Anda di halaman 1dari 114

TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK MENURUT

HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

(Analisis Putusan No. 8 / PID.Sus.Anak / 2015 / PT.MDN)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna
Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Disusun Oleh:

Rasifah (11150450000020)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
Abstrak

Rasifah (11150450000020) “Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak


Menurut Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan
No.8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN)”. Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2019 M/1440
H.

Masalah utama dalam skripsi ini mengenai tindak pidana narkotika yang dilakkan oleh
anak terdapat di dalam putusan Pengadilin Tinggi Medan Nomor 8/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN
yang memvonis anak yang bernama Zulkifli alias Zul dengan pidana penjara selama 2 (dua)
tahun dan denda Rp.1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan Pelatihan
Kerja. Skripsi ini bertujuan menjelaskan penyebab anak melakukan tindak pidana narkotika,
pandangan hukum positif dan hukum Islam mengatur sanksi terhadap anak yang melakukan
tindak pidana narkotika dan untuk menjelaskan serta menganalisa putusan pertimbangan hakim
pada perkara (No. 8 / PID.Sus.Anak / 2015 / PT.MDN)

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library research dengan
melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan dan sumber lain
yang berkaitan dengan objek kajian. Setelah data diperoleh, penulis menganalisis secara
kualitatif data yang diperoleh terhadap objek kajian (Putusan No. 8 / PID.Sus.Anak / 2015 /
PT.MDN).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam Hukum Pidana Islam anak yang terlibat
dalam narkotika maka tidak dikenakan sanksi hadd, ataupun ta’zir, sebab ia belum termasuk
mukallaf (dewasa) dan belum mengetahui hak dan kewajiban dalam Islam. Dalam hal ini
hukuman yang diberikan dalam hukum Islam untuk anak yang belum baligh diberikan ta’dib
(pendidikan/pembinaan). Sedangkan dalam hukum positif Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, diberikan alternatif lain dalam penyelesaian kasus anak pelaku tindak pidana
penyalahguna narkotika yaitu secara diversi, sehingga tidak melibatkan anak ke dalam proses
peradilan yang panjang dan cukup rumit bagi anak yang masih di bawah umur. Penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh anak masih cenderung memberikan sanksi berupa penjara bagi

iii
anak yang menggunakan narkotika untuk konsumsi pribadinya. Sanksi pidana narkotika bagi
anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum memang terdapat ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai batas usia anak yang dapat dipidana berdasarkan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang berusia di bawah 12
tahun tidak boleh dipidana, anak yang berusia di bawah 14 tahun tidak dapat dikenakan sanksi
pidana namun dapat dikenakan tindakan seperti pengembalian kepada orang tua/wali, dan anak
yang berusia di bawah 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana.

Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.A.

Daftar Pustaka : 1978 s.d 2016

iv
KATA PENGANTAR

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

Alhamdulillahirobbil’alamiin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Menurut Hukum Pidana
Positif Dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan No. 8 / PID.Sus.Anak / 2015 /
PT.MDN)” saya berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangsih keilmuan khususnya di
Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah maupun di dunia akademis pada umumnya.

Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa risalah kebenaran untuk semua umat khususnya Islam.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya atas bimbingan, masukan, saran dan dukungannya baik moril maupun materil kepada:

1. Kedua orang tua penulis Bapak Rozalih dan Mamah Asenih yang selalu berjuang
keras memberikan dukungan baik moril maupun materil, memberikan banyak
perhatian dan semangat serta yang selalu mendoakan penulis dengan ikhlas agar
penulis mampu menyelesaikan kuliah Strata 1 ini. Semoga diberikan umur panjang
dan kesehatan oleh Allah SWT serta kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Kepada Dosen Pembimbing dan Kaprodi Hukum Pidana Islam yaitu Bapak Dr. H. M.
Nurul Irfan M.Ag yang telah sabar membimbing dan memberikan arahan serta
banyak meluangkan waktunya untuk memberikan masukan sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepada Sekertaris Prodi Bapak M. Mujibur Rohman yang telah ikut andil dalam
membantu proses pembuatan skripsi ini.
4. Kepada Sekprodi HPI sebelumnya Bapak Nurohim Yunus yang sudah sangat
membantu dan mempermudah proses saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

v
5. Kepada kekasih hati, Danu Aji Wijaya yang telah memberikan banyak perhatian,
dukungan, nasihat serta masukan agar penulis mampu menyelesaikan kuliah Strata 1
ini.
6. Kepada kedua adik sepupu yang lucu Wina dan Fatih, yang selalu menghibur dengan
tingkah lucunya. Tak lupa untuk saudara-saudara terdekat penulis yang banyak
membantu baik moril maupun materil.
7. Kepada Sahabat Rumah Aini, Nisa, Fauziah, Shella yang selalu menghibur dikala
penulis merasa jenuh dengan skripsi.
8. Kepada Sahabat perjuangan Salwa dan Amah yang telah membantu memotivasi dan
saling mensupport satu sama lain sehingga skripsi ini cepat terselesaikan.
9. Kepada teman-teman jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2015, terimakasih atas
bantuan, doa dan dukungan selama 4 tahun bersama dalam satu kelas. Terimakasih
atas kebersamaan dan waktu berharganya semoga kita semua menjadi orang sukses.
Tak lupa untuk teman-teman kelompok KKN 25 Kemilau Pasir Kronjo terimakasih
atas pengalaman berharganya selama pengabdian.
10. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga selain ucapan Alhamdulillahirabbil


‘Alamiin. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
bagi pembaca pada umumnya, aamiin. Sekian dan terimakasih.

Jakarta, 01 Juni 2019 M

27 Ramadhan 1440 H

Rasifah

vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESSAHAN ...................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................ii

ABSTRAK ................................................................................................................iii

KATA PENGANTAR .............................................................................................v

DAFTAR ISI ............................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................1

B. Identifikasi Masalah .....................................................................6

C. Pembatasan Masalah ...................................................................6

D. Rumusan Masalah .......................................................................7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................7

F. Metode Penelitian .......................................................................8

G. Kerangka Teori ............................................................................10

H. Review Studi Terdahulu ...............................................................11

I. Sistematika Penulisan .................................................................12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA

MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Narkotika dan Larangan Syurb Al-Khamr .................14

B. Tindak Pidana Narkotika Dan Jarimah Syurb Al-khamr .............21

vii
C. Unsur-Unsur Tindak Pidana Narkotika Dan Syurb Al-Khamr............ 29

D. Landasan Hukum Terkait Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dalam

Hukum Pidana Positif (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009) Dan Hukum

Pidana Islam .................................................................................33

BAB III TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

A. Pengertian Anak Secara Hukum ..................................................44

B. Perlindungan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum .............50

C. Sanksi Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Hukum

Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam ......................................55

BAB IV ANALISIS PUTUSAN No. 8/PID.Sus.Anak /2015/PT.MDN TERHADAP


TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

A. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai

Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb…………………………..71

B. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan Nomor:

8/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN…………………………………73

C. Analisis Putusan Ditinjau Dalam Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana

Islam .............................................................................................78

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................83

B. Saran ............................................................................................84

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................ix

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam


Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah
Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945
menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan suatu negara yang bertujuan menyelenggarakan ketertiban
hukum untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat adil
dan makmur.1

Dalam menentukan suatu perbuatan yang dilarang dalam suatu peraturan


perundang-undangan salah satunya digunakan kebijakan hukum pidana. Dengan
landasan tersebut diatas maka semua warga negara Indonesia yang melakukan
pelanggaran dan kejahatan terhadap ketertiban umm harus tunduk pada aturan yang
berlaku, dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Dalam
menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian,
kemanfaatan, dan keadilan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang, dengan adanya kepastian hukum masyarakat
akan lebih tertib, sebaliknya masyarakat membutuhkan manfaat dalam pelaksanaan
atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan dan
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Unsur

1
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: Kencana dan ICCE UIN Jakarta, 2012), h. 121.
2

yang ketiga adalah keadilan, dalam pelaksanaan dan penegakan hukum harus adil,
baik secara komutatif maupun secara distributif.2

Kehidupan masyarakat Indonesia semakin mengalami perkembangan yang


kian meningkat dari tahun ketahun. Perkembangan ini diiringi dengan
berkembangnya tindak kriminal yang membawa dampak yang dapat merugikan diri
sendiri bahkan lingkungan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, Indonesia sebagai
negara yang berdasarkan atas hukum harus difungsikan untuk menjadi alat
pengendali sosial (social control) yang dilengkapi dengan sanksi sebagai alat
pemaksa agar kaidah-kaidahnya ditaati sehingga eksistensi negara bisa terwujud
secara konsisten. Yang menjai keprihatinan bangsa saat ini ialah permasalahan
perilaku anak baik sebagai pelaku maupun korban dari perbutan melanggar hukum,
seperti maslah yang dijumpai pada masyarakat yang kian berkembang saat ini salah
satunya mengenai penyalahgunaan narkotika. Di mana pada kenyataannya sekarang
tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga sudah melibatkan kalangan anak
di bawah umur.

Pada era modern sekarang penyalahgunaan narkotika menunjukkan


kecenderungan yang semakin meningkat dan meluas, terutama dikalangan anak-anak,
remaja, dan generasi muda pada umumnya. Anak yang sebagai bagian dari generasi
muda sepatutnya merupakan penerus cita-cita bangsa dan sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas dan mampu serta memelihara kesatuan dan persatuan
bangsa.

Anak merupakan karunia tuhan yang nantinya akan menjadi generasi penerus
bangsa yang akan memimpin dan menggerakan bangsa nantinya. Sebagai generasi
penerus bangsa maka diperlukan adanya pembinaan maupun perlindungan dari
berbagai pihak baik itu keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah,

2
Rahman Syamsuddindan Ismail Aris, Merajut Hukum di Indonesia, (Makassar: Mitra
Wacana Media, 2014), h. 69-70.
3

maupun negara. Perlindungan tersebut dimaksudkan karna anak di dalam


perkembangan pendewasaan ketika memasuki masa remaja, sangat mudah
terpengaruh oleh lingkungan yang ada disekitarnya. Anak yang berhadapan dengan
hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, yang selanjutnya disebut anak
adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak merupakan bagian dari
mayarakat, mereka mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus
dilindungi dan dihormati. Setiap negara wajib memberikan perhatian serta
perlindungan yang cukup terhadap hak anak, yang antara lain berupa hak sipil,
ekonomi, sosial dan budaya.3

Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi


anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.4 Menurut Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak.5 Perlindungan anak dapat diartikan sebagai segala upaya
yang ditujukkan untuk mencegah rehabilitasi dan memberdayakan anak yang
mengalami tindak perlakuan yang salah, eksploitasi, dan penelantaran, agar dapat
menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar, baik fisik, mental
maupun sosialnya.

Masalah penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak semakin tinggi


intensitasnya, bahkan peredaran dan penggunaan narkotika secara melawan hukum
tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja bahkan telah menjangkau hampir semua
kota/kabupaten diseluruh Indonesia. Anak pada usia ini masih memiliki kemampuan

3
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2012), h. 75.
4
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
4

yang sangat rendah untuk menolak ajakan negatif dari lingkungan sekitarnya, anak-
anak yang mempunyai rasa keingintahuan sehingga awalnya hanya keinginan coba-
coba terhadap narkotika, kini dimanfaatkan sebagai pengguna bahkan sebagai jalur
peredaran yang bertujuan untuk mencari keuntungan materi juga untuk merusak
bangsa Indonesia melalui merusak fisik dan mental generasi penerus bangsa,
sehingga secara langsung atau tidak langsung anak-anak diperalat untuk melakukan
pidana.

Peran orang tua dalam pengawasan dan penjagaan agar anak tidak terlibat
dalam narkotika sangatlah penting, jika seorang anak terjerumus narkotika maka
orang tua wajib melapor kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah
untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, sesuai dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika. Kemudian dalam pasal 60 Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan upaya pembinaan meliputi mencegah
generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan narkotika, termasuk
dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan narkotika dalam kurikulum
sekolah dasar sampai lanjutan atas.6

Narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) adalah merupakan benda-benda


yang dapat menghilangkan akal pikiran yang hukumnya haram. Sebab salah satu illat
diharakannya benda itu adalah memabukkan sebagaimana disebutkan dalam hadis
Nabi Muhammad SAW :

‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َخٌَْر َوُك ُّل َخَْ ٍر َحَر ٌام‬

Artinya : “setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah
haram”.

6
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
5

Menggunakan narkoba di samping telah diharamkan, juga akan berakibat


buruk, dapat merusak akal dan fisik, serta akibat-akibat lainnya. Karena itu, hukum
Islam melarang menggunakan benda-benda seperti itu, baik dalam jumlah sedikit
apalagi dalam jumlah yang banyak. Bagi orang yang pernah menggunakan narkotika
akan merasakan kenikmatan dan menimbulkan ketagihan. Dalam hal ini Ibn
Taimiyah menerangkan bahwa ganja itu lebih jahat dari khamar, dilihat dari segi
merusak badan dan mengacaukan akal, ia membuat seseorang menjadi lemah akal,
lemah keinginannya, dan menghalangi orang dari mengingat Allah. 7

Pada zaman Nabi Muhammad, khamar masih bersifat tradisional dan cara
penggunaannya hanya dengan diminum. Hal ini sesuai dengan penamaannya, yaitu
jarimah syurb al-khamar atau meminum khamar. Namun, saat ini al-khamar yang
secara etimologis berarti menutup akal, disebut dengan narkotika. Narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Narkotika dengan berbagai macam dan jenisnya tidak hanya diminum, tetapi juga
disuntik, dihisap, atau ditaburkan pada bagian angota tubuh yang telah dilukai. Kalau
zaman dahulu sanksi hukuman hanya dikenakan kepada peminum atau pecandu, saat
ini juga dikenakan kepada pengedar, bandar, bahkan produsen. Hal itu karena
pengedaran narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan
menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta didukung oleh
jaringan organisasi yang luas sehingga sudah banyak menimbulkan korban, terutama
di kalangan generasi muda yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara.8

7
Hamzah Hasan, “Ancaman Pidana Islam Terhadap Penyalahgunaan Narkoba”. Al-Daulah.
Vol. 1 No. 1, Desember 2012, h. 150-151.
8
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 59-60
6

Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik membahas


tentang Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak Menurut Hukum Pidana Positif
dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan Nomor: 8 / PID.Sus.Anak / 2015 /
PT.MDN).

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika yang


dilakukan oleh anak dibawah umur dapat di identifikasi perma salahannya sebagai
berikut :

1. Efektivitas penerapan pidana positif dan pidana Islam terhadap pelaku pidana
narkotika yang dilakukan oleh anak analisis putusan (No. 8 / PID.Sus.Anak /
2015 / PT.MDN)
2. Proses penyelesaian perkara narkotika yang dilakukan oleh anak sesuai sistem
peradilan anak di Indonesia.
3. Perbedaan pemidanaan terhadap pelaku pidana narkotika yang dilakukan oleh
anak menurut hukum pidana positif dan hukum pidana Islam
C. Pembatasan Masalah

Mengingat pembahasan mengenai sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana


narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur sangatlah luas, maka pada
pembahasan kali ini akan dibatasi seputar aspek :

1. Penulisan dan pembahsan skripsi ini hanya akan membahas tentang kasus
tindak pidana narkotika oleh anak menurut hukum pidana positif dan hukum
pidana Islam (analisis putusan No. 8 / PID.Sus.Anak / 2015 / PT.MDN).
2. Proses pemidanaan menurut hukum pidana positif dan hukum pidana Islam
bagi anak yang melakukan tindak pidana narkotika.
3. Perbedaan hukuman pidana positif dan hukuman pidana Islam bagi anak yang
melakukan tindak pidana narkotika.
7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka pokok permasalahan dalam


penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pertimbangan dan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri


Tanjung Balai Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb?
2. Bagaimana pertimbangan dan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi
Medan Nomor: 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN?
3. Bagaimana pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam
terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika menurut putusan
(No.8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN)?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor penyebab seorang anak melakukan tindak pidana
narkotika.
2. Untuk mengetahui pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam
terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika menurut putusan
(No.8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN).

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi


pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan
hukum pidana pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan sanksi pidana
terhadap pelaku tindana narkotika anak di bawah umur.
2. Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang
karya ilmiah dan dapat dipakai sebagai bahan penelitian sejenis di masa
mendatang.
8

3. Hasil penelitian ini sebagai bahan informasi atau masukan bagi proses
pembinaan kesadaran hukum di masyarakat untuk mencegah terulangnya
peristiwa serupa.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam pelitian ini adalah metode
kepustakaan (library research), yaitu penelitian terhadap sumber-sumber
tertulis. Penelitian ini bersifat kualitatif, yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan kepustakaan atau data sekunder serta mengacu pada norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan
pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Keseluruhan data dianalisis dengan analisis kualitatif.

2. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan proposal skripsi ini
adalah pendekatan yuridis normatif artinya pendekatan tersebut dilakukan
dengan melihat Undang-Undang, kasus yang akan dibahas dan juga
perbandingan pada masalah skripsi ini. Penelitian ini bersifat normatif
empiris, yaitu memaparkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan putusan pengadilan yang akan dijadikan sebagai objek penelitian.

3. Tekhnik Pengumpulan Data


Tekhnik pengumpulan data menggunakan bahan-bahan pustaka
tentang sistem peradilan anak dan narkotika. Adapun sumber data dalam
penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
kepustakaan (library research) yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
9

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memliki


kekuatan hukum yang mengikat, Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum
sekunder sebagai pendukung dari data yang digunakan dalam
penelitian ini ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli
hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang
memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Seperti, kamus besar Bahasa Indonesia,
kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya yang sifatnya
menunjang atau melengkapi bahan hukum primer dan sekunder.
4. Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode atau pola penulisan judicial case study
yaitu pendekatan studi kasus hukum yang melibatkan campur tangan
pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian. Penulisan skripsi ini
juga mengacu pada “Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta”.
10

G. Kerangka Teori

Agar penulis mudah dalam melakukan kegiatan penelitian, maka perlu ada
kerangka berfikir sebagai acuan dan mencegah terjadinya penyimpangan terhadap
obyek penelitian dan meluaskan pembahasan kearah yang tidak relevan, dalam
penelitian ini menggunakan kerangka teori tentang batas umur tindak pidana
narkotika oleh anak menurut hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.
Pengertian anak berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak “anak adalah orang
dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Pengertian anak
menurut hukum Islam merujuk pada hadis;

‫ون َح ََّّت يَ ْع ِق َل‬


ِ ُ‫ وع ِن الْمجن‬،‫الصِِب ح ََّّت ََيتَلِم‬
ْ َ َ َ َ ْ َ ِّ َّ ‫ َو َع ِن‬،‫ظ‬ َ ‫ َع ِن النَّائِ ِم َح ََّّت يَ ْستَ ْي ِق‬:‫ُرفِ َع الْ َقلَ ُم َع ْن ثَََلثٍَة‬

Artinya: “tidak dibebankan sanksi/hukuman terhadap tiga hal yaitu, orang yang
tidur sampai ia bangun (sadar), seorang bayi sampai ia dewasa dan terhadap orang
gila sampai dia berakal”.9

Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa seorang anak adalah mulai dari
seorang bayi sampai ia dewasa (baligh).

