Magister Kenotariatan
Diajukan Oleh :
ANGGA ANGGRIAWAN
11/323943/PHK/06872
Kepada
ANGGA ANGGRIAWAN
11 / 323943 / PHK / 06872
Pembimbing :
iv
8. Bapak Erick, Bapak Ryo, Bapak Aris, Ibu Anis dan Ibu Eka selaku nara sumber
yang telah memberikan penjelasan yang dibutuhkan oleh penulis.
9. Seluruh Dosen serta staff akademik Program Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
10. Untuk Kakak Penulis Arief Rahadian, S.E dan Dimas AndriTristya, S.E, yang
banyak memberikan masukan dan semangat.
11. Almamater Penulis, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
12. Sahabat-sahabat Penulis dari E11 MKN yang banyak memberi semangat.
13. Seluruh teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis
bersedia menerima segala bentuk saran, kritik, dan pendapat yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
yang berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.
AnggaAnggriawan, SH.
v
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
E. Keaslian Penelitian ................................................................. 8
vi
2. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja .......................................... 59
3. Syarat Sah Perjanjian Kerja .............................................. 61
4. Bentuk dan Isi Perjanjian Kerja ........................................ 64
5. Macam-Macam Perjanjian Kerja ....................................... 66
6. Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Beserta Hak dan
Kewajiban Para Pihak ................................................. 70
7. Berakhirnya Perjanjian Kerja ............................................ 82
C. Tinjauan UmumTentang Outsourcing.................................... 83
1. Pengertian Outsourcing ..................................................... 83
2. Hukum Outsourcing .......................................................... 87
3. Tinjauan Umum Tentang Outsourcing .............................. 88
vii
(Jamsostek) ........................................................................ 118
4. Perlindungan terkait pengadaan seragam .......................... 120
5. Perlindungan terkait dengan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK)....................................................................... 120
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 135
B. Saran ........................................................................................ 136
viii
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA OUTSOURCING PADA PT.
PKSS CABANG PALEMBANG
INTISARI
1
. Jl. Mawar No. 16, DesaGondangLegi, Kec. Mlati, Kab. Sleman, Yogyakarta
2
. FakultasHukumUniversitasGadjahMada
ix
LEGAL PROTECTION FOR WORKERS ON OUTSOURCING PT. PKSS
BRANCH PALEMBANG
ABSTRACT
Research with this title aims to find out the legal protection for outsourcing, to
know form wanprestasi done parties in practice outsourcing in PT. PKSS, and to
know legal efforts done by outsourcing workers in terms of PT. PKSS wanprestasi
do.
This Study uses empirical juridical approach. Data used in this study is the
primary data and secondary data. Data were collected through field research by
technique of an interview and library research technique of documentary studies. The
subject of this study was devided the respondents and interviewees. Respondents
consisted of 5 (five) workers outsourcing who has worked in the company of
outsourcing at least one (1) year and officials in PT. PKSS. Interviewees consited of
the Head Company as a User of outsourcing workers and Official of Dinas Tenaga
Kerja dan Sosial Provinsi Sumatera Selatan. The Study uses non probality sampling,
the sampling technique using a purposive sampling method. The data obtained were
analyzed qualitative-comparative.
The results showed that Definited Period of Labor Agreement does not melude
any transfer of rights protection for workers who work object persist despite going on
the turn of a company providers in PT. PKSS. The parties also do wanprestasi liked
be carrying out what is exchanged but not perfect of outsourcing in PT. PKSS. Legal
efforts undertaken by workers outsourcing in terms of PT. PKSS performs
wanprestasi deliberation consensussolution to the dispute with Act No. 2 of 2004
concerning the Industrial Relations Disputes Settlement.
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sebagai Negara hukum yang dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat
(3) UUD 1945, Indonesia mempunyai asas dari Negara hukum yang mana
amandemen Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa tiap-tiap
regulasi-regulasi yang mana bertujuan untuk melindungi warganegara yang hal ini
memberikan pelayanannya baik itu berupa produk maupun jasa. Dalam rangka
Salah satu efisiensi dalam hal kendali manajemen, dewasa ini banyak perusahaan
pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana
berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak.1 Dengan
tertulis.
outsourcing dan perusahaan pemakai tenaga kerja. Ketiga pihak ini diikat dengan
suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja tersebut terdiri dari perjanjian kerja antara
1
Tunggal Imam Sjahputra, 2009, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Harvarido, Jakarta,
Hlm. 308.
3
perjanjian kerja sama dan perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan
konsentrasi usaha pada suatu kegiatan inti suatu perusahaan. Hal ini sangat
dan syarat kerja yang jauh dari semestinya. Praktik outsourcing pun
menguntungkan pihak perusahaan pemakai tenaga kerja yang mana tidak akan
ketiga pihak yang terkait khususnya bagi pekerja outsourcing yang mempunyai
mengatur tentang pelaksanaan kerja di dalam perjanjian antara pekerja atau buruh.
Traffiking atau perbudakan modern, buruh dianggap barang dagangan yang dapat
outsourcing pekerja (Pasal 66) dan bentuk kedua outsourcing (Pasal 65). Menurut
diabaikan begitu saja. Kesewenangan yang terjadi harus diberi tindakan oleh
pemerintah sebagai bentuk perlindungan., tetapi tugas ini tidak hanya dibebankan
5
Ternyata pada saat ini outsourcing tidak hanya diterapkan oleh lembaga-
terbukti melalui sejumlah aksi yang dilakukan oleh para pekerja/buruh di hampir
outsourcing.
di dalam perjanjian antara perusahaan pengguna jasa dengan penyedia jasa adalah
pekerja, karena pekerja mempunyai barganing potition (posisi tawar) yang paling
6
dapat dipenuhi.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka terdapat tiga
C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Obyektif
2. Tujuan Subyektif
Untuk memperoleh data guna menyusun tesis sebagai salah satu syarat
Gadjah Mada.
D. Manfaat Penelitian.
1. Secara Ilmiah
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam praktek
E. Keaslian Penelitian.
dengan permasalahan :
Tersebut.
2
Yulyen Pinkan Solina Simamora, 2012, Studi Komparisi Perlindungan Hukum bagi Pekerja
Outsourcing Setelah Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/ PUU – IX/ 2011 di PT.
