Anda di halaman 1dari 20

TUGAS HUKUM OTONOMI DAERAH

PEMEKARAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23


TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (TINJAUAN
PEMEKARAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA)

(Dosen Pengampu: Dr. Mirza Nasution. S.H,. M.Hum)

DISUSUN OLEH :

RETNO ADE WIDYA NINGSIH


2120010018

KELAS HAN MIH REG C

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA


UNIVERSITAS MUHAMMADDIYAH SUMATERA UTARA
2023
A. Latar Belakang Masalah

Indonesia menerapkan kebijakan desentralisasi secara tegas sejak 1 Januari

2001 melalui Program Otonomi Daerah yang ditetapkan berdasarkan UU No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan telah direvisi menjadi UU No. 23 Tahun

2014. Penerapan UU tersebut merupakan upaya dalam desentralisasi politik dan

administratif. Berdasarkan UU tersebut, titik berat otonomi daerah berada di tingkat

Kabupaten/Kota karena dirasa Kabupaten/Kota lebih mengetahui keadaan, potensi,

permasalahan dan aspirasi masyarakat di daerah. Otonomi Daerah tersebut berprinsip

kepada otonomi yang luas, nyata, bertanggung jawab serta berorientasi pada

kesejahteraan masyarakat yang dijalankan melalui pemberian pelayanan, peningkatan

peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat dengan tetap menjaga keserasian

hubungan baik antara pusat-daerah (vertical balance) maupun antardaerah (horizontal

balance)

Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan secara jelas di

dalam UUD 1945, ditujukan untuk menata sistem pemerintahan daerah dalam

kerangka NKRI. Pelaksanaan dilakukan dengan memberikan keleluasaan kepada

daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di tingkat daerah. 1

Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan

memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab epada pemerintah

daerah secara proporsional. Artinya pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh

1
Busrizalti, Hukum Pemda (Otonomi Daerah Dan Implikasinya), Total Media, Yogyakarta, 2013,
hlm. 2

1
pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta

perimbangan keuangan pusat.2

Pemekaran daerah telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah,

Salah satu aspek atau hal yang terpenting dalam pemekaran daerah ini adalah

bertujuan untuk memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat

lokal dalam rangka pertumbuhan demokratis, dengan interaksi yang lebih intensif,

antara masyarakat dengan pemerintah daerah baru, sehingga masyarakat sipil akan

mudah untuk mendapatkan hak-hak dan dan melaksanakan kewajibannya secara lebih

baik sebagai warga Negara.3

Berdasarkan Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

menentukan bahwa pembentukan daerah berupa pemekaran daerah dan

penggabungan daerah. berkaitan dengan pemekaran daerah, Pasal 33 Ayat (1) UU

No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa pemekaran daerah adalah pemecahan daerah

provinsi atau daerah kabupaten/kota menjadi dua atau lebih daerah baru atau

penggabungan bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam satu daerah provinsi

menjadi satu daerah baru.

Dalam alasan dasar terjadinya aspirasi masyarakat yang didalamnya berisi

pemekaran daerah disebabkan kurang puas dan kurang perhatiannya pemerintah pusat

dalam memperhatikan daerah yang jangkauanya jauh dari permerintah pusat,

2
Ibid., hlm. 4.
3
Bintiro Tjokroamidjojo, Pengantar Admisnistrasi Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm.
23.

2
sehingga penyerapan aspirasi lambat bahkan sama sekali tidak tersampaikan, namun

ada juga alasan dari beberapa faktor-faktor lingkungan kehidupan social kultur yang

melekat dalam kehidupan.

Sebagaimana tujuan dari pembentukan Provinsi Papua Barat Daya. Pemekaran

daerah Papua ditujukan untuk mempercepat pemerataan pembangunan, meningkatkan

pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengangkat harkat

serta martabat orang asli Papua. Melalui pembangunan Papua Barat Daya,

diharapkan, mampu menjamin hubungan yang serasi antara pemerintah daerah

(pemda) dengan pemerintah pusat. Serta dapat memelihara, menjaga keutuhan

wilayah negara, dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 4

Berkaitan dengan pemekaran daerah, secara filosofis, bahwa tujuan pemekaran

daerah ada dua kepentingan, yakni pendekatan pelayanan umum pemerintahan

kepada masyarakat, dan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, serta

memperpendek rentang kendali pemerintahan. 5 Namun dalam prakteknya aspirasi

masyarakat di daerah begitu besar dalam hal pemekaran daerah. Namun apapun

alasan pemerintah yang hingga kini masih tetap melakukan moratorium terhadap

pemekaran di seluruh daerah di Indonesia. Namun kebijakan tersebut tidak

diberlakukan di Papua. Papua telah memekarkan 4 provinsi baru, yakni Papua Barat

Daya, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Dengan demikian,

4
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/30/09071571/komisi-ii-paparkan-tujuan-pembentukan-
provinsi-papua-barat
5
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 15