Pada tahap ini penulis juga menggunakan teori pemidanaan terhadap anak pelaku
tindak pidana. Pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana adalah rangkaian
proses untuk menjabarkan suatu nilai dan ide yang menjadi tujuan hukum. Tujuan
hukum harus memuat nilai-nilai moralitas, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai
moral tersebut harus mampu diwujudkan didalam suatu realita nyata. Eksistensi
hukum diakui apabila nilai moral yang terdapat dalam hukum tersebut mampu
diimplementasikan atau tidak. Dengan demikian, proses pemidanaan terhadap anak
pelaku tindak pidana itu mengacu pada pelaksanaan yang dilakukan oleh para

9
Abdur Rahman, Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h.
16
11

penegak hukum itu sendiri. Dari penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa
keberhasilan ataupun kegagalan para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya,
sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan hukum itu dibuat.10

H. Review Studi Terdahulu

Pada tahap penelitian ini penulis merujuk kepada beberapa skripsi yang di
dalamnya mencakup materi sesuai tema judul yang kemudian dijadikan sebagai
bahan-bahan materi yang diperlukan untuk penulisan penelitian tentang tindak pidana
narkotika oleh anak menurut hukum pidana positif dan hukum pidana Islam Adapun
beberapa rujukan skripsi yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1. Skripsi karya Haidir Ali yang berjudul Sanksi Hukum Terhadap


Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus
Putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2015/PN Sungguminasa), Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, skripsi ini
menjelaskan tentang sanksi hukuman terhadap penyalahgunaan narkotika oleh
anak secara umum tidak menjelaskan dengan detail, dengan materi studi kasus
yang dilakukan oleh Andre Pareza alias Reza Bin Ridwan berumur 16 (enam
belas) tahun, yang terjadi pada tanggal 15 september 2015 di Sulawesi
Selatan. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk mengisi kekosongan
penelitian tersebut dengan menjelaskan secara rinci sanksi hukuman
penyalahgunaan narkotika anak.
2. Skripsi karya Siswono yang berjudul Penerapan Sanksi Pidana Penjara
Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan
Pengadilan Negeri Kendari Nomor: 07/Pid.Sus.Anak/2014//PN.KDI),
Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari, Skripsi ini hanya
menjelaskan tentang penerapan sanksi pidana penjara bagi anak yang
melakukan tindak pidana narkotia dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang

10
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Presindo, 1989), h. 2
12

Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan


dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai perlindungan anak yang
berhadapan dengan hukum agar anak terbebas dari hukuman penjara yang
dapat menghilangkan hak-hak anak dan mencegah terjadinya pelecehan dan
kekerasan.
3. Skripsi karya Yusmasir yang berjudul Sanksi Pidana Narkotika Terhadap
Anak Di Bawah Umur Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif
(Analisis Terhadap Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Ar-Raniry Darussalam
Banda Aceh, skripsi ini menjelaskan tentang sanksi pidana bagi anak yang
melakukan tindak pidana narkotika menurut analisis Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Skripsi ini tidak menjelaskan analisis
hukuman sesuai dengan batas umur penyalahgunaan narkotika anak menurut
Islam. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk melengkapi kekosongan
tersebut dengan menjelaskan batasan umur anak yang melakukan tindak
pidana terutama tindak pidana narkotika dalam hukum Islam.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan
memberikan gambaran mengenai sistematika penelitian hukum yang sesuai
dengan aturan dalam penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya
dalam bentuk sistematika penelitian hukum yang terdiri dari 1 (satu) bab yang
menjabarkan tiap-tiap bagian terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan
untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian.
Adapun penulis menyususn sistematika penelitian hukum sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Metode
Penelitian, Kerangka Teori, Review Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan, Daftar
Pustaka.
13

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika


Bab ini membahas kerangka teori yang melandasi pemikiran dalam menganalisa
dari data-data yang dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori
yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika, penerapan sanksi pidana
narkotika terhadap anak dibawah umur, dasar-dasar hukum tentang penerapan sanksi
pidana narkotika terhadap anak dibawah umur, dan teori perlindungan anak yang
berhadapan dengan hukum.

BAB III : Gambaran Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika Yang


Dilakukan Oleh Anak

Bab ini menjelaskan gambaran umum mengenai analisis putusan No.


8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN yang meliputi kronologi kasus, tuntutan dan amar
putusan.

BAB IV : Analisis Putusan No.8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN Terhadap Tindak


Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak

Pada bab ini membahas tentang analisa terhadap putusan hakim pada kasus
ini. Dalam bab ini akan kami analisa bagai manakah proses pertimbangan hakim
dalam memutus perkara tindak pidana narkotika oleh anak menurut hukum pidana
positif dan hukum pidana Islam.
BAB V : Penutup

Pada bab ini penulis menguraikan tentang penutup yang merupakan hasil
akhir meliputi kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Kemudian
pada penutup ini penulis juga memberikan saran-saran sesuai dengan pokok
permasalahan yang diteliti sehingga tercapai upaya untuk mencapai tujuan dari yan
dilakukan.
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA


NARKOTIKA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN
HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Narkotika Dan Larangan Syurb Al-Khamr

1. Pengertian Narkotika

Pembahasan mengenai narkoba, terdapat beberapa akronim yang berkaitan


dengan hal tersebut, misalnya :

 NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif)


 NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif)

Dari akronim NAPZA, yang mempunyai arti lebih lengkap dibanding yang
pertama, maka obat yang dianggap berbahaya adalah narkotika, alkohol, psikotropika
dan zat adiktif. Karena psikotropika dan narkotika digolongkan dalam obat-obat atau
zat yang berbahaya bagi kesehatan maka mengenai produksi, pengadaan, peredaran,
penyaluran, penyerahan ekspor dan impor obat-obat tersebut diatur dalam undang-
undang. Ketentuan yang mengatur narkotika dan psikotropika terdapat dalam:

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika


b. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.
c. Sedangkan Zat Adiktif, disinggung dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Secara terminologi, narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf,


menghilangkan sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.1 Pengertian

1
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 78

14
15

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Pasal 1 angka 1 UU No. 22/Th.1997).

Sedangkan Zat Adiktif, adalah bahan yang penggunaannya dapat


menimbulkan ketergantungan psikis, (Pasal 1 angka 12 UU No. 23/Th. 1992).2

Dari literatur tersebut, dapat kita ketahui bahwa pada saat itu tidak dibedakan
secara jelas antara narkotika dan psikotropika. setidak-tidaknya pada saat itu kedua
masalah tersebut dikelompokkan menjadi satu. Di Inggris dan Amerika Serikat
misalnya menggunakan istilah Narcotic and Dangerous Drug (Narkotika dan obat-
obat berbahaya).

Dalam buku Narkotika Masalah dan Bahayanya, M. Ridha Ma’roef (1976:


14-15) mengutip beberapa pendapat Smith Kline dan French Clinical Staff dan Biro
dan Beacukai Amerika Serikat menyangkut pengertian narkotika, menurut Smith
Kline dan French Clinical Staff (1968) membuat definisi sebagai berikut :

“Narcotics are drug which produce insesibility or stupor due to their


depressant effect on the central nervous system. Included in this definition are opium,
opium derivaties (morphine, codein, heroin) and synthetic opiates (meperidine,
methadone)”.3

Artinya lebih kurang sebagai berikut : “Narkotika adalah zat-zat (obat) yang
dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarnakan zat-zat tersebut
bekerja mempengaruhi susunan syaraf pusat. Dalam definisi narkotika ini sudah
termasuk jenis candu dan turunan candu (morphine, codein, heroine) dan candu
sintetis (meperidine dan methadone).

2
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar
Maju, 2003), h. 4-5
3
M. Ridha Ma’Roef, Narkotika Masalah dan Bahayanya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1976) h. 14-15
16

Sedangakan definisi lainnya dari Biro Bea dan Cukai America Serikat dalam
buku “Narcotic identification manual” (1973) antara lain mengatakan : bahwa yang
dimaksud dengan narkotika ialah candu, ganja, cocaine, zat-zat yang bhan mentahnya
diambil dari benda-benda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocaine.
Dan termasuk juga narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang
tergolong dalam Hallucinogen, Depressent dan Stimulant.

Dari kedua definisi tersebut, M. Ridha Ma’roef menyimpulkan :

a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintetis.
Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin,
ganja, hashish, codein dan cocaine. Narkotika alam initermasuk dalam
pengertian narkotika sempit. Sedangkan narkotika sintetis adalah termasuk
dalam pengertian narkotika secra luas. Narkotika sintetis yang termasuk di
dalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu :
Hallucinogen, Depressent dan Stimulant.
b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan syaraf pusat yang
akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya
apabila disalahgunakan.
c. Bahwa narkotika dalam pengertian ini adalah mencakup obat-obat berbahaya
atau narcotic and dangerous drugs.4

Perkataan narkotika berasal dari Bahasa Yunani “narke” yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa (Sudarto, 1981 : 36). Namun, ada juga yang
mengatakan bahwa narkotika berasal dari kata Narcissus, sejenis tumbuh-tumbuhan
yang mempunyai buga yang dapat membuat orang menjadi tidak sadar (B.
Simanjuntak, 1981 : 124).

4
M. Ridha Ma’Roef, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008) h. 34
17

Pengertian narkotika secara farmakologis medis, menurut Ensiklopedia Indonesia


IV (1980 : 2336) adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang
berasal dari daerah Viseral dan yang dapat menimbulkan efek stupor (bengong, masih
sadar tetapi harus digertak) serta adiksi.

Pengertian yang paling umum dari narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari alam
atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan ketidaksadran atau
pembiusan. Efek narkotika di samping membius dan menurunkan kesadaran, adalah
mengakibatkan daya khayal/halusinasi (ganja), serta menimbulkan daya
rangsang/stimulant (cocaine). Narkotika yang dibuat dari alam yang kita kenal adalah
candu (opium), ganja dan cocaine.5

Sedangkan pengertian narkotika menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009


Pasal 1 angka 1 adalah “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini”.6

Penggolongan menurut pasal 6 Ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009


tentang Narkotika, yaitu :

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan


pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau

5
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. h. 33-35
6
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang Psikotropika, Narkotika Dan
Zat Adiktif Lainnya, (Bandung: Fokus Media, 2011), h. 52.
18

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi


tinggi mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

2. Pengertian Syurb Al Khamr

Syurb Al-khamr berasal dari dua kata yaitu ‫ُش ْرب‬ artinya minuman dan ‫ٱخلَ ْمر‬
ْ
artinya menutup. Asyirbah adalah bentuk jama’ dari kata syurbun. Yang dimaksud
asyirbah atau minum minuman keras adalah minuman yang bisa membuat mabuk,

apapun asalnya. Kata ‫اخلمر‬ berasal dari kata ‫مخر‬ yang berarti menutup akal. Oleh

karena itu, ada istilah kerudung wanita. Setiap benda yang menutup sesuatu yang lain,
selalu disebut khamr, seperti dalam kalimat “tutuplah wadah-wadah kalian”. Jadi
khamr dapat menutup akal, menyumbat, dan membungkusnya. Menurut Al-Zuhaili
sebagaimana dalam buku Nurul Irfan dan Msyrofah, menegaskan bahwa khamr
bahkan dapat merusak jaringan dan syaraf otak. 7

Istilah narkoba dalam konteks hukum Islam, tidak disebutkan secara langsung
dalam Alqur’an maupun dalam Sunnah. Dalam Alqur’an hanya menyebutkan istilah
khamr. Tetapi karena dalam teori ilmu Ushul Fiqih, bila suatu hukum belum
ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas (analogi
hukum). Qiyas merupakan metode penetapan hukum dengan cara menyamakan
sesuatu kejadian yang tidak tertulis hukumnya secara tekstual dengan kejadian yang
telah ditetapkan hukumnya secara tekstual. Hal ini dimungkinkan dengan kesamaan
illat dalam hukumnya. Dengan demikian ketetapan hukum suatu peristiwa yang tidak
ada nashnya dapat dikategorikan sebagai qiyas.

7
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2016) h. 51-52
19

Di dalam hukum Islam, narkoba dipandang sebagai zat yang sangat berbahaya.
Dalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak disebutkan secara langsung masalah narkotika,
akan tetapi karena sifat maupun bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan
narkotika sama bahkan lebih dahsyat dari minuman keras atau khamar, maka al-
Qur’an dan hadis Rasulullah yang melarang atau mengharamkan minuman keras atau
khamar dapat dijadikan dasar atau dalil terhadap dilarang dan diharamkannya
penyalahgunaan narkotika.8 Untuk itu bila memang belum ditentukan status hukum
dari narkotika dalam syari’at Islam, maka para ulama (mujtahid) biasanya
menyelesaikan dengan jalan ijtihad mereka, melalui metodologi hukum Islam dengan
jalan pendekatan qiyas sebagai solusi istinbath hukum yang belum jelas hukumnya
dalam syari’at Islam.

Berikut ini dipaparkan metode penyelesaian ketentuan hukum


narkotika dengan pendekatan qiyas:9
a. Al-ashl, adalah khamar, karena sesuatu yang ada hukumnya dalam nash
(Al-Qur’ăn), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 90.
b. Al-far’u (cabang) adalah narkotika, karena tidak ada hukumnya dalam
nash, tetapi ada maksud menyamakan status hukumnya kepada nash
yakni khamar. Narkotika dalam hal ini disebut al-musyabbah (yang
diserupakan).
c. Hukum ashl adalah khamar hukumnya haram, sebagaimana yang
tertuang dalam firman Allah (Q.S. Al-Maidah ayat 90), dengan itu
menjadi tolak ukur ketetapan hukum bagi cabang (al-far’u).
d. Al-Illat, karena dampak negatif dari pada khamar dapat memabukkan
menghilangkan akal pikiran dan melupakan kepada Allah SWT.
Sedangkan narkotika adalah făr’u karena tidak terdapat nash

Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan, Narkotika dalam


8

Pandangan Agama, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional, 2010), h. 15


9
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Ilmu Ushul Fiqh), (terj. Noel Iskandar
Al-Barsany), (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 90
20

mengenai hukumnya dan narkotika telah menyamai khamar dalam


kedudukannya adalah memabukkan.10
Khamr merupakan istilah yang digunakan di dalam Al-Qur’an dan Hadits yang
mempunyai arti sebagai benda yang dapat mengakibatkan mabuk. Menurut Bahasa,
kata khamr berasal dari kata khamara yang berarti tertutup, menutup atau juga
diartikan kalut.11

Sesuatu yang memabukkan dalam Al-Qur’an disebut khamr, artinya sesuatu yang
dapat menghilangkan akal. Meskipun benuknya berbeda, namun cara kerja khamr dan
narkoba sama. Keduanya merusak fungsi akal manusia.12

Sesuatu yang memabukkan dalam Al-Qur’an disebut khamr, artinya sesuatu yang
dapat menghilangkan akal. Meskipun benuknya berbeda, namun cara kerja khamr dan
narkoba sama. Keduanya merusak fungsi akal manusia.13

Islam melarang khamr (minuman keras), karena khamr dianggap sebagai induk
keburukan (ummul khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta.
Dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa
manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkannya. Dalam surah QS.
Al-Baqarah [2:219] Allah Berfirman:

‫ك َماََا‬ ِ ‫اخلَ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َما إِ ْْثٌ َكبِ ٌري َوَمنَافِ ُع لِلن‬
َ َ‫َّاس َوإِْْثُُه َما أَ ْكبَ ُر ِمن نَّ ْفِعِ ِه ََ َويَ ْسأَلُون‬ ْ ‫ك َع ِن‬
َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
ِ ‫ي ِنف ُقو َن قُ ِل الِْع ْفو َك َذلِك ي ب نِّي اللَّو لَ ُكَ ْاْلي‬
‫ات لَ َِعلَّ ُك َْ تَتَ َف َّك ُرو َن‬َ ُ ُ ُ َُ َ ََ ُ

10
Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan, Narkotika dalam Pandangan
Agama, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional, 2010), h. 16
11
Muallif Sahlany, Masalah Minum Khamr Sepanjang Ajaran Islam, (Yogyakarta:
Sumbangsih Offset, 1982), h. 2
12
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 289
13
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 289
21

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”.

B. Tindak Pidana Narkotika Dan Jarimah Syurb Al-khamr

1. Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009


Tentang Narkotika. Pembentukan Undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan
antara lain, bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat
di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan
apabila disalahgunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.
Dipertimbangkan pula bahwa, tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional
yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknlogi canggih,
didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban,
terutama dikalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi
yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana narkotika.14
Penyalahgunaan narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan
pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi izin
lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga Pendidikan untuk membeli atau
menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai
tanaman papaver, koka dan ganja.15

14
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2016), hal.
120-121
15
Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1990), hal. 53
22

Menurut pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, yaitu Penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa
hak atau melawan hukum. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang narkotika, memberikan pengertian, peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak
pidana nakotika dan prekursor narkotika.
Tindak pidana narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan pasal
148 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus,
walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa
tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu
sangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut
merupakan kejahatan. Alasannya kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan
kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan di luar kepentingan-
kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang
ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi
jiwa manusia.
Pelaku tindak pidana narkotika dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Sebagai Pengguna, dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 116
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dengan ancaman
5 tahun dan paling lama 15 Tahun.
b. Sebagai Pengedar, dikenakan ketentuan pidana berdasrkan pasal 181 Undang-
Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman
paling lama 15 tahun dan denda.
23

c. Sebagai Produsen, dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113


Undang-Undang No.35 Tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama
15 tahun atau seumur hidup atau mati dan denda.16

2. Jarimah Syurb Al-Khamr


Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan baik dinamakan khamr atau
bukan, baik terbuat dari anggur atau lainnya dan baik itu yang membuat mabuk
sedikit atau banyak.17
Khamr dalam pandangan ulama adalah mengkonsumsi segala sesuatu, baik dalam
bentuk cairan atau benda padat, yang mengandung unsur tertentu yang dalam kadar
tertentu dapat merusak fungsi akal, hukumnya adalah haram. Termasuk dalam
kategori ini minuman beralkohol, narkotika, dan sejenisnya yang disebut psikotropika
atau dalam sebutan narkoba.18
Syariat Islam melarang menkonsumsi minuman keras dan zat-zat sejenisnya.
Proses pengharaman ini dilakukan melalui tahapan yang berulang-ulang sebanyak
empat kali. Proses pertama, Allah SWT, Menurunkan ayat tentang khamr yang
bersifat informatif semata. Hal ini dilakukan karena tradisi minumnya sangat
membudaya masyarakat. Ayat yang diturunkan pertama kali adalah sebagai berikut.

‫ك َلءَايَةً لنَق ْوٍم يَ ِْع ِقلُو َن‬ ِ


َ ‫َّخ ُذو َن ِمْنوُ َس َكًرا َوِرْزقًا َح َسنًا ۗ إِ َّن ِِف َََٰل‬
ِ ‫ب تَت‬
ِ َ‫َعَٰن‬ ِ ‫وِمن َْثََٰر‬
ِ ‫ت ٱلن‬
ْ ‫َّخ ِيل َو ْٱْل‬ َ َ
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan
rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl : 67)
Proses kedua, diturunkan ayat yang menjelaskan secara lebih lanjut mengenai
khamr, Allah SWT, berfirman;

16
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001) hal. 81
17
M. Ichsan, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum UM, 2008),
hal. 143
18
Ibid. hal. 153
24

‫ك‬ ِ ‫ٱخلَ ْم ِر َوٱلْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َماۗ إِ ْْثٌ َكبِ ٌري َوَمَٰنَ ِف ُع لِلن‬
َ َ‫َّاس َوإِْْثُُه َماۗ أَ ْكبَ ُر ِمن نَّ ْفِعِ ِه َما َويَ ْسَلُون‬ ْ ‫ك َع ِن‬
َ َ‫يَ ْسَلُون‬
ِ ‫ك ي ب نِّي ٱللَّو لَ ُكَ ْٱلءاي‬
‫َٰت لَ َِعلَّ ُك َْ تَتَ َف َّك ُرو َن‬ ِ َٰ ِ
َ َ ُ ُ ُ َُ َ ‫َماََا يُنف ُقو َن قُ ِل ٱلْ َِع ْف َو َك َذل‬

“mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, “pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari pada manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah : 219)19

Apabila dibandingkan isi dan kandungan kedua ayat diatas, tampak jelas
bahwa ayat yang kedua sudah menyentuh sisi manfaat dan mudharat. Ketika
diturunkannya ayat ini, tradisi meminum khamr masih tetap berlangsung, tidak hanya
dilakukan oleh oranng-orang kafir, tetapi juga dilakukan oleh sahabat-sahabat Nabi
Muhammad SAW. Mengenai hal ini, sebagaimana dalam buku Nurul Irfan dan
Masyrofah, Al-Suyuthi memaparkan bahwa ali bin Abi Thalib menceritakan,
“Abdurrahman bin Auf mengundang kami untuk berpesta dan memberikann jamuan
berupa khamr. Ketika itu, banyak di antara kami yang meminum khamr. Selanjutnya,
datanglah waktu shalat dan kami pun shalat. Salah seorang di antara kami menjadi
imam. Karena sang imam masih sengah mabuk, maka tiga ayat pertama Surah Al-
Kafirun dibaca secara keliru: “Qul ya ayyuha al-kafirun, la a’budu ma ta’budun,
wanahnu na’budu ma ta’budun.”20

Proses ketiga, diturunkan ayat yang menerangkan tentang proses


pengharaman khamr. Allah SWT, berfirman:

‫الص ََل َة َوأَنْتُ َْ ُس َك َارى‬


َّ ‫ين آَ َمنُوا َل تَ ْقَربُوا‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬

19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT Kumudasmoro
Grafindo, 2009)
20
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2016) h. 49
25

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk.” (QS. An-Nisa :43)21

Mengenai proses pengharaman khamr ini; sebagimana Imam Ahmad, Abu


Dawud, dan Al-Tirmidzi sebagaimana dalam buku Nurul Irfan dan Masyrofah dikutip
oleh Al-Shabuni; Umar bin Khattab berdoa kepada Allah agar hukum tentang khamr
dipertegas; “Ya Allah berikanlah kejelasan kepada kami tentang khamr dengan
penjelasan yang tegas.”

