Anda di halaman 1dari 127

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia

yang diberikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan pembuatan skripsi ini yang

berjudul “Praktik Penempatan Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Riau di dalam Pelaksanaan Kerja Praktik” skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) di

Fakultas Hukum Universitas Riau.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa keterbatasan ilmu dan

pengetahuan yang penulis miliki, maka dengan tangan terbuka dan hati yang lapang

maka penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat

membangun demi kesempurnaan penulisan inilah untuk masa yang akan datang.

Dan juga dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

banyak rasa terimakasih kepada yang teristimewa kedua orang tua penulis yaitu

Ayahanda, dan Ibunda yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa, motivasi, dan

dorongan dan juga tidak pernah bosan untuk mengingatkan untuk tetap berjalan

dijalan yang diridhoi oleh Allah SWT dalam setiap langkah penulis.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Aras Mulyadi DEA, selaku rektor Universitas Riau;

2. Bapak Dr. Firdaus S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Riau, sekaligus sebagai Penasehat Akademis dan sekaligus Pembimbing I yang

i
telah meluangkan waktu memberikan masukan, saran membimbing dengan

penuh kesabaran yang sangat bermanfaat dalam penulisan skrispsi ini;

3. Bapak Dr. Mexasai Indra, S.H.,M.H selaku Wakil Dekan I di Fakultas

Hukum Universitas Riau;

4. Ibu Dr. Hayatul Ismi, S.H.,M.H selaku Wakil Dekan II, sekaligus sebagai

dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan, membimbing

dan mengarahkan dalam penulisan skripsi ini;

5. Ibu Dr. Maryati Bachtiar, S.H.,M.kn, selaku Wakil Dekan III, dan Sebagai

Ketua penguji yang telah meluangkan waktu memberikan masukan, saran

membimbing dengan penuh kesabaran yang sangat bermanfaat dalam penulisan

skrispsi ini;

6. Ibu Ulfia Hasanah, S.H.,M.kn., selaku Koodinator Program Kekhususan

Hukum Perdata, sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberikan

masukan, membimbing dan mengarahkan dalam penulisan skrispsi ini, dan

sebagai Pembimbing Akademik (PA) selalu memberi arahan dan masukan

selama perkuliahan;

7. Dasrol S.H.,M.H sebagai Penguji II yang telah memberikan masukan dan

mengarahkan dalam penulisan skripsi ini;

8. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau, yang telah

banyak memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan;

9. Kepada Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas

Riau, yang telah memberikan ilmunya serta masukan yang sangat membantu

ii
kemudahan untuk semua urusan pada penulis selamamenikuti perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Riau;

10. Kepada pihak Jurusan Teknik Mesin Univesrsitas Riau terimakasih telah

mempermudah ananda dalam menyelesaikan tugas akhir;

11. Kepada Mutia Muharrami, yang telah selalu memberikan motivisi agar saya

semangat dalam mengerjakan skripsi dan selalu mengingatkan saya agar selalu

sabar dalam menghadapi cobaan dan mengingatkan saya agar jangan lupa sama

Alla SWT.

12. Kepada Teman-teman seperjuangan, Riza Adriani, Mega Manurung, Adi

Putra Silaban, Nike Irwani, Nia Siska, Leni Puji, Rinu Nabilla, Bayu

Syafandi, Tri Handika Putra, Ali Rafsanzani, Suganda Parmanto, Syahrial

Halomoan, Audesti Nindia, Wahyu Wira, Muhammad Shofi, serta kepada

teman-teman Program Kekhususan Hukum Perdata Bisnis angkatan 2014 yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu;

13. Kepada Teman-Teman Pejuang Toga, Okta Fatahnalaka, Akbar Riski

Irnanda, Selvi Dasria, Annisa Rilnawati, dan Rahmad Ali, terimakasih atas

selalu bersama dalam keadaan gembira dan sedih;

14. Kepada Teman-teman Kukerta Desa Lubuk Ambacang, yang selalu

mengingatkan untuk membuat skripsi ini;

15. Semua pihak yang tidak mungkin penulis cantumkan satu persatu dalam skripsi

ini.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak merupakan

iii
masukan yang sangat berguna bagi penulis. Harapan penulis semoga tulisan ini

berguna dan bermafaat bagi pembaca dan pembaca bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Pekanbaru, 25 September 2018

Penulis

(Handika Iqbal Pratama)

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERBAIKAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 11
C. Tujuan Penelitian................................................................ 11
D. Kegunaan Penelitian ........................................................... 12
E. Kerangka Teoritis ............................................................... 12
1. Teori Perlindungan Hukum .......................................... 12
2. Teori Perjanjian ............................................................ 15
F. Kerangka Konseptual ......................................................... 25
G. Metode Penelitian ............................................................... 26
1. Jenis dan Sifat Penelitian .............................................. 26
2. Lokasi Penelitian .......................................................... 26
3. Populasi dan Sample .................................................... 26
4. Sumber Data ................................................................. 28
5. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 29
6. Analisis Data ................................................................ 29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 31
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ................................. 31
1. Hukum Perjanjian ......................................................... 31

v
2. Syarat Sahnya Perjanjian .............................................. 35
3. Asas-Asas Dalam Perjanjian ........................................ 39
4. Jenis Perjanjian ............................................................. 40
B. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja ............................ 42
1. Pengertian dan Klasifikasi Tenaga Kerja ..................... 42
2. Perjanjian Kerja ............................................................ 47
3. Hubungan Kerja ........................................................... 51
4. Tinjuan Umum Tentang Mahasiswa Kerja Pratik ........ 55
C. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ............................... 58
1. Fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial .............. 58
2. Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ............... 60
3. Wewenang dan Asas Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial ............................................................................ 61
4. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan .................................. 63
D. Tinjauan Umum Konsep Perlindungan Hukum ................ 66
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................. 71
A. Gambaran Umum PT.PLN (PERSERO) Sektor
Pembangkitan Pekanbaru ................................................... 71
1. Sejarah PT.PLN (PERSERO) ....................................... 71
2. Sejarah Berdirinya PT.PLN (PERSERO) Sektor
Pembangkitan Pekanbaru .............................................. 72
3. Letak dan Geografis PT PLN (Persero) Sektor
Pembangkitan Pekanbaru .............................................. 75
4. Visi dan Misi PT. PLN (Persero) Sektor
Pembangkitan Pekanbaru .............................................. 76
B. Sejarah Fakultas Teknik dan Sejarah Jurusan Teknik
Mesin .................................................................................. 78
1. Gambaran Umum Kerja Praktik Di Fakultas Teknik
Mesin Universitas Riau ................................................ 80

vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 86
A. Perlindungan Hukum Terhadap Mahasiswa Kerja
Praktik Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau Ketika
Mengalami Kecelakaan Kerja di PT. PLN Sektor
Pembangkitan Pekanbaru ................................................... 86
1. Permasalahan peserta kerja praktik dari Jurusan
Teknik Mesin Universitas Riau di PT. PLN Sektor
Pembangkitan Pekanbaru ............................................. 86
2. Perlindungan hukum terhadap mahasiswa Teknik
Mesin Universitas Riau yang mengalami
kecelakaan kerja di PT. PLN Sektor Pembangkitan
Pekanbaru ..................................................................... 94
B. Status perjanjian pihak PT. PLN Sektor Pembangkitan
Pekanbaru dengan mahasiswa kerja praktik Teknik
Mesin Universitas Riau ...................................................... 101
1. Perjanjian di dalam kerja praktik ................................. 101
2. Status perjanjian peserta kerja praktik Jurusan
Teknik mesin dengan PT PLN Sektor Pembangkitan
Pekanbaru ..................................................................... 105
BAB V PENUTUP .............................................................................. 112
A. Kesimpulan......................................................................... 112
B. Saran ................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
ABSTRAK
Kerja Praktik banyak dilakukan oleh mahasiswa akhir sebagai syarat
kelulusan mereka yang di syaratkan oleh universitasnya, begitu juga dengan
mahasiswa jurusan Teknik Mesin Universitas Riau. Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian telah mewajibkan bahwa setiap peserta Kerja Praktik harus
mendapat jaminan keselamatan kerja dari pihak perusahaan, namun pada
kenyataannya seringkali mahasiswa Kerja Praktik tidak mendapatkan hak yang
seharusnya mereka dapatkan ini.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program
kerja praktik dalam perlindungan hukum, jaminan hak mereka oleh hukum,
perlindungan keselamatan kerja mereka, dan untuk mengetahui hambatan yang
dialami oleh, peserta Keja Praktik (mahasiswa), perusahaan, dan pihak jurusan
Teknik Mesin Universitas Riau dalam pelaksanaan kerja praktik, serta solusi dalam
mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Penulisan menggunakan pendekatan secara yuridis empiris untuk melihat
identifikasi dan efektifitas hukum dalam kenyataan melalui, sikap, perbuatan dan
pendapat secara nyata, dengan mengadakan penelitian langsung di lapangan
mengenai pelaksanaan penempatan peserta kerja praktik di jurusan Teknik Mesin
Universitas Riau. Sedangkan populasi dan sample adalah merupakan keseluruhan
pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini, sumber data
yang digunakan, data primer, data sekunder dan data tersier, teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan.
Dari hasil penelitian masalah ada dua hal pokok yang dapat disimpulkan.
Pertama perlindungan hukum bagi mahasiswa Kerja Praktik Universitas Riau
dalam berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian tidak
dipenuhi oleh pihak perusahaan tempat mereka melaksanakan Kerja Praktik.
Kedua, proses perjanjian beberapa pihak yang dilakukan pihak perusahaan
(PT.PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru) dan mahasiswa Kerja Praktik,
Perjanjian dibuat oleh perusahaan untuk peserta kerja praktik jurusan Teknik Mesin
Universitas Riau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, menjadikan
perjanjian ini batal demi hukum. Saran Penulis, Pertama, pemerintah seharusnya
lebih memperhatikan tentang perlindungan hukum hak dari peserta kerja praktik,
mengawasi lebih ketat prosedur kerja praktik dan membuat standart prosedur yang
baik. Pemerintah juga seharusnya lebih memberikan penyuluhan kepada pihak
perusahaan dan pihak universitas yang melaksanakan kerja praktik. Kedua, Isi
perjanjian harus memenuhi dan menjamin hak-hak dari peserta kerja praktik, dini
dikarenakan posisi mereka di dalam perjanjian ini sangat lemah.

viii
ABSTRACT

Practical Work is mostly done by the final students as their graduation


requirements which are required by the university, as well as students of the
Mechanical Engineering Department at Universitas Riau. Law No. 44 of 2015
concerning the Delivery of Work Accident Guarantees and Death Assurance has
obliged that each Practical Worker participant must receive work safety guarantees
from the company.
This legal writing aims to find out the implementation of practical work
programs in legal protection, guarantee of their rights by law, protection of their
work safety, and the obstacles experienced by participants of the Practical Work
(students, companies, and the Department of Mechanical Engineering, Universitas
Riau) in implementing practical work, as well as the solutions to overcome the
obstacles.
The writing of this study used a juridical empirical approach to see the
identification and effectiveness of law in reality through attitudes, actions and
opinions in real terms, by conducting direct research in the field regarding the
implementation of the placement of practical work participants in the Department
of Mechanical Engineering, Universitas Riau. While the population and sample
were all parties related to the problems examined in this study. The data sources
used were primary, secondary, and tertiary data. Data collection techniques in this
study were carried out by observation, interviews and literature reviews.
From the research findings on the problem, there are two main things that
can be concluded. First, legal protection for Practical Work students at Universitas
Riau based on Law Number 44 of 2015 concerning the Delivery of Work Accidents
and Death Collateral was not fulfilled by the companies where they carried out the
Practical Work. Second, the agreement process of several parties carried out by
the company (PT. PLN Pekanbaru Generation Sector) for participants of the
practical work at Universitas Riau's Mechanical Engineering Department is
contrary to the applicable law, making this agreement null and void. Some
recommendations from the author, first, the government should pay more attention
to the legal protection of the rights of participants in practical work and more
closely monitor the practical work implementations as well as make good standard
procedures. The government should also provide information to companies and
universities that carry out practical work. Secondly, The contents of the agreement
must fulfill and guarantee the rights of participants in practical work, this is
because their position in this agreement is very weak.

Keywords: Practices - Department of Mechanical Engineering- Practical Work


Implementation.

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari jika pekerjaan

merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam pasal

27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: “Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam amandemen

UUD 1945 tentang ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28 d ayat (2) UUD

1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban Negara untuk memfasilitasi warga

Negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Oleh karena itu, perlu

perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban

Negara tersebut.

Indonesia juga menganut asas hubungan industrial pancasila yang

merupakan prinsip dasar dalam pelaksanaan hubungan hukum ketenagakerjaan.

Dalam pemerintahan orde baru, hubungan industrial Indonesia harus didasarkan

pada ideologi negara pancasila yang sesuai dengan spirit kebudayaan Indonesia dan

cara pandang orang-orang indonesia1. Hubungan industrial adalah suatu sistem

hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau

jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang

didasarkan pada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 .

1
Susetiawan, Konflik Sosial Kajian Sosiologis Hubungan Buruh Berusahaan dan Negara di
Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm 176
1
Pada era globalisasi yang terjadi saat ini, persaingan menjadi hal yang tidak

dapat dihindari. Arus globalisasi memicu peningkatan jumlah kompetitor, baik

lokal maupun internasional. Persaingan global akan mendorong setiap perusahaan

untuk mampu bersaing dan bertahan di setiap industri yang digelutinya. Hal ini

tentu menuntut sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjalankan setiap

fungsi operasional perusahaan sehingga mampu meningkatkan nilai perusahaan

tersebut. Namun, seiring dengan semakin terbukanya suatu negara sebagai dampak

adanya globalisasi, arus tenaga kerja menjadi semakin tidak terbendung. Ketatnya

tingkat persaingan dalam dunia tenaga kerja menjadi tantangan tersendiri bagi para

pelaku dunia usaha di Indonesia untuk mengasah kemampuan dan keterampilan

mereka agar mampu berkompetisi dalam memperoleh lapangan pekerjaan.

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja

pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja2. Ketenagakerjaan bagi kaum

muda merupakan prioritas utama bagi pemerintah indonesia, para pengusaha, dan

pekerja. Program latihan kerja perlu diprioritaskan baik dalam rangka menghadapi

era globalisasi dan persaingan dunia, maupun untuk mengatasi dampak krisis

ekonomi serta mengurangi pengangguran. Kompetensi sumber daya manusia

Indonesia perlu ditingkatkan setara dengan standar kompetensi internasional,

supaya mampu bersaing dengan tenaga kerja di luar negeri.3

2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (1)
3
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.9.
2
Angka pengangguran di kalangan kaum muda, terutama laki-laki berada di

antara urutan tertinggi di wilayah asia dengan kisaran 20% 4. Dalam kaitan itu,

pemerintah Indonesia telah menempatkan penciptaan lapangan kerja yang

berkualitas dalam prioritas di rencana pembangunan jangka menengah nasional

tahun 2015-2019. Walaupun tidak ada solusi yang dapat memecahkan masalah

pengangguran sepenuhnya, pemagangan merupakan cara yang menjanjikan untuk

mengurangi kesenjangan antara permintaan dan penyediaan pekerja-pekerja

muda, terutama mereka yang berusia 15-24 tahun.

Memasuki pasar kerja memicu kekhawatiran untuk lulusan baru, pekerjaan

langka dan dan mengharuskan pekerja baru mempunyai pengalaman yang sesuai

bidang kerjanya. maka dari itu banyak mahasiswa berpaling untuk magang untuk

memoles resume mereka, mendapatkan pengalaman kerja yang berharga dan

membangun kontak sehingga berharap mendapatkan posisi yang dibayar (menjadi

karyawan tetap).5

Menyikapi hal tersebut, seluruh lembaga pendidikan di Indonesia harus

mampu mempersiapkan para peserta didiknya untuk menjadi sumber daya manusia

yang berkualitas dan tenaga kerja yang terampil. Universitas-universitas di

Indonesia, pada khususnya, juga dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan yang

tidak hanya memiliki kecakapan akademis dan teoritis, tetapi juga memiliki

4
Artikel “youth unemployment in indonesia: A demograpic bonus or disaster?” oleh indonesia
investment tanggal 17 mei 2014 berdasarkan laporan the world bank “east asia pasific at work:
employment, enterprise, and well-being” diakses melalui https://1.next.westlaw.com/ Document/
diakses, tanggal, 19 Desember 2017
5
Jeff P. Dunlaevy “Research Me a Cup of Coffee and a Cinnamon Scone!: Unpaid Internships
Pose Major Legal Risks, but Are Law Firms Exempt?”, tanggal, 25 Mei 2014, diakses melalui
https://1.next.westlaw.com/Document/ diakses, tanggal, 19 Desember 2017
3
kemampuan teknis dan pengalaman aplikatif yang memadai sehingga dapat

menghadapi persaingan dalam dunia kerja setelah masa pendidikannya berakhir.

Dilatar belakangi inilah banyak dari Universitas di Indonesia menyelenggarakan

Program kerja praktik sebagai mata kuliah pilihan untuk prasyarat kelulusan.

Untuk memasuki dunia kerja yang sangat kompetitif sekarang ini,

siswa/mahasiswa dituntut tidak hanya mempunyai kecerdasan intelektual yang

didapat dari sekolah/kampus semata, akan tetapi siswa/mahasiswa juga harus

mempunyai kemampuan dasar. Tiga pokok kemampuan dasar yang harus dimiliki

siswa/mahasiswa untuk dapat bersaing dengan yang lain adalah Knowledge yaitu

pengetahuan yang luas agar dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah dibodohi dan

dibelokkan sehingga akan menimbulkan kerugian baik materiil maupun spirituil

dalam diri sendiri. Skill yaitu keterampilan atau keahlian khusus sehingga

mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan yang lain. Attitude yaitu sikap atau

kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain sehigga dapat diteladani

sekaligus disegani.

Aturan hukum yang mengatur tentang praktik kerja bagi mahasiswa sangat

minim di Indonesia, hanya dua aturan hukum yang penulis dapatkan yang juga

dijelaskan secara umum, yaitu di atur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mana praktik kerja dapat dikategorikan

sebagai pelatihan kerja6. Juga tentang perlindungan kecelakaan kerja jika terjadi

kecelakaan kerja diatur di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang

6
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c62212693995/praktek-kerja-lapangan,
diakses, tanggal, 20 Mei 2018.
4
Penyelenggaran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian di dalam pasal

28.