3
terdapat 6 provinsi di tanah Papua karena sebelumnya sudah terbentuk 2 provinsi,

yakni Papua dan Papua Barat.

Moratorium pemekaran daerah adalah penundaan sementara terhadap proses

pemekaran daerah, pemerintah memperpanjang kebijakan moratorium atau

penundaan sementara dalam pemekaran daerah atau penggabungan wilayah,

pemerintah menilai bahwa pembentukan daerah baru (DOB) menambah beban bagi

Negara khususnya dalam segi finansial, karena hampir seluruh daerah baru yang

dibentuk berdasarkan kesepakatan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

masih tergantung pada dana transfer dari anggaran pendapatan dan belanja Negara

(APBN) dengan ketergantungan finansial yang cukup tinggi, Ketua Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) mengatakan pemerintah masih akan

memperpanjang kebijakan moratorium pemekaran daerah, Pemerintah

memperpanjang moratorium pemekaran atau penundaan sementara terhadap

pemekaran, hal tersebut bertujuan untuk menahan laju usulan pemekaran daerah

karena dianggap kurang siap baik dalam segi sumber daya alamnya atau sumber daya

manusianya, karena anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah sangat banyak dalam

proses pemekaran, sehingga daerah yang dianggap kurang mampu memekarkan

daerahnya akan sulit untuk memekarkan daerahnya tersebut, sehingga nantinya akan

menimbulkan kerugian Negara, yang awalnya tujuan pemekaran daerah adalah

memperbaiki pelayanan publik malah terbaik menjadi membebani publik.

Padahal Moratorium pemekaran daerah sangatlah penting, dikarenakan banyak

daerah otonomi baru (DOB) yang belum mampu mandiri. dalam pemekaran daerah,

4
pemerintah bukan hanya mempertimbangkan keinginan tetapi juga keberlangsungan

daerah setelah dimekarkan. Namun hanya dikarenakan Papua memiliki kebutuhan

khusus. Baik karena untuk pelayanan luasnya wilayah dan kemudian juga untuk

mempercepat kesejahteraan di Papua dan juga tentu supaya pengawasannya lebih

mudah. Sehingga papu tidak dilakukan Moratorium pemekaran daerah.

Berdasarkan fenomena tersbeut maka adapun judul permasalahan ini yaitu

“PEMEKARAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23

TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (TINJAUAN

PEMEKARAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan hukum yang

diangkat dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur pemekaran papu barat daya menjadi daerah otonom

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah?

C. Pembahasan

Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru

di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum

terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau

5
pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1):

“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”14

Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut.

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan”.

Menurut Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007, pemekaran daerah/wilayah

adalah pemecahan suatu pemerintah baik propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan,

Desa / Kelurahan menjadi dua daerah atau lebih.Menurut Peraturan Pemerintah No.

129 Tahun 2000, tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran,

penghapusan dan pengabungan daerah, pada pasal 2 menyebutkan pemekaran

daerah/wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :

1. Percepatan pelayanan kepada masyarakat

2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi

3. Percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah

4. Percepatan pengelolaan potensi daerah

5. Peningkatan keamanan dan ketertiban

6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah

Papua bisa dimekarkan, karena didasari kepada Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua di mana dalam undang-undang tersebut

bersifat 'lex specialis' sehingga memberikan perhatian khusus untuk Papua.

Pemekaran itu bertujuan agar pelayanan publik itu semakin baik, dekat dan mudah.

Begitu juga bidang kesehatan dan diharapkan bisa memacu perkembangan ekonomi,

6
di mana selama ini mereka (Papua) merasa jauh tertinggal dengan daerah lain.