Proses keempat, diturunkan satu ayat terakhir yang mengharamkan khamr.


Ayat ini sekaligus menjadi jawaban dari doa Umar bin Khattab.

ِ َ‫ان ف‬
ِ َ‫اخلَمر والْمي ِسر و ْاْلَنْصاب و ْاْل َْزَلم ِرجس ِمن عم ِل الشَّيط‬ َِّ ِ َّ
ُ‫اجتَنبُوه‬
ْ ْ َ َ ْ ٌ ْ ُ َ ُ َ َ ُ ْ َ َ ُ ْ ْ ‫ين َآمنُوا إَّنَا‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫لَ َِعلَّ ُك َْ تُ ْفلِ ُحو َن‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)22

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, khamr masih bersifat tradisional dan
cara penggunaannya hanya dengan diminum. Hal ini sesuai dengan penamaannya,
yaitu jarimah syurb al-khamr atau meminum khamr. Namun, saat ini al-khamr yang
secara etimologis berarti sesuatu yang bisa menutup akal, disebut dengan narkotika.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

21
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT Kumudasmoro
Grafindo, 2009)
22
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 48-50
26

menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.


Narkotika dengan berbagai macam dan jenisnya tidak hanya diminum, tetapi juga
disuntik, diisap, atau ditaburkan pada bagian anggota tubuh yang telah dilukai. Kalau
zaman dahulu sanksi hukum hanya dikerjakan keapada peminum atau pecandu, saat
ini juga dikenakan kepada pengedar, bandar, bahkan produsen. Hal itu, karena
pengedaran narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan
menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta didukung oleh
jaringan organisasi yang luas sehingga sudah banyak menimbulkan korban, terutama
di kalangan generasi muda yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dibedakan


antara pecandu, ketergantungan, dan penyalah guna. Pecandu Narkotika adalah orang
yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Ketergantungan
Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Adapun Penyalah Guna adalah orang
yang menggunakan narkotika tanpa hak tau melawan hukum.23

Dalam rangka mencari relevansi antara teks klasik para ulama dan berbagai
jenis pelanggaran terkait narkoba ini perlu dikemukakan bahwa selain apa yang
disebutkan pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
tetap dinyatakan sebagai pelanggaran. Pasal tersebut berbunyi Narkotika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di luar ketentuan ini, apa pun cara yang dilakukan para
pelaku tetap saja dianggap sebagai penyalahgunaan narkoba sebagaimana definisi

23
M. Nurl Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) h. 59-60
27

penyalahgunaan narkoba dalam undang-undang ini, yaitu orang yang menggunakan


narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

Sementara itu, dalam hukum pidana Islam, sanksi bagi pelaku jarimah
meminum khamr berupa hukuman cambuk sebanyak empat puluh atau delapan puluh
kali. Menurut hukum pidana Islam, tidak ada aturan teknis hukuman bagi pelaku
jarimah ini kecuali hukuman cambuk tersebut sebab khamr pada saat itu masih sangat
terbatas dan cara mengkonsumsinya hanya dengan diminum. Para ulama kalangan
Hanafiyah, yang diaparkan Al-Zuhaili sebagaimana dikutip dalam buku Mustafa
Abdullah dan Ruben Ahmad, membedakan antara sanksi sekedar meminum khamr dan
sanksi mabuk. Karena sedikit atau banyak meminum khamr tetap saja haram, maka
peminum yang tidak sampai mabuk juga bisa dikenakan sanksi hukum. Jadi,
meminum atau mengkonsumsi khamr saja sudah bisa dikenai sanksi, apalagi kalu
pelaku sampai mabuk; tentu sanksi yang dikenakan akan lebih berat. Abdullah Qadir
Audah memberikan definisi hukuman, hukuman adalah pembalasan atas pelanggaran
perintah syara yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat. Esensi dari
pemberian hukuman bagi pelaku suatu jarimah menurut Islam adalah pencegahan (ar-
radu waz zahru), perbaikan dan pengajaran (al-islah wat tahdzib). Dengan tujuan tersebut
pelaku jarimah diharapkan tidak mengulangi perbuatannya lagi.24

Sementara itu, jumhur ulama tidak memisahkan antara sanksi sekedar


meminum dan sanksi mabuk. Bagi jumhur ulama meminum khamr dalam jumlah
banyak atau sedikit tetap saja haram, baik mabuk maupun tidak. Pendapat kalangan
Hanafiyah inilah yang tampaknya dianut oleh undang-undang pidana di Mesir. Di
sana orang yang mabuk ditempat umum bisa dituntut pidana, tetapi kalau sembunyi-
sembunyi tidak bisa dituntut. Hal inilah yang perlu dikritisi bahwa Islam tidak hanya
menghukum pemabuk, tetapi juga peminum sekalipun tidak sampai mabuk sebab
dampak negatif dari khamr, narkoba, dan zat-zat adiktif lainnya sangat berbahaya

24
Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, Intisari Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1983), h. 47
28

bagi jasmani dan rohani. Selanjutnya terdapat dua riwayat yang menjelaskan tentang
sanksi hukum bagi pelaku jarimah meminum khamr. Ada riwayat yang menyebut
sanksinya empat puluh kali cambuk dan ada yang menyebut delapan puluh kali
cambuk. Dari sinilah para fuqaha berbeda pendapat. Kalangan jumhur fuqaha
berpendapat bahwa sanksinya delapan puluh kali cambuk, sedangkan ulama
kelompok Syafi’iyah berpendapat bahwa sanksinya empat puluh kali cambuk.

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku jarimah meminum


khamr adalah empat puluh kali cambuk. Alasan mereka antara lain hadis Anas bin
Malik bahwa Nabi SAW dan Abu Bakar melaksanakan sanksi hukuman ini berupa
empat puluh kali cambuk. Sementara itu, tambahan empat puluh kali cambuk
sebagaimana yang dilakukan Umar bukanlah sebagai hudud, melainkan sebagai takzir
yang merupakan kebijakan Umar sendiri. Masalah takzir ini sepenhnya menjadi
kompetensi penguasa setempat. Jika ingin, bisa dilakukan, tetapi jika tidak ingin bisa
ditinggalkan. Hal itu tergantung tinjauan kemaslahatan. Pada saat itu Umar melihat
ada kemaslahatan sehingga ia menambahkan sanksi. Sementara itu, Rasulullah, Abu
Bakar dan Ali tidak melihat ada unsur kemaslahatan sehingga mereka tidak
menambahkan sanksi.25 Demikian penjelasan Al-Nawawi, sebagaimana dalam buku
Nurul Irfan. Oleh karena itu, sebagimana yang dikutip dalam buku Mustafa Abdullah
dan Ruben Ahmad, Imam Al-Syafi’i berpendapat bahwa penambahan sanksi dari
empat puluh menjadi delapan puluh kali cambuk merupakan wewenang penguasa.
jarimah meminum khamr di peringkat yang ketujuh belas dari tujuh puluh macam
perbuatan dosa.26

C. Unsur-Unsur Tindak Pidana Narkotika dan Syurb Al-Khamr

Unsur-unsur tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun


2009 sebagai berikut :

25
M. Nurl Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) h. 60
26
Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, Intisari Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1983), h. 47
29

1) Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,


menyimpan, atau menguasai narkotika (dalam bentuk tanaman atau bukan
tanaman) diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 112.
2) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika
golongan I, diatur dalam Pasal 113.
3) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I, diatur
dalam Pasal 114.
4) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan
I, diatur dalam Pasal 115.
5) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan
narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika
golongan I untuk digunakan orang lain, diatur dalam Pasal 116.
6) Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan narkotika golongan II, diatur dalam Pasal 117.
7) Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor
atau menyalurkan narkotika golongan II, diatur dalam Pasal 118.
8) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan
II, diatur dalam Pasal 119.
9) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan
II, diatur dalam Pasal 120.
10) Setia orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika
golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II
untuk digunakan orang lain, diatur dalam Pasal 121.
11) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan narkotika golongan III, diatur dalam Pasal
122.
30

12) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III, diatur
dalam Pasal 123.
13) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan narkotika dalam golongan III, diatur dalam
Pasal 124.
14) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan
III, diatur dalam Pasal 125.
15) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan
narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika
golongan III untuk digunakan orang lain, diatur dalam Pasal 126.
16) Setiap penyalah guna: Pasal 127 ayat 1
a) Narkotika golongan I bagi diri sendiri
b) Narkotika golongan II bagi diri sendiri
c) Narkotika golongan III bagi diri sendiri
17) Pecandu narkoba yang belum cukup umur (Pasal 55 ayat 1) yang sengaja
tidak melapor (Pasal 128).
18) Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum: Pasal 129
a) Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekusor
narkotika untuk pembuatan narkotika
b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
prekusor narkotika untuk perbuatan narkotika
c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekusor
narkotika untuk pembuatan narkotika
31

d) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekusor


narkotika untuk pembuatan narkotika27

Suatu perbuatan bisa dianggap sebagai jarimah apabila telah memenuhi beberapa
unsur, yaitu unsur umum dan unsur khusus. Unsur-unsur umum yang harus dipenuhi
yaitu:

a. Adanya Nash yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman


terhadapnya. Unsur ini biasa disebut unsur formil (rukun syar’i). ketentuan
tentang larangan meminum-minuman keras ini tercantum dalam Surat Al-
Maidah ayat 90.
b. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-
perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat. Unsur ini biasa disebut unsur
materiil (rukun maddi). Orang itu sudah meneguk walaupun baru beberapa
tegukan.
c. Pelaku adalah orang mukallaf yaitu orang yang dapat dimintai pertanggung
jawaban terhadap jarimah yang diperbuat. Unsur ini disebut unsur moril
(rukun adabi).28

Selain unsur umum tersebut di atas, unsur khusus yang harus dipenuhi jarimah
syurb al-khamr. Unsur khusus tersebut ada dua yaitu:

1) Asy-Syurbu

Seseorang dianggap meminum khamr apabila barang yang diminumnya telah


sampai ke tenggorokan. Apabila minuman tersebut tidak sampai ke tenggorokan
maka dianggap tidak meminumnya, seperti berkumur-kumur. Demikian pula
termasuk kepada perbuatan meminum, apabila meminum minuman khamr tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air yang dapat diminumnya.

27
Ermansjah Djaja, KUHP Khusus Kompilasi Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang
Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 843-853
28
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 6
32

Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (dharurat) atau dipaksa, pelaku
tidak dikenai hukuman.

Jumhur ulama menyatakan bahwa perbuatan meminum minuman keras yang


dikenakan hukuman hadd tersebut harus memenuhi dua rukun, yaitu:
a) Yang diminum itu minuman keras, tanpa membedakan materi atau benda
asal pembuat minuman tersebut;
b) Perbuatan itu dilakukan secara sadar dan sengaja.29
2) Niat yang melawan hukum

Unsur ini terpenuhi apabila seseorang melakukan perbuatan minum minuman


keras (khamr) padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya itu adalah khamr atau
musykir. Dengan demikian apabila seseorang minum minuman yang memabukkan,
tetapi ia menyangka bahwa apa yang ia minum adalah minuman biasa yang tidak
memabukkan maka ia tidak dikenai hukuman had, karena tidak ada unsur melawan
hukum. Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman keras (khamr) itu dilarang,
walaupun ia tahu bahwa barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini unsur
melawan hukum (Qasad al-Jina’i) belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana yang
telah diuraikan dalam bab terdahulu, alasan tidak tahu dalam hukum tidak bisa
diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di negeri dan lingkungan
Islam.30

29
Yusuf Qardawi, Halal Haram dalam Islam, ahli Bahasa H. Mu’ammal Hamidi (Surabaya:
Bina Ilmu, 1980), hal. 102
30
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 74
33

D. Landasan Hukum Terkait Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika


Dalam Hukum Pidana Positif (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009) dan
Hukum Pidana Islam

1. Menurut Hukum Pidana Positif

Dalam hukum positif di Indonesia, ancaman hukuman terhadap pelaku tindak


pidana terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), KUHP
menetapkan jenis-jenis tindak pidana atau hukuman yang termasuk di dalam pasal 10
KUHP, yang terbagi dalam dua bagian yaitu hukuman pokok dan hukuman
tambahan.31 Pidana pokok terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan,
pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri atas
pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman
putusan hakim, pembayaran ganti kerugian, dan pemenuhan kewajiban adat 32

Berikut akan dijelaskan mengenai perumusan sanksi pidana dan jenis pidana
penjara dan jenis pidana denda terhadap perbuatan-perbuatan tindak pidana
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu:

1. Perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan narkotika


(golongan I, II, dan III) meliputi 4 (empat) kategori, yakni;
a. Berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika
dan prekusor narkotika.
b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dan
prekusor narkotika.
c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan
prekusor narkotika.

31
Laden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet ke
2, hal. 107-110
32
Andi Hamzah, KUHP&KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hal. 6
34

d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan


prekusor narkotika.33

Sanksi yang dikenakan minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,


pengenaan pidana denda diberlakukan kepada semua golongan narkotika, dengan
denda minimal Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) dan maksimal Rp.
8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah), untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap
narkotika dengan unsur-unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari
tiap-tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) penerapan pidana
penjara dan pidana denda menurut undang-undang ini bersifat kumulatif, yakni
pidana penjara dan pidana denda.

2. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang tidak melaporkan adanya tindak pidana
narkotika (Pasal 131) sanksi yang dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah),
yang tidak melaporkan terjadinya perbuatan melawan hukum, meliputi :
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika.
b. Memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan.
c. Menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan.
d. Menggunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.
3. Ancaman sanksi pidana bagi menyuruh, memberi, membujuk, memaksa dengan
kekerasan, tipu muslihat, membujuk anak diatur dalam ketentuan Pasal 133 ayat
(1) dan (2)
4. Ancaman sanksi pidana bagi pecandu narkotika yang tidak melaporkan diri atau
keluarganya kepada instansi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 134
ayat 1) sanksi yang dikenakan dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).

33
Siswanto, H. S. Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun
2009), (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) hal. 256
35

Demikian pula keluarga dari pecandu narkotika dengan sengaja tidak melaporkan
pecandu narkotika (Pasal 134 ayat 2) sanksi yang di kenakan dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
5. Ancaman sanksi pidana bagi hasil-hasil tindak pidana narkotika dan/atau prekusor
narkotika, yang terdapat dugaan kejahatan money laundering sanksi yang dij
atuhkan pidana penjara 5-15 tahun atau 3-10 tahun, dan pidana denda antara Rp.-.
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar
rupiah) atau Rp. 5.00.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau Rp. 5.000.000.000,-
(lima miliar rupiah), yang terdapat dalam pasal 137 ayat (1) dan (2). Dalam Pasal
2 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
telah disusun secara limitatif tentang perbuatan tindak pidana yang ada kaitannya
dengan perbuatan pencucian uang, antara lain: tindak pidana korupsi, tindak
pidana narkotika, tindak pidana psikotropika dan sebagainya.
6. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang menghalangi atau mempersulit
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara terhadap tindak pidana
narkotika (Pasal 138) sanksi yang dikenakan penajara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
7. Ancaman sanksi pidana bagi nahkoda atau kapten penerbang, mengangkut
narkotika dan pengangkutan udara (Pasal 139) sanksi yang dikenakan ancaman
pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta
pidana denda minimal Rp. 1.00.000.000,- (serratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
8. Ancaman sanksi pidana bagi PPNS, Penyidik polri, Penyidik, BNN yang tidak
melaksanakan ketentuan tentang barang bukti (Pasal 140 ayat 1), di mana bagi
PPNS untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 dan Pasal 89, yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun. Kewajiban PNS menurut Pasal 88 dan Pasal 89 yang melakukan penyitaan
terhadap narkotika dan prekusor narkotika wajib membuat berita acara penyitaan
36

dan menyerahkan barang sitaan tersebut berita acaranya kepada Penyidik BNN
atau Penyidik Polri, dengan tembusan Kepala Kejaksaan Negeri setempat, ketua
Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan pada Pasal 140 ayat (2) Penyidik Polri atau Penyidik BNN yang
melakukan penyitaan dan prekusor narkotika wajib melakukan penyegelan dan
membuat berita acara penyitaan, dan wajib memberitahukan penyitaan yang
dilakukannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling
lama 3x24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tebusannya disampaikan kepada
Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri Setempat, Menteri
dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Penyidik Polri atau
Penyidik BNN bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang
sitaan yang berada di bawah penguasaannya.
9. Ancaman sanksi pidana bagi petugas laboratorium yang memalsukan hasil
pengujian (Pasal 142), dimana petugas tidak melaporkan hasil pengujian kepada
penyidik dan penuntut umum, merupakan perbuatan melawan hukum dan
dikenakan ancaman sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus ribu rupiah. Penyidikan terhadap
penyalahgunaan narkotika atau prekusor narkotika, maka peranan laboratorium
amat menentukan unsur kesalahan sebagai dasar untuk menentukan pertanggung
jawaban pidana. Dalam kasus tertentu sering terjadi pemalsuan hasil tes
laboratorium, untuk menghindarkan diri pelaku tindak pidana terhadap hasil tes
laboratorium telah mengkonsumsi narkotika, atau menukarkan hasil tes
laboratorium tersebut menjadi milik orang lain.
10. Ancaman sanksi pidana bagi saksi yang memberikan keterangan tidak benar
dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika di
muka pengadilan (pasal 143) diancam dengan penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-
(enam ratus juta rupiah).
37

11. Ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan pengulangan tindak
pidana (Pasal 144), di mana dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan
pengulangan tindak pidana maka ancaman pidana maksimum dari masing-masing
pasal ditambah dengan 1/3 (sepertiga). Ketentuan ini mempunyai tujuan untuk
membuat jera pelaku tindak pidana, agar tidak mengulangi perbuatan pidana lagi.
12. Ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 145). Warga negara Indonesia yang
berbuat salah satu kejahatan-kejahatan sebagaimana disebut dalam sub I pasal ini
termasuk tindak pidana narkotika meskipun diluar Indonesia, dapat dikenakan
Undang-Undang Pidana Indonesia.
13. Putusan pidana denda yang tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana (pasal
148) ketentuan ini paling lama 2 (dua) tahun.34

2. Menurut Hukum Pidana Islam

Dalam hukum pidana Islam (jinayah) terdapat 4 bentuk hukuman yaitu;


Qishas, Diyat, Hudud, dan Ta’zir.

Qishas ialah hukuman yang telah ditetapkan Allah hukumnya di dalam al-
Qur’an dan Hadis. Hukuman ini wajib dikenakan dengan membalas perbuatan
tersebut seperti, membunuh dibalas dengan bunuh, melukai dibalas dengan
melukai.

Diyat ialah hukuman yang telah ditetapkan Allah hukumnya di dalam al-
Qur’an dan Hadis. Diyat merupakan hukuman pengganti yang berhubungan
dengan qishas atau harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh pelaku kepada
korban/keluarga korban/walinya. Seperti apabila dalam perkara pembunuhan
sengaja keluarga korban memaafkan si pelaku atau orang yang membunuh maka
berlakulah diyat sebagai pengganti hukuman qishas.
34
Ermansjah Djaja, KUHP Khusus Kompilasi Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang
Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 843-869
38

Hudud ialah hukuman yang telah ditetapkan Allah hukumnya di dalam al-
Qur’an dan Hadis. Hudud merupakan hak Allah yang tidak boleh diganti dan
tidak boleh dirubah hukumannya. Perbuatan yang wajib dikenakan hukuman
hudud adalah; berzina, menuduh orang berzina (qadzaf), minum-minuman keras
(khamr), mencuri (sariqah), murtad, merampok, dan pembangkangan (bughat).

Ta’zir ialah hukuman yang tidak ditetapkan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Hukuman ta’zir merupakan hukuman yang diberikan penguasa (ulil amri) dengan
bentuk hukuman kebijakan masing-masing para penguasa

Dalam hal sanksi hukuman narkotika ulama berbeda pendapat (ikhtilaf) dalam
menentukan sanksi pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba, yaitu:

a. Sanksi hukumannya adalah had, seperti halnya sanksi peminum khamr.


