Anda di halaman 1dari 84

PRAKTIK MONOPOLI PT.

PERUSAHAAN GAS NEGARA


DI AREA MEDAN
(Studi Putusan Terhadap Putusan Mahkamah Agung
Nomor 511 K/Pdt.Sus KPPU/2018)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

NADA HALILLAH
NIM : 11150480000115

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M
ABSTRAK

NADA HALILLAH. NIM 11150480000115. PRAKTIK MONOPOLI PT.


PERUSAHAAN GAS NEGARA DI AREA MEDAN (STUDI PUTUSAN
TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 511 K/PDT.SUS
KPPU/2018). Program Studi Ilmu Hukum. Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440
H/ 2019 M. vii + 69 halaman + 2 halaman daftar pustaka + lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan majelis komisi
KPPU, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung
dalam memutuskan perkara PT. Perusahaan Gas Negara tersebut selain itu tujuan
lainnya adalah melakukan analisis hukum praktik monopoli pada PT. Perusahaan
Gas Negara.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan
menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.
Pada pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan
lainnya. Sedangkan pada pendekatan kasus berdasarkan putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, Pengadilan Negeri Jakarta dan Mahkamah Agung
dengan tujuan menelaah suatu kasus yang telah diputuskan oleh lembaga yang
berwenang tersebut dengan berkekuatan hukum yang tetap.
Hasil dari analisis dan penelitian ini mengungkapkan bahwa PGN
merupakan monopoli yang diperbolehkan oleh Undang-Undang karena kegiatan
yang dilakukan oleh PGN dalam penetapan harga di wilayah area Medan
merupakan objek yang dikecualikan dalam pasal 50 huruf a Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kata Kunci : Monopoli, Putusan Mahkamah Agung

Pembimbing : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.


Daftar Pustaka : 1995 – 2017

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena
berkat rahmat, nikmat serta karunia dari Allah SWT peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “ Praktik Monopoli PT. Perusahaan Gas
Negara Di Area Medan (Studi Putusan Terhadap Putusan Mahkamah Agung
Nomor 511 K/Pdt.Sus KPPU/2018) ”. Sholawat serta salam peneliti panjatkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu’Alayhi wa Sallam, yang telah membawa
umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi
Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi
dalam pembuatan skripsi ini.
3. Terkhusus Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H., Pembimbing Skripsi yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran
dalam memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang
sangat berharga kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.
Alhamdulillah berkat beliau peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar. Terimakasih banyak Pak Indra.
4. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk
peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

vi
5. Orang tua dan adik peneliti yang selama ini telah memberikan semangat,
motivasi dan paling terbesar yaitu selalu memberikan doa kepada peneliti
dalam setiap perjalanan untuk pembuatan skripsi ini.
6. Fauzi Wibowo A, S.H yang dari awal telah menemani mendukung,
memberikan motivasi dan saran kepada peneliti. Terimakasih banyak telah
bersama peneliti dari awal perkuliahan sampai saat ini.
7. Sahabat-sahabat yang selalu bersama dan menemani peneliti selama
peneliti mengemban dunia pendidikan sampai saat ini, Inayatul
Mukaromah, Khairunnisa, Nada Audrina, Agung S, Hasbi I, Jamsari,
Aditiya Bestari, Diadjeng F, Bening Setara Bulan, Surya Baskara, Teman
KKN dan Teman-teman penerima beasiswa BI yaitu GENBI UIN Jakarta.
Terimakasih selalu ada untuk memberikan semangat dan semoga
silaturahmi kita tidak terputus hingga tua nanti.
8. Semua pihak yang terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.
Tidak ada yang dapat peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian
kecuali dengan ucapan doa dan terima kasih.
Peneliti menyadari dalam penelitian skripsi ini banyak terdapat
kekurangan dan perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat
diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini di masa
mendatang. Sekian dan Terima kasih.

Jakarta, 20 Mei 2019

Nada Halillah

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN BIMBINGAN ...................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7
D. Metode Penelitian ............................................................................ 8
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 11
BAB II TINJAUAN UMUM MONOPOLI DALAM HUKUM
PERSAINGAN USAHA ....................................................................... 12
A. Kerangka Konseptual ..................................................................... 12
1. Pengertian Monopoli ................................................................. 12
2. Konsep Monopoli ...................................................................... 16
B. Kerangka Teoritis .......................................................................... 22
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Dalam Praktik Monopoli ... 24
BAB III MONOPOLI PADA PT.PERUSAHAAN GAS NEGARA ............. 26
A. Profil PT. Perusahaan Gas Negara ................................................. 26
B. Kronologi Kasus di KPPU ............................................................. 30
C. Kronologi Kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Barat ................... 34
D. Kronologi Kasus di Mahkamah Agung ......................................... 38
BAB IV ANALISIS HUKUM PRAKTIK MONOPOLI PT. PERUSAHAAN
GAS NEGARA DALAM PENDISTRIBUSIAN GAS NEGARA .. 40
A. Pertimbangan majelis komisi dalam putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, Hakim dalam putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung ................................. 40

viii
B. Analisis Praktik Monopoli dalam Hukum Persaingan Usaha ....... 53
1. Aspek Filosofis ....................................................................... 53
2. Aspek Yuridis ......................................................................... 56
3. Aspek Sosiologis .................................................................... 61
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 64
A. Kesimpulan .................................................................................... 64
B. Rekomendasi .................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
LAMPIRAN ....................................................................................................... 70

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum.
Landasan tersebut menjadi dasar bagi segala aspek kehidupan masyarakat
Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal tersebut juga berlaku
dalam hal kegiatan persaingan usaha yang telah diatur dalam undang-undang
anti monopoli yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Keberadaan Undang-Undang tersebut berperan sebagai aturan main
untuk para pelaku usaha agar melakukan kegiatan-kegiatan persaingan usaha
yang sehat.
Pada hakikatnya, keberadaan hukum persaingan usaha terhadap pelaku
usaha adalah mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha
yang sehat dan efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar para
pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para
pesaingnya. Keberadaan dari Undang-Undang persaingan usaha ini yang
berasaskan demokrasi ekonomi juga harus memerhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan masyarakat, sehingga
Undang-Undang tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis dalam mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia.1
Dapat diketahui materi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat ini terdapat 7 (tujuh) bagian pengaturan yang terdiri atas:2
1. Perjanjian yang dilarang
2. Kegiatan yang dilarang

1
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), h., 83.
2
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya
di Indonesia), (Malang: Bayumedia, 2007), h., 22.

1
2

3. Penyalahgunaan posisi dominan


4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
5. Tata cara penanganan perkara
6. Sanksi-sanksi
7. Perkecualian-perkecualian
Namun seiring berjalannya waktu masih banyak pelaku usaha yang tidak
patuh terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
seperti melakukan kegiatan yang dilarang seperti praktek monopoli. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 huruf a
menyebutkan bahwa “Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha’’.
Agar implementasi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1999 ini beserta peraturan pelaksanaannya dapat berjalan dengan
efektif dan baik sesuai dengan asas dan juga tujuannya, maka dibutuhkan
pembentukannya suatu lembaga otoritas persaingan usaha yaitu Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU).
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yaitu lembaga independen
yang sudah seharusnya terlepas dari pengaruh pemerintah beserta pihak lain
yang bertugas dan mempunyai wewenang untuk melaksanakan pengawasan
terhadap persaingan usaha dan juga kewenangannya sama besarnya seperti
yang dimiliki oleh lembaga peradilan dan menjatuhkan sanksi. Sanksi yang
biasanya selalu diberikan pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
hanyalah sanksi yang berupa tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana
adalah merupakan wewenang dari pengadilan negeri.
Pada saat ini, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
merupakan pengaturan secara khusus dan komprehensif yang mengatur
berkaitan dengan persaingan antar pelaku usaha. Namun, pada kenyataannya
3

masih saja banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para


pelaku usaha di Indonesia. Salah satu contohnya adalah pada permasalahan
praktek monopoli yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara
(selanjutnya disebut sebagai PGN).
Pada kasus ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selama
melakukan penyelidikan pada 2014-2015 silam, terdapat indikasi monopoli
oleh PGN karena merupakan satu-satunya pemasok gas melalui pipa pada
konsumen industri di area Medan, Sumatera Utara. Diketahui adanya
kenaikan harga gas industri pada kurun waktu Agustus-November 2015.
Kenaikan harga tersebut ditetapkan secara sepihak oleh PGN tanpa
mempertimbangkan kemampuan daya beli konsumen gas dalam negeri dan
tingkat keekonomian dengan margin yang wajar bagi PGN selaku Badan
Usaha Niaga Gas Bumi melalui pipa. Kenaikan harga yang ditetapkan oleh
PGN diduga merupakan bentuk penguasaan PGN atas pemasaran gas melalui
pipa di area Medan, Sumatera Utara yang mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Dalam pembuktian terdapat adanya dugaan pelanggaran pasal 17 dalam
kegiatan usaha yang dilakukan oleh PGN, Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) menggunakan pendekatan rule of reason yang dapat dibagi
kedalam beberapa tahap yaitu:
1. Pendefinisian pasar bersangkutan;
2. Pembuktian adanya Posisi Monopoli di pasar bersangkutan;
3. Identifikasi Praktek Monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha yang
memiliki Posisi Monopoli;
4. Identifikasi dan pembuktian dampak negatif dan pihak yang terkena
dampak dari Praktek Monopoli tersebut.
Pada saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan
investigasi terhadap pembuktian adanya dugaan pelanggaran dengan
menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu per se ilegal dan rule of reason.
Pendekatan per se ilegal adalah menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan
usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang
4

ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut. Sebaliknya,


Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh
lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat
perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu
perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung
persaingan. Penggunaan rule of reason tergambar dalam konteks kalimat
yang membuka alternatif interpretasi bahwa tindakan tersebut harus
dibuktikan dulu akibatnya secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur
yang ditentukan.3
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam putusan perkara
Nomor 09/KPPU-L/2016 memutuskan bahwa PGN terbukti melakukan
pelanggaran pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor perkara
02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt. dan putusan Mahkamah Agung Nomor
511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 terdapat fakta bahwa PGN tidak terbukti
melanggar pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Karena objek monopoli yang dimaksud Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yakni dalam bentuk penetapan harga secara berlebih. Pada
penetapan harga gas yang dilakukan PGN itu merupakan pelaksanaan dari
peraturan perundang-undangan yang telah ada di Indonesia dan termasuk
dalam pengecualian pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Diawali dengan perkara pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Nomor 09/KPPU-L/2016 antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) melawan PGN. Kemudian, PGN mengajukan permohonan keberatan
dan telah dikeluarkannya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
3
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia,
(Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2012), h., 79.
5

02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt., dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha


(KPPU) mengajukan permohonan kasasi dan telah dikeluarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018.
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah diuraikan
tersebut ada hal yang menarik, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : PRAKTIK MONOPOLI PT.
PERUSAHAAN GAS NEGARA DI AREA MEDAN (Studi Putusan
Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 511 K/Pdt.Sus
KPPU/2018).

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa hal yang dijadikan pokok permasalahan dalam
penelitian yang dilakukan.
a. Praktik monopoli yang dilakukan oleh PGN yang kemudian dapat
diketahui menguasai wilayah di area Medan, Sumatera Utara dalam
penyaluran gas bumi pada pipa distribusi untuk pelanggan industri
jasa dan komersial serta pelanggan industri manufaktur di area
Medan yang mengakibatkan dikuasainya penjualan dan penyaluran
gas bumi pada pipa distribusi untuk pelanggan industri jasa dan
komersial serta pelanggan industri manufaktur di seluruh area
Medan, Sumatera Utara hanya terdapat PGN sehingga menimbulkan
persaingan tidak sehat dan merugikan konsumen.
b. Posisi praktik monopoli yang dilakukan oleh PGN dalam penjualan
dan penyaluran gas bumi pada pipa distribusi untuk pelanggan
industri jasa dan komersial serta pelanggan industri manufaktur yang
menguasai wilayah area Medan, Sumatera Utara. Diketahui
mengakibatkan PGN melakukan penetapan kenaikan harga yang
berlebih pada bulan Agustus sampai dengan bulan November 2015
tidak mempertimbangkan daya beli konsumennya. Bahwa dalam
putusan Mahkamah Agung Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 PGN
dinyatakan tidak melakukan monopoli.
6

c. Dasar pertimbangan menurut majelis komisi dalam putusan Komisi


Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 09/KPPU-L/2016 dan
majelis hakim di putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt. dan putusan Mahkamah Agung
Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 terhadap pembatalan putusan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 09/KPPU-
L/2016.
d. Analisis hukum praktik monopoli oleh PGN.

2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka
peneliti membatasi masalah agar lebih fokus dan tidak meluas dalam
penelitian yang akan dibahas. Oleh karena itu, peneliti membatasi
permasalahan pada pertimbangan hukum oleh hakim dengan mengacu
pada putusan yang telah ada yaitu putusan KPPU Nomor 09/KPPU-
L/2016, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat perkara Nomor
02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt. dan putusan Mahkamah Agung
Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018. Kemudian, dengan melihat pada
Undang-Undang yang mendasari dan berkaitan dengan permasalahan
PGN tersebut.
3. Perumusan Masalah
Masalah utama dalam penelitian ini terkait adanya perbedaan hasil
putusan di KPPU, Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah
Agung. Pada putusan majelis komisi KPPU dalam perkara nomor
09/KPPU-L/2016 menyatakan bahwa PGN melakukan monopoli dengan
melanggar pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999 atas kenaikan harga yang dilakukan oleh PGN pada bulan Agustus-
November tahun 2015. Akan tetapi, PGN mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan perkara Nomor
02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt. Pada putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, hakim membatalkan putusan KPPU karena PGN tidak
terbukti melakukan monopoli yang melanggar pasal 17 Undang-Undang
7

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999. Kemudian, KPPU


mengajukan keberatan kembali ke Mahkamah Agung atas putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menyatakan PGN tidak melakukan
monopoli. Namun, Mahkamah Agung menguatkan putusan dari
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menyatakan PGN tidak melakukan
monopoli dan membatalkan putusan KPPU.
Berdasarkan pembahasan dari masalah utama tersebut yang telah
diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Apa dasar pertimbangan majelis komisi dalam putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha dan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta
Barat dan Mahkamah Agung atas praktik monopoli oleh PT.
Perusahaan Gas Negara (PGN) ?
2. Bagaimana analisis hukum praktik monopoli oleh PT. Perusahaan
Gas Negara (PGN) ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian, peneliti membuat tujuan penelitian ini untuk:
a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum oleh majelis komisi
pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, hakim di Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung atas praktek monopoli
oleh PGN.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis hukum praktik monopoli oleh
PGN.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat ilmiah berupa
perluasan ilmu dan wawasan yang akan dimiliki oleh mahasiswa
Fakultas Syariah dan hukum dalam menganalisa suatu perkara yang
8

berhubungan dengan hukum persaingan usaha terkhusus pada kasus


praktek monopoli dan mengenai analisis yang dilakukan terhadap
putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pengadilan Negeri
Jakarta Barat dan Mahkamah Agung tentang monopoli yang ditinjau
dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis dapat memberikan manfaat dalam
bidang ilmu hukum untuk menjadi rujukan mengenai kasus
monopoli atas kegiatan yang diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kemudian, membuat
setiap pembaca memahami dan tertarik terhadap isu persaingan
usaha. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dorongan dan masukan kepada pemerintah dan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengambil kebijakan dengan tepat
dalam kasus praktik monopoli PGN tersebut.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian
hukum normatif. Penelitian hukum normatif (normative legal research)
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian
perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap suatu
permasalahan hukum tertentu.4
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
pendekatan perundang-undangan (statutory approach) dan pendekatan