Garda Total Security, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
3
Alief Fitria Supriyani, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing di PT. Gapura
Angkasa Yogyakarta, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
9
ini tidak terdapat kesamaan namun, menurut peneliti pada penelitian Yulyen
Penelitian yang di tulis oleh Alief Fitria Supriyani lebih menekankan pada
sektor Gapura Angkasa. Pada penelitian ini lebih menekankan pada sektor
dikatakan bahwa penelitian hukum ini asli dan dapat dipertanggung jawabkan
secara akademis.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi bahwa semua
hubungan-hubungan hukum.4
satu pihak, yakni debitor (schuldenaar atau debiteur), memiliki suatu prestasi
adalah suatu hubungan hukum (mengenai harta kekayaan harta benda) antara
dua orang, yang memberi hak pada yang sam untuk menuntut barang sesuatu
dan yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi
hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan, di mana satu pihak
ada hak, dan di pihak lain ada kewajiban.7 Sehingga dapat dikatakan bahwa
4
Subekti, 1980, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Bandung, hlm. 17
5
C.J.H. Brunner dan G.T de Jong, 2004, Verbintenissenrech Algemeen, Kluwer, Deventer, hlm 8
6
Subekti, Op.cit. hlm. 122
7
J. Satrio, 1993, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, hlm. 12
12
hukum perikatan dalam Buku III KUHPerdata juga dapat disebut sebagai
sebagai persetujuan, hal ini dikarenakan persetujuan berasal dan kata kerja
perjanjian dan kata asal janji adalah persetujuan (tertulis atau lisan) yang
dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa
overeenkomst, yang mengandung arti satu perbuatan hukum yang bersisi dua,
8
R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, hlm. 14
13
hukum ini, penulis akan menggunakan istilah perjanjian sebagai arti dari
overeenkomst.
perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
perdebatan dan para ahli. Para ahli hukum berpendapat bahwa pengertian
kelemahan, yaitu:
saja, hal ini terithat dan kalimat “satu orang atau lebth mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”. Perumusan seperti itu
dianggap telalu luas, karena dan perumusan pasal tersebut dapat termasuk
9
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. hlm. 34
14
seseorang yang lain atau di mana dua orang itu saling beijanji untuk
perjanjian sebagai suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling
antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak
untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebth berdasarkan
perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang
10
Sudikno Mertokusumo, 2005, Op.cit, hlm. 117
11
Bahan Ajar Hukum Perdata, Hukum Perjanjian, Tim Pengajar Hukum Perdata Fakultas
Hukum Univertas Gadjah Mada.
12
M. Yahya Harahap, 1982, Segi-segi Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, hlm . dapat dilihat
pula dalam Syahmin AK, 2006. Hukum Kontrak Internasional, Rajagrafindo Persada, Jakarta. hlm 12
13
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 78
14
M. Yahya Harahap, Op.cit, hlm 1
15
Penggunaan istilah “perbuatan hukum” dirasa lebih tepat karena hak dan
dikehendaki oleh para pihak, berbeda hal apabila istilah yang digunakan
sangat luas karena hak dan kewajiban yang lahir tidak hanya disebabkan oleh
beberapa unsur yang harus ada seperti yang dinyatakan oleh Salim H. S, yaitu:
yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah
tidak tertulis adalah kaidah.16 Kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan
hidup dalam masyarakat. Contoh jual beli lepas, jual beli tahunan, dan
b. Subjek Hukum
15
Sudikno Mertokusumo. Loc.cit
16
Salim H. S, 2006, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 4-5
16
berutang.
c. Adanya prestasi
1) Memberikan sesuatu;
d. Kata sepakat
e. Akibat hukum
akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak
asas adalah hukum dasar atau dasar dan sesuatu yang menjadi tumpuan dasar
17
Pusat Bahasa, Op.cit, hlm. 69
17
asas hukum merupakan latar belakang dan peraturan konkrit yang terdapat di
dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
a. Asas Konsensualisme
berdasarkan asas ini perjanjian lahir sejak adanya kata sepakat di antara
para pihak.20 Kata sepakat yang dimaksud menurut Subekti adalah bahwa
1320 butir (1) KUHPerdata bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
18
Sudikno Mertokusumo, Op.cit. hlm. 34
19
Bahan Ajar Hukum Perdata, Hukum Perjanjian, Tim Pengajar Hukum Perdata Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada
20
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 54
21
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 34.
18
dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua orang atau
kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut,
perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kata sepakat dan para pihak
mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian dan tidak perlu
1) Perjanjian Riil
22
Sudikno Mertokusumo, Op. cit. hlm. 112
19
2) Perjanjian Formil
jenis dan perjanjian yang akan dibuat. Dalam ketentuan Pasal 1338 butir
(1) KUHPerdata yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah
makna:
perjanjian;
yang dibuatnya;
mengenai asas ini yang mana para pihak tidak diperbolehkan untuk
dilihat dari beberapa segi, antara lain dari segi kepentingan umum, dari
perorangan;
perjanjian standar;
23
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan dalam Rangka
Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 87.
21
perjanjian. Asas pacta sunt servanda memiliki makna bahwa para pihak
harus mentaati perjanjian yang telah mereka bunt sendiri seperti halnya
butir (1) KUHPerdata yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara
24
Sudikno Mertokusumo, Op. cit. hlm. 34
22
telah disepakati oleh kedua belah pihak, dipatuhi pula oleh kedua belah
pihak.25
Makna lain dan asas ini adalah apabila di antara para pihak ada
yang melanggar perjanjian yang telah dibuat maka pihak yang melanggar
bahwa suatu perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik atau
dibatalkan tanpa adanya persetujuan dari pihak lain. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 1338 butir (2) yang berbunyi suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
kepastian hukum karena perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak
ikut campur terhadap isi perjanjianyang telah ditentukan oleh para pihak.
harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini berarti bahwa dalam
25
Bahan Ajar Hukum Perdata, Hukum Perjanjian, Tim Pengajar Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada.
23
dan para pihak yang membuatnya. Itikad baik mempunyai dua pengertian,
yaitu:
1) Itikad baik dalam arti subjektif, yang dapat dilihat dalam ketentuan
berjalan di atas rel yang benar. Pasal 1338 butir (3) KUHPerdata
26
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Lahr dari Perjanjian, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 15
24
e. Asas Kepribadian
hanya berlaku bagi para pihak yang menbuat pejanjian dan tidak dapat
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian
27
ibid, hlm. 15.
25
suatu perjanjian dapat berlaku bagi piha ketiga (derden werking) ataupun
bahwa suatu perjanjian dapat dibuat untuk kepentingan bagi pihak ketiga
(derden beding).
Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak baru dapat dikatakan
perjanjian, yaitu:
a. Syarat Subjektif
perjanjian itu masih tetap berlaku sebagai perjanjian yang sah dan
mana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang
bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera
pihak lawan.29
a) Teori pernyataan
28
Subekti, Loc.cit
29
Maram Darus Badrulzaman et all, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 73
28
b) Teori pengiriman
c) Teori kehendak
30
Salim H.S., 2006, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 33
31
Munir Faudy, 2001, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm 47
29
Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, dan teori
e) Teori pengetahuan
32
Ibid, hlm. 45
30
tersebut.33
arti kata sepakat atau kesepakatan, namun arti kata sepakat atau kata
KUHPerdata yang berbunyi tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
Sehingga dapat dikatakan bahwa kata sepakat dan para pihak dalam
perjanjian harus berupa kata sepakat yang bebas, artinya adalah bahwa
kata sepakat tersebut benar-benar atas kemauan sukarela dan para pihak
Syarat sepakat para pihak tidak terpenuhi apabila suatu perjanjian dibuat
voidable).34
33
Ibid, hlm. 48
34
Subekti, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hlm.135
31
tersebut. Dengan kata lain, kekhilafan dapat terjadi mengenai orang atau
Dalam hal ini yang menjadi objek dan kekhilafan adalah hakikat
tersebut.36
35
Ibid, hlm. 42
36
R.Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, hlm. 60-61
32
(2) Suami atau isteri dan orang yang membuat kontrak; atau
dibuat.
(1) Usia;
33
(2) Kelamin;
(3) Kedudukan.
g) Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau
paksaan.37
37
Munir Fuady. Op.cit. hlm. 36-37
38
Ibid, hlm. 135
34
a) Penipuan disengaja;
keadaan adalah:
39
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Op.Cit. hlm. 125-126.
40
Munir Fuady. Op.cit. hlm. 39
35
yang dilakukan oleh subjek hukum barn dapat dikatakan sah sejauh
yang dinyatakan sebagai orang yang tidak cakap, yaitu orang yang
undang-undang.
41
J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 8
38
pengampuan adalah:
42
Munir Faudy, Op.cit, hlm. 70
43
Subekti, Op.cit, hlm. 57
39
undang-undang
perjanjian.
40
b. Syarat Objektif
perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum (nietig, null and void).
dengan 1334:
44
Abdulkadir Muhammad. Op.cit. hlm. 93
45
M. Yahya Harahap. Op.cit. hlm. 27
41
KUHPerdata);
masih ada dalam warisan yang belum terbuka (Pasal 1334 ayat
(2) KUHPerdata).
telah sepakat. Hal ini dikarenakan warisan belum tentu dapat menjadi
milik calon ahli waris, dan belum tentu pula sang calon pewaris
dicapai oleh para pihak dalam perjanjian atau sesuatu yang menjadi
42
adalah bila terjadi suatu perjanjian jual beli pisau, maka sebab/kausa
maka itu adalah motif dan pembelian pisau tersebut, artinya, motif
tersebut.48
46
Bahan Ajar Hukum Perdata, Hukum Perjanjian, Tim Pengajar Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada. hlm 41
47
R. Setiawan, Op.cit, hlm. 62
48
Bahan Ajar Hukum Perdata, Op.cit. hlm 42
43
hukum.49
4. Unsur-Unsur Perjanjian
1) Unsur essentialia
yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang
49
Ahmad Miru dan Sakka Pati. Op.cit. hlm. 77.
50
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit. hlm. 85
44
2) Unsur naturalia
akan berlaku.
3) Unsur accidentalia
5. Wanprestasi
kewajiban.51 Kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam suatu
perjanjian disebut sebagai prestasi. Prestasi berasal dan bahasa Belanda yaitu
adalah janji dan para pihak dalam perjanjian untuk melakukan sesuatu,
memberikan sesuatu, dan atau tidak melakukan sesuatu. Hal tersebut sesuai
tiga, yaitu:
diperjanjiakan;
diperjanjikan.
sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka dapat dikatakan bahwa pihak
51
Bahan Ajar Hukum Perdata, Op.cit. hlm 52
52
Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 587
46
adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah
akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikataimya sendiri, ialah
yang tidak ditentukan dengan waktu, perlu ada pemberitahuan atau somasi
terjadi kalau debitur tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan disebut
cidera janji (wanprestasi), dan sebelum dinyatakan cidera janji terlebih dahulu
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul
untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada
53
Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 45
54
M. Yahya Harahap, 1982, Segi-segi Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, hlm. 60
55
C.S.T Kansil, 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, hlm. 247
56
Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm. 20
47
dijanjikan;
dilakukan.57
dua yaitu kesalahan dalam arti luas dan kesalahan dalam arti sempit.
yang dapat merugikan orang lain. Sedangkan kesalahan dalam arti sempit
pesan kepada debitur untuk segera atau pada waktu tertentu memenuhi
57
Munir Faudy. Op.cit, hlm. 87-88
48
ada tuntutan ganti kerugian yang berdiri sendiri, karena ganti kerugian itu
hanya dapat menyertai dua pilihan utama yaitu melaksanakan perjanjian atau
b) Pembatalan perjanjian;
58
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit. hlm. 21.
59
Ahmad Miru dan Sakka Pati, Op.cit. hlm. 31
49
kemestian bagi debitur untuk membayar ganti rugi atau dengan adanya
1) Jika jumlah kerugian melampaui batas yang dapat diduga, kelebihan yang
melampaui batas itu tidak boleh dibebankan kepada debitur, kecuali dalam
dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu
1248 KUHPerdata);
disimpulkan bahwa ganti rugi yang dapat diajukan oleh kreditur hanya
60
Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 45
61
Ibid, dapat dilihat juga dalam Yurisprudensi Indonesia, Mahkamah Agung Republik
Indonesia, 1974, hlm. 250
50
sebatas pada kerugian yang secara nyata terjadi dan merupakan akibat
yang menyatakan bahwa suatu syarat merupakan sebab, jika menurut sifat
menurut teori tersebut, debitur hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang
yang tidak asing. Hal ini karena bunga moratoir merupakan bunga yang harus
pembayaran. Kata moratoir berasal dan bahasa Latin yaitu kata mora, yang
berarti kealpaan atau kelalaian. Bunga moratoir adalah bunga yang harus
dibayar sebagai wujud hukuman bagi debitur karena telah alpa atau lalai
besamya bunga yang dituntut tidak boleh melebihi prosenan yang telah
pengadilan.64
62
Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
257.
