Anda di halaman 1dari 190

PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH BERDASAR PUTUSAN

VERSTEK DI KANTOR PERTANAHAN NASIONAL KOTA PEKANBARU

TESIS

Oleh :

DANY REZKI

NIM : 1920123063

Pembimbing :

1. Dr. ZefrizalNurdin,SH.,MH

2. Dr. Hengki Andora, SH.,LLM

PROGRAM STUDI MAGISTERKENOTARIATAN


F A K U L TA S H U K UM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
2
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis berikan kepada Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis

untuk memperoleh Gelar Magister (S2) Kenotariatan pada Universitas Andalas.

Tesis Penulis berjudul : PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH

BERDASAR PUTUSAN VERSTEK DI KANTOR PERTANAHAN

NASIONAL KOTA PEKANBARU.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada Ibunda

tercinta Asmuniar (Almarhumah), Ayahanda tercinta Kamarrudin (Almarhum),

dan istri tercinta dr. Gina Winahyu, karena atas segala cinta, kasih, pengorbanan

serta dukungan yang tiada henti-hentinya serta luar biasa besar kepada penulis

dalam menyelesaikan semua pendidikan yang penulis jalani.

Selama penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan berupa

sumbangan pemikiran, motivasi, kritikan dan saran serta bimbingan secara

langsung ataupun secara tidak langsung dari berbagai pihak. Hal yang diberikan

kepada penulis tersebut sangatlah berarti dan berharga bagi penulis untuk

kedepannya dan tanpa bantuan yang diterima oleh penulis maka penulis tidak

akan bisa menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga

kepadaBapak Dr. Zefrizal Nurdin, SH., MH, selaku Pembimbing I dan Bapak Dr.

ii
Hengki Andora, SH., LLM, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu

dan tenaga untukmemberikan ilmu pengetahuan, ide, dan semangat dalam

penulisan tesis ini.Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan

terimakasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H., selaku Rektor Universitas Andalas

Padang.

2. Bapak Prof. Dr.Busyra Azheri, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Andalas Padang.

3. Bapak Dr. Ferdi, S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Andalas Padang.

4. Bapak Dr. Rembrandt S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Andalas Padang dan selaku Tim Penguji.

5. Bapak Lerri Patra, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Andalas Padang.

6. Bapak Dr. Azmi Fendri, S.H., MKn selaku ketua Prodi Ketua Prodi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Andalas dan selaku Tim Penguji

7. Ibu Dr. Yussy Adelina Mannas, S.H., M.H, selaku Sekretaris Prodi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Andalas.

8. Bapak Prof. Dr. Kurnia Warman, SH., M.Hum selaku Tim Penguji.

9. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Program

Pasca Sarjana Universitas Andalas.

iii
10. Seluruh Staf dan Karyawan dan karyawati Fakultas Hukum Universitas

Andalas.

11. Kawan-kawan senasib dan seperjuangan yang memberikan bantuan serta

dorongan semangat yang tiada hentinya kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas tesis ini di Fakultas Hukum Magister Kenotariatan

angkatan 2019.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari bahwa masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis sangat

mengharapkan masukan baik berupa kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan dimasa yang akan datang. Terakhir penulis sampaikan semoga tesis ini

bemanfaat bagi penulis dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamu’allaikum Wr. Wb.

Padang, Oktober 2021


Yang membuat pernyataan

DANY REZKI, SH
1920123063

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...... ...................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ..................................................................... 14

C. Tujuan Penelitian .. ...................................................................... 14

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 15

E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...................................................... 17

1. Kerangka Teori ...................................................................... 17

2. Kerangka Konseptual. ............................................................. 28

G. Metode Penelitian . ...................................................................... 30

1. Tipe Penelitian …………………………..………...……. 31

2. Sifat Penelitian ..................................................................... 32

3. Teknik Sampling ………... ………………………… ............ 33

4. Sumber dan Jenis Data ……………………………. .............. 34

5. Tehnik Pengumpulan Data ………………………… ............. 35

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ……………. .............. 36

iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 38

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ........................................... 38

1. Pengertian Perjanjian ............................................................. 38

a. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ...................................... 43

b. Asas-asas Hukum Perjanjian ........................................... 49

c. Unsur-Unsur Perjanjian .................................................. 52

d. Berakhirnya Perjanjian .................................................... 53

e. Wanprestasi .................................................................... 56

B. Tinjauan Khusus Perjanjian Jual Beli .......................................... 61

1. Pengertian dan Pengaturan Perjajian Jual Beli ........................ 61

2. Syarat-Syarat terjadinya Jual Beli ........................................... 74

3. Jual Beli Barang Tidak Bergerak ............................................ 79

C. Putusan Verstek sebagai Dasar dalam Peralihan Hak Atas

Tanah .................... ...................................................................... 83

1. Pemeriksaan Perkara dan Putusan Verstek di Pengadilan ....... 83

2. Alas Hak dalam Pendaftaran Tanah dan Kedudukan Putusan

Verstek............. ...................................................................... 86

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 89

A. Alasan BPN Kota Pekanbaru Menunggu Putusan Verstek

sebagai Dasar Balik Nama Dalam Peralihan Hak Atas Tanah .... 89

1. Kuantitas Peralihan Hak Milik Atas TanahBerdasarkan

Putusan Verstek di BPN Kota Pekanbaru ............................... 89

2. Alasan BPN menjadikan Putusan Verstek sebagai Dasar

Balik Nama dalam Peralihan Hak Milik Atas Tanah .............. 91

3. Contoh Kaus Putusan Verstek yang Masuk ke Kantor BPN

Kota Pekanbaru ...................................................................... 94

v
a. Putusan perdata dengan nomor

perkara146/Pdt.G/2018/PN.Pbr ................................. 94

a. Duduk Perkara ................................................... 94

b. Putusan /Mengadili ............................................ 98

c. Pertimbangan BPN Kota Pekanbaru .................. 101

b. Putusan perdata dengan nomor

perkara94/Pdt.G/2019/PN.Pbr ................................... 103

a. Duduk Perkara ................................................... 103

b. Putusan /Mengadili ............................................ 106

c. Pertimbangan BPN Kota Pekanbaru .................. 106

4. Analisis Berdasarkan Teori Kepastian Hukum ...................... 108

B. Proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan putusan

Verstek di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru ............................ 109

1. Pengertian verstek dan dasar hukum verstek ........................ 111

2. Dasar hukum verstek ............................................................ 113

3. Proses peralihan dalam putusan verstek ............................... 116

a. Peralihan Hak Jual Beli .............................................. 116

b. Penyerahan Sertifikat Peralihan Hak Atas Jual Beli ... 119

c. Peralihan Hak Berdasarkan Putusan Verstek di

Kantor BPN Kota Pekanbaru……………………… 121

4. Analisis Berdasarkan Teori Hukum Formalitas .................... 124

BAB IV PENUTUP .......... ...................................................................... 126


A. Kesimpulan .......... ...................................................................... 126
B. Saran .......... ...................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA 129
LAMPIRAN 133

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan
1 Surat balasan penelitian dari kantor BPN kota Pekanbaru
2 Scan arsip putusan pengadilan No.146/Pdt.G/2018/PN Pbr yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kelas I A Pekanbaru
3 Scan arsip akta jual beli No. 179/2020
4 Scan sertipikat hak milik dari An. A. Tjin alias Kusmadi ke Han Kie
Berdasarkan Akta Jual Beli
5 Scan arsip putusan pengadilan No. 94/Pdt.G/2019/PnPbr yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kelas 1 A Pekanbaru
6 Scan Arsip Buku Tanah Sertipikat Hak Milik dari Rosmah Nas ke Anik
S Mulyani Berdasarkan putusan pengadilan

vii
ABSTRAK

Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan berdasarkan Peraturan


Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Peralihan Hak berdasarkan pasal 37
ayat 1 yaitu; Peralihan hak atas tanah salah satunya melalui jual beli hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi fakta
dilapangan dikarenakan wanprestasi dengan adanya putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap dengan cara putusan verstek, peralihan hak berdasarkan
putusan verstek ini dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Peralihan Hak berdasarkan pasal 55.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari pokok permasalahan yaitu ; Mengapa BPN
Kota Pekanbaru Menjadikan Putusan Verstek Sebagai Dasar Balik Nama dalam
Peralihan Hak atas Tanah dan Bagaimana proses balik nama Sertipikat Hak Milik
berdasarkan putusan Verstek di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Penelitian
hukum ini menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian yang
menitik beratkan terhadap analisis dan kajian didalam praktek pertanahan yang
dikaitkan dengan putusan Verstek Inkracht dengan melihat norma-norma hukum
yang berlaku kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang terdapat
dilapangan.
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa; 1. BPN Kota Pekanbaru
Menjadikan Putusan Verstek Sebagai Dasar Balik Nama dalam Peralihan Hak
atas Tanah dikarenakan untuk menghindari keterlibatan kepala kantor BPN kota
Pekanbaru dikemudian hari, apabila terjadi permasalahan atau gugatan yang
masuk di Pengadilan Negeri Pekanbaru, BPN Kota Pekanbaru memiliki
kewenangan untuk memproses peralihan hak melalui jual beli atau balik nama
dengan putusan pengadilan atau penetapan pengadilan, berdasarkan ketentuan
pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah. 2. Proses balik nama Sertipikat Hak Milik berdasarkan putusan Verstek di
Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru pada prinsipnya sama dengan balik nama
sertipikat pada umumnya, perbedaannya balik nama sertipikat adanya para pihak
pembeli dan penjual dan akta jual belinya dibuat dihadapan PPAT, namun
berbeda halnya dengan putusan verstek yaitu para pihak tidak lengkap serta tanpa
adanya akta jual beli dihadapan PPAT sebagai akta autentik untuk proses balik
nama sertipikat melainkan diganti dengan Putusan Pengadilan secara Verstek
yang berkekuatan hukum tetap sebagai pengganti Akta Jual Beli PPAT
berdasarakan Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah.
Kata Kunci: Peralihan Hak Milik atas Tanah, Putusan Verstek Pengadilan, Proses
Balik Nama Sertipikat.

viii
ABSTRACT

Transfer of Rights to Land and Buildings based on Government


Regulation Number 24 of 1997 concerning Transfer of Rights based on Article 37
paragraph 1, namely; The transfer of land rights, one of which is through buying
and selling, can only be registered if it is proven by a deed made by the
authorized PPAT according to the provisions of the applicable laws and
regulations. But the facts on the ground are due to default due to a court decision
with permanent legal force by means of a verstek decision, the transfer of rights
based on this verstek decision can be carried out in accordance with the
provisions of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning the
Transfer of Rights based on article 55. This study aims to find the main problem,
namely ; Why BPN Pekanbaru City Takes Verstek's Decision as the Basis for
Transfer of Names in the Acquisition of Land Rights and How is the process of
changing the name of the Certificate of Ownership based on the Verstek decision
at the Pekanbaru City Land Office. This legal research uses an empirical juridical
approach, namely research that focuses on analysis and study in land practice
which is associated with the Verstek Inkracht decision by looking at the
applicable legal norms and then connecting it with legal facts found in the field.

The results of the study show that; 1. Pekanbaru City BPN Makes
Verstek's Decision as the Basis for Transferring Names in the Transfer of Land
Rights because to avoid the involvement of the Pekanbaru city BPN office head
in the future, if there is a problem or lawsuit that goes to the Pekanbaru District
Court, Pekanbaru City BPN has the authority to process the transfer of rights
through sale and purchase or transfer of names with court decisions or court
decisions, based on the provisions of Article 55 of Government Regulation
Number 24 of 1997 concerning Land Registration. 2. The process of changing the
name of the certificate of ownership based on the Verstek decision at the
Pekanbaru City Land Office is in principle the same as the transfer of the name of
the certificate in general,

Keywords: Transfer of Ownership of Land, Verstek Court Decision, Process of


Transfer of Name of Certificate.

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa

Indonesia yang dikuasai oleh Negara. Penguasaan hak tanah oleh negara ini

dicantumkan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa :

“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai


oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat”.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Ketentuan Undang-undang Dasar sangat penting bagi masyarakat

sebagai dasar kebijakan terhadap legalitas tanah yang miliki kepastian hukum

terhadap lahannya, baik lahan untuk permukiman maupun lahan untuk usaha.

Masyarakat bisa lebih produktif jika lahan yang dimilikinya telah memiliki

kepastian hukum. Kepastian hukum penting untuk mengatur kehidupan

masyarakat adil, dapat menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh

masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya

kaidah hukum yang dapat dipergunakan negara dalam mengatur tatanan

kehidupan masyarakat.

1
Kepastian hukum terkait kepemilikan hak tertuang dalam

UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria. di dalam Pasal 19 menyatakan untuk menjamin kepastian hukum oleh

Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik. Indonesia

menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sehubungan dengan pasal 19 diatas, F.X. Sumarja berpendapat mengenai

Pendaftaran Tanah tersebut meliputi :

1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;


2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
yang kuat.1

Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara

dan masyarakat, demi adanya kepastian dimata hukum keagrariaan sipemilik

tanah atau status hak dan pemegang haknya jelas. Misalnya, tanah Hak Milik

jelas bukan tanah Negara dan berbeda kriterianya dengan tanah-tanah Hak Guna

Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai. Begitupun siapa-siapa saja yang boleh

menguasai atau memilikinya serta peruntukan penggunaan tanahnya

mempunyai kriteria-kriteria yang berbeda. Tanah hak milik ataupun tanah hak-

hak lainnya wajib didaftarkan di kantor-kantor Badan Pertanahan Nasional

(BPN). Bukti bahwa tanah tersebut telah terdaftar adalah sertifikat tanah yang

sekaligus sebagai bukti penguasaan atau pemilikan pemegangnya atas tanah

tersebut.2

Ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai Undang-Undang

1
F.X. Sumarja, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Universitas Lampung,
Bandar Lampung, 2015, Hal.17.
2
2 Ibid., Hal. 18.
2
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dimana

undang-undang tersebut tidak dapat berjalan tanpa adanya peratuan pelaksana,

sehinggan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun

1961 Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagai Peraturan Pelaksana. Tujuan

dari Pendaftaran tanah termuat di Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu;

a.Untuk memberikan kepastian hokum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, suatu rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan;

b.Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c.Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

F.X. Sumarja berpendapat tujuan dari pendaftaran tanah yaitu;

„menjelaskan tujuan dan kegunaan pendaftaran tanah dan merupakan bukti


yang kuat mengenai suatu penguasaan atau pemilikan tanah, salah satu
produknya bernama sertifikat hak atas tanah.3

Ali Achmad Chomzah mengemukakan pendapatnya bahwa;

Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada


pemegang hak atas tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

3
F.X. Sumarja, Problematika Kepemilikan Tanah Bagi Orang Asing, Indepth
Publising, Bandar Lampung, 2012, Hal. 9.
3
pemegang hak yang bersangkutan. 4

Dari pendapat kedua diatas, demi terciptanya kepastian hukum, perlu

adanya pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah adalah: rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,

meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta

pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,

mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk

pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada

haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang

membebaninya.

Kepemilikan hak atas tanah yang sudah memiliki alas hak berupa Hak

Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, bukan jaminan

kedepannya tidak adanya silang sengketa dikemudian hari. Karena kepastian

hukum yang diberikan undang-undang kepada pemilik hak atas tanah adalah

kepastian kepemilikan hak, bukan kepastian tidak akan adanya permasalahan

atau sengketa yang timbul kedepannya. Dalam hal peselisilahan atau sengketa

yang terjadi mengenai kepemilikan hak dapat diselesaikan secara musyawarah

dan mufakat (mediasi) yang mana mencari penyelesaian terbaik untuk kedua

pihak tanpa ada yang dirugikan (win-win solution).

Musyawarah ini sering disebut penyelesaian permasalahan diluar

pengadilan (Non Litigasi), musyawarah mufakat untuk mencari jalan tengah

(perdamaian) diantara para pihak yang bersengketa dengan adanya pihak ketiga

4
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jilid 2, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2004, Hal. 23.
4
netral sebagai mediator yang dipercaya mereka. Sebaliknya apabila tidak

tercapainya kata perdamaian secara non litigasi, dapat ditempuh dengan cara

litigasi (Pengadilan), untuk mencari keadilan bagi para pihak harus melalui

Pengadilan dengan putusan hakim. Sehingga perselisihan kepemilikan hak atas

tanah dan bangunan dapat diselesaikan secara litigasi dan non litigasi. Kasus

sengketa kepemilikan hak atas tanah dan bangunan sangat jarang selesai secara

musyawarah mufakat sehingga sering sampai kejalur pengadilan untuk

mendapatkan kepastian hukum terkait hak kepemilikannya.

Kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Pekanbaru, terkait sengketa

kepemilikan hak atas tanah dengan bermacam permasalahan dari tumpang

tindih, perebutan warisan, harta gono-gini dan permasalahan lainnya. Sehingga

banyaknya lahir putusan-putusan terkait sengketa tanah setiap tahunnya. Khusus

putusan verstek salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan perihal sengketa

tanah, putusan verstek merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata di

Indonesia. Putusan verstek tidak terlepas hubungannya dengan proses beracara

di pengadilan dan penjatuhan putusan atas perkara yang dipersengketakan

susuai ketentuan undang-undang dan keyakinan hakim. Hakim memiliki

peranan penuh dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dalil-

dalil gugatan serta pembuktian dari penggugat dimana tergugat tidak hadir

dalam persidangan juga tidak memberikan kuasa untuk diwakilkan sehingga

putusan verstek.

Putusan Verstek adalah putusan yang diambil dalam hal tergugat tidak

pernah hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan

5
patut serta tidak memberikan kuasa untuk kepentinganya. Putusan verstek ini

hanya dapat dijatuhkan pada perkara sengketa keperdataan seperti kepemilikan

yang adanya kerugian materiil yang mana adanya pihak kedua (tergugat),

namun tidak pernah hadir dipersidangan. Pada prinsipnya, lembaga verstek itu

mengingkari asas Audi et Alteram Partem (mendengar kedua belah pihak),

dikarenakan salah satu pihak tidak hadir. Hakim secara ex officio sebelum

menjatuhkan putusan verstek.

Terkait dengan hal tersebut diatas pasal 24 ayat (1) UUD Negara RI

tahun 1945 menyatakan;

“kekukasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh hakim sebagaimana diatur oleh

Undang-undang kekuasaan kehakiman. Kemudian, sebagaimana dalam

Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah

dijelaskan dan diatur pada Pasal 38 yaitu:

1) Selain Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya serta

Mahkamah Konstitusi, terdapat badan-badan lain yang fungsinya

berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

2) Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.Penyelidikan dan penyidikan;

b. Penuntutan;

c. Pelaksanaan putusan;

d. Pemberian jasa hukum; dan


6
e. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberikan wewenang oleh

undang-undang untuk mengadili suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. 5

Terkait dengan pernyataan dari Jonaedi Efendi bahwa;

Peranan hakim dalam menciptakan keadilan dan ketertiban dalam dan


bagi masyarakat sangatlah nyata.6

Hakim kiranya bukan hanya sebagai corong atau pelaksana

undangundang semata, tetapi hakim dituntut harus dapat melakukan penemuan

hukum sehingga rasa keadilan pada masyarakat dapat tercapai. Senada dengan

pernyataan dari Jonaedi Efendi diatas, Ahmad Rifai berpendapat bahwa;

Putusan hakim akan terasa begitu dihargai dan mempunyai


nilaikewibawaan, jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa
keadilan hukum masyarakat dan juga merupakan sarana bagi masyarakat
pencari keadilan untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.7

Dasar hukum lembaga verstek adalah pasal 125 HIR/149 R.Bg yang

menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan mengenai verstek, pasal 126 HIR/150

R.Bg dan pasal 127 HIR/151 R.Bg yang menjelaskan tentang toleransi

pemanggilan untuk kedua kali dalam putusan verstek, serta pasal 128 HIR/152

R.Bg tentang pelaksanaan putusan verstek, ditambah dengan Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) nomor 9 tahun 1964 yang mengatur tentang

beberapa tafsiran mengenai verstek. Menjelaskan ketentuan mengenai verstek

Ahmad Mujahidin menjabarkan pasal 125 HIR/149 R.Bg, keseluruhan isi pasal

5
Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
6
Jonaedi Efendi, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim, Prenadamedia
Group, Depok, 2018, Hal . 9.
7
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, Hal. 3.
7
ini adalah sebagai berikut:

a. Jika tergugat, meskipun dipanggil dengan resmi dan patut, tidak

menghadap pada hari sidang yang ditentukan, dan juga tidak

menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka gugatan itu

diterima dengan keputusan tidak hadir (verstek), kecuali jika nyata

bagi pengadilan bahwa tuntutan itu melawan hak atau tidak

beralasan.

b. Apabila pihak tergugat, dalam surat jawabannya tersebut pada pasal

121 HIR (jawaban atas gugatan penggugat), mengajukan perlawanan

(eksepsi), bahwa pengadilan tidak berwenang menerima perkara itu,

hendaklah pengadilan walau si tergugat sendiri atau wakilnya tidak

menghadap, sesudah didengar oleh si penggugat mengenai

perlawanannya, kalau perlawanannya itu ditolak, maka keputusan

dijatuhkan hanya mengenai pokok perkaranya saja.

c. Jika gugatannya diterima, maka keputusan pengadilan atas perintah

ketua diberitahukan kepada orang yang dikalahkan dan diterangkan

padanya bahwa ia berhak dam waktu dan cara yang ditentukan

dalam pasal 129 HIR mengajukan perlawanan (verzet) terhadap

putusan tak hadir itu pada majelis pengadilan itu juga.

d. Di bawah keputusan tidak hadir itu, panitera pengadilan mencatat,

siapa yang diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah

8
diberitahukannya tentang hal itu, baik dengan surat maupun dengan

lisan.8

Lebih lanjut lagi mengenai ayat pertama pada pasal 125 HIR, apabila

pada hari sidang pertama gugatan tersebut tergugat tidak hadir atau tidak

mewakilkan kehadirannya, sebelum memeriksa isi gugatan hendaknya hakim

menunda sidang pada hari lain dan memerintahkan untuk memanggil tergugat,

pemberitahuan tersebut bagi pihak yang datang sama dengan panggilan, apabila

tergugat tidak hadir kembali, maka dapat dijatuhkan putusan verstek. Putusan

verstek yang diharapakan dalam peralihan Hak atas Tanah yang dimohonkan

atau didaftarakan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, untuk mendapatkan

perlindungan hukum terkait kepemilikan Hak atas tanah dan adanya Kepastian

Hukum bagi mereka yang merasa dirugikan. Dimana sesuai Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah tertuang dalam

Pasal 55;

1. Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor

Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan Ketua Pengadilan

yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai

bidang tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk

dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin

pada sertifikatnya dan daftar-daftar lainnya.