4
Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta,
2003), h., 56.
9

kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan (statutory


approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah Undang-
Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang akan
diteliti.5
Pendekatan kasus (case approach) adalah pendekatan yang
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan (Library research) dan dokumentasi yang dimana data
diperoleh dengan cara meneliti dokumen-dokumen hukum yang
berhubungan dengan objek yang akan diteliti oleh peeliti yaitu seperti
putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Nomor
09/KPPU-L/2016, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan
Nomor 02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt, putusan Mahkamah Agung
dengan Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018, dan buku-buku atau literatur
yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis,
yaitu:
a. Sumber data primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli. Sumber data yang digunakan dalam tulisan ini
adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Pratek Monopoli
Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, putusan Perkara Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 09/KPPU-L/2016,
perkara putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor

5
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Prenada Media, 2008), h., 93.
10

02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Jkt.Brt. dan putusan Mahkamah Agung


Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 serta Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir
Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa,
Peraturan Komisi Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 5 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pasal 50 Huruf a Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Persaingan
Usaha (KPPU) Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu suatu sumber data yang dapat
memberikan penjelasan terhadap data primer, yang berupa hasil
penelitian dan buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum yang
berkaitan dengan permasalahan tersebut.
c. Sumber data tersier
Sumber data tersier yang terdiri dari kamus, ensiklopedia, koran,
majalah dan situs internet.
5. Metode Analisis Data
Adapun metode yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis
datanya adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis
adalah apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan
secara tertulis, selain itu memberikan gambaran secara umum tentang
suatu gejala dan menganalisisnya. 6 Peneliti akan menganalisis putusan
KPPU, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan putusan Mahkamah
Agung dengan menggambarkan dan menjelaskan fakta-fakta yang telah
ada.

6
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h., 56.
11

6. Metode Penulisan
Metode penulisan mengacu kepada buku pedoman penulisan
skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017
yang berdasarkan kaidah-kaidah penulisan yang telah ditetapkan oleh
fakultas.
E. Sistematika Penulisan
Secara ringkas, sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini peneliti memaparkan tentang
Latar Belakang, Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian
serta Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MONOPOLI DALAM HUKUM
PERSAINGAN USAHA. Pada bab ini berisikan tentang
pengertian monopoli, konsep monopoli dan tinjauan (review)
kajian terdahulu yang berkaitan dengan perkara praktek
monopoli.
BAB III MONOPOLI PADA PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA.
Pada bab ini berisikan tentang profil dari PT. Perusahaan Gas
Negara (PGN) dan Kronologi Kasus.
BAB IV ANALISIS HUKUM PRAKTIK MONOPOLI PADA PT.
PERUSAHAAN GAS NEGARA. Pada bab ini akan
dipaparkan hasil penelitian yakni tentang dasar pertimbangan
majelis komisi pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah
Agung atas praktik monopoli oleh PT. Perusahaan Gas Negara
(PGN) dan analisis praktik monopoli dalam hukum persaingan
usaha.
BAB V PENUTUP. Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan
saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi,
maka peneliti menarik beberapa kesimpulan dari hasil
penelitian ini untuk menjawab dari rumusan masalah, serta
memberikan saran-saran yang memang dianggap perlu.
BAB II
TINJAUAN UMUM MONOPOLI
DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Monopoli
Pada dunia bisnis sering terjadi yang namanya persaingan. Untuk
menjaga persaingan agar tetap sehat maka diperlukan seperangkat hukum
yang mengatur tentang etika berbisnis yang baik. Terhadap kegiatan
bisnis, persaingan curang merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari
oleh pelaku usaha. Suatu persaingan pada satu pihak dapat memberikan
keuntungan dan di lain pihak dapat menimbulkan kerugian. Dengan
demikian persaingan ada 2 (dua) macam, yaitu : persaingan jujur atau
sehat dan persiangan tidak wajar atau melawan hukum. Persaingan jujur
dilindungi oleh hukum, sedangkan persaingan curang merupakan
perbuatan melawan hukum. 1
Persaingan terjadi apabila ada beberapa orang pengusaha yang
bergerak dalam bidang usaha yang sama atau sejenis. Bersama-sama
menjalankan perusahaan dalam daerah operasi (pemasaran yang sama),
masing-masing berusaha semaksimal mungkin melebihi yang lain untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.2 Persaingan curang atau tidak
jujur merupakan titik awal persaingan melawan hukum. Salah satu
kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 adalah Monopoli.
Monopoli merupakan suatu permasalahan yang menjadi perhatian
utama dalam setiap pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha.
Monopoli itu sendiri sebetulnya bukan merupakan suatu kejahatan atau

1
Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana, Pengantar Hukum Bisnis Dalam Perspektif
Teori Dan Praktiknya Di Indonesia, (Jakarta : Jala Permata Aksara, 2017), h., 97.
2
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Cet.14, ( Jakarta : Djambatan, 2007),
h., 134.

12
13

bertentangan dengan hukum, apabila diperoleh dengan cara-cara yang


fair dan tidak melanggar hukum. Oleh karenanya monopoli itu sendiri
belum tentu dilarang oleh hukum persaingan, akan tetapi justru yang
dilarang adalah perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang memiliki
posisi monopoli yang menggunakan kekuatannya di pasar bersangkutan
biasa disebut sebagai praktik monopoli. Suatu perusahaan dikatakan telah
melakukan praktik monopoli jika pelaku usaha tersebut mempunyai
kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain dalam
pasar, dan syarat kedua, pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau
mempunyai tujuan untuk melakukannnya.3
Pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1999, menyebutkan bahwa monopoli adalah penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha. Secara etimologi,
kata monopoli berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yaitu monos yang berarti sendiri dan polein yang berarti penjual.
Monopoli dapat diartikan sebagai penjual tunggal. Secara sederhana,
pengertian monopoli dapat berarti sebagai sutu kondisi dimana hanya ada
satu penjual yang menawarkan suatu barang atau jasa. 4
Menurut Black’s Law Dictionary, Monopoli diartikan sebagai a
privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or
companies, consisting in the exclusive right (or power) to carry on a
particular business or trade, manufacture a particular article, or control
the sale of the whole supply of particular commodity. Berbeda dari
definisi yang sudah diberikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara langsung menunjuk pada

3
Hal ini pernah disampaikan oleh Hakim Douglas dalam perkara: US v Griffith 334 U.S.
100. (Terdapat dalam buku Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia).
4
Hermansyah, Pokok-Pokok Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2008), h., 14.
14

penguasaan pasar, dalam pengertian Black’s Law Dictionary lebih


menekankan kepada adanya suatu “hak istimewa” (privilege) yang
menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan
menciptakan penguasaan pasar. 5
Berdasarkan kamus Ekonomi Collins yang dimaksud dengan
monopoli adalah salah satu jenis struktur pasar yang mempunyai sifat-
sifat bahwa satu perusahaan dengan banyak pembeli, kurangnya produk
substitusi atau pengganti serta adanya pemblokiran pasar (barrier to
entry) yang tidak dapat dimasuki oleh pelaku usaha lain. 6
Pengertian monopoli secara umum adalah jika ada satu pelaku
usaha (penjual) ternyata merupakan satu-satunya penjual bagi produk
barang dan jasa tertentu, dan pada pasar tersebut tidak terdapat produk
substitusi terdekat (pengganti). Akan tetapi karena perkembangan jaman,
maka jumlah satu (dalam kalimat satu-satunya) kurang relevan dengan
kondisi riil di lapangan, karena ternyata banyak usaha industri yang
terdiri lebih dari satu perusahaan mempunyai perilaku seperti monopoli. 7
Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku mempunyai kontrol
eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa disuatu pasar dan demikian
juga terhadap penentuan harganya. Karena dalam pasar terdapat transaksi
pembelian di samping penjualan. Dengan tidak adanya pesaing monopoli
merupakan pemusatan kekuatan pasar disatu tangan, bila disamping

5
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, (Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 2002), h., 13.
6
Elyta Ras Ginting, Hukum Antimonopoli Indonesia: Analisis Dan Perbandingan Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), h., 19.
7
Monopoli tidak hanya terjadi pada sisi penawaran (supply) saja, tetapi ada juga monopoli
pada sisi permintaan (demand) yang kemudian disebut sebagai monopoly of demand (monopsoni),
dan monopoly of demand ini hanya terdapat pada pihak penerima barang dan jasa atau penerima
pasokan/pembeli tunggal. Disamping itu monopoli juga dapat dilakukan oleh suatu kelompok
pelaku usaha (a group of sellers) yang secara bersama-sama membuat keputusan tentang produksi
maupun harga. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian monopoli ini dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, monopoli sebagai suatu struktur pasar, monopoli dapat pula dipakai untuk
menggambarkan suatu posisi dari pelaku usaha dan monopoli dipakai untuk menggambarkan
kekuatan pelaku usaha untuk menguasai penawaran, menentukan dan memanipulasi harga.
15

kekuatan tunggal itu ada pesaing-pesaing lain namun perannya kurang


berarti, pasarnya bersifat monopolistis. Karena pada kenyataannya
monopoli sempurna jarang ditemukan, dalam praktiknya sebutan
monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar
pasar. Secara lebih longgar pengertian monopoli juga mencakup struktur
pasar dimana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang
begitu dominan maka dari segi praktis, pemusatan kekuatan pasar
sesungguhnya ada di satu pelaku saja. 8
Menurut pedoman pasal 17 dalam Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2011 dalam perkembangannya
pengertian monopoli sebagai satu penjual sudah tidak relevan lagi.
Pengertian monopoli saat ini lebih mengarah kepada pengertian dilihat
dari sisi perilaku. Berdasarkan perkembangan yang terjadi, meskipun di
dalam suatu pasar atau industri terdapat beberapa pelaku usaha, tetapi
jika ada satu pelaku usaha yang memiliki perilaku seperti monopoli maka
dapat dikatakan perusahaan tersebut memiliki posisi monopoli yang
dapat menimbulkan praktik monopoli.
Monopoli memiliki perbedaan pengertian dengan praktek
monopoli. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999 menyebutkan bahwa praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Pemusatan kekuataan ekonomi adalah
penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih
pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.
Pengertian lain tentang praktek monopoli yang menurut L. Budi
Kagramanto menyebutkan bahwa praktek monopoli menurut pengertian
Sherman Act ini adalah tindakan yang dilakukan oleh monopoli
(monopoly power) atas suatu pasar produk dan atau pasar geografis

8
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h., 8.
16

tersebut.9 Dengan demikian kata “monopoli” berarti kondisi penguasaan


atas produksi dan pemasaran oleh satu kelompok satu pelaku usaha
tertentu. Sedangkan praktek monopoli menekankan pada pemusatan
kekuasaan sehingga terjadi kondisi pasar yang monopoli. 10
2. Konsep Monopoli
Pada persaingan usaha yang sehat dan adil, dapat membantu
meningkatkan kualitas dari suatu produk barang dan/atau jasa yang
dihasilkan oleh pelaku usaha, dengan harga yang dapat dijangkau oleh
konsumen.11 Namun, pada kenyataanya di balik praktik usaha yang jujur
dan adil, terdapat berbagai pelanggaran terhadap persaingan usaha yang
tidak sehat dan dapat merugikan konsumen seperti Monopoli. Pada
hukum persaingan usaha, Monopoli termasuk dalam kegiatan yang
dilarang menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999. Selain monopoli, kegiatan yang dilarang juga meliputi :
1. Monopsoni adalah pantulan cermin dari monopoli, apabila
monopolis memaksa harga jual dengan melakukan pembatasan
produksi maka monopsonis akan melakukan kebalikannya yaitu
memaksa harga jual menjadi sedemikan rendah dengan membatasi
pembelian.12
2. Penguasaan pangsa pasar adalah kegiatan yang dilarang karena dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat.
3. Jual Rugi (Predatory Pricing) adalah suatu strategi penetapan harga
oleh pelaku usaha untuk menyingkirkan pesaingnya dari pasar

9
L. Budi Kagramanto, Mengenal Hukum Persaingan Usaha : Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, (Surabaya : Laros, 2008), h., 182.
10
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, h., 16.
11
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha, h., 223
12
Robert J. Thornton, Retrospectives How Joan Robinson and B. L. Hallward, Named
Monopsony, Journal of Economic Perspectives Vol. 18, Number 2- Spring 2004, h., 257-261.
17

bersangkutan dalam upaya mempertahankan posisinya sebagai


monopolis atau dominan.13
4. Persekongkolan adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh
pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.14
Selanjutnya, akan dibahas lebih dalam mengenai salah satu
kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 yaitu Monopoli. Monopoli merupakan salah satu
jenis struktur pasar yang sangat bertentangan dengan pasar persaingan
sempurna yang mana hanya ada satu penjual saja. Pasar adalah suatu
institusi yang pada umumnya tidak benwujud secara fisik dan yang
mempertemukan penjual dan pembeli suatu barang. 15 Individu-individu
dalam perekonomian adalah pemilik faktor-faktor produksi, mereka
menawarkan faktor-faktor produksi tersebut memperoleh pendapatan dan
pendapatan tersebut akan digunakan untuk membeli barang dan jasa.
Interaksi diantara pembeli dan penjual faktor-faktor produksi diberbagai
pasar akan menentukan harga dan kuantitas barang dan jasa yang akan
diperjual belikan. Sedangkan struktur pasar (market structure) adalah
karakteristik yang mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan yang
beroperasi dalarn pasar tersebut.16

13
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,
2013), h., 442.
14
Suhasril dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h., 138
15
Sukirno Sadono, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, (Jakarta : Grafindo Persada,2001), h.,
24.
16
Agus Maulana, Pengantar Mikro Ekonomi Jilid 2 Edisi Kesepuluh, (Jakarta : Bina Rupa
Aksara), h., 16.
18

Monopoli yang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 5 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama ; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
Menurut Peraturan Komisi Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun
2011 menyebutkan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan monopoli untuk menentukan, menetapkan dan
mengendalikan harga di pasar serta membatasi atau menghilangkan
pesaing nyata (exclude competitor) yang akan masuk dalam wilayah
perusahaan tersebut disebut sebagai kekuatan monopoli (monopoly
power). Strategi yang dibuat oleh perusahaan tersebut merupakan
perwujudan dari sebuah kekuatan monopoli sebagai upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan posisi monopoli disebut sebagai
praktek monopoli. Pelaku usaha akan membuat berbagai macam strategi
agar perusahaannya tetap pada posisi yang menguntungkan. Upaya yang
dilakukan oleh pelaku usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan
posisi monopoli yaitu dengan cara mengurangi atau menghilangkan
tekanan persaingan dari pelaku usaha pesaing yang lain, baik pesaing
nyata (existing competitor) maupun pesaing potensial (potential
competitor).
19