63
Subekti, 1980. Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, hlm. 49
64
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, hlm. 72.
51
majeur);
adimleti contractus);
melakukan:
sebagian harta.66
6. Hapusnya Perjanjian
65
ibid, hlm. 74
66
Bahan Ajar Hukum Perdata, Hukum Perjanjian, Tim Pengajar Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada. hlm. 69
52
5) Percampuran hutang;
6) Pembebasan hutang;
tetap ada, misalnya pada perjanjian jual beli, dengan adanya pembayaran
timbul dan perjanjian tersebut telah hapus seluruhnya. Dalam hal ini dapat
tersebut tercapai, yaitu telah terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak
secara lebih rinci cara hapusnya perjanjian, dapat terjadi dengan beberapa
cara, yaitu:
maupun oleh salah satu pihak. Namun, cara ini hanya dapat dilakukan
7. Somasi
ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal
67
R. Setiawan, Op.cit, hlm. 69
55
c. prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur
Momentum adanya somasi ini apabila prestasi tidak dilakukan pada waktu
bentuk, somasi yang harus disampaikan kreditur kepada debitur adalah dalam
pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang adalah Juru
Sita, Badan Urusan Piutang Negara, dan lain-lain. Surat teguran harus
ideal untuk menyampaikan teguran antara peringatan I, II, dan III adalah
tiga puluh hari. Maka waktu yang diperlukan untuk itu selama tiga bulan
Tidak perlunya pernyataan lalai dalam hal ini sudah jelas dari sifatnya (somasi
batas waktu tertentu, yang dibiarkan lampau. Contoh klasik, kewajiban untuk
tersebut setelah. perkawinan atau setelah pemakaman tidak ada artinya lagi.
57
atau perjanjian orang-perorangan pada satu pihak dengan pihak lain sebagai
dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu
68
Imam Soepomo, 1968. Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI
Bhayangkara, Jakarta. hlm 74
69
Subekti, Op. cit. hlm. 52
58
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak,
kedua belah pihak. Suatu perusahaan menjadi tidak wajib untuk membuat
ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 108 ayat (2) Undang-Undang No. 13
peraturan perusahaan, dan Pasal 127 ayat (1) Undang-undang No. 13 Tahun
59
tidak memiliki perjanjian kerja bersama sebagai pedoman bagi pengusaha dan
menjadi sarana, landasan sekaligus acuan serta pedoman bagi pengusaha dan
kehidupan perusahaan.
melakukan pekejaannya;
2) Selalu diperjanjikan suatu gaji atau upah, yang lazimnya berupa uang,
3) Dibuat untuk suatu waktu tertentu atau sampai diakhiri oleh salah satu
pihak.70
yang harus ada dalam sebuah hubungan kerja, yaitu adanya pekerjaan yang
dan adanya upah.71 Pendapat serupa dikemukakan oleh Lalu Husni yang
Sifat dan pekerjaan yang dilakukan oleh buruh ini bersifat sangat
demi hukum.
3. Adanya upah
70
Subekti. Op.cit. hIm. 172-173.
71
Sendjum W. Manulang, 1990, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka
Cipta, Jakarta, hlm. 64.
61
suatu hubungan kerja yang didasarkan atas perjanjian kerja memiliki unsur
kerja yaitu, sepakat mereka yang mengikatkan din, kecakapan untuk membuat
suatu perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
72
Lalu Husni, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, him. 56.
62
haruslah dicapai dalam keadaan bebas, artinya para pihak yang sepakat
membuat perjanjian kerja harus bebas dan unsur cacat kehendak baik itu unsur
para pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian secara sukarela.
dipekerjakan.
terpenuhi apabila orang tersebut telah dewasa atau mencapai usia yang cukup
orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa orang yang
orang yang tidak cakap, selain mereka yang ditaruh di bawah pengampuan,
serta orang perempuan dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh undang-
undang.
dan kesusilaan.
yang apabila tidak terpenuhi maka akibatnya adalah perjanjian kerja tersebut
syarat formil dan syarat materiil. Syarat materiil adalah unsur-unsur yang
harus ada dalam perjanjian kerja sebagaimana yang telah diuraikan di atas
meliputi:
73
Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Rajawali, Jakarta hIm. 45. Sebagaimana
dikutip dan Imam Soepomo, 1968, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI
Bhayangkara, Jakarta, hlm 9.
64
menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya, dan setiap orang bebas untuk
bagi para pihak dalam membuat perjanjian kerja untuk menentukan bentuk
dan isi perjanjian kerja. Para pihak bebas menentukan bentuk perjanjian kerja,
mau dalam bentuk lisan atau tertulis, sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat
(1) Undang-undang Ketenagakerjaan. Pada ayat (2) dalam pasal yang sama,
d. Tempat pekerjaan;
pekerja/buruh;
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan
bertentangan pada ayat ini adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersarna, maka isi perjanjian kerja baik
kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dan peraturan perusahaan
d. Besarnya upah.
perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas
dibuat secara tertulis dan perjanjian kerja yang dibuat secara lisan.
kerja yang terdiri dan pejanjian kerja dengan jangka waktu tertentu (PKWT)
dan perjanjian keaja untuk jangka waktu tidak tertentu atau untuk
dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf
latin. Selanjutnya pada ayat (2), perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu,
hal demikian dijelaskan pula path Pasal 15 ayat (1) Keputusan Menteri
masa percobaan kerja, hal ini terdapat dalam ketentuan Pasal 58 ayat (I), dan
dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi
dapat menerapkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yaitu untuk pekerjaan
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu untuk setiap jenis pekerjaan yang
perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap, dan pada ayat (3), perjanjian kerja waktu tertentu dapat
pada ayat (4) bahwa perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan untuk
paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pada pasal yang sama ayat (5),
69
tersebut, paling lama 7 (tujuh) han sebelum perjanjian kerja waktu tertentu
waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu
30 (tiga puluh) han berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu)
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum
kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja
70
paling lama 3 (tiga) bulan dan dalam masa percobaan kerja pengusaha
6. Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Bcserta Hak dan Kewajiban Para
Pihak
Para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja terdiri dan pihak
pertama yaitu pemberi kerja, dan pihak kedua yaitu pekerja/buruh sebagai
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan pemberi
Layaknya suatu perjanjian yang berisi hak dan kewajiban para pihak,
begitu pula yang terjadi dengan perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan Pasal
54 ayat (1) huruf f bahwa perjanjian kerja harus memuat hak dan kewajiban
menjadi hak bagi pihak yang lain, sehingga kewajiban pengusaha merupakan
pengusaha.