8
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
Mahkamah Syariah di Indonesia (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia IKAHI, 2008), Hal 205.
9
2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

juga atas permintaan pihak yang berkepentingan, berdasarkan

salinan resmi putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap atau salinan penetapan Ketua Pengadilan yang

bersangkutan yang diserahkan olehnya kepada Kepala Kantor

Pertanahan.

3. Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik

atas satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan

setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang

bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).

Beberapa kasus yang putusan pengadilan yang memiliki kekuatan

hukum tetap khususnya putusan Verstek di pengadilan negeri pekanbaru yang

amar putusannya mengabulkan gugatan dari penggugat dimana tergugat tidak

pernah hadir sehingga gugatan dikabulkan. Khusus gugatan peralihan hak

berupa balik nama sertipikat kepemilikan hak atas tanah kurum tahun 2020 yang

masuk di BPN Kota Pekanbaru adalah;

1. Kasus perdata dengan nomor perkara 146/Pdt.G/2018/PN.Pbr, Atas

Nama

HAN KIE Selaku Penggugat Melawan A TJIN Alias KUSMADI Selaku

Tergugat dalam kasus wanprestasi, melalui akta Pengikatan Jual Beli

(PPJB) yang dibuat oleh Notaris.

10
2. Kasus perdata dengan nomor 94/Pdt.G/2019/PN.Pbr. Atas Nama ANIK

S MULYANI Selaku Penggugat Melawan ROSMA NAS Selaku

Tergugat kasus wanprestasi, melalui akta jual beli dibawah tangan.

Kedua kasus ini, sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah didaftarkan

ke Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru. Pada kasus point pertama,

mengenai peralihan hak dengan putusan verstek dengan adanya pengikatan jual

beli dimana belum diketahuinya adanya pelunasan dan atau belum adanya

peralihan kepemilikan secara sah dan meyakinkan sehingga pengadilan

memutus perkara dengan amar putusannya mengabulkan permintaan penggugat

dalam poses balik nama sertipikat. Sehingga Badan Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru mempunyai wewenang untuk melakukan peralihan hak berdasarkan

ketentuan Perundang-undangan yang putusan pengadilannya memiliki kekuatan

hukum tetap (inkracht) dimana diserahkan oleh Panitera kepada Kepala Kantor

Pertanahan. Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap adalah pedoman

dasar bagi para pihak yang dirugikan untuk mencari kepastian hukum terhadap

objek sengketa khususnya hak milik atas tanah yang disengketakan.

Kasus pada poin kedua terkait akta jual beli dibawah tangan yang sudah

terjadi peralihan haknya secara dibawah tangan berupa kwitansi, dimana dalam

hal ini sah dan mengikat. Seharusnya BPN kota Pekanbaru dapat memperoses

sesuai dengan ketentuan pasal 37 ayat 2 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 Tentang Pendaftaran Tanah dimana BPN diberi kewenangan untuk

memperoses balik nama, tetapi dalam pelaksanaanya Kepala Kantor BPN Kota

Pekanbaru justru menunggu putusan pengadilan.

11
Dengan adanya petimbangan hukumnya, dimana putusan hakim

memberikan kewenangan kepada Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru

untuk melakukan peralihan hak. Padahal sesuai dengan ketentuan pasal 37 ayat

2 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

menetapkan sebagai berikut;

Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh


Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan
hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara
perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta
yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor
Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

Pasal ini tidak merujuk pada putusan pengadilan, kalau merujuk pada

putusan pengadilan jelas dan terang sesuai dengan ketentuan pasal 55 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyatakan;

1. Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor

Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan Ketua Pengadilan

yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai bidang

tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada

buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada sertifikatnya

dan daftar-daftar lainnya.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga

atas permintaan pihak yang berkepentingan, berdasarkan salinan resmi

putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau

12
salinan penetapan Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan

olehnya kepada Kepala Kantor Pertanahan.

3. Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas

satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan setelah

diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan

dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 52 ayat (1).

Sehingga pasal tersebut diatas menjadi dasar dari pertimbangan Badan

Pertanahan Kota Pekanbaru untuk memproses balik nama sertipikat hak atas

tanah tanpa harus adanya Akta Jual Beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT). Dengan pedoman Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961

tentang pendaftaran tanah disebutkan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan

dengan sebuah akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) dapat dikesampingkan.

Sedangkan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

Tahun 1960 menjelaskan bahwa;

1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan

Pemerintah

2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

hak milik terjadi karena;

a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

b. Ketentuan Undang-Undang.

13
Dari uraian diatas ada dua permasalahan hukum yang mana perlu

ditemukan solusinya, antara lain sebagai berikut; Dalam tatanan normatif

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 maupun Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah tidak

menyebutkan Putusan Pengadilan sebagai alasan timbulnya hak milik atas

tanah. Sekalipun pasal 37 ayat 2 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah secara idealnya telah memberikan peluang untuk

dilakukan peralihan hak berdasarkan alas hak yang meyakinkan walaupun tidak

melalui akta notaris, namun faktanya Kepala Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru justru menunggu lebih dulu putusan pengadilan untuk melakukan

peralihan haknya.

Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti

lebih lanjut mengenai permasalahan dalam penyusunan tesis yang berjudul;

“PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH BERDASAR PUTUSAN

VERSTEK di KANTOR PETANAHAN NASIONAL KOTA

PEKANBARU”

B. Rumusan Masalah :

1. Mengapa BPN Kota Pekanbaru Menjadikan Putusan Verstek Sebagai

Dasar Balik Nama dalam Peralihan Hak atas Tanah?

2. Bagaimana proses balik nama Sertipikat Hak Milik berdasarkan

putusanVerstek di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

14
dikemukakan diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Mengapa BPN Kota Pekanbaru Menjadikan Putusan

Verstek Sebagai Dasar Balik Nama dalam Peraihan Hak atas Tanah.

2. Untuk Mengetahui Bagaimana proses balik nama Sertipikat Hak Milik

berdasarkan putusan Verstek di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Secara Teoritis

Penelitian ini memberikan sumbangsih keilmuan terkait dalam

pengembangan ilmu hukum kenotariatan dalam kajian tentang peralihan

hak milik atas tanah berdasarkan putusan Verstek di Kantor Pertanahan

Kota Pekanbaru.

2.Secara Praktis

Penelitian ini memberikan manfaat praktis bagi masyarakat

Umum serta khususnya Memberikan referensi kepada peneliti yang

membutuhkan data yang kongkrit untuk peneliti berikutnya dalam

penelitian yang sama serta memberikan pengetahuan dan informasi

bagi peneliti serta lembaga terkait dalam membuat suatu kebijakan.

E. Keaslian Penelitian

Layaknya suatu hasil karya ilmiah seseorang harus dapat

dipertanggungjawabkan dan karena telah ada penelitian sebelumnya

beberapa perbedaan dari hasil penelitian tersebut akan penulis jabarkan

dengan perbedaan penelitian yang penulis teliti mengenai tentang

15
peralihan hak milik atas tanah berdasarkan putusan Verstek di Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru;

1.Tesis yang disusun oleh Vicia Ellitrosint Program Pascasarjana

Magister Kenotarian Universitas Andalas, pada tahun 2020 dengan

judul

“Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Akta Pengikatan

Perjanjian Jual Beli di Kota Padang”.

a) Bagaimana Proses Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB) Untuk Pendaftaran Hak Atas Tanah di Kota Padang?

b) Bagaimana Kekuatan Hukum terhadap Pembuktian Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB) Dalam Proses Pendaftaran Peralihan

Hak Atas Tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota

Padang?

c) Bagaimana Proses Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah pada

Tahap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di Kantor Badan

Pertanahan Nasional Kota Padang?

2.Tesis yang disusun oleh Harmen Syarif pada Program Pascasarjana

Magister Kenotariatan Universitas Andalas, pada tahun 2019 dengan

judul “Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Akta Kuasa

MenjualDalam Hak Pemberi Kuasa Meninggal Dunia di Pekanbau‟.

a) Bagaimana Kedudukan Akta Kuasa Menjual dalam Peralihan Hak

Atas Tanah?

16
b) Bagaimana Proses Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Akta

Kuasa Untuk Menjual Dalam Hak Pemberi Kuasa Meniggal Dunia

di Pekanbau?

c) Bagiaman Akibat Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan

Akta Kuasa Untuk Menjual Dalam Hak Pemberi Kuasa Meniggal

Dunia di Pekanbau?

F.Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1.Kerangka Teoritis

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu ataupun permasalahan, problem,

yang mana bagi pembaca menjadi bahan perbandingan pasangan teori,

yang mungkin disetujui maupun tidak disetujuinya dan ini merupakan

masukan eksternal bagi si pembaca.9Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari mana

masalah tersebut diamati. Seiring dengan perkembangan masyarakat

hukum yang sifatnya dinamis mengalami perubahan dan perkembangan.

Dalam hubungannya dengan perkembangan tersebut maka timbul teori-

teori yang baru.

Suatu teori juga memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian

yang dijalankan, dan memberikan tahap pemahaman tertentu.9 Hal ini

sesuai dengan pendapat Peter M. Marzuki yang menyatakan bahwa

“Penelitian hukum di lakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori

9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta: 1984, Hal.6.
17
ataupun konsep baru sebagai persepsi dalam menyelesaikan masalah

yang dihadapi”.10 Suatu penelitian bertujuan untuk memecahkan atau

mencari jawaban tersebut peneliti perlu menggunakan suatu teori.

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah dapat

diuraikan sebagai berikut :

a.Teori Perjanjian

Masalah perjanjian diatur dalam Buku ke III Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata definisi perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih.11 Defenisi perjanjian juga dapat didefinisikan

sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda, kekayaan

antara dua pihak, di mana satu pihak berjanji untuk melaksanakan

suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan

perjanjian tersebut.12 Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan

antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu

merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji

atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan atau dengan tulisan.

Salim H.S memberikan defenisi kontrak (perjanjian) adalah

hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek

hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek


10
Peter M. Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta: 2010, Hal.
35.
11
Pasal 1313 Buku ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
12
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian (Buku I), PT. Citra
Aditya, Bandung: 2001, Hal. 28.
18
hukum yang satu berhak atas suatu prestasi dan begitu juga subjek

hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya

dengan yang telah disepakatinya.13

Menurut R. Wirjono Prodjodikoro perjanjian adalah suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam

mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan

suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lain

berhak menurut pelaksanaan janji tersebut.14

Menurut Herlian Budiono perjanjian adalah perbuatan hukum

yang menimbulkan berubahnya, hapusnya hak atau menimbulkan

suatu hubungan hukum dengan cara demikian, perjanjian

menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak.15

Ridwan Syahrani mengemukakan bahwa perikatan atau perjanjian

adalah hubungan hukum antara 2 (dua) pihak di dalam lapangan harta

kekayaan, di mana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi dan

pihak lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi.16

Pasal 1338 KUH Perdata yakni:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah sebagai undang


undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak
dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang

13
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta:
2003, Hal. 27.
14
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung,
Bandung: 2000, Hal. 203.
15
Herlian Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian, Intermasa, Bandung: 2006, Hal. 3.
16
Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta: 2008,
Hal. 203.
19
dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik.”

Dengan istilah secara sah pembentuk undang-undang

menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan. Semua persetujuan yang dibuat menurut hukum

atau secara sah (Pasal 1320 KUH Perdata) adalah mengikat sebagai

undang-undang terhadap para pihak. Di sini tersimpul realisasi asas

kepastian hukum.17

Syarat tersebut baik mengenai pihak yang membuat perjanjian

atau biasa disebut sebagai syarat subjektif maupun mengenai

perjanjian itu sendiri (isi perjanjian) atau yang biasa disebut sebagai

syarat objektif.18 Secara yuridis, di Indonesia, syarat-syarat sahnya

sebuah perjanjian tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, di mana pasal tersebut mensyaratkan 4 hal agar

perjanjian dianggap sah secara hukum, yaitu: 1) adanya kesepakatan

dari para pihak; 2) kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3) adanya

objek tertentu; 4) suatu sebab yang halal.19

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut

hukum. Pada dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq

dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330

KUH Perdata, disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk

17
Ibid.
18
Ahmadi Miru, Hukum Perikatan, PT. Rajarafindo Persada, Jakarta: 2008, Hal. 67.
19
Suwari Akhmaddhian, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi
Jual Beli Secara Elektronik di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Kuningan, Volume 3, No. 2, Juli 2016, Hal. 44.
20
membuat suatu perjanjian:

1. Orang-orang yang belum dewasa;

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3. Orang perempuan dalam hal ditetapkan oleh undang-undang,

dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian-perjanjian tertentu.20

Mengenai objek tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya

perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang

jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang

tertentu. Jadi tidak bisa seseorang menjual “sesuatu” (tidak tertentu)

dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu itu tidak

menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu.21

Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga

merupakan syarat tentang isi perjanjian. Kata halal di sini bukan

dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam

hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah bahwa isi

perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang

kesusilaan dan ketertiban umum.24

Walaupun para pihak yang melakukan perjanjian telah

mengetahui hak dan kewajibannya, tidak jarang terjadi penyimpangan

perihal perjanjian yang telah disepakati, hal ini tentu saja akan

menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Kelalaian yang


20
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta: 2005, Hal. 17.
21
Ahmadi Miru, Op.cit.,
24
Hal. 68. Ibid., Hal 69.
21
ditimbulkan dari salah satu pihak yang melakukan perjanjian dapat

menyebabkan pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatannya

ke pengadilan. Perbuatan yang tidak melaksanakan isi perjanjian

dalam ilmu hukum dikenal dengan nama wanprestasi.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana

ditetapkan dalam perikatan atau perjanjian.22 Sedangkan prestasi adalah

sesuatu yang dapat dituntut, jadi dalam suatu perjanjian pihak kreditur

(berpiutang) dapat menuntut prestasi kepada pihak lainnya (berutang).

Apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan

kewajiban sebagaimana mestinya, maka ia dapat dikatakan

wanprestasi. Dengan kata lain apabila si berutang atau debitur tidak

menjalankan apa yang diperjanjikan, maka ia boleh dikatakan

melakukan perbuatan wanprestasi, karena lalai atau ingkar janji.

Sehingga bagi mereka yang diugikan biasanya upaya terakhir apabila

tidak dapat dicapai mediasi diluar pengadilan akan mengajukan

gugatan di Pengadilan tempat parapihak membuat perjanjian.

Hal ini dilakukan demi mencari kepastian hukum bagi mereka

yang dirugikan, khususnya peralihan hak milik atas tanah berdasar

putusan Verstek di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru dengan adanya

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagai dasar untuk

peralihan hak atas tanah dengan catatan Putusan Verstek dimana

tergugat tidak menghadiri persidangan serta keberadaanya tidak

22
Dhaniswara K. Harjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Pusat Pengembangan Hukum dan
Bisnis Indonesia, Jakarta: 2009, Hal. 17.
22
diketahui lagi oleh Penggugat.

b.Teori Formalitas

Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengikat dan

memaksa untuk dipatuhi oleh warga negara demi tercapainya

ketertiban dan kedamaian, yang merupakan tujuan dan cita-cita bangsa

dan negara. Hukum meliputi peraturan tingkah laku manusia, dibuat

oleh badan berwenang, bersifat memaksa dan disertai sanksi yang

tegas bagi yang melanggarnya. Bahwa hukum bertujuan untuk

menciptakan keadilan di tengah-tengah masyarakat tanpa ada

diskriminasi. Hukum juga berfungsi untuk memelihara,

mempertahankan dan menertibkan masyarakat dalam pergaulan sosial.

Teori formalitas adalah hukum merupakan apa yang ditetapkan

oleh Negara. Dimana hakim melalui putusannya sudah menetapkan

hukum, peranan hakim bagian dari negara atau pejabat negara.

Sehingga putusan hakim merupakan undang-undang yang dibuatnya.

Peranan hakim dalam memutus perkara menurut Abintoro Prakoso

bahwa;

Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu


perkara yang dihadapkan kepadanya harus menggunakan
hukum tertulis terlebih dahulu yaitu peraturan perundang-
undangan, namun apabila peraturan perundang-undangan
tersebut ternyata tidak cukup atau tidak tepat dengan
permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim akan
mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-
sumber yang lain.23

23
Abintoro Prakoso, Penemuan Hukum Sistem, Metode, Aliran, dan Prosedur dalam
Menemukan Hukum, LaksBang Pressindo, Yogyakarta: 2016, Hal. 48-49.
23
Dalam suatu negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaats),

kekuasaan kehakiman merupakan badan yang sangat menentukan isi

dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif. Senada dengan pendapat

diatas Sudikno Mertokusuko berpendapat bahwa;

Dalam putusan hakim harus dipertimbangkan segala aspek yang


bersifat yuridis, sosiologis, dan filosofis, sehingga keadilan
yang ingin dicapai, diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan
dalam putusan hakim adalah keadilan yang berorientasi pada
keadilan hukum (legal justice), keadilan masyarakat (sosial
justice), dan keadilan moral (moral justice).24

Dalam situasi masyarakat dengan tingkat perkembangan di

segala bidangnya sangat tingi dan kompleks, seringkali undang-

undang tidak lagi dapat mengantisipasi perkembangan itu, tetapi

disinilah letak peranan hakim selaku penjaga hukum dan keadilan

memainkan peranannya. Oleh karena itu Jonaedi Efendi mengutip

pernyataan Bregstein mengatakan bahwa :

“Tegenover de worden der wet komt hem echter een virjheid


toe. Hij is dus niet „la bouche de la loi,‟ tenzij men daaronder
verstaat „la bouche de l‟esprit de la loi.” (Terhadap kata-kata
undangundang penerap undang-undang memiliki suatu
kebebasan yang luas. Jadi dia bukanlah „mulut undang-undang‟
tetapi „mulut jiwa undang-undang‟).25

Sehingga dari penjelasan diatas, bahwa dalam melaksanakan

24
Sudikno Mertokusuko, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta:2001, Hal 3.
25
Jonaedi Efendi, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim, Prenadamedia
Group, Depok, 2018, Hal 38-39.

24
tugasnya, hakim dituntut untuk bekerja secara profesional, bersif, arif,

bijaksana, serta mempunyai rasa kemanusian yang tinggi, dan juga

menguasai dengan baik teori-teori ilmu hukum.