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 khususnya Pasal 17 Ayat (2)


huruf c yang menyatakan bahwa “Pelaku usaha patut diduga atau
dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) : Apabila satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.
Maka, praktik monopoli telah terjadi di kalangan pelaku usaha
sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kuatnya penguasaan pangsa
pasar dari beberapa pelaku usaha tersebut, adalah bentuk nyata dari
kuatnya posisi dominan dan tawar-menawar (bargaining position) para
pelaku usaha, karena para pelaku usaha pesaing kurang dapat bersaing
untuk pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa di pasaran yang
bersangkutan.17
Hal ini sesuai dengan pengertian menurut Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 bahwa “Posisi
dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang dan jasa tertentu”.
Dominasi atas pasar yang terhubung dengan beberapa pelaku usaha
yang menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pasar satu jenis
barang tersebut, begitu erat sekali kaitannya dengan ketentuan Pasal 25
ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa: “Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana
dimaksud ayat (1) apabila : Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu
17
Tommo Gunawan, Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Terlarang Dalam Hukum
Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999, Vol. V/No. 6/Ags/2016, h., 94.
20

jenis barang atau jasa tertentu dan dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau
lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.18
Menurut pedoman pasal 17 dalam Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 20011 menyebutkan bahwa pasal-
pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
yang terkait dengan Pasal 17 yaitu Pasal 25. Berdasarkan isi Pasal 17
ayat (2) huruf c, posisi monopoli tidak berarti perusahaan merupakan
satu-satunya pelaku usaha di pasar bersangkutan. Posisi dominan yang
dimiliki pelaku usaha juga merupakan bentuk lain dari pengertian posisi
monopoli. Maka, pengaturan dalam Pasal 17 akan terkait dengan
pengaturan pasal 25 tentang posisi dominan. Aspek penguasan pasar
sebagai prasyarat untuk mengontrol tingkah laku dari pelaku usaha yang
berkuasa dalam pasar berperan penting dalam sejumlah peraturan hukum
anti monopoli.
Selain itu apabila sebuah perusahaan melakukan praktik monopoli
dengan menggunakan kekuatan pasar dan posisi dominannya, berarti
telah terjadi penyalahgunaan posisi dominan yang dimilikinya. Maksud
dari penyalahgunaan posisi dominan berarti proses, cara, perbuatan
menyelewengkan kedudukan yang bersifat sangat menentukan karena
memiliki kekuasaan atau pengaruh (dalam kegiatan ekonomi). Konsep
pokok penyalahgunaan posisi dominan adalah adanya pelaku usaha yang
memiliki posisi dominan di pasar bersangkutan dan adanya perilaku
usaha tertentu (penyalahgunaan) yang mendistorsi pasar bersangkutan
dengan dominasi tersebut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, melarang penyalahgunaan posisi dominan, yang meliputi :19

18
Tommo Gunawan, Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Terlarang Dalam Hukum
Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999, h., 94.
19
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, h., 402.
21

1. Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang


bersaing.
2. Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi.
3. Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar.
4. Jabatan rangkap.
5. Pemilikan saham.
6. Larangan seperti penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
badan usaha yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.

Produsen atau pemasok yang berada pada posisi monopoli tidak


dengan mudah akan memberdayakan kekuatan monopoli-nya. Oleh
karena itu, perusahaan yang berada pada posisi monopoli tidak semuanya
dikatakan melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan Pasal 17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999, kecuali
apabila perusahaan tersebut menyalahgunakan posisi monopoli yang
dimiliki (abuse of monopoly) oleh perusahaan untuk melakukan praktek
monopoli sebagai upayanya mempertahankan dan meningkatkan posisi
monopoli. Maka apabila perusahaan atau pelaku usaha tersebut
menyalahgunakan posisi yang dimilikinya, akibatnya perusahaan tersebut
dapat dikatakan melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan Pasal
17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.20
Sebuah perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya
hambatan (barriers to entry) bagi perusahaan lain untuk memasuki
industri yang bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya, bahwa hambatan
masuk dikelompokkan menjadi hambatan teknis (technical barriers to
entry) dan hambatan legalitas (legal barriers to entry).21

20
Peraturan Komisi Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 17
(Praktek Monopoli) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
21
Prahtama Rahardja dan Mandala Manulang, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar,
(Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1999), h., 231-232.
22

1. Hambatan teknis (technical barriers entry)


Ketidakmampuan bersaing secara teknis menyebabkan
perusahaan-perusahaan lain sulit bersaing dengan perusaham yang
sudah ada (existing firm). Keunggulan secara teknis ini disebabkan
oleh perusahaan memiliki kemampuan dan pengetahuan khusus yang
memungkinkan untuk berproduksi secara sangat efisien.
2. Hambatan juridis (legal barriers to entry)
a. Undang-undang dan hak khusus
Tidak semua perusahaan mempunyai kekuatan monopoli
karena kemampuan teknis. Pada kehidupan sehari-hari kita
menemukan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien akan
tetapi memiliki daya monopoli. Hal itu didapat karena secara
hukum mereka diberi hak monopoli. Di Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) banyak memiliki kekuatan monopoli
karena undang-undang. Berdasarkan undang-undang tersebut
mereka memilki hak khusus untuk mengelola industri tertentu.
b. Hak paten atau hak cipta
Tidak semua monopoli berdasarkan hukum atau undang-
undang mengakibatkan efisiensi. Hak paten dan hak cipta adalah
monopoli yang berdasarkan hukum karena mempunyai
kemampuan pengetahuan khusus yang menciptakan daya
monopoli secara teknik.

B. Kerangka Teoritis
1. Monopoly by law
Berdasarkan landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik
Indonesia yakni menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), seputar monopoli ini
bukanlah suatu hal yang baru karena UUD 1945 itu sendiri memuat
aturan tentang monopoli, seperti diatur dalam Pasal 33 dan merupakan
suatu hak monopoli oleh negara, karena memang dikehendaki oleh
23

hukum, sehingga timbullah apa yang disebut sebagai “monopoly by law”


adalah monopoli yang terjadi karena diperbolehkan oleh Undang-undang.
Pada pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menghendaki
adanya monopoli negara untuk menguasai bumi dan air berikut kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya. Pada umumnya hal ini terkait dengan
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara, asalkan diatur dalam undang-undang dan diselenggarakan oleh
BUMN atau badan dan/atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah.
Salah satu materi pembahasan penting menyangkut Pasal 33 UUD
1945 ini adalah berkaitan dengan hak monopoli oleh negara atau
pemerintah, yang menurut Mashudi dan Kuntana Magnar disimpulkan
mengenai penguasaan, semacam pemilikan oleh negara, artinya negara
melalui pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk
menentukan hak, wewenang atasnya, termasuk bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, mengatur dan mengawasi
penggunaan dan pemanfaatan, serta dalam penyertaan modal dan dalam
bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha tertentu.22
Menurut UUD 1945, sektor yang menguasai hajat hidup orang
banyak seperti perlistrikan, air minum, kereta api dan sektor-sektor lain
yang karena sifatnya yang memberi pelayanan untuk masyarakat
kemudian dilegitimasi untuk dimonopoli dan tidak diharamkan.23
Menurut Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11
Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli)
menyebutkan bahwa monopoli yang diperoleh melalui peraturan
perundang-undangan, yaitu:
22
Mashudi dan Kuntana Magnar, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu
Negara, (Bandung : Mandar Maju, 1995), h., 71-72.
23
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers,
1999), h., 5.
24

1) hak atas kekayaaan intelektual


2) hak usaha eksklusif, yaitu hak yang diberikan oleh Pemerintah
kepada pelaku usaha eksklusif, yaitu yang diberikan oleh Pemerintah
kepada pelaku usaha tertentu yang tidak didapatkan oleh pelaku
usaha yang lain, misalnya agen tunggal, importir tunggal, pembeli
tunggal. Pada umumnya hal ini terkait dengan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang
banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara,
asalkan diatur dalam undang-undang dan diselenggarakan oleh
BUMN atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah.

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu


Peneliti melakukan penelurusan terhadap penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini, penelitian tersebut diantaranya:
1. Skripsi dengan judul “Praktik Monopoli Dalam Verifikasi Teknis Impor
Gula (Analisis Putusan Perkara Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Nomor 08/KPPU-I/2005 Oleh PT. Surveyor Indonesia Dan PT.
Superintending Company Of Indonesia” oleh M Ariq Rizky Siregar,
NIM 1112048000012, Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2016. Perbedaan pada skripsi tersebut terdapat dalam analisisnya yang
membahas mengenai akibat hukum yang diterima dari tindakan PT.
Surveyor Indonesia dan PT. Superintending Company Of Indonesia
ditinjau dari aspek hukum positif dan kekuatan hukum dari putusan
perkara KPPU Nomor 08/KPPU-I/2005. Sedangkan skripsi ini
menjelaskan tentang pelanggaran pasal 17 kasus praktek monopoli yang
dilakukan oleh PGN serta menganalisis dasar pertimbangan majelis
komisi pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, hakim pada Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung atas praktek monopoli oleh
PGN dan analisis hukum praktik monopoli oleh PGN.
25

2. Buku yang berjudul “Hukum Anti Monopoli” yang ditulis oleh Suyud
Margono tahun 2013. Dalam buku ini dijelaskan secara komperhensif
mengenai monopoli yang menjelaskan tentang kegiatan yang dilarang
yang berkaitan dengan skripsi peneliti.
3. Jurnal dengan judul “Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha
Terlarang Dalam Hukum Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999” oleh
Tommo Gunawan, NIM 090711378, Fakultas Hukum, Universitas Sam
Ratulangi tahun 2016. Jurnal ini menjelaskan tentang instrumen hukum
perundangan mengatur dan melarang praktik monopoli dalam persaingan
usaha di Indonesia dan jenis monopoli pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dapat berpindah setelah proses privatisasinya. Sedangkan
skripsi ini menjelaskan tentang kasus praktik monopoli oleh PGN serta
menganalisis dasar pertimbangan majelis komisi pada Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan
Mahkamah Agung atas praktik monopoli oleh PGN dan jurnal ini
memiliki keterkaitan dengan pertimbangan hakim pada Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung atas perkara praktik
monopoli oleh PGN serta konsep monopoli dalam hukum persaingan
usaha.
BAB III
MONOPOLI PADA PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA

A. Profil PT. Perusahaan Gas Negara (PGN)


1. Sejarah Singkat PT. Perusahaan Gas Negara
PT. Perusahaan Gas Negara atau yang sering disebut PGN dengan
kode transaksi dalam perdagangan Bursa Efek Indonesia “PGAS”.
Perusahaan tersebut berawal dari perusahaan swasta Belanda yang
bernama Firma L.J.N Eindhoven dan Co. Gravenhage pada tahun 1859.
Pada tahun 1863, pada saat diambil alih oleh pemerintah Belanda,
perusahaan diberi nama NV. Netherland Indische Gas Maatschapij
(NIGM). Pada tahun 1950 Pemerintah Belanda mengoperasikan 11
pabrik gas dan 33 pembangkit listrik, karenanya menggabungkan
NIGM dan perusahaan listrik Pemerintah Belanda dan mengubah nama
perusahaan menjadi Nv Overzeese Gas En Electriciteit Maatschappij
(NV OGEM). Kemudian, Pada tahun 1958, saat diambil alih oleh
Pemerintah Republik Indonesia nama Perusahaan diganti, menjadi BPU
– PLN pada tahun 1961.
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 1965, PGN ditetapkan sebagai Perusahaan Negara.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1984,
perseroan berubah status hukumnya Perusahaan Negara (PN) menjadi
perusahaan umum (perum). Setelah itu,status Perusahaan diubah dari
Perum menjadi PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Perubahan status
perseroan diiringi dengan penambahan ruang lingkup usaha yang lebih
luas yaitu selain di bidang distribusi gas bumi juga di bidang transmisi,
dimana PGN berfungsi sebagai transporter. Pada tahun 2003,
Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pegawas Pasar
Modal untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada
masyarakat Sejak itu nama resmi Perusahaan menjadi PT. Perusahaan
Gas Negara (persero) Tbk. Saham Perusahaan telah dicatatkan di Bursa

26
27

Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003
dengan kode transaksi perdagangan “PGAS”.
Pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, Pembentukan anak
usaha PT. PGAS Telekomunikasi Nusantara, PT. PGAS Solution, PT.
Saka Energi Indonesia, PT. Gagas Energi Indonesia dan PT. PGN LNG
Indonesia. Pada tahun 2016, PGN memulai pembangunan dan
pengelolaan proyek jaringan gas bumi rumah tangga di wilayah Batam,
Surabaya dan Tarakan, setelah sebelumnya ditahun 2015 ditugaskan
mengelola jaringan di 11 wilayah. PGN melakukan transformasi
organisasi bersama anak dan afliasi dalam bentuk ONE PGN,
mengukuhkan langkah ke tahapan selanjutnya menuju perusahaan kelas
dunia di bidang gas. Kemudian, PT Perusahaan Gas Negara Tbk Pada
tanggal 11 April 2018, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 1965, Pemerintah mengalihkan 56,96% saham seri B kepada PT
Pertamina (Persero), Sejalan dengan inisiatif pembentukan Holding
Migas dan PGN sebagai Subholding Gas.
2. Visi Dan Misi
PGN terus memperkuat pondasi dan bertransformasi dari
perusahaan transmisi dan distribusi gas bumi menjadi penyedia solusi
energi terintregasi, yang mendorong pemanfaatan gas bumi untuk
kebutuhan masyarakat dan industri.
Visi
Menjadi perusahaan energi kelas dunia di bidang gas pada tahun 2020.
Misi
Melakukan nilai tambah perusahaan bagi stakeholders melalui :
a. Pelanggan : Solusi pemenuhan kebutuhan energi yang aman,
bernilai tambah, ekonomis dan meningkatkan daya saing.
b. Masyarakat : Peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan melalui kemandirian energi dan upaya
konservasi lingkungan.
28

c. Pemegang Saham atau Investor : Penciptaan nilai perusahaan yang


optimal dan berkelanjutan melalui sinergi internal dan eksternal. 1
3. Bidang Usaha
a. Kegiatan usaha
Kegiatan usaha PGN adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan pengembangan
usaha hilir bidang gas bumi yang meliputi kegiatan pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan niaga;
2) Melakukan sebuah perencanaan, pembangunan, pengembangan
produksi, penyediaan, penyaluran dan distribusi gas buatan (gas
hidrokarbon);
3) Selain kegiatan usaha utama, PGN dapat melakukan kegiatan
usaha penunjang lain yang berkaitan langsung dan/atau yang
mendukung kegiatan usaha utama sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. Produk atau jasa yang dihasilkan
PGN sebagai perusahaan yang bergerak di bidang hilir gas bumi
yang melakukan kegiatan usaha di bidang transmisi dan distribusi
niaga gas bumi. Pada bidang distribusi transmisi gas bumi, PGN
memiliki jaringan pipa transmisi di Provinsi Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan Provinsi Jawa Tengah
untuk menghubungkan lokasi sumber gas bumi dengan lokasi
pengguna akhir gas bumi melalui moda pipa transmisi.
Pada bidang niaga gas bumi, PGN membeli gas bumi dari
berbagai produsen gas bumi yang kemudian dijual ke berbagai
segmen pengguna akhir gas bumi, mulai dari pelanggan rumah
tangga, pelanggan kecil, pelanggan komersial dan industri,
pembangkit listrik hingga ke sektor transportasi baik melalui moda
pipa distribusi gas, CNG maupun LNG.