1. Membayar upah
Definisi upah menurut ketentuan Pasal 1 angka 30, upah adalah hak
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang
merupakan kewajiban utama bagi pengusaha sebagai pemberi kerja, hal ini
ditentukan.
72
mengatur perihal upah dalam ketentuan Pasal 88 sampai dengan Pasal 98.
tata caranya kemudian diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada han pertama dan kedua masa
atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu
atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia;
diperintahkan agamanya;
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
74
Djumialdi F.X, 1987, Perjanjian Keija, Bumi Aksara, Jakarta, hIm. 28.
75
perusahaan.
majikan atau pengusaha untuk memberikan waktu untuk istirahat dan han
pekerja/buruh .
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
b. Istirahat mingguan I (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam I (satu)
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
(enam) tahun.
bahwa pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari libur resmi. Namun
terdapat pengecualian yang dijelaskan pada ayat (2), yaitu pengusaha dapat
pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana climaksud dalam ayat (2)
tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib
berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Namun
78
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang
telah memiliki perjanjian kerja bersama. Dengan kata lain, apabila dalam
kerja tentunya.
c. Syarat kerja;
pengganti hak.
penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima,
Ketenagakejaan.
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam keadaan yang sama
sepatutnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang majikan yang baik.
1. Melakukan pekerjaan
75
Lalu Husni, Op. cit. hlm. 6.
80
76
Djumadi, 2004. Op.cit. him. 48.
81
sehingga ganti rugi baru akan dibayar apabila telah benar-benar terjadi
yang baik merupakan timbal balik dan kewajiban pengusaha yang juga
77
Abdul Rachman Budiono, 1997, Hukum Perburuhan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, him. 49.
82
kerja.
bersama.
1. Pengertian Outsourcing
padanan suku kata yaitu out yang berarti keluar dan source yang berarti
84
adalah jenis pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan utama sebuah bisnis
operasi dan manajemen harian dan suatu proses bisnis kepada pihak luar
kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi risiko dan
adalah usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan
78
Chandra Suwondo, 2003, Outsourcing Implementasi Di indonesia, Elex Media Computindo,
Jakarta, hlm. 3.
79
Libertus Jehani, 2008, Hak-Hak Karyawan Kontrak, Forum Sahabat, Jakarta, hIm. 1.
85
perusahaan dan hak memerintah kepada pihak luar sebagaimana tertera dalam
80
Amin Widjaja Tunggal, 2008, Outsourcing Konsep dan Kasus, Flarvarindo, Jakarta, hIm.11
81
_____, “Definisi Outsourcing”,
http://tropisgroup.co.id/index.php?option=com_content&viewaticie&id=53&Itemid6 I,
www.tropisgroup.co.id, diakses pada 20 Agustus 2013.
82
Richardus Eko Indrajit, Richardus Djokopranoto, 2006, Proses Bisnis Outsourcing, Grasindo,
Jakarta, hlm. 2.
83
Amin Widjaja Tunggal, Op.cit. hlm.7.
86
tenaga kerja dan perusahaan lain di luar perusahaan induk yang dapat berupa
koperasi atau instansi lain yang diatur melalui suatu kesepakatan tertentu
Melalui studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991,
outsourcing, yaitu:
4) Membagi risiko;
lain;
84
Richardus Eko Indrajit, Richardus Djokopranoto, Op.cit. Nm 4-5.
87
meng-hive off-kan apa yang disebut dengan fungsi-fungsi yang tidak utama
85
Sehat Damanik, 2006, Outsourcing & Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, DSS Publishing, hIm. 19.
86
Ibid. hlm. 23
88
Kepada Perusahaan Lain pada bulan November tahun 2012 lalu, sehingga saat
tersebut.
a. Pengertian Outsourcing
suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing).
yang isinya menyatakan bahwa outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang
87
Ibid. hlm. 10.
89
tertulis.88
tertentu.
dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh
outsourcing, dan tenaga kerja outsourcing itu sendiri. Oleh karena itu perlu
88
H.Zulkarnain Ibrahim, Praktek Outsourcing Dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja, Simbur
Cahaya, hlm.80
90
adanya suatu peraturan agar pihak-pihak yang terlibat tidak ada yang
Indonesia yang ditemukan dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66.
atau koperasi;
jasa pekerja/buruh;
c. Copy SIUP;
dalam waktu paling lama 30 hari sejak permohonan diterima. Ijin operasional
Indonesia untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
kegiatan inti, kepada pihak luar. Sehingga hubungan kerja yang terjadi
diantaranya yang cukup populer dan telah akrab di telinga kita, seperti
mencakup segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara produsen dan
konsumen.
92
kekayaan intelektual meliputi, hak cipta dan hak atas kekayaan industri.
perundang-undangan.
masih banyak lagi jenis dan bentuk perlindungan hukum yang dapat kita
anda.
93
PT. Prima Karya Sarana Sejahtera (PKSS) didirikan pada tahun 1999
sebagai Group Usaha PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dengan
(YKP BRI) dan Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia (DP BRI), PT. Prima
Karya Sarana Sejahtera (PKSS) memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi
usaha pengelolaan tenaga kerja dengan bentuk layanan produk dan jasa antara
menjadi konsultan pribadi bagi setiap perusahaan yang paham dan mengerti
kerja Indonesia yang telah terbukti sebagai potensi yang dianggap masih
terpendam dan belum maksimal dikelola dengan baik dan benar. Dengan
human capital atau sumber daya manusia yang memiliki nilai kinerja yang
yang siap memenuhi kebutuhan sumber daya manusia untuk berbagai tenaga
Mobil (Driver).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang
dituangkan ke dalam bentuk penulisan hukum ini dilakukan melalui dua tahap,
yang pertama yaitu melalui penelitian kepustakaan, dan yang ke dua adalah
penelitian lapangan. Dua tahap penelitian ini dilakukan penulis melengkapi data-
data yang dibutuhkan dalam penulisan hukum terkait, serta membantu penulis
a. Penelitian Kepustakaan
sekunder yang terdapat dalam peraturan, buku, makalah, artikel, dan bahan-
bahan lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, data-data
tersebut juga disebut sebagai bahan hukum. Bahan hukum yang digunakan
89
Soerjono Soekamto, 1986, Metode Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
hlm. 43.