Pendapat ini adalah pendapat Ibn Taimiyah sebagaimana dikutip dalam
buku mardani, sebagai berikut:

‫ان احلشيشة حرام حيد متناوهلا كما حيد شارب اخلمر‬


“sesungguhnya ganja itu haram, dijatuhkan sanksi had orang yang
menyalahgunakannya, sebagaimana dijatuhkan had bagi peminum
khamr”.35
Ibn Taimiyah berpendapat demikian, karena ia menganalogikan sanksi
narkoba dengan sanksi khamr, yaitu keduanya dapat merusak akal dan kesehatan,
bahkan menurutnya narkoba lebih berbahaya. Selain itu, ia juga berargumentasi
dengan hadis sebagai berikut:

‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر مخٌَْر َوُك ُّل مخَْ ٍر َحَر ٌام‬

35
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) hal 126
39

“setiap yang memabukkan itu khamr dan setiap yang memabukkan itu
haram.” (HR. al-Nasa’i)36
Mengenai sanksi pidana khamr, tidak disebutkan secara jelas dalam rangkaian
ayat tentang pengharaman khamr di atas. Dalam ayat yang terakhir hanya
ditegaskan dengan kalimat mmaka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
Dalam buku Zainuddin Ali, Imam Al-Nawawi mengemukakan bahwa istilah
dua pelepah kurma ini mengakibatkan pemahaman yang beragam. Sebagian
memahami bahwa dua pelepah kurma itu dianggap sebagai alat semata, bukan
jumlahnya. Dengan demikian, jumlah cambuknya sebanyak empat puluh kali.
Sementara itu sebagian yang lain memahami sebagai jumlah, bukan sebatas alat.
Dengan demikian, jumlah cambuknya sebanyak empat puluh kali. Sementara itu
sebagian yang lain memahami sebagai jumlah, bukan sebatas alat. Dengan
demikian, jumlah cambukan yang sebanyak empat puluh kali itu dilakukan dua
pelepah, sehingga jumlahnya delapan puluh kali.37
Perbedaan pendapat mengenai sanksi jarimah syurb al-khamr adalah jumlah
cambukan yang harus dikenakan kepada pelaku. Apakah cukup diberi sanksi
empat puluh kali cambukan atau harus delapan puluh kali. Hadis tentang ijtihad
Umar bin Khattab untuk menambah jumlah cambukan menjadi delapan puluh
kali, secara lebih mendetail dikemukakan dalam hadis berikut.

‫عن انس بن ملك ان نيب اهلل عليو صلى اهلل عليو وسلَ جلد يف اخلمر باجلريد والنِعال ْث جلد‬

‫ابو بكر اربِعِّي فلما كان عمر ودنا الناس من الريف والقرى قال ما ترون يف جلد اخلمر فقال عبد‬

‫الرمحن بن عوف ارى ان جتِعلها كاخف احلدود قال فجلد عمر ْثانِّي‬

36
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h. 126-130.
37
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007) h. 92
40

“Dari Anas bin Malik sesungguhnya Nabi SAW. Mencambuk pelaku jarimah
syurb al-khamr dengan pelepah kurma dan sandal. Kemudian Abu Bakar juga
mencambuk sebanyak empat puluh kali. Sementara itu pada masa pemerintahan
Umar, orang-orang berdatangan dari dusun dan kampung-kampung. Umar
bertanya, “Bagaimana menurut kalian tentang sanksi pelaku syurb al-khamr
(meminum minuman keras) ?” Abdurrahman bin Auf menjawab, “menurut saya,
sebaiknya engkau menentukannya sama dengan hudud yang paling ringan.”
Umar berkata, “Umar mencambuk sebanyak delapan puluh kali.” (HR. Muslim)
Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa sanksi jarimah syurb al-khamr ada
dua, yaitu empat puluh kali cambukan dan delapan puluh kali cambukan. Dari
sinilah para fuqaha berbeda pendapat; jumhur fuqaha berpendapat sanksinya
delapan puluh kali cambukan, sedangkan kelompok Syafi’iyah berpendapat
sanksinya empat puluh kali cambukan.38
Jumhur fuqaha di samping berpegangan pada kebijakan Umar bin Al-Khattab
di atas, juga berargumentasi dengan ucapan Ali yang mengatakan;
Seseorang kalu meminum khamr, ia akan mabuk. Kalau sudah mabuk, ia akan
mengigau. Kalau sudah mengigau ia akan mengada-ada (menuduh). Adapun
sanksi bagi penuduh adalah delapan puluh kali cambukan.
Sementara itu, ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku
jarimah al-khamr adalah empat puluh kali cambukan. Alasan mereka di antaranya
adalah hadis Anas bin Malik di atas bahwa Nabi SAW dan Abu Bakar
melaksanakan empat puluh kali cambukan di luar itu sebagaimana yang dilakukan
Umar bukanlah hudud, melainkan ta’zir dan merupakan kebijakannya sendiri.
Masalah ta’zir ini sepenuhnya menjadi kompetensi penguasa setempat. Jika ingin,
dapat dilakukan; tetapi kalau tidak ingin, dapat ditinggalkan. Hal ini tergantung
tinjauan kemaslahatan, makai a melakukannya. Sementara itu Rasulullah dan Abu
Bakar tidak melihat ada unsur kemaslahatan, sehingga beliau berdua tidak

38
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007) h. 94
41

melakukan penambahan had menjadi delapan puluh kali cambukan. Demikianlah


penjelasan Al-Nawawi. Oleh karena itu Imam Al-Syafi’I berpendapat,
sebagaimana dijelaskan Al-Nawawi dalam buku yang ditulis Nurul Irfan dan
Masyrofah, bahwa penambahan had dari empat puluh kali menjadi delapan puluh
kali bagi pelaku jarimah syurb al-khamr adalah wewenang penguasa.39
b. Sanksi Hukumnya Adalah Ta’zir

Pendapat ini adalah pendapat Dr. Wahbah al-Zuhaili dan Dr. Ahmad al-Hasari
sebagaimana dikutip dalam buku Mardani.

“Diharamkan setiap yang dapat menghilangkan akal (mabuk), walaupun tanpa


diminum, seperti ganja, opiat, karena jelas-jelas berbahaya. Padahal Islam melarang
pada hal-hal yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, tetapi tidak dikenakan
sanksi had bagi pelakunya, penyalahgunaan narkoba, karena narkoba tidak ada
kenikmatannya dan kelezatan, dan mengandung adiksi, karena itu hukumannya
adalah ta’zir.”40

Mereka berargumentasi sebagai berikut :

1) Narkoba tidak ada pada masa Rasulullah SAW.


2) Narkoba lebih berbahaya dibandingkan dengan bahaya khamr.
3) Narkba bukan diminum seperti halnya khamr.
4) Narkoba jenis dan macamnya banyak sekali. Masing-masing mempunyai jenis
yang berbeda-beda.41

Alqur’an dan Sunnah tidak menjelaskan tentang sanksi hukum bagi produsen dan
pengedar narkoba, karena itu menurut penulis, sanksi hukum bagi produsen dan

39
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 52-55
40
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h. 130
41
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h. 130-131.
42

pengedar narkoba adalah ta’zir. Hukuman ta’zir bisa berat atau ringan tergantung
kepada proses pengadilan (otoritas hakim).

Sebagaimana dalam buku Mardani, Menurut Abdul Aziz Amir , sanksi ta’zir itu
banyak macamnya yaitu :

1. Sanksi yang mengenai badan seperti hukuman mati dan jilid,


2. Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang seperti penjara dan
pengasingan,
3. Sanksi yang berkaitan dengan dengan harta seperti denda, penyitaan,
perampasan dan penghancuran.

Tujuan sanksi ta’zir menurut Prof. Drs. H. A. Jazuli dalam buku Mardani, adalah :

a. Sanksi ta’zir bersifat preventif. Maksudnya adalah sanksi ta’zir harus


memberikan dampak positif bagi orang lain (yang tidak dikenai sanksi ta’zir)
sehingga ia tidak melakukan hal sama.
b. Sanksi ta’zir bersifat refresif. Maksudnya adalah sanksi ta’zir harus
memberikan dampak positif kepada si terhukum itu sendiri supaya ia tidak
mengulangi lagi perbuatannya.
c. Sanksi ta’zir bersifat kuratif. Maksudnya adalah sanksi tersebut mampu
mebawa perbaikan sikap dan perilaku.
d. Sanksi ta’zir bersifat edukatif. Maksudnya adalah sanksi tersebut mampu
menyembuhkan hasrat terhukum untuk mengubah pola hidupnya ke arah yang
lebih baik.

Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai batas
usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau
benda yang dikonsumsinya itu memabukkan. 42

42
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h. 131-132.
BAB III

TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

A. Pengertian Anak Secara Hukum

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut


peratuuran perundang-undangan, begtu juga menurut para pakar ahli. Namun di
antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak tersebut,
karna dilatar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang-undang
maupun para ahli. Pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan dapat
dilihat sebagai berikut:

a. Anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan


Anak.
Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.1
b. Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dijelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
mengatakan bahwa orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umut 21 tahundan tidak lebih dahulu telah kawin. Jadi anak adalah setiap
orang yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Seandainya seorang
anak telah menikah sebelum 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati
oleh suaminya sebelum genap umur 21 tahun, maka ia tetap dianggap sebagai
orang yang telah dewasa bukan anak-anak.2
c. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

1
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Jakarta: Visimedia,
2007), h. 4
2
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 2002), h. 90

43
44

Anak dalam Pasal 45 KUHP adalah anak yang umurnya belum


mencapai 16 (enam belas) tahun.
d. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Yang disebut anak adalah seseorang yng belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2).3
e. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
Dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun
yang diduga melakukan tindak pidana.4
f. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia adalah sebagai berikut:
“Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun
dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
tersebut demi kepentingannya”.
g. Pengertian Anak menurut Islam
Seseorang yang lahir dalam rahim ibu, baik laki-laki maupun perempuan atau
khunsa yang merupakan hasil persetubuhan dua lawan jenis. Al-Qur’an
sendiri mendefinisikan anak dengan istilah yang beragam, seperti:
a. al-walad, anak yang dilahirkan oleh orang tuanya, baik berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, baik untuk mufrad
(tunggal), tatsniyah (dua) maupun jama‟ (banyak).
b. Ibn, lafaz ibn menunjuk pada pengertian anak laki-laki yang tidak ada
hubungan nasab, yakni anak angkat (QS. Al-Ahzab: 4).
c. Bint, ketik disebut bint, jamaknya banat, berarti merujuk pada pengertian
anak perempuan (QS. An-Nahl: 58-59).

3
Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997),
h. 52
4
Ibid, h. 52
45

d. Dzurriyah, untuk menyebut anak cucu atau keturunan.


e. Hafadah, bentuk jamak dari hafid, dipakai untuk menunjukkan pengertian
cucu (al-asbath) baik untuk cucu yang masih hubungan kerabat atau orang
lain (QS. An-Nahl: 72).
f. al-Shabiy, anak yang masih dalam ayunan (QS. Maryam: 29).
g. al-Thift, bentuk jamak dari athfal yaitu anak yang perkembangannya
tersirat sehingga orang tua harus memperhatikan tumbuh kembangnya
(QS. Al-Hajj: 5).
h. al-Ghulam, kata Ghulam berarti seorang anak muda, yang diperkirakan
umurnya 14-21 tahun.5

Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak,
karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan
termasuk kategori anak atau bukan. Sedangkan membicarakan sampai batas usia
berapa seseorang anak dapat dikatakan tergolong anak, pembahasan pengerttian anak
menurut beberapa ahli yakni sebagai berikut:

Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam karya Maidin Gultom
mengatakan bahwa: “selama ditubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan
perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses
perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama
dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan
21 (dua puluh satu) tahun untuk laki-laki”.6

Menurut Hilman Hadikusuma dalam buku Maidin Gultom, merumuskannya


dengan “menarik batas antara sudah dewasa dengan belum dewasa namun ia telah

5
Ensiklopedi Islam
6
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, (Bandung, P.T.
Refika Aditama, 2010), h. 32
46

dapat melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa telah
melakukan jual beli, berdagang, dan sebagainya, walaupun ia belum kawin”.7

Di negara-negara yang sudah maju dan negara yang masih berkembang


dihadapkan pada permasalahan perilaku anak dan remaja yang menyimpang dari
norma-norma dan nilai, terutama penyimpangan yang cenderung kearah kejahatan
yang sifatnya dapat merugikan dirinya sendiri dan merugikan orang lain, serta
mengganggu ketertiban umum. Penyimpangan-penyimpangan dari norma dan nilai
yang dilakukan anak dan remaja, atas pertimbangan psikologis dan pedagogis, maka
pembahasan masalah ini, penulis memberikan sebutan kenakalan remaja bukan anak
atau remaja jahat. Dikatakan anak jahat tampaknya tidak sesuai dengan sifat anak itu
sendiri, di mana sejak lahir manusia itu baik, sedangkan yang menentukan nakal atau
tidaknya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan situasi di mana anak tinggal.

Di Indonesia, masalah kenakalan remaja sangat menarik perhatian kalangan orang


tua, para pendidik, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan pemerintah.
Dalam problema remaja, tidaklah berlebihan jika pemerintah memperhatikan secara
serius, karena kenakalan remaja merupakan salah satu masalah nasional yang perlu
penanganan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengikut sertakan seluruh
lapisan masyarakat. Perilaku remaja yang cenderung menyimpang dari norma dan
nilai itu, merupakan akibat perkembangan kehidupan manusia di perkotaan yang
semakin kompleks. Juga perkembangan kebudayaan masyarakat. Khususnya di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak disertai dengan unsur-unsur yang
membawa kearah positif, misalnya pengaruh video, film-film yang bernafaskan
sadisme/kekerasan dan pornografi. Keadaan tersebut juga diakibatkan oleh suatu
rumah yang sepi, karena kesibukan kedua orang tua yang semenatara tidak berada di

7
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, h. 45
47

rumah. Pada saat-saat tersebut, kemungkinan untuk kecenderungan remaja ke arah


perbuatan menyimpang.8

Timbulnya kenakalan remaja bukan hanya merupakan gangguan terhadap


keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan
bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa. Dengan
demikian, perlu mendapat pengawasan dan bimbingan dari semua pihak agar remaja
tidak terjerumus ke dalam jurang kenakalan yang bersifat serius. Karakteristik
perilaku remaja yang menyimpang dari norma dan nilai ini, ditimbulkan karena
perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut.

1. Broken home (pecahnya keluarga karena perceraian), kematian (meninggalnya


salah satu dari kedua orang tuanya) yang menyebabkan anak menjadi nakal
atau melanggar hukum, karena tidak mendapat bimbingan semestinya dari
orang tua, sehingga tidak tersalurkan ke arah kehidupan yang baik.
2. Kurangnya pengawasan, perhatian dan pengertian dari orang tua, merupakan
dasar-dasar yang dapat menyebabkan si anak menjadi nakal.
3. Pengaruh kebudayaan asing yang tidak relevan dengan kebudayaan bangsa
Indonesia.
4. Ketatnya pengawasan terhadap anak dari orang tua, baik terlampau
memanjakan maupun menanamkan disiplin yang keras dan kaku, sehingga
anak harus patuh pada orang tua.
5. Kurangnya mendapatkan kasih sayang dari orang tua, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut mencarinya di luar keluarga, seperti kelompok
teman-temannya yang tidak semuanya berkelakuan baik.
6. Kurangnya pelaksanaan penerapan ajaran-ajaran agama pada anak oleh orang
tuanya. Sedangkan orang tua sangat dominan dalam mendidik moral anak.

8
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Presindo, 1989), h. 2
48

7. Lemahnya tingkat ekonomi orang tua yang menyebabkan tidak dapat


memenuhi kebutuhan anak-anaknya, terutama pada masa remaja yang penuh
dengan keinginan-keinginan, cita-cita dan keindahan-keindahan.9

Segala tindakan remaja yang menyimpang dapat merugikan dan mengganggu


keamanan dan ketertiban masyarakat. Perbuatan ini merupakan perwujudan perilaku
tidak wajar, akibat dari tekanan pada diri remaja itu sendiri, misalnya perasaan
ketegangan, kegelisahan, kecemasan, dan kekecewaan. Perilaku mereka itu biasanya
disebut “kenakalan remaja”.

Kelakuan-kelakuan yang digolongkan termasuk kenakalan, misalnya mencuri,


merampas, perusakan, menganiaya orang lain, perkelahian, penyalahgunaan narkotika
dan mengganggu ketertiban umum yang dilakukan oleh anak-anak yang belum
dewasa. Semua perbuatan tersebut merupakan tindakan kriminalitas yang telah diatur
dalam peraturan hukum pidana atau Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan undang-undang lain di luar
KUHP. Kejahatan merupakan perilaku atau perbuatan yang dilarang oleh negara,
karena perbuatan tersebut dapat merugikan negara dan benar-benar dapat merugikan
masyarakat. Dalam proses pembangunan tidak jarang ditemui hambatan-hambatan
yang terwujud dari bentuk-bentuk kejahatan. Kejahatan dapat dihukum sebagaimana
bunyi pasal 1 ayat (1) KUHP, antara lain: “tiada suatu perbuatan boleh dihukum,
melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada terdahulu
dari pada perbuatan itu”. (2) jikalau undang-undang diubah, setelah perbatan itu
dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan
baginya.

Dalam pasal 1 ayat (1) KUHP ini merupakan perundang-undangan hukum pidana
modern yang menuntut bahwa ketentuan pidana harus ditetapkan dalam undang-
undang yang sah, yang berarti bahwa larangan-larangan menurut adat tidak berlaku

9
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, h. 13-14
49

untuk menghukum orang, selanjutnya menuntut pula, bahwa ketentuan pidana dalam
undang-undang tidak dapat dikenakan kepada perbuatan yang telah dilakukan
sebelum ketentuan pidana dalam undang-undang itu diadakan, yang berarti bahwa
undang-undang tidak mungkin berlaku surut (mundur). “Nullum delictum sine
praevia poenali”, artinya peristiwa pidana tidak akan ada, jika ketentuan pidana
dalam undang-undang sehingga terjaminlah hak kemerdekaan diri pribadi orang.10

B. Perlindungan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Sesuai dengan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, maka seyogyanya Indonesia telah
berkomitmen dalam upaya perlindungan hak anak secara keseluruhan. Disamping itu,
Indonesia juga telah mempunyai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak sebagai satu upaya dalam memberikan upaya perlindungan
terhadap hak-hak anak seperti dibidang Pendidikan, kesehatan, agama, dan sosial
termasuk hak anak yang berhadapan dengan hukum termasuk dalam kriteria yang
diberikan perlindungan khusus seperti apa yang dinyatakan dalam Pasal 59 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menyatakan lebih
lanjut bahwa perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Perlindungan khusus yang
dimaksud adalah :

a) Perlakuan atas anak secara manusiawi, sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak;
b) Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c) Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d) Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

10
Marwan Setiawan, Karakteristik Kriminalitas Anak&Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2015), h. 2-6.
50

e) Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang


berhadapan dengan hukum;
f) Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau
keluarga; dan
g) Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi.

Dalam menangani anak yang melakukan tindak pidana dapat diketahui


melalui sistem peradilan pidana, yaitu pemenjaraan, dimana pemenjaraan tidak
hanya menghilangkan kemerdekaan anak tetapi juga menghilangkan hak-hak
anak yang melekat pada anak tersebut. Penjara menempatkan anak pada dua
keadaan yaitu menjadi korban kekerasan. Anak-anak yang ditahan sangat rentan
menghadapi resiko mendapatkan pelecehan dan kekerasan.11

1) Keadilan Restoratif
Keadilan restoratif adalah suatu proses penyelesaian yang melibatkan
pelaku, korban, keluarga mereka dan pihak lain terkait dalam suatu tindak
pidana secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana
tersebut dan implikasinya dengan menekankan pemulihan dan bukan
pembalasan.
Peradilan pidana anak dengan restorattif bertujuan untuk
mengupayakan perdamaian antara korban dengan anak, mengutamakan
penyelesaian diluar proses peradila, menjauhkan anak dari pengaruh
negatif proses peradilan, menanamkan rasa tanggung jawab anak,
mewujudkan kesejahteraan anak, menghindarkan anak dari perampasan
kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan
meningkatkan keterampilan hidup anak. Ide mengenai keadilan restoratif
masuk dalam Pasal 5, bahwa sistem peradilan pidana anak wajib
menggunakan pendekatan keadilan restoratif Undang- Undang Nomor 11
11
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1982), h. 38
51

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (ayat 1), yang
meliputi (ayat 2):
a. Penyelidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini.
b. Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan
peradilan umum.
c. Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan
selama proses pelaksanan pidana atau tindakan dan setelah
menjalani pidana atau tindakan.
2) Diskresi
Konsep diversi yang tertuang didalam peraturan perundang-undangan
ini merupakan bagian dari diskresi. Diskresi berarti mengambil keputusan
dalam setiap situasi yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri. Diskresi
diperlukan sebagai pelengkap dari asas legalitas, yaitu asas hukum yang
menyatakan bahwa setiap tindakan atau perbuatan administrasi negara
harus berdasarkan ketentuan undang-undang, akan tetapi tidak mungkin
bagi undang-undang untuk mengatur segala macam kasus posisi dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu perlu adanya kebebasan atau
diskresi dari administrasi negara.
Diskresi dalam sistem peradilan pidana anak adalah kebijakan
penyidik anak dalam menetapkan suatu perkara anak nakal, tidak
dilanjutkan pemeriksaannya dengan pertimbangan hukum yang sesuai
dengan perundang-undangan dan demi kepentingan terbaik bagi anak.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam undang-undang sistem peradilan
pidana anak, diskresi diberikan kepada penyidik untuk bisa
mengupayakan diversi. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 29 yakni:
a. Penyidik wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari
setelah penyidikan dimulai;
52

b. Proses diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan


paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi;
c. Dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan,
penyidik menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan
diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan;
d. Dalam hal diversi gagal, penyidik wajib melanjutkan penyidikan
dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan
melampirkan berita acara diversi dan laporan penelitian
kemasyarakatan.