Dengan adanya 4 provinsi baru ini, tentu ada harapan dan akan terjadi percepatan

pembangunan dan kesetaraan dengan daerah lain baik dalam hal pendidikannya,

SDM, kesehatannya, pertumbuhan ekonominya maupun infrastrukturnya.6

Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

menyatakan persyaratan dasar kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34 ayat (3) didasarkan pada parameter:

a. geografi;

b. demografi;

c. keamanan;

d. sosial politik, adat, dan tradisi;

e. potensi ekonomi ;

f. keuangan Daerah; dan

g. kemampuan penyelenggaraan pemerintahan

Faktor yang mendorong pembentukan DOB Provinsi Papua Barat Daya

didasarkan pada kondisi masyarakat Papua (Orang Asli Papua) yang masih jauh dari

kesejahteraan. Hal ini disebabkan oleh perbandingan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) dan Jarak Tempuh wilayah yang menjadi daerah cakupan DOB Provinsi Papua

Barat Daya sangat jauh dari Ibukota Provinsi Papua di Kota Jayapura, sehingga Dana

Otonomi Khusus yang diberikan oleh Pemerintah Pusat menjadi tidak efisien dan

6
https://investor.id/national/314580/kecuali-papua-kebijakan-moratorium-pemekaran-daerah-masih-
berlaku

7
terpangkas karena tingginya biaya transaksi pada setiap tahapan proses pencairan

karena sangat sulitnya akses.

W.A Bonger mendefinisikan demokrasi adalah bentuk pemerintahan dari suatu

kesatuan hidup yang memerintahkan diri sendiri, dalam hal mana sebagian besar

anggotanya turut mengambil bagian baik langsung maupun tidak langsung dan

dimana terjamin kemerdekaan rohani dan persamaan bagi hokum. 7 Menurut C.F.

Strong, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dalam hal mana mayoritas

anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta melalui cara perwakilan yang

menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-

tindakannya kepada mayoritas itu. Dengan kata lain, negara demokrasi didasari oleh

sistem perwakilan yang menjamin kedaulatan rakyat.8

Pembentukan DOB dijadikan solusi dalam meningkatkan pelayanan masyarakat

di wilayahnya. Dalam konteks kelembagaan, budaya politik, perubahan perilaku dan

nilai-nilai masyarakat serta hubungan antar masyarakat sebagai warga negara adalah

faktor penting dalam menentukan tingkat kepercayaan pada pemerintah. Sehingga,

tumbuhnya kepercayaan masyarakat menjadi faktor yang sangat menentukan dari

terselenggaranya pemerintahan DOB. Karena kepercayaan dan persepsi masyarakat

tentang kinerja pemerintah pada ekonomi dan kontrol korupsi politik secara positif

terkait dengan kepercayaan masyarakat pada institusi pemerintah.

7
Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat, Nusamedia, Jakarata, 2007, hlm. 4
8
Ibid.

8
Suatu negara kesatuan baru merupakan wujud pemerintahan demokrasi tatkala

otonomi daerah di jalankan secara efektif guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat,

mencakupi kewenangan zelfwetgeving (perda-perda) yang mengakomodir

kepentingan rakyat banyak dan penyelenggarakan pemerintahan (zelfbestuur) yang di

emban secara demokratis. 9 Ruang lingkup otonomi daerah di Indonesia menurut

Syaukani meliputi bidang politik dan ekonomi. Ruang lingkup otonomi daerah di

bidang politik berarti bahwa otonomi merupakan buah kebijakan desentralisasi dan

dekonsentrasi, maka harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi

lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan

berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan

masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat

pada asas pertanggungjawaban politik.

Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) melalui proses pemekaran daerah

otonom sudah dikenal sejak awal berdirinya Rebublik ini. Selama pemerintahan orde

baru, pemekaran daerah juga terjadi dalam jumlah yang sangat terbatas. Kebanyakan

pembentukan daerah otonom ketika itu adalah pembentukan kota madya sebagai

konsekuensi dari proses pengkotaan sebagian wilayah sebuah kabupaten.

Prosesnyapun diawali dengan pembentukan kota administratif sebagai wilayah

administratif, yang kemudian baru bisa dibentuk menjadi kota madya sebagai daerah

otonom. Kemungkinan adanya pembentukan daerah baru, penghapusan dan

9
Ni‟matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara (Perdebatan dan Gagasan Penyempurnaan),
FH. UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 411

9
penggabungan daerah memerlukan penelitian yang mendalam. Salah satu aspek yang

perlu dipertimbangkan adalah aspek hukumnya, artinya pembentukan, penghapusan

dan penggabungan suatu daerah otonom harus mempunyai payung hukum untuk

memperkuat legitimasinya.