Data yang dikumpulkan oleh National Association of Colleges and

Employers tahun 2013 di Amerika menunjukkan bahwa hanya setengah dari

lulusan kuliah yang magang, 37% dari mereka tidak mendapat bayaran atau uang

saku7, padahal di negara Amerika tersebut mahasiswa magang memiliki hak untuk

mendapat bayaran atau uang saku. Wajar melihat data diatas seperti perusahaan

mendapat pekerja gratis dan menfaatkan keadaan dari mahasiswa yang ingin

mencari pengalaman kerja.

Begitu juga proses Kerja Praktik di Indonesia banyak terjadi pelanggaran

dan ketidak sesuaian yang terjadi di lapangan dengan peraturan yang disahkan

oleh pemerintah. Proses perjanjian yang terjadi di dalamnya juga tidak seimbang

serta lemahnya posisi peserta magang didalam proses praktik kerja itu sendiri.

Akibatnya banyak hak dari peserta praktik kerja tersebut tidak dipenuhi secara

baik dan patut.

Padahal pada kegiatan kerja praktik kedua belah pihak saling mendapatkan

keuntungan, kedua belah pihak tersebut disini yakni peserta kerja praktik dan juga

perusahaan, para peserta kerja praktik mendapat keuntungan dengan memiliki

kesempatan untuk mengaplikasikan semua ilmu yang telah dipelajari saat

menjalankan pendidikan, dan kemudian pengalaman ini dapat menjadi bekal

dalam menjalani jenjang karir yang sesungguhnya.

7
National Association of Colleges and Employers, just 38 Percent of Unpaid Internships Were
Subject to FLSA Guidelinesn, tanggal Juni 2013, diakses melalui https://1.next.westlaw.com
/Document/ diakses, tanggal, 19 Desember 2017
5
Pengusaha sebagai salah satu pihak yang diuntungkan dengan adanya

praktik kerja yang dapat lebih meringankan kerja karyawan yang ada. Selain itu

dengan ada praktik kerja akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas

yang tentu meningkatkan kualitas dari standar pekerja di indonesia. Maka dari itu

perusahaan harus tetap menjaga hak-hak yang perlu diperoleh peserta kerja praktik

agar terjamin haknya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Pada pra riset yang penulis lakukan di Fakultas Teknik Jurusan Teknik

Mesin Universits Riau juga diadakan praktik kerja bagi mahasiswanya, kerja

praktik di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau terdiri dari 2

sks dan menjadi syarat untuk lulus untuk mendapatkan gelar sarjananya. Lama

waktu kerja praktik di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universits Riau

adalah 1 bulan, tetapi ada juga yang lebih dari satu bulan sesuai perjanjian antara

mahasiswa dan pihak perusahaan. Kerja praktik dilakukan oleh mahasiswa ke

berbagai perusahaan yang menurut dari pihak kampus sesuai dengan ilmu yang

mereka pelajari di jurusan tersebut.8 Informasi tersebut di sampaikan oleh bapak

Iwan Kurniawan selaku Dosen dan koordinator kerja praktik jurusan teknik mesin

Universitas Riau.

Bapak Iwan Kurniawan selaku koordinator kerja praktik teknik mesin

Universitas Riau juga menyampaikan bahwa di dalam kerja praktik mahasiswa

mendapat banyak pengalaman lapangan yang tidak di dapat dalam perkuliahan,

8
Wawancara dengan Bapak Iwan Kurniawan Koordinator Kerja Praktik Teknik Mesin
Universitas Riau, Hari Jumat, Tanggal 24 November 2017, Bertempat di Fakultas Teknik
Universitas Riau
6
mahasiswa dapat merasakan dan menerapkan ilmu yang mereka pelajari di

kampus secara langsung. Pihak perusahaan tempat mahasiswa juga terbantu

dengan adanya mahasiswa magang tersebut secara langsung dapat membantu

karyawan mereka dalam pekerjaannya, selain itu Iwan Kurniawan juga

menambahkan perusahaan dapat menemukan bibit bertalenta yang mereka tinjau

dari kinerja mahasiswa yang kerja praktik di perusahaan mereka, tidak jarang

perusahaan memberikan mereka tawaran kerja setelah tamat kuliah di perusahaan

mereka kepada mahasiswa yang dinilai bertalenta.9

Di dalam kerja praktik yang dilakukan mahasiswa teknik mesin masih

banyak yang tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku dan juga

merugikan dari pihak mahasiswa itu sendiri, yang mana pihak perusahaan terlalu

dominan di dalam perjanjian yang ada diantara ke dua belah pihak. Dalam

perjanjian yang termuat antara pemangang dan pihak perusahaan masih banyak

yang tidak seimbang dan tidak adil, dimana “suara” perusahaan lebih diutamakan

di dalam pembuatan perjanjian. Ada lagi kasus absensi mahasiswa peserta kerja

praktik yang pulang melebihi jam kerja, seharusnya sebagai perusahaan harus

membayar biaya lembur peserta kerja praktik tersebut, tetapi yang penulis

temukan banyak dari mereka tidak mendapat uang saku seperti halnya

pemagangan.

Persyaratan yang diajukan oleh pihak perusahaan dalam proses pemagang

juga ada yang merugikan mahasiswa kerja praktik. Seperti persyaratan yang

9
Ibid.
7
diajukan oleh PT. PLN sektor pembangkitan pekanbaru beralamat jalan Tanjung

Datuk No. 74 Pekanbaru dalam surat balasan permohanan kerja praktik oleh

mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau, yaitu pada surat Nomor

0011/SDM.04.09/SPKB/2018, di dalam surat balasan tersebut pihak

mensyaratkan pihak perusahaan tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan

ganti rugi jika terjadi kecelakaan atau musibah yang dialami mahasiswa di

perusahaan tersebut, dalam hal ini pihak perusahaan menanggungkan setiap

kecelakaan kerja menjadi tanggung jawab dari mahasiswa itu sendiri dan pihak

kampus, dalam hal ini perusahaan telah melanggar Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Jaminan Kematian, dijelaskan dalam pasal 28 yaitu:

Ayat (1): Dalam hal magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau
narapidana yang dipekerjakan pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara
dalam proses asimilasi, apabila mengalami Kecelakaan Kerja, dianggap sebagai
Pekerja dan berhak memperoleh manfaat JKK sesuai ketentuan dalam Pasal
25 ayat (2).
Ayat (2): Untuk menghitung besarnya manfaat JKK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), maka magang atau siswa kerja praktek atau
narapidana dianggap menerima Upah sebesar Upah terendah sebulan dari
Pekerja yang melakukan pekerjaan yang sama pada Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara tempat yang bersangkutan bekerja atau dipekerjakan.
Ayat (3): Ketentuan mengenai tata cara pembayaran Iuran JKK bagi
Peserta magang, siswa kerja praktek atau narapidana yang dipekerjakan pada
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dalam proses asimilasi diatur
dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan instansi terkait.

Pada hari Jumat tanggal 26 Januari 2018, sekitar pukul 10.00 WIB

mahasiswa yang melakukan kerja praktik di PT.PLN atas nama Surya Dita

Prasetya mengalami kecelakaan kerja, yaitu jatuh dari sepeda motor ketika ingin

mengantar surat undangan yang mengakibatkan tangan kiri dari mahasiswa

8
tersebut terkilir dan mengalami luka goresan di sekujur tangannya, gigi dari

mahasiswa tersebut juga tanggal10. Pihak perusahaan tidak mau menanggung

pengobatan disebabkan di dalam perjanjian kerja praktik Nomor

0011/SDM.04.09/SPKB/2018 pihak perusahaan telah menjelaskan tidak diberikan

ganti rugi apapun. Dalam hal ini perusahaan telah melanggar Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan

Kerja dan Jaminan Kematian, dijelaskan dalam pasal 28 yang telah disebabkan

diatas.

Kasus lain yang terjadi ketika Yudi Saputra, mahasiswa angkatan 2012

yang melakukan kerja praktik pada bulan Februari 2018. Mengalami luka bakar di

pahanya ketika tersentuh alat mesin yang masih panas ketika melakukan kerja

praktik di CV. Amri Jaya Dinamika. Pihak CV. Amri Jaya Dinamika tidak

memberikan ganti rugi apapun untuk pengobatan dari mahasiwa tersebut alasan

mereka tidak memberikan uang pengobatan dikarenakan kejadian tersebut karena

kelalaian dari mahasiswa itu sendiri.11

Dari uraian diatas maka terlihat masih banyak permasalahan yang terjadi

di dalam proses kerja praktik, khususnya oleh mahasiwa Teknik Mesin, mulai dari

kurangnya perlindungan hukum kepada mereka, perjanjian yang harus dibuat

“berat sebelah” dan diabaikannya peraturan hukum yang mengaturnya.

10
Wawancara dengan Wahyu Yustyanto Peserta Kerja Praktik Teknik Mesin Universitas Riau,
Hari Jumat, 25 Juli 2018, Bertempat di Fakultas Teknik Universitas Riau
11
Wawancara dengan Yudi Saputra Peserta Kerja Praktik Teknik Mesin Universitas Riau, Hari
Jumat, 25 Juli 2018, Bertempat tempat makan di jalan Taman Karya, Panam.
9
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui praktik pelaksanaan

penempatan kerja praktik di Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau, menguraikan

hambatan serta solusi di dalam kerja praktik yang dilakukan oleh mahasiswa

teknik mesin tersebut serta mengkaji dan melihat dari sisi hukum dengan aturan

hukum yang berlaku.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

tertarik untuk mengangkat menjadi sebuah bentuk skripsi yang berjudul

“PRAKTIK PENEMPATAN MAHASISWA JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU DI DALAM PELAKSANAAN

KERJA PRAKTIK”

10
B. Rumusan Masalah
Setelah penulis mengungkapkan hal-hal di atas, maka penulis

berkeinginan untuk meneliti, mempelajari serta membahas tentang Praktik

Penempatan Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Riau di dalam Pelaksanaan Kerja Praktik. Adapun rumusan masalah sebagai

berikut:

A. Bagaimana perlindungan hukum terhadap mahasiswa kerja praktik Jurusan

Teknik Mesin Universitas Riau ketika mengalami kecelakaan kerja di PT.

PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru?

B. Bagaimana status perjanjian yang dilakukan pihak PT. PLN Sektor

Pembangkitan Pekanbaru dan mahasiswa kerja praktik Teknik Mesin

Universitas Riau?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan

manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Dalam merumuskan tujuan

penelitian, penulis berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. untuk mengetahui proses perjanjian kerja praktik yang dilakukan pihak

perusahaan dan mahasiswa; dan

2. untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap mahasiswa kerja praktik

Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau.

11
D. Kegunaan Penelitian
Merujuk pada tujuan penulisan diatas, maka penelitian ini dimaksud

untuk dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain:

a. sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Hukum di Fakultas Hukum di Universitas

Riau;

b. untuk mengembangkan ilmu hukum secara umum dan perdata secara

khusus dalam hal perjanjian kerja praktik dan dalam hal perlindungan

hukum terhadap peserta kerja praktik tersebut;

c. sebagai referensi untuk Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas

Riau di dalam proses kerja praktik dalam hal perlindungan bagi peserta yang

mengikuti kerja praktik tersebut; dan

d. sebagai referensi dan sumber ilmu bagi mahasiswa peserta kerja praktik

untuk memperjuangkan hak-haknya dan memperoleh pengetahuan terkait

perlindungan hukum dalam kerja praktik.

E. Kerangka Teoritis
Berkaitan dengan teori hukum, ada beberapa teori hukum yang akan

digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

Teori Perlindungan Hukum

Terkait dengan teori perlindungan hukum, ada beberapa ahli yang

menjelaskan bahasan ini, antara lain yaitu Fitzgerald, Satjipto Raharjo,

Phillipus M Hanjon dan Lily Rasyidi. Fitzgerald mengutip istilah teori

perlindungan hukum dari Salmond bahwa hukum bertujuan


12
mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam

masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan

terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi

berbagai kepentingan di lain pihak.

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan

manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan

kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum

harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan

hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang

pada dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur

hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara

perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan

masyarakat.12

Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.13

Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan

hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan

resprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-

12
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 2000, hlm. 53
13
Ibid, hlm 69
13
hati dalam pengambilan keputusan berdasarkandiskresi dan perlindungan

yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk

penanganannya di lembaga peradilan.14

Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum

dapat didifungsikan untuk mengwujudkan perlindungan yang sifatnya tidak

sekedar adaptif dan fleksibel, melaikan juga predektif dan antipatif 15. Dari

uraian tersebut memberikan pemahaman bahwa perlindungan hukum

merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan

tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada

subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif

maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis

maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Peserta dari kerja praktik memiliki hak yang wajib dilindungi oleh

hukum, karna hukum memiliki fungsi untuk mewujudkan keadilan. Setiap

perusahaan yang menerima peserta magang harus mengikuti aturan hukum

yang berlaku dan tidak boleh mengabaikannya. Dengan adanya

perlindungan hukum peserta kerja praktik akan mendapatkan yang

seharusnya menjadi hak-haknya. Karena banyaknya dan mudahnya hak dari

peserta kerja praktik di cederai oleh pihak perusahaan maka hukum harus

ada untuk melindungi hak-hak tersebut. Penulis memasukkan teori ini

14
Ibid, hlm 54
15
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya, Bandung,
1993, hlm 118
14
karena teori ini dapat membedah dan mengetahui apa saja hak yang

dilanggar dan wajib dilindungi oleh hukum itu sendiri.

Teori Perjanjian

Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada orang lain atau dapat dikatakan peristiwa dimana dua orang atau

lebih saling mengikrarkan diri untuk berbuat sesuatu. Definisi perjanjian

batasannya telah diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Definisi perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut

sebenarnya tidak lengkap karena terdapat beberapa kelemahan yang perlu

dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:

a. hanya menyangkut sepihak saja;

b. kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus;

c. pengertian perjanjian terlalu luas; dan

d. tanpa menyebut tujuan.

Berdasarkan alasan-alasan diatas maka perjanjian dapat dirumuskan

sebagai berikut :“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua

orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal

mengenai harta kekayaan.”

Di dalam perjanjian juga dikenal beberapa asas perjanjian

diantaranya yaitu:

15
a. Asas Kebebasan Berkontrak

Hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka, hal

ini berarti hukum memberikan kebebasan untuk mengadakan

perjanjian yang dikehendaki asal tidak bertentangan dengan undang-

undang, ketertiban umum dan kesusilaan.16 Dengan diaturnya sistem

terbuka, maka hukum perjanjian menyiratkan asas kebebasan

berkontrak yang dapat disimpulkan dari Pasal 1338 (1) KUHPerdata

yang menjelaskan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang sangat penting

dalam suatu perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari

kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.

b. Asas Konsensualisme

Arti luas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan

perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah

sah apabila sudah sepakat mengenai hal yang pokok dan tidaklah

diperuntukan suatu formalitas. Dikatakan juga, bahwa perjanjian-

perjanjian itu pada umumnya “konsensuil”. Adakalanya undang-

undang menetapkan, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diharuskan

perjanjian itu dilakukan secara tertulis atau dengan akta notaris

16
A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
Liberty, Yogyakarta, 2004, hlm. 9.
16
(perjanjian penghibahan barang tetap), tetapi hal yang demikian itu

merupakan suatu kekecualian. Yang lazim, bahwa perjanjian itu sudah

sah dalam arti sudah mengikat, apabila sudah tercapai kesepakatan

mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Jual beli, tukar

menukar, sewa-menyewa adalah perjanjian yang konsensuil.

Asas Konsensualisme merupakan “roh” dari suatu perjanjian.

Hal ini tersimpul dari kesepakatan para pihak, namun demikian pada

situasi tertentu terdapat perjanjian yang tidak mewujudkan

kesepakatan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan adanya kecacatan

kehendak (wilsgebreke) yang mempengaruhi timbulnya perjanjian.

Dalam BW cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu :

1) Kesesatan atau dwaling.

2) Penipuan atau bedrog.

3) Paksaan atau dwang.

c. Asas Kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,

menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu

sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi

prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka

perjanjian tidak mungkin diadakan oleh kedua belah pihak. Dengan

kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan diri dan keduanya itu

mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagai undang- undang.

d. Asas Kekuatan Mengikat

17
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata yang

menjelaskan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya

dimaksudkan oleh Pasal tersebut, tidak lain dari pernyataan bahwa tiap

perjanjian mengikat kedua belah pihak,17 yang tersirat pula ajaran asas

kekuatan mengikat yang dikenal juga adagium-adagium “Pacta sunt

servanda” yang berarti janji yang mengikat.

Di dalam suatu perjanjian mengandung suatu asas kekuatan

mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata

terbatas pada yang diperjanjikan, akan tetapi terhadap beberapa unsur

lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.

Sehingga asas moral, kepatuhan dan kebiasaan yang mengikat para

pihak.

e. Asas Kepastian Hukum

Asas ini menetapkan para pihak dalam persamaan derajat tidak

ada perbedaan, walaupun ada perbedaan warna kulit, bangsa,

kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak

wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua belah

pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan

Tuhan Yang Maha Esa.

f. Asas Keseimbangan

17
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, P.T. Intermasa, Jakarta, 2004, hlm. 127.
18
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan

melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan

kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk

menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut perlunasan

prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula beban

untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat

disini kedudukan kreditur yang kuat seimbang dengan kewajibannya

untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan

debitur seimbang.18

g. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian

hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuasaan mengikat perjanjian

tersebut yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

h. Asas Moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu

perbuatan sukarela dari seseorang menimbulkan hak baginya untuk

membuat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat dari

zaakwaarneming, dimana seseorang yang akan melakukan suatu

perbutan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai

kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan

perbuatannya juga, asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata.

18
Mariam Firdaus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2009, hlm, 88.
19
Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan

yang melakukan berbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan,

sebagai panggilan dari hati nuraninya.

i. Asas Kebiasaan

ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata, yang

dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya

mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal

yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.

j. Asas Itikad Baik

Pasal 1338 ayat (3) BW menyatakan bahwa “perjanjian-

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan itikad baik adalah

“Kepercayaan, keyakianan yang teguh, maksud, kemauan (yang

baik)”. Dalam Kamus Hukum Fockema Andrea dijelaskan bahwa

itikad baik (te goeder trouw: good fith) adalah “Maksud, semangat

yang menjiwai para perserta dalam suatu perbuatan hukum atau

tersangkut dalam hubungan hukum”. Wirdjono Prodjodikoro

memberikan batasan itikad baik dengan istilah “dengan jujur” atau

“secara jujur”.19

Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik maksudnya

perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan.