Dapat ditarik kesimpulan atas pasal tersebut bahwa penyidik


untuk mengupayakan diversi merupakan bentuk diskresi terikat,
karena bisa jadi upaya diversi itu berhasil bisa juga tidak.
Pemberian diskresi terikat kepada penyidik merupakan bentuk
amanah undang-undang agar penyidik selaku Pegawai Negara dapat
mempergunakan sarana yang ada dan melihat situasi yang terjadi
dalam rangka penyelesaian anak nakal.

3) Diversi
Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak,
menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan, menghindarkan anak dari
perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan
menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam
dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan
pengulangan tindak pidana. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah
dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang
tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial professional
berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Proses diversi wajib
memperhatikan kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggung jawab anak,
53

penghindaran pembalasan, keharmonisan masyarakat, dan kepatutan,


kesusilaan dan ketertiban umum.
Penyidik, penuntut umum,, dan hakim dalam melakukan diversi harus
mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian
kemasyarakatan dari Bapas, dan dukungan lingkungan keluarga dan
masyarakat. Kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban
dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya, kecuali
untuk tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak
pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah
minimum provinsi setempat. Kesepakatan diversi dilakukan oleh penyidik
atas rekomendasi pembimbing kemasyarakatan dapat berbentuk :
a. Pengenbalian kerugian dalam hal ada korban,
b. Rehabilitasi medis dan psikososial,
c. Penyerahan kembali kepada orang tua/wali,
d. Keikutsertaan dalam pendidikan atau LPSK paling lama 3 (tiga) bulan,
e. Pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

Hasil kesepakatan disampaikan dalam bentuk kesepakatan diversi. Hasil


kesepakatan diversi disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung
jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah
hukumnya dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan diversi.
Proses peradilan anak dilanjutkan dalam hal proses diversi tidak menghasilkan
kesepakatan, atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan. Selama proses diversi
berlangsung sampai dengan kesepakatan diversi dilaksanakan, pembimbing
kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan.12

12
Zulfikar Judge, Kedudukan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Selaku Pelaku Tindak
Pidana (Studi Kasus: 123/PID.SUS.PN.JKT.TIM), Lex Jurnalica Volume 13 Nomor 3, Desember
2016, h. 231-233
54

C. Sanksi Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam
Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat karena saat ini
pemanfaatannya banyak untuk hal-hal yang negatif. Begitu pula anak-anak yang
pada mulanya awam terhadap barang haram ini, telah berubah menjadi sosok
pecandu yang sukar untuk dilepaskan ketergantungannya. Pengguna narkotika
sangat beragam dan menjangkau semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak
hingga orang dewasa, orang awam hingga artis, bahkan hingga pejabat publik.
Efek negatif yang ditimbulkan akibat pengguna narkotika secara berlebihan dalam
jangka waktu lama serta tidak diawasi oleh ahlinya, dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif pada penggunanya, baik secara fisik maupun psikis, tidak jarang
pengguna narkotika dapat memicu terjadinya berbagai tindak pidana.
Di dalam hukum pidana positif, tindak pidana narkotika merupakan salah satu
perbuatan melawan hukum yang bersifat khusus. Peraturan terhadap tindak
pidana narkotika ini dituangkan ke dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Tindak pidana narkotika di dalam masyarakat menunjukkan
berbagai kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan korban yang meluas, terutama dikalangan anak-anak, remaja,
dan generasi muda pada umumnya.13 Tindak pidana narkotika tidak lagi
dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara
bersama-sama, bahkan merupakan suatu sindikat yang terorganisasi dengan
jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia.
Kebijakan hukum pidana terkait sanksi pidana, pemidanaan, tindakan dan
pemberatan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
adalah :14

13
Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1990), h. 3
14
Sunarso Siswantoro, Penegakan Hukum Psikotropika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h.
142
55

a. Sanksi yang digunakan yaitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan
(maatregel).
b. Untuk sanksi pidana meliputi pidana pokok berupa pidana mati, penjara
seumur hidup, penjara dengan batasan waktu tertentu, pidana kurungan,
pidana denda serta pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu
terhadap korporasi berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan
status badan hukum.
c. Untuk sanksi tindakan (maatregel) berupa rehabilitasi medis dan sosial
serta pengusiran dan pelarangan memasuki wilayah Indonesia bagi warga
negara asing yang melakukan tindak pidana di Indonesia setelah menjalani
sanksi pidana.
d. Jumlah dan lamanya sanksi pidana bervariasi, untuk pidana denda berkisar
antara Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah). Apabila kejahatan dilakukan oleh korporasi dapat
dikenakan pemberatan sebanyak 3 (tiga) kali lipat dari pidana denda yang
diancamkan, dan untuk pidana penjara berkisar antara 1 (satu) tahun
sampai 20 (dua puluh) tahun.
e. Sanksi pidana dirumuskan dalam 4 (empat) bentuk yaitu:15
1. Dalam bentuk tunggal (penjara atau denda saja)
2. Dalam bentuk alternatif (pilihan antara penjara atau denda)
3. Dalam bentuk kumulatif (penjara dan denda)
4. Dalam bentuk kombinasi atau campuran (penjara maupun denda)
f. Terdapat ancaman pidana minimal khusus (penjara maupun denda)
Pemberatan terhadap tindak pidana berdasarkan pada jumlah ataupun
narkotika, akibat yang ditimbulkan, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh
korporasi, dilakukan dengan menggunakan anak yang belum cukup umur, dan
apabila ada pengulangan (recidive) dalam jangka waktu 3 (tiga tahun). Pemberatan

15
Tongat, Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia, (Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2004), h. 9
56

ini dikecualikan terhadap pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara 20 (dua puluh) tahun. Kejahatan di bidang narkotika tidak seluruhnya
dilakukan oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula
bersama-sama dengan anak di bawah umur (belum genap 18 tahun). Perbuatan
memanfaatkan anak di bawah umur untuk melakukan kegiatan narkotika merupakan
tindak pidana yang diatur dalam Pasal 133 undang-undang narkotika yang berbunyi
sebagai berikut:

“Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu,


memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan,
memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan
tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111,
Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,
Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123,
Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah)”.16
Ketentuan dari pasal tersebut di atas, hanya dikenakan terhadap orang
yang memanfaatkan anak yang belum dewasa saja, sedangkan anak yang
bersangkutan tetap dapat dipidana berdasarkan ketentuan undang-undang
narkotika sesuai dengan perbuatannya. Namun, dikarenakan anak di bawah
umur maka berlakulah ketentuan undang-undang peradilan anak sehingga
berkasnya harus dipisah. Apabila terjadi kasus yang melibatkan anak dalam
penyalahgunaan narkoba, maka anak tersebut merupakan anak nakal dan
ketentuan hukum yang dipergunakan adalah undang-undang peradilan anak.
Undang-undang tersebut tidak hanya mengatur ketentuan pidana formil,
namun juga mengatur ketentuan pidana materiil terhadap anak yang terlibat

16
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
57

dalam masalah hukum, khususnya dalam hukum pidana. Sedangkan anak


yang bersangkutan tetap dapat dipidana berdasarkan undang-undang
narkotika sesuai dengan perbuatannya. Berhubung anak di bawah umur
berlaku Undang-Undang Peradilan Anak, maka berkasnya harus terpisah,
kecuali pelaku pelanggaran adalah anak yang belum dewasa juga, berkas
perkaranya dapat dijadikan satu, hanya peran perbuatannya yang berbeda.17
Seseorang yang melakukan penyalahgunaan narkotika selain
dianggap telah melakukan tindakan kriminal, ia juga merupakan korban dari
perbuatannya sendiri. Selama ini, aparat penegak hukum cenderung
menjatuhkan sanksi pidana bagi para pelaku tindak pidana tersebut, tanpa
melakukan rehabilitasi. Dengan memberikan sanksi pidana berupa penjara,
diharapkan para pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika menjadi jera
dan tidak mengulangi perbuatannya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya,
sanksi pidana berupa penjara tersebut tidak efektif untuk membuat mereka
jera memakai narkotika. Tanpa proses detoksifikasi melalui proses
rehabilitasi medis, mereka akan segera kembali mencari narkotika begitu
keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Dalam perspektif Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, tidak diatur secara khusus mengenai anak sebagai pelaku tindak
pidana penyalahgunaan narkotika. Di dalam undang-undang ini juga,
diberikan alternatif lain dalam penyelesaian kasus anak pelaku tindak pidana
penyalahguna narkotika yaitu secara diversi, sehingga tidak melibatkan anak
ke dalam proses peradilan yang panjang dan cukup rumit bagi anak yang
masih di bawah umur. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak
masih cenderung memberikan sanksi berupa penjara bagi anak yang
menggunakan narkotika untuk konsumsi pribadinya.
Di dalam hukum Islam, narkoba dipandang sebagai zat yang sangat

17
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Nuansa, 2007), h. 21
58

berbahaya. Dalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak disebutkan secara langsung


masalah narkotika, akan tetapi karena sifat maupun bahaya yang ditimbulkan
oleh penyalahgunaan narkotika sama bahkan lebih dahsyat dari minuman
keras atau khamar, maka al-Qur’an dan hadis Rasulullah yang melarang atau
mengharamkan minuman keras atau khamar dapat dijadikan dasar atau dalil
terhadap dilarang dan diharamkannya penyalahgunaan narkotika.18 Untuk itu
bila memang belum ditentukan status hukum dari narkotika dalam syari‟at
Islam, maka para ulama (mujtahid) biasanya menyelesaikan dengan jalan
ijtihad mereka, melalui metodologi hukum Islam dengan jalan pendekatan
qiyas sebagai solusi istinbath hukum yang belum jelas hukumnya dalam
syari‟at Islam.

Berikut ini dipaparkan metode penyelesaian ketentuan hukum


narkotika dengan pendekatan qiyas:19
a. Al-ashl, adalah khamar, karena sesuatu yang ada hukumnya dalam nash
(Al-Qur’an), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 90.
b. Al-far‟u (cabang) adalah narkotika, karena tidak ada hukumnya dalam
nash, tetapi ada maksud menyamakan status hukumnya kepada nash
yakni khamar. Narkotika dalam hal ini disebut al-musyabbah (yang
diserupakan).
c. Hukum ashl adalah khamar hukumnya haram, sebagaimana yang
tertuang dalam firman Allah (Q.S. Al-Maidah ayat 90), dengan itu
menjadi tolak ukur ketetapan hukum bagi cabang (al-far‟u).
d. Al-Illat, karena dampak negatif dari pada khamar dapat memabukkan
menghilangkan akal pikiran dan melupakan kepada Allah SWT.
Sedangkan narkotika adalah far‟u karena tidak terdapat nash

Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan, Narkotika dalam


18

Pandangan Agama, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional, 2010), h. 15


19
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Ilmu Ushul Fiqh), (terj. Noel
Iskandar Al-Barsany), (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 90
59

mengenai hukumnya dan narkotika telah menyamai khamar dalam


kedudukannya adalah memabukkan.

Hukum Islam menjatuhkan hukuman delapan puluh kali dera bagi


pelaku tindak minuman keras (khamar). Ini merupakan hukuman yang
memiliki satu batas karena hakim tidak dapat mengurangi, menambahi atau
menggantinya dengan hukuman yang lain.20 Imam Syafi’i berpendapat
bahwa hukuman hudud terhadap pelaku tindak pidana meminum-minuman
keras adalah 40 (empat puluh) kali dera. Pendapatnya tersebut menyalahi
ulama mazhab yang lain. Imam Syafi’i beralasan karena tidak ada dalil
yang bersumber dari Rasulullah SAW bahwa beliau pernah mencambuk
para peminum minuman keras lebih dari 40 (empat puluh) kali. Menurut
Imam Syafi’i sisa 40 (empat puluh) dera yang lain bukan termasuk
hukuman hudud, melainkan hukuman ta‟zir.21
Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah serta sebuah riwayat
dari Imam Ahmad bin Hanbal, orang yang meminum-minuman keras harus
didera sebanyak 80 (delapan puluh) kali. Menurut Imam Abu Hanifah,
hukuman hudud karena mabuk dan karena meminum-minuman keras adalah
sama. Perbedaan pendapat di kalangan fuqaha dalam menentukan kadar
hukuman hudud disebabkan tidak adanya ketentuan dalam Al-Qur’an tentang
hukuman tersebut. Selain itu, riwayat yang ada tidak menyebutkan dengan
pasti adanya ijma‟ para sahabat tentang hukuman hudud atas pelaku tindak
pidana meminum-minuman keras.22
Menurut pendapat yang kuat, penentuan 80 (delapan puluh) kali dera
baru ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab r.a, ketika ia
bermusyawarah dengan para sahabat mengenai hukuman meminum khamar
20
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III, (terj. Ali Yafie), (Bogor:
Kharisma Ilmu, 2008), h. 54.
21
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III, (terj. Ali Yafie), h. 54
22
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III, (terj. Ali Yafie), h. 67
60

tersebut. Ali bin Abi Thalib r.a menyarankan agar hukumannya berupa dera
80 (delapan puluh) kali, dengan alasan apabila seseorang minum ia akan
mabuk, jika ia mabuk ia akan mengigau, jika ia mengigau, ia akan memfitnah
(qadzaf), sedangkan hukuman bagi pelaku qadzaf adalah 80 (delapan puluh)
kali dera, pendapat ini disetujui oleh para sahabat yang lain. Jadi, sumber
larangan minuman keras adalah Al-Qur’an, sedangkan hukumannya
bersumber dari hadis dan berasal dari ijma‟ para sahabat.23
Ulama yang berpendapat bahwa hukuman hudud karena meminum-
minuman keras adalah 80 (delapan puluh) kali dera menganggap bahwa para
sababat sudah memiliki ijma‟ dalam hal ini, sedangkan ijma‟ adalah salah
satu sumber penerapan hukum. Ulama yang berpendapat bahwa hukuman
hudūd hanya 40 (empat puluh) kali dera mengunakan dalil perbuatan Ali r.a
yang mendera Walid bin Uqbah dengan 40 (empat puluh) kali deraan dan
perkataan Ali, Rasulullah SAW mendera empat puluh kali, Abu Bakar
mendera 40 (empat puluh) kali dan Umar mendera delapan puluh kali.
Semua adalah sunnah dan ini yang lebih aku sukai.24
Adapun sebab perbedaan ulama tentang jumlah jilid ini, karena Al-
Qur’an tidak menentukkannya secara tegas, dan demikian pula Rasulullah
SAW. Kadang- kadang beliau menjilidnya sedikit dan kadang-kadang
menjilidnya banyak, tetapi tidak pernah melebihi 40 (empat puluh) kali jilid.
Demikian pula Abu Bakar menjilid peminum khamar dengan 40 (empat
puluh) kali jilid. Pada zaman pemerintahan Umar bin al-Khathab peminum
khamar itu diberi hukuman 80 (delapan puluh) kali jilid, karena pada masa
itu mulai banyak lagi minum khamar. Ketentuan ini berdasarkan hasil
musyawarah belian bersama para sahabat yang lain, yakni atas usulan

23
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h.
27
24
Moh. Rifa’i, Kifayatul Akhyar (Terjemahan) , (Semarang: Toha Putra, 1978), h. 390.
61

Abdurrahman bin Auf. Pada pemerintahan Ali peminum khamar juga diberi
hukuman 80 (delapan puluh) kali jilid, dengan menganalogikankan kepada
penuduh zina. Disepakati para ulama bahwa sanksi itu tidak diberikan ketika
peminum itu mabuk, karena sanksi itu merupakan pelajaran, sedangkan
orang yang sedang mabuk tidak dapat diberi pelajaran, bila seseorang
berkali-kali minum dan beberapa kali pula mabuk, namun belum pernah
dijatuhi hukuman, maka hukumannya sama dengan sekali minum khamar
dan sekali mabuk.Dalam kasus ini ada kemungkinan diterapkannya teori at-
tadakhul, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bila minum dan mabuk beberapa kali maka hukumannya adalah satu
kali.
b. Beberapa kali minum dan hanya sekali mabuk, maka hukumannya
adalah satu kali.
c. Di kalangan Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali, bila seseorang
mabuk, lalu sesudah sadar membunuh orang lain serta tidak mendapat
pemaafan dari keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu
yaitu hukuman mati (qisas).25
Kedudukan seorang anak dalam Islam merupakan “amanah” yang harus
dijaga oleh kedua orang tuanya. Kewajiban mereka pula untuk mendidiknya hingga
berperilaku sebagaimana yang dituntut agama. Jika terjadi penyimpangan dalam
tingkah laku anak, Islam dalam kadar tertentu masih memberi kelonggaran. Seperti
disyari„atkan sebuah hadis yang menyatakan “ketidakberdosaan” (raf„ul qalam)
seorang anak hingga mencapai aqil baligh yang ditandai dengan timbulnya
“mimpi” pada laki-laki dan haid bagi perempuan. Meski dalam kitab- kitab fikih
ditegaskan bahwa tidak dibenarkan menyeret anak kemeja hijau, tetap saja mereka
harus dihukum bila bersalah, cuma hukumannya berbeda dengan hukuman orang

25
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menangulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1997), h. 99-100.
62

dewasa. Dalam bahasa fikih disebut ta„dib (pembinaan), bukan ta„zir atau hadd
(hukuman) seperti yang berlaku bagi orang dewasa (baligh). Bentuk pelaksanaan
ta„dib ini beragam, tergantung pada kemampuan fisik dan jiwa anak.26
Menurut hukum pidana Islam, ancaman hukuman pidana anak-anak
yang melakukan kejahatan dibedakan menurut perbedaan umurnya.
Berdasarkan tahapan umur inilah hukum pidana Islam memberikan hukuman
(sanksi) terhadap tindakan kejahatan (jarimah) anak:27

a. Fase tidak adanya kemampuan berpikir (idrak)


Sesuai dengan kesepakatan fuqaha, fase ini dimulai sejak manusia
dilahirkan dan berakhir sampai usia tujuh tahun. Pada fase ini, seorang anak
dianggap tidak mempunyai kekuatan berpikir. Karenanya, apabila anak
kecil melakukan tindak pidana apa pun sebelum berusia tujuh tahun, dia
tidak dihukum, baik pidana maupun hukuman ta„dib (hukuman untuk
mendidik). Anak kecil tidak dijatuhi hukuman hudud, qisas, dan ta„zir
apabila dia melakukan tindak pidana hudud dan qisas (misalnya membunuh
atau melukai).
Walaupun adanya pengampunan tanggung jawab pidana terhadap
anak kecil, bukan berarti membebaskan dari tanggung jawab perdata atas
semua tindak pidana yang dilakukannya. Ia bertanggungjawab untuk
mengganti semua kerusakan harta dan jiwa orang lain. Tanggung jawab
perdata tidak dapat hilang, tidak seperti tanggung jawab pidana yang dapat
hilang, sebab menurut kaidah asal hukum Islam, darah dan harta benda itu
maksum (tidak dihalalkan/ mendapat jaminan keamanan) dan juga uzur-
uzur syar‟i tidak menafikan kemaksuman. Ini berarti uzur-uzur syar‟i tidak
menghapuskan dan menggugurkan ganti rugi meski hukumannya