Teori ini menjadi landasan menjawab permasalahan hukum

terkait putusan Verstek sebagai alas hak milik atas tanah untuk poses

balik nama di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Karena hakim

dalam mengambil keputusan bukan merupakan putusan pribadi

melainkan putusan secara instansi pemerintahan. Sehingga peranan

hakim dalam menciptakan hukum untuk negara sangat penting. Demi

terciptanya Negara hukum berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

c.Teori Kepastian Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum, prinsip hukum

menuntut antara lain adanya jaminan kesejahteraan bagi setiap orang

dihadapan hukum (Equality Before The Law). Oleh karena itu,

Undang-undang Dasar juga menentukan bahwa tiap orang juga

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum. Kepastian hukum

menginginkan hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan secara tegas

bagi setiap peristiwa konkret dan tidak boleh ada penyimpangan (flat

justitia et pereat mundus/ hukum harus ditegakkan meskipun langit

akan runtuh).26

Menurut Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua segi, yaitu:

26
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar
Grafika, Jakarta, 2014, Hal. 131.
25
a. Soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam halhal

konkret, yakni pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui

apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum ia

memulai perkara. Menurut Roscoe Pound ini merupakan segi

predictability (kemungkinan meramalkan). Demikian juga menurut

Algra et. al, aspek penting dari kepastian hukum ialah bahwa putusan

hakim itu dapat diramalkan lebih dahulu;

b. Kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya perlindungan bagi

para pihak terhadap kesewenangan hakim. 27

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan

bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat

memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan.2829 Teori

kepastian hukum menurut Rene Descrantes, seorang dari Prancis yang

berpendapat bahwa:

“Suatu kepastian hukum dapat diperoleh dari metode sanksi yang


diberlakukan kepada subjek hukum baik perorangan maupun badan
hukum yang lebih menekankan pada proses orientasi proses
pelaksanaan bukan pada hasil pelaksanaan. Kepastian memberikan
kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksaan kontrak
dalam prestasi bahkan saat kontrak tersebut wanprestasi”. 32

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu

kepastian hukum. Asas kepastian hukum mengandung arti bahwa suatu

27
Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, 2014, Hal. 141.
28
H. Salim Hs, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2010, Hal. 160.
29
Mariotedja, Teori Kepastian Dalam Perspektif Hukum, Marotedja.blogspot.com, diakses
pada tanggal 8 Desember 2020, Pukul 20.12 WIB
26
hukum harus dijalankan dengan baik atau tepat. Selain itu kepastian

hukum harus didasarkan dengan prinsip keadilan. Mengenai keadilan,

Tom Tyler merumuskan 4 (empat) aspek yang harus ada agar tercipta

keadilan, yaitu:

1. Suara kemampuan untuk berpatisipasi dalam kasus ini dengan

mengekspresikan sudut pandang mereka;

2. Kenetralan berbagai prinsip hukum untuk diterapkan secara

konsisten, yang berisi pengambil keputusan dan “transparansi”

tentang bagaimana keputusan dibuat;

3. Sikap hormat setiap individu diperlukan dengan jaminan

perlindungan martabat dan hak-hak mereka;

4. Pihak yang berwenang dapat dipercaya dengan sikap yang baik

hati, peduli dan tulus dengan mendengarkan individu dan

dengan memberikan penjelasan atau membenarkan keputusan

untuk memenuhi kebutuhan para pihak yang berpekara.30

Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena

bertujuan ketertiban masyarakat. Menurut Radbruch dalam Theo

Huijbers adalah:31

“Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu


diperhatikan, oleh sebab itu kepastian hukum harus dijaga demi
keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus
ditaati, jika isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan
tujuan hukum, tetapi terdapat kekecualian yakni apabila adanya
pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu

30
Husni, Hak Tanggungan Dan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Perlindungan Hukum Bagi
Kreditur, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Wijaya Putra, Surabaya, 2012, Hal.42
31
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan Sejarah, Kanisius, Jakarta, 1982, Hal. 163
27
besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu
tata hukum itu boleh dilepaskan.”

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:

“tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus


diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu
menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat menaati
peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa
tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian
dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering
terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, sel
tamen scripta”.32

Peranan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat diperlukan

untuk mewujudnya kepastian hukum dalam pendaftaan tanah sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah, terkait permasalahan yang putusan Verstek di

Pengadilan oleh salah satupihak yang mengajukan gugatan dimana

tergugat tidak menghadiri persidangan, sehingga pihak-pihak yang

haknya merasa dirugikan akan mendapat kepastian hukum dengan

adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

undangundang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan

hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya

untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 33Kepastian hukum

diharapkan dapat memberikan keadilan serta melindungi hak-hak

32
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1998,
Hal.58
33
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,
Jakarta, 2008, Hal 137
28
pihak yang dirugikan terkait peralihan hak milik atas tanah berdasar

putusan Verstek di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

2.Kerangka Konseptual

Kosepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan

konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan

observasi, antara abstraksi dan realitas.34Suatu kerangka konseptual

merupakan kerangka yangmenggambarkan hubungan antara konsep-

konsep khusus, yang ingin akan diteliti. Suatu konsep bukan

merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu

abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan

fakta, sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan dalam

fakta tersebut. 35

Hal ini untuk menghindarkan salah pengertian dan untuk

memberikan pegangan pada proses peneliti;

1. Putusan Verstek adalah putusan yang diambil dalam hal tergugat

tidak pernah hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil

secara resmi dan patut.36

2. Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan

pendapat,pertengkaran, perbantahan, pertikaian, perselisihan.

Menurut hukum, sengketa hukum terjadi apabila terdapat salah satu


34
Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung: 2007, Hal. 364.
35
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Universitas
Indonesia IV-Press, Jakarta: 2008, Hal. 132.
36
Tesis hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,”
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/,
diakses tanggal 20 Desember 2020.
29
dari dua orang atau lebih yang saling mengikat diri keperdataannya

terhadap apa yang diperjanjikan. 40

3. Kantor ATR/BPN Kota Pekanbaru adalah instansi vertikal Badan

Pertanahan Nasional di Kota Pekanbaru berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional

melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Propinsi Riau. 37

4. Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, yang berdimensi

dua dengan ukuran panjang dan lebar. Dasar dari pengaturan

hukum pertanahan adalah Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Dengan

berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,

maka diadakan pembaharuan hukum bidang Agraria termasuk di

dalamnya pembaharuan hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh

orang-orang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama

dengan orang lain serta badan-badan hukum.38

Penelitian ini berupa peralihak atas tanah yang sudah

bersertipikat yang dikeluarkan langsung oleh Badan Pertanahan Kota

Pekanbaru, dengan adanya sengketa kepemilikan hak atas tanahyang

diselesaikan melalui jalur litigasi (Pengadilan), yang mana putusan

sudah berkekuatan hukum tetap menjadi dasar BPN Kota Pekanbaru

37
Pasal 1 Ayat 22, Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
38
Pasal 1 Ayat 3, Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
30
untuk prose balik nama.

G.Metode Penelitian

Setelah memaparkan mengenai latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian hingga manfat penelitian maka berikutnya

akan diuraikan mengenai metode penelitian yang bertujuan untuk

mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.

Seperti yang pernah dikemukakan dalam bukunya Suteki dan Galang

Taufani penelitian adalah kegiatan pemeriksaan, penyelidikan,

pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan

secara sistematis dan dan objektif untuk pemecahan suatu

permasalahan/menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-

prinsip umum.39

Metode penelitian ilmiah pada hakekatnya merupakan

operasionalisasi dan metode keilmuan dengan demikian maka

penguasaan metode ilmiah merupakan persyaratan untuk memahami

jalan pikiran yang terdapat dalam langkah-langkah penelitian. Langkah-

langkah penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian

dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan. 40

1.Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah yuridis empiris dengan

Tesis hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,”


39

http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/,
diakses tanggal 20 Desember 2020.Suteki dan Galang Taufani, , Metode Penelitian Hukum
(Filsafat, Teori, dan Praktik), Rajawali Pers,2018 Hal.126.
40
Badher Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung: 2008, Hal. 10.
31
mempertimbangkan bahwa titik tolak penelitian ini analisis terhadap

peraturan perundang-undangan serta keyakinan kepala kantor BPN

Kota Pekanbaru untuk melaksanakan proses balik nama berdasarkan

putusan pengadilan dan hakim dalam mengambil pertimbangan dalam

putusan yang berkaitan dengan Peralihan Hak Milik Atas Tanah

Berdasar Putusan Verstek di Kantor Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru. Dengan melakukan analisa terhadap permasalahan melalui

penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum serta

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah.

Jenis penelitian yuridis empiris merupakan pendekatan yang

dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis

atau bahan-bahan hukum yang lain. Penelitian dengan yuridis empiris

secara garis besar ditujukan kepada penelitian terhadap asas-asas

hukum, sistematika hukum, dan taraf sinkronisasi hukum. Jenis

penelitian yuridis empiris mengacu kepada norma-norma hukum yang

tidak tertulis, peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan

pengadilan sebagai yurisprudensi dalam perkara yang sama kedepannya

yang berlaku dimasyarakat. Factor-faktor yang dapat mempengaruhi

hukum itu berfungsi dimasyarat, yaitu a) kaidah hukum/peraturan itu

sendiri; b) petugas/penegak hukum; c) sarana atau

fasilitasyangdigunakan oleh penegak hukum; d) kesadaran

32
masyarakat.41

2.Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, maksudnya adalah dari

penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci, tentang

permasalahan yang akan diteliti, dianalisis dilakukan berdasarkan

gambaran, fakta yang diperoleh dan dicermati sebagai jawaban dari

suatu permasalahan tersebut.

Deskritif analisis, merupakan metode yang dipakai untuk

menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau

berlangsung yang agar dapat memberikan data seteliti mungkin

mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang

bersifat ideal, kemudian dianalis bedasarkan teori hukum atau peraturan

perundangundangan yang berlaku.

Dikatakan analisis yuridis karena dalam penelitian ini akan

menguraikan, menjabarkan, dan menilai aspek hukum khususnya

makna norma hukum yang berkaitan dengan Peralihan Hak Milik Atas

Tanah Berdasar Putusan Verstek di Kantor Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru.

3. Teknik Sampling.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Peralihan hak atas

tanah yang alas haknya berasal dari putusan Verstek di Pengadilan

Pekanbaru.

41
H. Zainuddin Ali, M.A, Metode Penelitian Hukum, Sianar Grafika, Jakarta: 2014,
Cet. 5, Hal. 10.
33
Sampel adalah sebagian dari totalitas subjek penelitian atau

sebagian populasi, yang diharapkan dapat mewakili karakteristik

populasi, yang penetapannya dengan teknik-teknik tertentu.42 Sampel

yang digunakan berdasarkan dua kasus, dari dua kasus atas Peralihan

tanah berdasar alas hak putusan pengadilan. Penarikan simple dilakukan

dengan cara Purposive Sampling, dimana kedua sample diambil berdasar

pertimbangan peneliti agar mewakili alas hak yang dasarnya berbeda

penyebab terjadinya hak milik yang mana pertama dari Perjanjian

Pengikatan Jual Beli, kedua Akta Jual Beli Dibawah Tangan.

4. Sumber dan Jenis Data.

Sumber data dalam penelitian ini, berasal dari:

a)Penelitian kepustakaan (library reseacrh) yaitu Penelitian

kepustakaan (library reseacrh) yang dilakukan dengan cara

membaca, mempelajari dan menganalisa literatur/buku-buku,

peraturan perundang- undangan dan sumber buku lainnya yang

berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian Kepustakaan ini dilakukan

di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Riau, Perpustakaan Daerah Provinsi

Riau Soeman HS, dan perpustakaan lainnya yang berkaitan dengan

topik penelitian ini. Secara umum jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data yang

42
Ismiyanto, Metode Penelitian, Jakarta : P2U Unnes, 2003, Hal. 5.

34
telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Data sekunder diperoleh melalui studi

kepustakaan. Data sekunder berasal dari bahan hukum yang meliputi :

1) Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat bagi individu atau masyarakat yang dapat

membantu dalam penelitian yang dilakukan seperti :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan

Dasar Pokok-Pokok Agraria.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah.

d) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

2) Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa dan

memahami bahan hukum primer seperti :

a) Hasil penelitian terdahulu.

b) Teori-teori dan karya tulis dari kalangan hukum lainnya,

serta makalah dan artikel yang berhubungan dengan

permasalahan

yang diteliti.

35
5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah pengumpulan data dalam penelitian ini,

adapun teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut :

a) Studi Dokumen yaitu penelitian dengan cara mempelajari kasus-

kasus yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, dengan warkah

salinan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk

proses sertipikasi hak milik atas tanah di Badan Pertanahan

Nasional Kota Pekanbaru Kurum waktu selama tahun 2020 dengan

putusan pengadilan antara 2018 sampai dengan 2020.

b) Wawancara semi terstruktur yaitu hanya dilakukakan sebagai

pendukung data sekunder.

6. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Metode pengolahan data menjelaskan prosedur pengolahan dan

analisis data sesuai dengan pendekatan yang dilakukan. Karena

penilitian ini menggunakan metode kualitatif maka metode pengolahan

data dilakukan dengan menguraikan data dalam bentuk kalimat teratur,

runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan

pemahaman dan interpretasi data.

Diantaranya melalui tahap: Pengolahan data dilakukan degan

cara pengumpulan data-data di badan pertanahan kota pekanbaru

dengan mengumpulkan warkah yang berkaitan degan putusan verstek,

data-data para pihak, bukti bayar pajak BPHTB, salinan Putusan.

Pengolahan data dilakukan degan cara Editing adalah meneliti data-

36
data yang telah diperoleh, terutama dari kelengkapan jawaban,

keterbacaan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian dan relevansinya

dengan data yang lain. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses

editing terhadap hasil wawancara terhadap narasumber para pihak yang

bersengketa baik Penjual maupun Pembeli serta Pegawai BPN Kota

Pekanbaru serta beberapa rujukan yang peneliti gunakan dalam

menyusun penelitian ini.

Analisis ini merupakan penyusunan terhadap data yang telah

diolah untuk mendapat suatu kesimpulan. Dalam penulisan ini, setelah

data terkumpul kemudian dilakukan analisis kualitatif yaitu uraian-

uraian yang dilakukan dalam penelitian terhadap data-data yang

terkumpul dengan tidak menggunakan rumusan statistik karena data

tidak merupakan angka-angka, tetapi dalam bentuk kalimat yang

didasarkan pada peraturan perundangundangan, pandangan pakar,

pandangan aparat penegak hukum, termasuk pengalaman dalam

penelitian.

37
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1.Pengertian Perjanjian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian

adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak

atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut

dalam persetujuan itu”.43Perjanjian menimbulkan suatu hubungan antara

orang yang satu dengan seorang atau beberapan orang lainnya, baik untuk

melakukan sesuatu maupun tidak melakukan sesuatu. Suatu perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksankan sesuatu hal. 44

Perjanjian dapat berupa sesuatu rangkaian ucapan atau perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang dapat disampaikan baik

secara tertulis maupun secara lisan.

Definisi perjanjian batasannya telah diatur dalam Pasal 1313

KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih.45 Menurut Setiawan rumusan Pasal 1313

43
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga,
Balai Pustaka, Jakarta: 2005, Hal. 458.
44
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, Hal.1.
45
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III,
tentang Perikatan-Perikatan Yang Dilahirkan Dari Kontrak Atau perjanjian, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2006, Hal. 338.
38
KUHPerdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena

hanya menyebutkan persetujuan sepihak, sangat luas karena dengan

digunakannya perkataan perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan

perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, menurut Setiawan

perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu :

1) Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu


perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
2) Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam
Pasal 1313 KUHPerdata;
3) Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan
hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”46

Istilah perjanjian berasal dari Bahasa Belanda overeenkomest dan

verbintenis Diberbagai perpustakaan dipergunakan bermacam-macam istilah

seperti :

1) Dalam KUHPerdata digunakan istilah perikatan untuk verbintenis


dan perjanjian untuk overeenkomst.
2) Utrecht, dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia
menggunakan istilah perutangan untuk verbintenis dan perjanjian
untuk overeenkomst.
3) Ikhsan dalam bukunya Hukum Perdata Jilid I menerjemahkan
verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan
persetujuan.47

Menurut Wirjono Prodjodikoro ;

Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum dalam


bidang harta benda atau harta kekayaan antara dua pihak dalam
mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain
berhak menuntut pelaksaan janji itu.48

46
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial), Kencana, Jakarta, 2010, Hal. 16.
47
R. Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal. 3.
48
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur,
Bandung, 2003, Hal. 12.
39
R. Subekti mengemukakan perjanjian adalah;

Suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di


mana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari
peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Perjanjian ini menimbulkan suatu perikatan
antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian ini
berupa suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.49

Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah;

Suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan diri
untuk melaksanakan suatu hal dalam harta lapangan kekayaan. 50

Pengertian tersebut menjelaskan adanya konsensus antara satu pihak

dengan pihak lainnya yang terletak pada lapangan harta kekayaan. Menurut

Salim HS, perjanjian adalah;

Hubungan antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang
harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. 51

Definisi perjanjian juga dikemukakan oleh J. Satrio, yaitu;

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang menimbulkan dan berisi ketentuan-


ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak, atau dengan perkataan lain,
perjanjian berisi perikatan.52

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dilihat beberapa unsur-unsur yang

tercantum dalam kontrak, yaitu:

49
Subekti, Op.Cit., Hal. 1
50
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung: 1982, Hal. 70.
51
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori, dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta:
2008, Hal. 27.
52
J. Satrio, Op.cit., Hal. 5.
40
1. Adanya hubungan hukum, Hubungan hukum merupakan hubungan yang

menimbulkan akibat hukum, yaitu timbulknya hak dan kewajiban.

2. Adanya subjek hukum, Subjek hukum yaitu pendukung hak dan

kewajiban. Subyek dalam hukum perjanjian termasuk subyek hukum yang

diatur dalam KUH Perdata. Sebagaimana diketahui bahwa hukum perdata

mengkualifikasikan subjek hukum terdiri dari dua bagian yaitu manusia

dan badan hukum. Sehingga yang membentuk perjanjian menurut hukum

perdata bukan hanya manusia secara individual ataupun kolektif, tetapi

juga badan hukum atau recht person, misalnya yayasan, koperasi, dan

perseroan terbatas.

3. Adanya prestasi, Prestasi menurut Pasal 1234 KUH Perdata terdiri atas

untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat

sesuatu.

4. Di bidang harta kekayaan, Pada umumya kesepakatan yang telah dicapai

antara dua atau lebih pelaku bisnis dituangkan dalam suatu bentuk tertulis

dan kemudian ditanda tangani oleh para pihak. Dokumen tersebut disebut

sebagai kontrak bisnis atau kontrak dagang.53

Mariam Darus menyatakan ada beberapa ajaran tentang saat terjadinya

perjanjian antara para pihak, yaitu:

a. Teori penawaran dan penerimaan (offer and acceptance) merupakan teori

dasar dari adanya kesepakatan kehendak adalah “penawaran dan

penerimaan”. Maksudnya adalah bahwa pada prinsipnya suatu

53
Sukarmi, Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, Pustaka
Sutra, Bandung: 2008, Hal. 120.
41
kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari

salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan lamaran (acceptance)

oleh pihak lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di

setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak

dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum common law;

b. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi

pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan

menuliskan surat;

c. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan

terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang

menerima tawaran;

d. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang

menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima;

e. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa

kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak

diterima oleh pihak yang menawarkan.54

Dalam buku Salim H.S, selain teori-teori yang telah disebutkan di atas

terdapat teori lain yaitu:

a. Teori Pernyataan (uithingstheorie)

Menurut teori pernyataan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak

yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.

Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan

54
Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2001, hlm.
69.
42
ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi.

Kelemahan teori ini adalah sangat teoritis karena dianggap terjadinya

kesepakatan secara otomatis;

b. Teori Penerimaan (Ontvangstheorie)

Menurut teori penerimaan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan;

c. Teori Geobjectiveerde Bernemingstheorie

Teori ini diungkapkan oleh Pitlo, yang menentukan bahwa pada saat si

pengirim surat redelijkerwis, dapat menganggap si alamat telah mengetahui

isi surat itu.55

a.Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang

bagi mereka yang membuatnya agar perjanjian itu mengikat bagi yang

membuatnya, maka perjanjian itu harus memenuhi syaratsyarat sahnya

perjanjian. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam

Pasal 1320 KUPerdata, yaitu :

1) Kesepakatan mereka yang mengikatnya;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal. 60

Keempat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum

yang berkembang, digolongkan ke dalam :

55 60
Salim HS, Op.cit., Hal. 40-41.
Hal. 10.
43
1)Syarat Subjektif

Syarat subjektif yaitu syarat-syarat mengenai orang atau subjek yang

mengadakan perjanjian, antara lain adalah:

a)Kesepakatan para pihak;

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk

terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan

berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya

penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.56 Sebuah

perjanjian tidak sah apabila dibuat atas dasar paksaan, penipuan

atau kekhilafan. Perjanjian harus dibuat dengan persetujuan

ikhlas para pihak.57 Suatu perjanjian yang diadakan karena

ancaman fisik maupun psikis, atau karena kelalaian mengenai

orang dan barang, atau karena tipu muslihat, sehingga membuat

pihak lain terpaksa menyetujui dan mendatangani kontrak yang

sebenarnya ingin dihindari maka kontrak yang dibuat para pihak

tidak memenuhi unsur kata sepakat sehingga perjanjian menjadi

tidak sah.58

Kesepakatan yang terjadi antara kedua pihak yang

melahirkan suatu perjanjian, terdapat kemungkinan bahwa

kesepakatan tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa

disebut cacat kehendak atau cacat kesepakat. Cacat kehendak


56
Ibid, Hal. 15.
57
Libertus Jehani, Pedoman Menyusun Surat Perjanjian, Transmedia Pustaka, Jakarta Selatan, ,
2007, Hal. 10.
58
Ibid, Hal. 14.
64
Ibdi Hal. 17.
44
atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal-hal

diantaranya:64 kekhilafan atau kesesatan, paksaan, penipuan,

penyalahgunaan keadaan.