1
https://pgn.co.id/tentang-kami diakses pada tanggal 12 April 2018, pukul 17.00 WIB
29

c. Bisnis Unit Utama


Bisnis unit utama pada PGN yang pertama adalah GTA (Gas
Transportation Agreement) pada bidang bisnis transportasi gas bumi,
PGN menyediakan fasilitas atau infrastruktur yang dapat
dimanfaatkan oleh pemilik gas (shipper), sehingga gas dapat
dialirkan secara mana dan handal. Yang kedua adalah GSA (Gas
Sales Agreement) pada bidang niaga gas bumi, PGN membeli gas
bumi dari berbagai produsen gas bumi yang kemudian dijual ke
berbagai segmen pengguna akhir gas bumi, mulai dari pelanggan
rumah tangga, pelanggan komersial dan industri, pelanggan
pembangkit listrik hingga ke sektor transportasi baik melalui moda
pipa distribusi gas, CNG maupun LNG. Yang ketiga adalah oil and
gas production, pada bidang usaha di hulu minyak dan gas bumi,
PGN melalui SAKA Energi mengelola 10 (Sepuluh) wilayah kerja
domestik dan 1 (satu) wilayah kerja internasional. Kemudian, bisnis
unit utama yang terakhir merupakan bidang bisnis lainnya meliputi
jasa enginering dan kontruksi berkualitas industri minyak dan gas
bumi, pengelolaan properti dan fasilitas pendukung, layanan jaringan
telekomunikasi yang handal, serta penyediaan tenaga kerja yang ahli
dibidangnya dikelola oleh anak perusahaan.2
d. Pembagian Wilayah Usaha
Wilayah usaha PGN dibagi menjadi 4 (empat) wilayah geografis
Strategic Business Unit (SBU) yaitu SBU distribusi wilayah I Jawa
Barat, SBU distribusi Wilayah II Jawa Bagian Timur, SBU
Distribusi Wilayah III, dan SBU transmisi.
SBU distribusi wilayah I Jawa Barat meliputi area Palembang,
area Lampung, area Banten, area Tangerang, area Jakarta, area
Bogor, area Bekasi, area Karawang, dan area Cirebon. SBU
distribusi wilayah II meliputi Jawa bagian timur meliputi area
2
ir.pgn.co.id /static-files/7278a212-9c4d-48ea-86eb-f653b2563927 Laporan Tahunan PGN
Tahun 2018, diunduh pada tanggal 13 April 2018, pukul 13.00 WIB.
30

Gresik-Surabaya, area dari Sidoarjo-Mojokerto, area Pasuruan-


Probolinggo. SBU distribusi wilayah III meliputi area Medan, area
Pekanbaru dan area Kepulauan Batam. Kemudian, SBU transmisi
meliputi Sumatera Selatan-West Java Jawa (SSWJ) I Grissik-
Bojonegoro, (SSWJ II) Grissik-Muara Bekasi dan transmisi gas
Sumatera Utara.

B. Kronologi Kasus di Komisi Pengawas Persaingan Usaha


Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam hal ini sebagai lembaga
pengawas persaingan usaha di Indonesia menduga adanya praktik monopoli
yang dilakukan PT Perusahaan Gas Negara sebagai terlapor. Monopoli yang
dilakukan oleh PGN merupakan salah satu kegiatan yang dilarang menurut
Undang-Undang Republik Indoneisa Nomor 5 Tahun 1999. Berawal dari
permasalahan pendistribusian gas industri yang dikeluhkan oleh kalangan
industri, utamanya terkait segi pasokan yang tidak mencukupi dan harga yang
melambung tinggi. Pelaku usaha di Sumatera Utara yang dapat memasok gas
bumi menggunakan pipa adalah PGN. Dengan demikian maka PGN
merupakan satu-satunya pemasok gas melalui pipa pada konsumen industri di
Area Medan. Objek perkara adalah kenaikan harga gas industri pada kurun
waktu Agustus-November 2015 yang ditetapkan oleh PGN. Bahwa kenaikan
harga untuk gas industri tersebut ditetapkan secara sepihak oleh PGN tanpa
mempertimbangkan kemampuan daya beli konsumen gas dalam negeri. 3
Pada kenaikana harga gas oleh PGN, terkait dasar hukum dan dasar
kewenangan penetapan harga, dalam putusan KPPU menyebutkan bahwa
menurut pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi menyebutkan bahwa “harga
bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Namun, pasca dari putusan
Mahkamah Konstitusi melalui peraturan pemerintah nomor 30 tahun 2009

3
Terdapat dalam putusan KPPU Nomor 09/KPPU-L/2016.
31

yang menyebutkan bahwa “harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur
dan/atau ditetapkan oleh pemerintah”. Pemerintah melalui Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 21 Tahun 2008, mengatur bahwa
gas bumi yang termasuk ke dalam kategori bahan bakar umum, penetapan
harganya ditetapkan oleh badan usaha. Demikian juga berdasarkan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 Kegiatan
Usaha Gas Bumi melalui Pipa, pemerintah mengatur bahwa penetapan harga
jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna umum ditetapkan oleh badan
usaha.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 21 Tahun
2008 Tentang Pedoman Penetapan Harga Jual Bahan Bakar Minyak dan Gas
Bumi dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa menyebutkan
bahwa penetapan harga gas bumi yang ditetapkan oleh badan usaha harus
memenuhi kemampuan daya beli konsumen dalam negeri, kesinambungan
penyediaan dan pendistribusian dan tingkat keekonomian dengan marjin yang
wajar.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana diuraikan di
atas, dapat disimpulkan bahwa PGN merupakan badan usaha niaga gas bumi
melalui pipa yang berwenang menetapkan harga gas bumi pada bulan
Agustus-November 2015.
Berdasarkan karakteristik, fungsi dan harganya, gas bumi yang
disalurkan melalui pipa tidak memiliki substitusi dekat dengan produk
lainnya. Pemilihan bahan bakar tidak dapat dipertukarkan secara mudah dari
jenis bahan bakar yang satu ke bahan bakar yang lain karena pertimbangan
karakteristik alat yang digunakan maka diperlukan modifikasi peralatan untuk
bahan bakar tertentu, terlebih lagi produk PGN menggunakan pipa dalam
penyalurannya sehingga tidak dapat dilakukan penggantian bahan bakar.
Tidak adanya barang substitusi dan tidak adanya barang alternatif pemasok
lain mengakibatkan konsumen tidak memiliki pilihan pada saat PGN
menetapkan harga secara sepihak.
32

Kemampuan untuk menaikan harga tersebut terjadi karena hanya PGN


yang menjadi pelaku usaha atas pemasaran gas melalui pipa di area Medan
Sumatera Utara. Posisi monopoli yang dimiliki oleh PGN memberikan posisi
tawar (bargaining position) yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen
seperti yang tercantum dalam perjanjian jual beli gas (PJBG) (selanjutnya
disebut PJBG) yang tidak seimbang sehingga merugikan konsumen gas.
Praktik monopoli yang dilakukan oleh PGN mengakibatkan penyalahgunaan
posisi dominan serta telah menimbulkan penurunan kesejahteraan konsumen
dimana terjadi peningkatan biaya produksi yang mengakibatkan peningkatan
harga produk. Peningkatan harga produk tersebut mengakibatkan penurunan
produktifitas perusahaan dan penurunan daya saing perusahaan terhadap
pesaing. Tingginya harga yang harus dibayar oleh konsumen menyebabkan
penurunan kesejahteraan total konsumen dan produsen.
Dampak harga yang excessive oleh PGN telah mengakibatkan kerugian
yang dialami oleh konsumen pada pasar bersangkutan yaitu Rp.
11.923.848.707 (Sebelas Milyar Sembilan Ratus Dua Puluh Tiga Juta
Delapan Ratus Empat Puluh Ribu Empat Ratus Tujuh Rupiah).
1. Pada tanggal 24 April 2015, PGN mengirimkan surat ke pelanggan
disampaikan secara door to door ke 54 pelanggan industri terkait
masuknya gas eks LNG. Kemudian, diketahui para pelanggan gas PGN
menyatakan tidak mampu membayar dan mengajukan keberatan secara
tertulis kepada PGN yaitu PT IntanMas Indologam, PT Universal Gloves,
PT Kedaung Medan Industrial, PT Industri Karet Deli, PT Growth
Sumatra Industry, PT Maja Agung Latexindo, PT Intan Havea Industry,
PT Indorub Nusaraya, PT Soci Mas.
2. Pada tahun 2015, PT Pertamina EP Pangkalan Susu tidak dapat
memenuhi volume pasokan gas kepada PGN sesuai kontrak sebesar 6
MMSCFD, dan hanya dapat menyalurkan sebesar 4 MMSCFD. Untuk
mengatasi kekurangan pasokan gas, PGN memutuskan untuk membeli
gas hasil regasifikasi LNG (Liquefied Natural Gas) dari PT Pertagas
33

Niaga melalui Perjanjian Jual Beli Gas pada tanggal 30 Juni 2015, yang
kemudian dialirkan pertama kali pada tanggal 1 Agustus 2015.
3. Pada tanggal 31 Juli 2015, PGN mengirimkan surat perihal informasi
penyampaian penyesuaian harga jual gas ke pelanggan.
4. Pada tanggal 1 Agustus 2015, pelanggan industri PGN menyatakan
bahwa PGN menaikkan harga gas secara sepihak melalui pemberitahuan
via email pada tanggal 31 Juli 2015 pukul 22.00. Bahwa dengan adanya
kenaikan harga gas per 1 Agustus 2015, para pelanggan menyatakan
tidak mampu membayar dan mengajukan keberatan secara tertulis
kepada terlapor. Para pelanggan merasa tidak mampu membayar karena
tingginya biaya produksi dan tidak bersaingnya produk dengan pesaing
dari daerah lain atau negara lain. Pada saat terjadinya kenaikan harga,
diketahui tidak ada pesaing potensial yang dapat masuk ke dalam pasar
bersangkutan.
5. Pada tanggal 28 Agustus 2015, diketahui PGN menyampaikan surat
kepada Menteri dan Sumber Daya Mineral. Dalam laporan PGN kepada
menteri dan sumber daya mineral, diketahui bahwa harga jual gas
eksisting PGN di area Medan ditetapkan sebesar USD 7,25/MMBTU +
Rp. 660/m3 dan berlaku mulai tanggal 1 September 2011 (setara USD
8,41/MMBTU - @ kurs Rp. 13.500/USD) sudah tidak ekonomis.
Kemudian, PGN menyesuaikan harga jual ke pelanggan menjadi Rp.
167.600/ MMBTU + Rp.750m3 (setara USD 13,85/MMBTU - @ kurs
Rp. 13.500/USD).4
6. Pada tanggal 04 April 2017, gelar perkara mulai bergulir, sidang pertama
dengan agenda pembacaan dan penyerahan salinan laporan dugaan
pelanggaran oleh tim investigator KPPU.
7. Pada tanggal 08 Mei 2017-21 Agustus 2017, diterbitkan surat keputusan
pemeriksaan lanjutan oleh majelis komisi.

4
MMBTU (Million British Thermal Unit) adalah jumlah energi panas yang dibutuhkan
untuk menaikkan 1 lb (1 pound) air sebesar 1° Fahrenheit pada tekanan.
34

8. Pada tanggal 18 Mei-26 September 2017, pemeriksaan saksi-saksi


terhadap perkara PGN dengan jumlah 23 saksi.
9. Pada tanggal 23 Agustus 2017-05 Oktober 2017, dilakukan perpanjangan
pemeriksaan lanjutan. Selama dalam agenda pemeriksaan pendahuluan
dan perpanjangan pemeriksaan lanjutan dengan agenda pemeriksaan
saksi dan ahli.
10. Pada tanggal 27 September 2017, Melaksanakan sidang komisi dengan
agenda pemeriksaan alat bukti berupa surat atau dokumen. Alat bukti
tersebut diajukan oleh pihak investigator dan terlapor. Berdasarkan alat
bukti persidangan diperoleh fakta bahwa Terlapor merupakan badan
usaha milik negara yang diberikan izin usaha niaga gas bumi melalui
pipa yang menyalurkan gas bumi di Area Medan-Sumatera Utara untuk
kebutuhan seluruh segmen pelanggan.
11. Pada tanggal 14 November 2017, Ketua majelis menyatakan terlapor
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 17 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

C. Kronologi Kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Barat


Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah menerima permohonan keberatan
atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dari PT.
Perusahaan Gas Negara dengan surat permohonannya tanggal 12 Desember
2017, yang telah terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat,
tertanggal 12 Desember 2017 dengan register perkara Nomor 02/Pdt.Sus-
KPPU/2017/PN Jkt Brt. dengan PT. Perusahaan Gas Negara disebut sebagai
pemohon dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) disebut sebagai
termohon.5
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan
bahwa PGN terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 17 Undang-