96
B. Bahan Penelitian
yurisprudensi.
Bahan hukum primer dalam penelitian ini antara lain terdiri dari :
Perundang-undangan;
Pekerja/Buruh;
Cabang Palembang.
diteliti.
c) Kamus Hukum.
98
C. Lokasi Penelitian
yang dimiliki oleh PT. Prima Karya Sarana Sejahtera (PKSS) Cabang Palembang
sumber daya manusia yang cukup handal, cakupan wilayah yang luas di seluruh
keunggulan yang dimiliki oleh PT. Prima Karya Sarana Sejahtera (PKSS)
Cabang Palembang.
yang berkedudukan di Jalan Pangeran SW Subekti No. 3c, Rukun Tetangga 22,
D. Subyek Penelitian
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Palembang, yaitu Bapak H. Drs.
yaitu :
90
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Ibid, hlm 118.
91
Dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas cirri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan cirri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Sutrisno Hadi, 2004, Metodologi Research, Andi,
Yogyakarta, hlm 91.
100
a) Pihak PT. PKSS yang memiliki kualifikasi dan peran menangani masalah
yang terjadi.
kriteria :
e) Dikenai wanprestasi..
dalam penelitian.
101
bersifat terbuka serta disusun secara sistematis dan berkaitan dengan masalah
yang teliti. Pedoman wawancara hanya berupa garis besar saja, sehingga tidak
F. Analisis Data
sekunder) dan penelitian lapangan (data primer) akan dianalisa secara kualitatif,
G. Jalannya Penelitian
a. Tahap Persiapan
Mada.
b. Tahap Pelaksanaan
dengan mengumpulkan dan mengkaji data sekunder dan di tahap ini pula
c. Tahap Penyelesaian
seluruh data hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah dari penulisan
penguji.
H. Kendala Penelitian
berupa sulitnya bertemu dan menyesuaikan waktu yang tepat untuk mengakses
data primer maupun data sekunder dari narasumber maupun responden, hal ini
sekiranya penulis dapat mengakses data primer maupun data sekunder yang
hukum ini.
104
BAB IV
undangan yang berlaku. Hal ini bertujuan agar pekerja outsourcing mendapat
kesejahteraan yang sama yang berlaku bagi pekerja tetap yang bekerja pada
Pekerja Outsourcing Pada PT. Prima Karya Sarana Sejahtera (PKSS) Cabang
pada sebanyak 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan 45 (empat puluh lima) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Jam kerja
dilapangan baik pekerja pria maupun wanita tidak dibedangkan jam kerjanya.
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b) 8 (delapan) jam 1(satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
106
belum sesuai dengan ketentuan waktu kerja yang telah ditentukan oleh UU
aturan yang jelas mengenai waktu lembur sehingga perusahaan pengguna jasa
pekerja yang menentukan kapan si pekerja harus lembur atau tidak, pada
prakteknya sering kali pekerja bekerja melampaui jauh jam yang seharusnya
saat bekerja, dan itupun tidak dihitung lembur.92 Hal ini bertentangan dengan
Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat
Mengenai waktu istirahat antara jam kerja, seperti biasa hanya 30 (tiga
puluh) menit bagi pekerja untuk istirahat, dan itupun tidak ada aturan yang
jelas dari user yang mengatur tentang istirahat. Bagi pekerja satpam tidak
dikarenakan satpam dapat beristirahat setiap saat dalam waktu jam kerja.93
Hal ini bertenangan dengan apa yang disampaikan oleh PT. PKSS yang mana
menegaskan hal ini diatur secara personal oleh perusahaan yang memakai jasa
pekerja.
92
Hasil wawancara dengan Para Responden
93
Hasil wawancara dengan Para Responden
107
tersebut tidak termasuk jam kerja. Ketentuan terkait waktu istirahat antara jam
kerja yang berlaku bagi pekerja outsourcing belum sesuai dengan ketentuan
waktu istirahat antara jam kerja yang telah ditentukan oleh UU No. 13 Tahun
2004.
ayat (2) huruf b UU. No. 13 Tahun 2003 yang mengatur lamanya waktu
istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk enam hari kerja yakni 8 (delapan) jam
per hari dalam satu minggu dan 2 (dua) hari untuk lima hari kerja yakni 12
(dua belas) jam per hari dalam satu minggu telah terpenuhi bagi pekerja
outsourcing.
kurang lebih 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja secara
94
Hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno sebagai Staff Recruitment dan HRD PT. PKSS
108
tidak mendapatkan cuti dari PT. PKSS maupun dari pihak perusahaan
pengguna jasa pekerja (user) ketika ayah kandungnya meninggal. PT. PKSS
memotong gaji selama pekerja tidak masuk kerja dalam hal melaksanakan cuti
tersebut.
mengatur lamanya cuti tahunan sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja
Dalam hal istirahat panjang, tidak pernah ada istirahat panjang dengan
waktu kurang lebih 2 (dua) bulan dan dilaksanakan masing- masing 1 (satu)
bulan pada tahun ketujuh atau kedelapan setelah pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang
meliputi hari pertama dan hari kedua pada waktu haid, cuti selama 1,5 (satu
setengah) bulan sampai dengan melahirkan melahirkan, cuti selama 1,5 (satu
setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
PKSS
2. Pelindungan Pengupahan
yang pada hakekatnya berbentuk uang yang ditetapkan dan dibayarkan oleh
atau atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan ditentukan.
Sumatera Selatan adalah Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga ratus lima puluh ribu
bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum
95
Hasil wawancara dengan Bapak H. Drs. Azizi. S.H, Pejabat Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
Provinsi Sumatera Selatan.
110
ditempatkan. Komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap
perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Hal ini bertujuan
adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pihak Pertama yakni PT. PKSS
kepada Pihak Kedua yakni pekerja atas jasa yang telah dilakukan oleh Pihak
Kedua dalam bentuk uang termasuk tunjangan yang ada didalamnya. Upah
yang diberikan oleh PT. PKSS kepada pekerja tidak dibedakan berdasarkan
masa kerjanya. Upah tersebut dinyatakan dalam bentuk uang rupiah dan
Jika tepat tanggal 25 di bulan tersebut adalah hari libur maka penggajian
yang disetor kepada Bank Rakyat Indonesia yang dapat diambil secara tunai
melalui teller Bank maupun melalui Anjungan Tunai BRI. Cara pembayaran
upah pun tidak dilakukan dengan menandatangani slip gaji yang mana
ada. Hal ini menyebabkan pekerja tidak mengetahui hak tunai yang wajib bagi
mereka dapat.