19
Ibid, hlm. 134.
20
Pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) BW bersifat dinamis,

artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan

dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa

manusia sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan

pihak lain, atau menggunakan kata-kata secara membabi buta pada

saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Kedua belah pihak

harus selalu memperhatikan hal-hal ini, dan tidak boleh menggunakan

kelalaian pihak lain yang menguntungkan diri pribadi. Pemahaman

substansi itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) BW tidak harus

diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa itikad baik hanya muncul

sebatas pada pelaksaan perjanjian.

Itikad baik harus dimaknai dalam seluruh proses perjanjian,

artinya itikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap

pra perjanjian, perjanjian dan pelaksanaan perjanjian. Dengan

demikian fungsi itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) BW mempunyai

sifat dinamis melingkupi keseluruhan proses perjanjian tersebut.20

Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi

4 syarat, yaitu:

a. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya

20
Ibid, hlm. 139.
21
Kata sepakat dalam perjanjian merupakan perwujudan dari

kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjianmengenai apa yang

mereka kehendaki untuk dilaksanakan, kapan melaksanakanya,

kapan harusdilaksanakan, dan siapa siapa yang harus

melaksanakan.

Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah

persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki

oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua

kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal

balik. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya

disebutkannya "sepakat" saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara

(formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjer

dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah

tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau

mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang

tidak cakap membuat perjanjian:

1) Orang yang belum dewasa

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan

3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-

undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah

22
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal

1330 KUH Perdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah

mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu)

tahun dan sebelumnya belum kawin". Apabila perkawinan itu

dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu)

tahun, maka merekatidak kembali lagi dalam kedudukan belum

dewasa.

Soebekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah

bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan

terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk

menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya

dengan perbuatannya itu.

c. Suatu pokok persoalan tertentu

Yang dimaksud dengan suat hal tertentu dalam suatu

perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi

yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu

sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Dalam KUH Perdata Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan

bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai

pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan

jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di

23
kemudian hari ditentukan (Pasal 1333 ayat 2).

d. Suatu sebab yang tidak dilarang

Sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu

sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Pada Pasal

1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang

halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian

yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat

perjanjian itu batal demi hukum. Pembebanan mengenai syarat

subyektif dan syarat obyektif itu penting artinya berkenaan dengan

akibat yang terjadi apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak

terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan perjanjian tersebut

merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak

di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum

dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian

itu secara tidak bebas, Misalkan orang yang belum dewasa.

Dalam proses kerja praktik yang dilakukan oleh mahasiswa

banyak perjanjian yang dibuat oleh pihak perusahaan yang

merugikan peserta kerja praktik, hal ini dikarenakan lemahnya

posisi dari pihak peserta kerja praktik, penulis memasukkan teori

ini untuk menilai sejauh mana kesalahan dari perjanjian yang dibuat

oleh pihak perusahaan, melihat sesuai atau tidak dengan asas-asas

perjanjan.

24
F. Kerangka Konseptual
Konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan

dengan istilah yang ingin atau hendak di teliti.21

Di dalam penelitian ini ada beberapa istilah yang akan dipergunakan pada

saat penulisan. Untuk memudahkan dan mencegah terjadinya kesalapahaman

dalam uraian, maka di bawah ini dijelaskan beberapa istilah tersebut, istilah-

istilah tersebut adalah:

1. Praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori.22

2. Penempatan adalah proses, cara, perbuatan menempati atau

menempatkan.23

3. Mahasiswa adalah orang yang belajar (pelajar) di perguruan tinggi. 24

4. Kerja Praktik adalah adalah kegiatan lapangan yang wajib dilakukan oleh

mahasiswa/mahasiswi di Fakultas Teknik Universitas Riau untuk

meningkatkan pengetahuan praktikal dalam keilmuan dalam masing-

masing jurusan mahasiswa.

21
Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta: 2006, hal
132
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Dapartemen Pendidikan Nasional, Jakarta,
2008.
23
Ibid. hal. 1487.
24
Ibid. hal 895.
25
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai

suatu tujuan. Sehubungan dengan itu, dalam penerapannya ditempuh langkah-

langah sebagai berikut:

Jenis dan Sifat Penelitian

Penulisan menggunakan pendekatan secara yuridis empiris untuk

melihat identifikasi dan efektifitas hukum dalam kenyataan melalui, sikap,

perbuatan dan pendapat secara nyata, dengan mengadakan penelitian

langsung di lapangan mengenai pelaksanaan praktek penempatan peserta

kerja praktik di jurusan teknik mesin Universitas Riau. Pendekatan ini

bertujuan untuk memperoleh data yang murni mengenai masalah yang akan

di bahas dalam skripsi ini.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di jurusan teknik mesin Fakultas Teknik

Universitas Riau dan di PT. PLN (PERSERO) Sektor Pembangkitan

Pekanbaru

Populasi dan Sample

Populasi dan sample adalah sekumpulan objek yang hendak di teliti

berdasarkan lokasi penelitian yang telah di tentukan sebelumnya25.

Sehubungan dengan penelitian skripsi ini yang menjadi populasi adalah

Mahasiswa peserta kerja praktik tahun 2018 daerah Pekanbaru di Fakultas

Teknik jurusan teknik mesin Universitas Riau.

25
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal 44
26
Sample adalah himpunan bagian dari popolasi yang dapat mewakili

keseluruhan objek penelitian dan mempermudah dalam melakukan

penelitian. Dalam hubungannya dengan penelitian yang penulis lakukan,

maka dalam menentukan sample dari populasi yang akan diteliti

menggunakan metode pengambilan sample Purposive Sample, yaitu metode

pengambilan sampling yang dalam penentuan pengambilan anggota sample

berdasarkan atas pertimbangan atau keteria tertentu yang sebelumnya telah

ditetapkan oleh penulis26. Maka sample yang akan dihubungi oleh penulis

adalah Koordinator Pemagangan Teknik Mesin Universitas Riau dan

mahasiswa kerja praktik yang telah penulis kenal dan terdaftar sebagai

mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau.

Sesuai dengan metode tersebut, maka populasi dan sample dalam

membahas skripsi ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1
Sumber data: Fakultas Teknik Universitas Riau tahun 2018

No. Jenis Populasi Populasi Sample Persentase

1. Koordinator Kerja Praktik 1 1 100%


Jurusan Teknik Mesin
Universitas Riau
2. Mahasiswa Teknik mesin yang 9 4 44%
masuk dalam Kerja Praktik di
Pekanbaru 2018
3. Pihak Perusahaan Tempat kerja 4 2 50%
praktik mahasiswa Teknik Mesin
4. Dinas Tenaga Kerja dan 1 1 100%
Transmigrasi Provinsi Riau
Jumlah 15 5 -

26
Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hal 47
27
Sumber Data

Data yang diperoleh penulis dalam penyelesaian skripsi ini

bersumber pada dua jenis, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi

di lapangan, yang diberikan oleh pemberi data atau orang yang terlibat

langsung dalam memberikan data, yang ada hubungannya dengan

masalah yang diteliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan melakukan

studi kepustakaan bahan-bahan hukum, yang terdiri dari 3 yaitu:27

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan hukum yang mengikat,28 dimana yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah:

a) Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dan perubahannya.

b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

c) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran

Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dan menganalisa

27
Amiruddin, H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafika
Persada, Jakarta, 2004, hal 31
28
Ibid.
28
serta memahami bahan hukum primer, misalnya peraturan-peraturan

pemerintah, hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum, atau

rancangan undang-undang,29 yang memiliki hubungan dengan

masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder seperti kamus dan ensiklopedia yang

berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam

skripsi ini.30

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis di dalam

penelitian ini adalah:

a. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung dengan

responden, dalam hal ini dengan mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti

kerja praktik di Jurusan Teknik Mesin Universitas riau.

b. Studi Kepustakaan (Library research), yaitu serangkaian kegiatan yang

dilakukan penulis dengn maksud memperoleh data sekunder dengan

cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literature, buku-

buku, media massa dan informasi yang ada hubungannya dengan

penelitian yang dilakukan.

Analisis Data

29
Ibid.
30
Ibid.
29
Pada kegiatan ini data yang telah diperoleh baik dari hasil

wawancara observasi, maupun studi kepustakaan akan dianalisis dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, baik dari wawancara observasi

maupun studi kepustakaan akan dianalisis dengan metode pendekatan

kualitatif, yang merupakan tata cara penelitian yang merupakan tata cara

penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan

oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. 31 Dari hasil

analisis data tersebut dapat dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara

deduktif , yaitu cara berfikir yang menarik kesimpulan dari suatu pernyataan

atau dalil yang bersifat umum menjadi pernyataan yang bersifat khusus. 32

31
Soejono Soekanto, Loc. Cit.
32
Ibid.
30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian


Hukum Perjanjian

Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh

adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan

Overeenkomst untuk perjanjian. R. Subekti memberikan pengertian

tentang perikatan yaitu suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan

harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk

menuntut barang sesuatu dari yang lainnya ini diwajibkan memenuhi

tuntutan itu.33 Hal ini sebagaimana yang juga dimaksud oleh buku III KUH

Perdata.

Pitlo sebagaimana yang telah dikutip oleh RM. Suryodiningrat

memberikan pengertian tentang perikatan adalah ikatan dalam bidang

hukum harta benda (Vermogens Recht) antara dua orang atau lebih,

dimana satu pihak berhak atas sesuatu dan pihak yang lainnya

berkewajiban melaksanakannya.34 Digunakannya istilah perjanjian

(Overeenkomst) karena istilah ini sudah sangat terkenal dan sering

digunakan oleh masyarakat, disampingnya terdapat istilah lain yang

ternyata juga tidak salah, misalnya persetujuan, karena memang kedua

33
Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1984, hlm.11.
34
Suryodiningrat, Azas-Azas Hukum Perikatan, Tarsito, Bandung, 1982, hlm.18.
31
belah pihak telah setuju tentang suatu hal.

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai definisi dari

perjanjian, seperti R. Subekti yang berpendapat bahwa perjanjian adalah

suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua

orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal tersebut, dari peristiwa itu

timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

perikatan, perjanjian itu menerbitkan perikatan antara dua orang yang

membuatnya, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan

atau ditulis.35

Pendapat mengenai definisi perjanjian juga disampaikan oleh Sri

Soedewi Masychoen Sofyan yang berpendapat bahwa perjanjian adalah

suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap orang lain atau lebih.36 Lain halnya dengan Wiryono

Prodjodikoro yang berpendapat bahwa perjanjian diartikan sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana

suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal,

sedang pihak lain berhak menuntut janji itu.37 Abdul Kadir Muhammad

berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua

35
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, 1979, hlm .46.
36
Sri Soedewi Masychoen Sofyan, Hukum Perutangan, Yogyakarta, 1975, Seksi Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm.3.
37
Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1981 . Hlm.
9.
32
orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal

dalam lapangan harta kekayaan.38

Pengertian kontrak atau perjanjian yang dikemukakan para ahli

tersebut melengkapi kekurangan defenisi pasal 1313 BW, sehingga secara

lengkap pengertian kontrak atau perjanjian adalah perbuatan hukum, di

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih.39

Dari beberapa pengertian tentang perjanjian tersebut, maka dapat

disimpulkan adanya unsur-unsur dari pengertian tentang perjanjian, yaitu:

a. Adanya suatu perbuatan hukum, sehingga menimbulkan adanya hak dan

kewajiban.

b. Adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.

c. Adanya unsur kekayaan harta benda.

Pengertian perjanjian tersebut, apabila diperhatikan mengandung

unsur-unsur dari sebuah perjanjian, yaitu sebagai berikut40 :

a. Adanya pihak, sedikitnya dua orang

Para pihak dalam perjanjian ini disebut sebagai subjek peranjian. Subjek

perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Subjek perjanjian ini

harus berwenang untuk melaksanakan perbbuatan hukum seperti yang

ditetapkan oleh undang-undang.

38
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992, Hlm.7.
39
Mahlil Adrian, Implementasi Asas Perjanjian Dalam Pinjaman Kredit, Jurnal Ilmu Hukum
Universitas Riau, Volume 7 Nomor 1, 1 Agustus 2017, hlm 3, diakses melalui https://ejournal.
unri.ac.id/index.php/JIH/article/view/4973/4678.
40
Ibid. Hlm. 80
33
b. Adanya perjanjian para pihak

Perjanjian antara pihak bersifat tetap, bukan suatu perundingan.

Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat-syarat subjek

dan objek perjanjian. Perjanjian tersebut biasanya ditunjukkan dengn

penerimaan syarat atas suatu tawaran. Apa yang ditawarkan oleh pihak

yang satu diterima oleh pihak yang lainnya. Apa yang ditawarkan dan

perundingan itu pada umumnya mengenai syarat-syarat dan mengenai

objek dari perjanjian.

c. Adanya tujuan yang hendak dicapai

Tujuan yang hendak dicapai dari suatu perjanjian terutama untuk

memenuhi kebutuhan para pihak. Kebutuhan pihak hanya dapat dipenuhi

jika mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan yang hendak

dicapai juga tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan

dan ketertiban umum.

d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

Perjanjian kemudian menimbulkan adanya kewajiban untuk

melaksanakan suatu prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus

dipenuhi oleh para pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

e. Adanya bentuk tertentu tulisan atau lisan

Pentingnya bentuk tertentu ini karena undang-undang yang

menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian

mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat. Perjanjian dapat

dibuat juga secara lisan, tetapi jika para pihak mengkehendaki dibuat

34
secara tertulis, maka perjanjian juga dapat dibuat dengan tertulis,

misalnya dengan surat yang telah disetujui para pihak atau akta notaris.

f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai sahnya perjanjian

Syarat-syarat tersebut sebenarnya merupakan isi dari perjanjian,

karena dari syarat- syarat tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian tercantum dalam

Pasal 1320 KUH Perdata, sahnya perjanjian diperlukan empat syarat,

yaitu :

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri

Sebelum ada perjanjian biasanya para pihak mengadakan

perundingan atau negosiasi, dimana pada tahap ini para pihak saling

mengutarakan kehendaknya. Adanya kesesuaian dalam negosiasi inilah

yang kemudian menjadi kesepakatan para pihak. Kesepakatan yang

terjadi diantara para pihak yang mengadakan perjanjian harus terjadi

dengan sukarela dan tanpa paksaan atau penipuan, di antara para pihak

harus ada kehendak untuk mengikatkan diri, dalam pembuatan suatu

perjanjian kemungkinan terjadi kata sepakat yang diberikan karena ada

paksaan atau berada dibawah ancaman sehingga seseorang terpaksa

menyetujui (Pasal 1324 KUH Perdata).

Perjanjian juga bisa terjadi karena adanya penipuan, yaitu

dengan sengaja melakukan tipu muslihat, dengan memberikan

35
keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk orang lain agar

menyetujui (Pasal 1328 KUH Perdata).Jika perjanjian dilakukan dengan

ancaman, penipuan dan juga dengan menggunakan kekerasan, maka

mungkin saja diadakan pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari

orang-orang yang berkepentingan terhadap perjanjian tersebut (Pasal

1454 KUH Perdata).

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Arti kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa

para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan

ketentuan KUH Perdata, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau

pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa, sehat

akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-

undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Orang-orang yang

dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu : orang-

orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUH Perdata jo. Pasal

47 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan; orang-

orang yang di bawah pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433

KUH Perdata; serta orang-orang yang dilarang oleh undang-undang

untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang telah

dinyatakan pailit oleh pengadilan.

c. Suatu Hal Tertentu

Syarat ketiga dari Pasal 1320 KUH Perdata adalah adanya suatu

hal tertentu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ”hal

36
tertentu”, perlu melihat kepada Pasal 1333 KUH Perdata, yang

merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 1320 ayat (3) KUH

Perdata Pasal 1333 KUH Perdata, “Suatu perjanjian harus mempunyai

sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya,

tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja

jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

Pasal 1333 KUH Perdata mengatakan bahwa perjanjian harus

mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit ditentukan

jenisnya, yang dimaksud disini adalah, bahwa objek perjanjian tidak

harus secara individual tertentu, tetapi cukup kalau jenisnya tertentu.

Hal tersebut berarti bahwa perjanjian sudah memenuhi syarat, kalau

jenis objek perjanjiannya saja sudah ditentukan, maka ketentuan

tersebut harus ditafsirkan objek perjanjian harus tertentu, sekalipun

masing-masing objek tidak harus secara individual tertentu41.

d. Suatu Sebab yang Halal

Sebab atau causa adalah suatu yang menyebabkan atau

mendorong orang untuk membuat perjanjian, tetapi yang dimaksud

sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata bukanlah sebab dalam

arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat

perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri, yang

menggambarkan tujuan yang akan dicapaikan oleh para pihak.42

41
Ibid. Hlm. 31
42
Abdul Kadir Muhamad. Op.Cit., hlm. 94
37
Undang-undang tidak melihat apa yang menjadi sebab orang

mengadakan perjanjian, yang diperhatikan adalah isi dari perjanjian

tersebut, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah

dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan

ketentuan umum dan kesusilaan atau tidak. Pasal 1337 KUH

Perdata:“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-

undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban

umum”.

Pasal di atas berarti menurut undang-undang, tidak bertentangan

dengan ketertiban umum dan kesusilaan, maka perjanjian yang berisi

causa atau sebab yang halal diperbolehkan, sebaliknya jika perjanjian

yang berisi causa atau sebab yang tidak halal maka tidak diperbolehkan.

Keempat syarat tersebut di atas, jika digolongkan maka akan

terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Syarat Subjektif

Adalah syarat yang menyangkut subjek dari perjanjian,

yaitu pihak yang mengadakan perjanjian, yang termasuk dalam

syarat ini adalah kesepakatan untuk mengikatkan diri dan cakap

untuk membuat perjanjian, jika syarat subjektif tidak terpenuhi

maka perjanjian dapat dimintakan pembatalannya.

