Fransiska Novita. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha
Pencegahan Dan Penanggulangannya. Jurnal Hukum, Vol XXV. No. 1.
Hutapea, Tumbur Palti D. (2018). Penerapan Rehabilitasi Medis Dan Sosial Bagi
Prajurit TNI Dalam Putusan Pengadilan. Jurnal Hukum dan Peradilan,
Vol. 7 No. 1.
Kasamasu, Lateefah dkk. (2017). Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam
Karya-karya Kajian Islam Kontemporer. Jurnal Wardah, Vol. 18. No. 1.
Riyanta. (2008). METODE PENEMUAN HUKUM (Studi Komparatif antara
Hukum Islam dengan Hukum Positif). Jurnal Penelitian Agama, Vol.
XVII. No. 2.
Rustam. (2016). Analisis Yuridis Penerapan Sanksi Dari Instansi Kepolisian
Terhadap Anggota Kepolisian Yang Menyalahgunakan Narkotika. Jurnal
PETITA, Vol. 3. No. 2.
Sudanto, Anton. (t.thn.). Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia. Jurnal
Hukum, Vol.7. No. 1.
Tarigan, Aditia Purnama. (2017). Kajian Hukum Terhadap Penyalahgunaan
Narkotika Oleh Anggota Militer Menurut Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009. Jurnal Lex Crimen, Vol. VI. No. 3.

106
Putusan :
Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan Nomor Perkara 55-K/PM I-
02/AD/IV/2017

Kitab :
Al-Qur’an
Hadits
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Militer

107
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
PENGADILAN MILITER I-02
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
MEDAN

a
R
PUTUSAN

si
Nomor : 55-K/PM I-02/AD/IV/2017

ne
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

ng
Pengadilan Militer I-02 Medan yang bersidang di Medan dalam memeriksa dan
mengadili perkara pidana pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagaimana

do
gu
tercantum dibawah ini dalam perkara Terdakwa :
Nama lengkap : Muliady
Pangkat/NRP : Serda/ 632492

In
A
Jabatan : Babinsa Ramil 04/Labuhan Bilik
Kesatuan : Kodim 0209/LB
Tempat tgl lahir : Binjai, 28 Februari 1970
ah

Agama : Islam

lik
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia.
Alamat tpt tinggal : Asmil Kodim 0209/LB Rantauprapat.
m

ub
Terdakwa ditahan oleh :
ka

1. Dandim 0209/LB selaku Ankum selama 20 (dua puluh) hari sejak tanggal 19 Maret 2016
ep
sampai dengan tanggal 7 April 2016 di rumah tahanan Militer Subdenpom I/1-2 Rantauprapat
berdasarkan Surat Keputusan Penahanan Sementara Nomor : Kep/215/IV/2016 tanggal 5 April
ah

2016.
R

si
2. Kemudian diperpanjang sesuai :
a. Perpanjang penahanan ke-1 dari Danrem 022/PT selaku Papera sejak tanggal 8

ne
ng

April 2016 sampai dengan tanggal 7 Mei 2016 di rumah tahanan Militer Subdenpom I/1-
2 Rantauprapat Nomor : Kep/06/IV/2016 tanggal 15 April 2016.
b. Perpanjang penahanan ke-2 dari Danrem 022/PT selaku Papera sejak tanggal 8

do
gu

Mei 2016 sampai dengan tanggal 6 Juni 2016 di ruangan tahanan Militer Staltahmil
Pomdam I/BB Nomor : Kep/158/VII/2016 tanggal 19 Juli 2016.
c. Perpanjang penahanan ke-3 dari Danrem 022/PT selaku Papera sejak tanggal 7
In
Juni 2016 sampai dengan tanggal 6 Juli 2016 di ruangan tahanan Militer Staltahmil
A

Pomdam I/BB Nomor : Kep/159/VII/2016 tanggal 19 Juli 2016.


d. Perpanjang penahanan ke-4 dari Danrem 022/PT selaku Papera sejak tanggal 7
ah

Juli 2016 sampai dengan tanggal 5 Agustus 2016 di ruangan tahanan Militer Staltahmil
lik

Pomdam I/BB Nomor : Kep/160/VII/2016 tanggal 19 Juli 2016.

3. Kemudian Terdakwa dibebaskan dari tahanan sementara pada tanggal 5 Oktober 2016
m

ub

berdasarkan Surat Keputusan dari Danrem 022/PT selaku Papera Nomor : Kep/285/XII/2016
tanggal 13 Desember 2016.
ka

ep

PENGADILAN MILITER I-02 MEDAN tersebut di atas :


ah

Membaca : Berkas perkara dalam perkara ini.


R

Memperhatikan : 1. Surat Keputusan Penyerahan Perkara dari Danrem 022/PT selaku


s
Papera Nomor : Kep/23/III/2017 tanggal 6 Maret 2017.
M

2. Surat Dakwaan Oditur Militer Nomor : Sdak/168/AD/K/I-02/III/2017


ne
ng

tanggal 22 Maret 2017.


do
gu

Hal 1 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
3. Penetapan Penunjukan Hakim Nomor : TAP/55/PM I-02/AD/IV/2017
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
tanggal 19 April 2017.

a
4. Penetapan Hari Sidang Nomor : TAP/55/PM I-02/AD/IV/2017 tanggal

R
12 April 2017.

si
5 Penerimaan surat panggilan untuk menghadap sidang
kepadaTerdakwa dan para Saksi.

ne
ng
6. Surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara ini.

Mendengar : 1. Pembacaan Surat Dakwaan Oditur Militer Nomor : Sdak/168/AD/K/I-

do
gu 02/III/2017 tanggal 22 Maret 2017 di depan sidang yang dijadikan dasar
pemeriksaan perkara ini.
2. Keterangan para Saksi di persidangan di bawah sumpah dan

In
keterangan Terdakwa di persidangan.
A
Memperhatikan : 1. Tuntutan Pidana (Requisitoir) Oditur Militer yang diajukan kepada
Majelis yang pada pokoknya Oditur Militer menyatakan bahwa :
ah

lik
a. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana :
m

ub
“Setiap penyalah guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri”.
Sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 127 ayat (1) huruf a
ka

Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


ep
b. Oleh karenanya Oditur Militer mohon agar Majelis Hakim
ah

menghukum Terdakwa dengan :


R

si
1) Pidana pokok : Penjara selama 1 (satu) 6 (enam)
bulan.
Dikurangkan selama Terdakwa

ne
ng

menjalani penahanan sementara.


2) Pidana tambahan : Dipecat dari dinas militer.

do
gu

Mohon agar Terdakwa ditahan.


c. Menetapkan barang bukti berupa :
In
A

1) Barang:

- 1 (satu) buah rabit test Narkotika Multi Screen An. Serda


ah

lik

Muliady.
Mohon dirampas untuk dimusnahkan.
m

ub

2) Surat-surat :

a) 3 (tiga) lembar daftar hasil pemeriksaan test urine personil


ka

Kodim 0209/LB yang dikeluarkan oleh Direktur RSUD


ep

Rantauprapat tanggal 15 Maret 2016.


b) 2 (dua) lembar Berita Acara Analisis Laboratorium barang
ah

bukti urine Nomor Lab : 3326/NNF/2016 tanggal 28 Maret 2016


R

an. Serda Muliady.


s
c) 1 (satu) lembar foto/gambar barang bukti 1 (satu) buah
M

ne

rapit test Narkoba Multi Screen an. Serda Muliady.


ng

Mohon untuk tetap dilekatkan dalam berkas perkara.


do
gu

Hal 2 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
d. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

a
2. Permohonan Terdakwa yang disampaikan secara lisan kepada Majelis

si
Hakim yang pada pokoknya Terdakwa merasa bersalah dan menyesali
perbuatannya serta berjanji tidak akan melakukan lagi, oleh karena itu
mohon dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya dan mohon dapatnya

ne
ng
untuk tidak dipecat dari dinas Militer karena masih mempunyai tangungan
keluarga.

do
Menimbang gu : Bahwa menurut surat dakwaan Oditur Militer tersebut di atas Terdakwa pada
pokoknya didakwa sebagai berikut :

Bahwa Terdakwa pada waktu-waktu dan tempat-tempat tersebut

In
A
dibawah ini, yaitu pada tanggal sepuluh bulan Januari tahun Dua ribu enam
belas atau setidak-tidaknya dalam tahun 2016 di dekat kandang ayam di
samping rumah Saksi Sdr. Ahmad Saidi Pasaribu yang terletak di Simpang
ah

Merbau Kec. NA IX-X Kab. Labura Propinsi Sumatera Utara atau setidak-

lik
tidaknya di tempat-tempat yang termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan
Militer I-02 Medan, telah melakukan tindak pidana:
m

ub
“Setiap penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri”.