5
Terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat perkara nomor 02/Pdt.Sus-
KPPU/2017/PN Jkt Brt.
35

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999. Karena putusan yang


dijatuhkan kepada PGN tersebut, PGN mengajukan permohonan keberatan
terhadap putusan KPPU dengan dasar serta alasan hukum oleh pemohon
adalah sebagai berikut:
1. PGN secara tegas menolak seluruh hal yang dinyatakan dalam putusan
termohon keberatan, kecuali hal yang secara tegas diakui oleh pemohon
keberatan di dalam permohonan keberatan.
2. KPPU tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara, karena
KPPU menilai terkait Perjanjian jual beli gas (selanjutnya disebut sebagai
PJBG), KPPU menilai klausula baku dalam PJBG banyak merugikan
konsumen yang mana hal itu seharusnya bukan kewenangan secara
absolute dari KPPU untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
PGN menilai bahwa hal terkait PJBG itu tidak tunduk dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 karena hal ini
merupakan lingkup kewenangan dari Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
3. KPPU telah melanggar keputusan KPPU Nomor 22 KPPU/Kep/I/2009
tentang kode etik anggota KPPU, karena di dalam proses pemeriksaan
majelis komisi bersikap tidak netral dan mengarahkan saksi.
4. Majelis komisi di KPPU tidak memberikan kesempatan kepada kuasa
hukum pemohon keberatan untuk dapat mengajukan pertanyaan kepada
pemohon keberatan pada sidang pemeriksaan lanjutan, sehingga hal
tersebut menunjukkan majelis komisi tidak objektif dalam memeriksa
dan mengadili perkara tersebut.
5. Pertimbangan hukum dalam putusan KPPU tidak sesuai dengan fakta
persidangan pemeriksaan lanjutan yang disampaikan pada saat
keterangan saksi, ahli dan keterangan dari PGN.
6. KPPU telah keliru dengan menyatakan bahwa kebijakan harga gas
nasional untuk pengguna umum (bukan untuk rumah tangga, pelanggan
36

kecil, dan pengguna tertentu/khusus) ditentukan oleh badan usaha dan


bukan merupakan pengecualian dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
7. KPPU salah dalam menentukan pasar bersangkutan produk, karena
KPPU tidak menggunakan metode yang tepat dalam menentukan pasar
bersangkutan sebagaimana diatur dalam peraturan KPPU Nomor 3 Tahun
2009 Tentang Pedoman Penerapan Pasal 1 Angka 10 Tentang Pasar
Bersangkutan.
8. KPPU telah keliru menyatakan produk gas bumi yang didistribusikan
melalui pipa tidak ada substitusinya. KPPU menyatakan bahwa produk
gas bumi yang didistribusikan melalui pipa memiliki karakteristik yang
berbeda dengan bahan bakar lain seperti solar, batubara, Marine fuel Oil
(MFO), LPG, dan sebagainya.
9. KPPU menyatakan bahwa PGN telah menetapkan harga jual gas secara
berlebihan (excessive price) tanpa mempertimbangkan kemampuan daya
beli konsumen dalam negeri dalam menetapkan kenaikan harga gas
dalam kurun waktu Agustus-November 2015.
10. KPPU menyatakan bahwa PGN menyalahgunakan posisi monopolinya
dalam pembuatan PJBG dengan pelanggan industri sehingga pelanggan
industri merasa dirugikan.
11. Terhadap uraian-uraian tersebut yang telah diungkapkan oleh pemohon
keberatan, pemohon keberatan telah jelas dan nyata tidak melakukan
praktek monopoli dalam bentuk penetapan harga secara berlebih dan
penyalahgunaan posisi monopoli dalam pembuatan PJBG dengan
pelanggan.
12. Bahwa karena tidak adanya praktik monopoli yang dilakukan oleh
pemohon keberatan, maka pemohon keberatan tidak terbukti melanggar
dan memenuhi unsur pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 sebagaiman diputus oleh KPPU.
PGN memohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta yang
memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menerima dan mengabulkan
37

permohonan keberatan yang diajukan pemohon keberatan seluruhnya,


menyatakan batal demi hukum putusan KPPU Nomor 09/KPPU-L/2016
tanggal 14 November 2017 dan menyatakan PGN tidak terbukti melanggar
pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, KPPU memberikan tanggapan
terhadap materi keberatan dari pemohon keberatan adalah sebagai berikut:
1. KPPU berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999 berwenang untuk menangani perkara.
2. KPPU telah tepat dan benar dalam melaksanakan proses pemeriksaan
persidangan perkara berdasarkan prinsip audi et alteram partem.
3. Pertimbangan hukum dari KPPU dalam putusan terkait dengan PJBG
didasarkan pada fakta dan bukti yang cukup.
4. Perkara ini bukan termasuk pengecualian pasal 50 huruf a Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
5. KPPU telah tepat dan benar dalam penentuan pasar bersangkutan.
6. Pertimbangan hukum termohon keberatan telah tepat dan benar terkait
dengan harga jual gas yang berlebihan (excessive price).
Berdasarkan uraian penjelasan diatas, KPPU atau selaku termohon
keberatan menyatakan bahwa PGN dalam menetapkan kenaikan harga gas
dalam kurun waktu Agustus-November 2015 telah memperhatikan daya beli
konsumen dalam negeri dan tidak menetapkan harga jual secara berlebihan
(excesssive price) adalah bertentangan dengan fakta-fakta yang telah ada.
Sehingga terhadap permohonan keberatan oleh PGN haruslah ditolak.
KPPU menyatakan bahwa PGN bersalah melanggar pasal 17 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 dan putusan KPPU telah
tepat, baik dalam pertimbangan hukumnya maupun amar putusannya,
sehingga sangat beralasan hukum untuk majelis hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Barat menolak seluruh keberatan dari PGN terhadap putusan KPPU
38

yang termuat dalam permohonan upaya hukum keberatannya yang tercatat


dalam register Nomor. 02/Pdt/Sus-KPPU/2017/PN.Jkt.Brt.
KPPU meminta majelis hakim pengadilan Negeri Jakarta barat agar
menolak permohonan keberatan dari PGN, menyatakan menguatkan putusan
KPPU Nomor 09/KPPU-L/2016 tanggal 14 November 2017 dan menghukum
pemohon keberatan yaitu PGN membayar seluruh biaya perkara.
Kemudian, para pihak menyatakan tidak mengajukan sesuatu apapun
lagi dan meminta mohon putusan dalam perkara ini. Untuk memutus perkara
tersebut, terdapat beberapa pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat sampai pada akhirnya hakim pada Pengadilan Negeri
Jakarta Barat dalam putusannya menyatakan bahwa menerima dan
mengabulkan permohonan keberatan dari pemohon, membatalkan putusan
KPPU register perkara Nomor 09/KPPU-L/2016 dan menyatakan PGN tidak
terbukti melanggar pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1999.

D. Kronologi Kasus di Mahkamah Agung


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengajukan permohonan
kasasi ke Mahkamah Agung melawan PT Perusahaan Gas Negara. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengajukan permohonan kasasi pada
tanggal 13 Februari 2018 sesuai dengan akta pernyataan permohonan kasasi
Nomor 02/Pdt.Sus-KPPU/2018 yang telah dibuat oleh panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi
yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal
26 Februari 2018. 6
Bahwa berdasarkan memori kasasi yang diterima tanggal 26 Februari
2018 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan Mahkamah
Agung, pemohon meminta agar:
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi untuk seluruhnya;

6
Terdapat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor Nomor. 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018.
39

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat perkara Nomor


02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN Jkt.Brt, tanggal 1 Februari 2018;
Mengadili Sendiri
1. Menyatakan menguatkan putusan KPPU 09/KPPU-L/2016 tanggal 14
November 2017;
2. Menolak keberatan para termohon kasasi (dahulu para pemohon
keberatan) untuk seluruhnya;
Pada memori kasasi tersebut dapat diketahui bahwa termohon kasasi
yaitu PGN telah mengajukan kontra memori kasasi tanggal 14 Maret 2018
yang pada pokoknya menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi.
Selanjutnya, Mahkamah Agung dalam putusan Nomor. 511 K/Pdt.Sus-
KPPU/2018 menyatakan bahwa menolak permohonan kasasi dari Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), maka pemohon kasasi harus dihukum
untuk membayar biaya perkara.
BAB IV
ANALISIS HUKUM PRAKTIK MONOPOLI
PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA
DALAM PENDISTRIBUSIAN GAS NEGARA

A. Pertimbangan Majelis Komisi Dalam Putusan di Komisi Pengawas


Persaingan Usaha, Hakim di Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
dan Mahkamah Agung
Pada pertimbangan di KPPU, majelis komisi menyatakan beberapa
pertimbangan sebelum memutuskan perkara monopoli yang dilakukan oleh
PGN. Majelis komisi menyatakan penilaian dan pendapatnya pada perkara
PGN terkait pasar bersangkutan, bahwa PGN melakukan penjualan dan
penyaluran gas bumi yang disalurkan melalui pipa distribusi PGN untuk
pelanggan industri di area Medan, Sumatera Utara.
1
Pada harga yang lebih (excessive price) diketahui bahwa PGN
menaikkan harga yang berlebihan pada sehingga mengakibatkan adanya
kerugian yang diterima oleh pelanggan industri dari PGN. Kenaikan harga
tersebut tidak memperhatikan kemampuan daya beli perusahaan gas selaku
konsumen atau pelanggan gas. Majelis komisi berpendapat bahwa harga yang
berlebihan dan tidak adil terjadi ketika ada perusahaan yang memiliki posisi
dominan 2 menetapkan harga secara signifikan lebih tinggi daripada harga
yang dihasilkan oleh suatu persaingan yang efektif atau di atas nilai ekonomi
suatu produk dan majelis komisi menilai PGN telah menetapkan harga yang

1
Excessive price adalah penetapan harga yang berlebih. Kemudian, ada juga yang disebut
excessive high price adalah perilaku yang merugikan konsumen pada umumnya berupa penetapan
harga yang sangat tinggi. Hal ini tertulis dalam buku Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha
Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h., 551.
2
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Hal ini tertulis dalam buku
Suhasril dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat di Indonesia, h. 142.

40
41

berlebihan dengan tidak mempertimbangkan kemampuan daya beli konsumen


dalam menetapkan harga gas pada kurun waktu Agustus-November 2015.
Terkait PJBG yang diketahui terdapat klausula baku yang di dalamnya
merugikan konsumen atau pelanggan gas. Salah satunya yaitu tidak ada
kompensasi yang diperolah pelanggan jika pasokan gas di bawah jumlah
volume yang diminta pelanggan dan tidak ada pengaturan kompensasi dalam
PJBG. Majelis komisi menilai terkait klausula baku dalam PJBG bersifat
merugikan konsumen atau pelanggan gas.
Terkait kebijakan pemerintah dalam harga gas bumi nasional,
berdasarkan pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi menyebutkan bahwa “Harga Bahan Bakar Minyak dan
harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan”. Bahwa setelah
Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003maka
diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha
Hilir Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan ketentuan pasal 72 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tersebut dinyatakan bahwa “Harga bahan
bakar minyak dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh pemerintah”.
Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-udangan
tersebut, pada tanggal 30 Juni 2008 pemerintah (dalam hal ini Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral) telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pedoman Penetapan
Harga Jual Bahan Bakar Minyak Dan Gas Bumi.
Berdasarkan peraturan menteri tersebut telah ditetapkan 2 (dua)
kategori bahan bakar gas yaitu bahan bakar tertentu adalah bahan bakar yang
diolah dari minyak, bumi atau gas bumi dengan jenis, standar dan mutu
(spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu, yang merupakan bahan
bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu, seperti jenisnya,
pengguna atau penggunaannya, kemasannya dan/atau wilayah dan merupakan
bahan bakar yang masih harus diberikan subsidi, sehingga penetapan
harganya ditetapkan oleh Menteri (pasal 1 angka 1 dan pasal 2 angka 2
42

Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008) dan bahan bakar umum
adalah bahan bakar yang berasal dari gas bumi atau diolah dari minyak bumi
atau gas bumi yang pemanfaatannya tidak mempengaruhi hajat hidup orang
banyak dan tidak membebani keuangan negara, merupakan bahan bakar yang
tidak diberikan subsidi, sehingga penetapan harganya ditetapkan oleh Badan
Usaha (pasal 1 angka 2 dan pasal 2 angka 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor
21 Tahun 2008).
Berdasarkan pasal 5 Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008
menyatakan bahwa harga jual eceran bahan bakar umum ditetapkan oleh
badan usaha berdasarkan :
1. Kemampuan daya beli konsumen dalam negeri.
2. Kesinambungan penyediaan dan pendistribusian.
3. Tingkat keekonomian dengan marjin yang wajar.
Selanjutnya berdasarkan pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, diatur bahwa
harga jual gas bumi melalui pipa terdiri dari :
1. Harga jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga dan
pelanggan kecil ditetapkan oleh badan pengatur.
2. Harga jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu ditetapkan
oleh Menteri.
3. Harga jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna umum ditetapkan oleh
badan usaha dan wajib dilaporkan kepada menteri.
Kemudian keterangan ahli dari Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas
Bumi Kementerian ESDM, pada pokoknya menyatakan bahwa mekanisme
penentuan harga gas di hilir dilakukan secara business to business dan badan
usaha melakukan pelaporan atas transaksi tersebut kepada menteri sebagai
bentuk pengawasan.
Terkait kebijakan pemerintah terkait harga gas bumi nasional,
berdasarkan ketentuan majelis komisi menyimpulkan bahwa pada prakteknya
kebijakan pemerintah terkait dengan harga gas bumi untuk pengguna umum
(bukan untuk rumah tangga, pelanggan kecil dan pengguna tertentu atau
43

khusus) ditentukan oleh badan usaha. Walaupun KPPU sudah mengacu


kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi, serta pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2009 dan pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009.
Terkait dampak dari harga yang excessive oleh PGN telah
mengakibatkan kerugian yang dialami konsumen pada pasar bersangkutan
yaitu sebesar 11.923.848.707 (Sebelas Milyar Sembilan Ratus Dua Puluh
Tiga Juta Delapan Ratus Empat Puluh Ribu Empat Ratus Tujuh Rupiah).
Selain itu terdapat kerugian dimana konsumen tidak mendapatkan
kompensasi dari suplai gas yang tidak sesuai spesifikasinya.
Majelis komisi dalam mempertimbangkan terjadi atau tidak terjadinya
pelanggaran pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999, maka majelis komisi mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur pelaku usaha.
a. Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
b. Bahwa yang dimaksud sebagai pelaku usaha dalam perkara adalah
PGN.
c. Dengan demikian unsur pelaku usaha terpenuhi.
2. Penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa.
a. Terkait penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau jasa berdasarkan pasal 17 ayat 2 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
b. Pengertian penguasaan adalah penguasaan yang nyata atas suatu
pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat
menentukan dan mengendalikan harga barang dan/atau jasa di pasar.
44

c. PGN memiliki posisi monopoli dengan penguasaan atas penjualan


dan penyaluran gas bumi yang disalurkan melalui pipa distribusi
PGN untuk Pelanggan Industri di Area Medan, Sumatera Utara
d. Dengan demikian unsur penguasaan atas produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa terpenuhi.
3. Unsur barang dan/atau jasa.
a. Bahwa PGN memiliki posisi monopoli dengan penguasaan atas
penjualan dan penyaluran gas bumi yang disalurkan melalui pipa
distribusi PGN untuk Pelanggan Industri di Area Medan, Sumatera
Utara.
4. Unsur barang dan/jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya.
a. Monopoli merupakan suatu kondisi dimana perusahaan memasarkan
barang yang tidak memiliki barang pengganti terdekat (no close
substitute). Tidak adanya barang pengganti terdekat menunjukkan
bahwa produk tersebut belum memiliki barang substitusi.3
b. PGN adalah satu-satunya badan usaha yang memasarkan produk
berupa gas bumi melalui pipa yang tidak mengakibatkan perubahan
permintaan produk lain. Sehingga dengan demikian, barang dan atau
jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya.
c. Dengan demikian unsur tersebut terpenuhi.
5. Unsur mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama.
a. Pada saat terjadi kenaikan harga gas dari PGN pada bulan Agustus-
November 2015, tidak ada pesaing potensial yang dapat masuk ke
dalam pasar bersangkutan.
b. Dengan demikian, unsur mengakibatkan pelaku usaha lain tidak
dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan/atau jasa yang
sama terpenuhi.