2. Syarat Objektif

Adalah merupakan syarat yang mencakup objek dari

perjanjian, yaitu adanya hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

38
Bilamana syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut

batal demi hukum.

Asas-Asas Dalam Perjanjian

Asas-asas yang berlaku dalam hukum perjanjian yaitu :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa

semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya, maksud “semua” dalam pasal tersebut

meliputi seluruh perjanjian baik yang sudah maupun belum diatur dalam

undang-undang. Asas tersebut bukan berarti tidak ada batasannya sama

sekali, tetapi kebebasan seseorang dalam membuat perjanjian yang

dibuatnya tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan

undang-undang.

b. Asas Konsensual

Asas konsensual perjanjian terjadi sejak saat tercapainya kata

sepakat antara pihak- pihak dengan kata lain, perjanjian itu sudah ada

dalam pengertian telah mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat

sejak tercapainya kata sepakat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH

Perdata.

c. Asas Obligatoir

Maksud asas ini adalah bahwa suatu kontrak sudah mengikat para pihak

seketika setelah tercapainya kata sepakat, akan tetapi daya ikat ini hanya

sebatas timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Pada tahap tersebut hak

39
milik atas suatu benda yang diperjanjikan belum berpindah. Sifat

obligatoir ini berbeda dengan asas hukum kontrak yang diatur dalam

Code Civil Perancis. Menurut Code Civil Perancis, hak kepemilikan turut

berpindah ketika kontrak telah disepakati.

d. Asas Bersifat Pelengkap

Hukum perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata adalah

bersifat pelengkap yang berarti bahwa ketentuan-ketentuan atau pasal-

pasal dalam KUH Perdata tersebut boleh dikesampingkan, apabila pihak-

pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan membuat ketentuan-

ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan pasal-pasal KUH

Perdata tersebut, tetapi apabila mereka tidak menentukan lain dalam

perjanjian yang mereka buat, maka berlakulah ketentuan KUH Perdata

tersebut.

Jenis Perjanjian

Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasikan jenis-jenis

perjanjian adalah43 :

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan

kewajiban kedua belah pihak, sedangkan perjanjian sepihak adalah

perjanjian yang memberikan kewajiban kewajiban kepada satu pihak dan

kepada pihak dan kepada pihak lain, misalnya hibah.

43
Abdul Kadir Muhamad. Op.Cit., hlm. 86-88.
40
2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan

keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak

yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan

kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian bernama dan tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama

sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus,

karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan

perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama

tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak

milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai

pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri

adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya

hak dan kewajiban para pihak.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada

perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-

pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian di samping ada

perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas

41
barang yang diperjanjikan.

B. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja


Pengertian dan Klasifikasi Tenaga Kerja

Istilah pekerja muncul sebagai peganti istilah buruh. Pada zaman

feodal atau jaman penjajahan Belanda. Dahulu yang dimaksud dengan

buruh adalah orang-orang pekerja “kasar” seperti kuli, mandor, tukang, dan

lain-lain. Orang-orang ini oleh pemerintah belanda dahulu disebut dengan

blue collar (berkerah biru), sedangkan orang – orang mengerjakan

pekerjaan “halus” seperti pegawai administrasi disebut dengan white collar

(berkerah putih). Biasanya orang – orang yang termasuk golongan ini adalah

para bangsawan yang bekerja di kantor dan juga orang – orang Belanda dan

Timur Asing lainnya. Pemerintah Hindia belanda membedakan antara blue

collar dan white collar ini semata – mata untuk memecah belah golongan

Bumiputra dimana oleh pemerintah Belanda white collar dan blue collar

memiliki kedudukan dan status yang berbeda.

Pada awalanya sejak diadakan seminar Hubungan Perburuhan

Pancasila pada tahun 1974, istilah buruh direkomendasikan untuk di ganti

dengan istilah pekerja. Usulan penggantian ini didasari pertimbangan istilah

buruh yang sebenarnya merupakan istilah teknis biasa saja, telah

berkembang menjadi istilah yang kurang menguntungkan. Mendengar kata

buruh orang akan membayangkan sekelompok tenaga kerja dari golongan

bawah yang mengandalkan otot. Pekerjaan administrasi tentu saja tidak mau

disebut buruh, disamping itu dengan dipengaruhi oleh paham marxisme,


42
buruh dianggap satu kelas yang selalu menghancurkan pengusaha/majikan

dalam perjuangan. Oleh karena itu, penggunaan kata buruh telah

mempunyai motivasi yang kurang baik, hal ini tidak mendorong tumbuh

dan berkembangnya suasana kekeluargaan, kegotong- royongan dan

musyawarah untuk mencapai mufakat dalam perusahaan sehingga

dirasakan perlu diganti dengan istilah baru.

Untuk mendapatkan istilah baru yang sesuai dengan keinginan

memang tidak mudah. Oleh karena itu, kita harus kembali dalam undang-

undang Dasar 1945 yang pada dasarnya pasal 2 disebutkan, bahwa “ yang

disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti koperas, serikat

pekerja, dan lain-lain badan kolektif”.

Jelas disini UUD 1945 menggunakan istilah “pekerja” untuk

pengertian buruh. Oleh karena itu, disepakati penggunaan kata “pekerja”

sebagai pengganti kata “buruh” karena mempunyai dasar hukum yang

kuat.44 Membicarakan perlindungan terhadap buruh haruslah bermula dari

pemahaman Membicarakan perlindungan terhadap buruh haruslah bermula

dari pemahaman hubungan yang terjadi antara buruh-majikan. Dalam

hubungan buruh-majikan, posisi buruh selalu subordinatif dengan majikan.

Hal ini merupakan akibat dari tidak seimbangnya kekuasaan ekonomi (yang

44
Hartono Widodo dan Judiantoro, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta,
PT.Rajagrafindo Persada, 2013, hlm 39.
43
pada akhirnya menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan politik) yang

melekat pada buruh dan pada majikan.45

Berdasarkan ketentuang Undang – undang No 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka (3) menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atu imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan menurut

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No

19 tahun 2012 tentang Syarat – Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan

Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 1 angka (6) pekerja/buruh adalah

setiap orang yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan atau

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang menerima upah atau imbalan

dalam bentuk lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (2) UU No. 13 Tahun 2003,

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/ jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun masyarakat.

Pengertian setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/ jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain atau setiap orang yang

bekerja sendiri dengan tidak menerima upah atau imbalan. Tenaga kerja

45
Dodi Haryono, “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hak-Hak Pekerja”, Jurnal
Hukum Universitas Riau, Edisi 1 Nomor 1 Tahun 2010, hlm 4, Diakses melalui https://ejournal.
unri.ac.id/index.php/JIH/article/view/477/470.
44
meliputi pegawai negeri, pekerja formal, dan orang yang belum bekerja atau

pengangguran. Dengan kata lain, pengertian tenaga kerja lebih luas dari

pada pekerja/buruh.46

Tenaga kerja itu sendiri mencakup buruh, pegawai negeri baik sipil

maupun swasta, karyawan. Semua istilah tersebut mempunyai maksud dan

tujuan yang sama yaitu orang bekerja pada orang lain dan memperoleh upah

sebagai imbalannya.

Berdasarkan kententuan Undang- undang No 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 1 angka (4) pemberi kerja adalah orang

perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan – badan lainnya yang

memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam

bentuk lain. Adanya istilah “perseorangan” dalam pengertian pemberi kerja

oleh Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini

tampaknya memberikan nuansa baru dalam ketenagakerjaan.

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang – undang No 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan pengusaha adalah:

1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan

suatu perusahaan milik sendiri.

2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara

berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

46
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal
1
45
3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1

dan 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Dalam ketenagakerjaan terdapat beberapa klasifikasi, diantaranya yaitu:

a. Tenaga Kerja berdasarkan Penduduknya

1) Tenagakerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat

bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan

kerja.menurut undang – undang tenaga kerja, mereka yang

dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia

antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun.

2) Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan

tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut

undang-undang Tenagakerja No 13 Tahun 2003, mereka adalah

penduduk diluar usia, yaitu mereka yang berusia dibawah 15 tahun

dan berusia diatas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para

pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak – anak.

b. Tenaga Kerja berdasarkan Batas Kerja

1) Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15

samapai dengan 64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi

sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari

pekerjaan.

2) Bukan Angkatan Kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun keatas

yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan

46
sebagainya. Contoh dari kelompok ini adalah anak sekolah dan

mahasiswa, para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan para

pengangguran sukarela.

c. Tenaga Kerja Berdasarkan Kualitasnya

1) Tenaga Kerja Terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu

keahlian atau kemahiran dalm bidang tertentu dengan cara sekolah

atau berpendidikan formal dan nonformal. Contohnya adalah

seorang dokter, pengacara, guru, dan lain-lain.

2) Tenaga Kerja Terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian

dan bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga Kerja

terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga

mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya adalah apoteker,

ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.

3) Tenaga kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih adalah tenaga Kerja

kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contohnya adalah kuli,

buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan lain sebagainya.

Perjanjian Kerja

a. Pengertian

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda adalah

arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601a

KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut : “Perjanjian kerja

adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja

mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan

47
untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima

upah”.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan

kewajiban kedua belah pihak”.

Perjanjian kerja timbul karena adanya suatu persetujuan antara

pekerja disatu pihak dengan pengusaha dipihak lain. Perjanjian itu

menetapkan antaralain bahwa pekerja akan sanggup melakukan

pekerjaan atau tugas yang diperintahkan padanya yang dapa

menghasilkan barang atau jasa dengan satu kompensasi dari pengusaha

atau pemberi kerja berupa upah yang besarnya tidak kurang dari upah

minimum yang berlaku pada saat itu.47

Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata,

bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “adanya di bawah perintah

pihak lain” sehingga tampak hubungan antara pekerja dan pengusaha

adalah hubungan bawahan dan atasan. Sedangkan pengertian perjanjian

kerja menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum, karena menunjuk hubungan

antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan

47
Soedarjadi, Op.Cit, hal 20.
48
kewajiban para pihak. Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas,

dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja, yakni :

1) Adanya Unsur Pekerjaan

Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang

diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah

dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat

menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal

1603 a yang berbunyi : “Buruh wajib melakukan sendiri

pekerjaannya; hanya dengan seizin majikania dapat menyuruh

orang ketiga menggantikannya’’.

Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat

pribadi karena bersangkutan ketrampilan/keahliannya, maka

menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja

tersebut putus demi hukum.

2) Adanya Unsur Perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja

oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk

pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan

yang diperjanjikan. Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan

hubungan lainnya.

3) Adanya Unsur Upah

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja,

bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama orang bekerja pada

49
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak

unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan

hubungan kerja.

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, perjanjian

kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan juga pada Pasal 1 angka 14 Jo

Pasal 52 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, definisi perjanjian kerja adalah perjanjian antara

pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 52

ayat 1 menyebutkan bahwa Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a) kesepakatan kedua belah pihak;

b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus

dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut

sah. Jika keepat unsur telah dipenuhi maka perjanjian kerja dapat

dikatakan sah. Apabila unsur kesepakatan kedua belah pihak dan

kecakapan atau kemampuan para pihak dalam perjanjian kerja tidak

terpenuhi, maka perjannian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan

50
apabila unsur adanya suatu pekerjaan dan pekerjaan yang

diperjanjikan tidak beertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan, dan peraturan perundang – undangan tidak terpenuhi,

maka perjanjian kerja tersebut dinyatakan batal demi hukum.

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut

kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, bahwa pihak-pihak

yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat mengenai

hal-hal yang diperjanjikan. Kemampuan atau kecakapan kedua

belah pihak yang membuat perjanjian harus haruslah cakap

membuat perjanjian ataupun cukup umur minimal 18 Tahun (Pasal

1 angka 26 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan). Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam

istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang

diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian. Objek perjanjian

haruslah yang halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Hubungan Kerja

a. Pengertian
Hubungan kerja merupakan satu ikatan pekerjaan antara seorang

(pekerja/buruh) yang melakukan pekerjaan tertentu, dengan seseorang

(pengusaha) yang menyediakan pekerjaan atau memberi perintah untuk

suatu pekerjaan yang harus dikerjakan dengan baik dan benar.48

48
Soedarjadi, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2009.
hlm 12.
51
Sedangkan menurut Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 1 angka (15) menjelaskan bahwa hubungan kerja

adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan

perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 3 unsur dari Hubungan

Kerja, yaitu :

1)Pekerjaan

2)Perintah

3)Upah

Dari ketiga unsur tersebut ketiga – tiganya harus terpenuhi dan

tidak boleh berkurang satupun agar dapat dikategorikan sebagai

hubungan kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa timbulnya

hubungan kerja disebabkan adanya suatu perjanjian kerja secara tertulis

maupun lisan antara pekerja dengan pemberi kerja yang telah

mengikatkan diri, saling bekerja sama untuk pelaksanan pekerjaan yang

menghasilkan produk barang dan atau jasa.

Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:

1) Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu

hubungan kerja);

2) Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus

merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut);

3) Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja,

sekaligus merupakan hak dari si pekerja atas upah);

52
4) Berakhirnya Hubungan Kerja; dan

5) Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang

bersangkutan.

b. Hubungan Sesama Pekerja

Hubungan sesama pekerja di lingkungan perusahaan memegang

peranan yang sangat penting. Sesama pekerja harus menjalin hubungan

dengan baik agar suatu pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik juga.

Sesama pekerja harus memiliki rasa kekeluargaan dan persaudaraan

yang tinggi, karena hal tersebut dapat meningkatkan semangat bekerja.

Dengan adanya hubungan yang baik antar pekerja maka akan

menimbulkan rasa nyaman dan menimbulkan kerjasama yang baik.

Sebaliknya jika hubungan antar pekerja tidak baik dan menimbulkan

suatu pertengkaran dapat mengendorkan semangat bekerja, persatuan,

dan persaudaraan antar pekerja.

c. Hubungan Bawahan dengan Atasan

Dalam lingkungan perusahaan tentunya oekerja mempunyai

atasan. Tidak hanya menjalin hubungan kerja yang baik dengan sesama

pekerja, pekerja juga harus membangun hubungan yang baik dengan

atasannya. Menjalin hubungan yang baik dengan atasan akan

menimbulkan rasa nyaman dalam bekerja. Pekerja akan dengan senag

hati menjalankan atau melaksanakan tugas yang diberikan oleh

atasannya dan akan dikerjakan dengan baik oleh pekerja.

53
Menjalin hubungan dengan baik harus selalu dibina oleh setiap

pekerja, karena apabila timbul permasalahan maka dapat dipecahkan

bersama dan dapat ditempuh dengan cara musyawarah.

Kesalahpahaman dapat dihindari, keterbukaan dapat dilakukan bersama

yang pada akhirnya membuat semua pihak akan merasa puas.

d. Hubungan Pengusaha dengan Pekerja

Dalam rangka mengembangkan usahanya, seorang pengusaha

harus selalu kreatif dan mengetahui cara memasarkan barang – barang

hasil produksi ke masyarakat sehingga barang tersebut dapat

memberikan keuntungan dan usahanya dapat terus berlanjut. Untuk

mewujudkan hal yang demikian seorang pengusaha dibantu oleh

pekerjanya. Menjalin hubungan kerja yang baik anatra pengusaha

dengan pekerja sangat penting. Hubungan denga pekerja harus terjalin

dengan harmonis, saling memberikan informasi, dan ada rasa

keterbukaan apabila ada masalah sehingga akan berdampak positif pada

hasil produksi. Pengusaha harus memiliki sikap mental sosial, seperti

apa yang diharapkan dalam Pedoman Hubungan Industrial Pancasila,

artinya bahwa seorang pekerja dihargai dan dihormati sebagaimana

manusia yang mempunyai harkat dan martabat.49

Di kebanyakan negara, model standar hubungan kerja (yaitu

waktu penuh kerja di bawah keterbukaan kontrak kerja) biasanya

49
Soedarjadi, Op.Cit, Hal 13-15.
54
menerima tenaga kerja terbaik disertai perlindungan jaminan sosial,

dengan perbedaan susunan pengaturan kerja menerima lebih sedikit

perlindungan dikarenakan kurang baiknya kualitas tenaga kerja

tersebut.50

Tinjuan Umum Tentang Mahasiswa Kerja Pratik

Kerja Praktik adalah suatu bentuk pendidikan dengan cara

memberikan pengalaman belajar bagi mahasiswa untuk berpartisipasi

dengan tugas langsung di Lembaga BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta,

dan Instansi Pemerintahan setempat. Kerja Praktik memberi kesempatan

kepada mahasiswa untuk mengabdikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh di

kampus. Kerja Praktik merupakan wujud relevansi antara teori yang didapat

selama di perkuliahan dengan praktek yang ditemui baik dalam dunia usaha

swasta maupun pemerintah.

Kerja Praktik dipandang perlu karena melihat pertumbuhan dan

perkembangan ekonomi yang cepat berubah. Kerja Praktik akan menambah

kemampuan untuk mengamati, mengkaji serta menilai antara teori dengan

kenyataan yang terjadi dilapangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan

kualitas managerial mahasiswa dalam mengamati permasalahan dan

persoalan, baik dalam bentuk aplikasi teori maupun kenyataan yang

sebenarnya.