Dengan cara-cara sebagai berikut :


ka

ep
1. Bahwa Terdakwa pada tahun 1989 masuk Militer melalui pendidikan
Secata di Rindam I/BB Pematangsiantar, setelah lulus dilantik dengan pangkat
ah

Prada dan ditugaskan di Yonif Linud 100/PS, pada tahun 2003 dimutasikan ke
R
Yonif 121/MK, pada tahun 2004 dimutasikan ke Yonif 126/KC dan pada tahun

si
2007 dimutasikan ke Kodim 0209/LB kemudian pada tahun 2013 mengikuti
pendidikan Secaba di Rindam I/BB Pematangsiantar lulus dilantik dengan

ne
partgkat Serda dan kembali ditempatkan di Kodim 0209/LB sampai dengan
ng

melakukan tindak pidana dalam perkara ini masih berdinas aktif dengan
pangkat Serda NRP 632492 jabatan Babinsa Koramil 04/Labuhan Bilik.

do
gu

2. Bahwa Terdakwa mengaku terakhir kali mengkonsumsi Narkotika jenis


Sabu-sabu pada tanggal 10 Januari 2016 sekira pukul 15.00 WIB bersama
Saksi Ahmad Saidi Pasaribu di dekat kandang ayam di samping rumah Saksi
Ahmad Saidi Pasaribu yang terletak di Simpang Merbau Kec. NA IX-X Kab.
In
A

Labura dengan menggunakan alat isap berupa bong yang dibuat dari botol
larutan penyegar kaki tiga yang telah disiapisan oleh Saksi Ahmad Saidi
Pasaribu, dan Sabu-sabu tersebut dibeii oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu
ah

lik

sebanyak 1 (satu) paket kecil seharga Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

3. Bahwa pada tanggal 15 Maret 2016 Kodim 0209/LB bekerjasama


dengan RSUD Rantauprapat melaksanakan test urine terhadap anggota Kodim
m

ub

0209/LB dan jajarannya berjumlah sekitar 70 (tujuh puluh) orang dengan


menggunakan alat rapit tes Narkoba Multi Screen yang disiapkan oleh satuan
ka

Kodim 0209/LB sedangkan pihak RSUD daerah hanya menyiapkan botol


ep

ukuran kecil/tabung sebanyak 70 (tujuh puluh) tabung sebagai wadah untuk


menampung urine anggota yang akan diperiksa dan pada saat pemeriksaan
disaksikan Iangsung oleh Kapten Czi PH.Purba Dandenintel Kodim 0209/LB
ah

dan Saksi dr. Hj. Ernawaty Hasibuan, Sp.PK Dokter dari RSUD Rantauprapat.
R

s
4. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh puluh)
M

personel Kodim 0209/LB dan jajarannya oleh Tim Kesehatan dari RSUD
ne
ng

Rantauprapat sesuai dengan surat dari RSUD Rantauprapat Nomor :


445/2386/Seks/RSUD/2016 tanggal 15 Maret 2016 perihal penyampaian hasil
do
gu

Hal 3 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
pemeriksaan tes urine hasilnya urine Terdakwa positif mengandung
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Amphetamine yang terdaftar dalam Golongan I nomor urut 53 Lampiran

a
Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

R
5. Bahwa pada tanggal 17 Maret 2016 sekira pukul 15.00 WIB kembali

si
dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Urine Terdakwa menggunakan alat test
peck di Ma Kodim 0209/LB disaksikan oleh Pasi Intel, Pasi Log, Pa Sandi,

ne
ng
personel Provost dan persona Intel serta Petugas dari RSUD Rantauprapat
dan hasilnya urine Terdakwa tetap Positif mengandung Amphetamine,
selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2016 Terdakwa diserahkan ke Subdenpom
I/1-2 Rantauprapat untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum.

do
gu 6. Bahwa perbuatan Terdakwa mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu
pada tanggal 10 Januari 2016 bertentangan dengan undang-undang yang

In
berlaku karena Terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang.
A
7. Bahwa Terdakwa pada bulan Maret 2012 pernah dijatuhi hukuman
disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh) satu hari oleh Dandim
ah

lik
0209/LB selaku Ankum Terdakwa karena saat dilakukan test urine oleh satuan
hasilnya urine Terdakwa positif mengandung Narkotika jenis Sabu-sabu.
m

ub
8. Bahwa berdasarkan pasal 7 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
ka

teknologi, sedangkan pasal-1 ke-15 Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009


ep
tentang Narkotika, yang dimaksud penyalahguna adalah orang yang
menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum sehingga perbuatan
Terdakwa yang mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu pada tanggal 10
ah

Januari 2016 di Simpang Merbau Kec. NA IX-X Kab. Labura bertentangan


R

si
dengan undang-undang yang berlaku karena Terdakwa tidak memiliki ijin dari
pihak yang berwenang untuk itu.

ne
ng

Berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa telah cukup memenuhi unsur-unsur


tindak pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI
No. 35 tahun 2009.

do
gu

Menimbang : Bahwa atas dakwaan Oditur Militer tersebut Terdakwa mengerti dan
membenarkan apa yang didakwakan kepadanya.
In
A

Menimbang : Bahwa di persidangan ini Terdakwa tidak ingin didampingi oleh Penasehat
Hukum melainkan ingin dihadapi sendiri.
ah

Menimbang : Bahwa atas surat dakwaan Oditur Militer tersebut Terdakwa tidak mengajukan
lik

keberatan/eksepsi.

Menimbang : Bahwa para Saksi yang diperiksa di persidangan telah menerangkan di bawah
m

ub

sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut :

Saksi-1 :
ka

Nama Lengkap : Arpan Daraso Ritonga


ep

Pangkat/ NRP : Serka/ 31950025001273


Jabatan : Bati Niksan Sintel
ah

Kesatuan : Kodim 0209/LB


R

Tempat/Tanggal Lahir : Labusel, 12 Desember 1973


Agama : Islam
s
Jenis Kelamin : Laki-laki
M

ne
ng

Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Asrama Kodim 0209/LB Rantauprapat.
do
gu

Hal 4 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
1. Bahwa Saksi kenal dengan Terdakwan pada saat dilakukan
pemeriksaan urine tanggal 15 Maret 2016 dalam hubungan dinas yaitu

si
sebagai atasan dan bawahan tetapi tidak ada hubungan keluarga/famili.