111
yang diatur dalam perjanjian kerjasama dengan PT. PKSS yang bertujuan
400.000 (satu juta empat ratus ribu rupiah). Upah minimum pokok yang
yang lain. PT. PKSS memberikan tunjangan fungsional sebesar Rp. 432.000,-.
Total dari upah yang diterima oleh perkerja harus dipotong dengan Asuransi
Jaminan Hari Tua sebesar Rp. 36.640,-. Dengan demikian total upah yang
diterima oleh pekerja adalah RP. 1.795.360,- (satu juta tujuh ratus Sembilan
puluh lima ribu tiga ratus enam puluh rupiah). Tidak ada pekerja outsourcing
pemerintah. Dalam hal ini, pekerja outsourcing juga mendapat gaji diatas
88 ayat (3) huruf a UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa upah
maka pihak PT. PKSS tidak akan memberi upah lembur karena sudah
dengan PT. PKSS mengatur mengenai upah lembur yang akan dibayarkan
oleh pihak user. Penentuan besarnya upah lembur dan pemberian diserahkan
kepada perusahaan pengguna jasa pekerja (user). Besarnya upah kerja lembur
telah ditetapkan sebesar Rp. 60.000,- sampai dengan Rp. 150.000,- untuk
lembur masuk pada Hari Libur Resmi yang diberikan oleh pihak user.
perusahaan user.
Tahun 2003 yang menentukan bahwa pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada
bekerja pada hari-hari libur resmi dikarenakan jenis dan sifat pekerjaan
tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada
a) Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu
b) Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2
hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh)
(tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh
kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah sejam dan jam
orang tua kandungnya meninggal. Mengenai upah tidak masuk kerja, upah
dari pekerja itu dipotong oleh PT. PKSS selama pekerja itu tak bekerja.
Hal ini bertentangan dengan aturan mengenai upah tidak masuk kerja
yang diatur dalam Pasal 93 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 yang
atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam
pekerjaannya, seperti :
bulan gaji, dengan demikina pada prakteknya hal ini sesuai dengan peraturan
(THR) dibayarkan oleh pengusaha yakni sebesar 1 (satu) bulan gaji pokok dan
dibayarkan 2 (dua) minggu sebelum hari raya.96 Masa kerja kurang dari 3
bulan, pekerja belum berhak mendapatkan THR, sedangkan untuk masa kerja
bulan yang sudah ditempuh dibagi 12 bulan dan kemudian dikalikan dengan
96
Hasil wawancara dengan Para Responden
116
hal ini tidak akan pernah terlaksana dikarenakan pekerja dipekerjakan secara
layaknya pekerja tetap yang bekerja pada perusahaan masing masing tersebut.
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Hal ini disebabkan masa
kerja pekerja outsourcing hanyalah sepanjang PKWT yang dibuat, yang mana
masa kerja tersebut adalah 1 tahun. Dalam hal PKWT berakhir, maka PT.
PKSS mengikat pekerja outsourcing dengan suatu PKWT yang baru sehingga
tidak memperhitungkan masa kerja yang telah dilalui. Setiap PKWT yang
selama 3 tahun. PT. PKSS menyimpangi hal tersebut dengan membuat PKWT
pesangon dikarenakan jika perjanjian kerja tersebut berakhir maka akan dibuat
perjanjian kerja yang baru yang mana masa kerja yang telah dilakukan tidak
117
pernah dihitung. Dengan kata lain, pekerja dianggap bekerja dari 0 (nol)
tahun.97
outsourcing hanya bekerja selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang masa
akan didapat minimal telah bekerja selama 3 (tiga) tahun untuk mendapatkan
biaya atau ongkos pulang untuk pekerja tidak pernah didapat oleh pekerja.
Pada praktiknya tidak sesuai dengan Pasal 156 ayat (1) UU No. 13
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang harusnya diterima
tetap.
97
Hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno sebagai Staff Recruitment dan HRD PT. PKSS
98
Hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno sebagai Staff Recruitment dan HRD PT. PKSS
118
program Jamsostek yaitu program dalam Jaminan Hari Tua (JHT). Hal ini
Kerja (JKK), Jaminan Keamanan (JK), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Semua
responden hanyalah anggota Jamsostek untuk Jaminan Hari Tua. Dalam hal
yang telah disebutkan diatas. Tidak ada Jaminan Kecelakaan Kerja bagi
pekerja baik diluar maupun didalam lingkungan kerja. 1 (satu) dari 5 (lima)
rawat jalan. Responden tersebut meminta penggantian uang yang telah dipakai
untuk rawat jalan kepada PT. PKSS tapi tidak dilakukan penggantian sampai
dengan cara memotong dari gaji pekerja secara rutin perbulan yakni 2 % (dua
persen) dari upah.99 Hal ini belum bisa dibuktikan karena tidak adanya data
yang jelas. Pekerja tidak mengerti dikarenakan tidak ada informasi yang
telah diatur dalam Pasal 99 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 yang mana
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Hari Tua
(JHT). Ketiga jenis jaminan ini pada dasarnya bersifat wajib. Salah satu
99
Hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno sebagai Staff Recruitment dan HRD PT. PKSS
120
kepada pekerja untuk memberikan 1 (satu) seragam baru per 6 (enam) bulan.
Hal ini tidak terlaksana dengan baik dikarenakan pengakuan dari pekerja,
mereka mendapatkan 1 (satu) seragam baru per 12 (dua belas) bulan. Dalam
perjanjian kerja antara PT. PKSS dengan perusahaan pengguna jasa pekerja
bulan untuk masing masing pekerja. Pada praktiknya, dalam hal permintaan
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja / buruh dan pengusaha. Pemutusan hubungan kerja yang diatur
dalam Pasal 10 PKWT yang dibuat antara PT. PKSS dengan pekerja
sebagai vendor dan perusahaan pengguna jasa pekerja sebagai user tidak
pernah melakukan PHK karena alasan-alasan yang diatur dalam Pasal 193 UU
dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus;
menyusui bayinya ;
bersama ;
pekerja / serikat buruh diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas
;
122
j) Pekerja / buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
PT. PKSS dan user sudah melaksanakan ketentuan PHK yang telah
diatur dalam Pasal 153 UU No. 13 Tahun 2003. Apabila PT. PKSS
sebagaimana disebutkan diatas, maka PHK tersebut gagal demi hukum dan
Rp. 13.500.000 (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) bila pekerja
hubungan ini telah diatur dalam Pasal 11 ayat 4 PKWT antara PT.PKSS
PKWT maupun perjanjian kerja yang dibuat oleh PT. PKSS, user, maupun
pengalihan hak hak pekerja yang mempunyai objek kerjanya tetap ada apabila
yang telah diatur oleh peraturan perusahaan atau sekurang kurangnya sesuai
tersebut.
desakan desakan para pihak untuk menghapus praktik outsourcing yang dirasa
tidak memberi perlindungan yang sama antara pekerja tetap dan pekerja
lahir.