Keempat cacat kehendak di atas diatur dalam KUHPerdata

dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 KUHPerdata yaitu :

1) Pasal 1321 KUHPerdata : “Tiada kesepakatan yang sah

apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau

diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”

2) Pasal 1449 KUHPerdata : “Perikatan yang dibuat dengan

paksaan, kekhilafan, atau penipuan menerbitkan suatu

tuntutan untuk membatalkannya.

b)Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Kecakapan diartikan bahwa para pihak yang membuat

perjanjian haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan

sebagai subyek hukum. Dalam suatu perjanjian syarat kecakapan

para pihak dituangkan dalam bagian identitas para pihak.59 Pada

dasarnya undang-undang telah menganggap bahwa setiap orang

dapat melakukan perbuatan hukum sehingga setiap orang dapat

membuat kontrak. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah

orangorang yang belum dewasa, orang yang di bawah

pengampuan, perempuan dalam hal yang ditentukan undang-

undang, serta orang-orang tertentu yang oleh undang-undang

59
Hal. 11.
45
diperbolehkan atau dilarang.

Pasal 1339 KUHPerdata menentukan bahwa mereka yang

tidak cakap membuat kontrak adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa, yaitu belum berumur 21

tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi perempuan. Orang-

orang yang belum dewasa ini semua perbuatan hukumnya

diwakili oleh orang tua atau walinya. Atau, orang yang belum

dewasa tersebut telah menikah maka dianggap telah dewasa

meskipun perkawinannya telah bercerai.

2) Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena gila

atau hilang ingatan. Orang-orang yang berada di bawah

pengampuan, semua perbuatan hukumnya diwakili oleh

pengampunya.

3) Perempuan dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh

undangundang. Misalnya, penjualan harta bersama dalam

perkawinan yang dilakukan oleh istri harus mendapat

persetujuan suami.

4) Orang-orang yang undang-undang memperbolehkan atau

melarangnya untuk melakukan perbuatan hukum. Misalnya,

menurut undang-undang Perseroan Terbatas (PT) yang dapat

diwakili perbuatan hukum PT adalah Direksi sehingga selain

46
Direksi tidak boleh mewakili perbuatan hukum PT, kecuali ada

pemberian kuasa.60

2)Syarat Objektif

Syarat Objektif adalah syarat-syarat mengenai isi kontrak itu

sendiri, yaitu objek dari perbuatan hukum yang dilakukan :

a) Suatu hal tertentu

Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah suatu hal tertentu

yang merupakan pokok perjanjian sebagai prestasi yang dipenuhi.

Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang

menjadi hak kreditur.61 Dalam suatu perjanjian objek perjanjian

harus jelas dan berupa barang maupun jasa, namun dapat juga

berupa tidak berbuat sesuatu. Tentu ini dalam perjanjian disebut

prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan

tidak berbuat sesuatu62 dan menurut Pasal 1234 KUHPerdata

prestasi itu dibedakan atas :

i. Memberikan sesuatu;

ii. Berbuat sesuatu;

iii. Tidak berbuat sesuatu.

Beberapa persyaratan yang ditentukan oleh KUHPerdata terhadap

obyek tertentu dari perjanjian. Khususnya jika obyeknya berupa

barang adalah sebagai berikut :69

61
Ibid, Hal. 15.
61
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Hal. 10.
62 69
Ibid, Hal. 30.
, Hal. 72.
47
i. Barang yang merupakan obyek perjanjian haruslah

barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332

KUHPerdata).

ii. Pada saat perjanjian dibuat minimal barang tersebut

sudah dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1)

KUHPerdata).

iii. Jumlah barang tersebut boleh tidak tertentu, asal saja

jumlah tersebut kemudian dapat ditentukan atau dihitung

(Pasal 1333 ayat (2) KUHPerdata).

iv. Barang tersebut dapat juga barang yang baru akan ada

dikemudian hari ( Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata).

v. Tetapi tidak dapat dibuat perjanjian terhadap barang yang

masih ada dalam warisan yang belum terbuka (Pasal

1334 ayat (2) KUPerdata).

Pada perikatan untuk melakukan sesuatu, dalam pandangan

KUHPerdata, hal yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak dalam

perikatan tersebut (debitur) pastilah juga berhubungan dengan suatu

kebendaan tertentu, baik itu berupa kebendaan berwujud maupun

kebendaan tidak berwujud.63

b) Suatu sebab yang halal.

Suatu sebab yang halal dapat ditafsirkan bahwa apa yang

dimaksudkan dalam isi perjanjian adalah tidak bertentangan

63
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, PT Raja Grafindo
Persada, jakarta, 2010, Hal. 156.
48
dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sebab

yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga Pasal 1337

KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa :

“suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu

sebab yang palsu atau yang terlarang, tidak lah mempunyai

kekuatan.”

Perjanjian tidak boleh melanggar ketentuan hukum. Suatu

sebab yang halal adalah syarat terakhir untuk berlakunya suatu

perjanjian. Pasal 1320 ayat (4) jo Pasal 1337 KUHPerdata

menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat

perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh

undangundang atau bertentangan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat untuk causa yang

dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan ketertiban

umum adalah tidak sah.64

b.Asas- Asas Hukum Perjanjian

Dalam Bahasa Inggris asas adalah principle, asas dalam hukum

merupakan sesuatu yang melahirkan peraturan-peraturan hukum,

merupakan rutio legis dari aturan ataupun peraturan hukum, dengan


65
demikian asas hukum lebih abstrak dari aturan atau peraturan hukum.

Asas berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata

yang berbunyi: “pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas
64
Bhim Prakoso, Materi II Kuliah Hukum Kontrak, Pasca Serjana Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Jember, 2010, Hal. 3.
65
Rusli Effendy, Dkk, Teori Hukum, Hasanuddin University Press, Ujung Pandang, 1992, Hal. 28.
49
nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk

dirinya sendiri”. Asas-asas umum dalam perjanjian meliputi :

1) Asas Konsensualisme

Menurut asas konsensualisme ini perjanjian sudah lahir atau

terbentuk ketika para pihak mencapai kata sepakat mengenai pokok-

pokok perjanjian. Walaupun terkadang undang-undang menetapkan

bahwa sahnya suatu perjanjian harus dilakukan secara tertulis

(seperti perjanjian perdamaian) atau harus dibuat oleh akta pejabat

yang berwenang (seperti akta jual beli) semua ini merupakan

pengecualian.66 Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua

jenis perjanjian karena asas ini hanya berlaku terhadap perjanjian

konsensual sedangkan kontrak formal dan kontrak riel tidak

berlaku.67

2) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki

posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak

dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh

yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.68

Ketentuan mengenai adanya asas kebebasan berkontrak ini dapat

dijumpai pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menerangkan :

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-


66
Rini Pamungkasih, 101 Draf Surat Perjanjian (Kontrak), Gradien Mediatama, Yogyakarta,
2009, Hal. 11.
67
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, Hal. 3.
68
Ibid, Hal,. 108.
50
undang bagi mereka yang membuatnya.”

Dari pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hukum

perjanjian menganut sistem terbuka, pasal-pasal tersebut dalam

hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum

pelengkap, yang artinya pasal-pasal tersebut boleh dikesampingkan

manakala dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian

tersebut. Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan

adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian dalam hukum

kontrak Prancis, kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara

baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak dengan segala

akibat hukumnya.69

3) Asas Mengikatnya Kontrak ( Pacta Sunt Servanda)

Kembali ke Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, “Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.” Menurut Pasal tersebut, hukum

mengakui bahwa suatu kontrak/perjanjian mempunyai kekuatan

hukum layaknya undang-undang, namun terbatas hanya mengikat

para pihak yang menandatanganinya.70 Oleh sebab itu para pihak

wajib mentaati isi perjanjian yang mereka buat, akibatnya perjanjian

tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Jika ditarik

kembali harus dengan kesepakatan para pihak atau dengan alasan

69
Suharnoko, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisis Kasus), Kencana, Jakarta, 2012, Hal. 3.
70
Dadang Sukandar, Membuat Surat Perjanjian, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2011, Hal. 11
51
undang-undang yang menyatakan cukup untuk itu.71

4) Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik merupakan salah satu sendi penting dalam

hukum perjanjian, dalam pembuatan dan pelaksaan perjanjian harus

tidak merugikan satu sama lain dan harus mengindahkan

normanorma kepatutan dan kesusilaan.72

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menentukan: “Perjanjian harus

dilaksanakan dengan iktikad baik.” Iktikad baik berarti keadaan

batin para pihak untuk membuat dan melaksanakan kontrak secara

jujur, terbuka, dan saling percaya. 73

c.Unsur-unsur Perjanjian

Unsur-unsur perjanjian itu terdiri dari unsur-unsur sebagai

berikut:

1) Unsur Esensialia.

Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian,

tanpa adanya unsur esensialia maka tidak ada perjanjian.

Contohnya perjanjian jual beli harus ada kesepakatan mengenai

barang dan harga, karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan

harga dalam perjanjian jual beli maka perjanjian tersebut batal

demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.

2) Unsur Naturalia.

Unsur naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam


71
Ibid, Hal. 12.
72
Ibid, Hal. 13.
73
Ibid, Hal. 14.
52
undangundang. Dengan demikian apabila tidak diatur para pihak

dalam perjanjian, maka undang-undang yang mengaturnya. Jadi,

unsur naturalia merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam

perjanjian. Contohnya jika dalam perjanjian tidak diperjanjikan

tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan

dalam KUHPerdata bahwa penjual harus menanggung cacat

tersembunyi.

3) Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur yang nanti ada atau mengikat

para pihak jika para pihak memperjanjikannya. 74

d.Berakhirnya Perjanjian

Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara

berakhirnya suatu perikatan, yaitu:

a. Pembayaran;

b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan

penyimpangan atau penitipan;

c. Karena pembaharuan hutang;

d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi;

e. Karena percampuran hutang;

f. Karena pembebasan hutangnya;

g. Karena musnahnya barang yang terhutang;

h. Karena kebatalan atau pembatalan;

74
R. Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan, Sinar Grafika, jakarta, 2010, Hal. 16
53
i. Karena berlakunya suatu syarat batal karena lewatnya waktu.

Hapusnya perikatan dikarenakan beberapa hal, yaitu:

a. Pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hukum perikatan

adalah setiap tindakan pemenuhan prestasi. Penyerahan barang

oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah

“pembayaran”.

b. Subrogasi

Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak

ketiga. Pemggantian itu terjadi dengan pembayaran yang

diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang.

Misalnya, apabila pihak ketiga melunaskan utang seorang debitur

kepada krediturnya yang asli, maka lenyaplah hubungan hukum

antara debitur dengan kreditur asli.

c. Tentang Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Penyimpanan

atau Penitipan Dalam hal perikatan dapat hapus dengan

penawaran pembayaran yang diikuti penyimpanan atau penitipan

ini di mana debitur yang akan membayar hutangnya kepada

kreditur, tetapi kreditur menolak pembayaran tersebut dan oleh

debitur uang atau barang yang akan dibayarkan kepada kreditur

dititipkan ke pengadilan agama guna dibayarkan kepada kreditur.

54
d. Pembaharuan Hutang

Pembahuruan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana

perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan

suatu perikatan baru.

e. Pengoperan Hutang dan Pengoperan Kontrak

Dalam praktik selalu terjadi bahwa suatu kontrak dialihkan

kepada pihak lain. Hal ini terjadi misalnya pemilik suatu

perusahaan memindahkan perusahaanya kepada pihak lain

dengan janji bahwa pemilik baru tersebut akan mengambil alih

juga segala hak-hak dan kewajiban yang melekat pada

perusahaan tersebut.

f. Kompensasi atau Perjumpaan Hutang

Kompensasi itu terjadi apabila 2 orang saling berhutang satu

dengan yang lain, sehingga hutang-hutang tersebut dihapuskan

karena oleh undang-undang telah ditentukan bahwa terjadi suatu

perhitungan antara mereka.

g. Percampuran Hutang

Dalam hal percampuran hutang ini biasanya dalam hal pewarisan,

di mana debitur menjadi ahli waris si kreditur. Apabila kreditur

meninggal dunia, maka hutang-hutang debitur dibayarkan oleh

ahli warisnya dan menjadi lunas.

h. Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang adalah pernyataan kehendak dari kreditur

55
untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan

kehendak tersebut diterima oleh debitur.

i. Musnahnya Barang yang Terutang

Musnahnya barang yang terhutang ini adalah suatu barang

tertentu yang menjadi obyek perikatan dihapus dan dilarang oleh

Pemerintah yang tidak boleh diperdagangkan lagi. Dalam Pasal

1553 KUH Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu sewa,

barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu

kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan sewa gugur

demi hukum.

j. Kebatalan dan pembatalan perikatan

Alasan-alasan yang dapat menimbulkan kebatalan suatu

perikatan adalah kalau perikatan tersebut cacat pada syarat-syarat

yang objektif saja. Cacat tersebut adalah objek yang melanggar

undangundang dan ketertiban umum.75

e.Wanprestasi

Perikatan yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi

aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk

menuntut pemenuhan prestasi, sedangkan isi pasif menimbulkan beban

kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi

normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun

pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana

75
Mariam Darus, Op.cit., Hal. 116.
56
mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi

sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 KUH Perdata dan Pasal 1239KUH

Perdata.76

Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, yang dimaksud dengan prestasi

adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan

tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi bila seseorang:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh

dilakukannya.77

Dalam perjanjian yang prestasinya berupa berbuat sesuatu

atau memberikan sesuatu, apabila seseorang dianggap melakukan

wanprestasi, terhadap orang tersebut sebelumnya harus

diperingatkan atau mendapat teguran terlebih dahulu. Cara

memperingatkan seorang debitur agar jika ia tidak memenuhi

teguran dapat dikatakan melakukan wanprestasi, diatur dalam

Pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau


dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi
perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang

76
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
Kencana, Jakarta: 2010, Hal. 261.
77
Adul R. Saliman, Op.cit., Hal. 48.
57
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”78

Berdasarkan rumusan pasal ini dapat disimpulkan bahwa

untuk perjanjian berupa berbuat sesuatu atau memberikan

sesuatu, seseorang dapat dikatakan wanprestasi apabila sudah

diperingatkan dengan tegas baik dengan surat perintah atau

dengan akat sejenis apabila tidak ditentukan dalam perjanjian.

Dengan kata lain, seseorang debitur dinyatakan wanprestasi

apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).79

Somasi merupakan pemberitahuan atau pernyataan dari

kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur

menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka

waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan tersebut.

Pasal 1238 KUH Perdata menunjukkan bahwa ada tiga bentuk

somasi, yaitu:

1. Surat perintah;

2. Akta sejenis;

3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.80

Dalam hal tertentu somasi tidak diperlukan, yaitu dalam hal:

1. Adanya ketentuan batas waktu dalam perjanjian (fatal

termijin);

78
Maryati Bachtiar, Op.cit., Hal. 36.
79
Ibid.
80
Ibid.
58
2. Prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, karena

seseorang dikatakan wanprestasi apabila melakukan sesuatu

yang tidak diperbolehkan; Debitur mengakui dirinya

wanprestasi.81

Akibat dari wanprestasi itu biasanya dikenakan sanksi berupa ganti

rugi, pembatalan kontrak, peralihan resiko, maupun membayar biaya perkara.

Sebagai contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan

melawan hukum, lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi

yang telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti, maka debitor harus

mengganti kerugian (termasuk ganti rugi + bunga + biaya perkaranya).

Meskipun demikian, debitor bisa saja membela diri dengan alasan:82

a. Keadaan memaksa (overmacht / force majeure)

Dalam mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan

bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh halhal

yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat

apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.

Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan

dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan karena kelalainnya. Dalam

KUH Perdata, soal keadaan memaksa itu diatur dalam Pasal 1244 dan

Pasal 1245. Dua pasal ini terdapat dalam bagian yang mengatur tentang

ganti rugi. Dasar pikiran pembuatn undangundang ini adalah keadaan

memaksa adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar

81
Ibid.
82
Abdul R. Saliman, Loc.cit,
59
ganti rugi. Dulu para sarjana berpendapat, bahwa keadaan memaksa itu

secara mutlak, dalam arti sama sekali sudah tidak mungkin lagi bagi si

debitur untuk memenuhi kewajibannya. Tetapi lambat laun timbul suatu

pengertian bahwa keadaan memaksa itu tidak harus bersifat mutlak, di

mana sebenarnya masih mungkin untuk melaksanakan perjanjian, tetapi

dengan pengorbanan-pengorbanan pihak debitur yang begitu besar,

sehingga tidak lagi sepantasnya pihak kreditur menuntut pelaksanaan

perjanjian.83

b. Kelalaian kreditor sendiri (Exceptio NonAdimpleti Contractus)

Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa

kedua belah pihak harus sama-sama melakukan kewajibannnya. Tentang

exceptio non adimpleti contractus, sebagai suatu pembelaan bagi si debitur

yang dituduh lalai, yang jika ternyata benar dapat membebaskan debitur

dari pembayaran ganti rugi ini, tidak disebutkan dalam sesuatu pasal

undang-undang. Ia merupakan yurisprudensi, suatu peraturan hukum yang

telah diciptakan oleh para hakim, yaitu

Keputusan Mahkamah Agung R.I tanggal 15 Mei 1957 No. 156

K/SIP/1955, yang menguatkan keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta

tanggal 2 Desember 1953 No. 218/1953 PT. Perdata, yang telah

menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta tanggal 29 September

1951 No. 767/1950 G dalam perkara perdata antara PT. Pacific Oil

Company (Java) Inc vs Oei Ho Liang (Oei Ho Liang Company).84

83
Maryati Bachtiar, Op.cit., Hal. 43.
84
Ibid, Hal. 46.
60
c.Kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi

(Rechtsverwerking)

Rechtsverwerking atau pelepasan hak adalah sikap dari pihak

kreditur baik berupa pernyataan secara tegas maupun secara diam-diam

bahwa ia tidak menuntut lagi terhadap debitur apa-apa yang merupakan

haknya. Dengan ini dimaksudkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan

menuntut ganti rugi. Rechtsverwerking bukan bersumber dari

undangundang, tetapi bersumber dari yurisprudensi, sebagaimana telah

dituangkan oleh Mahkamah Agung R.I dalam keputusannya tanggal 9 Juni

1955 No. 147 K/Sip/1955 berikut dalam keputusannya tanggal 30

November 1955 No. 14 K/Sip/1955.85

B. Tinjauan Khusus Perjanjian Jual Beli

1.Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

Syarat Terjadinya jual beli berdasarkan unsur-unsur pokok

(essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai asas

konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian KUHPerdata,

perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada saat detik tercapainya

“sepakat” mengenai barang dan harga, dengan kata lain begitu kedua

belah pihak sudah setuju tentang barang dam harga, maka lahirlah

perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut di

tegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata.Transaksi jual beli hak atas

tanah dianggap sudah terjadi diantara kedua belah pihak bilamana pada

85
Ibid, Hal. 47.
61
saat mereka sepakat mengenai hak atas tanah yang diperjualbelikan

tersebut terhadap harga, walaupun pembayarannya belum dilakukan

secara penuh.86 Syarat jual beli tanah ada 2, yaitu syarat materil dan

syarat formil. :

1)Syarat Materil ini sangat menentukan terhadap sahnya jual beli

tanah tersebut yaitu :

a) Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan.

b) Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan

c) Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan

tidak dalam sengketa.

2)Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 Tentang Pendaftaran Tanah, syarat formil dalam jual

beli ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT), yang mana berwenang untuk mengeluarkan Akta

Jual Beli (AJB). Akta Jual Beli (AJB) tersebut sebagai syarat

untuk melakukan pendaftaran tanah di Kantor Badan

Pertanahan.87

1)Syarat Materiil

Syarat materil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah

tersebut antara lain sebagai berikut: Pertama, pembeli berhak membeli

tanah yang bersangkutan. Maksudnya adalah pembeli sebagai

penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan
86
Effendi Paranginan, Hukum Agraria Jilid I tentang Transaksi Jual Beli Hak Atas Tanah,
Rajwali, Jakarta, 1987, Hal 114
87
Adrian Sutedi, Op.Cit, Hal. 77
62
dibelinya.95

Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli

memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa

yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan,

atau hak pakai. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia

tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.

Jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing di samping

kewarganegaraan Indonesianya atau kepada badan hukum yang tidak

dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena

hukum dan tanah jatuh pada negara. Kedua, penjual berhak menjual

kembali tanah yang bersangkutan. Yang berhak menjual suatu bidang

tanah tertentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut

yang disebut pemilik.

Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia

berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah

adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua

orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak

sebagai penjual.

Ketiga, tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan

dan tidak sedang dalam sengketa. Mengenai tanah-tanah hak apa yang

boleh diperjualbelikan telah ditentukan dalam Undang-Undang Pokok

Agraria yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak

63
pakai. Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, dalam arti

penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang

dijualnya.

Pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas

tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau

merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli

tanah tersebut tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak

berhak adalah batal demi hukum. Artinya sejak semula hukum

menganggap tidak pernah terjadi jual beli.

Penjual berhak dan berwenang menjual hak atas tanah. Yang

berhak menjual adalah orang yang namanya tercantum dalam

sertifikat atau selain sertifikat. Seseorang berwenang menjual

tanahnya kalau dia sudah dewasa. Kalau penjualnya dalam

pengampuan, maka dia diwakili oleh pengampunya. Kalau penjualnya

diwakili oleh orang lain sebagai penerimakuasa, maka penerima kuasa

menunjukkan surat kuasa notaril.

2)Syarat Formil

Syarat formal dalam jual beli hak atas tanah tidak mutlak harus

dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala kantor

pertanahan kabupaten/kota dapat mendaftarkan peralihan haknya

meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 37 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa: “dalam

64
keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh menteri, kepala

pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak

milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia

yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, tetapi yang

menurut kepala kantor pertanahan tersebut kadar kebenarannya

dianggap cukup untuk mendaftarkan pemindahan hak yang

bersangkutan”.