2. Bahwa pada hari Selasa tanggal 15 Maret 2016 sekira pukul 09.00 WIB

ne
ng
diadakan pemeriksaan urine terhadap personel Kodim 0209/LB beserta
jajarannya yang kurang lebih berjumlah 70 (tujuh puluh) orang oleh petugas
kesehatan dari RSUD Rantauprapat.

do
gu 3. Bahwa adapun cara pemeriksaan urine yang dilakukan adalah pertama-
tama setiap personel ditulis nama dan nomor urutnya di botol tempat (wadah)
urine selanjutnya personel menuju kamar mandi yang diawasi oleh petugas

In
A
setelah botol (wadah) tersimpan urine kemudian diserahkan kepada petugas
kesehatan dari RSUD Rantauprapat yang sudah siap diruangan lalu diperiksa
urinenya dengan cara memasukkan alat test urine kedalam botol yang berisi
ah

urine anggota secara bergilir, dan saat alat test urine dimasukkan ke dalam

lik
botol yang berisi urine milik Terdakwa hasilnya menunjukkan urine tersebut
positif mengandung Narkotika (Amphetamin)
m

ub
4. Bahwa pada saat pelaksanaan pemeriksaan tersebut saksi
diperintahkan oleh Pasi Intel Kodim 0209/LB Kapten Czi PH. Purba untuk
membantu Poskesdim 0209/LB mengatur/menyusun botol yang berisi urine
ka

milik seluruh personel yang mengikuti test urine dan sepengetahuan saksi
ep
urine yang terkumpul dan diperiksa tidak akan tertukar karena ada nama dan
nomor urutnya.
ah

R
5. Bahwa sepengetahuan saksi Terdakwa tidak mengindap penyakit

si
tertentu yang mengharusnya Terdakwa untuk mengkonsumsi narkotika jenis
sabu seijin atau petunjuk dokter atau pejabat yang bewenang tapi Terdakwa

ne
mengkonsumsi narkotika jenis sabu atas keinginannya sendiri.
ng

6. Bahwa sebelum diadakan pemeriksaan urine dikesatuan saksi sering


diadakan penyuluhan tentang bahaya narkotika dan hampir setiap pengambil

do
gu

apel pagi sering mengingatkan dan menekankan hal tersebut.

7. Bahwa saksi tidak mengetahu dimana dan kapan Terdakwa


mengkonsumsi narkotika yang saksi tahu dan dengar hanya pada saat
In
A

pemeriksaan urine dimana Urine Terdakwa dinyatakan positif mengandung


narkotika.
ah

lik

Atas keterangan Saksi tersebut, Terdakwa pada pokoknya membenarkan


seluruhnya.

Menimbang : Bahwa saksi-2, saksi-3, dan saksi-4 telah dipanggil secara patut sesuai
m

ub

dengan ketentuan perundang-udangan yang berlaku sebanyak 4 (empat) kali,


namun tidak datang selanjutnya atas permohonan Oditur militer serta
ka

persetujuan Terdakwa dan dengan mendasari ketentuan dalam Pasal 155 UU


ep

RI 31 Tahun1997, keterangan para saksi yang telah diberikan dibawah


sumpah dipenyidik dibacakan oleh Oditur militer yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut :
ah

Saksi-2
s
Nama Lengkap : Ahmad Saidi Pasaribu
M

Pekerjaan : Wiraswasta
ne
ng

Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat, 12 Desember 1980


Agama : Islam
do
gu

Hal 5 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Jenis Kelamin : Laki-laki
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Kewarganegaraan : Indonesia

a
Tempat Tinggal : Desa Simpang Merbau Kec. Na IX-X Kab.
Labuhanbatu Utara. (Tahanan Lapas Kelas II A

si
Rantauprapat).

Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

ne
ng
1. Bahwa Saksi kenal dengan Terdakwa pada tahun 2015 dalam
hubungan teman biasa tetapi tidak ada hubungan famili.

do
gu 2. Bahwa Terdakwa pada hari Minggu tanggal 10 Januari 2016 sekira
pukul 14.30 WIB datang ke rumah Saksi di Desa Simpang Merbau Kec. NA IX-
X Kab. Labuhanbatu Utara, kemudian Saksi bersama Terdakwa duduk-duduk

In
A
bercerita di samping kandang ayam sambil melihat ayam yang akan diadu,
pada saat itu Saksi secara iseng menawarkan kepada Terdakwa dengan
mengatakan "Apa abang mau pakai Sabu-sabu", dijawab "Mau kalau ada",
ah

mendengar jawaban Terdakwa kemudian Saksi pergi menemui Sdr. Boy di

lik
desa Pulau Jantan Kec. NA IX-X Kab. Labuhanbatu Utara guna membeli 1
(satu) paket kecil sabu seharga Rp. 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah).
m

ub
3. Bahwa setelah Sabu-sabu di dapatkan Saksi Iangsung menjumpai
Terdakwa yang menunggu di dekat kandang ayam di samping rumah Saksi di
Desa Simpang Merbau Kec. NA IX-X Kab. Labuhanbatu Utara, kemudian
ka

sekira pukul 15.00 WIB Saksi bersama Terdakwa menggunakan Sabu-sabu


ep
tersebut dengan cara diisap secara bergantian menggunakan alat isap Sabu
(bong) yang Saksi rakit terbuat dari botol larutan penyegar cap kaki tiga dan
ah

kaca pirex, selanjutnya selesai menggunakan Sabu alat berupa bong tersebut
R
Saksi buang dan dibakar di belakang rumah Saksi.

si
4. Bahwa Saksi selain dengan Terdakwa juga sering mengkonsumsi

ne
Narkotika jenis Sabu-sabu dan Saksi terakhir kali menggunakan Sabu-sabu
ng

pada tanggal 6 Pebruari 2016 hingga Saksi dtangkap oleh Petugas Polsek Aek
Kota Batu Polres Labuhanbatu dan sekarang Saksi sedang menjalani
hukuman di Lapas kelas II A Rantauprapat Kab. Labuhanbatu.

do
gu

Atas keterangan Saksi yang dibacakan tersebut, Terdakwa pada pokoknya


membenarkan seluruhnya.
In
A

Saksi-3 :
Nama Lengkap : Sartika Nasution
Pekerjaan : Honorer RSUD
ah

Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat, 8 Maret 1980


lik

Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
m

ub

Tempat Tinggal : Jl. Kampung Baru Gg. Sukur No. 16 Kel. Kartini Kec.
Rantau Utara Rantauprapat.
ka

Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :


ep

1. Bahwa Saksi tidak kenal dan tidak ada hubungan famili dengan
ah

Terdakwa.
R

2. Bahwa pada tanggal 15 Maret 2016 pihak kesehatan dari RSUD


s
Rantauprapat atas permintaan Dandim 0209/LB melakukan pemeriksaan tes
M

ne
ng

urine terhadap 70 (tujuh puluh) personel Kodim 0209/LB dan Saksi selaku
Analis Kesehatan ikut hadir dalam pelaksaan test urine tersebut.
do
gu

Hal 6 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
3. Bahwa dalam pelaksanaan test urine tersebut alat stik (Rapid test
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
narkoba) disiapkan oleh pihak Kodim 0209/LB sedangkan pihak RSUD daerah

a
hanya menyiapkan botol ukuran kecil/tabung sebanyak 70 (tujuh puluh) tabung
sebagai wadah urine anggota yang akan diperiksa kemudian pada setiap

si
tabung tersebut ditempelkan nama personel yang urinenya akan diperiksa.

4. Bahwa pelaksanaan test urine di Poskesdim 0209/LB tersebut dilakukan

ne
ng
secara bergantian setiap 5 (lima) tabung dengan memasukkan stik yang telah
disediakan yang disaksikan Iangsung oleh Kapten Czi PH. Purba dan
beberapa orang personel TNI lainnya, kemudian dari hasil pemeriksaan

do
gu diketahui tabung yang berisi urine Terdakwa Serda Muliady menunjukkan hasil
positif mengandung Amphetamin.

5. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh puluh)

In
A
anggota Kodim 0209/LB kemudian pihak RSUD Rantauprapat memberikan
hasilnya secara tertulis yang ditandatangani oleh dr. Hj. Ernawaty Hasibuan,
Sp.PK.
ah

lik
Atas keterangan Saksi yang dibacakan tersebut, Terdakwa pada pokoknya
membenarkan seluruhnya.
m

ub
Saksi-4 :
Nama Lengkap : Dr. Hj. Ernawaty Hasibuan, Sp. PK
Pekerjaan : Kepala Instansi Laboratorium RSUD Rantauprapat
ka

Tempat/Tanggal Lahir : Kisaran, 19 Februari 1959


ep
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
ah

Kewarganegaraan : Indonesia
R
Tempat Tinggal : Jln. Persaudaraan No. 12 Kel Kartini Kec. Rantau

si
Utara Kab. Labuhanbatu.

ne
Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
ng

1. Bahwa Saksi tidak kenal dan tidak ada hubungan famili dengan
Terdakwa.

do
gu

2. Bahwa Saksi pada tanggal 15 Maret 2016 atas permintaan Dandim


0209/LB melakukan pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh puluh) orang
personil Kodim 0209/LB dibantu oleh 2 (dua) orang Analis Kesehatan dari
In
A

RSUD Rantauprapat.

3. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine anggota Kodim


ah

lik

0209/LB hasilnya hanya urine milik Serda Mulyadi yang positif mengandung
Amphetamin.

4. Bahwa tenggang waktu pemakaian Sabu-sabu hingga dilakukan test


m

ub

urine hasilnya akan positif yaitu antara 1 (satu) s.d 7 (tujuh) hari, sehingga
pengakuan Terdakwa Serda Muliady terakhir kali menggunakan Sabu-sabu
ka

pada tanggal 10 Januari 2016 apabila dilakukan test urine pada tanggal 15
ep

Maret 2016 maka hasilnya tidak akan terdeteksi lagi.


Atas keterangan Saksi yang dibacakan tersebut, Terdakwa pada pokoknya
ah

membenarkan seluruhnya.
R

Menimbang : Bahwa dipersidangan Terdakwa menerangkan pada pokoknya sebagai


s
berikut:
M

ne
ng

do
gu

Hal 7 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
1. Bahwa Terdakwa pada tahun 1989 masuk Militer melalui pendidikan
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Secata di Rindam I/BB Pematangsiantar, setelah lulus dilantik dengan pangkat

a
Prada dan ditugaskan di Yonif Linud 100/PS, pada tahun 2003 dimutasikan ke
Yonif 121/MK, pada tahun 2004 dimutasikan ke Yonif 126/KC dan pada tahun

si
2007 dimutasikan ke Kodim 0209/LB kemudian pada tahun 2013 mengikuti
pendidikan Secaba di Rindam I/BB Pematangsiantar lulus dilantik dengan
pangkat Serda dan kembali ditempatkan di Kodim 0209/LB sampai dengan

ne
ng
melakukan tindak pidana dalam perkara ini masih berdinas aktif dengan
pangkat Serda NRP 632492 jabatan Babinsa Koramil 04/Labuhan Bilik.

do
gu 2. Bahwa Terdakwa sering mengkonsumsi Narkotika jenis sabu-sabu dan
apabila mengkonsumsi narkotika pikiran Terdakwa menjadi tenang dan terakhir
kali mengkonsumsi pada tanggal 10 Januari 2016 sekira pukul 15.00 WIB
bersama Saksi Ahmad Saidi Pasaribu di dekat kandang ayam di samping

In
A
rumah Saksi Ahmad Saidi Pasaribu yang terletak di Simpang Merbau Kec. NA
IX-X Kab. Labura dengan menggunakan alat pengisap Sabu (bong) yang
dirakit oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu, dan Sabu-sabu tersebut dibeli oleh
ah

Saksi Ahmad Saidi Pasaribu sebanyak 1 (satu) paket kecil seharga Rp.

lik
200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

3. Bahwa pada tanggal 15 Maret 2016 sekira pukul 09.00 diadakan


m

ub
pemeriksaan urine terhadap personel urine Kodim 0209/LB dan jajarannya
oleh petugas dari Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat termasuk
Terdakwa, dan adapun cara pemeriksaan urine tersebut pertama-tama setiap
ka

personel baris/antri lalu ditulis nama dan nomor urut dibotol tempat
ep
penampungan urine dan waktu itu Terdakwa bernomor 28 selanjutnya setelah
menerima botol tempat penampungan urine tersebut kemudian diarahkan
ah

kekamar mandi guna mengeluarkan urine dikamar mandi yang disaksikan


R
langsung oleh Letda Inf Badlisah dan Serka Awang Tunggal serta

si
didokumentasikan dengan photo.

ne
4. Bahwa adapun hasil pemeriksaan urine Terdakwa oleh Tim Kesehatan
ng

dari RSUD Rantauprapat adalah positif mengandung Amphetamin, kemudian


sekira pukul 14.00 WIB Terdakwa diintrogasi oleh Serka Awang Tunggal Ba
Unit Intel Dim 0209/LB lalu sekira pukul 15.00 WIB Terdakwa ditahan di sel

do
gu

tahanan Ma Kodim 0209/LB s.d tanggal 19 Maret 2016.

5. Bahwa pada tanggal 17 Maret 2016 sekira pukul 15.00 WIB dilakukan
pemeriksaan ulang terhadap Urine Terdakwa dengan menggunakan alat test
In
A

peck di Ma Kodim 0209/LB disaksikan oleh Pasi Intel, Pasi Log, Pa Sandi serta
personel Provost dan personel Intel serta dari Petugas dari RSUD
Rantauprapat dan hasilnya urine Terdakwa tetap Positif mengandung
ah

lik

Narkoptika jenis Amphetamin, selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2016


Terdakwa diserahkan ke Subdenpom I/1-2 Rantauprapat guna diproses.

6. Bahwa sebelum pemeriksaan urine dilakukan Terdakwa sering


m

ub

mengkonsumsi minum minuman kratingdaeng sehingga menyebabkan urine


Terdakwa positif mengandung narkotika.
ka

ep

7. Bahwa Terdakwa sebelum perkara ini sudah pernah beberapa kali


dijatuhi hukuman disiplin oleh Ankum yaitu :
ah

a. Hukuman disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh


satu) hari, sesuai Skep Dandim 0209/LB No. Skep/199/VIII/2009
R

tanggal 31 Agustus 2009 dalam perkara pelanggaran asusila.


s
b. Hukuman disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh
M

ne
ng

satu) hari, sesuai Skep Dandim 0209/LB No. Skep/262/VII/2011


tanggal 27 Juli 2011 dalam perkara penganiayaan.
do
gu

Hal 8 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
c. Hukuman disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
satu) hari, sesuai Skep Dandim 0209/LB No. Skep/87/III/2012 tanggal

a
30 Maret 2012 dalam perkara test urine positif menggunakan Narkotika
jenis Sabu-sabu.

si
d. Hukuman disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh
satu) hari, dalam perkara mempunyai wanita idaman lain.

ne
ng
e. Hukuman disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh
satu) hari, dalam perkara tets urine positif menggunakan Narkotika
jenis Sabu-sabu.

do
Menimbang
gu : Bahwa barang bukti dalam perkara ini yang diajukan oleh Oditur Militer di
persidangan berupa :
1. Surat-surat :

In
A
a. 3 (tiga) lembar daftar hasil pemeriksaan test urine personil Kodim
0209/LB yang dikeluarkan oleh Direktur RSUD Rantauprapat tanggal 15
ah

Maret 2016.