26
Lutfi Syaukanie, Politik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), h. 601.
27
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sianar Grafika, 2005), h. 76
63

digugurkan.28
b. Fase kemampuan berfikir lemah
Fase ini dimulai sejak si anak menginjak usia tujuh tahun sampai ia
mencapai usia baligh. Dalam fase ini, anak kecil yang telah mumayiz tidak
bertanggungjawab secara pidana atas tidak pidana yang dilakukannya. Dia
tidak dijatuhi hukuman hudud bila ia mencuri atau berzina, misalnya dia juga
tidak dihukum qisas bila membunuh atau melukai, tetapi dikenai tanggung
jawab ta‟dib yaitu hukuman yang bersifat mendidik atas pidana yang
dilakukannya.
c. Fase kekuatan berpikir penuh (sempurna)
Fase ini dimulai sejak anak menginjak usia kecerdasan (dewasa) yaitu
kala menginjak usia lima belas tahun. Pada fase ini seseorang dikenai
tanggung jawab hukuman hudud apabila dia berzina atau mencuri, dan
diqisas apabila dia membunuh atau melukai, demikian pula dijatuhi hukuman
ta„zir apabila melakukan tindak pidana ta„zir.29
Hukuman bagi anak kecil yang belum mumayyiz adalah hukuman
untuk mendidik murni (ta„dibiyah khalisah), bukan hukuman pidana. Ini
karena anak kecil bukan orang yang pantas menerima hukuman. Hukum
Islam tidak menentukan jenis hukuman untuk mendidik yang dapat
dijatuhkan kepada anak kecil. Hukum Islam memberikan hak kepada
waliyal-amr (penguasa) untuk menentukan hukuman yang sesuai menurut
pendangannya. Para fuqaha menerima hukuman pemukulan dan pencelaan
sebagai bagian dari hukuman untuk mendidik.
Pembagian hak kepada penguasa untuk menentukan hukuman agar ia
dapat memilih hukuman yang sesuai bagi anak kecil di setiap waktu dan
tempat. Dalam kaitan ini, penguasa berhak menjatuhkan hukuman:

28
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam), h. 253
29
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, h. 257
64

a. Memukul si anak
b. Menegur/mencelanya
c. Menyerahkan kepada wallyal-amr atau orang lain
d. Menaruhnya pada tempat rehabilitasi anak atau sekolah anak-anak nakal
e. Menempatkannya di suatu tempat dengan pengawasan khusus, dan
lain- lain.30
Jika hukuman bagi si anak dipandang sebagai hukuman untuk
mendidik (ta„dibiyah), bukan hukuman pidana, ia tidak dianggap sebagai
residivis ketika ia kembali melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan
sebelum baligh pada waktu ia telah baligh. Ketentuan inilah yang
membantunya untuk menjalani jalan yang lurus dan memudahkannya untuk
melupakan masa lalu.31
Seorang anak tidak akan dikenakan hukuman hadd karena kejahatan
yang dilakukannya. Karena tidak ada tanggung jawab atas seorang anak yang
berusia berapa pun sampai dia mencapai usia puber. Qadhi (hakim) hanya
berhak untuk menegur kesalahannya/menetapkan beberapa pembatasan
baginya yang akan membantu memperbaikinya dan menghentikannya dari
membuat kesalahan lagi di masa yang akan datang. Menurut Abu Zaidal-Q
ayrawani dalam buku Abdur Rahman, seorang ulama Mazhab Maliki, tidak
akan ada hukuman hadd bagi anak-anak kecil, bahkan juga dalam hal
tuduhan zina (qadzaf) atau justru si anak sendiri yang melakukannya.32
Dari penjelasan di atas, bagi anak yang terlibat kasus narkotika tidak
dikenakan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009.
Namun demikian, tindakan bagi anak tersebut dikenakan sanksi sesuai

30
Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 83-84
31
Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, h. 25
32
Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syari‟at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h.
16
65

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.


Sanksi pidana narkotika bagi anak di bawah umur yang berhadapan dengan
hukum memang terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai batas
usia anak yang dapat dipidana berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang berusia di bawah 12
tahun tidak boleh dipidana, anak yang berusia di bawah 14 tahun tidak dapat
dikenakan sanksi pidana namun dapat dikenakan tindakan seperti
pengembalian kepada orang tua/wali, dan anak yang berusia di bawah 18
tahun dapat dikenakan sanksi pidana. Sehingga hambatan yang dihadapi
untuk menghindari anak dari sanksi pidana akan sulit apabila anak yang
berperkara dengan hukum tersebut berusia di bawa 18 tahun dengan ancaman
pidana yang lebih dari 7 tahun penjara, selain itu hal yang memperberat anak
untuk dapat dikenakan sanksi pidana adalah apabila anak yang berperkara
dengan hukum tersebut telah berulang-ulang kali melakukan tindak pidana
baik yang sejenis ataupun tidak sejenis. Hal tersebut yang merupakan
hambatan untuk menghindari anak dari sanksi pidana sehingga
memungkinkan anak untuk dikenakan sanksi pidana guna untuk
kepentingan umum dan kebaikan anak itu sendiri.
Dalam upaya penegakan hukumnya, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diatur bahwa ancaman
hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan kepada terpidana anak adalah 1/2
(satu perdua) dari 11 ancaman maksimum dari ketentuan pidana yang akan
dikenakan (Pasal 26 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 ayat (1). Hal ini juga
diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan
Pidana Anak terbaru dalam Pasal 81 ayat (2). Sedangkan pada Pasal 81 ayat
(1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Pidana Anak,
dinyatakan bahwa anak dapat dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan perbuatan anak akan
membahayakan masyarakat.
66

Dalam hukum Islam anak yang belum baliqh, bila melakukan


tindakan yang melanggar hukum, maka wajib dikenakan sanksi had ataupun
ta‟zir. Sebab ia belum termasuk (dewasa) dan belum mengetahui hak dan
kewajiban dalam Islam. Para fuqaha telah sepakat bahwa seorang anak yang
belum mencapai usia baligh tidak wajib dikenakan hukuman, bila anak
tersebut melakukan perbuatan dosa.33

33
Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syari‟at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h.
18
BAB IV

ANALISIS PUTUSAN No. 8/PID.Sus.Anak /2015/PT.MDN TERHADAP


TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Pada berkas perkara Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor:


2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. tanggal 16 Maret 2015 dan surat-surat yang
bersangkutan dengan perkara tersebut, surat dakwaan dari Penuntut Umum
Kejaksaan Negeri Tanjung Balai tanggal 23 Februari 2015 dalam Nomor Register
Perkara: PDM-01/TBALAI/02/2015 sebagai berikut:1

Pada hari Selasa tanggal 10 Februari 2015 pukul 08.00 WIB, Zul bersama
Andi sedang duduk-duduk di rumah, lalu Zul berkata “Pak, CK mau pak” lalu
Andi bertanya “CK apa” lalu Zul berkata “beli ganja” sambil mengeluarkan
uang sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) dari kantong celana dan setelah
itu Andi juga mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah),
sehingga uang yang terkumpul sebesar Rp. 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah).
Kemudian setelah itu Zul pergi ke pangkalan bettor yang berjarak sekitar 300 m
(tiga ratus meter), lalu Zul bertemu dengan Junaidi Abdullah Als Dedek, Zul
berkata “bang, ayo ke kampung baru” kemudian Dedek bertanya “ngapain”, lalu
terdakwa berkata “membeli ganja” lalu Dedek menjawab “ayolah”. Selanjutnya
Zul naik ke atas betor yang dikendarai oleh Dedek, lalu Zul bersama Dedek
mendatangi Andi, kemudian Andi naik ke atas betor dan setelah itu Zul bersama
Andi dan Dedek pergi ke Kampung Baru dan setelah sampai di jalan Damai
Ujung, selanjutnya betor yang kemudikan oleh Dedek berhenti, lalu Zul bersama
Andi turun, sedangkan Dedek menunggu di pinggir jalan, lalu Zul bersama Andi
pergi ke rumah Budi dan setelah bertemu Andi berkata “ganja abang ada”, lalu
Budi menjawab “ada”, lalu Budi bertanya “mau beli banyak?” lalu Andi berkata
“tidak bang” sambil menyerahkan uang sebesar Rp. 80.000,00 (delapan puluh

1
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN

67
68

ribu rupiah) kepada Budi dan setelah itu Budi menerima uang tersebut dan
langsung masuk ke dalam rumahnya, sedangkan Zul bersama Andi menunggu di
depan rumahnya. Tidak lama kemudian, Budi keluar dari rumahnya lalu
menyerahkan 1 (satu) bungkus koran yang berisi narkotika jenis ganja kepada
Andi, lalu Zul bersama Andi mendatangi Dedek setelah itu mereka bertiga
kembali ke rumah di jalan Alpokat dengan mengendarai betor yang dikemudikan
oleh Dedek. Kemudian sekitar pukul 11.00 WIB, pada saat melintas di Jalan
Jendral Sudirman Kelurahan Gading, Kecamatan Datuk Bandar Kota
Tanjungbalai, tiba-tiba petugas kepolisian datang melakukan penangkapan setelah
mendapat informasi dari masyarakat dan menemukan barang bukti berupa 1 (satu)
bungkus kertas koran diduga berisi narkotika jenis ganja dari selipan celana
bagian belakang yang dipakai oleh Andi dan setelah itu petugas kepolisian
melakukan pengembangan dan berhasil menangkap Budi di rumahnya.
Selanjutnya, petugas kepolisian menangkap Zul beserta barang bukti berupa 1
(satu) bungkus kertas koran diduga berisi narkotika jenis ganja dengan berat kotor
41,77 (empat puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram dan 1 (sattu) unit betor
merk Suzuki Thunder warna biru tanpa nomor plat polisi ke kantor Polres
Tanjungbalai untuk dapat diproses sesuai hukum yang berlaku, karena Zul tidak
memiliki ijin untuk pemufakatan jahat menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan
Narkotika Golongan I.2

Berdasarkan barang bukti yang dimiliki Zul dan Andi adalah positif ganja dan
terdaftar dalam golongan I (satu) nomor urut 8 lampiran Undang-undang
Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Perbuatan tersebut
diatur dan diancam pidana sesuai dengan pasal 111 ayat (1) jo pasal 132 ayat (1)
Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika jo
lampiran I Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang

2
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
69

Narkotika jo UU RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


Di dalam surat tuntutan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjung Balai pada
tanggal 10 Maret 2015 No. Reg. Perk: PDM-01/TBALAI/03/2015 Zul dituntut
sebagai berikut:

1. Menyatakan ZUL terbukti sah dan bersalah melakukan tindak pidana


“permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 111 ayat (1) Jo Pasal 132
ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika Jo UU RI No. 11 tahun 2009 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.
2. Menjatuhkan pidana terhadap ZUL yaitu pidana penjara selama 5 (lima)
tahun, denda Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam)
bulan pelatihan kerja, dikurangi selama berada dalam tahanan.
3. Menyatakan barang bukti berupa:
1 (satu) bungkus kertas koran berisi narkotika jenis ganja dengan berat kotor
41,77 (empat puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram, 1 (satu) unit
kendaraan motor merk SUZUKI THUNDER tanpa Nomor Polisi atau BK.
4. Menetapkan Zul, membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu
rupiah).

Pada saat persidangan berlangsung, setelah mendengar pembelaan dari


Penasihat Hukum Zul. Zul menyatakan secara lisan bahwa ia menyesal dan
berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, disamping itu Zul masih muda
diharapkan masih dapat merubah dirinya menjadi lebih baik dimasa yang akan
datang. Kemudian adanya kesanggupan ibu kandung dan kakek Zul untuk lebih
70

memperhatikan dan menjaga Zul setelah selesai menjalani masa pidananya dan
memohon kepada Hakim agar diberikan keringan hukuman.3

A. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung


Balai Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb
Dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor:
2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal
sebelum memberikan putusan, sebagai berikut:
Bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa Zul dan
Penasihat Hukum tidak mengajukan keberatan atau eksepsi;
Dalam hal pembuktikan dakwaan, Penuntut Umum telah mengajukan
saksi-saksi seperti saksi polisi yang melakukan penangkapan terhadap Zul
yaitu Indra H. Ritonga, saksi Andi yang juga sebagai terdakwa (dalam berkas
perkara terpisah), saksi Budi sebagai penjual narkotika jenis ganja;
Bahwa di dalam persidangan secara lisan Isnaniah (Ibu kandung Zul)
dan Jumain (Kakek/sebagai Wali Asuh yang mengasuh Zul selama 2 (dua)
bulan terakhir sebelum ditangkap) memberikan keterangan bahwa Zul sudah
tidak bersekolah lagi karena tidak ada biaya, Zul tinggal bersama Kakeknya di
Tanjung Balai, sedangkan Ayah dan Ibunya merantau ke Pekanbaru, Ibu dan
Kakek tidak mengetahui bahwa Zul sering menggunakan narkotika jenis
ganja;
Menyita 1 (satu) bungkus kertas Koran narkotika jenis ganja dengan
berat kotor 41,77 (empat puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram, juga turut
disita 1 (satu) unit becak motor merk Suzuki Thunder tanpa Nomor Polisi atau
BK;

3
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
71

Bahwa berdasarkan keterangan Zul dan Andi, narkotika jenis ganja


tersebut adalah milik mereka berdua yang dibeli secara patungan/kongsi,
dimana uang Zul sebesar Rp.30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) dan uang Andi
sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah);4
Menimbang, bahwa Zul dan Andi sendiri tidak ada ijin dari pejabat
yang berwenang untuk memiliki narkotika jenis ganja tersebut; berdasarkan
fakta-fakta diatas, maka unsur “Tanpa hak atau melawan hukum memiliki
narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman” telah dapat dibuktikan dan
terpenuhi dengan perbuatan Zul;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Zul, maka
perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan;
Keadaan yang memberatkan:
1) Perbuatan Zul tidak mendukung program pemerintah dalam
pemberantasan narkotika;
Keadaan yang meringankan:
1. Zul mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari;
2. Zul belum pernah dihukum sebelumnya
3. Zul masih berusia anak-anak, dan berharap dapat memperbaiki
perbuatannya5
Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut maka majelis hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Balai memberikan Putusan sebagai berikut:

4
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb

5
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb
72

1. Menyatakan ZULKIFLI ALS ZUL terbukti secara sah dan


meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemufakatan jahat
tanpa hak atau melawan hukum memiliki Narkotika golongan I
dalam bentuk tanaman” sebagaimana dalam dakwaan Alternatif
Kedua;
2. Menjatuhkan pidana kepada Zul dengan pidana penjara selama 2
(dua) tahun dan denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
diganti dengan pelatihan kerja selama 4 (empat) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
Zul dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Zul tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) bungkus kertas koran berisi
narkotika jenis ganja dengan berat kotor 41,77 (empat puluh satu koma
tujuh puluh tujuh) gram, 1 (satu) unit becak motor merk SUZUKI
THUNDER tanpa Nomor Polisi atau BK, dipergunakan dalam perkara
lain;
6. Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah
Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);6

B. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan


Nomor: 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN

Membaca Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor:


2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. tanggal 16 Maret 2015 yang Amarnya sebagai
berikut:

6
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb
73

1. Menyatakan Terdakwa TERDAKWA ANAK tersebut diatas, terbukti


secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki Narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman” sebagaimana dalam dakwaan Alternatif
Kedua;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah Rp1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
diganti dengan pelatihan kerja selama 4 (empat) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa:
1 (satu) bungkus kertas koran berisi narkotika jenis ganja dengan berat kotor
41,77 (empat puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram, 1 (satu) unit becak
motor merk SUZUKI THUNDER tanpa Nomor Polisi atau BK, dipergunakan
dalam perkara lain;
6. Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.2.000,00
(dua ribu rupiah);7
Membaca surat-surat:
1. Akte permintaan banding yang dibuat oleh : MARADEN SILALAHI, SH.
Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai bahwa pada tanggal 20 Maret
2015, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding
terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor :
2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. tanggal 16 Maret 2015 ;
2. Relaas pemberitahuan permintaan banding yang dibuat oleh SUBE΄TI
Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri Tanjung Balai bahwa pada

7
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
74

tanggal 23 Maret 2015 permintaan banding oleh Jaksa Penuntut Umum


tersebut telah diberitahukan kepada Terdakwa Anak ;
3. Akta Memori Banding yang diterima di Kepaniteraan dibuat oleh :
MARADEN SILALAHI, SH. Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai
yang menerangkan Jaksa Penuntut Umum telah menyerahkan Memori
Banding tanggal 26 Maret 2015;
4. Akta penyerahan Memori Banding kepada Penasihat Hukum Terdakwa
Anak yang dibuat SUBE΄TI Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri
Tanjung Balai tanggal 26 Maret 2015;
5. Relaas Pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara yang dibuat oleh
MARADEN SILALAHI, SH. Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai
tanggal 24 Maret 2015 ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum dan
Terdakwa Anak untuk mempelajari berkas perkara tersebut selama 7
(tujuh) hari sebelum pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Tinggi
Medan;

Menimbang, bahwa keberatan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dalam


Memori Banding pada pokoknya sebagai berikut :8

Bahwa Jaksa Penuntut Umum keberatan atas penjatuhan hukuman yang


dijatuhkan oleh Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai yang
dalam amar putusannya menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa
Terdakwa Anak selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 4 (empat) bulan
Pelatihan Kerja ; yang sangat berbanding jauh sekali dengan apa yang
dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan putusan Hakim tersebut
menurut kami tidak mencerminkan rasa keadilan. Kami Jaksa Penuntut
Umum berpendapat Tuntutan Pidana selama 5 (lima) Tahun denda

8
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
75

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan


Pelatihan Kerja terhadap Terdakwa Terdakwa Anak sudah sesuai dengan
rasa keadilan dan sesuai dengan fakta-fakta yang ada dipersidangan.
Tuntutan 5 (lima) Tahun denda Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
Subsidair 6 (enam) bulan Pelatihan Kerja yang dijatuhkan sudah sesuai
dengan apa yang ditentukan dalam Pasal yang di Dakwakan serta
perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa Terdakwa Anak tersebut
menurut pendapat kami tidak ditemukan adanya alasan pembenar atau
alasan pemaaf atau pun alasan yang meringankan sehingga Hakim
memutus tidak sampai dari 2/3 tuntutan Penuntut Umum atau kurang dari
setengah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ;
Bahwa Putusan Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai
tersebut di atas tidak memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa benar akibat Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai
tersebut menunjukkan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat
yang berkembang pada saat ini apalagi Pemerintah sedang giat-
giatnya memberantas Narkotika;
2. Bahwa benar akibat rendahnya putusan yang dijatuhkan oleh Hakim
Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai tersebut sehingga tidak
memberikan efek jera kepada Terdakwa;
3. Bahwa dengan rendahnya Putusan Hakim Anak pada Pengadilan
Negeri Tanjung Balai tersebut dikhawatirkan akan menjadi acuan
didalam masyarakat, sehingga kedepannya ada kemungkinan
semakin banyak anak-anak yang terjerumus dalam kasus Narkotika
karena menilai ringannya hukuman yang akan dijatuhkan;9
Menimbang, bahwa permintaan banding oleh Jaksa Penuntut Umum
telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut cara-cara serta syarat-

9
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
76

syarat yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan


banding tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa alasan – alasan atau keberatan Jaksa Penuntut
Umum yang diajukan dalam Memori Banding tersebut telah
dipertimbangkan Hakim Tingkat Pertama secara tepat dan benar oleh
karena itu keberatan - keberatan dalam Memori Banding tersebut haruslah
dikesampingkan;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi setelah
memeriksa dan mempelajari berkas perkara dan turunan resmi Putusan
Pengadilan Negeri Tanjung Balai tanggal 16 Maret 2015 Nomor :
2/Pid.Sus. Anak/2015/PN.Tjb. serta surat – surat lainnya yang
berhubungan dengan perkara tersebut, Terutama Memori Banding Jaksa
Penuntut Umum, maka Pengadilan Tinggi sependapat dengan
pertimbangan Hakim Tingkat Pertama dalam Putusannya bahwa
Terdakwa terbukti dengan sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya dan
pertimbangan Hukum Hakim Tingkat Pertama tersebut telah tepat dan
benar, sehingga diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangan
Pengadilan Tinggi Sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat
Banding;
Menimbang, bahwa dengan mengambil alih pertimbangan-
pertimbangan Hukum tersebut diatas maka putusan Pengadilan Negeri
Tanjung Balai tanggal 16 Maret 2015 Nomor:
2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. haruslah dikuatkan;10
Menimbang, bahwa oleh karena selama ini Terdakwa ditahan, maka
selama menjalankan penahanan dikurangkan seluruhnya dengan pidana
yang dijatuhkan;

10
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
77

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa tetap dinyatakan bersalah


dan dipidana, maka Terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat peradilan;
Memperhatikan Pasal 111 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo. UU RI No. 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP serta Peraturan Hukum lain yang berhubungan dengan perkara
ini.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan dalam memutus perkara ini


memperhatikan Pasal 111 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika Jo. UU RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, dan UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP serta peraturan hukum
lain yang berhubungan dengan perkara ini; Dalam Putusan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Medan memutuskan;

1. Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum;


2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai tanggal 16 Maret
2015 Nomor: 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. yang dimintakan banding
tersebut;
3. Memerintahkan Terdakwa Anak tetap dalam tahanan;
4. Membebankan Terdakwa Anak untuk membayar biaya perkara dalam
kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding ini sebesar
Rp. 2.500.- (dua ribu lima ratus rupiah);11
C. Analisis Putusan Ditinjau Dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum
Pidana Islam

11
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN
78

Menurut hukum positif, yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika


adalah mempergunakan obat-obatan terlarang yang tidak untuk tujuan
pengobatan. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan ini mengacu
pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
yang dilaksanakan berdasarkan asas, sebagaimana diatur dalam pasal 2 yang
berbunyi; Sistem Peradilan Anak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Perlindungan
b. Keadilan
c. Nondiskriminasi
d. Kepentingan terbaik bagi anak
e. Penghargaan terhadap pendapat anak
f. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak
g. Pembinaan dan pembimbingan anak
h. Proporsional
i. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
j. Penghindaran pembalasan.12

Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas, dan bentuk


diversi, sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak
kesepakatan diversi adalah :

a. Pengembalian kerugian dalam hal ada korban


b. Rehabilitasi medis dan psikososial
c. Penyerahan kembali kepada orang tua/wali
d. Keikutsertaan dalam Pendidikan atau pelatihan di lembaga
Pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan atau
e. Pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

12
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
79

Dalam bentuk ketentuan umum sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak berbunyi:

(1) Dalam hal belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga
melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan
pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:
a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali
b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan
pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang
menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun
daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan ke pengadilan
untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

Dalam bentuk pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi :

(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak
akan membahayakan masyarakat.
(2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu
perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
(3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas)
tahun.
(4) Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA
dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
(5) Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir
(6) Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang
dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
80

Dari penjelasan diatas, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Negeri Medan
memberikan sanksi terhadap Terdakwa Anak yang bernama Zulkifli Alias Zul
mengacu pada UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo. UU RI No. 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa terdakwa anak
yang bernama Zulkifli dinyatakan bersalah dan dipidana selama 2 (dua) tahun dan
denda Rp.1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan Pelatihan
Kerja. Dengan demikian, tindakan bagi anak tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Narkotika.
Sanksi pidana narkotika bagi anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum
memang terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai batasan usia anak
yang dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang berusia di bawah 12 tahun tidak boleh
dipidana, anak yang berusia 14 tahun tidak dapat dikenakan sanksi pidana namun
dapat dikenakan sanksi tindakan seperti pengembalian kepada orang tua /wali, dan
anak yang berusia 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana. Sehingga hambatan yang
dihadapi untuk menghindari anak dari sanksi pidana akan sulit apabila anak yang
berperkara dengan hukum tersebut berusia dibawah 18 tahun dengan ancaman pidana
yang lebih dari 7 tahun penjara, selain itu hal yang memperberat anak untuk dapat
dikenakan sanksi pidana adalah apabila anak yang berperkara dengan hukum tersebut
telah berulang-ulang kali melakukan tindak pidana baik yang sejenis ataupun tidak
sejenis. Hal tersebut merupakan hambatan untuk menghindari anak dari sanksi pidana
sehingga memungkinkan anak untuk dikenakan sanksi pidana guna untuk
kepentingan umum dan kebaikan anak itu sendiri.
Dalam upaya ancaman pidana anak paling lama ½ dari maksimum ancaman
pidana penjara bagi orang dewasa sesuai dengan pasal 81 ayat (2) Undang-undang
Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Perdailan Pidana Anak. Dan dapat menjalani
pem binaan di dalam lembaga pemerintahan tergantung pada keputusan hakim sesuai
dengan pasal 80 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
81

Pemeriksaan perkara terhadap pelaku anak haruslah dirahasiakan dan menegenai


putusan yang dijatuhkan oleh hakim haruslah berdasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yang nantinya akan berdampak positif terhadap pelaku anak tersebut.
Dalam hukum Islam anak yang belum baligh, bila melakukan tindakan yang
melanggar hukum, maka tidak wajib dikenakan sanksi hadd, ataupun ta’zir, sebab ia
belum termasuk mukallaf (dewasa) dan belum mengetahui hak dan kewajiban dalam
Islam. Dalam hal ini hukuman yang diberikan dalam hukum Islam untuk anak yang
belum baligh diberikan ta’dib (pendidikan/pembinaan).

‫ون َح ََّّت يَ ْع ِق َل‬


ِ ُ‫ وع ِن الْمجن‬،‫الصِِب ح ََّّت ََيتَلِم‬
ْ َ َ َ َ ْ َ ِّ َّ ‫ َو َع ِن‬،‫ظ‬ َ ‫ َع ِن النَّائِ ِم َح ََّّت يَ ْستَ ْي ِق‬:‫ُرفِ َع الْ َقلَ ُم َع ْن ثَََلثٍَة‬

Artinya: “tidak dibebankan sanksi/hukuman terhadap tiga hal yaitu, orang yang
tidur sampai ia bangun (sadar), seorang bayi sampai ia dewasa dan terhadap orang
gila sampai dia berakal”.13

Dalam perkara ini usia terdakwa anak dalam Tindak Pidana Narkotika yang
bernama Zulkifli alias Zul ialah 16 tahun. Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun
2012 tentang Sistem Perdilan Pidana Anak, hukuman yang diberikan hakim
Pengadilan Tinggi Medan tersebut sudah sesuai dengan pertimbangan dan fakta
hukum yang ada dalam perkara tersebut, yaitu pidana penjara 2 (dua) tahun dan
denda sejumlah Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 4 (empat) bulan
Pelatihan Kerja. Hukuman tersebut juga sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Sistem Perdailan Pidana Anak dimana anak yang berusia di bawah 12 tahun tidak
boleh dipidana, anak yang berusia 14 tahun tidak dapat dikenakan sanksi pidana
namun dapat dikenakan sanksi tindakan seperti pengembalian kepada orang tua /wali,
dan anak yang berusia 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana penjara namun tidak
boleh melebihi 5 tahun. Sehingga hambatan yang dihadapi untuk menghindari anak

13
Abdur Rahman, Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997),
h. 16
82

dari sanksi pidana akan sulit apabila anak yang berperkara dengan hukum tersebut
berusia dibawah 18 tahun dengan ancaman pidana yang lebih dari 7 tahun penjara.14
Sedangkan dalam hukum Islam anak yang sudah baligh, bila melakukan tindak
pidana atau jarimah maka wajib diberlakukannya sanksi had atau ta’zir, karena ia
termasuk mukallaf (dewasa). Dalam perkara ini Zul yang berusia 16 tahun maka
dikategorikan sudah baligh (dewasa) yang dimana pada usia tersebut sudah baligh
dan dikelompokkan sebagai anak yang mempunyai masa kemampuan berfikir penuh
(sempurna) antara usia 15-18 tahun. Maka sanksi hukuman yang berlaku adalah
Hudud 40 kali cambukan.

14
Zulfikar Judge, Kedudukan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Selaku Pelaku Tindak
Pidana (Studi Kasus: 123/PID.SUS.PN.JKT.TIM), Lex Jurnalica Volume 13 Nomor 3, Desember
2016, h. 235
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian penulis di atas semua pembahasan yang telah di analisis


dalam permasalahan ini yang bekaitan dengan Tindak Pidana Narkotika Yang
Dilakukan Oleh Anak Menurut Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam,
Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) adalah merupakan benda-


benda yang dapat menghilangkan akal pikiran yang hukumnya haram.
Sebab salah satu illat diharakannya benda itu adalah memabukkan
sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW :

‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َخٌَْر َوُك ُّل َخَْ ٍر َحَر ٌام‬

Artinya : “setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar


adalah haram”.
2. Sanksi tindak pidana narkotika bagi anak menurut hukum positif Undang-
Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tidak diatur secara khusus
mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Di dalam undang-undang ini juga, diberikan alternatif lain dalam
penyelesaian kasus anak pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika
yaitu secara diversi, sehingga tidak melibatkan anak ke dalam proses
peradilan yang panjang dan cukup rumit bagi anak yang masih di bawah
umur. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak masih
cenderung memberikan sanksi berupa penjara bagi anak yang
menggunakan narkotika untuk konsumsi pribadinya. Sanksi pidana
narkotika bagi anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum

83
84

memang terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai batas usia


anak yang dapat dipidana berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang berusia di bawah
12 tahun tidak boleh dipidana, anak yang berusia di bawah 14 tahun tidak
dapat dikenakan sanksi pidana namun dapat dikenakan tindakan seperti
pengembalian kepada orang tua/wali, dan anak yang berusia di bawah 18
tahun dapat dikenakan sanksi pidana.
3. Sanksi tindak pidana narkotika bagi anak menurut hukum pidana Islam
anak yang belum baligh, bila melakukan tindakan yang melanggar hukum,
maka tidak wajib dikenakan sanksi hadd, ataupun ta’zir, sebab ia belum
termasuk mukallaf (dewasa) dan belum mengetahui hak dan kewajiban
dalam Islam. Dalam hal ini hukuman yang diberikan dalam hukum Islam
untuk anak yang belum baligh diberikan ta’dib (pendidikan/pembinaan).
Jika anak tersebut sudah memasuki fase kemampuan berfikir penuh
(sempurna) maka diberlakukan jarimah hududd.
B. Saran

Setelah peneliti menelaah dalam skripsi ini. Peneliti memberikan beberapa


saraan yang bertujuan untuk mengantisipasi masalah tentang Tindak Pidana
Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Menurut Hukum Pidana Positif Dan
Hukum Pidana Islam, yang kerap terjadi dimasyarakat yang diharapkan bisa di
aplikasikan dan tidak ada lagi kasus yang serupa di kemudian hari. Adapun
saranya sebagai berikut:

1. Orang tua setidaknya dapat meluangkan waktu untuk anaknya. Hal


ini tujuannya agar orang tua dapat mengawasi keseharian atau
perilaku anak. Selain itu juga orang tua juga mesti mengetahui
tentang pergaulan anaknya baik itu di sekolah maupun di
lingkungan bermain.
2. Pemerintah dituntut lebih efektif dalam menangani permasalahan
85

narkotika ini. Hal in menyangkut tentang masa depan anak-anak


karena anak-anak merupakan penerus masa depan negara. Hal yang
dilakukan pemerintah dapat dimulai dengan cara memantau atau
mengawasi pergerakan dalam pergaulan anak, setidaknya
pemerintah bisa menangkap para bandar narkotika ini.
3. Masyarakat yang bertindak penting juga mesti saling membantu
dengan pemerintah dan orang tua dalam mengatasi permasalahan
ini. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan
pengawasan terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal dalam
pergaulan anak.
4. Bagi para remaja, pengetahuan akan bahayanya narkotika ini
hendaknya memang dipahami dengan serius. Hal ini ditujukan juga
untuk kepentingan mereka dan juga masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mustafa dan Ahmad, Ruben. 1983. Intisari Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Departemen Agama RI. 2009. Alqur’an dan Terjemahannya. Semarang: PT Kumudasmoro
Grafindo.
Djaja, Ermansjah. 2013. KUHP Khusus Kompilasi Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang
Pidana Khusus. Jakarta: Sinar Grafika.
Djazuli, A. 1997. Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam). Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Dirjosisworo, Soedjono. 1990. Hukum Narkotika di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan. 2010. Narkotika dalam Pandangan
Agama. Jakarta: Badan Narkotika Nasional.
Gatot, Supramono. 2001. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Gosita, Arif. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: Akademika Presindo.
Gultom, Maidin. 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT
Refika Aditama
Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Hamzah, Andi. 2014. KUHP&KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta.
Hanafi, Ahmad. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hasan, Hamzah. 2012. Ancaman Pidana Islam Terhadap Penyalahgunaan Narkoba. Al-Daulah.
1(1).
Himpunan Peraturan Perundang-undangan. 2012. Undang-undang Psikotropika. Narkotika dan
Zat Adiktif Lainnya. Bandung: Fokus Media.
Huraerah, Abu. 2007. Kekerasan Terhdap AnaK. Bandung: Nuansa.
Ichsan, M. 2008. Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif. Yogyakarta: Lab Hukum UM
Irfan, Muhammad Nurul. 2016. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.
Irfan, Muhammad Nurul dan Masyrofah. 2016. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah.
Ismail Aris, Rahman Syamsuddin. 2014. Merajut Hukum di Indonesia. Makassar: Mitra Wacana
Media.
Judge, Zulfikar. 2016. Kedudukan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Selaku Pelaku Tindak
Pidana (Studi Kasus 123/PID.Sus.PN.JKT.TIM). Lex Jurnalica. Vol. 13, No. 3.
Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: Forum Media Utama.

ix
Mardani. 2008. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Marpaung, Laden. 2005. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 8/PID.Sus.Anak/2015/PT.MDN.
Qadir Audah, Abdul. 2008. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III (terj. Ali Yafie). Jakarta:
Kharisma Ilmu.
Qardawi, Yusuf. 1980. Halal Haram dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Rahman, Abdur. 1997. Tindak Pidana dalam Syari’at Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Renggong, Ruslan. 2016. Hukum Pidana Khusus. Jakarta: Kencana Prenademida.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Lembaran Negara RI Tahun 2009.
Pemerintah Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak. Jakarta: Visi Media.
Repubik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Anak. Lembaran Negara RI Tahun 2012.
Rifai’i, Moh. 1978. Kifayatul Akhyar. Semarang: Toha Putra.
Sahlany, Mualif. 1982. Masalah Minum Khamr Sepanjang Ajaran Islam. Yogyakarta:
Sumbangsih Offiset
Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar
Maju.
Setiawan, Marwan. 2015. Karakteristik Kriminalitas Anak&Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Siswantoro, Sunarso. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta: Rajawali Pers.
S. Praja, Juhaya. 2011. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Pustaka Setia
Subekti dan Tjitrosudibio. 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Sudarto. 1982. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Prenada Media
Syaukani, Lutfi. 1998. Politik, HAM, dan Isu-Isu Teknologi Dalam Fikih Kontemporer.
Bandung: Pustaka Setia.
Tongat. 2004. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.

x
Ubaedillah dan Abdul Rozak. 2012. Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Kencana dan ICCE UIN Jakarta.
Undang-Undang Kesejahteraan Anak 1997. Jakarta: Redaksi Sinar Grafika.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Wahab Khalaf, Abdul. 1989. Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh) (terj. Noel
Iskandar Al-Barsany). Jakarta: Rajawali
Wardih Muslih, Ahmad. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

xi
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
PUTUSAN

si
NOMOR : 8 / PID.Sus.Anak / 2015 / PT.MDN

ne
ng
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

do
gu Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-

perkara pidana pada peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan

In
seperti tersebut dibawah ini dalam perkara Terdakwa :
A
Nama lengkap : TERDAKWA ANAK
ah

lik
Tempat lahir : Tanjungbalai

Umur/tanggal lahir : 16 Tahun


m

ub
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
ka

ep
Tempat tinggal : Tanjung balai
Agama : Islam
ah

R
Pekerjaan : Buruh Bangunan

si
ne
ng

Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara khusus Anak, oleh :

1. Penyidik dengan Tahanan Rumah Tahanan Negara sejak tanggal 11

do
gu

Februari 2015 sampai dengan tanggal 17 Februari 2015 ;

2. Perpanjangan Penuntut Umum sejak tanggal 18 Februari 2015 sampai


In
A

dengan 25 Februari 2015 ;

3. Penuntut Umum sejak tanggal 25 Februari 2015 sampai dengan tanggal 1


ah

lik

Maret 2015 ;
m

ub

4. Hakim sejak tanggal 27 Februari 2015 sampai dengan tanggal 8 Maret


2015;
ka

ep

5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai sejak tanggal 9 Maret

2015 sampai dengan tanggal 23 Maret 2015 ;


ah

6. Hakim Pengadilan Tinggi Medan sejak tanggal 20 Maret 2015 sampai


s
M

dengan tanggal 29 Maret 2015 ;


ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
7. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Medan U.b. Hakim Tinggi
sejak tanggal 30 Maret 2015 sampai dengan tanggal 13 April 2015 ;

ne
ng
Pengadilan Tinggi tersebut ;

do
gu Telah membaca berkas perkara banding Nomor : 8/PID.Sus. Anak/2015/

PT.MDN. dan surat-surat berkaitan dengan perkara tersebut;

In
A
Telah membaca berkas perkara Pengadilan Negeri Tanjung Balai
Nomor : 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. tanggal 16 Maret 2015 dan surat-surat
ah

lik
yang bersangkutan dengan perkara tersebut;

Membaca, surat dakwaan dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri


m

ub
Tanjung Balai tanggal 23 Februari 2015 dalam Nomor Register Perkara :
ka

PDM-01/TBALAI/02/2015 yang berbunyi sebagai berikut :


ep
DAKWAAN :
ah

R
PERTAMA :

si
----Bahwa ia Terdakwa Anak bersama-sama dengan teman-temannya yakni

ne
ng

Saksi Andi dan Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek (masing-masing Terdakwa
dalam berkas perkara terpisah) ataupun masing-masing mereka dengan

do
gu

tindakannya sendiri-sendiri, pada hari Selasa tanggal 10 Februari 2015


sekira pukul 11.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan
In
A

Februari 2015 bertempat di Jalan Jenderal Sudirman Kelurahan Gading

Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai atau setidak-tidaknya pada


ah

lik

suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah Hukum Pengadilan
Negeri Tanjungbalai yang masih berwenang memeriksa dan mengadilinya,
m

ub

percobaan atau permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum


ka

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi


ep

perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika


ah

Golongan I berupa 1 (satu) bungkus kertas koran diduga berisi


R

narkotika jenis ganja dengan berat kotor 41,77 (empat puluh satu koma
s
M

tujuh puluh tujuh) gram, perbuatan mana dilakukan oleh terdakwa bersama
ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
teman-temannya dengan cara sebagai berikut :

si
------------------------------------------------------------------------------------------

Bermula pada hari Selasa tanggal 10 Februari 2015 sekira pukul 08.00 WIB

ne
ng
Terdakwa Terdakwa Anak bersama Saksi Andi (Terdakwa dalam berkas
perkara terpisah) sedang duduk-duduk di rumah, lalu Terdakwa berkata

do
gu “Pak, CK mau pak” lalu Saksi Andi bertanya “CK apa” lalu Terdakwa berkata

“beli ganja” sambil mengeluarkan uang sebesar Rp.30.000,- (tiga puluh ribu

In
A
rupiah) dari kantong celana dan setelah itu Saksi Andi juga mengeluarkan

uang sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), sehingga uang yang
ah

lik
terkumpul sebesar Rp.80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah). Kemudian
setelah itu Terdakwa pergi ke pangkalan betor yang berjarak sekitar 300 (tiga
m

ub
ratus) meter, lalu Terdakwa bertemu dengan Saksi Junaidi Abdullah Als
ka

Dedek (Terdakwa dalam berkas perkara terpisah), lalu Terdakwa berkata


ep
“bang, ayo ke Kampung Baru” lalu Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek
ah

bertanya “ngapain” lalu Terdakwa berkata “membeli ganja” lalu Saksi Junaidi
R

si
Abdullah Als Dedek menjawab “ayolah”. Selanjutnya Terdakwa naik ke atas
betor yang dikendarai oleh Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek, lalu Terdakwa

ne
ng

bersama Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek mendatangi Saksi Andi, lalu
Saksi Andi naik ke atas betor dan setelah itu Terdakwa bersama Saksi Andi

do
gu

dan Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek pergi ke Kampung Baru dan setelah
sampai di Jalan Damai Ujung, selanjutnya betor yang dikemudikan oleh
In
A

Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek berhenti, lalu Terdakwa bersama Saksi
Andi turun, sedangkan Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek menunggu di
ah

lik

pinggir jalan, lalu Terdakwa bersama Saksi Andi pergi ke rumah Saksi Budi
Sirait Als Komplek (Terdakwa dalam berkas perkara terpisah) dan setelah
m

ub

bertemu selanjutnya Saksi Andi berkata “ganja abang ada” lalu Saksi Budi
Sirait Als Komplek menjawab “ada” lalu Saksi Budi Sirait Als Komplek
ka

ep

bertanya “mau beli banyak” lalu Saksi Andi berkata “tidak bang” sambil
ah

menyerahkan uang sebesar Rp.80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah)


R

kepada Saksi Budi Sirait als Komplek dan setelah itu Saksi Budi Sirait Als
s
Komplek menerima uang tersebut dan langsung masuk ke dalam rumahnya
M

ne
ng

HALAMAN 3 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
sedangkan Terdakwa bersama Saksi Andi menunggu di depan rumahnya.