Pengaturan mengenai hal tersebut harus mampu membuat persyaratan bahwa

adanya suatu daerah otonom memungkinkan kemajuan suatu daerah. Mengingat salah

satu tujuan hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat yang di dasarkan atas

anggapan adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau

pembaharuan itu, maka hukum suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang

(mutlak) perlu. 10

Selain dari aspek yang dimaksud diatas pemerintah juga telah mengeluarkan

suatu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Di dalam peraturan ini di atur bagaimana

syarat serta ketentuan lain yang harus dipenuhi agar pembentukan serta pemekaran

daerah mencapai tujuan dan sesuai dengan yang diharapkan. Persayaratan

pembentukan daerah dimaksud agar daerah yang baru dapat tumbuh, berkembang dan

mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan

publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya keutuhan negara kesatuan

republik Indonesia.

10
L. Sumartini, Peranan dan Fungsi Rencana dan Legislasi Nasional dalam Proses Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. BPHN Kehakiman RI, Jakarta 1999, hlm 3

10
Berbicara mengenai syarat-syarat pembentukan daerah otonom baru tentu tidak

terlepas dari aturan dan perundang-undangan yang memang sebenarnya telah diatur

oleh pemerintah. Syarat-syarat pembentukan daerah telah di atur dalam PP. No. 78

Tahun 2007 yang dimana dalam peraturan pemerintah tersebut telah mengatur

tentang syarat administratif, teknik dan fisik kewilayahan apabila suatu daerah ingin

membentuk daerahnya menjadi sebuah daerah otonom baru.

Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu

negara berada di tangan rakyat. Teori ini berusaha mengimbangi kekuasaan tunggal

raja atau pemimpin agama. Dengan demikian, teori kedaulatan rakyat menyatakan

bahwa Teori ini menjadi dasar dari negara-negara demokrasi. Pada dasarnya, teori ini

menjelaskan bahwa kedaulatan negara dipegang oleh rakyat. Sehingga rakyat menjadi

pemegang kekuasaan tertinggi di negara bersangkutan.

Setiap masyarakat (dalam suatu negara) mengakui bahwa ada kekuasaan

tertinggi, yang mengatur kehidupan mereka, menjadi reason atau idol (ilah), yang

mengatur kehidupan mereka pada tingkat keberadaan mereka. Demikian pula, suatu

negara (yang merupakan cerminan rakyatnya) mengetahui bahwa ada kekuasaan

tertinggi yang dapat menaklukkan segala sesuatu. Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam

masyarakat atau negara, hanya ada tiga hal (instansi) yang dianggap berdaulat:

Tuhan, raja, atau rakyat

Setyo Nugroho mendefinisikan kedaulatan rakyat sebagai "kedaulatan yang

menggambarkan struktur kekuasaan dalam suatu negara yang membutuhkan rakyat

untuk memiliki otoritas terbesar." Kedaulatan rakyat juga merupakan cara

11
penyelesaian masalah berdasarkan sistem tertentu untuk mencapai tujuan bersama.

Isu-isu ini harus ditangani tidak hanya dalam hal administrasi pemerintah dan otoritas

kehakiman, tetapi juga dalam hal kekuasaan pembuatan aturan.

Miriam Budiarjo, berpendapat bahwa pemerintah pusat mempunyai wewenang

untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi


11
(negara kesatuan yang berbentuk desentralisasi). Hak otonomi yang diberikan

pemerintah pusat kepada daerah berlainan dengan souvereinitiet atau kedaulatan

negara; souvereinitiet merupakan suatu atribut dari negara, akan tetapi tidak

merupakan atribut dari bagian-bagian negara itu, yang hanya dapat memperoleh hak-

haknya dari negara yang justru sebagai bagian dari negara diberi hak untu berdiri

sendiri (Zelfstanding) akan tetapi tidak merdeka (Onafhankelyk) dan tidak lepas dari

atau sejajar dengan negara. Sistem penyelengaraan pemerintahan dalam negara

kesatuan dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sebagai berikut:

1) Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, yaitu segala sesuatu dalam

negara itu langsung dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah-

daerah hanya tinggal melaksanakannya saja

2) Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, yaitu daerah diberi

kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah otonom (swatantra).