lik
b. 2 (dua) lembar Berita Acara Analisis Laboratorium barang bukti
urine Nomor Lab : 3326/NNF/2016 tanggal 28 Maret 2016 an. Serda
Muliady.
m

ub
c. 1 (satu) lembar foto/gambar barang bukti 1 (satu) buah rapit test
Narkoba Multi Screen an. Serda Muliady
ka

ep
2. Barang :
ah

- 1 (satu) buah rabit test Narkotika Multi Screen An. Serda Muliady.
R

si
Terhadap barang bukti yang diajukan oleh Oditur militer baik berupa surat-
surat maupun barang sebagaimana tersebut diatas, telah diperlihatkan dan
dibacakan dan kepada Terdakwa dan para Saksi dan diakui setelah Majelis

ne
ng

Hakim mencermati dan meneliti ternyata barang bukti tersebut ternyata sangat
berhubungan erat dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa dan
bersesuaian dengan alat bukti lain karena barang bukti surat-surat tersebut

do
gu

merupakan hasil pemeriksaan test urine personil Kodim 0209/LB yang


dikeluarkan oleh Direktur RSUD Rantauprapat dan Berita Acara Analisis
Laboratorium an. mulyadi yang merupakan hasil pemeriksaaan urine Terdakwa
begitu pula barang bukti berupa barang yaitu satu buah rabit test Narkotika
In
A

Multi Screen An. Serda Muliady. yang digunakan saat memeriksa urine
Terdakwa sehingga dapat diterima dan digunakan sebagai barang bukti yang
dapat memperkuat atas pembuktian-pembuktian sebagaimana yang
ah

lik

didakwakan kepada Terdakwa dalam perkaranya ini.


Menimbang : Bahwa setelah menghubungkan keterangan para Saksi di bawah sumpah,
keterangan Terdakwa dan alat bukti yang diajukan di persidangan dan
m

ub

petunjuk-petunjuk lainnya yang bersesuaian satu sama lain, maka diperoleh


fakta hukum sebagai berikut :
ka

1. Bahwa benar Terdakwa pada tahun 1989 masuk Militer melalui


ep

pendidikan Secata di Rindam I/BB Pematangsiantar, setelah lulus dilantik


dengan pangkat Prada dan ditugaskan di Yonif Linud 100/PS, pada tahun 2003
ah

dimutasikan ke Yonif 121/MK, pada tahun 2004 dimutasikan ke Yonif 126/KC


dan pada tahun 2007 dimutasikan ke Kodim 0209/LB kemudian pada tahun
R

2013 mengikuti pendidikan Secaba di Rindam I/BB Pematangsiantar lulus


s
dilantik dengan partgkat Serda dan kembali ditempatkan di Kodim 0209/LB
M

sampai dengan melakukan tindak pidana dalam perkara ini masih berdinas
ne
ng

aktif dengan pangkat Serda NRP 632492 jabatan Babinsa Koramil 04/Labuhan
Bilik.
do
gu

Hal 9 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
2. Bahwa benar Terdakwa sebagai prajurit TNI AD, juga adalah sebagai
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
warga negara RI, merupakan subjek hukum Indonesia dan tunduk pada

a
hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk diantaranya UU Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.

si
3. Bahwa benar Terdakwa sering mengkonsumsi Narkotika jenis sabu-
sabu dan apabila mengkonsumsi narkotika pikiran Terdakwa menjadi tenang

ne
ng
dan terakhir kali mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu pada tanggal 10
Januari 2016 sekira pukul 15.00 WIB bersama Saksi Ahmad Saidi Pasaribu di
dekat kandang ayam di samping rumah Saksi Ahmad Saidi Pasaribu yang

do
gu terletak di Simpang Merbau Kec. NA IX-X Kab. Labura dengan menggunakan
alat isap berupa bong yang dibuat dari botol larutan penyegar kaki tiga yang
telah disiapkan oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu, dan Sabu-sabu tersebut
dibeli oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu sebanyak 1 (satu) paket kecil seharga

In
A
Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
4. Bahwa benar pada tanggal 15 Maret 2016 Kodim 0209/LB bekerjasama
dengan RSUD Rantauprapat melaksanakan test urine terhadap anggota Kodim
ah

lik
0209/LB dan jajarannya berjumlah sekitar 70 (tujuh puluh) orang dengan
menggunakan alat rapit tes Narkoba Multi Screen yang disiapkan oleh satuan
Kodim 0209/LB sedangkan pihak RSUD daerah menyiapkan botol ukuran
m

ub
kecil/tabung sebanyak 70 (tujuh puluh) tabung sebagai wadah untuk
menampung urine anggota yang akan diperiksa dan pada saat pemeriksaan
disaksikan Iangsung oleh Kapten Czi PH.Purba Dandenintel Kodim 0209/LB
ka

dan Saksi dr. Hj. Ernawaty Hasibuan, Sp.PK Dokter dari RSUD Rantauprapat.
ep
5. Bahwa benar setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh
puluh) personel Kodim 0209/LB dan jajarannya oleh Tim Kesehatan dari RSUD
ah

Rantauprapat sesuai dengan surat dari RSUD Rantauprapat Nomor :


R

si
445/2386/Seks/RSUD/2016 tanggal 15 Maret 2016 perihal penyampaian hasil
pemeriksaan urine dimana urine Terdakwa dinyatakan positif mengandung
Amphetamine yang terdaftar dalam Golongan I nomor urut 53 Lampiran

ne
ng

Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.


6. Bahwa benar pada tanggal 17 Maret 2016 sekira pukul 15.00 WIB
kembali dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Urine Terdakwa menggunakan

do
gu

alat test peck di Ma Kodim 0209/LB disaksikan oleh Pasi Intel, Pasi Log, Pa
Sandi, personel Provost dan personal Intel serta Petugas dari RSUD
Rantauprapat dan hasilnya urine Terdakwa tetap Positif mengandung
Amphetamine, selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2016 Terdakwa diserahkan
In
A

ke Subdenpom I/1-2 Rantauprapat untuk diproses sesuai dengan ketentuan


hukum.
ah

7. Bahwa benar Terdakwa pada bulan Maret 2012 pernah dijatuhi


lik

hukuman disiplin berupa penahanan berat selama 21 (dua puluh) satu hari
oleh Dandim 0209/LB selaku Ankum Terdakwa karena saat dilakukan test
urine oleh satuan hasilnya urine Terdakwa positif mengandung Narkotika jenis
m

ub

Sabu-sabu.
8. Bahwa benar berdasarkan pasal 7 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun
ka

2009 tentang Narkotika, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan


ep

pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi dan selain itu adalah merupakan tindak pidana.
ah

Menimbang : Bahwa walaupun telah didapatkan fakta hukum sebagaimana tersebut diatas,
R

namun untuk dapat dinyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti bersalah


s
melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya maka
M

haruslah dapat dibuktikan semua unsur-unsur dari tindak pidana dan kepada
ne
ng

Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya didepan hukum dan


tidak ada alasan pemaaf maupun alasan pembenar.
do
gu

Hal 10 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Menimbang : Bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan menanggapi beberapa hal yang
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
dikemukakan oleh Oditur Militer dalam tuntutannya dengan mengemukakan

a
pendapatnya sebagai berikut :

R
Bahwa pada dasarnya Majelis Hakim sependapat dengan Oditur Militer tentang

si
terbuktinya unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang dituangkan oleh
Oditur Militer dalam tuntutannya namun demikian Majelis Hakim akan tetap

ne
ng
membukttikan sendiri sesuai dengan pandangan Majelis berdasarkan fakta-
fakta hukum yang terungkap dipersidangan, begitu pula mengenai berat-
ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa Majelis Hakim akan
mempertimbangkan sendiri dalam putusan dibawah ini.

do
Menimbang
gu : Bahwa tindak pidana yang didakwakan oleh Oditur Militer dalam dakwaannya
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

In
A
Unsur kesatu : “Setiap penyalahguna Narkotika Golongan I”
Unsur kedua : “Bagi diri sendiri”
ah

lik
Menimbang : Bahwa mengenai unsur-unsur tersebut Majelis Hakim akan mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut :

Unsur kesatu : “Setiap Penyalahguna Narkotika Golongan I”


m

ub
Yang dimaksud dengan “Setiap Penyalah guna” adalah Setiap orang atau
ka

siapa saja, atau barang siapa yang tunduk dan dapat dipertanggungjawabkan
sebagai subyek hukum pidana di Indonesia serta mampu bertanggung jawab
ep
artinya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya secara hukum,
sebagaimana ditentukan dalam pasal 2 sampai dengan 5, pasal 7, pasal 8
ah

KUHP, Subyek hukum tersebut meliputi semua orang sebagai warga negara
R

si
Indonesia termasuk yang berstatus sebagai Prajurit TNI. Dalam hal Subyek
hukum adalah seorang Prajurit TNI, maka pada waktu melakukan tindak
pidana harus dalam dinas aktif yakni belum mengakhiri atau diakhiri ikatan

ne
ng

dinasnya.