Menurut Mahkamah Konstitusi, Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2)
Kerja Untuk Waktu Tertentu yang dibuat oleh PT. PKSS dengan pekerja
pekerja/buruh. Dalam hal ini dilaksanakan maka Pasal 65 ayat (7) dan Pasal
Dari segala akibat tersebut maka hubungan kerja antara PT. PKSS dengan
mana PKWT demi hukum berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT).
125
di PT. PKSS.
dikarenakan kesalahan / kelalaian para pihak atau salah satu pihak. Bentuk
Dalam suatu perjanjian kerja outsourcing para pihak yang terkait adalah
ini terdiri dari dua perjanjian kerja yakni perjanjian kerja antara pekerja
outsourcing dengan PT. PKSS sebagai vendor dalam bentuk PKWT dan
perjanjian kerja antara user dengan PT. PKSS dalam bentuk perjanjian kerja
posisi tawar yang kecil dalam praktik outsourcing. Pada praktiknya pekerja
menutupi dari kehadiran pekerja yang sakit tersebut. Pekerja yang lain
telah sembuh dan dapat bekerja kembali. Hal ini disebabkan pekerja
tidak mendapatkan izin sakit dan takut apabila PT. PKSS melakukan
dalam Pasal 5 ayat (4) PKWT yang telah disepakati menentukan bahwa
dalam hal pihak pekerja tidak masuk kerja tanpa keterangan atau
mangkir kerja diluar ketentuan yang berlaku, makan pihak pekerja wajib
tanpa izin dari user maupun vendor. Dalam hal ini pekerja telah
melanggar hal hal mengenai kewajiban para pekerja dalam Pasal 5 ayat
oleh PT. PKSS baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, meliputi
ditempatkan.
pekerja dalam Pasal 5 ayat (2) PKWT yang telah disepakati menentukan
peraturan yang dikeluarkan oleh PT. PKSS baik yang tertulis maupun
pekerja ditempatkan.
jasa pekerja.
Kerja (JKK). Hal ini juga diatur dalam PKWT (lampiran 1) yang
tersebut masa berlakunya telah habis dan tidak pernah diperbaharui oleh
PT.PKSS.
pekerja punya.
hak pekerja dalam Pasal 7 ayat (4) PKWT yang telah disepakati
per 6 (enam) bulan. Tetapi hal itu tidak terlaksana dengan baik
seragam baru per 12 (dua belas) bulan. Dalam perjanjian kerja antara
sepatu, topi, dan atribut lainnya yang disesuaikan dengan kondisi tempat
Penyedian fasilitas sepatu tidak terlaksana, oleh karena itu PT. PKSS
dikatakn wanprestasi atas Pasal 8 ayat (1) PKWT yang telah disepakati.
sakit. Hal ini vendor melakukan wanprestasi terhadapa hal hal mengenai
kewajiban pekerja dalam Pasal 5 ayat (4) PKWT yang telah disepakati
yang menentukan bahwa dalam hal pihak pekerja tidak masuk kerja
tentukan kecuali sakit dengan surat keterangan didokter atau izin dari
atasan langsing.
antara PT. PKSS dengan pekeja outsourcing tidak didaftarkan oleh PT.
Kerja yang dibuatnya dengan user dalam Pasal 10 ayat (4) yang
100
Hasil wawancara dengan Para Responden
132
Pasal 12 ayat (1) mengenai hubungan kerja antara pihak user, pihak PT.
PKSS dan pihak pekerja outsourcing yang diatur dalam perjanjian kerja
antara user dengan PT. PKSS yang menentukan bahwa pekerja yang
ditempatkan di pihak user adalah murni tenaga kerja dari PT. PKSS dan
berkaitan dengan hal-hal mengenai biaya jasa dalam Pasal 4 ayat (1)
perjanjian kerja antara PT. PKSS dengan user yang menentukan bahwa
atas perjanjian ini, pihak user akan membayar kepada pihak PT. PKSS
biaya jasa setiap bulan yang besarnya telah disetujui oleh para pihak.
C. Upaya hukum yang dilakukan oleh pekeja outsourcing dalam hal PT. PKSS
melakukan wanprestasi.
Berdasarkan pasal ini, pada dasarnya pekerja outsourcing hanyalah tunduk pada
peraturan PT. PKSS diakrenakan hubungan kerja yang terjalin itu dibuat antara
PT. PKSS dengan pekerja. Hal ini juga ditekankan oleh Pasal 66 ayat (2) a UU
NO.13 Tahun 2003 yang mana menegaskan status pekerja outsourcing secara
tenaga kerja yakni PT. PKSS dengan perusahaan pengguna jasa tenaga kerja
101
Hasil wawancara dengan Para Responden
134
Penyediaan Jasa Tenaga Kerja dalam bentuk perjanjian tertulis. PT. PKSS
ini disebabkan posisi tawar pekerja yang sangat kecil sehingga pekerja tidak
mempunyai cukup upaya hukum apapaun. Disatu sisi, pekerja ingin mengajukan
keberatan atas wanprestasi yang dilakukan tetapi disisi lain ancaman PHK tanpa
pesangon juga mengincar. Oleh karena itu, pekerja tidak mempunyai hasrat
pekerja melakukan upaya hukum yang diatur dalam Pasal 12 PKWT yang
disepakati.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dan .
kerja.
outsourcing.
3) Upaya hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing dalam hal PT.
Pasal 12 PKWT antara pekerja dengan PT. PKSS yang mana dalam
B. Saran
dan tidak merugikan para pihak. Para pihak wajib konsisten dalam
3. PKWT harus memuat secara jelas tahap-tahap upaya hukum yang telah
Buku-buku
Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Rajawali, Jakarta hIm. 45.
Faudy, Munir, 2001, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm 47
Sudarsono, C. 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 587S.T Kansil,
1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, |Balai Pustaka,
Jakarta, hlm. 247
B. Peraturan Perundang-undang
Dokumen
Internet