Dalam keadaan tertentu, Kepala kantor pertanahan

kabupaten/kota dapat mendaftarkan peralihan hak atas tanah bidang

tanah hak milik, para pihaknya (penjual dan pembeli) perseorangan

warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh

PPAT, tetapi kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftarkan

peralihak hak yang bersangkutan.

Keharusan akta jual beli dibuat oleh PPAT tidak hanya pada

hak atas tanah yang telah terdaftar (telah bersertifikat) atau hak milik

atas satuan rumah susun, namun juga pada hak atas tanah yang belum

terdaftar (belumbersertifikat) di kantor pertanahan kabupaten/kota.

Kalau jual beli hak atas tanah belum terdaftar (belum

bersertifikat) dan tujuan tidak untuk didaftarkan ke kantor pertanahan

kabupaten/kota, maka jual belinya dapat dibuat dengan akta di bawah

tangan (bukan oleh PPAT). Dalam praktiknya, jual beli hak atas tanah

ini dibuat dengan akta dibawah tangan oleh para pihak yang

disaksikan oleh kepala desa atau kepala kelurahan setempat di atas

65
kertas meterainya secukupnya.

Dengan telah dibuatnya akta jual beli ini,maka pada saat itu

telah terjadi pemindahan dari pemegang hak sebagai penjual kepada

pihak lain sebagai pembeli. Jual beli tanah yang belum terdaftar atau

belum bersertifikat dan tujuannya untuk didaftarkan ke kantor

pertanahan kabupaten/kota melalui pendaftaran tanah secara sporadis,

maka jual belinya harus dibuat dengan akta PPAT.

Sejak berlaku efektif Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tanggal 8 Oktober 1997, jual beli hak atas tanah yang belum

terdaftar (belum bersertifikat) yang tidak dibuat dengan akta PPAT,

maka permohonan pendaftarantanah dalam pendaftaran tanah secara

sporadis ditolak oleh kepala kantor pertanahan kabupaten/kota, maka

dilakukan jual beli ulang oleh penjual dan pembeli yang dibuat dengan

akta PPAT.

Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi

para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada

PPAT yaitu jika tanahnya sudah bersertifikat, sertifikat tanahnya yang

asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.

Jika tanahnya belum bersertifikat, surat keterangan bahwa

tanah tersebut belum bersertifikat, surat -surat tanah yang ada yang

memerlukan penguatan oleh Kepala Desa dan Camat, dilengkapi

dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan

pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah

66
selesai dilakukan jual beli. Setelah akta dibuat, selambat-lambatnya 7

hari sejak akta tersebut ditandatangani, PPAT menyerahkan akta

tersebut kepada kantor pendaftaran tanah untuk pendaftaran

pemindahan haknya.

Mengenai fungsi PPAT dalam jual beli, Mahkamah Agung

dalam putusannya Nomor 1363/K/Sip/1997 berpendapat bahwa Pasal

199 Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 secara jelas

menentukan bahwa akta PPAT hanyalah suatu alat bukti dan tidak

menyebut bahwa akta itu adalah syarat mutlak tentang sah tidaknya

suatu jual beli tanah.

Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta

PPAT tidak akan dapat memperoleh sertifikat, biarpun jual belinya sah

menurut hukum. Tata usaha PPAT bersifat tertutup untuk umum,

pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya terbatas

pada para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan

dan para ahli warisnya.

Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor

123/K/Sip/1971, pendaftaran tanah hanyalah perbuatan administrasi

belaka, artinya bahwa pendaftaran tanah bukan merupakan syarat bagi

sahnya atau menentukan saat berpindahnya hak atas tanah dalam jual

beli. Menurut Pasal 26 UUPA, peralihan hak milik melalui jual beli

hanya bisa dilakukan di mana pembelinya warga negara Indonesia.

Apabila pembelinya warga negara asing, maka Badan pertanahan

67
nasional akan mengubah hak milik menjadi hak pakai. Perjanjian jual

beli yang dibuat secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum,

karena hal terpenting kekuatan hukum dari perjanjian adalah

perbuatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

peralihan tanah dan bendabenda di atasnya dilakukan dengan akta

PPAT. Pengalihan tanah dari pemilik kepada penerima disertai dengan

penyerahan yuridis yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas

undang-undang, meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui

prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat oleh

dan dihadapan PPAT.

Keharusan adanya akta PPAT di dalam jual beli tanah

sebagaimana di atur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 ternyata mengandung kelemahan karena istilah harus

tidak disertai dengan sanksi, sehingga akta PPAT itu tidak dapat

ditafsirkan sebagai syarat adanya akta penyerahan. Dalam hukum

pertanahan, transaksi jual beli tanah dapat dilaksanakan oleh PPAT,

Camat juga dapat ditunjuk sebagai PPAT sementara oleh kepala BPN.

Hal ini perlu mendapat perhatian secara serius, dalam rangka melayani

masyarakat dalam pembuatan akta jual beli PPAT di daerah yang

belum cukup terdapat PPAT.

Selain itu, karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah sangat

penting bagi masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus

68
dilaksanakan di seluruh wilayah negara. Oleh karena itu, di wilayah

yang belum cukup terdapat PPAT, camat perlu ditujuk sebagai PPAT

sementara. Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat

PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT-nya belum memenuhi jumlah

formasi yang ditetapkan Menteri atau Kepala BPN tersebut dalam

Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Di daerah yang

sudah cukup terdapat PPAT dan merupakan daerah tertutup untuk

pengangkatan PPAT baru, camat baru tidak lagi ditunjuk sebagai

PPAT sementara. Untuk desadesa dalam wilayah yang terpencil,

Kepala BPN dapat menunjuk PPAT sementara. Ketentuan ini

dimaksudkan untuk memberikan pelayananpada rakyat di daerah

terpencil yang tidak ada PPAT untuk melaksanakan perbuatan hukum

peralihan hak atas tanah.

Mereka yang ditunjuk sebagai PPAT sementara adalah pejabat

pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan yaitu

kepala desa. Penunjukan kepala desa sebagai PPAT sementara

dilakukan oleh Kepala BPN berdasarkan letak desa yang sangat

terpencil dan banyaknya bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah

desa tersebut. Keunikan dari PPAT sementara dan PPAT khusus

adalah pada jabatan induk instansi pemerintah yang dipegangnya, yang

jika pejabat yang bersangkutan dimutasikan atau diganti oleh orang

lain sehingga tidak lagi menjabat Kepala Desa, Camat, Kepala kantor

pendaftaran tanah, maka secara otomatis tidak berwenang membuat

69
akta PPAT sejak tanggal keputusan peralihan atau penggantian jabatan

yang bersangkutan.

Akta jual beli tanah merupakan suatu hal yang sangat penting

yang berfungsi untuk terjadinya pemindahan hak milik atas tanah dan

terjadinya kepemilian tanah.24 Bagi masyarakat yang tinggal

dipedesaan terpencil, jika jual beli diharuskan dengan akta PPAT yang

belum ditunjuk PPAT oleh Kepala BPN, maka masyarakat desa akan

merasa hak-haknya dibatasi dalam menjalani kelangsungan

perekonomian khususnya di dalam jual beli tanah.

Selain itu dalam membuat akta jual beli, PPAT harus

memperhatikan beberapa hal yang juga merupakan kewenangannya

yaitu kedudukan atau status penjual adalah pihak yang berhak menjual

tanah. Bila dalam hak milik atas tanah terdapat lebih dari 1 pemilik,

maka yang berhak menjal tanah adalah mereka yang memiliki tanah

itu bersama-sama dan dilarang dijual oleh satu orang saja.

Pemilikan bersama hak milik atas tanah itu biasanya terjadi

karena pewarisan atau dahulu pernah membeli secara patungan atau

bersama-sama, atau juga karena pernah diperoleh secara bersama-sama

atau hibah. Jual beli tanah yang dilakukan hanya oleh satu orang

berakibat batal demi hukum. Hal demikia jelas sangat merugikan

kepentingan pembeli. Sebab ia sudah membayar harga tanah itu

kepada penjual,sedangkan haknya atas tanah yang dibelinya tidak

pernah beralih kepadanya. Walaupun mungkin si pembeli telah

70
menguasai tanah itu, sewaktu-waktu orang yang berhak atas tanah itu

dapat menuntut melalui pengadilan supaya tanah itu diserahkan

kepadanya. Tuntutan itu sangat beralasan sehingga pembeli tanah

dapat memperoleh haknya.

Penjual adalah pihak yang berwenang menjual. Untuk dapat

bertindak sebagai penjual harus dipenuhi syarat tertentu yakni usia

harus dewasa menurut Undang-Undang, artinya cakap melakukan

perbuatan hukum jual beli tanah misalnya:

1) Anak berumur 12 tahun tidak berwenang melakukan jual beli

walaupun ia yang berhak atas tanah itu. Jual beli terlaksana kalau

yang bertindak adalah ayah dari anak itu sebagai orang yang

melakukan kekuasaan orang tua.

2) Sebidang tanah dalam sertifikat atas nama istrinya, sedangkan

tanah itu adalah harta bersama dengan suaminya,maka isteri tidak

berwenang menjual sendiri tanah, melainkan bersama-sama

suaminya, atau suaminya memberi persetujuan tertulis kepada

isteri. Demikian juga, bila isteri yang harus memberi persetujuan

kepada suami kalau suatu tanah sebagai harta bersama secara

tertulis atas nama suami.

3) Pembeli adalah pihak yang diperkenankan membeli tanah.

Untuk dapat membeli tanah dengan status hak milik, maka

tidak semua pembeli dapat membeli tanah dengan status hak milik,

seperti perusahaan terbatas, perseroan komanditer tidak boleh membeli

71
atau memilikinya, juga warga negara asing (WNA). Pembatasan

wewenang lainnya adalah akta jual beli tanah tidak boleh dilakukan

oleh PPAT yang bukan wilayah kerjanya. Ketidak hati-hatian

pembelian tanah tanpa melalui PPAT akan menimbulkan kerugian

mengenai luas tanah yang dibelinya. Sering kali jual beli tanah

dilakukan dengan saksi dan surat jual beli dibuat oleh Kepala desa.

Luas yang digunakan berupa angka yang mungkin sekali berasal dari

petuk atau surat keterangan lain yang tidak didasari pengukuran dan

perhitungan kadastal.

Karena itu, pada waktu akan disertifikasi, perlu tanah itu

diukur, dihitung dan digambar, lalu dihitung luas tanahnya.

Kesepakatan letak batas itu yang diukur oleh BPN dan dibuktikan

dengan tanda tangan pembeli dan pemilik tanah yang berbatasan.

Dalam suatu transaksi jual beli, tidak sedikit kasus yang muncul,

misalnya dalam pemindahan hak atas tanah tersebut terdapat

pemalsuan tanda tangan isteri dari pihak penjual, seakan-akan pihak

isteri memberikan persetujuan.

Tuntutan akan datang dari isteri untuk meminta pembatalan

atas pemindahan hak atas tanah tersebut yang telah dibalik nama ke

atas nama pembeli. Perbuatan hukum jual beli tanah mengakibatkan

perubahan data yuridis pendaftaran tanah. Berikut ini ada beberapa

perbuatan hukum yang menjadi tanggung jawab PPAT yaitu:

72
1) Mengenai kebenaran kejadian yang termuat dalam akta, misalnya

mengenai jenis perbuatan hukum yang dimaksud oleh para pihak,

mengenai sudah dilakukannya pembayaran dalam jual beli, dan

lain sebagainya.

2) Mengenai objek perbuatan hukum, baik data fisik maupun data

yuridisnya.

3) Mengenai identitas para penghadap yang merupakan pihak-pihak

yang melakukan perbuatan hukum.

Apabila PPAT tidak mengetahui secara pribadi mengenai hal

tersebut, PPAT dapat mencari kesaksian dari saksi-saksi yang

disyaratkan dalam pembuatan akta. Di dalam membeli tanah yang

sudah bersertifikat, seharusnya pembeli meninjau lagi keabsahan

sertifikatnya ke kantor pertanahan.

Dalam pembelian tanah juga harus diperhatikan adalah status

pemilik, apakah sudah berkeluarga atau kedudukan ahli waris sudah

jelas. Karena tak menutup kemungkinan, tanah yang diperjualbelikan

merupakan hak waris juga bagi yang lainnya. Sebut saja harta gono-

gini isteri maupun suami.

Dalam melakukan jual beli harus dilihat juga akta peralihan

haknya apakah disebabkan jual beli, hibah, atau warisan. Jadi, di sini

harus dilihat perpindahan haknya. Untuk jual beli harus ada perjanjian

peralihan dalam bentuk akta jual beli yang dituangkan di notaris PPAT

atau PPAT kecamatan.

73
2.Syarat-syarat Terjadinya Jual Beli

Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan

bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.Peralihan hak atas tanah

salah satunya melalui jual beli, mengandung pengertian lain yaitu

perbuatan hukum pemindahan hak selama-lamanya dari si penjual kepada

pembeli dan pembayaran harga baik selurunya maupun sebagian dari

pembeli dilakukan dengan syarat terang dan tunai.

Syarat terang berarti bahwa perjanjian jual beli tersebut harus

dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang membuat Akta Jual Belinya

yaitu PPAT dan disaksikan oleh dua orang saksi. Syarat tunai berarti

adanya dua perbuatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu pemindahan

hak dari si penjual kepada si pembeli dan pembayaran harga baik sebagian

maupun seluruhnya dari pembeli kepada penjual.

Pembayaran harga jual beli bisa dibayarkan seluruhnya maupun

sebagian. Konsekuensi dari syarat terang dan tunai mengakibatkan jual

beli tanah tidak dapat dibatalkan, karena jual beli tanah bukan merupakan

suatu perjanjian, melainkan perbuatan hukum pemindahan penguasaan

yuridis atas tanahnya yang terjadi secara langsung dan real. Apabila baru

dibayar sebagian harganya tidak mempengaruhi selesainya perbuatan jual

beli karena telah memenuhi syarat tunai, sedangkan terhadap sisa

harganya yang belum dibayar dianggap sebagai utang-piutang diluar

74
perbuatan hukum jual beli tanah.

Untuk memperoleh surat bukti yang kuat dan luas daya

pembuktiannya, perbuatan hukum peralihan hak harus didaftarkan ke

Kantor Pertanahan untuk dicatatkan pada buku tanah dan sertifikat yang

bersangkutan. Dengan dicatatkan peralihan hak pada sertipikatnya,

diperoleh surat tanda bukti yang kuat.

Dari penjabaran diatas dalam hal peralihan Hak atas Tanah dan

Bangunan harus dengan bantuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

khususnya proses Balik Nama Sertipikat Hak Milik dan atau Hak Guna

Bangunan di Kantor BPN Kota Pekanbaru, hal ini ditegaskan dengan

Peraturan Pemerintah Pasal 37 Ayat 1 ;

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga dasar pertimbangan BPN Kota Pekanbaru dalam proses

peralihan Hak atas Tanah, berpatokan pada Pasal 37 Ayat 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dengan

jelas dan tegas dimana untuk proses Peralihan Hak dikarenakan jual beli

hanya dapat didaftarkan dengan akta yang dibuat melalui Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).

Jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian

timbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk

75
menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya (si

pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang

sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.88 Menurut Subekti

bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan

pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.89

Pada pengertian di atas jual beli ini tidak terlepas dengan adanya

perjanjian yang dikenal juga dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB). Dalam prakteknya perjanjian pengikatan jual beli ini dituangkan

dalam akta Notaris dan dibuat dihadapan Notaris. Perjanjian pengikatan

jual beli ini juga tidak memiliki perbedaan dengan perjanjian pada

umumnya hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian

yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III KUHPerdata yang

memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk

mengadakan perjanjian yang berisi tentang semua kehendak para pihak

dengan ketentuan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,

ketertiban umum dan

kesusilaan.

Menurut Herlien Budiono perjanjian pengikatan jual beli adalah

perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang

88
Handri Raharjo, Transaksi Jual Beli dan Sewa Menyewa, Yogyakarta, Pusataka Yustisia, Hal.
17
89
Harun Al Rasyid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, Hal. 50
76
bentuknya bebas.90 Artinya sebagai perjanjian yang lahir karena kebutuhan

dan tidak diatur secara tegas dalam bentuk peraturan perundang-undangan

maka perjanjian pengikatan jual beli tidak mempunyai bentuk tertentu.

Menurut R. Subekti perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian para

pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli

dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu

untuk dapat dilakukan jual beli antara lain adalah sertipikat belum ada

karena masih dalam proses dan belum terjadinya pelunasan harga.

Persyaratan perjanjian pengikatan jual beli ini ada yang lahir dari

peraturan perundang-undangan dan ada pula yang timbul sebagai

kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah.

Perjanjian pengikatan jual beli yang lahir pada umumnya karena akibat

adanya hambatan-hambatan atau terdapat beberapa persyaratan yang

ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas

tanah seperti : adanya hambatan dalam penyelesaian transaksi jual beli hak

atas tanah atau sertifikat sedang dalam proses pengurusan dan lain

sebagainya, sedangkan perjanjian pengikatan jual beli yang timbul dari

undang-undang misalnya transaksi jual beli antara para pihak telah lunas

maka baru dapat dibuatkan akta jual beli (AJB) yang ditandatangani oleh

pihak penjual dan pihak pembeli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT).

90
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata dibidang Kenotariatan, Cetakan Ketiga,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hal. 270.
77
Akta Jual Beli (AJB) adalah bukti otentik telah dilakukannya

perbuatan hukum jual beli hak atas tanah oleh para pihak. Akta Jual Beli

(AJB) bersifat otentik merupakan alat pembuktian sempurna bagi kedua

belah pihak, isi serta hal-hal yang dituangkan didalam akta jual beli

tersebut merupakan hal yang benar bukan direkayasa. Akta Jual Beli

(AJB) merupakan suatu hal yang sangat penting yang berfungsi untuk

terjadinya pemindahan hak milik atas tanah dan terjadinya kepemilikan

tanah.91 Berdasarkan Pasal 38 ayat 1 Peraturan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa :

“Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1


dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang
bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)
orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi
dalam perbuatan hukum itu.”

Fungsi Akta Jual Beli (AJB) adalah untuk memastikan suatu

peristiwa hukum dengan tujuan menghindarkan sengketa, oleh karena itu

PPAT harus melakukan perbuatan hukum jual beli sedemikian rupa,

sehingga apa yang ingin dibuktikan itu diketahui dengan mudah dari akta

jual beli yang dibuat.92 Akta jual beli yang ditandatangani oleh para pihak

membuktikan telah terjadinya pemindahan hak dari penjual kepada

pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat

tunai dan menunjukan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual

beli yang bersangkutan telah dilaksanakan.

91
Harun Al Rasyid, Op.Cit, Hal. 64
92
Adrian Sutedi, Op.Cit, Hal. 85
78
3.Jual Beli Barang Tidak Bergerak

Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata(KUHPer), benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak

dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam

Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur

dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer. Suatu benda dapat tergolong dalam

golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya,

kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian

ditentukan oleh undang-undang.93Lebih lanjut, Subekti menjelaskan

bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah,

termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena

perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi

satu dengan tanah itu.

Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang

terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara

tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di

pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya,

ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh

digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti

tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya

mesin-mesin dalam suatu pabrik.

Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang demikian

93
Prof. Subekti, S.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, Hal. 6162,
79
ditentukan oleh undang-undang, segala hak atau penagihan yang

mengenai suatu benda yang tidak bergerak. Pada sisi lain masih menurut

Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak

karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda

yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan

tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi

misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak

karena penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu

benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan

perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.

Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., mengatakan bahwa untuk

kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan:94

1) Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer)

misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya,

atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam

tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga

barang-barang tambang.

2) Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya

(Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang-barang yang

dihasilkannya, penggilingan-penggilingan,dan sebagainya. Juga

perumahan beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding

seperti cermin, lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan

94
A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Cetakan II, Mandar Maju,
Bandung, 1990, Hal. 77
80
dengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam

kolam, dan sebagainya; serta bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan

gedung yang akan dipakai lagi untuk membangun gedung tersebut, dan

lain-lain.

3) Bendatidak bergerak karena ketentu undang-undang misalnya, hak pakai

hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian tanah,

hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer). Di

samping itu, menurut ketentuan Pasal 314Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan

dalam suatu register kapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak

bergerak.

Frieda Husni Hasbullah menerangkan bahwa untuk kebendaan

bergerak dapat dibagi dalam dua golongan: 95

1. Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah

atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja,

kursi, dan lain-lain (Pasal 509 KUHPer). Termasuk juga sebagai benda

bergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-

tempat pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510

KUHPer).

2. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer)

misalnya:

a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;

95
Ibid, Hal. 44-45,
81
b. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;

c. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;

d. Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-

lain.

Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat

dalam hal cara penyerahanbenda tersebut, cara meletakkan jaminandi atas

benda tersebut, dan beberapa hal lainnya.96

1. Kedudukan berkuasa (bezit)

Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna(Pasal 1977

KUHPer). Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai benda

tidak bergerak, karena seseorang yang menguasai benda tidak bergerak

belum tentu adalah pemilik benda tersebut.