Bahwa yang dimaksud “Penyalah Guna” menurut pasal 1 ke-15 Undang-


Undang No. 35 tahun 2009 adalah Orang yang menggunakan Narkotika tanpa

do
gu

hak atau melawan hukum.

Yang dimaksud dengan tanpa hak dan melawan hukum adalah bahwa dalam
In
ketentuan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 pasal 8 ayat (1) menyebutkan
A

“Narkotika Golongan I” dilarang, digunakan untuk kepentingan pengembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik serta
reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas
ah

lik

rekomendasi Kepala Badan Pengawasan obat-obatan dan makanan.

Yang dimaksud dengan “Narkotika” menurut pasal 1 ke-1 Undang-undang No.


m

ub

35 tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
ka

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang


ep

dibedakan kedalan golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam


Ungdang-Undang ini, dan pasal 6 (1) telah ditentukan Narkotika digolongkan
ah

kedalam :
R

a. Narkotika Golongan I
s
b. Narkotika Golongan II dan
M

c. Narkotika Golongan III


ne
ng

do
gu

Hal 11 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Adapun yang termasuk Narkotika Golongan I sebagaimana tercantum dalam
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
daftar lampiran Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 No. urut 61 antara lain

a
adalah Narkotika dengan jenis METAMFETAMINA (+)-(S)-N-2-Metil-4(3H)-
Kuinazolinom.

si
Dengan demikian maka setiap penggunaan Narkotika golongan I yang
bertentangan dengan ketentuan tersebut di atas adalah perbuatan tanpa hak

ne
ng
dan melawan hukum.

Menimbang : Bahwa berdasarkan keterangan para Saksi di bawah sumpah, keterangan

do
gu Terdakwa serta alat bukti yang di hadapkan kepersidangan, terungkap fakta-
fakta hukum sebagai berikut :

1. Bahwa benar Terdakwa pada tahun 1989 masuk Militer melalui

In
A
pendidikan Secata di Rindam I/BB Pematangsiantar, setelah lulus dilantik
dengan pangkat Prada dan ditugaskan di Yonif Linud 100/PS, pada tahun 2003
dimutasikan ke Yonif 121/MK, pada tahun 2004 dimutasikan ke Yonif 126/KC
ah

dan pada tahun 2007 dimutasikan ke Kodim 0209/LB kemudian pada tahun

lik
2013 mengikuti pendidikan Secaba di Rindam I/BB Pematangsiantar lulus
dilantik dengan partgkat Serda dan kembali ditempatkan di Kodim 0209/LB
sampai dengan melakukan tindak pidana dalam perkara ini masih berdinas
m

ub
aktif dengan pangkat Serda NRP 632492 jabatan Babinsa Koramil 04/Labuhan
Bilik.
ka

2. Bahwa benar Terdakwa sebagai prajurit TNI AD, juga adalah sebagai
ep
warga negara RI, merupakan subjek hukum Indonesia dan tunduk pada
hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk diantaranya UU Nomor 35
ah

Tahun 2009 tentang Narkotika.


R

si
3. Bahwa benar Terdakwa sering mengkonsumsi Narkotika jenis sabu-
sabu dan apabila mengkonsumsi narkotika pikiran Terdakwa menjadi tenang

ne
dan terakhir kali mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu pada tanggal 10
ng

Januari 2016 sekira pukul 15.00 WIB bersama Saksi Ahmad Saidi Pasaribu di
dekat kandang ayam di samping rumah Saksi Ahmad Saidi Pasaribu yang
terletak di Simpang Merbau Kec. NA IX-X Kab. Labura dengan menggunakan

do
gu

alat isap berupa bong yang dibuat dari botol larutan penyegar kaki tiga yang
telah disiapkan oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu, dan Sabu-sabu tersebut
dibeli oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu sebanyak 1 (satu) paket kecil seharga
Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
In
A

4. Bahwa benar pada tanggal 15 Maret 2016 Kodim 0209/LB


bekerjasama dengan RSUD Rantauprapat melaksanakan test urine terhadap
ah

lik

anggota Kodim 0209/LB dan jajarannya berjumlah sekitar 70 (tujuh puluh)


orang dengan menggunakan alat rapit tes Narkoba Multi Screen yang
disiapkan oleh satuan Kodim 0209/LB sedangkan pihak RSUD daerah
menyiapkan botol ukuran kecil/tabung sebanyak 70 (tujuh puluh) tabung
m

ub

sebagai wadah untuk menampung urine anggota yang akan diperiksa dan
pada saat pemeriksaan disaksikan Iangsung oleh Kapten Czi PH.Purba
ka

Dandenintel Kodim 0209/LB dan Saksi dr. Hj. Ernawaty Hasibuan, Sp.PK
ep

Dokter dari RSUD Rantauprapat.

5. Bahwa benar setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh


ah

puluh) personel Kodim 0209/LB dan jajarannya oleh Tim Kesehatan dari RSUD
R

Rantauprapat sesuai dengan surat dari RSUD Rantauprapat Nomor :


s
445/2386/Seks/RSUD/2016 tanggal 15 Maret 2016 perihal penyampaian hasil
M

pemeriksaan urine dimana urine Terdakwa dinyatakan positif mengandung


ne
ng

Amphetamine yang terdaftar dalam Golongan I nomor urut 53 Lampiran


Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
do
gu

Hal 12 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
6. Bahwa benar pada tanggal 17 Maret 2016 sekira pukul 15.00 WIB
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
kembali dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Urine Terdakwa menggunakan

a
alat test peck di Ma Kodim 0209/LB disaksikan oleh Pasi Intel, Pasi Log, Pa
Sandi, personel Provost dan personal Intel serta Petugas dari RSUD

si
Rantauprapat dan hasilnya urine Terdakwa tetap Positif mengandung
Amphetamine, selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2016 Terdakwa diserahkan
ke Subdenpom I/1-2 Rantauprapat untuk diproses sesuai dengan ketentuan

ne
ng
hukum.
7. Bahwa benar Terdakwa mengetahui dan menyadari betul bahwa
pengunaan narkotika selain untuk pelayanan kesehatan dan pengembangan

do
gu ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus memiliki ijin dari dokter atau
pejabat yang berwenang adalah tindak pidana dan dalam hal ini Terdakwa
tidak memiliki ijin dari dokter atau pejabat yang berwenang sehingga perbuatan

In
Terdakwa yang mengunakan/mengkonsumsi narkotika jenis sabu tersebut
A
dikatagorikan sebagai penyalaguna narkotika golongan I.
Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa unsur kesatu “Setiap penyalah
ah

lik
guna Narkotika Golongan I ”, telah terpenuhi.