11
Rojali Abdullah, “Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif”, Raja
Grafindo, Jakarta, 2002, hlm. 81.

12
Dalam konteks menejemen pembangunan sistem otonomi daerah mengandung

dua makna:

1. Daerah akan meningkatkan kinerja pelayanan yang diberikan pemerintah

daerah kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan dalam pelayanan publik

akan mendatangkan institusi pelayanan dengan masyarakat yang dilayani.

Efisiensi publik dapat dicapai karena (1) Pemerintah daerah lebih

mengetahui keadaan daerahnya (2) Dalam menanggapi masalah

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dapat di atasi lebih cepat,

karena pengambilan keputusan lebih bersandar pada inisiatif pimpinan

daerah sesuai dengan akala prioritas.

2. Sebagai upaya lebih memberdayakan pemerintah daerah dalam

meningkatkan kinerja didaerah masing-masing secara umum. Desentralisasi

dipakai sebagai metode penyebaran personil, fasilitas fisik dan pelayanan,

editribusi fungsi-fungsi atau kekuasaan pemerintah. Dan perubahan

setruktur menjadi hal penting karena kemampuan sebuah institusi dan

menejemen untuk beradaptasi dengan perubahan akan sangat tergantung

pada struktur dan perubahan perilaku performance dengan perubahan akan

sangat cepat, bermutu, efisien dan berkeadilan. Hal tersebut mendorong

terbentuknya institusi pelayanan publik yang lebih otonom dan lebih adaptif

agar kualitas dan kecepatan pelayanan tidak lagi mendapat kendala dari

struktur dan mekanisme birokrasi panjang.

13
Diyakini bahwa melalui otonomi pada daerah otonom kabupaten/kota maka

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat

akan lebih dapat ditingkatkan. Dikemukakan oleh Mc. Rae bahwa ukuran kegiatan

pemerintahan dari waktu kewaktu diperkirakan akan semakin berkurang. Karena itu

pemerintahan pusat perlu melakukan dekonsentrasi dalam proses demokrasi secara

bertahap dilakukan dengan cara menyerahkan sebagian urusan pemerintahan pada

badan-badan pemerintahan otonom tingkat lokal yang nantinya sebagian urusan

tersebut diserahkan untuk diselenggarakan oleh masyarakat. Bentuk kedua

pemerintah pusat menyerahkan urusan atau sub urusan tertentu langsung untuk

diselenggarakan oleh masyarakat dengan pengawasan dan pengendalian pemerintah

(desentralisasi-privitasliasi).

Tujuan yang akan dicapai melalui pemberlakuan hukum positif pembentukan

daerah otonom baru harus selaras dengan perkembangan masyarakat di daerah

tersebut. Perkembangan masyarakat di tandai dengan proses perubahan-perubahan

dan hukum dijadikan sebagai sarana yang dapat di gunakan untuk mengadakan

perubahan dalam masyarakat. Hukum merupakan serangkaian alat untuk

merealisasikan kebijakan pemerintah.

Menurut Satjipto Rahardjo menegaskan bahwa hukum bukan suatu institusi

yang selesai, tatapi sesuatu yang diwujudkan terus menerus. Negara hukum dan

institusi hukum adalah proyek yang ada dalam proses penyelesaian. Satjipto Rahardjo

menambahkan pemahaman hokum secara legistik positivistik dan berbasis peraturan

(rule bound) tidak mampu menangkap kebenaran, karena memang tidak mau melihat

14
atau mengakui hal itu. Dalam ilmu hukum yang legalistik-posivistis, hukum sebagai

institusi pengaturan yang komplek telah direduksi menjadi sesuatu yang sederhana,

linier, maknistik, terutama untuk kepentingan profesi.

Dalam Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 mengenai negara Indonesia ditegaskan

bahwa “negara kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang di atur dengan undang-

undang. Pada Ayat (2) ditegaskan bahwa pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan

kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan.

Selain di Indonesia, pemekaran daerah juga terjadi di beberapa negara lain

dengan alasan yang berbeda-beda, dalam satu konsep menciptakan kehidupan

bernegara yang demokratis menekankan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.

Demikian pula dalam upaya mewujudkan negara hukum didukung dengan sistem

demokrasi, mengingat hubungan di antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan

hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Sebagaimana ditegaskan Jimly

Asshiddiqie, bahwa teori tentang negara hukum, pada pokoknya tidak dapat

dipisahkan dari teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi dari

mata uang yang sama.12

12
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Penerbit BIP,
Jakarta, 2007, hlm. 300.