3
Pada buku Sugiarto tentang Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif yang dimaksud
dengan barang substitusi (close substitute) adalah barang yang dapat mengganti fungsi barang
yang lain. Kemudian, apabila terdapat istilah no close substitute adalah barang dan/atau jasa
tertentu yang diproduksi atau dipasok tersebut tidak memiliki barang atau jasa pengganti terdekat.
45

6. Unsur satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
a. PGN merupakan satu-satunya pelaku usaha yang menguasai 100%
(seratus persen) pangsa pasar 4 penjualan dan penyaluran gas bumi
yang disalurkan melalui pipa distribusi PGN untuk Pelanggan
Industri di area Medan, Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa
PGN menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Maka, unsur satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu terpenuhi.
7. Unsur mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat
a. Pengertian praktik monopoli dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 1 angka 2 adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas
barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
b. Pengertian pemusatan ekonomi menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 1 angka 3 adalah penguasaan
yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku
usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan jasa.
5
c. Secara teoretis, penyalahgunaan posisi Dominan merupakan
perilaku yang didalamnya mengandung unsur: (i) pencegahan,
pembatasan, dan penurunan persaingan, dan (ii) eksploitasi.

4
Pangsa pasar adalah suatu analisis untuk mempelajari besarnya bagian atau luasnya total
pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan yang biasanya dinyatakan dalam prosentase yang
disebut dengan istilah masrket share. Hal ini ditulis dalam buku Sofian Assauri, Manajemen
Pemasaran Dasar dan Strategi, (Jakarta : Rajawali Pers, Cet 3, 2000), h., 95.
5
Pada prinsipnya bentuk penyalahgunaan posisi dominan, ialah semua praktik yang
mengakibatkan harga lebih tinggi dan pasokan barang lebih sedikit karena dalam kaitan dengan
46

d. PGN telah menetapkan harga yang excessive dan merugikan


pelanggan.
e. Perilaku PGN mengakibatkan dampak yang merugikan.
f. Dengan demikian unsur mengakibatkan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat terpenuhi.

Berdasarkan fakta, penilaian, analisis dan kesimpulan. Majelis komisi


menyatakan bahwa PGN terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal
17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sedangkan, dalam pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta
Barat majelis hakim terlebih dahulu memertimbangkan mengenai
kewenangan dari KPPU dalam memeriksa dan memutus perkara Nomor
09/KPPU-L/2016, tanggal 14 November 2017, dimana PGN menyatakan
bahwa KPPU tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
perkara tersebut. Karena, KPPU menilai terkait klausula baku 6 PJBG yang
berdasarkan fakta persidangan banyak dari pelanggan yang merasa klausula
dalam PJBG bersifat merugikan pihak konsumen, maka hal tersebut
seharusnya bukan menjadi wilayah kewenangan secara absolute dari KPPU,
melainkan menjadi kewenangan dari Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (selanjutnya disebut BPSK).

pelaku sebagai pemilik posisi dominan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan posisi
dominan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 terdapat tiga bentuk
penyalahgunaan posisi dominan yaitu menetapkan syarat-syarat dengan tujuan untuk mencegah
dan/atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing baik dari segi
harga maupun kualitas, membatasi pasar dan/atau teknologi dan menghambat pelaku usaha lain
yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan. Hal ini tertulis dalam
buku Suhasril dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, h., 143.
6
Klausula baku adalah isi atau bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian yang menggunakan
klausula baku ini disebut dengan perjanjian baku. Didalam suatu perjanjian baku tercantum
klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh pihak–pihak yang memiliki kedudukan yang lebih
kuat yang mengakibatkan sangat merugikan pihak yang lemah yang dapat menimbulkan
penyalahgunaan keadaan. Hal ini ditulis dalam buku Ahmadi Miru dan Sutarman, Hukum
Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2015), h., 115.
47

Pada pertimbangan majelis hakim tersebut disebutkan tugas dari Badan


Perlindungan Konsumen Nasional (selanjutnya disebut BPKN) yang berada
pada pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
serta tugas dan wewenang dari BPSK menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999. Dapat diketahui bahwa tugas dan wewenang
yang diberikan dan diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999 kepada BPSK untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen. Kemudian, terdapat tugas dan wewenang KPPU pasal 35
dan pasal 36 menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999.
Menurut pertimbangan majelis hakim, jika yang dipermasalahkan
dalam perkara hanya mengenai adanya klausula baku dalam kontrak antara
pelaku usaha dengan konsumen yang dilarang oleh pasal 18 ayat 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, maka menurut majelis
hakim bahwa hal tersebut menjadi kewenangan dari BPKN atau BPSK
sepanjang pengertian “Konsumen” masuk dalam ketentuan pasal 1 angka 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Untuk mempertimbangkan siapa yang dimaksud
dengan konsumen tersebut, majelis hakim mengacu pada kedua undang-
undang tersebut.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999,
bahwa yang dimaksud “Konsumen” dalam pasal 1 huruf o, adalah setiap
pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri
sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Sedangkan yang dimaksud
“Konsumen” dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999, adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pada kedua definisi tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa definisi
dari konsumen dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 hanya menunjuk kepada pelaku perorangan tetapi tidak mencakup
48

badan usaha yang dalam perkara ini merupakan konsumen atau pelanggan
PGN. Kemudian, keberatan dari PGN mengenai KPPU tidak memliki
kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara karena hal tersebut
menurut PGN merupakan kewenangan dari BPSK, menurut majelis hakim
keberatan tersebut tidak beralasan dan harus ditolak.
Selain hal tersebut diatas, majelis hakim mempertimbangkan tentang
apakah kegiatan yang dilakukan oleh PGN dalam menentukan harga
berlebihan (excessive price) yang melanggar pasal 17 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
Pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
Bumi, yang di dalam pasal 28 ayat (2) nya menyatakan bahwa “Harga bahan
bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan”.
Terdapat Peraturan Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penetapan
Harga Jual Bahan Bakar Minyak Dan Gas Bumi, dalam peraturan menteri
tersebut ditetapkan adanya 2 (dua) kategori bahan bakar gas yaitu bahan
bakar tertentu dan bahan bakar umum.
Berdasarkan pasal 5 Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008
menyatakan bahwa harga jual eceran bahan bakar umum ditetapkan oleh
badan usaha berdasarkan :
1. Kemampuan daya beli konsumen dalam negeri.
2. Kesinambungan penyediaan dan pendistribusian.
3. Tingkat keekonomian dengan marjin yang wajar.
Selanjutnya berdasarkan pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, diatur bahwa
harga jual gas bumi melalui pipa terdiri dari :
1. Harga jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga dan
pelanggan kecil ditetapkan oleh badan pengatur.
2. Harga jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu ditetapkan
oleh Menteri.
3. Harga jual gas bumi melalui pipa untuk pengguna umum ditetapkan oleh
badan usaha dan wajib dilaporkan kepada Menteri.
49

Kemudian keterangan ahli dari Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas


Bumi Kementerian ESDM, pada pokoknya menyatakan bahwa mekanisme
penentuan harga gas di hilir dilakukan secara business to business dan badan
usaha melakukan pelaporan atas transaksi tersebut kepada menteri sebagai
bentuk pengawasan.
Majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan ketentuan dan fakta
mengenai penetapan harga gas bumi untuk pengguna umum (selain rumah
tangga dan pelanggan kecil) ditentukan oleh Badan Usaha dan wajib
dilaporkan kepada Menteri.
Pada hakekatnya penetapan harga jual gas bumi merupakan
kewenangan pemerintah atau negara dalam mewujudkan pasal 33 ayat 2
Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak
dan Gas, yang menyatakan bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber
daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta
merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup banyak orang banyak
dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga
pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
KPPU telah menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PGN dalam menetapkan
harga gas bumi untuk area Medan pada periode Agustus-November 2015,
yang pada akhirnya KPPU berkesimpulan bahwa PGN merupakan badan
usaha niaga gas bumi melalui pipa yang berwenang menetapkan harga gas
bumi pada bulan Agustus-November 2015.
Menurut pasal 4 Peraturan Menteri ESDM No. 21 Tahun 2008
mengatur : “Harga jual eceran bahan bakar tertentu untuk konsumen tertentu
ditetapkan oleh menteri berdasarkan hasil kesepakatan instansi terkait yang
dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.
50

Sedangkan, Pasal 5 mengatur : “Harga jual eceran bahan bakar umum


ditetapkan oleh badan usaha berdasarkan : kemampuan daya beli konsumen
dalam negeri, kesinambungan penyediaan dan pendistribusian, tingkat
keekonomian dengan marjin yang wajar”. Kemudian dalam pasal 7 mengatur :
“Direktur Jenderal melakukan pengawasan atas ditaatinya peraturan menteri
ini ”.
Terdapat ketentuan Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19
Tahun 2009, yang menyebutkan sebagai berikut :
(1) Harga jual Gas Bumi melalui pipa terdiri atas :
a. harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga dan
pelanggan kecil;
b. harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu; dan
c. harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum.
(2) Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga dan
pelanggan kecil sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a diatur dan
ditetapkan oleh Badan Pengatur.
(3) Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (I) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
(4) Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Badan Usaha dengan
berpedoman pada :
a. Kemampuan daya beli konsumen gas bumi dalam negeri.
b. Kesinambungan penyediaan dan pendistribusian gas bumi.
c. Tingkat keekonomian dengan margin yang wajar bagi Badan Usaha
Niaga Gas Bumi melalui pipa.
(5) Penetapan harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum
sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) wajib dilaporkan kepada Menteri.
Meskipun dalam Ayat 4 diatur bahwa harga jual gas bumi melalui pipa
untuk pengguna umum ditetapkan oleh badan usaha, namun pada ayat 5-nya
ketentuan tersebut mewajibkan badan usaha untuk melaporkan penetapannya
kepada Menteri ESDM.
51

Pada ayat 5 tersebut yang sejalan dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan


Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008 dapat dimaknai bahwa pemerintah
melalui menterinya tetap terlibat dalam menetapkan harga jual gas bumi
melalui pipa. Oleh karenanya dalam perkara ini penetapan harga jual gas
bumi melalui pipa area Medan periode Agustus-November 2015 yang
dilakukan oleh PGN merupakan kegiatan dalam rangka untuk melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah.
Dapat diketahui, bahwa PGN merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang sebagian besar modalnya atau sahamnya dimiliki oleh negara,
maka segala kebijakan dan kegiatannya, termasuk menetapkan harga jual gas
bumi melalui pipa tidak terlepas dari kebijakan dan pengawasan pemerintah
sebagai regulatornya. Menurut majelis hakim hal tersebut sejalan dengan
kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009
yang mengubah ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2004, menjadi berbunyi : “ Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur
dan atau ditetapkan oleh pemerintah ”. Perubahan pada Pasal 72 tersebut
merupakan penegasan bahwa mengenai penetapan harga bahan bakar minyak
dan gas bumi merupakan kewenangan penuh pemerintah.
Selanjutnya, majelis hakim berpendapat bahwa kegiatan pemohon
untuk menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa area Medan pada bulan
Agustus-November 2015 termasuk objek yang dikecualikan oleh Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, sebagaimana tersebut dalam Pasal 50 huruf a, yang
menyatakan perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dikecualikan dari Undang-
Undang tersebut.
Kegiatan PGN untuk menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa
area medan pada bulan Agustus-November 2015 termasuk objek yang
dikecualikan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PGN tidak
dapat dinyatakan terbukti dan sah melanggar pasal 17 Undang-Undang
52

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli Dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat. Maka putusan KPPU Nomor 09/KPPU-
L/2016, tertanggal 14 November 2017, tidak dapat dipertahankan dan
karenanya harus dibatalkan.
Demikian, pada Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan
KPPU tidak dapat dibenarkan, karena setelah membaca dan meneliti memori
kasasi tanggal 26 Februari 2018 dan kontra memori kasasi tanggal 14 maret
2018 dihubungkan dengan pertimbangan hukum pada Pengadilan Negeri
Jakarta Barat yang membatalkan putusan KPPU, dengan menyatakan
pemohon tidak terbukti melanggar Pasal 17 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, dapat dibenarkan dengan pertimbangan
berdasarkan fakta-fakta.
Berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2009 tentang Perubahan sebagai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa
harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh
pemerintah, sehingga kegiatan PGN yang menetapkan harga jual gas bumi
melalui pipa di area Medan pada bulan Agustus 2015 sampai dengam bulan
November 2015 merupakan objek yang dikecualikan sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 50 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1999 dan PGN tidak dapat dinyatakan melanggar pasal 17 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
Kemudian, menurut Mahkamah Agung berdasarkan pertimbangan yang
telah disebutkan tersebut menyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor 02/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN Jkt.Brt., pada tanggal 1
Februari 2018 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi yang diajukan oleh KPPU
tersebut harus ditolak oleh Mahkamah Agung. Terkait hal ini, Mahkamah
Agung menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kemudian,
53

karena permohonan kasasi dari KPPU ditolak, maka KPPU harus dihukum
untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi.