Unsur kedua : “Bagi diri sendiri”.


m

ub
Bahwa yang dimaksud bagi diri sendiri berarti pelaku mengkomsumsi
Narkotika untuk kepentingan dan kenikmatan dirinya sendiri atau
ka

menyalahgunakan pemakaian Narkotika untuk dirinya sendiri bukan untuk


diperjualbelikan atau untuk orang lain.
ep
Menimbang : Bahwa berdasarkan keterangan para Saksi di bawah sumpah, keterangan
ah

Terdakwa serta alat bukti yang di hadapkan kepersidangan, terungkap fakta-


R
fakta hukum sebagai berikut :

si
1. Bahwa benar Terdakwa sering mengkonsumsi Narkotika jenis sabu-
sabu dan apabila mengkonsumsi narkotika pikiran Terdakwa menjadi tenang

ne
ng

dan terakhir kali mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu pada tanggal 10


Januari 2016 sekira pukul 15.00 WIB bersama Saksi Ahmad Saidi Pasaribu di
dekat kandang ayam di samping rumah Saksi Ahmad Saidi Pasaribu yang

do
terletak di Simpang Merbau Kec. NA IX-X Kab. Labura dengan menggunakan
gu

alat isap berupa bong yang dibuat dari botol larutan penyegar kaki tiga yang
telah disiapkan oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu, dan Sabu-sabu tersebut
dibeli oleh Saksi Ahmad Saidi Pasaribu sebanyak 1 (satu) paket kecil seharga
In
A

Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).


2. Bahwa benar pada tanggal 15 Maret 2016 Kodim 0209/LB
bekerjasama dengan RSUD Rantauprapat melaksanakan test urine terhadap
ah

lik

anggota Kodim 0209/LB dan jajarannya berjumlah sekitar 70 (tujuh puluh)


orang dengan menggunakan alat rapit tes Narkoba Multi Screen yang
disiapkan oleh satuan Kodim 0209/LB sedangkan pihak RSUD daerah
m

ub

menyiapkan botol ukuran kecil/tabung sebanyak 70 (tujuh puluh) tabung


sebagai wadah untuk menampung urine anggota yang akan diperiksa dan
pada saat pemeriksaan disaksikan Iangsung oleh Kapten Czi PH.Purba
ka

Dandenintel Kodim 0209/LB dan Saksi dr. Hj. Ernawaty Hasibuan, Sp.PK
ep

Dokter dari RSUD Rantauprapat.


ah

3. Bahwa benar setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine 70 (tujuh


puluh) personel Kodim 0209/LB dan jajarannya oleh Tim Kesehatan dari RSUD
R

Rantauprapat sesuai dengan surat dari RSUD Rantauprapat Nomor :


s
445/2386/Seks/RSUD/2016 tanggal 15 Maret 2016 perihal penyampaian hasil
M

pemeriksaan urine dimana urine Terdakwa dinyatakan positif mengandung


ne
ng

Amphetamine yang terdaftar dalam Golongan I nomor urut 53 Lampiran


Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
do
gu

Hal 13 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
4. Bahwa benar pada tanggal 17 Maret 2016 sekira pukul 15.00 WIB
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
kembali dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Urine Terdakwa menggunakan

a
alat test peck di Ma Kodim 0209/LB disaksikan oleh Pasi Intel, Pasi Log, Pa
Sandi, personel Provost dan personal Intel serta Petugas dari RSUD

si
Rantauprapat dan hasilnya urine Terdakwa tetap Positif mengandung
Amphetamine, selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2016 Terdakwa diserahkan
ke Subdenpom I/1-2 Rantauprapat untuk diproses sesuai dengan ketentuan

ne
ng
hukum.

5. Bahwa benar rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa

do
gu dalam perkaranya ini yaitu mengkonsumsi sabu-sabu untuk digunakan
sendiri, tidak diedarkan untuk orang lain atau diperjual-belikan kepada orang
lain. Kesemuanya ini dipandang sebagai perbuatan Terdakwa menggunakan
narkotika jenis sabu-sabu untuk diri Terdakwa sendiri.

In
A
Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ketiga “Bagi diri
sendiri”, telah terpenuhi.
ah

lik
Menimbang : Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas yang merupakan fakta
hukum yang diperoleh dalam sidang, Majelis Hakim berpendapat telah terdapat
cukup bukti yang sah dan meyakinkan bahwa Terdakwa bersalah telah
m

ub
melakukan tindak pidana :
“Setiap penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri“,
ka

Sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 127 ayat (1)
ep
huruf a UURI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
ah

Menimbang : Bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan terbukti melakukan tindak
R
pidana sebagaimana yang telah didakwakan kepadanya sedangkan kepada

si
Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan tidak ada alasan
pemaaf maupun pembenar, maka Terdakwa harus dihukum.

ne
ng

Menimbang : Bahwa sebelum sampai pada pertimbangan terakhir dalam perkara ini, Majelis
Hakim ingin mengemukakan dan menilai sifat hakekat dan akibat dari sifat dan
perbuatan Terdakwa serta hal-hal lain yang mempengaruhi sebagai berikut :

do
gu

1. Bahwa Terdakwa menggunakan Narkotika, karena Terdakwa ditawari


oleh Sdr. Ahmad Saidi Pasaribu pada saat Terdakwa datang kerumah Sdr.
Ahmad Saidi Pasaribu untuk duduk-duduk bercerita di samping kandang ayam
In
A

sambil melihat ayam yang akan diadu, padahal Terdakwa telah mengetahui
betul bahwa memakai atau mengkonsumsi Narkotika adalah sangat dilarang
dan bertentangan dengan hukum serta instruksi dari pimpinan TNI namun
ah

lik

perbuatan tersebut tetap saja dilakukan oleh Terdakwa .


2. Bahwa pada hakekatnya perbuatan Terdakwa terjadi lemahnya sikap
mental Terdakwa dalam menghadapi pengaruh dalam pergaulan diluar dinas
m

ub

untuk berbuat kejahatan dalam hal ini mengkonsumai Narkotika, hal ini
menunjukkan bahwa Terdakwa memiliki sikap mental dan prilaku yang tidak
baik yang cenderum berbuat pelanggaran untuk kesenangan pribadinya
ka

sendiri, dengan tanpa mengindahkan aturan hukum yang berlaku.


ep

3. Bahwa akibat perbuatan Terdakwa secara pribadi dapat merugikan


ah

kesehatan Terdakwa sendiri dan secara khusus dapat mencemarkan nama


baik kesatuannya yaitu Kodim 0209/LB dan umumnya adalah TNI.
R

s
Menimbang : Bahwa tujuan Majelis Hakim tidaklah semata-mata hanya memidana orang-
M

orang yang bersalah melakukan tindak pidana, tetapi juga mempunyai tujuan
ne
ng

untuk mendidik agar Terdakwa dapat insyaf dan kembali menjadi warga
negara yang baik sesuai falsafah Pancasila.
do
gu

Hal 14 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Oleh karena itu sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
dalam perkara ini perlu terlebih dahulu memperhatikan hal-hal yang dapat

a
meringankan dan memberatkan pidananya yaitu :

si
Hal-hal yang meringankan :

ne
ng
1. Terdakwa berterus terang sehingga memperlancar jalannya sidang.

2. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi


lagi.

do
gu Hal-hal yang memberatkan :

1. Perbuatan Terdakwa terlibat menyahgunakan Narkotika tidak mendukung

In
A
program pemerintah yang menyatakan perang terhadap Narkoba.

2. Perbuatan Terdakwa dapat berpengaruh buruk terhadap disiplin satuan


ah

lik
dan prajurit yang lain serta merusak citra TNI di masyarakat.