15
Menurut Tri Ratnawi bahwa pemekaran daerah di Indonesia terjadi secara

besar-besaran, sehingga berubah menjadi semacam „bisnis‟ atau „industri‟

pemekaran saat ini, tidak sepenuhnya didasari oleh pandangan-pandangan normatif-

teoritis seperti yang tersurat dalam peraturan pemekaran wilayah atau dalam teori-

teori desentralisasi yang dikemukakan oleh banyak pakar untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat, mengembangkan demokrasi lokal, memaksimalkan akses publik

ke pemerintahan, mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, menyediakan

pelayanan publik sebaik dan seefesien mungkin. Sebaliknya, tujuan-tujuan politik-

pragmatis seperti untuk merespons separatisme agama dan etnis, membangun citra

rezim sebagai rezim yang demokratis, memperkuat legitimasi rezim yang berkuasa,

dan karena self-interest dari para aktor daerah dan pusat, merupakan faktor-faktor

yang lebih dominan, politisasi dan pragmatisme dalam pemekaran wilayah seperti

itulah yang akhirnya menimbulkan banyaknya masalah atau komplikasi di

daerahdaerah pemekaran, daerah induk dan juga di pusat. Saat ini negara Indonesia

berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa dan bersifat majemuk dalam hal etnis, bahasa

daerah, agama, budaya, geografi, demografi, dan lain-lain.

Menurut Maskun tuntutan pemekaran wilayah sebenarnya bisa dilakukan baik

dalam status Daerah Otonom ataupun status Wilayah Administratif. Menurutnya,

seyogyanya tuntutan untuk menjadi daerah otonom diawali terlebih dahulu dengan

terbentuknya beberapa Propinsi Administratip maupun Kabupaten dan Kecamatan.

Diharapkan penetapan wilayah administratip tersebut merupakan suatu proses penting

untuk mendewasakan dan memperkuat kemampuan Propinsi/Kabupaten /Kecamatan

16
tersebut agar suatu saat dapat menjadi Daerah Otonom. Pertimbangan ini penting

mengingat banyak Daerah Otonom, baik tingkat Propinsi maupun

Kabupaten/Kecamatan yang belum memiliki kemampuan untuk mengurus rumah

tangganya sendiri (berotonomi). Hal lain mengingat bahwa pemekaran tidak saja

dapat dilihat dari sisi kemampuan keuangan daerah, tetapi juga faktor-faktor lain

yang juga turut menentukan.

D. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa: Papua bisa

dimekarkan, karena didasari kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang

Otonomi Khusus Papua. Pemekaran itu bertujuan agar pelayanan publik itu semakin

baik, dekat dan mudah. Begitu juga bidang kesehatan dan diharapkan bisa memacu

perkembangan ekonomi, di mana selama ini mereka (Papua) merasa jauh tertinggal

dengan daerah lain.

E. Saran

Pemekaran Provinsi Papua Barat sebaiknya dilakukan jika dengan terjadinya

pemekaran akan berdampak positif terhadap peningkatan dan pemerataan

pembangunan dan pelayanan umum. Penduduk memegang peranan sangat penting

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan jumlah penduduk dipengaruhi oleh

pertumbuhan alami, dan migrasi penduduk. Jumlah penduduk yang memadai, baik

17
dalam segi kuantitas maupun segi kualitasnya menjadi syarat utama untuk menunjang

terselenggaranya pemerintah yang baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bintiro Tjokroamidjojo, Pengantar Admisnistrasi Pembangunan, Sinar Grafika,


Jakarta, 2001

Busrizalti, Hukum Pemda (Otonomi Daerah Dan Implikasinya), Total Media,


Yogyakarta, 2013

Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat, Nusamedia, Jakarata, 2007

https://investor.id/national/314580/kecuali-papua-kebijakan-moratorium-pemekaran-
daerah-masih-berlaku

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/30/09071571/komisi-ii-paparkan-tujuan-
pembentukan-provinsi-papua-barat

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,


Penerbit BIP, Jakarta, 2007

L. Sumartini, Peranan dan Fungsi Rencana dan Legislasi Nasional dalam Proses
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. BPHN Kehakiman RI,
Jakarta 1999

Ni‟matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara (Perdebatan dan Gagasan


Penyempurnaan), FH. UII Press, Yogyakarta, 2014

Rojali Abdullah, “Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu
Alternatif”, Raja Grafindo, Jakarta, 2002

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta, 2012

19

Anda mungkin juga menyukai