2. Penyerahan (levering)

Menurut Pasal 612 KUHPer, penyerahan benda bergerak dapat dilakukan

dengan penyerahan nyata (feitelijke levering). Dengan sendirinya

penyerahan nyata tersebut adalah sekaligus penyerahan yuridis (juridische

levering). Sedangkan menurut Pasal 616 KUHPer, penyerahan benda tidak

bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang bersangkutan dengan

cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain

membukukannya dalam register.

3. Pembebanan (bezwaring)

Pembebanan terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150 KUHPer

96
Ibid, Hal. 45-46,
82
harus dilakukan dengan gadai, sedangkan pembebanan terhadap benda

tidak bergerak menurut Pasal 1162 KUHPer harus dilakukan dengan

hipotik.

4. Daluwarsa (verjaring)

Terhadap benda bergerak, tidak dikenal daluwarsa sebab menurut Pasal

1977 ayat (1) KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama dengan

eigendom; karena itu sejak seseorang menguasai suatu benda bergerak,

pada saat itu atau detik itu juga ia dianggap sebagai pemiliknya.

Dengan berlakunyaUndang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria(“UUPA”), maka pendaftaran hak atas tanah dan

peralihan haknya menurut ketentuan Pasal 19 UUPA dan peraturan pelaksana

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Pendaftaran tanah melalui proses balik nama, merupakan barang tidak bergerak

dimana penyerahannya melalui akta jual beli dengan terregister di BPN Kota

Pekanbaru berupa sertipikat tanah.

C. Putusan Verstek Sebagai Dasar Dalam Peralihan Hak Atas Tanah

1.Pemeriksaan Perkara dan Putusan Verstek di Pengadilan

Secara umum, mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian

sengketa. Ada 2 jenis mediasi, yaitu di dalam pengadilan dan di luar

pengadilan. Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta,

perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian

sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN). Mediasi

83
yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung

(PERMA) No. 1 Tahun 2016 yang mewajibkan ditempuhnya proses

mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator

terdiri dari hakim-hakim Pengadilan Negeri tersebut yang tidak menangani

perkaranya. Penggunaan mediator hakim dan penyelenggaraan mediasi di

salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya. Proses

mediasi pada dasarnya tidak terbuka untuk umum, kecuali para pihak

menghendaki lain.

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani

oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri. Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri,

kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah

penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh

Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR). Bagi Penggugat yang benar-benar

tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan

surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan

gugatannya secara prodeo. Penggugat yang tidak bisa menulis dapat

mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri,

yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

Perkara perdata dan perdata khusus mengenai PHI (Perselisihan

Hubungan Industrial), proses persidangannya hampir sama, dimana

ketentuan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 yang

mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok

84
perkara perdata, baik Gugatan Sederhana berdasarkan Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019, Perubahan Atas Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian

Gugatan Sederhana wajib mediasi.

Putusan perdata baik melalui gugatan berupa putusan sedangkan

permohonan berupa penetapan, perkara yang dimana salah satu pihak

tidak pernah hadir dengan pemanggilan resmi pada sidang pertama dan

sidangsidang berikutnya. Sehingga hakim mengeluarkan putusan Verstek

yang mana salah satu pihak tidak pernah hadir.Berbeda dengan ketentuan,

apabila tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim

kuasanya yang sah, tetapi Tergugat mengajukan jawaban tertulis berupa

tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus

dengan verstek.

Putusan verstek yang dimaksud oleh Pasal 149 ayat (1) RBg/ Pasal

125 ayat (1) HIR harus ditafsirkan bukanlah putusan akhir (and vonnis),

tetapi putusan sela yang menyatakan bahwa perkara tersebut diperiksa

dengan tanpa hadirnya tergugat, dan hal itu dicatat secara lengkap dalam

berita acara sidang. Oleh sebab itu, kalimat “maka gugatan dikabulkan

tanpa hadirnya (verstek)” (Pasal 125 ayat (1) HIR) harus diartikan bahwa

hakim memeriksa materi perkara tanpa hadirnya tergugat. Apabila pada

sidang pertama dan kedua, tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut,

tetapi tidak hadir tanpa alasan sah, kemudian majelis hakim sepakat

memulai pemeriksaan materi perkara. Apakah untuk sidang-sidang

85
berikutnya tergugat masih harus dipanggil lagi? Apabila dalam

musyawarah majelis hakim disepakati memulai pemeriksaan materi

perkara, maka untuk sidang-sidang selanjutnya tergugat tidak dipanggil

lagi. Hal ini sesuai dengan asas equality before the law, majelis hakim

harus memperlakukan sama para pihak di persidangan.

2.Alas Hak dalam Pendaftaran Tanah dan Kedudukan Putusan Verstek

Penguasaan tanah secara individual juga dibagi atas beberapa

hakhal atas tanah. Hak-hak atas tanah yang langsung bersumber pada Hak

bangsa adalah hak-hak atas tanah tersebut diatur dalam Pasal 16

Undangundang Pokok Agraria. Dalam Pasal 16 Undang-undang Pokok

Agraria, hak-hak atas tanah tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa

hak sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di atas tanah tersebut yakni

Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Sewa

untuk Bangunan, dan Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan.

Pada masa kolonial, tanah-tanah hak adat pada umumnya tidak

terdaftar. Kalaupun terdaftar, hal tersebut hanya bertujuan untuk bukti

setoran pajak yang telah dibayar oleh pemiliknya. Bukti setoran pajak

itulah yang disebut Girik, Petok, Petuk, Pipil, Kikitir, atau Letter C oleh

masyarakat Indonesia. Karena pada masa tersebut belum diatur lebih

lengkap mengenai girik, masyarakat menganggap bahwa apabila mereka

sudah membayar pajak akan tanah, maka masyarakat akan dapat

menguasai tanah yang sudah mereka bayar tersebut. Dan bukti atas

pembayaran pajak yang sudah mereka bayar juga dianggap bisa menjadi

86
bukti bahwa mereka sudah mengikuti kewajibannya sebagai rakyat untuk

membayar pajak kepada pemerintah (dalam hal ini kolonial) dan

mendapatkan hak untuk menguasai tanah tersebut.

Meskipun telah dijamin oleh Undang-undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria mengenai

penguasaan tanah yang disediakan Negara bagi Hak Bangsanya, namun

untuk menjamin kepastian hukum terhadap “tanah bersama” yang dikuasai

secara individual, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh

wilayah Republik Indonesia yang dilaksanakan menurut

ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal

tersebut diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria yang

kemudian ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1961 yang kemudian telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Kegiatan pendaftaran tanah dilaksanakan guna memberi kepastian

hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan

atas “tanah bersama” yang ingin dikuasai secara pribadi. Kegiatan

pendaftaran tanah juga bertujuan demi terselenggaranya tata tertib

administrasi pertanahan. Pemerintah juga memberikan sertifikat hak atas

tanah kepada pemegang hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan atas

tanah yang sah sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

87
Kedudukan putusan verstek yang memiliki kekuatan hukum tetap

(inkraht) di pengadilan merupakan akta autentik yang dibuat oleh pejabat

negara. Dengan adanya petimbangan hukum, dimana putusan hakim

memberikan kewenangan kepada Badan Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru untuk melakukan peralihan hak, sesuai dengan ketentuan pasal

37 ayat 2 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah menetapkan sebagai berikut;

Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh


Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan
hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara
perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta
yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor
Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

Sehingga putusan pengadilan merupakan salah satu alas hak dalam

peralihan hak atas tanah yang kedudukannya sama penting dengan akta

PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Untuk proses balik nama atau

peralihan hak di BPN Kota Pekanbaru sebagai kepastian hukum untuk

kepala kantor, menghindari apabila dikemudian hari terjadi sengketa

kepemilikan hak di pengadilan.

88
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Alasan BPN Kota Pekanbaru Menunggu Putusan Verstek Sebagai Dasar

Balik Nama dalam Peralihan Hak atas Tanah

1.Kuantitas Peralihan Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Putusan

Verstek di BPN Kota Pekanbaru

Perkara yang masuk di Kantor BPN Kota Pekanbaru, terkait

dengan Gugatan Wanprestasi yang dimana salah satu pihak yang

berperkara tidak hadir sehingga putusannya Verstek tidak begitu signifikan

jumlahnya. Hal ini membuktikan masyarakat khususnya dipekanbaru

sadar hukum atau sering disebut taat hukum. Kuantitas peralihan hak ini

dilihat dari banyaknya jumlah permohonan balik nama di BPN Kota

Pekanbaru berdasarkan putusan Pengadilan dan jumlahnyasetiap tahunnya

bertambah atau meningkat.

Dari jumlah tersebut, beberapa putusannya tidak tegas dimana

amar putusannya tetap menggunakan Akta Jual Beli dihadapan PPAT

(Pejabat Pembuat Akta Tanah). Sehingga putusan tersebut seolah-olah

hanya sebagai pelengkap dalam peralihan hak atas tanah seperti halnya

peralihan hak pada umumnya. Ini menjadi preseden buruk dikemudian

hari, atau menjadi yurisprudensi yang salah.

Perkara mengenai peralihan hak milik atau balik nama sering

didaftarkan sebagai gugatan, bukan merupakan permohonan. Dikarenakan

Pengadilan negeri pekanbaru beranggapakan wanprestasi merupakan

89
perkara perdata biasa yang amar putusannya berupa putusan bukan

penetapan yang diajukan permohonan. Untuk banyaknya gugatan perdata

mengenai peralihan hak berdasarkan balik nama atas alas hak sertipikat

tanah, penulis mengambil simple kasus untuk 2 (dua) tahun saja.

Diantaranya permohonan di BPN Kota Pekanbaru yang masuk

tahun 2019 ada 4 kasus perdata yang putusan pengadilan berkekuatan

hukum tetap, sedangkan untuk permohonan 2020 ada 6 kasus perdata

yang putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal ini menunjukkan

bahwa, permasalahan hukum dimasyarakat kebanyakan wanpestasi dan

bukan perbuatan melawan hukum.

Dari jumlah kasus khusunya balik nama sertipikat dengan

menggunakan putusan verstek dari pengadilan sebagai pengganti Akta Jual

Beli dibuatdihadapan PPAT di BPN Kota Pekanbaru setiap tahunnya

jumlahnya meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa BPN Kota Pekanbaru

memberikan kepastian hukum kepada masyarakat terkait kepemilikan hak

berdasarkan PPJB dan Akta Jual Beli bawah tangan yang mana salah satu

pihaknya tidak diketahui keberadaanya.

Dengan adanya petimbangan hukumnya, dimana putusan hakim

memberikan kewenangan kepada Badan Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru untuk melakukan peralihan hak. Seharusnya sesuai dengan

ketentuan pasal 37 ayat 2 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah menetapkan sebagai berikut;

Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh


Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan
90
hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara
perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta
yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor
Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

Tetapi kepala kantor BPN Kota Pekanbaru tetap harus menunggu

Putusan Pengadilan yang mana amar putusannya memerintahkan BPN

untuk poses balik nama dengan PPAT dan atau tanpa PPAT. Putusan

pengadilan ini merupakan upaya terakhir (UltimumRemedium) dalam

permasalahan dimasyarakat, sehingga masyarakat harus mendaftarkan

kepengadilan demi adanya kepastian kepemilikan haknya.

2.Alasan BPN Menjadikan Putusan Verstek Sebagai Dasar Balik Nama

dalam Peralihan Hak Milik atas Tanah

Kepastian mengapa Kepala Kantor BPN Kota Pekanbaru

menunggu Putusan Verstek dari Pengadilan sebagai dasar balik nama

untuk peralihan hak milik atas tanah. Penulis mewawancarai kepala kantor

BPN kota pekanbaru dengan beralasan bahwa tetap memperhatikan amar

putusannya. Bunyi dari salah satu putusan perkara tersebut;97

Memerintahkan dan memberi izin kepada BPN Kota Pekanbaru


untuk melakukan proses dan membaliknamakan terhadap Sertipikat
hak milik, sehingga perlunya akta Pejabat yang berwenang atau
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan amar putusan
dan memberikan kepastian hukum kepada BPN Kota Pekanbaru,
sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, unsur dari

97
Wawancara dengan Plt. Bapak Doni Syafria, S.SiT.,M.Si , Kepala Kantor BPN Kota
Pekanbaru, Hari Senin, Tanggal 2 Agustus 202021, Bertempat di Kantor BPN Kota Pekanabru
91
Peralihan Hak Atas Tanah Terpenuhi sesuai adanya akta PPAT.

Sebaliknya, ada juga dalam amar putusan pengadilan tersebut

diatas tidak menyebutkan terkait PPAT atau Pejabat yang berwenang

untuk membuat akta Jual Beli untuk proses Peralihan Haknya atau Balik

Namanya, melainkan hanya menyebutkan “Menyatakan sah dan

mempunyai kekuatan hukum transaksi jual beli tersebut” Di Kepala

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru. Sehingga dasar

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru untuk proses

peralihan haknya bersadarkan ketentuan Pasal 55 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Berdasarkan

ketentuan pasal tersebut diatas, sehingga Putusan Pengadilan ini menjadi

dasar sebagai pengganti Akta Jual Beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) untuk proses Peralihan Hak atau Balik Nama di Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru.98

Kepala Kantor BPN Kota Pekanbaru, sebenarnya diberikan

kewenangan untuk memproses peralihan hak khususnya balik nama

sertipikat hak atas tanah tanpa harus adanya putusan pengadilan. Tetapi

Kepala kantor menghindari adanya permasalahan hukum dikemudian hari,

sehingga butuh kepastian hukum salah satunya penetapan pengadilan.99

Hal ini dikarenakan, BPN Kota Pekanbaru menghindari

permasalahan dikemudian hari apabila terjadi sengketa kepemilikan hak


98
Wawancara dengan Plt. Bapak Doni Syafria, S.SiT.,M.Si, Kepala Kantor BPN Kota Pekanbaru,
Hari Senin, Tanggal 3 Agustus 2021, Bertempat di Kantor BPN Kota Pekanabru Propinsi Riau.
99
Wawancara dengan Plt. Bapak Doni Syafria, S.SiT.,M.Si, Kepala Kantor BPN Kota
Pekanbaru, Hari Senin, Tanggal 4 Agustus 202021, Bertempat di Kantor BPN Kota Pekanbaru
92
dipengadilan. Karena tidak ada jaminan dikemudian hari permasalahan

yang sudah diputus pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tidak ada

masalah, masih ada upaya hukum PK (Peninjauan Kembali).

Senada dengan pendapat Kepala BPN Kota Pekanbaru yang lama

Plt. Bapak Doni Syafrial, S.SiT.,M.Si, bapak Memby Untung Pratama,

S.H., M.AP., M.MG selaku kepala kantor BPN Kota Pekanbaru

menggantikan bapak Doni, menyatakan bahwa; BPN Kota Pekanbaru

menghindari adanya tuntutan atau gugatan dikemudian hari, sehingga

BPN butuh kepastianmelalui Putusan Pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap. Hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan

hukumkhususnya perkara Pertanahan yang ada di Pengadilan Pekanbaru,

dimana BPN Kota Pekanbaru sebagai turut tergugat dan menghabiskan

banyak waktu.100

Kepala kantor juga berpendapat, tidak pernah ada ditemukan BPN

menerima permohonan AJB dibawah tangan tanpa PPAT akan tetapi harus

melalui putusan pengadilan. Sehingga perlunya adanya aturan yang tegas

baik peraturan pemerintah atau peraturan pelaksana berupa keputusan

mentri argaria dan tata ruang dan atau keputusan mentri bersama yang ada

hubungannya dengan permasalahan ini.101

100
Wawancara dengan Memby Untung Pratama,S.H., M.AP.,M.MG. Kepala Kantor BPN Kota
Pekanbaru, Hari Senin, Tanggal 14 Agustus 202021, Bertempat di Kantor BPN Kota Pekanbaru
Propinsi Riau.
101
Wawancara dengan Memby Untung Pratama,S.H., M.AP.,M.MG. Kepala Kantor BPN Kota
Pekanbaru, Hari Senin, Tanggal 14 Agustus 202021, Bertempat di Kantor BPN Kota Pekanbaru
Propinsi Riau.
93
Putusan pengadilan pegangan mutlak kepala kantor BPN Kota

Pekanbaru, agar dikemudian hari tidak adanya dugaan penyalahgunaan

wewenang oleh pejabat pemerintah yang sering terjadi dimasyarakat.102

3.Contoh Kasus Putusan Verstek yang Masuk ke Kantor BPN Kota

Pekanbaru

Ada dua perkara yang menjadi penelitian dari penulis, mengenai gugatan

perdata yang amar putusannya Verstek;

a. Putusan perdata dengan nomor perkara 146/Pdt.G/2018/PN.Pbr.

Kasus perdata dengan nomor perkara

146/Pdt.G/2018/PN.Pbr.Atas Nama HAN KIE Selaku Penggugat Melawan

A TJIN Alias KUSMADI Selaku Tergugat dalam kasus wanprestasi,

melalui akta Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh Notaris.

a)Duduk Perkara

- Bahwa antara penggugat dengan tergugat semula melakukan

perikatan jual beli satu unit rumah toko (ruko) 2 (dua) berikut

tanahnya sebagaimana akta Pengikatan Jual beli nomor 80

tertanggal 13 November 2013 di buat dihadapan NENI SANITRA,

SH Notaris di Pekanbaru, yaitu sebagaimana bagunan dimaksud

diatas tanahyang terletak di Jalan Datuk Setia Maharaja diatas

102
Wawancara dengan Memby Untung Pratama,S.H., M.AP.,M.MG. Kepala Kantor BPN Kota
Pekanbaru, Hari Senin,14-08-2021, Bertempat di Kantor BPN Kota Pekanbaru Propinsi
Riau.

94
tanah sebgaian dari sebidang tanah sertipikat hak milik nomor

1996/Tangkerang Labuai, surat ukur no 51/2012 tanggal 30 Mei

2012 terdaftar atas nama Dr.IRSAL RUSAD, DSPD.

- Bahwa ruko yang dijual dan diikat dengan jual beli

antaraPenggugat dengan Tergugat adalah ruko yang diperoleh

Tergugat dari pembagunan bagi hasil antara Tergugat selaku

Pembangun dengan Dr.IRSAL RUSAD, DSPD selaku pemilik

tanah sertipikat hak milik nomor 1996/Tangkerang Labuai, surat

ukur no 51/2012 tanggal 30 Mei 2012 dengan luas 1.000 Meter

persegi terdaftar atas nama Dr.IRSAL RUSAD, DSPD.

- Bahwa dengan adanya Pengikatan Jual beli nomor 80 tertanggal 13

November 2013 di buat dihadapan NENI SANITRA, dimana

Penggugat telah membayar satu unit ruko sebagaimana yang sudah

diperjanjikan dengan uang sejumlah Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus

juta rupiah) kepada Tergugat dengan bukti kwitansi tanda terima

uang tertanggal 13 November 2013, maka satu unit ruko yang akan

dibangun dimaksud telah dijual oleh Tergugat kepada Penggugat

sedangkan pembuatan akta jual beli secara resmi adalah

merupakan pelaksanaan dari jual belinya.

- Bahwa selama Pengikatan Jual beli nomor 80 tertanggal 13

November 2013 kenyataannya Tergugat tidak melakukan

pembangunan Ruko diatas tanah hak milik nomor

1996/Tangkerang Labuai, surat ukur no 51/2012 tanggal 30 Mei

95
2012 dengan luas 1.000 Meter persegi terdaftar atas nama

Dr.IRSAL RUSAD, DSPD, sedangkan penggugat telah melakukan

pembayaran lunas atas pembelian ruko yang akan dibangun

dimaksud Tergugat secara tunai, maka akibatnya menimbulkan

kerugian bagi Penggugat.

- Bahwa kaena oleh Tergugat tidak melaksanakan pembagian

rukoruko dengan bagi hasil atas tanah hak milik nomor

1996/Tangkerang Labuai, surat ukur nomor 51/2012 tanggal 30

Mei 2012 dengan luas 1.000 Meter persegi terdaftar atas nama

Dr.IRSAL RUSAD, DSPD tersebut, maka Tergugat tidak dapat

memenuhi apa yang diperjanjikan sebagaimana akta Pengikatan

Jual beli nomor 80 tertanggal 13 November 2013 di buat

dihadapan NENI SANITRA, Notaris di Pekanbaru.

- Bahwa terhadap hal tersebut diatas Penggugat menemui Tegugat

meminta pertanggungjawaban Tergugat atas ruko yang dijualnya

kepada Penggugat yang kunjung tidak dibangun sehingga jual beli

tidak terlaksana sebagaimana mestinya.

- Bahwa karena tidak terjadinya jual beli antara Penggugat dengan

Tergugat sebagaimana Pengikatan Jual beli nomor 80 tertanggal

13 November 2013 dan Tergugat juga tidak mengembalikan sisa

uang yang telah diserahkan kepada dan sebagaimana yang telah

diterima oleh Tergugat maka Penggugat menyerahkan ruko

berlantai empat sebagai pengganti kepada Penggugat yang terletak

96
di jalan hangtuah RT.03, RW 22 yang terletak di Kelurahan

Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru, sekaligus

menyerahkan bukti kepemilikan Ruko berupa hak milik nomor

5527 Kelurahan Rejosari

- A TJIN ALIAS KUSMADI yang diterbitkan oleh Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru tertanggal 30/08/2012 dengan surat

ukur nomor 00199/2012 tanggal 28 Agustus 2012 dengan lias 146

M2 serta tanahnya untuk mengganti objek yang dibeli Penggugat

dari Tegugat dengan nilai yang sama dengan jumlah dan nilai uang

yang telah diterima oleh Terguggat dari Penggugat.