Menimbang : Bahwa mengenai layak tidaknya Terdakwa untuk dipertahankan dalam dinas
militer dilihat dari perbuatan atau tindak pidana yang dilakukannya dalam
m

ub
perkaranya, Majelis Hakim memberikan pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa dilihat dari perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh
ka

Terdakwa dalam perkarannya ini dimana Terdakwa sebagai prajurit TNI telah
ep
mengkonsumsi/memakai Narkoba padahal Terdakwa mengetahui dan
menyadari betul bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang sangat
ah

tercela, bertentangan dengan hukum dan merupakan musuh rakyat bangsa


R
dan Negara yang dapat merusak masa depan bangsa dan Negara, dan

si
merupakan larangan keras bagi Prajurit TNI hal menunjukan bahwa Terdakwa
bukanlah seorang prajurit yang baik karena memiliki sikap mental yang tidak

ne
ng

baik yang cenderung melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku.

2. Bahwa perbuatan Terdakwa mengkonsumsi/memakai Narkoba diyakini


dapat merusak mental, dan daya juang dalam diri Terdakwa selaku prajurit

do
gu

TNI, hal ini akan berpengaruh pada pelaksanan tugas dan kewajiban
Terdakwa selaku Prajurit TNI yang setiap saat dituntut harus siap sedia untuk
melaksanakan tugasnya yaitu berbakti kepada nusa dan bangsa sehingga
In
prajurit yang demikan tidak layak dipertahankan sebagai Prajurit TNI.
A

3. Bahwa untuk menimbulkan efek jera agar perbuatan yang dilakukan


oleh Tedakwa tidak ikuti oleh Prajurit lainnya serta tidak berdampak buruk dan
ah

lik

merusak pola pembinaan disiplin prajurit dikesatuannya maka dengan


perbuatan atau tindak pidana yang dilakukannya ini Terdakwa harus diambil
tindakan tegas dengan cara memisahkannya dari dinas militer dengan cara
m

ub

memecatnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa


ka

Terdakwa telah tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai prajurit TNI dan
ep

perlu memisahkannya dari prajurit TNI lainnya dengan cara menjatuhkan


pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer
ah

Menimbang : Bahwa setelah meneliti dan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas,


R

Majelis Hakim berpendapat, pidana sebagaimana tercantum pada diktum di


s
bawah ini adil dan seimbang dengan kesalahan Terdakwa.
M

ne
ng

Menimbang : Bahwa oleh karena Terdakwa harus dipidana maka dibebani untuk membayar
biaya perkara.
do
gu

Hal 15 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Menimbang : Bahwa oleh karena Terdakwa dikhawatirkan akan melarikan diri atau akan
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
mengulangi lagi perbuatannya, maka Majelis berpendapat agar Terdakwa

a
ditahan.

R
Menimbang : Bahwa selama waktu Terdakwa berada dalam tahanan perlu dikurangkan

si
sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.

ne
Menimbang : Bahwa barang bukti dalam perkara ini berupa :

ng
1. Barang :

- 1 (satu) buah rabit test Narkotika Multi Screen An. Serda Muliady.

do
gu Terhadap barang bukti berupa barang sebagaimana tersebut diatas,
oleh karena barang bukti tersebut adalah alat yang digunakan untuk

In
memeriksa urine Terdakwa dan sudah tidak digunakan/dibutuhkan lagi
A
maka perlu ditentukan statusnya dirampas untuk dimusnahkan.

2. Surat-surat
ah

lik
a. 3 (tiga) lembar daftar hasil pemeriksaan test urine personil Kodim
0209/LB yang dikeluarkan oleh Direktur RSUD Rantauprapat tanggal
15 Maret 2016.
m

ub
b. 2 (dua) lembar Berita Acara Analisis Laboratorium barang bukti
urine Nomor Lab : 3326/NNF/2016 tanggal 28 Maret 2016 an. Serda
ka

Muliady.
ep
c. 1 (satu) lembar foto/gambar barang bukti 1 (satu) buah rapit test
Narkoba Multi Screen an. Serda Muliady.
ah

Terhadap barang bukti berupa surat-surat tersebut diatas, oleh karena


R

si
barang bukti tersebut dari awal merupakan satu kesatuan dan
merupakan kelengkapan berkas perkara yang dan tidak sulit
penyimpanannya maka perlu ditentukan statusnya agar tetap

ne
ng

dilekatkan dalam berkas perkara.


Mengingat : Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika jo pasal 26 KUHPM jo Pasal 190 ayat (1) jo ayat (2) jo ayat (4)

do
gu

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer dan ketentuan


peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan dalam perkara ini.
In
MENGADILI
A

1. Menyatakan Terdakwa tersebut di atas, yaitu Muliady, Serda NRP 632492, terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :
ah

lik

“Penyalahgunaan Narkotika golongan I bagi diri sendiri”.

2. Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan :


m

ub

Pidana pokok : Penjara selama 1 (satu) Tahun.


Menetapkan selama Terdakwa berada dalam tahanan perlu
ka

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.


ep

Pidana tambahan : Dipecat dari dinas Militer.


ah

3. Menetapkan barang bukti berupa :


R

s
a. Barang :
M

ne

- 1 (satu) buah rabit test Narkotika Multi Screen An. Serda Muliady.
ng

Dirampas untuk dimusnahkan.


do
gu

Hal 16 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
b.putusan.mahkamahagung.go.id
Surat-surat:
hk
1) 3 (tiga) lembar daftar hasil pemeriksaan test urine personil Kodim 0209/LB

a
yang dikeluarkan oleh Direktur RSUD Rantauprapat tanggal 15 Maret 2016.

si
2) 2 (dua) lembar Berita Acara Analisis Laboratorium barang bukti urine Nomor
Lab : 3326/NNF/2016 tanggal 28 Maret 2016 an. Serda Muliady.

ne
3) 1 (satu) lembar foto/gambar barang bukti 1 (satu) buah rapit test Narkoba

ng
Multi Screen an. Serda Muliady
Tetap dilekatkan dalam berkas perkara.

do
4. gu
Membebankan kepada Terdakwa
(sepuluh ribu rupiah).
membayar biaya perkara sebesar Rp 10.000,00

In
5. Memerintahkan agar Terdakwa ditahan.
A
Demikian diputus pada hari Senin tanggal 19 Juni 2017 di dalam musyawarah Majelis
Hakim oleh Mustofa, S.H., Letnan Kolonel Sus NRP 524423 sebagai Hakim Ketua serta
ah

lik
Mahmud Hidayat, S.H., M.H., Mayor Chk NRP 523629 dan Dandi Andreas Sitompul, S.H.
Mayor Chk NRP 11000036211078, masing-masing sebagai Hakim Anggota-I dan Hakim
Anggota-II, putusan mana diucapkan pada hari yang sama oleh Hakim Ketua di dalam sidang
m

ub
yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut di atas, Oditur
Militer Teguh Suprijanto, S.H., Mayor Chk NRP 2910057910471, dan Panitera Pengganti
Hermizal, S.H., Kapten Chk NRP 21950302060972, serta dihadapan umum dan Terdakwa.
ka

ep
Hakim Ketua
ah

si
Mustofa, S.H.
Letnan Kolonel Sus NRP 524423

ne
ng

Hakim Anggota-I Hakim Anggota-II

do
gu

Mahmud Hidayat, S.H., M.H. Dandi Andreas Sitompul, S.H.


In
A

Mayor Chk NRP 523629 Mayor Chk NRP 11000036211078


ah

Panitera Pengganti
lik
m

ub

Hermizal, S.H.
Kapten Chk NRP 21950302060972
ka

ep
ah

s
M

ne
ng

do
gu

Hal 17 dari 17 hal. Putusan No. 55-K/PM I-02/AD/IV/2017


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Anda mungkin juga menyukai