B. Analisis Praktik Monopoli Dalam Hukum Persaingan Usaha


1. Aspek Filosofis
Eksistensi monopoli dalam suatu kegiatan ekonomi dapat terjadi
dalam berbagai jenis ada yang bersifat merugikan dan ada yang bersifat
menguntungkan perekonomian dan masyarakatnya. Oleh karena itu
monopoli mempunyai beberapa bentuk monopoli yang perlu dijelaskan
untuk membedakan mana monopoli yang dilarang karena merugikan
masyarakat dan mana yang ikut memberikan kontribusi positif bagi
kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk monopoli yang berkaitan
dengan perkara ini adalah monopoli yang terjadi karena diperbolehkan
oleh undang-undang (monopoly by law). Menurut Peraturan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Pasal 17 (Praktek Monopoli) menyebutkan bahwa monopoli yang
diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. hak atas kekayaaan intelektual
b. hak usaha eksklusif, yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah
kepada pelaku usaha eksklusif, yaitu yang diberikan oleh Pemerintah
kepada pelaku usaha tertentu yang tidak didapatkan oleh pelaku
usaha yang lain, misalnya agen tunggal, importir tunggal, pembeli
tunggal. Pada umumnya hal ini terkait dengan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang
banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara,
asalkan diatur dalam undang-undang dan diselenggarakan oleh
BUMN atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah.
Dimasukannya monopoli ke dalam kategori salah satu kegiatan
yang dilarang oleh undang-undang persaingan usaha, bukan berarti
bahwa sama sekali kegiatan monopoli tidak dapat dilakukan di Indonesia,
54

karena monopoli yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan,


seperti monopoli yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara masi diperbolehkan,
asalkan hal tersebut diatur dengan undang-undang dan diselenggarkan
oleh BUMN atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
pemerintah, masih dapat ditoleransi oleh Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.7
Monopoli berdasarkan hukum atau monopoly by law adalah
pelaksanaan monopoli yang didasarkan pada pengaturan hukum tertentu.
Pada umumnya monopoli berdasarkan hukum merupakan monopoli yang
diberikan sebagai hak istimewa oleh negara kepada BUMN atau badan
atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk untuk melaksanakan hak
istimewa tersebut. Pemberian hak monopoli tersebut hanya terbatas pada
produksi-produksi negara yang penting bagi hajat hidup orang banyak
dan penting bagi negara.
Bahwa yang disebut sebagai monopoly by law, karena memang
diperbolehkan oleh hukum. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 juga
membenarkan adanya monopoli jenis ini, yaitu dengan memberi
monopoli bagi negara untuk menguasai bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya serta cabang-cabang produksi yang
menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan demikian menurut
Undang-Undang Dasar 1945, sektor yang menguasai hajat hidup orang
banyak seperti perlistrikan, air minum, kereta api dan sektor-sektor lain
yang karena sifatnya yang memberi pelayanan untuk masyarakat,
dilegitimasi untuk dimonopoli dan tidak diharamkan.8

7
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, h., 232.
8
Tommo Gunawan, Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Terlarang Dalam Hukum
Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999, h., 92.
55

Latar belakang filosofis mengenai hal ini berdasarkan Pasal 33


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi sebagai berikut :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut digunakan
konsep dikuasai oleh negara. Pengertian dikuasai oleh negara menurut
Bung Hatta tidak berarti bahwa negara sendiri yang menjadi penguasa,
usahawan atau disebut “ondernemen”. Kekuasaan negara terdapat dalam
hal membentuk peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, yang di
dalamnya memuat larangan penghisapan orang kuat (konglomerat)
terhadap orang lemah (rakyat biasa).9
Upaya untuk menghindarkan eksploitasi ataupun bentuk “monopoli
oleh negara” yang tidak terkontrol maka dilakukan dengan cara
memberikan penyelenggaraan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan
produksi dan/atau pemasaran barang dan jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak dan cabang produksi yang penting bagi negara yang
pelaksanaanya diatur oleh undang-undang dan diselenggarakan oleh

9
Mohd. Hatta, Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 Cet II, (Jakarta : Mutiara, 1980), h., 28.
56

Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) dan atau badan
atau lembaga lain yang dibentuk dan atau ditunjuk oleh pemerintah.10

2. Aspek Yuridis
Persaingan usaha yang tidak sehat tidak dapat bisa dihindari tapi
hal tersebut bisa dicegah dengan adanya peraturan yang mengatur
terhadap pelaku usaha khususnya di Indonesia. Karena pelaku usaha
harus tunduk dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. Apabila pelaku
usaha melanggar peraturan yang ada dalam ruang lingkup persaingan
usaha akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa. Pengaturan dalam
Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah
sebagai berikut:
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggp melakukan penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barang da/ atau jasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama ; atau

10
Marshias Mereapul Ginting, Pengecualian Praktek Monopoli Yang Dilakukan Oleh
Bumn Sesuai Pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999, Jurnal Hukum
Ekonomi, Volume II Nomor 2 Juni 2013, h. 2.
57

c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai


lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Pada perkara ini, KPPU menyatakan bahwa PGN melanggar pasal
17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Karena
memenuhi segala unsur-unsur dalam pasal tersebut. Sebagaimana yang
telah disebutkan juga dalam pertimbangan hakim di KPPU dalam skripsi
ini. Padahal diketahui bahwa KPPU menganalisis terkait kebijakan
pemerintah yang di dasari oleh peraturan perundang-undangan yang lain.
Namun menurut peneliti, KPPU lebih berfokus pada pemenuhan unsur-
unsur pasal 17 untuk menyatakan bahwa PGN melakukan monopoli.
Pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah
Agung lebih berfokus di peraturan perundang-undangan yang mendasari
kewenangan PGN sehingga dalam putusan keduanya menyebutkan
bahwa kegiatan PGN dalam penetapan harga pada periode Agustus-
November 2015 merupakan objek yang dikecualikan dalam pasal 50
huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999.
Pada perkara ini ketentuan yang menjadi dasar PGN dalam
menetapkan harga gas bumi pada periode bulan Agustus-November 2015
adalah peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penetapan Harga Jual Bahan Bakar Minyak Dan Gas Bumi dan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Kegiatan
Usaha Gas Bumi Melalui Pipa.
Pada pasal 4 Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008
menyebutkan bahwa: “Harga jual eceran bahan bakar tertentu untuk
konsumen tertentu ditetapkan oleh menteri berdasarkan hasil kesepakatan
instansi terkait yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Sedangkan pasal 5 menyebutkan bahwa : “Harga jual eceran bahan bakar
umum ditetapkan oleh badan usaha berdasarkan : a) kemampuan daya
58

beli konsumen dalam negeri, kesinambungan penyediaan dan


pendistribusian, b) tingkat keekonomian dengan marjin yang wajar”.
Kemudian dalam pasal 7 menyebutkan bahwa : “Direktur Jenderal
melakukan pengawasan atas ditaatinya peraturan menteri ini ”.
Terdapat ketentuan pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19
Tahun 2009, yang menyebutkan sebagai berikut :
1) Harga jual Gas Bumi melalui pipa terdiri atas :
a. harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga
dan pelanggan kecil;
b. harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu; dan
c. harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum.
2) Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga
dan pelanggan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diatur dan ditetapkan oleh Badan Pengatur.
3) Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
4) Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Badan
Usaha dengan berpedoman pada :
a. kemampuan daya beli Konsumen Gas Bumi dalam negeri;
b. kesinambungan penyediaan dan pendistribusian Gas Bumi;
c. tingkat keekonomian dengan margin yang wajar bagi Badan
Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa.
5) Penetapan harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kepada
Menteri
Meskipun dalam ayat 4 diatur bahwa harga jual gas bumi melalui
pipa untuk pengguna umum ditetapkan oleh badan usaha, namun pada
ayat 5-nya bahwa ketentuan tersebut mewajibkan badan usaha untuk
melaporkan penetapannya kepada menteri ESDM.
59

Pada ayat 5 tersebut yang sejalan dengan ketentuan pasal 7 Permen


ESDM Nomor 21 Tahun 2008 dapat dimaknai bahwa pemerintah melalui
menterinya tetap terlibat dalam menetapkan harga jual gas bumi melalui
pipa. Oleh karenanya dalam perkara ini penetapan harga jual gas bumi
melalui pipa Area Medan pada periode Agustus-November 2015 yang
dilakukan oleh PGN merupakan kegiatan yang termasuk dalam rangka
untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Karena, dalam perkara
ini PGN mempunyai posisi sebagai BUMN yang sebagaian besar
modalnya atau sahamnya dimiliki oleh negara, maka segala kebijakan
dan kegiatannya tidak dapat terlepas dari kebijakan dan pengawasan
pemerintah.
Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah yang diatur
dalam pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa “Harga
bahan-bakar minyak dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh
Pemerintah”. Perlu diketahui bahwa dalam pasal 72 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 ini merupakan tindak lanjut dari
Putusan Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 002/PUU-I/2003
yang membatalkan Pasal 28 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam
pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2001 menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak dan gas bumi
diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.
Menurut majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan
Mahkamah Agung menyebutkan juga bahwa PGN tidak melakukan
pelanggaran pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1999 karena kegiatan PGN yang menetapkan harga jual atas gas
bumi melalui pipa area Medan termasuk objek yang dikecualikan sesuai
dengan pasal 50 huruf a karena melaksanakan peraturan pemerintah.
60

Pasal 50 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun


1999 menyebutkan sebagai berikut.
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
Ketentuan pasal 50 huruf a dalam Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 05 Tahun 2009 ini adalah ketentuan yang
sifatnya “pengecualian” atau “pembebasan”. Ketentuan tersebut yang
bersifat pengecualian atau pembebasan telah diatur dalam pasal 50 huruf
a, sering tidak dapat dihindari karena selain terikat pada hukum atau
perjanjian internasional, juga karena kondisi perekonomian nasional
menuntut kepada pemerintah untuk menetapkan ketentuan pengecualian
untuk menyeimbangkan antara perlunya penguasaan bidang produksi
yang menguasai hajat hidup orang banyak dan pemberian perlindungan
pada pengusaha berskala kecil. Maka, ketentuan yang diatur dalam pasal
50 huruf a dapat dibenarkan secara hukum dan tidak mungkin dapat
dihindari sama sekali.
Pemberian perlakuan khusus bagi cabang-cabang produksi yang
menguasai hajat hidup orang banyak untuk dikuasai oleh negara, secara
tegas diatur dalam pasal 33 ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan pasal 33 ayat (2), dan ayat
(3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ini sejalan
dengan yang diatur dalam pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan pasal 51 ini, maka negara
masih dimungkinkan untuk memberikan hak monopoli dan/atau
pemusatan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
yang akan atau nantinya ditetapkan atau diatur dengan undang-undang
dan penyelenggaraannya tersebut diserahkan kepada Badan Usaha Milik
Negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang, atau badan atau
61

lembaga lainnya yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah


berdasarkan undang-undang. 11
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun
2009 juga menyebutkan bahwa walaupun “perbuatan dan atau perjanjian
bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”, yang diatur dalam Pasal 50 huruf a, namun harus tetap pada
prinsip bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya dapat
dilaksanakan kepada yang hierarkinya lebih tinggi atau yang sederajat,
atau peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-
undang tetapi mendapat delegasi secara tegas dari undang-undang.
Ketentuan pengecualian pasal 50 huruf a hanya dapat diterapkan
jika:
a. Pelaku usaha melakukan perbuatan dan/atau perjanjian karena
melaksanakan ketentuan undang-undang atau peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang tetapi mendapat delegasi secara
tegas dari undang-undang dan
b. Pelaku usaha yang bersangkutan adalah pelaku usaha yang dibentuk
atau ditunjuk pemerintah. (Dijelaskan dalam Peraturan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2009).

3. Aspek Sosiologis
PGN diduga melalukan praktik monopoli dengan objek penetapan
harga tinggi pada bulan Agustus-November 2015. Kenaikan harga
tersebut dimulai pada tanggal 1 Agustus 2015 yang disinyalir merugikan
konsumen dan tidak mempertimbangkan kemampuan daya beli
konsumen. Pada laporan PGN kepada menteri dan sumber daya mineral,
diketahui bahwa harga jual gas eksisting PGN di area Medan ditetapkan
sebesar USD 7,25/MMBTU + Rp. 660/m3 dan berlaku mulai 1

11
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, h., 391-392.
62

September 2011 (setara USD 8,41/MMBTU - @ kurs Rp. 13.500/USD)


sudah tidak ekonomis. Kemudian, PGN menyesuaikan harga jual ke
pelanggan menjadi Rp. 167.600/ MMBTU + Rp.750m3 (setara USD
13,85/MMBTU - @ kurs Rp. 13.500/USD).
Kenaikan harga tersebut merupakan dampak dari pasokan volume
gas yang mulai berkurang, sehingga PGN dalam mengatasi hal tersebut
memutuskan untuk membeli gas hasil regasifikasi LNG dari PT. Pertagas
Niaga, yang kemudian dialirkan pertama kali pada tanggal 1 Agustus
2015.
Pada putusan KPPU diketahui akibat dari kenaikan harga tersebut
mengakibatkan penurunan kesejahteraan konsumen dimana terjadi
peningkatan biaya produksi yang mengakibatkan peningkatan harga
produk. Peningkatan harga produk tersebut mengakibatkan penurunan
produktifitas perusahaan dan penurunan daya saing perusahaan terhadap
pesaing. Konsumen atau pelanggan gas diketahui tidak mampu untuk
membayar jumlah dari penetapan harga yang baru.
Namun, dapat diketahui bahwa penetapan harga yang dilakukan
oleh PGN telah berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam hal penentuan harga gas PGN berdasar kepada pasal 72
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
harga minyak dan gas bumi di atur dan/atau ditetapkan oleh pemerintah.
Selanjutnya, PGN berdasar juga pada Peraturan Menteri ESDM nomor
21 Tahun 2008 dan pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun
2009 yang menyebutkan bahwa penetapan harga jual gas bumi melalui
pipa untuk pengguna umum wajib dilaporkan kepada menteri.
Sepanjang PGN dalam menetapkan harga jual gas bumi dan
pengangkutan gas bumi melalui pipa sudah berpedoman kepada
ketentuan dalam pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun
2009. Maka, walaupun terdapat dampak yang merugikan akibat kenaikan
harga dalam kurun waktu Agustus-November 2015 tapi sejatinya
penetapan harga yang ditetapkan oleh PGN tersebut merupakan dari
63

pelaksanaan pemerintah. Karena PGN di delegasikan oleh peraturan


tersebut untuk melakukan penetapan harga yang kemudian nantinya
harus melaporkan dan mendapatkan pengawasan dari menteri ESDM.
Maka, kegiatan yang dilakukan oleh PGN menjadi objek pengecualian
dalam pasal 50 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1999.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai praktik monopoli oleh PT.
Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai studi analisis ditemukan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Menurut pertimbangan majelis komisi, PGN memenuhi unsur melakukan
monopoli dengan melanggar pasal 17 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sedangkan, menurut pertimbangan
majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyatakan bahwa
PGN tidak melanggar pasal 17 karena PGN merupakan objek yang
dikecualikan dalam pasal 50 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Demikian, sama dengan majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Barat menurut Mahkamah Agung bahwa
kegiatan PGN yang menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa area
Medan pada bulan Agustus-November 2015 merupakan objek yang
dikecualikan pasal 50 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat dan tidak dapat dinyatakan melanggar
pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Aspek Filosofis
Bahwasanya tidak semua monopoli itu merupakan monopoli dalam
konotasi yang negatif. Terdapat juga monopoli yang yang terjadi karena
memang diperbolehkan oleh undang-undang (monopoly by law). Pada
umumnya monopoli berdasarkan hukum merupakan monopoli yang
diberikan sebagai hak istimewa oleh negara kepada BUMN atau badan
atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk untuk melaksanakan hak

64
65

tersebut. Pemberian hak monopoli tersebut hanya terbatas pada produksi-


produksi negara yang penting bagi hajat hidup orang banyak dan penting
bagi negara. Sesuai dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang
memberikan kewenangan bagi negara untuk menguasai bumi air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta cabang-cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Aspek Yuridis
Bahwasanya diketahui PGN dalam penetapan kenaikan harga pada
bulan Agustus-November 2015 memang ditetapkan oleh badan usaha
yaitu PGN akan tetapi hal tersebut melaksanakan dari peraturan
perundang-undangan dan kemudian dilaporkan kepada menteri melalui
ditjen migas. Hal tersebut berdasarkan dalam Peraturan Menteri ESDM
Nomor 21 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun
2009. Kemudian, sesuai dengan pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa “ harga bahan bakar minyak
dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh pemerintah”. Kegiatan PGN
tersebut termasuk dalam objek yang dikecualikan dalam pasal 50 huruf a
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada
putusan KPPU, KPPU juga mencantumkan peraturan perundang-
undangan tersebut. Tapi, KPPU tetap lebih berfokus kepada pemenuhan
unsur-unsur pasal 17 untuk menyatakan bahwa PGN melakukan
monopoli.
4. Aspek Sosiologis
Dampak negatif dari kenaikan harga memang dirasakan oleh
pelanggan atau konsumen gas PGN di area Medan. Akibat dari kenaikan
harga tersebut mengakibatkan penurunan kesejahteraan konsumen
dimana terjadi peningkatan biaya produksi yang mengakibatkan
peningkatan harga produk. Peningkatan harga produk tersebut
mengakibatkan penurunan produktifitas perusahaan dan penurunan daya
saing perusahaan terhadap pesaing. Konsumen atau pelanggan gas
66

diketahui tidak mampu untuk membayar jumlah dari penetapan harga


yang baru. Akan tetapi, dapat diketahui bahwa kenaikan harga tersebut
karena pasokan gas yang diperlukan mengalami kekurangan untuk dapat
disalurkan kepada pelanggan gas. Dalam menentukan harga, PGN
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
sejatinya penetapan harga yang ditetapkan oleh PGN tersebut merupakan
dari pelaksanaan pemerintah.