- Bahwa dengan peyerahan sertipikat hak milik atas nama Tergugat

tersebut diatas, dimana Tergugat menerangkan dan berjanji serta

menjamin akan mengadakan proses jual beli atas ruko dan tanah

pengganti tersebut untuk dapat dibaliknamakan kenama Penggugat

selaku pembeli, namun kenyataannya sejak september 2014

Tergugat tidak merealisasikannya bahkan hingga saat ini Tergugat

tidak dapat dihubungi dan tidak diketahui dimana keberadaanya

atau dimana tempat tinggalnya dalam wilayah republik indonesia.

- Bahwa Penggugat telah berusaha mencari alamat dan menemukan

Tergugat untuk dapat memenuhi janjinya, namun tidak berhasil

dan sia-sia, sehingga tergugat secara hukum tidak melaksanakan

dan tidak juga memenuhi apa yang dijanjikannya kepada

Penggugat hingga saat ini, maka menurut hukum Tergugat telah

97
melakukan inkar janji (wanprestasi) yang telah merugikan

Penggugat.

- Bahwa berdasarkan alasan hukum diatas maka beralasan hukum

agar diproses jual beli satu unit ruko di jalan hangtuah RT.03, RW

22 yang terletak di Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya

Kota Pekanbaru, sekaligus menyerahkan bukti kepemilikan Ruko

berupa hak milik nomor 5527 Kelurahan Rejosari A TJIN ALIAS

KUSMADI yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota

Pekanbaru tertanggal 30/08/2012 dengan surat ukur nomor

00199/2012 tanggal 28 Agustus 2012 dengan lias 146 M2 , antara

Penggugat dengan Tergugat dapat dilaksanakan, dengan

mengizinkan kepada penggugat untuk melaksanakan proses jual

beli dan membaliknamakan sertiupikathak milik nomor 5527

Kelurahan Rejosari A TJIN ALIAS KUSMADI yang diterbitkan

oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru tertanggal 30/08/2012

dengan surat ukur nomor 00199/2012 tanggal 28 Agustus 2012

dengan lias 146 M2 , kepada Penggugat melalui pejabat yang

berwenang.

b)Putusan/Mengadili

- Menyatakan Tergugat telah dipanggil dengan patut tetapi tidak

hadir.

- Mengablkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya dengan Verstek.

menyatakan perbuatan Tergugat inkar janji (wanprestasi).

98
- Menyatakan perbuatan Tergugat inkar janji dengan tidak

melaksanakan perjanjian pembangunan ruko hingga pelaksanaan

jual beli sebagaimana diperjanjikan dalam akta Pengikatan Jual

beli nomor 80 tertanggal 13 November 2013 di buat dihadapan

NENI SANITRA, Notaris di Pekanbaru tidak dapat terlaksana.

- Menyatakan tanah yang terletak di Jalan Hang Tuah RT.03, RW

22 yang terletak di Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya

Kota Pekanbaru, sekaligus menyerahkan bukti kepemilikan Ruko

berupa hak milik nomor 5527 Kelurahan Rejosari A TJIN ALIAS

KUSMADI yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota

Pekanbaru tertanggal 30/08/2012 dengan surat ukur nomor

00199/2012 tanggal 28 Agustus 2012 dengan lias 146 M2 serta

bangunan ruko diatasnya adalahsah sebagai Pengganti objek yang

di jual Tergugat kepada Penggugat sebgaimana dimaksud dalam

akta Pengikatan Jual beli nomor 80tertanggal 13 November 2013

di buat dihadapan NENI SANITRA, Notaris di Pekanbaru

berdasarkan kepada Penggugat.

- Menyatakan pertikatan antara Penggugat dengan Tergugat berupa

pertikatan jual beli berdasarkan penyerahan satu unit ruko di Jalan

Hang Tuah RT.03, RW 22 yang terletak di Kelurahan Rejosari,

Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru, sekaligus

menyerahkan bukti kepemilikan Ruko berupa hak milik nomor

5527 Kelurahan Rejosari A TJIN ALIAS KUSMADI yang

99
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru tertanggal

30/08/2012 dengan surat ukur nomor 00199/2012 tanggal 28

Agustus 2012 dengan lias 146 M2 sebagai pengganti objek jual

beli sebagaimana akta nomor 80 tertanggal 13 November 2013 di

buat dihadapan NENI SANITRA, Notaris di Pekanbaru kepada

Penggugat adalah sah dan berharga.

- Menyatakan Penggugat adalah pembeli dan penerima hak yang

beriktikad baik.

- Menyatakan dan memberikan izin hak sepenuhnya kepada

Penggugat untuk melakukan proses jual beli dihadapan pejabat

yang berwenang danatau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

dari dan kepada dirinya sendiri dengan melaksanakan

penyelenggara jual belinya dari nama A TJIN ALIAS KUSMADI

kepada HAN KIE (Penggugat) atas satu unit ruko satu unit ruko di

Jalan Hang Tuah RT.03, RW 22 yang terletak di Kelurahan

Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru, sekaligus

menyerahkan bukti kepemilikan Ruko berupa hak milik nomor

5527 Kelurahan Rejosari A TJIN ALIAS KUSMADI yang

diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru tertanggal

30/08/2012 dengan surat ukur nomor 00199/2012 tanggal 28

Agustus 2012 dengan lias 146.

- Memerintahkan dan memberi izin kepada BPN Kota Pekanbaru

untuk melakukan proses dan membaliknamakan terhadap

100
Sertipikat hak milik nomor 5527 Kelurahan Rejosari yang

diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru tertanggal

30/08/2012 dengan surat ukur nomor 00199/2012 tanggal 28

Agustus 2012 dengan lias 146 atas nama A TJIN ALIAS

KUSMADI kepada HAN KIE (Penggugat).

c)Pertimbangan BPN Kota Pekanbaru

Berdasarkan amar putusan perkara perdata dengan nomor

perkara 146/Pdt.G/2018/PN.Pbr.Atas Nama HAN KIE Selaku

Penggugat Melawan A TJIN Alias KUSMADI Selaku Tergugat

dalam kasus wanprestasi, melalui akta Pengikatan Jual Beli

(PPJB) yang dibuat oleh Notaris. Bahwasanya dalam amar putusan

tersebut dalam poin Terakhir dalam putusan menjadi dasar Kepala

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru untuk

memproses Peralihan Haknya atau Balik Namanya.Bunyi dari

putusan perkara tersebut diatas;

“Memerintahkan dan memberi izin kepada BPN Kota


Pekanbaru untuk melakukan proses dan membaliknamakan
terhadap Sertipikat hak milik nomor 5527 Kelurahan
Rejosari yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota
Pekanbaru tertanggal 30/08/2012 dengan surat ukur nomor
00199/2012 tanggal 28 Agustus 2012 dengan lias 146 atas
nama A TJIN ALIAS KUSMADI kepada HAN KIE
(Penggugat).”

Sehingga perlunya akta Pejabat yang berwenang atau

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan amar putusan


101
dan memberikan kepastian hukum kepada BPN Kota Pekanbaru,

sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat
oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Unsur dari Peralihan Hak Atas Tanah Terpenuhi sesuai

adanya akta PPAT.

Dalam hal putusan ini, yang bertindak sebagai Pihak Pertama

(Penjual) dan Pihak Kedua (Pembeli) adalah si Penggugat Verstek,

dalam Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT sesuai petitum

dari Penggugat. Sehingga putusan ini sangat tidak tepat, dan akan

menimbulkan yurisprudensi yang buruk dikemudian hari terhadap

putusan-putusan hakim kedepannya.

Kondisi ini dikarenakan dalam Perkara perdata hakim

bersifat pasif. Sehingga hakim tidak boleh memberikan putusan

diluar dari petitum penggugat (Ultra Petita Petitum Partium), apa

yang menjadi petitum dari Penggugat dituangkan langsung ke amar

putusan.

b.Perkara nomor 94/Pdt.G/2019/PN.Pbr. Atas Nama ANIK S MULYANI

Selaku Penggugat Melawan ROSMA NAS Selaku Tergugat kasus

102
wanprestasi, melalui akta dibawah tangan.

a)Duduk Perkara

- Bahwa Penggugat adalah pembeli sebidang tanah seluas 399 M 2

yang terletak di Jalan Taman Karya VI, Kelurahan Simpang Baru,

Kecamatan Tampan, Kota Pekanbau, Provinsi Riau dengan dasar

Sertipikat Hak Milik Nomor 406602001 Kelurahan Simpang Baru

tanggal 30 Oktober 2001, Luas 399 M2 , atas nama ROSMAH NAS (

Tergugat);

- Bahwa semula Penggugat dengan Tergugat telah bersepakat untuk

bekerjasama membangun rumah diatas tanah tersebut dengan

modal bersama kemudian rumah yang selesai dibangun nantinya

akan dijual danuang hasil penjualan tersebut dibagi sesuai bagian

yang disepakati antara Penggugat dengan Tergugat secara lisan

pada waktu itu;

- Bahwa kemudian dalam perjalanan waktu, selama Penggugat

membangun rumah diatas tanah tersebut,Tegugat tidak

memberikan uang sebagai modal yang disepakati secara lisan

untuk membangun rumah yang dibangun oleh Penggugat.

- Bahwa dikarenakan Tergugat tidak memenuhi kesepakatan untuk

sama-sama membiayai pembangunan rumah tersebut, maka

Penggugat menyampaikan kepada Tergugat bahwa Pengugat

membeli saja tanah tersebut dari Tergugat, kemudian Tergugat

meyetujuinya, danuntuk itu Penggugat membayar kepada Tergugat

103
sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) pada tanggal

21 Mei 2009 dengan bukti berupa kwitansi yang ditandatangani

Tegugat diatas kertas Materai 6000, dan setelah terjadi

pembayaran tersebut Tergugat menyerahkan Asli Sertipikat kepada

Penggugat namun belum dilakukan peralihan hak atau Balik nama

kepada Penggugat pada saat itu;

- Bahwa beberapa minggu setelah Penggugat menyerahkan uang

pembelian tanah tersebut, Penggugat mendatangi Tergugat untuk

meminta Tergugat segera megurus balik nama tanah tersebut atas

nama Penggugat, namun Tergugat tidak juga langsung

mengurusnya;

- Bahwa disepakati antara Penggugat dengan Tergugat mengenai

biaya balik nama sertipikat Hak milik tersebut ditanggung oleh

Tergugat, danTergugat berjanji bertanggung jawab mengenai

syarat-syarat yang harus di lengkapi Tergugat dalam hal balik

nama tersebut, termasuk mengurus Akta Jual Beli di kantor

Pejabat Pembuat Akta Tanah;

- Bahwa setelah beberapa bulan menungga sejak jual beli tersebut

yakni sekitar bulan November 2009 namun tidak juga mendapat

kejelasan terkait balik nama sertipikat tersebut oleh karena itu

Penggugat mendatangi Tergugat menanyakan mengenai janji

Tergugat untuk mngurus balik nama tanah tersebut, namun

Tergugat dan keluarganya tidak lagi dapat dihubungidan tidak pula

104
tinggal ditempat tersebut serta tidak memberi kabar kepada

Penggugat tempat tinggalnya saat ini, sehingga tidak dapat

dilakukan diproses balik nama karena Tergugat tidak bisa

dihadirkan dihadapan PPAT untuk menandatangani Akta Jual Beli

sebgai salah satu syarat balik nama;

- Bahwa setelah menunggu bertahun-tahun dan mencoba mencari

tahu keberadaan Tergugat tidak ada berita keberadaaan Tergugat

saat ini dimana, dan karena untuk membuat akta jual beli

dihadapan PPAT mendapat kesulitan dikaenakan Tergugat sudah

tidak diketahui lagi keberadaanya sehingga hal itu tidak akan

terwujud, maka nyata-nyata Tergugat telah melakukan

Wanprestasi tidak hadir dihadapan PPAT untuk membuat Akta

Jual Beli Tanah, untuk itu Penggugat mengajukan Gugatan

Wanprestasi melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru

agardikeluarkan Putusan sebagai Pengganti dari Akta Jual Beli

untuk dapat mengurus balik nama sertipikat a quo di Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru;

- Bahwa oleh karena gugatan Penggugat didasari bukti-bukti yang

kuat, maka sepatutnya gugatan Penggugat dikabulkan;

- Bahwa oleh karena gugatan Penggugat dapat dikabulkan, maka

biaya perkara yang timbul akibat dari perkara ini dibebankan

kepada Tergugat.

b) Putusan/Mengadili

105
- Mengatakan Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut tetapi

tidak hadir;

- Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya dengan Verstek;

- Menyatakan Penggugat dengan Tergugat telah terjadi transaksi Jual

Beli di bawah tangan atas sebidang tanah seluas 399 M 2 yang

terletak di Jalan Taman Karya VI, Kelurahan Simpang Baru,

Kecamatan Tampan, Kota Pekanbau, Provinsi Riau dengan dasar

Sertipikat Hak Milik Nomor 4066/2001 Kelurahan Simpang Baru

tanggal 30 Oktober 2001, Luas 399 M2 , atas nama ROSMAH

NAS;

- Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum transaksi jual

beli tersebut;

- Menyatakan Tergugat telah melakukan Wanprestasi;

- Menyatakan keberadaan Tergugat sudah tidak diketahui lagi

alamatnya;

- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam

perkara ini yang hingga saat ini ditaksir sejumlah Rp. 306.000,-

(tiga ratus eman ribu rupiah).

c)Pertimbangan BPN Kota Pekanbaru

Berdasarkan amar putusan perkara perdata dengan nomor

Perkara nomor 94/Pdt.G/2019/PN.Pbr. Atas Nama ANIK S

MULYANI Selaku Penggugat Melawan ROSMA NAS Selaku

Tergugat kasus wanprestasi, melalui akta dibawah tangan.

106
Bahwasanya dalam amar putusan tersebut diatas tidak

menyebutkan terkait PPAT atau Pejabat yang berwenang untuk

membuat akta Jual Beli untuk proses Peralihan Haknya atau Balik

Namanya, melainkan hanya menyebutkan “Menyatakan sah dan

mempunyai kekuatan hukum transaksi jual beli tersebut” Di

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru.

Sehingga dasar Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kota Pekanbaru untuk proses peralihan haknya bersadarkan

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah tertuang dalam Pasal 55;

1. Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala

Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan

Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan

penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan terjadinya

perubahan pada data mengenai bidang tanah yang sudah

didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada buku

tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada

sertifikatnya dan daftar-daftar lainnya.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan juga atas permintaan pihak yang berkepentingan,

berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan

107
Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya

kepada Kepala Kantor Pertanahan.

3. Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak

milik atas satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan

dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai

hapusnya hak yang bersangkutan dari Menteri atau Pejabat

yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat

(1).

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, sehingga Putusan

Pengadilan ini menjadi dasar sebagai pengganti Akta Jual Beli yang dibuat

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk proses Peralihan Hak atau Balik

Nama di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

4.Analisis Berdasarakan Teori Kepastian Hukum

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum

yaitu kepastian hukum. Asas kepastian hukum mengandung arti bahwa

suatu hukum harus dijalankan dengan baik atau tepat.

Selain itu kepastian hukum harus didasarkan dengan prinsip

keadilan. Sudikno Mertokusumo menyatakan: 103

tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya
dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada
kepastian hukum, terlalu ketat menaati peraturan hukum akibatnya kaku
dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi
peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan.

103
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1998,
Hal.58
108
Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara
ketat “lex dura, sel tamen scripta”.

Peranan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat diperlukan untuk

mewujudnya kepastian hukum dalam pendaftaan tanah sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Seperti halnya akta jual beli dibawah tangan dan wanprestasi, kepala kantor

BPN Kota Pekanba ru dalam mewujudkan kepastian hukum tetap

menungguputusan Verstek dari Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap

sebagai dasar peralihan hak atas tanah.

Kepastian hukum diharapkan dapat memberikan keadilan serta

melindungi hak-hak pihak-pihak yang dirugikan terkait permasalahan hukum

berupa peralihan sertipikasi hak milik atas tanah dengan akta jual beli dibawah

tangan dan wanprestasi berdasarkan putusan Verstek di Kantor Pertanahan

Kota Pekanbaru.

B.Proses Balik Nama Sertipikat Hak Milik berdasarkan Putusan Verstek di

Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru

Proses balik nama atau peralihan hak atas tanah dimana salah satu

pihak tidak diketahui keberadaanya dimana sering terjadi Penjual yang tidak

diketahui keberadaanya seterlah membuat atau menandatangani perjanjian

baik secara notaries maupun dibawah tangan. Sehingga perlunya adanya

kepastian kepada pembeli beretikat baik yang harus dilindungi secara

hokum.

109
Kepastian hukum menginginkan hukum harus dilaksanakan dan

ditegakkan secara tegas bagi setiap peristiwa konkret dan tidak boleh ada

penyimpangan (flat justitia et pereat mundus/hukum harus ditegakkan

meskipun langit akan runtuh).104

Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan

ketertiban masyarakat. Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers adalah:105

“Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu


diperhatikan, oleh sebab itu kepastian hukum harus dijaga demi
keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati,
jika isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan
hukum, tetapi terdapat kekecualian yakni apabila adanya
pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu
besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata
hukum itu boleh dilepaskan.”

Peranan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat diperlukan untuk

mewujudnya kepastian hukum dalam pendaftaan tanah sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,

terkait permasalahan yang putusan Verstek di Pengadilan oleh salah

satupihak yang mengajukan gugatan dimana tergugat tidak menghadiri

persidangan, sehingga pihak-pihak yang haknya merasa dirugikan akan

mendapat kepastian hukum dengan adanya putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

undangundang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim

104
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar
Grafika, Jakarta, 2014, Hal. 131.
105
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan Sejarah, Kanisius, Jakarta, 1982, Hal. 163
110
antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus

yang serupa yang telah di putuskan.106Kepastian hukum diharapkan dapat

memberikan keadilan serta melindungi hak-hak pihak yang dirugikan terkait

sertipikasi hak milik atas tanah berdasar putusan Verstek di Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru.

1.Pengertian Verstek dan Dasar Hukum Verstek

Mengenai pengertian verstek, tidak terlepas kaitannya dengan

fungsi beracara dan penjatuhan putusan atas perkara yang

disengketakan, yang memberi wewenang kepada hakim menjatuhkan

putusan tanpa hadirnya tergugat. Sehubungan dengan itu, persoalan

verstek tidak lepas kaitannya dengan ketentuan Pasal 124 HIR (Pasal 77

Rv) dan Pasal 125 ayat (1) HIR (Pasal 73 Rv). Jadi, pengertian teknis

verstek ialah pemberian wewenang kepada hakim untuk memeriksa dan

memutus perkara tergugat tidak hadir di persidangan pada tanggal yang

ditentukan. Dengan demikian, putusan diambil dan dijatuhkan tanpa

bantahan atau sanggahan dari pihak yang tidak hadir. Kebalikannya,

kalau tergugat hadir memenuhi panggilan sidang, tidak boleh langsung

dijatuhkan putusan tanpa melalui proses pemeriksaan yang memberi hak

kepada tergugat mengajukan bantahan atau pembelaan diri.107

Verstek adalah suatu kewenangan yang diberikan hukum kepada


106
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,
Jakarta, 2008, Hal 137
107
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, Hal. 381-382.

111
hakim untuk memeriksa dan memutus perkara tanpa hadirnya tergugat.

Verstek menurut istilah dibagi menjadi dua yaitu, verstek-procedure

yaitu memeriksa perkara diluar hadir tergugat dan verstek-vonnis yaitu

putusan yang dijatuhkan hakim tanpa hadirnya tergugat.3 Sedangkan

menurut bahasa verstek ialah keputusan sidang atau vonnis yang

diberikan oleh hakim tanpa hadirnya tergugat/terdakwa.

Pengertian teknis verstek ialah pemberian wewenang kepada

hakim untuk memeriksa dan memutus perkara meskipun penggugat atau

tergugat tidak hadir di persidangan pada tanggal yang ditentukan.

Dengan demikian, putusan diambil dan dijatuhkan tanpa bantahan atau

sanggahan dari pihak yang tidak hadir. Apabila pada sidang pertama

yang telah ditentukan ternyata tergugat tidak hadir tanpa alasan yang

dapat dibenarkan dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir, sedang

ia sudah dipanggil secara patut, hakim dapat menjatuhkan putusan

verstek, kecuali jika gugatan penggugat melawan hukum atau tidak

beralasan (Pasal 149 RBg/ Pasal 125 HIR). Akan tetapi, ketidak hadiran

tergugat atau para tergugat pada sidang pertama itu tidak mesti harus

diputuskan dengan putusan verstek, sebab menurut Pasal 150 RBg/ Pasal

126 HIR hakim dapat mengambil tindak lain, yaitu memerintahkan juru

sita untuk memanggil sekali lagi tergugat tersebut supaya hadir pada

sidang berikutnya.