si
Kemudian tidak berapa lama Saksi Budi Sirait Als Komplek keluar dari

rumahnya lalu menyerahkan 1 (satu) bungkus kertas koran diduga berisi

ne
ng
narkotika jenis ganja kepada Saksi Andi, lalu Terdakwa bersama Saksi Andi
pergi mendatangi Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek dan setelah itu

do
gu Terdakwa bersama Saksi Andi kembali ke rumah di Jalan Alpokat dengan

mengendarai betor yang dikemudikan oleh Saksi Junaidi Abdullah Als

In
A
Dedek. Kemudian sekira pukul 11.00 WIB, pada saat Terdakwa bersama

Saksi Andi dan Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek melintas di Jalan Jenderal
ah

lik
Sudirman Kelurahan Gading Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai

tiba-tiba Petugas Kepolisian datang melakukan penangkapan setelah


m

ub
mendapat informasi dari masyarakat dan menemukan barang bukti berupa 1

(satu) bungkus kertas koran diduga berisi narkotika jenis ganja dari selipan
ka

ep
celana bagian belakang yang dipakai oleh Saksi Andi dan setelah itu
Petugas Kepolisian melakukan pengembangan dan berhasil menangkap
ah

R
Saksi Budi Sirait Als Komplek di rumahnya. Selanjutnya Petugas Kepolisian

si
membawa Terdakwa serta barang bukti berupa 1 (satu) bungkus kertas

ne
ng

koran diduga berisi narkotika jenis ganja dengan berat kotor 41,77 (empat
puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram dan 1 (satu) unit betor merk Suzuki

do
gu

Thunder warna biru tanpa nomor plat polisi ke Kantor Polres Tanjungbalai

untuk dapat diproses sesuai hukum yang berlaku oleh karena Terdakwa tidak
In
memiliki ijin untuk permufakatan jahat menawarkan untuk dijual, menjual,
A

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan


ah

Narkotika Golongan I.
lik

• Berdasarkan Berita Acara


m

ub

Analisis Laboratorium Barang


Bukti Narkotika Puslabfor
ka

ep

Bareskrim Polri Cabang Medan

No. Lab. 1327/NNF/2015


ah

tertanggal 13 Februari 2015


s
yang dibuat dan
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
ditandatangani oleh Zulni Erma

si
dan Deliana Naiborhu, S,Si,

Apt telah melakukan

ne
ng
pemeriksaan dengan
mengingat sumpah jabatannya

do
gu serta diketahui

ditandatangani oleh Dra. Melta


dan

In
A
Tarigan, M.Si Waka

Laboratorium Forensik Cabang


ah

lik
Medan (terlampir dalam berkas

perkara) dengan hasil


m

ub
pemeriksaan sebagai berikut :

No. Barang Hasil Analisis


ka

Bukti
ep
Thin Layer
Chromatography
ah

si
Fast Blue Salt B Test

ne
ng

1. BAB I Positif Positif Ganja

do
KESIMPULAN :
gu

Bahwa Barang Bukti yang dianalisis milik Terdakwa Terdakwa Anak dan
In
A

Andi adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I (satu) nomor urut

8 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009


ah

lik

tentang Narkotika.

----Perbuatan Terdakwa Terdakwa Anak tersebut sebagaimana diatur


m

ub

dan diancam pidana sesuai dengan Pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 132
ka

ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009


ep

tentang Narkotika jo Lampiran I Undang-undang Republik Indonesia


ah

No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo UU RI No. 11 Tahun 2012


R

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak---------------------------------------------


s
M

ne
ng

HALAMAN 5 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
ATAU :

si
KEDUA :

ne
ng
----Bahwa ia Terdakwa Terdakwa Anak bersama-sama dengan teman-

temannya yakni Saksi Andi dan Saksi Junaidi Abdullah Als Dedek (masing-

do
gu masing Terdakwa dalam berkas perkara terpisah) ataupun masing-masing

mereka dengan tindakannya sendiri-sendiri, pada hari Selasa tanggal 10

In
A
Februari 2015 sekira pukul 11.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain
dalam bulan Februari 2015 bertempat di Jalan Jenderal Sudirman Kelurahan
ah

lik
Gading Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai atau setidak-tidaknya
pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah Hukum
m

ub
Pengadilan Negeri Tanjungbalai yang masih berwenang memeriksa dan

mengadilinya, percobaan atau permufakatan jahat tanpa hak atau


ka

ep
melawan hukum, menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk


ah

R
tanaman berupa 1 (satu) bungkus kertas koran diduga berisi narkotika

si
jenis ganja dengan berat kotor 41,77 (empat puluh satu koma tujuh

ne
ng

puluh tujuh) gram, perbuatan mana dilakukan oleh Terdakwa bersama


teman-temannya dengan cara sebagai berikut : ---------------------------------------

do
gu

• Bermula pada hari Selasa


tanggal 10 Februari 2015
In
A

sekira pukul 08.00 WIB


Terdakwa Terdakwa Anak
ah

lik

bersama Saksi Andi (Terdakwa


dalam berkas perkara terpisah)
m

ub

pergi ke Kampung Baru


ka

dengan mengendarai betor


ep

yang dikemudikan oleh Saksi


ah

Junaidi Abdullah Als Dedek


R

(Terdakwa dalam berkas


s
M

perkara terpisah) dan setelah


ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
sampai di Jalan Damai Ujung

si
selanjutnya betor yang

dikemudikan oleh Saksi

ne
ng
Junaidi Abdullah Als Dedek
berhenti, lalu Terdakwa

do
gu bersama

sedangkan
Saksi

Saksi
Andi turun

Junaidi

In
A
Abdullah Als Dedek menunggu

di pinggir jalan, lalu Terdakwa


ah

lik
bersama Saksi Andi pergi ke

rumah Saksi Budi Sirait Als


m

ub
Komplek (terdakwa dalam

berkas perkara terpisah) dan


ka

ep
setelah bertemu selanjutnya
Saksi Budi Sirait Als Komplek
ah

R
memberikan 1 (satu) bungkus

si
kertas koran diduga berisi

ne
ng

narkotika jenis ganja kepada


Saksi Andi. Kemudian setelah

do
gu

Terdakwa bersama Saksi Andi

menguasai narkotika jenis


In
ganja tersebut selanjutnya
A

Terdakwa bersama Saksi Andi


ah

pergi mendatangi Saksi Junaidi


lik

Abdullah Als Dedek dan


m

setelah itu Terdakwa bersama


ub

Saksi Andi kembali ke rumah


ka

di Jalan Alpokat dengan


ep

mengendarai betor yang


ah

dikemudikan oleh Saksi


R

s
Junaidi Abdullah Als Dedek.
M

ne

Kemudian sekira pukul 11.00


ng

HALAMAN 7 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Wib pada saat Terdakwa

si
bersama Saksi Andi dan Saksi

Junaidi Abdullah Als Dedek

ne
ng
melintas di Jalan Jenderal
Sudirman Kelurahan Gading

do
gu Kecamatan Datuk Bandar Kota

Tanjungbalai tiba-tiba Petugas

In
A
Kepolisian datang melakukan

penangkapan setelah
ah

lik
mendapat informasi dari

masyarakat dan menemukan


m

ub
barang bukti berupa 1 (satu)

bungkus kertas koran diduga


ka

ep
berisi narkotika jenis ganja dari
selipan celana bagian
ah

R
belakang yang dipakai oleh

si
Saksi Andi dan setelah itu

ne
ng

Petugas Kepolisian melakukan


pengembangan dan berhasil

do
gu

menangkap Saksi Budi Sirait

Als Komplek di rumahnya.


In
Selanjutnya Petugas
A

Kepolisian membawa
ah

Terdakwa serta barang bukti


lik

berupa 1 (satu) bungkus kertas


m

koran diduga berisi narkotika


ub

jenis ganja dengan berat kotor


ka

41,77 (empat puluh satu koma


ep

tujuh puluh tujuh) gram dan 1


ah

(satu) unit betor merk Suzuki


R

s
Thunder warna biru tanpa
M

ne

nomor plat polisi ke Kantor


ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Polres Tanjungbalai untuk

si
dapat diproses sesuai hukum

yang berlaku oleh karena

ne
ng
Terdakwa tidak memiliki ijin
untuk permufakatan jahat

do
gu memiliki,

menguasai, atau menyediakan


menyimpan,

In
A
Narkotika Golongan I dalam

bentuk tanaman.
ah

lik
• Berdasarkan Berita Acara

Analisis Laboratorium Barang


m

ub
Bukti Narkotika Puslabfor
Bareskrim Polri Cabang Medan
ka

ep
No. Lab. 1327/NNF/2015
tertanggal 13 Februari 2015
ah

R
yang dibuat dan

si
ditandatangani oleh Zulni Erma

ne
ng

dan Deliana Naiborhu, S,Si,


Apt telah melakukan

do
gu

pemeriksaan dengan
mengingat sumpah jabatannya
In
serta diketahui dan
A

ditandatangani oleh Dra. Melta


ah

lik

Tarigan, M.Si Waka

Laboratorium Forensik Cabang


m

ub

Medan (terlampir dalam berkas


perkara) dengan hasil
ka

pemeriksaan sebagai berikut :


ep

No. Barang Hasil Analisis


ah

Bukti Thin Layer


R

Chromatography
s
M

ne
ng

Fast Blue Salt B Test


HALAMAN 9 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R
1. BAB I Positif Positif Ganja

si
ne
ng
KESIMPULAN :

do
gu Bahwa Barang Bukti yang dianalisis milik Terdakwa Terdakwa Anak dan

In
Andi adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I (satu) nomor urut
A
8 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
ah

tentang Narkotika.

lik
----Perbuatan Terdakwa Terdakwa Anak tersebut sebagaimana diatur
m

ub
dan diancam pidana sesuai dengan Pasal 111 ayat (1) Jo Pasal 132

ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009


ka

ep
tentang Narkotika jo Lampiran I Undang-undang Republik Indonesia
ah

No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo UU RI No. 11 Tahun 2012


R

si
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ---------------------------------------------

ne
ng

Membaca, surat tuntutan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri


Tanjung Balai tanggal 10 Maret 2015 No. Reg. Perk : PDM-01/TBALAI/03/2015

do
gu

Terdakwa telah dituntut sebagai berikut :


In
A

1. Menyatakan Terdakwa ZULKIFLI Alias ZUL telah terbukti secara sah


ah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “permufakatan jahat


lik

tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,


m

ub

atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 111 ayat (1) Jo
ka

Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun


ep

2009 tentang Narkotika Jo UU RI No. 11 tahun 2009 tentang Sistem


ah

Peradilan Pidana Anak.


R

s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ZULKIFLI Alias ZUL

si
dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun penjara, denda

Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan

ne
ng
pelatihan kerja, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan.

3. Menyatakan barang bukti berupa:

do
gu 1 (satu) bungkus kertas koran berisi narkotika jenis ganja dengan berat

kotor 41,77 (empat puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram, 1 (satu) unit

In
A
becak motor merk SUZUKI THUNDER tanpa Nomor Polisi atau BK,

dipergunakan dalam perkara lain;


ah

lik
4. Menetapkan agar Terdakwa, membayar biaya perkara sebesar

Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);


m

ub
ka

Setelah mendengar pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Anak


ep
secara lisan yang pada pokoknya menyatakan bahwa Terdakwa Anak menyesal
ah

dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya disamping itu Terdakwa
R

si
Anak masih muda diharapkan masih dapat merubah dirinya menjadi lebih baik
dimasa yang akan datang dan adanya kesanggupan ibu kandung dan kakek

ne
ng

Terdakwa Anak untuk lebih memperhatikan dan menjaga Terdakwa Anak


setelah selesai menjalani masa pidananya dan memohon kepada Hakim agar

do
gu

diberikan keringan hukuman ;


In
A

Membaca Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor : 2/


ah

Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. tanggal 16 Maret 2015 yang Amarnya sebagai


lik

berikut:
m

ub

MENGADILI:
ka

1. Menyatakan Terdakwa TERDAKWA ANAK tersebut diatas, terbukti


ep

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana


ah

“Pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki


R

Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman” sebagaimana dalam


s
M

dakwaan Alternatif Kedua;


ne
ng

HALAMAN 11 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

si
penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah Rp1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak

ne
ng
dibayar diganti dengan pelatihan kerja selama 4 (empat) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

do
gu Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

In
A
5. Menetapkan barang bukti berupa:

1 (satu) bungkus kertas koran berisi narkotika jenis ganja dengan berat
ah

lik
kotor 41,77 (empat puluh satu koma tujuh puluh tujuh) gram, 1 (satu) unit
becak motor merk SUZUKI THUNDER tanpa Nomor Polisi atau BK,
m

ub
dipergunakan dalam perkara lain;
ka

6. Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah


ep
Rp.2.000,00 (dua ribu rupiah);
ah

R
Membaca surat-surat:

si
1. Akte permintaan banding yang dibuat oleh : MARADEN SILALAHI, SH.

ne
ng

Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai bahwa pada tanggal 20 Maret


2015, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding

do
gu

terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor : 2/


Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. tanggal 16 Maret 2015 ;
In
A

2. Relaas pemberitahuan permintaan banding yang dibuat oleh


SUBE΄TI Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri Tanjung Balai bahwa
ah

lik

pada tanggal 23 Maret 2015 permintaan banding oleh Jaksa Penuntut

Umum tersebut telah diberitahukan kepada Terdakwa Anak ;


m

ub

3. Akta Memori Banding yang diterima di Kepaniteraan dibuat oleh : MARADEN


ka

SILALAHI, SH. Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai yang


ep

menerangkan Jaksa Penuntut Umum telah menyerahkan Memori Banding


ah

tanggal 26 Maret 2015;


R

s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
4. Akta penyerahan Memori Banding kepada Penasihat Hukum Terdakwa Anak

si
yang dibuat SUBE΄TI Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri Tanjung Balai

tanggal 26 Maret 2015 ;

ne
ng
5. Relaas Pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara yang dibuat oleh
MARADEN SILALAHI, SH. Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai

do
gu tanggal 24 Maret 2015 ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum dan

Terdakwa Anak untuk mempelajari berkas perkara tersebut selama 7 (tujuh)

In
A
hari sebelum pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Tinggi Medan;
ah

lik
Menimbang, bahwa keberatan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana
dalam Memori Banding pada pokoknya sebagai berikut :
m

ub
ka

Bahwa kami Jaksa Penuntut Umum keberatan atas penjatuhan hukuman


ep
yang dijatuhkan oleh Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai
ah

yang dalam amar putusannya menjatuhkan pidana penjara terhadap


R

si
Terdakwa Terdakwa Anak selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 4 (empat) bulan

ne
ng

Pelatihan Kerja ; yang sangat berbanding jauh sekali dengan apa yang

dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan putusan Hakim tersebut

do
gu

menurut kami tidak mencerminkan rasa keadilan. Kami Jaksa Penuntut


Umum berpendapat Tuntutan Pidana selama 5 (lima) Tahun denda
In
A

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan

Pelatihan Kerja terhadap Terdakwa Terdakwa Anak sudah sesuai


ah

lik

dengan rasa keadilan dan sesuai dengan fakta-fakta yang ada


dipersidangan. Tuntutan 5 (lima) Tahun denda Rp.1.000.000.000,00
m

ub

(satu milyar rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan Pelatihan Kerja yang


ka

dijatuhkan sudah sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Pasal yang
ep

di Dakwakan serta perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa Terdakwa


ah

Anak tersebut menurut pendapat kami tidak ditemukan adanya alasan


R

pembenar atau alasan pemaaf atau pun alasan yang meringankan


s
M

ne
ng

HALAMAN 13 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
sehingga Hakim memutus tidak sampai dari 2/3 tuntutan Penuntut Umum

si
atau kurang dari setengah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ;

ne
ng
Bahwa Putusan Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai
tersebut di atas tidak memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

do
gu - Bahwa benar akibat Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai

tersebut menunjukkan tidak sesuai dengan rasa keadilan

In
A
masyarakat yang berkembang pada saat ini apalagi Pemerintah

sedang giat-giatnya memberantas Narkotika ; -----------------------------


ah

lik
- Bahwa benar akibat rendahnya putusan yang dijatuhkan oleh Hakim
Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai tersebut sehingga tidak
m

ub
memberikan efek jera kepada Terdakwa ;
ka

- Bahwa dengan rendahnya Putusan Hakim Anak pada Pengadilan


ep
Negeri Tanjung Balai tersebut dikhawatirkan akan menjadi acuan
ah

didalam masyarakat, sehingga kedepannya ada kemungkinan


R

si
semakin banyak anak-anak yang terjerumus dalam kasus Narkotika

ne
ng

karena menilai ringannya hukuman yang akan dijatuhkan ;

do
gu

Menimbang, bahwa permintaan banding oleh Jaksa Penuntut Umum

telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut cara-cara serta syarat-syarat
In
yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan banding
A

tersebut secara formal dapat diterima;


ah

lik

Menimbang, bahwa alasan – alasan atau keberatan Jaksa Penuntut


Umum yang diajukan dalam Memori Banding tersebut telah dipertimbangkan
m

ub

Hakim Tingkat Pertama secara tepat dan benar oleh karena itu keberatan -

keberatan dalam Memori Banding tersebut haruslah dikesampingkan ;-------------


ka

ep

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi setelah


ah

memeriksa dan mempelajari berkas perkara dan turunan resmi Putusan


R

Pengadilan Negeri Tanjung Balai tanggal 16 Maret 2015 Nomor : 2/Pid.Sus.


s
M

Anak/2015/PN.Tjb. serta surat – surat lainnya yang berhubungan dengan


ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
perkara tersebut, Terutama Memori Banding Jaksa Penuntut Umum, maka

si
Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangan Hakim Tingkat Pertama

dalam Putusannya bahwa Terdakwa terbukti dengan sah dan menyakinkan

ne
ng
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya
dan pertimbangan Hukum Hakim Tingkat Pertama tersebut telah tepat dan

do
gu benar, sehingga diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangan Pengadilan

Tinggi Sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat Banding ;-------------------

In
A
-------Menimbang, bahwa dengan mengambil alih pertimbangan - pertimbangan

Hukum tersebut diatas maka putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai


ah

lik
tanggal 16 Maret 2015 Nomor : 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. haruslah
dikuatkan ;-------------------------------------------------------------------------------------------
m

ub
ka

-------Menimbang, bahwa oleh karena selama ini Terdakwa ditahan, maka


ep
selama menjalankan penahanan dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang
dijatuhkan ; ------------------------------------------------------------------------------------------
ah

-------Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa tetap dinyatakan bersalah dan


R

si
dipidana, maka Terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara
dalam kedua tingkat peradilan ; -------------------------------------------------------------

ne
ng

-------Memperhatikan Pasal 111 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo. UU RI No. 11 Tahun 2012 tentang

do
gu

Sistem Peradilan Pidana Anak, dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
serta Peraturan Hukum lain yang berhubungan dengan perkara ini ;----------------

---------------------------------M E N G A D I L I ----------------------------------
In
A

--- Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum ; -----------------


--- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai tanggal 16 Maret
ah

lik

2015 Nomor : 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tjb. yang dimintakan banding


tersebut ;--------------------------------------------------------------------------------------
m

ub

--- Memerintahkan Terdakwa Anak tetap dalam tahanan ; -------------------------

--- Membebankan Terdakwa Anak untuk membayar biaya perkara dalam


ka

kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding ini sebesar


ep

Rp. 2.500.- (dua ribu lima ratus rupiah) ; -------------------------------------------


ah

-------DEMIKIANLAH, diputuskan pada hari Selasa tanggal 7 April 2015 oleh


s
M

Kami : RUSTAM IDRIS, SH. Hakim Anak pada Pengadilan Tinggi Medan yang
ne
ng

HALAMAN 15 dari 12 Halaman PUTUSAN NOMOR : 8/PID.Sus.Anak/2015/PT MDN.


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
memeriksa dan mengadili perkara ini, putusan mana diucapkan pada hari itu

R
juga dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum, oleh Hakim Anak

si
tersebut dibantu oleh Hj. DIANA SYAHPUTRI NASUTION, SH. Panitera
Pengganti pada Pengadilan Tinggi Medan, tanpa dihadiri Jaksa Penuntut Umum

ne
ng
mau pun Terdakwa ; ------------------------------------------------------------------------------

Panitera Pengganti, Hakim tersebut,

do
gu ttd.

Hj. DIANA SYAHPUTRI NASUTION, SH.


ttd.

RUSTAM IDRIS, SH.

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Anda mungkin juga menyukai