50
Paul Schoukens “The changing concept of work: When does typical work become atypical”,
tanggal, 19 Desember 2017, diakses melalui https://1.next.westlaw.com/Document/ diakses, tanggal
7 Januari 2019
55
Pelaksanaan kerja praktek membutuhkan bantuan kerjasama dari

pihak industri/perusahaan dalam mewujudkan peningkatan kemampuan

mahasiswa dalam menghadapi tantangan perkembangan ilmu dan teknologi

yang biasanya diadopsi lebih cepat oleh industri-industri.Pengenalan

terhadap dunia industri ini diharapkan dapat menjadi pengalaman awal bagi

mahasiswa dalam melatih keterampilan, melatih bersikap dan bertindak di

masyarakat industri.51

Pelaksanaan kerja praktek untuk program sarjana disesuaikan

dengan bidang-bidang keahlian yang telah ditetapkan dalam kurikulum

yaitu: Produksi, Konversi, Material, dan Konstruksi52. Adapun beberapa

tujuan dari Kerja Praktik :

a. Praktek Kerja memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengenal

dan mengetahui secara langsung tentang instansi sebagai salah satu

penerapan disiplin dan pengembangan karier. Ketika di lapangan

melaksanakan praktek kerja, mahasiswa dapat menilai tentang

pengembangan dari ilmu yang mereka miliki.

b. Kerja Praktik menjadi media pengaplikasian dari teori yang diperoleh

dari bangku kuliah ke tempat kerja.

c. Meningkatkan hubungan kerjasama antara perguruan tinggi dengan

instansi Praktek Kerja Lapangan dapat menjadi media promosi lembaga

terhadap institusi kerja. Kualitas lembaga perguruan tinggi dapat

51
Dedi Rosa Putra Cupu, et. Al,. Buku Panduan Kerja Praktik, Teknik Mesin Universitas Riau,
Pekanbaru, 2017, hlm.8.
52
Ibid.
56
terukur dari kualitas para mahasiswa yang melaksanakan praktek kerja

lapangan tersebut. Selain itu praktek kerja lapangan juga dapat

membantu institusi kerja untuk mendapatkan tenaga kerja akademis

yang sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja yang dimilikinya.

d. Memperoleh wawasan tentang dunia kerja yang diperoleh di lapangan.

Mahasiswa akan merasakan secara langsung perbedaan antara teori di

kelas dengan yang ada di lapangan. Praktek Kerja Lapangan sangat

membantu mahasiswa dalam meningkatkan pengalaman kerja sehingga

dapat menjadi tenaga kerja profesional nantinya.

e. Lebih dapat memahami konsep-konsep non-akademis di dunia kerja.

Praktek kerja lapangan akan memberikan pendidikan berupa etika

kerja, disiplin, kerja keras, profesionalitas, dan lain-lain.

Kerja Praktik memiliki beberapa manfaat yaitu :

a. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mendapatkan keterampilan untuk melaksanakan

program kerja pada perusahaan maupun instansi pemerintahan. Melalui

Kerja Praktik mahasiswa mendapatkan bentuk pengalaman nyata serta

permasalahan yang dihadapi dunia kerja . Selain itu, mahasiswa akan

menumbuhkan rasa tanggung jawab profesi di dalam dirinya melalui

praktek kerja lapangan.

b. Bagi Lembaga Perguruan Tinggi

Lembaga dapat menjalin kerjasama dengan dunia usaha,

Lembaga BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, dan Instansi

57
Pemerintahan. Kerja Praktik dapat mempromosikan keberadaan

Akademik di tengah-tengah dunia kerja.

c. Bagi Tempat Kerja Praktik

Institusi dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja lepas yang

berwawasan akademi dari praktek kerja lapangan tersebut. Dunia kerja

atau institusi kerja tersebut akan memperoleh tenaga kerja yang sesuai

dengan bidangnya. Kemudian laporan praktek kerja lapangan dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi mengenai situasi

umum institusi tempat praktek tersebut. Selaian itu tempat mahasiswa

kerja praktik mendapat tenaga lebih karna keberadaan dari mahasiswa

yang melakukan kerja praktik.

C. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS, sesuai UU BPJS

(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) merupakan badan hukum yang

menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menjamin seluruh rakyat

Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dalam

menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya, menurut Pasal 5 UU BPJS ,

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dibagi menjadi BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

Fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi

menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan


58
menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip

asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

BPJS Ketenagakerjaan menurut Undang-Undang BPJS berfungsi

menyelenggarakan empat program, yaitu program jaminan kecelakaan

kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Menurut

UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara

nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar

peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai

apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita

penyakit akibat kerja Selanjutnya program jaminan hari tua

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau

tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima

uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap,

atau meninggal dunia.

Program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk

mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta

kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun

atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun ini diselenggarakan

berdasarkan manfaat pasti. Sedangkan program jaminan kematian

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial

59
dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan

kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.53

Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam melaksanakan

fungsinya, memiliki tugas untuk :

1) Melakukan dan menerima pendaftaran peserta;

2) Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;

3) Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

4) Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

5) Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

6) Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan

sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan

7) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program

jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

Dapat disimpulkan dalam menjalankan fungsinya, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial bertugas untuk pendaftaran kepesertaan dan

pengelolaan data kepesertaan, pemungutan dan pengumpulan iuran

termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana

jaminan Sosial, pembayaran manfaat atau membiayai pelayanan kesehatan

53
Kadek Rexy Dewata Putra, “Penyelenggaraan Program Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Denpasar”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, 2014, hlm.17.
60
dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program

jaminan sosial dan keterbukaan informasi kepada peserta dan masyarakat.

Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti

menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

Wewenang dan Asas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

1) Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam melaksanakan

tugasnya, sebagaimana dimaksud Pasal 11 UU Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial memiliki wewenang

sebagai berikut :

a) menagih pembayaran iuran;

b) menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek

dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,

solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang

memadai;

c) melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta

dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

d) membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif

yang ditetapkan oleh Pemerintah;

e) membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas

kesehatan;

61
f) mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi

Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

g) melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang

mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam

memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

h) melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka

penyelenggaraan program Jaminan Sosial.

Menagih pembayaran luran dalam arti meminta pembayaran

dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan

pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan

mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS

memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat dengan

program JKN adalah suatu program dan masyarakat atau rakyat dengan

tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh

bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup

sehat, produktif dan sejahtera.54

2) Asas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya, menurut

Pasal 2 UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) tahun 2004, Badan

54
Ibid. hlm. 34.
62
Penyelenggara Jaminan Sosial dalam melaksanakan JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional) didasari atas tiga asas, asas kemanusiaan, asas

manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

a) Asas Kemanusiaan

Asas kemanusiaan adalah asas yang berkaitan dengan

penghargaan terhadap asas kemanusiaan dan memungkinkan setiap

orang mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia

yang bermanfaat.

b) Asas Manfaat

Asas manfaat adalah asas yang bersifat operasional

menggambarkan pengelolaan yang efektif dan efisien. melalui program

ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar

hidup yang layak apabila terjadi hal- hal yang dapat mengakibatkan

hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit,

mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut

atau pension.

c) Asas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah asas

yang bersifat idiil. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya

merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian

perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

63
Negara Republik Indonesia lahir sebagai suatu Negara yang

bertujuan mengutamakan kepentingan seluruh rakyatnya. Jaminan sosial

ketenagakerjaan di selenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dalam

sistem ini, pemerintah tidak hanya berperan sebagai regulator tetapi juga

sebagai penyelenggara, pemberi kerja yang harus ikut membayar iuran,

dan bahkan sebagai penanggung jawab kelangsungan hidup program

jaminan tersebut, termasuk memberikan subsidi bagi masyarakat miskin.55

BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang

bertanggung jawab kepada presiden. Menurut Pasal 6 ayat (2) UU BPJS,

BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan hari

tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja bagi

seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling

singkat enam bulan di Indonesia.

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

Memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang

terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam

perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit

yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Iuran dibayarkan oleh pemberi

kerja yang dibayarkan (bagi peserta penerima upah), tergantung pada

tingkat risiko lingkungan kerja, yang besarannya dievaluasi paling lama 2

55
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Perlindungan Masyarakat Miskin Terhadap
Akses Kesehatan Pada Konteks Desentralisasi, Jakarta, 2009, hlm.21.
64
(dua) tahun sekali56

b. Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua adalah program jangka panjang yang

diberikan secara sekaligus sebelum peserta memasuki masa pensiun, bisa

diterimakan kepada janda/duda, anak atau ahli waris peserta yang sah

apabila peserta meninggal dunia.57 Program Jaminan Hari Tua

memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat

tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi syarat tertentu.

c. Jaminan Pensiun

Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk

mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli

warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia

pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.58

d. Jaminan Kematian

Jaminan Kematian adalah jaminan sosial yang berupa sejumlah uang

diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat

kecelakaan kerja.59 Jaminan kematian diperlukan sebagai upaya

meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun

56
BPJS Ketenagakerjaan, ”Program Jaminan Kecelakaan Kerja”, http://www.bpjsketenaga
kerjaan.go.id/page/program/Program-Jaminan-Kecelakaan-Kerja, diakses, tanggal, 20 September
2018.
57
Jaminan Sosial Indonesia, “Program Jaminan Hari Tua”, http://www.jamsosindonesia
.com/sjsn/Program/program_jaminan_hari_tua, diakses, tanggal 20 September 2018.
58
BPJS Ketenagakerjaan, ”Program Jaminan Pensiun”, http://www.bpjsketenagakerjaan.
go.id/page/program/Program-Jaminan-Pensiun.html, diakses, tanggal, 20 September 2018.
59
BPJS Ketenagakerjaan, 2014, ”Program Jaminan Kematian”, http://www.bpjsketenaga
kerjaan.go.id/page/program/Program-Jaminan-Kematian-(JKM).html, diakses, 20 September
2018.
65
santunan berupa uang.60

D. Tinjauan Umum Konsep Perlindungan Hukum


Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula

dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam

atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid

Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam

menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal

dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut

aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan

secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui

hukum dan moral.61

Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa

hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara

membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah

mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas

tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan

dilindungi.

60
BPJS Ketenagakerjaan, Laporan Keberlanjutan 2014 BPJS Ketenagakerjaan, Tidak Ada
Penerbit, 2014, Jakarta, hlm.48.
61
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.53.
66
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum

lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan

oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat

tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat

dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili

kepentingan masyarakat.62

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua

hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk

mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel,

melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang

lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh

keadilan sosial.63

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum

bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif

62
Ibid, hlm.54.
63
Ibid, hlm.55.
67
bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di

lembaga peradilan64

Sesuai dengan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum

adalah melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan

menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain

itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk

mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak

persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang

sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai

pengertian- pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan

hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan

terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat

penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum

terhadap sesuatu.65

Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang

kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum harus memberikan

perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena

setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Aparat penegak

hukum wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum,

64
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, 1987. hlm.29.
65
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009. hlm. 38

68
maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan pada

tiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang

diatur oleh hukum.

Perlindungan hukum dalam hal ini sesuai dengan teori interprestasi

hukum sebagaimana dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa

interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum

yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar

ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada

pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum

terhadap peristiwa konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk

mengetahui makna Undang- Undang. Pembenarannya terletak pada kegunaan

untuk melaksanakan ketentuan yang konkrit dan bukan untuk kepentingan

metode itu sendiri.66

Penafsiran sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum

(rechtsvinding), berangkat dari pemikiran, bahwa pekerjaan kehakiman

memiliki karakter logikal. Interpretasi atau penafsiran oleh hakim merupakan

penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh

masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit.

Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna

undang-undang.67

66
Ibid. hlm.39
67
Ibid. hlm.39
69
Perlindungan hukum dalam konteks Hukum Administrasi Negara

merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-

tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan

hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai

dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun

dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis

maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:

a. Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana

kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitif,

b. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana

lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.68

Perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan

implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan

martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum

yang berdasarkan Pancasila. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan

dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan

dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum.

68
Ibid. hlm.41
70
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum PT.PLN (PERSERO) Sektor Pembangkitan Pekanbaru


Sejarah PT.PLN (PERSERO)

Berawal di akhir abad ke 19, perkembangan ketenagalistrikan di

Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang

bergerak di bidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik

untuk keperluan sendiri.

Pada tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan perusahaan-

perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setelah Belanda menyerah kepada

pasukan tentara Jepang di awal Perang Dunia II.

Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi di akhir Perang Dunia II

pada Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan ini

dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi

Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan Pimpinan KNI

Pusat berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan

perusahaan-perusahaan tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan

Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas

pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.

Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah

menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara)

yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal
71
1 Januari 1965. Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu

Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik

negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas

diresmikan.

Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status

Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum

Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan

(PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.

Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan

kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka

sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi

Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam

menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.69

Sejarah Berdirinya PT.PLN (PERSERO) Sektor Pembangkitan

Pekanbaru

PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Pekanbaru merupakan

salah satu unit kerja di lingkungan PT. PLN (Persero) Pembangkitan

Sumatera Bagian Utara yang didirikan pada tanggal 28 Juli 2004

berdasarkan Akta Notaris Sutjipto, SH No. 169 tahun 1994 beserta

perubahan-perubahannya yang merupakan salah satu unit kerja di

lingkungan PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, yang

69
http://www.pln.co.id/tentang-kami/profil-perusahaan, diakses, tanggal 18 Oktober 2018
72
beralamat di Jl. Tanjung Datuk No. 74 Kelurahan Tanjung Rhu Kecamatan

Lima Puluh Kota Pekanbaru Propinsi Riau.70

Dengan ditetapkannya keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor

11.K/023/DIR/1996 tanggal 07 Februari 1996 tentang Pembentukan Unit

Organisasi PT PLN (Persero) Sektor Pekanbaru di lingkungan PT PLN

(Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara, maka

dipandang perlu dibentuk Pengorganisasian Unit PT PLN (Persero) Sektor

Pekanbaru. Organisasi Unit Sektor Pekanbaru mengelola Unit Pembangkit

Listrik Tenaga Air (PLTA) Kota Panjang, Unit Pembangkit Listrik Tenaga

Diesel dan Gas (PLTDG) Teluk Lembu serta Transmisi 150 KV, PLTG

Balai Pungut di Duri dan gardu-gardu Induk.

Kemudian untuk penyempurnaan lebih lanjut yang disesuaikan

dengan unit bisnis, maka Pengorganisasian Unit PT PLN (Persero) Sektor

Pekanbaru, berubah nama menjadi Sektor Pembangkitan Pekanbaru. Hal ini

didasarkan pada Keputusan Direksi Nomor 178.K/010/DIR/2004 dan

Nomor 299.K/DIR/2005. Sesuai dengan namanya maka Sektor

Pembangkitan Pekanbaru hanya mengelola Unit PLTA Kota Panjang, Unit

PLTD/G Teluk Lembu dan PLTG Balai Pungut Duri ditambah lagi

beberapa PLTD dan PLTG Sewa, sedangkan transmisi 150 KV dan Gardu-

gardu Induk dialih kelola oleh Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban

(P3B) Sumatera.

70
https://www.pln-spkb.com/about-us.php, diakses, tanggal, 18 Oktober 2018
73
Saat ini PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Pekanbaru

mengelola 3 pusat pembangkit yaitu :

a. PLTD/G Teluk Lembu, total kapasitas 72,4 MW yang terdiri dari:

1) PLTD kapasitas 7,6 MW

2) PLTG kapasitas 3 x 21,6 MW

b. PLTA Kota Panjang, total kapasitas 114 MW yang terdiri dari:

1) PLTA kapasitas 3 x 38 MW

c. PLTG dan PLTMG Balai Pungut, total kapasitas 120 MW yang terdiri

dari:

1) PLTG #2 Balai Pungut Duri 1 x 20 MW

2) PLTMG Balai Pungut Duri 7 x 17 MW

Selain itu juga terdapat PLTG, PLTMG dan PLTD Sewa yang

pengelolanya dibawah PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Pekanbaru

yaitu :

a. Lokasi Teluk Lembu Pekanbaru

b. PLTG Riau Power, kapasitas 21, 6 (DMN 18 MW) terhubung di 20 KV

c. ST Riau Power, kapasitas 10 MW (DMN 8 MW) terhubung di 20 KV

d. PLTMG KSO Hutan Alam 1, kapasitas 18 MW terhubung di 20 KV

e. PLTMG KSO Hutan Alam 2, kapasitas 50 MW terhubung di 20 KV

f. PLTMG PT PJBS 1, kapasitas 30 MW terhubung di 20 KV

g. PLTMG PT PJBS 2, kapasitas 30 MW terhubung di 150 KV

h. Lokasi Balai Pungut Duri

74
i. PLTG Unit 1 PJB, kapasitas 21,6 MW (DMN 17 MW) terhubung di 150

KV

j. PLTMG PT Max Power, kapasitas 40 MW terhubung di 20 KV

Letak dan Geografis PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan

Pekanbaru

PT PLN ( Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor

Pembangkitan Pekanbaru Jalan Tanjung Datuk nomor 74 Pekanbaru – Riau.

Visi dan Misi PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Pekanbaru

Visi adalah pandangan jauh tentang suatu perusahaan ataupun

lembaga dan lain-lain, visi juga dapat di artikan sebagai tujuan perusahaan

atau lembaga dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya

tersebut pada masa yang akan datang atau masa depan.

Adapun Visi PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Pekanbaru

yaitu"Diakui sebagai perusahaan kelas Dunia yang bertumbuh kembang,

unggul, dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi “insani”. Ciri

Perusahaan Kelas Dunia yaitu:

a. Merupakan barometer standar kualitas pelayanan dunia

b. Memiliki cakrawala pemikiran mutakhir

c. Terdepan dalan pemanfaatan teknologi

d. Haus akan kesempurnaan kerja dan perilaku

e. Merupakan perusahaan idaman bagi pencari kerja

75
Sebuah misi berbeda dengan visi, di mana misi adalah penyebab dan

visi adalah efek dari penyebab tersebut. Sebuah misi merupakan sesuatu

yang harus dicapai, sedangkan visi merupakan sesuatu yang harus dikejar

untuk mencapai apa yang dimaksud dalam misi tersebut.

Adapun Misi PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Pekanbaru

yaitu :

a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait , berorientasi

pada kepuasan pelanggan , anggota perusahaan dan pemegang saham

b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat

c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi

d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan

76
B. Sejarah Fakultas Teknik dan Sejarah Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Riau (FT-UR) didirikan pada tanggal 29

Desember 2000 berdasarkan SK Menteri Pendidikan Nasioanal RI No. 236/Q

tahun 2000. Cikal bakal FT-UR dimulai dengan didirikannya Fakultas Non

Gelar Teknologi (FNGT) pada tahun 1981 dengan 4 Program Studi, yaitu

Teknik Sipil, Teknik Kimia, Penyuluhan Pertanian dan Sosial Ekonomi

Pertanian. Tahun 1990 FNGT ditutup dan program studi yang ada di FNGT

dikembalikan ke fakultas pembinanya. Jurusan Pertanian membentuk Fakultas

sendiri sedangkan Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Kimia membentuk

Program Diploma di bawah Rektor.

Pada tahun 1994 Rektor Universitas Riau mengeluarkan kebijaksanaan

untuk menerima mahasiswa Program Studi Sarjana Teknik Sipil dan Teknik

Kimia sebagai cikal bakal Fakultas Teknik dengan SK Rektor No.