Putusan verstek yang dimaksud oleh Pasal 149 ayat (1) RBg/

Pasal 125 ayat (1) HIR harus ditafsirkan bukanlah putusan akhir (and

112
vonnis), tetapi putusan sela yang menyatakan bahwa perkara tersebut

diperiksa dengan tanpa hadirnya tergugat, dan hal itu dicatat secara

lengkap dalam berita acara sidang. Oleh sebab itu, kalimat “maka

gugatan dikabulkan tanpa hadirnya (verstek)” (Pasal 125 ayat (1) HIR)

harus diartikan bahwa hakim memeriksa materi perkara tanpa hadirnya

tergugat. Apabila pada sidang pertama dan kedua, tergugat telah

dipanggil secara resmi dan patut, tetapi tidak hadir tanpa alasan sah,

kemudian majelis hakim sepakat memulai pemeriksaan materi perkara.

Apakah untuk sidang-sidang berikutnya tergugat masih harus dipanggil

lagi? Apabila dalam musyawarah majelis hakim disepakati memulai

pemeriksaan materi perkara, maka untuk sidang-sidang selanjutnya

tergugat tidak dipanggil lagi. Hal ini sesuai dengan asas equality before

the law, majelis hakim harus memperlakukan sama para pihak di

persidangan.

2.Dasar hukum verstek

Dasar hukum verstek diatur dalam Pasal 149 RBg/ 125 HIR,

yaitu sebagai berikut:

Pasal 149 RBg

1) Apabila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang

meskipun sudah dipanggil dengan sepatutnya dan juga tidak

mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa

kehadirannya (verstek), kecuali bila ternyata menurut

113
pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai

dasar hukum atau tidak beralasan.

2) Apabila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud

dalam Pasal 145 mengajukan sanggahan tentang kewenangan

pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun

tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat, harus

mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika

sanggahan itu tidak dibenarkan, mengambil keputusan tentang

pokok perkara.108

Dalam Pasal 125 Ayat (1) HIR menyebutkan : “Apabila pada

hari yangtelah ditentukan, tergugat tidak hadir dan pula ia tidak

menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah

dipanggil dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan tak

hadir (verstek), kecuali kalau ternyata bagi Pengadilan bahwa gugatan

tersebut melawan hak tau tidak beralasan.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, kepada hakim diberi

wewenang menjatuhkan putusan diluar atau tanpa hadirnya tergugat,

dengan syarat:

1) Apabila tergugat tidak datang menghadiri sidang

pemeriksaan yang ditentukan tanpa alasan yang sah (default

without reason).

108
Ibid, Hal. 218-219.
114
2) Dalam hal seperti itu, hakim menjatuhkan putusan verstek

yang berisi diktum:

a. Mengabulkan gugatan seluruhnya atau sebagian atau,

b. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan

tidak mempunyai dasar hukum.109

Pasal 126 HIR ditentukan bahwa: “di dalam hal tersebut pada

kedua Pasal di atas tadi pengadilan negeri dapat, sebelum menjatuhkan

keputusan memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil

buat kedua kalinya datang menghadap pada hari persidangan lain, yang

diberitahukan oleh ketua didalam persidangan kepada pihak yang datang

bagi siapa pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan”. 118

Pasal 127 HIR ditentukan bahwa: “ jika seorang atau lebih dari

tergugat tidak datang atau tidak menyuruh orang lain menghadap

mewakilinya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai pada

hari persidangan lain yang paling dekat. Hal mengundurkan itu

diberitahukan pada waktu persidangan kepada pihak yang hadir, bagi

mereka pemberitahuan itu sama dengan panggilan, sedang tergugat yang

tidak datang disuruh panggil oleh ketua sekali lagi menghadap hari

persidangan yang lain. Ketika itu perkara diperiksa, dan kemudian

diputuskan bagi sekalian pihak dalam satu keputusan atas mana tidak di

perkenankan perlawanan (verzet).110

109
Sarwono, Hukum Acara Perdata, cet. I Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Hal. 217 118Ibid,
110
Ibid,

115
3.Proses Peralihan Hak Dalam Putusan verstek

a)Peralihan Hak atas Jual Beli

Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh pihak-pihak yang

melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan (penjual dan pembeli)

atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat kuasa bagi

penjual harus dengan akta notaris, sedangkan surat kuasa bagi pembeli

boleh dengan akta dibawah tangan.

Dokumen yang diserahkan penjual kepada PPAT dalam

pembuatan akta jual beli ini adalah fotokopi kartu tanda penduduk

(KTP), fotokopi kartu keluarga, surat nikah, surat pemberitahuan pajak

terhutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan. Dokumen yang diserahkan

pembeli kepada PPAT dalam pembuatan akta jual beli ini adalah

fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), fotokopi kartu keluarga, surat

nikah.

Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-

kurangnya dua orang saksi yang menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam

suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai

kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen

yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya

perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.

Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib membacakan akta jual beli

116
kepada para pihak yang bersangkutan (penjual dan pembeli) dan

memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, prosedur

pendaftaran pemindahan haknya. Akta PPAT dibuat sebanyak dua

lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan satu lembar

disampaikan kepada Kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat

untuk keperluan pendaftaran, sedangkan kepada pihak-pihak yang

bersangkutan (penjual dan pembeli) diberi salinannya.

Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib menyampaikan akta PPAT

dan dokumen dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan

pendaftaran peralihan hak atas tanah yang bersangkutan kepada kantor

pertanahan kabupaten/kota setempat, selambat-lambatnya tujuh hari

kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan. Dokumen-

dokumen yang diserahkan oleh PPAT dalam rangka pendaftaran

pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun ke

kantor pertanahan kabupaten/kota setempat adalah:111

a) Surat permohonan pendaftaran peralihan hak

yang ditandatangani oleh penerima hak(pembeli) atau

kuasanya,

b) Surat kuasa tertulis dari penerima hak (pembeli) apabila yang

mengajukan permohonan pendaftaran pemindahan hak bukan

penerima hak (pembeli),

111
Sahat HMT Sinaga, Jual beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra, Bekasi,
2007, Hal.36.

117
c) Akta jual beli oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta

masih menjabat dan yang daerah kerjanya meliputi letak

tanah yang bersangkutan,

d) Bukti identitas pihak yang mengalihkan hak (penjual),

e) Bukti identitas pihak yang menerima hak (pembeli),

f) Sertifikat hak atas tanah asli yang dialihkan (dijualbelikan),

g) Izin pemindahan hak bila diperlukan,

h) Bukti pelunasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah

dan bangunan (BPHTB), dalam hal bea tersebut terutang, dan

i) Bukti pelunasan pembayaran pajak penghasilan (PPh), dalam

hal pajak tersebut terutang.

Berbeda dengan peralihan hak atas tanah berdasarkan

putusan verstek di Kantor Pertanahan Pertanahan Nasional Kota

Pekanbaru, yang mana salah satu pihak tidak pernah hadir atau

Tergugat tidak pernah hadir baik kasus wanpestasi dan atau

perbuatan melawan hukum. Proses balik nama atau peralihan hak

melihat isi dari amar putusannya apakah memerlukan akta PPAT

atau tidak.

Sehingga proses balik nama di BPN Kota Pekanbaru,

persyaratan berupa ; KTP, KK, PBB, PBB, Bukti Bayar Pajak

BPHTB dan Putusan Pengadilan sebagai pengganti akta PPAT serta

data hanya daripemohon atau pengguat saja dalam proses peralihan

haknya.

118
b)Penyerahan Sertifikat Peralihan Hak atas Jual Beli

Sertifikat hak atas tanah yang telah diubah nama pemegangnya

dari pemegang hak yang lama sebagai penjual menjadi pemegang hak

yang baru sebagai pembeli oleh kepala kantor pertanahan

kabupaten/kota setempat, kemudian diserahkan kepada permohon

pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui pembeli atau

kuasanya. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, pendaftaran

merupakan pembuktian yang kuat mengenai sahnya jual beli yang

dilakukan terutama dalam hubungannya dengan pihak ketiga yang

beritikad baik. Administrasi pendaftaran bersifat terbuka sehingga

setiap orang dianggap mengetahuinya.

Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria mengatur mengenai

pendaftaran tanah. Sebagai pelaksanaan dari Pasal 19 Undang-Undang

Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah itu dikeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,

didaftar maksudnya dibukukan dan diterbitkan tanda bukti haknya.

Tanda bukti hak itu disebut sertifikat hak tanah yang terdiri atas

salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam satu

sampul.

Sertifikat itu merupakan alat pembuktian yang kuat,

maksudnya bahwa keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya

mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan

119
yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang lain

yang membuktikan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan ketentuan

sertifikat sebagai alat bukti sebagaimana penjelasan Pasal 32 Ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa

sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan

sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya

harus diterima sebagai data yang benar, sepanjang data fisik dan data

yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku

tanah yang bersangkutan.

Proses peralihan hak atas tanah melalui jual beli menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi: pertama,

persiapan pembuatan akta jual beli hak atas tanah, terlebih dahulu

PPAT wajib melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan Kota

Pekanbaru mengenai keabsahan sertifikat hak atas tanah yang

bersangkutan. Kedua, pelaksanaan pembuatan akta PPAT harus

dihadiri oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum yang

bersangkutan (penjual dan pembeli) atau orang yang dikuasakan

olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, pendaftaran peralihan hak,

PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain

yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak atas tanah

yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru

120
selambat-lambatnya tujuh hari kerja. Keempat, penyerahan sertifikat.

c.Peralihan Hak Berdasarkan Putusan Verstek di Kantor BPN Kota

Pekanbaru.

Dalam proses peralihan hak melalui jual beli tetapi pihak

penjual tidak diketahui keberadaanya, sehingga perlu mengajukan

gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru yang amar putusannya

berupa putusan Verstek sebagai pengganti Akta Jual Beli yang dibuat

dihadapan PPAT.

Berbeda kedua kasus, kasus yang pertama Berdasarkan amar

putusan perkara perdata dengan nomor perkara

146/Pdt.G/2018/PN.Pbr. Atas Nama HAN KIE Selaku Penggugat

Melawan A TJIN Alias KUSMADI Selaku Tergugat dalam kasus

wanprestasi, melalui akta Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat

oleh Notaris. Bahwasanya dalam amar putusan tersebut dalam poin

Terakhir dalam putusan menjadi dasar Kepala Kantor Badan

Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru untuk memproses Peralihan

Haknya atau Balik Namanya. Bunyi dari putusan perkara tersebut

diatas;

“Memerintahkan dan memberi izin kepada BPN Kota


Pekanbaru untuk melakukan proses dan membaliknamakan
terhadap Sertipikat hak milik nomor 5527 Kelurahan Rejosari
yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru
tertanggal 30/08/2012 dengan surat ukur nomor 00199/2012
tanggal 28 Agustus 2012 dengan lias 146 atas nama A TJIN
ALIAS KUSMADI kepada HAN KIE (Penggugat).”

121
Sehingga perlunya akta Pejabat yang berwenang dalam hal ini

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan amar putusan dan

memberikan kepastian hukum kepada BPN Kota Pekanbaru, sesuai

dengan ketentuan Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Unsur dari Peralihan Hak Atas Tanah Terpenuhi sesuai adanya

akta PPAT. Proses peralihan haknya hampir sama dengan Jual Beli

pada umumnya, dikarenakan tetap melalui PPAT tetapi Pihak Penjual

digantikan oleh pembeli berdasarkan putusan pengadilan dan tetap

membayar pajak-pajak baik pajak pembeli (BPHTB) dan penjual

(PPH) yang dibebankan kepada Penggugat. Putusan ini sangat keliru,

dikarenakan amarnya tetap menggunakan Akta PPAT, sehingga

peranan penting dari putusan Verstek dikesempingkan.

Sedangkan untuk Perkara nomor 94/Pdt.G/2019/PN.Pbr. Atas

Nama ANIK S MULYANI Selaku Penggugat Melawan ROSMA

NAS Selaku Tergugat kasus wanprestasi, melalui akta dibawah

tangan. Bahwasanya dalam amar putusan tersebut diatas tidak

menyebutkan terkait PPAT atau Pejabat yang berwenang untuk

122
membuat akta Jual Beli untuk proses Peralihan Haknya atau Balik

Namanya, melainkan hanya menyebutkan “Menyatakan sah dan

mempunyai kekuatan hukum transaksi jual beli tersebut” Di Kepala

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru.

Sehingga dasar Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kota Pekanbaru untuk proses peralihan haknya bersadarkan ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah tertuang dalam Pasal 55;

1. Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala

Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan

penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan

terjadinya perubahan pada data mengenai bidang tanah

yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat

pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin

pada sertifikatnya dan daftar-daftar lainnya.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan juga atas permintaan pihak yang berkepentingan,

berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan

Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan

olehnya kepada Kepala Kantor Pertanahan.

123
3. Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan

dan hak milik atas satuan rumah susun berdasarkan

putusan Pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat

keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan

dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, sehingga Putusan

Pengadilan ini menjadi dasar sebagai pengganti Akta Jual Beli yang

dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk proses Peralihan

Hak atau Balik Nama di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Proses

peralihan haknya tidak adanya akta PPAT secara tertulis baik pembeli

membubuhkan tanda tangan maupun penjual yang digantikan oleh

pembeli dikarenakan keberadaanya tidak diketahui dan tetap

membayar pajak-pajak baik pajak pembeli (BPHTB) dan penjual

(PPH) yang dibebankan kepada Penggugat.

4.Analisis Berdasarkan Teori Hukum Formalitas.

Teori formalitas adalah hukum merupakan apa yang

ditetapkan oleh Negara. Peranan kepala kantor BPN Kota Pekanbaru

dalam penerapan teori ini sangat diperlukan, hal ini dikarenakan

kepala kantor BPN Kota Pekanbaru diberi kewenangan berdasarkan

pasal 37 ayat 2 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

124
Pendaftaran Tanah.

Tetapi kepala kantor BPN Kota Pekanbaru tidak

memanfaatkan kewenangan yang diberi oleh konstitusi pasal 37 ayat 2

tersebut diatas, mengenai peralihan hak melalui jual beli dibawah

tangan dan atau wanprestasi. Melainkan kepala kantor BPN Kota

Pekanbaru harus dengan melalui Gugatan bukan Permohonan ke

Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan putusan Verstek sebagai dasar

Peralihak hak atas tanah di BPN Kota Pekanbaru.

125
BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. BPN Kota Pekanbaru menanti putusan pengadilan negeri pekanbaru yang

mana putusan verstek sebagai dasar peralihan hak atas tanah dan bangunan

atau balik nama sertipikat, karena apabila hanya berupa akta dibawah

tangan dan atau wanprestasi diragukan mengenai kebenarannya serta sulit

pembuktian kebenarannya, hal ini dikarenakan untuk menghindari

timbulkan akibat hukum dikemudian hari yang mana BPN Pekanbaru

akan diikutsertakan atau dilibatkan apabila adanya permasalahan hukum

baik secara pidana, perdata atau upaya hukum lainnya. Khusus gugatan

perdata dipengadilan dengan objek yang sama, baik ditingkat Pengadilan

Negeri, tingakat Banding, tingakat Kasasi dan juga ditingkat PK

(Peninjauan Kembali).

2. Bahwa dari kedua kasus tersebut diatas berbeda amar putusannya,

sehingga penerapan untuk peralihan hak atas tanah di BPN Kota

pekanbaru menyesuaikan dengan putusannya. Kasus yang pertama tetap

menggunakan akta PPAT walaupun sudah adanya putusan pengadilan,

dikarenakan amarnya menggunakan Akta PPAT. Hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 37 ayat 1 Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah, sedangkan kasus kedua dengan amar

126
putusannya langsung menggunakan putusan pengadilan sebagai pengganti

Akta PPAT sesuai dengan ketentuan Pasal 55 Peratuan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.Sehingga, seharusnya

putusan pengadilan verstek demikian ketentuannya tepat penerapannya.

B.Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis

memeberikan saran untuk penelitian ini :

1. Untuk menghindari preseden buruk di Pengadilan Negeri Pekanbaru

terkait Putusan Vestek, Pengadilan Negeri Pekanbaru seharusnya

menerima Permohonan penetapan Pengadilan bukan merupakan Gugatan.

Serta adanya arahan dari hakim memeriksa Perkara agar gugatan dan atau

permohonan dapat diperbaiki sehingga petitumnya sesuai dengan

ketentuan peraturan pemerintah. Serta BPN Kota Pekanbaru dapat

memproses Balik nama Sertipikat tanpa harus adanya Akta PPAT, BPN

Kota Pekanbaru memiliki kewenangan untuk memproses peralihan hak

melalui jual beli atau balik nama dengan putusan pengadilan atau

penetapan pengadilan, berdasarkan ketentuan pasal 55 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

2. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah, dimana Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ,

Peratuan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,

Peraturan Mentri Agraria dan Tata Ruang, tidak satu pasal yang

mempertegas Peralihan Hak atas Tanah berdasarkan Putusan Pengadilan.

127
Sehingga perlu adanya Revisi Perundang-undangan maupun Peraturan

Pemerintah Terkait Peralihan Hak dimana Putusan Pengadilan menjadi

dasar perubahan kepemilikan hak dan tidak adanya dugaan

penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah.

128
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abintoro Prakoso, 2016, Penemuan Hukum Sistem, Metode, Aliran, dan Prosedur
dalam Menemukan Hukum, LaksBang Pressindo, Yogyakarta.

Ali Achmad Chomzah, 2004, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jilid 2,


Prestasi Pustaka, Jakarta.

Ahmad Rifai, 2014, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum
Progresif, Sinar Grafika, Jakarta.

Ahmadi Miru, 2008, Hukum Perikatan, PT. Rajarafindo Persada, Jakarta.

Ahmad Mujahidin, 2008, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama


dan Mahkamah Syariah di Indonesia Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia
IKAHI.

Badher Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar
Maju, Bandung.

Dhaniswara K. Harjono, 2009, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Pusat Pengembangan


Hukum dan Bisnis Indonesia, Jakarta.

Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, 2014 Pengantar Ilmu Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta.

F.X. Sumarja, 2015, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Universitas


Lampung, Bandar Lampung,

----------------, 2012 Problematika Kepemilikan Tanah Bagi Orang Asing,


Indepth Publising, Bandar Lampung.

H. Salim Hs, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

129
H. Zainuddin Ali, M.A, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sianar Grafika,
Jakarta.

Hadari Nawawi, 2003, Metode Penelitian Bidang Sosial, Unversitas Gajah Mada
Press,Yogyakarta.

Herlin Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang


Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Husni, 2012, Hak Tanggungan Dan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai


Perlindungan Hukum Bagi Kreditur, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas
Wijaya Putra, Surabaya.

Ismiyanto, 2003, Metode Penelitian, Jakarta : P2U Unnes.

J. J. H. Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, dialih bahasakan oleh Arif


Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung.

J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian (Buku I),
PT. Citra Aditya, Bandung.

Jonaedi Efendi, 2018, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim,


Prenadamedia Group, Depok.

Peter M. Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta.

-----------------, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,


Jakarta.

Salim HS, 2003, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

---------------------, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada,


Jakarta.
-------------------, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Universitas
Indonesia IV-Press, Jakarta.

Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

130
Sudikno Mertokusumo, 1998, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogyakarta.

Sudikno Mertokusuko, 2001, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta.

Suteki dan Galang Taufan, 2018 Metode Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan
Praktik), Rajawali Pers.

Ridwan Syahrani, 2008, Seluk Beluk dan Asas Hukum Perdata, Rajawali Pers,
Jakarta.

Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum dalam lintasan Sejarah, Kanisius, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro, 2000, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu,


Sumur Bandung, Bandung.

B. Peraturan Perundang-undangan

UUD 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok


Agraria

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 9 tahun 1964 yang mengatur
tentang beberapa tafsiran mengenai verstek

131
C.Jurnal Ilmiah

Ateng Syafrudin, 2000, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang


Bersih dan Bertanggungjawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas
Parahyangan, Bandung.
Suwari Akhmaddhian, 2016 “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam
Transaksi Jual Beli Secara Elektronik di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Kuningan, Volume 3, No. 2.

D. Website

https://www.kbbi.kemdikbud..go.id/entri/penerapan,(terakhir kali dikunjungi pada


tanggal 8 Desember 2020)
Mariotedja, Teori Kepastian Dalam Perspektif Hukum, Marotedja.blogspot.com,
diakses pada tanggal 8 Desember 2020)
Tesis hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,”
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-
ahli/, diakses tanggal 20 Desember 2020.

132
LAMPIRAN

1. Surat balasan penelitian dari kantor BPN kota Pekanbaru.

133
2. Scan arsip putusan pengadilan No.146/Pdt.G/2018/PN Pbr yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kelas I A Pekanbaru.

134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
3. Scan arsip akta jual beli No. 179/2020

149
150
151
152
153
154
4. Scan sertipikat hak milik dari An. A. Tjin alias Kusmadi ke Han Kie

Berdasarkan Akta Jual Beli

155
156
157
158
159
160
161
162
5. Scan arsip putusan pengadilan No. 94/Pdt.G/2019/PnPbr yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kelas 1 A Pekanbaru

163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
6. Scan Arsip Buku Tanah Sertipikat Hak Milik dari Rosmah Nas ke Anik

S Mulyani Berdasarkan putusan pengadilan

175
176
177
178

Anda mungkin juga menyukai