B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan
skripsi ini maka saya sebagai peneliti ingin memberikan beberapa saran yang
dianggap peneliti perlu untuk dilakukan yaitu :
1. Perlu adanya reformulasi terhadap Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar peraturan yang menjadi dasar atau
pedoman terhadap permasalahan dalam ruang lingkup persaingan usaha
bisa mengikuti perkembangan yang ada dalam pelaku usaha dan
masyarakat.
2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha di Indonesia dalam menyelidiki
kasus dalam persaingan usaha harus lebih baik lagi agar dugaan-dugaan
pelanggaran yang dibuktikan oleh KPPU tepat pada sasaran dan tidak
melakukan kesalahan.
3. Pelaku usaha yang mempunyai hak monopoli khususnya menguasai
cabang-cabang produksi dan kekayaan alam untuk hajat hidup orang
banyak, seharusnya agar lebih berhati-hati dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Tidak boleh melakukan pelanggaran-pelanggaran yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Adi Nugroho, Susanti. 2012. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta :
Kencana Prenada Media Gruop.
Agung Abdul Rasul, dkk. 2013. Ekonomi Mikro Dilengkapi Sistem Informasi
Permintaan (Edisi 2). Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media.
Fahmi Lubis, Andi. dkk. 2017. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta : Komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
Halim, Ridwan. 2005. Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Hatta, Mohd. 1980. Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 Cet II. Jakarta: Mutiara.
Hermansyah. 2008. Pokok-Pokok Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Ibrahim, Johny. 2007. Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori, dan Implikasi
penerapannya di Indonesia). Malang : Bayumedia.
Kagramanto, L. Budi. 2008. Mengenal Hukum Persaingan Usaha : Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Surabaya : Laros.
Lukman dan Indoyama Nasarudin. 2007. Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta :
UIN Jakarta Press.
Mahmud Marzuki, Petter. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Prenada Media.
Miru, Ahmadi dan Sutarman. 2015. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Margono, Suyud. 2013. Hukum Anti Monopoli. Jakarta : Sinar Grafika.
Mashudi dan Kuntana Magnar. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi
Suatu Negara. Bandung : Mandar Maju.
Maulana, Agus. Pengantar Mikro Ekonomi Jilid 2 Edisi Kesepuluh. Jakarta : Bina
Rupa Aksara.
P. Rahardja dan M. Manurung. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
________________________. 1999. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar.
Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Purwosutjipto. 2007. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Cet.14. Jakarta :
Djambatan.

67
68

Ras Ginting, Elyta. 2001. Hukum Anti Monopoli Indonesia: Analisis Dan
Perbandingan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Bandung : Citra Aditya
Bakti.
Rokan, Kamal. 2012. Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di
Indonesia. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Sadono, Sukirno. 2001. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : Grafindo
Persada.
Sofian Assauri. 2000. Manajemen Pemasaran Dasar dan Strategi. Jakarta :
Rajawali Pers. Cet 3.
Soejono dan H. Abdurrahman. 2003. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sugiarto, dkk. 2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Suhasril dan Muhammad Taufik Makarao. 2010. Hukum Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor : Penerbit
Ghalia Indonesia.
Usman, Rachmadi. 2013. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta : Sinar
Grafika.
Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana. 2017. Pengantar Hukum Bisnis Dalam
Perspektif Teori Dan Praktiknya Di Indonesia. Jakarta : Jala Permata
Aksara.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 1999. Anti Monopoli. Jakarta : Penerbit
Rajawali Pers.
______________________________. 2002. Anti Monopoli. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.

Jurnal :
Ginting, Marshias Mereapul. 2013. Pengecualian Praktek Monopoli Yang
Dilakukan Oleh Bumn Sesuai Pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999, Jurnal Hukum Ekonomi, Volume II Nomor 2.

Gunawan, Tommo. 2016. Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Terlarang


Dalam Hukum Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999. Vol. V/No.
6/Ags/2016.

J. Thornton, Robert. Retrospectives How Joan Robinson and B. L. Hallward,


Named Monopsony, Journal of Economic Perspectives Vol. 18, Number 2-
Spring 2004, h. 257-261
69

Subagyo, Ahmad. dkk. 2011. Meneropong Pasar Keuangan dan Industri di


Indonesia, Jurnal Guci : Vol 1 No.02.

Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan


Pratek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Minyak dan


Gas Bumi

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan


Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak
dan Gas Bumi

Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penetapan


Harga Jual Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Gas
Bumi Melalui Pipa

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2011 Tentang


Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 5 Tahun 2009 Tentang


Pedoman Pelaksanaan ketentuan pasal 50 huruf a Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Internet:
https://pgn.co.id/tentang-kami

ir.pgn.co.id/static-files/7278a212-9c4d-48ea-86eb-f653b2563927 Laporan
Tahunan PGN Tahun 2018
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
PUTUSAN

R
Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018

si
ne
ng
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
memeriksa perkara perdata khusus tentang sengketa persaingan usaha

do
gu pada tingkat kasasi memutus sebagai berikut dalam perkara antara:
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

In
A
INDONESIA, yang diwakili oleh Ketua Komisi Persaingan
Usaha, Muhammad Syarkawi Rauf, berkedudukan di Jalan Ir.
ah

lik
H. Juanda Nomor 36 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa
kepada Gopprera Panggabean, S.E., Ak., Direktur Pendidikan,
Deputi Bidang Penegakkan Hukum, Komisi Pengawas
m

ub
Persaingan Usaha dan kawan-kawan, berdasarkan Surat
ka

Kuasa Khusus tanggal 9 Februari 2018;


ep
Pemohon Kasasi;
ah

Lawan
R

si
PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persro) Tbk., yang diwakili
oleh Direktur Utama, Jobi Triananda Hasjim, dalam hal ini

ne
ng

memberi kuasa kepada Mochamad Taufik Riyadi, S.H., M.H., dan


kawan-kawan, Para Advokat pada TR Partnership Law Firm,

do
gu

beralamat di Jalan Pejaten Barat II Nomor 70, Jakarta Selatan,


berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 2 Maret 2018;
In
Termohon Kasasi;
A

Mahkamah Agung tersebut;


ah

Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian


lik

tidak terpisahkan dari putusan ini;


m

ub

Menimbang, bahwa berdasarkan surat-surat yang bersangkutan,


ternyata Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah memberikan Putusan
ka

Nomor 09/KPPU-L/2016., tanggal 14 November 2017 yang amarnya sebagai


ep

berikut:
ah

s
Halaman 1 dari 6 hal. Put. Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
1. Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan

si
melanggar Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. Menghukum Terlapor denda sebesar Rp9.923.848.407,00 (sembilan

ne
ng
millar sembilan ratus dua puluh tiga juta delapan ratus empat puluh
delapan ribu empat ratus tujuh rupiah) dan disetor ke Kas Negara

do
gu sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha satuan kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda

In
A
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
3. Bahwa setelah Terlapor melakukan pembayaran denda, maka salinan
ah

lik
bukti pembayaran denda tersebut dilaporkan dan diserahkan ke KPPU;
Bahwa terhadap amar putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
m

ub
Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan di depan persidangan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat agar memberikan putusan sebagai berikut:
ka

1. Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan


ep
Pemohon Keberatan seluruhnya;
ah

2. Menyatakan batal demi hukum Putusan Termohon Keberatan Nomor


R

si
09/KPPU-L/2016 tanggal 14 November 2017;
3. Menyatakan Termohon Keberatan tidak memiliki kewenangan untuk

ne
ng

memeriksa dan mengadili perkara a quo kuhsusnya mengenai Perjanjian


Jual Beli Gas (PJBG) antara Pemohon Keberatan dengan Konsumen;

do
gu

4. Menyatakan Putusan Termohon Keberatan Nomor 09/KPPU-L/2016


tanggal 14 November 2017 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
5. Menyatakan Putusan Termohon Keberatan Nomor 09/KPPU-L/2016
In
A

tanggal 14 November 2017 tidak mempunyai kekuatan hukum


eksekutorial;
ah

lik

6. Menyatakan Pemohon Keberatan secara sah dan meyakinkan tidak


terbukti melanggar Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999
m

ub

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;


7. Membebaskan Pemohon Keberatan dari pembayaran denda sebesar
ka

Rp9.923.848.407 (sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tiga juta


ep

delapan ratus empat puluh delapan empat ratus tujuh rupiah);


ah

s
Halaman 2 dari 6 hal. Put. Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
8. Membebaskan Pemohon Keberatan untuk membayar biaya perkara dan

si
membebankannya kepada Termohon Keberatan;
Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa

ne
ng
perkara a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono);

do
gu Bahwa terhadap permohonan keberatan tersebut dibatalkan oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan putusan Nomor 02/Pdt.Sus.KPPU/
2017/PN Jkt.Brt., tanggal 1 Februari 2018 dengan amar sebagai berikut:

In
A
1. Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon;
2. Membatalkan putusan KPPU Register Perkara Nomor 09/KPPU-L/2016,
ah

lik
tanggal 14 November 2017 tersebut di atas ;
Mengadili Sendiri:
m

ub
1. Menyatakan Pemohon tidak terbukti melanggar Pasal 17 Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
ka

Persaingan Usaha Tidak Sehat;


ep
2. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah
ah

Rp316.000,00 (tiga ratus enam belas ribu rupiah);


R

si
Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
tersebut telah diucapkan dengan hadirnya Termohon Keberatan pada

ne
ng

tanggal 1 Februari 2018 terhadap putusan tersebut, Termohon Keberatan


dengan perantaraan kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 9

do
gu

Februari 2018, mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 13 Februari


2018 sebagaimana ternyata dari Akta Pernyataan Permohonan Kasasi
Nomor 02/Pdt.Sus-KPPU/2018 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri
In
A

Jakarta Barat, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang


diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 26
ah

lik

Februari 2018;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-
m

ub

alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,


diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam
ka

undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal


ep

dapat diterima;
ah

s
Halaman 3 dari 6 hal. Put. Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Bahwa berdasarkan memori kasasi yang diterima tanggal 26

si
Februari 2018 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Putusan ini,
Pemohon meminta agar:

ne
ng
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi untuk
seluruhnya;

do
gu 2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat 02/Pdt.Sus.
KPPU/2017/PN JKt.Brt., tanggal 1 Februari 2018;
Mengadili Sendiri:

In
A
1. Menyatakan menguatkan Putusan KPPU 09/KPPU-L/2016 tanggal 14
November 2017;
ah

lik
2. Menolak Keberatan Para Termohon Kasasi (dahulu Para Pemohon
Keberatan) untuk seluruhnya;
m

ub
3. Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar seluruh biaya perkara;
Bahwa terhadap memori kasasi tersebut, Termohon Kasasi telah
ka

mengajukan kontra memori kasasi tanggal 14 Maret 2018 yang pada


ep
pokoknya menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;
ah

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut, Mahkamah


R

si
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi tersebut tidak dapat

ne
ng

dibenarkan, oleh karena setelah membaca dan meneliti memori kasasi


tanggal 26 Februari 2018 dan kontra memori kasasi tanggal 14 Maret 2018

do
gu

dihubungkan dengan pertimbangan hukum Judex Facti/Pengadilan Negeri


Jakarta Barat yang membatalkan putusan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) dalam perkara a quo, dengan menyatakan Pemohon tidak
In
A

terbukti melanggar Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang


Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dapat
ah

lik

dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut:


- Bahwa berdasarkan fakta-fakta dalam perkara a quo Judex Facti telah
m

ub

memberikan pertimbangan yang cukup, dimana ternyata berdasarkan


ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009
ka

tentang Perubahan sebagai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun


ep

2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi menyatakan
ah

s
Halaman 4 dari 6 hal. Put. Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
bahwa harga bahan-bakar minyak dan gas bumi diatur dan/atau

si
ditetapkan oleh Pemerintah, sehingga kegiatan Pemohon yang
menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa area Medan pada bulan

ne
ng
Agustus 2015 sampai dengan bulan November 2015 merupakan objek
yang dikecualikan sebagaimana maksud Pasal 50 huruf a Undang

do
gu Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Pemohon tidak dapat dinyatakan
melanggar Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut;

In
A
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
ternyata putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 02/Pdt.Sus.KPPU/
ah

lik
2017/PN Jkt.Brt., tanggal 1 Februari 2018 dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, oleh karena itu
m

ub
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi KOMISI
PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut harus
ka

ditolak;
ep
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
ah

Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya
R

si
perkara;
Memperhatikan, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

ne
ng

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang


Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang

do
gu

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana


yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta
In
A

peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;


M E N G A D I L I:
ah

lik

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KOMISI


PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut;
m

ub

2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara pada


tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu
ka

rupiah);
ep

Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim


ah

s
Halaman 5 dari 6 hal. Put. Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2018 oleh H. Hamdi, S.H., M.Hum., Hakim

si
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
H. Panji Widagdo, S.H., M.H., dan Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M., Hakim-

ne
ng
hakim Agung sebagai Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri Para

do
gu Hakim Anggota tersebut dan oleh N.L. Perginasari A.R., S.H., M.Hum.,
Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh para pihak.

In
A
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
ah

lik
ttd./ ttd./
m

H. Panji Widagdo, S.H., M.H. H. Hamdi, S.H., M.Hum.

ub
ttd./
ka

ep
Dr. Ibrahim, S.H.,M.H., LL.M.
ah

R
Panitera Pengganti,

si
ttd./

ne
ng

N.L. Perginasari A.R., S.H., M.Hum.

do
gu

Biaya-biaya:
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
In
3. Administrasi kasasi……….. Rp489.000,00
A

Jumlah ……………… Rp500.000,00


ah

lik

Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Perdata Khusus
m

ub
ka

ep

MULYATI, S.H., M.H.


NIP. 19591207 1985 12 2 002
ah

s
Halaman 6 dari 6 hal. Put. Nomor 511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Anda mungkin juga menyukai