429/PT.22/H.Q/1994. Berdasarkan Surat Direktur Pembinaan Akademis Dirjen

Dikti No. 657/D2/96 tanggal 18 Maret 1996 mengizinkan untuk membuka

Program Studi Diploma Teknik Mesin dan Teknik Elektro dengan penerimaan

mahasiswa baru pada Tahun Ajaran 1998/1999.

Fakultas Teknik Universitas Riau saat ini mempunyai 4 Jurusan (Jurusan

Teknik Sipil, Teknik Kimia, Teknik Mesin, Teknik Elektro, dan Teknik

Arsitektur) 7 Program Studi Sarjana (Teknik Sipil S1, Teknik Kimia S1, Teknik

Mesin S1, Teknik Elektro S1, Teknik Lingkungan S1, Teknik Informatika S1

dan Teknik Arsitektur S1), 4 Program Studi Diploma (Teknik Sipil D3, Teknik

77
Kimia D3, Teknik Mesin D3, Teknik Elektro D3) dan 2 Program Studi Magister

(Magister Teknik Sipil dan Magister Teknik Kimia).71

Letak geografis Provinsi Riau yang sangat strategis ditinjau dari

pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara yang telah berkembang pesat,

padatnya lalu lintas barang dan jasa Internasional, memberikan dampak pada

percepatan pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, kemajuan peradaban

dan teknologi. Pertumbuhan dan kemajuan teknologi juga didukung oleh

kekayaan sumber daya alam Provinsi Riau dalam jumlah yang cukup besar

seperti minyak bumi, gas alam, bauksit, timah, batubara, pasir laut, perkebunan

sawit, coklat, kelapa, karet dan sebagainya yang meningkatkan pertumbuhan

industri, jasa, keuangan dan investasi disamping pertambahan jumlah industri

dan jasa yang semakin pesat seperti pada Kawasan Barelang (Batam, Rempang,

Galang) dan Sijori (Singapura, Johor, Riau), Kawasan Industri Dumai,

pendirian pabrik sawit, eksplorasi minyak oleh Chevron, dan cadangan minyak

terbesar di kepulauan Natuna. Kondisi ini menyebabkan penerapan teknologi

industri semakin meningkat di Provinsi Riau saat sekarang dan di masa yang

akan datang.

Teknologi industri membutuhkan sumber daya manusia yang unggul dan

mampu bersaing dalam memperoleh kesempatan berperan dalam dunia industri.

Dalam usaha peningkatan kemampuan masyarakat menguasai teknologi

industri, Universitas Riau melalui Proyek Peningkatan Pendidikan Sains dan

71
http://me.ft.unri.ac.id/sejarah-ftm/, diakses, tanggal, 16 agustus 2018.
78
Keteknikan (EEDP) ADB Loan No.1432 INO pada pertengahan tahun 1996,

membangun fisik sarana dan prasarana Fakultas Teknik UNRI yang mengarah

kepada pembukaan Program Studi baru yaitu program studi Diploma III Teknik

Mesin yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendiidkan Nasional RI Nomor: 378/DIKTI/Kep/2000 dan

penyelenggaraan Program Sarjana Teknik Mesin berdasarkan Surat Izin

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI

Nomor: 4020/D/T/2007.Dalam rangka pengembangan diri sesuai dengan

tuntutan masyarakat, keberadaan Program Studi Teknik Mesin ditingkatkan

menjadi Jurusan Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Riau dengan Surat

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI No. 208/D/T/2009 tanggal

16 Februari 2009, dan selanjutnnya ditetapkan dengan Keputusan Rektor

Universitas Riau No. 77/H19/AK/2009 pada tanggal 26 Februari 2009.72

Gambaran Umum Kerja Praktik Di Fakultas Teknik Mesin

Universitas Riau

Beberapa syarat dan prosedur dan ketentuan ketika menjalankan

Kerja Praktik (KP) di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas

Riau73:

a. Syarat Kerja Praktek74

72
http://me.ft.unri.ac.id/sejarah-ftm/, diakses, tanggal, 16 agustus 2018.
73
httpft.unri.ac.idsop-surat-kerja-praktek, diakses, tanggal, 16 agustus 2018.
74
Dedi Rosa Putra Cupu, et. Al,. Buku Panduan Kerja Praktik, Teknik Mesin Universitas Riau,
Pekanbaru, 2017, hlm.4.
79
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa yang

akan melaksanakan kerja praktek adalah:

1) Telah mengikuti seminar kerja praktek minimal 3 kali.

2) Telah menyelesaikan seluruh mata kuliah praktikum.

3) Menunjukkan KRS pengambilan mata kuliah kerja praktek pada

semester berjalan.

4) Menyusun berkas persyaratan kerja praktek untuk diusulkan kepada

koordinator kerja praktek.

Mahasiswa dapat mencari sendiri industri atau perusahaan tempat

kerja praktek atau menerima tempat kerja praktek yang ditawarkan oleh

Program Studi Sarjana Teknik Mesin. Mahasiswa dapat meminta surat

keterangan mencari lowongan kerja praktek yang

dikeluarkan/ditandatangani oleh pimpinan fakultas. Pencarian tempat

kerja praktek dapat dilakukan setelah mahasiswa memenuhi seluruh

persyaratan akademik.

b. Waktu dan Lama Kerja Praktek75

Kerja praktek dilaksanakan paling singkat 6 (enam) mingguyang

setara dengan 30 hari kerja, kecuali ada ketentuan khusus dari

perusahaan tempat kerja praktek dilaksanakan.

Tempat kerja praktek adalah industri-industri, BUMN/BUMD,

perusahaan swasta berbadan hukum PT/CV, dan tempat lainnya yang

75
Ibid, 25
80
berhubungan dengan bidang keahlian produksi, konversi energi,

material dan konstruksi. Tempat kerja praktek dapat dicari sendiri oleh

mahasiswa atau disalurkan oleh Program Studi Sarjana Teknik Mesin

Universitas Riau.

c. Pembimbing dan Prosedur76

1) Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing adalah tenaga pengajar (Dosen) tetap atau

dosen luar biasa pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Riau yang ditentukan langsung oleh Ketua Program

Studi77. Tugas dan wewenang pembimbing akademik adalah sebagai

berikut.

Mengarahkan mahasiswa dalam penyusunan proposal Kerja

Praktek (jenis pekerjaan dan ruang lingkup) bersama pembimbing

lapangan serta memberikan persetujuan terhadap proposal Kerja

Praktek:

a) Membimbing mahasiswa dalam melakukan pekerjaannya agar

dapat mengimplementasikan keilmuan dan menyelesaikan

masalah di tempat Kerja Praktek.

b) Melakukan koordinasi dengan pembimbing lapangan terkait

dengan pelaksanaan pekerjaan mahasiswa.

76
Ibid, hlm. 27
77
https://www.scribd.com/doc/138701478/Panduan-Penulisan-Laporan-Kerja-Praktek-
Teknik-Mesin, diakses, tanggal, 19 Agustus 2018.
81
c) Membimbing mahasiwa dalam pembuatan laporan Kerja Praktek

serta memberikan pengesahan terhadap laporan akhir Kerja

Praktek yang dibuat oleh mahasiswa.

d) Memberikan penilaian terhadap hasil Kerja Praktek sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan. Memberikan penalti sesuai

aturan yang berlaku bagi mahasiswa yang melanggar aturan

pelaksanaan Kerja Praktek.

2) Pembimbing Lapangan

Pembimbing lapangan adalah tenaga dari instansi tempat

mahasiswa melakukan Kerja Praktek yang bertanggung jawab

membimbing mahasiswa selama proses pelaksanaan Kerja Praktek.

Pembimbing lapangan ditentukan oleh instansi tempat mahasiswa

melakukan Kerja Praktek dengan tugas dan wewenang sesuai dengan

kebijakan instansi yang bersangkutan78. Berikut adalah poin-poin

yang diharapkan dari pembimbing lapangan:

a) Memberikan pengarahan terhadap pekerjaan yang diberikan

kepada mahasiswa.

b) Memberikan persetujuan terhadapi proposal Kerja Praktek yang

berisikan penugasan kepada mahasiwa.

c) Mengawasi kemajuan pekerjaan yang diberikan kepada

mahasiswa.

78
https://www.scribd.com/doc/138701478/Panduan-Penulisan-Laporan-Kerja-Praktek-
Teknik-Mesin, diakses, tanggal, 19 Agustus 2018.
82
d) Memberikan persetujuan terhadap laporan akhir Kerja Praktek

yang dibuat oleh mahasiswa.

e) Memberikan penilaian terhadap hasil Kerja Praktek sesuai

dengan aturan pada subbab penilaian.

3) Prosedur Kerja Praktik79

1. Penentuan Pembimbing Akademik

Setelah mendapat tempat kerja praktek, akan ditentukan

pembimbing akademik oleh Koordinator Kerja Praktek dengan

wewenang dan tanggung jawab yang telah ditentukan.

2. Pengarahan oleh Pembimbing Akademik

Pembimbing akademik memberikan pengarahan kepada

mahasiswa bimbingannya mengenai tugas dan tanggung jawab

mahasiswa sebelum berangkat ke lokasi kerja praktek, termasuk

tata cara penulisan laporan akhir kerja praktek. Sebaiknya

mahasiswa tersebut telah membuat draft laporan yang mencakup

latar belakang, tinjauan pustaka mengenai perusahaan dan

metodologi pelaksanaan kerja praktek.

1) Pelaksanaan Kerja Praktek

79
Ibid, hlm. 36
83
a) Kerja praktek dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditentukan

dan mengikuti peraturan perusahaan yang berlaku.

b) Mahasiswa dianjurkan mengambil Asuransi Kesehatan dan

Kecelakaan selama kerja praktek.

c) Asistensi dengan pembimbing akademik dilakukan minimal 6

(enam) kali, yaitu 1x di awal dan 5x di akhir kerja praktek.

Lembar asistensi dapat dilihat pada Lampiran 3.

d) Setelah memulai melakukan observasi di tempat kerja praktek

mahasiswa diwajibkan untuk berkonsultasi dengan pembimbing

tentang topik tugas khusus yang akan dipilih untuk penyusunan

laporan. Konsultasi dapat dilakukan secara langsung (tatap muka

atau komunikasi telepon/digital) maupun secara tidak langsung

(melalui surat elektronik/email).

e) Selama pelaksanaan kerja praktek mahasiswa diwajibkan

mengisi agenda kegiatan kerja praktek, yang berisi tugas,

kegiatan pengamatan atau pengolahan data yang dilakukan

selama pelaksanaan kerja praktek. Pada agenda kegiatan

dicantumkan juga tanggal dan uraian kegiatan yang telah

dilakukan secara berurutan serta mendapatkan pengesahan dari

pembimbing di lapangan atau pejabat yang berhak pada institusi

tempat kerja praktek.Peserta kerja praktek yang tidak

menyerahkan lembar kegiatan sesuai ketentuan di atas akan

84
diberikan sanksi oleh Koordinator kerja praktek berupa

pengurangan nilai akhir kerja praktek.

85
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Mahasiswa Kerja Praktik Jurusan


Teknik Mesin Universitas Riau Ketika Mengalami Kecelakaan Kerja di
PT. PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru
Permasalahan peserta kerja praktik dari Jurusan Teknik Mesin

Universitas Riau di PT. PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru

Memasuki pasar kerja memicu kekhawatiran untuk lulusan baru,

pekerjaan langka dan dan mengharuskan pekerja baru mempunyai

pengalaman yang sesuai bidang kerjanya. maka dari itu banyak mahasiswa

berpaling untuk kerja praktik untuk memoles kemampuan mereka.

Menyikapi hal tersebut, seluruh lembaga pendidikan di Indonesia

mempersiapkan para peserta didiknya untuk menjadi sumber daya manusia

yang berkualitas dan tenaga kerja yang terampil.

Universitas-universitas di Indonesia, pada khususnya, juga dituntut

untuk dapat menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki kecakapan

akademis dan teoritis, tetapi juga memiliki kemampuan teknis dan

pengalaman aplikatif yang memadai sehingga dapat menghadapi

persaingan dalam dunia kerja setelah masa pendidikannya berakhir. Dilatar

belakangi inilah banyak dari Universitas di Indonesia menyelenggarakan

Program kerja praktik sebagai mata kuliah pilihan untuk prasyarat

kelulusan.

86
Data yang dikumpulkan oleh National Association of Colleges and

Employers tahun 2013 di Amerika menunjukkan bahwa hanya setengah

dari lulusan kuliah yang magang, 37% dari mereka tidak mendapat bayaran

atau uang saku80, padahal di negara Amerika tersebut mahasiswa magang

memiliki hak untuk mendapat bayaran atau uang saku. Wajar melihat data

diatas seperti perusahaan mendapat pekerja gratis dan menfaatkan keadaan

dari mahasiswa yang ingin mencari pengalaman kerja.

Proses Kerja Praktik di Indonesia banyak terjadi pelanggaran dan

ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan dengan peraturan yang disahkan

oleh pemerintah.81 Padahal jika dilihat dari aturan yang mengatur tentang

Kerja Praktik sangat minim dan seharusnya dapat ditaati bagi setiap

elemen terkait. Banyak dari peserta Kerja Praktik tidak mendapat adanya

jaminan kecelakaan kerja bagi peserta Kerja Praktik, padahal aturan

hukum mengaturnya dengan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Jaminan Kematian di dalam Pasal 28, dan juga proses perjanjian yang

terjadi di dalamnya juga tidak seimbang serta lemahnya posisi peserta

Kerja Praktik didalam proses Kerja Praktik itu sendiri. Akibatnya banyak

hak dari peserta praktik kerja tersebut tidak dipenuhi secara baik dan patut.

80
National Association of Colleges and Employers, just 38 Percent of Unpaid Internships Were
Subject to FLSA Guidelinesn, tanggal Juni 2013, diakses melalui https://1.next.westlaw.com
/Document/ diakses, tanggal, 19 Desember 2017.
81
Wawancara dengan Bapak Iwan Kurniawan Koordinator Kerja Praktik Teknik Mesin
Universitas Riau, Hari Jumat, Tanggal 24 November 2017, Bertempat di Fakultas Teknik
Universitas Riau.
87
Pelaksanaan kerja praktik dilakukan dengan prosedur tertentu, bagi

mahasiswa yang bertujuan untuk Praktik Kerja disuatu tempat kerja, baik

dunia usaha maupun didunia industri setidaknya sudah memiliki

kemampuan dasar sesuai bidang yang digelutinya atau sudah mendapatkan

bekal dari pembimbing dijurusannya untuk memiliki ilmu-ilmu dasar yang

akan diterapkan dalam dunia usaha atau dunia Industri. Alasan utama

mengapa para mahasiswa harus memiliki bekal ilmu pengetahuan dasar

sesuai bidangnya agar dalam pelaksanaan Praktik Kerja tidak mengalami

kendala dalam penerapan Ilmu Pengetahuan dasar yang kemungkinan besar

dalam proses Praktik Kerja mendapatkan ilmu-ilmu baru yang tidak

diajarkan di Lembaga Kejuruan terkait.82

Pelaksanaan Praktik Kerja ini diharapkan setiap mahasiswa mampu

mengikuti kegiatan kerja serta memahami kegiatan kerja yang dilakukan di

dunia usaha ataupun di dunia Industri agar Praktik Kerja tersebut dapat

mencapai serta mendapatkan sesuatu yang baik dan berguna bagi dirinya

serta agar mahasiswa tersebut mampu menunjukan kinerjanya secara

maksimal apa yang telah dilakukannya selama berada di dunia Usaha atau

dunia Industri sehingga mampu membuat dirinya diperhitungkan di dunia

usaha atau dunia industri.83

Praktik Kerja memberikan dan sekaligus mengajarkan kepada

mahasiswa akan dan bagaimana kehidupan di dunia kerja. disamping ajang

82
Dedi Rosa Putra Cupu, et. Al,. Buku Panduan Kerja Praktik, Teknik Mesin Universitas
Riau, Pekanbaru, 2017, hlm, 7.
83
Ibid.
88
uji coba ilmu yang ia pelajari melalui praktik kerja mahasiswa diharapkan

mampu memahami tentang bagaimana tata dan aturan di dunia

industri/usaha, sehingga ketika ia nantinya tamat ia sudah benar-benar siap

bekerja baik secara keilmuan maupun secara kejiwaan dan mental.

Pada penelitian yang penulis lakukan di Fakultas Teknik Jurusan

Teknik Mesin Universits Riau juga diadakan praktik kerja bagi

mahasiswanya, kerja praktik di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Riau terdiri dari 2 sks dan menjadi syarat untuk lulus untuk

mendapatkan gelar sarjananya. Lama waktu kerja praktik di Fakultas

Teknik Jurusan Teknik Mesin Universits Riau adalah 1 bulan, tetapi ada

juga yang lebih dari satu bulan sesuai perjanjian antara mahasiswa dan

pihak perusahaan. Kerja praktik dilakukan oleh mahasiswa ke berbagai

perusahaan yang menurut dari pihak kampus sesuai dengan ilmu yang

mereka pelajari di jurusan tersebut.84 Informasi tersebut di sampaikan oleh

bapak Iwan Kurniawan selaku Dosen dan koordinator kerja praktik jurusan

teknik mesin Universitas Riau.

Bapak Iwan Kurniawan selaku koordinator kerja praktik Teknik

Mesin Universitas Riau juga menyampaikan bahwa di dalam kerja praktik

mahasiswa mendapat banyak pengalaman lapangan yang tidak di dapat

dalam perkuliahan, mahasiswa dapat merasakan dan menerapkan ilmu

yang mereka pelajari di kampus secara langsung. Pihak perusahaan tempat

84
Wawancara dengan Bapak Iwan Kurniawan Koordinator Kerja Praktik Teknik Mesin
Universitas Riau, Hari Jumat, Tanggal 24 November 2017, Bertempat di Fakultas Teknik
Universitas Riau
89
mahasiswa juga terbantu dengan adanya mahasiswa magang tersebut

secara langsung dapat membantu karyawan mereka dalam pekerjaannya,

selain itu Iwan Kurniawan juga menambahkan perusahaan dapat

menemukan bibit bertalenta yang mereka tinjau dari kinerja mahasiswa

yang kerja praktik di perusahaan mereka, tidak jarang perusahaan

memberikan mereka tawaran kerja setelah tamat kuliah di perusahaan

mereka kepada mahasiswa yang dinilai bertalenta.85

Kerja Praktik yang dilakukan mahasiswa Teknik Mesin

Universitas Riau masih banyak yang tidak sesuai dengan peraturan hukum

yang berlaku dan juga merugikan dari pihak mahasiswa itu sendiri, yang

mana pihak perusahaan terlalu dominan di dalam perjanjian yang ada

diantara ke dua belah pihak. Dalam perjanjian yang termuat antara

pemangang dan pihak perusahaan masih banyak yang tidak seimbang dan

tidak adil, dimana “suara” perusahaan lebih diutamakan di dalam

pembuatan perjanjian.

Persyaratan yang diajukan oleh pihak perusahaan dalam proses

pemagang juga ada yang merugikan mahasiswa kerja praktik. Seperti

persyaratan yang diajukan oleh PT. PLN sektor pembangkitan pekanbaru

beralamat jalan Tanjung Datuk No. 74 Pekanbaru dalam surat balasan

permohanan kerja praktik oleh mahasiswa Teknik Mesin UR, yaitu pada

surat Nomor 0011/SDM.04.09/SPKB/2018, di dalam surat balasan

85
Ibid.
90
tersebut pihak mensyaratkan pihak perusahaan tidak bertanggung jawab

dan tidak memberikan ganti rugi jika terjadi kecelakaan atau musibah yang

dialami mahasiswa di perusahaan tersebut, dalam hal ini pihak perusahaan

menanggungkan setiap kecelakaan kerja menjadi tanggung jawab dari

mahasiswa itu sendiri dan pihak kampus, dalam hal ini perusahaan telah

melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

Kematian, dijelaskan dalam Pasal 28 yaitu, “Dalam hal magang, siswa

kerja praktek, tenaga honorer, atau narapidana yang dipekerjakan

pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dalam proses

asimilasi, apabila mengalami Kecelakaan Kerja, dianggap sebagai

Pekerja dan berhak memperoleh manfaat JKK sesuai ketentuan dalam

Pasal 25 ayat (2)”.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Repubik Indonesia Nomor 1

Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan

Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta

Bukan Penerima Upah Pasal 7 ayat (1) yaitu: “Pemberi Kerja selain

penyelenggara negara yang mempekerjakan pekerja magang, siswa kerja

praktek, tenaga honorer, atau narapidana dalam proses asimilasi wajib

mendaftarkan pekerja magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau

narapidana dalam proses asimilasi ke dalam program JKK melalui kantor

cabang BPJS Ketenagakerjaan atau pada Kanal Pelayanan BPJS

Ketenagakerjaan”.

91
Padahal dijelaskan pada Pasal 4 ayat (3), Pekerja magang, siswa

kerja praktik, tenaga honorer, atau narapidana dalam proses asimilasi yang

pekerjakan oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara, apabila

mengalami kecelakaan kerja dan mereka tidak di daftarkan ke BPJS maka

apabila terjadi kecelakaan kerja menjadi tanggungan dari pemberi kerja.

Pada PT.PLN sektor Pembangkitan Pekanbaru terdapat tiga

mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau, masing-masing mahasiswa

mendapat perjanjian yang menyatakan mereka tidak mendapatkan

jaminan keselamatan dan kecelakaan kerja dari PT. PLN Sektor

Pembangkitan Pekanbaru.86

Kasus kecelakaan kerja yang penulis temukan ketika penelian

diantaranya pada hari Jumat tanggal 26 Januari 2018, sekitar pukul 10.00

WIB mahasiswa yang melakukan kerja praktik di PT. PLN atas nama

Surya Dita Prasetya mengalami kecelakaan kerja, yaitu jatuh dari sepeda

motor ketika ingin mengantar surat undangan yang mengakibatkan tangan

kiri dari mahasiswa tersebut terkilir dan mengalami luka goresan di

sekujur tangannya87.

Pihak perusahaan tidak bersedia menanggung pengobatan

disebabkan di dalam perjanjian kerja praktik Nomor

86
Wawancara dengan Alben Fdilay bagian Sumber Daya Manusia PT. PLN Sektor
Pembangkitan Pekanbaru, hari Jumat, 9 November 2018, bertempat di kantor PT. PLN Sektor
Pembangkitan Pekanbaru.
87
Wawancara dengan Wahyu Yustyanto Peserta Kerja Praktik Teknik Mesin Universitas Riau,
Hari Jumat, 25 Juli 2018, Bertempat di Fakultas Teknik Universitas Riau
92
0011/SDM.04.09/SPKB/2018 pihak perusahaan telah menjelaskan tidak

diberikan ganti rugi apapun.88 Kasus lainnya yang terjadi ketika Yudi

Saputra, mahasiswa angkatan 2012 yang melakukan kerja praktik pada

bulan Februari 2018. Mengalami luka bakar di paha kanan ketika

terseentuh entuh alat mesin yang masih panas ketika melakukan kerja

praktik di CV. Amri Jaya Dinamika. Pihak CV. Amri Jaya Dinamika tidak

memberikan ganti rugi apapun untuk pengobatan dari mahasiwa tersebut

alasan mereka tidak memberikan uang pengobatan dikarenakan kejadian

tersebut karena kelalaian dari mahasiswa itu sendiri.89

Dalam hal ini perusahaan telah melanggar Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-Jaminan

Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, dan juga Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Repubik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata

Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan

Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan Penerima Upah

Pasal 7 ayat (1) yaitu: ”Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang

mempekerjakan pekerja magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer,

atau narapidana dalam proses asimilasi wajib mendaftarkan pekerja

magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau narapidana dalam

proses asimilasi ke dalam program JKK melalui kantor cabang BPJS

88
Wawancara dengan Bapak Alfitra, selaku staf Sumber Daya Manusia PT. PLN Sektor
Pembangkitan Pekanbaru, Tanggal 17 Oktober 2018, Bertempat di Kantor PT. PLN Sektor
Pembangkitan Pekanbaru.
89
Wawancara dengan Yudi Saputra Peserta Kerja Praktik Teknik Mesin Universitas Riau, Hari
Jumat, 25 Juli 2018, Bertempat tempat makan di jalan Taman Karya, Panam.
93
Ketenagakerjaan”.

Perlindungan hukum terhadap mahasiswa Teknik Mesin Universitas

Riau yang mengalami kecelakaan kerja di PT. PLN Sektor

Pembangkitan Pekanbaru

Kasus yang di uraikan diatas terlihat lemahnya dan tidak

dipenuhinya hak dari peserta mahasiswa dalam melaksanakan kerja

praktik, aturan hukum seolah tidak menjadi acuan dari masing-masing

pihak. Pihak perusahaan yang diwajibkan oleh Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja

dan Jaminan Kematian, dijelaskan dalam Pasal 28 dan Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Repubik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata

Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan

Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan Penerima Upah Pasal

7 ayat (1) yang berbunyi: ”Pemberi Kerja selain penyelenggara negara

yang mempekerjakan pekerja magang, siswa kerja praktek, tenaga

honorer, atau narapidana dalam proses asimilasi wajib mendaftarkan

pekerja magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau narapidana

dalam proses asimilasi ke dalam program JKK melalui kantor cabang

BPJS Ketenagakerjaan”.

Jaminan Kecelakaan Kerja menurut Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Repubik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata

Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan

Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan Penerima Upah Pasal

94
16 ayat (2), adapun pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis jika

terjadi kecelakaan kerja harus meliputi:

1) Pemeriksaan dasar dan penunjang;


2) Perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
3) Rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah
daerah, atau rumah sakit swasta yang setara;
4) Perawatan intensif;
5) Penunjang diagnostik;
6) Pengobatan;
7) Pelayanan khusus;
8) Alat kesehatan dan implan;
9) Jasa dokter/medis;
10) Operasi;
11) Transfusi darah; dan/atau
12) Rehabilitasi medik.

Dua aturan hukum yang isinya hampir sama tersebut, pihak

perusahaan tidak menjalankan aturan hukum itu, pihak Universitas Riau

Juga seolah acuh dan tidak mau tau dengan aturan tersebut. Padahal penulis

menilai peraturan tersebut masih sangat minim dan seharusnya dapat di

penuhi oleh pihak perusahaan.

Muhammad Faisal selaku bagian Pengawasan di Dinas Tenaga

Kerja Provinsi Riau, bahwasanya setiap perusahaan yang menerima Kerja

Praktik di perusahaan mereka harus memberikan jaminan kecelakaan kerja

melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), jika perusahaan

tidak mendaftarkan peserta Kerja Praktik, maka perusahaan tersebut harus

menggung segala biaya jika terjadi kecelakaan kerja sesuai dengan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian,

dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan Penerima Upah Pasal 4 ayat

95
(2).90

Bapak Muhammad Faisal, menyatakan meski peserta kerja praktik

bukan termasuk tenaga kerja dan pemagang, mereka tetap mempunyai hak

untuk mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, dan mengakui

bahwa masih kurangnya pengawasan dari pemerintah dikarenakan masih

kurangnya pegawai pengawasan di Dinas Ketengakerjaan Provinsi Riau

dengan banyaknya masalah yang terjadi di lapangan, jadi pemerintah lebih

mengutamakan pengawasan terhadap masalah yang dianggap lebih

penting.

Berbeda dengan negara lain, Penulis mengambil contoh negara

Jepang yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memberikan uang

saku, jaminan kecelakaan kerja dan pemeliharaan kesehatan kepada peserta

kerja praktik, negara tersebut sangat memperhatikan standart hak dari

peserta magang91. Dari negara Jepang tersebut dapat bandingkan dengan di

Indonesia yang hanya mewajibkan perusahaan memberikan hak

keselamatan kerja bagi peserta Kerja Praktik, itupun dengan pengawasan

lapangan yang sangat minim sehingga banyak perusahaan tidak

mematuhinya.

Penulis berpendapat pemerintah seharusnya lebih memperhatikan

tentang perindungan hak dari peserta kerja praktik, mengawasi lebih ketat

90
Wawancara dengan Bapak Muhammad Faisal, Pegawai pengawasan di Dinas
Ketenagakerjaan Provinsi Riau, Hari Jumat, Tangal 19 Oktober 2018, Bertempat di Dinas
Ketenagakerjaan Provinsi Riau.
91
“Buku Pedoman Praktik Kerja”, diterbitkan oleh Organisasi Kerjasama Pelatihan
Internasional Jepang (JITCO), hlm, 7-9
96
prosedur kerja praktik dan membuat standart prosedur yang baik.

Pemerintah juga seharusnya lebih memberikan penyuluhan kepada pihak

perusahaan dan pihak universitas yang melaksanakan kerja praktik.

Terpenuhinya hak keselamatan kerja dari pesrta magang di harapkan peserta

magang dapat dengan lebih tenang dan lebih baik menyerap ilmu lapangan

kerja yang sebenarnya.

Pemerintah harus memberikan hak yang lebih banyak kepada

pihak-peserta magang, yang dimana haknya di dalam hukum hanya

sekedar perlindungan jaminan keselamatan kerja, berbeda dengan magang

yang di dalam aturan hukum mendapat lebih banyak perlindungannya.

Pemagangan di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya disebutkan dalam Pasal 21-30.

Dan lebih spesifiknya diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Nomor 36 Tahun 2016.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja

yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan kerja di lembaga

pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan dan

pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman,

dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka

menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

Peserta magang mendapatkan lebih banyak perlindungan hukum

dibandingkan mahasiswa kerja praktik, di dalam Pasal 12 ayat (1)

97
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 36 Tahun 2016 tentang

Penyelengaraan Pemagangan di dalam Negeri disebutkan peserta magang

berhak untuk:

a. memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama


mengikuti pemagangan;
b. memperoleh uang saku;
c. memperoleh perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja dan
kematian; dan
d. memperoleh sertifikat.

Dan juga dijelaskan dalam ayat 2 bahwa uang saku yang dimaksud pada

ayat (1) huruf b meliputi biaya transport, uang makan dan insentif peserta

pemagangan.

Perjanjian yang dilakukan antara pemagang dan pihak perusahaan juga

dilakukan secara lisan, dari penelitian yang penulis lakukan belum

menemukan perjanjian tertulis di dalam proses perjanjian magang tersebut,

padahal di dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

36 tahun 2016 perjanjian magang harus dilakukan dalam bentuk perjanjian

tertulis.

Dibandingkan dengan perlindungan hukum kepada mahasiswa

kerja praktik sangat jauh berbeda, dimana hukum hanya mewajibkan pihak

perusahaan untuk memberikan mereka jaminan keselamatan kerja.

Padahal dari segi resiko dan dari segi praktik keduanya memiliki program

dan pendidikan pesertanya yang tidak jauh berbeda. Bahkan banyak yang

menyamakan penyebutan untuk mahasiswa kerja praktik dengan sebutan

pemagang.

98
Contohnya seperti yang disampaikan Febri Setyo Hantoro selaku

Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketanagakerjaan, “Selama magang,

mereka wajib dilindungi dalam program kecelakaan kerja dan kematian,”

ujarnya. Ia mengatakan terkait hal tersebut pihaknya sudah mekakukan

sosialisasi ke perguruan tinggi dan sekolah yang memiliki kurikulum

kegiatan magang. Hal itu lantaran masih banyak siswa maupun mahasiswa

yang mengikuti praktik magang harus mendapat perlindungan jaminan

sosial. Ia juga memaparkan total peserta didik baik jejang sekolah SMK

sederajat sebanyak 44 ribu untuk se-Kalimantan Barat. “Dari jumlah itu

hanya sekitar 20-30 persen yang akan mengikuti praktik magang. Jadi

sekolah dan perguruan juga harus tahu, bahwa itu wajib,” ujarnya.

Kewajiban pembiayaan premi iuran dari siswa yang magang itu

dibebankan kepada perusahaan ditempat magang. Itu berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Kewajiban itu dibebankan kepada

perusahaan.92

Berita tersebut seharusnya Kepala Bidang Pemasaran BPJS

Ketanagakerjaan tersebut menyebut mereka siswa dan mahasiswa kerja

praktik, bukan peserta magang, ini dikarenakan peserta magang hanya bagi

mereka yang mencari pekerjaan bukan mereka yang ingin sebagai syarat

kelulusan dari sekolah atau universitas mereka. Mereka hanya terdiri dari

pencari kerja, siswa Lembaga Pelatihan Kerja, dan tenaga kerja yang akan

92
https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/20469/BPJS-Ketenagakerjaan-Wajibkan-
Siswa-Magang-Dua-Program-Jaminan-Sosial, diakses, tanggal 19 september 2018
99
ditingkatkan kompetensinya.93

Penelitian yang penulis lakukan ketika melakukan wawancara

kepada pihak kampus, mahasiswa dan pihak perusahaan mereka salah

dalam penyebutan nama ini, meski di dalam perjanjian mereka

menyebutnya dengan kerja praktik, dari hal ini juga dapat di liat kemiripan

antara kerja praktik dan pemagangan, hanya saja aturan hukum

perlindungan bagi keduanya jauh berbeda.94

Pada penelitian yang penulis lakukan di Universitas Riau,

khususnya di dalam kerja praktik di jurusan Teknik Mesin, masih awamnya

mereka tentang aturan hukum yang mengatur masalah kerja praktik

tersebut, sehingga mengakibatkan mahasiswa ketika melakukan kerja

praktik haknya tidak dipenuhi, pihak kampus seolah tutup mata dan tidak

ingin tau tentang jaminan keselamatan kerja mahasiswanya, yang penting

mereka harus kerja praktik agar mereka bisa lulus dan memperoleh gelar

akademisnya.

Pihak universitas seharusnya lebih memperhatikan aturan hukum

dalam menjalankan program kerja praktik. Pihak universitas juga harus

memperhatikan jaminan keselamatan mahasiswa mereka ketika

menjalankan kewajiban kerja praktik. Dengan peran mereka sebagai

pelindung mahasiswa diharapkan dapat meyakinkan setiap perusahaan yang

menerima mahasiswa-mahasiswa mereka untuk di daftarkan ke dalam

93
APINDO, “Pedoman Untuk Pengusahan Program Pemagangan di Indonesia” hlm. 7.
94
Wawancara dengan Wahyu Yustyanto Peserta Kerja Praktik Teknik Mesin Universitas
Riau, Hari Jumat, 25 Juli 2018, Bertempat di Fakultas Teknik Universitas Riau
100
jaminan keselamatan kerja. Tidak hanya diam dan menunggu terjadi

kecelakaan kerja yang lebih parah baru merespon dan memperhatikan

jaminan didalam kerja praktik ini.

Banyak keuntungan jika aturan hukum di laksanakan dan hak dari

masing-masing pihak dapat dipenuhi di dalam proses kerja praktik,

mahasiswa menjadi lebih terjamin keselamatan kerja ketika pelaksanaan

kerja praktik, mengetahui hak dan kewajibannya sehingga dapat bekerja dan

menyerap ilmu dilapangan dengan baik. Untuk menghasilkan mahasiswa

yang berkualitas, sehingga tenaga kerja di Indonesia tidak menjadi tenaga

yang minim pengalaman. Peran pemerintah harus hadir di tengah-tengahnya,

agar hak dari peserta magang yang kedudukannya lemah menjadi lebih kuat.

B. Status perjanjian pihak PT. PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru dengan


mahasiswa kerja praktik Teknik Mesin Universitas Riau
Perjanjian di dalam kerja praktik

Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada orang lain atau dapat dikatakan peristiwa dimana dua orang atau

lebih saling mengikrarkan diri untuk berbuat sesuatu. Definisi perjanjian

batasannya telah diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Definisi perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut

sebenarnya tidak lengkap karena terdapat beberapa kelemahan yang perlu

dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:


101
a. hanya menyangkut sepihak saja;

b. kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus;

c. pengertian perjanjian terlalu luas; dan

d. tanpa menyebut tujuan.

Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber

perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga

dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan

sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan)

itu adalah sama artinya.

Perjanjian khusus di dalam kerja praktik memang tidak diatur di

dalam aturan hukum. berbeda dengan hal nya magang, yang diatur secara

spesifik dan lengkap di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No.Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di dalam

Negeri. Di dalam kerja praktik penulis melihat beberapa kesamaan di dalam

pelaksanaan kerja praktik yang mirip dengan proses pemagangan, tetapi

berbeda di dalam perlindungan hukum, keduanya memiliki perlindungan

hukum yang berbeda jauh. Perlindungan hukum di dalam proses

pemagangan dilihat dari segi manapun lebih baik dari dan lebih komplit di

bandingkan kerja praktik. Penulis akan membahas dan membandingkan

kedua program pelatihan kerja ini, khususnya di bagian perjanjian dengan

pihak perusahaan.

102
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja

yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan kerja di lembaga

pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan dan

pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam

proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka

menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.95

Menurut Sudjana, magang adalah cara penyebaran informasi yang

dilakukan secara terorganisasi. Menurut Rusidi, magang merupakan salah

satu mata kuliah yang harus diselesaikan setiap mahasiswa sebagai cara

mempersiapkan diri untuk menjadi SDM yang siap kerja. Magang adalah

proses belajar dari seorang ahli melalui kegiatan dunia nyata. Selain itu

magang adalah proses mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan untuk

menyelesaikan problem nyata di sekitar.96

Pemagangan di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya disebutkan dalam Pasal

21-30. Dan lebih spesifiknya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi No.Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan

Pemagangan di dalam Negeri. Peraturan Menteri tersebut, pemagangan

diartikan sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan

secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara

95
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
96
APINDO, “Pedoman Untuk Pengusahan Program Pemagangan di Indonesia” hlm. 2.
103
langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang

lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di

perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.97

Konteks Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa pemagangan merupakan sub-sistem dari pelatihan

kerja. 98

Pemagangan dilakukan dengan perjanjian tertulis antara peserta

magang dan perusahaan. Dalam hal pemagangan dilakukan tidak melalui

perjanjian pemagangan, maka pemagangan tersebut dianggap tidak sah dan

status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang

bersangkutan. Lebih lanjut, di dalam pemagangan, harus jelas diatur

mengenai hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu

pemagangan. Dalam hal pemagangan dilakukan di dalam wilayah

indonesia, perjanjian pemagangan tersebut harus diketahui dan disahkan

oleh dinas kabupaten/kota setempat. Mengenai jangka waktu pemagangan,

dalam hal pemagangan yang dilakukan diwilayah indonesia, jangka

waktunya paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal untuk mencapai kualifikasi

kompetensi tertentu akan memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka

harus dituangkan dalam perjanjian pemagangan baru dan dilaporkan kepada

dinas kabupaten/kota setempat.99

97
Wawancara dengan Bapak Budianto , Pegawai bagian pelatihan dan produktifitas Dinas
Ketenagakerjaan Provinsi Riau, Hari Jumat, Tangal 19 Oktober 2018, Bertempat di Dinas
Ketenagakerjaan Provinsi Riau.
98
Ibid.
99
Ibid.
104
Berbeda dengan perjanjian yang dilakukan oleh peserta kerja

praktik, perjanjian dibuat oleh pihak perusahaan dan tidak seimbang

diantara pihak perusahaan dan pihak peserta kerja praktik, di dalam

perjanjiannya tidak di penuhi hak-hak standar sebagaimana yang ada pada

perjanjian magang yang di paparkan diatas. Ini disebabkan belum ada aturan

hukum yang mewajibkan bagi pihak perusahaan seperti hal nya perjanjian

magang yang mengatur kewajiban dan hak-hak dalam perjanjian tersebut

harus tertulis. Padahal fungsi perjanjian tertulis sangat dibutuhkan untuk

kejelasan di dalam proses kerja praktik.

Status perjanjian peserta kerja praktik Jurusan Teknik mesin dengan

PT PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru

Perjanjian yang terjadi antara peserta kerja praktik Teknik Mesin

Universitas Riau dengan PT. PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru dibuat

secara sepihak oleh PT. PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru, dan diterima

begitu saja oleh mahasiswa kerja praktik dari Teknik Mesin Universitas

Riau disebabkan mahasiswa tersebut sangat membutuhkan tempat untuk

kerja praktik karena menjadi syarat lulus dari Jurusan Teknik Mesin

Universitas Riau.100 Hal inilah menjadikan peserta kerja praktik tidak lagi

memperhatikan perjanjian dengan pihak perusahaan lagi, apakah merugikan

mereka atau tidak.

100
Wawancara dengan Uberkis selaku peserta Kerja Praktik dari Universitas Riau Jurusan
Teknik Mesin di PT PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru, Hari jumat, 19 Oktober 2018, Bertempat
di Fakultas Teknik Universitas Riau.
105
Pada riset yang penulis lakukan di Universitas Riau Bapak Iwan

Kurniawan menjelaskan bahwa di dalam kerja praktik mahasiswa Teknik

Mesin Universitas Riau mengajukan proposal kepada perusahaan dan jika

mereka diterima kerja praktik maka pihak perusahaan akan mengirim syarat

ketentuan kerja praktik kepada mahasiswa tersebut101, secara tidak langsung

maka perjanjian tertuang di dalam syarat ketentuan tersebut.

Persyaratan yang diajukan oleh pihak perusahaan dalam proses

kerja praktik juga merugikan mahasiswa kerja praktik. Seperti persyaratan

yang diajukan oleh PT. PLN sektor pembangkitan pekanbaru beralamat

jalan Tanjung Datuk No. 74 Pekanbaru dalam surat balasan permohanan

kerja praktik oleh mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau, yaitu pada

surat Nomor 0011/SDM.04.09/SPKB/2018, di dalam surat balasan

tersebut pihak mensyaratkan pihak perusahaan tidak bertanggung jawab

dan tidak memberikan ganti rugi jika terjadi kecelakaan atau musibah yang

dialami mahasiswa di perusahaan tersebut, dalam hal ini pihak perusahaan

menanggungkan setiap kecelakaan kerja menjadi tanggung jawab datu

sendiri dan pihak kampus, dalam hal ini perusahaan telah melanggar

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Dijelaskan dalam Pasal 28 ayat 2 yaitu: “Dalam hal magang,

siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau narapidana yang

101
Wawancara dengan Bapak Iwan Kurniawan Koordinator Kerja Praktik Teknik Mesin
Universitas Riau, Hari Jumat, Tanggal 24 agustus 2018, Bertempat di Fakultas Teknik Universitas
Riau.
106
dipekerjakan pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dalam

proses asimilasi, apabila mengalami Kecelakaan Kerja, dianggap

sebagai Pekerja dan berhak memperoleh manfaat JKK sesuai

ketentuan dalam Pasal 25 ayat (2)”. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan

mahasiswa dalam kerja praktik jika terjadi kecelakaan kerja berhak

memperoleh manfaat Jaminan Keselamatan Kerja.

Dalam perjanjian yang di buat oleh pihak perusahaan seperti

disebutkan diatas jelas tidak sesuai dengan sebagian syarat sah perjanjian,

yang mana menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah

harus terpenuhi 4 syarat, yaitu:

a. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya

Kata sepakat dalam perjanjian merupakan perwujudan dari

kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjianmengenai apa yang

mereka kehendaki untuk dilaksanakan, kapan melaksanakanya, kapan

harusdilaksanakan, dan siapa siapa yang harus melaksanakan.

Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah

persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh

pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak

tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan

dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya "sepakat"

saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya

tulisan, pemberian tanda dan lainnya, dapat disimpulkan bahwa

bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu

107
atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-

Undang bagi mereka yang membuatnya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak

cakap membuat perjanjian adalah:

1) Orang yang belum dewasa

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan

3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-

Undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah

melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330

KUH Perdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap 21 tahun dan sebelumnya belum kawin".

Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21

tahun, maka merekatidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.

Soebekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah

bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat

oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi

benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan

perbuatannya itu.

Mahasiswa kerja praktik memenuhi syarat dalam kecakapan di

dalam membuat perjanjian/perikatan yang dimaksud di dalam Pasal

1330 KUH Perdata. Mahasiswa dinilai mempunyai cukup kemampuan

108
untuk menginsyafi dan benar-benar bertanggung jawab atas

perikatan/perjanjian yang mereka lakukan.

c. Suatu pokok persoalan tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian

ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi

pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa

perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu.

KUH Perdata Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu

perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian

yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai

jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan

(Pasal 1333 ayat 2).

d. Suatu sebab yang tidak dilarang

Sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu

sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Pada Pasal

1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang

halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang

tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu

batal demi hukum. Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat

obyektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi

apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat

109
subyektif mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian

yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud

adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang

memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak

bebas. Misalkan orang yang belum dewasa.

Dari ke empat syarat sah perjanjian tersebut, penulis menilai

perjanjian yang terjadi antara perusahaan dan peserta magang tidak sah

sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab

yang tidak sesuai aturan hukum dimaksud tiada lain dari pada isi

perjanjian.

Pada Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab

atau kuasa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-

undang, sedangkan di dalam perjanjian kerja praktik yang penulis

temukan syarat ketentuan yang bertentangan dengan aturan hukum

yang berlaku, yaitu terdapat pada surat Nomor

0011/SDM.04.09/SPKB/2018 pada ketentuan nomor 7 yang

menyatakan “mahasiswa yang mengalami musibah ketika kerja

praktik baik di dalam maupun diluar lingkungan kerja praktik tidak

mendapatkan ganti rugi apapun dari pihak PT. PLN Sektor

Pembangkitan Pekanbaru”.

Ketentuan yang disebutkan di dalam perjanjian tersebut

melanggar melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaran Jaminan-Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

110
Kematian, dijelaskan dalam Pasal 28 yang menjelaskan mahasiswa

kerja praktik wajib di daftarkan ke BPJS agar mendapat jaminan

keselamatan kerja jika terjadi kecelakaan kerja. Dan jika terjadi

kecelakan kerja sedangkan peserta kerja praktik tidak mendaftarkan ke

BPJS oleh perusahaan maka menjadi tanggung jawab perusahaan

seluruhnya.

Dikaitkan dengan kasus diatas, jelas perjanjian PT. PLN Sektor

Pembangkitan Pekanbaru dengan peserta kerja praktik dari Teknik

Mesin Universitas Riau itu batal demi hukum dikarenakan tidak

terpenuhinya syarat sah perjanjian yaitu ada sebab yang dilarang. Isi

perjanjian bertentangan dengan aturan hukum yang belaku. yang batal

itu bisa perjanjiannya sebagai satu kesatuan atau bisa juga yang batal

hanya pasal-pasal atau ketentuan dalam perjanjian yang bertentangan

dengan aturan hukum yang berlaku saja.

111
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perlindungan hukum yang di dapat oleh peserta kerja praktik di Universitas

Riau jurusan Teknik Mesin yang kerja praktik di PT. PLN Sektor

Pembangkitan Pekanbaru masih belum dilaksanakan dengan baik, ini

disebabkan lemahnya aturan hukum, kurangnya pengawasan dari

pemerintah dan ketidak perhatian pihak universitas kepada peserta kerja

praktik. Kecelakaan kerja bagi pesrta kerja praktik yang tidak didaftarkan

oleh PT PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru ke BPJS menjadi tanggung

jawab perusahaan itu sendiri. Aturan hukum juga belum lengkap berdampak

pada hak-hak yang menjadi tidak terpenuhi, bentuk keseriusan masing-

masing pihak baik dari pemerintah, perusahaan dan pihak universitas masih

tidak terlihat, koordinasi dan komunikasi dari ketiganya seakan terputus

sehingga hak dari peserta kerja praktik di jurusan Teknik Mesin Universitas

Riau tidak terpenuhi.

2. Perjanjian PT. PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru dengan peserta kerja

praktik dari Teknik Mesin Universitas Riau itu batal demi hukum

dikarenakan tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian yaitu adanya sebab

yang dilarang berupa isi perjanjian diantara peserta kerja praktik dan PT.

PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru bertentangan dengan aturan hukum

yang belaku. yang batal itu bisa perjanjiannya sebagai satu kesatuan atau

bisa juga yang batal hanya pasal-pasal atau ketentuan dalam perjanjian
112
yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku saja.

B. Saran
1. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan tentang perlindungan hukum

hak dari peserta kerja praktik, mengawasi lebih ketat prosedur kerja praktik

dan membuat standart prosedur yang baik. Pemerintah juga seharusnya lebih

memberikan penyuluhan kepada pihak perusahaan dan pihak universitas

yang melaksanakan kerja praktik. Terpenuhinya hak keselamatan kerja dari

peserta magang di harapkan peserta magang dapat dengan lebih tenang dan

lebih baik menyerap ilmu lapangan kerja yang sebenarnya.

2. Perjanjian di dalam kerja praktik perlu diwajibkan dan dibuat aturan hukum

yang mengaturnya seperti halnya perjanjian peserta magang agar terjamin

hak-hak dan lebih seimbangnya posisi dari peserta kerja praktik. Isi

perjanjian harus memenuhi dan menjamin hak-hak dari peserta kerja praktik,

dini dikarenakan posisi mereka di dalam perjanjian ini sangat lemah.

113
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,


PT. Raja Grafika Persada, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Firdaus Badrulzaman, 2009, Kompilasi Hukum


Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Cupu, Dedi Rosa Putra, 2017, Buku Panduan Kerja Praktik, Teknik Mesin
Universitas Riau, Pekanbaru.

Maimun, 2007, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT.Paradnya


Pramita, Jakarta.

Meliala, A. Qirom Syamsudin Meliala, 2004, Pokok-pokok Hukum Perjanjian


Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.

Mertokusumo, 2009, Sudikno, Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,


Bandung.

Muhammad, Abdulkadir, 1997, Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti,


Bandung.
____________________, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung.

Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT.


Bina Ilmu, Surabaya.

Prodjodikoro, Wiryono, 2003, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Refika Aditama,


Bandung.

Raharjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rasjidi , Lili dan Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori
Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 2006, Metode Penelitian Hukum Normatif, Rajawali


Press, Jakarta.

Soebekti, 2004, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, Jakarta.


_______, 1979, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta.
_______, 1984, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung.

Sumardiono, 2014, Apa Itu Homeschooling: 35 Gagasan Pendidikan Berbasis


Keluarga, Panda Media, Jakarta.

Suryodiningrat, 1982, Azas-Azas Hukum Perikatan, Tarsito, Bandung.

Soedarjadi, 2009, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, Pustaka Yustisia,


Yogyakarta.

Susetiawan, 2000 Konflik Sosial Kajian Sosiologis Hubungan Buruh


Perusahaan dan Negara di Indonesia, Pustaka Pelajar , Yogyakarta,.

Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta.

Waluyo, Bambang, 2001, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika,


Jakarta.

Wijayanti, Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar


Grafika, Jakarta.

B. Jurnal/ Artikel/ Kamus/ Skripsi

Haryono, Dodi, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hak-Hak Pekerja,


Jurnal Hukum Universitas Riau, Edisi 1 Nomor 1 Tahun 2010, hlm 4,
Diakses melalui https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIH/article/view
/477/470.

Adrian, Mahil, “Implementasi Asas Perjanjian Dalam Pinjaman Kredit”,


Jurnal Ilmu Hukum Universitas Riau, Volume 7 Nomor 1, 1 Agustus
2017, hlm 3, diakses melalui https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIH/
article/view/4973/4678.

National Association of Colleges and Employers, just 38 Percent of Unpaid


Internships Were Subject to FLSA Guidelinesn, tanggal Juni 2013,
diakses melalui https://1.next.westlaw.com/Document/ diakses,
tanggal, 19 Desember 2017

Arifin, Muhammad, 2014, “Analisa dan Perancangan Sistem Informasi


Praktek Kerja Lapangan pada Intansi/Perusahaan”, Jurnal Simetris,
Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus, Vol .V, No.1.
Jeff P. Dunlaevy “Research Me a Cup of Coffee and a Cinnamon Scone!:
Unpaid Internships Pose Major Legal Risks, but Are Law Firms
Exempt”, tanggal, 25 Mei 2014, diakses melalui https://1.next.
westlaw.com /Document/ diakses, tanggal, 19 Desember 2017.

Hajiji, Merdi, 2013, “Relasi Hukum dan Politik dalam Sistem Hukum
Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum , Rechts Vinding, Volume 2 No. 3.

Artikel “youth unemployment in Indonesia: A demograpic bonus or disaster”


oleh Indonesia investment tanggal 17 mei 2014, the world bank “east
asia pasific at work: employment, enterprise, and well-being” diakses
melalui https://1.next.westlaw.com/Document/ diakses, tanggal, 19
Desember 2017

Soebagjo, Felix, 1993, Perkebangan Asas-Asas Hukum Kontrak Dalam Praktek


Bisnis selama 25 Tahun Terakhir,Disampaikan dalam pertemuan ilmiah
“Perkembangan Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis di Indonesia”,
diseleggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Nasional, Jakarta 18 dan
19 Pebruari 1993 diakses, melalui eprints.undip.ac.id/16686/
1/BAMBANG__TJATUR_ISWANTO.pdf, tanggal 20 Agustus 2018.

Kadek Rexy Dewata Putra, 2014, Penyelenggaraan Program Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Denpasar,
Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. Diakses
melalui https://e-perpus.unud.ac.id/repositori/skripsi, tanggal 19
Agustus 2018.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2009, Perlindungan


Masyarakat Miskin Terhadap Akses Kesehatan Pada Konteks
Desentralisasi, Jakarta. Diakses melalui, perpustakaan.bappenas.
go.id/lontar/file?file=digital/128202-[_Konten_]...1.doc, tanggal 19
Agustus 2018.

Paul Schoukens “The changing concept of work: When does typical work
become atypical”, tanggal, 19 Desember 2017, diakses melalui
https://1.next.westlaw.com/Document/ diakses, tanggal 7 Januari 2019

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan


perubahannya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 39.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Jaminan-


Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Repubik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016


tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan
Penerima Upah

D. Website

https://kelzen.wordpress.com/2013/10/26/teori-kedaulatan-hukum/diakses,
tanggal, 06 Desember 2017.

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/program/Program-Jaminan-
Kecelakaan-Kerja, diakses, tanggal, 20 September 2018.

http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_hari_tua,
diakses, tanggal 20 September 2018.

http://me.ft.unri.ac.id/sejarah-ftm/, diakses, tanggal, 16 agustus 2018.

https://www.scribd.com/doc/138701478/Panduan-Penulisan-Laporan-Kerja-
Praktek-Teknik-Mesin, diakses, tanggal, 19 Agustus 2018.

httpft.unri.ac.idsop-surat-kerja-praktek, diakses, tanggal, 16 agustus 2018.

Anda mungkin juga menyukai